Shelly Maharani W - 891211020 - Stase Gadar - Minggu I [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN GAWAT DARURAT DENGAN MASALAH ST-ELEVATION MIOKARD INFARK (STEMI)



OLEH : SHELLY MAHARANI WULANDARI NIM. 891211020



SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM PONTIANAK PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS STASE KEPERAWATAN GAWAT DARURAT TAHUN 2022



LEMBAR PENGESAHAN



LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN INTENSIVE & HIGHT CARE ST-ELEVATION MIOKARD INFARK



Mata Kuliah



: Praktik Klinik Stase Keperawatan Gawat Darurat dan Kritis



Semester



: II (Genap)



Institusi



: STIKES YARSI Pontianak



Prodi



: Profesi Ners



Sambas,14 Mei 2022



Mengetahui,



Dosen Pembimbing Gadar (HCU)



Ns. Debby Hatmalyakin, M.Kep NIK.



Mahasiswa



Shelly Maharani W NIM . 891211020



LAPORAN PENDAHULUAN



A. Definisi Infark Miocard Akut Infark miocard akut (IMA) merupakan gangguan aliran darah ke jantung yang menyebabkan sel otot jantung mati. Aliran darah di pembuluh darah terhenti setelah terjadi sumbatan koroner akut, kecuali sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. Daerah otot di sekitarnya yang sama sekali tidak mendapat aliran darah atau alirannya sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot jantung, dikatakan mengalami infark (Black & Hawks, 2014). Infark miokard merupakan daerah nekrosis otot jantung sebagai akibat berkurangnya pasokan darah koroner yang tiba – tiba, baik absolut ataupun relatif. Penyebab paling sering ialah trombosis yang diperberat pada, atau pendarahan dalam, plak ateromatosa dalam asteri koronaria epikardial (Suddarth, 2014). Infark miokard adalah kematian sel miokard yang disebabkan oleh kondisi iskemia bermakna yang berkepanjangan (Thygesen dkk., 2012). Infark miokard akut dapat merupakan akibat dari obstruksi aliran darah koroner karena pecahnya plak pembuluh darah arteri koroner, atau akibat hal lain yang lebih jarang misalnya akibat spasme pembuluh darah. Plak merupakan konsekuensi dari proses atherosklerosis. Plak yang tidak stabil ditandai dengan adanya inflamasi aktif pada dinding vaskular berupa erosi, fisura ataupun ruptur plak (Jansson, 2010, Mendis dkk., 2011). STEMI adalah kejadian oklusi mendadak di arteri koroner epikardial dengan gambaran EKG elevasi segmen ST (A, S, Irmalita, D, I, & B, 2016). ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran darah koroner oleh proses degenerative maupun di pengaruhi oleh banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. Infark miokard dengan ST Elevation Myocardial Infract (STEMI) merupakan bagian dari spektrum sindroma koroner akut yang terdiri dari Unstable Angina (UA), ST-segmen Elevation Myocardial Infract (STEMI) dan Non ST-segment



Elevation Myocardial Infract (N - STEMI) (Black & Hawks, 2014). STEMI adalah fase akut dari nyeri dada yang ditampilkan terjadi peningkatan baik frekuensi, lama nyeri dada dan tidak dapat di atasi dengan pemberian nitrat, yang dapat terjadi saat istirahat maupun sewaktu waktu yang disertai infark miokard akut dengan ST elevasi (STEMI) yang terjadi karena adanya trombosis akibat dari ruptur plak aterosklerosis yang tak stabil (Pusponegoro, 2015).



B. Etiologi Infark Miokard Akut pada mulanya disebabkan oleh penumpukan lemak pada dinding dalam pembuluh darah jantung (pembuluh koroner), dan ini lama kelamaan diikuti oleh berbagai proses seperti penimbunan jaringan ikat, perkapuran, pembekuan darah yang semuanya akan mempersempit atau menyumbat pembuluh darah tersebut. Hal tersebut mengakibatkan otot jantung didaerah tersebut mengalami kekurangan aliran darah dan dapat menimbulkan berbagai akibat yang cukup serius, dari angina pektoris sampai infark jantung, yang dapat mengakibatkan kematian mendadak (Ere, 2019). Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) terjadi penurunan secara mendadak pada aliran darah koroner akibat oklusi trombotik total dari arteria koronaria yang sebelumnya menyempit oleh aterosklerosis, sedangkan infark miokard akut tanpa elevasi ST (N - STEMI) oklusi hanya sebagian pada arteri koroner tanpa melibatkan seluruh ketebalan miokardium. Progresi lesi aterosklerotik sampai pada titik dengan pembentukan trombus yang terjadi merupakan proses yang kompleks yang berhubungan dengan cedera vaskuler. Cedera ini dihasilkan atau dipercepat oleh beberapa faktor yaitu faktor risiko yang dapat dimodifikasi (modifiable) dan faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi (nonmodifiable). Faktor risiko modifiable dapat dikontrol dengan mengubah gaya hidup dan kebiasaan pribadi, sedangkan faktor risiko yang nonmodifiable merupakan konsekuensi genetic yang tidak dapat dikontrol. Ada lima faktor risiko yang dapat diubah (modifiable) yaitu (Ere, 2019) 1.



Merokok



Merokok dapat memperparah dari penyakit koroner diantaranya karbondioksida yang terdapat pada asap rokok akan lebih mudah mengikat hemoglobin dari pada oksigen, sehingga oksigen yang disuplai ke jantung menjadi berkurang. Asam nikotinat pada tembakau memicu pelepasan katekolamin yang menyebabkan konstriksi arteri dan membuat aliran darah dan oksigen jaringan menjadi terganggu. Merokok dapat meningkatkan adhesi trombosit yang akan dapat mengakibatkan kemungkinan peningkatan pembentukan thrombus. 2.



Tekanan darah tinggi Tekanan darah tinggi merupakan juga faktor risiko yang dapat menyebabkan penyakit arteri koroner. Tekanan darah yang tinggi akan dapat meningkatkan gradien tekanan yang harus dilawan ileoh ventrikel kiri saat memompa darah. Tekanan tinggi yang terus menerus menyebabkan suplai kebutuhan oksigen jantung meningkat.



3.



Kolesterol darah tinggi Tingginya kolesterol dengan kejadian penyakit arteri koroner memiliki hubungan yang erat. Lemak yang tidak larut dalam air terikat dengan lipoprotein yang larut dengan air yang memungkinkannya dapat diangkut dalam system peredaran darah. Tiga komponen metabolisme lemak, kolesterol total, lipoprotein densitas rendah (low density lipoprotein) dan lipoprotein densitas tinggi (high density lipoprotein). Peningkatan kolestreol



low



density lipoprotein (LDL)



dihubungkan



dengan



meningkatnya risiko koronaria dan mempercepat proses arterosklerosis. Sedangkan kadar kolesterol high density lipoprotein (HDL) yang tinggi berperan sebagai faktor pelindung terhadap penyakit arteri koronaria dengan cara mengangkut LDL ke hati, mengalami biodegradasi dan kemudian diekskresi



4.



Hiperglikemia Pada penderita diabetes mellitus cenderung memiliki prevalensi aterosklerosis yang lebih tinggi, hiperglikemia menyebabkan peningkatan agregasi trombosit yang dapat menyebabkan pembentukan thrombus.



5.



Pola perilaku Pola hidup yang kurang aktivitas serta stressor psikososial juga ikut berperan dalam menimbulkan masalah pada jantung. Rosenman dan Friedman telah mempopulerkan hubungan antara apa yang dikenal sebagai pola tingkah laku tipe A dengan cepatnya proses aterogenesis. Hal yang termasuk dalam kepribadian tipe A adalah mereka yang memperlihatkan persaingan yang kuat, ambisius, agresif, dan merasa diburu waktu Strea menyebabkan pelepasan katekolamin, tetapi masih dipertanyakan apakah stres memang bersifat aterogenik atau hanya mempercepat serangan.



C. Tanda dan Gejala Terbentuknya trombus akibat proses patofisiologi SKA menyebabkan darah sulit mengalir ke otot jantung dan daerah yang diperdarahi menjadi terancam mati. Gejala yang khas dari SKA adalah rasa nyeri, rasa terjepit, kram, rasa berat atau rasa terbakar di dada (angina). Lokasi nyeri biasanya berada di sisi tengah atau kiri dada dan berlangsung selama lebih dari 20 menit. Rasa nyeri ini dapat menjalar ke rahang bawah, leher, bahu atau lengan serta ke punggung. Nyeri dapat timbul pada waktu istirahat, nyeri ini dapat pula timbul pada penderita yang sebelumnya belum pernah mengalami hal ini atau penderita yang pernah mengalami angina, namun pada kali ini pola serangannya menjadi lebih berat atau lebih sering. Selain gejala gejala yang khas tersebut, bisa juga terjadi penderita hanya mengeluh seolah pencernaannya yang terganggu atau hanya berupa nyeri yang terasa di ulu hati. Keluhan diatas dapat disertai dengan sesak, muntah atau keringat dingin. SKA dapat bermanifestasi sebagai angina tidak stabil atau serangan jantung dan dapat berakibat kematian (Ere, 2019).



Pada pasien dengan Infark Miokard biasanya ditemukan tanda yaitu Nadi cepat dan lemah, dan pasien sering mengalami diaphoresis. Sering timbul sesak dan hal ini disebabkan oleh gangguan kontraktilitas miokardium yang iskemik, yang menyebabkan kongesti dan edema paru. Pada miokard infark massif yang lebih dari 40% ventrikel kiri, timbul syok kardiogenik. Pada sebagian kecil pasien (20%-30%), miokard infark tidak menimbulkan nyeri dada. Miokard infark “silent” ini terutama terjadi pada pasien dengan diabetes mellitus dan hipertensi serta pada pasien berusia lanjut (Robbins, 2014). Kelainan elektrokardiografik (EKG) merupakan manifestasi penting dari infark miokard. Kelainan ini mencakup perubahan, seperti gelombang Q, kelainan segmen ST, dan inverse gelombang T. Aritmia akibat kelainan listrik di miokardium yang iskemik dan akibat gangguan hantaran sering terjadi (Robbins, 2014). Evaluasi laboratorium merupakan bagian integral dalam penatalaksanaan klinis pasien yang dicurigai mengidap miokard infark. Sejumlah enzim dan protein lain dibebaskan ke dalam sirkulasi oleh sel miokardium yang sekarat (Robbins, 2014).



D. Patofisiologi Infark miokard akut dengan elevasi ST (STEMI) umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak arterosklerotik yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner berat yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak arterosklerosis mengalami fisur, ruptur atau ulserasi dan jika kondisi lokal atau sistemik memicu trombogenesis.



E. Pathway Terjadi penurunan kontraktilitas jantung Gangguan fungsi Sistolik Ventrikel Penurunan Cardiac Output MK. Penurunan Curah Jantung



Aterosklerosis Penyempitan Lumen Pembuluh Darah Koroner secara progresif Tidak Ada Perfusi Darah, Oksigen dan Nutrisi ke Miokardium



Tidak ada Proses Oksigenasi di miokardium Terjadi Metabolisme Anaerob Peningkatan As. Laktat Merangsang pelepasan adenosin dan bradikinin



Infark Miokard Distribusi O2 ke sistemik tidak adekuat Penurunan kadar O2 ke sistemik Kompensasi dengan peningkatan nafas Sesak Nafas MK. Pola Nafas Tidak Efektif



Terjadi Nekrosis Miokardium



Merangsang aktivasi nociceptor Timbulnya Reseptor Nyeri



Disfungsi Otot Jantung akibat nekrosis Kompensasi peningkatan kinerja miokardium Terjadi penebalan dan kekakuan otot jantung (hipertrofi miokardium) Impuls Listrik tidak dapat dihantarkan dengan baik Gangguan pembentukan dan penghantaran impuls listrik jantung



Angina Pektoris MK. Nyeri Akut Sel otot jantung rusak dan mengeluarkan enzim dalam darah Peningkatan troponin cTnT dan cTn-I, CK, MB Penurunan Kemampuan tubuh menyediakan Energi Kelemahan



F. Komplikasi



Terbentuknya ST Elevasi EKG



MK. Intoleransi Aktivitas



Terdapat beberapa Komplikasi yang muncul akibat dari STEMI yang dijelaskan menurut Smeltzer & Bare (2013) :



1.



Disfungsi ventrikel Setelah STEMI, ventrikel kiri mengalami perubahan bentuk, ukuran, dan ketebalan baik pada segmen yang infark maupun non infark. Proses ini dinamakan remodeling ventricular. Secara akut, hal ini terjadi karena ekspansi infark, disrupsi sel-sel miokardial yang normal, dan kehilangan jaringan pada zona nekrotik. Pembesaran yang terjadi berhubungan dengan ukuran dan lokasi infark



2.



Gagal pemompaan (pump failure) Merupakan penyebab utama kematian di rumah sakit pada STEMI. Perluasaan nekrosis iskemia mempunyai korelasi yang baik dengan tingkat gagal pompa dan mortalitas, baik pada awal (10 hari infark) dan sesudahnya. Tanda klinis yang sering dijumpai adalah ronkhi basah di paru dan bunyi jantung S3 dan S4 gallop. Pada pemeriksaan rontgen dijumpai kongesti paru.



3.



Aritmia Insiden aritmia setelah STEMI meningkat pada pasien setelah gejala awal. Mekanisme yang berperan dalam aritmia karena infark meliputi ketidakseimbangan sistem saraf otonom, ketidakseimbangan elektrolit, iskemia, dan konduksi yang lambat pada zona iskemik.



4.



Gagal jantung kongestif Pada IMA, heart failure maupun gagal jantung kongestif dapat timbul sebagai akibat kerusakan ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya dengan atau tanpa aritmia. Penurunan cardiac output pada pump failure akibat IMA tersebut menyebabkan perfusi perifer berkurang. Peningkatan resistensi perifer sebagai kompensasi menyebabkan beban kerja jantung bertambah. Bentuk yang paling ekstrim pada gagal jantung ini ialah syok kardiogenik. Gagal jantung Kongestif dapat terjadi karena kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokardium. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri menimbulkan kongesti vena pulmonalis, sedangkan disfungsi ventrikel kanan atau gagal jantung kanan mengakibatkan kongesti vena sistemik.



5.



Syok kardiogenik Diakibatkan oleh disfungsi ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang masif, biasanya mengenai lebih dari 40% ventrikel kiri. Timbul lingkaran setan akibat perubahan hemodinamik progresif hebat yang ireversibel dengan manifestasi seperti penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru-paru, hipotensi, asidosis metabolic, dan hipoksemia yang selanjutnya makin menekan fungsi miokardium.



6.



Edema paru akut Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik di rongga interstisial maupun dalam alveoli. Edema paru merupakan tanda adanya kongesti paru tingkat lanjut, di mana cairan mengalami kebocoran melalui dinding kapiler, merembes keluar, dan menimbulkan dispnea yang sangat berat. Kongesti paru terjadi jika dasar vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan yang tidak mampu diakomodasi dan diambil oleh jantung kiri. Oleh karena adanya timbunan cairan, paru menjadi kaku dan tidak dapat mengembang serta udara tidak dapat masuk, akibatnya terjadi hipoksia berat.



7.



Disfungsi otot papilaris Disfungsi iskemik atau ruptur nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis, sehingga memungkinkan eversi daun katup ke dalam atrium selama sistolik. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran retrograde dari ventrikel kiri ke dalam atrium kiri dengan dua akibat yaitu pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.



8.



Defek septum ventrikel Nekrosis septum interventrikular dapat menyebabkan rupture dinding septum sehingga terjadi defek septum ventrikel.



9.



Rupture jantung Rupture dinding ventrikel yang bebas dapat terjadi pada awal perjalanan infark selama fase pembuangan jaringan nekrotik sebelum pembentukan parut. Dinding nekrotik yang tipis pecah, sehingga terjadi peradarahan



massif ke dalam kantong pericardium yang relative tidak elastic dapat berkembang. Kantong pericardium yang terisi oleh darah menekan jantung, sehingga menimbulkan tamponade jantung. Tamponade jantung ini akan mengurangi aliran balik vena dan curah jantung. 10. Aneurisma ventrikel Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan anterior atau apeks jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setiap sistolik dan teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. 11. Tromboembolisme Nekrosis endotel ventrikel akan membuat permukaan endotel menjadi kasar yang merupakan predisposisi pembentukan thrombus. Pecahan thrombus mural intrakardium dapat terlepas dan terjadi embolisasi sistemik. 12. Perikarditis Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dan menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.



G. Pemeriksaan Diagnostik Untuk menegakkan diagnosis STEMI yang perlu dilakukan anamnesis (tanya jawab) seputar keluhan yang dialami pasien secara detail mulai dari gejala yang dialami, riwayat perjalanan penyakit, riwayat penyakit personal dan keluarga, riwayat pengobatan, riwayat penyakit dahulu, dan kebiasaan pasien. Selain itu perlu juga dilakukan pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang (Majid, 2016). 1.



Elektrokardiogram EKG memberi informasi mengenai elektrofisiologi jantung. Lokasi dan ukuran relative infark juga dapat ditentukan dengan EKG (Smeltzer & Bare, 2011). Sebagian besar pasien dengan presentasi awal elevasi segmen ST mengalami evolusi menjadi gelombang Q yang akhirnya didiagnosis infark miokard gelombang Q. Sebagian kecil menetap menjadi infark



miokard non-Q. Dengan pemeriskaan ini maka dapat ditegakkann diagnosis STEMI. Gambaran STEMI yang terlihat pada EKG antara lain: a.



Lead II, III, aVF



: Infark inferior



b.



Lead V1-V3



: Infark anteroseptal



c.



Lead V2-V4



: Infark anterior



d.



Lead 1, aV L, V5-V6



: Infark anterolateral



e.



Lead I, aVL



: Infark high lateral



f.



Lead I, aVL, V1-V6



: Infark anterolateral luas



g.



Lead II, III, aVF, V5-V6



: Infark inferolateral



h.



Adanya Q valve patologis pada sadapan tertentu.



2. Angiografi coroner Angiografi coroner adalah pemeriksaan diagnostic invasif yang dilakukan untuk mengamati pembuluh darah jantung dengan menggunakan teknologi pencitraan sinar-X. angiografi coroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan tingkat keparahan PJK 3. Echocardiogram Digunakan untuk mengevaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung khususnya fungsi vertrikel dengan menggunakan gelombang ultrasound. 4. Foto thorax Foto thorax tampak normal, apabila terjadi gagal jantung akan terlihat pada bendungan paru berupa pelebaran corakan vaskuler paru dan hipertropi ventrikel 5. Percutaneus Coronary Angiografi (PCA) Pemasangan kateter jantung dengan menggunakan zat kontras dan memonitor x- ray untuk mengetahui sumbatan pada arteri koroner 6. Tes Treadmill Uji latih jantung untuk mengetahui respon jantung terhadap aktivitas 7. Laboratorium : Pemeriksaan yang dianjurkan adalah Creatinin Kinase (CK)MB. Meningkat setelah 3 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan kembali normaldalam 2-4 hari. cTn (cardiac specific troponin). Ada



2 jenis yaitu cTn T dan cTn I. Enzim ini meningkat setelah 2 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-24 jam dan cTn T masih dapat dideteksi setelah 5-14 hari, sedangkan cTn I setelah 5-10 hari. Pemeriksaan enzim jantung yang lain yaitu: a.



Mioglobin. Dapat dideteksi satu jam setelah infark dan mencapai puncak dalam 4-8 jam.



b. Creatinin kinase (CK). Meningkat setelah 3-8 jam bila ada infark miokard dan mencapai puncak dalam 10-36 jam dan kembali normaldalam 3-4 hari. c.



Lactic dehydrogenase (LDH). Meningkat setelah 24-48 jam bila ada infark miokard, mencapai puuncak 3-6 hari dan kembali normal dalam 8-14 hari



H. Penatalaksanaan Tujuan utama tatalaksana IMA adalah mendiagnosis secara cepat, menghilangkan nyeri dada, menilai dan mengimplementasikan strategi reperfusi yang mungkin dilakukan, memberi antitrombotik dan anti platelet, memberi obat penunjang. Penatalaksanaan Pasien IMA dengan ST elevasi dibagi menjadi beberapa kategori dibawah ini yaitu (Sofyan, 2016) : 1.



Tatalaksana Pra Rumah Sakit Kematian di luar rumah sakit pada STEMI sebagian besar diakibatkan adanya fibrilasi ventrikel mendadak, yang terjadi dalam 24 jam pertama onset gejala dan lebih dari separuhnya terjadi pada jam pertama, sehingga elemen utama tatalaksana pra hospital pada pasien yang dicurigai STEMI antara lain: 1) Pengenalan gejala oleh pasien dan segera mencari pertolongan Medis 2) Pemanggilan tim medis emergensi yang dapat melakukan tindakan resusitasi 3) Transportasi pasien ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas ICCU/ICU serta staf medis dokter dan perawat yang terlatih. 4) Melakukan terapi reperfusi. Keterlambatan terbanyak pada penanganan pasien disebabkan oleh lamanya waktu mulai onset nyeri dada sampai keputusan pasien untuk



meminta pertolongan. Hal ini dapat diatasi dengan cara edukasi kepada masyarakat oleh tenaga profesional kesehatan mengenai pentingnya tatalaksana dini. Pemberian fibrinolitik pre hospital hanya bisa dikerjakan jika ada paramedik di ambulans yang sudah terlatih untuk menginterpretasikan EKG dan managemen STEMI serta ada kendali komando medis online yang bertanggung jawab pada pemberian terapi. 2.



Tatalaksana di Ruang Emergensi Tujuan tatalaksana di IGD adalah mengurangi/menghilangkan nyeri dada, mengidentifikasi cepat pasien yang merupakan kandidat terapi reperfusi segera, triase pasien risiko rendah ke ruangan yang tepat di rumah sakit dan menghindari pemulangan cepat pasien dengan STEMI.



3.



Tatalaksana di Rumah Sakit (ICU/ICCU) a.



Aktivitas : pasien harus istirahat dalam 12 jam pertama



b.



Diet : pasien harus puasa atau hanya minum cair dengan mulut dalam 4-12 jam karena risiko muntah dan aspirasi segera setelah infark miokard.



c.



Sedasi : pasien memerlukan sedasi selama perawatan untuk mempertahankan periode inaktivitas dengan penenang. Diazepam 5mg, oksazepam 15-30 mg, atau lorazepam 0,5-2 mg, diberikan 3-4 kali/hari



d.



Saluran pencernaan (bowels) : istirahat di tempat tidur dan efek menggunakan narkotik untuk menghilangkan rasa nyeri sering mengakibatkan konstipasi, sehingga dianjurkan penggunaan kursi komod di samping tempat tidur, diet tinggi serat, dan penggunaan pencahar ringan secara rutin seperti dioctyl sodium sulfosuksinat (200 mg/hari)



4.



Tatalaksana Umum a.



Oksigen : suplemen oksigen harus diberikan ada pasien dengan saturasi oksigen 60 kali permenit, tekanan darah sistolik > 100 mmHg, interval PR < 0,24 detik dan ronki tidak lebih dari 10 cm dari diafragma. Lima belas menit setelah dosis IV terakhir dilanjutkan dengan metoprolol oral dengan dosis 50 mg tiap 6 jam selama 48 jam, dan dilanjutkan dengan 100 mg tiap 12 jam.



I.



Pengkajian Pengkajian keperawatan adalah tahap dasar dari seluruh proses keperawatan dengan tujuan mengumpulkan informasi dan data-data pasien. Supaya dapat mengidentifikasi masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan keperawatan pasien, baik fisik, mental, sosial dan lingkungan. Pengkajian yang dimaksudkan adalah sebagai berikut : 1.



Identitas Pasien Pada klien penderita Infark Miokard Akut (IMA) diantaranya terjadi pada usia 35-55 tahun. Infark Miokard Akut (IMA) dapat terjadi baik pada laki



– laki maupun perempuan, tetapi Infark Miokard umumnya terjadi pada laki-laki (Kurniawati, 2018). 2.



Keluhan utama Infark Miokard Akut (IMA) Keluhan utama yang timbul pada pasien dengan Infark Miokard Akut (IMA) yaitu nyeri dada yang khas (seperti tertekan, berat, atau penuh) (Kurniawati, 2018).



3.



Riwayat kesehatan a.



Riwayat kesehatan sekarang Hal-hal yang perlu diketahui pada riwayat penyakit saat ini yaitu : 1) Kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, 2) Faktor perangsang nyeri yang spontan, 3) Kualitas nyeri: rasa nyeri digambarkan dengan rasa sesak yang berat atau mencekik, 4) Lokasi nyeri: dibawah atau sekitar leher, dengan dagu belakang, bahu atau lengan, 5) Beratnya nyeri: dapat dikurangi dengan istirahat atau pemberian nitrat, 6) Waktu nyeri: berlangsung beberapa jam atau hari, selama serangan pasien memegang dada atau menggosok lengan kiri, 7) Diaforeasi, muntah, mual, kadang-kadang demam, dispnea, dan 8) Syndrom syock dalam berbagai tingkatan (Kurniawati, 2018).



b.



Riwayat kesehatan dahulu Hal-hal yang perlu diketahui pada riwayat dahulu yaitu : 1) Riwayat pembuluh darah arteri, 2) Riwayat merokok, 3) Kebiasaan olahraga yang tidak teratur, 4) Riwayat Diabetes Melitus, hipertensi, gagal jantung kongestif, dan 5) Riwayat penyakit pernafasan kronis (Kurniawati, 2018).



c.



Riwayat kesehatan keluarga Riwayat keluarga penyakit jantung atau Infark Miokard Akut (IMA), Diabetes Melitus, stroke, hipertensi, penyakit vaskuler periver.



4.



Keadaan Umum Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien Infark Miokard Akut (IMA) biasanya baik atau kompos mentis (CM) dan akan berubah sesuai tingkat gangguan yang melibatkan perfusi sistem saraf pusat (Kurniawati, 2018).



5.



Primary Survey a.



Circulation Pada pasien infark miokard biasanya akan mengalami Nadi lemah/tidak teratur, Takikardi, TD meningkat/menurun, Edema, Gelisah, Akral dingin, Kulit pucat atau sianosis dan Output urine menurun (Kurniawati, 2018).



b.



Airway Pada bagian jalan nafas biasanya akan dijumpai Sumbatan atau penumpukan secret, dan akan terdengan suara nafas tambahan Gurgling, snoring, crowing (jika dalam kondisi yang lebih parah) (Kurniawati, 2018).



c.



Breathing Pasien dengan Infark Miokard akan merasakan Sesak dengan aktivitas ringan atau istirahat, RR lebih dari 24 kali/menit, irama ireguler dangkal, suara paru akan terdengan Ronki,krekels, Ekspansi dada tidak maksimal/penuh dan akan menggunakan obat bantu nafas (Kurniawati, 2018).



d.



Disability Pada kondisi yang lebih buruk, pasien dengan Infark Miokard akan mengalami Penurunan kesadaran disertai dengan Penurunan refleks (Kurniawati, 2018).



e.



Eksposure Pasien Infark Miokard sering kali mengeluhkan Nyeri dada spontan dan menjalar dari area dada menjalar ke tangan kiri sampai ke leher dan menembus ke area belakang tubuh (Kurniawati, 2018).



6.



Secondary Survey a.



B1 (Breathing) Klien terlihat sesak, frekuensi napas melebihi normal dan mengeluh sesak napas seperti tercekik. Dispnea kardiak biasanya ditemukan. Sesak napas terjadi akibat pengerahan tenaga dan disebabkan oleh kenaikan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri yang meningkatkan tekanan vena pulmonalis. Hal ini terjadi karena terdapat kegagalan peningkatan curah darah oleh ventrikel kiri pada saat melakukan kegiatan fisik. Dispnea kardiak pada Infark Miokardium yang kronis dapat timbul pada saat istirahat (Kurniawati, 2018).



b.



B2 (Blood) 1) Inspeksi Inspeksi adanya jaringan parut pada dada klien. Keluhan lokasi nyeri biasanya didaerah substernal atau nyeri diatas perikardium. Penyebaran nyeri dapat meluas didada. Dapat terjadi nyeri dan ketidakmampuan menggerakkan bahu dan tangan (Kurniawati, 2018). 2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill pada Infark Miokard Akut (IMA) tanpa komplikasibiasanya ditemukan (Kurniawati, 2018).



3) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup yang disebabkan Infark Miokard Akut (IMA). Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya tidak ditemukan pada Infark Miokard Akut (IMA) tanpa komplikasi (Kurniawati, 2018). 4) Perkusi Batas jantung tidak mengalami pergeseran (Kurniawati, 2018). c.



B3 (Brain) Kesadaran umum klien biasanya CM. Tidak ditemukan sianosi perifer. Pengkajian obyektif klien, yaitu wajah meringis, perubahan postur tubuh, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat yang merupakan respon dari adanya nyeri dada akibat infark pada miokardium (Kurniawati, 2018).



d.



B4 (Bladder) Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan klien. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguri pada klien dengan Infark Miokard Akut (IMA)karena merupakan tanda awal syok kardiogenik (Kurniawati, 2018).



e.



B5 (Bowel) Klien biasanya mengalami mual dan muntah. Pada palpasi abdomen ditemukan nyeri tekan pada ke empat kuadran, penurunan peristaltik usus yang merupakan tanda utama Infark Miokard Akut (IMA) (Kurniawati, 2018).



f.



B6 (Bone) Aktivitas klien biasanya mengalami perubahan. Klien sering merasa kelemahan, kelelahan, tidak dapat tidur, pola hidup menetap, dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda klinis lain yang ditemukan adalah takikardi, dispnea pada saat istirahat maupun saat beraktivitas. Kaji personale hegiene klien dengan menanyakan apakah klien mengalami kesulitan melakukan tugas perawatan diri (Kurniawati, 2018).



J.



Diagnosa Keperawatan Diagnosis keperawatan adalah bagian dari proses keperawatan dan merupakan penilaian klinis tentang pengalaman/tanggapan individu, keluarga, atau masyarakat terhadap masalah kesehatan aktual / potensial / proses kehidupan. Diagnosa keperawatan mendorong praktik independen perawat (misalnya, kenyamanan atau kelegaan pasien) dibandingkan dengan intervensi dependen yang didorong oleh perintah dokter (misalnya, pemberian obat) (Nursing Student, 2015). Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis mengenai respon pasien terhadap masalah kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017). Diagnosa berdasarkan SDKI adalah : 1.



Nyeri Akut (D.0077) a.



Definisi Pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau fungsional dengan onset mendadak atau lambat berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari 3 bulan.



b.



Penyebab Agen pencedera fisiologis (mis: Inflamasi, iskemia, neoplasma), Agen pencidera kimiawi (mis. Terbakar, bahan kimia iritan), Agen pencidera fisik (mis abses, amputasi, terbakar, terpotong, mengangkat berat, prosedur operasi, trauma, latihan fisik berlebihan)



c.



Batasan Karakteristik Kriteria mayor : 1) Sujektif : Mengeluh nyeri 2) Objektif : Tampak meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur Kriteria minor : 1) Subjektif : -



2) Objektif : Tekanan darah meningkat, pola nafas berubah, nafsu makan berubah, proses berpikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, diaforesis. d.



Kondisi klinis terkait Cedera Traumatis, kondisi pembedahan, infeksi, sindroma koroner akut, Glaukoma.



2.



Pola Napas Tidak Efektif (D.0005) a.



Definisi Inspirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberikan ventilasi yang adekuat



b.



Penyebab Depresi pusat pernapasan, Hambatan upaya napas (mis. Nyeri saat bernapas, kelemahan otot pernapasan), deformitas dinding dada, deformitas tulang dada, gangguan neuromuskular, gangguan neurologis (mis elektroensefalogram (EEG) positif, cedera kepala, gangguan Kejang), Imaturitas neurologis, penurunan energi, obesitas, posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru, sindrom hipoventilasi, kerusakan inevasi diafragma (kerusakan saraf C5 ke atas), cedera pada medula spinalis, efek agen farmakologis, kecemasan



c.



Batasan Karakteristik Kriteria mayor : 1) Sujektif : Dispnea 2) Objektif : Penggunaan otot bantu pernapasan, fase ekspirasi memanjang, pola napas abnormal (mis. Takipnea, bradipnea, hiperventilasi kussmaul, cheyne-stokes) Kriteria minor : 1) Subjektif : Ortopnea 2) Objektif : Pernapasan pursed-lip, pernapasan cuping hidung, diameter thoraks anterior-posterior meningkat, ventilasi semenit menurun, kapasitas vital menurun, tekanan ekspirasi menurun, tekanan inspirasi menurun, eksursi dada berubah.



d.



Kondisi klinis terkait Depresi sistem saraf pusat, cedera kepala, trauma thoraks, Gullian barre syndrome, Multiple Sclerosis, myasthenia gravis, Stroke, Kuadriplegia, intoksikasi alkohol.



3.



Penurunan Curah Jantung (D.0008) a.



Definisi ketidakadekuatan jantung memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh



b.



Penyebab Perubahan irama jantung, perubahan frekuensi jantung, perubahan preload, perubahan afterload dan/atau perubahan kontraktilitas



c.



Batasan karakteristik : Kriteria mayor : 1) Subjektif : Lelah 2) Objektif : Edema, distensi vena jugularis, central venous pressure (CVP) meningkat/,menurun Kriteria minor : 1) Subjektif : 2) Objektif : Murmur jantung, berat badan bertambah, pulmonary artery wedge pressure (PAWP) menurun



d.



Kondisi klinis terkait Gagal jantung kongestif, sindrome koroner akut, stenosis mitral, regurgitasi mitral, stenosis aorta, regurgitasi aorta, stenosis trikuspidal, regurgitasi trikuspidal, stenosis pulmonal, regurgitasi pulmonal, aritmia, penyakit jantung bawaan.



4.



Intoleransi aktivitas (D.0056) a.



Definisi Ketidakcukupan energi untuk melakukan aktivitas sehari-hari



b.



Penyebab Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, tirah baring, kelemahan, imobilitas, gaya hidup monoton.



c.



Batasan karakteristik : Kriteria mayor : 1) Subjektif : Mengeluh lelah 2) Objektif : Frekuensi jantung meningkat >20% dari kondisi istirahat Kriteria minor : 1) Subjektif : Dispnea saat/setelah beraktifitas, merasa tidak nyaman setelah beraktifitas, merasa lemah 2) Objektif : Tekanan darah berubah >20% dari kondisi istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktifitas, gambaran EKG menunjukkan iskemia,sianosis



d.



Kondisi klinis terkait Anemia, gagal jantung kongestif, penyakit jantung koroner, penyakit katup jantung, aritmia, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), gangguan metabolik, gangguan muskuloskeletal.



K. Perencanaan/ Intervensi Intervensi keperawatan dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan , dengan merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber, serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar, tetapi dirancang bagi pasien tertentu dengan siapa perawat sedang bekerja (Friedman, 2010). Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPNI, 2018). Diagnosa berdasarkan SIKI adalah :



No 1.



SDKI Nyeri akut berhubungan dengan Agen pencedera fisiologis (D.0077)



SLKI



SIKI



(L.08066) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan Tingkat Nyeri Menurun dengan Kriteria hasil : 1. Keluhan nyeri menurun (skor 5) 2. Meringis menurun (skor 5) 3. Sikap protektif menurun (skor 5) 4. Gelisah menurun (skor 5) 5. Kesulitan tidur menurun (skor 5)



Manajemen Nyeri (I.01014) Observasi 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri 2. Identifikasi skala nyeri 3. Identifikasi respon nyeri non-verbal 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri 5. Identifikaffsi pengetahuan dan keyakinan tentang nyeri, identifikasi pengaruh budaya terhadap respon nyeri 6. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup 7. Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah diberikan 8. Monitor efek samping penggunaan analgetik Terapeutik 1. Berikan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri (misal. TENS, hipnosis, akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi pijat, aromaterapi, teknik imajinasi terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi bermain 2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis. Suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan) 3. Fasilitasi istirahat dan tidur 4. Pertimbangkat jenis dan sumber nyeri dalam pemilihan strategi meredakan nyeri



2.



Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (mis: nyeri saat bernafas) (D.0005)



(L.01004) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola nafas membaik dengan Kriteria hasil : 1. Frekuensi nafas dalam rentang normal 2. Tidak ada pengguanaan otot bantu pernafasan 3. Pasien tidak menunjukkan tanda dipsnea



Edukasi 1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri 2. Jelaskan strategi meredakan nyeri 3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri 4. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat 5. Ajarkan teknik non-farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri Kolaborasi 1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu Manajemen jalan nafas (I.01011) Observasi 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas) 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi, Wheezing, ronkhi) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma) Teraputik Posisikan semi fowler atau fowler Edukasi Ajarkan teknik batuk efektif Kolaborasi Kolaborasi pemberian bronkodilator, ekspetoran, mukolitik, jika perlu



3.



Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahan preload / perubahan afterload / perubahan kontraktilitas (D.0008)



(L.02008) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan curah jantung meningkat dengan Kriteria hasil : 1. Tanda vital dalam rentang normal 2. Kekuatan nadi perifer meningkat 3. Tidak ada edema



4.



Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056)



(L.05047) Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan toleransi aktivitas meningkat dapat teratasi dengan kriteria hasil: 1. frekuensi nadi meningkat 2. keluhan lelah menurun 3. dyspnea saat beraktivitas menurun



Perawatan jantung (I.02075) Observasi 1. Identifikasi tanda/gejala primer penurunan curah jantung 2. Identifikasi tanda/gejala sekunder penurunan curah jantung 3. Monitor intake dan output cairan 4. Monitor keluhan nyeri dada Teraputik Berikan terapi terapi relaksasi untuk mengurangi strees, jika perlu Edukasi 1. Anjurkan beraktifitas fisik sesuai toleransi 2. Anjurkan berakitifitas fisik secara bertahap Kolaborasi Kolaborasi pemberian antiaritmia, jika perlu Manajemen energy (I.05178) Observasi 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan 2. Monitor kelelahan fisik dan emosional 3. Monitor pola dan jam tidur 4. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas Terapeutik 1. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (misalnya cahaya, suara, kunjungan)\



4. dyspnea setelah beraktivitas menurun



5.



Hipervolemia Berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi (D.0022)



(L. 03020) Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan keseimbangan cairan meningkat dengan Kriteria hasil : 1. Terbebas dari edema 2. Haluaran urin meningkat 3. Mampu mengontrol asupan cairan



2. Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/ atau aktif 3. Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan 4. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur jika tidak bisa berpindah Edukasi 1. Anjurkan tirah baring 2. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap 3. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang 4. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan Kolaborasi Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan Manajemen hipervolemia (I.03114) Observasi 1. Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis: ortopnes, dipsnea, edema, JVP/CVP meningkat, suara nafas tambahan) 2. Monitor intake dan output cairan 3. Monitor efek samping diuretik (mis : hipotensi ortortostatik, hipovolemia, hipokalemia, hiponatremia) Terapeutik 1. Batasi asupan cairan dan garam 2. Anjurkan melapor haluaran urin