Saraf Referat Dina Dian Anggraini Vertigo Perifer Dan Sentral [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

REFERAT



VERTIGO SENTRAL DAN PERIFER



Oleh: Dina Dian Anggraini, S.Ked 1830912320137



Pembimbing: dr. Muhammad Welly Dafif, Sp.S



BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM/RSUD ULIN BANJARMASIN Desember, 2019



i



DAFTAR ISI



Halaman HALAMAN JUDUL



i



DAFTAR ISI



ii



BAB I PENDAHUAN............................................................................



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi . .......................................................................................



2



2. Etiologi .........................................................................................



2



3. Klasifikasi....................................................................................



4



4. Patofisiologi.................................................................................



9



5. Anamnesis....................................................................................



10



6. Pemeriksaan fisik umum...............................................................



14



7. Diagnosis Vertigo ........................................................................



14



8. Diagnosis Banding Vertigo ..........................................................



16



9. Tatalaksana pada Vertigo..............................................................



18



10. Edukasi........................................................................................



22



11. Prognosis........................................................................................



22



BAB III PENUTUP



24



DAFTARoPUSTAKA



ii



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Vertigo adalah adanya sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh seperti rotasi (memutar) tanpa sensasi peputaran yang sebenarnya, dapat sekelilingnya terasa berputar atau badan yang berputar. Vertigo merupakan keluhan yang paling sering dijumpai dalam praktek. Vertigo berasal dari bahasa latin “vertere” yaitu memutar. Vertigo termasuk ke dalam gangguan keseimbangan yang dinyatakan sebagai pusing, pening, sempoyongan, rasa seperti melayang atau dunia seperti berjungkir balik. Vertigo paling sering ditemukan adalah Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV). Menurut penelitian pasien yang datang dengan keluhan pusing berputar/vertigo, sebanyak 20% memiliki BPPV, walaupun penyakit ini sering disertai penyakit lainnya. Diagnosis banding vertigo meliputi penyebab perifer vestibular (berasal dari system saraf perifer), dan sentral vestibular (berasal dari system saraf pusat) dan kondisi lain. 93% pasien pada primary care mengalami BPPV, acute vestibular neuronitis, atau meniere disease.



1



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



1.



Definisi Vertigo Vertigo adalah suatu istilah yang berasal dari bahasa latin, vertire, yang



artinya memutar. Vertigo didefinisikan berbagai macam salah satunya adalah perasaan berputar dan penglihatan bergerak, subyektif jika merasa dirinya yang bergerak dan obyektif jika sekelilingnya yang bergerak. Namun, pada garis besarnya terdapat dua kelompok aliran, yaitu kelompok yang menganggap vestibulum sebagai dasar kelainan, dan kelompok yang menganggap alat keseimbangan tubuh sebagai satu kesatuan sumber kelainan.



2.



Etiologi



Vertigo merupakan suatu gejala,sederet penyebabnya antara lain akibat kecelakaan,stres, gangguan pada telinga bagian dalam, obat-obatan, terlalu sedikit atau banyak aliran darah ke otak dan lain-lain. Tubuh merasakan posisi dan mengendalikan keseimbangan melalui organ keseimbangan yang terdapat di telinga bagian dalam. Organ ini memiliki saraf yang berhubungan dengan area tertentu di otak. Vertigo bisa disebabkan oleh kelainan di dalam telinga, di dalam saraf yang menghubungkan telinga dengan otak dan di dalam otaknya sendiri. Keseimbangan dikendalikan oleh otak kecil yang mendapat informasi tentang posisi tubuh dari organ keseimbangan di telinga tengah dan mata. Penyebab umum dari vertigo: 1. Keadaan lingkungan : mabuk darat, mabuk laut. 2. Obat-obatan : alkohol, gentamisin. 3. Kelainan telinga : endapan kalsium pada salah satu kanalis semisirkularis di dalam telinga bagian dalam yang menyebabkan benign paroxysmal positional, infeksi telinga bagian dalam karena bakteri, labirintis, penyakit maniere, peradangan saraf vestibuler, herpes zoster.



2



4. Kelainan Neurologis : Tumor otak, tumor yang menekan saraf vestibularis, sklerosis multipel, dan patah tulang otak yang disertai cedera pada labirin, persyarafannya atau keduanya. 5. Kelainan sirkularis : Gangguan fungsi otak sementara karena berkurangnya aliran darah ke salah satu bagian otak ( transient ischemic attack ) pada arteri vertebral dan arteri basiler. Penyebab vertigo dapat berasal dari perifer yaitu dari organ vestibuler sampai ke inti nervus VIII sedangkan kelainan sentral dari inti nervus VIII sampai ke korteks. Berbagai penyakit atau kelainan dapat menyebabkan vertigo. Penyebab vertigo serta lokasi lesi : 1.Labirin, telinga dalam : - vertigo posisional paroksisimal benigna - pasca trauma - penyakit menierre - labirinitis (viral, bakteri) 2.Nervus VIII - neuritis iskemik (misalnya pada DM) - infeksi, inflamasi (misalnya pada sifilis, herpes zoster) - neuritis vestibular - neuroma akustikus 3.Telinga luar dan tengah - Otitis media - Tumor 4.Sentral Supratentorial - Trauma - Epilepsi 4.Infratentorial - Insufisiensi vertebrobasiler 5. Obat Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yang disertai tinitus dan hilangnya pendengaran. Obat-obat itu antara lain aminoglikosid, diuretik loop,



3



antiinflamasi nonsteroid, derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina. Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin lebih bersifat ototoksik. Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibuler antara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol dan minosiklin. Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi fisik, penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkan karena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer. Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yang dapat dikacaukan dengan vertigo.



3.



Klasifikasi a. Vertigo fisiologik adalah keadaan vertigo yang ditimbulkan oleh stimulasi dari sekitar penderita, dimana sistem vestibulum, mata, dan somatosensoris berfungsi baik. Kelompok ini terbagi menjadi: 1) Mabuk gerakan (motion sickness): dipicu oleh kecepatan yang tidak biasa dialami oleh tubuh atau kehilangan sensoris keseimbangan akibat sikap takut ataupun waspada. Mabuk gerakan ini akan ditekan bila dari pandangan sekitar (visual surround) berlawanan dengan gerakan tubuh yang sebenarnya. Mabuk gerakan ini akan sangat terasa bila sekitar individu bergerak searah dengan gerakan badan. Keadaan yang memprovokasi antara lain duduk di jok belakang mobil, atau membaca waktu mobil bergerak. 2) Mabuk ruang angkasa (space sickness)adalah fungsi dari keadaan tanpa berat (weightlessness). Pada keadaan ini terdapat suatu gangguan dari keseimbangan antara kanalis semisirkularis dan otolit. 3) Vertigo ketinggian (height vertigo) adalah suatu instabilitas subyektif dari keseimbangan postural dan lokomotor oleh karena induksi visual, disertai rasa takut jatuh dan gejala-gejala vegetatif b. Vertigo patologik, terbagi menjadi vertigo perifer dan sentral yang dibedakan berdasarkan nistagmus. Nistagmus adalah gerakan bola mata yang sifatnya involunter, bolak-balik, ritmis dengan frekuensi tertentu yang



4



bisa disebabkan oleh kelainan vestibular sentral maupun perifer. Berdasarkan patofisiologi dari vertigo, munculnya gejala nistagmus diikuti vertigo lewat refleks vestibulo okuler (VOR). Oleh sebab itu, penderita vertigo akut secara reflektoris memejamkan matanya dalam usaha mengurangi rasa vertigonya. Nistagmus bisa bersifat fisiologis dan patologis, serta dapat bermanifestasi secara spontan atau dengan rangsangan alat bantu seperti test kalori, tabung berputar, kursi berputar, kedudukan bola mata posisi netral atau menyimpang, atau dengan test posisional atau gerakan kepala. No 1.



Vertigo



Nistagmus Arah



Sentral



Perifer



Berubah-ubah



Horizontal/horizontal rotatoar



2.



Sifat



3.



Test Posisional



4.



Unilateral/bilateral Bilateral



-



Latensi



Singkat



Lebih lama



-



Durasi



Lama



Singkat



-



Intensitas



Sedang



Larut/sedang



-



Sifat



Susah ditimbulkan Mudah ditimbulkan



Tes dengan rangsang Dominasi



arah Sering ditemukan



(kursi putar, irigasi jarang ditemukan telinga) 5.



Fiksasi mata



Tidak terpengaruh



5



Terhambat



Vertigo sentral Penyebab vertigo jenis sentral biasanya ada gangguan di batang otak atau di serebelum. Untuk menentukan gangguan di batang otak, apakah terdapat gejala lain yang khas bagi gangguan di batang otak, misalnya diplopia, parestesia, perubahan sensibilitas dan fungsi motorik, rasa lemah.



Vertigo perifer Lamanya vertigo berlangsung : a. Episode (serangan) vertigo yang berlangsung beberapa detik Paling sering disebabkan oleh vertigo posisional benigna. Dapat dicetuskan oleh perubahan posisi kepala. Berlangsung beberapa detik dan kemudian mereda. Paling sering



6



penyebabnya idiopatik (tidak diketahui), namun dapat juga diakibatkan oleh trauma di kepala, pembedahan di telinga atau oleh neuronitis vestibular. Prognosis umumnya baik, gejala menghilang secara spontan. b. Episode vertigo yang berlangsung beberapa menit atau jam Dapat dijumpai pada penyakit meniere atau vestibulopati berulang. Penyakit meniere mempunyai trias gejala yaitu ketajaman pendengaran menurun (tuli), vertigo dan tinitus. c. Serangan vertigo yang berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu Neuronitis vestibular merupakan kelainan yang sering datang ke unit darurat. Pada penyakit ini, mulainya vertigo dan nausea serta muntah yang menyertainya ialah mendadak, dan gejala ini dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu. Fungsi pendengaran tidak terganggu pada neuronitis vestibular. Pada pemeriksaan fisik mungkin dijumpai nistagmus. Beberapa penyebab vertigo sentral dan perifer yang sering ditemukan. Penyebab Vertigo Perifer a. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV): merupakan penyebab utama vertigo. Onsetnya lebih sering terjadi pada usia rata-rata 51 tahun. Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) disebabkan oleh pergerakan otolit dalan kanalis semisirkularis pada telinga dalam. Hal ini terutama akan mempengaruhi kanalis posterior dan menyebabkan gejala klasik tapi ini juga dapat mengenai kanalis anterior dan horizontal.Otoli mengandung Kristal-kristal kecil kalsium karbonat yang berasal dari utrikulus telinga dalam Pergerakan dari otolit distimulasi oleh perubahan posisi dan menimbulkan manifestasi klinik vertigo dan nistagmus.Benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) biasanya idiopatik tapi dapat juga diikuti trauma kepala, infeksi kronik telinga, operasi dan neuritis vestibular sebelumny, meskipun gejala benign Paroxysmal Positional Vertigo (BPPV) tidak terjadi bertahun-tahun setelah episode b. Ménière’s disease: ditandai dengan vertigo yang intermiten diikuti dengan keluhan pendengaran. Gangguan pendengaran berupa tinnitus (nada rendah), dan tuli sensoris pada fluktuasi frekuensi yang rendah, dan sensasi penuh pada telinga. Ménière’s disease terjadi pada sekitar 15% pada kasus vertigo otologik.8 Ménière’s disease merupakan akibat dari hipertensi endolimfatik. Hal ini terjadi karena



7



dilatasi dari membrane labirin bersamaan dengan kanalis semisirularis telinga dalam dengan peningkatan volume endolimfe. Hal ini dapat terjadi idiopatik atau sekunder akibat infeksi virus atau bakteri telinga atau gangguan metabolic. c. Vestibular Neuritis: Vestibular neuritis ditandai dengan vertigo, mual, ataxia, dan nistagmus. Hal ini berhubungan dengan infeksi virus pada nervus vestibularis. Labirintis terjadi dengan komplek gejala yang sama disertai dengan tinnitus atau penurunan pendengaran. Keduanya terjadi pada sekitar 15% kasus vertigo otologik. Penyebab Vertigo Sentral a. Migraine : dikenal sebagai bagian dari aura (selain kabur, penglihatan ganda dan disarthria) untuk basilar migraine dimana juga didapatkan keluhan sakit kepala sebelah. Vertigo pada migraine lebih lama dibandingkan aura lainnya, dan seringkali membaik dengan terapi yang digunakan untuk migraine. b. Vertebrobasilar insufficiency: Vertebrobasilar insufficiency biasanya terjadi dengan episode rekuren dari suatu vertigo dengan onset akut dan spontan pada kebanyakan pasien terjadi beberapa detik sampai beberapa menit. Lebih sering pada usia tua dan pada paien yang memiliki factor resiko cerebrovascular disease. Sering juga berhubungan dengan gejala visual meliputi inkoordinasi, jatuh, dan lemah. Pemeriksaan diantara gejala biasanya normal. c.Tumor Intrakranial Tumor intracranial jarang member manifestasi klinik vertigo dikarenakan kebanyakan adalah tumbuh secara lambat sehingga ada waktu untuk kompensasi sentral. Gejala yang lebih sering adalah penurunan pendengaran atau gejala neurologis . Tumor pada fossa posterior yang melibatkan ventrikel keempat atau Chiari malformation sering tidak terdeteksi di CT scan dan butuh MRI untuk diagnosis. Multipel sklerosis pada batang otak akan ditandai dengan vertigo akut dan nistagmus walaupun biasanya didaptkan riwayat gejala neurologia yang lain dan jarang vertigo tanpa gejala neurologia lainnya.



8



4.



Patofisiologi Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alat eseimbangan tubuh



yang mengakibatkan ketidakcocokan antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang dipersepsi oleh susunan saraf pusat. Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian tersebut : 1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation) Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularis sehingga fungsinya terganggu, akibatnya akan timbul vertigo, nistagmus, mual dan muntah. 2. Teori konflik sensorik. Menurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu mata/visus, vestibulum dan proprioceptif, atau ketidakseimbangan/asimetri masukan sensorik yang berasal dari sisi kiri dan kanan. Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan (gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar (berasal dari sensasi kortikal). Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai penyebab. 3. Teori neural mismatch Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik, menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang pola gerakan tertentu, sehingga jika pada suatu saat dirasakan gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom. Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala. 4. Teori otonomik Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf otonom sebagai usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi, gejala klinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan. 5. Teori neurohumoral



9



Di antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin (Kohl) dan teori serotonin (Lucat) yang masing-masing menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya gejala vertigo. 6. Teori Sinap Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dan daya ingat. Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicu sekresi CRF (corticotropin releasing factor), peningkatan kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik. Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang sering timbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.



5. Anamnesis 1. Bentuk serangan vertigo: -



Pusing berputar



-



Rasa goyang atau melayang



2. Sifat serangan vertigo: -



Periodik



-



Kontinu



-



Ringan atau berat



3. Faktor pencetus atau situasi pencetus berupa: -



Perubahan gerakan kepala atau posisi



-



Situasi: keramaian dan emosional



-



Suara



4. Gejala otonom yang menyertai keluhan vertigo: -



Mual, muntah, keringat dingin



-



Gejala otonom berat atau ringan



10



5. Ada atau tidaknya gejala gangguan pendengaran seperti: tinitus atau tuli 6. Obat-obatan yang menimbulkan gejala vertigo seperti: streptomisisn, gentamisisn, kemoterapi 7. Tindakan tertentu: temporal bone surgery, transtympanal treatment 8. Penyakit yang diderita pasien: DM, hipertensi, kelainan jantung 9. Defisit neurologis: hemihipestesi, baal wajah satu sisi, perioral Keluhan saat pasien datang: kebanyakan pasien menyadari saat bangun tidur, ketika berubah posisi dari berbaring menjadi duduk. Pasien merasakan pusing berputar yang lama kelamaan berkurang dan hilang. Terdapat jeda waktu antara perubahan posisi kepala dengan timbulnya perasaan pusing berputar. Bisa disertai rasa mual, kadang-kadang muntah. Pada umumnya perasaan pusing berputar timbul sangat kuat pada awalnya dan menghilang setelah 30 detik, sedangkan serangan berulang sifatnya menjadi lebih ringan. Gejala ini dirasakan berhari-hari hingga berbulan-bulan. 6. Pemeriksaan Fisik Umum Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab sistemik, tekanan darah diukur dalam posisi berbaring, duduk dan berdiri, bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasi nadi perifer juga perlu diperiksa.



PEMERIKSAAN NEUROLOGIS Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian khusus pada : 1. Fungsi vestibuler/serebeler a. Uji Romberg : penderita berdiri dengan kedua kaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30 detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapat menentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderita tetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata 11



tertutup.



Gambar 1. Uji Romberg b. Tandem gait. Penderita berjalan dengan tumit kaki kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti berganti. Pada kelainan vestibuler, perjalanannya akan menyimpang dan pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.



Gambar 2. Uji Tandem Gait



12



c. Uji Unterberger Berdiri dengan kedua lengan lurus horizontal ke depan dan jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan seperti orang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.



Gambar 3 Uji Unterberger



d. Past-ponting test (Uji Tunjuk Barany). Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Hal ini dilakukan berulang- ulang dengan mata terbuka dan tertutup. Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan lengan penderita ke arah lesi.



13



e. Uji Babinsky-Weil Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima langkah ke depan dan lima langkah ke belakang selama setengan menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.



PEMERIKSAAN KHUSUS OTO-NEUROLOGI1,4,7 Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak lesinya di sentral atau perifer. 1. Fungsi Vestibuler a. Uji Dix Hallpike Perhatikan adanya nistagmus, lakukan uji ini ke kanan dan kiri.



Gambar 4: Uji Dix Hallpike Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaringkan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya menggantung 45° di bawah garis horizontal, kemudian kepalanya dimiringkan 45° ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapat dibedakan apakah lesinya perifer atau sentral. Perifer, vertigo dan nistagmus timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu kurang



14



dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tes diulang-ulang beberapa kali (fatigue). Sentral, tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo berlangsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30°, sehingga kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Kedua telinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30°C) dan air hangat (44°C) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal 90-150 detik). Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan. Canal paresis adalah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkan directional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga. Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labarin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi sentral. c. Elektronistagmogram Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengan demikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.



2. Fungsi Pendengaran a. Tes Garpu Tala Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach. Pada tuli konduktif, tes Rinne negatif, Weber lateralisasi ke yang tuli dan schwabach memendek. b. Audiometri Ada beberapa macam pemeriiksaan audiometri seperti Ludness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay. Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus, kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah, 15



pendengaran dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik (kelumpuhan ekstremitas), fungsi sensorik (hipestesi, parestesi) dan serebelar (tremor, gangguan cara berjalan).



7.



Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan



penunjang



dilakukan



sesuai



dengan



etiologi.



Dapat



dipertimbangkan pemeriksaan Sebagai berikut: a. Pemeriksaan



darah



rutin



seperti



elektrolit,



kadar



gula



darah



direkomendasikan bila ada indikasi tertentu dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisis. b. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma akustik). c. Neurofisiologi Elektroensefalografi (EEG), Elektromiografi (EMG), Brainstem Auditory Evoked Potential (BAEP). d. CT Scan atau MRI Brain. CT Scan sanagat berperan pada perdarahan atau infark serebelum, sedangkan MRI disamping perdarahan dan infark serebelum juga berperanan pada akustik neurinoma, multiple sklerosis. Sementara angiografi ditujukan pada insuffiesiensi sistem vertebrobasiler termasuk transien ischemic attack vertebro basiler. e. Pemeriksaan BERA/audiometri: untuk membantu menentukan letak lesi



8. Diagnosis Banding a. Stroke vertebrobasilar Merupakan bagian dari stroke non hemoragik dimana yang terganggu adalah sistem arteri vertebrobasiler yang memperdarahi medula, otak kecil, pons, otak tengah, talamus, dan koterks oksipital. Oklusi makrovaskular dalam sistem ini biasanya menyebabkan cacat berat atau kematian, kebanyakan pasien yang menderita stroke vertebrobasilar memiliki tingkat kecacatan yang signifikan karena keterlibatan dari batang otak dan otak kecil yang menyebabkan disfungsi multisistem (misalnya, quadriplegia atau hemiplegia, ataksia, disfagia, dysarthria, kelainan tatapan, neuropati kranial). Namun, lesi vertebrobasilar banyak timbul dari penyakit pembuluh kecil tergantung pada lokasi mereka di dalam batang otak. 16



Pasien dengan lesi kecil biasanya memiliki prognosis yang jinak dengan pemulihan fungsional yang wajar. Proses patofisiologi penyakit ini dapat berupa: 1) keadaan penyakit pada pembuluh itu sendiri, seperti pada aterosklerosis dan trombosis, robeknya dinding pembuluh, atau peradangan; 2) berkurangnya perfusi akibat gangguan status aliran darah, misalnya syok atau hiperviskositas darah; 3) gangguan aliran darah akibat bekuan atau embolus infeksi yang berasal dari jantung atau pembuluh ekstrakranium; atau 4) ruptur vaskular didalam jaringan otak atau ruang subaraknoid. Lesi dalam sistem vertebrobasilar memiliki beberapa karakteristik klinik yang membedakan mereka dari lesi di bagian hemisfer otak, termasuk yang berikut: 1) ketika saraf kranial atau inti terlibat, tanda-tanda klinis yang sesuai adalah lesi dan tanda-tanda kortikospinalis yang berlawanan, melibatkan lengan dan kaki yang berlawanan; 2) tanda serebral (misalnya, dismetria, ataksia) sering terjadi; 3) keterlibatan sensori ascending pathway dapat mempengaruhi jalur sfinotalamik atau lemniskus medial (kolom dorsal) menghasilkan kondisi yang dimana kehilangan sensoris yang terpisah yaitu kondisi ketika ada kehilangan sensoris di satu sisi tetapi tidak disisi yang berlawanan; 4) disartria dan disfagia; 5) vertigo, mual, dan muntah, bersama dengan nistagmus, merupakan suatu keterlibatan dari sistem vestibular; 6) selain itu sindrom Horner dapat terjadi jika lesi di batang otak; 7) lesi di lobus oksipital mengakibatkan hilangnya lapangan visual atau defisit visuospatial; 8) berbeda dengan lesi di hemisfer, defisit korteks, seperti gangguan afasia dan kognitif, tidak ada. Penatalaksanaan untuk stroke vertebrobasiler yang pertama adalah dengan memperbaiki hemodinamik pasien untuk meminimalisir cedera iskemik. Pada pasien darah normal, batas autoregulasi berada dalam kisaran 50-150 mm Hg dari Mean Arterial Pressure (MAP). Pada pasien hipertensi kronis, kurva autoregulasi bergeser ke atas. Pada pasien dengan penyakit berat oklusi vaskular serebral, MAP dan tekanan perfusi serebral (CPP) menjadi penting dalam memelihara aliran darah otak. Pasien dengan hipotensi harus diterapi untuk mengoptimalkan MAP dan



17



akibatnya aliran darah tergantung pada tekanan darah serebral. Upaya maksimal harus dilakukan untuk mempertahankan volume intravaskuler normal menggunakan solusi isotonik. Penatalaksanaan yang kedua adalah dengan manajemen respiratori pengelolaan jalan nafas sangat penting karena keterlibatan saraf kranial dan penurunan kesadaran pada pasien dengan iskemia batang otak. Kemudian yang ketiga dengan pemberian trombolisis berupa tissue plasminogen activator (TPA) sebelum 3-4,5 jam dari onset kejadian. Obat-obat yang digunakan dalam pengobatan pasien dengan stroke vertebrobasilar termasuk agen trombolitik, antikoagulan, dan agen antihipertensi dan antiplatelet. Pasien dengan komorbiditas berat dan atau aktif seperti infark miokard akut mungkin memerlukan agen inotropik administrasi dan vasopresor. Pada beberapa kasus stroke yang ditimbulkan karena hipertensi dapat diberikan antihipertensi. Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh stroke vertebrobasiler diantaranya adalah infark miokard, trombosis vena dalam, emboli pulmonar. Komplikasi tersebut dapat terjadi karena berkurangnya atau terganggunya aliran darah ditubuh. b. Multiple sclerosis Multipel sklerosis merupakan suatu penyakit peradangan idiopatik yang ditandai dengan adanya demielinisasi dan degenerasi pada sistem saraf pusat.1 Penyakit ini menyerang jaringan myelin otak dan medula spinalis yang menyebabkan kerusakan myelin dan akson. Kerusakan tersebut selanjutnya menyebabkan terjadinya gangguan transmisi konduksi sistem saraf.2 Penyakit ini umumnya mengenai kelompok pasien usia dewasa muda (antara 30 sampai 40 tahun), dengan prevalensi umum di seluruh dunia adalah 30 kasus per 100.000 populasi; dan hanya sekitar 2-5% penyakit ini terjadi pada usia kurang dari 18 tahun.3-5 Rerata usia saat munculan onset penyakit MS adalah 14 tahun. Insidensi tahunan penyakit MS pada populasi anak bervariasi antara 0,07 hingga 2,9 tiap 100.000 anak. Rasio jenis kelamin perempuan berbanding laki – laki pada pasien MS anak sekitar usia pubertas adalah 4-5 : 1; namun rasio ini mendekati 1:1 pada populasi anak yang berusia lebih muda.



18



Gejala pada mata merupakan gejala awal pada MS berupa penurunan visus yang dapat sembuh sempurna, kemudian dapat kambuh dengan proses yang semakin progresif dan dapat berakhir menjadi buta; gejala lain pada mata berupa diplopia dan buta sebagian. Pemeriksaan pada mata menunjukkan adanya paresis gaze, skotoma, nistagmus dan pada pemeriksaan fundus papila nervus optikus ditemukan gambaran papil pucat. Defisit neurologis dapat berupa kelumpuhan bulbar dan anggota gerak, ataksia, gangguan sensoris, adanya refleks patologis dan spastisitas. Hal ini disebabkan karena terdapatnya lesi di daerah substansia alba pada serebrum, serebelum, batang otak dan medulla spinalis. Gangguan mental pada pasien anak yang menderita MS berupa disorientasi, euphoria dan emosi yang tidak stabil. Semua gejala tersebut dapat mengalami remisi; dimana remisi tersebut bisa bersifat sempurna tanpa meninggalkan gejala sisa, kemudian terjadi kekambuhan yang memberikan gejala yang lebih berat. Tidak terdapat suatu pemeriksaan spesifik tunggal untuk mendiagnosis MS. Kriteria diagnosis merupakan kombinasi antara manifestasi klinis dan hasil sejumlah



pemeriksaan



penunjang.5



Manifestasi



klinis



terpenting



dalam



mendiagnosis MS pada populasi anak adalah identifikasi episode berulang manifestasi proses demielinisasi yang dipisahkan selang waktu (pola remisi dan eksaserbasi yang silih berganti). Pemilihan terapi simptomatik bergantung pada manifestasi klinis yang muncul pada pasien, seperti pemberian obat anti epileptik bila pasien mengalami manifestasi klinis kejang; penggunaan baklofen pada pasien – pasien yang mengalami spastisitas; dan penggunaan antidepresan pada pasien yang mengalami gangguan emosi dan tingkah laku.



c. Meniere disease Diduga disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam, selain vertigo biasanya disertai juga dengan tinnitus, dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif, terapi profilaktik juga belum memuaskan, tetapi 60-80% akan remisi spontan. Dapat dicoba penggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet



19



rendah garam, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat dapat dilakukan labirinektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosida ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibuler.



d. Neuritis vestibularis Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik kompartemen endolimfatik di telinga dalam, selain vertigo biasanya disertai juga dengan tinnitus, dan gangguan pendengaran. Belum ada pengobatan yang terbukti efektif, terapi profilaktik juga belum memuaskan, tetapi 60-80% akan remisi spontan. Dapat dicoba penggunaan vasodilator, diuretik ringan bersama diet rendah garam, kadang-kadang dilakukan tindakan operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pemotongan n.vestibularis. Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat dapat dilakukan labirinektomi atau merusak saraf dengan instilasi aminoglikosida ke telinga dalam (ototoksik lokal). Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam. Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapat meringankan gejala. Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibuler.



9. Tatalaksana A. Non-Farmakologis Pasien dilakukan latihan vestibular (vestibular exercise) dengan metode BrandDaroff. Pasien duduk tegak di pinggir tempat tidur dengan kedua tungkai tergantung, dengan kedua mata tertutup baringkan tubuh dengan cepat ke salah satu sisi, pertahankan selama 30 detik. Setelah itu duduk kembali. Setelah 30 detik, baringkan dengan cepat ke sisi lain. Pertahankan selama 30 detik, lalu duduk kembali. Lakukan latihan ini 3 kali pada pagi, siang dan malam hari



20



masing-masing diulang 5 kali serta dilakukan selama 2 minggu atau 3 minggu dengan latihan pagi dan sore hari.



B. Farmakologis Karena penyebab vertigo beragam, sementara penderita sering kali merasa sangat terganggu dengan keluhan vertigo tersebut, seringkali menggunakan pengobatan simptomatik. Lamanya pengobatan bervariasi. Sebagian besar kasus terapi dapat dihentikan setelah beberapa minggu. Beberapa golongan yang sering digunakan: 1. Antihistamin (dimenhidrinat, difenhidramin, meksilin, siklisin) o Dimenhidrinat lama kerja obat ini ialah 4 – 6 jam. Obat dapat diberi per oral atau parenteral (suntikan intramuskular dan intravena), dengan dosis 25 mg – 50 mg (1 tablet), 4 kali sehari. o Difenhidramin HCl. Lama aktivitas obat ini ialah 4 – 6 jam, diberikan dengan dosis 25 mg (1 kapsul) – 50 mg, 4 kali sehari per oral. o Senyawa Betahistin (suatu analog histamin): a) Betahistin Mesylate dengan dosis 12 mg, 3 kali sehari per oral. b) Betahistin HCl dengan dosis 8-24 mg, 3 kali sehari. Maksimum 6 tablet dibagi dalam beberapa dosis. 2. Kalsium Antagonis Cinnarizine, mempunyai khasiat menekan fungsi vestibular dan dapat mengurangi respons terhadap akselerasi angular dan linier. Dosis biasanya ialah 15-30 mg, 3 kali sehari atau 1x75 mg sehari. Flunarizine merupakan obat yang mencegah akumulasi dari ion kalsium intraselular pada keadaan patologis. 21



Flunarizin jauh lebih mengurangi keluhan vertigo dibandingkan dengan obat yang lain. Selain itu, flunarizin juga dapat mengobati keluhan nyeri kepala dan rasa takut dengan lebih cepat.



Terapi BPPV: a. Komunikasi dan informasi: Karena gejala yang timbul hebat, pasien menjadi cemas dan khawatir akan adanya penyakit berat seperti stroke atau tumor otak. Oleh karena itu, pasien perlu diberikan penjelasan bahwa BPPV bukan sesuatu yang berbahaya dan prognosisnya baik serta hilang spontan setelah beberapa waktu, namun kadang-kadang dapat berlangsung lama dan dapat kambuh kembali. b. Obat antivertigo seringkali tidak diperlukan namun apabila terjadi disekuilibrium pasca BPPV, pemberian betahistin akan berguna untuk mempercepat kompensasi.



10. Edukasi 



Keluarga turut mendukung dengan memotivasi pasien dalam mencari penyebab vertigo dan mengobatinya sesuai penyebab







Mendorong pasien untuk teratur melakukan latihan vestibular



11. Prognosis Ad vitam



: dubia ad bonam



Ad sanationam: dubia ad malam Ad fungsionam: dubia ad bonam



22



BAB III PENUTUP



KESIMPULAN Vertigo adalah perasaan seolah-olah penderita bergerak atau berputar, atau seolah-olah benda di sekitar penderita bergerak atau berputar, yang biasanya disertai dengan mual dan kehilangan keseimbangan. Vertigo bisa berlangsung hanya beberapa saat atau bisa berlanjut sampai beberapa jam bahkan hari. Penderita kadang merasa lebih baik jika berbaring diam, tetapi vertigo bisa terus berlanjut meskipun penderita tidak bergerak sama sekali. Vertigo diklasifikasikan menjadi dua kategori berdasarkan saluran vestibular yang mengalami kerusakan, yaitu vertigo periferal dan vertigo sentral. Vertigo periferal terjadi jika terdapat gangguan di saluran yang disebut kanalis semisirkularis,



yaitu



telinga



bagian



tengah



yang



bertugas



mengontrol



keseimbangan. Gangguan kesehatan yang berhubungan dengan vertigo periferal antara lain penyakit penyakit seperti benign parozysmal positional vertigo (gangguan akibat kesalahan pengiriman pesan), penyakit meniere (gangguan keseimbangan yang sering kali menyebabkan hilang pendengaran), vestibular neuritis (peradangan pada sel-sel saraf keseimbangan), dan labyrinthitis (radang di bagian dalam pendengaran). Sedangkan vertigo sentral terjadi jika ada sesuatu yang tidak normal di dalam otak, khususnya di bagian saraf keseimbangan, yaitu daerah percabangan otak dan serebelum (otak kecil).



23



DAFTAR PUSTAKA



1. Turner, B, Lewis, NE. 2010. Symposium Neurology :Systematic Approach that Needed for establish of Vertigo.2010- 254 (1732): 19-23.



2. Mark, A. 2008. Symposium on Clinical Emergencies: Vertigo Clinical Assesment and Diagnosis. British Journal of Hospital Medicine. 2008. 15-18



3. Bachrudin, Moch. BAB 9: Vertigo (Dizziness). p. 305-334. In: Neurologi Klinis. Edisi I, cetakan kedua. UMM Press: 2016.



4. Thompson TL, Ronald A. Vertigo: A review of common peripheral and central vestibular disorders. The Orschsner Journal. 2009; 9:20-26



5. Joesoef AA. Vertigo. In : Harsono, editor. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta: Gadjah



Mada



University



Press;



2000.



p.341-59



6. Bournstein A. Diagnosis of Acute Vertigo. Journal of Neurological Science. 2016: 357-449 7. Strupp M, Thomas B. Diagnosis and treatment of vertigo and dizziness. Deutsches Arzteblatt International. 2008; 105(10): 173-80 8. Akbar M. Diagnosis vertigo. Universitas Hasanuddin. 2013: 1-16 9. Jusuf MI. Vertigo. p.1-16. In: Bunga Rampai Kedokteran. IDI cabang Gorontalo. Edisi pertama. Gorontalo: 2014



10. Numata K, Takashi S, Kazuhiro O, et al. Comparison of acute vertigo diagnosis and treatment practices between otolaryngologists and non-otolaryngologists: A multicenter scenario-based survey. PLOS ONE. 2019; 14(3): 1-12 24



11. Nguyen-Huynh, Anh T. Evidence-based practice: management of vertigo. NIH Public Access. 2012; 45(5): 925-40



12. Nur dan Arief. Seorang Wanita Usia 56 Tahun dengan Stroke Vertebrobasiler. J Medula Unila. 2017; 7(2): 85-89 13. Rizminardo F, Iskandar S, Rahmi L, et al. Multiple sklerosis. Jurnal Kesehatan Andalas. 2018; 7(4): 76-84



25