Resume Titi Konsep CODE BLUE DAN EWSS [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

CODE BLUE DAN EWSS (EARLY WARNING SCORE SYSTEM)



Disusun Oleh:



Titi Dwijayanti Situmorang 052019042



PROGRAM STUDI NERS TAHAP PROFESI STIKes SANTA ELISABETH MEDAN 2020



1. Konsep Code Blue



1.1 Definisi Code Blue Code Blue adalah kode warna sistem manajemen darurat rumah sakit yang menandakan adanya seorang pasien yang sedang mengalami serangan jantung (Cardiac Arrest) atau mengalami situasi gagal nafas akut (Respiratory Arrest). Dan situasi darurat lainnya yang menyangkut dengan nyawa pasien dan membutuhkan intervensi medis darurat agar terciptanya stabilisasi situasi darurat medis yang terjadi dalam wilayah rumah sakit (Ghamdi, Essawy, & Qahtani, 2014). 1.2 Tujuan Code Blue a. Untuk menyediakan penanganan resusitasi dan stabilisasi korban gawat darurat yang mengalami permasalahan cardio-respiratory dan kejadian gawat darurat lainnya dalam lingkungan rumah sakit. b. Untuk membentuk tim terlatih yang dapat digunakan untuk penanganan cepat dari rumah sakit. c. Untuk memulai pelatihan keterampilan Basic Life Support (BLS) dan penggunaan Automated defibrillator eksternal (AED) untuk semua staf rumah sakit yang berbasis klinis atau non klinis. d. Untuk memulai penempatan peralatan Basic Life Support (BLS) di berbagai lokasi strategis di dalam lingkungan rumah sakit untuk memfasilitasi respon cepat untuk keadaan gawat darurat. e. Untuk mesmbuat rumah sakit aman dan siap tanggap untuk keadaan gawat darurat. 1.3 Organisasi Code Blue



Code Blue Team terdiri dari 3 sampai 4 anggota antara lain: 1. Koordinator tim Dijabat oleh dokter ICU/NICU yang bertugas mengkoordinir segenap anggota tim. dengan Kualifikasi: a. Memiliki SIP yang masih berlaku. b. Memiliki ATLS atau ACLS. c. Memiliki kewenangan klinis dalam hal kegawatdaruratan medis 2. Penanggung Jawab Medis yang dijabat oleh dokter jaga/ dokter ruangan yang bertugas untuk mengidentifikasi awal / triage pasien, memimpin penanggulangan pasien saat terjadi kegawatdaruratan, memimpin tim saat pelaksanaan RJP dan menentukan sikap selanjutnya. 3. Perawat pelaksana dimana tugasnya antara lain bersama dokter pemanggungjawab medis melakukan triage pada pasien dan membantu dokter penanggungjawab medis menangani pasien gawat darurat. 4. Tim resusitasi didalamnya terdapat perawat terlatih dan dokter ruangan /dokter jaga dimana tugasnya memberikan bantuan hidup dasar kepada pasien gawat darurat, melakukan resusitasi jantung paru kepada pasien gawat darurat. Setiap anggota Code Blue Team akan memiliki tanggung jawab yang ditunjuk seperti pemimpin tim, manajer airway, kompresi dada, IV line, persiapan obat dan defibrilasi. Setiap anggota tim yang ditunjuk harus membawa hand phone. 1.4 Code Blue Team



Adapun pelatihan yang harus dimiliki oleh Code Blue Team antara lain (Sultanah Aminah Johor Bahru, 2017) : a. Basic Life Support (BLS) acuan pada penyedia layanan kesehatan perawatan profesional yang berikan kepada pasien yang mengalami serangan jantung atau obstruksi jalan napas. BLS meliputi keterampilan psikomotorik untuk melakukan cardiopulmonary resuscitation (CPR) berkualitas, menggunakan Automated defibrillator eksternal (AED) dan menghilangkan sumbatan jalan napas untuk pasien dari segala usia. BLS juga berfokus pada integrasi keterampilan kunci untuk membantu tim penyelamat mencapai hasil pasien optimal. b. Advanced Cardiac Life Support (ACLS) merupakan bantuan hidup lanjut pada kasus henti jantung. Dengan tatalaksana penggunaan defibrillator dan obat-obatan. Serta pelatihan keterampilan dalam skill station dan megacode dengan menggunakan alat-alat simulator 1.5 Fase Code Blue Dalam menanggapi kejadian Code Blue tahapan/fase dalam pelaksanaannya terdiri dari beberapa fase diantaranya (RS Sari Asih Sangiang, 2015) : a. Alert System Alert System merupakan sistem yang terkoordinasi di suatu tempat untuk mengaktifkan peringatan terjadinya keadaan darurat medis dalam rumah sakit untuk anggota Code Blue Team. Jika keadaan darurat medis terjadi, setiap personil rumah sakit mana saja dalam dapat mengaktifkan.Code Blue melalui telepon atau panggilan untuk membantu dan mengaktifkan Code Blue :



1. Local Alert Sistem ini bergantung pada mekanisme yang dibuat oleh Zona Koordinator, contoh: Pengumuman melalui sistem Code Blue lalu akan menampilan namanama Code Blue Team di lokasi yang strategis zona mereka setelah kasus Code Blue terjadi, tim Primer harus meninggalkan pekerjaannya dan mengambil tas Code Blue lalu bergegas ke lokasi dan memulai CPR / BLS. 2. Hospital Alert Saat Code Blue diaktifkan hal itu akan langsung terhubung ke Medical Emergency Call Center (MECC) dan Code Blue Team yang bertanggung jawab atau yang berada di sekitar tempat darurat akan menanggapi situasi Code Blue sesegera mungkin. Durasi waktu yang dibutuhkan dari menerima alamCode Blue dan kedatangan tim Code Blue di lokasi kejadian adalah 5 sampai 10 menit. b. Intervensi segera di tempat kejadian Tenaga rumah sakit di tempat di mana keadaan gawat darurat terjadi (pasien tidak sadar atau dalam cardiac atau respiratory arrest) memiliki tanggung jawab untuk meminta bantuan lebih lanjut, memulai resusitasi menggunakan keterampilan dari BLS serta peralatan yang lengkap. 1. Nomor Code Blue dan nomor MECC akan ditempatkan di bangsal, departemen, divisi, unit, kantor, lift, koridor, kantin, taman-taman, tempat parkir, trotoar dll dan lokasi lainnya dalam rumah sakit. 2. Petugas rumah sakit yang menemukan korban harus segera mengaktifkan pemberitahuan lokal untuk Code Blue Team atau menginstruksikan



seseorang untuk melakukannya, mereka juga harus meminta bantuan lebih lanjut jika tersedia. 3. Pada saat yang sama, aktivasi pemberitahuan rumah sakit harus dilakukan dengan menekan tombol Code Blue rumah sakit. 4. Pihak yang bertanggung jawab atau bertanggung jawab atas daerah tertentu (misalnya dari ruangan lain) juga harus diberitahu untuk datang ke lokasi segera. 5. Sambil menunggu kedatangan Code Blue Team, jika ada petugas rumah sakit yang terlatih BLS, mereka harus memulai BLS (posisi airway, bantuan pernapasan, kompresi dada dll). 6. Jika tidak ada staf BLS terlatih untuk pasien, petugas rumah sakit harus menunggu bantuan yang berpengalaman dan menjaga lokasi dari kerumunan orang. 7. Jika



monitor



jantung,



defibrillator



manual



atau



Automated



defibrillator eksternal (AED) tersedia, peralatan ini harus melekat kepada pasien untuk menentukan kebutuhan defibrilasi; Tahap ini dilakukan oleh staf



yang



berpengalaman



atau



staf



terlatih



Advance



Cardiac Life Support (ACLS). 8. Setiap departemen, divisi, atau unit harus berusaha untuk memastikan bahwa staf mereka dilatih keterampilan BLS dan alat resusitasi atau troli emergency



dilengkapi



setidaknya



ditempatkan di lokasi strategis.



peralatan



dasar



resusitasi



dan



9. Petugas rumah sakit di masing-masing ruangan akan bertanggung jawab untuk pemeliharaan resusitasi kit. 10. Jika pasien berhasil diresusitasi sambil menunggu kedatangan tim Code Blue, petugas rumah sakit yang ada di lokasi harus menempatkan pasien dalam posisi pemulihan dan memantau tandatanda vital. 11. Semua kasus Code Blue harus dievaluasi lebih lanjut hasilnya c. Kedatangan Code Blue Team 1. Setelah anggota Code Blue Team menerima aktivasi Code Blue, mereka harus menghentikan tugas mereka saat ini, mengumpulkan resusitasi kit mereka (tas peralatan) dan bergegas ke lokasi darurat medis. 2. Mereka harus mengerahkan diri mereka sendiri dengan cepat dan 15 lancar dan menggunakan rute terpendek yang tersedia. 3. Respon waktu (layanan standar) dari waktu dari Code Blue call / aktivasi kedatangan Code Blue Team di tempat kejadian akan disimpan. 4. Ketika kedatangan Code Blue mengalami penundaan karena berbagai alasan; Oleh karena itu, kebutuhan untuk Code Blue team untuk tidak hanya terdiri dari satu staf tetapi juga staf dari departemen lain. Selain itu, sangat penting bahwa setiap tenaga medis di lokasi kejadian mulai langkah BLS. 5. Jika korban masih dalam cardiac dan respiratory ketika tim respon Code Blue tiba di tempat kejadian, tim akan mengambil alih tugas resusitasi; staf di tempat kejadian harus tinggal di sekitar untuk memberikan bantuan tambahan jika diperlukan.



6. Setiap kasus Code Blue akan kirim ke ETD terlepas kondisi pasien baik mempertahankan kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak. Dalam ETD, disposisi pasien akan diputuskan setelah integrasi pasca perawatan serangan jantung. d. Perawatan Definitif 1. Keadaan darurat medis yang terjadi di setiap daerah baik klinis atau non-klinis dan baik melibatkan rawat inap atau rawat jalan (umum) akan dihadiri oleh Code Blue team, pasien ini akan diangkut ke ETD untuk resusitasi lanjut dan perawatan definitif dimana ditempat ini biasanya tidak memiliki infrastruktur yang memadai dan peralatan untuk perawatan lanjutan. 2. Jika resusitasi tidak berhasil (korban meninggal di TKP), korban masih perlu ditransfer ke ETD untuk dokumentasi lebih lanjut atau konfirmasi kematian. 3. Setiap kasus code blue akan menerima perawatan definitive setelah perawatan pasca integrasi serangan jantung dan diskusi dalam ETD. e. Peralatan dan Pelatihan 



Semua tingkat staf rumah sakit harus cukup terlatih setidaknya BLS dan penggunaan AED.







AED dan alat resusitasi dasar harus ditempatkan di berbagai tempat di rumah sakit yang mudah diakses untuk tenaga medis dan Code Blue Team







Peralatan Code Blue Team terdiri dari beberapa zona diantaranya zona risiko rendah dimana peralatannya terdiri dari sarung tangan, pocket masker, guerdel/oropharyngeal airway, kotak pertolongan. Pada zona resiko tinggi dan ETD peralatan Code Blue Team terdiri dari oksigen tangki dan tabung, pocket mask, bag-valve mask defibrillator manual atau AED, sarung tangan sekali pakai dan steril, perangkat Extraglottic (LMA / LT), kursi roda atau tandu, stetoskop, alat suntik dan jarum, infus set, glucometer, obat- Dextrose 50%, Dextrose 10%, Normal Saline, Adrenalin, Atropin, Amiodarone, Diazepam, GTN Tab dan Aspirin, sphygmomanometer, torch light







Lanjutan pelatihan dapat diperoleh melalui bagian Diklat Rumah Sakit.







Pemeliharaan alat resusitasi ini adalah tanggung jawab staf yang bekerja di tempat alat ditempatkan.







Peralatan dan obat - untuk diperiksa dan diisi kembali setelah setiap respon Code Blue.



1.6 Algoritma Code Blue Algoritma Code Blue merupakan urutan atau langkah-langkah dalam menanggapi kejadia Code Blue yang terjadi adapun Algoritma Code Blue antara lain (Saed & Mohd, 2017) : a. Ditemukan pasien Cardiac/Respiratory arrest b. Staff rumah sakit memanggil pertolongan dan mengaktifasi alarm atau menghubungi nomor telepon Code Blue Team



c. Penolong pertama terlebih dahulu melakukan BLS/CPR bila memiliki skill yang mumpuni sampai Code Blue Team datang. Jika tidak mampu melakukan BLS/CPR tunggu pertolongan datang dan amankan pasien d. Setelah aktifasi Code Blue, petugas yang bertugas di sekitar tempat kejadian bergegas menuju lokasi dengan membawa alat resusitasi e. Setelah Code Blue Team datang, Code Blue Team akan mengambil /alih resusitasi dan RJP dilanjutkan dan mendokumentasikan semua kegiatan yang dilakukan f. Pindahkan pasien secepat mungkin setelah pasien stabil untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut, jika resusitasi berhasil atau korban meninggal di tempat, pasien tetap harus dipindahkan untuk mendapat perawatan lebih lanjut atau konfirmasi kematian.



2. Konsep EWSS 2.1 Defenisi Early Warning Scoring System adalah sebuah sistem skoring fisiologis yang umumnya digunakan di unit medikal bedah sebelum pasien mengalami kondisi kegawatan. Skoring EWSS disertai dengan algoritme tindakan berdasarkan hasil skoring dari pengkajian pasien. (Duncan &McMullan, 2012). 2.2 Parameter EWSS Enam



parameter



fisiologis



sederhana



ini



membentuk



dasar



dari sistem skor yaitu Frekuensi pernafasan, saturasi oksigen, suhu, tekanan darah sistolik, Frekuensi Nadi dan Level kesadaran (AVPU = Alert, Verbal, Pain,



Unrespone). Atau sering disebut dalam pemeriksaan Tanda-tanda Vital. Tanda vital pasien (tekanan darah, denyut nadi, respirations dll) yang rutin direkam di rumah sakit. Dengan Nursing Early Warning Scores, setiap tanda penting dialokasikan nilai numerik dari 0 sampai 3, dengan bagan kode warna pengamatan (Skor 0 yang paling diinginkan dan Skor 3 adalah paling tidak diinginkan). Nilai dari masing-masing score ditambahkan bersama dan dijumlahkan. Hasil dari total score merupakan nilai peringatan awal.



a. NEWS Parameter Fisiologis dan sistem scoring Enam Paramater Fisiologis dalam National Early Warning Scores (NHS Report, 2012). Selain keenam parameter tersebut, NEWS juga memberikan nilai tambah 2, bila pasien menggunakan suplementasi oksigen. 1. Frekuensi Pernapasan



Peningkatan laju pernapasan merupakan gejala yang menunjukan adanya kondisi akut dan distress pernapasan. Hal ini dapat disebabkan karena nyeri dan distress, infeksi paru, gangguan system saraf pusat (CNS gangguan dan gangguan metabolik) seperti asidosis metabolik. Penurunan laju pernapasan merupakan indikator penurunan kesadaran atau adanya necrosis SSP. 2. Saturasi Oksigen Pengukuran non-invasif dari saturasi oksigen dengan pulse oximetry secara rutin digunakan dalam penilaian klinis. Sebagai pengukuran rutin. Saturasi oksigen dianggap praktis untuk menjadi sebuah parameter penting dalam NEWS. Saturasi Oksigen adalah alat bantu yang kuat untuk penilaian terpadu fungsi jantung. Teknologi yang diperlukan untuk pengukuran saturations oksigen yaitu pulse oxymetri, sekarang tersedia secara luas, tersedia portable dan murah. 3. Suhu Hipertermia ataupun hipotermia merupakan penanda yang sensitif untuk menunjukan kondisi akut dan adanya gangguan fisiologi. Khusunya pada anakanak atau bayi /nenoantus. Perubahan suhu tubuh sangat berpengaruh terhadap kondisi fisiologis. Terdapat 3 jenis data suhu tubuh: 



Core temperature ( Suhu Inti Tubuh).







Yang dirasakan pasien.







Surface Tenperature (Suhu permukaan Tubuh).



4. Tekanan darah sistolik Hipotensi merupakan tanda yang penting dalam mengkaji derajat keparahan dan kegawatan penyakit. Hipotensi menunjukan adanya perubahan



sirkulasi seperti : Syok sepsis atau Hipovolemi, gagal jantung atau gangguan irama jantung. Depresi SSP dan efek obat antihipertensi. Penting untuk dicatat bahwa beberapa orang memiliki secara alamiah tekanan darah sistolik rendah ( 200 mmhg, dapat terjadi karena nyeri atau distress lainnya. Sangat penting untuk memastikan apakah perburukan pasien disebabkan oleh hipertensi atau diperburuk dengan hipertensi. 5. Frekuensi Nadi Pengukuran frekuensi nadi merupakan indikator penting dari kondisi klinis pasien. Takikardi mungkin menunjukkan gannguan peredaran darah karena sepsis atau hipovolume, gagal jantung, pyrexia, demam, nyeri dan distress. atau mungkin karena aritmia jantung, gangguan metabolik, misalnya, hipertiroidismus atau dikarenakan efek obat atau antikolinergik obat-obatan. Bradikardi juga merupakan indikator fisiologis penting. Frekuensinadi yang rendah mungkin normal pada kondisi tertentu, atau sebagai akibat dari obat-obatan, misalnya dengan betablockers. Namun, ia juga mungkin sebuah indikator penting dari Hypotermia, depresi SSP, hipertiroidisme dan EKG dengan Heart Block. 6. Level kesadaran



Tingkat kesadaran merupakan indikator penting dalam mendeteksi perburukan pasien. Metode AVPU (Alert Verbel Pain Unrespon) + N Penilaian ini dilakukan dalam urutan dan hanya satu hasil dilaporkan. Misalnya, jika pasien menanggapi suara, tidak perlu untuk menilai respon terhadap rasa sakit. 



Alert: Terbangun atau sadar. Pasien dikatakan alert/sadar apabila pasien dapat berorientasi terhadap tempat, waktu dan orang. Pasien seperti itu akan membuka mata spontan, akan menanggapi.







Verbal: Respon terhadap suara. Pasien ini dalam keadaan disorientasi namun masih dapat diajak bicara. Pasien membuat beberapa respon ketika kita mengajak bicara, yang dapat dikaji dalam tiga langkah-langkah komponen dengan mata suara, atau motorik –misalnya buka mata pasien dengan menanyakan 'apakah anda baik-baik saja?'. Respon ini dapat sebagai seperti mendengkur, suara mengerang, atau sedikit, gerakan ekstermitas bila dikonfirmasi dengan suara.







Pain: Respon terhadap nyeri. Paien hanya berespon terhadap rangsangan nyeri. Pasien yang sadar, dan yang belum menjawab untuk suara. Berikan stimulus nyeri dan kaji apakah pasien dapat merespon.







Unresponse: Tidak sadar / tidak ada respon. ini juga sering disebut sebagai 'tidaksadar'. Hasil ini dicatatkan jika pasien tidak memberikan suara, mata atau respons motor untuk rasa sakit atau suara.







New Onset Confusion, penilaian kebingungan tidak membentuk bagian dari penilaian AVPU. Namun demikian New Onset Confusion atau



kebingungan harus selalu konfirmasi kekhawatiran tentang kemungkinan penyebab utama serius dan menjamin evaluasi klinis. b. Tabel NEWS c. Algoritme NEWS Ada



tiga



tingkat



pemicu



untuk



sebuah



tanda



klinis



yang



memerlukan penilaian Klinis berdasarkan NEWS (NHS Report,2012). 1. Skor rendah: jumlah skor dari 0 dan 1-4 Nilai 0 dan 1-4 termasuk dalam risiko klinis rendah, memiliki warna hijau. Pasien dengan nilai 0 akan terus diobservasi dengan frekuensi monitoring pasien setiap 12 jam. Pasien dengan nilai 1-4 harus dilaporkan kepada perawat penanggung jawab yang bertugas pada shift hari itu, dan akan menentukan apakah hal tersebut perlu dilaporkan kepada dokter jaga. Frekuensi monitoring yang dilakukan minimal setiap 4-6 jam. 2. Skor menengah: jumlah skor dari 5-6, atau sebuah skor merah Nilai 5-6 atau bila salah satu parameter miliki nilai 3, termasuk dalam risiko klinis medium atau warna orange. Pasien yang memiliki nilai 5-6 harus dilaporkan perawat kepada dokter jaga yang bertugas. Dokter jaga yang bertugas akan menentukan terapi atau tindakan klinis yang dapat dilakukan sesuai dengan kasus klinis



pasien.



Hal



ini



bertujuan



untuk



mencegah



perburukan



pasien lebih lanjut. Frekuensi monitoring yang dilakukan minimal setiap jam. 3. Skor tinggi: jumlah skor dari 7 atau lebih (NHS Report, 2012). Nilai diatas 7 termasuk dalam risiko tinggi atau warna merah. Pasien dengan nilai 7 harus dilaporkan dokter jaga kepada dokter spesialis penanggung jawab



pasien sehingga dapat dilakukan tindakan yang sesuai dengan penyakit pasien. Pasien tersebut membutuhkan monitoring terus-menerus, sehingga perlu diputuskan pemindahan perawatan pasien ke ICU. Sebelum dipindahkan ke ICU, pasien harus dilakukan tindakan stabilisasi sehingga saat transportasi pasien ke ICU, pasien dalam kondisi sestabil mungkin. Berikut adalah algoritme NEWS Dewasa menurut hasil warna skor (Emergency Summit, 2015). 1) Hijau : Pasien dalam kondisi Stabil 2) Kuning: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ Penanggung jawab Shift. Jika skor pasien akurat maka perawat primer atau PP harus menentukan tindakan terhadap kondisi pasien dan melakukan pengkajian ulang setiap 2 jam oleh perawat pelaksana. Pastikan kondisi pasien tercatat di catatan perkembangan pasien. 3) Oranye: Pengkajian ulang harus dilakukan oleh Perawat Primer/ Penanggung jawab Shiftdan diketahui oleh dokter jaga residen. Dokter jaga residen harus melaporkan ke Dokter penanggung jawab dan memberikan



instruksi



tatalaksana



pada



pasien



tersebut.



Perawat



pelaksana harus memonitor tanda vital setiap jam. 4) Merah: Aktifkan Code blue, tim medik reaksi cepat melakukan tata laksana kegawatan pada pasien, dokter jaga dan Dokter penanggung jawab diharuskan hadir disamping pasien dan berkolaborasi untuk menentukan rencana perawatan pasien selanjutnya. Perawat pelaksana harus memonitor



tanda vital setiap jam atau setiap 15 menit-30menit- 60 menit/ continous monitoring (Firmansyah, 2013). d. Respon Klinis NEWS 1) Respons klinis NEWS terdiri dari tiga elemen kunci diantaranya: Urgensi dari tanggapan. 2) Seniority dan kompetensi klinis dari staf. 3) Seting yang akan dikirimkan perawatan klinis(NHS Report, 2013). Respon terhadap setiap tingkat pemicu NEWS harus menentukan: 1) Kecepatan/urgensi tanggapan - termasuk proses eskalasi untuk memastikan bahwa respon selalu terjadi. 2) Who response (Siapa yang merespon), ie-seniority dan kompetensi klinis dari responder. 3) Setelan atau setting klinis yang sesuai untuk pengobatan akut yang sedang berlangsung. 4) Frekuensi berlanjut dari monitoring pasien. e. Rekomendasi dan alur Pendeteksi dini



DAFTAR PUSTAKA Duncan, K., & McMullan, C. (2012). Early Warning System. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Firmansyah (2013), NEWSS: Nursing Early Warning Scoring System, TMRC RSCM, (online),(https://www.scribd.com/doc/184093556/NEWSS-NursingEarly-Warning-Scoring System diakses tanggal 07 mei 2016, jam 09.15 WIB. Hipgabi SULUT (2014), Materi Pelatihan Emergency Nursing Basic Trauma Cardiac Life Support. Manado : Penulis. IGD RSCM, (2015), Buku Program Emergency Summit, National preparedness for medical Emergency and disaster Where are we now?. Jakarta :  HIPGABI Indonesia. Musliha, (2010), Keperawatan Gawat Darurat, Plus Contoh Askep Dengan pendekatan NANDA NIC NOC, Yogyakarta: Nuha Medika.