Sejarah Asal [PDF]

  • Author / Uploaded
  • noova
  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH SA’I Bukit Shafa dan Marwah Bukit Shafa dan Marwah adalah dua buah bukit yang terletak dekat dengan Kabah. Kedua bukit ini memiliki sejarah yang sangat penting dalamdunia Islam, khususnya dalam pelaksanaanibadah haji dan umrah.Bukit Shafa dan Marwah yang berjarak sekitar 450 meter itu, menjadi salah satu saksi bisu perjuangan anak manusia. Dan ritual berjalan antara Shafa ke Marwah yang di sebut sa’i itu menjadi rukun haji dan umrah. Shafa dan Marwah merupakan anak bukit yang terletak di jantung kota Mekah. Di sekelilingnya terdapat pemukiman penduduk, di antaranya Darul Arqam, Dar As-Saib bin Abu As-Saib AlAidzi, Dar Al-Khuld, dan lain-lain.Shafa masih dalam satu rangkaian dengan Jabal Abu Qubais. SedangkanMarwahmasuk dalam rangkaian Jabal Qa’aiqa’an. Kedua pegunungan itu begitu terkenal di Mekah. Kedua bukit ini tak bisa dipisahkan dengan kisah Nabi Ibrahim, Siti Hajar dan putranya Ismail. Semasa itu, Mekah masih berupa lembah pasir, bukit-bukit tandus dan belum didiami manusia. Nabi Ibrahim dan istrinya tinggal di tempat ini. Siti Hajar sang istri, merasa sedih saat ditinggalkan di tempat yang tidak berpenghuni dan kering kerontang. Lalu ia bertanya kepada Ibrahim, “Hendak ke manakah engkau Ibrahim?Sampai hatikah engkau meninggalkan kami berdua di tempat yang sunyi dan tandus ini?”Pertanyaan ini diutarakan berulang kali, tapi Nabi Ibrahim tidak menjawab sepatah kata pun juga. Akhirnya, Siti Hajar bertanya lagi, “Adakah ini memang perintah dari Allah?”Nabi Ibrahim menjawab, “ya.” Mendengar jawaban tersebut, Siti Hajar gembira dan hatinya pun menjadi tenang. Karena, ia percaya hidupnya tentu terjamin walaupun di tempat yang sunyi, tidak ada manusia dan tidak ada segala kemudahan. Padahal, waktu itu, Ismail masih menyusu. Namun karena kecintaan kepada Allah, Siti Hajar pun memasrahkan segalanya kepada Allah. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. Ya Tuhan kami, (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat. Maka, jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudahmudahan mereka bersyukur.” Itulah doa Nabi Ibrahim yang tertuang dalam al-Quran Surat Ibrahim ayat 37. Suati ketika, Ismail dan ibunya kehabisan air minum.Di lembah pasir dan bukit tandus itu Siti Hajar mencari air pulang pergi dari bukit Shafa ke bukit Marwahhingga tujuh kali. Nah, saat kali ketujuh itulah, ketika sampai di Marwah, Siti Hajar mendengar suara yang mengejutkan. Ia pun menuju ke arah suara itu. Alangkah kagetnya, ternyata suara itu tak lain adalah suara air yang memancar dari dalam tanah dengan derasnya di bawah telapak kaki Ismail. Itulah sumber mata air yang kemudian airnya disebut air zam-zam. Air yang mempunyai keistimewaan dan keberkahan. Diantaranya bisa menyembuhkan penyakit, menghilangkan dahaga, serta mengenyangkan perut yang lapar. Dan itu hanya ada di antara Shafa dan Marwah.



Dan lokasi itu pula, Siti Hajar mendengar suara malaikat Jibril yang berkata, “Jangan khawatir, di sini Baitullah (rumah Allah) dan anak ini (Ismail) serta ayahnya akan mendirikan rumah itu nanti. Allah tidak akan menyia-nyiakan hamba-Nya.”



Antara Shafa dan Marwah Perjalanan antara bukit Shafa dan Marwah biasa dikenal dengan sa’i. Ritual ini merupakan pengamalan yang merujuk pada semasa Nabi Ibrahim.Kegiatan ini merupakan rangkaian ritual wajib dilakukan para jamaah haji maupun umrah usai melakukan thawaf di Kabah. Kegiatan sa’i dilakukan dengan cara berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali antara Shafa menuju Marwah. Aktivitas ini menjadi semacam napak tilas bagi para jamaah. Dimana Siti Hajar yang berusaha mencari air demi anaknya Ismail yang kehausan. Saat melakukan ritual sa’i, ketika melintasi Bathnul Waadi, (saat ini ditandai dengan lampu neon berwarna hijau), para jamaah pria disunahkan untuk berlari-lari kecil, sedangkan untuk jamaah wanita berjalan cepat. Biasanya, bagi jamaah yang mengalami kehausan bisa meminum air zamzam yang tersedia di sepanjang jalur. Bagi jamaah yang melakukan sa’i di lantai bawah, maka bisa melihat sisa peninggalan Shafa dan Marwah. Jadi jauh sebelum perintah ibadah haji dilaksanakan, bukit Shafa dan Marwah telah menjadi saksi sejarah perjuangan seorang ibu dalam menyelamatkan anaknya dari kehausan. Di sisi lain, jauh sebelum masa Nabi Ibrahim, penamaan bukit Shafa, lantaran dulu Nabi Adam pernah berdiri di atasnya. Sementara Hawa berdiri di atas bukit yang satunya lagi yakni Marwah. Dalam ritual sa’i antara Shafa dan Marwah, jamaah dianjurkan berhenti sejenak untuk mengenang Adam dan Hawa yang pernah berdiri di atasnya.



Sejarah Tawaf



Siapakah yang pertama kali melakukan tawaf di Baitullah? Ternyata jauh sebelum manusia melakukan tawaf, para malaikat sudah terlebih dahulu melakukan ibadah agung tersebut. Muhammad



bin



Munkadir



menceritakan



bahawa



yang



pertama-tama



dilakukan Adam AS ketika dia turun dari langit adalah bertawaf di sekeliling Baitullah. Lalu para malaikat menemuinya dan berkata, "Semoga nusuk (ibadah haji) mu mabrur wahai Adam, sedangkan kami telah melakukan tawaf di Baitullah ini sejak 2.000 tahun sebelum kamu." (Al-Azraqy). Utsman bin Saaj berkata, "Said memberitahu bahawa Adam AS beribadah haji sebanyak 70 kali dengan berjalan kaki, kemudian para malaikat menemuinya di jalan setapak (di antara gua gunung) dan berkata," Semoga hajimu mabrur wahai Adam, sedangkan kami telah berhaji sejak 2.000 tahun sebelum kamu. "



Sejarah Wukuf di Padang Arafah Secara harfiah wukuf berarti: berdiam diri atau berhenti. Wukuf di padang Arafah adalah ritual haji yang dilakukan dengan cara berdiam diri di padang Arafah mulai dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah sampai dengan terbenamnya matahari pada tanggal 10 Dzulhijjah. Dalam rangkaian rukun ibadah haji, wukuf di padang Arafah merupakan ritual terpenting yang wajib dilakukan oleh setiap jamaah haji sebagai puncak dari ritual ibadah haji. Sebab tidak sah ibadah haji apabila rukun haji ini tidak dilakukan. Dalam kondisi apapun mesti dilakukan, sehingga apabila dalam keadaan sakit pun seorang jamaah haji harus di safari-wukufkan, bahkan apabila ia meninggal dunia sebelum sempat melaksanakan wukuf di padang Arafah ini ia harus dibadal-hajikan. Berdasarkan dari sejumlah sumber, wukuf di padang Arafah merupakan gambaran dari sebuah kejadian besar yang akan dialami oleh seluruh umat manusia setelah dibangkitkan dari kematian pada hari kiamat nanti, yaitu dikumpulkan oleh Allah s.w.t di padang Mahsyar untuk mempertanggungjawabkan segala amal perbuatan yang pernah dilakukannya selama hidup di dunia ini. Wukuf di padang Arafah seperti sedang mengingatkan para jamaah haji akan hari kebangkitan itu. Ini merupakan kejadian yang maha dahsyat yang akan dihadapi oleh seluruh umat manusia setelah melalui tidur panjang dari kehidupan yang sebelumnya mereka jalani di dunia ini untuk mempertanggung-jawabkan sekecil apapun amal perbuatan yang telah dilakukan selama ini, amal perbuatan yang baik maupun amal perbuatan yang buruk. Wukuf di padang Arafah ini tepatnya dilakukan diatas bukit yang bernama Jabal Rahmah. Berada di bagian timur dari Padang Arafah di kota Mekkah. Jabal berarti sebuah bukit atau gunung, sementara Rahmah adalah kasih sayang. Sesuai dengan namanya, bukit ini diyakini sebagai tempat pertemuan antara Nabi Adam as dan Siti Hawa setelah mereka diturunkan dari surga oleh Allah SWT dalam kondisi terpisah selama bertahun-tahun akibat kesalahan melanggar larangan Allah swt agar tidak mendekati sebuah pohon ketika mereka berdua berada didalam surga, namun mereka terpedaya oleh tipu daya Iblis la’natulloh ‘alaih yang menggoda mereka dan akhirnya mendekati pohon terlarang tersebut. Hal ini terdapat didalam Al-Qur’an surah Al A’rof ayat 19 – 22 yang artinya sebagai berikut:



“Dan Allah berfirman: Hai Adam, tinggallah kamu dan istrimu di dalam surga ini serta makanlah olehmu berdua (buah-buahan dimana saja yang kamu sukai, dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, maka pastilah kamu berdua termasuk orang-orang yang zalim”. “Lalu syetan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”. “Dan dia (syetan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang yang memberi nasehat kepada kamu berdua. Maka syetan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya”. “Tatkala keduanya telah merasai (buah ) dari pohon tersebut itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya, dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon itu dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syetan itu adalah musuh yang nyata bagi kamu berdua?”. (QS: Al-A’raf Ayat: 19 – 22) Nabi Adam as konon diturunkan di negeri India, sedangkan Siti Hawa diturunkan di Irak. Setelah keduanya bertaubat untuk memohon ampun, akhirnya atas ijin Allah swt mereka dipertemukan di bukit ini. Selama perjalanan saling mencari satu sama lain Nabi Adam as terus bertaubat dan berdo’a kepada Allah swt. Do’a ini tertera dan diabadikan dalam Al Quran lanjutan surah Al-A’rof tepatnya pada ayat 23 Jabal Rahmah juga merupakan tempat wahyu terakhir kepada Nabi Muhammad saw tatkala melakukan wukuf. Wahyu tersebut termuat dalam surah Al-Maidah ayat 3. Turunnya ayat ini membuat para sahabat bersedih, sebab mereka merasa akan kehilangan Rasulullah dan tak berapa lama kemudian, Rasulullah saw dipanggil menghadap oleh Allah SWT. Nabi Muhammad saw juga menerima wahyu terakhir ketika melakukan wukuf di tempat ini. Wahyu inipun saat itu langsung disampaikan oleh beliau dalam khutbah perpisahan dihadapan para sahabat dan umat yang sedang melaksanakan wukuf saat itu. Para sahabat dan umat yang hadir saat itu merasa sedih karena dari isinya menyiratkan seolah sudah tiba waktunya mereka akan berpisah dan kehilangan Rasululloh saw untuk selamanya. Dan memang benar terjadi tak berapa lama kemudian Rasululloh benar-benar dipanggil kembali menghadap kehadirat Allah swt. Wahyu terakhir ini tersurat dalam penggalan khutbah perpisahan beliau tercantum didalam Al-Qur’an surah Al-Maidah sebagai berikut: “Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, oleh sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Ku sempurnakan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku ridhai Islam itu jadi agama bagimu.”