Sejarah Kesusastraan Jepang [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SEJARAH KESUSASTRAAN JEPANG Oleh : Yuliani Rahmah



2014



BAB I KESUSASTRAAN ZAMAN KUNO (KOTEN BUNGAKU)



1.1 PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Kesusastraan zaman kuno dikenal dengan istilah Koten Bungaku. Pada masa tersebut karya sastra lahir dari ungkapan perasaan kagum masyarakat Jepang pada saat itu terhadap kekayaan alam dan keindahan empat musim yang mereka miliki. Perasaan yang begitu mendalam terhadap alam yang melingkupi kehidupan mereka tertuang dalam beragam bentuk karya, dari mulai karya sastra tertulis sampai karya lisan berupa nyanyian.



B. Relevansi Kesusastraan pada zaman kuno ini secara garis besar terbagi lagi menjadi 4 (empat) periode, yaitu kesusastraan zaman Joodai, Kesusastraan Zaman Heian, Kesusastraan Zaman Kamakura / Muramachi dan Kesusastraan zaman Edo. Dengan mengetahui pembagian dari masa lahir dan berkembangnya sebuah sastra maka akan memudahkan pembelajar memahami keterkaitan antara keadaan masyarakat dengan karya sastra yang dihasilkan pada masa tersebut.



C. Kompetensi Setelah mempelajari sastra diharapkan pembelajar akan memahami masa-masa perkembangan sastra dan ciri khas dari karya sastra yang dihasilkan pada masa tersebut C.1. Standar Kompentensi Pembelajar Pembelajar akan mampu memahami munculnya kesusastraan pada zaman kuno, pengertian dan jenis-jenis karya sastra yang lahir dan berkembang pada zaman kuno (Koten Bungaku) C.2. Kompentensi Dasar Pembelajar mampu mendeskripsikan perkembangan sastra di zaman kuno, jenisjenis karya sastra pada zaman kuno dan ciri khas kesusastraan zaman Kuno.



1.2. KESUSASTRAAN ZAMAN JOODAI (JOODAI BUNGAKU) A. Uraian Awal mula kesusastraan zaman Joodai atau Joodai Bungaku tidak diketahui secara pasti, namun pada masa ini Jepang berada di bawah kepemimpinan dinasti Yamato. Itulah sebabnya kesusastraan pada periode ini dikenal juga sebagai kesusastraan zaman Yamato. Dinasti Yamato sendiri didirikan oleh beberapa golongan bangsawan dengan pusat kegiatan politik dan kegiatan budayanya berpusat di Yamato. Pada



masa



Joodai



Bungaku,



kesusastraannya



berkembang



dengan



mengandalkan media lisan yaitu tersebar dari mulut ke mulut atau dikenal dengan



2



istilah Koosho Bungaku. Koosho Bungaku lahir dari kelompok masyarakat yang menyebar dan dinikmati oleh kelompok masyarakat lainnya dengan penyampaian secara lisan. Dengan cara seperti ini maka Koosho Bungaku bersifat tidak stabil dan cenderung berubah-ubah. Kesusastraan seperti ini berlangsung pada masa yang cukup lama sampai kemudian masyarakat Jepang mengenal huruf kanji yang ditiru dari kebudayaan Cina. Pada masa ini bukti bahwa bangsa Jepang sudah berhubungan dengan daratan Cina telah ada. Hal ini terlihat dari adanya pengaruh kebudayaan Cina yang terdapat pada pembuatan istana dan undang-undang dasar negaranya. Selain itu banyak pula buku-buku Cina yang digunakan pada kegiatan-kegiatan pemerintahan. Dengan banyaknya buku yang digunakan maka tulisan Kanji pun membawa pengaruh positif bagi kesusastraan Jepang. Dengan adanya tulisan Kanji, orang Jepang mulai dapat menulis kesusastraannya. Dari huruf ini pula kemudian muncul huruf Hiragana dan Katana, yang menjadi dasar bagi perkembangan kesusastraan dengan abjad Kana. Masa-masa ini diperkirakan terjadi pada awal abad ke-5 (lima), dan kesusastraan bentuk tulisan ini dikenal dengan istilah Kisai Bungaku



Kisai Bungaku



3



Pemakaian tulisan Kanji mengurangi pengaruh Koosho Bungaku pada kesusastraan periode ini. Selain itu kesadaran individual yang melahirkan kreatifitas pun menjadi faktor lain yang membuat pengaruh Koosho Bungaku tidak lagi terlihat pada hasil karya sastra yang lahir kemudian. Hilangnya ketidak stabilan dari Koosho Bungaku terlihat pada beberapa karya sastra hasil Koosho Bungaku yang kemudian dituangkan dalam bentuk tertulis seperti Kojiki, Nihonshoki dan Fudoki. Selain itu karya pertama pada masa Kisai Bungaku adalah Kanshibun, yaitu syair yang merupakan tiruan dari kesusastraan Cina. Dalam bentuk Koosho Bungaku tidak banyak karya yang dapat di dokumentasikan, namun ketika muncul tulisan maka beberapa karyanya kemudian dibukukan. Berikut adalah penjelasan dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada zaman Joodai. 1) Shinwa Shinwa dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Mitologi. Shinwa merupakan sebuah karya sastra lisan (Kooshoo Bungaku) yang isinya bercerita mengenai para dewa, mengenai asal mula terjadinya alam semesta, negara, manusia dan juga kebudayaan. Shinwa terdapat pada bagian awal buku Kojiki dan Nihonshoki. Kedua buku ini lebih dikenal dengan istilah mitologi Kiki. Dalam mitologi Kiki tersebut cerita yang disampaikan adalah asal usul alam semesta, terjadinya daratan (termasuk di dalamnya cerita mengenai terbentuknya negara Jepang), lahirnya dewa dewi dan cerita mengenai keluarga Kaisar. Khusus mengenai keluarga Kaisar, cerita disusun



4



sedemikian rupa untuk memberikan bukti pada rakyat mengenai keagungan kaisar dan betapa besar kemuliaan yang dimiliki oleh keluarga Kaisar. Shinwa sendiri awalnya berasal dari hayalan dan cerita orang-orang terdahulu yang muncul dari pengalaman kontak dengan peristiwa alam yang terjadi di sekitar mereka. Meskipun demikian, Shinwa di Jepang mempunyai susunan yang lengkap karena cerita mengenai para dewa saling berhubungan antara yang satu dengan yang lainnya. Dari seluruh cerita yang terdapat dalam mitologi Kiki, terdapat beberapa cerita dewa yang sangat terkenal, diantaranya adalah -



Cerita mengenai kunjungan Dewa Izanaki no Mikoto ke negara neraka



-



Doa permohonan Dewi Amaterasu Omikami dan Dewa Susa no Onomikoto



-



Cerita mengenai Dewi Kono Hana no Sakuya Bime dan Dewi Iwa Naga Hime



-



Cerita mengenai Dewa Umisachi Biko dan Dewa Yamasachi Biko



5



2) Densetsu Densetsu dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah Legenda. Densetsu biasanya merupakan cerita yang berhubungan dengan tempat dan periode tertentu. Meskipun tokoh dalam Densetsu biasanya tokoh terkenal ataupun pahlawan, namun Densetsu bukanlah sebuah kenyataan atau sebuah cerita yang benar-benar terjadi di masa lampau. Dalam Densetsu cerita yang dipaparkan hanyalah sebuah fiksi atau pengalaman seseorang yang mempunyai latar belakang sejarah. Densetsu tertulis dalam Kojiki dan Nihonshoki. Cerita dalam Densetsu lebih banyak mengisahkan tentang kehidupan Jinmu Tenno yang telah dibumbui dengan unsur fiksi. Selain cerita keluarga Jinmu Tenno yang diagung-agungkan, beberapa cerita dalan Densetsu antara lain mengisahkan tentang legenda Yamato Takeru no Mikoto dalam usahanya meluaskan daerah dari Timur ke Barat. 3) Setsuwa Setsuwa dalam bahasa Indonesia dikenal dengan istilah dongeng. Berbeda dengan Shinwa dan Densetsu, tokoh yang ditampilkan dalam Setsuwa ini tidak terbatas hanya pada dewa-dewa atau orang-orang terkenal dalam sejarah saja, namun juga terdapat tokoh-tokoh dari orang biasa yang samasekali tidak dikenal. Cerita dewa dalam Setsuwa pun sedikit berbeda dengan yang terdapat dalam Shinwa ataupun Densetsu. Dalam Setsuwa tokoh dewa yang diceritakan bukanlah dewa-dewa yang diagungkan, melainkan tokoh dewa-dewa yang menjalani kehidupan layaknya manusia biasa. Selain itu seperti dongeng pada umumnya, dalam setsuwa pun adakalanya tokoh yang ditampilkan adalah binatang ataupun tumbuhan. Isi cerita dalam setsuwa pun tidak



6



hanya cerita yang berdasar pada kenyataan, tetapi ada pula yang bersifat surealis yang mengungkapkan perasaan, harapan dan cara berfikir rakyat biasa. Peristiwa-peristiwa dalam Setsuwa biasanya disusun pendek dan lebih teratur dibandingkan Shinwa ataupun Densetsu. Bentuknya masih sangat sederhana, namun bila dilihat dari jalan ceritanya maupun dari cara pengungkapannya, maka bentuk yang terdapat dalam densetsu tersebut dapat dikategorikan dalam bentuk kesusastraan, khususnya kesusastraan Epic atau dikenal dengan istilah Joji Bungaku. 4) Norito Norito adalah mantera-mantera yang dipergunakan untuk berhubungan dengan dewa-dewa. Awalnya Norito hanyalah sebuah mantera-mantera sederhana yang kemudian berkembang menjadi suatu cara yang dipergunakan untuk menyembah dan meminta kepada dewa-dewa. Selain itu Norito pun antara lain berisi tentang asal-usul terjadinya suatu festival, penjelasan tentang dewa-dewa yang diangungkan dalam sebuah festival dan amal perbuatan yang dilakukan oleh dewa tersebut, serta penjelasan mengenai cara menyusun barang sajian dan sebagainya. Dalam



perkembangannya



Norito



menjadi



bertambah



panjang



dengan



terbentuknya doa pembuka dan penutup yang digabungkan dengan gaya bahasa yang diperindah sebagai ciri khasnya. Norito pun banyak yang berisi ucapan-ucapan syukur karena permohonannya dikabulkan, ucapan yang memuji dan mengharapkan kemakmuran Tenno, juga sumpah untuk berbakti pada Tenno. Norito diungkapkan dengan bahasa yang penuh perasaan, sehingga berbeda dengan bahasa sehari-hari. Bahasa indah yang terdapat dalam Norito biasanya dibacakan 7



dengan penuh hikmat, dengan tujuan agar berkenan di hati dewa yang dipuja. Pembacaan dan pemilihan kata-kata yang indah inilah yang kemudian melahirkan bentuk khas dari Norito. 5) Senmyoo Senmyoo adalah sebuah bentuk kesusastraan yang dijadikan alat komunikasi Tenno dengan rakyat. Senmyoo dipergunakan untuk menyampaikan perintah dan dekrit Tenno kepada masyarakat.Senmyoo biasanya menggambarkan keadaan zaman pada masa yang bersangkutan dan berkembang dengan timbulnya peristiwa besar nasional seperti penobatan dan penggantian Tenno. Selain itu Senmyoo juga berisi tentang cara pemilihan permaisuri, penetapan nama zaman, cara penetapan atau penghapusan pangeran dari ahli waris tahta kerajaan, cara penerimaan upeti, cara pemberian pangkat dan sebagainya. Isi senmyoo disusun secara konkrit dengan kalimat dan maksud yang ditulis secara tegas dan jelas. Penulisannya disusun dengan huruf Kanji yang ditambah keterangan tambahan berupa huruf kecil Mayoonaga, penggunaan partikel, kata kerja bantu, akhiran dan sebagainya. Baik Senmyoo maupun Norito ditulis dengan cara penulisan Senmyoo yang disebut dengan Senmyoogaki. Cara penulisan tersebut dimaksudkan untuk mencegah terjadinya salah baca.



8



6) Kayoo Kayoo adalah sejenis nyanyian yang diceritakan dari mulut ke mulut. Awalnya Kayoo adalah ungkapan kata sederhana yang tercetus dari gerak hati. Ungkapan dalam bentuk teriakan tersebut keluar ketika sedang bekerja atau pada waktu mengadakan pemujaan terhadap dewa-dewa. Kata-kata tersebut kemudian disambung-sambungkan sampai kemudian lahir dalam bentuk nyanyian Kayoo. Kayoo dinyanyikan baik di kalangan istana pada saat pesta minum sake, maupun di kalangan rakyat biasa pada saat mereka sedang bekerja.Tempat menyanyikan Kayoo untuk rakyat biasa disebut dengan Utagaki atau Kagai. Di tempat tersebut, biasanya pada musim semi dan musim gugur para laki-laki dan wanita akan berkumpul dan saling menyanyikan Kayoo untuk meminang. 7) Manyooshuu Manyoshuu adalah kumpulan pantun-pantun sebagai bentuk kesusastraan klasik Jepang. Didalam Manyoshuu terdapat Kayoo, Waka dan Kanshibun yang disatukan dan disusun dalam waktu yang cukup lama. Penyusunan tersebut dilakukan oleh banyak penyair, sehingga cara penyusunannya tidak secorak. Manyoshuu terdiri dari tiga bagian yang dijadikan sebagai dasar utamanya. Ketiga bagian tersebut yaitu Zooka (pantun biasa), Soomon (pantun cinta), dan Banka (pantun sedih). Apabila dibagi berdasarkan gaya pantun dan penyairnya yang berpengaruh, maka Manyooshuu terdiri dari dua golongan besar, yaitu golongan awal dan golongan akhir.



9



Golongan awal dimulai dari tahun 629 sampai dengan tahun 710, sementara golongan akhir dari tahun 711 sampai dengan tahun 759. 8) Kanshibun Kanshibun adalah syair berbentuk bahasa Cina yang dibaca secara bahasa Jepang. Kanshibun terdapat pada sebuah buku berjudul Kaifusoo yang diciptakan pada tahun 751.Kaifusoo umumnya berisi syair-syair yang menceritakan pesta-pesta di istana kaisar, di istana kaum bangsawan ataupun penyair-penyair yang berpesiar naik perahu sambil minum arak. Syair-syair yang terdapat dalam Kanshibun cepat menjadi populer karena teknik pembuatannya tidak sukar. Syair jenis ini pun menjadi pelopor bagi perkembangan kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang atau dikenal dengan istilah Kanbungaku.



10



B. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan Koosho Bungaku? 2. Apa yang dimaksud dengan Kisai Bungaku? 3. Apa saja yang terdapat dalam mitologi Kiki? 4. Apakah jenis sastra yang digunakan sebagai media untuk menyampaikan perintah Tenno pada rakyatnya? 5. Jenis sastra apa yang ditampilkan pada festival-festival keagamaan?



C. Rangkuman Awal mula kesusastraan zaman Joodai dikenal juga sebagai kesusastraan zaman Yamato. Sastra pertama dikenal dengan istilah Koosho Bungaku yang menyebar secara lisan sehingga bersifat tidak stabil. Jenis sastra ini tergantikan ketika huruf Kanji Cina masuk ke Jepang. Dengan adanya tulisan Kanji, orang Jepang mulai dapat menulis kesusastraannya. Dari huruf kanji ini pula kemudian muncul huruf Hiragana dan Katakana, yang menjadi dasar bagi perkembangan kesusastraan dengan abjad Kana. Koosho Bungaku yang telah ada tergantikan dengan Kisai Bungaku dan beberapa karya Koosho yang telah menyebar kemudian dibukukan dalam Kojiki, Nihonshoki dan Fudoki.Karya-karya sastra lainnya yang juga muncul pada zaman kuno adalah Shinwa, Densetsu, Setsuwa,Norito, Senmyoo, Kayoo, Manyooshuu, dan Kanshibun.



11



D. Tes Formatif 1. Kesusastraan zaman kuno dimulai di bawah kepemimpinan dinasti : a. Yamato



b. Fujiwara



c. Tokugawa



d. Asuka



c. Mantra



d. Nyanyian



2. Kisai Bungaku adalah : a. Sastra Lisan



b. Sastra tulisan



3. Berikut adalah hal-hal yang terdapat dalam Setsuwa, kecuali : a. tokoh dewa yang diceritakan bukanlah dewa-dewa yang diagungkan, melainkan tokoh dewa-dewa yang menjalani kehidupan layaknya manusia biasa. b. Dalam setsuwa adakalanya tokoh yang ditampilkan adalah binatang ataupun tumbuhan. c. Isi cerita dalam setsuwa pun tidak hanya cerita yang berdasar pada kenyataan d. Setsuwa merupakan pengungkapan perasaan, harapan dan cara berfikir kalangan kaum bangsawan. 4. Bentuk khas dari Norito adalah : a. Pemilihan dekrit dan perintah dari Tenno b. Pembacaan dan pemilihan kata-kata yang indah . c. Pemilihan jenis tulisan d. Pembacaan syair-syair Cina



12



5. Tiga bagian yang menjadi dasar utama Manyoshuu terdiri dari: a. Waka,Kayoo, Kanshibun b. Kojiki, Nihonshoki, Fudoki c. Zooka , Soomon, dan Banka . d. Utagaki, Kagai dan Kisai 6. Syair-syair yang terdapat dalam Kanshibun cepat menjadi populer karena: a. teknik pembuatannya tidak sukar. b. penyairnya adalah kaum bangsawan c. ditulis dengan hiragana d. dikembangkan oleh kalangan rakyat biasa. 7. Kanbungaku adalah istilah yang digunakan untuk : a. Kebudayaan Cina yang berkembang di Jepang b. Kebudayaan Cina yang melebur dengan kebudayaan Jepang c. kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang d. Kesusastraan Jepang yang dikembangkan di Cina



13



1.3. KESUSASTRAAN ZAMAN HEIAN Pada akhir abad VIII ibukota Jepang dipindahkan ke Kyoto dan disana didirikan sebuah istana Heian yang sangat megah. Sebagai ibukota Kyoto tidak hanya menjadi pusat pemerintahan saja, namun juga menjadi pusat kegiatan politik dan pusat budaya selama kurang lebih 400 tahun. Zaman ini pun disebut dengan Zaman Heian. Zaman Heian ditandai dengan mulai berkembangnya kebudayaan khas Jepang dan kreasi seni khas Jepang tersebut terutama pada pakaian dan bangunan. Dalam bidang kesusastraan kemajuannya terlihat dari penciptaan huruf Kana sehingga kesusastraan pada masa ini semakin berkembang dan mampu mencapai kejayaannya terutama pada zaman Kaisar Ichiijoo. Kesusastraan pada zaman Heian sendiri lebih merupakan seni yang berkembang di kalangan kaum bangsawan saja. Orang-orang yang berkecimpung dalam kesusastraan baik penulis karya sastranya maupun penikmat karya sastra tersebut terbatas pada orang-orang dalam lingkungan masyarakat bangsawan, seperti pesuruh istana, sarjana, penyanyi, pendeta dan sebagainya. Hal yang sama pun terjadi pada seni puisi. Pada masa itu para pembuat puisi adalah anggota keluarga kaisar atau keluarga bangsawan, sedangkan para penulis essai, buku harian dan sebagainya meskipun bukan anggota keluarga bangsawan, namun sebagian besarnya merupakan pengikut para bangsawan yang kehidupannya dibawah perlindungan dan jaminan dari para bangsawan



14



Para perempuan bangsawan yang sedang melihat monogatari



Kesusastraan pada zaman Heian tergolong unik karena mendapat pengaruh yang besar sekali dari ajaran-ajaran agama Budha. Pemikiran tentang ajaran-ajaran Budha saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga pemikiran seperti adanya kehidupan kedua di surga, adanya hukum karma dan reinkarnasi, kepercayaan meramal dan sebagainya membawa pengaruh aneh pada kesusastraannya. Berdasarkan karya sastra yang dihasilkannya, kesusastraan zaman Heian sendiri dapat dibagi menjadi empat kelompok zaman, yaitu - zaman populernya syair Kanbun (pengaruh dari dinasti Tang) - zaman kebangkitan kembali pantun Waka



15



- zaman populernya kesusastraan cerita, catatan harian dan essai - zaman semakin banyaknya cerita sejarah dan Setsuwa yang disusun kembali Berikut adalah penjelasan dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada zaman Heian 1) Kanshibun, Waka dan Kayoo Ketiga karya sastra ini sudah ada sejak zaman Joodai dan keberadaannya terus berlanjut ketika memasuki zaman Heian. Pada awal zaman Heian, Kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang atau lebih dikenal dengan istilah Kanbungaku, mencapai kepopulerannya. Para pengarang Kanshibun (syair berbentuk bahasa Cina yang dibaca secara bahasa Jepang) bermunculan dan menjadi penyair terkemuka pada masa ini. Namun, sejak pertengahan zaman Heian, Kanshibun mengalami kemunduran yang disebabkan adanya syair-syair seperti waka yang kembali populer. Walaupun demikian, Kanshibun tetap menjadi sebuah seni yang masih mempunyai nilai yang tinggi dalam pendidikan kaum laki-laki pada masa itu. Berbeda dengan Kanshibun yang mengalami kepopuleran, Waka justru mengalami kemunduran dan masa suram pada awal zaman Heian. Namun kemunduran ini bukan berarti Waka hilang samasekali dari dunia kesusastraan pada masa itu, karena masih ada orang yang menulis Waka sebagai lanjutan dari kumpulan Waka yang ada pada zaman Joodai (Manyooshuu dan Kokinshuu). Kebangkitan Waka mulai terlihat ketika pada masa itu kebudayaan zaman Heian berkembang dan sedikit demi sedikit mulai meninggalkan pengaruh kebudayaan Cina dari dinasti Tang. Keadaan ini menyebabkan perkembangan kebudayaan mulai berpusat di lingkungan istana dan menuju pada perkembangan kesusastraan Jepang asli. Pada masa ini muncul pemikiran



16



bahwa pengungkapan perasaan dan jiwa orang Jepang terasa lebih cocok diutarakan melalui Waka daripada melalui Kanshibun. Selain itu terciptanya huruf Hiragana dan mulai sering dilakukannya Uta awase ( lomba pantun) pun membantu perkembangan Waka di masyarakat. Waka pun mencapai puncak kepopulerannya sekitar tahun 901923 ketika Kokin Wakashuu (kumpulan waka lama dan waka baru) terpilih menjadi karya terbaik pada masa itu. Pada zaman Joodai tidak ada pembagian antara Waka dan Kayoo, namun pada perjalanannya masing-masing berkembang sendiri-sendiri. Ada beberapa jenis Kayoo yang biasanya banyak dilakukan orang diantaranya adalah Kagura Uta, Saibara, Azuma Asobi no Uta dan Fuuzoku Uta. Kagura Uta dan Azuma Asobi adalah Kayoo ritual, sedangkan Saibara dan Fuuzoku Uta adalah Kayoo hiburan. Sebagai Kayoo ritual Kagura Uta atau dikenal juga sebagai Kami asobi dan Azuma Asobi dinyanyikan pada waktu melaksanakan sembahyang untuk dewa-dewa / pemujaan dewa-dewa. Azuma Asobi sendiri awalnya berasal dari nyanyian rakyat di daerah bagian Timur Tokyo dan bukan merupakan selera bangsawan, karena itu diantara nyanyian Azuma asobi ada yang mencerminkan kehidupan rakyat pada zaman itu. Sejak akhir zaman Heian berbagai macam nyanyian sangat populer dan salah satunya adalah Imayoo. Imayoo ini berkembang dari Wasan, yaitu nyanyian yang berisi pujian terhadap Budha dan banyak dinyanyikan oleh para penari penghibur yang disebut Yuugimi dan Shirabyooshi.



17



2) Monogatari Monogatari secara umum dapat diartikan cerita, namun dilihat dari cara meninjaunya,



maka



kata



(kebijaksanaan/pengertian),



Monogatari Monoomoi



sendiri



dapat



berarti



(memikirkan/khawatir)



dan



Monogokoro Monomagire



(bingung). Dilihat dari jenisnya Monogatari terbagi menjadi Tsukuri Monogatari (cerita fiksi), Uta Monogatari (monogatari yang disusun berdasarkan pantun), Rekishi Monogatari (cerita sejarah) dan Setsuwa (Legenda). Pada zaman Heian sendiri, monogatari yang pertama kali muncul adalah Taketori Monogatari dan Ise Monogatari. Taketori Monogatari adalah Tsukuri Monogatari yang bersifat legendaris, sedangkan Ise Monogatari adalah Uta monogatari yang bersifat realistik. Dalam perkembangannya kedua jenis monogatari ini saling mengisi dan saling mempengaruhi satu sama lainnya. Selain kedua Monogatari tersebut muncul pula muncul pula beberapa monogatari. Berikut penjelasan dari beberapa karya berjenis Monogatari tersebut. a. Taketori Monogatari Taketori Monogatari adalah perintis munculnya kesusastraan jenis monogatari. Walaupun sebelum munculnya Taketori Monogatari telah ada cerita yang mengandung nilai kesusastraan, namun Taketori Monogatari dianggap sebagai sebuah karya sastra yang pertama kali mempunyai plot dan bersifat seperti novel. Bagian-bagian dari isi cerita Taketori Monogatari sendiri sebelumnya telah ada dalam manyoshuu ataupun dalam kitab-kitab agama Budha dan dongeng Cina,



18



namun keberadaan plot dalam tutur cerita berbentuk novel ini membuat keaslian Taketori Monogatari diakui. b. Ise Monogatari Seperti yang dijelaskan di atas, Ise Monogatari adalah sebuah Uta Monogatari yang bersifat realistik. Keistimewaan Uta Monogatari sendiri terdapat pada penulisan kotobagaki (keterangan mengenai keadaan dan situasi ketika sebuah pantun dibuat) yang dibuat dengan panjang lebar. Ise Monogatari merupakan buku pertama yang menggunakan pembuatan tersebut. Ise Monogatari sendiri terdiri dari 125 bab yang masing-masing berdiri sendiri. Setiap bab dimulai dengan kata mukashi otoko arikeri (dahulu ada seorang laki-laki) dan semuanya menceritakan hubungan percintaan yang penuh suka dan duka antara laki-laki dan perempuan c. Yamato Monogatari Cerita dalam Yamato Monogatari mempunyai aliran yang sama dengan Ise Monogatari, tetapi dalam Yamato Monogatari yang diceritakan adalah orang-orang terkenal dan tidak hanya terfokus pada satu orang tokoh saja seperti yang terdapat dalam Ise Monogatari. Walaupun bukan sebuah cerita yang terperinci dan mudah diikuti, namun elemen dalam Yamato Monogatari seringkali terdapat pada cerita pendek dan dongeng rakyat berikutnya. Hal ini menjadi tanda bahwa Yamato Monogatari mempunyai pengaruh terhadap cerita-cerita yang muncul setelahnya.



19



d. Utsubo Monogatari Utsubo Monogatari dikatakan sebagai lanjutan dari Taketori Monogatari dengan versi yang berbeda. Dari sekian banyak cerita monogatari yang muncul tetapi kemudian menghilang, Utsubo Monogatari adalah salah satu cerita yang masih ada sampai sekarang. Meskipun mempunyai persamaan dengan Taketori Monogatari, namun pada bagian akhirnya Utsubo Monogatari lebih banyak menceritakan kehidupan kalangan bangsawan dengan lebih terperinci. e. Genji Monogatari Genji Monogatari adalah sebuah cerita yang merupakan kumpulan bagian-bagian terbaik dari beberapa monogatari sebelumnya. Buku Genji Monogatari adalah suatu bentuk cerita yang menggabungkan sifat romantis,realis,dan dramatik di dalamnya. Hal ini terlihat dari berbaurnya sifat romantis dan dramatik yang terdapat dalam Taketori Monogatari dengan sifat realis seperti dalam Ise Monogatari.



Bagian dari cerita Genji Monogatari



20



Genji Monogatari dikarang oleh Murasaki Shikibu yang bekerja pada istri seorang kaisar. Genji Monogatari terdiri dari 54 bab yang di dalamnya menggambarkan berbagai aspek kehidupan bangsawan istana pada zaman Heian. Selain bercerita tentang aspek percintaan dalam Genji Monogatari pun diceritakan tentang pergantian Tenno dan cara-cara peralihan kekuasaan. Aspek percintaan yang diceritakan dalam Genji Monogatari dianggap sebagai karya yang sanggup mengugah perasaan haru para pembacanya, namun para penganut ajaran Konfusius menolaknya karena menganggap karya ini sebgai buku yang tak bermoral. Hal ini mungkin disebabkan karena banyaknya adegan percintaan yang diceritakan dalam Genji Monogatari. 3) Nikki (Catatan Harian) Seperti catatan harian pada umumnya, pada zaman ini pun banyak Nikki yang ditulis baik yang bersifat resmi maupun yang bersifat pribadi. Namun Nikki tersebut umumnya ditulis dengan Kanbun, yaitu cara penulisan dengan gaya bahasa Cina dan menggunakan huruf Kanji. Tetapi yang dianggap mempunyai nilai sastra adalah Nikki yang ditulis dengan huruf Hiragana dan menggunakan gaya bahasa Jepang atau dikenal dengan istilah Kokubun. Selain Nikki, terdapat karya sastra yang disebut Zuihitsu (Essai). Zuihitsu ini hampir sama dengan Nikki, namun dalam penulisannya tidak mencantumkan tanggal seperti dalam Nikki. Baik Nikki maupun Zuihitsu keduanya mempunyai kemiripan dengan Monogatari, namun karena Nikki dan Zuihitsu berisi gambaran perasaan hati dan kehidupan sehari-hari dari penulisnya, maka kedua karya sastra ini lebih condong pada kenyataan daripada sebuah cerita imajinasi.



21



Seperti juga Monogatari, pada zaman ini banyak Nikki yang dikenal sampai masa sekarang. Berikut adalah beberapa diantaranya. a. Tosa Nikki Tossa Nikki adalah karya pertama berjenis catatan harian dalam dunia kesusastraan di Jepang. Tosa Nikki merupakan catatan harian perjalanan dari si penulisnya yaitu Ki no Tsurayuki yang saat itu melakukan perjalanan dari sebuah kota bernama Tosa menuju Kyoto. Ki no Tsurayuki adalah seorang laki-laki berusia lanjut yang menulis Nikki tersebut dengan berpura-pura menjadi seorang wanita. Dengan perjalanan 50 hari menggunakan kapal laut,si penulis mengungkapkan banyak hal, diantaranya kerinduan terhadap putrinya yang telah meninggal, ketakutan terhadap bajak laut yang menyerangnya dan kegembiraannya ketika dia tiba di Kyoto. Tosa Nikki ditulis dengan kalimat-kalimat yang sangat sederhana tapi penuh perasaan. Cerita-cerita yang dituturkannya sangat menarik dengan pengungkapan yang bebas dan terbuka sehingga mengandung humor-humor jenaka yang menimbulkan perasaan gembira. b. Kageroo Nikki Kageroo Nikki adalah sebuah catatan yang ditulis oleh seorang wanita bernama Mitchisuna yang tidak bahagia dalam pernikahannya. Nikki ini berisikan tentang kesedihan yang dialaminya karena ketidak setiaan suaminya. Untuk menghilangkan kesedihannya, Mitchisuna sering pergi ke kuil-kuil untuk berdoa agar suaminya kembali mencintainya. Perjalanan dan pengalaman ke kuil-kuil yang didatanginya inilah yang menjadi salah satu cerita dari Kageroo Nikki. Di akhir catatannya, 22



Mitchisuna yang merasa bahwa cinta suaminya telah hilang sama sekali, akhirnya mencurahkan seluruh perhatiannya pada anaknya. Selama 21 tahun Mitchisuna merelakan hidupnya untuk merawat dan membesarkan anaknya seorang diri. Tema tentang ketulusan seorang ibu inilah yang menggugah perasaan pembaca Kageroo Nikki. c. Izumi Shikibu Nikki Izumi Shikibu Nikki adalah sebuah catatan harian yang menceritakan tentang hubungan percintaan antara putra seorang Tenno bernama Atsumichi dengan seorang perempuan bernama Izumi Shikibu. Catatan tentang perjalanan kisah cinta sepasang kekasih ini diceritakan melalui mata orang ketiga dalam bentuk Nikki. Pada Izumi Nikki diceritakan bagaimana hubungan sepasang kekasih yang berbeda status sosial dijalin melalui surat-surat yang berisi pantun-pantun cinta keduanya. Dikatakan bahwa dari surat-surat tersebut tergambar kehidupan bangsawan yang sangat elegan. Meskipun dalam Izumi Shikibu Nikki tidak terdapat ungkapan kalbu yang serius dan mendalam, namun gaya bahasa yang digunakan untuk menulis Nikki ini merupakan lirik yang indah d. Sarashina Nikki Seperti juga Kageroo Nikki,Sarashina Nikki adalah sebuah catatan harian yang ditulis oleh seorang wanita anak perempuan



dari Fujiwara no Takasue. Nikki ini



menggambarkan kehidupan si penulis dari sejak ia berusia 13 tahun sampai dia menikah dan menjadi janda. Kehidupan yang dijalani anak perempuan tersebut bukanlah kehidupan yang membahagiakan dan digambarkan dalam kepolosan



23



seseorang yang mengenang pengalaman hidupnya. Dalam Nikki ini tidak terdapat cerita percintaan yang kompleks antara pria dan wanita. e. Murasaki Shikibu Nikki Murasaki Shikibu Nikki adalah sebuah karya yang mengungkapkan kepribadian pengarangnya yaitu Murasaki Shikibu. Nikki ini termasuk dalam kategori karya sastra yang jelas dan sederhana meskipun dari segi kesusastraan tidak tergolong dalam karya yang bernilai tinggi. Dalam Nikki ini Murasaki Shikibu yang saat itu bekerja pada istri pertama Ichijoo Tenno membuat catatan yang sangat rinci mengenai kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan para bangsawan, seperti catatan tentang Kuji Sechi (upacara dan pestapenyambutan tamu-tamu yang datang dari luar istana), dan Fukushoku Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga, pakaian dan perhiasan para bangsawan).



Murasaki Shikibu (penulis Genji Monogatari dan Murasaki Shikibu Nikki)



24



4) Rekishi Monogatari (Cerita Sejarah) Rekishi Monogatari muncul dari adanya kecenderungan masyarakat pada akhir zaman Heian yang cenderung ingin mengenang kembali masa-masa yang sudah berlalu. Pada saat itu mereka menciptakan karya sastra yang baru dari bahan yang mereka dapatkan dengan menggali kembali kejadian-kejadian di masa lalu. Terdapat 3 (tiga) karya sastra saat itu yang menggunakan cara seperti ini yaitu Eiga Monogatari, Ookagami dan Imakagami. Berikut penjelasan dari masing-masing karya sastra tersebut. a. Eiga Monogatari Eiga Monogatari merupakan karya pertama yang berbentuk Rekishi Monogatari. Eiga Monogatari terdiri dari 40 bab yang di dalamnya menceritakan tentang kejadian dan peristiwa yang berlangsung selama 200 tahun dengan 15 generasi dari sejak zaman Uta Tenno sampai Horikawa Tenno. Eiga Monogatari ditulis dengan huruf Hiragana dan sebagian besar isinya menceritakan tentang kehebatan dan kemegahan seorang Midoo Kanpaku (perdana Menteri) bernama Fujiwara Michinaga. Sayangnya, meskipun dikatatakan sebagai sebuah cerita, namun tidak terdapat unsur plot dalam pemaparan ceritanya. Selain itu sebagai sebuah cerita sejarah Eiga Monogatari secara keseluruhan isi ceritanya bersifat santai dan tidak disisipi dengan unsur-unsur ketegangan dalam jalan ceritanya.



25



b. Ookagami Ookagami adalah karya sastra berupa cerita sejarah yang hampir sama dengan Eiga Monogatari karena di dalamnya juga menceritakan tentang kemegahan dan kehebatan Fujiwara Michinaga. Namun, penceritaan dalam Ookagami dikatakan lebih baik dari Eiga Monogatari. Cerita sejarah dalam Ookagami dituturkan melalui tiga orang tokoh dalam cerita yang saling bertukar pengalaman tentang kejadian masa lampau. Melalui percakapan ketiga tokoh ini kejadian sejarah yang tidak begitu diketahui oleh masyarakat tidak saja diceritakan dengan baik namun juga disisipi dengan kritikan-kritikan. Dalam ceritanya penulis seperti ingin melukiskan perasaan hati manusia pada saat itu dengan menyajikan sebuah buku yang di dalamnya menyanjung kehebatan dan kemegahan keluarga Fujiwara sekaligus membeberkan praktek-praktek politik yang dilakukannya. c. Imakagami Imakagami merupakan cerita sejarah yang melanjutkan apa yang sudah diceritakan dalam Ookagami. Penuturan sejarahnya pun sama dengan Ookagami yaitu melalui penuturan tokoh-tokoh



yang terdapat dalam cerita. Berbeda dengan Ookagami,



dalam cerita Imakagami penulisnya menyelipkan pantun dan cerita tentang keadaan kehidupan bangsawan yang penuh romantisme.



26



B. Latihan 1. Mengapa masa ini disebut dengan zaman Heian? 2. Apa yang menjadi ciri khas dari kesusastraan zaman Heian ? 3. Karya sastra apa yang berkembang pada zaman Heian? 4. Sebutkan 2 hal yang menjadi penyebab munculnya kembali Waka pada zaman Heian? 5. Siapakah pengarang dari Genji Monogatari?



C. Rangkuman Zaman Heian ditandai dengan mulai berkembangnya kebudayaan khas Jepang dan kreasi seni khas Jepang tersebut terutama pada pakaian dan bangunan. Dalam bidang kesusastraan kemajuannya terlihat dari penciptaan huruf Kana sehingga kesusastraan pada masa ini semakin berkembang dan mampu mencapai kejayaannya terutama pada zaman Kaisar Ichiijoo. Kesusastraan pada zaman Heian tergolong unik karena mendapat pengaruh yang besar sekali dari ajaran-ajaran agama Budha. Pemikiran tentang ajaran-ajaran Budha saling mempengaruhi satu sama lainnya, sehingga pemikiran seperti adanya kehidupan kedua di surga, adanya hukum karma dan reinkarnasi, kepercayaan meramal dan sebagainya membawa pengaruh aneh pada kesusastraannya.



27



Berdasarkan karya sastra yang dihasilkannya, kesusastraan zaman Heian sendiri dapat dibagi menjadi empat kelompok zaman, yaitu zaman populernya syair Kanbun, zaman kebangkitan kembali pantun Waka, zaman populernya kesusastraan cerita, catatan harian dan essai serta zaman semakin banyaknya cerita sejarah dan Setsuwa yang disusun kembali. Adapun hasil karya sastra yang dihasilkan pada zaman Heian adalah Kanshibun, Waka, Kayoo, Monogatari, Nikki dan Rekishi Monogatari



D. Tes Formatif I. Pilihlah jawaban yang tepat ! 1. Uta awase adalah : a. Syair pantun



b.Lomba pantun



c. Syair lagu



d.Lomba lagu



2. Berikut ini adalah jenis Kayoo, kecuali a. Kagura Uta



b. Fuuzoku Uta



c. Wasan



3. Yang termasuk Kayoo ritual adalah: a. Kagura Uta & Fuuzoku Uta b. Kami Asobi dan Fuuzoku Uta c. Kagura Uta dan Kami Asobi d. Kami Asobi & Azuma Asobi



28



d. Saibara



4. Yuugimi dan Shirabyooshi adalah istilah yang digunakan untuk : a. Penyair Waka b. Kaum bangsawan c. Penari penghibur d. Penulis Kanshibun 5. Pada zaman Heian, monogatari yang pertama kali muncul adalah: a. Taketori Monogatari dan Ise Monogatari. b. Taketori Monogatari dan Eiga Monogatari. c. Ise Monogatari dan Genji Monogatari d. Eiga Monogatari dan Genji Monogatari



II. Pilihlah judul Nikki yang tepat untuk penjelasan berikut 1. Catatan harian perjalanan dari si penulisnya yang seorang laki-laki berusia lanjut yang menulis Nikki tersebut tetapi berpura-pura menjadi seorang wanita.Isinya antara lain kerinduan terhadap putrinya yang telah meninggal dan ketakutan terhadap bajak laut yang menyerangnya. (



)



2. Catatan harian tentang perjalanan kisah cinta sepasang kekasih ini diceritakan melalui mata orang ketiga dalam bentuk Nikki. Bercerita tentang hubungan percintaan antara putra seorang Tenno dengan seorang perempuan yang berbeda status sosial. ( 29



)



3. Catatan harian yang ditulis oleh seorang wanita anak perempuan dari Fujiwara no Takasue. Nikki ini menggambarkan kehidupan si penulis yang tidak membahagiakan dari sejak ia berusia 13 tahun sampai dia menikah dan menjadi janda. Dalam Nikki ini tidak terdapat cerita percintaan yang kompleks antara pria dan wanita. (



)



4. Catatan yang ditulis oleh seorang wanita bernama Mitchisuna yang tidak bahagia dalam pernikahannya. Nikki ini berisikan tentang kesedihan yang dialaminya karena ketidak setiaan suaminya. Untuk menghilangkan kesedihannya, Mitchisuna sering pergi ke kuil-kuil untuk berdoa agar suaminya kembali mencintainya. 5. Catatan yang sangat rinci dari seorang pekerja mengenai kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan dalam kehidupan para bangsawan, seperti catatan tentang Kuji Sechi (upacara dan pestapenyambutan tamu-tamu yang datang dari luar istana), dan Fukushoku Choodo (cara mengatur alat-alat rumah tangga, pakaian dan perhiasan para bangsawan).



a. Murasaki Shikibu Nikki



c. Tosa Nikki



e. Kageroo Nikki



b. Izumi Shikibu Nikki



d. Sarashina Nikki



f. Fujiwara Nikki



30



BAB II KESUSASTRAAN ABAD PERTENGAHAN DAN ABAD PRA-MODERN



1.1 PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Kesusastraan zaman ini dikenal juga dengan kesusastraan abad pertengahan. Rentang waktu kesusastraan pada abad pertengahan sangat panjang yaitu berkisar hingga 400 tahun, karena itu maka kesusastraan pada masa ini pun terbagi menjadi 2 (dua) zaman yaitu zaman Kamakura dan zaman Muramachi. Zaman Kamakura dikenal juga sebagai masa awal abad pertengahan berlangsung kira-kira 140 tahun, sedangkan akhir zaman pertengahan berlangsung selama 270 tahun, yang terbagi menjadi 3 zaman dan salah satunya adalah zaman Muromachi. Sastra yang lahir pada masa ini mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi transisi pasca perang dan kepercayaan masyarakat



yang semakin kuat terhadap agama Buddha. Para



pertapa di zaman ini tidak hanya mengajarkan ajaran agama Buddha, namun mereka pun menulis karya sastra. B. Relevansi Kesusastraan pada zaman ini secara umum diawali dengan kesusastraan yang berkembang pada zaman sebelumnya terutama kesusastraan yang dirintis pada zaman Heian. Dengan adanya pengaruh dari agama Buddha dan perubahan kepemimpinan, maka terjadi 31



percampuran antara kesusastraan yang menjadi peninggalan zaman Heian dengan pemikiran dan ajaran-ajaran agama serta pengaruh penguasa saat itu. C. Kompetensi Setelah mempelajari kesusastraan yang mendapat pengaruh kuat dari ajaran agama dan keadaan transisi perang diharapkan pembelajar akan memahami keterkaitan dua hal tersebut dengan isi dari karya-karya sastra yang dihasilkan pada abad pertengahan. C.1. Standar Kompentensi Pembelajar Pembelajar akan mampu memahami munculnya pengaruh agama terhadap kesusastraan dan jenis kesusastraan yang muncul pada masyarakat transisi pasca perang. C.2. Kompentensi Dasar Pembelajar mampu menjelaskan dan mendeskripsikan pengaruh agama terhadap kesusastraan dan jenis-jenis kesusastraan yang muncul pada masyarakat transisi pasca perang.



32



1.4 KESUSASTRAAN ZAMAN KAMAKURA DAN MURAMACHI A. Uraian Zaman Kamakura dikenal juga sebagai masa awal abad pertengahan berlangsung kira-kira 140 tahun. Masa ini dimulai sejak pemerintahan Kaisar Genkoo di tahun ketiga (1333) hingga runtuhnya Kamakura Bakufu. Kesusastraan yang dikembangkan pada masa ini adalah kesusastraan yang telah dirintis zaman Heian. Pelopor perkembangan kesusastraannya adalah bangsawan-bangsawan di istana Kyootoo. Mereka menggali dan membangkitkan kembali pemikiran-pemikiran dari kesusastraan masa silam, sehingga zaman ini disebut juga zaman Sinkokin, yaitu zaman yang memadukan pemikiran lama dengan yang baru. Kesusastraan yang dikembangkan keluarga para bangsawan ini adalah pantun waka, namun ketika terjadinya kerusuhan kekuatan golongan bangsawan ini melemah sehingga kesusatraan mereka pun perlahan-lahan menghilang. Sebagai gantinya, pada masa itu kebudayaan dan pemikiran golongan samurai mulai berpengaruh pada kesusastraan, sehingga muncullah sebuah bentuk kesusastraan baru yang juga dipengaruhi oleh ajaran agama Buddha yang pada masa itu sedang mengalami masa kejayaan. Masyarakat mendapat pengaruh kuat dari ajaran agama Buddha tersebut, sehingga banyak rakyat yang memilih hidup terpencil di gunung atau di desa. Dari kehidupan terpencil yang mereka jalani kemudian muncullah essai dan dongeng yang mempunyai ciri-ciri tersendiri. Dengan adanya perubahan-perubahan tersebut maka pada masa ini kesusastraannya banyak dipengaruhi oleh pengaruh ajaran agama Buddha yang bercampur dengan hasil karya sastra para samurai dan bangsawan. Meskipun tema utama karya sastranya masih kental dengan nuansa tradisional, namun perpaduan tersebut yang kemudian memberikan warna tersendiri pada bentuk kesusastraan pada awal abad pertengahan atau zaman Kamakura. 33



Setelah zaman Kamakura berakhir, maka kesusastraan Jepang memasuki akhir zaman pertengahan yang berlangsung selama 270 tahun. Kurun waktu tersebut terbagi menjadi 3 zaman yaitu zaman Nanbokuchoo, zaman Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama.Seperti juga zaman-zaman sebelumnya nama zaman ini pun diambil dari nama bakufu yang saat itu sedang berkuasa. Akhir zaman pertengahan ini diwarnai dengan



terjadinya kerusuhan yang



berkepanjangan, dan mencapai puncaknya pada zaman Muramachi. Itulah sebabnya sastra pada zaman ini lahir dalam kondisi yang tidak stabil karena kekacauan perang. Pada masa kekacauan perang ini kemakmuran para bangsawan tergantikan dengan kaum bushidou. Hal tersebut berimbas pula pada kesusastraan yang berkembang. Sastra yang lahir pada masa ini mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi transisi pasca perang dan kepercayaan masyarakat yang semakin kuat terhadap agama Buddha. Para pertapa di zaman ini tidak hanya mengajarkan ajaran agama Buddha, namun mereka pun menulis karya sastra, sehingga dapat dikatakan pada masa inilah yang menjadi awal munculnya Inja Bungaku (karya sastra yang dibuat oleh para pertapa Buddha) Disamping kaum bangsawan dan rakyat, kesusastraan pada zaman ini berkembang dari adanya kerjasama antara seniman dan samurai. Campur tangan golongan samurai tersebut salah satunya terlihat pada seni pertunjukan Noh. Dengan perlindungan kaum samurai, Noh berkembang dengan pesat. Selain itu berkembang pula pantun Renga. Secara singkat maka dapat dilihat keistimewaan dari zaman Muramachi ini, antara lain



34



 Zaman ini menjadi penanda bagi lahirnya sastra rakyat jelata.  Merupakan masa bercampurnya budaya perkotaan dengan budaya daerah  Karya sastranya dipengaruhi oleh keadaan ekonomi dan kekuatan agama Buddha Dalam bidang karya sastra pada zaman pertengahan terdapat beberapa karya sastra yang juga telah ada pada zaman-zaman sebelumnya diantaranya pantun waka, monogatari, Setsuwa, Essai, dan Nikki. Perbedaan yang terdapat pada karya sastra tersebut dapat dilihat dari tematema yang diangkat dalam isi ceritanya. Selain karya-karya tersebut ada pula jenis karya sastra lain yang belum dikenal. Beberapa jenis karya sastra tersebut antara lain : 1) Pantun Renga Pantun Renga adalah jenis pantun yang menggantikan kepopuleran pantun Waka setelah zaman Nanbokuchoo. Pada awalnya Renga merupakan sebuah permainan kata-kata berbentuk pantun yang berasal dari Waka. Mula-mula susunan Renga terdiri dari dua bait yang dibacakan oleh 2 orang. Bait pertama berirama 5.7.5 sedangkan bait kedua berirama 7.7 dan merupakan jawaban dari bait pertama. Renga pendek ini sebenarnya telah ada pada zaman Heian dalam kumpulan pantun Gosenshuu dan Kinyooshuu, namun Renga panjang baru dibuat setelah memasuki zaman Kamakura. Dalam versi panjangnya sebuah Renga bisa terdiri dari 50 sampai 100 bait. Renga merupakan sebuah karya sastra yang dihasilkan oleh banyak orang. Hal ini disebabkan karena Renga dihasilkan oleh para penyair pada waktu berkumpul bersama-sama dalam gabungan suatu perkumpulan. Pada tahap permulaan orang membuat Renga dengan cara yang bebas dan menambahkan unsur kelucuan dan kecerdasan di dalamnya. Tetapi setelah Renga semakin berkembang dan menjadi salah satu jenis kesusastraan, maka mulailah dibutuhkan persyaratan tertentu 35



dalam cara pembuatan Renga, salah satunya adalah aturan dalam hal pemilihan bentuk dan kosakata. Dengan semakin populernya Renga maka para penggemar Renga yang juga bertambah banyak mulai mengadakan pertemuan untuk membaca Renga yang disebut dengan Haikai no Renga. Salah satu tokoh yang dianggap sebagai tokoh Haikai adalah Moritake. Ia menaruh perhatian yang besar terhadap Haikai hingga kemudian menyusun buku kumpulan Haikai yang berjudul Shinsen Inu Tsukabashuu. Buku tersebut dianggap sebagi buku yang mencerminkan semangat rakyat jelata dan menjadi pelopor Haikai karena memberikan ide-ide yang bersifat bebas dan dilukiskan dengan jelas.



2) Otogizooshi Otogizooshi adalah sebuah karya sastra sejenis dongeng yang banyak mendapat pengaruh dari cerita-cerita perang yang seluruhnya berjumlah 400-500 buah tanpa diketahui siapa pengarangnya. Selain dipengaruhi oleh cerita perang ada pula Otogizooshi yang bersumber dari dongeng rakyat seperti Isshunbooshi dan lain-lain. Meskipun isinya terkadang dangkal dan sederhana, namun dongeng yang biasanya ditulis oleh kalangan bangsawan rendahan, pertapa dan pedagang ini mempunyai ruang lingkup pembaca yang lebih luas dari monogatari. Pembaca Otogizooshi mulai dari kalangan samurai, pendeta, para pedagang dan rakyat banyak.



36



3) Kikoo (Catatan Perjalanan) Jenis kesusastraan Kikoo muncul sebagai akibat dari dibukanya Kamakura sebagai pusat pemerintahan Bakufu dan pusat kegiatan politik. Pembukaan ini menyebabkan banyaknya pelancong yang kemudian berkunjung ke kota Kyootoo dan Kamakura yang kemudian menuliskan kisah perjalanan mereka. Di awal kemunculannya terdapat dua buah Kikoo yang cukup terkenal yaitu Kaidoki dan Tookankikoo. Salah satunya yaitu Tookankikoo ditulis dengan campuran gaya bahasa Jepang dan gaya bahasa Cina. Selain para pelancong yang datang dan membuat kisah perjalanannya, keadaan lalu lintas yang ramai pada masa itu menyebabkan banyak orang dapat bepergian dan bertamasya. Hal tersebut kemudian menyebabkan karya sastra berjenis Kikoo ini banyak bermunculan. Namun, Kikoo yang dianggap sebagai karya sastra yang bernilai tinggi adalah Kikoo berjudul Tsukushi no Michi no Ki karya Soogi. 4) Hoogo Hoogo adalah sebuah essai berisi ajaran agama Buddha yang ditulis dengan huruf Kana. Hoogo biasanya ditulis oleh para pendeta di zaman Kamakura dan tujuan untuk menyebarkan agama Buddha dengan penjelasan sederhana yang dapat dipahami dengan mudah masyarakat. Selain penggunaan huruf Kana, Hoogo pun ditulis dengan campuran huruf Kanji sederhana yang mudah untuk diingat. Meskipun tujuan dan isi dari Hoogo adalah memberikan penerangan mengenai ajaran agama Buddha kepada masyarakat namun Hoogo pun dianggap sebagai salah satu jenis karya sastra pada zaman Kamakura. Beberapa Hoogo yang cukup terkenal antara lain Kurotani Shonin Gotooroku, Matsutoosho dan Ippenshoonin Goroku. Selain itu terdapat pula Hoogo berjudul 37



Shooboogenzo yang mendapatkan reputasi baik serta Gobunshoo yang menjadi Hoogo paling digemari masyarakat pada zaman itu. 5) Kanbungaku Kanbungaku adalah kesusastraan Cina yang berkembang di Jepang. Jenis kesusastraan ini sempat kehilangan pengaruhnya sejak pertengahan Zaman Heian, namun pada zaman Kamakura, Kanbungaku mulai berkembang kembali bersamaan dengan masuknya Sekte Zenshuu agama Buddha ke Jepang. Para pendeta dari sekte ini banyak menghasilkan karya sastra terutama Gozan Bungaku (kesusastraan yang dihasilkan oleh para pendeta sekte Zen yang bermukin di kuil-kuil Gozan. Karya-karya yang dihasilkan antara lain berupa syair dan kritik sastra yang sangat bernilai. Gozan Bungaku ini mencapai masa keemasannya pada masa Gidoo Shuushin dan Zekkai Chuusin. Pada masa itu kesenian dan kebudayaan Gozan berkembang pesat dan menyebarkan pengaruhnya ke seluruh daerah. Tetapi memasuki zaman Muromachi kepopuleran Gozan Bungaku mulai pudar. Kesibukan mereka mengurus kepentingan para penguasa saat itu dikatakan sebagai penyebab mulai mundurnya Gozan Bungaku.



Karya sastra dan penyair abad pertengahan



38



B. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan zaman Sinkokin? 2. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan zaman Kamakura? 3. Karya sastra apa yang dihasilkan oleh para kaum bangsawan pada awal zaman Kamakura? 4. Berapa tahun kah zaman Kamakura berlangsung? 5. Bagaimanakah kesusastraan samurai berkembang di zaman Kamakura? 6. Apakah yang dimaksud dengan Inja Bungaku? 7. Apa yang menjadi keistimewaan zaman Muramachi? 8. Apakah yang dimaksud dengan Gozan Bungaku? 9. Bagaimanakah aturan dalam Renga? 10. Sebutkan hasil karya yang dihasilkan pada zaman Muramachi!



C. Rangkuman Kesusastraan yang dikembangkan pada zaman Kamakura adalah kesusastraan yang telah dirintis zaman Heian. Pelopor perkembangan kesusastraannya adalah



bangsawan-



bangsawan di istana Kyootoo. Namun ketika terjadi kerusuhan, kekuatan golongan bangsawan menjadi lemah sehingga kesusatraan mereka pun perlahan-lahan menghilang dan mulai digantikan oleh kebudayaan dan pemikiran golongan samurai yang kemudian berpengaruh kesusastraan. Bentuk kesusastraan baru tersebut juga dipengaruhi oleh ajaran 39



agama Buddha yang kemudian menjadi awal dari munculnya karya-karya sastra berupa essai dan dongeng. Setelah zaman Kamakura berakhir, maka kesusastraan Jepang memasuki akhir zaman pertengahan yang berlangsung selama 270 tahun. Kurun waktu tersebut terbagi menjadi 3 zaman yaitu zaman Nanbokuchoo, zaman Muromachi dan zaman Azuchi Momoyama. Akibat terjadinya kerusuhan yang berkepanjangan, sastra pada zaman ini lahir dalam kondisi yang tidak stabil karena kekacauan perang. Selain itu kemakmuran para kaum bushido yang menggantikan dengan kaum bangsawan juga berimbas pada perkembangan kesusastraan, sehingga kesuasatraan yang lahir pada masa ini mendapat pengaruh yang kuat dari kondisi transisi pasca perang dan kepercayaan masyarakat



yang semakin kuat terhadap agama



Buddha. Adapun hasil karya sastra yang berkembang pada zaman Muromachi antara lain Renga, Otogizooshi, Kikoo, Hoogo, Kanbungaku.



D. Tes Formatif 1. Rentang waktu kesusastraan pada abad pertengahan berkisar: a. 140 tahun



b. 180 tahun



c. 400 tahun



d. 270 tahun



2. Kesusastraan abad pertengahan terbagi dalam dua zaman yaitu: a. Edo dan Kamakura



c. Heian dan Edo



b. Heian dan Muramachi



d. Kamakura dan Muramachi



40



3. Agama yang berpengaruh kuat pada kesusastraan abad pertengahan adalah a. Shinto



b. Konfusius



c. Buddha



d. Semua benar.



4. Salah satu karya sastra abad pertengahan yang lahir dari kehidupan terpencil yang dijalani penulisnya adalah: a. Pantun



b. Essai



c. Nyanyian



d. Mantra



5. Kesusastraan Jepang pada akhir abad pertengahan berlangsung selama: a. 140 tahun



b. 180 tahun



c. 400 tahun



d. 270 tahun



6. Sebuah essai berisi ajaran agama Buddha yang ditulis dengan huruf Kana dan digunakan untuk menyebarkan agama Buddha adalah a. Renga



b. Hoogo



c. Kikoo



d. Otogizooshi



7. Sebuah karya sastra sejenis dongeng yang banyak mendapat pengaruh dari cerita-cerita perang dan ditulis oleh kalangan bangsawan rendahan, pertapa dan pedagang adalah: a. Renga



b. Hoogo



c. Kikoo



d. Otogizooshi



8. Jenis pantun pengganti pantun Waka yang merupakan sebuah permainan kata-kata berbentuk pantun adalah a. Renga



b. Hoogo



c. Kikoo



d. Otogizooshi



9. Kurotani Shonin Gotooroku, Shooboogenzo dan Gobunshoo adalah judul-judul karya sastra dari a. Renga



b. Hoogo



c. Kikoo 41



d. Otogizooshi



10. Karya sastra yang muncul sebagai akibat dari dibukanya Kamakura sebagai pusat pemerintahan Bakufu dan kegiatan politik adalah: a. Renga



b. Hoogo



c. Kikoo



d. Otogizooshi



1.5. KESUSASTRAAN ZAMAN EDO A. Uraian Kesusastraan pada zaman Edo berlangsung di bawah kepemimpinan Tokugawa Ieyasu yang berlangsung selama lebih kurang 260 tahun sejak tahun 1603 – 1867. Kekuasaan Edo Bakufu runtuh pada masa Shogunnya yang ke 15. Dalam beberapa sumber disebutkan bahwa Zaman Edo ini dikenal dengan sebutan Kinsei Jidai (abad pra-modern). Pada zaman Edo ini keadaan rakyatnya cukup kuat dan stabil baik dalam kehidupan masyarakatnya maupun dalam bidang ekonominya. Bentuk-bentuk kesusastraan rakyat tersebut banyak menggambarkan keharmonisan faktor bidang ekonomi dan masyarakat yang kuat. Kesusastraan pada zaman ini ditandai dengan kebangkitan kesusastraan rakyat. Hal tersebut disebabkan selain karena semakin meluasnya pendidikan rakyat, juga karena mulai terbentuknya percetakan sebagai sarana untuk memenuhi arus pembaca yang bertambah besar. Secara garis besar kesusastraan pada zaman Edo dibagi menjadi dua kelompok yaitu Kamigata Bungaku dan Edo Jidai Bungaku. Kamigata Bungaku merupakan periode awal yang terdiri dari masa pencerahan dan masa perkembangan, sedangkan Edo Jidai Bungaku merupakan periode akhir yang terdiri dari masa kebangkitan dan masa kematangan. Setiap masa tersebut ditandai dengan munculnya berbagai karya sastra. Berikut adalah beberapa hasil karya sastra yang muncul dan berkembang selama zaman Edo berlangsung. 42



1) Kanazooshi dan Ukiyoozooshi Kanazooshi adalah novel yang muncul pada masa pencerahan. Novel ini banyak memperlihatkan semagat zaman baru, meskipun dari segi sastranya masih belum matang dan ekstensinya masih belum begitu sempurna. Ukiyoozooshi pun merupakan karya sastra berbentuk novel. Tema yang diceritakan dalam novel ini adalah kehidupan para Choonin (pedagang) sukses yang senang berpesta dan berfoya-foya. Novel jenis ini tidak lagi menggunakan gaya novel zaman peralihan yang masih mengemukakan hal-hal yang bersifat alami, seperti pandangan dunia fana dan ajaran moral. Pada zaman ini salah satu pengarang Ukiyozooshi yang terkenal adalah Ihara Saikaku yang dikenal produktif dalam menghasilkan karya-karya terbaik berjenis novel. Ciri khas dari gaya bercerita Ihara Saikaku adalah lukisan kehidupan masyarakat pedagang yang dipaparkan dengan bahasa yang mudaj untuk dipahami masyarakat saat itu. 2) Kusazooshi dan Yomihon Kusazooshi merupakan buku bacaaan bergambar yang merupakan gabungan dari berbagai macam buku anak-anak (Akai Hon, Kuro Hon, Kibyooshi) dengan Gookan. Buku-buku tersebut awalnya hanyalah sebuah buku bacaan yang ditujukan untuk anakanak, namun setelah diterbitkannya Kibyooshi maka jenis ini dianggap telah menjadi sebuah bentuk karya sastra. Yomihon adalah kumpulan dari cerita-cerita pendek. Dalam perkembangannya Yomihon terbagi dalam dua periode, yaitu Yomihon pada periode awal zaman pramodern dan Yomihon pada periode akhir zaman pramodern.



43



Yomihon pada periode awal ditandai dengan banyaknya alur cerita yang meniru dari apa yang ada pada buku cerita Cina, hanya saja pada bagian-bagian cerita tersebut dimasukkan unsur fiksi yang disesuaikan dengan selera pembaca pada masa itu. Yomihon yang terkenal pada periode ini antara lain Kokon Kidan Hanabusazooshi, Amatsuki Monogatari dan Harusame Monogatari. Yomihon pada periode akhir ditandai dengan cerita yang mempunyai struktur yang rumit dan alur cerita yang aneh sebagai ciri khasnya. Dibandingkan dengan periode awal, maka Yomihon pada periode akhir menjadi buku hiburan yang bisa dinikmati oleh semua orang. Hal ini disebabkan karena dalam buku-buku tersebut terdapat cerita panjang yang mendidik dan diselingi dengan gambar-gambar yang sangat bagus. Karya Yomihon yang terkenal pada masa ini antara lain Sakurahime Zenden Akebono Zooshi dan Mukashigatari Inazushi Byooshi. 3) Senryuu Senryuu adalah bagian awal dari kumpulan Haikai yang terdiri dari dua frase, berdiri sendiri dan mengandung hal-hal yang bersifat lucu. Istilah Senryuu sendiri diambil dari nama Karai Senryuu, yaitu seorang pemilih pantun yang kemudian menjadi terkenal karena pilihannya tentang bagian awal dari pantun Haikai tersebut. Isi dari Senryuu adalah hal-hal yang lebih bersifat dekat dengan kerakyatan sehingga pada saat itu Senryuu menjadi sangat populer di kalangan rakyat. Dalam perkembangan selanjutnya mulai banyak bermunculan ahli-ahli dalam bidang ini dan mulai pula diterbitkan kumpulankumpulan Senryuu.



44



Senryuu lebih mengutamakan pembahasannya pada masalah kemanusiaan yang awam dan perasaan manusia sebagai obyek untuk menciptakan pantun-pantun. Dalam pantunnya terkandung hal-hal yang dapat mengundang tawa, ataupun sindiran-sindiran tajam. Dalam pemilihan katanya dalam Senryuu tidak terdapat kata-kata yang berkaitan dengan musim, dan juga tidak selalu merupakan sebuah kalimat yang selesai. Irama Senryuu pun ringan dan mudah. 4) Kyooka Kyooka adalah pantun jenaka. Meskipun pantun-pantun lucu telah dikenal dalam Manyooshuu, tetapi kepopulerannya baru terjadi pada zaman Muromachi. Kyooka sendiri mulai berkembang setelah memasuki zaman pra-modern sejajar dengan Haikai. Bila dilihat dari segi pengetahuan isi dari Kyooka amatlah dangkal meskipun pantun-pantun Kyooka pada saat itu merupakan bentuk sindiran-sindiran terhadap pantun Waka. Pantunpantun Kyooka berkembang di Osaka, Kyoto dan Edo. Pada mulanya pantun ini hanya dikenal di kalangan samurai dan kalangan cendekiawan saja, namun sejak diterbitkannya antologi Mansai Kyookashuu, Kyooka mulai dikenal secara luas. Perkembangan Kyooka mencapai masa keemasan pada zaman Tenmei, zaman Bunka dan zaman Bunsei.Namun meskipun dapat menandingi kepopuleran Haikai, karena pada hakekatnya Kyooka berkualitas rendah, maka dikatakan Kyooka tidak mampu mencapai kesuksesan yang sebenarnya.



45



5) Sharebon, Ninjoobon, dan Kokkeibon Sharebon adalah sebuah buku bacaan yang mengambil setting tempat hiburan (tempat prostitusi) dan orang-orang yang terlibat di dalamnya sebagai tema dalam cerita. Pemilihan latar tempat hiburan ini disebabkan adanya buku-buku dari Cina yang bercerita tentang pelacuran. Sharebon ini awalnya ditulis oleh kaum cendikiawan. Sharebon mencapai masa keemasannya sekitar tahun 1781 sampai awal tahun 1789 meskipun pada saat itu isi ceritanya bertambah rumit dan mendapat pengawasan yang ketat dari pemerintah. Pengawasan tersebut kemudian mengubah tema sharebon yang awalnya tema erotis percintaan diganti dengan percintaan atau Giri (balas budi) dan Ninjoo (perasaan). Dari sinilah maka muncul karya sastra yang bernama Ninjoobon. Walaupun lahir berdasarkan Sharebon, namun tema dalam Ninjoobon tidak seperti Sharebon. Dalam Ninjoobon tema yang banyak diceritakan adalah kisah percintaan dan kehidupan sehari-hari masyarakat pedagang. Yang menjadi persamaan dari kedua jenis karya sastra ini adalah penggambaran kegilaan dunia dan gambaran kebobrokan masyarakat pada masa akhir zaman feodal-militer. Ninjoobon kemudian menjadi sebuah novel percintaan yang populer dan disukai masyarakat, meskipun Ninjoobon pun tidak lepas dari ketatnya pengawasan pemerintah pada masa itu. Selain kedua karya seperti yang disebutkan di atas, ada pula karya sastra lain yang disebut Kokkeibon. Kokkeibon adalah buku yang mengutamakan permainan kata-kata dalam melukiskan kelucuan isi ceritanya. Buku pertama dari Kokkeibon adalah buku yang berjudul Fuuryuushi Dookenden. Buku ini dilengkapi dengan pemikiran Shinto, Buddha dan ajaran Konfisius. Namun beberapa karya Kokkeibon selanjutnya ada pula yang 46



bercerita tentang kelesuan kehidupan masyarakat di akhir zaman pemerintahan feodal militer dalam bentuk lelucon-lelucon porno. Hal inilah yang kemudian menyebabkan nilai sastranya semakin lama semakin menurun



Santou Kyouden, pengarang Sharebon dan Yomihon



B. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan Kindai Bungaku? 2. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan Edo Jidai Bungaku? 3. Apa yang menjadi ciri khas kesusastraan Kamigata Bungaku? 4. Apa yang melandasi munculnya karya sastra Ninjoobon? 5. Apa yang menjadi perbedaan pantun Kyooka dengan Waka?



47



C. Rangkuman Zaman Edo dikenal dengan sebutan Kinsei Jidai (abad pra-modern). Pada zaman Edo keadaan rakyatnya cukup kuat dan stabil baik dalam kehidupan masyarakatnya maupun dalam



bidang



ekonominya.



Bentuk-bentuk



kesusastraan



rakyat



tersebut



banyak



menggambarkan keharmonisan faktor bidang ekonomi dan masyarakat yang kuat. Kesusastraan pada zaman ini ditandai dengan kebangkitan kesusastraan rakyat. Secara garis besar kesusastraan pada zaman Edo dibagi menjadi dua kelompok besar yaitu Kamigata Bungaku dan Edo Jidai Bungaku. Kamigata Bungaku merupakan periode awal yang terdiri dari masa pencerahan dan masa perkembangan, sedangkan Edo Jidai Bungaku merupakan periode akhir yang terdiri dari masa kebangkitan dan masa kematangan. Hasil karya sastra yang muncul dan berkembang selama zaman Edo adalah Kanazooshi, Ukiyoozooshi, Kusazooshi, Yomihon, Senryuu, Kyooka, Sharebon, Ninjoobon dan Kokkeibon.



D. Tes Formatif 1. Kesusastraan zaman Edo berlangsung di bawah kepemimpinan shogun : a. Hideyoushi



b. Tokugawa Ieyasu



c. Edo Bakufu



d.Yamato



2. Kanazooshi dan Ukiyoozoshi merupakan karya sastra berbentuk: a. Pantun



b. Essai



c. Novel



48



d. Mantra



3. Berikut ini adalah judul dari Yomihon, kecuali : a. Fuuryuushi Dookenden



c. Sakurahime Zenden Akebono Zooshi



b. Harusame Monogatari



d. Mukashigatari Inazushi Byooshi



4. Istilah Senryuu diambil dari nama : a. seorang penyair



c. seorang pemilih pantun



b. aliran pantun



d. judul pantun



5. Sharebon adalah karya sastra yang ditulis oleh kalangan : a. rakyat biasa



b. bangsawan



c. cendikiawan



49



d. pendeta Buddha



BAB III KESUSASTRAAN ZAMAN MODERN ( KINDAI BUNGAKU )



1.1 PENDAHULUAN A. Deskripsi Singkat Kesusastraan zaman modern dikenal dengan istilah Kindai Bungaku. Kesusastraan zaman modern ini diawali dengan adanya Restorasi Meiji. Pemerintah Jepang yang pada saat itu menyadari ketertinggalan Jepang akibat politik isolasi, berusaha memasukkan kebudayaan Barat, termasuk ke dalam bidang kesusastraan. Kesusastraan pada masa itu banyak sekali menerima pengaruh dan dorongan dari kebudayaan Barat yang kemudian berkembang di Jepang. Kesusastraan Modern mencerminkan kehidupan masyarakatnya yang menganut paham liberal dan demokrasi serta cenderung borjuis. Masyarakat seperti ini berusaha menghapus pengaruh masyarakat feodal dengan menghilangkan perbedaan status sosial di masyarakat. Selain itu penerimaan terhadap kemajuan pengetahuan pun berpengaruh pada kesusastraan sehingga pemikiran masyarakat modern yang beraneka ragam dan rumit menjadikan kesusastraan zaman modern mencapai tingkatan yang menuntut kesadaran manusia dan cara hidup yang serius.



B. Relevansi Kesusastraan pada zaman ini secara garis besar terbagi lagi menjadi 2 (dua) zaman yaitu kesusastraan zaman Meiji/Taisho, dan Kesusastraan zaman Showa/Heisei. Kedua zaman ini dikenal dengan sebutan Kesusastraan Periode Awal dan Kesusastraan Periode Akhir. Dengan perkembangan yang cukup berbeda dengan zaman sebelumnya, kesusastraan zaman modern memberikan warna lain dalam bentuk karya sastranya. Walaupun demikian kesusastraan zaman ini tidak lantas meninggalkan karya-karya sastra peninggalan pada zaman kuno, yang dianggap sebagai tonggak kesusastraan di Jepang.



C. Kompetensi Setelah mempelajari sastra diharapkan pembelajar akan memahami perkembangan sastra setelah masa isolasi Jepang dan ciri khas dari karya sastra yang dipengaruhi oleh pengaruh-pengaruh dari luar negara Jepang. C.1. Standar Kompentensi Pembelajar Pembelajar akan mampu memahami perkembangan sastra zaman modern yang ditandai dengan munculnya teori dan aliran sastra sebagai bentuk pengaruh dari kesusastraan barat C.2. Kompentensi Dasar Pembelajar mampu mendeskripsikan ciri khas sastra modern dan menyebutkan karyakarya sastra yang menerapkan aliran sastra dari adanya pengaruh kesusastraan Barat.



51



1.2 KESUSASTRAAN PERIODE AWAL A. Uraian Seperti yang dijelaskan sebelumnya, Restorasi Meiji merupakan gerbang mulai masuknya kebudayaan Barat, namun demikian tidak serta merta kesusastraan baru lahir. Pada saat itu kesusastraan masih mengikuti arus yang merupakan kelanjutan dari sastra tradisional. Masa ini menjadi masa peralihan dalam dunia kesusastraan Jepang dan diisi dengan Gesaku Bungaku (kesusastraan masyarakat pada zaman Edo). Para pengarang Gesaku saat itu banyak yang mengeluarkan karya sastra yang bermutu, salah satunya yang terkenal adalah Kanagaki Robun. Sebagai seorang pengarang di masa peralihan, Kanagaki Robun menunjukkan sikap yang mengikuti aliran pembaharuan. Hal tersebut terlihat pada pemilihan tema dalam salah satu karyanya yang menggambarkan kehidupan masyarakat yang telah mengadakan pembaharuan. Masuknya kesusastraan Barat dipelopori oleh golongan terpelajar. Para cendikiawan yang pulang belajar dari luar negeri membawa pemikiran-pemikiran baru yang kemudian dalam waktu singkat menimbulkanterjadinya Bunmei Kaika (revolusi budaya). Kesusastraan Barat dimulai dengan adanya kesusastraan terjemahan. Berbagai hasil karya sastra Barat diterjemahkan dan ditiru sehingga menjadi pendorong bagi lahirnya kesusastraan baru. Diantara karya terjemahan yang terkenal adalah kisah Robinson Crusoe yang diterjemahkan dalam bahasa Jepang dengan judul Robinson Zenden, kemudian diterbitkan pula Arabia Monogatari yang merupakan ringkasan bahasa Jepang dari kisah Arabian Night. Di



bidang



teori



kesusastraan,



pengaruh



Barat



memberikan



kontribusi



dengan



diperkenalkannya aliran romantisme dan naturalisme oleh Nishi Amane. Kemudian muncul pula kelompok yang menganjurkan pemakaian aliran realisme di Jepang. Anjuran ini terutama datang dari mereka yang menolak cara berfikir cerita-cerita yang bertemakan 52



Kanzen Chooaku, yaitu tema-tema yang menitikberatkan pada pemikiran yang benar akan berakhir dengan kemenangan dan yang salah/buruk akhirnya akan kalah. Para pencetus ide ini ingin menjadikan pengetahuan yang didapat dari hasil penyelidikan terhadap kesusastraan asing sebagai pedoman. Dari teori-teori yang mereka anut, teori realisme menjadi yang paling dominan untuk dimasukkan ke dalam pedoman penulisan novel.Dengan digunakannya teori realisme tersebut, maka lahirlah corak kesusastraan realisme di Jepang. Tahun 1887 (Meiji tahun 20) merupakan puncak dari westernisasi di Jepang. Hal tersebut ditandai dengan diselenggarakannya Rokumeikan Kasoobutookai, yaitu sebuah parade yang diselenggarakan oleh golongan yang menerima kebudayaan Barat di Jepang. Tetapi kebudayaan Barat tersebut ternyata tidak diterima oleh semua golongan, karena pada saat itu muncul suatu golongan yang mengkritik dan menentang westernisasi yang ekstrim dimana pengaruh dan kebudayaan Barat dimasukkan secara tergesa-gesa. Golongan ini antara lain dipelopori oleh Narushima Ryuuhoku yang mengungkapkan ketidaksetujuannya melalui sebuah karya sastra berjudul Ryuukyoo Shinshi. Kemudian muncul pula tokoh-tokoh lain yang juga menentang dengan cara mendirikan sebuah perkumpulan bernama Seikyoosha. Tokoh-tokoh dalam perkumpulan ini mengungkapkan kritikannya terhadap westernisasi di Jepang melalui majalah yang mereka terbitkan. Sementara itu di dalam dunia kesusastraan sendiri muncul kecenderungan para sastrawan untuk kembali menggunakan metode klasik dalam dunia sastra. Mereka pun kemudian membuat sebuah perkumpulan bernama Kenyuusha. Golongan-golongan inilah yang kemudian menjadi pelopor munculnya aliran Pseudoklasik. Kemudian muncul pula aliran anti-naturalisme yang merupakan bentuk kritikan terhadap aliran naturalisme yang umumnya lebih banyak menceritakan bagianbagian terburuk dari kehidupan manusia secara jelas. Para penganut aliran anti naturalisme membuat tema cerita yang bertolak belakang dengan naturalisme yaitu melukiskan kehidupan manusia dari segi keindahannya. Yang termasuk dalam aliran ini antara lain kesusastraan 53



estetisme dan intelektualisme (dipelopori oleh Akutagawa Ryuunosuke), serta karya-karya Mori Oogai dan Natsume Sooseki. Pada tahun 1918 mulai berkembang kesusastraan anak-anak yang dirintis oleh Suzuki Miekichi. Ia menerbitkan sebuah majalah bernama Akai Tori yang berisi novel anak karya pengarang terkenal. Selain itu dalam majalah tersebut Miekichi pun memperkenalkan cara menulis huruf indah dan cara menulis puisi modern. Tidak hanya menerbitkan novel dalam bentuk majalah, Miekichi pun menulis novel anak-anak yang kemudian dikumpulkan dan diterbitkan dalam bentuk buku berjudul Akai Fune. Berdasarkan jenisnya karya sastra yang dihasilkan pada zaman modern dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu Novel dan Kritik, Kesusastraan Drama, Puisi dan Tanka. Namun, keempat karya sastra tersebut mempunyai ciri khas tersendiri pada setiap periodenya. Berikut adalah penjelasan mengenai kekhasan karya-karya sastra yang dihasilkan pada periode awal 1) Novel dan Kritik Karya sastra yang lahir pada masa periode awal adalah karya yang masih memegang tradisi kesusatraan lama namun menuju pembaharuan. Hal tersebut terlihat pada novel-novel yang muncul sebagai hasil karya kesusastraan peralihan, antara lain novel karya pengarangpengarang seperti Kanagaki Robun, Takabatake Ransen dan Somezaki Nobufusa. Diantara ketiga pengarang tersebut, Kanagaki Robun merupakan pengarang yang menganut aliran pembaharuan dalam pengungkapan karya sastranya. Dalam buku berjudul Seiyoo Doochuu Hizakurige dan Agura Nabe, tema cerita yang dipilih Robun adalah gambaran masyarakat yang melakukan pembaharuan dalam kehidupannya. Dalam bidang sastra terjemahan muncul berbagai karya yang merupakan hasil terjemahan dari para pengarang Jepang yang mendapat pendidikan dari dunia Barat. Selain



54



Robinson Zenden dan Arabian Night, muncul pula buku terjemahan sastra barat lain, diantaranya Kisah Perjalanan Mengelilingi dunia dalam 80 hari yang merupakan terjemahan dari karya Jules Verne. Selain itu muncul pula hasil terjemahan Niwa Juniichiroo berjudul Karyuu Shunwa yang diterjemahkan dari buku karya Lytton, yang kemudian mendapat pengakuan sebagai sebuah karya sastra yang bermutu tinggi. Dalam bidang teori kesusastraan, muncul nama Nakae Chomin yang menghasilkan karya terjemahan berjudul Uishi Bigaku. Pembaharuan sebagai akibat restorasi juga menimbulkan gerakan yang menuntut pembentukan masyarakat baru. Keadaan tersebut kemudian memicu munculnya pendapatpendapat dan gagasan politik yang dituangkan dalam bentuk novel yang kemudian menjadi awal berkembangnya novel politik. Pengarang-pengarang novel politik yang terkenal pada masa ini antara lain, Yano Ryuukei yang menulis novel berjudul Keikoku Bidan, Tookai Sanshi dengan karya berjudul Kajin no Kiguu dan Suehiro Tetchoo yang menghasilkan novel politik berjudul Setchuubai. Munculnya novel politik dan berkembangnya kesusastraan terjemahan menjadi media untuk memperkenalkan unsur-unsur baru ke dalam kesusastraan Jepang. Pada masa munculnya gerakan anti barat, novel-novel yang dihasilkan lebih banyak dari para pengarang yang kembali kepada metode klasik. Karya yang terkenal merupakan novel yang ditulis oleh pengarang berpengaruh pada masa itu diantaranya Ozaki Kooyoo yang menulis novel berjudul Nininbikuni Irozange, Kyaramakura, Ninin Nyooboo dan Sannin Tsuma. Selain itu pada masa ini pun muncul seorang pengarang wanita bernama Higuchi Ichiyoo.Karyanya yang terkenal antara lain Take Kurabe dan Nigorie. Perkembangan lain dari novel pada masa periode awal ini ditandai dengan munculnya novel populer ( Tsuzoku Shousetsu) dan kesusastraan rakyat (Taishuu Bungei). Novel yang populer pada masa itu adalah karya-karya dari Kume Masao dan Kikuchi Kan. Novel Kikuchi Kan



55



yang sangat laris adalah novel yang berjudul Shinjui Fujin, sedangkan untuk jenis Taishuu Bungei novel berjudul Daibosatsu Tooge merupakan novel terkenal yang ditulis oleh Nakazato Kaizan. Bersamaan dengan lahirnya karya-karya sastra di atas, muncul pula argumen-argumen sastra yang menghendaki perubahan dalam kesusastraan Jepang. Argumen sastra tersebut beberapa diantaranya dituangkan dalam sebuah buku seperti yang dilakukan oleh Tsubouchi Shooyoo dalam bukunya yang berjudul Shoosetsu Shinzui. Dalam bukunya Shooyoo mengungkapkan bahwa sebuah novel haruslah mengungkapkan dengan jelas apa yang sebenarnya terdapat di dalam kehidupan duniawi. Shooyoo pun membuka sejarah baru kesusastraan Jepang dengan menyingkirkan paham dan pandangan yang selama ini menganggap karya sastra sebagai hiburan semata. Selain Tsubouchi Shooyoo, muncul juga Futabei Shimeiyang menulis buku berjudul Shoosetsu Sooron. Buku tersebut merupakan karya yang melengkapi dan memperbaiki serta mengkritik teori yang dikemukakan Tsubouchi Shooyoo.



Shoosetsu Shinzui karangan Tsubouchi Shooyoo



56



Kritik lain yang muncul dalam perkembangan kesusastraan Jepang adalah kritik terhadap westernisasi yang terdapat dalam buku berjudul Ryukyoo Shinshi karya Narushima Ryuuhoku. Kemudian muncul pula sebuah majalah terbitan Seikyooshabernama Nihon Oyobi Nihonjin yang memuat tulisan-tulisan yang mengkritik westernisasi. Majalah lain yang juga muncul pada masa ini adalah Sigarami Zooshi yang banyak memuat tulisan-tulisan hasil pemikiran Mori Oogai, seorang dokter tentara yang mendalami ilmunya di Jerman. Selain sebagai seorang kritikus banyak pula novel dan buku yang dihasilkan oleh Mori Oogai yang kemudian menjadi pembuka jalan bagi perkembangan aliran romantisme dalam dunia kesusastraan Jepang. 2) Kesusastraan Drama Pada masa ini Kabuki adalah salah satu drama yang bertahan dan masih tetap populer. Kawatake Mokuami adalah seorang penulis yang mampu menyajikan lakon tentang realitas kehidupan masyarakat Edo dalam bentuk drama Kabuki. Melalui karyanya yang berjudul Shimachidori Tsukino Shiranami, Mokuami menyajikan sebuah lakon yang menceritakan perubahan-perubahan baru yang terjadi di dalam masyarakat. Lakon yang yang disajikan disebut dengan Sangirimono. Kemudian muncul pula lakon yang bersifat realisme yang disebut Katsurekimono. Dalam lakon ini diceritakan banyak hal yang berhubungan dengan kenyataan sejarah. Meskipun unsur dramanya sebagian besar hilang, namun lakon ini menjadi gaya baru dalam kesusastraan drama. Kemunculan drama gaya baru di Jepang dipelopori oleh Tsubouchi Shooyoo yang melakukan perbaikan-perbaikan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam Katsurekimono. Ia memakai metode-metode dan bentuk-bentuk drama yang juga digunakan di dunia Barat dalam karangan-karangannya. Hal tersebut terlihat pada karya Tsubouchi Shooyoo yang berjudul Kiri Hitoha, Maki no Kata dan Hototogisu Kojoono Rakugetsu. Selain



57



itu dia pun pernah menerbitkan buku yang merupakan terjemahan dari karya Shakeesper yaitu Julius Caesar yang diberi judul Jiyuu-no Tachi Nagori-no Kireaji. Pada perkembangan selanjutnya muncul pula sebuah aliran drama baru yang juga berasal dari Kabuki namun kejadian-kejadian yang ditampilkan merupakan kenyataan sesungguhnya dari dari masyarakat zaman baru saat itu. Meskipun awalnya drama jenis ini mengambil tema pemuda-pemuda yang cenderung pada politik dan keadaan golongan terpelajar, pada penampilan selanjutnya mereka lebih cenderung mementaskan cerita-cerita yang diambil dari novel-novel. Beberapa judul novel yang kemudian dipentaskan dalam bentuk drama antara lain Hototogisu, Konjiki Yasha, Onna Keizu dan Taki no Shirai Ito. Perjalanan drama Jepang pun tidak terlepas dari pengaruh dunia Barat. Mori Oogai adalah salah satu sastrawan yang banyak memasukkan unsur sastra barat ke dalam sastra Jepang. Dia banyak mengeluarkan terjemahan-terjemahan dari drama-drama klasik maupun modern. Berkat adanya drama-drama terjemahan ini, maka banyak pula bermunculan penulispenulis drama yang kegitannya berlanjut hingga zaman Taisho. Beberapa karya yang terkenal antara lain Shuzenji Monogatari (kisah kuil Shuzen) yang ditulis Okamoto Kidoo, Genboku Chooei yang ditulis Mayama Seika, dan Nagori no Hoshizukiyou (malam kelam) yang merupakan karya dari Tsubouchi Shooyoo. Pada pementasan drama kreatif muncul karyakarya seperti Nanbanji Monzen (pintu gerbang Kuil Namban) karya Kinoshita Mokutaroo, Inouchi Kanmuri (mahkota hidup), Chichi Kaeru (ayah pulang) karya Kikuchi Hiroshi dan sebagainya. Banyaknya penulis drama kreatif ini mengantarkan drama jenis ini menuju puncak kepopulerannya dan menciptakan zaman baru yang berlainan dengan zaman sebelumnya yang berpusat pada drama terjemahan.



58



3) Puisi Puisi pada masa ini lahir dari adanya keinginan untuk membuat puisi baru yang merupakan ungkapanpikiran/ perasaan pada zaman baru dan berbeda dari bentuk yang sudah ada seperti Waka, Kanshi dan Haiku. Puisi yang berbeda dengan bentuk-bentuk sebelumnya sebenarnya sudah dimulai dengan dibuatnya puisi-puisi terjemahan yang kemudian dikumpullkan dalam sebuah buku berjudul Shunntaishihoo. Buku tersebut diterbitkan tahun 1882 oleh sarjana-sarjana dari Universitas Tokyo. Kumpulan puisi terjemahan lainnya yang juga terbit dalam bentuk buku adalah Omokage. Kumpulan puisi tersebut merupakan kumpulan beraliran romantis yang mempunyai nilai sastra tinggi dan berpengaruh kuat di masyarakat saat itu. Kumpulan puisi ini diterbitkan grup Shin Sei Sha yang dipimpin oleh Mori Oogai dan sebagian besar isinya banyak menerjemahkan karya-karya penyair ternama dari Inggris dan Jerman. Kumpulan puisi beraliran romantisme tidak hanya merupakan puisi terjemahan saja, tetapi ada pula puisi-puisi lirik yang menggambarkan jiwa penulisnya. Salah satunya yang muncul pada saat itu adalah buku berjudul Toosonshishuu. Buku ini merupakan buku kumpulan puisi dari Shimazaki Tooson yang saat itu merupakan salah satu sastrawan Jepang yang mempopulerkan kesusastraan beraliran naturalisme. Kumpulan puisi lain yang juga muncul antara lain Tenchi Ujoo dan Gyooshoo yang merupakan hasil karya Doi Bansui, Nijuugogen dan Hakuyookyuu yang merupakan karya Susukida Kyuukin. Pada masa ini muncul pula puisi simbolis dan puisi bebas berbahasa lisan yang masih merupakan bagian dari aliran naturalisme. Puisi simbolis dimulai oleh seorang pengarang bernama Ueda Bin. Bentuk simbolis ini diambilnya dari aliran simbolisme Perancis dan diperkenalkan melalui novelnya yang berjudul Uzumaki. Terjemahan-terjemahan puisi simbolis yang dilakukan oleh Ueda Bin ini kemudian memberikan pengaruh yang cukup kuat



59



bagi perkembangan puisi Jepang saat itu dan dianggap sebagai langkah awal dalam mempopulerkan puisi simbolis di Jepang. Karya terjemahan Ueda Bin berjudul Kaichoon yang diterbitkan pada tahun 1905 mendapatkan penilaian tinggi dalam puisi terjemahan modern. Puisi bebas berbahasa lisan dipelopori oleh seorang penyair bernama Kawaji Ryuukoo, yang kemudian dilanjutkan oleh Takamura Kootaro.Pada masa Takamura Kootaro, pembuatan puisi jenis ini berangsur-angsur menjadi populer sampai akhirnya penyempurnaan puisi ini dilakukan oleh Hagiwara Sakutaroo yang menjadikan puisi ini mempunyai nilai sastra tersendiri. 4) Tanka dan Haiku Tanka pada periode awal ditandai dengan pembaharuan ke arah pantun yang menuturkan perasaan serta pemikiran baru dengan bahasa dan gaya yang baru pula.Pembaharuan tersebut dipelopori oleh seorang penyair bernama Yosano Tekkan yang menuangkannya dalam kumpulan puisi berjudul Toozainanboku dan Tenchi Genkoo. Penyair lain yang juga cukup berpengaruh pada perkembangan Tanka antara lainOchiai Naobumi, Kaneko Kun-en, Hattori Motoharu, Kubo Inokichi dan Onoe Saishuu. Semua penyair ini tergabung dalam sebuah organisasi bernama Asakasha. Pembaharuan dalam Tanka juga dilakukan oleh seorang penyair generasi berikutnya bernama Sasaki Nobutsuna. Pada tahun 1898, perkumpulannya (Chikuhakukai) menerbitkan sebuah majalah bernama Kokoro no Hana yang membawa suasana baru dan digunakannya sebagai media untuk mengembangkan Tanka. Setelah itu berturut-turut muncul pula organisasi dan perkumpulan para penyair Tanka yang membawa alirannya masing-masing. Hal tersebut membawa berbagai suasana baru bagi perkembangan Tanka dan membuatnya semakin populer di masyarakat.



60



Dalam bidang Haiku nama Masaoka Shiki menjadi penanda perkembangan haiku pada periode awal. Setelah pada awal zaman Meiji bentuk Haiku hanya bersifat tiruan dari Haiku yang sudah ada, maka dengan kehadiran Masaoka Shiki, Haiku berkembang ke dalam bentuk realisme. Beberapa buku Masaoka Shiki diantaranya adalah Dassai Shooku Haiwa dan Haijin Buson. Pada periode ini Masaoka Shiki dianggap mampu memimpin dunia Haiku dan bersama grupnya dia mampu mengadakan pembaharuan dalam bidang Haiku dengan cara menyajikan Haiku dalam bentuk pelukisan menurut realisme dan pandangan terhadap alam secara objektif. Sepeninggal Masaoka Shiki, dalam dunia Haiku muncul dua aliran, yaitu aliran Hekigotoo dan aliran Kyoshi. Aliran Hekigotoo dipelopori oleh murid Masaoka Shiki bernama Kawagihashi Hekigotoo yang berusaha mendalami unsur-unsur realisme yang terdapat pada karya-karya Masaoka Shiki. Pada aliran ini Hekigotoo lebih mengutamakan pandangan individu terhadap alam dan lebih mengagumi gaya yang bersifat realitas tanpa mengikutsertakan



tema



musim



seperti



yang



biasanya



terdapat



pada



haiku



sebelumnya.Berdasarkan pandangannya tersebut, maka lahirlah Haiku gubahannya yang mengambil bermacam-macam bentuk karena tidak lagi dibatasi oleh aturan baku sukukata lima-tujuh-lima. Haiku gubahan Kawagihashi Hekigotoo ini dianggap sebagai bentuk Haiku yang mendapat pengaruh dari kesusastraan naturalisme. Sesuai dengan namanya, aliran Kyoshi dipelopori oleh Takahama Kyoshi yang juga merupakan salah satu murid Masaoka Shiki. Takahama Kyoshi sendiri sangat taat pada aturan Haiku tradisional,termasuk penggunaan tema musim yang telah ditinggalkan oleh aliran



61



Hekigotoo, sehingga dia sangat menentang dan mengkritik gerakan baru. Dia pun secara aktif bekerja keras untuk menyebarluaskan aliran Hototogisu.



B. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan Bunmei Kaikai? 2. Aliran apa saja yang muncul pada kesusastraan modern periode awal? 3. Apa yang memicu munculnya novel-novel politik? 4. Apa yang menjadi tanda kepopuleran kesusastraan drama pada periode awal? 5. Bagaimanakan bentuk Haiku pada periode awal?



C. Rangkuman Abad modern periode awal menjadi masa peralihan dalam dunia kesusastraan Jepang dan diisidengan Gesaku Bungaku (kesusastraan masyarakat pada zaman Edo). Setelah itu kemudian masuk pengaruh dari dunia barat yang kemudian membawa pengaruh besar pada kesusastraan Jepang.Masuknya kesusastraan Barat tersebut dipelopori oleh golongan terpelajar. Para cendikiawan yang pulang belajar dari luar negeri membawa pemikiranpemikiran baru hingga kemudian menimbulkan terjadinya Bunmei Kaika (revolusi budaya). Kesusastraan Barat dimulai dengan adanya kesusastraan terjemahan. Berbagai hasil karya sastra Barat diterjemahkan dan ditiru sehingga menjadi pendorong bagi lahirnya kesusastraan baru.



62



Di bidang teori kesusastraan, pengaruh Barat memberikan kontribusi dengan diperkenalkannya aliran romantisme dan naturalisme.Kemudian muncul pula kelompok yang menganjurkan pemakaian aliran realisme.Dari teori-teori yang mereka anut, teori realisme menjadi yang paling dominan untuk dimasukkan ke dalam pedoman penulisan novel. Dengan digunakannya teori tersebut, maka lahirlah corak kesusastraan realisme di Jepang. Tahun 1887 (Meiji tahun 20) merupakan puncak dari westernisasi di Jepang. Namun kebudayaan Barat tersebut ternyata tidak diterima oleh semua golongan. Mereka yang menentang



hal



tersebut



kemudian



mendirikan



perkumpulan



Seikyoosha,



yang



mengungkapkan kritikannya melalui majalah yang mereka terbitkan. Kemudian di dalam dunia



kesusastraan



sendiri



muncul



pula



perkumpulan



Kenyuushayang



cenderung



menggunakan metode klasik dalam penulisan karya sastranya. Golongan ini kemudian menjadi pelopor munculnya aliran Pseudoklasik, yang disusul pula dengan aliran antinaturalisme yang merupakan bentuk kritikan terhadap aliran naturalisme. Kemudian pada tahun 1918 mulai berkembang kesusastraan anak-anak yang dirintis oleh Suzuki Miekichi. Berdasarkan jenisnya karya sastra yang dihasilkan pada zaman modern dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu Novel dan Kritik, Kesusastraan Drama, Puisi dan Tanka. Novel pada masa periode awal adalah karya yang masih memegang tradisi kesusatraan lama namun menuju pembaharuan. Pembaharuan tersebut menuntut pembentukan masyarakat baru yang memicu munculnya pendapat dan gagasan politik yang dituangkan dalam bentuk novel yang kemudian menjadi awal berkembangnya novel politik. Dalam bidang drama, kabuki masih merupakan salah satu drama yang bertahan dan masih tetap populer. Kemudian muncul drama gaya baru di Jepang yang melakukan perbaikanperbaikan untuk mengatasi kekurangan yang terdapat dalam lakon drama yang telah ada.



63



Pengaruh dunia Barat terlihat dari banyaknya unsur terjemahan-terjemahan dari drama-drama klasik maupun modern yang dibawa oleh Mori Oogai. Tanka pada periode awal ditandai dengan pembaharuan ke arah pantun yang menuturkan perasaan serta pemikiran baru dengan bahasa dan gaya yang baru pula. Dalam bidang Haiku nama Masaoka Shiki menjadi penanda perkembangan haiku pada periode awal. Setelah pada awal zaman Meiji bentuk Haiku hanya bersifat tiruan dari Haiku yang sudah ada, maka dengan kehadiran Masaoka Shiki, Haiku berkembang kedalam bentuk realisme. Selain itu pada periode ini muncul pula dua aliran, yaitu aliran Hekigotoo dan aliran Kyoshi.



D. Tes Formatif 1. Adanya pengaruh kebudayaan Barat pada kesusastraan Jepang awal mulanya ditandai dengan munculnya : a. aliran kesusastraan



c. sastra terjemahan



b. novel-novel barat



d. tokoh-tokoh Barat di Jepang



2. Tema-tema yang menitikberatkan pada pemikiran yang benar akan berakhir dengan kemenangan dan yang salah/buruk akhirnya akan kalah dikenal dengan istilah : a. Kanzen Chooaku



c. Seikyoosha



b. Rokumeikan Kasoobutookai



d. Kenyuusha



3. Nama pengarang wanita yang muncul pada periode awal adalah: a.Ozaki Kooyoo



b. Kikuchi Kan



c. Kume Masao



64



d. Higuchi Ichiyoo



4. Karya terkenal dari pengarang wanita tersebut adalah a. Kume Masao dan Kikuchi Kan



c. Kiri Hitoha dan Maki no Kata



b. Take Kurabe dan Nigorie.



d. Onna Keizu dan Taki no Shirai Ito.



5. Sebuah majalah terbitan Seikyoosha yang memuat tulisan-tulisan yang mengkritik westernisasi adalah: a. Nihon Oyobi Nihonjin b. Shunntaishihoo



c.Ryukyoo Shinshi



d.Shin Sei Sha



6. Katsurekimono adalah lakon drama yang bersifat :



a. naturalisme



b. antinaturalisme



c. realisme



d. romantisme



7. Shunntaishihoo adalah kumpulan puisi terjemahan yang menganut aliran: a. naturalisme



b. antinaturalisme



c. realisme



d. romantisme



8. Pelopor puisi bebas berbahasa lisan adalah seorang penyair bernama a. Ueda Bin



b. Doi Bansui



c. Kawaji Ryuukoo



d.Susukida Kyuukin.



9. Berikut ini adalah para penyair pelopor pada pembaharuan Tanka, kecuali a. Yosano Tekkan



c. Ochiai Naobumi



b. Takamura Kootaro



d. Hattori Motoharu



10. Seorang penyair yang dianggap mampu memimpin dunia Haiku dengan cara menyajikan Haiku dalam bentuk pelukisan menurut realisme dan pandangan terhadap alam secara objektif adalah :



65



a. Kawagihashi Hekigotoo



c. Onoe Saishuu



b.Takahama Kyoshi



d.Masaoka Shiki



1.3 KESUSASTRAAN PERIODE AKHIR A. Uraian Kesusastraan pada periode akhir ini berlangsung pada masa-masa pecahnya perang dunia pertama. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dan susunan masyarakat Jepang juga berpengaruh pada dunia kesusastraan Jepang. Dalam bidang kesusastraan terjadi gerakan-gerakan yang mencerminkan perubahan akibat dari perang dunia pertama.Adanya kecenderungan demokrasi yang bertambah kuat telah melahirkan pengarang-pengarang dari kalangan kaum buruh yang kemudian mengambil bagian dalam pergerakan perubahan tersebut. Sebagai usaha untuk menginternasinalkan pandangan kaum buruh maka dibuatlah sebuah majalah bernama Tanemakuhito yang menjadi media yang menitikberatkan pada cara berfikir kaum buruh.Karya-karya yang mereka hasilkan dikenal dengan kesusastraan sosialis/proletar yang kemudian secara perlahan mampu menjadi sebuah grup sastra yang kuat. Pada tahun 1928 dibentuk sebuah perserikatan kesenian proletas yang disebut Nippon Artista Proleta Federacio (NAPF). Perserikatan ini pun menerbitkan majalah bernama Senki yang dijadikan sebagai pusat kegiatan sastra aliran kiri yang cenderung radikal. Namun pada tahun 1931 saat terjadi peristiwa Manchuria, sastra jenis ini mendapat penindasan hingga hancur dan akhirnya organisasi proletar bubar. Sebagai gantinya munculnya sastra Tenkoo atau sastra peralihan.



66



Pada akhir zaman Taishoo kesusastraan baru yang bertahan adalah kesusastraan proletar dan kesusastraan neosensualis (Shinkankakuha). Bila kesusastraan proletar mengutamakan perubahan di dalam masyarakat, maka kesusastraan neosensualis lebih mengutamakan perubahan dalam teknik sastra dan penyampaiannya. Yang menjadi pelopor dari kesusastraan neosensualis adalah Yokomitsu Toshikazu yang juga sebagai ahli teori. Beberapa hasil karyanya merupakan tempat untuk mempraktekkan teori-teori neosensualis secara gamblang.Pada perkembangan selanjutnya, para pengarang muda yang banyak mendapat pengaruh kuat dari kesusastraan neosensualis, kemudian membentuk sebuah Aliran Seni Baru (Shinkoogeijutsuha) yang bertujuan melawan sastra aliran kiri. Namun, karena terlalu banyak memikirkan hal-hal kecil yang tidak penting aliran ini tidak dapat bertahan lama



dan



kemudian



digantikan



dengan



aliran



baru



yaitu



aliran



Neopsikologis



(Shinshinrishugiha). Aliran ini dipengaruhi oleh sastra Barat dan muncul dengan dipelopori oleh Hori Tatsuo dan Itoo Hitoshi. Pada tahun 1935, dalam dunia kesusastraan Jepang mulai diberikan penghargaan Akutagawa untuk para sastrawan berprestasi. Adanya penghargaan ini ternyata menjadi pemicu bermunculannya para pengarang muda berpotensi yang memberikan warna tersendiri bagi kesusastraan zaman modern. Selain itu setelah masa perang muncul pula pengarangpengarang wanita. Di lain pihak bidang sastranya pun ditandai dengan munculnya sastra Demokrasi dan perkembangan yang pesat dalam bidang jurnalistik. Hal ini menimbulkan suatu keadaan yang belum pernah terjadi sebelumnya, yaitu kesusastraan yang menyebar dan dapat diterima secara luas di tengah masyarakat. Kualitas sastrapun mengalami perubahan dengan munculnya cerita detektif dan cerita Science Fiction disamping cerita-cerita non-fksi dan reportasi yang telah muncul terlebih dahulu. Kesusastraan Jepang pernah menjadi pusat perhatian dunia ketika pada tahun 1968 untuk pertama kalinya Kawabata Yasunari melalui



67



karyanya yang berjudul Utsukushii Nihon no Watashi-Sono Josetsu memperoleh hadiah Nobel dalam bidang sastra.



1) Novel dan Kritik Karya sastra berbentuk novel yang muncul pada masa awal periode akhir ditandai dengan munculnya dua aliran kesusastraan Proletar, yaitu aliran Bunsen dan Senki. Karya awal dari kesusastraan proletar sendiri antara lain novel berjudul Uzumakeru no Mure yang merupakan karya dari Kuroshime Denji, Santoo Senkyaku karya Maeda Koohirooichiroo, dan Seryooshitsu-nite yang ditulis oleh Hirabayashi Taiko. Dalam aliran Senki terdapat dua buah karya yang merupakan hasil dari pengarang terkenal bernama Kobayashi Takiji, yaitu Kanikoosen dan Tooseikatsusha, sementara dari aliran Bunsen Hayama Yoshikimenulis dua karyanya yaitu Sementoru daru-no Naka-no Tegami dan Umini Ikuru Hitobito. Walaupun mempunyai aliran yang berbeda namun pada umumnya isi dari karya-karya tersebut lebih banyak menceritakan kebaikan-kebaikan politik para penguasa saja. Pada kategori aliran sastra modern,muncul tiga aliran yaitu aliran neosensualis, aliran Seni Baru dan aliran Neopsikologis.Namun sayangnya dari ketiga aliran tersebut hanya dua aliran yang berkembang dan bisa bertahan cukup lama, yaitu aliran neosensualis dan aliran Neopsikologis. Aliran Neosensualis berkembang di bawah aktifitas beberapa nama seperti Yokomitsu Toshikazu yang menjadi pelopor aliran Neosensualis, Yasunari Kawabata yang mendapat hadiah Nobel dalam bidang sastra dan Nakagawa Yoichi yang aktif di bidang teori sastra. Karya dari Yokomitsu Toshikazu antara lain Nichirin, Napoleon-to Tamushi, Shanghai dan Monshoo, sementara karya Yasunari Kawabata antara lain, Jurokusai no Nikki, Izuno Odoriko dan Yukiguni. Aliran Neopsikologis memunculkan beberapa nama seperti Hori



68



Tatsuo dengan karyanya yang berjudul Seikazoku dan Kaze Tachinu, dan Funabashi Seiichi dengan karyanya berjudul Daiwingu. Periode ini juga menjadi tanda munculnya karya-karya pengarang lama seperti novel berjudul Bokutoo Kitan karya Nagai Kafuu, Kasoo Jinbutsu karya Tokuda Shuusei, An-ya Koono karya Shiga Naoya, Kareki-no Aru Fuukei karya Uno Kooji, Ani Imooto karya Muro Saisei dan Roboo-no Ishi karya Yamamoto Yuuzo. Kemudian ada pula karya-karya pengarang muda yang bermunculan sejak adanya hadiah Akutagawa. Ishikawa Tatsuzo merupakan pengarang pertama yang memperoleh hadiah Akutagawa melalui karyanya berjudul Sooboo. Kemudian muncul pula karya-karya pengarang muda lainnya seperti Ayu karya Niwa Fumio, Kokyuu Wasurebeki karya Takami Jun, Dooke no Hana karya Dazai Osamu, Wakai Hito karya Ishizaka Yoojiroo, Fugen karya Ishikawa Jun, Atsumonozaki karya Nakayama Gishuu, Mugi-to Heitai karya Hino Ashihei dan lain-lain. Setelah perang berakhir, para pengarang-pengarang lama yang sebelumnya tidak berani mengeluarkan karyanya mulai aktif



kembali menandai kebebasan pers yang



berangsur-angsur pullih kembali. Novel-novel karya pengarang ternama pun mulai terbit seperti Ukishizumi karya Nagai Kafuu, Shooshoo Shigemoto-no Haka karya Tanizaki Junichiroo, Haiiro-no Tsuki karya Shiga Nagoya, Senbazuru karya Yasunari Kawabata, Meiro karya Nogami Yoeko, Omoigusa karya Uno Kooji, Yasei-no Yuwaku karya Nagayo Senroo dan Honjitsu Kyuushin karya Ibuse Masuji.Pengalaman perang pun mampu melahirkan sastra corak lama yang dikelompokkan dalam kesusastraan pertama sesudah perang dan kesusastraan kedua sesudah perang. Karya sastra yang mucul pada kesusastraan pertama sesudah perang antara lain Kuroi E karya Noma Hiroshi, Shinya-no Shuuen karya Shiina Rinzo, Furyoki karya Ooka Shoohei, dan Kinkakuji karya Mishima Yukio. Sementara karya-karya sastra yang termasuk dalam kelompok kesusastraan kedua setelah perang antara lain, Hiroba-no Kadoku karangan Hotta Yoshie, Tandoku Ryokoosha karangan Shimao 69



Toshio dan Toogyuu karangan Inoue Yasushi. Selain nama-nama tersebut, pada periode ini terdapat pula para pengarang wanita seperti Kooda Aya,Enchi Fumiko, Sono Ayoko, Ariyoshi Sawako dan Kurahashi Yumiko.Setelah kesusastraan proletar mengalami kegagalan tercetus ide untuk membuat kesusastraan demokrasi. Karya-karya terkenal yang termasuk kategori kesusastraan ini antara lain Banshuu Heino yang ditulis oleh Miyamoto Yuriko, Tsuma-yo Nemure yang ditulis Tokunaga Sunao, Kao Otsu Hei Tei yang ditulis oleh Nakano Shigoharu dan Shinkuu Chitai yang merupakan karya dari Noma Hiroshi. Dalam bidang kritik sastra, Kobayashi Hideyoshi adalah kritikus terkenal pada periode ini.Aktivitasnya dimulai ketika ia menerbitkan buku yang berjudul Samazamanaru Ishoo, yang kemudian dilanjutkan dengan buku lainnya berjudul Shishoosetsuron. Sebagai seorang kritikus, Kobayashi Hideyoshi berani mengkritik karya-karya sastrawan yang berhaluan kiri, selain itu ia pun memberikan kritiknya terhadap kekurangan-kekurangan yang terdapat dalam kesusastraan Jepang. Dengan mendasarkan kritikannya pada modernisasi kesusastraan yang timbul di Perancis, Kobayashi Hideyoshi dianggap telah mampu mempertinggi nilai kritik dalam kesusastraan. Pada masa setelah perang muncul buku berjudul Fuuzoku Shoosetsuron yang ditulis oleh Nakamura Mitsuo yang isinya berisi kritikan-kritikan tentang buku-buku cerita rakyat pada waktu itu. Kemudian pada masa terjadi perubahan kualitas sastra yang disebabkan oleh perkembangan jurnalistik yang pesat, muncul nama-nama kritikus sastra seperti Yoshida Kenichi, Okuno Takeo, Yashimoto Takaaki, Etoo Jun, Isoda Koochi dan lain-lain.



70



Majalah Shirakaba yang diterbitkan oleh Shiga Naoya



2) Kesusastraan Drama Pada periode akhir kesusastraaan drama dimulai dengan karya yang dibuat oleh pemimpin drama baru beraliran neosensualis bernama Kishida Kunio. Ia membuat karyakarya dramanya dengan bersandar pada drama modern Perancis dan membentuk aliran Geisaku melalui majalahnya yang juga bernama Geisaku. Selain itu, Kishida Kunio pun merupakan pendiri dari teater Bungakuza bersama Kubota Mantaroo dan Iwata Toyoo. Karya drama yang muncul pada periode ini antara lain karya-karya yang ditulis oleh Kishida Kunio sendiri dan beberapa penulis yang juga termasuk dalam kelompok beraliran Gesaku. Karya-karya tersebut antara lain Furui Gangu, Kami Fuusen, Ushiyama Hoteru yang ditulis Kishida Kunio, Nijuurokubankan yang ditulis oleh Kawaguchi Ichiroo, Ofukuro yang ditulis oleh Tanaka Chikao, Shuusuirei yang ditulis oleh Uchimura Naoya, Hanahadashiki Ichizoku yang ditulis Morimoto Kaoru, dan Setonaikai-no Kodomora yang ditulis Koyama Yuushi. Karya-karya tersebut ditampilkan atas kerjasama mereka dengan Tomoda Kyosuke dan Tamura Akiko dari Tsukijiza (teater Tsukija). Pada jenis drama proletar, pementasannya lebih banyak berupa drama cerita dengan karya-karya seperti Haritsuke Mozaemon dan Nani-ga Kanojo-o Soosasetaka yang ditulis oleh Fujimori Seikichi. Karya lain yang dipentaskan 71



diantaranya Kizudarake-no Oaki dan Bui yang ditulis Miyoshi Juuroo,dan Booryuukudanki yang ditulis Murayama Tomoyoshi. Selain itu adapula Hokutoo-no Kaze karya Hisaita Eijiroo dan Goryookaku Kessho karya Kubo Sakae yang merupakan drama yang menonjolkan sifat pementasannya dengan menghilangkan sifat umum dari drama proletar. Kegiatan pementasan drama sempat dihentikan pada tahun 1940 dengan dibubarkannya perkumpulan drama Shinkyoo (Shinkyoo Gekidan) dan perkumpulan drama Shintsukiji (Shintsukiji Gekidan). Namun setelah perang dunia II berakhir, pementasan drama kembali dilakukan bersamaan dengan maraknya pementasan Kabuki pada saat itu.Kegiatan drama baru ini semakin beraneka ragam dengan munculnya perkumpulan-perkumpulan drama seperti Shinkyoo Gekidan, Bungakuza Haiyuuza dan Mingei. Kembalinya seni drama ditandai dengan kerjasama beberapa perkumpulan drama tersebut dalam mementaskan drama Tschehoff yang berjudul Sakura-no Sono. Selanjutnya ada pula pementasan drama berjudul Kensatsukan karya Gogori yang dianggap sebagai masa pendewasaan kegiatan drama. Pementasan drama pun diramaikan dengan kegitan para pengarang lama dan para pengarang baru. Beberapa tema dalam karya drama yang dibuat sebelum masa perang dunia II diteruskan dalam drama zaman setelah perang. Karya-karya tersebut antara lain karya berjudul Ringoen Nikki dan Nihon-no Kisoo yang ditulis Kubo Sakae, Sono Hiro-o Shirazu dan Honoo-no Hito yang ditulis Miyoshi Juuroo dan Shinda Umi yang ditulis Murayama Tomoyoshi. Setelah perang pengarang baru yang bermunculan mengusung tema drama yang memiliki ciri khas pada tema dan susunannya yang bersifat luas dan bebas. Karya-karya yang dipentaskan oleh para pengarang muda ini antara lain, Yuuzuru yang mengambil bahan dari cerita-cerita rakyat dan merupakan hasil karya Kinoshita Junji, drama fiksi berjudul Nayotake karya Katoo Michio, Kiti Taifu dan Ryuu-o Nadeta Otoko karya Fukuda Tsuneari, Kindai Noogakushuu dan Rokumeikan karya Misima Yukio serta Kiteki Issei karya Nakamura Mitsuo.



72



3) Puisi Puisi pada periode akhir ditandai dengan munculnya sebuah buku kumpulan puisi terjemahan berjudul Gekka-no Ichigun yang merupakan sebuah kumpulan puisi modernisme. Buku ini berisikan puisi-puisi modern setelah perang dunia pertama karya para penyair Perancis yang diperkenalkan pada masyarakat Jepang saat itu.Buku ini memberikan pengaruh amat besar pada perkembangan puisi pada zaman Shoowa dan menjadi jalan bagi puisi-puisi beraliran surrelisme. Beberapa nama yang dikenal sebagai tokoh penggerak aliran surrelisme adalah Haruyama Yukio, Kitagawa Fuyuhiko, Nishiwaki Junzaburoo dan Miyoshi Tatsuji. Bersama-sama mereka membuat sebuah majalah yang diberi nama Shi-to Shiron. Gerakan surrelisme ini membuat puisi-puisi yang samasekali berbeda dengan puisi-puisi sebelumnya. Bila puisi-puisi lain lebih condong pada unsur iramanya, maka puisi aliran surrelisme lebih mengedepankan unsur-unsur rasional dalam puisinya. Selain itu gerakan surrelisme pun mengkritik kelemahan-kelemahan dari puisi bebas berbahasa lisan. Pada masa ini pun muncul usulan untuk pembuatan syair-syair prosa yang baru dan gaya puisi modernisme yang bersifat seni pun diperluas. Perkembangan puisi berturut-turut diwarnai dengan kemunculan puisi proletar, puisi inteligensia,aliran lirik dan aliran humanis. Puisi proletar diperkenalkan oleh Nakano Shigeharu yang merupakan seorang penyair proletar yang mempunyai kedudukan yang cukup tinggi dalam bidangnya. Puisi yang dihasilkan oleh Nakano Shigeharu bersifat sederhana namun memiliki daya tarik yang menyegarkan. Puisi Inteligensia merupakan jenis puisi yang komposisi dan isinya mengandung aliran inteligensia karena dihasilkan oleh para penyair yang merupakanpenganut aliran inteligensia,seperti Haruyama Yukio, Nishiwaki Junzabaroo, Kitagawa Fuyuhiko, Murano Shiroo dan Anzai Fuyue. Nama-nama tersebut merupakan tokoh-tokoh yang berasal majalah Shi-to Shiron. Sementara itu aliran lirik pun turut meramaikan dunia puisi pada periode ini. Para pujangga seperti Miyoji Tatsuji, Muro 73



Saisei dan Tachihara Michizoo merupakan para penganut aliran lirik yang membuat puisipuisinya dalam bentuk lirik. Sebuah kumpulan puisi berjudul Sokuryoosen merupakan kumpulan puisi lirik pertama karya Miyoji Tatsuji. Lirik-lirik yang dibuat oleh Miyoji Tatsuji mengambil berbagai macam bentuk, seperti puisi pendek, puisi panjang dan puisi empat baris. Selain Sokuryoosen, Miyoji Tatsuji pun membuat karya lain yaitu Kusa Senri dan Ittenshoo. Aliran Humanisme sendiri berpangkal pada sebuah majalah bernama Rekitei. Tokoh-tokoh yang muncul sebagai penganut aliran humanis antara lain, Miyazawa Kenji dan Kusano Shimpei. Miyazawa Kenji menghasilkan sebuah kumpulan puisi berjudul Haru-to Sura yang dinilai sebagai sebuah karya yang bermutu tinggi. Dalam karyanya ini terlihat bagaimana kecintaan Miyazawa Kenji pada alam dan keinginannya membentuk sebuah kehidupan manusia suci. Tokoh lain yaitu Kusano Shimpei pun menghasilkan kumpulan puisi, diantaranya yang terkenal berjudul Kaeru. Dalam membuat karya-karyanya Kusano Shimpei dikenal banyak menggunakan kata-kata onomatope, seperti yang terdapat dalam sebuah puisi dalam Kaeru, dia memulai puisinya dengan sebuah onomatope berbunyi Runrun Rurunbu dan Tsuntsun tsurunbu. Setelah sempat terhenti karena perang, kegiatan puisi berkembang kembali setelah perang dunia II berakhir. Kebangkitan kembali puisi ini dimulai dengan diterbitkannya puisi proletar dan kembalinya kegiatan para penyair yang tergabung dalam majalah Arechi. Beberapa anggota yang saat itu mendapat perhatian besar diantaranya Ayukawa Nobuo,Tamura Rukuichi dan Nakaki Masao. Selain mereka yang juga mendapat perhatian besar saat itu adalah puisi-puisiyang berbau kesusastraan klasik. Adapun karya-karya lain yang muncul sebagai puisi pada masa sesudah perang diantaranya puisi karya Takamura Kootaro berjudul Chiekoshoo,dan puisi karya Takami Jun berjudul Shi-no Fuchi-yori. Kemudian muncul juga nama-nama penyair muda seperti Tanikawa Shuntaroo, Yamamoto Taroo, Naka Taroo, Ooka Makoto dan Kiyooka Takayuki. 74



4) Tanka dan Haiku Berkembangngya kesusastraan proletar dan kesusastraan modernisme ternyata berpengaruh pula pada perkembangan Tanka. Tokoh yang berpengaruh dalam dunia Tanka antara lain Watanabe Junjoo yang mengkritik keras pantun pendek lama yang berbau feodal dan borjuis. Bersama-sama dengan para penyair proletar yang dihimpunnya, Watanabe Junzoo mengusulkan pembuatan puisi yang melukiskan perasaan hati dan kehidupan sesungguhnya dari masyarakat kaum buruh. Namun, karena tujuan mereka lebih cenderung pada bidang politik, maka bentuk puisi yang mereka hasilkan dianggap sebagai sebuah karya yang nilai sastranya rendah. Pada periode ini selain terdapat pantun pendek berbahasa lisan, setelah keluarnya Tanka proletar , muncul pula suatu aliran seni baru yang dipelopori oleh Maekawa Samio dan kawan-kawan. Aliran baru ini tidak lagi menghiraukan mutu hasil karya seni sastra yang rendah sehingga perkembangan gerakan pembuatan Tanka bebas selain meluas. Namun, aliran seni baru ini tidak bertahan lama karena adanya kelompok-kelompok mayoritas yang menuntut penulisan Tanka kembali pada gaya lama. Dengan kuatnya pengaruh kelompok mayoritas ini, maka secara berangsur-angsur pembuatan Tanka kembali pada aturan lama dengan bentuk beraturan yang berbahasa klasik. Ketika masa perang berlangsung para penulis pantun saling bersatu dan menghasilkan pantun-pantun bersifat menyanjung perang yang sedang berlangsung. Pantun pendek sendiri muncul kembali sesudah perang berakhir. Keinginan dan hasrat orang-orang untuk membuat pantun pendek menjadi semakin tinggi ketika di dunia pantun sempat timbul pendapat yang menghendaki pantun pendek dihilangkan. Dengan semakin banyaknya para penulis pantun, maka bermunculan pula para penyair baru, diantaranya adalah Kondoo Yoshimi yang karyanya sarat dengan perhatian terhadap masalah masyarakat dan politik.



75



Dalam dunia Haiku muncul aliran Hototogisu yang menuliskan Haiku berdasarkan pencetusan hati nurani manusia akan keindahan alam. Aliran ini muncul dari para penyair yang memusatkan kegiatannya di majalah Hototogisu. Majalah ini sendiri dianggap sebagai benteng dari kegiatan haiku tradisional sejak akhir zaman Taishoo sampai awal zaman Shoowa. Dari sekian banyak penyair beraliran Hototogisu nama Kawabata Bosha muncul sebagai penyair yang giat meneruskan penulisan Haiku aliran Hototogisu ini.Namun menjelang akhir zaman Taishoo, timbul ketidak puasan terhadap aliran Hototogisu, sehingga muncul pembaharuan yang melahirkan pantun-pantun haiku yang bersifat lirik atau intelektual yang dipelopori oleh Mizuhara Shuuooshi. Selain itu, muncul pula nama Yamaguchi Seishi yang melukiskan keindahan dalam suasana perkembangan dan kemajuan kehidupan. Tema dalam karya-karyanya banyak mengambil ide dari kehidupan perkotaan dan kehidupan modern yang banyak menggunakan alat. Aktivitas yang dilakukan oleh Mizuhara Shuuooshi dan Yamaguchi Seishi memicu usaha pembaharuan Haiku yang semakin meluas. Gerakan baru ini berusaha untuk memajukan dan mengembangkan gaya yang anti realisme. Pembuatan Haikunya tetap berpegang pada aturan dasar penulisan Haiku, namun untuk melukiskan perasaan dan pikiran pengarang kigo (bahasa simbol untuk mengungkapkan empat musim), dan kikan (perasaan yang timbul pada empat musim) tidak lagi digunakan. Sebagai gantinya maka digunakan pelukisan yang bersifat intelektual dan subyektif. Gerakan ini dikembangkan oleh Hino Soojoo, Saitoo Sanki dan Tomizawa Kakio. Akan tetapi karena gerakan ini lebih cenderung pada paham liberalisme maka gerakan ini kemudian ditindas. Selain muncul penyair-penyair yang giat mengembangkan gerakan pembaharuan seperti yang dijelaskan di atas, lahir pula penyair-penyair yang menentangnya. Para penyair seperti Nakamura Kusatao, Katoo Shuson dan Ishida Hakyoo menulis pantun-pantun haiku yang mengungkapkan kehidupan manusia. Melalui pantun haikunya para penyair tersebut 76



mencoba mengungkapkan eksistensi manusia dan mencari pembentukan watak manusia. Meskipun tujuannya berusaha mendekatkan haiku pada kehidupan orang-orang di masyarakat, namun pengungkapan Haiku mereka dianggap sebagai Haiku yang sulit dimengerti.Seperti halnya Tanka, Haiku pada masa perang pun isinya lebih banyak menyanjung kegiatan perang yang sedang berlangsung. Setelah masa perang berakhir dengan dimotori oleh Ishida Hakyoo dan Saitoo sanki, kegiatan Haiku kembali dapat dilanjutkan seperti masa-masa sebelum perang.



B. Latihan 1. Apa yang dimaksud dengan kesusastraan proletar? 2. Apa yang menyebabkan kesusastraan tersebut muncul? 3.Apa yang menjadi perbedaan antara kesusastraan proletar dan kesusastraan neosensualis? 4. Apa yang menjadi pemicu bermunculannya para pengarang muda berpotensi pada masa sesudah perang? 5. Apa pengaruh terbesar yang terjadi pada kesusastraan modern akibat munculnya sastra demokrasi?



C. Rangkuman Kesusastraan pada periode akhir ini berlangsung pada masa-masa pecahnya perang dunia pertama. Perubahan-perubahan yang terjadi pada sistem perekonomian dan susunan masyarakat Jepang juga berpengaruh pada dunia kesusastraan Jepang.Dengan berbagai perubahan dan munculnya kesusastraan baru, yang kemudian bertahan sampai akhir zaman 77



Taishoo adalah kesusastraan proletar dan kesusastraan neosensualis (Shinkankakuha). Pada perkembangan selanjutnya, para pengarang muda yang banyak mendapat pengaruh kuat dari kesusastraan



neosensualis,



kemudian



membentuk



sebuah



Aliran



Seni



Baru



(Shinkoogeijutsuha) yang bertujuan melawan sastra aliran kiri. Setelah masa perang muncul pula pengarang-pengarang wanita yang produktif menghasilkan karya sastra. Di lain pihak bidang sastranya pun ditandai dengan munculnya sastra Demokrasi dan perkembangan yang pesat dalam bidang jurnalistik Novel yang muncul pada masa awal periode akhir ditandai dengan munculnya dua aliran kesusastraan Proletar, yaitu aliran Bunsen dan Senki. Walaupun mempunyai aliran yang berbeda namun pada umumnya isi dari karya-karya tersebut lebih banyak menceritakan kebaikan-kebaikan politik para penguasa saja. Sementara paada kategori aliran sastra modern, muncul tiga aliran yaitu aliran neosensualis, aliran Seni Baru dan aliran Neopsikologis, meskipun kemudian hanya aliran neosensualis dan aliran Neopsikologis yang berkembang dan bisa bertahan cukup lama. Setelah perang berakhir, para pengarang-pengarang lama yang sebelumnya tidak berani mengeluarkan karyanya mulai aktif kembali menandai kebebasan pers yang berangsur-angsur pullih kembali. Kemudian dalam bidang kritik sastra, Kobayashi Hideyoshi adalah kritikus terkenal pada periode ini. Selain itu muncul pulaNakamura Mitsuo yang menulis buku berisi kritikan-kritikan pada buku-buku cerita rakyat pada waktu itu. Dalam bidang drama periode akhir kesusastraaan drama dimulai dengan karya yang dibuat oleh pemimpin drama baru beraliran neosensualis. Karya drama yang muncul pada periode ini antara lain karya-karya yang ditulis oleh Kishida Kunio dan beberapa penulis yang termasuk dalam kelompok beraliran Gesaku. Kegiatan pementasan drama sempat dihentikan pada tahun 1940, namun setelah perang dunia II berakhir pementasan drama kembali dilakukan bersamaan dengan maraknya pementasan Kabuki pada saat itu. Setelah



78



perang pengarang baru yang bermunculan kemudian mengusung tema drama yang memiliki ciri khas pada tema dan susunannya yang bersifat luas dan bebas. Puisi pada periode akhir ditandai dengan munculnya sebuah buku kumpulan puisi terjemahan berjudul Gekka-no Ichigun yang merupakan sebuah kumpulan puisi modernisme. Buku ini memberikan pengaruh amat besar pada perkembangan puisi pada zaman Shoowa dan menjadi jalan bagi puisi-puisi beraliran surrelisme yang mengkritik kelemahankelemahan dari puisi bebas berbahasa lisan. Perkembangan puisi berturut-turut diwarnai dengan kemunculan puisi proletar, puisi inteligensia, aliran lirik dan aliran humanis. Setelah sempat terhenti karena perang, kegiatan puisi berkembang kembali setelah perang dunia II berakhir. Kebangkitan kembali puisi ini dimulai dengan diterbitkannya puisi proletar dan kembalinya kegiatan para penyair yang tergabung dalam majalah Arechi. Perkembangan Tanka pun tidak terlepas dari pengaruh kesusastraan proletar dan kesusastraan modernisme.Pada periode ini selain terdapat pantun pendek berbahasa lisan, setelah keluarnya tanka proletar , muncul pula suatu aliran seni baru yang dipelopori oleh Maekawa Samio dan kawan-kawan. Aliran baru ini tidak lagi menghiraukan mutu hasil karya seni sastra yang rendah sehingga perkembangan gerakan pembuatan Tanka bebas selain meluas. Sementara dalam dunia Haiku muncul aliran Hototogisu yang menuliskan haiku berdasarkan pencetusan hati nurani manusia akan keindahan alam. Namun selain muncul penyair-penyair yang giat mengembangkan gerakan pembaharuan, lahir pula penyair-penyair yang



menentangnya.



Melalui



pantun



haikunya



para



penyair



tersebut



mencoba



mengungkapkan eksistensi manusia dan mencari pembentukan watak manusia. Meskipun tujuannya berusaha mendekatkan haiku pada kehidupan orang-orang di masyarakat, namun pengungkapan Haiku mereka dianggap sebagai Haiku yang sulit dimengerti



79



D. Tes Formatif 1. Sebutkan aliran-aliran kesusastraan yang muncul pada periode akhir! 2. Sebutkan tiga karya sastra terkenal yang menjadi tanda munculnya para pengarang lama yang kembali aktif menulis sastra! 3. Apakah yang dimaksud dengan kesusastraan pertama dan kedua sesudah perang? 4. Sebutkan pengarang-pengarang yang menghasilkan karya sastra pertama sesudah perang! 5.Sebutkan pengarang-pengarang yang menghasilkan karya sastra pertama sesudah perang! 6. Siapakah para pengarang wanita yang muncul sesudah masa perang ? 7. Apa yang dikemukakan oleh Kobayashi Hideyoshi dalam buku kritikannya? 8. Mengapa Kobayashi Hideyoshi dianggap telah mampu mempertinggi nilai kritik dalam kesusastraan? 9. Sebutkan dua hal yang menjadi tanda bangkitnya drama setelah perang dunia II berakhir? 10. Setelah perang apa yang menjadi ciri khas drama yang diusung para pengarang baru? 11. Sebutkan dua judul drama yang dipentaskan oleh para pengarang baru tersebut! 12. Apa yang membedakan puisi yang dipelopori gerakan surrelisme dengan puisi pada umumnya? 13. Apa yang dikritik oleh gerakan puisi surrelisme tersebut?



80



14. Siapakah yang mengusulkan pembuatan puisi yang melukiskan perasaan hati dan kehidupan sesungguhnya dari masyarakat kaum buruh yang dianggap sebagai karya yang nilai sastranya rendah.? 15. Aliran seni seperti apa yang dipelopori oleh Maekawa Sanio?



1.4. SASTRAWAN BESAR PADA PERIODE AKHIR A. Uraian Perkembangan kesusastraan Jepang tentulah tidak terlepas dari peran para sastrawan yang secara aktif telah mendedikasikan kehidupannya untuk kemajuan kesusastraan. Melalui pemikiran dan karya-karyanya para sastrawan tersebut membawa perubahan-perubahan pada perjalanan kesusastraan, sehingga berkembang ke arah yang lebih baik. Seiring perkembangan kesusastraan, lahir pula para sastrawan-sastrawan besar dari setiap generasi dan genre. Dari sekian banyak nama-nama besar dalam dunia kesusastraan Jepang berikut beberapa nama sastrawan yang dianggap telah memberikan perubahan dan warna lain pada perkembangan kesusatraan Jepang periode abad modern. 1. Natsume Souseki(夏目漱石) Natsume Souseki lahir di Tokyo, pada tanggal 9 Februari 1867 dengan nama Natsume Kinnosuke (夏目金之助)Masa kecil dan masa sekolahnya dilewati di Tokyo hingga lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo jurusan Sastra Inggris pada tahun 1893. Tahun 1895 dia memulai tugasnya sebagai



81



guru di sebuah sekolah menengah bernama Matsuyama Chuugakkou yang berada di prefektur Ehime. Pada masa ini Souseki sudah mulai menunjukkan minatnya yang besar pada Haiku.Tahun 1896 dia menikah dengan seorang putri sekretaris keluarga bangsawan sebelum kemudian melanjutkan studinya di School of Oriental and African Studies Universitas London. Setelah menyelesaikan studinya, dia kembali ke Jepang dan mengajar di Universitas Kekaisaran Tokyo. Karya pertama Souseki adalah sebuah novel berjudul Wagahai wa Neko de aru ditulisnya pada tahun 1905 dan dimuat di majalah Hototogisu. Novel ini bercerita tentang keadaan masyarakat Jepang pada periode Meiji, terutama pada tema mengenai adanya percampuran budaya Barat dan budaya tradisional Jepang. Pada awal diterbitkan, dalam majalah Hototogisu, novel ini diterbitkan dalam 10 (sepuluh) seri. Namun bila kita melihatnya pada edisi masa sekarang, novel Wagahai wa Neko de aru ini dibuat dalam bentuk 1(satu) set yang terdiri dari 3(tiga) volume. Selain itu pada pertengahan tahun 1970, seorang penulis film bernama Toshio Yasumi mengadaptasinya dalam bentuk film. Film tersebut disutradai oleh Kon Ichikawa dan pada tahun 1975 diputar untuk pertama kalinya di bioskop-bioskop. Tahun 1982 muncul pula versi animenya yang dibuat dalam bentuk seri. Setelah sempat bekerja di perusahaan surat kabar Asahi Shimbun (1907), pada tahun 1910, Natsume Souseki sempat berhenti berkarya karena menderita sakit lambung yang parah.Untuk menyembuhkan sakitnya ini, Souseki menyepi di sebuah kuil bernama Shuzen-ji yang berada di daerah Izu. Setelah kondisinya membaik ia kemudian melahirkan karyanya yang lain berjudul Kokoro dan Garasudo no Uchi. Karya terakhirnya dibuat pada tahun 1916 berjudul Meian, karena pada tahun tersebut tepatnya tanggal 9 Desember 1916 Natsume Souseki meninggal pada usia 49 tahun. Selain karya-karya seperti yang telah disebutkan di atas, Natsume Souseki pun melahirkan beberapa karya sastra yang cukup terkenal, seperti



82



Botchan dan Kusa Makura (1906), Kubi Jinsou (1907), Yume Juuya dan Sanshirou (1908), Sorekara (1909) dan Mon (1910) 2. Mori Oogai(森鴎外) Mori Oogai lahir di Iwami sebuah kota di prefekur Shimane pada tanggal 17 Februari 1862 dengan nama Mori Rintaro (森林太郎). Dia menghabiskan masa kecilnya di kota tersebut sampai usia 11 tahun dan karena ayahnya terkena dampak penghapusan sistem domain, keluarganya kemudian pindah ke Tokyo. Di Tokyo, Mori Oogai mengikuti sekolah privat bernama Shimbungakusha yang mengajarkan bahasa Jerman sebagai bahasa wajibnya untuk persiapan masuk ke sekolah kedokteran negeri. Keluarga Mori sendiri memang merupakan keluarga yang berprofesi dokter dan secara turun temurun telah menjadi dokter keluarga di kantor perawatan kesehatan dan apotek milik dinasti Kamei yang memerintah domain Tsuwano. Mori Oogai sendiri memiliki kecerdasan di atas rata-rata anak seusianya sehingga pada tahun 1874 dia diterima di sebuah sekolah persiapan kedokteran (Igakkooyoka) . Di sekolahnya ini semua materi perkuliahan diberikan dalam bahasa Jerman karena seluruh pengajarnya adalah para dokter yang berasal dari Jerman. Bulan Juli 1881, Mori Oogai mampu menyelesaikan studinya dan menjadi dokter pada usianya yang ke 19. Dia kemudian bergabung di Korps Dokter Militer Angkatan Darat Jepang dan mulai bekerja di Rumah Sakit Angkatan Darat Tokyo. Pada tahun 1884 Mori Oogai mendapat kesempatan untuk melanjutkan studinya di Jerman. Di Jerman, dia bertugas untuk meneliti sistem hygiene di Universitas Leipzig. Tahun 83



1886 dia sempat belajar di universitas Munchen kemudian 1887 dia melanjutkan belajar dan penelitiannya di universitas Berlin. Selama belajar di Jerman, minat Mori Oogai ternyata tidak hanya mempelajari bidang kedokteran saja namun dia pun mulai mendalami kesusastraan dan filsafat Barat. Pada tahun 1888, Mori kembali ke Jepang bersama seorang wanita yang ditemuinya di Jerman bernama Elise Wiegert. Sayang kebersamaan mereka di Jepang hanya bertahan selama 1 bulan, karena Elise memutuskan untuk kembali ke Jerman. Kisah percintaan mereka kemudian dituangkan oleh Mori Oogai dalam sebuah novel berjudul Maihime. Sepeninggal Elise, setahun kemudian, tepatnya 1889 Mori Oogai menikah dengan Toshiko yang merupakan putri sulung seorang Laksamana bernama Noriyoshi Akamatsu. Dari pernikahannya ini Mori Oogai mempunyai seorang putra. Di tahun yang sama Mori Oogai pun menghasilkan karya sastranya yang pertama berjudul Omokage. Karya sastranya ini merupakan kumpulan puisi terjemahan yang dihasilkan oleh kelompok Shinseisha yang dipimpinnya dan diterbitkan di majalah Kokumin no Tomo. Selain itu bersama adiknya Miki Takeji, dia pun menerbitkan sebuah majalah sastra bernama Shigarami Sooshi.Melalui majalah tersebut Mori Oogai mulai menterjemahkan karya-karya sastra dari luar negeri seperti Faust yang merupakan karya Johann Wolfgang von Goethe, dan Improvisatoren karya Hans Christian Andersen. Pada tahun 1890 Mori Oogai menerbitkan dua novel yang cukup terkenal yaitu Maihime yang dimuat di majalah Kuni no Tomo dan Utakata no Ki yang dimuat di majalah Shigarami Shoushi. Kedua novel tersebut disusul oleh munculnya novel lain berjudul Fumizukai di awal tahun 1891. Namun sayang kesuksesannya menghasilkan tiga karya besar tidak diiringi dengan kesuksesan dalam kehidupan pribadinya. Setelah perceraian dengan istrinya pada bulan September 1890, ia pun terlibat Botsurisoo Ronsoo(polemik sastra) yang berkepanjangan dengan Tsubouchi Shouyoo karena kritikannya terhadap realisme Tsubouchidalam majalah Shigarami Shoushi. 84



Selama masa perang, ketika kegiatan kesusastraan Mori Oogai sempat terhenti karena ia lebih banyak mencurahkan perhatiannya pada karir kedokterannya. Mori Oogai ikut terjun ke medan perang sebagai dokter komisaris di Manchuria.Tahun 1898, dia diangkat menjadi komandan dokter militer pengawal kekaisaran dan merangkap sebagai kepala sekolah dokter militer di Tokyo. Kemudian dia dipindah tugaskan ke daerah Kyuushuu tepatnya ke kota Kokura dan menjabat sebagai Kepala Korps Dokter Militer Divisi XII. Pada masa perang Jepang-Rusia, Mori Oogai pun turut ke medan perang sebagai komandan militer divisi II di Manchuria hingga tahun 1906. Pada tahun 1907 dia diangkat menjadi Inspektur Jenderal Korps Dokter militer Angkatan Darat merangkap juga sebagai Direktur Biro Urusan Kedokteran di Departemen Angkatan Darat. Setelah masa perang berlalu, Mori Oogai kembali aktif di dunia kesusastraan.Pada tahun 1909 dia menerbitkan sebuah majalah bernama Subaru yang kemudian menjadi media untuk menerbitkan beberapa novelnya seperti Hannichi, Wita Sekusuarisu,Niwatori dan Seinen. Tahun 1911 muncul pula novelnya yang terkenal berjudul Mousou dan Gan dan tahun berikutnya ia mulai aktif menulis novel bertemakan sejarah. Novel sejarah pertamanya berjudul Abe Ichizoku terbit pada tahun 1913 yang disusul dengan novel sejarah berikutnya seperti Sanshoodayuu dan Saigo no Ikku pada tahun 1915, Takasebune dan Shibue Chuusai pada tahun 1916. Pada tahun ini pula Mori Oogai memutuskan untuk berhenti dari dunia kemiliteran. Setelah mengundurkan diri, Mori Oogai kemudian diangkat menjadi kurator Museum Kekaisaran sekaligus juga menjabat sebagai kepala perpustakaan di bagian Arsip dan Makam, Departemen Rumah Tangga Kekaisaran. Sebagai kepala perpustakaan, salah satu tugasnya adalah menentukan nama bagi kaisar yang meninggal dunia dan ikut serta dalam menentukan nama untuk zaman selanjutnya setelah zaman Taishoo. Namun karena kesehatannya yang terus memburuk Mori Oogai tidak dapat melaksanakan tugasnya hingga selesai. Dia mengundurkan diri dan menyerahkan tugasnya pada Masuzo Yoshida, hingga 85



kemudian karena penyakit ginjal dan tubercolosa yang dideritanya, Mori Oogai meninggal dunia pada tanggal 9 Juli 1922 di usianya yang ke 60 tahun. Dia dimakamkan di Kofuku-ji (sekarang bernama Zenrin-ji) sebuah kuil di daerah Mitaka Tokyo. Meskipun pada pesan terakhirnya dia hanya ingin dikenal sebagai Mori Rintaro dari Iwaji, namun dunia kesusastraan Jepang mengenal Mori Oogai sebagai seorang novelis, kritikus, penterjemah dan penulis drama. 3. Shimazaki Tooson(島崎藤村) Shimazaki Tooson lahir di Nagano pada tanggal 25 Maret 1872 dengan nama Shimazaki Haruki. Ayahnya seorang kepala desa yang mengelola sebuah penginapan tradisional (Honjin) di kota Magome Juku tempat Toson menghabiskan masa kanak-kanaknya. Pada tahun 1881 dia pindah ke ibukotadan bersekolah di Kyoubashi no DaimeiShogakkoo. Namun ketika usianya 14 tahun, ayahnya meninggal dunia sehingga Tooson dan kakak perempuannya dibesarkan oleh keluarga temannya. Pada tahun 1891 Tooson lulus dari Meiji Gakuin, dan tahun berikutnya dia mengajar di bahasa Inggris di Meiji Jougakko, sebuah sekolah khusus wanita.Di tempat ini dia mengenal seorang penulis esai dan penterjemah bernama Kitamura Tokoku. Dari perkenalan ini Tooson mulai tertarik pada dunia kesusastraan, sehingga dia turut bergabung di sebuah komunitas sastra yang kemudian menerbitkan majalah sastra bernama Bungakukai. Untuk majalah tersebut Tooson memberikan



kontribusinya



dengan



ikut



menterjemahkan Jogaku Zasshi. Selain itu ia pun



86



banyak menulis puisi-puisi lirik yang menggambarkan perasaan jiwa muda yang masih polos Karya pertama Tooson muncul pada tahun 1897 berupa kumpulan puisi berjudul Wakanashuu ketika dia menjadi pengajar di Tohoku Gakuin Sendai. Karya pertama Tooson ini mendapat pujian dari para kritikus sastra saat itu dan dianggap sebagai salah satu tokoh pergerakan sastra.Diapun dianggap sebagai tokoh yang mempopulerkan kesusastraan aliran romantisme. Tahun 1899 dia kemudian mengajar di Komorogi Juku dan menikah dengan seorang wanita bernama Hata Fuyu. Setelah itu pada tahun 1901 berturut-turut Tooson menghasilkan karya yang terkenal seperti Hitohabune, Natsukusa dan Rakubaishuu. Di kemudian hari keempat karya Tooson tersebut dikumpulkan dalam satu buku berjudul Toosonshishuu. Setelah aktif menulis puisi, Tooson beralih menjadi seorang penulis prosa fiksi. Novel pertamanya berjudul Hakai terbit pada tahun 1906. Novel pertamanya ini dianggap sebagai karya penting aliran realisme sekaligus menjadi karya paling berpengaruh dalam aliran naturalisme. Novel pertamanya ini kemudian disusul dengan novel keduanya yang berjudul Haru pada tahun 1908 dan diterbitkan di Asahi Shimbun.Novel tersebut berisi tentang catatan otobiografi yang berbentuk sajak dan bersifat sentimentil yang disusul dengan terbitnya novel ketiga berjudul Ie pada tahun1910. Novel ketiganya ini kembali mendapat pujian dari para kritikus sastra dan sebagian besar dari mereka menganggap novel tersebut sebagai karya terbaik dari Shimazaki Tooson. Tahun 1913 Tooson memutuskan untuk pergi ke Perancis dan menetap disana selama 5 (lima) tahun. Sepulangnya dari Perancis Tooson menerbitkan novelnya berjudul Shinsei, tepatnya pada tahun 1918. Novel tersebut berisikan catatan biografi Tooson sendiri yang terlibat hubungan terlarang dengan keponakannya sendiri. Novel ini sempat menuai



87



kontroversi masyarakat penikmat sastra karena Tooson dianggap telah secara terang-terangan menuangkan hal yang tercela dalam sebuah novel. Setelah kembali ke Jepang, Tooson menerima tawaran untuk mengajar di Universitas Waseda. Setelah cukup lama tidak berkarya pada tahun 1926 Tooson menerbitkan karyanya yang berjudul Arashi disusul dengan novel selanjutnya berjudul Yoake Mae yang terbit pada tahun1929. Pada tahun 1935 Tooson mendirikan International PEN di Jepang dan sebagai ketuanya dia pun berkesempatan mewakili Jepang untuk mengikuti rapat internasional di Buenos Aires pada tahun 1936. Setelah itu Tooson pun berkesempatan untuk keliling Eropa dan melanjutkan perjalanannya ke Amerika. Pada tahun 1943 Tooson membuat sebuah serial berjudul Toohoo no Mon, namun serial ini tidak sempat diselesaikannya karena ia mengalami serangan stroke. Shimazaki Tooson akhirnya meninggal dunia pada tanggal 22 Agustus 1943 di usianya yang ke 71. Dia dimakamkan di sebuah kuil Buddha bernama Jifuku-ji yang terletak di Oiso Prefektur Kanagawa. 4. Shiga Naoya(志賀直哉) Shiga Naoya lahir di kota Ishinomaki prefektur Miyagi pada tanggal 20 Februari 1883. Ayahnya yang bernama Shiga



Naoharu



merupakan



seorang



yang



cukup



terpandang dan menduduki posisi sebagai bankir dan direktur sebuah perusahaan kereta api. Ketika usianya 2 tahun, ia dibawa pindah ke Tokyo dan menghabiskan masa-masa sekolahnya di Gakushuuin Shotouka, sebuah sekolah elite keluarga kelas atas di Tokyo. Shiga



88



Naoharu dikenal sebagai pribadi yang mempunyai sifat keras, menjungjung tinggi kesusilaan dan menntang ketidakadilan. Selama hidupnya tercatat setidaknya tiga kali dia terlibat perselisihan dengan ayahnya sendiri. Yang pertama terjadi pada tahun 1901 ketika terjadi peristiwa pencemarandi Tambang tembaga Ashio. Yang kedua kalinya dia terlibat pertengkaran dengan ayahnya karena dia melangsungkan pernikahan dengan salah seorang gadis pelayan di rumahnya. Kemudian



dia kembali bertengkar dengan ayahnya karena



ayahnya tidak setuju dengan pilihan hidup Shiga Naoya yang memutuskan untuk menjadi penulis. Pada tahun 1900, Shiga Naoya memutuskan untuk mengikuti ajaran agama Kristen dan aktif di kegiatan sosial di Uchimurakanzou, meskipun kemudian pembelajarannya pada agama Kristen ini hanya berlangsung selama 7 tahun.Pada tahun 1909 setelah lulus dari Gakushuuin, Shiga Naoya masuk Jurusan Sastra Inggris di universitas kekaisaran Tokyo. Setahun kemudian (1910) dia bersama dengan teman-temannya ia menerbitkan sebuah majalah bernama Shirakaba. Edisi pertama majalah tersebut memuat novelnya yang berjudul Abashiri made disusul kemudian pada tahun 1912, dua novelnya yaitu Otsuu Junkichi dan Seigiha terbit.Novel Otsuu Junkichi merupakan kisah percintaan yang ditulis berdasarkan pengalaman pribadinya dengan gadis pelayan di rumahnya dulu. Pada masa ini Shiga Naoya memutuskan untuk berhenti kuliah setelah sebelumnya pindah ke jurusan sastra Jepang di universitas yang sama. Tahun berikutnya(1903) muncul pula novelnya yang berjudul Seibei to Hyoutan dan Han no Hanzai. Tahun 1914 dia menikah dengan sepupu seorang temannya dan memutuskan untuk tinggal di Abiko Prefektur Chiba. Setelah kepindahannya dia menerbitkan dua karya terbaiknya yaitu Kinosaki nite dan Wakai (1917). Kinosaki Nite merupakan cerpen yang ditulisnya selama beristirahat di sebuah onsen bernama Kinosaki saat Shiga Naoya mengalami luka parah karena kecelakaan kereta api di daerah Yamate no sen,sedangkan Wakai merupakan karya otobiografinya mengenai konflik antara ayah dan 89



anak yang ditulisnya setelah ia berdamai dengan ayahnya. Karya-karya lain yang juga ditulisnya antara lain Kozoo no Kamisama dan Takibi (1920), dan novel Anya Kooro yang disebut-sebut sebagai hasil sastra terkemuka pada era sastra Jepang modern. Anya Kooro adalah satu-satunya novel terpanjang yang pernah ditulisnya. Bagian pertamanya diterbitkan pada tahun1921 dan bagian keduanya diterbitkan tahun 1937. Pada tahun 1923 majalah Shirakaba yang dikelolanya tidak lagi diterbitkan. Namun Shiga Naoya masih menghasilkan karya sastranya seperti cerpen Haiiro no Tsuki yang diterbitkan pada tahun 1946. Tahun 1949, pemerintah Jepang menganugerahi Bunka Kunshou(Orde Kebudayaan) kepada Shiga Naoya dan teman dekatnya



yang bernama



Junichiro Tanizaki. Ketika usianya bertambah lanjut dan kondisi kesehatannya semakin memburuk, Shiga Naoya memutuskan untuk tinggal di Tokiwamatsu, Shibuya. Kemudian karena radang paru-paru dan usianya yang telah lanjut, pada tanggal 21 Oktober 1971 Shiga Naoya meninggal di usianya yang ke-88. Sepeninggalnya, banyak diantara naskah tulisan Shiga Naoya yang dihibahkan pada Museum Sastra Modern Jepang. Selain itu Iwanami Shoten pun menerbitkan Shiga Naoya Zenshuu (Antologi Naoya Shiga). Hingga saat ini dunia sastra Jepang mengenang Shiga Naoya sebagai seorang sastrawan besar dengan gaya penulisan sangat sempurna dan realis meski cenderung lebih banyak menulis novel psikologis (Shinkyoo shousetsu).



90



5. Miyazawa Kenji(宮沢賢治) Miyazawa Kenji lahir di kota Hanamaki, prefektur Iwate pada tanggal 27 Agustus 1896 sebagai anak tertua dari sebuah keluarga pemilik rumah gadai yang kaya.Masa kecilnya dihabiskan di kota tersebut hingga tahun 1918 dia menyelesaikan sekolahnya di Morioka Kootoonourin Gakko. Tahun 1920, dia sempat menjadi pengajar di sekolah wanita bernama Hanamaki Kootoojogakko sampai kemudian pada tahun berikutnya dia memutuskan untuk pindah ke ibukota. Di Tokyo dia tinggal bersama temannya dan mulai banyak mengenal karya-karya



sastrawan



pada



masa



ini.



Dari



perkenalannya dengan banyak karya sastra Miyazawa Kenji akhirnya mencoba menulis dan mulai banyak menghasilkan cerita anak-anak. Namun setelah 8 bulan tinggal di Tokyo, karena sakit parah yang diderita adik perempuannya Miyazawa Kenji harus kembali ke tempat asalnya. Di tempatnya ini dia kembali menjadi pengajar, namun kali ini di sebuah sekolah pertanian bernama Hienuki Noogakko. Pada tahun 1922, dia menulis cerita anak-anak yang berjudul Suisenzuki no Yoka dan mulai menulis puisi. Kemudian muncul pula karyanya yang berjudul Eiketsu no Asa dan Musei Dookoku. Pada tahun 1924, muncul pula kumpulan puisinya yang berjudul Haru to Shura dan kumpulan cerita anak-anaknya yang berjudul Chuumon no Ooi Ryouriten.Meskipun secara komersil karya-karya yang dihasilkan oleh Miyazawa Kenji tidak termasuk sukses, namun penyair Takamura Koutaro dan Kusano Shinpei sangat mengagumi karya-karyanya dan memperkenalkan Miyazawa Kenji ke dunia kesusastraan.



91



Pada tahun 1926 Miyazawa Kenji mengundurkan diri dari sekolah pertanian tempatnya mengajar dan terjun ke bidang pertanian dengan mendirikan sebuah asosiasi para petani bernama Rasu. Asosiasi ini banyak ikut serta dalam berbagai kegiatan drama,musik dan kegiatan drama lainnya. Di tengah kegiatannya Miyazawa Kenji masih sempat menulis sebuah karya berjudul Ame nimo Makezu (1932) dan menerbitkan cerita anak-anak berjudul Gusukoo Budori no Denki (1932). Namun karena penyakit pneumonia dan kelumpuhan yang dideritanya selama bertahun-tahun akhirnya Miiyazawa Kenji meninggal pada tanggal 21 September 1933. Setahun setelah Miyazawa Kenji meninggal, teman-teman dekatnya mengumpulkan beberapa karya Miyazawa yang tidak sempat diterbitkan. Manuskrip yang berhasil dikumpulkan tersebut perlahan-lahan mulai diterbitkan, sehingga kepopuleran Miyazawa Kenji meningkat di masa-masa setelah perang dunia II. Kemudian pada tahun1982, dalam rangka memperingati kematiannya yang ke-50 di kota asalnya dibuka Museum Miyazawa Kenji yang menampilkan artefak dan beberapa manuskrip MiyazawaKenji. Selain itu pada tahun 1996 muncul pula anime berjudul Kenji no Haru yang menggambarkan kehidupan Miyazawa Kenji. 6. Akutagawa Ryuunosuke(芥川龍之介) Akutagawa Ryuunosuke lahir pada tanggal 1 Maret 1892, di distrik Kyoubashi Tokyo. Dia lahir sebagai putra sulung dari seorang penjual susu. Sejak berusia 7 bulan dia dititipkan di rumah neneknya dan dibesarkan oleh paman dan bibinya, karena ibu kandungnya menderita sakit jiwa yang kemudian meninggal pada saat 92



Ryuunosuke berusia 11 tahun. Sejak kematian ibunya dia kemudian menjadi anak angkat paman dan bibinya dan mulai menggunakan Akutagawa yang merupakan nama ayah angkatnya tersebut. Ayah angkatnya yang bernama Akutagawa Dooshoo merupakan keturunan keluarga terpandang, karena dari generasi ke generasi keluarga besarnya merupakan keluarga yang khusu melayani keluarga dinasti Tokugawa. Masa sekolah Akutagawa Ryuunosuke dilewatkan di kota Tokyo, dari sejak Sekolah Dasar hingga dia berhasil lulus dari jurusan Sastra Inggris Universitas Tokyo pada tahun 1913. Setelah lulus dari universitas Tokyo, pada tahun 1914 dia bersama Kan Kikuchi dan Masao Kume yang merupakan teman semasa kuliahnya berpartisipasi dalam menerbitkan majalah sastra bernama Sinshichou jilid ketiga.Dalam majalah tersebut karya Akutagawa yang berupa terjemahan Balthasar dan Yeats dimuat untuk pertama kalinya. Pada saat itu Akutagawa menggunakan nama pena Yanagigawa Ryuunosuke. Cerpen pertama yang dihasilkannya berjudul Ronen juga dimuat di majalah Shinshichou. Sejak itu Akutagawa semakin produktif menghasilkan karya-karyanya. Pada tahun 1915 cerpen Akutagawa yang berjudul Rashoomon dimuat di majalah Teikoku Bungaku. Sejak penulisan cerpen tersebut, Ryuunosuke kembali menggunakan nama aslinya Akutagawa Ryuunosuke. Kemudian pada tahun 1916 majalah Shinshicho kembali terbit untuk keempat kalinya dan kembali memuat karya Akutagawa berjudul Hana yang mendapat pujian dari Natsume Souseki yang merupakan guru dari Akutagawa. Disusul kemudian dengan karya lainnya berjudul Imogayu. Di tahun ini pula Akutagawa mulai mengajar bahasa Inggris di Akademi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang sebagai dosen tidak tetap. Di sela aktifitas mengajarnya, Akutagawa masih produktif menghasilkan karya-karya sastra, diantaranya antologi cerpen Rashoomon, novel berjudul Gesaku Sanmai dan berhasil menerbitkan kumpulan cerpennya yang berjudul Tabako to Akuma. Pada bulan Maret 1918 Akutagawa memutuskan untuk berhenti mengajar di Akademi Angkatan Laut dan setahun 93



kemudian dia



memilih untuk bekerja di sebuah surat kabar bernama Osaka Mainichi



Shimbun. Dengan bekerja di surat kabar tersebut, Akutagawa semakin berkonsentrasi pada kegiatan menulisnya. Dalam menciptakan sebuah novel, Akutagawa mengutamakan ide ceritanya dari kejadian-kejadian yang berlatar belakang sejarah atau cerita klasik. Hal tersebut kemudian dia olah sehingga melahirkan sebuah novel baru dengan penafsiran yang baru pula. Pada tahun 1919 Akutagawa menikah dengan seorang puteri mayor Angkatan Laut bernamaTsukamoto Fumi dan dari pernikahannnya ini dia mempunyai tiga orang anak lakilaki. Putra pertamanya bernama Hiroshi Akutagawa kemudian menjadi aktor, putra keduanya bernama Takashi Akutagawa menjadi tentara yang kemudian gugur di medan perang, sementara putra ketiganya yang bernama Yasushi Akutagawa kelak menjadi konduktor sekaligus komponis. Pada tahun 1919 ini karya-karya yang dihasilkan oleh Akutagawa yaitu Jigoku no Hen, Kare no Shou dan Kumo no Ito, kemudian disusul dengan cerpennya yang berjudul Toshishun pada tahun 1920. Seiring dengan semakin banyaknya karya sastra yang dihasilkan Akutagawa pun mulai tertarik pada penulisan Haiku. Pada tahun 1921 Akutagawa mendapatkan tugas sebagai koresponden luar negeri dan melakukan kunjungan ke Tiongkok. Perjalanannya ke Tiongkok ini kemudian menjadi inspirasi penulisannya yang kemudian dituangkan dalam sebuah catatan berjudul Shanghai Yuuki. Namun sayang sekembalinya dari Tiongkok kesehatan fisik dan mental Akutagawa mengalami penurunan. Dia mulai menderita gangguan kejiwaan yang saat itu dikenal dengan istilah neurastenia/lemah syaraf. Untuk mengobati penyakitnya tersebut Akutagawa kemudian menginap beberapa waktu di sebuah pemmandian air panas di daerah Yugawara prefektur Kanagawa. Meskipun karena sakitnya ini karya yang dihasilkan terus menurun, namun sejak tahun 1923 berturut-turut muncul karya Akutagawa berjudul Yabu no Naka, Torokko, Genkaku Kimbou dan Kappa. Sejak menderita sakit karya-karya Akutagawa lebih 94



cenderung berbentuk otobiografi atau dalam kesusatraan Jepang lebih dikenal dengan istilah karya sastra jenis Shishousetsu.Karya-karyanya tersebut merupakan pelampiasan hatinya yang tersiksa oleh tekanan jiwa yang dialaminya. Pada tahun 1927, kehidupan Akutagawa semakin tidak stabil. Selain kembali menderita lemah syaraf yang ditambah dengan



insomnia berat, Akutagawa pun harus



menanggung hutang kakak iparnya yang mati bunuh diri. Diduga karena perekonomiannnya yang memburuk ditambah dengan beban penyakitnya, pada tanggal 24 Juli 1927, Akutagawa ditemukan mati bunuh diri dengan cara menelan obat tidur dalam jumlah yang banyak. Karya yang berhasil diselesaikan di saat-saat terakhirnya adalah Saihoo no Hito. 7. Kawabata Yasunari(川端康成) Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899. Ketika berusia 4 tahun, kedua orang tuanya meninggal dunia sehingga dia tinggal bersama keluarga ibunya. Setelah menyelesaikan pendidikan menengah pertamanya di Osaka, Kawabata kemudian pindah ke Tokyo dan menyelesaikan sekolah menengah atasnya di kota tersebut hingga ia dapat melanjutkan pendidikannya di Universitas Kekaisaran Tokyo. Kawabata Yasunari mulai aktif menulis sejak tahun 1921 dan karya



pertamanya



yang



terbit



adalah cerpen berjudul Shoukonsai Ikkei. diterbitkan



Cerpennya pada



edisi



tersebut keenam



majalah sastra Shinshichou. Tahun 1924 dia lulus dari Universitas



95



Kekaisaran Tokyo dan kemudian menerbitkan sebuah majalah bernama Bungei Jidai. Tahun 1926 novel pertamanya yang berjudul Izu no Odoriko dan Nanagokoro no Shosetsu menjadi karya Kawabata yang dimuat dalam edisi-edisi awal majalah tersebut.Kemudian pada tahun 1929 karya lainnya yang berjudul Asakusa Kureinaidan dimuat pula di sebuah surat kabar bernama Asahi Shimbun. Pada tahun 1935 dia pun menghasilkan karya terkenal yaitu Yuki Guni yang kelak menjadi karya sastra yang mendapat penghargaan tinggi di seluruh dunia, sehingga diterjemahkan dalam berbagai bahasa di dunia. Karya-karya Yasunari Kawabata lebih banyak merupakan karya yang dalam penulisannya lebih banyak menuangkan perasaan anak yatim yang dialaminya sendiri. Namun demikian dibalik perasaan sedihnya sebagai anak yatim, Yasunari Kawabata pun dikenal sebagai seorang penulis yang ahli dalam melukiskan seorang gadis.Karya-karya lain yang muncul pada tahun-tahun berikutnya antara lain, Senba Zuru, Yama no Oto,Kooto dan Kinjuu. Yasunari Kawabata menjalani profesinya sebagai penulis dan wartawan di Mainichi Shimbun. Puncak karir Kawabata Yasunari sebagai penulis fiksi ditandai dengan prestasinya menjadi orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang sastra pada tahun 1968.Namun sayang pada tahun 1972 Yasunari Kawabata meninggal bunuh diri dengan cara meracuni dirinya dengan gas. Beberapa dugaan yang muncul sebagai penyebab keputusan Yasunari Kawabata melakukan bunuh diri antara lain karena penyakit Parkinson yang dideritanya serta kegoncangan jiwanya akibat kematian sahabat dekatnya yang juga mati bunuh diri.



96



Hadiah Nobel yang diterima Kawabata Yasunari



8. Dazai Osamu(太宰治) Dazai Osamu lahir di Prefektur Aomori pada tanggal 19 Juni 1909 dengan nama Tsushima Shuuji. Ayahnya adalah salah seorang tuan tanah yang cukup kaya dan pernah menjadi anggota parlemen Jepang pada era 19121923. Dazai Osamu lahir sebagai anak keenam dari sebelas bersaudara. Masa kecilnya dihabiskan di desa Kanagi distrik Kitatsugaru Aomori. Ketertarikan Dazai Osamu terhadap dunia penulisan sudah dimulai sejak dirinya duduk di sekolah



97



menengah atas di Hirosaki Kootoogakkoo. Karya pertama yang ditulisnya ketika masih dalam tahap belajar menulis adalah cerpen berjudul Saigo no Taiko yang dimuat di majalah Dojinshi Seiza. Sejak itu dia semakin menguatkan tekadnya untuk menjadi seorang penulis.Dia sangat mengagumi karya-karya Akutagawa Ryuunosuke, sehingga sangat terpukul ketika mengetahui kematian Akutagawa yang tragis karena bunuh diri. Namun di kemudian hari Dazai pun mengalami banyak hal yang membuat jiwanya labil sehingga tercatat beberapa kali dia pun seringkali mencoba untuk bunuh diri. Pada tahun 1930 Dazai Osamu melanjutkan sekolahnya di jurusan Budaya Universitas Kekaisaran Tokyo.Namun tingginya standar pendidikan yang diterapkan disana membuat Dazai Osamu tidak dapat memahami mata kuliah yang dipelajarinya. Ia malah lebih banyak terlibat pada pergerakan sayap kiri dan hampir-hampir tidak pernah ikut kuliah. Keinginannya yang kuat untuk menjadi seorang penulis profesional membuatnya meminta penulis Matsuji Ibuse untuk menjadi mentornya.Setelah belajar dengan Matsuji Ibuse inilah nama pena Dazai Osamu mulai digunakan.Pada tahun 1930 dia menulis Omohi de di majalah, kemudian disusul dengan dua karyanya yang berjudul Gyakko dan Dooke no Hana yang diterbitkan pada tahun 1935 di majalah sastra Bungei.Novel Gyakko sempat menjadi nominasi pada ajang penghargaan Akutagawa yang pertama, namun sayang novel tersebut tidak menjadi pemenangnya. Kemudian pada tahun 1936 dia menerbitkan kumpulan cerpennya berjudul Bannen. Tahun 1939 Dazai menikahi seorang wanita bernama Michiko dan memutuskan untuk tinggal di tempat asal istrinya di daerah Kofu. Dari pernikahannya Dazai mempunyai tiga orang anak. Pada masa-masa pernikahan keadaan jiwa Dazai menjadi stabil. Dimasa-masa tersebut dia banyak menghasilkan karya-karya yang dianggap sebagai karya terbaiknya seperti Fugaku Hyakkei dan Joseitoo (1939), Kakikomi Utae dan Hashire Merose (1940). Tahun 1944 dia menulis catatan perjalanan pulang ke rumah keluarganya di Tsugaru melalui 98



karyanya yang juga berjudul Tsugaru. Pada tahun 1946 dia menulis naskah untuk drama berjudul Fuyu no Hanabi dan pada tahun-tahun berikutnya dia menulis karya-karya besar seperti Biyon no Tsuma dan Shayou (1947) serta Ninggen no Kankei. Sayang pada tahun 1948 Dazai Osamu bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di sungai Tama. Dazai Osamu meninggal pada usia 38 tahun dan menyisakan novel berjudul Goodbye yang tidak pernah diselesaikannya. Bila melihat karya-karya yang dihasilkan selama hidupnya, maka karya-karya tersebut dapat dikategorikan pada 3 masa.Yang pertama masa awal penulisannya ketika Dazai Osamu berusia 26-28 tahun.Pada masa tersebut dalam karyanya jelas terlihat kepekaannya sebagai seorang anggota masyarakat yang merasa diabaikan, sehingga karya-karyanya banyak menggambarkan kecemasan dan kesulitan menjalani kehidupan.Kedua, adalah masa-masa hidupnya ketika menjalani pernikahan.Pada masa tersebut terlihat jelas kesehatan dan kestabilan jiwanya melalui karyanya yang tertuang dalam novel Fugaku Hyakkei dan Hashire Merosu.Ketiga adalah masa-masa berlangsungnya perang.Cerita yang ditampilkanoleh Dazai Osamu lebih banyak pada hal-hal yang berhubungan dengan kekacauan dan kehancuran akibat perang, seperti yang dituangkannya dalam novel Shayo yang menceritakan kehancuran keluarga bangsawan yang gagal beradaptasi dengan kondisi pasca perang. Popularitas Dazai Osamu tidak lantas surut dengan kematiannya yang tragis.Karyakarya Dazai banyak yang dikumpulkan dan diterbitkan oleh beberapa penerbit besar di Jepang. Setelah Chikuma Shobo menerbitkan edisi lengkap karya Dazai, penerbit KadokawaShoten kemudian menerbitkan pula karya-karya popular Dazai yang disusul oleh penerbit Iwanami Shoten yang juga menerbitkan sebuah buku berjudul Osamu Dazai. Selain itu penghargaan terhadap karya sastra yang bernama Hadiah Dazai pun kembali dihidupkan pada tahun 1988 setelah sejak tahun 1978 dihentikan oleh penyelenggaranya.Di bidang lain beberapa lokasi yang berhubungan dengan Dazai Osamu pun dijadikan tempat wisata, seperti 99



tempat kelahiran Dazai di Prefektur Aomori yang pada April 1988 dijadikan sebagai museum. Selain itu para penggemar Dazai mengadakan kegiatan pada setiap tanggal 19 Juni.Para penggemarnya ini berkumpul di Mitaka untuk memperingati hari lahir sekaligus hari kematian Dazai Osamu.



B. Latihan 1. Apakah judul novel yang menghantarkan Yasunari Kawabata menjadi pemenang Nobel dalam bidang sastra? 2. Deskripsikan jalan cerita dalam novel tersebut!



C. Rangkuman Natsume Souseki lahir di Tokyo, pada tanggal 9 Februari 1867 dengan nama Natsume Kinnosuke. Ia lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo jurusan Sastra Inggris dan mengawali karirnya sebagai seorang guru.Karya pertama Souseki adalah sebuah novel berjudul Wagahai wa Neko de aru. Dia meninggal tanggal 9 Desember 1916 Natsume Souseki pada usia 49 tahun. Mori Oogai lahir di Iwami sebuah kota di prefekur Shimane pada tanggal 17 Februari 1862 dengan nama Mori Rintaro. Ia menyelesaikan studi di sebuah sekolah kedokteran dan bekerja di Rumah Sakit Angkatan Darat Tokyo. Karya sastra pertamanya berjudul Omokage, yang merupakan kumpulan puisi terjemahan. Mori Oogai meninggal dunia pada tanggal 9 Juli 1922 di usianya yang ke 60 tahun karena penyakit ginjal dan tubercolosa.



100



Shimazaki Tooson lahir di Nagano pada tanggal 25 Maret 1872 dengan nama Shimazaki Haruki. Ia lulus dari Meiji Gakuin dan memulai karirnya sebagai pengajar bahasa Inggris di Meiji Jougakko. Karya pertama Tooson berupa kumpulan puisi berjudul Wakanashuu. Pada tahun 1943 Tooson membuat sebuah serial berjudul Toohoo no Mon, namun serial ini tidak sempat diselesaikannya karena ia mengalami serangan stroke. Shimazaki Tooson meninggal dunia pada tanggal 22 Agustus 1943 di usianya yang ke 71. Shiga Naoya lahir di kota Ishinomaki prefektur Miyagi pada tanggal 20 Februari 1883. Ia lulus dari Jurusan Sastra Inggris di universitas kekaisaran Tokyo. Setahun kemudian (1910) dia bersama dengan teman-temannya ia menerbitkan sebuah majalah bernama Shirakaba. Edisi pertama majalah tersebut memuat novelnya yang berjudul Abashiri made . Tahun 1949, ia mendapat penghargaan Bunka Kunshou (Orde Kebudayaan) . Namun karena radang paruparu dan usianya yang telah lanjut, pada tanggal 21 Oktober 1971 Shiga Naoya meninggal di usianya yang ke-88. Miyazawa Kenji lahir di kota Hanamaki, pada tanggal 27 Agustus 1896. Dia menyelesaikan sekolahnya di Morioka Kootoonourin Gakko, dan sempat menjadi pengajar di sekolah wanita bernama Hanamaki Kootoojogakko.Pada tahun 1922, dia menulis cerita anakanak yang berjudul Suisenzuki no Yoka dan mulai menulis puisi. Kemudian muncul pula karyanya yang berjudul Eiketsu no Asa dan Musei Dookoku.Namun pada tanggal 21 September 1933 karena penyakit pneumonia dan kelumpuhan yang dideritanya selama bertahun-tahun akhirnya Miiyazawa Kenji meninggal. Akutagawa Ryuunosuke lahir pada tanggal 1 Maret 1892,dan merupakan lulusan dari jurusan Sastra Inggris Universitas Tokyo. Setelah lulus dari universitas Tokyo, bersama temannya berpartisipasi menerbitkan majalah sastra bernama Sinshichou,dimana karya Akutagawa yang berupa terjemahan Balthasar dan Yeats dimuat untuk pertama kalinya. Akutagawa menderita



101



lemah syaraf yang ditambah dengan insomnia berat. Dia ditemukan mati bunuh diri pada tanggal 24 Juli 1927. Kawabata Yasunari lahir di Osaka pada tanggal 14 Juni 1899. Ia lulus dari Universitas Kekaisaran Tokyo. Karya pertamanya yang terbit adalah cerpen berjudul Shoukonsai Ikkei. Puncak karir Kawabata Yasunari sebagai penulis fiksi ditandai dengan prestasinya menjadi orang Jepang pertama yang memperoleh penghargaan Nobel dalam bidang sastra pada tahun 1968. Namun sayang pada tahun 1972 Yasunari Kawabata meninggal bunuh diri dengan cara meracuni dirinya dengan gas. Dazai Osamu lahir di Prefektur Aomori pada tanggal 19 Juni 1909 dengan nama Tsushima Shuuji. Karya pertama yang ditulisnya adalah cerpen berjudul Saigo no Taiko yang dimuat di majalah Dojinshi Seiza. Dazai Osamu sempat melanjutkan sekolahnya di jurusan Budaya Universitas Kekaisaran Tokyo, namun ia malah lebih banyak terlibat pada pergerakan sayap kiri dan hampir-hampir tidak pernah ikut kuliah.Dazai Osamu meninggal bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri di sungai Tama dan menyisakan novel berjudul Goodbye yang tidak pernah diselesaikannya.



D. Tes Formatif Sebutkan kemudian deskripsikan 3 karya besar dari ke masing-masing sastrawan pada masa periode akhir!



102