SAP HDR [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SATUAN ACARA PENYULHAN HARGA DIRI RENDAH



OLEH :



RAMA ARIWIJAYA



NIM 040264822022011



DOSEN PEMBIMBING : Zullian Effendi, S.Kep, Ns, M.Kep



PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA TAHUN 2020



SATUAN ACARA PENYULUHAN HARGA DIRI RENDAH Topik



: Peran serta keluarga pada klien dengan harga diri rendah



Sasaran



: Keluarga pasein di ruang bangau RS ernaldi bahar



Tempat



: di ruang bangau RS ernaldi bahar



Hari/ Tanggal



: Jum’at, 15 Mei 2020



Waktu



: 08.00 s/d selesai



Metode



: Ceramah dan Tanya Jawab



Media



: Leaflet



Penyuluh



: Mahasiswa



A. Tujuan 1. Tujuan Umum Pada akhir proses penyuluhan, peserta penyuluhan dapat mengetahui tentang peran serta keluarga pada klien dengan harga diri rendah. 2. Tujuan Khusus Setelah dilakukan penyuluhan, pasien dan keluarga diharapkan dapat mengetahui tentang: a. Menjelaskan tentang pengertian harga diri rendah b. Menjelaskan tentang tanda dan gejala harga diri rendah c. Menjelaskan tentang pentebab harga diri rendah d. Menjelaskan tentang terapi harga diri rendah e. Menjelaskan tentang mekanisme koping harga diri rendah f. Menjelaskan tentang proses terjadinya masalah harga diri rendah B. Kegiatan Penyuluhan No 1



Tahap Kegiatan Pembukaan



Kegiatan Kegiatan Metode Media Penyuluhan Peserta 5 Menit A. Pembukaan, 1. Menjawab Ceramah Verbal mengucapkan Salam salam 2. Mendengar B. Memperkenalka kan Waktu



2



Penyampaian Materi



15 menit



n diri C. Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan D. Menentukan kontrak waktu dengan peserta E. Menggali pengetahuan peserta tentang materi yang akan disampaikan 1. Menjelaskan tentang pengertian harga diri rendah 2. Menjelaskan tentang tanda dan gejala harga diri rendah 3. Menjelaskan tentang pentebab harga diri rendah 4. Menjelaskan tentang terapi harga diri rendah 5. Menjelaskan tentang mekanisme koping harga diri rendah 6. Menjelaskan tentang proses terjadinya masalah harga diri rendah



penjelasan



Menyimak dan mendengar kan



Ceramah Leaflet



3



Tanya Jawab



5



Penutup



5 menit 1. Memberikan kesempatan responden untuk bertanya 2. Menjawab pertanyaan dari responden. 5 menit 1. Memberikan pertanyaan sebagai acuan evaluasi 2. Membuat kesimpulan dari kegiatan penyuluhan 3. Mengucapkan salam dan terima kasih



Menyiapkan Tanya pertanyaan Jawab dan mendengarka n penjelasan pertanyaan Menjawab salam



C. Pengorganisasian 1. Moderator



:Rama Ariwijaya



Tugas : a. Memperkenalkan anggota kelompok dan pembimbing b. Membuka acara penyuluhan c. Mengatur jalannya penyuluhan d. Memfasilitasi tanya jawab e. Menutup acara penyuluhan 2. Penyaji



:Niko Payoka dan Dodi Prayogo



Tugas : a. Menyajikan materi penyuluhan 3. Observer



:Aaulia Safitri



Tugas : a. Mengevaluasi jalannya penyuluhan b. Mengobservasi ketepatan waktu penyuluhan 4. Notulen



:Nida



Tugas : a. Mencatat semua peserta yang hadir



Verbal



Ceramah Verbal



b. Mencatat semua pertanyaan peserta c. Menyimpulkan penjelasan dan jawaban hasil penyuluhan 5. Fasilitator



:Dea Sucita Levia



Tugas a. Bersama moderator menjalin kerja sama dalam menyajikan materi penyuluhan. b. Memotivasi peserta kegiatan dalam bertanya. c. Menjadi contoh dalam kegiatan. D. Kriteria Evaluasi 1. Kriteria Evaluasi Struktur a. Penyuluh mencari literatur mengenai pasien harga diri rendah b. Penyuluh membuat SAP mengenai pasien harga diri rendah c. Penyuluh diharapkan telah mempersiapkan terkait materi, media, alat bantu, serta sarana prasarana yang digunakan untuk penyuluhan kesehatan dengan matang d. Penyuluhan dilakukan dengan sesuai pengorganisasian 2. Kriteria Evaluasi Proses a. Penyuluhan berjalan sesuai rencana b. Suasana



penyuluhan



konduksif



dan



tidak



ada



peserta



yang



meninggalkan ruangan saat dilakukan penyuluhan c. Peserta antusias terhadap materi penyuluhan d. Peserta memberikan respon atau umpan balik berupa pertanyaanpertanyaan 3. Kriteria Evaluasi Hasil Sebelum melakukan penyuluhan, pemateri memberikan pertanyaan dasar mengenai apa itu harga diri rendah, kemudian setelah penyuluhan diberikan pertanyaan yang sama dengan pertanyaan yang diberikan sebelum dilakukan penyuluhan.



Lampiran A. KONSEP DASAR TENTANG HARGA DIRI RENDAH 1.



Pengertian Pengertian tentang harga diri rendah disampaikan oleh beberapa sumber. Harga diri rendah menurut Keliat (2006) digambarkan sebagai perasaan yang negatif terhadap diri sendiri dan harga diri merasa gagal mencapai keinginan. Selain itu juga Harga diri rendah adalah evaluasi dari atau kemampuan diri yang negatif dan dipertahankan dalam waktu yang lam (Nanda 2005 dalam Direja, 2011). Menurut Keliat (2010), Harga diri rendah adalah kondisi seseorang yang menilai keberadaan dirinya lebih rendah dibandingkan orang lain yang berpikir adalah hal negatif diri sendiri sebagai individu yang gagal, tidak mampu, dan tidak berprestasi. Harga diri rendah adalah perasaan seseorang bahwa dirinya tidak diterima dilingkungan dan gambaran-gambaran negatif tentang dirinya (Barry, dalam Fitria 2009). Berdasarkan tiga pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa gangguan harga diri rendah adalah gangguan konsep diri dimana harga diri merasa gagal mencapai keinginan, perasaan tentang diri yang negatif dan merasa dirinya lebih rendah dibandingan orang lain. Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu terhadap dirinya; perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi terhadap fungsi, peran, dan tubuh (Kusumawati, 2010). Menurut Fitria (2009) harga diri rendah dibedakan menjadi dua, yaitu : a.



Harga diri rendah situsional adalah keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam berespon terhadap suatu kejadian (Kehilangan, perubahan)



b.



Harga diri rendah kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri yang negatif mengenai diri atau kemampuan dalam waaktu lama.



2.



Etiologi Menurut Stuart Gail (2007) : a.



Faktor predisposisi 1) Faktor yang mempengaruhi harga diri Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang lain, dan idealdiri yang tidak realistis. 2) Faktor yang mempengaruhi peran Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif, kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai sejumlah peran. 3) Faktor yang mempengaruhi identitas diri Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya dan perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan diakui oleh kelompoknya.



4) Faktor biologis Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya. b.



Faktor presipitasi Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi komponen. Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara, kesalahan dan kegagalan berulang, cita- cita tidak terpenuhi dan kegagalan bertanggung jawab sendiri. Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau eksternal: 1)



Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam kehidupan.



2)



Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran:



1) Transisi peran perkembangan adalah perubahan normatif yang berkaitan dengan pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan individu atau keluarga dan normanorma budaya, nilai-nilai, serta tekanan untuk menyesuaikan diri.



2) Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota keluarga melalui kelahiran atau kematian. 3) Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaan sehat ke keadaan sakit. Transisi ini dapat dicetuskan oleh kehilangan bagian tubuh, perubahan ukuran, bentuk, penampilan, atau fungsi tubuh, perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh kembang normal. Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran diri, identitas diri, peran dan harga diri.



3.



Tanda dan Gejala Adapun tanda dan gejala dariharga diri rendah, yaitu: a. Mengejek dan mengkritik diri. b. Merasa bersalah dan khawatir, menghukum atau menolak diri sendiri. c. Mengalami gejala fisik, misal : tekanan darah tinggi, gangguan pengunaan zat. d. Menunda keputusan. e. Sulit bergaul. f.



Menghindari kesenangan yang dapat memberi rasa puas.



g. Menarik diri dari realitas, cemas, panik cemburu, curiga, halusinasi. h. Merusak diri : harga diri rendah menyokong klien untuk mengakhiri hidup. i.



Merusak atau melukai orang lain.



j.



Perasaan tidak mampu.



k. Pandangan hidup yang pesimitis. l.



Tidak menerima pujian.



m. Penurunan produktivitas. n. Penolakan terhadap kemampuan diri. o. Kurang memperhatikan perawatan diri. p. Berpakaian tidak rapi. q. Berkurang selera makan. r.



Tidak berani menatap lawan bicara.



s. Lebih banyak menunduk. t. 4.



Bicara lambat dengan nada suara lemah.



Proses Terjadinya Masalah Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau dapat juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah. Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor (krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi secara terus



menerus akan



mengakibatkan individu mengalami harga diri rendah kronis. Tabel 1.1 Rentang Respon Konsep Diri Rentang Respon Konsep Diri



Respon Adaptif



Respon Maladaptif



Aktualisasi



Konsep



Harga diri



Kerancuan



Diri



diri positif



rendah



identitas



Depersonalisasi



5.



Psikopatologi Gambar II.1 Psikopatologi Harga Diri Rendah



Faktor Predisposisi



Faktor yang mempengaruhi harga diri



 Penolakan orangtua



Faktor yang mempengaruhi penampilan peran



Faktor presipitasi



Faktor yang mempunyai idetitas personal ketidak percayaan orang tua Penolakan orang tua, tekanan dari kelompok, sebaya perubahan struktur sosial



 Harapan orang tua yang tidak realsitis  Kegagalan yang



Trauma ketegangan peran



berulang  Kurang mempunyai



Penilaian stresor



tanggung jawab personal



Sumber koping



 Ketergantungan pada orang lain



Integritas ego



 Ideal diri yang tidak



realistis



Jangka Pendek



Mekanisme koping



Jangka Panjang



Respon Adaptif



Orientasi



Respon Maladaptif Rentang Respon



Aktualisasi diri Konsep diri



Harga diri rendah Kerancauan



Depersonalisasi



Rendah Menurut Stuart dan Laraia, (1998)



Keterangan : a. Respon adaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat membangun (konstruktif)



dalam



usaha



mengatasi



stressor



yang



menyebabkan



ketidakseimbangan dalam diri sendiri. b. Respon maladaptif : Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta bersifat merusak (destruktif)



dalam



usaha



mengatasi



stressor



yang



menyebabkan



ketidakseimbangan dalam diri sendiri. c. Aktualisasi diri : Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya. d. Konsep diri positif : Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah individu berpikir secara positif dan realistis. e. Harga diri rendah : Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif. f.



Kekacauan identitas : Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian psikososial dewasa yang harmonis.



g. Depersonalisasi : Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya. 6.



Terapi Somatik Menurut Riyadi, & Purwanto, (2009) Terapi somatik adalah terapi yang diberikan kepada klien dengan tujuan mengubah perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif dengan melakukan tindakan dalam bentuk perlakuan fisik. Terapi somatik telah banyak dilakukan pada klien dengan gangguan jiwa seperti terapi somatik restrain, seklusi, elekrokonvulsi,



dan foto terapi. a. ECT (Electro Convulsif Therapie) Suatu tindakan terapi



dengan menggunakan



aliran listrik



dan



menimbulkan kejang pada penderita baik tonik maupun klonik. Indikasi ECT yaitu : 1) Klien depresi pada psikosa manik depresi, klien skizofrenia stupor kotatonik dan gaduh gelisah katatonik. 2) Klien dengan penyakit depresi mayor yang tidak berespon terhadap antidependen atau yang tidak dapat minum obat. 3) Klien dengan gangguan bipolar yang tidak berespon terhadap obat. 4) Klien bunuh diri akut yang cukup lama tidak menerima pengobatan untuk mencapai efek terapeutik. Sedangkan kontra indikasi ECT yaitu : 1) Peningkatan tekanan intra cranial (karena tumor otak, infeksi SPP). 2) Keguguran pada kehamilan gangguan sistem muskuloskeletal, osteoartritis berat, osteoporosis, fraktur karena kejang grandma. 3) Gangguan kardiovaskuler, infrak miokardium, anggia,



hipertensi,



aritmia, dan aneurisma. 4) Gangguan sistem pernafasan, asma bronkial. 5) Keadaan lemah. b. Foto Terapi atau Sinar Terapi somatik pilihan. Terapi ini diberiakan dengan memaparkan klien pada sinar terang (5-20 kali lebih terang dari sinar ruangan). Klien disuruh duduk dengan mata terbuka 1,5 meter, didepan klien diletakan lampu flouresen spectrum luas setinggi mata. Waktu dan dosis terapi ini bervariasi pada tiap individu. Beberapa klien berespons jika terapi diberikan pagi hari, sementara klien ini lebih bereaksi kalau dilakukan terapi pada waktu sore hari. Semakin sinar terang, semakin efektif terapi perunit waktu. Terapi sinar berlangsung dalam waktu yang tidak lama namun cepat menimbulkan efek terapi. Kebanyakan klien merasa sembuh 3-5 hari tetapi klien dapat kembali kambuh jika terapi dihentikan. Terapi ini



dapat menurunkan 75% gejala depresi yang dialami klien depresi minum dingin atau gangguan afektif musiman. Efek samping yang terjadi setelah dilakukan terapi dapat berupa nyeri kepala, insomnia, kelelahan, mual, mata kering, keluar sekresi dari hidung dan rasa lelah pada mata. 7.



Mekanisme Koping Mekanisme koping termasuk pertahan koping jangka pendek atau jangka panjang serta penggunaan mekanisme pertahanan ego untuk melindungi diri sendiri dalam menghadapi persepsi diri yang menyakitkan ( Stuart & Gail, 2007 ). a. Pertahanan jangka pendek mencakup berikut ini : 1) Aktifitas yang memberikan pelarian sementara dari krisis indentitas diri (misalnya, konser musik, bekerja keras, menonton televisi secara obsesif ) 2) Aktifitas



yang



memberikan



identitas



pengganti



sementara



( misalnya, ikut serta dalam klub sosial, agama, politik, kelompok, gerakan atau genk ) 3) Aktifitas sementara menguatkan atau meningkatkan perasaan diri yang tidak menentu ( misalnya, olahraga yang kompetitif, prestasi akademik, kontes untuk mendapatkan popularitas ) 4) Aktifitas yang merupakan upaya jangka pendek untuk membuat identitas diluar dari hidup yang tidak bermakna saat ini ( misalnya, penyalahgunaan obat ) b. Pertahanan jangka panjang mencakup berikut ini : 1) Penutupan identitas-adopsi identitas prematur yang diinginkan oleh orang terdekat tanpa memperhatikan keinginan, aspirasi, atau potensi diri individu. 2) Identitas negatif, asumsi identitas yang tidak sesuai dengan nilai dan harapan yang diterima masyarakat.



8.



Sumber Koping Semua orang tanpa memperhatikan gangguan prilakunya, mempunyai beberapa bidang kelebihan personal yang meliputi : Aktifitas olah raga dan aktifitas diluar rumah, hobi dan kerajinan tangan, seni yang ekspresif, kesehatan dan perwatan diri, pendidikan atau pelatihan, pekerjaan, vokasi atau posisi, bakat tertentu, kecerdasan, imajinasi dan kreatifitas, hubungan interpersonal. ( Stuart & Gail,2007 ).



9.



Penatalaksanan Medis Struktur otak yang mungkin mengalami gangguan pada kasus harga diri rendah kronis adalah : a. System Limbic yaitu pusat emosi, dilihat dari emosi pada klien dengan harga diri rendah yang kadang berubah seperti sedih, dan terus merasa tidak berguna atau gagal terus menerus. 1) Hipothalmus yang juga mengatur mood dan motivasi, karena melihat kondisi klien dengan harga diri rendah yang membutuhkan lebih banyak motivasi dan dukungan dari perawat dalam melaksanakan tindakan yang sudah dijadwalkan bersama-sama dengan perawat padahal klien mengatakan bahwa membutuhkan latihan yang telah dijadwalkan tersebut. 2) Thalamus, sistem pintu gerbang atau menyaring fungsi untuk mengatur arus informasi sensori yang berhubungan dengan perasaan untuk mencegah berlebihan di korteks. Kemungkinan pada klien dengan harga diri rendah apabila ada kerusakan pada thalamus ini maka arus informasi sensori yang masuk tidak dapat dicegah atau dipilih sehingga menjadi berlebihan yang mengakibatkan perasaan negatif yang ada selalu mendominasi pikiran dari klien. 3) Amigdala yang berfungsi untuk emosi. Adapun jenis alat untuk mengetahui gangguan struktur otak yang dapat digunakan adalah: a. Electroencephalogram



(EEG),



suatu



pemeriksaan



yang



bertujuan memberikan informasi penting tentang kerja dan fungsi otak. b. CT Scan, untk mendapatkan gambaran otak tiga dimensi. c. Single Photon Emission Computed Tomography (SPECT), melihat wilayah otak dan tanda-tanda abnormalitas pada otak dan menggambarkan perubahan-perubahan aliran darah yang terjadi. b. Magnetic Resonance Imaging (MRI), suatu tehnik radiologi dengan menggunakan



magnet,



gelombang



radio



dan



komputer



untuk



mendapatkan gambaran struktur tubuh atau otak dan dapat mendeteksi perubahan yang kecil sekalipun dalam struktur tubuh atau otak. Beberapa prosedur menggunakan kontras gadolinium untuk meningkatkan akurasi gambar. Selain



gangguan



pada



struktur



otak,



apabila



dilakukan



pemeriksaan lebih lanjut dengan alat-alat tertentu kemungkinan akan ditemukan ketidakseimbangan neurotransmitter di otak seperti: 1) Acetylcholine (ACh), untuk pengaturan atensi dan mood, mengalami penurunan. 2) Norepinephrine, mengatur fungsi kesiagaan, pusat perhatian dan orientasi; mengatur fight-flight dan proses pembelajaran dan memori, mengalami penurunan yang mengakibatkan kelemahan dan depresi. 3) Serotonin, mengatur status mood, mengalami penurunan yang mengakibatkan klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran negatif dan tidak berdaya. 4) Glutamat, mengalami penurunan, terlihat dari kondisi klien yang kurang energi, selalu terlihat mengantu. Selain itu berdasarkan diagnosa medis klien yaitu skizofrenia yang sering mengindikasikan adanya penurunan glutamat. Adapun jenis alat untuk pengukuran neurotransmitter yang dapat digunakan: a. Positron Emission Tomography (PET), mengukur emisi atau pancaran dari bahan kimia radioaktif yang diberi label dan telah



disuntik kedalam aliran darah untuk menghasilkan gambaran dua atau tiga dimensi melalui distribusi dari bahan kimia tersebut didalam tubuh dan otak. PET dapat memperlihatkan gambaran aliran darah, oksigen, metabolisme glukosa dan konsentrasi obat dalam jaringan otak. Yang merefleksikan aktivitas otak sehingga dapat dipelajari lebih lanjut tentang fisiologi dan neuro-kimiawi otak. b. Transcranial Magnetic Stimulations (TMS), dikombinasikan dengan MRI, para ahli dapat melihat dan mengetahui fungsi spesifik dari otak. TMS dapat menggambarkan proses motorik dan visual dan dapat menghubungkan antara kimiawi dan struktur otak dengan perilaku manusia dan hubungannya dengan gangguan jiwa.



DAFTAR PUSTAKA Asmadi.



(2008).



Konsep



Dasar



Keperawatan.



Diakses



dari:



http://www.books.google.co.id Direja, A. H. S. (2011). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha Medika. Fitria. 2009. Ilmu Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Media. Keliat, B. A. Panjaitan, R. U & Helana, N. (2006). Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC. Keliat, B. A. (2010). Perawatan Pasien Gangguan Jiwa Di Rumah. Jakarta : UI. Kusumawati, F, & Hartono, Y. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : Salemba Media. Nanda. (2005). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa ; Edisi I. Yogyakarta : Nuha Medika. Riyadi, S. & Purwanto, T. (2009). Asuhan Keperawatan Jiwa (Edisi Pertama). Yogyakarta : Graha Ilmu. Stuart, G. W. (2007). Buku Saku Keperawatan Jiwa (Edisi 5). Alih Bahasa : Kopah, P. Ramona & Yudha, E. K. Jakarta : EGC. Stuart, G. W. & Laraia, M. T. 1998, Keperawatan jiwa (Terjemahan), alih bahasa: Achir Yani edisi III. Jakarta : EGC. Yosep, I. (2009). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika Aditama. Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung : Refika Medika.