Review Sepuluh Artikel Kajian Tindak Tutur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REVIEW SEPULUH ARTIKEL KAJIAN TINDAK TUTUR A. Resensi 1.



Judul artikel



Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



KESANTUNAN BERBAHASA DALAM TUTURAN NOVEL PARA PRIYAYI KARYA UMAR KAYAM Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Iin Alviah 2014 135



Isi Artikel Penelitian berjudul Tindak Tutur Percakapan dalam Novel Sekayu Karya Nh. Dini dipaparkan oleh Tresnati (1998). Penelitian ini mendeskripsi pemakaian tindak tutur, yaitu tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi yang didasarkan pada tindak tutur menurut Searle. Jenis tindak tutur tersebut membentuk satu komposisi atau susunan. Komposisi jenis-jenis tuturan yang muncul dalam novel sekayu bervariasi antara tindak tutur representatif, tindak tutur ekspresif, dan tindak tutur ekspresif. Variasi tuturan pada novel melalui penelitian Kevariasian Tindak tutur Percakapan Tokoh Utama Wanita dalam Novel-novel Karya Pengarang Wanita dipaparkan oleh Budiyati (2001). Dari hasil penelitian itu, jenis tindak tutur representatif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklaratif terdapat pada empat novel yang diteliti. Komposisi jenis tindak tutur tidak sama, artinya pada novel yang dikaji terdapat perbedaan jumlah komposisi yang tidak sama. Pada penelitian tersebut belum diungkap jenis, frekuensi, dan fungsi tindak tutur percakapan diaplikasikan pada interaksi pembelajaran. Temuan Peneliti dalam artikel Berdasarkan temuan penelitian di atas, beberapa interpretasi dapat diungkapkan. Pertama, jenis tindak tutur ekspresif memperlihatka jumlah yang paling banyak di bandingkan tindak tutur lainnya. Hal ini menegaskan bahwa tuturan dalam novel bercirikan ekspresif. Dominannya tuturan ini disebabkan oleh pengarang yang menjadikan novel sebagai tempat untuk mengekspresikan ide, gagasan, perasaan, dan pikirannya. Pengarang mengekspresikan keempatnya dalam wujud narasi maupun pemakaian tuturan monolog dan dialog. Pemakaian tuturan monolog dan dialog yang sesuai untuk menyalurkan ekspresi pengarang tersebut adalah tuturan berjenis ekspresif, yakni jenis tuturan yang digunakan untuk mengekspresikan kondisi psikologis penuturnya. Kedua, perwujudan kesantunan berbahasa paling banyak terjadi dalam tindak tutur jenis direktif. Kesantunan merupakan



ciri yang melekat pada tindak tutur direktif. Tindak tutur direktif merupakan tindak tutur yang mengharuskan seseorang melakukan suatu perbuatan. Tujuan tindak tutur tersebut berpeluang menciptakan perselisihan atau pemaksaan terhadap salah satu pihak dalam pertuturan. Untuk itu, pemilihan tuturan yang santun dapat dijadikan alat guna menghindari atau menghilangkan hal negatif yang dapat timbul dalam tindak direktif. Strategi mewujudkan kesantunan bersifat bebas. Artinya, penutur dapat mengkreasikan bahasa untuk mencapai kesantunan berdasarkan kemampuan berbahasa dan kebudayaan yang dimilikinya. Faktor kebahasaan bertumpu pada kemampuan memilih kata yang tepat. Di sisi lain, faktor budaya bertolak dari sifat-sifat kebudayaan tertentu. Apa yang dianggap santun dalam pendukung budaya tertentu belum tentu dianggap santun oleh pendukung budaya lainnya. Temuan penelitian ini menyebutkan bahwa strategi mewujudkan kesantunan berbahasa dengan tuturan tidak langsung mendominasi daripada strategi lainnya. Latar belakang budaya Jawa disinyalir sebagai faktor banyaknya pemakaian strategi ini.Pengarang novel Para Priyayi dilahirkan dan hidup di dalam budaya Jawa, sehingga mempengaruhi tindak tanduknya, termasuk bentuk pertuturannya. Di samping itu, latar cerita novel terjadi dalam lingkup budaya Jawa. Dengan demikian, tuturan tidak langsung berhubungan erat dengan budaya Jawa. Orang Jawa memiliki kecenderungan menggunakan tuturan tidak langsung untuk menyampaikan suatu maksud tertentu dibandingkan dengan kebudayaan lainnya.



2.



Judul artikel



Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM WACANA NOVEL TRILOGI KARYA AGUSTINUS WIBOWO Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Yuliarti, Rustono, Agus Nuryatin 2015 85



Isi Artikel Objek penelitian ini adalah tuturan dalam wacana novel Trilogi karya Wibowo. Tuturan tersebut dijadikan sebagai objek penelitian karena di dalam novel ini merupakan sekumpulan pengalaman atau kejadian yang dialami sendiri oleh pengarang dalam novel Trilogi yang dibentuk dalam Wibowo dalam tiga buku. Buku yang pertama terbit adalah novel Selimut Debu di dalam buku ini terdapat banyak sisipan infomasi tentang budaya dan sejarah Afganistan. Wibowo mendapatkan informasi itu dari beragam buku tentang Afganistan yang dibawanya selama perjalanan. Buku kedua yang terbit adalah Garis



Batas dalam buku ini cerita yang ditampilkan terasa lebih dalam karena bukan hanya tentang petualangan saja tapi juga tentang makna dari sebuah perjalanan yang menarik membaca kisah hidup sejarah dan kebudayaan orang-orang yang hidup di Asia Tengah. Semua dipaparkan dengan sangat menarik oleh Wibowo.Buku yang ketiga karangan Wibowo adalah Titik Nol merupakan buku yang sangat personal berisi kisah perjalanan seorang anak yang pada akhirnya pulang.Wibowo sudah berjalan kilometer, tapi pada akhirnya dia menggali makna tentang perjalanan dari Ibunya yang justru tidak pergi kemana-mana. TTD tersebut dijadikan sebagai objek penelitian karena di dalam novel ini terdapat banyak TTD yang dalam bahasa percakapan oleh para tokoh dalam novel. Oleh karena itu, apabila dilihat dan dipahami secara cermat dalam novel Trilogi karya Wibowo bahasa yang digunakan merupakan bahasa yang mengungkapkan ekspresi yang dituangkan oleh penutur dan mitra tutur dalam cerita secara baik dan lancar. Temuan Peneliti dalam artikel Dominasi jenis TTD merupakan hasil jenis TTD terbanyak yang terdapat dalam wacana novel Trilogi karya Wibowo yang meliputi jenis (1), jenis TTD langsung (2), TTD tidak langsung (3), TTD langsung harfiah (4), TTD langsung tidak harfiah (5), TTD tidak langsung harfiah, dan (6) TTD tidak langsung tidak harfiah. Dominasi tersebut diuraikan secara rinci nampak pada Tabel 1. TTD dalam novel Trilogi karya Wibowo didominasi oleh jenis TTD langsung dan tidak langsung. TTD langsung adalah TTD yang mempunyai kesesuian modus dan fungsi berfungsi secara konvensional, sementara itu TTD tidak langsung adalah TTD tidak mempunyai kesesuian modus dan fungsi berfungsi secara tidak konvensional. Hal ini karena novel Trilogi karya Wibowo ini adalah novel naratif yang dikemas dengan bahasa yang lugas. Novel ini diangkat dari pengalaman penulis itu sendiri (Wibowo) dari perjalanannya berkunjung ke berbagai negara. Dari negara-negara yang dikunjungi memiliki bahasa yang berbeda-beda, sehingga penulis novel cenderung tidak menggunakan banyak ragam gaya bahasa dalam penulisan novelnya. Novel ini cenderung menerjemahkan bahasa percakapan yang terjadi dengan bahasa yang lugas, cenderung menggunakan tuturan langsung, dan bahasa yang sering digunakan adalah bahasa dalam kehidupan sehari-hari. Hal inilah yang menyebabkan jenis TTD langsung secara langsung dan tidak langsung yang cenderung lebih banyak digunakan dalam novel ini. Dominasi Fungsi TTD pada Novel Trilogi Karya Wibowo Dominasi fungsi dalam Wacana novel Trilogi karya Wibowo merupakan dominasi fungsi paling banyak yang terdapat dalam wacananovel Trilogi karya Wibowo dan memiliki fungsi yaitu (1) tindak tutur mengajak, (2) tindak tutur perintah, (3) tindak tutur mengingatkan, (4) tindak tutur bertanya, (5) tindak tutur melarang, (6) tindak tutur menasihati, (7) tindak tutur mendorong, (8) tindak tutur memohon, (9) tindak tutur mengizinkan, (10) tindak tutur mengarahkan, (11) tindak tutur mengkomando.Dominasi fungsi TTD dalam wacana novel Trilogi karya Wibowo tersebut diuraikan secara rinci nampak pada Tabel 2. Tabel 1. Jumlah Jenis DataTTD dalam Wacana Novel Trilogi Karya Wibowo



No



Novel



Selimut



Debu



Novel



Novel



Garis



Titik Nol



Jenis



Jumlah



Batas Jenis



Jumlah



Jenis



Jumlah



Langsung Langsung Harfiah



76 4



Langsung Langsung



79 2



Langsung Langsung



62 8



Harfiah Langsung



4



Langsung



13



Langsung



Tidak 6



Harfiah



Tidak



Tidak



Tidak Langsung



23



Harfiah Tidak Langsung



Harfiah Tidak Langsung



Tidak Langsung Harfiah



7



Tidak Langsung Harfiah



4



Tidak Langsung Harfiah



8



Tidak Langsung Tidak Harfiah



11



Tidak Langsung Tidak Harfiah



10



Tidak Langsung Tidak Harfiah



0



Langsung Bermodus Deklaratif



20



Langsung Bermodus Deklaratif



30



Langsung Bermodus Deklaratif



30



Langsung Bemodus interogatif



10



Langsung Bemodus interogatif



30



Langsung Bemodus interogatif



21



Langsung Bermodus Imperatif



41



Langsung Bermodus Imperatif



37



Langsung Bermodus Imperatif



28



Tidak langsung Bermodus Deklaratif



22



Tidak langsung Bermodus Deklaratif



16



Tidak langsung Bermodus Deklaratif



14



Tidak Langsung Bermodus Interogatif



14



Tidak Langsung Bermodus



8



Tidak Langsung Bermodus



12



32



32



Interogatif Tidak Langsung Bermodus Imperatif



17



Tidak Langsung Bermodus Imperatif



Interogatif 20



Tidak Langsung Bermodus Imperatif



17



Tabel 2. Jumlah Fungsi Data TTD dalam Wacana Novel Trilogi Karya Wibowo Novel Debu



Selimut



Novel Batas



Garis



Novel



Titik



Nol



Fungsi Meminta



Jumlah 15



Fungsi Meminta



Jumlah 9



fungsi Meminta



Jumlah 13



Memohon



7



Memohon



4



Memohon



11



Mengajak



10



Mengajak



12



Mengajak



19



Mendorong



2



Mendorong



0



Mendorong



0



Bertanya



21



Bertanya



19



Bertanya



22



Mengkomando



3



Mengkomando 0



Mengkomando 0



Perintah



35



Perintah



54



Perintah



34



Melarang



13



Melarang



15



Melarang



15



Mengizinkan



6



Mengizinkan



1



Mengizinkan



0



Menyarankan



2



Menyarankan



12



Menyarankan



5



Menasihati



12



Menasihati



6



Menasihati



9



Mengingatkan



6



Mengingatkan



6



Mengingatkan



8



Fungsi TTD dalam novel Trilogi karya Wibowo didominasi oleh fungsi TTD perintah dan fungsi TTD Bertanya. Hal ini karena dalam novel Trilogi karya Wibowo TTD perintah merupakan TTD yang sering digunakan oleh tokoh,sementara itu TTD fungsi pertanyaan juga menjadi fungsi TTD yang paling banyak ditemukan karena dalam novel Trilogi karya Wibowo terdapat banyak tuturan pertanyaanpertanyaan yang ditanyakan oleh para penutur dan mitra



tutur dalam wacana novel Trilogi karya Wibowo. TTD perintah adalah tuturan yang digunakan oleh penutur untuk menyuruh mitra tutur agar melakukan sesuatu sementara itu TTD fungsi pertanyaan adalah TTD Tindak tutur pertanyaan merupakan questions (pertanyaan) dalam kasus yang khusus



3.



Judul artikel Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



Tindak Tutur Ekspresif Humanis dalam Interaksi Pembelajaran di SMA Negeri 1 Batang: Analisis Wacana Kelas Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Lita Dwi Ariyanti1dan Ida Zulaeha2 2017 122



Isi Artikel Dalam penelitian ini tuturan ekspresif humanis diteliti dalam interaksi pembelajaran. Soetomo (1993) mengemukakan bahwa interaksi belajar mengajar ialah hubungan timbal balik antara guru (pengajar) dan anak (siswa) yang harus menunjukkan adanya hubungan yang bersifat edukatif (mendidik). Interaksi itu harus diarahkan pada suatu tujuan tertentu yang bersifat mendidik, yaitu adanya perubahan tingkah laku anak didik ke arah kedewasaan. Pendapat lain yang hampir sama juga dikemukakan oleh Sudjana (1996) yang menjelaskan bahwa jika dikaitkan dengan proses belajar mengajar, maka interaksi adalah suatu hal saling melakukan aksi dalam proses belajar mengajar yang di dalamnya terdapat suatu hubungan antara siswa dan guru untuk mencapai suatu tujuan. Sardiman (2001) menyebutkan bahwa interaksi akan berkait dengan istilah komunikasi atau hubungan. Adapun “komunikasi” berpangkal pada perkataan “communicare” yang berpartisipasi, memberitahukan, menjadi milik bersama. Humanisme merupakan suatu paham yang mengagungkan martabat manusia sebagai individu (Pidarta, 2005). Pendapat tersebut diperjelas oleh Jamaris (2013) yang mengemukakan bahwa aliran humanismemenekankan pembahasannya tentang manusia pada diri manusia itu sendiri, aktualisasi diri, kesehatan, harapan, kasih sayang atau cinta, kreatifitas, kemanusiaan, arti menjadi seorang individu yang berarti dan pemahaman tentang hakikat pribadi manusia serta pengalamannya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pendapat Samho (2008) menyebutkan bahwa secara umum humanisme berkenaan dengan pergumulan manusia dalam memahami dan memaknai eksistensi dirinya dalam hubungan dengan kemanusiaan orang lain di dalam komunitas. Jamaris (2013) menyatakan bahwa pendekatan pendidikan berbasis humanisme merupakan pendekatan yang dibangun berdasarkan teori psikologi humanisme yang memberikan penekanan pada pengembangan individu sebagai manusia. Dalam dunia pendidikan, tindak tutur humanis adalah tindak tutur yang menimbulkan kesan positif bagi mitra tuturnya. Kriteria tuturan humanis antara lain, sopan, lemah lembut, menyenangkan, menentramkan, dapat memotivasi mitra tutur, menghargai



pendapat orang lain, ramah, dan terbuka. Apabila dikaitkan dengan dunia pendidikan, teori humanistik menjelaskan bahwa tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia. Baharudin (2007) menjelaskan bahwa proses pendidikan yang memanusiakan manusia adalah proses membimbing, mengembangkan, dan mengarahkan potensi dasar manusia baik jasmani maupun rohani secara seimbang dengan menghormati nilai-nilai humanis yang lain. Hal tersebut juga sesuai dengan pendapat Sukmadinata (2013) menjelaskan bahwa tujuan utama kegiatan guru dalam mengajar adalah mempengaruhi perubahan pola tingkah laku para siswanya. Peran guru dalam pembelajaran humanistik adalah menjadi fasilitator bagi para siswa yang memberikan motivasi dan kesadaran mengenai makna belajar dalam kehidupan siswa. Ball (2009) menyatakan bahwa pekerjaan guru bukan hanya fokus pada bentuk dan sifat saja. Hal tersebut berhubungan dengan salah satu dari empat kompetensi yang harus dimiliki guru, yaitu kompetensi sosial guru. Chatib (2012) menjelaskan bahwa kompetensi sosial merupakan kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif di antara peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar. Sesuai dengan pernyataan tersebut, dalam hal ini dapat diartikan bahwa seorang guru mampu bertutur, bertindak dan melakukan hal-hal yang positif. Inti dari penelitian ini adalah menganalisis tindak tutur ekspresif humanis dalam interaksi pembelajaran di SMA Negeri 1 Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada beberapa mata pelajaran menggunakan teori dimensi wacana Rymes. Dengan teori tersebut dapat diperoleh hasil penelitian yang mendalam dan terperinci sehingga dapat mengoptimalkan hasil penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsi bentuk dan fungsi serta karakteristik tindak tutur ekspresif humanis dilihat dari tiga dimensi wacana Rymes dalam interaksi pembelajaran di SMA Negeri 1 Batang. Rymes (2008) membangun definisi awal bahwa analisis wacana kelas sebagai penyelidikan bagaimana wacana (penggunaan bahasa) dan konteks yang mempengaruhi satu sama lain. Analisis wacana kelas terdiri atas tiga dimensi yang ada dari bahasa yang digunakan. Dimensi-dimensi tersebut adalah (1) konteks sosial, (2) konteks interaksional (kemampuan berinteraksi), dan (3) individual agency. Temuan Peneliti dalam artikel Pembahasan tindak tutur ekspresif humanis meliputi bentuk dan fungsi serta karakteristik tindak tutur ekspresif humanis dalam interaksi pembelajaran di sekolah. a. Bentuk dan Fungsi Tindak Tutur Ekspresif Humanis Tindak tutur ekspresif humanis adalah suatu tindak tutur yang merupakan respon dari tuturan atau tindakan serta keadaan psikologis yang diungkapkan dengan tuturan yang berisi nilai kemanusiaan. Berdasarkan bentuknya, tindak tutur dibedakan menjadi dua, yaitu tindak tutur langsung dan tindak tutur tidak langsung. 1) Tindak Tutur Langsung Tindak tutur langsung yaitu tindak tutur yang memiliki kesesuaian antara modus dan fungsi tuturan. a) Modus Imperatif Modus imperatif merupakan modus yang berisi suatu perintah atau permohonan yang digunakan untuk memberikan perintah maupun permohonan, mempertegas kemauan,



serta menyatakan larangan. (1) Konteks : Guru menyarankan siswa untuk menulis soal latihan yang dipahami saja pada interaksi pembelajaran matematika minat. Guru : “Kamu itu nulisnya yang kamu paham, sing ora paham ora usah ditulis!” ‘Kamu tulis yang kamu paham, yang tidak paham tidak perlu ditulis’ Siswa : (Diam) (Data nomor 1) Percakapan nomor (1) terjadi dalam interaksi pembelajaran Matematika minat. Pada saat interaksi pembelajaran tersebut siswa dituntut untuk mengerjakan soal yang sudah diberikan pada pertemuan sebelumnya. Guru mempersilakan siswa yang ingin maju mengerjakan soal di papan tulis. Guru memberikan komentar serta solusi pada setiap soal yang dikerjakan siswa. Apakah pekerjaansiswa tersebut sudah benar atau masih salah. Dalam pembahasan soal tersebut siswa mengamati penjelasan dari guru sehingga semakin paham dalam mengerjakan soal. Tuturan ekspresif guru di atas berbentuk langsung karena antara modus dan fungsi tuturan saling berhubungan. Tuturan tersebut berbentuk imperatif atau perintah, yaitu memerintahkan siswa untuk mencatat soal dan pembahasan yang dipahami saja sehingga tidak akan membingungkan siswa itu sendiri. Nilai humanis yang terdapat dalam tuturan tersebut mencerminkan keterbukaan kan kepedulian terhadap siswa. Guru berusaha mengingatkan dan menyarankan untuk mencatat yang dipahami saja karena jika semuanya dicatat, dikhawatirkan akan membuat siswa tersebut menjadi tidak paham. Selain itu, guru menunjukkan sikap keterbukaan dengan mengucapkan tuturan secara langsung menuju siswa yang bersangkutan menggunakan tuturan berbahasa Jawa. Sikap tersebut mencerminkan keterbukaan dan keakraban antara keduanya dengan harapan siswa akan lebih mengerti apa yang dimaksud oleh guru. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Jamaris (2013) yang menyatakan bahwa pendekatan pendidikan berbasis humanisme merupakan pendekatan yang dibangun berdasarkan teori psikologi humanisme yang memberikan penekanan pada pengembangan individu sebagai manusia. Dengan tuturan ekspresif tersebut siswa diharapkan dapat memahami maksud guru secara langsung dan mengingat tuturan tersebut sebagai nasihat. b) Modus Interogatif Modus interogatif merupakan modus yang berisi suatu pertanyaan yang digunakan untuk menanyakan sesuatu kepada mitra tutur. Modus ini menyatakan tindakan yang belum diketahui penutur dan berharap mitratutur akan memberi penjelasan mengenai suatu hal. (2) Konteks : Guru memotivasi siswa yang dengan cara memberi saran untuk tidak takut keliru dalam mengerjakan soal Guru : “Yang lain coba perhatikan yang sudah dikerjakan oleh teman kalian, sudah jelas atau belum?” Siswa : (diam) Guru : “Tidak usah takut keliru atau salah, nantikan dibahas bersama.” ‘Tidak perlu takut salah atau...’ Siswa : (Diam) (Data nomor 2) Tindak tutur ekspresif humanis dalam percakapan (2) merupakan percakapan yang terjadi antara guru dan siswa dalam interaksi pembelajaran Matematika wajib. Konteks percakapan tersebut adalah guru memotivasi siswa yang dengan cara memberi saran



untuk tidak takut keliru dalam mengerjakan soal. Pada langkah mengamati, guru mendampingi siswa dalam mengerjakan soal sambil membantu menjelaskan kembali soal atau materi yang belum dipahami. Guru membahas satu per satu soal yang dikerjakan siswa kemudian menanyakan bagian yang belum dipahami. Setelah itu guru menjelaskan kembali soal sesuai dengan materi. Tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam penggalan percakapan di atas termasuk tuturan langsung karena memiliki modus dan fungsi tuturan yang sesuai. Tuturan yang dicetak tebal berbentuk interogatif atau pertanyaan. Fungsi tuturan interogatif adalah untuk bertanya, yaitu pertanyaan yang diajukan guru kepada siswa mengenai kejelasan materi yang baru saja disampaikan. Tuturan “Yang lain coba perhatikan yang sudah dikerjakan oleh teman kalian, sudah jelas atau belum?” termasuk humanis karena mencerminkan rasa kasih sayang seorang guru kepada siswa. Guru menyadari bahwa pelajaran matematika merupakan pelajaran yang tergolong sulit bagi siswa sehingga memerlukan kesabaran dan ketelatenan untuk menyampaikan materi. Hal ini sesuai dengan penjelasan Jamaris (2013) yang menjelaskan mengenai pendapat Maslow yang menekankan perkembangan konsep diri anak dalam pendidikan. Konsep diri yang baik dimulai dari pemahaman tentang kekuatan dan kelemahan diri serta keyakinan bahwa kemampuan diri dapat ditingkatkan. Dari pemikiran tersebut guru berharap bahwa dengan penyampaian yang benar dan humanis maka siswa akan lebih mudah menerima materi yang disampaikan. Setelah itu siswa akan merasa ingin tahu dan akhirnya berusaha untuk belajar tanpa adanya paksaan. c) Modus Deklaratif Modus deklaratif merupakan modus yang berisi suatu informasi yang digunakan untuk memberikan informasi kepada mitra tutur. Modus ini menyatakan tindakan yang akan terwujud melalui penggunaan kehendak seseorang untuk mempengaruhi kehendak orang lain. (3) Konteks : Guru memuji kelas karena sudah berhasil memahami suatu materi yang baru disampaikan. Hal tersebut ditandai dengan kemampuan siswa dalam menjawab setiap pertanyaan dari guru. Guru : “Untuk kelas ini bagus sekali ya sudah paham.” Siswa : (Tersenyum) (Data nomor 3) Tuturan ekspresif guru pada penggalan tuturan (3) terjadi pada saat interaksi pembelajaran Geografi. Guru memuji semua siswa dalam kelas karena sebagian besar siswa sudah memahami materi yang dijelaskan oleh guru. Hal tersebut dibuktikan dengan kemampuan siswa dalam menjawab setiap pertanyaan guru mengenai materi terkait. Tindak tutur ekspresif yang terdapat dalam penggalan percakapan di atas termasuk tuturan langsung karena memiliki kesesuaian antara modus dan fungsi tuturan. Tuturan “Untuk kelas ini bagus sekali ya sudah paham.” merupakan tuturan deklaratif. Sesuai dengan teori bentuk tuturan langsung, tuturan tersebut memiliki kesesuaian antara modus dan fungsi tuturan, yaitu tuturan deklaratif digunakan untuk menyampaikan informasi. Pada tuturan di atas guru menyampaikan kepada siswa bahwa kelas termasuk kelas yang bagus karena sudah memahami materi yang disampaikan.Nilai humanis yang terdapat dalam tuturan ekspresif guru di atas adalah suatu kekaguman, kebanggaan, dan motivasi yang berfungsi untuk memuji atas prestasi siswa. Pada kesempatan tersebut guru menyampaikan pujiannya secara langsung kepada siswa dengan tujuan agar siswa mengerti bahwa guru



sangat senang melihat siswa dapat memahami materi dengan cepat. Tuturan pujian tersebut diharapkan dapat memotivasi siswa agar lebih bersemangat lagi dalam memahami materi berikutnya. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Sardiman (2001) yang mengemukakan bahwa seorang guru sebaiknya mampu menciptakan interaksi dan komunikasi humanistik yang menerapkan prinsip-prinsip humanistic approach sehingga tergolong dalam humanistic teacher untuk membantu keberhasilan belajar siswa, baik dalam ilmu pengetahuan maupun pengembangan sikap mental dan tingkah laku (human people). Selain itu terdapat pendapat lain yang sesuai dengan pembahasan di atas yaitu pendapat yang disampaikan oleh Khatib (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Humanistic Education: Concerns, Implications and Applications”. Dalam Peneliti membahas pendidikan humanistik: kepentingan, implikasi dan aplikasi. Pendekatan humanistik dijelaskan sebagai pendekatan yang menekankan pentingnya dunia batin dari peserta didik dan menempatkan pikiran individu, emosi dan perasaan di garis depan semua pembangunan manusia. Khatib juga menambahkan bahwa guru yang baik adalah tidak hanya orang-orang, melainkan lebih memilih untuk mengambil keuntungan dari guru-guru yang tidak hanya tahu topik akademik dan metode dengan baik, tetetapi juga mengakui dan menghormati keadaan psikologis dan emosional dari siswa. Jadi dalam pengajaran bahasa, guru sebaiknya menanggung faktor afektif dalam pikiran dan menempatkan siswa di tempat pertama, maka dapat mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. 2) Tindak Tutur Tidak Langsung Tindak tutur tidak langsung adalah ketidak sesuaian antara modus dan fungsi dalam suatu tuturan. Tuturan tidak langsung terjadi apabila tuturan imperatif diungkapkan dengan tuturan deklaratif. a) Modus Deklaratif-Imperatif Modus deklaratif-imperatif merupakan modus tuturan yang berbentuk deklaratif tetapi bermaksud menyatakan makna imperatif. Dalam tuturannya, penutur bermaksud memberikan perintah kepada mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu tetapi tuturannya diungkapkan dengan modus deklaratif agar tidak terkesan memerintah. (4) Konteks : Guru bertanya kepada salah satu siswa tentang kelengkapan bahan yang dibawa. Guru : “Ginanjar, ini vasnya akan lebih bagus kalau dihias juga.” Siswa : “Bu, lha tetapi saya nggak punya yang buat menghias.” Guru : “Lha kowe we piye kok ora nduwe kabeh we?” Siswa : “Punya saya itu dibawa teman Bu, lha temane we nggak berangkat. Saya cuma bawa bungane tok.” (Data nomor 4) Tuturan pada percakapan nomor (4) terjadi pada saat guru berkeliling mengamati pekerjaan siswa. Ketika sampai pada salah satu siswa, guru memberi saran siswa untuk menghias vas bunga agar terlihat indah. Bentuk kedua tuturan ekspresif di atas adalah tuturan tidak langsung. Tuturan tersebut tidak memiliki kesesuaian antara modus dan fungsi tuturan. Pada tuturan “Ginanjar, ini vasnya akan lebih bagus kalau dihias juga.” berupa tuturan deklaratif. Fungsi tuturan deklaratif adalah untuk menginformasikan tetetapi pada tuturan tersebut berfungsi untuk memerintah yaitu memerintah untuk menghias vas bunga agar lebih bagus sehingga termasuk tuturan bermodus deklaratif imperatif. Nilai humanis



pada penggalan percakapan (4) terdapat kepedulian guru terhadap pekerjaan siswa. Guru memerintahkan siswa untuk menghias vas dengan harapan nilainya akan lebih bagus. Selain itu untuk memberi contoh siswa dalam berkreasi dan memahami nilai keindahan. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Maslow mengenai nilai yang dapat dijadikan pegangan dalam berinteraksi di antaranya: (1) kebenaran, (2) kebaikan, (3) keindahan, (3) kegembiraan, (4) keadilan, (5) kebahagiaan, (6) bertanggung jawab, dan (7) kejujuran. Nilai keindahan sesuai dengan tuturan (28). Untuk tuturan (29) masuk pada nilai bertanggung jawab dan kebaikan. b) Modus Interogatif-Imperatif Modus interogatif-imperatif merupakan modus tuturan yang berbentuk interogatif tetapi bermaksud menyatakan makna imperatif. Dalam tuturannya, penutur bermaksud memberikan perintah kepada mitra tuturnya untuk melakukan sesuatu tetapi tuturannya diungkapkan dengan modus interogatif agar tidak terkesan memerintah. (5) Konteks : Guru menegur siswa yang berada di luar kelas saat jam pelajaran berlangsung. Guru : “Ginanjar ada apa kok di situ?” Siswa : (Diam dan kembali masuk kelas). (Data nomor 5) Konteks percakapan nomor (5) adalah seorang guru Seni Budaya menegur siswa yang berada di luar kelas pada saat pelajaran sedang berlangsung. Peristiwa itu terjadi dalam interaksi pembelajaran Seni Budaya tahap menalar. Melihat siswa berada di luar kelas, guru langsung menegur siswa dengan cara bertanya “Ginanjar ada apa kok di situ?”. Bentuk tuturan ekspresif guru di atas adalah tuturan tidak langsung. Modus dan fungsi tuturannya yang tidak sesuai. Tuturan di atas merupakan tuturan interogatif dengan ditandai tanda tanya pada akhir tuturan dan fungsinya adalah untuk menegur, bukan untuk bertanya. Nilai humanis tindak tutur ekspresif humanis terletak pada penggunaan tuturan untuk menegur siswa. Guru menegur siswa yang berada di luar kelas dengan tuturan interogatif. Guru bermaksud menegur dan mengingatkan siswa untuk tidak keluar kelas. Penggunaan tuturan interogatif bertujuan untuk menghaluskan tuturan agar tidak terkesan menegur atau memarahi. Siswa yang tanggap akan memahami pertanyaan guru tersebut sebenarnya adalah perintah untuk masuk kelas. Terbukti siswa tidak menjawab pertanyaan guru tetapi langsung masuk ke dalam kelas. Guru menunjukkan sikap terbuka, peduli, dan tanggung jawab guru terhadap siswa sebagai guru yang humanis. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mardijono (2001) yang menjelaskan bahwa tujuan utama pendidikan humanistik adalah untuk membantu keaktifan siswa, mengembangkan perasaan positif tentang diri sendiri, teman sekelas untuk bekerja sama, saling mendukung untuk tumbuh dan unggul dalam keterampilan berbicara.



4.



Judul artikel



Tindak Tutur Ekspresif Mahasiswa Program Studi PGSD STKIP Setiabudhi Dalam Pembelajaran Apresiasi Sastra



Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



Anak Jurnal Educatio Eka Nurul Mualimah1*, Ade Eka Anggraini 2 , Usmaedi3 , Elih Solihatulmilah 4 2021 133



Isi Artikel Tindak tutur ekspresif dalam kajian ini adalah salah satu bentuk tindak tutur ilokusi, dimana tindak tutur ekspresif dimaksudkan untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Tindak tutur ini mencerminkan pernyataan-pernyataan psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan, kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan (Yule, 2006). Tindak tutur ekspresif ini sering di jumpai pada interaksi belajar mengajar dan menarik untuk di kaji. Interaksi belajar mengajar dalam kegiatan pembelajaran adalah proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik. Dimana pendidik memiliki cara atau modus tuturan yang menimbulkan efek yang bervariasi. Ketika kegiatan pembelajaran berlangsung tidak hanya sekadar menggunakan bahasa, tetapi juga harus melihat situasi kelas (formal, tidak terlalu formal, atau informal), situasi khusus (faktor psikologis : kognitif, senang, bosan, jengkel, dan sebagainya), maupun aturan-aturan yang berlaku di kelas. Keberadaan tindak tutur dalam kegiatan pembelajaran sangat mempengaruhi perubahan tingkah laku dan aktivitas belajar mulai dari motivasi belajar yang lebih baik, bersemangat maupun efek malu peserta didik (Kushartanti, Yuwana, Untung, 2005). Kajian tindak tutur ekpsresif ini sangat dibutuhkan dalam kegiatan pembelajaran, dimana produk dari tindak tutur adalah makna atau maksud ujaran. Sebuah tuturan pasti mempunyai maksud tersendiri mengapa tuturan itu terjadi. Penelitian ini memberikan wawasan terhadap pendidik tentang cara atau modus bertutur dan mengetahui efektifan pesan yang disampaikan pendik maupun peserta didik dalam proses pembelajaran. Efektifan pesan yang disampaikan penutur dapat dilihat



dari hasil atau respon lawan tutur terhadap pesan yang disamapaikan penutur baik yang dilakukan pendidik maupun peserta didik. Adanya respon lawan tutur menunjukan bahwa komunikasi berjalan sesuai maksud ujaran penutur. Temua Peneliti dalam artikel Data yang diperoleh dari hasil observasi ketika pembelajaran apresiasis sastra anak pada mahasiswa Prodi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Semester III STKIP Setiabudhi Rangkasbitung di identifikasi dan di analisis. Hasil identifikasi dan analisis penelitian terdapat 5 jenis dan varian fungsi tutur ekspresif meliputi „berterima kasih‟, „meminta maaf‟, „menyindir‟, „mengucap selamat‟, dan „mengeluh‟. Pada kegiatan pembelajaran apresiasi sastra, fungsi tindak tutur ekspresif sering di gunakan Dosen maupun Mahasiswa, hal ini dikarenakan tindak tutur ekspresif menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur dan berfungsi untuk menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap keadaan yang sedang dialami oleh mitra tutur. Fitri : Kamu pakai wifi? Jujun : Ini kode wifinya. Fitri : Terimakasih ya atas wifinya, memang kuota saya sedang habis. Jujun : Ya. Percakapan tersebut merupakan tuturan ekspresif mengucapkan terima kasih antara Fitri dan Jujun yang bertujuan untuk menyampaikan sesuatu atas tindakan bermanfaat yang telah disampaikan oleh Fitri kepada Jujun. Tuturan ekspresif ucapan terima kasih biasanya diucapkan penutur atas pertolongan atau perlakuan baik petutur terhadap dirinya. Hal tersebut bisa juga terjadi karena beberapa faktor di antaranya, dikarenakan mitra tutur atau petuturnya bersedia melakukan apa yang diminta oleh penutur, atau dikarenakan kebaikan hati penutur yang telah memberikan sesuatu kepada petutur atau penutur menghargai atas apa yang telah dilakukan petutur. Yoga : Jam berapa ini? (sambil berbisik) Yuningsih : Ibu ini waktunya Ibu Eka Setiawati masuk, maaf jam perkuliahan kita sudah



habis Dosen : OK, kita sudahi dan sampai minggu depan. Tuturan ekspresif mengucapkan maaf terjadi karena beberapa faktor, misalnya karena perasaan tidak enak penutur terhadap petutur, perasaan bersalah penutur terhadap petutur, atau bisa karena permintaan petutur. Melakukan sesuatu tindakan dalam mengatakan sesuatu atau tindak tutur yang dibatasi oleh konvensi sosial dan psikologis penutur merupakan ciri dari tuturan ekspresif berupa tuturan mengucapkan maaf. Nova : Kita sudahi persentasi kita kali ini, wassalamualaikumum warahmatullohi wabarakatu Seluru mahasiswa : Wassalamualaikum warohmatullohi wabarokatu Tia : Selamat Nov, isi pptnya bagus sekali Tuturan Tia termasuk tindak tutur ekpresif memuji. Tuturan ini dilakukan ketika persentasi yang dilakukan Nova sangat baik. Penutur memuji dengan kenyataan yang ada, karena apa yang dilihat sesuai dengan kenyataan. Sesuai dengan pendapat Chaer (2010:29), tuturan ekspresif memuji atau tindak tutur ekspresif memuji merupakan tindak tutur yang terjadi karena beberapa faktor, yakni dikarenakan kondisi dari petutur yang sesuai dengan kenyataan yang ada, karena penutur ingin menyenangkan hati petutur, karena penutur ingin melegakan hati petutur, dan karena penutur ingin merayu petutur atau karena perbuatan terpuji yang dilakukan petutur. Dosen : Kelompok berapakah hari ini? Piat M : Kelompok saya bu, tapi ppt dilaptop kakak saya dan dibawa kerja belum sepat saya kirim bu Dosen : Lha kalian persentasi pakai apa? Berarti hari ini kalian tidak siap? Untuk minggu depan bagi yang akan persentasi mohon dipersipkan sehingga tidak ada alasan apapun! Tuturan ekpresif ini dilakuan ketika awal pembelajaran dimulai dan kelompok yang akan persentasi belum memiliki kesiapan. Tuturan Dosen termasuk tuturan ekspresif mengeluh karena Dosen ingin mengungkapkan rasa kecewa yang disebabkan Mahasiswa tidak memiliki kesiapan dalam



melakukan persentasi dan tidak sesuai dengan harapan. Tuturan bermaksud untuk menegaskan kepada mahasiswa bahwa dosen kecewa dan mencoba mengeluh kepada siswa dengan cara sedikit menyindir.



5.



Judul artikel Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



Fungsi Pragmatis Implikatur Percakapan Wacana Humor Berbahasa Jawa pada Rubrik Thengil di Majalah Ancas Seloka: Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Imaniah Kusuma Rahayu1 dan Rustono2 2017 138



Isi Atikel Penggunaan implikatur percakapan di dalam wacana humor pada majalah Ancas akan menimbulkan kelucuan, kegelian, atau tertawa bagi mitratutur (Mt) yang dapat menangkap maksud yang disampaikan dalam wacana humor tersebut. Apabila mitratutur (Mt) tidak dapat menangkap maksud wacana humor yang mengandung implikatur percakapan, dapat dipastikan orang tersebut tidak akan merasa lucu, geli, atau tertawa, bahkan bisa marah dalam menanggapi wacana tersebut. Dengan demikian, ada kendala dalam penyampaian maksud yang sebenarnya. Seringkali mitra tutur mengalami kesalahpahaman dalam berinteraksi atau bahkan kegagalan berkomunikasi hanya karena kurang menguasai implikatur percakapan dengan baik. Implikatur percakapan itu adalah proposisi atau "pernyataan" implikatif, yaitu apa yang mungkin diartikan, disiratkan atau dimaksudkan oleh penutur, yang berbeda dari apa yang sebenarnya dikatakan oleh penutur di dalam suatu percakapan (Grice, 1975). Implikatur percakapan terjadi karena adanya kenyataan bahwa sebuah ujaran yang mempunyai implikasi berupa proposisi yang sebenarnya bukan bagian dari tuturan itu. Implikatur percakapan diturunkan dari asas umum percakapan ditambah sejumlah petuah yang biasanya dipatuhi para penutur (Brown & Yule, 1996). Implikatur dalam suatu wacana juga pernah diteliti oleh Wijana (2001). Penelitian tersebut berjudul Implikatur Wacana Pojok. Wijana (2001) meneliti implikatur yang terdapat dalam wacana pojok dalam harian Kedaulatan Rakyat yang terbit pada Januari s.d. Oktober 2001 dan aneka tindak tutur yang dipergunakan untuk menyampaikannya. Hasil penelitian adalah terdapatnya aneka tuturan yang dipakai dalam pengungkapan implikatur wacana pojok di harian Kedaulatan Rakyat. Aneka tuturan tersebut adalah tindak tutur langsung, tindak tutur tidak langsung, dan tindak tutur literal. Implikatur terjadi karena ada pelanggaran prinsip percakapan. Prinsip percakapan merupakan prinsip



yang mengatur proses percakapan agar berlangsung lancar dan santun. Percakapan bisa berlangsung dengan baik ketika terjadi koherensi atau kerja sama yang baik dalam proses percakapan. Prinsip tersebut dikenal dengan prinsip kerja sama. Prinsip kerja sama sebagai kaidah percakapan dimaksudkan sebagai upaya membimbing pemakai bahasa agar dapat menggunakan bahasa secara efektif dan efisien di dalam melakukan percakapan. Grice (dalam Rustono, 1999) menyertakan prinsip empat bidal dasar percakapan sebagai tuntunan ke arah kerja sama efektif dalam penggunaan bahasa, atau yang lebih dikenal dengan prinsip kerja sama yaitu (1) bidal kuantitas (2) bidal kualitas (3) bidal relevansi (4) bidal cara. Penelitian Alduais (2012) membuktikan bahwa teori percakapan Grice bisa digunakan universal dan dapat diterapkan untuk semua bahasa dari dunia. Implikatur yang ditemukan ternyata dapat berfungsi sebagai penunjang humor. hal tersebut diperkuat oleh penelitian Rustono (1998). Hasil penelitian Rustono (1998) adalah bagaimana implikatur dapat berfungsi sebagai penunjang pengungkapan humor. Adapun tujuan penelitian ini adalah memaparkan fungsi pragmatis implikatur yang terdapat dalam humor berbahasa Jawa pada rubrik Thengil di majalah Ancas. Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa penelitian yang berjudul "Fungsi pragmatis Implikatur Percakapan Wacana Humor Berbahasa Jawa pada Rubrik Thengil di Majalah Ancas" belumpernah dilakukan. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi berbagai penelitian yang sudah ada sebelumnya. Masalah yang diungkap dalam penelitian ini adalah fungsi pragmatis implikatur yang terdapat pada rubrik Thengil di majalah Ancas. Secara teroretis, penelitian ini diharapkan dapat berkontribusi untuk kelimuan, terutama dalam bidang kajian pragmatik terutama implikatur. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan tambahan ilmu pelajaran mengenai implikatur Temuan Hasil dalam Artikel Fungsi Pragmatis Implikatur Percakapan dalam Wacana Humor Berbahasa Jawa Rubrik Thengil pada Majalah Ancas Fungsi pragmatis tersirat yang diacu oleh maksud tuturan di dalam pemakainnya untuk berkomunikasi antarpenutur di dalam suatu percakapan merupakan wujud implikatur percakapan (Rustono, 2000). Keseluruhan fungsi pragmatis sebagai jabaran dari hasil taksonomi Searle (1969) atas jenis tindak tutur dapat dikategorisasi ke dalam lima kategori, yaitu (1) menyatakan, melaporkan, menunjukkan, menyebutkan; (2) menyuruh, memohon, menuntut, menyarankan, menantang; (3) memuji, mengucapkan terima kasih, mengritik, mengeluh; (4) berjanji, bersumpah, mengancam; dan (5) memutuskan, membatalkan, melarang, mengizinkan, memberikan maaf. Kelima kategori itu ditambah fungsi pragmatis lain yang dapat ditemukan sebagai akibat pelanggaran prinsip percakapan dapat menjadi implikatur percakapan jika kehadirannya tersirat di dalam suatu percakapan. Implikatur yang terdapat pada wacana humor berbahasa Jawa rubrik Thengil di majalah Ancas meliputi implikatur (1) menyatakan, melaporkan, menunjukkan, dan menyebutkan, (2) menyuruh, dan menantang, (3) mengucapkan terima kasih, mengritik, dan mengeluh, (4) berjanji, (5) memutuskan dan melarang. Berikut penjelasan masing-masing implikatur. Menyatakan, Melaporkan, Menunjukkan, dan Menyebutkan



Dalam implikatur percakapan, maksud tuturan itu tidak diungkapkan secara berharga. Bila ada buku PR dicopet itu eksplisit namun diekspresikan secara sesuatu yang jarang terjadi. Tuturan Saino implisit. Ungkapan implisit yang mengenai buku PR yang dicopet hanya mencakupi menyatakan, melaporkan, alasan karea ia belum mengerjakan PR. Menunjukkan, dan menyebutkan itu. Tuturan tersebut tentu akan menimbulkan terealisasi di dalam tuturan yang gelak tawa pada pembaca. dinyatakan secara eksplisit dengan fungsi pragmatis tertentu. (1) Konteks : Semua murid sudah masuk kelas. Tibatiba Saino masuk begitu saja karena terlambat. Karena belum mengerjakan PR, Saino mengaku kecopetan tas. Guru : Terus apa sing dicopet No? “Lalu apa yang dicopet No?” Saino : Buku Pre nyong Pak. “Buku PR saya Pak.” Implikatur percakapan yang terdapat dalam penggalan wacana (1) tepatnya pada tuturan Saino adalah Saino belum mengerjakan PR. Tuturan Saino tersebut memiliki fungsi pragmatis menyatakan bahwa ia belum mengerjakan PR pernyataan Saino tersebut berfungsi sebagai penunjang humor. Alasannya adalah bahwa menyatakan tidak mengerjakan PR yang tersirat dengan mengatakan bahwa ia kecopetan itu berlebihan hanya karena tidak mengerjakan PR. Biasanya barang-barang yang dicopet adalah barangbarang (2) Konteks : Presiden Jokowi blusukan ke Purwokerto. Beliau ingin mengemudikan mobilnya sendiri sehingga sopir duduk di belakang. Di perempatan Wangon, mobil diberhentikan oleh polisi lalu lintas bernama Darwin. Darwin memerintahkan mobil untuk kembali jalan ketika tahu bahwa yang mengemudikan adalah Presiden. Darwin kemudian menelpon komandannya. Darwin : Sanes ndan, kayane lewih dhuwur maning. “Bukan ndan, sepertinya lebih tinggi lagi.” Komandan : Ko dadi pulisi sing mandan pinter sih ngapa. Lapor sing jelas! “Kamu jadi Polisi yang agak pintar sih kenapa. Lapor yang jelas!” Darwin : Ngapunten komandan, kula mboten ngerti ning sing jelas langkung dhuwur tenimbang presiden, soale sing nyupiri bae Presiden Jokowi. “Maaf komandan, saya tidak tahu, tetapi yang jelas lebih tinggi dari Presiden, soalnya yang mengendarai mobil saja Presiden Jokowi”. Implikatur yang dikandung oleh tuturan Darwin akibat melanggar prinsip kerja sama bidal cara di dalam penggalan wacana (2) yaitu melaporkan bahwa mobil yang dikemudikan oleh Presiden Jokowi membawa pejabat yang lebih tinggi dari presiden. Laporan tersebut dilakukan oleh Darwin kepada komandan. Fungsi pragmatis dari implikatur tersebut adalah melaporkan. (3) Konteks : Guplo tidak naik kelas. Orang tua Guplo tidak terima kalau anaknya tidak naik kelas sehingga orang tua Guplo mendatangi gurunya. Terjadilah perdebatan antara orang tua guplo dan sang guru. Pak Guru kemudian berkunjung ke rumah Guplo untuk mengetes Guplo kembali. Pak guru : Jajal inyong tek takon : sapa sing tanda tangan teks Proklamasi? “Coba saya akan bertanya : siapa yang menandatangani teks Proklamasi?” Guplo : Waduh, ampun kados niku. Yakin, sumpah sing tanda tangan seng kula Pak guru? “Waduh, jangan begitu. Yakin sumpah yang tanda tangan bukan saya Pak Guru” Dilihat dari jenis tuturannya, tuturan



Guplo "Yakin, sumpah sing tanda tangan seng kula Pak guru?" mengandung implikatur protes. Guplo menentang, menyangkal apa yang dituduhkan Pak Guru bahwa bukan ia yang menandatangani teks proklamasi. Tuturan itu memiliki memiliki fungsi pragmatis menunjukkan. Pernyataan implikatif Guplo tersebut menunjang kelucuan. Alasannya adalah tanpa bersumpahpun Pak Guru, mitra tuturnya tahu bahwa yang menandatangani teks proklamasi bukanlah Guplo. Semua orang yang mengerti sejarah Bangsa Indonesia pasti tahu bahwa yang bertanda tangan di naskah Proklamasi adalah Soekarno-Hatta atas nama Bangsa Indonesia. Pak Guru hanya bermaksud mengetes Guplo agar Guplo bisa naik kelas tetapi ternyata jawaban Guplo tidak sesuai dengan yang diharapkan. (4) Konteks : Seorang wartawan bermaksud menanyakan motif suatu pembunuhan kepada seorang polisi. Polisi tersebut malah menjawab motif celana dalam yang dikenakan oleh korban. Wartawan : Ohhh...kira-kira motife apa ya Pak? “Ohh kira-kira motifnya apa ya Pak?” Polisi : Motife kembang-kembang njutan ana renda-rendane!” “Motife kembangkembang ada rendarendanya.” Tuturan Polisi dalam penggalan wacana (4) itu mengandung implikatur percakapan kalau Polisi belum mengetahui motif pembunuhan tersebut. Implikatur percakapan tersebut memiliki fungsi pragmatis menyebutkan. Hal ini dikarenakan polisi belum mengetahui motif sebenarnya, sehingga untuk mengetahui ketidaktahuan Polisi akan motif pembunuhan maka Polisi menjawabnya dengan menyebutkan motif celana dalam yang dikenakan korban. Fungsi pragmatis menyebutkan tersebut tentu saja menunjang kelucuan sehingga menimbulkan gelak tawa pembaca. Bagi seorang polisi, mustahil untuk langsung mengetahui motif yang dugunakan ketika terjadi pembunuhan. Untuk mengetahui suatu motif pembunuhan diperlukan suatu penyelidikan dan membutuhkan waktu. Untuk mengalihkan kalau Polisi belum mengetahui motif pembunuhan, Polisi menjawabnya dengan mengatakan motif celana dalam yang dikenakan oleh korban. Menyuruh dan Menantang Tuturan dapat mengandung implikatur percakapan menyuruh dan menantang yang berupa fungsi pragmatis tersirat yang diacu oleh suatu tuturan di dalam percakapan dengan maksud menyuruh dan menantang mitra tuturnya (Rustono, 2000). Sebagai implikatur percakapan, tindakan-tindakan itu tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi diekspresi secara implisit di dalam tindakan tindakan yang dinyatakn secara eksplisit dengan fungsi pragmatis tertentu. (5) Konteks : seorang pengemis meminta sedekah kepada seseorang. Karena orang tersebut sedang sibuk, maka ia memberi kode kepada pengemis agar meninggalkannya tetapi sang pengemis tidak mau pergi malah memaksa orang tersebut agar tetap memberi. Pengemis : Nyuwun sodakoh pak..serilane. Minta sedekah Pak, serelanya. Pemilik rumah : Sanese mawon, agi ketanggungan. “Yang lainnya saja.” Pengemis : Mpun kesampak, kantun ngriki sing dereng. Sudah semua, tinggal sini yang belum. Tuturan pemilik rumah dalam penggalan wacana (5) itu mengandung implikatur bahwa pengemis tidak mau pergi dan tetap menunggu pemilik rumah untuk memberinya uang. Implikatur tersebut memiliki fungsi pragmatis yaitu menyuruh pemilik rumah untuk tetap memberinya sedekah. Adanya implikatur menyuruh itu justru menyebabkan tuturan pengemis itu menunjang kelucuan. Implikatur itu berfungsi sebagai penunjang humor



karena mengejutkan pemilik rumah, mitra tuturnya, untuk tetap memberinya sedekah dengan tetap berada di situ. Harapan pemilik rumah dengan tuturan seperti itu adalah agar pemgemis segera pergi dari rumahnya. Akan tetapi jawaban yang diperoleh pemilik rumah justru perintah agar dirinya tetap memberi sedekah kepada pengemis bukan kepergian pengemis. (6) Konteks : Seorang pengemis meminta sedekah kepada seseorang. Karena orang tersebut sedang sibuk, maka ia memberi kode kepada pengemis agar meninggalkan-nya tetapi sang pengemis tidak mau pergi malah memaksa orang tersebut agar tetap memberi. Pemilik rumah : Inyong lagi ora nana dhuwit receh.. “Saya sedang tidak ada uang receh.” Tukang ngemis : Mriki tek jujuli, bapake ajeng maring pinten? “Sini saya beri kembalian, Bapakmau memberi berapa?” Tuturan Pengemis dalam penggalan wacana (6) itu mengandung implikatur yaitu menantang pemilik rumah untuk tetap memberinya sedekah. Implikatur itu berfungsi menunjang kelucuan tuturan pengemis di dalam penggalan wacana itu karena mengejutkan mitra tuturnya. Hal itu terjadi karena pengemis menantang pemilik rumah yang tidak mempunyai uang receh agar tetap memberinya sedekah walaupun ia harus memberi kembalian kepada pemilik rumah. Pengemis, seorang yang dianggap tidak memiliki uang justru akan memberi kembalian kepada orang yang akan memberikan sedekah kepadanya semakin menguatkan tuturan yang berimplikatur menantang itu. Mengritik dan Mengeluh Implikatur percakapan mengritik, dan mengeluh adalah fungsi pragmatis tersirat yang diacu oleh suatu tuturan denga maksud mengritik, dan mengeluh (Rustono, 2000). Sebagai implikatur percakapan, tindakan-tindakan itu tidak dinyatakan secara eksplisit, tetapi diekspresi secara implisit. Berikut ini hasil analisis wacana humor berbahasa Jawa rubrik Thengil di majalah Ancas yang mengandung implikatur ekspresifdengan fungsi pragmatis mengritik, dan mengeluh. (7) Konteks : Ratim membeli rempeyek di warung. Saat membeli, Ratim menggoda sang penjual dengan mengatakan kalau rempeyeknya kadaluwarsa. Ratim : Pirahan regane, Yung? “Beraan harganya Bu?” Bakule : Rongewu telu. “Dua ribu tiga.” Ratim : Rempeyek kadaluarsa ya? Deneng murah temen regane? “Rempeyek kadaluarsa ya ? Kok murah sekali harganya?” Tuturan Ratim di dalam penggalan wacana (7), "Rempeyek kadaluarsa ya? Deneng murah temen regane?" mengandung implikatur percakapan yaitu mengritik sang penjual karena harga rempeyek yang dijual terlalu murah. Alasannya di tahun 2015 ini yang semua serba mahal, masih ada rempeyek yang dijual dengan harga murah, yaitu 2000 rupiah dapat tiga bungkus. Implikatur mengritik itu telah menunjang kelucuan tuturan Ratim itu karena menyinggung perasaan penjual, mitra tuturnya. Ratim hanya bermaksud menggoda penjual dengan tuturan tersebut. (8) Konteks : Paimin yang mendengar bahwa Guplo akan melangsungkan pernikahan, menanyakan kebenarannya kepada Guplo tetapi Guplo menyangkalnya. Guplo menyangkalnya karena berbeda pendapat dengan calon istrinya. Guplo : Beda keyakinan. “Berbeda keyakinan.” Paimin: Beda keyakinan sing kepriwe maksude? “Berbeda keyakinan yang bagaimana yang dimaksud?”



Guplo : Inyong yakin banget lamona inyong kuwe gagah, ning calon bojone inyong ora yakin angger inyong kuwe gagah. Ya kepriwe maning. Anane kaya kuwe. “Saya yakin sekali kalau saya itu gagah, tetapi calon istri saya tidak yakin kalau saya itu gagah. Ya mau bagaimana lagi. Seperti itu adanya.” Tuturan Guplo dalam penggalan wacana (8) itu mengandung implikatur yaitu mengeluh karena calon istrinya berbeda pendapat mengenai tampilan fisik tentang dirinya. Implikatur mengeluh tersebut berfungsi sebagi penunjang humor. Alasannya adalah bahwa tindakan mengeluh secara tersirat itu membuat Paimin, mitra tuturnya salah paham, karena Paimin mengira beda keyakinan yang dimaksud adalah tentang beda agama, ternyata yang dimaksud Guplo adalah tentang tampilan fisik. Berjanji Di dalam suatu peristiwa tutur percakapan, tuturan dapat mengandung implikatur percakapan berjanji, bersumpah, dan mengancam yang berupa fungsi pragmatis tersirat yang diacu oleh suatu tuturan dengan maksud berjanji, bersumpah, dan mengancam (Rustono, 2000). Sebagai implikatur percakapan, tindakan itu tidak dinyatakan secara eksplisit tetapi diekspresi secara implisit dalam sejumlah tuturan dengan fungsi pragmatis tertentu. Implikatur percakapan berjanji terdapat dalam penggalan wacanahumor berikut. (9) Konteks : Ibu-ibu hamil yang akan memeriksakan perutnya membicarakan nama yang akan diberikan kepada calon bayinya kelak. Komariah tidak setuju karena gabungan nama dia dan suaminya tidak bagus. Komariah : Angger inyong tah ora njukut jenenge inyong karo jenenge bojo. Melas anake inyong mengko. “Kalau saya tidak akan mengambil nama saya dengan suami saya. kasihan anak saya nantinya.” Tinah : Kenang apa sih? “Kenapa?” Komariah : Lha bojone inyong jenenge Basuki, inyong jenenge Komariah. Apa enggane anake inyong kon dejenengi baskom? Lha suami saya namanya Basuki, saya Komariah. Masa nanti anak saya diberi nama baskom?” Tuturan Tinah " "Angger inyong tah ora njukut jenenge inyong karo jenenge bojo. Melas anake inyong mengko" di dalam penggalan wacana (9) itu mengandung implikatur bahwa ia tidak sependapat dengan teman-temannya mengenai cara pemberian nama anak. Fungsi pragmatis implikatur tersebut adalah berjanji jika nanti anaknya lahir, Komariah tidak akan memberikan nama singkatan dirinya dan suaminya kepada anaknya. Pernyataan implikatif Komariah yang timbul akibat pelanggaran prinsip kerja sama bidal cara itu dimaksudkan sebagai janji yang akan dipenuhi jika nanti anaknya lahir. Baskom merupakan suatu tempat untuk menampung air. Bagi Komariah, tidak mungkin memberi nama anaknya Baskom karena akan menjadi bahan tertawaan teman-temannya kelak. Memutuskan dan Melarang Implikatur percakapan memutuskan dan melarang adalah implikasi pragmatis tersirat yang diacu oleh suatu tuturan dengan maksud memutuskan dan melarang, (Rustono, 2000). Sebagai implikatur percakapan, tindakan itu tidak dituturkan, tetapi dinyatakan secara implisit di dalam tindakan yang dinyatakan secara eksplisit dengan fungsi pragmatis tertentu. Berikut temuan implikatur dengan fungsi pragmatis memutuskan. (10) Konteks : Suatu hari di sebuah stadion, terdapat sebuah kontes, yaitu kontes banyakbanyakan anak. Peserta kontes sejumlah empat orang dengan jumlah saksi kurang lebih 100 anak.



Kontestan III : Inyong anake 50. Jajal sapa sing bisa nandingi? “Anak saya 50. Coba siapa yang bisa menandingi?” Kontestan I & II : Wis kang, ko nyerah bae.. kue sing nomer 3 anake wis seket. “Sudah kang, kamu menyerah saja, itu yang nomor 3 anaknya sudah lima puluh.” Kontestan I & II : Wis kang, ko nyerah bae.. kue sing nomer 3 anake wis seket. “Sudah Bang, kamu menyerah saja, itu yang nomor 3 anaknya sudah lima puluh.” Kontestan III : Belih jorna kon ngomong. Lah anakmu pira? “Sudah biarkan saja, Lah anakmu berapa?” Kontestan IV maju njuran tangan tengene ngacung maring nduwur ijig-ijig neng stadion sing nonton pada ngadeg njuran keprok karo nyawa: Bapak-bapak!" ujare sing nonton rame pisan. “Kontestan IV maju kemudian tangan kanannya diangkat ke atas, tiba-tiba seluruh penonton stadion berteriak bapak-bapak.” Sikap Kontestan IV dalam penggalan wacana (10) tersebut mengandung implikatur bahwa ia tidak akan mundur dari kontes tersebut. Implikatur berwujudmemutuskan untuk tetap mengikuti kontes yang tedapat dalam penggalan tersebut tersebut berfungsi sebagai penunjang humor. Alasannya adalah tindakankontestan IV memutuskan secara tersirat ternyata membuahkan hasil. Kontestan IV membuat kejutan dengan banyaknya teriakan Bapak dari seluruh saksi yang ternyata adalah anak kontestan IV. Implikatur percakapan melarang terdapat dalam penggalan wacana berikut. (11) Konteks : Guplo meminta kepada orang tuanya untuk menikahkannya dengan pacarnya. Orang tua Guplo menolak dengan alasan Guplo tidak lulus kuliah bahkan do dan belum mempunyai pekerjaan juga. Guplo : Yung, inyong kuliah wis de-DO. Inyong tek mbojo bae ya. “Bu, saya kuliah sudah dikeluarkan. Saya mau nikah saja ya.” Biyunge : Ko ngomong apa? Bocah utek gethuk, kuliah bae de-DO, malah siki njaluk mbojo. Apa enggane bojone arep de empani rendheng? “Kamu bilang apa? Bocah berotak gethuk, kuliah saja dikeluarkan, malah sekarang minta menikah. Apa anak istrimu mau diberi makan rendheng?” Implikatur yang dikandung oleh tuturan Ibu di dalam penggalan wacana (11) yaitu melarang Guplo, anaknya untuk menikah sebelum sukses. Pernyataan implikatif Ibu itu dimaksudkan sebagai larangan kepada Guplo, mitra tuturnya di dalam lakon humor itu, agar tidak meminta menikah sebelum mempunyai pekerjaan. Implikatur melarang berfungsi sebagai penunjang humor karena sebagai orang tua pasti menginginkan sang anak sukses terlebih dahulu baru mengizinkan untuk menikah.



6.



Judul artikel Nama Jurnal Penulis



ANALISIS TINDAK TUTUR BAHASA NIAS SEBUAH KAJIAN PRAGMATIK Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran Iin Alviah



Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



2020 208



Isi Artikel Pragmatik adalah kajian tentang penggunaan bahasa sesungguhnya. Pragmatik mencakup bahasan tentang deiksis, praanggapan, tindak tutur, dan implikatur percakapan. Dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu melakukan interaksi atau hubungan dengan sesamanya adalah bahasa. Bahasa dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti keduanya berhubungan erat. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting bagi manusia karena dengan bahasa manusia dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran atau gagasannya (Zagoto, 2020; Sarumaha, 2018). Bahasa Nias pada hakikatnya merupakan alat komunikasi untuk menyampaikan sesuatu secara verbal kepada lawan bicara. Bahasa Nias hingga sekarang masih dalam tanda kutip asal-usulnya, banyak para arkeologi menjelaskan bahwa bahasa ini merupakan salah satu bahasa di dunia yang masih belum diketahui persis dari mana asalnya. Cara bertutur orang Nias pada umumnya cukup unik. Vokal suara keras dan lepas dengan bunyi-bunyi bahasa yang sulit disimak oleh orang luar. Iramanya cepat. Dan tidak memiliki konsonan akhir dalam bahasa tutur sehari-hari. Bahasa Nias ini dapat dikategorikan sebagai bahasa yang unik karena merupakan satu-satunya bahasa di dunia yang setiap akhiran katanya berakhiran huruf vokal. Bahasa Nias mengenal enam huruf vokal, yaitu A, E, I, U, O dan ditambah dengan Ö. Seseorang akan melakukan tindakan meminta dengan berbagai cara tergantung dari situasi dan kondisi penutur. Jika penutur dalam situsi emosi marah akan berujar semaunya dan tidak perduli orang yang dihadapannya berkata apa. Sebaliknya jika penutur berada dalam situasi santai akan berujar dengan sopan dan menyenangkan sehingga orang yang diajak berbicara senang. Fungsi bahasa secara praktis adalah sebagai alat komunikasi yang digunakan untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri. Fungsi bahasa dalam hal ini tidak dapat dipisahkan dari konteks situasi dan konteks budaya yang melatarbelakangi bahasa itu. Bahasa juga digunakan untuk mengungkapkan banyak hal menyangkut



penutur dan petutur, seperti informatif-naratif refresentasional, diri sendiri, memengaruhi orang lain, dan imajinatif atau estetis. Fungsi bahasa dalam arti pemakaian atau penggunaan bahasa oleh penuturnya merupakan suatu peristiwa sosial (Ferdiansyah, 2020; Bawamenewi, 2019; Masril, 2020). Pulau Nias yang semasa prabencana hampir tidak pernah muncul di „radar‟ pembangunan, terkenal karena pemandangan alamnya yang masih asli, pantai berselancarnya yang terpencil, dan lingkungannya yang bernuansa pedesaan. Pulau Nias selayaknya serumpun dalam berbahasa yang tidak memiliki konsonan pada setiap akhir kata melalui tuturan, namun di sisi lain Kota Telukdalam Kabupaten Nias khususnya memiliki keunikan tersendiri dalam berkomunikasi yang jauh berbeda dari empat kabupaten dan kota Gunungsitoli di Pulau Nias. Salah satu contohnya „Haega gömöi‟, „mau kemana‟ namun hal ini tidak terlepas dari hukum bahasa Nias. Dengan keadaan seperti tindak tutur berkomunikasi menjadi problema dalam kajian pragmatik. Sebagai alat komunikasi yang paling vital, bahasa, ketika digunakan, dapat dijadikan media yang efektif bagi para partisipan untuk saling memperkenalkan dan menafsirkan keunikan budayanya masing-masing (Azman, 2020; Fajra, 2020). Studi perbedaan-perbedaan harapan berdasarkan skemata budaya merupakan bagian dari ruang lingkup yang luas yang umumnya dikenal sebagai pragmatik lintas budaya. Untuk melihat bagaimana cara penutur menyusun makna berdasar budaya yang berbeda sesungguhnya memerlukan penilaian kembali secara lengkap dari segala sesuatu yang sebenarnya sudah kita pertimbangkan sampai disini dalam survey ini. Konsep-konsep terminologi itu mungkin memberikan suatu kerangka anilitik dasar, tetapi realisasi dari konsep-konsep itu mungkin berbeda secara substansial dengan contoh bahasa inggris yang diberikan di sini. Dengan keadaan tersebut pesatnya era globalisasi adat dan budaya Nias pun punah drastis tanpa peduli lagi. Padahal, pada hakikatnya budaya Nias khususnya bahasa daerah Nias sangat unik dengan yang lain. Namun, sangat disayangkan zaman sekarang semakin terpuruk dengan masuknya budaya Barat seakan dikelabui keegoisan seseorang. Karena letak geografisnya yang terletak diantara budaya dan bahasa yang berbeda. Sehingga dalam pemakaian bahasa kehidupan sehari harinya sering menggunakan bahasa bercampur aduk tidak bisa dihindari walaupun merupakan dari pengaplikasian salahsatu fungsi bahasa sendiri yaitu bahasa sebagai alat komunikasi.



Oleh karena itu penulis akan meneliti tindak tutur sebagai kajain pragmatik yang tercipta dari orang orang Nias. Tindak tutur (speech action) merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis, pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus (sulit) atau untuk memahami alam gnre (jenis) sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filosof melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, status pernyataan etis, sedangkan linguis (ahli bahasa) melihat gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat (sintaksis), semantic, pemelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Di dalam linguistic pragmatic tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus. (Setiawan, 2005; Zagoto, 2019). Tindak tutur atau “ pertuturan “ / “ speech act , speech event “ (istilah krida laksana) adalah pengujaran kalimat untuk menyatakan agar suatu maksud dari pembicara dapat diketahui oleh pendengar (Kridalaksana, 1984: 154). Semua interaksi lingual terdapat tindak tutur (Searle dalam Aslinda 2010: 33). Interaksi lingual bukan hanya lambang, kata atau kaliamat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur. Menurut Aslinda (2010: 34), Ada empat faktor yang menentukan tindak tutur diantaranya, adalah sebagai berikut: a. Dengan bahasa apa dia harus bertutur, b. Kepada siapa dia harus menyampaikan tuturan, c. Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan d. Kemungkinan-kemungkinan struktur manakah yang ada dalam bahasa yang digunakan. Dikatakan, Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindak tutur yang dikatakan adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Tindak tutur dapat berupa pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Dengan demikian, satu maksud tuturan perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemungkinan struktur yang ada



dalam bahasa itu. Menurut Chaer (2010: 61-72) Variasi atau ragam bahasa merupakan bahasan pokok dalam studi sosiolinguistik, sehingga Kridalaksana (1974) mendefinisikan sosiolinguistik sebagai cabang linguistik yang berusaha menjelaskan ciri-ciri variasi bahasa dan menetapkan korelasi ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri variasi bahasa tersebut dengan ciri-ciri sosial kemasyarakatan. a. Variasi bahasa b. Variasi dari Segi Penutur c. Variasi dari Segi Pemakaian d. Variasi dari Segi Keformalan e. Variasi dan Segi Sarana Tindak tutur merupakan gejala individual yang bersifat psikologis, dan keberlangsungannya ditentukan oleh kemampuan bahasa si penutur dalam meghadapi situasi tertentu. Dalam peristiwa tutur lebih dilihat tujuan peristiwanya, tetapi dalam tindak tutur lebihmemperhatikan makna atau arti tindakan dalam tuturannya. Tindak Tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang biasanya diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. Tindak ilokusi ini biasanya berkenaan dengan pemberian izin, mengucapkan terima kasih, menyuruh menawarkan, dan menjanjikan. Tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang berkenaan dengan adanya ucapan orang lain sehubungan dengan sikap dan perilaku non linguistik dari orang lain itu. Makna lokusi adalah makna harfiah atau makna secara stuktur tanpa diembeli pemahaman subjektif dari sudut penutur atau pendengar. Makna ilokusi adalah makna yang dipahami pendengar dari tuturan yang diujarkan penutur. Makna perlokusi adalah makna yang dimaksud penutur kepada pendengar. Contoh ketiga makna tersebut ada dalam percakapan berikut yang diambil dari Chaer (2009: 78). Seorang laki-laki tua bertanya kepada pelayan toko peti mati. “Berapa harga peti mati penuh ukiran ini?” “Dua juta, tuan.” Jawab si pelayan toko. “Wah, mahal amat.” Sahut laki-laki tua itu dengan kaget. “Tapi, tuan.” Kata pelayan toko itu menjelaskan, “Kami jamin kalau tuan sudah masuk ke dalamnya, tuan pasti tidak ingin keluar lagi!” Temuan Hasil dalam Artikel Data-data yang diperoleh dan dibahas merupakan tindak tutur yang terdapat dalam



kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo. Jenis tindak tutur yang ditemukan dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo meliputi tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi. Dilihat dari jenis lokusi terdapat bentuk berita, tanya dan perintah. Lokusi bentuk mendominasi dalam kegiatan diskusi di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo , selanjutnya bentuk tanya dan perintah. Dilihat dari tindak tutur ilokusi, ditemukan tindak ilokusi asertif, direktif, ekpresif, komisif dan deklaratif. Bentuk tindak tutur ilokusi asertif paling banyak muncul dalam penelitian ini, kemudian disusul direktif, ekpresif, deklaratif dan terakhir komisif. Dilihat dari tindak tutur perlokusi dalam penelitian ini, ditemukan perlokusi membuat mitra tutur melakukan sesuatu, terbujuk, tertarik, kesal, maklum, senang, dan mengurangi ketegangan. Berdasarkan cara penyampaiannya, ditemukan jenis tindak tutur langsung dan tidak langsung. Tindak tutur langsung lebih mendominasi dalam penelitian ini. Berdasarkan makna kata-kata yang menyusun ditemukan tindak tutur literal dan tidak literal. Jenis tindak tutur literal lebih banyak muncul dibandingkan dengan tindak tutur tidak literal. Dilihat dari interseksi tindak tutur langsung, tidak langsung, literal dan tidak literal dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo, ditemukan tindak tutur langsung literal, langsung tidak literal, tindak tutur tidak langsung literal dan tindak tutur tidak langsung tidak literal. Interseksi tindak tutur langsung literal lebih mendominasi dibandingkan dengan interseksi tindak tutur yang lain dalam penelitian ini. Untuk lebih jelasnya, interseksi tindak tutur langsung, tidak langsung, literal, tidak literal dapat dilihat pada tabel 5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo, ditemukan fungsi tindak tutur menginformasikan, bertanya, memerintah, menyatakan, menyebutkan, menunjukkan, mengakui, menuntut, mempertahankan, menyanggah, meminta, menyarankan, mengeluh, menyindir, mengucapkan maaf, mengucapkan terima kasih, mengucapkan salam, mengkritik, memuji, mengizinkan, melarang, menawarkan, membatalkan, melakukan sesuatu, mengurangi ketegangan, membuat senang, membuat terbujuk, membuat tertarik, membuat maklum, dan membuat kesal. Dalam penelitian tindak tutur dalam diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri



NO. 078467 Buhawa Hilimbowo berdasarkan tujuan tindak dari pandangan penutur ditemukan tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi. Berdasarkan bentuk penyampaiannya ditemukan tindak tutur langsung dan tidak langsung. Selain itu, berdasarkan pengungkapan makna ditemukan tindak tutur literal dan tidak literal. Tindak tutur tersebut dibagi dalam beberapa jenis dengan masing-masing fungsi. Berikut jenis tindak tutur dengan masing-masing fungsi dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo. Jenis dan fungsi tindak tutur dalam kegiatan diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo akan dijabarkan pada bagian ini. Berikut penjabaran jenis dan tindak tutur tersebut. a. Tindak Tutur Lokusi Tindak tutur lokusi adalah tindak mengucapkan sesuatu yang tidak terkait dengan konteks. Jika melihat hasil penelitian dalam diskusi pada pembelajaran berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo. b. Tindak Tutur Ilokusi Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang selain untuk menyatakan sesuatu juga untuk melakukan sesuatu dan tindak tutur ilokusi sangat bergantung pada konteks. Berdasarkan penelitian Tindak Tutur dalam Diskusi pada Pembelajaran Berbicara di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo, ditemukan tindak ilokusi asertif, direktif, ekpresif, komisif dan deklaratif. c. Tindak Tutur Perlokusi Tindak tutur perlokusi adalah tuturan yang memiliki efek atau daya pengaruh yang ditimbulkan dari tuturan penutur terhadap mitra tutur. Berdasarkan penelitian yang dilakukan dalam diskusi pada pemebelajaran berbicara siswa di SD Negeri NO. 078467 Buhawa Hilimbowo.



7.



Judul artikel



Nama Jurnal Penulis



ANALISIS KESOPANAN TINDAK TUTUR DIREKTIF DALAM PEMBELAJARAN DARING KAJIAN: PRAGMATIK Jurnal Ilmiah Pend. Bahasa dan Sastra Indonesia Muhamad Alfin Alfiansyah1 , Wahya2 , Abu



Tahun Terbit



Sufyan3 2021



Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



68



Isi Artikel Dunia pendidikan menjadi fokus utama pada penelitian ini karena pada praktiknya pendidikan melibatkan interaksi antara guru dengan murid, pengajar dan yang diajar. Kegiatan belajamengajar sangat dibutuhkan tujuannya agar siswa dapat menyerap ilmu yang diberikan oleh guru. Umumnya, kegiatan tersebut dilakukan di dalam ruang kelas, namun sejak adanya pandemi virus (coronavirus disease 2019) Covid-19 menuntut para guru dan siswa untuk mengadakan kegiatan belajar mengajar di rumah dengan memanfaatkan metode pembelajaran dalam jaringan (daring) melalui sambungan internet. Hal tersebut untuk mengantisipasi penyebaran virus agar tidak semakin meluas. Metode belajar yang digunakan oleh guru dan siswa dalam pembelajaran daring sangat beragam di antaranya aplikasi Zoom, Google Meet, Google Classroom, pesan Whatsapp, video pembelajaran dan lain sebagainya. Penggunaan teknologi tersebut adalah upaya agar pembelajaran tetap berjalan di tengah situasi pandemi dan jarak yang saling berjauhan. Aplikasi Whatsapp umumnya digunakan untuk mengirim pesan teks (message), pesan suara (voice note), panggilan suara (voice call), dan panggilan video (video call) layanan tersebut memungkinkan adanya interaksi antar pengguna. Percakapan melalui aplikasi Whatsapp sendiri banyak dimanfaatkan oleh siswa saat pembelajaran daring, siswa memanfaatkan aplikasi tersebut untuk menanyakan tugas, mengirim bentuk visual tugas yang diberikan guru, dan berdiskusi di grup yang beranggotakan guru dan siswa-siswa kelas tersebut. Sumber data yang diamati dalam penelitian ini merupakan fungsi direktif yang digunakan pada saat percakapan guru dan siswa di SMP Negeri 1 Ibun Kabupaten Bandung. Mata pelajaran yang diajarkan adalah bahasa Sunda kelas 7. Fungsi tindak tutur direktif digunakan dalam penelitian ini pada saat guru dan siswa berinteraksi melalui jaringan internet. Data diperoleh dari tangkapan layar narasumber yang berprofesi sebagai guru mata pelajaran bahasa Sunda. Penggunaan bahasa yang sopan merupakan hal yang penting dalam dunia pendidikan karena bahasa yang lebih sopan tingkat tuturnya dinilai lebih berpendidikan. Hal tersebut berlaku pada tuturan direktif yang ditemukan dalam interaksi di ranah pendidikan yang berfokus pada percakapan antara guru dengan siswa. Dalam interaksi tersebut, terdapat hubungan sosial yang asimetri, yaitu tingkat superioritas seorang guru dan inferioritas seorang murid. Seorang guru dalam tingkatan tersebut mempunyai wewenang untuk memberikan nasihat, mengajak, memerintah, melarang, memberikan izin, dan memberikan pertanyaan kepada siswa. Fokus utama penelitian ini menitikberatkan pada penggunaan fungsi tuturan direktif serta strategi kesopanan yang digunakan oleh penutur dan mitra tutur. Manfaat teoretis penelitian ini untuk mengklasifikasikan secara rinci mengenai penggunaan fungsi tindak tutur direktif, serta perilaku tutur yang dianalisis menggunakan strategi kesopanan. Manfaat praktis penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku interaksi guru dengan siswa melalui metode daring sebagai salah satu media pembelajaran jarak jauh. Data disajikan dalam bentuk penggalan percakapan yang telah diklasifikasikan berdasarkan fungsi tuturan direktif.



Temuan Hasil dalam Artikel Tindak tutur direktif dengan strategi kesopanan merupakan dasar utama dalam menganalisis data. Data disajikan berdasarkan tuturan direktif yang digunakan saat interaksi antara guru dan murid. Percakapan berlangsung dalam sebuah aplikasi pengirim pesan Whatsapp. Penyajian data dapat diklasifikasikan berdasarkan penggunaan tindak tutur direktif dan strategi kesopanan dengan pemenuhan dan pelanggaran maksim sebagai berikut. 1. Analisis Data Analisis data disajikan dalam bentuk kategori fungsi tindak tutur direktif dan prinsip kesopanan. a. Fungsi Direktif Requestivies (meminta): (1) Siswa :Assalamualaikum bu hoyong nyuhunkeun tugas sundana soalna teu acan kenging videona ‘Assalamualaikum bu mau minta tugas sunda karena saya belum dapat videonya’ (2) Siswa : buru lila b(e)lajar teh ‘cepat, lama belajarnya’ Data (1) menunjukkan urutan teks percakapan antara murid dengan guru. Pada awal tuturan, murid mengucapkan salam dengan ucapan Assalamualaikum sebagai tindak ekspresif berupa fatis yang berfungsi untuk memulai percakapan dan sebagai penanda bahwa penutur merupakan pemeluk agama Islam, tujuan siswa menuturkan kalimat tersebut adalah untuk meminta tugas yang telah diberikan guru namun siswa tersebut belum mendapatkannya. Oleh karena itu, siswa tersebut meminta tugas kembali kepada guru. Konteks kalimat tersebut dikategorikan sebagai bentuk tindak tutur direktif requirement (meminta). Hal tersebut dibuktikan dengan adanya penanda kata kerja (v) nyuhunkeun ‘minta’ tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk meminta orang lain melakukan sesuatu. Kata nyuhunkeun merupakan kata turunan dari kata dasar suhun dengan awalan alomorf N- (nasal) sebagai penanda bentuk aktif (Djajasudarma, 2013, hlm. 56) dan akhiran -keun dalam morfologi bahasa Sunda kata tersebut merupakan makna kategorial imperatif (Djajasudarma, 2013, hlm. 81) Data (2) merupakan penggalan percakapan yang terdapat pada grup kelas 7 siswa meminta agar guru mempercepat waktu dimulainya pelajaran. Setelah beberapa menit, guru mengirimkan file berupa video pembelajaran materi bahasa Sunda yang telah disajikan untuk menunjang aktivitas belajar daring. Kalimat yang digunakan siswa dalam grup tersebut menggunakan kata buru berjenis kelas kata verba, diikuti kata lila ‘lama’ termasuk kelas kata adjektiva serta kata belajar teh ‘belajar’ verba dilengkapi partikel teh sebagai penegas. b. Fungsi Questions (bertanya untuk mendapatkan informasi) (3) Siswa : Saha nya admin na pang ngalebetke(u)n ka grup Sunda abi te(u) acan ngerjake(u)n tugas ‘siapa ya adminnya(?) tolong masukan ke grup Sunda saya belum mengerjakan tugas’ (4) Siswa : Aya tugas teu kamari soalna karek muka grup? ‘apakah kemarin ada tugas soalnya baru membuka grup?’ Struktur kalimat untuk data (3) merupakan bentuk kalimat interogatif, hal tersebut



dilatarbelakangi fungsi direktif questions yang meminta mitra tutur agar memberikan informasi melalui pertanyaan. Kalimat tersebut dikirim oleh siswa kepada guru untuk memberikan jawaban siapa yang menjadi admin di grup Whatsapp kelas. Kata bantu tanya saha ‘siapa’ merupakan penanda untuk direktif questions penanda tersebut berada di awal kalimat yang mempunyai pola kalimat interogatif, kata -nya sebagai penegas dan adminna merupakan objek. Kemudian terdapat kata turunan bentuk verba pang ngalebetkeun prefiks pang bergabung dengan verba ngalebetkeun ‘masukkan’ yang mempunyai bentuk dasar verba lebet ‘masuk’ + sufiks keun yang mempunyai peran membentuk verba imperatif. Data (4) mempunyai fungsi questions ‘pertanyaan’. Kalimat tersebut diklasifikasikan ke dalam tuturan direktif questions karena terdapat penanda kata yang menuntut jawaban dari mitra tutur yaitu jawaban ya atau tidak. c. Direktif Requirement (memerintah) (5) Guru: Perkenalkeun heula bageur upami nga WA ka guru téh ‘perkenalkan diri terlebih dahulu anak baik, kalau mau menghubungi guru melalui WA (whatsapp)’ (6) Guru: Ai ibu miwarangna kumaha? Sesuai perintah atuh. Ti awal ge ibu nyarios, tugasna di buku catatan. ‘Ibu memerintahkannya bagaimana? Harus sesuai perintah. Dari awal ibu sudah menyampaikan tugasnya di buku catatan.’ Data (5), guru memberikan kalimat direktif kepada siswa yang tidak menyebut identitasnya saat memulai percakapan dengan guru. Kalimat tersebut termasuk ke dalam bentuk tuturan direktif requirement atau perintah. Kalimat tersebut bertujuan agar siswa dapat dengan jelas memberitahukan siapa yang telah menghubungi. Keterangan pelaku diperlukan agar komunikasi tetap berlangsung antara siswa dengan guru. Struktur kalimat tersebut merupakan kalimat imperatif karena terdapat sufiks -keun pada awal kalimat perkenal-keun secara bahasa hal tersebut termasuk dalam campur kode karena diawali oleh prefiks perkenal+keun yang termasuk ke dalam bahasa Indonesia sementara sufiks -keun dalam bahasa Sunda memiliki makna perintah. Kata Bageur ‘baik’ merupakan fungsi ekspresif untuk mempertahankan kalimat. Upami merupakan bentuk kata hubungan syarat dengan kata selanjutnya yaitu nga-wa. Kata WA merupakan bentukabreviasi dari WhatsApp termasuk dalam kelas kata nomina yang menggunakan prefiks nga- yang bermakna aktif serta ‘ka guru teh’ merupakan frasa eksosentris. Kalimat tersebut mempunyai makna bersyarat apabila hendak menghubungi guru, harus memenuhi perintah dari guru yaitu memperkenalkan diri. Data (6) diawali dengan kalimat interogatif, namun kalimat tersebut tidak menuntut jawaban dari mitra tutur dan berfungsi sebagai pengingat kepada mitra tutur bahwa tugas tersebut sudah diingatkan. Pada kalimat sesuai perintah atuh yang berarti ‘sesuai perintah’ merupakan tuturan direktif requirement secara konteks kalimat tersebut merupakan penegasan bahwa siswa harus turut dengan yang diperintahkan sebelumnya. Penanda gramatikal untuk fungsi direktif requirement adalah sesuai perintah atuh. Kata ‘sesuai’ termasuk ke dalam kelas kata adjektiva yang memiliki makna sama. Kata perintah termasuk dalam kelas kata nomina yang memiliki arti perkataan yang digunakan untuk melakukan sesuatu. Diikuti partikel atuh sebagai penegas dalam bahasa Sunda kata atuh berfungsi sebagai kecap pangagét lamun kitu mah kalau begitu (Kamus Basa Sunda



R.A Danadibrata 2009, hlm. 39). d. Direktif Prohibitives (melarang) (7) Guru : tong kitu atuh nyariosna. Jiga sanes s(a)r(e)(n)g guru ‘jangan begitu bicaranya, seperti bukan dengan guru’ (8) Siswa : jangan gitu ga sopan ‘jangan begitu tidak sopan’ Data (7) merupakan direktif larangan. Direktif larangan dapat diketahui melalui penanda yang digunakan yaitu berupa kata yang bermakna sebagai sebuah anjuran. Penggunaan kata tong dalam bahasa Sunda mempunyai makna jangan, fungsi guru sebagai orang yang mempunyai wewenang untuk melarang muridnya melakukan sesuatu yang tidak layak diucapkan oleh murid. Data (8) merupakan reaksi seorang siswa kepada temannya yang ada dalam satu grup percakapan kelas 7. Pada percakapan sebelumnya siswa yang dilarang berbicara seperti itu mengungkapkan kalimat tugas mana tugas yang ditujukan kepada guru, karena orang yang selalu memberi tugas sekolah adalah guru. Penutur merespon dengan tanggapan jangan gitu ga sopan. Jangan merupakan penanda untuk direktif prohibitives (melarang) gitu ‘begitu’ adalah ungkapan atas perilaku tutur temannya. Sementara, kata ga sopan ‘tidak sopan’ merupakan tindak tutur asertif atas perilakunya atau untuk menjelaskan bahwa hal tersebut tidak pantas diucapkan. e. Direktif Advisories (memberikan saran) (9) Siswa : Bu abi di anggap hadir nya da ti nu grup teu kasebatkeun ‘bu saya dianggap hadir saja ya, karena di grup tidak disebutkan’ (10) Guru : sabar bageur. Éta ku ibu nuju dikirim tugasna. Loading da ibu teh ngirim ka 11 grup ‘sabar ya. Ibu sedang mengirim tugasnya. Loading (ing: memuat) soalnya ibu mengirim ke 11 grup ’ (11) Guru : kedah sopan nga WA ka guru mah. Ucapkeun salamheula. Terus perkenalkan diri ‘Harus sopan menghubungi lewat Whatsapp ke guru. Ucapkan Salam terlebih dahulu. Lalu perkenalkan diri.’ (12) Guru : Ih naha atuh. Ka rerencangan atuh ibu kedah ngirim hiji2 maenya. Ieu ge atos dikirim ka 11 grup kelas teh. ‘Ih kenapa? Minta ke teman saja, masa ibu harus mengirim satu satu. Ibu sudah mengirim ke 11 grup’ Penggalan percakapan data (9) merupakan tuturan siswa kepada gurunya yang bertujuan untuk menyarankan guru agar dia dianggap hadir pada saar mengikuti kegiatan sekolah daring. Data (8) menggunakan penanda gramatikal hadir nya sebagai penanda bentuk direktif advisories partikel -nya dalam bahasa Sunda berarti ya atau ungkapan agar mitra tutur menyetujui argumen penutur. Data (10) merupakan penggalan percakapan yang digunakan guru kepada muridnya agar bersabar. Frasa sabar bageur merupakan frasa adjektiva, penggunaan dua kata tersebut dikategorikan sebagai fungsi direktif advisories karena memiliki fungsi untuk menyarankan siswa agar bersabar serta kata bageur ‘baik’ memiliki fungsi ekspresif memuji siswa yang telah didiknya. Data (11), guru memberikan saran yang ditujukan kepada siswa yang telah menghubungi melalui pesan Whatsapp. Isi dari data (11) sama dengan data 4 yaitu menyarankan untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu dikarenakan guru tidak mengetahuisiapa yang mengirim pesan tersebut. Struktur pembentuk kalimat data (11) membentuk kalimat imperatif. Penanda gramatikal untuk tuturan data (11) berbentuk frasa kedah sopan 'harus



sopan' merupakan frasa adjektiva. Data (12), pemberian saran diberikan oleh guru kepada siswa agar siswa tersebut meminta tugas kepada temannya saja karena tugas tersebut telah dikirim ke masing-masing grup kelas. Siswa tersebut belum mendapatkannya dengan alasan baru bergabung di grup obrolan kelas. Jadi guru menyampaikan tuturan direktif advisories ka rerencangan atuh ‘ke teman saja’ f. Direktif Permissive (memberikan izin) (13) Guru : Sok atuh rapihkeun absenna ‘sila rapikan absennya’ Data (13), kalimat tersebut termasuk ke dalam bentuk tuturan direktif yang berfungsi untuk memberikan izin kepada mitra tutur untuk melakukan sesuatu. Guru mempersilakan muridnya agar merapikan absensi kelas yang tidak beraturan. Penanda gramatikal yang digunakan sebagai direktif permissive adalah verba sok atuh ‘silakan kalau begitu’ kata tersebut mempunyai makna memberikan wewenang untuk melakukan sesuatu kepada mitra tutur, verba sok atuh merupakan gabungan dari kata sok + atuh dalam bahasa Sunda kata atuh disebut sebagai kecap pangagét (Kamus Basa Sunda R.A Danadibrata 2009, hlm. 39) kata atuh mempunyai arti lamun kitu mah ‘kalau begitu’. Kemudian diikuti frasa verba rapihkeun absenna ‘rapikan absennya’ yang memberikan keterangan kalimat sebelumnya yaitu sebagai makna imperatif untuk memberikan perintah agar menyusun kembali absen yang tidak beraturan. 2. Strategi Kesopanan Strategi kesopanan digunakan untuk mengetahui perbedaan status sosial, perilaku, dan etika dalam sebuah percakapan antara guru dengan siswa. Strategi kesopanan yang digunakan meliputi, pemenuhan maksim dan pelanggaran maksim. a. Pemenuhan Maksim 1) Pemenuhan Maksim kemurahan (Generosity Maxim) Siswa : Assalamualaikum bu. Kalau bahasa Sunda harus membuat absen lagi? (5) Guru : waalaikumsalam. Ieu sareng saha? Perkenalkan heula bageur upami nga WA ka guru téh ‘Waalaikumsalam. Ini dengan siapa? perkenalkan diri terlebih dahulu anak baik, kalau mau menghubungi guru melalui WA (whatsapp)’ Data percakapan tersebut diawali oleh siswa yang menanyakan mengenai absensi mata pelajaran bahasa Sunda. Kalimat tersebut diawali dengan pengucapan salam yaitu Assalamualaikum yang bermakna sebuah doa agar senantiasa selamat dan sejahtera. Kemudian, guru menjawab salam, dilanjutkan dengan menjawab pertanyaan dari siswa perkenalkan heula bageur upami nga WA ka guru teh ‘perkenalkan diri terlebih dahulu anak baik, kalau mau menghubungi melalui WA (whatsapp) percakapan antara guru dengan siswa tersebut telah memenuhi maksim kemurahan karena kata bageur ‘baik’ merupakan bentuk ekspresif dalam bahasa Sunda, kata tersebut memiliki makna konotatif tujuannya untuk memaksimalkan rasa hormat kepada orang lain, hal tersebut disebabkan perilaku siswa yang tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh guru. (10) Guru : sabar bageur. Éta ku ibu nuju dikirim tugasna. Loading da ibu teh ngirim ka 11 grup ‘Sabar, ibu sudah mengirimkan tugasnya. Masih menunggu karna ibu mengirim ke 11 grup.’ Ungkapan tersebut tergolong ke dalam tuturan direktif yang berfungsi memberi saran (advisories). Kalimat tersebut dituturkan oleh guru yang bertujuan untuk menenangkan siswa agar bersabar. Penggunaan kata bageur sama dengan data sebelumnya dan telah memenuhi maksim kemurahan. 2) Pemenuhan maksim Kesepakatan (Agreement maxim)



(12) Guru : Ih naha atuh. ka rerencangan atuh ibu kedah ngirim hiji2 maenya. Ieu ge atos dikirim ka 11 grup kelas teh. ‘Ih kenapa? Minta ke teman saja, masa ibu harus mengirim satu satu. Ibu sudah mengirim ke 11 grup’ Siswa : muhun bu ‘Baik, bu. Data riwayat percakapan tersebut menunjukkan siswa menyetujui saran yang dituturkan oleh guru untuk menanyakan tugas ke teman satu kelas karena guru telah mengirim tugas tersebut ke-11 grup, percakapan tersebut telah memenuhi maksim kesepakatan. Siswa : Ass, Bu abi dianggap hadir nya da tinu grup teu kasebat ‘Ass, bu saya dianggap hadir, ya karena di grup tidak terpanggil’ (13) Guru : Sok atuh rapihkeun absenna ‘sila rapikan absennya’ Data (13) merupakan ekspresi saat guru menyetujui permintaan siswa namun terdapat syarat yang harus dipenuhi oleh siswa yaitu merapikan kembali absennya. Pada percakapan sebelumnya, siswa menggunakan tuturan direktif advisories yang berfungsi memberi saran. Percakapan tersebut memenuhi maksim kesepakatan, kesepakatan tersebut disetujui oleh guru yang mengabulkan permintaan saran dari siswa. b. Pelanggaran Maksim 1) Pelanggaran Maksim Kemurahan (generosity maxim) (2) Siswa : buru lila b(e)lajar teh ‘cepat, belajarnya sudah lama nih’ Tuturan yang digunakan siswa melanggar prinsip kesopanan yaitu maksim pujian karena tidak terdapat sapaan honorifik berupa bu atau pak. Serta tingkat tutur yang menggunakan bahasa loma ‘bahasa yang digunakan untuk teman sebaya’. Konteks tuturan tersebut ditujukan kepada guru karena siswa tersebut meminta agar mulainya waktu pembelajaran dipercepat. (3) Siswa : Saha nya admin na pang ngalebetke(u)n ka grup Sunda abi te(u) acan ngerjake(u)n tugas ‘siapa ya adminnya(?) tolong masukan ke grup Sunda saya belum mengerjakan tugas’ Data tersebut siswa menggunakkan kalimat interogatif dengan penanda kata saha ‘siapa’ dalam kalimat tersebut tidak terdapat strategi penghormatan yang ditujukan untuk guru yaitu berupa sapaan “bu” atau “pak”. Tanggapan Guru terhadap kalimat pertama dengan tuturan direktif requirement “kedah sopan nga WA ka guru mah. Ucapkeun salam heula. Terus perkenalkan diri” ‘harus sopan mengirim WA ke guru. Ucapkan salam terlebih dahulu. Lalu perkenalkan diri’ kalimat tersebut mengekspresikan keinginan agar mitra tutur bertindak, hal itu dilatarbelakangi penutur memiliki kewenangan yang lebih tinggi dari mitra tutur. (4) Siswa : Aya tugas teu kamari soalna karek muka grup? ‘apakah kemarin ada tugas soalnya baru membuka grup?’ Data (4) diawali percakapan tanpa kalimat salam dan tanpa sapaan berupa“bu atau pak” pada tuturan kedua murid tersebut membuat sebuah kalimat pertanyaan mengenai pelajaran bahasa Sunda. Guru menanggapi dengan memberikan tuturan direktif requirement. Simpulan dari analisis data (4) bahwa murid tersebut melanggar maxim pujian (approbation maxim) karena tidak menggunakan honorifik berupa sapaan di awal percakapan. 2) Pelanggaran Maksim Penerimaan (1)Siswa : Assalamualaikum bu hoyong nyuhunkeun tugas sundana soalna teu acan kenging videona ‘Assalamualaikum bu mau minta tugas sunda karena saya belum dapat videonya’



Guru: Waalaikumsalam aya dina grup videona. Saha ieu? ‘Waalaikumsalam. Ada di grup videonya. Ini siapa? Siswa: Teu aya bu soalna masuk grupna telat. Enri Gunawan 7j ‘Tidak ada bu soalnya saya masuk grupnya telat. Enrri Gunawan 7j Pada percakapan tersebut, siswa E meminta video berisi materi pembelajaran yang tidak sempat dia terima dengan alasan terlambat bergabung dengan grup kelas. Guru saat diminta untuk mengirim tugas dengan tuturannya tidak langsung memberikan namun, memberi pertanyaan kembali karena siswa yang tidak sempat memperkenalkan diri di awal percakapan. Data tersebut melanggar maksim penerimaan karena dalam maksim tersebut peserta tuturharus memaksimalkan kerugian terhadap diri sendiri. Dalam hal tersebut guru seharusnya memberikan tugas sesuai yang diminta oleh siswa. 3) Pelanggaran Maksim Kesepakatan Siswa : Bu wios teu na polio g(e) asalkan dikempelkeun ka ibu da tos terlanjur ‘Bu tidak apa apa menggunakan polio, asalkan dikumpulkan ke ibu, karena sudah terlanjur’ (6) Guru: Ai ibu miwarangna kumaha? Sesuai perintah atuh. Ti awal ge ibu nyarios, tugasna di buku catatan. ‘Ibu memerintahkannya bagaimana? Harus sesuai perintah. Dari awal ibu sudah bilang tugasnya di buku catatan.’ Pada data tersebut, Siswa memberikan sebuah kalimat introgatif dengan penanda kata teu ‘tidak’ yang menuntut jawaban ya atau tidak, artinya mendapat persetujuan guru atau tidak. Dalam tuturan tersebut siswa melangar maksim kesepakatan karena sebelumnya guru telah memerintah untuk mengerjakan tugas tersebut di buku catatan. Sehingga tidak terdapat kecocokan dalam percakapan tersebut. 4) Pelanggaran Maxim Kerendahan hati (7) Guru : tong kitu atuh nyariosna. Jiga sanes s(a)r(e)(n)g guru ‘jangan begitu bicaranya, seperti bukan dengan guru’ (11) Guru : kedah sopan nga WA ka guru mah. Ucapkeun salam heula. Terus perkenalkan diri ‘Harus sopan menghubungi lewat Whatsapp ke guru. Ucapkan Salam terlebih dahulu. Lalu perkenalkan diri.’ Data 7 dan data 11 guru menggunakan tuturan direktif yang berfungsi sebagai larangan (prohibitives) dan direktif yang berfungsi untuk memerintah (requirement). Kedua data tersebut dapat dikategorikan melanggar maksim kerendahan hati, karena dalam prinsip tersebut seorang penutur memaksimalkan ketidakhormatan kepada diri sendiri dan meminimalkan rasa hormat kepada orang lain, namun dalam konteks tersebut guru berusaha untuk mengajarkan sopan santun dan rasa hormat terhadap orang yang lebih tua terlebih sebagai pengajar. Jadi, secara pragmatik tuturan tersebut melanggar maksim namun di sisi lain sikap dari guru tersebut memberikan arahan agar siswa lebih menghormati orang yang lebih tua. 5) Pelanggaran Maksim Kebijaksanaan (Agreement Maxim) Siswa Z : Tugas mana tugas(?) ‘mana tugasnya? (tidak kunjung diberikan)’ (8) Siswa S : jangan gitu ga sopan ‘jangan begitu tidak sopan’ Data percakapan tersebut memperlihatkan percakapan antara siswa dengan inisial Z dan siswa dengan inisal S, pecakapan tersebut berlangsung di sebuah grup obrolan Sunda kelas 7K. Siswa Z menanyakan tugas yang belum diberikan dengan menggunakan ungkapan tugas mana tugas ‘tugasnya mana?’. Dua menit kemudian, siswa dengan inisial S mengingatkan siswa Z agar lebih sopan saat bertutur di grup kelas menggunakan fungsi direktif larangan (prohibitives) jangan gitu gak sopan. Hal tersebut melanggar maksim kebijaksanaan karena dalam tuturan tersebut sama sekali memaksimalkan kerugian orang



lain karena mengeluarkan kata yang tidak sopan saat meminta tugas. (14) Siswa : Bu minta tugas 2,3,4 Guru : saha ieu (?) ‘siapa ini?’ Siswa : Hafidz roihan kelas 7g Guru : Nga wa ka guru teh ucapkeun salam heula. Anggo bahasa anu sopan ‘ucapkan salam terlebih dahulu sebelum mengubungi melalui whatsapp (wa). Gunakan bahasa yang sopan’ Kutipan percakapan tersebut merupakan contoh kalimat direktif requestives. Siswa meminta tugas dengan nomor urut 2, 3, 4 kepada guru tanpa adanya ucapan salam atau memperkenalkan diri saat menghubungi guru melalui aplikasi Whatsapp. Tuturan tersebut melanggar maksim kebijaksanaan karena tuturan yang dinilai secara langsung kepada gurum karena dalam maksim kebijaksanaansemakin tuturan itu tidak langsung dan panjang maka semakin sopan.



8.



Judul artikel



Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



ANEKA IMPLIKATUR YANG TERKANDUNG DALAM TINDAK TUTUR NOVEL “KETIKA DERITA MENGABADIKAN CINTA” Jurnal PGSD: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar Abdul Muktadir 2016s 346



Isi Artikel Dalam kajian ini, penulis ingin mengkaji implikatur yang terdapat dalam tindak tutur karya sastra novel “Ketika Derita Mengabadikan Cinta” yang mengandung aneka implikatur dari tindak tutur tokoh-tokoh di dalam cerita, terutama implikatur yang outputnya berupa nilai-nilai atau hal-hal bermanfaat yang dapat dijadikan sebagai teladan hidup. Pada gilirannya tindak tutur yang beruap nilai-nilai yang dikaji dalam novel dapat diimplementasikan dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam proses komunikasi selalu ada pesan yang disampaikan, baik pesan yang tersurat maupun yang tersirat. Pesan tersurat lebih mudah dipahami oleh penerima pesan daripada pesan tersirat karena pesan tersirat dapat dipahami dan ditangkap maksud/maknanya setelah penerima pesan benar-benar memahami konteks, teks, tujuan, dan maksud/makna dari pesan yang disampaikan. Dalam ilmu pragmatik, maksud/makna yang berada dibalik suatu tuturan/pesan/informasi yang disampaikan dinamakan implikatur. Hal ini dapat dikaitkan dengan pendapat Austin (1962: 60) yang menyatakan implikatur adalah ujaran yang mempunyai makna yang disampaikan penutur melalui bahasa. Implikatur atau penyiratan merupakan konsep yang mengacu pada sesuatu yang



diimplikasikan oleh sebuah tuturan yang tidak dinyatakan secara eksplisit oleh tuturan (Wijana & Rohmadi, 2009:119). Kemudian, implikatur adalah ujaran atau pernyataan yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan (Rohmadi, 2004:113) Pemahaman terhadap implikatur akan lebih mudah jika penulis atau penutur dan pembaca atau lawan tutur telah berbagi pengalaman. Pengalaman dan pengetahuan yang dimaksud di sini adalah pengetahuan dan pengalaman tentang berbagai konteks tuturan yang melingkupi kalimat-kalimat yang dilontarkan oleh penulis. Terkait dengan pendapat tersebut, Hasibuan menambahkan bahwa secara kenyataan penutur sering mengucapkan tuturan dalam bentuk yang berbeda dengan tindak tutur yang dimaksudkan ketika berkomunikasi dengan lawan tuturnya (Hasibuan, 2005) Misalnya, penutur bermaksud meminta, tetapi mengekspresikannya melalui bentuk pertanyaan, sehingga terdapat perbedaan antara yang diucapkan dengan yang dimaksudkan. Hal seperti itulah dinamakan implikatur tuturan. Oleh karena itu, secara tidak langsung implikatur berada di balik tuturan tersebut. Dengan demikian, dapat diambil suatu pengertian secara umum bahwa implikatur merupakan makna atau maksud yang terselubung yang disampaikan penutur melalui tindak tuturnya. Saat seseorang bertutur, orang tersebut tidak hanya bertutur tapi juga melakukan tindakan. Tindakan bertutur tersebut disebut dengan tindak tutur. Tindak tutur menurut (Austin, 1962:10) adalah ujaran yang mempunyai kekuatan tertentu, seperti menginformasikan, memberi perintah, dan sebagainya. Dengan kata lain, tindak tutur adalah tindak menyatakan sesuatu. Selain tidak tutur sebagai ujaran juga disertai tindakan yang disebut ilokusi. Searle (1973:24) menjelaskan tindak ilokusi adalah melakukan tindak itu sendiri, seperti menyatakan, bertanya, dan memberi perintah. Berdasarkan pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam tindak tutur yangdipentingkan adalah tanggung jawab penutur untuk melakukan suatu tindakan dengan isi tuturan. Dengan kata lain, mengujarkan kalimat apa saja, penutur dapat dipandang telah melakukan suatu tindakan. Temuan Hasil dalam Artikel Wujud Tindak Tutur yang Mengandung Implikatur dalam Novel “Ketika Derita Mengabadikan Cinta.” 1. Tindak Tutur Deklaratif Jika melihat data, dapat diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak direktif dimaksudkan tindak tutur yang menghasilkan perubahan dalam waktu yang singkat hanya melalui tuturan. Jadi, deklaratif merupakan tindak tutur yang memberi akibat tertentu pada mitra tutur berdasarkan kesesuaian antara ungkapan yang bisa dipercaya dengan realitas. Berikut contoh tuturannya yang diambil dari novel. “Karena kamu memilih pasangan hidup yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga.” 2. Tindak Tutur Representatif Berdasarkan data yang ada, diketahui bahwa tindak representatif digunakan penutur untuk mengutarakan sesuatu dengan bentuk tutur yang mengikat penuturnya akan kebenaran yang diungkapkan. Dalam hal ini, kekuatan tuturan yang menggunakan tindak ini berada pada isi tuturan penutur. Jadi, tuturan ini digunakan untuk meyakinkan lawan tutur. Berikut contohnya. “Pernikahan itu tidak boleh terjadi selamanya”, penegasan sang ayah. 3. Tindak Tutur Ekspresif Berdasarkan data tindak tutur ekspresif, diketahui bahwa tuturan yang menggunakan



tindak ekspresif berfungsi untuk menyatakan atau menunjukkan sikap psikologis penutur terhadap suatu keadaan. Melalui isi tuturan itulah keadaan psikologis atau kejiwaan penutur dapat diamati oleh lawan tutur. Contoh: “Saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini, saya merasa terkongkong dan terbelunggu oleh golongan sosial yang didewadewakan.” 4. Tindak Tutur Komisif Tindak tutur komisif dapat dimanfaatkan oleh penutur untuk menyatakan janji, penawaran, atau sesuatu yang mengikat penuturnya untuk melaksanakan sesuatu sesuai isi tuturan yang disampaikan. Berikut contoh tuturannya. “Kita akan buktikan pada mereka bahwa kita boleh hidup Berjaya dengan keyakinan cinta kita.” 5. Tindak Tutur Direktif Jika melihat data, dapat diketahui bahwa tuturan yang menggunakan tindak direktif dimaksudkan penuturnya untuk membuat pengaruh agar lawan tutur melakukan tindakan sesuai dengan isi tuturan yang disampaikan. Jadi, semakin besar kekuatan tuturan untuk meyakinkan dan mempengaruhi lawan tutur maka tindak lanjut yang diberikan akan sesuai dengan harapan penutur. Berikut contoh tuturannya yang diambil dari novel. ”Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan dan mendapat tawaran dari fakulti sehingga akan memperoleh keringanan dalam pembiayaan, kita harus bersabar sebentar menahan derita untuk meraih keabaian cinta dalam kebahagiaan.” PEMBAHASAN Hasil penelitian di atas akan dibahas secara rinci di bawah ini: 1. Tindak Tutur Deklaratif Berikut contoh tuturannya yang diambil dari novel: “Karena kamu memilih pasangan hidup yang salah dan akan menurunkan martabat keluarga.” Tuturan tersebut termasuk dalam tindak tutur deklarasi (menjatuhkan hukuman) karena tuturan sang ayah pada tokoh Mamduh bermaksud untuk memberikan hukuman dengan tidak mengizinkan tokoh Mamduh menikah dengan wanita pilihannya. Sang ayah tidak mengizinkan Mamduh menikah dengan alasan gadis pilihan Mamduh tidak berasal dari keluarga yang berdarah biru. Pemberian hukuman tersebut dimaksudkan untuk menghukum Mamduh karena tidak mau menuruti keinginan sang ayah. Pemberian hukuman tersebut juga ditunjukkan sang ayah dengan mengizinkan adik Mamduh menikah dengan pasangan pilihannya. Dalam tindak tutur deklaratif tersebut mengandung implikatur yang berupa nilai moral yang negatif pada sang ayah. Hal itu dapat dibuktikan oleh sikap sang ayah yang memberikan izin pada tokoh adik menikah dengan pasangan pilihannya, padahal tokoh adik telah melakukan perbuatan yang melanggar agama Islam. Akan tetapi, sang ayah tidak menunjukkan amarahnya sedikit pun karena pasangan yang ingin dinikahi oleh tokoh adik berasal dari keluarga yang berdarah biru. 2. Tindak Tutur Representatif Berikut contoh tuturan yang diambil dari novel: “Pernikahan itu tidak boleh terjadi selamanya”, penegasan sang ayah.” Tuturan di atas merupakan tuturan yang berupa tindak tutur representatif. Tindak tutur representatif dalam tuturan tersebut dibuktikan oleh penegasan tokoh Ayah kepada



anaknya, Mamduh untuk tidak melangsungkan pernikahan yang tidak diinginkan oleh tokoh Ayah. Dalam tindak tutur tersebut mengandung implikatur berupa perasaan duka/menderita pada anak. Betapa tidak, implikatur dalam tuturan tersebut menunjukkan bahwa ayah mengancam Mamduh jika melangsungkan pernikahan dengan gadis pilihannya. Tokoh ayah yang menentukan jodoh anaknya akan dapat menimbulkan perasaan tidak senang kepada anak, bahkan dapat menimbulkan keretakan hubungan pernikahan. Nurgiyantoro (2007: 325) menyatakan jika orangtua memaksakan kehendaknya akan berakibat kurang menyenangkan, dan akan mengganggu keharmonisan hubugan pasangan tersebut. Tindakan yang memaksakan kehendak adalah perbuatan yang tidak manusiawi, tidak religius. 3. Tindak Tutur Ekpresif Berikut contoh tuturan yang diambil dari novel: “Saya merasa tidak puas dengan cara hidup seperti ini, saya merasa terkongkong dan terbelunggu oleh golongan sosial yang didewadewakan.” Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur ekspresif (menyatakan kesulitan) karena tuturan tokoh Mamduh dimaksudkan untuk mengucapkan kesulitan dan kesengsaraan yang dirasakan oleh jiwa mahmud. Tuturan tersebut tak lain sebagai bukti wujud ekspresi Mahmud untuk menyatakan perasaan gundahnya. Tuturan tersebut bertujuan untuk mengucapkan rasa kesulitan ditunjukkan dengan kondisi psikologis penutur berupa perasaan terluka. Implikatur yang terkandung dalam tindak tutur tersebut berupa kritikan. Tuturan dapat dikatakan mengandung implikatur berupa kritikan apabila tuturan penutur dimaksudkan untuk menunjukkan kekurangan dalam diri lawan tutur agar mampu memperbaiki kekurangannya sehingga bisa lebih baik. Tuturan tersebut juga menunjukkan kritikan Mamduh terhadap kehidupan yang dijalaninya. Kritikan itu diberikan Mamduh karena dia tidak puas dengan hidup yang selalu dibelenggu dengan status sosial. 4. Tindak Tutur Komisif Berikut contoh tindak tutur komisif: “Kita akan buktikan pada mereka bahwa kita boleh hidup Berjaya dengan keyakinan cinta kita.” Tuturan tersebut termasuk tindak tutur komisif (menyatakan kesanggupan) karena tuturan Mamduh menunjukkan kesanggupannya untuk membuktikan bahwa suatu hari dia akan hidup bahagia dengan keyakinan cinta yang kuat. Jadi, tuturan tersebut menyiratkan bentuk perhatian, dan rasa kasih sayang yang ditunjukkan oleh tokoh Mamduh terhadappasangannya. Tuturan tersebut bermaksud untuk menyampaikan kesanggupan penutur untuk melakukan suatu hal sesuai isi tuturan. Kesanggupan tersebut tak lain sebagai wujud janji penutur pada lawan tuturnya untuk melakukan sesuatu sebagai tindak lanjut dari tuturan yang disampaikan. Jadi, kekuatan tuturan terletak pada seberapa besar pengaruh tuturan bagi lawan tuturnya. Keyakinan tokoh Mamduh akan memperoleh kebahagian suatu saat suatu pesan yang bisa memotivasi pebaca agar tidak mudah putus asa. Nurgiyantoro (2007: 321) menyatakan melalui cerita, sikap, dan tingkah laku tokohtokoh itulah pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah. 5. Tindak Tutur Direktif Berikut contoh tuturan yang diambil dari



novel: “Kita berdua paling berprestasi dalam angkatan dan mendapat tawaran dari fakulti sehingga akan memperoleh keringanan dalam pembiayaan, kita harus bersabar sebentar menahan derita untuk meraih keabaian cinta dalam kebahagiaan”. Tuturan tersebut termasuk ke dalam tindak tutur direktif (mengajak) karena ucapan pasangan Mamduh pada Mamduh bertujuan meyakinkan Mamduh agar tetap melanjutkan studinya. Akhirnya, dari tindak tutur tersebut tokoh Mamduh benar-benar terpengaruh dengan tuturan istrinya. Hal itu dapat dibuktikan pada tuturan Mamduh setelah mendengar ajakan istrinya. Tuturan tersebut adalah sebagai berikut. “Ia begitu tegas. Matanya yang indah tidak membiaskan keraguan atau ketakutan sama sekali. berhadapan dengan tekad membaja istriku, hatiku pun luruh.” Pada kata “hatiku pun luruh” telah menunjukkan bahwa tindak tutur istri mampu mempengaruhi Mamduh. Implikatur yang terkandung dalam tindak tutur direktif di atas adalah rasa optimis yang begitu luar biasa yang dimiliki oleh istri Mamduh. Betapa tidak, dalam kondisi yang sangat menderita, dia masih bersemangat untuk sukses meraih apa yang ingin ia raih. Bermodalkan kesabaran dan kekuatan cinta yang dimiliki akan dapat meraih kebahagiaan seperti yang diimpi-impikan. Tindak tutur yang dikemas melalui tokoh dalam novel bersifat mengajak bagian dari misi sastra. Nurgiyantoro (2007: 321) menyatakan sastra biasanya mencerminkan pandangan tentang nilai-nilai kebenaran yangingindisampaikan kepada pembaca. Pesan istri Madun untuk melanjutkan studi bagain dari kebenaran yang dapat diterima secara universal.



9.



Judul artikel Nama Jurnal Penulis Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



TINDAK TUTUR DIREKTIF IMPLIKATUR KONVENSIONAL DALAM WACANA MEME DILAN Jurnal IMAJERI Ferdian Achsani1 2019 10



DAN



Isi Artikel Dalam penelitian ini, akan diuraikan makna yang terkandung dalam meme Dilan melalui pendekatan implikatur konvensional dan tindak tutur direktif. Melalui implikatur konvensional, pembaca dapat memahami makna yang disampaikan dalam meme Dilan



dan melalui tindak tutur direktif pembaca dapat memahami fungsi tuturan yang terdapat dalam wacana memetersebut. Beberapa bulan yang lalu, semenjak kehadiran film Dilan, menjadikan perkembangan meme yang bertema dilan semakin bermunculan. Ciri khas yang tampil dari meme Dilan adalah bentuk variasi kalimat dari jargon Dilan yang berbunyi “Jangan rindu, itu berat. Kamu nggak akan kuat, biar aku saja”. Melalui kalimat tersebut, muncullah berbagai meme yang unik dan menggelitik mewarnai media sosial. Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguraikan makna yang terkandung dalam meme Dilan dan diklasifikasikan ke dalam bentuk tuturan ilokusi direktif, sehingga dapat diketahui makna dan fungsi dari meme tersebut. Dengan begitu, penelitian ini mengkaji tentang tindak tutur ilokusi direktif dan implikatur konvensional dalam meme Dilan. Penelitian mengenai meme sebelumnya pernah dilakukan oleh Kurniasih (2017). Dalam penelitian yang disampaikan di prosiding seminar nasional, Kurniasih menyampaikan bahwa fenomena meme membantu masyarakat dalam menyampaikan opini, gagasan, serta inpirasi mereka dalam bentuk bahasa tulis yang disertai gambar. Lain halnya dengan Kurniasih, Gumelar & Mulyati (2018) dalam penelitian yang objek kajiannya juga fenomena meme menyimpulkan bahwa adanya fenoma meme dapat digunakan guru sebagai bahan media pembelajaran dalam materi teks anekdot. Temuan Hasil dalam Artikel Tuturan Direktif Memerintah Data 1



Jangan ikuti Dilan, kamu gak akan kuat cukup Dilan aja yang gak pake helm dan gak pake spion Implikatur meme tersebut menjelaskan agar masyarakat tertib dalam berlalu lintas. Dalam meme tersebut, digambarkan tokoh Dilan dan Milea yang berkendara dan tidak memakai helm.Gambar tersebut diambil dari salah satu scene yang terdapat dalam film Dilan. Melalui hal tersebut Polisi pun memanfaatkannya untuk dibuat sebuah meme yang bertujuan untuk menghimbau masyarakat agar menggunakan helm ketika berkendara sepeda motor. Polisi menghimbau agar pengendara yang lain tertib dalam berlalu lintas. Pentingnya menggunakan helm ketika berkendara agar selama perjalanan, jika terjadi kecelakan tidak membahayakan kepala penegndara. Meme



tersebut termasuk dalam tuturan memerintah yang memiliki makna agar masyarakat tidak meniru perilaku Dilan dan Milea yang berkedara tanpa menggunakan helm dan spion.



Tuturan Direktif Menyarankan Data 4



Milea : Dilan, aku mau titip absen Dilan : jangan titip absen, kalo ketauan berat, mending jujur aja Implikatur meme tersebut menjelaskan agar Milea berbuat jujur dengan tidak menitipkan absen pada Dilan. Dalam meme tersebut, digambarkan bahwa Milea menelefon Dilan, yang terdapat dalam salah satu scene di film Dilan. Nitizen pun memanfaatkan situasi tersebut untuk dibuat sebuah meme yang bertema titip absen (bolos kuliah). Kehadiran meme tersebut menyindir para mahasiswa sekarang ini yang sering nitip absen ketika tidak masuk kelas tanpa keterangan. Dalam meme tersebut tampak jelas bahwa Dilan pun menasihati Milea agar tidak melakukan hal itu dan meminta Milea untuk jujur. Meme tersebut termasuk dalam direktif menyarankan yang memiliki makna menyarankan Milea agar berbuat jujur.



Tuturan Direktif Menuntut Data 7



Dil… pacar bae lu urus maksiat iya dosa pasti. Ni bantu emak dapet pahala lu. Salah satu tema yang paling dominan dalam film Dilan adalah percintaan. Film tersebut menceritakan drama percintaan Dilan yang terobsebsi dengan gadis bernama miela. Tema yang diangkat dalam fil tersebut pun dijadikan sebagai bentuk protes kepada anak muda melalui meme diatas. Implikatur meme tersebut adalah menuntut agar Dilan bersedia untuk membantu emak daripada pacaran menambah dosa. Situasi meme tersebut menggambarkan agar Dilan bersedia untuk membantu orang tua yang lebih bermanfaat, katimbang pacaran yang tidak ada faedahnya sedikitpun. Meme tersebut termasuk dalam tindak direktif menuntut yang berisi tuntutan agar Dilan bersedia untuk membantu emak. Tuturan Direktif Memberi Nasihat Data 10



Ukhti, kaki itu aurat Dosanya berat kita gakan kuat pakai kaos kaki Myttayra saja! Kehadiran meme Dilan tidak hanya berisi kritikan, sindiran, ajakan dll, akan tetapi juga sebagai salah satu bentuk media dakwah sesuai yang tertera pada data diatas. Dalam data diatas menjelaskan bahwa pentingnya bagi perempuan untuk menutup aurat. Implikatur meme tersebut menjelaskan bahwa kaki adalah bagian aurat dari perempaun sehingga mereka wajib menutupnya, salah satunya dengan menggunakan kaos kaki. Dalam meme tersebut, digambarkan seorang perempuan yang memberi nasihat bahwa bagi perempuan, kaki itu adalah aurat yang wajib dijaga. Untuk itu, penutur memberi nasihat kepada mitra tutur untuk memakai kaos kaki sebagai penutup aurat di kaki. Meme tersebut termasuk dalam tindak direktif memberi nasihat yang berisi nasihat kepada perempuan agar



menutup aurat kaki dengan kaos kaki. Relevansi dengan Pembelajaran Meme sebagai salah satu bentuk komunikasi yang sedang berkembang di era modern ini dapat dimanfaatkan guru sebagai media pembelajaran bagi siswa. Pasalnya di era modern ini meme paling berkembang di kalangan remaja karena tuturan humornya yang mampu menghibur suasana. Pemanfaatan meme dapat digunakan sebagai bahan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa pada peserta didik. Musfiqon (2012: 28) mendefinisikan media pembelajaran sebagai alat bantu bentuk fisik maupun nonfisik yang sengaja digunakan sebagai perantara antara guru dan siswa dalam memahami materi pembelajaran agar lebih efektif dan efisien, sehingga materi pembelajaran lebih cepat diterima siswa dengan utuh serta menarik minat siswa untuk belajar lebih lanjut. Dengan adanya media pembelajaran, maka akan membantu guru dalam menyampiaikan materi serta akan membantu siswa dalam menerima materi. Penelitian yang dilakukan oleh Setyorini (2017) menyatakan bahwa fenomena meme dapat digunakan sebagai pembelajaran dalam materi teks anekdot. Penggunaan meme sebagai media pembelajaran tidak hanya dapat digunakan sebagai media pembelajaran teks anekdot. Selain dapat digunakan sebagai pembelajaran teks anekdot, media meme juga dapat digunakan sebagai media pembelajaran teks iklan, poster dan slogan yang dapat dilihat dalam KD 4.4 (kelas VIII) menyajikan gagasan, pesan, dan ajakan, dalam bentuk iklan, slogan, atau poster secara lisan dan tulis. Melalui KD tersebut, meme Dilan ini dapat digunakan guru sebagai bahan ajar pada KD tersebut. hal tersebut dilandasi karena melalui meme, seseorang dapat menawarkan barang dagangan, memberikan informasi berupa ajakan, larangan dll. Praktiknya, awalnya guru memberikan contoh bagaimana bentuk teks iklan dalam sebuah meme. Kemudian guru memberi tugas kepada siswa untuk membuat sebuah iklan, slogan, atau poster dalam bentuk meme. Selama proses pembuatan meme tersebut, guru memberikan bimbingan dan arahan kepada peserta didik. Dalam hal ini guru harus mampu mengajak siswa untuk kreatif salah atunya yaitu dengan memanfaatkkan teknologi komunikasi. Dengan begitu guru secara langsungmengajak peserta didik untuk berfikir kreatif dan mengembangkan keterampilan berbahasa menulis pada siswa. Pemanfaatan media meme sebagai media pembelajaran tidak hanya terpaku pada sub materi tertentu. Akan tetapi pemanfaatan media meme juga dapat melatih siswa dalam mengembangkan bahasa dan gagasan mereka. Dengan adanya meme, siswa diajak untuk berfikir kritis (menalar), karena pada hakikatnya setiap isi yang terkanadung dalam sebuah meme, memiliki makna tersirat yang mengajak masyarakat untuk lebih berfikir kritis dalam memahami maksud dalam tuturan meme.



10.



Judul artikel



TINDAK TUTUR PERLOKUSI DALAM ALBUM LIRIK LAGU IWAN FALS: RELEVANSINYA TERHADAP PEMBENTUKAN KARAKTER



Nama Jurnal Penulis



Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya Wahyu Oktavia



Tahun Terbit Jumlah Halaman Kelebihan kekurangan



2014 135



Isi Artikel Dalam penelitian ini, peneliti lebih memfokuskan pada tindak tutur perlokusi dengan alasan dari berbagai lirik lagu dalam album Iwan Fals yang sering terlihat adalah tindak tutur perlokusinya. Dengan begitu dapat dikatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah sebuah tuturan yang mempunyai efek atau daya pengaruh. Efek atau daya tuturan itu dapat ditimbulkan oleh penutur secara sengaja atau tidak sengaja. Tuturan itu mengandung daya pengaruh agar manusia mawas diri dengan apa yang telah dilakukan pada alam (Hermintoyo, 2017).Rustono (1999:38) menyatakan bahwa tindak tutur perlokusi adalah tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur. Sementara itu Faisal (dalam Tarigan, 2009:13) mengatakan bahwa ujaran yang diucapkan penutur bukan hanya peristiwa ujar yang terjadi dengan sendirinya, tetapi merupakan ujaran yang diujarkan mengandung maksud dan tujuan tertentu yang dirancang untuk menghasilkan efek, pengaruh atau akibat terhadap lingkungan penyimak. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tindak tutur perlokusi berhubungan dengan sikap dan perilaku nonlinguistik (Chaer 1995:70). Dari setiap analisis tindak perlokusi pada lirik lagu didalamnya tentu mengandung unsur yang akan disampaikan kepada pembaca. Salah satunya yaitu dimana penulis mengaitkan dengan korelasi terhadap pembentukan karakter seseorang. Pendidikan karakter adalah penciptaan lingkungan sekolah yang membantu siswa dalam perkembangan etika, tanggung jawab melalui model, dan pengajaran karakter yang baik melalui nilai-nilai universal (Maunah, 2015). Pendidikan yang berbasis karakter adalah pendidikan yang menerapkan prinsip-prinsip dan metodologi ke arah pembentukan karakter anak bangsa (Suyitno, 2012). Berbeda dengan pendapat (Citra, 2012) yang mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut. Dari berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter adalah sebuah komponen yang berupa nilainilai karakter yang harus diterapkan pada setiap individu . Menurut (Pailaha, 2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Tindak Perlokusi Dalam Lirik-Lirik Lagu Pop Karya Coldplay”. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah Lirik-lirik lagu Coldplay memang banyak mengandung aspek perlokusi. Dari sekian banyak lagu-lagu populer dari Coldplay, penulis hanya memilih 8 lagu pop yaitu Shiver, Yellow, Trouble, In My Place, The Scientist, Clocks, Fix You, Viva La Vida. Kemudian peneliti membaginya kedalam aspek-aspek tindak perlokusi apa saja yang ditemukan dalam liriklirik lagu populer karya Coldplay tersebut. Sedangkan menurut (Hermintoyo, 2017) dengan penelitiannya “Daya Tutur Metafora Lirik Lagu Populer (Kajian Pragmatik)” hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga pengklasifikasian masalah yaitu (1) fungsi komunikasi tindak tutur metafora lirik lagu popular Indonesia, (2) tindak tutur ilokusi metafora dalam lirik popular Indonesia dan(3) tindak tutur perlokusi metafora dalam lirik popular Indonesia. Berbeda dengan (Wulandari, 2015) dalam penelitiannya yang berjudul “Tindak Ilokusioner pada Lirik Lagu Langgam & Keroncong Berbahasa Jawa Karya Andjar Any (Suatu Kajian Pragmatik)”. Permasalahan



yang dikaji dalam penelitian ini yaitu (1) tindak tutur ilokusi apa sajakah yang terdapat pada lirik lagu langgam dan keroncong berbahasa Jawa karya Andjar Any? (2) bagaimanakah implikatur tuturan yang terdapat pada lirik lagu langgam dan keroncong berbahasa Jawa karya Andjar Any?. Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan tindak tutur ilokusi yang terdapat dalam lirik lagu langgam dan keroncong berbahasa Jawa karya Andjar Any (2) mendeskripsikan implikatur tuturan yang terdapat pada lirik lagu langgam dan keroncong berbahasa Jawa karya Andjar Any. Dengan perbedaan penelitian diatas, maka peneliti akan meneliti mengenai “Tindak Tutur Perlokusi dalam Album Lirik Lagu Iwan Fals: Relevansinya Terhadap Pembentukan Karakter” yang belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Karena peneliti ingin memunculkan ranah penelitian baru mengenai (1) klasifikasi tindak tutur lokusi, ilokusi dan perlokusi pada lirik lagu iwan fals, (2) faktorfaktor yang mempengaruhi adanya tindak tutur, (3) relevansi pendidikan terhadap nilai cinta tanah air. Temuan Hasil dalam Artikel Klasifikasi Tindak TuturPerlokusi Album Lirik Lagu Iwan Fals Memohon Memohon merupakan permintaan kepada orang yang lebih tinggi kedudukannya meminta dengan hormat dan berharap supaya mendapatkan sesuatu agar permintaanya dikabulkan. Dalam tindak tutur perlokusi memohon diperoleh data sebagai berikut: (1) Suara kami tolong dengar lalu sampaikan (2) Berilah hambamu uang (3) Berikan kami pekerjaan Dari data (1) kalimat tersebut jika diucapkan oleh seseorang yang bertutur kepada atasannya untuk memohon pertolongan. Secara perlokusi itu adalah meminta agar pemerintah mendengarkan keluh kesah rakyatnya supaya mendapatkan kelanjutan tindakan. Data (2) kaliamat tersebut berarti menyuruh untuk memberikan uang, efeknya seseorang bergegas mengambil uang untuk diserahkan dan membuatnya untuk membeli sesuatu. Data (3) berarti mengode seseorang untuk segera diberikan pekerjaan, efeknya sang atasan segera memberikan pekerjaan. Menyuruh Menyuruh merupakan suatu tindakan memerintah supaya melakukan sesuatu yang kita kehendaki. Dengan demikian dapat diperoleh data sebagai berikut: (4) Bicaralah dengan lantang jangan hanya diam (5) Tolonglah ucapkan dan tolong engkau ceritakan (6) Ciptakan lagu yang kau anggap merdu (7) Pergilah kau pergi Dari data (4) berarti melarang rakyat untuk diam sehingga efeknya rakyat disuruh untuk mengemukakan pendapatnya dengan bicara secara benar. Data (5) berarti menyuruh seseorang dan efeknya seseorang akan berbicara dan bercerita. Data (6) berarti suruhan kepada seseorang untuk meciptakan sebuah lagu dan efeknya kepada penulis akan segera membuat lirik lagu yang merdu. Data (7) berarti suruhan untuk menghilang. Sehingga menimbulkan efek untuk segera meninggalkan tempat tersebut. Melaporkan Melaporkan berarti memberitahukan atau memberikan informasi mengenai tugas yang telah dilihat dan dilaksanakan. Sehingga dapat diperoleh data tindak tutur perlokusi



melaporkan sebagai berikut: (8) Itu murid begalmu mungkin sudah menunggu (9) Banyak polisi bawa senjata berwajah garang (10)Walau hidup adalah hiburan (11) Walau hidup adalah permainan Dari data (8) diartikan sebagai bentuk kebosanan seseorang. Secara perlokusi berarti sebuah tindakan mengusir seseorang dan efeknya orang itu segera pergi dari tempatnya. Data (9) yang diartikan banyak kejahatan teroris. Dan efek perlokusinya memberitahu masyarakat untuk bersikap tenang dan tidak panik terhadap kejahatan yang terjadi. Data (10) berarti hidup seseorang adalah sebuah kesenangan, sehingga efek perlokusi khususnya bagi perempuan yang mucul yaitu pergi ke tempat hiburan seperti mall. Data (11) berarti hidup adalah sebuah permainan, secara perlokusi berarti bahwasanya hidup adalah sebuah tindakan teka-teki yang harus dilakukan dengan bermacam-macam tindakan. Mengeluh Mengeluh merupakan ungkapan yang menyatakan susah karena penderitaan, kesakitan, kekecewaan dan sebagainya. Meskipun tugas itu sangat berat tetapi tidak seorang pun yang mengeluh. Dapat diperoleh dari data sebagai berikut: (12)Laju sepeda kumbang di jalan berlubang (13)Tak mampu ku membalas (14)Masih saja terus sepi Dari data (12) berarti bahwa kecepatan sepeda di jlan yang berlubang tidak bisa cepat, sehingga efek yang diberikan adalah mengendarai sepeda dengan pelan-pelan dan berhatihati. Data (13) bisa diartikan sebagai sifat kepasrahan seseorang terhadap suatu hal, sehingga efeknya yang timbul adalah segera memberikan bantuan. Data (14) apabila pada pedagang berarti bahwa pada saat itu semua dagangannya tidak ada yang membeli, efek perlokusinya kepada seseorang untuk segera membeli salah satu dagangannya agar laris dan tidak sepi. Pujian Pujian merupakan tindakan menyatakan sesuatu yang positif tentang seseorang dengan tulus dan sejujurnya. Sehingga membuat orang yang mendengarnya merasa tersanjung. Dapat dilihat pada data bahwa tindak tutur perlokusi pujian antara lain: (15)Terbayang baktimu, terbayang jasamu, terbayang jelas jiwa (16) Suaramu ternyiang menembus khayalku Dari data (15) berarti sebuah pujian yang ditujukan kepada seseorang, sehingga efek perlokusinya menjadikan seseorang semakin percaya diri. Data (16) berarti bahwa suara seseorang yang sangat indah sehingga efek perlokusinya adalah bisa saja seseorang tersebut bisa diundang ke suatu acara untuk bernyanyi. Sindiran Sindiran adalah perkataan yang bermaksud menyindir orang lain, biasanya berupa ejekan atau celaan yang tidak langsung. Data yang diperoleh antara lain sebagai berikut: (17)Ini hari aku rasa kopi nikmat sekali (18)Kucing datang, cepat ganti muka (19)Kucing-kucing yang kerjanya molor (20)Tikus-tikus yang tak kenal kenyang (21) Setan-setan politik akan datang mencekik



Dari data (17) berarti bahwa hari itu merupakan hari yang sangat baik sekali bisa saja tidak hujan, sehingga perlokusinya seseorang dapat pergi dari rumah. Data (18) memiliki arti bahwa akan ada suatu kedatangan seseorang sehingga efek yang dimunculkan adalah segera siap-siap untuk menyambut tamu yang akan datang. Data (19) berarti orang yang suka tidur saat rapat, efek perlokusi yang muncul adalah dipersilakan oleh pimpinan rapat mengizinkan pergi ke belakang untuk cuci muka. Data (20) memiliki arti akan ada tamu, efek perlokusinya yaitu pemilik rumah dilrang meninggalkan rumah. Melarang Melarang berarti memerintahkan supaya tidak melakukan sesuatu dan tidak memperbolehkan berbuat sesuatu. Dengan begitu dapat ditemukan pada data sebagai (22)Jangan tidur waktu sidang soal merakyat (23)Jangan katakan pergi Dari data (22) berarti sebuah larangan kepada para DPR agar disetiap rapat mereka tidak tidur, sehingga perlokusi yang muncul yaitu para anggota DPR bergegas pergi ke belakang untuk cuci muka agar lebih fresh. Data (23) diartikan sebagai kalimat yang digunakan untuk melarang seseorang untuk pergi, sehingga efek yang timbul adalah seseorang tidak jadi untuk pergi dan masih berada pada tempat semula. Menasehati Menasehati adalah menegur atau memberitahu kepada seseorang yang sifatnya tidak memaksa dan mengarahkan untuk hal yang lebih baik. Oleh karena itu dapat diperoleh data sebagai berikut: (24)Jangan ragu, jangan takut karang menghadang (25)Janganlah cepat berlalu (26)Coba pikir itu Dari data (24) berarti nasihat atau himbuan kepada seseorang. Maka dari itu efek perlokusi yang muncul adalah seseorang tersebut tambah bersemangat untuk mengejar cita-cita meskipun banyak rintangan yang menghadang. Data (25) berarti suatu ungkapan yang ditujukan kepada seseorang agar tidak langsung cepat move on dari suatu masalah, secara perlokusi bermakna mencegah seseorang untuk tidak begitu cepat melupakan masalah yang sudah terjadi. Data (26) berarti kata yang ditunjukkan untuk seseorang untuk tidak cepat memutuskan suatu kesepakatan, efek perlokusi yang muncul yakni seseorang mencegah untuk tidak terburu-buru dalam mengambil sebuah keputusan dengan cara berpikir ulang Memprediksi Memprediksi adalah tindakan meramal secara khusus tentang apa yang akan terjadipada suatu hal yang akan terjadi. Dengan demikian dapat diperoleh temuan data sebagai berikut: (27)Wakil rakyat seharusnya merakyat (28)Tikus tahu sang kucing lapar (29)Berteriak hingga serak (30) Sanggupkah si Budi diam di dua sisi Dari data (27) diartikan sebagai sindiran kepada pemerintah karena menggunakan uang rakyat semena-mena. Secara perlokusi berarti seruan kepada pemerintah bahwasanya pilihan rakyat seharusnya mengayomi rakyatnya yang memiliki efek berbagi kepada rakyat. Data (28) diartikan terjadinya kelaparan pada hewan kucing. Sehingga efek yang diberikan adalah tikus menyerahkan dirinya untuk dimakan kucing karena ia merasa



lapar. Data (29) diartikan bahwa suara seseorang telah habis sehingga efek yang timbul adalah memberikan obat untuk mencegah kekeringan suara atau serak datang. Data (30) berarti kesanggupan seseorang yang tidak mungkin terjadi, sehingga efek yang timbul adalah kemunduran dari diri seseorang tersebut. Relevansi Terhadap Pembentukan Karakter Lirik lagu Iwan Fals ini banyak memberikan relevansi nilai-nilai pendidikan yang dikaitkan dengan pendidikan karakter pribadi seseorang



antara lain sebagai berikut: 1. Melestarikan kebudayaan Indonesia Indonesia adalah bangsa yang kaya akan budaya. Akan tetapi, bangsa Indonesia juga selalu digempur oleh masuknya budaya-budaya dari bangsa asing. Gempuran tersebut bukan tidak mungkin menyebabkan hilangnya kebudayaan bangsa kita. Hal itu bisa sangat mudah terjadi saat rakyat bangsa Indonesia lebih menyukai budaya bangsa asing dan melupakan budaya bangsa sendiri. Kita juga sebenarnya bisa mengambil nilai positif dari kebudayaan bangsa lain demi perbaikan bangsa kita, selama itu sesuai untuk diterapkan. 2. Menuntut ilmu dengan sungguh-sungguh Untuk pelajar, pelajar bisa ikut berpartisipasi dengan terus menuntut ilmu dengan tekun. Akan tetapi, tidak hanya pelajar saja yang dianjurkan untuk menuntut ilmu. Semua kalangan masyarakat juga harus menuntut ilmu. Menuntut ilmu tidak terbatas pada kegiatal formal belajar mengajar di sekolah. Semua warga negara Indonesia tidak boleh berhenti menuntut ilmu dengan terus belajar mengenai nilai-nilai yang baik untuk improvisasi diri sendiri, masyarakata, dan bangsa juga negara. 3. Menjunjung tinggi hukum dan pemerintah Hal itu bisa kita lakukan dengan menaati setiap peraturan yang berlaku. Analogi yang paling sederhana dari hal ini adalah kita kan menaati setiap perkataan dari orang yang kita cintai, seperti halnya kita patuh kepada orang tua. Dan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara, kita bisa menunjukkan rasa cinta kepada tanah air atau negara ini dengan menaati setiap peratuaran yang tercantum dalam undang – undang dan pancasila. 4. Menggunakan hak pilih di dalam pemilu Pemilu atau pemilihan umum adalah salah satu wujud demokrasi di Indonesia. seperti yang kita tahu, Indonesia menganut Sistem Pemerintahan Presidensial yang demokratis. Oleh karena itu, sudah selayaknya bagi warga negara yang sudah mempunyai hak pilih untuk ikut berpartisipasi dalam pemilu. Pemilu bertujuan untuk mencari pemimpin baru. Pemimpin adalah orang yang akan bertanggung jawab membawa tanah air Indonesia menuju kemajuan. Oleh karena itu, dalam menggunakan hak pilih, kita juga harus menimbang baik-baik siapa yang kita pilih. 5. Bangga sebagai bangsa Indonesia Kita sebagai warga negara harus merasa bangga terhadap tanah air Indonesia. rasa bangga itu tentu saja tidak akan muncul tanpa adanya rasa memiliki. Dan siapa lagi yang akan merasa memiliki tanah air jika bukan rakyatnya sendiri? Sebagai wujud dari rasa bangga itu, kita harus menampilkan identitas kita sebagai rakyat Indonesia yang cinta pada tanah air. Tidak perlu merasa malu atau menyembunyikan asal kita di mata dunia. 6. Menunjukkan kemampuan berpikir logis, kritis, kreatif dan inovatif. Berpikir sangat diperlukan dalam diri seseorang. Dalam berpikir tentu harus yang kritis (sangat detail



sekali), logis (masuk akal), kreatif (selalu melakukan hal yang berbeda dengan yang lain), dan inovatif (pembaharuan). 7. Menunjukkan kemampuan belajar secara mandiri sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Belajar secara individual sering mendatangkan banyak manfaat. Dimana dalam belajar secara mandiri seseorang bisa terfokus dan mendalami bagaimana cara mengerjakan suatu tugas dengan sebaik-bainya. Berbeda dengan belajar kelompok yang biasanya digunakan untuk hal yang tidak jelas, namun disisi lain bekajar kelompok sering menjadikan kebersaman dan keringanan terhadap banyaknya beban tugas. 8. Berkomunikasi dan berinteraksi secara efektif dan santun. Seringkali dalam berkomunikasi seseorang sering melupakan kesopanan. Kesopanan dan kesantunan adalah hal yang tidak bisa dipisahkan. Dalam berbicara sangat diperlukan kehati-hatian. Maka sebelum berbicara sebaiknya kita berpikir terlebih dahulu. Apakah nantinya kata-kata kita bisa mendatangkan manfaat atau tidak. 9. Memahami kekurangan dan kelebihan diri sendiri. Seseorang pada hakikatnya memiliki kelebihan dan kekurangan. Namun diharapkan dengan kekurangan seseorang bisa tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang dicita-citakan. 10. Menghargai keberagaman agama. Sebagai warga negara indonesia dimana merupakan negara yang memiliki berbagai macam agama. Namun dengan keberagaman tersebut diharapkan mejadikan sebuah kesatuan bangsa dan negara untuk memajukan indonesia dengan cara menghargai atau toleransi dalam beragama.