Resume Akidah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Arwira Ha’ainni Imaneter



NIM



: 2030201167



Kelas



: PGMI 4



Dosen Pengampu : Drs. Aquami, M.Pd.I



A. HUKUM PERCAYA RAMALAN BMKG MENURUT ISLAM Meramal atau memprediksi gempa yang dilakukan oleh BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) adalah aktivitas ilmiah yang berdasarkan pada analisa dan input piranti teknologi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Sama dengan akvitias ilmiah seorang dokter atau tabib atau sinshe dalam "meramal" penyakit pasiennya dan memberi resep obat berdasarkan "prediksi"nya tersebut. Dalam agama kegiatan ilmiah itu tidak hanya dibolehkan tapi juga dianjurkan dalam Islam. Berbeda halnya hukum meramal yang sifatnya non-ilmiyah apalagi sampai melibatkan jin sebagaimana yang dilakukan oleh dukun ramal. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah dalam sebuah hadits sahih riwayat Abu Dawud dan lainnya ketika Nabi bersabda Artinya: Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu dia percaya pada apa yang dikatakan maka dia telah mengingkari (kufur) syariah Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad s.a.w. B. HUKUM PERCAYA RAMALAN ZODIAK Hukum percaya zodiak dikategorikan dalam hukum percaya ramalan menurut Islam secara umum yakni dilarang atau haram. Menurut Adz-Dzahabi, percaya ramalan zodiak termasuk dosa besar dalam Islam. Allah subhaana hu wa ta’aala berfirman dalam surat An Naml ayat 65 sebagai berikut. “Katakanlah (Muhammad), “Tidak ada sesuatu pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang ghaib, kecuali Allah. Dan mereka tidak mengetahui kapan mereka akan dibangkitkan.” (QS. An Naml : 65) Allah subhaana hu wa ta’aala juga berfirman dalam surat Al-Jinn ayat 26-27 sebagai berikut. “Dia mengetahui yang gaib, tetapi Dia tidak memperlihatkan kepada siapapun tentang yang gaib itu. Kecuali kepada Rasul yang diridhai-Nya, maka sesungguhnya Dia mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di depan dan di belakangnya.” (QS. Al-Jinn : 26-27)



Karena itu, seseorang yang membaca zodiak dianggap mendatangi dukun sehingga shalatnya tidak diterima selama 40 hari. Hal ini didasarkan atas hadits berikut. “Barangsiapa yang datang ke tukang ramal lalu memercayai apa yang dikatakan maka shalatnya tidak diterima selama 40 hari”. (HR. Muslim, Abu Daud, Ahmad, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah) An-Nawawi menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan shalatnya tidak diterima selama 40 hari adalah tidak mendapatkan pahala dan bukan shalatnya menjadi tidak sah. Apalagi jika sampai percaya ramalan zodiak dianggap telah mengingkari Al Qur’an yang menyatakan hanya Allah yang mengetahui perkara gaib. Hal ini didasarkan atas hadits berikut. Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang mendatangi seorang dukun atau peramal, lalu dia percaya pada apa yang dikatakan maka dia telah mengingkari (kufur) syariah Allah yang diturunkan pada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Ahmad) Melihat fenomena banyaknya orang yang membaca dan percaya ramalan zodiak, Yusuf Qardhawi menyatakan sebagai berikut. “Seandainya umat Islam sadar dan mengerti bahwa perkara gaib hanya bisa diketahui oleh Allah, dan bahwa seseorang tidak akan tahu apa yang akan terjadi besok, dan bahwa mengaku tahu perkara gaib itu bagian dari kekufuran, dan bahwa mempercayai hal itu bagian dari kesesatan, dan bahwa tukang ramal, dukun dan bahwa ahli ilmu nujum dan serupa dengan itu adalah para penipu yang menyesatkan, maka niscaya terjebak pada kebatilan ini dan niscaya tidak ada orang muslim yang akan menulis atau membaca ramalan bintang…” Dari pernyataan Qardhawi di atas disimpulkan bahwa hukum membuat ramalan zodiak, memercayai, dan menerbitkannya hukumnya adalah haram. C. HUKUM PERCAYA DENGAN PARANORMAL Berikut ini beberapa dalil yang menjelaskan tentang hukum perdukunan dalam Islam. Perdukunan bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan manusia, ia sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam diutus oleh Allâh Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana Allâh Subhanahu wa Ta’ala menyanggah tuduhan orang-orang kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam : ْ‫ت أَ ْنتَ فَ َما فَ َذ ِّكر‬ َ ِّ‫َمجْ نُو ٍن َواَل بِ َكا ِه ٍن َرب‬ ِ ‫ك بِنِ ْع َم‬ “Maka tetaplah memberi peringatan, dengan sebab nikmat Rabb-mu engkau bukanlah seorang dukun dan bukan pula seorang gila”. [ath-Thûr/52:29].



Dalam ayat ini Allâh Subhanahu wa Ta’ala membantah tuduhan bohong kaum musyrikin terhadap Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa ia seorang dukun (tukang tenung) atau orang gila. Karena Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan kepada mereka tentang hal-hal yang akan datang pada hari kiamat melalui perantaraan wahyu yang diwahyukan Allâh Azza wa Jalla kepadanya. Mereka ingin menyamakan antara seorang nabi dengan seorang dukun yang suka meramal kejadian-kejadian yang akan datang, sebagai alasan untuk menolak ajaran Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Dari ayat di atas juga dapat ditarik kesimpulan bahwa orang yang memberitakan kabar yang akan datang itu ada tiga jenis. Pertama, seorang nabi yang mendapat wahyu dari Allâh Azza wa Jalla , sebagaimana Allâh Azza wa Jalla berfirman: ‫ك‬ َ ِ‫ب أَ ْنبَا ِء ِم ْن ٰ َذل‬ ِ ‫وحيه ْال َغ ْي‬ ِ ُ‫إِلَ ْيكَ ن‬ “Demikianlah dari berita-berita ghaib yang Kami (Allâh) wahyukan kepadamu”. [Ali Imran/3:44]. Kedua, dukun, sebagaimana yang telah dijelaskan di atas tentang hakikatnya. Ketiga, orang gila yang berbicara di luar kesadaran. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menperingatkan umatnya untuk tidak mendatangi dan mempercayai dukun ataupun membuka praktek perdukunan. Berikut ini beberapa hadits berkenaan dengan hal tersebut. 1. Larangan tentang mendatangi dukun. Telah ditegaskan oleh Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam sabdanya: ُ ‫ُول يَا قُ ْل‬ ‫اويَةَ ع َْن‬ َ ‫ْال ُكهَّانَ نَأْتِى ُكنَّا ْال َجا ِهلِيَّ ِة فِى نَصْ نَ ُعهَا ُكنَّا أُ ُمورًا هَّللا ِ َرس‬ ِ ‫ت قَا َل ال ُّسلَ ِم ِّى ْال َح َك ِم ْب ِن ُم َع‬ ْ ‫مسلم رواه‬ ‫(ال ُكهَّانَ تَأْتُوا فَالَ ) قَا َل‬ Dari Mu’awiyah bin Hakam Radhiyallahu anhu, ia berkata kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Ada beberapa hal yang biasa kami lakukan pada masa jahiliyah, kami terbiasa datang ke dukun?” Jawab Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Jangan kalian datang ke dukun”. (HR. Muslim) 2. Larangan bertanya kepada dukun. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Diriwayatkan lagi oleh sebagian isteri Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam , dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang mendatangi tukang tenung untuk bertanya tentang sesuatu, maka tidak diterima darinya shalat selama empat puluh malam”. (HR.Muslim) Dalam hadits ini dijelaskan tentang besarnya dosa mendatangi dukun untuk sekedar bertanya tentang sesuatu, menyebabkan pahala amalan shalatnya selama empat puluh malam atau hari hilang. Ini menunjukkan betapa besar dosa mendatangi dukun.



3. Larangan mempercayai dukun. Dalam sebuah hadits dijelaskan: Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu mempercayainya, sungguh ia telah kafir dengan apa yang diturunkan kepada Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam “. (HR Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Mâjah) Dalam hadits di atas Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam membedakan antara hukum mendatangi dukun dengan hukum mempercayainya. Hukum mendatangi dukun berisiko tidak diterima shalat bagi pelakunya selama empat puluh hari. Adapun hukum mempercayai perkataan dukun tentang hal yang ghaib berisiko membuat seseorang tersebut telah terjatuh kepada perbuatan kufur, meskipun Ulama berbeda pendapat tentang maksud kata kufur tersebut. Di antara mereka ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur akbar (besar). Namun sebagian mereka berpendapat bahwa yang dimaksud adalah kufur asghar (kecil). Sebagian lagi lebih memilih tidak merinci kepada akbar maupun asghar, karena konteksnya berbicara tentang ancaman. Sebagian Ulama mengomentari tentang ancaman yang terdapat dalam hadits di atas. Jika demikian ancaman bagi orang yang mendatangi dan mempercayai dukun, bagaimana dengan si dukun itu sendiri ? Tentu ancaman dan adzabnya lebih berat lagi. Imam Nawawi rahimahullah mengatakan,“Ketahuilah bahwa perdukunan, mendatangi dukun, mempelajari perdukunan, ilmu nujum, meramal dengan pasir, gandum dan batu kerikil, termasuk mengajarkan semua hal ini adalah haram dan mengambil upah atasnya juga haram berdasarkan dalil yang shahîh”. Dalam Alquran, Allah SWT menyebutkan beberapa hal yang hanya Dia yang Mahatahu. Firman-Nya, ''Sesungguhnya hanya Allah pemilik kunci-kunci alam gaib. Tak ada satu pun makhluk-Nya yang mengetahui.'' (QS Al-An'am: 59). Dalam ayat lain, secara tegas Allah SWT menyebutkan beberapa hal yang hanya Dia yang secara pasti mengetahui. Pertama, pengetahuan akan hari kiamat. Kedua, pengetahuan akan turunnya hujan. Ketiga, pengetahuan akan janin yang berada di dalam rahim. Keempat, pengetahuan akan perbuatan manusia di waktu mendatang. Kelima, pengetahuan akan matinya bumi. Allah SWT berfirman, ''Sesungguhnya, pengetahuan akan hari kiamat, turunnya hujan, pengetahuan janin yang ada dalam rahim, pengetahuan akan perbuatan manusia esok harinya, pengetahuan akan waktu berakhirnya bumi, semuanya, hakikatnya hanya Allah SWT yang tahu. Sesungguhnya, Allah Maha Mengetahui lagi Mahawaspada.'' (QS Luqman: 24). Rasulullah SAW bersabda, ''Siapa yang mendatangi para dukun peramal nasib, lalu ia membenarkan apa yang mereka katakan, maka ia telah kafir terhadap apa yang turun kepada Muhammad (Alquran).'' (HR Ahmad dari Abu Hurairah).