Sak48305 - 05 - Aspek Perpajakan Terhadap Bentuk Usaha Tetap (But) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Universitas Pamulang



Akuntansi S-1



PERTEMUAN KE-5 ASPEK PERPAJAKAN TERHADAP BENTUK USAHA TETAP (BUT)



A. CAPAIAN PEMBELAJARAN Setelah mempelajari pertemuan ini, mahasiswa mampu menyusun makalah seminar tentang Bentuk Usaha Tetap dan aspek perpajakannya serta menjawab pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari peserta seminar atas makalah tersebut. B. URAIAN MATERI Berdasarkan Undang- Undang Nomor 36 Tahun 2008 Pasal 2 ayat 5 dinyatakan bahwa “Bentuk Usaha Tetap adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh orangpribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang pribadi yang beradadi Indonesia tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12 bulan, sertabadan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesiauntuk menjalankan usaha atau melakukan kegiatan di Indonesia” yang dapat berupa: 1.



tempat kedudukan manajemen



2.



cabang perusahaan



3.



kantor perwakilan



4.



gedung kantor



5.



pabrik



6.



bengkel



7.



gudang



8.



ruang untuk promosi dan penjualan



9.



pertambangan dan penggalian sumber alam



10. wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi 11. perikanan, peternakan, pertanian, perkebunan, atau kehutanan 12. proyek konstruksi, instalasi, atau proyek perakitan 13. pemberian jasa dalam bentuk apa pun oleh pegawai atau orang lain sepanjang dilakukan lebih dari 60 hari dalam jangka waktu 12 bulan 14. orang atau badan yang bertindak selaku agen yang kedudukannya tidak bebas Seminar Perpajakan



30



Universitas Pamulang



Akuntansi S-1



15. agen atau pegawai dari perusahan asuransi yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia yang menerima premi asuransi atau menanggung risiko di Indonesia 16. komputer, agen elektronik, atau peralatan otomatis yang dimiliki, disewa, atau digunakan oleh penyelenggara transaksi elektronik untuk menjalankan kegiatan usaha melalui internet”



Semua subjek pajak luar negeri, orang pribadi ataupun badan, menjadi wajib pajak karena mendapatkan penghasilan yang berasal dari Indonesia lewat bentuk usaha tetap. Perbedaan wajib pajak dalam negeri dan luar negeri diantaranya sebagai berikut ini : Wajib Pajak Dalam Negeri



1.



Wajib Pajak Luar Negeri



Pengenaan pajak dilakukan atas penghasilan, baik yang diterima maupun diperoleh dari Indonesia dan dari luar Indonesia.



Pengenaan pajak hanya dilakukan atas penghasilan yang bersumber di Indonesia saja.



Penghasilan neto merupakan dasar pengenaan pajak



Penghasilan bruto merupakan dasar pengenaan pajak



Menggunakan tarif umum berdasarkan UU PPh Pasal 17



Menggunakan tarif sepadan yang diatur dalam UU PPh Pasal 26



Wajib menyampaikan SPT



Tidak wajib menyampaikan SPT



Kewajiban Pajak Subjektif Berdasarkan Pasal 2A Undang-Undang Pajak Penghasilan, “kewajiban pajak subjektif orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dimulai pada saat orang pribadi tersebut lahir, berada, atau berniat untuk bertempat tinggal di Indonesia dan berakhir pada saat meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya”. Sedangkan Pasal 2 ayat (3)



Seminar Perpajakan



31



Universitas Pamulang



Akuntansi S-1



huruf b mengatur tentang kewajiban pajak subjektif untuk wajib pajak badan dimana “kewajiban pajak subjektif badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dimulai pada saat badan tersebut didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia dan berakhir pada saat dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di Indonesia”. 2.



Objek Pajak Penghasilan Bentuk Usaha Tetap Berikut ini adalah objek pajak menurut UU PPh Pasal 5 ayat (1) : “penghasilan dari usaha atau kegiatan bentuk usaha tetap tersebut dan dari harta yang dimiliki atau dikuasai; penghasilan kantor pusat dari usaha atau kegiatan, penjualan barang, atau pemberian jasa di Indonesia yang sejenis dengan yang dijalankan atau yang dilakukan oleh bentuk usaha tetap di Indonesia; penghasilan sebagaimana tersebut dalam Pasal 26 yang diterima atau diperoleh kantor pusat sepanjang ada hubungan efektif antara bentuk usaha tetap dengan harta atau kegiatan yang memberikan penghasilan dimaksud”. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan objek pajak BUT adalah sebagai berikut : a. Atas dasar penghasilan yang diperoleh dari kegiatan usaha dan harta yang dimilikinya BUT akan dikenakan pajak, karena pada dasarnya BUT merupakan subjek pajak yang perlakuan perpajakannya disamakan dengan subjek pajak badan. Dengan demikian, semua penghasilan tersebut akan dikenakan pajak di Indonesia. b. Pendapatan kantor pusat yang berasal dari kegiatan usaha, perdagangan barang dan pelaksanaan jasa, yang dilakukan oleh BUT dianggap sebagai pendapatan BUT, karena kegiatan usaha tersebut termasuk dalam ruang lingkup usaha dan dapat dilakukan oleh BUT. Sebagai contoh ada lembaga keuangan di luar Negara Indonesia akan tetapi lembaga keuangan tersebut mempunyai BUT di Indonesia dan secara langsung tanpa melalui perantara BUT-nya memberikan pinjaman kepada perusahaan maupun perorangan yang ada di Indonesia tanpa melaui BUT-nya.



Seminar Perpajakan



32



Universitas Pamulang



Akuntansi S-1



Kantor pusat yang ada di luar Negara Indonesia dan mendirikan BUT di Indonesia menjual produk yang sama dengan yang di jual BUT-nya secara langsung kepada konsumen yang ada di Indonesia tanpa perantara BUT-nya. Penyediaan jasa maintenance yang sama dengan jasa BUT-nya oleh kantor pusat kepada kliennya yang ada di Indonesia tanpa melalui perantara bentuk usaha tetapnya yang ada di Indonesia. c. Pendapatan lain yang menjadi Objek Pajak BUT sesuai UU PPh Pasal 26 adalah “Dividen; bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan sehubungan dengan jaminan pengembalian utang,royalti, sewa, dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta; imbalan sehubungan dengan jasa, pekerjaan, dan kegiatan; Hadiah dan penghargaan; Pensiun dan pembayaran berkala lainnya; Premi swap dan transaksi lindung nilai lainnya; Keuntungan karena pembebasan utang.” Contohnya Happy for Work, Inc. Membuat perjanjian dengan PT Yudha Persada berhak memakai merek produk dagang Happy for Work, Inc. Atas perjanjian itu Happy for Work, Inc. Mendapatkan royalti dari PT Yudha Persada Happy for Work, Inc. juga memberikan jasa manajemen kepada PT Yudha Persada dalam suatu bentuk usaha tetap di Indonesia dalam rangka pemasaran produk PT Yudha Persada yang mempergunakan merek produk dagang tersebut. Dengan demikian, penggunaan merek Produk dagang oleh PT Yudha Persada mempunyai hubungan efektif dengan bentuk usahatetap di Indonesia. Penghasilan royalti tersebut diperlakukan sebagai penghasilan bentuk usaha tetap. Royalti tersebut dianggap sebagai penghasilan BUT asalkan terdapat hubungan efektif, termasuk juga penghasilan yang dikenakan withholding berdasar pada PPh Pasal 26. Konsep hubungan efektif ini berasal dari effectively connectedincome yang berasal dari Undang-Undang Pajak Domestik Amerika Serikat (internal revenue code). Undang-Undang Pajak Penghasilan di Indonesiatidak mempunyai ketentuan yang mengatur bagaimana menentukan suatu penghasilan kantor pusat yang mempunyai hubungan efektif dengan BUT di Indonesia. Seminar Perpajakan



33



Universitas Pamulang



3.



Akuntansi S-1



Penghasilan Bentuk Usaha Tetap (BUT) yang Ditanamkan Kembali di Indonesia Selain pajak atas pendapatan bruto, BUT yang dikenai PPh Pasal 26 juga terkena kebijakan tarif pajak dari laba bersih, yakni 20% dari jenis penghasilan sebagai berikut: a. Penghasilan dari penjualan aset di Indonesia. b. Premi asuransi, premi reasuransi yang dibayarkan langsung ataupun melalui pialang kepada perusahaan asuransi di luar negeri. Ketentuan tarif 20 % mengikuti kriteria sebagai berikut: Tarif 20% (Final) dari laba bersih juga berlaku atas penjualan atau pengalihan saham perusahaan yang didirikan atau bertempat di negara yang memberikan perlindungan pajak. a. Tarif 20% yang dipungut dari Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi dengan pajak. Tidak berlaku bagi BUT yang penghasilannya tersebut ditanamkan kembali di Indonesia. b. Tax Treaty antara Indonesia dan negara-negara lain yang berada dalam perjanjian bisa saja berbeda satu sama lain. Tarifnya mungkin berbeda dari tarif biasa yang sebesar 20% dan dalam beberapa kasus mungkin memiliki tarif 0%. c. Pembayaran premi asuransi, jika perusahaan asuransi tersebut menerima pembayaran premi asuransi atau menanggung resiko di Indonesia melalui pegawai, perwakilan atau agennya di Indonesia, maka perusahaan asuransi yang didirikan dan bertempat kedudukan di luar Indonesia dianggap mempunyai BUT di Indonesia. Menanggung risiko di Indonesia bukan berarti bahwa peristiwa atas resiko tersebut terjadi di Indonesia. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa pihak tertanggung bertempat tinggal, berada, atau bertempat kedudukan di Indonesia. Contoh Kasus : Atas Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari Bentuk Usaha Tetap di Indonesia dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen). Penghasilan Kena Pajak BUT Tahun 2015



Seminar Perpajakan



= Rp 60.500.000.000 34



Universitas Pamulang



Akuntansi S-1



PPh : 25% x Rp60.500.000.000



= Rp 15.125.000.000 (-)



Penghasilan Kena Pajak setelah pajak



= Rp 45.375.000.000



PPh 26 yang terutang: 20% x Rp 45.375.000.000 = Rp 9.075.000.000



Atas penghasilan setelah pajak sebesar Rp 45.375.000.000 tersebut ditanamkan kembali di Indonesia maka berdasarkan peraturan yang berlaku, atas penghasilan tersebut tidak dipotong pajak. C. LATIHAN SOAL 1.



Susunlah sebuah makalah mengenai administrasi perpajakan, lalu analisislah menurut pendapat saudara



2.



Makalah yang telah disusun harus dipresentasikan dikelas



D. DAFTAR PUSTAKA Pemerintah Indonesia. 2008. Undang Undang Nomor 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan. Lembaran Negara RI Tahun 2008. Sekretariat Negara. Jakarta.



Seminar Perpajakan



35