Self Disclosure ,... [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BIMBINGAN KELOMPOK TEKNIK GROUP EXERCISE UNTUK MENGEMBANGKAN SELF DISCLOSURE PESERTA DIDIK (Studi Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018)



TESIS



Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Memperoleh Gelar Magister Program Studi Psikologi Pendidikan dan Bimbingan



Oleh Haiatin Khasanatin 1502801



PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA 2018



i



iii



“Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan” (QS. Asy-Syarh: 5-6)



Kupersembahkan karya ini untuk orang-orang tercinta. Alm Ayahanda Sutoyo dan Ibunda Ernawati yang telah memberikan kasih sayangnya, dan untuk Kak Tri Hartono, Ibu Sri, Mas Burnawan, Mbak Eka, Mbak Rani, Mas Sanif, Dek Hanan, Dek Syakira serta Dek Raisya.



iv



KATA PENGANTAR Bismillahirrohmaanirohim, Puji dan syukur di panjatkan atas Kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kemudahan dalam penyusunan tesis dengan judul “Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise untuk Mengembangkan Self Disclosure Peserta Didik (Studi Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018)”. Tesis ini diajukan untuk memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar magister Program Studi Psikologi Pendidikan Bimbingan dan Konseling, Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia. Tesisi ini semoga dapat memberikan manfaat kepada para pembaca umumnya dan bagi praktikan khusunya sebagai tambahan referensi mengenai self disclosure remaja serta pengembangannya dengan menggunakan bimbingan kelompok teknik group exercise. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan tesis ini masih banyak kekurangan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharap kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca agar menambah daya manfaat tesis saya ini. Terselesainya tesisi ini tidak luput dari bantuan berbagai pihak yang selalu mengisi dan memperbaiki kelemahan-kelemahan dalam penyusunan tesis ini. Ungkapan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu tersusunya tesisi ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terimaksih banyak. Bandung, Agustus 2018



Haiatin Khasanatin NIM. 1502801



v



UCAPAN TERIMAKASIH Alhamdulillah. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang Maha Kuasa, Maha Mengatur, Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang telah menganugrahkan kekuatan, keimanan, dan kemampuan berfikir untuk memperoleh ilmu, sehingga penulis bisa mengikuti jenjang pendidikan S2 dan menyelesaikan tesis ini. Penulis menyadari bahwa selesainya tesis ini bukanlah semata-mata hasil kerja keras penulis sendiri, namun juga berkat adanya bantuan dan kerjasama dari berbaga pihak. Untuk itu, penyusun mengucapkan terimaksih serta penghargaan yang setinggi-tingginya kepada pihak-pihak yang telah membantu penyusun dalam menyelesaikan tesis ini. Pada kesempatan berharga ini penyusun ingin menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada: 1.



Dr. Nandang Rusmana, M.Pd., selaku Pembimbing I yang selalu meluangkan waktu untuk membimbing dan mengajarkan nilai kehidupan kepada penulis.



2.



Dr. Nandang Budiman, M.Si., selaku Pembimbing II yang senantiasa bersabar membimbing dan memotivasi penulis, serta memberikan masukan yang sangat berarti untuk tersusunnya tesis ini.



3.



Dr. Nurhudaya, M.Pd., selaku Ketua Jurusan PPB FIP UPI yang telah memberikan berbagai kemudahan dan bantuan yang tulus dalam setiap aktivitas yang menunjang bagi kesuksesan studi penulis.



4.



Prof. Dr. Yusuf Syamsu, M.Pd, selaku Pembimbing Akademik yang selalu memberikan motivasi kepada penulis.



5.



Dr. Yusi Riksa Yustina, M.Pd., Dra. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd., Dr. Ipah Saripah, M.Pd., yang telah meluangkan waktu untuk menjadi penimbang instrumen dalam penelitian ini.



6.



Bapak dan Ibu dosen Pascasarjana Jurusan PPB FIP UPI, yang dengan penuh kesabaran membimbing dan mendidik penulis selama perkuliahan berlangsung.



vi



7.



Bapak dan Ibu staf akademik (Bapak Riyanto, Bapak Edwin,dan Ibu Viji) di Prodi Bimbingan dan Konseling, yang telah membantu dan memudahkan penulis dalam proses administrasi selama studi.



8.



Bapak Muhammad Dedi Kurniawan, M.Pd.I., selaku kepala MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah yang telah memberikan izin penelitian.



9.



Ibu Suharmiyati, S.Pd., selaku guru bimbingan dan konseling MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah yang telah membantu peneliti dalam proses penelitian.



10. Peserta didik kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit



Punggur



Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018 yang telah banyak membantu, dan menyediakan waktunya selama proses penelitian. 11. Kedua orang tuaku Bapak Hi. Sutoyo (Alm) dan Ibu Hj. Ernawati, S.Pd.I.,yang selalu mencurahkan kasih sayang yang tiada henti, yang selalu mendoakan, membimbing, memotivasi, mendukung materi, dan berjuang tiada henti demi mendukung penulis menjadi pribadi yang sukses dan membanggakan. 12. Ibu mertua Ibu Sri Lestari dan ayah mertua Bapak Saman (Alm), yang tiada hentinya mendoakan dan memotivasi kepada penulis. 13. Kakak-kakak tercinta yang selalu menginspirasi penulis, Muhammad Burnawan, S.A.N., Eka Asmidayati, S.Pd., Rani Mulya Palupi Amd.Keb., Sanif Sulistiawan Amd,. Keponakan-keponakan tercinta yang selalu penulis rindukan M. Hanan Al-Kahfi, Syakira Kamil Azzahra, Raisya Azzahra Medina. Serta keluarga besar Bapak Sahlan, dan Bapak Kartowiyono yang selalu meberikan doa dan dukungan. 14. Suami tercinta Tri Hartono, Amd., dengan sabar mencurahkan doa, perhatian, dan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan studi. 15. Sahabat-sahabat terkasih Fitriana Hidayati S.Pd., Diah Aprilia Safitri Amd.Keb., Dika Eka Chandra, S.Pd., Aris Sukmawan, S.Pd., Heru Prasetyo, S.Pd., Muh. Dahlan, S.Pd., Banyu Primala, S.Pd., Esti Kurnia, S.Pd., dan Elly Indah Pertiwi, S.Pd., yang telah memberikan motivasi kepada penulis.



vii



16. Teman seperjuangan Pascasarjana Bimbingan dan Konseling Angkatan 2015, terkhusus Annisa Nurlaila, M.Pd., Puspita Widya Wati, M.Pd., Fadhlina Rozzaqiyah, M.Pd., Raodhotul Jannah, M.Pd., Fenny Adnina Daulay, M.Pd., Lailan Syafira Putri Lubis, M.Pd., Mela Silviana Muliawati, M.Pd., Sakura Alwina, S.Pd., terimakasih telah memberikan warna dalam perjalanan hidup penulis, dan untuk masukan dan semangat yang diberikan kepada penulis. Semua hal yang telah diperjuangkan tidak akan berartiapa-apa tanpa dukungan dan bimbingan dari pihak-pihak yang telah membantu penulis. Semoga Allah



SWT



membalas



semua



kemudahan



dan



kebaikan



yang



diberikan.Aamiin yaa rabbal’alamin.



Bandung, Agustus 2018 Penulis



Haiatin Khasanatin NIM. 1502801



viii



telah



DAFTAR ISI COVER..............................................................................................................i HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................ii HALAMAN PERNYATAAN...........................................................................iii HALAMAN MOTTO.......................................................................................iv KATA PENGANTAR.......................................................................................v UCAPAN TERIMAKASIH..............................................................................vi ABSTRAK.........................................................................................................ix ABSTRACT.......................................................................................................x DAFTAR ISI......................................................................................................xi DAFTAR TABEL.............................................................................................xiii DAFTAR GAMBAR.........................................................................................xiv DAFTAR LAMPIRAN.....................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.......................................................................1 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah.......................................................8 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................15 1.4. Manfaat Penelitian................................................................................15 1.5. Struktur Organisasi...............................................................................16 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Self Disclosure......................................................................................17 2.1.1. Pengertian Self Disclosure...............................................................17 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure.........................21 2.1.3. Fungsi Self Dislosure.......................................................................23 2.1.4. Tingkatan Self Disclosure................................................................24 2.1.5. Aspek-aspek Self Disclosure............................................................26 2.2. Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise....................................27 2.2.1. Pengertian Bimbingan Kelompok....................................................27 2.2.2. Tujuan Bimbingan Kelompok..........................................................31 2.2.3. Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise................................31 xi



2.2.4. Jenis-jenis Latihan Group Exercise..................................................33 2.2.5. Proses Group Exercise.....................................................................39 2.3. Penelitian Terdahulu yang Relevan......................................................41 2.4. Posisi Teoretik......................................................................................46 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Metode dan Desain Penelitian............................................................50 3.2. Partisipan Penelitian...........................................................................51 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian..........................................................51 3.4. Definisi Operasional Variabel............................................................52 3.5. Instrumen Penelitian...........................................................................56 3.6. Uji Coba Program...............................................................................62 3.7. Prosedur Penelitian.............................................................................66 3.8. Teknik Analisis Data..........................................................................68 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN 4.1. Temuan Penelitian..............................................................................69 4.2. Pembahasan........................................................................................100 4.3. Keterbatasan Penelitian......................................................................114 BAB V KESIMPULAN DAN REKOMDASI 5.1. Kesimpulan.........................................................................................116 5.2. Rekomendasi......................................................................................116 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................119 LAMPIRAN



xii



DAFTAR TABEL Tabel 3.1. Pola Skor Pilihan Alternatif Respon...................................................57 3.2. Kisi-kisi Instrumen Self Disclosure (Sebelum Uji Coba)...................57 3.3. Interpretasi Koefisien Validitas dan Reabilitas..................................59 3.4. Nilai Kesesuaian Item Instrumen.......................................................60 3.5. Hasil Uji Validitas dan Reliablitas Instrumen....................................60 3.6. Kisi-kisi Instrumen Self Disclosure (Setelah Uji Coba).....................61 3.7. Kategorisasi Tingkat Self Disclosure.................................................61 3.8. Rencana Operasional Layanan...........................................................64 4.1. Gambaran Umum Self Disclosure Peserta Didik................................69 4.2. Intepretasi Gambaran Kategori Self Disclosure.................................70 4.3. Gambaran Umum Self Disclosure Peserta Didik Pretest...................74 4.4. Gambaran Umum Self Disclosure Peserta Didik Posttest..................77 4.5. Hasil Uji Normalitas...........................................................................98 4.6. Hasil Uji Homogenitas.......................................................................99 4.7. Hasil Uji Independent T-test Gain Score............................................100 4.8. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen .



110



4.9. Perbandingan Skor Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol..............111



xiii



DAFTAR GAMBAR Gambar 3.1. Desain Penelitian...................................................................................51 4.1. Grafik Self Disclosure Peserta Didik Kelas VIII................................70 4.2. Persentase Skor Self Disclosure Per Aspek Peserta Didik.................71 4.3. Skor Ketercapaian Berdasarkan Aspek Sikap/opini...........................72 4.4. Skor Ketercapaian Berdasarkan Aspek Selera dan Minat..................72 4.5. Skor Ketercapaian Berdasarkan Aspek Pendidikan...........................73 4.6. Skor Ketercapaian Berdasarkan Aspek Keuangan dan Aspek Kepribadian.............................................................................73 4.7. Skor Ketercapaian Berdasarkan Aspek Fisik.....................................74 4.8. Perbedaan Jumlah Skor Pretest dan Posttest Kelompok Eksperimen.........................................................................................96 4.9. Perbedaan Jumlah Skor Pretest dan Posttest Kelompok Kontrol .



xiv



97



DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1.1. Lampiran 1 Surat-surat Izin Penelitian -



SK Pembimbing..............................................................................127



-



Surat Keterangan Uji Coba.............................................................128



-



Surat Keterangan Penelitian............................................................129



-



Surat Balasan Penelitian.................................................................130



1.2. Lampiran 2 Instrumen Penelitian -



Instrumen Penelitian (Sebelum Uji Coba)......................................131



-



Instrumen Penelitian (Setelah Uji Coba)........................................135



-



Hasil Judgment Instrumen Self Disclosure.....................................138



1.3. Lampiran 3 Hasil Pengolahan Data -



Uji Validitas dan Reliabilitas..........................................................141



-



Uji Normalitas.................................................................................159



-



Uji Homogenitas.............................................................................159



-



Uji Independent T-test Gain Score.................................................160



-



Hasil Pretest Kelompok Eksperimen..............................................161



-



Hasil Pretest Kelompok Kontrol....................................................162



-



Hasil Posttest Kelompok Eksperimen............................................163



-



Hasil Posttest Kelompok Kontrol...................................................164



-



Hasil Pretest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol........165



-



Hasil Posttest Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol . 166



1.4. Lampiran 4 Rancangan Program...........................................................167 1.5. Lampiran 5 Satuan Kegiatan Layanan Bimbingan Kelompok.............185 1.6. Lampiran 6 Dokumentasi Penelitian.....................................................241 1.7. Lampiran 7 Riwayat Hidup...................................................................243



xv



ABSTRAK Khasanatin, Haiatin. (2018). Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise untuk Mengembangkan Self Disclosure Peserta Didik (Studi Kuasi Eksperimen pada Peserta Didik Kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018). Penelitian ini dilatarbelakangi berdasarkan fenomena yang ada di MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah yang menunjukkan adanya peserta didik yang memiliki self disclosure rendah. Tujuan penelitian ini menguji efektivitas bimbingan kelompok teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik. Penelitian menggunakan pendekatan kuantitatif dengan metode eksperimen kuasi desain non-equivalent pretest-posttest countrol group. Sampel pada penelitian ini berjumlah 20 peserta didik kelas VIII. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data melalui angket self disclosure dengan menggunakan skala likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa gambaran self disclosure kelompok eksperimen mengalami peningkatan setelah diberikan treatment. Bimbingan kelompok teknik group exercise terbukti efektif untuk mengembangkan self disclosure peserta didik. Rekomendasi penelitian ini ditunjukkan kepada guru bimbingan dan konseling agar dapat melaksanakan program bimbingan kelompok teknik group exercise, dan bagi penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian yakni menguji teknik group exercise dengan subjek peserta didik SMA/SMK/MA maupun Mahasiswa dan dapat menggunakan strategi dan teknik bimbingan kelompok lainnya. Kata Kunci: Self Disclosure, Bimbingan Kelompok, Group Exercise.



ix



ABSTRACT Khasanatin, Haiatin. (2018). The Group Guidance of Group Exercise Technique to Develop Self Disclosure of the Students (Quasi Experimental Study on Class VIII Students of MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Central Lampung, Teaching Year of 2017/2018). This research is based on the phenomenon in MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Central Lampung which shows the existence of students who have low self disclosure. The purpose of this study is to test the effectiveness of the group guidance of group exercise technique to develop self-disclosure of the students. The study used a quantitative approach with a quasi-experimental design method of non-equivalent pretest-posttest control group. The sample in this study are 20 students of class VIII. The sampling technique used here is purposive sampling. Data collection was done through self disclosure questionnaire using Likert scale. The results showed that the self disclosure conception of the experimental group experienced improvement after treatment. The group guidance of Group Exercise technique was proven effective to develop self disclosure of the students. The recommendation of this research was shown to the guidance and counseling teacher in order to implement the group guidance program of group exercise technique, and for the subsequent research to conduct research that is testing the group exercise technique with the subject of high school students or even college students and could also utilize the other group guidance strategy and technique. Keywords: Self Disclosure, Group Guidance, Group Exercise.



x



1



BAB I PENDAHULUAN Pada bab I dipaparkan latar belakang masalah, identifikasi dan rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta struktur organisasi tesis. 1.1. Latar Belakang Masalah Perkembangan zaman yang pesat dan terus-menerus menawarkan perubahan, dan menuntut individu secara sadar atau tidak untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Permasalahan demi permasalahan turut mengiringi perubahan yang terjadi di setiap sisi kehidupan. Permasalahan kehidupan sangatlah komplek, terutama permasalahn pribadi dan sosial. Manusia merupakan makhluk sosial yang selalu berhubungan dan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Sebagai makhluk sosial, manusia tidak akan eksis tanpa adanya orang lain (Adler, dalam Boeree, 2010, hlm. 141). Menjalin hubungan dengan orang lain merupakan bagian yang tidak pernah lepas dari kehidupannya, manusia selalu berinteraksi dengan lingkunganya. Misalnya dalam lingkungan sekolah, peserta didik tidak dapat hidup sendiri tanpa teman, guru ataupun personil sekolah lainnya, untuk menunjang hal tersebut, diperlukan ketarampilan sosial. Keterampilan sosial menunjang keberhasilan dalam bergaul serta syarat tercapainya penyesuaian sosial yang baik dalam kehidupan individu (Jourard, 1971, hlm. 78). Individu yang memiliki keterampilan sosial yang tinggi cenderung mendapatkan penerimaan sosial yang baik, yakni menunjukkan ciri-ciri menyenangkan, bahagia dan memiliki rasa aman (Hurlock, 1997, dalam Ifdil, 2013, hlm. 110). Individu yang memiliki rasa aman pada umumnya memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan merasa bebas untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kreatifitas. Sedangkan individu yang memiliki keterampilan sosial rendah, menunjukkan ciri-ciri kurang percaya diri, merasa



1



2



tidak aman, tidak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara bebas (Ifdil, 2013, hlm. 110). Salah satu indikator penguasaan keterampilan sosial yang baik dalam menjalin hubungan dengan orang lain yaitu berkomunikasi dengan efektif dan menyenangkan, yaitu dengan cara berani dan mampu



mengungkapkan



pikiran, pendapat, dan perasaan secara terbuka. Kemampuan individu mengungkapkan pikiran, pendapat, dan perasaan secara terbua kepada orang lain disebut self disclosure. Tanpa self disclosure, individu cenderung mendapat penerimaan sosial kurang baik sehingga berpengaruh pada perkembangan kepribadiannya. Terlebih remaja, dimana masa remaja atau yang bisa disebut social hunger (kehausan sosial) yang ditandai dengan adanya keinginan untuk bergaul dan diterima di lingkungan kelompok sebayanya (peer group). Menurut Santrock (2007, hlm. 55) masa remaja memiliki kecenderungan yang kuat untuk disukai dan diterima teman sebaya atau kelompok. Remaja akan merasa senang apabila diterima oleh kelompoknya, dan akan merasa sedih dan cemas apabila ditolak oleh kelompoknya. Hal ini senada dengan pendapat Condry (dalam Santrock, 2007, hlm. 56) remaja merasa senang untuk menghabiskan waktu dengan teman sepermainan



dan



meningkatkan



interpersonal.



Remaja



lebih



minat



remaja



terhadap



cenderung



tertarik



dan



hubungan



terbuka



untuk



menceritakan permasalahannya kepada teman, atau menghabiskan waktu bersama dengan teman daripada dengan orang tuanya. Hal ini diperlukan self disclosure untuk menciptakan keakraban, dan menimbulkan rasa peraya diantara teman sebaya. Semakin tinggi self disclosure antar teman sebaya membuat semakin kecil kemungkinan terjadinya konflik yang terjadi, namun bukan berarti self disclosur yang sangat tinggi itu baik, namun harus ada batasan privasi yang diceritakan. Self disclosure sendiri adalah pengungkapan reaksi atau tanggapan diri sendiri terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi



3



tentang masa lalu yang relevan untuk memahami tanggapan diri sendiri di masa kini tersebut (Supratiknya, 2016, hlm. 14). Senada dengan hal tersebut, keterbukaan diri merupakan hubungan yang mendalam dan saling memahami yang bersifat intim. Hal tersebut memudahkan individu untuk lebih dikenal dan merasa diterima, individu akan menemukan pengalaman yang menyenangkan dalam pernikahan yang harmonis atau hubungan persahabatan yang akrab. Hubungan yang didasari rasa percaya akan mengalahkan kecemasan dan merasa bebas



untuk



membuka diri tanpa merasa takut kehilangan afeksi dari pasangan atau sahabat. Hubungan semacam ini disebut dengan keterbukaan diri (self disclosure) (Holmes & Rampel, 1989; Derlega, dkk, 1993; dalam Myers, 2012, hlm. 171). Sebagai salah satu aspek penting dalam keterampilan sosial, self disclosure juga penting bagi remaja, karena remaja merupakan periode individu belajar menggunakan kemampuannya untuk memberi dan menerima dalam berhubungan dengan orang lain. Hal ini diperkuat dengan pendapat Havighurst (1997, hlm. 10) yang mengemukakan bahwa “states that one of teenager development is achieving new better relation in a contemporary” yang berarti salah satu tugas perkembangan remaja yaitu mencapai hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya. Sehubungan dengan hal tersebut, masa remaja sendiri dimulai dari usia sekitar 11 atau 12 sampai 14 tahun yang secara umum dianggap mulai pubertas (masa remaja awal), yaitu proses mengarah kepada kematangan seksual atau fertilitas (kemampuan untuk bereprodukso) (dalam Papalia, dkk, 2011, hlm. 534). Remaja sendiri adalah suatu masa transisi dari masa anak ke dewasa, yang ditandai dengen perkembangan biologis, psikologis, moral, dan agama (Cecep Taufikurrohman, tanpa tahun), lingkungan, genetik (Santrock, 2010, hlm. 402), kognitif dan sosial (Latifah, 2008, dalam Sarwono, 2016, hlm. 17). Desmita (2016, hlm. 37) mengemukakan masa remaja (12-21 tahun) merupakan masa peralihan antara masa kehidupan anak-anak dan masa



4



kehidupan orang dewasa. Masa remaja sering dikenal dengan masa pencarian jati diri (ego identity). Yang ditandai dengan sejumlah karakteristik penting, yaitu; (a) mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya; (b) dapat menerima dan belajar peran sosial sebagai pria dan wanita dewasa yang dijunjung tinggi oleh masyarakat; (c) menerima keadaan fisik dan mampu menggunakannya secara efektif; (d) mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang dewasa lainnya; (e) memilih dan mempersiapkan karier di masa depan sesuai dengan minat dan kemampuannya; (f) mengembangkan sikap positif terhadap pernikahan, hidup berkeluarga dan memiliki anak; (g) mengembangkan



keterampilan



intelektual



dan



konsep-konsep



yang



diperlukan sebagai warga negara; (h) mencapai tingkah laku yang bertanggung jawab secara sosial; (i) memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman dalam bertingkah laku; serta (j) mengembangkan wawasan keagamaan dan meningkatkan religiusitas. Sehubungan dengan karakteristik tersebut, yaitu mencapai hubungan matang dengan teman sebaya, kemampuan peserta didik dalam melakukan keterbukaan diri menjadi kontribusi penting dalam kesuksesan akademik dan interaksi dengan orang lain terutama teman sebaya. Apabila remaja tersebut tidak memiliki kemampuan self disclosure, maka remaja tersebut akan mengalami kesulitan berkomunikasi dengan orang lain. Rusmana (2009, hlm. 130) mengungkapkan ragam kompetensi peserta didik pada sekolah menengah tingkat pertama yakni peserta didik menunjukkan beberapa keterampilan untuk berinteraksi dengan orang lain secara efektif. Dalam lingkungan sekolah, banyak dijumpai adanya komunikasi yang kurang efektif antara peserta didik dengan guru, peserta didik dengan teman-temannya, salah satu penyebabnya adalah kurangnya self disclosure peserta didik tersebut. Hal ini dilihat dari gejala-gejala seperti tidak mau dan tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada pada dirinya, serta merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu (Johnson, 1990, hlm. 95).



5



Fenomena yang terjadi pada remaja, ada sebagian remaja yang tidak berani dalam mengungkapkan pendapat serta ide dan gagasan-gagasan yang ada pada dirinya. Hal ini diperkuat oleh beberapa fenomena dalam penelitian, yaitu hasil penelitian yang dilakukan Johnson (dalam Gainau, 2008, hlm. 3) menunjukkan bahwa individu yang mampu dalam keterbukaan diri (self disclosure) akan dapat mengungkapkan diri secara tepat, terbukti mampu menyesuaikan diri (adaptive), lebih percaya diri, lebih kompeten, dapat diandalkan, lebih mampu bersikap positif, percaya terhadap orang lain, lebih objektif, dan terbuka. Sebaliknya individu yang kurang dalam keterbukaan diri (self disclosure) terbukti tidak mampu menyesuaikan diri, kurang percaya diri, timbul perasaan takut, cemas, merasa rendah diri, dan tertutup. Johnson mengatakan bahwa ciri-ciri self disclosure tersebut mempengaruhi kesehatan mental seseoarang. Pengertian dari self disclosure itu sendiri adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan manusia terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan diri sendiri di masa kini tersebut, melalui keterbukaan diri tentang diri sendiri maka selanjutnya orang lain akan memahami diri orang yang terbuka tersebut (Johnson, dalam Kana, 2008, hlm. 3). Senada dengan hal tersebut, menurut Derlega (dalam Hargie, 2006, hlm. 230) self disclosure merupakan fungsi terpenting dalam pengembangan hubungan dengan orang lain. Hubungan dimulai dengan dua orang untuk mengenal satu sama lain. Untuk membangun hubungan yang memuaskan, dua orang terbuka mengungkapkan diri mereka satu sama lain. Pendapat ini sejalan dengan pendapat Devito (2010, hlm. 65-67), menurutnya terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu: (a) besar kelompok, keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar; (b) perasaan menyukai, individu akan membuka diri kepada orang yang ia suka atau cintai dibandingkan kepada orang yang ia tidak sukai; (c) efek diadik, individu melakukan keterbukaan diri bila orang yang bersamanya melakukan keterbukaan diri juga, dikarenakan efek diadik



6



ini membuat manusia lebih aman dan dapat memperkuat perilaku keterbukaan diri; (d) kompetensi, orang yang mempunyai kompetensi biasanya mempunyai kepercayaan diri yang tinggi sehingga lebih ingin berbagi banyak hal-hal yang positif yang dimilikinya; (e) kepribadian, individu yang pandai bergaul (sociable) dan mempunyai kepribadian extrovert lebih banyak membuka diri mereka dari pada individu yang kurang pandai bergaul dan mempunyai kepribadian introvert; (f) topik, individu akan lebih sering membuka diri dengan topik tertentu daripada topik yang lainnya, individu umumnya lebih sering mengungkapkan tentang pekerjaan, hobi, cita-cita, dan pergaulan; serta (g) jenis kelamin, peran gender sangat berpengaruh dalam self disclosure, laki-laki lebih tertutup dibandingan perempuan. Perempuan lebih terbuka, intim dan penuh emosi. Individu yang mampu terbuka akan dapat dengan mudah untuk memahami dirinya sendiri, karena mampu menerima pandangan orang lain, sehingga dengan mudah mampun mengatasi permasalahan yang sedang dihadapinya. Selain itu dengan keterbukaan diri sendiri kepada orang lain, adanya solusi dan dukungan yang diberikan oleh orang lain. Orang lain pun akan dengan mudah mempercayai, karena diri sendiri sudah terbuka dan mempercayai orang tersebut. Seperti fenomena yang terjadi karena tidak adanya keterbukaan terhadap teman sebaya. Pembunuhan yang dilakukan oleh siswa SMA Taruna Nusantara kepada teman satu baraknya, motifnya adalah jengkel, karena ponsel milik pelaku pernah dipinjam korban dan kemudian disita oleh pihak sekolah karena siswa kelas X dilarang membawa ponsel saat sekolah, dan motif lainnya yaitu korban sering memergoki pelaku mencuri uang temannya, dan korban sudah sering mengingatkan (Kompas.com). Fenomena ini terjadi karena tidak adanya keterbukaan diri diantara mereka, padahal permasalahan tersebut bisa dibicarakan baik-baik tanpa adanya pertumahan darah, terlebih hilangnya nyawa seseorang. Berdasarkan pentingnya self disclosure yang harus dimiliki peserta didik saat ini perlunya pengembangan lebih untuk meningkatkan komunikasi



7



interpersonal yang dimiliki, oleh karena itu perlu adanya penelitian empiris yang mampu memberikan solusi tentang pengembangan self disclosure peserta didik. Sebelum melakukan penelitian, peneliti melakukan wawancara via telephone kepada Dedi Kurniawan, M.Pd.I., selaku kepala sekolah MTs An-Nuur GUPPI, dan Suharmiyati, S.Pd., selaku guru bimbingan dan konseling. Beliau menjelaskan bahwa terdapat perilaku peserta didik yang masih enggan untuk menceritakan masalah yang sedang dihadapinya kepada teman ataupun guru, terdapat beberapa peserta dididk yang merasa kesepian dan tidak memiliki teman akrab atau sahabat, serta adanya komunikasi yang kurang efektif antara peserta didik dengan guru ataupun teman-temannya. Berdasarkan hasil wawancara di atas, menunjukan bahwa kurangnya self disclosure peserta didik tersebut. Hal ini seperti yang sudah dijelaskan Johnson (1990, hlm. 95) di atas, bahwa gejala-gejala tersebut bisa dilihat dari ciri-ciri seperti tidak mau dan tidak bisa mengeluarkan pendapat, tidak mampu mengemukakan ide-ide atau gagasan-gagasan yang ada pada dirinya, serta merasa was-was atau takut jika hendak mengemukakan sesuatu. Self disclosure rendah pada remaja tidak boleh diabaikan begitu saja. Remaja dengan self disclosure rendah akan mengalami berbagai masalah, yaitu masalah komunikasi dengan keluarga, teman sebaya, guru, maupun lingkungan masyarakat. Terutama pada lingkungan sekolah, peserta didik yang mengalami self disclosure rendah, ketika dalam proses pembelajaran, ada beberapa materi yang tidak dia pahami di kelas, sudah pasti peserta didik yang mempunyai self disclosure rendah tidak akan mampu bertanya, baik kepada guru mata pelajaran maupun teman-temannya, hal tersebut dapat berpengaruh kepada prestasi akademik peserta didik. Oleh karena itu self disclosure yang rendah pada remaja perlu mendapatkan bantuan, khususnya bagi bimbingan dan konseling. Perlunya bantuan dari bimbingan dan konseling dalam mengembangkan self disclosure remaja. Bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan kegiatan pembelajaran di sekolah. Dengan demikian bisa dipastikan bahwa layanan



8



bimbingan dan konseling di sekolah juga turut berperan penting dalam mendukung pengembangan self disclosure peserta didik. 1.2. Identifikasi dan Rumusan Masalah Fokus penelitian ini adalah mengembangkan self disclosure peserta didik, self disclosure merupakan permasalahan interpersonal serius yang dialami pada fase perkembangan remaja. Idealnya, self disclosure sebaiknya tinggi karena dapat membantu peserta didik dalam penyesuaian sosial. Jika self disclosure rendah, maka peserta didik akan mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri di lingkungan sosialnya. Meskipun ada variasi dan ketidak konsistenan dalam



definisi



konseptual self disclosure, kebanyakan peneliti akan menerima sentralitas komponen kedalaman konstruksi, yaitu nilai keintiman atau kepribadian informasi yang diungkapkan (Derlega & Berg, 1987, hlm. 156). Self disclosure



diartikan



sebagai



suatu



kemampuan



individu



dalam



mengungkapkan informasi dirinya secara verbal kepada orang lain yang bersifat personal, termasuk perasaan, pikiran, dan pengalaman-pengalaman yang terjadi pada dirinya (Derlega, dalam Jayanti, 2010, hlm. 2) Senada dengan hal tersebut, menurut Devito (2010, hlm. 64) self disclosure dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang mengungkapkan informasi tentang diri seperti pikiran, perasaan, pendapat pribadi yang biasanya disembunyikan dikomunikasikan kepada orang lain, serta memfasilitasi pengembangan dan pembentukan hubungan interpersonal yang tulus dan bermakna. Self disclosure sangatlah penting dan perlu dimiliki oleh remaja, karena pada remaja merupakan masa dimana mereka belajar memberi, menerima, dan membina komunikasi yang baik serta menjalin hubungan yang akrab dengan teman. Salah satu penyebab rusaknya hubungan adalah kurangnya keterbukaan diri dalam komunikasi, namun sayangnya banyak orang berfikir bahwa keterbukaan diri sudah tidak diperlukan lagi pada saat hubungan yang sudah semakin memburuk, dikarenakan bahwa orang lain tidak akan



9



memberikan manfaat dan dukungan jika sudah membuka diri dan mempunyai kekuatan akan merugikan (Devito, 2010, hlm. 280). Keterbukaan diri merupakan aspek penting dalam mengenal orang lain, namun jika orang tersebut tidak mau terbuka akan dirinya, maka ia tidak akan mengenal orang lain sebagai pribadi yang utuh. Dalam lingkungan sekolah pun, keterbukaan diri sangat diperlukan yakni untuk membantu dalam mencapai kesuksesan akademik dan penyesuaian diri di sekolah. Apabila remaja tidak memiliki kemampuan keterbukaan diri, maka akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang lain, seperti teman, guru, maupun individu lain. Pengembangan self disclosure telah banyak dilakukan melalui berbagai strategi, penelitian Rahman (2015), menunjukkan bahwa self disclosure peserta didik secara umum sudah berada pada kategori tinggi, artinya peserta didik sudah terbuka dan mengungkapkan informasi pribadi kepada teman secara mendalam, mengungkapkan informasi diri mengenai sikap dan opini, selera dan minat, sekolah, keuangan, kepribadian, dan fisik, serta hubungan yang terjalin dengan teman sudah sangat akrab, namun masih memerlukan bimbingan. Tingkat pencapaian aspek/ topik self disclosure peserta didik berada pada kategori tinggi, yaitu topik mengenai sekolah, topik kepribadian, topik sikap dan opini, topik selera dan minat, dan topik fisik, topik seputar keuangan berada pada kategori rendah. Serta terdapat perbedaan self disclosure antara peserta didik laki-laki dan peserta didik perempuan, peserta didik perempuan lebih terbuka dan mengungkapkan informasi pribadi kepada teman serta hubungan yang dijalin sudah akrab. Jenis kelamin berpengaruh pada proses self disclosure pada penelitian ini, terdapat perbedaan topik pembicaraan antara peserta didik laki-laki dan perempuan, peserta didik lakilaki lebih terbuka mengenai topik seputar sekolah, topik selera dan minat, topik fisik, dan topik sikap dan opini, sedangkan topik kepribadian dan topik keuangan belum terbuka kepada teman. Sedangkan peserta didik perempuan lebih terbuka dan mengungkapkan informasi pribadi seputar topik sekolah, topik kepribadian, topik fisik, topik selera dan minat, serta topik sikap dan



10



opini, hanya topik pembicaraan keuangan belum terbuka dan mengungkapkan kepada teman. Hal ini mengidentifikasikan bahwa masih ada beberapa topik pembicaraan peserta didik dengan temannya dalam kategori rendah. Pada penelitian Gunawan & Kalbuadi (2017) yang Berjudul Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Keterbukaan Diri Siswa, sampel pada penelitian ini yakni siswa kelas X di MAN 2 Praya sebanyak 35 siswa yang teridentifikasi memiliki keterbukaan diri rendah. Hasil menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterbukaan diri siswa setelah dilakukan bimbingan kelompok. Selanjutnya, dalam penelitian Yunita (2016) yang berjudul Penggunaan Layanan Konseling Kelompok untuk Meningkatkan Self Disclosure. Hasil penelitian menunjukkan bahwa peserta didik kelas XI SMA Negeri 1 Terbanggi Besar Tahun Pelajaran 2015/2016 kemampuan self disclosure pada sekolah tersebut memang masih terlihat kurang, hal tersebut terlihat dari ketidakaktifan para siswa ketika sedang ada pembelajaran berlangsung. Ketika diberikan tugas kelompok sepertinya berdiskusi pun beberapa siswa hanya terlihat diam dan hanya ada beberapa anak yang terliat aktif ketika diperintahkan untuk saling bertukar pendapat, hal ini berarti peserta didik membutuhkan bantuan untuk mengembangkan self disclosure. Diperkuat dari hasil penelitian Nurjanah (2013) dalam penelitian yang berjudul Peningkatan Self Disclosure Siswa di Sekolah dengan Menggunakan Konseling Kelompok, penelitian ini diberikan kepada 6 orang siswa kelas VII SMP Negeri 3 Natar Tahun Pelajaran 2012/2013 yang



dikategorikan



memiliki self disclosure rendah berdasarkan kriteria penskoran skala self disclosure. Lebih lanjut penelitian yang dilakukan oleh Sari, dkk (2014), dalam penelitian yang berjudul Upaya Peningkatan Self Disclosure dengan Menggunakan Bimbingan Kelompok Pada Siswa, terdapat 6 siswa kelas VII mengalami self disclosure rendah diperoleh dari hasil skala self disclosure. Beberapa hasil penelitian diatas menunjukkan bahwa self disclosure remaja perlu mendapatkan bantuan bimbingan dan konseling.



11



Sejalan dengan penelitian di atas, Barata & Izzati (2013) dalam penelitian yang berjudul Hubungan Antara Keterbukaan Diri dan Harga Diri dengan Penyesuaian Diri Remaja Pondok Pesantren Persis Putri Bangil Pasuruan, penelitian ini melibatkan subjek sebanyak 90 santri, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keterbukaan diri memiliki hubungan yang signifikan dengan penyesuaian diri dengan arah hubungan yang positif. Tokic (2010) dalam penelitiannya Parental behaviors related to adolescents’ self-disclosure: Adolescents’ views, hasil menunjukkan bahwa remaja menganggap keterbukaan diri dipengaruhi oleh berbagai tindakan dan respon orang tua. Menurut pandangan remaja, orang tua tidak hanya bisa menghalangi keterbukaan diri karena respon yang merugikan, namun juga bisa mendorong remaja untuk mengungkapkan dengan perilaku dan cara tertentu. Pada penelitian Schug, dkk. (2010) dalam penelitiannya Relational Mobility Explains Between- and Within-Culture Differences in SelfDisclosure to Close Friends, dalam penelitian ini menguji sebuah penjelasan baru untuk temuan yang telah ditunjukkan sebelumnya bahwa orang Asia Timur mengungkapkan lebih sedikit informasi pribadi kepada orang lain dibandingkan orang Barat. Hal ini sesuai dengan budaya ketimuran yang ada di Indonesia, bahwa budaya di Indonesia kurang sekali bahkan sangat kurang untuk terbuka dengan individu lain apabila mempunyai permasalahan yang sedang dialami. Selanjutnya



penelitian



Hunter,



dkk.



(2011)



dalam



penelitian



Adolescents’ Self-Disclosure to Parents Across Cultures: Who Discloses and Why, penelitian ini membahas tentang kesenjangan dalam literatur remaja di Kosta Rika, Thailand dan Afrika Selatan mengenai alasan remaja mengungkapkan permasalahannya kepada orang tua. Hasil menunjukkan bahwa remaja dari kebudayaan yang berbeda umumnya melakukan keterbukaan diri kepada orang tua dengan cara yang sama. Berdasarkan penelitian di atas, beberapa peneliti menggunakan strategi konseling kelompok dan bimbingan kelompok untuk mengembangkan self



12



disclosure peserta didik. Dari beberapa penelitian yang sudah dilakukan peneliti sebelumnya, peneliti selanjutnya menemukan kekurangan dari penelitian sebelumnya dimana peneliti sebelumnya belum ada yang menggunakan teknik dalam intervensi, peneliti hanya menggunakan strategi untuk mengembangkan self disclosure peserta didik. Setelah mengetahui kekurangan dari peneliti sebelumnya maka peneliti selanjutnya tertarik untuk melakukan penelitian menggunakan bimbingan kelompok teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik, alasan peneliti memilih bimbingan kelompok teknik group exercise karena belum ada yang menggunakan teknik tersebut. Pemilihan strategi juga didasarkan pendapat ahli, bahwa dalam terapi kelompok, pasien self disclosure sangat dipengaruhi oleh sikap dan peran pemimpin kelompok, yang umumnya lebih mandiri mengungkapkan dari pada terapis individu (Vinogradov & Yalom, dalam Sricker & Fisher, 1990, hlm. 192). Berdasarkan masalah yang telah dipaparkan, maka peneliti bermaksud untuk mencari solusi untuk mengembangkan self disclosure peserta didik melalui bimbingan kelompok di MTs An-Nuur GUPPI. Terdapat berbagai pendekatan bimbingan kelompok yang dapat digunakan, namun dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan bimbingan kelompok teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik. Group exercise merupakan metode atau teknik dalam bimbingan kelompok dapat diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang terstruktur, terencana dan terukur baik dalam hal durasi, materi dan resikonya (Rusmana, 2009, hlm. 15). Setelah mengetahui beberapa penelitian sebelumnya dan berdasarkan pendapat para ahli maka peneliti tertarik menggunakan teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik karena teknik group exercise dapat menciptakan kenyamanan antara anggota-anggota kelompok, dapat memberikan informasi kepada peneliti selaku pemimpin kelompok, yakni berkaitan dengan keterbukaan diri, mengungkapkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, menghasilkan diskusi, memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman, mampu berbicara di depan orang banyak,



13



serta agar anggota-anggota kelompok bisa terbuka kepada anggota kelompok yang lain. Melalui bimbingan kelompok teknik group exercise ini, peserta didik dilatih untuk dapat berkomunikasi dengan baik guna pengembangan hubungan dan interaksi sosial peserta didik. Teknik group exercise yang akan dipergunakan dalam penelitian ini adalah written (menulis), rounds (lingkaran), dyad dan triad, serta common reading (bacaan umum). Keempat jenis-jenis latihan tersebut dijadikan treatment karena jenis latihan tersebut dianggap cocok. Pada latihan written (menulis), anggota kelompok akan menuliskan pertanyaan, pernyataan dan reaksi mereka tentang permasalahan yang sedang diangkat atau topik yang sedang dibahas yakni self disclosure, keuntungan paling utama dalam latihan ini adalah anggota kelompok menjadi lebih fokus saat menyelesaikan tugas tertulis dan mereka dapat menghasilkan ide-ide atau respon-respon dipikiran mereka saat menyelesaikan tugas tersebut (Rusmana, 2009, hlm. 17). Pada latihan rounds (lingkaran) ini pemimpin kelompok membacakan pernyataan dan peserta mengungkapkan perasaannya tentang pernyataan tersebut (sangat setuju, setuju, tidak setuju, atau sangat tidak setuju) yang berkaitan dengan topik bahasan, dan respon terhadap pernyataan tersebut biasanya memilki potensi untuk memunculkan berbagai diskusi (Rusmana, 2009, hlm. 20). Selanjutnya, pada latihan dyad dan triad, anggotanya akan dipasangkan satu sama lain untuk mendiskusikan persoalan dan mengemukakan ide, jenis latihan ini sangat berguna karena memberikan kesempatan bagi anggota untuk memiliki kontak yang lebih personal dengan satu sama lain (Rusmana, 2009, hlm. 20). Terakhir pada latihan common reading (bacaan umum) para anggota kelompok dalam kegiatan latihan bacaan umum, membaca bagan pendek dari puisi atau cerita, untuk memunculkan ide dan pemikiran serta memperdalam fokus pada beberapa topik atau masalah (Jacobs, 2012, hlm. 238). Keempat jenis latihan di atas, diharapkan dapat mengembangkan self disclosure peserta didik. Terkait pernyataan di atas, mengenai jenis-jenis latihan group exercise yang dianggap cocok untuk mengembangkan self disclosure peserta didik,



14



ternyata pengembangan simulasi permainan juga sangat tepat,



sangat



berguna, sangat mudah, dan sangat menarik, karena itu permainan simulasi keterbukaan diri untuk siswa tingkat SMP/MTs sangat layak digunakan sebagai layanan bimbingan oleh konselor kepada peserta didik (Jannah, dkk, 2016, hlm. 74). Hal ini senada dengan pendapat Jacobs (2012, hlm. 220), ada tujuh alasan dalam penggunaan group exercise diantaranya, yaitu: (1) to increase the comfort leve (untuk meningkatkan tingkat kenyamanan); (2) to provide the leader with useful information (memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin); (3) to generate discussion and focus the group (untuk menghasilkan diskusi dan fokus kelompok); (4) to shift the focus (untuk mengalihkan fokus); (5) to deepen the focus (untuk memperdalam fokus); (6) to provide an opportunity for experiental learning (memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman); dan (7) to provide fun and relaxation (untuk memberikan kesenangan dan relaksasi). Berdasarkan uraian di atas, dikemukakan rumusan masalah berupa pertanyaan penelitian, yaitu “apakah intervensi bimbingan kelompok teknik group exercise efektif untuk mengembangkan self disclosure peserta didik di MTs An-Nuur GUPPI?”. Pertanyaan penelitian di atas, didasarkan pada rumusan-rumusan masalah sebagai berikut: 1) Seperti apa gambaran umum self disclosure peserta didik kelas VIII di MTs An-Nuur GUPPI? 2) Bagaimana rancangan intervensi bimbingan kelompok dengan teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik? 3) Apakah bimbingan kelompok teknik group exercise efektif untuk mengembangkan self disclosure peserta didik?



15



1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Memperoleh gambaran umum self disclosure peserta didik kelas VIII di MTs An-Nuur GUPPI setelah diberikan bimbingan kelompok teknik group exercise. 2) Mendeskripsikan rancangan intervensi bimbingan kelompok dengan teknik group exercise dalam mengembangkan self disclosure peserta didik. 3) Menganalisis efektifan bimbingan kelompok teknik group exercise dalam mengembangkan self disclosure peserta didik. 1.4.



Manfaat Penelitian 1) Manfaat Teoritis a)



Penelitian yang dilakukan dapat bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan terutama memahami lebih mendalam mengenai bimbingan kelompok teknik group exercise dalam mengembangkan self disclosure peserta didik.



b) Menambah ilmu di bidang bimbingan dan konseling yang bisa digunakan untuk penelitian selanjutnya. c)



Menambah pengetahuan bagi peserta didik, guru bimbingan dan konseling/ konselor sekolah, serta departemen psikologi pendidikan.



2) Manfaat Parktis a)



Guru bimbingan dan konseling/ konselor sekolah mengetahui keefektifan bimbingan kelompok teknik group exercise dalam mengembangkan self disclosure peserta didik, sehingga guru bimbingan dan konseling/ konselor dapat memberikan layanan bimbingan dan konseling yang sesuai dengan tujuan dapat mengembangkan self disclosure peserta didik.



16



b) Penelitian ini diharapakan dapat menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya, secara lebih luas atau lebih spesifik dari segi variabel yang ingin diteliti maupun subjek yang akan diteliti. 1.5. Struktur Organisasi Tesis Struktur organisasi tesis ini terdiri dari lima bab, yaitu bab I pendahuluan; memaparkan latar belakang penelitian, identifikasi dan rumusan masalah penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan struktur organisasi tesis. Bab II kajian pustaka; konsep dasar self disclosure yang meliputi pengertian, faktor-faktor yang mempengaruhi, fungsi self disclosure, tingkatan self disclosure, serta aspek-aspek self disclosure. Dilanjutkan dengan penjelasan konsep bimbingan kelompok teknik group exercise sebagai upaya mengembangkan self disclosure peserta didik, yang mencakup definisi, jenis-jenis latihan dalam group exercise guna mengembangkan self disclosure peserta didik, serta proses group exercise. Kemudian penelitian terdahulu yang relevan dan posisi teoretik. Bab III metodologi penelitian, memaparkan pembahasan yang meliputi; metode dan desain penelitian, partisipan penelitian, populasi dan sampel penelitian, definisi operasional variabel, instrumen penelitian, uji coba program, prosedur penelitian, dan teknik analisi data. Bab IV temuan dan pembahasan, mendeskripsikan hal-hal yang berkaitan dengan temuan penelitian dan pembahasan yang terdiri dari gambaran umum, rancangan intervensi bimbingan kelompok teknik group exercise, efektivitas bimbingan kelompok teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik, serta keterbatasan dalam penelitian ini. Dan yang terakhir bab V kesimpulan dan rekomendasi.



17



BAB II KAJIAN PUSTAKA Pada bab II dipaparkan: 1) konsep dasar self disclosure yang meliputi pengertian self disclosure, faktor-faktor yang mempengaruhi self disclosure, fungsi self disclosure, tingkatan self disclosure, serta aspek-aspek self disclosure. 2) konsep bimbingan kelompok teknik group exercise sebagai upaya mengembangkan self disclosure peserta didik, yang mencakup pengertian bimbingan kelompok, tujuan bimbingan kelompok, pengertian bimbingan kelompok teknik group exercise, jenis-jenis latihan group exercise guna mengembangkan self disclosure peserta didik, serta proses group exercise. 3) penelitian terdahulu, dan 4) posisi teoretik. 2.1. Self Disclosure 2.1.1. Pengertian Self Disclosure Dalam kehidupan manusia, self disclosure merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup. Tanpa adanya self disclosure maka manusia akan mengalami hambatan dalam berkomunikasi. Keterbukaan diartikan sebagai suatu sikap dalam diri seseorang yang merasakan bahwa apa yang diketahui orang lain tentang dirinya bukanlah suatu ancaman yang akan membahayakan keselamatannya (Hartinah DS, 2009, hlm. 52). Tidak semua individu memiliki kemampuan untuk mengungkapkan permasalahannya atau yang disebut self disclosure, self disclosure muncul karena hasil interaksi dengan lingkungannya, pola asuh orang tua dan pengalaman yang didapatkannya (Setianingsih, dkk, 2014). Jourard berpendapat keterbukaan dalam suatu hubungan adalah prasyarat untuk kepribadian yang sehat (Derlega & Berg, 1987, hlm. 2). Hal ini senada dengan pendapat Derlega (2006, hlm. 417) menyembutkan bahwa melalui self disclosure memungkinkan individu dapat melepaskan diri dari himpitan beban psikologis. Stress atau depresi merupakan penyakit psikologis yang membutuhkan self disclosure untuk 17



18



menyembuhkannya.



Disimpulkan



bahwa



individu



yang



terbiasa



melakukan self disclosure relatif terlepas dari penyakit-penyakit psikologis seperti stress dan depresi. Selanjutnya Tubs & Moss (dalam Sastama, dkk, 2017) menyatakan bahwa “Self disclosure is an attempt to let autheniticity enter our social relationships, and it is often liked with both mental health and self-concept development”, yang berarti bahwa keterbukaan diri adalah upaya untuk membiarkan keaslian memasuki suatu hubungan sosial seseorang yang dikaitkan dengan kesehatan mental dan pengembangan konsep diri. Hal ini berarti selain untuk meningkatkan kualitas hubungan komunikasi, keterbukaan diri memberi manfaat dalam kesehatan mental dan perkembangan konsep diri individu. Jourard telah banyak menerbitkan penelitian-penelitian baik dalam buku maupun artikel yang digunakan untuk mengukur self disclosure kepada teman, orang tua, dan pasangan (Derlega, 2006, hlm. 409). Dengan adanya keterbukaan diri akan menimbulkan reaksi keintiman, karena keterbukaan diri merupakan dasar bagi hubungan yang sehat, semakin bersikap terbuka kepada orang lain, orang lain pun akan sebaliknya terbuka dan akan tercipta relasi yang lebih akrab. Hal ini senada dengan pendapat Jourard (1971), pentingnya self disclosure dalam



hubungan



dekat adalah mengenali lebih dalam (dalam Tokic, 2010, hlm. 201). Self disclosure diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi tentang diri sendiri kepada orang



lain



(Wheeles, 1978). Selaras dengan hal tersebut, menurut Person (1987), mengungkapkan self disclosure merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi kepada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya (dalam Gainau, 2009, hlm. 4). Selanjutnya menurut Fry (2004, dalam Rini, 2009) mengungkapkan bahwa self disclosure adalah proses untuk membuat orang lain mengetahui tentang diri seseorang.



19



Senada dengan hal tersebut, Johnson (dalam Kana, 2008, hlm. 3) mengemukakan self disclosure adalah mengungkapkan reaksi atau tanggapan manusia terhadap situasi yang sedang dihadapi serta memberikan informasi tentang masa lalu yang relevan atau yang berguna untuk memahami tanggapan manusia di masa kini tersebut. Menurutnya melalui keterbukaan diri tentang diri sendiri maka selanjutnya orang lain akan memahami dirinya. Johnson (1981, hlm. 16) mengungkapkan self disclosure dapat didefinisikan sebagai pengungkapan situasi sekarang dan memberikan informasi tentang masa lalu. Terkait pernyataan ini, Johnson (1981, dalam Supratiknya, 2016, hlm. 14), menjelaskan keterbukaan diri memiliki dua sisi, yaitu bersikap terbuka dengan yang lain dan bersikap terbuka bagi yang lain. Kedua proses yang dapat berlangsung secara serentak itu apabila terjadi pada kedua belah pihak akan membuahkan relasi yang terbuka antar keduanya. Self disclosure didefinisikan sebagai pengungkapan informasi secara lisan (Omarzu, 2000), dan sengaja tentang diri sendiri kepada orang lain (Derlega, dkk, dalam Rains, dkk, 2014), baik berupa pikiran, perasaan, maupun pengalamannya (Derlega, dkk, dalam Rains & Burnner, 2015), sebagai pengembangan hubungan yang lebih dekat (Collins & Miller, 1994). Senada dengan hal tersebut, menurut Devito (2010, hlm. 64) self disclosure dapat didefinisikan sebagai suatu jenis komunikasi yang mengungkapkan informasi tentang diri seperti pikiran, perasaan, pendapat pribadi yang biasanya disembunyikan dikomunikasikan kepada orang lain, serta



memfasilitasi



pengembangan



dan



pembentukan



hubungan



interpersonal yang tulus dan bermakna. Devito (2010, hlm. 65) menambahkan hakikiat keterbukaan diri antara lain:



20



1)



Keterbukaan diri adalah “informasi”. Sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima. Informasi adalah pengetahuan baru. Agar keterbukaan diri terjadi, suatu informasi baru harus dikomunikasikan.



2)



Keterbukaan diri adalah informasi tentang diri sendiri; tentang pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang; atau tentang orang yang sangat dekat/akrab yang sangat dipikirkannya. Jadi, keterbukaan diri dapat diartikan sebagai tindakan individu atau tindakan orang yang mempunyai hubungan dekat; misalnya orang tua, dan anak.



3)



Keterbukaan diri menyangkut informasi yang biasanya dan secara aktif disembunyikan. Sebaiknya individu lebih memusatkan pada informasi yang biasanya disembunyikan daripada pada segala jenis informasi yang tadinya belum diungkapkan. Keterbukaan diri adalah informasi yang biasanya tidak akan diungkapkan dan secara aktif berusaha tetap mejaga kerahasiaannya.



4)



Keterbukaan diri melibatkan sedikitnya satu orang lain. Agar keterbukaan diri terjadi, setidaknya komunikasi harus melibatkan sedikitnya dua orang. Keterbukaan diri bukan merupakan tindakan intrapribadi. Untuk terjadinya keterbukaan diri, informasi harus diterima dan dimengerti oleh orang lain. Selain itu Wrightsman (dalam Gusmawati, dkk, 2016, hlm. 92) menjelaskan bahwa self disclosure merupakan proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain. Yakni proses berbagi yang dilakukan oleh sesorang kepada orang lain tentang berbagai hal dan informasi yang terkait dirinya dalam bentuk komunikasi. Menurut Adler (dalam Fadilah, 2015) karakteristik keterbukaan diri mengarah kepada hal yang lebih khusus yaitu informasi pribadi, yang dikomunikasikan secara lisan kepada orang kain, lawan bicarnya harus menyadari tujuan dari apa yang disampaikannya. Dari penjelasan ahli di atas, yang dimaksud self disclosure adalah sikap individu dalam membagikan informasi yang bersifat pribadi, seperti perasaan, pikiran, dan keinginan, kemudian dikomunikasikan kepada



21



orang lain secara sukarela, sehingga memunculkan hubungan yang lebih intim atau akrab. 2.1.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Self Disclosure Menurut Devito (2010, hlm. 65-67) terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi self disclosure, yaitu: 1) Besar Kelompok Keterbukaan diri lebih banyak terjadi dalam kelompok kecil daripada kelompok besar. Dyad atau yang disebut kelompok kecil yang terdiri dari dua orang merupakan lingkungan yang paling cocok untuk keterbukaan diri. Dengan satu pendengar, pihak yang melakukan keterbukaan diri dapat meresapi tanggapan dengan cermat. 2) Perasaan Menyukai Individu akan membuka diri kepada orang yang ia suka atau cintai dibandingkan kepada orang yang ia tidak sukai, ini karena orang yang disukai dapat memberikan dukungan dan tanggapan yang positif. Orang yang disukai tentunya merupakan seseorang yang sangat dipercaya dan bisa menjaga rahasia yang dibagi, dan biasanya orang yang disukai sudah lama dikenal. 3) Efek Diadik Individu melakukan keterbukaan diri apabila orang yang bersamanya melakukan keterbukaan diri juga, dikarenakan efek diadik ini membuat individu tersebut lebih aman dan dapat memperkuat perilaku keterbukaan diri. Individu akan mulai terbuka bila ia sudah menaruh kepercayaan dan yang paling penting adalah orang lain mau terbuka juga tentang informasi pribadinya. 4) Kompetensi Individu yang mempunyai kompetensi lebih banyak melakukan keterbukan diri daripada orang yang kurang mempunyai kompetensi, ini dikarenakan orang yang mempunyai kompetensi biasanya mempunyai kepercayaan diri yang tinggi sehingga lebih ingin berbagi



22



banyak hal-hal yang positif yang dimilikinya, biasanya orang yang mempunyai kompetensi akan membaginya kepada orang yang kurang mempunyai kompetensi. 5) Kepribadian Individu-individu



yang



pandai



bergaul



(sociable)



dan



mempunyai kepribadian extrovert lebih banyak membuka diri mereka dari pada individu yang kurang pandai bergaul dan mempunyai kepribadian introvert. Individu yang mudah bergaul dengan siapapun akan mempunyai banyak teman dan lebih sering terjadinya interaksi dan komunikasi, banyak dari mereka mempunyai kemampuan berbicara di depan umum dengan baik dan dengan nyaman bertukar informasi. 6) Topik Individu akan lebih sering membuka diri dengan topik tertentu daripada topik yang lainnya, individu umumnya lebih sering mengungkapkan tentang pekerjaan, hobi, cita-cita, dan pergaulan daripada mengungkapkan tentang kehidupan seks, dan informasi yang buruk, ini dikarenakan semakin pribadi dan negatif semakin kecil pula individu akan terbuka. 7) Jenis Kelamin Peran gender sangat berpengaruh dalam self disclosure, laki-laki lebih tertutup dibandingan perempuan. Perempuan lebih terbuka, intim dan penuh emosi. Perempuan maskulin, relatif kurang membuka diri ketimbang perempuan yang nilai dalam skala maskulinitasnya lebih rendah. Sebaliknya laki-laki feminin membuka diri lebih besar ketimbang lai-laki yang nilai dalam skala feminitasnya lebih rendah. Menurut Barry, dkk (dalam Sari, dkk, 2006, hlm. 117) menyatakan bahwa adanya perbedaan antara laki-laki dan perempuan akan menghasilkan hal yang berbeda pula dalam gaya pengasuhan anak, peran, stereotip gender, dan ideologi peran seks yang mengarah pada pemisahan antara laki-laki dan perempuan.



23



Perbedaan self disclosure antara laki-laki dan perempuan nampak pula pada topik yang dibicarakan antara laki-laki dan perempuan. Hill & Stull (1987, hlm. 82) menjelaskan perempuan lebih mengungkapkan diri sendiri, keadaan rumah, hubungan dengan keluarga dan teman-teman, topik emosional seperti (cemas, takut, bahagia, sedih), dan topik prestasi di sekolah. Sedangkan laki-laki cenderung membicarakan mengenai topik seputar otomotif, olahraga, pekerjaan, politik, uang, hal-hal yang membanggakan, kekaguman terhadap lawan jenis, dan kekuatan pribadi. 2.1.3. Fungsi Self Disclosure Menurut Devito (2010, hlm. 67-69), terdapat beberapa fungsi dari self disclosure bagi individu, yaitu: 1) Pengetahuan Diri Salah satu manfaat self disclosure adalah individu mendapat perspektif tentang diri sendiri dan pemahaman yang lebih mendalam mengenai perilakunya. Jourard mengemukakan bahwa keterbukaan diri merupakan faktor penting dalam konseling dan psikoterapi, individu memerlukan keterbukaan diri karena melalui keterbukaan diri dapat memahami diri sendiri secara lebih mendalam. 2) Kemampuan Mengatasi Masalah Self disclosure membantu individu dalam menangani masalahmasalah, terutama rasa bersalah. Melalui keterampilan self disclosure memungkinkan individu untuk mampu menghadapi rasa bersalah, mengurangi atau bahkan menghilangkannya. Salah satu perasaan takut yang besar yang ada pada diri banyak orang adalah bahwa mereka tidak diterima lingkungan karena suatu rahasia tertentu, karena sesuatu yang pernah mereka lakukan, atau karena perasaan atau sikap tertentu yang mereka miliki.



24



3) Efisiensi Komunikasi Self disclosure membantu individu lebih memahami diri dan memahami orang lain. Kondisi saling memahami diri merupakan salah satu persyaratan untuk membangun efektivitas komunikasi. Oleh karena itu, self disclosure menjadi sangat penting bagi individu dalam upaya membangun komunikasi yang efektif. 4) Kedalaman Hubungan Alasan utama self disclosure untuk membina hubungan yang bermakna diantara dua orang. Hubungan yang bermakna dan mendalam tidak mungkin terjadi tanpa adanya self disclosure. Hubungan yang bermakna dapat terjadi apabila pihak-pihak yang berhubungan saling melakukan self disclosure. Komunikasi antar pribadi yang dibangun akan menjadi komunikasi yang bermakna, yakni komunikasi pertukaran pergaulan, pertukaran kata, pertukaran pikiran, dan pertukaran dari hati ke hati. 2.1.4. Tingkatan Self Disclosure Powel (dalam Rahman, 2015, hlm. 16) mengemukakan lima tingkatan self disclosure dalam komunikasi, yaitu. 1) Tingkatan kelima adalah basi-basi Tingkatan ini merupakan tingkatan yang paling dangkal atau lemah, meskipun dalam komunikasi terdapat keterbukaan diri, namun tidak terjalin hubungan antar pribadi, dimana masing-masing individu hanya berkomunikasi basa-basi untuk menunjukkan sikap kesopanan. 2) Tingkatan keempat adalah fakta dan informasi dari orang lain Pada tingkatan ini individu hanya menceritakan informasi orang lain, tetepai tidak menceritakan informasi tentang dirinya sendiri. Dalam pembicaraan ini, individu belum berbicara tentang dirinya, dan tidak saling mengemukakan pendapat, tetapi hanya saling bertukar informasi untuk mengetahui reaksi masing-masing pihak, apabila mendapatkan reaksi positif maka dilanjutkan ketahap selanjutnya.



25



3) Tingkatan ketiga adalah menyatakan sikap dan ide-ide pribadi Tingkatan dimana bagi individu sudah saling membuka diri, namun pada tingkatan ini keterbukaan diri masih terbatas pada taraf pikiran dan sudah mulai terjalin hubungan yang lebih erat dibanding tingkatan sebelumnya. Pada tingkatan ini individu mulai berbicara tentang topik-topik seperti kesukaan ataupun topik yang sifatnya tidak kontroversial. 4) Tingkatan kedua adalah pengungkapan isi perasaan pribadi Pada tingkat kedua, individu membahas topik-topik dan isu-isu yang lebih pribadi. Setiap individu memiliki gagasan atau pendapat yang sama tetapi perasaan yang menyertai gagasan dan pendapat setiap individu berbeda-beda. Setiap hubungan yang diinginkan antar pribadi haruslah didasarkan atas hubungan yang jujur, terbuka, dan menyatakan perasaan-perasaan yang mendalam. Setelah individu mengembangkan hubungan dengan individu lainnya, kemudian individu berbagi hubungan yang lebih intim dan rahasia. Tingkatan kedua membutuhkan kepercayaan untuk berbagi perasaan pribadi. Apabila individu berani mengungkapkan perasaan dalam komunikasi maka hubungan itu akan terasa unik, berkesan dan memberikan manfaat bagi perkembangan pribadi masing-masing. 5) Tingkatan pertama adalah hubungan puncak Pada tingkatan pertama, dalam mengungkapkan informasi pribadi, individu hanya mengungkapkan kepada teman-teman yang paling dekat dan intim. Dalam taraf ini individu menjalin hubungan yang lebih pribadi dengan menghayati perasaan yang dialami individu lainnya, yang membahas tentang keadaan diri yang paling pribadi. Suatu hubungan sudah berkembang menjadi begitu mendalam pada tingkatan ini.



26



2.1.5. Aspek-aspek Self Disclosure Atman dan Taylor (1973), mengemukakan bahwa self disclosure merupakan kemampuan seseorang untuk mengungkapkan informasi diri kepada orang lain yang bertujuan untuk mencapai hubungan yang akrab. Ada dua dimensi self disclosure yaitu keluasan dan kedalaman. Keluasan berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam berkomunikasi dengan siapa saja (target person), baik orang yang baru dikenal, teman biasa, orang tua, saudara dan teman dekat. Sedangkan kedalaman berkaitan dengan topik yang akan dibicarakan, baik bersifat umum maupun khusus. Umum dan khususnya individu menginformasikan dirinya tergantung pada siapa yang hendak diajak bicara (dalam Gainau, 2009, hlm. 2) Heymes (dalam Gainau, 2009, hlm. 5) mengemukakan bahwa self disclosure sebagai ekspresi seseorang dalam menyampaikan informasi kepada orang lain. Menurutnya ada tiga aspek self disclosure, yaitu: (1) ekspresi akan emosi dan proses emosi, (2) ekspresi akan fantasi-fantasi impian, cita-cita, dan harapan-harapan, dan (3) ekspresi akan kesadaran. Selanjutnya menurut Person (dalam Lestari, 2016) mengungkapkan aspek-aspek self disclosure meliputi: (1) jumlah informasi yang diungkapkan, (2) sifat dasar yang positif dan negative, (3) dalamnya suatu pengungkapan, (4) waktu pengungkapan diri, dan (5) lawan bicara. Devito (dalam Pohan & Dalimunte, 2017) mengemukakan aspekaspek self disclosure, yaitu: (1) amount/ kuantitas; kuantitas dari pengungkapan diri dapat diukur dengan mengetahu frekuensi dengan siapa individu mengungkapkan diri, (2) valensi merupakan hal yang positif atau negatif dari penyikapan diri, (3) ketepatan dan kejujuran, dalam mengungkapkan diri, (4) Intensi; keluasan individu mengungkapkan tentang apa yang ingin diungkapkannya, (5) intimacy; individu dapat mengungkapkan detail yang paling intim dari hidupnya. Sedangkan menurut Jourard (1971a), aspek-aspek self disclosure meliputi; sikap atau opini (attitudes or opinions), selera dan minat (tastes and interests), pendidikan (studies), keuangan (money), kepribadian



27



(personality), dan fisik (body). Penjelasan dari keenam aspek self disclosure adalah sebagai berikut (dalam Ifdil, 2013, hlm. 113). 1) Sikap atau opini (attitudes or opinions), mencakup informasi sikap dan pendapat mengenai keagamaan, dan pergaulan remaja. 2) Selera dan minat (tastes and interests), mencakup informasi tentang selera dalam berpakaian, makanan, dan kegemaran akan hobi yang disukai. 3) Pendidikan (studies), mencakup informasi keadaan lingkungan sekolah, dan pergaulan sekolah. 4) Keuangan (money), mencakup informasi tentang sumber keuangan, pengeluaran yang dibutuhkan, dan cara mengatur keuangan. 5) Kepribadian (personality), mencakup informasi tentang hal-hal yang mencakup keadaan diri, seperti marah, cemas, sedih, serta hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis. 6) Fisik (body), mencakup informasi tentang keadaan fisik dan kesehatan fisik. 2.2. Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise 2.2.1. Pengertian Bimbingan Kelompok Istilah bimbingan merupakan terjemahan dari kata “guidance” dari kata dasar “guide” yang berarti jalan, memimpin, memberikan petunjuk, mengatur, mengarahkan, dan memberi nasihat. Miler (dalam Surya, 1988), menyatakan bahwa bimbingan merupakan proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman diri dan pengarahan diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum kepada sekolah (dalam hal ini termasuk madrasah), keluarga, dan masyarakat (dalam Tohirin, 2011, hlm. 15). Bimbingan merupakan bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada individu agar individu yang dibimbing mencapai kemandirian dengan mempergunakan berbagai bahan, melalui interaksi, dan pemberian



28



nasehat serta gagasan dalam suasana asuhan dan berdasarkan normanorma yang berlaku (Tohirin, 2011, hlm. 20). Mortensen & Schmuller (1976) mengemukakan bahwa: “Guidance may be define as that part of the total educational program that helps provide the personal opportunities and specializes staff services by which each individual can develop to the fullest of his abilities and capacities in terms of the democratic idea”. Sedangkan menurut Shertzer dan Stone (1971), bimbingan sebagai “... process of helping an individual to understand himself and his world (proses pemberian bantuan kepada individu agar mampu memahami diri dan lingkungannya)”. Kartadinata (1998) mengartikan bimbingan sebagai proses membantu individu untuk mencapai perkembangan optimal (dalam Yusuf L.N & Nurihsan, 2014, hlm. 6). Suherman AS (2015, hlm. 11) menjelaskan bahwa bimbingan mengandung arti yang luas, yaitu bimbingan merupakan suatu proses yang berkesinambungan,



bimbingan



merupakan



bantuan



bagi



individu,



bimbingan bertujuan mengembangkan potensi secara optimal, dan bimbingan dilakukan oleh tenanga profesional. Person (dalam Jones, 1951), mengemukakan bimbingan sebagai bantuan



yang



diberikan



kepada



individu



untuk



dapat



memilih,



mempersiapkan diri, dan memangku suatu jabatan, serta mendapat kemajuan dalam jabatan yang dipilihna itu. Menurut Crow & Crow (1960), bimbingan adalah bantuan yang diberikan oleh seseorang laki-laki atau perempuan, yang memiliki kepribadian yang memadai dan terlatih dengan baik kepada individu-individu setiap usia untuk membantunya mengatur



kegiatan



hidupnya



sendiri,



mengembangkan



pandangan



hidupnya sendiri, membuat keputusan sendiri dan menanggung bebannya sendiri (dalam Prayitno & Amti, 2004, hlm. 93-94). Dari definisi-definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa bimbingan adalah sebagai berikut. 1) Bimbingan merupakan usaha pemberian bantuan,



29



2) Bimbingan dapat diberikan kepada siapa saja, maksudnya adalah tidak mengenal umur atau usia, 3) Bimbingan diberikan oleh tenaga ahli (konselor), Sedangkan pengertian dari kelompok sendiri adalah sekumpulan individu yang memiliki tujuan dan misi yang sama, serta adanya interaksi dan saling mempengaruhi diantara anggota kelompok. Menurut Gladding (2012), kelompok adalah dua orang atau lebih yang mempunyai ketergantungan satu sama lain, dan mempunyai kesadaran bahwa masing-masing mempunyai niat untuk mencapai sebuah tujuan yang sama. Tujuannya bisa berupa tugas-tugas yang berhubungan dengan pekerjaan atau pendidikan, perkembangan pribadi, problem solving, atau pengobatan/terapi. Senada dengan hal tersebut, menurut Brodbeek & Lewin (1958), kelompok merupakan sekumpulan individu-individu yang mempunyai hubungan-hubungan



tertentu,



yang



membuat



mereka



saling



ketergantungan satu sama lain dalam ukuran-ukuran yang bermakna (dalam Hartinah DS, 2009, hlm. 20). Terkait pernyataan di atas, dalam pelaksanaannya kegiatan bimbingan dapat dilakukan secara individual dan kelompok, namun dalam situasi tertentu, suatu masalah tidak dapat diselesaikan secara individual, situasi kelompok dapat dimanfaatkan untuk menyelenggarakan layanan bimbingan bagi peserta didik. Interaksi yang terjalin dalam kelompok merupakan interaksi yang dinamis, karena setiap anggota kelompok memiliki peran dan fungsi masing-masing sebagai bagian dari kelompok untuk mencapai tujuan bersama (Yustina, dalam Supriatna, 2014, hlm. 253) Bimbingan kelompok merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan



30



dalam



upaya



mencegah



timbulnya



masalah



atau



dalam



upaya



pengembangan pribadi (Rusmana, 2009, hlm. 13). Senada dengan hal tersebut menurut Nurihsan (2014, hlm. 23), bimbingan kelompok merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Dapat berupa penyampaian informasi ataupun aktivitas kelompok membahas masalah-masalah pendidikan, pekerjaan, pribadi dan sosial. Gibson



&



Mitchell



(dalam



Natawidjaja,



2009,



hlm.



8)



mengemukakan bahwa bimbingan kelompok adalah aktivitas-aktvitas kelompok yang terfokus pada penyediaan informasi dan atau pengalamanpengalaman melalui suatu aktivitas kelompok yang terencana dan terorganisasi. Lebih jelas lagi menurut Tohirin (2011, hlm. 170), menjelaskan bahwa bimbingan kelompok merupakan suatu cara memberikan bantuan (bimbingan) kepada individu (siswa) melalui kegiatan kelompok. Dalam bimbingan kelompok aktivitas, dan dinamika kelompok harus diwujudkan untuk membahas berbagai hal yang berguna bagi pengembangan dan pemecahan masalah individu (siswa) yang menjadi peserta. Hal ini juga dijelaskan Gazda (1979, dalam Prayitno & Amti, 2004, hlm. 309) bahwa bimbingan kelompok di sekolah merupakan kegiatan informasi kepada sekelompok peserta didik untuk membantu menyusun rencana dan keputusan yang tepat. Sedangkan Winkel & Hastuti (2012, hlm. 111) menjelaskan bahwa bimbingan kelompok dilaksanakan yakni apabila jumlah orang yang diberi bantuan lebih dari satu orang, kelompok dapat berbentuk kecil, sedang dan sangat besar. Selaras dengan hal tersebut menurut Nurihsan (2014, hlm. 23) bimbingan kelompok dilaksanaan dalam tiga kelompok, yaitu kelompok kecil (2-6 orang), kelompok sedang (7-12 orang), dan kelompok besar (13-20 orang) atau kelas (20-40 orang). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bimbingan kelompok adalah proses pemberian bantuan kepada individu



31



dengan suasana kelompok dan dipimpin oleh pemimpin kelompok, untuk mencegah timbulnya masalah. 2.2.2. Tujuan Bimbingan Kelompok Tujuan pelayanan bimbingan adalah agar peserta didik dapat: 1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karir serta kehidupannya di masa yang akan datang; 2) mengembangkan seluruh potensi



dan



kekuatan



yang



dimilikinya



seoptimal



mungkin;



3)



menyesuaikan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta lingkungan kerjanya; 4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja (Depdikbud, 2007, hlm. 197). Tohirin (2011, hlm. 172) mengungkapkan tujuan bimbingan kelompok secara umum yaitu untuk pengembangan kemampuan bersosiaisasi, khususnya kemampuan berkomunikasi peserta layanan (siswa). Secara lebih khusus, layanan bimbingan kelompok bertujuan untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal para siswa. 2.2.3. Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise Group exercise merupakan aktifitas yang dilakukan oleh kelompok untuk tujuan tertentu (Jacobs, 2012). Senada dengan hal tersebut, menurut Rusmana (2009, hlm. 15), group exercise merupakan metode atau teknik dalam bimbingan kelompok dapat diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang terstruktur, terencana dan terukur baik dalam hal durasi, materi dan resikonya. Ada tujuh alasan dalam penggunaan group exercise diantaranya, yaitu: (1) to increase the comfort leve (untuk meningkatkan tingkat kenyamanan); (2) to provide the leader with useful information



32



(memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin); (3) to generate discussion and focus the group (untuk menghasilkan diskusi dan fokus kelompok); (4) to shift the focus (untuk mengalihkan fokus); (5) to deepen the focus (untuk memperdalam fokus); (6) to provide an opportunity for experiental learning (memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman); dan (7) to provide fun and relaxation (untuk memberikan kesenangan dan relaksasi) (Jacobs, 2012, hlm. 220). Hal ini senada dengan penjelasan Rusmana (2009, hlm. 15), bahwa ada tujuh alasan untuk menggunakan latihan dalam kelompok (group exercise) di antaranya: 1) Mengembangkan diskusi dan partisipasi; pengguna latihan dalam kelompok sering kali dapat meningkatkan partisipasi anggota kelompok dengan cara memberikan mereka pengalaman umum. Latihan dapat menjadi cara untuk menstimulasi minat dan energi anggota kelompok. 2) Memfokuskan kelompok; suatu latihan dapat digunakan untuk memfokuskan anggota pada suatu isu atau topik yang umum. 3) Mengangkat suatu fokus; konselor bisa juga menggunakan latian untuk mengangkat suatu fokus saat ia merasa sebuah topik baru dibutuhkan. 4) Memberi kesempatan untuk pembelajaran eksperiental; alasan keempat dalam penggunaan latihan adalah untuk memberi suatu pendekatan alternatif dalam mengeksplorasi persoalan-persoalan, hal ini dapat dilakukan melalui diskusi sederhana. Latihan juga berguna untuk membuat anggota menindaklanjuti tema yang didiskusikan dalam kelompok dari pada hanya membicarakannya. 5) Memberi konselor informasi yang berguna; latihan berguna juga untuk mendapatkan informasi dari anggota kelompok yang akan digunakan trainer dalam diskusi. Dalam hal ini latihan rounds sering kali digunakan.



33



6) Memberikan kesenangan dan relaksasi; latihan tertentu dapat melonggarkan suasana dalam kelompok melalui canda tawa dan relaksasi. Misalnya latihan lempar topeng, pijat kelompok dan sebagainya. Latihan ini bisa jadi sangat berguna saat kelompok nampaknya membutuhkan perubahan suasana atau keadaan. 7) Meningkatkan level kenyamanan; latihan dapat digunakan untuk meningkatkan level kenyamanan dalam kelompok. Banyak anggota mengalami kecemasan selama sesi awal dalam kelompok. Latihan untuk meningkatkan keakraban sering kali menambah rasa nyaman diantara anggota kelompok. 2.2.4. Jenis-jenis Latihan Group Exercise Ada empat belas jenis group exercise dalam bimbingan kelompok, yaitu: 1) Written (Menulis) 2) Movement (Gerak) 3) Rounds (Lingkaran) 4) Dyad and Triad 5) Creative Props 6) Arts and Crafts (seni dan kerajinan tangan) 7) Fantasy 8) Common Reading (Bacaan Umum) 9) Feedbeck (Umpan Balik) 10) Trust (Kepercayaan) 11) Experiential 12) Moral Dilemma (Dilema Moral) 13) Group-Decision (Keputusan Kelompok) 14) Touching (Sentuhan) (Jacobs, 2012, hlm. 223). Namun dalam penelitian ini, hanya menggunakan beberapa jenis saja untuk mengembangkan self disclosure peserta didik, yaitu diantaranya: (a)



34



written (menulis); (b) rounds (lingkaran); (c) dyad and triad; dan (d) common reading (bacaan umum). 1)



Written (Menulis) Latihan tertulis termasuk yang paling serbaguna dan berguna untuk semua tipe latihan. Latihan tertulis adalah aktivitas terstruktur di mana anggota menulis daftar, menjawab pertanyaan, mengisi item penyelesaian kalimat, menuliskan reaksi mereka, atau menandai daftar periksa yang berkaitan dengan sebuah isu atau topik. Keuntungan utama dari latihan tulis adalah bahwa para anggota menjadi terfokus saat menyelesaikan tugas menulis dan anggota memiliki gagasan atau tanggapan mereka (Jacobs, 2012, hlm. 224). Senada dengan hal tersebut, menurut Rusmana (2009, hlm. 1617), latihan menulis terdiri atas aktivitas tulis menulis di mana anggota dapat menulis daftar, pertanyaan, mengisi esai, menuliskan reaksi mereka, atau menandai dengan tanda cek hal-hal seputar isu atau topik yang dibahas. Keuntungan paling utama dari latihan ini adalah anggota menjadi lebih fokus saat menyelesaikan tugas tertulis dan mereka dapat menghasilkan ide-ide atau respon-respon di kepala mereka saat menyelesaikan tugas tersebut. Berikut jenis latihan dalam written: a)



Sentence-completion exercise (Melengkapi kalimat) Jenis latihan ini merupakan salah satu jenis latihan yang berguna untuk melengkapi kalimat. Melengkapi kalimat adalah pernyataan tertulis dengan sebagian kalimat yang masih kosong untuk dilengkapi oleh anggota kelompok. Latihan melengkapi kalimat dapat digunakan untuk topik atau permasalahan apa pun, kemudian dikembangkan untuk menghasilkan diskusi. Contoh, ketika awal kegiatan bisa menggunakan kalimat berikut untuk dilengkapi. Saat saya memasuki kelompok baru, saya merasa .......................



35



Saat orang pertama kali bertemu saya, mereka ............................ Saat saya berada dalam kelompok baru, saya merasa nyaman saat. Saya paling kesal saat pemimpin kelompok ................................. Dalam kelompok, saya paling takut kalau .................................... b) Listing exercise (Mengisi daftar isian) Mengisi daftar isian sangat berguna, dapat dilakukan dengan cara yang cepat dan mudah disesuaikan dengan tingkat dan kebutuhan anggota kelompok. Contohnya: karakteristik persahabatan, hobi, kegiatan liburan yang disukai, orang-orang yang dianggap penting dalam hidupnya, kualitas pribadi yang positif, sifat yang diinginkan dalam teman dekat. c)



Written-response exercise (Menulis respon) Jenis latihan written yang ketiga yaitu menulis respon, karena pemimpin meminta anggota untuk menanggapi dengan berbagai cara terhadap masalah atau pernyataan yang diajukan oleh pemimpin. Contoh: Anggota menulis tentang kematian menurut dirinya. Anggota menulis tanggapan singkat terhadap pertanyaan seperti: Apa peran seorang konselor sekolah? Anggota melengkapi pertanyaan pilihan ganda, atau memberikan jawaban satu kata untuk pertanyaan yang berbeda. Anggota menulis reaksi setela melihat film, acara TV, membaca buku atau puisi.



d) Diaries (Buku harian) Latihan buku harian digunakan baik selama sesi maupun di rumah. Dalam sebuah sesi, anggota menulis reaksi pribadi terhadap apa yang telah terjadi dalam kegiatan, hal ini sering dilakukan di akhir sesi kegiatan. Pemimpin memberikan waktu 5 atau 10 menit terakhir untuk melaksanakan latihan ini.



36



2)



Rounds (Lingkaran) Latihan rounds mungkin merupakan latihan yang paling berguna di mana konselor memiliki akses terhadap kelompok. Latihan ini dapat dilakukan dengan cepat dan membantu dalam mengumpulkan informasi yang berguna. Latihan ini mengharuskan trainer untuk membaca pernyataan dan peserta mengungkapkan perasaannya tentang



perasaan



tersebut



biasaya



memiliki



potensi



untuk



memunculkan berbagai diskusi (Rusmana, 2009, hlm. 20). Lingkaran adalah kegiatan dimana setiap anggota diminta untuk menanggapi beberapa stimulus yang diajukan oleh pemimpin. Di semua kelompok, lingkaran sangat membantu dalam mengumpulkan informasi dan melibatkan anggota. lingkaran juga membantu dalam mengendalikan anggota yang terlalu banyak berbicara (Jacobs, 2012, hlm. 198). Ada tiga macam latihan lingkaran. yaitu: (1) kata, frasa, atau lingkaran yang ditetapkan; (2) kata atau frase bulat; dan (3) putaran komentar. a)



Putaran kata atau frasa yang berurutan; latihan ini dapat diselesaikan dengan cepat karena anggota merespon dengan kata atau frasa yang ditetapkan, berarti pemimpin meminta anggota untuk menggunakan satu, dua, atau tiga pilihan yang mungkin saat merespon pertanyaan atau masalah, seperti “ya atau tidak” atau “sangat membantu”, “bermanfaat”, atau “tidak membantu”. Latihan ini biasanya dilakukan pada awal sesi, sebagai cara menilai apakah perhatian anggota kelompok ada pada kegiatan atau hal lain.



b) Putaran kata atau frasa; untuk latihan ini, para anggota diminta untuk menanggapi hanya dengan sepatah kata atau frasa singkat, karena pemimpin kelompok ingin anggota menyimpan komentar singkat mereka. Contohnya:



37



Hanya dalam sebuah kata atau frasa, bagaimana perasaan kamu berada dalam kelompok ini? Hanya dalam sebuah kata atau frasa, bagaimana kamu menggambarkan perasaanmu tentang sekolah? Hanya dalam sebuah kata atau frasa, bagaimana kamu menggambarkan tugas kita dalam kegiatan kelompok ini? c)



Putaran komentar;



latihan ini digunakan saat pemimpin



menginginkan anggota untuk mengatakan lebih dari sekedar beberapa kata, karena pemimpin kelompok menganggap anggota akan mendapatkan manfaat dari mendengarkan komentar dari anggota kelompok lain, atau karena pertanyaan tersebut tidak dapat dijawab oleh salah satu anggota kelompok (Jacobs, 2012, hlm. 198). 3) Dyad and Triad Dyad merupakan aktivitas di mana anggotanya dipasangkan dengan satu sama lain untuk mendiskusikan persoalan-persoalan atau untuk menyelesaikan suatu tugas (Rusmana, 2009, hlm. 20). Senada dengan hal tersebut, menurut Jacobs (2012, hlm. 210), dyad adalah kegiatan di mana pasangan anggota mendiskusikan masalah atau menyelesaikan sebuah tugas. Dyad sangat berguna karena bisa digunakan untuk berbagai alasan. Pemimpin kelompok perlu mengetahui kapan harus menggunakan dyad, bagaimana cara memasangkan anggota, dan lamanya waktu harus diulang. Begitu halnya dengan triad, yakni aktivitas di mana anggota kelompok dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yakni terdiri atas tiga orang. Triad dibentuk saat anggota kelompok berjumlah ganjil. Pada umumnya dyad dan triad sangat berguna karena memberikan kesempatan bagi anggota untuk memiliki kontak yang lebih personal dengan satu sama lain, mengemukakan ide, dan memvariasikan format kelompok.



38



Adapun kegunaan dari dyad dan triad antara lain: a)



Berinteraksi dengan 2 atau 3 individu lainnya



b) Mempraktikkan beberapa keterampilan c)



Melakukan aktivitas antara 2 orang agar dapat berinteraksi dalam kondisi tertentu



d) Bermanfaat dalam mengembangkan aktivitas yang dlakukan kelompok e)



Mempererat interaksi yang terjadi antar anggota kelompok (Rusmana, 2009, hlm. 20).



4)



Common Reading (Bacaan Umum) Latihan bacaan umum (common reading) mensyaratkan peserta untuk membaca cerita pendek, puisi atau dongeng. Bacaan-bacaan seperti itu seringkali menyajikan tujuan dari pengembangan ide dan pemikiran serta memperdalam fokus terhadap beberapa topik atau isu. Faktor penting yang harus dipikirkan dalam melaksanakan kegiatan ini adalah tujuan kelompok. Pastikan bahwa bahan bacaan akan dapat mengembangkan pemikiran-pemikiran yang berkenaan dengan tujuan tersebut. Pertimbangan lainnya adalah kapabilitas intelektual anggota saat pemimpin kelompok meminta anggota kelompok membaca dan menanggapi puisi ataupun menulis sajak (Rusmana, 2009, hlm. 23). Para anggota kelompok dalam kegiatan latihan bacaan umum, membaca bagan pendek dari puisi atau cerita, untuk memunculkan ide dan pemikiran serta memperdalam fokus pada beberapa topik atau masalah (Jacobs, 2012, hlm. 238). Jacobs (2012, hlm. 238) menambahkan dalam kegiatan bacaan umum, anggota memiliki berbagai reaksi, biasanya memunculkan disksi tentang tuntutan dan harapan kepada orang lain, serta persetujuan dan penerimaan orang lain.



39



2.2.5. Proses Group Exercise Menurut Jacobs (2012, hlm. 258-270), beberapa hal yang harus diperhatikan dalam proses group exercise yaitu: 1) Tujuan proses group exercise Ada tiga tujuan proses group exercise, masing-masing memiliki fokus yang sedikit berbeda: a)



Untuk merangsang diskusi tentang topik dan isu-isu.



b) Mensimulasian kepada anggota kelompok untuk mempelajari lebih dalam pikiran dan perasaan. c)



Merangsang pembahasan dan diskusi terkait dengan dinamika kelompok dan proses kelompok.



2) Waktu yang dibutuhkan untuk proses group exercise yang memadai Diharapkan dalam pelaksanaan proses exercise tidak terlalu lama sehingga menyisakan sedikit waktu untuk proses pembahasan dan diskusi topik. 3) Cara proses group exercise Saat exercise akan dilakukan dan diselesaikan, dapat diproses dengan beberapa cara, yaitu; (a) melingkar, (2) membentuk dua atau tiga orang dalam kelompk, (c) menulis, (d) mengkombinasikan dari empat yaitu melingkar, menulis, dan membentuk dua atau tiga orang dalam kelompok. 4) Jenis pertanyaan proses group exercise. Pemimpin



kelompok



yang



terampil



akan



selalu



mempertimbangkan jenis pengolahan pertanyaan untuk bertanya, karena pertanyaannya harus mengarahkan pada anggotanya fokus untuk fokus pada latihan, kelompok, isu atau topik, atau pada individu masing-masing anggota kelompok. Pertanyaan seperti “apa yang terjadi?”, “apa yang anda bayangkan?”, “apa bacaan yang paling menarik?”.



40



Jika pemimpin ingin memasuki anggota untuk masuk lebih dalam, dia juga menggunakan jenis lain dari pertanyaan, seperti berikut: a)



Pengetahuan apa yang anda dapatkan dari kegiatan ini?



b) Apakah anda merasa perasaan anda gelisah? c)



Apakah kegiatan ini dapat anda aplikasikan dalam kehidupan anda sehari-hari?



5) Waktu yang diperlukan untuk proses group exercise. Pemimpin harus memutuskan beberapa lama untuk membahas latihan yang sebenarnya. Misalnya, jika kelompok baru saja terlibat dalam latihan fantasi mereka, tetapi tujuan utama pengolahan adalah untuk mendapatkan mereka untuk berbicara tentang perasaan apa yang mereka hadapi. Hal ini sama dengan latiha gerakan di mana orangorang berjuang untuk mencapai tujuan mereka. Tetapi pemimpin akan lebih memusatkan diskusi pada perjuangan mereka dalam pengalaman hidup mereka, bukan perjuangan dalam latihan. Banyak pemimpin membuat kesalahan dengan membiarkan anggota hanya berbicara tentang latihan dan tidak mengarahkan anggota dalam memaknai dari latihan secara mendalam, atau tingkat yang lebih bermakna. Pemimpin dapat menghilangan kesalahan ini dengan menanyakan baik pertanyaan pemikiran yang memanfaatkan emosi, dan perasaan anggota kelompok. 6) Fokus pada satu anggota atau pada seluruh kelompok. Saat



memproses



exercise



untuk



perkembangan



pribadi,



dukungan dan kelompok terapi, para pemimpin kadang-kadang harus memutuskan apakah akan fokus pada satu orang atau kelompok. Biasanya terbaik di awal tahap pengolahan, untuk mendengar dari semua anggota yang merasa seperti berbagi untuk mendapatkan rasa apa yang terjadi dengan anggota. Ini dapat dilakukan dengan menggunakan putaran atau hanya meminta beberapa komen singkat tentang reaksi anggota untuk latihan. Jika ada anggota yang ingin



41



mengerjakan sesuatu, pemimpin harus memutuskan apakah fokus pada satu orang lebih baik daripada melanjutkan diskusi dengan seluruh kelompok. 7) Menguasai dan mengendalikan fokus. Kesalahan umum yang dilakukan oleh pemimpin kelompok berpengalaman saat memproses latihan adalah fokus kesalah satu anggota grub terlalu lama pada orang yang pertama berbicara. Biasanya baik bagi pemimpin untuk memberikan semua atau sebagaian besar anggota kesempatan untuk berbicara sebelum memegang fokus pada satu orang atau masalah. Latihan harus menciptakan energi dan minat di antara semua anggota. Berfokus pada satu anggota dapat menyebabkan hilangnya minat dan perhatian dari anggota lain yang tidak memiliki kesempatan untuk bereaksi dalam kegiatan latihan. 8) Group exercise berpusat pada masa lalu. Meskipun sebagian besar latihan fokus pada saat ini, banyak yang dirancang untuk mengarahkan anggota untuk merenungkan masa lalu mereka. Anggota mungkin diminta untuk menggambarkan rumah tempat tinggal mereka masih kecil atau untuk menggambarkan bagaimana perasaan mereka ketika mereka berusia 10 tahun. Latihan berpotensi kuat fokus pada masa lalu untuk mengetahui gambaran masa kanak-kanak dari anggota. Tidak ada benar atau salah tentang di mana latihan harus fokus, kita merasa bahwa berfokuspada masa lalu, dalam bnayak kasus tentang masa lalu biasanya lebih produktif dari pada hanya berfokus pada masa sekarang. 2.3. Peneltian Terdahulu yang Relevan 1) Penelitian Saputri, dkk (2012) yang meneliti tentang hubungan kemampuan sosialisasi dengan keterbukaan diri terhadap siswa kelas VIII SMP Garipuro Aumpiuh. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kemampuan sosialisasi dengan keterbukaan diri siswa



42



kelas VIII. Hasil penelitian menunjukkan 39 siswa (70,9%) memiliki kemampuan sosialisasi baik, 28 siswa yang kemampuan sosialnya baik tetapi keterbukaan dirinya sedang. Sedangkan siswa yang mengalami kemampuan sosialisasi kurang ada 7 siswa (12,7%), dan keterbukaan dirinya tinggi ada 2 siswa. Hasil menunjukkan ada signifikan antara kemampuan sosialisasi dengan keterbukaan diri siswa kelas VIII. 2) Data dalam penelitian Dai, dkk (2016) yang berjudul The Influence of Responses to Self-Disclosure on Liking in Computer-Mediated Communication, hasil menunjukkan pentingnya berbagai bentuk respon terhadap keterbukaan diri dalam ketertarikan interpersonal secara online dan peran responsif terhadap pengungkapan pada hubungan awal dan juga hubungan yang lebih dalam. Dalam penelitian ini yang ikut partisipasi adalah Mahasiswa tingkat sarjana di Universitas Midwestern besar di Amerika Serikat, mereka secara sukarela berpartisipasi dan mendaftar melalui kolam peserta penelitian online. 3) Penelitian Joinson (2001) yang berjudul Self-disclosure in computermediated communication: The role of self-awareness and visual anonymity, mengindikasikan bahwa tiga penelitian meneliti gagasan bahwa komunikasi mediasi yang menggunakan perangkat komputer dapat diidentifikasi memperoleh tingkat keterbukaan diri yang tinggi. 4) Terkait dengan keterpaparan media informasi, hasil penelitian Dye & Akpojivi (2015) yang berjudul South African Generation Y students’ selfdisclosure on Facebook, mengungkapkan bahwa munculnya situs jejaring sosial online seperti Facebook, Twitter, Bebo, MXit, dan sejenisnya telah merevolusi komunikasi. Sayangnya, kemudahan informasi dapat dengan mudah diungkapkan dan dibagikan di Facebook telah menimbulkan masalah privasi dan keamanan yang serius di kalangan ilmuwan dan kritikus sosial. Penelitian ini berusaha untuk mengeksplorasi pengungkapan informasi di Facebook oleh siswa Generasi Y di Afrika Selatan dengan memastikan jenis informasi yang



43



mereka ungkapkan, dan faktor-faktor yang mungkin akan mempengaruhi pengungkapan-pengungkapan diri mereka di Facebook. 5) Penelitian Forest & Wood (2012) yang berjudul When Social Networking Is Not Working: Individuals With Low Self-Esteem Recognize but Do Not Reap the Benefits of Self-Disclosure on Facebook, meneliti



tentang



media sosial yang telah mempublikasi gagasan bahwa jejaring sosial, misalnya facebook, dapat memperluas kehidupan antarpribadi dengan sosialnya. Situs-situs media sosial sangat bermanfaat bagi orang-orang yang enggan untuk mengungkapkan dirinya, dan mendorong individu untuk mengekspresikan diri ecara lebh terbuka. 6) Selanjutnya penelitian Mehta, dkk (2017) yang berjudul Can Lighting Influence Self-Disclosure, penelitian ini mengungkapkan bahwa dengan munculnya jejaring sosial di mana individu mengungkapkan informasi dan pendapat mereka secara terbuka pada berbagai topik seperti masalah sosial, anggota tubuh, keuangan, pekerjaan, dan kepribadian. 7) Penelitian Natih, dkk (2014) yang berjudul Penerapan Konseling Rasional Emotif dengan Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Keterbukaan Diri (Self Disclosure) Siswa Kelas X MIA 3 SMA Negeri 2 Singaraja. Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan Bimbingan Konseling (Action Research In Counseling) yang bertujuan untuk mengetahui peningkatan keterbukaan diri (self-disclosure) siswa kelas X MIA 3 SMA Negeri 2 Singaraja, setelah dilaksanakan penerapan konseling rasional emotif dengan teknik role playing. Subyek penelitian ini sebanyak 28 orang siswa kelas X MIA 3 SMA N egeri 2 Singaraja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan keterbukaan diri siswa melalui pemberian layanan bimbingan klasikal, layanan bimbingan kelompok, layanan konseling kelompok dan layanan konseling individu. Dari hasil penelitian siklus I siswa yang keterbukaan dirinya berada pada kategori rendah dan sangat rendah meningkat menjadi kategori sedang dan setelah pemberian layanan pada siklus II



44



keterbukaan diri siswa meningkat dari kategori sedang menjadi kategori tinggi dan sangat tinggi. 8) Penelitian Bonnesen (2002) yang berjudul Painful Self-Disclosures Of Older Adults In Relation To Aging Stereotypes And Perceived Motivations, menunjukkan bahwa penelitian ini meneliti pengaruh tipe pengungkapan diri yang berkaitan dengan usia partisipan (muda dan tua) terhadap



persepsi



karakteristik



pengungkapan,



keterbukaan,



dan



motivasi. Akhirnya, peserta menilai beragam motif berbeda, menurut jenis pengungkapan dan usia peserta. Hasil ini didiskusikan dengan dalam kerangka kerja dari situasi komunikatif model penuaan. 9) Hasil penelitian Navisah (2015) menunjukkan bahwa peserta didik sudah menunjukkan keterbukaan diri yang tinggi dalam persahabatan, namun perlu adanya upaya pengembangan. Peserta didik yang termasuk dalam keterbukaan diri dalam kategori tinggi mendapat persentase 86,2% yaitu 90 orang, dan keterbukaan diri dalam kategori rendah mendapat persentase 13,8% yaitu 14 orang, serta dalam penyusunan rancangan pelaksanaan layanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kebutuhan peserta didik. 10) Selanjutnya hasil penelitian Andiana & Fauziah (2016) tentang hubungan antara adversity intelligence dengan keterbukaan diri pada ibu yang memiliki anak autisme di kota Surakarta. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan adversity intelligence dengan keterbukaan diri pada ibu yang memiliki anak autisme di kota Surakarta. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu yang memiliki anak autisme di kota Surakarta memiliki keterbukaan yang tinggi karena memiliki adversity intelligence yang baik. 11) Penelitian Galuh K & Desiningrum (2016) melakukan penelitian tentang hubungan antara dukungan sosial guru dengan pengungkapan diri (self disclosure) pada remaja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara dukungan sosial guru dengan pengungkapan diri (self disclosure) pada remaja yakni siswa kelas X SMA N 8 Semarang. Hasil



45



penelitian menunjukkan terdapat hubungan positif dan signifikan antara dukungan sosial guru dan pengungkapan diri remaja. 12) Bagaimana peran guru Bimbingan dan Konseling dalam meningkatkan self disclosure peserta didik tingkat Sekolah Menengah Pertama, telah dilakukam oleh Jannah, dkk (2016) dengan judul Pengembangan Permainan Simulasi Keterbukaan Diri untuk Siswa SMP, Studi pengembangan ini menghasilkan panduan untuk konselor dan media permainan



simulasi



keterbukaan



diri



yang



digunakan



untuk



meningkatkan keterbukaan diri siswa SMP. Berdasarkan hasil analisis data penilaian para ahli dan calon pengguna, dapat disimpulkan bahwa panduan permainan simulasi untuk konselor dan media permainan simulasi ini sangat tepat, sangat berguna, sangat mudah, dan sangat menarik. Karena itu permainan simulasi keterbukaan diri untuk siswa SMP sangat layak digunakan sebagai layanan bimbingan oleh konselor kepada siswa. 13) Senada dengan hal tersebut, pada penelitian Lubis (2011) yang berjudul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Karakteristik Guru Bimbingan Dan Konseling Dengan Self Disclosure Pada Siswa SMP Negeri 31 Medan, hasil penelitian menunjukkan bahwa persepsi siswa



terhadap



karakteristik guru bimbingan dan konseling dengan self disclosure pada siswa adalah positif dan signifikan, dimana semakin positif persepsi siswa terhadap karakteristik guru bimbingan dan konseling, maka self disclosure pada siswa akan semakin tinggi pula. 14) Penelitian Yunica (2015) mengenai bimbingan kelompok teknik group exercise untuk pengembangan resiliensi diri siswa. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental, dengan hasil bahwa bimbingan kelompok teknik group exercise efektif untuk mengembangkan resiliensi diri siswa, terlihat bahwa ada peningkatan rata-rata skor siswa sebelum dan sesudah diberikan intervensi.



46



Terkait dengan penelitian yang relevan di atas, maka peneliti akan meneliti tentang upaya mengembangakan self disclosure peserta didik di tingkat SMP/MTs dengan menggunakan strategi bimbingan kelompok teknik group exercise. 2.4. Posisi Teoretik 1) Kerangka Pemikiran Penelitian ini didasarkan pada kerangka pikiran bahwa bimbingan kelompok teknik group exercise memberikan kemudahan dalam pertumbuhan. Artinya bimbingan kelompok teknik group exercise mendorong individu mengoptimalkan perilaku positif dan perwujudan dirinya. Bimbingan kelompok teknik group exercise lebih efektif karena bimbingan kelompok merupakan bentuk intervensi yang lebih efisien bila dibandingkan bimbingan individual, karena dengan setting kelompok, konselor dapat berbicara dengan banyak peserta didik sekaligus. Selain itu, bila dipandang dari sudut perkembangan dan pedagogik, sering kali cara terbaik bagi peserta didik dalam belajar adalah belajar dari satu sama lain. Self dislosure menurut Derlega (1987, hlm. 2) mendefinisikan, “self disclosure includes any information exchange that refers to the self, including personal states, dispositions, events in the past, and plans for the futeure”. Yang berarti self dislosure merupakan pertukaran informasi yang meliputi dan mengacu pada diri, termasuk keadaan pribadi, watak, pengalaman masa lalu, dan rancangan masa depan. Self disclosure tidak secara langsung diperoleh peserta didik melalui pendidikan formal di sekolah. Kurikulum sekolah tidak menyediakan dan tidak mengkhususkan fokusnya pada bidang tersebut. Saat ini, peserta didik kurang mengetahui manfaat dari self dislosure itu sendiri, mereka beranggapan bahwa permasalahan yang mereka alami, atau ada kesulitan yang sedang mereka alami, tidak perlu menceritakan kepada orang lain atau meminta pendapat dan solusi dari orang lain.



47



Sehubungan dengan hal tersebut, dalam upaya meningkatkan self disclosure peserta didik, diperlukan upaya spesifik dan fokus. Salah satu upaya yang sangat mungkin dilakukan adalah melalui layanan bimbingan. Salah satu strategi bimbingan yang menjangkau semua peserta didik dan dapat dilakukan secara klasikal adalah bimbingan kelompok, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik group exercise karena memungkinkan untuk digunakan dalam pemberian informasi, dan diskusi kelompok. Setelah



mengetahui



beberapa



penelitian



sebelumnya



dan



berdasarkan pendapat para ahli maka peneliti tertarik menggunakan teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik karena teknik group exercise dapat menciptakan kenyamanan antara anggota-anggota kelompok, dapat memberikan informasi kepada peneliti selaku pemimpin kelompok, yakni berkaitan dengan keterbukaan diri, mengungkapkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, menghasilkan diskusi, memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman, mampu berbicara di depan orang banyak, serta agar anggota-anggota kelompok bisa terbuka kepada anggota kelompok yang lain. Melalui bimbingan kelompok teknik group exercise ini, peserta didik



dilatih



untuk



dapat



berkomunikasi



dengan



baik



guna



pengembangan hubungan dan interaksi sosial peserta didik. 2) Asumsi Penelitian Asumsi dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a)



Remaja merupakan suatu masa di mana individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual (Muang-man, 1980, dalam Sarwono, 2016, hlm. 12). Yang ditandai dengan perubahan yang pesat dalam berbagai aspek perkembangan, baik fisik maupun psikis (Yusuf, L.N & Sugandhi (2013, hlm. 77). Perubahan-



48



perubahan dalam porposi tubuh selama masa pubertas, juga terlihat pada perubahan ciri-ciri wajah (Desmita, 2016, hlm. 77). b)



Self disclosure merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi kepada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya (Person, dalam Gainau, 2009, hlm. 4).



c)



Bimbingan kelompok merupakan suatu proses pemberian bantuan kepada individu melalui suasana kelompok yang memungkinkan setiap anggota untuk belajar berpartisipasi aktif dan berbagi pengalaman dalam upaya pengembangan wawasan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan dalam upaya mencegah timbulnya masalah atau dalam upaya pengembangan pribadi (Rusmana, 2009, hlm. 13).



d)



Group Exercise merupakan metode atau teknik dalam bimbingan kelompok



dapat



diorientasikan



pada



aktivitas-aktivitas



yang



terstruktur, terencana dan terukur baik dalam hal durasi, materi dan resikonya (Rusmana, 2009, hlm. 15). e)



Pemilihan strategi ini juga didasarkan pendapat ahli, bahwa dalam terapi kelompok, pasien self disclosure sangat dipengaruhi oleh sikap dan peran pemimpin kelompok, yang umumnya lebih mandiri mengungkapkan dari pada terapis individu (Vinogradov & Yalom, dalam Sricker & Fisher, 1990, hlm. 192).



3) Hipotesis Penelitian Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pemikiran yang telah dipaparkan, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah “Bimbingan



kelompok



teknik



group



exercise



mengembangkan self disclosure peserta didik”. Hipotesis



statistik



penelitian



adalah: H0 : µA01 = µA02 H1 : µA01 > µA02



efektif



untuk



49



Keterangan: µA01: Rata-rata self disclosure sebelum pemberian bimbingan kelompok teknik group exercise µA02 : Rata-rata self disclosure sesudah pemberian bimbingan kelompok teknik group exercise



50



BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab III dipaparkan: 1) metode dan desain penelitian; 2) partisipan penelitian; 3) populasi dan sampel penelitian; 4) definisi operasional variabel; 5) instrumen penelitian; 6) uji coba program; 7) prosedur penelitian; dan 8) teknik analisi data. 3.1. Metode dan Desain Penelitian Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, dengan desain quasi experimen atau eksperimental semu. Jenis desain eksperimen yang digunakan ialah non-equivalent pretest-posttest control group design. Dengan desain ini, baik kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol dibandingkan, kelompok tersebut dipilih tanpa melalui rendomisasi, dua kelompok yang ada diberikan pretest kemudian diberi perlakuan dan yang terakhir diberi posttest (Emzir, 2012, hlm. 102). Penelitian



dengan



pendekatan ini menekankan pada data berupa angka-angka (numerical) yang pengolahan datanya dilakukan dengan metode statistik. Pemilihan kelompok tanpa melalui random artinya dalam penelitian memilih kelompok dengan kriteria tertentu dimana di dalam kelompok eksperimen dan kelompok kontrol memiliki kesamaan seperti subjek penelitian pada kelas VIII, jumlah subjek dan subjek yang memiliki self disclosure rendah. Perlakuan yang akan diberikan adalah bimbingan kelompok teknik group exercise. Untuk dapat mengetahui keefektifan dari bimbingan kelompok teknik group exercise tersebut adalah dengan cara membandingkan antara hasil pretest dan posttest yang telah diberikan. Setelah pretest diberikan, kelompok eksperimen akan diberikan perlakuan menggunakan bimbingan kelompok teknik group exercise, dan kelompok kontrol tidak diberikan perlakuan. Setelah itu masing-masing kelompok kontrol dan eksperimen akan diberikan posttest, hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan berpengaruh terhadap self disclosure peserta didik. 50



51



Desain penelitian yang digunakan digambarkan sebagai berikut: Group 1/ KK (Kelompok Kontrol)



O1



Group 2/ KE (Kelompok Eksperimen)



O3



O2 X



O4



Gambar 3.1. Desain Penelitian (Farynaiarz & Lockwood, dalam Houser, 2009, hlm. 53) Keterangan: X : Treatmen yang diberikan (Bimbingan kelompok Teknik Group Exercise) : Perlakuan Konvensional O1, O3 : Pretest O2, O4 : Posttest KE : Kelompok Eksperimen KK : Kelompok Kontrol 3.2. Partisipan Penelitian Partisipan penelitian adalah peserta didik kelas VIII di MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018 yang yang terindikasi memiliki self disclosure pada kategori rendah dan sedang menuju rendah berjumalah 24 peserta didik. Penelitian ini dilakukan pada remaja awal, alasan peneliti memilih remaja awal karena hasil hasil pretest dengan menggunaan instrumen self disclosure, diketahui bahwa remaja memiliki self disclosure pada kategori rendah, padahal salah satu tugas perkembangan remaja adalah mencapai hubungan matang dengan teman sebaya (Desmita, 2016, hlm. 37). Peserta didik yang memiliki self disclosure rendah, akan berpengaruh dengan keberhasilan interaksi sosialnya, termasuk ada kaitanya dengan hubungan dengan teman sebaya. 3.3. Populasi dan Sampel Penelitian 1) Populasi dan Sampel Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas, objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang



52



ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009, hlm. 215). Senada dengan hal tersebut, menurut Creswell (2008, hlm. 151) populasi merupakan wilayah generalisasi berupa subjek atau objek yang diteliti untuk dipelajari dan diambil kesimpulannya. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi yang diteliti. Dengan kata lain, sampel merupakan sebagian atau bertindak sebagai perwakilan dari populasi sehingga hasil penelitian yang berhasil diperoleh dari sampel dapat digeneralisasikan pada populasi. Populasi dalam penelitian ini self disclosure seluruh peserta didik kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018 yang berjumlah 50 peserta didik. Subjek dalam penelitian ini ditentukan melalui penggunaan teknik non probability sampling, yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang atau kesempatan yang sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2016, hlm. 126). Sedangkan teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling,



yaitu



teknik



sampling



yang



digunakan



berdasarkan



pertimbangan orang yang ahli, dan memahami kondisi di daerah pengambilan sampel tersebut (Sugiyono, 2016, hlm. 126). Sampel dalam penelitian ini adalah self disclosure sebagian peserta didik yang terindikasi pada kategori rendah dan sedang menuju



rendah



Pertimbangan tersebut yaitu peserta didik kelas VIII, yang masingmasing kelompok berjumlah 12 peserta didik, 12 peserta didik untuk kelompok eksperimen dan 12 peserta didik untuk kelompok kontrol.. 3.4. Definisi Operasional Variabel Penelitian ini mengkaji dua variabel penelitian yakni bimbingan kelompok teknik group exercise sebagai variabel bebas (dependen) dan self disclosure peserta didik kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018 sebagai variabel terikat (independen).



53



1)



Bimbingan Kelompok Teknik Group Exercise Berdasarkan definisi-definisi konseptual yang telah dipaparkan pada bab II, maka dapat didefinisikan bimbingan kelompok teknik group exercise dalam penelitian ini merupakan upaya pemberian bantuan dari konselor atau peneliti terhadap konseli atau peserta didik kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018, yaitu dalam suasana kelompok dengan menggunakan jenis latihan (a) written (menulis); (b) rounds (lingkaran); (c) dyad and triad; dan (d) common reading (bacaan umum). Bimbingan kelompok sendiri menurut Nurihsan (2014, hlm. 23), merupakan bantuan terhadap individu yang dilaksanakan dalam situasi kelompok. Tujuannya yaitu untuk mendorong pengembangan perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap yang menunjang perwujudan tingkah laku yang lebih efektif, yakni peningkatan kemampuan berkomunikasi baik verbal maupun nonverbal para siswa (Tohirin, 2011, hlm. 172). Terdapat jenis-jenis teknik dalam bimbingan kelompok. Namun dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik group exercise untuk mengembangkan permasalahan yang akan diteliti yakni self disclosure. Group exercise merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yang dikembangkan oleh Jacobs (2012). Senada dengan hal tersebut, menurut Rusmana (2009, hlm. 15), group exercise merupakan metode atau teknik dalam bimbingan kelompok dapat diorientasikan pada aktivitas-aktivitas yang terstruktur, terencana dan terukur baik dalam hal durasi, materi dan resikonya. Adapun



alasan



dalam



penggunaan



group



exercise,



yaitu



diantaranya: (a) to increase the comfort leve (untuk meningkatkan tingkat kenyamanan); (b) to provide the leader with useful information (memberikan informasi yang berguna kepada pemimpin); (c) to generate discussion and focus the group (untuk menghasilkan diskusi dan fokus kelompok); (d) to shift the focus (untuk mengalihkan fokus); (e) to deepen the focus (untuk memperdalam fokus); (f) to provide an



54



opportunity for experiental learning (memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman); dan (g) to provide fun and relaxation (untuk memberikan kesenangan dan relaksasi) (Jacobs, 2012, hlm. 220). Pada penelitian Gunawan & Kalbuadi (2017) yang Berjudul Pengaruh Bimbingan Kelompok Terhadap Keterbukaan Diri Siswa, sampel pada penelitian ini yakni siswa kelas X di MAN 2 Praya sebanyak 35 siswa yang teridentifikasi memiliki keterbukaan diri rendah. Hasil menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan keterbukaan diri siswa setelah dilakukan bimbingan kelompok. Setelah



mengetahui



beberapa



penelitian



sebelumnya



dan



berdasarkan pendapat para ahli maka peneliti tertarik menggunakan teknik group exercise untuk mengembangkan self disclosure peserta didik karena teknik group exercise dapat menciptakan kenyamanan antara anggota-anggota kelompok, dapat memberikan informasi kepada peneliti selaku pemimpin kelompok, yakni berkaitan dengan keterbukaan diri, mengungkapkan pendapat, ide, saran, tanggapan, perasaan, menghasilkan diskusi, memberikan kesempatan untuk belajar dari pengalaman, mampu berbicara di depan orang banyak, serta agar anggota-anggota kelompok bisa terbuka kepada anggota kelompok yang lain. Melalui bimbingan kelompok teknik group exercise ini, peserta didik



dilatih



untuk



dapat



berkomunikasi



dengan



baik



guna



pengembangan hubungan dan interaksi sosial peserta didik. 2) Self Disclosure Self disclosure menurut Wheeles berpendapat, self disclosure diartikan



sebagai



kemampuan



seseorang



untuk



mengungkapkan



informasi tentang diri sendiri kepada orang lain. Senada dengan hal tersebut, menurut Person merupakan tindakan seseorang dalam memberikan informasi yang bersifat pribadi kepada orang lain secara sukarela dan disengaja untuk maksud memberi informasi yang akurat tentang dirinya (dalam Gainau, 2009, hlm. 4).



55



Johnson (1981, hlm. 16) mengungkapkan self disclosure dapat didefinisikan sebagai pengungkapan situasi sekarang dan memberikan informasi tentang masa lalu. Selain itu Wrightsman (dalam Gusmawati, dkk, 2016, hlm. 92) menjelaskan bahwa self disclosure merupakan proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan informasi dengan orang lain. Yakni proses berbagi yang dilakukan oleh sesorang kepada orang lain tentang berbagai hal dan informasi yang terkait dirinya dalam bentuk komunikasi. Secara operasional self disclosure dalam penelitian adalah sikap peserta didik kelas VIII MTs An-Nuur GUPPI Mojopahit Punggur Lampung Tengah Tahun Ajaran 2017/2018 dalam



membagikan



informasi yang bersifat pribadi, seperti perasaan, pikiran, dan keinginan, yang kemudian dikomunikasikan kepada teman, sahabat maupun orang tua secara sukarela, tentang sikap dan opini (attitudes and opinions), selera dan minat (tastes and interests), pendidikan (studies), keuangan (money), kepribadian (personality), serta fisik (body). Informasi pribadi merupakan topik pembicaraan/konten percakapan yang dilakukan peserta didik kepada teman, sahabat maupun orang tua dengan indikatorindikator yang dikemukakan oleh Jourard (1971a). Secara lebih rinci dijabarkan sebagai berikut (dalam Ifdil, 2013, hlm. 113). a)



Sikap atau opini (attitudes or opinions), indikator meliputi: pandangan/sikap mengenai keagamaan, dan pergaulan remaja.



b) Selera dan minat (tastes and interests), indikator meliputi: selera dan minat life style (mencakup selera dalam pakaian, selera makanan dan minuman, kegemaran akan hobi yang disukai). c)



Pendidikan (studies), indikator meliputi: keadaan lingkungan sekolah, dan pergaulan sekolah.



d) Keuangan (money), indikator meliputi: keadaan keuangan (seperti sumber keuangan, pengeluaran yang dibutuhkan, dan cara mengatur keuangan).



56



e)



Kepribadian (personality), indikator meliputi: keadaan diri (seperti marah, cemas, sedih serta hal-hal yang berhubungan dengan lawan jenis).



f)



Fisik (body), indikator meliputi: keadaan fisik, dan kesehatan fisik.



3.5. Intrumen Penelitian Berdasarkan jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini maka alat pengumpulan data yang dikembangkan adalah berupa angket self disclosure, angket ini selanjutnya akan digunakan untuk memperoleh gambaran tentang self disclosure peserta didik terhadap faktor-faktor yang melatarbelakangi munculnya kriteria rendahnya self disclosure sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan kelompok teknik group exercise. 1) Pedoman Skoring Instrumen disusun berdasarkan kisi-kisi yang telah dibuat sehingga menghasilkan item-item pernyataan dan kemungkinan jawabannya. Instrumen digunakan untuk mengukur self disclosure peserta didik. Pernyataan dalam instrumen angket penelitian ini diwujudkan dalam bentuk pertanyaan yang fovourrable dan non fovourrable. Selanjutnya angket tersebut dikembangkan mengikuti standar pengembangan intrumen dan diuji validitas dan reliabilitasnya. Penggunaan angket ini terdiri dari 60 pernyataan yang terdiri dari 42 pernyataan positif dan 18 pernyataan negatif. Namun setelah diujicobakan angket self disclosure menjadi 32 pernyataan yang terdiri dari 24 pernyataan positif dan 8 pernyataan negatif, pilihan kemungkinan kesesuaian dengan peserta didik yaitu: 1.



SS : Sangat Sesuai



2.



S



: Sesuai



3.



R



: Ragu-ragu



4.



TS



: Tidak Sesuai



5.



STS



: Sangat Tidak Sesuai



57



Setiap alternatif pilihan jawaban mengandung arti dan nilai seperti yang tertera di tabel 3.1. berikut. Tabel 3.1. Pola Skor Pilihan Alternatif Respon Pernyataan Favorable (+) Un-Favorable (-)



Skor Lima Pilihan Alternatif Respon SS S R TS STS 5 4 3 2 1 1 2 3 4 5



2) Pengembangan Kisi-kisi Instrumen Instrumen self disclosure dikembangkan dari definisi operasional variabel yang diturunkan dari enam aspek self disclosure menurut Jourard. Jenis instrumen pengungkapan ini menggunakan skala likert. Skala likert digunakan untuk mengukur sikap, dan pendapat seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Instrumen ini berisi pernyataan-pernyataan tentang faktor penyebab rendahnya keterbukaan diri yang merujuk kepada faktor dari dalam peserta didik, dan faktor dari luar peserta didik. Untuk memperoleh gambaran mengenai self disclosure sebelum dan sesudah mengikuti bimbingan kelompok melalui teknik group exercise, berikut ini kisi-kisi instrumen sebelum divalidasi, dapat dilihat pada tabel 3.2. berikut. Tabel 3.2. Kisi-kisi Instrumen Self Disclosure (Sebelum Uji Coba) No



Aspek



1



Sikap atau opini (attitudes or opinions)



2



3



Selera dan minat (tastes and interests) Pendidikan (studies



Indikator a. Pandangan/si kap keagamaan b. Pergaulan remaja a. Selera terhadap life style a. Keadaan sekolah b. Pergaulan sekolah



Item + 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7 8 10, 11, 15 16, 17, 18, 20, 21, 23, 24, 25, 26 27, 30 32, 33, 35, 36







8



9, 12, 13, 14 19, 22



7



28, 29, 31 34



5



11



5



58



4 5 6



Keuangan (money) Kepribadian (personality) Fisik (body)



a. Keadaan keuangan a. Keadaan diri a. Keadaan fisik b. Kesehatan fisik



37, 40, 41,43, 44 45, 46, 48, 49, 51, 52 53, 54, 56, 57 59, 60



38, 39, 42 47, 50



8



55



5



58



3



Jumlah



8



60 Jourard (1971a)



3) Uji Kelayakan Instrumen Uji kelayakan instrumen dilakukan untuk memperoleh item-item yang valid serta dapat mengukur tingkat self disclosure peserta didik. Dalam penelitian diperlukan intrumen-intrumen yang memenuhi standar tertentu minimal validitas dan reliabilitas. Validitas menunjukkan bahwa hasil dari suatu pengukuran menggambarkan segi atau aspek yang diukurnya tersebut (Sukmadinata, 2007, hlm. 228). Uji validitas instrumen dilakukan agar data yang diperoleh adalah data yang baik karena dapat mengukur apa yang hendak diukur (Azwar, 2005, hlm. 51). Instrumen penelitian ditimbang oleh tiga dosen ahli yakni Dr. Yusi Riksa Yustiana, M.Pd., Dra. Hj. Nani M. Sugandhi, M.Pd., dan Dr. Ipah Saripah, M.Pd., untuk dikaji dan ditelaah dari segi kontruk, isi dan bahasa, serta kesesuaian item dengan aspek-aspek yang akan diungkap (apakah item layak digunakan untuk mengungkapkan atribut yang dikehendaki oleh peneliti sebagai perancang instrumen). Hasil penilaian uji validasi berupa penilaian pada setiap item instrumen yang dikelompokkan dalam kualifikasi memadai (M) dan tidak memadai (TM). Selanjutnya instrumen yang telah memperoleh penilaian dari ketiga dosen ahli kemudian direvisi sesuai dengan saran dan masukan dari para penimbang tersebut. Setelah itu instrumen yang telah direvisi, kemudian dilakukan uji coba secara empiris kepada 67 peserta didik kelas VIII MTs Ma’arif Punggur Lampung Tengah yang dilaksanakan pada tanggal 19 Oktober 2017. Peneliti juga melaksanakan uji keterbacaan kepada peserta didik, uji keterbacaan dimaksudkan untuk



59



mengetahui apakah pernyataan dalam angket sulit dipahami oleh subjek, dan hasil menunjukkan bahwa peserta didik tidak mengalami kesulitan dalam pengisian angket self disclosure. Selanjutnya data hasil uji coba diuji validitas dan reliabilitasnya. Uji validitas dilakukan dengan tujuan untuk menunjukkan tingkat kesahihan instrumen yang digunakan dalam mengumpulkan data penelitian. Untuk menguji validitas dan reliabilitas instrumen, peneliti menggunakan pendekatan yang berbasis teori modern yaitu IRT (Item Respon Theory) atau yang disebut RASCH (Sumintono dan Widhiarso, 2013, hlm. 31). Georg Rasch mengembangkan model ini pada tahun 1960-an kemudian dipopulerkan oleh Ben Wright. Dengan data mentah berupa data dikotomi (berbentuk benar dan salah) yang mengindikasikan kemampuan peserta didik, Rasch memformulasikan hal ini menjadi satu model yang menghubungkan antara perserta didik dan item. Dalam pengujiannya Mork dan Wright, mengemukakan lima syarat yang harus dipenuhi sehingga menjadikan pengujian pada instrumen benar-benar valid, yaitu: 1) unit kuantitas terukur, 2) konsep yang terskala, 3) mempunyai interval yang linier, 4) replicable, 5 dapat melakukan prediksi (Sumintono dan Widhiarso, 2013, hlm. 37). Hasil perhitungan koefisien relabilitas menggunakan klasifikasi yang dikemukakan oleh Sumintono dan Widhiarso (2013, hlm. 109) sebagai berikut. Tabel 3.3. Interpretasi Koefisien Validitas dan Reabilitas No 1 2 3 4 5



Kategori Istimewa Bagus sekali Bagus Cukup Lemah



Kualifikasi >0,94 0,91 – 0,94 0,81 – 0,90 0,67 – 0,80