Rizky Alamsyah Tugas 1 SHI PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TUGAS 1 SISTEM HUKUM INDONESIA UNIVERSITAS TERBUKA 2020



Soal! Dalam UU No 10 Tahun 2004, Tap MPR tidak dicantumkan lagi sebagai salah satu sumber hukum, namun dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tap MPR ditentukan lagi sebagai salah satu sumber hukum. Berikan pendapat anda: 1. Mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan



MPR tidak



dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum? 2. Apa problematika hukum dengan dicantumkannya kembali Ketetapan MPR sebagai salah satu sumber hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011? Jawab: 1. Mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan



MPR tidak



dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum? Amandemen UUD 1945 membawa perubahan yang mendasar dalam struktur ketatanegaraan. Sebelum amandemen UUD 1945 menurut penjelasan pasal 3, menempatkan MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat sehingga segala proses penyelenggaraan negara dapat dilakukan pengawasan oleh MPR termasuk dalam proses penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan oleh Presiden dan Wakil Presiden. TAP MPR RI No. III/MPR/1978 disebutkan bahwa Majelis sebagai penjelmaan seluruh Rakyat Indonesia adalah pemegang kekuasaan negara tertinggi dan pelaksana dari kedaulatan rakyat. Presiden dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) sehingga dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan Presiden dan Wakil Presiden adalah sebagai mandataris MPR dan mempunyai garis pertanggungjawaban kepada MPR



Tugas 1 Sistem Hukum Indonesia, Rizky Alamsyah, 043238994



berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang dibuat oleh MPR (vide Pasal 1 ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen).



Sebagai produk hukum yang dibentuk oleh lembaga tertinggi negara, TAP MPR dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dari produk hukum yang dibentuk oleh lembaga negara lainnya seperti Undang-Undang (UU) yang dibentuk oleh Presiden dengan DPR, serta peraturan perundangundangan lainnya. Kedudukan MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu yang melatarbelakangi mengapa dalam hierarki peraturan perundangundangan menurut peraturan yang berlaku pada masa berlakunya UUD 1945, TAP MPR diletakkan dalam jenjang yang lebih tinggi dari UndangUndang namun setingkat lebih rendah dari UUD 1945.



Pada era reformasi terjadi perubahan terhadap UUD 1945 selama 4 (empat) kali yaitu pada tahun 1999-2002. Perubahan UUD 1945 mengakibatkan adanya perubahan kedudukan dan hubungan beberapa lembaga negara, penghapusan lembaga negara tertentu, dan pembentukan lembaga-lembaga negara baru. Perubahan ketiga UUD 1945 pasal 1 ayat 2 diubah menjadi kedaulatan rakyat yang sebelumnya dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR sebagai perwujudan seluruh rakyat diubah menjadi dilaksanakan menurut UUD. Ini berarti MPR tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi yang dalam kedudukannya sebagai penjelmaan seluruh rakyat.



Selanjutnya diundangkanlah Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang menentukan hierarki Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Undang-Undang atau PERPU; c. Peraturan Pemerintah; d. Peraturan Presiden;



Tugas 1 Sistem Hukum Indonesia, Rizky Alamsyah, 043238994



e. Peraturan Daerah Berdasarkan ketentuan tersebut, TAP MPR tidak dimasukkan lagi kedalam hierarki peraturan perundangan.



Menurut



TAP



MPR



No.



I/MPR/2003



adalah Ketetapan



Majelis



Permusyawaratan Rakyat tentang Peninjauan terhadap Materi dan Status Hukum Ketetapan MPRS dan Ketetapan MPR RI Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002. Tujuan pembentukan Ketetapan MPR tersebut adalah untuk meninjau materi dan status hukum setiap TAP MPRS dan TAP MPR, menetapkan keberadaan (eksistensi) dari TAP MPRS dan TAP MPR untuk saat ini dan masa yang akan datang, serta untuk memberi kepastian hukum, masih terdapat tiga ketetapan yang masih berlaku dengan ketentuan dan sebelas ketetapan yang masih berlaku sampai terbentuknya



undang-undang.



Dengan



latar



belakang



ini



maka



diundangkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Dalam UU ini TAP MPR kembali dimasukkan kedalam hierarki Peraturan Perundang-Undangan sebagai berikut: a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat RI c. Undang-Undang atau PERPU; d. Peraturan Pemerintah; e. Peraturan Presiden; f. Peraturan Daerah Provinsi: g. Peraturan Daerah Kab/Kota.



Jadi, mengapa dalam UU No. 10 Tahun 2004, Ketetapan MPR tidak dicantumkan sebagai salah satu sumber hukum karena mengacu kepada amandemen ketiga UUD 1945 pada pasal 1 ayat 2 yang menjadikan MPR



Tugas 1 Sistem Hukum Indonesia, Rizky Alamsyah, 043238994



tidak lagi menjadi lembaga negara tertinggi yang dalam kedudukannya sebagai penjelmaan seluruh rakyat.



2. Apa problematika hukum dengan dicantumkannya kembali Ketetapan MPR sebagai salah satu sumber hukum dalam UU No. 12 Tahun 2011? Dicantumkannya



kembali



TAP



MPR



dalam



hierarki



peraturan



perundangan menimbulkan problematika. Masuknya TAP MPR tersebut mengakibatkan implikasi dalam sistem hukum positif di Indonesia karena peraturan perundangan dibawa TAP MPR tidak boleh bertentangan dengan TAP MPR sedangkan dalam UUD 1945 ada sunset clauses mengenai TAP MPR. Letak TAP MPR yang langsung dibawah UUD 1945 mengharuskan peraturan perundangan dibawahnya (termasuk undang undang), memperhatikan TAP MPR sebagai muatan.



Menurut Dian Agung Wicaksono, mengutip pada jurnal konstitusi volume 10 nomor 1 halaman 161 berjudul “Implikasi Re-Eksistensi TAP MPR dalam Hierarki Peraturan Perundang- Undangan terhadap Jaminan Atas Kepastian Hukum yang Adil di Indonesia” disebutkan dalam penjelasan Pasal 7 ayat (1) huruf b UU Nomor 12 Tahun 2011 yang ditunjuk sebagai Tap MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan hanya Tap MPR yang masuk dalam Pasal 2 dan Pasal 4. Tetapi, menjadi kontraproduktif kemudian karena tidak keseluruhan dari TAP MPR dalam Pasal 2 dan Pasal 4 masih memiliki daya keberlakuan. Dengan TAP MPR yang hanya berjumlah 6 ketetapan tersebut menjadi pertanyaan kemudian mengapa TAP MPR dimasukkan kembali dalam hierarki peraturan perundangundangan. Tentu jika argumentasi yang diajukan hanya semata untuk melakukan preserve and strengthen terhadap keberadaan TAP MPR menjadi tidak relevan jika dibandingkan dengan implikasi yang ditimbulkan oleh re-eksistensi TAP MPR dalam hierarki peraturan



Tugas 1 Sistem Hukum Indonesia, Rizky Alamsyah, 043238994



perundang-undangan. Tidak masuknya TAP MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan tentu tidak dapat dimaknai sempit bahwa Tap MPR menjadi tidak berlaku dan membuat kewibawaan kelembagaan MPR sirna. Bahwa masuk tidaknya TAP MPR dalam hierarki peraturan perundang-undangan adalah pilihan kebijakan (legal policy) pembentuk Undang-Undang, tetapi tentu harus tetap mempertahankan implikasi yang ditimbulkan dari pilihan kebijakan tersebut.



REFERENSI 1. Alamsah, Nandang. 2019. Sistem Hukum Indonesia. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka. 2. Riananda, Marta. Dinamika Kedudukan TAP MPR di dalam Hierarki Peraturan Perundangan-undangan. Fiat Justitia Jurnal Ilmu Hukum Vol. 8 No. 2. Universitas Lampung, 2014. 3. Tyan Adi Kurniawan, Wilda Prihatiningtyas. Problematika Kedudukan TAP MPR Dalam UU No. 12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Jurnal Yuridika Vol. 27 No. 2. Universitas Airlangga, 2012. 4. Wicaksono, Dian Agung. Implikasi Re-Eksistensi TAP MPR dalam Hierarki Peraturan Perundang- Undangan terhadap Jaminan Atas Kepastian Hukum yang Adil di Indonesia. Jurnal Konstitusi Vol. 10 No. 1. Universitas Gadjah Mada, 2013.



Tugas 1 Sistem Hukum Indonesia, Rizky Alamsyah, 043238994