RMK Studi Fenomenologi [PDF]

  • Author / Uploaded
  • Cakra
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

NAMA : CAKRA NIM



: A31115027



TUGAS RMK STUDI FENOMENOLOGI



A. Pengertian Fenomenologi Pendekatan fenomenologi merupakan tradisi penelitian kualitatif yang berakar pada filosofi dan psikologi, dan berfokus pada pengalaman hidup manusia (sosiologi). Pendekatan fenomenologi hampir serupa dengan pendekatan hermeneutics yang menggunakan pengalaman hidup sebagai alat untuk memahami secara lebih baik tentang sosial budaya, politik atau konteks sejarah dimana pengalaman itu terjadi. Fenomenologi merupakan suatu metode penelitian yang kritis dan menggali fenomena yang ada secara sistematis. Penelitian fenomenologi ditekankan pada subjektifitas pengalaman hidup manusia, sebagai metode yang merupakan penggalian langsung pengalaman yang disadari dan menggambarkan fenomena yang ada tanpa terpengaruh oleh teori sebelumnya dan mungkin tida perlu menguji tentang dugaan atau anggapan sebelumnya (Streubert & Carpenter, 2011).



1. Akar Penelitian Fenomenologi Perkembangan fenomenologi dimulai sekitar dekade pertama abad ke-20 . Gerakan filosofis ini terdiri dari tiga fase (Streubert & Carpenter, 2011) : 1. Preparatory Phase (tahap persiapan) : klarifikasi konsep intensionalitas adalah fokus utama pada tahap ini (Spiegelberg, 1965, dalam Streubert & Carpenter,2011). Intensionalitas berarti selalu memiliki kesadaran akan sesuatu. Merleau –Ponty (1956, dalam Streubert & Carpenter,2003) menjelaskan "interior persepsi adalah hal yang mustahil tanpa persepsi eksterior, bahwa dunia sebagai koneksi fenomena yang diantisipasi dalam kesadaran saya dan cara bagi saya untuk menyadari diri dalam kesadaran". 2. German Phase : Edmund Husserl (1857-1938) dan Martin Heidegger (1889-1976) adalah yang mendominasi selama fase Jerman, yang merupakan fase kedua perkembangan fenomenologi. Husserl (1931, 1965) meyakini filosofi harus menjadi ilmu yang kuat yang akan mengembalikan hubungan dengan memperhatikan manusia



secara lebih dalam dan fenomenologi harus menjadi dasar/fondasi bagi semua filosofi dan ilmu pengetahuan. 3. French Phase : Gabriel Marcel (1889-1973), Jean – Paul Sartre (1905-1980), dan Maurice Merleu – Ponty (1905 – 1980) adalah yang mendominasi pada fase Perancis yang merupakan fase ketiga perkembangan fenomenologis. Konsep utama yang dikembangkan selama fase ini adalah perwujudan dan being-in-the-world. Konsepkonsep ini mengacu pada keyakinan bahwa semua tindakan dibangun di atas pondasi persepsi atau kesadaran akan beberapa fenomena. Pengalaman hidup, diberikan di dunia yang dirasakan, harus dijelaskan ( Merleau -Ponty , 1956, dalam Streubert & Carpenter, 2011) .



2. Tujuan Penelitian Fenomenologi Rose, Beeby, & Parker (1995, dalam Streubert & Carpenter, 2011) menyatakan tujuan dari penelitian dengan pendekatan fenomenologi adalah untuk mengembangkan makna pengalaman hidup dari suatu fenomena dalam mencari kesatuan makna dengan mengidentifikasi inti fenomena dan menggambarkan secara akurat dalam pengalaman hidup sehari-hari.



3. Jenis-Jenis Penelitian Fenomologi Spiegelberg (1965, 1975 dalam Streubert & Carpenter, 2011) mengidentifikasi jenis penyelidikan fenomenologis. Keenam jenis tersebut adalah : a. Descriptive Phenomenology : fenomenologi deskriptif melibatkan "eksplorasi langsung, analisis, dan deskripsi fenomena tertentu, sebebas mungkin dari pengujian pengandaian, bertujuan mempresentasikan intuitif maksimum”. Fenomenologi deskriptif merangsang persepsi kita dari akan pengalaman hidup serta menekankan kekayaan, luasnya, dan dalamnya pengalaman-pengalaman (Spiegelberg, 1975). Spiegelberg (1965, 1975) mengidentifikasi tiga langkah untuk fenomenologi deskriptif yaitu : (1) intuiting ; (2) analyzing ; dan (3) describing. b. Phenomenology of Essences: melibatkan probing melalui data untuk mencari tema umum atau esensi dan membangun pola hubungan bersama oleh fenomena tertentu. Free imaginative variation, digunakan untuk menangkap hubungan penting antara esensiesensi, melibatkan studi yang cermat dari contoh konkret yang diberikan oleh pengalaman-pengalaman peserta dan variasi sistematis dari contoh-contoh dalam imajinasi. Dalam hal ini, menjadi mungkin untuk mendapatkan wawasan ke dalam



struktur penting dan hubungan antara fenomena. Probing untuk memberikan esensi rasa untuk apa yang penting dan apa yang tanpa sengaja ada dalam deskripsi fenomenologis (Spiegelberg, 1975). Peneliti mengikuti langkah-langkah dari intuiting, analyzing, dan describing. Menurut Spiegelberg (1975), "Fenomenologi dalam tahap deskriptif dapat merangsang persepsi kita untuk kekayaan pengalaman kita secara lebih luas dan mendalam" (Streubert & Carpenter, 2011). c. Phenomenology of Apperances: melibatkan pemberian perhatian pada cara fenomena muncul. Melihat cara fenomena muncul, peneliti memberikan perhatian khusus pada cara yang berbeda dari sebuah objek itu sendiri. Phenomenology of apperances memfokuskan perhatian pada fenomena yang diungkapkan melalui keberadaan data (Streubert & Carpenter, 2011). d. Constitutive Phenomenology: mempelajari fenomena seperti mereka menjadi terbangun atau "constituted" dalam kesadaran kita. Constitutive phenomenology "berarti proses di mana fenomena 'terbentuk' dalam kesadaran kita, seperti yang kita maju dari kesan pertama untuk gambaran penuh struktur mereka" (Spiegelberg, 1975). Menurut Spiegelberg (1975), fenomenologi konstitutif " dapat mengembangkan rasa untuk petualangan dinamis dalam hubungan kita dengan dunia " (Streubert & Carpenter, 2011). e. Reductive Phenomenology: Fenomenologi reduktif, meskipun ditujukan sebagai proses yang terpisah, terjadi bersamaan pada seluruh penyelidikan fenomenologis. Peneliti terus membahas bias pribadi, asumsi, dan prasangka atau menyisihkan keyakinan ini untuk memperoleh gambaran paling murni dari fenomena yang sedang dalam investigasi (Streubert & Carpenter, 2011). f. Hermeneutic phenomenology: kerangka interpretatif dalam fenomenologi digunakan untuk mencari tahu hubungan dan makna bahwa pengetahuan dan konteks terkait satu sama lain (Lincoln & Guba, 1985). Terdapat peningkatan penelitian yang dipublikasikan keperawatan



yang



didasarkan



pada



teori



filosofis



hermeneutika.



Pendekatan



fenomenologis hermeneutik adalah tentang pentingnya filosofi dari alam dalam memahami fenomena tertentu dan interpretasi ilmiah fenomena yang muncul dalam teks atau kata-kata tertulis. Hermeneutika sebagai sebuah pendekatan interpretatif didasarkan pada pekerjaan dari Ricoeur (1976), Heidegger (1962), dan Gadamer (1976). Metodologi ini memungkinkan untuk meningkatkan kepekaan terhadapa kesadaran manusia dan cara mereka being-in-the-world (Dreyfus, 1991 dalam Streubert & Carpenter, 2003).



4. Langkah-Langkah Peelitian Kualitatif denan Metode Fenomenologi Streubert (1991, 2011) menjelaskan langkah-langkah metode fenomenologi yaitu: a. Menjelaskan deskripsi pribadi tentang fenomena yang menarik b. Mengurung (Bracket) pengandaian/asumsi peneliti. Bracketing yaitu cara menghindari asumsi-asumsi pribadi peneliti terhadap fenomena yang sedang diteliti. Peneliti bersikap netral dan terbuka dengan fenomena yang ada. c. Mewawancarai peserta d. Berhati-hati/cermat membaca transkrip wawancara untuk mendapatkan pengalaman umum. e. Meninjau transkrip untuk mengungkap esensi. f. Menangkap hubungan penting g. Mengembangkan deskripsi formal dari fenomena tersebut. h. Kembali ke peserta untuk memvalidasi deskripsi. i. Meninjau literatur yang relevan j. Mendistribusikan temuan kepada masyarakat keperawatan.



5. Perumusan Masalah Dalam Penelitian Fenomenologi Denny menjelaskan metode fenomenologi Husserl dimulai dari serangkaian reduksireduksi. Reduksi dibutuhkan supaya dengan intuisi kita dapat menangkap hakekat obyekobyek. Reduksi-reduksi ini yang menyingkirkan semua hal yang mengganggu kalau kita ingin mencapai wesenschau. Reduksi pertama, menyingkirkan segala sesuatu yang subyektif. Sikap kita harus obyektif, terbuka untuk gejala-gejala yang harus “diajak bicara”. Kedua, menyingkirkan seluruh pengetahuan tentang obyek yang diselidiki dan diperoleh dari sumber lain. Ketiga: menyingkirkan seluruh reduksi pengetahuan. Segala sesuatu yang sudah dikatakan oleh orang lain harus, untuk sementara dilupakan. Kalau reduksi- reduksi ini berhasil, gejala sendiri dapat memperlihatkan diri, menjadi fenomin (memperlihatkan diri). Smith, etc., (2009) menjelaskan dalam fenomenologi dilakukan pengujian dengan deskripsi dan refleksi terhadap setiap hal yang penting terutama dari fenomena yang given. Deskripsi dari pengalaman yang fenomenologis hanya merupakan tahap pertama. Yang real/nyata dilakukan dalam pengujian adalah untuk mendapatkan pengalaman dengan lebih general. Pengujian dilakukan dengan mencoba dan menetapkan apakah inti dari pengalaman subyektif dan apakah essensi atau ide dari obyek. Fenomenologi juga mengadakan refleksi mengenai pengalaman langsung atau refleksi terhadap gejala/fenomena. Dengan refleksi ini akan mendapatkan pengertian yang benar dan



sedalam-dalamnya. Dalam fenomenologi hendak melihat apa yang dialami oleh manusia dari sudut pandang orang pertama, yakni dari orang yang mengalaminya. Fokus fenomenologi bukan pengalaman partikular, melainkan struktur dari pengalaman kesadaran, yakni realitas obyektif yang mewujud di dalam pengalaman subyektif orang per orang. Fenomenologi berfokus pada makna subyektif dari realitas obyektif di dalam kesadaran orang yang menjalani aktivitas kehidupannya sehari-hari.



6. Pengumpulan Dan Analisis Data Penelitian Fenomologi Pengumpulan data menurut Mami (2012) diambil dari fenomena sosial yang diteliti dapat dikumpulkan dengan berbagai cara, diantaranya observasi dan interview, baik interview mendalam (in-depth interview). In depth dalam penelitian fenomenologi bermakna mencari sesuatu yang mendalam untuk mendapatkan satu pemahaman yang mendetail tentang fenomena sisoal dan pendidikan yang diteliti. In-depth juga bermakna menuju pada sesuatu yang mendalam guna mendapatkan sense dari yang nampaknya straight-forward secara aktual secara potensial lebih complicated. Pada sisi lain peneliti juga harus memformulasikan kebenaran peristiwa/ kejadian dengan pewawancaraan mendalam ataupun interview. Data yang diperoleh dengan in-depth interview dapat dianalisis proses analisis data dengan Interpretative Phenomenological Analysis sebagaiman ditulis oleh Smith (2009: 79-107). Tahap-tahap yang perlu dilakukan dalam melaksanakan penelitian dengan metode fenomologi, antara lain: 



Epoche. Seorang peneliti harus melepaskan dirinya dari dugaan-dugaan awal penelitian, artinya peneliti tidak bisa melibatkan penelitian dengan pengalaman pribadinya.







Reduksi Fenomenologi. Dalam tahapan ini peneliti bisa menemukan inti penelitian yang dilakukan dengan cara membandingkan persepsi.







Variasi Imajinasi. Dalam tahapan ini penelitia mulai menggali tema-tema pokok dimana fenomena mulai muncul dengan sistematis.







Sintesis makna dan esensi. Menggambarkan kondisi fenomena yang dialami objek penelitian secara keseluruhan.