Resume Sistem Imun [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Nama



: Nisa’u Rifka Latiffah



NIM



: A1C419008



Kelas



: Reguler A 2019



Mata Kuliah : Fisiologi Hewan Topik



: Sistem imun



Dosen Pengampu: Prof. Dr. Dra. Asni Johari, M.Si Tubuh manusia diciptakan dengan segala kelebihan yang dimilikinya. Lingkungan tempat tinggal, di mana pun itu, kerap dihinggapi virus dan bakteri. Namun, tubuh memilki sebuah mekanisme pertahaan untuk menghalau atau menangkal bakteri dan virus itu masuk ke dalam tubuh. Ini dinamakan dengan sistem imun tubuh. Sistem imun adalah sistem yang membentuk kemampuan tubuh untuk melawan bibit penyakit dengan menolak berbagai benda asing yang masuk ke tubuh agar terhindar dari penyakit . Sedangkan imunitas adalah semua mekanisme fisiologis yang membantu untuk: -mengenal benda asing (self/non-self) -menetralkan dan mengeliminasi benda asing -memetabolisme benda asing tanpa menimbulkan kerusakan jaringan sendiri Sistem kekebalan tubuh sendiri dipelajari dalam studi khusus, yaitu imunologi berasal dari kata imun yang berarti kekebalan dan logos yang berarti ilmu. Imunologi adalah ilmu yang mempelajari tentang sistem kekebalan tubuh. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar yang luas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai parasit, serta menghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi seperti biasa. Sistem imun merupakan sistem yang sangat komplek dengan berbagai peran ganda dalam usaha menjaga keseimbangan tubuh. Seperti halnya system endokrin, sistem imun yang bertugas mengatur keseimbangan, menggunakan komponennya yang beredar diseluruh tubuh, supaya dapat mencapai sasaran yang jauh dari pusat. Untuk melaksanakan fungsi imunitas, didalam tubuh terdapat suatu sistem yang disebut dengan sistem limforetikuler. Sistem ini merupakan jaringan atau kumpulan sel yang letaknya tersebar



diseluruh tubuh, misalnya didalam sumsum tulang, kelenjar limfe, limfa, timus, system saluran napas, saluran cerna dan beberapa organ lainnya. Jaringan ini terdiri atas bermacam-macam sel yang dapat menunjukkan respons terhadap suatu rangsangan sesuai dengan sifat dan fungsinya masing-masing. Rangsangan terhadap sel-sel tersebut terjadi apabila kedalam tubuh terpapar suatu zat yang oleh sel atau jaringan tadi dianggap asing. Konfigurasi asing ini dinamakan antigen atau imunogen dan proses serta fenomena yang menyertainya disebut dengan respons imun yang menghasilkan suatu zat yang disebut dengan antibodi. Jadi antigen atau imunogen merupakan potensi dari zat-zat yang dapat menginduksi respons imun tubuh yang dapat diamati baik secara seluler ataupun humoral. Dalam keadaan tertentu (patologik), sistem imun tidak dapat membedakan zat asing (non-self) dari zat yang berasal dari tubuhnya sendiri (self), sehingga sel-sel dalam sistem imun membentuk zat anti terhadap jaringan tubuhnya sendiri, kejadian ini disebut dengan Autoantibodi. Bila sistem imun terpapar oleh zat yang dianggap asing, maka akan terjadi dua jenis respons imun, yaitu respons imun non spesifik dan respons imun spesifik. Walaupun kedua respons imun ini prosesnya berbeda, namun telah dibuktikan bahwa kedua jenis respons imun diatas saling meningkatkan efektivitasnya. Respons imun yang terjadi sebenarnya merupakan interaksi antara satu komponen dengan komponen lain yang terdapat didalam system imun. Interaksi tersebut berlangsung bersama-sama sedemikian rupa sehingga menghasilkan suatu aktivitas biologic yang seirama dan serasi. Sistem imun mencakupi semua struktur dan proses yang menyediakan pertahanan tubuh untuk melawan bibit penyakit dan dapat di kelompokkan menjadi dua kategori yaitu; sistem imun bawaan (innate) yang bersifat non-spesifik dan sistem imun adaptif yang bersifat spesifik. 1. Respon imun non spesifik Respon imun nonspesifik pada umumnya merupakan imunitas bawaan (innate immunity), artinya bahwa respon terhadap zat asing yang masuk ke dalam tubuh dapat terjadi walaupun tubuh belum pernah terpapar pada zat tersebut. Respon imun nonspesifik dapat mendeteksi adanya zat asing dan melindungi tubuh dari kerusakan yang diakibatkannya, tetapi tidak mampu mengenali dan mengingat zat asing tersebut.



Komponen-komponen utama respon imun nonspesifik adalah pertahanan fisik, kimiawi, humoral dan selular. Pertahanan ini meliputi epitel dan zat-zat antimikroba yang dihasilkan dipermukaannya, berbagai jenis protein dalam darah termasuk komplemen- komplemen sistem komplemen, mediator inflamasi lainnya dan berbagai sitokin, sel-sel fagosit yaitu sel-sel polimorfonuklear, makrofag dan sel natural killer (NK). a. Pertahanan Tubuh Nonspesifik Eksternal Kulit merupakan rintangan yang pertama dihadapi oleh pathogen. Kulit diibaratkan sebagai benteng pertama pertahanan tubuh. Fungsi perlindungan utama dari kulit diwujudkan lewat lapisan sel mati yang merupakan bagian terluar kulit. Setiap sel baru yang dihasilkan dari pembelahan sel bergerak dari bagiand alam kulit menuju ke permukaan kulit. Selain itu kulit menghasilkan protein yang sangat kuat, yaitu keratin. Senyawa keratin mempunyai struktur yang sangat kuat dan keras sehingga sulit didekomposisi oleh mikroorganisme pathogen. Kulit dan membrane mukosa juga menghasilkan kelenjar minyak dan keringat yang memberikan pH kulit berkisar antara 3-5 yang cukup asam untuk mencegah kolonisasi oleh mikroba. Kolonisasi mikroba juga dapat dihambat oleh kelenjar saliva, air mata, dan sekresi mukosa yang terus menerus membahasahi permukaan yang terpapar. Sekresi tersebut juga mengandung lisozim, yaitu enzim yang mampu merusak dinding sel bakteri yang berusaha masuk melalui sistem respirasi dan pembukaan disekitar mata. Mucus merupakan cairan kental yang disekresikan oleh sel-sel membrane mukosa. Di trakea, sel epithelium bersilia menyapu keluar mucus dengan mikroba yang terjerat di dalamnya, sehingga mencegah mikroba memasuki paru-paru. Mikroba yang masuk melalui makanan akan menghadapi HCl yang sangat asam yang dapat membunuh bakteri. b. Pertahanan Tubuh Nonspesifik Internal Mikroba yang mampu menembus sistem pertahanan tubuh, akan menghadapi garis pertahanan kedua. Mekanisme utama sistem pertahanan non spesifik internal bergantung pada fagositosis, yaitu proses penelanan mikroorganisme yang menyerang tubuh oleh sel darah putih tertentu. Selain itu, mekanisme pertahanan tubuh nonspesifik internal juga dilakukan oleh sel natural killer (NK), respon peradangan dan senyawa antimikroba. 1) Fagositosis



Sel fagosit yang disebut neutrofil dalam darah putih merupakan yang terbanyak, sekitar 6070%. Sel neutrofil mendekati sel yang diserang mikroba dengan adanya sinyal kimiawi (kemotaksis). Neutrofil dapat meninggalkan peredaran darah menuju jaringan yang terinfeksi dan membunuh mikroba penyebab infeksi. Sel monosit, meski hanya sebanyak 5% dari seluruh sel darah putih, memberikan pertahanan fagosit yang efektif. Setelah mengalami pematangan, sel monosit bersirkulasi dalam darah untuk beberapa jam. Setelah itu, bergerak menuju jaringan dan berubah menjadi makrofag. Sel mirip Amoeba ini mampu memanjangkan pseudopodia untuk menarik mikroba yang akan dihancurkan enzim perncernaannya. Namun, beberapa mikroba telah berevolusi terhadap cara makrofag. Misalnya, beberapa bakteri memiliki kapsul yang membuat pseudopodia makrofag tidak dapat menempel. Bakteri lain kebal terhadap enzim pelisis fagosit dan bahkan dapat bereproduksi dalam sel makrofag. Beberapa makrofag secara permanen berada di organ-organ tubuh dan jaringan ikat. Selain neutrofil dan monosit, terdapat juga eosinofil yang berperan dalam sistem pertahan nonspesifik internal. Sekitar 1,5% sel darah putih merupakan eosinofil. Eosinofil memiliki aktivitas fagositosit yang terbatas, namun mengandung enzim penghancur di dalam granul sitoplasmanya. Eosinofil berperan dalam pertahanan tubuh terhadap cacing parasit. Eosinofil memposisikan diri di permukaan cacing dan menyekresikan enzim dari granul untuk menghancurkan cacing tersebut. 2) Sel Natural Killer (NK) Sel NK atau sel pembunuh alami tidak menyerang mikroorganisme secara langsung; alihalih mereka merusak sel tubuh yang diserang oleh virus dan sel-sel abnormal yang dapat membentuk tumor. Sel NK tidak bersifat fagositik; melainkan menyerang membrane sel sehingga sel tersebut lisis (pecah). 3) Respon Peradangan Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap kerusakan jaringan, misal akibat tergores atau benturan keras. Pada proses ini dipengaruhi oleh Histamin dan prostalgidin. Histamin yang dihasilkan oleh sel tubuh berperan untuk meningkatkan konsentrasi otot dan permeabilitas



dinding pembuluh darah kapiler di sekitar areal yang terinfeksi. Peningkatan aliran darah akan memudahkan perpindahan sel – sel fagosit dari darah ke dalam jaringan yang terluka. Netrofil merupakan fagosit pertama yang menyelubungi luka selanjutnya monosit berperan dengan berkembang menjadi makrofag yang akan membersihkan sel – sel jaringan yang rusak. 4) Protein Antimikroba Protein yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh nonspesifik disebut sistem komplemen. Protein tersebut dapat secara langsung membunuh mikroorganisme ataupun mencegah reproduksinya. Terdapat sekitar 20 jenis protein yang termasuk dalam sistem ini. Histamin dan interleukin termasuk protein ini. Protein komplemen bersirkulasi dalam darah dalam bentuk tidak aktif. Jika beberapa molekul dari satu jenis protein komplemen aktif, hal tersebut memicu gelombang reaksi yang besar. Mereka mengaktifkan banyak molekul komplemen lain. Setiap molekul yang teraktifkan, akan mengaktifkan jenis protein komplemen lain dan begitu seterusnya. Aktivasi protein komplemen terjadi jika protein komplemen tersebut berikatan dengan protein yang disebut antigen. Antigen telah dimiliki oleh patogen. Aktivasi dapat terjadi ketika protein komplemen berikatan langsung dengan permukaan bakteri. Beberapa protein komplemen dapat bersatu membentuk pori kompleks yang menginduksi lisis (kematian sel) pada patogen. Beberapa protein komplemen yang teraktifkan juga menyebabkan respons pertahanan tubuh nonspesifik yang disebut peradangan (inflamasi). Selain itu, “menarik” sel-sel fagosit menuju sel atau jaringan yang rusak. 2. Respon Imun Spesifik Berbeda dengan sistem imun nonspesifik, sistem imun spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenal benda yang dianggap asing bagi dirinya. Benda asing yang pertama kali terpajan dengan tubuh segera dikenal oleh sistem imun spesifik. Pajanan tersebut menimbulkan sensitasi, sehingga antigen yang sama dan masuk tubuh untuk kedua kali akan dikenal lebih cepat dan kemudian dihancurkan. Oleh karena itu, sistem tersebut disebut spesifik. Untuk menghancurkan benda asing yang berbahaya bagi tubuh, sistem imun spesifik dapat bekerja tanpa bantuan sistem imun nonspesifik. Namun pada umumnya



terjalin kerjasama yang baik antara sistem imun nonspesifik dan spesifik seperti antara komplemen-fagosit-antibodi dan antaramakrofag-sel T. Sistem imun spesifik terdiri atas sistem humoral dan sistem selular. Pada imunitas humoral, sel B melepas antibodi untuk menyingkirkan mikroba ekstraselular. Pada imunitas selular, sel T mengaktifkan makrofag sebagai efektor untuk menghancurkan mikroba atau mengaktifkan sel CTC/Tc sebagai efektor yang menghancurkan sel terinfeksi. A. Sistem imun spesifik humoral. Pemeran utam dalam sistem imun spesifik humoral adlah limfosit B atau sel B. Humor berarti cairan tubuh. Sel B berasal dari sel asal multipoten di sumsum tulang. Pada unggas, sel yang disebut Bursal cell atau sel B akan berdiferensiasi menjadi sel B yang matang dalam alat yang disebut Bursa Fabricius yang terletak dekat kloaka. Pada manusia diferensiasi tersebut terjadi dalam sumsum tulang. Sel B yang dirangsang oleh benda asing akan berproliferas, berdiferensiasi dan berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi antibodi. Antibodi yang dilepas dapat ditemukan dalam serum. Fungsi utama antibodi ialah pertahanan terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta menetralkan toksinnya. B. Sistem imun spesifik seluler Limfosit T atau sel T berperan pada sistem imun spesifik selular. Sel tersebut juga berasal dari sel asal yang sama seperti sel B. Pada orang dewasa sel T dibentuk didalam sumsum tulang, tetapi proliferasi dan diferensiasinya terjadi didalam kelenjar timus atau pengaruh berbagaifaktor asal timus. 90-95% dari semua sel T dala timustersebut mati dan hanya 5-10% menjadi matang dan selanjutnya meninggalkan timus untuk masuk kedalam sirkulasi. Faktor timus yang disebut timosin dapat ditemukan dalam peredaran darah sebagai hormon asli dan dapat mempengaruhi diferensiasi sel T di perifer. Berbeda dengan sel B, sel t terdiri atas beberapa subsset dengan fungsi yang berlainan yaitu sel CD4⁺ (Th1, Th2), CD8⁺ atau CTL atau Tc dan Ts atau sel Tr atau Th3. Fungsi utama sistem imun spesifik selular ialah pertahanan terhadap bakter yang hidup intraselular, virus, jamur, parasit dan keganasan. Sel CD4⁺mengaktifkan sel Th1 yang selanjutnya mengaktifkan makrofag untuk menghancurkan mikroba. Sel CD8⁺ memusnahkan sel terinfeksi.



Sistem pertahanan tubuh spesifik merupakan pertahanan tubuh terhadap patogen tertentu yang masuk ke tubuh. Sistem ini bekerja apabila patogen telah berhasil melewati sistem pertahanan tubuh nonspesifik. Sistem pertahanan tubuh spesifik disebut juga dengan sistem kekebalan tubuh atau sistem imun. Sistem kekebalan tubuh terbentuk karena adanya peran antigen dan antibodi. Pertahanan tubuh secara spesifik dilakukan oleh antibodi yang dibentuk oleh limfosit karena adanya antigen yang masuk ke tubuh. Limfosit terdiri atas dua tipe, yaitu limfosit B (sel B) dan limfosit T (sel T). (1) Sel B "B" sebenarnya berasal dari kata Bursa Fabrisius, yaitu sebuah organ unik bagi unggas tempat sel B unggas mengalami pematangan dan tempat dimana limfosit B pertama kali ditemukan. Akan tetapi karena sel B semua vertebrata lain berkembang dalam sumsum tulang (bone marrow), "B" bisa diartikan "bone" maupun "bursa". Sel B berperan dalam pembentukan kekebalan humoral dengan membentuk antibodi. Sel B dapat dibedakan menjadi 3 jenis berikut. - Sel B pembelah, berfungsi membentuk sel B plasma dan sel B pengingat (memori). - Sel B plasma, berfungsi membentuk antibodi. - Sel B pengingat (memori), berfungsi mengingat antigen yang pernah masuk ke tubuh serta menstimulasi pembentukan sel B plasma jika terjadi infeksi kedua. (2) Sel T "T" berasal dari kata timus, yaitu suatu kelenjar dalam rongga dada di atas jantung yang berperan dalam pematangan limfosit T setelah diproduksi di sumsum tulang. Sel T berperan dalam pembentukan kekebalan seluler yaitu dengan cara menyerang sel penghasil antigen secara langsung. Sel T juga ikut membantu produksi antibodi oleh sel B plasma. Sel T dapat dibedakan menjadi tiga jenis berikut. - Sel T sitotoksik, berfungsi menyerang patogen yang masuk ke tubuh, sel tubuh yang terinfeksi, serta sel kanker secara langsung. - Sel T helper, berfungsi menstimulasi pembentukan jenis sel T lainnya dan sel B plasma serta mengaktivasi makrofag untuk melakukan fagositosis.



- Sel T supresor, berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun dengan cara menurunkan produksi antibodi dan mengurangi aktivitas sel T sitotoksik. Sel T supresor akan bekerja setelah infeksi berhasil ditangani. 3. Antibodi Antibodi merupakan biomolekul yang tersusun atas protein dan dibentuk sebagai respons terhadap keberadaan benda-benda asing yang tidak dikehendaki di dalam tubuh kita. Benda-benda asing itu disebut antigen. Tiap kali ada benda-benda asing yang masuk ke dalam tubuh diperlukan 10-14 hari untuk membentuk antibodi. Antibodi dihasilkan oleh limfosit B atau sel-sel B. Antibodi digunakan untuk menetralkan atau menghancurkan antigen yang masuk ke dalam tubuh. Setiap detik sekitar 2.000 molekul antibodi diproduksi oleh sel-sel B. Salah satu contoh peristiwa yang melibatkan antibodi adalah ketika kulit kita terkena infeksi karena luka maka akan timbul nanah. Nanah itu merupakan limfosit atau sel-sel B yang mati setelah berperang melawan antigen. Antibodi dapat ditemukan pada aliran darah dan cairan nonseluler. Antibodi memiliki struktur molekul yang bersesuaian dengan antigen secara sempurna, seperti anak kunci dengan lubangnya. Tiap jenis antibodi spesifik terhadap antigen jenis tertentu. a. Jenis-jenis Antibodi Antibodi disebut juga immunoglobulin (Ig) atau serum protein globulin, karena berfungsi untuk melindungi tubuh lewat proses kekebalan (immune). Ada lima macam immunoglobulin, yaitu IgG, IgM, IgA, IgE, dan IgD. a) Immunoglobulin G (IgG) IgG terbentuk 2-3 bulan setelah infeksi, kemudian kadarnya meninggi dalam satu bulan, menurun perlahan-lahan, dan terdapat selama bertahun-tahun dengan kadar yang rendah. IgG beredar dalam tubuh dan banyak terdapat pada darah, sistem getah bening, dan usus. Senyawa ini akan terbawa aliran darah langsung menuju tempat antigen berada dan menghambatnya begitu terdeteksi. Senyawa ini memiliki efek kuat antibakteri maupun virus, serta menetralkan racun. IgG juga mampu menyelinap diantara sel-sel dan menyingkirkan mikroorganisme yang masuk ke dalam sel-sel dan kulit. Karena kemampuan serta ukurannya yang kecil, IgG merupakan satu-satunya antibodi yang dapat



dipindahkan melalui plasenta dari ibu hamil ke janin dalam kandungannya untuk melindungi janin dari kemungkinannya infeksi yang menyebabkan kematian bayi sebelum lahir. Selanjutnya immunoglobulin dalam kolostrum (air susu ibu atau ASI yang pertama kali keluar), memberikan perlindungan kepada bayi terhadap infeksi sampai sistem kekebalan bayi dapat menghasilkan antibodi sendiri. b) Immunoglobulin A (IgA) Immunoglobulin A atau IgA ditemukan pada bagian-bagian tubuh yang dilapisi oleh selaput lendir, misalnya hidung, mata, paru-paru, dan usus. IgA juga ditemukan di dalam darah dan cairan tubuh lainnya, seperti air mata, air liur, ASI, getah lambung, dan sekresi usus. Antibodi ini melindungi janin dalam kandungan dari berbagai penyakit. IgA yang terdapat dalam ASI akan melindungi sistem pencernaan bayi terhadap mikroba karena tidak terdapat dalam tubuh bayi yang baru lahir. c) Immunoglobulin M (IgM) Antibodi ini terdapat pada darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B. Pada saat antigen masuk ke dalam tubuh, Immunoglobulin M (IgM) merupakan antibodi pertama yang dihasilkan tubuh untuk melawan antigen tersebut. IgM terbentuk segera setelah terjadi infeksi dan menetap selama 1-3 bulan, kemudian menghilang. Janin dalam rahim mampu memproduksi IgM pada umur kehamilan enam bulan. Jika janin terinfeksi kuman penyakit, produksi IgM janin akan meningkat. IgM banyak terdapat di dalam darah, tetapi dalam keadaan normal tidak ditemukan dalam organ maupun jaringan. Untuk mengetahui apakah janin telah terinfeksi atau tidak, dapat diketahui dari kadar IgM dalam darah. d) Immunoglobulin D (IgD) Immunoglobulin D atau IgD juga terdapat dalam darah, getah bening, dan pada permukaan sel-sel B, tetapi dalam jumlah yang sangat sedikit. IgD ini bertindak dengan menempelkan dirinya pada permukaan sel-sel T, mereka membantu sel-sel T menangkap antigen. e) Immunoglobulin E (IgE)



Immunglobulin E atau IgE merupakan antibodi yang beredar dalam aliran darah. Antibodi ini kadang juga menimbulkan reaksi alergi akut pada tubuh. Oleh karena itu, tubuh seorang yang sedang mengalami alergi memiliki kadar IgE yang tinggi. IgE penting melawan infeksi parasit, misalnya skistosomiasis, yang banayk ditemukan di negara-negara berkembang (Pujiyanto, 2012). 4. Respon Kekebalan Imun Respon kekebalan tubuh terhadap antigen dapat dikelompkan menjadi dua macam yaitu kekebalan humoral (antibody – mediated immunity) dan kekebalan seluler (cell – mediated immunity). Berikut akan saya jelaskan satu persatu respon kekebalan tubuh. 1) Kekebalan Humoral Kekebalan humoral melibatkan aktivitas sel B dan antibodi yang beredar dalam cairan darah dan limfe. Antibodi yang beredar sebagai respon humoral bekerja melawan bakteri bebas, racun, virus dan mikroorganisme lainnya yang berada dalam cairan tubuh. Serangkaian respon terhadap pathogen ini disebut dengan respon kekebalan primer antara lain : - Netralisasi yaitu antibodi akan menetralkan suatu virus dengan cara melekat pada molekul yang harus digunakan oleh virus untuk menginfeksi sel inang.mekanisme ini akan menetralkan racun dari mikroorganisme sehingga akan mudah difagositosis oleh makrofag. - Aglutinasi (penggumpalan) yaitu proses penggumpalan bakteri atau virus yang diperantarai oleh antibody yang akan bekerja menetralkan mikrorganisme tersebut. Terjadi karena setiap molekul antibody memiliki paling tidak dua tempat pengikatan antigen. Kompleks besar yang terbentuk melalui proses aglutinasi yang akan memudahkan fagositosis makrofag. - Presipitasi (pengendapan) yaitu proses dimana molekul – molekul antigen yang terlarut dalam cairan tubuh akan diendapkan oleh antibody. Proses ini akan memudahkan proses pengeluaran dan pembuangan antigen oleh fagositosis. - Fiksasi komplemen (aktivasi) yaitu mengaktivasikan komplemen dengan adanya kompleks antigen – antibody. Apabila ada infeksi maka protein yang pertama dalam



rangkaian protein komplemen akan diaktifkan, reaksi komplemen ini akan mengakibatkan lisisnya banyak jenis virus dan sel – sel pathogen.



2) Kekebalan Seluler Kekebalan seluler melibatkan sel T Yang bertugas menyerang sel – sel asing atau jaringan tubuh yang terinfeksi secara langsung. Berdasarkan cara memperolehnya kekebalan tubuh digolongkan menjadi dua kelompok yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. -Kekebalan Aktif Kekebalan aktif merupakan kekebalan yang dihasilkan oleh tubuh itu sendiri, Tubuh membentuk antibodi sendiri karena infeksi antigen. Kekebalan ini dapat diperoleh secara alami dan buatan sebagai contoh secara alami melalui penyakit seperti halnya penyakit cacar dan secara langsung tubuh membentuk vaksinasi virus cacar dengan cara didalam tubuh penderita dikembangkan kekebalan humoral dan kekebalan seluler, setelah mengidap penyakit cacar penderita tidak akan terkena dua kali penyakit cacar. Sedangkan cara buatan dengan adanya vaksinasi (imunisasi) terhadap mikroorganisme tertentu dengan cara dimasukkan antigen yang telah dilemahkan atau telah mati kedalam tubuh. -Kekebalan Pasif Kekebalan pasif merupakan kekebalan yang diperoleh setelah menerima antibody dari luar. Kekebalan ini dapat diperoleh dengan cara alami yaitu dengan cara pemberian ASI (Air Susu Ibu ) dan secara buatan melalui penyuntikkan antiserum yang mengandung antibody IgG atau immunoglobulin lainnya. Kekebalan pasif buatan ini hanya bertahan beberapa minggu saja karena immunoglobulin yang berasal dari tubuh akan diuraikan oleh tubuh orang tersebut. Fungsi Respons Imun Dalam pandangan modern, system imun mempunyai tiga fungsi utama yaitu: pertahanan, homeostasis dan perondaan. 1. Pertahanan



Fungsi pertahanan menyangkut pertahanan terhadap antigen dari luar tubuh seperti invasi mikroorganisme dan parasit kedalam tubuh. Ada dua kemungkinan yang terjadi dari hasil perlawanan antara dua pihak yang berhadapan tersebut, yaitu tubuh dapat bebas dari akibat yang merugikan atau sebaliknya, apabila fihak penyerang yang lebih kuat (mendapat kemenangan), maka tubuh akan menderita sakit. 2. Homeostasis Fungsi homeostasis, memenuhi persyaratan umum dari semua organism multiseluler yang menghendaki selalu terjadinya bentuk uniform dari setiap jenis sel tubuh. Dalam usaha memperoleh keseimbangan tersebut, terjadilah proses degradasi dan katabolisme yang bersifat normal agar unsure seluler yang telah rusak dapat dibersihkan dari tubuh. Sebagai contoh misalnya dalam proses pembersihan eritrosit dan leukosit yang telah habis masa hidupnya. 3. Perondaan Fungsi perondaan menyangkut perondaan diseluruh bagian tubuh terutama ditujukan untuk memantau pengenalan terhadap sel-sel yang berubah menjadi abnormal melalui proses mutasi. Perubahan sel tersebut dapat terjadi spontan atau dapat diinduksi oleh zat-zat kimia tertentu, radiasi atau infeksi virus. Fungsi perondaan (surveillance) dari system imun bertugas untuk selalu waspada dan mengenal adanya perubahabperubahan dan selanjutnya secara cepat membuang konfigurasi yang baru timbul pada permukaan sel yang abnormal.



Faktor Pengubah Mekanisme Imun Selain faktor genetik, terdapat sejumlah factor yang dapat mempengaruhi mekanisme imun seperti: faktor metabolik, lingkungan, gizi, anatomi, fisiologi, umur dan mikroba . 



Faktor Metabolik



Beberapa hormon dapat mempengaruhi respons imun tubuh, misalnya pada keadaan hipoadrenal dan hipotiroidisme akan mengakibatkan menurunnya daya tahan terhadap infeksi. Demikian juga pada orang-orang yang mendapat pengobatan dengan sediaan steroid sangat mudah mendapat infeksi bakteri maupun virus. Steroid akan menghambat



fagositosis, produksi antibodi dan menghambat proses radang. Hormon kelamin yang termasuk kedalam golongan hormone steroid, seperti androgen, estrogen dan progesterone diduga sebagai faktor pengubah terhadap respons imun. Hal ini tercermin dari adanya perbedaan jumlah penderita antara laki-laki dan perempuan yang mengidap penyakit imun tertentu. 



Faktor lingkungan



Kenaikan angka kesakitan penyakit infeksi, sering terjadi pada masyarakat yang taraf hidupnya kurang mampu. Kenaikan angka infeksi tersebut, mungkin disebabkan oleh karena lebih banyak menghadapi bibit penyakit atau hilangnya daya tahan tubuh yang disebabkan oleh jeleknya keadaan gizi. 



Faktor Gizi



Keadaan gizi seseorang sangat berpengaruh terhadap status imun seseorang. Tubuh membutuhkan enam komponen dasar bahan makanan yang dimanfaatkan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan kesehatan tubuh. Keenam komponen tersebut yaitu : protein, karbohidrat, lemak, vitamin, mineral dan air. Gizi yang cukup dan sesuai sangat penting untuk berfungsinya system imun secara normal. Kekurangan gizi merupakan penyebab utama timbulnya imunodefisiensi. 



Faktor Anatomi



Garis pertahanan pertama dalam menghadapi invasi mikroba biasanya terdapat pada kulit dan selaput lender yang melapisi bagian permukaan dalam tubuh. Struktur jaringan tersebut, bertindak sebagai imunitas alamiah dengan menyediakan suatu rintangan fisik yang efektif. Dalam hal ini kulit lebih efektif dari pada selaput lender. Adanya kerusakan pada permukaan kulit, atau pada selaput lender, akan lebih memudahkan timbulnya suatu penyakit.  Getah



Faktor Fisiologis lambung



pada



umumnya



menyebabkan



suatu



lingkungan



yang



kurang



menguntungkan untuk sebagian besar bakteri pathogen. Demikian pula dengan air kemih yang normal akan membilas saluran kemih sehingga menurunkan kemungkinan infeksi oleh bakteri. Pada kulit juga dihasilkan zat-zat yang bersifat bakterisida. Didalam darah terdapat sejumlah zat protektif yang bereaksi secara non spesifik. Faktor humoral lainnya



adalah properdin dan interferon yang selalu siap untuk menanggulangi masuknya zat-zat asing. 



Faktor Umur



Berhubung dengan perkembangan sistem imun sudah dimulai semasa dalam kandungan, maka efektifitasnya juga diawali dari keadaan yang lemah dan meningkat sesuai dengan bertambahnya umur. Walaupun demikian tidak berarti bahwa pada umur lanjut, sistem imun akan bekerja secara maksimal. Malah sebaliknya fungsi sistem imun pada usia lanjut akan mulai menurun dibandingkan dengan orang yang lebih muda, walaupun tidak mengalami gangguan pada sistem imunnya. Hal tersebut, selain disebabkan karena pengaruh kemunduran biologik, secara umum juga jelas berkaitan dengan menyusutnya kelenjar timus. Keadaan tersebut akan mengakibatkan perubahan-perubahan respons imun seluler dan humoral. Pada usia lanjut resiko akan timbulnya berbagai kelainan yang melibatkan sistem imun akan bertambah, misalnya resiko menderita penyakit autoimun, penyakit keganasan, sehinggaakan mempermudah terinfeksi oleh suatu penyakit. 



Faktor Mikroba



Berkembangnya koloni mikroba yang tidak pathogen pada permukaan tubuh,baik diluar maupun didalam tubuh, akan mempengaruhi sistem imun. Misalnya dibutuhkan untuk membantu produksi natural antibody. Flora normal yang tumbuh pada tubuh dapat pula membantu menghambat pertumbuhan kuman pathogen. Pengobatan dengan antibiotika tanpa prosedur yang benar, dapat mematikan pertumbuhan flora normal, dan sebaliknya dapat menyuburkan pertumbuhan bakteri pathogen.