4 0 879 KB
KELOMPOK 18 POTK B – SELASA
LAPORAN PRAKTIKUM OPERASI TEKNIK KIMIA
PENGARUH PANJANG DAN DIAMETER PIPA KAPILER TERHADAP EFFLUX TIME (G)
DISUSUN OLEH: 1. ENRIQUE OWEN
19/446642/TK/49747
2. TSANIA ADZKIA MUSTOFA
19/443873/TK/49069
3. WILLY DINATA
19/439732/TK/48462
LABORATORIUM PROSES PEMISAHAN DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS GADJAH MADA 2021
1
LEMBAR PENILAIAN LAPORAN (Diisi oleh Dosen Pembimbing) Nilai Topik
Kriteria Isi
Bobot (0-100)
Judul
Jelas, singkat, aplikatif yang berkaitan dengan tujuan
10%
Bab I: Pendahuluan
Latar Belakang
Pernyataan singkat masalah yang ada yang akan dijawab dengan tujuan
Tujuan Percobaan
Bisa menjawab permasalahan yang ada di dunia nyata, dalam besaran kuantitatif Misal: Nilai konstanta, atau koefisien, atau persamaan
Bab II: Landasan Teori
Tinjauan Pustaka
Definisi dari kata-kata kunci dan erat kaitannya dengan tujuan (dan menjawab pertanyaan “apa” dari percobaan yang dilalukan)
Landasan Teori
Visualisasikan dalam gambar skema fisis (model fisis) proses yang terjadi yang berkaitan erat dengan yang akan dijawab pada tujuan
30%
Dengan menggunakan Konsep Chemical Engineer’s Tools, jabarkan proses yang terjadi pada model fisis tersebut
2
Susunlah model matematis dari model fisis tersebut yang berkaitan dengan tujuan
Nyatakan asumsi yang diambil
Selesaikan persamaan matematis yang telah tersusun sehingga dapat dituliskan algoritma perhitungan yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan.
Rancangan Percobaan
Minimal menjelaskan mengenai variabel bebas, variabel terikat, dan variabel kontrol dari percobaan yang dilakukan
Bab III: Metodologi Percobaan
Bahan
Bahan yang digunakan beserta merek
Rangkaian Alat
Gambar alat atau video alat
Cara Kerja
Jelaskan cara kerja atau animasi untuk menjelaskan cara kerja dan pengambilan data
20%
3
Analisis Data
Tuliskan satu contoh perhitungan sesuai algoritma perhitungan dan persamaanpersamaan yang dituliskan dalam landasan teori dan data yang telah diperoleh dalam pelaksanaan penelitian
Bab IV: Hasil dan Pembahasan
Hasil
Hasil hitungan yang disajikan dalam bentuk tabel singkat dan gambar yang menyatakan hubungan antara variabel terikat, bebas, dan kontrol dengan urutan sesuai tujuan
Pembahasan
Pembahasan hasil yang diperoleh dan dihubungkan dengan tinjauan pustaka, landasan teori, dan penjelasan mengenai grafik
Bab V: Kesimpulan
Kesimpulan
Ringkasan hasil dengan urutan sesuai tujuan
Daftar Pustaka
Sumber-sumber yang digunakan
Lampiran
Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia
20%
20%
Penggunaan Alat Perlindungan Diri Manajemen Limbah Perhitungan
4
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
Nama Praktikan
NIM
Tanda Tangan
Enrique Owen
19/446642/TK/49747
Tsania Adzkia Mustofa
19/443873/TK/49069
Willy Dinata
19/439732/TK/48462
Yogyakarta, 21 Oktober 2021
Dosen Pembimbing Praktikum,
Rochim Bakti Cahyono, S.T., M.Sc., Ph.D. NIP. 19600708 198601 001
Asisten,
Gerardus Rilo Nugroho Putranto NIM. 18/425149/TK/46844
5
BAB I PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG Efflux time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan dalam penurunan tinggi suatu cairan dalam tangki hingga mencapai dasar tangki dengan menggunakan pipa vertikal pada dasar tangki yang disebabkan oleh gaya berat dari cairan itu sendiri (Bird, 1960). Waktu pengosongan tangki ini dapat didekati dengan persamaan pendekatan. Hasil dari persamaan pendekatan kemudian dikaitkan dengan faktor koreksi untuk dibandingkan dengan waktu sebenarnya. Faktor koreksi akan digunakan untuk memperoleh waktu penurunan cairan sesungguhnya. Proses pengaliran fluida dalam tangki ini mengikuti prinsip dari Hukum Bernoulli yang menjelaskan bahwa aliran suatu fluida akan dipengaruhi oleh tinggi, densitas, viskositas, friksi, tekanan fluida, serta diameter dari pipa. Pengaruh dari aspek-aspek tersebut akan diamati melalui percobaan ini. Di dunia industri, efflux time sering digunakan saat memindahkan fluida dari suatu tempat tinggi ke tempat yang lebih rendah dengan pipa tertutup dan menggunakan gaya berat dari fluida itu sendiri. Pada lokasi awal, biasanya digunakan tangki sebagai tempat penyimpanan fluida yang akan dipindahkan. Proses-proses dalam industri kimia biasa berlangsung secara kontinu sehingga perhitungan efflux time dapat digunakan untuk menghitung waktu ketinggian cairan setiap saat. Dari sini dapat diketahui debit cairan keluar dari tangki atas, sehingga bisa dievaluasi apakah akan diperlukan pompa untuk mengatur debit cairan pada proses kontinu. Apabila proses yang berlangsung tidak kontinu, ketinggian permukaan cairan dapat dicari melalui waktu penurunan cairan yang keluar pada pipa dengan membuat L/D yang sama dengan tangki sesungguhnya sehingga data yang diperoleh bisa digunakan sebagai acuan proses sesungguhnya. Efflux time dari suatu tangki perlu diketahui sebagai data pertimbangan waktu operasi yang diperlukan untuk pengosongan tangki karena berkaitan
6
dengan efisiensi dan durasi waktu proses reaksi dalam industri. Pada percobaan ini digunakan aquadest dan larutan garam dengan berbagai konsentrasi sebagai variabel yang diamati, selain variabel diameter dan panjang pipa. Kedua fluida yang digunakan akan memiliki densitas dan viskositas berbeda, di mana aspekaspek ini akan berpengaruh kepada nilai bilangan Reynold. Nilai Reynold yang berbeda berdampak pada jenis aliran fluida: laminer, transisi, dan turbulen, Selain itu, variabel panjang dan diameter pipa akan berpengaruh terhadap nilai friksi antara fluida dengan dinding pipa, mengingat diameter dari pipa cukup kecil sehingga faktor friksi tidak bisa diabaikan. Dengan adanya berbagai variabel pada praktikum ini, faktor yang mempengaruhi efflux time dapat diamati.
1.2. TUJUAN PERCOBAAN Tujuan dari percobaan ini, antara lain: 1. Menentukan nilai faktor koreksi terhadap waktu pengosongan tangki dengan cara membandingkan efflux time pengamatan terhadap efflux time teoretis. 2. Mengetahui pengaruh diameter dan panjang pipa kapiler terhadap efflux time.
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1. TINJAUAN PUSTAKA Menurut Bird (1960), efflux time adalah waktu penurunan tinggi cairan dari permukaannya hingga dasar tangki melalui pipa vertikal akibat gaya beratnya. Efflux time juga dapat disebut sebagai waktu pengosongan tangki. Efflux time terjadi akibat perbedaan ketinggian yang menyebabkan cairan mengalir ke arah yang lebih rendah. Aliran tersebut terjadi karena pengaruh gaya gravitasi (gaya berat) dan beda tekanan antara dasar tangki dengan pipa pengeluaran maka fluida akan keluar melalui pipa tersebut. Nilai efflux time bisa dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: 1. Sifat fisis fluida Sifat fisis fluida seperti densitas dan viskositas sangat mempengaruhi efflux time. Semakin tinggi viskositas fluida, maka gesekan antara fluida dan dinding semakin besar. Oleh karena friksi yang semakin besar, gerak fluida keluar tangki akan melambat dan waktu penurunan tinggi cairan akan semakin lama. Di sisi lain, semakin besar densitas cairan, maka semakin berat cairan tersebut sehingga gaya berat akan semakin besar dan memperkecil efflux time. 2. Ketinggian permukaan fluida Semakin tinggi posisi fluida, semakin besar pula tekanan hidrostatis yang dialami fluida. Dengan demikian, debit fluida yang keluar pun akan semakin besar. Sebaliknya, semakin rendah posisi fluida, maka tekanan dan debit fluida yang keluar akan semakin kecil. 3. Kecepatan aliran fluida Semakin cepat aliran fluida, maka semakin besar pula debit yang keluar dari tangki sehingga nilai efflux time akan semakin kecil. Begitu pula sebaliknya, jika kecepatan fluida semakin kecil, maka debit fluida juga akan semakin kecil dan efflux time akan semakin besar.
8
4. Diameter pipa pengeluaran Semakin besar diameter pipa, maka debit fluida yang keluar pun semakin besar sehingga waktu penurunan ketinggian akan semakin cepat. Jika diameter pipa kecil, maka nilai friction head-nya juga kecil sehingga efflux time menjadi lebih singkat. 5. Panjang pipa pengeluaran Semakin panjang pipa pengeluaran, semakin lama pula fluida mengalami kontak dengan dinding pipa. Dengan begitu, gaya gesek yang timbul semakin besar dan menghamba keluarnya cairan sehingga efflux time semakin lama. 6. Diameter tangki Diameter tangki berpengaruh terhadap gaya sentrifugal dari sistem tangki. Diameter tangki yang besar menyebabkan besarnya gaya sentrifugal yang bekerja sehingga vortex yang terjadi akan semakin besar. Vortex merupakan pusaran aliran rotasional yang bergerak terhadap sumbu vertikal. Semakin besar nilai vortex, maka akan semakin besar efflux time.
Pada percobaan ini, efflux time hasil percobaan dicatat dan dibandingkan dengan efflux time teoretis yang diperoleh dari perhitungan. Untuk menghubungkan keduanya, digunakan faktor koreksi. Faktor koreksi merupakan rasio antara nilai efflux time teoretis dengan nilai efflux time sebenarnya. Faktor koreksi timbul karena adanya friksi yang terjadi pada saat fluida mengalir dari tangki ke sepanjang pipa. Aliran fluida dari tangki yang besar ke dalam pipa yang kecil mengakibatkan timbulnya friksi antara fluida yang mengalir dengan dinding-dinding pipa. Friksi atau gesekan tersebut perlu diperhatikan sebab dapat memengaruhi waktu yang dibutuhkan fluida untuk melewati pipa dengan panjang tertentu. Adapun kegunaan faktor koreksi adalah untuk mempermudah perhitungan efflux time yang sesungguhnya.
9
2.2. LANDASAN TEORI a. Aliran Fluida Fluida adalah zat yang bisa berubah bentuk secara terus menerus (kontinu) ketika terkena tegangan geser walaupun tegangan tersebut sangat kecil. Sifat ini yang membedakan fluida dengan zat padat karena kemampuannya untuk mengalir yang disebabkan ikatan antarmolekul dalam fluida lebih kecil dibandingkan zat padat. Akibatnya, fluida lebih mudah mengalir karena hambatan yang relatif kecil terhadap perubahan bentuk akibat gesekan (McCabe, 1987). Terdapat beberapa jenis aliran fluida yaitu sebagai berikut. 1. Aliran Laminer Aliran laminer merupakan aliran fluida yang partikel-partikelnya bergerak secara sejajar dengan garis-garis arusnya. Jenis aliran ini akan terjadi ketika fluida memiliki viskositas tinggi yang dialirkan dengan kecepatan rendah. Viskositas berperan meredam kecenderungan fluida melakukan gerakan relatif sehingga pergerakannya tetap sejajar dengan garis arusnya. Aliran laminer bersifat steady, yaitu memiliki aliran yang tetap. Ini bisa diartikan bahwa debit dan kecepatan aliran sepanjang aliran air tidak berubah terhadap waktu. Aliran laminer memiliki bilangan Reynold < 2100 (Manik, 2007).
Gambar 1. Visualisasi Bentuk Aliran Laminer (Manik, 2007) 2. Aliran Turbulen Aliran turbulen adalah aliran fluida yang pergerakan partikelpartikelnya sangat tidak menentu karena aliran selalu berubah terhadap waktu tanpa adanya pola tertentu. Aliran ini terjadi ketika fluida memiliki viskositas rendah dan dialirkan pada kecepatan tinggi. Pada 10
aliran turbulen, turbulensi yang timbul akan menghasilkan tegangan geser merata di seluruh fluida sehingga diperoleh kerugian-kerugian aliran. Kecepatan aliran yang relatif besar akan menghasilkan aliran kompleks, sehingga lintasan gerak partikel fluida tidak teratur dan saling bertubrukan satu dengan yang lain. Aliran turbulen memiliki bilangan Reynold > 4000 (Manik, 2007).
Gambar 2. Visualisasi Bentuk Aliran Turbulen (Manik, 2007) 3. Aliran Transisi Aliran transisi merupakan peralihan dari aliran laminer ke turbulen, dimana kondisi partikel fluida berada pada peralihan dari kondisi tetap menjadi acak. Aliran transisi memiliki bilangan Reynold di antara 2100 - 4000 (Manik, 2007). b. Persamaan Poiseulle Perhitungan terkait fluida biasanya mengasumsikan bahwa fluida yang digunakan merupakan fluida ideal yang tidak mempunyai kekentalan (viskositas). Akibatnya, ketika mengalir di dalam pipa, fluida ini akan bergerak dengan laju yang sama pada setiap bagiannya. Berbeda dengan fluida ideal, fluida yang kita jumpai di kehidupan sehari-hari disebut sebagai fluida riil atau fluida sesungguhnya. Fluida riil memiliki viskositas, sehingga ketika mengalir dalam sebuah pipa laju dari fluida ini akan berbeda-beda di berbagai posisi. Salah satu persamaan yang membahas terkait hal ini adalah persamaan Poiseulle, yang diperoleh dari menurunkan persamaan koefisien viskositas yang telah disesuaikan sebagai berikut. 𝐹=𝜇
𝐴𝑣 𝑙
(1)
11
Fluida dapat mengalir karena adanya perbedaan tekanan dari daerah awal dan tujuan, sehingga persamaan dapat dimodifikasi menjadi: (𝑃1 − 𝑃2 ) = 𝜇
𝐴𝑣 𝑙
(2)
Ketika menurunkan persamaan koefisien viskositas, ditinjau aliran lapisan fluida riil antara dua pelat sejajar dimana setiap bagian fluida mengalami perubahan kecepatan teratur sejauh l. Di dalam pipa, laju aliran fluida mengalami perubahan teratur dari pusat pipa sampai ke tepi pipa. Laju fluida akan semakin mengecil dari pusat sampai tepi pipa. Apabila jari jari dari pipa didefinisikan sebagai R dan jarak tiap bagian fluida menuju tepi pipa sebagai r, akan diperoleh definisi kecepatan pada tiap bagian seperti berikut. v1 = laju fluida pada jarak r1 dari tepi pipa (r1 = R) v2 = laju fluida pada jarak r2 dari tepi pipa (r2 < r1) vn = laju fluida pada jarak vn dari tepi pipa (rn < ... < r2 < r1)
Persamaan (2) bisa dijabarkan menjadi: (𝑃1 − 𝑃2 ) = 𝜇𝑣 𝑣=
4𝐿 (𝑅2 −𝑟2 )
(𝑃1 −𝑃2 )(𝑅2 −𝑟2 ) 4𝜇𝐿
(3) (4)
dengan, L = panjang pipa Menggunakan analisis elemen volume, diperoleh hubungan laju aliran volume fluida tiap inkremen (V) dengan laju aliran fluida (v) sebagai berikut. 𝑑𝑉𝑛 𝑑𝑡𝑛 𝑑𝑉𝑛 𝑑𝑡𝑛
= 𝑣 𝑑𝐴𝑛 = 𝑣 𝑑(2𝜋𝑟 2 )
(5)
= 𝑣 (2𝜋𝑟 𝑑𝑟𝑛 )
(6)
Apabila persamaan (6) diintegralkan dengan substitusi persamaan (4), akan diperoleh persamaan berikut. Nilai dari volume fluida yang dialirkan tiap satuan waktu (V/t) bisa diartikan sebagai debit fluida. 𝑉 𝑡
𝜋 𝑅4
= 8 (𝜇 )(
𝑃1 −𝑃2 𝐿
)
(7)
12
𝑄=
𝜋×𝑅4 ×(−Δ𝑃)
(8)
8×𝜇×𝐿
Persamaan (8) ini yang dikenal sebagai persamaan Poiseuille.
c. Perhitungan Efflux Time Pada percobaan efflux time ini digunakan neraca energi pada pipa menggunakan persamaan Bernoulli. Persamaan Bernoulli dapat diturunkan dari persamaan energi mekanik sebagai berikut. 1
1
2
2
𝑈1 + 𝑚𝑣12 + 𝑚𝑔𝑧1 + 𝑃1 𝑉1 + 𝑞 = 𝑈2 + 𝑚𝑣22 + 𝑚𝑔𝑧2 + 𝑃2 𝑉2 + 𝑤 (9) 1
𝑞 − 𝑤 = (𝑈2 − 𝑈1 ) + 2 𝑚(𝑣22 − 𝑣12 ) + 𝑚𝑔(𝑧2 − 𝑧1 ) + (𝑃2 𝑉2 − 𝑃1 𝑉1 ) (10) 1
𝑞 − 𝑤 = Δ𝑈 + 𝑚(Δv 2 ) + 𝑚𝑔(Δ𝑧) + Δ(𝑃𝑉)
(11)
2
dengan, w = kerja pompa, Joule 𝐻 = 𝑈 + 𝑃𝑉
(12)
Δ𝐻 = Δ𝑈 + Δ(𝑃𝑉)
(13)
2
2
ΔU = ∫1 𝑇 𝑑𝑠 + ∫1 𝑃 (−𝑑𝑉) 2
(14)
2
Δ(𝑃𝑉) = ∫1 𝑃 𝑑𝑉 + ∫1 𝑉 𝑑𝑃
(15)
2
∫1 𝑇 𝑑𝑠 = 𝑞 + 𝑙𝑤
(16)
dengan, lw = loss work atau tenaga yang hilang, Joule
Persamaan (11) bisa ditulis ulang dengan substitusi persamaan (14), (15), dan (16) seperti berikut. 2
2
1
𝑞 − 𝑤 = 𝑞 + 𝑙𝑤 + ∫1 𝑃 (−𝑑𝑉) + 2 𝑚(Δ𝑣 2 ) + 𝑚𝑔(Δ𝑧) + ∫1 𝑃 𝑑𝑉 + 2
∫1 𝑉 𝑑𝑃 1
2
−𝑤 = 𝑙𝑤 + 2 𝑚(Δ𝑣 2 ) + 𝑚𝑔(Δ𝑧) + ∫1 𝑉 𝑑𝑃
(17) (18)
13
Untuk incompressible fluid (ρ tetap), persamaan bisa dituliskan menjadi: 1
−𝑙𝑤 − 𝑤 = 𝑉Δ𝑃 + 2 𝑚(Δ𝑣 2 ) + 𝑚𝑔(Δ𝑧) −𝑙𝑤 − 𝑤 = −
𝑙𝑤 𝑚𝑔
Δ𝑃
𝑚 𝜌
−
+ 𝜌𝑔 dengan,
𝑃 𝜌𝑔 𝑣2 2𝑔
1
Δ𝑃 + 2 𝑚(Δ𝑣 2 ) + 𝑚𝑔(Δ𝑧) 𝑤 𝑚𝑔
Δ𝑣 2 2𝑔
=
Δ𝑃 𝜌𝑔
+
Δ𝑣 2 2𝑔
+ Δ𝑧
+ Δ𝑧 = −𝐹 − 𝑊
(19) (20) (21) (22)
= pressure head, meter = velocity head, meter
z = potential head, meter F = loss of friction, meter W = work by pump, meter Dalam percobaan ini digunakan beberapa asumsi sebagai berikut: 1. Larutan garam yang dibuat teraduk sempurna supaya larutan homogen. 2. Diameter tangki besar dan tidak terjadi gesekan antara fluida dengan dinding tangki sehingga friction head antara keduanya bisa diabaikan. 3. Tekanan udara di permukaan atas tangki dan ujung bawah pipa pengeluaran adalah tekanan atmosferis. 4. Percepatan gravitasi dalam fluida dianggap konstan pada setiap ketinggian. 5. Nilai L/D pipa besar sehingga tidak ada distribusi kecepatan dalam pipa secara radial.
14
Gambar 3. Model Fisis Tangki Persamaan efflux time teoretis dari model fisis pada Gambar 3 dapat diperoleh dengan proses sebagai berikut. Persamaan Bernoulli pada titik 1 dan 2 adalah sebagai berikut. 𝑃1
𝑣2
𝑃
𝑣2
+ 2𝑔1 + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊12 = 𝜌𝑔2 + 2𝑔2 + 𝑧2 𝜌𝑔
(23)
Pada percobaan ini, bagian atas tangki tidak tertutup sehingga tekanannya atmosferis (P1 = 0). Diameter pada titik 1 dan 2 sama, maka kecepatan penurunan fluida dalam tangki akan sama (v1 = v2). Percobaan ini juga tidak menggunakan pompa, sehingga nilai W12 = 0. Diameter tangki relatif jauh lebih besar dibanding diameter pipa, sehingga nilai friction head bisa diabaikan, F12 = 0. Persamaan (23) bisa disederhanakan menjadi: 𝑃2 𝜌𝑔
= 𝑧1 − 𝑧2
(24)
Persamaan Bernoulli pada titik 2 dan 3 adalah sebagai berikut. 𝑃2
𝑣2
𝑃
𝑣2
+ 2𝑔2 + 𝑧2 − 𝐹23 − 𝑊23 = 𝜌𝑔3 + 2𝑔3 + 𝑧3 𝜌𝑔
(25)
Pada tinjauan pipa, bagian bawah pipa terbuka sehingga memiliki tekanan atmosferis (P3 = 0). Diameter pipa dari titik 2 ke 3 juga sama, sehingga kecepatan penurunan fluida sama (v2 = v3). Pada bagian pipa ini
15
juga tidak digunakan pompa sehingga nilai W23 = 0. Persamaan (25) dapat disederhanakan menjadi sebagai berikut. Nilai friction head dari titik 2 ke 3 bisa dijabarkan menjadi persamaan (27). 𝑃
𝐹23 = 𝜌𝑔2 + 𝑧2 − 𝑧3 𝐿𝑣 2
𝐹23 = 𝑓 2𝑔𝐷
𝑝
(26) (27)
Persamaan (24) dan (27) disubstitusikan ke persamaan (26) menjadi seperti berikut. 𝐿𝑣 2
𝑓 2𝑔𝐷 = 𝑧1 − 𝑧2 + 𝑧2 − 𝑧3 𝑝
𝐿𝑣 2
𝑓 2𝑔𝐷 = 𝑧1 − 𝑧3 𝑝
𝐿𝑣 2
𝑓 2𝑔𝐷 = 𝐻 + 𝐿 𝑝
𝑓=
2𝑔𝐷𝑝 𝐿𝑣 2
(𝐻 + 𝐿)
(28)
Neraca massa juga digunakan pada percobaan ini. Aliran masuk tangki dianggap nol karena percobaan menghitung efflux time dengan mengukur waktu yang diperlukan fluida pada tinggi tertentu dalam tangki hingga tangki kosong. Aliran massa keluar berupa debit keluar dari pipa bagian bawah dikalikan massa jenis fluida. Massa akumulasi dalam tangki adalah volume fluida terakumulasi dalam tangki dikalikan massa jenis fluida, dimana volume fluida dalam tangki berubah-ubah mengikuti berkurangnya ketinggian fluida dalam tangki sebagai fungsi waktu. Neraca massa fluida dalam tangki bisa dituliskan sebagai berikut. 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 = 𝑅𝑎𝑡𝑒 𝑜𝑓 𝑚𝑎𝑠𝑠 𝑎𝑐𝑐𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑜𝑛 𝑑
0 − (𝑄. 𝜌) = 𝑑𝑡 (𝜌, 𝑉)
16
−𝜋 4
𝜋
𝐷𝑝2 𝑣 = 4 𝐷𝑡2
𝑑𝐻 𝑑𝑡
−𝐷𝑡2 𝑑𝐻
𝑣=
(29)
𝐷𝑝2 𝑑𝑡
Persamaan (29) bisa diubah untuk mencari t menjadi sebagai berikut. 𝐻 −𝐷𝑡2 𝑑𝐻
𝑡
∫0 𝑑𝑡 = ∫𝐻 2
𝐷𝑝2
1
𝑣
Untuk Dt sebagai diameter tangki dan Dp sebagai diameter pipa, keduanya bernilai tetap sehingga persamaan menjadi: −𝐷𝑡2
𝑡
∫0 𝑑𝑡 = 𝑡=
𝐷𝑝2
−𝐷𝑡2 𝐷𝑝2
𝐻 𝑑𝐻
∫𝐻 2 1
𝑣
𝐻 𝑑𝐻
∫𝐻 2
𝑣
1
(30)
Nilai v dapat disubstitusi dari persamaan (28) menjadi sebagai berikut. 𝑡=
−𝐷𝑡2 𝐷𝑝2
𝐻
∫𝐻 2 2 1
𝑑𝐻
√
(𝐻+𝐿) 2 𝑔 𝐷𝑝
(31)
𝑓𝐿
Bilangan Reynold dapat diperoleh menggunakan persamaan (32). 𝑅𝑒 =
𝜌𝑣𝐷𝑝 𝜇
(32)
Kecepatan aliran dalam pipa (v) dapat diperoleh dengan persamaan: 𝑄
𝑣=𝐴
(33)
𝑝
Kecepatan aliran volumetris dan luas penampang pipa bisa dijabarkan menjadi persamaan berikut. 𝜋
𝑄 = 4 × 𝐷𝑡2 × 𝜋
𝐴𝑝 = 4 𝐷𝑝2
Δ𝐻 𝑡𝑠
(34) (35)
17
Persamaan (33), (34), dan (35) disubstitusi ke dalam persamaan (32) sehingga diperoleh persamaan berikut. 𝑅𝑒 =
𝜌𝐷𝑡2 Δ𝐻
(36)
𝜇𝐷𝑝 𝑡𝑠
Faktor friksi merupakan fungsi dari bilangan Reynold, sehingga untuk berbagai jenis aliran dibutuhkan persamaan faktor friksi yang berbeda-beda seperti penjabaran berikut. 1. Aliran laminer, Re < 2100 64
𝑓 = 𝑅𝑒
(37)
Persamaan (28) bisa disubstitusikan menjadi sebagai berikut. Bilangan Reynold dapat dijabarkan menjadi seperti persamaan (39). 64 𝑅𝑒
=
2𝑔𝐷𝑝 𝐿𝑣 2
(𝐻 + 𝐿) 32 𝐿 𝑣 2
𝐻 + 𝐿 = 𝑅𝑒 𝑔 𝐷
(38)
𝑝
𝐻+𝐿 =
32 𝐿 𝑣 𝜇
(39)
𝜌 𝑔 𝐷𝑝2
Persamaan (29) disubstitusikan ke persamaan (39) dan diperoleh persamaan berikut. 32 𝐿 𝜇
−𝐷𝑡2 𝑑𝐻
𝑝
𝐷𝑝2 𝑑𝑡
𝐻 + 𝐿 = 𝜌 𝑔 𝐷2 × 𝐻 −32 𝐿 𝜇 𝐷𝑡2
𝑡
∫0 𝑑𝑡 = ∫𝐻 2 1
𝑡=
𝜌 𝑔 𝐷𝑝4
32 𝐿 𝜇 𝐷𝑡2 𝜌𝑔
𝐷𝑝4
×
1 𝐻+𝐿
𝐻 +𝐿
ln (𝐻1+𝐿) 2
𝑑𝐻
(40)
(41)
(42)
2. Aliran transisi 𝑓=
4×0.0791 𝑅𝑒 0.25
(43)
18
Persamaan (28) bisa disubstitusikan menjadi sebagai berikut. Bilangan Reynold dapat dijabarkan menjadi seperti persamaan (45). 4×0.0791
2𝑔𝐷𝑝
=
𝑅𝑒 0.25
(𝐻 + 𝐿)
𝐿𝑣 2
0.1582 𝐿 𝑣 2
𝐻 +𝐿 = 𝑔𝐷
𝑝
(44)
𝑅𝑒 0.25
0.1582 𝐿 𝑣 2
𝐻+𝐿 =
𝑔 𝐷𝑝 (
𝜌 𝑣 𝐷𝑝 0.25 ) 𝜇
0.1582 𝐿 𝜇 0.25
𝐻 + 𝐿 = ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) 𝑣 0.75
(45)
𝑝
Persamaan (29) disubstitusikan ke persamaan (45) dan diperoleh persamaan berikut. 0.75
−𝐷2 𝑑𝐻
0.1582 𝐿 𝜇 0.25
𝐻 + 𝐿 = ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) ( 𝐷2𝑡 𝑝
𝑝
) 𝑑𝑡
4
4 7
0.1582 𝐿 𝜇 0.25 7 −𝐷𝑡2 𝑑𝐻
(𝐻 + 𝐿) = ( 1.25 0.25 ) ( 2 𝑔𝐷 𝜌 𝐷 𝑝
𝑑𝑡
𝑝
)
4
𝑡 ∫0 𝑑𝑡
0.1582 𝐿 𝜇 0.25 7 −𝐷𝑡2
𝐻
= ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) ( 𝐷2 ) ∫𝐻 2 𝑝
1
𝑝
4
7 0.1582 𝐿 𝜇 0.25 7
2
𝐷
1 4
𝑑𝐻
(46)
(𝐻+𝐿)7
3
3
𝑡 = 3 ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) (𝐷𝑡 ) [(𝐻1 + 𝐿)7 − (𝐻2 + 𝐿)7 ] 𝑝
𝑝
(47)
3. Aliran turbulen, Re > 4000 0.25
𝑓=
𝜀
(log(3.71𝐷))
Dengan
𝜀 𝐷
(48)
2
adalah surface roughness yang diperoleh dari literatur
sebesar 1.52 x 10-4 untuk pipa plastik (Perry, 1999). Persamaan (28) bisa disubstitusikan menjadi persamaan (49) sebagai berikut. 2𝑔𝐷𝑝 𝐿𝑣 2
(𝐻 + 𝐿) =
(𝐻 + 𝐿) =
0.25 1.52×10−4 (log( 3.71𝐷 ))
2
0.125 𝐿 𝑣 2 𝑔 𝐷𝑝(log(
2 1.52×10−4 )) 3.71𝐷
(49)
Persamaan (29) disubstitusikan ke persamaan (49) dan diperoleh persamaan berikut.
19
−𝐷2 𝑑𝐻
0.125 𝐿
(𝐻 + 𝐿) =
𝑔 𝐷𝑝(log(
1.52×10−4 )) 3.71𝐷
2
× ( 𝐷2𝑡 𝑝
2
) 𝑑𝑡
1 2 1
−𝐷2 𝑑𝐻
0.125 𝐿
(𝐻 + 𝐿)2 = (
𝑔 𝐷𝑝 (log(
1.52×10−4 )) 3.71𝐷
2
1 2
𝑡 ∫0 𝑑𝑡
0.125 𝐿
=( 𝑔
−𝐷
1.52×10−4 𝐷𝑝(log( 3.71𝐷 ))
0.125 𝐿 𝑣 2 𝑔 𝐷𝑝 (log(
1.52×10−4 3.71𝐷
𝑝
2
𝐻
𝑡 ) ∫𝐻 2 2) ( 𝐷 𝑝
1 2
𝑡 = 2(
) ( 𝐷2𝑡
𝐷
))
2
1
𝑑𝑡
)
1 1
𝑑𝐻
(50)
(𝐻+𝐿)2
1
1
𝑡 ) [(𝐻1 + 𝐿)2 − (𝐻2 + 𝐿)2 ] (51) 2) ( 𝐷 𝑝
Setelah diperoleh efflux time teoritis dari hasil perhitungan dan efflux time data percobaan, kedua data tersebut dapat dibandingkan untuk memperoleh faktor koreksi yang bisa digunakan untuk memperoleh nilai waktu yang lebih mendekati nilai sesungguhnya. Faktor koreksi dapat dihitung dengan persamaan berikut. 𝑡
𝜂 = 𝑡𝑠 𝑡
(52)
dengan, η = faktor koreksi ts = efflux time percobaan, s tt = efflux time teoritis, s
2.3. RANCANGAN PERCOBAAN Percobaan Pengaruh Panjang dan Diameter Pipa Kapiler terhadap Efflux Time menggunakan beberapa variabel penelitian, meliputi variabel bebas, kontrol, dan terikat. Variabel bebas dalam percobaan ini yaitu diameter dan panjang pipa. Selanjutnya, variabel terikat dalam percobaan ini, yaitu efflux time dan faktor koreksi. Adapun variabel kontrol dalam percobaan ini, yaitu ketinggian fluida, diameter tangki, dan jenis fluida.
20
Tabel I. Data Variasi Diameter Pipa ts, s No.
L, cm
Dp, cm
H1-H2
H2-H3
H3-H4
H4-H5
H5-H6
1 2 3 4 5
Tabel II. Data Variasi Panjang Pipa No.
L, cm
ts, s
Dp, cm H1-H2
H2-H3
H3-H4
H4-H5
H5-H6
1 2 3 4 5
21
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 BAHAN Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini, antara lain: 1. Aquadest (H2O) Aquadest merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berbau, serta tidak berasa. Di samping itu, aquadest juga bersifat netral (pH = 7). Berdasarkan MSDS, aquadest tergolong ke dalam bahan yang tidak berbahaya (ScienceLab.com). 2. Air ledeng (H2O) Air ledeng merupakan cairan yang tidak berwarna, tidak berasa, dan tidak berbau pada kondisi standar, yaitu pada tekanan 100 kPa (1 bar) dan suhu 273°K (0°C). Berdasarkan MSDS, air ledeng tergolong ke dalam bahan yang tidak berbahaya (ScienceLab.com). 3. Garam (NaCl) Garam atau natrium klorida merupakan padatan berupa bubuk atau kristal yang tidak berwarna, tidak berbau, serta mempunyai rasa yang asin. Dalam kehidupan sehari-hari, natrium klorida dikenal sebagai garam dapur. Natrium klorida murni tidak berwarna, tetapi apabila mengandung kotoran, dapat berwarna lain, seperti biru, ungu, atau merah muda. Berdasarkan MSDS, natrium klorida tergolong ke dalam bahan yang cukup iritan (ScienceLab.com).
22
3.2 RANGKAIAN ALAT PERCOBAAN
Keterangan: 1. Ember 2. Pipa kapiler 3. Larutan 4. Tangki 5. Pipa baca penera tinggi larutan 6. Stopwatch 7. Penyangga Gambar 4. Rangkaian Alat Percobaan Efflux time
3.3 CARA KERJA 1. Penentuan Sifat Fisis Garam dapur sebanyak 300 gram ditimbang lalu dilarutkan dalam 8 liter air ledeng. Densitas aquadest dan larutan garam diukur dengan menggunakan piknometer dan neraca analitis digital. Viskositas aquadest dan larutan garam dihitung dengan menggunakan viskosimeter Ostwald melalui pengukuran waktu alirnya. 2. Penentuan Efflux Time Pipa kapiler yang tersedia diukur dan digolongkan sesuai panjang serta diameternya. Pipa dirangkai sesuai gambar rangkaian alat percobaan dan dipastikan pipa tegak lurus dengan diameter tangki. Dilakukan tes kebocoran dengan menggunakan air ledeng sebelum percobaan dengan larutan garam. Ujung pengeluaran pipa ditutup dan larutan garam dimasukkan ke dalam tangki hingga ketinggian awal 14 cm. Permukaan air dipastikan sudah tenang sebelum dilakukan pengukuran. Waktu penurunan cairan dicatat setiap interval penurunan cairan 2 cm (∆h = 2 cm) untuk setiap pipa. Percobaan yang sama dilakukan untuk setiap variasi diameter dan panjang pipa.
23
3.4 ANALISIS DATA 1. Menentukan densitas larutan garam Densitas larutan garam dapat ditentukan dengan persamaanpersamaan berikut: 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡) − (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟)
(53)
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟 + 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛) − (𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑝𝑖𝑘𝑛𝑜𝑚𝑒𝑡𝑒𝑟) 𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 =
𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
× 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
(54) (55)
dengan, 𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = densitas larutan garam 𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
= densitas aquadest
Densitas aquadest pada suhu percobaan dapat dilihat dalam literatur.
2. Menentukan viskositas larutan garam Viskositas larutan garam dapat ditentukan dengan persamaan berikut: 𝜇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 =
𝑡̅𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚×𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 𝑡̅𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡×𝜌𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
× 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
(56)
dengan, 𝜇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = viskositas larutan garam, g/cm.s 𝜇𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
= viskositas aquadest, g/cm.s
̅ 𝑡𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = waktu alir rata-rata larutan garam, s ̅ 𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡
= waktu alir rata-rata aquadest, s
Persamaan diatas diperoleh melalui penurunan persamaan Poiseuille sebagai berikut: 𝑄=
𝜋 × 𝑅4 × (−∆𝑃) 8 × 𝜇 ×𝐿
𝑄=
𝑣 𝑡
(−∆𝑃) = 𝜌 × 𝑔 × ℎ
(8) (57) (58)
Persamaan disubstitusikan hingga diperoleh persamaan untuk fluida 1 dan fluida 2 sebagai berikut: 𝑉1 𝑡1
=
𝜋 × 𝑅1 4 × (𝜌1 ×𝑔×∆ℎ1 ) 8 × 𝜇1 ×𝐿1
(59)
24
𝑉2 𝑡2
=
𝜋 × 𝑅2 4 × (𝜌2 ×𝑔×∆ℎ2 ) 8 × 𝜇2 ×𝐿2
(60)
Asumsi yang digunakan: a) Pipa yang digunakan sama sehingga dimensinya pun sama i. 𝑅1 = 𝑅2 = 𝑅 ii. 𝐿1 = 𝐿2 = 𝐿 iii. 𝑉1 = 𝑉2 = 𝑉 b) Beda tinggi yang ditimbulkan akibat tekanan hidrostatisnya sama i. ∆ℎ1 = ∆ℎ2 = ∆ℎ Persamaan (59) dan persamaan (60) dibagi sehingga diperoleh: 𝑡2
(𝜌 ×𝜇 )
= (𝜌1×𝜇2)
𝑡1
2
𝜇2 = dengan, Q R
1
(𝜌2 ×𝑡2 ×𝜇1 ) (𝜌1 ×𝑡1 )
(61)
= debit aliran, 𝑐𝑚3 /𝑠 = jari-jari pipa, 𝑐𝑚
(−∆𝑃) = tekanan hidrostatis, 𝑔/𝑐𝑚. 𝑠 2 𝜇
= viskositas cairan, 𝑔/𝑐𝑚. 𝑠
𝐿
= panjang pipa, 𝑐𝑚
𝑔
= percepatan gravitasi, 𝑐𝑚/𝑠 2
ℎ
= ketinggian fluida dalam tangki, 𝑐𝑚
𝑡
= waktu alir rata-rata, s
3. Menentukan efflux time teoritis Bilangan Reynolds dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝑅𝑒 =
𝜌 × 𝑣 × 𝐷𝑝
(32)
𝜇
Kecepatan aliran dalam pipa dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝑄
𝑣=𝐴
(33)
𝑝
Kecepatan aliran volumetris dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝜋
𝑄 = 4 × 𝐷𝑡 2 ×
∆𝐻 𝑡𝑠
(34)
∆𝐻 = 𝐻1 − 𝐻2
25
Kecepatan aliran volumetris dapat dihitung menggunakan persamaan: 𝜋
𝐴𝑝 = 4 × 𝐷𝑝 2
(35)
Persamaan Bilangan Reynolds menjadi: 𝑅𝑒 =
𝜌 × 𝐷𝑡 2 ×∆𝐻
(36)
𝜇 ×𝐷𝑝 ×𝑡𝑠
dengan, 𝐷𝑝 = diameter pipa, 𝑐𝑚 𝐷𝑡
= diameter tangki, 𝑐𝑚
𝐻1 = tinggi larutan mula-mula, 𝑐𝑚 𝐻2 = tinggi larutan akhir, 𝑐𝑚 ∆𝐻 = beda tinggi larutan, 𝑐𝑚 𝐴𝑝 = luas penampang pipa, 𝑐𝑚2 𝑅𝑒 = bilangan Reynold 𝜌
= densitas larutan, g/𝑐𝑚3
𝑣
= kecepatan aliran laminar dalam pipa,
𝑐𝑚 𝑠
𝑐𝑚 3
Q
= debit aliran,
𝑡𝑠
= efflux time untuk ∆𝐻 tertentu
𝑠
Dalam penentuan efflux time teoritis, digunakan Persamaan Bernoulli sebagai berikut: 𝑃1
𝑣2
𝑃
𝑣2
1 2 + 2𝑔 + 𝑧1 − 𝐹12 − 𝑊12 = 𝜌𝑔2 + 2𝑔 + 𝑧2 𝜌𝑔
(23)
Neraca massa cairan dalam tangki dapat dituliskan sebagai berikut: 𝑅𝑖𝑛 − 𝑅𝑜𝑢𝑡 = 𝑅𝑎𝑐𝑐 𝑑
0 − (𝜌𝑄) =
𝑑𝑡
𝜋
(𝜌𝑉)
𝜋
𝑑𝐻
− 4 × 𝐷𝑝2 × 𝑣 = − 4 × 𝐷𝑡2 𝑑𝑡 𝐷 2 𝑑𝐻
𝑣 = − 𝐷𝑡2 𝑑𝑡
(29)
𝑝
Melalui penurunan persamaan pada landasan teori, akan diperoleh persamaan: 𝑡=
−𝐷𝑡2 𝐷𝑝2
𝐻
∫𝐻 2 2 1
√
𝑑𝐻 (𝐻+𝐿) 2 𝑔 𝐷𝑝
(31)
𝑓𝐿
26
Faktor friksi dapat ditentukan melalui bilangan Reynold sebagai berikut: a) Untuk aliran laminer, Re < 2100 64
𝑓 = 𝑅𝑒
b) Untuk aliran transisi, 2100 < Re < 4000 𝑓=
4 ×(0,0791) 𝑅𝑒 0,25
c) Untuk aliran turbulen, Re > 4000 0,25
𝑓=
(log(
2 𝜀 )) 3,71𝐷
𝜀
dengan, 𝐷 merupakan relative roughness yang didapat dari literatur Setelah dilakukan substitusi, maka persamaan untuk mencari efflux time tiap-tiap aliran adalah sebagai berikut: a) Aliran Laminer 𝑡=
−32 𝐿 𝜇 𝐷𝑡2 𝜌 𝑔 𝐷𝑝4
𝐻 +𝐿
ln (𝐻1+𝐿)
(42)
2
b) Aliran Transisi 4
7 0.1582 𝐿 𝜇 0.25 7
2
𝐷
3
3
𝑡 = 3 ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) (𝐷𝑡 ) [(𝐻1 + 𝐿)7 − (𝐻2 + 𝐿)7 ] 𝑝
𝑝
(47)
c) Aliran Turbulen 1
0.1582 𝐿 𝜇 0.25 2
𝐷
2
1
1
𝑡 = 2 ( 𝑔 𝐷1.25 𝜌0.25 ) (𝐷𝑡 ) [(𝐻1 + 𝐿)2 − (𝐻2 + 𝐿)2 ] 𝑝
𝑝
(51)
4. Menentukan faktor koreksi Faktor koreksi dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: 𝑡
ɳ = 𝑡𝑠 𝑡
(52)
dengan, ɳ = faktor koreksi 𝑡𝑠 = efflux time percobaan, 𝑠 𝑡𝑡 = efflux time teoritis, 𝑠
27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Efflux time merupakan waktu yang diperlukan untuk mengosongkan tangki yang berisi cairan melalui pipa vertikal akibat gaya gravitasi. Peristiwa ini terjadi ketika ketinggian cairan dalam tangki lebih tinggi dibanding pipa pengeluaran sehingga cairan dalam tangki akan mengalir keluar akibat gaya beratnya. Peristiwa efflux time banyak ditemukan dalam industri kimia untuk memindahkan cairan dari suatu tangki ke tangki penampungan lainnya ataupun untuk mengosongkan suatu tangki. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi nilai dari efflux time, seperti sifat fisis cairan dalam tangki, diameter tangki, diameter pipa, panjang pipa, percepatan gravitasi, dan ketinggian cairan dalam tangki. Sifat fisis cairan yang dimaksud dapat berupa densitas dan viskositas cairan di mana semakin besar densitas cairan, maka bilangan Reynolds akan menjadi semakin besar dan faktor friksi akan semakin kecil sehingga efflux time menjadi semakin cepat. Sebaliknya, semakin besar viskositas cairan, maka bilangan Reynolds akan semakin kecil sehingga efflux time menjadi semakin lambat. Diameter tangki yang semakin besar akan membuat efflux time menjadi semakin cepat karena gaya sentrifugal sistem tangki yang semakin besar sehingga terdapat kemungkinan terjadinya vortex dan faktor friksi yang semakin besar. Dalam persamaan Bernoulli, terlihat pula bahwa faktor friksi berbanding terbalik dengan diameter tangki. Di lain sisi, semakin besar diameter pipa pengeluaran, gesekan antara dinding pipa dan fluida yang mengalir akan semakin kecil sehingga nilai faktor friksinya menurun dan efflux time akan menjadi semakin cepat. Semakin panjang pipa yang digunakan untuk mengalirkan fluida, efflux time akan semakin lambat karena nilai friction head akan semakin besar. Semakin tinggi permukaan cairan dalam tangki apabila dibandingkan dengan pipa pengeluaran, akan semakin besar pula tekanan hidrostatis antara permukaan cairan dengan ujung pipa pengeluaran sehingga efflux time semakin cepat. Dalam percobaan ini, digunakan nilai densitas dan viskositas air ledeng 𝑔 𝑔 berturut-turut sebesar 0,9966 ⁄𝑐𝑚3 dan 0,0087 ⁄𝑐𝑚. 𝑠 yang diperoleh melalui 28
Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th Edition. Melalui perbandingan massa, 𝑔 diperoleh densitas larutan garam sebesar 1,0223 ⁄𝑐𝑚3 . Nilai densitas dan viskositas tersebut kemudian digunakan untuk menentukan viskositas larutan 𝑔 garam yaitu sebesar 0,0091 ⁄𝑐𝑚. 𝑠. Pada percobaan ini, akan dicari pengaruh panjang dan diameter pipa kapiler terhadap kecepatan aliran pengosongan tangki dan nilai faktor koreksi. Pengaruh perbedaan diameter pipa dengan panjang pipa tetap disajikan melalui grafik-grafik di bawah ini.
Gambar 5. Pengaruh Diameter Pipa dengan Panjang Pipa Tetap terhadap Kecepatan Aliran Larutan Garam Keluar Tangki
Melalui grafik di atas, dapat dilihat bahwa kecepatan aliran fluida keluar tangki akan meningkat seiring bertambahnya diameter pipa. Semakin besar diameter pipa, maka luas penampang juga akan semakin besar sehingga kecepatan aliran fluida semakin cepat dan nilai efflux time menurun. Terlihat pada grafik bahwa tren saat ketinggian H4-H5 tidak sama dengan ketinggian yang lainnya. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan pembacaan tinggi cairan dalam tangki yang dilakukan secara kasat mata sehingga efflux time tidak presisi.
29
Gambar 6. Pengaruh Diameter Pipa dengan Panjang Pipa Tetap terhadap Nilai Faktor Koreksi
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai faktor koreksi berbanding terbalik dengan bertambahnya diameter pipa. Hal tersebut tidak sesuai dengan teori di mana seharusnya semakin tinggi diameter pipa, maka nilai faktor koreksi juga meningkat. Berdasarkan persamaan (42), (47), dan (51), apabila diameter pipa kapiler dinaikkan, maka nilai efflux time teoretis akan menurun. Penurunan efflux time teoretis akan mengakibatkan naiknya nilai faktor koreksi di mana friksi yang timbul akan semakin kecil dan faktor koreksinya menjadi lebih besar. Dalam data percobaan, terdapat penyimpangan pada diameter pipa 0,3 cm di mana seharusnya faktor koreksi menurun dibandingkan data sebelumnya. Namun sebaliknya, nilai faktor koreksi naik dibandingkan pipa dengan diameter 0,35 cm. Hal ini dapat disebabkan oleh kesalahan pembacaan tinggi cairan dalam tangki yang dilakukan secara kasat mata sehingga efflux time tidak presisi.
30
Gambar 7. Pengaruh Panjang Pipa dengan Diameter Pipa Tetap terhadap Kecepatan Aliran Larutan Garam Keluar Tangki
Melalui grafik di atas, dapat dilihat bahwa kecepatan aliran fluida keluar tangki menurun seiring bertambahnya panjang pipa. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori di mana semakin panjang pipa, maka nilai friksinya akan meningkat sehingga kecepatannya menurun.
Gambar 8. Pengaruh Panjang Pipa dengan Diameter Pipa Tetap terhadap Nilai Faktor Koreksi
31
Berdasarkan grafik di atas, dapat dilihat bahwa nilai faktor koreksi berbanding terbalik dengan bertambahnya panjang pipa. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori di mana semakin panjang pipa, maka akan memberikan nilai friksi yang lebih besar dan nilai faktor koreksinya pun akan semakin kecil.
Gambar 9. Hubungan Debit Aliran dengan Efflux Time pada Variasi Diameter Pipa
Gambar 10. Hubungan Debit Aliran dengan Efflux Time pada Variasi Panjang Pipa 32
Melalui gambar 9 pada percobaan dengan variasi diameter pipa, dapat dilihat bahwa debit aliran fluida yang semakin menurun atau kecil akan menyebabkan efflux time yang semakin besar pula. Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa semakin lama efflux time, maka akan semakin sedikit fluida dalam tangki dan ketinggiannya pun menurun, maka dari itu nilai debit dan waktu penurunan fluida akan semakin kecil. Pada variasi diameter pipa, dapat dilihat bahwa semakin besar diameter pipa, semakin besar pula nilai debit yang dihasilkan. Nilai debit terbesar diperoleh dengan diameter pipa 0,6 cm pada ketinggian tertinggi yaitu 14 – 12 cm dengan nilai debit 52,3599 cm3/s. Sementara itu, nilai debit terkecil diperoleh dengan pipa 0,2 cm pada ketinggian terendah yaitu 6 – 4 cm dengan nilai debit 5,0063 cm3/s. Sama halnya dengan gambar 9, pada gambar 10 dapat dilihat bahwa nilai debit juga menurun seiring bertambahnya efflux time pada percobaan dengan variasi panjang pipa. Hal ini juga sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa ketinggian cairan dalam tangki akan mempengaruhi kecepatan fluida keluar dari tangki sehingga nilai debit dan waktu penurunan fluida semakin kecil. Pada variasi panjang pipa, dapat dilihat bahwa semakin panjang pipa, efflux time, nilai debit yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal tersebut sudah sesuai dengan teori di mana semakin panjang pipa, maka nilai friksinya akan meningkat sehingga debitnya pun menurun. Pada variasi panjang pipa, nilai debit terbesar diperoleh dengan panjang pipa 20 cm pada ketinggian 14 – 12 cm dengan nilai debit 14,2237 cm3/s. Sementara itu, nilai debit terkecil diperoleh dengan panjang pipa 0,35 cm pada ketinggian 8 – 6 cm dengan nilai debit 9,8958 cm3/s. Seharusnya, nilai debit terendah diperoleh pada ketinggian 6 – 4 cm karena pengaruh ketinggian cairan yang rendah. Kesalahan tersebut dapat disebabkan oleh adanya olakan dalam tangki sehingga debitnya menjadi lebih tinggi.
33
BAB V KESIMPULAN
Kesimpulan yang diperoleh dari percobaan Pengaruh Panjang dan Diameter Pipa Kapiler terhadap Efflux Time adalah sebagai berikut. 1. Pada diameter yang sama, semakin panjang pipa pengeluaran, maka efflux time akan semakin lama. 2. Pada panjang yang sama, semakin besar diameter pipa pengeluaran, maka efflux time akan semakin cepat 3. Nilai faktor koreksi yang diperoleh: a. Variasi panjang pipa (20, 25, 30, 35, dan 40 cm) Berada pada kisaran 0,68 ≤ faktor koreksi ≤ 0,91 b. Variasi diameter pipa (0,2, 0,3, 0,35, 0,4, dan 0,6 cm) Berada pada kisaran 0,58 ≤ faktor koreksi ≤ 1,28
34
DAFTAR PUSTAKA
Bird, R. B., Steward, W. E., and Lightfoot, E. N. 1960. Transport Phenomena. 2nd edition. Wiley and Sons, Inc. Manik, dkk. 2017. Analisa Pengaruh Panjang, Letak dan Geometri Lunas Bilga Terhadap Arah dan Kecepatan Aliran (Wake) Pada Kapal Ikan Tradisional (Studi Kasus Kapal Tipe Kragan). Jurnal Teknik Perkapalan, 345-352. McCabe, Harriot, and Smith. 1987. Unit Operations in Chemical Engineering. McGraw-Hill. Book Company, Inc. Perry, R.H. and Green, D.W. 1999. Perry’s Chemical Engineer’s Handbook. 7th edition. McGraw Hill Book Company, Inc. ScienceLab. 2013. “Material Safety Data Sheet Sodium chloride MSDS,” 1–6. ScienceLab.com. ScienceLab. 2013. “Material Safety Data Sheet Water MSDS,” 1–5. ScienceLab.com. ScienceLab. 2013. “Material Safety Data Sheet Water deionized MSDS,” 1–5. ScienceLab.com.
35
LAMPIRAN
A. Identifikasi Hazard Proses dan Bahan Kimia 1. Proses a. Penentuan densitas fluida dengan piknometer Praktikan harus berhati-hati ketika menggunakan piknometer karena alat tersebut terbuat dari kaca yang jika terjatuh, dapat pecah dan melukai praktikan. Apabila hal tersebut terjadi, segera bersihkan pecahan kaca dengan sapu dan pastikan tidak menggunakan tangan kosong. Selain itu, saat menggunakan piknometer, pastikan cairan yang tumpah segera dikeringkan dengan tisu dan saat melakukan penimbangan dengan neraca analitis digital, pastikan pula larutan yang akan ditimbang tidak tumpah dan membasahi neraca. b. Penentuan viskositas fluida dengan viskosimeter Ostwald Sama halnya dengan piknometer, viskosimeter Ostwald juga berbahan dasar kaca sehingga praktikan harus berhati-hati saat menggunakannya.
Praktikan
juga
perlu
berhati-hati
sewaktu
memasukkan cairan ke dalam viskosimeter karena dapat tumpah dan membasahi lantai. Apabila hal tersebut terjadi, segera lap tumpahan tersebut untuk mengurangi potensi praktikan terpeleset. c. Perhitungan efflux time dalam tangki dengan pipa kapiler Pada saat memasang pipa kapiler, pastikan sumbat pipa terpasang dengan sempurna untuk menghindari kebocoran. Pipa kapiler yang digunakan juga terbuat dari kaca sehingga praktikan harus berhati-hati saat pemasangannya agar pipa tidak retak dan pecah. Di samping itu, ketika menuangkan fluida ke dalam tangki, pastikan cairan yang dituangkan tidak tumpah karena bisa membasahi lantai. Jika hal tersebut terjadi, segera lap tumpahan tersebut untuk mengurangi potensi praktikan terpeleset.
36
2. Bahan-bahan Percobaan a. Aquadest, tidak berbahaya b. Air ledeng, tidak berbahaya c. Garam (NaCl) teknis, bersifat iritan terhadap kulit dan mata
B. Penggunaan Alat Perlindungan Diri Dalam percobaan ini, digunakan berbagai alat pelindung diri (APD), antara lain: 1. Jas laboratorium, berfungsi untuk melindungi tubuh praktikan dari kontak langsung dengan bahan kimia. 2. Masker, berfungsi untuk melindungi saluran pernapasan dan memperkecil kemungkinan terhirupnya gas atau uap berbahaya. 3. Gloves, berfungsi untuk melindungi tangan dari sentuhan langsung dengan bahan kimia maupun kemungkinan pecahan alat percobaan. 4. Goggles, berfungsi untuk melindungi mata praktikan dari kemungkinan pecahan alat maupun percikan bahan kimia. 5. Sepatu tertutup dan kaos kaki, berfungsi untuk melindungi kaki agar tetap aman dari tumpahan atau percikan bahan kimia selama praktikum berlangsung
C. Manajemen Limbah Rangkaian proses dalam percobaan ini menghasilkan beberapa limbah, yaitu: 1. Sisa aquadest dibuang ke wastafel. 2. Sisa air ledeng dibuang ke wastafel. 3. Sisa larutan garam dibuang ke wastafel karena kadarnya hanya 3% sehingga tidak perlu dibuang pada tempat penampungan limbah halogen
37
D. Perhitungan 1. Menentukan densitas larutan garam Densitas aquadest pada suhu 26,5°C adalah 0.9966 g/cm3 (Perry, 1999). Perhitungan menggunakan persamaan (53), (54), dan (55). 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 = (38,6232 − 13,8468) 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 26,7764 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑚𝑎𝑠𝑠𝑎 𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = (39,2612 − 13,8468) 𝑔𝑟𝑎𝑚 = 25,4144 𝑔𝑟𝑎𝑚 Densitas larutan garam: 𝜌𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 =
25,4144 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑔 𝑔 × 0,9966 3 = 1,0223 3 26,7764 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑐𝑚 𝑐𝑚
2. Menentukan viskositas larutan garam Waktu alir rata-rata aquadest dan larutan garam dapat dihitung menggunakan persamaan berikut: 18,1 + 18,3 = 18,2 𝑠 2 18,71 + 18,82 ̅ 𝑡𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 = 18,77 𝑠 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = 2 ̅ 𝑡𝑎𝑞𝑢𝑎𝑑𝑒𝑠𝑡 =
Viskositas aquadest pada 26,5°C adalah 0,00865 g/cm.s (Perry, 1999). Viskositas larutan garam kemudian dihitung menggunakan persamaan (56). 𝑔 𝑔 3 𝑐𝑚 𝜇𝑙𝑎𝑟𝑢𝑡𝑎𝑛 𝑔𝑎𝑟𝑎𝑚 = × 0,00865 𝑔 𝑐𝑚. 𝑠 18,2 𝑠 × 0.9966 3 𝑐𝑚 𝑔 = 0,0091 𝑐𝑚. 𝑠 18,77 𝑠 × 1,0223
3. Menghitung efflux time teoritis Dilakukan perhitungan efflux time menggunakan persamaan (32), (33), (34), (35), serta (42) untuk aliran laminer; (47) untuk aliran transisi; atau (51) untuk aliran turbulen. Contoh perhitungan untuk data variasi diameter pipa 0,6 cm pada ketinggian H1-H2 sebagai berikut: (14 − 12) 𝜋 𝑐𝑚3 2 𝑄 = × 23 × = 52,3599 4 15,87 𝑠
38
𝐴𝑝 =
𝜋 × (0,6)2 = 0,2827 𝑐𝑚2 4
𝑐𝑚3 52,3599 𝑠 𝑐𝑚 𝑣= = 185,1852 2 0,2827 𝑐𝑚 𝑠 𝑔 𝑐𝑚 1,0223 3 × 185,1852 × 0,6 𝑐𝑚 𝑠 𝑐𝑚 𝑅𝑒 = = 12.416,0967 𝑔 0,0091 𝑐𝑚. 𝑠 Bilangan Reynold lebih besar dari 4000 menunjukkan bahwa larutan bergerak secara turbulen sehingga nilai efflux time teoritis dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut. 1
1 1 0.1582 × 40 × 0,00910.25 2 23 2 2 − (12 + 40)2 ] 𝑡 = 2( ) ( ) [(14 + 40) 981 × 0,61.25 × 1,02230.25 0,6
= 24,7452 𝑠
4. Menghitung faktor koreksi Perhitungan faktor koreksi dilakukan menggunakan persamaan (52) berikut. ɳ =
15,87 𝑠 = 0,6413 24,7452 𝑠
Dengan langkah yang sama, didapatkan hasil hitungan berbagai nilai efflux time teoretis dan faktor koreksi dari data hasil percobaan sebagai berikut.
39
Tabel III. Debit dan Kecepatan Aliran untuk Variasi Diameter Pipa L
40
Dp
H1
H2
ts
Ap
0,6
14
12
15,87
52,3599 185,1852
0,6
12
10
16,76
49,5794 175,3514
0,6
10
8
16,68
0,6
8
6
18,48
44,9649 159,0308
0,6
6
4
18,77
44,2702 156,5737
0,4
14
12
52,46
15,8397 126,0484
0,4
12
10
52,77
15,7467 125,3079
0,4
10
8
54,2
0,4
8
6
54,53
15,2384 121,2635
0,4
6
4
57,82
14,3713 114,3635
0,35
14
12
59,91
13,8700 144,1618
0,35
12
10
61,57
13,4960 140,2750
0,35
10
8
65,51
0,35
8
6
68,26
12,1733 126,5270
0,35
6
4
72,61
11,4440 118,9469
0,3
14
12
102,28
8,1243
114,9350
0,3
12
10
106,09
7,8325
110,8074
0,3
10
8
107,44
7,7341
109,4151
0,3
8
6
109,49
7,5893
107,3665
0,3
6
4
115,51
7,1938
101,7709
0,2
14
12
152,53
5,4478
173,4085
0,2
12
10
155,39
5,3475
170,2169
0,2
10
8
157,21
5,2856
168,2463
0,2
8
6
159,56
5,2078
165,7684
0,2
6
4
165,98
5,0063
159,3565
0,2827
0,1257
0,0962
0,0707
0,0314
Q
v
49,8172 176,1924
15,3312 122,0018
12,6843 131,8384
40
Tabel IV. Efflux Time Teoretis dan Faktor Koreksi untuk Variasi Diameter Pipa L
40
Re
Jenis
H1
H2
ts
0,6
14
12
15,87
12416,0967 Turbulen
24,7452
0,6413
0,6
12
10
16,76
11756,7693 Turbulen
25,2258
0,6644
0,6
10
8
16,68
11813,1567 Turbulen
25,7356
0,6481
0,6
8
6
18,48
10662,5246 Turbulen
26,2775
0,7033
0,6
6
4
18,77
10497,7866 Turbulen
26,8553
0,6989
0,4
14
12
52,46
5634,1056
Turbulen
71,7348
0,7313
0,4
12
10
52,77
5601,0078
Turbulen
73,1281
0,7216
0,4
10
8
54,2
5453,2321
Turbulen
74,6059
0,7265
0,4
8
6
54,53
5420,2307
Turbulen
76,1770
0,7158
0,4
6
4
57,82
5111,8157
Turbulen
77,8519
0,7427
0,35
14
12
59,91
5638,2704
Turbulen 101,8495
0,5882
0,35
12
10
61,57
5486,2559
Turbulen 103,8277
0,5930
0,35
10
8
65,51
5156,2934
Turbulen 105,9258
0,6185
0,35
8
6
68,26
4948,5611
Turbulen 108,1566
0,6311
0,35
6
4
72,61
4652,0972
Turbulen 110,5345
0,6569
0,3
14
12
102,28
3853,0202
Transisi
82,0707
1,2462
0,3
12
10
106,09
3714,6471
Transisi
83,8950
1,2646
0,3
10
8
107,44
3667,9720
Transisi
85,8354
1,2517
0,3
8
6
109,49
3599,2959
Transisi
87,9044
1,2456
0,3
6
4
115,51
3411,7125
Transisi
90,1166
1,2818
0,2
14
12
152,53
3875,5023
Transisi
246,6892
0,6183
0,2
12
10
155,39
3804,1725
Transisi
252,1727
0,6162
0,2
10
8
157,21
3760,1321
Transisi
258,0050
0,6093
0,2
8
6
159,56
3704,7528
Transisi
264,2241
0,6039
0,2
6
4
165,98
3561,4554
Transisi
270,8736
0,6128
Aliran
tt
Faktor
Dp
Koreksi
41
Tabel V. Debit dan Kecepatan Aliran untuk Variasi Panjang Pipa L
H1
H2
ts
20
14
12
58,42
14,2237 147,8387
20
12
10
60,66
13,6985 142,3794
20
10
8
64,37
20
8
6
67,91
12,2361 127,1791
20
6
4
71,45
11,6298 120,8780
25
14
12
59,63
13,9351 144,8388
25
12
10
62,2
13,3593 138,8543
25
10
8
64,35
25
8
6
66,41
12,5124 130,0517
25
6
4
69,84
11,8979 123,6646
30
14
12
60,29
13,7826 143,2532
30
12
10
61,83
13,4393 139,6852
10
8
65,05
30
8
6
66,22
12,5483 130,4249
30
6
4
67,17
12,3709 128,5802
35
14
12
67,82
12,2523 127,3479
35
12
10
72,48
11,4646 119,1602
35
10
8
72,83
35
8
6
73,5
11,3055 117,5066
35
6
4
78,8
10,5451 109,6032
40
14
12
75,24
11,0440 114,7891
40
12
10
77,2
10,7636 111,8748
40
10
8
80,35
40
8
6
83,97
9,8958
40
6
4
82,31
10,0954 104,9293
30
Dp
0,35
Ap
0,0962
0,0962
0,0962
0,0962
0,0962
Q
v
12,9090 134,1733
12,9130 134,2150
12,7740 132,7707
11,4095 118,5876
10,3416 107,4889 102,8550
42
Tabel VI. Efflux Time Teoretis dan Faktor Koreksi untuk Variasi Panjang Pipa L
Jenis
H2
ts
Re
20
14
12
58,42
5782,0743
Turbulen
72,0184
0,8112
20
12
10
60,66
5568,5588
Turbulen
73,4173
0,8262
20
10
8
64,37
5247,6119
Turbulen
74,9009
0,8594
20
8
6
67,91
4974,0654
Turbulen
76,4783
0,8880
20
6
4
71,45
4727,6246
Turbulen
78,1597
0,9142
25
14
12
59,63
5664,7456
Turbulen
80,5191
0,7406
25
12
10
62,2
5430,6878
Turbulen
82,0830
0,7578
25
10
8
64,35
5249,2429
Turbulen
83,7417
0,7684
25
8
6
66,41
5086,4144
Turbulen
85,5053
0,7767
25
6
4
69,84
4836,6091
Turbulen
87,3852
0,7992
30
14
12
60,29
5602,7331
Turbulen
88,2042
0,6835
30
12
10
61,83
5463,1858
Turbulen
89,9174
0,6876
10
8
65,05
5192,7560
Turbulen
91,7345
0,7091
30
8
6
66,22
5101,0084
Turbulen
93,6664
0,7070
30
6
4
67,17
5028,8638
Turbulen
95,7257
0,7017
35
14
12
67,82
4980,6662
Turbulen
95,2714
0,7119
35
12
10
72,48
4660,4412
Turbulen
97,1219
0,7463
35
10
8
72,83
4638,0445
Turbulen
99,0845
0,7350
35
8
6
73,5
4595,7657
Turbulen
101,1712
0,7265
35
6
4
78,8
4286,6596
Turbulen
103,3956
0,7621
40
14
12
75,24
4489,4840
Turbulen
101,8495
0,7387
40
12
10
77,2
4375,5023
Turbulen
103,8277
0,7435
40
10
8
80,35
4203,9674
Turbulen
105,9258
0,7585
40
8
6
83,97
4022,7317
Turbulen
108,1566
0,7764
40
6
4
82,31
4103,8608
Turbulen
110,5345
0,7447
0,35
Aliran
tt
Faktor
H1
30
Dp
Koreksi
43