Review Jurnal 1 [PDF]

  • Author / Uploaded
  • ateng
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REVIEW JURNAL 1 PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR INDONESIA DALAM RANGKA PEMBANGUNAN BERBASIS PELESTARIAN LINGKUNGAN OLEH : TOMMY CAHYA TRINANDA



Penelitian ini adalah tentang pengelolaan wilayah pesisir dalam rangka pembangunan, dengan melestarikan ekosistem dan berpatokan kepada ekonomi kerakyatan, di mana masyarakat pesisir yangnotabene adalah masyarakat ekonomi kelas menengah ke bawah, harus mendapat prioritas kesejahteraan dari pembangunan ekonomi di wilayah pesisir. Contoh kasus pengelolaan wilayah pesisir dalam penelitian ini adalah proses reklamasi teluk Benoa di Bali yang masih menimbulkan pro kontra di masyarakat, banyak pihak yang menolak adanya reklamasi tersebut yang dikhawatirkan akan merusak ekosistem baik di perairan dan daratan teluk Benoa. Keberadaan teluk Benoa dianggap begitu penting karena teluk Benoa melindungi sekitar sepuluh desa dan kelurahan di Bali Selatan dari ombak samudera. Peranan hutan mangrove di Teluk Benoa adalah mencegah abrasi pantai, sebagai ruang terbuka hijau, dan sebagai pencegah rembesan air laut. Tanpa mangrove, warga di pesisir akan kesulitan memperoleh air tawar, karena air laut merembes melalui air tanah ke daratan. Selain itu, hutan mangrove juga mengubah mikroorganisme dan makroorganisme menjadi bioplankton sebagai makanan ikan. Bagi burung, hutan mangrove merupakan tempat yang disukai untuk bersarang dan bertelur karena tajuknya yang rapat dan rata. Walaupun teluk ini dangkal, bahkan ketika surut dasar teluk dapat terlihat, namun kawasan perairan Teluk Benoa menjadi tampungan air dari beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) yang mengalir ke Teluk Benoa. Penolakan reklamasi Teluk Benoa didasari karena proses reklamasi akan menghancurkan ekosistem yang diakibatkan dari percepatan sedimentasi atau pendangkalan, selain itu juga akan menyebabkan majunya garis pantai, sehingga lingkungan tinggal mangrove akan berganti, yang tadinya lingkungan payau berganti menjadi lingkungan pantai. Selain itu reklamasi Teluk Benoa diprediksi akan berdampak sistemik seperti meningkatnya ketinggian air, juga menghancurkan habitat dan ekosistem mangrove Teluk Benoa. Namun di sisi lain, pemerintah pusat terkesan mendukung adanya reklamasi, dengan diterbitkannya Peraturan Presiden (Perpres) No 51 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas



Peraturan Presiden No 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan. Perencanaan dan pembangunan wilayah pesisir selama ini dilakukan oleh berbagai sektor, baik itu pemerintah pusat dan daerah ataupun sektor swasta. UUD 1945 telah menjamin pemanfaatan bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. UUD 1945 dalam Pasal 33 Ayat (3) dan Pasal 28A juga telah mengakui hak setiap orang untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir secara sektoral biasanya berkaitan hanya satu macam pemanfaatan sumber daya atau ruang pesisir oleh satu instansi pemerintah untuk memenuhi tujuan tertentu. Pengelolaan semacam ini dapat menimbulkan konflik kepentingan antar sektor yang berkepentingan yang melakukan aktivitas pembangunan pada wilayah pesisir dan lautan yang sama. Selain itu, pendekatan sektoral semacam ini pada umumnya tidak atau kurang mengindahkan dampaknya terhadap yang lain, sehingga dapat mematikan sektor lain. Sebagai contoh, adanya dinamika penolakan yang besar dari masyarakat sekitar dalam permasalahan reklamasi di teluk Jakarta dan teluk Benoa seperti yang sudah dijelaskan diatas. Pengelolaan wilayah pesisisir dan laut yang baik membutuhkan suatu program pengelolaan yang terintegrasi. Program pengelolaan tersebut dapat dilaksanakan jika didukung oleh tersedianya informasi-informasi yang obyektif, akurat, dan terbaharui. Informasi tersebut bisa berisikan pemetaan flora dan fauna, kekayaan alam, dan budaya, serta lanskap fisik dan geografis. Hal ini dirasa sudah sangat mendesak untuk membantu penyusunan kebijakan dan perencanaan pengelolaan wilayah pesisir dan laut menjadi terintegrasi sehingga pengelolaannya lebih efektif dan tepat sasaran.



REVIEW JURNAL 2 PENGEMBANGAN WILAYAH PESISIR PANTAI UTARA JAWA TENAH BERDASARKAN INFRASTRUKTUR DAERAH : STUDI KASUS KABUPATEN JEPARA OLEH : KURNIAWAN HAPSARI EKOSAFITRI, ERNAN RUSTIADI DAN FREDINAN YULIANDA



Kawasan pesisir mempunyai potensi pembangunan yang sangat tinggi, potensi tersebut antara lain: 1) sumber daya yang dapat diperbaharui (hutan mangrove, terumbu karang, padang lamun dan rumput laut dan sumber daya perikanan laut); 2) sumber daya yang tidak dapat diperbaharui, terdiri atas sumber daya mineral dan geologis; jasa–jasa lingkungan misalnya environmental service (kawasan perlindungan dan sistem penyangga kehidupan), pariwisata, transportasi, dan sumber energi. Perencanaan pengembangan pesisir dan pembangunan wilayah pesisir memerlukan perhatian yang cukup serius agar kerusakan wilayah pesisir sebagai contoh akibat pembukaan lahan untuk budi daya udang di tambak secara intensif dengan membuka hutan mangrove seperti di wilayah pantai utara Jawa tidak terulang lagi. Perencanaan pengembangan kawasan pesisir dilakukan dengan cara menentukan prioritasprioritas kawasan dan menumbuhkan sektor-sektor yang potensial di wilayah sesuai potensi sumber daya wilayah termasuk ketersediaan sarana dan prasarana wilayah. Perencanaan pengembangan kawasan pesisir perlu melibatkan para stakeholder serta memperhatikan aspek lingkungan dan deplesi sumber daya alam di wilayah pesisir dalam penetapan prioritas pengembangan kawasan pesisir sebagai dasar arahan pengembangan kawasan pesisir di Kabupaten Jepara. Ketersediaan sarana dan prasarana wilayah merupakan salah satu syarat dalam pengembangan kawasan pesisir. Kecamatan pesisir yang mempunyai tingkat perkembangan wilayah yang cukup tinggi berdasarkan ketersediaan sarana prasarana wilayah adalah Kecamatan Kedung, Kecamatan Jepara, Kecamatan Keling dan Kecamatan Karimunjawa. Keempat kecamatan tersebut memiliki potensi pengembangan kawasan pesisir di wilayah Kabupaten Jepara. Kelengkapan fasilitas dan sarana pelayanan di kawasan pesisir akan mendorong kegiatan perekonomian serta mampu menarik investasi masuk di kawasan pesisir.



Pengembangan kawasan pesisir ke depan dititikberatkan pada pengembangan kegiatan potensial berdasarkan potensi lokal yang dimiliki.



Pariwisata bahari merupakan salah potensi yang



dimiliki oleh Kabupaten Jepara dengan memanfaatkan jasa lingkungan pesisir. Kecamatan Karimunjawa, mempunyai hirarki wilayah I berdasarkan ketersediaan sarana dan prasarana wilayah, merupakan wilayah pengembangan kawasan pesisir berdasarkan potensi kegiatan pariwisata bahari.



REVIEW JURNAL 3 PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN LAUT DALAM KERANGKA PEMBANGUNAN PEREKONOMIAN DAERAH OLEH : IR. TATAG WIRANTO, MURP Salah satu kebijakan pembangunan yang dipandang tepat dan strategis dalam rangka pembangunan wilayah di Indonesia sekaligus mengantisipasi dimulainya era perdagangan bebas adalah kebijakan pengembangan ekonomi lokal. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal pada hakekatnya merupakan kebijakan pembangunan di daerah yang didasarkan pada pengembangan sektor-sektor yang menjadi prioritas unggulan yang diusahakan dalam aktivitas ekonomi masyarakat lokal (local competence). Pada wilayah pesisir, sektor perikanan mejadi sektor utama yang menjadi gantungan hidup masyarakatnya. Kebijakan pengembangan ekonomi lokal dalam kaitannya dengan era perdagangan bebas ini dinyatakan secara jelas dalam GBHN TAP MPR No. IV / MPR / 1999, yang menjelaskan bahwa salah satu arah kebijakan di bidang ekonomi adalah untuk mengembangkan perekonomian yang berorientasi global sesuai dengan kemajuan teknologi dengan membangun keunggulan kompetitif dan produk unggulan di setiap daerah, termasuk perikanan dan kelautan. Di era otonomi daerah, pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai salah satu sumberdaya potensial kerap pula memunculkan beberapa permasalahan, antara lain hubungan antara daerah dan pusat, pembangunan ekonomi (yang berkait dengan kemiskinan), serta eksploitasi sumberdaya alam tanpa memperhatikan kelestariannya. Permasalahan dalam pembangunan ekonomi di daerah menyangkut pada kebijakan ekonomi makro, kesenjangan, dan kemiskinan. Kebijakan ekonomi makro selama ini (terutama yang berada di luar pulau Jawa) lebih difokuskan pada usaha ekstraksi hasil bumi (sumberdaya alam) seperti pemberian konsesi pada perusahaanperusahaan asing dan berskala besar. Ini berarti kurangnya perhatian terhadap usaha masyarkat lokal yang cenderung berskala kecil. Kesenjangan yang terjadi antar kelompok pendapatan antara daerah perkotaan dan perdesaan telah memburuk sejak dibukanya perekonomian perdesaan ke arah ekonomi pasar, karena hanya



mereka yang memiliki akses terhadap modal, kredit, informasi dan kekuasaan yang dapat mengambil manfaat dari program-program pembangunan. Dalam konteks wilayah pesisir dan laut, keuntungan ekonomi daari pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut baru dinikmati oleh kelompok masyarakat tertentu seperti juragan kapal dan pengusaha perikanan, namun belum oleh masyarakat pesisir dan nelayan. Eksploitasi sumberdaya laut dan pesisir menjadi salah satu permasalahan dalam pembangunan daerah. Di satu sisi, upaya tersebut dilakukan oleh masyarakat dan daerah untuk menggerakkan roda perekonomian, namun di sisi lain sumberdaya perikanan semakin berkurang karena dieksploitasi secara berlebihan serta mengalami kerusakan. Upaya pengelolaan yang selama ini dilakukan belum menunjukkan hasil yang positif. Ketertinggalan pembangunan wilayah pesisir dan laut sebagai sumber daya ekonomi, merupakan indikator bahwa sektor kelautan selama 35 tahun belum menjadi sektor prioritas dalam pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Begitu sumberdaya alam lainnya (seperti hutan dan minyak bumi) sudah mengarah pada beban pembangunan karena sulit diperbaharui (un-renewable) sebagai akibat pengelolaan yang kurang bijaksana, maka sumberdaya pesisir dan laut merupakan pilihan berikutnya karena keberlimpahan sumberdaya yang ada serta belum dikelola secara optimal dan professional. Pembangunan perekonomian daerah, terutama yang didasarkan pada sumberdaya wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan dengan lebih baik dan memperhatikan kelestarian lingkungan, sehingga didapat konsep pembangunan yang berkelanjutan yaitu pembangunan yang berusaha memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Pembangunan yang berkelanjutan juga mengusahakan agar hasil pembangunan terbagi secara merata dan adil pada berbagai kelompok dan lapisan masyarakat serta antar generasi karena pembangunan berkelanjutan ini berwawasan lingkungan. Wilayah pesisir dan laut dengan segala karakteristiknya menjadi satu potensi yang patut dijaga dan dikembangkan sebagai sumber perekonomian daerah, sehingga dapat digunakan untuk ksejahteraan masyarakat.