13 0 299 KB
Laporan Kasus
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I 63 TAHUN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL FASE PARALITIK EC CA RECTAL 1/3 DISTAL DI RUANG GASTROENTEROLOGI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG Untuk memenuhi tugas Praktik Keperawatan Medikal Bedah Program Studi Sarjana Keperawatan
Dosen Pembimbing: Ns. Riandi Alfin, M.Kep
oleh ASRI APRILIANTI KOSASIH 302017015
PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ‘AISYIYAH BANDUNG BANDUNG 2020
A. Pengertian Obstruksi Ileus Ileus obstruktif atau ileus mekanik yaitu hambatan pasase usus [ CITATION Tan14 \l 1033 ].
Obstruksi ini terjadi apabila sumbatan mencegah aliran normal
dari isi usus melalui saluran usus. Aliran ini dapat terjadi karena dua tipe proses: 1. Mekanik, terjadi apabila obstruksi intramural atau mural dari tekanan pada dinding usus. Contoh kondisi yang dapat menyebabkan obstruksi mekanis yaitu intususepsi, tumor polipoid dan neoplasma, stenosis, striktur, perlekatan, hernia, abses. 2.
Fungsional, muscular usus tidak mampu mendorong isi sepanjang usus. Contohnya yaitu amyloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin seperti diabetes mellitus, maupun gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson [ CITATION Sme02 \l 1033 ].
B. Etiologi Obstruksi Ileus 1. Ekstraluminal: hernia, karsinoma, adhesi, abses. 2. Intrinsic dinding usus: tumor primer, malrotasi, penyakit chron, infeksi (TB diverticulitis), hematoma, striktur iskemik, intususepsi, endometriosis. 3. Intraluminal: batu empedu, enterolith, benda asing, benzoar (massa yang terperangkap di saluran pencernaan), impaksi fekal.
C. Patofisiologi Obstruksi Ileus Akumulasi isi usus, cairan, dan gas terjadi di area atas usus yang mengalami obstruksi. Distensi dan retensi cairan dapat mengurangi absorpsi cairan dan merangsang lebih banyak sekresi lambung. Dengan peningkatan distensi, tekanan dalam lumen usus mengalami peningkatan, menyebabkan penurunan tekanan kapiler vena dan arteriola. Hal ini akan menimbulkan edema, kongesti, nekrosis, dan akhirnya mengalami rupture atau perforasi dinding usus akibat peritonitis.
Muntah refluks terjadi akibat distensi abdomen. Muntah mengakibatkan kehiloangan ion hidrogen dan kalium dari lambung, serta menimbulkan penurunan klorida dan kalium dalam darah, yang pada nantinya menimbulkan alkalosis metabolic. Dehidrasi dan asidosis yang terjadi disebabkan oleh hilangnya cairan dan natrium. Kehilangan cairan yang akut, syok hipovolemik dapat terjadi [ CITATION Sme02 \l 1033 ].
D.
Pathway Faktor predisposisi: perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen bagian proksimal.
Distensi abdomen
Refluks terganggu
spingter
Spingter anieksterna tidak berelaksasi Ansietas
Kontraksi anuler pylorus
Aspirasi isi lambung ke esofagus
Refluks lama dalam kolon dan rektum
Terputusnya jaringan vaskular
Disfungsi motilitas gastrointestinal
Resiko perdarahan
Mual/muntah
Prosedur pembedahan
Intake ↓
Terputusnya jaringan
Defisit nutrisi
Pelepasan mediator nyeri (mis. histamine, bradykinin & prostaglandin)
Merangsang nosiseptor
Imobilisasi
Gangguan integritas jaringan/kulit
Gangguan citra tubuh
Kehilangan H2O dan elektrolit
Nyeri dihantarkan melalui serabut tipe A&C
Resiko infeksi
Volume ECF ↓ Medula spinalis
Kekurangan volume cairan Persepsi
Nyeri akut
Distres spiritual
Defisit perawatan diri
E. Klasifikasi Obstruksi Ileus Ileus dibagi menjadi beberapa bagian yaitu mekanik,/dinamik dan paralitik/adinamik/fungsional. Ileus mekanik sendiri terbagi menjadi 2 menurut letak sumbatannya [ CITATION Tan14 \l 1033 ]. 1. Letak tinggi, sumbatan terjadi di esophagus, gaster, atau duodenum. 2. Letak rendah, sumbatan terjadi di usus halus, usus besar (paling sering terjadi di kolon sigmoid), sampai dengan anus. Berdasarkan sifat sumbatannya. Pada sumbatan sederhana yang terlibat hanya lumen usus. Sedangkan, pada strangulasi, vaskularisasi terganggu dan dapat mengakibatkan nekrosis dinding usus.
F. Tanda dan Gejala Obstruksi Ileus Menurut [ CITATION Tan14 \l 1033 ] adapun tanda dan gejala obstruksi ileus diantaranya yaitu. 1. Nyeri abdomen kolik. 2. Nausea, muntah. 3. Distensi abdomen dan tidak mampu defekasi atau flatus. 4. Kram pada perut dialami paroksismal selama 4 – 5 menit dan jarang ditemukan. 5. Pada sumbatan proksimal muncul gejala muntah yang banyak dan jarang terjadi muntah hijau fekal, nyeri abdomen bagian atas. 6. Sumbatan pada bagian tengah atau distal menimbulkan spasme di area periumbilical atau nyeri yang sulit digambarkan lokasinya, muntah timbul kemudian. 7. Obstipasi terjadi pada sumbatan total. 8. Pada stangulasi, gejala mirip dengan sumbatan sederhana namun nyeri yang dirasakan lebih berat dan bahaya terjadi nekrosis.
G. Pemeriksaan Diagnostik Obstruksi Ileus 1. Pemeriksaan fisik Tanda-tanda vital normal pada mulanya dan dapat mengalami dehidrasi yang dicirikan dengan takikardia dan hipotensi. Suhu tubuh normal sampai dengan tinggi. Distensi abdomen dapat tidak ada hingga semakin jelas pada sumbatan distal. Peristaltik usus berdilatasi dapat terlihat pada pasien yang memiliki postur tubuh yang kurus. Bising usus meningkat dan terdengar metallic sound sesuai timbulnya nyeri pada sumbatan distal. Adanya skar bekas operasi perlu diperhatikan. Nyeri tekan pada abdomen dapat disetai dengan terabanya massa, nyeri lepas menandakan peritonitis dan kemungkinan stragulasi. Colok dubur dapat dilakukan untuk menemukan massa intralumen dan tinja berdarah [ CITATION Tan14 \l 1033 ].
2. Pemeriksaan penunjang. a. Pemeriksaan laboratorium Nilai laboratorium pada mulanya normal, namun dapat terjadi hemokonsentrasi, leukositosis, dan gangguan elektrolit. b. Pemeriksaan radiologis Pada pemeriksaan radiologis dengan posisi tegak terlentang dan juga lateral decubitus tampak gambaran anak tangga dari usus kecil yang berdilatasi dengan air fluid level. Penggunaan kontras menunjukkan sumbatan mekanis beserta areanya. Pada sumbatan kolon, bagian yang mengalami dilatasi tampak “pigura” dari dinding abdomen. Kolon dapat dibedakan dari dinding usus dengan melihat adanya haustra yang tidak melintasi seluruh lumen kolon yang berdistensi. c. Dapat dilakukan rektosigmoidoskopi dan kolonskopi untuk mengetahui penyebab bila belum terjadi sumbatan. d. CT scan atau barium enema Pada pemeriksaan CT scan menunjukkan adanya kelainan pada dinding usus, mesenterikus, dan peritoneum. Barium enema dapat dilakukan apabila obstruksi letak rendah tidak dapat pada pemeriksaan foto polos abdomen.
H. Penatalaksanaan Obstruksi Ileus Apabila dicurigai adanya ileus mekanik dapat segera rujuk ke dokter spesialis bedah setelah diberikan tatalaksana persiapan dibawah ini. 1. Pre-operasi a. Pemasangan pipa lambung untuk mengurangi muntah, dan juga mencegah aspirasi, dan dekompresi. b. Resusitasi cairan dan elektrolit dengan menggunakan cairan isotonic dilakukan untuk memperbaiki keadaan umum. c. Pemasangan kateter urin dilakukan untuk memonitor produksi urin.
d. Pemberian antibiotic berspektrum luas dapat digunakan apabila ditemukan tanda-tanda infeksi. 2. Operasi Laparotomi dan eksplorasi untuk menentukan vibilitas usus setelah pelepasan strangulasi. Laparoskopi dapat dipertimbangkan pada kondisi distensi abdomen minimal, sumbatan pada bagian proksimal, dan parsial. 3. Post-operasi Pemberian cairan dan nutrisi perlu diperhatikan karena keadaan usus masih mengalami paralitik.
Keperawatan Perioperatif Keperawatan perioperatif yaitu istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman
fungsi
keperawatan
yang
berkaitan
dengan
pengalaman
pembedahan pasien. Menurut [CITATION Sme20 \l 1033 ] kata “perioperatif” yaitu istilah gabungan yang mencakup tiga fase pengalaman pembedahan praoperatif, intraoperatif, dan pascaoperatif. a. Fase praoperatif Peran perawat perioperatif dimulai ketika keputusan untuk intervensi bedah dibuat dan berakhir ketika pasien dikirim ke meja operasi. Lingkup aktivitas keperawatan selama waktu tersebut mencakup penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan klinik atau di rumah, menjalani wawancara praoperatif, dan menyiapkan pasien untuk dilakukan anestesi. b. Fase intraoperatif Dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke bagian atau departemen bedah dan berakhir saat pasien dipindahkan ke ruang pemulihan. Pada fase ini aktivitas keperawatan dapat meliputi: memasang infus, memberikan medikasi intravena, melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh
sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga keselamatan pasien. Contoh: menggenggam tangan pasien selama induksi anesthesia umum, sebgai perawat scrub, membantu mengatur posisi pasien diatas meja operasi. c. Fase pascaoperatif Dimulai masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik atau di rumah. Pada fase pascaoperatif langsung, focus mengkaji efek dari agen anesthesia, dan memantau fungsi vital serta mencegah komplikasi. Aktivitas keperawatan kemudian berfokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan, perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penyembuhan yang berhasil dan rehabilitasi diikuti dengan pemulangan.
Tabel. Aktivitas Keperawatan Perioperatif Fase Praoperatif Fase Intraoperatif Pengkajian praoperatif di klinik/per Pemulihan keselamatan
Fase Pascaoperatif Komunikasi dari intraoperatif
telepon
1. Menyebutkan nama pasien.
1. Atur posisi pasien
1. Melakukan
pengkajian
perioperative awal. metode
penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Mempertahankan
keluarga
dalam
posisi
sepanjang prosedur operasi. 2. Melakukan
kegiatan wawancara. 4. Memastikan
2. Menyebutkan jenis pembedahan
b. Pemajanan area pembedahan.
2. Merencanakan
3. Melibatkan
a. Kesejajaran fungsional.
pemasangan
alat
grounding ke pasien.
pemeriksaan praoperatif 5. Melakukan pengkajian kebutuhan
bahwa
jumlah
spongs, jarum, dan instrument tepat.
1. Melengkapi
intraoperative (mis. pemasangan drain atau kateter, kekambuhan yang
tidak
dapat
4. Menggambarkan
keterbatasan
fisik. 5. Melaporkan tingkat kesadaran praoperatif pasien.
Pemantauan fisiologis 1. Memperhitungkan
Unit bedah
faktor-faktor
diperkirakan).
pasien terhadap transportasi dan perawatan pascaoperatif.
3. Menggambarkan
peristiwa
3. Memberikan dukungan fisik. kelengkapan 4. Memastikan
yang dilakukan.
6. Mengkomunikasikan efek
dari
alat-alat
yang diperlukan.
hilangnya atau masuknya cairan pengkajian
secara berlebihan pada pasien.
Pengkajian pascaoperatif di ruang
praoperatif.
2. Membedakan
2. Mengkoordinasi
penyuluhan
pasien dengan staf keperawatan lain. 3. Menjelaskan
kardiopulmonal
data yang
dengan yang abnormal. 3. Melaporkan
fase-fase
normal
pemulihan 1. Menentukan respon langsung pasien
perubahan-
terhadap
intervensi
pembedahan.
dalam
perubahan pada nadi, pernafasan,
periode perioperative dan hal-hal
suhu tubuh, dan tekanan darah
Unit bedah
yang mungkin terjadi.
pasien.
1. Melakukan evaluasi efektivitas
4. Membuat rencana asuhan.
dari asuhan keperawatan di Dukungan
Ruang operatif 1. Mengkaji
(sebelum
induksi dan jika pasien sadar) tingkat
pada pasien. lembar
3. Mengidentifikasi pasien. 4. Memastikan daerah pembedahan.
pasien
selama
prosedur
dan
induksi. 3. Terus
1. Menentukan rencana asuhan.
selama
periode
perioperatif. 3. Melakukan evaluasi produkproduk yang digunakan pada
melakukan
pengkajian
status emosional pasien. Perencanaan
pasien dengan asuhan yang diberikan
observasi 2. Berdiri dekat dan menyentuh
pasien.
ruang operasi. 2. Menentukan tingkat kepuasan
kesadaran 1. Memberikan dukungan emosional
pasien. 2. Menelaah
psikologis
4. Mengkomunikasikan
pasien di ruang operasi. 4. Menentukan status psikologis
status
emosional pasien ke anggota tim
pasien. 5. Membantu dalam perencanaan
2. Mengkoordinasi pelayanan dan sumber-sumber yang sesuai.
perawatan kesehatan lain yang
pemulangan.
sesuai. Di rumah/klinik
Dukungan psikologis
Penatalaksanaan keperawatan
1. Menceritakan pada pasien apa 1. Memberikan keselamatan untuk yang sedang terjadi.
pasien.
2. Menentukan status psikologis. 3. Memberikan
peringatan
akan
stimuli nyeri. 4. Mengkomunikasikan
2. Mempertahankan
lingkungan
aseptic dan terkontrol.
emosional pasien pada anggota tim kesehatan lain yang berkaitan.
persepsi
pasien
mengenai pembedahn dalam kaitannya
3. Mengelola sumber daya manusia. status
1. Menggali
dengan
agen
anestesi, efek pada citra tubuh, penyimpangan, imobilisasi. 2. Menentukan persepsi keluarga mengenai pembedahan.
ANALISA DATA PRE-OPERASI No Data 1. DS: Pasien mengeluh perutnya melilit,
kembung,
BAB
hanya berbentuk cair saja
Etiologi Faktor predisposisi:
Masalah Disfungsi motilitas
perlengketan,
gastrointestinal b.d
intususepsi, volvulus, hernia dan
nyeri/kram abdomen
tumor DO:
↓
-
Perut tampak kembung
-
Bising
usus
7
x
per/menit.
Refluks spingter terganggu ↓ Spingter anieksterna tidak berelaksasi ↓ Refluks lama dalam kolon dan rectum ↓
2.
DS: Pasien mengatakan cemas ketika akan menghadapi prosedur takut
pembedahan/
operasinya
tidak
berjalan dengan lancar. DO: - TD: 160/80 mmHg - Nadi: 80x/menit - RR=20 x/mnt - Suhu: 36,7 oC
Disfungsi motilitas gastrointestinal b.d nyeri/kram abdomen Konstipasi ↓ Prosedur pembedahan ↓ Otak melepaskan hormone stress (adrenalin & kortisol) ↓ Ansietas b.d kekhawatiran mengalami kegagalan
Ansietas kekhawatiran mengalami kegagalan
b.d
- Pasien tampak pucat 3.
DS: -
Pasien perut
mengeluhkan melilit
dan
muntah mengeluarkan darah berwarna hitam. -
Pasien juga mengeluh diare
Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan.
Akumulasi gas dan cairan dalam lumen bagian proksimal. ↓ Distensi abdomen ↓
DO: 1. Bising
Faktor predisposisi: perlengketan, intususepsi, volvulus, hernia dan tumor ↓
usus
7
x
per/menit. 2. BB: 58 kg 3. TB: 178 cm 4. BMI: 18,3kg/m2 (gizi kurang)
Kontraksi anuler pylorus ↓ Aspirasi isi lambung ke esofagus ↓ Mual/muntah ↓ Intake ↓ ↓ Defisit nutrisi b.d ketidakmampuan mencerna makanan
INTRAOPERASI 1.
DS: DO: - Tromobsit: 249.000 - PT: 11,3 - APTT: 31,9 - Nadi: 80x/menit - TD: 160/80 mmHg
Prosedur pembedahan ↓ Terputusnya jaringan vascular ↓ Resiko perdarahan
Resiko perdarahan
POST-OPERASI 1.
DS: Pasien mengatakan merasa tidak nyaman dan sakit di luka perut yang di operasi kalau melakukan gerakan. Sakit
yang
dirasakan
seperti ada luka di perut. DO: -
Terdapat lubang ostomi disebelah sinistra
-
Skala 3 (0-10)
abdomen
Konstipasi ↓ Prosedur pembedahan ↓ Terputusnya jaringan ↓ Pelepasan mediator nyeri (mis. histamine, bradykinin & prostaglandin) ↓ Merangsang nosiseptor ↓ Nyeri dih antarkan melalui serabut tipe A&C ↓ Medula spinalis ↓ Persepsi ↓ Nyeri akut b.d agen cedera fisik (prosedur pembedahan)
Nyeri akut b.d agen cedera (prosedur pembedahan)
fisik
2.
DS: -
-
Keluarga
pasien
mengatakan
pasien
merasa
karena
malu
Konstipasi ↓ Prosedur pembedahan ↓
Gangguan tubuh
citra b.d
fungsi/struktur tubuh
BAB melalui lubang Terputusnya jaringan berubah/hilang ↓ ostomi. Gangguan citra Pasien berpikir kalau tubuh b.d orang lain melihat fungsi/struktur pasien BAB melalui tubuh lubang ostomy, tidak berubah/hilang ada kerabat yang mau mendekat.
DO: Terdapat
lubang
ostomi
disebelah abdomen sinistra 3.
DS:
Konstipasi ↓
DO: -
Prosedur pembedahan ↓
Pasien tampak pucat, terlihat lemah Terputusnya jaringan Gigi kotor, lidah kotor ↓ Pelepasan mediator nyeri (mis. histamine, bradykinin & prostaglandin) ↓ Merangsang nosiseptor ↓ Nyeri dihantarkan melalui serabut tipe A&C ↓
Defisit diri:
perawatan mandi
b.d
kelemahan, nyeri
Medula spinalis ↓ Persepsi ↓ Nyeri ↓ Defisit perawatan diri: mandi b.d kelemahan, nyeri 4.
DS:
Prosedur pembedahan ↓
DO:
Imobilisasi
Punggung bagian saccrum terlihat merah dan
↓ Gangguan
berkeringat
Gangguan integritas jaringan/kulit
b.d
perubahan pigmentasi
integritas jaringan/kulit b.d perubahan
5.
DS:
pigmentasi Konstipasi
DO:
↓
- Terdapat lubang ostomi disebelah
abdomen
sinistra - Warna
pembedahan ↓
kulit
ostomi
merah muda, lembap 9600
tanggal 28/5/2020 - Basofil
0
- Eosinofil
2
- Batang
1 (L)
Terputusnya jaringan
- Suhu: 36,7 oC - Leukosit
Prosedur
↓ per
Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
Resiko infeksi b.d kerusakan integritas kulit
- Segmen
84 (H)
- Limfosit
9 (L)
- Monosit
2
- Metamielosit 1 - Mielosit
1
- Tromobsit 249.000 - Hb 8,1 (L) 6.
DS: DO: -
Albumin: 2 (L)
-
Produksi urin 1000 ml (selama 11 jam)
-
TD: 160/80 mmHg
-
Kreatinin 1,8 (L)
-
Kalium 2,8 (L)
-
Nadi: 80x/menit
-
RR: 20x/menit
-
Suhu: 36,7 oC
-
Mulut kering
-
CRT 1,5 meq/L 7,35-7,45
D Dimer kuantitatif PT APTT INR Fibrinogen
6,6 11,3 31,9 103 393,4
Terapi Terapi farmakologi Terapi Meropenem Omeprazol Ketorolak Na asetat Cefofloxaxon Terapi diit Diit peptisol 1600 kalori Hasil tindakan dan pemeriksaan diagnostik lain: Pemeriksaan dan tindakan Kolostomi diversi Biopsi anoskopi USG
Hasil
a. Empedu membesar, hiperkolik ± 0,97 cm b. Prostat membesar ± 5,99x4,3x3,85 (vol 51,56) c. Hepar tampak koleksi cairan
EKG Pemeriksaan feses
d. VU tampak bayangan hiperkolik Regular, terdapat gambaran VES di V2 Terdapat Coccus gram positif dan kuman batang gram negatif
Pemeriksaan resistensi antibiotik: Pasien
resistensi
terhadap
Ciprofloksasin, Cotrimoksazol
Aztreonam,
Cefepim,
Cetridism,
Ceftriaxon,
ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. I 63 TAHUN DENGAN ILEUS OBSTRUKTIF PARSIAL FASE PARALITIK EC CA RECTAL 1/3 DI RUANG GASTROENTEROLOGI RSUP Dr. HASAN SADIKIN BANDUNG
A. PENGKAJIAN 1. Identitas Klien a. Nama
: Tn. I
b. Umur
: 63 tahun
c. Suku/ bangsa
: Jawa
d. Status perkawinan
: Menikah
e. Agama
: Islam
f. Pendidikan
: SMA
g. Alamat
: Sukasari, Dipatiukur
h. Tanggal masuk rumah sakit 2. Identitas Penanggung Jawab
: 20-11-2020
a. Nama
: Tn. D
b. Alamat
: Sukasari, Dipatiukur
c. Hubungan dengan klien
: Anak
d. No tlpn 3. Riwayat Kesehatan Klien
: 081296******
a. Keluhan Utama Pasien mengeluhkan perut melilit. b. Riwayat Kesehatan Sekarang 6 bulan SMRS pada bulan Oktober 2020, perut pasien makin melilit, kembung, BAB hanya berbentuk cair saja dan pasien mengatkan muntah darah berwarna hitam. Oleh keluarga, pasien dibawa ke klinik dan pasien di rawat di RS Salamun selama 12 hari. Kemudin pasien di rujuk ke RSHS tanggal 20 November 2020 dan dilakukan kolostomi. Saat dilakukan pengkajian, pasien mengatakan merasa tidak nyaman dan sakit di luka perut yang di operasi kalau melakukan gerakan.sakit, sakit yang drasakan
seperti ada luka di perut. Skala 3 (0-10) dan sakit dirasa didaerah yang dioperasi saja. c. Riwayat Kesehatan Dahulu Satu tahun yang lalu, pasien didiagnosa tumor usus dan akan dilakukan operasi namun tidak jadi karena pasien harus pergi ke Banten (rumah anaknya), hingga saat ini pasien tidak pernah lagi mengontrolkan tumor tersebut. d. Riwayat Kesehatan Keluarga Pasien tidak memiliki riwayat hipertensi, jantung, dan asma dari keluarganya. e. Pemeriksaan Fisik 1. Tanda-Tanda Vital (TTV) -
TD (Tekanan Darah)
: 160/80 mmHg
-
N (Nadi)
: 80x/menit
-
RR (Respiration Rate)
: 20 x/mnt
-
S (Suhu)
: 36,7 oC
2. Pemeriksaan Antropometri -
BB (berat badan)
: 58 kg
-
TB (tinggi badan)
: 178 cm
-
BMI (Body Max Index)
: 18,3kg/m2 (KURANG)
-
LLA
:-
(Lingkar
Lengan
Atas) 3. Pengkajian Persistem a.
Sistem Pernafasan Lubang hidung dekstra terpasang NGT, mulut gusi anemis. bentuk dada simetris, tidak ada retraksi dinding dada , suara nafas vesikular, punggung bagian saccrum terlihat merah dan berkeringat
b. Sistem Kardiovaskular Leher terpasang kateter vena sentral tertutup kassa
c. Sistem Pencernaan Mulut kering, gigi kotor, lidah kotor, terdapat bekas sisa asites, terdapat lubang ostomi di abdomen sinistra, feses cair lembek warna kuning kecoklatan, sedikit terlihat darah di feses. warna kulit ostomi merah muda, lembap, bising usus 7 x permenit. d. Sistem Integumen Kulit pasien berwarna kecoklatan, keriput e. Sistem Perkemihan Terpasang selang kateter, warna urin kuning jernih 1000 ml (selama 11 jam dan diapers). f. Sistem Persarafan - Penampilan umum
:Pasien
tampak
- Kesadaran dan orientasi
lemah
- Nilai GCS
: Compos mentis
- Memori
: E4M5V5 = 14
pucat,
: baik - Tes fungsi saraf otak Nervus I (Olfactorius) Fungsi penciuman baik. Nervus II (Optikus) Fungsi penglihatan baik. Nervus III (Okulomotorius) Pupil berkontriksi ketika diberi rangsangan cahaya. Nervus IV (Troclearis) Fungsi penglihatan baik. Nervus V (Trigeminus) Tidak terdapat kelumpuhan pada area wajah. Nervus VI (Abdusen) Fungsi penglihatan baik. Nervus VII (Fasialis) Tidak terdapat kelumpuhan pada area wajah.
terlihat
Nervus VIII (Vestibulocochlearis) Tidak
mengeluhkan gangguan pendengaran.
Nervus IX (Glosofaringeus) Nyeri telan (-) Nervus X Nervus XI (Vagus) Nyeri telan (-) Nervus XI (Aksesorius) Pasien mampu melawan tahanan pada bahu. Nervus XII (Hipoglosus) Fungsi pengecapan baik, pasien mampu membedakan rasa manis, asam, pahit dana asin. g. Sistem Endokrin h. Sistem Muskuloskelektal
Ekstremitas Atas Terdapat lebam di lengan kanan atas. kekuatan otot ekstremitas atas: dekstra 5, sinistra 5, tidak terpasang infus
Ekstremitas Bawah Kekuatan otot ekstremitas bawah: dekstra 4, sinistra 4, pitting edema +3.
B. Riwayat ADL (Activity Daily Living) No 1
Aktivitas
Sebelum Sakit
Setelah Sakit
2 – 3x/sehari
2 – 3x/sehari
Makanan berat
Makanan Cair
Tidak ada
lubang hidung
Nutrisi a. Makan Frekuensi Jenis Keluhan
dekstra terpasang NGT
b. Minum Frekuensi
Cair 8 gelas/hari
Jenis Keluhan 2
Cair Tidak ada
lubang hidung dekstra terpasang NGT
Eliminasi a. BAB Frekuensi
2x/sehari
Warna
Kuning
kuning kecoklatan
Keluhan
Perut kembung Feses dan
cair
melilit lembek sedikit
ketika ia BAB terlihat terdapat darah.
darah
di feses. Pasien BAB
melalui
kolostomi yang berada diperut sinistra. b. BAK Frekuensi Warna
5
Kuning jernih
1000
ml
(selama 11 jam
Tidak ada
Kuning jernih
Tidak ada
Terpasang
Mandiri
selang kateter Dibantu
a. Tidur siang
01:00 – 03:00
01:00 – 03:00
b. Tidur malam
10:00 – 05:00
10:00 – 04:00
Tidak ada
Tidak ada
2 – 3x/sehari
1x/sehari
Keluhan 3 4
2 – 3x/sehari
Mobilisasi Istirahat tidur
c. Keluhan Personal hygiene a. Mandi
b. Keramas c. Gunting kuku
2 hari sekali
Belum
1 minggu sekali
Belum
d. Gosok gigi
2x/sehari
Selama
sakit
pasien
tidak
pernah menggosok giginya. C. Data Psikologis a. Status emosi Tenang. b. Konsep diri Keluarga pasien mengatakan pasien merasa malu karena BAB melalui lubang ostomi. Pasien berpikir kalau orang lain melihat pasien BAB melalui lubang ostomy, tidak ada kerabat yang mau mendekat. c. Gambaran diri Pasien merasa malu karena BAB melalui lubang ostomi. d. Harga diri Keluarga pasien mengatakan pasien merasa malu karena BAB melalui lubang ostomi. Pasien berpikir kalau orang lain melihat pasien BAB melalui lubang ostomy, tidak ada kerabat yang mau mendekat. e. Peran diri Pasien merupakan seorang kepala keluarga. f. Identitas diri Pasien merupakan seorang laki-laki g. Ideal diri Pasien mengatakan bahwa ingin segera sembuh dari penyakit yang ia derita. h. Pola koping Jika ada masalah pasien selalu membicarakannya kepada keluarganya. i. Gaya komunikasi
Pasien berkomunikasi dengan nada yang lambat dan suara pelan. D. Data Sosial a.
Pendidikan dan Pekerjaan Pasien merupakan tamatan SMA.
b.
Gaya Hidup Pasien jarang mengkonsumsi makanan yang mengandung serat.
c.
Hubungan Sosial Hubungan pasien dengan keluarganya baik hal ini dibuktikan dengan ia terkadang menyempatkan waktunya untuk bertemu dengan anaknya di Banten.
E. Data Spiritual a. Konsep ketuhanan Pasien meyakini bahwa yang memberikan sakit, dan kesembuhan hanya Allah SWT. b. Praktik Ibadah Selama sakit, pasien tidak mengerajakan sholat. Karena ia merasa tidak suci akibat kolostomi/dan juga karena tidak biasa menjalankan ibadah. c. Makna sehat dan sakit spiritual Pasien meyakini bahwa sakit yang ia derita merupakan bentuk kasih sayang Allah SWT terhadapnya. d. Support spiritual Keluarga. F. Data Penunjang a. Pemeriksaan Laboratorium Pemeriksaan Hb Hct Eritrosit MCHC Ureum Kreatinin
Hasil / tanggal 28/5/2020 8,1 (L) 26 (L) 3,11 3,4 97 (H) 2,16 (H)
30/5/2020
52 (H) 1,66 (H)
Nilai rujukan 13-17 g/dl 40-50 % 3,5-5,3 103 µL 31-35 g/dL 10-50 mg/dL < 1,1 mg/dL
Gula darah Kalium PCO2 PO2 HCO3 TCO2 BE SaO2 Gula darah sewaktu Kalium Leukosit Tromobsit MCV Basofil Eosinofil Batang Segmen Limfosit Monosit Metamielosit Mielosit Na Kalsium Mg pH Gula darah puasa Albumin Protein total Ureum Kreatinin Gula darah 2 jam PP
Kalium D Dimer kuantitatif PT (protombin time) APTT (activated partial thromboplastin) INR (international normalized ratio) Fibrinogen
180 3,1 24,6 (L) 127 (L) 15,4 (L) 30 -7,5 98% 125 2,9 (L) 9600 249.000 83 0 2 1 (L) 84 (H) 9 (L) 2 1 1 180 (H) 3,1 (L) 2 7,407
3,2
< 200 mg/dL 3,6-5 mEq/L 35-45 mmHg 70-100 mmHg 22-2 mEg/L -2 – 2 mEg/L 93-98% < 200 mg/dL 3,6-5 mEq/L 4-11 103 µL 140-400 103 µL 77-93 fL 0-1 % 1-3 % 2-5 % 50-63 % 20-45 % 2-8 %
103 (H) 2 (L) 5,2 63 1,8 (L) 97 31 35 2,8 (L)
130-150 meq/L >8,5 meq/L >1,5 meq/L 7,35-7,45 100 mg/dL 3.5 – 5.0 g/dL 0 – 20 mg/dL 5 – 35 ϕL/ml