Review Pendekatan Normative [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA



:



NIM



:



Review Pendekatan Normative, Rational Choice, Sociological, dan Historical Institutionals, dengan ketentuan berikut ini : 1. Tulis review tiap pendekatan kurang lebih 750 – 1000 kata 2. Tulis gagasan utama dari tiap-tiap pendekatan dari guy peter dengan menampilkan catatan kaki 3. Berikan sedikit contoh perilaku sosial disetiap pendekatan



Jawab : 1. Sebelum mereview lebih jauh mengenai pendekatan dari normative, rational choice, sociological, dan historical institutional, perlu mengetahui bahwa pendekatanpendekatan tersebut ialah pendekatan yang dikenal sebagai institusional baru yang mana pada pendekatan jenis ini memiliki beberapa variasi yang sifatnya beragam. Adapun menurut Peter, adanya pendekatan baru ini muncul dikarenakan adanya respos mengenai perilaku dan juga rasional yang mana menganggap bahwa bentuk perilaku dari individu merupakan otonom dan juga tida dapat dipengaruhi oleh adanya faktor dari luar.1. Selain itu juga di sini Peters menjelaskan mengenai adanya alasan dari sosiopsikologis mengenai pendekatan perilaku dan juga pilihan rasional, dimana diasumsikan sebagai penggerak dari individu itu sendiri dalam melakukan tindakan. Adapun Peters juga mengatakan bahwasanya adanya asumsi yang demikian lalu bergeser, tepatnya ditahun 1980, hal ini dikarenakan banyaknya bentuk fakta yang muncul dan menunjukan adanya alasan dari tindakan politik dari suatu individu yang mana justru dari adanya tindkan itu dipengaruhi oleh pihak luar. Misalnya saja di sini contoh umumnya adalah mengenai perilaku dari pemilih dalam politik. Hal itulah yang menyebabkan pada kondisi dmeikian muncul pendekatan yang dikenal dengan institusional baru. Melihat dari adanya kondisi tersbeut pula, adanya bentuk perumusan yang dibuat oleh Hall dan juga Taylor yang mana ini juga sejalan dengan pendapatnya Peters. Dalam hal ini Peters mengungkapkan bahwa di dalam institusi dijadikan sebagai bentuk atribut yang sifatnya itu structural, dan juga sebagai bentuk penanda untuk masyarakat atau juga mengenai kebijakan. Bahkan aanya hal ini memunculkan pertanyaan mengenai institusi yang dapat mempengaruhi adanya bentuk perilaku dari individu. Dari inilah pada akhirnya munculnya pendekatan-pendekatan yang sifatnya yaitu beragam seperti normative, lalu rational choice, sociological, dan juga historical institutional. Secara sederhana, pendekatan normative ini ia lebih kepada bagaimana perpaduaan antara aktor yang ada pada suatu lembaga. Mengenai pendekatan ini disampaikan oleh James March yang mengatakan bahwa pada adanya bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu 1



Harsono Dwi.2012. Pendekatan Baru Memahami Institusii di Indonesia.FITRANS Institute



sifatnya sendiri disesuaikan dengan adanya bentuk aturan yang mana diorganisasikan pada identitas. Maka dari itu di sini institutsi normative ia lebih banyak memandang mengenai perilaku dari aktor institusional yang didasarkan dari adanya situasi oleh adanya situasi yang dihadapi oleh aktor tersebut, bahkan juga dipandang dan dianalisis dari identitas aktor, perilaku dari aktor pada situasi tersebut. 2 Bahkan di dalam insttusi normative ini juga ada yang dinamakan system of belief yang dimana pada pada sistem ini menekankan kepada adanya bentuk konteks budaya yang mana dari organisasi itu sendiri yang nantinya menjalankan bentuk fungsi serta juga tata nilai bagi para aktor. Sederhananya pada sistem ini banyak bergerak kepada bentuk norma yang nantinya mempengaruhi aktor tersebut dan mempengaruhi kehidupan atau perilaku individu tersebut di dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan pada pendekatan rational choice, ini sangat bertolak belakang dengan pendekatan dari normative yang dimana pada pendekatan normative ia menjadi pendekatan yang menekankan kepada bentuk rangkaian tindakan yang sifatnya ini dirancang, agar dapat memanfaatkan apa yang mereka rasakan, sehingga di sini pada setiap pelaku atau individu tidak merasa adanya bentuk pembatasan dari adanya norma ataupun dari lembaga yang bersangkutan. Bahkan pada pendekatan ini mereka menyadari bahwasanya tujuan mereka sendiri dapat dicapai dengan adanya institusi. Maka dari itu pada pendekatan ini merasa bahwasanya dari adnya institusi dapat menjadi sistem yang dapat membawa keuntungan dan dapat memaksimalkan keuntungan mereka.3 Kemudian untuk pendekatan sosiologis, di sini pendekatan sosiologis lebih menyangkut mengenai bagaimana cara dari lembaga tersebut dapat mampu menciptakan makna yang dirasakan oleh individu itu sendiri, bahkan dari adanya pendekatan ini juga memberikan bentuk bangunan secara teoritis yang penting bagi pendekatan normative, khususnya pada ilmu politik. 4 Pada pendekatan ini dikemukakan oleh Richard Scoot yang mana ia menyebutkan bahwa individu cenderung melakukan banyak kepatuhan dikarenakan adanya keadaan yang sifatnya tidak dapat dibayangkan. Di sini individu membuat bentuk keputusan dikarenakan adanya bentuk pilihan, jadi di sini mereka melakukan tindakan sesuatu bukan disebabkan karena adanya rasa takut akan hukuman, atau sebagai upaya menyesuaikan diri, sebalikanya, mereka di sini membuat pilihan mengenai sesuatu dikarenakan mereka tidak adanya bentuk pilihan atau tidak adanya alternative lainnya. Lalu kemudian berkaitan dengan pendekatan historical institusionalism ia lebih kepada melakukan analisis yang mana awalnya dari adanya pemahaman mengenai pilihan adanya kebijkan yang nantinya dari kebijakan itu dapat membawa pengaruh pada kebijakan lainnya dan bahkan dari pola ini sifatnya berulang dan juga bertahan. 5 Bahkan pada pendekatan ini adanya bentuk perilaku yang dilakukan pada level individu 2



March, James G. (1994), Primer tentang Pengambilan Keputusan: Bagaimana Keputusan Terjadi , Pers Bebas, hlm. 57–58 3 Elinor Ostrom.Review:Rational Choice Theory and Institutional Analysis: Toward Complementarity.The American Political Science Review 4 Scott, Richard W. (2014). Lembaga dan organisasi: ide, minat dan identitas . Sage.ISBN 978-145224222-4. OCLC  945411429 5



sekalipun, ia sifatnya sendiri lebih banyak dikeluarkan oleh suatu organisasi dan di sini ruang lingkupnya juga bukan mengenai konteks tetapi juga mengenai tindakan dari individu, yang mana ketika dari individu tersebut membuat adanya bentuk keputusan, maka di sini konsekuensinya dapat bergeser kearah yang lebih luas, bahkan di sini levelnya bisa mencapai pada tingkat negara. Beranjak dari penjelasan-penjelasan dari tiap pendekatan, maka dapat terlihat jelas bahwasanya tiap pendekatan memiliki bentuk yang berbeda dalam mengamati mengenai adanya bentuk perubahan dari tindakan perilaku tiap individu. Khususnya di sini kaitannya dengan institusi dan perilaku sosial dari individu itu sendiri. 2. Gagasan utama dari pendekatan-pendekatan yang ada pada madzab institusionalisme baru, khususnya menurut Guy Peters yaitu pertama pada pendekatan normative. Pada pendekatan ini ia lebih menggambarkan mengenai organisasi sebagai bentuk system of belief. Maka dari itu di sini aktir lebih memiliki fungsi yang dimana di sini anggota dari tiap asosiasi profesinya akan selalu melakukan bentuk pemaksimalan pada kepuasan pribadinya, karena di sini individu cenderung akan melakukan bentuk tindakan sosial yang sifatnya karena terikan pada nilai-nilai yang ada. Dalam hal ini aktor dari pendekatan ini tidak bisa bertindak yang dimana berdasarkan apa yang ia inginkan, namun di sini ia berpeilaku kalkulatif, yang dimana mirip dengan padangannya rational choice. Hal ini sendiri dikarenakan aktornya sendiri terikat dengan adanya bentuk tantanan dari nilai yang ada. Hal inilah yang menyebabkan aktor tersebut akan cenderung menentukan tindakannya berdasarkan pada nilai yang ada agar tindakannya diterima pada lingkup institusi tersebut. Di sini juga mereka menekankan kepada adanya bentuk konteks budaya yang mana dari organisasi itu sendiri yang nantinya menjalankan bentuk fungsi serta juga tata nilai bagi para aktor. Maka dari itu seperti yang telah disebutkan bahwasanya pada pendekatan percaya bahwa system of belief.6 Sedangkan untuk gagasan utama dari rational choice, mereka melihat pada adanya bentuk institusi yang dimana ini kata Peters sifatnya adalah eksogenus yang artinya sebagai kumpulan dari aturan yang mana mengatur akan perilaku yang terdapat pada bentuk organisasidan juga pada masing-masing tiap individu yang dianggap tidak mempunyai daya untuk merubahnya. Selain itu di sini fokusnya ini lebih kepada bagaimana adanya institusi dapat merancang mengenai instrument yang nantinya dapat membatasi bentuk efek negative dari adanya perilaku dari individu itu sendiri yang mana cenderung tujuannya lebih kepada memaksimalkan bentuk kepuasan pribadi. Hal ini berbeda dengan gagasan dari pendekatan sosiological yang dimana gagasan utama dari pendekatan ini lebih menekankan kepada kepatuhan dikarenakan adanya keadaan yang sifatnya tidak dapat dibayangkan.7Di sini individu membuat bentuk keputusan dikarenakan adanya bentuk pilihan, jadi di sini mereka melakukan tindakan sesuatu bukan disebabkan karena adanya rasa takut akan hukuman, atau sebagai upaya menyesuaikan diri, sebalikanya, mereka di sini membuat pilihan mengenai sesuatu 6



Hall, Peter and Taylor R. C. R. (1996) ‘Political Science and the Three New Institutionalisms’, Political Studies, 44 (5) 7 Ramadlan, M.F.S. and Wahyudi, T.H., 2016. Pembiaran pada Potensi Konflik dan Kontestasi Semu Pemilukada Kota Blitar: Analisis Institusionalisme Pilihan Rasional. Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 1(2), pp.136-153



dikarenakan mereka tidak adanya bentuk pilihan atau tidak adanya alternative lainnya. Selain itu juga Untuk memenuhi kriteria teori pilihan rasional, asumsi berikut dibuat. Semua tindakan rasional dan dilakukan karena mempertimbangkan biaya dan imbalan. Imbalan dari suatu hubungan atau tindakan harus lebih besar daripada biaya untuk tindakan yang akan diselesaikan. Ketika nilai hadiah berkurang di bawah nilai biaya yang dikeluarkan, orang tersebut akan menghentikan tindakan atau mengakhiri hubungan. Individu akan menggunakan sumber daya yang mereka miliki untuk mengoptimalkan hadiah mereka. Pendekatan pilihan rasional menyatakan bahwa individu mengendalikan keputusan mereka. Mereka tidak membuat pilihan karena dorongan tidak sadar, tradisi atau pengaruh lingkungan. Mereka menggunakan pertimbangan rasional untuk mempertimbangkan konsekuensi dan potensi manfaat. pendekatan rational choice, ini sangat bertolak belakang dengan pendekatan dari normative yang dimana pada pendekatan normative ia menjadi pendekatan yang menekankan kepada bentuk rangkaian tindakan yang sifatnya ini dirancang, agar dapat memanfaatkan apa yang mereka rasakan, sehingga di sini pada setiap pelaku atau individu tidak merasa adanya bentuk pembatasan dari adanya norma ataupun dari lembaga yang bersangkutan. Bahkan pada pendekatan ini mereka menyadari bahwasanya tujuan mereka sendiri dapat dicapai dengan adanya institusi. Maka dari itu pada pendekatan ini merasa bahwasanya dari adanya institusi dapat menjadi sistem yang dapat membawa keuntungan dan dapat memaksimalkan keuntungan mereka.8 Lalu untuk pendekatan sosiologis menurut Guy Peters, ia menekankan kepada literatur sosiologis tentang institusi dan institusionalisme lebih berkembang sepenuhnya daripada literatur ekonomi, mengingat bahwa organisasi dan institusi telah menjadi fokus perhatian yang signifikan dalam disiplin itu selama beberapa waktu. Dalam beberapa hal, pertanyaan penting bagi konsepsi sosiologis tentang lembaga adalah bagaimana individu dan lembaga terkait. Ini telah menjadi sumber beberapa kontroversi dalam disiplin ilmu, dan mendasar bagi beberapa perbedaan di antara para sarjana tentang sifat organisasi dan lembaga Sedangkan untuk gagasan utama dari historical institusionalism yang disampaikan oleh Guy Peters, ia ia lebih menekankan kepada pendekatan historical institusionalism yang mana pendekatan ini memiliki aspek penting yang dapat memberdakan ia dengan pendekatan lainnya. Adapun 4 aspek penting itu ialah a) pada pendekatan ini lebih berupaya dalam mengekonseptualisasi adanya hubungan baik anatar institusi maupun juga dengan perilaku dari individu, b) lalu pendekatan ini melakukan penekanan kepada hubungan mengenai kekuasaan yang sifatnya adalah asimetris dimana berupa operasi dan juga melakukan pengembangan institusi, c) lebih kepada bentuk pendekatan yang mana memiliki pandangan dalam melakukan pengembangan institusi dan juga menekankan pada bentuk pola ketergantungan serta hasil yang sifatnya tidak terencana, d) penedekatan ini juga memperhatikan adanya paduan antara analisis institusional dengan berupa sumbangan dari faktor-faktor yang dapat memberi manfaat pada politik. 9 8



Elinor Ostrom.Review:Rational Choice Theory and Institutional Analysis: Toward Complementarity.The American Political Science Review 9 Bolfíková, E., Hrehová, D. and Frenová, J., 2012. Normative institutionalism, institutional basis of organizing. Sociologija i prostor: časopis za istraživanje prostornoga i sociokulturnog razvoja, 50(1 (192)),



Tidak hanya itu saja, pada pendekatan ini juga menekankan pada bentuk pemahaman mengenai perilaku dari individu. Atau dikenal juga dengan pendekatan kalkulus, dan juga pendekatan kultural. Selain tiu pula pendekatan ini mempertimbangkan pada apa yang dilakukan individu agar mendapatkan keuntungan dari perilaku yang telah ia lakukan. Bahkan pada pendekatan ini juga ia lebih menekankan kepada pola perkembangan yang mana sifatnya yaitu formal dan juga sebenarnya pada pendekatan ini cenderung stabil, namun sayangnya pada pendekatan ini jika adanya bentuk perubahan, maka akan terjadinya bentuk critical juncture.



3. contoh perilaku dari pendekatan institusional baru Pendekatan normative : institusionalisme normatif menjelaskan kepatuhan individu terhadap norma-norma yang mengacu pada persepsi mereka tentang beberapa tindakan yang pantas atau tidak sesuai untuk orang-orang dalam peran mereka. Misalnya, seorang menteri dapat mengundurkan diri sebagai akibat dari krisis yang terkait dengan departemen kementerian, mengikuti norma informal perilaku yang tepat dalam keadaan seperti itu, terlepas dari apakah menteri menganggap tindakan itu penting untuk prospek pemilihan kembali di masa mendatang. Pada pendekatan ini kita mengetahui bahwasanya pada pendekatan ini menekankan kepada bentuk norma. Bahkan di tingkat institusi sekalipun adanya norma, temasuk juga norma sosial. Norma sosial adalah aturan keyakinan, sikap, dan perilaku tidak tertulis yang dianggap dapat diterima dalam kelompok sosial atau budaya tertentu. Mereka memberi kita ide yang diharapkan tentang bagaimana berperilaku, dan berfungsi untuk memberikan ketertiban dan prediktabilitas dalam masyarakat. Misalnya, kami mengharapkan siswa datang ke pelajaran tepat waktu dan menyelesaikan pekerjaan mereka. Gagasan tentang norma memberikan kunci untuk memahami pengaruh sosial secara umum dan kesesuaian pada khususnya. Norma sosial adalah standar perilaku kelompok sosial yang diterima. Kelompok-kelompok ini berkisar dari persahabatan dan kelompok kerja hingga negara-bangsa. perilaku yang memenuhi norma-norma ini disebut konformitas , dan sebagian besar peran dan norma merupakan cara yang ampuh untuk memahami dan memprediksi apa yang akan dilakukan orang. Ada norma yang menentukan perilaku yang sesuai untuk setiap kelompok sosial. Misalnya, pelajar, tetangga, dan pasien di rumah sakit semuanya sadar akan norma yang mengatur perilaku. Dan ketika individu berpindah dari satu kelompok ke kelompok lain, perilakunya berubah sesuai. Adapun jika ingin melihat pada contoh yang paling nyata pada pendekatan ini yaitu di sini cenderung seseorang akan berperilaku di institusinya dengan mengikuti bentuk norma yang ada pada institusinya sendiri.10 Pendekatan Rational Choice Kita mengetahui bahwasanya pada pendekatan rasional choice ini sangat bertolak belakang dengan pendekatan dari normative yang dimana pada pendekatan normative ia menjadi pendekatan yang menekankan kepada bentuk rangkaian tindakan yang sifatnya pp.89-108 10 Ibid



ini dirancang, agar dapat memanfaatkan apa yang mereka rasakan, sehingga di sini pada setiap pelaku atau individu tidak merasa adanya bentuk pembatasan dari adanya norma ataupun dari lembaga yang bersangkutanPendekatan pilihan rasional dapat diterapkan pada berbagai bidang, termasuk ekonomi, psikologi, dan filsafat. Pendekatan ini menyatakan bahwa individu menggunakan kepentingannya sendiri untuk membuat pilihan yang akan memberi mereka keuntungan terbesar. Orang-orang mempertimbangkan pilihan mereka dan membuat pilihan yang menurut mereka akan memberikan yang terbaik. Bagaimana individu memutuskan apa yang terbaik bagi mereka bergantung pada pilihan pribadi. Misalnya, seseorang mungkin memutuskan bahwa pantang merokok adalah yang terbaik bagi mereka karena mereka ingin melindungi kesehatannya. Orang lain akan memutuskan ingin merokok karena itu mengurangi stres mereka. Meskipun pilihannya berlawanan, kedua individu membuat pilihan ini untuk mendapatkan hasil terbaik bagi diri mereka sendiri. Pendekatan pilihan rasional bertentangan dengan beberapa teori lain dalam pekerjaan sosial . Misalnya, teori psikodinamik menyatakan bahwa manusia mencari kepuasan karena proses yang tidak disadari. Sebaliknya, teori pilihan rasional menyatakan bahwa selalu ada pembenaran rasional untuk perilaku. Individu mencoba memaksimalkan ganjaran mereka karena harganya sepadan dengan biayanya. Melihat hal tersebut sangat jelas bahwasanya pada pendekatan ini akan lebih membuat perilaku sosial dari masyarakatnya bergantung pada bentuk pilihannya sendiri, hal ini juga berlaku pada institusinya mereka yang mana di sini individunya cenderung akan berperilaku berdasarkan bentuk pilihan rasionalnya bukan dari adanya bentuk tekanan dari pihak luar ataupun dari adanya bentuk tekanan lainnya, karena di sini sifatnya lebih kepada bentuk pilihan yang dibuat oleh individu itu sendiri dalam menentukan perilaku yang ingin ia buat. Pendekatan sosiological : institusionalisme normatif menjelaskan kepatuhan individu terhadap norma-norma yang mengacu pada persepsi mereka tentang beberapa tindakan yang pantas atau tidak sesuai untuk orang-orang dalam peran mereka. Misalnya, seorang menteri dapat mengundurkan diri sebagai akibat dari krisis yang terkait dengan departemen kementerian, mengikuti norma informal perilaku yang tepat dalam keadaan seperti itu, terlepas dari apakah menteri menganggap tindakan itu penting untuk prospek pemilihan kembali di masa mendatang. Beberap telah mencatat bahwa banyak perhatian di setidaknya satu cabang studi sosiologis lembaga sedang dalam proses pelembagaan. 11 Orientasi proses dalam disiplin ini cenderung menjadikan studi tentang perubahan sebagai komponen alamiah di lapangan. Maka dari itu terkait contoh dari perlikaunya ini sendiri terkait dengan berupa pelembagaan atau deinstitusionalisasi; artinya, kelembagaan meningkat dengan menambahkan lebih banyak peran dan fitur ke lembaga, misalnya komitmen yang lebih kuat pada 'kerangka' kognitif yang berlaku dari lembaga atau melemahkan komitmen tersebut. Sosiolog juga dapat melihat perubahan 11



Peters, B. Guy (2004) Institutional Theory Political Science: The New Institutionalism. New York .Continuum



kelembagaan dengan cara yang lebih fungsionalis, dan berpendapat bahwa lembaga harus, dan akan, menemukan cara untuk beradaptasi dengan perubahan di lingkungan mereka. Bentuk perubahan ini melibatkan pengenalan tantangan di lingkungan dan kemudian menemukan cara untuk membuat lembaga menyesuaikan diri dengan kekuatan eksternal tersebut. Dari perspektif kognitif dalam sosiologis institusionalisme mungkin terdapat unsur dominan dalam budaya politik yang akan membatasi kapasitas suatu lembaga untuk menyimpang terlalu jauh dari status quo. Di sini kita tahu bahwa individu membuat bentuk keputusan dikarenakan adanya bentuk pilihan, jadi di sini mereka melakukan tindakan sesuatu bukan disebabkan karena adanya rasa takut akan hukuman, atau sebagai upaya menyesuaikan diri, sebalikanya, mereka di sini membuat pilihan mengenai sesuatu dikarenakan mereka tidak adanya bentuk pilihan atau tidak adanya alternative lainnya. Maka dari itu ini sendiri bisa kita lihat kasusnya pada bagaimana seseorang yang melakukan sesuatu pada suatu institusi, ia cenderung akan mengikti apa kata institusi tersebut, karena ia tidak memiliki ebntuk alternative lain. Pendekatan historical institutions : Kita menyadari bahwasanya pada pendekatan ini juga menekankan pada bentuk pemahaman mengenai perilaku dari individu. Atau dikenal juga dengan pendekatan kalkulus, dan juga pendekatan kultural. Selain tiu pula pendekatan ini mempertimbangkan pada apa yang dilakukan individu agar mendapatkan keuntungan dari perilaku yang telah ia lakukan. Bahkan pada pendekatan ini juga ia lebih menekankan kepada pola perkembangan yang mana sifatnya yaitu formal dan juga sebenarnya pada pendekatan ini cenderung stabil, namun sayangnya pada pendekatan ini jika adanya bentuk perubahan, maka akan terjadinya bentuk critical juncture. ia sifatnya sendiri lebih banyak dikeluarkan oleh suatu organisasi dan di sini ruang lingkupnya juga bukan mengenai konteks tetapi juga mengenai tindakan dari individu, yang mana ketika dari individu tersebut membuat adanya bentuk keputusan, maka di sini konsekuensinya dapat bergeser kearah yang lebih luas, bahkan di sini levelnya bisa mencapai pada tingkat negara. Merujuk dari hal tersebutlah contoh dari pendekatan ini sendiri dapat dilihat lebih kepada bentuk perilaku dari elit politik di era orde baru dan juga pada era reformasi. Di sini saya mengamati bahwasanya pada era ini cenderung adanya bentuk perilaku dari elit politik yang mana memaksimalkan keuntungan mereka demi mencapai adanya bentuk kepentingan untuk mereka sendiri, hal ini sendiri mirip dengan perilaku elit politik di era reformasi. Bahkan di sini bentuk faktanya yaitu masih adanya bentuk perilaku dari elit poliitk tersebut yang dimana menggunakan bentuk jargon-jargon dari tradisi dan juga kekerabatan ataupun primordial yang tujuannya sendiri untuk meraih adanya pengaruh bagi masyarakat.12



12



Rika (2010) Change or Continuity? Rethinking Neoliberal Trajectory amidst Regime Change in Indonesia. Den Haag: ISS Research Paper



DAFTAR PUSTAKA Bolfíková, E., Hrehová, D. and Frenová, J., 2012. Normative institutionalism, institutional basis of organizing. Sociologija i prostor: časopis za istraživanje prostornoga i sociokulturnog razvoja, 50(1 (192)), pp.89-108 Elinor Ostrom.Review:Rational Choice Theory and Institutional Analysis: Toward Complementarity.The American Political Science Review Hall, Peter and Taylor R. C. R. (1996) ‘Political Science and the Three New Institutionalisms’, Political Studies, 44 (5) Harsono Dwi.2012. Pendekatan Baru Memahami Institusii di Indonesia.FITRANS Institute March, James G. (1994), Primer tentang Pengambilan Keputusan: Bagaimana Keputusan Terjadi , Pers Bebas, hlm. 57–58Hall, Peter and Taylor R. C. R. (1996) ‘Political Science and the Three New Institutionalisms’, Political Studies, 44 (5) Peters, B. Guy (2004) Institutional Theory Political Science: The New Institutionalism. New York .Continuum Ramadlan, M.F.S. and Wahyudi, T.H., 2016. Pembiaran pada Potensi Konflik dan Kontestasi Semu Pemilukada Kota Blitar: Analisis Institusionalisme Pilihan Rasional. Politik Indonesia: Indonesian Political Science Review, 1(2), pp.136153 Rika (2010) Change or Continuity? Rethinking Neoliberal Trajectory amidst Regime Change in Indonesia. Den Haag: ISS Research Paper