Sejarah Asia Timur [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sejarah Asia Timur Tugas ini disusun sebagai tugas pengganti Dosen Pengampu: Dr. Agus Rustamana .............................................................................................................................................................................



Nama: Muhammad Ibnu Fadillah NIM: 2288190031 Mata kuliah: Sejarah Asia Timur Dosen: Dr. Agus Rustamana



KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmatNya karya tulis ilmiah yang berjudul ”Menggagas Ragi (Yeast) Sebagai Alternatif Alat Kontrasepsi (Kajian Teoritis Tentang Pemanfaatan Ragi Sebagai Alat Kontrasepsi Untuk Menekan Pertumbuhan Penduduk di Indonesia)” dapat diselesaikan tepat pada waktunya.



Karya ilmiah remaja ini disusun untuk mengikuti Lomba Karya Tulis Ilmiah Remaja Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Provinsi Bali Tahun 2016. Dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini, penulis mendapat banyak bantuan, masukan, bimbingan, dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, melalui kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang tulus kepada:



1. Bapak Dr. Agus Rustamana S. Pd, M. Pd., selaku dosen pengampu Sejarah Asia Timur yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menyusun karya tulis ilmiah ini. 2. Bapak Tb. Umar Syarif Hadi Wibowo, M. Pd., selaku guru pembimbing karya tulis ilmiah ini yang telah memberikan banyak bantuan, masukan, dan dukungan terkait penyusunan karya tulis ilmiah ini. Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna dan perlu pendalaman lebih lanjut. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca yang bersifat konstruktif demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Penulis berharap semoga gagasan pada karya tulis ilmiah ini dapat bermanfaat bagi dunia kesehatan dan pendidikan pada khususnya dan pembaca pada umumnya.



Jakarta , 19 Juni 2020



Penulis



BAB I: SEJARAH BANGSA TIONGKOK 1. Dinasti-dinasti yang memerintah Tiongkok 1.1 DINASTI CHOU (1222 -221 BC) Dinasti Chou yang lama masa pemerintahannya, dalam sejarah Cina dapat dibagi menjadi dua bagian, yakni : Chou Barat dan Chou Timur* A. Chou Barat (122^3 -771 BC) Asal – Usui Orang Chou Orang-orang Chou semula bertempat tinggal di lembah sungai Wei yang terletak didaerah antara Shansi dan Kansu. Pada masa mereka dipimpin oleh Pangeran K’an Fu, mereka mengada- kan migrasi dan menetap di lembah sungai Chou Yuan. Di daerah ini mereka bercampur dengan suku-suku lain yang secara keselu- ruhan kemudian disebut orangorang Yin. Dalam perkembangan selanjutnya mereka menjadi kuat ketika dipimpin oleh Wen Wang.; karena kuatnya mereka sering disebut sebagai penguasa daerah barat. Dialah yang berusaha untuk memperluas kekuasaan orangorang Chou. Orang-orang Chou baru berhasil merebut kekuasaan Dinasti Shang pada tahun 1222/3 ketika Chou dibawah pimpman Wu Wang (anak Wen Wang), dan selanjutnya mendirikan Dinasti Chou. Chou Masa Pemerintahan Wu Wang Wti Wang menjadikan kota Chang An sebagai ibukota. Ia memerintah dengan adil dan bijaksana. Untuk mewujudkan kesejahteran dan kemakmuran kerajaan, Wu Wang membuat kebijaksanaan dalam pemerintahan antara lain : Kekuasan raja sebagai penguasa tertinggi. Raja dalam menjalankan pemerintahan didampingi oleh Perdana Menteri sebagai penasehat raja. Di samping itu juga dibantu oleh 5 (lima) orang menteri, yakni: Menteri Upacara, tugasnya tiap tahun menyusun dan membuat penanggalan dan mengadakan pengawasan upacara di lingkungan kerajaan. Menteri Pertahanan, yang bertanggung jawab atas per- tahanan dan keamanan negara. Menteri Pertanian, yang bertugas memberi penerangan terhadap kaum tani bagaimana cara menanam dengan baik dan dapat mengahasilkan sebanyak-banyaknya. Menteri Kehakinian, yang bertugas mengadili dan meng- hukum orang-orang jahat. Menteri Pekerjaan Umum, berkewajiban mengurus pekerjaan umum seperti jalan, jembatan, benteng, saluran dan sebagainya. Kerajaan dibagi dalam daerah-daerah propinsi. Wu Wang hanya memerintah sampai tahun 1116 BCZ kemu- dian digantikan oleh putranya yang masih kecil yakni Cheng Wang. Karena masih kecil maka dalam menjalankan pemerintahan didampingi oleh seorang wali yang bernama Chou Kung. Pada



masa pemerintahan Chou Kung ini berkali-kali Cina mendapat serangan yang dilakukan oleh orang-orang barbar (bangsa Hsiung Nu). Pada abad ke-8 dan ke-9 BC kekuasaan Chou Barat makin merosot; kerajaan Chou terpecah-pecah menjadi kerajaan-kerajaan kecil. Raja terakhir Chou Barat ialah Yu Wang yang lemah tapi kejam. Pada masa Yu Wang inilah Chou Barat mengalami ke- runtuhan. Setelah Yu Wang, tampilan P’ing, yang kemudian me- mindahkan pusat pemerintahannya ke timur, maka mulailah masa Chou Timur. B. Chou Timur (771 – 221 BC) Setelah Ping memerintah maka ibukota dipindahkan dari Chang An ke Loi atau Loyang. Perpindahan ibukota ini dimaksud- kan untuk menghindari serangan dari bangsa barbar. Bagaimana- pun setelah Chou Barat mengalami keruntuhan, Chou Timur tidak mengalami kebesaran bahkan sebaliknya semakin merosot.



1.2 Dinasti Ch’in (221 – 207 BC). Dalam waktu tiga puluh tahun setelah Dinasti Chou berakhir, negara vassal Ch’in telah berhasil menaklukkan 6 (enam) negara vassal yang lain di bawah pimpinan Ch”eng.; selanjutnya berhasil mendidikan Dinasti Ch’in. Setelah menjadi penguasa Ch’eng menggunakan gelar Shih Huang Ti (Ch’in Shih Huang Ti). Memang raja Ch’eng menganggap dirinya lebih kuat dari Tiga Raja dan Lima Kaisar (San Huang Ti – Tiga Huang dan Lima Ti)z untuk menunjukkan kebijaksanaannya dan kepandaiannya ia menggunakan gelar Huang Ti, di mana dalam gelar ini terhimpun gelar Tiga Raja dan Lima Kaisar tersebut. Sebutan Huang Ti pada umumnya sama dengan kaisar. Oleh karena itu dinasti ini penting dalam sejarah Cina, karena dinasti ini berhasil mencetuskan sistem pemerintahan kekaisaran yang dapat berlangsung sampai dengan awal abad ke-20. Di bawah pemerintahan Shih Huang Ti, seluruh Cina berhasil dipersatukan. Seumur hidupnya Shih Huang Ti memperlihatkan tenaga kerja yang jarang terdapat dalam keluarga raja-raja. Ia dilukiskan sebagai berikut : “ Raja negara Ch’in adalah seorang ynng berhidung besar, bermata besar dan mernpunyai dada seperti ciada seekor burung elang, suaranya seperti seekor anjing hutan, ia sedikit sekali menarult rasa kasihan dan ia berani seperti seekor hariman atau seekor srigala”. Shih Huang Ti memegang kendali pemerintahan sejak ber- umur 13 tahun. Keberhasilan Shih Huang Ti mempersatukan seluruh Cina. Pertama, karena negara Ch’in terletak di antara Shensi dan Kansuz letak yang sangat strategis yakni mudah mengadakan serangan dan sulit untuk diserang, Kedua, karena ia mempunyai banyak ahli tata negara yang pandai, seperti Hertog Mu, Hertog Hsiao, Shang Yang, Lu Pu Wei, Han Fei Tze dan Li Ssu. Memang pada masa ini’ di Ch’in banyak orang-orang pandai di bidang pemerintahan, Berdirinya Dinasti Ch’in membuka lembaran baru dalam sejarah Cina. Dinasti Ch’in dibangun di atas konsepsi ajaran golongan le^alitas di bawah pimpinan Perdana Menteri



Shang Yang, hirrgga keraja^n Ch’ili m§njadi> kuat... Pada tahun 214 BC ^hzin telah berhasil mengadakan ekspansi ke Chekiang, Fukien dan Kwangtung sampai di Sungai Merah di Indocina. Tahun 215 BC ekspansi dilanjutkan ke daerah-daertah Hunan, Szechuan, Kweichow bahkari sampai ke Korea. Penasehat utama Ch’in Shih Haung Ti ialah Li Ssu’ murid Shun Tze. Yang diingat oleh Li Ssu dari ajaran-ajaran gurunya hanya bagiaii yang menyatakan bahwa sifat manusia pada dasar- nya buruk dan ia berharap memperbaiki itu bukan dengan mem- berikan pelajaran melainkan dengan menggunakan hukuman- hukuman yang berat. Tindakan-tindakan Ch’in Shih Huang Ti: Untuk menahan serangan dari luar atau serangan dari bangsa bar-bar (bangsa Hsiung Nu), maka Ch’in Shih Huang Ti mem- buat tembok besar yang terkenal dengan nama “Great Wall,f (Tembok Raksasa = Wan Li Chang Cheng. Panjang tembok kurang lebih 10.000 li (kurang lebih 6.450 km) tembok ini me- manjang dari barat daya yakni dari wilayah Kansu, melintasi sungai Hoang Ho dan masuk wilayah Mongolia Dalam, terus menembus ke arah selatan ke Shensi dan Hopei dan membelok ke arah timur sampai ke Teluk Liaotung di Lautan Pasifik. 1.3 Dinasti Han Dinasti Han (Hanzi: 漢朝; Pinyin: Hàncháo) adalah dinasti kekaisaran Tiongkok (206 SM– 220 M) yang kedua, berkuasa setelah Dinasti Qin (221–206 SM) dan sebelum Zaman Tiga Negara (220–280 M). Dinasti ini bertahan selama lebih dari empat abad, dan periode selama dinasti ini berkuasa dianggap sebagai zaman keemasan dalam sejarah Tiongkok.. Hingga saat ini, kelompok etnis mayoritas Tiongkok menyebut diri mereka “suku Han” dan aksara Tionghoa disebut “aksara Han”. Dinasti ini didirikan oleh pemimpin pemberontak Liu Bang, yang dikenal secara anumerta dengan nama Kaisar Gaozu. Sejarah dinasti ini sempat diselingi oleh Dinasti Xin (9—23 M) yang didirikan oleh seorang mantan wali penguasa, Wang Mang. Periode selingan ini membagi Dinasti Han menjadi dua periode: Han Barat atau Han Awal (206 SM—9 M) dan Han Timur atau Han Akhir (25—220 M). Kaisar berada di puncak masyarakat Han. Ia tidak hanya memegang tampuk pemerintahan Dinasti Han, tetapi juga berbagi kekuasaan dengan bangsawan Tiongkok dan para menteri pilihannya yang sebagian besar berasal dari golongan elit terpelajar. Kekaisaran Han dibagi menjadi daerah-daerah yang secara langsung dikendalikan oleh pemerintah pusat (yang disebut jun), serta sejumlah kerajaan semiotonom. Kerajaankerajaan ini secara bertahap kehilangan kemerdekaannya yang masih tersisa, khususnya setelah Pemberontakan Tujuh Negara. Sementara itu, dari masa pemerintahan Kaisar Wu (berkuasa 141–87 SM), pemerintah Tiongkok secara resmi mendukung ajaran Kong Hu Cu sebagai ideologi pendidikan dan politik, yang digabungkan dengan kosmologi yang dicetuskan oleh para cendekiawan seperti Dong Zhongshu. Kebijakan ini bertahan sampai jatuhnya Dinasti Qing pada tahun 1911 M.



Dinasti Han menikmati kemakmuran ekonomi dan pertumbuhan pesat ekonomi uang yang sebelumnya diperkenalkan pada masa Dinasti Zhou (sekitar tahun 1050–256 SM). Koin yang dikeluarkan oleh pemerintah pusat pada tahun 119 SM tetap menjadi koin standar Tiongkok sampai masa Dinasti Tang (618–907 M). Untuk membiayai perang dan permukiman di wilayah perbatasan yang baru ditaklukkan, pemerintah Han menasionalisasi industri garam dan besi pada tahun 117 SM, tetapi monopoli pemerintah ini dicabut pada masa Dinasti Han Timur. Dinasti Han juga mencatat kemajuan yang signifikan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Contohnya adalah dalam pembuatan kertas, pemakaian kemudi di kapal, penggunaan bilangan negatif dalam matematika, serta penemuan peta timbul, bola dunia armiler bertenaga hidrolik untuk keperluan astronomi, dan seismometer dengan bandul terbalik yang dapat digunakan untuk mengetahui tempat terjadinya gempa bumi berdasarkan arah mata angin.



Konfederasi suku nomaden yang disebut Xiongnu berhasil mengalahkan Han pada tahun 200 SM dan memaksa mereka untuk membayar upeti, tetapi Xiongnu tetap melanjutkan serangan militer mereka di perbatasan Han. Kaisar Wu melancarkan sejumlah perang melawan mereka. Kemenangan besar Han dalam perang ini akhirnya memaksa Xiongnu untuk menerima status sebagai negara pembayar upeti. Peperangan ini memperluas wilayah Han hingga ke Cekungan Tarim di Asia Tengah, membagi Xiongnu menjadi dua konfederasi terpisah, dan turut andil dalam membangun jaringan perdagangan luas yang dikenal dengan sebutan Jalur Sutra, yang menjangkau hingga kawasan Laut Tengah. Wilayah utara perbatasan Han kemudian diserbu oleh konfederasi nomaden Xianbei. Kaisar Wu juga memperluas wilayah ke Kawasan Selatan Tiongkok dan menaklukkan Nanyue pada 111 SM dan Dian pada 109 SM. Selain itu, ia juga melancarkan ekspedisi militer ke Semenanjung Korea dan mendirikan Jun Xuantu dan Lelang di wilayah tersebut pada 108 SM.



Setelah tahun 92 M, para kasim semakin terlibat dalam panggung perpolitikan istana. Mereka turut campur dalam perebutan kekuasaan antara klan berbagai maharani (permaisuri) dan ibu suri, dan hal inilah yang mengakibatkan kejatuhan Han. Wewenang kekaisaran juga ditantang oleh perkumpulan keagamaan Taoisme yang mengobarkan Pemberontakan Serban Kuning dan Pemberontakan Wu Dou Mi Dao. Sesudah kematian Kaisar Ling (berkuasa 168–189 M), para kasim dibantai oleh para panglima militer. Kemudian, para ningrat dan gubernur militer menjadi panglima perang dan membagi-bagi wilayah kekaisaran. Dinasti Han secara resmi bubar setelah Cao Pi, Raja Wei, merebut takhta dari Kaisar Xian pada tahun 220 M. Menurut Catatan Sejarawan Agung, setelah runtuhnya Dinasti Qin, Yang Dipertuan Agung Xiang Yu mengangkat Liu Bang menjadi pangeran atas daerah kecil Hanzhong, yang dinamai sesuai letaknya di Sungai Han (di Shaanxi barat daya saat ini). Setelah kemenangan Liu Bang dalam Perang Chu-Han, Dinasti Han diberi nama sesuai dengan nama daerah tersebut.



Dinasti kekaisaran pertama Tiongkok adalah Dinasti Qin (221–207 SM). Qin menyatukan Negara-Negara Berperang Tiongkok melalui penaklukan, tetapi kekaisarannya menjadi tidak stabil setelah kematian kaisar pertama Qin Shi Huang. Dalam waktu empat tahun, kekuasaan dinasti tersebut telah runtuh akibat pemberontakan. Dua mantan pemimpin pemberontak, Xiang Yu (meninggal 202 SM) dari Chu dan Liu Bang (meninggal 195 SM) dari Han, saling berperang untuk menentukan siapa yang akan menjadi penguasa Tiongkok. Tiongkok sendiri telah terpecah menjadi 18 kerajaan, masing-masing menyatakan kesetiaan pada Xiang Yu atau Liu Bang. Meskipun Xiang Yu terbukti merupakan panglima yang cakap, Liu Bang mengalahkannya dalam Pertempuran Gaixia (202 SM), di wilayah Anhui modern. Liu Bang mengambil gelar “kaisar” (huangdi) atas desakan para pengikutnya dan dikenal secara anumerta dengan nama Kaisar Gaozu (berkuasa 202–195 SM).[11] Chang’an (kini dikenal sebagai Xi’an) dipilih sebagai ibu kota baru dari kekaisaran yang dipersatukan kembali di bawah Han.



Pada permulaan Dinasti Han Barat (Hanzi tradisional: 西漢; Hanzi sederhana: 西汉; Pinyin: Xīhàn), juga dikenal dengan nama Han Awal (Hanzi tradisional: 前漢; Hanzi sederhana: 前 汉; Pinyin: Qiánhàn), tiga belas jun yang dikendalikan secara terpusat (termasuk wilayah ibu kota) berdiri di bagian barat yang mencakup sepertiga wilayah kekaisaran, sedangkan dua pertiga wilayah Han yang berada di timur dibagi menjadi sepuluh kerajaan semiotonom. Untuk memuaskan para panglima yang mendukungnya dalam perang melawan Chu, Kaisar Gaozu mengangkat beberapa dari mereka menjadi raja. Pada tahun 157 SM, istana Han telah mengganti semua raja-raja ini dengan para anggota keluarga kekaisaran Wangsa Liu karena kesetiaan mereka yang bukan kerabat kaisar dipertanyakan. Setelah meletusnya sejumlah pemberontakan yang dilancarkan oleh rajaraja Han (yang terbesar adalah Pemberontakan Tujuh Negara pada tahun 154 SM), pemerintah Han melancarkan sejumlah reformasi yang dimulai pada tahun 145 SM. Tindakan-tindakan yang diambil meliputi pembatasan luas dan kekuatan kerajaankerajaan ini serta pembagian bekas wilayah mereka menjadi jun-jun baru yang dikendalikan secara terpusat. Para raja tidak bisa lagi mengangkat pegawai mereka sendiri; tugas ini diemban oleh istana kekaisaran. Para raja menjadi penguasa wilayahnya di atas kertas saja dan menarik sebagian dari penerimaan pajak sebagai pendapatan pribadi mereka. Kerajaan-kerajaan ini tidak pernah sepenuhnya dibubarkan dan tetap bertahan pada masa Han Barat maupun Timur. Di sebelah utara Tiongkok pada masa itu, kepala suku Xiongnu yang nomaden, Modu Chanyu (berkuasa 209–174 SM), menaklukkan suku-suku lain yang mendiami bagian timur Stepa Eurasia. Pada akhir masa pemerintahannya, ia menguasai Manchuria, Mongolia, dan Cekungan Tarim, serta menundukkan lebih dari dua puluh negara di sebelah timur Samarkand. Kaisar Gaozu merasa resah dengan banyaknya senjata besi buatan Han yang diperdagangkan ke Xiongnu di sepanjang perbatasan utara, dan ia memberlakukan embargo perdagangan terhadap mereka. Sebagai balasan, Xiongnu menyerbu wilayah yang sekarang merupakan Provinsi Shanxi, dan kemudian mereka mengalahkan pasukan Han di Baideng pada tahun 200 SM. Setelah berlangsungnya beberapa perundingan,



perjanjian heqin pada tahun 198 SM menjadikan para pemimpin Xiongnu dan Han sebagai mitra dengan kedudukan yang setara dengan menikahkan putri Han dengan pemimpin Xiongnu. Namun, Han dipaksa untuk mengirim banyak upeti seperti pakaian sutra, makanan, dan minuman anggur kepada Xiongnu. Walaupun upeti telah dibayarkan dan meskipun Laoshang Chanyu (berkuasa 174—160 SM) dan Kaisar Wen (berkuasa 180–157 SM) berunding untuk membuka kembali pasar perbatasan, banyak bawahan sang Chanyu yang memilih untuk tidak mematuhi perjanjian. Mereka secara berkala menyerbu wilayah Han di sebelah selatan Tembok Besar untuk memperoleh barang-barang tambahan. Dalam sebuah konferensi istana yang diselenggarakan oleh Kaisar Wu (berkuasa 141—87 SM) pada 135 SM, para menteri bersepakat untuk mempertahankan perjanjian heqin. Kaisar Wu menerima keputusan ini, meskipun serangan Xiongnu terus berlanjut. Namun, dalam sebuah konferensi istana yang diselenggarakan pada tahun berikutnya, para menteri menyusun sebuah rencana penyergapan di Mayi, dengan harapan bahwa sang Chanyu tewas dalam pertempuran tersebut sehingga Xiongnu akan terjerumus dalam kekacauan yang akan menguntungkan Han. Setelah upaya persekongkolan ini mengalami kegagalan pada tahun 133 SM, Kaisar Wu melancarkan serangan besar-besaran ke wilayah Xiongnu. Serangan itu mencapai puncaknya pada tahun 119 SM dalam Pertempuran Mobei, dan panglima Han Huo Qubing (meninggal 117 SM) and Wei Qing (meninggal 106 SM) berhasil memaksa penguasa Xiongnu melarikan diri ke wilayah di sebelah utara Gurun Gobi.



Setelah masa pemerintahan Wu, pasukan Han terus menang melawan Xiongnu. Pemimpin Xiongnu Huhanye Chanyu (berkuasa 58—31 SM) akhirnya tunduk kepada Han sebagai pembayar upeti pada tahun 51 SM. Pesaingnya dalam klaim perebutan takhta, Zhizhi Chanyu (berkuasa 56—36 SM), tewas terbunuh oleh Chen Tang dan Gan Yanshou dalam Pertempuran Zhizhi di Taraz, Kazakhstan.



Pada tahun 121 SM, pasukan Han mengusir Xiongnu dari wilayah yang terbentang dari Koridor Hexi hingga Lop Nur. Mereka juga berhasil menghalau serangan gabungan Xiongnu-Qiang di wilayah barat laut ini pada tahun 111 SM. Pada tahun yang sama, pemerintah Han membentuk empat jun baru di wilayah tersebut: Jiuquan, Zhangyi, Dunhuang, dan Wuwei. Mayoritas penduduk di kawasan ini adalah para tentara. Kadangkadang pemerintah secara paksa memindahkan para petani ke permukiman perbatasan baru bersama dengan para budak dan narapidana yang melakukan kerja paksa. Pemerintah juga mendorong rakyat jelata seperti para petani, pedagang, pemilik tanah, dan pekerja bayaran, untuk bermigrasi secara sukarela ke perbatasan.



Bahkan sebelum Han memperluas wilayah ke Asia Tengah, Tiongkok sudah menjalin hubungan dengan banyak peradaban di sekitarnya melalui perjalanan diplomat Zhang Qian dari tahun 139 hingga 125 SM. Zhang bertemu dengan negara Dayuan (Fergana),



Kangju (Sogdiana) dan Daxia (Baktria, sebelumnya Kerajaan Yunani-Baktria); ia juga menghimpun informasi tentang Shendu (lembah Sungai Indus di India Utara) dan Anxi (Kekaisaran Parthia). Semua negara ini akhirnya menerima para utusan Han. Hubungan ini menandai awal dari jaringan perdagangan Jalur Sutra yang menjangkau hingga Kekaisaran Romawi. Melalui jalur ini, barang-barang Han seperti sutra dapat menjangkau Roma, dan begitu pula barang-barang Romawi seperti barang kaca yang diperdagangkan hingga ke Tiongkok.



Dari sekitar tahun 115 hingga 60 SM, pasukan Han bertempur melawan Xiongnu untuk menguasai negara-negara di Cekungan Tarim. Han akhirnya menang dan mendirikan Protektorat Wilayah Barat pada tahun 60 SM, sehingga Han menjadi pihak yang mengatur pertahanan dan urusan luar negeri wilayah tersebut. Han juga memperluas wilayahnya ke selatan. Penaklukan Nanyue pada tahun 111 SM memperluas wilayah Han hingga ke kawasan yang sekarang berada di Guangdong, Guangxi, dan Vietnam Utara. Yunnan dimasukkan ke dalam wilayah Han melalui penaklukan terhadap Kerajaan Dian pada tahun 109 SM, diikuti oleh Semenanjung Korea melalui Penaklukan Gojoseon oleh Han dan pembentukan Jun Xuantu dan Lelang pada tahun 108 SM. Menjelang penghujung periode Han Barat, dalam sensus nasional pertama yang diketahui di Tiongkok yang dilakukan pada tahun 2 M, jumlah penduduk di wilayah Han yang membentang luas terdaftar sebanyak 57.671.400 jiwa dalam 12.366.470 rumah tangga.



Untuk membiayai perang dan perluasan wilayah, Kaisar Wu menasionalisasi beberapa industri swasta. Ia membentuk monopoli pemerintah yang sebagian besar dikelola oleh mantan pedagang. Monopoli-monopoli ini termasuk dalam produksi garam, besi, dan minuman keras, serta koin perunggu. Monopoli minuman keras hanya berlangsung dari tahun 98 hingga 81 SM, dan monopoli garam dan besi akhirnya dihapuskan pada awal periode Han Timur. Penerbitan koin tetap menjadi monopoli pemerintah pusat hingga akhir Dinasti Han. Monopoli pemerintah di berbagai sektor ekonomi akhirnya dicabut ketika faksi Reformis memperoleh pengaruh yang lebih besar di istana. Kelompok Reformis menentang faksi Modernis yang telah mendominasi politik istana pada masa pemerintahan Kaisar Wu dan kemudian selama masa perwalian Huo Guang (meninggal 68 SM). Kelompok Modernis memperjuangkan kebijakan luar negeri yang agresif dan ekspansif yang didukung oleh pendapatan dari campur tangan pemerintah dalam ekonomi swasta. Akan tetapi, kelompok Reformis membatalkan kebijakan-kebijakan ini dan memilih pendekatan kebijakan luar negeri yang berhati-hati dan tidak memperluas wilayah. Mereka juga mendukung reformasi penghematan anggaran dan penurunan pajak untuk pengusaha.



1.4 Dinasti T’ang (618 – 960)



Masa Dinasti T’ang merupakan masa gemilang juga dalam sejarah Cina . Pendiri dinasti ini adalah Li Yuan, setelah naik tahta bergelar T’ang Kao Tsu (618-627). Setelah ia meninggal kemudian digantikan oleh putranya Li Shih Min dengan gelar T’ang Tai Tsung (627-649). Ia dapat dikatakan kaisar terbesar dalam sejarah Cina, seorang jenderal perang yang cakap, seorang negarawan, sastrawan dan imperalis. Di bawah pemerintahan T’ang Tai Tsung, Cina menjadi suatu kerajaan yang lebih megah dari pada Han. Selain sebagai seorang kaisar yang cakap dan bijaksana, T’ang Tai Tsung terkenal sebagai seorang pencipta kesusasteraan. Umumnya zaman Tang sering disebut sebagai zaman berkem- bangnya kesusasteraan. Sebagai seorang sastrawan, ia terkenal sebagai pelindung sastra dan seni dan pemersatu kebudayaan Cina. Pada masa T’ang Tai Tsung inilah musafir Cina Hsuan Chang mengunjungi India untuk mempelajari ajaran Budha. Pengalaman perjalanan ke daerah-daerah barat ini akhimya di- kumpulkan dalam sebuah karangan dengan judul “Hsi Yu Chi” (Catatan Daerah-Daerah Barat). Di zaman T’ang Tai Tsung diadakan sistem ketentaraan yang menetapkan bahwa orangorang tani yang berumur 20-60 tahun wajib menjadi serdadu dan menjaga tempat-tempat penting. Untuk mengurus soal-soal pemerintahan didirikan tiga kantor tinggi dan pemerintahannya terdiri dari enam departemen. Kaisar T’ang Tai Tsung Di zaman ini juga banyak disusun peraturan perundangan- undangan, yang kemudian diikuti oleh dinasti-dinasti berikutya. Pada masa ini juga telah terjalin hubungan dengan dunia luarz seperti Yunani yang pada tahun 640 mengirim utusan ke Cina. Demikian juga, India yang mengirim utusan ke Cina tahun 643 dan 647. Pada masa T’ang Tai Tsung di Thibet memerintah seorang raja besar yakni Srong Btsang Sam Po. Dengan raja ini Tang Tai Tsung berperang untuk memperebutkan daerah Kokonor, tetapi peperangan berakhir dengan perkawinan antara raja Srong Bstang Sam Po dengan putri Tang Tai Tsung yakni Wen Ceng. Wen Cheng inilah yang banyak andilanya dalam kaitannya dengan masuknya agama Budha ke Cina. Pada puncak kemegahannya, Tang Tai Tsung berdaulat atas Manchuria, Amur, Korea, Mongolia Dalam dan Mongolia Luar, Turkestan, Thibet, Tashkent, Samarkand, Bokhara, Fergana dan Anam. Usaha untuk menguasai seluruh Korea menga- lami kegagalan, setelah itu ia meninggal dunia dan digantikan oleh putranya Tang Kao Tsung (648-683). Sesu- dah itu yang menjadi kaisar ialah Hui Tsung (683-690), Wu Tse-tian (190-702) dan Yui Hui Tsung (1902-712). Dinasti Tang mengalami masa kejayaan lagi ketika Tang di bawah pemerintahan Li Lung Chi dengan gelar T’ang Hsuan Tsung (712-756). Pada masa pemerintahannya, Cina mengalami kemaju- an pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan kesenian. Ia berhasil mendirikan sekolah kesenian dengan nama “ Li Yuan Chiao Fang” (Sekolah Kesenian dan Sandiwara Li Yuan) sebagai peringatan atau penghormatan kepada pendiri Dinasti T’ang, yakni Li Yuan. Penyair yang terkenal pada masa itu ialah Li Po atau Li Tai Po dan Kan Fu. Sedangkan pelukisnya yang terkenal ialah Wang Wei, Wu



1.5 Dinasti Sung Dinasti Song (Hanzi: 宋朝; Pinyin: Sòng Cháo; Wade-Giles: Sung Ch’ao) adalah salah satu dinasti yang memerintah di Tiongkok antara tahun 960 sampai dengan tahun 1279 sebelum Tiongkok diinvasi oleh bangsa Mongol. Dinasti ini menggantikan periode Lima Dinasti dan Sepuluh Negara dan setelah kejatuhannya digantikan oleh Dinasti Yuan. Dinasti ini merupakan pemerintahan pertama di dunia yang mencetak uang kertas dan merupakan dinasti Tiongkok pertama yang mendirikan angkatan laut. Dalam periode pemerintahan dinasti ini pula, untuk pertama kalinya bubuk mesiu digunakan dalam peperangan dan kompas digunakan untuk menentukan arah utara. Dinasti Song dibagi ke dalam dua periode berbeda, Song Utara dan Song Selatan. Semasa periode Song Utara (Hanzi: 北 宋 , 960–1127), ibu kota Song terletak di kota Bianjing (sekarang Kaifeng) dan dinasti ini mengontrol kebanyakan daerah Tiongkok dalam (daerah mayoritas suku Han). Song Selatan (Hanzi: 南 宋 , 1127–1279) merujuk pada periode setelah dinasti Song kehilangan kendali atas Tiongkok Utara yang direbut oleh Dinasti Jin. Pada masa periode ini, pemerintahan Song mundur ke selatan Sungai Yangtze dan mendirikan ibu kota di Lin’an (sekarang Hangzhou). Walaupun Dinasti Song telah kehilangan kendali atas daerah asal kelahiran kebudayaan Tiongkok yang berpusat di sekitar Sungai Kuning, ekonomi Dinasti Song tidaklah jatuh karena 60 persen populasi Tiongkok berada di daerah kekuasaan Song Selatan dan mayoritas daerah kekuasaannya merupakan tanah pertanian yang produktif. Dinasti Song Selatan meningkatkan kekuatan angkatan lautnya untuk mempertahankan daerah maritim dinasti Song. Untuk mendesak Jin dan bangsa Mongol, dinasti Song mengembangkan teknologi militer yang menggunakan bubuk mesiu. Pada tahun 1234, Dinasti Jin ditaklukkan oleh bangsa Mongol. Möngke Khan, khan keempat kekaisaran Mongol, meninggal pada tahun 1259 dalam penyerangan ke sebuah kota di Chongqing. Saudara lelakinya, Kublai Khan kemudian dinyatakan sebagai khan yang baru, walaupun klaim ini hanya diakui oleh sebagian bangsa Mongol di bagian Barat. Pada tahun 1271, Kubilai Khan dinyatakan sebagai Kaisar Tiongkok. Setelah peperangan sporadis selama dua dasawarsa, tentara Kubilai Khan berhasil menaklukkan dinasti Song pada tahun 1279. Tiongkok kemudian disatukan kembali di bawah Dinasti Yuan (1271–1368).



Dinasti Song melakukan penyatuan dan membuat Tiongkok pada masa dinasti Song menjadi kerajaan terkaya, paling berkeahlian, dan paling padat di bumi.[4] Populasi Tiongkok meningkat dua kali lipat semasa abad ke-10 dan ke-11. Pertumbuhan ini didukung oleh perluasan pertanian padi di Tiongkok tengah dan selatan, penggunaan kultivar padi genjah dari Asia Selatan dan Tenggara (Vietnam), dan surplus produksi bahan pangan. Sensus Dinasti Song Utara mencatat penduduk sekitar 50 juta. Angka ini menyamai populasi Tiongkok pada saat Dinasti Han dan Dinasti Tang. Data ini diperoleh dari sumber catatan Dua Puluh Empat Sejarah (Hanzi: 二 十 四 史 ). Namun demikian, diperkirakan bahwa Dinasti Song Utara berpopulasi sekitar 100 juta jiwa. Pertumbuhan



populasi yang dramatis ini memacu revolusi ekonomi Tiongkok pramodern. Populasi yang meningkat ini merupakan salah satu penyebab lepasnya secara perlahan peranan pemerintah pusat dalam mengatur ekonomi pasar. Populasi yang besar ini juga meningkatkan pentingnya peranan para bangsawan rendah dalam menjalankan administrasi pemerintahan tingkat bawah.



Kehidupan sosial semasa Dinasti Song cukup bergairah. Elite-elite sosial saling berkumpul untuk memamerkan dan memperdagangkan karya-karya seni berharga, masyarakat saling berkumpul dalam festival-festival publik dan klub-klub pribadi, dan di kota-kota terdapat daerah perempatan dengan hiburan yang semarak. Penyebaran ilmu dan literatur didorong oleh pemutakhiran teknik percetakan balok kayu yang sudah ada dan penemuan percetakan huruf lepas pada abad ke-11. Teknologi, sains, filsafat, matematika, dan ilmu teknik pra-modern berkembang dengan pesat pada masa Dinasti Song. Walaupun institusi seperti ujian pegawai sipil telah ada sejak masa Dinasti Sui, institusi ini menjadi lebih menonjol pada periode Song. Hal inilah yang menjadi faktor utama bergesernya elite bangsawan menjadi elite birokrat. 1.6 Dinasti Yuan (1260-1368) Pendiri Dinasti Yuan adalah Kublai Khan, dengan gelar Yuan Shi Chou (1260-1293). Setelah Sung runtuh maka bangsa Mongol di bawah pimpinan Kublai Khan berhasil menguasai seluruh Cina. Di bawah bangsa Mongol, Cina menjadi suatu imperium yang terluas di dunia yang dapat dilihat pada masa itu. Dinasti Yuan yang didirikan, berhasil berkuasa dari tahun 1260 sampai dengan 1368; dan merupakan suatu masa yang cukup lama untuk dapat membentuk suatu imperium yang besar. Daerah kekuasaan Kublai Khan membentang dari Venesia di Eropa, Rusia, Persia dan Mesopotamia di bagian barat dan di bagian timur dibatasi oleh Laut Cina Timur, dan dari Mongolia di utara melintang sampai Indo China di selatan. Sebagai pusat pemerintahannya di Cam- balug (Peking). Masa pemerintahan Kublai Khan merupakan puncak kekuasaan Dinasti Yuan, sebab setelah ia meninggal kekuasaan bangsa Mongol mengalami kemunduran dan hancur. Setelah Kublai Khan naik tahtaz ia juga segera mengadakan perluasan wilayah ke daerahdaerah sekitamya. Kublai Khan merupakan seorang imperialis tetapi sayang bahwa dalam melaksa- nakan politik luar negerinya boleh dikatakan mengalami ke- gagalan. Sebagai bukti kegagalannya, yakni dalam usaha melaksanaimperialismenya tidak terwujud.



kan cita-citanya



Ekspansi ke Jepang, dua kali Kublai Khan mengirim ekspedisi ke Jepang (1274 dan 1281) keduanya mengalami kegagalan, karena mendapat serangan angin topan. Ekspansi ke Birma dan Vietnam, juga tidak berhasil.



Usaha untuk menanamkan pengaruhnya terhadap Keraja- an Singasari di Jawa (zaman raja Kertanegara) juga mengalami kegagalan.



Itu semua membuktikan bahwa sebenarnya Kublai Khan bukan seorang negarawan, akan tetapi hanyalah seorang imperia- lis tanpa perhitungan strategi yang matang. Ia memiliki daerah yang luas, bukanlah hasil usaha- nya sendiri; melainkan hanyalah warisan dari pembentuk imperium Mongol yakni Jengis Khan. Sebagai penguasa, dalam usaha meningkatkan kesejah- teraan rakyatnya, Kublai Khan melakukan tindakan-tindakan sebagai berikut: Mengadakan pengawasan keliling, dengan maksud mengetahui situasi dan kondisi daerah. Mendirikan lumbung-lumbung umum. Mendirikan rumah-rumah/ tempat-tempat penampungan orang sakit, lanjut usia dan yatim piatu. Berusaha memajukan pendidikan. Perlu dicatat pula, peristiwa penting pada masa kekuasaan Kublai Khan adalah perjalanan Marco Polo ke Cina. Semula dua orang saudara Venesia, Nicolo Polo dan Maffeo Polo tahun 1260 ingin pergi ke Rusia Selatan yang pada waktu itu berada di bawah kekuasaan bangsa Mongol, namun kemudian mengikuti utusan Persia menuju Cina. Di Cina diterima baik oleh Kublai Khan dan tidak lama kemudian mereka disuruh pulang untuk meminta kepada Paus di Roma agar mengirimkan 100 padri/pendeta Kristen ke Cina. Tiga tahun kemudian saudagar-saudagar itu sampai di Roma dan meminta kepada Paus Gregorius X untuk mengirim 100 pendeta ke Cina seperti permintaan Kublai Khan. Namun dalam kenyataan hanya ada dua pendeta yang mau ke Cina, namun karena sesuatu hal kedua pendeta inipun akhirnya tidak sampai ke Cina. Dan mereka memutuskan untuk kembali ke Roma. Dengan kedua saudagar itu ikut pula Marco Polo. 1.7 DINASTI MANCHU (1644 -1912) Dinasti Manchu (Ch’ing) adalah suatu dinasti asing yang didirikan oleh bangsa Manchu. Dinasti ini termasuk salah satu dinasti yang lama masa pemerintahannya dalam sejarah Cina yakni hampir 3 abad. Di bawah kekuasaan Dinasti Ch’ing, yakni pada masa pemerintahan kaisar-kaisar terkenal seperti K’ang Hsi dan Ch’ien Lung, Cina mengalami masa kejayaan. Di bawah pemerintahan kedua kaisar tersebut wilayah kekuasaan Cina sangat luas, yakni meliputi seluruh wilayah Cina Dalam (China Proper) dan Cina Luar (I’he Outlying Section, Mongolia, Manchuria, Sinkiang, dan Tibet). Pengaruhnya juga terasa sampai ke Nepal, Birtna, Laos, Siam, Annanif Korea dan Ryukyu. Pada masa Ch’ing pula, penduduk Cina berkembang cepat sebab masa ini merupakan masa keniakmuran Cina. Pada akhir akab ke-17 dan awal abad ke-18 memang penduduk Cina berkembang cepat, karena mengalami kemakmuran yang melimpah. Pada masa ini juga sudah banyak orang-orang Eropa yang datang ke Cina, terutama Inggris, Perancis, Spanyol dan Portugis. Selama itu dalam bidang kebudayaan Cina tidak mengalami banyak kemajuan. Perubahan terjadi setelah datangnya bangsa Barat. Bangsa Manchu ini termasuk penganut



kebudayaan Cina, dan mereka ini menggunakan adat kebiasaan atau tradisi Tiong- hoa (Cina) sebagai kebudayaannya sendiri. A. Muncul dan Berkembanganya Kekuasaan bangsa Manchu Bangsa Manchu adalah sekeluarga dengan bangsa Yurchen yang bertempat tinggal di Manchuria. Pada awal abad ke-17 mereka berhasil membentuk pertahanan di bawah pimpinan Nurhachu (Nurhachi). Sedangkan yang dianggap sebagai kaisar pertama dari Dinasti Ch’ing ialah cucu Nurhachu, yakni Shun Chih (1644-1662). Tugasnya yang utama adalah memperkuat kerajaan, karena masih terdapat sisa-sisa keluarga Dinasti Ming dan munculnya pemberontakan-pemberontakan di bawah pimpinan Wu San Kuei dan Li Tsu Cheng. Pemberontakan-pemberontakan tersebut akhirnya terpecah. Li Tsu Cheng menggabungkan diri dengan bangsa Manchu, sedangkan Wu San Kuei menyatakan diri dengan sisa-sisa keluarga Ming yang bertahan di Hangchow, Canton dan Foochow; namun akhirnya berhasil dihancurkan. Usaha-usaha yang dilakukan oleh Shun Chih, dalam upaya memperkuat kekuasaan, antara lain : Tiap-tiap orang Tionghoa harus berkucir sebagai tanda takluk dan untuk membedakan dengan bangsa Manchu. Pejabat tinggi dalam pemerintahan di jabat oleh dua orang, yakni seorang bangsa Tionghoa dan seorang bangsa Manchu. Ini membuktikan bahwa bangsa Manchu menggunakan adat tradisi Tionghoa sebagai kebudayaan sendiri. Negara dibagi menjadi 18 propinsi, untuk memudahkan pengaturan adminsitrasi. Di samping itu tetap dilakukan sistem ujian jabatan. Melarang orang kebiri, yaitu penjaga-penjaga harem untuk menjabat jabatan dalam pemerintahan. Begitu juga melarang perkawinan campur. Mengadakan hubungan persahabatan dengan bangsa-bangsa Barat (Belanda). Persahabatan tersebut diperkuat dengan dikirimkannya utusan ke Peking di bawah pimpinan Pieter de Goyer dan Jacob de Keyser pada tahun 1656. Sesudah Shun Chin meninggal (1662), kemudian digantikan oleh putranya yakni K’ang Hsi (1662 – 1722) yang pada waktu itu baru berumur 9 tahun. Semula ia didampingi oleh seorang Wali, tapi sejak tahun 1669, ia mulai memerintah tanpa Wali. Pada masa pemerintahannya bersamaan dengan Louis XIV di Perancis, Peter Agung di Rusia, Aurangzeb di India dan William III di Inggris. Dalam kecakapannya kemungkinan sama dan bahkan lebih unggul dari mereka. 2. Revolusi Cina dan peran tokoh-tokoh Cina A. Revolusi Cina 1911 1. Latar Belakang Timbulnya Nasionalisme Cina Penyelewengan dan Kelemahan Dinasti Manchu



Dinasti Manchu memerintah di Cina sejak tahun 1644-1911. Pemerintahan ini adalah pemerintahan asing, sebab bangsa Manchu bukan penduduk asli Cina. Maka tidak mengherankan jika rakyat Cina merasakan penderitaan. Melihat keburukan- keburukan atau penyelewengan-penyelewengan Dinasti Manchu mereka bergerak untuk melawan dan membebaskan diri dari cengkeraman dinasti asing tersebut. Sesudah kaisar besar dari Manchu meninggal dunia, lenyaplah pulalah masa kemakmuran Cina; selanjutnya terjadilah kekacauan-kekacauan yang berpangkal adanya perebutan kekuasaan di antara putra-putra kaisar. Masa kekacauan ini memberi kesempatan pada bangsa-bangsa Barat untuk mengeksploitasi kekayaan Cina. Banyak bangsa Barat yang dengan paksa minta agar diperbolehkan mendirikan pabrik-pabrik serta penguasaan terhadap sumber-sumber bahan mentah. Dinasti Manchu memerintah secara feudal, meniperbudak Cina. Seolah-olah menjual negara Cina kepada negara-negara Barat Inilah yang sebenarnya menyebabkan rakyat Cina tidak lagi menaruh kepercayaan terhadap pemerintah Manchu. Ketidakpercayaan ini akan diwujudkan dalam berbagai pemberontakan misalnya pemberontakan Tzai Ping. Kekalahan Cina dalam perang melawan Jepang tahun 1895. Kekalahan Cina dalam perang tersebut mengakibatkan prestise bangsa dan negara Cina menurun. Dulu sebagai guru, kini dikalahkan oleh bekas muridnya. Kekalahan ini membuktikan kelemahan pemerintahan Manchu. Kekalahan ini juga membuka kesempatan bagi bangsa-bangsa Barat untuk menjadikan Cina sebagai daerah pengaruh mereka. Dalam hal ini pemerintah Manchu tidak berdaya mencegahnya. Adanya korupsi dan pemborosan yang merajalela. Semuanya berpangkal pada tindakan ibu Tzu Hsi (kaisar janda tua) yang memiliki tentara nasional secara tidak sah, untuk kepentingan pribadi. Tzu Hsi mengijinkan para pejabat untuk menjual jabatannya untuk kepentingan diri sendiri. B. Kesadaran bangsa Cina Perang Cina-Jepang membuka mata golongan progresif di Cina, sehingga mereka bukan saja mengetahui bahwa Cina telah begitu lemah sehingga kalah dalam perang melawan bekas muridnya. Mereka juga mengetahui bahwa Jepang yang kecil itu telah menarik keuntungan dari ilmu pengetahuan Barat sehingga dapat memodernisir diri dan bahkan akhimya dapat memenang- kan perang melawan Cina. Siapa yang dimaksud dengan golongan progresif? Golongan ini tidak lain terdiri dari kaum intelektual (pelajaran, mahasiswa maupun cendekiawan). Dari golongan ini muncullah gerakan yang bercita-cita untuk menggulingkan pemerintahan Manchu. Jadi keburukan-keburuhan para pembesar Dinasti Manchu menambah berkobarnya semangat nasionalisme Cina. Kekalahan dinasti Manchu dalam pergulatan militer atau perang dan diplomatik dengan negara-negara Barat semakin melenyapkan kepercayaan rakyat. Semuanya ini menyebabkan golongan progresif atau revolusioner semakin agresif. Mereka makin merasakan bahwa saat-saat untuk bergerak telah diambang pintu.



Adanya kekacauan di Cina yang terwujud dalam peperangan dan diakhiri dengan perjanjian yang banyak merugikan pihak Cina semakin menyadarkan bahwa meluasnya pengaruh bangsa- bangsa asing (Barat) sangat membahayakan. Didalam periode modern Cina diawali dengan kekalahan pertama dari barat dalam perang candu yang terjai pada waktu 1842. Header Toggle Revolusi Cina merupakan revolusi yang berhasil mengalahkan dinasti kekaisaran terakhir di Cina yaitu Dinasti Qing. Dan mendirikan Republik Tiongkok (ROC), Revolusi Cina mengawali suatu rangkaian revolusi yang terjadi di Cina pada waktu abad ke 20. Didalam periode modern Cina diawali dengan kekalahan pertama dari barat dalam perang candu yang terjai pada waktu 1842. Waktu itu orang-orang etnis Mancu yang memerintah di istana Qing berjuang untuk melawan gangguan asing ke Cina. Tetapi upaya yang dilakukan untuk menyesuaikan dan mereformasikan metode-metode pemerintahan tradisional dibatasi oleh suatu budaya pengadilan yang sangat konservatif. Dan tidak ada suatu keinginan untuk memberikan terlalu kesempatan untuk melakukan reformasi. Setelah kekalahan didalam perang candu ke dua yang terjadi pada tahun 1860. Qing berusaha untuk memoderasi dengan mengadopsi teknologi barat dan melalui penguatan diri dari tahun 1861. 2.1 Proses revolusi Cina Di tahun 1851-1864 melawan taiping, 1851 melawan Nian, 1856-1868 kaum muslim Yunan, dan 1862-1877 lautan Barat. Pasukan dari imperial tradisional terbukti tidak kompeten dan menunjukan lemahnya dari pemerintahan imperialis. Di tahun 1895 Tiongkok mengalami kekalahan yang lain didalam periode perang Tiongkok-Jepang pertama. Kekalahan tersebut menunjukan bahwa masyarakat feodal Cina tradisional juga perlu modernisasi jika berkeinginan untuk mencapai suatu teknologi dan komersial.



Frustasi istana Qing karena meningkatnya tuntutan tuntutan imperialis dari Jepang dan Barat. Dan juga keinginan untuk melihatCina yang bersatu mendorong munculnya gerakan-gerakan nasionalisme yang membawa suatu ide revolusioner. Ide revolusioner yang dibesarkan oleh orang Tionghoa yang tinggal disuatu tempat di luar negeri. Yang utama di Asia Yenggara dan Amerika. Umunya mereka akademis berpendidikan Barat mulai mendesak untuk revolusi atau reformasi langsung. Pembentukan Monarki Konstitusional diusulkan oleh Kang Youwei dan Liang Qichao yang merupakan pemimpin mereka.



Sun Yat-sen sementara memimpin kelompok yang campur aduk dengan bersama-sama membentuk Aliansi Revololusi atau Tongmenghui. Aliansi Revolusioner tersebut memiliki



misi untuk mengganti suatu pemerintahan Qing dengan pemerintahan republik. Sun adalah seseorang yang nasionalis dengan beberapa kecenderungan sosialis



Dari pemimpin revolusioner dan orang-orang Cina di luar negeri ikut membantu membiayai upaya mereka berakar di Cina Selatan. Di tahun-tahun menjelang revolusi, aliansi revolusioner melakukan beberapa usaha pemberontakan melawan Qing, tetapi semuanya dapat dihentikan oleh tentara Qing. Revolusi Cina terjadi pada tanggal 11 Oktober 1911 yang dipimpin oleh Dr. Sun Yat Sen dan berhasil mengalahkan Dinasti Qing. Revolusi tersebut menyebabkan rakyat kecewa dengan kepemimpinan Dinasti Qing, semacam kalah perang melawan bangsa barat, ketidak berhasilan para kaisar-kaisar memimpin. Serta rakyat menderita semakin berat yang menyebabkan revolusi tidak bisa terhindarkan lagi. Pada tanggal 1 Januari 1912, Dr, Sun Yat Set diangkat sebagai Presiden. Dan Republik Tiongkok dianggap mulai berdiri pada hari tersebut. Dr. Sun Yat Sen mengundurkan diri sebagai presiden dan membuat partai Kuo Min Tang. Dan di gantikan oleh Yuan Shih Kai pada 12 februari 1912. Masa pemerintahan Yuan Shih Kai tidak berlangsung lama karena meninggal dunia pada tahun 1916. Pemerintahan akhirnya dipimpin kembali oleh Dr. Sun Yat Sen, tetapi hanya sampai tahun 1924. Kedudukan Sun Yat Sen digantikan oleh Chiang Kai Shek dan berhasil mempersatukan bagian selatan dan utara. Tetapi didalam masa pemerintahanya harus melawan dari Mao Zesong yang mempunyai paham komunis. Mao Zedong berhasil mengalahkan Chiang Kai Shek dan akhirnya pada tahun 1949 ia mendirikan Republik Rakyat tiongkok yang berpaham komunis. Dan sedangkan Chiang Kai Shek mendirikan negara Taiwan. Dan akhirnya paham komunis semakin berkembang di Asia. Pemberontakan di Wunchang telah menjadi suatu titik tolak untuk munculnya pemberontakan pada skala masional. Disaat kerugian meningkat, tanggapan positif dari istana Qing untuk serangkaian tuntutan yang dimaksud untuk mengubah otoriter kekaisaran berubah menjadi monarki konstitusional. Yuan Shikai ditunjuk sebagai perdana menteri baru di Cina. Tetapi sebelum Yuan Shikai mampu merebut kembali wilayah-wilayah yang direbut oleh kaum revolusioner. Kesetiaan mulai dinyatakan oleh provinsi-provinsi mereka kepada aliansi revolusioner yang dipimpin oleh Sun Yat Sen. Dr. Sun yang masih berada di Amerika Serikat dalam didalam tur penggalangan dana pada saat pemberontakan dimulai. Dr. Sun langsung bergegas menuju London dan Paris. Untuk memastikan kedua negara tersebut tidak memberikan bantuan keuangan atau militer kepada pemerintahan Qing didalalm perjuangannya. Kaum revolusioner telah mengambil alih Nanjing disaat ia kembali ke Cina. Nanjing adalah bekas ibu kota di bawah Dinasti Ming. Dan perwakilan dari provinsi mulai berdatangan untuk pertemuan nasional yang pertama kali. Mereka bersama-sama memilih Dr. Sun sebagai presiden sementara Republik tiongkok yang baru berdiiri.



Sun Yat Sen yang bermimpi untuk membentuk Republik China telah tercapai. Tapi proses dari konsolidasi pemerintahan yang baru ini jauh lebih sulit dari pada yang diperkirakan oleh kaum revolusioner.



Kekalahan dinasti Qing tidak pula membawa kepada era kemakmuran dan perdamaian. Melainkan kepada periode keresahan sosial, kekacauan, kekecewaan, dan perang berkepanjangan. Didalam ingatan yang kolektif, era Republik tidak ada kaitanya dengan kelahiran kembali Cina. Tetapi panglima perang korupsi, kelemahan ekonomi, agresi asing dan perselisihan sipil.



Tidak banyak pengaruh pada stabilitas negara baru disaat Sun Yat Sen ditunjuk sebagai presiden sementara. Dinasti Qing tidak melepaskan gelarnya begitu saja meskipun proklamasi Republik telah diproklamasikan pada saat januari 1912. Dan tidak mengakui pemerintahan republik sebagai pemerintahan yang sah. Dikarenakan tidak ada pengunduran diri yang resmi, Cina memiliki dua pemerintahan secara de facto yaitu Republik dan Kekaisaran. Tugas dari Sun Yat Sen memimpin kembali republik Cina sampai waktu dinasti Qing mengundurkan diri dan sampai kondisi negara stabil.



Disaat revolusi Yuan Shikai muncul sebagai politiknya tidak akan bisa bertahan lama jika mengorbankan dirinya untuk dinasti Qing. Oleh karena itu ia kemudian mengubah strateginya. Kemudian ia mencoba untuk memecahkan krisis dengan cara memastikan transisi yang mulus dari kekaisaran ke Republik. Yuan menampilkan dirinya dengan cara juru damai dan pelayan yang setia bagi negara baru. Keluarga kekaisaran yang terbagi antara menyukai pengunduran diri dan yang ingin menekan revolusi.



Yuan Shikai juga menjelaskan kepada keluarga kekaisaran. Jika ingin melawan kaum revolusioner mereka harus menyiapkan dana sebesar 12 juta Tael untuk biaya perang. Akan tetapi keuangan dari kekaisaran telah kosong. Dan pangeran Manchu tidak ada yang siap untuk mengorbankan kekayaan pribadi untuk biaya tentara. Di tanggal 26 Januari 1912 kabinet kekaisaran yang bertemu di Rumah yuan Shikai. 40 perwira tinggi telah mengirim telegram yang mendesak Manchu untuk turun dari tahtanya.



Pada malam itu kepala staf angkatan darat dibunuh oleh seseorang revolusioner yang fanatik didalam perjalan pulang. Setelah kejadian tersebut keluarga kekaisaran menjadi ketakutan akan hal keamanan. Pada tanggal 27 Januari, istri dari almarhum Kaisar guangxu dan ibu angkat dari kaisar tiongkok terakhir Puyi. Dalam keadaan yang panik memohon kepada deputi Yuan Shikai. Untuk menyampaikan kepada jenderal pesan



bahwa kaisar dan menyelamatkanya.



hidupnya



sendiri



berada



ditangannya,



sehingga



ia



harus



Tiga hari setelah kejadian tersebut keputusan yang dibuat Longyu untuk mengahiri kekaisaran yang sudah berumur 2.000 tahun. Dan ia akhirnya setuju untuk mengakhiri pemerintahan Dinasti Qing. Dan kaum revolusioner yang berkeinginan untuk menghindari konflik yang lebih lanjut memberikan suatu keistimewaan yang khusus seperti. Kaisar tetap mempertahankan gelar dan diperlakukan oleh pemerintah Republik dengan hormat. Di antara hal tersebut Ia akan menerima anuitas, dan diizinkan tinggal di istana kekaisaran dan tetap melakukan ritual keagamaan tradisional.



Ratu mengeluarkan Dekrit Abdikasi yang berisikan tentang penyerahan kekuasaan kepada Pemerintahan Republik pada tangggal 12 Februari (pemerintahan Kaisar Xuantong). Berdasarkan dekrit tersebut Yuan Shikai mendapatkan wewenang untuk mereorganisasi Ccina Setelah berita pengunduran diri tersebut, Sun Yat Sen menyatakan ketersediaanya untuk secepatnya mengundurkan diri. Dan akhirnya memenuhi sumpah menjadi Presiden Sementara.



Tindakan tanpa pamrih tersebut mendapatkan rasa hormat yang besar diantara orang Cina. Tetapi didalam waktu jangka panjang tindakan tersebut terbukti kurang bijak sana. Yuan Shikai didesak Sun untuk melepaskan kekuasaan yang telah diberikan oleh Manchu. Karena kaisar tidak berhak untuk memberikan kekuatan semacam itu. Hanya rakyat yang berhak memilik hak ini. Tetapi Sun terlalu naif untuk menerima janji dari Yuan Shikai bahwa ia akan membela dan melayani Republik. Sun Yat Sen menyarankan Majelis Nasional di Nanjing untuk memilih Yuan Shikai sebagai Presiden.



Pemilu merupakan merupakan hal bersejarah di Guomindang dan Tiongkok muncul sebagai kekuatan yang paling posesif di negara Cina. Partai tersebut mendapatkan 169 kursi dari 596 di dewan perwakilan rakyat. Dan 123 dari 274 di Senat, sehingga posisi guomindang dalam posisi terbaik untuk mengatur pemerintahan. Dan Yuan Shikai diharuskan mengundurkan diri dan parlemen yang terpilih secara demokratis bisa menunjukan seseorang presiden baru.



Disaat Sun Yat Sen dan kaum revolusioner telah menaruh kepercayaan kepada Yuan Shikai telah membuat kekeliruan. Alih-alih melepaskan jabatan presiden seperti yang dijanjikan, Yuan memerintahkann pembunuhan terhadap Song Jiaoren. Song jiaoren merupakan salah satu pemimpin terkemuka di Guomindang. Setelahnya Yuan melarang 438 dari anggota Guomindang di parlemen dan setelah itu membubarkan parlemen itu sendiri. Ia menghapus dan menyatakan dirinya sebagai kaisar pada tahun 1916. Tetapi hal



tersebut menyebabkan kemarahan publik yang sangat besar dan tidak mungkin untuk diabaikan. Karena hal tersebut menjadi ketakutan jika terjadi kerusuhan sipil. Ia memulihkan Republik kembali, tetapi tetap memerintah dengan cara diktator sampai pada kematianya di bulan Juni 1916. Disaat pemerintahan Yuan berakhir, Republik China akhirnya runtuh. Dan panglima perang merebut kekuasaan, dan menciptakan kerajaan pribadi dimana raja memerintah. Dan terlepas dari pemerintah pusat yang hanya tinggal nama. 2.2 Peran Dr. Sun Yat Sen Dalam Nasionalisme di China



Dr. Sun Yat Sen bercita- cita terbentuknya China baru yang didasarkan San Min Chu I (Tiga Sendi Kedaulatan Rakyat) yaitu nasionalisme, demokrasi dan sosialisme. Ia berhasil mengadakan pendekatan kepada rakyat dan menghimpun kekuatan rakyat di Cina Selatan untuk menggulingkan Manchu. Pada tanggal 10 Oktober 1911 meletuslah revolusi di Wuchang (Wuchang Day) di bawah pimpinan Li Yuan Hung dan berhasil menggulingkan kekuasaan Manchu. Itulah sebabnya, tanggal 10 Oktober 1911 kemudian dijadikan hari Kemerdekaan Cina.



Munculnya nasionalisme cina semakin memuncak Dengan adanya Revolusi Cina 1911 M, menandakan runtuhnya kekuasaan Manchu. Pada tanggal 1 Januari 1912 Sun Yat Sen dipilih sebagai Presiden Cina yang baru. Saat itu, wilayah Cina baru meliputi wilayah Cina Selatan dengan Nanking sebagai ibu kotanya. Sementara itu, Cina Utara diperintah oleh Kaisar Hsuan Tsung (yang masih kanak kanak) dengan didampingi oleh Yuan Shih Kai menyerahkan kekuasaan kepada rakyat Cina (12 Februari 1912). Dengan demikian, berakhirlah kekuasaan Manchu di Cina. Wilayah Cina Selatan dan Cina Utara berhasil dipersatukan.



2.3 Peran Chiang Kai-shek Chiang Kai-shek (31 Oktober 1887 – 5 April 1975) adalah seorang Pemimpin politik dan militer Cina abad ke-20. Dalam Bahasa Mandarin dia Dikenal sebagai Jiang Jieshi atau Jiang Zhongzheng. Chiang adalah seorang Anggota berpengaruh di Partai Kuomintang (KMT), atau Partai Nasionalis. Ia Juga merupakan sekutu dekat Sun Yat-sen. La menjadi Komandan AkademivMiliter Whampoa milik partai Kuomintang, dan menggantikan Sun menjadi Pemimpin KMT ketika Sun meninggal pada tahun 1925. Pada tahun 1926, Chiang memimpin Ekspedisi Utara dalam misi penyatuan negara, serta menjadi pemimpin penting di Tiongkok. Dia menjabat sebagai Ketua Dewan Militer Nasional pemerintahan Nasionalis Republik Tiongkok (RC) pada Tahun 1928-1948. Chiang memimpin Cina dalam Perang Cina Jepang Kedua. Pada saat itu kekuasaan pemerintah Nasionalis sangat lemah, namun ia Semakin



menonjol. Tidak seperti Sun Yat-sen, Chiang Kai-shek secara sosial Berpaham konservatif. Ia mempromosikan budaya tradisional Tionghoa Melalui Gerakan Hidup Baru dan menolak demokrasi Barat. Dia pun menolak Sosialisme demokratis nasionalis yang didukung oleh Sun Yat Sen dan Beberapa anggota untuk menuju terbentuknya pemerintahan otoriter Nasionalis. Sun Yat Sen, pendahulu Chiang, sangat disukai dan dihormati oleh Kelompok komunis. Setelah Sun Yat Sen wafat, Chiang Kai Sek tidak mampu Menjaga hubungan baik dengan Partai Komunis Tiongkok. Perpecahan besar Antara kelompok Nasionalis dengan Komunis terjadi pada tahun 1927. Di Bawah kepemimpinan Chiang, kelompok nasionalis mengobarkan perang Saudara melawan Komunis. Setelah Jepang menyerang Cina pada tahun 1937, Ching menyetujui gencatan senjata sementara dengan partai Komunis. Hingga Jepang menyerah kepada sekutu pada tahun 1945, baik Partai Komunis Maupun Partai Kouomintang tidak saling mempercayai maupun aktif bekerja Sama. Perang saudara kembali berlanjut setelah upaya negosiasi untuk Membentuk pemerintahan koalisi pada tahun 1946 mengalami kegagalan. Pada tahun 1949 kelompok Komunis mengalahkan kelompok Nasionalis. Memaksa pemerintah Chiang mundur ke Taiwan, di mana Chiang dikenakan Darurat militer dan orang-orang teraniaya kritis pemerintahannya dalam Periode yang dikenal sebagai “Teror Putih”. Setelah mengevakuasi ke Taiwan, Pemerintahan Chiang terus menyatakan niatnya untuk merebut kembali Daratan Tiongkok. Chiang memerintah pulau aman sebagai Presiden Republik Tiongkok dan Jenderal Kuomintang sampai kematiannya pada tahun 1975. Dia memerintah daratan Tiongkok selama 22 tahun, dan Taiwan selama 26 Tahun. 2.4 Zhou Enlai Zhou Enlai (Hanzi: 周恩来; Wade–Giles: Chou En-lai; 5 Maret 1898 – 8 Januari 1976) adalah seorang negarawan penting di Tiongkok yang menjabat sebagai Perdana Menteri Republik Rakyat Tiongkok Pertama dari sejak berdirinya negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT) pada tahun 1949 sampai dengan sepeninggalnya. Zhou bertugas di bawah Ketua Mao Zedong dan berperan penting dalam perjalanan Partai Komunis Tiongkok (PKT) menjadi partai penguasa, kemudian mengonsolidasikan kendalinya, membentuk kebijakan luar negeri, serta mengembangkan ekonomi Tiongkok. Seorang diplomat yang cakap dan handal, Zhou juga pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri Republik Rakyat Tiongkok Pertama dari tahun 1949 hingga 1958. Mendukung perdamaian dan hidup berdampingan dengan Blok Barat setelah Perang Korea, ia berpartisipasi dalam Konferensi Jenewa 1954 dan Konferensi Asia-Afrika 1955, serta membantu mengatur kunjungan Nixon ke Tiongkok 1972. Dia juga membantu menyusun kebijakan untuk mengatasi perselisihan yang getir dengan Amerika Serikat, Taiwan, perpecahan TiongkokSoviet, India dan Vietnam. Zhou selamat dari pembersihan para pejabat tinggi PKT selama masa Revolusi Kebudayaan. Sementara Mao mendedikasikan sebagian besar tahun-tahun terakhirnya untuk perjuangan politik dan menjalankan ideologinya, Zhou adalah kekuatan pendorong utama dalam urusan negara selama masa Revolusi



Kebudayaan. Usahanya untuk mengurangi tindakan perusakan yang dilakukan oleh Pengawal Merah dan upayanya untuk melindungi orang-orang dari amukan para Pengawal Merah tersebut membuatnya sangat populer di tahap akhir masa Revolusi Kebudayaan. Ketika kesehatan Mao mulai menurun pada tahun 1971-1972 dan setelah kematian jenderal Lin Biao yang dinyatakan sebagai seorang pengkhianat, Zhou terpilih menjadi Wakil Ketua Partai Komunis Tiongkok oleh Komite Tetap Politbiro Partai Komunis Tiongkok ke-10 pada tahun 1973 dan dengan demikian ditunjuk sebagai penerus Mao, tetapi ia masih tetap harus berjuang melawan Kelompok Empat secara internal perihal kepemimpinan Tiongkok. Penampilan terakhirnya di depan umum adalah pada pertemuan pertama Kongres Rakyat Nasional ke-4 tanggal 13 Januari 1975, di mana ia mempresentasikan laporan kerja pemerintah. Setelah itu ia menjauh dari publik karena perlu mendapat perawatan medis sehubungan dengan penyakit kankernya dan meninggal satu tahun kemudian. Kesedihan publik yang begitu besar di Beijing berubah menjadi kemarahan terhadap Kelompok Empat, yang memicu terjadinya Insiden Tiananmen 1976. Meskipun Zhou kemudian digantikan oleh Hua Guofeng, namun sekutu Zhou: Deng Xiaoping dapat mengalahkan Kelompok Empat secara politis dan menggantikan Hua sebagai Pemimpin Tertinggi Tiongkok pada tahun 1978.



2.5 Mao Zedong Mao Zedong lahir di Shaoshan, Hunan, 26 Desember 1893 dan meninggal di Beijing 9 september 1976 pada umur 82 tahun dia Adalah seorang tokoh filsuf dan pendiri negara Republik Rakyat Cina dan dia Adalah salah satu seorang yang terpenting dalam sejarah modern Cina. Pada tahun 1911, Mao Zedong terlibat dalam Revolusi Xinhai yang Merupakan revolusi melawan Dinasti Qing yang berakibat keruntuhan Kekaisaran Cina yang sudah berkuasa lebih 2000 tahun sejak Tahun 1912, Republik Cina diproklamasikan oleh Sun Yat-sen dan Cina dengan resmi Masuk ke zaman republik. Mao Zedong lalu melanjutkan sekolahnya dan Mempelajari banyak hal antara lain budaya barat. Pada tahun 1918 ia lulus, Dan Mao melanjutkan kuliah di Universitas Beijing. Partai Mao zedong didirikan pada tahun 1921 dan Mao semakin hari Semakin berkembang. Antara tahun 1934 – 1935 ia memegang peran utama Dalam memimpin Tentara Merah Cina menjalani “Mars Panjang”. Lalu Semenjak tahun 1937 ia ikut menolong memerangi Tentara Dai Nippon yang Menduduki banyak wilayah Cina. Akhirnya Perang Dunia II berakhir dan Perang saudara berkobar lagi. Dalam perang yang melawan kaum nasionalis Ini, Mao menjadi pemimpin kaum Merah dan akhirnya ia menang pada tahun 1976 dan digantikan oleh Chiang Kai Shek. Mao Zedong dikenal sebagai Orang yang berani, tegas, dan adil. Dan semua itu akan di kenang oleh rakyat RRC untuk selamanya karna Moe Zedong adalah Pahlawan rakyat RRC. Mao Zedong membedakan dua jenis konflik yaitu konflik antagonis dan konflik non-antagonis. Konflik antagonis menurutnya hanya bisa Dipecahkan dengan sebuah pertempuran saja



sedangkan konflik non-antagonis Bisa dipecahkan dengan sebuah diskusi. Menurut Mao Zedong konflik antara Para buruh dan pekerja dengan kaum kapitalis adalah sebuah konflik antagonis Sedangkan konflik antara rakyat Cina dengan Partai adalah sebuah konflik Non-antagonis. Dan Pada tahun 1956 Mao memperkenalkan sebuah kebijakan Politik baru di mana kaum intelektual boleh mengeluarkan pendapat mereka Sebagai kompromis terhadap Partai yang menekannya karena ia ingin menghindari penindasan yang kejam karna menurut Mao Zedong tidak semua Pikiran manusia yang sama, dan pada saat itulah ratusan pikiran yang berbeda-Beda bersaing.” Tetapi ironisnya kebijakan politik ini gagal,dan kaum Intelektual merasa tidak puas dan banyak mengeluarkan kritik. Mao sendiri Berpendapat bahwa ia telah dikhianati oleh mereka dan ia membalas dendam. Sekitar 700.000 anggota kaum intelektual ditangkapinya dan disuruh bekerja Secara paksa di daerah pedesaan. Dan pada saat itu Mao Zedong percaya akan sebuah revolusi yang Kekal sifatnya. Ia juga percaya bahwa setiap revolusi pasti menghasilkan pro Dan kontra Oleh karena itu secara teratur ia memberantas dan menangkapi apa Yang ia anggap lawan-lawan politiknya dan para pengkhianat atau kaum Kontra-revolusioner. Yang paling dramatis dan mengenaskan hati ialah Peristiwa Revolusi Kebudayaan yang terjadi pada tahun 1966. Pada tahun 1960an para mahasiswa di suruh memberontak terhadap apa yang mereka nggap The Establishment atau kaum yang memerintah. Begitu pula di Cina. Mereka didukung oleh para dosen-dosen mereka dan pembesar-pembesar partai termasuk Mao sendiri. Para mahasiswa dan dosen mendirikan apa yang disebut Garda Merah, yaitu sebuah unit paramiliter. Dibekali dengan Buku Merah Mao Zedong, mereka menyerang angota kapitalisme dan pengaruh-pengaruh Barat serta kaum kontra-revolusioner lainnya. Sebagai contoh Fanatisme mereka, antara lain menolak berhenti di jalan raya apabila lampu merah menyala karena mereka berpendapat bahwa warna merah yang merupakan simbol sosialisme tidak mungkin mengartikan sesuatu yang berhenti. Maka para anggota Garda Merah ini pada tahun 1966 sangat membabi buta dalam memberantas kaum kontra revolusioner sehingga negara Cina dalam keadaan amat genting dan hampir hancur, ekonominyapun tak jalan. Akhirnya Mao terpaksa menurunkan Tentara Pembebasan Rakyat untuk menanggulangi mereka dan membendung fanatisme mereka. Hasilnya adalah perang saudara yang baru berakhir pada tahun 1968. 3. Kepentingan negara-negara Barat di Cina Inggris adalah negara eropa pertama yang membuka jalan masuk ke cina (Tiongkok) sejak tahun 1800, inggris menyelundupkan candu atau opium ke cina (Tiongkok) dan sejak saat itu perdagangan candu di cina meluas. Inggris mendapat keuntungan besar sedangkan Rakyat cina (Tiongkok) menjadi korban.



3.1 Peranan dan Dominasi Inggris



Pengunjung non Asia pertama yang tiba di Cina lebih tepatnya adalah di Hongkong adalah penjelajah Portugis, Jorge Alvares. Jorge mendarat di wilayah tersebut kira-kira pada tahun 1513, ekspedisi yang dilakukan oleh bangsa portugis ini sebenarnya adalah untuk mencari sumber-sumber perdagangan di wilayah tersebut, selain untuk mencari sumbersumber perdagangan, portugis juga mengklaim tanah tersebut atau tanah di sekitar delta Sungai Perl adalah tanah untuk raja Portugal dengan cara mendirikan salib “Padrao”. Kunjungan Jorge ini dilanjutkan dengan pembentukan sejumlah pemukiman Poetugis dan pos-pos perdagangan di kedua sisi delta. Kekaisaran Cina menolak kedatanga portugis di tanah mereka dengan serangkaian bentrokan bersenjata , hingga akhirnya portugis berhasil diusir dari daerah tersebut. Pemikiman yang berada di barat muara Sungai Pearl yang didirikan oleh bangsa portugis akhirnya di konsolidasikan ke dalam koloni Makau.



Sebenarnya sebelum portugis datang ke daerah Cina telah ada pedagang Eropa yang berkunjung di daerah Cina, yakni Niccolo dan Maffeo Polo. Pedagang Eropa ini sampai di Cina kira-kira tahun 1259. Akan tetapi hal ini tidak banyak yang tahu, karena memang perdagangan yang dilakukan Niccolo tidak begitu memberikan dampak yang begitu besar terhadap bangsa Cina. Setelah kedatangan dari Jorge Alvares, banyak sekali bangsabangsa barat yang ikut berkunjung ke daerah Cina, yakni seperti bangsa Inggris, Belanda. Kedatangan mereka tidak mendapat sambut baik dari bangsa Cina, karea setelah mendapat pengalaman yang tidak menyeanangkan dengan bangsa portugis, kaisar Ming (kaisar yang berlaku pada waktu itu) memberlakukan peraturan tentang larangan yang dikenal dengan Jin Hai , dan juga memberlakukan tentang peratutan untuk membatasi semua bentuk kegiatan maritim. Tujuan dari larangan itu adalah untuk memerangi penyelundupan dan untuk membatasi intervensi internasional dalam urusan Cina, sehingga dapat dikatakan bangsa Cina menutup diri terhadap bangsa Luar hal ini jugalah yang menjadikan bangsa Cina identik atau hampir sama dengan bangsa Jepang. Sebagai bagian dari larangan tersebut, penduduk desa pantai dipaksa untuk pindah ke daratan dan nelayan, serta penyelam mutiara, tidak dapat membuat hidup dari laut. Sekitar tahun 1550 larangan tersebut akhirnya dicabut, karena memang terbukti larangan tersebut tidak efektif untuk tujuannya. Namun, pembatasan perdagangan dengan asing tetap di tempat selama bertahun-tahun sesudahnya, lama setelah transisi dari Ming untuk Dinasti Qing. Setelah peraturan itu dicabut, Inggris berani untuk mulai melakukan kerjasama atau perdagangan dengan Negara Cina, begitu pula sebaliknya Negara Cina sudah berani untuk melakukan hubungan dengan bangsa barat.



3.2 Perang Candu Ekspedisi pertama yang dilakukan bangsa Inggris yang biasa disebut dengan British East India Company ini sampai di wilayah tersebut pada tahun 1699. Seperti perdaganganperdagangan sebelumnya perdagangan antara Cina dengan Inggris berjalan dengan baik dan mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Perusahaan-perusahaan mulai mendirikan pos-pos perdagangan, hal ini terjadi pada tahun 1711. Yang menjadi



komoditas utama dan merupakan andalan dari Negara Cina adalah teh. Teh Cina sendiri menjadi sangat popular di Inggris pada abad ke-18 dan menyumbangkan 10% pendapatan Cina, selain teh yang menjadi komoditas utama Cina, rempah-rempah dan sutra juga ikut andil dalam proses perdagangan ini. Selama tahun-tahun awal perdagangan, ekspor Cina yang berupa teh mendominasi perdagangan dan memiliki kemajuan yang pesat dibanding ekspor Inggris ke Cina dan menjadi komiditi yang sangat diperlukan oleh bangsa Inggris. Ekspor Inggris ke Cina yang berupa produk-produk mewah seperti jam, jam tangan, kotak keramik dan lain sebagainya belum mampu menjadi komoditas yang sangat diperlukan oleh bangsa Cina, malahan barang-barang ekspor yang mewah-mewah ini belum bisa menandingi atau setidaknya mengimbangi komoditi Cina, yakni teh. Sehingga dapat dikatakan terjadi ketimpangan dalam perdagangan ini, hal ini pun berdampak pada pedagang dan pemerintah Inggris yang mulai merugi dan mengalami masalah yang serius karena memang terjadi keputusasaan yang diderita oleh pedagang Inggris untuk mengimbangi perdagangan yang tidak seimbang dengan teh, sehingga diperlukan solusi atau jalan keluar untuk mengatasi ketimpangan ini. Solusi pun datang dari arah yang sangat mengejutkan, yakni pada saat Inggris berhasil menaklukan wilayah Bengal di India bagian utara (perang ini disebut dengan pertempuran Plassey). Hasil dari penaklukan ini adalah Inggris berhasil mendapatkan akses ke Cina yang berupa produksi opium, perdagangan yang dilakukan Inggris ini merupakan perdagangan yang ilegal. Karena memang opium memiliki sifat Adiktif (ketergantungan), opium menjadi sangat populer di Cina dan pedagang Inggris mendapat keuntungan yang sangat besar, sehingga pedagang Inggris berencana untuk meningkatkan volume perdagangan secara signifikan. Perdagangan opium yang dilakukan oleh pedagang Inggris membuat pemerintah Cina merugi dan juga membuat bangsa Cina sendiri menjadi bangsa yang sangat hancur karena memang masyarakat di sana telah tercandu oleh opium sehingga membuat watak masyarakat disana sudah tidak mampu lagi bersaing dengan bangsa Cina.



Melihat perdagangan yang tidak seimbang dan di dalam nya juga berisi kecurangankecurangan yang dilakukan oleh bangsa Inggris, dan langkah pertama yang dilakukan oleh pemerintah Cina adalah pengiriman surat kepada Ratu Victoria oleh Lin Zexu (pejabat senior pemerintah Qing) pada tahun 1839. Isi dari surat tersebut adalah desakan oleh pemerintah Cina kepada Ratu Victoria untuk bertindak sesuai dengan perasaan yang layak dan mengakhiri perdagangan opium ini, akan tetapi surat tidak mendapatkan respon. Melihat perdagangan opium yang makin tidak bisa terkontrol dan juga kesulitan dalam penanggulangan, tentu saja membuat kekaisaran penguasa Cina sangat tidak senang dan curiga terhadap orang asing tentunya orang-orang barat. Akhirnya jalan keluar dari permasalahan ini adalah pemerintah Cina memutuskan untuk menghentikan perdagangan candu atau opium dan pengimriman disita dan dihancurkan. Tentu saja hal ini membuat marah pemerintah Cina, yang akhirnya menjadi perang yang sering kita dengar dengan perang candu.



Nafsu dunia dapat membutakan akal dan hati manusia. Segala cara dapat ditempuh untuk mendapatkan kekayaan di dunia. Tidak peduli itu cara yang baik atau jahat, asalkan dapat memperoleh harta maka itu bukan lah suatu persoalan. Salah satu peristiwa masa lalu yang menggambarkan fenomena ini adalah Perang Candu (opium).



Perang Candu merupakan dua perang yang terjadi pada pertengahan abad ke-19, antara orang China dan Inggris di kedaulatan China. Pada perang tersebut pedagang Eropa menggunakan kekuatan adiktif candu untuk memperoleh hubungan dagang penting dengan Cina, negara yang mengisolasi diri dari dunia luar.



Latar Belakang Perang Candu



Selama ratusan tahun, Orang-orang Cina tidak berhubungan dengan kegiatan ekonomi dunia lain. Meskipun demikian, banyak pedagang Eropa sangat ingin berdagang di Cina. Wilayah Cina saat itu terkenal sebagai produsen sutera, rempah-rempah, teh, dan porselan berkualitas. Komoditi tersebut sangat populer di Eropa. Namun, pemerintah Cina di bawah Dinasti Qing hanya mengizinkan perdagangan dilaksanakan di satu pelabuhan, yakni di Guangzhou (Kanton).



Di sisi lain, pengembangan East India Company oleh Inggris berarti menjadikan candu dalam jumlah besar yang diproduksi di Bengali, India membutuhkan pasar baru.  Untuk menyiasati kebijakan pemerintah Cina, pedagang Inggris mulai merencakan strategi agar Cina mau membuka perdagangan dengan mereka.



Para pedagang asing mulai menyelendupkan candu ke negara Cina, sehingga penduduk Cina terpaksa menjual barang-barang berharga mereka untuk ditukar dengan candu. Bangsa Cina sendiri sebenarnya telah mengenal candu sejak abad ke-15, namun Dinasti Qing melarang penghisapan candu pada tahun 1729, karena efeknya yang merusak.



Perdagangan candu sebelumnya dipelopori oleh bangsa India di bawah daulah Mughal, di mana perdagangan candu ilegal melalui Cina Selatan mendatangkan keuntungan besar. Ketika Inggris menguasai India, mereka melihat perdagangan candu sebagai peluang emas untuk memperbesar devisa.



Penyelundupan candu ke Cina meningkat pesat pada abad ke-18. Pada tahun 1730, 15 ton candu diselendupkan dan pada tahun 1773 mengalami peningkatan menjadi 75 ton.



Candu-candu diselundupkan melalui laut dalam ribuan peti, yang masing-masing memuat sekitar 64 kilogram.



Membanjirnya candu di cina melemahkan rakyat Cina, jumlah pencandu mengalami peningkatan. Puncaknya ketika seorang pangeran menjadi pecandu, hal ini membuka mata Kaisar Daoguang akan bahaya terlarang ini. Pelarangan candu pun kembali ditegaskan pada tahun 1799, dan pada tahun 1810 dikeluarkan lah titah pelarangan dari kaisar.



Meskipun demikian, letak pusat pemerintahan yag terlalu jauh di sebelah utara, menyebabkan kerajaan tidak sanggup mengendalikan para pedagang dan pejabat korup yang menyelundupkan candu lewat Cina Selatan. Minimnya tindakan pemerintah menyebabkan penyelundupan candu terus mengalami peningkatan. Tercatat pada tahun 1820-an, penyelundupan candu meningkat drastis mencapai 900 ton per tahun Untuk mengatasi kondisi memprihatinkan masyarakat, pada tahun 1838 pemerintah Cina menjatuhkan hukuman mati bagi para penyelundup candu lokal. Penyelundupan saat itu telah mencapai angka 1.400 ton.



Pada bulan Maret tahun 1839, Kaisar mengangkat pejabat bernama Lin-Zexu untuk mengatasi penyelundupan candu di Kanton dengan kekuasaan penuh. Komisioner Tinggi Cina di Goungzhou, Lin Zexu segera mendatangi gudang penyimpanan candu Inggris. Lin meminta pihak Inggris agar menyerahkan candu di tempat tersebut. Namun, Charles Elliot, kepala perdagangan Inggris, menolak tuntutan ini. Akibatnya, Lin mengepung gudang tempat penyimpanan candu, yang di dalamnya terdapat 300 pekerja. Pengepungan berlangsung selama 40 hari, para pekerja baru menyerah setelah menderita kelaparan.



Selanjutnya, candu sebanyak 22.291 peti ditenggelamkan ke laut. Lin juga memaksa Inggris agar menanda-tangani perjanjian untuk tidak menyelundupkan candu lagi. Pada bulan Mei 1839, seluruh pejabat East India Company dipaksa meninggalkan Kkanton Inggris menganggap tindakan pemerintah Cina sebagai penyitaan properti milik pribadi dan tidak dapat dibenarkan. Maka, Inggris mengirim kapal-kapal perang untuk mengancam pemerintah Cina dan mengepung pelabuhan. Cina menolak membayar kompensasi, dan tetap melarang perdagangan dengan bangsa Inggris. Pada bulan November 1839, kapal perang Cina tanpa pernyataan perang ditembaki oleh kapal perang Inggris yang dikirim dari India. Akibatnya, Perang Candu I (1839-1842) antara Cina dan Inggris pun dimulai.



Perang Candu I (1839-1842) dan Perjanjian Nanjing



Perang Candu I sebagaian besar berlangsung di pantai dan di laut. Pada perang tersebut kapal-kapal Inggris yang notabene lebih modern dari kapal-kapal Cina, membombardir pantai tenggara Cina. Keunggulan persenjataan membuat armada Inggris dengan mudah menguasai kota-kota pelabuhan Xianggang (Hongkong), Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzho dan Shanghai. Bahkan, pada bulan Agustus 1842, dengan kekuatan 80 kapal perang, mereka maju menuju Nanjing.



Di tengah kondisi Cina yang semakin terdesak. Kaisar Daoguang tidak menemukan jalan yang lebih baik selain menyerah kepada pihak Inggris. Pemerintah Cina dipaksa menyetujui Perjanjian Nanjing, yang banyak merugikan mereka.



Berikut point-point penting dari perjanjian Nanjing:



1. Cina menyewakan Xianggang (Hongkong) pada Inggris. 2. Pelabuhan-pelabuhan Kanton, Xiamen, Ningbo, Fuzhou, dan Shanghai harus dibuka bagi perdagangan dengan pihak Inggris. 3. Cina diwajibkan membayar kerugian perang sebesar 21 juta mata uang perak. 4. Memberikan hak istimewa bagi Inggris, serta membuka daerah khusus (ekstrateritorial) sebagai tempat tinggal warga Inggris. 5. Hubungan antara pejabat-pejabat Cina dan Inggris harus berdasarkan asas sama rata. 6. Inggris berhak mengangkat konsul di tiap-tiap pelabuhan yang dibuka bagi aktivitas perdagangan mereka. 7. Perjanjian yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842, sama sekali tidak menyelesaikan masalah penyelundupan candu. Penyelundupan masih berlangsung, meskipun secara resmi tetap dilarang.



Setelah perjanjian Nanjing tercetus, Amerika Serikat juga menuntut hak yang sama dengan Inggris. Amerika mengirimkan utusan bernama Caleb Cushing untuk merundingkan hal itu dengan pemerintah Cina. Usaha Cushing berhasil, Cina dan Amerika menyepakati perjanjian bilateral pada tahun 1844. Perjanjian tersebut membuat Amerika mendapatkan pula seluruh hak istimewa yang didapatkan Inggris. Di dalam perjanjian bilateral ini, hakim-hakim Cina tidak memiliki wewenang untuk mengadili warga Amerika yang melakukan pelanggaran hukum dan harus menyerahkannya pada pengadilan konsulat Amerika. Selain Amerika, Prancis juga menyusul perjanjian bilateral dengan Cina pada tahun yang sama guna memperoleh hak-hak istimewa. Sebagai hasilnya, Cina



mengizinkan penyebaran agama Katolik dan mengembalikan hak milik gereja yang telah dilarang seabad sebelumnya.



Perang Candu II (1856-1860 M)



Perang Candu II dapat dianggap sebagai kelanjutan dari ambisi imperialisme Eropa di Cina. Pihak Eropa yang telah mendapatkan hak-hak dagang khusus di Cina, masih berambisi untuk memperluas kekuasaannya. Pihak Inggris ingin memperkuat pengaruhnya di Cina dengan memaksa Dinasti Qing memperluas wilayah perjanjian Nanjing. Pada tahun 1854, mereka menuntut seluruh Cina dijadikan wilayah dagang terbuka bagi East India Company, perdagangan candu dilegalkan, dan diperbolehkannya duta besar Inggris ditempatkan di Beijing. Tuntutan serupa juga datang dari Amerika Serikat dan Prancis. Akan tetapi, pemerintah Dinasti Qing menolak semua tuntutan tersebut, sehingga hubungan Cina dan Barat menjadi memanas.



Meskipun demikian, Perang Candu II secara khusus dipicu oleh tindakan pejabat Dinasti Qing yang menghentikan kapal bernama Arrow, kapal Cina yag telah diregistrasi di Hongkong (kapal tersebut dikapteni orang Inggris dan seluruh awaknya merupakan warga Cina). Telah menjadi kebiasaan, jika kapalTiongkok hendak menyelundupkan sesuatu, mereka meregistrasikan terlebih dulu kapalnya di Hongkong, sehingga dapat berlayar di bawah bendera Inggris dan terhindar dari jeratan hukum Cina.



Pada tanggal 8 Oktober 1856 kapal tersebut berlabuh di Kanton. Pada pagi harinya, mereka dihentikan oleh 4 pejabat dan 60 pasukan bersenjata. Mereka mencurigai Arrow hendak menyelundupkan sesuatu ke wilayah Cina. Kapten kapal mendatangi konsulat Inggris untuk melaporkan penahanan yang dilakukan pejabat Cina. Konsul Inggris, Harry Parkes, segera meresponnya dengan mendatangi pejabat Cina yang melakukan penahanan serta memprotes tindakan mreka. Meskipun telah diprotes, 12 orang di antara awak kapal itu tetap ditahan karena dianggap melakukan tindak kriminal penyelundupan. Pihak Inggris ngotot, bahwa kapal itu telah diregistrasi di Hongkong, oleh karena itu hukum khusus berlaku terhadap mereka, dan meminta agar kapal dan awaknya dibebaskan. Pihak Cina menolak permintaan Parker, karena gagal membebaskan para awak Konsul Inggris kembali ke kantornya dan menyurati Gubernur Ye Mingchen. Ia membuat tuduhan bahwa para pejabat Cina telah menghina bendera Inggris. Selain itu, ia juga menuduh pihak Cina telah melanggar perjanjian ekstrateritorial dengan Inggris.



Parker juga mengirimkan surat kepada Gubernur Sir John Bowring dan Admiral Sir Michael Seymour di Hongkong, meminta Inggris menuntut permintaan maaf Cina. Mungkin Parker melihat peristiwa ini sebagai salah satu kesempatan untuk memperluas imperialisme Inggris di Cina. Dari hasil penyelidikan pejabat Cina yang berwenang mendapati bahwa sembilan di antara dua belas orang yang ditangkap tidak bersalah. Gubernur Ye dengan tenang dan sopan menjawab tuntutan sepihak Inggris. Dijelaskannya alasan penangkapan serta penyesalan terhadap kesalah-pahaman yang terjadi.



Ia juga mengatakan tidak ada sedikit pun keinginan untuk menghina bendera Inggris. Gubernur Ye lalu menawarkan untuk menyerahkan 12 orang yang di tahan itu pada tanggal 12 Oktober 1856. Akan tetapi, Parker menolak tawaran tersebut meskipun pihak Cina telah menyampaikan rasa penyesalan. Ia tetap bersikeras agar Gubernur Ye mengeluarkan permintaan maaf secara tertulis serta pembebasan awak kapal yang tidak bersalah dengan segera. Ye merespons kesombongan pihak Inggris dengan menyatakan bahwa hukum ekstrateritorial hanya berlaku bagi kapal Inggris, sedangkan Arrow adalah kapal Tiongkok. Ia juga mempertanyakan kewenangan pihak Inggris untuk ikut campur urusan penangkapan warga negara Cina oleh pejabat berwenangan Cina, apalagi saat itu kapal juga berada di perairan Cina. Gubernur menyimpulkan insiden tersebut bukan lah merupakan pelanggaran perjanjian apa pun.



Pihak Inggris menolak penjelasan pihak Cina di aas, meskipun bukti-bukti dan saksi menguatkan pembelaan Ye. Mereka tetap ngotot bahwa kapal itu tetap kapal Inggris dan warga negara mana pun yang berada di atas kapal Inggris berada di bawah naungan hukum Inggris. Polemik ini terus berlanjut hingga tanggal 21 Oktober 1856, di mana sekali lagi Parker menuntut permintaan maaf Cina. Keesokan harinya, Gubernur Ye mengirim para tahanan itu ke konsulat Inggris, termasuk yang terbukti bersalah melakukan penyelundupan, namun pihak Inggris menanggapi dingin usaha tersebut. Gubernur Ye tetap bersikeras tidak perlu mengeluarkan permintaan maaf, karena tidak ada pelanggaran yang dilakukan.



Setelah Cina tidak kunjung meminta maaf, arogansi Inggris pun semakin menjadi. Mereka mengerahkan angkatan perangnya pada tahun 1857 untuk menggempur Kanton. Prancis ikut bergabung dengan Inggris setelah hukuman mati yang dijatuhkan terhadap seorang misionaris Prancis bernama August Chapdelaine. Kanton berhasil dirbeut dan mereka bergerak menuju Beijing. Sementara itu, Kaisar Xianfeng (1851-1860) yang ketakutan melarikan diri ke Jehol. Perang Candu II baru berakhir setelah pihak Cina bersedia menandatangani Perjanjian Tianjin pada bulan Juni 1858. Berikut isi dari perjanjian Tianjin:



1. Inggris, Prancis, Amerika, dan Rusia diizinkan membuka kedutaan di Beijing, yang saat itu merupakan kota tertutup bagi orang asing. 2. Sepuluh pelabuhan baru dibuka bagi bangsa Barat, termasuk Danshui, Hankou, Niuzhuang, dan Nanjing. 3. Pemberian izin kunjungan orang asing ke pedalaman Cina, baik untuk urusan dagang atau kegiatan misionaris. 4. Cina harus membayar kerugian perang sebesar 4 juta tail perak pada Inggris dan 2 jut apada Prancis. 5. Pelarangan menyebut bangsa Barat sebagai yi (barbar). Walaupun perjanjian telah ditandatangani, kerajaan tetap tidak mengizinkan pendirian kedutaan di Beijing. Oleh karena itu, pada tahun 1860, kekuatan gabungan Inggris dan Prancis kembali melancarkan serangan, dan berhasil menaklukan Beijing pada tanggal 6 Oktober 1860.



Kaisar Xiangfeng kembali melarikan diri ke istananya di Chengde, di mana sebelumnya ia telah memerintahkan Pangerang Gong untuk bernegosiasi dengan bangsa Barat. Di saat yang bersamaan, bangsa Barat membakar istana kekaisaran dan menjarahnya. Untuk meredam kekejaman bangsa Barat, pangerang Gong menyampaikan kembali kesediaan Dinasti Qing untuk menjalankan seluruh isi perjanjian Tianjin dalam wujud Konvensi Beijing yang diratifikasi pada tanggal 18 Oktober 1860. Adapun isi dari ratifikasi adalah sebagai berikut:



Cina mengakui kembali Perjanjian Tianjin. Menjadikan Tianjin sebagai pelabuhan terbuka. Kerugian yang harus diganti Cina kepada Inggris dan Prancis ditingkatkan menjadi 8 juta nail perak. Perdagangan candu dilegalkan. Dengan keluarnya ratifikasi ini sekaligus mengakhiri sepenuhnya Perang Candu dan menjadikan candu sebagai barang yang legal di dataran Cina.



Bentuk dan Dampak Dari Pengaruh Bangsa Barat Di Cina



Bentuk dari pengaruh bangsa Barat yang sangat besar adalah pengaruh dalam hal perdagangan, yakni perdagangan opium, selain itu bangsa barat juga mempengaruhi dalam hal kebudayaan yakni seperti kebudayaan dari bangsa Cina yang selalu mengikuti ujian sipil yang diadakan oleh pemerintah untuk mengubah status mereka lama kelamaan hilang yang diganti dengan kebudayaan-kebudayaan bagsa barat dan menghilangkan kebudayaan tua tersebut dan juga pengeruh-pengaruh pemerintahan, karena memang bangsa-bangsa barat juga melakukan kolonialisme dan imperalisme di wilayah tersebut, contohnya saja Inggris di wilaya Hongkong dan Portugis di wilayah Makau. Akan tetapi tidak semua dampak dari kolonaialisme dan imperalisme bangsa barat buruk, contohnya



saja yang dilakukan bangsa Inggris terhadap Hong Kong, Hong Kong menjadi daerah yang bisa dibilang makmur, padahal awalnya Hong Kong bukanlah daerah yang diperhitungkan dalam Negara Cina. Begitu pula di daerah makau, Portugis berhasil menjadikan daerah makau daerah yangsangat penting, dengan pelabuhan-pelabuhan yang memegang peran penting dalam jalur perdagagan membuat makau benar-benar daerah yang berpengaruh pada zaman itu. Adapun pengaruh-pengaruh dan dampak yang diberikan bangsa barat di Cina, yakni sebagai berikut :



1. Perubahan Politik internasional di Asia Timur yang terjadi akhir 1940-an. Pada bulan Oktober 1949, Pemerintah Rakyat China (CPG) didirikan di Cina, dan, setelah beberapa negosiasi sangat sulit, Mao Zedong dan Joseph Stalin menandatangani Perjanjian Sino-Soviet, yang disediakan negara baru dengan bantuan ekonomi dan militer dari Uni Soviet . Pada saat yang sama, Nasionalis Cina (Guomindang, GMD), dikalahkan di daratan Cina oleh pasukan militer Komunis Cina, laki-laki dievakuasi dan sumber daya untuk pulau Taiwan, di mana mereka mendirikan sebuah rezim baru. Perang saudara China dilanjutkan setelah 1949: Pada tahun 1950 GMD memblokade pantai China dan mengebom kota-kota seperti Shanghai, dan, dari pertengahan 1950-an, kekuatan-kekuatan CPG berkala dikupas GMD-pulau diselenggarakan di lepas pantai Cina. Pada tahun 1950 pemerintah AS, dengan mengadopsi kebijakan garis keras terhadap penahanan CPG dan dengan memberikan pemerintah GMD di Taiwan dengan bantuan ekonomi dan militer, diperkuat keberpihakan perang dingin politik di Asia Timur. Hubungan internasional di daerah itu tidak bergeser lagi sampai akhir dekade, ketika ada skisma diplomatik antara Uni Soviet dan Cina.



2. Kebijakan pemerintah Inggris terhadap Komunis Cina membentuk subplot kecil untuk cerita di atas. Pada Januari 1950 pemerintah Buruh Inggris mengakui strategi CPG (Pemerintah Rakyat Cina) dan dikejar untuk mengamankan integrasi Cina ke dalam dunia diplomatik dan komunitas perdagangan. Tujuan dari pemerintah Buruh Inggris mengadopsi kebijakan ini karena ingin mempertahankan kepentingan ekonomi Inggris di Asia (termasuk yang di Hong Kong) dan untuk mencegah aliansi Sino-Soviet dekat – dengan menyediakan Cina dengan dukungan diplomatik dan ekonomi dari Barat. Pemerintah juga ingin mempertahankan hubungan diplomatik yang erat dengan bagian-bagian dari Persemakmuran Asia bersimpati pada kebangkitan komunisme di Cina. Namun demikian, setelah pecahnya Perang Korea, pemerintah Partai Buruh Inggris, dan dari Oktober 1951 satu Konservatif, kebijakan Inggris secara bertahap disesuaikan terhadap China.



3. Pada tahun 1949 pemerintah Buruh Inggris juga secara terbuka menyatakan keinginannya untuk mempertahankan dan membela Crown Colony di Hong Kong



untuk menghadapi ancaman tinggi dari daratan Cina. Para CPG bisa dengan mudah menginvasi wilayah ini, karena memang keadaan militer tidak aman, atau, dengan menghasut kerusuhan sosial yang bisa membuat pemerintahan kolonial Inggris secara politik dan finansial unviable. Pada 1951-1952, negara kolonial di Hong Kong, dipimpin oleh Gubernur Alexander Grantham, dan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Konservatif di London, turun berencana untuk memperkenalkan demokrasi lebih untuk sistem politik Hong Kong dan ditekan pengaruh komunis di daerah koloni itu, serikat buruh dan media. Anehnya mengingat ideologi yang antiimperialis, CPG menerima kebijakan-kebijakan Inggris terhadap Hong Kong. Para sejarawan tidak yakin mengapa hal ini terjadi tetapi kebanyakan berspekulasi bahwa itu karena koloni itu salah satu sumber utama Cina pendapatan devisa. Selain itu, Hong Kong yang disediakan perusahaan negara perdagangan Cina dengan akses ke pasar dunia.



4. Adanya pembentukan kelompok-kelompok bisnis, yakni Asosiasi Cina (CA), yang berbasis di kota London asosiasi ini terdiri dari kepentingan sektor jasa terutama ekspatriat, adalah terpanjang-berdiri Sino-Inggris kelompok usaha. Itu adalah sebuah organisasi saudara dari berbagai kamar Inggris commerce di Cina dan Hong Kong dan juga memiliki hubungan dengan pedagang lainnya yang didominasi ruang di Inggris seperti Manchester Kamar Dagang, yang memiliki China dan Timur Jauh Komite Eksekutif, dan London Chamber of Commerce, yang memiliki Bagian Cina. Dari 1954 Sino-British Council Perdagangan (selanjutnya SBTC) didirikan sebagai sebuah badan payung yang dibawa bersama-sama oleh pemerintah dalam rangka bersaing untuk anggota dengan kelompok bisnis ‘anti-kemapanan’. Dalam teori itu menawarkan bisnis sebuah badan perwakilan yang lebih, sedikit dinodai oleh asosiasi dengan ‘Tangan Cina Tua’ dari Asosiasi Cina. Fungsi resmi adalah ‘untuk menyediakan media melalui mana negosiasi dan pertukaran informasi dapat terjadi, antara perusahaan perdagangan negara China dan organisasi perdagangan barat di satu pihak, dan industri Inggris dan perdagangan di sisi lain. Itu disponsori oleh Federasi Industri Inggris, Uni Nasional Produsen, Asosiasi Kamar Dagang Inggris, London Kamar Dagang dan CA.



5. Adanya perang candu yang meberikan dampak sangat besar terhadap kehidupan bangsa Cina. Perang candu adalah perang antara Negara Cina dengan Negaranegara barat. Perang candu ini terjadi dua kali. Perang candu yang pertama (18401842) adalah perang antara Inggris dengan Cina dan perang candu yang kedua adalah perang antara Cina dengan Inggris dan Prancis. Dalam sejarah Cina, perang candu merupakan perang besar karena dampak dari perang tersebut mempengarhui kehidupan bangsa Cina. Perang candu mampu membuka Cina ke Dunia Internasional. Pada masa sebelum perang candu, Cina mengisolir dirinya dari dunia luar, kecuali mengadakan hubungan dagang yang sangat terbatas



dengan bangsa asing di Kanton. Terjadinya perang tersebut menyebabkan Cina dan bangsa asing bersepakat untuk mengadakan perjanjian, namun demikian perjanjian tersebut lebih menguntungkan pihak asing. Setelah perang candu masyarakat Cina berangsur-angsur menjadi semi feudal dan semi koloni. Hal tersebut dikarenakan masuknya kekuatan asing ke Cina sementara pemerintah dinasti Qing (pemerintahan yang berkuasa saat itu) tidak dapat berbuat banyak karena harus tunduk pada perjanjian yang telah disepakati. Perjanjian Nanjing yang ditandatangani pada tanggal 29 Agustus 1842 menjadi perjanjian awal antara Cina dengan Inggris. Perjanjan tersebut berisi 12 pasal. Tuntunan yang ada pada perjanjian Nanjing dikaji dengan seksama oleh bangsa asing lainnya. Pada tahun 1843, presiden John Tyler mengirimkan duta besar ke Cina untuk melakuan perjanjian yang sama seperti inggris, ditambah dengan sejumlah pasal tambahan yang meliputi kepentingan misionaris Protestan Amerika yang ingin bekerja di Cina, pembangunan rumah sakit. Pada bulan Oktober 1844, Perancis juga mengikuti cara Inggris dan Amerika untuk dapat masuk ke Cina, yakni dengan adanya perjanjian. Berbagai perjanjian tersebut memaksa pemerintahan Cina saat itu untuk membayar ganti rugi, membuka pelabuhan-pelabuhan dagang, warga asing doperbolehkan masuk ke daerah pedalaman Cina serta pemberian beberapa daerah untuk dikuasai asing dan hak-hak istimewa. Pajak yang disepakati dan hak ekstrateritorial menjadi dua alat agresi ekonomi yang begitu besar. Sementara itu hak berlayar di perairan domestik, hak berdagang di sepanjang pesisir, hak membangun pabrik di pelabuhan-pelabuhan, hak membangun jalan kereta api, hak membangun, hak mencetak dan mengedarkan mata uang, semakin meningkatkan pengaruh agresi ekonomi mereka yang menyebabkan ekonomi Cina menderita kerugian besar bahkan sampai pada kondisi ekonomi rakyat yang terperosok. Dengan memiliki hak-hak istimewa, bangsa asing lebih mudah mencari keuntungan dari Cina. Imperalis arat membuang barang manufaktur mereka yang murah ke pasar Cina, hal itulah yang menhancurkan ekonomi alammi Cina yang berdasarkan pada pertanian individu dan kerajinan tangan. Di samping itu didalam Cina sendiri terjadi pemberontakan yang disebut pemberontakan Taiping, yang dilakukan oleh Hong Xiuquan. Hal ini semakin memperburuk pemerintahan Cina. Seperti itula pengaruh-pengaruh dan dampak-dampak yang diberikan oleh bangsa barat kepada bangsa Cina, akan tetapi dari pengaruh-pengaruh inilah Cina mampu menjadi Negara seperti saat ini.



4. Cina modern dan perkembangan cina kekiniaan China adalah sebuah fenomena menarik dalam dunia modern. Tidak ada yang pernah mengerti dengan benar negara bangsa dengan peradaban terlama di dunia ini mampu menggerakkan kemajuan ekonomi mengikuti selurus asas kapitalistik yang dibungkus dengan sebutan ekonomi pasar sosialis. Banyak yang masih mencari apa yang menjadi kekuatan penggerak di balik kemajuan yang berhasil dicapai dalam kurun 30 tahunan, menjadikan China sebagai negara yang sangat



berpengaruh yang mampu melampaui keberhasilan ekonomi dan perdagangan Jepang, Jerman, Inggris, dan negara maju lain. Banyak yang percaya kalau Partai Komunis China (PKC) adalah mesin penggerak utama yang menghasilkan berbagai perubahan, termasuk memperkenalkan asas kapitalistik dan menjadikan para pedagang dan pengusaha ikut menjadi bagian sebagai anggota PKC. Dan tema penting adalah bagaimana menempatkan rakyat ke dalam keseluruhan pembangunan. Ada empat aksara China yang menjadi inti penting bagaimana kekuasaan China menempatkan rakyatnya. Empat aksara yang ditulis tangan oleh Mao Zedong ketika mendirikan RRC dan menjadi simbol (foto atas) adalah ”wei renmin fuwu”. Mengabdi untuk rakyat. Aksara yang terpampang di mana-mana, termasuk gerbang utama Zhongnanhai, tempat para pejabat negara bekerja dan tinggal.



Rakyat menjadi tema sentral kekuasaan PKC dan dilema utama yang ingin diselaraskan sesuai dengan kemajuan yang dicapai adalah bagaimana menempatkan adat istiadat sesuai dengan konteks kemajuan modernisasi China.



Kapital-sosialisme



China adalah negara dengan catatan peradaban yang panjang dan agama ataupun kepercayaan di China sekarang ini menjadi isu penting dalam mengisi kemajuan pembangunan ekonomi dan menempatkan PKC sebagai penggerak dan pelopor utamanya. Salah satu fenomena menarik adalah berdirinya patung Konfusius di Lapangan Tiananmen, lapangan sakral tempat diproklamasikannya RRC. Selama sejarah kekuasaan komunis, terutama pada masa Revolusi Kebudayaan, penguasa PKC melakukan pembatuan total pemikiran rakyat China atas ajaran dan kepercayaan yang dianggap menghambat terbentuknya masyarakat sosialis. Setelah kemajuan yang dicapai China selama ini, ada persoalan yang dihadapi bagaimana mengisi kesejahteraan dalam persaingan ekonomi di kalangan rakyat dalam sistem terbuka. Kehadiran patung perunggu Konghucu di Lapangan Tiananmen, Beijing, menunjukkan bahwa ada kesadaran para penguasa Beijing perlunya sebuah pegangan bagi rakyat yang sesuai dengan karakteristik China. Robert Lawrence Kuhn buku terbarunya How China’s Leader Think: The Inside Story of China’s Reform and What This Means for the Fuuture (John Wiley & Sons, 2010) menceritakan bagaimana dilema para pemimpin China antara tingkat kepercayaan dalam ekonomi pasar dan rasa bisnis yang harus muncul agar tidak terjadi stagnasi dalam masyarakat.



Ada semacam upaya untuk menggali kembali nilai-nilai tradisional lama yang pernah menjadikan berbagai kekaisaran China mengalami masa kejayaannya, dan menggabungkannya dengan berbagai prinsip yang dianut PKC untuk menghasilkan nilainilai yang berkarakteristik China. China tidak hanya membangun dengan penuh percaya diri tentang sosialisme ala China, tetapi juga kapitalisme ala China untuk menjadi kapital-sosialisme ala China yang sesuai dengan budaya, moral, dan etika yang menjadi fondasi masa kejayaan kekaisaran China yang lalu. Dan ini upaya dilakukan dengan pemisahan yang jelas dan tegas, persoalan politik yang tidak bisa bercampur dengan masalah kemajuan pembangunan ekonomi.



BAB II: SEJARAH BANGSA JEPANG



1. Sejarah dan peradaban Jepang kuno (Periode Yomon dan Yayoi)



Periode Yomon berlangsung sangat lama. Kehidupan zaman Yomon masih mengindikasikan manusia primitif yang hidup dengan mengandalkan alam. Manusia mencari makanan dengan berburu hewan-hewan di hutan dan mengumpulkan makanan, seperti umbi-umbian, buah-buahan, sayuran, dan lain sebagainya. Manusia Jepang periode Yomon tinggal di tempat hunian yang Justru memanfaatkan limbah dari hasil memakan ikan. Duri ikan yang tajam dimanfaatkan sebagai alat untuk mempermudah, Jepang Dulu dan Sekarang atasnya didirikan Dibangun di atas tanah yang digali dan Rumah beratap dari kayu. Hasil kebudayaan periode Yomon Berupa bejana dari tanah liat dan tembikar. Penduduk Hokaido Dan bagian utara Pulau Honsu yang dikenal dengan nama suku Ainu merupakan keturunan orang-orang Yomon dan merupakan Keturunan dari manusia pertama penghuni Jepang. Pekerjaan utama orang-orang Yomon adalah berburu, memancing, dan mengembara di sepanjang ladang dan gunung untuk mencari bahan makanan. Cara hidup ini juga dilakukan oleh masyarakat lainnya yang hidup sezaman. Manusia masih Sangat tergantung dengan alam untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Masyarakat kuno di beberapa negara lain di Asia mereka saat melakukan perburuan.



Diterapkan di daerah Timur Laut Honshu yang cukup dingin. Semenjak itu, beras menjadi makanan utama bagi orang Jepang. Tahap awal pengolahan pertanian berupa padi di



sawah ini membuat masyarakat harus hidup menetap. Kemudian muncul sistem kelas sosial dalam masyarakat yang membedakan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin. Para pemimpin pedesaan mulai tampil dan terjalinlah hubungan antardesa sehingga mengakibatkan terbentuknya negara-negara bagian kecil di wilayah Jepang.



Memasuki periode Yayoi, kehidupan masyarakat Jepang sudah menunjukkan peningkatan. Masa ini lebih singkat jika dibandingkan dengan periode Yomon. Manusia periode Yayoi tidak sepenuhnya bergantung pada alam. Mereka telah mengetahui cara membudidayakan tanaman padi yang kelak menjadi makanan utama penduduk Jepang. Sistem bercocok tanam ini telah mengubah kehidupan food gathering menjadi food producing. Perkakas rumah tangga yang ditemukan pada periode ini juga beragam. Ada yang terbuat dari besi dan ada juga yang terbuat dari perunggu. Banyak dugaan berdasarkan barang-barang temuan yang mengindikasi bahwa masyarakat Yayoi telah mengadakan kontak dengan masyarakat lain yang tinggal di sekitar Jepang. Kebudayaan Yayoi yang berkembang sekitar abad ke 3-2 SM perlahan-lahan mulai menyebar ke timur dari Kyushu Utara ke seluruh Jepang sampai ke Honshu bagian Timur Laut. Masyarakat Yayoi mulai memproduksi peralatan yang terbuat dari tembaga untuk membantu pekerjaan praktis dan selanjutnya berkembang menjadi barang-barang berharga serta simbol kekuasaan. Orang yang memiliki benda-benda lambang budaya dianggap sebagai orang yang patut dihormati karena hanya orang berkuasalah yang mampu memiliki barang tersebut. Masyarakat Yayoi mulai menanam padi di sawah. Teknik pertanian yang diterapkan di daerah tropis yang cukup sulit, tetapi pada masa selanjutnya menjadi umum di Jepang dan Diterapkan di daerah timur laut honshu yang cukup dingin. Semenjak itu beras menjadi makanan utama bagi orang Jepang tahap awal pengolahan pertanian berupa padi di sawah ini membuat masyarakat harus hidup menetap dan muncul sistem kelas sosial dalam masyarakat yang membedakan antara masyarakat kaya dan masyarakat miskin. Para pemimpin pedesaan mulai tampil dan terjadinya hubungan antar desa sehingga mengakibatkan terbentuknya negara-negara bagian kecil wilayah Jepang.



B. Periode Asuka (592-710) Memasuki periode Asuka muncul tokoh yang paling berpengaruh, yaitu pangeran Shotoku Taishi. Di masa ini perkembangan agama Buddha sangat pesat. Hubungan eksternal dengan Cina pun dibangun dengan baik. Pangeran Shotoku mengirim duta-duta ke Cina untuk mempelajari agama Buddha dan kebudayaan Cina, seperti sistem pemerintahan, pembangunan kota, dan lain-lain. Meskipun begitu, kepercayaan asli yang dianut oleh orang Jepang tidak hilang begitu saja. Shinto yang sudah dianut jauh sebelum kedatangan Buddha, tetap eksis dan berkembang berdampingan bersama dengan mulai tersebarnya pengaruh agama Buddha di wilayah Jepang atas dukungan pemimpin baru.



Shotoku mendirikan sistem pangkat resmi dan mulai melaksanakan undang-undang dasar sistem pangkat itu antara lain membeli topi dengan warna tertentu kepada pegawai pegawai istana menurut jasa masing-masing. Pangkat seseorang menjadi jelas dan tercipta hierarki resmi. Sistem perekrutan pegawai pemerintahan ngadopsi dari sistem yang telah diterapkan oleh pemerintahan China hubungan dekatnya dengan pemerintah China itu sangat mempengaruhi Shotoku dalam membangun kepemimpinannya di periode Asuka Shotoku ingin mempunyai pegawai pekerjaan yang benar-benar ahli di bidangnya dan memiliki prestasi yang baik ia tidak merekrut pegawai berdasarkan keturunan aristokrat ataupun gelar kebangsawanan orang-orang dari kalangan bawah boleh mendaftarkan diri sebagai pegawai kerajaan asalkan memiliki keterampilan, kecerdasan, dan kepiawaian yang dibutuhkan untuk membangun sistem pemerintahan yang kuat. Hal ini juga diterapkan dinasti-dinasti besar yang pernah berkuasa di China .



Setelah shotoku meninggal timbul pemberontakan dari dalam negeri namun serangan dari luar kawasan Korea lebih membahayakan lagi. Kerajaan Silla yang berhasil menyatukan seluruh Korea sedang melaksanakan politik perluasan wilayah di sekitar Asia Timur, Cina di bawah kepemimpinan Dinasti Tang juga melaksanakan politik yang sama dengan kerajaan Silla hal ini membuat masyarakat Jepang semakin khawatir



Jika Jepang akan menjadi daerah sasaran dua kerajaan besar yang berambisi mencaplok kawasan Jepang. Pemerintah Jepang akhirnya memutuskan untuk memperbaiki sistem pemerintahan dengan mengeluarkan Pembaharuan Taika Reformasi Agung).



Kebijakan pemerintah yang tertera dalam pembaharuan Taika diumumkan secara resmi di Istana Toyosaki yang memuat Empat pasal, yaitu: 1. Pasal mengatur pengambil alihan sawah-sawah yang digarap kasar dan kelompokkelompok berpengaruh dan Pembebasan budak-budak mereka. 2. Pasal 2 merincikan tiga jenis tingkat pemerintahan daerah, yaitu kuni, kori, sato, dan tiga golongan pejabat, yakni kokushi, gunji, dan richo. Keseluruhan negeri berada langsung di bawah kendali perintah Kaisar dan memerlukan sistem pemerintah daerah yang baru. 3. Pasal 3 memperkenalkan tiga komponen dasarnya, yaitu daftar keluarga, sebuah undang-undang untuk pembagian Tanah, laporan keuangan tahunan, dan pajak bumi. 4. Pasal 4 mengenai perpajakan yang merupakan peraturan tentang hasil bumi dan pajak buruh.



3. Shintoisme dan Bushido. Shinto ( 神 道 Shintō, secara harfiah bermakna “jalan/jalur dewa”) adalah sebuah agama yang berasal dari Jepang. Dari masa Restorasi Meiji hingga akhir Perang Dunia II, Shinto adalah agama resmi di Jepang. Shinto sebagai agama asli bangsa Jepang, agama tersebut memiliki sifat yang cukup unik. Proses terbentuknya, bentuk-bentuk upacara keagamaannya maupun ajaran-ajarannya memperlihatkan perkembangan yang sangat rumit. Banyak istilah-istilah dalam agama Shinto yang sukar dialih bahasakan dengan tepat ke dalam bahasa lainnya. Kata-kata Shinto sendiri sebenarnya berasal dari bahasa China yang berarti “jalan para dewa”, “pemujaan para dewa”, “pengajaran para dewa”, atau “agama para dewa”. Dan nama Shinto itu sendiri baru dipergunakan untuk pertama kalinya untuk menyebut agama asli bangsa Jepang itu ketika agama Buddha dan agama konfusius (Tiongkok) sudah memasuki Jepang pada abad keenam masehi.



Pertumbuhan dan perkembagan agama serta kebudayaan Jepang memang memperlihatkan kecenderungan yang asimilatif. Sejarah Jepang memperlihatkan bahwa negeri itu telah menerima berbagai macam pengaruh, baik kultural maupun spiritual dari luar. Semua pengaruh itu tidak menghilangkan tradisi asli, dengan pengaruh-pengaruh dari luar tersebut justru memperkaya kehidupan spiritual bangsa Jepang. Antara tradisitradisi asli dengan pengaruh-pengaruh dari luar senantiasa dipadukan menjadi suatu bentuk tradisi baru yang jenisnya hampir sama. Dan dalam proses perpaduan itu yang terjadi bukanlah pertentangan atau kekacauan nilai, melainkan suatu kelangsungan dan kelanjutan. Dalam bidang spiritual, pertemuan antara tradisi asli Jepang dengan pengaruh-pengaruh dari luar itu telah membawa kelahiran suatu agama baru yaitu agama Shinto, agama asli Jepang.



Shinto adalah kata majemuk daripada “Shin” dan “To”. Arti kata “Shin” adalah “roh” dan “To” adalah “jalan”. Jadi “Shinto” mempunyai arti harfiah “jalannya roh”, baik roh-roh orang yang telah meninggal maupun roh-roh langit dan bumi. Kata “To” berdekatan dengan kata “Tao” dalam taoisme yang berarti “jalannya Dewa” atau “jalannya bumi dan langit”. Sedang kata “Shin” atau “Shen” identik dengan kata “Yin” dalam taoisme yang berarti gelap, basah, negatif dan sebagainya ; lawan dari kata “Yang”. Dengan melihat hubungan nama “Shinto” ini, maka kemungkinan besar Shintoisme dipengaruhi paham keagamaan dari Tiongkok. Sedangkan Shintoisme adalah paham yang berbau keagamaan yang khusus dianut oleh bangsa Jepang sampai sekarang. Shintoisme merupakan filsafat religius yang bersifat tradisional sebagai warisan nenek moyang bangsa Jepang yang dijadikan pegangan hidup. Tidak hanya rakyat Jepang yang harus menaati ajaran Shintoisme melainkan juga pemerintahnya juga harus menjadi pewaris serta pelaksana agama dari ajaran ini.



Shintoisme (agama Shinto) pada mulanya adalah merupakan perpaduan antara paham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam. Shintoisme dipandang oleh bangsa Jepang sebagai suatu agama tradisional warisan nenek moyang yang telah berabad-abad hidup di Jepang, bahkan paham ini timbul daripada mitos-mitos yang berhubungan dengan terjadinya negara Jepang. Latar belakang historis timbulnya Shintoisme adalah sama-sama dengan latar belakang historis tentang asal usul timbulnya negara dan bangsa Jepang. Karena yang menyebabkan timbulnya paham ini adalah budidaya manusia dalam bentuk cerita-cerita pahlawan (mitologi) yang dilandasi kepercayaan animisme, maka paham ini dapat digolongkan dalam klasifikasi agama alamiah. Nama Shinto muncul setelah masuknya agama Buddha ke Jepang pada abad keenam masehi yang dimaksudkan untuk menyebut kepercayaan asli bangsa Jepang. Selama berabad-abad antara agama Shinto dan agama Buddha telah terjadi percampuran yang sedemikian rupa (bahkan boleh dikatakan agama Shinto berada di bawah pengaruh kekuasaan agama Buddha) sehingga agama Shinto senantiasa disibukkan oleh usahausaha untuk mempertahankan kelangsungan “hidupnya” sendiri. Pada perkembangan selanjutnya, dihadapkan pertemuan antara agama Budha dengan kepercayaan asli bangsa Jepang (Shinto) yang akhirnya mengakibatkan munculnya persaingan yang cukup hebat antara pendeta bangsa Jepang (Shinto) dengan para pendeta agama Buddha, maka untuk mempertahankan kelangsungan hidup agama Shinto para pendetanya menerima dan memasukkan unsur-unsur Buddha ke dalam sistem keagamaan mereka. Akibatnya agama Shinto justru hampir kehilangan sebagian besar sifat aslinya. Misalnya, aneka ragam upacara agama bahkan bentuk-bentuk bangunan tempat suci agama Shinto banyak dipengaruhi oleh agama Buddha. Patung-patang dewa yang semula tidak dikenal dalam agama Shinto mulai diadakan dan ciri kesederhanaan tempat-tempat suci agama Shinto lambat laun menjadi lenyap digantikan dengan gaya yang penuh hiasan warna-warni yang mencolok. Tentang pengaruh agama Buddha yang lain tampak pada hal-hal seperti anggapan bahwa dewa-dewa Shintoisme merupakan Awatara Buddha (penjelmaan dari Buddha dan Bodhisatwa), Dainichi Nyorai (cahaya besar) merupakan figur yang disamakan dengan Waicana (salah satu dari dewa-dewa penjuru angin dalam Budhisme Mahayana), hal ini berlangsung sampai abad ketujuh belas masehi. Setelah abad ketujuh belas timbul lagi gerakan untuk menghidupkan kembali ajaran Shinto murni di bawah pelopor Kamamobuchi, Motoori, Hirata, Narinaga dan lain-lain dengan tujuan bangsa Jepang ingin membedakan “Badsudo” (jalannya Buddha) dengan “Kami” (roh-roh yang dianggap dewa oleh bangsa Jepang) untuk mempertahankan kelangsungan kepercayaannya. Pada abad kesembilan belas tepatnya tahun 1868 agama Shinto diproklamirkan menjadi agama negara yang pada saat itu agama Shinto mempunyai 10 sekte dan 21 juta pemeluknya. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa paham Shintoisme merupakan ajaran yang mengandung politik religius bagi Jepang, sebab saat itu taat kepada ajaran Shinto berarti taat kepada kaisar dan berarti pula berbakti kepada negara dan politik negara.



Kepercayaan agama Shinto



Dalam agama Shinto yang merupakan perpaduan antara paham serba jiwa (animisme) dengan pemujaan terhadap gejala-gejala alam mempercayai bahwasanya semua benda baik yang hidup maupun yang mati dianggap memiliki ruh atau spirit, bahkan kadangkadang dianggap pula berkemampuan untuk bicara, semua ruh atau spirit itu dianggap memiliki daya kekuasaan yang berpengaruh terhadap kehidupan mereka (penganut Shinto), daya-daya kekuasaan tersebut mereka puja dan disebut dengan “Kami”. Istilah “Kami” dalam agama Shinto dapat diartikan dengan “di atas” atau “unggul”, sehingga apabila dimaksudkan untuk menunjukkan suatu kekuatan spiritual, maka kata “Kami” dapat dialih bahasakan (diartikan) dengan “Dewa” (Tuhan, God dan sebagainya). Jadi bagi bangsa Jepang kata “Kami” tersebut berarti suatu objek pemujaan yang berbeda pengertiannya dengan pengertian objek-objek pemujaan yang ada dalam agama lain.



Dewa-dewa dalam agama Shinto jumlahnya tidak terbatas, bahkan senantiasa bertambah, hal ini diungkapkan dalam istilah “Yao-Yarozuno Kami” yang berarti “delapan miliun dewa”. Menurut agama Shinto kepercayaan terhadap berbilangnya tersebut justru dianggap mempunyai pengertian yang positif. Sebuah angka yang besar berarti menunjukkan bahwa para dewa itu memiliki sifat yang agung, maha sempurna, maha suci dan maha murah. Oleh sebab itu angka-angka seperti 8, 80, 180, 5, 100, 10, 50, 100, 500 dan seterusnya dianggap sebagai angka-angka suci karena menunjukkan bahwa jumlah para dewa itu tidak terbatas jumlahnya. Dan seperti halnya jumlah angka dengan bilangannya yang besar maka bilangan itu juga menunjukkan sifat kebesaran dan keagungan “Kami”. Pengikut-pengikut agama Shinto mempunyai semboyan yang berbunyi “Kami negara – no – mishi” yang artinya: tetap mencari jalan dewa. Kepercayaan kepada “Kami” daripada benda-benda dan seseorang, keluarga, suku, raja-raja sampai kepada “Kami” alam raya menimbulkan kepercayaan kepada dewa-dewa. Orang Jepang (Shinto) mengakui adanya dewa bumi dan dewa langit (dewa surgawi) dan dewa yang tertinggi adalah Dewi Matahari (Amaterasu Omikami) yang dikaitkan dengan pemberi kamakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian.



Disamping mempercayai adanya dewa-dewa yang memberi kesejahteraan hidup, mereka juga mempercayai adanya kekuatan gaib yang mencelakakan, yakni hantu roh-roh jahat yang disebut dengan Aragami yang berarti roh yang ganas dan jahat. Jadi dalam Shintoisme ada pengertian kekuatan gaib yang dualistis yang satu sama lain saling berlawanan yakni “Kami” versus Aragami (Dewi melawan roh jahat) sebagaimana kepercayaan dualisme dalam agama Zarathustra.



Dari kutipan di atas dapat dilihat adanya tiga hal yang terdapat dalam konsepsi kedewaan agama Shinto, yaitu:



Dewa-dewa yang pada umumnya merupakan personifikasi dari gejala-gejala alam itu dianggap dapat mendengar, melihat dan sebagainya sehingga harus dipuja secara langsung. Dewa-dewa tersebut dapat terjadi (penjelmaan) dari roh manusia yang sudah meninggal. Dewa-dewa tersebut dianggap mempunyai spirit (mitama) yang beremanasi dan berdiam di tempat-tempat suci di bumi dan mempengaruhi kehidupan manusia.



Peribadatan agama Shinto Agama Shinto sangat mementingkan ritus-ritus dan memberikan nilai sangat tinggi terhadap ritus yang sangat mistis. Menurut agama Shinto watak manusia pada dasarnya adalah baik dan bersih. Adapun jelek dan kotor adalah pertumbuhan kedua, dan merupakan keadaan negatif yang harus dihilangkan melalui upacara pensucian (Harae). Karena itu agama Shinto sering dikatakan sebagai agama yang dimulai dengan pensucian dan diakhiri dengan pensucian. Upacara pensucian (Harae) senantiasa dilakukan mendahului pelaksanaan upacara-upacara yang lain dalam agama Shinto.



Ritus-ritus yang dilakukan dalam agama Shinto terutama adalah untuk memuja Dewi Matahari (Amaterasu Omikami) yang dikaitkan dengan kemakmuran dan kesejahteraan serta kemajuan dalam bidang pertanian (beras), yang dilakukan rakyat Jepang pada Bulan Juli dan Agustus di atas gunung Fujiyama.



Matsuri adalah kata dalam bahasa Jepang yang menurut pengertian agama Shinto berarti ritual yang dipersembahkan untuk Kami, sedangkan menurut pengertian sekularisme berarti festival, perayaan atau hari libur perayaan. Matsuri diadakan di banyak tempat di Jepang dan pada umumnya diselenggarakan jinja atau kuil, walaupun ada juga matsuri yang diselenggarakan gereja dan matsuri yang tidak berkaitan dengan institusi keagamaan. Di daerah Kyushu, matsuri yang dilangsungkan pada musim gugur disebut Kunchi. Sebagian besar matsuri diselenggarakan dengan maksud untuk mendoakan keberhasilan tangkapan ikan dan keberhasilan panen (beras, gandum, kacang, jawawut, jagung), kesuksesan dalam bisnis, kesembuhan dan kekebalan terhadap penyakit, keselamatan dari bencana, dan sebagai ucapan terima kasih setelah berhasil dalam menyelesaikan suatu tugas berat. Matsuri juga diadakan untuk merayakan tradisi yang berkaitan dengan pergantian musim atau mendoakan arwah tokoh terkenal. Makna upacara yang dilakukan dan waktu pelaksanaan matsuri beraneka ragam seusai dengan tujuan penyelenggaraan matsuri. Matsuri yang mempunyai tujuan dan maksud yang sama dapat mempunyai makna ritual yang berbeda tergantung pada daerahnya. Pada penyelenggaraan matsuri hampir selalu bisa ditemui prosesi atau arak-arakan Mikoshi, Dashi (Danjiri) dan Yatai yang semuanya merupakan nama-nama kendaraan berisi Kami atau objek pemujaan. Pada matsuri juga bisa dijumpai Chigo (anak kecil dalam prosesi),



Miko (anak gadis pelaksana ritual), Tekomai (laki-laki berpakaian wanita), Hayashi (musik khas matsuri), penari, peserta dan penonton yang berdandan dan berpakaian bagus, dan pasar kaget beraneka macam makanan dan permainan.



Matsuri Matsuri berasal dari kata matsuru (menyembah, memuja) yang berarti pemujaan terhadap Kami atau ritual yang terkait. Dalam teologi agama Shinto dikenal empat unsur dalam matsuri: penyucian (harai), persembahan, pembacaan doa (norito), dan pesta makan. Matsuri yang paling tua yang dikenal dalam mitologi Jepang adalah ritual yang dilakukan di depan Amano Iwato. Matsuri dalam bentuk pembacaan doa masih tersisa seperti dalam bentuk Kigansai (permohonan secara individu kepada jinja atau kuil untuk didoakan dan Jichinsai (upacara sebelum pendirian bangunan atau konstruksi). Pembacaan doa yang dilakukan pendeta Shinto untuk individu atau kelompok orang di tempat yang tidak terlihat orang lain merupakan bentuk awal dari matsuri. Pada saat ini, Ise Jingū merupakan salah satu contoh kuil agama Shinto yang masih menyelenggarakan matsuri dalam bentuk pembacaan doa yang eksklusif bagi kalangan terbatas dan peserta umum tidak dibolehkan ikut serta. Sesuai dengan perkembangan zaman, tujuan penyelenggaraan matsuri sering melenceng jauh dari maksud matsuri yang sebenarnya. Penyelenggaraan matsuri sering menjadi satu-satunya tujuan dilangsungkannya matsuri, sedangkan matsuri hanya tinggal sebagai wacana dan tanpa makna religius.



Dewi Matahari Shinto disebut Tensho Daijin yang juga dikenal dengan Amaterasu Omikami. Amaterasu adalah Ratu dari seluruh “Kami”, ia adalah anak dari Izanagi dan Izanami (Dewa Pencipta dari mitologi Jepang). Keluarga Kekaisaran Jepang mengatakan bahwa mereka adalah keturunan langsung dari garis keturunan Dewi Amaterasu. Oleh karena itu maka para Kaisar Jepang dianggap sebagai keturunan para dewa. Kamus Istilah dan Konsep Buddhis menyertakan informasi berikut berkaitan dengannya: “Dewi Matahari yang terdapat dalam mitologi Jepang, yang belakangan diadopsi menjadi seorang dewa pelindung dalam Buddhisme. Menurut catatan sejarah tertua, Kojiki (Catatan tentang Hal-hal Kuno) dan Nihon Shoki (Sejarah Negeri Jepang), ia adalah pemimpin mahkluk gaib dan juga leluhur dari keluarga kerajaan. Dalam banyak tulisannya, Nichiren Daishonin memandang Tensho Daijin sebagai personifikasi dari perbuatan-perbuatan yang melindungi kemakmuran orang-orang yang memiliki hati kepercayaan dalam Hukum Sejati.”



Kitab suci agama Shinto yang paling tua ada dua buah, yang disusun sepuluh abad sepeninggal Jimmu Tenno (660 SM) yang merupakan kaisar Jepang yang pertama, yaitu; Kojiki (Catatan dari hal-hal Kuno) yang mencatat peristiwa-peristiwa purbakala yang disusun pada 712 M, dan Nihongi (Sejarah Jepang) yang ditulis pada 720 M oleh seorang pangeran Jepang. Kemudian terdapat dua karya kemudian, yakni Yengishiki (Lembaga-



lembaga pada masa Yengi), dan Manyoshiu yaitu kumpulan dari 10.000 daun adalah karya utama, tetapi ini tidak dianggap sebagai kitab suci yang diwahyukan.



Tujuan utama dari Shinto adalah mencapai keabadian di antara mahluk-mahluk rohani, Kami. Kami dipahami oleh penganut Shinto sebagai satu kekuasaan supernatural yang suci hidup di atau terhubung dengan dunia roh. Agama Shinto sangat animistik, sebagaimana kebanyakan keyakinan timur, percaya bahwa semua mahluk hidup memiliki satu Kami dalam hakikatnya. Hakikat manusia adalah yang paling tinggi, karena mereka memiliki Kami yang paling banyak. Keselamatan adalah hidup dalam jiwa dunia dengan mahlukmahluk suci ini, Kami. Jalan Untuk Mencapai Tujuan Dalam Shinto keselamatan dicapai melalui pentaatan terhadap semua larangan dan penghindaran terhadap orang atau objek yang mungkin menyebabkan ketidak sucian atau polusi. Persembahyangan dilakukan dan persembahan dibawa ke kuil untuk para Dewa yang dikatakan ada sejumlah 800 miliar di alam semesta. Manusia tidak mempunyai Tuhan tertinggi untuk ditaati, tetapi hanya perlu mengetahui bagaimana menyesuaikan diri dengan Kami dalam berbagai manifestasinya. Kami seseorang tetap hidup setelah kematian, dan manusia biasanya menginginkan untuk berharga dan dikenang dengan baik oleh keturunannya. Oleh karena itu, pemenuhan kewajiban adalah unsur yang paling penting dari Shinto.



Bushido (Kanji: 武士道 “ tatacara ksatria”) adalah sebuah kode etik keksatriaan golongan Samurai dalam feodalisme Jepang. Bushido berasal dari nilai-nilai moral samurai, paling sering menekankan beberapa kombinasi dari kesederhanaan, kesetiaan, penguasaan seni bela diri, dan kehormatan sampai mati.



Bushido berasal dari dua dasar kata, dimana “Bushi” yang berarti kesatria dan “Do” yang berarti jalan/tata cara/kode etik. Kata “Bushi” dapat di bagi lagi menjadi kata “Bu” yang berarti untuk menghentikan, dimana definisi dari kata “Bu” ini adalah menghindari terjadinya kekerasan dan penggunaan senjata. Sementara kata “Shi” yang dapat diartikan sebagai seseorang yang mempunyai peringkat dengan cara belajar. Namun arti kata “Bushi” sepertinya untuk memberikan arti “setiap orang yang menjaga kedamaian baik secara diplomatis maupun dengan penggunaan senjata. Sehingga secara keseluruhan arti kata “Bushido” dapat berarti suatu jalan atau metode untuk menjaga perdamaian yang dilakukan secara diplomasi maupun menggunakan senjata. Sesungguhnya “Bushido” merupakan suatu kombinasi dari berbagai aturan/ajaran dari berbagai lembaga kesatuan. Bushido sesungguhnya secara mendasar merupakan suatu mekanisme dari prinsip-prinsip system moral. Mereka yang mendapatkan pelajaran mengenai prinsip pedoman aturan itu diharapkan dalam melaksanakannya. Bushido mengikuti sebuah kerangka dasar yang terdiri dari “chi” (kebijaksanaan), “jin” (kebajikan) dan “yu” (keberanian). Terdapat beberapa sumber untuk pedoman dari Bushido. Sumber pertama adalah agama budha. Di agama budha terdapat tiga prinsip dasar yaitu rasa



tenang, percaya pada takdir dan penyerahan diri pada penghinaan yang tidak terelakkan pada pasangan kehidupan yang dekat dengan kematian serta ketabahan dan ketenangan dalam menghadapi bencana. Zen adalah sumber yang lain dari Bushido. Zen mengaplikasikan kontemplasi dan berusaha secara konstan untuk mencapai keunggulan sehingga untuk mencapai tingkat pemikiran yang berada di luar jangkauan ekspresi verbal. Agama Shinto juga salah satu sumber dari Bushido. Pada ajaran agama Shinto, menyatakan bahwa seseorang dapat menjadi sesuatu dengan menghindari perbuatan dosa/kesalahan. Dijelaskan pulan bahwa “…hati manusia…ketika benar, tenang dan jelas akan mencerminkan citra keilaihan/ketuhanan”. Konfusius adalah asal kata akhir dari Bushido. Konfusius mengatakan bahwa terdapat lima hubungan moral yaitu MajikanPelayan, Ayah-Anak, Suami-Istri, Adik-Kakak, dan Teman-Teman. Kombinasi dari semua aspek tersebut memberikan dasar pada arti kata Bushido.



Dalam dunia modern seperti sekarang ini, Bushido masih sering dipraktekkan. Walaupun tidak secara utuh pelaksanaannya, saat ini pelaksanaan Bushido hampir mempunyai kesamaan dengan Bushido yang dipraktekkan sekitar 800 tahun yang lalu. Aspek pertama dari Bushido adalah Kejujuran, dimana tugas individual untuk berani menggunakan penilaian secara benar pada penyebab kemuliaan. Biasanya mereka disebut dengan nama “Gishi” atau seseorang yang jujur dimana telah menguasai seni pelaksanaan kejujuran. Mereka yang telah menguasai moral kejujuran juga memiliki keberanian. Aspek berikutnya pada Bushido adalah “Gagah berani”. Gagah berani tidak hanya diartikan secara fisik tetapi juga melakukan suatu keberanian secara benar, dilakukan pada saat yang tepat. Siapa saja dapat berada ditengah-tengah pertempuran dan mungkin dapat terbunuh, hal ini biasanya disebut dengan “kematian yang sia-sia.” Mengutip dari kalimat pangeran Mito yang menyatakan bahwa “Ini suatu keberanian yang benar pada hidup dan mati jika dilakukan dilakukan dengan cara yang benar.” Aspek ketiga dari Bushido adalah Kebajikan. Samurai di ajarkan untuk memiliki “Bushi no Nasaki”. Bushi berarti “kesatria”, no berarti “dengan” Nasaki berarti “kelembutan” atau dapat diartikan secara utuh “kelembutan seorang ksatria”. Meskipun ajaran belas kasihan dianggap sebagai karakteristik yang feminim, para samurai masih menganut ajaran tersebut. Seorang pangeran dari Shirakawa menjelaskan bahwa Kebajikan yang baik adalah “ Meskipun mereka mungkin akan melukai perasaan anda, terdapat tiga hal yang hanya kamu lakukan untuk memaafkan, hembusan angin yang akan memantulkan belas kasih anda, amarah anda yang dapat anda kendalikan/sembunyikan, dan seseorang yang berusaha berselisih dengan anda.” Aspek berikutnya dari Bushido adalah kesopanan. Setiap orang dapat berpura-pura untuk tulus dan menjadi panutan orang lain tetapi hal ini bukan nilai dari sopan santun itu. Orang-orang jepang sangat baik karena satu alasan. Hal itu adalah perasaan pada orang lain. Sopan santun adalah sebuah kelemahan sifat jika dilakukan hanya pada ketakutan pada saat takut menyinggung perasaan secara baik.



Sikap berikutnya dari Bushido adalah Kebenaran. Berbohong pada samurai biasanya dianggap sebagai pengecut dan tidak terhormat. Kata seorang samurai biasanya cukup dari untuk menggambarkan suatu kesepakatan yang pernah dilakukan yang tidak pernah dilanggar. Mereka yang mempraktekkan Bushido pada saat ini berusaha untuk melakukan nilai kejujuran. Aspek berikutnya dari Bushido adalah kehormatan. Kehormatan adalah seperti sebuah bekas sayatan atau goresan di pohon pada saat itu, bukannya merendahkan dan membantu untuk memperbesar sayatan itu. Istilah ini merupakan pepatah kuno samurai. Kehormatan dapat didefinisikan sebagai kesadaran hidup yang bermartabat secara pribadi dan layak. Kehormatan selalu berjalan beriringan dengan bunuh diri. Seorang samurai selalu  menempatkan sedemikian tinggi falsafah kehormatan, dan hal itu biasanya sering menjadi alasan yang cukup untuk mengambil nyawa sendiri.  Seorang samurai melaksanakan “Seppuku” dan “hara-kiri”. “Seppuku” berarti membunuh diri sendiri. Sedangkan “Hara-kiri” terdiri dari dua kata, dimana “Hara” dapat berarti perut dan “kiri” yang berarti membunuh. Nyawa dikatakan berada pada perut, sehingga praktek yang mengerikan dari penyiksaan diri sendiri menjadi legal. Aspek berikutnya adalah Loyalitas/Kesetiaan. Konfusius menggarisbawahi bahwa loyalitas/kesetiaan adalah hal yang sangat penting. Anak-anak yang diajarkan untuk mengorbankan sesuatu pada pemimpin. Tetapi kesetiaan ini hampir dilupakan sebagai sesuatu ajaran feudal yang punah. Padahal kesetiaan pada pemimpin adalah sesuatu yang dapat ditransformasikan ke dalam sifat patriotism pada Negara dan dapat menginspirasi perasaan nasionalisme.



Lahir dari Neo-Konfusianisme selama masa damai Tokugawa dan mengikuti teks Konfusianisme, Bushido juga dipengaruhi oleh Shinto dan Buddhisme Zen, yang memungkinkan adanya kekerasan dari samurai yang ditempa dengan kebijaksanaan dan ketenangan.



Samurai sendiri adalah sebuah strata sosial penting dalam tatanan masyarakat feodalisme Jepang. Secara resmi, Bushido dikumandangkan dalam bentuk etika sejak zaman Shogun Tokugawa. Biasanya para samurai dan Shogun rela mempartaruhkan nyawa demi itu, Jika gagal, ia akan melakukan seppuku (harakiri). Bushido sudah dilakukan pada saat Perang Dunia II, yaitu menjadi prajurit berani mati.



Kode Bushido ditandai dengan tujuh kebajikan:



 



Kesungguhan (义 gi) Keberanian (勇 yu)



 



Kebajikan (仁 jin) Penghargaan (礼 rei)



 



Kejujuran (诚 makoto) Kehormatan (名誉 meiyo)







Kesetiaan (忠义 chūgi)



Kebajikan terkait



  



Kesalehan (孝 ko) Kebijaksanaan (智 chi) Merawat orang tua (悌 tei)



Tokoh yang terkait dengan Bushido:             



Asano Naganori Imagawa Ryōshun Kato Kiyomasa Sakanoue no Tamuramaro Tadakatsu Honda Tokugawa Ieyasu Torii Mototada Sasaki Kojiro, lawan utama dari Musashi Miyamoto Yamaga Soko Yamamoto Tsunetomo Yamaoka Tesshu Kazu Kim Yukio Mishima, pengarang Jepang yang mati dengan cara seppuku



4. Masuk dan berkembangnya konfusianisme di Jepang



Kong Hu Cu atau Konfusius, terkadang sering hanya disebut Kongcu (Hanzi: 孔夫子、孔子, hanyu pinyin: Kongfuzi、Kongzi) (551 SM – 479 SM) adalah seorang guru atau orang bijak yang terkenal dan juga filsuf sosial Tiongkok. Filsafahnya mementingkan moralitas pribadi dan pemerintahan, dan menjadi populer karena asasnya yang kuat pada sifat-sifat tradisonal Tionghoa. Oleh para pemeluk agama Kong Hu Cu, ia diakui sebagai nabi.



Konfusianisme adalah kemanusiaan, suatu filsafat atau sikap yang berhubungan dengan kemanusiaan, tujuan dan keinginannya, daripada sesuatu yang bersifat abstrak dan masalah teologi. Dalam Konfusianisme manusia adalah pusat daripada dunia: manusia tidak dapat hidup sendirian, melainkan hidup bersama-sama dengan manusia yang lain. Bagi umat manusia, tujuan akhirnya adalah kebahagiaan individu. Kondisi yang diperlukan untuk mencapai kebahagiaan adalah melalui perdamaian. Untuk mencapai perdamaian , Khonghucu (Confucius) menemukan hubungan antar manusia yang meliputi Lima hubungan (Ngo Lun) berdasarkan Cintakasih dan Kewajiban. Khonghucu berbicara, hidup dan mendambakan dimana ada kebahagiaan di dunia ini, kebaikan dan perdamaian yang akan menggantikan kesengsaraan, kejahatan, dan peperangan.



Lima Sifat Kekekalan (Wu Chang):     



仁 Ren – Cintakasih 義 Yi – Kebenaran/Keadilan/Kewajiban 理 Li – Kesusilaan, Kepantasan Zhi – Bijaksana 信 Xin – Dapat dipercaya



Lima Hubungan Sosial (Wu Lun):     



Hubungan antara Pimpinan dan Bawahan Hubungan antara Suami dan Isteri Hubungan antara Orang tua dan anak Hubungan antara Kakak dan Adik Hubungan antara senior dan Junior



Sejarah Konfusius di Jepang Kon Fu Tse memasuki Jepang dengan gelombang besar pertama pengaruh Cina antara abad ke-6 dan ke-9, tapi agama Kon Fu Tse tampaknya dikalahkan oleh agama Budha, sampai timbulnya sistem Tokugawa yang terpusat dalam abad ke-17 membuatnya kelihatan lebih relevan dari pada sebelumnya. Konfusianisme adalah sebuah agama disamping sebuah filsafat moral. Namun setelah masuk ke Jepang, Unsur-unsur keagamaannya menjadi semakin lemah, dan yang dapat hidup terus hanya aspek sekulernya seperti filsafat etikanya yang berhubungan dengan hubungan antar manusia dan pemerintah dari suatu negara. Selain itu sampai pada masa Restorasi Meiji, Konfusianisme kebanyakan hanya dipelajari oleh golongan elit samurai saja. Sejak masuknya Konfusianisme menjadi dasar kepercayaan Jepang, para samurai mulai meninggalkan pedangnya dan mengajar di sekolah-sekolah, dan juga sejak Restorasi Meiji. Konfusianisme menekankan bahwa proses belajar akan memberikan kebahagiaan.



Konfusius juga mengajari pengikutnya untuk banyak membaca. Melalui sistem pendidikan yang efektif, nilai-nilai ini tertanam kuat dalam masyarakat Jepang.



Perbedaan Konfusius di Cina dengan di Jepang Konfusius di Cina merupakan suatu agama, disamping sebuah pemikiran filsafsat moral yang dipusatkan pada ajaran tentang etika, ajaran tentang hubungan masyarakat dimana mereka harus menjaga hubungan antar sesama manusia dengan tujuan menjaga keharmonisan kehidupan.



Sedangkan konfusius di Jepang, mengalami perbeda konsep dengan konfusius yang ada di Cina. Hal ini dikarenakan karakteristik masyarakat di Jepang yang tidak terlalu menganggap bahwa agama adalah sesuatu yang spesial. Sebagai contoh, orang Jepang akan menyembah dewa-dewa dari agama yang berbeda tanpa adanya perasaan yang menyimpang atau bertentangan. Ataupun seorang pendeta dari suatu agama diperbolehkan memimpin upacara keagamaan dari agama lain. Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsep konfusius di Cina yang dianggap sebagai suatu agama, ketika masuk ke Jepang berubah, karena unsur keagamaannya yang berkurang dan yang lebih menonjol adalah aspek sekuler dari konfusius, yaitu dasar pemikiran etika hubungan antar manusia.



Konfusius di Jepang Saat Jepang pertama kali menerima istilah agama pada akhir tahun 1850, mereka mengalami kesulitan dalam memahami arti agama tersebut. Karena dalam kehidupan mereka, tidak ada istilah agama. Mereka hanya mengenal istilah shū 宗 (sekte), kyō 教 (ajaran), dan ha 派 (sub-sect or faction), untuk mengistilahkan Budha, Kon Hu Chu, Taoism, Kristen, dan sebagainya.



Untuk sementara waktu, pada masa itu agama dianggap sebagai suatu bentuk doktrin atau sekte. Sehingga, masyarakat Jepang menetapkan istilah shū kyō 宗 教 sebagai sebutan untuk agama.



Di Cina terdapat tiga ajaran yang mengacu pada ajaran Kon Hu Chu, Taoisme, dan Budha. Pada ketiga pemikiran ajaran tersebut, menggambarkan tiga tokoh besar sebagai pembawa ajaran. Dalam pemikiran Jepang ketiga ajaran tersebut sama halnya, namun ajaran agama Taoisme berubah menjadi ajaran Shinto. Karena ajaran Taoisme memusatkan keyakinan pada hal-hal gaib yang ada di alam. Sehingga ajaran tersebut tidak dapat menyaingi ajaran Shinto yang telah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat Jepang. Dan, orang Jepang makin banyak yang berpaling kepada ajaran



Konfusius yang lebih condong pada dunia fana, sebuah filsafat yang berbicara tentang dimensi sosial kehidupan manusia.



Dalam filsafat tersebut, terdapat beberapa mazhab (aliran), salah satu yang ada kaitannya di Cina bernama Wang Yang-ming (1472-1529), yang mengajarkan pengembangan kepribadian bermoral dan memperkokoh etika terhadap orang lain sesuai dengan keadilan dan kepedulian kepada orang lain. Selain itu, mazhab Neo-Konfusius, yang dikembangkan oleh Chun Hsi pada dinasti Sung (1130-1200), dengan pemikiran menciptakan dan memelihara masyarakat yang tertib. Kedua mazhab ini berpengaruh di Jepang pada abad XVII. Ajaran Neo-Konfusis merupakan ajaran untuk dunia fana, sehingga memiliki daya tarik lebih besar dibandingkan dengan ajaran Budha.



Dalam masa 200 tahun antara tahun 1608 dan abad XIX, pemikiran Konfusius ddi Jepang berkembang menjadi bermacam ragam. Diantaranya kelompok Kumazawa Banzan (16191691), menempatkan moral di atas kepentingan negara. Kelompok lain, Ogyu Sorai (16661728), ia menolak pemikiran tindakan penguasa harus didasarkan pada filsafat moral, melihat Shogun sebagai penguasa mutlak yang didukung oleh pejabat bukan faktor keturunan. Dengan demikian, Ogyu membandingkan kedudukan Shogun dengan kedudukan raja-raja di Cina. Namun, Ogyu mengalami dua kesulitan, yaitu pertama, Jepang memilikii raja yang kedudukannya lebih tinggi dari Shogun, kedua, pejabat pemerintah pusat Jepang adalah Samurai, yang dipilih oleh Shogun berdasarkan status sosial mereka.oleh sebab itu, situasi Jepang tidak sepenuhnya sesuai dengan kategori yang ada dalam ajaran Konfusius. Seorang cendekiawan, Arai Hakuseki (1657-1725), ia menerapkan ajaran Konfusius mengenai pemerintahan yang baik sebagai tolak ukur yang ada pada teori Cina mengenai pemberontakan. Sedangkan Yamaga Soko (1622-1685), berpendapat mengenai penyelarasan peranan Samurai dengan doktrin Konfusius dengan etika yang menuntut hidup hemat, disiplin diri, dan mau berkorban dalam menjalankan kewajibannya. Ia menambahkan teladan moral, dengan demikian ia membawa etika Konfusiuske lapisan masyarakat lebih rendah.



Konfusianisme di Jepang walaupun memiliki perbedaan, tetapi segala ajaran dan tujuannya tetap sama dengan ajaran konfusianisme di Cina, yaitu tujuannya untuk kesejahteraan kehidupan antar manusia. Kata-kata diatas membentuk suatu kalimat yang memiliki suatu makna yang terdapat pada ajaran konfusius :



” Baik atau buruknya suatu takdir yang telah diterima, jika kau tidak menginginnya janganlah kun limpahkan kepada orang lain ”.



5. Masuk dan berkembangnya agama Buddha di Jepang



Awal mulanya, Budha tidaklah dianggap sebagai kepercayaan namun setelah beberapa waktu, Siddhartha Gautama yang mendirikan keyakinan Budha yang juga disebut sebagai “Buddha,” menjadi subjek kepercayaan, bersama dengan dewa – dewa penganut agama Budha yang lain. Seringkali dikatakan bahwa orang Jepang tidak memiliki agama, namun pada saat pemakaman biasanya diadakan di wihara, yang mana tentu saja merupakan fasilitas penganut agama Budha. Demikian, keyakinan Budha sudah berurat akar di Jepang dalam kehidupan sehari – hari.



Aliran Budha sendiri didirikan antara abad ke – 4 dan ke – 6 SE oleh Siddharta Gautama, atau Gautama Buddha. Ajaran ini mencapai Jepang sekitar abad ke – 6 SE. Pada saat itu, Jepang telah memiliki adat kebiasaan dan keyakinannya sendiri : Shinto. Aliran Budha memiliki awal yang bergejolak di Jepang dan banyak permasalahan dalam membangun dirinya sendiri, namun pada saat Kaisar Suiko menaiki tahta pada tahun 592 setelah mengambil sumpah menjadi biksuni Budha, terjadilah suatu perubahan.



Dia diikuti oleh figur yang sangat penting dalam sejarah aliran Budha Jepang : Pangeran Shotoku. Selama masa kepemimpinannya, ia menugaskan banyak sekali wihara penganut agama Budha di seberang negeri, yang paling terkenal menjadi Shintenno-ji di Osaka dan Horyu-ji di Prefektur Nara. Terlepas dari pengaruh besarnya dalam menerima, mengajar, dan menyebarkan aliran Budha, berbagai mitos dan legenda mengenai dirinya mengumpulkan para pengikut di antara orang – orang awam. Dia mengatakan bahwa dirinya telah bertemu dengan Daruma, pendiri Budha Zen, dan legenda lain mengatakan bahwa dirinya merupakan reinkanarsi dari Kannon, seorang Bodhisattva belas kasihan.



Sebagai ajaran baru dalam aliran Budha yang muncul dari abad ke – 8 dan ke – 9 ke depan, agama ini mulai beralih dari ajaran naskah menjadi lebih ke praktek keyakinan, dan kaitan antara aliran Budha dan agama asli Jepang, Shinto, mulai berkembang. Lebih dari berabad – abad, dua agama ini berkembang semakin dekat dan menemukan landasan filosopi umum, dan keduanya menjadi bagian dari kehidupan sehari – hari. Biksuni Budha mulai membangun wihara di sebelah kuil Shinto, membuat tempat bagi para jamaah yang disebut “jingu-ji”, atau kuil wihara. Sebuah “chozuya”, merupakan paviliun air suci Shinto yang digunakan oleh para jamaah untuk membersihkan diri mereka sebelum memasuki halaman utama sacral, yang mulai muncul pada wihara Budha, sementara seeekor “komainu”, anjing – singa yang merupakan penjaga aliran Budha, mulai digunakan di kuil Shinto dengan baik.



Buddhisme Jepang menghadapi krisis sebenarnya dengan kejatuhan Shogunate yang pernah ada sejak tahun 1603, saat pasukan revolusioner kembali menempati Kekaisaran



sebagai aturan Jepang selama Restorasi Meiji pada tahun 1868. Pemerintah nasional mulai melaksanakan kebijakan pemisahan, menamai Shinto sebagai agama negara, seperti keyakinan asli orang Jepang, dan aliran Budha sebuah keyakinan “asing” yang datang dari luar negeri. Pada awal masa radikal ini, Pemerintah Meiji menetapkan “Perintah Pemisahan Kami dan Budha.” Hukum ini berarti bahwa Shinto dan aliran Budha seharusnya dipisahkan secara ketat satu sama lain, dalam teori maupun dalam hal praktek, mempengaruhi sebagian besar fungsi kuil – wihara yang tadinya digunakan bersama-sama oleh Shinto maupun Budha. Perintah ini menghasilkan gerakan tegas melawan aliran Budha yang disebut “haibutsu kishaku,” atau penghapusan aliran Budha.



Sebagian besar mayoritas populasi pemuda Jepang tidak akan mempertimbangkan diri mereka sendiri terutama dalam memilih agama, meskipun pada beberapa acara special dan banyak aktivitas dari hari ke hari memiliki akar yang jelas pada dua aliran Budha dan Shinto. Arus aliran Budha seringkali dikaitkan dengan kematian dan pemakaman, sementara Shinto dikaitkan dengan acara – acara seperti pernikahan dan perayaan.Beberapa rumah di Jepang seringkali memiliki altar kecil Budha yang disebut “butsudan” atau berupa kuil Shinto disebut “kamidana”, yang mana untuk melindungi keluarga dan rumah, dan pada waktu pelayananan sebagai altar peringatan untuk anggota keluarga yang sudah meninggal.



6. Jepang pada masa keshogunan dan peran shogun shogun berpengaruh



Shogun (将軍 Shōgun) adalah istilah bahasa Jepang yang berarti jenderal. Dalam konteks sejarah Jepang, bila disebut pejabat shogun maka yang dimaksudkan adalah Sei-i Taishōgun ( 征 夷 大 将 軍 ) yang berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah “Taishōgun” berarti panglima angkatan bersenjata). Sei-i Taishōgun merupakan salah satu jabatan jenderal yang dibuat di luar sistem Taihō Ritsuryō. Jabatan Sei-i Taishōgun dihapus sejak Restorasi Meiji. Walaupun demikian, dalam bahasa Jepang, istilah shōgun yang berarti jenderal dalam kemiliteran tetap digunakan hingga sekarang. Sejak zaman Nara hingga zaman Heian, jenderal yang dikirim untuk menaklukkan wilayah bagian timur Jepang disebut Sei-i Taishōgun, disingkat shogun. Jabatan yang lebih rendah dari Sei-i Taishōgun disebut Seiteki Taishōgun ( 征狄大将軍 panglima penaklukan orang barbar) dan Seisei Taishōgun ( 征西大将軍 panglima penaklukan wilayah barat). Gelar Seii Taishōgun diberikan kepada panglima keshogunan (bakufu) sejak zaman Kamakura hingga zaman Edo. Shogun adalah juga pejabat Tōryō (kepala klan samurai) yang didapatkannya berdasarkan garis keturunan.



Pejabat shogun diangkat dengan perintah kaisar, dan dalam praktiknya berperan sebagai kepala pemerintahan(Seperti Perdana Menteri) walaupun Negara asing mengganggap shogun sebagai “raja Jepang”, tetapi secara resmi shogun diperintah dari istana kaisar,



dan bukan penguasa yang sesungguhnya. Kekuasaan tertinggi tetap berada di tangan Kaisar Jepang.



Kata “Sei-i” dalam Sei-i Taishōgun berarti penaklukan suku Emishi yang tinggal di wilayah timur Jepang. Suku Emishi dinyatakan sebagai orang barbar oleh orang Jepang zaman dulu. Sei-i Taishōgun memimpin pasukan penyerang dari arah pesisir Samudra Pasifik, dan di bawah komandonya terdapat Seiteki Taishōgun yang memimpin pasukan penyerang dari arah pesisir Laut Jepang. Selain itu dikenal Seisei Taishōgun yang memimpin pasukan penakluk wilayah Kyushu di bagian barat Jepang.



Dalam perkembangannya, istilah “Sei-i” (penaklukan suku Emishi) diganti pada zaman Hōki menjadi “Sei-tō” (penaklukan wilayah Timur). Namun istilah “penaklukan suku Emishi” (Sei-i) kembali digunakan sejak tahun 793. Istilah “Sei-i Shōgun” (jenderal penaklukan suku Emishi) mulai dipakai dalam dokumen resmi sejak tahun 720 (Yōrō tahun 4 bulan 9 hari 29) ketika Tajihi Agatamori diangkat sebagai Sei-i Shōgun.   Istilah “Sei-tō Shōgun” (jenderal penaklukan wilayah timur) mulai dipakai sejak tahun 788 seperti catatan sejarah yang ditulis Ki no Kosami (730-797) yang ikut serta dalam ekspedisi ke wilayah timur.



Pada tahun 790, Ōtomo no Otomaro ditugaskan sebagai Sei-tō Taishi (Duta Besar Penaklukan Wilayah Timur). Dua tahun kemudian, nama jabatan tersebut diganti menjadi Sei-i Shi ( 征 夷 使 , Duta Penaklukan Wilayah Timur), atau bisa juga disebut Sei-i Shōgun (Jenderal Penaklukan Wilayah Timur).



Sakanoue no Tamuramaro diangkat sebagai Sei-i Taishōgun pada tahun 797 setelah sebelumnya menjabat Wakil Duta Penaklukan Wilayah Timur sekaligus Wakil Duta Penaklukan Suku Emishi di bawah komando Ōtomo no Otomaro. Pemimpin Emishi bernama Aterei yang bertempur pantang menyerah akhirnya berhasil ditangkap oleh Tamuramaro dan dibawa ke ibu kota, sedangkan selebihnya berhasil ditaklukkan. Pada praktiknya, Sakanoue no Tamuramaro adalah Sei-i Taishōgun yang pertama atas jasanya menaklukkan suku Emishi.



Selanjutnya dalam rangka peperangan melawan Emishi, Funya no Watamaro diangkat sebagai Sei-i Shogun (Jenderal Penaklukan Suku Emishi) pada tahun 811. Perang dinyatakan berakhir pada tahun yang sama, dan wakil shogun bernama Mononobe no Taritsugu naik pangkat sebagai Chinju Shōgun. Istilah “chinjufu” berarti pangkalan militer yang terletak di Provinsi Mutsu. Setelah itu, jabatan Sei-i Shōgun kembali dipulihkan sejak tahun 814.



Minamoto no Yoritomo memulai karier militer sebagai Tōryō (kepala klan Minamoto) di wilayah Kanto. Jabatan kepala klan bukan merupakan jabatan resmi di bawah sistem hukum Ritsuryō, dan kedudukan Yoritomo tidak jauh berbeda dengan Taira no Masakado atau pemimpin pemberontak lain di daerah.



Pada tahun 1190, Yoritomo diangkat sebagai jenderal pengawal kaisar (Ukone no Taishō) yang merupakan posisi resmi dalam pemerintahan. Jabatan sebagai jenderal pengawal kaisar mengharuskannya tinggal di ibu kota Kyoto. Jabatan ini tidak sesuai bagi Yoritomo yang berambisi menguasai secara total wilayah Kanto. Yoritomo mengundurkan diri dari jabatan jenderal pengawal kaisar, tetapi tetap mempertahankan hak istimewa sebagai mantan jenderal tertinggi (Sakino-u Taishō).



Setelah mantan Kaisar Go-Shirakawa mangkat, Minamoto Yoritomo diangkat sebagai Sei-i Taishōgun pada tanggal 21 Agustus 1192. Pemerintahan militer yang didirikan Yoritomo di Kamakura dikenal sebagai Keshogunan Kamakura.



Keshogunan Tokugawa ( 徳川幕府 Tokugawa bakufu, 1603—1868) atau Keshogunan Edo (Edo bakufu) adalah pemerintahan diktator militer feodalisme di Jepang yang didirikan oleh Tokugawa Ieyasu dan secara turun temurun dipimpin oleh shogun keluarga Tokugawa. Dalam periode historis Jepang, masa pemerintahan Keshogunan Tokugawa disebut zaman Edo, karena ibu kota terletak di Edo yang sekarang disebut Tokyo. Keshogunan Tokugawa memerintah dari Istana Edo hingga Restorasi Meiji. Keshogunan Tokugawa adalah pemerintahan diktator militer ketiga dan terakhir di Jepang setelah Keshogunan Kamakura dan Keshogunan Muromachi. Keshogunan Tokugawa dimulai pada tanggal 24 Maret 1603 dengan pengangkatan Tokugawa Ieyasu sebagai Sei-i Taishōgun (征 夷 大 将 軍 ) yang berarti Panglima Tertinggi Pasukan Ekspedisi melawan Orang Biadab (istilah “Taishōgun” berarti panglima angkatan bersenjata) dan berakhir ketika Tokugawa Yoshinobu mengembalikan kekuasaan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan) pada 9 November 1867.



Pemerintahan keshogunan Tokugawa selama 264 tahun disebut sebagai zaman Edo atau zaman Tokugawa. Periode terakhir Keshogunan Tokugawa yang diwarnai dengan maraknya gerakan untuk menggulingkan keshogunan Tokugawa dikenal dengan sebutan Bakumatsu.



Oda Nobunaga dan penerusnya Toyotomi Hideyoshi merupakan pemimpin Jepang di zaman Azuchi Momoyama yang berhasil mendirikan pemerintah pusat setelah berhasil



mempersatukan provinsi-provinsi di zaman Sengoku. Setelah Pertempuran Sekigahara pada tahun 1600, kekuasaan pemerintah pusat direbut oleh Tokugawa Ieyasu yang menyelesaikan proses pengambilalihan kekuasaan dan mendapat gelar Sei-i Taishōgun pada tahun 1603. Tokugawa Ieyasu sebetulnya tidak memenuhi syarat sebagai shogun karena bukan keturunan klan Minamoto. Agar syarat utama menjadi shogun terpenuhi, Ieyasu memalsukan garis keturunannya menjadi keturunan klan Minamoto agar bisa diangkat menjadi shogun. Keturunan Ieyasu secara turun-temurun menjadi shogun dan kepala pemerintahan sampai terjadinya Restorasi Meiji.



Pada masa Keshogunan Tokugawa, rakyat Jepang dibagi-bagi menurut sistem kelas berdasarkan pembagian kelas yang diciptakan Toyotomi Hideyoshi. Kelas samurai berada di hierarki paling atas, diikuti petani, pengrajin dan pedagang. Pemberontakan sering terjadi akibat pembagian sistem kelas yang kaku dan tidak memungkinkan orang untuk berpindah kelas. Pajak yang dikenakan terhadap petani selalu berjumlah tetap dengan tidak memperhitungkan inflasi. Samurai yang menguasai tanah harus menanggung akibatnya, karena jumlah pajak yang berhasil dikumpulkan semakin hari nilainya semakin berkurang. Perselisihan soal pajak sering menyulut pertikaian antara petani kaya dan kalangan samurai yang terhormat tetapi kurang makmur. Pertikaian sering memicu kerusuhan lokal hingga pemberontakan berskala besar yang umumnya dapat segera dipadamkan. Kelompok anti keshogunan Tokugawa justru semakin bertambah kuat setelah keshogunan Tokugawa mengambil kebijakan untuk bersekutu dengan kekuatan asing.



Setelah kalah dalam Perang Boshin yang berpuncak pada Restorasi Meiji, keshogunan Tokugawa berhasil ditumbangkan persekutuan kaisar dengan sejumlah daimyo yang berpengaruh. Keshogunan Tokugawa secara resmi berakhir setelah shogun Tokugawa ke15 yang bernama Tokugawa Yoshinobu mundur dan kekuasaan dikembalikan ke tangan kaisar (Taisei Hōkan). Sistem politik feodal Jepang pada zaman Edo disebut Bakuhan Taisei ( 幕 藩 体 制 ), baku dalam “bakuhan” berarti “tenda” yang merupakan singkatan dari bakufu (pemerintah militer atau keshogunan). Dalam sistem Bakuhan taisei, daimyo menguasai daerah-daerah yang disebut han dan membagi-bagikan tanah kepada pengikutnya. Sebagai imbalannya, pengikut daimyo berjanji untuk setia dan mendukung daimyo secara militer.



Kekuasaan pemerintah pusat berada di tangan shogun di Edo dan daimyo ditunjuk sebagai kepala pemerintahan di daerah. Daimyo memimpin provinsi sebagai wilayah berdaulat dan berhak menentukan sendiri sistem pemerintahan, sistem perpajakan, dan kebijakan dalam negeri. Sebagai imbalannya, daimyo wajib setia kepada shogun yang memegang kendali hubungan internasional dan keamanan dalam negeri. Shogun juga memiliki banyak provinsi dan berperan sebagai daimyo di provinsi yang dikuasainya.



Keturunan keluarga Tokugawa disebar sebagai daimyo di seluruh pelosok Jepang untuk mengawasi daimyo lain agar tetap setia dan tidak bersekongkol melawan shogun.



Keshogunan Tokogawa berhak menyita, menganeksasi, atau memindahtangankan wilayah di antara para daimyo. Sistem Sankin Kotai mewajibkan daimyo bertugas secara bergiliran mendampingi shogun menjalankan fungsi pemerintahan di Edo. Daimyo harus memiliki rumah kediaman sebagai tempat tinggal kedua sewaktu bertugas di Edo. Anggota keluarga daimyo harus tetap tinggal di Edo sebagai penjaga rumah sewaktu daimyo sedang pulang ke daerah, sekaligus sebagai sandera kalau daimyo bertindak di luar keinginan shogun.



Daimyo dari keturunan klan Tokugawa dan daimyo yang secara turun temurun merupakan pengikut setia klan Tokugawa disebut Fudai Daimyo. Sedangkan daimyo yang baru setia kepada klan Tokugawa setelah bertekuk lutut dalam Pertempuran Sekigahara disebut Tozama Daimyo. Golongan yang selalu mendapat perlakuan khusus disebut Shimpan Daimyo, karena berasal tiga percabangan keluarga inti Tokugawa yang disebut Tokugawa Gosankei (Tiga keluarga terhormat Tokugawa) yang masing-masing dipimpin oleh putra Tokugawa Ieyasu:



Tokugawa Yoshinao, penguasa han Owari generasi pertama Tokugawa Yorinobu, penguasa han Kishū generasi pertama Tokugawa Yorifusa, penguasa han Mito generasi pertama. Lambang keluarga Tokugawa berupa Mitsuba Aoi (tiga helai daun Aoi) hanya boleh digunakan garis keturunan utama keluarga Tokugawa dan Tokugawa Gosankei. Putraputra lain Tokugawa Ieyasu hanya diberi nama keluarga Matsuidara dan tidak mendapatkan nama keluarga Tokugawa.



Di awal zaman Edo, keshogunan Tokugawa sangat kuatir terhadap Tozama Daimyo yang dianggap memiliki kesetiaan yang tipis terhadap klan Tokugawa. Berbagai macam strategi dirancang agar Tozama Daimyo tidak memberontak. Sanak keluarga klan Tokugawa sering dikawinkan dengan Tozama Daimyo, walaupun sebenarnya tujuan akhir keshogunan Tokugawa adalah memberantas habis semua Tozama Daimyo. Keshogunan Tokugawa justru akhirnya berhasil ditumbangkan Tozama Daimyo dari Satsuma, Choshu, Tosa, dan Hizen.



Keshogunan Tokugawa memiliki sekitar 250 wilayah han yang jumlahnya turun naik sesuai keadaan politik. Peringkat wilayah han ditentukan pemerintah berdasarkan total



penghasilan daerah dalam setahun berdasarkan unit koku. Penghasilan minimal yang ditetapkan shogun untuk seorang daimyo adalah 10.000 koku. Daimyo yang memegang wilayah makmur dan berpengaruh mempunyai penghasilan sekitar 1 juta koku.



Hubungan shogun dan kaisar. Keshogunan Tokugawa menjalankan pemerintah pusat dari Edo, sedangkan penguasa sah Jepang dipegang kaisar Jepang yang berkedudukan di Kyoto. Kebijakan pemerintahan dikeluarkan istana kaisar di Kyoto dan diteruskan kepada klan Tokugawa. Sistem ini berlangsung sampai kekuasaan pemerintah dikembalikan kepada kaisar pada zaman Restorasi Meiji.



Keshogunan Tokugawa menugaskan perwakilan tetap di Kyoto yang disebut Kyōto Shoshidai untuk berhubungan dengan kaisar, keluarga kaisar dan kalangan bangsawan.



Keshogunan Tokugawa mengeruk keuntungan besar dari monopoli perdagangan luar negeri dan hubungan internasional. Perdagangan dengan kapal asing dalam jumlah terbatas hanya diizinkan di Provinsi Satsuma dan daerah khusus Tsushima. Kapal-kapal Namban dari Portugal merupakan mitra dagang utama keshogunan Tokugawa yang diikuti jejaknya oleh kapal-kapal Belanda, Inggris dan Spanyol.



Jepang berperan aktif dalam perdagangan luar negeri sejak tahun 1600. Pada tahun 1615, misi dagang dan kedutaan besar di bawah pimpinan Hasekura Tsunenaga melintasi Samudra Pasifik ke Nueva Espana dengan menggunakan kapal perang Jepang bernama San Juan Bautista. Sampai dikeluarkannya kebijakan Sakoku pada tahun 1635, shogun masih mengeluarkan izin bagi kapal-kapal Shuisen (Kapal Segel Merah) yang ingin berdagang dengan Asia. Setelah itu, perdagangan hanya diizinkan dengan kapal-kapal yang datang Tiongkok dan Belanda.



Rōjū dan Wakadoshiyori



Menteri senior (rōjū) diangkat dari anggota keshogunan yang paling senior dan bertugas sebagai pengawas ōmetsuke, machibugyō, ongokubugyō dan pejabat-pejabat tinggi lain. Tugas lain menteri senior adalah berhubungan dengan berbagai kalangan, seperti istana kaisar di Kyoto, kalangan bangsawan (kuge), daimyo, kuil Buddha dan Jinja, termasuk menghadiri berbagai macam rapat seperti rapat pembagian daerah. Keshogunan Tokugawa memiliki 4-5 menteri senior yang masing-masing bertugas sebulan penuh secara bergantian. Shogun meminta pertimbangan menteri senior jika ada persoalan



penting yang harus diselesaikan. Pada perombakan birokrasi pada tahun 1867, posisi menteri senior dihapus dan diganti dengan sistem kabinet, sehingga ada menteri dalam negeri, menteri keuangan, menteri luar negeri, menteri angkatan darat dan menteri angkatan laut.



Pada prinsipnya, Fudai Daimyo yang memiliki wilayah kekuasaan minimal 50.000 koku memenuhi persyaratan untuk ditunjuk sebagai menteri senior. Walaupun demikian, pejabat menteri senior sering berasal dari birokrat yang dekat dengan shogun, seperti pejabat soba yōnin, Kyoto shoshidai dan Osaka jōdai.



Shogun kadang kala menunjuk seorang menteri senior untuk mengisi posisi Tairō (tetua atau penasehat). Pejabat Tairō dibatasi hanya berasal dari klan Ii, Sakai, Doi dan Hotta, walaupun Yanagisawa Yoshiyasu pernah juga diangkat sebagai pengecualian. Ii Naosuke merupakan Tairō yang paling terkenal, tetapi tewas dibunuh pada tahun 1860 di luar pintu gerbang Sakurada, Istana Edo.



Sebagai kelanjutan dari dewan rokuninshū (1633–1649) yang terdiri dari 6 anggota, keshogunan Tokugawa membentuk dewan wakadoshiyori yang berada persis di bawah posisi menteri senior (rōjū). Dewan wakadoshiyori terbentuk pada tahun 1662 dan terdiri dari 4 anggota. Tugas utama dewan wakadoshiyori adalah mengurusi hatamoto dan gokenin yang merupakan pengikut langsung shogun.



Sebagian shogun juga mengangkat pejabat soba yōnin yang bertugas sebagai perantara antara shogun dan rōjū. Posisi soba yōnin menjadi sangat penting pada masa shogun Tokugawa ke-5 yang bernama Tokugawa Tsunayoshi akibat salah seorang pejabat wakadoshiyori bernama Inaba Masayasu membunuh pejabat tairō bernama Hotta Masatoshi. Shogun Tsunayoshi yang cemas akan keselamatan dirinya memindahkan kantor rōjū hingga jauh dari bangunan utama istana.



Rōjū dan Wakadoshiyori



Pejabat yang melapor kepada rōjū and wakadoshiyori disebut ōmetsuke dan metsuke. Lima orang pejabat ōmetsuke diberi tugas memata-matai para daimyo, kalangan bangsawan (kuge) dan istana kaisar agar segala usaha pemberontakan bisa diketahui sejak dini.



Di awal zaman Edo, daimyo seperti Yagyū Munefuyu pernah ditunjuk sebagai pejabat ōmetsuke. Selanjutnya, jabatan ōmetsuke Cuma diisi oleh hatamoto yang berpenghasilan minimal 5.000 koku. Shogun sering menaikkan penghasilan ōmetsuke menjadi 10.000 koku agar ōmetsuke bisa dihargai dan berkedudukan sejajar dengan daimyo yang sedang diawasi. Pejabat ōmetsuke juga menerima gelar kami, seperti Bizen-no-kami yang berarti penguasa provinsi Bizen.



Sejalan dengan perkembangan waktu, fungsi pejabat ōmetsuke berubah menjadi semacam kurir yang menyampaikan perintah dari keshogunan Tokugawa ke para daimyo. Pejabat ōmetsuke juga diserahi tugas melangsungkan upacara seremonial di lingkungan Istana Edo. Pengawasan kehidupan beragama dan pengendalian senjata api merupakan tanggung jawab tambahan pejabat ōmetsuke.



Pejabat metsuke melapor kepada wakadoshiyori dan bertugas sebagai polisi militer bagi shogun. Tugasnya mengawasi ribuan hatamoto and gokenin yang berpusat di Edo. Masing-masing wilayah han juga memiliki metsuke yang berfungsi sebagai polisi militer bagi para samurai.



San-bugyō Pelaksanaan pemerintahan dilakukan oleh san-bugyō (tiga lembaga administrasi): jishabugyō, kanjōbugyō dan machibugyō. Pejabat jishabugyō berstatus paling elit karena para pejabat selalu berhubungan dengan kuil Buddha (ji) dan kuil Shinto (sha) dan diberi hak penguasaan atas tanah. Pejabat jishabugyō juga menerima pengaduan dari pemilik tanah di luar 8 provinsi Kanto. Pejabat jishabugyō ditunjuk dari kalangan daimyo, dengan Ōoka Tadasuke sebagai pengecualian.



Pejabat kanjōbugyō yang terdiri dari 4 orang melapor langsung kepada rōjū. Tugasnya sebagai auditor keuangan keshogunan Tokugawa.



Pejabat machibugyō merupakan pelaksana pemerintahan tingkat lokal. Tugasnya merangkap-rangkap sebagai wali kota, kepala polisi, kepala pemadam kebakaran, dan hakim pengadilan pidana dan hukum perdata, tetapi tidak bertanggung jawab terhadap samurai. Pejabat machibugyō yang terdiri dari 2 orang (pernah juga sampai 3 orang) biasanya diambil dari hatamoto, bertugas bergantian selama satu bulan penuh.



Tiga orang pejabat machibugyō menjadi terkenal berkat film samurai (jidaigeki), pejabat bernama Ōoka Tadasuke dan Tōyama Kinshirō (Tōyama no Kinsan) selalu digambarkan sebagai pahlawan, sedangkan Torii Yōzō sebagai penjahat.



Pejabat san-bugyō merupakan anggota dari dewan yang disebut Hyōjōsho. Anggota dewan hyōjōsho bertanggung jawab dalam soal administrasi tenryō, mengawasi gundai, daikan dan kura bugyō. Selain itu, anggota dewan hyōjōsho juga hadir sewaktu diadakan dengar pendapat sehubungan dengan kasus yang melibatkan samurai.



Tenryō, Gundai dan Daikan.



Shogun juga menguasai secara langsung tanah di berbagai daerah di Jepang. Tanah milik shogun disebut Bakufu Chokkatsuchi yang sejak zaman Meiji disebut sebagai Tenryō. Shogun memiliki tanah yang sangat luas, mencakup daerah-daerah yang sudah sejak dulu merupakan wilayah kekuasaan Tokugawa Ieyasu, ditambah wilayah rampasan dari para daimyo yang kalah dalam Pertempuran Sekigahara, serta wilayah yang diperoleh dari pertempuran musim panas dan musim dingin di Osaka. Di akhir abad ke-17, seluruh wilayah kekuasaan Tokugawa bernilai 4 juta koku. Kota perdagangan seperti Nagasaki dan Osaka, berbagai lokasi pertambangan seperti tambang emas di Sado termasuk ke dalam wilayah kekuasaan langsung shogun.



Wilayah kekuasaan shogun tidak dipimpin oleh daimyo melainkan oleh pelaksana pemerintahan yang memegang jabatan gundai, daikan, dan ongoku bugyō. Kota-kota penting seperti Osaka, Kyoto and Sumpu dipimpin oleh machibugyō, sedangkan kota pelabuhan Nagasaki dipimpin oleh Nagasaki bugyō yang ditunjuk oleh shogun dari hatamoto yang sangat setia pada shogun.



7. Restorasi Meiji Restorasi Meiji ( 明治維新 Meiji-ishin), dikenal juga dengan sebutan Revolusi Meiji atau Pembaruan Meiji, adalah serangkaian kejadian yang berpuncak pada pengembalian kekuasaan di Jepang kepada Kaisar pada tahun 1868. Restorasi ini menyebabkan perubahan besar-besaran pada struktur politik dan sosial Jepang, dan berlanjut hingga zaman Edo (sering juga disebut Akhir Keshogunan Tokugawa) dan awal zaman Meiji.



Restorasi Meiji terjadi pada tahun 1866 sampai 1869, tiga tahun yang mencakup akhir zaman Edo dan awal zaman Meiji. Restorasi ini diakibatkan oleh Perjanjian Shimoda dan



Perjanjian Towsen Harris yang dilakukan oleh Komodor Matthew Perry dari Amerika Serikat.



7.1 Latar Belakang Penyebab Restorasi Meiji begitu banyak. Jepang baru menyadari betapa terbelakangnya mereka dibandingkan negara-negara lainnya di dunia setelah datangnya Komodor Amerika Serikat Matthew C. Perry yang memaksa Jepang membuka pelabuhan-pelabuhan untuk kapal-kapal asing yang ingin berdagang. Komodor Perry datang ke Jepang menaiki kapal super besar yang dilengkapi persenjataan dan teknologi yang jauh lebih superior dibandingkan milik Jepang saat itu. Para pemimpin Restorasi Meiji bertindak atas nama pemulihan kekuasaan kaisar untuk memperkuat Jepang terhadap ancaman kekuatankekuatan kolonial waktu itu. Kata Meiji berarti kekuasaan pencerahan dan pemerintah waktu itu bertujuan menggabungkan “kemajuan Barat” dengan nilai-nilai “Timur” tradisional. Para pemimpin utama, pembantu kaisar pada waktu itu di antaranya: Itō Hirobumi, Matsukata Masayoshi, Kido Takayoshi, Itagaki Taisuke, Yamagata Aritomo, Mōri Arinori, Ōkubo Toshimichi, and Yamaguchi Naoyoshi. Meskipun secara resmi kekuasaan negara berada di tangan kaisar, kekuatan politik hanya bergeser dari Keshogunan Tokugawa ke sebuah oligarki. Sebagian besar kekuasaan berada di tangan pemimpin elite dari Provinsi Satsuma (Ōkubo Toshimichi, Saigō Takamori) dan Provinsi Chōshū (Itō Hirobumi, Yamagata Aritomo, dan Kido Takayoshi). Mereka mempertahankan praktik-praktik kekuasaan kaisar yang lebih tradisional, dan menempatkan Kaisar Jepang sebagai satu-satunya otoritas spiritual negeri dan para menteri yang memerintah atas nama kaisar.



Aliansi Sat-cho melawan keshogunan Pembentukan aliansi antara pemimpin Domain Satsuma dan Kido Takayoshi pemimpin Domain Choshu merupakan titik awal restorasi Meiji. Keduanya mendukung Kaisar Kōmei (ayah Kaisar Meiji). Aliansi ini dicetuskan oleh Sakamoto Ryoma, dengan tujuan melawan Keshogunan Tokugawa dan mengembalikan kekuasaan kepada Kaisar. Pada 3 Februari 1867, Kaisar Meiji naik tahta setelah wafatnya Kaisar Kōmei pada 30 Januari 1867. Semasa Restorasi Meiji, feodalisme Jepang secara perlahan-lahan digantikan oleh ekonomi pasar dan menjadikan Jepang sebagai negara yang dipengaruhi negara-negara Barat hingga kini.



7.2 Berbagai aspek kemajuan di zaman Meiji



Modernisasi di bidang kebudayaan terus dilakukan pada tahun 1872 (meiji V), pemerintah menetapkan sistem pendidikandi mana masyarakat yang memiliki pekerjaan dan status macam apapun dapat mengikuti pendidikan. Selain itu, pemerintah Meiji pun mengirimkan banyak mahasiswa ke negara-negara Eropa dan Amerika dan mengundang



banyak ahli teknik dari negara-negara Barat. Kebudayaan Barat yang maju pun diadopsi oleh pemerintah. Di bidang kehidupan sehari-hari, diberlakukan kalender Solar Gregorian agama Kristen akhirnya diakui karena adanya kritik-kritik dari luar negeri. Teknik cetak berkembang sehingga koran yang menyebarluaskan politik dan humaniora banyak diterbitkan. Kebudayaan di kota-kota besar yang merupakan salah satu kebudayaan yang menghasilkan kombinasi seni cetak balok kayu, teater Kabuki, novel, mode pakaian, dan perpustakaan, kebanyakan terikat dengan Geisha atau perempuan yang hadir setiap kota tempat hiburan. Di Ginza, Tokyo, dibangun bangunan-bangunan bergaya Barat yang menggunakan batu bata merah dan jalan-jalan raya dinyalakan lampu-lampu gas yang menerangi jalan.



Memotong rambut kuncir menjadi pendek dan memakai pakaian ala Barat telah menjadi gaya hidup baru, di samping itu, daging sapi yang biasanya tidak dimakan akhirnya mereka makan dan mulai pada waktu itu banyak dijumpai restoran sukiyaki. Gaya hidup baru mencakup bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, sandang, pangan, papan, dan lainnya adalah kebudayaan Barat yang baru yang semaki lama semakin diterima masyarakat dan disebut istilah Bunmei Kaika (masa peradaban dan pencerahan).



Di bidang pemikiran, diterapkan pemikiran Barat, seperti bahwa manusia semuanya bebas dan sederajat, dan memiliki hak yang sama untuk menuntut pemikiran untuk mendapatkan keadilan dalam mencapai kebahagiaan dan kebebasannya sehingga pemikiran ini akhirnya meluas di masyarakat. Dalam buku fukuzawa yukichi, terdapat kata-kata pendahuluan yang berbunyi: “ten wa hito no ue ni, hito o tsukurazu, hito no shita ni hito o tsukurazu” (dewa tidak menciptakan manusia berada di atas dan di bawah). Maknanya adalah manusia itu sederajat dan tidak dibedakan berdasarkan status sosial.



Di bidang pendidikan, awalnya banyak petani yang tidak suka memasukkan anak-anaknya ke sekolah karena harus membayar uang sekolah. Namun kenyataannya semakin lama pendidikan sekolah dasar pun semakin maluas. Di bidang pendidikan tinggi, didirikanlah pendidikan tinggi Tokyo Igaku pada tahun 1877 (diganti namanya menjadi Universitas Teikoku pada tahun 1896, dan berganti lagi pada 1945 menjadi Universitas Tokyo); Fukuzawa Yukichi mendirikan sekolah swasta Keio; sedangkan Okuma Shigenobu mendirikan sekolah kejuruan Tokyo, universitas Waseda. Perguruan-perguruan tinggi tersebut banyak menghasilkan tenaga ahli yang tidak kalah dari luar negeri. Pemerintah Meiji terus menyempurnakan bidang pendidikan semaksimal mungkin dan pada tahun 1890, wajib belajar yang merupakan dasar dari pendidikan akhirnya dicanangkan.



·PEMERINTAHAN



Pemerintah baru Meiji terus berupaya memajukan diplomasi. Awalnya pemerintah memikirkan cara untuk mengubah perjanjian-perjanjian antara negara Barat dan Bakufu yang dirasa kurang adil bagi rakyat Jepang. Selain itu, observasi digencarkan untuk mengirim wakil-wakil pemerintahan ke negara Barat. Namun negosiasi untuk memperbarui isi perjanjian-perjanjian tersebut sama sekali tidak ditanggapi oleh negaranegara Barat. Karena itu, pemerintah berpendapat bahwa akan lebih baik untuk membangun negara, mengembangkan industri dan memperkuat militer demi kepentingan negara daripada harus merevisi isi perjanjian.



Pada masa itu, yang mula-mula menjadi menteri adalah para pemimpin yang berasal dari Satsuma dan Choshu (persekutuan han bernama toubaku yang dulunya bertujuan menumbangkan edo & akhirnya melahirkan jaman meiji). Tidak sedikit orang yang merasa tidak puas, terutama mereka para mantan samurai. Ini terutama karena kaum samurai yang kehilangan pekerjaan terpaksa harus berdagang. Sehingga akhirnya para mantan samurai melakukan pemberontakan di berbagai daerah.



Saigo Takamori dan lainnya menuntut pemerintahan baru agar kekuasaan para mantan samurai diarahkan, memberlakukan kembali politik isolasi, dan membuka Korea dengan paksa (seikanron). Namun atas anjuran Okubo Toshimichi, Kido Takayoshi, dan tokoh lainnya (orang-orang yang baru pulang dari Barat), perkembangan negara secara langsung lebih maju dan pemerintahan dalam negeri dilaksanakan lebih dahulu. Setelah diperkenalkannya pemikiran modern Barat, pemikiran mengenai hak rakyat, keadilan dan liberalisme meluas. Sehingga pada tahun 1881 dibentuk partai politik pertama di Jepang yaitu partai liberal oleh mantan samurai Itagaki Taisuke dan tahun berikutnya dibentuk partai konstitusional yang menghendaki parlemen seperti di Inggris. Lalu terbitlah petisi mengenai pembukaan parlemen berdasarkan pemilihan umum yang harus dilaksanakan pemerintah berdasarkan anggota majelis yang dipilih oleh rakyat. Dan terjadilah pertemuan yang dibuat di berbagai tempat yang mendirikan dan menyatukan Kokkau Kisodomei. Yaitu gerakan yang mempelopori dibukanya pemilihan umum.



Tahun 1889 (tahun ke-22 meiji) kaisar meresmikan undang-undang Dai Nihon Teikoku Kenpo (konstitusi kekaisaran jepang raya) sebagai konstitusi yang ditetapkan tenno dan dikembangkan oleh rakyat. Dalam konstitusi parlemen terdiri dari majelis tinggi dan majelis rendah. Anggota mejelis tinggi adalah keluarga kaisar , tenno menunjuk siapa yang akan menjabat lalu dipilih oleh rakyat. Tetapi karena kuatnya cara berpikir kaisar, maka anggota majelis rendah(eksekutif, legislatif dan yudikatif) hanya bertanggung jawab pada kaisar dan tidak bertanggung jawab pada parlemen.



·KONDISI MASYARAKAT



Modernisasi di bidang kebudayaan terus dilakukan pada tahun 1872 (meiji V), pemerintah menetapkan sistem pendidikandi mana masyarakat yang memiliki pekerjaan dan status macam apapun dapat mengikuti pendidikan. Selain itu, pemerintah Meiji pun mengirimkan banyak mahasiswa ke negara-negara Eropa dan Amerika dan mengundang banyak ahli teknik dari negara-negara Barat. Kebudayaan Barat yang maju pun diadopsi oleh pemerintah. Di bidang kehidupan sehari-hari, diberlakukan kalender Solar Gregorian agama Kristen akhirnya diakui karena adanya kritik-kritik dari luar negeri. Teknik cetak berkembang sehingga koran yang menyebarluaskan politik dan humaniora banyak diterbitkan. Kebudayaan di kota-kota besar yang merupakan salah satu kebudayaan yang menghasilkan kombinasi seni cetak balok kayu, teater Kabuki, novel, mode pakaian, dan perpustakaan, kebanyakan terikat dengan Geisha atau perempuan yang hadir setiap kota tempat hiburan. Di Ginza, Tokyo, dibangun bangunan-bangunan bergaya Barat yang menggunakan batu bata merah dan jalan-jalan raya dinyalakan lampu-lampu gas yang menerangi jalan.



Memotong rambut kuncir menjadi pendek dan memakai pakaian ala Barat telah menjadi gaya hidup baru, di samping itu, daging sapi yang biasanya tidak dimakan akhirnya mereka makan dan mulai pada waktu itu banyak dijumpai restoran sukiyaki. Gaya hidup baru mencakup bidang ilmu pengetahuan, pendidikan, sandang, pangan, papan, dan lainnya adalah kebudayaan Barat yang baru yang semaki lama semakin diterima masyarakat dan disebut istilah Bunmei Kaika (masa peradaban dan pencerahan).



Di bidang pemikiran, diterapkan pemikiran Barat, seperti bahwa manusia semuanya bebas dan sederajat, dan memiliki hak yang sama untuk menuntut pemikiran untuk mendapatkan keadilan dalam mencapai kebahagiaan dan kebebasannya sehingga pemikiran ini akhirnya meluas di masyarakat. Dalam buku fukuzawa yukichi, terdapat kata-kata pendahuluan yang berbunyi: “ten wa hito no ue ni, hito o tsukurazu, hito no shita ni hito o tsukurazu” (dewa tidak menciptakan manusia berada di atas dan di bawah). Maknanya adalah manusia itu sederajat dan tidak dibedakan berdasarkan status sosial.



Di bidang pendidikan, awalnya banyak petani yang tidak suka memasukkan anak-anaknya ke sekolah karena harus membayar uang sekolah. Namun kenyataannya semakin lama pendidikan sekolah dasar pun semakin maluas. Di bidang pendidikan tinggi, didirikanlah pendidikan tinggi Tokyo Igaku pada tahun 1877 (diganti namanya menjadi Universitas Teikoku pada tahun 1896, dan berganti lagi pada 1945 menjadi Universitas Tokyo); Fukuzawa Yukichi mendirikan sekolah swasta Keio; sedangkan Okuma Shigenobu mendirikan sekolah kejuruan Tokyo, universitas Waseda. Perguruan-perguruan tinggi tersebut banyak menghasilkan tenaga ahli yang tidak kalah dari luar negeri. Pemerintah



Meiji terus menyempurnakan bidang pendidikan semaksimal mungkin dan pada tahun 1890, wajib belajar yang merupakan dasar dari pendidikan akhirnya dicanangkan.



·SENI DAN SASTRA a. Seni



Sejarah kabuki pada zaman Meiji pun kepopulerannya tetap tidak tergoyahkan. Tapi sering menerima kritik, diantaranya kalangan intelektual menganggap isi cerita kabuki tidak sesuai untuk dipertunjukkan di negara orang beradab. Kalangan di dalam dan di luar lingkungan kabuki juga menuntut pembaruan di dalam kabuki, sehingga mau tidak mau dunia showbiz kabuki harus diubah sesuai tuntutan zaman. Kritik terhadap kabuki mengatakan banyak unsur dalam kabuki yang sebenarnya tidak pantas dimasukkan ke dalam drama kabuki, misalnya : alur cerita yang tidak masuk akal, tema cerita yang kuno atau berbau feodal, dan trik panggung yang sekadar untuk membuat penonton takjub, seperti adegan aktor bisa “terbang” atau berganti kostum dalam sekejap. Akibat kritik yang diterima dunia showbiz kabuki sejak zaman Meiji berusaha mengadakan gerakan pembaruan dalam berbagai aspek teater kabuki. Gerakan pembaruan yang disebut Engeki Kairyo Undo juga melibatkan pemerintahan meiji yang memang bermaksud mengontrol pertunjukan kabuki. Pemerintah Meiji bercita-cita menciptakan pertunjukan teater yang pantas dan bisa dinikmati kalangan menengah dan kalangan atassuatu “masyarakat yang bermoral”. Salah satu hasil gerakan pembaruan kabuki adalah dibukanya gedung Kabukiza sebagai tempat pementasan kabuki. Selain itu, pembaruan juga melahirkan genre baru teater kabuki yang disebut Shimpa.



b. Sastra



Dalam langkah modernisasi dengan adanya Restorasi Meiji, Jepang pun turut memodernisasi bidang kesusastraan, dimulai dari tulisan Shobochi Shoyo berjudul Shosetsu Shinzui pada tahun 1885. Dalam Shoyo diungkapkan bahwa karya sastra bukanlah alat politik maupun moral, tapi merupakan seni yang memiliki makna sendiri, yang mengutamakan keindahan hidup dan realisme. Salah satu penulis novel yang terkenal pada masa itu adalah Futabatei Shimei yang menjadi pelopor dalam novel modern. Salah satu novel modernnya adalah Ukigumo, yang ditulis dalam bahasa kolokial (percakapan). Sampai saat ini, karya klasik seperti Goshunotoi karya Kodarohan dan Konjikiyasha karya Ozaki koyo masih banyak dibaca kalangan luas. Pada masa-masa itu bermunculan karya sastra yang dipublikasikan oleh Higuchi Ichiyo seperti Takekurabe, Nigorie, jusanya,dan lainnya. Karya-karya yang ditulis dengan gaya bahasa yang sangat indah itu menceritakan tentang seorang wanita yang harus menghadapi kesulitandi



tengah masyarakat yang terikat oleh adat istiadat dan moral yang kuno. Tapi karya itu secara realistis masih bernapaskan puisi.



Selain itu, karya-karya baru di bidang puisi seperti waka dan haiku pun lahir. Puisi, disebut pula Shintaishi, dan karya-karya di bidang puisi bernafaskan romantis. Di bidang Haiku dan Waka, Masao Kashiki mengeluarkan majalah bernama Hototokisu yang melukiskan karya-karya Haiju dan Tanka. Yosano Aiko, dalam majalah Myojo, menerbitkan Tanka yang bernafaskan romantisisme dan karya dengan imajinasi sastra. Setelah karya Ukigumo, banyak karya-karya beraliran naturalis yang mendapat pengaruh dari sastra asing bermunculan. Yang perlu diperhatikan adalah karya Shimazaki Toson yang berjudul Haikai. Haikai merupakan puncak dari karya sastra yang menggambarkan pergolakan batin seorang manusia, khususnya dunia remaja dan penderitaan yang dialaminya. Toson terus aktif menulis hingga zaman Showa ketika dia menulis kisah tentang kehidupan orang tuanya semasa sulit di zaman restorasi Meiji dalam novel berjudul Yoakemae. Sastra naturalisme merupakan gerakan modernisasi di bidang kesusastraan. Karya sastra Tayama Katai yang berjudul Futon memiliki pengaruh besar terhadap gerakan tersebut. Dalam perkembangan kesusatraan natiralisme tersebut, khususnya sejak pertengahan zaman Meiji hingga awal zaman Taisho, orang-orang yang berperan adalah Mori Ogai, Natsume Soseki, Ishikawa Takubaku.



·KONDISI EKONOMI DAN INDUSTRI



a. Ekonomi



Untuk melaksanakan pembaharuan, pertama-tama yang diperlukan oleh pemerintah Meiji adalah modal yang banyak. Maka untuk menetapkan pendapatan pajak, pemerintah memperbaharui cara cara pemungutan pajak dari petani yang dikenal dengan istilah Chisokaisei. Pertama pemerintah memberikan sertifikat tanah kepada tuan tanah dan pemilik tanah pribadi, kemudian beras sebagai pajak tahunan diganti dengan uang kontan (Chiso Kaisei). Tetapi pembaharuan ini mahalnya kira-kira sama dengan zaman Edo. Beberapa petani yang tidak mampu membayar pajak harus menjual tanahnya, selain itu rakyat yang tidak memiliki tanah pribadi harus memberikan setengah dari jumlah beras yang diterimanya kepada tuan tanah.



Setelah pembaharuan pajak, 2 atau 3 anak laki-laki dari petanipemilik tanah pribadi maupun petani kecil biasa, meninggalkan desa dan menjadi buruh pabrik di kota besar. Reformasi pajak tanah membuat perekonomian menjadi stabil, akan tetapi pajak tanah yang jauh lebih tinggi dari pajak yang dibayar dengan beras dan hal ini yang membuat rakyat lebih menderita.



b.industri



Industri modern Jepang, setelah tahun 1890, yang berusaha memajukan mekanisme di bidang industri pemintalan sutra, dan industri lainnya, ditandai dengan diimpornya benang katun dan benang sutera ke Amerika, Korea dan Cina. Perang Cina-Jepang dan Rusia-Jepang mengakibatkan Jepang memperoleh sumber-sumber kekayaan alam yang berlimpah. Pada tahun 1901, Jepang selesai membangun pabrik besi baja pertama yang dikelola pemerintah. Dengan demikian, terbentuklah dasar dari perkembangan industri berat, seperti industri baja dan industri pembuatan kapal, serta mesin-mesin industri.



Revolusi tersebut mengakibatkan meningkatnya kapitalisme dan timbulnya persoalan dalam masyarakat feodal. Di pedesaan, karena dipaksa membayar pajak yang tinggi, semakin banyak petani yang menjual tanah pribadinya sehingga jumlah petani miskin pun makin meningkat. Para petani kecil yang tidak bisa hidup di pedesaan lagi lebih memilih pergi ke perkotaan dan menjadi buruh pabrik. Namun kondisi pabrik tempat para petani itu bekerja sangat buruk. Di lain pihak, para tuan tanah lintah darat yang menimbun dan mengumpulkan tanah yang luas tidak bisa menanam sendiri, sehingga mereka yang membiayai hidup dengan cukai semakin bertambah. Selain itu, para tuan tanah yang menjadi anggota parlemen pun meningkat. Saat itu tuan tanah besar dan keluarga kapitalis yang mengelola perusahaan, memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap politik Jepang.



Bersamaan dengan perkembangan industri modern, maka modal diakumulasikan pada industri-industri besar dan keluarga kapitalis yang bepengaruh (Zaibatsu). Di bidang keuangan, perdagangan luar negeri, transportasi, dan pertambangan, dan bidang lain, diadakan pengelolaan multidimensi sehingga bank akhirnya menguasai modal industri. Dalam keadaan seperti itu, paham pemikiran masyarakat juga meluas di Jepang. Pergerakan para petani kecil dan para buruh dalam upaya memperbaiki kehidupannya sering terjadi. Namun pemerintah membuat undang-undang yang pengawasannya dilakukan secara ketat.



Dengan kebijakan politik tentang pendidikan wajib yang dilaksanakan di seluruh Jepang, pemerintah Meiji mengadakan perubahan mendasar secara sosial, yaitu dengan merubah kesadaran setiap orang terhadap fungsi negara. Orang Jepang yang pada masa pemerintahan Tokugawa masih berfikir kedaerahan, pada masa Meiji diharuskan mempunyai pemikiran atau kesadaran nasional (satu kebijakan pendidikan yang bersifat nasionalistik). Perubahan kesadaran orang per orang dari kedaerahan menjadi nasional



seperti inilah yang merupakan hasil terpenting perubahan yang dilakukan oleh pemerintah Meiji dalam bidang pendidikan.



7.3 Dampak Restorasi Meiji Restorasi Meiji mengakselerasi industrialisasi di Jepang yang dijadikan modal untuk kebangkitan Jepang sebagai kekuatan militer pada tahun 1905 di bawah slogan “Negara Makmur, Militer Kuat” ( 富 国 強 兵 fukoku kyōhei). Pemerintah Oligarki Meiji yang bertindak atas nama kekuasaan kaisar memperkenalkan upaya-upaya mengonsolidasi kekuasaan untuk menghadapi sisa-sisa pemerintahan zaman Edo, keshogunan, daimyo, dan kelas samurai. Pada tahun 1868, semua tanah feodal milik Keshogunan Tokugawa disita dan dialihkan di bawah “kendali kekaisaran”. Tindakan ini sekaligus menempatkan mereka di bawah kekuasaan pemerintahan baru Meiji. Pada tahun 1869, daimyo Domain Tosa, Domain Hizen, Domain Satsuma, dan Domain Chōshū yang telah berjasa melawan kekuasaan keshogunan, dibujuk untuk mau “mengembalikan domain mereka kepada kaisar.” Daimyo lainnya juga selanjutnya diperintahkan untuk melakukan hal yang sama. Dengan adanya penghapusan wilayah domain, maka untuk pertama kalinya tercipta pemerintahan Jepang yang terpusat dan berkuasa di semua wilayah negeri. Pada tahun 1871, semua daimyo dan mantan daimyo dipanggil untuk menghadap kaisar untuk menerima perintah pengembalian semua domain kepada kaisar. Sekitar 300 domain (han) diubah bentuknya menjadi prefektur yang dipimpin oleh gubernur yang ditunjuk oleh negara. Pada tahun 1888, beberapa prefektur telah berhasil dilebur menjadi satu sehingga jumlah prefektur menciut menjadi 75 prefektur. Kepada mantan daimyo, pemerintah berjanji untuk menggaji mereka sebesar 1/10 dari pendapatan bekas wilayah mereka sebagai penghasilan pribadi. Selanjutnya, utang-utang mereka berikut pembayaran gaji serta tunjangan untuk samurai diambil alih oleh negara.



7.4 Dampak bagi Korea dan China Restorasi adalah pengembalian atau pemulihan kepada keadaan semula. Restorasi berarti pemulihan, di dalamnya terkandung untuk pembangunan dan pembaharuan. Karena adanya Restorasi Meiji, Jepang kemudian menjadi negara imperialis yang mengedepankan industrinya. Demi mencari bahan mentah sebagai bahan baku industrinya, Jepang kemudian melakukan ekspansi atau penjelajahan ke wilayah lain yang dinilai strategis dan kaya akan bahan tambang. Sedangkan Cina yang dipimpin oleh Qing, berada dalam ambang kehancuran.



Cina dan Jepang sebenarnya telah menjalin hubungan persahabatan sejak sebelum Dinasti Ming. Hubungan antara Cina dan Jepang berupa hubungan politik melalui para utusan yang dikirimkan oleh masing-masing negara, juga melalui hubungan perdagangan. Setelah Kaisar Meiji naik tahta dan mengubah Jepang menjadi negara yang lebih modern dan kuat, hubungan persahabatan antara Cina dan Jepang pun menjadi renggang.



Sebelumnya, Korea merupakan negara vasal milik Cina. Kemudian pada tahun 1894, Jepang mulai tertarik untuk datang ke Korea. Karena Korea merupakan salah satu negara yang strategis dan kaya akan bahan mentah, yang berguna bagi Jepang untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industrinya. Jepang merasa harus mengusir Cina dari wilayah Korea agar Jepang bisa leluasa menguasai Korea. Sebaliknya Cina merasa terancam atas kehadiran Jepang di wilayah Korea, karena ditakutkan akan mengancam kekuasaan Cina di Korea.



Daerah Korea adalah daerah yang sangat subur sehingga menjadi rebutan bagi negaranegara imprealis. Korea merupakan jalan yang terbaik atau sebagai batu loncatan untuk Manchuria dan Negara Cina serta daratan Asia lainnya. Korea juga banyak mengandung bahan mentah seperti mineral, batu bara, besi, emas, tembaga, wolfram, dan perak. Secara umum Korea banyak mengandung bahan-bahan yang penting bagi kepentingan industri. Akibatnya, Jepang mengincar wilayah Korea untuk dijadikan sebagai lahan bahan baku untuk industrinya. Sedangkan Korea merupakan negara vasal milik Cina yang harus dipertahankan oleh Cina. Hal inilah yang menjadi awal mula terjadinya Perang CinaJepang I.



Setelah terjadinya Perjanjian Ganghwa3 pada tahun 1875, Jepang mendapatkan keuntungan yaitu Jepang diperkenankan untuk berdagang dengan bebas tanpa adanya intervensi dari Kerajaan Joseon . Pelabuhan di Busan menjadi terbuka untuk Jepang dan Korea diharuskan untuk mencarikan 2 tempat lagi di sekitaran Provinsi Gyeongsang, Propinsi Gyeonggi, Propinsi Chungcheong, atau Propinsi Hamgyeong, untuk kapal perdagangan Jepang. Akibat dari adanya perjanjian ini, Cina semakin khawatir akan posisinya di Korea.



Terdapat sebab-sebab umum terjadinya Perang Cina-Jepang I, antara lain: 1. Korea merupakan wilayah yang dianggap sebagai pintu masuk menuju ke wilayah Asia, sehingga apabila Korea dikuasai oleh Cina maka akan mempersulit Jepang untuk memasuki wilayah Korea dan Asia yang lainnya,



2. Korea akan dijadikan sebagai tempat tinggal untuk orang-orang Jepang yang akan dipindahkan, 3. Korea merupakan wilayah yang kaya akan bahan mentah, yang sangat dibutuhkan untuk perindustrian Jepang.



Selain itu, ada juga sebab khusus terjadinya Perang Cina-Jepang I, yaitu pada saat itu di Korea sedang terjadi Pemberontakan Tonghak. Akibat dari adanya Pemberontakan Tonghak, baik Cina maupun Jepang sama-sama mengirimkan pasukan ke wilayah Korea. Setelah Pemberontakan Tonghak, kedua belah pihak tetap mempertahankan ideologinya masing-masing, dan memperkeruh hubungan antara Cina dan Jepang. Dalam pemberontakan itu, Rusia ikut campur tangan dan mengancam kedua belah pihak untuk segera menarik pasukannya dari wilayah Korea.



Pemerintah Korea menginginkan pembaharuan dalam negerinya, namun hal itu tidak dapat dilakukan apabila masih ada Cina yang menduduki wilayahnya. Maka Korea meminta bantuan kepada Jepang untuk mengusir Cina dari wilayah Korea. Dengan begitu, kasus persengketaan antara Cina dan Jepang semakin parah dan terjadilah Perang CinaJepang I.



Perang Cina-Jepang I terjadi pada 1 Agustus 1894 hingga 17 April 1895. Saat itu Cina sedang dalam masa pemerintahan Dinasti Qing dan Jepang dalam pemerintahan Kaisar Meiji. Akibat dari keinginan Jepang untuk mengambil alih Korea, dan permohonan Korea kepada Jepang untuk mengusir Cina dari wilayahnya, akhirnya perang ini tak dapat dihindarkan. Perang Cina-Jepang I diawali dari adanya Perjanjian Ganghwa, yang menguntungkan pihak Jepang, sedangkan Cina merasa dirugikan.



Setelah terjadinya Perjanjian Ganghwa, di tahun 1882, Menteri Luar Negeri Cina yang bernama Li Hongzhang menemui perwakilan Korea yang berada di Tianjin. Perjanjian ini berisi kesepakatan kedua negara untuk mengadakan pertukaran diplomat, serta mengizinkan Amerika Serikat untuk menaruh konsulat- konsulatnya di pelabuhanpelabuhan Korea. Hal ini dilakukan Cina untuk menekan dan menyeimbangkan kekuatan Jepang di Korea. Perjanjian ini menimbulkan keinginan dari negara-negara lain untuk ikut melakukan perjanjian dengan Korea, dan Cina mengajak negara-negara Barat untuk melakukan perjanjian dengan Korea. Akibatnya, Korea menjadi negara yang terbuka.



Setelah itu, Cina mengirimkan pasukan sebanyak 6 batalion ke Korea untuk menjaga keamanan pasca terjadinya Pemberontakan Jingo dan untuk meminimalisir campur tangan Jepang yang semakin bebas akibat dari adanya Perjanjian Jemulpo. Tetapi



pasukan-pasukan ini ditarik mundur oleh Cina karena Cina sedang berperang melawan Perancis pada tahun 1884.



Karena ditarik mundurnya para pasukan Cina di Korea, membuat Jepang merasa untung dan dengan mudahnya melakukan aksi kudeta. Pada tanggal 4 Desember 1884, saat pesta makan malam untuk merayakan pembukaan kantor pos baru di Seoul, Kim Okyun beserta pasukan dan warga kota menyerbu istana dan membunuh pejabat-pejabat Korea yang pro Cina. Kudeta yang dilakukan mendapatkan bantuan dari tentara Jepang, namun mengalami kegagalan karena pasukan Jepang kalah dalam jumlah pasukan.



Pada tahun 1885, Ito Hirobumi diutus Jepang untuk melakukan perjanjian dengan Li Hongzhang di Tianjin, yang menghasilkan keputusan yang merugikan Cina. Terdapat tiga poin hasil perjanjian tersebut, yaitu: 1. Dalam waktu kurang dari 4 bulan, kedua negara harus segera menarik pasukannya dari Korea. 2. Kedua negara dilarang untuk melatih pasukan Korea, tetapi wajib menyuruh Korea untuk menggunakan instruktur dari negara lain, dan 3. Bila diperlukan untuk mengirim pasukan ke Korea, kedua negara harus saling memberitahu, dan bila urusannya telah selesai diwajibkan untuk segera menarik pasukannya dari Korea.



Pemberontakan Tonghak yang terjadi di tahun 1893 merupakan awal mula terjadinya Perang Cina-Jepang I. Pemberontakan ini berawal dari kekecewaan dari kaum petani dan nelayan terhadap pemerintah Korea. Para nelayan merasa kesulitan mengambil ikan karena banyaknya nelayan dari Jepang yang mengambil ikan-ikan di Korea menggunakan peralatan mereka yang canggih. Petani juga mengeluhkan mengenai biaya kirim yang mahal apabila ingin menjual hasil pertanian.



Kelompok Tonghak bergerak dari Kota Jeonju menuju ke Kota Seoul. Pemerintah Jeonju merasa tidak sanggup melawan para pemberontak, dan meminta bantuan kepada pemerintah pusat. Pemberontakan semakin tidak dapat dikontrol karena jumlah pemberontak yang semakin banyak. Kemudian para pemberontak bergerak menuju ke selatan hingga Pelabuhan Mokpo. Pemerintah Korea yang kewalahan akhirnya meminta bantuan kepada bantuan kepada Pemerintah Cina yang ditanggapi dengan sigap dengan mengirimkan kapalnya ke Teluk Asan. Akan tetapi pengiriman pasukan ke Korea ini dilakukan tanpa memberitahu terlebih dahulu kepada Jepang, sehingga Jepang menganggap ini sebagai pelanggaran perjanjian Tianjin.



Jepang juga mengirimkan pasukannya ke wilayah Korea dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, sebagai alasan untuk membantu Korea melawan para Pemberontak. Selanjutnya Jepang mendesak Cina agar segera mengakui kemerdekaan Korea, dan menyerang Istana Gyeongbok lalu menangkap para Pejabat dan keluarga kerajaan yang pro Cina. Setelah peristiwa itu, terjadi Serangan Pungdo. Akibatnya pada bulan Juli 1894, Pemerintah Cina menyatakan perang terhadap Jepang.



Perang Cina-Jepang I terjadi di beberapa wilayah dan waktu tertentu. Perang pertama adalah Perseteruan Seonghwan pada 29 Juli 1894. Tentara Jepang melakukan penyerangan secara mendadak terhadap Cina di Teluk Asan, namun Cina enggan membalasnya. Cina memutuskan untuk merusak jalan, jembatan, dan membuat parit untuk menghalau pasukan Jepang yang sedang bergerak menuju Seonghwan. Tetapi pasukan Jepang dapat meledakkan meriam-meriam di parit yang dibuat oleh pasukan Cina. Perseteruan Seonghwan dimenangkan oleh Jepang.



Yang kedua adalah Pertarungan Pyongyang yang terjadi pada 15 September 1894. Di pertarungan ini, pasukan Cina ingin menyerang Jepang melalui jalur darat dan laut. Jepang berusaha mengirim mata-mata, namun berhasil diketahui pasukan Cina. Kondisi geografis Kota Pyongyang sebenarnya menguntungkan pihak Cina, karena dikelilingi oleh Sungai Daedong dan bukit-bukit sehingga pasukan Jepang kesulitan untuk menerobos Kota Pyongyang. Namun nyatanya pasukan Jepang dapat tiba di Kota Pyongyang dan merampas semua perbekalan makanan dan persenjataan milik pasukan Cina. Pasukan Cina semakin dipukul mundur dan menuju ke arah Uiju, sedangkan pasukan Jepang semakin mudah bergerak menuju Sungai Yalu dan bersiap untuk menyeberang ke wilayah Cina.



Pertempuran Sungai Yalu, terjadi pada 17 September 1894, merupakan pertempuran mendadak tanpa ada perencanaan sebelumnya. Pertempuran ini terjadi pada saat bertemunya kapal dari kedua belah pihak saat sedang konvoi. Kedua belah pihak saling bersiap untuk melakukan serangan mendadak. Pertarungan ini terjadi hanya sekitar 5 jam, dengan hasil Jepang menenggelamkan lima kapal Cina dan merusak kapal lainnya, sedangkan Cina berhasil merusak Mastsushima, Hiei, Akagi, dan Saikyo Maru.



Pertempuran terakhir terjadi di daratan Cina. Jepang mulai menguasai beberapa kota di Cina yang semakin mendekati ke arah Beijing, yang merupakan ibukota Cina. Akibat dari kemenangan Jepang di Sungai Yalu, akhirnya mempermudah pasukan Jepang untuk menguasai Kota Jiuliancheng. Selanjutnya pasukan Jepang bergerak menuju Kota Andong (Dandong, sekarang). Pasukan Jepang menyerang pasukan Cina di malam hari, sehingga



pasukan Cina tidak dapat melakukan persiapan untuk menghadapi Jepang. Akhirnya kota Andong jatuh ke tangan Jepang pada tanggal 26 Oktober.



Selanjutnya Kota Mukden (Shenyang, sekarang) menjadi target Jepang berikutnya. Selain itu pasukan Jepang juga menuju ke Port Arthur untuk menguasai Semenanjung Liaodong, dan menyeberang Kota Weihai, Provinsi Shandong. Sebagian pasukan Jepang menuju ke utara dan berhasil menduduki Kota Haicheng di Provinsi Liaodong, yang merupakan wilayah Manchuria. Terjadi perebutan Kota Haicheng, namun Cina gagal memukul mundur pasukan Jepang. Jepang juga melakukan ekspansi ke wilayah Pulau Formosa atau Taiwan.



Pada akhirnya Cina menyerah terhadap Jepang melalui Perjanjian Shimonoseki pada tanggal 17 April 1895. Isi dari perjanjian tersebut antara lain:



Cina mengakui kemerdekaan Korea dan pengiriman upeti ke Cina diberhentikan Penyerahan Pulau Formosa dan Semenanjung Liaodong bagian timur Cina harus membayar ganti rugi kepada Jepang sebesar 200 juta tahil (300 juta Yen) Jepang diperbolehkan melakukan perdagangan di Provinsi Heibei (Kota Shashi), Provinsi Shichuan (Kota Chongqing), Provinsi Jiangsu (Kota Suzhou), dan Provinsi Zhejiang (Kota Hangzhou). Perang Cina-Jepang I resmi berakhir, dengan hasil dimenangkan oleh pihak Jepang.



8. Ekspansi Jepang dalam Perang Asia Timur raya



Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang (2018), sebelum abad ke-18, Jepang adalah negara yang terbelakang. Jepang hanya mampu mengekor tetangganya, China dalam berbagai hal. Namun ini semua berubah ketika Amerika datang ke Jepang memaksa Jepang membuka pelabuhannya.



Bangsa Jepang menyadari ketertinggalan mereka jika dibanding dengan negara-negara barat. Mereka pun melakukan revolusi besar-besaran dengan belajar ke barat. Revolusi ini dikenal dengan Restorasi Meiji yang dimulai pada 1868. Hasilnya, Jepang semakin kuat dan modern. Bersamaan dengan ilmu dan teknologi, Jepang juga membawa ajaran imperialisme dari barat Imperialisme adalah upaya mendominasi dan memperkuat negara dengan menjajah atau menguasai wilayah lain. Jepang membawa ideologi fasisme. Fasisme biasanya dicirikan dengan nasionalisme yang berlebihan (ultranasionalisme),



mengutamakan kekuatan militer, dan otoriter. Jepang pun menantang tetangganya, China, dalam Perang Sino Kedua. Jepang menginvasi Manchuria, China pada 19 September 1931. Namun Perang Asia Timur Raya secara resmi dimulai pada 8 Desember 1941, ketika Jepang mengebom Pearl Harbour, pangkalan militer AS di Hawai, Samudra Pasifik.



Kemenangan Jepang di Pearl Harbour dan tempat lainnya mendorong Jepang melebarkan sayapnya ke Asia Tenggara. Jepang ingin mengalahkan AS dan sekutu-sekutunya yakni Inggris, Belanda, dan Australia.



Negara-negara di Asia Tenggara saat itu dikoloni oleh bangsa Eropa. Inggris menguasai Birma (Myanmar), Malaya (Malaysia), dan Borneo (Kalimantan).



Perancis menguasai Indochina (Kamboja, Laos, dan Vietnam). Spanyol menguasai Filipina (Spanish East Indies). Sementara Indonesia dikuasai Belanda (Hindia Belanda).



Beberapa pekan setelahnya, barulah Jepang masuk ke Indonesia. Pada tanggal 11 Januari 1942 tentara Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang terus mengalahkan tentara Belanda di Kalimantan, Sumatera, hingga basisnya di Jawa. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Starkenborgh Stachouwer dan Panglima Tentara Ter Poorte terpukul mundur hingga ke Jawa Barat.



Pada Pada 8 Maret 1942 keduanya menemui Letnan Jenderal Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat untuk berunding. Hasilnya adalah penyerahan Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang. Peralihan kekuasaan ini ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Kalijati antara Jenderal Ter Poorten dengan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura. Kawasan yang dijajah dibangun pangkalan militer dan pertahanan. Rakyat dipaksa bekerja. Jika menolak, akan disiksa dengan kejam bahkan tak sedikit yang meninggal.



Di kawasan Asia Pasifik, perang dimulai ketika Jepang menyerang Pearl Harbour, pangakalan militer Amerika Serikat di Hawai.



Lalu, bagaimana Indonesia bisa terlibat perang itu? Sebelum sampai ke sana, mari simak dulu latar belakang dan pemicu Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya yang dikobarkan Jepang.



Ambisi imperialisme Jepang



Dikutip dari Masa Pendudukan Jepang (2018), sebelum abad ke-18, Jepang adalah negara yang terbelakang. Jepang hanya mampu mengekor tetangganya, China dalam berbagai hal. Namun ini semua berubah ketika Amerika datang ke Jepang memaksa Jepang membuka pelabuhannya.



Bangsa Jepang menyadari ketertinggalan mereka jika dibanding dengan negara-negara barat. Mereka pun melakukan revolusi besar-besaran dengan belajar ke barat. Revolusi ini dikenal dengan Restorasi Meiji yang dimulai pada 1868. Hasilnya, Jepang semakin kuat dan modern. Bersamaan dengan ilmu dan teknologi, Jepang juga membawa ajaran imperialisme dari barat.



Imperialisme adalah upaya mendominasi dan memperkuat negara dengan menjajah atau menguasai wilayah lain. Jepang membawa ideologi fasisme. Fasisme biasanya dicirikan dengan nasionalisme yang berlebihan (ultranasionalisme), mengutamakan kekuatan militer, dan otoriter. Jepang pun menantang tetangganya, China, dalam Perang Sino Kedua. Jepang menginvasi Manchuria, China pada 19 September 1931. Angkatan Udara Kerajaan Jepang membombardir Pearl Harbour, yang memicu perang di Pasifik pada Desember 1941. Banyak siswa Jepang dibuat tidak tahu apa-apa tentang kejahatan perang Jepang dalam Perang Dunia II.



8.1 Perang Jepang russia



Perang Rusia-Jepang (10 Februari 1904 – 5 September 1905) adalah konflik yang sangat berdarah yang tumbuh dari persaingan antara ambisi imperialis Rusia dan Jepang di Manchuria dan Korea. Peperangan ini utamanya terjadi karena perebutan kota Port Arthur dan Jazirah Liaodong, ditambah dengan jalur rel dari pelabuhan tersebut ke Harbin. Pada akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20, berbagai negara Barat bersaingan memperebutkan pengaruh, perdagangan dan wilayah di Asia Timur sementara Jepang berjuang untuk menjadi sebuah negara modern yang besar. Lokasi Jepang mendorongnya untuk memusatkan perhatian pada Dinasti Choson Korea dan Dinasti Qing di Tiongkok utara, sehingga membuat negara itu bersaingan dengan tetangganya, Rusia. Upaya Jepang untuk menduduki Korea menyebabkan pecahnya Perang Tiongkok-Jepang.



Kekalahan yang dialami Tiongkok dalam perang itu menyebabkan ditandatanganinya Perjanjian Shimonoseki (17 April 1895). Dengan perjanjian itu Tiongkok melepaskan klaimnya atas Korea, dan menyerahkan Taiwan dan Lüshunkou (sering disebut Port Arthur). Namun, tiga kekuatan Barat (Rusia, Kekaisaran Jerman dan Republik Ketiga



Prancis ) melalui Intervensi Tiga Negara pada 23 April 1895 menekan Jepang untuk menyerahkan Port Arthur, dan belakangan Rusia (tahun 1898) merundingkan penyewaan pangkalan Angkatan Laut selama 25 tahun dengan Tiongkok. Sementara itu, pasukanpasukan Rusia menduduki sebagian besar wilayah Manchuria dan Rusia maupun Jepang berusaha mengambil alih Korea.



Setelah gagal mendapatkan perjanjian yang menguntungkannya dengan Rusia, Jepang mengirimkan sebuah ultimatum pada 31 Desember 1903, memutuskan hubungan diplomatik pada 6 Februari, dan mulai menyerang dua hari kemudian. Kedua pihak mengeluarkan pernyataan perang pada 10 Februari. Di bawah hukum internasional, serangan Jepang tidak dapat dianggap sebagai serangan tersembunyi, karena ultimatum telah dikeluarkan. Namun demikian, setelah serangan Pearl Harbor, sering kali dikatakan bahwa ini adalah salah satu contoh betapa Jepang suka melakukan serangan mendadak.



Perang tahun 1904



Port Arthur, di Jazirah Liaodong di selatan Manchuria, telah diperkuat Rusia hingga menjadi sebuah pangkalan Angkatan Laut besar. Jepang membutuhkan kekuasaan laut untuk berperang di daratan Asia, karena itu tujuan militer pertama mereka adalah menetralkan armada Rusia di Port Arthur. Pada 8 Februari malam, armada Jepang di bawah pimpinan Admiral Heihachiro Togo memulai peperangan dengan sebuah serangan torpedo mendadak pada kapal-kapal Rusia di Port Arthur, sehingga membuat dua kapal perang Rusia rusak parah. Serangan-serangan itu berkembang menjadi Pertempuran Port Arthur esok paginya. Serangkaian pertempuran laut yang tidak memberikan hasil yang menentukan pun terjadi. Pada kesempatan itu, Jepang tidak berhasil menyerang Rusia dengan menggunakan meriam-meriam darat dari pelabuhan, dan armada Rusia menolak untuk meninggalkan pelabuhan itu dan pergi ke laut terbuka, khususnya setelah kematian Admiral Stepan Osipovich Makarov pada 13 April. Pertempuran-pertempuran ini memberikan perlindungan bagi sebuah pasukan Jepang untuk mendarat dekat Incheon di Korea, dan dari sana mereka menduduki Seoul dan berikutnya seluruh Korea. Pada akhir April, tentara Jepang di bawah Kuroki Itei bersiap-siap menyeberangi sungai Yalu ke Manchuria yang saat itu diduduki Rusia.



Sebagai jawaban terhadap strategi Jepang yang memberikan kemenangan cepat untuk menguasai Manchuria, Rusia melakukan tindakan-tindakan penghalang untuk memperoleh cukup waktu untuk menunggu tibanya pasukan-pasukan tambahan yang datang melalui jalan kereta api Trans-Siberia yang panjang. Pada 1 Mei, pecahlah Pertempuran Sungai Yalu. Dalam pertempuran ini pasukan-pasukan Jepang menyerang sebuah posisi Rusia setelah mereka menyeberangi sungai itu tanpa menghadapi perlawanan. Ini adalah sebuah pertempuran besar pertama dari perang ini di daratan.



Pasukan-pasukan Jepang bergerak maju dan mendarat di beberapa titik di pantai Manchuria, serta melakukan sejumlah pertempuran hingga memukul balik pasukanpasukan Rusia ke Port Arthur. Pertempuran-pertempuran ini, termasuk Pertempuran Nanshan pada 25 Mei, ditandai oleh kekalahan besar Jepang dalam penyerangan kepada sejumlah posisi kuat Rusia, tetapi tentara Rusia tetap bersikap pasif dan tidak melakukan serangan balasan.



Di laut, perang ini sama brutalnya. Setelah penyerangan pada 8 Februari terhadap Port Arthur, pasukan Jepang berusaha mencegah pasukan Rusia menggunakan pelabuhan itu.



Arti penting Perang ini menandai bangkitnya kekuatan Asia menandingi kekuatan Barat yang berkuasa di Tiongkok saat itu. Kemenangan ini membuat kekuatan Barat harus memperhitungkan Jepang dalam urusan politik di Asia. Selain itu, kemenangan ini memicu kebangkitan nasional di negara-negara Asia lainnya yang sedang terjajah oleh negara Eropa. Ini membuat negara-negara Asia berpikir bahwa negara-negara di Asia dapat sejajar dengan negara-negara Barat.



8.2 Ekspansi Jepang terhadap cina



Perang Tiongkok-Jepang Kedua (7 Juli 1937 sampai 9 September 1945) adalah perang besar antara Tiongkok dan Jepang, sebelum dan selama Perang Dunia II. Perang ini adalah perang Asia terbesar pada abad ke-20. Walaupun kedua negara telah sebentar-sebentar berperang sejak tahun 1931, perang berskala besar baru dimulai sejak tahun 1937 dan berakhir dengan menyerahnya Jepang pada tahun 1945. Perang ini merupakan akibat dari kebijakan imperialis Jepang yang sudah berlangsung selama beberapa dekade. Jepang bermaksud mendominasi Tiongkok secara politis dan militer untuk menjaga cadangan bahan baku dan sumber daya alam yang sangat banyak dimiliki Tiongkok. Pada saat yang bersamaan, kebangkitan nasionalisme Tiongkok dan kebulatan tekad membuat perlawanan tidak bisa dihindari. Sebelum tahun 1937, kedua pihak sudah bertempur dalam insiden-insiden kecil dan lokal untuk menghindari perang secara terbuka. Invasi Manchuria oleh Jepang pada tahun 1931 dikenal dengan nama Insiden Mukden. Bagian akhir dari penyerangan ini adalah Insiden Jembatan Marco Polo tahun 1937 yang menandai awal perang besar-besaran antara kedua negara.



Sejak tahun 1937 sampai 1941, Tiongkok berperang sendiri melawan Jepang. Setelah peristiwa penyerangan terhadap Pearl Harbor terjadi, Perang Tiongkok-Jepang Kedua pun bergabung dengan konflik yang lebih besar, Perang Dunia II.



Dalam bahasa Tionghoa, perang ini dikenal sebagai Perang Perlawanan terhadap Jepang (抗日戰爭), dan juga dikenal sebagai Perang Perlawanan Delapan Tahun (八年抗戰), atau lebih singkat Perang Perlawanan (抗戰).



Di Jepang, Perang Jepang-Tiongkok ( 日 中 戦 争 Nicchū Sensō) lebih banyak digunakan karena netralitasnya.



Kata insiden ( 事 変 , jihen) digunakan oleh Jepang karena tidak ada negara yang mendeklarasikan perang satu sama lain. Jepang berusaha menghindari campur tangan dari negara lain seperti Inggris dan Amerika Serikat, yang merupakan pengekspor utama besi untuk Jepang. Presiden Amerika Serikat, Roosevelt akan menjatuhkan embargo berdasarkan serangkaian undang-undang yang disebut Akta Netralitas jika pertempuran tersebut disebut perang.



Dalam propaganda Jepang, penyerbuan terhadap Tiongkok merupakan perang suci (seisen), langkah pertama dari slogan Hakko ichiu (delapan sudut dunia di bawah satu atap). Pada tahun 1940, perdana menteri Konoe membentuk Liga Anggota Parlemen yang Percaya Tujuan Perang Suci. Ketika kedua belah pihak secara resmi mendeklarasikan perang pada Desember 1941, namanya diubah menjadi Perang Asia Timur Raya (大東亜戦 争, Daitōa Sensō).



Pada waktu itu, pemerintah Jepang masih menggunakan istilah “Insiden Shina” dalam dokumen resmi. Berdasarkan alasan penggunaan kata “Shina” dianggap menghina oleh Tiongkok, media Jepang sering menggantinya dengan istilah-istilah lain yang juga pernah digunakan media tahun 1930-an, seperti: Insiden Jepang-China ( 日華事変 [Nikka Jihen], 日支事変 [Nisshi Jihen].



Pada tahun 1915, Jepang mengeluarkan Dua Puluh Satu Permintaan terhadap Tiongkok untuk menambah kepentingan dalam bidang politik dan perdagangan dengan Tiongkok. Setelah Perang Dunia I, Jepang merebut kekuasaan daerah Shandong dari Jerman. Tiongkok di bawah pemerintahan Beiyang tetap terpecah-belah dan tidak mampu untuk melawan serbuan asing sampai Ekspedisi Utara tahun 1926-1928, yang dilancarkan oleh Kuomintang (KMT, atau Partai Nasionalis Tiongkok), pemerintahan saingan yang berpusat di Guangzhou. Ekspedisi Utara meluas ke seluruh Tiongkok hingga akhirnya terhenti di Shandong. Pemimpin militer Beiyang, Zhang Zongchang yang didukung Jepang berusaha menghentikan gerak maju Pasukan Kuomintang dalam menyatukan Tiongkok. Situasi ini mencapai puncaknya ketika pasukan Kuomintang dan Jepang terlibat dalam pertempuran



yang disebut Insiden Jinan tahun 1928. Pada tahun yang sama, pemimpin militer Manchuria, Zhang Zuolin juga dibunuh karena ia tidak lagi mau bekerja sama dengan Jepang. Setelah insiden-insiden ini, pemerintah Kuomintang di bawah pimpinan Chiang Kai-shek akhirnya berhasil menyatukan Tiongkok pada tahun 1928. Walaupun demikian, sejumlah pertempuran antara Tiongkok dan Jepang terus berlanjut karena meningkatnya nasionalisme Tiongkok, dan untuk memenuhi salah satu tujuan dari Tiga Prinsip Rakyat, yaitu untuk mengeluarkan Tiongkok dari imperialisme asing. Bagaimanapun, Ekspedisi Utara hanya mampu menyatukan Tiongkok secara nama saja, dan perang saudara pecah di antara para mantan pemimpin militer dan faksi saingan, Kuomintang. Sebagai tambahan lagi, para komunis Tiongkok memberontak terhadap pemerintah pusat setelah melakukan pembersihan terhadap anggotanya. Karena situasisituasi demikian, pemerintahan pusat Tiongkok mengalihkan banyak perhatian pada perang-perang saudara dan mengikuti kebijakan “pendamaian internal didahulukan sebelum melawan pihak asing”. Situasi ini memberikan kesempatan yang mudah bagi Jepang untuk melanjutkan agresinya. Pada tahun 1931, Jepang menginvasi Manchuria segera setelah Insiden Mukden. Setelah bertempur selama lima bulan, pada tahun 1932, negara boneka Manchukuo dibentuk dengan kaisar terakhir Tiongkok, Puyi, diangkat sebagai kepala negara. Tidak bisa menantang Jepang secara langsung, Tiongkok meminta bantuan kepada Liga Bangsa-Bangsa. Investigasi liga ini menerbitkan Laporan Lytton, yang mengutuk Jepang karena telah menyerang Manchuria, dan mengakibatkan Jepang mengundurkan diri dari Liga Bangsa. Sejak akhir tahun 1920an dan selama tahun 1930-an, ketenangan adalah dasar dari komunitas internasional dan tidak ada satu negara pun yang ingin menunjukkan pendirian secara aktif, melainkan hanya mengeluarkan kecaman-kecaman kecil. Jepang menganggap Manchuria sebagai sebuah sumber bahan baku yang tidak terbatas dan juga sebagai sebuah negara penyangga terhadap ancaman Uni Soviet.



Konflik yang terjadi menyusul Insiden Mukden tidak terhenti. Pada tahun 1932, tentara Tiongkok dan Jepang bertempur dalam sebuah pertempuran singkat pada Insiden 28 Januari di Shanghai. Pertempuran ini menghasilkan demiliterisasi Shanghai, yang melarang Tiongkok untuk menempatkan tentara di kota mereka sendiri. Di Manchukuo, terdapat sebuah kampanye yang sedang berlangsung untuk mengalahkan tentara sukarelawan yang bangkit karena kekecewaan terhadap kebijakan yang tidak menentang Jepang. Pada tahun 1933, Jepang menyerang wilayah Tembok Besar, dan setelah itu, Gencatan Senjata Tanggu ditandatangani, yang memberi Jepang kendali atas provinsi Rehe dan sebuah zona demiliterisasi antara Tembok Besar dan wilayah BeipingTianjin. Jepang bertujuan untuk membuat wilayah penyangga yang lain, kali ini antara Manchukuo dan pemerintah Nasionalis Tiongkok yang saat itu beribu kota di Nanjing.



Selain itu, Jepang semakin memperalat konflik internal antara faksi-faksi Tiongkok untuk mengurangi kekuatan mereka satu demi satu. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa



beberapa tahun setelah Ekspedisi Utara, kekuatan politik pemerintah Nasionalis hanya meluas di sekitar Delta Sungai Panjang (Yangtze), dan wilayah lain Tiongkok yang memang berada dalam kekuatan regional. Jepang sering membeli atau membuat hubungan khusus dengan kekuatan-kekuatan regional ini untuk merusak usaha pemerintah Nasionalis pusat untuk menyatukan Tiongkok. Untuk itu, Jepang mencari berbagai pengkhianat Tiongkok untuk bekerja sama dan membantu mereka memimpin beberapa pemerintahan otonomi yang bersahabat dengan Jepang. Kebijakan ini disebut Pengkhususan Tiongkok Utara (Hanzi: 華 北 特 殊 化 ; Pinyin: húaběitèshūhùa), atau yang lebih sering diketahui sebagai Gerakan Otonomi Tiongkok Utara. Provinsi bagian utara yang terlibat dalam kebijakan ini adalah Chahar, Suiyuan, Hebei, Shanxi, dan Shandong.



Pada tahun 1935, di bawah tekanan Jepang, Tiongkok menandatangani Perjanjian HeUmezu, yang melarang KMT untuk menjalankan kegiatan partainya di Hebei dan secara langsung mengakhiri kekuasaan Tiongkok atas Tiongkok Utara. Pada tahun yang sama, Perjanjian Chin-Doihara ditandatangani dan mengakibatkan KMT disingkirkan dari Chahar. Dengan demikian, pada akhir 1935, pemerintahan pusat Tiongkok telah disingkirkan dari Tiongkok Utara. Sebagai gantinya, Majelis Otonomi Hebei Timur dan Majelis Politik Hebei-Chahar dibentuk oleh Jepang.



8.3 ekspansi Jepang atas Korea Korea pernah menjadi sebagian wilayah Kekaisaran Jepang mulai tahun 1910 hingga tahun 1945. Keterlibatan Jepang bermula dengan Perjanjian Ganghwa tahun 1876 ketika Dinasti Joseon Korea dan meningkatnya serentetan pembunuhan Ratu Myeongseong di tangan agen-agen Jepang pada tahun 1895, lalu berpuncak dengan Perjanjian Eulsa tahun 1905 dan Perjanjian Aneksasi tahun 1910, yang kedua-duanya akhirnya dinyatakan “batal dan tidak sah” oleh kedua belah pihak (Jepang dan Korea Selatan) pada tahun 1965. Sepanjang tempo ini, meskipun Jepang membangun jaringan jalan raya dan komunikasi modern, kehidupan rakyat biasa Korea amat keras. Peristiwa Penjajahan Jepang terhadap Korea berakhir dengan penyerahan Jepang kepada Blok Sekutu pada tahun 1945 pada akhir Perang Dunia II. Semenanjung Korea kemudian dibagi atas Korea Utara dan Selatan. Zaman pendudukan ini meninggalkan pertentangan yang terus-menerus antara Jepang dan kedua pihak Korea. Di Korea, zaman ini disebut Zaman Pendudukan Jepang (일제 강점 기; Ilje gangjeomgi) atau Zaman Kekaisaran Jepang (일제시대, Ilje sidae), kadang-kadang juga Wae jeong (Hangul: 왜정, Hanja: 倭政), atau “administrasi Jepang”. Di Jepang, zaman ini dipanggil Korea di bawah pemerintahan Jepang (日本統治時代の朝鮮). 8.4 Ekspansi Jepang atas wilayah lainnya



Namun Perang Asia Timur Raya secara resmi dimulai pada 8 Desember 1941, ketika Jepang mengebom Pearl Harbour, pangkalan militer AS di Hawai, Samudra Pasifik. Kemenangan Jepang di Pearl Harbour dan tempat lainnya mendorong Jepang melebarkan



sayapnya ke Asia Tenggara. Jepang ingin mengalahkan AS dan sekutu-sekutunya yakni Inggris, Belanda, dan Australia Negara-negara di Asia Tenggara saat itu dikoloni oleh bangsa Eropa. Inggris menguasai Birma (Myanmar), Malaya (Malaysia), dan Borneo (Kalimantan). Perancis menguasai Indochina (Kamboja, Laos, dan Vietnam). Spanyol menguasai Filipina (Spanish East Indies). Sementara Indonesia dikuasai Belanda (Hindia Belanda). Tak Cuma Pearl Harbour, pada 8 Desember 1941 Jepang juga menyerang Filipina, Malaysia, Singapura, Hong Kong, hingga Thailand.



Masuknya Jepang ke Indonesia Beberapa pekan setelahnya, barulah Jepang masuk ke Indonesia. Dikutip dari Pendudukan Jepang di Indonesia (2019), pada tanggal 11 Januari 1942 tentara Jepang mendarat di Tarakan, Kalimantan Timur. Jepang terus mengalahkan tentara Belanda di Kalimantan, Sumatera, hingga basisnya di Jawa. Gubernur Jenderal Hindia Belanda Tjarda Starkenborgh Stachouwer dan Panglima Tentara Ter Poorte terpukul mundur hingga ke Jawa Barat. Pada Pada 8 Maret 1942 keduanya menemui Letnan Jenderal Imamura di Kalijati, Subang, Jawa Barat untuk berunding. Hasilnya adalah penyerahan Angkatan Perang Hindia Belanda kepada Jepang. Peralihan kekuasaan ini ditandai dengan ditandatanganinya Perjanjian Kalijati antara Jenderal Ter Poorten dengan Letnan Jenderal Hitoshi Imamura.



Jepang mengeksploitasi habis-habisan wilayah yang dikuasainya. Kawasan yang dijajah dibangun pangkalan militer dan pertahanan. Rakyat dipaksa bekerja. Jika menolak, akan disiksa dengan kejam bahkan tak sedikit yang meninggal. Para pekerja paksa ini tidak hanya bekerja di negaranya, namun juga dikirim ke pulau-pulau lain. Banyak warga Tanah Air yang dikirim ke Thailand dan Burma untuk berperang membela Jepang. Di Tanah Air, banyak yang mati kelaparan. Sebagian besar hasil panen diambil pemerintah Jepang. Harta benda seperti perhiasaan dan hewan ternak pun diperas demi kemenangan perang Asia Timur Raya.



Agustus 1945, AS menjatuhkan bom Little Boy di Kota Hiroshima, Jepang, sebagai tahap akhir PD II yang menewaskan lebih dari 120.000 orang. Setelah Hiroshima, Kota Nagasaki menjadi sasaran berikutnya. Para pekerja paksa ini tidak hanya bekerja di negaranya, namun juga dikirim ke pulau-pulau lain. Banyak warga Tanah Air yang dikirim ke Thailand dan Burma untuk berperang membela Jepang. Di Tanah Air, banyak yang mati kelaparan. Sebagian besar hasil panen diambil pemerintah Jepang. Harta benda seperti perhiasaan dan hewan ternak pun diperas demi kemenangan perang Asia Timur Raya. Jepang berdalih Perang Asia Timur Raya untuk membebaskan



Asia dari kapitalisme dan imperialisme Barat. Namun sejatinya, Jepang juga mempraktikan imperialisme, bahkan lebih kejam dari Barat.



8.5 Jepang dalam pd I dan II



Jepang ikut serta dalam Perang Dunia I dari tahun 1914 sampai 1918 dalam aliansi Persetujuan Negara dan memegang peranan penting dalam mengamankan jalur laut di Pasifik Barat dan Samudra India terhadap Angkatan Laut Kekaisaran Jerman. Dari segi politik, Jepang mengambil kesempatan untuk memperluas ranah pengaruhnya di Tingkok, dan untuk mendapatkan pengakuan sebagai negara besar di pascaperang geopolitik.



Militer Jepang merampas harta milik Jerman di Pasifik dan Asia Timur, tetapi tidak ada mobilisasi besar dalam skala ekonomi.



Menteri Luar Negeri Katō Takaaki dan Perdana Menteri Ōkuma Shigenobu ingin memanfaatkan kesempatan ini untuk memperluas pengaruh Jepang di Cina. Mereka bergabung dengan Sun Yat-sen (1866–1925), kemudian mengasingkan diri di Jepang, tetapi gagal.



Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, lembaga birokrasi otonom daerah, membuat keputusan sendiri untuk melakukan perluasan di Pasifik. Merebut wilayah Mikronesia Jerman utara pada garis khatulistiwa, dan memerintah pulau-pulau sampai tahun 1921. Operasi ini memberikan para Angkatan Laut alasan untuk menggandakan anggaran Angkatan Darat dan memperluas armada. Angkatan Laut kemudian memperoleh pengaruh politik yang signifikan atas urusan nasional dan internasional.



Pada minggu pertama Perang Dunia I, Jepang diusulkan ke Inggris, untuk menjadi sekutunya sejak tahun 1902, dan Jepang akan memasuki perang jika hal itu bisa merebut wilayah Jerman Pasifik. Pada tanggal 7 Agustus 1914, pemerintah Inggris secara resmi meminta bantuan Jepang untuk melenyapkan para perompak dari Angkatan Laut Kekaisaran Jerman di sekitaran perairan Cina. Jepang kemudian mengirimkan ultimatum kepada Jerman pada tanggal 14 Agustus 1914, dan tak ada jawaban; Jepang kemudian secara resmi menyatakan perang terhadap Jerman pada tanggal 23 Agustus 1914. Sebagai Wina yang menolak untuk menarik kembali kapal Austro-Hungaria SMS Kaiserin Elisabeth dari Tsingtao, yang membuat Jepang menyatakan perang terhadap Austria-Hongaria, pada tanggal 25 Agustus 1914.



Jepang dalam Pd II



Perang Pasifik atau Perang Asia Pasifik, atau yang dikenal di Jepang dengan nama Perang Asia Timur Raya (Greater East Asia War ( 大東亜戦争 Dai Tō-A Sensō)) adalah perang yang terjadi di Samudra Pasifik, pulau-pulaunya, dan di Asia. Konflik ini terjadi antara tahun 1937 dan 1945, namun peristiwa-peristiwa yang lebih penting terjadi setelah 7 Desember 1941, ketika Jepang menyerang Amerika Serikat serta wilayah-wilayah yang dikuasai Britania Raya dan banyak negara lain serta yang dikuasai oleh sekutu. Perang ini dimulai lebih awal dari Perang Dunia II yaitu pada tanggal 8 Juli 1937 oleh sebuah insiden yang disebut Insiden Jembatan Marco Polo Peristiwa tersebut menyulut peperangan antara Tiongkok dengan Jepang.Konflik antara Jepang dan Tiongkok dan beberapa dari peristiwa dan serangannya yang penting juga merupakan bagian dari perang tersebut. Perang ini terjadi antara pihak Sentral diantaranya Jepang, Jerman Nazi, dan Italia dengan pihak Sekutu (termasuk Tiongkok), Amerika Serikat, Britania Raya, Filipina, Australia, Belanda dan Selandia Baru. Uni Soviet berhasil memukul mundur Jepang pada 1939, dan tetap netral hingga 1945, saat ia memainkan pernanan penting di pihak Sekutu pada masa-masa akhir perang. Jepang pun menantang tetangganya, China, dalam Perang Sino Kedua. Jepang menginvasi Manchuria, China pada 19 September 1931.



BAB III: SEJARAH BANGSA KOREA 1. Sejarah dan peradaban Korea kuno Sejarah Korea bermula dari zaman Paleolitik Awal sampai dengan sekarang. Kebudayaan tembikar di Korea dimulai sekitar tahun 8000 SM, dan zaman neolitikum dimulai sebelum 6000 SM yang diikuti oleh zaman perunggu sekitar tahun 2500 SM. Kemudian Kerajaan Gojoseon berdiri tahun 2333 SM. Baru pada abad ke-3 SM Korea mulai terbagi-bagi menjadi banyak wilayah kerajaan. Pada tahun satu Masehi, Tiga Kerajaan Korea seperti Goguryeo, Silla dan Baekje mulai mendominasi Semenanjung Korea dan Manchuria. Tiga kerajaan ini saling bersaing secara ekonomi dan militer. Koguryo dan Baekje adalah dua kerajaan yang terkuat, terutama Goguryeo, yang selalu dapat menangkis serangan-serangan dari Dinasti-dinasti Cina. Kerajaan Silla perlahan-lahan menjadi kuat dan akhirnya dapat menundukkan Goguryeo. Untuk pertama kalinya Semenanjung Korea berhasil disatukan oleh Silla pada tahun 676 menjadi Silla Bersatu. Para pelarian Goguryeo yang selamat mendirikan sebuah kerajaan lain di sisi timur laut semenanjung Korea, yakni Balhae. Silla Bersatu akhirnya runtuh di akhir abad ke-9, yang juga mengakhiri masa kekuasaan Tiga Kerajaan. Kerajaan yang baru, Dinasti Goryeo, mulai mendominasi Semenanjung Korea. Kerajaan Balhae runtuh tahun 926 karena serangan bangsa Khitan dan sebagian besar penduduk serta pemimpinnya, Dae Gwang hyun, mengungsi ke Dinasti Goryeo.



Selama masa pemerintahan Goryeo, hukum yang baru dibuat, pelayanan masyarakat dibentuk, serta penyebaran agama Buddha berkembang pesat. Tahun 993 sampai 1019 suku Khitan dari Dinasti Liao meyerbu Goryeo, tetapi berhasil dipukul mundur. Kemudian pada tahun 1238, Goryeo kembali diserbu pasukan Mongol dan setelah mengalami perang hampir 30 tahun, dua pihak akhirnya melakukan perjanjian damai. Pada tahun 1392, Taejo dari Joseon mendirikan Dinasti Joseon setelah menumbangkan Goryeo. Raja Sejong (1418-1450) mengumumkan penciptaan abjad Hangeul. Antara 15921598, dalam Perang Imjin, Jepang menginvasi Semenanjung Korea, tetapi dapat dipatahkan oleh prajurit pimpinan Admiral Yi Sun-shin. Lalu pada tahun 1620-an sampai 1630-an Dinasti Joseon kembali menderita serangan dari (Dinasti Qing). Pada awal tahun 1870-an, Jepang kembali berusaha merebut Korea yang berada dalam pengaruh Cina. Pada tahun 1895 Maharani Myeongseong dibunuh oleh mata-mata Jepang Pada tahun 1905, Jepang memakasa Korea untuk menandatangani Perjanjian Eulsa yang menjadikan Korea sebagai protektorat Jepang, lalu pada 1910 Jepang mulai menjajah Korea.Perjuangan rakyat Korea terhadap penjajahan Jepang dimanifestasikan dalam Pergerakan 1 Maret dengan tanpa kekerasan. Pergerakan kemerdekaan Korea yang dilakukan Pemerintahan Provisional Republik Korea lebih banyak aktif di luar Korea seperti di Manchuria, Cina dan Siberia. Dengan menyerahnya Jepang pada tahun 1945, PBB membuat rencana administrasi bersama Uni Soviet dan Amerika Serikat, namun rencana tersebut tidak terlaksana. Pada tahun 1948, pemerintahan baru terbentuk, yang demokratik (Korea Selatan) dan komunis (Korea Utara) yang dibagi oleh garis lintang 38 derajat. Ketegangan antara kedua belah pihak mencuat ketika Perang Korea meletus tahun 1950 ketika pihak Korea Utara menyerang Korea Selatan.



1.1 garis beras tiga kerajaan Periode Proto Tiga Kerajaan (Masa Sebelum Tiga Kerajaan) kadang-kadang disebut Periode Banyak Negara ( 열국시대), atau masa sebelum munculnya tiga kerajaan seperti Goguryeo, Baekje dan Silla. Pada masa ini terdapat banyak negara pecahan kerajaan Gojoseon. Yang terbesar adalah Dongbuyeo (Buyeo Timur) dan Bukbuyeo (Buyeo Utara).



Buyeo dan Kerajaan dari Utara Buyeo Setelah kehancuran Gojoseon, Buyo berkembang di Korea Utara saat ini dan sebelah selatan Manchuria, dari abad ke 2 SM sampai tahun 494 M. Sisa-sisa wilayah Gojoseon diserap oleh Goguryeo tahun 494, dan keduanya (Kerajaan Goguryeo dan Baekje) menganggap masing-masing sebagai penerus dari Gojoseon. Walaupun banyak dari



catatan sejarah tidak akurat dan bertentangan, disebutkan pada tahun 86 SM, Buyeo terpecah jadi Buyeo Utara (Bukbuyeo) dan Buyeo Timur (Dongbuyeo). Pada tahun 538 Baekje menamakan diri mereka Nambuyeo (Buyeo Selatan).



Okjeo adalah kerajaan yang terletak di sebelah utara semenanjung Korea dan berdiri setelah jatuhnya Gojoseon. Okjo sendiri sudah menjadi bagian dari Gojoseon sebelum Gojoseon hancur. Okjeo tidak pernah menjadi sepenuhnya kerajaan yang bebas karena selalu menghadapi intervensi dari kerajaan-kerajaan tetangganya. Okjeo kemudian menjadi taklukan Goguryeo di bawah Raja Gwanggaeto yang Agung pada abad ke 5 M.



Dongye adalah kerajaan kecil lain yang terletak di sebelah utara Semenanjung Korea. Dongye berbatasan dengan Okjeo dan dua kerajaan lain yang juga menjadi negeri taklukkn Goguryeo. Dongye juga adalah pecahan dari Gojoseon.



Samhan Samhan ( 三 韓 ) adalah tiga negara konfederasi yaitu Mahan, Jinhan dan Byeonhan. Samhan terletak di bagian selatan Semenanjung Korea. Tiga konfederasi ini menjadi tonggak pendirian kerajaan Baekje, Silla dan Gaya. Mahan adalah yang terbesar dengan 54 negara bagian, Byeonhan dan Jinhan masing-masing memiliki 12 negara bagian. Kata samhan kemudian digunakan untuk menunjuk Tiga Kerajaan Korea.



Hanja “han” ( 韓 ) dari Samhan saat ini digunakan untuk menunjuk Korea (Dae Han Min Guk).



Proto Tiga Kerajaan



Goguryeo adalah kerajaan paling besar di antara Tiga Kerajaan. Goguryeo didirikan tahun 37 SM oleh Jumong (Dongmyeongseong) pertama memeluk Buddhisme pada tahun 372 pada masa pemerintahan Raja Raja Sosurim.



Goguryeo mencapai masa keemasan pada abad ke 5, ketika Raja Gwanggaeto yang Agung dan anaknya Raja Raja Jangsu memperluas wilayah kekuasaan sampai Manchuria dan Mongolia, serta merebut Seoul dari tangan kerajaan Baekje. Gwanggaeto dan Jangsu akhirnya memaksa Baekje dan Silla untuk tunduk dan untuk pertama kalinya menyatukan semenanjung Korea.



Goguryeo menangkis berkali-kali serangan tentara Cina dalam Perang Goguryeo-Sui tahun 598 sampai 614 yang menyebabkan runtuhnya Dinasti Sui. Namun dengan banyaknya perang dengan Cina, telah perlahan-lahan melemahkan Goguryeo. Goguryeo ditundukkan dalam serangan gabungan Silla dan Dinasti Tang tahun 668.



Baekje Baekje didirikan tahun 18 SM oleh Onjo seperti yang disebutkan di Samguk Sagi.



Teks Cina kuno Sanguo Zhi menyebutkan bahwa Baekje adalah bagian dari Konfederasi Mahan yang berlokasi di lembah Sungai Han (dekat Seoul saat ini). Baekje memperluas wilayah kekuasaannya ke provinsi Chungcheong dan Jeolla dan menjadi saingan bagi Goguryeo dan dinasti-dinasti di Cina.



Pada puncak kegemilangannya pada abad ke 4, Baekje menguasai semua negara bagian Konfederasi Mahan dan menguasai bagian barat semenanjung Korea.



Baekje memainkan peran yang penting dalam mentransfer perkembangan budaya ke Jepang seperti pengenalan karakter Tionghoa, agama Buddha, pembuatan barang dari besi, keramik dan upacara pemakaman [16] Baekje ditundukkan oleh aliansi Silla dan Dinasti Tang pada tahun 660 dan anggota kerajaannya melarikan diri ke Jepang.



Silla Menurut catatan sejarah, Kerajaan Silla terbentuk pada saat unifikasi negara bagian milik Konfederasi Jinhan oleh Bak Hyeokgeose tahun 57 SM di bagian selatan semenanjung Korea.



Artefak Silla seperti kerajinan emas menunjukkan adanya pengaruh nomadik, dan tidak dipengaruhi budaya Tionghoa seperti halnya milik Goguryeo dan Baekje. Silla berkembang cepat dan menguasai wilayah lembah sungai Han dan menyatukan berbagai wilayah kecil.



Pada abad ke 2, Silla mulai tumbuh menjadi kerajaan yang kuat dan sering terlibat perang dengan Baekje, Goguryeo dan Jepang. Pada tahun 660 Raja Silla, Muyeol, menundukkan Baekje bersama Jenderal Kim Yushin yang dibantu pasukan dari Dinasti Tang. Pada tahun 661 Silla dan Tang menyerbu Goguryeo, namun dapat ditangkis. Raja Muyeol melakukan serangan lagi tahun 667 dan Goguryeo ditaklukkan pada tahun berikutnya.



Gaya Konfederasi Gaya adalah sebuah konfederasi yang terletak di lembah sungai Nakdong di Korea bagian selatan. Gaya berkembang dari Konfederasi Byeonhan dan pada tahun 562 ditaklukkan oleh Silla.



1.2 Kebudayaan kaum bangsawan dan Invasi Mongol



Invasi Mongol ke Korea (1231 – 1273) adalah seri dari serangan Kekaisaran Mongol terhadap Dinasti Goryeo yang setelah itu menyebabkan kapitulasi korea dan dilanjutkan dengan Invasi Mongol ke Jepang. Terjadi 6 kali invasi besar yang mengakibatkan kerugian material dan jiwa yang cukup besar terhadap kehidupan rakyat Goryeo. Selama 80 tahun Goryeo menjadi negeri jajahan dan pembayar upeti Dinasti Yuan.



Invasi awal dan Kedua Raja Gojong (bertahta 1213 – 1259) adalah raja Goryeo ke-23 saat tahun 1225, Kekaisaran Mongol meminta Goryeo menyerahkan upeti, namun Goryeo menolak dan utusan Mongol Chu-ku-yu terbunuh. Akibat peristiwa itu, pada tahun 1231, Ögedei Khan memimpin invasi ke Korea dan pasukan mereka mencapai sejauh Chungju di selatan. Pada tahun 1232, keluarga istana Goryeo pindah dari Songdo ke pulau Ganghwa secara diamdiam untuk berlindung. Tempat itu diperketat dengan konstruksi benteng-benteng untuk mengantisipasi ancaman Mongol. Pemimpin pasukan Mongol memprotes kepindahan itu dan melancarkan invasi yang kedua ke Goryeo. Walau mereka mencapai bagian selatan semenanjung, mereka tetap tidak bisa merebut Ganghwa dan bahkan dikalahkan di Gwangju. Di Yongin perlawanan rakyat cukup kuat. Seorang jenderal pasukan Mongol, Salietai, tewas terbunuh oleh biksu Kim Yun-hu. Akibat peristiwa itu pasukan Mongol menarik diri untuk sementara.



Invasi ketiga Pada tahun 1235, tentara Mongol menginvasi wilayah Jeolla dan Gyeongsang. Militer dan rakyat Goryeo cukup berhasil dalam memenangkan beberapa pertempuran, namun tidak mampu menahan gelombang-gelombang serangan. Pada tahun 1236, Raja Gojong memerintahkan pembuatan kembali Tripitaka Koreana yang musnah akibat invasi tahun 1232. Proses penciptaan kembali memakan waktu 15 tahun untuk menghasilkan lebih dari 81 ribu buah blok-blok cetak dari kayu.



Pada tahun 1238, pihak Goryeo melunak dan meminta Mongol agar berdamai. Pihak Mongol setuju dan mensyaratkan agar Goryeo mengirimkan salah seorang anggota keluarga kerajaan sebagai sandera. Goryeo mengirimkan seorang yang tidak ada hubungan darah dengan kerajaan. Merasa dipermainkan, pihak Mongol meminta syarat lebih banyak untuk berdamai antara lain perairan semenanjung Korea harus dikosongkan dari aktivitas kapal, lalu meminta pihak kerajaan untuk kembali ke istana di Songdo, pengendalian birokrat anti Mongol dan lagi, anggota keluarga kerajaan sebagai sandera. Goryeo merespon dengan mengirim seorang putri dari kerabat jauh dan 10 orang anak bangsawan dan menolak syarat-syarat lainnya.



Invasi keempat dan kelima Pada tahun 1247, tentara Mongol memulai penyerangan keempat melawan Goryeo, dan kembali meminta pihak penguasanya kembali ke Songdo dan seorang anggota keluarga sebagai sandera. Tapi, dengan kematian Guyuk Khan pada tahun 1248, tentara Mongol kembali menarik serangannya. Tahun 1251 dengan diangkatnya Mongke Khan, tentara Mongol kembali meminta syarat yang terdahulu. Goryeo menolak mentah-mentah sehingga pada tahun 1253, tentara Mongol melakukan penyerbuan besar. Akhirnya Raja Gojong kembali ke Songdo dan mengirimkan salah seorang putranya, Pangeran Angyeonggong (安慶公) sebagai sandera. Segera setelah itu Mongol menarik diri.



Invasi keenam dan perjanjian damai Jenderal Mongol mengetahui bahwa para pejabat tinggi Goryeo ternyata masih berdiam di Ganghwa dan mereka masih anti terhadap Mongol. Antara tahun 1253 dan 1258, dibawah Jenderal Jailartai, tentara Mongol melancarkan 4 kali serangan besar yang menjadi invasi final terhadap Goryeo. Ada 2 kelompok partai dalam tubuh Goryeo: partai literati (kaum intelektual) yang setuju berdamai dengan Mongol dan junta militer yang dipimpin klan Choe yang anti Mongol. Perjanjian damai berhasil dilaksanakan tahun 1270 setelah dikator Choe Chung-heon dibunuh oleh anggota partai literati. Perjanjian menghasilkan diizinkannya pengendalian terhadap kedaulatan militer negara dan budaya, menandakan bahwa Kekaisaran Mongol tidak sanggup memenuhi usaha menjajah Goryeo.



Setelahnya



Perlawan internal dalam tubuh kerajaan terus berlangsung walaupun telah dilakukan perjanjian damai dengan Mongol tahun 1270. Sejak Choe Chung-heon, Goryeo adalah dinasti kediktatoran militer, yang dipimpin oleh tentara khusus dari klan Choe yang



berpengaruh. Para pejabat militer melakukan Pemberontakan Sambyeolcho tahun 12701273 dan bertahan di pulau-pulau di selatan semenanjung Korea. Dimulai dari masa kekuasaan Raja Wonjong, untuk selama 80 tahun, Goryeo adalah negeri jajahan Mongol. Sebagai pemenuhan janji kepada Khan Besar atau Kaisar Mongol (dan untuk meninggikan martabat raja di antara para jenderal dan pejabat Mongol yang menjajah negeri), semua pemimpin Goryeo mulai dari Raja Chungnyeol, putra dan penerus Raja Wonjong sampai Raja Gongmin menikahi anggota keluarga Kekaisaran Mongol. Mereka semua dianggap sebagai bangsawan Mongol dari garis Genghis Khan lewat ibu mereka dan dibesarkan sebagai orang Mongol di Karakorum sampai dewasa. Pengaruh Mongol di Goryeo dihapuskan oleh Raja Gongmin yang memulai pelucutan kekuasaan Mongol mulai tahun 1350-an.



1.3 Dinasti Joseon Joseon Tahun 1392 setelah Goryeo tumbang, Dinasti yang baru mulai didirikan oleh Jenderal Yi Seong-gye, yaitu Dinasti Joseon. Ia menamakan kerajaan ini sebagai Joseon untuk memberikan penghormatan terhadap Gojoseon, yang merupakan kerajaan pertama bangsa Korea. Yi seong gye memindahkan ibu kota ke Hanseong dan membangun Gyeongbokgung serta mengesahkan Konfusianisme sebagai agama negara, yang akhirnya membuat para pendeta Buddha kehilangan kekayaan dan kemakmuran. Dinasti Joseon menikmati perkembangan yang sangat pesat dalam bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Contohnya adalah penemuan abjad Hangeul tahun 1443 oleh Raja Sejong. Dinasti Joseon adalah dinasti yang memiliki usia pemerintahan terpanjang di Asia Timur dalam milenium terakhir.



Ekonomi Joseon memiliki keadaan ekonomi yang stabil dalam masa-masa damainya, terutama pada masa pemerintahan Raja Sejong yang Agung. Walau demikian, ekonomi Joseon juga pernah menderita banyak kelesuan selain karena serangan-serangan Jepang tahun 15921598, juga karena terbongkarnya skandal korupsi internal, suap dan juga pengenaan pajak yang tinggi.



Keadaan sosial masyarakat Dinasti Joseon menerapkan sistem kemasyarakatan yang ketat bagi rakyat yang sangat memengaruhi keadaan ekonomi. Raja adalah puncak dari pemerintahan, sementara Yangban (bangsawan) dan pejabat kantor kerajaan berada di bawahnya. Di bawah



Yangban dan pejabat merupakan golongan tengah yang terdiri dari kaum pedagang dan pengrajin. Bagian terbesar dari sistem ini tentunya adalah rakyat jelata yang terdiri dari kaum petani dan budak. Kaum budak menempati posisi terbawah dan tidak membayar pajak pada pemerintah. Jumlah kaum ini pernah mencapai 30% dari populasi.



Invasi-invasi asing Joseon menderita luka-luka berat pada saat masa Invasi Jepang ke Korea tahun 15921598, Invasi Dinasti Qing tahun 1627 dan 1636. Banyak fasilitas yang hancur dan rusak yang membuat perekonomian melemah.



1.4 Kebudayaan nasional Korea Budaya tradisional Korea diwarisi oleh rakyat Korea Utara dan Korea Selatan. Rumah Masyarakat tradisional Korea memilih tempat tinggal berdasarkan geomansi. Orang Korea meyakini bahwa beberapa bentuk topografi atau suatu tempat memiliki energi baik dan buruk (dalam konsep eum dan yang) yang harus diseimbangkan. Geomansi memengaruhi bentuk bangunan, arah, serta bahan-bahan yang digunakan untuk membangunnya. Rumah menurut kepercayaan mereka harus dibangun berlawanan dengan gunung dan menghadap selatan untuk menerima sebanyak mungkin cahaya matahari. Cara ini masih sering dijumpai dalam kehidupan modern saat ini. Rumah tradisional Korea (biasanya rumah bangsawan atau orang kaya) menjadi bagian dalam (anchae), bagian untuk pria (sarangchae), ruang belajar (sarangbang) dan ruang pelayan (haengrangbang). Besar rumah dipengaruhi oleh kekayaan suatu keluarga. Rumah-rumah ini memiliki penghangat bawah tanah yang disebut ondol yang berfungsi saat musim dingin. Taman korea adalah bentuk atau rancangan taman tradisional khas Korea. Walau taman Korea amat dipengaruhi konsep taman Tiongkok, rancang bangunnya memiliki keunikan tersendiri. Karakterisitik taman Korea adalah kesederhanaan, alami dan tidak dipaksakan untuk mengikuti suatu aturan khusus. Dibanding taman Tiongkok dan taman Jepang yang memiliki banyak elemen pelengkap karena konsep mengimitasikan pemandangan asli, taman Korea mungkin lebih tampak kurang akan unsur pelengkap.



Taman Korea sangat mencolok dan sederhana karena selalu terdapat kolam teratai dengan bangunan paviliun di dekatnya. Kolam dihubungkan dengan aliran alami yang bagi orang Korea sangat indah untuk dipandang.



Pakaian tradisional Korea disebut Hanbok (Korea Utara menyebut Choson-ot). Hanbok terbagi atas baju bagian atas (Jeogori), celana panjang untuk laki-laki (baji) dan rok wanita (Chima). Orang Korea berpakaian sesuai dengan status sosial mereka sehingga pakaian merupakan hal penting. Orang-orang dengan status tinggi serta keluarga kerajaan menikmati pakaian yang mewah dan perhiasan-perhiasan yang umumnya tidak bisa dibeli golongan rakyat bawah yang hidup miskin. Dahulu, Hanbok diklasifikasikan untuk penggunaan sehari-hari, upacara dan peristiwaperistiwa tertentu. Hanbok untuk upacara dipakai dalam peristiwa formal seperti ulang tahun anak pertama (doljanchi), pernikahan atau upacara kematian. Saat ini hanbok tidak lagi dipakai dalam kegiatan sehari-hari, namun pada saat-saat tertentu masih digunakan. Bentuk kuliner Korea dipengaruhi oleh kebudayaan pertanian mereka. Makanan pokoknya adalah beras. Hasil utama pertanian rakyat Korea adalah beras, gandum dan kacang-kacangan. Hasil laut pun melimpah seperti ikan, cumi-cumi dan udang, sebab Korea dikelilingi 3 lautan. Kuliner Korea sebagian besar dibentuk dari hasil fermentasi yang sudah berkembang sejak lama. Contohnya adalah kimchi dan doenjang. Makanan fermentasi sangat berguna dalam menyediakan protein dan vitamin ketika musim dingin. Beberapa menu makanan dikembangkan untuk merayakan peristiwa-peristiwa khusus seperti festival atau upacara seperti ulang tahun anak yang ke-100 hari, ulang tahun pertama, perkawinan, ulangtahun ke-60, upacara pemakaman dan sebagainya. Pada peristiwa-peristiwa ini selalu dijumpai kue-kue beras yang berwarna-warni. Makanan kuil berbeda dari makanan biasanya karena melarang penggunaan 5 jenis bumbu yang biasa dipakai seperti bawang putih, bawang merah, daun bawang, rocambole (sejenis bawang), bawang perai, jahe serta daging. Makanan kerajaan (surasang) saat ini sangat terkenal karena sudah dapat dinikmati seluruh lapisan rakyat. Teh diperkenalkan di Korea dari Tiongkok sejak lebih dari 2000 tahun lalu ketika agama Buddha disebarkan. Teh digunakan dalam upacara-upacara persembahan. Bentuk kebudayaan teh bangsa Korea terukir dalam upacara teh Korea (Dado). Kalender Korea dibagi dalam 24 titik putaran (jeolgi) yang masing-masing terdiri dari 15 hari dan digunakan untuk menentukan masa tanam atau panen pada masyarakat agraris pada zaman dahulu, namun pada saat ini tidak digunakan lagi. Kalender Gregorian diperkenalkan di Korea tahun 1895, tetapi hari-hari tertentu seperti festival, upacara, kelahiran dan ulang tahun masih didasarkan pada sistem kalender lunisolar.



Festival terbesar di Korea antara lain:



   



Seollal, imleknya Korea yang jatuh tepat bersamaan dengan tahun baru Imlek. Daeboreum, festival bulan purnama pertama Dano, festival musim semi Chuseok, festival panen raya atau festival kue bulan



Banyak sekali permainan khas Korea seperti:          



Baduk, igo versi Korea. Baduk sangat populer di kalangan orang tua. Janggi, versi lama dari catur Tiongkok, Xiangqi Yut, permainan keluarga yang sering dimainkan saat festival Ssangnyuk, backgammon versi Korea Chajeon nori, permainan tradisional perang-perangan antara dua kelompok orang Ssireum, bergulat Tuho, permainan melemparkan anak panah ke dalam pot Geunetagi, permainan ayunan besar Seokjeon, permainan melempar batu Gakjeo, gulat asal zaman Tiongkok kuno



Ada beberapa situs-situs bersejarah Korea yang dijadikan Situs Warisan Dunia oleh UNESCO



Kuil Jongmyo yang terletak di jantung kota Seoul dijadikan UNESCO sebagai Situs Warisan Dunia pada tahun 1995. Kuil ini dibangun untuk menyimpan tablet-tablet memorial anggota mendiang penguasa (Dinasti Joseon) yang didasarkan pada tradisi Konfusianisme. Setiap tahun pada bulan Mei diadakan upacara Jongmyo (Jongmyo Daeje) yang menampilkan upacara persembahan dan tarian. Pertama dibangun tahun 1394 dan terbakar tahun 1592 ketika Jepang menyerang Korea, lalu pada tahun 1608 dibangun kembali. Kuil ini berisi 19 buah tablet memorial para raja dan 30 tablet ratu yang ditempatkan di dalam 19 buah kamar. Changdeokgung atau “Istana Kebajikan Mulia” dibangun tahun 1405 dan musnah dilalap api pada tahun 1592 akibat invasi Jepang, dan direkonstruksi kembali pada tahun 1609. Lebih dari 300 tahun Istana Changdeok adalah pusat kedudukan kerajaan. Istana Changdeok dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1997.



Bulguksa atau “Kuil Negeri Buddha” adalah kompleks kuil Buddha yang dibangun pada masa Silla Bersatu pada tahun 751 di kota Gyeongju. Beberapa Harta Nasional Korea Selatan yang berharga tersimpan di dalam kuil ini, seperti: Seokguram, kuil dalam gua dengan patung Buddha dan ukiran-ukiran dari granit yang sangat indah.



Pagoda Tabo dan Pagoda Seokga yang berarsitektur khas Silla, serta ruangan-ruangan kuil yang menjadi tempat peribadatan. Bulguksa dan Seokguram merupakan Situs Warisan Dunia yang didaftarkan oleh UNESCO pada tahun 1995. Haeinsa adalah kuil Buddha tempat penyimpanan kitab suci Tripitaka Koreana. Dibangun pada tahun 802 M di puncak Gunung Gaya di provinsi Gyeongsang Selatan. Tripitaka Koreana adalah kitab suci Buddha yang tersusun dari ukiran tulisan di blok-blok kayu, berjumlah 81.258 buah blok kayu yang tersusun rapi. Semua tulisannya diukir dalam aksara Tionghoa (hanja). Haeinsa menjadi daftar Warisan Dunia di UNESCO pada tahun 1995. Benteng Hwaseong adalah sebuah benteng yang dibangun pada masa Dinasti Joseon yang terletak di kota Suwon, provinsi Gyeonggi. Rekonstruksinya diselesaikan pada tahun 1796 dan melingkupi pada tanah yang datar dan bukit-bukit sepanjang 5,52 km. Benteng ini memiliki 4 gerbang utama, sebuah gerbang air, 4 gerbang rahasia, dan sebuah menara suar. Benteng Hwaseong dimasukkan dalam daftar Situs Warisan Dunia oleh UNESCO pada tahun 1997. Situs Gochang, Hwasun dan Ganghwa adalah situs purbakala dan ratusan kuburankuburan kuno (dolmen) dari zaman megalitikum (dari sekitar tahun 1000 SM). Semenanjung Korea adalah salah satu tempat terbanyak di dunia yang memiliki situs dolmen. Situs-situs ini didaftarkan dalam daftar Situs Warisan Dunia UNESCO pada tahun 2000. Wilayah historis kota Gyeongju dimasukkan dalam daftar UNESCO pada tahun 2000. Kota Gyeongju adalah ibukota kerajaan Silla dimana masih terdapat kompleks makam penguasa Silla yang berbentuk bukit-bukit besar. Wilayah Namsan terkenal akan artefakartefak Silla yang berharga seperti mahkota emas, perhiasan, kuil-kuil Buddha, pagoda dan arca-arca yang umumnya berasal dari abad 7 sampai abad ke 10 Masehi.



Kompleks Makam Goguryeo Komplek Makam Goguryeo berada di wilayah negara Korea Utara, seperti di Pyongyang, provinsi Pyongan Selatan, dan kota Nampo (Hwanghae Selatan). Kompleks Makam Goguryeo ini terdiri dari 63 buah makam dan menjadi Situs Warisan Dunia pertama milik Korea Utara pada bulan Juli 2004.



2. Pertukaran utusan dan perdagangan antar negara



2.1 Korea dan Jepang Setelah pemisahan Korea, Jepang dan Republik Korea (RK) menjalin hubungan diplomatik pada Desember 1965, di bawah Perjanjian tentang Hubungan-Hubungan Dasar antara Jepang dan Republik Korea, dengan Jepang mengakui Korea Selatan sebagai satu-satunya pemerintahan sah di semenanjung Korea. Menurut Jajak Pendapat Layanan Dunia BBC 2014, 13% orang Jepang memandang pengaruh Korea Selatan secara positif, dengan 37% mengekspresikan pandangan negatif, sementara 15% orang Korea Selatan memandang pengaruh Jepang secara positif, dengan 79% mengekspresikannya secara negatif, membuat Korea Selatan, setelah China, negara dengan persepsi negatif terhadap Jepang terbesar kedua di dunia. Disamping beberapa perebutan yang secara negatif berdampak pada hubungan antara dua negara tersebut, Jepang dan Korea Selatan menikmati pertukaran budaya satu sama lain.



Dari Korea Selatan ke Jepang Pada tahun-tahun terkini, budaya pop Korea Selatan meraih popularitas utama di Jepang, sebuah fenomena yang dijuluki “Korean wave” ( 韓流 ) di Jepang. Korean Wave meliputi musik pop, drama dan film Korea di Jepang.



Sebuah serial televisi Korea yang berjudul Winter Sonata, yang pertama kali tayang di Jepang pada April 2003, menjadi sebuah runaway hit di Jepang, dan sering diidentifikasi sebagai markah tanah dalam pertukaran budaya Korea-Jepang. Artis K-pop perempuan BoA adalah salah satu penyanyi paling terkenal di Jepang dengan enam album konsekutifnya meraih peringkat teratas di tangga lagu billboard.



Pada tahun-tahun yang lebih terkini, berbagai artis K-pop, yakni, Super Junior, TVXQ, Choshinsung, Big Bang, Kara, Girls’ Generation, dan 2pm, telah membuat debut mereka di Jepang, dan grup-grup tersebut memiliki kontribusi untuk melahirkan kembali Korean wave di Jepang. Kara dan Girls’ Generation sebagian besar lagunya menempati peringkat teratas sejumlah tangga lagu dan penghargaan di Jepang. Sejumlah grup lainnya, seperti F.T. Island, SHINee dan BEAST juga memasuki pasaran Jepang.



Dari Jepang ke Korea Selatan Setelah akhir Perang Dunia II, Korea Selatan melarang pengimporan budaya Jepang seperti musik, film, permainan video, sastra (manga). Namun, larangan tersebut sebagian ditangguhkan di bawah kepemimpinan Kim Dae-jung pada 1998. Pada 2004, pelarangan terhadap impor CD dan DVD Jepang ditangguhkan. Saat ini, penyiaran musik dan drama televisi Jepang masih menjadi hal ilegal.



2.2 Korea dan China China merupakan negara yang menganggu aktivitas ekonomi Korea Selatan dengan kebijakan tidak resmi, yakni pelarangan terhadap bisnis dari Korea Selatan di negaranya, namun setelah dilakukan penempatan THAAD, China berupaya untuk memperbaiki hubungan dengan Korea Selatan dengan melakukan perundingan antara kedua negara. Alasan utama China berupaya untuk memperbaiki hubungan ekonomi dengan Korea Selatan yakni karena kedua Korea yang sepakat berdialog untuk menghilangkan ketegangan di semenanjung Korea dan pemerintah China memberikan dukungan dalam proses tersebut. China masih menilai bahwa penempatan THAAD milik Amerika Serikat di Korea Selatan sebagai ancaman bagi keamanan nasionalnya, tetapi memiliki keyakinan jika Semenanjung Korea dan kawasan Asia Timur berada dalam keadaan yang damai dan tanpa ada permasalahan di antara negara-negara di kawasan tersebut, Amerika Serikat tidak akan memiliki alasan untuk melanjutkan. Perbaikan hubungan ekonomi antara China dan Korea Selatan diawali dengan ucapan selamat melalui surat yang diberikan oleh Presiden China terhadap kemenangan Moon Jae In pada pemilihan umum Presiden Korea Selatan pada 10 Mei 2017 yang kemudian dilanjutkan dengan panggilan suara yang dilakukan pada 11 Mei 2017. Pada panggilan suara tersebut Xi Jinping menyatakan bahwa sebagai negara yang berada di wilayah Asia Timur, baik China maupun Korea Selatan adalah negara-negara penting di wilayah tersebut. Kedua belah pihak harus tetap setia pada komitmen awal ketika mulai menjalin hubungan diplomatik, menghormati kekhawatiran utama satu sama lain, serta berusaha untuk mencari landasan bersama. Kemudian, sebagai lanjutan perundingan untuk memperbaiki hubungan pada 14-15 Mei 2017 delegasi dari Korea Selatan Park Byeong-seug menghadiri forum Belt and Road di Beijing, China. Kemudian pada 18 Mei 2017 Presiden Korea Selatan mengirim utusan khusus yakni mantan Perdana Menteri Lee Hae Chan untuk menemui Presiden Xi Jinping dan Menteri luar negeri China Wang Yi, dan pada 19 Mei 2017 bertemu dengan Anggota Dewan dan Penasehat negara China Yang Jiechi dalam pembicaraan lebih lanjut mengenai perbaikan hubungan ekonomi China dan Korea Selatan. Pada 6 Juli 2017 Presiden Korea Selatan dan China bertemu diantara pertemuan G20 di Hamburg, Jerman yang kemudian menghasilkan kesepakatan Three No’s. Kunci dari normalisasi hubungan ada pada kesepakatan Three NO’s yang mendorong normalisasi hubungan dan upaya kerjasama antara kedua negara. Three No’s dikemukakan oleh presiden Korea Selatan pada 6 Juli 2017 saat melakukan pertemuan dengan presiden China, ketika kedua negara sedang menghadiri acara pertemuan G20 di Hamburg, Jerman. Three NO’s memiliki dampak yang berbeda bagi kedua negara. Poin Three NO’s menjadi kunci yang kemudian meyakinkan China untuk mengakhiri tindakan- tindakannya sehubungan dengan THAAD. Three NO’s menjawab kekhawatiran China bahwa Korea Selatan akan mengubah kondisi status quo di Asia Timur. China sebagai rising great power, memiliki kompetisi dengan Amerika Serikat untuk mendapatkan status setara di kawasan Asia Timur. Selain itu, China ingin menjaga status



quo terkait Semenanjung Korea yang itu berarti, tidak ingin terjadi perubahan diluar kehendaknya. Terlebih meskipun China gagal mencegah pemasangan THAAD, China mendapatkan sesuatu dari poin Three NO’s. China berhasil menempatkan Korea Selatan di posisi yang tidak terlalu dekat dengan Amerika Serikat. Namun, walaupun telah membuat kesepakatan Three No’s, kedua negara belum membuat kesepakatan untuk normalisasi hubungan. Kemudian kedua wakil negara masih terus melakukan pertemuan untuk mencapai kesepakatan untuk perbaikan hubungan kedua negara. Setelah pertemuan di Jerman, pada 6 Agustus 2017 Menteri Luar Negeri China mengadakan pertemuan terpisah dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-hwa di antara pertemuan ASEAN di Manila. Kemudian Forum Diplomasi Publik China-Korea Selatan yang kelima diadakan di Pulau Jeju pada 17 Agustus 2017. Setelah pertemuan di Jerman, pada 6 Agustus 2017 Menteri Luar Negeri China mengadakan pertemuan terpisah dengan Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyunghwa di antara pertemuan ASEAN di Manila. Kemudian Forum Diplomasi Publik ChinaKorea Selatan yang kelima diadakan di Pulau Jeju pada 17 Agustus 2017. Pada 24 Agustus 2017 Presiden Xi Jinping dan Moon Jae In, serta Menteri Luar Negeri China dan Korea Selatan, saling memberikan pesan ucapan selamat pada peringatan 25 tahun hubungan diplomatik antara kedua negara. Selain itu dalam merayakan peringatan 25 tahun hubungan diplomatik Duta Besar China, Qiu Guohong dan Wakil Menteri Luar Negeri Korea Selatan Lim Sung-nam memberikan pidatonya di Kedutaan Besar China di Seoul. Kemudian pada 30 Agustus 2017, mantan anggota parlemen Noh Young-min ditunjuk sebagai duta besar Korea Selatan untuk China. Sebelum mengumumkan perbaikan hubungan, China dan Korea Selatan pada 12 Oktober 2017 membuat kesepakatan di antara acara pertemuan keuangan internasional di Washington untuk memperbarui kesepakatan pertukaran mata uang mereka. Kemudian hubungan baik kedua negara kembali ditunjukan melalui pesan yang dikirimkan oleh Presiden Korea Selatan kepada Xi Jinping atas terpilihnya kembali menjadi Presiden China. Kemudian pada 31 Oktober 2017 Pemerintah China dan Korea Selatan akhirnya mengumumkan melalui media bahwa kedua negara sepakat akan melakukan perbaikan hubungan, setelah sebelumnya sejak Agustus 2016, China mengganggu aktifitas ekonomi Korea Selatan dan menyebabkan hubungan ekonomi kedua negara mengalami kendala. Setelah itu, kedua kepala negara membuat kesepakatan dan akan melakukan pertemuan langsung.



3. Intervensi kekuatan asing di Korea dari dominasi ekonomi menjadi dominasi politik 3.1 Intervensi Jepang



Setelah mengalahkan Dinasti Qing Tiongkok pada Perang Tiongkok-Jepang Pertama (1894–96), Kekaisaran Jepang menduduki Kekaisaran Korea (1897–1910) yang dipimpin oleh Kaisar Gojong.[8] Satu dekade kemudian, saat mengalahkan Kekaisaran Rusia pada Perang Rusia-Jepang (1904–05), Jepang menjadikan Korea sebagai protektorat-nya melalui Perjanjian Eulsa pada tahun 1905, kemudian menganeksasinya melalui Perjanjian Aneksasi Jepang-Korea pada tahun 1910. Sejak saat itu banyak kaum nasionalis dan intelektual yang melarikan diri. Beberapa dari mereka membentuk Pemerintahan Sementara Korea, dipimpin oleh Syngman Rhee, di Shanghai pada tahun 1919, dan menjadi pemerintahan dalam pengasingan yang hanya diakui oleh sedikit negara. Antara tahun 1919 hingga 1925, kaum komunis Korea memulai pemberontakannya terhadap Jepang. Korea dianggap sebagai bagian dari Kekaisaran Jepang bersama dengan Taiwan, yang merupakan bagian dari Kawasan Kemakmuran Bersama Asia Timur Raya; pada tahun 1937, Gubernur-Jenderal Jirō Minami memerintahkan dilakukannya asimilasi budaya Jepang terhadap 23,5 juta penduduk koloni dengan melarang bahasa, sastra, dan budaya Korea, dan menggantinya dengan budaya Jepang, serta memerintahkan orang Korea mengganti nama mereka menjadi nama Jepang. Pada tahun 1938, pemerintahan kolonial menjalankan sistem kerja paksa; hingga 1939, 2,6 juta orang Korea bekerja di luar negeri sebagai tenaga kerja paksa; pada tahun 1942, pria-pria di Korea dipaksa menjadi tentara Jepang.



3.2 Intervensi China Sementara itu di Tiongkok, kelompok nasionalis Tentara Revolusi Nasional dan kelompok komunis Tentara Pembebasan Rakyat mengorganisir (sayap-kanan dan sayap-kiri) patriot Korea yang mengungsi. Kelompok Nasionalis yang dipimpin oleh Yi Pom-sok bertempur di Pertempuran Burma (Desember 1941 — Agustus 1945). Kelompok komunis, berada dibawah pimpinan Kim Il-sung, bertempur melawan Jepang di Korea.



Selama Perang Dunia II, tentara Jepang memanfaatkan makanan, ternak, dan logam dari Korea untuk tujuan perang. Tentara Jepang di Korea meningkat dari 46.000 (1941) ke 300.000 personel (1945). Tentara Jepang juga merekrut paksa 2,6 juta tenaga kerja yang dikontrol oleh polisi kolaborasionis Korea; lebih dari 723.000 orang dikirim ke luar negeri dan juga ke kota-kota di Jepang. Pada Januari 1945, 32% tenaga kerja Jepang adalah orang Korea; pada Agustus 1945, ketika Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Hirosima, 25% di antara mereka tewas. Pendudukan Jepang di Korea dan Taiwan itu tidak diakui oleh negara kekuatan dunia pada akhir perang.



3.3 Intervensi negara-negara Barat



Pada tahun berikutnya, Amerika Serikat dan Soviet membuat perjanjian untuk membagi Korea menjadi dua, tanpa melibatkan pihak Korea. Korea saat itu diwakili oleh kolonel Amerika Serikat Dean Rusk dan Charles Bonesteel. Dua tahun sebelumnya, di Konferensi Kairo (November 1943), Nasionalis Tiongkok, Britania Raya, dan Amerika Serikat memutuskan bahwa Korea harus menjadi negara merdeka, “pada waktunya”; Stallin pun setuju. Pada bulan Februari 1945, di Konferensi Yalta, Sekutu gagal mendirikan perwalian Korea sebagaimana diwacanakan pada tahun 1943 oleh presiden Amerika Serikat Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill.



Sesuai perjanjian AS-Soviet, Uni Soviet mendeklarasikan perang pembebasan Korea dari Jepang pada tanggal 9 Agustus 1945, dan, pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah berhasil menduduki Korea bagian utara, dengan pendaratan amfibi di bagian utara paralel ke-38. Soviet juga berhasil mengusir tentara Jepang dan masuk melalui Manchuria. Tiga minggu kemudian, pada 8 September 1945, Letnan Jendral John R. Hodge dari Amerika Serikat tiba di Incheon untuk menerima penyerahan Jepang di wilayah Selatan paralel ke38.



3. Terpecahnya Korea



4.1 Latar Belakang perpecahan Korea Pemisahan Korea (1945) Pada Konferensi Potsdam (Juli—Agustus 1945), Sekutu secara sepihak memutuskan untuk membagi Korea tanpa melakukan konsultasi dengan pihak Korea sendiri. Hal ini tidak sesuai dengan Konferensi Kairo (November 1943), ketika Churchill, Chiang Kai-shek, dan Franklin D. Roosevelt mendeklarasikan bahwa Korea harus menjadi negara bebas dan merdeka. Selain itu, sebelumnya, Konferensi Yalta (Februari 1945) mengizinkan Stalin membangun “zona penyangga” Eropa — negara satelit yang berada di bawah Moskwa — sebagai balasan karena telah membantu Amerika Serikat di Perang Pasifik melawan Jepang. Pada tanggal 10 Agustus, Tentara Merah menguasai bagian utara semenanjung Korea, sebagaimana yang telah disepakati, dan pada tanggal 26 Agustus berhenti di paralel utara ke-38 selama 3 minggu untuk menunggu kedatangan pasukan Amerika Serikat di Selatan. Pada hari itu pula, dengan semakin dekatnya jadwal kapitulasi Jepang (15 Agustus), Amerika Serikat ragu Uni Soviet akan mengakui peran mereka dalam “komisi bersama”, perjanjian pendudukan Korea yang disponsori Amerika Serikat. Sebulan sebelumnya, untuk memenuhi persyaratan politik-militer Amerika Serikat, Kolonel Dean Rusk dan Charles Bonesteel III membagi semenanjung Korea menjadi dua di garis lintang 38 derajat setelah dengan terburu-buru (tiga puluh menit) memutuskan bahwa Daerah Pendudukan AS di Korea harus setidaknya memiliki dua pelabuhan.



Untuk menjelaskan mengapa zona demarkasi (paralel ke-38) terlalu selatan, Rusk mengatakan, “bahkan meskipun perbatasan itu lebih ke utara daripada yang dapat secara realistis dicapai oleh pasukan Amerika, dalam hal terjadi perselisihan Soviet... kami merasa penting untuk menyertakan ibu kota Korea sebagai tanggung jawab pasukan Amerika,” terutama ketika “dihadapkan dengan kurangnya jumlah pasukan AS yang tersedia, juga faktor ruang dan waktu, yang mengakibatkan sulitnya pasukan mencapai lebih jauh ke utara sebelum pasukan Soviet sampai terlebih dahulu.” Pasukan Soviet setuju dengan demarkasi itu. Dengan berkuasanya pemerintahan militer, Jenderal John R. Hodge secara langsung mengontrol Korea Selatan (USAMGIK 1945–48). Ia memperkuat kontrolnya dengan cara: pertama, mengembalikan kekuasaan administrator-administrator kunci kolonial Jepang dan juga polisi kolabolatornya; kedua menolak pengakuan USAMGIK terhadap Republik Rakyat Korea (Agustus–September 1945)—pemerintahan sementara Korea yang mulai berkuasa di semenanjung Korea—karena dianggap sebagai komunis. Kebijakan AS, yang menolak pemerintahan populer di Korea, menimbulkan gejolak dalam masyarakat, dan mengakibatkan munculnya Perang Saudara Korea. Pada 3 September 1945, Letnan Jendral Yoshio Kozuki, komandan, Tentara Wilayah ke-17 Jepang, menghubungi Hodge, mengatakan bahwa tentara Soviet mulai bergerak ke arah selatan lintang 38 derajat di Kaesong. Hodge mempercayai keakuratan informasi itu. Pada Desember 1945, Korea di bawah Komisi Bersama AS-Uni Soviet menyetujui Konferensi Menteri Luar Negeri Moskwa (Oktober 1945), lagi-lagi tanpa melibatkan pihak Korea. Komisi tersebut memutuskan bahwa negara tersebut akan merdeka setelah lima tahun di bawah kepemimpinan dewan perwalian. Rakyat Korea marah dan memulai revolusi di Selatan, beberapa hanya melakukan protes, sisanya mengangkat senjata;[9] untuk menahannya, USAMGIK melarang demonstrasi (8 Desember 1945) dan mencabut perlindungan hukum terhadap Pemerintahan Revolusioner dan Komite Rakyat Republik Rakyat Korea pada 12 Desember 1945. Penindasan kedaulatan ini mengakibatkan 8.000 pekerja kereta api berunjuk rasa pada 23 September 1946 di Pusan, yang kemudian menyebar ke seluruh wilayah Korea yang dikuasai AS; USAMGIK pun kehilangan kekuasaannya. Pada 1 Oktober 1946, polisi Korea membunuh tiga mahasiswa dalam “Pemberontakan Daegu”; rakyat menyerang balik dan membunuh 38 polisi. Demikian pula pada tanggal 3 Oktober, sekitar 10.000 orang menyerang kantor polisi Yeongcheon, membunuh tiga anggota polisi dan melukai 40 orang lainnya; di tempat lain, massa membunuh 20 tuan tanah dan pejabat Korea Selatan yang pro-Jepang. USAMGIK mendeklarasikan hukum perang untuk mengontrol Korea Selatan. Kelompok sayap-kanan Representative Democratic Council, yang dipimpin oleh nasionalis Syngman Rhee, menentang perwalian Soviet-Amerika di Korea, berpendapat bahwa setelah tiga puluh lima tahun (1910–45) dikuasai pemerintah kolonial Jepang (pemerintah asing), rakyat Korea menolak dipimpin pemerintahan asing lainnya, termasuk AS dan Soviet. Untuk mendapatkan keuntungan dari memanasnya suhu perpolitikan, AS keluar dari Persetujuan Moskwa—dan membentuk pemerintahan sipil anti-komunis di Korea



Selatan. AS juga melakukan pemilu yang kemudian ditentang, dan diboikot oleh Uni Soviet untuk memaksa AS mematuhi Persetujuan Moskwa. Resultan pemerintah anti-komunis Korea Selatan yang mengumumkan secara resmi konstitusi politik nasional (17 July 1948) memilih Syngman Rhee (20 July 1948) sebagai presiden dan mendirikan Republik Korea Selatan pada 15 Agustus 1948. Demikian juga di Zona Pendudukan Rusia, Uni Soviet mendirikan pemerintahan komunis Korea Utara[8] yang dipimpin oleh Kim Il-sung. Presiden Korea Selatan Syngman Rhee mengusir komunis dan anggota kelompok sayap kiri dari panggung perpolitikan nasional. Merasa dicabut haknya, mereka pergi ke daerah perbukitan dan bersiap melakukan perang gerilya melawan pemerintahan Republik Korea yang disokong oleh Amerika Serikat. Para nasionalis, baik Syngman Rhee dan Kim Il-Sung, bermaksud menyatukan Korea, namun di bawah sistem politik yang dianut masing-masing pihak. Dengan persenjataan yang lebih baik, Korea Utara berhasil meningkatkan ketegangan di perbatasan, dan kemudian menyerang setelah sebelumnya melakukan provokasi. Sebaliknya, Korea Selatan, dengan bantuan terbatas dari Amerika Serikat, tidak mampu menandinginya. Pada awal masa Perang Dingin itu, pemerintah AS menganggap semua komunis dari bangsa apapun adalah anggota blok Komunis yang dikontrol atau setidaknya mendapat pengaruh dari pemerintahan Moskwa; akibatnya AS mengaggap perang sipil di Korea sebagai manuver hegemoni dari Uni Soviet. Tentara AS mundur dari Korea tahun 1949, meninggalkan tentara Korea Selatan dengan sedikit persenjataan. Di lain pihak, Uni Soviet memberikan bantuan persenjataan dalam jumlah banyak ke tentara Korea Utara dan mendukung rencana invasi Kim Il-Sung.



4.2 Terbentuk dan berkembangnya Korea Selatan Sejarah Korea Selatan secara resmi dimulai ketika pembentukan negara Korea Selatan pada 15 Agustus 1948, meskipun Syngman Rhee telah mendeklarasikan pembentukannya di Seoul pada 13 Agustus.



Setelah Penjajahan Jepang di Korea yang berakhir karena kekalahan Jepang pada Perang Dunia II tahun 1945, Korea dibagi menjadi dua wilayah berdasarkan garis 38 derajat lintang utara sesuai dengan perjanjian yang diadakan oleh PBB. Uni Soviet di bagian utara dan Amerika Serikat di bagian selatan. Uni Soviet dan Amerika Serikat tidak berhasil mencapai kesepakatan mengenai implementasi penyatuan Korea. Hal ini mengakibatkan pembentukan pemerintahan yang terpisah dengan masing-masing pemerintah mengklaim memiliki wilayah resmi atas seluruh Korea.



Sejarah Korea Selatan dalam perkembangannya diwarnai oleh pemerintahan yang demokratis dan otokratis secara bergantian. Republik pertama yang awalnya diklaim sebagai pemerintahan yang demokratis lama kelamaan menjadi otokratis hingga akhirnya



jatuh pada tahun 1960. Republik kedua yang benar-benar demokratis harus dijatuhkan oleh rezim militer yang otokratis dalam waktu yang singkat. Republik keenam merupakan pemerintahan yang stabil dan menganut asas demokrasi liberal. Hal yang kembali menimbulkan kemarahan rakyat Korea terhadap Sekutu adalah Kebijakan Moskow pada bulan Desember 1945. Sekutu bertemu di Moskow dan membuat rencana pembentukan Komisi Gabungan Amerika Serikat – Uni Soviet guna mendirikan pemerintahan di Korea dan mengendalikannya di bawah perwalian 5 tahun. Rencana ini ditolak rakyat Korea yang menganggap hal tersebut merupakan pelecehan terhadap usaha dan perjuangan mereka untuk merdeka dari penjajahan selama 36 tahun. Rakyat Korea melakukan protes besar-besaran di seluruh negeri untuk menentang Kebijakan Moskow, tetapi di awal 1946, komunis di Korea Utara dan Korea Selatan mendukung kebijakan tersebut karena ditekan oleh Uni Soviet. Sebanyak 2 juta orang yang menentang rencana tersebut mengungsi dari Korea bagian utara ke selatan. Selama periode 1946 sampai 1948, otoritas Soviet memberikan dukungan penuh kepada pemimpin komunis Kim Il-sung. Kim yang datang ke Korea dengan pasukan Uni Soviet telah menjadi boneka komunis yang berpengaruh di Korea bagian utara. Setelah menyingkirkan semua organisasi nasionalis, Kim Il-sung menjadi pemimpin Pemerintahan Korea Sementara di bawah kendali Uni Soviet. Dengan pengaruh negara komunis tersebut, Kim Il-sung mengkomuniskan Korea Utara. Pada masa pemerintahan Amerika Serikat, prinsip-prinsip demokrasi diperkenalkan di pihak Korea Selatan. Namun begitu, tentara nasional tidak mendukung kebijakan AS. Demokrasi yang dibawa AS meningkatkan pertumbuhan organisasi-organisasi sosial dan politik, tak terkecuali bagi pendukung komunis. Saat Partai Komunis Korea, yang mengubah namanya menjadi Partai Buruh Korea Selatan, menghasut gerakan buruh, mencetak uang palsu dan terlibat dalam aktivitas ilegal, Pemerintahan Militer AS menekan dan memaksa mereka pergi ke Korea Utara. Namun, banyak pendukung komunis bergerak di bawah tanah dan terus menyebabkan masalah-masalah politik dan ekonomi yang pelik di Korea Selatan. Korea Selatan saat itu dipimpin oleh Syngman Rhee, yang ditunjuk AS sebagai pemimpin Pemerintahan Sementara Korea.



4.3 Terbentuk dan berkembangnya Korea Utara Korea Utara telah berkembang menjadi ‘negara pertapa’ di bawah pemerintahan tangan besi. Korut dan Korsel berdiri setelah Perang Dunia II, pada saat dunia berada di ambang Perang Dingin. Pada 9 September 1948, Republik Demokrat Rakyat Korea terbentuk, dipimpin oleh seorang mantan pejuang gerilyawan Kim Il Sung. Bagaimana perjalanan Korea Utara hingga menjadi seperti sekarang? Korea Utara dan Korea Selatan terbentuk setelah Perang Dunia II dan awal Perang Dingin. Dari tahun 1910 hingga kekalahan Jepang pada akhir perang tahun 1945, seluruh semenanjung Korea telah dicaplok dan diduduki oleh pasukan Jepang.



Di tengah ketidaksepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan Uni Soviet, Korea kemudian terpecah menjadi Korea Utara—di bawah pemerintahan Uni Soviet—dan Korea Selatan— dikelola oleh AS. Pada 9 September 1948, Republik Demokrat Rakyat Korea lahir di Korea Utara, dipimpin oleh anggota Partai Pekerja Korea dan mantan pejuang gerilya Kim Il Sung.bTanggal tersebut diperingati setiap tahun sebagai Hari Yayasan Republik. Kim yang pertama—”pemimpin abadi”—memerintah Korea Utara dengan tangan besi selama empat setengah dekade, pertama sebagai perdana menteri dan kemudian sebagai Presiden. Partai Buruh tetap satu-satunya partai politik di negara ini. Saat yang paling menentukan untuk kedua Korea adalah perang tahun 1950-1953, yang dimulai ketika Pyongyang mencoba untuk menyerang Seoul. Invasi itu ditangkis tetapi meninggalkan bekas luka dalam di antara dua tetangga itu.



Mereka tidak pernah menandatangani perjanjian damai, tetapi perbatasan bersama mereka, Zona Demiliterisasi, merupakan pengingat fisik permusuhan mereka. Putra Kim, Kim Jong Il, mengambil alih pada tahun 1994 setelah kematian ayahnya dan harus berurusan dengan isolasi negara yang belum berkembang setelah runtuhnya Uni Soviet dan berakhirnya Perang Dingin. China menjadi satu-satunya pendukung utama pemerintah Korea Utara.



Kim Jong Il meninggal pada Desember 2011, mewariskan putranya Kim Jong-un kendali atas negara yang penuh rahasia itu, yang memiliki populasi sekitar 25 juta orang. Dianggap berusia akhir 20-an ketika ia mengambil alih kekuasaan, Kim ketiga meningkatkan uji coba rudal dan nuklir Korea Utara dan meningkatkan ketegangan dengan masyarakat internasional sebelum memulai desakan diplomatik yang mengejutkan untuk denuklirisasi dengan Presiden Korea Selatan, Moon Jae In saat KTT pada 27 April tahun ini.



5.Nasionalisme di Korea dan perkembangannya kekinian 5.1 Nasionalisme dan perkembangan Korea Selatan Korea (Selatan) saat ini dikenal sebagai negara industri yang sudah maju. Barang-barang elektronik produksi Korea telah dikenal memiliki kualitas yang memuaskan. Di bidang militer korea juga telah memproduksi sendiri berbagai perangkat kerasnya seperti tank, kapal selam, dan kapal perang. Tak heran bila Korea dikenal sebagai salah satu macan Asia. Bila ditengok kebelakang, 70 tahun lalu Korea selatan bukanlah negara industri. Jepang membangun Korea Selatan sebagai wilayah pertanian sebagai sumber beras sementara



industri dan pertambangan dipusatkan di Utara.1 Perang yang terjadi pada 1950-1953 juga menghancurkan berbagai infrastruktur yang ada. Perubahan masyarakat menuju masyarakat industri seringkali berbarengan dengan kemunculan nasionalisme. Perubahan ekonomi ini membutuhkan perubahan sosial yang tepat agar dapat menopangnya, selain akan mendorong terjadinya perubahan sosial lagi. Bagaimanakah nasionalisme Korea dan perubahan sosial yang terjadi di masyarakat Korea dalam industrialisasinya?



A. Akar Nasionalisme Korea Korea memiliki sejarah yang panjang dan unik, memberi identitas mandiri dari bangsa tetangganya. Kisah mitologis pembentukannya dimulai dari Dangun yang mendirikan kerajaan Joseon pertama (Gojoseon) sekitar dua ribu tahun sebelum Masehi. Kisah Gojoseon dan kerajaan-kerajaan penggantinya tercatat dalam Samguk Sagi (ditulis abad 12 M) dan Samguk Yusa (ditulis abad 13 M). Kesadaran mengenai identitas ini pada masa pra-modern tidak terbatas pada kalangan elite saja. Hal ini terlihat dengan kemunculan tentara rakyat yang melakukan perlawanan terhadap invasi Jepang abad 16.3 Pada akhir dinasti Joseon (baru) sekitar abad 18-19 rakyat bahkan tertarik dengan ideologi Donghak (Jalan Timur) yang menentang kemunculan agama asing dan menuntut penguatan bangsa dan harkat hidup rakyat.4 Media massa baru muncul di ujung abad 19. Dari Perkumpulan Kemerdekaaan muncul Buletin Perkumpulan Kemerdekaan Joseon Raya yang diterbtkan dalam bahasa Korea dan Inggris. Selain itu sebelum perkumpulan kemerdekaan berdiri, pada 7 April 1896, muncul Dongmin Sinmun (Harian Merdeka) yang diterbitkan dengan bahasa pasar Korea, ia menjadi wadah penyebaran pemikiran liberal barat. Sementara dari kalangan reformis konfusian diwakili oleh koran Hwangseong Sinmun (Harian Ibukota).5 Media massa ini bermunculan terus hingga awal penjajahan Jepang. Berbagai media massa ini turut membentuk watak dan identitas nasioalisme Korea sampai akhirnya dilarang terbit oleh Jepang. Yang tidak kalah penting dari media dalam membentuk nasionalisme Korea adalah berbagai gerakan politik. Yang paling tua adalah Perkumpulan Kemerdekaan (Dongnip Hyeophoe) yang berdiri 2 Juli 1896. Aktivitas pertama mereka adalah menghancurkan balairung tempat utusan Tiongkok disambut dan kemudian mendirikan Balairung kemerdekaan di atas rerutuhannya.6 Terdapat berbagai perkumpulan dengan aktivitas serupa yang berdiri selama sebelum aneksasi Jepang atas Korea. Salah satu ide nasioalisme Korea mengenai persamaan hak warga egara baru muncul di akhir era Joseon. Setimen ini ditanggapi pemerintahan Gojong dengan menghapuskan sistem kelas pada 1896.7 Kalangan yangban ini tidak benar-benar kehilangan privilese mereka sampai akhirnya saat Korea diaeksasi Jepang.8



Hal-hal tadi adalah akar dari nasioalisme yang membentuk identitas bangsa Korea. Nasionalisme Korea adalah pendorong yang memodernisasi Korea di masa selanjutnya. Modernisasi pada masyarakat Korea ini bergantung pada watak nasionalisme Korea.



5.2 Nasionalisme dan perkembangan Korea Utara Nasionalisme etnis Korea atau nasionalisme rasial Korea adalah ideologi politik di Korea Utara dan Selatan yang didasarkan pada kepercayaan bahwa Korea merupakan suatu bangsa, "ras" dan kelompok etnis yang memiliki darah yang sama dan budaya tersendiri. Konsep ini bertumpu pada gagasan minjok (Hangul: 민족; Hanja: 民族), yaitu istilah yang diciptakan di Kekaisaran Jepang pada periode Meiji awal atas dasar Darwinisme Sosial. Minjok dapat diterjemahkan menjadi "bangsa", "kelompok etnis", "ras", dan "rasbangsa". Konsep ini mulai dianut oleh kaum intelektual di Korea setelah Jepang mendirikan protektorat di Korea pada tahun 1905, dan Jepang mencoba untuk meyakinkan orang Korea bahwa orang Jepang dan Korea merupakan bagian dari ras yang sama. Gagasan "minjok" Korea pertama kali dipopulerkan oleh penulis esai dan sejarawan Shin Chaeho dalam bukunya, Doksa Sillon (1908), yang menjabarkan sejarah Korea dari masa mitos Dangun hingga jatuhnya Balhae pada tahun 926. Shin menggambarkan "minjok" sebagai ras yang suka berperang dan telah berjuang untuk melestarikan identitas Korea, kemudian mengalami kemunduran dan kini harus dibangkitkan. Pada masa penjajahan Jepang (1910–1945), kepercayaan akan keunikan minjok Korea mendorong pergerakan yang menentang kebijakan asimilasi budaya Jepang. Di Jepang dan Jerman, nasionalisme etnis dikecam setelah Perang Dunia II karena dikaitkan dengan ultranasionalisme atau Nazisme, tetapi Korea Utara dan Selatan masih tetap mengklaim homogenitas etnis dan garis keturunan ras "Han Agung" yang murni. Pada tahun 1960-an, Presiden Park Chung-hee menggunakan "ideologi kemurnian ras" untuk melegitimasi kekuasaannya, sementara propaganda Korea Utara menggambarkan bangsa Korea sebagai "ras yang paling bersih". Sejarawan kontemporer Korea masih terus menulis tentang "warisan ras dan budaya [Korea] yang unik." Gagasan bersama ini masih terus membentuk politik dan hubungan luar negeri Korea, menjadi kebanggaan nasional bagi bangsa Korea, dan mendorong harapan untuk menyatukan kembali Korea. Walaupun statistik menunjukkan bahwa Korea Selatan berubah menjadi masyarakat multietnis, sebagian besar penduduk Korea Selatan masih menganggap diri mereka sebagai "satu bangsa" (bahasa Korea: 단 일 민 족 ; Hanja: 單 一 民 族 , danil minjok) yang disatukan oleh garis keturunan yang sama. Penekanan terhadap pentingnya "kemurnian darah" Korea telah memicu ketegangan dan perdebatan mengenai multikulturalisme dan rasisme di Korea Selatan.