RMK MKL Bab 5 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

RMK BAB 5 KESULITAN KEUANGAN (FINANCIAL DISTRESS)



DISUSUN OLEH: Adi Prawira Arfan (A014212008)



PROGRAM STUDI PROFESI AKUNTANSI UNIVERSITAS HASANUDDIN 2022



1



A. Pengertian Kesulitan Keuangan Financial distress, berarti kesulitan dana untuk menutup kewajiban perusahaan atau kesulitan likuiditas yang diawali dengan kesulitan ringan sampai pada kesulitan yang lebih serius, yaitu jika hutang lebih besar dibandingkan dengan aset. Definisi financial distress yang lebih pasti sulit dirumuskan tetapi terjadi dari kesulitan ringan sampai berat (Santoso, 2007). Financial distress atau sering disebut dengan kesulitan keuangan, terjadi sebelum suatu perusahaan benar-benar mengalami kebangkrutan. Financial distress merupakan suatu kondisi yang menunjukkan tahap penurunan dalam kondisi keuangan perusahaan yang terjadi sebelum terjadinya kebangkrutan ataupun likuidasi (Plat dan Plat, 2002, dalam Almilia, 2006 dan Ramadhani dan Lukviarman,



2009).



Financial



distress



juga



bisa



didefinisikan



sebagai



ketidakmampuan perusahaan untuk membayar kewajiban financial yang telah jatuh tempo (Beaver et aI, 2011). Foster (1988, dalam Ramadhani dan Lukviarman, 2009) mendefinisikan financial distress sebagai, “Financial distress is lIsed to mean severe liquidity problems that cannot be resolved without a sizable rescaling of the entity’s operations or structure.” Financial distress bisa terjadi di berbagai perusahaan dan bisa menjadi penanda/sinyal dari kebangkrutan yang mungkin akan dialami perusahaan. Jika perusahaan sudah masuk dalam kondisi financial distress, maka manajemen harus berhati-hati karena bisa saja masuk pada tahap kebangkrutan. Manajemen dari perusahaan yang mengalami financial distress harus melakukan tindakan untuk mengatasi masalah keuangan tersebut dan mencegah terjadinya kebangkrutan (Santoso, 2007). Financial distress merupakan kondisi dimana keuangan perusahaan dalam keadaan tidak sehat atau krisis. Financial distress terjadi sebelum kebangkrutan. Kebangkrutan sendiri biasanya diartikan sebagai suatu keadaan atau situasi dimana perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban – kewajiban debitur karena perusahaan mengalami kekurangan dan ketidakcukupan dana untuk menjalankan atau melanjutkan usahanya sehingga tujuan ekonomi yang ingin dicapai oleh perusahaan dapat dicapai yaitu profit, sebab dengan laba yang diperoleh perusahaan bisa digunakan untuk mengembalikan pinjaman, bisa 2



membiayai operasi perusahaan dan kewajiban – kewajiban yang harus dipenuhi bisa ditutup dengan laba atau aktiva yang dimiliki (Santoso, 2007). Model financial distress perlu untuk dikembangkan, karena dengan mengetahui kondisi financial distress perusahaan sejak dini diharapkan dapat dilakukan tindakan – tindakan untuk mengantispasi yang mengarah kepada kebangkrutan. Prediksi financial distress perusahaan ini menjadi perhatian banyak pihak. Pihak – pihak yang menggunakan model tersebut meliputi : 1. Pemberi pinjaman. Penelitian berkaitan dengan prediksi financial distress menpunyai relevansi terhadap institusi pemberi pinjaman, baik dalam memutuskan apakah akan memberikan suatu pinjaman dan menentukan kebijakan untuk mengawasi pinjaman yang telah diberikan. 2. Investor. Model prediksi financial distress dapat membantu investor ketika akan menilai kemungkinan masalah suatu perusahaan dalam melakukan pembayaran kembali pokok dan bunga. 3. Pembuat peraturan. Lembaga regulator mempunyai tanggung jawab mengawasi kesanggupan membayar hutang dan menstabilkan perusahaan individu. Hal ini menyebabkan perlunya suatu model yang aplikatif untuk mengetahui kesanggupan perusahaan membayar hutang dan menilai stabilitas perusahaan. 4. Pemerintah. Prediksi financial distress juga penting bagi pemerintah dan antitrust regulation. 5. Auditor. Model prediksi financial distress dapat menjadi alat yang berguna bagi auditor dalam membuat penilaian going concern suatu perusahaan. 6. Manajemen. Apabila perusahaan mengalami kebangkrutan maka perusahaan akan menanggung biaya langsung (fee akuntan dan pengacara) dan biaya tidak langsung (kerugan penjualan atau kerugian paksa akibat ketetapan pengadilan). Sehingga dengan adanya model prediksi financial distress diharapkan perusahaan dapat menghindari kebangkrutan dan otomatis juga dapat menghindari biaya langsung dan tidak langsung dari kebangkrutan (Santoso,2007). B. Akibat Perusahaan Mengalami Kesulitan Keuangan 1. Menjual aset-aset utamanya 2. Merger dengan perusahaan lain 3



3. Mengurangi belanja modal untuk penelitian dan pengembangan 4. Menerbitkan saham atau obligasi baru 5. Negosiasi dengan bank atau kreditor lainnya 6. Mengkonversi utang menjadi ekuitas 7. Mengajukan permohonan kepailitan Strategi ketika terjadi financial distress: 1. Langkah nomor 1, 2, dan 3 merupakan langkah-langka yang terkait dengan aset perusahaan atau disebut dengan asset restructuring. Asset restructuring merupakan kegiatan penyusunan perusahaan supaya kinerja perusahaan lebih baik. Contohnya; lini bisnis, dvisi, unit usaha atau SBU (Strategic Business Unit). 2. Langkah nomor 4, 5, 6 dan 7 merupakan langkah terkait sisi kanan laporan posisi keuangan perusahaan (sisi pendanaan) dan merupakan contoh financial restructuring. 3. Manfaat melaksanakan asset restructuring: a.



Perusahaan menjual aset-aset yang tidak terkait dengan bisnis utama perusahaan, misalnya anak perusahaan atau divisi yang tidak berkontribusi kepada keuntungan perusahaan.



b.



Hasilnya dari asset restructuring adalah perusahaan memilki struktur organisasi baru yang lebih ramping dan dapat fokus pada strategi baru yang sesuai dengan core bussiness perusahaan.



Alternatif Perbaikan Financial Distress Menurut Hanafi dan Halim (2009:274) berikut ini beberapa alternatif perbaikan berdasarkan besar kecilnya permasalahan keuangan yang dihadapi oleh perusahaan: 1. Pemecahan secara informal a.



Dilakukan apabila masalah belum begitu parah.



b.



Masalah perusahaan hanya bersifat sementara, prospek masa depan masih begitu bagus.



Cara pemecahan secara infomal: a.



Perpanjangan (exstension): dilakukan dengan memperpanjang jatuh tempo hutang-hutangnya. 4



b.



Komposisi (composition): dilakukan dengan mengurangi besarnya tagihan.



2. Pemecahan secara formal Dilakukan apabila masalah sudah parah, kreditur ingin mempunyai jaminan keamanan. Cara pemecahan secara formal: a.



Apabila nilai perusahaan diteruskan nilai perusahaan dilikuidasi (reorganisasi dengan merubah struktur modal menjadi struktur modal yang layak).



b.



Apabila nilai perusahaan diteruskan nilai perusahaan dilikuidasi (likuidasi dengan menjual aset-aset perusahaan).



C. Kebangkrutan, Likuidasi dan Reorganisasi Perusahaan yang tidak memperoleh atau memilih untuk tidak membuat kesepakatan terkait dengan pembayaran utangnya kepada kreditor, memiliki dua pilihan, yaitu melakukan likuidasi atau reorganisasi. Likuidasi berarti menghentikan kegiatan operasi perusahaan (going concern). Kegiatan yang dilakukan dalam likuidasi adalah perusahaan menjual aset-aset yang dimiliki. Hasil dari penjualan tersebut kemudian dibagikan kepada kreditur dan sisanya (jika ada) kepada pemegang saham perusahaan. Reorganisasi adalah pilihan untuk mempertahankan kelangsungan usaha (going concern)



perusahaan,



diantaranya



dengan



menerbitkan



efek



baru



untuk



menggantikan efek lama. Likuidasi dan reorganisasi dapat dilakukan melalui mekanisme kebangkrutan (bankruptcy). Kebangkrutan (bankruptcy) adalah sebuah upaya hukum yang permohonannya dapat diajukan sendiri (voluntary) oleh perusahaan atau dapat diajukan oleh kreditor (involuntary). D. Likuidasi Tujuan utama dari likuidasi adalah untuk melakukan pengurusan dan pemberesan atas harta perusahaan yang dibubarkan tersebut. Likuidasi ditempuh apabila para kreditur berpendapat bahwa prospek perusahaan tidak lagi menguntungkan. 5



Kalaupun ditambah modal, atau merubah kredit menjadi penyertaan, tidak terlihat membaiknya kondisi perusahaan (Sitompul, 2014). Di Amerika Serikat, langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan straight liquidation tercantum dalam Chapter 7 of the Bankruptcy Reform Act of 1978. Langkah-langkah tersebut mencakup: 1. Permohonan diajukan kepada Pengadilan Federal 2. Setelah perusahaan ditetapkan bangkrut, maka proses likuidasi dimulai. E. Reorganisasi Perusahaan melakukan reorganisasi finansial apabila dinilai bahwa prospek perusahaan masih baik, sehingga dapat tertolong. Dalam melakukan reorganisasi finansial, ada beberapa langkah yang harus ditempuh yaitu: 1. Menentukan nilai perusahaan. Penilaian yang sering digunakan dan yang termasuk cukup sederhana, adalah menghitung nilai perusahaan berdasarkan tingkat kapitalisasi. 2. Menentukan struktur modal yang baru. Struktur modal tersebut bertujuan mengurangi beban tetap (bunga) agar perusahaan bisa beroperasi dengan lebih fleksibel. Untuk mengurangi beban tetap tersebut, total hutang biasanya akan dikurangi (Sitompul, 2014). Di Amerika Serikat, reorganisasi diatur dalam Chapter 11 of the Federal Bankruptcy Reform Act of A CA 1978. Langkah-langkah reorganisasi adalah sebagai berikut: 1. Permohonan dapat diajukan oleh perusahaan (voluntary petition) atau oleh 3 atau lebih kreditor (bisa diajukan 1 kreditor jika jumlah kreditor kurang dari 12) 2. Waktu untuk menyiapkan rencana reorganisasi adalah 120 hari. 3. Kreditor dan pemegang saham dibagi ke dalam kelompok-kelompok. 4. Setelah disetujui kreditor, rencana reorganisasi disahkan oleh pengadilan. 5. Pembayaran dalam bentuk kas, asset property dan efek dilakukan kepada kreditor dan pemegang saham. F. Mana yang Lebih Baik: Private Workout atau Kepailitan? 6



Perusahaan yang mengalami financial distress memiliki dua pilihan untuk formal bankruptcy atau private workout. Kedua pilihan tersebut sama-sama menerbitkan efek baru untuk ditukarkan dengan efek lama. Biasanya, senior debt diganti dengan junior debt, junior debt digantikan dengan ekuitas. Sejumlah penelitian membandingkan private workouts dengan formal bankruptcies. Beberapa hasilnya antara lain: 1. Berdasarkan data historis, setengah dari financial restructurings dilakukan dengan skema private workouts, walaupun akhir-akhir ini formal bankruptcies mulai banyak digunakan 2. Perusahaan yang mampu bangkit dari financial distress dengan menggunakan skema private workouts mengalami kenaikan harga saham yang jauh lebih tinggi daripada perusahaan yang bangkit dari financial distress dengan skema formal bankruptcies. 3. Biaya langsung (direct costs) skema private workouts jauh lebih murah daripada biaya formal bankruptcies 4. Top management biasanya sama-sama mengalami penurunan gaji atau bahkan kehilangan jabatan baik dalam private workouts maupun formal bankruptcies. Melihat hal-hal di atas, kemudian timbul pertanyaan, mengapa ada perusahaan yang memilih untuk menggunakan formal bankruptcies? 1. Marginal Firm Dengan menggunakan skema formal bankruptcy, perusahaan dapat menerbitkan surat utang “debtor in possession” (DIP). Di Amerika Serikat, surat utang ini hanya dapat diterbitkan oleh perusahaan yang mengajukan permohon kebangkrutan. Bagi perusahaan yang membutuhkan injeksi kas dalam jangka pendek, surat utang DIP merupakan alternatif yang cukup menarik. Sebab dengan mekanisme tersebut, perusahaan memperoleh sejumlah keuntungan pajak (tax advantages). Perusahaan tidak kehilangan tax carry forwards (kompensasi kerugian) karena mengajukan kebangkrutan. Selain itu, perlakuan pajak untuk pembatalan utang juga lebih menguntungkan bagi perusahaan yang mengajukan permohonan kebangkrutan. 7



2. Holdouts Sebagian proses formal bankruptcies mengabaikan absolute priority rule, sehingga memberikan keuntungan bagi pemegang saham. Pemegang saham yang tadinya berada pada prioritas terakhir bisa memperoleh lebih banyak dari yang seharusnya. Oleh karena itu, pemegang saham akan mendorong perusahaan untuk menggunakan mekanisme formal bankruptcies saja. 3. Complexity Perusahaan yang memiliki struktur modal yang kompleks biasanya akan mengalami kesulitan untuk melakukan private workout. Jenis utang yang bermacam-macam membuat negosiasi dengan pihak kreditor menjadi semakin rumit.



4. Lack of Information Pada saat perusahaan mengalami kekurangan kas (cash flow shortfall), tidak dapat diprediksi apakah hal ini hanya sementara atau akan terus berlanjut. Jika kekurangan kas terjadi terus-menerus, maka kreditor akan mendorong agar dilakukan proses formal bankruptcy. Akan tetapi, jika kekurangan kas terjadi sementara, maka formal bankruptcy belum diperlukan. Apabila perusahaan mengetahui informasi tersebut dengan akurat, maka perusahaan dapat menentukan alternatif mana yang sebetulnya lebih murah biayanya bagi perusahaan. G. Prepackaged Bankruptcy Prepackaged bankruptcy adalah kombinasi antara private workout dengan legal bankruptcy.



Sebelum



perusahaan



mengajukan



permohonan



kebangkrutan,



perusahaan terlebih dahulu melakukan pendekatan dengan kreditor serta membawa rencana reorganisasi perusahaan. Kedua belah pihak kemudian melakukan negosiasi untuk mencari kesepakatan mengenai rincian bagaimana keuangan perusahaan direstrukturisasi. Kemudian perusahaan dan kreditor sekaligus menyiapkan dokumen administrasi yang diperlukan sebelum mengajukan permohonan kebangkrutan. Permohonan disebut prepackage jika pada perusahaan 8



mengajukan permohonan ke pengadilan, namun pada saat yang sama, juga sudah melampirkan rencana reorganisasi lengkap dengan persetujuan dari kreditor. H. Prediksi Kebangkrutan Perusahaan: Model Z-Score Banyak calon-calon kreditor menggunakan credit scoring model untuk mengukur kelayakan kredit (creditworthiness) dari calon debitor. Hal ini bertujuan agar calon kreditor dapat mengelompokkan calon debitor berdasarkan risiko kreditnya. Salah satu hal yang ingin diketahui adalah seberapa besar kemungkinan perusahaan calon debitor akan mengalami kebangkrutan. Edward Altman menciptakan model dengan menggunakan sejumlah rasio dalam laporan keuangan dan menganalisis beberapa diskriminan untuk memprediksi kebangkrutan perusahaan manufaktur yang sahamnya diperdagangkan di bursa (publicly traded manufacturing firms). Model tersebut adalah sebagai berikut:



Dimana: 1. Z adalah indeks kebangkrutan (index of bankruptcy) 2. Jika Z-score kurang dari 2,675, hal ini mengindikasikan bahwa perusahaan memiliki kemungkinan 95% untuk bangkrut dalam waktu 1 tahun. 3. Akan tetapi, hasil Altman Z-score menunjukkan bahwa skor 1,81 sampai 2,99 merupakan grey area. Dalam penerapannya, kebangkrutan diprediksi akan terjadi jika Z < 1,81 dan perusahaan diprediksi tidak bangkrut jika Z > 2,99. 4. Pada mulanya Altman Z-score, hanya dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur yang sahamnya diperdagangkan di bursa. 9



5. Altman kemudian merevisi modelnya agar dapat diterapkan untuk perusahaan non-publik dan bukan perusahaan manufaktur. Model tersebut adalah sebagai berikut:



10



Referensi: IAI. 2015. Manajemen Keuangan Lanjutan.Jakarta: IAI Halim, Abdul dan Mamduh M. Hanafi. 2009. Analisis Laporan Keuangan. Edisi 4.UPP STIM YKPN. Yogyakarta Sitompul Dkk. 2014. Kesulitan Keuangan. Tugas Manejemen Keuangan Lanjut. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta.



11