RPHJP KPH [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Pendahuluan



1



1.1



Latar Belakang Pemerintah, c.q. Kementrian Kehutanan, terus berupaya untuk mendorong pengelolaan hutan yang berkelanjutan, berdasarkan azas dan pilarpilar kelestarian. Salah satu prioritas kebijakan untuk mencapai hal tersebut adalah melalui pembentukan/ pembangunan Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) yang tertuang dalam PP No.6/ 2007. Kebijakan pembentukan KPH ini ditujukan untuk menyediakan wadah bagi terselenggaranya kegiatan pengelolaan hutan secara efisien dan lestari (Badan Planologi 2006). KPH merupakan konsep perwilayahan pengelolaan hutan sesuai dengan fungsi pokok dan peruntukannya, yang dapat dikelola secara efisien dan lestari. KPH nantinya diharapkan bisa berperan langsung sebagai unit penyelenggara pengelolaan hutan tingkat tapak. Secara umum, sasaran yang ingin dicapai dengan kebijakan pembentukan KPH ini adalah memberikan kepastian: 1) areal kerja pengelolaan hutan, 2) wilayah tanggung jawab pengelolaan, dan 3) satuan perencanaan pembangunan dan pengelolaan hutan, yang kesemuanya merupakan prasyarat kunci bagi pengelolaan hutan lestari. Lebih lanjut, untuk membentuk sebuah KPH, akan diadopsi beberapa prinsip, antara lain: transparansi, pelibatan para pihak, akuntabilitas, serta keutuhan ekosistem. Nantinya, seluruh kawasan hutan di Indonesia akan dibagi-bagi dalam wilayah KPH. Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta ditetapkan berdasarkan SK.439/Menhut-II/2007 tanggal 13 Desember 2007 yang selanjutnya telah diubah dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Sebagai tindak lanjut dari penyiapan KPH Yogyakarta sebagai sebuah unit pengelolaan yang mandiri dan efisien, diperlukan sebuah pedoman bagi pelaksanaan berbagai aktivitas pengelolaan hutan. Pedoman pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan ini dituangkan dalam rencana pengelolaan hutan, baik rencana strategis (jangka panjang) maupun rencana taktis (jangka pendek/ tahunan). Perencanaan merupakan salah satu componen integral dari pengelolaan hutan, yang mencakup penentuan tujuan dan sasaran, target serta langkahlangkah untuk mencapainya. Pentingnya penyusunan rencana pengelolaan ini Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2014-2023



Hal I - 1



juga digaris-bawahi di dalam Permenhut No. P.6/Menhut-II/2010. Nantinya, dokumen rencana pengelolaan hutan akan dipakai sebagai blueprint/ cetak biru yang harus dilaksanakan oleh unit pengelola untuk memonitor pencapaian tujuan pengelolaan. Dokumen ini disusun sebagai Rencana Pengelolaan Kesatuan Pengelolaan Hutan Yogyakarta (untuk selanjutnya akan disebut sebagai Rencana Pengelolaan/RP). Penyusunan RP ini melalui sebuah proses yang kompleks. Ada banyak tantangan dan permasalahan dalam proses penyusunan rencana, khususnya untuk unit manajemen hutan yang luasannya cukup besar. Hal ini dikarenakan jangka/ rentang pengelolaan yang cukup panjang (terkait dengan umur pohon), keragaman kondisi geografis, ketidakpastian alam dan pasar, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, proses perencanaan harus bisa mendorong sebuah formasi proyeksi yang berimbang untuk mencapai pengelolaan yang efektif dan efisien. Disini diperlukan elemen fleksibilitas untuk mengatasi berbagai hal dan kejadian yang diluar kontrol yang bisa mempengaruhi pencapaian dari tujuan yang telah ditetapkan. RP harus disusun untuk mencapai sebuah equilibrium/ keseimbangan antara tujuan lingkungan, sosial, dan produksi. Hal ini dikarenakan hutan menghasilkan berbagai kemanfaatan di berbagai tataran mulai dari lokal sampai dengan nasional. Di tingkat lokal, hutan di wilayah KPH Yogyakarta bisa mengampu sejumlah peran antara lain mengatur tata air, mencegah bencana alam seperti banjir dan tanah longsor, memberikan kemanfaatan ekonomi bagi masyarakat lokal, sampai dengan menjaga nilai-nilai budaya yang penting bagi masyarakat. Di tingkat nasional, hutan di wilayah KPH Yogyakarta juga diharapkan bisa meningkatkan potensi pembangunan wilayah dan menyediakan berbagai peluang untuk mendukung perekonomian nasional, seperti penyediaan lapangan kerja dan lain sebagainya. Di tingkat global, hutan di KPH Yogyakarta diharapkan juga bisa berperan dalam penyerapan dan penyimpanan karbon dan mengatur kondisi iklim global.



1.2



Tujuan RP ini disusun untuk memberikan arahan dan panduan bagi pelaksanaan pengelolaan hutan yang merefleksikan serangkuman aktivitas pengelolaan, konservasi dan perlindungan sumberdaya hutan di wilayah KPH Yogyakarta, untuk memenuhi berbagai kepentingan di berbagai tataran dari lokal, regional, nasional dan global. Untuk mencapai hal tersebut, RP ini: Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015 -2024



Hal I - 2



 Memberikan arahan manajemen  Menetapkan standar dan perkiraan tata waktu serta kegiatan-kegiatan yang terkait yang diperlukan untuk melaksanakan arahan manajemen yang telah disusun  Menetapkan prosedur monitoring dan evaluasi yang diperlukan untuk menjamin bahwa arahan manajemen telah dilaksanakan, dan menentukan bahwa tujuan yang telah ditetapkan sudah tercapai. 1.3



Sasaran Sasaran yang diharapkan dari penyusunan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta ini adalah: 1. Tersusunnya dokumen Rencana Teknik Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta, meliputi rencana penataan, rencana inventarisasi, rencana penanaman, rencana pemeliharaan, rencana pemanenan, rencana rehabilitasi, rencana perlindungan pada rentang waktu tahun 2015 – 2024 yang disesuaikan dengan tujuan pengelolaan, ragam jenis, dan kondisi/karakteristik wilayah setempat. 2. Tersusunnya dokumen rencana-rencana non teknik kehutanan seperti rencana pengembangan SDM, rencana pendanaan, dan rencana investasi di KPH Yogyakarta. 3. Tersusunnya dokumen pembinaan, pengawasan, dan pengendalian, serta dokumen pemantauan, evaluasi, dan pelaporan kegiatan di KPH Yogyakarta. Semua sasaran tersebut diarahkan untuk mempercepat terbentuknya KPH Yogyakarta menuju KPH Mandiri. 1.4 Prinsip dasar Penyusunan RP ini mengadopsi beberapa prinsip, yaitu:  Keberlanjutan pengelolaan hutan: Rencana pengelolaan ini ditujukan untuk menjamin upaya konservasi dan pembangunan/ pengelolaan berkelanjutan terhadap sumberdaya hutan  Proses adaftif dan iteratif: Rencana Pengelolaan ini merupakan sebuah siklus mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi yang merefleksikan sebuah proses iteratif dan adaftif terhadap perubahan lingkungan dan akusisi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015 -2024



Hal I - 3















Holistik dan keterpaduan: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan pertimbangan bahwa hutan merupakan sebuah ekosistem yang beragam, terdiri dari berbagai elemen yang saling terkait. Selain itu, rencana ini juga merekoqnisi bahwa hutan dan kehutanan tidak dapat direncanakan secara terpisah dari sektor perekonomian lainnya, dan mempunyai peran yang yang vital dan menyediakan berbagai barang dan jasa. Konsistensi terhadap tujuan pembangunan nasional:Rencana Pengelolaan ini disusun berdasarkan pertimbangan rencana pembangunan kehutanan nasional dan kebijakan yang lebih luas seperti kebijakan lingkungan, pengentasan kemiskinan, kebijakan desentralisasi dan sebagainya. Komitmen internasional: Rencana Pengelolaan ini disusun dengan mempertimbangkan berbagai komitmen negara terhadap berbagai perjanjian dan proses-proses kehutanan dan lingkungan di tingkat internasional



1.5



Ruang Lingkup Rencana ini merupakan dokumen yang mencakup pola-pola penggunaan sumberdaya untuk sepuluh (10) tahun mendatang yang didasarkan pada berbagai data mengenai kapabilitas lahan, inventarisasi tegakan, sosiodemografi masyarakat, keinginan publik (public demand) dan sebagainya. Selain itu, RP ini merupakan dokumen strategis yang memberikan panduan pelaksanaan. Oleh karena itu, keputusan-keputusan yang lebih rinci dan sitespecific akan dibuat tersendiri di dalam rencana-rencana taktis. 1.6.



Batasan Pengertian 











Rencana Pengelolaan adalah dokumen yang berisi rencana pengelolaan hutan sebagai dasar utama untuk penyusunan rencana teknik kehutanan yang disusun pada wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan menurut Kelas Perusahaan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) tahun yang berazaskan kelestarian SDH dengan mempertimbangkan keseimbangan lingkungan dan social. Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP kayu); atau sampai dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan kayu). Kelas Perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015 -2024



Hal I - 4







































yang dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business) suatu perusahaan hutan. Bagian Hutan adalah suatu areal penataan hutan sebagai kesatuan daerah pengelolaan pada suatu kesatuan DAS ataupun sub DAS yang berfungsi untuk mengatur kelestarian hutan dan kekekalan perusahaan. Bagian Daerah Hutan (BDH) adalah wilayah kerja administrasi KPH Yogyakarta yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan, penebangan, dan pelayanan pada masyarakat. Resort Pengelolaan Hutan (RPH) adalah satuan manajemen hutan bagian dari BDH yang dibebani pekerjaan teknik kehutanan meliputi pekerjaan penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pengamanan, dan penebangan; tanpa dibebani pekerjaan keuangan, kepegawaian, dan pemasaran hasil kayu. Petak adalah bagian yang terkecil dari Bagian Hutan yang berfungsi sebagai kesatuan manajemen dan kesatuan administrasi kegiatan teknik kehutanan. Anak Petak adalah pembagian petak dalam areal yang lebih kecil berdasarkan pertimbangan perbedaan tindakan silvikultur yang bersifat sementara, yang bertujuan untuk memudahkan pengelolaan hutan. Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB) adalah sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan terhadap semua vegetasi yang ada saat tegakan telah mencapai daur atau akan diganti dengan jenis lain, dan dilanjutkan dengan pembuatan tanaman secara buatan. Tebang Pilih Permudaan Buatan (TPPB) adalah sistem silvikultur dalam pengelolaan hutan dimana penebangan (pemanenan) dilakukan secara selektif terhadap pohon-pohon dengan kriteria tertentu (tua, besar, mencapai masak tebang, atau dengan tujuan untuk penggantian jenis tanaman) yang dilakukan pada areal-areal yang tidak baik untuk tebang habis dan dilanjutkan dengan pembuatan tanaman secara buatan. Alur adalah batas antara petak-petak kawasan hutan untuk mempermudah pelaksanaan pengelolaan hutan. Umumnya alur berupa jalan angkutan dan dibedakan antara alur induk dan alur cabang. Etat adalah jumlah luas atau jumlah volume kayu yang dapat dipanen (ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu sedemikian rupa sehingga terjamin kelestarian hutan dan kelestarian perusahaan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015 -2024



Hal I - 5



































Inventarisasi hutan (perisalahan hutan) adalah kegiatan untuk mengetahui kekayaan (potensi) yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (baik potensi kayu maupun non kayu) sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di masa depan. Dkn adalah perbandingan antara jumlah riil pohon jenis tertentu di lapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal jenis pohon tersebut dalam satuan luas per hektar. Dkd2 adalah perbandingan antara rata-rata diameter riil pohon jenis tertentu dilapangan terhadap ukuran kondisi ideal pada tabel normal jenis pohon tersebut dalam satuan luas per hektar. Penjarangan adalah suatu tindakan silvikultur terhadap tegakan hutan tanaman yang bertujuan selain untuk memperoleh tegakan tinggal sehat, kualitas kayu yang baik pada akhir daur, juga untuk menghasilkan produksi kayu sebagai pendapatan antara. Petak Ukur adalah bagian dari populasi yang secara statistik dianggap representatif untuk mewakili karakteristik populasi yang dibuat dengan beberapa kriteria tertentu. Intensitas Sampling (IS) adalah suatu bilangan yang mengambarkan perbandingan antara jumlah sampel dengan jumlah populasi seluruhnya (biasanya dalam desimal atau prosen). Kelas Umur adalah penggelompokan kelas hutan produktif yang memiliki dkn ≥ 0,5 dengan rentang umur setiap 10 tahun (untuk daur panjang), 5 tahun (untuk daur menengah), dan 1 tahun (untuk daur pendek) Kawasan Perlindungan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian Lingkungan Hidup yang mencakup sumber alam, sumber daya buatan dan nilai sejarah serta budaya bangsa guna kepentingan Pembangunan berkelanjutan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015 -2024



Hal I - 6



Deskripsi Kawasan



2



2.1 Risalah Wilayah 2.1.1 Letak dan luas wilayah Luas hutan di Provinsi DIY menurut Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan No. : 188.4/3710 Tanggal 22 Oktober 2003 adalah 18.715,06 ha atau sebesar 5,86 % dari 318.518 ha luas Provinsi DIY. Hutan tersebut tersebar di empat wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul, Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman. Kabupaten Gunungkidul memiliki areal hutan terluas dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hutan konservasi seluas 1.262,15 ha dikelola oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam dan Balai Taman Nasional Gunung Merapi (untuk wilayah Provinsi DIY) seluas 1.728,28 ha. Selebihnya, hutan seluas 15.724,50 ha dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta sebagai Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Wilayah kelola KPH Yogyakarta ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/Menhut-II/2011 seluas 15.724,50 ha terbagi menjadi Hutan Produksi seluas 13.411,70 ha, dan Hutan Lindung seluas 2.312,80 ha. Wilayah hutan KPH Yogyakarta tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul seluas 13.826,800 ha, Kabupaten Bantul seluas 1.041,20 ha, dan Kabupaten Kulon Progo seluas 856,50 ha. Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.1 sebagai berikut. Tabel 2.1 Luas dan Sebaran Fungsi Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta LUAS NO



JENIS KAWASAN



1 Hutan Produksi a. Hutan Produksi AB b. KDTK ( I+II ) : ( I ) Htn Pendidikan Wanagama ( II ) Htn. Penelitian Playen c. Hutan Produksi 2 Hutan Lindung TOTAL LUAS ( 1+2)



JUMLAH 13.411,70 1.773,00 700,30 599,70 100,60 10.938,40 2.312,80



Keterangan Lokasi G.Kidul Bantul K.Progo Sleman 12.810,10 0,00 601,60 0,00 SK. Menhut No. 197 Th. 2000 1.773,00 0,00 0,00 0,00 700,30 0,00 0,00 0,00 599,70 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 757 Th. 1989 100,60 0,00 0,00 0,00 SK. Menhut No. 395 Th. 2004 10.336,80 0,00 601,60 0,00 1.016,70 1.041,20 254,90 0,00



15.724,50 13.826,80 1.041,20 856,50



Prosentase



100,00



87,93



6,62



5,45



0,00 0,00



Sumber : SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 7



2.1.2 Fungsi Areal KPH Yogyakarta sebagian besar terletak di Kabupaten Gunungkidul yaitu seluas 13.826,80 Ha (88%), dan sisanya tersebar di Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon Progo. Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta terbagi menurut Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, yaitu menjadi kawasan hutan produksi maupun hutan lindung. Adapun luasan fungsi hutan tersebut masing-masing beserta lokasinya disajikan pada Tabel 2.1 sesuai SK Kadishutbun DIY No. 188.4/3710. Peta Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta berdasarkan fungsi hutan tercantum dalam Gambar 2.1; Gambar 2.2; dan Gambar 2.3 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 8



Gambar 2.1 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Gunungkidul



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 9



Gambar 2.2 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Kulon Progo



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 10



Gambar 2.3 Peta Kawasan Hutan Wilayah KPH Yogyakarta berdasarkan Fungsi Hutan di Kabupaten Bantul



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 11



2.1.3 Pembagian Wilayah Pengelolaan Pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta dimulai sejak jaman penjajahan dan telah dilakukan sistem pembagian kedalam unit-unit pengelolaan hutan yaitu dalam unit-unit Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Seiring berkembangnya waktu, dengan adanya penggunaan fungsi/alih fungsi kawasan hutan menyebabkan penataan wilayah dalam satuan BDH dan RPH ini perlu disempurnakan kembali. Sejak dibentuknya Balai KPH Yogyakarta tahun 2008, pada tahun 2010 Balai KPH Yogyakarta telah melakukan penyempurnaan pembagian wilayah BDH dan RPH. Sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010 tentang Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, bahwa kawasan hutan negara Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha terbagi dalam 5 (lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Dengan penyempurnaan penataan kawasan hutan wilayah KPH sebagaimana ditetapkan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut, maka seluruh wilayah KPH Yogyakarta menjadi satu kesatuan pengelolaan. Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) pada Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta tersebut disajikan pada Tabel 2.2



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 12



Tabel 2.2 Penetapan Wilayah Kerja Bagian Daerah Hutan (BDH) dan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Balai KPH Yogyakarta BDH KARANGMOJO



RPH



Candi Gelaran Kenet Nglipar Semanu Total BDH PALIYAN Giring Grogol Kedungw anglu Menggoro Mulo Karangduw et Total BDH PANGGANG Bibal Blimbing Gebang Pucanganom Total BDH PLAYEN Kemuning Gubugrubuh Kepek Menggoran Wonolagi Wanagama Total BDH K.PROGO-BANTUL Mangunan Dlingo Kokap Sermo Total BDH JUMLAH WILAYAH KPH YOGYAKARTA



Luas (Ha) Jm l Ptk 733,10 815,40 864,10 800,60 533,20 3.746,40 585,30 614,00 649,40 661,00 972,97 723,63 4.206,30 519,00 773,07 528,60 412,03 2.232,70 460,30 653,20 696,80 676,60 554,90 599,70 3.641,50 570,70 470,50 601,50 254,90 1.897,60 15.724,50



11 10 10 10 2 43 7 8 6 7 10 8 46 7 7 6 -20 7 8 7 7 8 8 45



19 7 26



Nom or Petak petak 55 s.d. 65 30, 31, 32, 33, 40, 41, 42, 43, 44, 45 petak 39, 46 s.d. 54 25, 26, 27, 28, 29, 34, 35, 36, 37, 38 petak 161, 162 (+ Hutan AB) petak 144 s.d. 150 petak 128 s.d. 135 petak 102 s.d. 107 petak 95 s.d. 101 petak 151 s.d. 160 (+ Hutan AB) 142, 143, (+ Hutan AB) petak 108 s.d. 114 120, 122, 123, 124, 125, 126, 127 (+ Hutan AB) 115, 116, 117, 118, 119, 121 kaw asan hutan AB 2, 3, 4, 8, 9, 10, 12 73, 74, 75, 76, 77, 78, 79, 80 88, 89, 90, 91,92, 93, 94 81, 82, 83, 84, 85, 86, 87 1, 66, 67, 68, 69, 70, 71,72 5, 6, 7, 13, 14, 16, 17, 18 dalam bentuk blok dalam bentuk blok petak 1 s.d. 19 petak 24 - 30



2.1.4 Aksesibilitas Kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta sangat mudah dijangkau melalui sarana perhubungan darat. Dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah hutan negara tersebut : 1. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Gunungkidul dari Yogyakarta berjarak ± 25 km untuk wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) Playen, ± 35 km untuk BDH Paliyan, ± 30 km untuk BDH Panggang dan ± sekitar 50 km untuk BDH Karangmojo. 2. Pada kawasan hutan negara di Kabupaten Bantul, dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah hutan negara di Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Mangunan sekitar 20 km dan 30 km untuk RPH Dlingo. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 13



3. Pada Kabupaten Kulon Progo, dari Yogyakarta untuk mencapai wilayah RPH Sermo sekitar 40 km, dan RPH Kokap sekitar 45 km. Untuk mencapai blok/petak-petak dalam kawasan hutan negara sudah tersedia jalan hutan atau alur (sluef). Lebar jalan ini antar 2 – 2,5 meter, berupa jalan tanah dan sebagian dengan pengerasan makadam. Beberapa jalan hutan/alur digunakan masyarakat sekitar hutan untuk sarana jalan antar desa, dan beberapa alur hilang karena perencanaan penanaman yang saat itu tidak mempertimbangkan alur dan juga kurangnya perawatan.



2.1.5 Batas-Batas Daerah Istimewa Yogyakarta terletak diantara 70°53’ – 80°15’LS dan 1100°5’ – 1100°48’ BT. Daerah Isttimewa Yogyakarta memiliki batas wilayah sebagai berikut : sebelah barat laut berbatasan dengan Kabupaten Magelang, sebelah timur laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupten Wonogiri. Di sebelah selatan dibatasi oleh Samudera Hindia yang mempunyai pantai sepanjang lebih kurang 100 km, dan di sebelah barat berbatasan dengan kabupaten Purworejo. Luas wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah 3.185,18 km2 yang terdiri atas 5 kabupaten, sebagai berikut: 1. Pemerintah Kota Yogyakarta : 32.50 km2 2. Kabupaten Sleman : 574,82 km2 3. Kabupaten Bantul : 506,85 km2 4. Kabupaten Kulon Progo : 586,28 km2 5. Kabupaten Gunung Kidul : 1.485,36 km2 Wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terletak diantara 07°48’4.8” 08°8’8.08” LS dan 110°04’10.16” – 110°42’42.7” BT, seluas 16.358,60 ha yang tersebar pada 3 (tiga) Kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo. Kawasan hutan di Kabupaten Gunungkidul tersebar mulai dari Kecamatan Karangmojo, Paliyan, Playen, dan Panggang. Untuk wilayah Kabupaten Bantul tersebar di Kecamatan Dlingo dan Kabupaten Kulon Progo tersebar di Kecamatan Kokap dan Kecamatan Pengasih. Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini terbagi dalam 5 (lima) wilayah Bagian Daerah Hutan (BDH) dan 25 (dua puluh lima) wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH). Kewilayahan BDH yang terbagi dalam RPHRPH ini, tidak selamanya sesuai dengan wilayah administrasi kecamatan, seperti RPH Menggoro dalam administrasi Kehutanan masuk dalam wilayah Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 14



BDH Paliyan, namun dalam administrasi pemerintahan masuk dalam wilayah Kecamatan Playen. Perbedaan ini disebabkan karena pembentukan wilayah kehutanan didasarkan pada efektifitas pengelolaan dengan mempertimbangkan aspek DAS dan biofisik wilayah agar terbentuk satu kesatuan wilayah hutan pengelolaan. Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.3 sebagai berikut: Tabel 2.3 Sebaran dan Letak Geografis Hutan Balai KPH Yogyakarta No



BDH



Luas (Ha)



Letak Geografis BT



A. Kabupaten Gunungkidul 1 Karangmojo 3746.40 110:42'42.7''-110:35'15.91'' 2 Paliyan 4206.30 110:27'10.04''-110:37'10.4'' 3 Playen 4275.60 110:35'34.15''-110:31'24.74'' 4 Panggang 2232.70 110:22'34.9'' B. Kabupaten Bantul dan Kabupaten Kulon progo 5 K.Progo-Bantul Jumlah



1897.60 110:52'4.42''-110:08'24.34''



Kecamatan



LS 07:52'4.11''-08:02'14.89'' 07:57'9.87''-08:8'8.08'' 07:57'9.87''-07:59'39.24'' 07:58'13.93''-08:01'30.02''



Karangmojo Paliyan dan Playen Playen Panggang



07:48'4.8''-07:52'4.42''



Dlingo (Bantul) dan Kokap (K. Progo)



16358.6



Sumber : SK Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010



Untuk kawasan Hutan Produksi AB tersebar secara sporadis diseluruh kawasan Selatan Kabupaten Gunungkidul. Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, hampir seluruh batas luar telah ditata batas, hanya untuk hutan produksi AB seluas 1.773 ha sepanjang 582 km belum ditata batas luar. Batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta pada setiap bagian daerah hutan disajikan pada Tabel 2.4. Batas fungsi antar petak dan anak petak, RPH ditandai dengan alur dan batas alam. Sebagian alur telah hilang karena tidak ada perawatan. Demikian juga pada penanaman GNRHL, kurang mempertimbangkan adanya alur, dan banyak alur yang ditanami tegakan hutan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 15



Tabel 2.4 Batas Luar Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta Pada Setiap Bagian Daerah Hutan No 1 2 3 4



BDH Playen Karangmojo Paliyan Panggang



SUNGAI (Km )



KALEN (Km )



13,195 18,2 16,78 1,6



7,94 4,35 10,135 1,5



5 Kulonprogo-Bantul Sermo dan Kokap Dlingo/Bantul Mangunan/Bantul Jumlah



2,75 5 11,25 19



4,95 0 5,65



JUMLAH DIY



57,525



35,225



65,16 75,6 99,59 28,6



91,859 102,75 132,155 34,45



JUMLAH PAL BATAS 1801 1113 1640 1873



3,2



87,9 32,5 19,25 139,65



95,6 40,7 31,2 167,5



1525 438 239 2202



901 377 125 2027



624 61 114 175



21,8



389,35



497,55



8390



5637



2753



BATAS DALAM 5,6 4,6 5,65 2,75



3,2



BATAS LUAR



JUMLAH (Km )



KONDISI BAIK 1657 597 1601 504



RUSAK/HI LANG



KETERANGAN



144 Wanagama 213 pal 516 39 1369 RPH Pucanganom jumlah pal : 1280 hilang : 1152



2.1.6 Jenis Tanah, Geologis, Kelerengan, dan Iklim 2.1.6.1 Jenis Tanah Secara garis besar jenis tanah yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta antara lain terdiri dari: (a) Kambisol, (b) Grumusol, (c) Regosol, (d) Aluvial, (e) Latosol, (f) Mediteran, dan (g) Renzina. Hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta tumbuh pada berbagai macam jenis tanah, sebagian besar mempunyai solum sangat tipis dan tidak subur seperti Mediteran/Renzina. Di beberapa tempat terdapat solum yang tebal dan subur seperti aluvial/kambisol/grumusol, umumnya pada Hutan Lindung. Pada BDH Kulon Progo-Bantul seluruh hutannya seluas 1.897,60 ha tumbuh diatas tanah Latosol, sedangkan pada BDH Panggang seluruh hutannya seluas 2.232,70 ha tumbuh diatas tanah mediteran. Untuk BDH Playen sebagian besar hutannya berada pada tanah mediteran dengan luas 3.586,92 ha dan sebagian kecil atau 688,68 ha berada pada tanah latosol. Jenis tanah yang berada BDH Karangmojo cukup bervariasi. sebagian besar hutannya tumbuh pada jenis tanah mediteran dengan luas 3.353,83 ha, sedangkan sebagian kecil tumbuh pada berbagai jenis tanah, yaitu : 186,84 ha tumbuh pada tanah aluvial, 133,44 ha tumbuh pada tanah Grumusol, 65,90 ha tumbuh pada tanah Latosol, dan 6,39 ha tumbuh pada tanah Renzina.



2.1.6.2 Geologis Secara geologis wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki beberapa satuan batuan. Satuan batuan ini sangat menentukan terhadap ketersediaan air terutama air tanah, karena keberadaan air tanah maupun air permukaan ditentukan oleh sifat batuan, antara lain: porositas, permeabilitas, arah Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 16



perlapisan batuan, komposisi mineral, stratigrafi dan topografi. Secara Geologi di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat : a. Endapan aluvial Sebaran endapan aluvial terdapat di dataran rendah maupun di dataran tinggi misalnya: dataran di sekitar sungai dan dataran aluvial karst. Sifat endapan aluvial ini ditentukan oleh asal material yang diendapkan, pemampatan, tebal endapan, dan ukuran butir. Potensi air baku, baik yang berasal dari air permukaan maupun air tanah ditentukan oleh sifat endapan. Di wilayah DIY terdapat berbagai batuan, sehingga terdapat endapan aluvial yang materi penyusunnya berbeda pula. Selanjutnya sifatsifat air baku pada dataran aluvial yang materi pembentuknya berbeda akan berbeda pula. b. Endapan Fluvio-marin Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan kompleks endapan fluviomarin. Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang dikandung masih tetap asin atau payau. Endapan ini merupakan hasil proses fluvial dan proses marin yang bekerja pada suatu tempat dan membentuk suatu dataran. Hasil proses fluvial dan proses marin tersebut secara setempat-setempat sifat marin dan sifat fluvial masih dapat ditemukan namun dengan luasan yang sempit sehingga tidak dapat dipetakan. Endapan hasil proses fluviomarin ini dinamakan kompleks endapan fluviomarin. Dalam kaitannya dengan kondisi air pada endapan fluviomarin, tekstur batuan sangat menentukan sifat air. Pada endapan dengan tekstur kasar unsur-unsur garam mudah terlarut oleh air hujan sehingga air yang dikandungnya menjadi tawar, sedangkan pada endapan dengan tekstur lempung, unsur garam didalamnya sangat sulit tercuci sehingga air yang dikandung masih tetap asin atau payau. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 17



c.



Endapan Marin Pantai Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar berupa clift atau tebing pantai yang curam sebagian berupa dataran fluviomarin dan pantai. Endapan marin dapat bertekstur kasar, dapat pula bertekstur halus. Endapan yang bertekstur kasar yang telah membentuk daratan. Sifat airnya akan berubah dari asin menjadi tawar sedangkan endapan marin yang bertekstur halus sifat airnya akan tetap asin. Ini disebabkan oleh terjadinya pencucian unsur-unsur garam yang terdapat pada endapan bertekstur halus. Pencucian garam ini dilakukan oleh hujan yang jatuh pada wilayah tersebut. Endapan marin yang bertekstur kasar dapat berupa beting gisik atau bura, sedangkan endapan marin yang bertekstur halus berupa rataan lumpur. Sebaran endapan marin yang bertekstur halus jarang ditemukan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta.



d.



Endapan Koluvium Endapan ini berasal dari material pada lereng bagian atas yang bergerak ke bawah karena tenaga gravitasi. Material batuan tidak terjadi pemilahan sehingga butiran kasar bercampur dengan butiran yang halus. Karena sifat endapan yang demikian maka endapan koluvium dapat menyimpan air sehingga pada bagian bawah endapan koluvium sering ditemukan rembesan atau bahkan mata air.



e.



Endapan Volkanik Merapi Muda Endapan Merapi Tua terbentuk oleh material piroklastik hasil aktivitas sebelum tahun 1006, sedangkan sesudahnya disebut sebagai endapan Merapi Muda. Endapan Merapi Muda mendominasi lereng atas, tengah dan lereng bawah gunung api. Lereng atas dengan kemiringan kurang lebih 320, dan proses yang utama adalah gravitasi. Lereng tengah dengan kemiringan antara 200 hingga 30° merupakan lereng transportasi oleh proses fluvial dan lereng bawah merupakan lereng yang terbentuk oleh proses sedimentasi material yang diangkut oleh proses fluvial dari lereng tengah. Material penyusun batuan pada endapan Merapi muda ini antara lain: tuf, abu vulkanis, breksi, aglomerat dan aliran lava. Dalam kaitannya dengan potensi air pada umumnya sifat batuan sangat mendukung adanya air, baik air permukaan maupun air tanah. Hujan yang cukup tinggi terutama pada arah datangnya hujan akan merupakan pasokan untuk air permukaan dan air tanah sedangkan lereng yang terletak pada bayangan hujan akan mendapat hujan dengan jumlah sedikit, sehingga potensi airnya kecil.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 18



Daerah Istimewa Yogyakarta memiliki sebagian volkan Merapi mulai dari lereng atas, tengah, dan lereng bawah yang terletak pada sebagian Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. Sifat batuan yang porus, serta curah hujan yang relatif tinggi di lereng atas dan tengah yaitu di wilayah Kaliurang hingga Pakem akan memberikan andil besar terhadap air permukaan dan air tanah pada daerah sebagian Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta dan Kabupaten Bantul. f.



Endapan Volkanik Merapi Tua Sifat endapan Merapi Tua ini sudah cukup mantap membentuk topografi lebih tinggi namun mempunyai lereng yang stabil. Sebaran endapan Merapi Tua tidak luas, hanya menempati sebagian puncak Merapi. Kegiatan Merapi Tua menghasilkan endapan yang sekarang masih dapat ditemukan di Plawangan, Banjarejo dan Kendit. Material penyusun endapat Merapi tua terdiri atas breksi, aglomerat, dan aliran lava serta endesit dan basal yang tidak mengandung Olivin.



g.



Formasi Sentolo Formasi Sentolo Formasi batuan ini tersusun oleh batu gamping dan batu pasir napalan. Bagian bawah formasi ini terdapat konglomerat yang ditumpuki oleh napal tufaan dengan sisipan tuf kaca. Bagian atas formasi ini tersusun oleh batu gamping berlapis yang banyak mengandung Foraminivera. Formasi Sentolo berumur Miosen dan mempunyai ketebalan 950 m. Sebaran Formasi Sentolo di daerah Bantul terdapat di sebelah selatan Pandak, sebelah barat Tamantirto. Di Kabupaten Kulon Progo terdapat di perbukitan di sebelah selatan Wates ke timur hingga sebelah timur Galur, sepanjang Kali Progo di sebelah tenggara Sentolo, perbukitan di sebelah utara Wates, dan disebelah barat Wates terdapat di Girigondo hingga Gebongan. Pada umumnya pada Formasi Sentolo ini sifat batuan kurang mendukung ketersediaan air tanah maupun air permukaan.



h.



Formasi Jonggrangan Bagian bawah Formasi Jonggrangan terdapat konglomerat yang tertutup oleh napal rufaan dan batupasir gampingan dengan sisipan lignit. Dibagian atas terdapat batu gamping berlapis dan batu gamping koral yang membentuk bukit berbentuk kerucut. Kondisi batuan pada formasi ini kurang mendukung terhadap ketersediaan air, karena adanya diaklas yang menyebabkan air tanah terletak sangat dalam. Sebaran formasi batuan ini adalah : Desa Jonggrangan hingga Gunung Gepak.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 19



i.



Formasi Nanggulan Batuan penyusun Formasi Nanggulan terdiri atas batupasir dengan sisipan lignit, napal pasiran, batu lempung dengan konkresi limonit, sisipan napal dan batu gamping, batu pasir dan tuf, banyak mengandung Foraminivera dan Moluska dengan tebal 300 m. Formasi batuan ini terdapat di sebelah barat wilayah Desa Nanggulan. Bagian bawah dari Formasi Nanggulan ini terbentuk pada laut dangkal. Batuan terdiri atas batu pasir, serpih, dengan selingan napal dan lignit. Pada bagian atas dicirikan oleh napalan yang menunjukkan endapan laut yang lebih dalam dengan fasies neritik. Berdasarkan umur Foraminivera, Formasi Nanggulan umurnya berkisar antara Eosen tengah hingga Oigosen atas.



j.



Formasi Wonosari Batuan penyusun Formasi Wonosari adalah terumbu karang, kalkarenit dan kalkarenit tufaan. Dibagian selatan terdapat batu gamping yang membentuk topografi karst. Batu gamping berfosil, keras dan sarang terdapat di bagian hulu Kaliurang. Batu ini banyak digunakan untuk bangunan. Batu pasir gampingan tidak banyak ditemukan di daerah ini. Dalam kaitannya dengan ketersediaan air tanah pada wilayah yang berbatuan gamping, napal dan kalkarenit dapat dikatakan kurang mendukung ketersediaan air tanah. Keterdapatan air tanah ada pada peralihan antara gamping dengan breksi, atau pada sungai bawah tanah. Formasi Wonosari ini menempati sebagian besar wilayah kabupaten Gunung Kidul.



k.



Formasi Andesit Tua atau Formasi Bemmelen Batuan pada formasi ini terdiri atas andesit hipersten, andesit-augithornblende. Sebaran batuan ini ada di Gunung Pencu, Gunung Gandul, dan Gunung Ijo, di Kabupaten Kulonprogo. Formasi batuan ini menepati wilayah yang cukup luas, menempati sebagian besar wilayah perbukitan di Kabupaten Kulon Progo, mulai dari sebelah utara Temon hingga sebelah selatan Borobudur.



l.



Formasi Sambipitu Batuan pada formasi ini adalah tuf, serpih, batu lanau, batu pasir, dan konglomerat. Di bagian timur terdapat tuf-batu apung, batu lanau tufaan yang sebagian bersifat gampingan.



m. Formasi Nglanggran Batuan penyusun terdiri atas breksi volkanik, breksi aliran, aglomerat, aliran lava, dan ruf. Breksi yang pejal dan berlapis tersingkap di lembang Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 20



Kali Oyo. Tebal formasi Nglanggran di sekitar Patuk antara 500 - 750 m, sedangkan di sepanjang Kali Oyo lebih tebal. Hutan yang ada di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai formasi batuan yang ada. Hutan yang berada di dalam pengelolaan BDH Kulon Progo-Bantul merupakan hutan yang berada pada formasi batuan yang paling beragam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul untuk wilayah RPH Kokap dan RPH Sermo, hutan tersebar pada : (a) Andesit Tua Formasi Bemmelen seluas 798,3000 ha, (b) Bahan Terobosan Andesit seluas 284,5 ha, (c) Formasi Sentolo seluas 11,7 ha, dan (d) Endapan Aluvium seluas 1 ha. Sedangkan hutan yang berada di dalam BDH Panggang hanya menempati dua formasi batuan saja. Pada BDH Yogyakarta, hutan tersebar pada: (a) Endapan Vulkanik Merapi Tua seluas 361,60 ha, (b) Formasi Wonosari seluas 206,40 ha, (c) Endapan Vulkanik Merapi Muda seluas 199,90 ha, (d) Formasi Nglanggran seluas 161 ha, (e) Formasi Oyo seluas 73,10 ha, (f) Formasi Semilir seluas 50,30 ha, dan (g) Endapan Koluvium 0,20 ha. Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada Formasi Wonosari mendominasi dengan luas 2.801 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Kepek seluas 892,80 ha, dan hutan di Formasi Oyo seluas 178,50 ha. Untuk BDH Playen, luas hutan yang berada di atas Formasi Wonosari adalah 3.415,60 ha, hutan di atas Formasi Kepek 753,7 ha, dan di atas Formasi Oyo 178,5 ha. Pada BDH Karangmojo, hutan terluas berada pada Formasi Oyo seluas 2.343,10 ha, diikuti oleh hutan di Formasi Wonosari seluas 433,10 ha, dan hutan di Formasi Semilir 420,40 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang ada menempati Formasi Wonosari 1.438,60 ha dan Formasi Oyo 158,80 ha. Selanjutnya Peta sebaran tanah pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dapat dicermati pada Gambar 2.4 sebagai berikut :



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 21



Gambar 2.4 Sebaran Tanah pada Kawasan Hutan Balai Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 22



2.1.6.3 Kelerengan Timbulan (relief) di Daerah Istimewa Yogyakarta dicirikan atas dasar lereng dan altitude (ketinggian tempat dari permukaan laut). Secara garis besar dapat dibedakan kedalam 5 kelas kemiringan lahan, yaitu: datar (0 – 8%) seluas 20.200 ha, landai sampai berombak (8-15%) seluas 47.900 ha, berombak sampai bergelombang (15–25%) seluas 64.300 ha, curam/berbukit (25–40%) seluas 179.400 ha, dan sangat curam/bergunung (>40%) seluas 6.700 ha. Menurut altitude dapat dibagi menjadi daerah 1.000 – 2000 m diatas permukaan laut terletak di Kabupaten Sleman, daerah antara 500 – 1.000 m, daerah antara 100 – 500 m dan daerah di bawah 100 m yang sebagian besar berada di Kabupaten Bantul. Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta tersebar pada berbagai kelas kemiringan lereng, mulai dari kelas lereng datar sampai dengan kelas lereng sangat curam. Pada BDH Kulon Progo-Bantul, BDH Panggang dan BDH Playen sebagian besar hutannya berada pada lereng curam (15-25 %) sampai dengan sangat curam (>45 %), sedangkan untuk BDH Karangmojo dan BDH Paliyan sebagian besar hutannya berada pada lereng datar (0-8 %)sampai dengan miring (8-15 %). Pada BDH Kulon Progo-Bantul, hutan yang berada pada lereng sangat curam mempunyai luas 441,70 ha, pada lereng curam seluas 498,50 ha, pada lereng sangat miring seluas 16,90 ha, pada lereng miring seluas 87,30 ha, dan pada lereng datar 51,30 ha. Untuk BDH Panggang, hutan yang berada pada lereng sangat curam mempunyai luas 962,60 ha, pada lereng curam seluas 105,70 ha, pada lereng sangat miring seluas 57,10 ha, pada lereng miring seluas 268,70 ha, dan pada lereng datar seluas 203,30 ha. Pada BDH Playen, dominasi luas hutan terjadi pada kemiringan datar dengan luas 1.726 ha, diikuti oleh hutan pada lereng sangat miring seluas 1.538 ha, hutan pada lereng miring seluas 890,20 ha, dan hutan pada lereng sangat curam seluas 158,40 ha. BDH Karangmojo memiliki hutan yang sebagian besar berada pada lereng datar dengan luas 1.853,60 ha, sebagian lagi berada pada lereng miring 842,60 ha, pada lereng sangat miring 221,90 ha, dan pada lereng curam 278,60 ha. Untuk BDH Paliyan dominasi luas hutan juga berada pada lereng datar dengan luas 1866,30 ha, diikuti hutan pada lereng miring seluas 1166,60 ha, hutan pada lereng sangat miring seluas 742,10 ha, hutan pada lereng curam 6,20 ha, dan hutan pada lereng sangat curam 91,10 ha.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 23



2.1.6.4 Iklim Daerah Istimewa Yogyakarta yang termasuk daerah tropika musim dipengaruhi oleh hembusan angin Muson Barat dan Muson Timur mengakibatkan terjadi musim penghujan dan musim kemarau yang silih berganti sepanjang tahun. Kelembaban udara nisbi berkisar antara 65 - 95 %. Pada musim hujan curah hujan bulanan maksimum dapat mencapai lebih dari 400 mm yang biasanya dapat terjadi antara bulan November - Maret. Pada musim kemarau curah hujan bulanan minimum dapat kurang dari 100 mm yang terjadi pada bulan Juli – September. Curah hujan tahunan berkisar antara 1.500 – lebih dari 3.500 mm. Pada musim hujan jumlah hari hujan lebih dari 10 hari perbulan. Di Daerah Istimewa Yogyakarta ada kecenderungan sebaran hujan juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat dan mungkin juga jarak dari pantai. Umumnya suhu udara berkisar antara 23,4° – 31,1° C. Menurut klasifikasi iklim Schmidt dan Ferguson, Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai 3 tipe iklim yaitu B, C dan D. Sebagai gambaran kondisi tipe iklim di DIY menurut Schmidt & Ferguson dapat dilihat dari Tabel 2.5. berikut ini. Tabel 2.5 Tipe Iklim Menurut Schmidt & Ferguson Untuk DIY No. Tipe Iklim 1



B



2



C



3



D



Penyebaran



Keterangan



Daerah lereng Gunung Merapi (2.911 m dpl) Kabupaten Sleman - Daerah kabupaten Sleman kecuali sekitar Kalasan - Daerah kabupaten Gunung Kidul kecuali sebagian Kecamatan Ponjong, Semanu, dan Rongkop. - Daerah Kabupaten Bantul daerah sekitar Imogiri hingga ke pantai Samas selatan Kecamatan Sanden. - Daerah Kabupaten Kulon Progo kecuali sekitar sebagian kecamatan Galur, Lendah, Piyungan dan Sedayu. - Sekitar Kalasan Kabupaten Sleman hingga keseluruhan Kodya Yogyakarta dan sebagian besar Kabupaten Bantul ke utara hingga sebagian besar wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman - Daerah kabupaten Gunung Kidul yaitu sekitar Kecamatan Ponjong, Semanu, dan Rongkop



2 bulan kering dan minimum 9 bulan basah 3-4,5 bulan kering dan 7,5-9 bulan basah



4,5-6 bulan kering dan 6-7,5 bulan basah



Berdasarkan analisis peta curah hujan dengan peta BDH dapat dilihat bahwa hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta terletak pada wilayah yang memiliki curah hujan yang variatif, mulai dari 1500 mm/th sampai dengan lebih dari 3500 mm/th. BDH Kulon Progo-Bantul merupakan BDH yang memiliki wilayah dengan curah hujan paling variatif, yaitu : (a) 343,91 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th, (b) 155,4 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th, (c) 552,20 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 3000-3500 mm/th, dan (d) 1,09 ha berada pada wilayah dengan curah hujan lebih dari 3500 mm/th. BDH Panggang memiliki Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 24



hutan yang keseluruhannya berada pada wilayah dengan curah hujan 20002500 mm/th. Hutan di BDH Karangmojo terbagi menjadi dua, yaitu hutan yang berada pada wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th seluas 1538,16 ha dan berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 1658,44 ha. Kondisi hutan di BDH Playen juga memilliki kesamaan dengan BDH Karangmojo, yaitu 3010,15 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 15002000 mm/th dan 1300,55 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 20002500 mm/th. Di BDH Paliyan, hutan yang berada pada wilayah dengan curah hujan 1500-2000 mm/th seluas 3324,12 ha dan berada pada wilayah dengan curah hujan 2000-2500 mm/th seluas 548,18 ha. Untuk BDH Kulon Progo, hutan seluas 991,07 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 2500-3000 mm/th dan 104,53 ha berada pada wilayah dengan curah hujan 3000-3500 mm/th. Dari uraian di atas tampak bahwa wilayah hutan yang berada di BDH Kulon Progo-Bantul sebagian besar memiliki curah hujan yang cukup tinggi, yaitu lebih dari 2500 mm/th, sehingga apabila dapat dijaga kelestariannya akan sangat bermanfaat dalam proses peresapan air hujan menjadi air tanah. Untuk hutan yang berda pada BDH di wilayah Gunungkidul seluruhnya berada pada wilayah yang memilki curah hujan tidak terlalu tinggi, yaitu kurang dari 2500 mm/th.



2.1.7



Hidrologi Secara garis besar hidrologi wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta dapat dibedakan menjadi hidrologi air permukaan dan hidrologi air tanah. 2.1.7.1 Air Permukaan Air permukaan adalah air yang mengalir di permukaan bumi setelah dikurangi infiltrasi dan evapotranspirasi. Pola aliran di Daerah Istimewa Yogyakarta sangat dipengaruhi oleh struktur geologi setempat. Ada berbagai tipe pola aliran yaitu pola radial sentrifugal, paralel, dan pola trealis. Untuk wilayah kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Bantul, dan Kulon Progo bagian utara dan Gunungkidul bagian barat mempunyai pola aliran radial sentrifugal, sedangkan pola aliran sungai wilayah Kulonprogo bagian selatan adalah pola paralel. Untuk Kabupaten Gunungkidul khususnya pada formasi batu gamping mempunyai pola aliran trealis karena banyak berkembang struktur rekahan (diaclas). 2.1.7.2



Air Tanah



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 25



Air tanah adalah air yang bergerak dalam tanah yang terdapat didalam ruang-ruang antar butir tanah atau batuan yang membentuknya dalam retakretak batuan. Pada kawasan yang merupakan formasi Yogyakarta dan Sleman hasil proses vulkanis Merapi merupakan kawasan dengan sumberdaya air tanah yang bagus dengan cadangan melimpah. Ditinjau dari aspek DAS, di Propinsi DIY terdapat 4 DAS yang cukup besar, yaitu : (a) DAS Progo, (b) DAS Opak-Oyo, (c) DAS Serang, dan (D) DAS Bribin-Pegunungan Seribu. DAS Progo yang bermuara di Samudera Hindia meliput sebagian wilayah Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Kulonprogo dan Kabupaten Bantul. DAS Progo merupakan DAS yang cukup besar, berhulu di Gunung Sindoro-Gunung Sumbing-Gunung Merbabu dan wilayah DIY merupakan bagian tengah dan hilir dari DAS Progo tersebut. Beberapa Sub DAS di Daerah Istimewa Yogyakarta yang bermuara di DAS Opak adalah SubDAS Krasak dan Sub DAS Bedog. Hutan Daerah Istimewa Yogyakarta yang berada pada DAS Progo ini seluas 495,70 ha dan merupakan bagian dari BDH Yogyakarta. DAS Opak-Oyo merupakan DAS yang memiliki luas paling besar di Daerah Istimewa Yogyakarta, membentang dari puncak Gunung Merapi sampai dengan sebagian besar Kabupaten Sleman, Kota Yogyakarta, Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Bantul. Beberapa Sub DAS yang bermuara di DAS Opak-Oyo adalah Sub DAS Winongo, Sub DAS Code, Sub DAS Gajahwong, dan Sub DAS Oyo. Seluruh hutan yang berada pada BDH Karangmojo (3.746,40 ha) dan BDH Playen (4.276,60 ha) berada di wilayah DAS Opak Oya. Di samping itu sebagian dari hutan yang berada di BDH Kulon Progo-Bantul, yaitu seluas 556,90 ha berada di wilayah DAS ini pula. DAS Serang berada di Kabupaten Kulonprogo, yaitu di wilayah Kecamatan Kokap, Girimulyo, Pengasih, Wates, dan Temon. Seluruh hutan yang ada di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 1.095,60 ha berada di wilayah DAS Serang. DAS Bribin Pegunungan Seribu sebagian besar terletak di wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian selatan yang meliput wilayah Kecamatan Purwosari, Panggang, Saptosari, Paliyan, Wonosari, Tanjungsari, Tepus, Semanu, Ponjong, Rongkop, dan Girisubo. Hutan yang berada di BDH Panggang (2.232,70 ha) dan BDH Paliyan (4.206,30 ha) sebagian besar berada di wilayah DAS Bribin-Pegunungan.



2.1.8



Sejarah Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Pengelolaan Hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta tidak terlepas dari sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam memperoleh kemerdekaannya. Sejarah pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta di mulai sejak zaman Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 26



penjajahan Belanda, yaitu zaman Pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels yang membentuk Dienst van Het Boschwezen (setingkat Jawatan Kehutanan) yang mengelola hutan Jawa dan Madura tahun 1873 (Staatsblad NO. 215, TAHUN 1873). Jawatan ini menerbitkan Boschreglement van Java en Madoera 1913 dan Boschordonantie Voor Java En Madoera 1927, dimana membagi kawasan pemangkuan hutan menjadi 13 Bagian Hutan (BH). Salah satunya BH Surakarta dan Yogyakarta. Pada jaman penjajahan Jepang, Jawatan Kehutanan Belanda (Dienst Van Het Boschwezen) di ubah menjadi Ringyo Tyuoo Zimusyo. Selanjutnya pada masa Kemerdekaan dibentuk Jawatan Kehutanan dibawah Menteri Pertanian Kewenangan jawatan Kehutanan ditegaskan Dalam PP 26/1952. Dalam pengelolaan hutan di Jawa dan Madura, Jawatan Kehutanan membentuk Perum Perhutani berdasarkan PP 30 /1963, dimana untuk Bagian Daerah Hutan Surakatra menjadi salah satu Bagian Hutan di Wilayah Perum Perhutani, dan Bagian Hutan Yogyakarta tidak termasuk dan pengelolaannya diserahkan kepada Pemerintah Provinsi DIY (Hal ini berkaitan dengan kedudukan Keraton Yogyakarta dan Keistimewaan Yogyakarta, UU nomor 3/1955). Kondisi inilah yang membedakan pengelolaan hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang hingga saat ini Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan satu-satunya provinsi di Indonesia yang mengelola kawasan hutan negara. Konsep Houtvesterij ini dicetuskan oleh A.E.J. BRUINSMA, kepala Brigade Planologi Jawa Tengah di Salatiga pada tahun 1890, dan disetujui oleh Pemerintah Hindia Belanda tahun 1892. Secara garis besar pengelolaan kawasan hutan dengan pembentukan Planning Unit (Boschafdelling/Bagian Hutan) dan manajemen organisasi pengelola hutan (organisasi teritorial) yang efektif dan efisien. Dalam konsep Houtvesterij ini hutan jati ditata, dipetakan, diinventarisasi, dan diekspolitasi secara swa-kelola sehingga tindakan pengelolaan hutan dapat dilakukan lebih intensif. Konsep Houtvesterij merupakan konsep Kesatuan Pemangkuan Hutan, dimana bukan hanya mementingkan aspek teknik kehutanan semata, tetapi juga sudah memikirkan aspek sosial ekonomi masyarakat khususnya desa-desa enklave, hanya belum dielaborasi secara optimal karena eskalasi masalah sosial ekonomi masyarakat saat itu relatif belum besar. Pada awalnya konsep houtvesterij yang dirancang oleh Bruinsma sebatas untuk menjamin kelestarian kegiatan di tingkat tegakan (Stand Level Management) yaitu kegiatan: pembangunan hutan (forest establishment); pemeliharaan hutan (forest culture); dan pemanenan (harvesting), dan belum Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 27



mencakup kegiatan Forest Product Management yaitu kegiatan pengolahan hasil hutan (processing); dan pemasaran hasil hutan (marketing). Hal ini dapat dipahami karena pada saat lahirnya konsep houtvesterij sistem penjualan kayu jati masih dalam bentuk gelondongan (log), sehingga penekanan kelestarian dalam konsep houtvesterij adalah agar setiap kegiatan teknik kehutanan (penanaman, penjarangan, pemanenan) dapat berjalan kontinyu setiap tahun dan tidak mengalami kerugian. Konsep houtvesterij ini kemudian berkembang dan dipadukan dengan konsep Tumpangsari oleh Buurman, Tabel Normal Tegakan Hutan Jati oleh Wolf von Wulfing, dan metode Penjarangan hutan oleh Hartz. Organisasi pengelolaan hutan berdasarkan konsep houtvesterij dibagi dalam dua kelompok besar yaitu Planning Unit yang bertugas mengendalikan/ mengontrol kelestarian hasil (berupa standing stock), dan Management Unit sebagai organisasi pengelolaan hutan yang berfungsi untuk pelaksanaan kegiatan teknik kehutanan yang efektif dan efisien. Antara konsep planning unit dengan management unit saling berdiri sendiri (terpisah dan mandiri), dan tidak ada yang menjadi sub-ordinasi dari yang lain, akan tetapi keduanya bersinergi untuk mencapai kelestarian hasil dan kelestarian perusahaan. Organisasi management unit ini dibangun berdasarkan territorial atau kewilayahan yang ditata berdasarkan kondisi bentang alam baik topografi, geomorfologi, satuan DAS/Sub DAS atau yang berdekatan, kondisi biofisik, bioecoregion dan lainnya, yang bertujuan untuk dapat dijadikan satu kesatuan pengeloaan secara lestari. Oleh karena itu, kewilayahan kehutanan berbeda (tidak selalu sama) dengan kewilayahan administratif pemerintahan. Tahapan organisasi pengelolaan yang dibangun di tingkat management unit yaitu : 1. Houtvesterij (Daerah Hutan) Pelaksanaan pengelolaan wilayah Houtvesterij ini dipimpin oleh seorang Houtvester, yang pada era Jawatan Kehutanan dinamakan Kepala Daerah Hutan (KDH), dan pada jaman Perhutani berubah menjadi Administratur/Kepala Kesatuan Pemangkuan Hutan (Adm/KKPH). Houtvesterij ini berfungsi sebagai pengelola satu kesatuan kelestarian hutan dalam wilayah houtvesterij. Houtvesterij ini bertugas untuk melaksanakan fungsi-fungsi manajemen pengelolaan hutan mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan teknis seperti tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam. Daerah Hutan ini dibagi dalam beberapa Bagian Daerah Hutan (BDH). Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 28



2. Bagian Daerah Hutan (BDH) Pada era Djatibedrijfs Kepala Bagian Daerah Hutan ini dinamakan Opziener, pada jaman Jawatan Kehutanan disebut Kepala Bagian Daerah Hutan (KBDH), dan pada di Perhutani dinamakan Asisten Perhutani (Asper) atau Kepala Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan (KBKPH). Dari istilah Opziener tersebut maka pejabat ini lebih terkenal dengan sebutan Sinder. Tugas dari Kepala BDH ini sebagai koordinator pelaksanaan fungsi teknis tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan, pemanfaatan hutan, penggunaan kawasan hutan, rehabilitasi hutan dan reklamasi, perlindungan hutan dan konservasi alam. 3. Resort Polisi Hutan (RPH) Resort Polisi Hutan (RPH) dalam perkembangannya mengalami perubahan, Resort Polisi Hutan (RPH) sekarang dikenal dengan Resort Pengelolaan Hutan (RPH) merupakan unit pengelolaan terkecil, untuk mengatur dan melaksanakan kegiatan teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan dan pemanenan, perlindungan dan konservasi) yang teratur dan efisien. Jabatan ini dikenal dengan nama Kepala Resort Pengelolaan Hutan atau Mantri Hutan. Dalam perkembangannya, setelah kemerdekaan dan di bentuklah Jawatan Kehutanan, Daerah Hutan Yogyakarta (houtvesterij) menjadi Dinas Kehutanan. Dan pada tahun 2008 berdasarkan Perda nomor 36 Tahun 2008 dan Peraturan Gubenur Nomor 40 tahun 2008 dibentuk UPTD Balai KPH Yogyakarta yang mengelola kawasan hutan produksi, hutan konservasi dan hutan lindung seluas 16.358,60 ha di Provinsi DIY. Kemudian pada tahun 2011 dilakukan perubahan sesuai Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 721/MenhutII/2011 seluas 15.724,50 ha. 2.2 Potensi Wilayah KPH 2.2.1 Penutupan Vegetasi Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam, umumnya merupakan hutan tanaman, namun yang paling dominan adalah tanaman jati dan kayu putih. Pada tahun 1999 – 2000 hampir seluruh tanaman jati mengalami kerusakan terutama berkait dengan adanya berbagai krisis pada era reformasi. Penanaman kembali (rehabilitasi) hutan jati wilayah Balai KPH Yogyakarta sudah dimulai bersamaan dengan adanya Gerakan Nasional



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 29



Rehabilitasi Lahan tahun 2003 dengan dana APBN dan juga rehabilitasi tanaman dengan menggunakan dana APBD. Ragam tegakan yang terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih, mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus merkusii, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu, Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya merupakan hutan tanaman. Jenis tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta adalah tanaman jati dan kayu putih. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH Yogyakarta. Tabel 2.6 Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di Balai KPH Yogyakarta menurut Inventarisasi Hutan Tahun 2012 No



BDH



Luas (Ha)



HKm



Jati



Kayu Putih



1 PLAYEN



3.641,5



233,5 1.168,7 1.415,1



2 PALIYAN 3 KARANGMOJO



4.206,3



327,4 2.398,0



3.746,4



450,9



4 PANGGANG KPROGO5 BANTUL



2.232,7



190,9 1.612,0



1.897,6



129,2



Jumlah



Mahoni



STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama) Acacia Acacia Pinus Kemiri Kesambi Gliricidea Sono Bambu auri catechu



Murbei



Campur



53,5



9,9



6,3



-



61,3



17,8



5,5



-



0,2



4,9



434,7



6,5



100,9



-



-



-



-



-



-



-



-



46,0



577,6 2.325,2



2,9



30,4



1,5



-



-



-



-



4,8



-



-



119,0



30,0



64,0



-



-



-



-



-



-



-



-



-



15,0



303,8



24,9



67,8



-



130,0



98,0



-



12,4



36,5



5,0



-



454,8



15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8



151,8



209,0



7,8



130,0



159,3



17,8



17,9



41,3



5,2



4,9



847,6



0,97



1,33



0,05



0,83



1,01



0,11



0,11



0,26



0,03



0,03



5,39



Prosentase 100,00 Sumber : Inventarisasi Hutan, 2012



8,47



404,7



39,18



28,67



212,8



Dari data pada tabel di atas nampak bahwa penutupan vegetasi di KPH Yogyakarta didominasi oleh tanaman jati seluas 6.161,00 ha (39.18%) dan tanaman kayu putih seluas 4.508,80 ha (28,67), mahoni 151.80 ha (0,97%), Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%), Pinus 130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%), Gmelina 1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu 5,20 ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%). Secara nyata di kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta, kawasan yang terbuka secara murni tidak ada, namun terdapat kawasan tertentu yang jumlah tegakannya kurang dari standar yang ditetapkan. Pengertian Tanah Kosong (TK) yang dimaksudkan disini adalah suatu kawasan yang jumlah tanaman/tegakan yang ada kurang dari 20% per hektar dari standar tanaman yang ada. Sedangkan Bertumbuhan Kurang (BK) adalah suatu kawasan yang Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 30



jumlah tanaman/tegakan lebih dari 21% dan kurang dari 50% per hektar dari standar tanaman yang ada. Selebihnya suatu kawasan yang jumlah tegakannya lebih dari 50% disebut Normal. Jumlah tanaman tegakan jati dalam satu satuan hektar dalam dekade pananaman tidak selalu sama. Sebelum tahun 1980-an jarak tanam tanaman Jati 2x1 meter dengan jumlah tanaman 5.000 batang per hektar. Sedangkan pada dekade tahun 1980 hingga tahun 2003 jarak tanam diperlebar menjadi 2x3 meter, sehingga jumlah tanaman jati persatuan hektar sebanyak 1.667 batang. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan, untuk memberikan ruang bagi masyarakat sekitar hutan untuk dapat melakukan pengembangan usaha pertanian dalam bentuk pesanggem. Selanjutnya pada dekade tahun 2003 hingga sekarang penanaman jati dilakukan pada Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) dengan jarak tanam 4x2,5 meter, sehingga terdapat sebanyak 1.000 batang per hektar. Pada tanaman kayu putih pun jarak tanam berbeda-beda, namun yang paling banyak ditemui pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta adalah jarak tanam 4x1 meter, sehingga jumlah tegakan kayu putih 2.500 batang per hektar. Kebijakan intensifikasi pengelolaan pada tahun 2010 terus dilakukan. Dalam kenyataannya di lapangan, jumlah tegakan kayu putih ini banyak yeng telah berkurang karena berbagai gangguan hutan. Jumlah tanaman kayu putih yang bervarisasi dari 700 batang per hektar hingga 2.500 batang per hektar. Secara rata-rata jumlah tanaman kayu putih per hektar hanya 1.200 batang/hektar. Didorong dengan fungsi tanaman kayu putih yang dulunya sebagai tanaman konservasi yang sekarang memberikan hasil ikutan ekonomi berupa pendapatan dari pengusahaan minyak kayu putih, mendorong kebijakan intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan untuk memenuhi kapasitas produksi dan target Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang terus meningkat. Kebijakan intensifikasi tanaman kayu putih dilakukan dengan meningkatkan jumlah tanaman kayu putih per hektar. Jumlah tanaman kayu puti normal dengan jarak tanam 4 x 1 meter sebanyak 2.500 batang ditingkatkan menjadi 3.334 batang per hektar (dengan pengkayaan dan jarak tanam dengan sistem jalur 1,3 x 1.5 meter). Kebijakan peningkatan jumlah satuan tanaman kayu putih per hektar yang dilakukan dari 2.500 batang/hektar menjadi 3.334 batang per hektar akan menyebabkan jumlah petak yang termasuk dalam kategori Bertumbuhan Kurang (BK) dan Tanah Kosong (TK) meningkat.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 31



2.2.2 Potensi Kayu dan Non Kayu Penutupan vegetasi pada wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta terdiri dari beberapa jenis antara lain jati, kayu putih, sonokeling, pinus, kenanga, mahoni, kemiri, gliricidea, akasia, murbei, dan bambu dengan luas yang bervariasi. Namun demikian diantara keseluruhan jenis yang ditanam, hanya jati dan kayu putih saja yang ditanam dalam luasan yang besar, karena jenis yang lain hanya dengan luasan kecil dan bersifat sporadis. Dengan kata lain, Balai KPH Yogyakarta memiliki potensi kayu dan non kayu yang cukup tinggi. 2.2.2.1 Potensi Kayu Potensi kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu dari jenis jati, mahoni, acasia, gmelina, gliricecidea, sono, dan bambu yang ditanam pada hutan produksi. Potensi kayu ini memberikan harapan untuk produksi kayu yang lebih baik lagi baik secara kualitas maupun kuantitasnya dan baik dalam bentuk kayu pertukangan maupun kayu bakar. Sebagaimana dijelaskan di depan, bahwa kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta pada masa reformasi banyak mengalami kerusakan dan mulai tahun 2003 direhabilitasi melalui kegiatan Gerakan Nasional Rehabilitasi dan Lahan (GNRHL). Oleh karena itu, sebagaian besar tegakan yang ada masih merupakan tegakan muda, berumur kurang dari 10 tahun. Namun demikian, kedepan keberhasilan rehabilitasi hutan ini akan memberikan harapan untuk produksi kayu. 2.2.2.2 Potensi Non Kayu Potensi non kayu pada wilayah kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta meliputi jenis tanaman Kayu Putih, Pinus, Kesambi, dan Murbai. Disamping itu, dalam rangka pemberdayaan masyarakat di kawasan hutan juga dikembangkan tanaman sela dengan pemanfaatan ruang tumbuh melalui budidaya rotan, nanas, lebah madu, dan porang dengan melibatkan kelompok tani hutan di sekitar hutan. 2.2.2.3



Pemberdayaan Masyarakat dalam Pengembangan Hasil Hutan Non Kayu Dalam pengembangan usaha tani masyarakat sekitar hutan untuk pemanfaatan hasil hutan non kayu dikembangkan berbagai kegiatan perhutanan sosial dengan memanfaatkan ruang tumbuh di Kawasan Hutan yang tidak mengganggu tanaman pokok. Usaha tani perhutanan sosial ini diantaranya adalah pengembangan rotan, budidaya nenas, lebah madu, persuteraan alam, dan Porang. a.



Pengembangan Rotan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 32



Usaha tani hutan budidaya rotan dikembangkan untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk tanaman pertanian lokal. Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH Panggang seluas 10 ha (petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan lindung yang berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga pemberdayaan usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang penting untuk dikembangkan. Usaha tani hutan budidaya rotan dikembangkan untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk tanaman pertanian lokal. Budidaya rotan dikembangkan di RPH Bibal BDH Panggang seluas 10 ha (petak 108). Petak 108 RPH Bibal merupakan hutan lindung yang berdekatan dengan permukiman masyarakat, sehingga pemberdayaan usaha non kayu seperti budidaya rotan menjadi bagian yang penting untuk dikembangkan. b. Budidaya Nanas Usaha tani hutan budidaya nenas dikembangkan untuk memanfaatkan lahan kawasan hutan yang tegakannya tidak dapat dilakukan tumpangsari untuk tanaman pertanian lokal. Pengembangan budidaya nenas ini diharapkan dapat memberdayakan masyarakat melalui hasil nenas yang selanjutnya dengan sentuhan teknologi tepat guna dapat diolah menjadi produk lanjutannya seperti sirup dan lainnya. Budidaya Nenas dikembangkan di RPH Giring BDH Paliyan seluas 25 ha dan RPH Mangunan di Blok Sudimoro III seluas 5 ha. Kelompok tani yang dibina untuk mengembangkan di RPH Giring yaitu KTH Karya Lestari, KTH Karya Maju, KTH Sido Rukun, KTH Ngudi Makmur dan KTH Manunggal. Hasilnya cukup menggembirakan namun masyarakat terkendala dengan pasar yang terbatas, sehingga pengelolaan budidaya nenas menjadi kurang optimal. c.



Lebah Madu Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk lebah madu dikembangkan BDH Paliyan di RPH Mulo dan BDH Kulon Progo - Bantul di RPH Sermo dan RPH Mangunan. Usaha tani ini pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi dilakukan oleh Provinsi, dan setelah itu dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota. Usaha ini hingga sekarang telah berhasil yang dibina oleh RPH masing-masing dan dikembangkan secara mandiri oleh Kelompok tani.



d. Persuteraan Alam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 33



Usaha tani hutan berbasis ekonomi dalam bentuk persuteraan alam dikembangkan BDH Playen dengan memanfaatkan tanaman murbai 4,9 Ha di RPH Tahura dan RPH Gubugrubuh. Usaha ini dikembangkan sejak tahun 2000 – 2004 dengen memberdayakan 8 (delapan) Kelompok tani yaitu Gading I, Gading II, Gading III, Gading IV, Gading V, Gading VI, Gading VII dan kelompok tani hutan Gubug Rubuh. Usaha tani ini pada awalnya mendapatkan hasil yang menggembirakan, namun karena kurang intensifnya pengelolaan usaha tani ini menjadi kurang berkembang. Demikian juga, pada tahun 2000 – 2004 fasilitasi dilakukan oleh Provinsi, dan setelah itu dilimpahkan kepada Kabupaten/Kota. e.



Porang Tanaman porang dikembangkan oleh Balai KPH Yogyakarta karena porang dianggap sebagai komoditas yang prospektif dan multi product. Porang dapat digunakan untuk bahan baku lem, mie, kosmetik dan bahkan hasil olahannya digunakan untuk bahan baku pembuatan lem pesawat terbang. Porang ditanam sebagai tanaman sela/ tumpangsari dengan ciri tahan naungan sehingga tanaman ini sangat cocok digunakan untuk tanaman tumpangsari. Umumnya porang mulai ditanam ketika tegakan/ tanaman pokok telah berumur 3 (tiga) tahun. Tanaman porang dikembangkan di BDH Panggang yaitu Petak 109 RPH Bibal, Petak 121 RPH Gebang, Petak 127 RPH Blimbing, dan BDH Paliyan yaitu Petak 128 RPH Grogol. Tanaman ini dikembangkan pada tahun 2009 oleh kelompok tani dengan fasilitasi dari Balai KPH Yogyakarta.



2.2.3 Keberadaan Flora dan Fauna 2.2.3.1 Flora Kawasan hutan wilayah Balai KPH Yogyakarta dengan penutupan vegetasi hutan tanaman seperti jati, mahoni, akasia, gliricedea, gmelina, kayu putih dan lainnya membuat keanekaragaman flora langka sangat terbatas. Biodiversitas tanaman penutup lahan yang rendah serta keadaan tanah yang marjinal ikut andil dalam minimnya keberadaan flora langka di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta. Ada beberapa jenis flora langka yang dapat ditemui di wilayah hutan sebagai salah satu nilai tambah bagi hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta antara lain anggrek lokal, dlinggo dan walikukun. 2.2.3.2



Fauna



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 34



Sama halnya dengan flora langka, fauna langka yang terdapat di dalam wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta juga sangat terbatas. Hal inilah yang perlu dikaji lebih lanjut bahwa hutan bukan hanya memuat komposisi tegakan saja tetapi juga konservasi terhadap flora dan fauna yang ada didalamnya sehingga kelak diharapkan ada strategi pengelolaan hutan yang dapat memuat hal tersebut untuk kedepannya. Fauna langka yang masih banyak ditemui di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta yaitu jenis aves, mamalia dan reptilia sebagaimana disajikan pada Tabel 2.7 sebagai berikut. Tabel 2.7 Hasil Pendataan Satwa Langka di Wilayah Balai KPH Yogyakarta NO. FAMILI I Aves



II



Mamalia



III Reptilia



NAMA DAERAH/LOKAL 1 Kutilang 2 Penjak 3 Pelatuk



NAMA ILMIAH Picnonotus aurigaster Phyloscocum moratus Pinopitum javaense



4 5 6 7



Sriti



Hirundo rustica guturalis



Perkutut Sesap madu Elang bido



Geopeliaq striata Anthereptes malacensis



8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 3 4 5 6 1 2 3



Ayam hutan Kepodang Radja udang Puyuh Trotokan Emprit Srigunting Burung hantu Dekukur Babi hutan Garangan Musang Tupai Tikus sawah Kijang Ular sowo Ular air Ular dahan



Gallus sp Oriolus cinensis Alcheldo atthis Turnix suscifator Pycnonotus quaivier Lonchura maja Diorurus sp Bubu sp Streptopilia chinensis Sus scrofa Herpetes javanicus Paradoxurus sp Tupaia javanica Ratus sp Muntiacus muntjak Phyton sp Pytas curus Dryphis prasimus



Spilornis cheela



2.2.4 Potensi Lingkungan dan Jasa Wisata Potensi wisata yang berada pada kawasan hutan dan atau wilayah lahan milik yang berdekatan dengan kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta cukup banyak, namun sebagian besar belum tersentuh dalam pengembangan wisata baik lokal maupun regional. Beberapa potensi wisata tersebut antara lain sebagai berikut :



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 35



1.



BDH Playen a. Goa Rancang Goa Rancang terdapat di sekitar kawasan hutan petak 74 RPH Gubugrubug BDH Playen. Kawasan ini telah menjadi wisata bagi pengunjung untuk melihat keunikan goa berupa patahan stalaktit yang masih mengeluarkan tetesan air. Dan di atas goa tersebut, terdapat pohon beringin yang banyak digunakan sebagai wisata spiritual. Goa Rancang ini terdapat di Dusun Rancang, Desa Menggoran, yang berbatasan dengan petak 74 RPH Gubugrubuh BDH Playen. Pada petak 74 ini telah dibangun camping ground yang dibangun Departemen Kehutanan (pada waktu itu Kantor Wilayah Kehutanan Provinsi DIY) yang diserahkan kepada Saka Wana Bhakti. Camping ground ini telah dilengkapi dengan fasilitas kantor, MCK dan lainnya. Kondisi pengelolaan yang terbatas di era otonomi menyebabkan camping ground dan sarana prasarananya rusak dan tidak terawat. b. Air Terjun Sri Gethuk Air terjun Sri Gethuk terdapat di RPH Gubugrubuh di sekitar desa Bleberan, kecamatan Playen, Gunung Kidul. Air terjun ini telah menarik banyak wisatawan untuk mengunjunginya. Air terjun ini cukup menarik, untuk dapat melihat air terjun tersebut wisatawan dapat menempuh dua cara yaitu dengan menggunakan kapal dan dengan berjalan kaki menyusuri sawah yang sejajar dengan puncak air tejun. Selain dapat melihat kiindahan air terjun di daerah krast wisatawan juga dapat berenang di sungai yang terdapat di bawah air terjun tersebut. Sungai yang menghubungkan antara tempat parkir dengan air terjun tersebut mempunyai kedalaman sekitar 4 meter dengan disepajang sungai terdapat dinding krast yang dengan ketinggian sekitar 3.5 meter, sehingga menambah idah pemandangan objek wisata tersebut.



2.



BDH Karangmojo a. Goa Pindul Goa Pindul berada di Dusun Gelaran I, Desa Bejiharjo, Karangmojo tepat berbatasan dengan Petak 45 RPH Gelaran, berdekatan dengan Pabrik Minyak Kayu Putih Gelaran. Gua ini dialiri oleh aliran sungai dibawah tanah dengan panjang total 300 meter, lebar rata-rata 5 sampai 6 meter, dengan kedalaman air 5,5 meter dan tinggi gua 4,5 meter (dari permukaan air). Hal yang sangat menarik dari Gua



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 36



Pindul ini adalah tipe karakteristik aliran air didalam gua yang cukup tenang sehingga ketika kita melakukan penyusuran tidak diperlukan keterampilan khusus untuk dapat menyusurinya selain itu Goa Pindul ini juga merupakan tempat yang cocok untuk segala usia. Nama Goa Pindul berasal dari sebuah kisah dimana ada seorang pemuda yang bernama Joko Singlulung mencari ayahnya yang hilang, dengan menyusuri banyak hutan dan goa, tiba-tiba dia terantuk kepalanya di salah satu batu di goa ini, goa dimana dia terantuk inilah akhirnya dinamakan Goa Pindul. Saat anda melakukan susur gua di Goa Pindul ini, anda akan menemukan sebuah stalaktit yang sudah menyatu dengan stalakmit sehingga tampak seperti sebuah pilar dengan ukuran lebar lima rentangan tangan orang dewasa, kilauan stalakmit dan stalagmit yang berwarna putih kristal di berbagai sudut di gua inilah yang akan membuat anda terpesona oleh keindahan Goa Pindul ini. b. Goa Semanu Pada kawasan hutan di RPH Semanu terdapat goa yang masih asli. Goa ini merupakan bagian dari salah satu goa di Gunungkidul yang merupakan kawasan karst. Hingga saat ini goa ini belum ditata dan digarap untuk tujuan wisata. 3.



BDH Kulon Progo-Bantul a. Mata Air Bengkung Mata air Bengkung berada di Hutan Pinus yang terletak di Blok Sudimoro II, RPH Mangunan. Mata air ini memiliki riwayat historis yang tinggi, di sekitar mata air Bengkung ini terdapat makam Sultan Agung IX dan makam raja-raja Mataram sehingga air yang terdapat pada mata air Bengkung ini dianggap sebagai air suci oleh khalayak. Banyak legenda yang terkait dengan mata air Bengkung, salah satu legenda menceritakan bahwa pada saat Sultan Agung IX mengamanatkan kepada para punggawanya “apabila meninggal nanti meminta kepada punggawa dan keluarganya untuk memakamkan dirinya di Tanah Suci Mekah, namun para punggawa dan keluarganya tidak mengijinkan, selanjutnya, disarankan untuk dimakamkan di tanah Jawa yang setara dengan tanah suci Mekah. Kemudian Sultan Agung mengambil tanah satu genggaman kemudian melemparkannya dan dimana lemparan tanah itu berada beliau minta dimakamkan di situ. Suatu hari Sultan Agung IX bersama punggawanya mencari tanah itu, dan disuatu tempat



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 37



ditemukan tanah itu di Desa Bengkung. Saat itu, beliau kehausan dan disabdanya tanah yang ada tersebut menjadi mata air Bengkung. Wisata mata air Bengkung ini belum ditata secara baik, penataannya lebih mengarah kepada Makam Raja-raja Mataram di Imogori. Kawasan mata air Bengkung ini telah ditata oleh Balai KPH Yogyakarta seluas 6 hektar, yang merupakan hutan Pinus. b. Panorama Waduk Sermo Waduk Sermo yang berdampingan dengan kawasan hutan di BDH Kulon Progo-Bantul menjadikan daya tarik dalam pengembangan wisata di BDH ini khususnya bagi RPH Sermo. Waduk Sermo yang terletak di Bukit Menoreh, tepatnya di Dusun Sermo, Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap ini dapat ditempuh dengan perjalanan kurang lebih 6 km dari Kota Wates ke arah barat. Waduk ini diresmikan oleh Presiden Soeharto pada tanggal 20 November 1996 dengan membendung Sungai Ngrancah. Sejak saat itu Waduk Sermo menjadi sumber air utama di bidang pertanian untuk daerah sekitarnya. Luas genangan air Waduk Sermo menurut Pemkab Kulonprogo adalah kurang lebih 157 ha dengan kondisi air yang masih jernih serta bentuknya berkelok-kelok. Waduk ini dapat menampung air 25 juta meter kubik dan dibangun selama dua tahun delapan bulan. Upaya pengembangan wisata di BDH Kulon Progo-Bantul ini dilakukan oleh Kelompok Tani pemegang IUP HKm di Kalibiru, IUP HK ini berada di Hutan Lindung, sehingga pemanfaatan jasa lingkungan dan non kayu dikembangkan. Kelompok tani ini telah membangun pondok penginapan bagi para wisatawan dan berbagai fasilitas lainnya. Atraksi yang ditawarkan adalah pemandangan alam, outbound dan juga Flying Fox. Bagi wisatawan yang tidak menghendaki untuk menginap atraksi yang ditawarkan adalah outbound dengan menelusuri jalan setapak batas hutan yang masih belum mengalami pengerasan dan dengan suasana alam yang masih hijau serta belum tercemar polusi. 4.



BDH Panggang a. Goa di RPH Gebang Potensi wisata yang terdapat di BDH Panggang ini mayoritas masih belum tergarap dan tertata secara baik. Kawasan hutan di BDH Panggang hampir sama dengan BDH lainnya dimana kawasan karst



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 38



dan goa terdapat di wilayah ini. Salah satu goa yang terdapat di RPH Gebang dengan kedalaman 10 meter. Menariknya adalah goa ini merupakan bagian dari aliran sungai bawah tanah. b. Kolam Ikan di RPH Pucanganom Secara historis, RPH Pucanganom merupakan Hutan AB, sebelum hutan AB ini ditetapkan menjadi kawasan hutan definitif oleh Menteri Kehutanan, kawasan hutan ini telah banyak digunakan masyarakat untuk pertanian (dalam arti luas). Salah satu obyek potensi wisata yang berada di RPH Pucanganom yaitu berupa sumber air yang telah ditata menjadi obyek wisata pemancingan. Kelompok Tani Hutan (KTH) yang mengampu selain membantu dalam pembangunan hutan KTH juga memanfaatkan kolam tersebut untuk usaha perikanan berbasis hutan (agrofishery) sehingga hutan kembali bermanfaat dalam menghasilkan produk sampingan selain hasil hutan. 5.



BDH Paliyan a. Goa Ngingrong Goa Ngingrong terlatak di Petak 156, RPH Mulo. Goa ini merupakan patahan dari batuan kapur, yang memiliki kedalaman hingga 80 meter dengan luas hampir 1 ha. Bentuk permukaan atas dalam goa ini hampir menyerupai kawah. Terdapat 2 buah bentuk kawah yaitu bagian yang besar dan kecil. Antara kawah besar dan kecil dihubungkan goa, yang merupakan aliran bawah tanah. Goa dan aliran bawah tanah ini menurut masyarakat di wilayah tersebut, terhubung dengan Laut Selatan (Samudera Indonesia). b. Goa Luweng Goa Luweng terletak di Petak 144 RPH Giring. Goa ini juga merupakan patahan pengunungan yang menyerupai kawah dengan kedalaman kurang lebih 50 meter. Pada bagain bawah terdapat goa yang merupakan aliran air bawah tanah yang menuju ke Pantai Baron. c.



Gunung Bagus Gunung Bagus ini merupakan obyek wisata yang potensial karena lekatnya historis yang tidak dapat terpisahkan dari keberadaan makam Joko Tarup dan Dewi Nawangsih pada puncak gunung ini. Dengan alasan inilah maka gunung ini kerap dikunjungi untuk acara ritual dan wisata budaya. Gunung Bagus terletak di petak 149 RPH



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 39



Giring. Sekitar 2 km dibawah Gunung Bagus atau tepatnya di depan Kemantren Giring, terdapat sungai yang konon kabarnya merupakan tempat mandi bidadari (Nawangsih) yang menurut legenda selendang Nawangsih diambil oleh Joko Tarup sehingga Nawangsih tidak dapat kembali ke kahyangan dan kemudian diperistri oleh Joko Tarup. Kawasan gunung Bagus ini ramai dikunjungi oleh wisatawan pada hari tertentu sebagai wisata ritual Jawa. Kawasan obyek wisata gunung Bagus ini sebagian telah ditata oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Gunungkidul.



2.3 Sosial Budaya Masyarakat Kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta tersebar pada 3 (tiga) kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Secara umum, potret masyarakat sekitar hutan wilayah KPH Yogyakarta terkait dengan kondisi demografi Daerah Istimewa Yogyakarta, antara lain : (a) kepadatan yang tinggi, (b) mempunyai semangat hidup (struggle of life) yang tinggi; (c) mobilitas tinggi; dan (d) mempunyai budaya yang tinggi. 2.3.1



Karakter Masyarakat Sekitar Hutan Dalam kaitannya dengan budaya, masyarakat Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai karakteristik, diantaranya : (a) umumnya berorientasi maju, kondisi ini tidak terlepas dari peranan Yogyakarta sebagai pusat pendidikan; (b) pandangan hidup yang luhur dalam mewujudkan keseimbangan hidup antara manusia, alam dan lingkungannya (living in harmony). Pandangan hidup ini diilhami dari filosofi hidup ”Hammemayu Hayuning Bawono”. Dan (c) tingkat sosial yang tinggi yang ditunjukkan dengan semangat kegotongroyongan yang tinggi. Dalam kaitannya dengan aspek sosial budaya masyarakat sekitar hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta. Masyarakat memiliki keterkaitan dengan hutan baik dalam pemungutan hasil hutan non kayu, pemanfaatan lahan dalam bentuk pesanggem dan lainnya. Budaya masyarakat dalam kaitannya dengan tanaman kehutanan diantaranya, masyarakat sangat menyukai tanaman jati. Penggunaan kayu jati untuk bangunan rumah dan dan sarana prasarananya menjadikan lambang strata kehidupan di masyarakat Yogyakarta. Disisi lain masyarakat memiliki keterbatasan antara lain : (a) kehidupan yang terkait dengan resources endownment (sumberdaya yang dikuasai), umumnya masyarakat (petani sekitar hutan) mempunyai lahan yang terbatas (marginal, sebagian besar merupakan batu bertanah), modal terbatas, Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 40



pendidikan yang relatif rendah, daya absorbsi teknologi lemah dan kemampuan memanfaatakan pasar terbatas; (b) orientasi jangka pendek; dan (c) kemitraan yang lemah. Persoalan resources endownment ini berkaitan dengan isu kemiskinan. Masalah kemiskinan merupakan masalah yang kompleks dan tidak dapat diselesaikan apabila hanya ditinjau dari satu sektor saja. Balai KPH Yogyakarta, mempunyai peranan penting dalam pengentasan kemiskinan baik dalam membuka lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ketahanan pangan melalui berbagai kegiatan kehutanan yang bersifat prosperity approach seperti pesanggem dan berbagai pengembangan usaha tani kehutanan. Tingkat kemiskinan Daerah Istimewa Yogyakarta pada bulan Maret 2010 tercatat sebesar 16,83%. Garis kemiskinan di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2010 sebesar Rp. 224 258,- per kapita per bulan. Jumlah penduduk miskin, yaitu penduduk yang konsumsinya berada di bawah garis kemiskinan, pada Maret 2010 di Daerah Istimewa Yogyakarta terdapat 577,30 ribu orang. Jika dibandingkan dengan keadaan Maret 2009 yang jumlahnya mencapai 585,8 ribu orang, berarti jumlah penduduk miskin berkurang sebanyak 8,5 ribu orang dalam setahun. Tingkat kemiskinan, yaitu persentase penduduk miskin dari seluruh penduduk, di Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2010 sebesar 16,83%. Apabila dibandingkan dengan keadaan Maret Tahun 2009 yang besarnya 17,23% berarti ada sedikit gejala penurunan sebesar 0,40% selama setahun. 1. Kabupaten Gunungkidul Jumlah penduduk Kabupaten Gunungkidul pada tahun 2010 berjumlah sebanyak 759.040 jiwa terdiri 271.006 laki-laki dan 388.034 perempuan. Rata-rata kepadatan penduduk 511 jiwa per km2, dengan persebaran kepadatan tertinggi di Kecamatan Wonosari, sebagai ibukota kabupaten yang mencapai 1.047 jiwa per km2 dan terendah di Kecamatan Panggang 284 jiwa per km2. Jumlah rumah tangga sebanyak 155.629 rumah tangga sehingga rata-rata jumlah jiwa per rumah tangga sebesar 5 jiwa dan dengan pertumbuhan penduduk 0,4%. Dengan jumlah penduduk sebanyak itu, yang berada pada usia angkatan kerja mencapai 636.052 jiwa, terdiri angkatan kerja 382.774 jiwa dan bukan angkatan kerja 253.278 jiwa. Jumlah angkatan kerja yang mencapai 382.774 jiwa meliputi 363.053 jiwa yang bekerja, sedang 19.721 jiwa hingga kini masih pengangguran. Kemiskinan di Kabupaten Gunungkidul ini pada tahun 2010 tercatat sebanyak 173.500 orang atau sebesar 25,96% dari penduduk Kabupaten Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 41



Gunungkidul. Dari jumlah ini sebanyak 9.636 orang (5,6%) bekerja di hutan sebagai pesanggem. Nilai ini belum termasuk tenaga pabrik minyak kayu putih, peserta HKm dan HTR serta kegiatan usaha tani lainnya. Jumlah penduduk miskin Kabupaten Gunungkidul sebanyak 173.500 orang tersebut sebesar 18% (atau 13.405 KK miskin) berada di sekitar hutan. Oleh karena itulah pembangunan hutan yang berkesinambungan dan turut menyertakan masyarakat sekitar hutan dalam pengelolaannya diharapkan dapat membantu beban kerja pemerintah dalam upaya pemberantasan kemiskinan di Indonesia. Kemampuan pengentasan kemiskinan melalui pembangunan kehutanan pada masing-masing BDH di wilayah KPH Yogyakarta memliki karakteristik yang berbeda-beda, tergantung pada kondisi wilayah dan pola pengelolaannya. Gambaran pengentasan kemiskinan pada masing-masing BDH di Kabupaten Gunungkidul sebagai berikut : a. BDH Karangmojo Ada enam kecamatan yang berada di dalam wilayah BDH Karangmojo yaitu Kecamatan Wonosari, Karangmojo, Semanu, Nglipar, Rongkop dan Tepus. Desa atau kelurahan yang berdekatan atau berdampingan dengan kawasan hutan negara di BDH Karangmojo tercatat sebanyak 24 desa/kelurahan. Dari 24 kelurahan tersebut tercatat keluarga miskin sebanyak 7.995 keluarga miskin dan diantara keluarga miskin tersebut yang ikut berperan aktif sebagai pesanggem (atau bekerja dalam kegiatan kehutanan) sebanyak 2.722 KK atau sebanyak 34,05%. Gambaran mengenai sebaran penduduk miskin di sekitar BDH Karangmojo yang hidupnya tergantung pada hutan tersaji pada Tabel 2.8 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 42



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 43



Tabel 2.8 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Karangmojo KK No



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



1 WONOSARI a. Wunung b. Candi c. Mulo d. Wareng e. Karang Tengah 2 KARANGMOJO a. Karangmojo b. Beliharjo c. Jatiayu d. Ngawis 3 SEMANU a. Pacarejo b. Candirejo c. Ngeposari d. Semanu 4 NGLIPAR a. Nglipar b. Pengkol c. Kedungpoh d. Kedungkeris e. Katongan f. Natah g. Pilangrejo 5 RONGKOP a. Semugih b. Karangwuni 6 TEPUS a. Kemadang b. Gayamrejo Jumlah



Luas (Ha)



Jml Penduduk (Jiwa)



KK



Miskin



(%)



Pertumb Usia Angk Penduduk Kerja (%) (%)



Tingkat Pendidikan



Masy tgt pd hutan



SD



SLTP



SLTA



PT



KK



% (pddk miskin)



% pddk



1.005,00 600,00 694,00 658,80 524,00



3.467,00 6.072,00 4.355,00 3.972,00 7.282,00



1.002,00 1.818,00 1.308,00 1.049,00 2.114,00



249,00 186,00 163,00 93,00 245,00



24,85 10,23 12,46 8,87 11,59



0,41 0,36 0,42 0,32 0,41



83,79 80,28 79,89 70,61 78,10



7,83 10,11 13,13 15,12 11,20



56,05 45,22 40,11 45,13 30,30



31,17 40,21 38,20 25,30 40,10



4,95 4,46 8,56 14,45 18,40



100,00 56,00 36,00 15,00 19,00



40,16 30,11 22,09 16,13 7,76



9,98 3,08 2,75 1,43 0,90



1.114,58 2.200,94 1.280,49 835,54



7.470,00 15.770,00 7.472,00 3.673,00



2.349,00 3.899,00 1.793,00 1.099,00



466,00 748,00 508,00 270,00



19,84 19,18 28,33 24,57



0,41 0,42 0,40 0,41



84,30 85,20 82,10 81,50



5,20 5,60 4,50 7,20



32,20 45,40 32,10 34,20



40,20 42,60 40,20 42,60



22,40 16,40 23,20 16,00



161,00 432,00 100,00 24,00



34,55 57,75 19,69 8,89



6,85 11,08 5,58 2,18



3.074,31 2.203,85 1.674,35 1.646,30



15.973,00 8.837,00 9.311,00 15.790,00



4.808,00 1.985,00 2.577,00 3.530,00



851,00 367,00 429,00 586,00



17,70 18,49 16,65 16,60



0,42 0,37 0,39 0,40



79,60 81,20 80,90 81,20



10,22 9,35 12,20 11,40



50,20 45,20 40,50 40,20



35,00 40,20 43,20 42,60



4,58 5,25 4,10 5,80



100,00 289,00 228,00 80,00



11,75 78,75 53,15 13,65



2,08 14,56 8,85 2,27



1.332,80 883,80 1.080,00 1.061,80 1.356,10 796,80 875,80



4.456,00 5.376,00 5.644,00 4.898,00 5.065,00 3.669,00 3.548,00



1.051,00 1.519,00 1.468,00 1.157,00 1.270,00 956,00 910,00



239,00 319,00 265,00 225,00 255,00 194,00 212,00



22,74 21,00 18,05 19,45 20,08 20,29 23,30



0,38 0,42 0,35 0,40 0,38 0,37 0,40



76,00 77,00 79,20 80,20 82,10 79,00 77,90



9,22 10,25 10,21 11,50 9,10 11,10 11,90



49,90 46,10 42,60 42,31 44,20 42,30 41,30



35,02 41,20 40,12 42,60 41,20 42,50 42,60



5,86 2,45 7,07 3,59 5,50 4,10 4,20



129,00 50,00 75,00 277,00 47,00 52,00 36,00



53,97 15,67 28,30 123,11 18,43 26,80 16,98



12,27 3,29 5,11 23,94 3,70 5,44 3,96



1.155,70 1.102,60



4.773,00 4.218,00



1.263,00 905,00



270,00 235,00



21,38 25,97



0,37 0,40



83,79 80,28



8,73 9,56



56,05 45,22



32,10 39,50



3,12 5,72



94,00 115,00



34,81 48,94



7,44 12,71



1.928,50 1.334,90 30.420,96



6.405,00 5.691,00 163.187,00



1.642,00 1.467,00 42.939,00



289,00 331,00 7.995,00



17,60 22,56 18,62



0,41 0,39 0,39



80,00 82,00 80,26



11,50 11,40 9,90



45,40 41,98 42,67



40,10 42,60 39,21



3,00 4,02 8,22



112,00 95,00 2.722,00



38,75 28,70 34,05



6,82 6,48 6,34



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 44



Ket



b. BDH Playen Wilayah BDH Playen yang memiliki akses yang terbuka dan berdampingan dengan wilayah kabupaten Bantul dan kecamatan Paliyan, memberikan akses tidak hanya bagi masyarakat sekitar hutan di Kecamatan Playen melainkan juga masyarakat di Kecamatan Paliyan serta masyarakat di kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul. Cakupan wilayah BDH Playen yang cukup tersebar secara luas, memberdayakan masyarakat dalam kegiatan pengelolaan hutan sebanyak 5.660 KK baik dalam pengelolaan hutan negara maupun dalam pemungutan hasil daun kayu putih. Jumlah ini melebihi dari jumlah penduduk miskin sekitar hutan BDH Playen yaitu hanya 2.595 KK. Hal ini menunjukkan bahwa akses pengelolaan hutan ternyata tidak hanya menampung bagi masyarakat miskin tetapi masyarakat yang tergolong mampu pun juga ikut serta dalam kegiatan pengeloaan hutan. Karakteristik ini sangat menarik, dan berkaitan dengan budaya masyarakat bahwa proses pemberdayaan masyarakat kehutanan tidak hanya bagi masyarakat yang tidak mampu. Jumlah masyarakat dari kecamatan lain yang bekerja di wilayah hutan BDH Playen 920 KK yang datang dari Kecamatan Paliyan sebanyak 327 KK dan dari Kecamatan Dlingo Kabupaten Bantul sebanyak 593 orang (khususnya Desa Jatimulyo dan Dlingo). Peran kehutanan dalam memberdayakan masyarakat di BDH Playen bagi masyarakat sekitar hutan menopang sebesar 35,37% dari jumlah penduduk sekitar hutan yang ada. Kondisi sebaran masyarakat dalam pengelolaan hutan di BDH Playen disajikan pada Tabel 2.9 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 45



Tabel 2.9 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Playen No



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



1 PLAYEN a. Banyusoco b. Bleberan c. Getas d. Playen e. Gading f. Banaran g. Ngleri 2 PALIYAN a. Karangduwet 3 DLINGO (Bantul) a/ Dlingo b. Jatimulyo Jumlah



Luas (Ha)



Jml Penduduk (Jiwa)



KK KK



Miskin



(%)



Pertumb Usia Angk Penduduk Kerja (%) (%)



Tingkat Pendidikan



Masy tgt pd hutan



SD



SLTP



SLTA



PT



KK



% (pddk % pddk miskin)



2.035,10 1.626,10 723,20 430,80 1.311,30 751,10 986,40



6.405,00 9.311,00 3.669,00 2.556,00 5.600,00 3.255,00 3.552,00



2.011,00 2.600,00 1.250,00 987,00 1.909,00 1.521,00 1.449,00



252,00 316,00 236,00 228,00 236,00 279,00 148,00



12,53 12,15 18,88 23,10 12,36 18,34 10,21



0,39 0,41 0,37 0,40 0,37 0,39 0,40



82,00 81,00 79,20 79,00 75,00 76,00 78,00



10,22 9,26 10,23 8,50 7,20 8,50 9,90



48,20 45,20 45,44 40,21 40,41 42,30 40,00



37,00 40,21 39,21 44,00 39,20 40,10 41,60



4,58 5,33 5,12 7,29 13,19 9,10 8,50



676,00 1.119,00 1.691,00 111,00 391,00 378,00 374,00



268,25 354,11 716,53 48,68 165,68 135,48 252,70



33,62 43,04 135,28 11,25 20,48 24,85 25,81



1.744,00



7.043,00



1.761,00



360,00



20,45



0,41



78,00



12,00



45,20



39,00



3,80



327,00



90,83



18,57



1.284,63 775,86 11.668,49



7.255,00 2.800,00 51.446,00



1.814,00 700,00 16.002,00



325,00 215,00 2.595,00



17,92 30,71 16,22



0,39 0,38 0,39



80,00 81,00 78,92



10,00 12,00 9,78



42,12 45,20 43,43



39,21 38,34 39,79



8,67 4,46 7,00



421,00 172,00 5.660,00



129,54 80,00 218,11



23,21 24,57 35,37



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 46



Ket



c.



BDH Paliyan Wilayah BDH Paliyan juga memberikan akses pengentasan dan pemberdayaan masyarakat sekitar hutan yang tidak kalah dengan BDH Playen dan Karangmojo. Jumlah keluarga miskin yang berada di sekitar hutan BDH Paliyan sebanyak 8.240 KK, sementara yang diberdayakan dalam kegiatan pengelolaan hutan di BDH Paliyan sebanyak 662 KK (44,55% dari KK miskin). Data sebaran penduduk miskin dan keluarga miskin yang diberdayakan di BDH Paliyan disajikan pada Tabel 2.10.



d. BDH Panggang Penduduk miskin sekitar hutan di wilayah BDH Panggang sebanyak 8 kelurahan dengan jumlah 1329 KK (atau sebesar 19,18% dari KK miskin). Pengelolaan hutan di wilayah BDH Panggang mampu memberdayakan sebesar 637 KK (47,93% dari KK miskin). Data sebaran dan pemberdayaan KK miskin di BDH Panggang disajikan Tabel 2.11.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 47



Tabel 2.10 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Paliyan No



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



1 PALIYAN a. Karangduwet b. Karangasem c. Mulusan d. Giring e. Sodo f. Pampang g. Grogol Jumlah



Luas (Ha)



1.744,00 1.268,00 779,00 1.014,00 172,00 371,00 459,00 5.807,00



Jml Penduduk (Jiwa) 7.043,00 7.914,00 5.348,00 3.131,00 4.852,00 2.680,00 2.393,00 33.361,00



KK KK



1.761,00 1.979,00 1.337,00 783,00 1.213,00 670,00 598,00 8.341,00



Miskin



(%)



360,00 347,00 127,00 126,00 221,00 164,00 141,00 1.486,00



20,45 17,54 9,50 16,10 18,22 24,48 23,57 17,82



Tingkat Pendidikan



Pertumb Usia Angk Penduduk Kerja (%) (%) 0,41 0,40 0,39 0,40 0,38 0,39 0,71 0,40



78,00 80,00 80,20 79,20 79,10 77,20 76,90 78,66



Masy tgt pd hutan



SD



SLTP



SLTA



PT



KK



12,00 11,20 10,59 9,20 12,80 12,21 10,10 11,16



45,20 45,20 44,28 42,00 47,20 42,30 43,20 44,20



39,00 40,10 39,21 44,00 39,20 40,20 43,20 40,70



3,80 3,50 5,92 4,80 0,80 5,29 3,50 3,94



214,00 211,00 45,00 55,00 45,00 67,00 25,00 662,00



% (KK % (KK) miskin) 59,44 60,81 35,43 43,65 20,36 40,85 17,73 44,55



12,15 10,66 3,37 7,03 3,71 10,00 4,18 7,94



Tabel 2.11 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan pada BDH Pangang KK Pertumb Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan Kecamatan/Desa Jml Penduduk Usia Angk No Luas (Ha) KK Penduduk % (KK (Sekitar Hutan) (Jiwa) Kerja (%) SD Miskin (%) SLTP SLTA PT KK % (KK) (%) miskin) 1 PANGGANG a. Giriharjo 1.099,82 3.459,00 938,00 241,00 25,69 0,41 79,00 10,32 44,20 38,30 7,18 84,00 34,85 8,96 b. Giriwungu 1.128,08 2.434,00 573,00 160,00 27,92 0,40 78,00 12,10 42,40 41,20 4,30 70,00 43,75 12,22 c. Girimulyo 1.599,45 5.506,00 1.234,00 185,00 14,99 0,39 81,00 9,20 43,30 39,21 8,29 129,00 69,73 10,45 d. Girikarto 1.405,94 3.828,00 879,00 181,00 20,59 0,40 82,10 10,10 40,30 43,00 6,60 68,00 37,57 7,74 e. Girisekar 2.132,03 7.346,00 1.663,00 349,00 20,99 0,38 80,00 11,20 44,20 38,00 6,60 195,00 55,87 11,73 f. Girisuko 2.514,29 5.459,00 1.641,00 213,00 12,98 0,39 81,00 10,25 40,23 42,10 7,42 91,00 42,72 5,55 Jumlah 9.879,61 28.032,00 6.928,00 1.329,00 19,18 0,40 80,18 10,53 42,44 40,30 6,73 637,00 47,93 9,19



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 48



Ket



Ket



2. Kabupaten Bantul Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Bantul 1,041.20 ha terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Dlingo dan RPH Mangunan, yang kesemuanya termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan hutan ini merupakan hutan lindung dan berada pada wilayah Kecamatan Dlingo. Jumlah penduduk Kabupaten Bantul sebanyak 945.594 jiwa dengan penduduk kategori miskin 67.589 KK, dimana Kecamatan Dlingo merupakan kantong kemiskinan kedua setelah Sedayu. Jumlah penduduk miskin di Kecamatan Dlingo sebanyak 3.815 KK. Jumalh penduduk ini yang telah diberdayakan dalam pengelolaan kehutanan oleh balai KPH Yogyakarta sebanyak 334 KK. Jumlah penduduk yang diberdayakan melalui pembangunan kehutanan sebanyak 334 KK ini khususnya desa di sekitar Desa Jatimulyo, Temuwuh dan Mangunan. Jumlah ini jika dibandingkan dengan penduduk miskin di tiga desa terebut tercatat sebesar 49,9%, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.12 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 49



Tabel 2.12 Sebaran Penduduk Miskin dan Masyarakat yang Kehidupannya Tergantung dari Hutan Pada BDH Kulon ProgoBantul KK Tingkat Pendidikan Masy tgt pd hutan Pertumb Kecamatan/Desa Jml Penduduk Usia Angk No Luas (Ha) KK Penduduk % (KK Ket (Sekitar Hutan) (Jiwa) Miskin (%) Kerja (%) SD SLTP SLTA PT KK % (KK) (%) miskin) KABUPATEN BANTUL 1 Dlingo a. Jatimulyo 775.86 b. Temuwuh 915.90 c. Mangunan 952.35 Jumlah 2,644.11 KABUPATEN KULON PROGO 1 Kokap a. Hargorejo 1,543.45 b. Hargomulyo 1,521.97 Jumlah 3,065.42



3,250.00 3,345.00 3,520.00 10,115.00



813.00 836.00 880.00 2,529.00



174.00 175.00 330.00 679.00



21.42 20.93 37.50 0.27



0.42 0.39 0.39 0.40



82.00 81.00 79.00 80.67



11.21 12.10 8.22 10.51



45.22 44.21 43.30 44.24



40.21 41.20 40.34 40.58



3.36 2.49 8.14 4.66



75.00 44.00 215.00 334.00



43.10 25.14 65.15 49.19



9.23 5.26 24.23 13.21



3,854.00 4,921.00 8,775.00



964.00 1,230.00 2,193.75



160.00 150.00 310.00



16.61 12.19 14.13



0.39 0.38 0.39



79.00 80.00 79.50



8.21 8.66 8.44



40.12 39.21 39.67



41.21 43.35 42.28



10.46 8.78 9.62



42.00 52.00 94.00



26.25 34.67 30.32



4.36 4.23 4.28



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 50



3. Kabupaten Kulon Progo Luas hutan wilayah KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo 855,50 ha terbagi dalam dua RPH yaitu RPH Semo dan RPH Kokap, yang kesemuanya termasuk dalam wilayah BDH Kulon Progo - Bantul. Kawasan hutan ini merupakan hutan lindung seluas 254,90 ha dan dan hutan produksi seluas 600,60 ha. Kesemuanya termasuk dalam Kecamatan Kokap. Jumlah penduduk Kabupaten Kulon Progo 459.231 Jiwa (129.789 KK), dengan jumlah keluarga miskin sebanyak 45.025 KK (37,5%). Sementara jumlah penduduk miskin di Kecamatan Kokap sebanyak 7.078 KK, dan keluarga miskin di Desa Hargomulyo dan Harorejo yang berbatasan dengan kawasan hutan sebanyak 310 KK serta telah diberdayakan dalam pembangunan kehutanan sebanyak 94 KK (30.32%), sebagaimana telah disajikan pada Tabel 2.12. 2.3.2



Hubungan Masyarakat Dengan Hutan Keberadaan masyarakat agraris yang hidup turun temurun berada di sekitar kawasan hutan negara dan memiliki ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya alam yang ada membuat mau tidak mau mereka memanfaatkan hutan dalam keseharian hidup mereka. Masyarakat sekitar kawasan hutan memanfaatkan hutan negara untuk berbagai keperluan guna mencukupi kebutuhan hidup mereka. Beberapa manfaat hutan bagi masyarakat yaitu sebagai sumber rumput untuk pakan ternak dan kayu bakar sebagai bahan pembuatan arang yang dijual di wilayah mereka. Sebagai bahan pembuatan arang adalah tanaman kayu-kayuan berusia pendek seperti akasia, yang mereka ambil dari kawasan hutan dan tanaman yang sakit. Rumput yang diambil dari hutan dipergunakan sebagai pakan ternak (sapi) dan dipergunakan sebagai sumber pendapatan masyarakat. Para petani juga memanfaatkan lahan hutan untuk bercocok tanam, sebagian besar masyarakat di sekitar hutan memanfaatkan lahan hutan negara sebagai lahan pertanian dengan sistem tumpang sari atau agroforestry. Sistem tumpang sari banyak membantu para petani untuk menambah pendapatan terutama bagi petani yang tidak memiliki lahan atau petani yang lahan pertaniannya sempit. Pemanfaatan lahan hutan untuk tumpang sari yang memadukan penanaman palawija/tanaman pangan dengan tanaman keras secara bersama-sama juga bermanfaat untuk konservasi tanah dan air di kawasan hutan. Masyarakat hutan telah memahami bagaimana mengurangi erosi lahan hutan garapannya dengan melakukan pengolahan tanah serta pembuatan teras sederhana. Di samping itu adanya program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) oleh pemerintah ternyata mampu meningkatkan peran serta Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 51



masyarakat sekitar hutan untuk turut serta dalam pelestarian hutan dan dapat memberikan banyak peluang bagi petani untuk meningkatkan pendapatan dari hasil pertaniannya sekaligus juga ikut menikmati hasil panen tanaman keras dari hutan negara sesuai kesepakatan yang berlaku. Ada beberapa trik PHBM yang diterapkan dalam pengelolaan kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta, antara lain yaitu pengembangan agroforestry dan kegiatan PAM swakarsa. Dari sedikit uraian tersebut maka dapat dikatakan bahwa masyarakat dan hutan memiliki hubungan yang saling erat terkait dan dapat saling memberi manfaat bagi keduanya. 2.3.3



Kelembagaan Petani Hutan Keberadaan hutan menjadi bagian yang tak terpisahkan bagi masyarakat sekitar hutan. Masyarakat banyak merasakan manfaat hutan khususnya yang berkaitan langsung dengan mata pencaharian mereka sebagai petani. Kesadaran masyarakat untuk mengelola hutan bersama-sama menumbuhkan keinginan untuk membentuk suatu kelompok, organisasi atau lembaga. Masyarakat sekitar hutan di keempat kabupaten tersebut secara umum memiliki struktur organisasi dan tujuan yang sama. Masyarakat sekitar hutan yang bekerja sebagai petani sebagian besar telah tergabung dalam suatu organisasi/ Kelompok Tani Hutan (KTH). Kelompok-kelompok tani tersebut biasanya terbentuk secara swadaya dan berfungsi menampung aspirasi anggotanya. Tujuan utama dalam kelembagaan petani hutan secara umum adalah meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Dari data hasil penelitian untuk kabupaten-kabupaten di Daerah Istimewa Yogyakarta diketahui bahwa masyarakat sekitar hutan 74,38 % menjadi anggota organisasi kelompok tani atau organisasi yang terkait langsung dengan pekerjaan mereka sebagai petani, 20% mengikuti organisasi yang tidak ada kaitannya dengan dengan mata pencaharian mereka dan 5,63% ikut serta dalam organisasi lainnya. Manfaat yang diperoleh dari ikut sertanya para petani: 56,67% menyatakan bahwa dengan ikutnya mereka dalam kelompok tani dapat menambah penghasilan, 26,04% dapat menambah pengetahuan dan 17,29% merasakan berbagai manfaat lainnya. Keikutsertaan petani dalam suatu kelembagaan dapat memberikan berbagai kemudahan dalam memperoleh pupuk, bibit, obat dan pinjaman. Bentuk kemudahan penting lain yang dapat diperoleh para petani yaitu kemudahan memperoleh izin yang sah untuk menggarap lahan hutan negara sehingga selain dapat mendapat tambahan lahan garapan untuk pertanian, petani juga dapat ikut merasakan bagi hasil panenan tanaman keras milik negara sesuai ketentuan yang berlaku. Beberapa kendala, hambatan dan kekurangan yang dialami oleh kelompok tani hutan adalah : a. Belum berbadan hukum Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 52



b. c. d.



Belum berfungsi optimal sebagai sebuah organisasi kelompok tani Masih kurangnya pengetahuan tentang organisasi yang baik Kelemahan dalam regenerasi penerus karena para pemudanya banyak yang bekerja tidak sebagai petani/merantau.



Maka dari itu diperlukan berbagai bentuk bantuan kepada organisasiorganisasi dalam kelembagaan masyarakat baik berupa pelatihan, insentif, kemudahan akses ke pemerintah terutama mengajukan permohonan bantuan, dan bentuk-bentuk bantuan lainnya yang dapat meningkatkan peran organisasi petani menjadi lebih baik dan maksimal.



2.4 Ijin Pemanfaatan Kawasan Ijin pemanfaatan kawasan di wilayah Balai KPH Yogyakarta diantaranya sebagai berikut : 2.4.1 Hutan Kemasyarakatan (HKm) Hutan Kemasyarakatan (HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta terdapat sebanyak 42 unit IUP HKm yang tersebar pada 2 (dua) kabupaten yaitu 35 unit di Kabupaten Gunungkidul dan 7 (tujuh) unit di Kabupaten Kulon Progo. Data IUP HKm di Kabupaten Gunung Kidul selengkapnya disajikan pada Tabel 2.13, dan Tabel 2.14 untuk IUP HKm di Kabupaten Kulon Progo.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 53



Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul No A 1



2



3 4



Kelompok Tani Hutan



Alamat Dusun/Desa/K ec



KABUPATEN GUNUNGKIDUL Tani Manunggal Manggoran II/Bleberan/Pl ayen Sumber Wanajati IV Surulanang/Ka rangduwet/Pali yan Sumber Wanajati IV Kepek/Banyus oko/Playen Sedyo Rukun Gempol/Banyu soko/Playen



5



Wana Makmur



6



Wana Lestari I



7



Wana Lestari II



Pengurus K/S/B



Jml Fungsi Anggot Kawasan a



Jenis Pohon Kayu



Semusim



Tahun Tanam



Luas/Lokasi dimohon Garapa n (Ha)



Petak (Ha)



Petak Nomor



RPH/BDH



Tanggal Ijin Sementara



Tanggal Ijin TETAP



Ngabdani/Ha rtono/Radimi n Wariyo/Suda di/Kasidi



84



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



40



103,5



86



Menggoran/ Playen



312/KPTS/2003 8-Dec-03



204/KPTS/2007 12-Dec-07



51



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



14



138,2



94



Kepek/Paliy an



71/KPTS/2004 18-Jun-04



216/KPTS/2007 12-Dec-07



Poniyo/Sugin a/Saena Rosidi/Sugiya ti/Ismintarti



49



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



12,65



138,2



94



67/KPTS/2004 16-Jun-04



224/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



17



74,2



95



Kepek/Paliy an Menggoran/ Playen



86/KPTS/2004 23-Jun-04



208/KPTS/2007 12-Dec-07



Ngasem/Getas/ M. Playen Subandi/Suki ran/Marto Wiyadi Ngasem/Getas/ Wariyo/Waki Playen di/Saridjo



114



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



35



82



71



Wonolegi/Pl ayyen



83/KPTS/2004 22-Jun-04



217/KPTS/2007 12-Dec-07



160



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



39,4



63,1



73



69/KPTS/2004 18-Jun-04



207/KPTS/2007 12-Dec-07



Irsad/Sunart o



122



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



57,4



85,4



74



70/KPTS/2004 19-Jun-04



206/KPTS/2007 12-Dec-07



Parjo Suwito/Sardi /Kamdi



124



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



29,2



39,8



135



Gubuk Rubuh/ Playen Gubuk Rubuh/ Playen Karangmojo /Paliyan



92/KPTS/2004 1-Jul-04



228/KPTS/2007 12-Dec-07



Wardoyo



250



Jati



100



120,5



37



230/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



40



50



60



Nglipar/Kar angmojo Candi/Karan gmojo



74/KPTS/2004 19-Jun-06



250



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



Supriyatno/ Muryanto/Su prihatin



Hutan Produksi Hutan Lindung



309/KPTS/2003 4-Dec-03



214/KPTS/2007 12-Dec-07



Gubug Rubuh/Getas/P layen 8 Sedyo Lestari Karangasem KOPERASI/No. B/Karangasem 02342/KDK.13.3/1/ /Paliyan V/1999 9 Wonorejo Kepuhsari/Kat ongan/Nglipar 10 Karya Hutan Kalialang/Kalit ekuk/Semin



37



Jati



Jati



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 54



Lanjutan Tabel 2.13 No



Kelompok Tani Hutan



Alamat Dusun/Desa/K ec



Pengurus K/S/B



A KABUPATEN GUNUNGKIDUL 11 Sedyo Makmur Jragum/Ngepos Tambiyo/Ma ari/Semanu rdi Suwarno/Sis wo Utomo 12 Kusuma Tani Kepuhsari/Kat Drs. ongan/Nglipar Suparman 13 Sumber Rejeki Serpeng/Pacare Sis jo/Semanu Subur/Sujiyo no/Sutimin 14 Ngudi Makmur Ngampol/Pacar Sudarno/Wak ejo/Semanu iman/Ngadipa n 15 Maju Makmur Dengok/Pacare Pujono jo/Semanu 16 Sido Maju II Tahunan/Kara Ngadiman/Tu ngduwet/Paliy kimin/Sukino an 17 Sido Dadi II Tahunan/Kara Warijo/Sumi ngduwet/Paliy di/Adi W an 18 Ngudi Rejeki Tahunan/Kara Drs. ngduwet/Paliy Sutopo/Pardi an man/Suhadi 19 Manunggal Tahunan/Kara Dulrachman/ ngduwet/Paliy Sumidjo/Pard an iyo 20 Sido Maju IV Setrol/Karangd Harto uwet/Paliyan Sentono/Pai min/Yuanto 21 Ngudi Sempurna Kemiri/Mulusa Nurhuda/Kai n/Paliyan ran/Margiyo 22 Handayani Paliyan Adi Lor/Karangdu Sakijo/Suratn we/Paliyan o/Marsono



Jml Fungsi Anggot Kawasan a



Jenis Pohon Kayu



Semusim



Tahun Tanam



Luas/Lokasi dimohon Garapa n (Ha)



Petak (Ha)



Petak Nomor



Tanggal Ijin Sementara



Tanggal Ijin TETAP



73/KPTS/2004 19-Jun-04



214/KPTS/2007 12-Dec-07



Kenet/Kara 78/KPTS/2004 21-Jun-04 ngmojo Mulo/Paliya 294/KPTS/2003 7-Nov-03 n



210/KPTS/2007 12-Dec-07



RPH/BDH



115



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



115



163,9 161/16 Semanu/Kar 2 angmojo



250



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



80,9



80,9



51



2000



43,5



113,8



156



93



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



31



64,2



159



Mulo/Paliya 292/KPTS/2003 6-Nov-03 n



215/KPTS/2007 12-Dec-07



100



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



20



89



160



310/KPTS/2003 5-Dec-03



232/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



10



105,6



128



Mulo/Paliya n Karangmojo /Paliyan



311/KPTS/2003 5-Dec-03



236/KPTS/2007 12-Dec-07



23



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



10



105,6



128



Karangmojo /Paliyan



94/KPTS/2004 5-Jul-04



238/KPTS/2007 12-Dec-07



69



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



26,7



105,6



128



Karangmojo /Paliyan



308/KPTS/2003 4-Dec-03



221/KPTS/2007 12-Dec-07



101



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



30



105,6



128



Karangmojo /Paliyan



293/KPTS/2003 7-Nov-03



205/KPTS/2007 12-Dec-07



38



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



10



105,6



128



Karangmojo 307/KPTS/2003 18-Dec-03 /Paliyan



212/KPTS/2007 12-Dec-07



53



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



15



102,2



142



80/KPTS/2004 22-Jun-04



209/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



20



139,9



97



Paliyan/Pali yan Menggoro/P aliyan



313/KPTS/2003 8-Dec-03



229/KPTS/2007 12-Dec-07



155



28



78



Jati



Jati



Jati



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 55



235/KPTS/2007 12-Dec-07



Lanjutan Tabel 2.13 No



Kelompok Tani Hutan



Alamat Dusun/Desa/K ec



A KABUPATEN GUNUNGKIDUL 23 Mintasari Surulanang/Ka rangduwet/Pali yan 24 Sido Maju I Cangkring/Kar angasem/Paliya n 25 Sido Rukun Mulusan/Mulu san/Paliyan 26 Sumber Wanajati II Surulanang/Ka rangduwet/Pali yan 27 Sumber Wanajati III Kepek II/Banyusoko/ Playen 28 Sido Mulyo IV Klepu/Banyuso ko/Playen 29 Margo Mulyo II Prahu/Giri Mulyo/Panggan g 30 Sido Mulyo I Turunan/Giris uko/Panggang 31 Sido Mulyo III



32 Sido Mulyo IV



Pengurus K/S/B



Jml Fungsi Anggot Kawasan a



Jenis Pohon Kayu



Semusim



Tahun Tanam



Luas/Lokasi dimohon Garapa n (Ha)



Petak (Ha)



Petak Nomor



RPH/BDH



Tanggal Ijin Sementara



Tanggal Ijin TETAP



Suminto/Poni jan/Pursagi



90



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



30



74,2



95



Menggoro/P aliyan



82/KPTS/2004 5-Jun-04



234/KPTS/2007 12-Dec-07



Mitro Prawiro/Jazi m/Sakiman Wagito/Surat no/Kastimin Ngatimin/Wa rno/Ngatijan



55



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



10



39,8



135



Karangmojo /Paliyan



291/KPTS/2003 4-Nov-03



233/KPTS/2007 12-Dec-07



53



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



25



102,2



142



76/KPTS/2004 21-Jun-04



231/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



20



138,2



94



Paliyan/Pali yan Kepek/Paliy an



79/KPTS/2004 21-Jun-04



213/KPTS/2007 12-Dec-07



Harjono/Tu mini/Parso



30



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



15



138,2



94



Kepek/Paliy an



81/KPTS/2004 22-Jun-04



222/KPTS/2007 12-Dec-07



Basuki/Waki di/Jukiyo Parmorejo/P arjiman/Paijo



87



Hutan Produksi Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung Kacang Tanah, Jagung



2000



26,8



60



112



84/KPTS/2004 23-Jun-04



227/KPTS/2007 12-Dec-07



2000



20



91,5



123



Bibal/Pangg ang Blimbing/Pa nggang



66/KPTS/2004 23-Jun-04



223/KPTS/2007 12-Dec-07



Yatno Suwito/Harn o/Doto Turunan/Giris Soatmo/Kusy uko/Panggang anto/Bagiyo Sukoco Nogosari/Selop Adi amioro/Imogir Sumarto/Suy i/Bantul anto/Darto



57



Hutan Lindung



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



24,9



55,2



109



Bibal/Pangg ang



75/KPTS/2004 19-Jun-04



211/KPTS/2007 12-Dec-07



24



Hutan Lindung



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



17,4



155,8



108



Bibal/Pangg ang



77/KPTS/2004 21-Jun-04



225/KPTS/2007 12-Dec-07



71



Hutan Lindung



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



26,8



155,8



108



Bibal/Pangg ang



85/KPTS/2004 23-Jun-04



237/KPTS/2007 12-Dec-07



60



40



Jati



Jati



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 56



Lanjutan Tabel 2.13 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Gunungkidul No



Kelompok Tani Hutan



Alamat Dusun/Desa/K ec



Pengurus K/S/B



A KABUPATEN GUNUNGKIDUL 33 Ngudi Makmur Dempul/Girisu Trisno ko/Panggang Wiharjo/Suta rman/Wahadi 34 Sido Raharjo



35 Sido Dadi



Temuireng/Gir isuko/Panggan g Temuireng/Gir isuko/Panggan g JUMLAH



Adi Marwoto/Dat a/Musyanto Darmo Suparjo/Pary ono/Musman to



Jml Fungsi Anggot Kawasan a



Jenis Pohon Kayu



Semusim



Tahun Tanam



Luas/Lokasi dimohon Garapa n (Ha)



Petak (Ha)



Petak Nomor



RPH/BDH



Tanggal Ijin Sementara



Tanggal Ijin TETAP



48



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



20



95



119



Panggang/Pa nggang



70/KPTS/2004 18-Jun-04



226/KPTS/2007 12-Dec-07



55



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



35



83,6



125



Blimbing/Pa nggang



64/KPTS/2004 10-Jun-04



219/KPTS/2007 12-Dec-07



90



Hutan Produksi



Jati



Kacang Tanah, Jagung



2000



20



93,3



119



Panggang/Pa nggang



65/KPTS/2004 12-Jun-04



218/KPTS/2007 12-Dec-07



1088



3460



3104



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 57



Tabel 2.14 Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUP HKm) di wilayah Balai KPH Yogyakarta di Kabupaten Kulon Progo No



Kelompok Tani Hutan



1



Sido Akur



2



Menggarejo



3



Nuju Makmur



4



Taruna Tani



5



Rukun Makaryo



6



Suko Makmur



7



Mandiri



Alamat Dusun/Desa/ Kec Clapar/ Hargowilis/ Kokap Soka/ Hargowilis/ Kokap Pandul/ Hargorejo/ Kokap Selo Timur/ Hargorejo/ Kokap Girinyono/ Sendangsari/ Pengasih Girinyono/ Sendangsari/ Pengasih Kalibiru/ Hargowilis/ Kokap JUMLAH



Pengurus K/S/B



Jml Anggot a



Fungsi Kawasan



Jenis Pohon Kayu



MPTS



Teguh



68



Hutan Lindung



Jati, Nangka,Cengk Mahoni eh,Melinjo



Tumiranto



60



Hutan Lindung



Jati, Nangka,Cengk Mahoni eh,Melinjo



Harjosumarto/ Suyanto/Gito Sumarno Marto Suwito/Kasidi



121



Hutan Produksi



Jati



-



165



Hutan Produksi



Jati



-



Mugi



102



Hutan Lindung



Jati, Nangka,Cengk Mahoni eh,Melinjo



Parijan



51



Hutan Lindung



Jati, Nangka,Cengk Mahoni eh,Melinjo



Parjan



106



Hutan Lindung



Jati, Nangka,Cengk Mahoni eh,Melinjo



673



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Luas/Lokasi dimohon Tahun Garapan Petak Petak Tanam RPH/BDH (Ha) (Ha) Nomor Temulawak, 2000 20 29 Sermo/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 11.2 28 Sermo/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 39.6 19 Kokap/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 43.4 17 Kokap/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 38.6 29/30 Sermo/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 15 29 Sermo/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Temulawak, 2000 29 28/29 Sermo/Kulon Jahe,Serai,R Progo umput Semusim Empon



196.8



Tahap I - 58



Tanggal Ijin Sementara



Tanggal Ijin TETAP



450/2007 12-Dec-07



20/KPTS/2003 15-Peb-03



451/2007 12-Dec-07



21/KPTS/2003 15-Peb-03



448/2007 12-Dec-07



22/KPTS/2003 15-Peb-03



449/2007 12-Dec-07



23/KPTS/2003 15-Peb-03



453/2007 12-Dec-07



24/KPTS/2003 15-Peb-03



453/2007 12-Dec-07



25/KPTS/2003 15-Peb-03



452/2007 12-Dec-07



26/KPTS/2003 15-Peb-03



2.4.1.1



Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Hutan Tanaman Rakyat (HTR) telah dikembangkan di wilayah Balai KPH Yogyakarta sejak tahun 2009. Setelah mendapat pencadangan areal hutan tanaman rakyat pada tahun 2008, hutan produksi eks AB seluas 327,73 ha telah ditetapkan Menteri Kehutanan melalui keputusan Nomor : SK. 118/MenhutII/2009 tanggal 20 Maret 2009 tentang Pencadangan Areal Untuk Pembangunan Hutan Tanaman Rakyat seluas 327,73 ha di Kabupaten Gunungkidul Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. HTR di wilayah Balai KPH Yogyakarta terdapat sebanyak 3 unit IUP HTR yang tersebar pada areal pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15 Tabel 2.15 Hutan Tanaman Rakyat di wilayah Balai KPH Yogyakarta No



Blok



Desa Candirejo



1



CandirejoPacarejo



Pacarejo



Kelompok Tani Jml Anggota (orang) Jati Lestari Paguyupan Among Tani Pengelola Hutan (Paman Polah)



Koperasi



96



2



Koperasi Bima Semanu



289



200



Jepitu-Balong- Balong AB Lestari Purwodadi Purwodadi Kel. Tani



262 136



Koperasi Trimartan i



Mulu



38.41 107.26 17.71 168.31



Jumlah 3



77.44



120.93



HTR Jepitu



Wunung



Luas (Ha) 43.49



Jumlah Jepitu



SK



HTR Wunung



224



Wunung Jumlah



Koperasi HTR Wunung



43.97 62.88 106.88



2.4.1.2



Hutan Desa (HD) Hutan Desa (HD) telah dikembangkan di wilayah Balai KPH Yogyakarta sejak tahun 2012. Setelah mendapatkan Surat Direktur Jenderal Planologi Kehutanan Nomor S.1267/VII-WP3H/2012 tanggal 9 November 2012 perihal Penyampaian Peta Areal Kerja Hutan Desa Kabupaten Gunungkidul. HD di wilayah Balai KPH Yogyakarta seluas 627 Ha di kecamatan Saptosari, Kabupaten Gunungkidul terdapat di 6 Desa yang tersebar pada areal pencadangan dimaksud, sebagaimana disajikan pada Tabel 2.15 Tabel 2.16 Hutan Desa di wilayah Balai KPH Yogyakarta



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 59



No



Blok



Desa



Kecamatan



Kabupaten



SK



1



Gondel Kulon Gumuk



Kanigoro



Saptosari



Gunungkidul



527/Menhut-II/2013



2



Banjaran Sawah



Krambilsawit



Trengguli Wareng



Jetis



Namberan Gebang



Monggol



3



4



5



Pake - Ngepung



Luas (Ha)



Jumlah Saptosari



Gunungkidul



45 Gunungkidul



Temanggung Karang



9



529/Menhut-II/2013



9



Jumlah Saptosari



Gunungkidul



530/Menhut-II/2013



Jumlah Planjan



Saptosari



Kepek



Saptosari



39 39



Gunungkidul



531/Menhut-II/2013



Jumlah 6



45



528/Menhut-II/2013



Jumlah Saptosari



434 434



62 62



Gunungkidul



532/Menhut-II/2013



38



Jumlah



38



Jumlah



627



2.4.2 Pemanfaatan Kawasan Pemanfaatan kawasan wilayah kelola Balai KPH Yogyakarta selain untuk hutan produksi diakomodir dalam Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) yang meliputi Hutan Pendidikan Wanagama I, Hutan Penelitian Playen, dan kawasan kerjasama enam perguruan tinggi. Di samping pemanfaatan kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) di atas, di beberapa petak kawasan hutan KPH Yogyakarta dimanfaatkan untuk pemakaman masyarakat khususnya masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kawasan hutan. Sampai saat ini pihak Balai KPH Yogyakarta masih melakukan inventarisasi dan pendataan sebaran lokasi dan luas makam yang terdapat di petak-petak kawasan hutan KPH Yogyakarta. a. Hutan Pendidikan Wanagama Kawasan Hutan Pendidikan dan Penelitian Wanagama I yang dikelola Fakultas Kehutanan UGM, berada di BDH Playen berdasarkan Kepmen No 757/Kpts-II/89 yang awalnya hanya meliputi petak 5. Namun kemudian Wanagama I diperluas sehingga meliputi petak 5, 6, 7, 13, 14, 16, 17, dan 18 dengan total luas 599,9 ha. Semula hutan ini direncanakan untuk dikembangkan menjadi model penghutanan kembali lahan kritis, akan tetapi kemudian berkembang menjadi berbagai kegiatan program penelitian disamping mengemban tugas sebagai kawasan hutan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 60



pendidikan. Sejak awal pembangunannya kawasan hutan ini seperti halnya kawasan hutan lain di daerah Gunungkidul termasuk kategori daerah kritis. Sebab-sebab terjadinya lahan kritis dikarenakan tidak saja kondisi fisik yang kritis, tetapi kondisi sosial ekonomis juga yang kritis. Oleh karena itu pemecahan masalah juga harus dilakukan lewat dua pendekatan, yaitu lewat teknik silvikultur dan sosial ekonomis, sekaligus untuk dapat memenuhi misi Wanagama I semula: menemukan Pola Hutan Serba Guna maupun Pola Pembangunan Daerah Kritis. b. Hutan Penelitian Hutan penelitian ini merupakan hutan yang dikelola oleh pihak Badan Litbang Departemen Kehutanan. Penetapan kawasan hutan tersebut sebagai Hutan Dengan Tujuan Khusus (HDTK) baru dilaksanakan untuk wilayah BDH Playen pada petak 93 seluas 103 ha berdasarkan Kepmenhut No. 395/Menhut-II/04. sedangkan untuk RPH Kaliurang belum dilakukan penunjukan ataupun penetapan sebagai HDTK. Hasil penelitian yang pernah dilakukan tidak banyak diperoleh. Keberhasilan pelaksanaan penelitian lebih menonjol pada hutan tanaman yang ditinggalkan. Pengelolaan terhadap kawasan hutan tersebut selanjutnya bersifat alami tanpa perlakuan sehingga makna hutan sebagai hutan penelitian menjadi kurang tajam. c.



Kerjasama Enam Perguruan Tinggi dalam Pengelolaan Hutan Kawasan hutan Petak 84 seluas 122,3 ha, Resort Pengelolaan Hutan (RPH) Menggoran, Bagian Pemangkuan Hutan (BDH) Playen digunakan sebagai pengembangan pengelolaan hutan lestari oleh enam perguruan tinggi tersebut, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Negeri Yogyakarta, Universitas Islam Indonesia, Universitas Atmajaya Yogyakarta, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, dan Universitas Pembangunan Nasional ”Veteran” Yogyakarta. Gagasan ini menjadi perhatian Gubernur DIY dan Departeman Kehutanan, untuk dapat mengalokasikan lahan yang dapat dikembangkan guna tujuan tersebut dengan tetap berlandaskan pada konsep pembangunan dan prinsip-prinsip pengelolaan hutan. Disamping memberikan solusi untuk menjawab harapan perguruan tinggi tersebut, pengembangan model pengelolaan hutan ini diharapkan juga dapat memadukan keunggulan-keunggulan dari perguruan tinggi yang berbasis ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) dalam satu kesatuan sistem pengelolaan hutan. Oleh karena itu pengembangan pengelolaan hutan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 61



ini ditujukan untuk : 1) Membangun model pengelolaan hutan; Keenam perguruan tinggi ini berdasarkan areal yang telah ditetapkan diharapkan dapat membangun model-model silvikultur melalui penerapan iptek berdasarkan kondisi dan karakteristik wilayah, agar dapat menghasilkan hutan yang berkualitas, produktivitas tinggi dan lestari. 2) Model yang dikembangkan dapat dijadikan pendidikan dan pelatihan/pembelajaran (teaching forest), penelitian, pengkajian dan acuan bagi para mahasiswa, masyarakat dan pihak terkait; Sekaligus sebagai implementasi dari Tri Dharma Perguruan Tinggi 3) Model yang dikembangkan dapat dijadikan acuan baik kebijakan pengelolaan dan percepatan pembangunan hutan baik hutan rakyat maupun hutan negara di Daerah Istimewa Yogyakarta dan kebijakan nasional (Departemen Kehutanan). Dasar pengembangan model pengelolaan hutan terpadu yang dibangun sebagai Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan enam Perguruan Tinggi di Yogyakarta adalah : 1. Kesepakatan Bersama antara Pemerintah DIY dengan Enam Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 15 Desember 2007; 2. Kesepakatan Bersama butir 1., telah ditindaklanjuti dengan “Perjanjian Kerjasama antara Pemerintah DIY dengan Enam Perguruan Tinggi yang ditandatangani pada tanggal 11 November 2008. 2.5 Posisi KPH dalam Perpektif Tata Ruang Wilayah dan Pembangunan Daerah Posisi Balai KPH Yogyakarta dalam prespektif tata ruang dan pembangunan daerah memiliki aspek penting, setidaknya dari aspek wilayah dan peranan KPH dalam pembangunan daerah, yang dapat dijabarkan sebagai berikut : 2.5.1 Aspek Ruang dan Wilayah Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha yang tersebar di 3 (tiga) kabupaten yaitu kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Posisi kawasan hutan pada Balai KPH Yogyakarta dalam kaitannya dengan Tata Ruang Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta secara prinsip diakui dan dihormati keberadaannya. Posisi kawasan hutan di Daerah Istimewa Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 62



Yogyakarta ini tampak jelas dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Gunungkidul, Bantul dan Kulon Progo. Wilayah hutan produksi secara umum masuk dalam Kawasan Budidaya dan Hutan Lindung. Beberapa hal yang memerlukan keterpaduan pembangunan antara Kawasan Hutan dan Tata Ruang ini, diantaranya di wilayah Kawasan Selatan kabupaten Gunungkidul, khususnya hutan produksi AB dalam Tata Ruang Wilayah Provinsi. Penggunaannya dialokasikan sebagai Kawasan Karst. Untuk itu, pengembangan konservasi Karst dan konservasi alam (hutan) perlu dipadukan termasuk pemanfaatannya sehingga kawasan hutan ini tetap utuh dan dapat mendukung pembangukan konservasi kasrt sebagaimana dimaksudkan oleh pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam tata ruang wilayah telah dibangun arahan penggunaan lahan untuk hutan negara dan pengembangan hutan rakyat sebagaimana disajikan pada Tabel 2.16; Gambar 2.7; dan Gambar 2.8 sebagai berikut Tabel 2.16 Arahan Fungsi dan Pengembangan Kehutanan di Provinsi DIY No.



Keterangan



Kabupaten Bantul



1



Hutan



2



Hutan AB



3



Kawasan Lindung



3.010,54



4



Sempadan Sungai



1.997,20



5



Rekomendasi Hutan



3.127,16



6



Kawasan Penyangga



6.946,21



31.275,57



7



Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan



6.422,20



17.102,01



8



Kawasaan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman



29.396,82



43.116,74



Luas Total



1.146,56



G. Kidul



Kota Yk.



13.346,80



K. Progo



Sleman



1.120,38



1.439,78



11.580,95



928,56



1.799,70



1.802,40



1.306,94



21.326,11



11.411,13



2.586,06



6.694,63



26.877,92



6.141,87



1.381,27



19.605,07



23.045,63



3.391,04 58.356,43



57.566,16



991,45 18.261,29



52.046,69 147.219,68



3.381,14



9,9



Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 63



Gambar 2.7 Peta Tata Ruang Daerah Istimewa Yogyakarta



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 64



Gambar 2.8 Peta Kawasan Hutan, Kawasan Hutan AB, Kawasan Lindung, Kawasan Berfungsi Hutan, Dan Arahan Fungsi



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



Tahap I - 65



2.5.2 Aspek Pembangunan Daerah Dalam pembangnan daerah, peranan Balai KPH Yogyakarta cukup besar dalam mendukung tercapainya target pembangunan baik yang ditetapkan dalam Rencana Jangka Panjang (RJP) dan Rencana Jangka Menengah Daerah (RPJMD) khususnya dalam pengentasan kemiskinan, pembukaan lapangan kerja dan pengurangan pengangguran, serta memberikan konstribusi dalam pendapatan daerah. 2.5.2.1 Posisi Kelembagaan KPH Dalam kaitannya dengan posisi dan kaitannya dengan pembangunan daerah, posisi kelembagaan KPH juga mempengaruhi terhadap akses dan kemandirian KPH dalam pengelolaan hutan yang dikelola. Kelembagaan KPH Yogyakarta saat ini ditetapkan melalui Peraturan Daerah nomor 36 tahun 2008, dalam bentuk Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY. Kondisi ini membutuhkan percermatan khusus dalam tata hubungan kerja antara Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY dengan unit kerja lainnya baik kehutanan maupun non kehutanan yang terkait. Prinsip pokok dalam tata hubungan kerja ini akan menempatkan Balai KPH Yogyakarta sebagai fungsi manajemen unit pengelolaan hutan dan fungsi kondinasi, sinkronisasi dan integrasi dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan DIY. Sejalan dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010 tentang kelembagaan KPH, maka kelembagaan KPH ini perlu disempurnakan dan dimantapkan baik dalam tugas, fungsi dan kedudukannya dalam organisasi daerah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Diselenggarakan Dephut/Dinas Prov/Kab/Kota



PENGURUSAN HUTAN



1. Perencanaan kehutanan 2. Pengelolaan 3. LITBANG, Diklat, Penyuluhan 4. Pengawasan



DISELENGGARAKAN OLEH KPH



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2015-2024



1. 2. 3. 4. 5.



Tata hutan & RP KPH Pemanfaatan Hutan Penggunaan Kawasan Hutan Rehabilitasi Perlindungan & Konservasi



Tahap I - 66



Gambar 2.9 Penyelenggaraan Pengurusan Dinas dan Pengelolaan Hutan KPH 2.5.2.2



Kontribusi Pendapatan Pemerintah dan Pemerintah Daerah Kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta dari Balai KPH Yogyakarta diperoleh dari berbagai produksi hasil hutan kayu dan hasil hutan bukan kayu. Hasil hutan kayu maih relatif kecil karena umumnya tegakan kayu jati dan rimba masih tergolong usia muda dan hasil terbesar diperolah dari hasil hutan non kayu seperti Minyak Kayu Putih dan Getah Pinus. 1. Kayu Bulat Pendapatan dari hasil hutan kayu bulat setiap tahunnya belum cukup konsisten, karena tebangan kayu yang dilakukan dikategorikan sebagai tebangan tak tersangka. Tebangan tak tersangka ini merupakan tebangan yang tidak direncanakan sebelumnya, dapat berupa areal yang memerlukan pembukaan lahan akibat kegiatan pembangunan lainnya (sarana prasarana), hasil dari tangkapan pencurian, kebakaran dan bencana. Hasil penjualan kayu hasil pelelangan disetor kepada Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui pendapatan lain-lain (karena sifatnya yang tidak bisa diprediksi) dan untuk PSDH disetor kepada Rekening Menteri Kehutanan. Produksi kayu bulat dan besarnya PSDH di wilayah Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 2.17 berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka tahun 2013-2022



Hal II - 65



Tabel 2.17 Produksi Hasil Hutan Kayu dan PSDH Balai KPH Yogyakarta (s.d. November 2011) No Tahun



Volume Kayu Bulat (m3) Jati



Rimba



Jati



Pendapatan



PSDH



(Rp)



(Rp)



Rimba



Jumlah



Jati



Rimba



Jumlah



1



1988



10,04



12,53



12.048.000



2.316.797



14.364.797



1.720.454



330.839



2.051.293



2



1989



7,8



13,65



9.360.000



2.523.885



11.883.885



1.336.608



360.411



1.697.019



3



1990



18,76 800,38



22.512.000



147.990.262



170.502.262



3.214.714



21.133.009



24.347.723



4



1991



152,36 608,45



182.832.000



112.502.405



295.334.405



26.108.410



16.065.343



42.173.753



5



1992



72 464,38



86.400.000



85.863.862



172.263.862



12.337.920



12.261.359



24.599.279



6



1993



25,71 301,16



30.852.000



55.684.484



86.536.484



4.405.666



7.951.744



12.357.410



7



1994



253,8



17.520.000



46.927.620



64.447.620



2.501.856



6.701.264



9.203.120



8



1995



55,13 775,31



66.156.000



143.354.819



209.510.819



9.447.077



20.471.068



29.918.145



9



1996



124,47 865,13



149.364.000



159.962.537



309.326.537



21.329.179



22.842.650



44.171.829



10



1997



62,53 128,56



75.036.000



23.770.744



98.806.744



10.715.141



3.394.462



14.109.603



11



1998



14,58



52,58



17.496.000



9.722.042



27.218.042



2.498.429



1.388.308



3.886.736



12



1999



71,79



96,73



86.148.000



17.885.377



104.033.377



12.301.934



2.554.032



14.855.966



13



2000



14,21



61,47



17.052.000



11.365.803



28.417.803



2.435.026



1.623.037



4.058.062



14



2001



53,16



93,92



63.792.000



17.365.808



81.157.808



9.109.498



2.479.837



11.589.335



15



2002



0



95,95



0



17.741.155



17.741.155



0



2.533.437



2.533.437



16



2003



31,38



66,1



37.656.000



12.221.890



49.877.890



5.377.277



1.745.286



7.122.563



17



2004



0 54,495



0



20.501.157



20.501.157



0



2.927.565



2.927.565



18



2005



0



54,89



0



15.549.639



15.549.639



0



2.220.488



2.220.488



19



2006



2,135



17,17



2.737.400



3.782.890



6.520.267



390.897



540.197



931.094



20



2007



1,229



5,1



920.970



2.226.828



3.147.798



131.515



317.991



449.506



21



2008



3,661 57,067



2.242.900



25.251.298



27.494.219



320.289



3.605.885



3.926.174



22



2009



58,552



9,002



8.880.200



1.491.742



10.371.942



1.268.093



213.021



1.481.113



23



2010



22,391 174,67



25.595.250



25.323.440



50.918.686



3.665.001



3.616.187



7.271.188



24



2011



675.800



3.404.648



4.080.476



96.508



486.184



582.692



14,6



0,852



18,41



Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2012



2. Minyak kayu putih Hasil produksi minyak kayu putih dari Balai KPH Yogyakarta secara nyata telah memberikan kontribusi pendapatan bagi Pemerintah (Pusat) melalui Provisi Sumber Daya Hutan (PSDH) dan bagi Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta melalui Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi PSDH dan PAD ini tiap tahun terus meningkat sejalan dengan peningkatan produksi dan harga pasar minyak kayu putih yang disajikan lebih rinci pada Tabel 2.18 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 66



Tabel 2.18 Produksi, PAD, dan PSDH dari Minyak Kayu Putih di Balai KPH Yogyakarta TAHUN



BAHAN BAKU Produksi Minyak (ton) Kayu Putih (liter)



PAD (Rp)



PSDH (Rp)



2004



4,100.23



40,951.00



3,514,278,950



22,534,000



2005



4,157.51



40,721.00



3,530,277,500



13,249,000



2006



4,107.45



40,378.00



3,544,265,000



14,751,000



2007



4,199.81



52,424.00



4,572,355,050



17,912,840



2008



4,189.00



40,881.00



3,686,046,000



32,798,000



2009



4,300.00



41,083.00



4,050,406,200



35,600,000



2010



4,800.00



43,352.00



5.028.309.00



40,000,000



2011



4,950.00



40,300.00



5,797,110,000



52,173,990



2012



5,015.00



46,321.00



7,581,090,000



16,549,500



2013



4,744.00



44,669.00



7,330,657,000



15,654,441



Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013



3. Pinus Pada tahun 2011 mulai diproduksi getah Pinus di RPH Dlingo dan RPH Mangunan. Kontribusi pendapatan daerah dari getah pinus sebagaimana disajikan pada Tabel 2.19 sebagai berikut. Tabel 2.19 Pendapatan dan PSDH dari Getah Pinus Produksi



Hasil



PSDH



(kg)



(Rp)



(Rp)



No.



Tahun



Keterangan



1 2



2010 2011



83,300.50



107,987,150



1,198,000



-



3



2012



117,064.30



236,328,000



1,589,000



-



4



2013



77,551.50



155,782,000



1,123,900



-



Sumber: Balai KPH Yogyakarta, tahun 2013



2.5.3 Pembukaan Lapangan Kerja dan Usaha serta Kontribusi Masyarakat Pembukaan lapangan kerja dan berusaha serta upaya peningkatan pendapatan masyarakat sekitar hutan khususnya bagi masyarakat yang dikelompokkan miskin telah dilakukan sejak lama melalui berbagai kegiatan tumpangsari, pemungutan daun kayu putih, penyadapan getah pinus dan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan kehutanan lainnya. 1. Tumpangsari (agroforestry) Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 67



Pola pengelolaan dengan tumpangsari merupakan salah satu wujud pengelolaan hutan bersama masyarakat. Hal ini dilakukan untuk memberikan ruang kepada msayarakat sekitar hutan untuk melakukan usaha tani guna memenuhi kebutuhan akan pangan. Pola tumpangsari ini juga sangat mendukung Program Ketahanan yang dicanangkan Pemerintah. Jumlah masyarakat yang melakukan tumpangsari ini pada tahun 2011 tercatat sebanyak 9.849 pesanggem, dengan luas garapan masing-masing pesanggem antara 0,2 ha hingga 0,5 ha. Hasil tumpangsari diperuntukan bagi masyarakat pesanggem, masyarakat pesanggem diwajibkan ikut berperan serta dalam pembangunan kehutanan dan menjaga keutuhan dan keamanan hutan. Pada kawasan hutan Jati dan rimba, pelaksanaan tumpangsari hanya terbatas 2 (dua) tahun karena lahan hutan akan tertutup dengan tajuk tanaman sehingga akan mengganggu usaha pertanian yang dikembangkan pesanggem. Kegiatan masyarakat sekitar hutan digantikan dengan pemberdayaan lainnya dengan tanaman yang tahan naungan seperti budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang, pengembangan lebah madu yang dapat memberikan lapangan usaha bagi mereka. Sementara itu, usaha pertanian dalam bentuk pesanggem pada kawasan hutan kayu putih dapat dilakukan sepanjang masa karena ruang tumbuh cukup terbuka. Jumlah dan sebaran pesanggem pada setiap BDH di wilayah Balai KPH Yogyakarta (terlampir). 2. Pemungutan Daun Kayu Putih Pada kawasan hutan kayu putih, para pesanggem selain dapat melakukan kegiatan usaha tani pada lahan hutan yang ditetapkan juga dapat melakukan kegiatan pemungutan daun kayu putih setiap harinya dengan sistem pengupahan secara tonase, yaitu Rp. 60.000,-/ ton. Jumlah pesanggem tersebut pada 15 RPH dengan jumlah 9.981 orang. Dari pemungutan daun kayu putih rata-rata setiap pesanggem sebesar Rp. 500.000,-/pesanggem/pungutan. 3. Penyadapan Getah Pinus Jumlah petani hutan penyadap getah pinus sebanyak 87 orang. Pendapatan petani penyadap getah Pinus berkisar antara Rp. 600.000,hingga 1.250.000,-/orang/bulan, atau rata-rata Rp. 1.125.000,-/org/bln, Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 68



sebagaimana disajikan pada Tabel 2.20 sebagai berikut. Tabel 2.20 Pemberdayaan Masyarakat melalui Penyadapan Getah Pinus Tenaga Kerja (penyadapan)



Hasil RataRata (kg/org/bln)



1 Terong 2 Sudimoro I



4 15



300 500



2.000 2.000



600.000 1.000.000



3 Sudimoro II 4 Sudimoro III Jumlah/Rata-



30



625



2.000



1.250.000



38



600



2.000



1.200.000



87



506,25



2.000



1.125.000



No.



Desa



Harga Satuan/kg (Rp)



Tambahan Pendapatan (Rp/org/bln)



Keterangan



rata



4. Pemungutan Kemiri Kemiri (Aleuritus mollucana) adalah tumbuhan yang bijinya dimanfaatkan sebagai sumber minyak dan rempah rempah. Tumbuhan ini masih sekerabat dengan singkong dan termasuk suku euphorbiaceae. euphorbiaceae. Dalam kawasan Hutan Negara di Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya yang berada di Resort Pengelolaan Hutan Mangunan dan Dlingo ada potensi pohon kemiri seluas 25 hektar dengan potensi tanaman sebanyak 7.500 pohon atau kepadatan 500 pohon/ha yang ditanam pada tahun 2000 sampai 2003. Kemiri ini dikelola oleh Kelompok Tani Krido tani dengan jumlah anggota 30 orang dan kelompok tani Ngudi Makmur dengan jumlah anggota sebanyak 20 orang. Tanaman ini sudah menghasilkan biji kemiri dengan hasil rata-rata 2 kg/pohon/tahun sehingga bila dijumlah secara keseluruhan akan didapatkan hasil 1.5 ton dari perhitungan di atas. Posisi harga kemiri di pasaran lokal saat ini Rp. 300,-/kg, sehingga kelompok tani tersebut setiap tahun mendapatkan tambahan penghasilan sebesar Rp. 4.500.000,-. 2.6 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan Balai KPH Yogyakarta yang telah dibentuk berdasarkan Perda 36 Tahun 2008, secara operasional melaksanakan tugas pada tahun 2009. Kegiatan yang telah dilaksanakan pada tiga tahun ini lebih terfokus pada pembenahan penyempurnaan kegiatan KPH agar sesuai dengan amanah PP 6 tahun 2007 dan melanjutkan kegiatan yang dulu dilaksanakan oleh Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY. Kegiatan tersebut diantaranya sebagai berikut : 2.6.1 Tata Hutan dan Perencanaan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 69



Kegiatan tata hutan dan perencanaan yang dilaksanakan balai KPH Yogyakarta, meliputi : 1. Perencanaan Perencanaan yang telah disusun meliputi perencanaan teknis tahunan dan rencana jangka panjang KPH Yogyakarta. Rencana teknis tahunan disusun N-1. Rencana Teknis Tahunan (RTT) yang disusun meliputi : (a) RTT Pungutan Daun Kayu Putih; (b) RTT Jalan Hutan; (c) RTT Tanam dan Pemeliharaan; dan (d) Rencana Tebangan. RTT Pungutan daun Kayu Putih ini disusun untuk mendukung ketersediaan bahan baku pabrik kayu putih, sehingga aspek kelestarian baik hutan dan produksinya dapat terpenuhi dengan baik. RTT Jalan Hutan disusun untuk mendukung angkutan produksi daun kayu putih dari lokasi ke pabrik minyak kayu putih. Jalan-jalan yang rusak direncanakan untuk direhabilitasi agar angkutan daun kayu putih tidak terhambat. Rencana Jangka Panjang Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta disusun pada tahun 2012 ini untuk memberikan arah dan pedoman pembangunan KPH Yogyakarta sebagaimana diamanatkan dalam Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.6/Menhut-II/2010 tentang Norma, Standar, Prosedur Dan Kriteria Pengelolaan Hutan Pada Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL) Dan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP). 2. Inventarisasi dan taksasi tegakan Inventarisasi hutan secara menyeluruh belum dilaksanakan, kegiatan inventarisasi yang dilaksanakan terutama berkait dengan kemampuan kawasan hutan kayu putih dalam mendukung bahan baku pabrik minyak kayu putih yang dinamakan taksasi daun kayu putih. Dalam pelaksanaannya, para Mantri (RPH) dan Mandor berkewajiban menyusun Kendali Petak yang berisikan potensi tanaman yang ada dalam setiap petak baik luas, jumlah tanaman dan volumenya. Dengan demikian, secara tidak langsung inventarisasi potensi kawasan hutan di KPH Yogyakarta telah dilaksanakan, sekalipun dalam keterbatasan. Disamping itu, inventarisasi tanaman juga dilakukan pada areal yang terkena pembukaan lahan untuk kegiatan pembangunan seperti peruntukan uji coba Jati Unggul Nusantara (JUN) seluas 30 ha dan juga pembangunan sarana prasarana seluas 0,6 ha.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 70



3. Penataan Dalam penataan KPH Yogyakarta khususnya hutan AB, karena selama ini belum masuk dalam pengelolaan BDH dan RPH maka pada tahun 2009 dilakukan inventarisasi wilayah hutan AB dan dimasukkan dalam pengelolaan BDH dan RPH melalui Keputusan Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Provinsi DIY 188/8898 tanggal 30 November 2010. 4. Pemetaan Kegiatan pemetaan sekalipun dalam bentuk terbatas telah pada Balai KPH Yogyakarta, diantaranya : (a) peta wilayah Balai KPH Yogyakarta yang terbagi atas 5 BDH dan 26 RPH; (b) Peta Sebaran dan Jenis Tanaman wilayah Kelola KPH; (c) Penyusunan Peta Sebaran Pesanggem; (d) Penyusunan Peta Tanah Kosong pada Kawasan Hutan Kayu Putih; dan (e) Peta Penjadwalan Pungutan Daun Kayu Putih dan (f) Peta Rencana Tanam dan Pemeliharaan. 2.6.2 Rehabilitasi Hutan Rehabilitasi hutan pada tahun 2009 dan 2010 dilakukan untuk pananaman kawasan yang rusak akibat pencurian atau gangguan hutan baik untuk jenis Jati dan Kayu Putih. Pada tahun 2009 dilakukan penanaman untuk Jati seluas 20 ha dan kayu putih seluas 15 ha, tahun 2010 ditanam jenis jati 70 Ha dan kayu putih 50 ha. Pada tahun 2011, dengan adanya peningkatan kapasitas pabrik kayu putih yang dibangun pada tahun 2009, tuntutan bahan baku meningkat maka dilakukan intensifikasi tanaman kayu putih seluas 300 ha. 2.6.3 Pemanfaatan Sebagaimana telah dijelaskan, pemanfaatan yang telah dilakukan secara rutin yaitu pemungutan daun kayu putih dan pengolahan minyak kayu putih serta penyadapan getah pinus. Pemanfaatan lainnya yaitu : a. Penyiapan lahan untuk ujicoba pengembangan Jati Unggul Nusantara seluas 30 ha. Pembukaan hutan pada lahan tersebut menghasilkan kayu pertukangan 180 m3. b. Pembukaan kawasan untuk sarana prasarana Tahura seluas 0,6 ha. 2.6.4 Perlindungan Hutan Perlindungan hutan khususnya operasional pengamanan hutan dilakukan terus menerus, berkala dengan melibatkan masyarakat serta Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 71



instansi terkait. 2.6.5 Sarana dan Prasarana Pembangunan sarana prasarana yang telah dibangun sejak dibentuknya Balai KPH Yogyakarta yaitu : a. Pembangunan Pabrik Minyak Kayu Putih Sendangmole b. Rehabilitasi Kantor BDH 4 unit dan Kantor RPH 8 unit c. Pembangunan Tower HT 3 unit, dilengkapi dengan RIG 2 unit dan HT 15 unit untuk mendukung pengamanan hutan d. Pengadaan komputer 6 unit. 2.6.6 Kemitraan Kemitraan yang telah dibangun selain dengan masyarakat sekitar hutan juga dibangun dengan pihak ketiga yaitu dalam pengembangan Jati Unggul dan penyadapan getah Pinus. 2.6.7 Pemberdayaan Masyarakat Pemberdayaaan masyarakat banyak dikembangkan sebagaimana dijelaskan di depan, yaitu budidaya nenas, budidaya rotan, budidaya porang, penanaman kemiri, pemberdayaan pesanggem dan juga Pengamanan Hutan Swakarsa (Pamhut swakarsa). Secara lengkap kegiatan yang pernah dilaksanakan disajikan pada Tabel 2.21 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 72



Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan Kegiatan No. TATA HUTAN DAN PERENCANAAN I. A. Perencanaan Penyusunan Rencana Teknik 1 Tahunan (RTT) Pungutan Daun Kayu Putih 2 Penyusunan RTT Tanam 3 Penyusunan RTT Jalan Hutan Penyusunan Rencana Pembangunan 4 Jangka Panjang KPH B. Inventarisasi dan Taksasi 1 Taksasi Daun Kayu Putih Inventarisasi Petak 95 dan 96 untuk 2 PT JUN Inventarisasi rencana pembukaan 3 hutan untuk sarana prasarana Tahura Inventarisasi kawasan wilayah 4 Kelola KPH (AB dan HN definitif) 5



2009



2010



2011



1 buku



1 buku



1 buku



1 buku



1 buku



1 buku 1 buku 1 buku



4.086 ha



14 RPH



0,6 Ha



Petak 19



5 BDH, 26 RPH



Penyusunan Kendali Petak RPH dan BDH



31 peta



1 KPH, 5 BDH, 26 RPH 1 KPH, 5 BDH, 26 RPH 1 KPH, 5 BDH, 26 RPH



16.359,6 Ha



C. Penataan 1. Penataan Wilayah KPH 1 Yogyakarta D. Pemetaan Penyusunan Peta Wilayah Kelola 1 KPH (RPH, BDH, dan RPH) Penyusunan Peta Sebaran dan Jenis 2 Tanaman wilayah Kelola KPH Penyusunan Peta Sebaran 3 Pesanggem Penyusunan Peta Tanah Kosong pada 4 Kawasan Hutan Kayu Putih Peta penjadwalan pungutan daun 5 1 peta kayu putih Peta rencana tanam dan 6 1 peta pemeliharaan E. Pendataan Pendataan pesanggem di Wilayah 1 4 KTH/RPH kelola KPH



4



4.086 ha



30 Ha



Inventarisasi Potensi Tanaman KPH Yogyakarta



II. REHABILITASI HUTAN A. Penanaman dan Penyulaman 1 Penanaman Jati 2 Penyulaman Kayu Putih 3 Penanaman kayu Putih Intensifikasi Tanaman Kayu Putih 4 menjadi 3.333 btg/ha B. Pemeliharaan Tanaman 1 Pemeliharaan tahun I a Jati b Kayu Putih 2 Pemeliharaan tahun I a Jati b Kayu Putih Inventarisasi kawasan wilayah 3 Kelola KPH (AB dan HN definitif)



Keterangan



20 Ha 15 Ha



16.359,6 Ha



31 peta



31 peta 17 peta 1 peta



1 peta



1 peta



1 peta



4 KTH/RPH



4 KTH/RPH



14 RPH, 3 BDH



70 Ha 50 Ha 300 Ha



16.359,6 Ha



Inventarisasi Potensi Tanaman KPH Yogyakarta



5 BDH, 26 RPH



Penyusunan Kendali Petak RPH dan BDH



Lanjutan Tabel 2.21 Kegiatan Pembangunan yang Pernah Dilaksanakan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 73



Kegiatan No. C. Penataan 1 Penataan Wilayah KPH Yogyakarta D. Pemetaan 1 Penyusunan Peta Wilayah Kelola KPH (RPH, BDH, RPH)dan Petadan Sebaran 2 Penyusunan Jenis Tanaman wilayah Kelola Penyusunan Peta Sebaran 3 Pesanggem 4 Penyusunan Peta Tanah Kosong pada penjadwalan Kawasan Hutan Kayu Putih pungutan daun 5 Peta kayurencana putih tanam dan 6 Peta pemeliharaan III. PEMANFAATAN 1 Pemungutan Daun kayu Putih 2 Pengolahan Kayu Putih 3 Tebangan Kayu a Jati Unggul b Tahura



IV. PERLINDUNGAN HUTAN 1 Patroli rutin 2 Sosialisasi Pengamanan Hutan 3 Pengamanan bersama 4 masyarakat Pembuatan Ilaran Api 5 Pengamanan Peredaran Hasil Hutan V. SARANA DAN PRASARANA 1 Pembangunan Tower HT 2 Pengadaan HT 3 Pengadaan Komputer 4 Pembangunan Pabrik Kayu Putih 5 Rehabilitasi Pabrik Kayu Putih 6 Rehablitasi Kantor BDH 7 Rehabilitasi Kantor RPH 8 Pengadaan RIG VI. KEMITRAAN 1 Jati Unggul 2 Penyadapan Getah Pinus



2009



2010



2011



Keterangan



16.359,6 Ha 31 peta



1 peta 1 peta



1 peta 1 peta



31 peta 31 peta 17 peta 1 peta 1 peta



4.300 ton 40.881 liter



4.800 ton 41.700 liter



4.950 ton 45.000 liter



180 m3 17 m3 15 sm



1 KPH, 5 BDH, 26 1 KPH,RPH 5 BDH, 26 1 KPH,RPH 5 BDH, 26 RPH 14 RPH, 3 BDH



14 RPH 4 Pabrik 30 Ha 0.6 Ha



25 RPH 25 RPH 25 RPH 2 kal 2 kali 2 kali 5 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH) 10 Kel (5 BDH 40.000 m2 40.000 m2 40.000 m2 4 Pos 4 Pos 4 Pos



-



2 unit



1 unit 4 unit -



3 unit 2 unit 4 unit



1 unit 15 unit 6 unit 3 unit 2 unit 4 unit 2 unit



25 RPH 2 kal 5 Kel (5 BDH) 40.000 m2 4 Pos



Sendangmole (Rp. 412M) unit -



Sept, 2009 Jan-10



2.7 Isu Strategis, Kendala dan Permasalahan 2.7.1 Isu Strategis Berdasarkan kondisi wilayah, potensi dan penyelenggaraan pengelolaan hutan pada Balai KPH Yogyakarta, maka dapat ditarik isu strategis yaitu : Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 74



“Pengelolaan Hutan pada Balai KPH Yogyakarta belum diselenggarakan secara optimal”. Isu ini dapat diukur dari bebagai kegiatan yang dilaksanakan oleh Balai KPH Yogyakarta diantaranya bahwa : 1. Luas hutan pada Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,5 ha yang secara nyata memberikan akses sosial, ekonomi dan lingkungan hanya dari hutan kayu putih seluas 4.603,72 ha (21%). Potensi hutan Jati dan rimba, dan jasa wisata belum dilakukan pengelolaan secara optimal, sebagai sumber-sumber ekonomi baru dalam mendukung pembangunan KPH Yogyakarta yang efektif, efisien dan mandiri. 2. Tahapan pengelolaan hutan belum dilakukan secara baik berlandaskan pada prinsip “Pengelolaan Hutan Lestari”, yang menyangkut 10 (sepuluh) prinsip pengelolaan hutan lestari yang ditetapkan Forest Stewarship Council (FSC) yaitu : Prinsip 1



Ketaatan Terhadap Hukum & Prinsip-Prinsip Pengelolaan Hutan



Prinsip 2



Tata Guna Hutan yang Bertanggung-jawab secara Proporsional Menghormati Hak-Hak Masyarakat Lokal Hubungan antara Masyarakat dan Pengelola dalam satu kesatuan sistem Pemanfaatan Hutan berasas Kelestarian Meminimalkan dampak negatif lingkungan Rencana Pengelolaan yang jelas dan berkesinambungan Pengawasan dan pengendalian yang baik dan tegas Konservasi lahan dan alam dalam meningkatkan daya dukung lingkungan Pembangunan hutan produktif harus memberikan konstribusi pada Daerah



Prinsip 3 Prinsip 4 Prinsip 5 Prinsip 6 Prinsip 7 Prinsip 8 Prinsip 9 Prinsip 10



3. Tahapan penyelengggaraan silvikultur belum dilaksanakan secara baik mulai dari bibit (bersertifikat), tanam, prunning (wiwilan), penjarangan, penebangan, pengolahan. 4. Penyelenggaraan rehabilitasi belum direncanakan secara baik dalam satu kesatuan wilayah pengelolaan. Hal ini dimaklumi, bahwa program rehablitasi belum terkait dengan proses produksi yang dibangun dari Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 75



hulu sampai hilir. Kegiatan rehablitasi masa lalu terkesan “asal hijau” karena hanya untuk tujuan konservasi, tentunya dengan dibangunnya KPH Yogyakarta paradigma rehabilitasi perlu diarahkan pada “hijau plus dan mandiri” artinya proses rehabilitasi/penanaman suatu jenis tanaman sudah dapat dirancang hingga panen dan prosesingnya. 5. Kebijakan yang belum mantap dan konsisten dalam penggunaan lahan dan ruang, sehingga masih terdapat kegiatan yang dengan mudah mengganti tanaman yang sudah ada dengan tanaman lain atau untuk kepentingan lain yang arah dan tujuannya belum jelas. 6. Pemberdayaan dan partisipasi masyarakat sekitar hutan belum dibangun aspek yuridis yang kuat baik dalam hak dan kewajiban. Ikatan-ikatan hak dan kewajiban masih bersifat naluri dan turun temurun. 7. Isu perdagangan karbon yang sedang marak dibicarakan masyarakat global perlu dimasukkan ke dalam rencana jangka panjang, sehingga KPH Yogyakarta mempunyai peran baik secara nasional maupun global. Berlandaskan pada isu di atas maka perlu adanya “Perencanaan Pengelolaan Jangka Panjang yang Mantap dan Terpadu”, sehingga dapat menjadi acuan dan pedoman bagi perencanaan teknis derivatifnya. 2.7.2 Kendala Kendala dalam upaya mewujudkan Pengelolaan Hutan pada Balai KPH secara optimal menyangkut internal dan eksternal diantaranya sebagai berikut : 2.7.2.1 Internal Kendala internal menyangkut kelemahan dalam unsur-unsur manajemen yaitu : 1. Sumberdaya manusia yang terbatas Organisasi Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayah yang terbagi dalam 5 BDH dan 25 RPH, pada masing-masing unit kerja ini dibutuhkan pengelola hutan pada wilayahnya masing-masing. Secara kuantitas kekuatan personil KPH Yogyakarta terdapat sebanyak 177 orang sebagaimana disajikan pada Tabel 2.22 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 76



Tabel 2.22 Kekuatan Personil Balai KPH Yogyakarta No 1 2 3 4 5 6 7 8



Unit



S2



Tata Usaha Penataan dan Perlindungan Hutan Rehabilitasi dan Produksi Hutan BDH Playen BDH Paliyan BDH Karangmojo BDH Panggang BDH Kulonprogo-Bantul JUMLAH



1 0 1 0 0 0 0 0 2



S1 S0/D3 SMA SMP SD TOTA 1 0 7 3 0 L 12 2 0 2 1 0 5 2 3 5 2 0 13 3 1 20 8 1 33 1 0 17 3 2 23 1 0 13 8 6 28 0 0 7 3 2 12 0 0 17 14 4 35 10 4 88 42 15 161



Tabel 2.23 Kekuatan Tenaga Teknis Lapangan Pada Tingkat RPH BDH



RPH



KARANGMOJO Candi



PALIYAN



815,4



1



1



1



2



5



Kenet



780,3



1



1



-



1



3



Nglipar



884,1



1



1



-



1



3



Semanu



163,9



1



-



-



1



2



Giring



585,3



1



1



-



1



3



Karangmojo Kedungwangl u Menggoro



614



1



-



-



1



2



287,7



1



1



-



2



4



661



1



1



1



2



5



Mulo



747,2



1



1



-



1



3



181



1



1



-



1



3



Bibal



306



1



-



-



2



3



Blimbing



549,8



1



-



-



1



2



Panggang



528,6



1



-



-



1



2



402



1



-



-



1



2



Banaran



522,9



1



-



-



2



3



Bunder



375,6



1



-



-



1



2



Gubugrubuh



653,2



1



1



1



2



5



Kepek



696,8



1



1



1



2



5



Manggoran



676,6



1



1



1



1



4



Wonolagi



768,6



1



1



1



3



Pucanganom PLAYEN



MANDOR JUMLA Pemeliharaa Pemanena Pengamana H n n n 1 1 3



Gelaran



Paliyan PANGGANG



Luas (ha) Tana m 681,2 1



YOGYAKARTA Mangunan



-



510



2



2



2



3



9



Dlingo



415



2



2



2



2



8



KULON PROGO Kokap



601,6



1



1



-



1



3



Sermo



435,9



1



1



-



1



JUMLAH



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



3 90



Hal II- 77



Disamping keterbatasan dalam kuantitas karena banyak yang pensiun, dan formasi untuk penambahan tenaga teknis (khususnya lapangan) tidak ada, keterbatasan dalam kualitas juga mewarnai tenaga teknis pada Balai KPH. Bentuk-bentuk pendidikan fungsional seperti polisi kehutanan, pemetaan, inventarisasi (cruising), ganis dan wasganis dan lainnya masih sangat terbatas. 2. Sumber Dana Pembangunan Sumber pendanaan pembangunan pada Balai KPH Yogyakarta masih terbatas dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). 3. Sarana Prasarana Sarana prasarana perkantoran seperti meja kursi dan lemari (khususnya pada BDH dan RPH), komputer, sarana surveyor, pemetaan, pengamanan hutan dan lainnya masih sangat terbatas. Disamping kendala dalam unsur-unsur manajemen ini, beberapa kendala teknis diantaranya mencakup : a. Kawasan hutan yang belum mantap khususnya hutan AB b. Keterpaduan pembangunan yang masih lemah baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengendalian.



2.7.2.2 Eksternal Kendala eksternal dalam upaya mencapai tujuan pembangunan KPH Yogyakarta diantaranya : 1. Tata Hubungan Kerja antara Dinas Kehutanan dan para pihak terkait dengan Balai KPH yang belum padu. Hal ini menyulitkan dalam penilaian kinerja KPH yang didasarkan pada PP 6 tahun 2007. 2. Belum seluruh Eselon I pada Kementerian Kementerian Kehutanan memberikan dukungan kepada Pengembangan KPH. Sementara ini baru dari Direktorat Jenderal Planologi.



2.7.3 Permasalahan Kawasan hutan di Balai KPH Yogyakarta seluas 15.724,50 ha, yang berada pada wilayah penduduk yang padat dan masyarakat sekitar hutan umumnya merupakan masyarakat yang berpendapatan rendah, serta luas hutan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang relatif kecil (5,56% dari luas Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 78



wilayah), menyebabkan berbagai permasalahan dalam upaya mewujudkan multifungsi hutan KPH Yogyakarta yang mampu mewadahi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan. Permasalahan sosial menyangkut kebutuhan masyarakat sekitar hutan akan lahan garapan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan lapangan kerja untuk meningkatkan pendapatannya. Sekalipun upaya pemberdayaan masyarakat telah dilaksanakan seperti tumpangsari, HKm, HTR, HD dan pemberdayaan budidaya nenas, rotan, kemiri, dan lainnya. Kiranya masih perlu dilakukan penataan kembali seperti : (a) ikatan pesanggem dalam pengelolaan hutan baik hak dan kewajiban, serta upaya pemberdayaan lanjutannya; (b) penataan batas HKm dan HTR yang di lapangan belum jelas; (c) disain perencanaan pemberdayaan yang perlu dirancang dari hulu (proses produksi) hingga hilir (pasar), melalui kelembagaan usaha yang jelas. Dengan demikian, peran hutan dan kehutanan yang dikelola KPH akan memberikan akses nyata kepada masyarakat lokal dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta dalam pengentasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran melalui pembukaan lapangan kerja dan berusaha. Permasalahan sosial ini, juga mengakibatkan berbagai gangguan hutan baik untuk kawasan hutan seperti okupasi lahan (bibrikan), pencurian hasil hutan dan lainnya. Disamping permasalahan sosial ini, permasalahan pemantapan status kawasan hutan juga perlu dimantapkan. Hal ini perlu dilakukan karena berbagai kepentingan pembangunan fasilitas umum seperti pembukaan Jalan Lintas Selatan (yang sebagian membuka kawasan hutan AB), pelebaran jalan, penggunaan alur (jalan pengawasan hutan) untuk kepentingan masyarakat dimana masyarakat menuntut untuk dapat ditingkatkan kualitasnya guna kepentingan umum. Hal ini tentunya akan mengurangi riil kawasan hutan, termasuk dalam hal ini perubahan batas dan juga penggantian batas yang hilang baik batas luar maupun batas fungsi. Berkait dengan pemantapan kawasan hutan dan tata hutan, masalah penggunaan kawasan hutan yang belum jelas statusnya perlu diselesaikan seperti penggunaan kawasan untuk Pusat Latihan Tempur (PUSLATPUR) di Paliyan yang hingga kini belum jelas proses pinjam pakainya. Juga di beberapa kawasan hutan terdapat bentuk-bentuk fasilitas masyarakat seperti lapangan bola dan lainnya yang perlu dikoordinasikan penyelesaiannya dengan instansi terkait. Dalam aspek pengembangan ekonomi, Balai KPH yang selama ini bertumpu pada kekuatan produksi minyak kayu putih dan saat ini mulai dengan penyadapan getah pinus, kiranya belum mengoptimalkan seluruh potensi yang ada. Pembangunan dan rehabilitasi tanaman yang mengarah pada konservasi Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 79



dan pengembangan sumber-sumber ekonomi baru termasuk pengembangan jasa wisata perlu dibuka dan dikembangkan sehingga akses dan kontribusi pembangunan KPH kepada masyarakat lokal dan daerah menjadi semakin meningkat. Demikian juga, penutupan kawasan hutan di wilayah Balai KPH Yogyakarta sudah mencapai 99%, namun upaya rehabilitasi tetap harus dilakukan untuk mengganti tanaman yang mengalami gangguan keamanan hutan. Upaya peningkatan penutupan lahan hutan dengan tanaman produktif dengan kerapatan yang optimal diharapkan dapat meningkatkan produktifitas hutan wilayah KPH Yogyakarta yang pada gilirannya akan memberikan kontrubusi ekonomi baik bagi Balai KPH Yogyakarta sebagai subyek pengelolanya maupun masyarakat sebagai bagian dari obyek pengelolaan hutan. Seluruh kegiatan aspek sosial, ekonomi dan teknis manajerial kehutanan yang dilakukan Balai KPH Yogyakarta tentunya akan berbasis ekosistem dengan mengedepankan konservasi alam dan konservasi lahan guna mendukung fungsi lingkungan baik dalam penyangga iklim dan tata air.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal II- 80



Visi, Misi dan Arahan Pengelolaan Hutan



3



3.1 Visi Visi KPH disusun berdasarkan kondisi ideal sumberdaya hutan yang diharapkan di masa mendatang yang akan menginspirasi penyusunan kegiatan pengelolaan hutan di dalam rencana ini. Penyusunan visi diselaraskan dengan visi rencana pembangunan di Daerah Istimewa Yogyakarta, khususnya Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi (RKTP) D.I. Yogyakarta yang telah disusun pada tahun 2011. Dengan memperhatikan visi tersebut serta memperhatikan perubahan paradigma dan kondisi yang akan dihadapi pada masa yang akan datang, maka visi KPH Yogyakarta dirumuskan sebagai berikut: “Terwujudnya kemandirian KPH menuju pengelolaan hutan lestari dan kemanfaatan bagi parapihak.” Visi tersebut didasarkan pada rasionalitas bahwa kawasan hutan di KPH Yogyakarta terdiri dari hutan dengan beragam fungsi dan kondisi biofisik, serta ragam kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupi, mulai dari masyarakat pedesaan yang menggantungkan hidupnya terhadap sumberdaya hutan dan masyarakat urban. Selain itu, visi ini juga mempertimbangkan komitmen nasional terhadap isu global, terutama terkait dengan perubahan iklim (climate change). 3.2 Misi Untuk mencapai visi tersebut, KPH Yogyakarta perlu merumuskan misi yang lebih operational di lapangan. Misi yang dikembangkan untuk mewujudkan visi pengelolaan KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut: a. Pemantapan tata hutan b. Optimalisasi pemanfaatan potensi sumberdaya hutan c. Peningkatan rehabilitasi dan perlindungan hutan, sumber daya alam hayati dan ekosistemnya d. Peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk mendukung pengelolaan hutan lestari. 3.3 Pendekatan manajemen Untuk mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan di atas, pengelolaan KPH Yogyakarta mengadopsi beberapa pendekatan/prinsip dasar sebagai berikut: 1. Otonomi Salah satu prinsip dasar yang sangat penting dalam pengelolaan sumberdaya hutan adalah otonomi pengelola dalam menterjemahkan arahan manajemen dan menetapkan pilihan-pilihan kegiatan yang Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal 81



didasarkan pada analisis trajektori dan proyeksi pengelolaan sumberdaya hutan. Otonomi ini sangat penting untuk memberi ruang bagi pengelola untuk secara aktif melakukan adaptasi terhadap kemungkinan dinamika yang melingkupi pengelolaan sumberdaya hutan, sehingga didapatkan pilihan-pilihan respon yang tepat. 2. Manajemen berbasis rejim (Regime-based management) Pengelolaan hutan saat ini menuntut sinergitas tiga pilar pembangunan berkelanjutan, yaitu ekologi/ lingkungan, sosial, dan produksi/ ekonomi. Yang menjadi tantangan adalah satu unit bentang kawasan berdasarkan karakteristik biofisik dan kondisi sosio-demografi masyarakat yang melingkupinya bisa mengampu beberapa pilar kelestarian secara simultan. Oleh karena itu, dalam pengelolaan KPH Yogyakarta akan disimulasikan kombinasi rejim pengelolaan antara kondisi biofisik dan sosio-ekonomi masyarakat, yang tentunya akan didapatkan beragam kombinasi rejim pengelolaan. Sebagai contoh, kawasan hutan yang secara biofisik telah ditetapkan sebagai hutan produksi bisa diterjemahkan lebih detail dalam berbagai rejim yang didasarkan pada kondisi sosio-demografi masyarakat yang berbeda. 3.4 Arahan kebijakan pengelolaan Arah kebijakan kehutanan KPH Yogyakarta merupakan panduan yang harus diikuti untuk menuju pengelolaan hutan berkelanjutan dengan pertimbangan ekologi, sosial dan ekonomi. Untuk itu, berdasarkan analisis visi, dan misi, pengembangan arahan kebijakan kehutanan adalah untuk memecahkan masalah strategis pengelolaan KPH Yogyakarta sebagai berikut: 1. Meningkatkan stabilitas ekosistem kawasan hutan a. Restorasi kawasan lindung yang kritis: Kawasan lindung yang kritis akan menurunkan kualitas ekologi dan ekosistem yang akan berimplikasi pada penurunan kemampuan sumberdaya hutan untuk memberikan kemanfaatan lingkungan bagi masyarakat. Untuk itu, pengelolaan KPH Yogyakarta diarahkan untuk secara gradual -disesuaikan dengan kemampuan anggaran dan juga tingkat partisipasi masyarakat- untuk merestorasi kawasan lindung yang kritis sehingga kawasan tersebut bisa mengampu fungsi yang telah ditetapkan dengan optimal. b. Penanaman tanah kosong: Tanah kosong merupakan masalah yan cukup pelik yang akan mengganggu stabilitas ekosistem kawasan hutan secara keseluruhan. Penanganan tanah kosong akan menjadi prioritas pengelolaan untuk memperbaiki kualitas sumberdaya hutan secara keseluruhan. Kegiatan penanaman tanah kosong akan dilakukan secara gradual secara mandiri maupun kolaborasi untuk mengurangi fragilitas kawasan hutan dan juga tujuan finansial perusahaan jangka panjang. c. Peningkatan kualitas hutan produksi: Kawasan hutan yang dibebani fungsi produksi yang dikelola dengan baik secara simultan akan memberikan kemanfaatan ekologis. Oleh karena itu kualitas hutan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal III - 82



produksi acara secara gradual akan terus ditingkatkan. Skema peningkatan kualitas hutan produksi tergantung dari kondisi terkini. Tegakan yang tidak produktif akan dipriritaskan untuk diganti. Selain itu juga akan dipertimbangkan pengembangan struktur hutan yang lebih baik dengan pengembangan multi species dalam satu kawasan produksi. 2. Meningkatkan tanggungjawab sosial melalui peningkatan akses masyarakat terhadap sumberdaya hutan a. Melakukan identifikasi kebutuhan dasar masyarakat di sekitar hutan: Identifikasi kebutuhan dasar masyarakat merupakan bagian prakondisi untuk program pemberdayaan masyarakat dengan skema hutan desa, hutan tanaman rakyat dan kemitraan. b. Melakukan pemberdayaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan: Pemberdayaan masyarakat desa hutan akan menjadi prioritas pengelolaan melalui berbagai skema yang dapat meningkatkan independensi dan kemampuan mereka untuk mendapatkan penghidupan yang lebih baik dengan memberikan akses yang lebih baik terhadap hutan. Akses yang lebih baik ini bisa diterjemahkan dalam berbagai skema misalnya meningkatkan luasan plot tanaman pertanian diantara species kehutanan. c. Melakukan fasilitasi kepada kelompok masyarakat atau lembaga desa adat untuk mendapatkan hak hutan kemasyarakatan: Kegiatan fasilitasi ini akan difokuskan terhadap kelompok masyarakat yang sudah mendapatkan ijin kehutanan kemsyarakatan untuk benarbenar bisa mendapatkan manfaatnya yang nyata dari sumberdaya hutan yang dikelola. Fasilitasi ini juga mencakup bagaimana kelompok masyarakat tersebut dapat memanfaatkan hasil hutan mayor (kayu) dari dalam hutan. Selain itu, pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan mendorong dan memfasilitasi kelompok masyarakat/ desa lain untuk mendapatkan ijin-ijin baru, terutama di kawasan yang sesuai. d. Meningkatkan peran RPH sebagai fasilitator pemberdayaan masyarakat: Fungsi RPH harus ditingkatkan dari koordinator polisi hutan menjadi petugas yang mampu memfasilitasi masyarakat desa hutan dalam upaya pemanfaatan, pengamanan, perlindungan, konservasi dan wisata alam, terutama dengan skema hutan desa, kemitraan, dan hutan tanaman rakyat. e. Asistensi dan fasilitasi pengembangan hutan rakyat: Hutan rakyat merupakan salah satu kunci dalam pengelolaan kawasan hutan di wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta. Keberadaan hutan rakyat ini bisa menutupi defisit luasan kawasan hutan minimal yang tidak bisa dipenuhi oleh kawasan hutan negara. Selain itu, hutan rakyat juga secara nyata menumbuhkembangkan perekonomian masyarakat. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal III - 83



Oleh karena itu, KPH Yogyakarta akan memberikan perhatian yang serius terhadap pengelolaan hutan rakyat. 3. Meningkatkan viabilitas finansial pengelolaan hutan a. Memperkuat peran kayu putih sebagai tulang punggung finansial: Kayu putih selama ini menjadi sumber pendapatan utama KPH Yogyakarta. Peran tegakan kayu putih dapat ditingkatkan dengan mengganti tegakan tua yang kurang produktif dengan memperkenalkan bibit unggul, dan meningkatkan rendemen produksi yang lebih tinggi dengan penggunaan teknologi yang lebih baik. b. Melakukan pemanenan/ penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif: Penebangan tegakan jati dan rimba yang kurang produktif (tebangan akhir maupun penjarangan) akan digunakan untuk memperkuat pendapatan perusahaan jangka pendek. c. Meningkatkan peran hasil hutan non-kayu, terutama pinus untuk penghasilan perusahaan, selain untuk sumber penghasilan masyarakat sekitar hutan. d. Pengembangan produk non-kayu baru: Terdapat potensi yang cukup besar untuk pengembangan produk-produk non-kayu baru seperti bambu. Potensi pasar bambu sangat prospektif, sementara di wilayah KPH Yogyakarta terdapat lahan yang cukup cocok untuk pengembangan bambu terutama di sepanjang sungai. e. Pengembangan wisata: KPH Yogyakarta mempunyai banyak potensi wisata yang bisa terus dikembangkan untuk memberikan keuntungan finansial. Mengingat potensi kecenderungan peningkatan kebutuhan masyarakat akan sarana wisata alam, potensi wisata alam di masa mendatang justru bisa menjadi tulang punggung bagi pendapatan finansial perusahaan. Pengembangan wisata dapat dilakukan melalui identifikasi potensi wisata, pembangunan sarana dan prasarana pendukung serta pemasaran yang baik. f. Pengembangan dari jasa lingkungan: Pengembangan dan pemasaran jasa lingkungan juga akan menjadi fokus pengelolaan hutan KPH Yogyakarta. Saat ini telah ada berbagai skema pembayaran untuk jasa lingkungan (payment for environmental services) seperti perdagangan karbon. Pada tahap awal, pengembangan jasa lingkungan ini bisa dilakukan dengan inventarisasi potensi dan pasar. g. Pemanfaatan pada wilayah tertentu: Wilayah tertentu akan terus dioptimalkan pemanfaatannya sesuai dengan karakteristik masingmasing kawasan, baik secara mandiri oleh KPH, maupun melalui skema-skema pemberdayaaan masyarakat dan ujicoba kerjasama dengan pihak lain. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal III - 84



4. Memantapkan penataan kawasan hutan secara rasional, efektif dan efisien a. Melanjutkan penataan tanah AB di KPH Yogyakarta: Kawasan AB merupakan kawasan hutan negara yang sudah dikelola dan digunakan oleh masyarakat. Pengelolaan KPH akan memberikan perhatian serius pada kawasan ini untuk mendorong kepastian kawasan dengan tetap mempertimbangkan keinginan masyarakat. Skema kehutanan kemasyarakat sangat dimungkinkan pada kawasan ini. b. Melakukan rasionalisasi organisasi RPH: Resort polisi hutan (RPH) merupakan organisasi pengelola hutan terkecil yang langsung melakukan kegiatan pengelolaan hutan, penjagaan dan perlindungan hutan pada tingkat lapangan. Luas dan distribusi wilayah hutan yang dikelola harus didasarkan pada kondisi khas, biofisik, kekompakan wilayah hutan, dan akesibilitas, dan kesatuan ekosistem hutan yang relatif sama. 5. Meningkatkan kehutanan



profesionalisme



sumber



daya



manusia



(SDM)



Kebutuhan tenaga pengelola KPH baik dalam kuantitas maupun kualitasnya dalam pengelolaan hutan dan pemanfaatan hutan harus ditingkatan untuk mencapai KPH Yogyakarta sebagai KPH mandiri, profesional dan berkelanjutan. 6. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi antar institusi Koordinasi dan komunikasi intensif dengan Kementrian Kehutanan, dinas kehutanan kabupaten dan pemerintah kecamatan dan desa secara reguler harus diagendakan untuk keberlanjutan kegiatan KPH Yogyakarta. 7. Meningkatkan kerjasama penelitian Kerjasama penelitian dengan berbagai institusi riset seperti perguruan tinggi akan terus didorong untuk memberikan kemanfaatan mutual.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal III - 85



4



Analisis dan Proyeksi 4.1.



Pendahuluan Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi antara lain: Areal pemanfaatan untuk Hutan Kemasyarakatan (HKm) seluas 1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama seluas 599,7 ha; Areal Hutan Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model Pengelolaan Hutan seluas 118,0 Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat. Sedangkan untuk kawasan hutan lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9 ha dimanfaatkan sebagai areal HKm. Berikut ini adalah gambaran tentang kondisi ragam pengelolaan dan pemanfaatan di kawasan KPH Yogyakarta sampai dengan tahun 2013. HKm : 1061,55 Ha HP : 11.638,7 Ha



HUTAN PRODUKSI 13.411,7 Ha



Wanagama: 599,7 Ha Htn Penel: 100,6 Ha Pengemb. Model Kelola Hutan: 118,0 Ha



Areal SILIN : 94,0 Ha



KPH YOGYAKARTA 15.724,5 hA



HP - AB: 1.773 Ha Blm ada Pemanfaatan : 9.664,85 Ha



HTR : 327,0 Ha



HUTAN LINDUNG 2.312,8 Ha



Blm ada Pemanfaatan : 1.446 Ha



HKm : 222,9 Ha Blm ada Pemanfaatan : 2.089,90 Ha



Gambar 4.1. Sebaran wilayah KPH Yogyakarta menurut Pemanfaatan



Dari areal yang belum dibebani ijin pemanfaatan tersebut (diluar areal HKm, dan kawasan hutan pendidikan wanagama) yang lebih dikenal dengan istilah Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 86



kawasan hutan wilayah tertentu, pada tahun 2012 yang lalu sudah dilakukan kegiatan inventarisasi hutan yang bertujuan untuk mengetahui sebaran, dan potensi tegakan yang terdapat di wilayah KPH Yogyakarta. Mengingat kegiatan inventarisasi hutan dilakukan sebelum kegiatan penataan kawasan hutan, sehingga batas antara petak dan anak petak di lapangan belum tertata dengan baik, maka pelaksanaan kegiatan inventarisasi dilakukan berbasis petak yang dapat berdampak tidak dapat ditampilkannya data kondisi tegakan pada masing-masing anak petak misal: jenis tegakan dan luas dari tiap-tiap anak petak. Disamping itu sampai dengan saat ini KPH Yogyakarta belum memiliki Tabel Tegakan Normal sehingga output yang bisa diperoleh dari kegiatan inventarisasi hutan hanya sebatas mengetahui sebaran jenis tegakan, tinggi/peninggi, umur, jenis permudaan, derajat kesempurnaan jumlah pohon (dkn), dan volume riil tegakaan (actual standing stock). Untuk data derajat kesempurnaan diameter (dkd2), dan derajat kesempurnaan kerapatan tegakan (KBD) tidak dapat ditampilkan karena tidak ada parameter pembanding dari tegakan normal. 4.2.



Klasifikasi Tegakan Salah satu inti dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan adalah penentuan tindakan teknik kehutanan yang akan diterapkan atau dilakukan pada masing-masing petak. Berkenaan dengan hal tersebut perlu dilakukan pengelompokkan tegakan hutan menurut pendekatan parameter tegakan, karena tindakan teknik kehutanan yang akan dilakukan akan berbeda antara petak yang memiliki kondisi tegakan yang baik dan kondisi tegakan yang kurang baik. Mengingat belum adanya tabel tegakan normal dari tegakan yang ada di kawasan hutan KPH Yogyakarta, sehingga tidak diketahui nilai Kerapatan Bidang Dasar (KBD) dari tegakan, maka pendekatan pengklasifikasian tegakan di KPH Yogyakarta menggunakan parameter nilai dkn. Nilai dkn adalah derajat kesempurnaan yang nilainya antara 0 – 1 yang diperoleh dari perbandingan jumlah pohon lapangan dibandingkan jumlah pohon normal setiap hektar luasan. Untuk perhitungan nilai dkn tegakan hutan di KPH Yogyakarta, berikut ini adalah nilai N/ha (jumlah pohon normal setiap ha) dari setiap jenis tegakan yang ada di KPH Yogyakarta. 1. Tegakan jati, N/ha ditetapkan sebesar 1.000 pohon/ha, dengan jarak tanam 4 x 2.5 meter. 2. Tegakan kayu putih, N/ha ditetapkan sebesar 3.333 pohon/ha, dengan jarak tanam 4 x 0,75 meter.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 87



3. Tegakan rimba (pinus, akasia, mahoni dll), N/ha ditetapkan sebesar 2.000 pohon/ha. Angka N/ha sebesar 2.000 pohon tersebut ditetapkan dengan pertimbangan tegakan sudah berumur > 15 tahun dan sudah dilakukan kegiatan penjarangan, sehingga N/ha nya sudah berkurang dari N awal yaitu 3.333 pohon/ha. Dari pendekatan nilai dkn tegakan hutan, berikut ini adalah klasifikasi dari tegakan hutan yang ada di KPH Yogyakarta, yaitu: 1. Tanah Kosong (TK), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn < 0,2. 2. Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), yaitu tegakan yang memiliki nilai 0,2 ≤ dkn < 0,5. 3. Tegakan Normal (kelas umur), yaitu tegakan yang memiliki nilai dkn ≥ 0,5. Khusus untuk tegakan jati normal kemudian dibagi dalam kelas hutan KU I, KU II, KU III, s.d. KU VIII dengan interval umur setiap 10 tahun. Artinya KU I adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5 dan memiliki umur antara 1 – 10 tahun, KU II adalah tegakan jati dengan dkn ≥ 0,5 dan memiliki umur antara 11 – 20 tahun, dan begitu seterusnya. 4.3.



Komposisi Tegakan Sebagaimana dipaparkan dalam Bab II, ragam tegakan yang terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta adalah tegakan tanaman Jati, tanaman kayu putih, mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus merkusii , Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu, Murbei, dan tanaman campuran. Penutupan vegetasi hutan di wilayah KPH Yogyakarta sangat beragam, namun umumnya merupakan hutan tanaman. Jenis tegakan yang paling dominan di KPH Yogyakarta adalah tanaman jati dan kayu putih. Sebagaimana uraian pada Bab II, berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, berikut ini adalah ragam penutupan vegetasi di KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 88



Tabel 4.1. Sebaran Tanaman (Penutupan Vegetasi) di KPH Yogyakarta menurut Inventarisasi Tahun 2012 STRUKTUR TEGAKAN (Diluar Areal HKm dan Hutan Pendidikan Wanagama) No



BDH



Luas (Ha)



HKm



Jati



Kayu Putih



1 PLAYEN 2 PALIYAN



3.641,5



233,5 1.168,7 1.415,1



4.206,3



327,4 2.398,0



3 KARANGMOJO 4 PANGGANG KPROGO5 BANTUL



3.746,4



450,9



2.232,7



190,9 1.612,0



1.897,6



129,2



Jumlah Prosentase



Mahoni



Acacia auri



Acacia catechu



Pinus



Kemiri



Kesambi Gliricidea



Sono



Bambu



Murbei



Campur



53,5



9,9



6,3



-



61,3



17,8



5,5



-



0,2



4,9



434,7



6,5



100,9



-



-



-



-



-



-



-



-



46,0



577,6 2.325,2



2,9



30,4



1,5



-



-



-



-



4,8



-



-



119,0



30,0



64,0



-



-



-



-



-



-



-



-



-



15,0



303,8



24,9



67,8



-



130,0



98,0



-



12,4



36,5



5,0



-



454,8



15.724,5 1.331,9 6.161,0 4.508,8



151,8



209,0



7,8



130,0



159,3



17,8



17,9



41,3



5,2



4,9



847,6



0,97



1,33



0,05



0,83



1,01



0,11



0,11



0,26



0,03



0,03



5,39



100,00



8,47



404,7



39,18



28,67



212,8



Berikut ini adalah penjelasan secara lebih rinci dari beberapa tegakan yang dominan di KPH Yogyakarta menurut hasil inventarisasi hutan tahun 2012. 4.3.1. Tegakan Jati Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan jati (diluar areal ijin pemanfaatan HKm dan areal hutan pendidikan Wanagama) di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha. Dari tegakan hutan jati khususnya yang berada di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha tersebut, tersebar di beberapa BDH, dengan perincian di BDH Karangmojo seluas 381,60 ha (38,98%), BDH Paliyan seluas 328,00 Ha (33,50%), BDH Panggang seluas 65,90 Ha (6,73%), dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas 203,50 Ha (20,79%). Sedangkan untuk tegakan jati yang berada di kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha tersebar di beberapa BDH, tegakan jati terluas berada di BDH Paliyan seluas 2.070,00 ha (39,95%), diikuti pada urutan kedua adalah BDH Panggang seluas 1.546,10 Ha (29,84%), urutan ketiga BDH Playen dengan luas 1.168,70 Ha (22,55%), keempat adalah BDH Kulon Progo-Bantul dengan luas 201,2 Ha (3,88%), dan terakhir adalah BDH Karangmojo seluas 196,00 Ha (3,78%). Dari tegakan hutan jati yang berada kawasan hutan produksi tersebut terbagi dalam kawasan hutan yang tidak produktif seluas 2.265,30 Ha, dan kawasan hutan produktif seluas 2.916,70 Ha. Dari kawasan hutan tidak produktif tersebut didominasi oleh Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha (92,85%) dan sisanya berupa kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,05 Ha (7,15%). Untuk kelas hutan Tanah Kosong seluas 162,05 Ha, sebagian besar berada di BDH Playen seluas 158,05 ha, dan sisanya tersebar di BDH Paliyan dan BDH Panggang masing-masing seluas 2,00 ha. Sedangkan untuk kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang tersebar di beberapa BDH, yaitu BDH Playen seluas 743,35 Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 89



ha, BDH Panggang seluas 674,30 Ha, BDH Paliyan seluas 551,60 Ha, BDH Karangmojo seluas 130,00 Ha, dan BDH Kulon Progo-Bantul seluas 4,00 Ha. Untuk kelas hutan produktif produktif, dari luas kawasan 2.916,70 Ha didominasi tegakan jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur II seluas 234,80 ha (8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan yaitu KU III seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas 1,00 Ha (0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha (0,78%). Sebaran kondisi tegakan hutan produktif yang didominasi oleh KU I tersebut dapat dimaklumi mengingat sebagian besar tegakan jati di KPH Yogyakarta merupakan tanaman hasil kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007. Data lengkap dari kompisisi dan sebaran tegakan jati (baik pada hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 90



Tabel 4.2. Struktur Kelas Hutan Tegakan Jati masing-masing RPH dan BDH di KPH Yogyakarta Tahun 2012



BDH PLAYEN



Sub Total KARANGMOJO



Sub Total PALIYAN



Sub Total PANGGANG



RPH WONOLAGI KEMUNING GUBUG RUBUH MENGGORAN KEPEK CANDI GELARAN KENET NGLIPAR MENGGORO KDWANGLU GROGOL KR.DUWET GIRING MULO BIBAL GEBANG BLIMBING PUCANG ANOM



Sub Total KL.PROGO BANTUL DLINGO KOKAP MANGUNAN SERMO Sub Total TOTAL



HUTAN KLS HUTAN TDK PROD LINDUNG TK BK 47,00 169,40 39,10 55,10 - 115,40 - 294,30 71,95 109,15 - 158,05 743,35 381,60 87,00 43,00 381,60 - 130,00 194,60 328 2,00 142,60 39,90 90,50 84,00 328,00 2,00 551,60 65,9 - 172,10 0 - 226,70 2,00 275,50 65,90 2,00 674,30 82,90 4,00 75,00 45,60 203,50 4,00 979,00 162,05 2.103,25 979,00 2.265,30



KU I 77,60 127,20 204,80 46,00 10,00 56,00 351,50 124,10 18,90 62,20 494,80 329,00 1.380,50 109,10 415,50 268,10 12,00 804,70 165,50 165,50 2.611,50



LUAS (HA) TOTAL KELAS HUTAN PRODUKTIF H. PROD KU II KU III KU IV KU V KU VI KU VII KU VIII 216,40 171,80 115,40 294,30 62,50 370,80 62,50 - 1.168,70 87,00 46,00 43,00 - 10,00 20,00 - 10,00 196,00 10,70 10,00 566,80 268,70 58,80 62,20 585,30 115,20 528,20 115,20 10,70 10,00 - 2.070,00 281,20 57,10 - 7,00 1,00 480,60 494,80 289,50 57,10 - 7,00 1,00 - 1.546,10 - 9,00 22,70 201,20 - 9,00 22,70 201,20 234,80 10,70 27,00 1,00 9,00 22,70 5.182,00 2.916,70



JUMLAH 216,40 171,80 115,40 294,30 370,80 1.168,70 468,60 46,00 43,00 20,00 577,60 566,80 596,70 58,80 62,20 585,30 528,20 2.398,00 347,10 480,60 494,80 289,50 1.612,00 82,90 201,20 75,00 45,60 404,70 6.161,00



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Sebagai informasi tambahan, untuk mengetahui kondisi tegakan baik umur, nilai dkn, dan kelas hutan dari masing-masing petak dari tiap-tiap BDH di KPH Yogyakarta, berikut ini kami tampilkan data klasifikasi tegakan hutan jati dari masing-masing petak, sebagaimana tampilan pada tabel-tabel di bawah ini.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 91



Tabel 4.3. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Playen menurut Nilai dkn BDH Playen



RPH Wonolagi



Kemuning



Gubugrubuh



Menggoran



Kepek



Petak 69 70 71 72 2 3 4 8 9 73 74 75 84 85 86 87 88



89



90 91 94 Grand Total



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis 69 65,70 9 Jati 70 A 53,90 7 Jati 71 47,00 8 Jati 72 49,80 8 Jati 2b 41,30 5 Jati 3b 30,10 5 Jati 4b 36,30 9 Jati 8 39,10 19 Jati 9b 25,00 8 Jati 73 23,70 9 Jati 74 28,00 8 Jati 75 63,70 16 Jati 84 118,60 7 Jati 85 59,70 8 Jati 87 59,30 8 Jati 88 56,70 8 Jati 88 a 25,00 8 Jati 88 b 36,00 11 jati trubusan 88 c 25,00 5 Jati 89 a 58,15 7 Jati 89 b 26,50 11 Jati 89 c 1,65 7 Jati 90 a 71,00 9 Jati 90 c 20,30 7 Jati 91 a 18,00 8 Jati 94 a 56,20 7 Jati 94 b 33,00 7 Jati 1168,70



dkn 0,33 0,24 0,19 0,25 0,60 0,23 0,92 0,08 0,22 0,40 0,32 0,27 0,34 0,29 0,28 0,32 0,06 1,24 0,10 0,48 1,59 0,10 0,60 0,00 0,26 0,84 0,43



Kls Hutan BK BK TK BK KU I BK KU I TK BK BK BK BK BK BK BK BK TK KU II TK BK KU II TK KU I TK BK KU I BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.4. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Karangmojo Candi



Gelaran Kenet Semanu Grand Total



Petak 58 59 60 61 62 63 64 65 33 50 162



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) 58 87,00 9 59 51,40 5, 8, 9, 14 60 10,00 5, 7, 9 61 49,20 8, 9, 13 62 51,30 7, 9, 50 63 81,90 5,7,9 64 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 65 61,00 8, 9 33 46,00 7 50 43,00 13, 9, 8, 7 162 20,00 9, 31 577,60



Jenis Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



dkn 0,40 0,32 0,29 0,34 0,38 0,35 0,31 0,35 0,93 0,48 0,67



Kls Hutan BK BK BK BK BK BK BK BK KU I BK KU I & KU IV



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 92



Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Jati di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH Paliyan



RPH Menggoro



Kedungwanglu



Petak 96



97 98 99 100 101 102



103 104



105



106



Grogol Karangduwet Giring



Mulo



107 128 129 142 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 160



Grand Total



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) 96 10,00 37 10,70 26 84,00 2, 5 97 119,90 8 98 81,00 9 99 91,00 8; 5 100 66,60 7; 5 101 103,60 31; 8; 5 102A 2,00 19, 27, 32, 33, 36, 39 102B 48,00 9 102C 20,00 9 103A 44,10 9 103B 52,00 5 104B 8,00 5 104C 9,00 104D 44,00 104E 41,60 105A 27,80 16 105B 25,00 15 105C 30,00 7 106A 35,00 8 106B 80,00 5 107A 130,20 32 128 18,90 8 129A 39,90 8 142 62,20 8 144 90,50 5 145 77,50 5 146 83,50 8 147 83,50 9 148 84,30 8 149 85,70 5 150 80,30 5 151 84,00 7 152 60,00 8 153 44,00 8 154 68,00 9 155-a 40,00 9 155-b 14,50 12 156 60,00 10 156 8,50 14 157 56,20 11 158-b 30,00 8 160-a 36,00 12 160-b 27,00 9 2398,00



Jenis Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



dkn 0,54 0,54 0,54 0,51 0,72 0,35 0,66 0,37 0,14 0,47 0,70 0,60 0,61 0,55 0,48 0,49 0,27 1,63 0,92 0,90 0,61 0,29 0,78 0,76 0,36 0,61 0,34 0,84 1,04 0,79 0,75 0,94 0,86 0,45 0,73 0,73 0,56 0,71 0,71 0,63 0,66 1,29 0,73 0,69 0,60



Kls Hutan KU IV KU III KU I KU I KU I BK KU I BK TK BK KU I KU I KU I KU I BK BK BK NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL BK NORMAL KU I BK KU I BK KU I KU I KU I KU I KU I KU I BK KU I KU I KU I KU I KU II KU I KU II KU II KU I KU II KU I



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 93



Tabel 4.6. Sebaran Kondisi Petak Tegakan jati di BDH Panggang menurut Nilai dkn BDH RPH Panggang Bibal



Gebang



Blimbing



Pucanganom



Grand Total



Petak 108 109 110 111 112 113 114 115 116



An Petak 108a 109 110 111 112 113 114 115 116



Luas (Ha) 35,60 30,30 55,90 53,20 33,20 70,80 68,10 84,30 30,00 36,00 117 117 72,00 6,10 7,00 118 118 79,00 15,00 1,00 119 119 48,30 121 121 101,90 120 120 65,40 122 122 71,60 123 123 71,50 124 124 106,60 125 125 48,60 126 126 62,90 127 127 68,20 Anduawan Anduawan 40,00 Dagang mati Dagang mati 30,00 Dalangan Dalangan 12,00 Dilem Dilem 15,00 Gemulung Gemulung 17,50 Glagah Glagah 2,00 Jambe Jambe 40,00 Klego Klego 3,00 Palawan Palawan 15,00 Pringlarangan Pringlarangan 25,00 Pucung Pucung 30,00 Tapakegrang Tapakegrang 30,00 Wunut Wunut 30,00 1612,00



Umur (Th) 8 6 9 9 8 5 8 8; 6 8 11 2, 5, 8 , 9 16 40 9 12, 16 49 9 7,9 6; 5 10; 9; 5 9; 8 9; 8; 7 9 9; 5 9; 8 7 7 7 9 8 7 8 8 7 9 9 7 9



Jenis Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



dkn 0,75 0,59 0,62 0,60 0,42 0,31 0,45 0,77 0,80 0,80 1,00 1,00 1,00 0,87 0,76 0,70 0,76 0,90 0,73 0,54 0,47 0,36 0,45 0,69 0,69 0,43 0,40 0,54 0,46 0,21 0,17 0,34 0,20 0,43 0,31 0,33 0,48 0,45



Kls Hutan NORMAL NORMAL KU I KU I BK BK BK KU I KU I KU II KU I KU II KU IV KU I KU II KU V KU I KU I KU I KU I BK BK BK KU I KU I BK BK KU I BK BK TK BK BK BK BK BK BK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 94



Tabel 4.7. Kondisi Petak Jati di BDH Kulon Progo dan Bantul menurut Nilai dkn BDH RPH Kp.progo-Bantul Kokap



Petak 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 16 18



Sermo



26 27



Dlingo



Dodogan Kali urang Kayu mas Kebo sungu Gumelem Kediwung Sudimoro II Sudimoro III Terong



Mangunan



Grand Total



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) 1 10,00 9, 8 2b 7,00 9 3b 10,00 9 4b 14,00 9 5 4,00 9 6a 15,00 9 6b 17,00 71 7a 23,40 9 8 8,10 9 9b 5,00 9 10b 10,00 9 11a 5,70 71 11c 5,00 8 12b 3,00 9 13b 10,00 9 14b 10,00 9 16b 10,00 9 18b 9,00 68 18c 25,00 9, 8 26B 6,00 8 27A 10,20 8 27D 27,10 47, 9 27F 2,30 8 Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Kali urang 8,00 14, 15, 4 Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Gumelem 20,00 8, 13 Kediwung 26,00 8, 9, 21 Sudimoro II 3,00 8 Sudimoro III 6,00 8 Terong 20,00 8 404,70



Jenis Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



dkn 1,10 1,35 1,18 1,25 0,44 0,65 0,65 1,13 1,00 0,90 1,10 0,95 0,95 0,75 1,40 0,85 1,05 1,02 1,02 1,00 0,75 1,08 1,25 0,67 0,00 0,22 0,70 1,03 1,38 2,18 0,51 1,12



Kls Hutan KU I KU I KU I KU I BK KU I KU VIII KU I KU I KU I KU I KU VIII KU I KU I KU I KU I KU I KU VII KU I KU I KU I KU I & KU V KU I KU I & II TK BK KU I & II KU I & II KU I & III KU I KU I KU I



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



4.3.2. Tegakan Kayu Putih Berdasarkan hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang terbagi dalam kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha (6,74%), dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha (93,26%). Mengingat sebagian petak-petak tegakan kayu putih umumnya tidak hanya terdiri atas satu umur tetapi memiliki lebih dari satu umur, maka meskipun diketahui nilai dkn tetapi tidak dapat dibagi-bagi dalam kelompok kelas hutan Kelas Umur sebagaimana yang dilakukan di tegakan hutani jati. Pendekatan yang Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 95



dilakukan untuk penggelompokan dalam tegakan kayu putih akhirnya hanya menggunakan klasifikasi tegakan menurut nilai dkn, yaitu suatu tegakan dikelompokkan dalam Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn < 0,2; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki nilai 0,2 ≤ dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn ≥ 0,5. Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung semuanya terdapat di BDH Kulon Progo-Bantul tepatnya di RPH Sermo, RPH Mangunan, dan RPH Dlingo. Berdasarkan penggelompokan nilai dkn tersebut, tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung hanya terdiri atas Tanah Kosong (TK) dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%). Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi, tersebar di empat BDH yaitu BDH Playen, BDH Karangmojo, BDH Paliyan, dan BDH Panggang. BDH yang memiliki tegakan kayu putih paling luas adalah BDH Karangmojo seluas 2,325,20 Ha (55,30%), kemudian diikuti BDH Playen seluas 1.415,10 Ha (33,65%), BDH Paliyan seluas 434,70 Ha (10,34%), dan BDH Panggang seluas 30,00 Ha (0,71%). Ditinjau dari klasifikasi tegakan menurut nilai dkn, sebagian besar tegakan kayu putih yang terdapat di kawasan hutan produksi termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%), kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal (nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%). Kondisi ini perlu menjadi perhatian mengingat tegakan kayu putih menjadi salah satu sumber utama pendapatan di KPH Yogyakarta. Dari tegakan kayu putih yang termasuk Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) tersebar di tiga BDH yaitu BDH Karangmojo seluas 2.044,20 Ha, BDH Paliyan seluas 290,30 Ha, dan BDH Playen seluas 161,90 Ha. Untuk Tanah Kosong (TK) tersebar di BDH Playen seluas 1.253,20 Ha, BDH Karangmojo seluas 206,30 Ha, dan BDH Paliyan seluas 144,40 Ha. Sedangkan untuk tegakan kayu putih yang termasuk kriteria tegakan normal tersebar di BDH Karangmojo seluas 74,70 Ha, dan BDH Panggang khususnya di RPH Pucanganom seluas 30,00 Ha. Berikut ini adalah sebaran dari petak-petak tegakan kayu putih menurut nilai dkn di wilayah KPH Yogyakarta (baik pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi).



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 96



Tabel 4.8. Struktur Kelas Hutan Tegakan Kayu Putih di KPH Yogyakarta BDH



RPH



PLAYEN



WONOLAGI KEMUNING GUBUG RUBUH MENGGORAN KEPEK



Sub Total PALIYAN



GROGOL MULO



Sub Total KARANGMOJO



CANDI GELARAN KENET NGLIPAR



Sub Total PANGGANG PUCANGANOM Sub Total KL.PROGO BANTUL DLINGO MANGUNAN SERMO Sub Total TOTAL



HUTAN LINDUNG BK NORMAL 100,00 111,25 24,00 51,20 6,30 11,00 130,30 173,45 130,30 173,45 303,75 TK



HUTAN PRODUKSI TK BK NORMAL 303,50 161,90 71,10 441,00 251,50 90,80 95,30 1.253,20 161,90 138,40 290,30 6,00 144,40 290,30 202,10 687,10 74,70 206,30 482,20 672,80 206,30 2.044,20 74,70 30,00 30,00 1.603,90 2.496,40 104,70 4.205,00



JUMLAH 303,50 233,00 441,00 342,30 95,30 1.415,10 428,70 6,00 434,70 202,10 761,80 688,50 672,80 2.325,20 30,00 30,00 211,25 75,20 17,30 303,75 4.508,75



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan kayu putih (baik pada hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 97



Tabel 4.9. Kondisi Petak Tegakan Kayu Putih di BDH Playen menurut Nilai dkn BDH Playen



RPH Wonolagi



Kemuning



Gubugrubuh



Menggoran



Kepek



Petak 1 66 67 68 2 3 4 9 10 12 76 77 78 79 80 81 82 83 85C 86C 90 92



Grand Total



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) 1 73,60 38, 34, 9 66 71,60 16, 17, 22, 40 67 88,00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 68 70,30 7, 9, 38, 60 2a 12,90 51,34,40 3a 12,70 40, 38 4a 28,80 8 9a 48,70 9, 8, 5 10 58,20 37, 35, 43, 22, 23, 9, 8 12 71,70 40 76 79,40 29 77 46,40 23 78 87,30 8 79 109,20 11 80 118,70 33 81 117,50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 82 116,00 26, 17, 7 83 86,60 39, 26, 23, 17, 8 85C 18,00 7 86C 4,20 3 90 b 8,00 8 92 87,30 9 1415,10



Jenis Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih



dkn 0,08 0,10 0,13 0,12 0,04 0,02 0,18 0,05 0,43 0,18 0,04 0,03 0,06 0,08 0,04 0,13 0,18 0,21 0,17 0,21 0,09 0,12



Kls Hutan TK TK TK TK BK TK TK TK BK TK TK TK TK TK TK TK TK BK TK BK TK TK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.10. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH RPH Karangmojo Candi



Gelaran



Kenet



Nglipar



Grand Total



Petak 55 56 57 30 31 32 33 40 41 42 43 44 45 39 46 47 48 49 50 52 53 54 25 26 27 28 29 34 35 36 38



Luas (Ha) Umur (Th) 51,90 37, 39 88,70 5, 8, 9, 24 61,50 14, 15, 16, 17, 18, 19, 38, 44 80,50 17, 18, 22, 23, 37, 40 74,70 17, 18, 21, 23, 26, 28, 35, 36, 38 60,60 8, 16, 17, 22, 23, 28, 29, 35, 37 48,30 5, 6, 9, 22, 29, 35, 36, 37, 38 119,40 8, 11, 16, 17, 22, 30, 35, 40 74,20 8, 14, 16, 17, 40 132,80 8, 14, 16, 22, 23, 30, 32, 34, 35, 36, 37, 38, 39, 40 33,50 30, 31, 39, 40 53,60 16, 17, 25, 29, 33, 38, 39 84,20 35, 16, 17, 25, 31, 36, 38 135,70 2, 9, 23, 27, 35, 37 79,10 2, 6, 15, 16, 18, 20, 22, 37, 38 36,90 4, 17, 21, 22, 38 56,30 15, 27, 30, 31, 32, 37 72,40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 55,80 7, 8, 9, 13, 26, 28, 35, 36, 38 118,40 4, 9, 13, 15, 16, 17, 18, 19, 21, 22, 35, 36, 38, 39, 42 65,00 21, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 68,90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 52,20 43 81,10 28 110,00 15,18,27 66,10 36 105,60 45,15,18 80,90 13,16,23,32 80,10 15,23,27,45 42,50 18,31,32 54,30 22,23,32,38,40 2325,20



Jenis Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih



dkn 0,37 0,32 0,35 0,45 0,50 0,49 0,23 0,44 0,43 0,33 0,26 0,49 0,30 0,39 0,21 0,29 0,21 0,15 0,25 0,20 0,16 0,16 0,35 0,26 0,33 0,34 0,34 0,32 0,38 0,30 0,39



Kls Hutan BK BK BK BK NORMAL BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK TK BK BK TK TK BK BK BK BK BK BK BK BK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 98



Tabel 4.11. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Panggang menurut Nilai dkn BDH RPH Panggang Pucanganom Grand Total



Petak An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis Salam dan Guwo Salam dan Guwo 30,00 17 Kayu Putih 30,00



dkn Kls Hutan 0,57 NORMAL



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.12. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH Paliyan



RPH Grogol



Petak 129



130



131



132



133



134 Mulo Grand Total



160



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) 129A 20,00 8 129B 16,10 30 7,50 15 129C 2,50 42 11,00 15 9,20 12 130A 5,70 8 40,00 8 130B 15,60 30 130C 17,50 15 131A 22,30 40 131B 7,60 13 131C 22,50 16 131D 10,80 18 131E 17,10 15 131F 7,50 34 132A 10,60 39 132B 47,50 16 132C 12,10 29 132D 14,30 15 133A 27,00 6 5,00 2 133B 20,70 17 133C 10,00 5 134A 23,60 8 134B 25,00 5 160 c 6,00 434,70



Jenis Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih



dkn 0,15 0,15 0,19 0,08 0,12 0,23 0,19 0,26 0,28 0,23 0,29 0,38 0,28 0,23 0,22 0,34 0,33 0,21 0,33 0,28 0,17 0,38 0,23 0,34 0,19 0,15 0,12



Kls Hutan TK TK TK TK TK BK TK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK TK BK BK BK TK TK TK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 99



Tabel 4.13. Kondisi Petak Kayu Putih di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai dkn BDH RPH Kp.progo Bantul Dlingo



Mangunan



Sermo



Petak Dodogan Kali urang Kayu mas Gumelem Kediwung Sudimoro I Sudimoro II Terong 26



An Petak Dodogan b Kaliurang a Kayu mas b Gumelem Kediwung Sudimoro I Sudimoro II Terong 26A 26C



Grand Total



Luas (Ha) Umur (Th) 64,00 8, 9, 37 47,259, 14, 38, 45 100,00 7, 8 14,00 8 14,00 8 20,00 9 17,20 8 10,00 9 6,30 47 11,00 53, 8 303,75



Jenis Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih



dkn 0,34 0,23 0,06 0,15 0,28 0,30 0,32 0,13 0,09 0,33



Kls Hutan BK BK TK TK BK BK BK TK TK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



4.3.3. Tegakan Rimba Di wilayah KPH Yogyakarta, selain tegakan jati dan tegakan kayu putih, terdapat beberapa petak yang berisi tegakan rimba. Beberapa jenis tanaman kehutanan yang dikembangkan di wilayah KPH Yogyakarta antara lain: mahoni, Acasia auriculiformis, Acasia catechu, Pinus, Kemiri, Kesambi, Gmelina, Gliricedea, Sono, Bambu, Murbei, dan tegakan campuran. Dari hasil inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012, luas tegakan rimba yang terdata adalah seluas 1.494,20 Ha yang tersebar di BDH Karangmojo, BDH Playen, BDH Kulon progoBantul, dan BDH Panggang, dengan sebaran tegakan rimba terluas berada di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 952,90 Ha, disusul oleh BDH Paliyan seluas 246,90 Ha, BDH Panggang seluas 132,50 Ha, BDH Karangmojo seluas 110,30 Ha, dan BDH Playen seluas 51,60 Ha. Sebagaimana pada tegakan kayu putih, pada tegakan rimba meskipun diketahui nilai dkn namun karena sebagian petak umur tegakannya terdiri dalam beberapa umur, maka pengelompokkan tegakan rimba hanya menggunakan pendekatan Tanah Kosong (TK), jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn < 0,2; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) jika tegakan kayu putih memiliki nilai 0,2 ≤ dkn < 0,5; dan termasuk dalam kelompok Tegakan Normal jika tegakan kayu putih memiliki nilai dkn ≥ 0,5. Berdasarkan posisinya tegakan rimba tersebut seluas 763,9 Ha berada di kawasan hutan lindung, sedangkan sisanya seluas 730,30 Ha berada di kawasan hutan produksi. Tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung tersebar di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 654,20 Ha, BDH Paliyan seluas 33,70 Ha, dan BDH Panggang seluas 76,0 Ha. Untuk tegakan rimba yang berada di kawasan hutan



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 100



produksi tersebar di semua BDH, dan terbagi atas kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 204,30 Ha, Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 255,20 Ha, tegakan normal seluas 205,00 Ha, dan tegakan yang tidak diketahui dkn-nya seluas 65,80 Ha. Untuk tegakan rimba yang memiliki kelas hutan Tanah Kosong tersebar di BDH Kulon Progo-Bantul seluas 56,5 Ha; BDH Panggang seluas 53,5 Ha; BDH Playen seluas 51,6 Ha; BDH Paliyan seluas 27,10 Ha; dan BDH Karangmojo seluas 15,6 Ha. Kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) tersebar di dua BDH yaitu BDH Kulon Progo-Bantul seluas 215,20 Ha; dan BDH Paliyan seluas 40,0 Ha. Sedangkan untuk kelas hutan tegakan normal tersebar di BDH Paliyan seluas 146,10 Ha; BDH Karangmojo seluas 28,9 Ha; BDH Kulon Progo-Bantul seluas 27,0 ha; dan BDH Panggang seluas 3,00 Ha. Berikut ini adalah gambaran sebaran komposisi tegakan rimba di KPH Yogyakarta menurut dkn hasil dari kegiatan inventarisasi tahun 2012. Tabel 4.13. Sebaran Komposisi Tegakan Rimba di KPH Yogyakarta Tahun 2012 BDH KARANGMOJO



Sub Total PLAYEN Sub Total PALIYAN



Sub Total PANGGANG



Sub Total KL.PROGO BANTUL



Sub Total TOTAL



HUTAN LINDUNG NGLIPAR CANDI KENET SEMANU KEMUNING KEPEK KDWANGLU 33,70 KR.DUWET MULO 33,70 BIBAL 76,00 GEBANG PUCANG ANOM 76,00 KOKAP SERMO 66,10 DLINGO 176,60 MANGUNAN 411,50 654,20 763,90 RPH



TDK ADA DATA dkn 7,30 22,40 36,10 65,80 65,80



LUAS (HA) DARI KELAS HUTAN TK BK NORMAL 15,60 28,90 15,60 28,90 51,60 51,60 5,00 15,00 78,80 27,10 35,00 52,30 27,10 40,00 146,10 5,00 3,00 48,50 53,50 3,00 56,50 215,20 27,00 56,50 215,20 27,00 204,30 255,20 205,00



JUMLAH 7,30 22,40 51,70 28,90 110,30 51,60 51,60 53,70 78,80 114,40 246,90 76,00 8,00 48,50 132,50 298,70 66,10 176,60 411,50 952,90 1.494,20



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 101



Berikut ini adalah gambaran dari masing-masing tegakan rimba yang ada di KPH Yogyakarta. 1. Tegakan Mahoni Potensi kayu dari tanaman mahoni pada wilayah Balai KPH Yogyakarta terdapat seluas 151,8 ha tersebar pada seluruh BDH. Sayangnya hutan mahoni yang berada di wilayah Balai KPH Yogyakarta ini belum ditata secara baik sehingga sebarannya tidak merata. Tabel 4.14. Potensi Tanaman Mahoni di Wilayah KPH Yogyakarta KELAS UMUR (KU) MAHONI No



Luas BDH (ha)



BDH



JUMLAH



KU I



KU II



KU III



Luas (ha)



Luas (ha)



Luas (ha)



Luas (ha)



61,0



-



3,0



64,0 6,5



1



PANGGANG



2.232,7



2



PALIYAN



4.206,3



-



-



6,5



3



KARANGMOJO



3.746,4



2,9



-



-



2,9



4



PLAYEN



3.641,5



-



-



53,5



53,5



5



KULONPROGO-BANTUL



1.897,6



-



-



24,9



24,9



15.724,5



63,9



-



87,9



151,8



JUMLAH



Sumber : Kendali Petak 2011



2. Tegakan Akasia Tanaman Akasia yang berada di wilayah hutan KPH Yogyakarta terdiri dari dua jenis yaitu Acacia auriculiformis seluas 208,95 ha dan Acacia cathecu seluas 7,8 ha. Penanaman akasia ini dilakukan pada 1984 dan tahun 1994, dengan tujuan sebagai tanaman konservasi karena mengingat tanaman aksia merupakan tanaman pioneer dan merupakan fast growing spesies. Selain itu tujuan penanaman akasia ini adalah untuk pemenuhan kayu bakar bagi masyarakat sekitar hutan. Sebaran tanaman akasia di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.15. Tabel 2.11. Potensi Tanaman Akasia di Wilayah KPH Yogyakarta No



BDH



Acacia auriculiform is ha



1 PLAYEN 2 PALIYAN 3 KARANGMOJO 4 PANGGANG 5 KULONPROGO-BANTUL JUMLAH



Acacia cate chu



N (btg)



ha



Ke te rangan



N (btg)



9.9



1750



100.85



1474



0



0



30.4



1474



1.5



145



0



0



0



0



67.8



5153



0



201.65



11377



6.3



7.8



1940



0 2085



Sumber : Kendali Petak 2011



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 102



3. Tegakan Sonokeling Potensi tanaman sono pada Kawasan Hutan Balai KPH Yogyakarta terdapat seluas 41,25 ha. Tanaman sono ini tidak ditanam secara mengelompok di kawasan rimba, tanaman ini dimanfaatkan sebagai tanaman tepi dan pengisi diantara tegakan jati dan di kawasan hutan kayu putih. Sebaran tanaman sono di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.12. Tabel 4.12. Potensi Tanaman Sono di Wilayah KPH Yogyakarta No



Sono



BDH



ha



1



PLA Y EN



0



2



PA LIY A N



0



3



KA RA NGMOJO



4



PA NGGA NG



5



KULONPROGO-BA NTUL



JUM LAH



N (btg)



Ke te r angan



0 0



4.8



1180



0



0



36.45



4200



41.25



5380



Sumber : Kendali Petak, 2011



4. Tegakan Bambu Potensi tanaman bambu pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta total terdapat 5 ha bambu. Tanaman bambu ini ditanam sebagai tanaman pelindung (konservasi) sekitar kawasan sempadan sungai dan kawasan rawan longsor. Disamping sebagai tanaman konservasi tersebut, hasilnya untuk rebung (tunas bambu) dapat dimanfaatkan masyarakat. Saat ini tanaman bambu ini kurang terpelihara dengan baik termasuk dalam pengaturan hasil bambu dan pemanfaatan rebungnya. Sebaran tanaman Bambu di wilayah hutan Balai KPH Yogyakarta disajikan pada Tabel 4.13. Tabel 4.13. Potensi Tanaman Bambu di Wilayah KPH Yogyakarta No



BDH



Bam bu ha



N (btg)



1



PLA Y EN



2



2



PA LIY A N



0



0



3



KA RA NGMOJO



0



0



4



PA NGGA NG



0



0



5



KULONPROGO-BA NTUL



3



559



5



659



JUM LAH



Ke te r angan



100 Kemantren Kepek



Sumber : Kendali Petak, 2011



Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan rimba (baik pada hutan lindung maupun hutan produksi) dari masing-masing RPH dan BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 103



Tabel 4.14. Kondisi Petak Tegakan Kayu Rimba di BDH Playen menurut Nilai dkn BDH Pl a yen



RPH Kemuni ng



Petak 3



An Petak 3c



Luas (Ha) Umur (th) 51,6 40,31,26



Grand Total



Jenis Ri mba



dkn 0,1



Kls Hutan TK



51,6



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.5. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Karangmojo menurut Nilai dkn BDH Ka ra ngmojo



RPH Kenet



Ngl i pa r Sema nu Ca ndi Grand Total



Petak 48 52 53 54 26 161 62



An Petak 48 52 53 54 26 161 62



Luas (Ha) Umur (th) 6,40 5,40 17 15,60 36,39 24,30 38 7,30 39 28,90 7, 9, 12, 26 22,40 40 110,30



Jenis Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba



dkn no da ta no da ta 0,11 no da ta no da ta 0,71 no da ta



Kls Hutan TK TK TK TK TK NORMAL TK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.16. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Paliyan menurut Nilai dkn BDH Pa l i ya n



RPH Ka ra ngduwet Kedungwa ngl u



Mul o



Petak 143 103 104 106 153 156 157 158 159



An Petak 143 103C 104A 106C 106D 153 156 157 158-a 159-c



Grand Total



Luas (Ha) Umur (Ha) 78,80 8 15,00 30 5,00 33,00 1 0,70 32 4,00 27 1,50 48,30 27,10 9,65 33,50 246,90



Jenis Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Ri mba Aca ci a



dkn 0,55 1,18 0,37 0,16 1,88 1,20 0,20 0,73 0,16 0,40



Kls Hutan NORMAL NORMAL BK TK NORMAL NORMAL BK NORMAL TK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 104



Tabel 4.17. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Panggang menurut Nilai dkn BDH RPH Panggang Gebang



Petak An Petak Luas (ha) Umur (th) 117 117 3,00 36 119 119 5,00 7 Pucanganom Belimbing telogosongBelimbing telogosong 3,50 Benggolo Benggolo 32,00 Kacangan Kacangan 2,50 Sawit dan Kemusu Sawit dan Kemusu 3,50 Soka Soka 0,50 Tlogosambi Tlogosambi 6,50 Bibal 108 108b 76,00 7, 5 Grand Total 132,50



Jenis mahoni Rimba (blank) (blank) (blank) (blank) (blank) (blank) Rimba



dkn 1,1 0 0 0 0 0 0 0,26



Kls Hutan NORMAL TK TK TK TK TK TK TK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Tabel 4.18. Kondisi Petak Tegakan Rimba di BDH Kulon Progo-Bantul menurut Nilai dkn BDH RPH Kprogo Bantul Kokap



Petak 1 2 3 4 6 7 9 10 11 12 13 14 15 16 18 25



An Petak Luas (Ha) Umur (Th) Jenis 1 36,00 49, 66, 35, 39, 66, 9, 8 Rimba 2a 45,30 66, 45, 43, 34, 40 Rimba 3a 41,50 68 Rimba 4a 0,00 49, 37 Rimba 6c 9,90 25, 37 Rimba 7b 9,30 27 Rimba 9a 27,00 59, 40, 34 Rimba 10a 28,60 68, 69 Rimba 11b 26,40 38, 59 Rimba 12a 15,30 36, 30 Rimba 13a 5,50 34, 40 Rimba 14a 7,60 49 Rimba 15 9,10 71 Rimba 16a 11,20 36 Rimba 18a 26,00 30, 59, 37 Rimba Sermo 25B 5,00 22 Pinus 25C 10,00 22 Pinus, kemiri 25D 14,00 22, 18 Pinus, akasia, sonokeling 27 27B 14,00 8 Jati, Pinus 27C 12,00 47, 8 akasia, kayu putih, kenanga 27E 11,10 47, 10 jati, kayu putih Dlingo Banyu urip Banyu urip 11,30 6 Rimba Dodogan Dodogan c 43,30 27, 30 Rimba Kali urang Kaliurang b 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba Kayu mas Kayu mas c 31,00 12 Rimba Kebo sungu Kebo sungu b 45,00 9 Rimba Mangunan Cerme Cerme 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akasia,Mungur, Nyamplung, Duwet Gumelem Gumelem 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba Kediwung Kediwung 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba Sudimoro I Sudimoro I 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba Sudimoro II Sudimoro II 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba Sudimoro III Sudimoro III 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba Terong Terong 12,30 41 Rimba Grand Total 952,90



dkn 0,40 0,31 0,23 0,38 0,34 0,48 0,50 0,16 0,32 0,29 0,22 0,18 0,19 0,10 0,21 0,66 0,46 0,32 0,57 0,23 0,46 0,28 0,18 0,78 0,75 0,21 0,55 0,39 0,68 0,54 1,19 1,26 0,71



Kls Hutan BK BK BK BK BK BK NORMAL TK BK BK BK TK TK TK BK NORMAL BK BK NORMAL BK BK BK TK NORMAL NORMAL BK NORMAL BK NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012 Keterangan:



: hutan lindung ;



: hutan produksi



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 105



4.3.4. Hutan Lindung Sesuai dengan kondisi biofisik wilayah dan berdasarkan hasil skoring, di areal hutan KPH Yogyakarta terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha. Kawasan hutan lindung tersebut tersebar di beberapa kabupaten yaitu seluas 1.016,70 Ha terdapat di Kabupaten Gunung Kidul, 1.041,20 Ha terdapat di Kabupaten Bantul, dan sisanya terdapat di Kabupaten Kulon Progo. Dari kawasan hutan lindung tersebut, seluas 222,9 ha sudah dimanfaatkan sebagai areal kelola HKm khususnya di wilayah RPH Sermo BDH Kulon Progo seluas 113,80 ha; RPH Candi BDH Karangmojo seluas 40,0 ha; dan RPH Bibal BDH Panggang seluas 69,10 ha. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012, kawasan hutan lindung (diluar areal HKm) yang ditanami tegakan jati seluas 979,00 Ha, kemudian yang ditanami tegakan kayu putih seluas 303,75 ha, dan sisanya seluas 763,90 Ha umumnya berupa tegakan kayu rimba antara lain pinus, akasia, sonokeling dll. Berikut ini adalah data komposisi tegakan hutan jati, tegakan kayu putih dan tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung. Tabel 4.19. Komposisi Tegakan Jati di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012 (diluar areal HKm) BDH KARANGMOJO Sub Total PALIYAN Sub Total PANGGANG Sub Total KL.PROGO BANTUL



Sub Total TOTAL



RPH CANDI KDWANGLU BIBAL SERMO DLINGO MANGUNAN



TK 8,00 8,00 8,00



LUAS HUTAN LINDUNG (HA) BK KU I KU II KU III 381,60 381,60 80,00 65,00 52,80 80,00 65,00 52,80 65,90 65,90 45,60 5,00 69,90 75,00 5,00 144,90 466,60 275,80 52,80 -



JUMLAH



KU IV -



130,20 130,20 130,20



381,60 381,60 328,00 328,00 65,90 65,90 45,60 82,90 75,00 203,50 979,00



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Dari data pada tabel di atas nampak bahwa untuk tegakan jati yang tumbuh di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha tersebut didominasi kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha; sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong (TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas 52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha. Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan seluas 303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 106



Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Keberadaan tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung ini perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini umumnya diproduksi daunnya dan dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat berfungsi optimal dalam aspek perlindungan. Berikut ini adalah data komposisi tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung. Tabel 4.20. Komposisi Tegakan Kayu Putih di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012 (diluar areal HKm) BDH KL.PROGO BANTUL



RPH DLINGO MANGUNAN SERMO



Sub Total



HUTAN LINDUNG TK BK NORMAL 100,00 111,25 24,00 51,20 6,30 11,00 130,30 173,45 -



JUMLAH 211,25 75,20 17,30 303,75



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Tabel 4.21. Komposisi Tegakan Rimba di Hutan Lindung KPH Yogyakarta Tahun 2012 (diluar areal HKm) BDH Pa l i ya n



RPH



Kdwa ngl u Sub Total Pa ngga ng Bi ba l Sub Total Kprogo-Ba ntul Sermo Dl i ngo Ma nguna n Sub Total



HUTAN LINDUNG TK BK NORMAL 33,00 0,70 33,00 0,70 76,00 76,00 47,10 19,00 43,30 56,30 77,00 49,50 362,00 43,30 152,90 458,00



JUMLAH 33,70 33,70 76,00 76,00 66,10 176,60 411,50 654,20



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Dari data di atas nampak bahwa untuk tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah Kosong (TK) seluas 43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90 Ha; dan tegakan normal seluas 458,00 Ha. Keberadaan tanah kosong maupun TBK baik pada tegakan jati, tegakan kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat terbentuk tegakan di kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal khususnya dalam menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi perlindungan flora-fauna lainnya. Untuk data lengkap dari komposisi dan sebaran tegakan baik jati, kayu putih, maupun tegakan rimba pada hutan lindung dari masing-masing RPH dan



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 107



BDH di KPH Yogyakarta berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 adalah sebagaimana yang ditampilkan pada tabel di bawah ini.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 108



Tabel 4.22. Kondisi Tegakan Jati pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta menurut Nilai dkn BDH RPH Karangmojo Candi



Petak 59 60 61 62 63 64 65



An Petak 59 60 61 62 63 64 65



Luas (Ha) Umur (Th) 51,40 5, 8, 9, 14 10,00 5, 7, 9 49,20 8, 9, 13 51,30 7, 9, 50 81,90 5,7,9 76,80 5, 6, 7, 9, 13, 14 61,00 8, 9 Sub Total BDH Karangmojo 381,60 Paliyan Kdwanglu 105 105A 27,80 16 105B 25,00 15 105C 30,00 7 106 106A 35,00 8 106B 80,00 5 107 107A 130,20 32 Sub Total BDH Paliyan 328,00 Panggang Bibal 108 108a 35,60 8 109 109 30,30 6 Sub Total BDH Panggang 65,90 KP Bantul Sermo 26 26B 6,00 8 27 27A 10,20 8 27D 27,10 47, 9 27F 2,30 8 Dlingo Dodogan Dodogan a 29,00 7, 11, 14 Kali urang Kali urang 8,00 14, 15, 4 Kayu mas Kayu mas a 5,00 7, 8, 9 Kebo sungu Kebo sungu a 40,90 7, 8, 15, 16, 17 Mangunan Gumelem Gumelem 20,00 8, 13 Kediwung Kediwung 26,00 8, 9, 21 Sudimoro II Sudimoro II 3,00 8 Sudimoro III Sudimoro III 6,00 8 Terong Terong 20,00 8 Sub Total BDH Kulon Progo-Bantul 203,50 TOTAL 979,00



Jenis Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



dkn 0,32 0,29 0,34 0,38 0,35 0,31 0,35



Kelas Hutan BK BK BK BK BK BK BK



Jati Jati Jati Jati Jati Jati



1,63 0,92 0,90 0,61 0,29 0,78



KU II KU II KU I KU I BK KU IV



Jati Jati



0,75 0,59



KU I KU I



Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati Jati



1,00 0,75 1,08 1,25 0,67 0,00 0,22 0,70 1,03 1,38 2,18 0,51 1,12



KU I KU I KU I & KU V KU I KU I & II TK BK KU I & KU II KU I & KU II KU I & KU III KU I KU I KU I



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 109



Tabel 4.23. Kondisi Tegakan Kayu Putih pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta menurut Nilai dkn BDH RPH Kp.progo Ba ntul Dl i ngo



Petak Dodoga n Ka l i ura ng Ka yu ma s Ma nguna n Gumel em Kedi wung Sudi moro I Sudi moro II Terong Sermo 26



An Petak Dodoga n b Ka l i ura ng a Ka yu ma s b Gumel em Kedi wung Sudi moro I Sudi moro II Terong 26A 26C



Grand Total



Luas (Ha) Umur (Th) 64,00 8, 9, 37 47,25 9, 14, 38, 45 100,00 7, 8 14,00 8 14,00 8 20,00 9 17,20 8 10,00 9 6,30 47 11,00 53, 8 303,75



Jenis Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h Ka yu Puti h



dkn 0,34 0,23 0,06 0,15 0,28 0,30 0,32 0,13 0,09 0,33



Kls Hutan BK BK TK TK BK BK BK TK TK BK



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Tabel 4.24. Kondisi Tegakan Rimba pada Kawasan Hutan Lindung KPH Yogyakarta menurut Nilai dkn BDH Paliyan



RPH Kedungwanglu



Sub Total Bibal Sub Total Kprogo Bantul Sermo Panggang



Petak 106



An Petak 106C 106D



108



108b



25



25B 25C 25D 27B 27C 27E Banyu urip Dodogan c Kaliurang b Kayu mas c Kebo sungu b Cerme Gumelem Kediwung Sudimoro I Sudimoro II Sudimoro III Terong



27



Dlingo



Mangunan



Sub Total TOTAL



Banyu urip Dodogan Kali urang Kayu mas Kebo sungu Cerme Gumelem Kediwung Sudimoro I Sudimoro II Sudimoro III Terong



Luas (Ha) Umur (Ha) Jenis 33,00 1 Rimba 0,70 32 Rimba 33,70 76,00 7, 5 Rimba 76,00 5,00 22 Pinus 10,00 22 Pinus, kemiri 14,00 22, 18 Pinus, akasia, sonokeling 14,00 8 Jati, Pinus 12,00 47, 8 akasia, kayu putih, kenanga 11,10 47, 10 jati, kayu putih 11,30 6 Rimba 43,30 27, 30 Rimba 46,00 9, 26, 28, 30, 32, 33, 38 Rimba 31,00 12 Rimba 45,00 9 Rimba 39,80 45, 34, 30, 29, 2 Akasia,Mungur, Nyamplung, Duwet 49,50 29, 28, 10, 9 Rimba 57,60 29, 21, 10, 9 Rimba 68,20 24, 22, 20, 10, 9, 6 Rimba 88,10 28, 27, 26, 24 Rimba 96,00 32, 30, 27, 26 Rimba 12,30 41 Rimba 654,20 763,90



dkn 0,16 1,88



Kls Hutan TK NORMAL



0,26



BK



0,66 0,46 0,32 0,57 0,23 0,46 0,28 0,18 0,78 0,75 0,21 0,55 0,39 0,68 0,54 1,19 1,26 0,71



NORMAL BK BK NORMAL BK BK BK TK NORMAL NORMAL BK NORMAL BK NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL NORMAL



Sumber: Pengolahan Data Inventarisasi Hutan KPH Yogyakarta, 2012



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 110



4.4. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Hutan 4.4.1. Sebaran Desa-Desa Hutan Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan hutan saat ini adalah semakin meningkatnya dinamika permasalahan sosial ekonomi.Pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak diimbangi dengan tersediaanya kebutuhan pangan, sandang, dan lapangan pekerjaan berdampak pada meningkatnya jumlah keluarga miskin dan lonjakan jumlah pengangguran. Apabila kondisi ini terjadi di desa-desa sekitar hutan, akan berdampak pada peningkatan interaksi penduduk dengan sumber daya hutan baik bersifat konstruktif maupun destruktif. Sebagaimana kondisi umum kawasan hutan di Pulau Jawa, hampir semua kawasan hutan di KPH Yogyakarta dikelilingi oleh desa-desa sekitar hutan. Berdasarkan data, jumlah desa hutan dan/atau desa sekitar hutan di Propinsi D.I. Yogyakarta sebanyak 66 desa yang tersebar di 21 kecamatan. Dilihat dari jumlah kecamatan yang memiliki desa hutan, terbanyak di Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 45 desa di 13 kecamatan, disusul Kabupaten Kulon Progo sebanyak 12 desa di 5 kecamatan, dan Kabupaten Bantul sebanyak 9 desa di 3 kecamatan. Berikut ini adalah sebaran desa-desa sekitar hutan yang terdapat di masing-masing kabupaten di wilayah KPH Yogyakarta. Tabel 4.30 Sebaran Desa Sekitar Hutan di Wilayah KPH Yogyakarta No 1 2 3



Kabupaten Gunung Kidul Bantul Kulon Progo Jumlah



Kec 18 17 12 47



Jml Desa/Kelurahan Kota Desa Jumlah 5 139 144 47 28 75 13 75 88 65 242 307



Kec 9 1 1 11



Jml Desa Hutan % Desa 50,0 44 5,9 3 8,3 2 23,4 49



% 30,6 4,0 2,3 16,0



Sumber : D.I. Yogyakarta dalam Angka, 2010



Dari Tabel 4.30 di atas nampak bahwa, di wilayah Kabupaten Gunung Kidul dan Kabupaten Kulon Progo, sebagian besar desa berstatus sebagai pedesaan, berbeda dengan Kabupaten Bantul dimana desanya lebih didominasi oleh desa kota. Oleh karena itu sebaran desa hutan yang terbanyak juga didominasi oleh Kabupaten Gunung Kidul sebanyak 45 desa (atau 30,6% dari total desa). Penyebaran desa hutan dan tingkat kesejahteraan dari desa-desa hutan tersebut dapat diamati pada tabel berikut.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 111



Tabel 4.31 Daftar Desa Hutan dan Kondisi Umum Desa Hutan No



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



Kondisi Kemiskinan Miskin



Jumlah KK



KABUPATEN GUNUNG KIDUL I WONOSARI 1 a. Wunung 2 b. Candi 3 c. Mulo 4 d. Wareng 5 e. Karang Tengah II KARANGMOJO 1 a. Karangmojo 2 b. Beliharjo 3 c. Jatiayu 4 d. Ngawis III SEMANU 1 a. Pacarejo 2 b. Candirejo 3 c. Ngeposari 4 d. Semanu IV NGLIPAR 1 a. Nglipar 2 b. Pengkol 3 c. Kedungpoh 4 d. Kedungkeris 5 e. Katongan 6 f. Natah 7 g. Pilangrejo V RONGKOP 1 a. Semugih 2 b. Karangwuni VI TEPUS 1 a. Kemadang 2 b. Gayamrejo



KK



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



No



(%) VII



1.002 1.818 1.308 1.049 2.114



249 186 163 93 245



24,85 10,23 12,46 8,87 11,59



2.349 3.899 1.793 1.099



466 748 508 270



19,84 19,18 28,33 24,57



4.808 1.985 2.577 3.530



851 367 429 586



17,70 18,49 16,65 16,60



1.051 1.519 1.468 1.157 1.270 956 910



239 319 265 225 255 194 212



22,74 21,00 18,05 19,45 20,08 20,29 23,30



1.263 905



270 235



21,38 25,97



1.642 1.467



289 331



17,60 22,56



PLAYEN a. Banyusoco b. Bleberan c. Getas d. Playen e. Gading f. Banaran g. Ngleri VIII PALIYAN 1 a. Karangduwet 2 b. Karangasem 3 c. Mulusan 4 d. Giring 5 e. Sodo 6 f. Pampang 7 g. Grogol X PANGGANG 1 a. Giriharjo 2 b. Giriwungu 3 c. Girimulyo 4 d. Girikarto 5 e. Girisekar 6 f. Girisuko Jumlah 44 desa KABUPATEN BANTUL I Dlingo 1 a. Jatimulyo 2 b. Temuwuh 3 c. Mangunan 4 d. Dlingo Jumlah 4 desa KABUPATEN KULON PROGO I Kokap 1 a. Hargorejo 2 b. Hargomulyo Jumlah 2 desa



Kondisi Kemiskinan Miskin Jumlah KK KK (%)



1 2 3 4 5 6 7



2.011 2.600 1.250 987 1.909 1.521 1.449



252 316 236 228 236 279 148



12,53 12,15 18,88 23,10 12,36 18,34 10,21



1.761 1.979 1.337 783 1.213 670 598



360 347 127 126 221 164 141



20,45 17,54 9,50 16,10 18,22 24,48 23,57



938 573 1.234 879 1.663 1.641 42.939



241 160 185 181 349 213 7.995



813,00 836,00 880,00 1.814 4.343,00



174,00 175,00 330,00 325 1.004,00



21,42 20,93 37,50 17,92 97,77



964,00 1.230,00 2.194,00



160,00 150,00 310,00



16,61 12,19 14,13



25,69 27,92 14,99 20,59 20,99 12,98 18,62



Sumber: Survei Potensi Desa D.I. Yogyakarta, 2010



Dari data pada tabel di tersebut nampak bahwa di Kabupaten Bantul rata-rata prosentase KK miskin dibandingkan dengan jumlah keseluruhan KK adalah 18,06%, sedangkan untuk Kabupaten Bantul sebesar 26,85%, dan Kabupaten Kulon Progo sebesar 14,13%.



4.4.2. Kepemilikan Lahan Pertanian dan Ternak Untuk mengetahui potensi dari kepemilikan lahan rata-rata dari desa-desa hutan, dibawah ini ditampilkan pendekatan dari rata-rata kepemilikan lahan pertanian dari masing-masing kecamatan yang memiliki sebaran desa hutan, sebagaimana ditampilkan pada Tabel 4.32. Untuk mengetahui kepemilikan lahan pertanian dilakukan dengan pendekatan Equivalensi Lahan Sawah Tadah Hujan



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 112



(ESTH) yang diperoleh dari perbandingan produktivitas lahan sawah irigasi dan lahan kering terhadap lahan sawah tadah hujan. Dalam hal ini dipakai asumsi bahwa produktivitas lahan sawah irigasi dua kali lahan sawah tadah hujan dan lahan kering sepertiga lahan sawah tadah hujan. Sedangkan data sebaran kepemilikan ternak besar, ternak kecil, dan unggas (ayam dan itik) dari desa-desa hutanditampilkan pada Tabel 2.33 Tabel 4.32 Rata-rata Kepemilikan Lahan Pertanian di Kecamatan dengan Desa Hutan Kecamatan/Desa Jumlah KK Sawah Irigasi (Sekitar Hutan) (ha) KABUPATEN GUNUNG KIDUL I WONOSARI 7.291 82,00 II KARANGMOJO 9.140 574,00 III SEMANU 12.900 195,00 IV NGLIPAR 8.331 180,00 V RONGKOP 2.168 VI TEPUS 3.109 VII PLAYEN 11.727 125,00 VIII PALIYAN 8.341 IX PANGGANG 6.928 Jumlah 69.935 1.156,00 KABUPATEN BANTUL I Dlingo 2.529 213,00 Jumlah 2.529 213,00 KABUPATEN KULON PROGO I Kokap 2.194 47,00 Jumlah 2.194 47,00 No



Tata Guna Lahan Sawah Rumah & (ha) (ha)



Tegal (ha)



ESTH



Kepemilikan Lahan/KK



36,00 100,00 151,00 31,00 22,00 340,00



2.138,00 3.397,00 2.042,00 2.147,00 613,00 487,00 1.651,00 932,00 623,00 14.030,00



4.354,00 2.187,00 7.342,00 2.171,00 2.763,00 3.301,00 3.395,00 2.546,00 4.329,00 32.388,00



2.193,60 3.433,20 3.400,20 1.935,40 1.012,80 1.136,40 2.039,80 1.074,40 1.507,60 17.733,40



0,30 0,38 0,26 0,23 0,47 0,37 0,17 0,13 0,22 0,25



538,00 538,00



472,00 472,00



3.350,00 3.350,00



2.323,60 2.323,60



0,92 0,92



26,00 26,00



2.192,00 2.192,00



2.357,00 2.357,00



1.531,70 1.531,70



0,70 0,70



Sumber: Kabupaten Gn Kidul, Sleman, Kulon Progo, & Bantul dalam Angka, 2010



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 113



Tabel 4.33 Sebaran Kepemilikan Ternak di Kecamatan Sekitar KPHYogyakarta No



Kecamatan/Desa (Sekitar Hutan)



Jumlah KK



KABUPATEN GUNUNG KIDUL I WONOSARI 7.291 II KARANGMOJO 9.140 III SEMANU 12.900 IV NGLIPAR 8.331 V RONGKOP 2.168 VI TEPUS 3.109 VII PLAYEN 11.727 VIII PALIYAN 8.341 IX PANGGANG 6.928 Jumlah 69.935 KABUPATEN BANTUL I Dlingo 2.529 Jumlah 2.529 KABUPATEN KULON PROGO I Kokap 2.194 Jumlah 2.194



Kepemilikan Ternak Kambing Domba (ekor) (ekor)



Babi (ekor)



Kelinci (ekor)



Unggas (ekor)



Jumlah



Sapi Potong (ekor)



Sapi (ekor)



Kerbau (ekor)



Kuda (ekor)



7.367 5.337 7.773 7.239 6.442 6.854 11.452 4.867 4.652 61.983



6 6



-



-



12.982 2.289 8.146 7.230 10.536 15.172 13.292 6.015 5.075 80.737



1.709 640 1.539 2.770 13 1.416 237 97 8.421



178 178



625 76 491 423 56 550 385 305 2.911



79.195 160.251 90.254 55.583 47.120 43.885 277.080 79.289 32.182 864.839



109.169 177.733 121.109 81.576 66.322 69.033 315.695 99.134 49.239 1.089.010



6.319 6.319



-



-



-



7.955 7.955



374 374



-



-



92.071 92.071



106.719 106.719



2.661 2.661



-



2 2



5 5



16.010 16.010



432 432



-



2.823 2.823



144.451 144.451



166.384 166.384



(ekor)



Sumber: Kabupaten Gunung Kidul, Bantul, Sleman,& Kulon Progo dalam Angka, 2010



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 114



4.4.3. Tingkat Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk Salah satu parameter untuk melihat kualitas sumberdaya manusia adalah dengan melihat sebaran tingkat pendidikan dari masyarakat. Sesuai dengan premise di atas, di bawah ini disajikan data jumlah penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta menurut tingkat pendidikantertinggi yang diselesaikan. Tabel 4.34 Jumlah Penduduk Usia 15 Tahun ke Atas menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis Kelamin di Propinsi D.I. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun) Pendidikan Tertinggi No yang Ditamatkan 1 2 3 4 5 6 7 8



Tidak/Belum Sekolah Tidak Tamat SD SD SLTP SLTA Umum SLTA Kejuruan D I - D III Universitas Jumlah



Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-Laki



2010 Perempuan



Jumlah



%



Laki-Laki



2011 Perempuan



Jumlah



%



30.462 127.792 196.617 208.515 164.560 182.896 40.684 82.025



74.994 133.341 156.008 156.097 114.884 107.748 36.614 69.059



105.456 261.133 352.625 364.612 279.444 290.644 77.298 151.084



5,60 13,87 18,73 19,37 14,85 15,44 4,11 8,03



27.368 104.041 171.940 195.858 192.573 211.882 37.794 101.007



68.730 98.705 161.343 136.923 125.219 123.679 41.609 74.241



96.098 202.746 333.283 332.781 317.792 335.561 79.403 175.248



5,13 10,83 17,79 17,77 16,97 17,92 4,24 9,36



1.033.551



848.745



1.882.296



100



1.042.463



830.449



1.872.912



100



Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012



Tabeldi atas menunjukkan bahwa masih ada penduduk di Provinsi DIY yang tidak atau belum pernah sekolah sekitar 5% pada tahun 2010 dan 2011 masih berkisar pada angka 5%, sedangkan jumlah penduduk yang tidak tamat SD, pada tahun 2010 dan 2011 berkisar pada angka 10%. Ditinjau dari ragam mata pencahariannya, berdasarkan hasil Survey Angkatan Kerja Nasional yang dilakukan oleh BPS,pada tahun 2010, sektor yang paling banyak digeluti oleh penduduk Propinsi D.I. Yogyakarta adalah sektor pertanian sebanyak 30,40%, diikuti sektor perdagangan sebesar 24,69%, jasa-jasa sebesar17,93%, industri pengolahan sebesar 13,92%, dan 13,05% di sektor-sektor lainnya. Sedangkan pada tahun 2011, terjadi perubahan pada beberapa sektor. Sektor perdagangan menjadi sektor yang paling banyak digeluti oleh penduduk DIY, yaitu sebesar 26,70%. Sektor pertanian menenpati sektor yang dijadikan mata pencaharian utama kedua, sebesar 23,97%, kemudian diikuti jasa-jasa sebesar19,60%, industri pengolahan sebesar 14,83%, dan 14,91% di sektor-sektor lainnya. Data mata pencaharian penduduk dijelaskan pada Tabel 4.35 sebagai berikut.



Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta Tahun 2015 - 2024



Hal IV- 115



Tabel 4.35Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Lapangan Pekerjaan Utama di Provinsi DI. Yogyakarta (per Agustus pada Masing-Masing Tahun) Jumlah Penduduk (jiwa) No Lapangan Pekerjaan Utama 2010 2011 Laki-Laki Perempuan Jumlah % Laki-Laki Perempuan Jumlah % 1 Pertanian 277.415 262.288 539.703 30,40 232.414 198.656 431.070 23,97 Pertambangan, Listrik, Gas 2 13.216 2.542 15.758 0,89 14.625 2.086 16.711 0,93 dan Air 3 Industri Pengolahan 131.431 115.662 247.093 13,92 136.780 129.988 266.768 14,83 4 Bangunan 107.395 2.538 109.933 6,19 129.080 4.048 133.128 7,40 Perdagangan (besar, eceran, 5 189.553 248.729 438.282 24,69 209.010 271.126 480.136 26,70 rumah makan) Angkutan,Pergudangan, dan 6 58.284 9.084 67.368 3,80 55.857 12.343 68.200 3,79 Komunikasi 7 Keuangan 25.911 12.740 38.651 2,18 38.352 11.711 50.063 2,78 8 Jasa-Jasa 166.325 152.035 318.360 17,93 185.935 166.584 352.519 19,60 Jumlah 969.530 805.618 1.775.148 100,00 1.002.053 796.542 1.798.595 100,00 Sumber : Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Angka 2012 4.5.



Proyeksi Kondisi Wilayah KPHP Yogyakarta di masa yang akan datang Kondisi wilayah KPH Yogyakarta di masa yang akan datang diproyeksikan selaras dengan rencana kegiatan yang diuraikan dalam Rencana Stratejik Jangka Panjang KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal IV - 116



Rencana Kegiatan



5



5.1.



Pendahuluan Dari uraian dan paparan pada Bab IV, wilayah kelola KPH Yogyakarta seluas 15.724,5 Ha terdiri atas kawasan hutan lindung seluas 2.312,80 Ha dan kawasan hutan produksi seluas 13.411,70 Ha. Dari kawasan hutan produksi tersebut terbagi dalam hutan produksi 11.638,7 Ha, dan kawasan Hutan AB seluas 1.773 Ha. Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta, beberapa pemanfaatan/peruntukan dalam kawasan hutan produksi antara lain: Areal HKm seluas 1.061,55 ha; Areal Hutan Pendidikan Wanagama seluas 599,7 ha; Areal Hutan Penelitian 100,6 Ha; Areal Pengembangan Model Pengelolaan Hutan seluas 118,0 Ha; dan Areal Pengembangan Silvikultur Intensif seluas 94,0 Ha. Untuk kawasan hutan AB, dari luas total 1.773 ha, seluas 327 Ha telah dicadangkan oleh Menteri Kehutanan sebagai lokasi Hutan Tanaman Rakyat. Sedangkan untuk kawasan hutan lindung dari luas total 2.312,8 ha, seluas 222,9 ha dimanfaatkan sebagai areal HKm. Ditinjau dari sebaran tegakan yang ada di KPH Yogyakarta adalah tegakan hutan jati, tegakan hutan kayu putih, tegakan hutan rimba (antara lain meliputi: pinus merkusii, mahoni, akasia auriculiformis, akasia catechu, sono keling dan beberapa jenis lainnya). Berdasarkan data inventarisasi hutan yang dilakukan pada tahun 2012 yang dilaksanakan di luar areal HKm, areal HTR dan Hutan Pendidikan Wanagama, luas tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha, yang tersebar di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 5.182,00 Ha. Untuk tegakan kayu putih yang terdapat di KPH Yogyakarta adalah 4.508,75 ha, yang terbagi dalam kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, dan kawasan hutan produksi seluas 4.205,00 ha. Dari tegakan hutan jati yang ada di KPH Yogyakarta seluas 6.161,00 Ha terbagi dalam kelas hutan hutan lindung seluas 979,00 Ha; Tanah Kosong (TK) seluas 162,05 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (BK) seluas 2.103,25 Ha; tegakan jati Kelas Umur I seluas 2.611,50 Ha (85,94%), dan Kelas Umur II seluas 234,80 ha



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 116



(8,05%), sedangkan sisanya terbagi dalam beberapa kelas hutan yaitu KU III seluas 10,70 ha (0,37%); KU IV seluas 27,00 Ha ( 0,93%); KU V seluas 1,00 Ha (0,03%); KU VII seluas 9,0 ha (0,31%), dan KU VIII seluas 22,70 Ha (0,78%). Untuk tegakan kayu putih seluas 4.508,75 Ha yang berada di kawasan Hutan Lindung seluas 303,75 Ha; dan sisanya berada di kawasan hutan produksi. Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%). Untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%), kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal (nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%). 5.2.



Prinsip-Prinsip Dasar Prinsip-prinsip dasar yang harus ditetapkan dahulu sebelum menyusun Rencana Pengelolaan di KPH Yogyakarta adalah sebagai berikut: a. Kelas Perusahaan Kelas perusahaan adalah penggolongan usaha di bidang kehutanan berdasarkan jenis tanaman hutan, sistem silvikultur, dan jenis produk yang dihasilkan yang ditetapkan sebagai bisnis utama (core business) suatu perusahaan hutan. Di dalam pengusahaan hutan yang dilaksanakan dengan tebang habis permudaan buatan dengan tanaman sejenis yang seumur, maka jenis produk yang dihasilkan menunjuk pada jenis kayu yang ditanam. Oleh karena itu pengertian kelas perusahaan di dalam pedoman ini menunjuk kepada jenis kayu pokok yang dihasilkan. Untuk wilayah kelola KPH Yogyakarta, kelas perusahaan yang ditetapkan sesuai dengan jenis tegakan utama dan luas minimum yang diusahakan ada dua yaitu: pertama adalah Kelas Perusahaan Jati, dan kedua adalah Kelas Perusahaan Kayu Putih. Untuk tegakan-tegakan lain seperti tegakan pinus, tegakan mahoni karena luas tegakannya masih kecil sehingga sementara statusnya belum sebagai kelas perusahaan namun hanya sebatas kluster. b. Daur Daur adalah jangka waktu antara saat penanaman hutan sampai dengan saat pemungutan hasil akhir atau tebangan habis (untuk KP kayu); atau sampai dengan saat peremajaan tegakan (untuk KP bukan kayu). Daur menurut jangka waktu (lamanya) dibedakan menjadi: daur panjang yaitu > 60 tahun, daur menengah antara 30 – 60 tahun, dan daur pendek antara 6 – 25 tahun.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 117



Dalam menetapkan daur hutan, selain daur ekonomi/finansial juga harus mempertimbangkan kondisi sosial ekonomi daerah, tingkat kerawanan sosial dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan kondisi tegakan, pemasaran hasil hutan kayu, dan tingkat keamanan tegakan hutan, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat pengelola hutan rakyat yang umumnya menebang kayu dengan sistem tebang butuh, maka daur tegakan hutan jati di KPH Yogyakarta ditetapkan pada umur 15 tahun. Sedangkan untuk tegakan hutan kayu putih yang bertujuan untuk memproduksi daun untuk disuling menjadi minyak kayu putih daur tegakan ditetapkan sebesar 40 tahun. Untuk tegakan hutan rimba, daur ditetapkan selama 30 tahun. c. Pengaturan Hasil Pengaturan hasil merupakan upaya untuk mengatur pemungutan hasil (panenan) agar jumlah hasil yang dipungut setiap periode kurang lebih sama dan dapat diupayakan meningkat secara berkesinambungan. Etat yaitu jumlah volume kayu yang dapat dipungut atau jumlah luas areal hutan yang dapat dipanen (ditebang) dalam satu jangka perusahaan atau jangka waktu tertentu sedemikian rupa sehingga terjamin kekekalan kelas perusahaan. Jadi etat dibedakan menjadi etat volume dan etat luas, dan untuk pengaturan hasil biasanya menggunakan metode kombinasi etat luas dan etat volume. Untuk di wilayah KPH Yogyakarta, mengingat belum dimilikinya tabel normal tegakan hutan maka untuk jangka 2013-2022 ini pengaturan hasil hutannya masih menggunakan pendekatan etat luas. d. Pembagian Kelas Hutan Kelas hutan yaitu keadaan hutan yang berbeda satu dengan yang lainnya di dalam suatu wadah yang terbatas. Perbedaan tersebut karena adanya perbedaan ukuran keadaan hutan dan tindakan yang akan dilakukan terhadap petak tersebut. Kriteria pembagian petak secara umum adalah:  Kondisi fisik kawasan, dibedakan antara areal untuk penghasilan dan areal tidak dapat untuk penghasilan seperti: hutan lindung, sungai/rawa/waduk, dan LDTI (TPK, rumah dinas, kuburan dll).  Kerapatan Vegetasi, dibedakan antara kelas hutan produktif dan kelas hutan non produktif (Tanah Kosong, Tegakan Bertumbuhan Kurang dll.)  Kelas Umur (KU), merupakan jenis tanaman pokok yang memiliki peertumbuhan cukup baik (dicerminkan dari nilai dkn ≥ 0,5), sehingga secara ekonomis dapat dipertahankan untuk dipungut hasilnya setelah mencapai umur daur. Lebar interval kelas umur tergantung daur jenis



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 118



tanaman, yaitu untuk tegakan jati dengan panjang interval KU adalah 10 tahun. 5.3.



Arah Kebijakan dalam Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Berdasarkan arah dan kebijakan pembangunan kehutanan di Propinsi D.I. fYogyakarta sebagaimana telah digariskan dalam Rencana Kehutanan Tingkat Propinsi (RKTP), kebijakan Dinas Kehutanan dan Perkebunan, dan kebijakan pengelola KPH Yogyakarta, diharapkan dalam beberapa tahun ke depan KPH Yogyakarta dapat meningkat statusnya menjadi KPH mandiri. Kemandirian tersebut bukan hanya kemandirian dari aspek pengelolaan, kemandirian kewenangan, namun juga kemandirian dalam pendanaan finansial. Seiring dengan kebijakan pemerintah untuk mengimplementasikan konsep Badan Layanan Umum Daerah dalam operasionalisasi KPH-KPH, perlu diatur pola pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah khususnya untuk dilaksanakan di Balai KPH Yogyakarta tersebut. Berdasarkan data kebutuhan dana untuk biaya overhead cost maupun pembiayaan kegiatan teknik kehutanan di KPH Yogyakarta setiap tahun berkisar antara 12 – 13 Milyar. Sementara saat ini hasil dari produksi minyak kayu putih berkisar di angka 8 Milyar sehingga masih ada kekurangan dana sebesar 4 – 5 Milyar. Untuk mencapai tujuan dan sasaran sebagai KPH Mandiri tersebut, selain mengandalkan dari hasil produksi minyak kayu putih, dalam jangka waktu 10 tahun ke depan KPH Yogyakarta akan mendapatkan tambahan pendapatan dari tebangan kayu jati, baik tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur. Di samping itu yang tidak dapat dilupakan adalah hasil dari penyadapan getah tegakan pinus merkusii, dan penebangan tegakan kayu jati unggul hasil kerjasama KPH Yogyakarta dengan pihak mitra strategis. Berkenaan dengan hal tersebut, selain melakukan kegiatan teknik kehutanan pada tegakan jati dan tegakan kayu putih direncanakan akan dilakukan pengembangan luasan areal kerjasama penanaman jati unggul seluas ± 1.000 ha, pengembangan tegakan pinus di lokasi petak-petak hutan lindung yang selama ini ditanami dengan tegakan kayu putih sehingga diharapkan luas tegakan pinus akan mencapai ± 300 ha, dan pengembangan komoditas tanaman di bawah tegakan dengan teknik agroforestry dengan target seluas ± 3.000 ha yang diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta. Selain berupaya meraih pendapatan dari pemanenan tegakan jati baik tebangan penjarangan maupun tebangan akhir daur, dan meningkatkan poduksi minyak kayu putih, mengacu kondisi sebaran tegakan pada kawasan hutan di KPH



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 119



Yogyakarta yang sebagian terdiri atas kelas hutan Tanah Kosong (TK) dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka penyusunan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka 10 tahun ke depan juga akan difokuskan pada tindakantindakan untuk melakukan perbaikan tegakan dari kondisi tegakan yang kurang normal mengarah menuju tegakan yang full standing stock yang lebih dikenal dengan istilah JANGKA BENAH atau JANGKA PERBAIKAN. Khusus untuk tegakan hutan yang ada di RPH Kokap BDH Kulon ProgoBantul, meskipun berada di kawasan hutan produksi dan umumnya sudah berumur tua namun karena menjadi kawasan hutan ini menjadi kawasan penyangga dan kawasan tangkapan air (catchment area) untuk Waduk Sermo, dan keseimbangan tata air di Kabupaten Kulon Progo, maka khusus untuk RPH Kokap pada jangka 2013-2022 tidak akan dilakukan kegiatan pemananen, dan hanya sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan. Berkenaan dengan penyusunan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta, berikut ini adalah beberapa rambu kebijakan yang perlu diperhatikan dalam implementasi/ penerapan di lapangan: 1. Rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka 2013-2022 ini masih merupakan rencana umum pada kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi dan baru sebatas memuat waktu dan lokasi pelaksanaan kegiatan teknis kehutanan (seperti rencana penanaman, pemeliharaan/penjarangan, pemanenan hasil hutan kayu dan non kayu). 2. Dalam implementasi di lapangan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta ini akan dijabarkan lebih detail dalam Rencana Teknik Tahunan (RTT). Dalam penyusunan RTT yang bersifat detail tersebut masih dimungkinkan adanya perubahan dari Rencana Umum KPH Yogyakarta sesuai dengan pertimbangan kondisi riil di lapangan, keterbatasan sarana-prasarana dan anggaran yang tersedia, serta sepanjang perubahan tersebut sesuai koridor peraturan perundang-undangan yang berlaku. 5.4. Rencana Penataan Kawasan dan Inventarisasi SDH 5.4.1. Rencana Penataan Kawasan Kawasan hutan yang tertata merupakan salah satu prasyarat pengelolaan hutan berkelanjutan. Kegiatan penataan kawasan ini meliputi penentuan arahan fungsi kawasan, pembagian blok, pembagian petak/compartemenisasi, dan pembentukan organisasi pelaksana yang bertanggungjawab atas pengelolaan kawasan yang telah ditetapkan baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi. Sebelumnya di KPH Yogyakarta telah dilakukan Kajian



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 120



Penataan Hutan KPH Yogyakarta oleh BPKH Wilayah XI Jawa Madura (lihat buku: Penataan Wilayah/ Blok Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Yogyakarta, 2009). Mengacu pada PP No. 6 Tahun 2007, Permenhut P.6/Menhut-II/2010, dan Perdirjen Planologi Kehutanan P.5/VII-WP3H/2012, secara umum pembagian blok atau zone pada kawasan hutan di dalam wilayah suatu Kesatuan Pengelolaan Hutan dipengaruhi oleh fungsi kawasan hutan tersebut (yaitu kawasan hutan produksi dan kawasan hutan lindung). Berdasarkan aturan dalam PP, Permenhut, dan perdirjen tersebut secara umum tata hutan di KPHL dan KPHP meliputi kegiatan: a). Inventarisasi hutan; b). Pembagian blok dan petak; c). Tata batas dalam wilayah KPHL dan KPHP berupa penataan batas blok dan petak; dan d). Pemetaan. Dalam pembagian Blok di wilayah KPH memperhatikan: karakteristik biofisik lapangan; kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar; potensi sumberdaya alam; dan keberadaan hak-hak atau izin usaha pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan. Pembagian Blok dilakukan pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Lindung (HL) dan wilayah KPH dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi Hutan Produksi (HP). Pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HL terdiri atas satu Blok atau lebih, yaitu: a). Blok Inti; b). Blok Pemanfaatan; dan c). Blok Khusus. Sedangkan pembagian Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi HP terdiri atas satu Blok atau lebih, yaitu: a). Blok Perlindungan; b). Blok Pemanfaatan kawasan, Jasa Lingkungan, HHBK; dan c). Blok Pemanfaatan HHK-HA; d). Blok Pemanfaatan HHK-HT; e). Blok Pemberdayaan Masyarakat; dan f). Blok Khusus. Menurut Perdirjen Planologi No P.5/VII-WP3H/2012, deskripsi dari masingmasing blok diuraikan sebagai berikut: a. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai Hutan Lindung: 1. Blok Inti merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta sulit untuk dimanfaatkan. Kriteria Blok ini antara lain: - Kurang memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK termasuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi.z Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 121



2. Blok Pemanfaatan merupakan blok yang difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan terbatas sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan pemanfaatan hutan pada kawasan hutan yang berfungsi HL. Kriteria Blok ini antara lain: - Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; - Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; - Arealnya dekat masyarakat sekitar atau dalam kawasan hutan; - Mempunyai aksesibilitas yang tinggi; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi. 3. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang bersangkutan Kriteria Blok ini antara lain: - Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi. b. Blok pada wilayah KPHL dan KPHP yang kawasan hutannya berfungsi sebagai Hutan Produksi: 1. Blok Perlindungan merupakan Blok yang difungsikan sebagai perlindungan tata air dan perlindungan lainnya serta direncanakan untuk tidak dimanfaatkan. Kriteria Blok ini antara lain: - Termasuk dalam kriteria kawasan lindung; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. 2. Blok Pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK adalah merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 122



dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan dan HHBK sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses inventarisasi. Dalam Blok ini diupayakan berintegrasi dengan upaya solusi konflik atau upaya pemberdayaan masyarakat melalui Pemanfaatan kawasan atau jasa lingkungan atau HHBK. Kriteria Blok ini antara lain: - Mempunyai potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi hasil hutan non kayu; - Terdapat ijin pemanfaatan kawasan, jasa lingkungan, hasil hutan non kayu; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. 3. Blok Pemanfaatan HHK-HA merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HA dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HA sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria Blok ini antara lain: - Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk pengusahaan hutan Skala Besar; - Mempunyai potensi hasil hutan kayu cukup tinggi; - Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HA. - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar. 4. Blok Pemanfaatan HHK-HT merupakan blok yang telah ada ijin pemanfaatan HHK-HT dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk pemanfaatan HHK-HT sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria Blok ini antara lain: - Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk pengusahaan hutan Skala Besar; - Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah; - Merupakan areal yang tidak berhutan; - Terdapat ijin pemanfaatan HHK-HT.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 123



- Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil 5. Blok Pemberdayaan Masyarakat merupakan blok yang telah ada upaya pemberdayaan masyarakat (al: Hutan Kemasyarakatan/HKM, Hutan Desa, Hutan Tanaman Rakyat/HTR) dan yang akan difungsikan sebagai areal yang direncanakan untuk upaya pemberdayaan masyarakat sesuai dengan potensi kawasan yang telah dihasilkan dari proses tata hutan. Kriteria Blok ini antara lain: - Dalam RKTN/RKTP/RKTK diarahkan sebagai Kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala kecil; - Mempunyai potensi hasil hutan kayu rendah; - Merupakan areal yang tidak berhutan; - Terdapat ijin pemanfaatan hutan untuk HKm, Hutan Desa, HTR; - Arealnya dekat masyarakat di dalam dan sekitar hutan; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil. 6. Blok Khusus merupakan Blok yang difungsikan sebagai areal untuk menampung kepentingan-kepentingan khusus yang ada di wilayah KPHL dan KPHP yang bersangkutan Kriteria Blok ini antara lain: - Terdapat pemakaian wilayah kawasan hutan untuk kepentingan antara lain: religi, kebun raya, kawasan dengan tujuan khusus (KHDTK), wilayah adat/ulayat; - Dalam RKTN/RKTP/RKTK dimungkinkan masuk dalam Kawasan untuk perlindungan Hutan Alam dan Lahan Gambut atau untuk kawasan rehabilitasi atau kawasan hutan untuk pengusahaan hutan skala besar atau kecil Pada setiap Blok pemanfaatan baik di wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi HL atau berfungsi HP agar dirancang areal-areal yang direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH dalam bentuk ”Wilayah Tertentu”. Yang dimaksud dengan wilayah tertentu ini adalah wilayah-wilayah dalam suatu KPH yang belum dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 124



Dari hasil kajian penataan wilayah/blok KPH Yogyakarta tahun 2009, pendekatan yang digunakan dalam melakukan penataan wilayah/pembagian blok adalah: pendekatan bentuk lahan (landform), pendekatan penutupan lahan (land coverage), pendekatan bentang lahan (landscape), dan pendekatan sosial ekonomi dan budaya masyarakat. Berikut ini adalah rencana penataan wilayah/pembagian blok di KPH Yogyakarta baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi: a. Kawasan Hutan Lindung Berdasarkan pendekatan aspek biofisik dan aspek sosial ekonomi masyarakat dan sesuai dengan pedoman dalam Perdirjen Planologi P.5/VIIWP3H/2012, bahwa kawasan hutan lindung umumnya memiliki aksesibilitas yang tinggi, memiliki potensi jasa lingkungan, wisata alam, potensi HHBK, berdekatan dengan pemukiman penduduk, dan selama ini sudah dimanfaatkan oleh masyarakat maka penataan blok pada kawasan hutan lindung di KPH Yogyakarta diarahkan sebagai blok pemanfaatan. Dengan ditetapkan sebagai blok pemanfaatan, maka masyarakat sekitar tetap diberikan peluang untuk mengambil manfaat sumber daya hutan meskipun dalam skala terbatas seperti mengambil hasil hutan bukan kayu (buahbuahan, lebah madu, tanaman hias, tanaman obat-obatan, wisata alam), dan pemanfaatan sumber daya air. Sedangkan untuk sebagian kawasan hutan lindung yang selama ini belum dibebani dalam ijin hak pemanfaatan dan sudah dikelola oleh KPH Yogyakarta sebagai penghasil HHBK seperti getah pinus, maupun daun kayu putih ditetapkan sebagai blok/wilayah tertentu. Meskipun ditetapkan sebagai blok/wilayah tertentu yang dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta, namun pola pengelolaan dan pemanfaatan HHBK tetap melibatkan masyarakat baik sebagai tenaga kerja maupun pola kemitraan. Baik di blok pemanfaatan maupun blok/wilayah tertentu, masyarakat tetap diperkenankan melakukan kegiatan-kegiatan tumpangsari tanaman pertanian semusim asalkan tetap dilakukan sesuai kaidah pengelolaan kawasan ramah lingkungan seperti: a). Tidak mengurangi, mengubah, dan menghilangkan fungsi utama sebagai hutan lindung; b). Pengolahan lahan terbatas; c). Tidak menimbulkan dampak negatif terhadap biofisik dan sosial ekonomi; d). Tidak menggunakan alat mekanis dan alat berat; dan e). Tidak membangun sarana-prasarana yang mengubah bentang alam. Strategi ini diambil mengingat kenyataan di lapangan, petak-petak/blok kawasan hutan lindung tersebut sebagian besar sudah dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 125



hutan sebagai lokasi untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari, termasuk sebagai lahan tumpangsari pertanian semusim. Kondisi ini menunjukkan bahwa relatif sudah tidak ada petak hutan lindung yang terbebas dari interaksi masyarakat. Berikut ini adalah arah penataan wilayah/blok pada masing-masing petak kawasan hutan lindung (sesuai hasil review penataan kawasan KPH Yogyakarta, 2009):



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 126



Tabel 5.1. Arahan Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Lindung BDH / RPH



No. Ptk



BDH KARANGMOJO Candi



Luas SK



Arahan Blok Perlindgn Pmanf Tbts --------



Nama Desa Hutan



59 60 61 62 63 64 65 Jumlah



51.40 50.00 49.20 73.70 81.90 76.80 61.00 444.00



0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00



105 106 107 Jumlah



82.80 148.70 130.20 361.70



21.31 6.81 9.74 37.86



61.49 -141.89 bumi perkemahan 120.46 -323.84



Banyusoco Banyusoco Banyusoco, Girisuko



108



155.80



17.50



138.30 sumber air



Selopamioro, Mangunan, Girisuko, Banyusoco



109 Jumlah BDH KULON PROGO BANTUL Sermo 24 25 26 27 28



55.20 211.00



20.29 37.79



34.91 sumber air 173.21



5.50 29.00 23.30 77.10 34.20



0.00 23.57 0.26 50.74



29 30 Jumlah



62.20 23.60 254.90



24.66 31.03 7.47 137.73



Blok Banyuurip Blok Cerme Blok Dodogan Blok Kaliurang



11.30 39.80 136.30 101.00



11.30 0.00 115.78 55.00



Blok Kayumas Blok Kebosungu Jumlah Blok Gumelem Blok Kediwung Blok Sudimoro I



136.00 85.90 510.30 83.50 97.60 97.20



105.95 75.50 363.53 8.23 0.00 36.60



108.30 102.00 42.30 530.90 2,312.80



20.21 55.21 1.00 121.25 698.16



BDH PALIYAN Kedungwanglu



51.40 50.00 49.20 73.70 81.90 76.80 61.00 444.00



Potensi HHNK



Kalitekuk, Jatiayu kalitekuk, Jatiayu, Umbulrejo Jatiayu, Umbulrejo Jatiayu, Umbulrejo Jatiayu Jatiayu Jatiayu, Umbulrejo



BDH PANGGANG Bibal



Dlingo



Mangunan



Blok Sudimoro II Blok Sudimoro III Blok Terong Jumlah TOTAL



5.50 5.43 23.04 26.36 9.54



Bumi perkemahan Hargowilis, Tawangsari -Hargowilis -Hargowilis, Tawangsari -Hargowilis, Tawangsari wisata flying fox, gardu Hargowilis pandang 31.17 -Sengdangsari, Hargowilis 15.42 -Sengdangsari, Hargowilis 116.46 0.00 39.80 20.51 46.00



sumber air --satwa (kijang & kera), luweng, PAM 30.05 luweng, pabrik MKP 10.40 - 146.76 75.27 - 97.60 - 60.61 - HA Bengkung, Hutan 88.08 wisata 46.79 - 41.30 - 409.65 1613.92



Jatimulyo Temuwuh Getas, Jatimulyo Dlingo, Temuwuh, Muntuk Dlingo, Jatimulyo Dlingo Sariharjo, Mangunan Banyusoco, Mangunan Terong, Muntuk, Wonolelo Wukirsari, Muntuk, Mangunan Muntuk, Mangunan Terong, Srimulyo



Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Dari tabel di atas nampak bahwa sebagian petak kawasan hutan lindung diarahkan sebagai blok pemanfaatan (terbatas) dan sebagian dimanfaatkan sebagai blok/wilayah tertentu.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 127



b. Kawasan Hutan Produksi Sesuai dengan arahan Perdirjen Planologi P.5/VII-WP3H/2012, secara umum arahan pembagian blok di kawasan hutan produksi adalah sebagai blok perlindungan, blok pemberdayaan masyarakat, blok khusus, dan blok/wilayah tertentu. Berikut ini adalah arahan umum dari penataan blok di kawasan hutan produksi: 



Blok perlindungan, ditetapkan pada Kawasan Perlindungan Setempat seperti sempadan kiri kanan sungai (Sungai Oya, Sungai Seran dan beberapa sungai lain), sempadan waduk (waduk Sermo), sempadan pantai, sempadan mata air, dan beberapa kawasan perlindungan lain. - Kawasan sempadan Sungai Oyo: petak 3, 4, 5, 6, 7, 8 , 9, 10, 12, 13, 16, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 38, 39,40, 41,42, 43, 45, 46, 47, 48, 49, dan 50. - Kawasan sempadan Sungai Seran (K Progo): petak 26, dan 27. - Areal perlindungan sumber air: petak 30, 37, 48, 49, 52, 54, 81, 83, 84, 85 - Areal tempat tinggal satwa endemik/langka: petak 110, 111,112, 113, 114, 122, 123, 124, 125, 126, 127, 144, 151, 152, 153, 156.







Blok pemberdayaan masyarakat, ditetapkan pada petak-petak hutan produksi yang sudah ditetapkan ijin pemanfaatannya sebagai areal HKm, HTR, Hutan Desa, dan/atau petak-petak yang letaknya berdekatan dengan masyarakat termasuk kawasan hutan AB.







Blok khusus, ditetapkan pada petak-petak yang termasuk dalam kawasan hutan dengan tujuan khusus seperti: Hutan Pendidikan Wanagama (petak 5, 6, 7, 13, 14, 17, 18), Hutan Penelitian (petak 93 BDH Playen), Hutan Kerjasama 6 Perguruan Tinggi (petak 84), dan Areal bekas petilasan/makam : petak 149, dan 157.







Blok/Wilayah Tertentu, ditetapkan pada kawasan hutan produksi yang belum dibebani ijin pemanfaatan dan selama ini dikelola oleh Balai KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 128



Tabel 5.2. Rekapitulasi Pembagian Blok pada Kawasan Hutan Produksi per BDH No



BDH



1 2 3 4 5



Karangmojo Paliyan Playen Panggang Kulon Progo Total



Perlindungan 10,26 79,19 1.035,70 829,07 152,17 2.106,39



% 0,4 2,6 28,0 59,8 25,3 18,1



Arahan Blok Perlind Stmpt % Pemanf Tbts 487,63 323,21 133,15 943,99



16,9 10,5 3,6 8,11



138,67 628,91 467,95 262,98 229,50 1.728,01



% 4,8 20,4 12,7 19,0 38,1 14,8



Pmanfaatan 2.244,34 2.044,89 2.056,90 294,25 219,93 6.860,31



Total (Ha)



% 77,9 66,5 55,7 21,2 36,6 58,9



2.880,90 3.076,20 3.693,70 1.386,30 601,60 11.638,70



Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Untuk perincian lengkap dari arahan pembagian blok pada masing-masing petak pada tiap-tiap BDH diuraikan pada Tabel 5.3. s.d. Tabel 5.7. dibawah ini.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 129



Tabel 5.3. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Karangmojo Arahan Blok Jenis Tan Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts 26 Kayu Putih 1,57 17,37 20,05 27 Kayu Putih 8,70 58,00 17,90 28 Kayu Putih 0,00 24,84 0,00 29 Kayu Putih 0,00 8,67 0,00 30 Kayu Putih 0,00 15,77 4,13 31 Kayu Putih 0,00 74,70 0,00 32 Kayu Putih 0,00 36,62 33 Kayu Putih 0,00 1,98 30,09 34 Kayu Putih 0,00 0,00 35 Kayu Putih 0,00 0,00 36 Kayu Putih 0,00 0,00 37**) Kayu Putih 0,00 13,91 21,14 38 Kayu Putih 0,00 8,23 0,00 39 Kayu Putih 0,00 19,65 0,00 40 Kayu Putih 0,00 11,71 0,00 41 Kayu Putih 0,00 2,86 0,00 42 Kayu Putih 0,00 19,43 0,00 43 Kayu Putih 0,00 26,28 0,00 44 Kayu Putih 0,00 43,95 0,00 45 Kayu Putih 0,00 77,07 0,00 46 Kayu Putih 0,00 1,49 0,00 47 Kayu Putih 0,00 10,70 0,00 48 Kayu Putih 0,00 5,28 0,00



Petak



49 50 51**) 52 53 54 55 56 57 58 161**) 162**)



Kayu Putih Jati/Rimba Jati/Rimba Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Kayu Putih Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba



0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00



15,47 30,26



Pmftn 49,41 25,39 41,26 96,93 60,61 0,00 29,98 63,83 80,90 80,10 42,50 85,45 46,07 116,05 107,69 71,34 113,37 7,22 9,65 7,13 77,61 26,20 57,42



Luas (Ha) 88,40 110,00 66,10 105,60 80,50 74,70 66,60 95,90 80,90 80,10 42,50 120,50 54,30 135,70 119,40 74,20 132,80 33,50 53,60 84,20 79,10 36,90 62,70



0,00 56,93 0,00 68,54 0,00 80,90 0,00 123,80 0,00 80,60 0,00 93,20 0,00 51,90 0,00 88,70 0,00 61,50 0,96 86,04 5,28 92,62 2,49 63,51



72,40 98,80 80,90 123,80 80,60 93,20 51,90 88,70 61,50 87,00 97,90 66,00



Potensi HHNK



Desa Hutan



----Mata air, dan luweng kecil ------Sumber air, petilasan pesholatan ------Bumi perkemahan ---Bendungan Latar ombo, Belik Ngembel Sumber air Banyumata --Sumber air Balekambang -Sendang Sinaban ----2 Gua (air bawah tanah), 1 luweng 2 Luweng Kirono, 1 Gua Branjang dgn air bawah tanah



Ngalang, Kedungkeris Kedungkeris Kedungkeris Kedungkeris Nglipar, Kedungkeris Karangtengah,Bejiharjo Nglipar, Kedungkeris Nglipar Nglipar Nglipar Nglipar, Kedungpoh Katongan, Kedungpoh Katongan Katongan, Nglipar Nglipar Bejiharjo, Nglipar Bejiharjo, Nglipar Bejiharjo, Nglipar Bejiharjo, Ngawis Bejiharjo, Nglipar Nglipar, Katongan, Bejiharjo Katongan, Nglipar Katongan Katongan Katongan Katongan Katongan Katongan Bejiharjo, Ngawis, Katongan Bejiharjo, Ngawis Jatiayu, Ngawis Jatiayu, Ngawis Kalitekuk, Jatiayu Semanu,Ngeposari Ngeposari



Total 10,26 487,63 138,67 2244,34 2880,90 Keterangan : **) : Petak2 areal HKm Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 130



Tabel 5.4. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Paliyan Petak 95**) 96 97**) 98 99 100 101 102 103 104 128**) 129 130 131 132 133 134 135**) 142**) 143**) 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156**) 157



Arahan Blok Jenis Tan Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 32,08 Jati/Rimba 0,09 35,63 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,27 Jati/Rimba 0,00 70,68 0,00 Jati/Rimba 4,95 43,61 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Kayu Putih 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 41,62 Jati/Rimba 0,00 31,73 Jati/Rimba 0,00 0,09 Jati/Rimba 0,00 56,78 Jati/Rimba 7,90 42,63 Jati/Rimba 6,39 77,11 Jati/Rimba 11,10 71,93 Jati/Rimba 39,73 44,08 Jati/Rimba 4,95 38,39 28,59 Jati/Rimba 0,00 48,92 0,00 Jati/Rimba 0,00 44,41 0,00 Jati/Rimba 0,00 49,60 0,00 Jati/Rimba 0,00 12,84 0,00 Jati/Rimba 0,00 0,00 Jati/Rimba 0,00 10,73 Jati/Rimba 0,00 58,34



158 Jati/Rimba 159**) Jati/Rimba 160**) Jati/Rimba



0,00 4,07 0,00



14,76



34,19 57,21 5,90



Pmftn 74,20 104,70 139,90 48,92 55,27 66,60 103,60 69,73 40,42 58,04 105,60 106,20 78,80 87,80 84,50 62,70 48,60 39,80 60,58 47,07 90,41 20,72 32,98 0,00 1,26 1,89 8,37 41,89 17,49 0,00 48,96 54,50 103,07 46,16 22,91 2,92 68,34



Luas (Ha) 74,20 104,70 139,90 81,00 91,00 66,60 103,60 70,00 111,10 106,60 105,60 106,20 78,80 87,80 84,50 62,70 48,60 39,80 102,20 78,80 90,50 77,50 83,50 83,50 84,30 85,70 80,30 90,80 61,90 49,60 61,80 54,50 113,80 104,50



Potensi HHNK



Desa Hutan



-Karangduwet, banyusoco Pohon induk Jati Karangduwet, banyusoco -Karangduwet, Girisuko -Karangduwet, Girisuko sumber air di tengah kali Karangduwet, Girisuko -Karangduwet, banyusoco -Karangduwet,Girisuko,Banyusoco -Banyusoco -Banyusoco -Banyusoco -Karangduwet -Karangduwet, Karangasem, Grogol Sumber air Grogol -Banyusoco, Grogol, Plembutan -Karangduwet, Karangasem, Grogol -Karangasem, Grogol -Karangasem -Karangduwet, Kaarangasem Banyak luweng Karangasem,Mulusan Banyak luweng Monggol, Mulusan Gua Ngeleng, Sumber air, Goa walet (potensi goano)Giring, Mulusan -Giring, Mulusan -Giring, Mulusan, Monggol -Giring, Monggol Telaga Gandhu Giring Makam Gunung Bagus, Sungai bawah tanah Giring -Giring, Wunung Sumber air Kaligowang,batu gamping Giring, Sodo, Wunung Sumber air untuk air minum masy, batu gamping Wunung sumber air u/minum masy, batu tegel u/arca Wunung -Wunung -Wunung,Mulo Gua Nglingrong, sumber air Mulo, Pacarejo Patilasan Gn Pendem (Brawijaya), Pohon induk Pacarejo jati, Telaga Belik, satwa (kera & kijang) 57,10 Telaga Gandu Taklik, Kera & kijang Pacarejo 64,20 -Pacarejo 89,00 Gua Blimbing (sriti dan air bawah tanah) & Gua Seropan Pacarejo 3076,20



Total 79,19 323,21 628,91 2044,89 **) : Petak-petak lokasi areal HKm Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 131



Tabel 5.5. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Panggang



Petak 110 111 112**) 113 114 115 116 117 118**) 119**)



Arahan Blok Jenis Tan Dominan Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts Pmftn Jati/Rimba 31,15 0,00 24,75 Jati/Rimba 26,41 0,00 26,79 Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba



55,87 54,52 32,91 35,10 53,96 42,66 84,57 39,66



120 Jati/Rimba 49,04 121 Jati/Rimba 101,90 122 Jati/Rimba 64,97 123**) Jati/Rimba 16,83 124 Jati/Rimba 65,51 125**) Jati/Rimba 74,01 126 Jati/Rimba 0,00 127 Jati/Rimba 0,00 Total 829,07 **) Petak-petak lokasi areal HKm



0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00



0,00



4,13 16,28 35,19 49,20 12,04 45,44 10,43 53,64



0,00 16,36 0,00 0,00 6,63 0,00 74,67 0,00 40,99 0,00 9,59 0,00 62,90 0,00 68,20 0,00 262,98 294,25



Luas Potensi HHNK (Ha) 55,90 Banyak Luweng (dihuni Codot) 53,20 Banyak Luweng (dihuni Codot), dan kera ekor panjang 60,00 Banyak Luweng (dihuni Codot) 70,80 Banyak Luweng (dihuni Codot) 68,10 Banyak Luweng (dihuni Codot) 84,30 -66,00 -88,10 Luweng & sungai bawah tanah 95,00 -93,30 Goa Songsuren (ada potensi batu fosfat) 65,40 -101,90 -71,60 3 Luweng (dihuni codot), 91,50 2 Luweng (dihuni codot) 106,50 1 Luweng (dihuni codot), 83,60 2 Luweng (dihuni codot), 62,90 1 Luweng (dihuni codot) 68,20 3 Luweng (dihuni codot) 1386,30



Desa Hutan Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko, Giriharjo Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko Girisuko, Girimulyo Girisuko, Girimulyo Girisuko, Girimulyo, Girisekar Girisuko, Girisekar Girisuko, Girisekar Girisekar



Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 132



Tabel 5.6. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Playen Petak 1 2 3 4 5*) 6*) 7*) 8 9 10 12 13*) 14*) 16*) 17*) 18*) 25 66 67 68 69 70 71**) 72 73**) 74**)



Arahan Blok Jenis Tan Dominan Perlind Perld StmptPmftn Tbts Pmftn Kayu Putih 73,23 0,00 0,37 Kayu Putih 54,20 0,00 0,00 Jati/Rimba 86,66 7,73 0,00 Jati/Rimba 56,83 0,00 8,27 Jati/Rimba 10,95 20,54 1,99 46,22 rimba/belukar 44,74 6,55 0,00 0,00 rimba/belukar 75,52 2,06 0,12 Jati/Rimba 32,96 6,14 0,00 Jati/Rimba 20,56 19,66 33,48 0,00 Kayu Putih 28,55 29,65 0,00 Kayu Putih 67,24 8,36 0,00 Jati/Rimba 57,38 8,64 22,08 Jati/Rimba 41,20 0,00 49,50 Jati/Rimba 23,63 11,28 0,00 37,09 Jati/Rimba 0,37 0,05 63,58 Jati/Rimba 0,89 0,36 74,95 Kayu Putih 0,72 0,00 51,48 Kayu Putih 29,12 2,56 39,92 Kayu Putih 74,24 4,55 9,21 Kayu Putih 70,30 0,00 0,00 Kayu Putih 65,70 0,00 0,00 Jati/Rimba 35,40 0,00 18,50 Jati/Rimba 40,93 4,81 0,75 29,77 Jati/Rimba 0,11 6,26 9,94 33,49 Jati/Rimba 0,56 28,57 11,89 19,77 Jati/Rimba 0,00 1,26 38,59 45,55



75 Kayu Putih 0,00 76 Kayu Putih 0,00 77 Kayu Putih 0,00 78 Kayu Putih 0,00 79 Kayu Putih 0,00 80 Kayu Putih 0,00 81 Kayu Putih 0,00 82 Kayu Putih 0,00 83 Kayu Putih 0,00 84 Jati/Rimba 0,00 85 Jati/Rimba 0,00 86**) Jati/Rimba 3,07 24,77 87 Jati/Rimba 40,62 1,62 88 Jati/Rimba 0,00 89 Jati/Rimba 0,00 90 Jati/Rimba 0,00 91 Jati/Rimba 0,00 92 Kayu Putih 0,00 93 Jati/Rimba 0,00 94**) Jati/Rimba 0,00 Total 1035,70 133,04 *) : Petak-Petak Hutan Pendidikan Wanagama



Luas (Ha) 73,60 54,20 94,40 65,10 79,70 51,30 77,70 39,10 73,70 58,20 75,60 88,10 90,70 72,00 64,00 76,20 52,20 71,60 88,00 70,30 65,70 53,90 82,00 49,80 63,10 85,40



Potensi HHNK ----Sumber air wisata alam & wisata pendidikan wisata alam & wisata pendidikan ------wisata alam & wisata pendidikan wisata alam & wisata pendidikan wisata alam & wisata pendidikan wisata alam & wisata pendidikan wisata alam & wisata pendidikan --------Sumber air PAM Getas Bumi perkemahan, Sumber air PAM Bleberan, Gua Rancang ------Sumber air Cina untuk PAM Bleberan -Sumber air Cluwik Sumber air Jambe untuk PAM Bleberan & Dlingo Sumber air Pucung, dan Luweng ----------



17,04 46,66 63,70 24,02 55,38 79,40 7,39 39,01 46,40 0,00 87,30 87,30 0,00 109,20 109,20 0,00 118,70 118,70 0,00 117,50 117,50 0,00 116,00 116,00 8,11 78,49 86,60 22,77 95,83 118,60 68,66 8,97 77,70 70,26 0,01 103,50 10,66 0,00 56,70 46,38 39,09 86,00 33,65 51,96 86,30 0,00 99,30 99,30 0,00 99,10 99,10 0,00 87,30 87,30 0,00 100,60 100,60 0,00 138,20 138,20 467,95 2038,47 3693,70 **) Petak-Petak lokasi areal HKm



Desa Hutan Beji, Gading Gading Beji, Gading Gading Gading, Logandeng Gading, Logandeng,Bunder Bunder, Logandeng Bunder,Beji Bunder,Beji, Gading bunder, Beji Bunder,Logandeng Logandeng Bandung, Logandeng Bandung Bandung, Logandeng Bandung Bandung, Gari Getas, Gading Getas, Gading Gading Gading Getas, Gading Getas, jatimulyo Getas Getas, Beberan, jatimulyo Bleberan Getas, Bleberan Getas, Bleberan Getas, Getas Getas, Gading, Logandeng Getas, Bleberan Bleberan Bleberan Bleberan, Banyusoco Bleberan, Banyusoco Bleberan Bleberan,Dlingo Bleberan,Dlingo Bleberan, Banyusoco Banyusoco Banyusoco Banyusoco, Karangduwet Bleberan,Banyusoco, Grogol Banyusoco, Grogol, Krgduwet Banyusoco, Karangduwet



Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 133



Tabel 5.7. Arahan Pembagian Blok pada Hutan Produksi di BDH Kulon Progo Arahan Blok Perlind Perld Stmpt Pmftn Tbts 1 5,63 40,37 2 0,00 29,06 3 22,66 28,84 4 32,60 0,00 5 4,00 0,00 6 40,95 0,87 7 3,27 18,15 8 0,00 0,00 9 0,00 5,05 10 9,47 22,36 11 4,79 31,05 12 1,35 3,88 13 0,00 3,83 14 0,00 6,22 15 0,00 0,00 16 0,00 0,10 17**) 0,00 18,48 18 27,45 21,23 19**) 0,00 0,00 Total 152,17 0,00 229,50 **) : Petak-petak lokasi areal HKm Petak



Jenis Tan Dominan Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba Jati/Rimba



Pmftn 0,00 23,24 0,00 0,00 0,00 0,08 11,28 8,10 27,05 6,76 1,27 13,07 11,67 11,38 9,10 21,09 24,92 11,32 39,60 219,93



Luas (Ha) 46,00 52,30 51,50 32,60 4,00 41,90 32,70 8,10 32,10 38,60 37,10 18,30 15,50 17,60 9,10 21,20 43,40 60,00 39,60 601,60



Potensi HHNK no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data no data



Desa Hutan Kalirejo Kalirejo,Hargomulyo Kalirejo Kalirejo Hargomulyo Hargomulyo Hargomulyo Hargomulyo Hargomulyo,Temon Wetan Hargomulyo Hargomulyo Hargomulyo, Hargorejo Hargomulyo, Hargorejo Hargomulyo, Hargorejo, Kulur Kulur, Hargorejo Hargorejo Hargorejo Hargorejo Hargorejo



Sumber : Penataan Wilayah/Blok KPH Yogyakarta, 2009



Berikut ini adalah peta-peta penataan wilayah/pembagian blok di masingmasing BDP di wilayah KPH Yogyakarta hasil kegiatan Kajian Penataan Wilayah/KPH Yogyakarta tahun 2009.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 134



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 135



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 136



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 137



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 138



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 139



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 140



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 141



5.4.2. Penataan Batas Luar Masalah tata batas kawasan hutan menjadi sangat penting ketika intensitas penggunaan kawasan hutan sudah tinggi. Terlebih dengan adanya desakan/tekanan masyarakat akan lahan terus semakin tinggi, kepastian hukum tentang lahan menjadi sangat penting. Sumber daya hutan dan ekosistemnya yang bersifat dinamik, dan pengelolaan hutan juga berkembang sesuai dengan perkembangan hukum dan paradigma pembangunan kehutanan, maka landasan hukum dan atau penentuan tata batas dengan seharusnya menjadi dasar kegiatan pengelolaan. Sebagaimana diketahui bahwa kawasan hutan KPH Yogyakarta khususnya tegakan hutan jati di Gunung Kidul telah dilakukan penataan batas, pemetaan, dan penetapan kawasan hutan yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda yaitu Boschwezen (Dinas Kehutanan) dan Djatibedrift (BUMN Kehutanan) dan selesai tahun 1930. Kegiatan penataan hutan tahun 1930 meliputi penataan batas luar maupun penataan kawasan menjadi petak, RPH, dan BDH. Sebagai bukti kegiatan penataan tersebut di lapangan terdapat pemasangan tanda batas berupa pal/patok beton dan pembuatan alur-alur jalan sebagai batas antar petak. Namun sejak tahun 1980 sampai dengan saat ini Dinas Kehutanan dan Perkebunan Yogyakarta maupun KPH Yogyakarta belum pernah melakukan kegiataan penataan ulang kawasan hutan sehingga batas-batas petak di lapangan baik alur jalan maupun pal-pal (patok beton) banyak yang sudah hilang dan tidak jelas di lapangan. Selain penandaan batas di lapangan sudah banyak yang hilang, kegiatan penataan hutan di kawasan hutan KPH Yogyakarta yang belum selesai dilakukan adalah penataan hutan di BDH Kulon Progo-Bantul , RPH Pucanganom BDH Panggang, dan kawasan hutan AB. Untuk kawasan hutan di RPH Pucanganom BDH Panggang, dan BDH Kulon Progo-Bantul umumnya masih berupa blok hutan, yang belum dibakukan sebagai petak/anak petak, sedangkan penataan hutan di kawasan hutan AB (Afgeschreven Bosch) yang tersebar di beberapa BDH di Kabupaten Gunung Kidul sampai saat ini belum selesai dilakukan. Sampai saat ini, belum semua kawasan hutan AB tertata dengan baik. Dari Kawasan hutan AB seluas 1.773 Ha, yang sudah berhasil ditata batas oleh Kanwil Kehutanan Propinsi D.I. Yogyakarta sampai akhir dasawarsa 1990 baru seluas 1.078 Ha (61%), dan yang belum tertata seluas 695 Ha (39%). Sebagian besar kawasan hutan AB yang sudah tertata termasuk wilayah kelola RPH Pucanganom BDH Panggang, namun diluar RPH Pucanganom tersebut sangat terfragmentasi



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 142



dengan luasan yang relatif kecil-kecil (0,5 – 4 ha) sehingga terkadang kurang efisien untuk dikelola secara intensif. Selama ini, kawasan hutan AB telah lama digunakan dan dikelola oleh masyarakat dari desa-desa sekitar. Ada sejumlah desa yang menyatakan bahwa telah menggunakan kawasan tersebut bahkan sebelum kemerdekaan Indonesia. Kawasan tersebut banyak digunakan untuk budidaya pertanian, dan sebagian digunakan untuk pemukiman dan prasarana publik seperti jalan dan pasar. Sesuai dengan syarat pengelolaan hutan lestari adalah adanya penataan kawasan hutan yang mantap dan jelas dilapangan dan diakui oleh semua pihak (baik masyarakat, sektor-sektor lain, maupun LSM), maka pengelola KPH Yogyakarta merencanakan untuk melakukan kegiatan penataan ulang kawasan hutan. Penataan ulang kawasan hutan ini meliputi dua kegiatan utama yaitu: tata batas luar dan tata batas di dalam kawasan hutan KPH Yogyakarta Sasaran dari kegiatan tata batas luar yang perlu dilakukan adalah: a. Melanjutkan pelaksanaan tata batas kawasan hutan AB sepanjang 655 Km, b. Melaksanakan tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta dengan Kawasan Konservasi antara lain: Taman Hutan Raya (Tahura) Bunder, Suaka Margasatwa Paliyan, Suaka Margasatwa Sermo, Cagar Alam Mangunan, dll. c. Rekonstruksi batas seluruh kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta terutama pada kawasan pal batas luar yang berdampingan dengan lahan masyarakat dan tata batas luar pada batas-batas yang rusak dan hilang. 5.4.3. Penataan Batas di Dalam Kawasan Disamping tata batas luar, dalam tata batas kawasan juga perlu dilakukan tata batas fungsi. Selama ini batas fungsi hutan lindung dan hutan produksi di KPH Yogyakarta sudah lama tidak tersentuh, demikian juga batas petak dan anak petak banyak yang hilang dan tidak terawat serta alur/sluef yang menjadi batas petak dan anak petak juga banyak yang hilang, akibat penyelenggaraan rehabilitasi yang pada saat itu kurang memperhatikan fungsi alur dan batas petak dan anak petak. Oleh karena itu sasaran kegiatan tata batas di dalam kawasan hutan meliputi : a. Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan lindung dan hutan produksi; b. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm) sebanyak 42 unit; c. Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) sebanyak 7 unit;



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 143



d. Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan alur dan pal batas petak/anak petak. Khusus untuk penataan kawasan di hutan AB, mengingat sebagian kawasan hutan AB sudah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat dan beralih fungsi/peruntukan menjadi non hutan, maka pendekatan yang dilakukan dalam penataan kawasan hutan AB akan menggunakan pendekatan penataan partisipatif dan multipihak. Setelah dilakukan penataan kawasan dan pemetaan pola-pola penggunaan/ pemanfaatan oleh masyarakat, kemudian akan digunakan untuk merumuskan pola penggunaan yang tepat, yang disinergikan dengan dinamika aspirasi yang berkembang di masyarakat mengenai pengelolaan kawasan hutan secara kolaboratif. Salah satu skema yang ditawarkan dalam pengelolaan kawasan hutan AB antara lain adalah skema Hutan Tanaman Rakyat, skema Hutan Desa ataupun skema Hutan Kemasyarakatan . Berikut ini adalah rencana penataan kawasan hutan yang dilaksanakan di KPH Yogyakarta Tabel 5.8 Rencana Kegiatan Penataan Kawasan Hutan No A 1 2 3 B 1 2 3 4 5



Kegiatan Tata Batas Luar Tata batas luar kawasan hutan AB Tata batas fungsi hutan antara KPH Yogyakarta dengan Kawasan Konservasi: (CA, SM, dan Tahura) Rekonstruksi batas luar kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta dengan lahan non kawasan hutan Tata Batas Dalam Kawasan KPH Rekonstruksi (penataan ulang) batas hutan lindung dan hutan produksi Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (HKm) Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) Penataan batas Ijin Usaha Pemanfaatan Hutan Desa (HD) Rekonstruksi (penataan ulang) batas petak/anak petak dan pemeliharaan alur dan pal batas petak/anak petak.



Waktu



Target



2013 – 2015 2013 - 2015 2013-2015



2013-2014 2014 2014 2014 2014



5.4.4. Rencana Penataan Pemanfaatan Kawasan Penggunaan kawasan hutan untuk berbagai kepentingan perlu dilakukan penataan agar efektivitas dan efisiensi penggunaan lahan hutan dapat



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 144



terselenggara dengan baik, baik yang mendapat ijin pemanfaatan, bentuk-bentuk kerjasama, pinjam pakai sarana prasarana, dan juga upaya penyelesaian konflik kawasan hutan. 1. Penataan Pemanfaatan Kawasan untuk Ijin Usaha Pemanfaatan Ijin usaha pemanfaatan hutan baik dalam bentuk IUP HKm ataupun HTR perlu dilakukan penataan dan pembinaan guna mendorong pengeloaan yang dilakukan oleh pemegang ijin secara baik dan benar. Jumlah IUP HKm sebanyak 42 unit dan IUP HTR 3 unit, perlu diarahkan dalam pelaksanaannya mengelola kawasan di wilayahnya masing-masing dengan berbasis pengeloaan hutan lestari mulai dari penyusunan rencana jangka panjang dan jangka pendek, penyelenggaraan tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada wilayah pengelolaan), pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Berkaitan dengan pengembangan Hutan Desa, dalam waktu dekat di wilayah KPH Yogyakarta akan dikembangkan Hutan Desa. Lokasi yang dicadangkan untuk kawasan hutan desa berada di kawasan hutan AB di BDH Paliyan seluas ± 400 ha. 2. Penataan Pemanfaatan Kawasan Hutan Kerjasama dengan Lembaga Lain Kerjasama dalam pengelolaan hutan baik Wanagama, kerjasama enam Perguruan Tinggi, Penelitian dan Pengembangan Hutan, Pengembangan Tanaman Nangka, Pengembangan Jati Unggul Nusantara, Pengembangan Wisata Ngingkrong dan lainnya perlu didorong untuk dapat dilakukan pengelolaannya dengan baik dan benar, melalui proses kerjasama yang legal untuk mendukung pengelolaan hutan lestari pada KPH Yogyakarta. 3. Pinjam Pakai Kawasan Proses pinjam pakai dan tukar menukar kawasan hutan seperti Pusat Latihan Tempur (Puslatpur) di Sodong Paliyan 23 ha, petak 136 dan Petak 12 Bunder seluas 2,5 Ha perlu dipertegas batas waktu penggunaan kawasasan dan proses tukar menukar kawasan hutan dengan prosedur yang benar. Untuk itu, perlu dilakukan dengan Kementerian Kehutanan menelusuri penggunaan kawasan tersebut. Pada beberapa wilayah kawasan hutan terdapat pengunaan kawasan umum yang dilakukan oleh masyarakat untuk kepentingan tempat



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 145



pemakaman, lapangan bola, kandang sapi dan lainnya. Kondisi ini perlu dilakukan penertiban dengan koordinasi dengan perangkat desa dan Camat. 4. Pinjam Pakai Sarana Prasarana Kehutanan Masih terdapat sarana dan prasarana Balai KPH Yogyakarta yang digunakan untuk kepentingan diluar KPH Yogyakarta, diantaranya asset Kantor Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Gunungkidul dan juga Kantor Satuan Tugas Pengamanan Hutan di Playen yang digunakan untuk pihak ketiga. Hal ini perlu diselesaikan prosedurnya bersama DPPKA Propinsi DIY. 5.4.5. Rencana Inventarisasi SDH Inventarisasi adalah suatu kegiatan untuk mengetahui kekayaan (potensi) yang terkandung di dalam suatu hutan pada saat tertentu (baik potensi kayu maupun non kayu) sebagai bahan untuk penyusunan rencana pengelolaan SDH di masa depan. Mengingat hutan sifatnya dinamis, maka kegiatan inventarisasi harus dilakukan secara berkala dalam rentang waktu tertentu. . Pelaksanaan kegiatan inventarisasi akan dilakukan dengan sistem sampling dengan Intensitas sampling tertentu, dan dilaksanakan 2 atau 1 tahun sebelum penyusunan rencana pengelolaan jangka berikutnya. Namun diluar pelaksanaan inventarisasi yang untuk menyusun rencana pengelolaan jangka panjang, Pelaksanaan inventarisasi untuk seluruh kawasan hutan baik pada kawasan hutan lindung maupun kawasan hutan produksi dan meliputi seluruh tegakan baik tegakan tanaman jati, tegakan kayu putih, dan tegakan rimba akan dilakukan setiap 10 tahun sekali sesuai dengan tata waktu penyusunan rencana pengelolaan jangka panjangakan dilakukan inventarisasi sumber daya hutan baik dengan cara sampling maupun sensus (IS 100%) yang bertujuan untuk menyusun Rencana Teknik Tahunan (RTT) khususnya pada kawasan yang akan dikelola pada tahun berikutnya. Pelaksanaan kegiatan inventarisasi untuk penyusunan RTT dilaksanakan 1 tahun sebelum tahun berjalan (Et-1). 5.5.



Rencana Kelola dan Pemanfaatan Hutan pada Wilayah Tertentu Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 jo Peraturan Pemerintah No. 3 Tahun 2008 tentang tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan pasal 21 ayat (1) menyebutkan bahwa “ Untuk wilayah



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 146



tertentu, Menteri dapat menugaskan Kepala KPH untuk menyelenggarakan pemanfaatan hutan, termasuk melakukan penjualan tegakan”. Yang dimaksud dengan wilayah “tertentu” antara lain adalah wilayah hutan yang situasi dan kondisinya belum menarik bagi pihak ketiga untuk mengembangkan usaha pemanfaatannya, sehingga Pemerintah perlu menugaskan Kepala KPH untuk memanfaatkannya. Pemanfatan wilayah tertentu dirancang pada areal-areal yang belum dibebani oleh ijin-ijin pemanfaatan dan direncanakan akan dikelola sendiri oleh KPH Yogyakarta, pada setiap Blok Pemanfaatan baik pada wilayah KPHL dan KPHP yang berfungsi HL atau HP. Berikut ini adalah sebaran kawasan hutan yang dikelola Balai KPH Yogyakarta yang belum dibebani hak (misal: KHDTK Wanagama, KHDTK Playen, Ijin IUPHKm dan IUPHHK-HTR) sebagaimana tabel berikut. NO 1



2



3



KABUPATEN Bantul



Gunungkidul



Kulon Progo



HL 183.29



HP 0



LUAS (Ha) 183.29



929.02 1,112.31



0 0



929.02 1,112.31



340.97 289.11



8,044.89 3,248.40



8,385.86 3,537.51



630.08 144.26



11,293.29 584.18



11,923.37 728.44



1,886.65



11,877.47



13,764.12



Sesuai dengan kebijakan untuk menuju terbentuknya KPH Mandiri, dan sekaligus melakukan pembenahan kualitas tegakan menuju tegakan normal, berikut ini adalah rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2013-2022:



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 147



Peta Area Pemanfaatan Wilayah Tertentu KPH Yogyakarta



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 148



5.5.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Lindung Sebagaimana sudah dipaparkan pada Bab IV dari wilayah kelola KPH Yogyakarta seluas 15.724,5 Ha terdapat kawasan hutan lindung seluas 2.312,8 Ha. Dari kawasan hutan lindung tersebut sebanyak 222,9 Ha dimanfaatkan sebagai areal HKm. Ditinjau dari penutupan tegakannya, kawasan Hutan Lindung di KPH Yogyakarta yang ditumbuhi tegakan jati seluas 979,00 Ha, tegakan kayu putih seluas 303,75 Ha, dan sisanya seluas 807,15 merupakan tegakan kayu rimba meliputi tegakan pinus merkusii, akasia, mahoni dan beberapa jenis lainnya. Dari tegakan jati yang tumbuh di kawasan hutan lindung seluas 979,00 Ha tersebut didominasi kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 466,60 Ha, dan KU I seluas 275,80 Ha; sedangkan sisanya berupa Tanah Kosong (TK) seluas 8,00 Ha, tegakan KU II seluas 52,8 Ha; dan KU IV seluas 130,2 Ha. Untuk tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung, dari tegakan seluas 303,75 Ha yang berupa Tanah Kosong seluas 130,30 Ha; dan tegakan bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha. Sedangkan tegakan rimba yang berada di kawasan hutan lindung seluas 654,20 ha, terbagi dalam kondisi Tanah Kosong (TK) seluas 43,30 Ha; Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 152,90 Ha; dan tegakan normal seluas 458,00 Ha. Keberadaan tanah kosong (TK) maupun TBK baik pada tegakan jati, tegakan kayu putih, maupun tegakan rimba perlu mendapat perhatian dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan ke depan sehingga akan dapat terbentuk tegakan di kawasan hutan lindung yang mampu berfungsi secara optimal khususnya dalam menjaga keseimbangan fungsi hidro-orologi dan fungsi perlindungan flora-fauna lainnya. Demikian pula keberadaan tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung perlu menjadi perhatian karena tegakan kayu putih ini dipungut daunnya dan dipangkas tegakannya sehingga tidak dapat berfungsi optimal dalam aspek perlindungan. Berkenaan dengan kondisi tegakan di kawasan hutan lindung tersebut di atas, maka rencana kelola kawasan hutan lindung pada jangka 2013-2022 adalah: a. Penanaman dan/atau Pengkayaan (enrichment planting) pada petakpetak Tanah Kosong baik pada tegakan jati maupun tegakan kayu rimba. Prioritas pengkayaan pada kelas hutan Tanah Kosong ini dilakukan mengingat total luas Tanah Kosong (TK) hanya 51,3 ha, sedangkan luas Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) cukup luas yaitu 619,5 Ha. Di samping itu Tanah Kosong membutuhkan penanganan lebih dahulu dibanding petak TBK.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 149



b. Perombakan tegakan kayu putih baik Tanah Kosong maupun TBK seluas 303,75 Ha dirubah secara bertahap menjadi tegakan pohon pinus merkusii atau tegakan rimba. Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan penanaman dan/atau pengkayaan (enrichment planting) kawasan hutan lindung di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 - 2022. Tabel 5.9. Rencana Penanaman /Pengkayaan Kawasan Hutan Lindung LUAS PENANAMAN/PENGKAYAAN TANAH KOSONG KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 PALIYAN 33,0 KPROGO-BANTUL 8,0 43,3 TOTAL 8,0 33,0 43,3 BDH



Dari tabel di atas nampak bahwa dari luas Tanah Kosong 84,3 Ha, direncanakan untuk mulai dilakukan pengkayaan pada tahun 2014 sampai dengan tahun 2016. Diluar kegiatan pengkayaan Tanah Kosong (TK), berkaitan dengan keberadaan tegakan kayu putih pada kawasan hutan lindung, maka pada jangka 2013-2022 ini direncanakan untuk dilakukan perombakan/perubahan dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba (salah satunya dengan tegakan pinus merkusii). Berikut ini adalah gambaran umum rencana perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba/pinus merkusii. Tabel 5.10. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Pinus LUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 KPROGO-BANTUL 60,0 56,3 59,0 64,5 64,0 TOTAL 60,0 56,3 59,0 64,5 64,0 BDH



Dari data tabel di atas nampak bahwa dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha akan dirombak menjadi tegakan pinus yang dimulai sejak tahun 2014 s.d. tahun 2018. Diharapkan pada tahun 2019 tegakan kayu putih yang ada di kawasan hutan lindung sudah mulai digantikan dengan tegakan hutan rimba. Berikut ini adalah rencana penanaman/pengkayaan dari Tanah Kosong dan perombakan tegakan kayu putih menjadi tegakan rimba (tegakan Pinus merkusii) pada masing-masing petak di kawasan hutan lindung.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 150



Tabel 5.11. Rencana Penanaman / Pengkayaan (Enrichment Planting) Tanah Kosong di Kawasan Hutan Lindung Jangka 2013-2022 BDH



RPH



Petak



An. Ptk



PALIYAN



Kedungwangl u 106 106C Sub Total KPROGO-BANTUL Dlingo Kal i urang Kal i urang Dodogan Dodogan c Sub Total TOTAL



Luas (Ha) Umur (Th) 33,00 1 33,00 8,00 14, 15, 4 43,30 27, 30 43,30 76,30



Jenis Tegakan Ri mba



0,16



Kelas Hutan TK



Jati Ri mba



0,00 0,18



TK TK



dkn



LUAS PENGKAYAAN TEGAKAN JATI & RIMBA DI KAWASAN HUTAN LINDUNG (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 33,00 8,00 43,30 -



-



8,00



33,00



43,30



-



-



-



-



-



Tabel 5.12. Rencana Perombakan Tegakan Kayu Putih menjadi Tegakan Rimba (Pinus merkusii) pada Kawasan Hutan Lindung BDH



RPH



KPROGO-BANTUL Dl i ngo



Petak



Dodoga n Ka l i ura ng Ka yu ma s Ma nguna n Gumel em Kedi wung Sudi moro I Sudi moro II Terong Sermo 26



Sub Total



An. Ptk Dodoga n b Ka l i ura ng a Ka yu ma s b Gumel em Kedi wung Sudi moro I Sudi moro II Terong 26A 26C



Luas (Ha) 64,00 47,25 100,00 14,00 14,00 20,00 17,20 10,00 6,30 11,00 303,75



Umur (Th)



dkn



8, 9, 37 9, 14, 38, 45 7, 8 8 8 9 8 9 47 53, 8



0,34 0,23 0,06 0,15 0,28 0,30 0,32 0,13 0,09 0,33



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Kelas Hutan BK BK TK TK BK BK BK TK TK BK



LUAS PEROMBAKAN TEGAKAN KAYU PUTIH MENJADI TEGAKAN RIMBA/PINUS (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 64,00 47,25 60,00 40,00 14,00 14,00 20,00 17,20 10,00 6,30 11,00 - 60,00 56,30 59,00 64,45 64,00 -



Hal V - 151



5.5.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Kawasan Hutan Produksi 5.5.2.1. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Jati Sebagaimana paparan di atas, sesuai dengan kondisi tegakan jati yang didominasi oleh keluas umur muda (KU I dan KU II), dan sebagian berupa Tanah Kosong dan Tegakan Bertumbuhan kurang, maka rencana pengelolaan hutan yang disusun pada jangka ini antara lain adalah: penyusunan rencana pemeliharaan dan/atau penjarangan pada kelas hutan Kelas Umur; penyusunan rencana tebangan pembangunan dan rencana penanaman kembali pada Tanah Kosong dan Tegakan Bertumbuhan Kurang; dan penyusunan rencana pemanenan akhir daur pada tegakan jati kelas hutan KU. Berikut ini adalah penjelasan dari masingmasing rencana tersebut di atas. 1. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan pada Kelas Umur Sebagian besar tegakan jati yang ada di KPH Yogyakarta merupakan hasil penanaman kegiatan GNRHL periode tahun 2003-2007. Sejak penanaman sampai dengan saat ini petak-petak tanaman GNRHL tersebut belum pernah dilakukan kegiatan pemeliharaan baik kegiatan babad tumbuhan bawah, wiwil tunas-tunas air, pemangkasan cabang (prunning), pemberantasan hama dan penyakit, maupun kegiatan penjarangan (thinning). Belum adanya kegiatan pemeliharaan dan penjarangan ini mengakibatkan kondisi tegakan jati yang ada tidak optimal baik dari riap pertumbuhan maupun kondisi batangnya. Untuk meningkatkan kualitas tegakan jati, khususnya yang termasuk dalam kelas hutan KU, maka pada jangka 2013 – 2022 ini akan dilakukan kegiatan pemeliharaan khususnya kegiatan babad tumbuhan bawah, wiwil tunas air, pemangkasan cabang (prunning) dan kegiatan penjarangan (thinning). Berikut ini adalah beberapa pertimbangan dan ketentuan umum dalam penyusunan rencana pemeliharaan dan penjarangan: d. Ragam kegiatan pemeliharaan yang dilakukan meliputi: babad tumbuhan bawah, wiwil tunas air, pemberantasan hama/penyakit, dan penjarangan. e. Frekuensi kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan adalah setiap 5 tahun sekali, artinya dilakukan pada tegakan umur 5 dan umur 10 tahun. Namun dalam pelaksanaannya tetap mempertimbangkan pemerataan kegiatan setiap tahunnya.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 152



f. Jika saat dilakukan inventarisasi hutan pada tahun 2012, tegakan sudah berumur 5 atau 10 tahun maka tegakan tersebut akan diupayakan untuk segera dilakukan pemeliharaan/penjarangan namun dengan tetap mempertimbangkan kemampuan pelaksanaan pekerjaan. g. Norma penjarangan yang digunakan dalam kegiatan pemeliharaan/ penjarangan ini adalah kombinasi antara penjarangan bawah dan penjarangan atas, yang artinya selain menebang pohon-pohon yang pertumbuhannya jelek, tertekan, dan cacat dalam kegiatan penjarangan juga akan menebang pohon-pohon yang memiliki tajuk dominan yang dikhawatirkan akan menganggu pertumbuhan dari pohon-pohon lain disekitarnya. Sehingga jika pohon yang dominan ditebang akan dapat memberikan ruang tumbuh yang cukup bagi pohon-pohon lain yang ada disekitar pohon dominan tersebut. h. Jumlah pohon yang dijarangi pada umur tegakan 5 tahun adalah 25% dari N awal. Artinya jumlah pohon yang ditebang sebanyak 250 pohon/ha, atau ditinggalkan sebanyak 750 pohon sebagai pohon tinggal setiap ha. Demikian pula pada penjarangan pada saat tegakan berumur 10 tahun, jumlah pohon yang dijarangi pada umur tersebut adalah 250 pohon/ha, atau tegakan tinggal dari kegiatan penjarangan adalah 500 pohon setiap ha. Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 - 2022. Tabel 5.13. Rencana Pemeliharaan/Penjarangan KPH Yogyakarta 2013-2022 BDH PLAYEN KRMOJO PALIYAN PANGGANG KPROGO-BANTUL TOTAL



2013 -



2014 103,8 10,0 423,6 229,0 62,1 828,5



LUAS PEMELIHARAAN/PENJARANGAN (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 107,3 56,2 41,3 46,0 419,3 317,6 166,0 60,0 144,1 196,0 158,2 163,3 131,3 30,0 30,0 65,4 63,4 40,0 748,2 623,1 297,3 131,3 174,1 261,4



2021



2022 -



-



Dari tabel di atas nampak bahwa di tahun 2013 tidak dilakukan kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan karena pada tahun ini sudah dilakukan pembahasan kegiatan dan anggaran melalui mekanisme di DPRD Propinsi.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 153



Kegiatan pemeliharaan/penjarangan baru mulai direncanakan pada tahun 2014 dan tahun-tahun berikutnya sampai dengan tahun 2022. Pada awal-awal jangka, tepatnya tahun 2014 s.d 2016 kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan dilakukan dalam luasan yang cukup besar. Kondisi ini dapat dapat dimaklumi karena selama sejak penanaman s.d. tahun 2013 tidak pernah dilakukan kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan sehingga terjadi penumpukan kegiatan. Apabila kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan ditunda pada tahun-tahun berikutnya akan berdampak pada kualitas tegakan tinggal akan semakin jelek karena tegakan tidak dipelihara dan/atau dijarangi. Dari data di atas juga nampak bahwa kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan yang paling luas dilakukan di BDH Paliyan, dan kemudian urutan kedua adalah BDH Panggang. Kondisi ini dapat dimengerti mengingat sebaran Kelas Umur Jati yang paling banyak ada di dua BDH tersebut. Di sisi lain mengingat sebaran umur tegakan jati yang akan dipelihara/dijarangi pada setiap BDH tidak merata, maka dalam tiap tahun belum tentu di tiap BDH dilakukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan. Demikian pula luas kegiatan pemeliharaan/penjarangan pada setiap BDH ditiap tahunnya juga tidak sama karena dipengaruhi oleh frekuensi pemeliharaan/penjarangan yang dilakukan saat tegakan berumur 5 atau 10 tahun. Meskipun demikian untuk menjamin adanya kesinambungan dan kestabilan pendapatan bagi pengelola KPH, maka diupayakan ada pemerataan luas kegiatan pemeliharaan/ penjarangan di tiap tahunnya dan tiap BDH. Untuk rincian kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan pada masingmasing petak di tiap-tiap BDH di wilayah KPH Yogyakarta dapat dilihat pada tabel berikut ini.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 154



Tabel 5.14. Rencana Pemeliharaan dan/atau Penjarangan Tegakan Jati Kelas Hutan Produktif Jangka 2013 - 2022 BDH PLAYEN



RPH Kemuning



Petak 2 4



90 94 Sub Total KARANGMOJO Gelaran Semanu Sub Total PALIYAN Menggoro



Kedungwanglu



Grogol Karangduwet Giring



Mulo



Sub Total



33 162 96 97 98 100 102 103 104 128 142 145 146 147 148 149 150 152 153 154 155 156 158



An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th) 2b 4b 88 b 89 b 90 a 94 a 33 162 96 97 98 100 102C 103A 103B 104B 128 142 145 146 147 148 149 150 152 153 154 155-a 156 158-b 160-b



41,30 5 36,30 9 36,00 11 26,50 11 71,00 9 56,20 7 267,30 46,00 7 20,00 9, 31 66,00 104,70 37, 26,5, 2 119,90 8 81,00 9 66,60 7; 5 20,00 9 44,10 9 52,00 5 8,00 5 18,90 8 62,20 8 77,50 5 83,50 8 83,50 9 84,30 8 85,70 5 80,30 5 60,00 8 44,00 8 68,00 9 40,00 9 60,00 10 30,00 8 27,00 9 1401,20



dkn 0,60 0,92 1,24 1,59 0,60 0,84



Kelas Hutan KU I KU I KU II KU II KU I KU I



2013



2014 41,30



Keterangan



2022



36,00 26,50 71,00 -



103,80



107,30



-



10,00 10,00



-



0,93 KU I 0,67 KU I & KU IV 0,54KU I, KU III, KU IV 0,51 KU I 0,72 KU I 0,66 KU I 0,70 KU I 0,60 KU I 0,61 KU I 0,55 KU I 0,76 KU I 0,61 KU I 0,84 KU I 1,04 KU I 0,79 KU I 0,75 KU I 0,94 KU I 0,86 KU I 0,73 KU I 0,73 KU I 0,56 KU I 0,71 KU I 0,63 KU I 0,73 KU I 0,60 KU I



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



LUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 41,30 36,30



56,20 56,20 46,00



-



41,30



-



-



-



-



-



-



-



30,00



-



-



khusus yg umur 9 th 46,00 30,00



khusus yg umur 2 & 5



119,90 81,00 66,60



66,60



20,00 44,10 52,00 8,00 18,90 62,20



52,00 8,00



77,50 83,50



77,50



83,50 84,30 85,70 80,30



85,70 80,30



60,00 44,00 68,00 40,00 60,00 30,00 -



27,00 423,60



419,30



317,60



166,00



60,00



144,10



196,00



-



-



Hal V - 155



BDH PANGGANG



RPH Bibal



Petak



An. Ptk Luas (Ha)



110 110 111 111 Gebang 115 115 116 116 117 117 118 118 119 119 121 121 Blimbing 120 120 122 122 126 126 127 127 Pucanganom DalanganDalangan Sub Total KPROGO-BANTUL Kokap 1 1 2 2b 3 3b 4 4b 6 6a 7 7a 8 8 9 9b 10 10b 11c 12 12b 13 13b 14 14b 16 16b 18c Sub Total TOTAL KPH YOGYAKARTA



Umur (Th)



55,90 9 53,20 9 84,30 8; 6 66,00 11; 8; 6 85,10 37; 36; 11;9;8;5 95,00 49; 13; 9; 8;7 48,30 9 101,90 12; 11; 8;7; 6; 5 65,40 6; 5 71,60 10; 9; 5 62,90 9; 5 68,20 9; 8 12,00 7 869,80 10,00 9, 8 7,00 9 10,00 9 14,00 9 15,00 9 23,40 9 8,10 9 5,00 9 10,00 9 5,00 8 3,00 9 10,00 9 10,00 9 10,00 9 25,00 9, 8 165,50



dkn 0,62 0,60 0,77 0,80 1,00 0,87 0,76 0,90 0,73 0,54 0,69 0,69 0,54 1,10 1,35 1,18 1,25 0,65 1,13 1,00 0,90 1,10 0,95 0,75 1,40 0,85 1,05 1,02



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Kelas Hutan 2013 KU I KU I KU I KU I KU I & KU IV KU I & KU V KU I KU I & KU II KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I KU I -



2014 55,90 53,20



LUAS PENJARANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020



2021 2022



84,30 35,00



Keterangan



khusus yg umur 6 & 8 khusus yg umur 5, 8, & 9 khusus yg umur 7, 8 , & 9



35,00 40,00 48,30 50,00



khusus yg umur 5,6,7 & 8 65,40



65,40



71,60



30,00 62,90



30,00



68,20 229,00



158,20



163,30 10,00



12,00 131,30



30,00



30,00



65,40



-



-



297,3



131,3



174,1



261,4



-



-



7,00 10,00 14,00 15,00 23,40 8,10 5,00 10,00 5,00 3,00 10,00 10,00 10,00 62,10 828,5



63,40 748,2



25,00 40,00 623,1



Hal V - 156



2.



Rencana Tebangan dan Penanaman pada Tanah Kosong dan TBK Kebijakan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta pada kelas hutan Tidak Produktif (baik Tanah Kosong maupun TBK) adalah kelas hutan tidak produktif direncanakan untuk secepatnya dirombak (tebangan perbaikan) dan diganti dengan tanaman baru (tanaman pembangunan). Tujuan dari kegiatan tebangan perbaikan dan penanaman pada kelas hutan Tidak Produktif ini adalah agar Tanah Kosong dan TBK dapat segera tertutup dengan tegakan yang berkualitas tinggi yang berdampak pada meningkatnya tata air dan mengurangi dampak erosi/banjir. Di samping itu dengan digantinya tegakan tidak produktif dengan tanaman baru diharapkan dalam jangka panjang akan menguntungkan bagi pengelola. Strategi dalam perombakan dan penanaman kelas hutan tidak produktif ini sesuai dengan rencana dari KPH Yogyakarta yang akan melakukan penanaman tegakan jati unggul seluas 1.000 ha, pengembangan budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk memenuhi kebutuhan bahan baku untuk industri kerajinan topeng. Berkenaan dengan penyusunan rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tidak Produktif di atas, berikut ini adalah beberapa pertimbangan dan ketentuan, yaitu: a. Kegiatan penebangan dan penanaman pada kelas hutan tidak produktif dilakukan pada tahun yang sama (Et+0), artinya jika kegiatan penebangan dilakukan pada tahun 2014 maka pada tahun yang sama langsung dilakukan kegiatan penanaman. Kegiatan penanaman harus dilakukan secepatnya untuk mencegah dampak erosi dan pelindihan unsur hara dari areal bekas tebangan. b. Mengingat kualitas tegakan pada kelas hutan Tanah Kosong lebih jelek daripada kelas hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), maka kegiatan pada Tanah Kosong diupayakan diselesaiakn pada awal jangka tersebut, sedangkan kegiatan pada Tebangan Bertumbuhan Kurang dilakukan setelah kegiatan pada Tanah Kosong selesai. c. Untuk meningkatkan kualitas tegakan, maka penanaman pada bekas tebangan Tanah Kosong dan TBK akan dilakukan dengan tegakan unggul baik melalui skema swadaya KPH Yogyakarta maupun skema kemitraan dengan pihak ketiga melalui pola bagi hasil. d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah KPH Yogyakarta antara lain:



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 157







Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.







Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.



Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan Tebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak Produktif di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 - 2022. Tabel 5.15. Rencana Tebangan Perbaikan dan/atau Penanaman Kelas Hutan Tidak Produktif di KPH Yogyakarta Tahun 2013-2022 BDH



2013



PLAYEN KRMOJO PALIYAN PANGGANG KPROGO-BANTUL TOTAL TK



-



LUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TANAH KOSONG (HA) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 64,1 69,0 25,0 2,0 2,0 66,1 71,0 25,0 -



Jumlah



2022 -



158,1 2,0 2,0 162,1



LUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN BERTUMBUHAN KURANG (HA) Jumlah 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 PLAYEN 65,7 87,4 49,8 84,7 102,7 113,2 58,2 63,1 624,8 KRMOJO 20,0 87,0 23,0 130,0 PALIYAN 30,0 41,6 9,0 48,0 30,0 89,0 39,9 130,0 134,1 551,6 PANGGANG 48,6 135,0 96,5 97,3 43,0 128,1 55,0 70,8 674,3 KPROGO-BANTUL 4,0 4,0 TOTAL TBK 30,0 175,9 231,4 281,3 216,0 234,7 281,2 266,2 268,0 1.984,7 BDH



TOTAL TK & TBK



-



96,1



246,9



256,4



281,3



216,0



234,7



281,2



266,2



268,0



2.146,7



Dari data pada tabel di atas nampak bahwa kegiatan penebangan dan penanaman pada kelas hutan Tanah Kosong (TK) seluas 162,1 Ha akan diselesaikan pada tahun 2014 sampai tahun 2016. Sedangkan untuk kegiatan penebangan dan penanaman pada Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) dilakukan mulai tahun 2014 sampai dengan tahun 2022. Dari luas kelas hutan tidak produktif seluas 2.146,7 Ha tersebut, khususnya pada lahan-lahan yang memiliki kondisi tanah yang subur direncanakan akan ditanami tegakan jati unggul sehingga diharapkan dapat menjadi sumber pendapatan bagi KPH Yogyakarta. Sistem penanaman tegakan jati unggul tersebut dapat dilakukan dengan skema kemitraan atau



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 158



swadaya oleh KPH Yogyakarta. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, maka pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan/atau penjarangan diupayakan untuk melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan. Berikut ini adalah rincian kegiatan penebangan dan penanaman pada kelas hutan tidak produktif pada masing-masing petak di tiap-tiap BDH di wilayah KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 159



Tabel 5.16. Rencana Tebangan Perbaikan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN



RPH Wonolagi Kemuning Kepek



Petak An. Ptk Luas (Ha) 71 8 88



71 8 88 a 88 c 89 c 90 c



Sub Total PALIYAN Kedungwanglu 102 102A Sub Total PANGGANG Pucanganom Glagah Glagah Sub Total TOTAL KPH YOGYAKARTA



Umur (Th)



47,00 8 39,10 19 25,00 8 25,00 5 1,65 7 20,30 7 158,05 2,00 19, 27, 32, 33, 36, 39 2,00 2,00 7 2,00 162,05



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



dkn 0,19 0,08 0,06 0,10 0,10 0,00 0,14 0,17



Kelas LUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN KELAS HUTAN TANAH KOSONG (HA) Hutan 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 TK 47,00 TK 39,10 TK 25,00 TK 25,00 TK 1,65 TK 20,30 - 64,10 68,95 25,00 TK 2,00 2,00 TK 2,00 2,00 - 66,10 70,95 25,00 -



Hal V - 160



Tabel 5.17. Rencana Tebangan dan Penanaman pada Kelas Hutan Tegakan Bertumbuhan Kurang Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN



RPH Wonolagi



Kemuning Gubugrubuh



Menggoran



Kepek



Sub Total KARANGMOJO Candi Kenet Sub Total PALIYAN Menggoro



Petak 69 70 72 3 9 73 74 75 85 86 87 89 91



69 70 A 72 3b 9b 73 74 75 85 86 87 89 a 91 a 94 b



58 50



58 50



99 101



99 101 102B 104C 104D 104E 129A 144 151



Kedungwanglu 104



Grogol Giring Mulo Sub Total



An. Ptk Luas (Ha) Umur (Th)



129 144 151



65,70 9 53,90 7 49,80 8 30,10 5 25,00 8 23,70 9 28,00 8 63,70 16 59,70 8 59,30 8 56,70 8 58,15 7 18,00 8 33,00 7 624,75 87,00 9 43,00 13, 9, 8, 7 130,00 91,00 8; 5 103,60 31; 8; 5 48,00 9 9,00 44,00 41,60 39,90 8 90,50 5 84,00 7 551,60



0,33 0,24 0,25 0,23 0,22 0,40 0,32 0,27 0,29 0,28 0,32 0,48 0,26 0,43



Kelas Hutan BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK



0,40 0,48



BK BK



0,35 0,37 0,47 0,48 0,49 0,27 0,36 0,34 0,45



BK BK BK BK BK BK BK BK BK



dkn



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



LUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 65,70 53,90 49,80 30,10 25,00 23,70 28,00 63,70 59,70 59,30 56,70 58,15 18,00 33,00 65,70 87,40 49,80 84,70 102,70 113,20 58,15 63,10 87,00 20,00 23,00 20,00 87,00 23,00 45,00 46,00 30,00 30,00 43,60 48,00 9,00 44,00 41,60 39,90 90,50 84,00 30,00 41,60 9,00 48,00 30,00 89,00 39,90 130,00 134,10



Hal V - 161



BDH



RPH



PANGGANG



Bibal



Petak



112 113 114 Blimbing 123 124 125 Pucanganom Anduawan Dagang mati Dilem Gemulung Jambe Klego Palawan Pringlarangan Pucung Tapakegrang Wunut Sub Total KPROGO-BANTULKokap 5 Sub Total



An. Ptk



Luas (Ha) Umur (Th)



dkn



112 113 114 123 124 125 Anduawan Dagang mati Dilem Gemulung Jambe Klego Palawan Pringlarangan Pucung Tapakegrang Wunut



33,20 8 70,80 5 68,10 8 71,50 9; 8 106,60 9; 8; 7 48,60 9 40,00 7 30,00 7 15,00 9 17,50 8 40,00 8 3,00 8 15,00 7 25,00 9 30,00 9 30,00 7 30,00 9 674,30 4,00 9 4,00



0,42 0,31 0,45 0,47 0,36 0,45 0,43 0,40 0,46 0,21 0,34 0,20 0,43 0,31 0,33 0,48 0,45



Kelas Hutan BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK BK



0,44



BK



5



TOTAL



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



LUAS TEBANGAN PERBAIKAN & PENANAMAN TEGAKAN JATI BERTUMBUHAN KURANG (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 33,20 70,80 68,10 35,00 36,50 30,00 30,00 46,60 48,60 40,00 30,00 15,00 17,50 40,00 3,00 15,00 25,00 30,00 30,00 30,00 48,60 135,00 96,50 97,30 43,00 128,10 55,00 70,80 4,00 4,00 -



-



30,00 175,90 231,40 281,30 216,00 234,70 281,20 266,15 268,00



Hal V - 162



3.



Rencana Pemanenan pada Tegakan Kelas Umur Berdasarkan data inventarisasi hutan, di wilayah KPH Yogyakarta terdapat kelas hutan Kelas Umur seluas 2.916,70 Ha yang tersebar di 5 BDH. Sebagaimana uraian di awal Bab V, berdasarkan kebijakan pengelola KPH Yogyakarta, panjang daur tegakan di KPH Yogyakarta adalah 15 tahun. Mengingat tidak diketahuinya volume tegakan pada akhir daur, maka pada rencana pengelolaan KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 – 2022 ini etat tebangan dihitung dengan pendekatan etat luas. Rumus untuk menghitung etat luas adalah luas kelas hutan produktif dibagi dengan daur. Berdasarkan rumus tersebut maka etat tebangan di KPH Yogyakarta adalah sebesar 2.916,7 ha /15 tahun = 194,4 Ha/tahun. Angka tersebut berarti bahwa jatah tebangan maksimal di wilayah KPH Yogyakarta adalah 194,4 Ha/tahun. Meskipun etat tebangan di KPH Yogyakarta sesuai perhitungan adalah 194,4 Ha/tahun, namun sesuai dengan kebijakan pemerintah propinsi D.I. Yogyakarta dimana BDH Kulonprogo-Bantul lebih diarahkan untuk menjaga keseimbangan ekosistem dan fungsi perlindungan maka pada dalam jangka tahun 2013-2022 BDH Kulonprogo-Bantul tidak akan dilakukan penebangan, sehingga luas kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta (diluar BDH Kulonprogo-Bantul) adalah = 2916,7 – 197,2 Ha = 2.719,5 Ha. Dari luas kelas hutan tersebut, maka etat tebangan di KPH Yogyakarta (diluar BDH Kulonprogo-Bantul) adalah = 2.719,5 Ha / 15 tahun = 181,3 Ha/tahun. Mengacu pada kebijakan pengelola KPH Yogyakarta pada jangka tahun 2013-2022 adalah ditekankan pada upaya peningkatan kualitas tegakan tidak produktif menjadi kelas hutan produktif, maka perlu dipertimbangkan beban pekerjaan yang harus dilakukan oleh petugas di lapangan. Berkenaan dengan pertimbangan keberhasilan pembuatan tanaman baik pada kelas hutan produktif maupun kelas hutan tidak produktif, meskipun jatah tebangan pada kelas hutan produktif adalah 181,3 Ha/tahun, namun pada jangka tahun 2013-2022 ini KPH Yogyakarta hanya akan menebang maksimal seluas 100 Ha/tahun. Berkenaan dengan penyusunan rencana pemanenan pada kelas hutan produktif berikut ini adalah ketentuan-ketentuan umum yang menjadi pertimbangan, yaitu: a. Sistem pemanenan yang diterapkan pada tegakan jati kelas hutan produktif adalah sistem Tebang Habis Permudaan Buatan (THPB).



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 163



b. Teknik pemanenan yang digunakan adalah tebang basah, artinya pohon ditebang tanpa melalui proses peneresan terlebih dahulu. c. Pemanenan dilakukan pada tahun berjalan, sedangkan penanaman akan dilakukan pada satu tahun berikutnya atau (Et+1). d. Untuk pemanenan pada jangka tahun 2013-2022 ditekankan pada tegakan yang memiliki umur 9 tahun ke atas, sedangkan tegakan yang memiliki umur 8 tahun ke bawah tetap dipertahankan sampai pada jangka pengelolaan berikutnya. Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pemanenan kelas hutan produktif di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 - 2022. Tabel 5.18. Rencana Pemanenan Kelas Umur KPH Yogyakarta 2013-2022 BDH PLAYEN KRMOJO PALIYAN PANGGANG TOTAL



2013



2014 -



-



LUAS PEMANENAN/TEBANGAN KELAS UMUR (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 36,0 26,5 36,3 36,0 10,0 10,0 48,5 50,5 26,0 30,2 20,0 50,0 25,0 45,0 35,0 30,0 40,0 83,5 95,5 97,0 96,7 96,3 86,0



2021 35,0 30,0 30,0 95,0



2022 75,0 23,2 98,2



Dari tabel di atas nampak bahwa pemanenan di KPH Yogyakarta baru dimulai pada tahun 2015. Selain di tahun 2014 KPH Yogyakarta masih fokus pada kegiatan penebangan pada kelas hutan tidak produktif dan kegiatan pemeliharaan/penjarangan, jadwal pemanenan tegakan Kelas Umur pada tahun 2015 ini berkaitan dengan persiapan yang harus dilakukan oleh KPh Yogyakarta dalam melaksanakan kegiatan pemanenan, seperti pelaksanaan job training pemanenan dll. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa pemanenan tegakan kelas umur di KPH Yogyakarta sebagian besar dilakukan di BDH Paliyan dan BDH Panggang. Kondisi ini sesuai dengan sebaran tegakan jati produktif yang sebagian besar berada di BDH Paliyan dan BDH Panggang. Khusus di RPH Kokap BDH Yogyakarta terdapat petak-petak tegakan kayu campuran yang rata-rata sudah berumur > 40 – 60 tahun. Berkenaan dengan kebijakan dari pemerintah propinsi D.I. Yogyakarta dimana kawasan hutan di kabupaten Kulon progo difungsikan untuk kawasan penyangga (catchment area) Waduk Sermo dan juga menjaga keseimbangan tata air kabupaten Kulon Progo, maka khusus pada RPH Kokap pada jangka tahun 2013- 2022 tidak direncanakan adanya kegiatan pemanenan. Yang dilakukan pada kawasan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 164



RPH Kokap sebatas kegiatan pemeliharaan, penjarangan, dan pengamanan tegakan. Berikut ini adalah rincian detail dari rencana pemanenan tegakan jati kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 165



Tabel 5.19. Rencana Pemanenan Tegakan Jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka 2013-2022 BDH PLAYEN



RPH Kemuning Kepek



Sub Total KRGMOJO Semanu Sub Total PALIYAN Menggoro Kedungwanglu Mulo



Petak



An. Ptk



4 88 90



4b 88 b 89 b 90 a



162



162



96 102 154 155 156



96 102C 154 155-b 156 156 157 160-a 160-b



157 160 Sub Total PANGGANG Bibal Gebang



Blimbing Sub Total



TOTAL



111 116 117 118 121 122



111 116 117 118 121 122



Luas (Ha)



Umur (Th)



36,30 9 36,00 11 26,50 11 71,00 9 169,80 20,00 9, 31 20,00 104,70 37, 26,5, 2 20,00 9 68,00 9 14,50 12 60,00 10 8,50 14 56,20 11 36,00 12 27,00 9 394,90 53,20 9 66,00 11; 8; 6 85,10 37; 36; 11;9;8;5 95,00 49; 13; 9; 8;7 101,90 12; 11; 8;7; 6; 5 71,60 10; 9; 5 472,80



dkn 0,92 1,24 1,59 0,60 0,67 0,54 0,70 0,56 0,71 0,63 0,66 1,29 0,69 0,60 0,60 0,80 1,00 0,87 0,90 0,54



1057,50



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Kelas Hutan KU I KU II KU II KU I



LUAS PENEBANGAN AKHIR DAUR TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA) 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 36,30 36,00 26,50 36,00 35,00 - 36,00 26,50 36,30 36,00 35,00 KU I & KU IV 10,00 10,00 - 10,00 - 10,00 KU I, KU III, KU IV 40,00 KU I 20,00 KU I 20,00 KU II 14,50 KU I 30,00 30,00 KU II 8,50 KU II 26,00 30,20 KU II 36,00 KU I - 48,50 50,50 26,00 30,20 20,00 50,00 30,00 KU I 30,00 KU I 20,00 KU I & KU IV 25,00 20,00 KU I & KU V 45,00 20,00 KU I & KU II 35,00 KU I 10,00 - 25,00 45,00 35,00 30,00 40,00 - 30,00



-



-



Keterangan



2022



umur 31, baru umur 9 khusus yg umur 37 & 26 48,00



27,00 75,00 23,20 khusus khusus khusus khusus khusus 23,20



83,50 95,50 97,00 96,70 96,30 86,00 95,00 98,20



Hal V - 166



umur 11 umur 36, 37 umur 13 & 49 umur 11 & 12 umur 10



4.



Rencana Penanaman pada Kelas Umur Setelah kegiatan pemanenan, maka pada petak-petak tersebut perlu secepatnya dilakukan penanaman. Berikut ini adalah beberapa ketentuan dalam kegiatan penanaman pada kelas umur: a. Untuk kegiatan penanaman pada areal bekas tebangan kelas umur dilakukan satu tahun setelah dilakukan kegiatan pemanenan, artinya jika tegakan jati ditebang pada tahun 2014 maka penanamannya akan dilakukan pada tahun 2015. b. Jenis yang dipilih untuk penanaman pada areal bekas tebangan kelas umur adalah jenis jati, dan diupayakan dengan jati unggul sehingga dapat menghasilkan produksi kayu yang optimal. c. Penanaman pada areal bekas tebangan diupayakan dengan sistem tumpangsari sehingga dapat melibatkan peran serta masyarakat sekitar hutan. d. Sesuai dengan karakteristik Propinsi D.I. Yogyakarta sebagai daerah pariwisata, beberapa jenis pohon yang perlu dibudidayakan di wilayah KPH Yogyakarta antara lain: 



Penanaman pohon-pohon nangka sebagai tanaman tepi ataupun tanaman pengisi untuk membantu pemenuhan bahan baku gudeg sebagai makanan khas dari propinsi Yogyakarta.







Penanaman/budidaya tanaman pulai (alstonia scholaris) untuk membantu pemenuhan bahan baku industri kerajinan topeng.



Berikut ini adalah gambaran dari rencana kegiatan penanaman tegakan jati Kelas Umur di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013 - 2022. Tabel 5.20. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan Kelas Umur Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN KRMOJO PALIYAN PANGGANG TOTAL



2013 -



LUAS PENANAMAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 36,0 26,5 36,3 36,0 10,0 10,0 48,5 50,5 26,0 30,2 20,0 50,0 25,0 45,0 35,0 30,0 40,0 83,5 95,5 97,0 96,7 96,3 86,0



2022 35,0 30,0 30,0 95,0



Dari data pada tabel di atas nampak bahwa apabila kegiatan penebangan dilakukan pada tahun 2015, maka kegiatan penanaman baru dilakukan mulai



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 167



tahun 2016. Setiap tahun rata-rata luas penanaman di KPH Yogyakarta sebesar 90 – 100 Ha, yang tersebar di beberapa BDH, terutama di BDH Paliyan dan BDH Panggang. Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 168



Tabel 5.21. Rencana Penanaman Areal Bekas Tebangan pada Tegakan Jati Kelas Umur Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN



KRGMOJO PALIYAN



RPH Kemuning Kepek



Sub Total Semanu Sub Total Menggoro Kedungwanglu Giring Mulo



Petak



An. Ptk



4 88 90



4b 88 b 89 b 90 a



162



162



96 102 103 147 154 155



96 102C 103A 147 154 155-a 155-b 156 156 157 160-a 160-b



156 157 160



PANGGANG



Sub Total Bibal Gebang



Blimbing Sub Total TOTAL



110 111 116 117 118 119 121 122 127



110 111 116 117 118 119 121 122 127



Luas (Ha) 36,30 36,00 26,50 71,00 169,80 20,00 20,00 104,70 20,00 44,10 83,50 68,00 40,00 14,50 60,00 8,50 56,20 36,00 27,00 562,50 55,90 53,20 66,00 85,10 95,00 48,30 101,90 71,60 68,20 645,20 1397,50



Umur (Th)



dkn



9 11 11 9



0,92 1,24 1,59 0,60



Kelas Hutan KU I KU II KU II KU I



9, 31



0,67



KU I & KU IV



37, 26,5, 2 9 9 9 9 9 12 10 14 11 12 9



0,54 0,70 0,60 0,79 0,56 0,71 0,71 0,63 0,66 1,29 0,69 0,60



KU I, KU III, KU IV KU I KU I KU I KU I KU I KU II KU I KU II KU II KU II KU I



9 9 11; 8; 6 37; 36; 11;9;8;5 49; 13; 9; 8;7 9 12; 11; 8;7; 6; 5 10; 9; 5 9; 8



0,62 0,60 0,80 1,00 0,87 0,76 0,90 0,54 0,69



KU I KU I KU I KU I & KU IV KU I & KU V KU I KU I & KU II KU I KU I



LUAS PENANAMAN AREAL BEKAS TEBANGAN TEGAKAN JATI KELAS UMUR (HA) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 36,30 36,00 26,50 36,00 35,00 36,00 26,50 36,30 36,00 35,00 10,00 10,00 10,00 10,00 40,00 20,00



2013



20,00 14,50 30,00



50,00



30,00



8,50 26,00



30,20



26,00



30,20



36,00 -



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



30,00



-



-



48,50



50,50



20,00



30,00 20,00 25,00



20,00 45,00



20,00 35,00 10,00



-



-



-



25,00 83,50



45,00 95,50



35,00 97,00



30,00 96,70



40,00 96,30



86,00



30,00 95,00



Hal V - 169



5.5.2.2. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Hutan Kayu Putih 1. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih Saat ini tegakan kayu putih di KPH Yogyakarta merupakan salah satu tulang punggung pemasukan keuangan untuk APBD propinsi DIY. Pada tahun 2013 target pendapatan yang diharapkan dari minyak kayu putih sebesar 8 Milyar. Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 petak-petak tegakan kayu putih berada di kawasan hutan lindung dan kawasan hutan produksi. Untuk produksi daun kayu putih direncanakan berasal dari kawasan hutan produksi, karena tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan lindung akan dirombak menjadi tegakan hutan rimba. Berikut ini adalah rencana produksi daun kayu putih di KPH Yogyakarta jangka tahun 2013-2022. Tabel 5.22. Rencana Pungutan Daun Kayu Putih Jangka Tahun 2013-2022 BDH



2013 PLAYEN 1.415,1 KRMOJO 2.325,2 PALIYAN 434,7 PANGGANG 30,0 KPROGO-BANTUL 303,8 TOTAL 4.508,8



2014 1.415,1 2.325,2 434,7 30,0 243,8 4.448,8



LUAS AREAL PEMUNGUTAN DAUN KAYU PUTIH (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 1.415,1 1.415,1 1.415,1 1.415,1 1.415,1 1.415,1 2.325,2 2.325,2 2.325,2 2.325,2 2.325,2 2.325,2 434,7 434,7 434,7 434,7 434,7 434,7 187,5 128,5 64,0 4.362,5 4.303,5 4.239,0 4.175,0 4.175,0 4.175,0



2021 1.415,1 2.325,2 434,7 4.175,0



2022 1.415,1 2.325,2 434,7 4.175,0



Dari data pada tabel di atas direncanakan luas areal pemungutan areal kayu putih pada awal-awal jangka seluas 4.508,8 ha namun seiring dengan adanya kegiatan perombakan/perubahan tegakan kayu putih menjadi tegakan rimba di BDH Kulon Progo-Bantul dan di BDH Panggang yang dilaksanakan sejak tahun 2014, maka ada penurunan luas tegakan kayu putih yang dipungut daunnya sehingga di akhir jangka luas tegakan kayu putih yang dipungut daunnya hanya 4.175 Ha. Meskipun ada penurunan luas tegakan kayu putih, namun diharapkan pada akhir jangka 2013-2022 akan ada peningkatan produktifitas daun kayu putih. Peningkatan produktifitas daun kayu putih tersebut karena adanya peningkatan jumlah pohon kayu putih per hektar hasil dari kegiatan pengkayaan (enrichment planting). Diharapkan jika saat ini produktifitas tegakan kayu putih per hektar hanya berkisar antara 1 ton/ha sampai 1.5 ton/ha, maka diharapkan pada tahun 2020 produktifitas pungutan daun kayu putih meningkat menjadi 2,0 – 3,0 ton/ha. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 170



2. Rencana Pengkayaan (Enrichment Planting) Tegakan Kayu Putih Berdasarkan hasil inventarisasi hutan tahun 2012 masih banyak petakpetak tegakan kayu putih yang memiliki kerapatan dibawah kondisi normal (dkn < 0,5). Dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung seluas 303,75 Ha, terbagi dalam Tanah Kosong (TK) seluas 130,30 Ha (42,90%), dan Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 173,45 Ha (57,10%). Sedangkan untuk tegakan kayu putih yang berada di kawasan hutan produksi terbagi dalam Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK) seluas 2.496,40 Ha (59,37%), kemudian Tanah Kosong seluas 1.603,90 Ha (38,14%), dan untuk tegakan normal (nilai dkn ≥ 0,5) hanya seluas 104,70 Ha (2,49%). Berkenaan dengan tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi yang sebagian besar termasuk kelas hutan tidak produktif baik TK maupun TBK, maka penyusunan rencana teknik kehutanan pada tegakan kayu putih pada kawasan hutan produksi jangka tahun 2013-2022 difokuskan pada penyusunan rencana pengkayaan (enrichment planting). Mengingat luas tegakan kayu putih yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong cukup luas yaitu mencapai 1.603,90 Ha, maka pada jangka tahun 2013-2022 kegiatan pengkayaan tegakan kayu putih difokuskan pada kelas hutan Tanah Kosong. Untuk tegakan kayu putih yang termasuk kelompok Tegakan Bertumbuhan Kurang akan dilakukan pada waktu-waktu mendatang. Diharapkan dengan kegiatan pengkayaan nilai dkn tegakan akan meningkat menjadi tegakan normal (n lapangan berkisar di angka 3.333 pohon/ha). Khusus untuk kawasan hutan lindung, mengingat tegakan hutan kayu putih tidak dapat memberikan manfaat dan fungsi perlindungan secara optimal karena setiap tahun dilakukan pemangkasan daun, maka pada kawasan hutan lindung direncanakan untuk dilakukan kegiatan pengkayaan (penggantian) dari tegakan kayu putih menjadi tegakan kayu rimba campuran yang memiliki tajuk evergreen seperti tegakan pinus, kemiri atau jenis-jenis penghasil hutan non kayu. Diharapkan untuk kawasan hutan lindung ke depan hanya akan dimanfaatkan untuk produksi hasil hutan non kayu khususnya penyadapan getah. Berikut ini adalah gambaran umum dari rencana kegiatan pengkayaan tegakan kayu putih di kawasan hutan produksi jangka tahun 2013 - 2022.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 171



Tabel 5.23. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih KH Tanah Kosong Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN KRMOJO PALIYAN TOTAL



2013 -



LUAS PENGKAYAAN (ENRICHMENT PLANTING ) TEGAKAN KAYU PUTIH (HA) 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 125,4 109,6 109,4 168,4 160,9 147,3 129,1 144,0 159,1 72,4 65,0 68,9 2,5 11,0 6,0 20,0 16,1 25,0 27,0 23,6 13,2 200,3 185,6 184,3 188,4 177,0 172,3 156,1 167,6 172,3



Dari tabel di atas nampak bahwa kegiatan pengkayaan tegakan kayu putih mulai dilakukan tahun 2014 sampai dengan tahun 2022 dengan rata-rata luas pengkayaan antara 175 – 190 ha/tahun. Target jumlah pohon yang diharapkan adalah 3.333 pohon/ha. Untuk pola pertanaman, jarak tanam, dan jumlah bibit yang akan ditanam setiap hektar disesuaikan dengan jumlah tegakan riil yang ada dilapangan, dengan target jumlah pohon per hektar yang diharapkan tersebut. Berikut ini adalah rincian detail dari rencana penanaman areal bekas tebangan kelas hutan produktif (Kelas Umur) di tiap-tiap RPH dan BDH di KPH Yogyakarta.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 172



Tabel 5.24. Rencana Pengkayaan Tegakan Kayu Putih pada Kelas Hutan Tanah Kosong Jangka Tahun 2013-2022 BDH PLAYEN



RPH Wonol a gi



Kemuni ng



Gubugrubuh



Menggora n



Kepek Sub Total KRGMOJO Kenet



PALIYAN



Sub Total Grogol



Petak



An. Ptk



1 66 67 68 3 4 9 12 76 77 78 79 80 81 82 85C 90 92



1 66 67 68 3a 4a 9a 12 76 77 78 79 80 81 82 85C 90 b 92



49 53 54 129



129A 129B 129C



130 133 134 Mul o Sub Total TOTAL



160



130A 133A 134A 134B 160 c



Luas (Ha)



Umur (Th)



73,60 38, 34, 9 71,60 16, 17, 22, 40 88,00 5, 7, 17, 22, 31, 42, 43 70,30 7, 9, 38, 60 12,70 40, 38 28,80 8 48,70 9, 8, 5 71,70 40 79,40 29 46,40 23 87,30 8 109,20 11 118,70 33 117,50 39, 36, 33, 32, 27, 16, 7 116,00 26, 17, 7 18,00 7 8,00 8 87,30 9 1253,20 72,40 5, 16, 18, 33, 34, 42, 43 65,00 21, 33, 36, 37, 38, 39, 40, 44, 47 68,90 8, 9, 15, 20, 34, 36, 38, 52 206,30 20,00 8 16,10 30 7,50 15 2,50 42 11,00 15 5,70 8 27,00 6 23,60 8 25,00 5 6,00 144,40 1.603,9



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



dkn 0,08 0,10 0,13 0,12 0,02 0,18 0,05 0,18 0,04 0,03 0,06 0,08 0,04 0,13 0,18 0,17 0,09 0,12



Kelas Hutan TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK



2013



2021



2022



70,30 12,70 28,80 48,70 30,00



41,70



79,40 46,40 87,30 79,00



30,20 118,70 60,00



57,50 56,00



60,00



18,00 8,00



TK TK TK



125,40 72,40



109,60



109,40



168,40



160,90



87,30 147,30



129,10



144,00



159,10



20,00



-



-



-



-



-



65,00 -



0,15 0,15 0,19 0,08 0,12 0,19 0,17 0,19 0,15 0,12



LUAS PENGKAYAAN TEGAKAN KAYU PUTIH (HA) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 73,60 71,60



88,00



0,15 0,16 0,16



2014



TK TK TK TK TK TK TK TK TK TK



72,40



65,00



68,90 68,90



16,10 7,50 2,50 11,00 5,70 27,00 23,60 25,00 -



2,50 200,30



11,00 185,60



6,00 6,00 184,30



20,00 188,40



16,10 177,00



25,00 172,30



27,00 156,10



23,60 167,60



Hal V - 173



13,20 172,30



5.5.2.3. Rencana Kelola dan Pemanfaatan pada Tegakan Kayu Rimba Di sebagian wilayah kelola KPH Yogyakarta, terdapat tegakan hutan rimba (diluar tegakan jati dan tegakan kayu putih) antara lain tegakan mahoni 151.80 ha (0,97%), Acasia auriculiformis 208,95 ha (1.33%), Acasia catechu 7,8 ha (0.05%), Pinus 130,00 ha (0.83%), Kemiri 159,3 ha (1,01%), Kesambi 17,8 ha (0.11%), Gmelina 1,00 ha (0,01%), Gliricedea 17,9 ha (0,08%), Sono 41,30 ha (0,26), Bambu 5,20 ha (0,03%), Murbei 4,90 ha (0,03%), dan campuran 847,60 ha (5,39%). Berikut ini adalah rencana pengelolaan pada hutan rimba yang dominan, yaitu untuk tegakan pinus, tegakan akasia, dan tegakan mahoni: 1. Rencana pada Tegakan Pinus Hutan pinus di KPH Yogyakarta yang umumnya berada di kawasan hutan lindung dalam beberapa tahun terakhir ini sudah dimanfaatkan untuk disadap getahnya. Berkenaan dengan optimalisasi pemanfaatan kawasan hutan lindung untuk pendapatan perusahaan dan masyarakat sekitar hutan, maka direncanakan ada penambahan luas tegakan pinus merkusii dari yang saat ini luasnya sekitar 100 ha akan ditingkatkan menjadi 300 ha. Berkenaan dengan kebijakan tersebut, dilakukan penyusunan rencana perombakan dari tegakan kayu putih di kawasan hutan lindung menjadi tegakan pinus merkusii. (untuk detail rencana lihat di bagian Rencana pada Kawasan Hutan Lindung). 2. Rencana pada Tegakan Akasia Saat ini di beberapa BDH di KPH Yogyakarta terdapat tegakan hutan acacia auriculiformis seluas 209,00 ha dan acacia catechu seluas 7,80 Ha. Mengingat tegakan acacia auriculiformis dan acacia catechu tersebut sudah memasuki umur daur, maka direncanakan untuk dilakukan penyusunan rencana pemanenan tegakan akasia auriculiformis. Namun sistem pemanenannya akan dilakukan dengan sistem tebang pilih. 3. Rencana pada Tegakan Mahoni KPH Yogyakarta memiliki tegakan hutan mahoni seluas 151,80 Ha yang lokasinya tersebar di semua BDH. Untuk tindakan pengelolaan ke depan dalam 10 tahun ke depan lebih difokuskan pada kegiatan pengamanan dan penjagaan karena umur tegakan mahoni yang ada belum layak untuk dilakukan pemanenan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 174



5.5.3. Rencana Pemanfaatan Lahan di Bawah Tegakan Kawasan hutan KPH Yogyakarta memiliki peranan yang sangat penting bagi para pihak, terutama masyarakat sekitar hutan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Selain untuk memenuhi kebutuhan kayu bakar, bagi masyarakat sekitar hutan, lahan yang ada di kawasan hutan KPH Yogyakarta merupakan salah satu lokasi alternatif untuk menanam tanaman pertanian semusim melalui teknik agroforestry atau lazim dikenal dengan nama tumpangsari. Sistem tumpangsari pada tegakan jati umumnya hanya dapat dilakukan sampai tegakan berumur < 5 tahun, karena setelah tegakan berumur 5 tahun biasanya lahan dibawah tegakan sudah ternaungi oleh tajuk pohon jati, meskipun di beberapa lokasi masyarakat terlihat masih melakukan penanaman tumpangsari di bawah tegakan jati yang sudah berumur > 5 tahun karena keterbatasan lahan pertanian yang dimilikinya. Namun untuk lahan tegakan kayu putih sejak mulai dibudidayakan awal dasawarsa 1980-an, areal tersebut sudah menjadi lahan milik kedua bagi menjadi para petani karena dengan sistem pungut daun dengan teknik pangkasan maka lahan tegakan kayu putih menjadi lahan yang ideal untuk kegiatan tumpangsari. Saat ini komoditi tanaman pertanian semusim atau tanaman palawija yang sudah lazim dikembangkan oleh petani hutan di lahan hutan antara lain: jagung, ketela pohon, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, dll. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan juga untuk menambah pendapatan bagi pengelola KPH, ke depan pihak pengelola KPH akan mengembangkan program-program optimalisasi lahan-lahan di bawah tegakan baik dengan pola kemitraan maupun dalam rangka pemberdayaan kelompok-kelompok tani hutan. Beberapa jenis komoditi yang direncanakan untuk dikembangkan pada lahan di bawah tegakan jati antara lain: porang, empon-empon (jahe, kunyit, kunir putih dll), garut, dan beberapa jenis tanaman tahan teduh lainnya. Sedangkan untuk lahan dibawah tegakan kayu putih, komoditas yang direncanakan untuk dikembangkan adalah tanaman camelina sativa, janggelan, dan beberapa komoditi unggulan lain. Diharapkan dengan pola kemitraan antara pengelola KPH, investor, dan petani hutan akan mampu meningkatkan pendapatan bagi KPH Yogyakarta dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan. 5.6.



Rencana Pengembangan Potensi Wisata Di wilayah kelola KPH Yogyakarta terdapat banyak potensi wisata yang bisa dikembangkan. Potensi ini tersebar di berbagai wilayah (RPH dan BDH). Beberapa



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 175



kawasan yang sangat potensial untuk wisata meliputi berbagai gua karst dan air terjun yang banyak ditemukan di Gunungkidul. Selain itu juga ada Waduk Sermo yang terletak di Kabupaten Kulon Progo dengan pemandangan yang menarik, dan masih banyak yang lainnya. Berkaitan dengan potensi wisata yang banyak terdapat di wilayah kelola KPH Yogyakarta, pihak pengelola KPH merencanakan untuk mengembangkan potensi-potensi tersebut. Selain untuk memberikan pemasukan finansial perusahaan, pengelolaan potensi wisata tersebut juga bertujuan untuk pemberdayaan masyarakat, dan untuk menyediakan kawasan rekreasi bagi masyarakat. Potensi pasar cukup menjanjikan seiring dengan meningkatnya tuntutan masyarakat urban (di Yogyakarta) dan wilayah sekitar Yogyakarta. Pengemasan potensi wisata tersebut menjadi salah satu kunci utama pengembangan kawasan wisata. KPH akan memadukan sajian alam, dengan sajian kultur/ budaya, terutama yang menonjolkan keunikan budaya Yogyakarta. Konsep natural-cultural heritage akan dijadikan tema dalam pengembangan kawasan wisata. Pementasan budaya di kawasan wisata bisa menjadi salah satu strategi utama. Selain itu, untuk marketing kawasan wisata ini, pengelola KPH Yogyakarta akan bekerjasama dengan pengelola obyek wisata lain di Yogyakarta yang sudah terbangun dan dikenal oleh kalayak luas, melalui paket-paket wisata. Untuk pengembangan wisata itu, KPH akan menjalin kerjasama dengan berbagai pihak. Masyarakat lokal akan dijadikan partner utama. Saat ini sudah ada beberapa pengembangan wisata yang dilakukan oleh masyarakat di kawasan hutan KPH Yogyakarta (contoh: Kelompok Tani HKm). Selain itu, KPH mungkin bisa menggandeng investor untuk pembangunan sarana dan prasarana maupun pemasaran obyek wisata (lihat Rencana Pengembangan Kemitraan). 5.7.



Rencana Pemberdayaan Masyarakat Rencana pemberdayaan masyarakat ditujukan untuk meningkatkan kapasitas sumberdaya masyarakat desa hutan untuk mengembangkan potensi yang dimiliki dan meningkatkan resiliensi dan kemandirian penghidupan, yang bermuara pada peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan. Rencana pemberdayaan masyarakat desa hutan mencakup 2 hal, yaitu 1) pemberian akses terhadap hutan negara yang lebih baik, dan 2) pengembangan potensi yang ada di masyarakat. Berkenaan dengan kegiatan pemberdayaan masyarakat selama ini sudah dilakukan melalui skema pemberiaan ijin IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan rencana pengembangan hutan desa.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 176



Sesuai dengan arahan dan kebijakan dari Dinas Kehutanan Propinsi dan Balai KPH Yogyakarta, selama jangka pengelolaan 2013-2022 untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat melalui IUPHHK-HKm dan IUPHHK-HTR tidak dilakukan melalui skema perluasan areal, namun lebih difokuskan pada pemantapan kelembagaan pengelola HKm/HTR, dan optimalisasi pemanfaatan lahan melalui pelaksanaan kegiatan teknik kehutanan. Arah kegiatan pemberdayaan yang akan dilakukan dalam jangka 20132022 ini menggunakan pendekatan pola pelibatan aktif/partisipasi masyaraat, dan pola kemitraan baik untuk pemanfaatan pada blok pemberdayaan masyarakat, blok wilayah tertentu, baik dengan pemanfaatan lahan di bawah tegakan dengan pola agroforestry maupun pola-pola lain. Berikut ini adalah beberapa bentuk pemberdayaan masyarakat yang akan dikembangkan oleh pengelola KPH Yogyakarta selama jangka 2013-2022. 5.7.1. Peningkatan akses ke hutan negara Pemberdayaan akan diarahkan pada pemberian akses terhadap hutan yang lebih baik kepada masyarakat desa hutan agar bisa mendapatkan kemanfaatan yang lebih nyata bagi penghidupan mereka. 



Peningkatan akses terhadap lahan Akses terhadap lantai hutan untuk penanaman tanaman masih cukup penting bagi masyarakat desa yang menggantungkan hidup pada sektor pertanian. Akses yang lebih baik diwujudkan dalam pemberian plot tanam yang lebih lebar diantara species kehutanan. Untuk tanaman kayu putih, pengaturan penanaman akan diatur sedemikian rupa dengan adanya jalur tanaman kehutanan dan jalur tanaman pertanian agar lokasi tanaman pangan bisa lebih luas sepanjang jumlah pohon kayu putih masih bisa dipertahankan sekitar 3.333 pohon/Ha. Skema agroforestry di tegakan jati juga akan tetap dipertahankan, dengan memperhatikan karakteristik sosio-demografi dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Sebagai contoh, penanaman jenis-jenis pakan ternak (fodder) akan didorong di desa-desa yang mempunyai potensi ternak yang tinggi.







Peningkatan akses terhadap hasil hutan non-kayu Di dalam tegakan kayu putih direncanakan akan diuji coba pengkayaan jenis khususnya dengan pohon kenanga. Bagi KPH, tanaman ini nantinya akan difungsikan untuk memperbaiki kualitas ekosistem hutan, sedang bunganya akan dialokasikan untuk dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai tambahan penghasilan. Di hutan lindung, masyarakat desa hutan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 177



tetap diperbolehkan mendapatkan sumber-sumber penghidupan, dari hasil hutan non-kayu. Untuk kawasan hutan lindung yang kondisinya kritis, masyarakat akan didorong untuk ikut terlibat dalam kegiatan restorasi, dengan menaman jenis-jenis yang nantinya bisa memberikan hasil yang bernilai ekonomi tinggi. 



Peningkatan peluang pekerjaan bagi masyarakat KPH Yogyakarta juga akan terus membuka peluang-peluang pekerjaan bagi masyarakat. Selain terlibat sebagai tenaga pesanggem dan tenaga pungut daun kayu putih, ke depan ketelibatan masyarakat dalam pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta akan semakin banyak dan beragam karena selain ada kegiatan tanaman juga akan dilakukan kegiatan pemeliharaan/penjarangan, pemanenan/tebangan, dan beberapa kegiatan kelola hutan lainnya. Di samping itu keterlibatan masyarakat untuk terlibat sebagai tenaga penyadap getah pinus juga akan semakin terbuka dengan adanya rencana perluasan tegakan pinus di kawasan hutan lindung seluas ± 300 ha untuk menggantikan tegakan kayu putih yang selama ini ada di kawasan hutan lindung.







Peningkatan manfaat skema kehutanan sosial Seiring dengan era kehutanan sosial, skema HKm, HTR, dan Hutan Desa akan terus difasilitasi oleh pengelola KPH agar benar-benar bisa memberikan kemanfaatan bagi kelompok pemegang ijin. Apalagi pada akhir tahun 2012 yang lalu, kelompok tani pengelola HKm sudah mendapatkan IUPHHK-HKm. Dengan adanya IUPHHK-HKm tersebut merupakan peluang bagi kelompok tani pengelola HKm dan juga KPH Yogyakarta untuk mengawal, membimbing dan mengarahkan sistem pengelolaan berbasis kehutanan sosial. Dalam kaitan dengan pendanaan, pengelola KPH juga akan memfasilitasi kelompok pemegang ijin HKm untuk dapat mengakses dana BLU yang ada di Kementrian Kehutanan. Selain itu, akan diekplorasi pengusulan ijin-ijin baru khususnya ijin Hutan Desa di kawasan hutan AB. Salah satu hal penting yang direncanakan akan dilakukan oleh pengelola KPH Yogyakarta adalah mengembangkan pola-pola kemitraan dalam kerangka berbagi peran, berbagi manfaat, dan berbagi hasil dalam pengelolaan hutan antara pihak KPH dengan kelompok-kelompok tani hutan yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan, dan pemerintah daerah melalui skema Cooperative Forest Management



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 178



sebagaimana konsep Pengelolaan Sumber Daya Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) yang dikembangkan oleh Perum Perhutani. Diharapkan dengan adanya skema HKm, HTR, Hutan Desa, dan Cooperative Forest Management akan dapat menjamin keberlanjutan fungsi produksi dan fungsi sosial dari kawasan hutan. 5.7.2. Pendampingan pengembangan potensi masyarakat desa hutan 



Pendampingan pengelolaan hutan rakyat Hutan rakyat mempunyai posisi yang sangat strategis, karena keseluruhan luasan hutan negara di propinsi D.i. Yogyakarta hanya sekitar 5,9%, yang berarti jauh dari luasan tutupan minimal 30% seperti yang telah digariskan dalam UU. Kehutanan No. 41/ 1999. Keberadaan hutan rakyat mampu menutupi defisiensi hutan negara dalam menyediakan layanan ekologis bagi masyarakat. Namun dalam pengelolaan hutan rakyat tersebut masih dijumpai beberapa kelemahan khususnya dalam hal penguasaan silvikultur, pengorganisasian pengelola hutan rakyat, dan lemahnya jaringan pemasaran dan permodalan. Oleh karena itu, KPH Yogyakarta, bersama berbagai instansi terkait hutan rakyat akan berkontribusi dengan melakukan pendampingan bagi pengelola hutan rakyat untuk meningkatkan perkembangan hutan rakyat di Propinsi D.I. Yogyakarta. Beberapa kegiatan pendampingan yang akan dilakukan, antara lain meliputi: penyediaan bibit unggul, pelatihan dan bimbingan teknis silvikultur, bimbingan dalam pembentukan unit manajemen hutan rakyat, bimbingan dalam mengelola pemasaran hasil hutan, dan bimbingan dalam menembus akses permodalan.







Peningkatan rantai nilai (value chain) industri pengolahan kayu Rantai nilai merupakan rangkaian aktivitas yang terintegrasi mulai dari input pemasok logistik (faktor produksi), proses produksi, proses finishing, pendistribusian dan penjualan dan pelayanan bagi konsumen. Tujuan akhir dari pengembangan rantai nilai adalah untuk meningkatkan efisiensi usaha mendorong keunggulan komparatif suatu usaha, dan memberdayakan kemampuan lokal. Produksi kayu dari wilayah propinsi Yogyakarta, terutama dari hutan rakyat, cukup besar. Setiap bulannya ada sekitar 1.000 m3 kayu yang diproduksi. Sayangnya sebagian besar kayu tersebut dijual dalam bentuk kayu gelondongan ke sentra-sentra industri di daerah lain seperti Jepara, Klaten, Sukoharjo dan Semarang. Penjualan dalam



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 179



bentuk kayu gelondongan kurang bisa memberi nilai tambah bagi produsen. Keuntungan seperti terbukanya lapangan kerja dan pendapatan daerah, justru lebih banyak dinikmati oleh daerah lain. Oleh karena itu KPH Yogyakarta akan melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah untuk mendorong pengembangan industri pengolahan kayu di sentra produksi kayu, terutama Kabupaten Gunungkidul. Pengembangan industri nantinya akan meliputi industri pengolahan produk setengah jadi dan produk jadi. 5.8.



Rencana Pembinaan dan Pemantauan Pemegang Ijin Kawasan hutan KPH Yogyakarta merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Adanya berbagai ijin pengelolaan di beberapa wilayah (HKm dan HTR, dan rencana juga Hutan Desa di kawasan hutan AB di BDH Paliyan) tidak menjadikan pengelolaannya terlepas dari rencana pengelolaan KPH secara keseluruhan. Prinsip kesatuan rencana pengelolaan juga akan digunakan dalam konteks benchmarking pengelolaan hutan (sertifikasi legalitas kayu (SVLK) atau pengelolaan hutan lestari. Dalam konteks pengelolaan hutan lestari, diharapkan sertifikasi pengelolaan hutan akan diajukan oleh KPH Yogyakarta dan mencakup seluruh kawasan termasuk kawasan yang dibebani ijin, sehingga nantinya para pemegang ijin tidak perlu mengurus sertifikasi sendiri-sendiri. Oleh karena itu, pengelolaan dari kawasan yang diberikan ijin akan dikoordinasikan dan disinergikan dengan KPH. Sinergi ini juga mencakup pengesahan seluruh aktivitas kegiatan pengelolaan (termasuk pemanfaatan seluruh sumberdaya) di kawasan hutan dari ijin yang dimaksud. Disini, KPH Yogyakarta bertanggungjawab penuh atas seluruh perencanaan, pelaksanaan kegiatan, monitoring dan evaluasi seluruh aktivitas di kawasan hutan. Prinsip otonomi ini juga dimaksudkan untuk mendorong proses birokrasi yang lebih sederhana sehingga seluruh kegiatan pengelolaan hutan di kawasan yang dibebani berbagai ijin bisa berjalan dengan efektif, dan selaras dengan kebijakan pengelolaan KPH secara keseluruhan. Sesuai dengan amanat pasal 9 dalam PP No. 6/2007 jo PP No. 3/2008 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, dan Pemanfaatan Hutan, peran dan posisi Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) sangat penting. Menurut pasal 9 tersebut organisasi KPH mempunyai tugas dan fungsi untuk: a. Menyelenggarakan pengelolaan hutan yang meliputi : 1. Tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan;



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 180



2. Pemanfaatan hutan 3. Penggunaan kawasan hutan; 4. Rehabilitasi hutan dan reklamasi; dan 5. Perlindungan hutan dan konservasi alam.



b. Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, propinsi dan kabupaten/kota bidang kehutanan untuk diimplementasikan; c. Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan diwilayahnya mulai dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan serta pengendalian; d. Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan pengelolaan hutan di wilayahnya; e. Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan. Maksud dari tugas dan fungsi KPH sebagai penyelenggara artinya jika terdapat izin pemanfaatan di wilayah kelola KPH maka fungsi penyelenggaraan adalah sebatas melakukan pembinaan dan pengendalian (memantau), namun apabila tidak terdapat izin pemanfaatan maka KPH yang menjadi pelaksana kegiatan di lapangan. Sebagaimana sudah diuraikan di atas, berkenaan dengan keberadaan IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR di wilayah kelola KPH Yogyakarta, maka peran dari pengelola KPH Yogyakarta pada jangka 2013-2022 bukan dalam rangka perluasan areal kelola namun lebih ditekankan pada melakukan pembinaan, melakukan pengendalian (pemantauan) dan evaluasi. Bentuk pembinaan, pengendalian (pemantauan), dan evaluasi yang dilakukan oleh pengelola KPH Yogyakarta terhadap para pemegang ijin antara lain: a. Pengembangan kelembagaan, pengembangan usaha,bimbingan teknologi, pendidikan dan latihan, serta akses terhadap pasar. b. Memantau keselarasan dan kesesuaian antara RKUPHHK untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun yang disusun oleh para pemegang ijin dengan Rencana Pengelolaan Hutan yang disusun oleh KPH. c. Mengesahkan dokumen Rencana Kerja Tahunan (RKT) para pemegang ijin baik IUPHHK-HKm, IUPHHK-HTR, dan IUPHHK-Hutan Desa. d. Mengevaluasi pelaksanaan RKT setiap tahun dan RUPHHK setiap 5 (lima) tahun oleh pemegang izin.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 181



e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pemanfaatan hutan dan penggunaan kawasan hutan sesuai dengan rambu-rambu dalam peraturan perundang-undangan f. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan rehabilitasi dan reklamasi hutan yang dilaksanakan oleh pemegang ijin pemanfaatan dan ijin penggunaan kawasan hutan setiap tahun pelaksanaan kegiatan . 5.9.



Rencana Kelola Lingkungan Semua hutan, baik hutan produksi maupun hutan lindung/ kawasan konservasi harus mampu mengampu fungsi-fungsi ekologi dan lingkungan. Oleh karena itu, rencana kelola lingkungan akan dilakukan di semua hutan, dengan meningkatkan stabilitas ekosistem dari semua kawasan hutan. Di hutan produksi, kelola lingkungan disinergikan dengan rencana produksi, terutama terkait dengan penanaman tanah kosong. Selain itu, akan dilakukan penanaman jenis-jenis yang mempunyai fungsi konservasi di hutan produksi. Rencana dan strategi kelola di hutan lindung, akan disesuaikan dengan karakteristik hutan lindung yang ada. Hutan lindung di KPH Yogyakarta yang seluas 2.312,80 ha tersebar di beberapa kabupaten dengan karakteristik geologi yang beragam dan problematika yang beragam pula. Mayoritas hutan lindung di Gunungkidul berada di batuan karst, dengan solum tanah yang tipis. Sementara itu, kondisi geologi sebagian besar hutan lindung di Kulonprogo dan Kulonprogo relatif cukup labil dan rawan longsor dengan solum tanah yang cukup tebal dan subur. Oleh karena itu, restorasi kawasan lindung kritis akan dilakukan dengan pendekatan yang berbeda. Restorasi kawasan lindung kritis di Gunungkidul akan diarahkan untuk mendukung konservasi kawasan karst tersebut. Sedangkan di dua kabupaten lainnya, stabilitas geologi menjadi sangat krusial. Dari sisi sosio-demografi masyarakat, banyak kantong-kantong kemiskinan di sekitar hutan lindung. Pelibatan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat akan didorong dalam kegiatan restorasi kawasan. Masyarakat desa hutan akan didorong untuk melakukan penanaman jenis yang bisa memberikan hasil hutan non-kayu untuk peningkatan pendapatan. Pemilihan jenis akan disesuaikan dengan ragam kondisi geologi dan tujuan konservasi tersebut di atas. Konservasi sempadan sungai menjadi prioritas KPH Yogyakarta. Bambu merupakan species alternatif yang mempunyai fungsi konservasi yang sangat baik dan mampu melindungi sumberdaya air baku. Bambu relatif mudah tumbuh, terutama disekitar badan-badan air seperti di sekitar sempadan sungai. Oleh



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 182



karena itu, kegiatan rehabilitasi dan konservasi sempadan sungai akan dilakukan dengan budidaya bambu. Selain manfaat ekologis, bambu mempunyai potensi ekonomi yang sangat prospektif. Nilai perdagangan bambu di skala global mencapai sekitar 10 miliar USD pada tahun 2011, diharapkan meningkat sampai 20 miliar USD pada tahun 2015. Dalam skala lokal, kebutuhan bambu untuk konstruksi bangunan dan kerajinan juga sangat prospektif. Oleh karena itu, budidaya bambu di sempadan sungai diharapkan akan memberikan sumbangan finansial yang cukup menjanjikan. Total panjang sungai di KPH Yogyakarta mencapai sekitar 70 Km. Direncanakan, budidaya bambu akan dilakukan dilakukan 10 meter di kiri dan kanan badan sungai dengan rumpun diatur secara alternate (untu walang) dengan jarak antara 10 meter, sehingga untuk sungai sepanjang 1 km akan dibudidayakan bambu sebanyak 100 rumpun. Model penanaman secara alternate ini lebih didasarkan pada pertimbangan teknis pada saat pemanenan. Masyarakat akan diijinkan untuk mengambil rebung, sehingga hal ini akan memberi ruang memanen bambu tua tanpa merusak batang lain dalam rumpun. Budidaya bambu ini direncanakan akan dilakukan sepanjang 1 km/ tahun (250 rumpun). Diharapkan bambu sudah bisa memberi kemanfaatan finansial pada umur 4-5 tahun. 5.10. Rencana Perlindungan dan Konservasi Alam Program perlindungan dan pengamanan kawasan diperlukan untuk menjamin keutuhan kawasan hutan, memecahkan permasalahan gangguan kawasan dan sekaligus meningkatkan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap keberadaan kawasan hutan bagi kehidupan masyarakat saat ini dan masa yang akan datang. Program ini mencakup: (1) Operasional Perlindungan Hutan; (2) Pencegahan kebakaran hutan dan hama penyakit tumbuhan; (3) Penanganan masalah penambangan galian tanpa ijin (PETI); (4) Penanganan masalah pencurian hasil hutan dan perburuan liar; dan (5) Penanganan masalah perambahan kawasan untuk pertanian dan permukiman 1. Operasional Perlindungan hutan Upaya perlindungan umum ditekankan pada kegiatan untuk memonitor dan mengamankan adanya gangguan terhadap keutuhan kawasan hutan berikut aset yang ada di dalamnya. Kegiatannya berupa patroli rutin dan operasi gabungan serta koordinasi pengamanan antar instansi terkait.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 183







Patroli rutin. Patroli rutin dilaksanakan oleh Jagawana di wilayah kerja masing-masing resort. Patroli ini difokuskan pada tempat-tempat yang rawan gangguan seperti penambangan, perambahan dan tempat lain yang rawan akan perburuan liar, pencurian kayu dan hasil hutan lainnya. Patroli ini dilakukan setiap hari dengan perondaan oleh petugas secara bergiliran pada setiap RPH yang dikoordinasikan oleh BDH.







Operasi gabungan dan koordinasi pengamanan. Operasi Gabungan sebaiknya dilaksanakan jika keadaan keamanan benar-benar membutuhkan dukungan dari unsur pengamanan lain, seperti dari TNI, dan PEMDA setempat. Dengan demikian pelaksanaannya sesuai dengan situasi di lapangan. Mempertimbangkan perlunya pengamanan pada kawasan hutan yang cukup luas, perlu koordinasi yang baik tidak saja antar instansi terkait tetapi juga dengan tokoh masyarakat sekitar kawasan. Oleh karena itu koordinasi ini harus terus dilakukan dari waktu ke waktu minimal setiap akan dan setelah pelaksanaan operasi gabungan.



2. Pencegahan dan Pengendalian Kebakaran Dengan pertimbangan bahwa masyarakat, khususnya masyarakat yang memasuki kawasan hutan belum sadar akan pentingnya membuang sampah pada tempatnya, mematikan puntung rokok, mematikan sisa memasak di areal camping maupun hal-hal lain yang menyebabkan kebakaran hutan maka risiko kebakaran hutan pada musim kemarau pada musim hujan akan terjadi. Oleh karena itu kegiatan yang harus dilakukan mencakup : 



Identifikasi daerah risiko tinggi kebakaran Kegiatan ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran distribusi daerah-daerah yang berisiko tinggi terhadap kebakaran, hasilnya dipetakan dalam peta kerawanan kawasan. Pelaksanaan identifikasi dilakukan oleh para petugas lapangan, dengan mempergunakan alat-alat pemetaan (identifikasi lokasi), seperti GPS, kompas, alat ukur jarak sehingga peta yang dihasilkan cukup akurat untuk pedoman petugas. Peta kerawanan kawasan ini sebaiknya diselesaikan pada lima tahun pertama.







Patroli intensif pada periode musim kering Dengan berpedoman pada peta kerawanan kawasan dan melihat keadaan cuaca, maka patroli oleh petugas lapang harus dilakukan pada musim kemarau. Patroli minimal satu kali tiap bulan kering, diarahkan terutama ke daerah yang rawan dan dalam patroli ini petugas perlu dilengkapi dengan peralatan yang cukup memadai seperti alat-alat komunikasi (Handy



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 184



Talky), teropong, dan alat-alat lain yang sederhana untuk pencegahan dan pemadaman kebakaran secara sederhana. Patroli dilakukan oleh Jagawana sebagai tugas rutin. Bila telah ada kerjasama dengan anggota masyarakat setempat dalam hal pencegahan kebakaran hutan, maka patroli bisa juga melibatkan mitra dari masyarakat tersebut. 



Penyuluhan kepada Masyarakat Kegiatan penyuluhan ini merupakan penyampaian informasi tentang bahaya kebakaran yang mungkin terjadi dalam kawasan hutan, cara pencegahan kebakaran, dan cara-cara penanggulangan jika terjadi kebakaran. Penyuluhan kepada masyarakat bisa dilakukan oleh petugas lapangan atau dari kantor desa-desa sekitar kawasan hutan, terutama yang masyarakatnya sangat berhubungan dengan sumber daya hutan. Teknik penyuluhannya bisa dipilih sesuai dengan kondisi yang paling memungkinkan seperti ceramah dalam pertemuan kelompok, anjang sana, memakai audio visual, dll. Penyuluhan kepada masyarakat ini minimal dilakukan dua kali setahun yaitu sebelum musim kemarau dan selama periode risiko tinggi (musim kemarau). Cara lain adalah melalui leaflet, poster, atau booklet yang memungkinkan dibaca oleh pengunjung dan masyarakat.







Peningkatan fasilitas dan peralatan Dalam rangka pencegahan kebakaran, diperlukan berbagai jenis fasilitas seperti alat-alat komunikasi, alat-alat mobilisasi/transportasi, alat patroli (teropong, kamera, kompas dll), alat-alat pencegahan dan pemadaman kebakaran, alat-alat dan media penyuluhan. Peralatan-peralatan tersebut harus dalam kondisi baik, artinya pengadaan peralatan harus mempertimbangkan umur pakai alat-alat tersebut. Bagi alat-alat eloktronik, transportasi direkomendasikan pengadaannya/ penggantiannya setiap lima tahun sekali, akan tetapi untuk alat-alat lain yang penggunaannya mungkin tidak intensif seperti alat-alat pencegah dan pemadam kebakaran, penggantiannya bisa setiap sepuluh tahun sekali atau dilakukan setelah rusak. Fasilitas lain yang penting diperhatikan adalah jalur patroli/trail, menara pengintai (jika ada tempat yang sesuai), rambu-rambu peringatan, papan informasi, pondok jaga, pos jaga, dan peralatan perorangan bagi petugas. Pengadaan alat-alat tersebut bisa dilakukan dengan biaya pemerintah maupun dengan dana bantuan dari pihak lain.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 185







Pembentukan regu pemadam kebakaran Satuan Pelaksana (SATLAK) Pemadaman Kebakaran sebaiknya dibentuk di tingkat BDH dan membawahi minimal satu Regu Pemadam Kebakaran di tiap Resort. Dalam satu Resort bisa saja dibentuk lebih dari satu regu jika daerah kerjanya benar-benar rawan kebakaran. Menurut petunjuk teknis Pemadam kebakaran hutan, SATLAK dipimpin oleh seorang Ketua SATLAK yang dibantu oleh lima orang, yaitu Penanggung Jawab Peralatan, Komunikasi, Logistik, Transportasi, dan Komandan Pemadam Kebakaran. Komandan Pemadam Kebakaran langsung membawahi Regu-regu Pemadam Kebakaran. Satu regu Pemadam Kebakaran Hutan terdiri dari 10 sampai 20 orang yang diketuai satu orang Komandan Regu. Bila jumlah tenaga lapangan dalam satu Resort tidak mencukupi membentuk satu regu, maka diminta partisipasi masyarakat untuk menjadi anggota regu. Anggota regu ini harus dibekali dengan keterampilan yang cukup dengan jalan mengikutsertakan anggota dalam pelatihan penanggulangan kebakaran. Setiap regu juga harus dilengkapi dengan peralatan yang memadai seperti alat-alat komunikasi dan transportasi, alat-alat potong (kampak, golok), garuk, sekop, pemukul (flapper), pompa penyemprot, pompa air portable, dan alat-alat perorangan seperti, sepatu, pakaian anti api, senter kepala, sarung tangan, topi helm, tempat minum, dll. 3. Pemantauan hama penyakit hutan Dalam ekosistem hutan alam yang strukturnya terdiri dari berbagai jenis tanaman, tidak seumur dan kondisi ekosistemnya relatif stabil, hama penyakit tumbuhan jarang sekali mengalami ledakan yang dapat merugikan komunitas hutan. Gejolak populasi hama penyakit dalam hutan biasanya bisa diatasi dengan kemampuan alam sendiri sehingga alam dapat pulih kembali. Pengelola hutan mungkin harus lebih memperhatikan kemungkinan adanya hama penyakit berbahaya di daerah-daerah pertanian dalam kawasan atau sekitar batas kawasan. Kegiatan pemantauan oleh petugas terhadap hama penyakit di daerah-daerah tersebut perlu dilakukan secara periodik atau dengan memperhatikan laporan-laporan dari masyarakat tentang hama penyakit tanaman. Satu hal yang perlu diperhatikan adalah kemungkinan invasi tanaman eksotik ke dalam kawasan hutan. Oleh karena itu, apabila ada kasus hama penyakit yang dianggap membahayakan kawasan, maka harus segera dicarikan jalan pemecahannya baik secara preventif maupun represif.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 186



4. Perburuan Liar dan Pencurian Hasil Hutan Gangguan-gangguan kawasan hutan berikut aset yang ada di dalamnya sudah ditangani dengan berbagai cara, yaitu secara persuasif dan represif dengan hasil yang cukup baik. Akan tetapi masih terdapat permasalahan yang sampai sekarang masih tetap berlanjut karena adanya keterbatasan-keterbatasan pengelolaan terutama dalam jumlah tenaga lapangan, dana, aksesibilitas, dan alasan ekonomi kehidupan masyarakat serta keinginan politik yang kurang kuat dari instansi lain yang terkait. 



Penyuluhan Penyuluhan sebagai usaha persuasif kepada masyarakat pelaku dan masyarakat umumnya sekitar kawasan hutan harus terus dilakukan baik melalui anjang sana ceramah-ceramah, maupun penyebaran informasi melalui media leaflet, poster, media massa maupun pada even-even pameran. Untuk tetap mengingatkan bahwa penambangan di kawasan hutan dilarang, maka petugas disarankan untuk melakukan penyuluhan minimal sebulan sekali kepada masyarakat. Pelaksanaannya bisa bekerjasama dengan tokoh-tokoh masyarakat baik tokoh formal maupun informal, atau bekerjasama dengan instansi lain seperti pertanian, pemerintah daerah, Resort Kepolisian, Resort Militer dan lain-lain. Penyuluhan PETI bisa dilaksanakan dengan bidang-bidang lain seperti penanganan kebakaran, bina cinta alam, konservasi tanah dan air.







Penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran Jika upaya-upaya persuasif tidak mempan untuk menangani pelaku pelanggaran, maka pihak berwenang harus tidak ragu-ragu untuk melaksanakan penegakan hukum. Para pelaku yang tertangkap tangan dalam operasi pengamanan baik dalam patroli rutin oleh petugas hutan maupun dalam operasi gabungan bersama-sama dengan TNI dan Kepolisian harus diproses ke pengadilan untuk diberikan sanksi sesuai dengan ketentuan yang ada. Jika penegakan hukum ini tidak dilakukan secara tegas, maka dikhawatirkan hutan akan terus dirambah akibatnya akan jauh lebih merugikan masyarakat seperti erosi, sedimentasi, polusi air, kerusakan habitat alam dan dampak sosial yang merugikan kehidupan masyarakat. Kegiatan penegakan hukum diproyeksikan sama dengan kegiatan operasi gabungan yaitu enam paket dalam setahun atau 60 paket selama Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP). Dalam operasi gabungan dan penegakan hukum diperlukan koordinasi yang baik antara pihak Pengelola Hutan dengan instansi terkait seperti TNI dan Kepolisian,



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 187



Kejaksaan, Pengadilan, dan dengan tokoh-tokoh masyarakat sehingga tidak menimbulkan gejolak sosial yang bisa mengganggu kestabilan keamanan baik lokal maupun regional. Disamping sebagai shock therapy terhadap pelaku pelanggaran, penegakan hukum ini juga sebagai psiko-terapi bagi masyarakat lain, dan diharapkan terjadi peningkatan kesadaran dan apresiasi masyarakat terhadap pengusahaan hutan dan instansi terkait lain. Satu hal yang sangat penting dalam penanganan PETI ini adalah harus dihindarinya kolusi antara petugas dengan pelaku atau dalang pelaku. 5. Penanganan Perambahan Selama survey dilakukan, telah diketahui lokasi-lokasi perambahan kawasan hutan oleh masyarakat untuk dijadikan tanah pertanian. Akan tetapi data secara detail masing-masing lokasi yang dirambah dan pelakunya sebagai dasar pemecahan masalah masih belum banyak diketahui. Oleh karena itu kegiatan pertama dari penanganan masalah perambahan kawasan ini adalah identifikasi secara detail setiap perambahan termasuk profil pelakunya. Kegiatan-kegiatan berikutnya adalah penyuluhan dan tindakan persuasif, berupa pembuatan peraturan/ petunjuk teknis bagi para perambah, penegakan hukum, memberikan alternatif kegiatan non pertanian, resetlement, rehabilitasi lahan dan monitoring dan evaluasi. 



Identifikasi detail perambahan Kegiatan ini ditujukan untuk mendapatkan informasi secara detail tentang luas, lokasi, pola usaha, produktivitas, profil pelaku seperti jumlah keluarga, jumlah anggota keluarga, umur, pemilikan lahan, pendapatan, konsumsi, pendidikan, mata pencaharian dan lain-lain. Satu hal yang sangat penting dari profil pelaku adalah informasi pemilikan dan penggarapan lahan.







Penyusunan petunjuk teknis Petunjuk teknis yang dimaksud adalah aturan-aturan yang harus dipatuhi dan dilaksanakan oleh para perambah dalam melakukan kegiatan usaha tani dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pemanfaatan sumberdaya kawasan hutan. Petunjuk teknis ini dibuat karena adanya kenyataan bahwa tidak mudah menghilangkan perambahan dalam waktu singkat terutama bagi perambah yang termasuk KMPH (Kelompok Masyarakat Petani Hutan), yang kehidupan sehari-harinya sangat tergantung pada keberadaan kawasan rencana pengelolaan hutan. Peraturan ini harus diarahkan agar perambahan tidak bertambah, pemanfaatan lahan rambahan optimal, tidak menimbulkan risiko/dampak



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 188



negatif ke kawasan, meningkatkan kesadaran, kemampuan dan apresiasi petani dalam konservasi sumber daya alam dan ekosistemnya. Penyusunan petunjuk teknis ini sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat perambah dan masyarakat sekitarnya sehingga setelah selesai petunjuk teknis tersebut dibentuk, akan mendapat dukungan dari masyarakat dan tidak ada lagi konflik atau beda interpretasi tentang aturan-aturan yang dibuat. 



Penyuluhan dan persuasi Penyuluhan kepada perambah ditujukan dalam tiga bidang utama yaitu peraturan-peraturan baku dari pemerintah tentang kegiatan-kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan dalam kawasan hutan termasuk pemasyarakatan petunjuk teknis tersebut di atas, teknik-teknik usaha tani yang baik dan benar (termasuk memasukkan pentingnya konservasi), dan peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat dalam usaha yang tidak berdasarkan pada lahan (alternatif sumber pendapatan). Semua materi penyuluhan tersebut juga sesuai untuk disampaikan kepada masyarakat sekitar kawasan hutan. Kegiatan penyuluhan tersebut sebaiknya dilaksanakan oleh tenaga lapangan. Dalam hal penyuluhan bidang yang kurang dikuasai oleh petugas hutan, misalnya usaha tani, maka pelaksanaannya bisa bekerjasama dengan penyuluh pertanian.







Penciptaan kegiatan altematif yang tidak membutuhkan lahan Tujuan utama dari kegiatan-kegiatan yang tidak terlalu menggantungkan pada lahan ini adalah memberikan alternatif pendapatan petani di luar usaha tani. Dengan adanya pendapatan sampingan tersebut diharapkan ketergantungan terhadap lahan dan sumber daya hutan dapat berkurang, sehingga pelestarian hutan akan lebih terjamin. Usaha-usaha alternatif tersebut seperti pelibatan petani dalam usaha ekoturisme, penangkaran flora atau fauna yang bernilai ekonomis, pembudidayaan lebah madu, kerajinan tangan, dan industri kecil lainnya. Bila memungkinkan adalah pelibatan anggota masyarakat dalam pengelolaan hutan secara langsung (diangkat sebagai pegawai). Kegiatan usaha-usaha off-land tersebut sebaiknya dimulai dari dana hasil pengelolaan hutan sendiri seperti dalam bentuk paket-paket usaha pedesaan.







Penegakan Hukum Prioritas utama penegakan hukum akan dilakukan terhadap para pelaku perambahan yang tidak mau meninggalkan kegiatan dalam kawasan setelah upaya-upaya persuasi dilaksanakan cukup lama. Kelompok



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 189



perambah ini sebenarnya sudah tidak lagi untuk asal hidup tetapi sudah mengarah kepada keserakahan dengan jalan melanggar hukum. Bila hal ini dibiarkan maka dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk bagi masyarakat lain untuk merambah ke dalam kawasan. Proses penegakan hukum harus dilaksanakan secara hati-hati bekerjasama dengan pihak-pihak terkait. Khusus untuk penyelenggaraan konservasi sumber daya hutan pada kawasan hutan Balai KPH Yogyakarta belum banyak dilakukan. Ke depan kegiatan ini dilaksanakan dengan sasaran : a. Inventarisasi potensi sumber air dan pengelolaan konservasi di sumber air pada Kawasan Hutan. b. Inventarisasi jasa lingkungan dan pengelolaan serta pengembangan jasa lingkungan. 5.11. Rencana Rehabilitasi dan Reklamasi Yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah upaya untuk memulihkan, mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktivitas dan peranannya dalam mendukung sisterm penyangga kehidupan tetap terjaga. Sedangkan yang dimaksud dengan reklamasi hutan adalah usaha untuk memperbaiki atau memulihkan kembali lahan dan vegetasi yang rusak agar dapat berfungsi secara optimal sesuai peruntukannya. Dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta baik oleh pemegang ijin pemanfaatan, ijin penggunaan kawasaan, maupun oleh pengelola KPH Yogyakarta baik dalam skala besar maupun kecil pasti akan berdampak adanya kerusakan. Kerusakan ini terjadi karena adanya aktifitas pemanfaatan hasil hutan baik kegiatan penebangan, pengangkutan hasil hutan maupun kegiatan-kegiatan lainnya. Oleh karena itu perlu disusun rencana untuk melakukan kegiatan rehabilitasi dan reklamasi. Sebagaimana uraian dalam rencana kelola hutan dan pemanfaatan hutan pada tegakan jati, tegakan kayu putih, tegakan rimba, dan tegakan di kawasan hutan lindung (uraian lengkap pada point 5.6. di atas), berikut ini adalah beberapa rencana rehabilitasi dan reklamasi yang disusun oleh KPH Yogyakarta jangka tahun 2013-2022: a. Penyusunan rencana penanaman pada kawasan hutan Tanah Kosong (TK), Tegakan Bertumbuhan Kurang (TBK), dan areal bekas Tebangan Kelas Umur pada tegakan jati.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 190



b. Penyusunan rencana penanaman/pengkayaan pada tegakan kayu putih yang termasuk kelas hutan Tanah Kosong dan TBK. c. Penyusunan rencana rehabilitasi hutan lindung melalui kegiatan reboisasi dan pengayaan tanaman. Sasaran kegiatan reboisasi dilaksanakan pada kawasan hutan lindung yang kerapatan tegakannya < 200 batang/Ha. Kegiatan pengayaan tanaman dilakukan pada wilayah hutan lindung dengan tingkat kerapatan populasi tanamannya belum optimal (200-400 batang/Ha, termasuk anakan, pancang, tiang, dan pohon). d. Penyusunan rencana rehabilitasi lahan pada kawasan perlindungan setempat/kawasan seperti sempadan kiri-kanan sungai, kawasan sekitar mata air, sempadan waduk, dan sempadan pantai. Selain rencana tersebut di atas, pengelola KPH Yogyakarta merencanakan untuk melakukan pengendalian erosi dan sedimentasi melalui penerapan teknik konservasi tanah baik secara: vegetatif antara lain budidaya tanaman lorong dan strip rumput; maupun secara sipil teknis antara lain pembuatan dam pengendali, dam penahan, teras, saluran pembuangan air, pengendali jurang, perlindungan kanan dan kiri tebing sungai, serta rorak. 5.12. Rencana Penyediaan dan Peningkatan Kapasitas SDM Pengembangan aparatur dan sarana prasarana ini mencakup dua kegiatan yaitu kebutuhan dan pengembangan aparatur, dan sarana prasarana. 1. Kebutuhan dan Pengembangan Aparatur Sifat kelembagaan KPH yang berorientasi kewilayahan (region) mendorong kebutuhan aparatur yang lebih beragam baik dari disiplin dan jenjang pendidikan baik untuk formal maupun non formal. Struktur kelembagaan KPH Yogyakarta yang terbagi 5 BDH dan 25 RPH, serta dibawah Kepala RPH terdapat jabatan mandor dan polisi kehutanan, perlu didukung dengan kuantitas dan kualitas aparatur sesuai kondisi wilayah yang ada. Pada tingkat BDH yang wilayahnya antara 2000 sampai 4.300 ha, disamping Kepala BDH (Sinder) terdapat jabatan Kepala Tata Usaha BDH dan Kepala Teknis Kehutanan (jabatan ini setingkat Kepala RPH/mantri), masingmasing jabatan ini membutuhkan staf sebanyak 3 orang. Disamping itu, pada setiap BDH minimal harus ada 2 polisi kehutanan, satu orang sebagai komandan/koordinator polisi kehutanan BDH dan satu sebagai sekretaris untuk mencatat data dan informasi gangguan hutan dari radio omunikasi serta menyiapkan operasional perlindungan hutan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 191



Sementara wilayah RPH yang wilayahnya antara 600 sampai 800 ha, disamping Kepala RPH dalam penyelenggaraan pengelolaan dibantu mandor. Jumlah mandor ini tergantung pada kondisi dan sebaran hutan yang ada. Dalam sejarah kehutanan, pada setiap RPH harus terdapat 4 mandor yaitu mandor tanam, mandor pemeliharaan, mandor produksi dan mandor tebangan. Disamping itu, pada wilayah kawasan hutan yang tersebar pada satuan blok seperti di Hutan Lindung dan kawasan hutan AB, setiap blok dikelola oleh mandor. Hal ini menjadi dilema, karena tidak setiap RPH terdapat seluruh kegiatan mulai penanaman, pemeliharaan, pengamanan dan tebangan. Oleh karena itu, tugas dan fungsi mandor perlu diselaraskan dengan Kepala BDH dan Kepala RPH sebagai pengelola hutan di wilayahnya. Dalam satuan RPH seharusnya perlu dibagi dalam beberapa blok yang dikelola oleh mandor. Standarisasi luasan untuk satu mandor dapat 200 – 300 ha. Pada tingkat RPH ini disamping mandor, setiap RPH harus ada minimal satu polisi kehutanan. Berkenaan dengan kuantitas dan kualitas serta disiplin dan jenjang pendidikan yang beragam ini, sementara untuk tenaga lapangan yang ada sebagian sudah purna tugas dan umumnya sudah mendekati masa purna tugas, maka formasi untuk mandor dan polisi kehutanan perlu tetapkan oleh Badan Kepegawaian Daerah. Disamping kebutuhan aparatur sebagaimana dibutuhkan dimuka, pengembangan aparatur pun perlu dilakukan baik struktural maupun fungsional. Pendidikan dan latihan struktural tentunya telah baku ditetapkan oleh Badan Diklat Daerah. Pendidikan teknis fungsional untuk tenaga lapangan perlu dirancang untuk dapat difasilitasi oleh Badan Diklat Daerah agar penyelenggaraan pengelolaan hutan semakin berkualitas. Berbagai pendidikan dan latihan ini diantaranya diklat polisi kehutanan, diklat inventarisasi hutan, diklat tata usaha hasil hutan, diklat penanaman, diklat perencanaan hutan, diklat prunning dan penjarangan, diklat penebangan, diklat pengolahan hasil hutan kayu dan non kayu serta lainnya. 2. Sarana Prasarana Struktur Balai KPH Yogyakarta dengan struktur dalam 5 BDH dan 25 RPH, membutuhkan sarana prasarana seperti : a. Sarana prasarana perkantoran baik pada Balai KPH, BDH dan RPH. b. Sarana kantor dan rumah dinas BDH dan RPH. c. Sarana teknis seperti radio komunikasi, kompas, GPS, theodolit,



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 192



d. Sarana pengamanan hutan (mobil patroli, borgol, tali, pakaian kelengkapan polhut dan lainnya) Standarisasi sarana prasarana pada setiap BDH dan RPH ini perlu ditetapkan secara layak agar petugas lapangan yang bekerja di tengah hutan dapat menyelenggarakan tugasnya dengan baik. Mengingat saat ini KPH Yogyakarta belum belum mempunyai alat pengolahan data base sehingga perlu direncanakan pengadaan peralatan yang mendukung sistem database di wilayah KPH dalam waktu yang tidak terlalu lama. 5.13. Rencana Pendanaan Berkenaan dengan kegiatan pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta baik kegiatan teknis kehutanan seperti kegiatan penanaman, pemeliharaan (prunning, penjarangan), pemanenan baik kayu maupun non kayu (daun kayu putih dan getah pinus), rehabilitasi dan reklamasi, rencana kelola lingkungan; maupun kegiatan non teknis kehutanan seperti pengembangan SDM, penelitian dan pengembangan, di satu sisi akan membutuhkan pendanaan demi kelancaran kegiatan tersebut. Namun disisi lain beberapa kegiatan kelola hutan tersebut juga akan menghasilkan pendapatan dan dana bagi Balai KPH Yogyakarta. Dalam pengelolaan kegiatan di KPH Yogyakarta, baik pembiayaan upah/gaji karyawan, kegiatan teknis kehutanan maupun pembiayaan lain-lainnya selama ini Balai KPH Yogyakarta sebagai pengelola wilayah KPH Yogyakarta menggunakan pendanaan dari alokasi dana APBD propinsi DI Yogyakarta yang disusun setiap tahun pada Et-1 melalui pembahasan di Badan Anggaran dan disahkan oleh DPRD. Selama ini Balai KPH Yogyakarta belum melakukan semua kegiatan kelola teknik kehutanan (penanaman, pemeliharaan, maupun pemanenan) pada tegakan jati secara rutin. Kegiatan teknik kehutanan yang dilakukan secara rutin oleh KPH Yogyakarta selama ini baru sebatas pada tegakan kayu putih, sehingga KPH Yogyakarta baru memiliki standar biaya (atau tarif upah) yang digunakan sebagai acuan atau referensi dalam penentuan biaya kegiatan per satuan (baik luas atau volume) di tegakan kayu putih, sedangkan untuk tegakan jati dan tegakan rimba belum dimiliki secara lengkap. Di samping itu KPH Yogyakarta juga belum memiliki tabel tegakan normal, maupun beberapa tarif volume lokal yang akan digunakan untuk membantu dalam penaksiran nilai derajat kesempurnaan tegakan, volume tegakan, dan hasil kegiatan penjarangan maupun pemanenan hasil hutan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 193



Berkenaan dengan kenyataan tersebut, maka rencana pendanaan pada 10 tahun ini sementara dilakukan dengan pendekatan asumsi-asumsi (minimal pada 1 atau 2 tahun pertama). Sebagai contoh untuk kegiatan penanaman hutan biaya yang dibutuhkan sebesar Rp X,- /Ha, biaya pemeliharaan (prunning dan penjarangan) sebesar RP Y,-/Ha; dan biaya pemanenan adalan Rp Z,-/Ha. Sehingga jika pada suatu tahun dilakukan kegiatan penanaman seluas 250 Ha, pemeliharaan seluas 200 Ha, dan pemanenan seluas 125 Ha, maka biaya yang dibutuhkan untuk kegiatan penanaman adalah 250.X; biaya pemeliharaan adalah 200.Y, dan biaya pemanenan adalah 125.Z. Demikian pula untuk rencana pendapatan, perlu dilakukan pendekatan asumsi (khususnya pada tahun ke-1 atau ke-20. Misal pada kegiatan penjarangan nanti akan diperoleh volume kayu sebanyak X m3 dan pada kegiatan pemanenan akhir daur akan diperoleh kayu sebanyak Y m3, maka dengan asumsi harga per m3 kayu adalah senilai Rp. A,- dan Rp. B,- maka akan dapat dihitung berapa pendapatan perusahaan, dan akhirnya akan dapat dihitung berapa keuntungan dan/atau kerugian perusahaan. Seiring waktu maka asumsi-asumsi tersebut di atas harus diganti dengan data-dan informasi faktual dari hasil pengumpulan dan analisis data lapangan. Oleh karena itu Balai KPH Yogyakarta harus melakukan penelitian-penelitian terapan untuk mengetahui berapa biaya yang dibutuhkan, dan volume yang dihasilkan dari kegiatan kelola hutan. 5.14. Review Rencana Pengelolaan Review Rencana Pengelolaan Hutan KPH Yogyakarta ini disesuaikan dengan Sistem Monitoring dan Evaluasi di internal KPH Yogyakarta sebagaimana terlampir di Bab selanjutnya. 5.15. Rencana Pengembangan Investasi 5.14.1 Kerjasama Kemitraan Dalam bagian rencana produksi, dalam rentang waktu rencana pengelolaan ini, kegiatan pengelolaan lebih banyak difokuskan pada kegiatan pembenahan tegakan/ pembinaan (rehabilitasi, penanaman dan pemeliharaan), sementara kegiatan produksi relatif terbatas. Investasi merupakan salah satu opsi pendanaan kegiatan pengelolaan hutan. Pengembangan investasi direncanakan akan mulai dinilai secara hati-hati, dengan analisis rencana bisnis yang matang, agar KPH mendapat keuntungan dari skema investasi.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 194



Saat ini KPH Yogyakarta sudah mengundang investor dalam skala terbatas yaitu untuk penanaman jati unggul dengan luasan total 30 hektar untuk rentang 10 tahun. Skema investasi akan dievaluasi untuk dijadikan basis pengembangan investasi di masa mendatang. Direncanakan selama 10 tahun ke depan akan ada pengembangan kerjasama penanaman jati unggul seluas 1.000 Ha. Selain kerjasama penanaman jati unggul, untuk meningkatkan konfidensi terhadap investasi, akan diujicoba beberapa investasi serupa, seperti komoditi tanaman dibawah tegakan dengan jenis camelina sativa, dll. Berkenaan dengan programprogram Corporate Social Responsbility (CSR) dari instansi/institusi perusahaanperusahaan baik BUMN maupun BUMS, Balai KPH Yogyakarta akan melakukan komunikasi untuk mengandeng kemitraan dengan institusi-institusi tersebut untuk terlibat dalam rehabilitasi, pembangunan dan pengelolaan hutan di KPH Yogyakarta. Di samping itu di kawasan hutan AB BDH Paliyan, Pemerintah Propinsi D.I. Yogyakarta atas dukungan dari Pemerintah Norwegia sedang mengembangkan kawasan Baron Technopark seluas 27 ha. Tujuan pembangunan Baron technopark tesebut adalah sebagai pusat pengkajian dan pelatihan teknologi, pembangkit listrik energi terbarukan (energi re-newable), yang sekaligus sebagai sarana edukasi teknologi yang bersifat rekreatif dan informatif. Dalam pembangunan Baron Technopark ini Balai KPH Yogyakarta diharapkan dapat berperan secara optimal untuk pengembangan investasi di kawasan hutan. Investasi juga akan mulai diujicobakan untuk pengembangan kawasan wisata. Berdasarkan evaluasi, sumberdaya manusia yang dimiliki oleh KPH selama ini lebih terbiasa untuk melakukan kegiatan teknis kehutanan, dan belum mempunyai pengalaman yang memadai untuk mengembangkan kawasan wisata dan pemasarannya. KPH akan mengundang investor untuk mengembangkan satu kawasan wisata unggulan. Investasi akan difokuskan pada pengembangan sarana dan prasarana pendukung, dan marketing. KPH akan mendorong proses pembelajaran dari investasi ini, terutama dari aspek pemasaran, sehingga ke depannya KPH bisa secara profesional dan mandiri untuk pengembangan kawasan wisata lainnya. 5.14.2 Kerjasama Penelitian Penelitian aplikatif sangat diperlukan untuk mendukung pengelolaan hutan. SDM yang dimiliki oleh KPH Yogyakarta relatif masih terbatas. Oleh karena itu, KPH Yogyakarta akan menjalin kerjasama penelitian dengan institusi yang mempunyai portofolio penelitian yang mantap. KPH akan menginisiasi kerjasama



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 195



penelitian aplikatif dengan Fakultas Kehutanan UGM, Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Kementerian Kehutanan maupun institusi riset yang berada di sekitar Yogyakarta, dengan fokus penelitian pada peningkatan kualitas pengelolaan hutan baik dari aspek teknis maupun non teknis. Kerjasama penelitian yang akan dilakukan meliputi: - Pemuliaan jenis tegakan unggulan baik jati, kayu putih, pinus dll - Peningkatan produksi cyneol dari daun kayu putih. - Ujicoba penerapan multi species (dan multi daur) dalam satu rejim pengelolaan kawasan - Penanganan masalah-masalah sosial. - Dan lain-lain Kerjasama juga akan dilakukan dalam rangka penyiapan pengembangan KPH jangka panjang antara lain dalam rangka sertifikasi pengelolaan hutan lestari dan eksplorasi potensi ekonomi jasa lingkungan dalam skema Payments for Environmental Services (Lihat Rencana Pengembangan Lain) 5.14.3 Rencana Pengembangan Lain-lain a. Verifikasi legalitas kayu dan pengelolaan hutan lestari Salah satu indikator pengelolaan hutan yang baik dan bertanggung jawab adalah rekoqnisi/ pengakuan dari lembaga independen melalui skema sertifikasi yang melalui proses penilaian/ verifikasi terhadap serangkuman standar pengelolaan. Saat ini ada beberapa skema sertifikasi: sertifikasi pengelolaan hutan lestari (PHL) dan sertifikasi legalitas kayu (VLK). Cakupan PHL jauh lebih luas karena mencakup semua pilar kelestarian/ keberlanjutan pengelolaan hutan, ekologi, sosial dan produksi. Sedangkan VLK merupakan kebijakan baseline, hanya sebagian kecil dari PHL, yaitu hanya terkait dengan legalitas kayu. Pengelolaan hutan KPH Yogyakarta akan diarahkan untuk mendapatkan rekoqnisi sertifikasi tersebut. Sertifikasi ini akan mencakup seluruh kawasan termasuk berbagai ijin yang ada di dalam KPH. Dalam jangka pendek, KPH merencanakan akan mengadopsi sertifikasi VLK dengan dua alasan utama. Pertama, skema ini dimandatkan oleh pemerintah sebagai skema wajib (mandatory) yang harus diadopsi oleh seluruh unit pengelolaan hutan di Indonesia. Kedua, KPH Yogyakarta merupakan unit manajemen yang relatif baru, sehingga adopsi baseline (legal) certification akan lebih memungkinkan. b. Eksplorasi skema “Pembayaran terhadap Jasa Lingkungan” (Payments for Environmental Services) dan REDD++



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 196



Dalam beberapa tahun terakhir, ada beberapa program berbasis mekanisme pasar untuk produksi jasa lingkungan (kehutanan) seperti PES dan REDD+. Ide dasar dari program-program tersebut adalah memberi reward terhadap unit manajemen yang telah terbukti melaksanakan pengelolaan hutan dengan baik yang berimbas pada meningkatnya kualitas lingkungan. Skema PES relatif mash baru, dan beberapa yang sudah mencoba memanfaatkan skema ini baru pada tahap eksperimen dan pengembangan. Peluang lain terkait dengan upaya global untuk mencegah dampak perubahan iklim melalui skema REDD+. Saat ini pemerintah terlibat dalam berbagai inisiatif REDD+, termasuk UN-REDD Programme, FIP, FCPF, IFCI Kalimantan (Partnership Hutan dan Iklim). Selain itu, tren perdagangan karbon di pasar sukarela (voluntary) cukup menjanjikan. KPH Yogyakarta dalam jangka panjang merencanakan akan menangkap peluang-peluang tersebut untuk memberikan insentif finansial bagi pengelolaan hutan. Eksperimen juga bisa dilakukan di kawasan yang dibebani ijin, yang mengharuskan KPH untuk membangun skema pembagian benefit antara kelompok pemegang ijin dan KPH. KPH akan melakukan inventarisasi peluang, termasuk identifikasi kawasan yang prospektif untuk program-program tersebut. Dalam lima tahun pertama rencana ini (2013-2017), penyiapan dan ujicoba akan dilakukan dalam skala kecil terlebih dahulu. Untuk perdagangan karbon, KPH akan menggandeng institusi riset (Fakultas Kehutanan UGM) untuk menyiapkan berbagai perangkat termasuk dalam konteks monitoring, reporting and verification.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 197



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal V - 198



Pembinaan, Pengawasan, dan Pengendalian 6.1.



6



Pembinaan



Kelembagaan Balai KPH Yogyakarta yang dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah nomor 36 Tahun 2008 dan Keputusan Gubernur nomor 40 Tahun 2008, masih berlandaskan pada pola organisasi yang bersifat administratif dengan acuan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 41 tahun 2007. Sementara itu, organisasi pengelolaan pada Balai KPH Yogyakarta bersifat kewilayahan. Kelembagaan dan organisasi dalam pengelolaan kawasan hutan pada balai KPH Yogyakarta (saat ini) dibagi ke dalam 5 (lima) Bagian Daerah Hutan (BDH). Setiap wilayah BDH dibawah kewenangan Kepala BDH, dan setiap BDH dibagi lagi menjadi beberapa wilayah Resort Pengelolaan Hutan (RPH) yang dipimpin oleh Kepala RPH masing-masing. Setiap wilayah RPH memiliki luas rata-rata 600 ha, terdiri atas beberapa blok hutan dan atau petak hutan yang menjadi kewenangan Kepala RPH masing-masing. Saat ini struktur kelembagaan Balai KPH hanya terdiri dari Kepala Balai KPH, Kepala Sub Bagian Tata Usaha, Kepala Seksi Penataan dan Perlindungan Hutan, serta Kepala Seksi Rehabilitasi dan Produksi Hasil Hutan. Kedudukan Kepala BDH dan Kepala RPH serta jajaran dibawahnya belum diakses dalam struktur organisasi berdasarkan PP 41 tahun 2008. Kehadiran Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010, dimana struktur organisasi KPH di lini tapak, ditetapkan sebagai Resort kiranya dapat membuka peluang untuk mewadahi BDH dan RPH menjadi jabatan struktural. Kemantapan organisasi ini akan memberikan harapan karir bagi para petugas lapangan dan pada gilirannya akan mendorong peningkatan kinerja organisasi dengan penjenjangan yang jelas. 6.2.



Pengawasan Cakupan tugas pokok dan fungsi pengelolaan hutan pada Balai KPH yang cukp luas mencakup tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan,



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VI -198



pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam, serta hirearki organisasi KPH Yogyakarta yang terbagi dalam 5 BDH dan 25 RPH yang tersebar pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Gunungkidul, Bantul, dan Kulon Progo, membutuhkan mekanisme perancanaan yang terpadu dan mantap baik dari institusi kehutanan sendiri, juga wilayah sekitar hutan dan wilayah administratif (desa, kecamatan dan kabupaten). Sementara ini, BDH dan RPH lebih difungsikan sebagai pelaksana tugas, bukan sebagai manajer diwilayah pemangkuannya. Dari cakupan wilayah mungkin kedudukan Kepala BDH dan Kepala RPH dapat disetarakan setingkat Kecamatan dan Desa. Dan pada kenyataannya, sebaran kawasan hutan tingkat RPH dapat berdekatan dengan beberapa desa, dan sebaran kawasan hutan tingkat BDH bisa berdekatan dengan beberapa wilayah kecamatan. Sementara itu, penyelenggaraan pengelolaan hutan tidak bisa dipisahkan dengan keberadaan masyarakat sekitar hutan. Oleh karena itu, koodinasi dan mekanisme perencanaan perlu dibangun secara bottom up agar penyelenggaraan pengelolaan hutan dapat memberikan dayaguna dan hasilguna yang tinggi baik bagi kelestarian hutan, pemerintah daerah, kecamatan dan desa serta masyarakat sekitar hutan. Mekanisme perencanaan pengelolaan hutan ini, perlu mulai dibangun dari tingkat RPH hingga tingkat KPH yang selanjutnya diusulkan kepada Badan Perencana baik Daerah (untuk anggaran APBD) dan Pemerintah Pusat (untuk dana APBN). Perencanaan ini disusun setahun sebelumnya dengan tahapan sebagai berikut : a. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat RPH, diselenggarakan oleh Kepala RPH bersama mandor dan polisi kehutanan setempat untuk menyusun rencana pengelolaan yang menjadi tugas dan fungsinya. Koordinasi perencanaan dilakukan dengan Desa yang berbatasan dengan hutan, Kelompok Tani Hutan, Babinsa dan para tokoh masyarakat setempat. b. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat BDH, diselenggarakan oleh Kepala BDH, RPH dan koordinator polisi kehutanan, untuk mengkoordinasikan usulan rencana dari RPH. Koordinasi perencanaan BDH ini melibatkan Camat dan Kepala Desa yang berdekatan dengan kawasan hutan, ketua kelompok tani hutan, tokoh masyarakat dan intansi terkait lainnya. c. Musyawarah Pengelolaan Hutan tingkat KPH, diselenggarakan oleh KPH untuk mengkoordinasikan usulan/rencana dari BDH dalam pengelolaan hutan dan merancang kegiatan penganggarannya untuk diajukan kepada Bappeda (untuk APBD) atau Biro Perencanaan Kementerian Kehutanan (untuk APBN) dan lembaga penyandang dana (untuk dana non pemerintah) melalui Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta. Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VI -199



Dari proses mekanisme ini dapat disusun perencanaan yang mantap dalam pengelolaan hutan untuk dasar penyusunan perencanaan jangka panjang pengelolaan hutan dan rencana jangka pendek perencanaan hutan. Disamping perencanaan kegiatan yang membutuhkan fasilitasi penganggaran, perencanaan teknis juga disusun untuk dijadikan acuan dalam pelaksanaan kegiatan. Perencanaan teknis ini tentunya akan mencakup seluruh kegiatan pengelolaan, yang disusun dalam bentuk Rencana Teknis Tahunan seperti RTT Pungutan Daun Kayu Putih, RTT Rehabilitasi Jalan Hutan, RTT Tanam dan Pemeliharaan, RTT Tebangan, dan lainnya. 6.3.



Pengendalian Sebelum dibentuknya Balai KPH Yogyakarta, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta melaksanakan tugas polok dan fungsi dalam pengurusan hutan dan pengelolaan hutan. Landasan hukum pengelolaan hutan adalah UU No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan mengamanatkan bahwa pengelolaan hutan merupakan bagian dari pengurusan hutan. Pengurusan hutan mencakup 4 hal, yaitu: perencanaan kehutanan (makro), pengelolaan hutan, litbang dan diklat, penyuluhan kehutanan, dan pengawasan. Dalam pengelolaan hutan meliputi 4 hal, yaitu: tata hutan dan penyusunan rencana pengelolaan hutan (pada wilayah pengelolaan), pemanfaatan hutan, rehabilitasi dan reklamasi hutan, serta perlindungan hutan dan konservasi alam. Dengan dibentuknya Balai KPH Yogyakarta sebagai manajemen unit pengelolaan, sudah barang tentu Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta menyerahkan penyelenggaraan pengelolaan kepada Balai KPH Yogyakarta. Dinas Kehutanan dan Perkebunan akan melaksanakan kegiatan pengurusan hutan di luar dari pengelolaan, sekaligus sebagai fungsi koordinasi, sinkronisasi dan integrasi terhadap penyelenggaraan pembangunan kehutanan secara utuh dengan institusi lain yang terkait. Sementara ini beberapa kegiatan pengelolaan masih belum sepenuhnya berjalan sebagaimana ditetapkan dalam UU nomor 41 tahun 1999 dan PP nomor 6 tahun 2007. Oleh karena itu, tata hubungan kerja antara Dinas Kehutanan dan Perkebunan Daerah Istimewa Yogyakarta perlu dimantapkan dan disempurnakan sejalan dengan pemantapan organisasi Balai KPH Yogyakarta sebagaimana digariskan dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 61 tahun 2010.



6.4.



Penutup Pengawasan dan pengendalian dilaksanakan terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan secara hirearki dari RPH, Kepala Pabrik, BDH,dan KPH, terhadap Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VI -200



seluruh kegiatan yang dilakukan. Proses pengawasan dan pengendalian dapat dilakukan secara langsung dan melalui mekanisme monitoring dan evaluasi yang diikuti dengan pembinaan.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VI -201



Pemantauan, Evaluasi, dan Pelaporan



7



Sistem Monitoring dan Evaluasi dalam wilayah pengelolaan hutan dalam suatu wadah KPH merupakan salah satu komponen utama dalam sistem pemantauan dan pengendalian (monitoring & controling system). Sistem pemantauan dan pengendalian itu sendiri merupakan suatu perangkat sistem yang bertugas untuk membangkitkan dan menyediakan informasi sehingga data dan informasi tersebut dapat dipergunakan untuk memberikan umpan balik atau feed back sehingga seluruh dinamika sistem manajemen dapat dijaga pada status atau kondisi yang dinginkan. Sesuai dengan tujuan, prinsip, tugas pokok dan fungsi KPH, maka sistem monitoring dan evaluasi yang dikembangkan haruslah merupakan suatu bentuk positive feed back yaitu peragkat pemantauan dan pengendalian yang mempunyai kapasitas untuk mengakses sistem manajemen dan melakukan perubahan terhadap sistemnya sendiri apabila memang diperlukan. Dengan demikian maka sistem monitoring dan evaluasi akan mencakup: 1). seluruh tingkat (level) dan perangkat organisasi, 2). input, proses dan output yang dijalankan oleh KPH, 3). fungsi-fungsi yang dijalankan KPH. Di dalam proses manajemen monitoring dan evaluasi dapat mengambil bagian di hampir seluruh tingkatan baik di tingkat perencanaan, tingkatan operasional kegiatan (implementas) maupun tingkatan pasca iplementasi. Evaluasi ditujukan untuk membuat justifikasi terhadap rencana yang dibuat,pencapaian tujuan dan pelaksanaan rencana serta dampak yang ditimbulkan terhadap lingkungan maupun kinerja manajemen di lingkup KPH itu sendiri. Strategi Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan untuk mencapai pengelolaan hutan lestari antara lain : a. Manajemen kawasan meliputi Pemantapan Kawasan, Penataan Kawasan, dan Pengamanan Kawasan; b. Pengelolaan hutan yang meliputi kelola produksi, kelola lingkungan dan kelola sosial;



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal VII - 202



c. Manajemen kelembagaan yang meliputi penataan organisasi, input pengelolaan sumberdaya hutan lestari (al. sumberdaya manusia, keuangan, material, metode dan waktu). Dalam pengelolaan hutan, manajemen kawasan merupakan prasyarat keharusan agar pengelolaan hutan dapat berlangsung secara mantap dan aman dalam jangka panjang, sedangkan manajemen hutan merupakan inti kegiatan dalam mewujudkan pengelolaan hutan secara lestari, serta manajemen kelembagaan merupakan prasyarat kecukupan agar manajemen hutan dapat berlangsung dan berkembang sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Pada setiap Unit Pengelolaan Hutan (KPH) dibentuk institusi pengelola yang bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pengelolaan hutan yang meliputi a. Perencanaan pengelolaan; b. Pengorganisasian; c. Pelaksanaan pengelolaan; dan d. Pengendalian dan pengawasan. 7.1 Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH Agar dapat menjalankan fungsinya dalam ekplorasi dan pemantauan, penilaian dan pemilihan tindakan korektif maka sistem monitoring dan evaluasi internal KPH haruslah memiliki elemen pengakses informasi, elemen identifikasi kualitas sesuai dengan tolok ukur atau baku mutu, penunjuk ke arah peningkatan kualitas dan elemen yang keempat adalah perangkat pengendali sehingga sistem monitoring dan evaluasi merupakan sistem yang hidup, yang dicirikan dengan berkelanjutan ketiga fungsi yang diembannya. Suatu sistem monitoring dan evaluasi memulai tugasnya dengan mengakses informasi. Akses informasi mengenai tugas pokok dan fungsi KPH dapat diperoleh melalui berbagai sumber dan berbagai teknik atau metode sesuai dengan karakteristik obyek yang akan dijadikan sasaran monitoring dan evaluasi. Akses informasi ditujukan kepada elemen-elemen utama dalam KPH yaitu : a. Perumusan tujuan pembentukan KPH sesuai dengan konten dan kontek permasalahan yang dihadapi di mana lokasi KPH tersebut dibentuk, b. Baseline informasi yang digunakan sebagai basis penyusunan rencana kelola KPH,



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal VII - 203



c. Tugas pokok dan fungsi KPH yang relevan dengan permasalahan sumber daya hutan, keadaan sosial, ekonomi dan budaya dan kelembagaan pengurusan dan pengelolaan sumber daya hutan di mana KPH berada. Kriteria yang menunjukkan kualitas disusun untuk setiap lingkup tugas pokok dan fungsi KPH. Kreteria dapat menggunakan skala interval atau rasio untuk elemen-elemen tertentu yang bersifat kuantitatif atau dapat pula menggunakan skala nominal dan ordinal yang dijabarkan dari pembobotan yang kuantitatif. Di samping penilaian untuk menunjukkan performa atau keragaan setiap rincian di dalam elemen tertentu dilakukan pula pembobotan terhadap rincian itu sendiri dan pembobotan elemen di dalam sistem monitoring dan evaluasi secara keseluruhan. Makna pembobotan di sini adalah bahwa setiap rincian elemen monitoring dan evaluasi memiliki timbangan yang berbeda dan oleh karena itu nilai yangdiberikan padanya hendaknya dinyatakan dalam ukuran tertimbang terhadap bobot rincian tersebut. Dari hasil identifikasi kualitas dapat ditentukan apakah suatu rincian atau dalam gabungannya sebagai elemen sistem yang kualitasnya kurang dapat dilakukan peningkatan. Dapat tidaknya peningkatan kualitas tersebut tergantung kepada sifat rincian atau elemen yang bersangkutan, apakah merupakan kendala yang dapat diperbaiki ataukah tidak dan tergantung kepada kemampuan organisasi untuk melakukan upaya-upaya peningkatan kualitas dengan ketersediaan sumber daya yang ada. Setiap sistem monitoring dan evaluasi memerlukan perangkat untuk mengoperasikannya, oleh karenanya diperlukan kejelasan peran dan otoritas tertentu dalam hal: a. siapa yang mengakses informasi, b. siapa yang melakukan pemantauan dan penilaian c. siapa yang bertugas untuk mengarahkan pada peningkatan kualitas. Ukuran besar-kecilnya unit-unit dengan tugas tertentu untuk menjalankan fungsi sebagai perangkat pengendali tergantung kepada beban pekerjaan evaluasi yang ditangani dan ketersediaan tenaga yang memiliki kualifikasi keahlian dan keterampilan tertentu. Dalam kaitannya dalam fungsi tindakan korektif maka dalam sistem monitoring dan evaluasi internal KPH diperlukan juga seperangkat proses



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal VII - 204



pengendalian (controlling).Pengendalian merupakan proses untuk memastikan bahwa aktivitas sebenarnya yang dilakukan sesuai dengan aktivitas yang telah direncanaka.Dengan adanya pengendalian ini maka proses monitoring keefektivitasan aktivitas perencanaan, pengorganisasian, implementasi dan penagwasan dapat berjalan dengan baik. Bagian penting dari proses pengendalian adalah mengambil tindakan korektif yang diperlukan oleh unit manajemen. 7.2 Perumusan Kriteria dan Indikator Penilaian Kinerja dalam Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH Apa yang seharusnya diukur untuk menera pencapaian tidak hanya membantu melakukan penelusuran sejauh mana kemajuan telah dicapai tetapi bermakna sebagai faktor pendorong kinerja manajemen KPH sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan. Agar dapat diperoleh ukuran keberhasilan yang jelas maka harus dirumuskan kreteria dan indikator yang benar-benar mampu merefleksikan apa yang dicapai manajemen. Indikator merupakan ukuran khusus (atau serangkaian data) yang menandai kemajuan (atau tidak adanya kemajuan) menuju pencapaian target tertentu. Pengembangan indikator merupakan kegiatan inti dalam penyusunan sistem Pemantauan & Penilaian yang menggerakkan semua pengumpulan data, analisis dan pelaporan berikutnya. Menurut Schiavo-Campo, indikator yang baik harus: 



Terbuka (tepat dan tidak bermakna ganda)







Terkait (sesuai dengan pokok persoalan yang dihadapi)







Murah (tersedia dengan biaya yang wajar)







Memadai (dapat memberikan dasar yang memadai untuk menilai kinerja)







Dapat dipantau (dapat dipertanggungjawabkan dengan pengesahan terpisah)



Untuk alasan penghematan biaya kadang-kadang digunakan indikator pra-rancang, dalam kasus tersebut perlu mempertimbangkan seberapa erat indikator ini dihubungkan atau akan dihubungkan sesuai dengan keadaan atau kontek unit manajemen (KPH) yang bersangkutan. Mungkin saja tidak tersedia sistem data untuk setiap indikator. Indikator kinerja yang dipilih dan strategi pengumpulan data untuk



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal VII - 205



menghimpun informasi tentang indikator ini perlu disusun berlandaskan kenyataan dengan mempertimbangkan: 



sistem data apa yang tengah berjalan







data apa yang dapat dihasilkan saat ini







kemampuan apa yang ada saat ini untuk memperluas jangkauan dan kedalaman pengumpulan dan analisis data.



Pengukuran kemajuan (atau tidak adanya kemajuan) untuk mencapai hasil dimulai dengan penterbukaan dan pengukuran keadaan awal yang dihadapi, dibandingkan dengan hasilnya. Pengumpulan data patokan dasar pada intinya berarti melakukan pengukuran pertama dari indikator untuk mengetahui , “Di posisi apakah saat ini?” Patokan dasar kinerja merupakan informasi (kualitatif maupun kuantitatif) tentang kinerja dari indikator tertentu di awal (atau langsung sebelum) tindakan perbaikan. Bahkan sebenarnya salah satu pertimbangan ketika memilih indikator adalah ketersediaan data patokan dasar yang memudahkan dilakukannya penelusuran kinerja yang berhubungan dengan patokan dasar tersebut. Sumber data patokan dasar dapat terdiri atas data utama (dikumpulkan khusus untuk proyek ini) atau data pendukung (dikumpulkan untuk keperluan lain, tetapi dapat dimanfaatkan). Data pendukung dapat berasal dari dalam organisasi, maupun dari luar organisasi tetapi memiliki relevansi yang tinggi dengan unit manajemen KPH. Data pendukung dapat menghemat dana kita ketika mengumpulkan data, tetapi kita harus berhatihati memeriksa apakah data itu benar-benar informasi yang dibutuhkan, karena kita tidak dapat kembali untuk mendapatkan data patokan dasar kalau di kemudian hari kita menyadari bahwa sumber data pendukung yang kita gunakan tidak memenuhi kebutuhan. Kriteria, indikator, skala intensitas, justifikasi pembobotan dan metode verifikasi disajikan pada Tabel 7.1 sebagai berikut:



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2015-2024



Hal VII - 206



Tabel 7.1 Rancangan Mekanisme Sistem Monitoring dan Evaluasi Internal KPH



No A



Tugas Pokok dan Fungsi



Kegiatan



Kriteria/ Indikator Kegiatan



Pelaksana



Regulasi (Ijin/Proyek)



Sumber Data dan Informasi



Periode Pelaksanaan



Pengelolaan Hutan



1 Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan



a. Pengukuhan Hutan



- Batas temu gelang - Penetapan Kawasan Hutan - Keberadaan konflik kawasan



Seksi Perencanaan Hutan



SK KaBaplan



Peta pencadangan



3 tahun



b. Rekonstruksi Batas



- Update data tata batas - Terpasangnya/ terpeliharanya pal batas kawasan baru - Tersusunnya Dokumen Register Risalah Hutan



Seksi Perencanaan Hutan Seksi Perencanaan Hutan



- SK KKPH sesuai RKAP



Tiap 10 tahun



d. Pembagian ke dalam blok atau zona



- Terbentuk Unit-Unit Manajemen - Terbentuk Unit Perencanaan



- SK KKPH



e. Pembagian petak dan anak petak



Semua kawasan terbagi habis ke dalam petak



- SK KKPH



Informasi hasil inventarisasi



2 tahun



f. Pemetaan



- Peta Kerja 1 : 10.000 - Peta-Peta lainnya



Seksi Perencanaan Hutan Seksi Perencanaan hutan Seksi Perencanaan Hutan



- Peta tata batas - Update data dari lapangan - data Inventarisasi jangka lampau - Peta kerja - Update data lapangan - Peta DAS - Data Unit Manajemen



SK KKPH



Tiap 10 tahun



g. Penyusunan Rencana Jangka Panjang



- Tersusun Perencanaan Sumberdaya Hutan (RPKH) - Tersusunnya Rencana Usaha KPH Tersusunnya RKT



Seksi Perencanaan Hutan Seksi Perencanaan Hutan



SK Kepala Dinas



Peta pencadangan, data tata batas, data rekonstruksi batas, data hasil inventariasi - Data hasil inventarisasi - Sejarah KPH - rencana jangka panjang



c. Inventarisasi Hutan



h. Penyusunan Rencana Jangka Pendek



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



- SK KKPH



SK KKPH



Tiap 10 tahun



2 tahun



Tiap 10 tahun



Tiap tahun



Hal VII - 207



No 2



Tugas Pokok dan Fungsi Pemanfaatan Hutan



Kriteria/ Indikator Kegiatan



Kegiatan



Pelaksana



Regulasi (Ijin/Proyek)



Sumber Data dan Informasi



Periode Pelaksanaan



Pemanfaatan kawasan pada Hutan Produksi a. Pemanfaatan kawasan b. Pemanfaatan jasa lingkungan c. Pemanfaatan hasil hutan kayu dan non kayu d. Pemungutan hasil hutan kayu dan bukan kayu



- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan produksi - Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan pm



-



Pemanfaatan kawasan pada Hutan Lindung a. Pemanfaatan kawasan b. Pemanfaatan jasa lingkungan pada hutan lindung c. Pemanfaatan hasil hutan non kayu pada hutan lindung d. Pemungutan hasil hutan bukan kayu pada hutan lindung



Produksi hasil hutan kayu sesuai etat Produksi hasil hutan non hutan sesuai target Tertib administrasi pemungutan hasil hutan Pemungutan hasil hutan ramah lingkungan



- Adanya identifikasi areal potensial untuk pemanfaatan kawasan pada hutan lindung - Adanya identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan Pm



-



Produksi hasil hutan non hutan sesuai target Tertib administrasi pemungutan



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan



SK KKPH



Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan RPKH RKT



Sesuai ijin



RPKH RKT



Sesuai ijin



Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan Seksi Produksi Hasil Hutan



Ijin Bupati/ Gubernur



Sesuai ijin



Ijin Bupati/ Gubernur



Hasil identifikasi potensi pemanfaatan kawasan Hasil identifikasi potensi pemanfaatan jasa lingkungan RPKH RKT



Ijin Bupati/ Gubernur



RPKH RKT



Sesuai ijin



SK KKPH



SK Menteri/Gubern ur/Bupati SK Bupati



Ijin Bupati/ Gubernur



Sesuai ijin



Sesuai ijin



Sesuai ijin



Sesuai ijin



Hal VII - 208



No



Tugas Pokok dan Fungsi



Kriteria/ Indikator Kegiatan



Kegiatan



-



Pelaksana



Regulasi (Ijin/Proyek)



Sumber Data dan Informasi



Periode Pelaksanaan



hasil hutan Pemungutan hasil hutan ramah lingkungan



3



Penggunaan Kawasan Hutan



pm



pm



Pm



pm



pm



4.



Rehabilitasi Hutan dan Reklamasi



a. Rehabilitasi Hutan



Keberhasilan permudaan pada areal tidak produktif



Ijin KKPH



Data kawasan tidak produktif



Sesuai rencana



b. Reklamasi Hutan



Keberhasilan penghutanan kembali areal bekas tambang, abrasi, dll.



Ijin KKPH



Data areal bekas tambang, dll



Sesuai rencana



a. Perlindungan hutan



1.



Tingkat kerusakan tegakan karena penyebab dari faktor biotik dan abiotik berada pada tingkat yang diperkenankan



Ijin KKPH



Data hasil inventarisasi



Sesuai rencana



b. Konservasi Alam



1.



adanya tata batas dan upaya pengelolaan kawasan-kawasan yang seharusnya dilindungi di dalam areal Tersedianya informasi mengenai spesies endemik/langka/dilindungi dan agihan habitatnya yang penting di dalam kawasan Adanya upaya-upaya meminimumkan dampak pada kegiatan pemanfaatan hutan terhadap spesies



Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan Hutan



Ijin KKPH



Data hasil inventarisasi



Sesuai rencana



5.



Perlindungan hutan dan konservasi alam



2.



3.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VII - 209



No



Tugas Pokok dan Fungsi



Kriteria/ Indikator Kegiatan



Kegiatan



Regulasi (Ijin/Proyek)



Pelaksana



Sumber Data dan Informasi



Periode Pelaksanaan



langka/endemik ataupun yang dilindungi B.



Melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan



a. Perencanaan b. Pengorganisasian c. Pelaksanaan dan pengawasan d. Pengendalian



1.



2.



3.



4.



Tersusunnya prosedur penyusunan, penilaian, dan pengesahan rencana pengelolaan hutan Adanya mekanisme tertulis yang menjabarkan pengorganisasian sumberdaya dalam setiap kegiatan pengelolaan hutan Terlaksananya kegiatan kelola hutan sesuai dengan tata waktu, volume, dan alokasi sumberdaya Keseuaian antara rencana dengan realisasi kegiatan



Seksi Perencanaan, Seksi Rehabilitasi dan Perlindungan, Seksi Produksi



Ijin KKPH



Dokumen RPKH Dokumen RKT Dokumen Monev



Tiap tahun dan tiap 5 tahun



C.



Menjabarkan kebijakan kehutanan nasional, provinsi dan kabupaten/kota untuk diimplementasika n



Penyusunan Juknis Kegiatan



- Tersusunan juknis/peraturan operasional kegiatan berasarkan kebijakan nasional, provinsi, kabupaten/kota



Kepala KPH



-



-



Sesuai kebutuhan



D.



Melaksanakan pemantauan dan penilaian atas pelaksanaan kegiatan



- Penyusunan standar (prinsip, kriteria, dan indikator) kinerja - Pemantauan dan penilaian kinerja untuk



- Tersusunnya prinsip, kriteria, dan indikator pencapaian kinerja pada setiap jenjang manajemen



Seksi Perencanaan



Ijin KKPH



- Standar Kinerja



2 tahun



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VII - 210



No



E.



Tugas Pokok dan Fungsi



Kegiatan



pengelolaan hutan di wilayahnya



tiap jenjang manajemen



Membuka peluang investasi guna mendukung tercapainya tujuan pengelolaan hutan.



-



-



Promosi peluang investasi sesuai hasil identifikasi potensi pemanfaatan hutan Menyusun mekanisme kerjasama investasi yang menjamin kepastian usaha



Kriteria/ Indikator Kegiatan



- Terciptanya iklim investasi yang menarik investor dalam pemanfaatan hutan



Regulasi (Ijin/Proyek)



Pelaksana



Kepala KPH



-



Sumber Data dan Informasi



Periode Pelaksanaan



-



Pelaksanaan kegiatan pemantauan, evaluasi dan pelaporan disesuaikan dengan rencana kegiatan pengelolaan hutan setiap hatunnya.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal VII - 211



Penutup



8



Penyusunan Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 20152024 ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dan pedoman dalam pelaksanaaan tugas serta menjadi dasar dalam penyusunan rencana derivatifnya dan rencana teknis pengelolaan hutan serta dapat digunakan sebagai bahan dalam melahirkan kebijakan-kebijakan dalam pengelolaan hutan di wilayah KPH Yogyakarta. Tiada gading yang tak retak, mengingat ini adalah rencana jangka panjang pertama yang disusun di lingkup KPH Yogyakarta, kami menyadari dalam penyusunan rencana ini masih banyak mengandung kelemahan dan kekurangan. Olah karena itu masukan dan saran dari semua pihak demi perbaikan rencana pengelolaan KPH Yogyakarta di masa-masa mendatang. Akhirnya semoga rencana ini dapat menjadi alat pengendali dalam penyelenggaraan pengelolaan hutan pada Balai KPH Yogyakarta hingga 10 tahun mendatang.



Rencana Pengelolaan KPH Yogyakarta Jangka Tahun 2013-2022



Hal IV - 212