Sherwood S Introduction To Human Physiology 8th Ed PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SISTEM TUBUH Terbentuk dari sel-sel yang lersusun berdasarkan spesialisasi untuk mempertahankan homeostasis. Lihat Bab 1



Informasi dari lingkungan eksternal disalurkan melalui sistem saraf



O2 CO2



Urine mengandung zat sisa dan kelebihan air dan elektrolit



Nutrien,air, dan elektrolit Feses mengandung residu makanan yang tidak dicerna



Sperma meninggalkan pria Sperma masuk ke wanita



LINGKUNGAN EKSTERNAL



SISTEM SARAF Bekerja melalui sinyal listrik untuk mengontrol respons cepat tubuh; juga berperan untuk fungsi-fungsi yang lebih tinggi—mis. kesadaran. daya ingat, kreativitas. Lihat Bab 4, 5, 6, dan 7.



Pengaturan



SISTEM PERNAPASAN Mengambil O2 dari lingkungan eksternal dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal; membantu mengatur pH dengan menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 pembentuk asam. Lihat Bab 13 dan 15. SISTEM KEMIH Penting dalam mengatur volume, komposisi elektrolit,dan pH lingkungan internal mengeluarkan zat sisa dan keIebihan air, garam, asam, dan elektrolit lain dari plasma dan membuangnya ke dalam urine. Lihat Bab 14 dan 15. SISTEM PENCERNAAN Mengambil nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal dan memindahkannya keli dalam plasma; mengeluarkan sisa makanan yang tidak tercena ke lingkungan eksternal. Lihat Bab 16.



SISTEM REPRODUKSI Tidak ensesial bagi homeostasis, tetapi esensial bagi kelangsungan hidup spesies secara keseluruhan. Lihat Bab 20. Pertukaran dengan semua sistem lain



SISTEM SIRKULASI Mengangkut nutrien ,O2 ,CO2 ,zat sisa,elektrolit dan hormon ke seluruh tubuh Lihat Bab 9, 10, dan 11.



Gambar model homeostatik ini dikembangkan untuk menunjukkan kepada Anda hubungan di antara sel, sistem, dan homeostatis (pemeliharaan kondisi stabil secara relatif di dalam lingkungan cairan interna yang mengelilingi sel). Bagian khusus tanda ikon yang menyertai di awal dan akhir tiap bab yang terfokus pada bagaimana topic di dalam bab berkontribusi pada homeostasis. Gambar-gambar ini memberikan Anda perspektif yang lebih baik pada homeostasis dan interdependensi system tubuh.



SISTEM ENDOKRIN Bekerja melalui hormon yang disekresikan ke dalam darah untuk mengatur proses-proses yang lebih mengutamakan durasi dari pada kecepatanmis. Aktivitas metabolik keseimbangan air dan elektrolit. Lihat Bab 4, 18, dan 19.



SISTEM INTEGUMEN Berfungsi sebagai sawar protektif antara lingkungan eksternal dan bagian tubuh lainnya; kelenjar keringat dan penyesuaian aliran darah ke kulit penting dalam mengatur suhu tubuh Lihat Bab 12 dan 17.



SISTEM IMUN Mempertahankan tubuh dari invasi asing dan sel kanker; melicinkan jalan untuk proses perbaikan jaringan Lihat Bab 12.



SISTEM OTOT DAN TULANG Mendukung dan melindung bagian-bagian tubuh dan memungkinkan tubuh bergerak; kontraksi otot yang menghasilkan panas penting dalam mangatur suhu; kalsium disimpan di tulang Lihat Bab 8, 17, dan 19. Pertukaran dengan semua sistem lain



Sistem-sistem tubuh mempertahankan homeostasis



Menjaga cairan internal tetap di dalam Menahan benda asing tetap di luar



Melindungi tubuh dari invasi asing



Memungkinkan tubuh berinteraksi dengan lingkungan luar



HOMEOSTASIS Suatu keadaan stabil-dinamik konstituenkonstituen di lingkungan cairan internal yang mengelilingi dan bertukar bahan dengan sel. Lihat Bab 1. Faktor yang dipertahankan secara homeostasis: Konsentarasi molekul nutrien Lihat Bab 16, 17, 18, dan 19. Konsentrasi O2 dan CO2 Lihat Bab 13. Konsentrasi zat sisa Lihat Bab 14. pH Lihat Bab 15. Konsentrasi air, garam, dan elektrolit lain Latihan Bab 14,15, 18 dan 19. Suhu Latihan Bab 17. Volume dan tekanan Latihan Bab 10,14, dan 15. Homeostasis adalah esensial bagi kelangsungan hidup sel



SEL Memerlukan homeostasis untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan untuk melakukan fungsi-fungsi khusus yang esensial bagi kelangsungan hidup Lihat Bab 1, 2, dan 3. Memerlukan pasokan nutrien dan O2 yang terus menerus serta eliminasi kontinyu CO2 pembentuk asam untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan rnempertahankan aktivitas sel yang memungkinkan kehidupan sebagai berikut: Makanan + O2 CO2 + H2O + energi Lihat Bab 13, 15, 16, and 17.



Sel-sel membentuk sistem



Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood



Edisi Kedelapan



Fisiologi Manusia Lauralee Sherwood Department of Physiology and Pharmacology School of Medicine West Virginia University



Australia • Brazil • Japan • Korea • Mexico • Singapore • Spain • United Kingdom • United States



Ini adalah versi elektronik dari buku cetak. Karena pembatasan hak elektronik, beberapa konten pihak ketiga dapat ditekan. editorial telah dianggap bahwa setiap konten ditekan tidak material mempengaruhi pengalaman belajar secara keseluruhan. penerbit berhak untuk menghapus konten dari gelar ini kapan saja jika pembatasan hak berikutnya memerlukannya. Untuk informasi berharga tentang harga, sebelumnya edisi, perubahan edisi saat ini, dan format alternatif, silakan kunjungi www.cengage.com/highered untuk mencari oleh ISBN #, penulis, judul, atau kata kunci untuk bahan di bidang yang Anda minati



Introduction to Human Physiology, Edisi Internasional Lauralee Sherwood Penerbit: Yolanda Cossio Developmental Editor: Suzannah Alexander Assistant Editor: Alexis Glubka Editorial Assistant: Lauren Crosby



© 2013, 2010 Brooks/Cole, Cengage Learning HAK CIPTA DILINDUNGI. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk apa pun, baik secara grafis, elektronik, atau mekanik, tidak terbatas pada fotokopi, rekaman, scanning, digitalisasi, merekam, distribusi web, jaringan informasi, atau penyimpanan dan pengambilan informasi sistem, kecuali sebagaimana diizinkan dalam Pasal 107 atau 108 dari 1.976 Amerika Serikat Copyright Act, tanpa izin tertulis dari penerbit.



Media Editor: Lauren Oliveira Sr. Marketing Manager: Tom Ziolkowski Marketing Coordinator: Jing Hu Marketing Communications Manager: Darlene



Izin untuk menggunakan materi dari teks ini atau produk, menyerahkan semua permintaan online di www.cengage.com/ permissions. izin lebih lanjut pertanyaan bisa diemail ke [email protected].



Macanan Sr. Content Project Manager: Christy A. Frame



Library of Congress Control Number: 2011939366



Design Director: Rob Hugel



Edisi Internasional:



Sr. Art Director: John Walker Sr. Print Buyer: Judy Inouye Sr. Rights Acquisitions Specialist, Text and Images: Dean Dauphinais Production Service: Graphic World Inc. Text Designer: Lisa Buckley Photo Researcher: Jeremy Glover, Bill Smith



ISBN-13: 978-1-133-10454-4 ISBN-10: 1-133-10454-1 Kantor Internasional Cengage Learning Asia www.cengageasia.com tel: (65) 6410 1200



Australia/New Zealand www.cengage.com.au tel: (61) 3 9685 4111



Brazil www.cengage.com.br tel: (55) 11 3665 9900



India www.cengage.co.in tel: (91) 11 4364 1111



Latin America www.cengage.com.mx tel: (52) 55 1500 6000



UK/Europe/Middle East/Africa www.cengage.co.uk tel: (44) 0 1264 332 424



Group Text Researcher: Karyn Morison Copy Editor: Graphic World Inc. Illustrator: Dragonfly Media Group Cover Designer: Carole Lawson Cover Image: Mike Kemp Compositor: Graphic World Inc.



Diwakili di Kanada oleh Nelson Education, Ltd. www.nelson.com tel: (416) 752 9100 / (800) 668 0671 Cengage Learning adalah penyedia terkemuka solusi pembelajaran yang disesuaikan dengan lokasi kantor di seluruh dunia, termasuk Singapura, Inggris, Australia, Meksiko, Brasil, dan Jepang. Cari kantor lokal Anda di: www.cengage.com/global. Untuk informasi produk dan sumber informasi gratis: www.cengage.com/international Kunjungi kantor lokal Anda: www.cengage.com/global Kunjungi website perusahaan kami: www.cengage.com



Dicetak di China 1 2 3 4 5 6 7 8 16 15 14 13 12



Teruntuk keluargaku atas semua yang mereka lakukan di masa lalu, Arti Mereka untuk bersamaku di masa kini dan segenap harapanku di masa depan: Kedua orangtuaku, Larry dan lee Sherwood (keduanya dalam kenangan) Suamiku, Peter Marshall Putra-putriku dan suami mereka, Melinda dan Mark Marple Allison Tadros dan Bill Krantz Cucu-cucuku, Lindsay Marple Emily Marple Alexander Tadros Lauren Krantz



Daftar Isi Singkat Bab 1 Mengenal Fisiologi dan Homeostasis Bab 2 Fisiologi Sel



Bab 11 Darah 409



1



Bab 12 Pertahanan Tubuh



23



436



Bab 3 Membran Plasma dan Potensial Membran 60



Bab 13 Sistem Pernapasan



Bab 4 Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon 95



Bab 14 Sistem Kemih



Bab 5 Sistem Saraf Pusat 142



Bab 15 Keseimbangan Cairan dan Asam-Basa 578



Bab 6 Sistem Saraf Tepi : Divisi Aferen ; Indra Khusus



Bab 16 Sistem Pencernaan



Bab 7 Sistem Saraf Tepi : Divisi Eferen



251



195



480



530



611



Bab 17 Keseimbangan Energi dan Regulasi Suhu



667



Bab 8 Fisiologi Otot 272



Bab 18 Prinsip-Prinsip Endokrinologi ; Kelenjar Endoktrin Sentral 690



Bab 9 Fisiologi Jantung 320



Bab 19 Kelenjar Endokrin Perifer 721



Bab 10 Pembuluh Darah dan Tekanan Darah 361



Bab 20 Sistem Reproduksi



773



vii



Daftar Isi Gangguan homeostasis dapat menyebabkan penyakit dan kematian. 18



Kata Pengantar  xxvii Bab 1



Bab dalam Perspektif: Homeostasis 18



| Mengenal Fisiologi dan Homeostasis 1



Latihan Soal  19 Untuk Direnungkan 20 Pertimbangan Klinis  20



Pokok-Pokok Homeostasis 1 1.1 Mengenal Fisiologi



2



Fisiologi berfokus pada mekanisme kerja. Struktur dan fungsi tidak dapat dipisahkan. 2



1.2 Tingkat Organisasi di Tubuh



2



Bab 2



2



Tingkat Kimiawi: Berbagai atom dan molekul membentuk tubuh. 2 Tingkat seluler: Sel adalah satuan dasar kehidupan. 2 Tingkat jaringan: Jaringan adalah sekelompok sel dengan spesialisasi serupa. 5 Tingkat organ: Organ adalah suatu unit yang terbentuk dari beberapa tipe jaringan. 6 Tingkat sistem tubuh: Sistem tubuh adalah kumpulan organ-organ terkait. 7 Tingkat organisme: Sistem-sistem tubuh dikemas bersamasama menjadi tubuh keseluruhan yang fungsional



7



1.3 Konsep Homeostasis 7



| Fisiologi Sel



23



Pokok-Pokok Homeostasis 23 2.1 Teori dan Penemuan Sel 24 2.2 Selayang Pandang Struktur Sel 24 Membran plasma membungkus sel. 24



Konsep Tantangan, dan Kontroversi: Sel HeLa: Masalah dalam Industri yang "Sedang Tumbuh" 25 Nukleus mengandung DNA. 25 Sitoplasma terdiri dari berbagai organel, sitoskeleton, dan sitosol. 26 2.3 Retikulum endoplasma dan Sintesis Pemisahan 27



Retikulum endoplasma kasar menyintesis protein Sel tubuh berkontak dengan lingkungan internal untuk sekresi dan pembentukan membran. 27 yang dipertahankan secara personal. 8 Retikulum endoplasma halus mengemas protein Sistem tubuh mempertahankan homeostasis, suatu keadaan baru di dalam vesikei transpor 27 lingkungan internal yang stabil dinamika. 9 2.4 Kompleks Golgi dan Eksositosis 29 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Ilmu Sel Punca dan Vesikel transpor mengangkut muatannya ke kompleks Rekayasa aringan: Upaya untuk Membuat Bagian Tubuh yang Golgi untuk pengolahan lebih lanjut. 30 Rusak Baru kembali 10 Kompleks Golgi mengemas vesikel sekretorik untuk Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Apa itu Fisiologi dikeluarkan melalui eksositosis. 30 Olahraga? 13 1.4 istem Kontrol Homeostasis 16



Sistem kontrol homeostasis dapat berkerja secara lokal atau di seluruh tubuh 16 Umpan-balik negatif melewati perubahan awal dan digunakan



secara luas untuk mempertahankan homeostasi 16 Umpan-balik positif memperkuat suatu perubahan awal. 17 Mekanisme umpan-maju melalui respons sebagai antisipasi terhadap perubahan. 17



2.5 Lisosom dan Endositosis 31



Lisosom mencerna bahan ekstraseluler yang masuk ke sel melalui fagositosis. 31 Lisosom menyingkirkan organel yang rusak. 34



2.6 Peroksisom dan Detoksifi kasi 34



Peroksisom mengandung enzim oksidatif yang mendetoksifikasi berbagai zat sisa. 34



ix



2.7 Mitokondria dan Produksi ATP 34 Protein membran melaksanakan beragam fungsi membran spesifik 63 Mitokondria dibungkus oleh dua membran. 35 Konsep, Tantangan, dan Kontrovensi: Fibrosis Kistik: Mitokondria membentuk retikulum mitokondria pada beberapa jenis sel. 35 Defek Fatal pada Transpor membran 64 Mitokondria memainkan peran utama dalam pembentukan Karbohidrat membran berfungsi sebagai penanda ATP 36 identitas-diri 65 Sel menghasilkan lebih banyak energi dalam keadaan aerob 3.2 Perlekatan Antarsel 65 daripada anaerob. 40 Matriks ekstrasel berfungsi sebagai "lem" bilologis 65 Energi yang tersimpan di dalam ATP digunakan untuk Beberapa sel berhubungan langsung melalui taut sel sintesis, transpor, dan kerja mekanis. 42 Khusus 66 Melihat lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Olahraga Aerobik: Untuk Apa dan Seberapa Banyak?



43



Mitokondria memainkan peran kunci dalam kematian sel



terprogram.



43



2.8 Ribosomes and Protein Synthesis 43 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Apoptosis: Bunuh Diri Sel Terprogram 44



2.9 Vault Sebagai Truk Seluler 46



Vault boleh jadi berperan sebagai kendaraan transpor seluler. 46 2.10 Sentrosom, Sentriol, dan Organisasi Mikrotubulus 46 2.11 Sitosol: Gel Sel 47



Sitosol penting dalam metabolisme antara, sintesis protein di ribosom, dan penyimpanan nutrien. 48



2.12 Sitoskeleton: "Otot dan Tulang" Sel



48



Mikrotubulus membantu mempertahankan bentuk asimetrik



sel dan berperan dalam pergerakan sel yang kompleks. Mikrofilamen penting bagi sistem kontraktil sel dan sebagai pengeras mekanis 52 Filamen intermediat penting di bagian sel yang terhadap stres mekanis. 54 Sitoskeleton berfungsi sebagai kesatuan integral dan menghubungkan bagian-bagian lain sel. 55 Homeostasis: Bab dalam Perspektif 55



Soal latihan  56 Untuk Direnungkan  57 Pertimbangan Klinis  57



| Membra Plasma



Bab 3



dan Potensial Membran 61



Pokok-Pokok Homeostasis 61



3.3 Selayang Pandang Transpor Membran 68 Bahan larut-lipid semua ukuran dan bahan larut air kecil dapat menembus membran plasma tanpa bantuan 68 Gaya aktif menggunakan energi untuk memindahkan partikel melewati membran, tetapi gaya pasif tidak 68 3.4 Transpor Membran Tanpa Bantuan 69 Partikel yang dapat menembus membran juga bergerak secara pasif seturut gradien kosentrasi 69 ion yang dapat menembus membran juga bergerak secara pasif mengikuti gradien listriknya 71 Osmosis adalah difusi netto air mengikuti gradien kosentrasi sendiri 71 Tonisitas merujuk pada efek kosentrasi solut taktembusmembran sebuah larutan terhadap volume sel 74 3.5 Transpor Membran dengan Bantuan 75 Transpor diperantarai-pembawa dilaksanakan oleh sebuah protein pembawa di membran plasma,yang berubah bentuk 75 Difusi terfasilitasi adalah bentuk pasif transpor diperantarai-pembawa 77 Melihat Lebih Dekat Fisiologi: Otot yang sedang Beraktivitas "Suka yang Manis-Manis" 78 Transpor Aktif adalah bentuk transpor diperantarai-pembawa yang menggunakan energi untukmemindahkanbahan melawan gradien kosentrasinya 78



Pada transpor vesikular, bahan dipindahkan keluar masuk sel dengan dibungkus membran 81



3.6 Protensial Membran 83



Potensial membran adalah pemishan muatan berlawanan jenis di kedua sisi membran 83 Potensial membran tercipta karena perbedaan kosentrasi dan permeabilitas ion-ion utama 84 83



Latihan soal 91



Untuk Direnungkan 92 Pertimbangan Klinis 92



3.1 Struktur Membran dan Fungsinya 62 Membran plasma merupakan lapisan-ganda lipid cairan dengan protein yang terbenam di dalamnya 61 Lapisan-ganda lipid membentuk sawar struktual dasar yang membungkus sel 62 x  



DAFTAR ISI



Homeostasis : Bab dalam Perspektif 90



| Prinsip Komunikasi



Bab 4



Saraf dan Hormon 95



Pokok-Pokok Homeostasis 95 4.1 Pengenalan Komunikasi Saraf 96 Saraf dan otot adalah jaringan peka-rangsang 98 Potensial membran menjadi kurang negatif sewaktu depolarisasi dan lebih negatif ketika hyperpolarization. 96 Sinyal listrik dihasilkan oleh perubahan perpindahan ion menembus membran plasma 96 4.2 Potensial Berjenjang 97 Semakin kuat kejadian pemicu, semakin besar potensial berjenjang yang dihasilkan 97



Neurotransmiter cepat dibersihkan dari celah sinaps 116 Resultan potensial pascasinaps bergantung pada jumlah aktivitas semua input prasinaps 116 Beberapa neuron menyekresikan neuromodulator selain neurotransmiter 118 Inhibisi atau fasilitas prasinaps dapat secara selektif mengubah keefektifan input prasinaps 120 Obat dan penyakit dapat memodifikasi transmisi sinaps 120 Neuron-neuron terhubung melalui jaras konvergen dan divergen yang kompleks 121 4.5 Komunikasi Antersel dan Transduksi Sinyal 122 Komunikasi antarsel terutama diatur oleh zat kimia perantara ekstrasel 122 Zat kimia perantara ekstrasel menimbulkan respons sel terutama melalui transduksi sinyal 124



Beberapa zat kimia perantara ekstrasel membuka reseptor berpintu kimiawi 125 Potensial berjenjang lenyap setelah menempuh jarak yang dekat 98 Beberapa zat kimia perantara ekstrasel mengaktifkan 4.3 Potensial Aksi 99 enzim-reseptor lewat jaras tirosin-kinase 125 Selama potensial aksi, potensial membran berbalik sesaat Kebanyakan zat kimia perantara ekstrasel mengaktifkan dengan cepat 99 jarak perantara-kedua lewat reseptor Perubahan mencolok pada permeabilitas membran dan kopel protein G 126 perpindahan ion menyebabkan potensial aksi 100 4.6 Pengenalan Komunikasi Hormon 127 Potensial Na+-K+ perlahan-lahan memulihkan gradien Secara kimiawi, hormon terbagi atas hormon hidrofilik dan kosentrasi yang terganggu oleh potensial aksi 103 lipofilik 127 Potensial aksi menjalar dari axon hillock ke Mekanisme sintesis, penyimpanan, dan sekresi hormon terminal akson 103 bervariasi sesuai perbedaan kimiawi Begitu tercetus, potensial aksi dihantarkan di sepanjang antarhormon 127 serat saraf 103 Hormon hidrofilik larut dalam plasma; hormon Periode refrakter memastikan penjalaran satu-arah lipofilik diangkut oleh protein plasma 129 Potensial aksi dan membatasi frekuensinya 105 Hormon umumnya menimbulkan efek dengan mengubah Periode aksi langsung dalam pola tuntas-atau-gagal 108 protein intrasel 129 Kekuatan rangsangan tersandi dalam frekuensi Hormon hidrofilik mengubah protein yang sudah ada melalui potensial aksi 108 sistem perantara kedua 130 Mielinasi meningkatkan kecepatan hantaran potensial Dengan merangsang gen, hormon lipofilik mendorong aksi 109 sitensis protein baru 134 Diameter serat juga memengaruhi kecepatan hantaran 4.7 Perbandingan Sistem Saraf dan Endokrin potensial aksi 110 135 Konsep, Tantangan, dan Kontrovensi: Sklerosis Multipel: Sistem saraf "berlabel", sedangkan sistem endokrin Mielin - Tekikis, Tekikis, Lenyap 111 "nirkabel" 136 4.4 Sinaps dan Integrasi Neuron 111 Spesifitas saraf disebabkan oleh kedekatan anatomik, Potensial berjenjang menyebar melalui arus pasif 97



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Regenerasi: Akson



SST dapat melakukannya, sedangkan akson SSP tidak 112



sementara spesifitas endokrin disebabkan oleh spesialisasi reseptor 136



Sinaps umumnya berupa taut antara neuron Prasinaps dan Sistem saraf dan endokrin memiliki lingkup autoritas sendiri-sendiri tetapi keduanya berinteraksi secara fungsional 136 Pascasinaps 112 Neurotransmiter membawa sinyal menyebrangi sinaps 113 Homeostasis: Bab Sebagai sinaps mengeksitasi, sementara sebagai lainya dalam Perspektif 137 menginhibisi neuron pascasinaps 115 Latigan Soal 137 Setiap kombinasi neurotransmiter-reseptor selalu Untuk Direnungkan 139 menghasilkan respons yang sama 115 Pertimbangan Klinis 139



Daftar isi



xi



Bab 5



|



Sistem Saraf Pusat 142



Korteks memiliki jaringan tipe "default" yang paling aktif ketika pikiran sedang mengembara dan tidak berkosentrasi pada suatu tugas tertentu 162 5.5 Nukleus Basal, Talamus, dan Hipotelamus 163



Pokok-Pokok Homeostasis 142 5.1 Organisasi dan Sel Sistem Saraf 143 Sistem saraf tersususn menjadi sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi 143 Ketiga kelas fungsional neuron adalah neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron 143 Sel glia menunjang antarneuron secara fisik, metabolik, dan fungsional 144



Nukleus basal memiliki peran inhibitorik penting dalam kontrol   Talamus adalah stasiun pemancar sensorik dan penting dalam kontrol monorik. 164 Hipotalamus mengatur banyak fungsi homeostatik. 165



5.6 Emosi, Perilaku, dan Motivasi 165 Sistem limbik berperan penting dalam emosi 165 Sistem limbik dan korteks yang lebih tinggi berperan dalm mengontrol pola perilaku dasar. 165 5.2 Proteksi dan Netrisi Otak 148 Perilaku bermotivasi diarahkan untuk mencapai tujuan. 166 Tiga membra meningen membungkus, melindungi, dan Norepineffrin, dopamin, dan serotonin adalah memberi makan sistem saraf pusat 148 neurotransmiter di jalur-jalur untuk emosi Otak mengapung dalam cairan serebrospinal khususnya sendiri 148 dan perilaku. 166 Sawar darah-otak yang sangat selektif mengatur 5.7 Pembelajaran dan Memori 167 pertukanran antara darah dan otak 150 Belajar adalah akuisisis pengetahuan akibat Otak tergantung pada penyaluran terus-menerus oksigen pengalaman167 dan glukosa oleh darah 150 Memori dibentuk dalam tahapan -tahapan. 167 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Stroke: Efek Ingatan jangka-pendek dan ingatan jangka-panjang Domino Mematikan 151 melibatkan mekanisme molekular yang berbeda. 169 5.3 Gambaran Singkat Sisrem Saraf 151 Ingatan jangka-pendek melibatkan perubahan trasien pada aktivitas sinaps. 169 5.4 Korteks Serebrum 153 Korteks serebrum adalah selubung substansia grisea di sebelah Ingatan jangka-panjang melibatkan pembentukan hubungan sinaps baru yang permanen. 172 luar yang menutupi substansia alba di bagian dalam 153 Jejak ingatan terdapat di banyak bagain otak. 173 Korteks serebrum tersusun menjadi lapisan-lapisan dan kolom-kolom fungsional 156 Keempat pasang lobus di kroteks serebrum dikhususkan Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Penyakit Alzheimer: Kisah Plak Amiloid Beta, Tau Tangles, dan untuk berbagi aktivitas yang berbeda 156 Demensia 174 Lobus parietalis melaksanakan pemrosesan somatosen sorik 156 5.8 Serebelum 176 Serebelum penting dalam keseimbangan serta perencanaan dan Kroteks motorik primer yang terletak di lobus frontalis eksekusi gerakan volunter. 176 mengontrol otot rangka. 157 Area motorik yang lebih tinggi juga penting dalam kontrol 5.9 Batang Otak177 motorik 158 Batang otak adalah penghubung vital antara korda spinalis dan Peta somatrotopik sedikit bervariasi antara individu dan bagian-bagian otak lebih tinggi. 177 bersifat dinamik, tidak statik 159 Tidur adalah proses aktif yang terdiri dari periode-periode Karena Plastisitasnya, otak dapat diremodeling sebagai tidur paradoksal dan gelombang lambat yang bergatian . 179 respons terhadap beragam kebutuhan 159 Siklus tidur-bangun dikontrol oleh interaksi di antara Bagian korteks yang berbeda mengontrol aspek bahasa tiga sistem saraf. 180 yang berbeda 159 Fungsi tidur brlum jelas 181 Daerah asosiasi korteks berperan dalam banyak 5.10 Korda Spinalis 182 fungsi luhur 160 Korda Spinalis berjalan melalui kanalis vertebralis dan Hemisfer asosiasi korteks berperan dalam banyak berhubungan dengan saraf spinalis. 183 spesialisasi 161 Substansia alba korda spinalis tersususn Elektroensefalogram adalah rekaman aktivitas pascasinaps menjadi traktus-traktus. 183 di neuron korteks 161 Tiap-tiap kornu substansia grisea korda Neuron-neuron di bagian korteks serebrum yang spinalis mengandung jenis badan sel neuron berbeda mungkin melepaskan muatan dalam sinkroni yang berbeda. 183 yang ritmik 162 xii  



s



sarap spinalis membawa serat aferen dan eferen. 184 Korda spinalis berperan mengintegrasikan banyak refleks dasar. 187 Melihat Lebih Dekat Fisiologi: Swan Dive atau Belly Flop: Yang Penting Kontrol SSP 188 Homeostasis: Bab dalam Perspektif 190



Latihan Soal 191 Untuk Direnungkan 192 Pertimbangan Klinis 192 Bab 6



|Sususan Saraf Tepi: Devisi Aferen; Indra Khusus195



Pokok-Pokok Homeostasis 195 6.1 Fisiologi Reseptor196



Mata membiaskan sinar yang masuk untuk memfokuskan bayangan di retina. 210 Akomondasi meningkatkan kekuatan lensa untuk melihat deket. 212 Sinar harus melewati beberapa lapisan retina sebelum mencapai fotoreseptor. 215 Fototransduksi oleh sel retina mengubah rangsangan cahaya menjadi sinyal saraf. 216 Sel batang menghasilkan penglihatan abu-abu tak-jelas pada malam hari sedangkan sel kerucut menghasilkan penglihatan warna yang tajam pada siang hari. 220 pengeliatan warna bergantung pada perbandingan stimulasi ketiga jenis sel kerucut. 221 Sensitivitas mata dapat sangat bervariasi melalui adaptasi gelap dan terang. 222 Informasi visual dimodifikasi dan dipisahkan sebelum mencapai korteks penglihatan. 222 Talamus dan korteks penglihatan menguraikan pesan visual. 223 Masukan visual dikirim ke bagian-bagian lain otak yang tidak terlibat dalam persepsi penglihatan. 225 Sebagian masukan sensorik dapat dideteksi oleh berbagai daerah pemrosesan sensorik di otak. 225



Reseptor memiliki perbedaan sensitivikasi terhadap berbagai stimulasi. 196 Stimulasi mengubah permeabilitas reseptor, menyebabkan Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: " Melihat" pembentukan potensial reseptor berjenjang. 196 dengan Lidah 226 Potensial reseptor dapat memicu potensial aksi di 6.4 Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan 227 neuron aferen. 197 Gelombang suara terdiri dari regio-regio pemadatan dan Reseptor dapat beradaptasi dengan cepat atau lambat peregangan molekul udara yang berselang-seling . 227 terhadap rangsangan yang menetap. 198 Telinga luar berperan dalam lokalisasi suara 228 Aferen viseral membawa masukan bahwa-sadar sementara Membran timpani bergetar bersama gelombang aferen sensorik membawa masukan sadar. 199 suara di telinga luar. 229 Setiap jalur somatosensorik "berlabel" sesuai Tulang-tulang talinga tengah mengubah getaran membran modalitas dan lokasi. 200 timpani menjadi gerakan cairan di telinga dalam. 229 Ketajaman dipengaruhi oleh ukuran medan reseptif dan Koklea mengandung organ Corti, organ indera untuk imtubisi lateral. 200 pendengaran. 231 Melihat Lebih Dekat Fisiologi: Ayunan Ke Belakang dan Sel rambut di organ Corti mentransduksikan gerakan Ancang-ancang Untuk Meloncat: Apa Kesamaannya? 201 cairan menjadi sinyal saraf. 231 Persepsi adalah kesadaran terhadap lingkungan yang Diksriminasi nada bergantung pada bagian membran berasal dari interprestasi masukan sensorik. 202 basilaris yang bergetar. 233 6.2 Nyeri 203 Diskriminasi kekuatan suara bergantung pada amplitudo Perangsangan nosiseptor menimbulkan persepsi nyeri getaran. 235 serta respons motivasional dan emosional. 203 Korteks pendengaran terpetakan sesuai nada 235 Otot memiliki sistem analgesik inheren. 206 Tuli disebabkan oleh kerusakan di bagian hantaran atau 6.3 Mata: Penglihatan 206 Pemrosesan saraf gelombang suara. 236 Mekanisme protektif membantu mencegah cedern mata. 206 Aparatus vestibularis penting bagi keseimbangan dengan Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Akupunktur: mendeteksi posisi dan gerakan kepala. 237 Benarkah Bermanfaat? 207



Mata adalah suatu bola berisi cairan yang tebungkus oleh tiga lapisan jaringan khusus. 208 Jumlah cahaya yang masuk ke mata dikontrol oleh iris. 209



6.5 Indra Kimiawi: Pengecapan dan Penghiduan 240



Sel reseptor kecap terutam terletak di dalam kuncup kecap lidah. 240 Diskriminasi rasa disandi oleh pola aktivitas di berbagai reseptor kuncup kencup. 242 Usus juga ikut "merasakan". 243



Daftar isi



xiii



Reseptor olfaktorius di hidung adalah ujung neuron aferen Khusus yang dapat diperbarui. 243 Berbagai bagian suatu bau dideteksi oleh reseptor olfaktorius yang berbeda dan disortir ke dalam "arsip bau". 243 Diskriminasi bau disandi oleh pola aktivitas di glomerulus bulbus olfaktorius. 244 Sistem olfaktorius cepat beradaptasi, dan odoran cepar dibersihkan. 245 Organ vomeronasal mendeteksi feromon. 245 homeostasis: Bab dalam Perspektif 246



|



Sususnan Saraf Tepi: Divisi Eferen 251



Pokok-Pokok homeostasis 251 7.1 Sistem Saraf Otonom



252



Jalur saraf otonom terdiri dari rangkaian dua-neuron. 252 Serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin; serat pascaganglion simpatis mengeluarkan norepinefrin. 254



Sistem saraf simpatis dan parasimpatis secara bersama



menyarafi sebagian besar organ visera. 254 Medula adrenal adalah bagian sistem saraf simpatis yang mengalami modifikasi. 257 Tersedia beberapa tipe reseptor untuk setiap Neurotransmiter otonom. 257 Banyak kegiatan di sususn saraf pusat terlibat dalam kontrol aktivitas otonom. 259



7.2 Sistem Saraf Somatik 260



Neuron motorik menyarafi otot rangka. 260 Neuron motorik adalah jalur akhir bersama. 260



7.3 Taut Neuromuskulus 261



Neuron motorik dan serat otot rangka berhubungan secara kimiawi di taut neuromuskulus. 261 Asetilkolin adalah neurotransmiter taut neuromuskulus. 263



Melihat Lebih Sekat pada Fisiologi Olahraga: Berkurangnya Massa Otot:Keadaan Buruk pada Penerbangan Luar Angkasa 265



Asetilkolinesterase mengakhiri aktivitas ACH di laut neuromuskulus. 265 Taut neuromuskulus rentah terhadap beberapa bahan kimia dan penyakit. 266



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Reputasi Toksin Botulinum Memperoleh Peremajaan 267



xiv  



DAFTAR ISI



Latihan Soal 268 Untuk Direnungkan 269 Pertimbangan Klinis 269 Bab 8



| Fisiologi Otot



272



Pokok-Pokok hameasbasis 272 8.1 Struktur Otot Rangka 273



Latihan Soal 246 Untuk Direnungkan 248 Pertimbangan Klinis 248 Bab 7



Homeostasis: Bab dalam PresPektif 268



Serat otot rangka tampak lurik karena adanya susunan internal yang sangat tertata. 273 Mision membentuk filamen tebal. 275 Aktin adalah komponen struktual utama filamen tipis. 276



8.2 Dasar Molekular Kontraksi Otot Rangka 277



Sewaktu kontraksi, siklus pengikatan dan penekukan jembatan silang menarik filamen tipis ke arah dalam. 277 Kalsium adalah penghubung antara eksitas dan kontraksi. 279 Aktivitas kontaksi bertahan jauh lebih lama daripada aktivitas listrik yang memicunya. 283



8.3 Mekanik Otot Rangka 284



Otot lengkap adalah kelompok-kelompok serat otot yang disatukan dan melekat ke tulang. 284 Tegangan otot disalurkan ke tulang sewaktu komponen kontraktil mengencangkan komponen seri-elastik. 284 Ketiga jenis utama kontraksi adalah isotonik, isokinetik, dan isometrik. 285 Kecepatan pemendekan berkaitan dengan benda. 286 Meskiput otot dapat melakukan kerja, sebagian besar energi diubah menjadi panas. 286 Unit interaksi otot rangka, tulang, dan sandi membentuk sistem tuas. 286 Kekuatan kontraksi suatu otot dapat bervariasi. 288 Jumlah serat yang berkontraksi di suatu otot bergabtung pada tingkat rekrutmen unit motorik. 288 Frekuensi stimulasi dapat memengaruhi tegangan yang dihasilkan oleh masing-masing serat otot. 289 Penjumlahan kedutan terjadi karena peningkatan menetapan kalsium di sitosol dan peningkatan waktu untuk meregang komponen seri-elastik. 290 Terdapat panjang otot yang optimal untuk menghasilkan tegangan maksimal. 291



8.4 Metabolisme dan Jenis Serat Oyoy Rangka 292



Serat otot jalur alternatif untuk membentuk ATP. 292 Kelelahan dapat berasal dari otot atau sentral. 295



Peningkatan kosumsi oksigen diperlukan untuk pulih dari Serat otot jantung dihubungkan oleh diskus interkalaris olahraga. 295 dan membentuk sinsitius fungsional. 325 jantung terbungkus oleh kantong perikardium. 326 Terdapat tiga jenis serat otot rangka, berdasarkan pada perbedaan dalam hidrolisis dan sintesis ATP. 296 9.2 Aktivitas Listrik Jantung 327 Serat otot banyak beradaptasi sebagai respon terhadap Sel otoritmik jantung memperlihatkan aktivitas pemacu. 327 kebutuhan yang dikenakan kepadanya. 297 Nodus sinoatrium adalah pemacu normal Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Apakah jantung. 328 Atlet yang Menggunakan Steroid untuk Memperoleh Penyebaran eksitas jantung berlangsung terkoordinasi untuk Keunggulan Kompetitif Menang atau Kalah? 298 menjamin pemonpaan yang efisien. 329 Potensial aksi sel kontraksi jantung memeperlihatkan 8.5 Kontrol Gerakan Motorik 299 plateau yang khas. 331 Keluaran neuron motorik dipengaruhi oleh berbagai masukan saraf. 299 Masuknya kalsium dari CES memicu pelepasan CA21 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Distrofi Otot: Ketika Satu yang jauh lebih besar dari retikulum sarkoplasma. 332 Langkah Kecil Menjadi Begitu Berarti 300 Periode refrakter yang lama mencegah tetanus pada otot Respon otot memeberikan informasi aferen yang diperlukan untuk mengontrol aktivitas otot rangka. 303 jantung. 333 EKG adalah rekaman penyebaran keseluruhan aktivitas 8.6 Otot Polos dan Jantung 306 listrik melalui jantung. 334 Sel otot polos berukuran kecil dan tidak lurik 308 Berbagai bagian rekaman EKG dapat dikaitkan dengan Sel otot polos diaktifkan oleh fosforilasi mision yang 2+ peristiwa spesifik di jantung . 334 dependen Ca . 309 EKG dapat digunakan untuk mendiagnosis kelainan kecepatan Otot polos fasik berkontraksi dalam letupan-letupan denyut jantung, aritmia, dan kerusakan otot jantung. 335 aktivitas; otot polos tonik mempertahankan kontraksi Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: UJi Stres-Apa, dalam tingkat tertentu. 309 Siapa, dan Kapan 338 Otot polos multiunit bersifat neurogenik. 311 9.3 Peristiwa Mekanis Siklus Jantung 338 Sel otot polos unit tunggal membentuk sinsitium fungsi onal. 311 Jantung secara bergantian berkontraksi untuk mengosongkan dan berelaksi untuk mengisi. 338 Otot polos unit tunggsl bersifat miogenik. 311 Kedua bunyi jantung normal berkaitan dengan penutupan Gradation of single-unit smooth muscle contraction differs katup. 341 from that of skeletal muscle. 312 Aliran darah turbulen menghasilkan murmur jantung 341 Gradisi Kontraksi otot polos unit tunggal berbeda dari yang terjadi di otot rangka. 313 9.4 Curah Jantung dan Kontrolnya 343 Otot polos bergerak lambat dan bersifat ekonomis. Otot jantung memadukan ciri otot rangka dan otot



polos.



314



Curaj jantung bergantung pada kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup. 343 Kecepatan jantung ditentukan terutama oleh pengaruh otonom pada nodas SA. 343 Isi sekuncup ditentukan oleh besar aliran balik vena dan oleh aktivitas simpatis. 345 Peningkatan volume diastolik-akhir menyebabkan peningkatan isi sekucup. 346 Stimulasi simpatis meningkatkan kontraktilitas jantung. 347 Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jatung. 348 Pada gagal jantung, kontraktilitas jantung menurun. 348



314



Homeostasis: Bab dalam Perspektif 314



Latihan Soal 315 Untuk Dirundingkan 316 Pertimbangan Klinis 317 Bab 9



| Fisiologi Jantung



320



Pokok-Pokok aomeostasis 320 9.1 Anatomi Jantung



9.5 Pemberian Nutrisi Otot Jantung 350



321



Jantung terletak di bagian tengah rongga ganda. 322 Jantung merupakan pompa ganda. 322 Kantup jantung yang dikendalikan oleh tekanan memastikan bahwa



darah mengalir dalam arah yang benar melalui jantung.



Dinding jantung terutama terdiri dari serat otot jantung yang tersusun spiral. 324



322



Jantung menerima sebagian besar pasokan darahnya melalui sirkulasi koronaria sewaktu diastol. 350 Penyakit arteria koronaria aterosklerotik dapat mengurangi ketersediaan oksigen bagi jantung. 351



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Aterosklerosis: Kolesterol dan Lain-Lain352



  



xv



nsmessoasis:Bab dalam Perspektif 356



Latihan Soal 356 Untuk Direnungkan 358 Pertimbangan Klinis  358 Bab 10



| Pembuluh Darah



dan Tekanan Darah 361



Pokok-Pokokhomeostasis 361 10.1 Pola dan Fisiska aliran Darah 362



Untuk mempertahankan homeostasis, organ perekondisi menerima aliran darah melebihi kebutuhan mereka sendiri. 362 Aliran darah melalui pembulu bergantung pada gradien tekanan dan resistensi vaskular. 363 Pohon vaskular terdiri dari arteri, arteriol, kapiler, venula, dan vena. 364



Konsep, Tantangan, dan Kontreversi: Dari Humor ke Harvey: Sekelumit Sejarah Sirkulasi 365



10.2 Arteri 366



Pori kapiler yang berisi air memungkinkan lewatnya bahan kecil larut-air. 381 Pada keadaan istirahat, banyak kapiler tidak terbuka. 382 Cairan interstisial merupakan prantara pasif antara darah dan sel. 382 Difusi melewati dinding kapiler penting dalam pertukaran zat terlarut. 383 Bulk flow melewati dinding kapiler penting dalam distribusi cairan ekstrasel. 383 Sistem limfe adalah rute tambahan untuk mengembalikan cairan interstisium ke darah 386 Edema terjadi jika terlalu banyak cairan interstisium menumpuk. 388 10.5 Vena 388



Venula berkomunikasi secara kimiawi dengan arteriol sekitar. 389 Vena berfungsi sebagai reservoir darah serta saluran menuju jantung. 389 Aliran balik vena ditingkatkan oleh sejumlah faktor ekstrinsik.



10.6 Tekana Darah 393



389



Tekanan darah diatur dengan mengontrol curah jantung, resistensi perifer total, dan volume darah. 393 Arteri berfungsi sebagai saluran transit-cepat ke organ dan sebagian reservoir tekanan. 366 Refleks baroreseptor adalah mekanisme jangka-pendek penting untuk mengatur tekanan darah melalui efek Tekanan arteri berfluktuasi dalam kaitannya dengan sistol segera pada jantung dan pembuluh darah. 395 dan diastol ventrikel. 367 Refleks dan respons lain memengaruhi tekana darah. 397 Tekanan darah dapat diukur secara tak-langsung dengan menggunakan sfigmomanometer. 368 Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat nasional yang serius, tetapi menyebabkan umumnya tidak diketahui. 398 Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama aliran darah. 369 Melihat Lebih Dakat pada Fisiologi: Olahraga: Naik-Turun



10.3 Arteriol 370



Arteriol adalah pembuluh resistensi utama. 370 Kontrol lokal jari-jari arteriol penting untuk menentukan distribusi curah jatung. 371 Pengaruh metabolik lokal pada jari-jari radius membantu menyesuaikan aliran darah dengan kebutuhan organ . Pelepasan histamin lokal menyebabkan dilatasi patologis arteriol. 375 Respon miogenik arteriol terhadap peregangan membantu jaringan mengautoregulasi aliran darahnya. 375 Arteriol melepaskan NO vasodilator sebagai respons terhadap peningkatan shear stress. 375 Apilikasi panas lokal mendilatasi arteriol sedangkan aplikasi dingin mengonstriksikannya. 376 Kontrol simpatis ekstrinsik pada jari-jari arteriol penting dalam mengatur tekanan darah . 376 Tekana darah diatur oleh pusat kontrol kardiovaskular medula dan beberapa hormon. 377



10.4 Kapiler 379



Kapiler merupakan tempat ideal untuk terjadinya pertukaran. 379



xvi  



s



Hipertensi dan Olahraga 400



Hipotensi ortostatik terjadi akibat aktivitas simpatis yang sesaat kurang memadai. 401 Syok Sirkulasi dapat menjadi ireversibel. 401 homeostasis: Bab dalam Perspektif 404



372



Latihan Soal 404 Untuk Direnungkan 405 Pertimbangan Klinis 406 Bab 11



| Darah



409



Pokok-Pokok homeostasis 409 11.1 Plasma 410



Hematokrit mewakili volume sel darah; plasma merupakan volume sisanya. 410 Air plasma adalah medium transpor untuk banyak bahan inorganik dan organik. 410 Banyak fungsi plasma dilaksanakan oleh protein plasma. 410



11.2 Eritrosit 412 Leukosit adalah sel efektor sistem imun. 437 Struktur eritrosit sangat sesuai untuk fungsi utama mereka dalam mengangkut O2 dalam darah. 412 Respon imun dapat bawaan dan nonspesifik atau didapat dan spesifik. 438 Sumsum tulang terus-menerus mengganti eritrosit tua. 412 12.2 Imunitas Bawaan 440 Eritropoiesis dikontrol oleh eritropoietin dari Inflamasi adalah respon non-spesifik terhadap invasi asing ginjal. 414 atau kerusakan jaringan. 440 Melihat lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Doping Inflamasi adalah penyebab mendasar pada berbagai jenis , penyakit kronis yang umum. 444 darah: Lebih Banyak Hal Berarti Lebih Baik? 415 Anemia dapat disebabkan oleh berbagai penyakit. 415 Obat anti-inflamasi nonsteroid dan glukokortikoid menekan inflamasi. 444 Polisitemia adalah kelebihan eritrosit dalam darah. 416 Interferon menghambat sementara multiplikasi virus di Golongan Darah bergantung pada antigen permukaan sebagian besar sel. 445 pada eritrosit. 417 Sel natural killer menghancurkan sel yang terinfeksi oleh 11.3 Leukosit 419 virus dan sel kanker pada panjanan pertama. 445 Fungsi utama leukosit sebagai agen pertahanan di luar Sistem komplemen melubangi darah. 419 mikroorganisme. 445 Terdapat lima jenis leukosit. 419



12.3 Imunitas didapat: Konsep Umum 447 Respon imun didapat mencangkup imunitas diperantarai-antibodi dan imunitas diperantarai-sel. 447



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Mencari Pengganti Darah 420



Leukosit diproduksi dengan kecepatan berbeda bergandung pada perubahan kebutuhan tubuh.



423



Suatu antigen menginduksi respons imun terhadap dirinya sendiri.



12.4 Limfosit B: Imunitas DiperantaraiAntibodi 449 Antigen yang direspons oleh sel B dapat merupakan independen-T atau dependen-T. 449 antigen merangsang sel B untuk berubah menjadi sel plasma yang menghasilkan antibodi. 449 Antibodi berbentuk Y dan diklasifikasikan berdasarkan sifat bagian ekornya. 450 Antibodi sangat memperkuat respons imun bawaan untuk mendorong destruksi antigen. 450 berantai yang melibatkan faktor-faktor pembekuan plsam. 425 Seleksi klonal menentukan spesifikasi produksi antibodi. 452 Plasmin fibrinolitik melarutkan bekuan. 429 Pembentukan pembekuan yang tidak sesuai Klona terpilih berdiferensi menjadi sel plasma aktif dan sel menyebabkan tromboembolisme. 429 memori dorman. 453 Hemofilia adalah penyakit utama yang menyebabkan Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Vaksinasi: pendarahan berlebihan. 430 Kemenangan Atas Banyak Penyakit Menakutkan 454



11.4 Trombosit dan Hemostasis 424 Trombosit adalah kepingan darah yang terlepas dari megakariosit. 424 Hemostasis adalah kepingan darah yang terlepas dari darah yang rusak. 424 Spasme vaskular mengurangi aliran darah melalui pembutuh yang cerdas. 425 Trombosit menggumpanl untuk membentuk sumber di bagian pembuluh yang terpotong atau robek. 425 Bekuan darah terjadi akibat terpicunya suatu reaksi



homeostasis: Bab dalam Perspektif 430



Imunitas aktif dihasilkan sendiri; imunitas pasif “dipinjam” 454 Raham sel B yang sangat besar dibentuk dengan memindahmindahkan sejumlah kecil fragmen gen. 455



Latihan Soal  431 Untuk Dirundingkan 432 Pertimbangan Klinis  433 Bab 12



| Pertahanan Tubuh



436



Pokok-Pokok homeostasis 436



12.1 Sistem imun: Sasaran, Efektor, dan Komponen 437 Bakteri dan Virus patogenik adalah sasaran utama sistem imun. 437



12.5 Limfosit: Imunitas diperantarai-sel 455 Sel T memberikan langsung dengan sasarannya. 455 Ketiga jenis Sel T sitotoksik, regulatorik, dan helper. 456 Sel T sitotoksik menyekresikan bahan kimia yang merusak sel sasaran. 456 Sel T helper menyekresikan bahan kimia yang memperkuat aktivitas sel imun lain. 458 Limsofit regulatorik menekan respons imun. 460 Limsofit T hanya berespons terhadap antigen yang disajikan kepadanya oleh sel penyaji antigen. 460



Daftar isi



xvii



448



Kompleks histokompatibilitas mayor adalah kode untuk antigen-diri. 461 Sistem imun dalam keadaan normal toleran terhadap antigen-diri. 463 Penyakit autoimun timbul akibat hikangnya toleransi antigen-diri. 464 Pengawasan imun terhadap sel kanker melibatkan kerja sama antara berbagai sel imun dan interferon. 465 Lengkung regulatorik mengaitkan sistem imun dengan sistem saraf dan endokrin. 467 Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Olahraga bantuan atau Rintangan bagi Pertahan Imun? 468 12.6 IPenyakit Imun 468 Penyakit imunodefisiensi terjadi akibat insufisiensi respon imun. 468 Alergi adalah serangan imun yang tidak sesuai terhadap bahan lingkungan yang tidak berbahaya. 469 12.7 Pertahanan Ekstrasel 472 Kulit terdiri dari epidermis protektif di bagian luar dan jaringan ikat demis di bagian dalam. 472 Sel-sel khusus di epidermis menghasilkan keratin dan melanin serta ikut serta dalam pertahanan imun. 474 Tindakan protektif di dalam rongga tubuh mempersulit invasi patogen ke dalam tubuh. 474 homeostasis: Bab dalam Perspektif 475



Latihan soal 476 Untuk Direnungkan 477 Pertimbangan Klinis 477 Bab 13



| Sistem Pernafasan



480



Pokok-Pokok homeostasis 480 13.1 Anatomi Pernapasan 481



Sistem pernapasan tidak ikut serta dalam semua tahap respirasi. 481 Saluran napas menghantarkan udara antara atmosfer dan alveolus. Alveolus tempat pertukaran gas adalah kantung udara berdinding tipis yang dapat mengembang dan dikelilingi oleh kapiler paru. 482 Paru menepati sebagian besar rongga toraks. 484 Kantong pleura memisahkan tiap-tiap paru dari dinding toraks. 485



13.2 Mekanisme Pernapasan 485



Hubungan antara tekanan di dalam dan di luar paru penting dalam ventilasi. 485



xviii  



DAFTAR ISI



Gradien tekanan transmural dalam keadaan normal meregang paru agar paru memenuhi rongga toraks yang berukuran lebih besar.



486



Aliran udara masuk dan keluar paru terjadi karena perubahan siklis tekanan intra-alveolus. 487 Resitensi saluran napas memengaruhi kecepatan aliran. 490 Resistensi saluran napas meningkat abnormal pada penyakit paru abstruktif kronik. 492 Sifat elastis paru disebabkan oleh jaringan ikat elastis dan tegangan permukaan alveolus. 495 Surfaktan paru mrnurunkan tagangan permukaan dan berperan dalam stabilitas paru. 495 Kerja bernapas dalam keadaan normal hanya memerlukan sekitar 3% pengeluaran energi total. 497 Paru dalam keadaan normal beroperasi "separuh kapasitas". 497 Ventilasi alveolus lebih kecil daripada ventilasi paru karena adanya ruang mati. 499 Kontrol lokal berkerja pada oror polos saluran napas dan arteriol untuk memcocokan aliran udara dan aliran darah. 501 13.3 Pertukaran Gas 503 Gas mengalir menuruni gradien tekanan pasial. 504 O2 masuk dan CO2 keluar dari daerah di paru secara pasif menuruti gradien tekanan parsial. 504 Faktor-faktor di luar gradien tekanan parsial memengaruhi kecepatan pemindahan gas. 506 Pertukaran gas menembus kapiler sistemik juga terjadi dengan menuruni gradien tekanan parsial. 507 13.4 Transpor Gas 508 Sebagian besar O2 dalam darah diangkut dalam keadaan terikat ke hemoglobin. 508 PO2 adalah faktor utama yang menentukan persen saturasi hemoglobin. 509 Hemoglobin mendorong perpindahan neto O2 di tingakat alveolus dan jaringan. 510 Faktor-faktor di angkat jaringan mendorong pelepasan O2 dari homoglobin. 511 Homeglobin memiliki afinitas yang jauh lebih besar terhadap karbon monoksida daripada terhadap O2. 512 Sebagian besar CO2 Diangkut dalam darah sebagian bikar bonat.



512



Berbagai keadaan respirasi ditandai oleh kelainan kadar gas-darah. 514 13.5 Kontrol Pernapasan



515



Konsep, Tatangan, dan Kontroversi: Efek Ketinggian dan Kedalaman p ada Tubuh 516



Pusat pernapasan di batang otot membentuk pola bernapas yang ritmik. 516 Kekuatan Ventilasi disesuaikan sebagian respons terhadap faktor tiga faktor kimiawi: PO2, PCO2, dan H+. 518 Penurunan PO2 arteri meningkatkan ventilasi hanya sebagian mekanisme darurat. 519 + H yang dihasilkan oleh karbon dioksida di otak dalam keadaan normal adalah pengatur utama ventilasi. 520



Penyesuaian ventilasi segai respon terhadap perubahan Pertida natriuretik menghambat reabsorpsi Na1. 549 1 H arteri penting dalam keseimbangan asam-basa. 521 Glukosa dan asam animo direabsorpsi oleh traspor aktif Olahraga sangat meningkatkan ventilasi, tetapi sekunder dependen-Na+. 549 mekanismenya belum jelas. 522 Secara umum, bahan yang direabsorpsi secara aktif Ventilasi dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor yang tidak memperlihatkan maksimum tubulus. 550 berkaitan dengan kebutuhan terhadap pertukaran gas. 523 Glukosa adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara Selama apnea, seseorang "lupa bernafas"; selama dispnea aktif yang tidak diatur oleh ginjal. 551 yang bersangkutan merasa "sesak napas" 523 Fosfat adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif Melihat Lebih Dengat pada fisiologi Olahraga: Bagaimana yang diatur oleh ginjal. 552 Mengetahui Berapa Banyak kerja yang Dapat Anda Lakukan 524 Reabsorpsi aktif Na1 menyebabkan reabsorpsi pasif Cl–, H2O, dan urea. 552 homeostasis:Bab Secara umum, produk sisa yang tidak diperlukan tidak dalam Perspektif 525 direabsorpsi. 554 Latihan Soal 525 Untuk Dirundingkan 527 Pertimbangan Klinis 527 Bab 14



| Sistem Kemih



530



Pokok-Pokok homeostasis 530



14.1 Ginjal: Fungsi, Anatomi, dan Proses Dasar 531 Ginjal melakukan berbagai fungsi yang ditinjau untuk mempertahankan homeostasis. 531 Ginjal membentuk urine; sistem kemih yang lainya membawa urine keluar tubuh. 531 Nefron adalah unit fungsional ginjal. 532 Tiga proses dasar di ginjal adalah filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. 534 14.2 Filtrasi Glomerulus 537



Membran glomerulus jauh lebih permeabel daripada kapiler di tempat lain. 537



Melihat Lebuh Dekat pada Fisiologi Olahraga: Ketika Protein di Urine Tidak Berarti Penyakit Ginjal. 538 Tekanan darah kapiler glomerulus adalah gaya utama yang menginduksi filtrasi glomerulus. 538 Pemberubahan pada LFG terutama disebabkan oleh perubahan tekanan darah kapiler glomerulus. 540 LFG dapat dipengaruhi oleh perubahan dalam koefisien filtrasi. 543 Ginjal secara normal menerima 20% sampai 25% curah jantung. 544 14.3 Reabsorpsi Tubulus 544



14.4 Sekresi Tubulus 554 Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam-basa. 554 Sekresi ion kalium dikontrol oleh aidosteron 554 Sekresi kation dan anton organ membentuk mengeluarkan senyawa asing secara efesien dari tubuh. 556



14.5 Ekskresi Urine dan Bersihan Plasma 557 Bersihan plasma adalah volume plasma yang dibersihkan dari suatu bahan per menit. 557 Jika suaru bahan difiltrasi, tetapi tidak direabsorpsi atau disekresi, laju bersihan plasmanya setara dengan LFG. 558 Jika suatu bahan difiltrasi dan direabsorpsi, tetapi tidak, disekresi laju bersihan plsamnya selalu lebih kecil daripada LFG . 558 Jika suatu bahan filtrasi dan disekresi, tetapi tidak direabsorpsi, laju bersihan plasmanya selalu lebih besar daripada LFG. 558 Ginjal dapat mengekresikan urine dalam kosentrasi bervariasi bergantung pada status hidrasi tubuh. 560 Gredien osmotik vertikel mendula dibentuk oleh multiplikasi countercurrent. 561 Reabsorpsi bervariasi H2O yang dikontrol oleh vasopresin terjadi segmen akhir tubulus. 563 Pertukaran countercurrent di dalam vasa rekta mempertahankan gredien osmotik vertikal medulla. 566 Reabsorpsi air hanya berkaitan sebagian dengan reabsorpsi zat terlalu. 566 Gagal ginjal memiliki konsekuensi luas 567 Urin disimpan sementara di kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan melalui miski 568 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Dialisis: Selang Selofan atau Dinding Abdomen Sebagian Ginjal Buatan 570



Reabsorpsi tubulus adalah proses yang luar biasa, sangat Homeostasis: Bab selektif, dana berveriasai. 544 dalam Prespektif 572 Reabsorpsi tubulus melibatkan transpor Latihan Soal 573 transepiler. 545 Untuk Direnungkan 575 Pompa Na+–K+ ATPase di membran basolateral Pertimbangan Klinis 575 penting bagi reabsorpsi Na+. 546 1 Aldosteron merangsang reabsorpsi Na di tubulus distal dan koligentes. 547



Daftar isi



xix



Bab 15



|



Keseimbangan Cairan dan Asam-Basa 578



Pokok-Pokok homeostasis 578 15.1 Konsep Keseimbangn 579 Kumpulan internal suatu bahan adalah sejumlah bahan tersebut dalam CES. 579 Untuk mempertahankan keseimbangan stabil suatu konstituen CES, masukannya harus sama dengan keluarnya. 579



Sistem dapar hemoglobin menyangga H1 yang dihasilkan dari CO2. 596 Sistem dapar fosfat penting sebagai penyangga di urin. 596 Sistem dapar kimiawi berkerja sebagai line pertahanan pertama terhadap perubahan [H+]. 596 Sistem pernapasan mengatur [H+] dengan mengontrol laju pengeluaran CO2 . 597 Sistem pernapasan berfungsi sebagai line kedua pertahanan terhadap perubahan [H+]. 597 Ginjal menyeseuaikan laju ekskresi H+ dengan mengubah tingkat sekresi H+. 598 Ginjal menahan atau mengeluarkan HCO3– bergantung pada [H+] plasma. 598 Ginjal menyekresi anomia selama asidosis untuk menyangga H1 yang disekresikan. 601 Ginjal adalah lini ketiga pertahanan yang sangat kuat terhadap perubahan [H+]. 602 Ketidakseimbangan asam-basa dapat disebabkan oleh difungsi pernapasan atau gangguan metabolik. 602 Asidosis respiratorik terjadi karena peningkatan [CO2]. 603 Alkalosis respiratorik terjadi akibat penurunan [CO2]. 603 Asidosis metabolik berkaitan dengan penurunan [HCO3–]. 603



15.2 Keseimbangan Cairan 580 Air tubuh terdistribusi antara kompartemen CIS dan CES. 580 Plasma dan cairan interstisium memiliki komposisi serupa tetapi CES dan CIS sangat berbeda. 581 Keseimbang cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmolaritas CES. 581 Kontrol volume CES penting dalam regulasi jangkapanjang tekanan darah. 582 Kontrol kesimbangan garam sangat penting untuk mengatur volume CES. 582 Kontrol osmolaritas CES mencegah perubahan volume CIS. 584 Alkalosis metabolik berkaitan dengan peningkatan Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Benturan yang [HCO3–]. 605 berpotensi Mematikan: Ketika Otot yang BerolahragaBersaing dengan Mekanisme Pendidikan Tubuh untuk Memperebutkan Homeostasis: Bab Volume Plasma yang Inadekuat 585 dalam Perspektif 606 Selama hipertonisitas CES, sel menciut karena H2O Latihan Soal 607 keluar. 585 Untuk Dirundingkan  608 Selama hipotonisitas CES, sel membengkak karena Pertimbangan Klinis 608 Kemasukan H2O. 586 Tidak ada perpindahan air masuk atau keluar sel selama penambahan atau pengurangan cairan isotonik CES



586



Kontrol keseimbangan air oleh vasopresin penting untuk mengatur osmolaritas CES. 587 Sekresi vasopresin dan rasa haus umumnya dipicu secara bersamaan. 588



Bab 16



| Sistem Pencernaan



611



Pokok-Pokok homeostasis 611



15.3 Keseimbangan Asam-Basa 591 16.1 Aspek-Aspek Umum Pencernaan 612 Asam mengeluarkan ion hidrogen bebas, sementara basa Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan menerimanya. 591 dasar. 612 Tanda pH digunakan untuk menyatakan [H+]. 591 Sistem pencernaan dibentuk oleh cerna dan organ pencernaan tambahan. 616 Fluktuasi [H+] menggangu aktifitas saraf, enzim, dan K+. 592 Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan . 616 ion hidrogen secara terus menerus ditambahkan ke cairan Regulasi fungsi pencernaan bersifat kompleks dan tubuh akibat aktivitas metabolik. 593 sinergistik. 617 Sistem dapar kimiawi meminimalkan perubahan pH Aktivitas reseptor mengubah aktivitas pencernaan melalui refleks saraf dan jalur hormonal. dengan berkaitan dengan atau menghasilkan H+ bebas . 594 Pasangan dapar H2CO3:HCO3– adalah dapar utama CES 16.2 Mulut 619 untuk asam non-karbonat. 595 Rongga mulu adalah pintu masuk ke saluran cerna. 619 Sistem dapar protein terutama penting di dalam Gigi memecahkan bahan makanan secara mekanik 620 sel. 596



xx  



DAFTAR ISI



16.5 Sekresi Pankreas dan Empedu 637 Pankreas adalah campuran jantung eksokrin dan endokrin. 637 Pankreas eksokrin mengeluarkan enzim pencernaan dan cairan encer alkalis. 637 Sekresi eksokrin pankreas diatur oleh sekretin dan CCK. 639 16.3 faring dan Esofagus 622 Hati melakukan berbagai fungsi penting, termasuk Menelan adalah refleks tuntas-atau-gagal terprogram menghasilkan empedu. 640 secara berurutan. 622 Empedu terus disekresikan oleh hati dan dialihkan ke kandang Selama tahap orofaring menelan, makanan empedu di antara waktu makan. 640 dicegah masak ke jalur yang salah. 622 Garam empedu didaur ulang melalui sikrulasi sfingter faringoesofageal mencegah udara memasuki enterohepatik. 641 saluran cerna sewaktu bernapas. 624 Gelombang peristaltik mendorong memakan melalui esofagus. 624 Garam empedu membantu pencernaan dan penyerapan lemak. 641 Liur melalui percernaan karbohidrat, penting dalam higiene mulut, dan mempermudahkan bicara. 620 Sekresi liur berlangsung kontinu dan dapat ditingkatkan oleh refleks. 621 Pencernaan dimulai bersifat minimal, tidak terjadi penyerapan nutrien. 622



Sfingter gastroesofagus mencegah reluks isi lambung. 624 Sekresi esofagus seluruhnya bersifat protektif.



Garam empedu adalah perangsang paling kuat bagi peningkatan sekresi empedu; CCK mendorong pengosongan kandung empedu. 643



624



16.4 Lambung 624 Lambung menyimpan makanan dan melalui pencernaan protein. 625



Bilirubuin adalah produk sisa yang diekskresikan ke dalam empedu. Hepatitis dan sirosis merupakan penyakit hati tersering. 644



643



16.6 Usus Halus 645 Kontraksi segmentasi mencampur dan mendorong kimus secara perlahan. 645 Kompleks motolitas bermigrasi menyapu bersih usus di antara waktu makan. 646 Taut ileosekum mencegah kontiminasi usus halus oleh bakteri kolon. 646 Melihat Lebih Dekar pada Fisiologi Olahraga: Makan Sekresi usus halus tidak mengandung enzim pencernaan Prapertandingan: Apa yang Masuk dan Apa yang Kaluar? 628 apapun. 646 Emosi dapat memengaruhi motilitas lambung. 628 Enzim usus halus menyelesaikan pencernaan di dalam Lambung tidak secara aktif ikut serta dalam muntah. 629 membran brush border. 647 Getah pencernaan lambung disekresikan oleh kelenjar Usus halus beradaptasi sangat baik untuk melakukan yang terletak di dasar sumur gastrik. 629 peran utamanya dalam penyerapan. 647 Asam hidroklorida disekresikan oleh sel pariental dan Lapisan mukosa mengalami pergantian yang cepat. 650 mengaktifkan pepsinogen. 631 penyerangan Na+ dependen-energi mendorong penyerapan Pepsinogen diaktifkan menjadi pepsin, yang melalui pasif H2O . 650 pencernaan protein. 632 Karbohidrat dan protein yang tercerna disepat oleh Mukus bersifat protektif . 632 transpor aktif sekunder dan masuk ke darah. 651 Faktor intristik penting untuk absorpsi vitamin Lemak yang telah dicerna diabsorpsi secara pasif dan masuk ke limfe. 651 B12. 632 Penyerapan vitamin umunya berlangsung pasif. 655 Sel pariental dan sel utama dipengaruhi oleh banyak jalur Penyerapan besi dan kalsium diatur. 655 regulatorik. 632 Sebagian besar natrium yang diserap segera melewati hati Kontrol sekresi lambung melibatkan tiga fase. 633 untuk diproses. 656 Sekresi lambung secara bertahap menurun sewaktu makanan Penyerapan ekstensif oleh usus halus seimbang dengan dikosongkan dari lambung ke dalam duodenum. 634 sekresi. 657 Sawar mukosa lambung melindungi lapisan dalam Dalam keadaan normal terjadi keseimbangan biokimiawi lambung dari sekresi lambung. 634 antara lambung, pankreas, dan usus halus. 657 Pencernaan karbohidrat berlanjut di korpus lambung; Diare menyebabkan hilangnya cairan dan elektrolit. 657 pencernaan protein dimulai di antrum. 634 16.7 Usus Besar 658 Lambung mengabsorpsi alkohol dan aspirin tetapi tidak Usus besar terutama adalah organ pengering dan makanan. 635 penyimpanan . 658 Konsep, tantangn, dan Kontroversi: Tukak: Ketika kuman Kontraksi haustra secara berlahan mengaduk isi kalon Menebus Sawar 636 maju-mundur. 658 Pengisian lambung melibatkan relaksi reseptif. 625 Penyimpanan makanan terjadi di korpus lambang. 625 Pencampuran makanan berlangsung di antrum lambung. 625 Pengosongan lambung umumnya dikontrol oleh faktor di duodenum. 626



  



xxi



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Terapi Rehidrasi Oral: Besar pengeluaran panas dapat disesuaikan dengan Meminum Larutan Sederhana Menyelamatkan Hidup 659 mengubahubah aliran daerah ke kulit. 681 Pergerakan masa mendorong tinja bergerak jauh. 659 Hipotalamus secara simultan mengkoodinasikan mekanisme produksi panas dan pengeluaran panas. 682 Fase dikeluarkan oleh refleks defekasi 660 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Panas dan Dingin Terjadi konstipasi jika tinja terlalu kering 660 Ekstrem Dapat Mematikan 683 Sekresi usus besar seluruhnya bersifat protektif. 660 Kolon mangndung beragam bakteri yang bermanfaat. 660 Sewaktu demam, termostat hipotalamus "disetel" pada suhu yang lebih tinggi. 683 Usus besar menyerap garam dan air, mengubah isi Hipertemia dapat terjadi tanpa infeksi. 684 kumen menjadi fases. 661 Gas usus diserap atau dikeluarkan. 661 Homeostasis: Bab dalam Perspektif 685 16.8 Gambaran Umum Hormon-Hormon Pencarnaan 661 Latihan Soal 685 homeostasis: Bab Untuk Direnungkan  686 dalam Perspektif 662 Pertimbangan Klinis  687 Latihan soal 663 Untuk Dirundingkan 664 Pertimbangan Klinis  664 Bab 17



Bab 18



| Keseimbangan Energi dan Regulasi suhu 667



|Prinsip-Prinsip



Endokrinologi; Kelenjar Endrokrin Sentral 690



Pokok-Pokok Homeostasis 690 Pokok-Pokok Homeostasis



667



18.1 Prinsip-Prinsip Umum Endokrinologi 691 Hormon menimbulkan beragam efek regulatorik di 17.1 Keseimbangn Energi 668 seluruh tubuh. 692 Sebagian besar energi makanan akhirnya diubah menjadi Kosentrasi plasma efektif suatu hormon dipengaruhi panas di tubuh. 668 oleh sekresi, konversi perifer, transpor, inaktivasi, dan Laju metabolik adalah laju pemakaian energi 668 ekskresi hormon tersebut. 692 Masukan energi harus sama dengan keluaran energi agar Kosentrasi plasma efektif dari suatu hormon normalnya keseimbangan energi tetap netral. 670 diatur oleh perubahan pada laju sekresinya. 693 Asupan makanan terutama dikendalikan oleh hipotalamus. 670 Penyakit endokrin disebabkan oleh kelebihan atau kekurangan Obesitas terjadi ketika kilokalori yang dikosumsi lebih hormon atau penurunan responsivitas sel sasaran 694 banyak daripada yang di bakar. 674 Responsivitas selsasaran dapat diubah-ubang dengan Orang yang mengidap anoreksia nervosa mengalami mengatur jumlah reseptor spesifik-hormon 695 ketakutan patologis menjadi gemuk. 675 Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Apa yang



18.2 Hipotalamus dan Hipofisin 696 Kelenjar hipofisin terdiri dari lobus antertor dan 17.2 Regulasi Suhu 677 postertior. 696 Suhu inti internal secara homeostasis dipertahankan pada Hipotalamus dan hipofisin posterio berkerja sebagai satu kesatuan 100°F (37.8°C). 677 untuk mengeluarkan vasopresin dan oksitosin. 697 Asupan panas harus diseimbangan dengan pengeluaran Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga: Respons panas agar suhu inti stabil. 677 Endokrin Terhadap Efek Kombinasi Panas dan Olahraga Pertukaran panas terjadi melalui radiasi, konduksi, 700 konveksi, dan evaporasi. 678 Sebagian besar hormon hipofisin anterior bersifat tropik. 700 Berkeringat adalah proses pengeluaran panas evaporatif. 679 Hormon pelepas dan penghambat hipotalamus membantu Hipotalamus mengintegrasikan berbagai masukan mengatuk sekresi hormon hipofisin sekresi anterior. 702 termosensorik. 680 Hormon kelenjar sasaran menghambat sekresi hormon hipotalamus Menggigil adalah cara involunter utama untuk meningkatkan dan hipofisin antertor melalui umpan-balik negatif . 705 produksi panas. 680 Tidak Dikatakan Timbangan Anda 676



xxii  



s



18.3 Kontrol Endokrin Pertumbuhan 706 Pertumbuhan bergantung pada hormon pertumbuhan, tetapi dipengaruhi oleh faktor lain. 706 Hormon pertumbuhan esensial bagi petumbuhan, tetapi juga



Kelainan fungsi tiroid mencangkup hipotiroidisme dan hipertiroidisme 726 Goiter terjadi jika kelenjar tiroid dirangsang dengan berlebihan. 727



memiliki efek metabolik yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan 706 19.2



Kelenjar Adrenal 728 Setiap kelenjar adrenal terdiri dari korteks yang menghasilkan steroid dan mendula yang menghasilkan katekolamin. 728 GH, melalui IGF-I, mendorong pertumbuhan jaringan lunak Korteks adrenal mengeluarkan mineralokortikoid, dengan merangsang hiperplasia dan hipertrofi 707 glukokortikoid, dan hormon seks. 728 Tulang bertambah tebal dan bertambah panjang melalui Efek utama moneralokortikoid adalah keseimbangan Na1 mekanisme berbeda, keduanya dirangsang oleh GH. 707 dan K+ serat homeostasis tekanan darah. 729 Sekresi GH diatur oleh dua hormon Glukokortikoid memiliki efek metabolik dan berperan kunci hipofisiotropik. 709 dalam adaptasi terhadap stres. 730 kelainan sekresi hormon pertumbuhan menyebabkan Sekresi kortisol diatur oleh aksis hipotalamuspenyimpangan pola pertumbuhan. 710 hipofisiskorteks adrenal. 731 Hormon lain di luar hormon pertumbuhan juga ensesial Korteks adrenal menyekreksikan hormon seks pria dan untuk pertumbuhan normal. 711 wanita pada kedua jenis kelamin. 732 Konsep, Tantangan, dan kontroversi: Pertumbuhan dan Korteks adrenal dapat mengeluarkan hormonnya dalam jumlah terlalu banyak atau terlalu sedikit 733 Masa Muda dalam Tabung? 712 Medula adrenal terdiri dari neuron pascaganglion 18.4 Kelenjar Pineal dan Irama Sirkadi 713 simpatis termodifikasi. 735 Nukleus suprakiasmatikus adalah jam biologis Epinerfin dan norepinerfin berbeda afinitasnya terhadap utama. 713 berbagai jenis reseptor adrenergik. 736 Metatonin membantu menjaga irama sirkadian tubuh sesuai dengan siklus terang-gelap. 714 Epinerfin memperkuat sistem saraf simpatis dan menimbulkan efek metabolik tambahan. 736 Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Beradaptasi dengan Stimulasi simpatis medula adrenal merupakan satu-satunya jam Biologis Kita 715 penyebab pelepasan epinefrin. 737 GH menimbulkan efek merangsang pertumbuhannya secara tak-langsung dengan merangsang faktor pertumbyhan mirip-insulin. 707



Homeostasis: Bab dalam Perspektif 716



Latihan Soal 717 Untuk Direnungkan  718 Pertimbangan Klinis 718 Bab 19



| Kelenjar Endokrin Perifer



Pokok-Pokok Homeostasis 19.1 Kelenjar Tiroid 722



721



721



Sel utama yang mengeluarkan hormon tiroid tersusun membentuk foliket-foliket berisi koloid. 722 Hormon tiroid disintesis dan disimpan di molekul tiroglobulin 722 Untuk menyekresikan hormon tiroid, sel foliket memfagosit koloid yang mengandung tirolobulin. 723 Sebagaiab besar T4 yang disekresikan diubah menjadi T3 di luar tiroid 723 Hormon tiroid adalah penentu utama lanju metabolik basal dan memiliki efek lain 723 Hormon tiroid diatur oleh aksis hipotalamus hipofisistiroid. 725



19.3 Respons Stres Terintegrasi 737 Respons stres adalah pola umum reaksi terhadap setiap situasi yang mengancam homeostasis. 737 Respons stres multisegi dikoordinadikan oleh hipotalamus. 739 Aktivitas respons stres oleh stresor psikososial krunik mungkin merugikan. 740 19.4 Pankreas Endokrin dan Kontrol Metabolisme Bahan Bakar 740 Metabolisme bahan bakar mencangkup anabolisme,kata metabolisme, dan interkonveksi di antara molekulmolekul organik kaya-energi. 740 Karena asupan makanan bersifat berkala, nutrien harus disimpan untuk digunakan di antara waktu makan. 742 Otak harus terus-menerus diberi glukosa. 743 Bahan bakar metabolik disimpan selama keadaan absorptif dan absorptif dan dimobilisasi selama keadaan pascaabsorptif.



743



Sumber energi yang lebih kecil digunakan sesuai kebutuhan.



744



Hormon pankreas, insulin dan glukagon, sangat penting untuk mengatur metabolisme bahan bakar. 744 Insulin menurunkan kadar glukosa, sasm lemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan mereka. 745 Perangsang utama peningkatan sekresi insulin adalah peningkatan kosentrasi glukosa darah. 747



Daftar isi



xxiii



Gejala diabetes melitus adalah khas keadaan pascaabsorpsi yang berlebihan. 748



Konsep, Tantangan, dan Kontroversi: Pengidap Diabetes dan Insulin: Ada yang Punya Ada yang Tidak. 750



Kelebihan insulin menyebabkan hipoglikemia yang memengaruhi otak. 753 Glukosa umumnya melawan efek insulin. 753 Sekresi glukosa meningkat selama keadaan pascaabsorptif. 754 Insulin dan glukosa berkerja sebagai satu tim untuk



mempertahankan kadar glukosa dan asam lemak darah. 754



Latihan Soal  768 Untuk Dirundingkan  769 Pertimbangan Klinis   770 Bab 20



| Sistem Reproduksi 773



Pokok-Pokok homeostasis



773



20.1 Keunikan Sistem Reproduksi 774 Hal yang unik di antara sistem tubuh, sistem reproduksi tidak berperan dalam homeostasis, tetapi menjalankan fungsi penting lainnya. 774 Sistem reproduksi mencangkup gonad, saluran reproduksi, dan kelanjar seks aksesorius, yang sepenuhnya berbeda pada pria dan wanita. 774 19.5 Kelenjar Paratiroid dan Kontrol Sel reproduksi masing-masing mengandung separuh set Metabolisme Kalsium 757 kromosom. 777 Ca2+ plasma harus diatur secara ketat untuk mencegah Gametogenesis dilakukan dengan meiosis, menghasilkan perubahan eksitabilitas neuromuskulus 757 sperma dan ovum yang unik dari segi genetik. 777 Kontrol metabolisme Ca21 mencangkup regulasi Jenis kelamin individu ditentukan oleh kombinasi homeostasis Ca21 dan keseimbangan Ca21 . 757 kromoson seks. 777 Hormon paratiroid meningkatkan kadar Ca21 bebas plasma Diferensiasi seksual mengikuti garis pria atau wanita melalui efeknya pada tulang ginjal, dan usus. 758 bergantian pada ada atau tidaknya penentu-penentu Tulang terus-menerus mengalami remodeling. 758 maskulinisasi. 778 Stres mekanisme mendorong deposis tulang. 759 20.2 Fisiologi Reproduksi Pria 781 Meliha Lebih Dekat pada Fisologi Olahraga: Lokasi testis pada skrotum menyediakan lingkungan yang Osteoporosis: Kutukan Kerapuhan Tulang 760 lebih dingin yang esensial bagi spermatogenesis. 782 PTH meningkatkan Ca2+ plasma dengan menarik Ca2+ Sel Leyding testis mengeluarkan hormon maskulinisasi dari bank tulang. 760 testosteron. 782 Efek segera PTH adalah mendorong pemindahan Ca2+ Spermatogenesis menghasilkan sperma motif yang sangat khusus dari cairan tulang ke dalam plasma. 761 dalam jumlah besar. 784 Efek kronik PTH adalah mendorong disolusi lokal tulang Sepanjang perkembangannya, sperma tetap berhubungan untuk membebasakan Ca2+ ke dalam plasma. 763 eret dengan sel Sertoli. 786 PTH berkerja pada ginjal untuk menghemat Ca2+ dan LH dan FSH hipofisis anterior mengontrol sekresi PO43- oleh usus. 763 testosteron dan spermatogenesis. 787 PTH secara tak-langsung mendorong penyerapan Ca21 Aktivitas GnRH meningkat pada pubertas. 788 dan PO43- oleh usus. 763 Saluran reproduksi menyimpan dan memekatkan sperma Regulator utama sekresi PTH adalah kosentrasi serta meningkatkan kesuburannya. 789 Ca2+ bebas di plasma. 763 Kelenjar seks tambahan berperan membentuk sebagian besar Kalsitonim merupakan kosentrasi Ca2+ plasma, tetapi tidak semen. 789 penting dalam kontrol normal metabolisme Ca2+ Prostaglandin adalah caraka kimiawi yang berkerja lokal dan Ca2+ 763 ditentukan di mana-mana. 791 Vitamin D sebenarnya adalah suatu hormon yang 20.3 Hubungan Seks Antara Pria dan wanita meningkatkan penyerapan kalsium di usus. 764 792 Metabolisme fosfat dikontrol oleh mekanisme yang sama 2+ Tindakan seks pria ditandai oleh ereksi dan dengan yang mengontrol metabolisme Ca . 765 ejakulasi. 792 Gangguan metabolisme Ca2+dapat terjadi akibat kelainan Ereksi terjadi karena vasokongesti penis. 792 kadar of PTHatau vitamin D. 766 Ejakulasi mencangkup emisi dan ekspulasi. 794 Homeostasis: Bsb Orgasme dan resolusi menuntaskan siklus respons dalam Perspektif 768 seksual. 794 Kelebihan glukosa dapat memperparah hiperglikemia pada diabetes mellitus. 754 Epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan juga menimbulkan efek metabolik langsung. 755 Hipotalamus berperan dalam mengontrol homeostasis glukosa. 756



xxiv  



s



Volume dan kandungan sperma dalam ejakulat bervariasi. 794



Siklus seks wanita serupa dengan siklus pria.



795



20.4 Fisiologi Reproduksi Wanita 795 Fisiologi reproduksi wanita ditandai oleh siklus kompleks. 795 Konsep, tantangan, dan Kontroversi: "Estrogen" Lingkungan: kabar Buruk Bagi Sistem Reproduksi 796



Hormon yang dikeluarka oleh plasenta berperan penting untuk mempertahankan kehamilan. 820 Sistem darah ibu berespons terhadap peningkatan kebutuhan selama kehamilan. 822 Perubahan selama akhir gestasi sebagai persiapan untuk persalinan. 823 Para ilmuwan semakin mengetahui faktor=faktor yang memicu dimulainya persalinan. 823 Persalinan berlangsung melalui siklus umpan-balik positif. 825 Laktasi memerlukan masukan berbagai hormon. 827 Menyusui menguntungkan baik bayi maupun ibunya. 829 Akhir adalah permulaan yang baru. 830



Tahap-tahap gametogenesis sama di kedua jenis kelamin, tetapi waktu dan hasil akhirnya sangat berbeda. 798 Siklus ovarium terdiri dari fase folikular dan luteal yang bergantian. 799 Fase folikular ditandai oleh pembentukan folikel matang. 801 Fase luteal ditandai oleh keberadaan korpus homeostasis: Bab luteum. 803 dalam Perspektif 830 Siklus ovarium diatur oleh interaksi hormon yang Latihan soal 831 kompleks. 803 Untuk Dirundingkan  832 Perubahan siklis uterus disebabkan oleh perubahan Pertimbangan klinis 832 hormon selama siklus ovarium. 808 Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron menimbulkan es perubahan siklis pada mukus serviks. 809 Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi olahraga: Ketidakteraturan Apendiks A Haid: Ketika bersepeda dan Atlet Wanita Lainnya Tidak Bersiklus. Tingkat Kimiawi Organisasi di Tubuh 810



Perubahan purbetas pada wanita serupa dengan yang terjadi pada pria. 810 Menopause bersifat unik bagi wanita. 811 Oviduktus adalah tempat fertilisasi. 811 Blastokista berimplantasi di endometrium melalui kerja berbagai enzim trofoblastinya. 813 Plasenta adalah organ petukaran antara darah ibu dan janin. 816



A-1



Apendiks B Referensi Teks untuk Fisiologi Olahraga



A-17



Apendiks C Jawaban A-19 Glosarium G-1 Indeks



I-1



Konsep, Tantangan, dan kontroversi: Cara dan Alat Kontrasepsi 818



Daftar isi



xxv



Kata Pengantar Tujuan, Filosofi dan Tema



Meskipun saya telah mengajar fisologi sejak petengahan 1960an, hingga saat ini saya masih takjub dengan keajaiban seluk beluk dan efesiensi fungsi tubuh. Tidak ada mesin yang dapat melakukan sedikit saja fungsi tubuh alami dengan sama efektifnya. Tujuan saya menulis buku teks fisiologi ini bukan hanya untuk membantuk siswa mempelajari bagaimana tubuh berkerja, malainkan juga untuk berbagi antusiasme sayan terhadap subjek ini. Sebagian besar orang, bahkan bayi, memiliki rasa ingin tahu alami tentang bagaimana tubuh kita berkerja. Ketika bayi pertama kali menemukan bahwa dirinya dapat mengontrol tanggannya sendiri, ia akan kagum dan menghabiskan banyak waktu untuk mencoba-cobanya di depan wajahnya. Dengan memanfaatkan rasa ingin tahu alami siswa tentang dirinya sendiri, saya mencoba membuat fisologi menjadi pelajaran yang dapat dimaknai. Namun, subjek yang paling menggiurkan sekalipun bisa menjadi sulit dimengerti bila tidak dijelaskan dengan efektif. Oleh sebab itu, buku ini memiliki format yang logis, mudah dimengerti, dengan penekanan pada bagaimna tiap-tiap konsep merupankan bagian integral dari keseluruhan subjek. Para siswa sering kali melihat komponen-komponen pelanjarn fisiologi sebagai entitas tersendiri, padahal dengan memahami bagaimana tiap-tiap komponen bergantung pada komponen lainnya, siswa dapat menyadari fungsi terintegrasi tubuh manusia. Teks ini berfokus pada mekanisme fungsi tubuh mulai dari sel hingga sistem dan disusun sepatur tema pokok Homeostasis-bagaimana tubuh memenuhi kebutuhan berubah sambil mempertahankan konsistensi internal yang yang diperlukan agar semua sel dan organ dapat berfungsi. Taks ini ditulis dalam bahasa sederhana dan tidak bertele-tele, dan telah diupayakan segala macam cara agar dapat dibaca dengan mulus melalui transisi yang baik, penjelasan yang masuk akal , serta integrasi ide di seluruh isi buku. Teks ini derancang untuk mahasiswa prasejarah dalam jenjang pendidikan kesehatan, tetapi pendekatan dan keadaan pembahasannya juga sesuai untuk mahasiswa prasajerah lain. Karena buku ini dimaksudkan sebagai pendahuluan, dan bagi sebagian besar siswa mungkin satu-satunya buku fisiologi yang dibaca, semua aspek fisiologi mendapat ulasan, tetapi tetap mendalam bila dirasa perlu. Ruang lingkup teks ini dibatasi oleh pemilihan penuh pertimbangan isi yang relevan yang dapat dipahami dalam mata kuliah fisiologi satu-semester. Materi yang dipilih untuk dimasukkan berdasarkan pada kriteria "perlu diketahui", sehingga buku ini tidak dikacaukan dengan perician yang tidak perlu. Sebagai gantinya, isi buku ini berbatas pada informasi relevan yang dibutuhkan untuk memahami konsep fisiologis dasar dan menjadi pondasi untuk jenjang karier kesehatan di mana yang akan datang. Beberapa pemikiran dan hipotensis kontroversial



dicantumkan disini untuk menggambarkan bahwa fisiologi merupakan disiplin ilmu yang dinamis dan berubah. Agar dapat berjalan seiring dengan cepatnya perkembangan ilmu kesehatan saat ini, para siswa profesi kesehatan harus dapat mendekatkan pemahaman konseptualnya pada fisologi daripada hanya menghafal fakta-fakta yang mungkin akan segera ketinggalan zaman. Oleh sebab itu, teks ini dirancang untuk mendorong pemahaman prinsip dan konsep dasar fisologi ketimbang hafalan perinciannya. Dengan mempertimbangkan orientasi klinis sebagian besar siswa, metodologi dan data penelitian tidak ditekankan, meskipun materi dalam buku ini diambil dari bukti ilmiah terkini. Informasi baru berdasarkan penemuan terkini juga telah disertakan. Para siswa dapat yakin dengan kesesuaian dan akurasi meteri yang disajikan. Untuk memuat ruang untuk informasi baru yang relevan, saya telah memangkas isi dengan hati -hati disertai klarifikasi, modifikasi, dan penyederhanaan sesuai kebutuhan untuk membuat edisi ini baru, mudah dibaca, dan mutakhir. Karena fungsi organ bergantung pada konstruksi organ, anatomi yang relevan secukupnya disertakan dalam teks untuk membuat hubungan tidak terpisah antara bentuk dan fungsi menjadi bermakna.



Keistimewaan Teks dan Alat Bantu Belajar Menerapkan Tema Homeostasis Homeostasis merupakan kata pertama dalam buku ini, dalam judul foto pembuka bab unruk Bab 1, "Mengenai Fisiologi dan Homeostasis", menunjukkan beta pentingnya homeostasis (lihat h. 1). Hal BARU pada edisi ini, setiap bab dimulai dengan Pokok-Pokok Homeostasis, fitur pembuka yang menekannya gambaran besar bagaimana isi bab memang peran dalam homeostasis dan secara fungsional. Sebagai contoh, lihat pokok-pokok Homeostasis untuk Bab 8, "fisiologi Otot", h. 272 Di akhir tiap bab, Homeostasis Bab dalam Perspsktif menunjukan cara khusus topik yang dibahas dalam bab tersebut berkontribusi terhadap homeostasis, mengembalikan pembaca ke tema pokok, tidak peduli seberapa jauh isi bab tampak keluar dari peran dalam mempertahankan konsistensi internal, sebagaimana dicontohkan pada Homeostasis: Bab dalam Perspektif untuk bab 3, "Membran Plasma dan Potensial membran, h . 90. xxvii



Dalam bab pengenalan (lihat h. 14-15), terdapat model homeostasis bergambar yang baik unik dan mudah diikuti yang menunjukan hubungan antara sel, sistem, dan homeostasis ( baru dikembangkan untuk edisi ini). Model ini ditampilkan pula pada sampul depan bagian dalam sebagai referensi cepat. Fitur pembuka dan penutup serta model homeostasis ini bersama-sama mempermudah pemahaman siswa mengenai interaksi dan saling-ketergantungan sistem tubuh, meskipun tiap-tiap sistem dibahas terpisah.



Ilustrasi Pedagogis Berbagai ilustrasi anatomi, gambaran skematik, penjelasan tahap-demt-tahap dalam gambar, foto, tabel, dan grafik berorientasi-proses, melengkapi dan dan mendukung materi tertulis. Edisi ini menonjolkan lebih banyak seni tigadimensi, banyak gambar atau dirancang ulang secara konseptual untuk menguatkan pemahaman siswa, dan lebih banyak mikrograf elektron dibanding sebelumnya. Banyaknya penjabaran yang terintegrasi dalam gambar, termasuk sejumlah gambar berorientasi-proses disertai penjabaran tahap-semi-tahap memungkinkan siswa yang berorientasi visual mempelajari proses melalui gambar. Sebagai contoh, liat Gambar 3-16, h. 80 dan Gambaran 5-12, h 162 Diagram alir banyk digunakan untuk membantu siswa mengintegrasi informasi tertulis. Dalam diagram alir, lebih terang atau lebih gelap warna yang sama menunjukan penurunan atau peningkatan pada variabel terkait, seperti tekanan darah atau kosentrasi glukosa darah. Entitas fisik, seperti struktur dan kimia tubuh, dibedakan dengan kinerja secara visual. Lambung entitas fisik disatukan dengan diagram alir. Sebagai contoh, lihat Gambar 13-19, h. 509, dan Gambar 20-10,h.796. Selain itu, kombinasi warna-kode terintegrasi satu gambar dengan satu tabel membantu siswa membayangkan lebih baik bagian tubuh mana yang bertanggung jawab atas aktivitas apa. Contoh, pelukisan anatomik otak terintegrasi dalam tabel fungsi komponen oatak besar, dengan masing-masing komponen diberi waktu sama dalam gambar dan tabel (lihat Tabel 5-2, h. 156-157). Fitur unik buku ini adalah bahwa orang-orang yang dilukiskan dalam berbagai ilustrasi merupakan gambaran realistik potongan-silang manusia. Sensitivikasi terhadap berbagai ras, jenis kelamin, dan usia membuat semua siswa dapat menghubungkan materi yang disajikan.



Analogi Banyak analogi dan contoh pengalaman sehari-hari disertakan dalam buku ini untuk membantu siswa menghubungkan konsep fisiologi yang disampaikan. Cara-cara bermanfaat seperti ini sebagian besar saya ambil dari pengalaman saya mengajar selama lebih dari empat dekade. Dengan mengetahui area mana yang mungkin paling menyulitkan siswa, saya berupaya mengembakan tautan yang dapat membantu siswa menghubungkan materi baru dengan sesuatu yang telah dikenalnya.



Patofisiologi dan lingkup klinis



Cara efektif lain untuk pempertahankan minat siswa adalah dengan membantu mereka menyadari bahwa mereka tengah mempelajari materi yang berharga dan berguna. Karena banyak siswa yang menggunakan buku ini xxviii  



ace



akan melanjutkan karir di dunia kesehatan, benyaknya contoh patofisiologi dan fisiologi klinis menunjukan buku ini relevan dengan tujuan profesi siswa. Lambang Catatan Klinis menandakan materi yang relevan secara klinis, yang diintergrasi dalam buku ini.



Fitur dalam kotak Terdapat dua jenis fitur dalam kotak di setiap bab. Kotak Konsep, Tantangan, dana Kontroversi berisi informasi sangat menarik mengenai topik-topik berbeda seperti teknologi baru berupa "melihat dengan lidah" (lihat h.226), pokok-pokok sejarh, misal perkembangan vaksinasi (lihat h.454 ); respons tubuh terhadap lingkungan berbeda seperti pada pendaki gunung dan penyelam laut dalam (lihat h. 524-525); dan diskusi mendalam mengenai penyakit umum seperti penyakit alzheimer (lihat h. 174-175) Kotak Melihat Lebih Dekat pada Fisologi Olahraga dibuat karena tiga alasan: meningkatnya kesadaran nasional akan pentingnya kebugaran tubuh, meningkatnya penghargaan atas nilai penting program olahraga terapeutik sesuai aturan untuk berbagai kondisi kesehatan, dan berkembangnya kesempatan karir seputar kebugaran dan olahraga. Sebagai contoh, lihat kotak fisiologi olahraga pada h. 585 mengenai pentingnya aklimatisasi hingga olahraga daat panas.



Pernyataan umpan-maju sebagai judul subbab Sebagai ganti judul topik pendek tradisonal untuk setiap subbab (misal, "Sel Glia") pernyataan umpan-maju membuat siswa siap dengan poin utama subbab selanjutnya (misal, "Sel glia mendukung interneuron secara fisik, metabolik, dan fungsional"). Judul ini juga memenggal konsep yang luas menjadi potonganpotongan yang lebih kecil dan lebih dapat ditangani siswa dan, sebagai bonus, daftar judul ini dalam Daftar Isi di awal buku berfungsi sebagai tujuan pembelajaran untuk setiap bab.



Istilah penting dan asal kata Istilah penting didefinisikan saat muncul dalam teks. Karena fisologi dimuati banyak kosakata baru, yang sering kali terdengar menakutkan saat dibaca pertama kali, asal kata di berikan untuk memperkuat pemahaman kata-kata baru.



Tinjauan dan evaluasi-diri dalam teks Hal BARU dalam edisi ini, terdapat pertanyaan-pertanyaan Periksa Pemahaman Anda di akhiri setiap bagian utama yang berfungsi sebagai waktu istirahat bagi siswa untuk menguji pemahamannya sebelum mulai mempelajari bagian selanjutnya. Pertanyaan-pertanyaan ini berbeda dengan pertanyaan Esai yang mencangkup isi yang sama di akhir bab. Banyak pertanyaan bagian baru meminta siswa membuat sesuatu selain menyalin jawaban dari penjelasan dalam teks, misalnya mengatur dan memadai, membuat grafik, membuat prediksi berdasarkan informasi yang disediakan, dan seterusnya. Kartu Belajar terdapat di akhir setuap bab. Siswa dapat menggunakan ringkasan bab praktis ini agar mudah meninjau



kembali konsep kunci untuk ujian. Kartu belanja mencantumkan poin-poin utama dari setiap bab dalam daftar ringkas, bagian-per-bagian, termasuk rujukan silang untuk nomor halaman, gambar, dan tabel. Fitur ini membuat siswa mudah meninjau kembali konsep utama sebelum beranjak dari topik. Soal Latihan di akhir setiap bab berisi berbagai formal pertanyaan untuk siswa untuk menguji-diri mengenai pengetahuan dan penerapan fakta dan konsep yang dijelaskan. Selain itu juga terdapat Latihan Kuantifikasi yang memberikan siswa kesempatan untuk memperaktikkan perhitungan yang akan memperkuat pemahaman hubungan yang kompleks. Bagian untuk Direnungkan berisi soal yang menimbulkan pemikiran yang mendorong siswa menganalisa apa yang telah dipelajari. Pertimbangan Klinis merupakan riwayat kasus sederhana untuk menantang siswa menerapkan pengetahuannya pada keluhan spesifik pasien. Jawaban dan penjelasan soal-soal latihan ini tersedia di bagian apendiks dan online seperti dijelaskan di bagian selanjutnya.



Apendiks dan Glosarium Sebagian besar buku fisiologi untuk mahsiswa prasarjana memiliki bab tentang kimia, meskipun pengajar fisiologi jarang mengajarkan konsep kimia dasar. Pengetahuan kimia di luar yang telah diajarkan di sekolah menengah tidak dibutuhkan untuk memahami buku ini. Oleh sebab itu, saya mencantumkan Apendiks A, Tinjauan Prinsip Kimia, sebagian rujukan mudah untuk siswa yang membutuhkan tinjauaan singkat konsep kimia dasar yang berkaitan dengan fisiologi. Apendiks B, Rujukan Bacaan untuk Fisiologi Olahraga, berisi indeks semua isi yang relevan dengan topik ini. Apendiks C, jawaban, berisi jawabaan semua kegiatan belajar objektif, termasuk pertanyaan Periksa Pemahaman Anda di dalam-bab dan Pertanyaan Objektif di akhir-bab, jawaban Latihan Kuantitatif, dan penjelasan Untuk Direnungkan dan Pertimbangan Klinis. Jawabaan untuk Pertanyaan Glosarium berisi makanan istilah penting disertai dengan pengucapan fonetiknya.



Penyusunan Tidak ada penyusunan ideal proses fisiologis menjadi rangkaian yang logis. Dalam buku ini, sebagaian besar bab disusun berdasarkan materi dalam bab sebelumnya yang paling dekat, meskipun tiap bab dirancang utuk berdiri sendiri sehingga fleksibilitas pengajar dalam rancangan kurikulum tetap terjaga. Fleksibilitas dipermudah dengan adanya rujukan-silang terhadap materi terkaitan di bab lain. Rujukan-silang membuat siswa cepat memulihkan ingatannya



mengenai materi yang telah dipelajari atau bila diinginkan, memperdalam topik tertentu. Alur umum penyususan buku ini adalah dari informasi dasar menuju sel lalu ke jaringan peka rangsang (saraf dan otot) kemudian sistem organ, dengan transisi logis dari satu bab ke bab selanjutnya. Sebagai contoh, Bab 8, "Fisiologi Otot", diakhiri dengan bahasan otot jantung, yang dilanjutkan dalam Bab 9, "Fisiologi Jantung". Topik-topik yang tampak tidak berhubungan bahkan dapat disambung seperti Bab 12, "Pertahanan Tubuh" dan Bab 13, "Sistem Respirasi". Dalam hal ini, Bab 12 diakhiri dengan bahasan mekanisme pertahanan respirasi. Beberapa fitur penyusunan memerlukan penyebutan spesifik. Keputusan paling sulit dalam penyusunan buku ini adalah penetapan materi endokrin. Bab sistem endokrin dan bab sistem saraf pantas untuk diletakan berdampingan karena marupakan dua sistem regulasi untuk tubuh. Namun membahas perincian sistem endokrin segera setelah sistem saraf akan merusak alur logis materi yang terkait dengan jaringan peka rangsangan. Selain iti, sistem endokrin tidak dapat dibahas sedalam arti pentingnya bila didiskusikan sebelum siswa memiliki dasar untuk memehami peran sistem ini dalam memelihara homeostasis. Solusi untuk dilema ini adalah Bab 4, "Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon". Bab ini memperkenalkan mekanisme yang mendasari kerja saraf dan hormon sebelum sistem saraf dan hormonhormon tertentu disebutkan di bab-bab selanjutnya. Bab ini membedakan bagaimna sel-sel saraf dan endokrin berkomunikasi dengan sel lain dalam melaksanakan kerja regulasinya. kemudian, bab 5 diawali dengan sistem saraf sehingga terdapat hubungan yang baik antara Bab 4 dan 5. Bab 5, 6, dan 7 ditunjukan untuk sistem saraf. Hormon-hormon spesifik diperkenalkan dalam bab yang sesuai, misal kontrol hormonal jantung dan pembuluh darah dalam memelihara tekanan darah dalam Bab 9 dan 10 serta kontrol hormonal ginjal dalam memelihara keseimbangan cairan pada bab 14 dan 15. Proses tubuh menyerap molekul nutrien kaya-enargi sangat dikontrol oleh endokrin sehingga terdapat hubungan antara sistem pencernaan (Bab 16) dan keseimbangan energi (Bab 17) dengan sistem endokrin (Bab 18) dan 19). Kedua bab endokrin ini mengumpulkan sumber, fungsi, dan kontrol sekresi endokrin spesifik dan menjadi puncak perangkum dan mempersatu fungsi tubuh homeostatik. Akhirnya, berangkat dari hormon yang mengontrol gonad (testis dan ovarium) yang disebutkan dalam bab endokrin, bab terakhir, Bab 20, menyimpang dari tema homeostasis menjadi fokus pada fisiologi reproduksi. Selain penepatan baru sistem endokrin dan hormon, fitur penyusunan lain pada buku ini juga unik. Misal, tidak seperti buku teks fisiologi lain, kulit dimasukan dalam bab ,mekanisme pertahanan tubuh (Bab 12), dengan pertimbangan fungsi imun kulit yang baru ditentukan. Tulang juga dibahas lebih banyak dalam bab endokrin Kata Pengantar xxix



dibandingkan dengan buku fisiologi lain, khususnya sehubungan dengan kontrol hormonal pertumbuhan tulang dan peran dinamis tulang dalam metabolisme kalsium. Berlatih dari pengelompokan tradisonal materi dalam beberapa hal penting memungkinkan cakupan topik yang lebih terintegrasi dan lebih luas yang sering kali terabaikan atau terpendam dalam bab yang membahas masalah lain. Misal, bab terpisah (Bab 15) ditunjukan untuk regulasi keseimbangan cairan dalam asam-basa. Topik tersebut biasanya diselipkan dalam bab tentang ginjal. Contoh lain adalah pengelompokan sistem saraf otonom, neuron motorik, dan taut neuromuskular dalam bab tersendiri (Bab 17) sebagai devisi eferen sistem saraf perifer, yang menjadi pengait antara bab sistem saraf dan bab otot (Bab 8), pengaturan suhu tubuh dan keseimbangan energi juga dikelompokkan dalam bab tersendiri (Bab 17). Meskipun terdapat alasan mendasar untuk mencangkup berbagai aspek fisiologi sesuai urutan dalam buku ini, cara ini bukan berarti satu-satunya cara yang logis untuk menjelaskan topik fisiologi. Karena tiaptiap bab dapat berdiri sendiri, khususnya dengan adanya rujukan silang, pengajar dapat mengubah urutan presentasi sesuai sesuai kebijakan. Beberapa bab dapat dihilangkan, tergantung pada kebutuhan dan minat siswa dan keterbatasan waktu kuliah. Misal, penjelasan sepintas mengenai peran pertahanan leukosit dalam Bab 11 terdapat pada topik darah sehingga pengajar dapat menghilangkan penjelasan lebih terperinci mengenai pertahanan imun pada Bab 12.



Baru di Edisi Delapan Edisi memiliki tampilan baru, fitur pengajaran baru, dan banyak revisi untuk membuat buku ini sedapat mungkin mutakhir, relevan dan mudah diakses siswa, Setiap aspek teks telah diperbaiki seperti penjelasan dalam contoh berikut.



Pembukaan bab baru Pembukaan bab baru terdiri atas tiga komponen kunci: sebuah foto informatif dan mencolok yang relevan dengan bab tsb.; Sekilas isi, daftar isi bab secara ringkas; dan fitur baru. Pokok-pokok Homeostasis, narasi singkat yang mengarahkan pembaca pada aspek homeostatik materi yang mengikuti. Sebagai contoh, lihat pembuka bab untuk Bab 13, "Sistem Respirasi" pada h. 480



Sistem penomoran baru untuk judul bagian utama Dalam edisi ini, setiap judul bagian utama diberi nomor, sama halnya dengan kumpulan pertanyaan Periksa Pemahaman Anda di akhir setiap bagian utama. Sistem ini secara logis membagi materi menjadi potonganpotongan lebih kecil dan mudah diterima serta mempermudah mencari pertanyaan istirahat-belajar ini di apendiks jawaban.   



ace



Gambar baru dan direvisi Gambaran Muka Baru  pada edisi ini, sebagian besar



bab memiliki satu gambaran muka atau lebih, yang merupakan gambar dasar berlatar lebar dengan sentuhan seni dan enak dilihat yang menarik perhatian siswa terhadap komponen fungsional dan struktual kunci sehubungan dengan bab tersebut. Contohnya: Gambar 2-1, Diagram struktur sel yang terlihat di bawah mikroskop elektron, h. 26 ■ Gambar 14-1, Sistem urinarius, h. 532 ■ Gambar 19-7, Anatomi dan sekresi hormonal oleh kelenjar adrenal, p. 729 ■



GAMBAR BARU Gambar yang baru dimuat meliputi ilustrasi baru dan gambar lama yang disempurnakan, seperti ditunjukan oleh:



Gambar 9-17, Lengkung tekanan ventrikel kiri-volume untuk satu siklus jantung, h. 341 ■ Gambar 16-5, Tahap menelan orofaring dan esofagus, h.. 623 ■ Gambar 18-13, Sinkronisasi dan sambung menyambung irama jantung, h. 716 ■



GAMBAR DIREVISI Contoh gambar yang direvisi besar-



besaran dengan konsep baru seperti yang ditemukan pada bab tersendiri (Bab 80 meliputi: Gambar 8-2, Tingkat organisasi pada otot rangka h. 274 ■



■ ■



Gambar 8-18, unit motorik pada otot rangka, h. 288 Gambar 8-26, Fungsi gelendong otot, h. 304



FOTO BARU Selain 20 foto pembuka bab, ada lebih banyak foto baru dan foto pengganti yang disertakan dalam buku di bandingkan sebelumnya, misalnya: Gambar 2-9, Mikrograf fluoresen sebuah retikulum mitokondria yang menyatu dengan Mitokondria, hlm. 35 ■ Gambar 6-34, Pemindahan mikrograf elektron organ Corti yang termasuk dalam Telinga tengah dan koklea, h. 230 ■ Gambar 19-24, mikrpgraf cahaya osteon yang termasuk dalam Organisasi tulang pada ke dalam osteon, h. 762 ■



Materi baru, terbaru



Materi terkini telah disertakan dalam buku, misalnya: ■







Menyisipkan penemuan terowongan tuba nano (TNT, tunneling nanotubes) sebagai jalaur baru untuk pertukaran langsung material antarsel dan menambahkan foto baru yang mengiringi (Bab 4, h. 122 dan 124) Menambahkan banyak topik baru pada Bab 5, "Sistem Saraf Pusat" meningkat derasnya penelitian baru dalam bidang ini, termasuk jaringan modus defaunit, yaitu sistem otak yang



sebelumnya tidak diketahui yang paling aktif ketika pikiran seseorang berjalan-jalan dan tidak berkosentrasi pada pekerjaan tertentu (h. 162); teori ruang kerja global, yaitu upaya untuk menjelaskan pengalaman sadar (h. 180); dan hipotensis homeostasis sinaps, yaitu pendapat terbaru yang ssangat diperdebatkan mengenai peran tidur terhadap kemampuan belajar dan daya ingat (h. 182) ■ Melengkapi ulasan imunitas alami dengan memperkenalkan dua kategoro pola yang direspons oleh TLR (PAMP dan DAMP) dan mendiskusikan pola-pola yang dikenali oleh septor pengenal pola intrasel-RI.R dan NLR (Bab 12, h. 439) ■ Memperbanyak ulasan lemak cokelat sehubungan dengan penemuan terkini bahwa tipe jaringan lemak ini terdapat dan aktif pada bagian besar orang dewasa, berkembalian dengan pemikiran terdahulu (Bab 17, h. 681) Memperkenalkan pengaruh sinyal kisspeptin dari ■ neuron kiss 1 dalam kontrol sekresi hormon pelepas gonadotropin (GnRH) (Bab 20, h. 788, 790, 806, and 811)



Ulasan lebih jelas, lebih ringkas Saya mencari di setiap edisi kesempatan untuk membuat tulisn ini sedapat mungkin jelas, ringkas, tersusun-baik, dan relevan untuk pembaca, seperti: Memindahkan kotak apoptosis (bunuh diri sel terprogram) dari Bab 4 ke Bab 2, tempat yang lebih tepat (Bab 2, h. 44–45) ■ Mengatur ulang materi yang berkaitan dengan res pons adrenergik agar mengalir lebih baik dan lebih jelas (Bab 7, h. 268–269) ■ Menyusun ulang penjelasan mengenai pengaruh fisik dan kimia pada kaliber arteriol untuk mendapat pengelompokan lebih baik untuk materi terkait (Bab 10, h. 372–376) ■



Teknologi tinggi dan baru



TUTORIAL DAN ANIMASI Siswa dipandu melalui tutorial



secara online dengan gambar animasi dua dan tiga dimensi, latihan interaktif, dan kuis sebagai pelengkap buku teks untuk membantu siswa memahami konsep fisiologi. Animasi berteknologi paling canggih tampak lebih realistis secara anatomis dan yang lebih penting, animasi ini mengintegrasikan berbagai komponen sekuens rumit dari peristiwa tubuh untuk membantu siswa menggabungkan materi bersama-sama. Animasi berteknologi tinggi ini, di antaranya: ■ Sintesis, pengepakan, penyimpanan, dan pelepasan produksi sekresi ■ Sinaps dan integrasi sinyal eksitasi ■ Peristiwa listrik dan mekanis dalam siklus jantung Aktivitas otot pernapasan, perubahan tekanan, dan pergerakan udara saat ventilasi ■ Tahap menelan orofaring dan esofagus ■ BARU! Siklus jebatan silang, kayuhan kuat, dan pergeseran filamen pada kontraksi otot rangka dan otot polos. ■



BARU! LABS FISIOLOGI VIRTUAL Virtual Fisiologi Labs



memungkinkan siswa untuk melakukan eksperimen online tanpa



peralatan mahal. Dengan mengakuisisi data, melakukan eksperimen, dan menggunakan data tersebut untuk menjelaskan konsep fisiologi, siswa terlibat dalam ilmiah proses-mereka tidak hanya menonton atau membaca tentang hal itu.



Ancillaries untuk Instruktur CourseMate™ Apakah Anda tertarik dengan cara yang sederhana untuk konten teks dan tentu saja Anda dengan belajar dan berlatih bahan? Cengage Learning Biologi CourseMate membawa konsep saja untuk hidup dengan pembelajaran interaktif, studi, dan persiapan ujian alatalat yang mendukung buku dicetak. Menonton siswa menyelami-sion melambung sebagai kelas Anda bekerja dengan buku cetak dan website buku-spesifik. Biologi CourseMate melampaui buku untuk memberikan apa yang Anda butuhkan!



Online PowerLecture™ Ini adalah perpustakaan digital dan alat presentasi mencakup semua sumber media yang Anda butuhkan dengan preassembled Microsoft® Power-Point® slide kuliah, Instruktur Manual dan Test Bank, tokoh yang aktif, klip video, dan animasi yang menakjubkan. ExamView® pengujian perangkat lunak juga disertakan, dengan semua item tes dari Bank Uji dalam format elektronik, yang memungkinkan Anda untuk membuat tes disesuaikan di media cetak atau online. Tersedia di login.cengage.com.



CengageNOW™ CengageNOW menawarkan semua sumber daya Anda belajar mengajar di salah satu program yang diselenggarakan di sekitar kegiatan penting Anda melakukan untuk kelas-perkuliahan, menciptakan tugas, grading, menanyai, dan pelacakan kemajuan siswa dan kinerja. CengageNOW memberikan siswa akses ke ebook terintegrasi, tutorial interaktif, figu aktif es, video, animasi menakjubkan (termasuk 3-D), dan alat-alat multimedia lainnya yang membantu siswa untuk mendapatkan hasil maksimal dari program studi Anda.



Online Instructor’s Manual Instruktur Manual-tersedia secara online-berisi saran untuk menggunakan semua komponen yang tersedia dengan teks, selain daftar sumber alat bantu belajar, film dan software sumber, situs yang relevan, dan bimbingan organisasi tambahan untuk instruktur.



Electronic Test Bank Test Bank mencakup ribuan pertanyaan dalam berbagai format untuk setiap bab teks. sumber daya ini juga tersedia di PowerLecture dan di ExamView®.



Online Transparency Correlation Guide panduan online berkorelasi 200 penuh warna transparansi asetat diatur dengan angka dalam Introduction  to  Human  Physiology, Eighth Edition.



  



xxxi



Ancillaries untuk Siswa CourseMate™ Mengakses e-book interaktif, alat pembelajaran interaktif bab khusus, termasuk flashcards, kuis, video, dan lainnya di CourseMate Biologi Anda, diakses melalui www.cengagebrain.com.



CengageNOW™ CengageNOW adalah sumber online yang mudah digunakan yang membantu studi stu-penyok dalam waktu kurang untuk mendapatkan kelas yang mereka inginkan-SEKARANG. CengageNOW menawarkan berbagai fitur yang mendukung tujuan kursus dan belajar interaktif. siswa membantu untuk bertaruh-ter disiapkan untuk kelas dan belajar konsep fisiologi sulit, sumber daya berbasis web ini menawarkan modul pembelajaran mandiri dengan tutorial, kuis interaktif, dan animasi. Dengan Rencana Studi Per-sonalized termasuk pra dan pasca tes, animasi, dan latihan interaktif, siswa dapat fokus pada topik yang sulit di mana mereka membutuhkan bantuan yang paling. Animasi membantu membawa ke kehidupan beberapa proses fisiologis yang paling sulit untuk memvisualisasikan, meningkatkan pemahaman urutan kompleks peristiwa. Lebih baik dari sebelumnya, koleksi animasi telah diperluas untuk mencakup lebih integratif, realistis, dan animasi berteknologi canggih.



Panduan belajar Setiap bab mahasiswa berorientasi tambahan panduan ini, yang berkorelasi dengan pasal yang sesuai di Pengantar Human Physiology, Edisi Kedelapan, berisi gambaran bab, bab garis rinci, daftar Syarat Key, dan Latihan Ulasan (pilihan ganda, dimodifikasi benar / salah, fill-in-the-blank, dan pencocokan). sumber belajar ini juga menawarkan Poin untuk Ponder, pertanyaan yang merangsang penggunaan bahan dalam bab sebagai titik awal untuk berpikir kritis dan belajar lebih lanjut. Perspektif klinis (aplikasi umum dari fisiologi dalam pertimbangan), Eksperimen of the Day, dan tangan-sederhana kegiatan meningkatkan proses pembelajaran. Jawaban untuk Pertanyaan Ulasan disediakan di bagian belakang Panduan Studi.



Buku mewarnai Studi alat bermanfaat ini berisi potongan kunci dari seni dari buku dan memberikan kesempatan bagi siswa untuk berinteraksi dengan materi dan menjelaskan proses yang terkait dengan angka-angka dalam katakata mereka sendiri.



Foto Atlas untuk Anatomi dan Fisiologi Ini atlas penuh warna (dengan lebih dari 600 foto) menggambarkan struktur dalam warna yang sama seperti mereka akan muncul dalam kehidupan nyata atau di slide. Label dan diferensiasi warna dalam setiap struktur yang digunakan untuk memfasilitasi identifikasi berbagai komponen struktur itu. atlas yang mencakup foto-foto dari jaringan dan organ slide, kerangka manusia, model yang umum digunakan, pembedahan kucing, mayat, beberapa pembedahan babi janin, dan beberapa bahan fisiologi. xxxii  



ace



Dasar-dasar Fisiologi Pedoman laboratorium Manual ini, yang mungkin diperlukan oleh instruktur dalam kursus-kursus yang memiliki komponen laboratorium, berisi berbagai latihan yang memperkuat konsep-konsep dalam Pengantar Human Physiology, Edisi Kedelapan. pengalaman laboratorium ini meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi pelajaran secara langsung, dengan arah menyeluruh untuk membimbing mereka melalui proses dan relevan pertanyaan untuk meninjau, menjelaskan, dan menerapkan hasil.



Ucapan Terima Kasih Saya sangat berterima kasih pada benyak pihak yang membantu saya dengan ketujuh edisi sebelumnya atau edisi ini. Ucapan terima kasih khusus saya berikan pada dua orang yang memegang peran penting dalam mengembangkan edisi ini: Jon Hunier (Universitas Texas A & M), yang berevisi Bab 8, "Fisiologi Otot", dan Erwin Bautista (Universitas California, Davis), yang merevisi Bab 16, "Sistem Pencernaan". Selain itu, saya beruntung pada emapat orang yang sangat banyak berkontibuksi terhadap isi asli buku ini: Rachel Yeater (Universitas West Virginia), yang berkontribuksi pada materi asli untuk kota fisiologi latihan: Spencer Seager (Weber State University), yang menyiapkan Apendiks A, "Tinjauan Prinsip Kimia"; dan Cooper (Universitas Midwestern) dan Joha Nagy (Scottsdale Community College), yang menyusun latihan Kuantitatif di akhir bab. Saya berterima kasih pada pihak-pihak berikut yang menyediakan sumber daya sesuai bidang keahlian yang saya manfaatkan dalam memperbaruhi edisi ini: George Brooks (Universitas California, Berkeley), Xiying Fan (Institusi Kesehatan Nasional), dan Steve Heidemann (Michigen State (University). Selain kepada ke-170 peninjau buku yang mengevaluasi buku sebelum terbit untuk akurasi, kejelasan dan relevansi dengan cermat, saya memberikan penghargaan kepada pihak-pihak berikut selaku peninjau edisi ini: Ateegh Al-Arabi, Johnson County Community College Chris Armour, University of California, San Diego Erwin Bautista, University of California, Davis Sandy Bryant, Moorpark College Sheldon Cooper, University of Wisconsin, Oshkosh John Ferguson, Bard College Jean Hardwick, Ithaca College Steven Heidemann, Michigan State University Steve Henderson, California State University, Chico Paul Kingston, University of California, San Diego Cynthia Paschal, Vanderbilt University Connie Scanga, University of Pennsylvania Chris Schwirian, Ohio University Daniel Wescott, Internasional Florida University Saya juga berterim kasih kepad pengguana buku teks ini yang telah meluangkan waktu untuk mengirim komentar membantu. Saya sangat beruntung berkerja dengan tim yang sangat kompoten dan berdedikasi dari Brook/Cole, juga bersama penyedia eksternal



cakap yang dipilih oleh perusahaan penerbit. Saya berterima kasih atas semua kontribusi mereka, yang bersama-sama membuat buku ini terbit. mengetahui bahwa ada banyak orang yang berkerja dengan rajin dengan berbagai cara untuk membuat buku ini sukses adalah sumber inspirasi dan kenyamanan bagi saya. Dari Brooks/Cole, Penerbit, Yolanda Cossio berhak mendapat ucapan terima kasih hangat untuk visinya, ide kreatif, kepemimpinan dan bantuan yang terus-menerus. Yolanda merupakan pendukung kuat untuk menbuat untuk membuat edisi terbaik ini. Keputusan Yolanda didasarkan pada apa yang terbaik untuk pengajar dan siswa yang akan menggunakan buku teks dan peket pendukung. Terima kasih pula untuk Asisten Editor Lauren Crosby, yang mengoordinasikan banyak tugas untuk Yolanda selama proses pengembangan. Saya menghargai usaha Editor Pengembang Suzannah Alexander atas fasilitas proses pengembangan, yang berlangsung sesuai jadwal. Khususnya saya berterima kasih atas waktu yang dihabiskannya untuk mengajar jari saya berkerja dengan piranti lunak baru untuk mengumpulkan manuskrip artistik secara elektronik dan atas semua bantuan yang diberikannya dalam memilih materi yang dibutuhkan untuk mengembangkan gambar baru. Alat bantu belajar berteknologi tinggi dalam paket media diperbaruhi sesuai petunjuk Editor Media Lauren Oliveira. Hal ini meliput tutorial interaktif online, latihan media, dan kesempatan belajar fisiologi elektrolit lain di situs jaringan CengageBrain. Editor Asisten Alexis Glubka mengawasi pengembangan komponen hardcopy multipel paket pendukung untuk memastikannya menyatu dengan utuh. Terima kasih sepenuh hati diberikan kepada mereka semua atas paket multimedia berkualitas tinggi yang menyertai edisi ini. Di sisi produksi, saya berterima kasih pada Senior Content Project Manager Christy Frame, yang memonitor dengan ketat setiap tahap dalam proses produksi sambil mengawasi proses produksi rumit buku multipel. Saya merasa percaya diri mengenai bahwa ia memastikan semua hal berjalan sesaui rencana. Saya juga berterima kasih pada Senior Rights Specialist Dean Dauphinais untuk melacak izin penggunaan gambar dan materi berhak cipta lain yang dimasukkan dalam teks. Tugas ini sangtlah penting. Setelah semua akhirnya menyatu, Print Buyer Judy Inouye mengawasi proses pembuatan, mengoordinasi pencetakaan buku.



Tidak peduli sebaik apapun buku disusun, diproduksi, dan dicektak, sebuah buku tidak akan mencapai potensi penuhnya sebagai alat bantu pendidikan bila tidak dipasarkan dengan efektif dan efisien. Sensor Manager Pemasaran Tom Ziolkowski, Koordinator Pemasaran Jing Hu, dan Manager Komunikasi Pemasaran Darlene Mancanan memegang peran utama dalam memasrkan buku teks ini. Untuk itu, saya sangat menghargainya. Brooks/Cole juga melakukan pekerjaan luar biasa dalam memilih vendor yang cakap untuk melaksanakan tugas produksi utama. Pertama dan terutama, merupakan kesenangan pribadi dan profesional bagi saya untuk berkerja kembali dengan Laura Slown, Editor Produksi di Graphic World, yang mengoodinasi managemen produksi dari hari-ke-hari. Di tangan kompetennyalah tanggung jawab untuk memantau semua copyediting, gambar, typesetting, layout halaman, dan perincian terkait lainya terlaksana dengan baik dan tepat pada waktunya. Berkat dia, proses produksi berjalan dengan mulus. Saya juga menyampaikan ucapan terima kasih sepenuh hati pada kompositor Graphic World atas typesetting yang akurat; eksekusi banyak revisi gambar; serta layout yang atraktif dan logis. Terima kasih pula untuk studio seni Dragonfly karena menerima sketsa dan intruksi baru, paling rumit, dan banyak revisi dan mengubahnya menjadi karya seni yang atraktif dan relevan dalam pengajaran. Lisa Buckley berhak mendapat ucapan terima kasih atas tampilan interior buku yang atraktif dan segar tetapi hemat tempat serta atas tampilan eksterior buku yang sangat menarik perharian. Akhirnya, cinta dan terima kasih saya sampaikan pada keluarga selama edisi delapan disusun dan diproduksi. Jadwal untuk buku ini sangat padat karena datang bersamaan dengan banyak hal lain terjadi dalam kehidupan kami. Suami saya, Peter Marshall, berhak mendapat penghargaan dan pengakuan khusus atas tanggung jawab ekstra yang dilakukan selama saya mengerjakan buku ini. Saya tidak dapat menyelesaikan ini, atau satupun buku sebelumnya tanpa bantuan, dukungan, dan semangat darinya. Terima kasih kepada semua.



Lauralee Sherwood



Kata Pengantar



xxxiii



Kerja homeostatis (pemeliharaan konsistensi internal). Suhu tubuh dipertahankan ketika penguapan keringat mendinginkan tubuh untuk menyeimbangkan panas yang diperoleh melalui aktivitas di hari yang panas, dan keseimbangan cairan dipertahankan ketika rasa haus memicu asupan cairan untuk mengimbangi kehilangan cairan melalui keringat.



Mengenal Fisiologi dan Homeostasis Pokok-pokok Homeostasis SEKILAS ISI 1.1



Mengenal Fisiologi



1.2



Tingkat Organisasi di Tubuh



1.3



Konsep Homeostasis



1.4



Sistem Kontrol Homeostasis



Fisiologi berfokus pada fungsi tubuh. Buku ini menjelaskan bagaimana berbagai



komponen



tubuh



manusia



berfungsi



untuk



mempertahankan



homeostasis, yaitu suatu kondisi stabil di dalam tubuh yang dibutuhkan untuk keberlangsungan hidup. Setiap bab dimulai dengan Pokok-Pokok Homeostasis untuk memudahkan Anda memahami bagaimana bagian tubuh yang dibahas di bab tersebut sesuai dengan gambaran besar homeostasis. Setiap bab diakhiri dengan Homeostatis: Bab dalam Perspektif, yang menjelaskan cara-cara spesifik topik yang terdapat di dalam bab ikut serta membentuk homeostatis.



Lihatlah >Gambar 1-1. Berbagai aktivitas yang dijelaskan di gambar ini adalah contoh proses yang terjadi di tubuh kita setiap saat hanya untuk mempertahankan agar kita tetap hidup. Kita biasanya tidak menganggap penting aktivitas-aktivitas yang mempertahankan kehidupan ini dan tidak benar-benar mengetahui "apa yang membuat kita tetap ada", tetapi inilah yang dinamakan fisiologi. Fisiologi adalah ilmu tentang fungsi-fungsi makhluk hidup. Secara spesifik, kita akan berfokus pada bagaimana tubuh manusia bekerja.



Fisiologi berfokus pada mekanisme kerja. Terdapat dua pendekatan yang digunakan untuk menjelaskan kejadian-kejadian yang berlangsung di tubuh; satu menekankan tujuan suatu proses tubuh dan yang lain menekankan mekanisme yang mendasari bagaimana proses ini terjadi. Sebagai jawaban terhadap pertanyaan "Mengapa saya menggigil jika kedinginan?", salah satu jawabannya akan berupa "untuk membantu menghangatkan tubuh, karena menggigil menghasilkan panas". Pendekatan ini, yang menjelaskan fungsi-fungsi tubuh berdasarkan pemenuhan suatu kebutuhan tubuh, menekankan mengapa proses di dalam tubuh terjadi. Namun, para ahli fisiologi menjelaskan bagaimana proses-proses tersebut dapat terjadi dalam tubuh. Para ahli fisiologi memandang tubuh sebagai suatu mesin yang mekanisme kerjanya dapat dijelaskan berdasarkan rangkaian sebabakibat proses-proses fisik dan kimiawi—proses yang sama dengan yang terjadi di seluruh alam semesta ini. Penjelasan fisiologis menggigil oleh ahli fisiologi adalah ketika sel-sel saraf peka suhu mendeteksi penurunan suhu tubuh, sel-sel tersebut memberi sinyal ke bagian otak yang berperan untuk mengatur suhu tubuh. Sebagai responsnya, bagian otak ini mengaktifkan jalur-jalur saraf yang akhirnya menyebabkan kontraksi otot involunter bolak-balik (yaitu, mengigil).



Struktur dan fungsi tidak dapat dipisahkan. Fisiologi berkaitan erat dengan anatomi, ilmu tentang struktur tubuh. Mekanisme-mekanisme fisiologis dapat berlangsung berkat desain struktural dan hubungan berbagai bagian tubuh yang melaksanakan masing-masing dari fungsi-fungsi tersebut. Seperti halnya fungsi sebuah mobil bergantung pada bentuk, susunan, dan interaksi berbagai bagiannya, struktur dan fungsi tubuh manusia juga tidak dapat dipisahkan. Karena itu, sambil menceritakan bagaimana tubuh bekerja, kami akan memberi latar belakang anatomi yang memadai agar Anda dapat memahami fungsi bagian tubuh yang sedang dipelajari. Sebagian hubungan struktur-fungsi sudah tampak jelas. Sebagai contoh, jantung dirancang sedemikian rupa untuk menerima dan memompa darah, gigi untuk merobek dan menggiling makanan, dan sendi siku yang berbentuk mirip engsel pintu memungkinkan siku ditekuk. Dalam kondisi yang lain, saling ketergantungan antara bentuk dan fungsi bersifat lebih samar tetapi sama pentingnya. Sebagai contoh, perhatikan pertemuan antara udara dan darah di paru: Saluran napas yang membawa udara dari lingkungan luar ke dalam paru membentuk banyak percabangan ketika mencapai paru. Kantong udara kecil berkelompok di ujung sejumlah besar cabangcabang saluran napas. Percabangan ini sedemikian ekstensif sehingga paru mengandung sekitar 300 juta kantong udara. Demiki  



BAB 1



an juga, pembuluh darah yang membawa darah ke dalam paru membentuk sedemikian banyak percabangan dan menghasilkan jaringan-jaringan padat pembuluh halus yang mengelilingi setiap kantong udara tersebut (lihat >Gambar 13-2, hal. 483). Karena adanya hubungan struktural ini, luas permukaan total yang terpajan antara udara di kantong udara dan darah di pembuluh darah halus adalah seluas satu sisi pada lapangan bola voli. Permukaan tempat pertemuan udara dan darah yang sangat luas ini penting bagi kemampuan paru untuk melaksanakan fungsinya secara efisien, yaitu memindahkan oksigen yang dibutuhkan dari udara ke dalam darah dan mengeluarkan produk sisa karbon dioksida dari darah ke udara. Semakin luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran ini, semakin cepat laju pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara udara dan darah. Permukaan pertukaran fungsional yang luas dan terkemas di dalam paru Anda ini dapat terbentuk hanya karena pembentukan percabangan yang sangat ekstensif dari komponen paru yang mengandung udara dan yang mengandung darah. Periksa Pemahaman Anda 1.1 1. Definisikan fisiologi 2. Sel-sel usus penyerap-gizi mempunyai banyak tonjolan-tonjolan fialus berbentuk seperti jari yang berhubungan dengan makanan yang dicerna (lihat



>Gambar 16-21, h. 657). Berdasarkan pada



pengetahuan Anda tentang hubungan struktur-fungsi, jelaskan manfaat fungsional bentuk struktur ini.



Sekarang kita mengalihkan perhatian pada bagaimana tubuh tersusun secara struktural menjadi suatu kesatuan fungsional total, dari tingkat kimiawi hingga ke tubuh keseluruhan (>Gambar 1-2). Tingkat organisasi ini memungkinkan adanya kehidupan seperti yang kita kenal sekarang.



Seperti semua benda, baik itu makhluk hidup maupun benda mati, tubuh manusia adalah kombinasi atom-atom spesifik, yang merupakan bahan pembentuk terkecil semua benda mati dan hidup. Atom-atom yang paling banyak terdapat di tubuh—oksigen, karbon, hidrogen, dan nitrogen—membentuk sekitar 96% zat kimia tubuh total. Atom-atom umum ini dan beberapa lainnya berikatan membentuk molekul kehidupan, misalnya protein, karbohidrat, lemak, dan asam nukleat (bahan genetik, misalnya asam deoksiribonukleat, atau DNA). Berbagai atom dan molekul yang penting ini adalah bahan mentah yang menjadi asal dari semua makhluk hidup. (Lihat Apendiks A untuk ulasan tentang tingkat kimiawi ini.) Keberadaan kumpulan khusus atom dan molekul tidak serta merta menghasilkan karakteristik unik kehidupan. Komponen-komponen kimiawi tak hidup ini harus disusun dan dikemas dengan cara yang sangat tepat untuk membentuk suatu entitas hidup. Sel, unit dasar struktur dan fungsi suatu makhluk hidup, adalah satuan terkecil yang mampu melaksanakan proses-proses yang berkaitan dengan kehidupan. Fisiologi sel dibahas di Bab 2.



Selama semenit yang Anda gunakan untuk membaca halaman Ini: Mata Anda akan mengubah gambar dari halaman ini menjadi sinyal listrik (impuls saraf) yang akan menyalurkan informasi ke otak Anda untuk diproses lebih lanjut.



Sekitar 150 juta sel darah merah tua akan mati dan digantikan oleh sel darah merah yang baru.



Jantung anda akan berdetak 70 kali, memompa 5 liter (sekitar 5 quarts) darah ke paru-paru dan 5 liter lainnya ke bagian tubuh lain.



Lebih dari 1 liter darah mengalir melalui kedua ginjal anda, yang akan memproses darah untuk menahan bahan yang "dibutuhkan" dan mengeluarkan bahan yang "tidak dibutuhkan" melalui urin. Ginjal anda akan menghasilkan 1 mL urin (sekitar seujung kuku).



Sistem pencernaan Anda akan mengolah makan Anda terakhir untuk disalurkan melalui darah ke sel-sel Anda.



> Gambar 1-1



Sekilas fungsi tubuh Anda.



Selain menerima dan memproses informasi misalnya masukan dari sistem penglihatan, otak Anda akan memberi sinyal ke otot untuk mempertahankan postur Anda, menggerakkan bola mata Anda menelusuri , halaman selagi Anda membaca dan membalik halaman jika diperlukan. Zat-zat perantara kimiawi akan mengangkut sinyal antara saraf dan otot Anda untuk memicu kontraksi otot yang sesuai. Anda akan menghirup dan mengembuskan udara sekitar 12 kali, mempertukarkan 6 liter udara antara atmosfer dan paru-paru Anda. Sel-sel Anda akan mengonsumsi 250 mL (sekitar secangkir) oksigen dan menghasilkan 200 mL karbon dioksida.



Anda akan menggunakan sekitar 2 kalori energi yang berasal dari makanan untuk menunjang "beban hidup" tubuh Anda dan otot-otot yang berkontraksi juga akan membakar tambahan kalori.



(a) Tingkat kimiawi: sebuah molekul di membran yang membungkus sel



(b) Tingkat sel: sebuah sel dilapisan dalam lambung



(c) Tingkat jaringan: lapisanlapisan jaringan di dinding lambung



(d) Tingkat organ: lambung



(e) Tingkat sistem tubuh : sistem pencernaan



(f) Tingkat organisme: tubuh keseluruhan



>Gambar 1-2



Tingkat organisasi tubuh, yang menunjukkan contoh untuk setiap tingkat.



Isi setiap sel dibungkus oleh suatu sawar berminyak yang sangat tipis, membran plasma, yang mengontrol perpindahan bahan masuk dan keluar sel. Karena itu, bagian dalam sel mengandung kombinasi atom dan molekul yang berbeda dari campuran bahan kimia di lingkungan yang mengelilingi sel tersebut. Karena pentingnya membran plasma dan fungsifungsi terkait membran plasma untuk menjalankan proses-proses kehidupan, Bab 3 seluruhnya difokuskan untuk membahas struktur ini. Organisme adalah entitas kehidupan independen. Bentuk paling sederhana kehidupan independen ini adalah organisme bersel tunggal, misalnya bakteri dan amuba. Organisme multisel kompleks, misalnya pohon atau manusia, adalah agregat struktural dan fungsional triliunan sel (multi berarti "banyak"). Pada bentukbentuk kehidupan multisel yang lebih sederhana—misalnya, terum-



4  



BAB 1



bu karang—sel-selnya mirip satu sama lain. Namun, organisme yang lebih kompleks, misalnya manusia, memiliki banyak jenis sel, misalnya sel otot, sel saraf, dan sel kelenjar. Setiap manusia berawal dari pertemuan sel telur dan sperma yang bergabung membentuk sebuah sel tunggal, yang mulai berkembang biak dan membentuk massa yang tumbuh melalui pembelahan sel yang sangat banyak. Jika multiplikasi sel adalah satu-satunya proses yang berperan dalam perkembangan, semua sel tubuh seharusnya akan identik, seperti pada bentuk kehidupan multisel yang paling sederhana. Namun, selama perkembangan organisme multisel kompleks seperti manusia, setiap sel juga berdiferensiasi, atau menjadi spesifik untuk menjalankan fungsi tertentu. Akibat diferensiasi sel ini, tubuh Anda terbentuk dari 200 tipe sel khusus.



FUNGSI DASAR SEL Semua sel, apakah berada sebagai sel tunggal atau merupakan bagian dari suatu organisme multisel, melakukan fungsi dasar tertentu yang esensial bagi kelangsungan hidupnya. Fungsi-fungsi dasar sel mencakup hal berikut. 1.Memperoleh makanan (zat gizi) dan oksigen (O2) dari lingkungan disekitar sel. 2. Melakukan reaksi-reaksi yang menggunakan zat-zat gizi dan O2 untuk menghasilkan energi bagi sel, sebagai berikut: Makanan + O2 → CO2 + H2O + energi



3. Mengeluarkan karbondioksida (CO2) dan produk sampingan ainnya atau produk sisa yang terbentuk selama reaksi-reaksi tersebut ke lingkungan sekitar. 4.Membentuk protein dan komponen lain yang diperlukan untuk truktur, pertumbuhan, dan melaksanakan fungsi tertentu sel. 5. Mengontrol sebagian besar pertukaran bahan antara sel dan lingkungan sekitarnya. 6. Memindahkan bahan dari satu bagian sel ke bagian lainnya, dengan sebagian sel bahkan mampu memindahkan dirinya didalam lingkungannya. 7. Peka dan responsif terhadap perubahan di lingkungan sekitar. 8. Pada sebagian besar sel, bereproduksi. Sebagian sel tubuh,terutama sel saraf dan sel otot, kehilangan kemampuan untuk bereproduksi segera setelah dibentuk. Ini menjadi penyebab mengapa stroke, yang menyebabkan lenyapnya sel-sel saraf di otak, dan serangan jantung, yang menyebabkan kematian sel otot jantung, dapat sedemikian merugikan. Sel-sel memiliki banyak kemiripan dalam cara melaksanakan fungsi-fungsi dasar ini. Karena itu, semua sel memiliki beberapa ciri umum. FUNGSI KHUSUS SEL Pada organisme multisel, setiap sel juga melakukan fungsi khusus, yang biasanya adalah modifikasi atau elaborasi suatu fungsi dasar sel. Ini beberapa contohnya: ■ Dengan memanfaatkan kemampuannya membentuk protein, sel-sel kelenjar sistem pencernaan menyekresi berbagai enzim pencernaan yang menguraikan makanan yang masuk; enzim adalah protein khusus yang mempercepat reaksi kimia tertentu dalam tubuh. ■ Sel ginjal tertentu mampu secara selektif menahan bahan-bahan yang dibutuhkan oleh tubuh sekaligus mengeluarkan bahan-bahan yang tidak dibutuhkan ke dalam urine karena kemampuannya yang sangat khusus untuk mengontrol pertukaran bahan antara sel dan lingkungannya. ■ Kontraksi otot, yang melibatkan gerakan selektif struktur-struktur internal untuk menghasilkan tegangan sel otot, adalah elaborasi kemampuan inheren sel-sel ini untuk menghasilkan gerakan intrasel (intra berarti "di dalam sel"). ■ Dengan menggunakan kemampuan dasar sel untuk berespons terhadap perubahan di lingkungan sekitar, sel-sel saraf menghasilkan dan menyalurkan impuls listrik, yang menyampaikan informasi tentang perubahan yang memicu respons sel saraf tersebut ke bagian tubuh lain. Sebagai contoh, sel saraf di telinga dapat menyampaikan informasi ke otak tentang suara di lingkungan luar.



Tiap-tiap sel melakukan aktivitas khusus ini selain melaksanakan berbagai aktivitas mendasar yang diperlukan oleh semua sel. Fungsi dasar sel penting bagi kelangsungan hidup tiaptiap sel, sedangkan kontribusi khusus dan interaksi di antara berbagai sel pada suatu organisme multisel sangat penting bagi kelangsungan hidup tubuh keseluruhan. Seperti mesin yang tidak berfungsi kecuali semua bagiannya tersusun secara benar, sel-sel tubuh juga harus tersusun secara spesifik agar dapat melaksanakan proses-proses tubuh secara keseluruhan untuk mempertahankan hidup, misalnya pencernaan, pernapasan, dan sirkulasi. Sel secara progresif tersusun menjadi jaringan, organ, sistem tubuh, dan akhirnya tubuh secara keseluruhan.



Sel-sel yang struktur dan fungsinya serupa bergabung untuk membentuk jaringan, yang terdiri dari empat tipe primer: jaringan otot, jaringan saraf, jaringan epitel, dan jaringan ikat (>Gambar 1-3). Setiap jaringan terdiri dari sel-sel dari suatu tipe tertentu bersama dengan bahan ekstrasel (ekstra berarti "di luar sel") dalam jumlah bervariasi. Jaringan otot terdiri dari sel-sel yang mengkhususkan diri untuk berkontraksi, yang menghasilkan tegangan dan melakukan gerakan. Terdapat tiga jenis jaringan otot, yaitu otot rangka, yang menggerakkan tulang; otot jantung, yang memompa darah keluar jantung ; dan otot polos, yang mengontrol gerakan isi organ dan saluran berongga, misalnya pergerakan makanan melalui saluran cerna. ■ Jaringan saraf terdiri dari sel-sel yang khusus memulai dan menyalurkan impuls listrik, kadang-kadang dalam jarak yang jauh. Impuls listrik ini bekerja sebagai sinyal yang menyalurkan informasi dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Sinyal ini penting untuk kontrol, koordinasi dan komunikasi dalam tubuh. Jaringan saraf ditemukan di otak, korda spinalis, saraf, dan organ indra khusus. ■



Jaringan epitel terdiri dari sel-sel yang mengkhususkan diri pada pertukaran bahan antara sel dan lingkungannya. Setiap bahan yang masuk atau keluar tubuh harus melewati suatu sawar epitel. Jaringan epitel tersusun menjadi dua tipe struktur umum: lembaran epitel dan kelenjar sekretorik. Lembaran epitel adalah lapisan sel-sel epitel yang berikatan satu sama lain secara erat yang membungkus dan membatasi berbagai bagian tubuh. Sebagai contoh, lapisan luar kulit adalah jaringan epitel, demikian juga lapisan dalam saluran cerna. Secara umum, lembaran epitel berfungsi sebagai batas yang memisahkan tubuh dari lingkungan luar dan dari isi rongga yang membuka ke lingkungan luar, misalnya lumen saluran cerna. (Lumen adalah rongga di dalam suatu organ atau saluran berongga.) Hanya pertukaran selektif bahan yang dapat terjadi antara bagian-bagian yang dipisahkan oleh suatu sawar epitel. Jenis dan luas pertukaran terkontrol ini bervariasi, bergantung pada letak dan fungsi jaringan epitel. Sebagai contoh, kulit hanya dapat mempertukarkan sedikit bahan antara tubuh dan lingkungan luar sehingga kulit berperan sebagai lapisan pelindung. Sementara sel-sel epitel yang melapisi bagian dalam saluran cerna dikhususkan untuk menyerap nutrien yang datang dari luar tubuh. ■



5



Organ: Struktur tubuh yang mengintegrasikan jaringan ikat yang berbeda dan melakukan fungsi khusus



■ Jaringan ikat dibedakan karena memiliki sel relatif sedikit yang tersebar di dalam bahan ekstrasel yang banyak jumlahnya. Seperti diisyaratkan oleh namanya, jaringan ikat menghubungkan, menunjang, dan mengikat berbagai bagian tubuh. Jaringan ini mencakup beragam struktur, misalnya jaringan ikat longgar yang melekatkan sel epitel ke struktur di bawahnya; tendon, yang melekatkan otot rangka ke tulang; tulang, yang memberi tubuh bentuk, dukungan, dan perlindungan; dan darah, yang mengangkut bahan dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Kecuali darah, sel-sel di dalam jaringan ikat menghasilkan molekul struktural khusus yang mereka lepaskan ke dalam ruang ekstrasel di antara sel-sel. Salah satu dari molekul tersebut adalah serat protein mirip pita karet yang disebut elastin, yang keberadaannya memungkinkan peregangan dan rekoil berbagai struktur misalnya paru, yang selama bernapas kembang-kempis secara bergantian.



Stomach



Jaringan epitel proteksi, sekresi dan absorpsi



Jaringan ikat penyokong struktural



Jaringan otot pergerakan



Jaringan saraf komunikasi koordinasi dan kontrol



Jaringan otot, saraf, epitel, dan ikat adalah jaringan primer dalam arti klasik—yaitu, masing-masing adalah kumpulan terintegrasi sel-sel dengan fungsi dan struktur khusus yang >Gambar 1-3 Lambung sebagai suatu organ yang tersusun dari empat jenis jaringan primer sama. Kata jaringan juga sering digunakan, seperti pada kedokteran klinis, untuk mengartikan kumpulan beragam komponen sel dan ekstrasel yang membentuk suatu organ (misalnya jaringan paru atau Kelenjar adalah turunan jaringan epitel yang khusus melakukan jaringan hati). sekresi. Sekresi adalah pengeluaran dari suatu sel, sebagai respons terhadap rangsangan yang sesuai, produk-produk spesifik yang dihasilkan oleh sel. Kelenjar terbentuk selama perkembangan masa mudigah oleh kantong-kantong jaringan epitel yang masuk ke dalam dari permukaan (invaginasi) dan mengembangkan Organ terdiri dari dua atau lebih tipe jaringan primer yang tersusun kemampuan sekretorik. Terdapat dua kategori kelenjar, yaitu bersama untuk melakukan fungsi-fungsi tertentu. Lambung adalah eksokrin dan endokrin (>Gambar 1-4). Jika selama perkembangan, contoh suatu organ yang dibentuk oleh keempat jenis jaringan primer sel-sel penghubung antara sel permukaan epitel dan sel kelenjar (lihat >Gambar 1-3). Jaringan yang membentuk lambung berfungsi secara sekretorik di dalam invaginasi tetap utuh sebagai suatu saluran kolektif untuk menyimpan makanan yang ditelan, mendorongnya ke antara kelenjar dan permukaan, terbentuk kelenjar eksokrin. dalam saluran cerna lainnya, dan memulai pencernaan protein. Bagian Kelenjar eksokrin mengeluarkan isinya melalui duktus ke bagian dalam lambung dilapisi oleh jaringan epitel yang menahan transfer tubuh luar (atau ke dalam suatu rongga yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia pencernaan yang keras dan makanan yang belum dunia luar) (ekso berarti "eksternal"; krin berarti "sekresi"). tercerna dari lumen lambung ke dalam darah. Sel kelenjar epitel di Contohnya adalah kelenjar keringat dan kelenjar yang lambung mencakup sel eksokrin, yang mengeluarkan getah pencernamengeluarkan getah pencernaan. Jika sebaliknya, sel-sel protein ke dalam lumen, dan sel endokrin, yang mengeluarkan hormon penghubung lenyap selama masa perkembangan dan sel-sel kelenjar yang membantu mengatur sekresi eksokrin dan kontraksi otot lambung. sekretorik terisolasi dari permukaan, terbentuk kelenjar endokrin. Dinding lambung mengandung jaringan otot polos, yang kontraksinya Kelenjar endokrin tidak memiliki duktus dan mengeluarkan mencampur makanan dengan getah pencernaan dan mendorong produk sekretoriknya, yang dikenal sebagai hormon, secara internal campuran tersebut keluar lambung menuju ke usus. Dinding lambung ke dalam darah (endo berarti "internal"). Sebagai contoh, pankreas juga mengandung jaringan saraf, yang bersama dengan hormon, menyekresi insulin ke dalam darah, yang mengangkut hormon ini mengontrol kontraksi otot dan sekresi kelenjar. Jaringan ikat menyatukan ke tempat-tempat kerjanya di seluruh tubuh. Sebagian besar sel semua jenis jaringan tersebut. bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa (gula).



  



BAB 1



Epitel permukaan



Kantong sel epitel



(a) Invaginasi epitel permukaan selama pembentukan kelenjar Epitel permukaan Sel duktus



Sel kelenjar eksokrin sekretorik



(b) Kelenjar eksokrin Epitel permukaan Sel-sel penghubung menghilang selama perkembangan Sel kelenjar endokrin sekretorik Pembuluh darah



(c) Kelenjar endokrin



>Gambar



1-4 Kelenjar eksokrin dan endokrin. (a) Sel-sel kelenjar eksokrin



melepaskan produk sekresinya melalui duktus ke bagian luar tubuh(atau ke dalam rongga yang terhubung dengan bagian luar). (b) Sel-sel kelenjar endokrin melepaskan produk sekresinya (hormon) ke dalam darah.



(>Gambar 1-5). Bab 4 hingga 20 akan membahas secara terperinci tiap-tiap sistem tersebut.



Setiap sistem tubuh bergantung pada fungsi normal sistem lain untuk melaksanakan tanggung jawab spesifiknya. Tubuh keseluruhan pada suatu organisme multisel satu individu yang hidup independen—terdiri dari berbagai sistem tubuh yang secara struktural dan fungsional terkait sebagai satu kesatuan yang terpisah dari lingkungan eksternal. Karena itu, tubuh terdiri dari sel-sel hidup yang tersusun membentuk sistem-sistem yang mempertahankan kehidupan. Berbagai sistem tubuh tersebut tidak bekerja sendiri-sendiri. Banyak proses tubuh yang kompleks bergantung pada hubungan timbal-balik antara banyak sistem. Sebagai contoh, pengaturan tekanan darah bergantung pada respons terpadu sistem sirkulasi, kemih, saraf, dan endokrin. Meskipun para ahli fisiologi mungkin memeriksa fungsi tubuh di setiap tingkat dari sel hingga sistem (seperti ditunjukkan oleh judul buku ini), tetapi tujuan akhir mereka adalah mengintegrasikan mekanisme-mekanisme ini menjadi gambaran lengkap bagaimana organisme secara keseluruhan bekerja sebagai satu kesatuan. Saat ini, para peneliti sedang giat meneliti beberapa pendekatan untuk memperbaiki atau mengganti jaringan atau organ yang tidak lagi dapat secara adekuat melakukan fungsi-fungsi vitalnya karena penyakit, trauma, atau penuaan. (Lihat fitur penyerta pada halaman 10 dan 11, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi. Setiap bab memiliki fitur serupa yang mengulas secara lebih dalam informasi menarik tentang beragam topik misalnya dampak lingkungan pada tubuh, penuaan, masalah etis, penemuan baru mengenai penyakitpenyakit yang biasa terjadi, dan perspektif sejarah.) Selanjutnya, kita fokus pada bagaimana berbagai sistem tubuh tersebut secara normal bekerja sama untuk mempertahankan kondisi internal yang penting bagi kehidupan. Periksa Pemahaman Anda 1.2 1. Sebutkan dan jelaskan tingkat organisasi dalam tubuh. 2. Bandingkan fungsi sel dasar dan fungsi sel yang khusus.



|Konsep Homeostasis



1.3



Sekelompok organ tersusun lebih lanjut menjadi sistem tubuh. Setiap sistem adalah kumpulan organ yang melakukan fungsi terkait dan saling berinteraksi untuk melakukan suatu aktivitas yang esensial bagi kelangsungan hidup tubuh keseluruhan. Sebagai contoh, sistem pencernaan terdiri dari mulut, faring (kerongkongan), esofagus, lambung, usus halus, usus besar, pankreas eksokrin, kelenjar liur, hati, dan kandung empedu. Organ-organ pencernaan ini bekerja sama untuk memecah makanan menjadi molekul-molekul nutrien kecil yang dapat diserap ke dalam darah untuk disebarkan ke semua sel. Tubuh manusia memiliki 11 sistem: sirkulasi, pencernaan, pernapasan, kemih, tulang, otot, kulit, imun, saraf, endokrin, dan reproduksi



Jika setiap sel memiliki kemampuan dasar untuk bertahan hidup, mengapa sel-sel tubuh tidak dapat hidup tanpa melakukan tugas khusus dan tersusun sesuai spesialisasinya men- jadi sistem-sistem yang melaksanakan fungsi-fungsi yang esensial bagi kelangsungan hidup tubuh keseluruhan? Sel-sel pada organisme multisel tidak dapat hidup dan berfungsi tanpa kontribusi dari sel tubuh lain karena sebagian besar sel tidak berkontak langsung dengan lingkungan eksternal. Lingkungan eksternal adalah lingkungan sekitar tempat tinggal organisme yang bersangkutan. Suatu organisme bersel tunggal, misalnya amuba, dapat secara langsung memperoleh nutrien dan O2 dari lingkungan sekitarnya dan mengeluarkan zat-zat sisa kembali ke lingkungan tersebut. Sebuah



  



7



Sistem sirkulasi Jantung, pembuluh darah, darah



>Gambar 1-5



Sistem pencernaan Mulut, faring, esofagus, lambung, usus halus, usus besar, kelenjar liur, pankreas eksokrin, hati, kandung empedu



Sistem pernapasan Hidung, faring, laring, trakea, bronkus, paru



Sistem tulang Tulang, tulang rawan sendi



Sistem otot Otot rangka



Komponen sistem tubuh



sel otot atau sel apapun dalam organisme multisel memiliki kebutuhan nutrien dan O2 serta pengeluaran zat sisa serupa untuk mempertahankan hidup, tetapi sel otot tidak dapat secara langsung melakukan pertukaran-pertukaran tersebut dengan lingkungan yang mengelilingi tubuh karena sel ini terisolasi dari lingkungan eksternal tubuh. Bagaimana sebuah sel otot dapat melakukan pertukaranpertukaran vital dengan lingkungan eksternal yang tidak berkontak dengannya? Kuncinya adalah adanya lingkungan internal cair. Lingkungan internal adalah cairan yang mengelilingi sel, yang melakukan pertukaran-pertukaran untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel.



Cairan yang secara kolektif terkandung dalam semua sel tubuh disebut cairan intrasel (CIS). Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstrasel (CES). Perhatikan bahwa CES berada di luar sel tetapi tetap di dalam tubuh. Karena itu, CES adalah lingkungan internal tubuh. Anda hidup di hngkungan eksternal; sel Anda hidup dalam lingkungan internal tubuh. Cairan ekstrasel dibentuk oleh dua komponen: plasma, bagian cair darah, dan cairan interstisium, yang mengelilingi dan membasahi sel (inter berarti "antara"; stisium berarti "yang berdiri") (>Gambar 1-6). Seberapapun jauhnya sebuah sel dari lingkungan eksternal, sel tersebut dapat melakukan pertukaran-pertukaran untuk mempertahankan hidup dengan lingkungan cairan yang mengelili-



   BAB 1



Sistem kemih Ginjal, ureter, kandung kemih, uretra



nginya. Nantinya, sistem-sistem tubuh tertentu melakukan pemindahan bahan antara lingkungan eksternal dan lingkungan internal sehingga komposisi lingkungan internal dipertahankan sesuai untuk menunjang kehidupan dan fungsi sel. Sebagai contoh, sistem pencernaan mengangkut nutrien yang dibutuhkan oleh semua sel dari lingkungan eksternal ke dalam plasma. Demikian juga, sistem pernapasan memindahkan O2 dari lingkungan eksternal ke dalam plasma. Sistem sirkulasi mendistribusikan berbagai nutrien dan O2 ini ke seluruh tubuh. Bahan-bahan dicampur secara merata dan dipertukarkan antara plasma dan cairan interstisium melalui kapiler, yaitu pembuluh darah yang paling halus dan paling tipis. Akibatnya, nutrien dan O2 yang semula diperoleh dari lingkungan eksternal dapat disalurkan ke cairan interstisium, empat sel-sel tubuh menyerap bahan-bahan yang dibutuhkan. Demikian juga, zat-zat sisa yang diproduksi oleh sel-sel dikeluarkan ke dalam cairan interstisium, diserap oleh plasma, dan diangkut ke organ-organ yang secara khusus mengeluarkan zat-zat sisa ini dari lingkungan internal ke lingkungan eksternal. Paru mengeluarkan CO2 dari plasma dan ginjal menge- luarkan zat-zat sisa lainnya melalui urine. Karena itu, sebuah sel tubuh menyerap nutrien esensial dari lingkungan sekitarnya yang cair dan membuang zat sisa ke lingkungan yang sama, seperti yang dilakukan oleh amuba. Perbedaan utamanya adalah bahwa setiap sel tubuh harus membantu mempertahankan komposisi lingkungan internal sehingga cairan ini tetap sesuai untuk menunjang eksistensi seluruh sel tubuh. Sebaliknya, seekor amuba tidak melakukan apa-apa untuk mengatur lingkungannya.



Sistem Integumen Kulit, rambut, kuku



Sistem imun Kelenjar limfe, timus, sumsum tulang, tonsil, adenoid, limpa, apendiks, dan, tidak diperliiiatkan, sel darah putih, jaringan limfoid terkait-usus, dan jaringan limfoid terkait-kullt



Sistem saraf Otak, korda spinalis, saraf perifer, dan, tidak diperlihatkan, organ indra khusus



Sistem endokrin Semua jaringan penghasil hormon, termasuk hipotalamus, hipofisis, tiroid, adrenal, pankreas endokrin, gonad, ginjal, pineal, tImus, dan, tidak diperlihatkan, paratiroid, usus, jantung, kulit, dan jaringan lemak



Sistem reproduksi Pria: testis, penis, kelenjar prostat, vesikula seminalls, kelenjar bulbouretra, dan saluran-saluran terkaitnya Wanita: ovarium, tuba falopii, uterus, vagina, payudara



Cairan ekstrasel Sel



Cairan interstisium Plasma



internal yang stabil dinamika. Sel-sel tubuh dapat hidup dan berfungsi hanya jika CES memungkinkan kelangsungan hidup mereka; sehingga, komposisi kimiawi dan keadaan fisik lingkungan internal ini harus dipertahankan dalam batas-batas yang ketat. Karena sel-sel menyerap nutrien dan O2 dari lingkungan internal, bahan-bahan esensial ini harus terus-menerus dipasok. Demikian juga, zat-zat sisa harus terus-menerus dikeluarkan dari lingkungan internal agar tidak mencapai kadar toksik. Aspek- aspek lain lingkungan internal yang penting untuk memper- tahankan kehidupan, misalnya suhu, juga harus dijaga relatif konstan. Pemeliharaan lingkungan internal yang relatif stabil disebut homeostasis (homeo artinya "yang sama"; stasis artinya "berdiri atau diam"). Fungsi-fungsi yang dilakukan oleh tiap-tiap sistem tubuh memberi kontribusi bagi homeostasis sehingga lingkungan di dalam tubuh dapat dipertahankan untuk kelangsungan hidup dan fungsi semua sel. Sel-sel, nantinya, membentuk sistem tubuh. Ini adalah tema sentral fisiologi dan buku ini: Homeostasis adalah esensial bagi kelangsungan hidup setiap sel, dan setiap sel, melalui aktivitas khusus masing-masing sebagai bagian dari suatu sistem tubuh, ikut berperan mempertahankan lingkungan internal yang dipakai bersama oleh semua sel (>Gambar 1-7, hal. 12).



Pembuluh darah



>Gambar 1-6



Komponen cairan ekstrasel (lingkungan internal)



Lingkungan internal harus dijaga relatif stabil, tetapi hal ini tidak berarti bahwa komposisi, suhu, dan karakteristik lainnya sama sekali tidak berubah. Baik faktor eksternal maupun internal secara terus-menerus "mengancam" untuk mengganggu homeostasis. Saat suatu faktor mulai menggera-



  



9



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Ilmu Sel Punca dan Rekayasa Jaringan: Upaya untuk Membuat Bagian Tubuh yang Rusak Baru kembali



G



AGAL HATI, STROKE, PARALISIS AKIBAT CEDERA KORDA SPINALIS, diabetes melitus, kerusakan otot jantung, artritis, luka bakar luas, kanker payudara, lengan terputus akibat kecelakaan— meskipun tubuh kita adalah sesuatu yang luar biasa dan dalam keadaan normal menunjang kehidupan kita dengan baik, terkadang suatu bagian tubuh mengalami gangguan, cedera yang tidak lagi dapat diperbaiki, atau malah lenyap dalam situasi-situasi seperti ini. Selain merosotnya kualitas hidup orang yang terkena, biaya untuk mengobati pasien yang organnya lenyap, rusak permanen, atau gagal menghabiskan sekitar separuh dari seluruh biaya perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Idealnya, ketika tubuh mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki, tersedia bagianbagian pengganti yang baru yang dapat memulihkan fungsi dan penampllan ke normal. Untungnya, kemungkinan ini sedang bergerak cepat dari ranah fiksi ilmiah menuju realitas kemajuan ilmiah.



Harapan Medis Sel Punca



Sel punca menawarkan harapan yang sangat besar bagi dunIa kedokteran untuk memperbaiki atau mengganti organ yang sakit, rusak, atau aus. Sel punca adalah sel serbaguna yang tidak dikhususkan untuk fungsi tertentu, tetapi dapat terbagi untuk menciptakan sel yang sangat khusus sementara mempertahankan cadangan sel punca baru. Dua kategori sel punca saat ini sedang dieksplorasi: sel punca mudigah yang berasal dari embrio dan sel punca spesifik-jaringan yang dipanen dari orang dewasa. Sel punca embrional (Embryonic Stem Cell, ESC) terbentuk dari pembelahan-pembelahan awal sel telur yang dibuahi. Selsel yang belum berdiferensiasi ini akhirnya akan menghasilkan semua sel matur di tubuh, sementara pada saat yang sama memperbarui diri sendiri. Sel punca embrional bersifat pluripoten, yang berarti memiliki potensi untuk menghasilkan lebih dari 200 tipe sel di tubuh jika diberi rangsangan yang sesuai. Selama perkembangan, sel punca embrional yang belum berdiferensiasi menghasilkan banyak sel punca spesifik jaringan yang berdiferensiasi parsial, yang masing-masing berperan menghasilkan tipe sel yang khusus dan sangat spesifik yang membentuk jaringan tertentu. Contohnya, sel punca spesifik jaringan otot membentuk sel otot tertentu. Beberapa sel punca spesifik jaringan tetap ada pada jaringan dewasa, tempat sel itu berperan sebagai sumber sel spesifik baru untuk mempertahankan atau memperbaiki jaringan tertentu. Sel punca spesifik jaringan juga ditemukan padajaringan otakdan otot dewasa. Walaupun sel saraf dan otot dewasa tidak dapat bereproduksi sendiri, dalam jumlah yang terbatas otak dan otot dewasa dapat menumbuhkan sel baru dengan bantuan sel punca yang ada. Namun, proses ini terlalu lambat untuk dapat sejalan dengan kerusakan besar yang terjadi pada stroke atau serangan jantung. Pada tahun 1998, untuk pertama kalinya, para peneliti berhasil mengisolasi sel punca mudigah dan mempertahankannya tanpa batas dalam keadaan tidak berdiferensiasi dalam biakan. Dengan biakan sel, sel-sel yang diisolasi dari makhluk hidup terus tumbuh dan berkembang biak dalam cawan laboratorlum ketika diberi nutrien dan bahan penunjang yang tepat. Sel punca embrional yang menjanjikan secara medis terletak pada potensi sel Ini untuk berfungsi sebagai bahan serba-guna yang dapat diarahkan menjadi tipe sel apapun yang dibutuhkan untuk memperbaiki kerusakan tubuh. Penelitian-penelitian yang dilakukan sejak ditemukannya sel punca embrional mengisyaratkan bahwa sel-sel ini memiliki kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel tertentu jika terpajan ke



  



BAB 1



sinyal kimiawi yang tepat. Karena para peneliti secara bertahap mempelajari pembuatan ramuan sinyal kimiawi yang tepat untuk mengarah-sel yang belum berdiferensiasi ke jenis sel yang diinginkan, para ilmuwan akan memiliki potensi untuk mengisi defek di jaringan yang rusak atau mati dengan sel sehat



Masalah Etis dan Isu Politik



Meskipun memiliki potensi besar, penelltian sel punca embrional terbelit oleh kontroversi etis karena sumber dari sel-sel ini: Sel-sel punca embrional diisolasi dari mudigah dari klinik aborsi dan dari mudigah yang tidak digunakan di klinik fertilitas in-vitro ("bayi tabung"). Para penentang pemakaian sel punca embrional berpendapat bahwa tindakan ini secara moral dan etis tidak dapat dibenarkan karena dalam proses pengambilan selsel ini terjadi penghancuran mudigah. Para pendukung berpendapat bahwa mudigah-mudigah ini sebenarnya memang akan dihancurkan—suatu keputusan yang sudah dibuat oleh orang tua mudigah tersebut—dan bahwa sel punca memiliki potensi besar untuk menyembuhkan banyak penderitaan manusia. Oleh sebab itu, ilmu pengetahuan sel punca embrional telah berkaitan secara erat dengan politik sel punca. Sejak pertengahan 1990-an, dana pemerintah Amerika Serikat untuk penelitian yang melibatkan sel yang berasal dari mudigah telah naik turun sejak Presiden, Kongres, dan Pengadilan telah memperjuangkan terkait masalah etik, hukum, dan kebijakan publik. Presiden Bill Clinton membuka pintu untuk pendanaan penelitan mudigah manusia pada tahun 1993. Kultur sel dari sel punca embrional pertama muncul pada tahun 1998. Ilmuwan yang mengisolasi kultur sel punca embrional bergantung pada dana pribadi karena hukum Dickey-Wicker menghentikan dana pemerintah untuk riset yang membahayakan mudigah pada tahun 1996. Pada tahun 2001, Presiden George W. Bush mulai menutup pintu dengan membatasi dana pemerintah untuk riset turunan sel punca embrional sebelum waktunya. Selama masa pemerintahannya, Kongres telah dua kali menarik pajak untuk mengistirahatkan keputusan itu, tetapi pajak tersebut diveto oleh Presiden Bush. Ketika masa pemerintahan Presiden Barrack Obama, satu kebijakan pertama yang beliau tetapkan pada Maret 2009 adalah memenuhi janji kampanye dengan menetapkan kebijakan eksekutif yang mengizinkan dukungan pemerintah bagi riset turunan sel punca baru yang berkembang dari dana pribadi dan berasal dari donasi mudigah yang tidak digunakan dengan "informed consent" dari pasangan yang mendapat terapi fer- tilitas. Mulalnya riset pada turunan sel punca baru dihentlkan sementara pada Agustus 2010 oleh putusan Pengadilan Tinggi Amerika Serikat yang mengumumkan bahwa kebijakan-kebijakan eksekutif Obama berkaitan dengan sel punca adalah ilegal karena melanggar hukum Dickey-Wicker. Pada bulan September 2010, Pengadilan Tinggi memulihkan pendanaan sementara, ketika Isu ini dipertimbangkan oleh Mahkamah Agung, yang dalam bulan April 2011 memballkkan peraturan yang menghentikan dana pemerintah untuk riset sel punca embrional. Namun, kontroversinya belum selesai dan akan terus berlanjut.



Masalah Etis dan Isu Politik



Beberapa peneliti lain telah mencari cara-cara alternatif untuk mendapatkan sel punca, misalnya dengan menggunakan sel punca spesifik jaringan dari jaringan dewasa sebagai pengganti untuk sel punca embrional pluripoten. Sel-sel punca dewasa ini dipercaya hanya dapat menghasilkan sel-sel khusus jaringan tertentu. Namun, meskipun sel punca dewasa yang telah mengalami diferensiasi parsial ini tidak memiliki potensi perkembangan yang lengkap seperti yang dimiliki oleh sel punca mudigah, ternyata sel-sel dewasa



ini dipercaya hanya dapat menghasilkan sel-sel khusus jaringan tertentu. Namun, meskipun sel punca dewasa yang telah mengalami diferensiasi parsial ini tidak memiliki potensi perkembangan yang lengkap seperti yang dimiliki oleh sel punca mudigah, ternyata sel-sel dewasa tersebut dapat diarahkan untuk menghasilkan lebih banyak jenis sel daripada yang semula diperkirakan. Beberapa contohnya, asalkan mendapat dukungan lingkungan yang sesuai, sel punca dari otak dapat menghasilkan sel darah dan sel punca jaringan lemak menghasilkan sel tulang, tulang rawan, dan otot. Meskipun sel punca embrional menawarkan potensi yang lebih besar untuk pengembangan terapi bagi beragam penyakit, sel punca dewasa lebih mudah diperoleh daripada sel punca mudigah dan pemakaiannya tidak menimbulkan kontroversi. Perjalanan politik yang panjang telah menginspirasi ilmuwan lain untuk mencari cara baru dalam memperoleh sel punca baru yang serbaguna untuk kultur sel punca baru tanpa menghancurkan mudigah. Teknik terbaru dengan potensi terbesar melibatkan pemutarbalikan waktu pada sel spesifik dewasa, seperti sel kulit yang mudah diperoleh, dan mengubahnya menjadi tahap embrionik dengan memasukkan empat gen pengatur kunci yang aktif pada awal embrio. Seperti sel punca mudigah punca mudigah, sel yang terprogram ulang ini, yang disebut sel punca pluripoten terinduksi (Induced Pluripotent Stem Cell, iPSC), memiliki potensi untuk berubah menjadi jenis sel apa saja di dalam tubuh. Namun, sel punca pluripoten terinduksi ini kurang responsif dibandingkan sel punca mudigah terhadap sinyal-sinyal diferensiasi. Sel punca pluripoten terinduksi ini mengambil ingatan sementara dari jaringan tempatnya berasal, yang mengurangi efisiensinya untuk dapat diubah menjadi sel jenis baru. Sebagai ilustrasi, 90% sel punca mudigah dapat diarahkan menjadi sel saraf, sedangkan respon sel punca pluripo- ten terinduksi terhadap sinyal kimia pembuatneuron lebih bervariasi, berkisar dari 15% hingga 79% laju konversi, bergantung pada turunan sel. Melalui teknik evolusi baru seperti ini, segera tiap-tiap sel tubuh dewasa dapat diubah menjadi jenis sel apa saja. Pemrograman ulang sel adalah salah satu area penyelldikan terbaik pada kehidupan ilmiah saat ini. Dari manapun sumber sel punca berasal, riset sel punca memberi harapan untuk revolusi kedokteran pada abad 21 sebagaimana dampak penemuan vaksin dan antlbiotik pada abad 20. Diperkirakan 3000 orang Amerika meninggal setiap hari akibat penyakit yang di masa depan dapat disembuhkan dengan pemakaian turunan sel punca. Contohnya, pada uji klinis, versi sehat jenis spesifik sel punca embrional yang berasal dari mata diinjeksikan ke mata pasien dengan kondisi bawaan yang menyebabkan kebutaan. Ilmuwan bahkan meneliti pada jaringan tertentu yang tumbuh dan secara keseluruhan dapat diperintahkan untuk menggantikan organ, suatu proses yang dikenal dengan rekayasa jaringan.



Harapan Medis Rekayasa Jaringan Era rekayasa jaringan telah dipermudah oleh kemajuan-kemajuan dalam biologi sel, pembuatan plastik, dan grafik komputer. Dengan menggunakan disain yang dibuat dengan komputer, plastik mudah-larut yang sangat murni dibentuk menjadi cetakan tiga dimensi yang menyerupai struktur jaringan atau organ tertentu. Cetakan plastik ini kemudian diisi "benih"sel yang diinginkan, yang kemudian diarahkan, dengan memberi nutrien dan bahan kimia stimulatorik yang sesuai, agar berkembang biak dan disain yang dibuat dengan komputer, plastik mudah-larut yang sangat murni dibentuk menjadi cetakan tiga dimensi yang menyerupai struktur jaringan atau organ tertentu. Cetakan plastik ini kemudian diisi "benih"sel yang diinginkan, yang kemudian diarahkan, dengan memberi nutrien dan bahan kimia stimulatorik



yang sesuai, agar berkembang biak dan membentuk jaringan tubuh yang diinginkan. Setelah cetakan plastik tersebut terurai, yang tertinggal hanya jaringan baru yang slap ditanamkan ke pasien sebagai jaringan pengganti yang hidup dan permanen. Bagaimana dengan sumber sel-sel yang dijadikan benih pada cetakan plastik tersebut? Sistem imun diprogram untuk menyerang sel asing, misalnya bakteri invasif atau sel asing yang dicangkokkan ke tubuh dari orang lain. Serangan ini akan menyebabkan penolakan sel cangkokan kecuali jika penerima cangkokan diberi obat imunosupresif (obat yang menekan sistem imun). Efek samping obat-obat imunosupresif yang merugikan adalah menurunnya kemampuan sistem imun pasien melawan bakteri dan virus penyebab penyakit. Untuk mencegah reaksi penolakan oleh sistem imun dan menghindari kebutuhan akan obat imunosupresif jangka panjang, ahli rekayasa jaringan dapat meng- gunakan sel punca embrional yang telah diubah menjadi sel benih "universal" yang diprogram secara genetik untuk tidak ditolak oleh slapapun. Secara alternatif, sel punca dewasa spesifik jaringan yang berasal dari tubuh resipien sendiri dapat dipakai untuk menciptakan organ transplan yang sesuai secara genetik. Berikut ini adalah beberapa hasil awal rekayasa jaringan. Rekayasa tambalan kulit telah digunakan untuk mengobati korban luka bakar luas dan rekayasa tulang rawan dan pengganti cangkok tulang juga telah digunakan. Kandung kemih yang dikembangkan di lab adalah organ pertama yang sukses diimplantasikan pada manusia dan juga telah dibuat rekayasa pembuluh darah dan trakea. Rekayasa tambalan otot jantung telah dikembangkan untuk memperbaiki jantung yang rusak. Cetakan rekayasa jaringan untuk merangsang regenerasi saraf telah slap untuk uji klinis. Telah ada kemajuan dalam menumbuhkan dua organ yang rumit, yaitu pankreas dan hati. Karena itu, rekayasa jaringan memenuhi janji bahwa bagian tubuh yang rusak dapat digantlkan dengan alternatif terbaik, versi laboratorlum dari"aslinya". Cetakan inovatif telah berlanjut untuk meningkatkan teknologi transplantasi beberapa tahun terakhir. Dengan teknik terbaru, beberapa peneliti bereksperimen dengan cefaton organ. Berdasarkan prinsip yang digunakan pada printer desktop, cetakan organ melibatkan endapan lapis demi lapis "tinta biologis" dengan bantuan komputer.Tinta blologis meliputi sel, bahan cetakan, dan faktor pertumbuhan suportif yang secara simultan dicetak di lapisan yang tebalnya seperseratus inci dalam pola bantuan yang sangat terorganlsasi berdasarkan anatomi organ yang sedang dikerjakan. Penggabungan lapisan hidup ini membentuk struktur tiga dimensi yang menyerupai bagian tubuh yang akan digantlkan oleh organ cetakan. Strategi cetakan terakhir menggunakan arsltektur alamiah dan bukan bangunan sebuah cetakan rumit dari goresan. Masih pada tahap eksperlmental, teknik ini melibatkan pelepasan daging secara kimia dari donor organ, seperti jantung, yang menyisakan kerangka asli berbentuk jantung yang terdiri dari kolagen, yaitu jaringan ikat keras yang tidak memicu reaksi imunitas. Saat rangka jantung ini dilapisi dengan pertumbuhan jaringan dari sel punca resipien, sel itu membentuk jantung yang berdenyut lengkap dengan cadangan darahnya yang dapat ditransplantasikan ke resipien. Tujuannya adalah menghilangkan keseluruhan sel asli dari jantung babi (atau organ lain) dan menggunakannya sebagai cetakan untuk menciptakan jantung yang cocok secara imunologis untuk ditransplantasikan ke manusia, dengan demikian dapat mengatasi kekurangan donor dan mencegah risiko penolakan transplantasi. Penelitian yang akan datang adalah kemampuan untuk menghasilkan sel punca pluripoten terinduksi di tubuh untuk regenerasi bagian yang rusak di dalam tubuh itu sendiri, sebagai cetakan yang pokok.



11



Mempertahankan



Sistem tubuh



Homeostasis Esensial bagi kelangsungan hidup



Membentuk



Sel



tantangan yang berulang atau terus-menerus. Reaksi tubuh terhadap olahraga mencakup respons kompensasi jangka pendek dan adaptasi jangka-panjang berbagai sistem tubuhdamping dalam kotak Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga. Sebagian besar bab memiliki fitur dalam kotak yang berfokus pada fisiologi olahraga. Juga akan disajikan masalah-masalah yang berkaitan dengan fisiologi olahraga di seluruh buku ini. Apendiks B akan membantu Anda menge-tahui lokasi semua rujukan bagi topik penting ini.) FAKTOR-FAKTOR YANG DIATUR SECARA HOMEOSTASI. Banyak faktor dalam



lingkungan internal harus dipertahankan secara homeostasis. Faktor-faktor tersebut mencakup:



1. Konsentrasi nutrien. Sel-sel memerlukan pasokan molekul nutrien secara terus>Gambar 1-7 Hubungan saling ketergantungan antara sel, sistem tubuh, dan menerus untuk menghasilkan energi. Energi, nantinya, diperlukan untuk menunjang homeostasis. Homeostasis esensial bagi kelangsungan hidup sel, sel-sel berbagai aktivitas sel baik yang bersifat membentuk sistem tubuh, dan sistem tubuh mempertahankan hoeostasis. Hubungan khusus maupun yang mempertahankan ini berfungsi dasar bagi ilmu faal modern kehidupan. rakkan lingkungan internal menjauhi kondisi optimal, sistem-sistem tubuh akan memulai reaksi tandingan yang sesuai untuk memperkecil perubahan tersebut. Sebagai contoh, pajanan ke suhu lingkungan yang dingin (suatu faktoreksternal) cenderung menurunkan suhu internal tubuh. Sebagai respons, pusat kontrol suhu di otak memulai tindakan-tindakan kompensasi, misalnya menggigil, untuk meningkatkan suhu tubuh ke normal. Sebaliknya, produksi panas tambahan oleh otot-otot yang aktif selama olahraga (faktor internal) cenderung meningkatkan suhu internal tubuh. Sebagai respons, pusat kontrol suhu memicu proses berkeringat dan tindakan kompensasi lain untuk mengurangi suhu tubuh ke normal. Karena itu, homeostasis bukan suatu keadaan yang kaku tetap, melainkan stabil dinamik tempat perubahan-perubahan yang terjadi diminimalkan oleh respons-respons fisiologis kompensatorik. Kata dinamik mengacu pada kenyataan bahwa setiap faktor yang diatur secara homeostasis ditandai oleh perubahan yang terus-menerus, sedangkan stabil mengisyaratkan bahwa perubahan-perubahan ini tidak menyimpang jauh dari tingkat konstan atau tetap. Situasi ini sebanding dengan penyesuaian-penyesuaian kecil yang Anda lakukan pada kemudi selagi berkendara di jalan raya yang lurus. Fluktuasifluktuasi kecil di sekitar tingkat optimal untuk setiap faktor dalam lingkungan internal secara normal dijaga oleh mekanisme-mekanisme yang diatur ketat dalam batas-batas sempit yang sesuai dengan kehidupan. Sebagian mekanisme kompensasi adalah respons segera dan sesaat terhadap situasi yang menggeser suatu faktor yang diatur dalam lingkungan internal menjauhi tingkat yang diinginkan, sementara sebagian lainnya adalah adaptasi jangka-panjang yang berlangsung sebagai respons terhadap pajanan berulang atau berkepanjangan ke situasi-situasi yang mengganggu homeostasis. Adaptasi jangkapanjang menyebabkan tubuh lebih efisien dalam menanggapi



12



2. Konsentras i O2 dan CO2. Sel-sel memerlukan O2 untuk melakukan reaksi kimia pembentuk energi. CO2 yang dibentuk selama reaksi-reaksi ini harus dikeluarkan sehingga CO2 pembentuk asam tidak meningkatkan keasaman lingkungan internal. 3. Konsentrasi zat sisa. Sebagian reaksi kimia menghasilkan produk-produk akhir yang menimbulkan efek toksik pada sel tubuh jika produk toksik tersebut dibiarkan berakumulasi 4. pH. Perubahan pada pH cairan ekstraseluler (jumlah relatif asam; lihat h. A-9 dan h. 598) berpengaruh buruk pada fungsi sel saraf dan merusak aktivitas enzim semua sel. 5. Konsentrasi garam, air, dan elektrolit lain. Karena konsentrasi relatif garam (NaCl) dan air di cairan ekstrasel memengaruhi seberapa banyak air yang masuk atau keluar sel, konsentrasikeduanya diatur secara cermat untuk mempertahankan volume sel. Sel tidak berfungsi normal jika membengkak atau menciut. Elektrolit-elektrolit lain (zat-zat kimia yang membentuk ion dalam cairan dan menghantarkan listrik; lihat h. A-3 dan h. A-7) berperan dalam berbagai fungsi vital. Sebagai contoh, denyut jantung yang teratur bergantung pada konsentrasi kalium (K+) yang relatif konstan di cairan ekstrasel. 6. Volume dan tekanan. Komponen lingkungan internal yang bersirkulasi, plasma, harus dipertahankan pada volume dan tekanan darah yang adekuat untuk menjamin distribusi penghubung yang penting ini antara lingkungan eksternal dan sel ke seluruh tubuh. 7. Suhu. Sel-sel tubuh berfungsi optimal dalam kisaran suhu yang sempit. Jika sel terlalu dingin, fungsi sel akan terlalu melambat dan yang lebih buruk lagi, jika sel terlalu panas, protein-protein struktural dan enzimatik akan terganggu atau rusak.



•Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



F



ISIOLOGI



OLAHRAGA



ADALAH



Apa itu Fisiologi Olahraga? ILMU



tentang



perubahan-per-



ubahan fungsional yang terjadi sebagai respons terhadap satu sesi olahraga dan adaptasi yang terjadi akibat sesi olahraga yang berulang teratur. Olahraga pada awalnya mengganggu homeostasis. Perubahan yang terjadi sebagai respons terhadap olahraga adalah upaya tubuh untuk memenuhi keharusan mempertahankan homestasis ketika tuntutan terhadap tubuh meningkat. Olahraga sering memerlukan koordinasi berkepanjangan di antara berbagai sistem tubuh, termasuk sistem otot, tulang, saraf, sirkulasi, pernapasan, kemih, integumen (kulit), dan endokrin (pembentuk hormon).



Kecepatan denyut jantung adalah salah satu faktor yang paling mudah dipantau yang memperlihatkan respons segera terhadap olahraga dan adaptasi jangka-panjang terhadap program olahraga teratur. Saat seseorang mulai berolahraga, sel-sel otot yang aktif menggunakan lebih banyak O2 untuk menunjang peningkatan kebutuhan energi KONTRIBUSI SISTEM TUBUH TERHADAP HOMEOSTASIS



Kesebelas sistem tubuh ikut berperan dalam homeostasis dengan cara-cara penting berikut (>Gambar 1-8). 1. Sistem sirkulasi (jantung, pembuluh darah, dan arah) mengangkut berbagai bahan seperti nutrien, O2 , CO2 , zat sisa,elektrolit, dan hormon dari satu bagian tubuh ke bagian lain. 2. Sistem pencernaan (mulut, esofagus, larnbung, usus halus,dan organ lain yang berhubungan) menguraikan makanan menjadi molekul-molekul nutrien kecil yang dapat diserap ke dalam plasma untuk didistribusikan ke semua sel tubuh. Sistem ini juga memindahkan air dan elektrolit dari lingkungan eksternal ke lingkungan internal. Sistem pencernaan mengeluarkan residu makanan ke lingkungan eksternal dalam bentuk feses 3. Sistem pernapasan (paru dan saluran napas utama) menyerap O2 dari lingkungan eksternal dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal. Dengan menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 penghasil asam, sistem pernapasan juga penting untuk mempertahankan pH lingkungan internal yang sesuai. kemih (ginjal dan saluran "pipa" yang 4. Sistem terkait)mengeluarkan kelebihan air, garam, asam, dan elektrolit lain dalam plasma serta mengeluarkan mereka ke urine, bersama dengan zat-zat sisa selain CO2. 5. . Sistem tulang (tulang dan sendi) merupakan penunjang dan protektor bagi jaringan lunak dan organ. Sistem ini juga berfungsi sebagai tempat penyimpanan kalsium (Ca2+), suatu elektrolit yang konsentrasinya dalam plasma harus diperta-hankan dalam batasbatas yang sempit. Bersama dengan sistem otot, sistem tulang juga memungkinkan tubuh dan bagian-bagiannya bergerak. Selain itu, sumsum tulang bagian interior lunak beberapa jenis tulang— adalah sumber utama semua sel darah.



mereka. Kecepatan denyut jantung meningkat untuk menyalurkan lebih banyak darah beroksigen ke otot-otot yang aktif tersebut. Jantung beradaptasi terhadap olahraga teratur yang intensitas dan durasinya memadai dengan meningkatkan kekuatan dan efisiensinya sehingga jantung tersebut mampu memompa lebih banyak darah perdenyutnya. Karena peningkatan kemampuan memompa tersebut, jantung tidak perlu berdenyut terlalu cepat untuk memompa sejumlah darah seperti yang dilakukannya sebelum program olahraga teratur. Para ahli fisiologi olahraga mempelajari mekanisme yang berperan dalam menyebabkan perubahan yang terjadi akibat olahraga. Banyak pengetahuan yang diperoleh dari penelitian tentang olahraga digunakan untuk mengembangkan program olahraga yang benar untuk meningkatkan kapasitas fungsional orang mulai dari atlet hingga orang yang tubuhnya lemah. Pentingnya olahraga yang sesuai dan memadai dalam mencegah penyakit dan rehabilitasi kini telah semakin terbukti.



6. Sistem otot (otot rangka) menggerakkan tulang, tempat melekatnya otot rangka. Dari sudut pandang homeostatik murni, sistem ini memungkinkan individu bergerak mendekati makanan atau menjauh dari bahaya. Selain itu, panas yang dihasilkan oleh kontraksi otot membantu mempertahankan suhu tubuh. Selain itu, karena otot rangka berada di bawah kontrol sadar, orang yang bersangkutan dapat menggunakannya untuk melakukan beragam gerakan lain yang ia inginkan. Gerakan-gerakan ini, yang berkisar dari keterampilan motorik halus yang diperlukan untuk menjahit hingga gerakan kuat yang digunakan dalam angkat beban, tidak harus ditunjuk untuk mempertahankan homeostasis. 7. Sistem integumen (kulit dan struktur terkait) berfungsi sebagai sawar protektif luar yang mencegah cairan internal keluar dari tubuh dan mikroorganisme asing masuk. Sistem ini juga penting dalam mengatur suhu tubuh. Jumlah panas yang lenyap dari permukaan tubuh ke lingkungan eksternal dapat disesuaikan dengan mengontrol produksi keringat dan dengan mengatur aliran darah hangat ke kulit. 8. Sistem imun (sel darah putih dan organ limfoid) mempertahankan tubuh dari invasi asing seperti bakteri, virus dan dari selsel ubuh yang berubah menjadi kanker. Sistem ini juga memudahkan jalan untuk memperbaiki atau mengganti sel yang cendera atau aus. 9. Sistem saraf (otak, korda spinalis, saraf, dan organ indra) adalah salah satu dari dua sistem regulatorik utama tubuh. Secara umum, sistem ini mengontrol dan mengoordinasikan aktivitas tubuh yang memerlukan respons cepat. Sistem saraf sangat penting dalam mendeteksi dan memulai respons terhadap perubahan dalam lingkungan eksternal. Selain itu, sistem ini bertanggung jawab untuk fungsi-fungsi yang lebih tinggi (fungsi luhur) yang tidak seluruhnya ditujukan untuk mempertahankan homeostasis, misalnya kesadaran, daya ingat, dan kreativitas.



   13



SISTEM TUBUH Terbentuk dari sel-sel yang tersusun berdasarkan spesialisasi untuk mempertahankan homeostasis Lihat Bab 1



InforrnasT dari lingkungan eksternal disalurkan rnelaky sistern saraf



SISTEM SARAF Bekerja melalui sinyal listrik untuk mengontrot respons cepat tubuh; juga berperan untuk fungs fungsi yang lebih tinggi—mis. kesadaran, daya mgat, kreativitas Lihat Bab 4, 5, 6, dan 7.



Pengaturan



SISTEM PERNAPASAN



O2 CO2



Mengambil O2 dari lingkungan eksternal dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal; membantu mengatur pH dengan menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 pembentuk asam. Lihat Bab 13 dan 15. SISTEM KEMIH



Urin mengandung zat sisa dan kelebihan air dan elektrolit



Nutrien, air elektrolit Feses mengandung residu makanan yang tidak dicerna



Penting dalam mengatur volume, komposisi elektrolit, dan pH lingkungan internal; mengeluarkan zat sisa dan kelebihan air, garam, asam, dan elektrolit lain dari plasma dan membuangnya ke dalam urin Lihat Bab 14 dan 15. SISTEM PENCERNAAN Mengambil nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal dan memindahkannya ke dalam plasma; mengeluarkan sisa makanan yang tidak tercerna ke lingkungan eksternal. Lihat Bab 16.



SISTEM REPRODUKSI Sperma meninggalkan pria Sperma masuk ke



Tidak esensial bagi homeostasis, tetapi esensial bagi kelangsungan hidup spesies secara ketularan Lihat Bab 20 Pertukaran dengan



wanita



semua sistem lain SISTEM SIRKULASI LINGKUNGAN EKSTERNAL



>Gambar 1-8 Peran sistem-sistem tubuh dalam mempertahankan homeostasis.   



BAB



1



Mengangkut nutrien, O2, CO2, zat sisa, elektrolit. dan hormon ke seluruh tubuh Lihat Bab 9, 10, dan 11.



sistem-sistem tubuh



SISTEM ENDOKRIN Bekerja meialui hormon yang disekresikan ke dalam darah untuk mengatur proses-proses yang lebih mengutamakan durasi daripada kecepatan—mis.aktivitas metabolik dan keseimbangan air dan elektrolit Lihat Bab 4, 18 dan 19.



SISTEM INTEGUMEN Berfungsi sebagai sawar protektif antara lingkungan eksternal dan bagian tubuh lainnya; kelenjar keringat dan penyesuaian aliran darah ke kulit penting dalam mengatur suhu tubuh Lihat Bab 12 dan 17.



SISTEM IMUN Mempertahankan tubuh dari invasi asing dan sel kanker ; melicinkan jalan untuk proses perbaikan jaringan Lihat Bab 12.



SISTEM OTOT DAN TULANG Mendukung dan melindungi bagian-bagian tubuh dan memungkinkan tubuh bergerak; kontraksi otot yang menghasilkan panas penting dalam mengatur suhu; kalsium disimpan di tulang Lihat Bab 8, 17, dan 19. Pertukaran dengan semua sistem lain



mempertahankan homeostasis



Menjaga cairan internal tetap di dalam Menahan benda asing tetap di luar



Melindungi tubuh dari invasi asing



Memungkinkan tubuh berinteraksi dengan lingkungan luar



HOMEOSTASIS Suatu keadaan stabil-dinamik konstituenkonstituen di lingkungan cairan internal yang dan bertukar bahan dengan sel. Lihat Bab 1 Faktor yang dipertahankan secara homeostasis: Konsentrasi molekul nutrien Lihat Bab16, 17, 18, and 19. Konsentrasi O2 dan CO2 Lihat Bab 13. Konsentrasi zat sisa Lihat Bab 14. pH Lihat Bab 15. Konsentrasi air,garam,dan elektrolit lain Lihat Bab 14, 15, 18, dan 19. Suhu Lihat Bab 17. Volumen dan tekanan Lihat Bab 10,14, dan 15. Homeostass adalah esensial bagi kelangsungan hidup sel



SEL Memerlukan homeostasis untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan untuk melakukan fungsifungsi khusus yang ensesial bagi kelangsungan hidup tubuh keseluruhan. Lihat Bab 1, 2, dan 3 memerlukan pasokan nutrien dan O2 yang terus menerus serta eliminasi kontinyu CO2 pembentuk asam untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan aktivitas sel yang memungkinkan kehidupan sebagai berikut: Makanan + O2 CO2 + H2O + energi Lihat Bab 13, 15, 16, dan 17.



Sel-sel membentuk sistem tubuh



   15



10. Sistem endokrin (semua kelenjar penghasil hormon) adalah sistem regulatorik utama lainnya. Berbeda dari sistem saraf, secara umum kelenjar-kelenjar penghasil hormon pada sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi dan bukan kecepatan, misalnya pertumbuhan. Sistem ini sangat penting dalam mengontrol konsentrasi nutrien dalam darah, dengan mengatur fungsi ginjal, mengontrol volume dan komposisi elektrolit cairan ekstra sel. 11. Sistem reproduksi (gonad pria dan wanita—tiap-tiap testis dan ovarium—dan organ yang terkait) tidak esensial bagi homeostasis dan karenanya tidak esensial bagi kelangsungan hidup individu. Namun, sistem ini esensial bagi kelangsungan keberadaan spesies. Selagi kita membahas tiap-tiap sistem di atas secara lebih terperinci, ingatlah selalu bahwa tubuh adalah suatu kesatuan terkoordinasi meskipun setiap sistem memberi kontribusi khususnya masing-masing. Kita mudah melupakan bahwa semua bagian tubuh sebenarnya menyatu padu membentuk satu tubuh utuh yang berfungsi. Karena itu, setiap bab dimulai dengan pembahasan yang berfokus pada bagaimana sistem tubuh yang akan dibicarakan menyatu dengan tubuh keseluruhan. Selain itu, setiap bab diakhiri dengan pembahasan singkat mengenai kontribusi homeostatik sistem tubuh yang dimaksud. Sebagai alat bantu agar Anda dapat menelusuri bagaimana semua sistem menyatu, >Gambar 1-8 diduplikasi di sampul bagian dalam sebagai referensi yang mudah diakses. Anda juga perlu menyadari bahwa tubuh keseluruhan yang berfungsi lebih besar daripada jumlah tiap-tiap bagiannya. Melalui spesialisasi, kerjasama, dan saling ketergantungan, sel-sel bergabung untuk membentuk organisme hidup yang tunggal, unik, dan terintegrasi dengan kemampuan yang lebih beragam dan lebih kompleks daripada yang dimiliki oleh tiap-tiap sel pembentuknya. Bagi manusia, kemampuan-kemampuan ini jauh melebihi prosesproses yang dibutuhkan untuk mempertahankan kehidupan. Sebuah sel, atau bahkan kombinasi acak sel-sel, jelaslah tidak dapat menciptakan mahakarya seni atau mendesain pesawat luar angkasa, tetapi sel-sel tubuh yang bersatu-padu memungkinkan seseorang memperoleh kemampuan tersebut. Kini setelah Anda mempelajari apa itu homeostasis dan bagaimana fungsi berbagai sistem tubuh mempertahankannya, marilah kita membahas mekanisme-mekanisme regulatorik yang digunakan tubuh untuk bereaksi terhadap perubahan dan mengontrol lingkungan internal. Periksa Pemahaman Anda 1.3 1.



Bedakan antara lingkungan eksternal, lingkungan internal, cairan intrasel, cairan ekstrasel, plasma, dan cairan interstitium



(1) penyimpangan dari normal faktor lingkungan internal yang perlu dijaga dalam batas-batas yang sempit; (2) mengintegrasikan informasi ini dengan informasi lain yang relevan; dan (3) melakukan penyesuaian yang tepat dalam aktivitas bagian-bagian tubuh yang bertanggung jawab memulihkan faktor tersebut ke nilai yang diinginkan.



Sistem kontrol homeostasis dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok—kontrol intrinsik dan ekstrinsik. Kontrol intrinsik (lokal) terdapat di dalam atau inheren dalam suatu organ (intrinsik berarti "di dalam"). Sebagai contoh, karena otot rangka yang sedang berolahraga menggunakan O2 dengan cepat untuk menghasilkan energi untuk menunjang aktivitas kontraktilnya, konsentrasi O2 di dalam otot turun. Perubahan kimia lokal ini bekerja secara langsung pada otot polos di dinding pembuluh darah yang mendarahi otot tersebut, menyebabkan otot polos melemas sehingga pembuluh darah berdilatasi atau membuka lebar. Akibatnya, terjadi peningkatan aliran darah melalui pembuluh yang melebar tersebut ke otot di atas sehingga O2 yang disalurkan meningkat. Mekanisme lokal ini ikut mempertahankan kadar optimal O2 cairan di sekitar sel-sel otot yang berolahraga tersebut. Namun,sebagian besar faktor di lingkungan internal dipertahankan oleh kontrol ekstrinsik atau sistemik, yaitu mekanisme regulasi yang dimulai di luar suatu organ untuk mengubah aktivitas organ tersebut (ekstrinsik berarti "di luar"). Kontrol ekstrinsik organ dan sistem tubuh dilakukan oleh sistem saraf dan endokrin, dua sistem regulatorik utama tubuh. Kontrol ekstrinsik memungkinkan terjadinya regulasi terpadu beberapa organ untuk mencapai satu tujuan; sebaliknya, kontrol intrinsik mengatur hanya pada organ tempat kontrol tersebut terjadi. Mekanisme regulasi yang menyeluruh dan terkoordinasi sangat penting untuk mempertahankan keadaan stabil dinamik di lingkungan internal secara keseluruhan. Sebagai contoh, untuk memulihkan tekanan darah ke tingkat yang sesuai ketika tekanan tersebut turun terlalu rendah, sistem saraf secara simultan bekerja pada jantung dan pembuluh darah di seluruh tubuh untuk meningkatkan tekanan darah ke normal. Untuk menstabilkan faktor fisiologis yang sedang diatur, sistem kontrol homeostasis harus mampu mendeteksi dan menahan perubahan. Kata umpan-balik merujuk pada respons yang terjadi setelah terdeteksinya suatu perubahan; kata umpan-maju digunakan untuk respons yang dibuat sebagai antisipasi suatu perubahan. Marilah kita bahas kedua mekanisme ini secara lebih terperinci.



2. Buatlah gambar yang menunjukkan hubungan saling ketergantungan antara sel, sistem tubuh dan homeostasis.



Sistem kontrol homeostasis adalah suatu jalinan komponenkomponen tubuh yang saling berhubungan secara fungsional yang bekerja untuk mempertahankan suatu faktor dalam lingkungan internal yang relatif konstan di sekitar tingkat optimal. Untuk mempertahankan homeostasis, sistem kontrol harus mampu untuk



16



BAB I



Untuk menstabilkan faktor-faktor fisiologis yang sedang di atur, mekanisme kontrol homeostasis terutama bekerja berdasarkan prinsip umpan-balik negatif untuk mengatasi perubahan. Pada umpan-balik negatif, perubahan dalam suatu faktor yang dikontrol secara homeostasis akan memicu respons yang berupaya untuk memulihkan faktor tersebut ke normal dengan menggerakkan faktor dalam arah berlawanan dengan perubahan awalnya—demikianlah



penyesuaian korektif berlawanan dengan penyimpangan awal dari tingkat normal yang diinginkan. Contoh umum umpan-balik negatif adalah kontrol suhu ruangan. Suhu ruangan adalah variabel terkontrol, suatu fakta yang dapat berubah-ubah, tetapi dipertahankan dalam kisaran sempit oleh suatu sistem kontrol. Pada contoh kita, sistem kontrol mencakup termostat, tungku, dan semua hubungan listriknya. Suhu kamar ditentukan oleh aktivitas tungku, suatu sumber panas yang dapat dinyalakan atau dimatikan. Untuk menyalakan atau mematikan dengan benar, sistem kontrol sebagai suatu kesatuan harus "mengetahui" berapa suhu kamar yang sebenarnya, "membandingkan" dengan suhu kamar yang diinginkan, dan "menyesuaikan" pengeluaran panas dari tungku agar suhu sebenarnya dapat mencapai tingkat yang diinginkan. Termometer di dalam termostat memberi informasi tentang suhu kamar sebenarnya. Termometer adalah sensor, yang memantau tingkat variabel yang dikontrol. Sensor biasanya mengubah informasi asli mengenai suatu perubahan menjadi suatu bentuk "bahasa" yang dapat "dipahami" oleh sistem kontrol. Sebagai contoh, termometer mengubah tingkat suhu udara menjadi impuls listrik. Pesan ini berfungsi sebagai masukan bagi sistem kontrol. Penetapan termostat menentukan tingkat suhu yang diinginkan atau set point (titik patokan). Termostat bekerja sebagai integrator atau pusat kontrol: Termostat membandingkan masukan sensor dengan titik patokan dan menyesuaikan pengeluaran panas dari tungku agar terjadi efek sesuai yang melawan penyimpangan dari titik patokan. Tungku berfungsi sebagai efektor, komponen sistem kontrol yang diperintahkan untuk melaksanakan efek yang diinginkan. Komponen-komponen umum pada sistem kontrol umpan-balik negatif ini diringkaskan di >Gambar 1-9a. Perhatikan baik-baik gambar tersebut dan kunci-kuncinya; simbol dan definisi yang dikenalkan disini digunakan di diagram-diagram alir di seluruh buku teks ini. Marilah kita lihat suatu lengkung umpan-balik negatif tipikal. Sebagai contoh, jika pada cuaca dingin suhu kamar turun di bawah titik patokan, termostat, melalui sirkuit penghubung, mengaktifkan tungku yang menghasilkan panas untuk meningkatkan suhu kamar (>Gambar 1-9b).Jika suhu kamar telah mencapai titik patokan, termometer tidak lagi mendeteksi penyimpangan dari titik tersebut. Akibatnya, mekanisme pengaktif di termostat dan tungku akan padam. Oleh sebab itu, panas dari tungku melawan atau "negatif" terhadap penurunan suhu awal. Jika jalur pembentuk panas tidak dihentikan setelah suhu sasaran tercapai, produksi panas akan berlanjut dan kamar akan menjadi semakin panas. Titik patokan tidak terlewati karena panas memberi "umpan balik" untuk mematikan termostat yang memicu pengaktifannya. Oleh sebab itu, sistem kontrol umpan-balik negatif mendeteksi perubahan dalam suatu variabel terkontrol yang menjauhi nilai ideal, memulai mekanisme-mekanisme untuk mengoreksi situasi, dan kemudian memadamkan dirinya. Dengan cara ini, variabel terkontrol tidak menyimpang terlalu jauh di bawah atau di atas titik patokan. Bagaimana jika penyimpangan awal adalah peningkatan suhu kamar di atas titik patokan karena udara di luar terlalu panas? Tungku penghasil panas tidak bermanfaat untuk me-ngembalikan suhu kamar ke tingkat yang diinginkan. Sistem kontrol yang berlawanan, termasuk pendingin udara, diperlukan untuk menurunkan suhu ruangan. Dalam hal ini, termostat, melalui sirkuit penghubung, dapat mengaktifkan air conditioner, yang mendinginkan udara kamar, efek yang berlawanan dengan efek tu-



ngku. Dengan mekanisme umpan-balik negatif, jika titik patokan telah tercapai, air conditioner dipadamkan untuk mencegah kamar menjadi terlalu dingin. Perhatikan bahwa jika variabel terkontrol hanya dapat secara sengaja disesuaikan untuk melawan perubahan ke satu arah, variabel dapat bergerak ke arah yang berlawanan tanpa terkendali. Sebagai contoh, jika rumah hanya dilengkapi dengan tungku yang menghasilkan panas untuk melawan penurunan suhu kamar, tidak tersedia mekanisme untuk mencegah rumah menjadi teralu panas pada musim panas. Walau demikian, suhu kamar dapat dijaga relatif konstan melalui dua mekanisme yang berlawanan, satu yang memanaskan dan satu yang mendinginkan kamar, meskipun suhu di lingkungan luar sangat bervariasi. Sistem umpan-balik negatif homeostasis di tubuh manusia bekerja dengan cara serupa. Sebagai contoh, jika sel-sel saraf pemantau suhu mendeteksi penurunan suhu tubuh di bawah tingkat yang diinginkan, sensor-sensor ini mengirim sinyal ke pusat kontrol suhu yang memulai serangkaian proses yang berakhir dengan respons antara lain menggigil untuk menghasilkan panas dan meningkatkan suhu ke tingkat yang diinginkan (>Gambar 1-9c). Saat suhu tubuh meningkat mencapai titik patokan, sel-sel saraf pemantau suhu memadamkan sinyal stimulatorik ke otot rangka. Akibatnya, suhu tubuh tidak terus meningkat melewati titik patokan. Sebaliknya, ketika sel saraf pemantau suhu mendeteksi peningkatan suhu tubuh di atas normal, mekanisme pendingin, misalnya berkeringat, diaktifkan untuk mengurangi suhu ke normal. Saat suhu mencapai titik patokan, mekanisme pendinginan dihentikan. Seperti pada pengendalian suhu tubuh, sebagian besar variabel yang dikontrol secara homoestatis dapat diarahkan ke kedua arah sesuai kebutuhan oleh mekanismemekanisme yang saling berlawanan.



Umpan-balik positif memperkuat suatu perubahan awal Pada umpan-balik negatif, keluaran sistem kontrol diatur untuk menahan perubahan sehingga variabel terkontrol dijaga agar relatif tetap. Sebaliknya, pada umpan-balik positif, keluaran meningkatkan atau memperkuat perubahan sehingga variabel terkontrol terus bergerak searah perubahan awal. Efek seperti ini setara dengan panas yang dihasilkan oleh tungku memicu termostat untuk meningkatkan kerja tungku sehingga suhu kamar akan terus meningkat Karena tujuan utama dalam tubuh adalah mempertahankan kondisi homeostasis yang stabil, umpan-balik positif lebih jarang terjadi dibandingkan dengan umpan-balik negatif. Namun, umpanbalik positif juga berperan penting dalam keadaan tertentu, misalnya kelahiran bayi. Hormon oksitosin menyebabkan kontraksi kuat uterus (rahim). Sewaktu kontraksi uterus mendorong bayi menekan serviks (pintu keluar dari uterus), peregangan serviks yang terjadi memicu serangkaian kejadian yang menyebabkan pelepasan lebih banyak oksitosin, yang menyebabkan kontraksi uterus menguat, yang memicu pengeluaran lebih banyak oksitosin, dan seterusnya. Siklus umpanbalik positif ini tidak berhenti hingga bayi akhirnya lahir. Demikian juga, semua siklus umpan-balik positif normal di tubuh memiliki mekanisme untuk menghentikan siklus ini.



Selain mekanisme umpan-balik, yang menimbulkan reaksi terhadap perubahan pada variabel terkontrol, tubuh kadang menggunakan mekanisme umpan-maju, yang berespons sebagai antisipasi terhadap adanya perubahan pada variabel terkontrol. Sebagai contoh, ketika   



17



Penyimpangan pada variabel terkontrol



*



Menghilang



Turunnya suhu kamar di bawah titik patokan



*



Menghilang



Penurunan suhu tubuh di bawah titik patokan



*



Menghilang



(dideteksi oleh) Sel saraf pemantau suhu



Termometer



Sensor (menginformasikan) Integraror



Pusat kontrol suhu



Termostat Umpan-balik negatif untuk menghentikan sistem yang menyebabkan respons)



(mengirim perintah ke)



Efektor(-efektor) (menyebabkan) Respons kompensasi



(umpan-balik negatif) Tungku



Otot rangka (dan efektor lain)



Pengeluaran Panas



Produksi panas melalui proses menggigil dan cara lain



(umpan-balik negatif)



(menghasilkan) Variabel terkontrol kembali ke normal



*



(a) Komponen sistem kontol umpan balik negatif



Peningkatan suhu kamar menuju titik patokan



*



(b) Kontrol umpan balik negatif suhu ruang



Peningkatan suhu menuju titik patokan



*



(c) Kontrol umpan balik negatif suhu tubuh



KUNCI Untuk diagram alir di seluruh buku ini: = Merangsang atau mengaktifkan = Menghambat atau menghentikan



*



= Kesatuan utuh fisik, misalnya struktur tubuh atau bahan kimia = Kerja



>Gambar



= Jalur kompensasi = Penghentian jalur kompensasi (umpan-balik negatif) Perhatikan bahwa rona yang lebih terang dan gelap pada warna yang sama masing-masing digunakan untuk menunjukkan penurunan atau peningkatan variabel terkontroi.



1-9 Umpan Balik Negatif



makanan masih berada di saluran cerna, mekanisme umpanmaju ini meningkatkan sekresi suatu hormon (insulin) yang akan meningkatkan penyerapan dan penyimpanan nutrien yang dicerna oleh sel setelah nutrien diserap dari saluran cerna. Respons anti-sipatorik ini membantu membatasi peningkatan konsentrasi nutrien dalam darah setelah nutrien diserap.



Meskipun tubuh memiliki mekanisme kontrol, jika satu atau lebih sistem tubuh tidak berfungsi, homeostasis akan terganggu dan semua sel menderita karena mereka tidak lagi mendapat lingkungan yang optimal untuk hidup dan berfungsi. Muncul berbagai keadaan patofisiologi, bergantung pada jenis dan luas gangguan homeostasisnya. Kata patofisiologi merujuk pada kelainan fungsi tubuh (penyimpangan fisiologi) terkait dengan penyakit. Saat gangguan homeostasis sudah sedemikian parah sehingga tidak lagi memungkinkan kehidupan, akan terjadi kematian.



  



BAB 1



Periksa Pemahaman Anda 1.4 1. Bedakan antara kontrol ekstrinsik dan kontrol intrinsik 2. Bandingkan antara umpan balik positif dan umpan balik negatif.



Bab dalam Perspektif: Homeostasis Di bab ini, Anda telah mempelajari apa yang dimaksud dengan homeostasis: suatu keadaan stabil dinamik konstituen-konstituen dalam lingkungan cairan internal (cairan ekstrasel) yang mengelilingi dan bertukar bahan dengan sel. Homeostasis harus dipertahankan karena esensial bagi kehidupan dan fungsi normal sel. Setiap sel, melalui berbagai aktivitas khusus masing-masing, memberi kontribusi sebagai bagian suatu sistem tubuh untuk



mempertahankan homeostasis. Hubungan ini adalah dasar fisiologi



konstan lingkungan internal adalah topik yang dibahas di sisa



dan tema pokok buku ini. Kami telah menjelaskan bagaimana sel



buku ini. Setiap bab disimpulkan dengan fitur bergambar untuk



tersusun berdasarkan spesialisasinya menjadi sistem-sistem tubuh.



mempermudah pemahaman Anda mengenai bagaimana sistem



Bagaimana homeostasis esensial bagi kelangsungan hidup sel dan



yang sedang dibahas ikut berperan dalam homeostasis, serta



bagaimana sistem-sistem tubuh mempertahankan sifat



interaksi dan saling-ketergantungan sistem-sistem tubuh.



LATIHAN SOAL Jawaban dimulai di h. A-19 Pertanyaan Objektif 1. Mana dari aktivitas berikut yang tidak dilaksanakan oleh setiap sel di tubuh? a. Memperoleh O2 dan nutrien b. Melakukan reaksi kimia untuk memperoleh energi untuk digunakan oleh sel c. Mengeluarkan zat sisa d. Mengontrol sebagian besar pertukaran bahan antara sel dan lingkungan eksternal e. Bereproduksi 2. Mana dari jawaban di bawah ini yang menunjukkan tingkat organisasi tubuh yang benar a. Kimia, sel, organ, jaringan, sistem tubuh, tubuh keseluruhan b. Kimia, sel, jaringan, organ, sistem tubuh, tubuh keseluruhan c. Sel, kimia, jaringan, organ, tubuh keseluruhan, sistem tubuh d. Sel, kimia, organ, jaringan, tubuh keseluruhan, sistem tubuh e. Kimia, sel, jaringan, sistem tubuh, organ, tubuh keseluruhan 3. Mana dari jawaban di bawah ini yang bukan merupakan jenis jaringan ikat?



a. Tulang b. Darah c. Korda spinalis d. Tendon e. Jaringan yang melekatkan jaringan epitel ke struktur dibawahnya 4. Kata jaringan dapat digunakan untuk salah satu dari empat tipe jaringan primer atau untuk agregat komponen sel dan ekstrasel organ tertentu. (Benar atau Salah?) 5. Sel pada suatu organisme multisel mengalami spesialisasi sedernikian rupa sehingga sel tersebut menjadi sangat berbeda dari organisme bersel tunggal. (Benar atau Salah?) 6. Spesialisasi sel biasanya adalah modifikasi atau elaborasi dari salah satu fungsi dasar sel. (Benar atau Salah?) 7. Keempat tipe utama jaringan adalah __,__,__,dan___ 8. Kata merujuk kepada pengeluaran produk spesifik, yang sebagian besar disintesis oleh sel, dari suatu sel sebagai respons terhadap stimulasi yang sesuai. Kelenjar__ 9. mengeluarkan sekresinya melalui duktus ke luar tubuh, sedangkan kelenjar__mengeluarkan produk nya, yang dikenal sebagai __ ke dalam darah.



10. Kontrol __ bersifat inheren bagi suatu organ Sementara kontrol __ adalah mekanisme regulasi yang dimulai di luar suatu organ yang mengubah aktivitas organ tersebut. 11. Cocokkan berikut ini: a. mengambil O2 dan 1. sistem sirkulasi mengeluarkan CO2 2. sistem pencernaan menunjang, melindungi,dan b. 3. sistem pernapasan menggerakkan bagian4. sistem kemih bagian tubuh 5. sistem otos dan c. mengontrol melalui tulang hormon yang 6. sistem integumen dikeluarkannya, proses7. sistem imun proses memerlukan durasi 8. sistem saraf bekerja sebagai sistem d. 9. sistem endrokin transpor 10. sistem reproduksi e. mengeluarkan zat sisa dan kelebihan air, garam, dan elektrolit lain f. mempertahankan kelangsungan keberadaan spesies g. menyerap nutrien, air, dan elektrolit h. mempertahankan tubuh dari invasi asing dan kanker i. bekerja melalui sinyal listrik untuk mengontrol respons cepat tubuh j. berfungsi sebagai sawar protektif luar



Pertanyaan Esai 1. Bandingkan fisiologi dan anatomi.



2. Apa fungsi-fungsi dasar sel? 3. Bedakan antara lingkungan eksternal dan ingkungan internal. Apa yang membentuk lingkungan internal? Bedakan antara cairan intrasel (CIS) dan (CES). Jelaskan hubungan antara lingkungan internal dan CES. Kompartemen cairan apakah yang membentuk CES? 4. Definisikan homeostasis. 5. Sebutkan tema pokok fisiologi dan buku ini. 6. Faktor-faktor apa yang harus dipertahankan secara homeostasis dan sistem tubuh mana yang berperan mempertahankan setiap faktor-faktor ini? 7. Definisikan dan jelaskan komponen sistem kontrol homeostasis. 8. Mengapa umpan balik negatif penting secara fisiologis?   



19



ER 1. Dengan mempertimbangkan sifat kontrol umpan-balik negatif dan fungsi sistem pernapasan, efek apa yang Anda perkirakan terjadi pada kecepatan dan kedalaman pernapasan seseorang akibat penurunan CO2 di lingkungan internal? 2. Apakah kadar O2 dalam darah menjadi (a) normal, (b) di bawah normal, atau (c) meningkat pada pasien dengan pneumonia berat yang menyebabkan gangguan pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru? Apakah kadar CO2 pada darah pasien tersebut akan (a) normal, (b) di bawah normal, atau (c) meningkat? Karena CO2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk asam karbonat (H2CO3), apakah darah pasien akan (a) memiliki pH normal, (b) menjadi terlalu asam, atau (c) kurang asam (yaitu menjadi terlalu basa), jika tindakan-tindakan kompensatorik lain tidak memiliki waktu untuk bekerja? 3. Hormon insulin meningkatkan transpor glukosa (gula) dari darah ke dalam sebagian besar sel. Sekresinya dikontrol oleh suatu sistem umpan-balik negatif antara konsentrasi glukosa dalam darah dan sel penghasil insulin. Karena itu, mana dari pernyataan berikut yang benar? a.Penurunan konsentrasi glukosa darah merangsang sekresi insulin, yang pada gilirannya menyebabkan penurunan lebih lanjut konsentrasi glukosa.



b.Peningkatan konsentrasi glukosa darah merangsang sekresi insulin, yang pada gilirannya menurunkan konsentarsi glukosa darah c. Penurunan konsentrasi glukosa darah merangsang sekresi insulin, yang pada gilirannya meningkatkan konsentrasi glukosa darah d.Peningkatan konsentrasi glukosa darah merangsang sekresi insulin, yang pada gilirannya semakin meningkatkan konsentrasi glukosa darah e. Semua pernyataan di atas salah 4. Karena sebagian besar pengidap AIDS meninggal akibat infeksi berat atau jenis kanker yang jarang, menurut Anda sistem tubuh mana yang terganggu oleh HIV (virus AIDS)? 5. Suhu tubuh diatur secara homeostatis di sekitar titik patokan. Berdasarkan pengetahuan Anda tentang umpan-balik negatif dan sistem kontrol homeostatik, perkirakan apakah akan terjadi penyempitan atau pelebaran pembuluh-pembuluh darah kulit ketika seseorang berolahraga berat (Petunjuk: Kontraksi otot menghasilkan panas. Pe-nyempitan pembuluh darah yang mengalir ke suatu organ menurunkan aliran darah ke organ tersebut, sedangkan pelebaran pembuluh meningkatkannya. Semakin hangat darah yang mengalir ke kulit semakin besar pengeluaran panas dari kulit ke lingkungan sekitar).



PERTIMBANGAN KLINIS Jennifer R mengalami "flu perut" yang terjadi di sekitar kampus dan mengalami muntah-muntah berat sejak 24 jam terakhir. Ia tidak saja tidak dapat mempertahankan cairan atau makanan di dalam perutnya, tetapi ia juga kehilangan getah asam yang disekresikan oleh lambung yang secara normal diserap kembali ke darah di saluran cerna bagian lebih distal



  



BAB 1



Bagaimana penyakit ini mengancam homeostasis lingkungan internal Jennifer? Yaitu, apa faktor-faktor yang dipertahankan secara homeostatis yang bergeser menjauhi titik normal oleh muntah-muntah hebat tersebut? Sistem tubuh apa yang berespons untuk menahan perubahan tersebut?



BAB 1 |



1.1 Mengenal Fisiologi (h. 2) ■ ■



Fisiologi adalah ilmu tentang fungsi tubuh. Fisiologi dan anatomi berhubungan erat karena fungsi tubuh sangat bergantung pada struktur bagian-bagian tubuh yang melaksanakannya



Kartu Belajar Cairan ekstrasel berfungsi sebagai lingkungan internal tubuh. Cairan ini terdiri dari plasma dan cairan interstisium. (Lihat Gambar 1-6.)







Homeostasis adalah pemeliharaan keadaan lingkungan internal yang stabil dinamik







Faktor-faktor dalam lingkungan internal yang harus dipertahankan secara homeostasis adalah (1) konsentrasi molekul nutrien; (2) konsentrasi O2 dan CO2; (3) konsentrasi produk sisa; (4) pH; (5) konsentrasi air, garam, dan elektrolit lain; (6) volume dan tekanan; dan (7) suhu. (Lihat Gambar 1-8.)







|



1.2 Tingkat Organisasi di Tubuh (h.2-7) ■



































Tubuh manusia adalah suatu kombinasi kompleks atom-atom dan molekul-molekul khusus. Komponen kimiawi tak-hidup ini tersusun secara presisi membentuk sel, kesatuan terkecil yang mampu melaksanakan proses-proses yang berkaitan dengan kehidupan. Sel adalah bahan pembangun struktural dan fungsional dasar yang hidup bagl tubuh. (Lihat Gambar 1-2) Fungsi dasar yang dilakukan oieh setiap sel untuk kelangsungan hidupnya sendiri mencakup kelangsungan hidupnya sendiri mencakup (1) memperoleh O2 dan nutrien,(2) melak-sanakan reaksi kimia penghasil energi, (3) mengeluarkan zat sisa, (4) membentuk protein dan komponen sel lain, (5) mengontrol perpindahan bahan antara sel dan lingkungannya, (6) mengangkut bahan ke seluruh sel, (7) berespons terhadap lingkungan, dan (8) berkembang biak.







|



1.4 Sistem Kontrol Homeostatik (h. 16-18)



Sistem kontrol homeostasis adalah suatu jalinan komponenkomponen tubuh yang bekerja sama untuk mempertahankan suatu variabel terkontrol dalam lingkungan internal relatif konstan mendekati titik patokan optimal meskipun terdapat perubahan variabel











Selain menjalankan fungsi-fungsi dasarnya, setiap sel dalam organisme multisel melakukan fungsi khusus yang penting bagi ke langsungan hidupnya. Kombinasi sel-sel yang memiliki struktur dan fungsi khusus serupa membentuk ernpat jaringan utama tubuh: otot, saraf, epitel, dan ikat. (Lihat Gambar 1-3.) Kelenjar berasal dari jaringan epitel dan mengkhususkan diri untuk sekresi. Kelenjar eksokrin mengeluarkan isinya melalui duktus ke permukaan atau rongga tubuh yang berhubungan dengan dunia luar; kelenjar endokrin mengeluarkan hormon ke dalam darah. (Lihat Gambar 1-4,) Organ adalah kombinasi dua atau lebih jenis jaringan yang bekerja sama dan berinteraksi untuk melaksanakan satu atau lebih fungsi. Contohnya adalah lambung. (Lihat Gambar 1-3.)







Sistem tubuh merupakan kumpulan organ-organ yang melaksanakan fungsi terkait dan berinteraksi untuk menjalankan aktivitas umum yang esensial bagi kelangsungan hidup tubuh keseluruhan. Contohnya adalahsistem pencernaan. (Lihat Gambar 1-5) Sistem-sistem organ berpadu untuk membentuk organisme atau tubuh keseluruhan



1.3 ■



Fungsi yang dilakukan oleh kesebelas sistem tubuh ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Fungsi sistem-sistem tubuh pada akhirnya bergantung pada aktivitas khusus sel-sel yang membentuk sistem. Karena itu, homeostasis esensial bagi kelangsungan hidup masing-masing sel, dan setiap sel memberi kontribusi bagi homeostasis.(Lihat Gambar 1-7 dan 1-8).







| Konsep Homeostasis(h.7-16)



Cairan di dalam sel tubuh adalah cairan intrasel (CIS) dan cairan di luar sel adalah cairan ekstrasel (CES). Karena sebagian besar sel tubuh tidak berkontak langsung dengan lingkungan eksternal, kelangsungan hidup sel bergantung pada terpeli-haranya lingkungan cairan internal yang relatif stabil, tempat sel tersebut melakukan pertukaran langsung untuk mempertahankan kehidupannya.







Sistem kontrol homeostasis dapat diklasifikasikan sebagai (1) kontrol intrinsik (lokai), yaitu respons-respons kompensatorik inheren suatu organ terhadap perubahan dan (2) kontrol yang dipicu oleh faktorfaktor di luar organ, yaitu sistem saraf dan endokrin. Baik sistem kontrol Intrinsik maupun ekstrinsik umumnya bekerja berdasarkan



* Menghilang Turunnya suhu kamar di bawah titik patokan Termometer



Termostat



Tungku



prinsip umpan-balik negatif: Perubahan pada suatu variabel



Pengeluaran panas



terkontrol akan memicu respons yang mendorong variabel ke arah yang berlawanan dari perubahan awal sehingga perubahan tersebut dilawan. (Lihat Gambar 1-9.)



Peningkatan suhu * kamar menuju titik patokan



(umpan-balik negatif)



(a) Kontrol umpan balik negatif suhu ruangan



Dalam umpan-balik positif, perubahan pada variabel terkontrol memicu respons yang mendorong variabel ke arah yang sama seperti perubahan awal sehingga perubahan semakin kuat. Mekanisme umpan balik positif sangat jarang ditemukan dalam tubuh tapi penting pada beberapa keadaan tertentu seperti pada proses kelahiran.



21



SISTEM TUBUH Terbentuk dari sel-sel yang lersusun berdasarkan spesialisasi untuk mempertahankan homeostasis. Lihat Bab 1



Informasi dari lingkungan eksternal disalurkan melalui sistem saraf



O2 CO2



Urine mengandung zat sisa dan kelebihan air dan elektrolit



Nutrien,air, dan elektrolit Feses mengandung residu makanan yang tidak dicerna



Sperma meninggalkan pria Sperma masuk ke wanita



SISTEM SARAF Bekerja melalui sinyal listrik untuk mengontrol respons cepat tubuh; juga berperan untuk fungsi-fungsi yang lebih tinggi—mis. kesadaran. daya ingat, kreativitas. Lihat Bab 4, 5, 6, dan 7.



Pengaturan



SISTEM PERNAPASAN Mengambil O2 dari lingkungan eksternal dan mengeluarkan CO2 ke lingkungan eksternal; membantu mengatur pH dengan menyesuaikan kecepatan pengeluaran CO2 pembentuk asam. Lihat Bab 13 dan 15. SISTEM KEMIH Penting dalam mengatur volume, komposisi elektrolit,dan pH lingkungan internal mengeluarkan zat sisa dan keIebihan air, garam, asam, dan elektrolit lain dari plasma dan membuangnya ke dalam urine. Lihat Bab 14 dan 15. SISTEM PENCERNAAN Mengambil nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal dan memindahkannya ke dalam plasma; mengeluarkan sisa makanan yang tidak tercena ke lingkungan eksternal. Lihat Bab 16.



SISTEM REPRODUKSI Tidak ensesial bagi homeostasis, tetapi esensial bagi kelangsungan hidup spesies secara keseluruhan. Lihat Bab 20. Pertukaran dengan semua sistem lain



LINGKUNGAN EKSTERNAL



SISTEM SIRKULASI Mengangkut nutrien ,O2 ,CO2 ,zat sisa,elektrolit dan hormon ke seluruh tubuh Lihat Bab 9, 10, dan 11.



SISTEM ENDOKRIN Bekerja melalui hormon yang disekresikan ke dalam darah untuk mengatur proses-proses yang lebih mengutamakan durasi dari pada kecepatanmis. Aktivitas metabolik keseimbangan air dan elektrolit. Lihat Bab 4,18, dan 19.



SISTEM INTEGUMEN Berfungsi sebagai sawar protektif antara lingkungan eksternal dan bagian tubuh lainnya; kelenjar keringat dan penyesuaian aliran darah ke kulit penting dalam mengatur suhu tubuh Lihat Bab 12 dan 17.



Sistem-sistem tubuh mempertahankan homeostasis



Menjaga cairan internal tetap di dalam Menahan benda asing tetap di luar



SISTEM IMUN Mempertahankan tubuh dari invasi asing dan sel kanker; melicinkan jalan untuk proses perbaikan jaringan Lihat Bab 12.



Melindungi tubuh dari invasi asing



SISTEM OTOT DAN TULANG Mendukung dan melindung bagian-bagian tubuh dan memungkinkan tubuh bergerak; kontraksi otot yang menghasilkan panas penting dalam mangatur suhu; kalsium disimpan di tulang Lihat Bab 8, 17, dan 19.



Memungkinkan tubuh berinteraksi dengan lingkungan luar



Pertukaran dengan semua sistem lain



HOMEOSTASIS Suatu keadaan stabil-dinamik konstituen-konstituen di lingkungan cairan internal yang mengelilingi dan bertukar bahan dengan sel. Lihat Bab 1. Faktor yang dipertahankan secara homeostasis: Konsentarasi molekul nutrien Lihat Bab 16, 17, 18, and 19. Konsentrasi O2 dan CO2 Lihat Bab 13. Konsentrasi zat sisa Lihat Bab 14. pH Lihat Bab 15. Konsentrasi air,garam, dan elektrolit lain Latihan Bab 14,15, 18 dan 19. Suhu Latihan Bab 17. Volume dan tekanan Latihan Bab 10,14,dan 15. Homeostasis adalah esensial bagi kelangsungan hidup sel



SEL Memerlukan homeostasis untuk kelangsungan hidup mereka sendiri dan untuk melakukan fungsi-fungsi khusus yang esensial bagi kelangsungan hidup Lihat Bab 1, 2, dan 3. Memerlukan pasokan nutrien dan O2 yang terus menerus serta eliminasi kontinyu CO2 pembentuk asam untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan rnempertahankan aktivitas sel yang memungkinkan kehidupan sebagai berikut: Makanan + O2 CO2 + H2O + energi Lihat Bab 13, 15, 16, and 17.



Sel-sel membentuk sistem



22



Pemindaian mikrograf elektron organel-organel di dalam sel. Mitokondria (merah) menghasilkan energi sel. Kompleks Golgi (biru) memproses protein dan lipid yang diproduksi oleh retikulum endopasma bagian kecil berwarna kuning, kiri atas) untuk sekresi dan konstruksi membran. Sitosol (hijau)



Dr. David Furness, Keele Univers/Photo Researchers, Inc.



mengelilingi organel-organel.



Fisiologi Sel Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI



Sel adalah bahan organik penyusun tubuh, yang sangat terorganisasi. Sel



2.1 Teori dan Penemuan Sel



mempunyai tiga bagian utama: membran plasma, yang membungkus sel; nukleus,



2.2 Selayang Pandang Struktur Sel



tempat materi genetik sel; dan sitoplasma. Sitoplasma terdiri atas sitosol, organel-



2.3 Retikulum Endoplasma dan



organel, dan sitoskeleton. Sitosol adalah cairan mirip gel



Sintesis Pemisahan 2.4 Kompleks Golgi dan Eksositos 2.5 Lisosom dan Endositotis 2.6 Peroksisom dan Detoksifikasi 2.7 Mitokondria dan Produksi ATP 2.8 Ribosom dan Sintesis Protein 2.9 Vault Sebagai Truk Seluler 2.10 Senstrom, Sentriol, dan Organisasi Mikrotobulus 2.11 Sitosol: Gel Sel 2.12 Sitoskeleton: "Otot Tulang" Sel



tempat organel-organel dan sitoskeleton berada. Organel adalah struktur sangat terorganisasi dengan karakteristik berbeda-beda, yang melaksanakan fungsi khusus. Sitoskeleton adalah kerangka protein yang tersebar di seluruh bagian sel dan berperan sebagai "tulang dan otot" sel. Setiap sel menjalankan fungsi dasar tertentu yang penting untuk mempertahankan kehidupan sel itu sendiri dan sebuah peran khusus yang membantu mempertahankan homeostasis melalui kerja komponen-komponen sel yang terkoordinasi. Sesuai dengan spesialisasinya, sel-sel tersusun menjadi sistem tubuh yang mempertahankan kestabilan lingkungan internal yang penting untuk kelangsungan hidup seluruh tubuh. Semua fungsi tubuh akhirnya bergantung pada aktivitas setiap sel yang menyusun tubuh.



Meskipun bahan-bahan kimia yang sama penyusun sel hidup ditemukan juga pada materi anorganik, para peneliti belum mampu menyusun bahan-bahan kimia ini menjadi sebuah sel hidup di laboratorium. Kehidupan berpangkal dari interaksi dan organisasi unik dan kompleks bahan-bahan kimia anorganik ini di dalam sel. Sel, entitas organik terkecil, merupakan unit organik penyusun seluruh tubuh yang amat rumit. Karena itu, sel adalah jembatan antara bahan kimia dan manusia (juga makhluk hidup lain). Seluruh fungsi tubuh organisme multiseluler akhirnya bergantung pada kemampuan fungsional dan struktural kolektif tiap-tiap sel tubuh. Lebih lanjut, semua sel baru dan semua kehidupan baru berasal dari pembelahan sel yang sudah ada sebelumnya, bukan dari sumber anorganik. Karena kontinuitas hidup inilah, sel-sel pada semua organisme pada hakikatnya memiliki struktur dan fungsi serupa. Tabel 2-1 merangkum prinsip-prinsip ini, yang secara kolektif dikenal sebagai teori sel. Dengan menelusuri lebih dalam ke struktur molekular dan organisasi sel penyusun tubuh, para ahli fisiologi modern kini berhasil mengungkap banyak misteri tentang bagaimana tubuh bekerja. Sel-sel penyusun tubuh manusia berukuran sedemikian kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Partikel terkecil yang masih dapat dilihat dengan mata telanjang berukuran 5 hingga 10 kali lebih besar dari sebuah sel manusia tipikal, yang berdiameter rata-rata 10 hingga 20 mikrometer (µm) (1 µm = sepersejuta meter). Jika sekitar 100 sel berukuran normal dijajarkan berdampingan, panjang yang didapat barulah 1 mm (1 mm = seperseribu meter; 1 m = 39,37 inchi). Hingga mikroskop ditemukan pada pertengahan abad ke 17, para ilmuwan bahkan belum mengetahui bahwa sel itu ada. Pada awal abad ke-19, dengan dikembangkannya mikroskop cahaya yang lebih baik, para peneliti mempelajari bahwa semua jaringan tumbuhan dan hewan tersusun atas sel-sel. Sel burung kolibri, manusia, dan paus berukuran kurang lebih sama. Spesies yang lebih besar memiliki lebih banyak sel, bukan sel yang lebih besar. Para peneliti pertama ini juga ■



TABEL 2-1



Prinsip Teori Sel



■ Sel adalah unit struktural dan fungsional terkecil yang mampu menjalankan proses-proses kehidupan.



■ Aktivitas fungsional tiap-tiap sel bergantung pada sifat struktural spesifik sel bersangkutan.



■ Sel adalah bahan organik penyusun semua organisme multiseluler. ■ Struktur dan fungsi organisme akhirnya bergantung pada karakteristik struktural dan kemampuan fungsional kolektif sel-sel penyusunnya.



■ Semua sel baru dan kehidupan baru berasal hanya dari sel yang sudah ada.



■ Karena kontinuitas kehidupan inilah, sel pada semua organisme pada hakikatnya memiiiki struktur dan fungsi serupa.



24   hapter 2



menemukan bahwa sel terisi cairan yang, mengingat kemampuan mikroskop saat itu, tampak berupa campuran homogen seperti sup yang diyakini sebagai "bahan kehidupan". Ketika pada tahun 1940an para ilmuwan pertama kali menggunakan mikroskop elektron untuk mengamati bahan organik, mereka mulai menyadari betapa beragamnya dan kompleksnya struktur internal sel. (Mikroskop elektron kurang lebih 100 kali lebih kuat daripada mikroskop cahaya). Kini, para ilmuwan bahkan memiliki mikroskop, teknik biokimia, teknologi biakan sel, dan rekayasa genetik yang lebih canggih, konsep bahwa sel berupa sebuah kantong mikroskopik berisi cairan tidak berbentuk telah digantikan oleh pemahaman bahwa sel adalah struktur kompleks berkompartemen yang sangat tergorganisasi. (Lihat fitur kotak penyerta: Konsep, Tantangan, dan Kontroversi untuk melihat sekilas sejarah pembiakan sel.)



Periksa Pemahaman Anda 2.1 1. Sebutkan prinsip-prinsip teori sel. 2. Bandingkan ukuran rata-rata sel dalam tubuh Anda dengan sel seekor tikus dan gajah.



Triliunan sel dalam tubuh manusia diklasifikasikan menjadi sekitar 200 jenis berdasarkan variasi spesifik pada strukturnya dan fungsinya. Namun, terlepas dari beragamnya spesialisasi struktural dan fungsional, sel yang berbeda-beda memiliki banyak kesamaan. Sebagian besar memiliki tiga bagian utama: membran plasma, yang membungkus sel; nukleus, yang mengandung materi genetik sel; dan sitoplasma, bagian interior sel yang tidak ditempati nukleus (Gambar 2-1). Di sini, akan disajikan uraian singkat tiap-tiap bagian sel terlebih dulu, baru kemudian berfokus terutama pada sitoplasma. Membran plasma dan nukleus dibahas lebih terperinci pada bab-bab berikutnya.



Membran plasma membungkus sel. Membran plasma adalah struktur membranosa tipis yang membungkus setiap sel, dan terutama tersusun atas molekul lipid (lemak) dan bertabur protein. Sawar ini memisahkan isi sel dari lingkungan sekitar; membran plasma menjaga cairan intrasel (CIS) agar tidak bercampur dengan cairan ekstrasel (CES) di luar sel. Membran plasma bukan sekedar sawar mekanis penahan isi sel; proteinnya secara selektif mengendalikan pergerakan molekul antara CIS dan CES. Membran plasma dapat diibaratkan dinding pembatas yang mengelilingi kota-kota kuno. Melalui struktur ini, sel mengontrol masuknya nutrien dan pasokan lain yang dibutuhkan serta keluarnya produk-produk yang dibuat di dalam sel, sembari menjaga kelancaran lalu Iintas keluar-masuk sel. Membran plasma dibahas secara lebih seksama di Bab 3.



• Konsep Tantangan, dan Kontroversi



B



Sel HeLa: Masalah dalam Industri yang "Sedang Tumbuh"



ANYAK KEMAJUAN MENDASAR DALAM FISIOLOGI SEL, genetika, riset kanker, dan terapi berasal dari pemanfaatan sel-sel yang ditumbuhkan atau dibiakkan (dikultur) di luar tubuh. Pada



pertengahan abad terakhir, telah banyak dilakukan upaya untuk membiakkan sel manusia dengan menggunakan jaringan yang diperoleh dari prosedur biopsi atau pembedahan. Upaya-upaya awal ini umumnya menemui kegagalan; sel-sel mati setelah beberapa hari atau minggu dalam kultur, sebagian besar tanpa sempat membelah. Kesulitan-kesulitan ini berlanjut hingga Februari 1951, ketika seorang peneliti di Universitas John Hopkins menerima sebuah sampel lesi kanker serviks dari seorang pasien bernama Henrietta Lacks. Sesuai kesepakatan, biakan sel tersebut dinamai HeLa dengan mengombinasikan dua huruf pertama nama depan dan nama belakang donor. Turunan sel ini tidak sekedar tumbuh, tetapi berkembang biak di bawah kondisi biakan dan merupakan salah satu turunan sel yang pertama kali berhasil dikembangbiakkan di luar tubuh. Sayangnya, sel-sel kanker yang bertambah banyak dengan kecepatan luar biasa pada kultur sel yang pertama kali berhasil ini juga terus menggandakan diri secara cepat di dalam tubuh Henrietta Lack, menyebabkan kematian ibu muda beranak lima ini pada usia 31 tahun, hanya 8 bulan setelah didiagnosis mengidap kanker. Para peneliti berhasrat memiliki sel-sel manusia yang siap sedia guna mempelajari efek obat, bahan kimia toksik, radiasi, dan virus pada jaringan manusia. Sebagai contoh, virus poliomielitis bereproduksi dengan baik di dalam sel HeLa, menghasilkan terobosan dalam pengembangan vaksin polio pertama. Seiring kemajuan teknik biakan sel, turunan sel manusia dapat diciptakan dari kanker lain dan jaringan normal, termasuk jaringan jantung, ginjal, dan hati. Pada awal tahun 1960-an, koleksi sentral turunan sel sudah ada di Washington D.C. dan biakan sel manusia menjadi salah satu perangkat penting dalam banyak bidang riset biologis. Namun, pada tahun 1966, ahli genetika Stanley Gartler mengumumkan temuan yang mengejutkan. Beliau menganalisis 18 turunan sel berbeda dan menemukan bahwa semuanya telah tercemar dan diambil alih oleh sel HeLa. Selama dua tahun berikutnya, para ilmuwan memastikan bahwa 24 dari 32 turunan sel di tempat penyimpanan pusat sebenarnya adalah sel HeLa. Para peneliti yang telah menghabiskan waktu bertahun-tahun meneiiti sel yang mereka anggap sebagai sel jantung atau ginjal menghadapi kenyataan bahwa mereka sesungguhnya sedang meneliti sel kanker serviks. Temuan Gartler menunjukkan bahwa ratusan ribu eksperimen yang pernah dilakukan di laboratorium di seluruh dunia tidak sahih. Belajar jadi pengalaman pahit ini, parailmuwan memulai kembali pembuatan turunan sel baru dengan aturan teknik baru yang lebih ketat untuk mencegah pencemaran oleh sel HeLa. Sayangnya, masalah belum berakhir. Pada tahun 1974, Walter Nelson-Rees mempublikasikan sebuah makalah yang



membuktikan bahwa 5 turunan sel yang banyak dipakai dalam riset kanker sebenarnya adalah sel HeLa. Pada tahun 1976, 11 turunan sel lain, yang masing-masing banyak digunakan dalam penelitian, juga terbukti merupakan sel HeLa; dan pada tahun 1981, Nelson-Rees membuat daftar 22 turunan sel lain yang telah terkontaminasi oleh sel HeLa. Secara keseluruhan, sepertiga dari semua turunan sel yang digunakan dalam riset kanker tampaknya benar-benar sel HeLa. Akibatnya berupa pemborosan dana dan sumber daya dalam jumlah besar. Pada tahun 2005, Roland-Nardone, yang frustrasi dengan masalah kontaminasi-silang, memulai perjuangan. Dia menulis makalah "panggilan aksi'' yang memperdebatkan dua perubahan besar: peningkatan upaya edukasi tentang cara mencegah kontaminasi dan pengadaan jurnal iimiah dan organisasi penyokong dana yang mengesahkan bahwa turunan sel yang digunakan dalam penelitian yang didanainya atau dipublikasikannya telah dicek keasliannya melalui sidik DNA turunan sel. Meskipun demikian, hingga sekarang, organisasi dan jurnal enggan untuk memaksakan regulasi berdasarkan pandangan bahwa solusi masalah ini berada di tangan para ilmuwan dan komunitas profesional itu sendiri. Sementara itu, turunan sel yang membingungkan terus bermunculan dan makalah penelitian yang tidak terhitung jumlahnya—banyak yang ditarik kembali atau diragukan. Invasi sel HeLa ke biakan sel lain menjadi bukti sifat agresif dan ganas sebagian sel kanker. Di laboratorium biakan sel, aturan-aturan tentang teknik steril diharapkan dapat menjamin bahwa pencemaran silang antar-biakan tidak terjadi. Bagaimanapun, peneliti tetaplah manusia dan mereka terkadang melakukan kesalahan. Sebagai contoh, mungkin satu botol medium biakan tercemar karena penanganan yang tidak benar atau salah melabeli sebuah turunan sel. Apapun kasusnya, sudah jelas bahwa pada tahap tertentu, satu atau lebih sel HeLa menyusup ke dalam biakan yang bukan asalnya. Sel HeLa membelah diri lebih cepat dari kebanyakan sel manusia lainnya, baik sebagai sel normal maupun sel kanker, sehingga menyerap nutrien lebih cepat dibanding jenis sel lain. Selain itu, sel-sel yang ditumbuhkan dalam biakan tidak langsung dapat dibedakan satu sama lain hanya dengan mengamati; basanya, diperlukan uji biokimiawi untuk identifikasi. Akibatnya, dalam beberapa siklus transfer, sebuah biakan yang berawal sebagai sel ginjal atau jenis sel manusia lainnya dapat diambilalih seluruhnya oleh sel HeLa yang tumbuh dengan cepat memadati turunan sel semula, seperti yang dilakukan oleh sel kanker di dalam tubuh. Henrietta Lacks telah lama meninggal akibat kanker serviks yang mengawali turunan sel HeLa, tetapi sel-sel poten ini terus hidup hingga sekarang. Penyebarannya ke seluruh biakan sel manusia menggaris bawahi sifat persisten kanker, penyakit yang ditandai dengan pertumbuhan tidak terkendali dan penggerusan sumber daya.



Nukleus mengandung DNA. Dua bagian utama interior sel adalah nukleus dan sitoplasma. Nukleus, yang normalnya merupakan komponen tunggal sel yang paling besar dan terorganisasi, dapat terlihat sebagai struktur bulat atau oval yang biasanya terletak dekat bagian tengah sel. Struktur ini dikelilingi membran lapis-ganda, selubung inti, yang memisahkan



nukleus dari bagian sel lainnya. Selubung inti ditembus oleh banyak pori inti yang memungkinkan lalu-lintas antara nukleus dan sitoplasma. Nukleus berisi materi genetik sel, asam deoksiribonukleat (deoxyribonucleic acid, DNA) yang memiliki dua fungsi penting: (1) mengarahkan sintesis protein dan (2) berperan sebagai cetak-biru genetik



25



Peroksisom



Mitokondria



Ribosom bebas



Vault



Pori inti Nukleus (inti sel) Retikulum endoplasma kasar Ribosom (menempel (pada retikulum rendopiasma kasar)



Pasangan sentnol dalam sentrosom



Retikulum endoplasma



Lisosom Retikulum endoplasma halus



Mikrotubulus yang memancar dari sentrosom



Mikrofilamen



Vesikel Membran plasma Kompleks Golgi Sitosol



Gambar 2-1 Diagram struktur sel yang terlihat dengan mikroskop elektron



selama replikasi sel. Asam deoksiribonukleat menyediakan kode atau "instruksi" untuk mengarahkan sintesis protein struktural atau enzimatik spesifik di dalam sel. Dengan menentukan jenis dan jumlah protein yang diproduksi, nukleus secara tidak langsung mengatur sebagian besar aktivitas sel dan berfungsi sebagai pusat kendali sel. Tiga jenis asam ribonukleat (ribonucleic acid, RNA) berperan dalam sintesis protein. Pertama, kode genetik DNA untuk protein tertentu ditranskripsi menjadi molekul RNA perantara (messenger RNA, mRNA) yang meninggalkan nukleus melalui pori inti. Di dalam sitoplasma, mRNA mengirimkan pesan bersandi ke ribosom, yang "membaca" sandi mRNA dan menerjemahkannya menjadi sekuens asam amino untuk protein terpilih yang sedang disintesis. RNA ribosomal (ribosomal RNA, rRNA), merupakan salah satu komponen penting ribosom. RNA transfer (transfer RNA, tRNA) yang memindahkan asam-asam amino yang sesuai di dalam sitoplasma ke tempat yang telah ditentukan dalam protein yang tengah dibuat. Selain menyediakan sandi untuk sintesis protein, DNA juga berfungsi sebagai cetak-biru genetik selama replikasi sel untuk memastikan bahwa sel menghasilkan sel lain yang sama    BAB 2



dengan dirinya sehingga tercipta turunan sel yang identik di dalam tubuh. Selain itu, pada sel reproduktif (ovum dan sperma), cetakbiru DNA mewariskan ciri genetik ke generasi berikutnya.



Sitoplasma adalah bagian interior sel yang tidak ditempati nukleus. Sitoplasma mengandung sejumlah struktur organel ("organ mini" sel) khusus dan sitoskeleton (kerangka protein yang berfungsi sebagai "tulang dan otot" sel ) yang tersebar di dalam sitosol (cairan kompleks mirip gel). Organel merupakan struktur individual yang sangat terorganisasi dan menjalankan fungsi khusus di dalam sel. Umumnya, hampir separuh volume sel total ditempati dua jenis organel-organel bermembran dan organel tak-bermembran. Setiap organel bermembran adalah kompartemen tersendiri di dalam sel yang terbungkus membran mirip membran plasma. Karena itu, isi sebuah organel bermembran terpisah dari sitosol sekelilingnya dan dari isi organel lain. Hampir semua sel manusia mengandung lima jenis utama organel bermembran retikulum endoplasma, kompleks Golgi, lisosom, peroksisom, dan mitokondria. Organel bermembran



boleh dibilang semacam "toko khusus" intraseluler. Masing-masing organel bermembran merupakan kompartemen internal terpisah yang mengandung satu set bahan kimia spesifik untuk melaksanakan fungsi seluler tertentu. Kompartementalisasi ini memungkinkan berlangsungnya berbagai aktivitas kimiawi yang tidak akan cocok satu sama lain untuk terjadi bersamaan di dalam sel. Sebagai contoh, enzim-enzim yang menghancurkan protein yang tidak dikehendaki di dalam sel melakukannya di dalam lapisan pelindung lisosom tanpa beresiko merusak protein sel yang dibutuhkan. Organel tak-bermembran tidak dibungkus membran sehingga berkontak langsung dengan sitosoI. Organel takbermembran meliputi ribosom, vault, dan sentriol. Sebagaimana organel bermembran, organel tak-bermembran adalah struktur terorganisasi yang menjalankan fungsi spesifik di dalam sel. Organel serupa pada semua sel, meskipun beberapa variasi terjadi bergantung pada kemampuan khusus tiap jenis sel. Layaknya setiap organ melaksanakan sebuah fungsi yang penting bagi kelangsungan hidup seluruh tubuh, masing-masing organel melakukan aktivitas khusus yang diperlukan untuk kelangsungan hidup sebuah sel. Sitoskeleton adalah sistem jalinan serat dan tubulus protein yang meluas ke semua bagian sitosol. Jalinan sitoskeleton yang kompleks ini memberi bentuk pada sel, menunjang organisasi internal sel, dan mengatur berbagai pergerakan sel. Bagian sitoplasma sisanya yang tidak ditempati organel dan sitoskeleton terdiri atas sitosol ("cairan sel"). Sitosol berupa massa semi-cair yang menyerupai gel. Banyak reaksi kimia yang satu sama lain sejalan berlangsung di sitosol. (Untuk klarifikasi, CIS mencakup semua cairan di dalam sel, termasuk yang ada di dalam sitosol, organel, dan nukleus.) Dalam bab ini, kita akan membahas masing-masing komponen sitoplasma secara lebih terperinci, pertama-tama berfokus pada organel bermembran.



Periksa Pemahaman Anda 2.2 1. Sebutkan fungsi DNA dan tiga jenis RNA. 2. Tuliskan definisi sitoplasma, organel, dan sitoskeleton.



Permukaan luar membran RE kasar bertaburkan partikel-partikel kecil yang memberi tampilan kasar atau granular. pada mikroskop cahaya. Partikel-partikel ini adalah ribosom, yaitu "meja kerja" tempat berlangsungnya sintesis protein. Kita akan mendiskusikan struktur dan fungsi ribosom secara lebih terperinci di bahasan berikutnya. Tidak semua ribosom di dalam sel melekat pada RE kasar. Ribosom yang tidak melekat atau ribosom "bebas" tersebar di seluruh sitosol. Retikulum endoplasma kasar, bersama ribosomnya, menyintesis dan membebaskan berbagai protein baru ke dalam lumen RE, ruang berisi cairan yang terbungkus membran RE. Protein-protein ini menjalankan satu dari dua fungsi berikut:(1)Sebagian protein ditujukan untuk dipindahkan ke luar sel sebagai produk sekretorik, misalnya hormon atau enzim, dan (2)protein lainnya digunakan untuk membangun membran sel baru (membran plasma atau membran organel) atau struktur sel lain, seperti lisosom. Membran plasma terutama terdiri atas protein dan lipid (lemak). Dinding membran RE juga mengandung enzim-enzim yang penting bagi sintesis lipid yang dibutuhkan untuk menghasilkan membran baru. Lipid yang baru disintesis ini masuk ke lumen RE bersama dengan protein. Tidak heran, RE kasar paling banyak terdapat di dalam sel yang dikhususkan untuk untuk sekresi protein (misalnya, sel yang menyekresikan enzim pencernaan) atau pada sel yang memerlukan sintesis membran yang masif (misalnya, sel yang tumbuh dengan cepat, seperti ovum imatur). Setelah dibebaskan ke dalam lumen RE, protein yang baru disintesis terlipat membentuk konformasi akhirnya; dapat pula termodifikasi dengan cara lain, seperti terpotong atau ditempeli karbohidrat. Setelah pengolahan ini, protein baru tidak dapat keluar dari membran RE dan, karena itu, menjadi terpisah secara permanen dari sitosol segera setelah disintesis. Berbeda dengan ribosom RE kasar, ribosom bebas menyintesis protein yang digunakan di dalam sitosol. Dengan cara ini, molekul yang baru terbentuk dan ditunjukan untuk dipindahkan ke luar sel, atau untuk sintesis membran atau komponen sel baru (yang disintesis oleh RE), secara fisik terpisah dari protein yang berada di dalam sitosol (yang dihasilkan oleh ribosom bebas). Bagaimana molekul yang baru disintesis di dalam lumen RE ini mencapai tujuannya jika tidak dapat menembus membran RE? Molekul tersebut dapat melakukannya karena kerja RE halus.



Retikulum endoplasma (RE) adalah sistem membran kompleks berisi cairan yang tersebar luas di seluruh sitosol. RE terutama berperan sebagai pabrik penghasil protein dan lipid. Dikenal dua jenis retikulum endoplasma, RE halus dan RE kasar. RE kasar terdiri atas tumpukan kantong saling berhubungan yang relatif gepeng, sedangkan RE halus berupa jalinan tubulus-tubulus halus (Gambar 2-2). Meskipun tampilan dan fungsi keduanya sangat berbeda, RE halus dan RE kasar berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, RE adalah organel berkelanjutan dengan banyak saluran yang saling terhubung. Jumlah relatif RE halus dan kasar bervariasi antar-sel, bergantung pada aktivitas sel bersangkutan.



Retikulum endoplasma halus tidak mengandung ribosom sehingga tampak "halus". Karena tidak mengandung ribosom, RE halus tidak terlibat dalam sintesis protein. RE halus memiliki fungsi lain yang berbeda-beda pada berbagai jenis sel. Pada sebagian besar sel, RE halus agak langka dan terutama berfungsi sebagai pusat pengemasan dan tempat pengeluaran bagi molekul-molekul yang diangkut dari RE. Protein dan lipid yang baru terbentuk bergerak di dalam lumen berkelanjutan dari RE kasar untuk berkumpul di RE halus. Selanjutnya, bagian-bagian RE halus    27



RE kasar



RE halus



Lumen RE halus



Lumen RE kasar



Ribosom



Tubulus © Don W. Fawcett/Visuals Unlimited for parts (a) and (b)



Kantong



Lumen RE kasar



Ribosom



(a) RE kasar



Lumen RE halus (b) RE halus



Gambar 2-2 Retikulum endoplasma (RE). (a) Diagram dan mikograf elektron RE kasar, yang terdiri atas tumpukan kantong relatif gepeng bertaburkan ribosom.



(b) Diagram dan mikrograf elektron RE halus, yang berbentuk jalinan tubulus-tubulus halus. RE kasar dan RE halus terhubung satu sama lain, membentuk sebuah organel berkelanjutan.



membentuk "tunas" (yaitu gelembung di permukaan yang kemudian terlepas), membentuk vesikel transpor yang membungkus molekulmolekul baru (Gambar 2-3). (Vesikel adalah wadah pengangkut intraseluler yang berisi cairan dan terbungkus membran). Vesikel transpor bergerak ke kompleks Golgi yang akan dijelaskan di bagian selanjutnya untuk pemrosesan lebih Ianjut terhadap angkutannya. Kontras dengan langkanya RE halus pada kebanyakan sel, beberapa jenis sel khusus malah mengandung banyak RE halus, yang memiliki peran tambahan sebagai berikut: Retikulum endoplasma halus banyak terdapat di sel yang di khususkan untuk metabolisme lipid misalnya, sel yang menyekresi hormon steroid turunan lipid. Dinding membran RE halus, seperti pada RE kasar, mengandung enzim-enzim penyintesis lipid. Jika sendirian, enzim penghasil lipid di dinding membran RE kasar tidak mampu menyintesis cukup tidak banyak lipid untuk







   BAB 2



mempertahankan kadar sekresi hormon steroid yang adekuat; karena itu, sel-sel ini memiliki kompartanaen RE halus yang luas untuk menampung lebih banyak enzim yang dibutuhkan untuk mengimbangi kebutuhan akan sekresi hormon tersebut ■ Di sel hati, RE halus mengandung enzim-enzim khusus untuk mendetoksifikasi bahan-bahan berbahaya yang dihasilkan melalui proses metabolisme di dalam tubuh atau bahan yang masuk ke tubuh dari luar, berupa obat atau senyawa asing lainnya. Enzim detoksifikasi ini mengubah bahan toksik sedemikian rupa sehingga dapat lebih mudah dieliminasi melalui urine. Jumlah RE halus yang tersedia di sel hati untuk detoksifikasi dapat sangat bervariasi, bergantung pada kebutuhan. Sebagai contoh, jika fenobarbital (salah satu obat sedatif) masuk ke tubuh dalam jumlah besar, jumlah RE halus di hati akan menjadi dua kali lebih banyak dalam beberapa hari dan kembali normal dalam lima hari setelah pemberian obat tersebut dihentikan.



Protein (untaian benvama)\ dirakit di ribosom yang menempel pada retikulum endoplasma atau ribosom bebas di sitoplasma.



Instruksi kepada protein pembangun untuk meninggalkan nukleus dan memasuki sitoplasma Nukleus



1 Retikulum endoplasma kasar menyintesis protein yang akan disekresikan keluar sel atau terintegrasi kedalam membran plasma atau komponen sel lainnya. 2 Retikulum endoplasma halus mengemas produk sekretorik ke dalam vesikel transpor, yang kemudian terlepas dan bergerak menuju kompleks Golgi. transpor menyatu dengan 3 Vesikel kompleks Golgi, membuka, dan mengosongkan isinya ke dalam kantong Golgi terdekat. 4 Protein yang baru disintesis bergerak dari RE melalui vesikel transpor menembus lapisan-lapisan kompleks Golgl, yang memodifikasi protein mentah menjadi bentuk akhirnya serta menyortir dan mengarahkan produk jadi ke tujuan akhir dengan memvariasikan pembungkusnya.



Ribosom 1 RE kasar



RE halus



5 Vesikel sekretorik yang mengandung produk protein jadi selanjutnya terlepas dari kompleks Golgi dan berada di sitosol, menyimpan produk sampai ada sinyal untuk mengosongkannya. 6 Pada rangsangan yang sesuai, vesikel sekretorik menyatu dengan membran plasma, membuka, dan mengosongkan isinya ke luar sel. Sekresi terjadi melalui eksositosis, dengan produk sekretorik tidak pernah berkontak dengan sitosol. 7 Lisosom juga terlepas dari kompleks Golgi.



2 Vesikel transpor 3 Kompleks Golgi Vesike sekretorik



4



5



7



6 Lisosom



Gambar 2-3



Sekresi (eksositosis)



Ikhtisar proses sekresi untuk protein-protein yang disintesis oleh retikulum endoplasma.



Sel otot memiliki RE halus termodifikasi yang kompleks, dikenal sebagai retikulum sarkoplasma, tempat penyimpan kalsium yang digunakan dalam proses kontraksi otot (lihat h. 280.







Periksa Pemahaman Anda 2.3 1.



Sebutkan perbedaan antara RE (retikulum endoplasma) kasar dan RE halus secara struktural maupun fungsional.



2.



Sebutkan tujuan protein-protein yang disintesis oleh retikulum endoplasma kasar.



Kompleks Golgi berkaitan erat dengan retikulum endoplasma. Setiap kompleks Golgi tersusun atas tumpukan kantong gepeng sedikit melengkung yang terbungkus membran (Gambar 2-4 dan foto pembuka bab). Kantongkantong di dalam tiap tumpukan Golgi tidak bersentuhan satu sama lain. Ingat bahwa kantong gepeng ini berbentuk tipis di tengah, tetapi melebar atau menggelembung pinggirannya. Jumlah kompleks Golgi bervariasi, bergantung pada jenis sel. Beberapa sel memiliki satu tumpukan Golgi saja, sementara sel-sel khusus untuk sekresi protein dapat memiliki ratusan tumpukan.



   29



1. Pengolahan bahan mentah menjadi produk jadi. Di dalam kompleks Golgi, protein "mentah" dari RE dimodifikasi menjadi bentuk akhir (sebagai contoh, dengan melekatkan karbohidrat ke protein tersebut). Jalur-jalur biokimiawi yang dilalui protein selama perjalanannya melalui kompleks Golgi diprogram secara akurat, kompleks, dan spesifik untuk setiap produk akhir. 2. Penyortiran dan pengarahan produk jadi menuju destinasi akhirnya. Kompleks Golgi bertanggung jawab menyortir dan memisahkan produk berdasarkan fungsinya dan destinasinya, seperti produk yang akan disekresikan ke luar sel atau yang akan digunakan untuk membentuk membran plasma baru.



Bagaimana kompleks Golgi menyortir dan mengarahkan produk jadi ke destinasi yang tepat? Produk jadi mengumpul di dalam pinggiran kantong-kantong kompleks Golgi yang melebar. Pinggiran kantong terluar kemudian terlepas membentuk vesikel terbungkus membran yang mengandung produk tertentu. Agar setiap jenis produk mencapai tempat berfungsinya masing-masing, setiap jenis vesikel membawa produk spesifik sebelum melepaskannya (seperti secarik surat yang ditaruh di dalam amplop). Vesikel-vesikel bermuatan spesifik yang destinasinya berbeda-beda terbungkus di dalam membran yang mengandung berbagai protein permukaan. Setiap jenis protein permukaan berfungsi sebagai penanda pelabuhan (docking marker) spesifik (seperti alamat di amplop surat). Setiap vesikel dapat "berlabuh" seperti kunci dan gembok serta "mengosongkan" muatan spesifiknya hanya di penerima penanda pelabuhan (dockingmarker acceptor) yang sesuai, yakni protein yang berada hanya di destinasi yang tepat di dalam sel (seumpama alamat rumah). Jadi, setiap produk Golgi dapat mencapai tempat berfungsinya masingmasing karena disortir dan dikirimkan layaknya amplop berisi surat yang dikirimkan ke alamat rumah yang sesuai saja. Sebagai contoh, mari kita lihat sel sekretorik. Sekresi merujuk pada proses pembebasan produk sel, dengan stimulasi yang sesuai, ke luar sel (lihat hlm. 6). Sel-sel sekretorik khusus meliputi sel endokrin, yang menyekresikan hormon protein, dan sel kelenjar pencernaan, yang menyekresikan enzim pencernaan. Di sel sekretorik, banyak vesikel sekretorik besar mengandung protein yang akan dibebaskan terlepas dari tumpukan Golgi. Vesikel



   BAB 2



Kompleks Golgi



Vesikel transpor Vesikel transpor dari RE, yang siap menyatu dengan membran Golgi



Kantong Golgi



Lumen golgi



Vesikel berisi produk jadi



Kompleks Golgi



Dr. Don Fawcett & R. Bollender/Visuals Unlimited



Sebagian besar molekul yang baru disintesis dan terlepas dari RE halus memasuki tumpukan Golgi. Saat vesikel transpor mencapai tumpukan Golgi, membran vesikel menyatu dengan membran tumpukan yang terdekat dengan pusat sel. Membran vesikel membuka dan terintegrasi dengan membran Golgi, lalu isi vesikel dibebaskan ke dalam kantong Golgi (lihat Gambar 2-3). Bahan mentah yang baru disintesis dari RE ini bergerak dengan perantaraan vesikel yang melintasi lapisan-lapisan tumpukan Golgi, dari kantong terdalam yang terdekat dengan RE hingga kantong terluar di dekat membran plasma. Selama transit ini, berlangsung dua fungsi penting yang saling berkaitan:



Gambar 2-4 Kompleks Golgi. Diagram dan mikrograf elektron sebuah kompleks Golgi, yang tersusun atas setumpuk kantong terbungkus membran yang berbentuk agak merengkung, Vesikel di pinggiran kantong yang melebar mengandung produk protein jadi yang telah dikemas untuk didistribusikan ke destinasi akhirnya.



sekretorik, yang berukuran kurang lebih 200 kali lebih besar daripada vesikel transpor, menyimpan protein sekretorik hingga sel dirangsang oleh sinyal spesifik, yang mengindikasikan bahwa produk sekretorik bersangkutan perlu segera dibebaskan. Dengan rangsangan yang sesuai, vesikel bergerak ke bagian perifer sel, menyatu dengan membran plasma, membuka, dan mengosongkan isinya ke luar sel (Gambar 2-3 dan 2-5a). Mekanisme ini pembebasan bahanbahan yang berasal dari dalam sel ke luar sel merujuk pada eksositosis (ekso berarti "keluar dari"; sito berarti "sel"). Eksositosis merupakan mekanisme utama untuk merampungkan sekresi. Vesikel sekretorik hanya menyatu dengan membran plasma (tidak dengan membran internal apapun yang membungkus organel) sehingga produk sekretorik tidak terbuang percuma atau bahkan mencegah terbebaskannya produk sekretorik berbahaya ke dalam organel.



Kini kita akan melihat dengan lebih terperinci bagaimana vesikel sekretorik mengambil produk spesifik di tumpukan Golgi untuk dibebaskan ke dalam CES dan mengapa vesikel ini hanya mampu menambatkan diri ke membran plasma (Gambar 2-6): ■ Protein baru bentuk jadi yang diarahkan untuk sekresi mengandung sekuens unik asam amino di salah satu ujungnya, yang dikenal sebagai sinyal penyortiran (sorting signal), sementara permukaan dalam membran Golgi mengandung penanda pengenalan (recognition markers), yaitu protein yang mengenali dan menarik sinyal penyortiran spesifik. Dikenalinya sinyal penyortiran protein yang tepat oleh penanda membran komplementer menjamin bahwa vesikel sekretorik menangkap dan mengemas muatan yang benar.



CES Membran plasma



Vesikel sekretorik Sitosol (a) Eksositosis: Vesikel sekretorik menyatu dengan membran plasma, membebaskan isi vesikel ke luar sel. Membran vesikel menjadi bagian membran plasma.



Protein selubung yang disebut coatomer dari sitosol berikatan dengan protein spesifik lain yang menghadap permukaan luar membran. Pengikatan protein-protein selubung ini menyebabkan membran permukaan kantong Golgi melengkung dan membentuk tunas berbentuk kubah di sekeliling muatan yang tertangkap. Akhirnya, membran permukaan menutup dan vesikel terlepas.







Setelah terlepas, vesikel meluruhkan protein-protein selubungnya dan memperlihatkan penanda penambatan (docking markers), dikenal sebagai v-SNARE, yang menghadap permukaan luar membran vesikel.







Penanda penambatan, v-SNARE, hanya dapat berikatan (seperti kunci dan gembok) dengan akseptor penanda penambatannya, disebut t-SNARE, di membran sasaran. Pada kasus vesikel sekretorik, membran sasarannya adalah membran plasma, tempat terpilih untuk berlangsungnya sekresi. Karena itu, v-SNARE vesikel sekretorik hanya menyatu dengan t-SNARE membran plasma. Begitu vesikel tertambat di membran yang sesuai melalui pencocokan SNARE, kedua membran akan menyatu seluruhnya; selanjutnya, vesikel membuka dan mengosongkan isinya di tempat sasaran.







Perhatikan bahwa isi vesikel sekretorik tidak pernah berkontak dengan sitosol. Sejak produk ini pertama kali disintesis di RE hingga dibebaskan dari sel melalui eksositosis, produk tersebut selalu terbungkus membran sehingga terisolasi dari bagian sel lainnya. Dengan membuat protein sekretorik spesifik secara dini dan menyimpan produk ini dalam vesikel sekretorik, sebuah sel sekretorik memiliki simpanan yang siap dibebaskan dalam jumlah besar sesuai kebutuhan. Jika sel sekretorik harus menyintesis semua produknya di tempat ketika diperlukan untuk ekspor, kemampuan sel untuk memenuhi berbagai tingkat kebutuhan menjadi terbatas. Vesikel sekretorik hanya dibentuk oleh sel sekretorik. Namun, kompleks Golgi vesikel ini dan sel jenis lain juga menyortir dan mengemas produk yang baru disintesis untuk destinasi yang berbeda-beda di dalam sel. Pada setiap kasus, vesikel tertentu menangkap jenis muatan tertentu dari sekian banyak protein di lumen Golgi, kemudian mengarahkan tiap wadah pengangkut ke destinasi masing-masing.



Periksa Pemahaman Anda 2.4 1.



Terangkan struktur dan fungsi kompleks Golgi.



2.



Jelaskan bagaimana vesikel sekretorik dapat tertambat hanya dengan membran plasma untuk membebaskan isinya ke luar sel.



Vesikel endositik (b) Endositosis: Bahan dari luar sel diselubungi oleh segmen membran plasma yang membentuk kantong ke arah dalam dan teriepas sebagai vesikel endositik Gambar 2-5 Eksositosis dan endositosis



Lisosom merupakan organel kecil degradatif terbungkus membran yang menguraikan molekul organik (lys berarti ''penguraian"; some berarti "badan"). Tidak seperti ciri semua organel lain, yang strukturnya seragam, ukuran dan bentuk lisosom beragam bergantung pada isi yang dicerna. Paling lazim, lisosom berupa badan bulat atau oval yang kecil (garis tengah 0,2 hingga 0,5 µm) (Gambar 2-7). Rata-rata, sebuah sel mengandung sekitar 300 lisosom.



Lisosom terbentuk dari penonjolan kompleks Golgi. Sebuah lisosom mengandung sekitar 40 macam enzim hidrolitik kuat yang disintesis di RE, lalu diangkut ke kompleks Golgi untuk dikemas di dalam lisosom yang menonjol tersebut (lihat Gambar 2-3). Enzim ini mengatalisis hidrolisis, reaksi yang menguraikan molekul organik melalui penambahan air (H20) di tempat ikatan (hidrolisis berarti "memisahkan dengan air"; lihat h. A-13). Di dalam lisosom, molekul organik berupa debris sel dan benda asing, seperti bakteri, yang terbawa masuk ke sel. Enzim lisosomal mirip dengan enzim hidrolitik yang disekresikan sistem pencernaan untuk mencerna makanan. Karena itu, lisosom berperan sebagai "sistem pencernaan" intraseluler.



   31



Membran Golgi terluar



kantong



Membran Plasma



Sitosol



CES Dr. Birgit Satir, Albert Einstein College of Medicine



Lumen Golgi



1 Pembentukan vesikel sekretorik



2 Penonjolan dari Golgi



KUNCI Penanda pengenalan — Akseptor protein selubung —v-SNARE (penanda penambatan) Sinyal penyortiran Protein muatan Koatomer (protein selubung yang menyebabkan membran melengkung) t-SNARE (akseplor penanda penambatan)



3 Pelepasan selubung



4 v-SNARE berikatan hanya dengan akseptor penanda penambatan t-SNARE di membran plasma sasaran, menjamin bahwa vesikel sekretorik mengosongkan isinya ke luar seI.



mengilustrasikan



pembentukan



dan



penonjolan



vesikel sekretorik, dengan bantuan proteinselubung, dan penambatannya pada membran plasma oleh vSNARE dan t-SNARE. Mikrograf elektron transmisi



Bahan ekstraseluler yang diserang enzim lisosomal dibawa ke dalam sel melalui proses fagositosis, salah satu jenis endositosis. Endositosis, kebalikan dari eksositosis, merujuk pada proses memasukkan bahan ekstraseluler ke dalam sel (endo artinya "di dalam") (lihat Gambar 2-5b). Endositosis dapat berlangsung dalam tiga cara pinositosis, endositosis diperantarai-reseptor dan fagositosis bergantung pada kandungan bahan yang dimasukkan (Gambar 2-8).



© Don W. Fawcett/Photo Researchers, Inc.



Enzim oksidatif



Gambar 2-7 Lisosom dan peroksisom. Diagram dan mikrograf elektron lisosom, yang mengandung enzim hidrolitik, dan peroksisom, yang mengandung



   BAB 2



pelepasan vesikel sekretorik. Rangkaian diagram



memperlihatkan sekresi melalui eksositosis.



Lisosom



enzim oksidatif.



5 Eksositosis



1 Penanda pengenalan di membran kantong Golgi terluar menangkap muatan yang sesuai dari lumen Golgi dengan jalan berikatan hanya dengan sinyal penyortir molekul protein yang akan disekresikan. Membran yang akan membungkus vesikel diselubungi oleh koatomer, yang menyebabkan membran melengkung, membentuk kuncup. 2 Membran menulup di bawah tonjoan, melepaskan vesikel vesikel sekrelorik. 3 Vesikel kehilangan selubungnya, memperlihatkan Gambar 2-6 Pengemasan, penambatan, dan penanda penambatan v-SNARE di permukaan vesikel.



Peroksisom



Enzim hidrolitik



4 Penambatan di membran plasma



PINOSITOSIS Pada pinositosis ("sel minum"), tetesan CES diserap secara non-selektif. Pertama, membran plasma melengkung ke dalam, membentuk kantong berisi sedikit CES (Gambar 2-8a). Membran plasma kemudian menyegel permukaan kantong, memerangkap isinya dalam sebuah vesikel endositik kecil intraseluler, atau endosom. Dinamin, protein yang bertanggung jawab atas pelepasan vesikel endositotik, membentuk cincin yang melingkari dan "memuntir leher" kantong, melepaskan vesikel dari membran permukaan. Selain membawa CES ke dalam sel, pinositosis merupakan cara untuk mengambil kembali membran plasma ekstra yang ditambahkan ke permukaan sel sewaktu eksositosis. ENDOSITOSIS DIPERANTARAI RESEPTOR Tidak seperti



pinositosis, yang melibatkan penyerapan non-selektif cairan sekitar, endositosis diperantarai-reseptor merupakan proses sangat selektif yang memungkinkan sel memasukkan molekul



Molekul air



Vesikel endositik



Molekul solut



Membran plasma



Membran plasma 1 Molekul solut dan molekul air berada di luar membran plasma. (a) Pinositosis



Sitosol



2 Membran melengkung ke dalam membentuk kantong, membungkus molekul solut dan molekul air



3 Kantong terlepas sebagai vesikel endositik berisi sampel CES.



Molekul target



Celah berselubung Selubang klatrin



Reseptor



1 Bahan melekat ke reseptor membran



Kantong endositik yang baru mulai terbentuk



Molekul terikat ke reseptor permukaan



CES



Klatrin



Membran plasma



© Don W. Fawcett/Photo Researchers, Inc.



Kantong endositik yang sudah terbentuk



CES



M. M. Perry and A. M. Gilbert



Sitosol



2 Membran melengkung ke dalam membentuk kantong.



(b) Endositosis yang diperantarai reseptor



3 Kantong terlepas sebagai vesikel endositik berisi molekul target.



Membran plasma



Lisosom



Pseudopodia 1 Pseudopodia mulai mengelilingi mangsa.



2 Pseudipodia menyelimuti mangsa.



Vesikel endositik 3 Mangsa terbungkus dalam di dalam vesikel endositik yang terbenam di dalam sitoplasma



4 Lisosom menyatu dengan vesikel, membebaskan enzim yang menyerang bahan di dalam vesikel.



Prof. Marcel Bessis/Science Source/ Photo Researchers, Inc.



Sel darah merah Sel darah yang sudah rusak putih



Mangsa



(c) Fagisitosis Gambar 2-8 Bentuk-bentuk endosftosis. (a) Diagram dan mikrograf elektron pinositosis. Membran permukaan melengkung ke dalam membentuk kantong, kemudian menyegel permukaan tersebut sehingga terbentuk vesikel endositik intraseluler yang secara non-selektif menarik sedikit CES. (b) Diagram dan mikrograf elektron endositosis yang diperantarai reseptor. Ketika sebuah molekul besar, seperti protein, menempel pada reseptor permukaan spesifik, membran melengkung ke dalam membentuk kantong dengan bantuan protein selubung, menciptakan celah berselubung, lalu terlepas untuk secara selektif menginternalisasi molekul dalam vesikel endositik. (c) Diagam dan pemindaian mikrograf elektron serangkaian fagositosis. Sel darah putih memakan partikel multimolekuler, seperti bakteri atau sel darah merah tua, dengan menjulurkan pseudopodia yang membungkus dan menyegel bahan sasaran. Lisosom menyatu dengan isi vesikel dan menguraikannya.



   33



besar spesifik yang dibutuhkan dari lingkungannya. Endositosis diperantarai-reseptor dipicu oleh pengikatan molekul target spesifik, seperti protein, ke reseptor membran permukaan yang spesifik bagi molekul tersebut (Gambar 2-8b). Pengikatan ini menyebabkan membran plasma di tempat tersebut melengkung ke dalam, kemudian menyegel permukaannya, memerangkap molekul yang terikat tadi di dalam sel. Kantong terbentuk dari ikatan molekul klatrin, protein selubung pengubah bentuk membran di permukaan dalam membran plasma. Klatrin adalah protein selubung yang berbeda dari yang digunakan untuk eksositosis. Kantong yang terbentuk dikenal sebagai celah berselubung (coated pit) karena diselubungi klatrin. Kompleks kolesterol, vitamin B12 , hormon insulin, dan besi adalah contoh-contoh bahan yang secara selektif diserap kedalam sel melalui endositosis diperantaireseptor Sayangnya, beberapa virus masih dapat menyelinap Sebagai contoh, virus flu dan HIV, virus penyebab AIDS (lihat hlm. 459), memperoleh akses ke dalam sel melalui endositosis diperantarai-reseptor. Virus tersebut melakukannya dengan berikatan ke reseptor membran yang normalnya dirancang untuk memicu penyerapan molekul yang dibutuhkan. FAGOSITOSIS Pada fagositosis ("sel makan"), partikel multimolekul besar dimasukkan ke sel. Sebagian besar sel tubuh melangsungkan pinositosis, banyak yang menjalankan endositosis diperantaraireseptor, tetapi hanya beberapa sel khusus yang mampu melakukan fagositosis, yang paling terkenal adalah jenis-jenis tertentu sel darah putih yang berperan penting dalam mekanisme pertahanan tubuh. Ketika sebuah sel darah putih bertemu dengan partikel besar, seperti bakteri atau debris jaringan, sel tersebut menjulurkan permukaannya; juluran tersebut dikenal sebagai pseudopodia ("kaki semu") yang mengelilingi atau menelan partikel dan memerangkapnya di sebuah vesikel yang terbentuk di dalam sel (>Gambar 2-8c). Selanjutnya, lisosom menyatu dengan membran vesikel fagositik dan membebaskan enzim-enzim hidrolitiknya ke dalam vesikel tersebut, tempat enzim-enzim tersebut dengan aman menyerang bakteri atau bahan lain yang terperangkap tanpa merusak bagian sel lainnya. Enzim-enzim itu umumnya menguraikan bahan yang ditelan menjadi komponen mentah, seperti asam amino, glukosa, dan asam lemak, yang dapat dimanfaatkan oleh sel.



Lisosom menyingkirkan organel yang rusak. Lisosom juga dapat menyatu dengan organel yang sudah usang atau rusak untuk menyingkirkan bagian sel yang sudah tidak berguna tersebut. Proses pencernaan-diri selektif ini, dikenal sebagai autofagi (auto berarti "sendiri"; fag berarti "makan") memungkinkan pembaruan perangkat sel. Pada sebagian besar sel, semua organel dapat diperbarui. Sebagian orang tidak mampu membentuk satu atau lebih enzim lisosomal. Akibatnya adalah akumulasi masif senyawa yang normalnya dicerna oleh enzim yang tidak ada tersebut. Manifestasi klinis sering menyertai gangguan jenis ini karena lisosom yang membengkak mengganggu aktivitas normal sel. Lebih dari lima puluh penyakit yang disebut sebagai penyakit simpanan lisosomal telah teridentifikasi, dan semuanya berbeda. Sifat dan keparahan gejala bergantung pada jenis bahan yang tertimbun, yang selanjutnya bergantung pada enzim lisosomal apa yang hilang. Salah satu contohnya ialah penyakit Tay-Sachs, yang ditandai dengan akumulasi abnormal molekul kompleks yang ditemukan di sel saraf. Seiring dengan berlanjutnya penimbunan, timbul gejala degenerasi sistem saraf yang progresif. 34   BAB 2



Periksa Pemahaman Anda 2.5 1. Sebutkan fungsi enzim hidrolitik. 2. Gambarkan tiga jenis endositosis



Peroksisom mirip dengan lisosom, yakni berupa kantong terbungkus membran yang mengandung enzim. Bedanya, lisosom mengandung enzim hidrolitik, sedangkan peroksisom berisi beberapa enzim oksidatifkuat dan mengandung sebagian besar katalase sel. Enzim oksidatif, seperti namanya, menggunakan oksigen (O2) untuk melepaskan hidrogen dari molekul organik tertentu. Reaksi ini membantu tubuh mendetoksifikasi berbagai sampah yang dihasilkan di dalam sel atau senyawa asing toksik yang masuk ke sel, misalnya alkohol dalam minuman keras. Produk utama yang dihasilkan di peroksisom, hidrogen peroksida (H2O2), dibentuk oleh oksigen molekular dan atom hidrogen yang dilepaskan dari molekul toksik. Hidrogen peroksida berpotensi merusak jika dibiarkan menumpuk atau lolos dari kurungan peroksisom. Namun, peroksisom juga mengandung banyak katalase, enzim yang menguraikan H2O2 poten menjadi H2O dan O2 yang tidak berbahaya. Reaksi yang terakhir ini merupakan mekanisme pengamanan penting yang menghancurkan peroksida yang berpotensi fatal di tempat produksinya sehingga tidak lolos ke dalam sitosol. Periksa Pemahaman Anda 2.6 1. Jelaskan fungsi enzim oksidatif di peroksisom. 2. Sebutkan produk utama yang dihasilkan di peroksisom.



Mitokondria adalah organel energi atau "pembangkit tenaga” sel; organel ini mengekstraksi energi dari nutrien dalam makanan dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan oleh sel untuk beraktivitas. Mitokondria menghasilkan sekitar 90% energi yang sel dan, konsekuensi nya, seluruh tubuh permukaan untuk



bertahan hidup dan menjalankan fungsi. Sebuah sel dapat mengandung beberapa ratus hingga beberapa ribu mitokondria, bergantung pada kebutuhan energi masing-masing jenis sel.



Mitokondria merupakan struktur berbentuk batang atau oval seukuran bakteri. Pada kenyataannya, mitakondria adalah turunan bakteri yang menginvasi atau ditelan oleh sel primitif pada awal sejarah evolusi dan kemudian menjadi organel permanen. Karena asal usulnya berlainan, mitokondria memiliki DNA sendiri, berbeda dari DNA yang terdapat di inti sel. Bedanya adalah DNA mitokondria mengandung kode genetik guna menghasilkan banyak molekul yang dibutuhkan mitokondria untuk menghasilkan energi.



Mitokondria



Ruang antarmembran Krista



Sepanjang usia seseorang, terjadi akumulasi penyimpangan pada DNA mitokondria secara bertahap; penyimpangan ini terungkap berperan dalam proses



Membran mitokondria dalam



Matriks



Membran mitokondria luar



© Bill Longcore/Photo Researchers, Inc.



Setiap mitokondria dibungkus oleh membran rangkapmembran luar datar yang menyelubungi mitokondria itu sendiri dan membran dalam yang membentuk serangkaian lipatan atau lekukan yang disebut krista, yang mencuat ke rongga dalam yang terisi larutan mirip gel yang dikenal sebagai matriks (Gambar 2-9a dan foto pembuka bab). Kedua membran dipisahkan oleh ruang antarmembran yang sempit. Krista mengandung protein yang akhirnya menggunakan O2 untuk mengubah banyak energi dalam makanan menjadi bentuk yang dapat digunakan. Lipatan membran dalam, yang berjumlah banyak, sangat menambah luas permukaan yang tersedia untuk menyimpan protein-protein penting ini. Matriks terdiri atas campuran pekat ratusan enzim terlarut berbeda-beda yang mempersiapkan molekul nutrien untuk ekstraksi akhir energi yang berguna oleh protein-protein krista.



Protein sistem transpor elektron



Krista



(a) Mitokondria



(b) retikulum mitokondria



Gambar 2-9 Mitokondria. (a) Diagram dan mikrograf elektron sebuah mitokondria. Perhatikan bahwa membran luar berpermukaan datar, sementara membran dalam membentuk lipatan-lipatan yang dikenal sebagai krista yang



Pada otot rangka dan banyak jenis sel lainnya, mitokondria jarang terdapat sendirian, tetapi saling terkait dalam sebuah jalinan, retikulum mitokondria (Gambar 2-9b). Sistem terorganisasi ini secara efisien mendistribusikan bahan-bahan yang penting untuk menghasilkan energi contohnya, O2 dan produk akhir makanan, seperti asam lemak dari permukaan sel hingga ke dalam



meluas ke dalam matriks. Ruang antarmembran memisahkan membran dalam dan luar. Protein transpor elektron yang tertanam di dalam krista pada akhirnya bertanggung jawab untuk mengubah banyak energi dari makanan menjadi bentuk yang dapat digunakan. (b) Mikrograf fluoresen retikulum mitokondria pada sebuah sel otot, dengan mitokrondria saja yang diberi warna (merah). Lingkaran tidak berwarna di bagian tengah sel adalah nukleus.



   35



Courtesy of Xiying Fan



penuaan dan sejumlah penyakit. Penyakit mitokondria diperkirakan menjangkiti 1 dari 4000 orang. Manifestasi klinis penyakit ini sangat beragam, bergantung pada lokasi dan derajat mutasi DNA mitokondria. Penyakit yang menonjol di antara penyakit-penyakit mitokondria adalah penyakit debilitatif pada usia lanjut, seperti beberapa bentuk penyakit otot dan penyakit sistem saraf degeneratif kronis, salah satu contohnya CharcotMarieTooth tipe 2a. Gejala umum pada penyakit mitokondria antara lain adalah kelelahan kronis, nyeri dan kelemahan otot, inkoordinasi, kejang, kebutaan, dan ketulian. Kondisi tersebut memburuk seiring dengan bertambahnya usia, dan terapi yang tersedia hanya ditujukan untuk meredakan gejala, seperti penggunaan analgesik.



Glikolisis



Kitosol



sel. O2 dan asam lemak, yang sulit larut dalam air, menjadi lebih mudah larut sehingga dapat bergerak lebih cepat melalui membran berminyak yang mengelilingi jalinan mitokondria ketimbang melintasi sitosol yang berair Retikulum mitokondria bersifat dinamis, terus mengalami perubahan seiring adanya mitokondria yang bergabung ke, atau memisahkan diri dari, jalinan, bergantung pada kebutuhan energi sel. Contohnya, jalinan mitokondria meluas sebagai respons atas aktivitas kontraktil (latihan) pada otot rangka.



Glukosa dan molekul bahan bakar lain



2



ATP



2



ATP



Piruvat



Piruvat ke gugus asetil



Siklus asam sitrat



Elektron diangkut oleh NADH dan FADH Membran dalam mitokondria



Sumber energi bagi tubuh adalah energi kimia yang tersimpan di ikatan karbon dalam makanan yang ditelan. Namun, sel-sel tubuh tidak memiliki perangkat untuk menggunakan energi ini secara langsung. Sel harus mengekstraksi energi dari nutrien makanan dan mengubahnya menjadi bentuk yang dapat digunakan yaitu ikatan fosfat berenergi tinggi adenosin trifosfat (ATP) yang terdiri atas adenosin dengan tiga gugus fosfat melekat padanya (tri artinya "tiga") (Iihat h. A-16). Ketika ikatan berenergi tinggi (seperti ikatan fosfat terminal dengan adenosin) terputus, sejumlah besar energi dibebaskan. Adenosin trifosfat merupakan pembawa energi universal-"mata uang" energi umum di tubuh. Sel dapat "menjual" ATP untuk membayar "harga" energi untuk menjalankan perangkat sel. Untuk segera memperoleh energi yang berguna, sel memutus ikatan fosfat terminal pada ATP, yang menghasilkan adenosin difosfat (ADP) — adenosin dengan dua gugus fosfat melekat padanya (di artinya "dua")—ditambah fosfat inorganik (Pi) dan energi:



Matriks miktokondria



Asetil-Co2



Fosforilasi oksidatif (sistem transpor elektron dan kemiosmosis)



28



ATP



Gambar 2-10 Tahap-tahap respirasi selular. Tiga tahap respirasi selular adalah (1) glikolisis, (2) siklus asam sitrat, dan (3) fosforilasi oksidatif.



pemutusan



ATP → ADP + Pi + energi untuk digunakan oleh sel Dalam skema energi ini, makanan dapat dianggap sebagai "bahan bakar mentah" dan ATP sebagai "bahan bakar olahan" untuk menjalankan perangkat tubuh. Makanan dicerna atau diurai oleh sistem pencernaan menjadi unit-unit lebih kecil yang dapat diserap sehingga dapat dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah (lihat Bab 16). Sebagai contoh, karbohidrat dari makanan diuraikan terutama menjadi glukosa, yang diserap ke dalam darah. Tidak ada energi berguna yang dibebaskan selama pencernaan makanan. Ketika disalurkan ke sel oleh darah, molekul nutrien diangkut melintasi membran plasma ke dalam sitosol (Perincian bagaimana bahan-bahan melintasi membran tersaji di Bab 3). Sekarang kita akan mengalihkan perhatian pada tahap-tahap yang terlibat dalam pembentukan ATP di dalam sel dan peran mitokondria dalam tahap-tahap tersebut. Respirasi selular secara kolektif merujuk pada reaksi intraselular tempat molekul kaya energi dipecah untuk membentuk ATP, menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 selama prosesnya. Pada sebagian besar sel ATP dihasilkan dari penguraian berurutan molekul nutrien yang terserap dalam tiga tahap: glikolisis di sitosol, siklus asam sitrat di matriks mitokondria, dan fosforilasi oksidatif di membran dalam mitokondria (Gambar 2-10). (Sel otot menggunakan jalur sitosol tambahan untuk menghasilkan energi dengan cepat pada permulaan olahraga; lihat hlm. 297.) Kita memakai glukosa sebagai contoh untuk menjelaskan tahap-tahap ini.    BAB 2



GLIKOLISIS Di antara ribuan enzim di sitosol, terdapat 10 enzim yang bertanggung jawab atas glikolisis, proses kimia yang melibatkan 10 reaksi berangkai yang menguraikan molekul gula enam-karbon, glukosa, menjadi dua molekul piruvat, masing-masing dengan tiga karbon (glyc-berarti "manis"; lysis berarti "penguraian") (Gambar 2-16). Selama proses ini, dua atom hidrogen dibebaskan dan dipindahkan ke dua molekul NADH untuk digunakan lebih lanjut, (Sebentar kita akan mempelajari NADH lebih dalam.) Sebagian energi dari ikatan kimia glukosa yang terputus langsung digunakan untuk mengubah ADP menjadi ATP. Namun, glikolisis tidaklah efisien dalam konteks ekstraksi energi: Hasil akhir hanya dua molekul ATP per molekul glukosa yang diproses. Banyak energi yang semula terkandung dalam molekul glukosa masih tersimpan di ikatan-ikatan kimia molekul piruvat. Produksi energi yang rendah pada glikolisis tidak memadai untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan ATP. Di sinilah mitokondria berperan. SIKLUS ASAM SITRAT Piruvat yang dihasilkan melalui glikolisis di sitosol secara selektif diangkut ke dalam matriks mitakondria. Di sini, salah satu atom karbonnya dibebaskan dalam bentuk CO2 yang kemudian dikeluarkan dari tubuh sebagai produk akhir, atau sampah (Gambar 2-12). Selain itu, satu atom hidrogen lain dibebaskan dan dipindahkan ke NADH yang lain. Molekul dua karbon yang tersisa setelah



Glikolisis Sitosol



ATP



Satu molekul glukosa 6-karbon



Piruvat ke gugus asetil



2 NAD+



bon yang dibebaskan ini berasal dari molekul yang terlibat dalam reaksi, bukan oksigen molekular bebas dari pernapasan.



3. Atom hidrogen juga "dicampakkan" selama siklus pada empat tahap konversi Siklus 2 ADP + 2 P kimia. Tujuan utama siklus asam sitrat i ATP asam adalah menghasilkan hidrogen-hidrogen ini 2 ATP sitrat untuk masuk ke sistem transpor elektron di membran dalam mitokondria. HidrogenDua molekul Fosforilasi hidrogen tersebut dipindahkan ke dua ATP piruvat 3-karbon oksidatif molekul pengangkut hidrogen berbeda nikotinamida adenin dinukleotida +), turunan niasin (salah satu vitamin (NAD Gambar 2-11 Glikolisis di sitosol. Glikolisis mengurai glukosa (enam karbon) menjadi dua molekul piruvat (masingB), dan flavin adenin dinuldeotida (FAD), masing tiga karbon), dengan hasil akhir 2 ATP dan 2 NADH (siap untuk ekstraksi energi lebih lanjut oleh sistem turunan riboflavin (salah satu vitamin B). transpor elektron). Pemindahan hidrogen mengubah masingmasing senyawa tersebut menjadi NADH dan FADH2. Untuk setiap proses penguraian sebuah gugus asetil berikatan dengan koenzim putaran siklus asam sitrat, dihasilkan tiga NADH dan satu FADH2. A (CoA), turunan asam pantotenat (salah satu vitamin B), menghasilkan senyawa asetil koenzim A (asetil CoA). Sepuluh langkah terpisah



Asetil-CoA kemudian masuk ke siklus asam sitrat, sebuah siklus delapan reaksi biokimia yang dikatalisis oleh enzim-enzim matriks mitokondria. Sildus reaksi ini dapat dibandingkan dengan satu putaran bianglala, kecuali bahwa molekulnya sendiri tidak secara fisik berputar dalam sebuah siklus. Di puncak bianglala, asetil-CoA—molekul dua karbon memasuki tempat duduk yang sudah ditempati oleh oksaloasetat yang memiliki empat karbon. Kedua molekul ini berikatan untuk membentuk molekul asam sitrat enam-karbon (pada pH intraselular, asam sitrat terdapat dalam bentuk ion, sitrat), dan perjalanan mengelilingi siklus asam sitrat pun dimulai. (Siklus ini dikenal juga dengan siklus Krebs, sebagai penghargaan terhadap penemu utamanya, atau siklus asam trikarbok silat, karena sitrat mengandung tiga gugus asam karboksilat.) Pada masing-masing tahap dalam siklus ini, enzimenzim matriks mernodifikasi molekul penumpangnya untuk membentuk molekul yang sedikit berbeda (diperlihatkan pada (Gambar 2-12). Perubahan molekular ini memiliki konsekuensi penting sebagai berikut. 1. Dua karbon "ditendang keluar dari perjalanan"—dikeluarkan satu per satu dari sitrat enam-karbon, mengubahnya kembali menjadi oksaloasetat empat-karbon yang kini berada di puncak siklus guna menjemput asetil-CoA lain untuk putaran siklus berikutnya. Koenzim A juga didaur ulang; pada akhir siklus, CoA dilepaskan, memungkinkannya untuk berikatan dengan gugus asetil baru untuk membentuk asetil-CoA lain. 2. Atom karbon yang dibebaskan, yang semula terdapat dalam senyawa asetil-CoA yang memasuki siklus, diubah menjadi dua molekul CO2. Ingat bahwa dua atom karbon memasuki siklus dalam bentuk asetil-CoA dan dua atom karbon meninggalkan siklus dalam bentuk dua molekul CO2. Karbon dioksida ini, dan CO2 yang dihasilkan selama pembentukan gugus asetil dari piruvat, keluar dari matriks mitokondria, kemudian meninggalkan sel sebelum akhirnya masuk ke darah. Darah membawa CO2 ke paru, tempat molekul ini dieliminasi ke atmosfer melalui pernapasan. Oksigen yang digunakan untuk membuat CO2 dari atom-atom kar-



2 NADH



4. Satu lagi molekul ATP dihasilkan untuk setiap molekul asetilCoA yang diproses. Sebenarnya, ATP tidak secara langsung diproduksi melalui siklus asam sitrat. Energi yang dibebaskan secara langsung mengikatkan fosfat inorganik ke guanosin difosfat (GDP), membentuk guanosintrifosfat (GTP), molekul berenergi tinggi yang serupa dengan ATP. Energi dari GTP kemudian dipindahkan ke ATP sebagai berikut: ADP + GTP 4 ATP + GDP Karena setiap molekul glukosa diubah menjadi dua molekul asetilCoA, memenuhi dua putaran siklus asam sitrat, dihasilkan tambahan dua molekul ATP dari setiap molekul glukosa. Sejauh ini, sel masih belum memperoleh banyak keuntungan energi. Namun, siklus asam sitat penting dalam mempersiapkan molekul pengangkut hidrogen masuk ke tahap akhir, fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan energi jauh lebih banyak ketimbang sejumlah kecil ATP yang diproduksi oleh siklus itu sendiri. FOSFORILASI OKSIDATIF Sejumlah besar energi yang belum terpakai masih tersimpan di dalam hidrogen yang dibebaskan, yang mengandung elektron pada tingkat energi tinggi. Fosforilasi oksidatif merujuk pada proses sintesis ATP dengan menggunakan energi yang dibebaskan elektron ketika elektron dipindahkan ke O2. Proses ini melibatkan dua kelompok protein, keduanya terletak di membran dalam mitokondria: sistem transpor elektron dan ATP sintase. ''Keuntungan besar" dalam penangkapan energi dimulai ketika NADH dan FADH2 masuk ke sistem transpor elektron. Sistem transpor elektron meliputi molekul-molekul pengangkut elektron yang terdapat pada empat kompleks protein inert besar, diberi nomor I, II, III, dan IV, beserta dua pengangkut elektron kecil yang sangat mobil, sitokrom c dan ubikuinon (juga dikenal dengan koenzim Q atau CoQ) yang membawa elektron di antara kompleks-kompleks utama (Gambar 2-13).    37



Glikolisis



Matriks mitokondria



ATP



Piruvat ke gugus asetil



3C Piuvat



Siklus asam sitrat



NAD+



1C CO2



ATP



CoA



Fosforilasi oksidatif



ATP



NADH



2C Asetil-CoA



KUNCI CoA



Oksaloasetat NADH



4C



C C Atom karbon



Sifat



H2O



6C



NAD+ D1 matriks mitokondria Malat Isositrat



4C



6C NAD+



H2 O



NADH



CO2 1C Fumarat



α Ketoglutarat



Ci



5C



CoA



NAD+



FADH2 FAD Suksinat



H2O CoA



Suksinil CoA 4C



4C



NADH



CO2 1C



GDP GTP + P i



ADP



ATP



Gambar 2-12 Siklus asam sitrat di matriks mitokondria. Dua karbon yang masuk ke siklus dengan perantaraan asetil-CoA akhirnya diubah menjadi CO2, sementara asam oksaloasetat, yang menerima asetil-CoA, dibentuk kembali pada akhir siklus. Hidrogen dilepaskan pada titik-titik spesifik di sepanjang siklus, berikatan dengan molekul pengangkut hidrogen NAD+ dan FAD untuk pengolahan lebih lanjut oleh sistem transpor elektron. Satu molekul ATP dihasilkan untuk setiap molekul asetilCoAyang masuk ke siklus asam sitrat, atau total dua molekul ATP untuk setiap molekul glukosa yang diproses.



   hapter



GlIkolisis



ATP



Membran dalam mitokondria



Piruvat ke gugus asetil



Siklus asam sitrat



6 Akibatnya, ion H+ lebih terkonsentrasi di 1 Elektron berenergi tinggi yang diekstraksi dari hidrogen dalam NADH dan FADH2 dipindahkan ruang antarmembran ketimbang di matriks. dari satu molekul pengangkut etektron ke yang Gradien H+ ini menghasitkan energi yang lain. menggerakkan sintesis ATP oleh ATP sintase. 2 NADH dan FADH2 diubah menjadi NAD+ 7 Karena gradien ini, ion H+ memiliki kecenderungan tinggi untuk mengalir ke dalam dan FAD, yang memungkinkan keduanya untuk matriks melintasi membran dalam lewat saturan mengambil lebih banyak atom hidrogen yang saluran di antara unit dasar dan stator pada dibebaskan selama glikolisis dan siklus asam kompteks ATP sinlase. sitrat. + 3 Elektron berenergi tinggi jatuh dari tingkat 8 Aliran ion H ini mengaktifkan ATP sintase dan menggerakkan sintesis ATP oleh energi tinggi ke rendah sewaktu dipindahkan headpiece, proses yang dinamakan dari satu molekul pengangkut ke yang lain kemiosmosis. Aliran ion H+ melalui saluran ini dalam sistem transpor elektron. membuat headpiece dan tangkai berputar ke 4 Elektron diberikan ke O2, akseptor elektron atas. terakhir pada sistem transpor elektron. Oksigen 9 Akibat perubahan bentuk dan posisi sewaktu ini, kini bermuatan negatif karena mendapat berputar, headpiece mengambil ADP dan Pi, tambahan elektron, bergabung dengan ion H+, menggabungkan keduanya, dan membebaskan yang bermuatan positif karena mendonorkan produk ATP. elektron pada awal sistem transpor elektron, untuk membentuk H2O. 5 Ketika bergerak melalui sistem transpor elektron, elektron melepaskan energi bebas. Sebagian energi yang dibebaskan hilang sebagai panas, tetapi sebagian lagi dimanfaatkan untuk transpor H+ melintasi membran dalam mitokondria dari matriks menuju ruang antarmembran pada Kompleks I, III, dan IV.



ATP



Fosforilasi oksidatif



ATP



Sitosol



Membran luar mitokondria



H+



H+



6 Tinggi H+



H+



H+ H+ H+



H+



H+



H+



H+ H+



ATP sintase



H+



Ruang antar membran



H+



H+ H+



H+



H+



e–



3 e–



Membran dalam mitokondria



e–



e–



Kompleks I



Ubikuinon (CoQ)



5



Kompleks II



1 NADH



H+ NAD+



2 Matriks mitokondria



e– Kompleks



e–



III



e–



3



3



e–



e–



7



Kompleks



Tangkai



8



4 2 H O 2



H+



H+ H+



4 H+ + O–2



Headpiece



1 FADH2



FAD 2



Unit dasar



e–



IV



5



5



H+



Stator



sitokrom c



e–



H+



6 Rendah H+ 9



ADP + P Sistem transpor elektron Elektron mengalir melalui serangkaian pengangkut elektron dari tingkat energi tinggi ke rendah; energi yang dibebaskan menciptakan gradien H+ antara sisi dalam dan luar membran dalam mitokondria.



i



ATP



Kemiosmosis ATP sintase mengatalisis sintesis ATP dengan menggunakan energi dari gradien H+ di seketiling membran.



Fosforilasi oksidatif Gambar 2-13 Fosforilasi oksidatif di membran dalam mitokondria. Fosforilasi oksidatif melibatkan sistem transpor elektron (langkah 1-6) dan kemiosmosis oleh ATP sintase (langkah 7-9). Lingkaran pink dalam sistem transpor elektron menunjukkan pengangkut elektron spesifik.



Begitu sistem transpor elektron mulai bekerja, elektron berenergi tinggi diekstrak dari atom hidrogen dalam NADH dan FADH2, lalu dipindahkan melalui serangkaian langkah dari satu molekul pengangkut elektron ke yang lain dalam satu lini perakitan (langkah 1 ) Akibat pemberian ion hidrogen (H+) dan elektron di dalam sistem transpor elektron, NADH dan FADH2 diubah kembali menjadi NAD + dan FAD (langkah 2 ), membebaskan keduanya untuk mengambil atom hidrogen lain yang dilepaskan selama glikolisis dan siklus asam sitrat. Dengan demikian, NAD+ dan FAD menghubungkan silkus asam sitrat dan sistem transpor elektron. Molekul-molekul pengangkut elektron tersusun dalam urutan spesifik di membran dalam sehingga elektron berenergi tinggi jatuh pada tingkat energi dari tinggi ke rendah sewaktu berpindah dari satu molekul pengangkut ke yang lain dalam sebuah rantai reaksi (langkah 3). Akhirnya, ketika berada pada tingkat energi terendah, elektron terikat pada oksigen molekular (O2) yang berasal dari udara napas kita. Oksigen memasuki mitokondria dan berfungsi sebagai akseptor elektron terakhir pada sistem transpor elektron. Oksigen bermuatan negatif ini (negatif karena telah mendapat elektron tambahan) lalu bergabung dengan ion hidrogen bermuatan positif (positif karena telah menyumbangkan elektron pada permulaan sistem transpor 4 elektron) untuk membentuk air, H2O (langkah 4) Ketika bergerak melalui rantai reaksi ini, elektron melepaskan energi bebas. Sebagian energi yang dilepaskan hilang dalam bentuk panas, tetapi sebagian dimanfaatkan mitokondria untuk membentuk ATP. Pada tiga tempat dalam sistem transpor elektron (kompleks I, III, dan IV), energi yang dilepaskan selama pemindahan elektron digunakan untuk mengangkut ion hidrogen (H+) melintasi membran dalam mitokondria dari matriks menuju ruang di antara membran mitokondria dalam dan luar, dikenal dengan ruang antar membran (langkah 5 ). Akibatnya, ion hidrogen lebih terkonsentrasi pada ruang antarmembran ketimbang di matriks. Gradien H+ yang dihasilkan sistem transpor elektron ini (langkah 6 ) menyediakan energi yang menggerakkan sintesis ATP oleh ATP sintase, enzim mitokondria terikat-membran. ATP sintase meliputi unit dasar yang tertanam di membran dalam, terhubung melalui sebuah tangkai ke headpiece yang terletak di matriks, dengan stator yang menjembatani unit dasar dan headpiece. Karena lebih terkonsentrasi pada ruang antarmembran ketimbang di matriks, ion H+ memiliki kecen-derungan tinggi untuk mengalir balik ke dalam matriks melintasi membran dalam melalui saluran-saluran yang terbentuk di antara unit dasar dan stator pada kompleks ATP sintase (langkah 7). Aliran ion H+ ini mengaktifkan ATP sintase dan menggerakkan sintesis ATP oleh headpiece, proses yang dikenal dengan kemiosmosis. Aliran ion H+ melalui saluran ini membuat headpiece dan tangkai beputar ke atas (langkah (8), mirip aliran air yang membuat putaran kincir air. Akibat perubahan bentuk dan posisi saat berputar, headpiece mampu berturut-turut mengambil ADP dan Pi, menggabungkan keduanya, dan melepaskan produk ATP (langkah 9). Fosforilasi oksidatif meliputi keseluruhan proses tempat ATP sintase membentuk ATP melalui fosforilasi (penambahan fosfat ke) ADP menggunakan energi yang dilepaskan elektron sewaktu elektron dipindahkan ke O2 oleh sistem transpor elektron. Pemanfaatan energi menjadi bentuk yang berguna ketika elektron jatuh dari tingkat energi tinggi ke tingkat energi rendah dapat dianalogikan seperti pembangkit listrik yang mengubah energi air terjun menjadi listrik. hapter



Ketika diaktifkan, ATP sintase menyediakan 28 molekul ATP tambahan bagi setiap molekul glukosa yang diproses (Gambar 2-14). Riset terkini menunjukkan bahwa sekitar 2,5 ATP disintesis saat sepasang elektron yang dilepaskan NADH melintasi seluruh sistem transpor elektron menuju molekul oksigen. Sepasang elektron yang dilepaskan FADH2 menempuh lintasan yang lebih pendek (lihat Gambar 2-13), membentuk sekitar 1,5 ATP. Artinya, ada total 32 molekul ATP yang dihasilkan ketika sebuah molekul glukosa terurai sempurna dalam respirasi seluler: 2 melalui glikolisis, 2 dari siklus asam sitrat, dan 28 selama fosforilasi oksidatif. ATP diangkut keluar dari mitokondria menuju sitosol untuk digunakan sebagai sumber energi sel. Langkah-langkah menuju fosforilasi oksidatif boleh jadi awalnya tampak sebagai rintangan yang tidak perlu. Mengapa tidak langsung saja mengoksidasi atau "membakar" molekul makanan untuk membebaskan energinya? Ketika proses ini terjadi di luar tubuh, semua energi yang tersimpan di dalam molekul makanan dibebaskan secara mendadak dalam bentuk panas (Gambar 2-15). Pikirkan apa yang akan terjadi jika marshmallow yang sedang Anda panggang tidak sengaja terjatuh ke dalam api. Marshmallow yang terbakar itu cepat menjadi panas karena gula teroksidasi dengan cepat. Di tubuh, molekul makanan teroksidasi di dalam mitokondria melalui banyak langkah kecil yang terkendaIi; dengan begitu, energi kimia dibebaskan sedikit demi sedikit sehingga dapat ditangkap secara lebih efisien dalam ikatan ATP dan disimpan dalam bentuk yang berguna bagi sel. Dengan cara ini, lebih sedikit energi yang berubah menjadi panas. Panas yang dihasilkan tidak sepenuhnya merupakan energi yang tidak terpakai; sebagian panas tersebut digunakan untuk membantu mempertahankan suhu tubuh, sementara kelebihannya dibuang ke lingkungan.



Sel merupakan pengubah energi yang lebih efisien jika ada oksigen (Gambar 2-16). Pada kondisi anaerob ("tidak ada udara", lebih spesifik lagi "tidak ada O2"), penguraian glukosa tidak dapat berjalan melampaui glikolisis, yang berlangsung di sitosol dan menghasilkan hanya dua molekul ATP per molekul glukosa. Energi yang belum terpakai di molekul glukosa tetap terkunci dalam ikatan molekul piruvat, yang akhirnya diubah menjadi laktat jika tidak masuk ke jalur yang ujung-ujungnya menuju fosforilasi oksidatif. Jika terdapat cukup O2 kondisi aerob ("dengan udara" atau "dengan O2")—pemrosesan di mitokondria (yaitu siklus asam sitrat di matriks serta sistem transpor elektron dan ATP sintase di membran dalam) memanfaatkan cukup banyak energi untuk menghasilkan 30 molekul ATP tambahan, untuk hasil akhir 32 molekul ATP per molekul glukosa yang diproses. (Untuk penjelasan mengenai olahraga aerobik, lihat fitur penyerta dalam kotak di h. 42, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga). Keseluruhan reaksi oksidasi molekul makanan untuk menghasilkan energi selama respirasi seluler adalah sebagai berikut. Makanan + O2 4 CO2 + H2O + ATP (diperlukan untuk fosforilasi oksidatif)



(terutama dihasilkan oleh siklus asam sitrat



(dihasilkan oleh sistem transpor elektron)



(terutama dihasilkan oleh ATP sintase)



Gambar



Glukosa



1



2-14



Ikhtisar



produksi



ATP



dari



oksidasi



sempurna satu molekul glukosa. Dengan total 32 ATP, diasumsikan bahwa elektron yang diangkut oleh tiap NADH



Gilkolisis



Sitosol



2 NADH



2 ATP



Piruvat



2



Piruvat ke gugus astesil



2 NADH



Matriks mitokondria



2 Asetil-CoA



6 NADH



2 ATP



2 × 1.5 ATP/FADH2



3 ATP



Pemindahan elektron



Pemindahan elektron 10 × 2.5 ATP/NADH 10 NADH Fosforilasi oksidatif



Makanan



25



ATP



Total 32



ATP



Membran dalam mitokondria



2 putaran siklus asam sitrar



2 FADH2



2 FADH2



menghasilkan 2,5 ATP dan yang diangkut oleh tiap FADH2 menghasilkan 1,5 ATP selama fosforilasi oksidatif.



Makanan



O2



Oksidasi tak-terkendali makanan di luar tubuh (pembakaran)



O2



Oksidasi terkendali makanan di dalam tubuh (berlangsung melalui banyak langkah kecil pada sistem transpor elektron)



ATP Pembebasan energi secara mendadak sebagai panas



Energi dimanfaatkan dalam bentuk ATP, mata uang energi paling umum bagi tubuh



Energi dibebaskan sebagai panas



ATP ATP



Gambar 2-15 Oksidasi makanan tak-terkendali versus terkendali. Sebagian energi yang dibebaskan sebagai panas ketika makanan mengalami dimanfaatkan



oksidasi dan



tak-terkendali disimpan



dalam



(pembakaran) bentuk



berlangsungnya oksidasi terkendali di dalam tubuh.



yang



di



luar



berguna



tubuh saat



Sebagian digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh



Kelebihan panas dibuang ke lingkungan



Kondisi anaerob Glukosa



Glikolisis



Piruvat



Tidak ada O2



Laktat



2 ATP



Kondisi aerob



Glukosa



Membran mitokondria



Glikolisis



Piruvat



Ada O2 Siklus asam sitrat/Fosforilasi oksidatif



30



ATP



+ CO2 + H2O



2 ATP Sitosol



Mitokondria



Gambar 2-16 Perbandingan hasil energi dan produk pada kondisi anaerob dan aerob. Pada keadaan anaerob, hanya 2 ATP dihasilkan untuk setiap molekul glukosa yang diproses, tetapi pada keadaan aerob total 32 ATP dihasilkan per molekul giukosa.



Perhatikan bahwa reaksi oksidatif di dalam mitokondria menghasilkan energi, tidak seperti reaksi oksidatif yang dikendalikan enzim peroksisom. Kedua organel menggunakan O2, tetapi untuk tujuan yang berbeda Glukosa, nutrien utama yang berasal dari karbohidrat dalam makanan, merupakan bahan bakar pilihan kebanyakan sel. Namun, molekul nutrien yang berasal dari lemak (asam lemak) dan, jika diperlukan, dari protein (asam amino) juga dapat ikut serta di titik-titik tertentu dalam keseluruhan reaksi kimia yang akhirnya menghasilkan energi ini. Asam amino biasanya digunakan untuk sintesis protein, bukan produksi energi, tetapi dapat digunakan sebagai bahan bakar jika glukosa dan lemak tidak cukup (lihat Bab 17). Asam lemak diurai sedikit demi sedikit di matriks mitokondria melalui proses oksidasi beta (3) yang memotong blok unit dua karbon satu per satu. Setiap unit dua karbon dipakai untuk membentuk molekul asetil-CoA yang memasuki siklus asam sitrat. Asam lemak yang berbeda mengandung atom karbon dalam jumlah berbeda pula. Sebagian besar asam lemak di dalam tubuh memiliki panjang rantai antara 14 dan 22 karbon. Karena tiap dua karbon pada rantai panjang asam lemak membentuk sebuah asetil-CoA, satu asam lemak dapat menghasilkan 7 hingga 11 molekul asetil-CoA, bergantung pada panjang asam lemak bersangkutan; bandingkan dengan 2 molekul asetil-CoA yang dihasilkan dari penguraian molekul glukosa. Karena itu, lemak lebih padat energi (yakni menghasilkan lebih banyak ATP pergram) ketimbang glukosa (dan karbohidrat lain yang dicerna menjadi glukosa). Asam amino dapat digunakan untuk menghasilkan energi jika diperlukan dengan membentuk asetil-CoA, piruvat, atau molekul perantara dalam siklus asam sitrat, bergantung pada jenis asam aminonya. Mengingat asam lemak dan asam amino mengasilkan energi melalui siklus asam sitrat dan



   BAB 2



fosforilasi oksidatif saja, lemak dan protein hanya dapat digunakan dalam kondisi aerob, sementara glukosa dapat dipakai dalam kondisi anaerob (melalui glikolisis saja) dan aerob manakala produk glikolisis (piruvat) diurai lebih lanjut melalui siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif.



Begitu terbentuk, ATP dibawa keluar dari mitokondria, kemudian siap sedia sebagai sumber energi di dalam sel. Aktivitas sel yang memerlukan pemakaian energi dibedakan menjadi tiga kategori: 1. Sintesis senyawa kimia baru, misalnya sintesis protein oleh RE. Beberapa sel, khususnya sel dengan laju sekresi tinggi dan sel dalam fase pertumbuhan, menggunakan hingga 75% ATP yang dihasilkannya hanya untuk menyintesis senyawa kimia baru. 2. Transpor membran, misalnya transpor selektif molekul melintasi tubulus ginjal sewaktu proses pembentukan urine. Sel ginjal dapat menghabiskan hingga 80% "mata uang" ATP untuk menjalankan mekanisme transpor membran selektif ini 3. Kerja mekanis, misalnya kontraksi otot jantung untuk memompa darah atau kontraksi otot rangka untukmengangkat sebuah benda. Aktivitas ini memerlukan banyak ATP. Akibat pemakaian energi sel untuk menunjang berbagai aktivitas ini, banyak ADP dihasilkan. Molekul yang telah terkuras energinya ini masuk ke mitokondria untuk "pengisisaan ulang", lalu berjalan kembali ke sitosol sebagai molekul ATP yang kaya energi setelah ikut serta dalam fosforilasi oksidatif. Dalam siklus pengisian ulang pemakaian ini, satu molekul ADP/ATP dapat berpindah ribuan kali per hari dari mitokondria ke sitosol atau sebaliknya. Rata-rata, seseorang mendaur ulang sejumlah ATP yang



• Melihat lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



O



Olahraga Aerobik: Untuk Apa dan Seberapa Banyak?



LAHRAGA AEROBIK ("DENGAN O2") MELIBATKAN kelompok otot besar dan dilakukan pada intensitas yang cukup rendah untuk jangka waktu yang cukup lama sehingga sumber-sumber



bahan bakar dapat diubah menjadi ATP dengan menggunakan siklus asam sitrat dan fosforilasi oksidatif sebagai jalur metabolik utama. Olahraga aerobik dapat diteruskan dari 15 hingga 20 menit hingga beberapa jam setiap kalinya. Aktivitas berdurasi singkat dengan intensitas tinggi, misalnya angkat beban dan lari cepat 100 meter, yang berlangsung datam hitungan detik dan semata-mata bergantung pada energi yang tersimpan di otot dan glikolisis, merupakan bentuk olahraga anaerobik ("tanpa O2").



Inaktivitas berkaitan dengan peningkatan risiko terjadinya hipertensi (tekanan darah tinggi) dan penyakit arteri koroner (penyumbatan arteri yang mendarahi jantung). American College of Sports Medicine mere comendasikan seseorang melakukan olahraga aerobik minimal tiga kali seminggu selama 20 hingga 60 menit untuk mengurangi risiko hipertensi dan penyakit arteri koroner serta meningkatkan kapasitas kerja fisik. Studi-studi terkini menunjukkan bahwa manfaat kesehatan



ekuivalen dengan berat badannya setiap hari. Tingginya kebutuhan akan ATP menyebabkan glikolisis saja tidak cukup dan tidak efisien untuk memasok energi bagi kebanyakan sel. Jika tidak terdapat mitokondria, yang berisi perangkat metabolik untuk fosforilasi oksidatif, kemampuan energi tubuh akan terbatas. Namun, glikolisis mendukung sel dengan mekanisme terkondisi yang dapat menghasilkan ATP pada kondisi anaerob. Sel otot rangka utamanya mendapat keuntungan dengan adanya kemampuan ini sewaktu olahraga berintesitas tinggi dalam durasi singkat, ketika kebutuhan energi untuk kontraksi melebihi kemampuan tubuh menyalurkan cukup banyak O2 ke otot yang tengah beraktivitas guna menunjang fosforilasi oksidatif.



Selain berperan sentral dalam menghasilkan sebagian besar ATP untuk digunakan sel, mitokondria memainkan peran kunci tersendiri dalam kematian sel terprogram, proses yang dikenal dengan apoptosis. Setiap sel memiliki jalur biokimia intrinsik yang, jika dipicu, menyebabkan sel mengeksekusi dirinya sendiri akibat lolosnya sitokrom (salah satu kom-ponen sistem transpor elektron) dari mitokondria, yang di luar mitokondria menjalankan fungsi yang sama sekali berbeda, yakni mengaktifkan enzim pemotong-protein intraselular yang memotong sel menjadi bagian-bagian kecil yang layak buang. Apoptosis merupakan bagian alami kehidupan organisme; proses ini mengeliminasi sel yang tidak lagi diperlukan atau rusak. (Istilah apoptosis berarti "penanggalan," merujuk pada penanggalan sel yang tidak lagi berguna, sebagaimana daun po-



yang sama diperoleh dengan olahraga yang dilakukan satu kali sekaligus ataupun dipecah-pecah menjadi beberapa sesi yang lebih singkat. Hal ini merupakan berita baik karena banyak orang merasa lebih mudah melakukan olahraga berdurasi singkat beberapa kali dalam sehari. Intensitas olahraga harus didasarkan pada persentase kapasitas kerja maksimal seseorang. Cara termudah untuk menentukan intensitas olahraga yang tepat dan memantau tingkat intensitas adalah dengan memeriksa frekuensi denyut jantung. Perkiraan frekuensi denyut jantung maksimal ditentukan dengan rumus (220-usia). Manfaat signifikan dapat diperoleh dari olahraga aerobik yang dilakukan antara 70% hingga 80% frekuensi denyut jantung maksimal. Sebagai contoh, perkiraan frekuensi denyut jantung maksimal untuk seseorang yang berumur 20 tahun adalah 200 kali per menit. Jika ia berolahraga tiga kali seminggu selama 20 hingga 60 menit dengan intensitas yang meningkatkan frekuensi denyut jantungnya menjadi 140 hingga 160 kali per menit, kapasitas kerja aerobiknya akan meningkat secara bermakna dan risiko penyakit kardiovaskular akan berkurang.



hon yang berguguran pada musim gugur.) (Lihat fitur kotak di h. 44 dan 45, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi untuk penjelasan lebih lanjut tentang apoptosis.) Bahasan organel membran telah selesai, sekarang mari kita mengalihkan perhatian pada organel tak-bermembran, yang mencakup ribosom, vault, dan sentriol. Periksa Pemahaman Anda 2.7 1. Gambar dan deskripsikan sebuah mitokondria. 2. Sebutkan tahap-tahap respirasi seluler dan tempat tiap-tiap tahap tersebut berlangsung. 3. Bandingkan jumlah ATP yang dihasilkan dari satu molekul glukosa pada kondisi anaerob dan aerob.



Ribosom menjalankan sintesis protein dengan menerjemahkan mRNA ke rantai asam amino dalam urutan teratur yang diperintahkan oleh sandi DNA sebelumnya. Ribosom mem-bawa seluruh komponen yang turut serta dalam sintesis protein mRNA, tRNA, dan asam amino serta menyediakan enzim dan energi yang diperlukan untuk menyambungkan asam-asam amino sekaligus. Sifat protein yang disintesis oleh ribosom tertentu ditentukan oleh mRNA yang diterjemahkan. Setiap mRNA berfungsi sebagai sandi bagi satu protein saja.    43







Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



A



Apoptosis: Bunuh Diri Sel Terprogram



POPTOSIS ADALAH BUNUH DIRI sebuah sel yang tidak lagi berguna. Apoptosis merupakan bagian normal kehidupan selsel yang sudah tidak diperlukan atau rusak dipicu untuk menghancurkan diri sendiri demi kepentingan yang lebih besar, yakni memelihara kesehatan seluruh tubuh



Peran Apoptosis



Berikut ini adalah contoh-contoh peran vital yang dimainkan oleh program pengorbanan intrinsik ini:











Eliminasi-diri terprediksi sel-sel terpilih merupakan bagian normal perkembangan. Sel-sel tertentu yang tidak diinginkan dan dihasilkan selama perkembangan memang diprogram untuk membunuh dirinya sendiri ketika tubuh telah terakit menjadi bentuk akhirnya. Selama perkembangan seorang perempuan, contohnya, apoptosis sengaja membuang duktus embrionik yang mampu membentuk saluran reproduksi pria. Apoptosis juga memahat jarijari tangan yang sedang berkembang memiliki jari-jari berbentuk seperti sarung tangan dengan menghilangkan membran mirip selaput di antara jari-jari. Apoptosis penting dalam peremajaan (turnover) jaringan pada tubuh orang dewasa. Fungsi optimal kebanyakan jaringan bergantung pada keseimbangan antara produksiterkendali sel-sel baru dan destruksi-diri sel yang terencana. Keseimbangan ini mempertahankan jumlah sel yang tepat di jaringan tertentu seraya menjamin pasokan terkendali sel-sel baru yang sedang berada dalam puncak perfomnya.







Kematian sel terprogram memainkan peran penting dalam sistem imun. Apoptosis merupakan sebuah cara untuk membuang sel-sel yang terinfeksi virus membahayakan. Lebih lanjut, sel-sel darah putih pelawan infeksi yang telah menyelesaikan tugasnya dan tidak lagi dibutuhkan mengeksekusi dirinya sendiri.







Sel-sel tak-diinginkan yang mengancam homeostasis umumnya dibuang dari tubuh melalui apoptosis. Sel yang termasuk dalam kategori ini adalah sel tua, sel yang telah mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki akibat pajanan radiasi atau racun dan sel yang karena satu dan lain hal menyimpang. Banyak sel termutasi dieliminasi dengan cara ini sebelum menjadi kanker.



Ribosom berada bebas di sitosol atau melekat pada RE kasar. Ribosom bentuk jadi berdiameter kurang lebih 20 nm dan terdiri atas dua bagian yang tidak seukuran, subunit ribosomal kecil dan besar (Gambar 2-17a) (1 nanometer [nm] = 1 persemiliar meter). Setiap subunit tersusun atas rRNA dan protein ribosomal. Kedua subunit ini dibawa bersamaan ketika sebuah protein tengah disintesis. Saat kedua subunit menyatu, terbentuklah sebuah alur. Pada penerjemahan (translasi), mRNA bergerak melalui alur ini. Ribosom juga memiliki tiga situs ikatan tempat tempat tRNA berinteraksi dengan mRNA    BAB 2



Perbandingan Apoptosis dan Nekrosis



Apoptosis bukan satu-satunya cara sel untuk dapat mati, tetapi merupakan cara yang paling elegan. Apoptosis adalah sebuan cara disengaja yang terkendali dan rapi dalam membuang sel-sel yang tidak lagi dibutuhkan atau yang menebar ancaman bagi tubuh. Bentuk lain kematian sel, nekrosis (berarti "membuat mati"), ialah pembunuhan tak disengaja yang kotor dan tak-terkendali terhadap sel-sei berguna yang sudah cedera parah akibat pajanan agen eksternal ke sel, seperti benturan fisik, kekurangan O2, atau penyakit. Sebagai contoh, sel otot jantung yang kekurangan pasokan O2 akibat sumbatan komplet pembuluh darah yang mendarahinya ketika terjadi serangan jantung mati akibat nekrosis (lihat h. 360). Meskipun nekrosis dan apoptosis sama-sama menyebabkan kematian sel, langkah-langkah yang terlibat berbeda. Pada nekrosis, sel yang sekarat adalah korban pasif, sementara pada apoptosis sel turut serta secara aktif dalam proses kematiannya sendiri. Pada nekrosis, sel yang cedera tidak dapat memompa keluar Na+ sebagaimana biasanya. Akibatnya, air mengalir masuk melalui osmosis, menyebabkan sel bengkak dan pecah. Umumnya, pada nekrosis, jejas pencetus kematian sel mencederai banyak sel yang berdekatan, sehingga banyak sel-sel di sekitarnya yang ikut bengkak dan pecah. Pelepasan kandungan intrasel ke jaringan sekitar memicu respons inflamasi pada tempat jejas (lihat h. 447). Sayangnya, respons inflamasi ini dapat membahayakan sel-sel sehat di sekitarnya.



Di lain pihak, apoptosis menyasar sel yang memang hendak dihancurkan, membiarkan sel-sel di sekitarnya tetap intak. Sel terpidana mati yang diisyaratkan untuk melakukan bunuh diri melepaskan dirinya sendiri dari selsel sekitarnya, kemudian menyusut, bukan membengkak dan pecah. Mitokondria sel menjadi bocor, menyebabkan sitokrom c keluar menuju sitosol. Sitokrom c, salah satu komponen sistem transpor elektron, biasanya turut serta dalam fosforilasi oksidatif guna menghasilkan ATP. Namun, di luar lingkungan mitokondria lazimnya, sitokrom c mengaktifkan enzim pemotongprotein intrasel yang normalnya tidak aktif, kaspase, yang membunuh sel tempat asalnya. Kaspase yang bebas bekerja layaknya gunting molekular untuk menyayat sel secara sistematis. Enzim ini memotong protein demi protein, rnencincang nukleus, membongkar DNA yang penting bagi kehidupan sel, lalu mematahkan sitoskeleton penahan-bentuk internal, sebelum akhirnya menghancurkan sel itu sendiri menjadi gumpalangumpalan terbungkus membran yang layak buang (lihat foto penyerta). Perhatikan bahwa isi sel yang sekarat tetap terbungkus oleh membran plasma sel.



(Gambar 2-17 b). Situs A adalah tempat tRNA yang baru datang, mengandung asam amino yang telah ditentukan, terikat ke mRNA. Situs P adalah tempat tRNA, yang membawa rantai asam amino yang sedang berkembang, terikat ke mRNA. Pada tiap tahap translasi, rantai asam amino dari tRNA di situs P dipotong dan disambungkan ke asam amino pada tRNA yang baru tiba di situs A. Situs E adalah tempat tRNA kosong terikat sebelum terlepas dari ribosom. Setelah asam amino pada tRNA yang baru ditambahkan pada rantai asam amino, ribosom bergerak maju di sepanjang mRNA, mengembalikan posisi semua tRNA di situs



Dr. Gopal Murti/Visuals Unlimited, Inc.



panjang proses bunuh diri, mencegah termuntahkannya kandungan intrasel yang berpotensi berbahaya ciri nekrosis. Tidak ada respons inflamasi yang terpicu, sehingga tidak ada sel di sekitar nya yang tercedrai yang tercederai. Sel-sel yang berdekatan malah dengan



sel yang normal (kiri) dan sel yang sedang mengalami apoptosis (kanan)



cepat menelan dan menghancurkan serpihan sel apoptotik melalui fagositosis. Produk yang terurai didaur ulang, jika perlu, untuk kepentingan lain. Jaringannya sendiri secara keseluruhan tetap berfungsi normal, sementara sel target membunuh dirinya sendiri tanpa mengganggu yang lain.



Pengendalian Apoptosis Jika setiap sel mengandung kaspase, apa yang normalnya menjaga enzim kuat penghancur-diri ini tetap terkendali (yakni dalam bentuk inaktif) pada sel-sel yang berguna bagi tubuh dan layak untuk hidup? Apa pula yang mengaktifkan kaspase pengeksekusi pada sel-sel tidak diinginkan yang dirancang untuk membunuh diri sendiri? Mengingat pentingnya putusan hidup atau mati ini, tidaklah mengejutkan bahwa sejumlah jalur pengendalian internal mengatur secara ketat apakah sebuah sel"harus atau tidak harus" mati. Sebuah sel normalnya menerima aliran konstan "sinya keselamatan," yang memberi jaminan kepada sel tersebut bahwa dirinya berguna bagi tubuh, bahwa semuanya sudah benar di lingkungan internal sekitar sel itu, dan bahwa segala sesuatunya telah bekerja selaras di dalam sel bersangkutan. Sinyal ini meliputi faktor pertumbuhan spesifik jaringan, hormon tertentu, serta kontak yang sesuai dengan sel di dekatnya dan jaringan ikat di sekitarnya. Sinyal keselamatan ekstraselulerini memicu jalur intra seluler yang menghambat aktivasi kaspase, mengunci perangkat kematian sel. Kebanyakan sel diprogram untuk melakukan bunuh diri jika tidak mendapat sinyal penjamin keselamatan normalnya. Ketika proteksi normal hilang, enzim pemotong protein yang mematikan terbebas.



berikutnya. tRNA yang tadinya berada di situs E meninggalkan ribosom. tRNA yang kini telah kosong, tadinya berada di situs P, bergerak menuju situs E. tRNA yang tadinya berada di situs A, dan sekarang mengandung rantai asam amino yang sedang berkembang, bergerak menuju situs P. tRNA yang baru datang, membawa asam amino berikutnya dalam urutan protein bersangkutan, memasuki situs A yang kosong. Proses ini terus berulang hingga seluruh asam amino yang telah ditentukan untuk protein yang tengah disintesis, di bawah instruksi mRNA, tersambung.



Sebagai contoh, penarikan faktor pertumbuhan atau terlepasnya sel dari jaringan ikat sekitarnya menyebabkan sebuah sel segera mengeksekusi dirinya sendiri. Lebih lanjut, sel memperlihatkan "reseptor kematian" di rnembran plasma luarnya, yang menerima "sinyal kematian" ekstraseluler spesifik, seperti hormon tertentu atau zat kimia perantara spesifik dari sel darah putih yang tiba di sel melalui aliran darah. Aktivasi jalur kematian oleh sinyal ini dapat mengalahkan jalur penyelamat yang dipicu oleh sinyal keselamatan. Jalur sinyal kematian dengan cepat meletupkan mesin apoptotik internal, menggerakkan sel menuju kematiannya sendiri. Mesin eksekusi diri juga terpicu ketika sel mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki. Jadi, ada sinyal yang menghambat apoptosis, ada sinyal yang memicunya. Apakah sel hidup atau mati bergantung pada sinyal mana yang memenangkan kompetisi pada setiap kesempatan. Meskipun semua sel memiliki mesin kematian yang sama, terdapat keberagaman sinyai spesifik yang memicu sel untuk bunuh diri. Menimbang bahwa kehidupan setiap sel bergantung pada keseimbangan sensitif setiap saat, tidaklah mengejutkan bahwa pengendalian apoptosis yang salah menyebabkan terlalu banyak ataupun terlalu sedikit bunuh diri sel tampaknya turut berperan pada banyak penyakit serius. Aktivitas apoptotik yang berlebihan diyakini berkontribusi atas kematian sel otak terkait penyakit Alzheimer, penyakit Parkinson, dan stroke, serta kematian dini sel pelawan infeksi penting pada AIDS. Sebaliknya, terlalu sedikit apoptosis boleh jadi berperan pada kanker. Terdapat bukti bahwa kanker gagal menanggapi sinyal ekstrasekuler normal yang memicu kematian sel. Karena menolak perintah mati, ini tumbuh dalam pola tak-terbendung, membentuk massa takberaturan di luar kendali Apoptosis saat ini menjadi salah satu topik investigasi terpanas di Iapangan. Para peneliti berpacu mencari tanu faktor multipel yang tedibat dalam mekanisme pengendali proses ini. Harapan mereka adalah menemukan cara memengaruhi mesin apoptotik demi mencari terapi baru yang amat dibutuhkan untuk mengobati berbagai penyakit mematikan.



Periksa Pemahaman Anda 2.8 1. Sebutkan fungsi ribosom 2. Tunjukkan tempat ribosom ditemukan di dalam sel.



  



45



Rantai asam amino dan ̀ sedang bermemban



Ribosom



tRNA yang baru tiba, dengan asam amino melekat padanya membaca instrusi mRNA dan memasukan asam amino yang akan ditambahkan berikutnya



tRNA akan ̀ dibebaskan tanpa asam amino Tempat mRNA di sebuah ribosom Subunit ribosomal besar (a) Ribosom



E



P



A



mRNA



Subunit ribosom kecil.



Gerakan ribosom (b) Sintesis protein di ribosom



Gambar 2-17 Ribosom. (a) Diagram ribosom yang sudah terakit, terdiri atas satu subunit ribosomal besar dan satu subunit ribosomal dengan asam ribonukleat perantara (messenger ribonucleic acid, mRNA) menempati sebuah alur yang terbentuk di antara kedua subunit ini. (b) Gambaran skematik interior ribosom, memperlihatkan situs A, P, dan E tempat motekul RNA transfer (transfer RNA, tRNA) berinteraksi dengan mRNA sewaktu sintesis protein.



2.9



|Vault Sebagai Truk Seluler



Vault, yang berukuran tiga kali ribosom, berbentuk seperti tong oktagonal (>Gambar 2-18). Nama vault berasal dari banyak lengkungan, yang mengingatkan penemunya akan atap katedral atau kubah. Sebagaimana tong, bagian dalam vault berongga. Jika dibuka, tampak seperti sepasang bunga kuncup dengan tiap-tiap separuh bagiannya memiliki delapan "kelopak" yang melekat ke sebuah cincin di tengah. Sebuah sel dapat mengandung ribuan vault, tetapi belum diketahui hingga tahun 1990-an. Mengapa keberadaan ribuan organel yang relatif besar ini begitu misterius hingga penemuannya belakangan ini? Penyebabnya adalah organel ini tidak terlihat dengan teknik pewarnaan biasa



Saat ini, fungsi vault belum dapat dipastikan, tetapi bentuknya yang oktagonal dan bagian dalamnya yang berongga dapat memberi petunjuk. Pori inti juga berbentuk oktagonal dan seukuran vault, yang menimbulkan spekulasi bahwa vault dapat jadi merupakan "truk" seluler. Menurut pendapat ini, vault akan menambatkan diri di atau masuk ke pori nukleus, mengambil molekul yang disintesis di nukleus, dan mengirimkan muatannya ke bagian lain sel. Riset yang sedang berjalan mendukung peran vault dalam transpor nukleus ke sitoplasma, tetapi muatan apa yang dibawanya masih belum dapat ditentukan. Ada dua kemungkinan: pertama, vault membawa mRNA dari nukleus ke situs ribosomal tempat sintesis protein di dalam sitoplasma; kedua, vault mengangkut kedua subunit yang membentuk ribosom dari nukleus, tempat keduanya diproduksi, ke tempat kerjanya entah melekat ke RE kasar, entah di sitosol. Ukuran bagian dalam vault pas untuk menampung kedua subunit ribosomal ini.    BAB 2



Vault boleh jadi memainkan peran yang tak diinginkan karena menyebabkan resistensi multiobat yang kadangkadang diperlihatkan oleh sel kanker. Obat kemoterapi yang dirancang untuk mematikan sel kanker cenderung tertimbun di nukleus sel-sel ini, tetapi sebagian sel kanker membentuk resistensi terhadap beragam obat ini. Resistensi yang luas ini adalah penyebab utama kegagalan terapi kanker. Para peneliti telah membuktikan bahwa sebagian sel kanker yang resisten terhadap kemoterapi memproduksi protein vault utama hingga 16 kali lebih banyak daripada jumlah normal. jika penelitian lanjutan memastikan bahwa vault berperan dalam resistensi obat dapat jadi dengan mengangkut obat dari nukleus ke tempat untuk eksositosis dari sel kanker akan muncul probabilitas yang menarik, yaitu bahwa intervensi aktivitas vault ini dapat meningkatkan sensitivitas sel kanker terhadap obat kemoterapi. Periksa Pemahaman Anda 2.9 1. Jelaskan struktur sebuah vault. 2. Uraikan fungsi spekulatif vault.



Sentrosom, atau pusat sel, terletak dekat nukleus, tersusun atas sentriol yang dikelilingi sebuah massa protein amorf. Sentriol adalah sepasang struktur silindris pendek yang tegak lurus satu sama lain di bagian tengah sentrosom (>Gambar2-19). Sentrosom merupakan pusat pengatur mikrotubulus utama sel. Mikrotubulus adalah salah satu komponen sitoskeleton. Jika sel tidak membelah, mikrotubulus terbentuk dari dari sentrosom (lihat >Gambar 2-1, h. 26).



Vault



Vault tertutup



Vault terbuka



© Dr. Leonard H. Rome/UCLA School of Medicine



Sentriol



Triplet mikrotobulus



Dr. Donald Fawcett & H. Bernstet/Visuals Unlimited



Gambar 2-18 Vaults. Diagram vault terbuka dan tertutup serta mikrograf elektron vault, yang merupakan organel oktagonal tak bermembran berbentuk seperti tong yang diyakini berperan mengangkut mRNA atau subunit ribosomal dari nukleus ke ribosom sitopolasmik.



Mikrotubulus ini merupakan tambatan bagi banyak organel bermembran, juga berperan sebagai "jalan tol" tempat melintasnya vesikel yang diangkut di dalam sel oleh "motor molekuler." Pada beberapa sel, sentriol membentuk silia dan flagela, yang merupakan struktur motil ramping menjulur yang tersusun atas berkas mikrotubulus. Pada pembelahan sel, sentriol membentuk gelendong mitotik di luar mikrotubulus guna mengarahkan pergerakan kromosom. Anda akan mempelajari mikrotubulus dan fungsinya secara lebih terperinci saat kita mengupas tentang sitoskeleton setelah bahasan singkat mengenai sitosol berikut ini.



Gambar 2.19 Sentriol. Dua sentriol silindris yang tegak lurus satu sama lain diperlihatkan



pada



diagram.



Mikrograf



elektron



menunjukkan



potongan



melintang sebuah sentriol. Perhatikan bahwa sebuah sentriol tersusun atas sembilan triplet mikrotubulus yang membentuk cincin.



| Sitosol: Gel Sel



2.11 Periksa Pemahaman Anda 2.10 1. Tuliskan definisi sentrosom dan sebutkan fungsinya. 2. Sebutkan peran sentriol pada pembelahan sel.



Sitosol, yang menempati sekitar 55% volume total sel, adalah bagian semi-cair sitoplasma yang mengelilingi organel. Gambarannya yang tidak jelas di bawah mikroskop elektron memberi kesan salah bahwa sitosol berupa campuran cair dengan konsistensi seragam, padahal sebenarnya merupakan massa mirip-gel yang sangat teratur dengan komposisi dan konsistensi yang berbeda-beda di berbagai bagian sel.



   47



Nukleus sel adiposa



Ada tiga kategori umum aktivitas yang berkaitan dengan sitosol: (1) regulasi enzimatik metabolisme antara; (2) sintesis protein di ribosom; dan (3) penyimpanan lemak, karbohidrat, dan vesikel sekretorik REGULASI ENZIMATIK METABOLISME ANTARA Istilah



metabolisme antara secara kolektif merujuk pada sekelompok besar reaksi kimia di dalam sel yang melibatkan degradasi, sintesis, dan transformasi molekul organik kecil, misalnya gula sederhana, asam amino, dan asam lemak. Reaksi-reaksi ini penting, pada akhirnya, dalam menangkap energi yang dipakai untuk aktivitas sel serta menyediakan bahan mentah yang diperlukan untuk mempertahankan struktur, fungsi, dan pertumbuhan sel. Metabolisme antara berlangsung di sitoplasma, dengan sebagian besarnya berlangsung di sitosol. Sitosol mengandung ribuan enzim yang terlibat dalam berbagai reaksi biokimia antara. SINTESIS PROTEIN DI RIBOSOM Di sitosol, juga tersebar ribosom bebas, yang menyintesis protein untuk digunakan di sitosol itu sendiri. Di lain pihak, ingat bahwa ribosom RE kasar menyintesis protein untuk sekresi dan membentuk komponen baru sel. PENYIMPANAN LEMAK GLIKOGEN, DAN VESIKEL SEKRETORIK Kelebihan nutrien yang tidak segera digunakan



untuk menghasilkan ATP diubah di sitosol menjadi bentukbentuk simpanan yang mudah dilihat dengan mikroskop cahaya. Massa non-permanen bahan simpanan semacam ini dikenal sebagai badan inklusi. Badan inklusi tidak terbungkus membran, dan dapat ada dapat tidak, bergantung pada jenis sel dan keadaan. Produk simpanan terbesar dan terpenting adalah lemak. Droplet lemak kecil-kecil terdapat di dalam sitosol berbagai sel. Di jaringan adiposa, jaringan khusus untuk menyimpan lemak, molekul lemak simpanan dapat menempati hampir seluruh bagian sitosol, tempat molekul-molekul tersebut menyatu membentuk sebuah droplet lemak besar (Gambar 2-20a). Produk simpanan lain yang dapat dilihat adalah glikogen, bentuk simpanan glukosa, yang tampak sebagai kelompokan atau granul yang tersebar di seluruh bagian sel (Gambar 2-20b). Kemampuan sel menyimpan glikogen bervariasi; sel hati dan sel otot memiliki simpanan terbanyak. Jika tidak ada makanan untuk untuk menghasilkan bahan bakar bagi siklus asam sitrat dan sistem transpor elektron, glikogen dan asam lemak simpanan diuraikan untuk membebaskan glukosa dan asam lemak, yang dapat memberi makan perangkat penghasil energi di mitokondria. Rata-rata, manusia dewasa memiliki simpanan glikogen yang cukup untuk menghasilkan energi guna menjalankan kurang lebih satu hari aktivitas normal dan umumnya memiliki simpanan lemak yang cukup untuk menghasilkan energi selama dua bulan. Vesikel sekretorik yang telah diproses dan dikemas oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi juga tetap berada di sitosol, tempat vesikel ini disimpan hingga diberi sinyal untuk mengosongkan isinya ke luar sel. Selain itu, vesikel transpor dan vesikel endositotik juga bergerak di dalam sitosol.    BAB 2



(a) Simpanan lemak di sel adiposa Granul glikogen



Set hati



Elizabeth R. Walker, PhD, and Dennis O. Overman, PhD, Department of Anatomy, School of Medicine, West Virginia University for (a) and (b)



Droplet lemak



(c) Simpanan glikogen di sel hati Gambar 2-20 Badan inklusi. (a) Mikrograf cahaya memperlihatkan simpanan lemak di sel adiposa. Sebuah droplet lemak menempati hampir seluruh bagian sitosol setiap sel. (b) Mikrograf cahaya menunjukkan simpanan glikogen di sel hati. Granula berwarna merah yang ada di seluruh bagian sitosol setiap sel hati adalah endapan glikogen.



Periksa Pemahaman Anda 2.11 1. Sebutkan tiga kategori umum aktivitas yang berkaitan dengan sitosol. 2. Tuliskan definisi metabolisme antara.



Berbagai jenis sel di tubuh memiliki bentuk, kompleksitas struktur, dan spesialisasi fungsi yang berbeda-beda. Ciri unik ini dipertahankan oleh sitoskeleton, kerangka protein kompleks yang tersebar di seluruh bagian sitosol, yang berfungsi sebagai "otot dan tulang" sel dengan menopang dan menataberbagai komponen sel dan mengendalikan pergerakan komponen-komponen tersebut. Sitoskeleton memiliki tiga elemen: (1) mikrotubulus, (2) mikrofilamen, dan (3) filamen antara (Gambar 2-21, h. 49). Ketiga komponen tersebut saling terkait secara struktural dan terkoordinasi secara fungsional guna menunjang kelangungan fungsi terintegrasi tertentu sel bersangkutan. Fungsi-fungsi ini, bersama dengan fungsi semua komponen lain sitoplasma, terangkum di Tabel 2-2.



• TABEL 2-2



lkhtisar Komponen Sitoplasma



Komponen Sitoplasma



Struktur



Fungsi



  



Membentuk membran sel baru dan komponen sel lain serta membuat produk untuk sekresi







Memodifikasi, mengemas, dan mendistribusikan protein yang baru disintesis















Kantong bermembran berisi enzim hidrolitik



Berperan sebagai sistem pencernaan menghancurkan bahan asing dan debris sel











Melaksanakan aktivitas detoksifikasi











Bekerja sebagai organel energi; tempat utama produksi ATP; mengandung enzim untuk siklus asam sitrat, protein sistem transpor elektron, dan ATP sintase



Ribosom







Berperan sebagai meja kerja untuk sintesis protein



Vault



Berbentuk seperti tong oktagonal berongga



sel,







Sentrosom sentriol



dengan







Sepasang struktur silindris yang tegak lurus satu sama lain (sentriol) dikelilingi sebuah massa amorf



Berperan sebagai truk seluler untuk transpor dari nukleus ke sitoplasma Membentuk dan mengatur sitoskeleton mikrotubulus



Enzim metabolisme antara







Memfasilitasi reaksi intraseluler yang melibatkan degradasi, sintesis, dan transformasi molekul organik kecil



Vesikel transpor, vesikel sekretorik, dan vesikel endositotik



Terbentuk sesaat, produk terbungkusmembran yang disintesis di dalam atau ditelan oleh sel



Mengangkut atau menyimpan produk yang sedang dipindahkan di dalam sel (vesikel transpor), keluar dari sel (vesikel sekretorik), atau masuk ke sel (vesikel endositik)



Badan inklusi



Granul-granul glikogen, droplet lemak



Menyimpan kelebihan nutrien











Mikrofilamen







Mempertahankan bentuk asimetrik sel dan mengatur pergerakan sel yang kompleks, secara spesifik berperan sebagai jalan tol bagi transpor vesikel sekretorik di dalam sel, berperan sebagai komponen struktural dan fungsional utama sifia dan flagela, serta membentuk gelendong mitotik selama pembelahan sel Berperan penting dalam berbagai sistem kontraktil seluler, termasuk kontraksi otot dan gerakan amuboid; berperan sebagai pengeras mekanis untuk mikrovili











Sitoskeleton



Membantu menahan stres mekanis



Fisiologi Sel 49



Mikrotubulus membantu mempertahankan bentuk asimetrik sel dan berperan dalam pergerakan sel yang kompleks. Mikrotubulus adalah elemen sitoskeleton terbesar. Struktur ini berbentuk tabung panjang berongga tak-bercabang yang ramping (diameter 22 nm), terutama tersusun atas tubulin, molekul protein globular kecil (Gambar 2-21a). Mikrotubulus memosisikan banyak organel sitoplasmik, seperti RE, kompleks Golgi, lisosom, dan mitokondria. Mikrotubulus juga penting untuk mempertahankan bentuk sel yang asimetrik, seperti sel saraf, yang aksonnya dapat memanjang hingga satu meter dari tempat badan sel berasal di medula spinalis ke tempat berakhirnya akson di otot (Gambar 2-22a). Mikrotubulus, bersama dengan filamen antara khusus, menstabilkan juluran akson asimetrik ini. Mikrotubulus juga berperan penting dalam beberapa pergerakan sel yang kompleks, meliputi (1) transpor vesikel sekretorik atau bahan lain dari satu bagian ke bagian lain sel, (2) pergerakan juluran khusus sel, misalnya silia dan flagela, serta (3) distribusi kromosom selama pembelahan sel melalui pembentukan gelendong mitotik. Marilah kita bahas tiap-tiap peran ini. TRANSPOR VESIKEL Transpor aksonal adalah



Filamin keratin



Subunit keratin



Subunit tubulin



Subunit aktin



(a) Mikrotubulus



(b) Mikrofilamen



Protofibril keratin



(c) Keratin, filamen antara



Gambar 2-21 Komponen sitoskeleton. (a) Mikrotubulus, elemen terbesar sitoskeleton, berupa tabung panjang berongga yang dibentuk oleh dua varian yang sedikit berbeda—molekul tubulin berbentuk globular. (b) Kebanyakan mikroflamen, elemen terkecii sitoskeleton, terdiri atas dua rantai molekul aktin yang terpilin satu sama lain. (c) Filamen antara, keratin, ditemukan di kulit, terbentuk dari empat protofibril keratin yang terpilin satu sama lain. Sebuah protofibril tersusun



contoh yang baik untuk menunjukkan pentingnya atas dua untai, masing-masing terbentuk dari dua baris subunit keratin yang berkelok-kelok. sistem yang teratur dalam memindahkan vesikel Komposisi filamen antara, yang ukurannya di antara mikrotubulus dan mikrofilamen, bervariasi sekretorik. Di sel saraf, bahan-bahan kimia pada berbagai jenis sel. spesifik dilepaskan dari ujung terminal akson yang sel. Kedua ujung mikrotubulus berbeda dan tiap motor memanjang untuk memengaruhi otot atau struktur lain yang molekuler dapat berjalan hanya dalam satu arah di sepanjang dikendalikan sel saraf bersangkutan. Bahan kimia ini mikroubulus menuju satu ujung spesifik. Dinein selalu diproduksi di dalam badan sel tempat cetak-biru DNA bergerak menuju ujung sentrosom (atau "minus") pada nuklear, pabrik retikulum endoplasma, dan toko pengemasan mikrotubulus, sedangkan kinesin selalu berjalan ke ujung dan distribusi Golgi berada. Jika bahan kimia ini harus terluar (atau "plus"),menjamin bahwa muatannya dipindahkan berdifusi sendiri dari badan sel ke terminal akson yang jauh, ke arah yang tepat. diperlukan waktu sekitar 50 tahun untuk mencapainya—jelas sebuah solusi yang tidak praktis. Alternatifnya, mikrotubulus Transpor akson terbalik ini juga dapat berfungsi yang terentang dari pangkal hingga ujung akson menyediakan sebagai jalur bagi pergerakan beberapa agen in-feksius, "jalan tol" untuk lalu lintas vesikel di sepanjang akson misalnya virus herpes (penyebab ulkus dingin, herpes Motor molekuler adalah pengangkutnya. Motor genital, dan herpes zoster), virus poliomielitis, serta virus molekuler adalah protein yang melekat ke partikel yang akan rabies. Virus-virus ini berjalan mundur di sepanjang saraf dari diangkut, kemudian memanfaatkan energi dari ATP untuk tempat konta-minasi di permukaan, seperti luka di kulit atau "berjalan" di sepanjang mikrotubulus sambil "membopong" gigitan hewan, ke sistem saraf pusat (otak dan medula spinalis). partikel tersebut (motor artinya "pergerakan"). Kinesin, motor molekuler yang mengangkut vesikel sekretorik menuju PERGERAKAN SILIA DAN FLAGELA Mikrotubulus juga ujung akson, terdiri atas dua "kaki", satu tangkai, dan satu merupakan komponen struktural dan fungsional dominan pada ekor mirip kipas (Gambar 2-22a). Ekor kinesin terikat ke silia dan flagela. Juluran motil khusus dari permukaan sel ini vesikel sekretorik yang hendak dipindahkan, sementara memungkinkan sel memindahkan bahan-bahan melintasi kakinya mengayun ke depan selangkah demi selangkah, permukaannya (pada kasus sel yang diam) atau mendorong seolah-olah berjalan, menggunakan molekul tubulin sebagai dirinya sendiri bergerak dalam lingkungannya (pada kasus sel batu pijakan (Gambar 2-22b). motil). Silia (berarti "bulu mata"; tunggal, cilium) adalah Lalu-lintas vesikel bolak-balik juga berlangsung di juluran kecil pendek-pendek seperti rambut yang berjumlah sepanjang jalan tol mikrotubulus ini. Vesikel yang menganbanyak pada permukaan sel bersilia. Flagela (berarti "pecut"; dung debris diangkut oleh motor molekuler lain yang juga tunggal, flagellum) ialah juluran panjang mirip pecut; biasanya digerakkan ATP, dinein, dari terminal akson ke badan sel sebuah sel memiliki satu atau beberapa flagela. Meskipun untuk diuraikan oleh lisosom, yang tertahan di dalam badan menjulur dari permukaan sel, silia maupun flagela merupakan 50 BAB 2



Vesikel sekretorik Molekul kinesin Nukleus



Mikrotubulus



Kompleks Golgi ''Jalan tol'' mikrotobulus



Vesikel sekretorik



Akson Badan sel



Debris Terminal akson



Lisosom Retikulum endoplasma



Mikrotobulus Molekul dinein Vesikel debris



(a) Gambar 2-22 Transpor vesikel dua-arah di akson yang difasilitasi oleh "jalan tol" mikrotubulus di sebuah sel saraf. (a) Vesikel sekretorik diangkut dari tempat produksinya di badan sel, melintas sepanjang "jalan tol" mikrotubulus hingga ujung terminal untuk menyekresikan isinya. Vesikel yang mengandung debris diangkut dalam arah berlawanan untuk diuraikan di badan sel. pembesaran di atas memperiihatkan kinesin, motor molekuler, yang sedang membawa sebuah vesikel sekretorik menyusuri mikrotubulus menggunakan "kaki"nya untuk "melangkah" di atas satu molekul tubulin ke molekul tubulin berikutnya. Pembesaran di bawah menunjukkan motor molekuler lainnya, dinein, yang mengangkut debris melintasi mikrotubulus dalam arah sebaliknya. (b) Bagaimana sebuah kinesin "berjalan" di sepanjang permukaan mikrotubulus dengan menjejakkan dan mengangkat "kaki"nya silih berganti dengan berulang kali mengayunkan kaki belakang melewati kaki depan.



struktur intraseluler keduanya terbungkus membran plasma. Silia memecut atau menyapu secara bersama-sama ke arah tertentu, layaknya gerakan terpadu sebuah tim dayung. Pada manusia, sel bersilia melapisi saluran napas, oviduk saluran reproduksi wanita, dan ventrikel (bilik) berisi cairan di otak. Gerakan menyapu terpadu ribuan silia di saluran napas membantu menahan partikel asing tetap berada di luar paru dengan menyapu keluar debu dan partikel lain yang terhirup (Gambar 2-23). Di saluran reproduksi wanita, gerakan menyapu silia yang melapisi oviduk menarik sel telur (ovum) yang dilepaskan dari ovarium selama ovulasi dan menuntunnya ke arah uterus (rahim). Di otak, sel bersilia yang melapisi ventrikel menghasilkan cairan serebrospinal, yang mengalir melalui ventrikel dan mengelilingi otak dan medula spinalis, membentuk bantalan dan membasuh struktur saraf yang rapuh ini. Gerakan memecut silia membantu melancarkan sirkulasi cairan penunjang ini.



(b)



   51



Sel goblet



© PIR-CNRI/Science Photo Library/Photo Researchers, Inc.



Silia



Gambar 2-23 Silia di saluran napas. Pemindaian mikrograf elektron silia di sel-sel yang melapisi saluran napas manusia. Saluran napas dilapisi oleh sel goblet, yang menyekresikan mukus kental untuk memerangkap partikel yang terhirup, dan sel eptiel yang memiliki banyak silia mirip rambut. Semua silia memecut searah untuk menyapu partikel ke atas dan keluar dari saluran napas.



Selain silia motil multipel yang terdapat pada sel-sel di lokasi spesifik ini, hampir semua sel di tubuh manusia memiliki satu silia primer non-motil. Selama ini, silia primer dianggap sebagai struktur sisa yang tidak bermanfaat, tetapi semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa struktur ini bekerja sebagai organ sensorik mikroskopik yang merasakan lingkungan ekstrasel. Silia boleh jadi penting untuk menerima sinyal-sinyal regulatorik yang terlibat dalam kendali pertumbuhan, diferensiasi, dan proliferasi sel (ekspansi jenis sel tertentu). Defek silia primer dan silia motil terungkap berkaitan dengan beragam penyakit pada manusia; defek silia primer di antaranya terlibat dalam salah satu bintik kelainan perkembangan ginjal (penyakit ginjal polikistik), sementara defek silia motil berhubungan dengan, antara lain, penyakit pernapasan kronik. Satu-satunya sel manusia yang memiliki flagela adalah sperma (lihat Gambar 20-9, h. 794). Gerakan flagela atau ekor" yang seperti pecut memungkinkan sperma bergerak dalam lingkungannya, yang penting dalam bermanuver menuju posisi yang pas untuk membuahi ovum (sel telur). Silia dan flagela memiliki struktur internal dasar yang sama, hanya panjangnya saja yang berbeda: Silia pendek, sedangkan flagela panjang. Keduanya terdiri atas sembilan pasang mikrotubulus (doblet) yang menyatu, tersusun pada sebuah cincin luar yang mengelilingi dua mikrotubulus yang tidak menyatu di bagian tengah cincin tersebut (Gambar 2-24). Pengelompokan khas mikrotubulus "9 + 2" ini ada di sepanjang juluran motil tersebut. Protein-protein aksesori mirip jeruji menahan struktur ini. Silia atau flagela berasal dari sentriol. Setiap silinder pada pasangan sentriol mengandung seberkas mikrotubulus yang mirip dengan kompleks 9 + 2, tetapi tidak memiliki pasangan sentral mikrotubulus dan cincin luarnya memiliki sembilan triplet mikrotubulus yang menyatu, bukan doblet (lihat Gambar 2-19). Selama pembentukan silia atau flagela, sentriol yang sudah menggandakan diri bergerak menuju sebuah posisi tepat di bawah membran plasma, tempat mikrotubulus tumbuh keluar dari sentriol dalam pola yang teratur guna membentuk juluran motil. Sentriol tetap berada di dasar silia atau flagela yang telah terbentuk sebagai badan basal struktur tersebut.    hapter



Selain protein-protein aksesori yang mempertahankan keteraturan mikrotubulus, protein aksesori lainnya, motor molekuler dinein, berperan penting dalam pergerakan mikrotubulus yang menyebabkan keseluruhan struktur melengkung. Dinein membentuk cuatan mirip-lengan dari masingmasing doblet mikrotubulus (lihat Gambar 2-24b dan c). Lengan dinein ini berjalan di sepanjang doblet mikrotubulus yang bersebelahan, membuat doblet mikrotubulus meluncur satu sama lain, menyebabkan pelengkungan dan penghentakan (Gambar 2-24d). Kelompokan silia yang bekerja bersama diarahkan untuk memecut searah dan berkontraksi selaras melalui mekanisme kontrol yang meskipun belum sepenuhnya dipahami melibatkan satu mikrotubulus di bagian tengah silia. PEMBENTUKAN GELENDONG MITOTIK Pembelahan sel melibatkan dua aktivitas berbeda yang saling terkait: mitosis (pembelahan nuldeus) yang bergantung pada mikrotubulus, dan sitokinesis (pembelahan sitoplasma) yang bergantung pada mikrofilamen akan diuraikan pada bahasan berikutnya. Selama mitosis, kromosom inti yang mengandung DNA mengalami replikasi, menghasilkan dua set kromosom identik. Kedua set duplikat kromosom ini dipisahkan dan ditarik ke sisi sel yang berlawanan sehingga bahan genetik tersebar merata di kedua paruh sel. Kromosom yang telah bereplikasi tersebut tertarik saling menjauh oleh perangkat sel yang disebut gelendong mitotik, yang terakit dari mikrotubulus sebentar saja, hanya sewaktu pembelahan sel. Mikrotubulus gelendong mitotik ini dibentuk oleh sentriol. Sebagai bagian dari pembelahan sel, sentriol pertama-tama menggandakan dirinya sendiri; selanjutnya, pasangan-pasangan sentriol yang baru bergerak ke ujung sel yang berlawanan dan membentuk perangkat gelendong di tengah-tengahnya melalui perakitan mikrotubulus yang benar-benar terorganisasi. Beberapa obat antikanker mencegah reproduksi sel kanker dengan mengganggu mikrotubulus yang biasanya menarik kromosom ke kutub berlawanan selama pembelahan sel.



Mikrofilamen adalah elemen terkecil (garis tengah 6 nm) sitoskeleton. Mikrofilamen yang paling jelas terlihat di sebagian besar sel adalah yang tersusun atas aktin, molekul protein yang berbentuk globular mirip tubulin. Tidak seperti tubulin, yang membentuk tabung berongga, aktin tersusun dalam dua untai yang saling memilin membentuk mikrofilamen (lihat Gambar 2-21b). Di sel otot, protein miosin membentuk mikrofilamen jenis lain (lihat Gambar 8-4, h. 281). Pada kebanyakan sel, miosin tidak terlalu banyak dan tidak membentuk filamen yang jelas. Mikrofilamen menjalankan dua fungsi: (1) Berperan penting dalam berbagai sistem kontraktil sel, dan (2) bekerja sebagai pengeras mekanis untuk beberapa cuatan sel spesifik. MIKROFILAMEN DALAM SISTEM KONTRAKTIL SEL Struktur



berbasis aktin terlibat dalam kontraksi otot, pembelahan sel, dan pergerakan sel. Sistem kontraktil sel yang paling kentara, paling teratur, dan paling jelas dipahami adalah yang ditemukan di



Sistem 9+2 Membran plasma Don Fawcett/Photo Researchers, Inc.



Lengan dinein Dua mikrotobulus sentral Doblet mikrotobulus (9 doblet yang membentuk cincin luar)



(b) Potongan melintang silium atau flagelum Dasar flagelum atau sillium



Membran plasma (permukaan sel) Badan basal (sentriol)



(d) Pelengkungan silium atau flagelum: Pelengkungan dan penghentakan silia atau flageda motil disebabkan oleh motor molekuler dinein, yang membuat doblet mikrotobulus meluncur satu sama lain. Akibat peluncuran tersebut, doblet merenggang menjauhi bagian puncaknya pada sisi yang akan melengkung.



(c) Mikrograf flagelum



Lurus



Melengkung



(a) Struktur silium dan flagelum Gambar 2-24 Struktur internal sebuah silium dan flagelum. (a) Hubungan antara mikrotubulus dan sentriol yang telah berubah menjadi badan basal pada sebuah silium atau fiagelum. (b) Diagram sebuah silium atau flagelum dalam potongan melintang, memperlihatkan susunan mikrotubulus "9 + 2" yang khas beserta lengan dinein dan protein aksesori lain yang menahan struktur tersebut. (c) Mikrograf elektron sebuah flagelum dalam potongan melintang; molekul-molekul tubulin tampak di dinding mikrotubulus. (d) Ilustrasi melengkungnya sebuah silium atau flagelum akibat meluncurnya mikrotubulus yang disebabkan oleh dinein yang "berjalan."



otot. Otot mengandung banyak mikrofilamen aktin dan miosin, yang melaksanakan kontraksi otot melalui pergeseran mikrofilamen aktin relatif terhadap mikrofilamen miosin yang diam dengan menggunakan ATP sebagai sumber energi. Miosin adalah motor molekuler yang memiliki kepala yang berjalan di sepanjang mikrofilamen aktin, menariknya ke dalam di antara mikrofilamen-mikrofilamen miosin. Pergeseran mikrofilamen dan pembentukan gaya dipicu oleh rangkaian kompleks proses elektrik, biokimiawi, dan mekanis yang dimulai ketika sel otot dirangsang untuk berkontraksi (lihat Bab 8 untuk bahasan terperinci). Sel-sel selain sel otot boleh jadi juga memiliki struktur "mirip-otot". Beberapa sistem kontraktil mikrofilamen ini terbentuk sebentar saja untuk melaksanakan sebuah fungsi spesifik manakala dibutuhkan. Contoh yang baik adalah cincin kontraktil yang terbentuk sewaktu sitokinesis, proses memisahnya kedua paruh sel menjadi dua sel anak, masingmasing dengan kromosom lengkap. Cincin ini tersusun atas seberkas filamen-filamen aktin menyerupai sabuk yang terletak tepat di bawah membran plasma di tengah sel yang tengah membelah. Ketika berkontraksi dan mengikat, cincin serat ini membelah sel menjadi dua (Gambar 2-25).



Struktur kompleks berbasis aktin juga bertanggung jawab atas sebagian besar pergerakan sel. Empat jenis sel manusia marnpu bergerak sendiri sperma, sel darah putih, fibroblas, dan sel kulit. Flagela mendorong sperma. Sel motil lainnya bergerak melalui pergerakan amuboid, proses merangkaknya sel yang bergantung pada aktivitas filamen aktin, melalui mekanisme yang serupa dengan yang digunakan oleh amuba untuk bermanuver dalam lingkungannya. Ketika merangkak, sel motil membentuk juluran mirip-kaki, atau pseudopodia, di "depan" atau bagian depan sel yang mengarah ke sasaran. Sebagai contoh, sasaran yang memicu pergerakan amuboid dapat jadi berupa kedekatan makanan pada kasus amuba atau kedekatan bakteri pada kasus sel darah putih (lihat Gambar h. 2-8c, h. 33). Pseudopodia terbentuk akibat perakitan dan pembongkaran terorganisasi jalinan aktin yang bercabangcabang. Selama pergerakan amuboid, filamen-filamen aktin terus tumbuh di bagian depan sel melalui penambahan molekul aktin di depan rantai aktin. Pertumbuhan filamen ini mendorong bagian sel tersebut maju sebagai juluran pseudopodia (Gambar 2-26). Secara bersamaan, molekul aktin di bagian belakang filamen dibongkar dan dipindahkan ke bagian depan. Dengan demikian, filamen tidak bertambah



Fisiologi Sel 53



Cincin kontraktil yang tersusun atas aktin



Michael Abbey/Visuals Unlimited, Inc.



Pseudopodia



Nukleus



Gambar 2-26 Amuba yang tengah melakukan pergerakan amuboid.



Gambar 2-25 Sitokinesis. Diagram dan pemindaian mikrograf elektron sebuah sel yang mengalami sitokinesis, proses pengikatan dan pemerasan kedua paruh sel duplikat yang terbentuk melalui mitosis oleh sebuah cincin kontraktil yang tersusun atas filamen aktin.



panjang; panjangnya tetap, tetapi bergerak maju melalui pemindahan molekul-molekul aktin dari belakang ke depan filamen secara terus-menerus dalam pola yang diistilahkan dengan pola treadmilling. Sel melekatkan pseudopodia yang tengah bergerak maju ke jaringan ikat di sekitarnya dan pada saat bersamaan melepaskan diri dari tempat perlekatan sebelumnya di belakang. Sel menggunakan tempat perlekatan baru di bagian depan ini sebagai titik traksi untuk menarik maju seluruh badannya melalui kontraksi sitoskeleton Sel darah putih adalah sel tubuh yang paling aktif merangkak. Sel-sel ini keluar dari sistem sirkulasi dan berjalan dengan pergerakan amuboid ke daerah infeksi atau peradangan, tempat sel ini menelan dan menghancurkan mikroorganisme dan debris sel. Hal yang menakjubkan, diperkirakan bahwa jarak total yang ditempuh secara kolektif per hari oleh semua sel darah putih Anda ketika menjelajahi jaringan dalam taktik "cari-dan-hancurkan" setara dengan jarak tempuh dua kali mengelilingi dunia. Fibroblas ("pembentuk serat"), jenis sel motil lainnya, melakukan pergerakan amuboid ke dalam sebuah luka dari jaringan ikat sekitarnya untuk membantu memperbaiki kerusakan; fibroblas bertanggung jawab atas pembentukan parut. Sel kulit, yang biasanya diam, dapat menjadi cukup mobil dan melakukan pergerakan amuboid menuju sebuah luka guna memulihkan permukaan kulit.



   BAB 2



peran mereka dalam sistem kontraktil sel, filamen aktin berfungsi sebagai pengeras atau penyokong mekanis untuk beberapa tonjolan sel, yang tersering adalah mikrovili. Mikrovili adalah tonjol-tonjol mikroskopik non-motil seperti rambut dari permukaan sel epitel yang melapisi usus halus dan tubulus ginjal (Gambar 2-27). Adanya mikrovili menambah luas permukaan yang tersedia untuk memindahkan bahan melintasi membran plasma. Di usus halus, mikrovili memperbesar luas permukaan yang tersedia untuk menyerap nutrien yang telah dicerna. Di tubulus ginjal, mikrovili meningkatkan luas permukaan serap yang menyelamatkan bahan-bahan bermanfaat yang melewati ginjal sehingga bahan-bahan tersebut dapat disimpan dan dimanfaatkan oleh tubuh, bukan dieliminasi melalui urine. Di dalam masingmasing mikrovili, pusat filamen aktin yang tersusun sejajar membentuk pengeras mekanis kaku yang mempertahankan tonjol-tonjol permukaan berharga ini tetap utuh.



Filamen antara berukuran di antara mikrotubulus dan mikrofilamen (diameternya 7 hingga 11 nm) karena itu diberi nama demikian. Protein yang menyusun filamen antara bervariasi pada berbagai jenis sel, tetapi secara umum berbentuk molekul ireguler seperti benang. Protein-protein ini Mikrovili Dr. Richard Kessel & Dr. Randy Kardon/ Tissues & Organs/Visuals Unlimited, Inc.



Dr. David Phillips/Visuals Unlimited, Inc.



MIKROFILAMEN SEBAGAI PENGERAS MEKANIS Selain



Gambar 2-27 Mikrovili di usus halus. Pemindaian mikrograf elektron



yang memperlihatkan mikrovili di permukaan sel epitel usus halus.



membentuk serat Iiat tahan lama yang berperan sentral dalam mempertahankan integritas struktural sel dan menahan stres mekanis yang berasal dari luar sel. Jenis filamen antara disesuaikan dengan peran struktural atau penahan-stres komponen ini di berbagai jenis sel spesifik. Secara umum, hanya satu kelas filamen antara yang terdapat di satu jenis sel. Dua contoh penting adalah sebagai berikut: Neurofilamen, filamen antara yang ditemukan di akson sel saraf. Bersama dengan mikrotubulus, neurofilamen menguatkan dan menstabilkan juluran sel ini. ■



■ Sel kulit mengandung jalinan ireguler filamen antara yang tersusun atas protein keratin (lihat Gambar 2-21c). Filamen intrasel ini berhubungan dengan filamen ekstrasel yang menyatukan sel-sel bersebelahan, menciptakan jalinan filamen bersinambungan yang meluas ke seluruh bagian kulit dan menguatkan kulit. Ketika sel kulit permukaan mati, rangka keratinnya yang liat menetap, membentuk lapisan pelindung luar yang kedap-air. Rambut dan kuku juga merupakan struktur keratin.



Filamen antara mewakili hingga 85% protein total di sel saraf dan sel kulit penghasil keratin, sementara di sel lain filamen ini menyusun rata-rata hanya sekitar 1% protein total. Abnormalitas neurofilamen turut berperan pada beberapa penyakit saraf. Salah satu contoh penting adalah sklerosis lateral amiotrofik (amyotrophic lateral sclerosis, ALS) yang lebih dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig. ALS ditandai dengan degenerasi progresif dan kematian neuron motorik, jenis sel saraf yang mengontrol otot rangka. Penyakit awitandewasa ini menyebabkan hilangnya kontrol otot rangka perlahanlahan, termasuk otot-otot pernapasan, dan akhirnya menyebabkan kematian, seperti yang terjadi pada legenda baseball Lou Gehrig. Salah satu problem dasarnya dapat jadi ialah akumulasi abnormal dan disorganisasi neurofilamen. Neuron motorik, yang memiliki neurofilamen terbanyak, adalah sel yang terserang paling parah. Neurofilamen yang mengalami disorganisasi ini diyakini menghambat transpor aksonal bahan-bahan penting di sepanjang jalan tol mikrotubulus sehingga pasokan vital dari badan sel tidak dapat mengalir ke terminal akson.



Jalinan pembawa-gaya ini boleh jadi berfungsi sebagai mekanisme yang memungkinkan gaya-gaya mekanis yang bekerja pada permukaan sel menyebar ke segala arah dari membran plasma, menyusuri sitoskeleton, sebelum akhirnya memengaruhi regulasi gen di nukleus Lebih lanjut, seperti yang telah Anda pelajari, kerja terpadu elemen-elemen sitoskeleton bertanggung jawab mengarahkan transpor intrasel dan mengatur berbagai pergerakan sel; dengan demikian, juga berfungsi sebagai. "otot" sel. Periksa Pemahaman Anda 2.12 1. Sebutkan tiga jenis etemen sitoskeleton dan sebutkan satu fungsi dari setiap jenisnya. 2. Jelaskan bagaimana motor molekular memindahkan protein di sepanjang "jalan tol" sitoskeleton. 3. Jelaskan bagaimana treadmiling membentuk pseudopodia pergerakan amuboid.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Kemampuan sel melakukan fungsi-fungsi yang esensial bagi kelangsungan hidupnya sendiri, di samping tugastugas



khusus



yang



membantu



mempertahankan



homeostasis di dalam tubuh, pada akhirnya bergantung pada kerja sama apik berbagai komponen intrasel. Sebagai contoh, untuk menunjang aktivitas-aktivitas penopang hidup, semua sel harus menghasilkan energi, dalam bentuk yang dapat digunakan, dari molekul nutrien. Energi dihasilkan di dalam sel ofeh reaksi-reaksi kimia di sitosol dan mitokondria. Selain penting bagi kelangsungan hidup sel itu sendiri, organ dan sitoskeleton ikut serta dalam banyak tugas khusus sel yang berperan dalam homeostasis. Beberapa contohnya adalah: ■ Sel saraf dan endokrin mengeluarkan zat kimia perantara berupa protein (neurotransmiter di sel saraf dan hormon di sel endokrin) yang penting dalam aktivitas regulatorik yang



Secara kolektif, elemen-elemen sitoskeleton dan sambungan nya menopang membran plasma dan bertanggung jawab atas bentuk spesifik, kekakuan, dan geometri spasial berbagai jenis sel. Lebih lanjut, semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa sitaskeleton berfungsi sebagai kerangka untuk mengatur kelompokan enzim yang berperan pada banyak aktivitas sel. Karena itu, kerangka internal ini bekerja sebagai "tulang" sel. Studi-studi baru mengisyaratkan bahwa sitoskeleton merupakan sebuah kesatuan, bukan sekedar struktur penunjang yang mempertahankan integritas ketegangan sel, melainkan juga berperan sebagai sistem komunikasi mekanis. Berbagai komponen sitoskeleton bertindak seolah-olah komponenkomponen tersebut terhubung atau "tersambung" secara struktural satu sama lain serta dengan membran plasma dan nukleus.



bertujuan mempertahankan homeostasis. Sebagai contoh, neurotransmiter merangsang otot-otot pernapasan, yang melaksanakan salah satu aktivitas penopang hidup, yakni pertukaran O2 dan CO2 antara tubuh dan atmosfer melalui proses bernapas. Semua zat kimia perantara ini dihasilkan oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi serta, jika perlu, dikeluarkan dari sel melalui eksositosis. ■ Kemampuan



sel



otot



berkontraksi



bergantung



pada



peluncuran mikrofilamen-mikrofilamen sitoskeleton satu sama lain. Kontraksi otot bertanggung jawab atas banyak aktivitas homeostatik, meliputi (1) kontraksi otot jantung, yang memompa darah penopang hidup ke seluruh tubuh;    55



(2) kontraksi otot yang melekat ke tulang, yang mem



hadap partikel yang ditelan sewaktu sel darah putih ber-patroli mencari



ungkinkan tubuh mengambil makanan; dan (3) kontraksi otot



mikroba penyusup. Sel darah putih rnampu menjelajahi tubuh



di dinding fambung dan usus, yang menggerakkan makanan di



menggunakan pergerakan amuboid, proses merangkaknya sel yang



sepanjang saluran cerna sehingga nutrien yang tertelan dapat diuraikan secara progresif menjadi bentuk yang dapat diserap ke dalam darah untuk disalurkan ke sel ■ Sel darah putih membantu tubuh menahan infeksi lewat



terjadi karena perakitan dan pembongkaran aktin, salah satu komponen sitoskeleton, secara terpadu. Begitu kita mulai mempelajari berbagai organ dan sistem, ingatlah selalu bahwa keberfungsian sel yang baik adalah dasar semua aktivitas organ.



penggunaan besar- besaran mekanisme destruksi lisosom ter-



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-20. Pertanyaan Objektif 1. Sawar yang memisahkan dan mengontrol perpindahan antara isi sel dan cairan ekstrasel adalah____ 2. Bahan kimia yang mengarahkan sintesis protein dan berfungsi sebagai cetak-biru genetik adalah ___ yang ditemukan di___sel. 3. Sitoplasma terdiri atas _____yang merupakan kompartemen intrasel khusus terbungkus membran; sebuah massa miripgel yang dikenal sebagai ___; dan kerangka protein kompleks yang disebut___ 4. Vesikel transpor dari _____menyatu dengan dan memasuki _____untuk dimodifikasi dan disortir. 5. Enzim (jenis apa) _____di dalam peroksisom terutama mendetoksifikasi berbagai sampah yang dihasilkan di dalam sel atau senyawa asing yang masuk ke sel. 6. Pembawa energi universal bagi tubuh adalah___ 7. Sel terbesar di tubuh manusia dapat dilihat dengan mata telanjang (Benar atau salah?) 8. Pergerakan amuboid terjadi karena perakitan dan pembongkaran mikrotubulus secara terpadu. (Benar atau salah?) 9. Dengan menggunakan kode jawaban di sebelah kanan, tunjukkan jenis ribosom apa yang sedang dipaparkan: (a) ribosom bebas 1. menyentesis protein yang (b) ribosom yang digunakan untuk membuat terikat ke RE membran sel baru kasar 2. membentuk protein yang digunakan sitosol dalam sel 3. menyintesis protein sekretorik, seperti enzim atau hormon 4. menyintesis enzim hidrolitik yang terkandung dalam lisosom 10. Dengan menggunakan kode jawaban di sebelah kanan, tunjukkan bentuk produksi energi apa yang sedang dipaparkan: (a) glikolisis 1. berlangsung dimatriks (b) siklus asam sitrat mitokondria (c) fosforilasi 2. menghasilkan H2O2 sebagai oksidatif 3. menghasilkan ATP yang melimpah 4. berlangsung di sitosol 5. memproses asetil-CoA    BAB 2



6. berlangsung di krista membran-dalam mitokondria 7. mengubah glukosa menjadi dua molekul piruvat 8. menggunakan oksigen molekuler 9. dilangsungkan oleh sistem transpor elektron dan ATP sintase Pertanyaan Esai 1. Apa saja tiga subdivisi utama sel? 2. Sebutkan manfaat kompartementalisasi organel 3. Tuliskan kelima jenis organel bermembran dan ketiga jenis organel tak-bermembran. 4. Paparkan struktur retikulum endoplasma, sebutkan perbedaan antara RE kasar dan halus. Apa fungsi masing-masing? 5. Buat perbandingan antara eksositosis dan endositosis. Sebutkan definisi sekresi, pinositosis, endositosis diperantarai-reseptor, dan fagositosis. 6. Organel apa yang berfungsi sebagai "sistem pencernaan" intrasel? Enzim jenis apa yang terkandung di dalamnya? Apa fungsi organel ini? 7. Buat perbandingan antara lisosom dan peroksisom. 8. Sebutkan perbedaan antara respirasi seluler, fosforilasi oksidatif, dan kemiosmosis. 9. Paparkan struktur mitokondria, dan jelaskan perannya dalam respirasi seluler. 10. Sebutkan perbedaan antara enzim oksidatif yang ada di peroksisom dan enzim oksidatif yang terdapat di mitokondria. 11. Sel menghabiskan energi pada tiga kelompok aktivitas. Apa saja itu? 12. Sebutkan dan paparkan fungsi masing-masing komponen sitoskeleton. Latihan Kuantitatif 1. Setiap "putaran" siklus Krebs (a) menghasilkan 3 NAD+, 1 FADH2, dan 2 CO2 (b) menghasilkan 1 GTP, 2 CO2, dan 1 FADH2 (c) mengonsumsi 1 piruvat dan 1 oksaloasetat (d) mengonsumsi sebuah asam amino 2. Mari kita pikirkan berapa banyak ATP yang Anda sintesis dalam sehari. Anggaplah bahwa Anda mengonsumsi 1 mol O2 per jam atau 24 mol per hari (satu mol menunjukkan jumlah gram bahan kimia tertentu yang setara dengan berat molekulnya; lihat h. A-6). Kurang lebih 6 mol ATP dihasilkan per mol O2 yang dikonsumsi. Berat molekul ATP adalah 507. Berapa gram ATP yang Anda hasilkan per hari dengan laju tersebut? Diketahui



bahwa 1000 g setara dengan 2,2 pon, berapa pon ATP yang Anda produksi per hari dengan laju tersebut? (Kasus ini berada dalam kondisi yang relatif inaktif!) 3. Pada keadaan istirahat, seseorang menghasilkan sekitar 144 mol ATP per hari (73.000 g ATP/hari). Jumlah energi bebas yang dicerminkan oleh jumlah ATP tersebut dapat dihitung sebagai b erikut: Pemutusan ikatan fosfat terminal dari ATP menyebabkan pengurangan energi bebas kurang lebih sebesar 7300 kal/mol. Angka ini merupakan hitungan kasar energi yang tersedia untuk melakukan kerja, yang terkandung di dalam ikatan fosfat terminal molekul ATP. Secara kasar, berapa banyak kalori, dalam bentuk ATP, dihasilkan per hari oleh seseorang dalam keadaan istirahat? 4. Hitunglah jumlah sel di dalam tubuh rata-rata orang dewasa berbobot 68 kg (150 lb). (Hitungan ini hanya memiliki akurasi sekitar 1 per 10, tetapi paling tidak akan memberi Anda pencerahan bagaimana ilmuwan mengestimasi angka



yang lazim dikutip ini). Anggaplah semua sel berbentuk bola dengan garis tengah 20 µm. Volume sebuah bola dapat ditentukan dengan rumus: v = 4/3 πr3. (Petunjuk: Kita tahu bahwa sekitar dua pertiga air di tubuh berada di dalam sel dan densitas sel mendekati 1 g/mL. Proporsi massa yang tersusun oleh air adalah sekitar 60%). 5. Jika disuntikkan ke dalam aliran darah, sukrosa cenderung tetap berada di luar sel (sel tidak menggunakan sukrosa secara langsung). Jika tidak masuk ke sel, ke mana perginya sukrosa? Dengan kata lain, seberapa besar "ruang" di tubuh yang tidak terdapat di dalam sel? Sukrosa dapat digunakan untuk menentukan besar ruang tersebut. Misalkan 150 g sukrosa disuntikkan ke seorang wanita berbobot 55 kg. Jika konsentrasi sukrosa di dalam darahnya adalah 0,015 mg/mL, berapa volume ruang ekstrasel wanita tersebut, dengan menganggap tidak terjadi metabolisme dan konsentrasi sukrosa darah sama dengan konsentrasi sukrosa di seluruh ruang ekstrasel?



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Lambung memiliki dua jenis sel sekretorik eksokrin: sel utama (chief ceil) yang menyekresikan bentuk inaktif enzim pencerna protein, pepsinogen, dan sel parietal, yang menyekresikan asam klorida (hydrochloric acid, HCl) yang mengaktifkan pepsinogen. Kedua jenis sel ini memiliki banyak mitokondria untuk menghasilkan ATP-sel utama membutuhkan energi untuk menyintesis pepsinogen, sementara sel parietal memerlukan energi untuk mengangkut ion hidrogen (H+) dan klorida (Cl-) dari darah ke dalam lumen lambung. Hanya satu dari kedua jenis sel ini yang memiliki retikulum endoplasma kasar yang luas dan banyak tumpukan Golgi. Apakah sel yang dimaksud adalah sel utama, atau sel parietal? Mengapa? 2. Racun sianida bekerja dengan mengikat secara ireversibel salah satu komponen sistem transpor elektron, menghambat kerja komponen tersebut. Akibatnya, keseluruhan proses transpor elektron nyaris terhenti, dan sel kehilangan lebih dari 94% kemampuannya menghasilkan ATP. Menimbang jenis aktivitas sel yang bergantung pada pemakaian energi, apa konsekuensi keracunan sianida? 3. Hidrogen peroksida, yang tergolong senyawa sangat takstabil yang dikenal sebagai radikal bebas, dapat menimbulkan kerusakan parah pada struktur dan fungsi sel dengan jalan bereaksi dengan hampir semua molekul yang berkontak dengannya, termasuk DNA. Perubahan seluler yang



ditimbulkan dapat menyebabkan mutasi genetik, kanker, atau konsekuensi serius lainnya. Lebih lanjut, sebagian peneliti berspekulasi bahwa efek kumulatif kerusakan sel yang tersamarkan akibat reaksi radikal bebas dalam jangka lama boleh jadi turut berperan menyebabkan perburukan perlahanlahan seiring proses penuaan. Berkenaan dengan spekulasi ini, berbagai studi menunjukkan bahwa usia harapan hidup lalat buah menurun sebanding dengan berkurangnya bahan kimia spesifik yang terdapat di salah satu organel selnya. Berdasarkan pengetahuan Anda tentang bagaimana tubuh menyingkirkan sendiri hidrogen peroksida yang berbahaya, menurut Anda apa bahan kimia yang terdapat di dalam organel tersebut? 4. Menurut pendapat Anda, mengapa seseorang hanya mampu melakukan olahraga anaerobik (misalnya, mengangkat dan menahan beban berat) sebentar saja, tetapi dapat melakukan olahraga aerobik (misalnya, berjalan atau berenang) untuk waktu yang lama? (Petunjuk: Otot memiliki simpanan energi yang terbatas). 5. Salah satu tipe penyakit epidermolisis bulosa disebabkan oleh defek genetik yang menyebabkan pembentukan keratin yang abnormal lemah. Berdasarkan pengetahuan Anda tentang peran keratin, menurut Anda bagian tubuh mana yang terpengaruh oleh penyakit ini?



PERTIMBANGAN KLINIS Kevin S. dan istrinya telah berusaha untuk memiliki anak selama tiga tahun terakhir. Ketika meminta pertolongan dari seorang ahli kesuburan, Kevin menyadari bahwa ia mengidap bentuk herediter ketidaksuburan pria karena spermanya non-motil. Keadaannya dapat ditelusuri balik menuju defek komponen sitoskeleton flagela sperma. Akibat temuan ini, dokter menduga bahwa Kevin juga telah lama mengidap



penyakit saluran napas berulang. Kevin mengonfirmasi bahwa ia memang terjangkit flu, bronkitis, dan influenza lebih sering ketimbang teman-temannya. Mengapa dokter tersebut menduga bahwa Kevin memiliki riwayat penyakit pernapasan berulang berdasarkan diagnosisnya, yaitu ketidaksuburan akibat sperma non-motil?



   57



hapter 2



Kartu Belajar 2.3 |



2.1 | Teori dan Penemuan Sel (h. 24) Organisasi dan interaksi kompleks bahan-bahan kimia didalam suatu sel memberi ciri unik kehidupan. Sel adalah unit terkecil yang mampu menjalankan proses kehidupan. ■



Sel merupakan unit organik penyusun tubuh. Struktur danfungsi organisme multiseluler akhirnya bergantung pada kemampuan struktural dan fungsional sel-selnya. (Lihat Tabel 2-1.) ■ Sel terlalu kecil untuk dilihat dengan mata telanjang. ■ Dengan mikroskop tradisional, para peneliti mempelajari bahwa semua jaringan hewan dan tumbuhan tersusun atas sel-sel. ■ Para ilmuwan kini mengetahui bahwa sebuah sel adalah struktur kompleks berkompartemen yang sangat terorganisasi. ■



2.2 | Selayang Pandang Struktur Sel (h. 24-27) ■ Sel memiliki tiga subdivisi utama: membran plasma, nukleus, dan sitoplasma. (Lihat Gambar 2-1.) ■ Membran plasma membungkus sel dan memisahkan cairan intra dengan ekstrasel. ■ Nukleus mengandung asam deoksiribonukleat (DNA), materi genetik sel. ■ Tiga jenis asam ribonukleat (RNA) berperan dalam sintesis protein yang disandi oleh DNA: RNA perantara (mRNA) yang menyalin kode genetik DNA dan mengirimkannya ke ribosom; RNA ribosomal (rRNA), bagian ribosom yang membaca kode mRNA dan menerjemahkannya ke dalam protein terpilih; RNA transfer (tRNA) yang menyalurkan asam-asam amino ke protein yang sedang disintesis. ■ Sitoplasma tersusun atas sitosol, sebuah massa kompleks mirip-gel yang bercampur dengan sitoskeleton dan organelorganel ■ Organel adalah struktur sangat terorganisasi yang menjalankan fungsi spesifik. Ada dua kategori organel. Organel bermembra dibatatasi oleh sebuah membra yang memisahkan isi organel dari sitosol di sekitarnya. Organel bermembra meliputi retikulum endoplasma (RE). kompleks Golgi, lisoson. peroksisom, dan mitokondria. Organel tak bermembran tidak terbungkus membran, meliputi ribosom, vault, dan sentriol. (Lihat Gambar 2-1 dan Tabel 2-2, hlm. 49).



Retikulum Endoplasma dan Sintesis Pemisahan (h. 27-29)



■ Retikulum endoplasma (RE) adalah jalinan kompleks bermembran yang membungkus sebuah lumen berisi cairan. ■ Fungsi utama RE adalah menyintesis protein dan lipid yang akan(1) disekresikan ke luar sel, seperti enzim dan hormon, atau (2) dipakai untuk menghasilkan komponen sel baru, terutama membran sel. ■ Dua jenis retikulum endoplasma adalah retikulum endoplasma kasar, jalinan kantong gepeng yang bertaburkan ribosom, dan retikulum endoplasma halus, jalinan tubulus yang tidak mengandung ribosom, (Lihat Gambar 2-2.)



Ribosom pada RE kasar membentuk protein yang dibebaskan ke dalam lumen RE sehingga protein itu terpisah dari sitosol. Lipid yang diproduksi di dalam dinding membran RE juga masuk ke lumen. ■ Produk yang disintesis berpindah dari RE kasar ke RE halus tempat produk tersebut dikemas dan dikeluarkan sebagai vesikel transpor. Vesikel transpor terbentuk sebagai bagian dari "pertunasan" RE halus, (Lihat Gambar 2-3.)







2.4 |



Kompleks Golgi dan Eksositosis (h. 29-31)



Vesikel transpor bergerak ke, dan menyatu dengan, kompleks Golgi yang tersusun atas tumpukan kantong gepeng terbungkus membran. (Lihat Gambar 2-3, 2-4, dan foto pembuka bab.) ■ Kompleks Golgi berfungsi ganda: (1) memodifikasi molekul yang baru disintesis—dikirim dalam bentuk mentah dari RE—menjadi produk jadi, dan (2) menyortir, mengemas, dan mengarahkan lalu hntas molekul ke destinasinya masing-masing di dalam maupun di luarsel. ■ Kompleks Golgi di sel sekretorik mengemas protein yang akan dikeluarkan dari sel di dalam vesikel sekretorik yang terlepas melalui eksositosis ketika ada rangsangan yang sesuai. (Lihat Gambar 2-3,2-5a,dan2-6). ■



2.5 |



Lisosom dan Endositosis (h. 31-34)



Lisosom adalah kantong terbungkus membran yang mengandung enzim-enzim hidrolitik (pencernaan) kuat. (Lihat Gambar 2-7.)







Lisosom, yang berfungsi sebagai "sistem pencernaan" intrasel, menghancurkan bahan asing, misalnya bakteri yang masuk ke sel, dan memusnahkan bagian-bagian sel yang rusak untuk diganti dengan yang baru.







Bahan ekstrasel dibawa masuk ke sel melalui proses endositosis, lalu diserang oleh enzim-enzim lisosomal. (Lihat Gambar 2-5b.) Tiga bentuk endositosis adalah pinositosis (pengambilan non-selektif CES; "sel minum"), endositosis diperantarai-reseptor (pengimporan selektif molekul besar spesifik), dan fagositosis (penelanan partikel multimolekuler besar; "sel makan"). (Lihat Gambar 2-8.)







Peroksisom



Mitokondria



Ribosom bebas



Vault



Pori inti Nukleus (inti sel) Retikulum endoplasma kasar



Pasangan sentrial dalam



Ribosom (menempel Retikulum pada retikulum endoplasma endoplasma kasar)



weirosom Lisosom



Retikulum endoplasma halus



Mikrotubulus yang memancar dari sentrosom Vesikel



Mikrofilamen Membran plasma



Kompleks golgi Sitosol



2.6 | Peroksisom dan Detoksifikasi (h. 34) Peroksisom adalah kantong kecil terbungkus membra yang mengandung enzim-enzim oksidatif kuat. (Lihat gambar 2-7.)







■ Peroksisom melangsungkan reaksi oksidatif yang mendetoksifikasi sampah dan senyawa asing toksik yang masuk ke sel. Pada reaksi detoksifikasi ini, peroksisom membentuk hidrogen peroksida (H2O2) poten, yang diuraikan menjadi air dan oksigen oleh katalase.



2.7 | Mitokondria dan Produksi ATP (h. 34-43) Mitokondria adalah organel berbentuk batang yang terbungkus oleh dua membran, membran luar yang halus dan membran dalam yang membentuk serangkaian lekukan, krista, yang mencuat ke rongga dalam berisi gel, matriks. (Lihat Gambar 2-9a dan foto pembuka bab.)







■ Di otot rangka dan beberapa jenis sel lain, mitokondria bergabung satu sama lain membentuk retikulum mitokondria yang lebih efisien memindahkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk menghasilkan energi ke bagian sel yang lebih dalam. (Lihat Gambar 2-9b.)



Mitokondria adalah organel energi sel, yang secara efisien mengubah energi dalam molekul makanan menjadi energiterpakai yang disimpan dalam molekul ATP. Sel menggunakan ATP sebagai sumber energi bagi sintesis senyawa kimia baru, transpor membran, dan kerja mekanis.











Sitosol



Glikolisis Glikosa dan molekul bahan bakar lain



2



ATP



Piruvat



Piruvat ke gugus asetil



Matriks miktokondria



Asetil-CoA



Siklus asam sitrat



2



ATP



Membran dalam mitokondria



Elektron diangkut oleh NADH dan FADH2



Fosforilasi oksidatif (sistem transpor elektron dan kemiosis)



28



ATP



Respirasi seluler secara kolektif merujuk pada reaksi intraseluler tempat molekul kaya energi diuraikan guna membentuk ATP, menggunakan O2 dan menghasilkan CO2 dalam prosesnya. Respirasi seluler mencakup pemecahan sekuensial molekul nutrien diikuti produksi ATP dalam tiga tahap: (1) glikolisis di sitosol, (2) siklus asam sitrat di matriks mitokondria, dan (3) fosforilasi oksidatif di membran dalam mitokondria. (Lihat Gambar 2-10.)



(dengan O2), mitokondria dapat menghasilkan tambahan 30 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa yang diproses (2 dari siklus asam sitrat dan 28 dari fosforilasi oksidatif). (Lihat Gambar 2-14 dan 2-16.)



2.8 | Ribosom dan Sintesis Protein (h. 43-45) Pada sintesis protein, subunit ribosomal besar dan kecil menyatu membentuk sebuah ribosom. (Lihat Gambar 2-17a.)







Ribosom menerjemahkan mRNA ke rantai asam amino yang hendak dirakit berdasarkan kode DNA yang dibawa oleh mRNA. Ribosom memiliki situs pen0gikatan tempat tRNA yang mengangkut asam amino tertentu berhubungan dengan mRNA sewaktu perakitan protein. (Lihat Gambar 2-17b.)







2.9 | Vault Sebagai Truk Seluier (h. 46)



Vault adalah struktur oktagonal berongga yang bentuknya dan kurannya sama dengan pori nukleus. (Lihat Gambar 2-18.) Organel ini diyakini sebagai truk seluler yang menambatkan diri di pori nukleus dan mengambil muatan untuk diangkut dari nukleus.







Pendapat yang sekarang dianut adalah bahwa vault boleh jadi mengangkut mRNA atau subunit ribosomal dari nukleus ke tempat sintesis protein di sitoplasma. ■



2.10 | Sentrosom, Sentriol, dan Organisasi Mikrotubulus (h. 46-47)



Sentrosom (pusat sel) terdiri atas sepasang sentriol yang dikelilingi sebuah massa amorf. (Lihat Gambar 2-19.) ■ Sentrosom adalah pusat pengatur utama mikrotubulus sebuah sel. Organel ini membentuk dan mengatur sitoskeleton mikrotubulus, membentuk silia dan flagela, serta membentuk gelendong mitotik. ■



2.11 | Sitosol: Gel Sel (h. 47-48)



■ Sitosol mengandung enzim-enzim yang terlibat dalam metabolisme antara dan perangkat ribosomal yang esensial untuk sintesis enzimenzim ini serta protein sitosolik lainnya. ■ Banyak sel menyimpan nutrien yang belum terpakai di dalam sitosol dalam bentuk granul-granul glikogen atau droplet lemak. (Lihat Gambar 2-20.)



Di sitosol, juga terdapat berbagai vesikel sekretorik, vesikel transpor, dan vesikel endositotik.







2.12 | Sitoskeleton: "Tulang dan Otot" Sel (h. 48-55)



Sitoskeleton, yang terentang di seluruh bagian sitosol, berfungsi sebagai "tulang dan otot" sel. (Lihat Tabel 2-2.) ■ Ketiga jenis elemen sitoskeleton mikrotubulus, mikrofilamen, dan filamen antara masing-masing terdiri atas beragam protein dan memainkan peran yang berbeda-beda. (Lihat Gambar 2-21.) ■ Mikrotubulus, yang tersusun atas tubulin, mempertahankan bentuk asimetrik sel, berfungsi sebagai jalan tol bagi transpor intraseluler oleh motor molekuler, merupakan komponen utama silia dan flagela, serta membentuk gelendong mitotik. (72.tg Gtrati 2)22 h2o--t 2)245) ■ Mikrofilamen, yang tersusun atas aktin pada kebanyakan sel, penting dalam berbagai sistem kontraktil seluler, termasuk pergerakan amuboid dan kontraksi otot. Struktur ini juga berfungsi sebagai pengeras mekanis bagi mikrovili. (Lihat Gambar 2-25 hingga 2-27.) ■ Filamen antara adalah protein ireguler mirip-benang yang membantu sel menahan stres mekanis. Pada jenis sel yang berbeda, filamen antara tersusun atas protein yang berbeda pula. Filamen antara yang terdiri atas keratin terutama banyak ditemukan di sel kulit. ■



Fosforilasi oksidatif meliputi sistem transpor elektron dan kemiosmosis oleh ATP sintase. Sistem transpor elektron mengekstraksi elektron kaya energi dari hidrogen yang dibebaskan sewaktu pemecahan nutrien pada proses glikolisis dan siklus asam sitrat, kemudian memindahkan elektronelektron tersebut dari tingkat energi tinggi ke rendah. Energi bebas yang dilepaskan selama proses ini digunakan untuk menciptakan gradien ion hidrogen (H+) antara sisi dalam dan luar membran dalam mitokondria. Aliran H+ di sepanjang gradien ini mengaktifkan ATP sintase, enzim yang membentuk ATP melalui proses yang disebut kemiosmosis. (Lihat Gambar 2-11 hingga 2-14) ■



■ Sel lebih efisien mengubah energi makanan menjadi ATP jika ada O2. Pada kondisi anaerob (tanpa O2), sel hanya dapat menghasilkan 2 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa yang diproses melalui glikolisis. Pada kondisi aerob



Model komputer membran plasma . Semua sel terbungkus oleh membran plasma yang terdiri dari dwilapis lipid (hijau) dengan protein (biru) yang tertanam atau melekat dan karbohidrat (merah) yang menonjol dari permukaan bagian luar.



© Peter Arnold, Inc./Alamy



3 Membran Plasma dan Potensial Membran Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI



3.1 Struktur Membran dan Fungsinya 3.2 Perlekatan Antarsel 3.3 Selayang Pandang Transpor Membran 3.4 Transpor Membran tanpa Bantuan 3.5 Transpor Membran dengan Bantuan 3.6 Potensiaf Membran



Semua sel dilingkupi oleh membran plasma, yaitu sawar (barrier) lipid tipis dan lentur yang memisahkan isi sel dari lingkungan sekitarnya. Untuk memelihara kelangsungan hidup dan aktivitas tertentu, setiap sel harus menukar bahan-bahan melintasi membran ini dengan lingkungan cair internal di sekeliling sel, yang homeostasisnya terjaga. Sawar selektif ini mengandung protein spesifik, beberapa di antaranya memungkinkan pelintasan selektif bahan-bahan. Protein membran lainnya merupakan reseptor tempat interaksi dengan zat kimia perantara spesifik di dalam lingkungan sel. Zat perantara ini mengendalikan banyak aktivitas sel yang penting bagi homeostasis. Sel memiliki potensial membran, sedikit kelebihan muatan negatif yang tertata di sepanjang bagian dalam membran dan sedikit kelebihan muatan positif di bagian luarnya. Spesialisasi sel saraf dan otot bergantung pada kemampuan sel-sel ini untuk mengubah potensialnya ketika ada rangsangan yang sesuai. Banyak fungsi saraf dan otot dipersiapkan untuk mempertahankan homeostasis.



Membran plasma



Demi bertahan hidup, setiap sel mesti menjaga komposisi spesifik kandungannya yang unik bagi sel tersebut meskipun komposisi cairan ekstrasel (CES) yang mengelilinginya berubah secara ekstrem. Perbedaan komposisi cairan di dalam dan di luar sel ini dipertahankan oleh membran plasma, lapisan lipid dan protein sangat tipis yang membentuk batas luar setiap sel dan membungkus kandungan intrasel. Selain bekerja sebagai sawar mekanis yang menahan molekul-molekul yang dibutuhkan tetap di dalam sel, membran plasma membantu menentukan komposisi sel dengan jalan secara selektif mengizinkan bahan-bahan tertentu keluar dari sel kelingkungan atau sebaliknya. Membran plasma mengendalikan masuknya molekul nutrien serta keluarnya produk sekretorik dan produk sampah. Selain itu, membran plasma mempertahankan perbedaan konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, yang penting bagi aktivitas listrik membran. Membran plasma juga berperan serta dalam penggabungan sel untuk menyusun jaringan dan organ. Akhirnya, membran plasma memegang peranan kunci dalam memampukan sel untuk menanggapi sinyal dari zat kimia perantara di lingkungan sel kemampuan ini penting dalam komunikasi antar sel. Apapun jenis selnya, fungsi umum membran ini penting bagi kelangsungan hidup sel, kemampuan sel melakukan aktivitas homeostatik khusus, dan kemampuan sel mengkoordinasikan fungsinya dengan fungsi sel lain. Banyak perbedaan fungsional di antara berbagai jenis sel disebabkan oleh variasi kecil dalam komposisi membran plasma, yang selanjutnya memungkinkan sel yang berbeda-beda berinteraksi dalam beragam cara dengan lingkungan CES yang pada dasarnya sama.



Membran plasma setiap sel sebagian besar tersusun atas lipid dan protein ditambah sedikit karbohidrat. Membran plasma terlalu tipis jika dilihat dengan mikroskop cahaya biasa, tetapi dengan mikroskop elektron, tampak sebagai struktur trilaminar yang terdiri atas dua lapisan gelap yang dipisahkan oleh satu lapisan terang di tengahnya (tri berarti "tiga"; lamina berarti "lapisan") (Gambar 3-1). Gambaran "sandwich" ini dihasilkan oleh susunan spesifik molekul yang membentuk membran plasma. Lipid membran yang paling banyak adalah fosfolipid, dengan kolesterol dalam jumlah yang Iebih sedikit. Pada membran plasma sebuah sel manusia normal, diperkirakan terdapat 1 miliar molekul fosfolipid. Fosfolipid memiliki satu kepala polar (bermuatan listrik; lihat hlm. A-5) yang mengandung gugus fosfat bermuatan negatif dan dua ekor nonpolar (bermuatan neutral) berupa rantai asam lemak (Gambar 3-2a). Ujung polar bersifat hidrofilik (berarti "suka air") karena dapat berinteraksi dengan molekul air, yang juga polar; ujung nonpolar bersifat hidrofobik ("takut air") dan tidak akan bercampur dengan air. Di dalam air, fosfolipid menyusun diri membentuk lapisan-ganda lipid, yaitu dua lapisan molekul lipid. (Gambar 3-2b) (bi berarti "dua"). Ekor hidrofobik membenamkan diri di tengah lapisan ganda menjauhi air, sedangkan kepala hidrofilik tertata di kedua sisi yang berkon-



© Don W. Fawcett/Visuals Unlimited



Sel 1



Ruang antarsel



Sel 2



Gambar 3-1 Gambaran trilaminar membran plasma pada mikrograf elektron. Tampak membran plasma dua sel yang bersebelahan. Perhatikan bahwa masingmasing membran terlihat sebagai dua lapisan gelap yang dipisahkan oleh satu lapisan terang di tengahnya.



tak dengan air. Permukaan luar lapisan ganda tersebut terpajan ke CES, sementara permukaan dalamnya berkontak dengan CIS (Gambar 3-2c). Lapisan-ganda lipid adalah struktur cair yang tidak kaku dengan konsistensi lebih mirip minyak goreng ketimbang mentega. Fosfolipid, yang tidak disatukan oleh ikatan kimia kuat, bergerak secara konstan. Fosfolipid dapat memuntir, bergetar, dan berpindah-pindah tempat di separuh lapisan gandanya sendiri, bertukar-tukar tempat jutaan kali per detik. Pergerakan fosfolipid ini amat menentukan fluiditas membran. Kolesterol turut menentukan fluiditas dan stabilitas membran. Molekul kolesterol terselip di antara molekulmolekul fosfolipid untuk mencegah rantai-rantai asam lemak menyatu dan mengkristal, proses yang akan mengurangi fluiditas membran secara drastis. Melalui hubungan spasial dengan molekul fosfolipid, molekul kolesterol juga membantu menstabilkan posisi fosfolipid. Karena fluiditasnya, membran plasma memiliki integritas struktural sekaligus fleksibilitas, memungkinkan sel berubah bentuk. Sebagai contoh, sel otot sangat berubah bentuknya ketika berkontraksi, dan sel darah merah harus banyak mengubah bentuknya ketika melintas satu persatu melalui kapiler, pembuluh darah tersempit. Protein membran tertanam atau melekat di lapisan-ganda lipid (Gambar 3-3 dan foto pembuka bab). Protein integral terbenam di lapisan-ganda lipid, dengan sebagian besar bagiannya terentang hingga seluruh ketebalan membran sehingga disebut juga protein transmembran (trans berarti "lewat"). Seperti fosfolipid, protein integral juga memiliki bagian hidrofilik dan hidrofobik. Protein perifer adalah molekul polar yang tidak menembus membran. Protein ini hanya terikat di permukaan luar atau lebih lazim di permukaan dalam melalui ikatan kimia lemah dengan bagian polar protein membran integral atau lipid membran. Membran plasma memiliki molekul lipid sekitar 50 kali lebih banyak daripada molekul protein. Namun, protein menyusun hampir separuh massa membran karena ukurannya jauh lebih besar ketimbang lipid. Fluiditas lapisan-ganda lipid memungkinkan banyak protein membran mengapung bebas seolah "gunung es" dalam "lautan" lipid yang mengalir. Gambaran struktur membran ini dikenal sebagai model mosaik cair, merujuk pada fluiditas membran



  



Kepala (bermuatan negatif, polar,hidrofilik)



Ekor (tidak bermuatan, nonpolar, hidrofobik)



(a) Molekul fosfolipid



CES (air)



Kepala polar (hidrofilik) Ekor nonpolar (hidrofobik)



Lapisan-ganda lipid



Kepala polar (hidrofilik)



CIS (air)



(b) Organisasi fosfolipid menjadi lapisan ganda di dalam air



Lapisan-ganda lipid



CIS



CES



(c) Pemisahan CIS dan CES oleh lapisan-ganda lipid Gambar 3-2 Struktur dan organisasi molekul fosfolipid dalam lapisan-ganda lipid. (a) Molekul fosfolipid. (b) Di dalam air, molekul-molekul fosfolipid menyusun diri menjadi lapisan-ganda lipid dengan kepala polar berinteraksi dengan molekul air polar di masing masing permukaan dan semua ekor nonpolar menghadap ke dalam lapisan ganda. (c) Gambaran perbesaran membran plasma yang membungkus sebuah sel, memisahkan CIS dari CES.



dan pola mosaik protein yang terbenam di dalam lapisan-ganda lipid, yang terus berubah. (Mosaik adalah dekorasi permukaan yang dibuat dengan memasang potongan kecil-kecil berbagai warna menjadi pola atau gambar tertentu).



62 BAB 3



Di samping sifat cair membran plasma dan kandungan proteinnya yang tersusun acak, dalam beberapa tahun terakhir para peneliti menemukan bercak-bercak membran khusus yang dikenal sebagai rakit lipid yang terutama tersusun atas sfingolipid (bukan fosfolipid), kolesterol tambahan, dan banyak protein jenis khusus. Rakit lipid ini lebih terorganisasi, terkemas lebih rapat, dan sedikit lebih tebal dari pada bagian Iain membran plasma. Rakit lipid lebih tebal karena ekor asam lemak sfingolipid lebih panjang dari pada ekor asam lemak fosfolipid. Protein rakit lipid ditambatkan di tempatnya oleh sfingolipid atau elemen sitoskeletal di sitoplasma. Protein yang terkumpul di rakit lipid merupakan reseptor khusus yang berinteraksi dengan sinyal atau bahan kimia ekstraseluler spesifik dalam lingkungan sel, yang mengarahkan respons intraseluler tertentu. Contoh sinyal ekstraseluler adalah hormon yang mengatur sekresi enzim pencernaan oleh sel kelenjar eksokrin pankreas sebagai respons terhadap makanan yang ada di usus halus. Rakit lipid diyakini berfungsi sebagai tempat pengaturan untuk mengonsentrasikan protein-protein membran yang terlibat dalam jalur penghantaran sinyal. Rakit lipid terdapat dalam bentuk papan datar di atas bagian halus membran plasma atau cekungan kecil-kecil (diameter 50-100 nm) mirip gua pada permukaan membran, tepatnya disebut caveolae ("gua-gua kecil"). Cekungan berbentuk seperti labu ukur ini dipercaya berfungsi sebagai "papan kendali" yang penting dalam komunikasi antarsel karena strutur tersebut mengumpulkan dan menghantarkan pesan yang dibawa oleh zat kimia perantara, yang dibebaskan oleh sel lain, ke dalam sel. Sedikit karbohidrat membran terdapat di permukaan luar sel, membuat sel "bersalut gula." Rantai pendek karbohidrat mencuat seperti antena kecil dari permukaan luar, terikat terutama ke protein membran dan, sebagian kecil, ke lipid. Kombinasi protein dan lipid dengan gula ini masing-masing dikenal sebagai glikoprotein dan glikolipid (Gambar 3-3 dan foto pembuka bab), sementara lapisan yang dibentuknya disebut glikokaliks (glyco berarti "manis"; calyx berarti "cangkang"). Struktur ini diduga memberi gambaran trilaminar membran plasma. Jika digunakan pewarna untuk membantu visualisasi membran plasma dengan mikroskop elektron (seperti pada Gambar 3-1), dua garis gelap mencerminkan daerah polar hidrofilik molekul lipid dan protein yang menyerap warna. Ruang terang di antara kedua garis itu mencerminkan inti hidrofobik yang tidak menyerap warna, dibentuk oleh bagian non-polar molekulmolekul tersebut. Komponen membran plasma yang berbeda melaksanakan fungsi yang berbeda pula. Lapisan-ganda lipid membentuk sawar utama terhadap difusi, protein menjalankan sebagian besar fungsi membran spesifik, dan karbohidrat berperan penting dalam proses "pengenalan diri" dan interaksi antarsel. Sekarang kita akan mengulas fungsi komponen-komponen membran ini secara lebih terperinci.



Lapisan-ganda lipid membentuk sawar struktural dasar yang membungkus sel. Lapisan ganda lipid menjalankan tiga fungsi penting: 1. Membentuk struktur dasar membran. Fosfolipid dapat dibayangkan sebagai "bilah kayu" yang membentuk "pagar" di sekeliling sel.



CES Protein integral



Rantai karbohidrat



Garis gelap Gambaran menggunakan mikroskop elektron



Molekul fasfolipid



Ruang gelap Garis gelap



Glikolipid Glikoprotein



protein reseptor



Protein kanal berpintu



Protein perifer



Lapisanganda lipid



molekul kolesterol



Protein kanal rembes



CIS



Molekul perlekatan sel (menghubungkan mikrotubulus ke membran)



Protein pembawa



Mikrofilamen sitoskeleton



Gambar 3-3 Model mosaik cair struktur membran plasma. Membran plasma terdiri atas lapisan-ganda lipid dengan protein terbenam di dalamnya. Protein integral terentang di seluruh ketebalan membran atau terbenam sebagian di membran, sementara protein perifer terikat longgar pada permukaan membran. Rantai pendek karbohidrat melekat hanya di permukaan luar protein atau lipid.



2. Bagian dalamnya yang hidrofobik merupakan sawar bagi bahan-bahan larut air di antara CIS dan CES. Bahan larut air tidak dapat larut dan menembus lapisan-ganda lipid. Dengan adanya sawar ini, sel dapat mempertahankan berbagai campuran dan konsentrasi solut (zat terlarut) di dalam dan di luar sel. 3. Bertanggung jawab atas fluiditas membran.



Protein membran melaksanakan beragam fungsi membran spesifik. Berbagai jenis protein membran melaksanakan fungsifungsi khusus berikut. 1. Sebagian protein transmembran membentuk jalur berisi air, atau kanal, melalui lapisan-ganda lipid (Gambar 3-3). Bahan larut air yang cukup kecil untuk masuk ke sebuah kanal dapat menembus membran dengan cara ini tanpa berkontak langsung dengan bagian dalam lipid yang hidrofobik. Kanal-kanal ini sangat selektif. Garis tengahnya yang kecil tidak memungkinkan lewatnya partikel berdiameter lebih dari 0,8 nm (seperempat puluh milyar inci). Hanya ion-ion kecil yang dapat melewati kanal. Selain itu, kanal tertentu secara selektif mengizinkan lewatnya ion spesifik saja. Sebagai contoh, hanya ion natrium (Na+) yang dapat melewati kanal Na+, dan ion kalium (K+) saja yang dapat melintasi kanal K+. Selektivitas kanal ini terjadi akibat adanya susunan spesifik gugus kimia di permukaan dalam kanal. Sebagian kanal berupa kanal bocor (leak channel) yang selalu mengizinkan ion tertentu saja untuk lewat. Sebagian lainnya berupa kanal berpintu (gated channel) yang dapat terbuka atau tertutup bagi ion spesifik dengan mengubah bentuk



kanal sebagai respons atas mekanisme pengendalian akan dipaparkan nanti. Hal ini merupakan contoh yang baik untuk menggambarkan fungsi yang bergantung pada detail struktural. Jumlah, jenis, dan aktivitas kanal yang dimiliki sel berbeda-beda. Beberapa obat bertarget pada kanal contohnya, penyekat kanal Ca2+ (Ca2+ channel blocker) yang umum digunakan dalam penatalaksanaan tekanan darah tinggi dan irama jantung abnormal. Lebih dari 60 mutasi genetik pada kanal terungkap berkaitan dengan sejumlah penyakit pada manusia. Untuk mempelajari bagaimana defek kanal spesifik dapat menyebabkan penyakit destruktif, lihat fitur kotak penyerta di h. 64, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi. 2. Protein lain yang menembus membran adalah molekul pembawa atau pengangkut; protein ini mengangkut bahan spesifik menembus membran yang tidak dapat ditembus sendiri oleh bahan tersebut. Cara molekul pengangkut menjalankan transpor ini akan dipaparkan nanti. Setiap molekul pengangkut dapat memindahkan molekul (atau ion) tertentu saja atau kelompok molekul yang berhubungan dekat. Sel yang berbeda jenis memiliki molekul pengangkut yang berbeda pula. Konsekuensinya, bahan yang dapat diangkut secara selektif menembus membran sel berbeda-beda. Sebagai contoh, sel kelenjar tiroid adalah satu-satunya sel yang menggunakan iodin. Tepatnya, hanya membran plasma sel kelenjar tiroid yang memiliki molekul pengangkut iodin sehingga sel ini saja yang dapat mengangkut iodin dari darah ke dalam sel. 3. Protein lain, yang terletak di permukaan dalam membran, berfungsi, sebagai akseptor penanda penambatan (docking-marker acceptor); protein ini berikatan layaknya gembok dan kunci dengan penanda penambatan di vesikel sekretorik (lihat h. 30 dan 32). Sekresi dimulai ketika sinyal stimulatorik memicu penyatuan membran vesikel sekretorik dengan permukaan dalam membran plasma melalui interaksi Membran Plasma dan Potensial Membran 63



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



F



Fibrosis Kistik: Defek Fatal pada Transpor Membran



IBROSIS KISTIK (CYSTIC FIBROSIS, CF), penyakit genetik fatal paling lazim di Amerika Serikat, menyerang 1 dari setiap 2000 anak Kaukasia. Penyakit ini ditandai dengan pembentukan mukus yang abnormal kental dan lengket. Bagian tubuh yang paling parah terserang adalah saluran napas dan pankreas.



Masalah Pernapasan Adanya mukus kental yang lengket di saluran napas menyebabkan udara sulit masuk dan keluar paru. Selain itu, karena bakteri tumbuh subur di timbunan mukus, pasien CF mengalami infeksi pernapasan berulang. Pasien terutama rentan terhadap Pseudomonas aeruginosa, bakteri "oportunistik" yang umumnya berada di lingkungan dan hanya menyebabkan infeksi jika ada masalah yang melemahkan daya tahan tubuh. Jaringan paru yang terkena perlahanlahan membentuk jaringan parut (fibrotik) sehingga paru semakin sulit mengembang. Komplikasi ini memperberat kerja pernapasan melampaui upaya ekstra yang diperlukan untuk mengalirkan udara lewat saluran yang tersumbat.



Penyebab Utama Fibrosis kistik disebabkan oleh satu dari beberapa defek genetik yang menyebabkan pembentukan protein cacat yang dikenal sebagai cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR). Normalnya, CFTR membentuk kanal klorida (CI-) di membran plasma. Pada CF, CFTR cacat "terperangkap" di sistem retikulum endoplasma-Golgi, yang normalnya memproduksi dan memproses produk ini lalu mengirimkannya ke membran plasma (lihat h. 27-31). Dengan demikian, pada pasien CF, bentuk mutan CFTR hanya diproses sebagian dan tidak pernah mencapai permukaan sel. Tidak adanya protein CFTR di membran plasma menyebabkan membran impermeabel terhadap CI-, Karena transpor Cl- menembus membran berkaitan erat dengan transpor Na+ , sel-sel yang melapisi saluran napas tidak dapat menyerap (garam) NaCI sebagaimana mestinya. Akibatnya, terjadi akumulasi garam dalam cairan yang melumuri saluran napas. Hal yang membingungkan para peneliti adalah bagaimana defek kanal Cl- dan (konsekuensinya) akumulasi garam ini menimbulkan masalah kelebihan mukus. Dua temuan boleh jadi telah memberi jawaban, meskipun hipotesisnya masih perlu dibuktikan dan riset guna mencari kemungkinan mekanisme lain masih terus dilakukan. Sekelompok peneliti menemukan bahwa sel saluran napas menghasilkan antibiotik alami, defensin, yang normalnya mematikan sebagian besar bakteri bawaan udara yang terhirup. Antibiotik alami tersebut menjadi tidak dapat berfungsi seperti seharusnya dalam lingkungan bergaram. Pada CF, karena terendam dalam lingkungan yang kelebihan garam, antibiotik dengan hendaya tersebut tidak mampu membersihkan paru dari bakteri yang terhirup tadi. Hal ini me-



   BAB 3



nyebabkan infeksi berulang. Salah satu wujud respons tubuh terhadap infeksi demikian adalah pembentukan lebih banyak mukus, yang malah berfungsi sebagai media yang baik untuk pertumbuhan bakteri. Siklus berlanjut seiring akumulasi mukus yang menyumbat saluran napas dan makin seringnya infeksi paru. Lebih parahnya, mukus yang berlebihan tersebut sangat kental dan lengket, mempersulit mekanisme pertahanan silia paru untuk menyapu mukus penuh bakteri tersebut (lihat h. 51 dan 475). Mukus menjadi kental dan lengket karena hidrasinya tidak cukup (kekurangan air), sebuah masalah yang berkaitan dengan gangguan transpor garam. Studi yang kedua mengungkap adanya faktor penyulit lain pada kasus CF. Para peneliti dalam studi ini menunjukkan bahwa CFTR tampaknya memiliki fungsi ganda, sebagai kanal Cl- sekaligus reseptor membran yang mengikat dan menghancurkan P. aeruginosa (serta boleh jadi bakteri lain). Karena tidak ada CFTR di membran sel saluran napas pasien CF, P.aeruginosa tidak dapat dibersihkan dari saluran napas seperti biasa. Selain menyebabkan infeksi, bakteri ini memicu sel saluran napas untuk menghasilkan mukus abnormal yang kental dan lengket lebih banyak dari biasanya. Mukus ini mendorong pertumbuhan bakteri, dan lingkaran setan berlanjut.



Masalah Pankreas Pada pasien CF, duktus pankreatikus yang menyalurkan sekret dari pankreas ke usus halus tersumbat oleh mukus kental. Karena pankreas memproduksi enzim-enzim yang penting dalam pencernaan makanan, akhirnya terjadi malnutrisi. Selain itu, akibat akumulasi sekret pencernaan pankreas di belakang duktus yang tersumbat, terbentuk kista-kista berisi cairan di pankreas dan jaringan pankreas yang terkena lambat laun mengalami degenerasi dan fibrosis. Istilah fibrosis kistik tepatnya merujuk pada perubahan jangka panjang yang terjadi di pankreas dan paru akibat defek genetik tunggal pada CFTR.



Penatalaksanaan dan Tren Riset Terkini Penatalaksanaan CF meliputi terapi fisik untuk membantu rnembersihkan kelebihan mukus dari saluran napas dan terapi antibiotik guna mengatasi infeksi pernapasan, di tambah diet khusus dan suplementasi enzim pankreas dalam rangka menjaga kecukupan nutrisi. Sekalipun dengan tata laksana suportif ini, sebagian besar pasien CF tidak mampu bertahan hidup melampaui usia 30-an akhir, sebagian besar meninggal akibat komplikasi paru. Ditemukannya defek genetik penyebab sebagian besar kasus CF membuat para peneliti optimis mencari cara untuk mengoreksi atau mengompensasi gen cacat tersebut. Terapi kuratif potensial lain yang sedang diteliti adaiah pengembangan obat yang memicu "penuntasan" CFTR mutan sehingga dapat disisipkan ke membran plasma. Selain itu, beberapa terapi medikamentosa baru, seperti aerosol pengencer mukus yang dapat di hirup, terbukti menurunkan jumlah infeksi paru dan memperpanjang usia harapan hidup pasien CF hingga terapi kuratif ditemukan.



antar penanda yang bersesuaian. Vesikel sekretorik kemudian membuka dan menuangkan isinya ke luar sel melalui proses eksositosis. 4. Beberapa protein lain lagi, yang terletak di permukaan dalam maupun permukaan luar sel, berfungsi sebagai enzim terikatmembran yang mengontrol reaksi kimia spesifik. Jenis enzim terikat membran spesifik bagi tiap-tiap sel. Sebagai contoh, bagian tertentu permukaan luar membran plasma pada sel otot rangka mengandung enzim penghancur zat kimia perantara yang bertanggung jawab mencetuskan kontraksi otot, sehingga otot berelaksasi. 5. Banyak protein di permukaan luar sel merupakan reseptor, tempat "pengenalan" dan pengikatan molekul spesifik dalam lingkungan sel. Pengikatan ini memicu serangkaian kejadian di membran dan di dalam sel (akan dipaparkan nanti) yang mengubah aktivitas sel bersangkutan. Dengan cara ini, zat kimia perantara dalam darah, misalnya hormon larut-air, hanya dapat memengaruhi sel spesifik yang memiliki reseptor untuk dirinya. Meskipun semua sel terpajan zat kimia perantara yang sama melalui darah yang beredar, perantara tersebut tidak berefek pada sel yang tidak memiliki reseptor untuk perantara bersangkutan. Sebagai ilustrasi, kelenjar hipofisis anterior menyekresikan thyroid-stimulating hormone (TSH) ke dalam darah, yang melekat hanya pada permukaan sel kelenjar tiroid guna merangsang sekresi hormon tiroid. Tidak ada sel lain yang memiliki reseptor untuk TSH, sehingga hanya sel tiroid yang dipengaruhi oleh TSH meskipun hormon ini tersebar luas. 6. Protein yang lain lagi berupa molekul perekat sel (cell adhesion molecule, CAM). Banyak CAM mencuat dari permukaan luar membran dan membentuk cincin atau kait tempat sel berpegangan satu sama lain atau menggenggam seratserat jaringan ikat antar sel. Sebagai contoh, kaderin, jenis CAM yang terdapat di permukaan sel-sel bersebelahan, saling mengunci layaknya ritsleting guna membantu menahan sel tetap bersama-sama di dalam jaringan atau organ. Molekul perekat sel jenis lain, seperti integrin, menembus membran plasma. Integrin berfungsi sebagai penghubung struktural antara permukaan luar membran dan lingkungan ekstrasel serta menghubungkan permukaan dalam membran dengan kerangka sitoskeleton intrasel. Selain menghubungkan lingkungan luar sel dengan komponen intrasel secara mekanis, integrin juga memancarkan sinyal regulatorik melalui membran plasma ke kedua arah. Beberapa CAM turut berperan, antara lain, mengisyaratkan sel untuk tumbuh atau mengisyaratkan sel sistem imun untuk berinteraksi dengan sel jenis lain yang tepat dalam respons peradangan dan penyembuhan luka. 7. Protein lainnya di permukaan luar membran, khususnya yang bergabung dengan karbohidrat (sebagai glikoprotein), penting bagi sel agar mampu mengenali "diri sendiri" (yaitu selsel sejenis).



Karbohidrat membran berfungsi sebagai penanda identitas-diri Rantai-rantai pendek karbohidrat di permukaan membran luar



berfungsi sebagai penanda identitas diri yang memungkinkan sel mengenali dan berinteraksi satu sama lain melalui cara-cara berikut. 1. Berbagai jenis sel memiliki penanda yang berbeda-beda. Kombinasi unik rantai-rantai gula yang mencuat dari permukaan membran berfungsi sebagai "merek" jenis sel bersangkutan, memungkinkan sebuah sel mengenali sel lain yang sejenis. Rantai karbohidrat ini berperan penting dalam pengenalan "diri" dan interaksi antarsel. Sel dapat mengenal sel lain yang sejenis dan bergabung membentuk jaringan. Hal ini terutama penting dalam perkembangan embrionik. Jika dua jenis biakan sel embrionik (misalnya, sel saraf dan sel otot) di campur, sel akan menyortir dirinya sendiri menjadi kumpulan sel saraf dan sel otot yang terpisah. 2. Penanda permukaan yang mengandung karbohidrat ini juga berperan dalam pertumbuhan jaringan, yang normalnya dijaga dalam batas-batas densitas sel tertentu. Sel tidak "menerobos" melewati batas jaringan yang bersebelahan dengan kata lain, sel tidak tumbuh melampaui wilayahnya sendiri. Namun, terdapat sebuah pengecualian, yakni penyebaran tak terkendali sel-sel kanker yang terungkap mengandung penanda karbohidrat permukaan abnormal. Periksa Pemahaman Anda 3.1 1. Gambarkan bagaimana molekul-molekul fosfolipid menyusun diri menjadi lapisan-ganda lipid ketika berada dalam air. 2. Sebutkan fungsi-fungsi khusus berbagai jenis protein membran.



3.2



| Perlekatan Antarsel



Pada organisme multiseluler, seperti manusia, membran plasma tidak hanya berfungsi sebagai batas luar semua sel, tetapi juga ikut serta dalam perlekatan antarsel. Perlekatan ini mengikat kelompokkelompok sel menjadi jaringan dan mengemasnya lebih lanjut menjadi organ. Aktivitas berbagai sistem tubuh demi kelangsungan hidup tidak hanya bergantung pada fungsi tiap-tiap sel penyusunnya, tetapi juga pada bagaimana sel-sel tersebut hidup dan bekerja sama dalam komunitas jaringan dan organ. Sel-sel yang tersusun dalam kelompoknya masing-masing disatukan oleh tiga perangkat berbeda: (1) CAM, (2) matriks ekstrasel, dan (3) taut sel khusus. Anda telah mengenal CAM. Kita sekarang akan membahas matrik ekstrasel dan kemudian taut-taut khusus.



Jaringan tidak tersusun oleh sel-sel semata, dan banyak sel dalam sebuah jaringan tidak berkontak fisik langsung dengan sel-sel yang bersebelahan. Namun, sel-sel ini disatukan oleh "lem" biologis yang disebut matriks ekstrasel (extracellular matrix, ECM). Matriks ekstrasel adalah anyaman kompleks protein berserat yang terbenam dalam bahan encer mirip gel yang tersusun atas karbohidrat kompleks. Gel encer tersebut, biasanya disebut cairan interstisial (lihat h. 8), merupakan jalur bagi difusi nutrien, sampah, dan lalu Iintas bahan larut air lain antara darah dan sel-sel jaringan. Di dalam gel ini, teran-



Membran Plasma dan Potensial Membran 65



yam tiga jenis utama serat protein: kolagen, elastin, dan fibronektin. 1. Kolagen berupa serat atau lembaran lentur tak-elastis yang menghasilkan kekuatan tensil (resistensi terhadap stres longitudinal). Kolagen adalah protein terbanyak di tubuh, menyusun hampir separuh protein total per berat badan. Pada skorbut, penyakit yang disebabkan oleh defisiensi vitamin C, serat kolagen tidak terbentuk sebagaimana mestinya. Konsekuensinya, sejumlah jaringan terutama kulit dan pembuluh darah, menjadi rapuh. Hal ini menyebabkan perdarahan di kulit dan membran mukosa, yang sangat kentara pada gusi. 2. Elastin adalah serat protein liat yang paling banyak terdapat di di jaringan yang mesti mudah meregang dan mengempis kembali setelah gaya regangan dihilangkan. Serat ini ditemukan, misalnya, di paru yang mengembang dan mengempis seiring keluar masuknya udara. 3. Fibronektin membantu perlekatan sel dan memfiksasi sel. Berkurangnya protein ini di jumpai pada jaringan kanker jenis tertentu, yang boleh jadi menjelaskan mengapa sel-sel kanker tidak mampu melekat erat satu sama lain, tetapi cenderung terlepas dan bermetastasis (menyebar ke tempat lain di tubuh). Matriks ekstrasel (ECM) disekresikan oleh sel-sel lokal yang terdapat di matriks. Jumlah relatif ECM, dibandingkan dengan jumlah sel, sangat bervariasi pada berbagai jaringan. Sebagai contoh, ECM langka di jaringan epitel, tetapi merupakan komponen terbesar jaringan ikat. Sebagian besar matriks yang banyak di jaringan ikat ini di hasilkan oleh fibroblas ("pendahulu serat"). Komposisi tepat ECM juga beragam untuk jaringan yang berbeda, sehingga berbagai jenis sel di tubuh memiliki lingkungan lokal tersendiri. Di beberapa jaringan, matriks menjadi sangat spesifik untuk membentuk struktur Iunak, seperti pada tulang rawan atau tendon, atau pada kalsifikasi yang sesuai struktur keras tulang dan gigi. Berbeda dengan anggapan selama ini, ECM tidak sekedar kerangka pasif bagi sel untuk melekat, tetapi juga membantu mengatur perilaku dan fungsi sel yang berinteraksi dengannya. Sel mampu berfungsi normal, bahkan bertahan hidup, hanya jika sel berhubungan dengan komponen matriks normalnya. Matriks sangat berpengaruh pada pertumbuhan dan diferensiasi sel. Di tubuh, hanya sel darah yang di rancang untuk bertahan hidup dan berfungsi tanpa melekat ke ECM.



osom terdiri atas dua komponen: (1) sepasang gumpalan sitoplasma padat mirip tombol yang dikenal sebagai plak, terletak di permukaan dalam kedua sel yang bersebelahan tersebut, dan (2) filamen glikoprotein liat mengandung kaderin (salah satu jenis CAM) yang terentang menembus ruang di antara kedua sel tadi dan melekat ke plak di kedua sisi (Gambar 3-4). Filamen antarsel ini mengikat membran-membran plasma yang bersebelahan sehingga tidak tertarik dan terlepas. Karena itu, jelas bahwa desmosom adalah taut lekat yang merupakan perekat antarsel terkuat. Desmosom paling banyak terdapat di jaringan yang rentan teregang, misalnya jaringan kulit, jantung, dan uterus. Di jaringanjaringan ini, kelompokan sel fungsional dipaku oleh desmosorn. Selain itu, filamen sitoskeleton antara, seperti filamen keratin yang liat dI kulit (lihat h. 55), terentang menembus bagian dalam sel-sel ini dan melekat ke plak desmosom yang terletak pada sisi berlawanan di dalam sel. Susunan ini membentuk sebuah jalinan serat liat bersinambungan di seluruh jaringan, baik menembus maupun di antara sel-sel, layaknya deretan orang yang saling berpegangan tangan dengan erat. Jalinan serat yang saling terkait ini menghasilkan kekuatan tensil, mengurangi kemungkinan robeknya jaringan sewaktu teregang. TAUT ERAT Di taut erat, sel-sel yang bersebelahan berikatan erat satu



sama lain di titik-titik kontak langsung untuk menambal celah di antara kedua sel. Taut erat terutama ditemukan di lembaran jaringan epitel, yang menutupi permukaan tubuh dan melapisi rongga-rongga di dalam tubuh. Semua lembaran epitel merupakan sawar yang sangat selektif antara dua kompartemen yang komposisi kimianya jauh berbeda. Sebagai contoh, lembaran epitel yang melapisi saluran cerna memisahkan makanan dan getah pencernaan poten di



Sitosol sel 1 Plak (gumpalan sitoplasma)



Sitosol sel 2



Desmosom



Kaderin (molekul perekat sel)



20 nm



Di jaringan tempat sel berdekatan satu sama lain, CAM menghasilkan kohesi jaringan spesifik ketika "menyimpul" sel-sel yang bersebelahan. Selain itu, sebagian sel dalam jaringan tertentu berikatan langsung melalui satu dari tiga taut sel khusus: (1) desmosom atau taut lekat (adhering junction), (2) taut erat atau taut kedap (tight junction), (3) taut celah atau taut komunikasi (gap junction). DESMOSOM Desmosom bekerja seperti "paku sumbat" yang mengikat dua sel bersebelahan, tetapi tidak bersentuhan. Desm-



66 BAB 3



Keratin (filamen sitoskeleton intermediat intraseluler Membran plasma yang berinteraksi Gambar 3-4 Desmosom. Desmosom adalah taut lekat yang memaku selsel bersebelahan, mengikatnya di jaringan yang rentan teregang.



rongga bagian dalam (lumen) saluran cerna dari pembuluh darah di sisi yang lain. Bahan yang dapat menembus lembaran epitel dari lumen saluran cerna ke darah hanyalah partikel makanan yang telah tercerna sempurna, bukan yang belum tercerna atau getah pencernaan. Karena itu, tepi lateral (samping) sel-sel yang berdekatan di lembaran epitel di satukan oleh sebuah sumbat kedap dekat batas luminal tepat di samping tempat sel-sel "berciuman" (kiss site); di tempat ini, untaian protein yang dikenal sebagai klaudin di permukaan luar kedua membran plasma yang berinteraksi menyatu secara langsung (Gambar 3-5) (claudin berarti "mendekat", menunjukkan peran protein ini sebagai sawar). Taut erat ini bersifat kedap sehingga bahan-bahan tidak dapat melalui di antara sel-sel. Karena itu, perjalanan melintasi sawar epitel harus dilakukan dengan menembus sel, bukan lewat di antara sel-sel. Transpor transeluler menembus sel ini (trans berarti "lewat") diatur oleh protein kanal dan protein pengangkut. Jika selsel tidak disatukan oleh taut erat, dapat terjadi pertukaran molekul tak terkendali antar kompartemen memanfaatkan lalu lintas yang tidak diawasi melalui ruang di antara sel-sel bersebelahan. Dengan demikian, taut erat mencegah rembesan yang tidak diinginkan dalam lembaran epitel. Meskipun umumnya bersifat kedap, beberapa taut erat sedikit "rembes", memungkinkan molekul air dan sejumlah ion kecil lewat di antara sel-sel bersebelahan, contohnya di usus halus selama penyerapan makanan. Transpor di antara sel-sel ini disebut transpor paraseluler (para berarti "di samping", menunjukkan bahwa transpor ini berlangsung di samping sel-sel yang bersebelahan). TAUT CERAH Di taut celah, sebagaimana namanya, terdapat celah di antara sel-sel bersebelahan yang terhubung melalui terowongan kecil-kecil yang dibentuk oleh konekson. Sebuah konekson terdiri atas enam subunit protein (disebut koneksin) yang tersusun membentuk struktur mirip tabung berongga yang terentang di seluruh ketebalan membran plasma. Dua konekson, satu dari tiap membran plasma sel yang bersebelahan, terentang ke luar dan tiaptiap ujungnya berikatan membentuk terowongan di antara kedua sel (Gambar 3-6). Jadi, jelas bahwa taut celah adalah taut komunikasi. Kecilnya diameter terowongan ini memungkin-kan partikel kecil larut air lewat di antara sel-sel yang terhubung, tetapi tidak mengizinkan molekul besar untuk lewat, misalnya protein intrasel esensial. Ion dan molekul kecil dapat dipertukarkan secara langsung di antara sel-sel yang berinteraksi melalui taut celah tanpa pernah memasuki CES. Taut celah banyak ditemukan terutama di otot jantung dan otot rangka. Di jaringan-jaringan ini, perpindahan ion (partikel bermuatan listrik) melalui taut celah akan menghantarkan aktivitas listrik ke seluruh massa otot. Karena aktivitas listrik ini menyebabkan kontraksi, adanya taut celah memungkinkan seluruh massa otot berkontraksi selaras, seperti pada bilik jantung pemompa darah. Taut celah juga ditemukan di sejumlah jaringan selain otot, tempat taut ini mengizinkan lewatnya molekul nutrien kecil tanpa rintangan di antara sel-sel. Sebagai contoh, glukosa, asam amino, dan nutrien lain melintas melalui taut celah ke sel telur yang sedang berkembang dari sel-sel sekitarnya di dalam ovarium, membantu sel telur menyimpan stok nutrien esensial ini. Taut celah juga merupakan jalan untuk pemindahan langsung molekul-molekul pengisyarat kecil dari satu sel ke sel berikutnya.



Lumen (berisi makanan yang belum tercerna dan enzim pencernaan poten) PELINTASAN SELEKTIF MENEMBUS SEL



Membran TIDAK ADA PERLINTASAN DI ANTARA SEL-SEL luminal BERSEBELAHAN



Taut erat



membran lateral Sel 2



Sel 1



Pembuluh darah



Sitosol sel 1



Sel epitel yang melapisi usus



Membran basolateral



Sitosol sel 2



Untaian protein klaudin Tempat berciuman Taut erat



Ruang antarsel Membran plasma yang berinteraksi Gambar 3-5 Taut erat. Taut erat adalah taut kedap yang menyatukan tepi lateral sel-sel epitel bersebelahan dekat batas luminainya, sehingga bahan-bahan tidak dapat lewat di antara sel-sel itu. Mekanisme pemindahan bahan yang dapat berlangsung di sel-sel ini hanyalah pelintasan terkendali, yang membentuk sawar sangat selektif pemisah dua kompartemen dengan komposisi kimia jauh berbeda.



Pemindahan demikian memungkinkan sel-sel yang terhubung oleh taut celah berkomunikasi secara langsung satu sama lain. Kita sekarang berpindah ke topik transpor membran, berfokus pada cara membran plasma mengendalikan secara selektif bahan-bahan yang keluar masuk sel.



   67



Sitosol sel 1



Sitosol sel 2



Konekson



Taut celah Potongan longitudinal konekson



Diameter kanal = 1,5 nm



PELINTASAN ION DAN MOLEKUL KECIL MOLEKUL BESAR TIDAK DAPAT LEWAT



t



—£■1j



2–4 nm



Membran plasma yang berinteraksi



Gambar 3-6 Taut celah. Taut celah adalah taut komunikasi yang tersusun atas sejumlah konekson yang membentuk kanal yang memungkinkan perpindahan ion dan molekul kecil di antara dua sel bersebelahan.



Periksa Pemahaman Anda 3.2 1. Sebutkan ketiga jenis taut sel khusus dan jelaskan peran utamanya masing-masing. 2. Gambarkan sebuah desmosom.



Segala sesuatu yang berpindah dari sel ke cairan ekstrasel sekitarnya, atau sebaliknya, harus mampu menembus membran plasma. Jika sebuah bahan dapat menembus membran, membran dikatakan permeabel terhadap bahan tersebut; jika sebuah bahan tidak dapat lewat, membran dikatakan impermeabel terhadap bahan itu. Membran plasma bersifat permeabel selektif: mengizinkan partikel-partikel tertentu untuk lewat seraya menahan partikel yang lain.



   BAB 3



Dua sifat partikel memengaruhi dapat tidaknya partikel tersebut menembus membran plasma tanpa bantuan: (1) kelarutan relatif partikel dalam lipid dan (2) ukuran partikel. Partikel yang sangat mudah larut dalam lipid dapat larut dalam lapisan-ganda lipid dan menembus membran. Molekul tak-bermuatan atau non-polar, seperti oksigen (O2), karbon dioksida (CO2), dan asam lemak, sangat mudah larut dalam lipid dan cepat menembus membran. Partikel bermuatan (ion, semisal Na+ dan K+) serta molekul polar (misalnya, glukosa dan protein) memiliki kelarutan lipid yang rendah, tetapi sangat mudah larut dalam air. Lapisan-ganda lipid merupakan sawar impermeabel bagi partikel yang sulit larut dalam lipid. Bagi ion larut-air (dan, karena itu, tak-larut dalam lipid) dengan garis tengah kurang dari 0,8 nm, kanal protein berfungsi sebagai rute alternatif ion tersebut untuk melewati membran. Ion yang dapat menembus membran hanyalah ion dengan kanal spesifik yang terbuka. Partikel yang kelarutan lipidnya rendah dan lebih besar dari diameter kanal tidak dapat menembus membran secara mandiri. Namun, beberapa partikel demikian contohnya, glukosa harus menembus membran agar sel dapat bertahan hidup dan menjalankan fungsinya. (Sebagian besar sel menggunakan glukosa sebagai bahan bakar pilihan untuk menghasilkan adenosin trifosfat, atau ATP). Pada kasus ini, sel memiliki sejumlah cara untuk memindahkan partikel yang harus keluar masuk sel melewati membran, tetapi tidak dapat melakukannya sendiri, sebagaimana yang akan anda pelajari sebentar lagi.



Sekalipun sebuah partikel dapat menembus membran karena kelarutannya dalam lipid atau kemampuannya menyesuaikan ukuran agar dapat melewati kanal, tetap diperlukan sejumlah gaya guna memindahkan partikel melewati membran. Terdapat dua jenis umum gaya yang menyempurnakan transpor bahan lewat membran: (1) gaya pasif, yang tidak mengharuskan sel mengeluarkan energi untuk memindahkan bahan, dan (2) gaya aktif, yang mewajibkan sel mengeluarkan energi (ATP) untuk memindah-kan bahan melewati membran. Sekarang kita akan mengulas berbagai metode transpor membran, menggaris bawahi apakah masing-masing metode tersebut merupakan cara transpor tanpa bantuan atau dengan bantuan dan apakah lewat mekanisme transpor aktif atau pasif. Periksa Pemahaman Anda 3.3 1. Jelaskan bagaimana bahan larut lipid semua ukuran dan bahan larut air kecil mampu menembus membran plasma tanpa bantuan. 2. tuliskan perbedaan antara gaya pasif dan aktif yang menggerakkan bahan melewati membran plasma.



| Transpor Membran Tanpa Bantuan Partikel yang dapat menembus membran plasma secara mandiri terdorong secara pasif menembus membran oleh satu atau dua gaya berikut: difusi seturut gradien konsentrasi atau perpindahan mengikuti gradien listrik. Kita pertama-tama akan membahas tentang difusi seturut gradien konsentrasi.



Semua molekul dan ion terus-menerus bergerak acak pada suhu di atas nol mutlak akibat adanya energi termal (panas). Gerakan ini paling nyata di dalam cairan dan gas, tempat masing-masing molekul (atau ion) memiliki lebih banyak ruang untuk bergerak sebelum bertumbukan dengan molekul lain. Setiap molekul bergerak sendirisendiri secara acak ke segala arah. Akibat gerakan acak ini, molekulmolekul sering bertumbukan, terpantul ke arah berlawanan seperti bola-bola biliar yang saling bertabrakan. DIFUSI SEDERHANA Larutan adalah campuran homogen yang mengandung sebuah bahan dalam jumlah relatif banyak, disebut solven (medium pelarut, yaitu air jika di dalam tubuh) dan satu atau lebih bahan terlarut dalam jumlah lebih sedikit, dinamakan solut. Konsentrasi sebuah larutan merujuk pada banyaknya solut yang terlarut dalam sejumlah larutan. Semakin tinggi konsentrasi molekul (atau ion) terlarut, semakin besar kemungkinan molekul-molekul tersebut bertumbukan. Konsekuensinya, cepat atau lambat, molekul-



Bagian A



Bagian B



molekul di dalam ruang tertentu cenderung tersebar merata. Penyebaran merata molekul akibat percampuran acak molekul-molekul itu dikenal sebagai difusi sederhana, atau disingkat difusi (diffusere berarti "menyebar"). Pada Gambar 3-7a, yang mengilustrasikan difusi sederhana, konsentrasi solut dalam larutan bagian A berbeda dengan bagian B. Perbedaan konsentrasi antara dua bagian bersebelahan semacam ini disebut gradien konsentrasi (atau gradien kimia). Tumbukan acak antar molekul akan lebih sering terjadi di bagian A karena konsentrasi molekul solutnya lebih tinggi. Karena itu, lebih banyak molekul terpantul dari bagian A ke bagian B ketimbang arah sebaliknya. Di kedua bagian, tiap-tiap molekul akan bergerak secara acak ke segala arah; meski begitu, molekul-molekul yang bergerak melalui difusi ini pada akhirnya akan berpindah dari tempat dengan konsentrasi lebih tinggi ke tempat dengan konsentrasi lebih rendah. DIFUSI NETO Istilah difusi neto merujuk pada perbedaan antara dua



gerakan yang berlawanan arah. Jika 10 molekul berpindah dari bagian A ke bagian B, sementara dalam waktu bersamaan 2 molekul berpindah dari B ke A, difusi netonya adalah 8 molekul berpindah dari A ke B. Molekul akan menyebar dengan cara ini hingga tersebar merata di kedua bagian dan tidak ada lagi gradien konsentrasi (Gambar 3-7b). Pada keadaan ini, meskipun tetap terjadi perpindahan, tidak terjadi difusi neto karena gerakan-gerakan yang berlawanan arah saling mengimbangi dengan kata lain, tercapai keseimbangan dinamik (dinamik merujuk pada pergerakan terus-menerus, keseimbangan merujuk pada keseimbangan tepat antara gaya-gaya berlawanan). Perpindahan molekul dari bagian A ke bagian B akan diimbangi oleh perpindahan molekul dari B ke A.



Bagian A



Bagian B



Difusi dari bagian A ke bagian B Difusi dari bagian B ke bagian A



Difusi dari bagian A ke bagian B Difusi dari bagian B ke bagian A



Difusi neto



Tidak terjadi difusi neto (b) Keseimbangan dinamik



(a) Difusi KETERANGAN Difusi neto



= Molekul solut = Difusi dari bagian A ke bagian B dikurangi difusi dari bagian B ke bagian A : Perbedaan panjang, tebal, dan arah panah menunjukkan besar pergerakan relatif molekul dalam arah tertentu.



Gambar 3-7 Difusi. (a) Difusi mengikuti gradien konsentrasi. (b) Keseimbangan dinamik, tanpa difusi neto.



Membran Plasma dan Potensial Membran 69



Apa yang terjadi jika terdapat membran plasma yang memisahkan bagian-bagian sebuah bahan yang konsentrasinya berbeda? Jika bahan tersebut dapat menembus membran, difusi neto akan terjadi melalui membran mengikuti gradien konsentrasi, yakni dari tempat berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah, hingga tidak ada lagi gradien konsentrasi, kecuali ada gaya yang melawan. (Gambar 3-8a). Tidak ada energi yang diperlukan untuk perpindahan ini, sehingga cara ini dapat dikatakan sebagai mekanisme pasif transpor membran. Proses difusi sangat penting bagi kelangsungan hidup semua sel dan berperan penting dalam banyak aktivitas homeostatik khusus. Sebagai contoh, O2 diangkut menembus membran paru lewat difusi. Darah yang diangkut ke paru miskin akan O2 karena telah diberikan ke jaringan-jaringan tubuh untuk metabolisme. Sebaliknya, udara di dalam paru kaya akan O2 karena terus-menerus bertukar dengan udara segar setiap kali bernapas. Karena gradien konsentrasi ini, terjadi difusi neto O2 dari paru ke dalam darah sewaktu darah beredar melintasi paru. Dengan demikian, begitu meninggalkan paru dan mulai mengalir ke jaringan, darah kaya akan O2. Jika membran impermeabel terhadap sebuah bahan, tidak terjadi difusi melintasi membran meskipun boleh jadi ada gradien konsentrasi (>Gambar 3-8b). Contohnya, karena membran plasma impermeabel terhadap protein intraseluler penting, protein-protein tersebut tidak dapat lolos dari sel sekalipun konsentrasinya di CIS lebih tinggi dari konsentrasinya di CES.



. TABEL 3-1 Faktor-Faktor yang



Memengaruhi Laju Difusi Neto Sebuah Bahan Melalui Membran (Hukum Difusi Fick)



Faktor



























Modifikasi Persamaan Fick: Laju difusi neto 1Q2 c konstanta difusi 1D2 r



faktor yang memengaruhi laju difusi neto melintasi sebuah membran. Pengaruh faktor-faktor ini secara kolektif dinamakan hukum difusi Fick (Tabel 3-1): 1. Besar (atau kecuraman) gradien konsentrasi. jika sebuah bahan dapat menembus membran aju difusi sederhana bahan tersebut selalu berbanding lurus dengan gradien konsentrasinya dengan kata lain, makin besar perbedaan konsentrasi, makin tinggi laju difusi neto (lihat jika membran impermeabel terhadap sebuah bahan :



Membran



(a) Terjadi difusi



(b) Tidak terjadi difusi



KETERANGAN = Solut mampu tembus



= Solut tak mampu tembus



Gambar 3-8 Difusi melintasi sebuah membran. (a) Untuk solut yang dapat menembus membran, terjadi difusi neto mengikuti gradien konsentrasi. (b) Bagi solut yang tidak dapat menembus membran, tidak terjadi difusi meskipun terdapat gradien konsentrasi.



   BAB 3



↑ ↑



HUKUM DIFUSI FICK Selain gradien konsentrasi, terdapat beberapa



jika sebuah bahan dapat menembus membran :



Pengaruh pada Laju Difusi Neto



¢C # A # 



2MW # ¢X  2MW



D d c permeabilitas 1 P2 ¢X 



d



jadi Q r ¢C # A # P



Gambar 3-15, h. 77). Sebagai contoh, sewaktu olahraga, otot-otot yang bekerja menghasilkan CO2 lebih cepat dari biasanya karena membakar lebih banyak bahan bakar untuk memproduksi ATP tambahan yang dibutuhkan untuk menjalankan aktivitas kontraktil cepat yang butuh energi. Peningkatan kadar CO2 di otot menciptakan perbedaan kadar CO2 di atas normal antara otot dan darah yang memasok otot tersebut. Karena gradien yang lebih besar ini, lebih banyak CO2 yang masuk ke darah. Sewaktu darah yang kandungan CO2-nya meningkat ini mencapai paru, tercipta gradien CO2 yang lebih besar dari normal antara darah dan kantong-kantong udara di paru. Dengan demikian, lebih banyak CO2 yang berdifusi dari darah ke kantong-kantong udara di paru. CO2 tambahan ini kemudian dihembuskan keluar ke lingkungan. Jadi, setiap CO2 tambahan yang dihasilkan oleh otot-otot yang beraktivitas akan dikeluarkan dari tubuh akibat meningkatnya gradien konsentrasi CO2. 2. Luas permukaan membran tempat berlangsungnya difusi. Semakin luas permukaan membran, semakin tinggi laju difusi yang dapat berlangsung lewat permukaan itu. Berbagai strategi digunakan di seluruh tubuh untuk meningkatkan luas permukaan membran tempat berlangsungnya difusi dan jenis-jenis transpor lainnya. Sebagai contoh, penyerapan nutrien di usus ha-



lus meningkat dengan adanya mikrovili, yang memperluas permukaan absorptif yang berkontak dengan kandungan lumen usus halus yang kaya akan nutrien (lihat h. 54). Sebaliknya, pengurangan ab-normal luas permukaan membran akan menurunkan laju difusi neto. Sebagai contoh, pada emfisema, pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru melambat karena dinding kantong-kantong udara robek, sehingga luas permukaan yang tersedia untuk difusi gas-gas ini tersebut berkurang. 3. Kelarutan bahan dalam lipid. Semakin besar kelarutan bahan dalam lipid, semakin cepat bahan tersebut berdifusi melalui lapisan-ganda lipid membran mengikuti gradien konsentrasinya. 4. Berat molekul bahan. Usai bertumbukan, molekul berat tidak terpantul sejauh molekul yang lebih ringan, misalnya O2 dan CO2. Karena itu, O2 dan CO2 berdifusi dengan cepat, memungkinkan pertukaran cepat gas-gas ini melintasi membran paru. Makin besar berat molekul, makin rendah laju difusi. 5. Jarak difusi yang harus ditempuh. Semakin jauh jarak tempuhnya, semakin rendah laju difusi. Karena itu, membran yang harus dilintasi partikel yang berdifusi umumnya relatif tipis, semisal membran pemisah udara dan darah di paru. Penebalan batas udara-darah ini (seperti pada pneumonia) memperlambat pertukaran O2 dan CO2. Selain itu, difusi hanya efisien pada jarak pendek antara sel dan lingkungan sekitarnya. Untuk jarak lebih dari beberapa milimeter, difusi akan berlangsung sangat lambat. Sebagai gambaran, diperlukan waktu beberapa bulan, atau bahkan beberapa tahun, bagi O2 untuk berdifusi dari permukaan tubuh ke sel-sel di dalam tubuh. Sistem sirkulasi memiliki jalinan pembuluh halus yang menyalurkan dan mengangkut bahan-bahan di setiap "blok" yang terdiri atas beberapa sel, memungkin-kan berlangsungnya difusi setempat dalam jarak pendek antara darah dan sel-sel sekitarnya.



Selain gradien konsentrasinya, perpindahan ion juga di pengaruhi oleh muatan listriknya. lon-ion bermuatan sejenis akan tolakmenolak, sedangkan ion-ion berlawanan jenis akan tarik-menarik. Jika terdapat perbedaan relatif muatan antara dua bagian bersebelahan, ion bermuatan positif (kation) cenderung bergerak ke bagian yang bermuatan lebih negatif, sementara ion bermuatan negatif (anion) cenderung bergerak ke bagian yang bermuatan lebih positif. Perbedaan muatan antara dua bagian bersebelahan menghasilkan gradien listrik yang memicu pergerakan ion ke bagian yang muatannya berlawanan. Karena sel tidak perlu mengeluarkan energi untuk keluar masuknya ion mengikuti sebuah gradien listrik, metode transpor membran ini bersifat pasif. Jika terdapat gradien listrik antara CIS dan CES, hanya ion yang dapat menembus membran plasma yang dapat berpindah mengikuti gradien ini. Gradien listrik dan gradien konsentrasi (kimia) dapat bekerja pada satu ion pada saat bersamaan. Efek neto gradien listrik dan gradien konsentrasi yang bekerja simultan pada ion ini disebut gr-



adien elektrokimia. Pada bagian selanjutnya di bab ini, Anda akan mempelajari bagaimana gradien elektrokimia berkontribusi atas sifat listrik membran plasma.



Molekul air dapat menembus membran plasma dengan mudah. Meskipun bersifat sangat polar, molekul air ini cukup kecil untuk menyelinap melalui ruang-ruang yang terbentuk sesaat di antara ekor-ekor molekul fosfolipid sewaktu mereka bergoyang dan berpindah di dalam lapisan-ganda lipid. Namun, pergerakan air melintas membran dengan cara ini relatif lambat. Di beberapa jenis sel, protein membran membentuk akuaporin, kanal-kanal khusus untuk lewatnya air (aqua berarti "air"). Cara ini meningkatkan permeabilitas membran terhadap air. Berbagai jenis sel memiliki akuaporin dengan densitas berbedabeda, sehingga permeabilitasnya terhadap air juga berlainan. Sekitar semilyar molekul air dapat melewati sebuah akuaporin, satu per satu, dalam satu detik. Gaya yang mendorong pergerakan neto air melintasi membran sama seperti yang bekerja pada difusi molekul lain, yaitu gradien konsentrasinya. Istilah konsentrasi biasanya merujuk pada densitas solut dalam sejumlah volume air. Namun, mesti disadari bahwa penambahan solut ke dalam air murni pada prinsipnya akan menurunkan konsentrasi air. Umumnya, satu molekul solut menggantikan satu molekul air. Bandingkan konsentrasi air dan solut dalam dua wadah di Gambar 3-9. Wadah di Gambar 3-9a terisi penuh air murni, sehingga konsentrasi air 100% dan konsentrasi solut 0%. Di Gambar 3-9b, solut telah menggantikan 10% molekul air. Konsentrasi air sekarang menjadi 90% dan konsentrasi solut 10% konsentrasi air yang lebih rendah dan konsentrasi solut yang lebih tinggi dari konsentrasi air dan solut di Gambar 3-9a. Perhatikan bahwa makin tinggi konsentrasi solut, makin rendah konsentrasi air. Kita sekarang memeriksa apa yang terjadi jika air murni dipisahkan dari larutan oleh sebuah membran yang permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap solut.



Konsentrasi air 100% Konsentrasi solut 0% (a) Air murni



Konsentrasi air 90% Konsentrasi solut 10% (b) Larutan



KETERANGAN = Molekul air



= Molekul solut



Gambar 3-9 Hubungan antara konsentrasi solut dan konsentrasi air dalam sebuah larutan.



  



71



PERPINDAHAN AIR KETIKA ADA MEMBRAN PERMEABEL SELEKTIF YANG MEMISAHKAN AIR MURNI DARI LARUTAN YANG SOLUTNYA TIDAK DAPAT MENEMBUS MEMBRAN Se-



bagaimana pada Gambar 3-10, jika air murni (sisi 1) dan larutan yang mengandung solut tak tembus-membran dipisahkan oleh sebuah membran permeabel selektif (yang dapat dilewati air, tetapi tidak dapat dilewati solut), air akan berpindah secara pasif mengikuti gradien konsentrasinya dari sisi dengan konsentrasi air tinggi (konsentrasi solut rendah) menuju sisi dengan konsentrasi air rendah (konsentrasi solut tinggi). Difusi neto air mengikuti gradien konsentrasinya melalui sebuah membran permeabel selektif ini dikenal sebagai osmosis. Karena larutan selalu merujuk pada konteks konsentrasi solut, air berpindah dengan cara osmosis ke tempat yang konsentrasi solutnya lebih tinggi. Meskipun ada kesan bahwa solut "menarik" air, osmosis tidak lebih dari difusi air lewat membran mengikuti gradien konsentrasinya. Osmosis terjadi dari sisi 1 ke 2, tetapi konsentrasi antara kedua kompartemen itu tidak akan pernah sama. Tidak peduli sebanyak apa pun air yang berdifusi ke dalamnya, larutan di sisi 2 tidak akan menjadi air murni, begitu juga dengan air murni di sisi 1 yang tidak akan mendapat tambahan solut sedikit pun. Dengan demikian, apakah difusi neto air (osmosis) berlanjut hingga seluruh air meninggalkan sisi 1? Tidak. Seiring bertambahnya volume larutan di sisi 2, tercipta perbedaan tekanan hidrostatik antara kedua sisi, yang melawan osmosis. Tekanan hidrostatik (tekanan cairan) adalah tekanan yang dihasilkan oleh cairan terfiksasi, atau diam, pada sebuah objek pada kasus ini, membran (hydro berarti cairan, static berarti "diam"). Tekanan hidrostatik yang dihasilkan oleh cairan bervolume lebih besar di sisi 2 lebih tinggi dari tekanan hidrostatik yang dihasilkan di sisi 1. Perbedaan tekanan hidrostatik ini cenderung mendorong cairan dari sisi 2 ke sisi 1. Tekanan osmotik sebuah larutan (tekanan "tarik") adalah ukuran kecenderungan aliran osmotik air ke dalam larutan berisi solut taktembus-membran dan air karena konsentrasi relatifnya. Perpindahan neto air dengan cara osmosis berlanjut hingga tekanan hidrostatik yang melawannya (tekanan "dorong") mengimbangi tekanan osmotik. Besar tekanan osmotik sama dengan besar tekanan hidrostatik lawannya yang diperlukan untuk benarbenar menghentikan osmosis. Makin tinggi konsentrasi solut taktembus-membran → makin rendah konsentrasi air → makin besar keinginan air untuk berpindah dengan cara osmosis dari air murni ke larutan → makin besar tekanan pengimbang yang diperlukan untuk menghentikan aliran osmotik → makin besar tekanan osmotik larutan. Karena itu, sebuah larutan yang konsentrasi solut tak-tembus membrannya tinggi menghasilkan tekanan osmotik lebih besar dari larutan yang konsentrasi solut tak-tembus membrannya lebih rendah. Tekanan osmotik merupakan ukuran tak-langsung konsentrasi solut, dinyatakan dalam satuan tekanan. Ukuran lebih langsung yang menunjukkan konsentrasi solut adalah osmolaritas larutan, yaitu konsentrasi solut total yang ditentukan dari jumlah partikel (molekul atau ion). Osmolaritas dinyatakan dalam satuan osmol per liter (atau Osm/L), jumlah mol partikel solut dalam 1 liter larutan (lihat h. 48). Karena glukosa tetap dalam bentuk molekul utuh ketika berada dalam larutan, 1 mol glukosa sama dengan 1 osmol dengan kata lain, 1 mol partikel solut. Berbeda dengan glukosa, karena sebuah molekul NaCl terdisosiasi (terpisah) menjadi 2 ion



   BAB 3



Na+ dan CI- ketika berada dalam larutan, 1 mol NaCl sama dengan 2 osmol- 1 mol Na+ dan 1 mol atau 2 mol partikel solut. Osmolaritas cairan tubuh umumnya dinyatakan dalam satuan miliosmol per liter (mOsm/L) (1/1000 osmol) karena solut dalam cairan tubuh terlalu encer sehingga kurang pas jika menggunakan satuan osmol. Mengingat osmolaritas bergantung pada jumlah partikel, bukan sifatnya, setiap campuran partikel dapat berkontribusi atas osmolaritas sebuah larutan. Osmolaritas normal cairan tubuh adalah 300 mOsm/L. Dalam pembahasan osmosis sejauh ini, kita mempelajari perpindahan air ketika air murni dipisahkan dari larutan oleh sebuah membran yang permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap solut. Namun, di dalam tubuh, membran plasma memisahkan CIS dan CES yang keduanya mengandung solut tak-tembusmembran, sebagian dapat menembus membran, sebagian lagi tidak. Sekarang mari kita bandingkan hasil perpindahan air sewaktu dua larutan dengan osmolaritas berbeda dipisahkan oleh sebuah membran permeabel selektif yang memungkinkan lewatnya air dan beberapa solut saja. PERPINDAHAN AIR DAN SOLUT KETIKA SEBUAH MEMBRAN MEMISAHKAN DUA LARUTAN DENGAN KONSENTRASI SOLUT TEMBUS MEMBRAN TIDAK SAMA Anggaplah bahwa dua larutan



dengan konsentrasi solut tembus-membran tidak sama (beda osmolaritasnya) dipisahkan oleh sebuah membran yang permeabel terhadap air ataupun solut (Gambar 3-11). Pada keadaan ini, solut berpindah seturut gradien konsentrasinya dalam arah berlawanan dengan arah perpindahan neto air. Perpindahan ini berlanjut hingga solut dan air tersebar merata di kedua sisi membran. Begitu semua gradien konsentrasi lenyap, perpindahan neto berhenti. Volume akhir tiap-tiap sisi ketika keseimbangan dinamik tercapai, dan tidak ada lagi perpindahan neto, sama seperti kondisi awal. Molekul air dan solut semata-mata bertukar tempat di antara kedua sisi hingga keduanya tersebar merata dengan kata lain, jumlah molekul air yang berpindah dari sisi 1 ke sisi 2 sama dengan jumlah molekul solut yang berpindah dari sisi 2 kesisi 1. Dengan demikian, solut yang dapat menembus membran plasma tidak berkontribusi atas perbedaan osmotik antara CIS dan CES serta tidak memengaruhi volume sel (meskipun sebelum tercapai keseimbangan, dapat terjadi perubahan volume sesaat akibat perbedaan laju difusi air dan solut di kedua sisi membran). PERPINDAHAN AIR KETIKA SEBUAH MEMBRAN MEMISAHKAN DUA LARUTAN DENGAN KONSENTRASI SOLUT TAK TEMBUSMEMBRAN SAMA DAN BERBEDA Jika dua larutan dengan kon-



sentrasi solut taktembus-membran sama (sama osmolaritasnya) dipisahkan oleh sebuah membran yang permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap solut, tidak terdapat perbedaan konsentrasi dan konsekuensinya tidak terjadi perpindahan neto air melintasi membran. Karena membran impermeabel terhadap solut, tentu saja solut tidak akan berpindah dan tidak tercipta gradien konsentrasi. Hal ini merupakan keadaan lazim pada cairan tubuh. Sel-sel tubuh umumnya tidak mengalami penambahan (membengkak) ataupun pengurangan (menyusut) neto volume karena di CES, konsentrasi solut taktembus-membran biasanya dikendalikan dengan ketat (terutama oleh ginjal); karena itu, osmolaritas CES sama dengan osmolaritas CIS. Osmolaritas CIS normalnya 300 mOsm/L, dan semua solut di dalam sel dianggap tidak dapat menembus membran.



Membran (permeabel terhadap H2O maupun solut)



Membran (permeabel terhadap H2O, tetapi tidak permeabel terhadap solut)



Sisi 1 Sisi 1



Sisi 2



Sisi 2 H2O



H2O



Osmosis



Solut



Solut



Air murni



Konsentrasi H2O lebih tinggi, konsentrasi solut lebih rendah



Konsentrasi H2O lebih rendah, konsentrasi solut lebih tinggi



H2O berpindah dari sisi 1 ke sisi 2 mengikuti gradien konsentrasinya



H2O berpindah dari sisi 1 ke sisi 2 mengikuti gradien konsentrasinya = osmosis



Solut berpindah dari sisi 2 ke sisi 1 mengikuti gradien konsentrasinya



Solut tidak mampu berpindah dari sisi 2 ke sisi 1 mengikuti gradien konsentrasinya Sisi 1



Sisi 2



Perbedaan tekanan hidrostatik (tekanan cairan Osmosis



Konsentrasi H2O lebih rendah, konsentrasi solut lebih tinggi



Sisi1



Sisi 2



Batas larutan mula-mula



tekanan hidrostatik • • • • •



• Konsentrasi air tidak sama • Konsentrasi solut tidak sama • Kecenderungan air berdifusi melalui osmosis ke sisi 2 diimbangi oleh kecenderungan perbedaan tekanan hidrostatik lawannya yang mendorong air ke sisi 1 • Osmosis berhenti; keseimbangan dinamik tercipta



Konsentrasi air sama Konsentrasi solut sama Tidak terjadi difusi neto lebih lanjut Tercipta keseimbangan dinamik Tidak ada perubahan volume di kedua sisi



KETERANGAN = Molekul air



= Molekul solut tembus-membran



KETERANGAN =Molekul air



= Solut taktembus-membran



Gambar 3-10 Osmosis ketika air murni yang mengandung solut tak-tembus membran.



dipisahkan



Gambar 3-11 Perpindahan air dan solut tembus-membran yang tersebar tidak merata di kedua sisi membran. dari



larutan



Sekarang anggaplah dua larutan dengan konsentrasi solut yang tidak menembus membran tidak sama (beda osmolaritasnya) dipisahkan oleh sebuah membran yang permeabel terhadap air, tetapi tidak permeabel terhadap solut (Gambar 3-12). Perpindahan osmotik air melintasi membran terjadi akibat perbedaan tekanan osmotik kedua larutan. Mula-mula, gradien konsentrasi sama persis dengan gradien konsentrasi pada Gambar 3-11. Difusi neto air berlangsung dari sisi 1 ke sisi 2, tetapi solut tidak dapat berpindah mengikuti gradien konsentrasinya. Karena yang berpindah hanya air, volume sisi 2 bertambah, sementara volume sisi 1 berkurang dalam jumlah yang sama. Berkurangnya air dari sisi 1 meningkatkan konsentrasi solut di sisi di lain pihak bertambahnya air



di sisi 2 menurunkan konsentrasi solut di sisi tersebut. Apabila membran bersangkutan bebas berpindah sedemikian rupa sehingga sisi 2 dapat mengembang tanpa terbentuk tekanan hidrostatik yang melawannya, pada akhirnya konsentrasi air dan solut di kedua sisi membran menjadi sama dan difusi neto air berhenti. Kondisi ini mirip dengan apa yang terjadi di kedua sisi membran dalam tubuh. Dalam rentang-sempit perubahan osmolaritas CES yang terjadi secara fisiologis, jika air berpindah dengan cara osmosis ke dalam sel, membran plasma sel umumnya menyesuaikan diri dengan pertumbahan volume sel tanpa perubahan bermakna tekanan hidrostatik di dalam sel. Sama seperti itu, pada keadaan sebaliknya, jika air berpindah dengan cara osmosis keluar dari sel, kompartemen CES mengembang tanpa disertai perubahan tekanan hidrostatik. Jadi, osmosis merupakan gaya utama yang bertanggung jawab atas perpindahan neto air ke da-



   73



Membran (permeabel terhadap H2O, tetapi tidak pemeabel terhadap solut)



Sisi 1



Sisi 2 H2O Osmosis



Solut



Konsentrasi H2O lebih tinggi, konsentrasi solut lebih rendah



Konsentrasi H2O lebih rendah, konsentrasi solut lebih tinggi H2O berpindah dari sisi 1 ke sisi mengikuti gradien konsentrasinya



Lokasi baru membran Sisi 1



• • • •



Solut tidak mampu berpindah dari sisi 2 ke sisi 1 mengikuti gradien konsentrasinya Lokasi membran mula-mula Sisi 2



Konsentrasi air sama Konsentrasi solut sama Osmosis berhenti; keseimbangan dinamik tercipta Volume sisi 1 berkurang dan volume sisi 2 bertambah KETERANGAN = Air molekul



= Molekul solut taktembus-membran



Gambar 3-12 Osmosis ketika ada solut taktembus-membran yang terdistribusi tidak merata



lam dan ke luar sel, tanpa perlu memandang tekanan hidrostatik. Pada akhirnya, begitu osmosis berhenti, terjadi pertambahan volume di sisi yang semula mengandung solut dengan konsentrasi lebih tinggi dan pengurangan volume di sisi yang mengandung solut dengan konsentrasi lebih rendah. Dengan demikian, perpindahan osmotik air melintasi membran plasma selalu menghasilkan perubahan volume sel, dan sel khususnya sel otak tidak dapat berfungsi dengan baik ketika membengkak atau menyusut.



utan tidak memiliki satuan dan mencerminkan konsentrasi solut taktembus-membran dalam larutan tersebut relatif terhadap konsentrasi solut sejenis dalam sel. (Di lain pihak, osmolaritas sebuah larutan adalah ukuran konsentrasi total solut yang dapat atau pun tidak dapat menembus membran, dinyatakan dalam satuan osmol perliter.) Cara termudah untuk mendemonstrasikan fenomena ini adalah dengan memasukkan sel darah merah ke se-jumlah larutan dengan konsentrasi solut beragam (Gambar 3-13). Normalnya, plasma tempat sel darah merah memiliki aktivitas osmotik yang sama dengan cairan dalam sel, sehingga volume sel dipertahankan tetap. Larutan isotonik (iso berarti "setara") memiliki konsentrasi salut tak tembus membran sama dengan konsentrasi sel-sel normal tubuh. Ketika sel "trendam" dalam sebuah larutan isotonik, tidak ada air yang keluar masuk sel dengan cara osmosis, sehingga volume sel tetap. Atas alasan ini, CES lazimnya dipertahankan isotonik sehingga tidak terjadi difusi neto air keluar masuk sel-sel tubuh. Jika sel darah merah dimasukkan ke sebuah larutan encer atau hipotonik (hypo berarti "di bawah"), larutan dengan konsentrasi solut taktembus-membran di bawah norma(dan, konsekuensinya, konsentrasi air lebih tinggi), air akan masuk ke sel dengan cara osmosis. Pertambahan neto air ke dalam sel menyebabkan sel membengkak, dapat jadi hingga pecah atau melisis. Sebaliknya, jika sel darah merah dimasukkan ke larutan pekat atau hipertonik (hyper berarti "di atas"), larutan dengan konsentrasi solut yang tidak dapat menembus di atas normal (dan, konsekuensinya, konsentrasi air lebih rendah), sel alam menciut karena kehilangan air lewat osmosis. Ketika volume sel darah merah menyusut, luas permukaannya tidak serta merta berkurang, sehingga bentuknya mirip landak atau bertonjol-tonjol (Gambar 3-13c). Karena volume sel berubah sewaktu sel dikelilingi cairan yang tidak isotonik, konsentrasi solut taktembus-membran di CES harus cepat dikembalikan ke nilai normalnya seandainya CES menjadi hipotonik (misalnya, karena terlalu banyak minum) atau hiper-tonik (misalnya, kehilangan terlalu banyak air akibat diare berat) (Lihat h. 587-590 untuk perincian lebih lanjut mengenai mekanisme homeostatik penting yang mempertahankan konsentrasi normal solut taktembus-membran di CES). Dengan alasan yang sama, cairan yang diinjeksikan secara intravena harus isotonik untuk mencegah perpindahan air yang tidak diinginkan ke dalam atau ke luar sel. Sebagai contoh, salin isotonik (larutan NaCl 0,9%) digunakan sebagai media untuk memberikan obat secara intravena atau untuk mengembangkan volume plasma tanpa memengaruhi sel. (Kadang-kadang, cairan hipotonik atau hipertonik diinjeksikan sebagai bagian terapi untuk mengoreksi ketidak seimbangan osmotik.)



Periksa Pemahaman Anda 3.4



Tonisitas sebuah larutan adalah efek yang ditimbulkan oleh larutan pada volume sel baik ukuran sel tetap, membengkak, atau pun menciut ketika larutan tersebut mengelilingi sel. Tonisitas sebuah lar-



   BAB 3



1. Sebutkan cara-cara transpor membran tanpa bantuan. 2. Buat perbandingan antara tekanan osmotik dan tekanan hidrostatik. 3. Gambarkan volume relatif sebuah sel yang di kelilingi oleh larutan (a) isotonik, (b) hipotonik, dan (c) hipertobik



Volume sel normal Cairan intrasel: 300 mOsm/L solut taktembus-membran



200 mOsm/L solut taktembus-membran



400 mOsm/L solut taktembus-membran Journal of Cell Biology, 70:493, 1976. By permission of Rockefeller University Press.



300 mOsm/L solut taktembus-membran



H2O



M. Sheetz, R. Painter, & S. Singer.



H2O



mekanisme untuk, jika perlu, memasukkan atau mengeluarkan molekul-molekul ini. Sebagai contoh, sel harus menggiring nutrien esensial ke dalam sel, misalnya glukosa untuk energi dan asam amino untuk sintesis protein, dan membawa keluar sampah metabolik dan produk sekretorik, misalnya hormon protein larut air. Selain itu, perpindahan ion tidak selalu terjadi melalui difusi pasif saja. Beberapa ion bergerak melintasi membran secara pasif dalam arah tertentu dan bergerak aktif dalam arah lainnya. Sel menggunakan dua mekanisme berbeda dalam melaksanakan proses transpor selektif ini: transpor diperantarai-pembawa (carrier-mediated transport), untuk memindahkan bahan-bahan larut-air berukuran kecil hingga sedang melintasi membran, dan transpor vesikular untuk memindahkan molekul besar dan partikel multimolekular dari CES ke CIS, atau sebaliknya. Kita akan mengulas masing-masing metode transpor membran dengan bantuan ini.



Sebuah protein pembawa terentang di seluruh ketebalan membran plasma dan dapat berubah bentuk sehingga tempat-tempat pengikatan spesifik di dalam protein itu terpajan silih berganti Tidak terjadi perpindahan ke CES dan CIS. Gambar 3-14 memperlihatkan Air berdifusi ke luar Air berdifusi ke dalam neto air; volume sel tidak sel; sel menyusut. sel; sel membengkak bagaimana transpor diperantarai pembawa ini berubah. ini bekerja. Pertama-tama, protein pembawa me(a) Kondisi isotonik (b) Kondisi hipotonik (c) Kondisi hipertonik mbuka ke CES (langkah 1 ) Molekul yang akan diangkut lalu melekat ke tempat pengikatannya di Gambar 3-13 Tonisitas dan perpindahan air dengan cara osmosis. salah satu sisi membran pada kasus ini, di sisi CES (langkah 2 ) protein pembawa kemudian berubah bentuk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan tersebut sekarang terpajan ke isi lain membran (langkah 3 ) Setelah berpindah dengan cara ini dari satu sisi membran ke sisi lainnya, molekul yang terikat tadi terlepas dari protein pembawa (langkah 4 ). selanjutnya protein pembawa berubah ke bentuk semula (kembali langkah 1 ). Semua jenis transpor yang sejauh ini telah kita bahas difusi mengikuti gradien konsentrasi, perpindahan seturut gradien Baik kanal maupun protein pembawa sama-sama berupa protein listrik, dan osmosis menghasilkan perpindahan neto solut yang yang terentang di membran plasma dan berfungsi sebagai lintasan mampu menembus membran plasma berkat kelarutannya dalam selektif bagi bahan-bahan larut air sewaktu bergerak menembus lipid (semua molekul nonpolar) atau kemampuannya melewati membran, tetapi ada beberapa perbedaan penting antara keduanya: kanal (ion-ion tertentu dan air). Molekul polar yang sulit larut (1) Hanya ion yang muat di dalam kanal yang memang sempit, dalam lipid dan ukurannya lebih besar dari ukuran kanal, misalnya sementara molekul polar kecil, seperti glukosa dan asam amino, protein, glukosa, dan asam arnino, tidak dapat menembus sendiri diangkut melintasi membran oleh protein pembawa. (2) Kanal dapat membran plasma dengan gaya apa pun yang bekerja pada molekul terbuka atau tertutup, tetapi protein pembawa selalu " terbuka dalam bersangkutan. Impermeabilitas ini menjamin protein-protein polar segala situasi" (walaupun jumlah dan jenis protein pembawa di intrasel yang besar tetap berada di dalam sel tempatnya berasal dan membran plasma dapat di atur). (3) pergerakan melalui kanal jauh menjalankan fungsi kelangsungan hidup sel misalnya, berperan lebih cepat ketimbang transpor di perantarai pembawa. Ketika sebagai enzim metabolik. terbuka untuk lalu telintas,kanal terbuka di kedua sisi membran Namun, karena molekul yang sulit larut dalam lipid ini tidak secara bersamaan, memungkinkan ion-ion terus berpindah dengan dapat menembus sendiri membran plasma, sel harus menciptakan cepat dari CES ke CIS, atau sebaliknya, melalui lintasan non-stop ini.



  75



1 Protein pembawa berubah benluk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan solut terpajan ke sisi yang konsentrasinya lebih tinggi. CES



Membran plasma



Molekul solut yang akan diangkut Protein pembawa



Gradien konsentrasi (Tinggi)



Tempat pengikatan (Rendah) CIS



Arah transpor



4 Solut yang di angkut dibebaskan dan protein pembawa kembali ke bentuk semula sebagimana pada langkah 1.



2 MoIekul solut terikat pada protein pembawa.



3 Protein pembawa berubah bentuk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan terpajan ke sisi yang konsentrasinya lebih rendah. Gambar 3-14 Difusi Terfasilitasi, bentuk pasif transpor diperantarai-pembawa.



Di lain pihak, protein pembawa tidak pernah terpajan ke CES dan CIS secara bersamaan. Protein pembawa harus berubah bentuk untuk menjemput molekul penumpang di salah satu sisi dan menurunkannya di sisi yang lain. proses yang banyak memakan waktu. Jika sebuah protein pembawa mampu membawa hingga 5000 partikel melintasi membran per detiknya,sebanyak 5 juta ion dapat melewati sebuah kanal yang terbuka dalam 1 detik. Sistem transpor di perantarai pembawa ini memperlihatkan tiga karakteristik penting yang menentukan jenis dan jumlah bahan yang dapat di pindahkan melintasi membran : spesifisitas, saturasi, dan kompetisi. 1. Spesifitas. satu protein pembawa spesifik untuk satu bahan atau, paling banyak, beberapa senyawa kimia yang berhubungan erat Sebagai contoh,asam amino tidak dapat berikatan dengan protein pembawa glukosa, tetapi beberapa asam amino serupa boleh jadi menggunakan protein pembawa yang sama. Jenis protein pembawa yang di miliki oleh sel bervariasi sehingga di antara sel-sel terdapat selektivitas transpor. Sejumlah penyakit bawaan berkaitan dengan defek pada sistem transpor bahan tertentu. Sisteinuria (adanya sistem dalam urine) adalah penyakit yang disebabakan oleh defek pada protein pembawa sistem dimembran ginjal. Sistem transpor ini normalnya membersihkan sistem dari cairan yang akan menjadi urine dan mengembalikan asam amino



   BAB 3



esensial ini ke darah. Ketika protein pembawa ini tidak berfungsai dengan semestinya, banyak sistem tetap berada di dalam urine, sehingga sistem relatif tidak larut dan cenderung mengendap. Keadaan ini merupakan ssalah satu penyebab batu saluran kemih. 2. Saturasi. Tempat pengikatan untuk bahan spesifik di sebuah membran plasma berjumlah terbatas. Karena itu, jumlah bahan yang dapat diangkut melintasi membran dalam satu waktu juga terbatas. Batas ini dikenal sebagai maksimum transpor (Tm). Sebelum Tm tercapai, jumlah tempat pengikatan di protein pembawa yang ditempati sebuah bahan dan, konsekuensinya, laju transpor bahan tersebut melintasi membran berbanding lurus dengan konsentrasi bahan bersangkutan. Semakin banyak bahan yang tersedia untuk transpor, semakin banyak bahan yang terangkut. Begitu Tm tercapai, protein pembawa menjadi jenuh (semua tempat pengikatannya telah terisi) dan laju transpor bahan melintasi membran sudah maksimal. Kalaupun konsentrasi bahan terus meningkat, laju transpor tidak akan bertambah lagi (Gambar 3-15). Sebagai analogi, bayangkan sebuah kapal feri yang dapat membawa maksimal I00 orang menyeberangi sebuah sungai dalam satu perjalanan selama satu jam . Jika 25 penumpang siap berangkat, mereka akan terangkut dalam satu jam tersebut. Jika jumlah penumpang yang siap berangkat berlipat ganda menjadi 50 orang, laju transpor meningkat menjadi 50 orang per jam. Hubungan berbanding lurus antara jumlah orang yang siap berangkat (konsentrasi) dan laju transpor akan tetap ada hingga kapal



Difusi terfasilitasi adalah bentuk pasif transpor di perantarai-pembawa. Terdapat dua bentuk transpor diperantarai-pembawa, bergantung pada perlu tidaknya energi untuk merampungkan proses: difusi terfasilitasi (tidak membutuhkan energi) dan transpor aktif (membutuhkan energi). Difusi terfasilitasi menggunakan protein pembawa untuk memfasilitasi (membantu) pemindahan bahan tertentu "menuruni bukit" melewati membran dari konsentrasi tinggi ke rendah. Proses ini bersifat pasif dan tidak memerlukan energi karena perpindahan terjadi secara alami mengikuti gradien konsentrasi. Namun, transpor aktif membutuhkan protein pembawa guna mengeluarkan energi sewaktu memindahkan penumpang-nya "menaiki bukti" melawan gradien konsentrasi, dari konsentrasi rendah ke tinggi. Situasi



Difusi sederhana mengikuti gradien konsentrasi



Laju transpor morekul ke dalam se



feri tersebut penuh muatan. Tm tercapai). Pada titik ini, sekalipun terdapat 150 orang yang siap berangkat, hanya 100 orang yang akan terangkut per- jamnya. Saturasi pembawa merupakan faktor penting penahan laju transpor bahan-bahan tertentu melintasi membran ginjal selama pembentukan urine dan melewati membran usus sewaktu penyerapan makanan yang telah tercerna. Selain itu, laju transpor diperantarai-pembawa kadangkadang dapat diatur dengan mengubah-ubah afinitas (daya tarik) tempat pengikatan terhadap penumpangnya atau dengan mengubah ubah jumlah tempat pengikatan. Sebagai contoh, hormon insulin memperbesar laju transpor (diperantarai-pembawa) glukosa ke dalam sebagian besar sel tubuh dengan memicu peningkatan jumlah protein pembawa glukosa di membran plasma sel. Terganggunya kerja insulin (diabetes melitus) akan benar-benar menurunkan kemampuan tubuh menyerap dan menggunakan glukosa sebagai sumber energi utama. 3. Kompetisi. Beberapa senyawa yang berhubungan erat boleh jadi bersaing mendapatkan tumpangan di protein pembawa yang sama untuk melintasi membran. Jika satu tempat pengikatan dapat ditempati oleh lebih dari satu jenis molekul, laju transpor masing-masing bahan akan lebih kecil ketika ada dua atau lebih molekul ketimbang jika molekul tersebut diangkut sendiri-sendiri. Sebagai ilustrasi, anggaplah sebuah feri memiliki 100 tempat duduk (tempat pengikatan) yang dapat diisi oleh pria ataupun wanita. Jika hanya pria yang siap berangkat, maksimal 100 pria dapat diangkut dalam sekali jalan, begitu juga jika hanya wanita yang siap berangkat. Namun, jika ada pria dan wanita yang siap berangkat, keduanya akan bersaing memperebutkan kursi yang tersedia. Dari semua pria dan wanita yang siap berangkat, boleh jadi lima puluh pria dan lima puluh wanita yang dapat ikut dalam perjalanan karena jumlah total orang yang dapat diangkut tetap sama, 100 orang. Dengan kata lain, jika sebuah protein pembawa mampu mengangkut dua bahan yang berhubungan erat, misalnya asam amino glisin dan alanin, keberadaan kedua bahan tersebut pada protein pembawa tersebut akan menurunkan laju pemindahan masing-masing bahan.



Transpor diperantarai-pembawa mengikuti gradien konsentrasi (difusi terfasilitasi



Tm



Rendah



Tinggi



Konsentrasi molekul yang diangkut di CES Gambar 3-15 Perbandingan antara transpor diperantarai-pembawa dan difusi sederhana mengikuti gradien konsentrasi. Lewat difusi sederhana mengikuti gradien konsentrasinya, laju transpor sebuah molekul ke dalam sel berbanding lurus dengan konsentrasi molekul tersebut di CES. Melalui transpor diperantarai-pembawa seturut gradien konsentrasi, laju transpor sebuah molekul ke dalam sel berbanding lurus dengan konsentrasi molekul tersebut di CES hingga protein pembawa menjadi jenuh, ketika laju transpor mencapai maksimum transpor (Tm). Setelah Tm, tercapai, laju transpor tidak lagi dapat bertambah sekalipun konsentrasi molekul di CES meningkat.



Situasi yang analog dengan kondisi ini adalah sebuah mobil yang berada di bukit. Untuk memindahkan mobil menuruni bukit, energi tidak dibutuhkan karena mobil akan meluncur dengan sendirinya dari atas ke bawah. Namun, mengendarai mobil itu menaiki bukit jelas memerlukan energi (hasil pembakaran bensin). Contoh paling jelas untuk menggambarkan difusi terfasi-litasi adalah transpor glukosa ke dalam sel. Konsentrasi glukosa dalam darah lebih tinggi dari pada di jaringan. Pasokan segar nutrien ini secara rutin ditambahkan ke dalam darah sewaktu makan dan dengan memakai simpanan energi cadangan di tubuh. Secara bersamaan, sel-sel memetabolisme glukosa hampir sama cepatnya dengan laju masuknya glukosa dari darah ke sel. Akibatnya, selalu terdapat gradien untuk difusi neto glukosa ke dalam sel. Namun, glukosa tidak dapat menembus sendiri membran plasma karena tidak larut dalam lipid dan ukurannya lebih besar dari ukuran kanal. Tanpa molekul pembawa glukosa (disebut pengangkut glukosa, atau glucose transporter [GLUT]; lihat h. 746) yang memfasilitasi transpor glukosa menembus membran, sel akan kekurangan glukosa, sumber utama bahan bakar sel (Fitur dalam kotak di h. 78, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga, memaparkan pengaruh olahraga pada protein pembawa glukosa di sel otot rangka). Tempat pengikatan di protein pembawa yang memerantarai difusi terfasilitasi mampu mengikat molekul penumpangnya jika terpajan ke kedua sisi membran. Karena ada energi termal, protein pembawa secara spontan berubah bentuk, memaj ankan tempat-tempat pengikatannya silih berganti ke CES atau CIS. Setelah menjemput penumpang di salah satu sisi, sewaktu berubah bentuk, protein pembawa menurunkan penumpangnya di sisi membran berlawanan. Karena penumpang cenderung berikatan dengan protein pembawa di sisi yang konsentrasinya tinggi, bukan di sisi yang konsentrasinya rendah, perpindahan neto selalu berlangsung mengikuti gradien konsentrasi, dari konsentrasi tinggi ke rendah (lihatGambar 3-14).



   77



• Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



S



Otot yang Sedang Beraktivitas "Suka yang Manis-Manis"



EL MENGAMBIL GLUKOSA DARI darah dengan difusi terfasilitasi yang di perantarai protein pembawa glukasa di membran plasma. Sel menjaga pangkalan intraseluler protein pembawa ini, yang da-



pat disisipkan ke membran plasma ketika kebutuhan amailan glukisa meningkat. Pada banyak sel, termasuk sel otot dalam keadaan istirahat, ambilan glukosa bergantung pada hirmin insulin, yang memicu penyisipan protein pembawa glukosa di memaran plasma sel bergantung insulin. Selarna olahraga, sel otot menggunakan lebih banyak glukosa dan bahan bakar nutrien lain dibanding biasanya sebagai sumber energi bagi aktivitas kontraktilnya yang meningkat. Laju transpor glukosa ke dalam otot yang sedang beraktivitas dapat meningkat lebih dari 10 kali lipat selama aktivitas fisik sedang atau berat. Namun, insulin tidak bertanggung jawab atas peningkatan transpor glukosa menuju otot yang tengah beraktivitas karena kadar insulin darah malah menurun selama olahraga. Para peneliti mengungkap bahwa sel otot, bukan insulin, menyisipkan lebih banyak protein pembawa glukosa di membran plasmanya sebagai respons langsung terhadap olahraga. Olahraga memengaruhi transpor glukosa ke dalam sel dengan cara yang lain lagi. Olahraga aerobik rutin (lihat h. 43) terbukti meningkatkan baik afinitas (derajat tarikan) maupun jumlah reseptor membran plasma ya-



Sebagaimana karakteristik semua jenis transpor yang diperantarai, laju difusi terfasilitasi dibatasi oleh saturasi tempat pengikatan di protein pembawa tidak seperti laju difusi sederhana, yang selalu berbanding lurus dengan gradien konsentrasi (lihat Gambar 3-15).



Transpor aktif juga menggunakan protein pembawa untuk memindahkan bahan-bahan spesifik melintasi membran. Namun, pada kasus ini, protein pembawa mengangkut bahan "menaiki bukit" melawan gradien konsentrasinya. Terdapat dua bentuk transpor aktif. Pada transpor aktif primer, energi dibutuhkan secara langsung untuk memindahkan bahan melawan gradien konsentrasinya; protein pembawa ini memecah ATP guna menggerakkan proses transpor. Pada transpor aktif sekunder, energi diperlukan dalam keseluruhan proses, tetapi tidak digunakan secara langsung untuk pemindahan bahan "menaiki bukit." Dengan kata lain, protein pembawa tidak memecah ATP; protein pembawa malah memindahkan molekul "menaiki bukit" menggunakan energi "bekas pakai" yang tersimpan dalam bentuk gradien konsentrasi ion (paling sering gradien Na+). Gradien ion ini tercipta melalui transpor aktif primer ion oleh protein pembawa yang lain. Mari kita lihat prosesnya dengan lebih terperinci. TRANSPOR AKTIF PRIMER Pada transpor aktif primer, energi



dalam bentuk ATP dibutuhkan oleh protein pembawa untuk berubah bentuk dan memajankan tempat pengikatan penumpang hapter



ng berikatan secara spesifik dengan insulin. Adaptasi ini menyebabkan peningkatan sensitivitas insulin dengan kata lain, sel lebih responsif dari biasanya terhadap kadar tertentu insulin darah. Karena insulin memacu difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sebagian besar sel, peningkatan sensitivitas insulin imbas olahraga merupakan salah satu faktor yang menjadikan olahraga bermanfaat sebagai terapi untuk mengendalikan diabetes melitus. Pada penyakit ini, masuknya glukosa ke sebagian besar sel terganggu akibat kerja insulin yang tidak adekuat (lihat Bab 19). Kadar glukosa plasma naik karena glukosa tetap berada dalam plasma, bukannya diangkut ke dalam sel, Pada diabetes tipe 1, insulin yang diproduksi terlalu sedikit untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan ambilan glukosa. Olahraga aerobik rutin akan mengurangi jumlah insulin yang harus disuntikkan untuk memicu ambilan glukosa dan menurunkan kadar glukosa darah hingga batas normal. Pada diabetes tipe 2, insulin diproduksi, tetapi kepekaan sel sasaran insulin terhadap keberadaan hormon ini menurun. Dengan meningkatkan kepekaan sel terhadap keberadaan insulin, olahraga aerobik rutin dapat membantu menggerakkan glukosa masuk ke sel, tempat glukosa di gunakan untuk menghasilkan energi, bukannya tetap berada di plasma, tempat glukosa berpotensi menimbulkan dampak merugikan bagi tubuh.



(selalu berupa ion) di protein pembawa silih berganti di kedua sisi membran yang berlawanan; afinitas tempat pengikatan ion penumpangnya menjadi berbeda ketika tempat pengikata itu terbuka ke sisi CIS, ketimbang jika terbuka ke sisi CES. Tempat pengikatan memiliki afinitas yang lebih tinggi untuk ion di sisi yang konsentrasinya rendah, tempat ion tersebut dijemput, dan afinitas yang lebih rendah di sisi yang konsentrasinya tinggi, tempat ion bersangkutan diturunkan. Dengan cara ini, ion yang diangkut bergerak menaiki bukit" dari tempat berkonsentrasi rendah ke tempat yang konsentrasinya lebih tinggi. Mekanisme transpor aktif ini sering disebut "pompa", analog dengan pompa air yang membutuhkan energi untuk menarik air melawan gravitasi. Di lain pihak, pada difusi terfasilitasi, afinitas tempat pengikatan sama ketika terpajan ke dalam ataupun ke luar sel dan ion yang diangkut bergerak "menuruni bukit" dari konsentrasi tinggi ke rendah. Semua protein pembawa transpor aktif primer bekerja sebagai enzim yang memiliki aktivitas ATPase, yang berarti bahwa ATPase memutus fosfat terminal dari molekul ATP guna menghasilkan adenosin difosfat (ADP) dan fosfat in-organik (Pi) ditambah energi bebas (h. 36) . (Jangan keliru antara ATPase, yang memecah ATP, dan ATP sintase, yang menyintesis ATP). Mari kita lihat bagaimana ATP digunakan oleh protein pembawa transpor aktif primer untuk memindahkan ion yang diangkut melawan gradien konsentrasinya, dengan memperhitungkan salah satu pompa terpenting, pompa Na+K+ ATPase (disingkat pompa Na+-K+) yang terdapat di membran plasma semua sel. Protein pembawa ini mengangkut Na+ ke luar sel, mengonsentrasikannya di CES, dan mengambil K+ dari luar sel, mengumpulkannya di CIS. Pompa Na+-K+ memiliki tiga tempat pengikatan Na+ dan dua tempat pengikatan K+. Ketika terpajan ke



bagian dalam sel, pompa ini memiliki afinitas tinggi terhadap Na+ dan afinitas rendah terhadap K+ (Gambar 3-16, langkah 1 ). Terikatnya tiga Na+ ke tempat pengikatan berafinitas tinggi terhadap Na+ pada protein pembawa di sisi CIS (yang konsentrasi Na+-nya rendah) mengaktifkan pompa ATPase, memicu pemecahan ATP



dan, konsekuensinya, fosforilasi protein pembawa (yaitu pengikatan fosfat inorganik hasil pemecahan ATP) di sisi dalam sel (langkah 2 ). Fosforilasi ini menyebabkan protein pembawa berubah bentuk, memajankan Na+ yang terikat ke luar sel. Perubahan bentuk protein pembawa mengurangi afinitas tempat pengikatan Na+ sehingga ion



1 Pompa memiliki 3 tempat pengikatan afinitas-tinggi terhadap Na+ dan 2 tempat pengikatan afinitas-rendah terhadap K+ ketika terpajan ke CIS. Gradien konsentrasi



CES Tinggi Na+



Na+



Rendah K+ Pompa Na+–K+



Membran plasma



Tinggi K+ Rendah Na+ + 3 Na CIS 6 Dua K+ dilepaskan ke CIS (yang konsentrasi K+-nya tinggi) begitu afinitas tempat pengikatan K+ menurun drastis seiring perubahan bentuk pompa. Pada saat bersamaan, afinitas tempat pengikatan Na+ meningkat ekstrem, sehingga proses kembali ke langkah 1.



Tempat pengikatan afinitas-tinggi terhadap Na+ Tempat pengikatan Gradien afinitas-rendah terhadap K+ konsentrasi K+



2 Ketika 3 Na+ dari CIS (yang konsentrasi Na+ nya rendah) terikat ke pompa, ATP dipecah menjadi ADP pius fosfat; gugus fosfat terikat ke pompa.



Arah transpor K+



P ATP ADP



2 K+



3 Na+



5 Ketika 2K+ dari CES (yang konsentrasi K+-nya rendah) terikat ke pompa, gugus fosfat dilepaskan. Defosforilasi menyebabkan kembali ke bentuk semula.



Tempat pengikatan afinitas rendah terhadap Na+ Tempat pengikatan afinitas tinggi terhadap K+



Arah



transpor Na+



P



2 K+



P



3 Fosforilasi menyebabkan pompa berubah bentuk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan Na+ terpajan ke sisi membran yang berlawanan dan 3 Na+ dilepaskan ke CES (yang konsentrasi Na+-nya tinggi) begitu afinitas tempat pengikatan Na+ menurun drastis.



P



4 Perubahan bentuk juga menyebabkan terpajannya tempat pengikatan K+ pada pompa ke CES dan sangat meningkatkan afinitasnya. Gambar 3-16 Pompa Na+-K+. Membran plasma semua sel mengandung pembawa transpor-aktif, pompa Na+-K+ yang menggunakan energi dari siklus fosforilasi-defosforilasi pembawa untuk secara bertahap mengangkut Na+ ke luar sel dan ke dalam sel melawan gradien konsentrasi ion-ion tersebut. Pompa ini mengeluarkan tiga Na+ dan memasukkan dua K+ untuk setiap ATP yang dipecah.



   79



ini terlepas ke tempat yang konsentrasi Na+-nya tinggi di CES (langkah 3 ). Secara bersamaan, perubahan bentuk tersebut meningkatkan afinitas protein pembawa terhadap K+ di sisi CES (tempat yang konsentrasi K+-nya rendah) (langkah 4 ). Pengikatan dua K+ mencetuskan defosforilasi protein pembawa (yaitu pelepasan fosfat inorganik dari protein pembawa), memicu perubahan bentukprotein pembawa untukkedua kalinya, mengembalikan bentuk protein pembawa seperti semula, dan memajankan K+ yang terikat ke dalam sel (langkah 5 ). Di sisi ini, afinitas tempat pengikatan K+ menurun drastis, sehingga K+ terlepas ke tempat yang konsentrasi K+nya tinggi di CIS (langkah 6 ). Pada saat bersamaan, afinitas tempat pengikatan Na+ meningkat tajam begitu sekali lagi terpajan ke dalam sel, sehingga pompa siap mengulangi siklus (kembali ke langkah 1 ). Jadi, pompa Na+-K+ memindahkan tiga Na+ ke luar sel untuk setiap dua K+ yang dipompa masuk ke sel; kedua ion berpindah melawan gradien konsentrasinya menggunakan energi (pemecahan ATP). (Dengan mengingat satu membran sel saraf yang mengandung sejuta pompa Na+-K+ yang mampu mengangkut 200 juta ion per detik, kita dapat memahami seberapa kuat pompa Na+-K+ yang aktif bekerja.) Pompa Na+- K+ memainkan tiga peran penting: 1. Menciptakan gradien konsentrasi Na+ dan Ka+ di antara kedua sisi membran plasma semua sel. Gradien ini sangat penting bagi sel saraf dan otot agar mampu menghasilkan sinyal listrik yang esensial untuk menjalankan fungsinya masing-masing (topik yang nanti di bicarakan lebih mendalam). 2. Membantu mengatur volume sel dengan mengendalikan konsentrasi solut di dalam sel sehingga meminimalkan efek osmotik yang akan memicu pembengkakan atau penyusutan sel. 3. Energi yang dipakai untuk menggerakan pompa Na+-K+ juga secara tidak langsung berfungsi sebagai sumber energi untuk transpor aktif sekunder. Pompa Na+-K+ bukan satu-satunya pembawa transpor aktif primer. Pompa transpor aktif primer memompa semua ion bermuatan positif yaitu Na+,K+, ion hidrogen (H+), atau ion kalsium (Ca2+) melintasi membran. Sistem transpor aktif primer yang paling sederhana memompa satu jenis ion saja. Contohnya, pompa Ca2+ di membran plasma mengangkut Ca2+ ke luar sel, menjaga konsentrasi Ca2+ di sitosol tetap rendah. Pengangkut Ca2+ ini banyak ditemukan terutama di membran plasma terminal neuron (sel saraf) yang menyimpan zat kimia perantara (neurotransmiter) dalam vesikel sekretorik (lihat h. 113). Sinyal listrik di terminal neuron menyebabkan terbukanya kanal Ca2+ di membran plasma terminal. Masuknya Ca2+ mengikuti gradien konsentrasinya lewat kanal yang terbuka ini memicu sekresi neurotransmiter melalui eksositosis dari vesikel sekretorik. Dengan menjaga konsentrasi Ca2+ intrasel tetap rendah, pompa Ca2+ yang aktif membantu mempertahankan gradien konsentrasi yang besar untuk masuknya Ca2+ pemicusekresi dar CES ke terminal neuron. Mekanisme transpor aktif primer yang lebih kompleks melibatkan pemindahan dua jenis ion dalam arah berlawanan, contoh utamanya adalah pompa Na+–K+. Sekarang mari kita alihkan perhatian untuk memahami bagaimana pompa primer ini secara tidak langsung berfungsi sebagai sumber energi bagi transpor aktif sekunder. TRANSPOR AKTIF SEKUNDER Pada transpor aktif sekunder, protein pembawa tidak secara langsung memecah ATP untuk memindahkan sebuah bahan melawan gradien konsentrasinya. Perpinda-



   hapter



han Na+ ke dalam sel seturut gradien konsentrasinya (dilakukan oleh pompa Na+-K+ pemecah ATP) justru memicu pemindahan solut lain melawan gradien konsentrasinya oleh pembawa transporaktif sekunder. Hal ini efisien karena Na+ bagaimana pun harus dipompa keluar guna mempertahankan integritas osmotik dan integritas listrik sel. Pada transpor aktif sekunder, pemindahan solut melintasi membran selalu berlangsung bersamaan dengan pemindahan ion yang menghasilkan gaya penggerak. Kita memakai Na+ sebagai contoh utamanya. Pembawa transpor-aktif sekunder memiliki dua tempat pengikatan: satu untuk solut yang akan diangkut, satu lagi untuk N+ . Transpor aktif sekunder berlangsung melalui dua mekanisme simport dan antiport-bergantung pada ke arah mana solut diangkut relatif terhadap perpindahan Na+. Pada simport (disebut juga kotranspor), solut dan Na+ bergerak searah melintasi membran yaitu ke dalam sel (sym berarti "bersama"; co berarti "dengan"). Glukosa dan asam amino adalah contoh molekul yang diangkut oleh simport di sel usus dan ginjal. Kita akan membahas pentingnya mekanisme transpor ini secara lebih terperinci nanti. Pada antiport (juga dikenal sebagai kontratranspor atau pertukaran), solut dan Na+ bergerak berlawanan arah melintasi membran Na+ ke dalam sel, sedangkan solut ke luar sel (anti berarti "berlawanan", counter berarti "melawan") (Gambar 3-17). Contohnya, sel mempertukarkan Na+ dan H+ dengan mekanisme antiport. Mekanisme transpor ini memegang peran penting dalam mempertahankan pH yang pas di dalam sel (cairan menjadi lebih asam begitu konsentrasi H+- nya meningkat). Mari kita mempelajari simport glukosa dan Na+, sebagai contoh transpor aktif sekunder, secara lebih terperinci. Tidak seperti kebanyakan sel tubuh lain, sel usus dan ginjal mengangkut glukosa secara aktif dengan memindahkannya melawan gradien konsentrasi, dari konsentrasi rendah ke tinggi. Sel usus mengangkut nutrien ini dari lumen usus ke dalam darah, mengonsentrasikannya disana, hingga tidak ada lagi yang tersisa dilumen untuk dikeluarkan lewat feses. Sel ginjal menyimpan nutrien ini bagi tubuh dengan mengangkutnya keluar dari cairan yang akan menjadi urine, memindahkannya melawan gradien konsentrasi ke dalam darah. Pembawa simport yang mengangkut glukosa melawan gradien konsentrasinya dari lumen usus dan ginjal berbeda dengan pembawa difusiterfasilitasi glukosa yang mengangkut glukosa mengikuti gradien konsentrasinya ke dalam sebagian besar sel. Di sini, kita fokus khususnya pada pembawa simport yang melakukan kotranspor Na+ dan glukosa di sel epitel usus. Pembawa ini, dikenal sebagai kotransporter natrium dan glukosa (sodium and glucose cotransporter, SGLT), terletak di membran luminal (membran yang menghadap lumen usus) (Gambar 3-18). Pompa Na+-K+ di sel ini terdapat di membran basolateral (membran di sisi sel yang menghadap berlawanan dengan lumen di sepanjang tepi lateral sel di bawah taut erat; lihat gambar 3-5, h. 67). Lebih banyak Na+ yang ada di lumen ketimbang di dalam sel karena pompa Na+K+ yang butuh energi, mengangkut Na+ keluar dari sel di membran basolateral, menjaga konsentrasi Na+ intrasel tetap rendah (Gambar 3-18, langkah 1)). Karena perbedaan konsentrasi Na+ ini, lebih banyak Na+ terikat ke SGLT ketika terpajan ke lumen dibanding sewaktu terpajan ke CIS. Terikatnya Na+ ke pembawa ini meningkatkan afinitas pembawa terhadap glukosa terikat ke SGLT



ketika terbuka ke sisi lumen yang konsentrasi glukosanya rendah (langkah 2a). Saat Na+ dan glukosa terikat, SGLT berubah bentuk dan membuka ke dalam sel (langkah 2b ) Ion natrium atau pun glukosa dilepaskan ke dalam sel karena konsentrasi Na+ intrasel lebih rendah dan karena berkurangnya afinitas di tempat pengikatan sewaktu pelepasan Na+ (langkah 2c ). Pemindahan Na+ ke dalam sel oleh pembawa kotranspor ini terjadi mengikuti gradien konsentrasi karena konsentrasi Na+ intrasel rendah, tetapi pemindahan glukosa melawan gradien konsentrasi karena konsentrasi glukosa di dalam sel tinggi. Ion Na+ yang dibebaskan dengan cepat dipompa keluar oleh mekanisme transpor aktif Na+-K+, menjaga konsentrasi Na+ intrasel tetap rendah. Energi yang digunakan dalam proses ini tidak langsung dipakai menggerakkan SGLT karena fosforilasi tidak diperlukan untuk mengubah afinitas tempat pengikatan terhadap glukosa. Mekanisme transpor-aktif sekunder (SGLT) untuk memindahkan glukosa melawan gradien konsentrasinya ini justru berlangsung karena terciptanya gradien konsentrasi Na+ oleh pompa Na+-K+ (mekanisme transporaktif primer). Glukosa diangkut melintasi membran luminal ke dalam sel lewat transpor aktif sekunder, kemudian berpindah secara pasif ke luar sel menembus membran basolateral ke dalam darah melalui difusi terfasilitasi (langkah 3 ). Difusi terfasilitas ini, yang memindahkan glukosa seturut gradien konsentrasinya, diperantarai oleh GLUT pasif yang identik dengan GLUT yang mengangkut glukosa ke dalam sel-sel lain, kecuali di sel usus dan ginjal (GLUT mengangkut glukosa keluar sel). Perbedaannya bergantung pada arah gradien konsentrasi glukosa. Pada kasus sel usus dan ginjal, konsentrasi glukosa di dalam sel lebih tinggi. Perhatikan bahwa dalam rangkaian kejadian ini, transpor aktif sekunder hanya merujuk pada kotranspor glukosa melawan gradien konsentrasinya menembus membran luminal, yang berlangsung karena adanya gradien konsentrasi Na +-yaitu transpor yang dijalankan oleh SGLT. Sebelum meninggalkan topik mengenai transpor diperantarai pembawa, pikirkanlah semua aktivitas yang mengandalkan bantuan protein pembawa. Semua sel bergantung pada protein pembawa untuk mengambil glukosa dan asam amino, yang masing-masing berfungsi sebagai sumber energi utama dan unit penyusun struktur tubuh. Pompa Na+-K+ penting untuk membangkitkan aktivitas listrik sel dan menjamin bahwa sel memiliki solut osmotik aktif dengan konsentrasi intrasel yang memadai. Transpor aktif, baik primer maupun sekunder, banyak dimanfaatkan untuk melaksanakan fungsi khusus sistem saraf dan pencernaan, ginjal, serta semua jenis otot.



Pada transpor vesikular, bahan dipindahkan keluar masuk sel dengan dibungkus membran. Sistem transpor diperantarai-pembawa khusus yang terbenam di membran plasma secara selektif mengangkut ion dan molekul polar kecil. Namun, bagaimana molekul polar besar,



Solut yang Ion diangkut penggerak (konsentrasi tinggi) (konsentrasi rendah)



Ion penggerak (konsentrasi tinggi)



Ion Solut yang penggerak diangkut (konsentrasi rendah) (konsentrasi tinggi)



Solut yang Ion diangkut penggerak (konsentrasi rendah)(konsentrasi rendah)



(a) Simport



(b) Antiport



Solut yang diangkut (konsentrasi tinggi)



Gambar 3-17 Transpor aktif sekunder, yang memanfaatkan gradien konsentrasi ion sebagai sumber energi untuk transpor aktif solut. Perhatikan bahwa demi kenyamanan membaca panahpanah yang menggambarkan ke arah mana protein pembawa memindahkan solut dan ion, protein pembawa tersebut diperlihatkan terbuka ke kedua sisi membran, meskipun kenyataannya tidak pernah demikian. (a) Pada simport, solut diangkut searah gradien konsentrasi ion yang dipindahkan. (b) Pada antiport, solut diangkut berlawanan arah dengan gradien konsentrasi ion yang dipindahkan.



seperti hormon protein yang disekresikan oleh sel endokrin, atau bahkan bahan multimolekul, seperti bakteri yang ditelan oleh sel darah putih, keluar masuk sel? Bahan-bahan ini tidak dapat menembus membran plasma, bahkan dengan bantuan: Ukurannya jauh lebih besar dari kanal, dan tidak ada pembawa untuk mengangkutnya (bahan-bahan ini bahkan terlampau besar bagi molekul pembawa). Partikel-partikel besar ini dipindahkan dari CIS ke CES, atau sebaliknya, bukan dengan melewati membran, melainkan terperangkap dalam vesikel terbungkus-membran, proses yang disebut transpor vesikular. Transpor vesikular memerlukan pemakaian energi oleh sel, sehingga cara ini merupakan salah satu metode aktif transpor membran. Energi diperlukan untuk membentuk vesikel dan menggerakkannya di dalam sel. Transpor ke dalam sel dengan cara ini dinamakan endositosis, sementara transpor ke luar sel disebut eksositosis (lihat Gambar 2-5, h. 31). ENDOSITOSIS Sekedar mengingat kembali, pada endositosis, membran plasma mengelilingi bahan yang akan ditelan, kemudian menyatu di atas permukaan bahan dan menonjolkan sebuah vesikel terbungkus-membran, sehingga bahan yang tertelan itu terperangkap di dalam sel. Ingatlah bahwa terdapat tiga bentuk endositosis, bergantung pada sifat bahan yang dimasukkan ke sel: pinositosis (penyerapan nonselektif sejumlah CES), endositosis diperantarai-reseptor (penyerapan selektif molekul besar), dan fagositosis (penyerapan selektif partikel multimolekul) (lihat Gambar 2-8, h.33).



Begitu berada di dalam sel, nasib vesikel yang tertelan tersebut ada dua kemungkinan: 1. Pada kebanyakan kasus, lisosom menyatu dengan vesikel, menguraikan dan membebaskan isi vesikel ke dalam cairan intrasel. 2. Pada beberapa sel, vesikel endositotik memintas lisosom, tempat vesikel tersebut biasanya terurai, dan bergerak ke sisi sel yang berlawanan untuk



   81



Lumen usus



Glukosa rendah



Na+ tinggi



Na+ tinggi



2



Glukosa tinggi



Na+ rendah 1 ATP Sel epitel yang melapisi usus halus



SGLT (transpor aktif sekunder) Na+ rendah Glukosa tinggi



Pompa Na+–K+ (transpor Na+ tinggi aktif primer)



GLUT (difusi pasif terfasilitasi)



1 Pompa Na+–K+ menggunakan energi untuk memindahkan Na+ melawan gradien konsentrasinya ke luar sel. Transpor Aktif Primer



3



Pembuluh Glukosa rendah darah 3 GLUT secara pasif memindahkan glukosa mengikuti gradien konsentrasinya keluar dari sel menuju darah.



menciptakan gradien konsentrasi Na+ dari lumen ke sel, yang menggerakkan



Transpor Aktif Sekunder



menciptakan gradien konsentrasi glukosa dari sel ke darah, yang digunakan untuk



Difusi Terfasilitasi



2 SGLT memanfaatkan gradien konsentrasi Na+ untuk memindahkan Na+ mengikuti gradien konsentrasinya seraya memindahkan glukosa melawan gradien konsentrasinya dari lumen ke dalam sel. Glukosa rendah



Na+ tinggi



Glukosa rendah



Na+ tinggi



Na+ rendah



Glukosa tinggi



Na+ rendah



SGLT Glukosa tinggi



2a Pengikatan Na+ di sisi luminal, yang konsentrasi Na+-nya lebih tinggi, meningkatkan afinitas SGLT terhadap glukosa. Dengan begitu, glukosa juga terikat ke SGLT di sisi 3 luminal, yang konsentrasi glukosanya lebih rendah.



2b Ketika Na+ dan glukosa terikat, SGLT berubah bentuk, terbuka ke dalam sel.



2c SGLT melepaskan Na+ ke dalam sel, yang konsentrasi Na+-nya lebih rendah. Karena afinitas SGLT terhadap glukosa menurun begitu Na+ dilepaskan, SGLT juga melepaskan SGLT ke dalam sel, yang konsentrasi glukosanya lebih tinggi.



Gambar 3-18 Simport Glukosa. Glukosa diangkut melintasi sel usus dan ginjal melawan gradien konsentrasinya lewat proses transpor aktif sekunder yang diperantarai kotransporter natrium dan glukosa (sodium and glucose cotransporter, SGLT) di membran luminal sel.



membebaskan isinya melalui eksositosis. Jalur ini berfungsi untuk memindahkan molekul-molekul besar dalam keadaan utuh menembus sel, dinamakan transitosis. Lalu lintas vesikel semacam ini merupakan cara untuk memindahkan bahan menembus sel-sel tipis yang melapisi kapiler, tempat terjadinya pertukaran bahan antara darah dan jaringan sekitarnya.



   hapter



EKSOSITOSIS Pada eksositosis, yang terjadi kurang lebih kebalikan



dari endositosis. Vesikel terbungkus-membran yang terbentuk di dalam sel menyatu dengan membran plasma, kemudian membuka dan membebaskan isinya ke luar sel (lihat Gambar 2-6, h. 32). Bahan-bahan yang dikemas untuk diekspor oleh retikulum endoplasma dan kompleks Golgi dikeluarkan melalui eksositosis.



Eksositosis memiliki dua tujuan berbeda: 1. Merupakan mekanisme untuk menyekresikan molekul polar besar, misalnya hormon protein dan enzim yang tidak mampu menembus membran plasma. Dalam hal ini, isi vesikel sangatlah spesifik dan hanya dibebaskan jika menerima isyarat yang sesuai. 2. Memungkinkan sel menambahkan komponen spesifik ke membran, misalnya molekul pembawa, kanal, atau reseptor tertentu, bergantung pada kebutuhan sel. Pada kasus demikian, komposisi membran yang mengelilingi vesikel sangat berperan dan kandungannya dapat jadi hanya sejumlah CES. KESEIMBANGAN ANTARA ENDOSITOSIS DAN EKSOSITOSIS



Laju endositosis dan eksositosis harus dijaga tetap seimbang guna mempertahankan luas permukaan membran. Pada sel yang aktif melakukan endositosis, dalam satu jam boleh jadi lebih dari 100% membran plasma digunakan untuk membungkus vesikel yang ditelan, sehingga membran permukaan mesti cepat-cepat diganti lewat eksositosis. Di lain pihak, ketika sebuah sel sekretorik dirangsang untuk melakukan sekresi, sel ini dapat menyisipkan hingga 30 kali membran permukaannya melalui eksositosis. Membran tambahan ini harus secara spesifik diambil kembali dengan aktivitas endositik yang setara. Dengan demikian, melalui eksositosis dan endositosis, bagianbagian membran selalu dibentuk lagi, diambil kembali, dan (secara umum) didaur ulang. Bahasan kita tentang transpor membran sudah selesai. Tabel 3-2 merangkum jalur-jalur yang dapat digunakan bahan untuk berpindah dari CES ke CIS, atau sebaliknya. Berbagai sel memiliki selektivitas berbeda-beda terhadap bahan yang keluar masuk sel karena adanya kanal, molekul pembawa, atau mekanisme transpor vesikular yang jumlahnya dan jenis-nya beragam. Tidak ada mekanisme transpor khusus bagi molekul polar besar (lebih besar dari kanal dan tidak larut dalam lipid) sehingga molekul semacam ini tidak dapat menembus membran sel. Transpor selektif K+ dan Na+ bertanggung jawab atas sifat kelistrikan sel. Kita akan kembali ke topik ini di bagian selanjutnya. Periksa Pemahaman Anda 3.5 1. Gambarkan grafik yang membandingkan difusi sederhana mengikuti gradien konsentrasi dan transpor diperantarai-pembawa. 2. Jelaskan apa yang menyebabkan molekul pembawa berubah bentuk untuk memajankan tempat pengikatan bagi penumpangnya di sisi membran yang berlawanan, baik pada difusi terfasilitasi, transpor aktif primer, maupun transpor aktif sekunder. 3. Tuliskan perbedaan antara simport dan antiport



| Potensial Membran



kation dan anion di CIS dan CES. Ingatlah bahwa muatan berlawanan jenis cenderung saling tarik dan muatan sejenis cenderung saling tolak. Harus dilakukan kerja (pengeluaran energi) untuk memisahkan muatan berlawanan jenis setelah keduanya menyatu. Sebaliknya, ketika partikel-partikel dengan muatan berlawanan jenis telah dipisahkan, gaya tarik listrik antara keduanya dapat dimanfaatkan untuk melakukan kerja Iagi manakala muatan-muatan tersebut dibiarkan menyatu kembali. Hal ini merupakan prinsip yang mendasari alat-alat listrik. Karena muatan-muatan yang terpisah memiliki kemampuan untuk melakukan kerja, pemisahan muatan di kedua sisi membran disebut potensial membran. Potensial diukur dalam satuan volt (sama seperti satuan tegangan pada alat listrik), tetapi karena potensial membran relatif rendah, satuan yang digunakan adalah milivolt (mV; 1/1000 volt). Karena konsep potensial penting untuk memahami banyak hal dalam fisiologi, khususnya fisiologi otot dan saraf, apa yang dimaksud dengan istilah ini harus benar-benar dimengerti. Membran pada Gambar 3-19a bermuatan listrik neutral dengan jumlah muatan positif (+) dan negatif (-) yang sama di kedua sisi membran, sehingga tidak terbentuk potensial membran. Pada Gambar 3-19b, sebagian muatan positif dari sisi kanan telah berpindah ke sisi kiri. Kini sisi kiri memiliki kelebihan muatan positif, sementara sisi kanan menjadi kelebihan muatan negatif. Dengan kata lain, muatan-muatan berlawanan jenis terpisah di kedua sisi membran, atau jumlah relatif muatan positif dan negatif berbeda di kedua sisi. Sekarang tercipta potensial membran. Gaya tarik antara muatan-muatan yang terpisah ini menyebabkan muatan terkumpul dalam lapisan tipis di sepanjang permukaan luar dan dalam membran plasma (Gambar 3-19c). Namun, muatan-muatan yang terpisah ini hanya mencerminkan sebagian kecil dari seluruh partikel bermuatan (ion) yang terdapat di CIS dan CES. Selain itu, sebagian besar cairan di dalam dan di luar sel bermuatan listrik neutral (Gambar 3-19d). Ion-ion yang muatan listriknya seimbang dapat diabaikan karena tidak berkontribusi atas potensial membran. Jadi, sebagian kecil (hampir dapat diabaikan) dari seluruh partikel bermuatan yang terdapat di cairan tubuh itulah yang bertanggung jawab atas potensial membran. Perhatikan bahwa membran itu sendiri tidak bermuatan. Kata potensial membran merujuk pada perbedaan muatan antara lapisan tipis di CIS dan di CES yang terletak, berturut-turut, di samping sisi dalam dan luar membran. Besar potensial bergantung pada jumlah muatan berlawanan jenis yang terpisah: Semakin banyak muatan yang terpisah, semakin besar potensial membran. Karena itu, pada Gambar 3-19e, membran B memiliki potensial lebih besar dari membran A dan lebih kecil dari membran C.



3.6 Membran plasma semua sel organik memiliki potensial membran, atau bermuatan listrik terpolarisasi.



Potensial membran tercipta karena perbedaan konsentrasi dan permeabilitas ion-ion utama.



Istilah potensial membran merujuk pada pemisahan muatan berlawanan jenis di kedua sisi membran atau perbedaan jumlah relatif



Semua sel memiliki potensial membran. Sel di jaringan pekarangsang-yaitu sel saraf dan sel otot-mampu menghasilkan perubahan cepat sesaat potensial membran ketika dirangsang. fluktuasi singkat potensial ini berfungsi sebagai sinyal listrik. Potensial membran konstan yang terdapat di sel-sel jaringan tidak



   83



❚ TABEL 3-2



Metode Transfer Membran dan Karakteristiknya



Metode Transpor



Bahan yang Diangkut



Batasan Transpor



Difusi Sederhana Difusi melalui lapisanganda lipid



Molekul nonpolar semua ukuran (mis., O2,CO2, asam lemak)



Pasif; molekul berpindah mengikuti gradien konsentrasi (dari konsentrasi tinggi ke rendah)



Berlangsung hingga gradien lenyap (keseimbangan dinamik tanpa difusi neto)



Difusi melalui kanal protein



Ion kecil spesifik (mis., Na+,



Pasif; ion berpindah mengikuti gradien elektrokimia melalui kanal yang terbuka (dari konsentrasi tinggi ke rendah dan akibat tertariknya ion ke sisi berlawanan muatan)



Berlangsung hingga tidak ada lagi perpindahan neto dan keseimbangan dinamik tercapai



Osmosis



Hanya air



Pasif; air berpindah mengikuti gradien konsentrasinya (ketempat yang konsentrasi airnya lebih rendah dengan kata lain, konsentrasi solut lebih tinggi)



Berlangsung hingga perbedaan konsentrasi lenyap atau dihentikan oleh tekanan hidrostatik lawan-nya atau hingga sel dihancurkan



Molekul polar spesifik yang ada pembawanya (mis, glukosa)



Pasif; molekul berpindah seturut gradien konsentrasi (dari konsentrasi tinggi ke rendah)



Terdapat maksimum transpor (Tm); molekul pembawa dapat jenuh



Kation spesifik yang ada pembawanya (mis., Na+, K+, H+, Ca2+)



Aktif; ion berpindah melawan gradien konsentrasinya (dari konsentrasi rendah ke tinggi); butuh ATP



Terdapat maksimum transpor; molekul pembawa dapat jenuh



Aktif; bahan merpindah melawan gradien konsentrasi (dari konsentrasi rendah ke tinggi); digerakkan secara langsung oleh gradien ion (biasanya Na+) yang diciptakan pompa primer butuh-ATP. Pada simport, molekul yang diangkut bersamaan (kotranspor) dan ion bergerak searah; pada antiport, solut dan ion bergerak berlawanan arah



Terdapat maksimum transpor; pengangkut gabungannya dapat jenuh



Cairan ekstrasel dalam volume kecil; juga penting dalam daur ulang membran



Aktif; membran plasma melekuk ke dalam dan menonjolkan permukaannya, membentuk vesikel penelan



Kontrol sedikit dipahami



Endositosis diperantarai-reseptor



Molekul polar besar spesifik (mis., protein)



Aktif; membran plasma melekuk ke dalam dan menonjolkan permukaannya, membentuk vesikel penelan



Perlu pengikatan ke reseptor spesifik di permukaan membran



Fagositosis



Partikel multimolekul (mis., bakteri dan debris sel)



Aktif; sel menjulurkan pseudopodia yang mengelilingi partikel, membentuk vesikel penelan



Perlu pengikatan ke reseptor spesifik di permukaan membran



Eksositosis



Produk sekretorik (mis., hormon dan enzim) serta molekul besar yang dapat melewat sel dalam bentuk utuh; juga penting dalam daur ulang membran



Aktif; peningkatan Ca2+ sitosol memicu penyatuan vesikel sekretorik denga membran plasma; vesikel membuka dan membebaskan isinya ke luar sel



Sekresi dicetuskan oleh rangsangan saraf atau hormon spesifik; kendali lain yang terlibat dalam lalu lintas transeluler dan daur ulang membran tidak diketahui



K+, Ca2+, Cl–)



Transpor Diperantarai-Pembawa Difusi terfasilitasi



Transfor aktif sekunder Molekul polar dan ion spesifik (simport atau antiport) yang ada pengangkut gabungannya (mis., glukosa dan asam amino untuk simport; beberapa ion untuk antipot)



Transpor Vesikular Endositosis Pinositosis3



   hapter



peka-rangsang dan sel-sel jaringan peka-rangsang dalam keadaan istirahat-yaitu ketika sel-sel tersebut tidak menghasilkan sinyal listrik-dikenal sebagai potensial membran istirahat. Di sini kita akan memusatkan perhatian pada pembentukan dan pemeliharaan potensial membran istirahat; di bab-bab selanjutnya, kita akan mempelajari perubahan yang terjadi di jaringan-jaringan peka-rangsang ketika ada penghantaran sinyal listrik. Distribusi tak-merata beberapa ion utama antara CIS dan CES serta perpindahan selektifnya menembus membran plasma bertanggung jawab atas sifat listrik membran. Di dalam tubuh, muatan listrik dibawa oleh ion. Ion-ion yang terutama bertanggung jawab atas potensial membran istirahat adalah Na+; K+; dan protein intrasel besar bermuatan negatif



(anion), dilambangkan A-. Ion lain (di antaranya kalsium, magnesium, dan klorida) tidak memberi kontribusi langsung atas potensial membran istirahat di sebagian besar sel, meskipun mereka memiliki peran penting lain bagi tubuh. Perbandingan konsentrasi dan permeabilitas relatif ionion yang penting bagi aktivitas listrik membran tersaji dalam Tabel 3-3. Perhatikan bahwa konsentrasi Na+ lebih tinggi di CES dan konsentrasi K+ lebih tinggi di CIS. Perbedaan konsentrasi ini dipertahankan oleh pompa Na+-K+ yang membutuhkan energi. Karena membran plasma hampir sama sekali impermeabel terhadap A, protein besar bermuatan negatif ini hanya terdapat di dalam sel. Setelah disintesis dari asam amino yang diangkut ke dalam sel, protein tetap terperangkap di dalam sel.



Membran



+







+







+







+







+











+







+







+







+







+



+







+







+







+







+











+







+







+







+







+



(10+, 10–)



+ – + – +



– + – + –



+ – + – +



– + – + –



+ + + + +



– + + – – – – + – – – +



Bagian cairan sisanya Muatan-muatan yang bermuatan yang terpisah listrik netral







+







+







+ + + + + +



– – – – – –



– + –



Bagian cairan sisanya yang bermuatan listrik netral



+ + + + + + + +



+ – + + –



– + + – +



+ – + + –



(b) Membran memiliki potensial



(c) Muatan-muatan yang terpisah bertanggung jawab atas potensial membran A B C



+



– + + – +



(15+, 10–)



(10+, 10–)



(a) Membran tidak potensial



+ – + + –



– + – + –



– –



– + – + –



– + –



(5+, 10–)



–+–+–+–+–+–+ +–+–+–+–+–+–+ –+ –+ –+ –+ –+ + + + + –+–+ –+ –+ – – – + – + – + – + –+ – – – –+–+–+–+ + – –+ – + – + – + – –+ –+ –+ – – + + – + – + –– + – + – + – + – + – + – + – + –+ –+ –+ + –+ – +– + ++ – +–+– + – + – + – + – + –+ – + – +– + – –+–+–+ –+ –+ –+ +– + –+ – + – + – + + –+ –+ – + – + – + – – + – + – + – +– + – – + – + – + – + – + – + + + – + – + – + + –+ – + – + – + – + – + –– + – + – + – + – + + – + – + – + – + – –+ –+ –+ – – + + + –+–+–+– + – + – + – + – + +– – – – –+ Membran plasma –+–+–+–+– –+ –+ –+ –+ – + + + +–+–+–+–+–+–+ –+–+–+–+–+–+ (d) Muatan-muatan yang terpisah membentuk sebuah lapisan di sepanjang membran plasma



– – – – – – – –



(e) Besar potensial membran B memiliki potensial lebih besar dari membran A dan lebih kecil dari membran C Gambar 3-19 Penentuan potensial membran berdasarkan distribusi tak-merata muatan positif dan negatif di kedua sisi membran. (a) Ketika muatan positif dan negatif tersebar merata di kedua sisi membran, tidak tercipta potensial membran. (b) Ketika muatan berlawanan jenis terpisah di kedua sisi membran, tercipta potensial membran. (c) Muatan-muatan yang jumlahnya tak-seimbang bertanggung jawab atas potensial membran yang tercipta di lapisan tipis sepanjang kedua permukaan membran yang berhadapan. (d) Sebagian besar cairan di CES dan CIS bermuatan listrik neutral. Muatan-muatan yang jumlahnya tak-seimbang terkumpul di sepanjang membran plasma. (e) Semakin banyak muatan yang terpisah di kedua sisi membran, semakin besar potensial membran.



   85



Konsentrasi dan Permeabilitas lonlon yang Bertanggung Jawab atas Potensial Membran Istirahat di Sel Saraf TABEL 3-3







Ion



Konsentrasi Ekstrasel*



Konsentrasi Intrasel*



Permeabilitas Relatif











1



  











25–30



  











0







* Konsentrasi dinyatakan dalam satuan milimol per liter, mM



Selain mekanisme transpor aktif, Na+ dan K+ dapat secara pasif menembus membran melalui kanal protein yang spesifik bagi ion-ion tersebut. Biasanya K+ jauh lebih mudah menembus membran ketimbang Na+ karena membran umumnya memiliki lebih banyak kanal rembes (leak channel) yang selalu terbuka bagi lalu lintas pasif K+ dibanding kanal yang terbuka untuk lalu lintas pasif Na+. Pada potensial istirahat sebuah sel saraf, membran Iazimnya sekitar 25 hingga 30 kali lebih permeabel terhadap K+ ketimbang terhadap Na+. Berbekal pengetahuan tentang konsentrasi relatif dan permeabilitas ion-ion ini, kita dapat menganalisis gaya-gaya yang bekerja di kedua sisi membran plasma. Kita akan mempelajari (1) kontribusi langsung pompa Na+-K+ terhadap potensial membran, (2) efek yang akan ditimbulkan oleh perpindahan K+ saja pada potensial membran, (3) efek yang ditimbulkan oleh Na+ saja, dan (4) situasi yang terdapat di sel ketika efek K+ dan Na+ terjadi bersamaan. Di seluruh bahasan ini, ingatlah bahwa gradien konsentrasi untuk K+ akan selalu mengarah ke luar dan gradien konsentrasi untuk Na+ selalu mengarah ke dalam karena pompa Na+-K+ mempertahankan konsentrasi K+ di dalam sel lebih tinggi dan konsentrasi Na+ di luar sel lebih tinggi. Perhatikan juga bahwa karena K+ dan Na+ adalah kation (bermuatan positif), gradien listrik untuk kedua ion ini akan selalu mengarah ke sisi membran yang bermuatan negatif. EFEK POMPA Na+-K+ PADA POTENSIAL MEMBRAN Pompa Na+-K+



memompa keluar tiga Na+ untuk setiap dua K+ yang masuk ke sel. Karena Na+ dan K+ adalah ion positif, transpor tak-seimbang ini memisahkan muatan di kedua sisi membran, dengan sisi luar menjadi relatiflebih positif dan sisi dalam lebih negatif karena lebih banyak ion positif yang dikeluarkan daripada yang masuk. Namun, mekanisme transpor aktif ini memisahkan sejum1ah muatan yang hanya cukup untuk menghasilkan potensial membran bernilai kecil, yaitu 1 mV hingga 3 mV, dengan bagian dalam sel lebih negatif dari bagian luar sel. Sebagian besar potensial membran dihasilkan oleh difusi pasif K+ dan Na+ mengikuti gradien konsentrasi. Jadi, peran utama pompa Na+K+ dalam menghasilkan potensial membran bersifat tak-langsung, yakni melalui kontribusi pentingnya dalam mempertahankan gradien konsentrasi yang bertanggung jawab langsung atas perpindahan ion yang menciptakan sebagian besar potensial membran.



  



hapter



EFEK PERPINDAHAN K+ SAJA PADA POTENSIAL MEMBRAN: POTENSIAL KESEIMBANGAN K+ Anggaplah terdapat



sebuah situasi yang ditandai dengan (1) adanya konsentrasi K+ dan A- di kedua sisi membran, (2) permeabilitas bebas membran terhadap K+, tetapi tidak terhadap A-, dan (3) belum terbentuknya potensial membran. Gradien konsentrasi K+ cenderung memindahkan ion ini ke luar sel (Gambar 3-20). Karena membran permeabel terhadap K+, ion ini mudah menembus membran, membawa muatan positif bersamanya, sehingga muatan positif akan lebih banyak di luar sel. Pada saat bersamaan, muatan negatif dalam bentuk A- akan tertinggal di dalam sel, serupa dengan situasi yang diperlihatkan di Gambar 3-19b. (Ingatlah bahwa A- tidak dapat berdifusi ke luar meskipun terdapat gradien konsentrasi yang besar). Kini akan tercipta potensial membran. Karena terdapat pula gradien listrik, K+ akan tertarik ke dalam sel yang bermuatan negatif dan tertolak dari luar sel yang bermuatan positif. Dengan demikian, kini terdapat dua gaya berlawanan yang bekerja pada K+: gradien konsentrasi yang cenderung memindahkan K+ ke luar sel dan gradien listrik yang cenderung memindahkan ion ini ke dalam sel. Mula-mula gradien konsentrasi akan lebih kuat dari gradien listrik, sehingga perpindahan neto K+ ke luar sel terus berlangsung dan potensial membran meningkat. Namun, karena semakin banyak K+ yang berpindah ke luar sel, gradien listrik (yang berlawanan dengan gradien konsentrasi) menjadi makin kuat seiring makin positifnya bagian luar sel dan makin negatifnya bagian dalam sel. Boleh jadi terlintas dalam pikiran kita bahwa gradien konsentrasi K+ makin lama akan makin berkurang karena K+ meninggalkan sel mengikuti gradien ini. Namun, yang mengejutkan adalah gradien konsentrasi K+ pada dasarnya akan tetap meskipun K+ berpindah ke luar sel. Penyebabnya adalah perpindahan K+ ke luar sel, dalam jumlah sangat kecil sekalipun, akan menimbulkan perubahan besar pada potensial membran. Karena K+ yang sangat sedikit tersebut akan meninggalkan seI untuk menciptakan gradien listrik yang berlawanan, konsentrasi K+ di dalam dan di luar sel pada prinsipnya tidak berubah. Seiring terus keluarnya K+ mengikuti gradien kosentrasinya yang tidak berubah, gradien listrik yang mengarah ke dalam terus menguat. Perpindahan neto ke luar makin lama makin berkurang seiring menguatnya gradien listrik mendekati gradien konsentrasi. Akhirnya, ketika kedua gaya berimbang (dengan kata lain, keduanya berada dalam keseimbangan dinamik), tidak ada lagi perpindahan neto K+. Potensial yang tercipta pada keseimbangan ini dikenal sebagai potensial keseimbangan K+ (EK+). Pada titik ini, akan tetap terdapat gradien konsentrasi K+ yang besar, tetapi tidak lagi terjadi perpindahan neto K+ ke luar sel mengikuti gradien konsentrasi ini karena ada gradien listrik berlawanan yang mengimbanginya (Gambar 3-20). Potensial membran pada EK+ adalah -90 mV. Berdasarkan kesepakatan, tanda selalu menunjukkan polaritas muatan yang berlebihan di sisi dalam membran. Potensial membran -90 mV berarti besar potensial 90 mV, dengan sisi dalam lebih negatif dari sisi luar. Potensial +90 mV berarti besar potensial juga 90 mV, tetapi sisi dalam lebih positif dari sisi luar.



Membran plasma CES



CIS



K+



Gradien konsentrasinya K+



+ + + + + + + + +



Gradien listrik K+



– – – – – – – – –



1 Gradien konsentrasi K+ cenderung memindahkan ion ini ke luar sel.



K+ A–



2 Bagian luar sel menjadi lebih positif karena K+ berpindah ke luar mengikuti gradien konsentrasinya. 3 Membran bersifat impermeabel terhadap anion protein besar intrasel (A-). Bagian dalam sel menjadi lebih negatif karena K+ keluar, meninggalkan A-. 4 Gradien listrik yang tercipta cenderung memindahkan K+ ke dalam sel. 5 Tidak terjadi perpindahan K+ lebih lanjut ketika gradien listrik yang mengarah ke dalam telah mengimbangi gradien konsentrasi yang mengarah ke luar. Potensial membran pada titik keseimbangan ini adalah potensial keseimbangan K+ (EK+), senilai -90 mV.



EK+ = –90 Gambar 3-20 Potensial keseimbangan k+.



Potensial keseimbangan sebuah ion yang konsetrasinya berbeda di kedua sisi membran dapat dihitung dengan persamaan Nernst berikut ini: Eion



C 61 log o z Ci



Keterangan Eion = potensial keseimbangan ion dalam mV 61 = tetapan yang terdiri atas tetapan gas umum (R), suhu mutlak (T), tetapan listrik yang dikenal sebagai Faraday (F), beserta konversi logaritma alami (ln) menjadi logaritma berbasis 10 (log); 61 = RT/F z = valensi ion; z = 1 untuk K+ dan Na+, ion-ion yang berkontribusi atas potensial membran Co = konsentrasi ion di luar sel dalam milimol/liter (milimolar; mM) Ci = konsentrasi ion di dalam sel dalam mM



tersebut. Untuk mengimbangi gradien konsentrasi yang lebih besar itu, tentu diperlukan gradien listrik pengimbang yang lebih besar pula. EFEK PERPINDAHAN NATRIUM SAJA PADA POTENSIAL MEMBRAN: POTENSIAL KESEIMBANGAN Na+ Situasi serupa dapat



diterapkan untuk perpindahan Na+ saja (Gambar 3-21). Gradien konsentrasi Na+ akan memindahkan ion ini ke dalam sel, menyebabkan penimbunan muatan positif di sisi dalam membran dan meninggalkan muatan negatif yang jumlahnya tidak berimbang di sisi luar membran (terutama dalam bentuk klorida, C1-; Na+ dan C1- yaitu garam adalah ion-ion dominan di CES). Perpindahan neto ke dalam sel akan berlanjut hingga tercapai keseimbangan akibat tercipta -nya gradien listrik berlawanan yang besarnya mengimbangi gradien konsentrasi. Pada titik ini, berdasarkan konsentrasi Na+, diperoleh potensial keseimbangan Na+ (ENa+), sebagaimana hitungan dengan persamaan Nernst, sebesar +61 mV. Jika konsentrasi Na+ di CES 150 mM dan di CIS 15 mM,



Jika konsentrasi K+ di CES 5 mM dan di CIS 150 mM (lihat Tabel 3-3), EK



ENa



5 mM 61 log 150 mM 1 61 log 30



Karena log 1/30 = –1.477, EK+ = 61(–1.477) = –90 mV Karena 61 adalah tetapan, potensial keseimbangan pada dasarnya adalah ukuran potensial membran (dengan kata lain, besar gradien listrik) yang mengimbangi gradien konsentrasi untuk ion ber-sangkutan (yaitu rasio antara konsentrasi ion di luar dan di dalam sel). Semakin besar gradien konsentrasi untuk sebuah ion, semakin besar potensial keseimbangan ion



61 log



150 mM 15 mM



61 log 10 Karena log 10 = 1, ENa+ = 61(1) = 61 mV Dalam hal ini, bagian dalam sel akan lebih positif, kontras dengan potensial keseimbangan K+. Besar ENa+ sedikit banyak lebih kecil dari EK+ (61 mV berbanding 90 mV) karena gradien konsentrasi Na+ tidak sebesar gradien konsentrasi K+ ( Tabel 3-3); Dengan demikian, gradien listrik yang berlawanan (potensial membran) tidak sebesar itu ketika tercapai keseimbangan. (Demi kenyamanan dalam menyatakan besar muatan pada gambar, kami melakukan pembulatan nilai ENa+ menjadi +60 mV).



Membran Plasma dan Potensial Membran 87



Membran plasma



CES



Na+



CIS



Gradien konsentrasi Na+



Anion di CES,



– – – – – –



1 Gradien konsentrasi Na+ cenderung memindahkan ion ini ke dalam sel. 2 Bagian dalam sel menjadi lebih positif seiring masuknya ion Na+ mengikuti gradien konsentrasinya.



+ + + + + +



Na+ Gradien



listrik Na+



sebagian besar



Cl–



3 Bagian luar sel menjadi lebih negatif setelah Na+ masuk ke sel, meninggalkan ion-ion bermuatan negatif, terutama CI- yang jumlahnya tidak berimbang di CES. 4 Gradien listrik yang tercipta cenderung memindahkan Na+ ke luar sel. 5 Tidak terjadi lagi perpindahan neto Na+ ketika gradien listrik yang mengarah ke luar mengimbangi gradien konsentrasi yang mengarah ke dalam. Potensial membran di titik keseimbangan ini adalah potensial keseimbangan Na+ (ENa+), senilai +60 mV.



ENa+ = +60



Gambar 3-21 Potensial keseimbangan Na+.



EFEK SIMULTAN K+ DAN Na+ PADA POTENSIAL MEMBRAN



Ion kalium (K+) atau ion natrium (Na+) tidak pernah berada sendirian dalam cairan tubuh, sehingga potensial keseimbangan tidak pernah tercipta di sel-sel tubuh, hanya ada pada kondisi pengandaian atau percobaan. Pada sel organik, efek simultan K+ dan Na+ harus diperhitungkan. Semakin besar permeabilitas membran plasma terhadap sebuah ion, semakin besar kecenderungan ion tersebut menggerakkan potensial membran ke arah potensial keseimbangan ion itu sendiri. Karena membran dalam keadaan istirahat 25 hingga 30 kali lebih permeabel terhadap K+ dibanding terhadap Na+, K+ lebih mudah menembus membran ketimbang Na+; dengan demikian, pengaruh K+ pada potensial membran lebih besar dari pengaruh Na+. Ingatlah bahwa K+ yang bekerja sendirian akan menghasilkan potensial keseimbangan senilai -90 mV. Namun, membran sedikit banyak permeabel terhadap Na+ sehingga sebagian Na+ masuk ke sel dalam usahanya yang tidak akan pernah cukup mencapai potensial keseimbangan. Masuknya Na+ ini menetralkan, atau mengurangi, sebagian potensial yang dihasilkan oleh K+ saja jika tidak ada Na+. Untuk lebih memahami konsep ini, anggaplah bahwa masingmasing pasangan muatan yang terpisah di Gambar 3-22 menunjukkan potensial 10 mV. (Secara teknis hal ini tidak tepat karena dalam kenyataannya, harus ada banyak muatan terpisah untuk menghasilkan potensial sebesar 10 mV.) Pada contoh sederhana ini, sembilan plus dan minus terpisah, dengan minus di sisi dalam, memperlihatkan EK+ senilai -90 mV. Menambahkan sedikit pengaruh Na+ pada membran yang didominasi K+ ini, anggaplah bahwa dua Na+ masuk ke sel mengikuti gradien konsentrasi dan gradien listrik Na+. (Perhatikan bahwa gradien listrik Na+ kini mengarah ke dalam, berlawanan dengan gradien listrik Na+ pada ENa+ yang mengarah ke luar. Pada ENa+ , bagian dalam sel menjadi positif akibat perpindahan Na+ masuk ke sel mengikuti gradien konsentrasinya. Namun, di sel saraf yang dalam keadaan istirahat, bagian dalam negatif karena pengaruh dominan K+ pada potensial membran. Dengan demikian, gradien konsentrasi dan listrik kini menggerakkan perpindahan Na+ masuk ke sel.) Masuknya kedua Na+ bermuatan positif ini ke sel menetralkan sebagian potensial yang tercipta oleh K+ sehingga sekarang hanya tujuh pasang muatan yang terpisah dan potensialnya senilai -70 mV.    hapter



Potensial ini adalah potensial membran istirahat sel saraf umumnya. Potensial istirahat jauh lebih dekat ke EK+ dibanding ke ENa+ karena permeabilitas membran terhadap K+ lebih besar, tetapi sedikit lebih kecil dari EK+ (potensial -70 mV lebih rendah dari -90 mV) karena pengaruh lemah Na+. Potensial membran dapat diukur secara langsung dalam kondisi percobaan dengan mencatat perbedaan listrik antara bagian dalam dan bagian luar sel, atau dapat dihitung dengan persamaan Goldman-Hodgkin-Katz (persamaan GHK) yang memperhitungkan permeabilitas relatif dan gradien konsentrasi semua ion permeabel. Membran yang stabil dalam keadaan istirahat permeabel terhadap K+, Na+, dan Cl-, tetapi dengan alasan yang akan dijelaskan nanti, Cl- tidak berkontribusi secara langsung atas potensial pada kebanyakan sel. Karena itu, kita dapat mengabaikannya ketika menghitung potensial membran, menghasilkan persamaan GHK yang sederhana sebagai berikut;



Vm Keterangan



61 log



PK [K ]o



PNa [Na ]o



PK [K ]i



PNa [Na ]i



Vm = potensial membran (mV) 61 = tetapan yang mewakili RT/zF, jika z = 1, sebagaimana berlaku untuk Na+ dan K+ + + PK , PNa = permeabilitias terhadap K+ dan Na+ + + [K ]o, [Na ]o = konsentrasi K+ dan Na+ di luar sel (mM) [K+]i, [Na+]i = konsentrasi K+ dan Na+ di dalam sel (mM). Persamaan GHK sebenarnya adalah pengembangan versi persamaan Nerst. Persamaan Nerst hanya dapat digunakan untuk menghitung potensial yang dihasilkan oleh ion spesifik, sementara persamaan GHK memperhitungkan kontribusi gabungan atas potensial semua ion yang bergerak melintasi membran. Anggap bahwa membran dalam keadaan istirahat 25 kali lebih permeabel terhadap dibanding terhadap Na+, dan permeabilitas relatifnya:



+ + aktif memindahkan Na+ 11 Pompa Na –K secara keluar dari sel dan K+ masuk ke sel, menjaga konsentrasi Na+ tetap tinggi di CES dan konsentrasi K+ tetap tinggi di CIS. 2 Karena adanya gradien konsentrasi dikedua sisi membran K+ cenderung mendorong potensial membran ke arah potensial keseimbangan K+ (-90 mV), sementara N+ cenderung menggerakkan potensial membran ke arah potensial keseimbangan Na+ (+60 mV). 3 Potensial membran istirahat karena membran lebih permeabel terhadap K+. Akibatnya, potensial istirahat (-70 mV) jauh lebih dekat ke EK+ dibanding ke ENa+. 4 Selama pembentukan potensial istirahal, difusi K + ke luar sel yang relatif besar tidak menghasilkan potensial senilai -90 mV karena membran sedikit permeabel terhadap Na+ dan difusi neto Na+ masuk ke sel yang relatif kecil (dalam arsiran abu-abu) me -netralkan sebagian potensial yang akan di-ciptakan oleh K+ saat sendirian, membuat potensial istirahat senilai -70 mV, sedikit lebih kecil dari EK+.



Membran plasma CES



K+



Na+



yang menyertainya



5 Protein intrasel bermuatan negatif (A-) yang tidak dapat menembus membran tetap tidak ada pengimbangnya di dalam sel sewaktu perpindahan ion-ion bermuatan positif ke luar sel, sehingga bagian dalam sei lebih negatif ketimbang bagian luar sel.



CIS



+ + + + + + + –+



– – – – – – – –+



–+



–+



K+ A– Na+



Cl–



Difusi neto K+ ke luar sel yang relatif besar menghasilkan EK+ senilai Tidak terjadi difusi A– menembus membran Difusi neto Na+ masuk ke sel yang relatif kecil menetral-kan sebagian potensial yang diciptakan oleh K+ ketika sendiri -an



Potensial membran istirahat = –70 mV



Gambar 3-22 Efek perpindahan simultan K+ dan Na+ pada pembentukan potensial membran istirahat.



PK+= 1,0 and PNa+ = 0.04 (1/25 dari 1,0). Berdasarkan permeabilitas serta konsentrasi K+ dan Na+di CIS dan CES sebagaimana tersaji dalam Tabel 3-3, Vm



61 log



(1)(5) (0.04 )(150) (1)(150) (0..04 )(15)



61 log



5 6 150 0.6



61 log 0.073 Karena log 0.073 adalah – 1.137, Vm = 61 (–1.137) = –69 mV Penambahan –1 mV potensial yang dihasilkan secara langsung oleh pompa Na+–K+ ke nilai ini memberikan total –70 mV untuk potensial membran istirahat. KESEIMBANGAN REMBESAN PASIF DAN PEMOMPAAN AKTIF PADA POTENSIAL MEMBRAN ISTIRAHAT Pada potensial istirahat,



K+ ataupun Na+ tidak berada dalam keseimbangan. Potensial -70 mV tidak sepenuhnya mengimbangi gradien konsentrasi K+; diperlukan potensial -90 mV untuk melakukannya. Karena itu, K+ pelan-pelan terus keluar melalui kanal yang rembes mengikuti gradien konsentrasi yang kecil ini. Pada kasus Na+, gradien konsentrasi dan listrik bahkan tidak saling bertentangan; keduanya mendorong Na+ masuk ke sel. Karena itu, Na+ merembes terus ke dalam sel mengikuti gradien elektrokimianya, tetapi pelan-pelan saja karena permeabilitasnya yang rendah dengan kata lain, akibat langkanya kanalrembes Na+. Rembesan semacam ini selalu terjadi, jadi mengapa konsentrasi K+ intrasel tidak terus menurun dan konsentrasi Na+ di dalam sel tidak



terus meningkat? Alasannya adalah karena pompa Na+-K+ mengeimbangi laju rembesan pasif. Pada potensial istirahat, pompa ini memindahkan kembali ion kalium ke dalam sel dalam jumlah yang pada dasarnya sama dengan jumlah ion yang telah merembes ke luar sel, dan secara bersamaan memindahkan kembali ion natrium yang telah merembes masuk ke luar sel. Pada titik ini, tercipta keadaan mantap (steady state): Tidak terjadi lagi perpindahan neto ion apa pun karena semua rembesan pasif sudah diimbangi oleh pemompaan aktif. Tidak terjadi lagi perubahan neto pada keadaan mantap ataupun keseimbangan dinamik, tetapi dalam keadaan mantap energi harus digunakan untuk mempertahankan kemantapan, sementara pada keseimbangan dinamik tidak lagi diperlukan energi guna mempertahankan kemantapan. Dengan kata lain, gaya pasif dan aktif yang berlawanan saling mengimbangi dalam keadaan mantap dan gaya-gaya pasif yang berlawanan mengimbangi satu sama lain pada keseimbangan dinamik. Karena pada keadaan mantap di kedua sisi membran pompa yang aktifmengimbangi rembesan pasif, gradien konsentrasi Na+ dan K+ tetap sama. Jadi, pompa Na+-K+ tidak hanya mulanya bertanggung jawab atas perbedaan konsentrasi Na+ dan K+ di kedua sisi membran, tetapi juga mempertahankan perbedaan ini. Seperti baru saja dibahas, besar gradien konsentrasi ini, bersama dengan perbedaan permeabilitas membran terhadap kedua jenis ion, menentukan besar potensial membran. Karena gradien konsentrasi dan permeabilitas terhadap Na+ dan K+ tetap sama pada keadaan istirahat, potensial membran istirahat yang dihasilkan oleh gaya-gaya ini tetap sama.



PERPINDAHAN KLORIDA PADA POTENSIAL MEMBRAN ISTIRAHAT Sejauh ini kita sama sekali mengabaikan satu ion lain yang



terdapat dalam konsentrasi tinggi di CES: Cl-. Klorida adalah anion utama di CES. Potensial keseimbangannya adalah -70 mV, parsis sa  



89



ma dengan potensial membran istirahat. Perpindahan Cl- yang bermuatan negatif sendirian mengikuti gradien konsentrasinya akan menghasilkan gradien listrik yang berlawanan, dengan bagian dalam lebih negatif dibanding bagian luar. Saat para ahli fisiologi pertama kali meneliti efek ion yang berkontribusi atas potensial membran, mereka penasaran dan berpikir bahwa perpindahan Cl- dan pembentukan potensial keseimbangan Cl+ boleh jadi merupakan satu-satunya mekanisme yang bertanggung jawab menghasilkan potensial membran istirahat yang identik. Kenyataannya, yang terjadi adalah sebaliknya. Potensial membran bertanggung jawab mendorong distribusi Cl- di kedua sisi membran. Sebagian besar sel sangat permeabel bagi Cl- tetapi tidak memiliki mekanisme transpor aktif untuk ion ini. Dengan tidak adanya gayagaya aktif yang bekerja padanya, Cl- secara pasif mendistribusikan dirinya sendiri untuk mencapai keadaan keseimbangan. Pada keadaan ini, Cl-, digerakkan keluar sel, menciptakan gradien konsentrasi ke arah dalam yang tepat mengimbangi gradien listrik ke arah luar, (yaitu, potensial membran istirahat) yang dihasilkan oleh pergerakkan K+ dan Na+. Oleh sebab itu, perbedaan konsentrasi Cl- antara CES dan CIS secara pasif disebabkan oleh adanya potensial membran dan bukan dipertahankan oleh pompa aktif seperti pada Na+ dan K+. Karena itu, Cl- tidak memengaruhi potensial membran istirahat pada sebagian besar sel. Potensial membran justru secara pasif memengaruhi distribusi Cl-. PEMANFAATAN KHUSUS POTENSIAL MEMBRAN DI SEL SARAF DAN OTOT Sel saraf dan otot telah memiliki mekanisme pemanfaatan



khusus potensial membran. Kedua jenis sel ini dapat dengan cepat mengubah-ubah permeabilitas membrannya untuk sesaat terhadap ion-ion yang terlibat dalam respons terhadap rangsangan yang sesuai, sehingga menimbulkan fluktuasi potensial membran. Fluktuasi potensial yang cepat tersebut bertanggung jawab menghasilkan impuls saraf di sel saraf dan mencetuskan kontraksi di sel otot. Aktivitas ini menjadi fokus di lima bab berikutnya. Meskipun semua sel memperlihatkan potensial membran, kemaknaannya di kebanyakan sel lain belum jelas; namun, perubahan potensial membran di beberapa sel sekretorik contohnya, sel penyekresi-insulin dikaitkaitkan dengan derajat aktivitas sekretorik sel-sel tersebut. Periksa Pemahaman Anda 3.6 1. Paparkan kontribusi relatif K+ dan Na+potensial membran istirahat. 2. Jelaskan perbedaan antara keadaan mantap dan keseimbangan dinamik.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Semua sel tubuh harus memperoleh bahan-bahan vital, misalnya nutrien dan O2, dari CES di sekitarnya; sel juga harus membuang sampah ke CES dan membebaskan pro duk sekretorik, seperti zat kimia perantara dan enzim pencernaan. Karena itu, transpor bahan melintasi membran plasma dari CES ke



   hapter



CIS, atau sebaliknya, penting bagi kelangsungan hidup sel, dan konstituen-konstituen CES harus dipertahankan homeostasisnya guna menunjang berbagai pertukaran yang mempertahankan kelangsungan hidup ini. Banyak jenis sel memanfaatkan transpor membran untuk menjalankan aktivitas khususnya masing-masing yang dirancang untuk mempertahankan homeostasis tubuh. Berikut ini beberapa contohnya. 1. Penyerapan nutrien dari lumen saluran cerna melibatkan transpor molekul penghasil-energi ini melintasi membran sel yang melapisi saluran cerna. 2. Pertukaran O2 dan CO2 antara udara dan darah di paru melibatkan transpor gas-gas ini menembus membran sel yang melapisi kantong udara dan pembuluh darah di paru. 3. Urien dibentuk melalui pemindahan selektif bahan-bahan antara darah dan cairan di dalam tubulus ginjal menembus membran sel yang melapisi tubulus. 4. Denyut jantung dipicu oleh perubahan siklik transpor Na+,K+, dan Ca2+ melewati membran sel jantung. 5. Sekresi zat kimia perantara, misalnya neurotransmiter dari sel saraf dan hormon dari sel endokrin, melibatkan transpor produk-produk pengatur ini ke CES jika ada rangsangan yang sesuai. Selain melaksanakan pemindahan selektif bahan antara CES dan CIS, membran plasma mengandung reseptor untuk mengikat zat kimia perantara spesifik yang mengatur berbagai aktivitas sel, dan banyak di antaranya berupa aktivitas khusus untuk mempertahankan homeostasis. Contoh, hormon vasopresin, yang disekresikan sebagai respons atas defisit air di dalam tubuh, berikatan dengan reseptor di membran plasma sel ginjal jenis tertentu. Pengikatan ini memicu sel-sel tersebut untuk menahan air saat pembentukan urine dengan mendorong penyisipan akuaporin (kanal air) tambahan, sehingga mem bantu memulihkan defisit air yang memicu respons tersebut. Semua sel hidup memiliki potensial membran, dengan bagian dalam sel sedikit lebih negatif dibanding cairan di sekitar sel ketika sel dalam keadaan (aktivitas listriknya) istirahat. Aktivitas khusus sel saraf dan otot bergantung pada kemampuan sel-sel ini mengubah potensial membrannya dengan cepat pada rangsangan yang sesuai. Perubahan potensial cepat sesaat di sel saraf berfungsi sebagai sinyal listrik atau impuls saraf, yang merupakan cara menghantarkan informasi di sepanjang jaras saraf. Informasi ini digunakan untuk melakukan penyesuaian homeostatik, misalnya memulihkan tekanan darah ke nilai normal ketika ada sinyal bahwa tekanan tersebut terlampau rendah. Perubahan cepat potensial membran di sel otot mencetuskan kontraksi otot, aktivitas khusus otot. Kontraksi otot berkontribusi atas homeostasis melalui banyak cara, termasuk pemompaan darah oleh jantung dan pemindahan makanan sepanjang safuran cerna.



SOAL LATIHAN Jawaban di mulai di h. A-23 Pertanyaan Objektif 1. Ekor nonpolar molekul fosfolipid membenamkan diri di sisi dalam membran plasma. (Benar atau salah?) 2. Sel menyusut ketika berkontak dengan sebuah larutan hipertonik. (Benar atau salah?) 3. Kanal terbuka ke kedua sisi membran pada saat yang bersamaan, tetapi molekul pembawa setiap kali hanya terbuka disatu sisi membran. (Benar atau salah?) 4. Pada potensial membran istirahat, terdapat kelebihan sedikit sedikit muatan ___ (positif/negatif) di sisi dalam membran dan kelebihan sedikit muatan ___ (positif/negatif) di sisi luar membran. 5. Menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan komponen membran apa yang bertanggung jawab atas fungsi yang ditanyakan berikut ini: 1. pembentukan kanal (a) lapisan-ganda 2. sawar terhadap pelintasan lipid bahan larut air (b) protein 3. tempat reseptor (c) karbohidrat 4. fluiditas membran 5. pengenalan "diri sendiri" 6. enzim terikat-membran 7. batas struktural 8. molekul pembawa 6. Dengan pilihan jawaban di kanan, tunjukkan arah pergerakan neto pada setiap khusus: (a) Pergerakan dari 1. difusi sederhana konsentrasi tinggi 2. difusi terfasilitasi ke rendah 3. transpor aktif primer (b) Pergerakan dari 4. Na+ selama simport atau konsentrasi rendah antiport 5. solut yang diangkut sewaktu ke tinggi simport atau antiport 6. air, berkenaan dengan gradien konsentrasi air sewaktu osmosis 7. air, berkenaan dengan gradien konsentrasi solut selama osmosis 7. Menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan jenis taut sel yang dipaparkan: (a) Taut celah 1. taut lekat (b) Taut erat 2. taut impermeabel (c) Desmosom 3. taut komunikasi 4. tersusun atas konekson, yang mengizinkan lewatnya ion dan molekul kecil di antara sel-sel 5. terdiri atas anyaman serat, yang memaku sel-sel bersebelahan



6. terbentuk melalui penyatuan protein di permukaan luar dua sel yang berinteraksi 7. penting di jaringan yang retan teregang secara mekanis 8. penting untuk menyelaraskan kontraksi otot jantung dan otot polos dengan membiarkan penyebaran aktivitas listrik di antara sel-sel penyusun massa otot 9. penting untuk mencegah lewatnya bahan di antara sel-sel pada lembaran epitel yang memisahkan dua kompartemen yang komposisi kimianya berbeda Pertanyaan Esai 1. Jelaskan model mosaik cair struktur membran. 2. Apa fungsi ketiga jenis utama serat protein di matriks ekstrasel? 3. Apa dua sifat partikel yang memengaruhi kemampuannya menembus membran plasma? 4. Sebutkan dan jelaskan metode-metode transpor membran. Tunjukkan bahan jenis apa yang diangkut pada masing-masing metode, dan tuliskan kategori setiap cara transpor itu, apakah pasif atau aktif, tanpa bantuan atau dengan bantuan. 5. Menurut hukum difusi Fick, faktor-faktor apa yang memengaruhi laju difusi neto melintasi membran? 6. Sebutkan tiga peran penting pompa Na+–K+. 7. Jelaskan kontribusi masing-masing komponen atau metode berikut dalam membentuk dan mempertahankan potensial membran: (a) pompa Na+-K+, (b) perpindahan pasif K+ melintasi membran, (c) perpindahan pasif Na+ melintasi membran, dan (d) anion-anion besar intrasel. Latihan Kuantitatif 1. Menggunakan persamaan Nernst, hitung potensial keseimbangan Ca2+ dan Cl–untuk tiap set data berikut: a. Diketahui [Ca2+]o = 1 mM, [Ca2+]i = 100 nM, tentukan ECa2+ b. Diketahui [Cl–]o = 110 mM, [Cl–]i = 10 mM, tentukan ECl– 2. Salah satu kegunaan persamaan Nernst adalah untuk menjelaskan aliran ion menembus membran plasma. Ion berpindah di bawah pengaruh dua gaya: gradien konsentrasi (dinyatakan dalam satuan listrik pada persamaan Nernst) dan gradien listrik (dinyatakan dalam listrik membran). Hal ini diringkas dalam hukum Ohm: Ix = Gx (Vm – Ex) yang menjelaskan perpindahan ion x menembus membran. I adalah arus listrik dalam ampere (A); G adalah hantaran, ukuran permeabilitas x, dalam Siemens (S), sama dengan ∆I/∆V; Vm adalah listrik membran; dan Ex adalah potensial keseimbangan ion x. Persamaan ini tidak saja menginformasikan besar arus listrik, tetapi juga arahnya. Berdasarkan kesepakatan, nilai arus negatif menunjukkan ion positif masuk ke sel atau ion negatif keluar dari sel. Kebalikannya berlaku untuk nilai arus positif.



Membran plasma dan Potensial membran 91



a. Menggunakan data berikut, hitung besar INa+. [Na ]o = 145 mM, [Na ]i = 15 mM, +



+



GNa+



= 1 nS, Vm = –70 mV



b. Apakah Na+ masuk atau meninggalkan sel? c. Apakah Na+ berpindah mengikuti atau melawan gradien konsentrasi?Apakah mengikuti atau melawan gradien listrik?



3. Menggunakan persamaan Goldman-Hodgkin-Katz, apa yang akan terjadi pada potensial membran istirahat jika konsentrasi K+ di CES meningkat dua kali lipat menjadi 10 mM.



UNTUK DIRENUNGKAN 30 Konsentrasi bahan di cairan intrasel (mol × 104)



1. Sebuah larutan dapat memiliki osmolaritas yang sama dengan cairan tubuh normal meskipun larutan tersebut boleh jadi tidak isotonik. Jelaskan mengapa demikian 2. Anggaplah bahwa sebuah membran yang permeabel terhadap Na+, tetapi tidak terhadap Cl– memisahkan dua larutan. Konsentrasi natrium klorida di sisi 1 lebih tinggi dibanding sisi 2. Mana dari perpindahan ion berikut yang akan terjadi? a. Na+ akan berpindah hingga gradien konsentrasinya lenyap (hingga konsentrasi Na+ di sisi 2 sama dengan konsentrasi Na+ di sisi 1). b. Cl– akan berpindah mengikuti gradien konsentrasinya dari sisi 1 ke sisi 2. c. Akan terbentuk potensial membran, negatif di sisi 1 d. Akan terbentuk potensial membran, positif di sisi 1. e. Pernyataan di atas tidak ada yang benar. 3. Dibandingkan dengan potensial istirahat, apakah potensial membran akan menjadi lebih negatif atau lebih positif jika membran lebih permeabel terhadap Na+ dibanding terhadap K+? 4. Mana dari metode transpor berikut yang digunakan untuk memindahkan bahan ke dalam sel berdasarkan grafik penyerta di bawah ini?



25 20 15 10 5 5



10



15



20



25



30



Konsentrasi bahan di cairan ekstrasel (mol × 104)



a. difusi mengikuti gradien konsentrasi b. osmosis c. difusi terfasilitasi d. transpor aktif e. transpor vesikular f. mustahil diketahui dengan informasi yang ada. 5. Kolostrum, air susu ibu yang pertama kali keluar, mengandung banyak antibodi, molekul protein besar. Antibodi dari ibu ini membantu rnelindungi bayi yang minum air susu ibu dari infeksi hingga bayi mampu menghasilkan antibodi sendiri. Menurut Anda, dengan cara apa antibodi dari ibu ini dipindahkan melintasi sel-sel yang melapisi saluran cerna bayi baru lahir ke peredaran darahnya?



PERTIMBANGAN KLINIS Ketika William H. sedang menolong korban gempa bumi di daerah yang tidak siap mendirikan penampungan sementara dengan cepat, ia mengalami diare berat. Ia didiagnosis mengidap kolera, penyakit yang ditularkan lewat pasokan air tidak bersih yang tercemar tinja dari orang yang terinfeksi. Toksin yang dihasilkan oleh bakteri kolera menyebab



   hapter



-kan terbukanya kanal Cl- di membran luminal sel-sel usus, sehingga meningkatkan sekresi Cl- dari sel ke dalam lumen usus. Melalui mekanisme apa Na+ dan air disekresikan ke dalam lumen bersama dengan sekresi CL-? Bagaimana respons sekretorik ini menyebabkan diare berat yang khas pada kolera?



hapter 3



Kartu Belajar



■ Semua sel dibungkus oleh membran plasma, lapisan-ganda lipid tipis dengan sejumlah protein tersisip di dalamnya dan karbohidrat melekat ke permukaan luarnya.



Pada mikroskop elektron, membran plasma tampak berupa struktur trilaminar (dua garis gelap yang dipisahkan oleh satu lapisan terang) yang terbentuk akibat susunan molekul-molekulnya. Molekul-molekul fosfolipid menyusun diri membentuk lapisan-ganda dengan bagian dalam hidrofobik (lapisan terang) yang terjepit di antara permukaan luar dan dalam yang hidrofilik (garis gelap). (Lihat Gambar 3-1, 3-2, 3-3, dan foto pembuka bab). ■



■ Lapisan-ganda lipid ini membentuk batas struktural sel, berfungsi sebagai sawar terhadap bahan-bahan larut air dan bertanggung jawab atas sifat cair membran. Molekul kolesterol yang tersisip di antara molekul-molekul fosfolipid berkontribusi atas sifat cair dan stabilitas membran. ■ Menurut model mosaik cair struktur membran, sejumlah protein terbenam di dalam lapisan-ganda lipid. (Lihat Gambar 3-3.) Protein membran, yang jenisnya dan distribusinya bervariasi antarsel, berfungsi sebagai (1) saluran tempat lewatnya ion kecil menembus membran, (2) pembawa untuk memindahkan bahan spesifik keluar masuk sel; (3) akseptor penanda penambatan tempat vesikel sekretorik menambatkan diri dan membebaskan isinya; (4) enzim terikatmembran yang mengatur reaksi-reaksi kimia spesifik; (5) reseptor untuk mendeteksi dan menanggapi zat kimia perantara yang mengubah fungsi sel; dan (6) molekul perekat sel yang membantu menyatukan sel-sel dan menjadi penghubung struktural antara membran plasma dan sitoskeleton intrasel. ■ Karbohidrat membran di permukaan luar sel befungsi sebagai penanda identitas diri. (Lihat Gambar 3-3.) Molekul ini penting dalam pengenalan "diri" pada interaksi antarsel, misalnya selama pembentukan dan pertumbuhan jaringan.



CES Protein integral



Rantai karbohidrat



Garis gelap Gambaran menggunakan mikroskop elektro



Molekul fosfolipid



Ruang terang Garis gelap



Glikolipid



Glikoprotein



Protein reseptor



Protein kanal berpintu



Lapisan Molekul kolesterol ganda lipid



Protein kanal rembes



Protein perifer CIS



Molekul perlekatan sel Protein (menghubungkan pembawa mikrotubulus ke membran)



Mikrofilamen sitoskeleton



3.2 | Perlengkatan Antarsel (h. 65–68) ■ Matriks ekstrasel (extracellular matrix, ECM) berfungsi sebagai "lem" biologis antarsel sebuah jaringan. Matriks ekstrasel tersusun atas bahan encer mirip gel dengan tiga jenis utama serat protein tersisip di dalamnya: kolagen (menghasilkan kekuatan tensil), elastin (memungkin



-kan peregangan dan pengempisan), serta fibronektin (membantu perlekatan sel). ■ Banyak sel disatukan lebih lanjut oleh taut sel khusus, tiga jenis di antaranya: desmosom, taut erat, dan taut celah. ■ Desmosom berfungsi sebagai taut lekat untuk menyatukan sel-sel secara mekanis dan terutama penting di jaringan yang rentan teregang. (Lihat Gambar 3-4.) Taut erat merupakan taut sebenarnya yang menyatukan sel-sel, mencegah lewatnya bahan di antara sel sehingga hanya memungkinkan pelintasan-terkendali bahan menembus sel. Taut impermeabel ini ditemukan di lembaran epitel yang memisahkan kompartemen-kompartemen dengan komposisi kimia yang sangat berbeda. (Lihat Gambar 3-5.) ■ Taut celah adalah taut komunikasi antara dua sel bersebelahan, tetapi tidak bersentuhan. Taut celah membentuk terowongan kecil yang memungkinkan pertukaran ion dan molekul kecil antarsel. Perpindahan ion semacam ini berperan penting dalam penghantaran aktivitas listrik untuk menyelaraskan kontraksi di otot jantung dan otot polos. (Lihat Gambar 3-6.) ■



3.3 | Selayang Pandang Transpor Membran (h.68-69) ■ Bahan-bahan dapat berpindah dari CES ke CIS, atau sebaliknya, melalui mekanisme transpor dengan bantuan atau tanpa bantuan. ■ Mekanisme transpor juga dapat bersifat pasif (partikel berpindah menembus membran tanpa penggunaan energi sel) atau aktif (sel memakai energi untuk memindahkan partikel menembus membran). (Lihat Tabel 3-2, h. 84)



3.4 | Transpor Membran Tanpa Bantuan (h. 69-74) ■ Molekul nonpolar (larut dalam lipid), berapa pun ukurannya, mampu melintasi membran tanpa bantuan dengan melarutkan diri dan berpindah secara pasif melalui lapisan-ganda lipid mengikuti gradien konsentrasi. (Lihat Gambar 3-7 dan 3-8.) Tanpa bantuan pula, ion-ion kecil menembus membran secara pasif mengikuti gradien elektrokimia melalui kanal protein spesifik yang terbuka bagi ion tersebut. (Lihat Gambar 3-3.) ■ Pada osmosis, air berpindah secara pasif mengikuti gradien konsentrasinya melintasi sebuah membran permeabel selektif ke tempat dengan konsentrasi solut taktembus-membran lebih tinggi solut tembus-membran tidak memiliki efek osmotik. (Lihat Gambar 3-9 hingga 3-12.) ■ Osmolaritas sebuah larutan adalah ukuran jumlah total partikel solut, baik tembus-membran maupun taktembus-membran, dan ion per liter. Tekanan osmotik sebuah larutan adalah tekanan yang harus bekerja pada larutan tersebut untuk menghentikan osmosis. Tonisitas sebuah larutan merujuk pada efek larutan pada volume sel dan bergantung pada konsentrasi relatif solut taktembus-membran dalam larutan itu, dibandingkan dengan konsentrasi solut taktembus-membran sejenis dalam sel yang dikelilinginya. (Lihat Gambar 3-13.)



3.5 | Transpor Membran Dengan Bantuan (h. 75-83) ■ Pada transpor diperantarai-pembawa, molekul polar kecil dan ion tertentu diangkut menembus membran oleh protein pembawa spesifik. Protein pembawa membuka ke salah satu sisi membran ketika ada penumpang yang terikat ke tempat pengikatan spesifik baginya, kemudian berubah bentuk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan tersebut terpajan ke sisi membran yang berlawanan saat penumpang dilepaskan. Transpor diperantarai-pembawa dapat bersifat pasif, memindahkan partikel mengikuti gradien konsentrasinya (difusi terfasilitasi)(lihat Gambar 3-14), atau aktif, memindahkan partikel melawan gradien konsentrasinya (transpor aktif). Protein pembawa memperlihatkan maksimum transpor (Tm) kektika sudah jenuh. (Lihat Gambar 3-15.) ■ Dua bentuk transpor aktif adalah transpor aktif primer dan transpor aktif sekunder. Transpor aktif primer memerlukan pemakaian langsung ATP untuk menjalankan pompa. Salah satu contoh transpor aktif primer yang paling penting adalah pompa Na+-K+ yang mengonsentrasikan Na+ di CES dan K+ di CIS. (Lihat Gambar 3-16.) Transpor aktif sekunder digerakkan oleh gradien konsentrasi ion (biasanya Na+) yang diciptakan oleh sistem transpor-aktif primer. Dua jenis transpor aktif sekunder ialah simport (atau kotranspor) dan antiport (kontratranspor atau pertukaran). Pada simport, solut bersama-sama ion (Na+) berpindah searah (keduanya masuk ke sel), dengan solut bergerak melawan gradien konsentrasi dan ion mengalir mengikuti gradien konsentrasi. Pada antiport, solut dan ion berpindah berlawanan arah (solut keluar dari sel, sementara Na+ masuk ke sel), dengan solut bergerak melawan gradien konsentrasi dan ion mengalir mengikuti gradien konsentrasi. (Lihat Gambar 3-17 dan 3-18.)



■ Molekul polar besar dan partikel multimolekul dapat memasuki atau meninggalkan sel dengan terbungkus dalam sepotong membran untuk membentuk vesikel yang dapat dimasukkan ke sel (endositosis) atau dikeluarkan dari sel (eksositosis). (Lihat Gambar 2-5, 2-6, dan 2-8). ■ Berbagai sel memiliki selektivitas berbeda-beda terhadap bahan yang keluar masuk sel karena adanya kanal, molekul pembawa, atau mekanisme transpor vesikular yang jumlahnya dan jenisnya beragam ■ Tidak ada mekanisme transpor khusus bagi molekul polar besar (lebih besar dari kanal dan tidak larut dalam lipid) sehingga molekul semacam ini tidak dapat menembus membran sel.



3.6 | Potensial Membran (h. 83-90) ■ Semua sel memiliki potensial membran, yaitu pemisahan muatan berlawanan jenis di kedua sisi membran plasma. (Lihat Gambar 3-19.) ■ Pompa Na+-K+ memberi kontribusi langsung, meskipun kecil, atas potensial membran karena pompa ini memindahkan lebih banyak ion Na+ ke luar sel ketimbang ion K+ ke dalam sel. (Lihat Gambar 3-16.) Namun, per an utama pompa Na+-K+ adalah untuk secara aktif menjaga konsentrasi Na+ tetap lebih tinggi di luar sel dan konsentrasi K+ tetap lebih tinggi di dalam sel. Gradien konsentrasi ini cenderung memindahkan K+ ke luar sel dan Na+ ke dalam sel secara pasif. (Lihat Tabel 3-3 dan Gambar 3-20 dan 3-21.) ■ Karena membran dalam keadaan istirahat 25 hingga 30 kali lebih permeabel terhadap K+ dibanding terhadap Na+, jauh lebih banyak K+ yang meninggalkan sel ketimbang Na+ yang memasuki sel, menyebabkan kelebihan muatan positif di luar sel. Hal ini menyebabkan kelebihan muatan negatif, dalam bentuk anion protein besar (A-) yang terperangkap di dalam sel. (Lihat Tabel 3-3 dan Gambar 3-22.)



1 Pompa memiliki 3 tempat pengikatan afinitas-tinggi terhadap Na+ dan 2 tempat pengikatan afinitas-rendah terhadap K+ ketika terpajan ke CIS.



CES



Rendah K+ Pompa Na+–K+



Tinggi Na+



Tempat pengikatan afinitas-tinggi terhadap Na+



Membran plasma



Rendah Na+ CIS 6 Dua K+ dilepaskan ke CIS (yang konsentrasi K+nya tinggi) begitu afinitas tempat pengikaan K+ menurun drastis seiring perubahan bentuk pompa. Pada saat bersama-an, afinitas tempat pengikatan N+ meningkat ekstram, sehingga proses kembali ke langkah 1.



Membran plasma



CES



Gradien konsentrasi Na+



Tinggi K+



Tempat pengikatan afinitas-rendah Gradien terhadap K+ konsentrasi K+



3 Na+ 2 Ketika 3 Na+ dari CIS (yang konsentrasi Na+-nya rendah) terikat ke pompa, ATP dipecah menjadi ADP plus fosfat; gugus fosfat terikat ke pompa.



Arah transpor K+



P 2 K+



Tempat pengikatan afinitasrendah terhadap Na+ Tempat pengikatan afinitastinggi terhadap K+



Arah transpor Na+



P



2 K+



P



4 Perubahan bentuk juga menyebabkan terpajannya tempat pengikatan K+ pada pompa ke CES dan sangat meningkatkan afinitasnya.



P



Na+ yang menyertainya



+ + + + + + + –+



– – – – – – – –+



–+



–+



Cl–



ATP ADP



3 Na+ 5 Ketika 2K+ dari CES (yang konsentrasi K+-nya rendah) terikat ke pompa, gugus fosfat dilepaskan. Defosforitasi menyebabkan pompa kembali ke bentuk semula.



K+



CIS



3 Fosforilasi menyebabkan pompa berubah bentuk sedemikian rupa sehingga tempat pengikatan Na+ terpajan ke sisi membran yang berlawan dan 3 Na+ dilepaskan ke CES (yang konsentrasi Na+-nya tinggi) begitu afinitas tempat pengikatan Na+ menurun drastis



K+



Difusi neto K+ ke luar sel yang relatif besar menghasilkan EK+ senilai –90 mV



A–



Tidak terjadi difusi Amenembus membran



Na+



Difusi neto Na+ masuk ke sel yang relatif kecil menetralkan sebagian potensial yang diciptakan oleh K+ ketika sendirian



Potensial membran istirahat = –70 mV



■ Ketika tercapai potensial membran istirahat, senilai -70 mV, tidak terjadi lagi perpindahan neto K+ dan Na+ karena setiap rembesan ionion ini mengikuti gradien konsentrasinya dengan cepat ditambal oleh pompa Na+-K+. ■ Distribusi Cl- di kedua sisi membran berlangsung secara pasif akibat terciptanya potensial membran, membuat Cl- terkonsentrasi di CES.



Pindaian mikrograf



elektron sebuah neuron (sel saraf)



dalam biakan sel. Badan sel yang bulat mengandung nukleus dan organel-organel. Juluran-juluran tipis dari badan sel ada dua jenis dendrit-dendrit bercabang yang menerima pesan dan sebuah akson panjang yang mengirimkan pesan tersebut.



David McCarthy/Photo Researchers, Inc.



4 Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon SEKILAS ISI 4.1 Pengenalan Komunikasi Saraf 4.2



Potensial Berjenjang



4.3



Potensial Aksi



4.4



Sinaps dan Integrasi Neuron



4.5



Komunikasi Antarsel dan Transduksi Sinyal



4.6 Pengenalan Komunikasi Hormon 4.7



Perbandingan Sistem Saraf dan Endokrin



Pokok-Pokok Homeostasis Untuk mempertahankan homeostasis, sel harus bekerja dalam pola terkoordinasi demi mencapai tujuan tertentu. Dua sistem pengaturan utama dalam tubuh yang membantu memastikan terjadinya respons-respons terkoordinasi yang menjaga kelangsungan hidup adalah sistem saraf dan endokrin. Komunikasi saraf berlangsung dengan perantaraan sel saraf, atau neuron, yang khusus untuk menghantarkan sinyal listrik secara cepat dan menyekresikan neurotransmiter, zat kimia perantara (chemical messenger) jarak dekat yang bekerja pada organ-organ target di dekatnya. Sistem saraf menghasilkan kendali cepat terhadap sebagian besar otot tubuh dan sekresi eksokrin. Komunikasi hormon dijalankan oleh hormon, yaitu zat kimia perantara jarak jauh yang disekresikan oleh kelenjar endokrin ke dalam darah. Darah mengangkut hormon ke tempat target yang jauh, tempat hormon mengatur sejumlah proses yang lebih membutuhkan durasi ketimbang kecepatan, seperti aktivitas metabolik, keseimbangan air dan elektrolit, serta pertumbuhan.



Saraf dan otot adalah jaringan peka-rangsang.



Membrane potential (mV)



Semua sel tubuh memperlihatkan potensial membran, yaitu pemisahan muatan positif dan negatif di kedua sisi membran, sebagaimana telah dibahas di bab sebelumnya (lihat h. 83-90). Potensial ini berkaitan dengan: (1) distribusi tak-merata natrium (Na +), kalium (K+), dan anion protein intrasel besar antara cairan intrasel (CIS) dan cairan ekstrasel (CES); (2) permeabilitas diferensial membran plasma terhadap ion-ion ini.



+20 +10 0 –10 –20 –30 –40 –50 –60 –70 –80 –90



Depolarisasi (penurunan membran kurang negatif)



potensial;



Repolarisasi (kembali ke potensial istirahat setelah depolarisasi) Hiperpolarisasi (peningkatan potensial; membran lebih negatif) Potensial istirahat Waktu (mdet)



Gambar 4-1 Jenis perubahan potensial membran



Potensial membran konstan yang terjadi ketika sel berada dalam keadaan istirahat yaitu tidak menghasilkan sinyal listrik merujuk pada apa yang dinamakan potensial membran istirahat. Dua jenis sel, neuron (sel saraf) dan sel otot, memiliki kegunaan khusus untuk potensial membran tersebut. Kedua sel ini dapat mengalami fluktuasi cepat sesaat pada potensial membrannya, yang berfungsi sebagai sinyal listrik.



4. Hiperpolarisasi. Membran menjadi lebih terpolarisasi; bagian dalam membran menjadi lebih negatif dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial menjauhi 0 mV (misalnya, perubahan dari -70 menjadi -80 mV); lebih banyak muatan yang dipisahkan ketimbang saat potensial istirahat.



Sel saraf dan otot dipandang sebagai jaringan peka-rangsang karena keduanya menghasilkan sinyal listrik ketika tereksitasi. Neuron menggunakan sinyal listrik ini untuk menerima, memproses, menginisiasi, dan mengirimkan pesan. Di sel otot, sinyal listrik ini mencetuskan kontraksi. Dengan demikian, sinyal listrik penting bagi fungsi sistem saraf dan semua otot. Di bab ini, kita akan membahas bagaimana neuron mengalami perubahan potensial untuk melaksanakan fungsinya. Sel otot akan diulas di bab selanjutnya.



Satu hal yang boleh jadi membingungkan perlu diklarifikasi. Pada alat yang digunakan untuk merekam perubahan cepat potensial, selama depolarisasi (saat bagian dalam membran menjadi kurang negatif ketimbang saat potensial istirahat), penurunan besar potensial ini tampak sebagai defleksi ke atas. Sebaliknya, sewaktu hiperpolarisasi (ketika bagian dalam membran menjadi lebih negatif dibanding pada potensial istirahat), peningkatan besar potensial ini terlihat sebagai defleksi ke bawah.



Sebelum dapat memahami apa itu sinyal listrik dan bagaimana sinyal tersebut tercipta, Anda harus mengenal beberapa istilah yang dipakai untuk menggambarkan perubahan potensial, sebagaimana disajikan dengan grafik di Gambar 4-1:



Perubahan potensial membran terjadi karena perubahan perpindahan ion menembus membran. Sebagai contoh, jika aliran masuk neto ion bermuatan positif meningkat dibandingkan keadaan istirahat (misalnya, lebih banyak Na+ yang masuk), membran terdepolarisasi (bagian dalam membran menjadi kurang negatif). Sebaliknya, jika aliran keluar neto ion bermuatan positif meningkat ketimbang keadaan istirahat (misalnya, lebih banyak K yang keluar), membran mengalami hiperpolarisasi (bagian dalam membran menjadi lebih negatif).



1. Polarisasi. Muatan-muatan dipisahkan di kedua sisi membran sehingga membran memiliki potensial. Tiap kali potensial membran bernilai selain 0 milivolt (mV), dalam arah positif ataupun negatif, membran dikatakan berada dalam keadaan polarisasi. Ingatlah bahwa besar potensial berbanding lurus dengan jumlah muatan positif dan negatif yang dipisahkan oleh membran dan bahwa tanda potensial (+ atau -) selalu menunjukkan adanya kelebihan muatan positif (+) atau negatif (-) di bagian dalam membran. Di sel saraf umumnya, pada potensial istirahat, membran terpolarisasi pada -70 mV (lihat h. 88). 2. Depolarisasi. Membran menjadi kurang terpolarisasi; bagian dalam membran menjadi kurang negatif dibanding pada potensial istirahat, dengan nilai potensial mendekati 0 mV (contohnya, perubahan dari -70 menjadi -60 mV); lebih sedikit muatan yang dipisahkan ketimbang saat potensial istirahat. Istilah ini juga merujuk pada bagian dalam membran yang bahkan menjadi positif seperti pada potensial aksi (jenis utama sinyal listrik) ketika potensial membran berbalik dengan sendirinya (misalnya, menjadi +30 mV). 3. Repolarisasi. Membran kembali ke potensial istirahat setelah terdepolarisasi.



  



hapter



Perubahan perpindahan ion timbul akibat perubahan permeabilitas membran sebagai respons atas berbagai kejadian pemicu. Kejadian pemicu mencetuskan perubahan potensial membran dengan mengubah permeabilitas membran dan, konsekuensinya, mengubah aliran ion menembus membran. Perpindahan ion ini mendistribusikan kembali muatan di kedua sisi membran, menyebabkan potensial membran berfluktuasi. Karena ion larut air bertanggung jawab untuk membawa muatan yang tidak dapat menembus lapis ganda lipid membran plasma, muatan ini dapat menembus membran hanya melalui kanal-kanal yang spesifik untuknya atau melalui transpor diperantarai pembawa. Kanal membran dapat berupa kanal rembes (leak channel) atau kanal berpintu (gated channel). Sebagaimana telah diulas di Bab 3, kanal rembes (yang selalu terbuka) memungkinkan lolosnya ion spesifik tanpa kendali menembus membran melalui kanal. Sebaliknya, kanal berpintu, memiliki pintu yang dapat membuka atau menutup, mengizinkan lewatnya ion



melalui kanal sewaktu terbuka dan mencegah melintasnya ion melalui kanal ketika tertutup. Terbukanya dan tertutupnya pintu merupakan respons atas kejadian pemicu yang menyebabkan perubahan konformasi (bentuk) protein yang menyusun kanal berpintu bersangkutan. Ada empat macam kanal berpintu, bergantung pada faktor yang menyebabkan kanal berubah bentuk: (1) kanal berpintu-listrik, membuka atau menutup sebagai respons atas perubahan potensial membran, (2) kanal berpintu kimiawi, berubah bentuk sebagai respons atas terikatnya zat kimia perantara ekstrasel spesifik ke sebuah reseptor membran permukaan, (3) kanal berpintu mekanis, merespons peregangan atau deformasi mekanis lain, dan (4) kanal berpintu termal merespons perubahan suhu lokal (panas atau dingin). Terdapat dua bentuk dasar sinyal listrik: (1) potensial berjenjang, yang berfungsi sebagai sinyal jarak dekat, dan (2) potensial aksi, yaitu sinyal jarak jauh. Berikutnya kita akan membahas jenis-jenis sinyal ini secara lebih terperinci, dimulai dengan potensial berjenjang, baru kemudian kita akan mendalami bagaimana neuron menggunakan sinyal-sinyal ini untuk mengirimkan pesan.



Periksa Pemahaman Anda 4.1 1. Gambarkan sebuah grafik yang menunjukkan perubahan potensial sewaktu depolarisasi, repolarisasi, dan hiperpolarisasi dibandingkan dengan potensial membran istirahat. 2. Sebutkan faktor yang bertanggung jawab atas terbukanya dan tertutupnya pintu pada masing-masing dari keempat jenis kanal berpintu.



4.2



| Potensial Berjenjang



Potensial berjenjang adalah perubahan lokal potensial membran yang terjadi dalam berbagai derajat atau tingkat besaran atau kekuatan. Sebagai contoh, potensial membran dapat berubah dari -70 menjadi -60 mV (potensial berjenjang 10 mV) atau dari -70 menjadi -50 mV (potensial berjenjang 20 mV).



Potensial berjenjang biasanya dihasilkan oleh kejadian pemicu spesifik yang menyebabkan kanal ion berpintu membuka di bagian tertentu membran sel peka-rangsang. Akibatnya, terjadi pergerakan ion yang menghasilkan potensial berjenjang, biasanya merupakan depolarisasi yang disebabkan oleh aliran masuk neto Na+. Potensial berjenjang ini terbatas di bagian kecil tertentu saja dari keseluruhan membran plasma. Besar potesial berjenjang inisial ini (yaitu perbedaan antara potensial baru dan potensial istirahat) berkaitan dengan kekuatan kejadian pemicu. Semakin kuat kejadian pemicu, semakin besar potensial berjenjang yang dihasilkan. Itulah sebabnya, menggunakan contoh kanal berpintu yang mengizinkan masuknya Na+, semakin kuat kejadian pemicu, semakin banyak kanal Na+ berpintu yang membuka.



Semakin banyak kanal Na+ berpintu yang membuka, semakin banyak muatan positif (dalam bentuk Na+) yang masuk ke sel. Semakin banyak muatan positif yang masuk ke sel, bagian dalam sel menjadi kurang negatif (lebih terdepolarisasi) pada bagian khusus ini. Depolarisasi ini adalah potensial berjenjang. Jadi, semakin kuat kejadian pemicunya, semakin besar potensial berjenjang yang dihasilkan. Selain itu, durasi potensial berjenjang bervariasi, tergantung berapa lama kejadian penicunya menjaga kanal berpintu tetap membuka. Semakin lama durasi kejadian pemicu, semakin lama durasi potensial berjenjang.



Ketika potensial berjenjang tercipta di bagian tertentu membran sel saraf atau otot, bagian membran lainnya masih berada dalam potensial istirahat. Bagian yang terdepolarisasi sementara itu disebut daerah aktif. Perhatikan Gambar 4-2b, di bagian dalam sel, daerah aktif relatif lebih positif dari daerah inaktif sekitarnya yang masih berada dalam potensial istirahat. Di luar sel, daerah aktif relatif kurang positif dibanding daerah inaktif sekitarnya. Karena perbedaan potensial ini, muatan listrik, yang diangkut oleh ion, mengalir secara pasif dari daerah aktif ke daerah istirahat sekitarnya, atau sebaliknya, baik di bagian dalam maupun bagian luar membran. Setiap aliran muatan listrik dinamai arus. Sebagai kesepakatan, arah aliran arus selalu dinyatakan sesuai arah aliran muatan positif (Gambar 4-2c). Di dalam sel, muatan positif mengalir melalui CIS menjauhi daerah aktif terdepolarisasi yang relatif lebih positif menuju daerah istirahat sekitarnya yang lebih negatif. Di luar sel, muatan positif mengalir melalui CES dari daerah inaktif yang lebih positif ke daerah aktif yang relatif lebih negatif. Perpindahan ion (yaitu arus listrik) berlangsung di sepanjang membran dari satu bagian ke bagian sebelahnya pada sisi membran yang sama. Aliran ini berbeda dengan perpindahan ion menembus membran melalui kanal ion atau diperantarai pembawa. Akibat arus lokal dari daerah aktif terdepolarisasi ke daerah inaktif sekitarnya, atau sebaliknya, terjadi perubahan potensial di daerah yang semula inaktif. Karena muatan positif telah mengalir menuju daerah inaktif di sisi dalam sekaligus meninggalkan daerah tersebut di sisi luar membran, daerah inaktif menjadi lebih positif (atau kurang negatif) di sisi dalam dibanding semula, sementara sisi luar menjadi kurang positif (atau lebih negatif) daripada sebelumnya (Gambar 4-2c). Dengan kata Iain, daerah yang semula inaktif terdepolarisasi sehingga potensial berjenjang menyebar. Potensial daerah ini kini berbeda dari daerah inaktif di sebelahnya pada sisi membran lainnya, memicu arus lebih lanjut ke daerah baru tersebut, dan seterusnya. Dengan cara ini, arus menyebar ke kedua arah menjauhi tempat awal perubahan potensial. Besar arus yang mengalir di antara dua bagian bergantung pada perbedaan potensial antarbagian dan resistensi bahan tempat muatan listrik mengalir. Resistensi adalah hambatan terhadap perpindahan muatan listrik. Semakin besar beda potensial, semakin besar arus; sebaliknya, semakin rendah resistensi, semakin besar arus. Konduktor memiliki resistensi rendah, hanya menghasilkan sedikit hambatan



  



97



Kanai penutup



Cairan eksrasel



+ + + + + + + + + – – – – – – – – –



Bagian sebuah sel peka-rangsang



+ + + + + + + + + – – – – – – – – –



Cairan intrasel



Muatan takseimbang yang tersebar di kedua sisi membran, bertanggung jawab atas potensial membran.



(a) Keseluruhan membran pada potensial istirahat Kejadian pemicu membuka kanal ion, mengizinkan (tersering) aliran masuk neto Na+



+ + + + + + + – – – – – – – – – + +



Daerah inaktif pada potensial istirahat



+ + + + + + + – – – – – – – – – + +



Daerah aktif berdepolarisasi (potensial berjenjang)



Daerah potensial inaktif istirahat



(b) Perpindahan Na+ masuk ke sel mendepolarisasi membran, menghasilkan potensial berjenjang Alur listrik di antara daerah aktif dan daerah inaktif sekitarnya



+ + + + + + + – – – – – – – – – + +



+ + + + + + + – – – – – – – – – + +



Gambar 4-2 Arus listrik selama potensial berjenjang. (a) Membran sebuah sel peka-rangsang pada potensial istirahat. (b) Sebuah kejadian pemicu membuka kanal ion, biasanya menyebabkan aliran masuk neto Na+ yang mendepolarisasi membran di



Daerah inaktif



Daerah yang Daerah yang sebelumnya inaktif semula aktif terdepolarisasi



Daerah yang Daerah sebelumnya inaktif inaktif terdepolarisasi



Penyebaran depolarisasi (c) Depolarisasi menyebar lewat arus lokal ke daerah inaktif sekitarnya, menjauhi titik asalnya



terhadap arus. Kawat listrik serta CIS dan CES adalah konduktor yang baik sehingga arus mudah mengalir melalui ketiganya. Insulator memiliki resistensi tinggi dan sangat menghambat perpindahan muatan listrik. Plastik pembungkus kawat listrik memiliki resistensi tinggi, demikian juga lipid tubuh. Karena itu, arus tidak mengalir langsung menembus lapis-ganda lipid membran plasma. Arus, yang dibawa oleh ion, dapat menembus membran hanya melalui kanal ion.



Arus pasif di antara daerah aktif dan daerah inaktif sekitarnya mirip dengan cara arus dihantarkan melalui kawat listrik. Dari pengalaman, kita tahu bahwa arus akan bocor dari kawat listrik dan menimbulkan bahaya jika kawat listrik tidak dibungkus dengan bahan insulasi,



  



hapter



bagian ini. Daerah inaktif sekitarnya masih berada dalam potensial istirahat. (c) Arus lokal di antara daerah aktif dan daerah inaktif sekitarnya, menimbulkan depolarisasi daerah yang sebelumnya inaktif. Dengan cara ini, depolarisasi menyebar menjauhi titik asalnya.



misalnya plastik. (Orang dapat tersengat listrik jika menyentuh kawat listrik telanjang). Sama seperti itu, arus lenyap menembus membran plasma begitu ion pembawa muatan, dalam bentuk K+, bocor melalui bagian membran yang "tidak terinsulasi" yaitu dengan cara berdifusi ke luar seturut gradien elektrokimianya melalui kanal rembes K+ yang membuka. Akibat hilangnya arus ini, kuat arus lokal dan, konsekuensinya, besar potensial berjenjang makin lama makin berkurang seiring makin jauhnya potensial dari daerah aktif semula (Gambar 4-3a). Dengan kata lain, penyebaran potensial berjenjang bersifat decremental (makin berkurang) (Gambar 4-3b). Perhatikan bahwa pada contoh ini, besar perubahan potensial mula-mula adalah 15 mV (perubahan dari -70 [keadaan istirahat] menjadi -55 mV); perubahan potensial makin lama makin berkurang seiring menyebarnya potensial tersebut di sepanjang membran hingga menjadi 10 mV (dari -70 ke -60 mV) dan terus menurun seraya makin jauhnya potensial dari daerah ak-



Tempat awal perubahan potensial Hilangnya muatan



Hilangnya muatan



–70



–65



–60



–55



Arah arus dari tempat awal



–60



–65



–70



Perubahan potensial membran dalam mV relatif terhadap potensial terhadap (yaitu kuat sinyal listrik)



Bagian sel pekarangsang



Arah arus dari tempat awal



15 10



n me cre ng e n d nja ara rje eb al be y n i Pe tens po



Daerah aktif semula Pen y po ebar ten an sia de l b cre erj m en ent jan al g



5



Potensial istirahat



0



Mikrometer



* Angka menunjukkan potensial lokal dalam



mV di berbagai titik panjang membran.



(a) Hilangnya arus menembus membran



tal



Mikrometer Jarak



(b) Penyebaran deremental potensial brjenjang



Gambar 4-3 Hilangnya arus menembus membran plasma menyebabkan penyebaran decremental potensial berjenjang. (a) Rembesnya ionion pembawa-muatan menembus membran plasma menyebabkan arus makin lama makin berkurang seiring makin jauhnya jarak dari tempat awal perubahan potensial. (b) Karena bocornya arus, besar potensial berjenjang terus menurun seraya penyebarannya dari daerah aktif semula. Potensial tersebut lenyap dalam beberapa mikrometer (kurang dari 1 mm) dari tempat asalnya.



tif semula, hingga tidak lagi terdapat perubahan potensial. Dengan cara ini, arus lokal lenyap dalam beberapa mikrometer (kurang dari 1 mm) begitu arus mengalir dari tempat awal perubahan potensial dan, karena itu, dapat berfungsi sebagai sinyal hanya untuk jarak yang sangat pendek. Meskipun jangkauan sinyalnya terbatas, potensial berjenjang penting bagi fungsi tubuh, sebagaimana akan dipaparkan di bab selanjutnya. Semua yang disebutkan berikut ini adalah potensial berjenjang: potensial pascasinaps, potensial reseptor, potensial endplate, potensial pemacu (pacemaker), dan potensial gelombanglambat. Anda boleh jadi tidak terbiasa dengan istilah-istilah ini sekarang, tetapi Anda akan sangat mengenalnya begitu kita meneruskan pembahasan tentang fisiologi saraf dan otot. Kami menyertakan daftar istilah ini karena hanya di sinilah semua jenis potensial berjenjang dinyatakan. Sekarang, cukup dikatakan bahwa kebanyakan sel peka-rangsang menghasilkan salah satu dari berbagai jenis potensial berjenjang ini sebagai respons terhadap sebuah kejadian pemicu. Sebaliknya, potensial berjenjang dapat memicu potensial aksi, sinyal jarak jauh, di sebuah sel pekarangsang.



lebih positif ketimbang bagian luar. Seperti potensial berjenjang, sebuah potensial aksi hanya melibatkan sebagian kecil dari keseluruhan membran sel peka-rangsang. Namun, tidak seperti potensial berjenjang, potensial aksi dihantarkan, atau menjalar, ke seluruh bagian membran secara nondecremental-yaitu tidak berkurang kekuatannya seiring penyebarannya dari tempat asal ke bagian membran lainnya. Karena itu, potensial aksi dapat berfungsi sebagai sinyal jarak jauh yang "taat". Pikirkanlah neuron yang menyebabkan kontraksi sel-sel otot di jempol kaki Anda (lihat Gambar 4-8, h. 104). Jika Anda ingin menggoyangkan jempol kaki Anda, perintah dikirim dari otak turun ke medula spinalis untuk rnemulai potensial aksi di pangkal neuron ini, yang terletak di medula spinalis. Potensial aksi tersebut menjalar turun menyusuri akson panjang neuron, yang berjalan di sepanjang tungkai dan berakhir di sel-sel otot jempol kaki Anda. Sinyal tidak melemah atau hilang, tetapi menetap dengan kekuatan penuh dari awal hingga akhir. Marilah sekarang kita meninjau perubahan potensial selama potensial aksi, serta permeabilitas dan perpindahan ion yang bertanggung jawab untuk menghasilkan perubahan potensial ini, sebelum kita melihat bagaimana potensial aksi menyebar ke seluruh bagian membran sel tanpa berkurang.



Periksa Pemahaman Anda 4.2



4.3



1.



Jelaskan bagaimana besar dan durasi potensial berjenjang dapat beragam sejalan dengan variasi kekuatan dan durasi kejadian pemicu.



2.



Jelaskan mengapa penyebaran potensial berjenjang bersifat decremental (makin berkurang).



| Potensial Aksi



Potensial aksi adalah perubahan singkat, cepat, dan besar (100 mV) pada potensial membran manakala potensial sesungguhnya berbalik sehingga bagian dalam sel peka-rangsang sepintas menjadi



Jika cukup besar, potensial berjenjang dapat memicu potensial aksi sebelum potensial berjenjang tersebut lenyap. (Nanti Anda akan tahu bagaimana inisiasi ini dilakukan untuk berbagai jenis potensial berjenjang). Umumnya, bagian membran peka-rangsang tempat potensial berjenjang dihasilkan sebagai respons terhadap sebuah kejadian pemicu tidak mengalami potensial aksi. Namun, arus pasif dari tempat potensial berjenjang mendepolarisasi bagian-bagian membran sekitarnya tempat potensial aksi dapat tercipta.



  



99



Depolarisasi dari potensial istirahat -70 mV berjalan lambat hingga tercapai nilai kritis yang disebut potensial ambang, biasanya antara -50 dan -55 mV (Gambar 4-4). Pada potensial ambang, terjadi lonjakan depolarisasi. Rekaman potensial pada saat ini memperlihatkan defleksi tajam ke atas begitu potensial dengan cepat berbalik sendiri sedemikian rupa sehingga bagian dalam sel menjadi lebih positifketimbang bagian luar. Potensial puncak umumnya bernilai +30 hingga +40 mV, bergantung pada sel peka-rangsang bersangkutan. Sama cepatnya, membran mengalami repolarisasi, potensial membran turun kembali ke potensial istirahat. Gaya-gaya yang menimbulkan repolarisasi membran sering kali mendorong potensial terlalu jauh, menyebabkan hiperpolarisasi ikutan singkat, yakni saat bagian dalam membran menjadi lebih negatif daripada normal (misalnya, -80 mV), sebelum kembali ke potensial istirahat.



Potensial aksi



Depolarisasi



+70 +60 +50 +40 +30 +20 +10 0 –10 –20 –30 –40 –50 –60 –70 –80 –90



Repolarisasi



Potensial membran (mV)



Potensial aksi merupakan keseluruhan perubahan cepat potensial dari ambang ke puncak, kemudian kembali ke keadaan istirahat. Tidak seperti durasi potensial berjenjang yang bervariasi, durasi potensial aksi selalu sama di sebuah sel peka-rangsang. Di sebuah neuron, potensial aksi berlangsung hanya selama 1 mdet (0,001 detik). Potensial aksi berlangsung lebih lama di otot, dengan durasi bergantung pada jenis otot. Potensial aksi sering kali merujuk pada apa yang dinamakan spike, karena gambaran rekamannya yang mirip duri. Alternatifnya, ketika terpicu untuk mengalami potensial aksi, sebuah membran peka-rangsang dikatakan lepas muatan (fire). Karena itu, istilah potensial aksi, spike, dan firing merujuk pada fenomena yang sama, yakni berbaliknya potensial membran dengan cepat. Jika depolarisasi awal akibat sebuah kejadian pemicu tidak mencapai potensial ambang, tidak tercipta potensial aksi. Dengan demikian, ambang adalah titik kritis tuntas-atau-gagal (all-or-none), apakah membran terdepolarisasi hingga ke ambang dan potensial aksi tercipta atau ambang tidak tercapai dalam respons terhadap peristiwa depolarisasi dan tidak ada potensial aksi yang tercipta.



Potensial ambang Potensial istirahat Hiperpolarisasi ikutan



Depolarisasi lambat ke ambang



Waktu (mdet)



Gambar 4-4 Perubahan potensial membran selama potensial aksi.



  



hapter



Bagaimana potensial membran, yang biasanya dipertahankan pada nilai istirahat konstan, berubah sedemikian besarnya sehingga menghasilkan potensial aksi? Ingatlah bahwa K+ berperan paling besar dalam pembentukan potensial istirahat karena membran saat istirahat jauh lebih permeabel terhadap K+ daripada terhadap Na+ (lihat h. 88). Selama potensial aksi, terjadi perubahan mencolok permeabilitas membran terhadap Na+ dan K+, memungkinkan perpindahan cepat ion-ion ini mengikuti gradien elektrokimianya. Perpindahan ion ini membawa arus yang bertanggung jawab atas perubahan potensial yang terjadi selama potensial aksi. Potensial aksi tercipta akibat membukanya, karena adanya kejadian pemicu, diikuti menutupnya dua jenis kanal spesifik: kanal Na+ berpintulistrik dan kanal K+ berpintu-listrik. KANAL Na+ DAN K+ BERPINTU-LISTRIK Kanal membran



berpintu listrik tersusun atas protein yang memiliki banyak gugus bermuatan. Medan listrik (potensial) yang mengelilingi kanal ini dapat menganggu struktur kanal manakala bagian-bagian bermuatan pada protein kanal tertarik atau tertolak secara kelistrikan oleh muatan yang ada di cairan sekitar membran. Tidak seperti kebanyakan protein membran, yang tetap stabil meskipun terjadi fluktuasi potensial membran, protein kanal berpintu-listrik sangat peka terhadap perubahan listrik. Gangguan kecil sekalipun pada bentuk kanal, imbas perubahan potensial, dapat menyebabkan kanal bersangkutan berubah bentuk (konformasi). Lagi-lagi, hal ini merupakan sebuah contoh bagaimana perubahan kecil pada struktur dapat berpengaruh besar pada fungsi.



Kanal Na+ berpintu-listrik memiliki dua pintu: pintu aktivasi dan pintu inaktivasi (Gambar 4-5). Pintu aktivasi menjaga bagian dalam kanal dengan membuka dan menutup layaknya pintu geser. Pintu inaktivasi tersusun atas rangkaian asam amino menyerupai bola dan rantai di celah kanal yang menghadap CIS. Pintu ini membuka ketika bola tergantung bebas di ujung rantai dan menutup saat bola terikat ke celah sehingga menghalangi celah tersebut. Kedua pintu harus membuka agar Na+ dapat melewati kanal, sementara menutupnya salah satu pintu menyebabkan ion ini tidak dapat lewat. Kanal Na+ berpintu-listrik ini terdapat dalam tiga konformasi berbeda: (1) tertutup, tetapi dapat membuka (pintu aktivasi tertutup, pintu inaktivasi terbuka; Gambar 4-5a); (2) terbuka, atau aktif (kedua pintu terbuka; Gambar 4-5b); dan (3) tertutup dan tidak dapat membuka, atau inaktif (pintu aktivasi terbuka, pintu inaktivasi tertutup, Gambar 4-5c). Kanal ini bergerak melalui beragam konformasi ini, yang terjadi akibat perubahan listrik yang berlangsung selama potensial aksi, sebagaimana akan dipaparkan sebentar lagi. Ketika potensial aksi selesai dan membran telah berbalik ke potensial istirahatnya, kanal kembali ke konformasi "tertutup, tetapi dapat membuka". Kanal K+ berpintu-listrik lebih sederhana. Kanal ini hanya memiliki satu pintu aktivasi, yang dapat menutup (Gambar 4-5d) atau membuka (Gambar 4-5e). Adanya kanal Na+ dan K+ berpintulistrik ini melengkapi pompa Na+-K+ dan kanal rembes bagi ion-ion ini (telah dipaparkan di Bab 3).



KANAL NATRIUM BERPINTU-LISTRIK



Na+



KANAL KALIUM BERPINTU-LISTRIK Pintu aktivasi



Na+



CES Membran plasma CIS



Pintu aktivitas



Na+



Pintu inaktivas (a) Tertutup, tertapi dapat membuka



(b) Terbuka (aktif)



Pembukaan cepat yang terpicu pada ambang



Penutupan perlahan yang terpicu pada ambang



(c) Tertutup dan tidak dapat membuka (inaktif)



K+



Pembukaan lambat yang terpicu pada ambang



(d) Tertutup



(e) Terbuka



Gambar 4-5 Konformasi kanal natrium dan kalium berpintu-listrik.



PERUBAHAN PERMEABILITAS DAN PERPINDAHAN ION SELAMA POTENSIAL AKSI Pada potensial istirahat (-70 mV),



semua kanal berpintu-listrik bagi Nat maupun K+ tertutup, dengan pintu aktivasi kanal Na+ tertutup dan pintu inaktivasinya terbuka dengan kata lain, kanal Na+ berpintu-listrik berada dalam konformasi "tertutup, tetapi dapat membuka:' Karena itu, pada potensial istirahat, Na+ dan K+ tidak dapat melewati kanal berpintu-listrik ini. Namun, karena ada banyak kanal rembes K+ dan sedikit kanal rembes Na}, membran dalam keadaan istirahat 25 hingga 30 kali lebih permeabel terhadap K+ dari pada terhadap Na+.



Ketika arus mengalir secara pasif dari tempat sekitar yang sudah terdepolarisasi (misalnya, dari tempat yang mengalami potensial berjenjang) ke tempat baru yang masih berada dalam potensial istirahat, tempat baru itu mulai terdepolarisasi menuju ambang. Depolarisasi ini menyebabkan pintu aktivasi pada sejumlah kanal Na+ berpintu-listrik di tempat baru tersebut membuka sehingga kedua pintu kanal yang aktif ini sekarang terbuka. Karena gradien konsentrasi atau pun gradien listrik Na+ mendorong perpindahan ion ini masuk ke sel, Na+ mulai masuk ke sel. Perpindahan Na+ yang bermuatan positif masuk ke sel mendepolarisasi membran lebih lanjut, membuka lebih banyak kanal Na+ berpintu-listrik dan memungkinkan masuknya lebih banyak Na+, dan seterusnya, dalam sebuah siklus umpan balik positif (Gambar 4-6). Pada potensial ambang, terjadi lonjakan permeabilitas Na+ yang disimbolkan PNa+, sewaktu membran dengan cepat menjadi 600 kali lebih permeabel terhadap Na+ daripada terhadap K+. Setiap kanal terbuka atau tertutup dan tidak dapat terbuka sebagian. Namun, mekanisme pintu yang tenang pada berbagai kanal Na+ berpintu-listrik tersentak membuka ketika ada sedikit saja perubahan listrik. Selama fase depolarisasi awal, makin banyak kanal Na+ yang terbuka seiring makin menurunnya potensial. Pada ambang, cukup banyak pintu Na+ yang terbuka, mencetuskan siklus umpan balik positif yang dengan cepat menyebabkan pintu Na+ sisanya membuka. Kini permeabilitas Na+ mendominasi membran, berkebalikan dengan dominasi K+ pada potensial istirahat. Karena itu, pada ambang, Na+ menyerbu masuk ke sel, dengan cepat melenyapkan kenegatifan bagian dalam sel dan bahkan membuat bagian dalam sel lebih positif daripada bagian



luar dalam upaya untuk mendorong potensial membran menuju potensial keseimbangan Na+ (yang bernilai +61 mV; lihat h. 87). Potensial mencapai +30 mV, mendekati potensial keseimbangan Na+. Potensial tidak dapat menjadi lebih positif keadaan inaktif dan PNa+ mulai turun ke nilai istirahatnya yang rendah (Gambar 4-7). Apa yang menyebabkan kanal Na+ menutup? Ketika potensial membran mencapai ambang, berlangsung dua proses yang berkaitan erat di pintu masing-masing kanal Na+. Pertama, pintu aktivasi terpicu untuk membuka dengan cepat sebagai respons terhadap depolarisasi, mengubah kanal ke konformasi terbuka (aktif). Hal yang mengejutkan, perubahan konformasi yang membuka kanal juga membuat bola pintu inaktivasi terikat ke celah kanal sehingga secara fisik menghalangi celah kanal tersebut. Namun, proses penutupan ini memerlukan waktu sehingga pintu inaktivasi menutup perlahan dibandingkan dengan kecepatan pembukaan kanal (lihat Gambar 4-5c). Sementara itu, selama jeda 0,5 mdet setelah pintu aktivasi terbuka dan sebelum pintu inaktivasi menutup, kedua pintu terbuka Penyebar pasif arus dari tempat sekitar yang sudah terdepolarisasi



Depolarisasi (penurunan potensial membran)



Siklus umpan-balik positif



Influks Na+ (yang semakin menurunkan potensial memban)



Pembukaan sejumlah kanal Na+ berpintu listrik



Gambar 4-6 Siklus umpan-balik positif yang bertanggung jawab membuka Na+ pada ambang.



  



101



4 K+



Na+



Kanal Na+ menutup dan inaktif (pintu aktivasi tetap terbuka; pintu inaktivasi menutup)



Kanal K+ membuka (pintu aklivasi membuka)



ENa+ +60



Kanal Na+ kembali tertutup, tetapi dapat membuka (pintu (aktivasi menutup; pintu inaktivasi membuka)



+50



+30 +20



–10



–40 –50



3



PNa+



–20 –30



Na+



Kanal K+ berpintu-voltase tertutup (pintu aktivasi tertutup) ECF Na+



6



K+



PK+



8 7



ICF



K+



TPotensialambang 1



–80 EK+ –90



5



2



–60 –70



Kanal K+ menutup (pintu aktivas gate closes)



Na+



fase turun



Potensial membran(mV)



0



PNa+, PK+



K+ keluar



+10



Kanal Na+ membuka dan aktif ((pintu aktivasi membuka; pintu inaktivasi sudah terbuka lebih dulu))



Na+ masuk → fase naik



+40



Potensialistirahat



Kejadian pemicu depolarisasi



Kanal Na+ berpintu-listrik tertutup (pintu aktivasi tertutup ; pintu inaktivasi terbuka)



Waktu (rndet)



1 potensial istirahat; seluruh kanal berpintu-listrik tertutup. pada ambang. pintu aktivasi Na+ membuka dan pNa+ naik. 2 3 Na+ memasuki sel, menyebabkan lonjakan depolarisasi hingga +30 mV, yang mencetuskan fase naik potensial aksi. 4 Pada puncak potensial aksi, pintu inaktivasi Na+ menutup dan PNa+ turun, mengakhiri perpindahan Na+ memasuki set. Pada saat bersamaan, pintu aktivasi K+membuka dan naik. 5 K+ meninggalkan sel, menyebabkan repoiarisasi ke potensial istirahat, yang mencetuskan fase turun potensial aksi. 6 Saat kembali ke potensial istirahat, pintu aktivasi Na+ menutup dan pintu inaktivasi membuka, memulihkan kanal untuk memberi kesempatan merespons kejadian pemicu depolarisasi lainnya. 7 Perpindahan K. lebih lanjut ke luar sel melalui kanal K+ yang masih terbuka menyebabkan hiperpolarisasi membran, yang mencetuskan hiperpolarisasi ikutan. 8 8 Pintu aktivasi menutup, dan membran kembali ke potensial islirahat Gambar 4-7 Perubahan permeabilitas dan fluks ion selama potensial aksi.



dan Na+ menyerbu masuk ke sel melalui kanal-kanal yang terbuka ini, menyebabkan potensial aksi mencapai puncaknya. Selanjutnya, cepat pintu aktivasi Na+ yang mengizinkan Na+ masuk, memindahkan potensial dari ambang ke puncak positifnya; (2) penutupan perlahan pintu inaktivasi Na+ yang menghentikan masuknya Na+ lebih lanjut setelah jeda singkat, sehingga potensial tidak dapat meningkat lagi; dan (3) pembukaan perlahan kanal K+ yang memiliki tanggung jawab besar untuk memerosotkan potensial dari puncaknya kembali ke nilai istirahat.



  



hapter



Potensial membran akan perlahan-lahan kembali ke nilai istirahat setelah menutupnya kanal Na+ karena K+ terus merembes ke luar, sementara tidak ada lagi Na+ yang masuk. Namun, pemulihan ke nilai istirahat ini dipercepat oleh membukanya pintu K+ pada puncak potensial aksi. Pembukaan kanal K+ berpintu-listrik menyebabkan lonjakan permeabilitas K+ (dinamai PK+) menjadi sekitar 300 kali PNa+ istirahat. Peningkatan mencolok PK÷ ini menyebabkan K+ menyerbu ke luar sel mengikuti gradien elektrokimianya, membawa muatan positif kembali ke luar sel.



Perhatikan bahwa pada puncak potensial aksi, potensial positif di bagian dalam sel cenderung menolak ion kalium yang positif sehingga gradien listrik K+ mengarah ke luar, tidak seperti saat potensial istirahat. Tentu saja, gradien konsentrasi K+ selalu mengarah ke luar. Perpindahan K+ ke luar secara cepat memulihkan potensial istirahat yang negatif. Untuk diingat (lihat Gambar 4-7), fase naik potensial aksi (dari ambang ke +30 mV) disebabkan oleh influks Na+ (Na+ masuk ke sel) imbas lonjakan PNa+ pada ambang. Fase turun (dari +30 mV ke potensial istirahat) terutama disebabkan oleh efluks K+ (K+ meninggalkan sel) akibat peningkatan mencolok PK+ yang terjadi bersamaan dengan inaktivasi kanal Na+ pada puncak potensial aksi. Begitu potensial kembali ke nilai istirahat, listrik yang berubah tersebut mengubah kanal Na+ ke konformasi "tertutup, tetapi dapat membuka," dengan pintu aktivasi tertutup dan pintu inaktivasi terbuka. Kini kanal telah pulih, siap merespons kejadian pemicu lainnya. Kanal K+ berpintu-listrik yang baru terbuka juga menutup, membuat membran kembali ke jumlah kanal rembes K+ sebagaimana saat istirahat. Umumnya, kanal K+ berpintu-listrik menutup perlahan. Akibat peningkatan permeabilitas terhadap K+ yang menetap ini, K+ yang keluar lebih banyak dari yang diperlukan untuk mendorong potensial ke nilai istirahat. Efluks K+ yang sedikit berlebihan ini menjadikan bagian dalam sel untuk sesaat bahkan lebih negatif ketimbang potensial istirahat, mencetuskan hiperpolarisasi ikutan. Ketika seluruh kanal K+ berpintu-listrik menutup, membran kembali ke potensial istirahat, yang tetap demikian hingga ada kejadian pemicu lain yang mengubah kanal Na+ dan 1C+ berpintu.



Pada akhir potensial aksi, potensial membran kembali ke kondisi istirahatnya, tetapi distribusi ion telah sedikit berubah. Natrium sudah masuk ke sel selama fase naik, dan dalam jumlah setara K+ telah meninggalkan sel sewaktu fase turun. Pompa Na+-K+ mengembalikan ion-ion ini ke lokasinya semula dalam jangka panjang, tetapi tidak setelah setiap potensial aksi. Proses pernompaan aktif memerlukan waktu jauh lebih lama untuk mengembalikan Na+ dan K+ ke lokasinya semula ketimbang waktu yang diperlukan untuk fluks pasif ion-ion ini sewaktu potensial aksi. Namun, membran tidak perlu menunggu hingga gradien konsentrasi perlahan-lahan pulih agar dapat mengalami potensial aksi berikutnya. Sebenarnya, perpindahan relatif sedikit Na+ dan K+ menyebabkan per-ubahan besar pada potensial membran, yang terjadi sewaktu potensial aksi. Selama potensial aksi, hanya sekitar 1 dari 100.000 K+ yang ada di sel keluar, sementara Na+ dalam jumlah setara masuk ke sel dari CES. Perpindahan hanya sebagian kecil Na+ dan K+ ini selama satu potensial aksi menyebabkan perubahan potensial yang dramatik, sebesar 100 mV (dari 70 ke +30 mV), tetapi hanya menghasilkan perubahan tak-berarti pada konsentrasi ion-ion ini di CIS dan CES. Ion kalium yang tetap berada di dalam sel jauh lebih banyak daripada di luar sel, sedangkan Na+ masih merupakan kation ekstrasel yang dominan. Karena itu, gradien konsentrasi Na+ dan



K+ tetap ada, sehingga potensial aksi dapat kembali terjadi tanpa pompa harus mengejar untuk memulihkan gradien. Jika tidak terdapat pompa, fluks kecil sekalipun yang menyertai potensial aksi berulang pada akhirnya akan "mengikis habis" gradien konsentrasi sehingga potensial aksi selanjutnya tidak mungkin terjadi. Jika konsentrasi Na+ dan K+ setara antara CES dan CIS, perubahan permeabilitas terhadap kedua ion ini tidak akan menyebabkan fluks ion sehingga tidak terjadi perubahan potensial. Karena itu, pompa Na+-K+ sangat penting untuk mempertahankan gradien konsentrasi dalam jangka panjang. Namun, pompa ini tidak harus bekerja di antara dua potensial aksi dan tidak secara langsung terlibat dalam fluks ion atau perubahan potensial yang terjadi sewaktu potensial aksi.



Potensial aksi melibatkan hanya sebagian kecil dari keseluruhan membran permukaan sebuah sel peka-rangsang. Akan tetapi, jika berfungsi sebagai sinyal jarak jauh, potensial aksi tidak dapat sematamata sebagai kejadian tunggal yang terbatas di daerah tertentu membran sel saraf atau otot. Harus terdapat mekanisme untuk menghantarkan atau menyebarkan potensial aksi ke seluruh bagian membran sel. Selain itu, sinyal harus ditransmisikan dari satu sel ke sel lain (sebagai contoh, di sepanjang jaras saraf spesifik). Untuk menjelaskan mekanisme-mekanisme ini, kita mulai dengan melihat sekilas struktur neuron. Selanjutnya, kita akan mempelajari bagaimana sebuah potensial aksi (impuls saraf) dihantarkan ke seluruh bagian neuron, sebelum kita beralih ke bahasan tentang bagaimana sinyal dipindahkan ke sel lain. Sebuah neuron umumnya terdiri atas tiga bagian dasar-badan sel, dendrit, dan akson-meskipun strukturnya bervariasi, bergantung pada lokasi dan fungsi neuron. Nukleus dan organel terdapat di badan sel, tempat munculnya banyak juluran yang dikenal sebagai dendrit, biasanya mencuat mirip antena guna meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk menerima sinyal dari neuron lain (Gambar 4-8 dan foto pembuka bab). Cuatan mirip duri atau mirip tombol, disebut dendritic spines, sering kali muncul dari dendrit, makin menambah luas permukaan yang tersedia untuk penerimaan sinyal. Sebagian neuron memiliki hingga 400.000 dendrit, yang membawa sinyal menuju badan sel. Di sebagian besar neuron, membran plasma dendrit dan badan sel mengandung reseptor protein yang mengikat zat kimia perantara dari neuron lain. Karena itu, dendrit dan badan sel merupakan zona masukan neuron karena komponen-komponen ini menerima dan mengintegrasikan sinyal yang datang. Di sinilah tempat potensial berjenjang dihasilkan sebagai respons terhadap kejadian pemicu, dalam hal ini, zat kimia perantara yang datang. Akson, atau serat saraf, adalah juluran tubular tunggal panjang yang menghantarkan potensial aksi menjauhi badan sel dan berakhir di sel lain. Panjang akson bervariasi, dari kurang dari satu milimeter di neuron yang berkommunikasi hanya dengan sel-sel tetangga hingga lebih dari satu meter di neuron yang berkomunikasi dengan bagianbagian sistem saraf yang jauh atau dengan organ perifer.



   103



1 Zona imput menetima sinyal yang datang dari neuron lain. Dendrit. Badan sel



Nukleus



2 TZona pemicu memicu potensial aksi Axon hillock



3 Zona penghantar menghantarkan potensial aksi yang kekuatannya tidak berkurang, sering kali dalam jarak jauh. Akson (panjangnya bervariasi dari 1 mm hingga lebih dari 1 m)



Terminal akson Dendrit



© David M. Phillips/Visuals Unlimited



Badan sel



Akson Gambar 4-8 Anatomi neuron yang paling umum. Kebanyakan, tetapi tidak semua, neuron terdiri atas bagian-bagian dasar yang disajikan dalam gambar. Tanda panah menunjukkan arah perjalanan sinyal saraf. Mikrograf elektron memperlihatkan badan sei, dendrit, dan sebagian akson neuron pada sistem saraf pusat.



Bagian pertama akson bersama bagian badan sel tempat keluarnya akson secara kolektif dikenal sebagai axon hillock atau segmen awal. Axon hillock merupakan zona pemicu neuron karena di sinilah tempat potensial aksi tercetus, atau dimulai, oleh potensial berjenjang jika kekuatannya memadai. Potensial aksi kemudian dihantarkan di sepanjang akson dari axon hillock ke bagian ujung yang biasanya bercabang-cabang di terminal akson. Terminal ini melepaskan zat kimia perantara yang memengaruhi sekaligus banyak sel lain yang berhubungan erat dengan akson ini. Karena itu, secara fungsional, akson adalah zona penghantar neuron, dan terminal akson membentuk zona output-nya. (Pengecualian utama untuk struktur dan organisasi fungsional neuron yang khas ini adalah neuron-neuron khusus yang menyalurkan informasi sensorik, topik yang akan dipaparkan di bab selanjutnya). Potensial aksi hanya dapat tercetus di bagian-bagian membran yang memiliki banyak kanal Na+ berpintu-listrik yang dapat membuka saat terpicu oleh sebuah kejadian pendepolarisasi. Biasanya, bagian-bagian sel peka-rangsang tempat terjadinya potensial berjenjang tidak mengalami potensial aksi karena hanya sedikit kanal Na+ berpintu-listrik di sini. Karena itu, tempat-



  



4 Zona output melepaskan neurotransmiter yang memengaruhi sel fain.



hapter



tempat khusus untuk potensial berjenjang tidak mengalami potensial aksi, meskipun dapat mengalami depolarisasi bermakna. Namun, sebelum lenyap, potensial berjenjang dapat memicu potensial aksi di bagian-bagian membran di dekatnya dengan membawa bagian yang lebih peka ini ke ambang melalui arus lokal yang menyebar dari tempat potensial berjenjang. Sebagai contoh, di neuron pada umumnya, potensial berjenjang dihasilkan di dendrit dan badan sel sebagai respons atas sinyal kimiawi yang datang. fika potensial berjenjang cukup kuat ketika telah menyebar ke axon hillock, dapat mencetuskan potensial aksi di zona pemicu ini. Axon hillock memiliki ambang terendah di neuron karena kepadatan kanal Na+ berpintu-listrik di bagian ini jauh lebih tinggi ketimbang bagian lain di neuron. Oleh sebab itu, axon hillock jauh lebih responsif daripada dendrit atau bagian lain di badan sel terhadap perubahan potensial dan merupakan bagian yang pertama kali mencapai ambang rangsang (pada potensial yang sama, dendrit dan badan sel masih jauh di bawah ambang rangsangnya, yang jauh lebih tinggi). Jadi, potensial aksi bermula dari axon hillock, kemudian menjalar ke ujung akson.



Begitu potensial aksi tercetus di axon hillock, tidak lagi diperlukan kejadian pemicu untuk mengaktifkan bagian lain serat saraf. Impuls secara automatis dihantarkan ke seluruh bagian neuron tanpa stimulasi lebih lanjut melalui salah satu dari dua cara penjalaran: hantaran merambat (contiguous conduction) atau hantaran meloncat (saltatory conduction). Di sini, kita akan membahas hantaran merambat. Hantaran meloncat didiskusikan nanti. Hantaran merarnbat melibatkan penyebaran potensial aksi di setiap titik pada membran di sepanjang akson (contiguous berarti "menyentuh" atau "di sebelah dalam sebuah urutan"). Proses ini diilustrasikan di Gambar 4-9, yang memperlihatkan potongan longitudinal axon hillock dan bagian akson tepat sesudahnya. Membran di axon hillock berada dalam puncak sebuah potensial aksi. Di daerah aktif ini, bagian dalam sel positif karena Na+ telah menyerbu masuk ke sini. Bagian akson lainnya, yang masih berada dalam potensial istirahat dan negatif bagian dalamnya, dianggap inaktif. Agar potensial aksi menyebar dari daerah aktif ke daerah inaktif, daerah inaktif harus terdepolarisasi sedemikian rupa hingga mencapai ambang. Depolarisasi ini terjadi melalui arus lokal antara daerah yang sudah mengalami potensial aksi dan daerah inaktif di sebelahnya, mirip dengan arus yang bertanggung jawab atas penyebaran potensial berjenjang. Karena muatan-muatan berlawanan jenis akan saling tarik, arus dapat mengalir setempat di antara daerah aktif dan daerah inaktif di sebelahnya pada sisi dalam maupun sisi luar membran. Arus lokal ini berefek menetralkan atau menghilangkan sebagian muatan yang tak-seimbang di derah inaktif; dengan kata lain, mengurangi jumlah muatan berlawanan jenis yang terpisah di kedua sisi membran, menurunkan potensial di daerah ini. Efek depolarisasi ini dengan cepat membawa daerah inaktif yang terlibat menuju ambang, manakala semua kanal Na+ berpintu-listrik di bagian membran ini membuka, mencetuskan potensial aksi di daerah yang semula inaktif ini. Sementara itu, daerah yang tadinya aktif kembali ke potensial istirahat akibat efluks K+. Sesudah daerah aktif yang baru itu, terdapat daerah inaktif lain, sehingga hal yang sama terjadi lagi. Siklus ini berulang dengan sendirinya dalam reaksi berantai hingga potensial aksi telah menyebar ke ujung akson. Begitu potensial aksi tercetus di salah satu bagian membran sel saraf, akan terpicu sebuah siklus yang berulang dengan sendirinya sehingga potensial aksi menjalar di sepanjang serat saraf secara automatis. Dengan cara ini, akson mirip dengan sumbu petasan renteng yang hanya perlu dinyalakan salah satu ujungnya. Begitu terbakar api akan menjalar di sepanjang renteng; tidak perlu menyalakan setiap renteng petasan sendiri-sendiri. Karena itu, potensial aksi tercetus dengan dua cara, keduanya melibatkan penyebaran pasif arus dari daerah sekitar yang sudah terdepolarisasi. Potensial aksi bermula di axon hillock, dicetuskan oleh arus pendepolarisasi yang menyebar dari sebuah potensial berjenjang di badan sel dan dendrit. Selama penjalaran potensial aksi di sepanjang akson, tiap potensial aksi baru dicetuskan oleh arus lokal pendepolarisasi yang mengalir dari tempat sebelumnya yang mengalami potensial aksi.



Perhatikan bahwa potensial aksi semula tidak menjalar di sepanjang membran. Potensial aksi ini memicu potensial aksi baru identik di daerah perbatasan membran, dan proses ini berulang di sepanjang akson. Analoginya adalah wave (gerakan penonton membentuk gelombang) di stadion. Masing-masing kelompok penonton berdiri (fase naik potensial aksi), lalu duduk (fase turun) secara bergantian, membentuk gelombang yang mengitari stadion. Gelombanglah, bukan penonton, yang bergerak mengelilingi stadion. Analog dengan itu, potensial-potensial aksi baru muncul secara berurutan di sepanjang akson. Setiap potensial aksi baru merupakan kejadian lokal baru yang bergantung pada perubahan permeabilitas dan gradien elektrokimia yang terpicu, yang pada hakikatnya identik di sepanjang akson. Karena itu, potensial aksi terakhir di ujung akson identik dengan potensial aksi pertama, sepanjang apa pun akson. Dengan cara ini, potensial aksi dapat berfungsi sebagai sinyal jarakjauh tanpa pelemahan atau distorsi. Penjalaran nondecrementai sebuah potensial aksi berlawanan dengan penyebaran decremental potensial berjenjang, yang lenyap setelah menempuh jarak yang dekat karena potensial ini tidak dapat meregenerasi dirinya sendiri. Tabel 4-1 merangkum perbedaan antara potensial berjenjang dan potensial aksi, beberapa di antaranya baru akan kita bahas.



Apa yang memastikan penjalaran satu-arah potensial aksi menjauhi tempat pengaktifannya semula? Dari Gambar 4-10, perhatikan bahwa begitu potensial aksi tercetus kembali (beregenerasi) di tempat baru di sebelahnya (kini positif bagian dalamnya) dan daerah yang semula aktif telah kembali ke potensial istirahat (bagian dalam kembali negatif), kedekatan muatan-muatan yang berlawanan jenis antara kedua daerah ini memudahkan terjadinya arus lokal dalam dua arah, ke belakang dan ke depan, menuju bagian membran yang belum tereksitasi. Jika arus yang berjalan ke belakang ini mampu membawa daerah yang sebelumnya aktif ke ambang lagi, potensial aksi lainnya akan tercetus di sini, yang akan menyebar ke depan dan ke belakang, memicu potensial aksi lain, dan seterusnya. Akan tetapi, jika potensial aksi menjalar ke kedua arah, situasi akan kacau karena banyak potensial aksi terpantul ke depan dan ke belakang di sepanjang akson hingga neuron pada akhirnya kelelahan. Untungnya, neuron terselamatkan dari nasib buruk ini, mengalami potensial aksi yang terombang-ambing, karena adanya periode refrakter, yaitu periode tidak akan tercetusnya potensial aksi lain oleh kejadian pemicu normal di bagian yang baru saja mengalami potensial aksi. Karena status kanal Na+ dan K+ berpintu-listrik yang berubahubah selama dan setelah potensial aksi, periode refrakter memiliki dua komponen: periode refrakter absolut dan periode refrakter relatif (Gambar 4-11). Ketika bagian tertentu pada membran akson sedang mengalami potensial aksi, potensial aksi lain tidak akan tercetus di bagian tersebut, sekuat apa pun kejadian pemicu pendepolarisasi. Periode ini, saat bagian membran benar-benar refrakter (berarti "keras kepala" atau "tidak responsif") terhadap stimulasi lebih lanjut dikenal sebagai periode refrakter absolut. Begitu kanal Na+ berpintu-listrik terpicu untuk membuka pada ambang, kanal ini tidak lagi



Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon



105



Daerah inaktif di sebelah tempat depolarisasi akan Daerah aktif pada puncak menyebar; akan segera potensial aksi mencapai ambang



Bagian akson lainnya masih dalam potensial



Na+



––––––+++++++++++++++++++++++++ ++++++––––––––––––––––––––––––––



Potensial berjenjang > ambang



Na+



Arus lokal yang mendepolarisasi daerah inaktif di daerahnya dari potensial istirahat ke potensial ambang



++++++–––––––––––––––––––––––––– ––––––+++++++++++++++++++++++++ Arah penjalaran potensial aksi +30 mV



0 –50 –70 Daerah yang sebelumnya aktif kembali ke potensial istirahat ; tidak lagi aktif; dalam periode refrakter



K+



Daerah di sebelahnya yang telah di bawa ke ambang oleh arus lokal; kini aktif pada puncak potensial aksi



Daerah inaktif di sebslahnya tempat depolarisasi akan menyebar; akan segera Bagia akson masih mencapai ambang dalam potensial istirahat



Na+



++++++––––––+++++++++++++++++++ ––––––++++++–––––––––––––––––––– K+



Na+



––––––++++++–––––––––––––––––––– ++++++––––––+++++++++++++++++++ +30 mV



0 –50 –70 Gambar 4-9 Hantaran merambat. Arus lokal di antara daerah aktif pada puncak potensial aksi dan daerah inaktif di sebelahnya yang masih berada dalam potensial istirahat menurunkan potensial di daerah inaktif yang bersentuhan dengan daerah aktif itu hingga mencapai ambang, yang memicu potensial aksi di daerah yang sebelumnya inaktif tersebut. Daerah yang semua aktif kembali ke potensial istirahat, dan daerah aktif yang baru memicu potensial aksi di daerah inaktif di sebelahnya melalui arus lokal, dan seterusnya membentuk siklus yang berulang dengan sendirinya di sepanjang akson.



dapat membuka saat merespons kejadian pemicu depolarisasi lainnya, sekuat apa pun, hingga pada konformasi "tertutup dan mampu membuka" ketika potensial istirahat pulih.Karena itu, periode refrakter absolut berlangsung mulai dari ambang, selama potensial aksi, hingga potensial istirahat pulih. Sesudahnya, baru kanal Na+ berpintu-listrik mampu merespons depolarisasi lain



  



hapter



melalui lonjakan PNa+ untuk mencetuskan potensial aksi baru. Berkat adanya periode refrakter absolut ini, sebuah potensial aksi harus rampung dulu sebelum dapat memulai potensial aksi lain di tempat yang sama. Potensial aksi tidak dapat tumpang tindih. Periode refrakter absolut diikuti periode refrakter relatif, selang waktu dapat dicetuskannya potensial aksi kedua hanya oleh kejadian pemicu yang jauh lebih kuat dari biasanya.



❚ TABEL 4-1 Perbandingan Karakteristik



Potensial Berjenjang dan Potensial Aksi Potensial Berjenjang



Potensial Aksi



Kejadian pemicu



Stimulus, kombinasi neurotransmiter dengan reseptor, atau perubahan permeabilitas kanal yang terpicu dengan sendirimya.



Depolarisasi ke ambang, biasanya melalui penyebaran pasif depolarisasi dari sebuah daerah di dekatnya yang tengah mengalami potensial berjenjang atau potensial aksi



Pergerakan ion yang menghasilkan perubahan potensial



pergerakan neto Na+, K+, C1+, atau CA2+ menembus membran plasma dengan berbagi cara.



Pergerakan Na+ masuk bergantian dengan K+ meninggalkan sel melalui kanal berpintu-listrik



Penyandian kuat kejadian pemicu



Perubahan potensial berejenjang; besarnya beragam sosuai dengan kuat kejadian pemicunya.



Respons membran tuntas-atau-gagal (all-ornone); kuat kejadian pemicu disandi ke dalam frekuensi, bukan amplitudo, potensial aksi



Durasi



Durasi bervariasi sesuai dengan durasi kejadian pemicu



Konstan



Besar perubahan potensial sejalan dengan jarak tempuhnya dari tempat awal



Hantaran decremental; kekuatan berkurang seiring makin jauhnya jarak tempuh dari awal tempat awal



Menjalar ke seluruh bagian membran tanpa berkurang kekuatannya; regenerasi-diri di daerah inaktif sebelahnya pada membran



Periode refrakter



Tidak ada



Penjumlah



Arah perubahan potensial



Lokasi



Relatif, absolut Tidak ada



Temporal, spasial Depolarisasi dan hiperpolarisasi



Selalu depolarisasi dan pembalikan muatan



Daerah khusus di membran yang dirancang untuk merespons kejadian pemicu



Daerah di membran yang banyak memiliki kanal berpintu-listrik



Periode refrakter relatif terjadi setelah potensial aksi rampung karena efek ganda. Pertama, kanal Na+ berpintu-listrik yang terbuka selama potensial aksi tidak semuanya kembali ke bentuk semula ketika potensial istirahat tercapai. Beberapa butuh waktu lebih lama untuk kembali ke konformasi "dapat membukan. Akibatnya, sejumlah kanal Na+ berpintu-listrik ada dalam posisi menyentak terbuka sebagai respons terhadap kejadian pemicu depolarisasi lain. Kedua, kanal K+ berpintu-listrik yang terbuka pada puncak potensial aksi menutup perlahan-lahan. Dalam selang waktu ini, masuknya Na+ dalam jumlah lebih sedikit dari normal, sebagai respons terhadap kejadian pemicu depolarisasi lain, dilawan oleh tetap keluarnya K+ melalui kanalnya yang menutup perlahan-lahan selama hiperpolarisasi ikutan. Dengan begitu, dibutuhkan kejadian pemicu depolarisasi yang lebih besar dari normal untuk mengimbangi hiperpolarisasi persisten pergerakan K + ke luar dan membawa membran ke ambang selama periode refrakter relatif. Saat tempat semula pulih dari periode refrakternya dan dapat kembali dirangsang oleh arus normal, potensial aksi telah menjalar ke depan dan cukup jauh sehingga tidak lagi dapat memengaruhi tempat awal. Jadi, periode refrakter memastikan penjalaran satuarah potensial aksi di sepanjang akson menjauhi tempat awal pengaktifannya.



Daerah inaktif baru di sebelahnya tempat Daerah yang semula Daerah aktif baru depolarisasi menyebar; aktif kembali ke pada puncak akan segera mencapai potensiai istirahat potensial aksi ambang



++++++––––––++++++++++++ ––––––++++++––––––––––––



Arus "ke belakang" tidak mengeksitasi kembali daerah yang semula aktif karena daerah ini berada dalam periode refrakternya



Arus "ke depan" mengeksitasi daerah inaktif baru Arah penjalaran potensial aksi



Gambar 4-10 Manfaat periode refrakter. Arus "ke belakang" dicegah oleh periode refrakter. Selama potensial aksi dan sesaat sesudahnya, sebuah daerah tidak dapat distimulasi lagi oleh kejadian normal untuk mengalami potensial aksi lain. Karena itu, periode refrakter memastikan bahwa potensial aksi hanya dapat menjalar ke depan di sepanjang akson.



Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon



107



menyebar tanpa berkurang besarnya ke se-panjang membran atau tidak merespons sama sekali dengan potensial aksi. Karakteristik ini disebut hukum tuntas-atau-gagai.



Periode refrakter relatif



+30



Potensil aksi



0



600



Permeabilitas Na* 300 Permeabilitas K+



–70



Permeabilitas membran relatif (kali lebih permeabel dari permeabilitas Na+ istirahat)



Potensial membran (mV)



Periode refrakter absolut



25 1 1



2



3



4 5 6 Waktu (mdet)



7



8



Gambar 4-11 Periode refrakter absolut dan relatif. Selama periode refrakter absolut, bagian membran yang baru saja mengalami potensial aksi tidak dapat



Konsep tuntas-atau-gagal ini analog dengan menembakkan sebuah pistol. Pelatuk boleh jadi tidak ditarik cukup kuat sehingga peluru tidak dapat ditembakkan (ambang tidak tercapai) atau ditarik cukup kuat sehingga pistol merespons maksimal untuk menembakkan peluru (ambang tercapai). Menarik pelatuk lebih kuat lagi tidak akan menghasilkan tembakan yang lebih dahsyat. Sebagaimana pistol yang tidak dapat menghasilkan tembakan setengah maksimal, potensial aksi juga tidak mungkin tercetus setengah maksimal. Fenomena ambang memungkinkan dibedakannya rangsangan penting dengan rangsangan tidak penting atau kejadian pemicu lainnya. Rangsangan yang terlalu lemah untuk membawa membran ke ambang tidak akan mencetuskan potensial aksi, sehingga tidak menyibukkan sistem saraf dengan menghantarkan sinyal-sinyal tidak bermakna.



dirangsang kembali. Periode ini menunjukkan selang waktu ketika pintu Na+ tidak dalam konformasi istirahatnya. Selama periode refrakter relatif, membran dapat distimulasi kembali hanya oleh stimulus yang lebih kuat dari yang biasanya diperlukan. Periode ini mencerminkan selang waktu ketika pintu K+ yang terbuka selama potensial aksi belum tertutup, berkopel dengan inaktivasi perlahan-lahan kanal Na+ berpintu-listrik.



Periode refrakter juga bertanggung jawab menetapkan batas atas frekuensi potensial aksi-yaitu menentukan jumlah maksimum potensial aksi baru yang dapat dicetuskan dan menjalar di sepanjang serat saraf dalam selang waktu tertentu. Tempat awal harus pulih dari periode refrakternya sebelum potensial aksi baru dapat dicetuskan menyusul potensial aksi sebelumnya. Lama periode refrakter bervariasi untuk berbagai jenis neuron. Semakin lama periode refrakter, semakin lama jeda sebelum potensial aksi baru dapat dicetuskan dan semakin rendah frekuensi respons sebuah neuron terhadap rangsangan berulang atau berkelanjutan.



Potensial aksi berlangsung dalam pola tuntas-ataugagal. Jika satu bagian membran neuron terdepolarisasi ke ambang, tercetus potensial aksi yang menyebar ke sepanjang membran tanpa berkurang besarnya. Selain itu, begitu ambang tercapai, potensial aksi yang tercetus besarnya selalu maksimal. Perubahan listrik selama potensial aksi terjadi akibat perpindahan ion mengikuti gradien konsentrasi dan gradien listrik, yang tidak terpengaruh oleh kuat lemahnya kejadian pemicu depolarisasi; alasan ini mendasari timbulnya efek di atas. Kejadian pemicu yang lebih kuat dari yang dibutuhkan untuk membawa membran ke ambang (kejadian supraambang) tidak menghasilkan potensial aksi yang lebih besar. Namun, kejadian pemicu yang gagal mendepolarisasi membran ke ambang (kejadian sub-ambang) tidak menghasilkan potensial aksi sama sekali. Jadi, sebuah membran peka-rangsang hanya akan merespons kejadian pemicu dengan potensial aksi maksimal yang menyebar



  



hapter



Bagaimana mungkin membedakan dua rangsangan yang kekuatannya berbeda jika keduanya sama-sama membawa membran ke ambang dan menghasilkan potensial aksi yang sama besar? Sebagai contoh, bagaimana kita dapat membedakan antara menyentuh objek hangat dan menyentuh objek panas jika keduanya memicu potensial aksi yang identik di serat saraf yang menyalurkan informasi mengenai suhu kulit ke sistem saraf pusat (SSP)? Jawabannya sebagian terletak pada frekuensi potensial aksi yang dihasilkan. Rangsangan yang lebih kuat tidak menghasilkan potensial aksi yang lebih besar, tetapi memicu peningkatan jumlah potensial aksi per detik. Sebagai ilustrasi, lihatlah Gambar 10-36, h. 402; perubahan tekanan darah tersandi dalam perubahan frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di neuron-neuron pemantau tekanan darah. Selain itu, rangsangan yang lebih kuat di sebuah tempat menyebabkan lebih banyak neuron yang mencapai ambang, sehingga informasi total yang dikirim ke SSP bertambah. Sebagai contoh, sentuhlah halaman ini dengan jari tangan Anda dan perhatikan daerah kulit yang berkontak dengan halaman tersebut. Sekarang, tekan halaman lebih kuat dan amati bahwa daerah kulit yang berkontak dengan halaman itu bertambah luas. Dengan demikian, lebih banyak neuron yang terbawa ke ambang dengan rangsang sentuhan yang lebih kuat ini. Begitu tercetus, kecepatan atau laju penjalaran sebuah potensial aksi di sepanjang akson bergantung pada dua faktor: (1) apakah serat saraf tersebut bermielin atau tidak dan (2) diameter serat saraf bersangkutan. Hantaran merambat terjadi di serat tak-bermielin. Pada kasus ini, seperti yang baru Anda pelajari, masing-masing potensial aksi memicu potensial aksi baru yang identik di bagian berikutnya pada membran akson, yang bersentuhan (berbatasan) dengannya sehingga setiap bagian membran mengalami potensial aksi sewaktu sinyal listrik ini dihantarkan dari pangkal hingga ujung akson. Metode penjalaran yang lebih cepat, hantaran ujung akson. Metode penjalaran yang lebih cepat, hantaran meloncat



membran tidak dapat menembus selubung mielin ini, mielin bekerja sebagai insulator, layaknya plastik pembungkus kawat listrik, untuk mencegah bocornya arus melalui bagian membran yang bermielin. Mielin sebenarnya bukan bagian neuron, tetapi terdiri atas sel-sel pembentuk mielin yang membungkus dirinya sendiri, seperti bolu gulung, mengelilingi akson. Sel-sel pembentuk mielin ini adalah sel Schwann di sistem saraf tepi (Gambar 4-12b) (saraf yang berjalan di antara susunan saraf pusat dan berbagai bagian tubuh) dan oligodendrosit di SSP (otak dan medula spinalis) (Gambar 4-12c). Tiap selubung mielin kaya-lipid tersusun atas sejumlah lapisan membran plasma sel pembentuk-mielin (terutama lapisan ganda lipid) ketika sel tersebut membungkus dirinya sendiri mengelilingi



(saltatary conduction), berlangsung di serat bermielin. Kita selanjutnya akan melihat bagaimana serat bermielin dibandingkan dengan serat tak-bermielin dan bagaimana hantaran meloncat dibandingkan dengan hantaran merambat.



Mielinasi meningkatkan kecepatan hantaran potensial aksi.



Serat bermielin adalah akson yang terbungkus mielin, lapisan tebal yang terutama tersusun atas lipid, pada setiap rentang jarak tertentu di sepanjang akson (Gambar 4-12a). Karena ion-ion larut-air yang bertanggung jawab menghantarkan arus melintasi



Gambar 4-12 Serat bermielin. (a) Serat bermielin dibungkus oleh mielin pada setiap selang jarak tertentu. Bagian-bagian telanjang tak bermielin di antara dua mielin dikenal sebagai nodus Ranvier. Mikrograf elektron rnemperlihatkan potongan melintang sebuah serat bermielin di satu daerah yang bermielin, (b) Di sistem saraf tepi, setiap selubung mielin dibentuk oleh sel Schwann tersendiri yang membungkus dirinya sendiri, seperti bolu gulung, mengelilingi serat saraf. (c) Di sistem saraf pusat, setiap satu dari beberapa juluran ("lengan") oligodendrosit pembentuk-mielin menyusun satu selubung mielin yang membungkus sebuah serat saraf.



selubung Kanal Na+-K+ Na+ and K+ mielin listrik



Akson 1 μm



Nodus Ranvier



Nodus Ranvier (d) 1 mm



Selubung mielin



Selubung mielin Akson



Akson neuron



Membran plasma (a) Myelinated fiber



Selubung mielin



Akson



Sitoplasma-



Sel Schwann



Nukleus



Nodus Ranvier



Oligodendrosit



Nodus Ranvier (b) Sel Schwann di sistem saraf tepi



(c) Oligodendrosit di sistem saraf pusat



© C. Raines/Visuals Unlimited



Akson



akson. Satu selubung mielin boleh jadi terbentuk dari 300 bungkus lapis-ganda lipid. Di antara daerah-daerah bermielin, di nodus Ranvier, membran akson telanjang dan terpajan ke CES. Hanya di ruang telanjang inilah arus dapat mengalir menembus membran untuk menghasilkan potensial aksi. Kanal Na+ dan K+ berpintu-listrik terkonsentrasi di nodus tersebut, sementara daerah yang terbungkus mielin hampir sama sekali tidak mengandung kanal khusus ini (Gambar 4-12d). Sebaliknya, serat tak-bermielin dipadati kanal-kanal berpintu-listrik di sepanjang bagiannya. Seperti yang Anda tahu sekarang, potensial aksi dapat tercetus hanya di bagian membran yang dilengkapi dengan banyak kanal ini. Jarak antar-nodus cukup dekat sehingga arus lokal dapat mengalir di antara nodus aktif dan nodus inaktif di sebelahnya sebelum menghilang. Ketika potensial aksi tercetus di satu nodus, arus lokal di antara nodus ini dan nodus di sebelahnya yang berlawanan muatan menurunkan potensial nodus di sebelahnya tersebut ke ambang sehingga mengalami potensial aksi, dan seterusnya. Karena itu, di serat bermielin, impuls "meloncat" dari nodus ke nodus, melompati bagian akson yang bermielin (Gambar 4-13); proses ini disebut hantaran meloncat (saltatory conduction; saltere berarti "loncat atau berjingkrak"). Hantaran meloncat menghantarkan potensial aksi lebih cepat dari hantaran merambat, karena potensial aksi tidak perlu diregenerasi di bagian-bagian



bermielin, tetapi harus diregenerasi di setiap bagian membran akson tak-bermielin dari pangkal hingga ujung. Serat bermielin menghantarkan impuls sekitar 50 kali lebih cepat daripada serat takbermielin yang kurang lebih seukuran. Anda dapat membayangkan serat bermielin sebagai " jalan tol" dan serat takbermielin sebagai "jalan kampung" pada sistem saraf jika berbicara tentang kecepatan penyampaian informasi. Jadi, jenis informasi yang paling darurat dikirim melalui serat bermielin, sementara jaras saraf yang membawa informasi kurang mendesak tidak bermielin. Selain memungkinkan potensial aksi untuk menjalar lebih cepat, mielinasi juga menghemat energi. Karena fluks ion yang berkaitan dengan potensial aksi terbatas di daerah nodus, pompa Na+-K+ yang memakai energi hanya perlu mengembalikan sedikit ion ke sisi membrannya masing-masing setelah penjalaran sebuah potensial aksi. Fitur kotak penyerta Konsep, Tantangan, dan Kontroversimengulas penyakit yang merusak mielin, sklerosis multipel.



Nodus inaktif di sebelahnya tempat depolaritas menyebar; Nodus-nodus lainya masih Nodus aktif pada puncak akan segera mencapai berada dalam potensial potensial aksi ambang istirahat



Na+ – – – –



++++



++++ ––––



Local current flow that depolarizes adjacent inactive node from resting to threshold



Na+



++++ ––––



++++ ++++



–––– ++++



–––– ++++



Arah perambatan potensi aksi



Nodus yang semula aktif kembali ke potensial istirahat; tidak lagi aktif



Nodus di sebelahnya yang telah dibawa ke ambang oleh arus lokal kini aktif pada puncak potensial aksi



K+



Na+



++++ ––––



–––– ++++



K+



Na+



–––– ++++



++++ ––––



Nodus inaktif baru di sebelahnya tempat depolaritas menyebar; akan segera mencapai ambang



++++ –––– –––– ++++



Gambar 4-13 serat bermielin. Hantaran meloncat. Impuls "meloncat" dari nodus ke nodus di sebuah



  



hapter



Selain efek mielinasi, diameter serat memengaruhi kecepatan akson menghantarkan potensial aksi. Besar arus (yaitu jumlah muatan yang berpindah) bergantung tidak saja pada perbedaan potensial antara dua daerah bermuatan listrik yang bersebelahan, tetapi juga pada resistensi atau halangan terhadap perpindahan muatan listrik di antara kedua daerah tersebut. Semakin besar diameter serat, semakin kecil resistensi terhadap arus lokal. Dengan demikian, semakin besar diameter serat, semakin cepat potensial aksi dapat dihantarkan. Serat besar bermielin, seperti yang menyarafi otot rangka, dapat menghantarkan potensial aksi dengan kecepatan hingga 120 m/det (268 mil/jam), bandingkan dengan kecepatan hantaran sebesar 0,7 m/det (2 mil/ jam) di serat kecil takbermielin, misalnya yang menyarafi saluran cerna. Perbedaan kecepatan hantaran ini berkaitan dengan kedaruratan informasi yang hendak disampailcan. Sinyal ke otot rangka untuk menjalankan gerakan tertentu (misalnya, mencegah Anda jatuh ketika tersandung sesuatu) harus dikirim lebih cepat daripada sinyal untuk memodifikasi proses pencernaan



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Sklerosis Multipel: Mielin-Terkikis, Terkikis, Lenyap



S



KLEROSIS MULTIPEL (MULTIPLE SCLEROSIS, MS) adalah kondis(patofisiologik berupa lenyapnya mielin yang membungkus serat-serat saraf pada berbagai lokasi di seluruh sistem saraf. Sklerosis multipel merupakan salah satu penyakit autoimun (ouro berarti ("sendiri"; immune berarti "pertahanan terhadap") yang ditandai dengan menyimpangnya sistem pertahanan tubuh sehingga menyerang selubung mielin pembungkus serat saraf bermielin. Penyakit ini mengenai sekitar 1 dari 1000 orang di Amerika Serikat. Awitan sklerosis multipel biasanya antara usia 20-40 tahun.



Banyak peneliti meyakini bahwa MS terjadi akibat kombinasi faktor genetikdan lingkungan. Kerabat penyandang MS memiliki kemungkinan mengidap penyakit ini 6 hingga 10 kali lebih besar daripada populasi umum. Karena adanya predisposisi genetik, kerabat pengidap MS lebih rentan terhadap faktor-faktor lingkungan yang dapat memicu penyakit ini. Berbagai faktor lingkungan diduga berperan memicu MS, meliputi infeksi virus, toksin lingkungan, dan defisiensi vitamin D, tetapi belum ada bukti meyakinkan. Lenyapnya mielin akibat serangan imun yang salah sasaran ini memperlambat transmisi impuls di neuron yang terkena. Terbentuk jaringan parut yang keras, dikenal sebagai sklerosis (berarti "keras"), mielin memicu fase



yang berlangsung perlahan-lahan. Tanpa mielinasi, diameter akson pada jaras saraf darurat harus sangat besar dan tidak praktis untuk mencapai kecepatan hantaran yang diperlukan. Memang benar, banyak invertebrata memiliki akson besar-besar. Dalam perjalanan evolusi vertebrata, serat saraf yang sangat besar itu telah digantikan oleh sesuatu yang lebih efisien, yakni pembentukan selubung mielin, yang memungkinkan pengiriman sinyal jarak jauh secara cepat dan hemat. Sebagai contoh, pada manusia, serat saraf optik yang berjalan dari mata ke otak hanya berdiameter 3 mm, tetapi dipadati lebih dari sejuta akson bermielin. Jika akson tersebut tidak bermielin, tiap akson harus 100 kali lebih tebal untuk dapat menghantarkan impuls pada kecepatan yang sama, menjadikan sebuah serat saraf optik berdiameter 300 mm. Adanya sel bermielin dapat sangat menguntungkan, dapat juga sangat merugikan ketika sebuah akson terpotong, bergantung pada apakah kerusakannya terjadi di sistem saraf tepi atau di SSP. Lihat fitur kotak di h. 112-113 (Konsep, Tantangan, dan Kontroversi) guna mempelajari lebih dalam tentang regenerasi serat saraf yang rusak, sesuatu yang sangat penting pada kasus cedera medula spinalis atau trauma lain yang mengenai saraf. Kini Anda telah melihat bagaimana potensial aksi dihantarkan di sepanjang akson dan mempelajari faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan penghantaran ini. Namun, apa yang terjadi ketika potensial aksi mencapai ujung akson?



degeneratif yang dicirikan dengan rusaknya akson yang terkena. Gejala MS sangat bervariasi, bergantung pada luas dan lokasi kerusakan mielin dan degenerasi akson. Gejala tersering meliputi kelelahan, gangguan penglihatan, kesemutan dan baal, kelemahan otot, gangguan keseimbangan dan koordinasi, serta paralisis perlahanlahan. Tahap awal penyakit sering kali ditandai dengan siklus kambuh dan pulih, sernentara tahap kronis dicirikan dengan perburukan gejala progresif lambat. Sklerosis multipel dapat menyebabkan hendaya, tetapi umumnya tidak fatal. Saat ini, meskipun belum ada obat penyembuh MS, para peneliti tengah berpacu mencari cara untuk mengatasi serangan, meredakan gejala-gejala penyebab hendaya, dan memperbaiki perjalanan penyakit. Gejala dapat sedemikian ringannya pada beberapa pasien sehingga tidak perlu diobati. Bagi pasien dengan gejala lebih mencolok, terapi terkini mencakup obat-obat penekan serangan imun pada mielin dengan beragam mekanisme kerja besertaterapi fisik dan relaksan otot.Sebagian pasien memberikan respons lebih baik dari yang lain terhadap terapi obat terkini. Telah dilakukan sejumlah upaya untuk mencegah MS, di antaranya, adalah pengembangan vaksin eksperimental yang meredakan sel-sel imun penyerang mielin dan berbagai strategi untuk mendorong remielinisasi



Periksa Pemahaman Anda 4.3 1. Gambarkan dan labeli sebuah potensial aksi, tunjukkan pergerakan-pergerakan ion yang bertanggung jawab atas 2. Paparkan ketiga konformasi kanal Na+ berpintu-listrik dan tunjukkan potensial membran saat masing-masing konformasi ini terbentuk. 3. Jelaskan mengapa hantaran meloncat menghantarkan potensial aksi lebih cepat daripada hantaran merambat.



Ketika mencapai terminal akson, potensial aksi membebaskan zat kimia perantara yang mengubah aktivitas sel-sel tempat neuron bersangkutan berakhir. Neuron dapat berakhir di salah satu dari tiga struktur berikut: otot, kelenjar, atau neuron lain. Karena itu, bergantung pada tempat berakhirnya, neuron dapat menyebabkan sel otot berkontraksi, sel kelenjar mengeluarkan sekresinya, neuron lain menyalurkan pesan listrik di sepanjang jaras saraf, atau fungsi tertentu lainnya. Jika berakhir di otot atau kelenjar, neuron dikatakan menyarafi, atau mernasok, struktur tersebut.



  



111



• Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



s



Regenerasi: Akson SST Dapat Melakukannya, Sedangkan Akson SSP Tidak



ERAT SARAF DAPAT RUSAK karena terpotong atau remuk



(sebagaimana pada kejadian traumatik, seperti kecelakaan kendaraanbermotor, luka tembak, atau kecelakaan waktu menyelam) atau berkurangnya pasokan darah (misalnya pada stroke). Ketika rusak, akson yang terkena tidak dapat lagi menghantarkan potensial aksi untuk menyampaikan pesan. Dengan menggunakan akson yang terpotong sebagai contoh, bagian akson yang paling jauh dari badan sel berdegenerasi. Apakah bagian akson yang hilang akan beregenerasi atau tidak bergantung pada lokasinya. Akson yang terpotong pada sistem saraf perifer dapat beregenerasi, sedangkan akson pada sistem saraf pusat tidak.



Regenerasi Akson Perifer Pada kasus terpotongnya akson di saraf tepi, sewaktu bagian akson yang putus berdegenerasi, sel-sel Schwann di sekitar akson menelan serpihannya. Sel Schwann itu sendiri tetap di tempat tersebut, lalu mem bentuk tabung regenerasi yang men untun serat saraf yang tengah beregenerasi ke tempat tujuannya. Bagian akson sisanya yang terhubung ke badan sel mulai tumbuh dan bergerak maju di dalam kolom sel Schwann dengan pergerakan amuboid (lihat h. 53). Ujung akson yang sedang tumbuh "mengendus"jalan yang akan dilaiuinya untuk mencapai tempat tujuannya, dituntun oleh bahan kimia yang



Taut antara saraf dan kelenjar atau otot yang disarafinya akan diterangkan kemudian. Untuk saat ini, kini akan berkosentrasi pada taut antara dua neuron sinaps (synapsis berarti "tautan"). (Kadangkadang istilah sinaps digunukan untuk menggambarkan taut antara dua sel peka-rangsang, tetapi sekarang kita membatasi pemakaian istilah ini untuk taut dua meuron.)



Ada dua jenis sinaps: sinaps listrik dan sinaps kimia, bergantung pada bagaimana informasi ditransfer antara kedua neuron. SINAPS LISTRIK Pada sinapsfistrik, dua neuron dihubungkan oleh taut celah (lihat h. 67) yang memungkinkan ion-ion pembawamuatan mengalir secara langsung dari sel pertama ke sel kedua, atau sebaliknya. Walaupun sinaps elektrik menghasilkan transmisi sinyal listrik tanpa putus dan sangat cepat, jenis hubungan ini pada hakikatnya bersifat "on" atau "off" dan tidak terkendali. Potensial aksi pada sebuah neuron selalu memicu potensial aksi di neuron sambungannya. Sinaps listrik relatif jarang pada sistem saraf manusia. Sinaps listrik ditemukan di SSP, tempat sinaps ini menyelaraskan aktivitas listrik pada kelompokan neuron yang saling terhubung melalui taut celah, dan di sejumlah lokasi khusus, seperti pulpa gigi dan retina mata. Taut celah lebih banyak pada otot polos dan otot jantung, tempat fungsinya lebih mudah dipahami.   



hapter



disekresikan oleh sel Schwann ke dalam tabung regenerasi. Berhasilnya regenerasi serat saraf pada akhirnya akan memulihkan sensasi dan pergerakan setelah cedera saraf perifer traumatik, meskipun regenerasi tidak selalu berhasil.



Hambatan Regenerasi Akson Sentral



Serat-serat saraf di SSP, yang terbungkus mieEin dari oligodendrosit, tidak memiliki kemampuan regenerasi. Akson-akson itu sendiri seber arnya mampu beregenerasi, tetapi oligodendrosit yang mengelilir ginya menyintesis protein yang menghambat pertumbuhan akson, sangat berlawanan dengan sel Schwann penyusun mielin pembungkus akson perifer, yang mendorong pertumbuhan saraf. Pertumbuhan saraf di otak dan meduia spinalis dikendalikan melalui keseimbangan kompleks antara protein pendorong pertumbuhan saraf dan protein penghambat pertumbuhan saraf. Selama perkembangan janin, pertumbuhan saraf di SSP dapat berlangsung karena otak dan medula spinalis sedang terbentuk. Para peneliti berspekulasi bahwa inhibitor pertumbuhan saraf, yang dihasilkan pada akhir-akhir perkembangan janin di selubung mielin pembungkus serat saraf sentral, normalnya boieh jadi berfungsi sebagai "pagar" yang menjaga ujung-ujung saraf baru agar tidak menyir pang keluar dari jalurnya. Dengan demikian, hambatan pertumbuhan oleh oligodendrosit dapat jadi berfungsi untuk menstabilkan struktur SSP yang sangat kompleks.



SINAPS KIMIA Sebagian besar sinaps dalam sistem saraf manusia adalah sinaps kimia, tempat zat kimia perantara menghantarkan informasi satu arah melintasi celah yang memisahkan dua neuron. Sinaps kimia melibatkan taut antara terminal akson sebuah neuron, yang dikenal sebagai neuron prasinaps, dan dendrit atau badan sel neuron lain, yang dikenal sebagai neuron pascasinaps. (Pra berarti "sebelum," dan pasca berarti "sesudah"; neuron prasinaps terletak sebelum sinaps, sementara neuron pascasinaps terletak sesudah sinaps). Dendrit dan, dengan jumlah lebih sedikit, badan sel kebanyakan neuron menerima ribuan masukan sinaptik, yaitu terminal akson dari banyak neuron lain. Sebagian neuron di SSP menerima hingga 100.000 masukan sinaptik (Gambar 4-14). Anatomi sebuah, dari ribuan, sinaps kimia diperlihatkan di Gambar 4-15. Terminal akson pada neuron prasinaps, yang menghantarkan potensial aksinya menuju sinaps, berakhir di sebuah tonjolan kecil, synaptic knob. Synaptic knob mengandung vesikell sinaps, yang menyimpan zat kimia perantara spesifik, yakni neurotransmiter yang telah disintesis dan dikemas oleh neuron prasinaps. Synaptic knob terletak dekat, tetapi tidak bersentuhan, dengan neuron pascasinaps, yang potensial aksinya menjalar menjauhi sinaps. Ruang antara neuron prasinaps dan pascasinaps disebut celah sinaps. Molekul perekat sel (cell adhesion molecule, CAM) berbentuk mirip jari, yang baru-baru ini ditemukan, sebagian menjulur melintasi sinaps dari permukaan neuron prasinaps atau pun pascasinaps. Juluran-juluran ini "saling mengait" di tempatnya bertemu dan bertumpang tindih pada pertengahan celah, kurang



Namun, hambatan pertumbuhan juga sebuah mudarat manakala akson SSP perlu diperbaiki, misainya saat medula spinalis terpotong akibat ketelakaan. Serat saraf sentral yang rusak memperlihatkan tandatanda perbaikan diri langsung setelah cedera, tetapi dalam beberapa minggu mulal berdegenerasi, dan terbentuk jaringan parut di tempat cedera, menghalangi bentuk pemulihan apa pun. Karena itu, serat neuron yang rusak di otak dan medula spinalis tidak pernah beregenerasi.



Regenerasi Meskipun demikian, pada masa mendatang, boleh jadi ditemukan cara mendorong regenerasi bermakna serat saraf di SSP. Para peneliti tengah mengeksplorasi beberapacara menjanjikan untukmendorong perbaikan jaras akson sentral, supaya korban cedera medula spinalis dapat berjalan kembali. Berikut beberapa penelitian terkini terkait regenerasi akson sentral: ■ Para ilmuwan sudah mampu menginduksi regenerasi bermakna pada saraf mencit yang medula spinalisnya terpotong dengan menghambat secara kimiowi inhibitor perrumbuhan saraf, dinamai Nogo, sehingga memungkinkan pemacu pertumbuhan saraf untuk mendorong munculnya banyak serat saraf baru di tempat cedera.



lebih sama seperti saat Anda mengaitkan jari-jari kedua tangan. Pertalian fisik ini menstabilkan kedekatan erat neuron prasinaps dan pascasinaps di sinaps bersangkutan. Celah sinaps terlampau lebar untuk penyebaran langsung arus dari satu sel ke sel lainnya sehingga potensial aksi secara kelistrikan tidak dapat melalui di antara kedua neuron. Alternatifnya, potensial aksi di neuron prasinaps mengubah potensial neuron pascasinaps melalui cara-cara kimiawi. Sinaps hanya bekerja satu arah yaitu neuron prasinaps menyebabkan perubahan potensial membran neuronpascasinaps, tetapi neuron pascasinaps tidak secara langsung memengaruhi potensial neuron prasinaps. Anda akan segera mengetahui alasannya saat mempelajari kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah sinaps.



Ketika potensial aksi di neuron prasinaps telah menjalar ke terminal akson (Gambar 4-15, Langkah 1 ), perubahan potensial lokal ini memicu terbukanya kanal ion kaisium (Ca2+) berpintu-listrik di synaptic knob. Karena Ca2+ lebih banyak terkonsentrasi di CES (lihat h. 80), ion ini mengalir ke dalam synaptic knob melalui kanal-kanal yang terbuka (langkah 2 ). Ion kalsium memicu pelepasan neurotransmiter dari sebagian vesikel sinaps ke dalam celah sinaps



Kelompok peneliti lain melakukan percobaan menggunakan tondur saraf perifer untuk menjembatani defek di bagian medula spinalis yang cedera. Tandur ini mengandung biakan sel Schwann, yang melepaskan protein-protein pemacu pertum buhan saraf. Moyasi lain yang memberi harapan adalah penemuan sel saraf ■ punca (Iihat h. 10 dan 147). Boleh jadi, sel-sel ini kelak dapat ditanam di medula spinalis yang rusak dan dirangsang untuk menggandakan diri dan berdiferensiasi menjadi bentuk matur, neuron fungsiona# yang akan menggantikan neuron yang hilang. ■ Strategi baru lainnya yang juga sedang diteliti adalah penguraion enzimatth komponen-komponen inhibitorik pada jaringan parut yang secara alami terbentuk di tempat cedera dan menghalangi munculnya serat saraf baru menembus sawar ini. Sejumlah penelitilain melakukan ancanganbiotik, mencoba menci■ ■



ptakan perangkat elektronik yang dapat dipasang ke dalam sistem saraf guna mernintas sambungan yang putus di medula spinalis. Ide ini ujung-ujungnya berupa penanaman cip otak (brain chip) yang mampu menjemput pesan listrik yang ditujukan untuk memerintahkan pergerakan otot, kemudian mengirimkan pesan itu ke perangkat kedua yang ditanam di medula spinalis di bawah tingkat lesi. Perangkat kedua tersebut akan merangsang neuron motorik untuk menghasilkan pergerakan sesuai perintah.



(langkah 3 ). Pelepasan neurotransmiter ini berlangsung melalui eksositosis (lihat h. 30). Neurotransmiter yang dilepaskan berdifusi menyeberangi celah dan berikatan dengan reseptor pspesifik di membran subsinaps, bagian membran pascasinaps yang tepat di bawah synaptic knob (sub berarti "di bawah") (langkah 4 ). Reseptorreseptor ini merupakan bagian integral kanal ion spesifik. Kombinasi unit reseptor dan kanal tersebut tepatnya dikenal sebagai kanalreseptor. Terikatnya neurotransmiter ke kanal-reseptor menyebabkan kanal membuka, mengubah permeabilitas ion pada neuron pascasinaps (langkah 5 ). Kanal ini berupa kanal berpintu kimiawi, berbeda dengan kanal berpintu-listrik yang bertanggung jawab atas potensial aksi dan influks Ca2+ ke synaptic knob. Karena terminal prasinaps melepaskan neurotransmiter dan membran subsinaps pada neuron pascasinaps memiliki kanal-reseptor untuk neurotransmiter tersebut, sinaps hanya dapat bekerja satu arah, dari neuron prasinaps ke neuron pascasinaps. Pengubahan sinyal listrik pada neuron prasinaps (potensial aksi) menjadi sinyal listrik di neuron pascasinaps melalui cara-cara kimiawi (dengan perantaraan kombinasi reseptor-neurotransmiter) memakan waktu. Jeda sinaps ini biasanya sekitar 0,5-1 mdet. Pada jaras saraf, kelompokan neuron sering kali harus menyeberang. Semakin kompleks jaras saraf, semakin lama jeda sinaps dan semakin panjang waktu reaksi total (waktu yang dibutuhkan untuk merespons kejadian tertentu).



   113



input sinaptik (terminal akson prasinaps)



Badan sel neuron pascasinaps



Lihat Gambar 4-15



Terminal akson



Science VU/Lewis-Everhart-Zeevi/Visuals Unlimited, Inc.



Dendrit



Axon hiliock



Badan sel neuron pascasinaps



Akson bermielin



Gambar 4-14 input sinaptik (terminal akson prasinaps) ke badan sel dan dendrit sebuah neuron pascasinaps. Proses pengeringan yang digunakan dalam menyiapkan neuron untuk mikrograt elektron berhasil melepaskan terminal-terminal akson prasinaps dan menariknya menjauhi badan sel pascasinaps.



1 Potensial aksi mencapai terminal akson neuron trasinaps 2 Ca2+ masuk ke synaptic knob (terminal akson prasinaps). Akson neuron prasinaps



3 Neurotransmiter dibebaskan melalui eksositosis ke dalam celah sinaps. 4 Neurotransmiter berikatan dengan reseptor yang merupakan bagian integral kanal berpintu kimiawi di membran subsinaps neuron pancasinaps



1



5 Terikatnya neurotransmiter ke kanal reseptor membuka kanal spesifik tersebut. Kanal Ca2+ berpintu-listrik



Synaptic knob (terminal akson prasinaps)



Ca2+ 2



Molekul neurontran smiter



Vesikel sinaps Celah sinaps Membran subsinaps



3



kanal-resoptor berpintu kimiawi untuk Na+, K+, or Cl–



3



4 resoptor untukn



neurotransmiter



4 5



5



Neuron sapcasinaps



© Dennis Kunkel/Visuals Unlimited



Terminal akson neuron prasinaps Gambar 4-15 Struktur dan fungsi sebuah sinaps. Langkah-langkah bernomor



Dendrit neuron pascasinaps



menunjukkan



rangkaian



kejadian



yang



berlangsung



di



sebuah



sinaps.



Perbesaran gambar mengilustrasikan pelepasan neurotransmiter melalui eksositosis dari terminal akson prasinaps, diikuti pengikatannya dengan reseptor spesifik di membran subsinaps neuron pascasinaps. Mikrograf elektron menunjukkan sebuah



Vesikel sinaps



  



hapter



Celah sinaps



sinaps antara terminal akson prasinaps dan dendrit sel pascasinaps.



Setiap neuron prasinaps umumnya hanya melepaskan satu neurotransmiter; namun, neuron yang berbeda membebaskan neurotransmiter yang berbeda pula. Setelah berikatan dengan kanalreseptor subsinapsnya, tiap jenis neurotransmiter menyebabkan perubahan permeabilitas ion yang berbeda. Terdapat dua jenis sinaps, bergantung pada perubahan permeabilitas yang ditimbulkannya: sinaps eksitatorik dan sinaps inhibitorik. SINAPS EKSITATORIK Di sebuah sinaps eksitatorik, kanalreseptor tempat terikatnya neurotransmiter berupa kanal kation nonspesifik yang mengizinkan lewatnya Na+ dan K+. (Kanal jenis ini berbeda dari kanal-kanal yang sudah Anda pelajari sebelumnya). Ketika kanal ini terbuka sebagai respons atas pengikatan neurotransmiter, permeabilitas terhadap kedua ion ini meningkat secara bersamaan. Seberapa banyak ion (Na+ dan K+) yang berdifusi melalui sebuah kanal kation yang terbuka bergantung pada gradien elektrokimia tiap-tiap ion. Pada potensial istirahat, gradien konsentrasi maupun gradien listrik Na+ mendorong perpindahan ion ini masuk ke neuron pascasinaps, sementara hanya gradien konsentrasi K+ yang mendorong perpindahan ion ini keluar dari neuron pascasinaps. Karena itu, perubahan permeabilitas yang terpicu di sinaps eksitatorik menyebabkan keluarnya sedikit ion K+ dari neuron pascasinaps bersamaan dengan masuknya (lebih banyak) Na+ ke neuron ini. Hasilnya adalah perpindahan neto ionion positif ke dalam sel. Hal ini membuat bagian dalam membran sedikit kurang negatif daripada saat potensial istirahat, menimbulkan depolarisasi kecil pada neuron pascasinaps.



Meskipun jarang, aktivasi satu sinaps eksitatorik saja sudah cukup untuk mendepolarisasi neuron pascasinaps menuju ambang. Terlalu sedikit kanal yang terlibat di sebuah membran subsinaps untuk memfasilitasi perpindahan ion yang adekuat dalam rangka menurunkan potensial hingga ke ambang. Namun, depolarisasi kecil ini membawa neuron pascasinaps lebih dekat ke ambang, menjadikan ambang Iebih mungkin tercapai (sebagai respons atas masukan eksitatorik selanjutnya) dan potensial aksi tercetus dengan kata lain, membran kini lebih peka-rangsang (lebih mudah dibawa ke ambang) dari pada saat potensial istirahat. Karena itu, perubahan potensial pascasinaps yang terjadi di sinaps eksitatorik ini disebut potensial pascasinaps eksitatorik (excitatory postsynaptic potential, EPSP) (Gambar 4-16a). SINAPS INHIBITORIK



Di sebuah sinaps inhibitorik, terikatnya



neurotransmiter ke kanal-reseptornya meningkatkan permeabilitas membran subsinaps terhadap ion kalsium (K+) atau ion klorida (C1-), bergantung pada sinapsnya. Perpindahan ion yang dihasilkan menyebabkan hiperpolarisasi kecil pada neuron pascasinaps yaitu bagian dalam membran lebih negatif. Pada kasus peningkatan PK+, lebih banyak muatan positif keluar dari sel melalui efluks K+, meninggalkan lebih banyak muatan negatif di bagian dalam sel. Pada kasus peningkatan karena konsentrasi Cl- lebih tinggi di luar



sel, lebih banyak muatan negatif masuk ke sel dalam bentuk ion Cl-. Pada kedua kasus, hiperpolarisasi kecil ini membawa potensial membran semakin jauh dari ambang (Gambar 4-16b), menjadikan ambang sulit tercapai dan potensial aksi boleh jadi tidak tercetusdengan kata lain, membran kini kurang peka-rangsang (lebih sulit dibawa ke ambang oleh masukan eksitatorik) dibandingkan saat potensial istirahat. Pada keadaan ini, membran dikatakan terinhibisi, dan hiperpolarisasi kecil pada sel pascasinaps disebut potensial pascasinaps inhibitorik (inhibitory postsynaptic potential, IPSP). Di sel-sel dengan potensial keseimbangan Cl- sama persis dengan potensial istirahat (lihat h. 89), peningkatan PCI- tidak menyebabkan hiperpolarisasi karena tidak terdapat gaya penggerak untuk memindahkan CI- Membukanya kanal Cl- di sel-sel ini cenderung menahan membran pada potensial istirahat, menjadikannya sulit mencapai ambang. Perhatikan bahwa EPSP dan IPSP terjadi akibat membukanya kanal-kanal berpintu kimiawi, tidak seperti potensial aksi yang tercetus karena membukanya kanal-kanal berpintu-listrik.



Banyak bahan kimia berfungsi sebagai neurotransmiter (Tabel 4-2). Meskipun neurotransmiter bervariasi antarsinaps, neurotransmiter yang dilepaskan di sebuah sinaps setiap kalinya selalu sama. Selain itu, di sebuah sinaps, tiap kali neurotransmiter berikatan dengan kanal-reseptor subsinapsnya, selalu dihasilkan perubahan permeabilitas dan, konsekuensinya, perubahan potensial membran pascasinaps yang sama. Jadi, respons terhadap kombinasi neurotransmiter-reseptor tertentu selalu sama setiap kalinya; kombinasi ini tidak menimbulkan EPSP pada satu keadaan, tetapi mencetuskan IPSP pada kondisi yang lain. Beberapa neurotransmiter (misalnya, glutamat, neurotransmiter eksitatorik paling umum di otak) biasanya menghasilkan EPSP, sementara yang lain (misalnya, asam gama-aminobutirat, atau GABA, neurotransmiter inhibitorik utama di otak) selalu memicu IPSP. Namun, neurotransmiter yang lain lagi (misalnya, norepinefrin) dapat menghasilkan EPSP di satu sinaps dan IPSP di sinaps yang lain, akibat terjadinya perubahan permeabilitas yang berlainan sebagai respons atas terikatnya neurotransmiter yang sama pada neuron-neuron pascasinaps yang berbeda. Meskipun demikian, respons di sebuah sinaps yang dipengaruhi norepinefrin dalam satu kesempatan selalu eksitatorik saja atau inhibitorik saja. Umumnya setiap terminal akson hanya membebaskan satu neurotransmiter. Namun, bukti terkini mengindikasikan bahwa, pada beberapa kasus, dapat terjadi pelepasan dua neurotransmiter berbeda secara bersamaan dari satu terminal akson. Sebagai contoh, glisin dan GABA, yang sama-sama menimbulkan respons inhibitorik, dapat dikemas dan dibebaskan dari vesikel sinaps yang sama. Para ilmuwan berspekulasi bahwa glisin kerja cepat dan GABA yang bekerja lebih lambat dapat saling melengkapi satu sama lain dalam mengontrol aktivitas yang bergantung pada ketepatan waktu-misalnya, koordinasi gerakan kompleks.



  



115



Potensial membran (mV) di neuron pascasinaps



• TABEL 4-2 Beberapa Neurotransmiteii Umum



+30 0



Aktivasi sinaps –50



Potensial ambang



EPSP



–70 5



15



25



35



45



Waktu (mdet)



Potensial membran (mV) di neuron pascasinaps



(a) Sinaps eksitatorik



+30 0



Aktivasi sinaps



Potensial ambang



–50







Histamin Glisin Glutamat Aspartat Asam gama-aminobutirat (GABA)



Beberapa obat bekerja dengan memengaruhi pembersihan neurotransmiter spesifik dari sinaps. Contohnya, penghambat ambilan-kembali serotonin selektif (selective serotonin reuptake inhibitors, SSRI), sesuai namanya, menghambat secara selektif ambilan-kembali serotonin ke dalam terminal akson prasinaps, sehingga memperlama kerja neurotransmiter pada sinaps yang memanfaatkan zat kimia perantara ini. Penghambat ambilan-kembali serotonin selektif, seperti Prozac dan Paxil, diresepkan untuk mengobati depresi, yang salah satunya ditandai dengan defisiensi serotonin. Serotonin terlibat dalam jaras saraf yang mengatur mood dan perilaku.



–70 IPSP 5



15



25



35



45



Waktu (mdet) (b) Sinaps inhibitorik Gambar 4-16 Potensial Pascasinaps. (a) Potensial pascasinaps eksitatorik (EPSP) yang tercetus akibat aktivasi input prasinaps eksitatorik membawa neuron pascasinaps tersebut lebih dekat ke potensial ambang. (b) Potensial pascasinaps inhibitorik (IPSP) yang timbul karena aktivasi input prasinaps inhibitorik mendorong neuron pascasinaps itu semakin jauh dari potensial ambang.



Selama neurotransmiter masih terikat ke kanal-reseptornya, perubahan permeabilitas membran yang bertanggung jawab atas EPSP atau IPSP terus berlangsung. Agar neuron pascasinaps siap menerima pesan berikutnya dari masukan prasinaps yang sama atau lain, neurotransmiter harus diinaktifkan atau dibersihkan dulu dari celah sinaps usai menimbulkan respons yang sesuai di neuron pascasinaps dengan kata lain, "papan tulis" pascasinaps mesti "dihapus hingga bersih". Dengan begitu, setelah berikatan dengan kanal-reseptor pascasinaps, neurotransmiter dibersihkan dan respons terhenti. Beberapa mekanisme dapat membersihkan neurotransmiter: Neurotransmiter boleh jadi berdifusi menjauhi celah sinaps, diinaktifican oleh enzim spesifik pada membran subsinaps, atau masuk kembali secara aktif ke terminal akson melalui mekanisme transpor di membran prasinaps. Begitu masuk lagi, neurotransmiter dapat disimpan dan dibebaskan di lain waktu (didaur ulang) sebagai respons terhadap potensial aksi berikutnya atau dihancurkan oleh enzim-enzim di dalam synaptic knob. Metode yang digunakan bergantung pada masing-masing sinaps.



  



hapter



EPSP dan IPSP adalah potensial berjenjang. Tidak seperti potensial aksi, yang berperilaku sesuai hukum tuntas-atau-gagal, kuat potensial berjenjang dapat bervariasi, tidak memiliki periode refrakter, dan dapat dijumlahkan (ditambahkan satu sama lain). Apa mekanisme dan kemaknaan penjumlahan (sumasi) ini? Kejadian-kejadian yang berlangsung di sebuah sinaps menghasilkan EPSP atau IPSP di neuron pascasinaps. Namun, jika satu EPSP tidak dapat membawa neuron pascasinaps ke ambang dan satu IPSP malah membawa potensial semakin jauh dari ambang, bagaimana dapat potensial aksi tercetus di neuron pascasinaps? Jawabannya adalah karena umumnya ada ribuan masukan prasinaps yang diterima oleh sebuah badan sel saraf dari banyak neuron lain. Sebagian masukan prasinaps ini boleh jadi membawa informasi sensorik dari lingkungan; sebagian mungkin memberi sinyal tentang perubahan internal dalam keseimbangan homeostatis; sebagian mungkin menghantarkan sinyal dari pusatpusat kendali di otak; dan yang lain dapat saja membawa potongan informasi yang lain lagi. Dalam satu kesempatan, seberapa pun banyaknya (dapat ratusan), neuron prasinaps ini tereksitasi sehingga memengaruhi tingkat aktivitas neuron pascasinaps. Resultan potensial pascasinaps (grand postsynaptic potential, GPSP) adalah gabungan semua EPSP dan IPSP yang terjadi hampir bersamaan. Neuron pascasinaps dapat dibawa ke ambang melalui sumasi temporal atau sumasi spasial. Untuk mengilustrasikan kedua



metode sumasi ini, kita akan mengamati kemungkinankemungkinan interaksi antara tiga masukan prasinaps dua masukan eksitatorik (Exl dan Ex2) dan satu masukan inhibitorik (Inl) di sebuah neuron pascasinaps imajiner (Gambar 4-17). Rekaman yang diperlihatkan pada gambar mencerminkan potensial di sel pascasinaps. Selama kita mengulas versi yang disederhanakan ini, ingatlah bahwa sebenarnya terdapat ribuan sinaps yang berinteraksi dengan cara yang sama pada satu badan sel dan dendrit-dendritnya.



potensial aksi yang pertama dan memiliki potensial aksi kedua, menghasilkan EPSP kedua di neuron pascasinaps, sebelum EPSP pertama berakhir. Penjumlahan beberapa EPSP yang terjadi hampir bersamaan akibat eksitasi berturut-turut sebuah neuron prasinaps dikenal sebagai sumasi temporal (tempus berarti "waktu"). Aktualnya, boleh jadi diperlukan hingga 50 EPSP untuk membawa membran pascasinaps ke ambang. Setiap potensial aksi di sebuah neuron prasinaps memicu pengosongan sejumlah vesikel sinaps. Jumlah neurotransmiter yang dibebaskan dan besar perubahan potensial pascasinaps yang dihasilkan berkaitan secara langsung dengan frekuensi potensial aksi prasinaps. Karena itu, salah satu cara untuk membawa membran pascasinaps ke ambang adalah melalui eksitasi berulang yang cepat dari satu masukan persisten.



SUMASI TEMPORAL Anggaplah Exl memiliki potensial aksi yang menyebabkan EPSP di neuron pascasinaps. Setelah EPSP ini lenyap, potensial aksi lain tercetus di Exl, sebuah EPSP yang sama kuat muncul sebelum akhirnya mereda (Gambar 4-17a). Selanjutnya, anggaplah Exl memiliki dua potensial aksi yang timbul berturutturut (Gambar 4-17b). Potensial aksi pertama di Exl menghasilkan EPSP di membran pascasinaps. Sementara membran pascasinaps masih terdepolarisasi sebagian akibat EPSP pertama ini, potensial aksi kedua di Exl menghasilkan EPSP kedua. Karena potensial berjenjang tidak memiliki periode refrakter, EPSP kedua dapat ditambahkan ke EPSP pertama, membawa membran ke ambang dan mencetuskan potensial aksi di neuron pascasinaps. Sejumlah EPSP dapat ditambah satu sama lain atau dijumlahkan karena EPSP bertahan lebih lama dari potensial aksi penyebabnya. Neuron prasinaps (Exl ) dapat pulih dari periode refrakternya sesudah



SUMASI SPASIAL Marilah kita lihat apa yang terjadi di neuron



pascasinaps jika kedua masukan eksitatorik dirangsang secara bersamaan (Gambar 4-17c). Potensial aksi di Exl ataupun Ex2 akan menghasilkan EPSP di neuron pascasinaps; meskipun demikian, jika sendirian, masing-masing potensial aksi tersebut tidak dapat membawa membran ke ambang untuk mencetuskan potensial aksi pascasinaps. Namun, potensial aksi simultan di Exl dan Ex2 menghasilkan EPSP yang saling menambahkan, membawa membran pascasinaps ke ambang sehingga potensial aksi tercetus. Penjumlahan beberapa EPSP yang tercetus secara bersamaan dari sejumlah masukan prasinaps (dengan kata lain, dari berbagai titik



Ex1



+



Rekaman potensial membran



Ex2



+ In1



Sel pascasinaps



– Masukan prasinaps inhibitorik



Potensial membran pascasinaps (mV)



Masukan prasinaps eksitatorik (a) Tidak ada sumasi



(b) Sumasi temporal



(c) Sumasi spasial



(d) Pembatalan EPSP-IPSP



+30 0



Potensial ambang Potensial [stirahat



–50 –70



Ex1 Ex1



Ex1 Ex1



Ex1 Ex2 Ex1 + Ex2 Ex1



In1



Ex1 + In1



Waktu (mdet)



(a) Jika sebuah masukan prasinaps eksitatorik (Exl) dirangsang kedua kalinya setelah EPSP pertama di sel pascasinaps berakhir, akan tercetus EPSP kedua yang sama kuat. (b) Namun, jika Exl dirangsang kedua kalinya sebelum EPSP pertama selesai, EPSP kedua akan ditambahkan, atau dijumiahkan, ke EPSP perlama, menghasilkan sumasi temporal, yang dapat membawa sel pascasinaps ke ambang. (c) Sel pascasinaps juga dapat dibawa ke ambang dengan sumasi spasial EPSP yang terjadi melaiui aktivasi simultan dua {Ex1 dan Ex2) atau lebih masukan prasinaps eksitatorik, (d) Aktivasi simultan satu masukan prasinaps eksitatorik (Ex1) dan satu masukan inhibitorik (ln1) tidak mengubah potensial pascasinaps, karena EPSP dan IPSP yang dihasilkan saling meniadakan. Gambar 4-17 Penentuan resultan potensial pascasinaps berdasarkan jumlah aktivitas semua masukan prasinaps. Dua masukan prasinaps eksitatorik (Exl dan Ex2) dan satu inhibitorik (Inl) berakhir di neuron pascasinaps imajiner ini. Potensial neuron pascasinaps lalu direkam. Di gambar, untuk menyederhanakan, penjumlahan dua EPSP membawa neuron pascasinaps ke ambang, tetapi sebenarnya harus banyak EPSP yang dijumiankan untuk mencapai ambang.



  



117



titik dalam ruang") dikenal sebagai sumasi spasial. Karena itu, cara kedua untuk membangkitkan potensial aksi di sel pascasinaps adalah melalui aktivasi simultan beberapa masukan eksitatorik. Sekali lagi, pada kenyataannya, diperlukan hingga 50 EPSP simultan untuk membawa membran pascasinaps ke ambang. Layaknya EPSP, IPSP dapat mengalami sumasi temporal maupun spasial. Namun, ketika IPSP saling menambahkan, potensial makin lama makin menjauh dari ambang. PENIADAAN EPSP DAN IPSP SIMULTAN Jika satu masukan eksitatorik dan satu masukan inhibitorik diaktifkan secara bersamaan, EPSP dan IPSP yang terjadi dapat dikatakan saling meniadakan. Seberapa besar resultan potensial yang ditiadakan bergantung pada kuat potensial masing-masing. Pada keba-nyakan kasus, potensial membran pascasinaps tetap mendekati potensial istirahat (Gambar 4-17d). PENTINGNYA INTEGRASI PASCASINAPS Besar resultan potensial



pascasinaps (grand postsynaptic potential, GPSP) bergantung pada jumlah aktivitas semua masukan prasinaps dan, karena itu, menentukan apakah neuron pascasinaps akan mengalami potensial aksi untuk menyalurkan informasi ke sel tempat neuron tersebut berakhir. Contoh yang telah sangat disederhanakan dari kondisi aktual ini memperlihatkan manfaat integrasi neuron. Penjelasannya tidak benar-benar akurat secara teknis, tetapi setidaknya prinsip sumasinya benar.



Agar sederhana, anggaplah bahwa berkemih dikontrol oleh sebuah neuron pascasinaps yang menyarafi kandung kemih. Ketika neuron ini tereksitasi, kandung kemih berkontraksi. (Sebenarnya, kontrol volunter atas berkemih terjadi melalui integrasi pascasinaps di neuron yang mengontrol sfingter uretra eksternal, bukan kandung kemih itu sendiri). Sewaktu kandung kemih mulai terisi urine dan teregang, terpicu sebuah refleks yang pada akhirnya menghasilkan EPSP di neuron pascasinaps yang bertanggung jawab atas kontraksi kandung kemih. Pengisian parsial kandung kemih tidak menghasilkan eksitasi yang adekuat untuk membawa neuron tersebut ke ambang, sehingga berkemih tidak terjadi dengan kata lain, frekuensi tercetusnya potensial aksi tidak cukup di neuron prasinaps Exl, yang secara refleks tereksitasi dan memberi respons berdasarkan seberapa teregangnya kandung kemih, untuk menghasilkan sejumlah EPSP dalam waktu cukup berdekatan di neuron pascasinaps tersebut guna membawanya ke ambang (Gambar 4-17a). Semakin penuh kandung kemih, semakin tinggi frekuensi potensial aksi di neuron prasinaps Exl, menyebabkan EPSP lebih cepat tercetus di neuron pascasinaps. Dengan demikian, frekuensi pencetusan EPSP yang berasal dari aktivitas Exl memberi sinyal kepada neuron pascasinaps seberapa penuh kandung kemih terisi. Ketika kandung kemih sudah cukup teregang sehingga EPSPEPSP yang dihasilkan oleh Exl saling menambahkan secara temporal hingga ke ambang, neuron pascasinaps mengalami potensial aksi yang merangsang kontraksi kandung kemih (Gambar 4- 17b). Bagaimana jika waktunya kurang tepat untuk berkemih? Masukan prasinaps yang berasal dari pusat-pusat yang lebih tinggi di otak, yang bertanggung jawab atas kontrol volunter, dapat menghasilkan IPSP di neuron pascasinaps kandung kemih (Inl di Gambar 4-17d). Potensial inhibitorik (IPSP) "volunter" ini meniadakan EPSP "refleks" yang dipicu oleh peregangan kandung   



hapter



kemih. Karena itu, neuron pascasinaps tetap berada dalam potensial istirahat dan tidak mengalami potensial aksi, mencegah kandung kemih berkontraksi dan mengosongkan isinya meskipun penuh. Bagaimana jika kandung kemih seseorang hanya terisi sebagian sehingga masukan prasinaps dari sumber ini tidak adekuat untuk membawa neuron pascasinaps ke ambang, dan menyebabkan kontraksi kandung kemih, sementara yang bersangkutan perlu mengeluarkan spesimen urine untuk analisis laboratorium? Orang tersebut dapat secara volunter mengaktifkan neuron prasinaps eksitatorik lain yang berasal dari pusat-pusat otak yang lebih tinggi (Ex2 di Gambar 4-17c). Potensial eksitatorik (EPSP) "volunter" yang berasal dari aktivitas Ex2 dan EPSP "refleks" yang berasal dari aktivitas Exl mengalami sumasi spasial guna membawa neuron pasca-inaps ke ambang. Mekanisme ini menghasilkan potensial aksi yang diperlukan untuk merangsang kontraksi kandung kemih meskipun kandung kemih belum penuh. Contoh di atas menggambarkan pentingnya integrasi neuron pascasinaps. Setiap neuron pascasinaps dapat dikatakan "menghitung" semua masukan yang diterimanya dan "memutuskan" apakah informasi perlu diteruskan atau tidak (dengan kata lain, apakah ambang tercapai dan potensial aksi dihantarkan ke sepanjang akson). Dengan cara ini, neuron berfungsi sebagai alat hitung kompleks, atau integrator. Dendrit berfungsi sebagai pengolah utama informasi yang datang. Dendrit menerima dan menghitung sinyal yang datang dari semua neuron prasinaps. Setiap keluaran neuron, dalam bentuk frekuensi potensial aksi ke sel lain (sel otot, sel kelenjar, atau neuron lain), mencerminkan keseimbangan aktivitas masukan yang diterima melalui EPSP atau IPSP dari ribuan neuron lain yang berakhir di neuron bersangkutan. Masing-masing neuron pascasinaps menyaring informasi yang kurang bermakna untuk membawa potensialnya ke ambang dan tidak meneruskan informasi tersebut. Jika potensial aksi di setiap neuron prasinaps yang memengaruhi neuron pascasinaps tertentu harus mencetuskan potensial aksi di neuron pascasinaps itu, jaras saraf akan dibanjiri informasi tidak penting. Informasi akan diteruskan hanya jika sebuah sinyal prasinaps eksitatorik diperkuat oleh sinyal pendukung lain melalui sumasi. Selain itu, interaksi EPSP dan IPSP merupakan cara serangkaian sinyal untuk meniadakan rangkaian sinyal lain, memungkinkan diskriminasi yang lebih halus dan kontrol dalam menentukan informasi apa yang akan diteruskan. Dengan begitu, sinaps kimia lebih dari sekedar saklar "on-off" karena banyak faktor yang dapat mernengaruhi pembentukan potensial aksi baru di sel pascasinaps. Apakah neuron pascasinaps mengalami potensial aksi atau tidak bergantung pada keseimbangan relatif informasi yang masuk melalui neuron prasinaps pada semua sinaps eksitatoriknya dan inhibitoriknya.



Selain berbagai neurotransmiter klasik yang sudah dipaparkan sebelumnya, sejumlah neuron juga melepaskan neuropeptida. Neuropeptida berbeda dari neurotransmiter klasik dalam beberapa aspek penting (Tabel 4-3). Neurotransmiter klasik adalah molekul kecil kerja cepat yang umumnya memicu pembukaan kanal ion spesifik untuk menimbulkan perubahan potensial di neuron



pascasinaps (EPSP atau IPSP) dalam beberapa milidetik saja atau bahkan kurang. Kebanyakan neurotransmiter klasik disintesis dan dikemas setempat di vesikel sinaps dalam sitosol terminal akson. Zat kimia perantara ini terutama adalah asam amino atau senyawasenyawa yang berkaitan erat dengannya. Neuropeptida adalah molekul lebih besar yang, di mana pun, tersusun atas 2 hingga kurang lebih 40 asam amino. Molekul ini disintesis di retikulum endoplasma dan kompleks Golgi (lihat h. 29) badan sel saraf dan dipindahkan melalui transpor akson di sepanjang "jalan tol" mikrotubulus ke terminal akson (lihat h. 51). Neuropeptida tidak disimpan di dalam vesikel sinaps kecil-kecil seperti neurotransmiter klasik, tetapi dikemas di dalam vesikel berinti-padat besar-besar, yang juga terdapat di terminal akson. Vesikel berintipadat ini mengalami eksositosis imbas-Ca2+ dan membebaskan neuropeptida bersamaan dengan pelepasan neurotransmiter dari vesikel sinaps. Sebuah terminal akson biasanya hanya membebaskan satu neurotransmiter klasik, tetapi terminal yang sama dapat pula mengandung satu atau lebih neuropeptida yang disekresikan bersama-sama neurotransmiter tersebut. Meskipun neuropeptida saat ini banyak diteliti, pengetahuan kita tentang fungsinya dan kontrolnya masih dangkal. Neuropeptida diketahui berdifusi setempat dan bekerja pada neuron tetangga pada konsentrasi yang jauh lebih rendah dibanding konsentrasi neurotransmiter, juga menimbulkan respons lebih lambat yang bertahan lebih lama. Kebanyakan neuropeptida berfungsi sebagai neuromodulator. Neuromodulator adalah zat kimia perantara yang tidak memicu tercetusnya EPSP atau IPSP, tetapi bekerja perlahanlahan menimbulkan perubahan jangka-panjang yang sedikit memodulasi (yaitu menekan atau memacu) kerja sinaps. Reseptor tempat terikatnya



neuromodulator di neuron tidak terletak di membran subsinaps, dan tidak secara langsung mengubah permeabilitas dan potensial membran. Neuromodulator dapat bekerja di prasinaps ataupun pascasinaps. Sebagai contoh, neuromodulator dapat memengaruhi kadar enzim yang terlibat dalam sintesis neurotransmiter oleh neuron prasinaps, atau dapat mengubah kepekaan neuron pascasinaps terhadap neurotransmiter tertentu dengan menimbulkan perubahan jangka-panjang pada jumlah reseptor subsinaps untuk neurotransmiter tersebut. Jadi, neuromodulator memodifikasi respons sinaps dengan seksama. Efek neuromodulator dapat bertahan beberapa hari, bulan, atau bahkan tahun. Apabila neurotransmiter terlibat dalam komunikasi cepat antarneuron, neuromodulator turut serta dalam kejadian-kejadian yang berlangsung lebih lama, misalnya pembelajaran dan motivasi. Sebagai catatan, neuromodulator yang dilepaskan di sinaps mencakup banyak bahan yang juga memiliki peran tersendiri sebagai hormon yang dibebaskan ke dalam darah dari jaringan endokrin. Salah satu contohnya adalah kolesistokinin (cholecy-stokinin, CCK). Sebagai hormon, CCK dibebaskan dari usus halus setelah makan dan, di antara berbagai kerja hormon ini pada pencernaan, menyebabkan kandung empedu berkontraksi mengeluarkan empedu ke dalam usus (lihat Bab 16). Kolesistokinin juga ditemukan di vesikel terminal akson pada otak, tempat hormon ini diyakini berfungsi sebagai neuromodulator, menimbulkan rasa tidak lapar lagi. Pada banyak keadaan, neuropeptida diberi nama berdasarkan perannya pertama kali sebagai hormon, seperti pada kasus kolesistokinin (chole berarti "empedu"; cysto berarti "kandung"; kinin berarti "kontraksi"). Sejumlah zat kimia perantara multiguna dan mampu menjalankan beragam fungsi, bergantung pada sumbernya, distribusinya, dan interaksinya dengan berbagai jenis sel. Karena itu, beberapa hormon juga bekerja sebagai neuromodulator yang memengaruhi fungsi sinaps.



• TABEL 4-3 Perbandingan Neurotransmiter Klasik dan Neuropeptida Karakteristik



Neurotransmiter Klasik



Neuropeptida Besar (2 hingga 40 asam amino)



Tempat sintesis



Kecil (satu asam amino atau bahan kimia terkait) Sitosol pada synaptic knob



Tempat Penyimpanan



Vesikel sinaps kecil-kecil di terminal akson



Vesikel berinti-padat besar-besar di terima akson



Tempat pelepasan



Terminal akson



Terminal akson; dapat disekresikan bersama-sama neurotransmiter



Jumlah yang dilepaskan



Bervariasi, bergantung pada sinaps



Kosentrasi jauh lebih rendah daripada neurotransmiter klasik



Ukuran



Kecepatan dan lama kerja Respons cepat, singkat



Retikulum endoplsma dan kompleks Golgi di bahan sel; dipindahkan ke synaptic knob melalui transpor akson



Respons lambat, tahan lama



Tempat Kerja



Membran subsinaps sel pascasinaps



Bagian non-sinaps di sel prasinaps ataupun pascasinaps



Efek



Biasanya mengubah potensial sel pascasinps dengan membuka kanal ion spesifik



Memodulasi keefektifan sinaps melalui perubahan jangka-panjang pada sintesis neurotransmiter atau reseptor pascasinaps



  



119



pascasinaps C dari masukan A. Akibatnya, tidak terjadi perubahan potensial neuron pascasinaps meskipun terdapat potensial aksi di A.



Marilah kita melihat lebih dekat bagaimana proses ini berlangsung. Anda sudah mengetahui bahwa masuknya Ca2+ ke terminal akson menyebabkan pelepasan neurotransmiter melalui eksositosis vesikel sinaps. Jumlah neurotransmiter yang dibebaskan dari terminal A bergantung pada berapa banyak Ca2+ yang masuk ke terminal ini sebagai respons terhadap potensial aksi. Masuknya Ca2+ ke terminal A, selanjutnya, dapat dipengaruhi oleh aktivitas di terminal B modulatorik. Kita akan menggunakan inhibisi prasinaps sebagai ilustrasinya (Gambar 4-18). Jumlah neurotransmiter yang dibebaskan dari terminal A prasinaps, sebuah masukan eksitatorik pada contoh kita, memengaruhi potensial di neuron pascasinaps tempat terminal ini berakhir (berlabel C di gambar). Eksitasi A sendirian menghasilkan EPSP di neuron pascasinaps C. Sekarang mari kita anggap B terangsang bersamaan dengan A. Neurotransmiter dari terminal B akan berikatan di terminal A, mengurangi Ca2+ yang masuk ke terminal A. Berkurangnya Ca2+ yang masuk berarti lebih sedikit neurotransmiter yang dilepaskan dari A. Perhatikan bahwa neuron B modulatorik dapat menekan pelepasan neurotransmiter dari A hanya jika A tereksitasi. Jika inhibisi prasinaps oleh B ini menghalangi A membebaskan neurotransmiternya, tidak tercetus, khususnya, EPSP di membran







B



+



+



A



D Sel C pascasinaps



Potensial membran direkam



Akankah pembentukan simultan IPSP melalui aktivasi masukan inhibitorik untuk meniadakan EPSP yang dihasilkan dari aktivasi A mencapai hasil yang sama? Tidak juga. Aktivasi masukan inhibitorik ke sel C akan menghasilkan IPSP di sel C, tetapi IPSP ini dapat meniadakan tidak hanya EPSP dari masukan A eksitatorik, tetapi juga setiap EPSP yang dihasilkan oleh terminal eksitatorik lain, misalnya terminal D di Gambar 4-18. Keseluruhan membran pascasinaps mengalami hiperpolarisasi oleh IPSP sehingga meniadakan informasi eksitatorik yang masuk ke bagian sel mana pun dari masukan prasinaps apa pun. Proses ini berbeda dengan inhibisi prasinaps (atau fasilitasi prasinaps) yang bekerja dengan cara yang jauh lebih spesifik. Inhibisi prasinaps merupakan cara menghambat, secara selektif, masukan tertentu hingga ke neuron pascasinaps tanpa memengaruhi kontribusi setiap masukan lain. Sebagai contoh, eksitasi B secara spesifik menghalangi pembentukan EPSP di neuron pascasinaps dari neuron prasinaps A eksitatorik, tetapi tidak berpengaruh pada masukan prasinaps eksitatorik lain. Masukan D eksitatorik dapat tetap menghasilkan EPSP di neuron pascasinaps, bahkan saat B sedang tereksitasi. Integrasi neuron jenis ini adalah cara lain untuk dapat memodifikasi sinyal listrik antarneuron dengan seksama.



Sebagian besar obat yang memengaruhi sistem saraf bekerja dengan mengubah inekanisme di sinaps. Obat-obat sinaptik ini dapat menghambat efek yang tidak diinginkan atau meningkatkan efek yang diinginkan. Kemungkinan obat bekerja dengan (1) mengubah sintesis, penyimpanan, atau pelepasan neurotransmiter; (2) memodifikasi interaksi neurotransmiter dengan reseptor pascasinaps; (3) memengaruhi ambilan-kembali atau destruksi neurotransmiter; dan (4) mengganti neurotransmiter yang kurang dengan transmiter pengganti.



Potensial pascasinaps di neuron C



Selain neuromodulasi, cara lain menekan atau meningkatkan keefektifan sinaps adalah inhibisi atau fasilitasi prasinaps. Kadangkadang, ada neuron ketiga yang memengaruhi aktivitas antara ujung prasinaps dan neuron pascasinaps. Terminal akson prasinaps (berlabel A di Gambar 4-18) itu sendiri dapat disarafi oleh terminal akson lain (berlabel B). Neurotransmiter yang dibebaskan dari terminal B modulatorik berikatan dengan reseptor di terminal A. Pengikatan ini mengubah jumlah neurotransmiter yang dibebaskan dari terminal A sebagai respons terhadap potensial aksi. Jika jumlah neurotransmiter yang dilepaskan dari A berkurang, fenomenanya dikenal sebagai inhibisi prasinaps. Jika bertambah, efeknya disebut fasilitasi prasinaps.



Potensial ambang Potensial istirahat A



A+B



D



D+B



Waktu (mdet)



Gambar 4-18 Inhibisi prasinaps. A, ujung terminal eksitatorik pada sel pascasinaps C, dengan sendirinya disarafi oleh terminal B inhibitorik. Stimulasi terminal A saja menghasilkan EPSP di sel C, tetapi stimulasi bersamaan dengan terminal B mencegah pembebasan neurotransmiter eksitatorik dari terminal A. Akibatnya, tidak ada EPSP yang terbentuk di sel C meskipun terminal A nyata-nyata dirangsang. Inhibisi prasinaps ini secara selektif menekan aktivitas dari terminal Atanpa menekan masukan eksitatorik lain ke sel C. Stimulasi terminal D eksitatorik menghasilkan EPSP di sel C meskipun terminal B inhibitorik dirangsang secara bersamaan karena terminal B hanya menghambat terminal A.



  



hapter



Anda telah mempelajari tentang SSR1. Contoh lain, kokain, obat yang sering disalahgunakan di masyarakat, menghalangi ambilan-kembali neurotransmiter dopamin di terminal prasinaps. Obat ini bekerja dengan berikatan secara kompetitif pada transporter ambilan-kembali dopamin, yaitu molekul protein yang mengambil dopamin yang dibebaskan dari celah sinaps dan mengirimnya kembali ke terminal akson. Karena kokain menempati transporter dopamin, dopamin berada di celah sinaps lebih lama dari biasanya dan terus berinteraksi dengan reseptor pascasinaps. Akibatnya, terjadi aktivasi berkepanjangan jaras-jaras saraf yang menggunakan dopamin sebagai neurotransmiternya, terutama jaras yang berperan dalam sensasi nikmat. Pada hakikatnya, ketika terdapat kokain, saklar saraf di jaras kenikmatan terkunci dalam posisi "on". Kokain menimbulkan kecanduan karena neuron yang terlibat terdesensitisasi terhadap obat tersebut. Setelah dirangsang terus dalam jangka panjang, sel-sel pascasinaps tidak mampu lagi menyalurkan impuls secara normal menyeberangi sinaps tanpa meningkatkan dosis obat. Pada penggunaan kokain jangka panjang, khususnya, jumlah reseptor dopamin di otak berkurang sebagai respons atas berlimpahnya zat yang disalahgunakan itu. Akibat desensitisasi ini, pemakai lambat laun harus meningkatkan dosis kokain untuk memperoleh sensasi kenikmatan (atau "high") yang sama, sebuah fenomena yang dikenal sebagai toleransi obat. Ketika molekul kokain berdifusi keluar, perasaan nikmat tersebut menguap karena tingkat normal aktivitas dopamin tidak lagi "memuaskan" sel pascasinaps yang kebutuhan akan rangsangnya sudah jauh melampaui normal. Pemakai kokain yang mencapai kondisi ini akan gelisah dan sangat depresi. Pengguna dapat nyaman kembali hanya dengan mengonsumsi lebih banyak kokain. Namun, pemakaian berulang kokain sering kali memodifikasi kepekaan terhadap obat tersebut; pengguna tidak lagi merasakan kenikmatan dari obat itu, tetapi rnengalami gejala putus-obat yang tidak menyenangkan begitu efek obat mereda. Pemakai biasanya menjadi kecanduan, terobsesi untuk mendapatkan obat tersebut dengan segala cara, awalnya demi merasakan sensasi kenikmatan, tetapi seiring makin lamanya penggunaan, hal itu dilakukan untuk menghindari gejala putus-obat yang tidak menyenangkan. Kokain disalahgunakan oleh jutaan orang yang telah kecanduan akan khasiat pengubah-pildran obat ini, dengan dampak sosial dan ekonomi yang parah. Transmisi sinaps juga rentan terhadap toksin saraf, yang dapat menimbulkan gangguan sistem saraf dengan bekerja di bagian prasinaps ataupun pascasinaps. Sebagai contoh, dua toksin saraf yang berbeda, toksin tetanus dan striknin, bekerja di bagian sinaps yang berbeda untuk menghalangi impuls inhibitorik, sementara masukan eksitatorik tidak terganggu. Toksin tetanus menyebabkan tidak dibebaskannya neurotransmiter inhibitorik spesifik dari masukan prasinaps, sedangkan striknin menyekat reseptor inhibitorik pascasinaps spesifik. Toksin tetanus menyebabkan tidak dibebaskannya GABA dari masukan prasinaps inhibitorik yang berakhir di neuron yang menyerah otot rangka. Masukan eksitatorik tiada henti ke neuronneuron ini menyebabkan spasme otot yang tidak terkontrol. Pada awal penyakit, spasme ini terjadsi terutama di otot rabang, memunculkan istilah lockjaw (trismus) bagi kondisi tersebut.



Selanjutnya, spasme meluas ke otot-otot yang bertanggung jawab atas perrnapasan dan, jika sudah demikian, menyebabkan kematian. Striknin bersaing dengan neurotransmiter inhibitorik lain, glisin, di reseptor pascasinaps. Toksin ini berikatan dengan reseptor, tetapi tidak langsung mengubah potensial sel pascasinaps dengan cara apa pun. Striknin malah menyekat reseptor tersebut sehingga tidak dapat berinteraksi dengan glisin ketika glisin dibebaskan dari ujung prasinaps inhibitorik. Karena itu, striknin melenyapkan inhibisi pascasinaps (pembentukan IPSP) di jaras saraf yang menggunakan glisin sebagai neurotransmiter inhibitorik. Jaras eksitatorik yang aktif tanpa henti menyebabkan kejang, spastisitas otot, dan kematian. Banyak obat dan penyakit lain yang memengaruhi transmisi sinaps, tetapi-sebagaimana terilustrasi melalui contoh-contoh di atas-setiap tempat di sepanjang jaras bersinaps rentan terpengaruh.



Terdapat dua hubungan penting antarneuron: konvergensi dan divergensi. Sebuah neuron dapat disinapi dengan banyak neuron lain. Hubungan semacam ini dikenal sebagai konvergensi (Gambar 4-19). Melalui masukan konvergen, satu sel dipengaruhi oleh ribuan sel lain. Konsekuensinya, satu sel ini memengaruhi tingkat aktivitas banyak sel lain melalui divergensi keluaran. Istilah divergensi merujuk pada percabangan terminal akson sehingga satu sel bersinaps dengan dan mempengaruhi banyak sel lain. Perhatikan bahwa sebuah neuron dapat menjadi neuron pascasinaps bagi neuron-neuron yang berakhir di neuron itu, tetapi dapat pula menjadi neuron prasinaps bagi sel-sel lain tempat neuron tersebut berakhir. Jadi, istilah prasinaps dan pascasinaps hanya merujuk pada satu sinaps. Sebagian besar neuron merupakan prasinaps bagi satu kelompok neuron dan pascasinaps bagi kelompok lain. Di otak saja, diperkirakan terdapat 100 miliar neuron dan 1014 (100 triliun) sinaps! Sebuah neuron boleh jadi terhubung dengan 5000 hingga 10.000 neuron lain. Ketika memikirkan betapa besarnya dan rumitnya jalinan yang dapat terbentuk di antara neuron-neuron ini melalui jaras konvergen dan divergen, Anda dapat mulai membayangkan betapa kompleksnya mekanisme hubungan antarneuron dalam sistem saraf kita. Komputer paling canggih sekalipun masih tidak serumit otak manusia. "Bahasa" sistem-saraf yaitu semua komunikasi antarneuron berwujud potensial berjenjang, potensial aksi, sinyal neurotransmiter menyeberangi sinaps, dan bentuk-bentuk percakapan kimiawi non-sinaps lainnya. Semua aktivitas tanggung jawab sistem saraf semua sensasi, semua emosi, semua ingatan, semua insiprasi kreativitas-bergantung pada pola sinyal listrik dan kimia antarneuron di sepanjang jaras saraf yang kompleks ini. Periksa Pemahaman Anda 4.4 1. Jelaskan mengapa sinaps hanya berjalan searah, dari neuron prasinaps ke neuron pascasinaps. 2. Gambarkan grafik EPSP dan IPSP, yang mernperlihatkan jarak relatifnya masing-masing terhadap potensial ambang. 3. Tuliskan perbedaan antara sumasi temporal dan sumasi spasial.



  



121



Neuron Masukan pascasinaps prasinaps



Neuron pascasinaps



Masukan prasinaps



Konvergensi masukan (satu sel pengaruhi oleh banyak sel lain)



Divergensi keluaran (satu sel memengaruhi banyak sel lain)



Gambar 4-19 Konvergensi dan divergensi. Tanda panah menunjukkan arah penyaluran informasi.



Sebuah neuron berkomunikasi dengan sel-sel yang dipengaruhinya dengan membebaskan neurotransmiter. Namun, mekanisme ini hanya salah satu cara komunikasi antarsel. Sekarang kita akan membahas semua cara yang digunakan oleh sel untuk "bercakapcakap" dengan sel lain.



Koordinasi berbagai aktivitas sel-sel di seluruh tubuh guna mempertahankan kelangsungan hidup dan menghasilkan respons lain yang dikehendaki bergantung pada kemampuan sel untuk berkomunikasi satu sama lain.



Komunikasi antarsel dapat berlangsung secara langsung maupun tak-langsung (Gambar 4-20). Komunikasi langsung antarsel melibatkan kontak fisik antara sel-sel yang berinteraksi: 1. Melalui taut celah dan, boleh jadi, "tunneling nanotube." Cara Komunikasi antarsel yang paling intim adalah melalui taut celah, terowongan kecil yang menjembatani sitoplasma dua sel bersebelahan pada beberapa jenis jaringan. Melalui taut celah, ion dan molekul kecil secara langsung dipertukarkan antara sel-sel bersebelahan yang berinteraksi tanpa pernah masuk ke CES (lihat h.68). Baru-baru ini, peneliti menemukan struktur yang disinyalir sebagai rute baru pertukaran bahan antar sel filamen tipis panjang berongga yang disebut tunneling nanotube, atau TNT-yang terbentuk di antara beragam jenis sel yang ditumbuhkan di laboratorium (Gambar 4-21). Walaupun keberadaan TNT dalam jaringan organik belum dapat dipastikan (struktur ini rapuh dan   



hapter



mudah rusak pada kondisi yang dipakai dalam penyiapan sampel jaringan untuk pemeriksaan mikroskopik), sejumlah studi mengindikasikan bahwa jembatan antarsel ini berfungsi sebagai rute bagi pemindahan selektif muatan berukuran lebih besar (termasuk protein atau bahkan organel, seperti mitokondria) yang relatif jauh dari satu sel ke sel lain. Sementara sel-sel yang dihubungkan melalui taut celah berjarak dekat (2-4 nm), panjang TNT dapat mencapai 150 um (150.000 nm). Selain itu, Iubang taut celah berdiameter 1,5 nm, bandingkan dengan diameter TNT yang jauh lebih besar, 50 hingga 200 nm. Karena perbedaan utama antara TNT dan taut celah ini, TNT dapat memindahkan muatan yang lebih besar dalam jarak yang lebih jauh dibanding taut celah. Peneliti telah mengidentifikasi protein motorik (lihat h. 48) pada TNT yang diyakini membantu memindahkan bahan melalui terowongan panjang ini. Bukti lebih lanjut menunjukkan bahwa sejumlah virus, termasuk HIV (virus penyebab AIDS), dapat "membajak" TNT untuk berpindah secara langsung di antara selsel tanpa memasuki CES. 2. Melalui hubungan langsung sesaat penanda permukaan. Beberapa sel, seperti sel sistem imun, memiliki-penanda khusus di membran permukaannya, yang memungkinkan sel tersebut berhubungan langsung dengan sel lain yang memiliki penanda yang cocok untuk interaksi sesaat. Mekanisme ini merupakan cara sel imun penghancur-sel pada sistem pertahanan tubuh secara spesifik mengenali dan secara selektif menghancurkan hanya sel yang tidak diinginkan, misalnya sel kanker, sedangkan sel tubuh sendiri yang sehat tidak terpengaruh (lihat h. 471). Cara tersering yang dilakukan sel untuk berkomunikasi satu sama lain adalah secara tidak langsung melalui zat kimia perantara ekstrasel atau molekul sinyal, yang terdiri atas empat jenis: parakrin, neurotransmiter, hormon, dan neuro-hormon. Pada tiap-tiap jenis, zat kimia perantara spesifik (molekul sinyal) disintesis oleh sel-sel pengendali khusus untuk menjalankan fungsi tertentu. Setelah dibebaskan ke dalam CES melalui stimulasi yang sesuai, zat kimia perantara ekstrasel ini bekerja pada sel-sel khusus lainnya, sel sasaran perantara, dengan



KOMUNIKASI LANGSUNG ANTARSEL lon dan molekul kecil



(a) Taut celah



(b) Hubungan langsung sesaat penanda permukaan sel



KOMUNIKASI TAK-LANGSUNG ANTARSEL MELALUI ZAT KIMIA PERANTARA EKSTRASEL Sel penyekresi



Sel sasaran fokal



sel sasran lokal Sinyal listrik Sel penyekresi (neuron)



Parakrin (c) Sekresi parakrin Sel penyekresi (sel endokrin)



Neurohormon



Darah Hormon



Darah



Sinyal listrik



Sel sasaran yang jauh



Sel sasaran yang jauh



Sel penyekresi (neuron)



Sel bukan sasaran (tanpa reseptor)



(e) Sekresi hormon



Neurotransrniter



(d) Sekresi neurotransmiter



Sel bukan sasaran (tanpa reseptor)



(f) Sekresi neurohormon



Gambar 4-20 Jenis-jenis komunikasi antarsel. Taut celah dan hubungan langsung sesaatantarsek melalui penanda permukaan komplementer sarna-sama merupakan cara komunikasi langsung antarsel. Parakrin, neurotransmiter, hormon, dan neurohormon adalah zat kimia perantara ekstrasel yang melaksanakan komunikasi tak-langsung antarsel. Zat kimia perantara ini berbeda sumbernya dan jarak tempuh menuju sel sasarannya.



mekanisme tertentu. Untuk menimbulkan efek, zat kimia perantara ekstrasel ini harus berikatan dengan reseptor sel sasaran yang spesifik untuknya. Semua reseptor berupa glikoprotein transmembran, yaitu protein integral yang terentang menembus membran plasma dan memiliki rantai-rantai karbohidrat yang melekat pada permukaan luarnya (lihat h. 62). Sebuah sel dapat memiliki beberapa ribu hingga beberapa juta reseptor, dengan ratusan hingga 100.000 di antaranya diperuntukkan bagi zat kimia perantara yang sama. Sel-sel berbeda jenis memiliki kombinasi reseptor yang berbeda pula, memungkinkan reseptor bereaksi secara individual terhadap beragam zat kimia perantara ekstrasel regulatorik. Hampir 5% dari semua gen pada manusia menyandi sintesis reseptor membran ini, menunjukkan pentingnya mekanisme komunikasi antarsel ini.



1. Parakrin adalah zat kimia perantara yang berefek hanya pada selsel sekitar dalam lingkungan dekat tempat sekresinya. (Autokrin bahkan lebih terlokalisasi setelah disekresi, zat kimia perantara ini hanya bekerja pada sel yang menyekresinya.) Karena parakrin terdistribusi melalui difusi sederhana di dalam cairan interstisial, kerjanya terbatas pada jarak dekat. Parakrin tidak dapat masuk ke dalam darah dalam jumlah bermakna karena cepat diinaktifkan oleh enzim-enzim lokal. Salah satu contoh parakrin adalah histamin, yang dibebaskan dari jaringan ikat jenis tertentu sewaktu respons peradangan pada jaringan yang terserang atau cedera (lihat h. 440). Histamin menyebabkan, di antara efek-efek lain, dilatasi (pelebaran) pembuluh darah di sekitarnya untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan. Efek ini mendatangkan pasokan tambahan sel-sel pertahanan bawaan-darah ke tempat cedera.



Keempat jenis zat kimia perantara ekstrasel berbeda sumbernya, jaraknya ke tempat kerjanya, dan caranya mencapai tempat kerjanya.



2. Seperti yang baru Anda pelajari, neuron-neuron berkomunikasi secara langsung dengan sel-sel yang disarafinya (sel sasarannya) dengan membebaskan neurotransrniter, zat kimia perantara



  



123



sedangkan kebanyakan neuron menyekresikan neurotransmiter jangkauan-pendek ke dalam sebuah ruang sempit. Di masa mendatang, istilah umum hormon secara implisit akan mencakup zat kmia perantara hormonal bawaan-darah maupun zat kimia perantara neurohormonal.



Karine Gousset, Nature Cell Biology



Kini kita alihkan perhatian pada bagaimana zat kimia perantara ini menimbulkan respons sel yang tepat.



Gambar 4-21 Tunnefing nanotube. Filamen panjang berongga yang baru ditemukan ini, diperlihatkan di sini dalam sel yang ditumbuhkan di laboratoriurn, diyakini sebagai rute baru bagi pemindahan langsung muatan yang relatif besar antara sel-sel yang terhubung melalui jernbatan ini di dalam tubuh.



jangkauan-pendek, sebagai respons atas sinyal listrik (potensial aksi). Sebagaimana parakrin, neurotransmiter berdifusi dari tempat pelepasannya menyeberangi ruang ekstrasel sempit untuk bekerja setempat pada sel sasaran yang terhubung, boleh jadi neuron lain, otot, atau kelenjar. Neuron itu sendiri dapat membawa sinyal listrik dalam jarak jauh (sepanjang akson), tetapi zat kimia perantara yang dilepaskan di terminal akson bekerja dalam jangkauan pendek hanya menyeberangi celah sinaps. 3. Hormon adalah zat kimia perantara jangkauan-panjang yang secara spesifik disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin sebagai respons atas sinyal yang sesuai. Darah mengangkut zat kimia perantara tersebut ke bagian-bagian tubuh lainnya, tempat hormon menimbulkan efek pada sel sasaran yang lumayan jauh dari tempat pelepasannya. Hanya sel sasaran hormon tertentu yang memiliki reseptor membran untuk berikatan dengan hormon ini. Sel yang bukan sasaran tidak dipengaruhi oleh hormon bawaan-darah apa pun yang hingga di sel tersebut. 4. Neurohormon adalah hormon yang dibebaskan ke dalam darah oleh neuron neurosekretorik. Seperti kebanyakan neuron, neuron neurosekretorik dapat merespons dan menghantarkan sinyal listrik. Namun, neuron neurosekretorik tidak secara langsung menyarafi sel sasaran, tetapi membebaskan zat kimia perantara neurohormon ke dalam darah pada perangsangan yang sesuai. Neurohormon ini kemudian terdistribusi melalui darah ke sel sasaran yang jauh. Salah satu contohnya ialah vasopresin, sebuah hormon yang diproduksi oleh sel saraf di otak, yang merangsang retensi air oleh ginjal selama pembentukan urine. Karena itu, layaknya sel endokrin, neuron neurosekretorik melepaskan zat kimia perantara bawaan-darah,



  



hapter



Istilah transduksi sinyal merujuk pada proses penyaluran sinyal datang (perintah dari zat kimia perantara ekstrasel) ke sel sasaran, tempat sinyal tersebut diubah menjadi respons sel yang diperintahkan. Ikatan zat kimia perantara dengan sinyal memungkinkan sel bersangkutan menyelesaikan tugas tertentu. Selama transduksi sinyal, sinyal ekstrasel ditransduksikan, atau diubah menjadi bentuk yang dibutuhkan untuk memodifikasi aktivitas intrasel demi membuahkan hasil yang diinginkan. (Transduser adalah alat yang menerima energi dari satu sistem dan menyalurkannya dalam bentuk energi yang berbeda ke sistem lain. Sebagai contoh, radio Anda menerima gelombang radio yang dikirim dari stasiun pemancar dan menyalurkan sinyal ini dalam bentuk gelombang suara yang dapat dipersepsikan oleh telinga Anda). Transduksi sinyal berlangsung melalui beragam mekanisme, bergantung pada jenis zat kimia perantara dan reseptor. Zat kimia perantara ekstrasel larut-lipid, misalnya hormon steroid turunankolesterol, dapat masuk ke sel dengan melarutkan diri dan menembus lapisan-ganda lipid pada membran plasma sel sasaran. Dengan begitu, zat kimia perantara ekstrasel ini berikatan dengan reseptor di dalam sel sasaran untuk memicu respons intrasel yang diinginkan, biasanya dengan mengubah aktivitas gen. Berbeda dengan zat kimia perantara ekstrasel larut-lipid, zat kimia perantara ekstrasel larut-air tidak dapat masuk ke sel sasaran karena sukar larut dalam lipid dan tidak dapat menyusup ke dalam membran plasma. Zat kimia perantara ekstrasel larut-air yang utama adalah hormon protein yang diangkut oleh darah dan neurotransmiter yang dibebaskan dari ujung saraf. Zat kimia perantara ini memberi isyarat ke sel sasaran untuk melaksanakan respons tertentu dengan pertama-tama berikatan dengan reseptor membran permukaan yang spesifik baginya. Pengikatan ini memicu serangkaian kejadian intrasel yang mengontrol aktivitas seluler tertentu, misalnya transpor membran, sekresi, metabolisme, atau kontraksi. Meskipun kemungkinan responsnya amat beragam, pengikatan sebuah zat kimia perantara ekstrasel (juga dikenal sebagai perantara pertama ke reseptor membran permukaan yang sesuai menimbulkan respons intrasel yang diinginkan terutama melalui tiga mekanisme umum: (1) dengan membuka atau menutup kanalreseptor berpintu kimiawi, (2) dengan mengaktifkan enzim-reseptor, atau (3) dengan mengaktifkan jaras perantara-kedua dengan perantaraan reseptor bergandeng protein G. Karena ketiga cara ini bersifat universal, mari kita membahasnya satu per satu secara lebih mendalam (Gambar 4-22).



Ion kanalreseptor



1 Perantara ekstrasel terikat ke reseptor. ekstrasel



Perantara ekstrasel



1 Perantara ekstrasel terikat ke reseptor..



Enzim reseptor



1 Perantara (pertama) ekstrasel terikat ke reseptor Perantara (pertama) ekstrasel Reseptor bergandeng protein G



CES



membran



2 Terikatnya perantara memicu terbukanya kanal.



3 on masuk Ion entry



(boleh jadi lewat sejumlah langkah)



4 Masuknya ion menimbulkan respons set yang diinginkan.



Respons sel (a) Kanal-reseptor berpinlu klmiawi



αγ



β



Tempat protein kinase aktif (boleh jadi lewat sejumlah langkah)



Protein sasaran aktif



2 Terikatnya perantara memicu aktivasi tempat enzim protein kinase. 3 Protein kinase mengaktifkan protein sasaran..



4 Protein sasaran yang aktif mencetuskan respons sel yang diinginkan. Respons sel



(b) Enzim-reseptor



Gambar 4-22 Jenis-jenis reseptor menurut mekanisme kerjanya. (a) Sebuah kanalreseptor membuka ketika zat kimia perantara ekstrasel terikat padanya. Akibatnya, ion masuk ke sel dan pada akhirnya menimbulkan respons sel. (b) Tempat enzim di sisi sitoplasma sebuah enzim-resptor teraktifkan sewaktu zat kimia perantara ekstrasel terikat pada sisi yang menghadap ke luar sel. Enzim terikat-reseptor yang aktif tersebut pada



plasma α



α



4Protein efektor menghasilkan prantara kedua.



Perantara kedua



5 Prantara kedua mengaktifkan protein kinase. Protein sinase aktif 6 Protein kinase mengaktifkan protein sasaran. 7 Protein sasaran menimbulkan respon sel yang di inginkan.



(boleh jadi lewat sejumlah langkah) Prolein sasaran aktif



Respons set



sisi ekstrasel reseptor bergandeng cetuskan respons sel. protein G mengaktifkan protein ini menghasilkan perantara kedua (second messenger) intrasel, yang pada akhirnya



Effector protein



2 Reseptor Protein G 3 Protein G aktif mengaktifmengaktifkan kan protein G. protein efektor



akhirnya memicu respons sel. (c) Terikatnya sebuah perantara (pertama) ekstrasel pada efektor terikat-membran dengan perantaraan antara (zat antara) protein G. Protein efektor



CIS



(c) Reseptor bergandeng protein G



mencetuskan respons sel



Beberapa perantara ekstrasel menjalankan tugasnya dengan membuka atau menutup kanal-reseptor berpintu kimiawi spesifik untuk mengatur perpindahan ion-ion tertentu melewati membran. Pada kasus ini, reseptor itu sendiri berfungsi sebagai kanal ion (Gambar 4-22a). Ketika perantara ekstrasel yang sesuai terikat ke kanal-reseptor, kanal membuka atau menutup, bergantung pada sinyalnya. (Ke depannya, demi kepraktisan saat mempelajari kanalreseptor, secara umum kita hanya merujuk pada pembukaan kanal yang memang lebih lazim.) Salah satu contohnya adalah pembukaan kanalreseptor berpintu kimiawi di membran subsinaps sebagai respons terhadap terikatnya neurotransmiter. Akibatnya, terjadi perpindahan sesaat sejumlah kecil ion tertentu melintasi membran melalui kanal yang terbuka ini, menghasilkan sinyal listrikdalam contoh ini, EPSP dan IPSP. Begitu respons tuntas, perantara ekstrasel dibersihkan dari reseptornya dan kanal-kanal berpintu kimiawi kembali menutup.



Ion-ion yang berpindah melintasi membran melalui kanal-kanal yang terbuka untuk memicu respons kini dikembalikan ke lokasinya semula oleh molekul pembawa khusus di membran.



Kebanyakan zat kimia perantara ekstrasel yang tidak dapat masuk ke sel sasarannya tidak bekerja pada kanal-reseptor berpintu kimiawi untuk menghasilkan respons intrasel yang diinginkan. Perantara pertama ini malah melaksanakan perintah dengan memicu proses "Psst, tolong teruskan." Pada kebanyakan kasus, sinyal diteruskan di dalam sel oleh protein kinase, nama bagi setiap enzim yang memindahkan gugus fosfat dari ATP ke protein intrasel tertentu. Sebagai respons terhadap fosforilasi, protein ini mengubah bentuknya dan fungsinya, dengan kata lain teraktifkan, untuk menyelesaikan respons sel yang diperintahkan oleh perantara pertama. Transduksi dapat berlangsung dalam satu langkah, meskipun umumnya fosforilasi   



125



satu jenis protein tidak merampungkan tugas yang diinstruksikan. Biasanya, protein kinase bekerja dalam sebuah reaksi berantai, disebut kaskade, untuk meneruskan sinyal ke protein sasaran akhir yang mampu menghasilkan efek yang diinginkan. Protein kinase teraktifkan ketika molekul sinyal terikat ke reseptor permukaan melalui satu dari dua cara: jaras tirosin kinase atau jaras perantarakedua. Pada jaras tirosin kinase, yang paling sederhana dari kedua jaras yang ada, reseptor itu sendiri berfungsi sebagai enzim, dikenal dengan enzirn-reseptor, yang memiliki tempat bagi protein kinase di bagiannya yang menghadap sitoplasma (Gambar 4-22b). Untuk mengaktifkan protein kinase, zat kimia perantara ekstrasel yang sesuai harus terikat pada dua dari sekian banyak reseptor ini, yang bergabung menjadi sebuah pasangan. Pada pengaktifan, protein kinase reseptor menambahkan gugus fosfat ke reseptor itu sendiri (Gambar 4-23). Protein sasaran di dalam sel mengenali dan terikat ke reseptor yang telah terfosforilasi. Selanjutnya, protein kinase reseptor menambahkan gugus fosfat ke protein yang terikat tersebut. Akibat fosforilasi, protein sasaran berubah bentuknya dan fungsinya (teraktifkan), memungkinkannya mencetuskan respons sel yang diinginkan. Pada jaras ini, bagian protein yang terfosforilasi secara spesifik, pada reseptor maupun protein sasaran, mengandung asam amino tirosin. Karena spesifisitasnya, enzim-reseptor semacam ini disebut tirosin kinase. Hormon insulin, yang berperan utama dalam memelihara homeostasis glukosa, menghasilkan efeknya melalui Prantara ekstrasel (molekul sinyal) Tyrosine kinase receptorenzyme



CES Membran olasma CIS



Tempat protein kinase (aktif)



P Tyr



Tyr P



P Tyr



Tyr P



P Tyr



Tyr P



ATP Protein sasaran inaktif



ATP ADP



P



ADP



(Berubah bentuk dan fungsi)



Protein sasaran aktif



P = Fosfat



Respons sel



Gambar 4-23 Jaras tirosin kinase.



  



hapter



2• Tempat protein kinase memfosforilasi tirosin reseptor itu sendiri.



3 Protein sasaran inaktif terikat pada reseptor, yang memfosforilasi protein, mengaktifkannya. 4• Protein sasaran aktif memicu respons yang diinginkan.



KETERANGAN Tyr = Tirosin



1 Dua perantara ekstrase terikat pada dua reseptor sehingga resepto berpasangan, mengaktifkan tempat protein kinase di bagian reseptor yang menghadap sitoplasma.



tirosin kinase. Banyak faktor pertumbuhan (growth factor) yang membantu mengatur pertumbuhan dan pembelahan sel, seperti nerve growth factor dan epidermal growth factor, juga bekerja melalui jaras ini.



Jaras perantara-kedua diawali dengan terikatnya perantara pertama (alias zat kimia perantara ekstrasel, alias molekul sinyal) ke reseptor membran permukaan yang spesifik baginya. Pada jaras ini, reseptor bergandeng dengan protein G, tepatnya disebut reseptor bergandeng protein G, yang menyelinap menembus membran (lihat Gambar 4-22c). Terikatnya perantara pertama ke reseptor mengaktifkan protein G, yang merupakan antara terikat-membran yang melintas di sepanjang membran untuk mengubah aktivitas protein membran terdekat yang disebut protein efektor. Begitu berubah, protein efektor memicu peningkatan konsentrasi perantara intrasel, dikenal sebagai perantara kedua. Perantara kedua meneruskan perintah melalui sebuah kaskade reaksi biokimiawi di dalam sel, yang menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi protein sasaran. Protein sasaran yang aktif ini menghasilkan respons sel yang diperintahkan oleh perantara pertama. Perantara kedua (paling lazim) mengaktifkan protein kinase intrasel, yang memicu fosforilasi dan, dengan demikian, mengubah fungsi protein sasaran. Jaras intrasel yang diaktifkan oleh perantara kedua sangat mirip pada beragam sel meskipun respons akhirnya berbeda beda. Keberagaman respons bergantung pada spesialiasi sel, bukan mekanisme yang digunakan. Kurang lebih separuh obat-obat yang diresepkan dewasa ini bekerja pada reseptor bergandeng protein G. Reseptor ini sedikit banyak berperan serta pada sebagian besar fungsi tubuh sehingga reseptor ini sebagian besar fungsi tubuh sehingga reseptor ini merupakan target penting berbagai obat yang digunakan untuk menangani berbagai gangguan. Beberapa contohnya adalah obat yang digunakan untuk menurunkan tekanan darah, mengobati gagal jantung kongestif, menekan asam lambung, membuka jalan napas pada asma, meringankan gejala pembesaran prostat, menghalangi respons alergi imbas-histamin, meredakan nyeri, dan obat kanker bergantung-hormon. Efek protein kinase pada tirosin kinase dan jaras transduksi sinyal perantara-kedua dibalikkan oleh kelompok enzim lain, disebut protein fosfatase, yang menyingkirkan gugus fosfat dari protein sasaran. Tidak seperti protein kinase, yang hanya aktif sewaktu zat kimia perantara ekstrasel terikat pada reseptor membran permukaan, kebanyakan protein fosfatase aktif terus di dalam sel. Dengan menyingkirkan gugus fosfat dari protein sasaran terus-menerus, protein fosfatase dengan cepat menghentikan jaras transduksi sinyal jika molekul sinyal tidak lagi terikat pada permukaan sel. Jadi, kinase mengaktifkan jaras penyaluran sinyal dengan memfosforilasi protein sasaran, sedangkan fosfatase menginaktifkan jaras tersebut dengan mendefosforilasi protein ini. Sebagian neurotransmiter berfungsi melaui sistem perantarakedua intrasel. Kebanyakan, tetapi tidak semua, neurotransmiter



berfungsi dengan mengubah konformasi kanal-reseptor berpintu kimiawi, dengan demikian mengubah permeabilitas membran dan fluks ion melewati membran pascasinaps, sebuah proses yang sudah Anda kenal. Sinaps yang melibatkan respons cepat ini dianggap sinaps "cepat". Namun, cara lain transmisi sinaptik yang digunakan oleh sebagian neurotransmiter, misalnya serotonin, melibatkan aktivasi perantara kedua intrasel. Sinaps yang memicu respons yang difasilitasi perantara kedua dikenal sebagai sinaps "lambat" karena respons ini lebih lama tercetus dan sering kali berlangsung lebih lama daripada respons yang dihasilkan sinaps cepat. Sebagai contoh, perantara kedua yang diaktifkan neurotransmiter boleh jadi memicu perubahan sel pascasinaps jangka-panjang yang dianggap berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan saraf, juga disinyalir berperan dalam proses belajar dan mengingat. Bergantung pada jenis sel, perantara pertama boleh jadi dibebaskan dari sel sasaran dan pada akhirnya diuraikan oleh hati dan diekskresikan melalui urine, atau dapat saja kompleks perantara pertama dan reseptor dihentikan kerjanya melalui endositosis diperantarai-reseptor, proses penelanan reseptor maupun zat kimia perantara ekStrasel oleh sel sasaran (lihat h. 32 ). Jaras perantara-kedua banyak terpakai di seluruh tubuh, termasuk sebagai mekanisme utama yang memungkinkan kebanyakan hormon larut-air (pada akhirnya) menimbulkan efek. S ekarang marilah kita alihkan perhatian pada komunikasi hormon untuk mempelajari sistem perantara-kedua spesifik secara lebih mendalam. Periksa Pemahaman Anda 4.5 1. Tuliskan definisi sel sasaran. 2. Jelaskan perbedaan antara keempat jenis zat kimia perantara ekstrasel berkenaan dengan sumbernya dan jaraknya dari sel sasaran.



Endokrinologi adalah ilmu tentang penyesuaian kimiawi homeostatik dan aktivitas lain yang dilaksanakan oleh hormon, yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin. Mekanisme molekuler dan seluler yang mendasari sistem saraf telah dipaparkan di bagian awal bab ini penghantaran sinyal listrik pada neuron dan transmisi kimiawi sinyal antarneuron. Kini kita berfokus pada karakteristik molekuler dan seluler kerja hormon dan membandingkan persamaan dan perbedaan cara sel saraf dan sel endokrin berkomunikasi dengan sel lain dalam melaksanakan fungsi regulatorik.



Hormon terbagi atas dua kelompok kimiawi berdasarkan sifat kelarutannya: hormon hidrofilik dan lipofilik. Hormon juga dapat diklasifikasikan menurut struktur biokimiawinya (yaitu peptida, amina, dan steroid) (Tabel 4-4).



1. Hormon hidrofilik ("suka air") sangat mudah larut dalam air dan memiliki kelarutan lipid yang rendah. Sebagian besar hormon hidrofilik adalah peptida atau protein yang mengandung asam-asam amino spesifik yang tersusun dalam rantai dengan panjang bervariasi. Rantai yang lebih pendek adalah peptida, dan yang lebih panjang adalah protein. Demi kepraktisan, keseluruhan kategori ini kita sebut sebagai peptida. Insulin dari pankreas adalah sebuah hormon peptida. Hormon yang kedua adalah amina; disebut demikian karena merupakan turunan asam amino. Hormon amina meliputi dua jenis hormon hidrofilik (katekolamin dan indolamin) serta satu jenis hormon lipofilik (hormon tiroid). Katekolamin berasal dari asam amino tirosin dan terutama disekresikan oleh medula adrenal. Kelenjar adrenal terdiri tentang lokasi dan struktur kelenjar endokrin serta fungsi hormon-hormon spesifik di bab-bab selanjutnya.) Epinefrin adalah hormon katekolamin yang utama. Indolamin berasal dari asam amino triptofan dan disekresikan oleh kelenjar atas medula adrenal di sebelah dalam yang dikelilingi korteks adrenal di sebelah luar. (Anda akan mempelajari lebih lanjut pineal. Melatonin adalah satu-satunya hormon indolamin. Beberapa neurotransmiter juga tergolong amina, seperti dopamin (sebuah katekolamin) dan serotonin (sebuah indolamin). Dopamin juga bekerja sebagai neurohormon, sementara serotonin merupakan prekursor melatonin, contoh-contoh aktivitas yang tumpang-tindih antara sistem saraf dan endokrin. 2. Hormon lipofilik ("suka lipid") memiliki kelarutan lipid yang tinggidan sukar larut dalam air. Hormon lipofilik mencakup hormon tiroid dan hormon steroid. Hormon tiroid, sesuai namanya, disekresikan khusus oleh kelenjar tiroid; hormon ini adalah turunan tirosin beriodin. Meskipun katekolamin dan hormon tiroid samasama berasal dari tirosin, kerja keduanya berbeda karena sifat kelarutannya tidak sama. Steroid adalah lipid netral yang berasal dari kolesterol. Steroid meliputi hormon yang disekresikan oleh korteks adrenal, misalnya kortisol, dan hormon-hormon seks (testosteron pada pria dan estrogen pada wanita) yang disekresikan oleh organ reproduksi. Perbedaan minor struktur kimia di antara hormon-hormon dalam masing-masing kategori sering kali menghasilkan respons biologis yang sangat berlainan. Sebagai contoh, di Gambar 4-24, perhatikan sedikit perbedaan antara hormon steroid testosteron, hormon seks pria yang bertanggung jawab atas munculnya ciri maskulin, dan hormon steroid estradiol, salah satu bentuk estrogen, hormon seks wanita penentu ciri feminin. Sifat kelarutan sebuah hormon menentukan (1) bagaimana hormon diproses oleh sel endokrin, (2) bagaimana hormon diangkut di dalam darah, dan (3) bagaimana hormon menghasilkan efek pada sel sasaran. Pertama-tama kita akan melihat berbagai cara pemrosesan beragam jenis hormon ini di tempat asalnya, sebelum membandingkan cara pengangkutannya dan mekanisme kerjanya.



Karena perbedaan kimiawi antarhormon, cara berbagai jenis hormon disintesis, disimpan, dan disekresikan juga berlainan.



  



127



❚ TABE1 4-4



Klasifikasi Kimiawi Hormon AMINA



Sifat



Peptida



Katekolamin dan Indolamin



Hormon Tiroid



Steroid



Kelarutan



Hidrofilik



Hidrofilik



Lipofilik



Lipofilik



Struktur



Rantai asam-asam amino spesifik



Turunan tirosin (katekolamin) atau turunan triptofan (indolamin)



Turunan tirosin



Turunan kolesterol



Sintesis



Di retikulum endoplasma kasar; dikemas dalam kompleks Golgi



Dalam sitosol



Dalam koloid pada kelenjar tiroid (lihat h. 730)



Modifikasi bertahap molekui kolesterol di berbagai kompartemen intrasel



Penyimpanan



Banyak di granuia sekretorik



Dalam granula sekretorik



Dalam koloid



Tidak disimpan; prekursor kolesterol disimpan dalam droplet lipid



Sekresi



Eksositosis granula



Eksositosis granula



Endositosis koloid



Difusi sederhana



Dalam bentuk hormon bebas



Separuhnya terikat pada protein plasma



Sebagian besar terikat pada protein plasma



pada protein plasma



Permukaan sel sasaran



Permukaan sel sasaran



Di dalam sei sasaran



Di dalam sel sasaran



Aktivasi jaras perantara kedua untuk mengubah aktivitas protein yang sudah ada yang menghasilkan efek



Aktivasi jaras perantarakedua untuk mengubah aktivitas protein yang sudah ada yang menghasilkan efek



Aktivasi gen-gen spesifik untuk membuat protein baru yang menghasilkan efek



Aktivasi gen-gen spesifik untuk membuat protein baru yang menghasilkan efek



Sebagian besar hormon



Katekolamin: hormon dari medula adrenal, dopamin dari hipotalamus. Indolamin: melatonin dari kelenjar pineal



Hanya hormonhormon dari sel folikular kelenjar tiroid



Hormon-hormon dari korteks adrenal dan gonad serta beberapa hormon plasenta; vitamin D (sebuah hormon) mirip steroid



Mekanisme Kerja



OH



OH



O Testosteron, hormon maskulin



  



hapter



HO Estradiol, hormon feminin



beriodin



Sebagian besar terikat



PEMROSESAN HORMON PEPTIDA HIDROFILIK Hormon



peptida disintesis dan disekresikan oleh sel endokrin melalui sejumlah langkah yang sama dengan yang digunakan untuk membuat protein yang dibebaskan dari sel (lihat Gambar 2-3, h. 29). Sejak disintesis hingga disekresikan, hormon peptida selalu terpisah dari protein-protein intrasel dalam kompartemen-kompartemen terbungkus membran. Berikut ikhtisar langkah-langkahnya:



1. Protein perkursor besar, atau praprohormon, disintesis oleh ribosom di retikulum endoplasma (RE) kasar. Protein ini kemudian bermigrasi ke kompleks Golgi dalam vesikel transpor terbungkus-membran yang terlepas dari RE halus.



2. Selama perjalanan melalui RE dan kompleks praprohormon terpangkas menjadi hormon aktif.



Golgi,



3. Kompleks Golgi mengemas hormon jadi ini ke dalam vesikel sekretorik yang terlepas dan tersimpan di sitoplasma hingga terdapat sinyal bersesuaian yang memicu sekresinya. 4.Pada stimulasi yang sesuai, vesikel sekretorik menyatu dengan membran plasma dan membebaOcan isinya ke luar sel melalui eksositosis. Sekresi semacam ini biasanya tidak ber-langsung terusmenerus; dipicu hanya oleh rangsangan spesifik. Darah kemudian menjemput hormon yang disekresikan tersebut untuk didistribusikan. HORMON STEROID LIPOFILIK Semua sel endokrin steroidogenik (penghasil steroid) melakukan langkahlangkah berikut untuk menghasilkan dan membebaskan produk hormonalnya.



PEMROSESAN



1.Kolesterol adalah prekursor untuk semua hormon steroid. 2. Sintesis berbagai hormon steroid dari kolesterol memerlukan serangkaian reaksi enzimatik yang memodifikasi molekul kolesterol dasar sebagai contoh, dengan mengubah ubah jenis dan posisi gugus samping yang melekat ke kerangka kolesterol. Setiap pengubahan dari kolesterol menjadi hormon steroid spesifik memerlukan bantuan sejumlah enzim yang hanya terdapat di organ steroidogenik tertentu. Karena itu, setiap organ steroidogenik hanya dapat menghasilkan satu atau beberapa hormon steroid sesuai kelengkapan perangkat enzim bersesuaian yang dimilikinya. Sebagai contoh, enzim utama yang diperlukan untuk menghasilkan kortisol hanya ditemukan di korteks adrenal, sehingga tidak ada organ steroidogenik lain yang dapat menghasilkan hormon ini. 3. Tidak seperti hormon peptida, hormon steroid tidak di simpan. Begitu terbentuk, hormon steroid larut-lipid ini segera berdifusi melalui membran plasma lipid sel steroidogenik untuk masuk ke darah. Hanya prekursor hormon, yaitu kolesterol, yang cukup banyak disimpan di dalam sel steroidogenik. Karena itu, laju sekresi hormon steroid sepenuhnya dikontrol oleh laju sintesis hormon. Berbeda dengan hormon peptida, yang sekresinya terutama dikontrol melalui regulasi pembebasan hormon simpanan yang telah disintesis sebelumnya. 4. Setelah disekresikan ke dalam darah, beberapa hormon steroid, dan hormon tiroid, mengalami perubahan lebih lanjut di dalam darah atau organ lain, tempat hormon-hormon ini diubah menjadi hormon lain atau hormon yang lebih poten. Katekolamin medula adrenal dan hormon tiroid memiliki jalur sintesis dan sekresi unik yang akan dijelaskan dalam bahasan masing-masing hormon ini secara spesifik di bab-bab mengenai endokrin (Bab 18 dan 19).



Hormon hidrofilik larut dalam plasma; hormon lipofilik diangkut oleh protein plasma. Semua hormon diangkut oleh darah, tetapi tidak semua diangkut dengan cara yang sama:



Hormon peptida hidrofilik mudah larut dalam darah.



■ Steroid dan hormon tiroid lipofilik, yang sukar larut dalam air, tidak dapat larut sama sekali dalam darah yang mengandung air. Alternatifnya, sebagian besar hormon lipofilik beredar menuju sel sasarannya dengan terikat secara reversibel ke protein plasma. Sebagian protein plasma hanya mengangkut satu jenis hormon, sementara sebagian lainnya, misalnya albumin, tanpa pilih-pilih mengangkut setiap hormon yang "ingin menumpang".



Hanya sedikit bagian tak-terikat yang mudah larut pada hormon lipofilik aktif secara biologis (yaitu bebas menembus dinding kapiler dan berikatan dengan reseptor sel sasaran untuk menimbulkan efek). Bentuk terikat hormon steroid dan tiroid tersedia dalam jumlah banyak sebagai cadangan hormon lipofilik ini, yang dapat digunakan untuk mengganti hormon bebas bentuk aktif yang terpakai. Untuk mempertahankan fungsi normal endokrin, banyaknya bagian kecil hormon bentuk bebas yang efektif, bukan konsentrasi total hormon lipofilik tertentu dalam plasma, dipantau dan disesuaikan. Katekolamin tidak seperti hormon hidrofilik umumnya karena hanya sekitar 50% hormon ini yang beredar dalam bentuk bebas; lima puluh persennya lagi terikat lemah pada protein plasma albumin. Mengingat katekolamin larut air, apa pentingnya pengikatan ke protein ini masih belum jelas.



Sifat kimia sebuah hormon tidak saja menentukan cara hormon tersebut diangkut oleh darah, tetapi juga bagaimana hormon sintetiknya dapat dimasukkan ke dalam darah untuk kepentingan terapi. Karena sistem pencernaan tidak menyekresikan enzim yang dapat mencerna hormon steroid dan tiroid, hormon-hormon ini, misalnya steroid seks yang terkandung dalam pil kontrasepsi, pada penggunaan peroral, dapat diserap dalam bentuk utuh dari saluran cerna ke dalam darah. Tidak ada hormon jenis lain yang dapat diberikan peroral karena enzim-enzim pencerna protein akan menyerang hormon tersebut dan mengubahnya menjadi fragmen-fragmen inaktif. Karena itu, hormon-hormon selain steroid dan tiroid harus diberikan melalui rute non-oral; contohnya, defisiensi insulin biasanya ditangani dengan penyuntikan insulin setiap hari. Kini kita akan mempelajari bagaimana hormon hidrofilik dan lipofilik memiliki mekanisme kerja yang beragam di sel sasarannya.



Untuk menimbulkan efek, hormon harus berikatan dengan reseptor sel sasaran yang spesifik baginya. Setiap interaksi antara hormon tertentu dan reseptor sel sasaran menghasilkan respons sangat khas yang berbeda-beda antarhormon dan antar-sel sasaran yang dipengaruhi oleh hormon yang sama. Lokasi reseptor di dalam sel sasaran maupun mekanisme pengikatan hormon dengan reseptor menghasilkan respons yang beragam, bergantung pada sifat kelarutan hormon bersangkutan. LOKASI RESEPTOR UNTUK HORMON HIDROFILIK DAN LIPOFILIK



Hormon dapat dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan lokasi utama reseptornya: 1. Peptida dan katekolamin hidrofilik, yang sukar larut dalam lipid, tidak dapat menembus sawar membran lipid sel sasaran.   



129



Alternatifnya, hormon-hormon ini berikatan dengan reseptor spesifik yang terletak di permukaan luar membran plasma sel sasaran. 2. Hormon tiroid dan steroid lipofilik mudah menembus membran permukaan untuk berikatan dengan reseptor spesifik yang terletak di dalam sel sasaran. MEKANISME KERJA UMUM HORMON HIDROFILIK DAN LIPOFILIK Meskipun menimbulkan respons yang amat beragam,



hormon pada akhirnya memengaruhi sel sasarannya dengan mengubah protein sel melalui salah satu dari dua cara utama berikut: 1. Hormon hidrofilik yang terikat ke reseptor membran permukaan berfungsi terutama dengan mengaktifkan jaras perantara kedua di dalam sel sasaran. Pengaktifan ini secara langsung mengubah aktivitas protein intrasel yang sudah ada, biasanya enzim, untuk menghasilkan efek yang diinginkan. 2. Hormon lipofilik berfungsi terutama dengan mengaktifkan gengen spesifik di sel sasaran untuk memicu pembentukan protein intrasel baru, yang kemudian menghasilkan efek yang diinginkan. Protein baru tersebut dapat berupa protein enzimatik atau struktural. Marilah kita pelajari dua mekanime kerja utama hormon (pengaktifan jaras perantara kedua dan pengaktifan gen) secara lebih terperinci.



Sebagian besar hormon hidrofilik (peptida dan katekolamin) terikat ke reseptor membran permukaan bergandeng protein G dan menimbulkan efek pada sel sasarannya dengan bekerja melalui jaras perantara kedua untuk mengubah aktivitas protein yang sudah ada. Terdapat dua jaras perantara kedua yang utama: Satu menggunakan adenosin monofosfat siklik (AMP siklik, atau cAMP) sebagai perantara kedua, satunya lagi memanfaatkan Ca2+. Kedua jaras menggunakan protein G, yang ditemukan pada permukaan dalam membran plasma, sebagai perantara reseptor dan protein efektor (lihat Gambar 4-22c). Dinamakan protein G karena protein ini terikat pada nukleotida guanin-guanosin trifosfat (GTP) ketika aktif atau guanosin difosfat (GDP) saat tidak aktif. Protein G inaktif terdiri atas kompleks subunit alfa (α), beta (β), dan gama (γ), dengan sebuah molekul GDP yang terikat pada subunit α. Sejumlah protein G berbeda dengan subunit α berlainan telah teridentifikasi. Protein G yang berbeda teraktifkan sebagai respons atas terikatnya perantara pertama yang berlainan pada reseptor permukaan. Ketika perantara ekstrasel yang sesuai (perantara pertama) berikatan dengan reseptornya, reseptor terikat ke protein G terkait, menyebabkan pembebasan GDP dari kompleks protein G. Selanjutnya, GTP melekat ke subunit α, mengaktifkan protein G. Begitu teraktifkan, subunit α terputus dari kompleks protein G dan bergerak sepanjang permukaan dalam membran plasma hingga tiba di sebuah protein efektor. Protein efektor dapat berupa enzim atau kanal ion pada membran. Subunit α berhubungan dengan protein efektor dan mengubah aktivitasnya. Peneliti telah mengidentifikasi lebih dari 300 reseptor berbeda yang meneruskan instruksi perantara ekstrasel melalui membran ke protein efektor dengan perantaraan   



hapter



protein G. Jaras perantara kedua yang berbeda memengaruhi protein efektor yang berbeda pula. Selanjutnya kita akan melihat jaras cAMP secara lebih terperinci sebagai ilustrasi tentang apa yang akan terjadi setelah protein efektor teraktifkan. JARAS PERANTARA KEDUA AMP SIKUK AMP siklik adalah perantara kedua yang paling banyak digunakan. Pada pemaparan jaras cAMP berikut ini, urutan langkahnya sesuai dengan yang ada di Gambar 4-25. Ketika perantara ekstrasel yang sesuai terikat ke reseptor membran permukaan dan mengaktifkan protein G terkait, protein G kemudian mengaktifkan protein efektor dalam hal ini, enzim adenilil siklase (langkah 1 ) yang terdapat di sisi sitoplasmik membran plasma. Adenilil siklase mengubah adenosin trifosfat (ATP) intrasel menjadi cAMP dengan memutuskan dua fosfat (langkah 2 ). (ATP ini sama dengan yang digunakan sebagai "mata uang" energi umum di tubuh). Bekerja sebagai perantara kedua intrasel, cAMP memicu serangkaian reaksi biokimiawi yang telah terprogram di dalam sel untuk menghasilkan respons yang diinstruksikan oleh perantara pertama. Untuk memulainya, cAMP mengaktifkan enzim intrasel spesifik, protein kinase A (langkah 3 ). Protein kinase A kemudian memfosforilasi protein sasaran intrasel spesifik yang sudah ada, misalnya enzim yang penting dalam jalur metabolik tertentu. Fosforilasi menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi protein sasaran, sehingga mengaktifkannya (langkah 4 ). Protein aktif ini menimbulkan respons akhir sel sasaran terhadap perantara pertama (langkah 5 ). Sebagai contoh, aktivitas enzim tertentu yang mengatur proses metabolik spesifik dapat meningkat atau menurun.



Perhatikan bahwa pada jaras transduksi sinyal ini, langkahlangkah yang melibatkan perantara pertama ekstrasel, reseptor, kompleks protein G, dan protein efektor berlangsung di membran plasma dan menyebabkan pengaktifan perantara kedua. Perantara ekstrasel tidak dapat masuk ke sel untuk "secara pribadi" menyampaikan pesannya kepada protein yang menghasilkan respons yang diinginkan. Alternatifnya, perantara pertama memicu serangkaian proses pada membran yang mengaktifkan perantara kedua intrasel, cAMP. Perantara kedua ini kemudian memicu serangkaian reaksi biokimiawi di dalam sel yang menyebabkan timbulnya respons sel. Berbagai jenis sel memiliki protein sasaran berbeda-beda yang akan difosforilasi dan dimodifikasi oleh protein kinase A. Karena itu, perantara kedua yang urnum, seperti cAMP, dapat menimbulkan respons yang amat beragam pada berbagai sel, bergantung pada protein apa yang dimodifikasi. Adenosin monofosfat siklik dapat dianggap sebagai "saklar" molekuler intraseluler yang dapat "menyalakan" (atau "memadamkan") berbagai proses sel, bergantung pada jenis aktivitas protein yang akhirnya termodifikasi di beragam sel sasaran. Jenis protein yang diubah oleh perantara kedua bergantung pada spesialisasi unik tiap jenis sel. Hal ini dapat dianalogikan dengan pencahayaan atau pendinginan sebuah ruangan bergantung pada saklar dinding mana yang Anda tekan, apakah saklar yang terhubung ke alat khusus untuk penerangan (dudukan bohlam) atau ke alat khusus untuk menciptakan pergerakan udara (kipas angin). Di tubuh, beragamnya kepekaan begitu saklar dinyalakan terjadi akibat perbedaan perangkat protein, yang terprogram sec4ra genetis, pada sel-sel berlainan. Sebagai contoh, bergantung pada lokasi selnya,



Prantara (pertama) ekstrasel



GDP



GTP



CES Plasma membrane



α



γ β



α



α



Adenilil siklase (protein efektor)



ICF



Reseptor (Mengaktifkan) bergabung intermediat protein G. protein G. Perantara ATP cAMP + 2 P i kedua 1 Terikatnya 2 Adenilil siklase perantara ekstrasel mengubah ATP pada reseptor menjadi cAMP. mengaktifkan protein G, lalu 3 cAMP subunit o protein ini mengaktifkan bergerak menuju, protein kinase A. dan mengaktifkan, adeniIII siklase. Protein kinase A inaktif



Protein kinase A aktif



4 Protein kinase A memfosforilasi protein sasaran inaktif, mengaktifkannya.



Protein sasaran inaktif



KETERANGAN P = Fosfat



PERANTARA-KEDUA Ca2+ Sebagian sel menggunakan Ca2+, bukan cAMP, sebagai perantara kedua. Dalam hal ini, terikatnya perantara pertama ke reseptor permukaan pada akhirnya menyebabkan, dengan bantuan protein G, pengaktifan enzim fosfolipase C, sebuah protein efektor yang terikat ke sisi dalam membran (langkah 1 di Gambar 4-26). Enzim ini menguraikan fosfatidilinositol bisfosfat (phosphatidylinositol bisphosphate, disingkat PIP2), salah satu komponen ekor molekul fosfolipid di dalam membran itu sendiri. Produk penguraian PIP2 adalah diasilgliserol (DAG) dan inositol trisfosfat (inositol triphosphate, IP3) (langkah 2 ). Diasilgliserol larutlipid tetap berada di lapisan-ganda lipid membran plasma, sementara IP3 yang larut-air berdifusi ke dalam sitosol. Inositol trifosfat memobilisasi Ca2+ intrasel yang tersimpan di retikulum endoplasma untuk mntu IP3 di membran RE (langkah 3a ). Kalsium kemudian berperan sebagai perantara kedua, yang pada akhirnya rnencetuskan respons yang diperintahkan oleh perantara pertama. Banyak proses seluler bergantungCa2÷ terpicu melalui pengaktifan kalmodulin, protein pengikat-Ca2+ intrasel (langkah 4a ). Kompleks Ca2+kalmodulin mengaktifkan protein kinase bergantung Ca2+-kalmodulin (Ca2+-calmodulin dependent protein kinase, CaM kinase) (atau mengaktifkan kinase lain) (langkah 5 5a ). Pengaktifan CaM kinase oleh kompleks Ca2+-kalmodulin mirip dengan pengaktifan protein kinase A oleh cAMP. Dari sini, kedua jaras memiliki pola yang serupa. Bentuk aktif CaM kinase memfosforilasi protein sasaran (boleh jadi melalui beberapa langkah) 6a menyebabkan perubahan bentuk dan fungsi protein ini (mengaktifkannya) (langkah 6a) Protein sasaran yang aktif menghasilkan respons sel yang diinginkan (langkah 7a ). Sebagai contoh, jaras Ca2+-kalmodulin merupakan mekanisme yang dipakai zat kimia perantara untuk dapat mengaktifkan kontraksi otot polos. JARAS



(mengaktifkan)



ATP



ADP



(Berubah bentuk dan fungsi)



P Protein



sasaran akif)



5 Protein sasaran aktif menghasilkan respons yang diinginkan. Respons sel



Gambar 4-25 Mekanisme kerja hormon hidrofilik melalui aktivasi jaras perantara-kedua AMP siklik.



penciptaan jejak-jejak ingatan sederhana di otak, atau pembentukan persepsi rasa manis oleh papil kecap. Setelah respons rampung, subunit a memutuskan satu fosfat, mengubah GTP menjadi GDP, yang pada hakikatnya menginaktifkan dirinya sendiri, lalu menggabungkan diri dengan subunit 13 dan y untuk kembali membentuk kompleks protein G inaktif. Adenosin monofosfat siklik dan senyawa kimia lain yang turut serta diinaktifkan sehingga pesan intrasel "dihapus" dan respons dapat dihentikan. Sebagai contoh, cAMP dengan cepat diuraikan oleh fosfodiesterase, enzim sitosol yang terus-menerus aktif. Proses ini merupakan cara lain yang sangat efektif dalam menghentikan respons ketika tidaklagi diperlukan. Cara tambahan lain untuk menghentikan respons adalah pembuangan fosfat tambahan dari protein sasaran oleh fosfatase protein atau pembersihan perantara pertama.



Bersamaan dengan jaras IP3, produk penguraian PIP2 lainnya, DAG, memicu jaras perantara kedua yang lain. (Inositol trifosfat dan DAG itu sendiri kadang-kadang dianggap sebagai perantara kedua). Diasilgliserol mengaktifkan protein kinase C (PKC) (langkah 3b ) yang protein sasaran berbeda, bukan yang dihasilkan oleh kalmodulin (langkah 4b ). Akibatnya, protein ini berubah bentuk dan fungsi sehingga mengaktifkannya. Protein aktif ini pada akhirnya menghasilkan respons sel yang lain (langkah 5b ). Walaupun saat ini banyak diteliti, jaras DAG tidak dipahami sepenuhnya seperti jaras penyaluran sinyal yang lain. Inositol trifosfat dan DAG umumnya memicu proses tambahan di dalam sel sasaran untuk mencapai tujuan tertentu, karena kedua produk ini terbentuk bersamaan sebagai respons terhadap perantara pertama yang sama. Sebagai contoh, zat kimia perantara ekstrasel merangsang peningkatan aktivitas kontraksi otot polos pembuluh pembuluh darah melalui jaras IP3-Ca2+ intrasel-kalmodulin, dan   



131



Perantara (pertama) ekstrasel (Mengaktifkan)



PIP2 (salah satu komponen ekor fosfolipid)



GTP



GDP



ECF Plasma membrane



αγ



β



α



α



Reseptor (Mengaktifkan) bergadeng Intermediat Fosfolipase C aktif protein G. protein G. (protein efektor) 1 Terikatnya perantara ekstrasel ke reseptor mengaktifkan protein G, yang subunit a-nya kemudian bergerak menuju, dan mengaktifkan, fosfolipase C.



Protein kinase C inaktif



Ca2+ intrasel. Perantara kedua



4b Protein kinase C memfosforilasi protein sasaran inaktif, mengaktifkannya.



Dari Ca2+ RE



4a 4Ca2+4 mengaktifkan kalmodulin.



ATP



Ca2+



Kalmodulin inaktif



Ca2+



Ca2+ Ca2+



5a Kompleks Ca2+ kalmodulin mengaktifkan protein kinase bergantung Ca2+-kalmodulin (CaM kinase).



Kompleks Ca2+-. kalmoduiin aktif.



CaM kinase inaktif



KETERANGAN PIP2 = FosfatidilinositoI bisfosfat DAG = Diasilgliserol IP3 = Inositol trisfosfat



P = Fosfat



Protein kinase C aktif



IP3



memobihsasi.



6a CaM kinase memfosforilasi protein sasaran inaktif, mengaktifkannya.



ICF



(Perantara



P kedua) P P IP3



3a



DAG (perantara Kedua;) 3b AG mengaktifkan protein protein kinase C.



2 Fosfolipas C mengubah PIP2 menjadi DAG dan IP3.



Protein sasaran inaktif



(Mengubah bentuk dan fungsi)



CaM kinase aktif



ATP Protein sasaran inaktif



ADP



(berubah bentuk dan fungsi)



P



ADP



P Protein



sasaran aktif



5b Protein sasaran aktif menghasilkan respons yang diinginkan.



Protein sasaran aklif



7a Protein sasaran aklif menghasilkan respons yang diinginkan. Respons sel



Respons sel



Gambar 4-26 Mekanisme kerja hormon hidrofilik melalui aktivasi simultan jaras perantara-kedua IP3-Ca2+ dan jaras DAG



jaras DAG meningkatkan kepekaan komponen kontraktil terhadap Ca2+. Jaras IP3 bukanlah satu-satunya cara meningkatkan Ca2+ intrasel. Kalsium intrasel dapat bertambah dengan masuknya Ca2+ dari CES atau melalui pembebasan simpanan Ca2+ di dalam sel selain melalui jalur IP3. Kanal Ca2+, baik yang terdapat di membran permukaan atau di retikulum endoplasma, dapat terbuka melalui cara kimiawi atau mekanisme kelistrikan.   



hapter



Contohnya, pembukaan kanal Ca2+ membran-permukaan berpintulistrik bertanggung jawab atas eksositosis neurotransmiter dari terminal akson. Alternatifnya, kanal Ca2+ membran-permukaan dapat terbuka melalui aktivasi reseptor yang berfungsi sekaligus sebagai kanal atau melalui aktivasi reseptor bergandeng protein G. Dalam jaras al-ternatif lainnya, pembukaan kanal Na+ dan K+ membran permukaan dengan perantaraan kanal-reseptor mencetuskan sinyal listrik yang membuka kanal Ca2+ di retikulum endoplasma. Melalui jaras ini, neurotransmiter yang



dibebaskan dari terminal neuron memicu kontraksi otot rangka. Peningkatan Ca2+ intrasel yang dihasilkan meng-gerakkan komponen kontraktil. Jarasnya menjadi makin rumit. Ion kalsium yang masuk dari CES dapat berfungsi sebagai perantara kedua yang memicu pembebasan lebih banyak Ca2+ dari simpanan intrasel, sebagaimana yang terjadi pada pencetusan kontraksi otot jantung. Semua ini tampaknya membingungkan, tetapi contoh-contoh yang disajikan dimaksudkan semata-mata untuk mengilus-trasikan kompleksitas proses penghantaran sinyal, bukan memperumit. Anda akan mempelajari jaras-jaras ini secara lebih mendalam pada bab-bab berikutnya yang relevan. Meskipun jaras cAMP dan Ca2÷ merupakan sistem perantara kedua yang paling banyak dijumpai, kedua jaras ini bukan satusatunya. Sebagai contoh, di beberapa sel, guanosin monofosfat siklik (GMP siklik) berfungsi sebagai perantara kedua dalam sebuah sistem yang analog dengan sistem cAMP. Di sel-sel lain, perantara keduanya masih belum diketahui. Ingatlah bahwa aktivasi perantara kedua adalah mekanisme universal yang digunakan oleh berbagai perantara ekstrasel, di samping hormon hidrofilik. AMPLIFIKASI MELALUI JARAS PERANTARA-KEDUA Beberapa



hal penting tentang pengaktifan reseptor dan proses-proses sesudahnya patut diperhatikan. Pertama, melihat banyaknya langkah dalam sebuah rantai perantara-kedua yang meneruskan pesan, Anda boleh jadi bertanya-tanya mengapa begitu banyak jenis sel menggunakan sistem kompleks yang sama untuk melaksanakan sedemikian beragamnya fungsi. Sekian banyak langkah



dalam jaras perantara kedua sebenarnya menguntungkan karena efek multiplikasi (cascading effect) jaras ini memperkuat sinyal awal (Gambar 4-27). Amplifikasi berarti bahwa keluaran sebuah sistem jauh lebih besar daripada masukannya. Menggunakan jaras cAMP sebagai contoh, terikatnya satu molekul perantara ekstrasel ke reseptornya akan mengaktifkan sejumlah molekul adenilil siklase (anggaplah 10) yang masing-masing mengaktifkan banyak (dalam contoh imajiner kita, katakanlah 100) molekul cAMP. Setiap molekul cAMP kemudian bekerja pada satu protein kinase A, yang memfosforilasi dan, dengan demikian, memengaruhi banyak (lagilagi, sebut saja 100) protein spesifik, misalnya enzim. Setiap enzim, selanjutnya, bertanggung jawab menghasilkan banyak (boleh jadi 100) rnolekul produk tertentu, misalnya produk sekretorik. Hasil kaskade ini, dengan satu proses memicu proses berikutnya dalam serangkaian reaksi, berupa amplifikasi sinyal awal secara besarbesaran. Dalam contoh imajiner kita, satu molekul perantara ekstrasel bertanggung jawab menghasilkan 10 juta molekul produk sekretorik. Dengan cara ini, hormon dan zat kimia perantara lain dalam konsentrasi sangat rendah sekalipun mampu memicu respons sel yang mencolok. REGULASI RESEPTOR Meskipun reseptor membran ber-fungsi



sebagai penghubung antara perantara pertama ekstrasel dan perantara kedua intrasel dalam regulasi aktivitas seluler spesifik, reseptor itu sendiri umumnya juga diatur. Pada banyak kasus, jumlah dan afinitas reseptor (daya tarik reseptor bagi zat kimia perantara ekstraselnya) dapat berubah-ubah, bergantung pada keadaan. Sebagai contoh, peningkatan berkepanjangan kadar insulin



Molekul-molekul pada sistem caraka kedua:



Jumlah total molekul



Caraka kimia ekstrasel berikatan dengan reseptor membran



1



Amplifikasi



Adenilil siklase teraktifkan



AMP siklik



ari



cAMP



cAMP



cAMP



cAMP



Amplifikasi (100)



Protein linase aktif Protein terfosforilasi (aktif) (misalnya, sebuah enzim) Produk enzim yang teraktifkan



10



1000



1000



Amplifikasi (100) Amplifikasi (100)



100,000



10,000,000



Gambar 4-27 Ampilifikasi sinyal awal oleh jalur caraka kedua. Dengan amplifikasi, konsentrasi caraka kimia ekstrasel yang sangat rendah, seperti hormon, dapat memicu respons sel dengan mencolok.



Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon



133



kanisme yang mengatur responsivitas sel sasaran terhadap hormonnya ini. Banyak penyakit dapat dikaitkan dengan malfungsi reseptor atau defek pada jaras transduksi sinyal sesudahnya. Sebagai contoh, reseptor yang cacat bertanggung jawab atas dwarfisme Laron. Pada penyakit ini, pasien berperawakan abnormal pendek meskipun kadar hormon pertumbuhannya normal, karena jaringan tidak dapat merespons hormon pertumbuhan secara normal. Keadaan ini berbeda dengan jenis dwarfisme yang lebih lazim, ditandai dengan pasien berperawakan abnormal pendek karena defisiensi hormon pertumbuhan. Contoh lainnya, toksin-toksin yang dibebaskan oleh beberapa bakteri penginfeksi, seperti bakteri penyebab kolera dan batuk rejan, membuat jaras perantara kedua tetap "menyala" pada tingkat aktivitas yang tinggi. Toksin kolera menghalangi protein G yang terlibat untuk mengubah GTP menjadi GDP, sehingga protein G tetap dalam keadaan aktif. Toksin pertusis (batuk rejan) merintangi inhibisi adenilil siklase, sehingga jaras perantara-kedua setelahnya terus aktif. Setelah mempelajari cara-cara hormon hidrofilik mengubah sel sasarannya, kini kita berfokus pada mekanisme kerja hormon lipofilik.



Semua hormon lipofilik (hormon steroid dan tiroid) berikatan dengan reseptor intrasel dan menimbulkan efek pada sel sasaran terutama dengan mengaktifkan gen-gen spesifik yang memicu sintesis protein baru, sebagaimana terangkum di Gambar 4-28.



Pembuluh darah



Mokekul pembawa protein plasma Hormon steroid



CES Membran plasma Sitoplasma



Respons sel



1 Hormon lipofilik berdifusi menerrbus membran plasma. Bagian yang mengikal Reseptor harmon hormon steroid Bagian yang terikat ke bNA 2 Hormon berikatan dengan reseptor intrasel yang spesifik baginya. Tempat pengikatan DNA (aktif)



3 Kompleks hormon reseptor berikatan dengan elemen respons hormon ONA.



Protein baru



9 Protein baru menghasqkan respons yang diinginkan. 8 Protein baru dibebaskan dari ribosom dan diproses menjadi bentuk-terlipat akhir.



7 Ribosom "membaca" mRNA untuk menyintesis protein baru.



6 mRNA baru meninggalkan nukleus.



Hormon lipofilik bebas (hormon yang tidak terikat 5 Gen yang mRNA ke molekul pembawa protein-plasmanya) berdifusi aktif menerjemahkan menembus membran plasma sel sasaran (langkah 1 di mRNA. Gambar 4-28) dan berikatan dengan reseptor 4 Pengikatan mengaktifkan gen. spesifiknya di dalam sel, baik pada sitoplasma ataupun DNA nukleus (langkah 2 ). Setiap reseptor memiliki satu bagian spesifik untuk berikatan dengan hormonnya dan satu bagian lain untuk berikatan dengan DNA. Reseptor Elemen GEN tidak dapat mengikat DNA tanpa berikatan terlebih respons dulu dengan hormonnya. Begitu hormon terikat ke hormon reseptor, kompleks hormon-reseptor berikatan dengan Gambar 4-28 Mekanisme kerja hormon lipofilik melalui pengaktifan DNA di tempat perlekatan spesifik pada DNA yang dikenal sebagai elemen respons hormon (hormone response element, HRE) (langkah 3 ). Berbagai hormon steroid dan menter (langka 5 ). Messenger RNA yang baru meninggalkan hormon tiroid, begitu berikatan dengan reseptornya masing-masing, nukleus dan masuk ke sitoplasma (langkah 6 ), tempat mRNA melekat di HRE spesifiknya pada DNA. Sebagai contoh, kompleks terikat ke ribosom, "meja kerja" yang memfasilitasi perakitan estrogen-reseptor berikatan di elemen respons estrogen (estrogen protein baru. Di sini, mRNA mengarahkan sintesis protein baru response element) DNA. yang dikehendaki berdasarkan kode DNA pada gen aktif hormon Pengikatan kompleks hormon-reseptor dengan DNA,"menyalakan" bersangkutan (langkah 7 ) Melalui mekanisme tadi (langkah 8 ) atau mengaktifkan gen spesifik di dalam sel sasaran (langkah 4 ). Gen Protein yang baru disintesis, baik protein struktural ataupun enzimini mengandung kode sintesis protein tertentu. kode gn aktif trseut atik, dibebaskan dari ribosom ditrjmahkan menjadi RNA perantara (massenger RNA, mRNA) Komple  



hapter



❚ TABEL 4-5



Perbandingan Sistem Saraf dan Sistem Endokrin



Karakteristik



Sistem Saraf



Susunan anatomik



Sistem "berkaber:Terdapat susunan struktural spesifik di antara neuron dan sel sasarannya, dengan kontinuitas struktural pada sistem bersangkutan.



Sistem "nirkabel": Kelenjar endokrin tersebar luas dan secara struktural tidak berkaitan satu sama lain atau dengan sel sasarannya.



Jenis zat kimia perantara



Neurotransmiter yang dibebaskan ke dalam celah sinaps.



Hormon yang dibebaskan ke dalam darah.



Jangkauan kerja zat kimia perantara



Jarak dekat (berdifusi menyeberangi celah sinaps).



Jarak jauh (dibawa oleh darah).



Spesifisitas kerja pada sel sasaran



Bergantung pada hubungan anatomik erat antara sel saraf dan sel sasarannya



Bergantung pada spesifisitas pengikatan sel sasaran dan kepekaan terhadap hormon tertentu.



Kecepatan respons



Umumnya cepat (milidetik).



Durasi kerja



Singkat (milidetik).



Fungsi utama



Mengoordinasikan respons cepat yang butuh ketepatan.



Umumnya lambat (beberapa menit hingga beberapa jam). Lama (beberapa menit hingga beberapa hari atau lebih lama). Mengontrol aktivitas yang lebih memerlukan durasi ketimbang kecepatan



(langkah 9 ) dan menghasilkan respons akhir sel sasaran terhadap ini, gen-gen berbeda diaktifkan oleh hormon lipofilik yang berbeda pula, menimbulkan efek biologis yang beragam. Meskipun sebagian besar kerja steroid terlaksana melalui pengikatan hormon dengan reseptor intraselnya, yang mengaktifkan gen, studi-studi terkini mengungkap adanya mekanisme lain yang digunakan hormon steroid untuk memicu timbulnya efek-efek yang terlampau cepat untuk difasilitasi melalui transkripsi gen. Sebagian hormon steroid, terutama beberapa hormon seks, berikatan dengan reseptor steroid unik di membran plasma, selain berikatan dengan reseptor steroid yang lazim di nukleus. Pengikatan pada membran ini menghasilkan kerja reseptor steroid nongenomik-yaitu kerja yang terlaksana melalui sebuah proses selain pengubahan aktivitas gen, misalnya dengan memicu perubahan fluks ion melewati membran atau dengan mengubah aktivitas enzim-enzim seluler. Berikutnya, kita akan membandingkan persamaan dan perbedaan antara respons saraf dan hormon pada tingkat sistem. Periksa Pemahaman Anda 4.6 1. Buat tabel yang membandingkan sintesis, penyimpanan, dan sekresi hormon peptida dan hormon steroid, juga transpornya di dalam darah. 2. Jelaskan bagaimana perantara kedua yang umum, seperti cAMP, dapat memicu respons yang amat beragam pada berbagai sel.



4.7



Sistem Endokrin



| Perbandingan Sistem Saraf dan Endokrin



Sistem saraf dan endokrin adalah dua sistem pengatur utama tubuh. Sistem saraf dengan cepat menghantarkan impuls listrik ke otot rangka dan kelenjar eksokrin yang disarafinya. Sistem endokrin menyekresikan hormon ke dalam darah untuk diangkut ke tempat kerjanya yang jauh. Meskipun kedua sistem ini berbeda dalam banyak hal, keduanya juga memiliki banyak persamaan (Tabel 4-5). Sistem saraf maupun endokrin mengubah sel sasarannya (tempat kerja kedua sistem tersebut) dengan membebaskan zat kimia perantara (neurotransmiter pada sel saraf, hormon pada sel endokrin) yang berikatan dengan reseptor spesifik di sel sasaran. Pengikatan ini memicu respons sel yang diperintahkan masingmasing sistem pengatur itu. Sekarang mari kita lihat perbedaan anatomik antara kedua sistem ini dan perbedaan cara keduanya dalam melaksanakan kerja spesifik.



Secara anatomis, sistem saraf dan endokrin berbeda. Pada sistem saraf, setiap sel sarafberakhir langsung di sel sasaran spesifiknya dengan kata lain, sistem saraf layaknya "kabel" yang tersusun membentuk jaras-jaras anatomik yang sangat teratur untuk penghantaran sinyal dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh lain. Informasi dibawa di sepanjang rantai neuron ke tempat tujuan melalui penjalaran potensial aksi yang bergabung dengan transmisi melalui sinaps. Berlawanan dengan sistem saraf, sistem endokrin adalah sistem "nirkabel" kelenjar endokrin tidak berkaitan secara anatomis dengan sel sasarannya. Alternatifnya, zat kimia perantara pada sistem endokrin disekresikan ke dalam darah dan diangkut ke tempat sasaran yang jauh. Kenyataannya, komponen-komponen sistem endokrin itu sendiri tidak berkaitan secara anatomis; kelenjar endokrin tersebar di seluruh tubuh (lihat Gambar 18-1, h. 691). Namun, kelenjar-kelenjar ini membentuk sebuah sistem dalam konteks fungsional, karena semua kelenjar endokrin menyekresikan   



135



hormon dan banyak interaksi berlangsung di antara berbagai kelenjar endokrin.



Karena perbedaan anatomiknya, spesifisitas kerja sistem saraf dan endokrin tercipta melalui mekanisme yang berbeda. Spesifisitas komunikasi sarafbergantung pada keeratan hubungan anatomik sel saraf dengan sel sasarannya, sehingga setiap neuron memiliki jangkauan pengaruh yang sempit. Neurotransmiter hanya dibebaskan ke sel sasaran spesifik di dekatnya, kemudian dengan cepat diinaktifkan atau dibersihkan sebelum sempat masuk ke darah. Sel sasaran sebuah neuron memiliki reseptor untuk neurotransmiter, tetapi banyak sel lain di lokasi berbeda juga memiliki reseptor sejenis dan dapat merespons zat kimia perantara yang sama manakala tiba di sel-sel itu. Sebagai contoh, keseluruhan sistem neuron (disebut neuron motorik yang menyarafi otot rangka Anda menggunakan neurotransmiter yang sama, asetilkolin (acetylcholine, ACh), dan semua otot rangka Anda memiliki reseptor ACh komplementer (lihat Bab 7). Namun, Anda dapat menggoyangkan jempol kaki Anda tanpa memengaruhi otot lain karena ACh dapat dibebaskan satu per satu dari neuron motorik yang secara spesifik tersambung ke otot pengontrol jempol kaki Anda. Jika ACh dibebaskan sekaligus ke dalam darah, sebagaimana hormon, semua otot rangka akan merespons secara bersamaan dengan berkontraksi, karena semuanya memiliki reseptor yang identik untuk ACh. Hal ini tidak terjadi karena adanya pola kabel akurat yang menyediakan saluran komunikasi Iangsung antara neuron motorik dengan sel sasarannya. Spesifisitas ini sangat bertolak belakang dengan mekanisme terciptanya spesifisitas komunikasi pada sistem endokrin. Karena beredar dalam darah, hormon dapat mencapai hampir semua jaringan. Namun, hanya sel sasaran spesifik yang dapat memberikan respons terhadap masing-masing hormon. Spesifisitas kerja hormon bergantung pada spesialisasi reseptor sel sasaran. Untuk menimbulkan efek, hormon pertama-tama harus berikatan dengan reseptor spesifik yang hanya terdapat di sel sasaran hormon tersebut. Reseptor sel sasaran memiliki fungsi pengikatan yang sangat selektif. Sebuah reseptor mengenali hormon spesifiknya karena salah satu bagian kon-formasi reseptor itu cocok dengan bagian unik hormon peng-ikatnya layaknya hubungan "gembok-dan-kunci." Pengikatan sebuah hormon dengan reseptornya memicu reaksi yang ujungujungnya menimbulkan efek akhir hormon bersangkutan. Hormon ini tidak dapat memengaruhi sel lain karena sel yang bukan sasarannya tidak memiliki reseptor pengikat yang cocok untuknya. Demikian juga sebaliknya, sel sasaran tertentu memiliki reseptor yang "menyesuaikan diri" guna mengenali satu saja atau beberapa di antara sekian banyak hormon yang beredar di dekatnya. Sinyal lain melalui begitu saja tanpa menimbulkan efek karena sel tidak memiliki reseptor untuk sinyal tersebut.



Sistem saraf dan endokrin memiliki lingkup autoritas sendiri-sendiri, tetapi keduanya berinteraksi secara fungsional. Sistem saraf dan endokrin dikhususkan untuk mengontrol berbagai jenis aktivitas. Secara umum, sistem saraf mengatur koordinasi   



hapter



respons cepat yang membutuhkan ketepatan. Sistem ini terutama penting dalam interaksi tubuh dengan lingkungan Iuar. Sinyal saraf dalam bentuk potensial aksi dengan cepat menjalar di sepanjang serat saraf, menyebabkan pembebasan neurotransmiter di terminal akson, yang hanya perlu berdifusi menempuh jarak sangat pendek menuju sel sasarannya sebelum menimbulkan respons. Respons diperantarai-saraf cepat timbul, tetapi singkat; respons segera terhenti begitu neurotransmiter dengan cepat dibersihkan dari tempat sasarannya. Hal ini memungkinkan penghentian respons, pengulangan respons hampir bersamaan dengan berakhirnya respons pendahulu, atau pencetusan respons yang silih berganti dengan cepat sesuai kebutuhan saat itu (misalnya, perintah yang berubah-ubah dengan cepat ke kelompok-kelompok otot yang diperlukan untuk koordinasi berjalan). Mekanisme kerja ini menjadikan komunikasi saraf berlangsung amat cepat dan akurat. Jaringan sasaran sistem saraf adalah otot dan kelenjar, terutama kelenjar eksokrin di tubuh. Sistem endokrin, berbeda dengan sistem saraf, dikhususkan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas yang lebih memerlukan durasi ketimbang kecepatan, misalnya mengatur metabolisme organik; menjaga keseimbangan air dan elektrolit; mendorong pertumbuhan dan perkembangan bertahap tanpa hambatan; dan mengontrol reproduksi. Sistem endokrin merespons lebih lambat terhadap rangsangan pemicunya daripada sistem saraf karena beberapa alasan. Pertama, sistem endokrin mau tidak mau bergantung pada aliran darah untuk mengangkut hormon perantaranya menempuh jarak jauh. Kedua, hormon umumnya memiliki mekanisme kerja yang lebih kompleks pada sel sasarannya daripada mekanisme kerja neurotransmiter; dengan demikian, hormon memerlukan waktu lebih lama sebelum menghasilkan respons. Efek akhir sejumlah hormon tidak terdeteksi hingga beberapa jam setelah berikatan dengan reseptor sel sasaran. Selain itu, karena tingginya afinitas reseptor terhadap hormon pasangannya, hormon kerap tetap terikat ke reseptor untuk beberapa saat, memperpanjang keefektifan biologisnya. Lebih lanjut, tidak seperti respons saraf yang berlangsung singkat dan berakhir hampir bertepatan dengan pembersihan neurotransmiter, efek endokrin biasanya bertahan beberapa saat setelah hormon menarik diri. Respons saraf terhadap lonjakan pembebasan neurotransmiter umumnya hanya bertahan beberapa milidetik hingga beberapa detik, sementara perubahan imbashormon pada sel sasaran bertahan selama beberapa menit hingga beberapa hari atau, pada kasus efekpemacu-pertumbuhan, bahkan seumur hidup. Karena itu, kerja hormon relatif lambat dan berkepanjangan, menjadikan kontrol endokrin terutama sesuai untuk mengatur aktivitas metabolik yang memerlukan stabilitas jangkap anj ang. Meskipun sistem endokrin dan saraf memiliki cakupan spesialisasi masing-masing, keduanya berkaitan erat secara fungsional. Sebagian sel saraf tidak membebaskan neurotransmiter di sinaps, tetapi malah berakhir di pembuluh darah dan melepaskan zat kimia perantaranya (neurohormon) ke dalam darah, tempat zat kimia ini bekerja sebagai hormon. Zat kimia perantara tertentu bahkan dapat bekerja sebagai neurotransmiter manakala dibebaskan dari ujung saraf sekaligus sebagai hormon bilamana disekresikan oleh sel endokrin. Salah satu contohnya adalah norepinefrin (lihat h. 691). Sistem saraf, secara langsung



ataupun tak-langsung, mengontrol sekresi banyak hormon (lihat Bab 18). Sebaliknya, banyak hormon bekerja sebagai neuromodulator, mengubah efektivitas sinaps sehingga memengaruhi eksitabilitas sistem saraf. Adanya hormon kunci tertentu bahkan penting bagi perkembangan dan pematangan otak yang semestinya selama kehidupan janin. Selain itu, pada banyak keadaan, sistem saraf dan endokrin saling melengkapi dalam memengaruhi sel sasaran yang sama. Sebagai contoh, kedua sistem pengatur utama ini membantu mengatur sistem sirkulasi dan pencernaan. Jadi, banyak terdapat interaksi regulatorik penting antara sistem saraf dan endokrin. Ilmu tentang hubungan ini dikenal sebagai neuroendokrinologi. Dalam tiga bab berikutnya, kita memusatkan perhatian pada sistem saraf. Sistem endokrin akan diulas secara lebih mendalam di bab-bab akhir. Pada seluruh isi buku ini, kita akan terus menggarisbawahi beragam cara interaksi kedua sistem pengatur ini sehingga tubuh dipandang sebagai satu kesatuan terpadu, meskipun masing-masing sistem memiliki lingkup autoritasnya masing-masing.



Periksa Pemahaman Anda 4.7 1. Bandingkan bagaimana spesifisitas kerja sistem saraf dan endokrin tercipta. 2. Sistem pengatur apa yang memungkinkan Anda membalik halaman dan sistem pengatur apa yang menjaga kadar glukosa (gula) darah Anda?



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Untuk mempertahankan homeostasis, sel-sel harus berkomunikasi sehingga dapat bekerja sama untuk. melaksanakan berbagai aktivitas demi kelangsungan hidup. Guna menghasilkan respons yang diinginkan, kedua sistem pengatur utama tubuh, sistem saraf dan endokrin, harus berkomunikasi dengan sel sasaran yang dikendalikannya. Karena itu, komunikasi saraf dan hormon sangat penting dalam menjaga kestabilan lingkungan internal serta memadukan aktivitas-aktivitas nonhomeostatik.



Neuron dikhususkan untuk menerima, memproses, menyandi, dan menyalurkan informasi dengan cepat dari satu bagian tubuh ke .bagian tubuh lain. lnformasi dihantarkan melalui jaras-jaras saraf yang kompleks melalui penjalaran potensial aksi di sepanjang neuron serta melalui transmisi kimiawi sinyal dari neuron ke neuron di sinaps, juga dari neuron ke otot dan kelenjar melalui interaksi neurotransmiter-reseptor lainnya di taut tersebut. Secara kolektif, neuron-neuron membentuk sistem saraf. Banyak aktivitas yang dikontrol oleh sistem saraf dirancang untuk mempertahankan homeostasis. Sebagian sinyal listrik neuronal menyampaikan informasi mengenai perubahan yang harus cepat ditanggapi oleh tubuh guna mempertahankan homeostasis misalnya, informasi tentang penurunan tekanan darah. Sinyal listrik neuronal lainnya dengan cepat mengirimkan pesan ke otot dan kelenjar, merangsang timbulnya respons yang sesuai guna mengompensasi perubahan ini misalnya, penyesuaian aktivitas jantung dan pembuluh darah yang memulihkan tekanan darah menjadi normal kembali ketika tekanan darah mulai turun. Selain itu, sistem saraf mengarahkan banyak aktivitas yang tidak dirancang untuk mempertahankan homeostasis, banyak di antaranya berada di bawah kontrol sadar, seperti bermain basket atau menjelajah internet. Sistem endokrin menyekresikan hormon ke dalam darah, yang mengangkut zat kimia perantara ini ke sel-sel sasaran yang jauh, tempat hormon tersebut menimbulkan efek dengan mengubah aktivitas protein enzimatik atau struktural di dalam sel-sel tersebut. Melalui perantara hormon yang bekerja relatif lambat, sistem endokrin umumnya mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi ketimbang kecepatan. Sebagian besar aktivitas ini diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Sebagai contoh, hormon membantu menjaga konsentrasi nutrien yang sesuai di lingkungan internal dengan mengarahkan reaksi-reaksi kimia yang terlibat dalam pengambilan, penyimpanan, pembebasan, dan penggunaan molekulmolekul nutrien ini. Hormon juga membantu mempertahankan keseimbangan air dan elektrolit di lingkungan internal. Selain itu, tidak berkaitan dengan homeostasis, hormon mengarahkan pertumbuhan dan mengontrol sebagian besar aspek sistem reproduksi. Sistem saraf dan endokrin bersama-sama menyelaraskan sejumlah mekanisme adaptasi yang membantu tubuh mempertahankan homeostasis dalam respons terhadap stres. Selain itu, kedua sistem ini bekerja secara terpadu untuk mengontrol sistem sirkulasi dan pencernaan, yang melaksanakan banyak aktivitas homeostatik.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-22. Pertanyaan Objekif 1. Perubahan konformasi protein kanal yang disebabkan oleh perubahan listrik bertanggung jawab atas pembukaan dan penutupan pintu Na+ dan K+ selama pembentukan potensial aksi. (Benar atau salah?)



2. Pompa Na+-K+ mengembalikan membran ke potensial istirahat setelah puncak potensial aksi tercapai. (Benar atau salah?) 3. Seusai sebuah potensial aksi, lebih banyak K+ di luar sel daripada di dalam sel akibat efluks K+ selama fase turun. (Benar atau salah?)



Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon



137



4. Neuron pascasinaps dapat mengeksitasi ataupun menginhibisi neuron prasinaps (Benar atau salah?) 5. Sistem perantara kedua pada akhirnya menimbulkan respons sel yang diinginkan dengan memicu perubahan bentuk dan fungsi protein sasaran intrasel. (Benar atau salah?) 6. Masing-masing organ steroidogenik memiliki semua enzim yang diperlukan untuk menghasilkan hormon steroid apa pun. (Benar atau salah?) 7. Penjalaran satu-arah potensial aksi menjauhi tempat aktivasinya semula dijamin oleh 8. adalah tempat inisiasi potensial aksi pada sebagian besar neuron karena memiliki ambang paling rendah. 9. Taut tempat aktivitas listrik di satu neuron memengaruhi aktivitas listrik di neuron lain dengan perantaraan 10. neurotransmiter disebut Penjumlahan EPSP-EPSP yang berlangsung hampir berbarengan akibat eksitasi berulang sebuah masukan 11. prasinaps dikenal sebagai Penjumlahan EPSP-EPSP yang berlangsung berbarengan dari beberapa masukan prasinaps berbeda dikenal sebagai 12. Hubungan neuronal berupa sinaps dari banyak masukan prasinaps bekerja pada satu sel pascasinaps disebut Sedangkan hubungan neuronal berupa satu neuron prasinaps bersinaps dengan, dan karena itu, memengaruhi aktivitas banyak sel pascasinaps dikenal sebagai 13. Antara terikat-membran yang umum dijumpai di antara reseptor dan protein efektor pada membran plasma adalah 14. Tiga jenis reseptor berdasarkan mekanisme kerjanya adalah dan 15. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan potensial apa yang sedang dijelaskan: 1. Mengikuti hukum (a) potensial berjenjang tuntas-atau-gagal (b) potensial aksi 2. besar perubahan potensial bervariasi sejalan dengan intensitas kejadian pemicunya 3. penyebaran decremental menjauhi tempat asalnya 4. penyebaran nondecremental ke seluruh bagian membran 5. berfungsi sebagai sinyal jarak-jauh 6. berfungsi sebagai sinyal jarak-dekat 16. Dengan menggunakan kode jawaban di sebelah kanan, tunjukkan karakteristik apa yang merujuk pada hormon peptida dan steroid: 1. hidrofilik 2. lipofilik 3. disintesis oleh RE



(a) hormon peptida (b) hormon steroid (c) hormon peptida dan steroid



4. disintesis dengan (d) bukan hormon peptida atau memodifikasi kolesterol steroid 5. mencakup epinefrin dari medula adrenal 6. mencakup kortisol dari korteks adrenal 7. berikatan dengan protein plasma 8. berikatan dengan reseptor intrasel 9. berikatan dengan reseptor membran permukaan   



hapter



10. mengaktifkan gen untuk mendorong sintesis protein baru 11. bekerja melalui perantara kedua untuk mengubah protein yang sudah ada 12. disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin dan dibawa ke tempat sasaran yang jauh Pertanyaan Esai 1. Apa sajakah dua jenis jaringan peka-rangsang? 2. Tuliskan definisi istilah berikut: polarisasi, depolarisasi, iperpolarisasi, repolarisasi, potknsial membran istirahat) potknsial ambang) potknsial aksi, periode refraktkr, dan hukum tuntas-atau-gagalh 3. Jelaskan perubahan permeabilitas dan fluks ion yang terjadi selama potensial aksi. 4. Bandingkan hantaran merambat dan hantaran meloncat. 5. Bandingkan kejadian di sinaps eksitatorik dan di sinaps inhibitorik. 6. Bandingkan keempat jenis kanal berpintu dalam konteks faktor yang membukanya atau menutupnya. 7. Bedakan antara neurotransmiter klasik dan neuropeptida. Jelaskan apa yang dimaksud dengan neuromodulator. 8. Sebutkan kemungkinan keluaran GPSP yang terbentuk melalui antara EPSP dan IPSP. 9. Bedakan antara inhibisi prasinaps dan potensial pasca-sinaps inhibitorik. 10. Sebutkan dan jelaskan jenis-jenis komunikasi antarsel. 11. Tuliskan definisi transduksi sinyali. 12. Paparkan rangkaian kejadian pada jaras perantara-kedua cAMP 13. Paparkan rangkaian kejadian pada jaras perantara-kedua Ca2+. 14. Jelaskan bagaimana efek kaskade jaras hormon memperkuat respons. 15. Bandingkan sistem saraf dan sistem endolcrin. 16. Bandingkan sistem saraf dan sistem endolcrin. Latihan Kuantitatif 1. Jawablah pertanyaan-pertanyaan mengenai penghantaran potensial aksi berikut ini dengan menggunakan data kecepatan yang tercantum di h. 110: a. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh satu potensial aksi untuk menempuh jarak 0,6 m di sepanjang akson sebuah neuron tak-bermielin pada saluran cerna? b. Berapa lama waktu yang diperlukan oleh satu potensial aksi untuk menempuh jarak yang sama di sepanjang akson sebuah neuron besar bermielin yang menyarafi otot rangka? c. Anggaplah terdapat dua sinaps di sebuah jaras saraf sepanjang 0,6 m dan jeda waktu di masing-masing sinaps 1 mdet. Berapa lama waktu yang dibutuhkan oleh sebuah potensial aksi dan sinyal kimiawi untuk menempuh jarak 0,6 m yang sekarang, baik untuk neuron bermielin maupun tak-bermielin? d. Bagaimana jika terdapat Iima sinaps? 2. Anggaplah titik A berjarak 1 m dari titik B. Bandingkan situasisituasi berikut: a. Sebuah akson terentang dari A ke B, dan kecepatan hantarannya 60 m/det. b. Tiga neuron terentang dari A ke B, semuanya memiliki



Dengan p besar arus pompa natrium, G konduktansi membran terhadap ion bersangkutan, dinyatakan dalam uS/cm2 (S = Siemens); [χ]O dan [χ]I. berturut-turut, konsentrasi ion χ di luar dan di dalam sel; k konstanta Boltzmann; T suhu dalam kelvin, dan q konstanta muatan unsur. Anggaplah kT/q = 25 mV, GNa÷ = 3,3 цS/cm2, GK+ = 240 цS/cm2, [Na+]0= 145 mM, dan [K+]i = 4mM. Berapa besar arus pompa untuk natrium, dalam gA/cm2 (A = ampere, satuan arus)?



kecepatan hantaran yang sama, dan jeda waktu di kedua sinaps (buatlah Gambar) 1 mdet. Berapa kecepatan hantaran ketiga neuron tersebut pada situasi kedua ini jika waktu hantaran total pada kedua kasus sama?



3. Kita dapat memperkirakan berapa besar arus Na+ yang dihasilkan oleh pompa Na+-K+ dengan persamaan berikut:1 GK1 3Na1 4o GNa1GK1 log p 5 kT a b q GNa1 3K1 4i GNa1 1 GK1



F. C. Hoppensteadt and C. S. Peskin, Mathematics in Medicine and the Life Sci-ences



1



(New York: Springer, 1992), equation 7.4.35, p. 178.



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Laju aktivitas pompa Na+-K+ tidak konstan, tetapi dikendalikan oleh kombinasi efek perubahan konsentrasi Na+ CIS dan konsentrasi K+ CES. Menurut Anda, perubahan konsentrasi Na+ CIS setelah serangkaian potensial aksi di sebuah neuron akan mempercepat, memperlambat, atau sama sekali tidak memengaruhi pompa Na+-K+ di sel ini? 2. Mana di antara peristiwa-peristiwa berikut yang akan terjadi jika sebuah neuron percobaan diberi rangsangan secara bersamaan pada kedua ujungnya? a. Potensial aksi akan tercetus di tengah-tengah neuron dan menjalar ke kedua ujung yang berlawanan. b. Potensial aksi akan berpapasan di tengah-tengah neuron, kemudian menjalar balik ke posisinya semula. c. Potensial aksi akan berhenti begitu berpapasan di tengahtengah neuron. d. Potensial aksi yang lebih kuat akan menunggangi potensial aksi yang lebih lemah. e. Akan terjadi penjumlahan ketika potensial aksi berpapasan di tengah-tengah neuron, menghasilkan potensial aksi yang lebih besar. 3. Anggaplah Anda menyentuh sebuah kompor panas dengan jari tangan Anda. Kontraksi otot biseps menyebabkan fleksi (penekukan) siku, sementara kontraksi otot triseps menyebabkan ekstensi (pelurusan) siku. Pola potensial pascasinaps apa yang Anda harapkan terpicu sebagai refleks di badan sel pada kelompok neuron yang mengontrol otot-otot ini untuk menarik tangan anda menjauhi stimulus yang menyakitkan: potensial pascasinaps eksitatorik (EPSP) atau potensial pascasinaps inhibitorik (IPSP)? Kini anggaplah jari tangan Anda sedang ditusuk saat pengambilan sampel darah. Refleks penarikan yang sama akan terpicu. Pola potensial pascasinaps apa yang akan Anda hasilkan secara sadar di neuron-neuron yang mengontrol otot biseps dan triseps demi menjaga Iengan Anda tetap lurus meskipun ada stimulus menyakitkan?



4. Anggaplah neuron prasinaps eksitatorik A berakhir di sebuah sel pascasinaps dekat axon hillock dan neuron prasinaps eksitatorik B berakhir di sel pascasinaps yang sama pada sebuah dendrit di sisi badan sel yang berlawanan dengan axon hillock. Jelaskan mengapa eksitasi cepat neuron prasinaps A dapat membawa neuron pascasinaps ke ambang melalui sumasi temporal, sehingga timbul potensial aksi, sementara eksitasi neuron prasinaps B pada frekuensi dan besar EPSP yang sama boleh jadi tidak berhasil membawa neuron pascasinaps ke ambang melalui sumasi temporal, sehingga timbul potensial aksi, sementara eksitasi neuron prasinaps B pada frekuensi dan besar EPSP yang sama boleh jadi tidak berhasil membawa neuron pascasinaps tersebut ke ambang. 5. Dua kelas obat yang menyekat dua reseptor berbeda termasuk dalam golongan obat yang digunakan untuk menangani tekanan darah tinggi. (1) Penyekat reseptor angiotensin (angiotensin receptor blocker, ARB) menghalangi pengikatan angiotensin ke reseptornya di sel korteks adrenal yang menyekresikan hormon penahan-garam, aldosteron. Aldosteron bekerja pada ginjal untuk menahan garam (khususnya Na+, diikuti seturut gradien yang tercipta) selama pembentukan urine. Garam mewaldli lebih dari 90% aktivitas osmotik (menahan air) CES, termasuk plasma. (2) Penyekat reseptor β1-adrenergik (β1adrenergic receptor blocker) merintangi pengikatan epinefrin ke reseptornya di jantung. Epinefrin, hormon yang disekresikan oleh medula adrenal, meningkatkan laju dan kuat kontraksi otot jantung. Jelaskan bagaimana masing-masing obat ini menurunkan tekanan darah. 6. Kadang-kadang pasien mendapat terapi modulator reseptor estrogen selektif (selective estrogen receptor modulator, SERM) selama beberapa tahun sesudah operasi pengangkatan payudara akibat kanker payudara bergantung-estrogen. Pikirkan bagaimana obat ini dapat memberi manfaat. Tunjukkan melalui rute mana obat ini sebaiknya diberikan dan jelaskan mengapa demikian.



PERTIMBANGAN KLINIS Becky N. merasa cemas ketika duduk di kursi dokter gigi menunggu pemasangan amalgam perak pertamanya ("tambalan" lubang di gigi). Sebelum mempersiapkan gigi untuk amalgam tersebut dengan mengebor bagian gigi yang busuk, dokter gigi menyuntikkan anestetik lokal di jaras saraf yang



menyarafi bagian tersebut. Akibatnya, Becky terbebas dari rasa cemas karena tidak merasa nyeri sedikit pun selama prosedur pengeboran dan penambalan. Anestetik lokal menyekat kanal Na+ berpintu-listrik. Jelaskan bagaimana kerja obat ini dapat mencegah transmisi impuls nyeri ke otak.



  



139



hapter



4



KARTU BELAJAR ■



Sel saraf dan otot merupakan jaringan peka-rangsang karena keduanya dapat dengan cepat mengubah permeabilitas membrannya dan mengalami perubahan potensial membran sesaat ketika tereksitasi. Perubahan potensial yang cepat ini berfungsi sebagai sinyal listrik. ■



Dibandingkan dengan potensial istirahat, membran mengalami -depolarisasi ketika besar potensial negatifnya berkurang (menjadikurang negatif) dan hiperpolarisasi sewaktu besar potensial negatifnya bertambah (menjadi lebih negatif). (Lihat Gambar 4-1.) ■



■ Perubahan potensial disebabkan oleh kejadian pemicu yang mengubah permeabilitas membran, yang dengan demikian memicu perubahan perpindahan ion menyeberangi membran. ■ Terdapat dua jenis perubahan potensial sebagai berikut: (1) potensial berjenjang, sinyal jarak-dekat, dan (2) potensial aksi, sinyal jarak-jauh. (Lihat Tabel 4-1, h. 107)



4.2 | Potensial Berjenjang (h. 97-99) ■



Potensial berjenjang, biasanya berupa depolarisasi, terjadi di



satu bagian kecil pada membran sel peka-rangsang.Tempat yang mengalami perubahan potensial disebut daerah aktif. Potensial berjenjang menyebar secara decremental melalui arus lokal antara daerah aktif dan daerah inaktif di sebelahnya, kemudian lenyap setelah menempuh jarak yang dekat. (Lihat Gambar 4-2 dan 4-3.) ■



Besar potensial berjenjang bervariasi sejalan dengan besar



kejadian pemicunya.



4.3 | Potensial Aksi (h. 99-111) ■



Selama satu potensial aksi, depolarisasi membran ke potensial



ambang memicu serangkaian perubahan permeabilitas akibat perubahan konformas kanal K+ dan Na+ berpintu-listrik (Lihat



Potensial aksi



Depolarisasi



+70 +60 +50 +40 +30 +20 +10 0 –10 –20 –30 –40 –50 –60 –70 –80 –90



Repolarisasi



Membrane potential (mV)



Gambar 4-4 hingga 4-7.)



Potensial istirahat



Waktu (mdet) 1 mdet Depolarisasi lambat ke ambang



meregenerasi potensial aksi baru yang identik pada daerah di sebelahnya melalui arus yang membawa daerah yang semula inaktif ke ambang. Siklus yang berulang dengan sendirinya ini berlanjut hingga potensial aksi menyebar ke seluruh bagian membran sel tanpa berkurang kekuatannya. ■ Terdapat dua jenis penjalaran potensial aksi: (1) hantaran merambat di serat tak-bermielin, dengan potensial aksi menyebar di sepanjang setiap bagian membran; dan (2) hantaran meloncat yang lebih cepat di serat bermielin, dengan impuls meloncat dari satu nodus Ranvier ke nodus Ranvier berikutnya di sepanjang bagian serat yang terbungkus oleh mielin penginsulasi. (Lihat Gambar 4-9, 4-12, dan 4-13.) ■ Pompa Na+-K+ perlahan-lahan mengembalikan ion-ion yang ber-pindah selama penjalaran potensial aksi ke lokasinya semula, untuk mempertahankan gradien konsentrasi ion-ion itu. ■ Bagian membran yang baru saja dilewati impuls tidak dapat dirangsang lagi sebelum pulih dari periode refrakternya, menjamin penjalaran satu-arah potensial aksi. (Lihat lagi Gambar 4-10 dan 4-11.)



Potensial aksi hanya dapat tercetus secara maksimal sebagai respons atas stimulasi atau tidak tercetus sama sekali (hukum tuntas atau gagal). ■



■ Di serat saraf yang aktif, beragam tingkat kekuatan rangsangan disandi oleh frekuensi potensial aksi, bukan kekuatannya, yang berbeda-beda,



■ Satu neuron berinteraksi secara 1angsung dengan neuron lain terutama melalui sebuah sinaps kimiawi. (Lihat Gambar 4-14 dan 4-15.) ■ Sebagian besar neuron memiliki empat bagian fungsional berbeda: (Lihat Gambar 4-8 dan foto pembuka bab). 1. Bagian dendritlbadan sel (zona masukan) berfungsi sebagai komponen pascasinaps yang berikatan dengan, dan merespons, neurotransmiter yang dibebaskan dari neuron lain.



2. Axon hillock (zona pemicu) adalah tempat potensial aksi dicetuskan karena bagian ini memiliki ambang terendah sehingga paling duluan mencapai ambang sebagai respons terhadap perubahan potensial berjenjang eksitatorik. Potensial ambang



Hiperpolarisasi ikutan



Perubahan permeabilitas ini menyebabkan pembalikan sesaat



potensial membran, dengan influks Na+ menimbulkan fase naik (dari –70 ke +30 mV), diikuti efluks K+ yang menyebabkan fase turun (dari puncak kembali ke potensial istirahat). (Lihat Gambar 4-7.) ■ Sebelum kembali ke potensial istirahat, sebuah potensial aksi



3. Akson, atau serat saraf (zona penghantar), menghantarkan potensial aksi dengan kekuatan tidak berkurang sedikit pun dari axon hillock ke terminal akson. 4. Terminal akson (zona keluaran) berfungsi sebagai komponen prasinaps, membebaskan neurotransmiter yang memengaruhi sel pascasinaps lain sebagai respons terhadap potensial aksi yang menjalar di sepanjang akson tersebut. ■ Neurotransmiter yang dibebaskan berikatan dengan kanal reseptor di neuron pascasinaps, (Lihat Gambar 4-15.) (1) lika kanal kation nons-



pesifik, yang mengizinkan fewatnya Na+ maupun K+, terbuka, fluks ion yang terjadi mencetuskan EPSP, depolarisasi kecil yang membawa sel pascasinaps mendekati ambang. (2) lika kanal atau Cl- yang terbuka, 1PSP hiperpolarisasi kecil akan tercetus, membuat neuron pascasinaps makin sulit mencapai ambang. (Lihat Gambar 4-16.) ■ Jika aktivitas yang dominan adalah pada masukan eksitatoriknya, sel pascasinaps sangat mungkin mencapai ambang dan mengalami potensial aksi. Hal ini dapat terwujud melalui (1) sumasi temporal (EPSP dari satu masukan prasinaps yang berulang kali tereksitasi tercetus dengan jeda sangat singkat sehingga saling menambahkan) atau (2) sumasi spasial (penjumlahan EPSP-EPSP yang tercetus secara bersamaan dari beberapa masukan prasinaps berbeda). (Lihat Gambar 4-17.) Jika masukan inhibitorik yang mendominasi, potensial pascasinaps menjadi semakin jauh dari ambang. Jika aktivitas eksitatorik dan inhibitorik ke neuron pascasinaps seimbang, membran akan tetap dekat ke potensial istirahat. ■ Meskipun terdapat sejumlah neurotransmiter berbeda, setiap sinaps selalu membebaskan neurotransmiter yang sama untuk menghasilkan respons tertentu manakala berikatan dengan reseptornya. (Lihat Tabel 4-2.) ■ Jaras sinaps antarneuron amatlah kompleks, akibat konvergensi masukan neuron dan divergensi keluarannya. Umumnya, banyak masukan prasinaps berkonvergensi pada satu neuron dan bekerja sama mengontrol tingkat eksitabilitas neuron tersebut. Neuron yang sama ini, konsekuensinya, berdivergensi untuk bersinaps dengan, dan memengaruhi eksitabilitas, banyak sel saraf lain. (Lihat Gambar 4-19.)



■ Komunikasi antarsel dapat terjadi secara langsung melalui (1) taut celah atau (2) hubungan langsung sesaat antarpenanda permukaan komplementer sel. (Lihat Gambar 4-20.)



Sel-sel lebih sering berkomunikasi secara tak-langsung satu sama lain untuk melaksanakan berbagai aktivitas terpadu dengan melepaskan zat kimia perantara ekstrasel, yang bekerja pada sel sasaran tertentu guna menimbulkan respons yang diinginkan. Terdapat empat jenis zat kimia perantara ekstrasel, yang berlainan sumbernya serta jaraknya dan caranya hingga ke tempat kerja: (1) parakrin (zat kimia perantara lokal); (2) neurotransmiter (zat kimia perantara jangkauan-dekat yang dibebaskan oleh neuron); (3) hormon (zat kimia perantara jangkauan jauh yang disekresikan ke dalam darah oleh kelenjar endokrin); dan (4) neurohormon (zat kimia perantara jangkauan-jauh yang disekresikan ke dalam darah oleh neuron neurosekretorik). (Lihat Gambar 4-20.) ■



■ Pemindahan sinyal yang dibawa masuk ke sel oleh zat kimia perantara ekstrasel, untuk dieksekusi, dikenal sebagai transduksi sinyal. ■ Zat kimia perantara ekstrasel yang tidak dapat masuk ke sel, seperti hormon protein (perantara pertama, memicu respons sel yang diinginkan dengan melekatkan diri ke membran sel sasaran dan (1) membuka kanal-reseptor; (2) mengaktifkan enzim-reseptor, misalnya tirosin kinase; atau (3) mengaktifkan perantara kedua intrasel melalui reseptor bergandeng protein G. (Lihat Gambar 4-22 dan 4-23).



■ Hormon adalah zat kimia perantara jarak-jauh yang disekresikan resikan oleh kelenjar endokrin ke dalam darah, yang mengangkutnya ke sasaran spesifik tempat hormon bersangkutan mengontrol fungsi tertentu dengan mengubah aktivitas protein di dalam sel sasaran. ■ Hormon dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan perbedaan kelarutannya: (1) hormon hidrofilik (larut-air) yang mencakup peptida (sebagian besar hormon) dan katekolamin (disekresikan oleh medula adrenal); dan (2) hormon lipofilik (larutlemak) yang mencakup hormon steroid (hormon seks dan hormon yang disekresikan oleh korteks adrenal) dan hormon tiroid. (Lihat Tabel 4-4.) ■ Hormon peptida hidrofilik disintesis dan dikemas untuk dikeluarkan dari sel oleh kompleks Golgi-retikulum endoplasma, disimpan di vesikel sekretorik, dan dikeluarkan melalui eksositosis pada stimulasi yang sesuai. Hormon jenis ini mudah larut dalam darah untuk selanjutnya diangkut menuju sel sasarannya. ■ Di sel sasarannya, hormon hidrofilik berikatan dengan reseptor membran permukaan, memicu serangkaian proses intrasel melalui jaras perantara kedua yang pada akhirnya mengubah protein sel yang sudah ada, biasanya enzim, untuk menimbulkan respons sel sasaran terhadap hormon bersangkutan. (Lihat Gambar 4-25 dan 4-26.) Melalui kaskade reaksi ini, sinyal awal mengalami penguatan



bermakna. (Lihat Gambar 4-27.) ■ Steroid disintesis melalui modifikasi simpanan kolesterol oleh enzim-enzim yang spesifik bagi tiap-tiap jaringan steroidogemk. Steroid tidak disimpan di sel endokrin. Karena bersifat lipofilik, hormon ini berdifusi keluar menembus sawar membran lipid segera setelah disintesis. Pengendalian steroid diarahkan pada sintesisnya. ■ Hormon steroid dan tiroid lipofilik diangkut dalam darah dalam bentuk terikat ke protein plasma pembawa, tetapi hormon bentuk bebas, tak-terikat, sajalah yang aktif secara biologis. ■ Hormon lipofilik mudah menembus sawar membran lipid sel sasaran dan berikatan dengan reseptor di dalam sel. Begitu hormon berikatan dengan reseptornya, kompleks hormon-reseptor berikatan dengan DNA dan mengaktifkan sebuah gen, yang memicu sintesis protein intrasel struktural atau enzimatik baru yang menghasilkan efek hormon tersebut pada sel sasarannya. (Lihat Gambar 4-28.)



■ Sistem saraf dan endokrin adalah dua sistem pengatur utama tubuh. (Lihat Tabel 4-5.) Sistem saraf secara anatomis terhubung layaknya "kabel" ke organ-organ sasarannya, sementara sistem endokrin yang "nirkabel" menyekresikan hormon ke dalam darah untuk mencapai organ-organ sasaran yang jauh. ■ Spesifisitas kerja saraf bergantung pada kedekatan anatomik terminal neuron pembebas-neurotransmiter dengan organ sasarannya. Spesifisitas kerja endokrin bergantung pada spesialisasi reseptor sel sasaran untuk hormon spesifik yang beredar. ■ Secara umum, sistem saraf mengoordinasikan respons cepat,sementara sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi ketimbang kecepatan.



Data dari sebuah fun tional magnetic resonance image (fMRI) (sebuah "gambaran" otak ketika bekerja). fMRI yang didapat dari seorang yang menatap sebuah pemandanganinimengilustrasikan organisasi dasar korteks visual primer, bagian belkang otak yang pertama "melihat" . ketika titik-titik sekitar dinpemandangan visual, perhatikan bahwa cincin-cincin konsentrik jaringan otak mengolah rangsangan dari prifer ke peusat pemandangan. Rangsangan visual yang terjatuh dari pusat tatapan diproses di cincin jaringan otak berwarnaa biru, dengan cincin hijau, kuning dan oranye mengolah titik-titik visual yang secara progresif mendekati pusat. Pusat tatpan diproses daerah sirkulasi berwarna ungu di pusat cincin.



Jack Gallant



5 Sistem Saraf Pusat SEKILAS ISI 5.1



Organisasi dan Sel Sistem Saraf



Pokok-Pokok Homeostasis sistem saraf adalah salah satu dari dua sistem regulatorik utama tubuh; yang lain



5.2



Proteksi dan Nutrisi Otak



adalahsistem endokrin. Ketiga jenis fungsional dasar neuron (neuron aferen,



5.3



Gambaran Singkat Sistem



neuron eferen dan antarneuron) membentuk jalinan interaktif komplekes sel



Saraf Pusat



peka ransang. Sembilan puluh persen sel sistem saraf adalah sel glia yang tidak peka



5.4



Korteks Serebrum



rangsang, sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, menerima



5.5



Nukleus Basal, Talamus,



masukan tentang lingkungan eksternal dan internal dari neuron aferen. SSP menyortir



dan Hipotalamus



dan mengolah masukan ini memalui interneuron dan kemudian memulai arahan yang sesuai



Emosi, Perilaku, dan



di neuron eferen, yang membawa perintah ke kelenjar atau otot untuk melaksanakan respons



Motivasi



yang diinginkan, yaitu beberapa jenis sekresi dan pergerakan. Berbagai aktivitas yang di



5.7



Pembeiajaran dan Memori



kontrol oleh saraf ini ditunjukan untuk mempertahankan homeostasis. Pada umumnya



5.8



Serebelum



sistem saraf bekerja melalui sinyal listrik (potensial aksi) dan pelepsan neurontransmiter untuk



5.9



Batang Otak



mengontrol respons cepat pada tubuh.



5.6



5.10 Korda Spinalis



Cara manusia bertindak dan bereaksi bergantung pada pemrosesan neuron yang rumit, tersusun, dan tersendiri. Banyak pola neuron penunjang kehidupan dasar, misalnya pola yang mengontrol respirasi dan sirkulasi, serupa pada semua orang. Namun, tentu ada sedikit perbedaan dalam hal integrasi neuron antara seseorang yang merupakan komponis berbakat dan orang yang tidak dapat menyanyi, atau antara seorang pakar matematika dan orang yang kesulitan membagi bilangan. Sebagian perbedaan pada sistem saraf individu disebabkan oleh faktor genetik. Namun, sisanya disebabkan oleh pengaruh lingkungan dan pengalaman. Ketika sistem saraf imatur berkembang sesuai cetak-biru genetiknya, terbentuk neuron dan sinaps dalam jumlah berlebihan. Bergantung pada rangsangan dari luar dan tingkat pemakaiannya, sebagian jalur-jalur saraf ini dipertahankan, dibentuk lebih pasti, dan bahkan meningkat, sementara yang lain dieliminasi. Salah satu contoh kasus adalah ambliopia (mata malas) yaitu ketika mata yang lebih lemah tidak digunakan untuk melihat. Mata ambliopia yang tidak mendapat rangsangan visual memadai selama periode perkembangan kritis hampir pasti akan mengalami kehilangan kemampuan melihatnya secara total dan tetap atau yang buta fungsional ini sama sekali normal; defeknya terletak di hilangnya koneksi-koneksi saraf di jalur penglihatan di otak. Namun, jika mata yang lemah tersebut dipaksa bekerja dengan menutup mata yang lebih baik selama periode perkembangan sensitif, mata yang lebih lemah akan memperoleh kembali kemampuan melihatnya. Pematangan sistem saraf melibatkan banyak proses "pakaiatau hilang" . Setelah sistem saraf matang, tetap terjadi modifikasi karena kita terus belajar dari rangkaian pengalaman unik kita. Sebagai contoh, tindakan membaca halaman ini sedikit banyak mengubah aktivitas saraf otak Anda karena Anda (diharapkan) menyerap informasi ini ke dalam ingatan Anda.



Sistem saraf tersusun menjadi sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan korda spinalis, dan sistem saraf tepi (SST) yang terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain (perifer) ( Gambar 5-1). SST dibagi lagi menjadi divisi aferen dan eferen. Divisi aferen membawa informasi ke SSP, memberi tahu tentang lingkungan eksternal dan aktivitas internal yang sedang diatur oleh susunan saraf (a berasal dari ad, yang berarti "menuju", seperti dalam advance; feren berarti "membawa"; karena itu, aferen artinya "membawa ke"). Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi eferen ke organ efektor—otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek yang sesuai (e berasal dari eks, yang berarti "dari", seperti dalam exit; karena itu, eferen berarti "membawa dari"). Sistem saraf eferen dibagi menjadi sistem saraf somatik, yang terdiri dari serat-serat neuron motorik yang menyarafi otot rangka; dan sistem saraf autonom,



yang terdiri dari serat-serat yang menyarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar. Sistem yang terakhir ini dibagi lagi menjadi sistem saraf simpatis dan sistem saraf parasimpatis, keduanya menyarafi sebagian besar organ yang disarafi oleh sistem saraf autonom. Selain SSP dan SST, sistem saraf enterik merupakan anyaman saraf luas di dinding saluran cerna. Aktivtas digestif dikontrol oleh sistem saraf autonom, sistem saraf enterik, dan hormon. Sistem saraf enterik dapat bekerja independen tanpa sistem saraf lainnya tetapi juga dipengaruhi oleh serat autonom yang berakhir di neuron enterik. Sistem saraf enterik kadang-kadang dianggap sebagai komponen ketiga sistem saraf autonom, sistem yang hanya menyarafi organ digestif. Perlu diketahui bahwa semua "sistem saraf" ini sebenarnya adalah subdivisi dari satu sistem saraf terpadu. Sistem-sistem ini dibagi berdasarkan perbedaan dalam struktur, lokasi, dan fungsi berbagai bagian sistem saraf keseIuruhan.



Sistem saraf dibentuk oleh tiga kelas fungsional neuron: neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron. Divisi aferen SST terdiri dari neuron aferen, yang berbeda bentuknya dari neuron eferen dan antarneuron ( Gambar 5-2). Di ujung perifernya, neuron aferen biasanya memiliki reseptor sensorik yang menghasilkan potensial aksi sebagai respons terhadap jenis rangsangan tertentu (perubahan yang terdeteksi oleh neuron). (Reseptor neuron aferen peka-rangsang ini jangan disamakan dengan reseptor protein khusus yang mengikat caraka kimiawi dan ditemukan di membran plasma semua sel). Badan sel neuron aferen, yang tidak mengandung dendrit dan masukan prasinaps, terletak di dekat korda spinalis. Akson perifer yang panjang, yang sering disebut serat aferen, berjalan dari reseptor ke badan sel, dan akson sentral yang pendek berjalan dari badan sel ke dalam korda spinalis. Potensial aksi dimulai di ujung reseptor akson perifer sebagai respons terhadap rangsangan dan merambat di sepanjang akson perifer dan akson sentral menuju korda spinalis. Ujung akson sentral berdivergensi dan bersinaps dengan neuron-neuron lain di korda spinalis sehingga informasi tentang stimulus disebar. Neuron-neuron aferen terutama terletak di SST. Hanya sebagian kecil ujung akson sentral yang berproyeksi ke dalam korda spinalis untuk menyalurkan sinyal dari prifer ke SSP. Neuron eferen juga terutama berada di SST. Badan sel-sel neuron eferen berada di SSP, tempat banyak masukan prasinaps yang terletak sentral berkonvergensi pada mereka untuk memengaruhi keluarannya ke organ efektor. Akson-akson eferen (serat eferen) meninggalkan SSP untuk berjalan ke otot atau kelenjar yang mereka sarafi, menyampaikan keluaran terpadu mereka ke organ efektor untuk menimbulkan efek. (Jalur saraf autonom terdiri dari rantai dua-neuron antara SSP dan organ efektor.) Sekitar 99% dari semua neuron adalah antarneuron, yang terutama berada di dalam SSP. SSP manusia diperkirakan memiliki lebih dari 100 miliar antarneuron. Seperti diisyaratkan oleh namanya, neuron ini terletak antara neuron aferen dan eferen serta



Sistem Saraf Pusat 143



Sistem saraf pusat (SSP) Masukank ke SSP dari prifer



Otak dan korda spinalis



Keluaran dari SSP ke perifer



Sistem araf tepi (SST) Divisi aferen



Rangsangan rangsangan sensorik viseral



Divisi eferen



Sistem saraf otonom



Sistem saraf somatik



Sistem saraf simpatis



Neuron motorik



Sistem saraf parasimpatis



Rangsangan di saluran cerna



sistem saraf enterik



KUNCI Sistem saraf pusat Sistem saraf tepi



Otot rangka



Divisi aferen SST* Divisi eferen SST Sistem saraf somatik sistem saraf otonom Sistem saraf enterik*



Otot polos Otot jantung Kelenjar eksokrin Beberapa kelenjar endokrin



Hanya organ cerna



Organ efektor (dibentuk oleh jaringan otot dan kelenjar)



Gambar 5-1 Susunan sistem saraf. *Divisi aferen sistem saraf tepi (SST) dan sistem saraf enterik tidak diperlihatkan dalam gambar manusia. Sistem aferen dan serat eferen berjalan dalam saraf yang sama, tetapi dalam arah berlawanan. Sistem saraf enterik terletak seluruhnya di dalam dinding saluran cerna.



penting dalam integrasi respons perifer dengan informasi perifer (antar artinya "di antara"). Sebagai contoh, setelah menerima informasi melalui neuron aferen bahwa Anda menyentuh suatu benda panas, antarneuron-antarneuron yang sesuai memberi pesan sinyal ke neuron eferen yang ditransmisikan ke otot tangan dan lengan Anda, "Jauhkan tangan dari benda panas!". Semakin kompleks tindakan yang diperlukan, semakin besar jumlah antarneuron yang terletak antara pesan aferen dan respons eferen. Selain itu, antarkoneksi antara antarneuron-antarneuron itu sendiri berperan dalam fenomena abstrak yang berkaitan dengan "jiwa", misalnya pikiran, emosi, ingatan, kreativitas, kecerdasan, dan motivasi. Aktivitas-aktivitas ini merupakan fungsi sistem saraf yang paling kurang dipahami.



nyalurkan impuls saraf. Namun, sel ini berkomunikasi dengan neuron dan di antara mereka sendiri melalui sinyal kimiawi. Selama banyak waktu sejak penemuannya pada abad ke- 19, sel glia dianggap oleh para ilmuwan sebagai "semen" pasif yang secara fisik menopang neuron yang secara fungsional penting. Namun, dalam dua dekade terakhir, beragam peran penting yang dimiliki oleh sel ini mulai terungkap. Sel glia membantu menunjang neuron baik secara fisik maupun metabolik. Sel-sel ini secara homeostatis mempertahankan komposisi lingkungan ekstrasel khusus yang mengelilingi neuron di dalam Batas-batas sempit yang optimal bagi fungsi neuron. Selain itu, sel-sel ini secara aktif memodulasi (menekan atau meningkatkan) fungsi sinaps dan kini dianggap sama pentingnya seperti neuron dalam proses pembelajaran dan memori. Terdapat empat jenis utama sel glia di SSP-astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependirnal-masingmasing dengan peran spesifiknya ( Gambar 5-3 dan Tabel 5-1).



Sekitar 90% sel di dalam SSP bukanlah neuron, melainkan sel glia atau neuroglia. Meskipun berjumlah besar, sel glia hanya menempati sekitar separuh volume otak karena sel ini tidak membentuk cabang sebanyak yang dimiliki oleh neuron.



ASIROSII Astrosit, yang diberi nama karena berbentuk bintang



Tidak seperti neuron, sel glia tidak membentuk atau me  



BAB 5



(astro artinya "bintang"; sit artinya "sel") ( Gambar 5-4), adalah sel glia yang paling banyak. Sel ini memiliki sejumlah fungsi penting:



1. Sebagai "lem" (glia artinya "lem") utama SSP, astrosit menyatukan menyatukan neuron-neuron dalam hubungan ruang yang benar.



Sistem saraf pusat (korda spinalis) Terminal akson



kinkan terbentuknya sinaps baru di antara neuron-neuron yang jika ada perluasan astrosit, neuron-neuron ini terpisah secara fisik. Astrosit juga memengaruhi pembentukan dan fungsi sinaps dengan cara kimiawi.



Sistem saraf tepi Badan sel Akson sentral



neuron aferen



Akson perifer (serat aferen)



Reseptor sensorik



IAntarneuron



Neuron eferen*



Organ efektor (otot atau kelenjar)



Akson (serat eferen) Terminal Badan akson sel *Jalur saraf otonom eferen terdiri dari rantai dua-neuron antara SSP dan organ efektor Gambar 5-2 Struktur dan lokasi ketika kelas fungsional neuron.



2. Astrosit berfungsi sebagai perancah untuk menuntun neuron ke tujuan akhirnya selama perkembangan otak masa janin. 3. Sel-sel glia ini memicu pembuluh darah halus otak (kapiler) menjalani perubahan anatomik dan fungsional yang berperan dalam pembentukan sawar darah-otak, suatu pembatas antara darah dan otak yang sangat selektif dan dibahas kemudian dengan lebih terperinci. 4. Astrosit membantu memindahkan nutrien dari darah ke neuron. 5. Sel ini berperan dalam perbaikan cedera otak dengan membentuk jaringan parut saraf . 6. Astrosit menyerap dan menguraikan beberapa neurotransmiter yang dilepaskan secara lokal sehingga kerja caraka kimiawi ini terhenti. 7. Astrosit menyerap kelebihan K+ dari cairan ekstrasel (CES) otak ketika aktivitas potensial aksi yang tinggi mengalahkan kemampuan pompa Na+-K+ dalam mengembalikan K+ yang keluar ke dalam neuron. (ingat kembali bahwa K+ meninggalkan neuron ketika fase turun potensial aksi; lihat h. 105.) Dengan menyerap kelebihan K+, astrosit membantu mempertahankan kondisi ion yang optimal di sekitar neuron agar eksitabilitas saraf normal. 8. Astrosit bersama dengan sel glia lain meningkatkan pembentukan sinaps dan memodifikasi transmisi sinaps. Perluasan yang memanjang, halus, dan menyerupai bintang dari badan sel astrosit sering terjepit di antara bagian prasinaps dan pascasinaps neuron yang berdekatan. Akhir-akhir ini ilmuwan telah meneliti bahwa astrosit dapat menarik kembali prosesus halus ini melalui aktivitas aktin dalam cara pembalikan pembentukan pseudopod dalam pergerakan amuboid (lihat h. 52). Peneliti menduga bahwa penarikan prosesus ini memung-



9. Astrosit berkomunikasi dengan neuron dan dengan astrosit lain melalui sinyal kimiawi yang berjalan lokal ke kedua arah antara sel-sel ini dalam dua cara. Pertama, sinyal kimiawi berjalan langsung antara astrosit-astrosit itu sendiri dan antara astrosit dan neuron melalui taut celah (lihat h. 68) tanpa memasuki CES. Kedua, sinyal kimia melalui secara ekstraselular di antara sel sel ini. Astrosit memiliki reseptor untuk neurotransmiter umum, yaitu glutamat. Selain itu, pada sebagian kasus pembentukan potensial aksi di neuron di otak memicu pelepasan ATP bersama dengan neurotransmiter klasik dari terminal akson. Pengikatan glutamat ke reseptor astrosit atau deteksi ATP ekstrasel oleh astrosit menyebabkan influks Ca2+ ke



dalam sel glia ini. Peningkatan Ca2+ intrasel yang terjadi mendorong astrosit itu sendiri untuk mengeluarkan ATP sehingga sel-sel glia sekitar menjadi aktif. Dengan cara ini, astrosit dapat berbagi informasi tentang aktivitas potensial aksi di suatu neuron di sekitarnya. Selain itu, astrosit dan sel glia lain juga dapat mengeluarkan glutamat serta sinyal kimiawi lain. Sinyal kimia ekstraselular yang berasal dari glia ini, yang secara koleltif disebut gliotransmiter, dapat memengaruhi eksitabilitas neuron dan menguatkan akitvitas sinaptik, seperti dengan meningkatkan pelepasan neurotransmiter di neuron atau mendorong pembentukan sinaps baru .Contohnya, astrosit menyekresi trombospondin, protein besar yang dapat memicu pembentukan sinaps. Modulasi aktivitas sinaps oleh sel glia tampaknya penting dalam pembelajaran dan memori. Astrosit juga dianggap mengoordinasikan dan mengintegrasikan aktivitas sinaps di antara jaringan neuron yang bekerja bersama. Para ilmuwan kini mencoba memilah-milah "percakapan" duaarah yang terjadi antara sel glia dan sel glia serta antara sel glia dan neuron karena dialog ini berperan penting dalam memroses informasi di otak. Pada kenyataannya, beberapa ahli saraf menyarankan bahwa sinaps harus dianggap sebagai taut "tigapihak" yang melibatkan sel glia serta neuron prasinaps dan pascasinaps. Titik pandang ini menunjukkan peningkatan peran penting astrosit dalam fungsi sinaps. Karena itu, astrosit telah bergerak jauh dari reputasi awalnya sebagai "staf penunjang" bagi neuron; sel glia ini mungkin nanti ditemukan sebagai "anggota dewan pengurus" yang memerintahkan neuron-neuron. OLIGODENDROSIT Oligodendrosit membentuk selubung mielin



insulatif di sekitar akson di SSP. Oligodendrosit memiliki beberapa juluran memanjang, yang masing-masing membungkus (seperti lapisan bolu gulung) sepotong akson antarneuron untuk membentuk segmen mielin (lihatGambar 4-12c, h. 111; dan Gambar 5-3).



MIKROGLIA Mikroglia adalah sel pertahanan imun SSP. Sel



pembersih ini adalah "sepupu" monosit, sejenis sel darah putih yang meninggalkan darah dan tinggal menetap sebagai lini-pertama pertahanan di berbagai jaringan di seluruh tubuh. Mikroglia berasal



Sistem Saraf Pusat



145



Ruang yang berisi cairan serebrospinal



Cairan Interstisial Otak



Sel ependimal Neuron



Astrosit



Oligendrosit



Kapiler Mikroglia



Gambar 5-3 Sel glia sistem saraf pusat. Sel-sel glia mencakup astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal.



❚ TABEL 5-1



Fungsi Sel Glia



Jenis Jenis Sel Glia Fungsi



Secara fisik menopang neuron dalam hubungan spasial yang tepat Berfungsi sebagai perancah selama perkembangan otak janin Memicu pembentukan sawar darah-otak Membantu memindahkan nutrien ke neuron Membentuk jaringan parut saraf Menyerap dan menguraikan neurotransmiter yang dibebaskan Menyerap kelebihan K+ untuk membantu mempertahankan konsentrasi ion CES otak dan eksitabilitas normal neuron Meningkatkan pembentukan sinaps dan memperkuat transmisi sinaps melalui sinyal kimiawi dengan neuron Berkomunikasi dengan cara kimiawi dengan neuron dan di antara mereka sendiri







Membentuk selubung rnielin di SSP Berperan dalam pertahanan otak sebagai fagosit Melepaskan faktor pertumbuhan saraf







   hapter



Melapisi bagian dalam rongga otak dan korda spinalis Ikut membentuk cairan serebrospinal Berfungsi sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk neuron dan sel glia baru



Nancy Kedersha, PhD, Research Scientist, Cell Biology, ImmunoGen, Inc. (Harvard Medical School).



nyerang sasaran mereka.



Astrosit Gambar 5-4 Astrosit. Perhatikan bentuk astrosit yang seperti bintang, yang ditumbuhkan dalam biakan jaringan.



jaringan sumsum-tulang yang sama dengan yang menghasilkan monosit. Selama perkembangan masa mudigah, mikroglia bermigrasi ke SSP, tempat sel-sel ini berdiam hingga diaktifkan oleh infeksi atau cedera. Dalam keadaan istirahat, mikroglia adalah sel "berbulu" dengan banyak cabang panjang yang memancar keluar. Namun, mikroglia dalam keadaan istirahat bukan sekedar sel pengawas. Sel ini mengeluarkan faktor-faktor pertumbuhan berkadar rendah, misalnya faktor pertumbuhan saraf, yang membantu neuron dan sel glia lain bertahan hidup dan tumbuh. jika terjadi masalah di SSP, mikroglia menarik cabang-cabangnya, membulat, dan menjadi sangat mobil serta bergerak menuju daerah yang bermasalah untuk menyingkirkan semua benda asing atau sisa jaringan denganfagositosis (lihat h. 32). Dalam keadaan aktif, mikroglia mengeluarkan bahan-bahan kimia destruktif untuk me-



Para peneliti semakin mencurigai bahwa pengeluaran berlebihan bahan-bahan kimia ini dari mikroglia yang hiperaktif dapat merusak neuron yang seharusnya mereka lindungi, dan ikut berperan dalam destruksi neuron yang dijumpai pada stroke, penyakit Alzheimer, sklerosis multipel, demensia (kemerosotan pikiran) pada AIDS, dan penyakit neurodegeneratif lainnya yang sel-sel sarafnya rusak. SEL EPENDIMAL Sel ependimal melapisi bagian dalam ronggarongga berisi cairan di SSP. Ketika sistem saraf berkembang pada masa mudigah dari tabung saraf berongga, rongga sentral awal pada tabung ini dipertahankan dan dimodifikasi untuk membentuk ventrikel dan kanalis sentralis Keempat merupakan rongga yang saling berhubungan di dalam otak serta juga bersambungan dengan kanalis sentralis sempit berongga yang melalui bagian tengah korda spinalis ( > Gambar 5-5). Sel-sel ependimal. yang melapisi ventrikel ikut membentuk cairan serebrospinal, suatu topik yang akan segera kita bahas. Sel-sel ependimal adalah salah satu dari beberapa jenis sel yang memiliki silia (lihat h. 50). Gerakan silia sel ependimal ikut berperan mengalirkan cairan serebrospinal di seluruh ventrikel. Sel ependimal juga memiliki peran yang berbeda: Mereka berperan sebagai sel punca neuron dengan potensi membentuk tidak saja sel glia lain tetapi juga neuron baru (Iihat h. 10). Pandangan tradisional telah lama menganggap bahwa otak dewasa tidak membentuk neuron baru. Kemudian, pada akhir 1990an, para ilmuwan menemukan bahwa neuron-neuron baru dibentuk di bagian hipokampus tertentu, yaitu suatu struktur yang penting untuk pembelajaran dan memori (lihat h. 174). Neuron di bagian otak lainnya dianggap tidak dapat digantikan. Namun, penemuan bahwa sel ependimal adalah prekursor bagi neuron-neuron baru mengisyaratkan bahwa otak dewasa memiliki potensi lebih besar untuk memperbaiki bagian yang rusak daripada yang selama ini dianggap. Saat ini belum ada bukti bahwa otak secara spontan memperbaiki diri setelah gangguan yang merusak neuron misalnya trauma kepala, stroke, dan penyakit neurodegeneratif. Tampaknya, sebagian besar daerah otak tidak dapat mengaktifkan mekanisme untuk mengganti neuron yang hilang, mungkin karena "campuran"



Ventrike lateral kanan Bagian depan otak Ventrikel ketiga



Ventrikel lateral kiri



Bagian belakang otak



Ventrikel keempat



Ventrikel lateral kanan ventrikel ketiga



Ventrikel keempat Kanalis sentralis korda spinalis



(a) Pandangan lateral ventrikel



Ventrikel lateral kiri



(b) Pandangan anterior ventrikel



Kanalis sentralis korda spinalis



Gambar 5-5 ventrikel otak.



   147



bahan-bahan kimia penunjang yang diperlukan tidak tersedia. Para peneliti berharap bahwa penelitian mengenai mengapa sel-sel ependimal ini dorman dan bagaimana cara pengaktifan mereka dapat memungkinkan kita mengungkapkan potensi laten otak untuk memperbaiki dirinya. Tidak seperti neuron, sel glia tidak kehilangan kemampuannya membelah diri sehingga sebagian besar tumor otak yang berasal dari saraf dibentuk oleh sel glia (glioma). Neuron itu sendiri tidak membentuk tumor karena sel ini tidak mampu membelah dan berkembang biak. Tumor otak yang tidak berasal dari saraf terdiri dari dua jenis: (1) tumor yang bermetastasis (menyebar) ke otak dari tempat lain dan (2) meningioma, yang berasal dari meningen, membran protektif yang melapisi SSP. Kini kita mengulas meningen dan cara lain yang melindungi SSP. Periksa Pemahaman Anda 5.1 1. Gambarkan diagram alir yang menunjukkan susunan subdivisi sistem saraf manusia. 2. Bandingkan struktur, lokasi, dan fungsi kelas-kelas fungsional neuron. Lakukan yang sama pada sel glia.



Susunan saraf pusat bersifat sangat halus. Karakteristik ini, serta kenyataan bahwa sel saraf yang rusak tidak dapat diganti, menyebabkan jaringan rapuh yang tidak tergantikan ini harus dilindungi dengan baik. Terdapat empat hal yang membantu melindungi SSP dari cedera: 1. SSP dibungkus aleh struktur tulang yang keras. Kranium (tengkorak) membungkus otak, dan kolumna vertebra mengelilingi korda spinalis. 2. Antara tulang pelindung dan jaringan saraf terdapat tiga membran protektif dan nutritif, yaitu meningen. 3. Otak "mengapung" dalam suatu bantalan cairan khusus, cairan serebrospinal (CSS). 4.Terdapat sawar darah-otak sangat selektif yang membatasi akses bahan-bahan di dalam darah masuk ke jaringan otak yang rentan.



Tiga membran meningen membungkus, melindungi, dan memberi makan sistem saraf pusat. Tiga membran, meningen, membungkus sistem saraf pusat. Dari lapisan terluar hingga terdalam, mereka adalah dura mater, araknoid mater, dan pia mater ( Gambar 5-6). (Mater artinya "ibu", menunjukkan peran protektif dan suportif membran ini.) Dura mater adalah pembungkus inelastik kuat yang terdiri dari dua lapisan (dura artinya "kuat"). Lapisan-lapisan ini biasanya melekat erat, tetapi di beberapa tempat keduanya terpisah untuk membentuk rongga berisi darah, sinus dura, atau rongga yang lebih besar, sinus venosus. Darah vena yang berasal dari otak mengalir ke 148



BAB 5



sinus ini untuk dikembalikan ke jantung. Cairan serebrospinal juga masuk kembali ke darah di salah satu sinus-sinus ini. Araknoid mater adalah lapisan halus kaya pembuluh darah dengan penampakan "sarang laba-laba" (araknoid artinya "seperti laba-laba"). Ruang antara lapisan araknoid dan pia mater di bawahnya, ruang subaraknoid, terisi oleh CSS. Penonjolan jaringan araknoid, vilus araknoid, menembus celah-celah di dura di atasnya dan menonjol ke dalam sinus dura. CSS direabsorpsi menembus permukaan vilus-vilus ini untuk masuk ke sirkulasi darah di dalam sinus. Lapisan meningen paling dalam, pia mater, adalah yang paling rapuh (pia artinya "lembut"). Lapisan ini memiliki banyak pembuluh darah dan melekat erat ke permukaan otak dan korda spinalis, mengikuti setiap tonjolan dan lekukan. Di daerahdaerah tertentu, lapisan ini masuk jauh ke dalam otak untuk membawa pembuluh darah berkontak erat dengan seise' ependimal yang melapisi ventrikel. Hubungan ini penting dalam pembentukan CSS, suatu topik yang kini akan kita babas.



Otak mengapung dalam cairan serebrospinal khususnya sendiri. Cairan serebrospinal (CSS) mengelilingi dan menjadi bantalan bagi otak dan korda spinalis. CSS memiliki densitas yang hampir sama seperti otak itu sendiri, sehingga otak pada hakikatnya mengapung atau tersuspensi di dalam lingkungan cairan khusus ini. Fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam-kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior tengkorak keras ketika kepala mengalami gerakan mendadak yang menggetarkan dengan keras. Selain melindungi otak yang halus dari trauma mekanis, CSS berperan penting dalam pertukaran bahan antara sel-sel saraf dan cairan interstisium di sekitarnya. Cairan interstisium otak-bukan darah atau CSS—adalah satu-satunya yang berkontak langsung dengan neuron dan sel glia. Karena cairan interstisium otak langsung membasahi neuron, komposisinya sangat penting. Komposisi cairan interstisium otak lebih dipengaruhi oleh perubahan dalam komposisi CSS daripada perubahan komposisi darah. Pertukaran bahan lebih mudah terjadi antara CSS dan cairan interstisium otak daripada antara darah dan cairan interstisium otak. Karenanya, komposisi CSS harus diatur secara cermat. CSS dibentuk terutama oleh pleksus koroideus yang terdapat di bagian-bagian tertentu ventrikel. Pleksus koroideus terdiri dari massa pia mater kaya-pembuluh darah berbentuk kembang kol yang masuk ke dalam kantong-kantong yang dibentuk oleh sel ependimal. Cairan serebrospinal terbentuk akibat mekanisme transpor selektif menembus membran pleksus koroideus. komposisi CSS berbeda dengan yang di darah. Sebagai contoh, CSS mengandung lebih sedikit K+ dan lebih banyak Nat sehingga cai ran interstisium otak merupakan lingkungan ideal bagi perpindahan ion-ion ini mengikuti penurunan gradiennya, suatu proses yang esensial bagi perambatan impuls saraf (lihat h. 105). Perbedaan terbesar adalah adanya protein plasma di dalam darah, tetapi CSS yang normal hampir tidak mengandung protein. Protein plasma tidak dapat keluar dari kapiler darah untuk meninggalkan darah selama pembentukan CSS.



Ruang subaraknoid Cairan serebrospinal Vilus araknoid



kulit kepala tulang tengkorak Dura mater Sinus dura Vilus araknoid Araknoid mater Ruang subaraknoid



5



Ventrikal lateral Sinus dura



Darah vena Serebrum



4



Pia mater



Vena



Sinus venosus Otak (serebrum) (b) Frontal section between cerebral hemispheres



5



Pleksus koroideus ventrikel lateral



1



Pleksus koroideus ventrikel ketiga



4



Ventrikel ketiga



2



Pia meter Araknoid materr Dura mater



Meningen kranium



Serebelum Lubang ventrikel keempat



3



Pleksus koroideus ventrikel keempat Korda spinalis Kanalis sentralis



Batang otak



4



Ventrikel keempat



Pia mater Araknoid mater Dura mater



Meningen spinalis



ruang subaraknoid korda spinalis



(a) Potongan sagital otak dan korda spinalis cairan serebrospinal 1 dihasilkan oleh pleksus koroideus, 2



beredar di seluruh ventrikel,



3 keluar dari ventrikel keempat di dasar otak, 4 mengalir di ruang subaraknoid ke dalam meningen, dan. 5 akhirnya direabsorpsi dari ruang subaraknoid ke dalam darah vena melewati vilus araknoid. Gambar 5-6 Hubungan meningen dan cairan serebrospinalis dengan otak dan korda spinalis. (a) Otak, korda spinalis, dan meningen dalam potongan sagital. Tanda panah dan tahap-tahap bernomor menunjukkan arah aliran cairan serebrospinal (warna kuning). (b) Potongan frontal di regio antara dua hemisfer serebrum otak, menggambarkan meningen dengan lebih terperinci.



   149



Setelah terbentuk, CSS mengalir melewati empat ventrikel yang saling berhubungan di dalam otak dan melalui kanalis sentralis sempit di korda spinalis, yang berhubungan dengan ventrikel terakhir. Cairan serebrospinal juga keluar melalui lubang-lubang kecil dari ventrikel keempat di dasar otak untuk masuk ke ruang subaraknoid dan kemudian mengalir antara lapisan-lapisan meningen di seluruh permukaan otak dan korda spinalis (Gambar 5-6). Ketika mencapai bagman atas otak, CSS direabsorpsi dari ruang subaraknoid ke dalam darah vena melalui vilus araknoid. Aliran CSS melalui sistem inidi permudah oleh gerakan silia disertai oleh faktor sirkulasi dan poster yang menyebabkan tekanan CSS sekitar 10 mm Hg. Penurunan tekanan ini oleh pengeluaran bahkan hanya beberapa mililiter (mL) CSS sewaktu pungsi spinal untuk analisis laboratorium dapat menyebabkan nyeri kepala hebat. Melalui proses pembentukan, sirkulasi, dan reabsorpsi yang terus-menerus, keseluruhan volume CSS yang besarnya sekitar 125 hingga 150 mL diganti lebih dari tiga kali sehari. Jika salah satu proses-proses ini terganggu sehingga terjadi akumulasi CSS, timbul hidrosefalus ("air di kepala"). Peningkatan tekanan CSS dapat menyebabkan kerusakan otak dan retardasi mental jika tidak diobati. Terapi berupa pembentukan pirau secara bedah untuk mengalihkan CSS ke vena di bagian lain tubuh.



Sawar darah-otak yang sangat selektif mengatur pertukaran antara darah dan otak. Otak secara cermat dilindungi dari perubahan-perubahan yang merugikan di dalam darah oleh sawar darah otak (SDO) yang sangat selektif yang membatasi akses bahan-bahan di dalam darah untuk masuk ke jaringan otak yang rentan. Di seluruh tubuh, pertukaran bahan antara darah dan cairan interstisium di sekitarnya dapat berlangsung hanya dengan menembus dinding kapiler, pembuluh darah paling halus. Dinding kapiler dibentuk oleh selapis lapisan sel tunggal. Lubang atau pori yang biasanya ada di antara sel-sel memungkinkan dinding kapiler melakukan pertukaran yang relatif bebas menembus kapiler di tempat lain. Namun, sel-sel yang membentuk dinding kapiler otak disatukan bersama oleh taut erat (lihat h. 67). Taut yang impermeabel ini menutup erat dinding kapiler sehingga tidak ada yang dapat dipertukarkan menembus dinding dengan melalui antara sel-sel. Satu-satunya pertukaran yang dapat terjadi adalah dengan melalui sel kapiler itu sendiri. Bahan yang larut lemak seperti 02, CO2, alkohol, dan hormon steroid mudah menembus sel-sel ini dengan larut di lipid membran plasmanya. Molekul air berukuran kecil juga mudah berdifusi dengan melalui di antara molekul-molekul fosfolipid atau melalui akuaporin (kanal air) (lihat h. 72). Semua pertukaran bahan lainnya antara darah dan cairan interstisium otak, termasuk bahan-bahan esensial seperti glukosa, asam amino, dan ion, ditranspor melalui kanal terikat-membran yang sangat selektif. Karena itu, transpor menembus dinding kapiler otak antara sel-sel pembentuk dinding tidak dimungkinkan secara anatomik dan transpor melalui sel-sel terbatas secara fisiologik. Mekanismemekanisrne ini bersama-sama membentuk SDO. Dengan sangat membatasi pertukaran antara darah dan otak, SDO melindungi otak dari fluktuasi kimia di dalam darah. Contohnya, meskipun ka  



BAB 5



dar k+ di darah berlipat dua, hanya sedikit terjadi perubahan konsentrasi dalam cairan yang membasahi neuron-neuron sentral. Hal ini menguntungkan karena perubahan K+ cairan interstisium akan membahayakan fungsi neuron. Sawar darah otak juga meminimalkan kemungkinan substansi yang berbahaya dalam darah untuk menuju jaringan saraf pusat. Lebih jauh lagi hal ini mencegah sirkulasi hormon tertentu yang dapat berperan seperti neurotransmiter agar tidak mencapai otak, tempat mereka dapat menghasilkan aktivitas saraf yang tidak terkendali. Di sisi negatif, sawar darah otak membatasi penggunaan obat untuk terapi gangguan otak dan medula spinalis karena sawar ini tidak dapat ditembus oleh banyak obat. Kapiler-kapiler otak dikelilingi oleh prosesus-prosesus astrosit, yang dahulu pernah secara salah dianggap sebagai penentu fisik ada SDO. Kini para ilmuwan mengetahui bahwa astrosit memiliki tiga peran dalam SDO: (1) Sel ini memberi sinyal ke sel-sel yang membentuk kapiler otak untuk "merapat". Sel-sel kapiler tidak memiliki kemampuan inheren untuk membentuk taut erat; sel-sel ini membentuk taut tersebut hanya setelah adanya perintah dari lingkungan saraf mereka. (2) Astrosit mendorong pembentukan proteinprotein karier spesifik dan kanal ion yang mengatur transpor bahan tertentu melewati sel kapiler ini. (3) Sel glia ini ikut serta dalam transpor beberapa bahan melintasi sel, seperti K. Daerah-daerah tertentu di otak, yang paling jelas adalah sebagian hipotalamus, tidak memiliki SDO. Berfungsinya hipotalamus bergantung pada pengambilan "sampel" darah untuk menyesuaikan keluarannya untuk mempertahankan homeostasis. Sebagian keluaran ini berbentuk hormon yang larut air yang harus masuk ke dalam kapiler hipotalamus agar dapat diangkut ke tempat kerjanya. Karena itu, kapiler hipotalamus ini tidak ditutup oleh taut erat.



Otak bergantung pada penyaluran terusmenerus oksigen dan glukosa oleh darah. Meskipun banyak bahan dalam darah tidak pernah berkontak langsung dengan jaringan otak, otak lebih bergantung daripada jaringan lainnya terhadap pasokan darah yang konstan. Tidak seperti sebagian besar jaringan, yang dapat mengandalkan metabolisme anaerob untuk menghasilkan ATP tanpa adanya O2 untuk setidaknya beberapa saat (lihat h. 40), otak tidak dapat menghasilkan ATP tanpa adanya O2. Para ilmuwan baru-baru ini menemukan protein pengikat O2, neuroglobin, di otak. Molekul ini, yang mirip dengan hemoglobin, protein pengangkut O2 di sel darah merah (lihat h .412), diperkirakan berperan kunci dalam penanganan O2 di otak, meskipun fungsi pastinya masih perlu ditentukan. Juga berbeda dari jaringan lain, yang dapat menggunakan sumber, bahan bakar lain selain glukosa untuk menghasilkan energi, otak dalam keadaan normal hanya menggunakan glukosa tetapi tidak menyimpan nutrien ini. Karena tingginya laju kebutuhan ATP, dalam keadaan istirahat otak menggunakan 20% O2 dan 50% glukosa yang dikonsumsi tubuh. Karena itu, otak bergantung mutlak pada pasokan O2 dan glukosa yang adekuat dan terus-menerus. Meskipun hanya membentuk 2%



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



P



Stroke: Efek Domino Mematikan



ENYEBAB TERSERING kerusakan otak adalah cerebro vasculacerebrovascular accident (CVA atau stroke). Ketika pembuluh darah otak (serebrum) tersumbat oleh bekuan (berperan dalam lebih dari 80% stroke) atau pecah, jaringan otak yang didarahi oleh pembuluh tersebut kehilangan pasokanO2 dan glukosa yang vi-



besar neuron yang mati setelah suatu stroke sebenarnya adalah sel-sel yang



tal. Akibatnya adalah kerusakan dan biasanya kematian jaringan tersebut. Temuan-temuan baru memperlihatkan bahwa kerusakan saraf (dan hilangnya fungsi saraf) meluas melebihi bagian yang kekurangan darah akibat efek neurotoksik yang menyebabkan kematian sel-sel sekitar. Sel-sel yang mulamula mengalami kekurangan darah mati akibat nekrosis (kematian sel takdiinginkan), tetapi sel-sel sekitar mengalami apoptosis (bunuh diri set disengaja; lihat h. 44). Dalam suatu proses yang disebut eksitotoksisitas, sel yang awalnya kekurangan O2 melepaskan glutamat dalam jumlah



Hingga akhir abad terakhir, dokter tidak dapat berbuat apa-apa untuk menghentikan kerusakan neuron setelah suatu stroke, yang menyebabkan pasien mengalami defisit saraf dengan pola yang tidak dapat diperkirakan. Terapi terbatas pada upaya rehabilitasi setelah kerusakan tuntas. Dalam tahun-tahun terakhir, berbekal pengetahuan baru mengenai faktor-faktor yang mendasari kematian neuron pada stroke, komunitas kedokteran berupaya mencari cara-cara untuk menghentikan efek domino kematian sel. Tujuannya adalah membatasi luas kerusakan neuron sehingga meminimalkan atau bahkan mencegah gejala klinis seperti paralisis. Pada awal tahun 1990an, para dokter mulai memberi obat pelarut bekuan dalam tiga jam pertama setelah awitan stroke untuk memulihkan aliran darah di pembuluh yang tersumbat. Penghancur bekuan adalah obat pertama yang digunakan untuk mengobati stroke, tetapi obat-obat ini hanyalah awal dari terapi baru stroke. Seat ini sedang diteliti metode-metode lain untuk mencegah kematian sel saraf akibat pelepasan toksik glutamat. Metode-metode tersebut mencakup penghambatan reseptor NMDA yang memicu rangkaian kejadian yang berujung pada kematian sebagai respons terhadap glutamat, penghentian jalur apoptosis yang menyebabkan bunuh diri, dan penyumbatan taut celah yang memungkinkan Ca2+, caraka kematian, menyebar ke sel-sel sekitar. Taktiktaktik ini memberi harapan besar untuk mengobati stroke, yang merupakan penyebab utama kecacatan pada orang dewasa dan penyebab ketiga tersering kematian di Amerika Serikat. Namun, hingga saat ini belum ada obat neuroprotektif baru yang ditemukan yang tidak menimbulkan efek samping serius.



berlebihan ,yaitu neurotransmiter eksitatorik yang umum. Overdosis glutamat yang bersifat eksitatorik dari set otak yang rusak berikatan dengan dan mengeksitasi neuron-neuron sekitarnya dengan berlebihan. Secara spesifik, glutamat berikatan dengan reseptor eksitatorik yang dikenal sebagai reseptor NMDA, yang berfungsi sebagai kanal kalsium (Ca2+).Akibat pengaktifan toksik kanal-reseptor ini, mereka terus membuka dalam waktu yang lama sehingga Ca2+ menyerbu masuk ke dalam neuron-neuron sekitar. Peningkatan Ca2+ intrasel ini memicu sel-sel tersebut melakukan bunuh-diri. Selama proses ini terbentuk radikal bebas yang merusak sel. Partikel defisien elektron yang sangat reaktif ini menyebabkan kerusakan sel lebih lanjut dengan merebut elektron dari molekul-molekul lain. Selain cedera tersebut, para peneliti berspekulasi bahwa sinyal apoptotik Ca2+ mungkin menyebar dari sel-sel yang sekarat ke sel-sel sehat sekitar melalui taut celah, saluran antarsel yang memungkinkan Ca2+ dan ion kecil lain berdifusi bebas bebas antara sel-sel (lihat h. 68). Hal ini mematikan lebih banyak neuron. Karena itu, sebagian besar neuron yang mati setelah suatu stroke sebenarnya adalah sel-sel yang ti-



berat tubuh, otak menerima 15% darah yang dipompa keluar oleh jantung. (Daripada menggunakan glukosa selama kelaparan, otak dapat menggunakan badan keton yang dihasilkan oleh hati, tetapi sumber nutrien altematif ini juga harus disampaikan oleh darah ke otak.) Otak mengalami kerusakan jika organ ini tidak mendapat pasokan O2 lebih dari 4 hingga 5 menit atau penyaluran glukosanya terputus lebih dari 10 hingga 15 menit. Kausa tersering kurangnya pasokan darah ke otak adalah stroke. (Lihat fitur penyerta di dalam kotak, konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk perincianya.)



Periksa Pemahaman Anda 5.2 1.



Sebutkan meningen, dari yang terluar hingga terdalam.



2.



Jelaskan dengan cara apa sawar darah otak secara anatonik mencagah transpor antara sel-sel yang membentuk dinding kapiler otak dan secara fisiologik membatasi transpor melalui sel-sel ini.



tidak cedera yang melakukan bunuh-diri sebagai respons terhadap rangkaian reaksi yang ditimbulkan oleh pelepasan toksik glutamat dari sel yang mengalami kekurangan O2.



SSP terdiri dari otak dan korda spinalis. Sebanyak 100 miliar neuron yang diperkirakan terdapat di otak Anda tersusun membentuk anyaman kompleks yang memungkinkan Anda untuk (1) secara bawah-sadar mengatur lingkungan internal melalui sistem saraf, (2) mengalami emosi, (3) secara sadar smengontrol gerakan Anda, (4) merasakan (mengetahui dengan kesadaran) tubuh Anda sendiri dan lingkungan Anda, dan (5) melakukan fungsi-fungsi kognitif luhur misalnya berpikir dan mengingat. Kata kognisi merujuk kepada tindakan atau proses "mengetahui", termasuk kesadaran dan penilaian. Tidak ada bagian otak yang bekerja sendiri terpisah dari bagianbagian otak lain karena anyaman neuron-neuron terhubung secara anatomis oleh sinaps dan neuron-neuron di seluruh otak berkomunikasi secara ekstensif satu sama lain dengan cara listrik atau kimiawi. Namun, neuron-neuron yang bekerja bersama untuk



   151



❚ TABEL 5-2 Gambaran



Singkat dan Fugnsi Komputer Utama Otak Korteks serebrum Korteks serebrum



Nukleus basal (lberada di lateral talamus)



Nukleus basal



Talamus



talamus (medial)



Hipotalamus Serebelum



Hipotalamus



Serebelum



Batang otak



Otak tengah Batang otak



Pons



Korda spinalis



Medula oblongata



akhirnya melaksanakan fungsi tertentu cenderung tersusun dalam lokasi tertentu. Karena itu, meskipun beroperasi sebagai suatu kesatuan, otak tersusun menjadi bagian-bagian yang berbeda. Bagian-bagian otak dapat dikelompokkan dalam berbagai cara bergantung pada perbedaan anatomik, spesialisasi fungsi, dan perkembangan evolusi. Kita memakai pengelompokan berikut: 1. Batang otak 2. Serebelum 3. Otak depan a Diensetalon (1) Hipotalamus (1) Talamus b. Serebelum (1) Nukleus basal (2) Korteks serebrum Urutan pencantuman yang digunakan untuk komponenkomponen ini umumnya mencerminkan baik lokasi anatomik (dari bawah ke atas) maupun kerumitan dan kecanggihan fungsi (dari tingkat yang paling tua dan kurang spesialistik hingga ke tingkat terbaru yang paling spesialistik). Sistem saraf primitif terdiri dari antarneuron yang relatif    hapter



sedikit yang terselip di antara neuron aferen dan eferen. Selama perkembangan evolusi, komponen antarneuron berkembang secara progresif, membentuk interkoneksi yang semakin rumit, dan menjadi terlokalisasikan di bagian kepala sistem saraf, membentuk otak. Lapisan-lapisan otak baru yang lebih canggih ditambahkan ke lapisan-lapisan lama yang lebih primitif. Otak manusia mencerminkan puncak perkembangan yang tercapai saat ini. Batang otak, bagian otak paling tua, bersambungan dengan korda spinalis (Tabel 5-2 dan Gambar 5-7b). Bagian ini terdiri dari otak tengah, pons, dan medula. Batang otak mengontrol banyak proses yang memelihara kehidupan, misalnya pernapasan sirkulasi, dan pencernaan, yang umum bagi semua vertebrata. Proses-proses ini sering disebut sebagai ungsi vegetatif, yang berarti fungsi yang dilakukan di bawah sadar atau involunter. Jika fungsi luhur otak lenyap, tingkat otak yang lebih rendah ini, disertai oleh terapi suportif yang memadai misalnya pemberian nutrisi yang adekuat, dapat tetap mempertahankan fungsi-fungsi yang esensial bagi kelangsungan hidup tetapi yang bersangkutan tidak memiliki kesadaran atau kontrol atas kehidupan tersebut, suatu kondisi yang kadang-kadang disebut "menjadi tumbuhan."



1. Persepsi sensorik 2. Kontrol gerakan sadar 3. Bahasa 4. Sifat kepribadian 5. Proses mental canggih, misalnya berpikir, mengingat, mengambilkeputusan, kreativitas, dan kesadaran diri. 1. lnhibisi tonus otot 2. Koordinasi gerakan lambat menetap 3. Menekan pola gerakan yang tidak bermanfaat 1. Stasiun pemancar untuk semua masukan sinaps 2. Kesadaran kasar terhadap sensasi 3. Berperan dalam kesadaran 4. Berperan dalam kontrol motorik 1. Regulasi banyak fungsi homeostatik, misalnya kontrol suhu, haus, pengeluaran urine, dan asupan makanan 2. Penghubung penting antara sistem saraf dan endokrin 3. Banyak terlibat dalam emosi dan pola perilaku dasar 4. Berperan dalam siklus tidur-bangun 1. Mempertahankan keseimbangan 2. Meningkatkan tonus otot 3. Mengoordinasikan dan merencanakan aktivitas otot sadar terampil 1. Aral clari sebagian besar saraf kran ial is perifer 2. Pusat kontrol kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan 3. Regulasi refleks otot yang berperan dalam keseimbangan dan postur 4. Penerimaan dan integrasi semua masukan sinaps dari korda. spinalis; pengaktifan korteks serebrumdan keadaan terjagai 5. Berperan dalam siklus tidur-bangun



Serebelum, yang melekat di atas bagian belakang batang otak, berkaitan dengan pemeliharaan posisi tubuh yang tepat dalam ruang dan koordinasi bawah-sadar aktivitas motorik (gerakan). Serebelum juga berperan kunci dalam mempelajari keterampilan motorik, misalnya gerakan menari. Di atas batang otak, di dalam interior serebrum, terdapat diensefalon. Bagian ini mengandung dua komponen otak: hipotalamus, yang mengontrol banyak fungsi homeostatik yang penting untuk mempertahankan stabilitas lingkungan internal; dan talamus, yang melakukan beberapa pemrosesan sensorik primitif. Dengan menggunakan kerucut es krim sebagai analogi, di atas "kerucut" ini di bagian otak yang lebih rendah terdapat serebrum, yang ukurannya semakin besar dan lebih berlekuk-lekuk (yaitu, adanya lipatan atau alur dalam yang memisahkan tonjolan berkelokkelok) seiring dengan makin berkembangnya spesies vertebrata. Serebrum paling berkembang pada manusia, tempat serebrum membentuk lebih dari 80% berat total otak. Lapisan luar serebrum adalah korteks serebrum yang sangat berkelok-kelok, yang menutupi bagian dalam yang mengandung nukleus basal. Banyaknya konvolusi korteks serebrum manusia menyebabkannya tampak seperti kenari keriput (>Gambar 5-7a). Pada banyak mamalia tingkat bawah, korteks terlihat licin. Tanpa keriput di permukaan ini, kort-



teks manusia akan menempati daerah yang luasnya tiga kali daripada saat ini dan, karenanya, tidak akan pas menutupi strukturstruktur di bawahnya. Meningkatnya sirkuit saraf yang terdapat di daerah korteks serebrum tambahan yang tidak terdapat pada mamalia tingkat rendah menentukan banyak kemampuan manusia yang unik. Korteks serebrum berperan penting dalam fungsi-fungsi saraf yang canggih, misalnya inisiasi volunter gerakan, persepsi sensorik akhir (interpretasi otak tentang tubuh dan lingkungan sekitarnya berdasarkan masukan sensorik), pikiran sadar, bahasa, kepribadian, dan faktor lain yang berkaitan dengan pikiran atau intelek. ini adalah daerah integrasi otak yang paling kompleks dan paling tinggi. Masing-masing regio SSP ini akan dibahas secara bergiliran, dimulai dari tingkat tertinggi, korteks serebrum, dan berlanjut terus ke bawah hingga tingkat terendah, korda spinalis.



Periksa Pemahaman Anda 5.3 1. Urutkan komponen-komponen otak dari yang kurang terspesialisasi dan tertua dari segi evolusi hingga yang paling terbaru dan terspesialisasi. 2.



Diskusikan manfaat korteks serebrum manusia yang tersusun menjadi sangat berlekuk-lekuk.



I Korteks Serebrum



5.4



Serebrum, bagian terbesar otak manusia, dibagi menjadi dua bagian, hemisfer serebrum kiri dan kanan (Gambar 5-7a). Keduanya saling berhubungan melalui korpus kalosum, suatu pita tebal yang diperkirakan terdiri dari 300 juta akson neuron yang menghubungkan kedua hemisfer (Gambar 5-7b; lihat juga Gambar 5-14, h. 163). Korpus kalosum adalah "infor-mation superhighway" tubuh. Kedua hemisfer berkomunikasi dan saling bekerja sama melalui pertukaran informasi konstan melalui koneksi saraf ini.



Tiap-tiap hemisfer terdiri dari satu lapisan tipis substansia grisea di sebelah luar, korteks serebrum, yang menutupi bagian tengah substansia alba yang tebal (lihat Gambar 5-14). Sebagian massa substansia grisea lainnya yang secara kolektif membentuk nukleus basal terletak jauh di dalam substansia alba. Di seluruh SSP, substansia grisea terutama terdiri dari badan sel neuron dan dendritnya yang tersusun padat serta sebagian besar sel glia. Berkas atau traktus serat sarafbermielin (akson) membentuk substansia alba; warna putihnya disebabkan oleh komposisi lemak mielin. Substansia grisea dan substansia alba masing-masing membentuk sekitar separuh otak. Substansia grisea dapat dipandang sebagai "komputer-komputer" SSP dan sub stansia alba sebagai "kabel" yang menghubungkan komputer-komputer tersebut. Substansia alba secara keseluruhan mengandung sekitar seperempat juta mil kabel, yang jika dihubungkan dari ujung ke ujung akan meregang dari bumi ke bulan.



Sistem Saraf Pusat 153



Serebrum (hemisfer kanan, di fisura longitudinal antara hemisfer ini dan hemisfer kiri)



Hemisfer serebrum kanan



Hipotalamus



Korpus kalosum Kiasma optikum



Fisura longitudinal (a)Otak, pandangan, dorsal (atas) Atas Otak tenagh Batang Pons otak Medula



Bagian depan otak



Serebelum



Talamus



Talamus



Photo: Mark Nielsen, Department of Biology, University of Utah.



Hemisfer serebrum kiri



(b) Otak, pandangan sagital Gambar 5-7 Otak kadaver manusia. (a) Pandangan dorsal yang menatap ke bawah ke bagian atas otak. Perhatikan bahwa fisura longitudinal yang dalam membelah serebrum menjadi hemisfer kin dan kanan. (b) Pandangan sagital separuh kanan otak. Semua bagian utama otak tampak dari pandangan interior garis tengah ini. Korpus kalosum berfungsi sebagai jembatan saraf antara kedua hemisfer serebrum.



Integrasi masukan saraf dan inisiasi keluaran saraf berlangsung di sinaps di dalam substansia grisea. Traktus saraf di substansia alba rnenyalurkan sinyal dari satu bagian korteks serebrum ke bagian lain atau antara korteks dan bagian lain SSP. Komunikasi antara berbagai bagian korteks tersebut dan dengan bagian lain mempermudah integrasi aktivitas bagian-bagian tersebut. Integrasi ini esensial bahkan untuk tugas yang relatif mudah seperti memetik bunga. Penglihatan tentang bunga diterima oleh satu daerah korteks, penerimaan tentang keharumannya berlangsung di tempat lain, dan gerakan memetik dimulai di bagian yang lain pula. Respons saraf yang lebih halus, misalnya apresiasi keindahan bunga dan keinginan untuk memetiknya, masih belum dipahami, tetapi jelas berkaitan erat dengan interkoneksi serat-serat di berbagai bagian korteks. Pengetahuan kita tentang hubungan kompleks yang mendasari fungsi otak berkembang dengan pesat berkat adanya Human Connectome Project yang dilakukan oleh National Institute of Health pada tahun 2009. Melalui proyek yang ambisius ini, para ilmuwan di semua negara mengumpulkan dan menyebar data menggunakan teknik pencitraan potongan otak tertentu pada orang dewasa untuk memetakan keseluruhan sirkuit serat substansia alba pada otak manusia. Pengetahuan kita tentang fungsi substansia grisea juga telah melompat jauh ke depan selama beberapa dekade terakhir berkat penggunaan tekonologi-teknologi modern. Pada awal tahun 1980an, elektroda kaca skala mini baru memungkinkan kita memeriksa aktivitas elektrik di dalam sebuah neuron. Pencitraan pertama otak -



   BAB 5



saat bekerja juga diambil pada tahun 1980 melalui penggunaan PET (positron emission tomography) scan yang bergantung pada injeksi sejumlah kecil bahan radioaktif yang terakumulasi di bagian tubuh yang sedang diteliti dan menyebabkan pelepasan percikan kecil energi sinar gamma yang dapat dideteksi oleh peralatan PET. Peningkatan aktivitas gamma dapat dihubungkan dengan peningkatan aktivitas saraf pada regio otak yang dipelajari (Gambar 5-8). Pada tahun 1990-an, functional magnetic resonance imaging (fMRI) digunakan pertama kali untuk mendeteksi perubahan terinduksi-fungsional pada aliran darah otak regional dan penggunaan O2 dengan memanfaatkan fakta bahwa sifat magnetik hemoglobin, molekul pengangkut oksigen di dalam darah, dipengaruhi oleh jumlah oksigen yang dibawanya. Dengan menggunakan sinyal BOLD (blood-oxygen level dependent), metode fMRI menyoroti area saraf yang lebih aktif (lihat foto pembuka bab h. 142). Teknologi terkini untuk meneliti neuron, optogenetik, dimulai dari nol (opto merujuk kepada "cahaya", genetik merujuk kepada teknik genetik yang digunakan dalam teknik ini). Dengan memasukkan gen yang menyandi molekul responsif cahaya ke dalam neuron binatang percobaan, ilmuwan dapat menggunakan kilatan cahaya untuk mengaktifkan atau mematikan neuron sesuai kehendak (dengan mendepolarisasi atau menghiperpolarisasi sel-sel ini melalui perubahan kanal ion yang diinduksi oleh cahaya). Dengan mampu memanipulasi neuron sesuai kehendak pada hewan hidup melalui rutinitas sehari hari, ilmuwan berharap untuk membuka tabir pemrosesan informasi yang kompleks di otak.



Courtesy of Washington University School of Medicine, St. Louis.



Bagian depan otak Gambar 5-8 Pemindaian PET korteks serebrum selama berbagai tugas yang berbeda. Berbagai daerah yang berbeda di otak "dinyalakan" pada positron emission tomography (PET) scan ketika seseorang melakukan berbagai tugas yang berbeda. Pemindaian PET mendeteksi jumlah aliran darah di berbagai daerah otak. Karena terdapat lebih banyak aliran darah ke bagian tertentu otak ketika bagian tersebut lebih aktif, pars ahli saraf dapat menggunakan pemindaian PET untuk "mengambil gambar" otak saat bekerja dengan berbagai tugas.



Berdasarkan variasi distribusi beberapa jenis sel tertentu, korteks serebrum tersusun menjadi enam lapisan yang berbatas tegas. Lapisan-lapisan ini tersusun menjadi kolom-kolom vertikal fungsional yang meluas tegak lurus sekitar 2 mm dari permukaan korteks ke bawah menembus ketebalan korteks ke substansia alba di bawahnya. Neuron-neuron di dalam kolom tertentu berfungsi sebagai satu "tim", dengan masing-masing sel terlibat dalam berbagai aspek aktivitas spesifikyang sama-misalnya, pemrosesan persepsi rangsangan yang sama dari lokasi yang sama. Perbedaan fungsional antara berbagai area korteks ditimbulkan oleh perbedaan pola pembentukan lapisan di dalam kolom dan oleh perbedaan koneksi masukan-keluaran, bukan oleh keberadaan jenis sel tertentu atau perbedaan mekanisme saraf. Sebagai contoh, bagian-bagian korteks yang bertangngung jawab atas persepsi sensorik memiliki lapisan 4 yang meluas, suatu lapisan yang banyak mengandung sel stelata, yang merupakan neuron yang berperan dalam pemrosesan awal masukan sensorik ke korteks. Sebaliknya, daerah korteks yang mengontrol keluaran ke otot rangka memiliki lapisan 5 yang tebal, yang mengandung banyak neuron berukuran besar yang disebut sel piramidal. Sel ini mengirim serat-serat ke korda spinalis dari korteks untuk berakhir di neuron motorik eferen yang menyarafi otot rangka.



bagian bergantung pada hubungan kompleks di antara banyak bagian lain baik untuk pesan datang maupun keluar. Daerah-daerah patokan yang digunakan dalam pemetaan korteks adalah lipatan-lipatan dalam tertentu yang membagi masingmasing paruh korteks menjadi empat lobus utama: lobus oksipitalis, temporalis, parietalis, dan frontalis (Gambar 5-9). Lihatlah peta fungsional dasar korteks di Gambar 5-10 selama pembahasan berikut tentang aktivitas-aktivitas utama yang dikaitkan dengan berbagai bagian lobus ini. Lobus oksipitalis, yang terletak di posterior (di belakang kepala), melaksanakan pemrosesan awal masukan penglihatan. Sensasi suara (auditorik) pada awalnya diterima oleh lobus temporalis, yang terletak di lateral (di samping kepala) (lihat Gambar 5-8 dan 5-10 serta foto pembuka bab). Anda akan belajar lebih banyak tentang fungsi bagian-bagian ini di Bab 6 saat kita membahas penglihatan dan pendengaran. Lobus parietalis dan frontalis, yang terletak di kepala bagian atas, dipisahkan oleh lipatan dalam, sulkus sentralis, yang berjalan kirakira ke bagian tengah permukaan lateral rnasing-masing hemisfer. Lobus parietalis terletak di belakang sulkus sentralis di masingmasing sisi, dan lobus frontalis terletak di depannya. Lobus parietalis terutama berperan untuk menerima dan memroses masukan sensorik. Lobus frontalis berperan dalam tiga fungsi utama: (1) aktivitas motorik volunter, (2) kemampuan berbicara, dan (3) elaborasi pikiran. Kita selanjutnya akan meneliti peran lobus parietalis dalam persepsi sensorik, kemudian mengalihkan perhatian pada fungsi lobus frontalis secara lebih mendalam.



Sensasi dari permukaan tubuh, misalnya sentuhan, tekanan, panas, dingin, dan nyeri, secara kolektif dikenal sebagai sensasi somestetik (somestetik artinya "perasaan tubuh"). Cara-cara bagaimana neuron aferen mendeteksi dan menyalurkan informasi berbagai sensasi ini ke SSP akan dicakup di Bab 6 saat kita mengulas divisi aferen SST Lobus frontalis



Lobus parietalis



Lobus oksipitalis



Lobus temporalis



Kini kita akan membahas lokasi daerah-daerah fungsional utama korteks serebrum. Sepanjang pembahasan ini, ingatlah bahwa meskipun aktivitas tertentu akhirnya dikaitkan dengan bagian tertentu otak, tidak ada bagian otak yang berfungsi tersendiri. setiap



Sulkus sentralis



Batang otak



Serebelum



Gambar 5-9 Lobus korteks. Tiap-tiap paruh korteks serebrum dibagi menjadi lobus oksipitalis, temporalis, parietalis, dan frontalis, seperti diperlihatkan dalam pandangan lateral bagian kiri otak ini.



Sistem Saraf Pus 155



Korteks motorik primer (gerakan sadar)



Daerah motorik suplementer (dt permukaan bagian dalam-bdak tertihat; memprogram gerakan kompleks)



Sulkus sentralis



Korteks pramotorik (koordinasi gerakan kompleks)



Korteks somatosensorik (sensasi somestetik dan propiosepsi)



Korteks asosiasi prafrontalis (perencanaan aktivitas volunter; pembuatan keputusan; sifat kepribadian)



Korteks parietalis posterior (integrasi masukan somatosensorik dan penglihatan; penting untuk gerakan kompleks) Daerah Wernicke (pemahaman bicara) Lobus parietalis



Lobus frontalis



Korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital (integrasi semua masukan sensorik; penting dalam bahasa)



Daerah Broca (pembentukan bicara) Korteks auditorius primer dikelilingi oleh korteks pendengaran yang lebih tinggi (pendengaran)



Lobus oksipitalis Korteks visual primer dikeldingi oleh korteks penghhatan yang lebih tinggi (penglihatan)



Korteks asosiasi limbik (terutama di permukaan bagian dalam dan bawah lobus temporalis; motivasi dan emosi; ingatan) Lobus temporalis Batang otak



Serebelum Korda spinalis



Gambar 5-10 Daerah-daerah fungsional korteks serebrum. Berbagai bagian korteks serebrum terutama berperan dalam herbagai aspek pemrosesan saraf, seperti ditunjukkan oleh pandangan lateral sisi kiri otak.



secara lebih terperinci. Di dalam SSP, informasi ini diproyeksikan (disalurkan di sepanjang jalur saraf tertentu ke tingkat yang lebih tinggi di otak) ke korteks somatosensorik. Korteks somatosensorik terletak di bagian depan masing-masing lobus parietalis tepat di belakang sulkus sentralis (Gambar 5-10 dan 5-11a). Ini adalah tempat pemrosesan dan persepsi awal di korteks rapat terhadap masukan somestetik serta proprioseptif. Proprio-sepsi adalah kesadaran terhadap posisi tubuh. Setiap bagian di dalam korteks somatosensorik menerima masukan somestetik dan proprioseptif dari suatu bagian spesifik di tubuh. Distribusi pemrosesan sensorik di korteks ini diperlihatkan di Gambar 5-1lb. Perhatikan bahwa pada homunkulus sensorik (hornunkulus artinya "pria kecil") ini, berbagai bagian tubuh tidak direpresentasikan dengan setara. Ukuran masing-masing bagian tubuh dalam homunkulus ini menunjukkan proporsi relatif korteks somatosensorik yang didedikasikan untuk bagian tersebut. Ukuran wajah, lidah, tangan, dan genitalia yang berlebihan menunjukkan tingginya derajat persepsi sensorik yang berkaitan dengan bagianbagian tubuh ini.   



BAB 5



Korteks somatosensorik di tiap-tiap sisi otak umumnya menerima masukan sensorik dari sisi tubuh yang berlawanan karena sebagian besar jalur asendens yang membawa informasi sensorik ke korda spinalis menyeberang ke sisi berlawanan untuk akhirnya berakhir di korteks (lihatGambar 5-28a, h. 186). Karena itu, kerusakan korteks somatosensorik di hemisfer kiri menyebabkan defisit sensorik di sisi kanan tubuh, sementara gangguan sensorik di sisi kiri berkaitan dengan kerusakan di separuh kanan korteks. Kesadaran sederhana tentang sentuhan, tekanan, suhu, atau nyeri dideteksi oleh talamus, suatu bagian otak tingkat bawah, tetapi fungsi korteks somatosensorik lebih dari sekedar merasakan sensasi murni melainkan persepsi sensorik yang lebih lengkap. Talamus menyebabkan Anda menyadari bahwa ada sesuatu yang panas versus sesuatu yang dingin sedang menyentuh Anda, tetapi tidak memberi tahu di mana atau berapa intensitasnya. Korteks somatosensorik menentukan lokasi sumber masukan sensorik dan memperkirakan derajat intensitas rangsangan. Bagian ini juga mampu melakukan diskriminasi ruang, sehingga kita dapat mengetahui bentuk suatu benda yang sedang kita pegang serta dapat



Gambar 5-11 Peta somatotopik korteks somatosensorik dan korteks motorik primer. (a) Pandangan atas hemisfer serebrum yang menunjukkan korteks somatosensorik dan korteks motorik primer. (b) Homunkulus sensorik yang menunjukkan distribusi masukan sensorik ke korteks somatosensorik dari berbagai bagian tubuh. Representasi grafik bagianbagian tubuh yang terdistorsi ini menunjukkan proporsi relatif korteks somatosensorik yang didedikasikan untuk menerima masukan sensorik dari masing-masing bagian tubuh. (c) Homonkulus motorik yang menunjukkan distribusi keivaran motorik dari korteks motorik primer ke berbagai bagian tubuh. Representasi grafik bagian-bagian tubuh yang terdistorsi ini menunjukkan proporsi relatif korteks motorik primer yang didedikasikan untuk mengontrol otot-otot rangka di setiap bagian tubuh.



mengetahui perbedaan ringan pada benda-benda serupa yang berkontak dengan kulit. Korteks somatosensorik, pada saatnya, memproyeksikan masukan sensorik ini melalui serat-serat substansia alba ke daerah sensorik yang lebih tinggi untuk elaborasi, analisis, dan integrasi informasi serisorik lebih jauh. Daerah-daerah yang lebih tinggi ini penting untuk persepsi pola rangsangan somatosensorik yang kompleks-misalnya, apresiasi tekstur, kekerasan, suhu, bentuk, posisi, dan lokasi suatu benda yang sedang Anda pegang.



Korteks motorik primer yang terletak di lobus frontalis mengontrol otot rangka. Daerah di bagian belakang lobus frontalis tepat di depan sulkus sentralis dan di samping korteks somatosensorik adalah korteks motorik primer (lihat Gambar 5-10 dan 5-11a). Bagian ini melaksanakan kontrol volunter atas gerakan yang dihasilkan oleh otot rangka. Seperti pada pemrosesan sensorik, korteks motorik di masing-masing belahan otak terutama mengontrol otot di bagian tubuh yang berlawanan. Jaras-jaras saraf yang berasal dari korteks motorik hemisfer kiri menyeberang sebelum turun menyusuri kor-



Sistem Saraf Pusat 157



da spinalis untuk berakhir di neuron motorik eferen yang memicu kontraksi otot rangka di sisi kanan tubuh (lihat Gambar 5-28b, h. 186). Karena itu, kerusakan korteks motorik di sisi kiri otak menyebabkan paralisis sisi kanan tubuh, dan demikian sebaliknya. Stimulasi area korteks motorik primer yang berbeda menghasilkan gerakan di bagian tubuh yang berbeda. Seperti homunkulus sensorik untuk korteks somatosensorik, homunkulus motorik, yang menggambarkan lokasi dan jumlah relatif korteks motorik yang didedikasikan ke otot tiap-tiap bagian tubuh, terdistorsi (Gambar 5-11c). Jari tangan, jempol, dan otot yang penting untuk berbicara, terutama otot bibir dan lidah, sangat besar, yang menunjukkan tingkat kontrol motorik yang tinggi atas bagian-bagian tubuh ini. Bandingkan ini dengan betapa sedikitnya jaringan otak yang didedikasikan untuk badan, lengan, dan ekstremitas bawah, yang tidak mampu melakukan gerakan-gerakan kompleks tersebut. Karena itu, luas representasi di korteks motorik setara dengan ketelitian dan kompleksitas keterampilan motorik yang dibutuhkan oleh masing-masing bagian.



Meskipun sinyal dari korteks motorik primer berakhir di neuronneuron eferen yang memicu kontraksi otot rangka volunter, korteks motorik bukan satu-satunya bagian otak yang terlibat dalam kontrol motorik. Pertama, regio-regio otak bagian bawah dan korda spinalis mengontrol aktivitas otot rangka involunter, misalnya dalam mempertahankan postur. Beberapa regio yang sama ini juga berperan penting dalam memantau dan mengoordinasikan aktivitas motorik volunter yang telah diaktifkan oleh korteks motorik. Kedua, meskipun serat-serat yang berasal dari korteks motorik dapat mengaktifkan neuron motorik untuk menimbulkan kontraksi motorik, korteks motorik itu sendiri tidak dapat memulai gerakan volunter. Korteks motorik diaktifkan oleh pola lepas-muatan neuron yang luas, readiness potential, yang terjadi sekitar 750 mdet sebelum aktivitas listrik spesifik terdeteksi di korteks motorik. Tiga daerah motorik korteks yang lebih tinggi berperan dalam periode pengambilan keputusan volunter ini. Daerah-daerah yang lebih tinggi ini, yang semuanya membawahi korteks motorik primer, mencakup daerah motorik suplementer, korteks pramotorik, dan korteks parietalis posterior (lihat Gambar 5-10). Selain itu, regio subkorteks otak, serebelum, berperan penting dalam merencanakan, memulai, dan menentukan waktu gerakan jenis tertentu dengan mengirim masukan ke daerah motorik korteks. Ketiga daerah motorik yang lebih tinggi di korteks dan serebelum melaksanakan fungsi-fungsi yang berbeda tetapi terkait yang semuanya penting dalam memprogram dan mengoordinasikan gerakan-gerakan kompleks yang melibatkan kontraksi simultan banyak otot. Meskipun stimulasi listrik pada korteks motorik primer menyebabkan kontraksi otot tertentu, gerakan yang dihasilkannya tidak bertujuan dan terkoordinasi, seperti menggerakkan tali secara serampangan tidak akan menghasilkan gerakan boneka yang bermakna. Boneka memperlihatkan gerakan yang bertujuan hanya jika talinya dimanipulasi secara terkoordinasi oleh pemain boneka yang terampil. Dengan cara serupa, keempat regio ini (dan mungkin bagian-bagian lain yang belum diketahui) membentuk suatu program motorik untuk tugas volunter tertentu dan kemudian "me-



   BAB 5



narik" serangkaian "tali" di korteks motorik primer untuk menghasilkan rangkaian kontraksi otot-otot yang sesuai sehingga gerakan kompleks yang diinginkan tercapai. Daerah motorik suplementer terletak di permukaan medial (dalam) masing-masing hemisfer di anterior dari (di depan) korteks motorik primer. Bagian ini melakukan per-siapan dalam memprogram rangkaian gerakan kompleks. Stimulasi di berbagai bagian daerah motorik ini menghasilkan pola gerakan kompleks, misalnya membuka atau menutup tangan. Lesi di sini tidak menyebabkan paralisis tetapi menghambat pasien melakukan gerakan-gerakan terintegrasi bertujuan yang kompleks. Korteks pramotorik, yang terletak di permukaan lateral masingmasing hemisfer di depan korteks motorik primer, penting dalam mengarahkan tubuh dan lengan ke sasaran tertentu. Untuk memerintahkan korteks motorik primer melaksanakan kontraksi otot yang sesuai untuk menghasilkan gerakan yang diinginkan, korteks pramotorik harus diberi informasi tentang posisi tubuh saat itu terhadap sasaran. Korteks pramotorik dituntun oleh masukan sensorik yang diproses oleh korteks parietal posterior, suatu bagian yang terletak di posterior (di belakang) korteks somatosensorik primer. Kedua daerah motorik yang lebih tinggi ini memiliki banyak interkoneksi anatomik dan berkaitan erat secara fungsional. Jika salah satu daerah ini rusak, orang yang bersangkutan tidak dapat memproses informasi sensorik kompleks untuk melaksanakan gerakan bertujuan dalam konteks ruang; sebagai contoh, pasien tidak dapat menggunakan peralatan makan dengan baik Meskipun daerah-daerah motorik yang lebih tinggi ini memerintah korteks motorik primer dan penting dalam persiapan eksekusi gerakan volunter bertujuan, para peneliti tidak dapat menyatakan bahwa gerakan volunter benar-benar dimulai dari bagian ini. Hal ini mendorong lebih jauh pertanyaan mengenai bagaimana dan di mana aktivitas volunter dimulai. Mungkin tidak ada satu bagian yang bertanggung jawab; tidak diragukan lagi, banyak jalur yang akhirnya dapat menghasilkan gerakan volunter. Marilah kita merenungkan bagaimana sistem saraf bekerja, misalnya sewaktu kita melakukan tindakan sederhana mengambil apel untuk dimakan. Ingatan Anda memberi tahu bahwa buah tersebut ada di wadah di dapur. Sistem sensorik, disertai pengetahuan Anda yang didasarkan pada pengalaman sebelumnya, memungkinkan Anda membedakan apel dari buah jenis lain di dalam wadah tersebut. Ketika menerima informasi sensorik terpadu ini, sistem motorik mengeluarkan perintah ke otot-otot yang tepat dalam urutan yang benar untuk memungkinkan Anda bergerak ke wadah dan mengambil apel sasaran. Selama eksekusi tindakan ini, dilakukan penyesuaian-penyesuaian kecil dalam perintah motorik, berdasarkan infoimasi baru yang terus-menerus diberikan oleh masukan sensorik tentang posisi tubuh Anda relatif terhadap sasaran. Kemudian terdapat isu motivasi dan perilaku. Apakah Anda mencari apel karena Anda lapar (dideteksi oleh sistem saraf di hipotalamus) atau karena skenario perilaku yang lebih rumit (misalnya, Anda mulai berpikir tentang makanan karena Anda baru melihat seseorang makan di televisi)? Mengapa Anda memilih apel dan bukan pisang jika kedua buah tersebut ada di wadah dan Anda menyukai rasa keduanya, dan seterusnya? Karena itu, memulai dan melaksanakan gerakan volunter bertujuan sebenarnya mencakup timbal-balik saraf kompleks yang melibatkan keluaran dari regio motorik yang dituntun oleh informasi sensorik terpadu dan akhir-



nya bergantung pada sistem motivasi dan elaborasi pikiran. Semua ini terjadi di atas latar gudang ingatan yang dapat Anda gunakan untuk mengambil keputusan tentang gerakan yang diinginkan.



Meskipun pola organisasi umum peta somatotopik ("repre-sentasi tubuh") sensorik dan motorik korteks serupa pada semua orang, distribusi pasti bersifat unik bagi masing-masing individu. Seperti kita sama-sama memiliki dua mata, sebuah hidung, dan sebuah mulut, tetapi tidak ada dua wajah yang memiliki susunan strukturstruktur tersebut yang persis sama, demikian juga otak. Selain itu, peta somatotopik masing-masing orang tidak "terpatri" tetapi mengalami modifikasi halus yang terus-menerus berdasarkan pemakaian. Pola umum ditentukan oleh proses genetik dan perkembangan, tetapi arsitektur korteks masing-masing orang dapat dipengaruhi oleh kompetisi yang bergantung pada penggunaan dalam memperebutkan ruang korteks. Sebagai contoh, ketika monyet didorong untuk menggunakan jari tengah mereka dan bukan jari lain untuk menekan tombol untuk makanan, hanya setelah beberapa ribu kali menekan tombol "daerah jari tengah", korteks motorik telah sangat meluas dan mengambil teritorial yang sebelumnya didedikasikan untuk jari lain. Demikian juga, teknikteknik pencitraan saraf modern mengungkapkan bahwa tangan kiri seorang pemain biola kinan diwakili oleh area korteks somatosensorik yang lebih luas daripada tangan kiri seorang bukan pemain biola. Dengan cara ini, jari-jari tangan kiri musisi tersebut mengembangkan "rasa" yang lebih peka untuk instrumen tersebut ketika mereka memanipulasi instrumen dengan terampil. Bagian-bagian lain otak selain korteks somatosensorik dan korteks motorik juga dimodifikasi oleh pengalaman. Kini kita akan mengalihkan perhatian kita kepada plastistas otak.



Otak memperlihatkan adanya plastisitas, yaitu kemampuan berubah atau mengalami remodeling fungsional sebagai respons terhadap kebutuhan yang dibebankan padanya. Kata plastisitas digunakan untuk menjelaskan kemampuan ini karena plastik dapat dimanipulasi menjadi bentuk apapun yang diinginkan untuk melakukan tujuan tertentu. Kemampuan otak untuk melakukan modifikasi sesuai kebutuhan lebih menonjol pada tahun-tahun awal perkembangan, tetapi bahkan otak dewasa sedikit banyak memperlihatkan plastisitas. Ketika suatu bagian otak yang berkaitan dengan aktivitas tertentu mengalami kerusakan, bagian-bagian lain otak dapat secara bertahap mengambil alih sebagian atau semua fungsi bagian yang rusak. Para peneliti kini mulai dapat mengungkapkan mekanisme molekular yang mendasari plastisitas otak. Bukti-bukti terakhir menunjukkan bahwa pembentukan jalur saraf baru (bukan neuron baru, tetapi koneksi baru antara neuronneuron yang sudah ada) sebagai respons terhadap perubahan pengalaman sebagian diperantarai oleh perubahan bentuk dendrit akibat modifikasi elemen sitoskeleton tertentu (lihat h. 48). Ketika dendritnya bertambah panjang dan semakin bercabang serta terbentuk lebih banyak spina dendrit, neuron menjadi mampu me-



nerima dan mengintegrasikan lebih banyak sinyal dari neuron lain. Karena itu, koneksi sinaps yang tepat antara neuron-neuron tidak bersifat tetap tetapi dapat dimodifikasi oleh pengalaman. Modifikasi bertahap otak masing-masing orang oleh rangkaian pengalaman unik merupakan dasar biologis bagi individualitas. Meskipun arsitektur tertentu otak Anda yang relatif plastis telah dan terus dipengaruhi oleh pengalaman unik Anda, penting disadari bahwa apa yang Anda lakukan dan tidak dilakukan tidak dapat mengubah secara total organisasi korteks Anda dan bagian-bagian otak lainnya. Terdapat batas-batas yang telah ditentukan secara genetic, dan juga terdapat keterbatasan perkembangan dalam tingkat pengaruh pola pemakaian pada remodeling. Sebagai contoh, beberapa bagian korteks mempertahankan plastisitas mereka seumur hidup, terutama kemampuan untuk menambah ingatan baru dan belajar, tetapi bagian korteks lain dapat dimodifikasi oleh pemakaian hanya dalam kurun waktu tertentu setelah lahir sebelum akhirnya menetap permanen. Lama periode perkembangan kritis ini bervariasi untuk masing-masing bagian korteks.



Kemampuan berbahasa adalah contoh yang sangat baik tentang plastisitas dini korteks yang kemudian diikuti oleh keadaan permanen. Tidak seperti regio sensorik dan motorik korteks, yang terdapat di kedua hemisfer, di sebagian besar orang daerah-daerah otak yang bertanggung jawab untuk kemampuan bahasa hanya ditemukan di salah satu hemisfer-hemisfer kiri. Namun, jika seorang anak berusia kurang dari 2 tahun mengalami kerusakan hemisfer kiri, fungsi bahasa dipindahkan ke hemisfer kanan tanpa menghambat perkembangan bahasanya tetapi dengan mengorbankan kemampuan-kemampuan non-verbal lain yang samar yang biasanya dilaksanakan oleh hemisfer kanan. Hingga usia 10 tahun, setelah kerusakan hemisfer kiri, kemampuan bahasa biasanya dapat dibentuk kembali di hemisfer kanan setelah periode kehilangan temporer. Namun, jika kerusakan terjadi setelah usia 10 tahun, kemampuan bahasa mengalami gangguan permanen meskipun masih mungkin terjadi pemulihan terbatas. Bagian-bagian otak yang berperan dalam memahami dan mengungkapkan bahasa tampaknya telah ditentukan secara permanen sebelum masa remaja. Bahkan pada orang normal, terdapat bukti adanya plastisitas pada awal dan kemudian sifat permanen dalam perkembangan bahasa. Bayi dapat membedaka-bedakan dan mengartikulasikan keseluruhan rentang bunyi bicara, tetapi setiap bahasa hanya menggunakan sebagian suara tersebut. Seiring dengan bertambahnya usia, anak sering kehilangan kemampuannya untuk membeda-bedakan atau mengekspresikan bunyi bicara yang tidak penting dalam bahasa ibu mereka. Sebagai contoh, anak Jepang dapat membedakan antara bunyi "r" dan "l" tetapi banyak orang dewasa Jepang tidak dapat menyadari perbedaan antara kedua huruf tersebut. PERAN DAERAH BROCA DAN DAERAH WERNICKE Bahasa adalah bentuk komunikasi yang kompleks ketika kata yang ditulis atau diucapkan menyimbolkan benda dan menyampaikan gagasan. Bahasa melibatkan integrasi dua kemampuan berbeda-



  159



yaitu, ekspresi (kemampuan berbicara) dan pemahaman-yang masing-masing berkaitan dengan bagian tertentu di korteks. Daerah primer korteks yang khusus untuk bahasa adalah daerah Broca dan daerah Wernicke. Daerah Broca, yang mengendalikan kemampuan berbicara, terletak di lobus frontalis kiri berdekatan dengan daerah motorik korteks yang mengontrol otot-otot untuk artikulasi (lihat Gambar 5-8, 5-10, dan 5-12). Daerah Wernicke, yang terletak di korteks kill di pertemuan antara lobus parietalis, temporalis, dan oksipitalis, berkaitan dengan pemahaman bahasa. Bagian ini berperan penting dalam pemahaman bahasa lisan dan tulisan. Selain itu, daerah Wernicke bertanggung jawab dalam memformulasikan pola koheren bicara yang disalurkan melalui berkas-berkas serat ke daerah Broca, yang pada gilirannya mengontrol artikulasi bicara. Daerah Wernicke menerima masukan dari korteks penglihatan di lobus oksipitalis, suatu jalur yang penting untuk memahami tulisan dan menjelaskan benda yang dilihat, serta dari korteks auditorius di lobus temporalis, suatu jalur yang esensial untuk memahami bahasa lisan. Daerah Wernicke juga mendapat masukan dari korteks somatosen-sorik, suatu jalur yang penting dalam kemampuan membaca Braille. Jalur-jalur antarkoneksi yang tepat antar daerahdaerah korteks ini berperan dalam berbagai aspek bicara (Gambar 5-12).



tapi tidak dapat mengucapkannya. Meskipun mereka dapat menggerakkan bibir dan lidah, mereka tidak dapat membentuk perintah motorik yang tepat untuk mengartikulasikan kata yang diinginkan. Sebaliknya, pasien dengan lesi di daerah Wernicke tidak dapat memahami kata yang mereka lihat atau dengar. Mereka dapat berbicara dengan lancar, tetapi kata-kata yang mereka ucapkan dengan sempurna tidak memiliki arti. Mereka tidak dapat menghubungkan arti ke kata atau memilih kata yang sesuai untuk menyampaikan pikiran mereka. Gangguan bahasa akibat kerusakan daerah korteks spesifik seperti ini dikenal sebagai afasia, yang sebagian besar ditimbulkan oleh stroke. Afasia jangan dikacaukan dengan hambatan bicara, yang disebabkan oleh gangguan pada aspek mekanis bicara, misalnya kelemahan atau inkoordinasi otototot yang mengontrol perangkat vokal. Disleksia, gangguan bahasa yang lain, adalah kesulitan belajar membaca karena kesalahan interpretasi kata-kata. Bukti-bukti yang ada menunjukkan bahwa disleksia berakar pada defisit dalam pemrosesan fonologis, yang berarti gangguan kemampuan untuk menguraikan bahasa tulisan menjadi komponen-komponen fonetik yang mendasarinya. Pengidap disleksia mengalami kesulitan mengurai dan, karenanya, mengidentifikasi dan memberi arti pada kata-kata. Keadaan ini sama sekali tidak berkaitan dengan kemampuan intelektualitas.



GANGGUAN BAHASA Karena berbagai aspek bahasa



terletak di bagian-bagian korteks yang berbeda, kerusakan di bagian tertentu otak dapat menyebabkan gangguan selektif bahasa. Kerusakan di daerah Broca menyebabkan kegagalan membentuk kata, meskipun pasien masih mengerti bahasa lisan dan tulisan. Pasien mengetahui apa yang mereka ingin katakan teArea wernicke (merencanakan isi katakata yang diucapkan)



Korteks motorik primer (memerintahkan otot-otot wajah dan lidah untuk mrngucapkan kata-kata) Area Broca (memprogram pola sauara bicara)



4



Girus angular korteks asosial parietal-temporal-oksipital (mengintegrasikan masukan senso



3



1a Untuk mengatakan sesuatu yang dilihat, otak mentransfer informasi visual dari korteks visual primer ke girus angular korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital, yang mengintegrasikan masukan seperti penglihatan, suara, dan sentuhan. 1b Untuk mengatakan sesuatu yang didengar, otak mentransfer informasi auditorik dari korteks auditorius primer ke girus angular



2 1b 1a



Korteks auditorius primer (merasakan sauara)



Mendengar kata-kata



Daerah motorik, sensorik, dan bahasa membentuk hanya sekitar separuh korteks serebrum total. Daerah sisanya, yang disebut daerah asosiasi, terlibat dalam fungsi-fungsi yang lebih tinggi. ter-



Korteks visual primer (merasakan penglihatan)



2 informasi tersebut ditransferke area wernicke, tempat pilihan dan rangkaian kata-kata yang akan diucapkan diformulasikan. 3 Perintah bahasa ini kemudian ditransmisikan ke area Broca, yang mentranslasikan pesan tersebut menjadi pola suara terprogram



Melihat kata-kata



4 Program suara ini dibawa ke area korteks motorik primer yang sesuai yang mengaktifkan otot-otot wajah dan lidah tertentu sehinggga kata-kata yang diinginkan dapat diucapkan.



Gambar 5-12 Jalur di korteks untuk mengucapkan kata yang dilihat atau didengar. Tanda panah dan langkah-langkah bernomor menjelaskan jalur yang digunakan untuk mengucapkan sesuatu yang dilihat atau didengar. Demikian juga, otot-otot tertentu di tangan dapat diperintahkan untuk menuliskan kata-kata yang diinginkan.



160 BAB 5



dapat tiga daerah asosiasi: (1) korteks asosiasi prafrontal, (2) korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital, dan (3) korteks asosiasi limbik (lihat Gambar 5-10). Daerah-daerah asosiasi ini pernah dianggap sebagai daerah "senyap", karena stimulasi tidak menghasilkan respons motorik atau persepsi sensorik yang bermakna. (Selama pembedahan otak, pasien biasanya tetap terjaga dan hanya anestetik lokal yang diguna-kan untuk menyayat kulit kepala. Hal ini dimungkinkan karena otak itu sendiri tidak peka terhadap nyeri. Sebelum melakukan pemotongan terhadap jaringan berharga yang tidak dapat mengalami regenerasi ini, dokter bedah saraf mengeksplorasi bagian yang terpajan dengan elektroda halus perangsang. Pasien diminta menjelaskan apa yang terjadi pada setiap stimulasi—kedutan jari tangan, perasaan kesemutan di telapak kaki, tidak terasa apa-apa? Dengan cara ini, dokter bedah dapat memastikan titik-titik patokan penting di peta saraf sebelum melakukan pemotongan.) Korteks asosiasi prafrontal adalah bagian depan lobus frontalis tepat di depan dari korteks pramotorik. Ini adalah bagian otak yang "mengilhami" atau berpikir (lihat Gambar 5-8). Secara spesifik, peran yang dikaitkan dengan bagian ini adalah (1) perencanaan aktivitas volunter, (2) pengambilan keputusan (yaitu, menimbang akibat dari tindakan yang akan dilakukan dan memilih antara berbagai opsi untuk beragam situasi sosial dan fisik), (3) kreativitas, dan (4) sifat kepribadian. Untuk melaksanakan fungsi saraf tingkat paling tinggi ini, korteks prafrontal adalah tempat bekerjanya memori kerja, tempat otak secara temporer menyimpan dan secara aktif memanipulasi informasi yang digunakan untuk berpikir dan membuat rencana. Anda akan belajar lebih banyak tentang memori kerja di bagian selanjutnya. Stimulasi ke korteks prafrontal tidak menghasilkan trefek yang dapat diamati, tetapi defisit di daerah ini mengubah kepribadian dan perilaku sosial. Karena kerusakan pada lobus prafrontalis diketahui menyebabkan perubahanperubahan tersebut, pada pertengahan abad kedua puluh dilakukan lobotomi prafrontal (pengangkatan secara bedah) untuk mengobati orang yang agresif atau orang dengan perilaku sosial atau sifat "buruk" dengan harapan bahwa kepribadian mereka akan berubah ke arah yang lebih balk. Tentu saja, fungsi-fungsi lain korteks prafrontal juga lenyap karena tindakan ini (untungnya, teknik ini hanya digunakan dalam masa singkat). Korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital terletak di pertemuan antara ketiga lobus yang menjadi asal namanya. Di lokasi yang strategis ini, daerah ini mengumpulkan dan mengintegrasikan sensasi somatik, pendengaran, dan penglihatan yang diproyeksikan dari ketiga lobus ini untuk pemrosesan yang lebih kompleks. Bagian ini memungkinkan Anda "memperoleh gambaran yang lengkap" tentang hubungan berbagai tubuh Anda dengan dunia luar. Sebagai contoh, bagian ini mengintegrasikan informasi penglihatan dengan masukan proprioseptif agar Anda dapat menempatkan apa yang Anda lihat dalam perspektif yang benar, misalnya menyadari bahwa sebuah botol terletak tegak tanpa bergantung pada sudut penglihatan Anda (yaitu, apakah Anda sedang berdiri, berbaring, atau bergantung terbalik di dahan pohon). Bagian ini juga berperan dalam jalur bahasa yang menghubungkan daerah Wernicke ke korteks penglihatan dan pendengaran. Korteks asosiasi limbik terletak terutama di bawah dan bagian dalam kedua lobus temporalis. Daerah ini terutama berkaitan de-



ngan motivasi dan emosi serta berperan besar dalam ingatan. Daerah-daerah asosiasi korteks semuanya saling berkaitan melalui berkas-berkas serat di dalam substansia alba serebrum. Secara kolektif, daerah asosiasi mengintegrasikan beragam informasi untuk tindakan bertujuan.



Hemisfer serebrum memiliki beberapa derajat spesialisasi. Daerah-daerah korteks yang baru dijelaskan sejauh ini tampak tersebar setara di hemisfer kiri dan kanan, kecuali bahwa daerah bahasa, yang ditemukan hanya di satu sisi, biasanya di kiri. Sisi kiri juga umumnya merupakan hemisfer dominan untuk kontrol motorik halus. Karena itu, orang-orang umumnya adalah kinan, karena sisi kiri otak mengontrol sisi kanan tubuh. Selain itu, setiap hemisfer sedikit banyak memiliki spesialisasi dalam tipe-tipe aktivitas mental terbaik yang dilakukannya. Hemisfer serebrum kiri menonjol dalam tugas logis, analitik, sekuensial, dan verbal, misalnya matematika, bahasa, dan filosofi. Sebaliknya, hemisfer serebrum kanan menonjol dalam keterampilan non-bahasa, khususnya persepsi spasial serta talenta musik dan artistik. Sementara hemisfer kiri cenderung memproses informasi dalam cara terperinci, hemisfer kanan memandang dunia dalam gambaran besar holistik. Dalam keadaan normal, di antara kedua hemisfer terjadi pertukaran informasi yang ekstensif sehingga mereka saling melengkapi, tetapi pada banyak orang keterampilan yang berkaitan dengan satu hemisfer berkembang lebih pesat. Dominasi hemisfer serebrum kiri cenderung berkaitan dengan "pemikir", sementara keterampilan hemisfer kanan mendominasi pada "pencipta".



Elektroensefalogra adalah rekaman aktivitas pascasinaps di neuron korteks. Aliran arus ekstrasel yang berasal dari aktivitas listrik di dalam lembaran neuron yang lapis-enam dan tipis yang membentuk korteks serebrum dapat dideteksi dengan meletakkan elektroda perekam di kulit kepala untuk menghasilkan rekaman grafik yang dikenal sebagai elektroensefalogram, atau EEG. "Gelombang otak" ini sebagian besar tidak disebabkan oleh potensial aksi tetapi mencerminkan aktivitas potensial pascasinaps kolektif sesaat (yaitu, potensial pascasinaps eksitatorik, atau EPSP, dan potensial pascasinaps inhibitorik, atau IPSP; lihat h.115) di badan sel dan dendrit yang terletak di lapisan-lapisan korteks di bawah elektroda perekam. Aktivitas listrik dapat selalu direkam dari otak yang hidup, bahkan Mata tertutup



Mata terbuka



Mata tertutup



Gelombang alfa Gelomban beta Gelombang alfa Gambar 5-13 Penggantian irama alfa pada elektroensefalogram (EEG) oleh irama beta ketika mata terbuka.



   161



hidup, bahkan selama tidur dan keadaan tidak sadar, tetapi bentuk gelombang bervariasi, bergantung pada derajat aktivitas korteks serebrum. Gelombang sering berbentuk tidak teratur, tetapi kadang-kadang dapat diamati pola tertentu dalam amplitudo dan frekuensi gelombang. Contoh dramatik hal ini diperlihatkan di Gambar 5-13, yaitu ketika bentuk gelombang EEG yang direkam di atas korteks penglihatan (visual) berubah mencolok sebagai respons terhadap gerakan membuka dan menutup mata. EEG memiliki tiga penggunaan utama; 1. EEG sering digunakan sebagai alat klinis dalam diagnosis disfungsi otak. Jaringan korteks yang sakit atau rusak sering memperlihatkan pola EEG yang berubah. Salah satu penyakit saraf tersering yang disertai oleh kelainan EEG khas adalah epilepsi. Bangkitan epileptik terjadi ketika sejumlah besar neuron secara abnormal mengalami potensial aksi sinkron yang menghasilkan spasme involunter stereotipikal dan perubahan perilaku. Berbagai masalah yang mendasari, termasuk cacat genetik dan cedera otak traumatik, dapat menyebabkan hipereksitabilitas neuron yang menandai epilepsi. Biasanya aktivitas inhibitorik terlalu sedikit dibandingkan dengan eksitatorik, seperti pada gangguan fungsi neurotransmiter inhibitorik GABA atau efek berkepanjangan neurotransmiter eksitatorik glutamat. Bangkitan mungkin parsial atau generalisata, bergantung pada lokasi dan luas lepas-muatan neuron abnormal. Setiap jenis bangkitan memperlihatkan gambaran EEG tersendiri. 2. EEG juga digunakan untuk menentukan kematian otak secara legal. Meskipun seseorang telah berhenti bernapas dan jantungnya mungkin berhenti memompa darah, aktivitas pernapasan dan sirkulasi sering dapat dipulihkan jika tindakan-tindakan resusitasi segera diberikan. Namun, karena otak rentan terhadap kekurangan O2, kerusakan otak ireversibel mungkin sudah terjadi sebelum fungsi paru dan jantung dipulihkan sehingga timbul situasi paradoks, yaitu keberadaan otak yang telah mati di dalam tubuh yang masih hidup. Penentuan apakah seseorang yang koma yang sedang dipertahankan oleh pernapasan buatan dan tindakan penunjang lain hidup atau mati memiliki dampak medis, legal, dan sosial yang penting. Kebutuhan akan organ hidup untuk bedah cangkok modern menyebabkan penentuan saat hidup/mati ini menjadi sangat penting. Dokter, pengacara, dan masyarakat Amerika secara umum telah menerima gagasan kematian otak— yaitu, otak yang tidak berfungsi, tanpa harapan pemulihan—ebagai penentu kematian dalam keadaan-keadaan tersebut. Indikasi yang paling luas diterima tentang kematian otak adalah electrocerebral silence—EEG yang datar. 3. EEG juga digunakan dalam membedakan berbagai tahap tidur, seperti akan dijelaskan kemudian di bab ini.



Neuron-neuron di bagian korteks serebrum yang berbeda mungkin melepaskan muatan dalam sinkroni yang ritmik.



Sebagian besar informasi mengenai aktivitas listrik otak berasal bukan dari penelitian dengan EEG tetapi dari perekaman langsung tiap-tiap neuron pada hewan percobaan yang melakukan berbagai aktivitas. Dengan menanamkan secara bedah mikroelektroda perekam yang sangat halus ke satu neuron di bagian tertentu korteks serebrum, para ilmuwan mampu mengamati perubahan   



BAB 5



aktivitas listrik neuron ketika hewan melakukan tugas motorik tertentu atau menghadapi beragam sensasi. Melalui penelitianpenelitian ini, para peneliti menyimpulkan bahwa informasi neuron disandi oleh perubahan frekuensi potensial aksi di neuron-neuron spesifik: Semakin besar kejadian pemicu, semakin tinggi kecepatan lepas-muatan neuron. Namun, perekaman satu-neuron belum mampu meng-identifikasi perubahan aktivitas listrik yang terjadi bersamaan di sekelompok neuron yang bekerja sama untuk melaksanakan aktivitas tertentu. Sebagai analoginya, cobalah Anda merekam sebuah konser dengan menggunakan satu mikrofon yang hanya dapat merekam suara yang dihasilkan oleh satu musisi. Anda akan memperoleh kesan yang sangat terbatas mengenai pertunjukan karena hanya mendengar perubahan nada dan tempo yang dimainkan oleh satu musisi ini. Anda akan kehilangan kekayaan melodi dan irama yang dimainkan secara sinkron oleh seluruh anggota orkestra. Demikian juga, dengan merekam satu neuron dan mendeteksi perubahanperubahan laju lepas-muatan yang terjadi, para ilmuwan tidak dapat mengetahui mekanisme informasi paralel yang melibatkan perubahan-perubahan waktu relatif lepas-muatan yang terjadi pada suatu kelompok fungsional neuron, yang disebut kumpulan atau jaringan saraf. Studi-studi yang menggunakan perekaman simultan pada banyak neuron mengisyaratkan bahwa neuron-neuron yang berinteraksi mungkin secara transien melepaskan muatan bersamasama dalam waktu sepersekian detik. Banyak ilmuwan saraf percaya bahwa otak menyandi informasi tidak hanya dengan mengubah kecepatan lepas-muatan masing-masing neuron tetapi juga dengan mengubah pola sinkronisasi neuron yang singkat ini. Maksudnya adalah kelompok-kelompok neuron berkomunikasi, atau mengirim pesan mengenai apa yang sedang terjadi, dengan mengubah pola lepas-muatan sinkron mereka. Perlu diingat bahwa astrosit juga membantu koordinasi aktivitas sinaps di antara jaringan-jaringan saraf. Neuron-neuron dalam suatu kelompok yang melakukan lepasmuatan bersama mungkin tersebar luas. Sebagai contoh, ketika Anda melihat sebuah bola yang terpantul, unit-unit penglihatan berbeda pada awalnya memproses berbagai aspek dari benda iniyaitu, bentuknya, warnanya, gerakannya, dan sebagainya. Semua jalur pemrosesan terpisah ini pastinya harus terintegrasi, atau "disatukan", agar Anda dapat "melihat" bola yang memantul sebagai satu keseluruhan tanpa berhenti untuk memikirkan berbagai aspekaspeknya. Solusi bagi teka-teki lama bagaimana otak melakukan integrasi ini mungkin terletak pada lepas-muatan sinkron neuronneuron di berbagai bagian otak yang secara fungsional berkaitan karena responsif terhadap berbagai aspek dari suatu objek yang sama, misalnya bola yang memantul.



Korteks memiliki jaringan tipe "default" yang paling aktif ketika pikiran sedang mengembara dan tidak berkonsentrasi pada suatu tugas tertentu. Teknik pencitraan baru seperti PET scan dan MRI fungsional tidak hanya membantu peneliti mengidentifikasi area otak yang terlibat dalam melakukan fungsi tertentu. Teknologi pencitraan mutakhir ini juga mengarahkan penemuan pada sistem otak yang dahulu tidak dikenali, jaringan tipe default (JTD) yang lebih aktif selama masa istirahat seperti ketika Anda melamun daripada fokus untuk melakukan aktivitas tertentu seperti ketika Anda membaca halaman



ini. Mengejutkannya, sekitar 60-80% pengeluaran energi otak digunakan oleh sirkuit ini, dan tidak terkait pada tugas eksternal yang lain. Pusat JTD mayor di otak terletak pada garis tengah di korteks prafrontal medial dan korteks parietal medial. Bukti-bukti menyiratkan bahwa area ini berkomunikasi satu sama lain dan memiliki konektivitas fungsional ketika otak lebih berfokus pada sinyal internal daripada rangsangan eksternal. Para ahli saraf tidak yakin apa peran aktivitas JTD. Peran alternatif yang diajukan mencakup mempersiapkan otak bagi aktivitas yang disadari, memungkinkan kreativitas, mem-bentuk pikiran yang dihasilkan dari dalam, atau mendapatkan kembali memori atau memanipulasinya. Kini kita akan mengalihkan perhatian kita pada regio subkorteks otak, yang berinteraksi secara ekstensif dengan korteks dalam melaksanakan fungsi mereka (subkorteks artinya "di bawah korteks").



Bagian-bagian ini mencakup nukleus basal, yang terletak di serebrum, serta talamus dan hipotalamus, yang terletak di diensefalon.



Hemisfer serebrum kana



Periksa Pemahaman Anda 5.4 1. Gambarkan pandangan lateral korteks serebrum kiiri, kemudian labeli masing-masing lokasi berikut: lobus temporalis, korteks motorik primer, korteks somatosensorik, korteks visual primer, korteks auditorius, dan korteks asosiasi prafrontal 2. Definisikan plastisitas



Hemisfer serebrum kiri



Kourteks serebrum (substansia grisea)



Substansia alba



Korpus kalosum Ventrikel lateral



Nukleus kaudatus



Talamus



Putamen Globus palidus



Ventrikel ketiga



Klaustrum



Nukleus basal (substansia grisea)



Bagian hipotalamus



Korteks serebrum (substansia grisea)



Fiisura longitudinalis



Substansia alba Korpus kalosum Talamus Ventrikel lateral



Nielsen



Nukleus basal (substansia grisea) Bagian hipotalamus



Ma rk



Ventrikel ketiga



:



oto



Ph



Gambar 5-14 Potongan frontal otak. (a) Korteks serebrum, selubung luar substansia grisea, mengelilingi bagian tengah yang berupa substansia alba. Jauh di dalam substansia alba serebrum terdapat beberapa massa substansia grisea, yaitu nukleus basal. Ventrikel adalah rongga di otak tempat mengalirnya cairan serebrospinal. Talamus membentuk dinding ventrikel ketiga. Sebagai perbandingan, warna yang digunakan untuk komponen-komponen otak ini sama dengan yang digunakan pada pandangan lateral di Tabel 5-2, h. 152. Juga bandingkan potongan frontal otak cadaver dengan potongan sagital otak cadaver di Gambar 5-7, h. 154.



Sistem Saraf Pusat 163



I Nukleus Basal, Talamus, dan Hipotalamus



dari interkoneksi-interkoneksi strategis yang membentuk lengkung umpan-balik kompleks yang menghubungkan korteks serebrum, nukleus basal, dan talamus. Talamus secara positif memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai oleh korteks, sementara nukleus basal memodulasi aktivitas ini dengan menimbulkan efek inhibitorik pada talamus untuk menghilangkan gerakan antagonistik atau yang tidak diperlukan. Nukleus basal juga menghambat aktivitas motorik dengan bekerja melalui neuronneuron di batang otak.



5.5



Nukleus basal (juga dikenal sebagai ganglia basal) terdiri dari beberapa massa substansia grisea yang terbenam jauh di dalam substansia alba serebrum (Tabel 5-2 dan Gambar 5-14). Di SSP, nukleus (plural, nuklei) adalah kelompok fungsional badan se] neuron.



Pentingnya nukleus basal dalam kontrol motorik terlihat jelas pada penyakit penyakit Parkinson (PP). Penyakit ini berkaitan dengan kehancuran bertahap pada neuron yang melepaskan neurotransmiter dopamin di nukleus basal. Karena nuldeus basal kekurangan dopamin untuk melaksanakan peran normal mereka, terjadi tiga gangguan motorik yang mencirikan PP: (1) meningkatnya tonus, atau kekakuan otot; (2) gerakan involunter, tak-bermanfaat, atau tak-diinginkan, misalnya tremor istirahat (sebagai contoh, tangan bergetar secara ritmis sehingga pasien sulit atau mustahil memegang secangkir kopi); dan (3) melambannya pasien dalam memulai dan melaksanakan gerakan motorik yang berbeda-beda. Penderita PP mengalami kesulitan menghentikan aktivitas yang sedang dilakukannya. Jika duduk, mereka cenderung akan tetap duduk, dan jika bangkit, mereka akan melakukannya dengan sangat lambat. Terapi standar penyakit parkinson adalah pemberian levodopa (L-dopa), suatu prekursor dopamin. Dopamin sendiri tidak dapat diberikan sebagai terapi karena tidak mampu menembus SDO, tetapi L-dopa dapat memasuki otak melalui darah. Saat sudah ada di dalam otak, L-dopa dikonversi menjadi dopamin, lalu menggantikan defisiensi dopamin.



Nukleus basal memiliki peran inhibitorik penting dalam kontrol motorik. Nukleus basal memiliki peran kompleks dalam mengontrol gerakan. Secara khusus, nukleus basal penting dalam (1) menghambat tonus otot di seluruh tubuh (tonus otot yang sesuai normalnya dipertahankan oleh keseimbangan antara masukan eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron yang menyarafi otot rangka); (2) memilih dan mempertahankan aktivitas motorik bertujuan sementara menekan pola gerakan yang tidak berguna atau tidak diinginkan; dan (3) membantu memantau dan mengoordinasikan kontraksi lambat yang menetap, terutama yang berkaitan dengan postur dan peno-pangan. Nukleus basal tidak secara langsung memengaruhi neuron motorik eferen yang melaksanakan kontraksi otot tetapi bekerja dengan memodifikasi aktivitas jalur motorik yang sedang berjalan. Untuk melaksanakan peran integratif kompleks ini, nukleus basal menerima dan mengirim banyak informasi, seperti ditunjukkan oleh banyaknya jumlah serat yang mengaitkan nukleusnukleus ini ke bagian lain otak. Salah satu jalur penting ini terdiri



Korteks serebum



Atas



Korpus kalosum Bagian sistem limbik



Bagian depan otak



Ventrikel lateral kanan



Talamus (dinding ventrikel ketiga)



Kelenjar pineal



Jembatan yang menghubungkan kedua paruh hipotalamus Serebelum Hipotalamus



Batang otak



Kelenjar hiposfisi



Ventrikel keempat Korda spinalis



Gambar 5-15 Letak talamus, hipotalamus, dan serebelum dalam potongan sagita



   BAB 5



Lobus frontalis



Jauh di dalam otak di dekat nukleus basal terletak diensefalon, suatu struktur garis-tengah yang membentuk dinding-dinding rongga ventrikel ketiga, salah satu ruang yang dialiri oleh CSS (lihat Gambar 5-5, h. 157). Diensefalon terdiri dari dua bagian utama, talamus dan hipotalamus (lihat Tabel 5-2 dan Gambar 5-7b, 5-14, dan 5-15). Talamus berfungsi sebagai "stasiun pemancar" untuk pemrosesan awal semua masukan sensorik. Semua masukan sensorik bersinaps di talamus dalam perjalanannya ke korteks. Bagian ini menyaring sinyal tak-signifikan dan meneruskan impuls sensorik penting ke daerah korteks somatosensorik yang sesuai, serta ke bagian lain otak. Bersama dengan batang otak dan daerah asosiasi korteks, talamus membantu mengarahkan perhatian ke rangsangan yang menarik. Sebagai contoh, orang tua dapat tidur nyenyak di tengah kebisingan lalu lintas di luar rumah tetapi cepat terjaga oleh rintihan halus bayi mereka. Talamus juga mampu mengetahui secara kasar berbagai jenis sensasi tetapi tidak dapat membedakan lokasi atau intensitas sensasi tersebut. Beberapa derajat kesadaran juga terletak disini. Akhirnya, talamus berperan penting dalam kontrol motorik dengan secara positif memperkuat perilaku motorik volunter yang dimulai di korteks.



Bagian korteks asosiasi limbik Talamus Hipokamus Lobus temporalis Amigdala Hipotalamus



Bulbus olfaktorius



Gambar 5-16 Sistem limbik. pandangan otak yang setengah transparan ini memperhatikan struktur-struktur yang membentuk sistem limbik.



Periksa Pemahaman Anda 5.5



Hipotalamus mengatur banyak fungsi homeostatik.



1.



Jelaskan bagaimana talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar sensorik.



Hipotalamus adalah kumpulan nukleus-nukleus spesifik dan seratserat terkaitnya yang terletak di bawah talamus. Ini adalah pusat integrasi bagi banyak fungsi homeostatik serta berfungsi sebagai penghubung penting antara sistem saraf autonom dan sistem endokrin. Secara spesifik, hipotalamus (1) mengontrol suhu tubuh; (2) mengontrol rasa haus dan pengeluaran urine; (3) mengontrol asupan makanan; (4) mengontrol sekresi hormon hipofisis anterior; (5) menghasilkan hormon-hormon hipofisis posterior; (6) mengontrol kontraksi uterus dan ejeksi susu; (7) berfungsi sebagai pusat koordinasi sistem saraf autonom utama, yang pada gilirannya memengaruhi semua otot polos, otot jantung, dan kelenjar eksokrin; (8) berperan dalam pola emosi dan perilaku; dan (9) ikut serta dalam siklus bangun-tidur Hipotalamus adalah bagian otak yang paling terlibat dalam pengaturan langsung lingkungan internal. Sebagai contoh, ketika tubuh dingin, hipotalamus memulai respons internal untuk meningkatkan produksi panas (misalnya dengan menggigil) dan mengurangi pengeluaran panas (misalnya konstriksi pembuluh darah kulit untuk mengurangi aliran darah hangat ke permukaan tubuh, tempat panas dapat hilang ke lingkungan eksternal). Bagian-bagian lain otak, misalnya korteks sere-brum, bekerja secara tak-langsung untuk mengatur lingkungan internal. Sebagai contoh, orang yang merasa kedinginan terdorong untuk secara sadar memakai baju hangat, menutup jendela, menyalakan termostat, dan sebagainya. Bahkan perilaku sadar ini sangat dipengaruhi oleh hipotalamus, yang, sebagai bagian dari sistem limbik, berfungsi bersama dengan korteks dalam mengontrol emosi dan perilaku bermotivasi. Kini kita akan beralih ke sistem limbik dan hubungan fungsionalnya dengan korteks yang lebih tinggi.



2.



Beri nama daerah otak yang paling terlibat langsung dalam fungsifungsi pengaturan homeostatik.



Sistem limbik bukanlah suatu struktur terpisah tetapi suatu cincin struktur-struktur otak depan yang mengelilingi batang otak dan saling berhubungan melalui jalur-jalur neuron rumit (Gambar 5-16). Struktur ini mencakup bagian dari setiap yang berikut: lobus-lobus korteks serebrum (terutama korteks asosiasi limbik), nukleus basal, talamus, dan hipotalamus. Anyaman interaktif kompleks ini berkaitan dengan emosi, kelangsungan hidup dasar dan pola perilaku sosioseksual, motivasi, dan belajar. Marilah kita pelajari masing-masing fungsi otak ini lebih lanjut.



Sistem limbik berperan penting dalam emosi.



   165



tif samar yang dinyatakan oleh pasien sebagai kesenangan, kepuasan, atau kenikmatan di satu regio dan kekecewaan, ketakutan, atau kecemasan di regio lain. Sebagai contoh, amigdala, di interior di sisi bawah lobus temporalis (Gambar 5-16), sangat penting untuk memroses masukan yang menghasilkan sensasi takut. Pada manusia dan hingga tahap yang belum diketahui pada spesies lain, tingkattingkat korteks yang lebih tinggi juga krusial bagi kesadaran akan perasaan emosional.



Pola perilaku dasar yang dikontrol, paling tidak sebagian, oleh sistem limbik mencakup pola-pola yang ditujukan untuk mempertahankan hidup (menyerang, mencari makan) dan yang ditujukan untuk memperbanyak spesies (perilaku sosioseksual yang kondusif bagi perkawinan). Pada hewan percobaan, stimulasi sistem limbik menimbulkan perilaku kompleks atau bahkan aneh. Sebagai contoh, stimulasi di satu daerah dapat memicu respons marah dan ganas bahkan pada hewan jinak, sementara stimulasi di bagian lain menyebabkan kelesuan dan perilaku jinak, bahkan pada hewan yang biasanya buas. Stimulasi di bagian yang lain lagi dapat memicu perilaku seksual misalnya gerakan-gerakan kopulasi. Hubungan antara hipotalamus, sistem limbik, dan daerah-daerah korteks yang lebih tinggi mengenai emosi dan motivasi masih belum sepenuhnya dipahami. Tampakya keterlibatan mendalam hipotalamus dalam sistem limbik mengatur respons internal involunter berbagai sistem tubuh dalam persiapan untuk melaksanakan tindakan yang sesuai dengan keadaan emosional yang sedang terjadi. Sebagai contoh, hipotalamus mengontrol peningkatan kecepatan denyut jantung dan pernapasan, peningkatan tekanan darah, dan pengalihan darah ke otot rangka yang terjadi sebagai antisipasi terhadap serangan atau ketika marah. Perubahan-perubahan yang bersifat persiapan di lingkungan internal ini tidak memerlukan kontrol kesadaran. Dalam melaksanakan aktivitas perilaku kompleks misalnya menyerang, lari, atau kawin, individu (hewan atau manusia) harus berinteraksi dengan lingkungan eksternal. Mekanisme-mekanisme korteks yang lebih tinggi diminta bekerja untuk menghubungkan sistem limbik dan hipotalamus dengan dunia luar sehingga perilaku yang keluar sesuai. Di tingkat yang paling sederhana, korteks menghasilkan mekanisme saraf yang diperlukan untuk melaksanakan aktivitas otot yang sesuai yang dibutuhkan untuk mendekati atau menghindari musuh, berpartisipasi dalam aktivitas seksual, atau memperlihatkan ekspresi emosional. Sebagai contoh, rangkaian gerakan stereotipik untuk ekspresi emosi manusia yang universal yaitu tersenyum tampaknya telah terprogram di korteks dan dapat diaktifkan oleh sistem limbik. Seseorang juga dapat secara sengaja mengaktifkan program tersenyum, misalnya ketika berpose di depan kamera. Bahkan orang yang buta sejak lahir memiliki ekspresi wajah normal; yaitu, mereka tidak belajar tersenyum dengan pengamatan. Tersenyum memiliki arti sama di semua budaya, meskipun pengalaman setiap orang sangat berbeda. Pola perilaku yang dimiliki oleh semua anggota dari suatu spesies ini dipercayai terdapat lebih banyak pada hewan tingkat rendah. Daerah korteks yang lebih tinggi tingkatanya juga dapat memperkuat, memodifikasi, atau menekan respons perilaku dasar sehingga tindakan dapat dituntun oleh perencanaan, strategi, dan pe  



BAB 5



nilaian berdasarkan pemahaman tentang situasi yang ada. Bahkan jika Anda sedang marah pada seseorang dan tubuh Anda secara internal melakukan persiapan untuk menyerang, Anda mungkin akan menilai bahwa serangan akan tidak pantas dan secara sadar menekan manifestasi eksternal perilaku emosional dasar ini. Karena itu, bagian-bagian korteks yang lebih tinggi, terutama daerah asosiasi limbik dan prafrontal, penting dalam mengontrol pola perilaku bawaan. Dengan menggunakan rasa takut sebagai contoh, terpajannya seseorang ke suatu pengalaman yang tidak menyenangkan merangsang diaktifkannya dua jalur paralel untuk memroses rangsangan emosional ini: jalur cepat, yaitu ketika amigdala berperan kunci dan jalur lambat yang terutama diperantarai oleh korteks prafrontal yang lebih tinggi. Jalur cepat memungkinkan respons naluriah yang cepat dan agak kasar ("gut reaction") dan esensial bagi kita untuk merasakan "perasaan" takut. Jalur lebih lambat yang melibatkan korteks prafrontal memungkinkan terbentuknya respons yang lebih halus terhadap rangsangan yang tidak disukai berdasarkan analisis rasional terhadap situasi yang ada dibandingkan dengan pengalaman dahulu yang tersimpan. Korteks prafrontal memformulasikan rencana dan perilaku yang terarah, menekan respons yang dipicu oleh amigdala yang mungkin kurang sesuai dengan situasi yang dihadapi.



Perilaku befrmotifasi diarahkan untuk mencapai tujuan Seseorang cenderung memperkuat perilaku-perilaku yang terbukti memuaskan dan menekan perilaku-perilaku yang berkaitan dengan pengalaman tak-menyenangkan. Bagian-bagian tertentu sistem limbik dinamai pusat "penghargaan" dan "penghukuman" karena stimulasi di daerah-daerah ini menghasilkan sensasi yang menyenangkan atau tidak menyenangkan. Ketika suatu alat penstimulasi-diri dipasang di pusat penghargaan, hewan percobaan akan memberi sendiri hingga 5000 stimulasi per jam dan bahkan tidak mau makan ketika lapar, demi mendapatkan kenikmatan yang berasal dari stimulasi-diri tersebut. Sebaliknya, jika alat tersebut dipasang di pusat penghukuman, hewan akan menghindari stimulasi dengan segala dayanya. Pusat penghargaan paling banyak terdapat di regio-regio yang terlibat dalam mediasi perilaku makan, minum, dan aktivitas seksual yang memiliki motivasi tinggi. Motivasi adalah kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan spesifik. Beberapa perilaku yang diarahkan oleh tujuan dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan fisik terkait homeostasis. Dorongan homeostatik mencerminkan dorongan subjektif yang berkaitan dengan kebutuhan tubuh tertentu yang memotivasi timbulnya perilaku yang sesuai untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Sebagai contoh, sensasi haus yang menyertai defisit air di tubuh mendorong seseorang minum untuk memuaskan kebutuhan homeostatik akan air. Namun, apakah air, minuman ringan, atau minuman lain yang dipilih sebagai penghilang dahaga tidaklah berkaitan dengan homeostasis. Banyak perilaku manusia tidak bergantung murni pada dorongan homeostatik yang berkaitan dengan defisit jaringan sederhana misalnya haus. Perilaku manusia dipengaruhi oleh pengalaman, belajar, dan kebiasaan, dibentuk dalam kerangka kompleks kepuasan pribadi bercampur ekspektasi budaya. Belum diketahui hingga tahap apa, jika ada, dorongan motivasional yang tidak ber-



kaitan dengan homeostasis, misalnya dorongan untuk mengejar suatu karir atau memenangi suatu balapan, berkaitan dengan efek memperkuat dari pusat-pusat penghargaan dan penghukuman. Memang, sebagian orang yang termotivasi mencapai tujuan tertentu mungkin secara sengaja "menghukum" diri sendiri dalam jangkapendek untuk mencapai kepuasan jangka-panjang mereka (sebagai contoh, nyeri temporer selama latihan dalam persiapan untuk memenangi suatu kejuaraan atletik).



Norepinefrin, dopamin, dan serotonin adalah neorotransmiter di jalur-jalur untuk emosi dan perilaku. Mekanisme neurofisiologis mendasar yang berperan dalam observasi psikologis emosi dan perilaku termotivasi sebagian besar masih belum diketahui, meskipun neurotransmiter norepinefrin, dopamin, dan serotonin diperkirakan berperan. Norepinefrin dan dopamin, yang secara kimiawi digolongkan sebagai katekolamin (lihat h. 127), adalah neurotransmiter di daerah-daerah yang menghasilkan angka tertinggi stimulasidiri pada hewan yang dipasangi alat penstimulasi diri. Sejumlah obat psikoaktif memengaruhi suasana hati manusia, dan sebagian obat ini juga telah dibuktikan memengaruhi stimulasi-diri pada hewan percobaan. Sebagai contoh, diamati terjadi peningkatan stimulasi-diri setelah hewan diberi obat-obat yang meningkatkan aktivitas katekolamin di sinaps, misalnya amfetamin, yaitu suatu "upper drug". Amfetamin merangsang pelepasan dopamin dari neuron-neuron penyekresi dopamin. Meskipun sebagian besar obat psikoaktif digunakan untuk mengobati berbagai penyakit mental, yang lain, sayangnya, disalahgunakan. Banyak obat yang disalahgunakan tersebut bekerja dengan meningkatkan efektivitas dopamin di jalur-jalur "kenikmatan" sehingga pada awalnya menyebabkan peningkatan sensasi kenikmatan yang intens. Seperti yang telah Anda pelajari, salah satu contoh adalah kokain, yang menghambat penyerapan kembali dopamin di sinaps (lihat h. 121). Depresi adalah salah satu gangguan mental yang berkaitan dengan gangguan di neurotransmiter sistem limbik. (Sebagai perbedaan, kelainan psikiatrik melibatkan aktivitas yang abnormal pada jalur neurotransmiter spesifik tanpa adanya lesi otak, sedangkan kelainan neurologik berkaitan dengan lesi spesifik di otak dan mungkin disertai oleh kelainan neurotransmisi. Contoh kelainan neurologik antara lain adalah PP dan penyakit Alzheimer.) Defisiensi fungsional serotonin, norepinefrin, atau keduanya diperkirakan berperan dalam depresi, suatu penyakit yang ditandai oleh suasana hati yang negatif disertai oleh hilangnya minat, ketidakmampuan merasakan kesenangan, dan kecenderungan bunuh-diri. Semua obat antidepresan yang efektif meningkatkan ketersediaan berbagai neurotransmiter ini di SSP. Prozac, obat yang paling banyak diresepkan oleh psikiater di Amerika Serikat, merupakan contohnya. Obat ini menghambat penyerapan kembali serotonin yang telah dilepaskan sehingga aktivitas serotonin di sinaps memanjang (lihat h. 116). Serotonin dan norepinefrin adalah caraka sinaps di daerah limbik otak yang terlibat dalam kesenangan dan motivasi, yang mengisyaratkan bahwa kesedihan yang berlebihan dan hilangnya minat (tidak ada motivasi) pada pasien depresi berkaitan paling sedikit dengan gangguan daerah ini oleh defisiensi atau penurunan efektivitas neurotransmiter-neurotransmiter ini. Peristiwa-peristiwa yang dirasakan penuh stres dapat memicu depresi tetapi hubungan yang mendasarinya belum diketahui.



Para peneliti optimistis bahwa dengan terungkapnya mekanisme molekular gangguan-gangguan mental di masa mendatang, banyak masalah kejiwaan dapat diperbaiki atau dikelola dengan lebih baik melalui intervensi obat, suatu harapan yang memiliki dampak besar pada kedokteran.



Periksa Pemahaman Anda 5.6 1. Sebutkan fungsi-fungsi otak yang berkaitan dengan sistem limbik. 2. Sebutkan darah otak yang paling penting dalam pemrosesan rasa takut



I Pembelajaran dan Memori



5.7



Selain berperan dalam emosi dan pola perilaku dasar, sistem limbik dan korteks yang lebih tinggi berperan dalam pembelajaran dan memori. Serebelum juga berperan penting dalam beberapa jenis pembelajaran dan memori, seperti yang akan Anda lihat ketika kita membahas proses-proses ini.



Belajar adalah akuisisi pengetahuan akibat pengalaman. Belajar adalah akuisisi pengetahuan atau keterampilan sebagai konsekuensi pengalaman, instruksi, atau keduanya. Penghargaan dan penghukuman adalah bagian integral berbagai jenis pembelajaran. Jika seekor hewan diberi hadiah jika berespons terhadap stimulus tertentu, kemungkinannya meningkat bahwa hewan tersebut akan berespons dengan cara yang sama terhadap stimulus yang sama sebagai konsekuensi dari pengalaman ini. Sebaliknya, jika respons tertentu diikuti oleh hukuman, hewan kecil kemungkinannya mengulangi respons yang sama terhadap stimulus yang sama. Jika respons perilaku yang menghasilkan kenikmatan diperkuat atau yang disertai oleh hukuman dihindari, proses belajar telah berlangsung. Melatih anak anjing adalah contohnya. Jika seekor anak anjing diberi hadiah ketika kencing di luar rumah tetapi dimarahi ketika ia kencing di karpet, anak anjing tersebut segera akan mengetahui tempat yang layak untuk mengosongkan kandung kemihnya. Karena itu, belajar adalah perubahan perilaku yang terjadi akibat pengalaman. Hal ini sangat bergantung pada interaksi organisme dengan lingkungannya. Satu-satunya hal yang membatasi pengaruh lingkungan pada belajar adalah keterbatasan biologis yang ditimbulkan kemampuan genetik spesifik-spesies dan individual.



Memori dibentuk dalam tahapan-tahapan. Memori adalah penyimpangan pengetahuan yang didapat untuk dapat diingat kembali kemudian. Belajar dan mengingat merupakan dasar bagi individu untuk mengadaptasikan perilaku mereka dengan lingkungan eksternal tertentu. Tanpa mekanisme ini, individu tidak dapat merencanakan interaksi agar berhasil dan secara sengaja menghindari keadaan-keadaan tidak menyenangkan yang seharusnya dapat diprediksi. Perubahan-perubahan saraf yang berperan dalam retensi atau penyimpan an pengetahuan dikenal sebagai jejak memori. Secara umum, yang disimpan adalah konsep, bukan informasi verbatim. Ketika Anda membaca halaman ini, Anda menyimpan konsep yang   



167



❚ TABEL 5-3



Perbandingan Memori Jangka-Pendek dan Jangka Panjang



Karakteristik



Memori Jangka-Pendek



Memori Jangka-Panjang







Segera



Belakangan; harus dipindahkan dari ingatan jangkapendek ke jangka-panjang melalui konsolidasi; ditingkatkan oleh latihan atau daur-ulang informasi melalui cara jangka-pendek



Berlangsung dalam hitungan detik hingga jam



Dipertahankan dalam hitungan harian hingga tahunan



Terbatas



Sangat besar



Cepat



Pengambilan kembali lebih lambat, kecuali untuk ingatan yang telah tertanam kuat, yang cepat kembali diingat



Dilupakan secara permanen; ingatan cepat Biasanya tidak dapat diingat hanya secara transien; lenyap kecuali terkonsolidasi menjadi ingatan jejak ingatan relatif stabil jangka-panjang Melibatkan modifikasi transien fungsi sinaps Melibatkan perubahan fungsional atau struktural yang yang ada, misalnya perubahan jumlah relatif permanen antara neuron-neuron yang sudah ada, misalnya pembentukan sinaps baru; sintesis neurotransmiter yang dikeluarkan protein baru berperan penting



nyimpan konsep yang dibahas, bukan kata-kata spesifiknya. Kemudian, ketika Anda mengambil kembali konsep dari ingatan, Anda akan mengubahnya menjadi kata-kata Anda sendiri. Namun, kita dapat saja mengingat potongan informasi kata demi kata. Penyimpanan informasi yang diperoleh dilakukan paling sedikit dalam dua cara: ingatan jangka-pendek dan ingatan jangka-panjang (Tabel 5-3). Ingatan jangka-pendek berlangsung beberapa detik hingga jam, sedangkan ingatan jangka-panjang dipertahankan dalam hitungan harian hingga tahunan. Proses pemindahan dan fiksasi jejak ingatan jangka-pendek menjadi simpanan ingatan jangka-panjang dikenal sebagai konsolidasi. Suatu konsep yang baru dikembangkan adalah konsep memori kerja, atau apa yang disebut "papan tulis pikiran yang dapat dihapus". Memori kerja secara temporer menahan dan menghubungkan berbagai potongan informasi yang relevan dengan kegiatan mental yang sedang dilakukan. Melalui memori kerja, Anda secara singkat menahan dan memproses data untuk segera digunakan—baik informasi baru yang didapat maupun pengetahuan simpanan yang relevan yang secara transien dimajukan ke memori kerja—sehingga Anda dapat mengevaluasi data yang datang sesuai konteks. Fungsi integratif ini sangat penting bagi kemampuan Anda untuk berpikir, merencanakan, dan membuat penilaian. Dengan membandingkan dan memanipulasi informasi baru dan lama dalam memori kerja, Anda dapat memahami apa yang sedang Anda baca, melakukan percakapan, menghitung tips restoran dalam kepala Anda, mencari jalan pulang, dan mengetahui bahwa Anda harus menggunakan pakaian hangat jika Anda melihat salju di luar. Secara singkat, memori kerja memungkinkan orang memadukan pikiran-pikiran dalam rangkaian logis dan merencanakan tindakan yang akan dilakukan. Temuan-temuan baru mengisyaratkan bahwa jika suatu ingatan yang terbentuk dipanggil kembali secara aktif, ingatan tersebut menjadi labil (tak-stabil atau dapat mengalami perubahan) dan harus dikonsolidasikan kembali ke keadaan inaktif yang distabilkan ulang. informasi baru dapat diserap ke dalam jejak ingatan lama selama rekonsolidasi. Oleh sebab itu, ingatan lama sebe  



BAB 5



narnya dapat diubahsetiap saat ketika diingat kembali. PERBANDINGAN INGATAN JANGKA-PENDEK DAN JANGKAPANJANG Informasi yang baru diperoleh pada awalnya



diendapkan di ingatan jangka-pendek, yang kapasitas penyimpanannya terbatas. Informasi dalam ingatan jangka-pendek mengalami salah satu dari dua nasib. Informasi ini segera dilupakan (misalnya, lupa nomor telepon setelah Anda melihatnya dan memutar nomornya), atau dipindahkan ke dalam mode ingatan jangka-panjang yang lebih permanen melalui latihan aktif atau pengulangan. Daur-ulang informasi yang baru diperoleh melalui ingatan jangka-pendek memperbesar kemungkinan bahwa informasi baru ini akan terkonsolidasi menjadi ingatan jangkapanjang. (Karena itu, ketika Anda belajar "borongan" untuk ujian, retensi jangka-panjang informasi Anda kurang!). Hubungan ini dapat diibaratkan pembuatan film foto. Bayangan asal (ingatan jangka-pendek) akan segera lenyap kecuali jika bayangan tersebut difiksasi secara kimiawi (dikonsolidasikan) untuk menghasilkan gambar yang bertahan lebih lama (ingatan jangka-panjang). Kadang-kadang hanya sebagian ingatan yang terfiksasi, sementara yang lain lenyap. Informasi yang menarik atau penting bagi individu lebih besar kemungkinannya didaur-ulang dan difiksasi dalam ingatan jangka-panjang, sementara informasi yang kurang penting cepat terhapus. Kapasitas penyimpanan bank ingatan jangka-panjang jauh lebih besar daripada kapasitas untuk ingatan jangka-pendek. Berbagai aspek informasi pada jejak ingatan jangka-panjang tampaknya diproses, dikodifikasi, dan kemudian disimpan dengan ingatan lain dari jenis yang sama; sebagai contoh, ingatan visual disimpan secara terpisah dari ingatan pendengaran. Organisasi ini memudahkan pencarian ingatan simpanan agar informasi yang diinginkan dapat diperoleh. Sebagai contoh, dalam mengingat wanita yang pernah Anda jumpai, Anda dapat menggunakan berbagai petunjuk mengingat dari berbagai simpanan, misalnya nama, penampilan, parfum yang dia gunakan, ucapan yang dia lontarkan, atau lagu yang terdengar sebagai latar belakang.



Pengetahuan simpanan tidak berguna kecuali jika dapat diambil kembali dan digunakan untuk memengaruhi perilaku saat ini atau mendatang. Karena gudang ingatan jangka-panjang lebih besar, sering diperlukan waktu lebih lama untuk mengingat kembali ingatan jangka-panjang daripada ingatan jangka-pendek. Mengingat adalah proses mengambil kembali informasi spesifik dari simpanan ingatan; melupakan adalah ketidakmampuan mengambil kembali informasi yang disimpan. Informasi yang lenyap dari ingatan jangka-pendek akan dilupakan selamanya, tetapi informasi dalam simpanan jangka-panjang sering hanya dilupakan secara transien. Contohnya, sering Anda hanya sesaat tidak dapat mengingat nama seorang teman, tetapi nama tersebut "tiba-tiba muncul" di benak Anda kemudian. Beberapa bentuk ingatan jangka-panjang yang melibatkan informasi atau keterampilan yang digunakan sehari-hari pada hakikatnya tidak pernah dilupakan dan cepat diakses kembali, misalnya mengetahui nama Anda atau mampu menulis. AMNESIA Kadang-kadang orang menderita penurunan daya ingat yang mengenai waktu keseluruhan bukan potongan-potongan informasi. Keadaan ini, yang dikenal sebagai amnesia, terjadi dalam dua bentuk. Bentuk tersering, amnesia retrograd (berarti "ke belakang"), adalah ketidakmampuan mengingat kejadian-kejadian yang baru berlangsung. Hal ini biasanya timbul setelah peristiwa trauma yang mengganggu aktivitas listrik otak, misalnya kontusio atau stroke. Jika seseorang terpukul hingga pingsan, isi ingatan jangka-pendek pada hakikatnya terhapus, menyebabkan yang bersangkutan kehilangan ingatan tentang aktivitas-aktivitas yang terjadi dalam waktu sekitar setengah jam terakhir sebelum kejadian. Trauma berat juga dapat mengganggu akses ke informasi yang baru didapat dalam simpanan jangka-panjang. Amnesia anterograd (berarti "ke depan"), sebaliknya, adalah ketidakmampuan menyimpan ingatan di simpanan jangka-panjang untuk kembali diingat nantinya. Keadaan ini biasanya berkaitan dengan lesi di bagian medial lobos temporalis, yang umumnya dianggap sebagai bagian kritis untuk konsolidasi ingatan. Orang yang mengalami keadaan ini mungkin dapat mengingat hal lama yang mereka pelajari sebelum timbulnya masalah amnesia ini, tetapi mereka tidak dapat membentuk ingatan permanen baru. Informasi baru hilang secepat hilangnya informasi tersebut dari ingatan jangka-pendek. Pada satu studi kasus, pasien tidak dapat mengingat di mana kamar mandi rumah barunya, tetapi masib ingat dengan jelas segala sesuatu tentang rumah Iamanya.



Meskipun telah terkumpul banyak data psikologis, bukti fisiologik mengenai dasar selular jejak ingatan masih sangat sedikit. Jelaslah, pasti terjadi perubahan dalam sirkuit saraf otak untuk menyebabkan perubahan perilaku setelah belajar. Suatu ingatan tidak terletak di satu neuron, tetapi pada perubahan pola sinyal yang disalurkan menyeberangi sinaps-sinaps dalam suatu jaringan saraf yang luas. Ingatan jangka-pendek dan ingatan jangka-panjang memiliki mekanisme yang berbeda. Ingatan jangka-pendek melibatkan modifikasi transien fungsi sinaps-sinaps yang sudah ada, misalnya perubahan temporer jumlah neurotransmiter yang dibebaskan sebabagai respons terhadap rangsangan atau peningkatan temporer res-



ponsivitas sel pascasinaps terhadap neurotrans- miter di jalur-jalur saraf yang terlibat. Sebaliknya, ingatan jangka-panjang melibatkan perubahan struktural dan fungsional yang relatif permanen antara neuron-neuron yang sudah ada di otak. Marilah kita melihat dengan lebih mendalam masing-masing jenis ingatan



Ingatan jangka-pendek melibatkan perubahan transien pada aktivitas sinaps. Berbagai eksperimen cerdik pada siput laut Aplysia telah membuktikan bahwa dua bentuk ingatan jangka-pendek-habituasi dan sensitisasi—disebabkan oleh modifikasi berbagai protein kanal di terminal prasinaps neuron-neuron aferen tertentu yang berperan di jalur yang memerantarai perilaku yang sedang mengalami modifikasi. Modifikasi ini, pada gilirannya, menimbulkan perubahan pada pelepasan neurotransmiter. Habituasi adalah penurunan responsivitas terhadap presentasi berulang suatu stimulus biasa—yaitu, rangsangan yang tidak menghasilkan penghargaan atau hukuman. Sensitisasi adalah peningkatan responsivitas terhadap rangsangan ringan setelah rangsangan yang kuat atau merusak. Aplysia secara refleks menarik insangnya jika sifonnya, yaitu organ pernapasan di atas insangnya, disentuh. Neuron-neuron aferen (prasinaps) yang berespons terhadap sentuhan pada sifon bersinaps langsung dengan neuron motorik aferen (neuron pascasinaps) yang mengontrol penarikan insang. Siput menjadi terhabituasi jika sifonnya terusmenerus disentuh— yaitu, hewan tersebut belajar mengabaikan rangsangan dan tidak lagi menarik insangnya sebagai respons. Sensitisasi, suatu bentuk belajar yang lebih kompleks, berlangsung pada Aplysia jika sifon hewan ini dipukul. Kemudian, siput akan menarik insangnya lebih kuat sebagai respons terhadap sentuhan ringan. Menariknya, bentuk-bentuk belajar yang berbeda ini mengenai tempat yang sama —sinaps antara aferen sifon dan eferen insang—dalam arah yang berlawanan. Habituasi menekan aktivitas sinaps ini, sementara sensitisasi meningkatkannya (Gambar 5-17). Modifikasi-modifikasi transien ini menetap selama perjalanan waktu ingatan. MEKANISME HABITUASI Ingat kembali bahwa ketika potensial aksi datang di terminal akson prasinaps, kanal Ca2+ berpintu listrik terbuka, menyebabkan masuknya ion Ca2+ yang memicu eksositosis neurotransmiter (lihat h. 113). Akibat habituasi, kanal Ca2+ ini tidak segera terbuka ketika potensial aksi datang, mengurangi masuknya Ca2+ ke dalam terminal prasinaps, yang menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmiter. Akibatnya, potensial pascasinaps berkurang dibandingkan dengan normal sehingga terjadi penurunan atau hilangnya respons perilaku yang dikontrol oleh neuron eferen pascasinaps (penarikan insang). Karena itu, ingatan untuk habituasi pada Aplysia disimpan dalam bentuk modifikasi kanal-kanal Ca2+ spesifik. Tanpa latihan lebih lanjut, penurunan responsivitas ini bertahan beberapa jam. Proses serupa juga berperan dalam habituasi jangka-pendek yang diamati pada spesies lain. Hal ini mengisyaratkan bahwa modifikasi kanal Ca2+ adalah mekanisme umum habituasi, meskipun pada spesies-spesies yang lebih tinggi keterlibatan antarneuron menyebabkan proses menjadi lebih rumit. Habituasi mungkin merupakan bentuk belajar yang paling umum dan dipercayai merupakan proses belajar pertama yang terjadi pada bayi manusia. Dengan belajar mengabaikan stimulus biasa, hewan atau orang bebas memperhatikan rangsa- angan yang lebih penting.



   169



Christopher Courteau/photolibrary.com



Habituasi (pada Aplysia)



Sensitisasi (pada Aplysia)



Rangsangan biasa yang berulang



Rangsangan kuat atau merusak



Pelepasan serotonin dari antarneuron fasilitatif



AMP siklik di neuron prasinaps



Penyumbatan kanal K+ di neuron prasinaps



Pemanjagan potensial aksi di neuron prasinaps



Kanal Ca2+ di neuron prasinaps dicegah membuka



Kanal Ca2+ di neuron prasinanaps dijaga terbuka lebih lama



+



Influks Ca2



Influks Ca2+



Keluaran neurontransmiter dari neuron prasinaps



Keluaran neurontransmiter dari neuoron prasinaps



Potensial pascasinaos di neuron eferen



Potensi pascasinaps di neuron eferen



Penurunan respons perilaku terhadap rangsangan biasa



Peningkatan respons perilaku terhadap rangsangan ringan



Gambar 5-17 Habituasi dan sensitisasi pada Aplysia. Para peneliti telah menunjukkan bahwa pada keong laut Aplysia (ditunjukkan pada foto), dua bentuk memori jangka pendek, habituasi



dan



sensitisasi,



disebabkan



oleh



perubahan



berlawanan



dalam



pelepasan



neurotransmiter dari neuron prasinaps yang sama, yang disebabkan oleh modifikasi kanal sesaat yang berbeda



   BAB 5



MEKANISME SENSITISASI Sensitisasi pada Aplysia juga melibatkan modifikasi kanal, tetapi dengan mekanisme dan kanal yang berbeda. Berbeda dengan apa yang terjadi pada habituasi, masuknya Ca2+ ke dalam terminal prasinaps meningkat pada sensitisasi. Peningkatan pelepasan neurotransmiter yang kemudian terjadi menghasilkan potensial pascasinaps yang lebih besar sehingga respons penarikan insang menjadi lebih kuat. Sensitisasi tidak memiliki efek langsung pada kanal Ca2+ prasinaps. sensitisasi justru secara tak-langsung meningkatkan pemasukan Ca2+ melalui fasilitasi prasinaps (lihat h. 120). Neurotransmiter serotonin dibebaskan dari antarneuron fasilitatif yang bersinaps di terminal prasinaps untuk menimbulkan peningkatan pelepasan neurotransmiter prasinaps sebagai respons terhadap potensial aksi. Bahan ini melakukannya dengan memicu pengaktifan jalur caraka kedua cAMP (adenosin monofosfat siklik, atau AMP siklik) (lihat h. 130) di dalam terminal prasinaps yang akhirnya menyebabkan penyumba- tan kanal K+. Penyumbatan ini memperlama potensial aksi di terminal prasinaps. Ingat kembali bahwa efluks K+ melalui kanal K+ yang terbuka mempercepat pemulihan ke potensial istirahat (repolarisasi) selama fase turun potensial aksi. Karena keberadaan poten- sial aksi lokal merupakan penyebab terbukanya kanal Ca2+ di terminal, potensial aksi yang berkepanjangan meningkatkan influks Ca2+ yang berkaitan dengan sensitisasi.



Karena itu, jalur-jalur sinaps yang sudah ada mungkin secara fungsional mengalami interupsi (habituasi) atau peningkatan (sensitisasi) selama proses belajar sederhana. Para ilmuwan berspekulasi bahwa banyak dari ingatan jangka-pendek juga merupakan modifikasi sesaat proses-proses yang sudah ada. Beberapa penelitian mengisyaratkan bahwa kaskade cAMP, terutama pengaktifan protein kinase, berperan penting paling tidak pada bentuk dasar belajar dan mengingat. Studi-studi lebih lanjut mengungkapkan bahwa ingatan yang lebih kompleks daripada habituasi dan sensitisasi yang melibatkan kewaspadaan sadar mulamula disimpan melalui perubahan yang lebih menetap pada aktivitas sinaps-sinaps yang sudah ada. Secara spesifik, penyimpanan awal informasi ini tampaknya dilakukan oleh potensiasi jangka-panjang, yang sekarang akan kita babas. MEKANISME POTENSIASI JANGKA-PANJANG Pada



Potensiasi jangka-panjang (PJP), modifikasi terjadi akibat peningkatan penggunaan pada suatu sinaps yang sudah ada yang meningkatkan kemampuan neuron prasinaps di masa mendatang untuk mengeksisitasi neuron pascasinaps—yaitu, hubungan ini menjadi semakin kuat ketika semakin sering digunakan. penguatan aktivitas sinaps semacam ini menyebabkan pembentukan lebih banyak EPSP di neuron pascasinaps sebagai respons terhadap sinyal kimiawi dari masukan



prasinaps eksitatorik khusus ini. Peningkatan responsivitas eksitatorik ini akhirnya diterjemahkan menjadi penambahan jumlah potensial aksi yang dikirim melalui sel pascasinaps ini ke neuron-neuron lain. PJP bertahan hingga beberapa hart atau bahkan minggu—cukup lama bagi ingatan jangka-pendek ini rnengalami konsolidasi menjadi ingatan jangka-panjang yang lebih permanen. PJP terutama banyak ditemukan di hipokampus, tempat yang sangat penting bagi perubahan ingatan jangka-pendek menjadi ingatan jangka-panjang. Hipokampus adalah bagian tengah lobus temporalis yang memanjang yang nerupakan bagian sistem limbik (lihat Gambar 5-16).



Depresi jangka panjang (DJP) atau melemahnya transmisi sinaps, lebih jarang terdapat. Mekanisme dan fungsi DJP kurang dipahami saat ini. Peningkatan transmisi sinaps melalui PJP secara teoretis dapat terjadi karena perubahan di neuron pascasinaps (misalnya, peningkatan responsivitas terhadap neurotransmiter) atau di neuron prasinaps (misalnya, peningkatan pengeluaran neurotransmiter). Mekanisme yang mendasari PJP masih sedang dalam penelitian dan terus diperdebatkan. kemungkinan besar fenomena kompleks ini melibatkan banyak mekanisme. Tampaknya ada beberapa bentuk PJP, beberapa berasal dari hanya perubahan di neuron pascasinaps dan yang



Neuron prasinapsF



Perambatan potensial aksi



9 1



1. Glutamat dibebaskan dari neuron prasinaps yang teraktivS



Pelepasan glutamat



Na+



Reseptor AMPA



2



3 Masuknya Na+



(peningkatan ketersediaan resptor AMPA)



4 EPSP dari sumber ini



+



EPSP lain dari sumber ini atau sumber lain



Mg2+



Ca2+



Neuron pascasinaps



5



Reseptor NMDA



5 Masuknya Ca2+



Pelepasan nitrat oksida



6



2. Glutamat ber katan dengan reseptor AMPA dan NMDA. 3. Pengikatan membuka kanal-reseptor AMPA. 4. Masuknya Na+ melalui kanal AMPA yang terbuka mendepolarisasi neuron pascasinaps sehingga terbentuk EPSP. 5. Pengikatan membuka pintu kanal-reseptor NMDA tetapi Mg2+ masih menghambat kanal. Depolarisasi yang memadai dari pembukaan AMPA ini disertai dengan EPSP lain membawa Mg2+ keluar. 6. Masuknya Ca2+ melalui kanal NMDA yang terbuka megaktifkan jalur caraka kedua Ca2+.



Jalur caraka kedua Ca2+ 8 (menyebabkan pelepasan nitrat oksida)



Depolarisasi yang memadai untuk mendorong Mg2+ keluar dari kanalresptor NMDA



7. Jalur caraka kedua mendorong penyelipan receptor AMPA tambahan di membran pascasinaps sehingga sensitivitasnya terhadap glutamat meningkat. 8. Jalur caraka kedua juga memicu pelepasan parakrin retrograd (mungkin nitrat oksida). 9. Nitrat oksida merangsan peningkatan pelepasan glutamat dalam jangka panjang dari neuron prasin



7 Gambar 5-18



Kemungkinan jalur-jalur untuk potensiasi jangka-panjang



  



171



lain juga melibatkan komponen prasinaps. Berdasarkan bukti ilmiah yang ada, di bawah ini adalah mekanisme logis PIP yang melibatkan perubahan pascasinaps dan modifikasi prasinaps (Gambar 5-18). PJP dimulai ketika neuron prasinaps melepaskan neuro-transmiter eksitatorik glutamat sebagai respons terhadap potensial aksi. Glutamat berikatan dengan dua jenis reseptor di neuron pascasinaps: reseptor NMDA dan reseptor AMPA. Reseptor AMPA adalah kanalreseptor yang diperantarai secara kimiawi yang terbuka jika berikatan dengan glutamat dan memungkinkan masuknya ion Na+ neto sehingga terbentuk EPSP di neuron pascasinaps (lihat h. 125 dan 115). Ini adalah reseptor biasa pada sinaps eksitatorik yang sudah Anda pelajari. Reseptor NMDA adalah kanal-reseptor yang memungkinkan masuknya Ca2+ ketika terbuka. Kanal-reseptor ini tidak biasa karena berpintu kimiawi dan bergantung listrik. Reseptor ini ditutup oleh pintu dan ion magnesium (Mg2+) yang secara fisik menghambat kanal untuk membuka pada potensial istirahatnya. Ada dua kejadian yang harus terjadi hampir bersamaan untuk membuka kanal-reseptor NMDA: pelepasan glutamat prasinaps dan depolarisasi pascasinaps oleh masukan lain. Pintunya terbuka jika berikatan dengan glutamat, tetapi aksi ini sendiri tidak mengizinkan masuknya Ca2+. Depolarisasi tambahan pada neuron pascasinaps selain yang dihasilkan oleh EPSP akibat pengikatan glutamat ke reseptor AMPA diperlukan untuk cukup mendepolarisasi neuron pascasinaps agar Mg2+ dapat dipaksa keluar dari kanal ini. Karena itu, meskipun glutamat terikat pada reseptor NMDA, kanal tidak akan terbuka kecuali sel pascasinaps sudah cukup terdepolarisasi oleh aktivitas eksitatorik lainnya. Sel pascasinaps dapat cukup terdepolarisasi untuk menge-luarkan Mg2+ melalui dua carat dengan masukan berulang dari neuron prasinaps eksitatorik tunggal ini untuk mengha-silkan penjumlahan temporal EPSP dari sumber ini (lihat h. 117) atau dengan masukan eksitatorik tambahan dari neuron prasinaps lainnya pada waktu yang hampir sama. Ketika kanal-reseptor NMDA terbuka akibat pembukaan pintu dan pengeluaran Mg2+ secara bersamaan, Ca2+ memasuki sel pascasinaps. Ca2+ yang masuk mengaktifkan jalur caraka kedua Ca2+ pada neuron ini. Jalur caraka kedua ini menyebabkan penyisipan fisik reseptor AMPA tambahan pada membran pascasinaps. Karena adanya peningkatan ketersediaan reseptor AMPA ini, sel pacasinaps menghasilkan respons EPSP yang lebih besar terhadap pelepasan glutamat berikutnya dari sel prasinaps. Peningkatan sensitivitas neuron pascasinaps terhadap glutamat dari sel prasinaps membantu mempertahankan PJP. Selain itu, pada beberapa sinaps, pengaktifan jalur caraka kedua Ca2+ di neuron pascasinaps menyebabkan sel ini mengeluarkan suatu parakrin retrograd (''berjalan mundur'') yang berdifusi kedalam neuron prasinaps (lihat h. 123). Di sini, parakrin retrograd tersebut mengaktifkan jalur caraka kedua di neuron prasinaps, akhirnya meningkatkan pelepasan glutamat dari neuron prasinaps, umpanbalik positif ini memperkuat proses penyaluran sinyal di sinaps ini dan membantu mempertahankan PJP. Perhatikan bahwa pada mekanisme ini, terdapat suatu faktor kimiawi dari neuron prasinaps yang memengaruhi neuron prasinaps, berlawanan dengan tivitas neurotransmiter di sinaps. Parakrin retrograd ini berbeda dengan neurotransmiter atau neuropeptida klasik. Banyak pen eliti percaya bahwa caraka retrograd ini adalah nitrat oksida, senyawa kimia yang mengatur berbagai fungsi di dalam tubuh. Fungsi lainnya ini berkisar dari dilatasi pembuluh darah penis selama ereksi



  



BAB 5



hingga penghancuran benda asing oleh sistem imun (lihat h. 793 dan 443). Modifikasi yang berlangsung selama permbentukan PJP bertahan lama meskipun aktivitas yang menyebabkan perubahan ini telah berhenti. Oleh sebab itu, informasi dapat disampaikan di sepanjang jalur sinaps yang sama ini dengan lebih efisien jika teraktivasi kembali di masa yang akan datang—yaitu, sinaps ini " mengingat': PJP bersifat spesifik bagi jalur yang teraktivasi. Jalur di antara masukan prasinaps inaktif lainnya dan sel pascasinas yang sama tidak terpengaruh. Perhatikan bahwa PJP berkembang sebagai respons terhadap aktivitas yang sering pada suatu sinaps akibat pencetusan yang intens dan berulang pada masukan tertentu (seperti pada pengulangan fakta tertentu selama studi) atau terhadap hubungan antara masukan yang satu dengan lainnya yang dicetuskan pada saat yang sama. Contohnya, ketika Anda mencium bau kue pie di oven, mulut Anda berliur sebagai antisipasi terhadap rasa enak yang akan datang sebentar lagi yang Anda asosiasikan ini dengan aroma yang tercium. Cita rasa makanan yang enak di mulut adalah pemicu inheren pengeluaran air liur. Namun, melalui pengalaman, neuron pada jalur saraf yang mengontrol salivasi menghubungkan masukan yang datang dari aroma pie dengan masukan dari cita rasanya yang lezat. Setelah jalur masukan aroma diperkuat melalui perkembangan PJP dan konsolidasi akhir ke dalam penyimpanan memori jangka panjang, aroma pie itu sendiri dapat menimbulkan salivasi. Etanol dalam minuman beralkohol menghambat reseptor NMDA sambil memfasilitasi fungsi GABA. Penghambatan etanol di reseptor NMDA tampaknya merupakan alasan mengapa seseorang sulit mengingat apa yang terjadi selama mabuk berat. Dengan meningkatkan aksi GABA, neurotrans-miter inhibitorik utama di otak, etanol menekan aktivitas keseluruhan SSP. Studi-studi menyarankan adanya peran regulatorik jalur caraka kedua cAMP dalam pembentukan dan pemeliharaan PJP selain jalur caraka kedua Ca2+. Keikutsertaan cAMP mungkin merupakan faktor kunci dalam mengaitkan ingatan jangka-pendek dengan konsolidasi ingatan jangka-panjang.



Ingatan jangka-panjang melibatkan pembentukan hubungan sinaps baru yang permanen. Sementara ingatan jangka-pendek melibatkan penguatan sementara sinaps-sinaps yang sudah ada, simpanan ingatan jangka-panjang memerlukan pengaktifan gen-gen spesifik yang mengontrol sintesis protein yang dibutuhkan untuk perubahan struktural atau fungsional jangka-panjang di sinaps-sinaps spesifik. Contoh-contoh perubahan-perubahan tersebut antara lain adalah pembentukan koneksi sinaps baru atau perubahan permanen pada membran praatau pascasinaps. Karena itu, simpanan ingatan jangka-panjang melibatkan perubahan fisik yang lebih permanen di otak. Studi-studi yang membandingkan otak hewan percobaan yang diperlihara di lingkungan miskin-sensorik dengan hewan yang dipelihara di lingkungan kaya-sensorik memperlihatkan perbedaan mikroskopik yang nyata. Hewan yang mengalami interaksi lingkungan yang lebih banyak—dankarenanya diperkirakan memiliki kesempatan belajar lebih banyak—memperlihatkan peningkatan percabangan dan pemanjangan dendrit di sel-sel saraf di regio otak yang diduga berperan dalam penyimpanan ingatan. Peningkatan



luas permukaan dendrit diperkirakan meningkatkan tempat untuk sinaps. Karena itu, ingatan jangka-panjang dapat disimpan, paling tidak sebagian, oleh pola tertentu percabangan dendritik dan kontak sinaptik. Tidak ada yang mengetahui secara pasti bagaimana memori jangka pendek sementara diubah menjadi memori jangka panjang permanen, tetapi banyak peneliti percaya bahwa cAMP dan gen awal memainkan peranan penting dalam konsolidasi memori. cAMP dapat mengaktifkan cAMP responsive element binding protein (CREB) yang bertindak pada DNA dan akhirnya memengaruhi sintesis protein baru yang penting dalam mempertahankan ingatan jangka panjang. (Ingat bahwa caraka kedua ini juga memainkan peranan regulatorik dalam PJP dan dalam bentuk ingatan jangka pendek yang lebih sederhana seperti sensitisasi.) Immediate early genes (IEG) memerintahkan sintesis protein yang menyandi ingatan jangka panjang. Peranan yang pasti bahwa protein memori jangka panjang kritis ini berperan masih spekulatif. Protein-protein ini mungkin diperlukan untuk perubahan struktural di dendrit atau digunakan untuk membentuk lebih banyak neurotransmiter atau tempat reseptor tambahan. Selain itu, mereka mungkin melaksanakan modifikasi jangka-panjang pelepasan neurotransmiter dengan memperlama proses-proses biokimia yang mula-mula diaktifkan oleh proses-proses ingatan jangka-pendek. Sebagian besar penelitian pada belajar dan ingatan telah fokus pada perubahan hubungan sinaps di dalam substansia grisea otak. Untuk lebih memperumit bahasan ini, ilmuwan sekarang memiliki bukti bahwa substansia alba juga berubah selama pembentukan memori dan belajar diiringi dengan semakin banyak mielin yang mengelilingi akson, khususnya selama masa remaja, mempercepat transmisi antara neuron-neuron yang terhubung. Neuron-neuron tampaknya menghasilkan sinyal kimia seperti neuregulin yang mengatur luas sel pembentuk mielin membungkus dirinya sendiri di sekeliling akson. Jumlah neuregulin yang dihasilkan berhubungan dengan luasnya penghantaran potensial aksi di dalam akson. Berdasarkan hal ini, peneliti mengusulkan bahwa kecepatan konduksi dapat ditingkatkan dengan proses mielinisasi lebih lanjut dalam jalur yang lebih aktif, dan perubahan ini mendukung proses belajar dan mengingat. Selain kemungkinan peran substansia alba otak, berbagai hormon dan neuropeptida juga memperlihatkan pengaruh terhadap proses belajar dan memori.



Pertanyaan lain selain "bagaimana" memori adalah "di mana" memori. Bagian-bagian otak apa yang berperan dalam ingatan? Tidak ada suatu "pusat ingatan" tunggal di otak. Neuron-neuron yang berperan dalam jejak ingatan justru tersebar luas di seluruh daerah subkorteks dan korteks otak. Bagian-bagian otak yang diperkirakan paling berperan dalam ingatan adalah hipokampus dan struktur terkait di lobus temporalis medial, sistem limbik, serebelum, korteks prafrontalis, dan bagian-bagian lain korteks serebrum. DAN INGATAN DEKLARATIF Hipokampus merupakan tempat dominan terjadinya PJP serta krusial bagi konsolidasi menjadi ingatan jangka-panjang. Hipokampus dipercaya menyimpan ingatan jangka-panjang baru hanya sesaat dan kemudian memindahkannya ke bagian korteks lain untuk menyimpan yang HIPOKAMPUS



lebih permanen. Tempat penyimpanan jangka-panjang berbagai jenis ingatan baru mulai akan diungkapkan oleh para ilmuwan saraf. Hipokampus dan daerah sekitarnya berperan sangat penting dalam ingatan deklaratif—ingatan "apa" tentang orang, tempat, benda, fakta, dan kejadian spesifik yang sering terbentuk setelah hanya satu pengalaman dan yang dapat dikemukakan dalam suatu pernyataan seperti "Saya melihat Patung Liberty musim panas lalu" atau mengingat kembali suatu gambar dalam ingatan. Ingatan deklaratif memerlukan pemanggilan kembali secara sadar. Ingatan ini kadang-kadang dibagi menjadi ingatan semantik (ingatan tentang fakta) dan ingatan episodik (ingatan tentang kejadian-kejadian sehari-hari) Orang dengan kerusakan hipokampus sangat mudah lupa akan fakta-fakta yang sangat penting untuk kehidupan sehari-hari. Ingatan deklaratif biasanya adalah yang pertama kali hilang. Kerusakan luas di daerah hipokampus dijumpai pada saat otopsi pada pasien dengan penyakit Alzheimer. (Untuk pembahasan lebih luas tentang penyakit Alzheimer, lihat fitur dalam kotak di h. 174-175, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) SEREBELUM DAN INGATAN PROSEDURAL Serebelum dan



daerah korteks terkait berperan penting dalam ingatan prosedural "bagaimana" yang melibatkan keterampilan motorik yang diperoleh melalui latihan berulang, misalnya mengingat gerakan tari tertentu. Daerah-daerah korteks yang penting untuk suatu ingatan prosedural adalah sistem-sistem motorik dan sensorik spesifik yang melakukan tindakan yang dimaksud. Contohnya, berbagai kelompok otot yang berbeda diperlukan untuk memainkan tarian daripada yang diperlukan untuk menyelam. Berbeda dengan ingatan deklaratif, yang diingat kembali secara sadar dari pengalaman sebelumnya, ingatan prosedural dapat dilaksanakan tanpa upaya sadar. Sebagai contoh, seorang pemain ski selama pertandingan bisanya berprestasi maksimal dengan "membiarkan tubuhnya mengambil alih" dan bukan memikirkan secara pasti gerakan-gerakan apa yang harus dilakukannya. Lokalisasi tersendiri di bagian-bagian otak yang berbeda dari kedua ingatan ini terlihat pada orang yang mengalami lesi di temporalis atau limbik. Mereka dapat melakukan suatu keteketerampilan, misalnya bermain piano, tetapi keesokan harinya mereka tidak dapat mengingat kejadian tersebut. KORTEKS PRAFRONTAL DAN MEMORI KERJA Bagian yang



berperan utama dalam memadukan kemampuan berpikir kompleks yang berkaitan dengan memori kerja adalah korteks asosiasi prafrontal. Korteks prafrontal berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara untuk menahan data-data relevan dan juga berperan besar dalam apa yang disebut sebagai fungsi eksekutif yang melibatkan manipulasi dan integrasi informasi ini untuk perencanaan, pemilihan prioritas, membuat pilihan, pemecahan masalah, pengorganisasian aktivitas, dan penghambatan impuls. Fungsi eksekutif memungkinkan seseorang untuk memutuskan apa yang dilakukan dan bukan hanya bereaksi pada situasi saat itu. Korteks prafrontal melaksanakan fungsi-fungsi berpikir kompleks ini dengan bekerja sama dengan semua regio sensorik otak, yang berhubungan dengan korteks prafrontal melalui koneksi-koneksi saraf.   173



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Pentakit Alzheiner: Kisah Plak Amiloid Beta, Tau Tangles, dan Demenisia



“S



AYA LUPA DI MANA SAYA MELETAKKAN KUNCI SAYA. Saya mungkn terkena penyakit Alzheimer'. Insiden dan kesadaran akan penyakit Alzheimer (PA) yang pada tahap awalnya ditandai oleh hilangnya ingatan baru, telah sedemikian meningkat sehingga orang kadang-kadang mengejek mereka yang lupa sebagai pengidap Alzheimer. Namun, PA bukanlah suatu lelucon.



Insiden PA adalah penyakit neurologi pada SSP yang paling banyak dan paling mahal. Sekitar 5 juta orang Amerika Serikat saat ini mengidap PA, tetapi karena ini adalah penyakit terkait-usia dan populasi AS mengalami penuaan, insiden PA diperkirakan akan meningkat. Jumlah orang yang terkena diperhitungkan membengkak menjadi 7 juta saat orang yang kini muda menua. Sekitar 0,1% mereka yang berusia antara 60 dan 65 tahun terkena penyakit ini, tetapi insidennya meningkat menjadi 30% hingga 47% pada mereka yang berusia lebih dari 85 tahun. Menurut National Institute of Aging Report to Congress, segmen populasi AS yang paling cepat tumbuh berdasarkan persensenya adalah kelompok usia lebih dari 85 tahun.



Gejala PA merupakan penyebab sekitar dua pertiga kasus demensia senilis, yaitu berkurangnya kemampuan mental generalisata terkait-usia. Pada tahapnya yang paling awal, hanya ingatan jangka-pendek yang terganggu, tetapi seiring dengan perkembangan penyakit, bahkan ingatan jangka-panjang yang telah tertanam dalam, misalnya ingatan terhadap anggota keluarga, lenyap. Sering dijumpai kebingungan, disorientasi, dan perubahan kepribadian yang ditandai oleh mudah tersinggung dan letupan emosional. Kemampuan mental yang lebih tinggi secara perlahan menurun seiring dengan semakin berkurangnya kemampuan pasien membaca, menulis, dan menghitung. Kemampuan bahasa dan bicara sering terganggu. Pada tahap-tahap lanjut, pasien PA sering menjadi seperti anak dan tidak mampu makan, berpakaian, dan merawat diri mereka. Pasien biasanya meninggal dalam keadaan debilitas berat 4 hingga 12 tahun setelah awitan penyakit. Penyakit ini, yang pertama kali dilaporkan seabad yang lalu oleh Alois Alzheimer, seorang ahli neurologi Jerman, hanya dapat dipastikan pada saat otopsi dengan ditemukannya lesi-lesi khas di otak yang berkaitan dengan penyakit ini, yaitu plak beta amiloid (AB) dan neurofibrillary tangles yang terdiri dari protein Tau yang cacat. (Anda akan mempelajari lebih dalam tentang lesi ini kemudian.) Saat ini, PA didiagnosis sebelum kematian melalui proses eliminasi; yaitu, semua penyakit yang dapat menyebabkan demensia, misalnya stroke atau tumor otak, harus disingkirkan. Untuk mendukung kemungkinan diagnosis PA sering digunakan serangkaian uji kognitif. Pada tahun 2011, kriteria diagnostik PA berubah untuk pertama kalinya dalam 25 tahun, walaupun panduan baru ini akan digunakan pertama kali pada penelitian. Peneliti berharap bahwa diagnosis awal PA melalui panduan yang direvisi akan mengarah pada penemuan dini penyakit ini sebelum gejala demensia terjadi. Alat diagnostik yang baru bergantung pada biomarker (kependekan biological marker, segala sesuatu yang dapat diukur secara objektif sebagai indikator keadaan



  



BAB 5



fisiologis tertentu atau penyakit), Dua biomarker yang baru bagi alzheimer adalah pencitraan plak beta amiloid di otak dan pengukuran AB dan tau di cairan serebrospinal (CSS). Pada teknik yang pertama, Pittsburg Compound B (PIB), komponen radioaktif yang terikat pada plak AB, diinjeksikan, diikuti oleh pemindaian PET yang mendeteksi lokasi dan luas plak yang karakteristik ini pada manusia hidup (dari pada menunggu hingga otopsi). Pengukuran kedua rnelibatkan perolehan sampeI CSS melalui pungsi spinal untuk memeriksa kadar tau dan AB pada cairan ini.



Lesi Khas di Otak Lesi otak khas, plak neuritik (senilis) ekstrasel dan neurofibrillary tangles intrasel, tersebar di seluruh korteks serebrum dan terutama banyak terdapat di hipokampus. Plak neuritik terdiri dari protein fibrosa ekstrasel seperti lilin di bagian tengah yang dikenal sebagai amiloid beta (AB) yang dikelilingi oleh ujung saraf aksonal dan dendritik yang mengalami degenerasi. Neurofibrillary tangles adalah berkas padat pasangan filamen-filamen heliks abnormal yang menumpuk di badan sel neuron yang terkena. PA juga ditandai oleh degenerasi badan sel neuron-neuron tertentu di otak-depan basal. Akson penghasil asetilkolin neuron-neuron ini normalnya berakhir di korteks serebrum dan hipokampus sehingga hilangnya neuron-neuron ini menyebabkan defisiensi asetilkolin di daerah-daerah ini. Kematian neuron dan hilangnya komunikasi sinaps menjadi penyebab timbulnya demensia.



Patalogi yang mendasari Pada tahun-tahun belakangan ini, telah banyak kemajuan dalam pemahaman tentang patologi yang mendasari penyakit ini. Protein prekursor amiloid (amyloid precursor protein, APP), komponen struktural semua membran plasma neuron, banyak ditemukan terutama di ujung terminal prasinaps. APP dapat diputus di beberapa tempat berbeda untuk menghasilkan produk yang berbeda. Pemutusan APP di salah saw tempat menghasilkan suatu produk yang dipercaya menimbulkan fungsi fisiologis normal, mungkin berperan dalam proses belajar dan mengingat.Pemutusan APPdi tempatalternatif menghasilkan AB.Terdapat dua varian AB yang dihasilkan dan dibebaskan dari neuron, bergantung pada tempat pasti pemutusan. Dalam keadaan normal sekitar 90% AB merupakan bentuk produk ini yang larut dan tidak berbahaya. Sepuluh persen lainnya merupakan jenis pembentuk plak dan berbahaya, yang membentuk filamen tipis tak-larut yang mudah membentuk agregat menjadi plak AB dan tampaknya juga bersifat neurotoksik. Selain itu, para peneliti akhir-akhir ini menemukan molekul-molekul larut berantai pendek yang berpotensi toksik (disebut oligomer) yang berasal dari AB yang berdifusi melalui otak dan bukan beragregasi menjadi plak. Beberapa peneliti mengajukan teori baru yang kontroversial bahwa oligomeroligomer yang mengapung bebas ini merupakan penyebab gejala-gejala PA yang sesungguhnya. Keseimbangan antara produk-produk APP ini dapat bergeser oleh mutasi di APP, cacat genetik lain, perubahan patologis atau terkait-usia di otak, atau mungkin faktor-faktor lingkungan. Hasil akhirnya adalah meningkatnya produksi AB yang bersifat toksik.



Pembentukan AB dijumpai pada awal perjalanan penyakit, dengan neurofbrillary tangles timbul agak belakangan. PA tidak "tiba-tiba" muncuI pada usia lanjut. Penyakit ini terjadi akibat sejumlah proses gradual tersamar yang terjadi selama bertahun atau berpuluh tahun. Meskipun belum semua potongan teka-teki terungkap, berikut ini adalah kemungkinan skenario yang terjadi berdasarkan temuan-temuan terkini. Endapan AB secara langsung bersifat toksik bagi neuron. Selain itu, penimbunan gradual plak AB menarik mikroglia ke tempat plak. Sel-sel imun otak ini melancarkan serangan imunologik terhadap plak, mengeluarkan bahan-bahan kimia toksik yang dapat merusak neuron sekitar yang "tidak bersalah' dalarn prosesnya. Proses peradangan ini, bersama dengan toksisitas langsung endapan AB, juga menyebabkan perubahan pada sitoskeleton neuron yang menyebabkan terbentuknya neurofibrillary tangles penyumbat sel saraf. Protein tau dalam keadaan normal berkaitan dengan molekul tubulin dalam pembentukan mikrotubulus, yang berfungsi sebagai "jalan tol" akson untuk transpor bahan bolak-balik antara badan sel dan terminal akson (lihat h. 51). Molekul tau berfungsi sebagai"bantalan rel kereta api" yang memaku "rel" molekul tubulin di mikrotubulus. Jika mengalami hiperfosforilasi (memiliki terlalu banyak gugus fosfat yang melekat), molekul tau tidak dapat berinteraksi dengan tubulin. Penelitian menunjukkan bahwa AB berikatan dengan reseptor di permukaan sel saraf, memicu serangkaian proses intrasel yang menyebabkan hiperfosforilasi tau. Jika tidak terikat ke tubulin, molekulmolekul tau yang tidak terkapasitasi akan saling menjalin, membentuk filamen-filamen heliks berpasangan yang menggumpal membentuk neurofibrillary tangles. Hal yang lebih penting, seperti rel kereta api yang akan berantakan jika terlalu banyak bantalan yang hilang, mikrotubulus juga mulai rusak seiring dengan semakin banyaknya molekul tau yang tidak lagi melaksanakan tugasnya. Hilangnya sistem transpor neuron ini dapat menyebabkan kematian sel. Faktor-faktor lain juga berperan dalam kisah PA yang kompleks ini, tetapi tempat pasti faktor-faktor tersebut terletak masih belum jelas. Menurut teori terdahulu, AB menyebabkan influks berlebihan Ca2+ yang memicu serangkaian reaksi biokimia yang mematikan sel. Sel-sel otak yang mengandung banyak reseptor NMDA glutamat, terutama sel-sel hipokampus yang berperan dalam potensiasi jangka-panjang (lihat h. 170), sangat rentan terhadap toksisitas glutamat. Hilangnya kemampuan hipokampus membentuk ingatan merupakan tanda utama PA. Beberapa bukti mengisyaratkan bahwa neuron yang cedera melakukan apoptosis (bunuh diri sel; lihat h. 44), tetapi proses bunuh din ini tampaknya jauh lebih lambat daripada apoptosis yang biasanya. Temuan-temuan menunjukkan bahwa AB dapat mengaktifkan jalur biokimia bunuh-din. Studi-studi lain menyiratkan bahwa selama perjalanan penyakit terbentuk radikal bebas perusak sel (lihat h.154). Semua jalur perusak neuron ini akhirnya menyebabkan timbulnya gejala secara bertahap. .Kemungkinan Penyebab Kausa mendasar yang memicu pembentukan AB abnormal pada PA tidak diketahui pada sebagian besar kasus. Banyak peneliti percaya bahwa penyakit ini memiliki banyak penyebab. Faktor genetik dan linglingkungan diperkirakan berperan meningkatkan risiko timbulnya PA. Sekitar 15% kasus berkaitan dengan cacat genetik spesifik yang ditemukan dalam keluarga dan



menyebabkan penyakit awitan dini. Individu dengan penyakit Alzheimer familial ini biasanya memperlihat- kan gejala klinis pada usia 40an atau 50an Delapan puluh lima persen pasien PA lainnya belum memperlihatkan gejala hingga usia lanjut, antara 65 hingga 85 tahun. Sifat gen spesifik diketahui meningkatkan kerentanan individu mengidap penyakit Alzheimer awitan lambat. Namun, tidak semua orang dengan kecenderungan untuk PA mengalami penyakit ini. Selain itu, banyak yang mengidap penyakit tanpa predisposisi genetik yang jelas. Jelas bahwa beberapa faktor lain di luar kerentanan genetik ikut berperan menimbulkan penyakit. Ketidak seimbangan hormon mungkin berperan. Secara khusus, riset-riset menemukan bahwa kortisol, hormon stres, meningkatkan kerentanan mengalami PA. Selain itu, Para peneliti juga mencoba mencari kemungkinan adanya faktor pemicu dari lingkungan, tetapi hingga saat ini belum ada yang dapat dipastikan.



Terapi .Saat ini terdapat dua kelompok obat yang disetujui secara spesifik bagi terapi PA. Satu kelompok meningkatkan kadarasetilkolin (neuro- transmiter yang defisien) di otak. Sebagai contoh, Aricept, obat yang paling sering diresepkan pada PA, menghambat enzim yang secara normal membersihkan asetilkolin yang keluar di sinaps. Obat-obat seperti ini secara sesaat memperbaiki gejala pada sebagian pasien, tetapi tidak menghentikan atau memperlambat kerusakan yang disebabkan oleh penyakit ini. Obat kedua, kelompok obat yang lebih baru disetujui, contohnya adalah Nemenda, memengaruhi reseptor NMDA, menghambat efek toksik pelepasan glutamat yang berlebihan. Beberapa obat tanpa resep juga digunakan untuk mengobati PA. Antioksidan memberi harapan dalam mengatasi kerusakan yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Aspirin dan obat anti-inflamasi lain mungkin memperlambat perjalanan PA dengan menghambat komponen-komponen inflamatorik penyakit. Seiring dengan kerja peneliti untuk mengungkap faktor-faktor yang mendasari, kemungkinan ditemukannya cara-cara untuk menghambat perkembangan penyakit ini juga meningkat. Sebagai contoh, pencariaan saat ini adalah pada obat-obat baru yang dapat menghambat pemutusan AB pembentuk plak dari APP atau dapat menghambat agregasi amiloid ini menjadi plak yang berbahaya sehingga menghentikan PA pada jalurnya pada tahap yang paling dini. Hampir 200 obat yang ditargetkan pada berbagai langkah di jalur PA sedang dikembangkan oleh perusahaanperusahaan farmasi. Biaya yang harus dikeluarkan oleh perusahaan farmasi dalam menemukan produk yang sukses akan besar, dan dampak lebih luas yang ditimbulkannya akan menjadi lebih penting. Pencegahan dan terapi PA tidak dapat terjadi lebih cepat daripada dampak yang ditimbulkan oleh penyakit ini pada pasien, keluarganya, dan masyarakat. Perawatan pasien-pasien PA saat ini diperkirakan menelan biaya 100 miliar US$ per tahun dan akan terus bertambah seiring dengan meningkatnya persentase penduduk berusia lanjut yang kemudian terjangkit penyakit ini.



Sistem Saraf Pusat 175



Para peneliti telah mengidentifikasi berbagai tempat penyimpanan di korteks prafrontal, bergantung pada sifat data saat ini. Sebagai contoh, memori kerja yang melibatkan petunjuk-petunjuk tentang ruang terletak di lokasi prafrontal yang berbeda dengan memori kerja yang melibatkan petunjuk verbal atau petunjuk tentang penampakan suatu benda. Salah satu teori yang menarik adalah kepandaian seseorang mungkin ditentukan oleh kapasitas memori kerja orang tersebut untuk menahan secara sementara dan mengaitkan berbagai data yang relevan. Periksa Pemahaman Anda 5.7 1. Definisikan konsolidasi. 2. Bandingkan mekanisme molekuler untuk ingatan jangka-pendek dan ingatan jangka-panjang. 3. Bedakan antara ingatan deklaratif, ingatan prosedural, dan memori kerja dan tunjukan daerah otak yang terutama berkaitan dengan masing-masing hal di atas.



5.8



I Serebelum



Serebelum adalah bagian otak yang seukuran bola kasti dan sangat berlipat serta terletak di bawah lobus oksipitalis korteks dan melekat ke punggung bagian atas batang otak (lihat Tabel 5-2, h. 152 dan > Gambar 5-7b, h. 154, dan 5-15, h. 164).



Di serebelum ditemukan neuron individual dalam jumlah empat kali lebih banyak daripada di bagian otak lainnya dan hal ini menunjukkan pentingnya struktur ini. Serebelum terdiri dari tiga bagian yang secara fungsional berbeda dengan peran berbeda yang terutama berkaitan dengan kontrol bawah-sadar aktivitas motorik (> Gambar 5-19). Secara spesifik, bagian-bagian serebelum melakukan fungsi-fungsi berikut: 1. Vestibuloserebelum penting untuk mempertahankan keseimbangan clan kontrol gerakan mata. 2. Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan mengoordinasikan gerakan volunter terampil. Bagian otak ini sangat penting dalam memastikan waktu yang tepat bagi kontraksi berbagai otot untuk mengoordinasikan gerakan yang melibatkan banyak sendi. Sebagai contoh, gerakan sendi bahu, siku, dan pergelangan tangan Anda harus sinkron bahkan ketika Anda melakukan gerakan



Batang otak



Regulasi tonus otot, koordinasi gerakan volunter terampil



Serebelum



Tidak berlipat



Perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter, penyimpanan ingatan prosedural Pemeliharaan keseimbangan, kontrol gerakan mata (b) Serebelum yang tak-terlipat, menunjukkan ketiga bagianya yang berbeda secara funsional



(a) Struktur makroskopik serebelum



Dipotong



Potongan sagital media serebelum dan batang otak



KUNCI Vestibuloserebelum Spinoserebelum (c) struktur internal serebelum Gambar 5-19 Serebelum.



   BAB 5



Serebroserebelum



sederhana seperti mengambil pensil. Ketika daerah-daerah korteks mengirim pesan ke otototot untuk mengeksekusi gerakan tertentu, spinoserebelum diberi informasi tentang perintah motorik yang diinginkan. Bagian ini juga menerima masukan dari reseptorreseptor perifer tentang gerakan tubuh dan posisi yang sebenarnya terjadi. Spinoserebelum pada hakikatnya bekerja sebagai "manajemen menengah" yang membandingkan "keingingan" atau "perintah" pusat-pusat yang lebih tinggi dengan "kinerja" otot-otot dan mengoreksi setiap "kesalahan" atau penyimpangan dari gerakan yang diinginkan. Spinoserebelum bahkan tampaknya mampu memperkirakan posisi suatu bagian tubuh dalam sepersekian detik berikutnya sewaktu suatu gerakan kompleks dan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian yang diperlukan. Ketika Anda sedang meraih sebuah pensil, sebagai contoh, bagian ini segera "mengerem" untuk menghentikan gerakan maju tangan Anda di lokasi yang diinginkan dan tidak membiarkan tangan melewati sasaran. Penyesuaian-penyesuaian yang terus-menerus ini, yang memastikan gerakan mulus, tepat, dan terarah, terutama penting untuk aktivitasaktivitas yang cepat berubah (fasik) misalnya mengetik, main piano, atau berlari. 3. Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan inisiasi aktivitas volunter dengan memberikan masukan ke daerah motorik korteks. Ini juga merupakan bagian serebelum yang menyimpan ingatan prosedural. Temuan-temuan terakhir mengisyaratkan bahwa selain fungsifungsi yang sudah pasti ini, serebelum bahkan memiliki tanggung jawab yang lebih luas, misalnya mungkin mengoordinasikan akuisisi masukan sensorik oleh otak. Para peneliti saat ini sedang mengartikan berbagai temuan baru dan mengejutkan yang tidak cocok dengan peran tradisional serebelum dalam kontrol motorik. Semua gejala-gejala penyakit serebelum berikut disebabkan oleh hilangnya fungsi motorik serebelum: gangguan keseimbangan; gaya berjalan "pelaut mabuk" dengan gaya berdiri yang lebar dan berjalan yang tak-mantap; nistagmus (gerakan mata osilatif ritmik); penurunan tonus otot tetapi bukan paralisis; ketidakmampuan melakukan gerakan-gerakan bergantian cepat dengan lancar, seperti tidak mampu dengan cepat untuk menampar telapak tangan yang terbuka secara bergantian dengan telapak tangan atau punggung tangan tangan yang lain, dan ketidakmampuan menghentikan dan memulai kontraksi otot secara cepat. Hal yang terakhir ini menyebabkan tremor bertujuan yang ditandai oleh gerakan maju-mundur osilatif ekstremitas ketika mendekati suatu tempat yang dituju. Sewaktu orang dengan kerusakan serebelum mencoba mengambil sebuah pensil, ia mungkin melakukan gerakan tangan melebihi sasaran (overshoot) lalu menarik kembali secara berlebihan, mengulang gerakan majumundur ini hingga ia berhasil memegang pensil tersebut. Tremor ini tidak terjadi kecuali jika yang bersangkutan melakukan aktivitas bertujuan, berbeda dengan tremor istirahat yang berkaitan dengan penyakit nukleus basal, terutama penyakit Parkinson. Serebelum dan nukleus basal memantau dan menyesuaikan aktivitas motorik yang diperintah dari korteks motorik, dan seperti nukleus basal, serebelum tidak secara langsung memengaruhi neuron motorik eferen. Meskipun mereka melakukan peran yang berbeda-beda (misalnya, serebelum meningkatkan tonus otot, sementara nukleus basal menghambatnya), keduanya berfungsi secara tak-langsung dengan memodifikasi keluaran sistem-sistem



motorik utama di otak. Perintah motorik untuk aktivitas volunter tertentu berasal dari korteks motorik, tetapi eksekusi sebenarnya aktivitas tersebut dikoordinasikan di bawah sadar oleh regio-regio subkorteks ini. Sebagai gambaran, Anda secara sadar dapat memutuskan untuk berjalan, tetapi Anda tidak harus secara sadar berpikir tentang rangkaian gerakan spesifik yang harus Anda lakukan untuk menyelesaikan keinginan ini. Karena itu, banyak aktivitas volunter sebenarnya diatur secara involunter. Anda akan belajar lebih banyak mengenai kontrol motorik saat kita membahas fisiologi otot rangka di Bab 8. Saat ini, kita akan berpindah ke bagian otak sisanya, batang otak. Periksa Pemahaman Anda 5.8 1. Sebutkan fungsi-fungsi ketiga bagian serebelum.



I Batang Otak



5.9



Batang otak terdiri dari medula, pons, dan otak tengah (lihat Tabel 5-2 dan Gambar 5-7b).



Semua serat datang dan pergi yang berjalan antara perifer dan pusat-pusat yang lebih tinggi di otak harus berjalan melalui batang otak, dengan serat datang memancarkan informasi sensorik ke otak dan serat pergi membawa sinyal perintah dari otak untuk keluaran eferen. Sebagian besar serat-serat ini bersinaps di dalam batang otak untuk pemrosesan penting. Karena itu, batang otak adalah jalur penghubung penting antara bagian otak lain dan korda spinalis. Fungsi batang otak mencakup yang berikut: 1. Sebagian besar dari 12 pasang saraf kranialis berasal dari batang otak (Gambar 5-20). satu pengecualian Dengan utama, saraf-saraf ini menyarafi struktur-struktur di kepala dan leher dengan serat sensorik dan motorik. Mereka penting dalam penglihatan, pendengaran, pengecapan, penghiduan, sensasi wajah dan kulit kepala, gerakan mata, mengunyah, menelan, ekspresi wajah, dan salivasi. Pengecualian utama adalah saraf kranialis X, saraf vagus. Bukannya menyarafi daerah-daerah di kepala, sebagian besar cabang nervus vagus menyarafi organ-organ di rongga toraks dan abdomen. Vagus adalah saraf utama sistem saraf parasimpatis. 2. Di batang otak terkumpul kelompok-kelompok neuron atau pusat yang mengontrol fungsi jantung dan pembuluh darah, pernapasan, dan banyak aktivitas pencernaan. Kumpulan fungsional badan-badan sel sarah di dalam SSP juga disebut sebagai pusat, seperti pusat pengaturan respirasi di batang otak, atau sebagai nukleus (jamak nuklei), seperti nukleus basal. 3. Batang otak berperan dalam mengatur refleks otot yang terlibat dalam keseimbangan dan postur. 4. Terdapat suatu anyaman neuron-neuron yang saling berhubungan yang disebut formasio retikularis yang meluas di seluruh batang otak dan masuk ke dalam talamus. Jaringan ini menerima dan mengintegrasikan semua masukan sinaptik sensorik yang datang. Serat-serat asendens yang berasal dari formasio retikularis membawa sinyal ke atas untuk memba-ngunkan dan mengaktifkan korteks serebrum (Gambar 5-21). Serat-serat ini    177



KUNCI



Saraf olfaktorius (I)



Mukosa rongga hidung Terminal



serat



= Serat motorik = Serat sensorik



Saraf okulomotorius (III)



Retina



Saraf troklearis (IV) Oblikus superior (otot mata ekstrinsik)



Otot mata ekstrinsik; otot siliaris; otot iris



saraf



olfaktorius(I) Saraf optikus(II)



Bulbus olfaktorius



Saraf Abducens (IV) Rektrus lateralis (otot mata ekstrinsik)



Motorik-otot pengunyah



Saraf trigeminus (V) Sensorik-wajah dan kepala



Motorik-otot wajah dan kulit kepala; kelenjar liur dan air mata Saraf fasialis (VII) Cabang vestibular



Sensorik-kuncup kecap di lidah anterior



Saraf vestibulokoklearis (VIII) Cabang Koklea Motorik-otot faring; kelenjar parotis Sensorik-kuncup kecap di lidah posterior; reseptor di faring dan sinus koratikus.



Saraf glosofaringeus (IX)



Saraf hipoglosus (XII)



Koklea, vestibulum, dan kanalis semisirkularis telinga dalam



Saraf vagus (X) Saraf aksesoris (XI)



Motorik-otot faring dan laring; organ toraks abdomen Otot lidah



Otot laring, faring, palatum mole, bahu, dan leher



Sensori-kuncup kecap di lidah dan faring; organ toraks dan abdomen.



❯ Gambar 5-20 Saraf kranialis. Pandangan inferior (sisi bawah) otak, yang memperlihatkan perlekatan 12 pasang saraf kranialis ke otak dan berbagai struktur yang disarafi oleh saraf-saraf ini.



   BAB 5



Sistem aktivtas retikular Korteks serebrum



memberikan pengalaman subjektif informasi di bawah "sorotan perhatian selektif" dalam "teater kesadaran", menggunakan teater metaforik yang dihadirkan oleh peneliti yang mengemukakan teori ini—yaitu kita menjadi sadar akan apa yang kita alami hanya ketika informasi yang diberikan melewati saluran khusus (seperti informasi sensorik) didistribusikan ke korteks sehingga terbentuk suatu kesatuan pikiran. Berikut ini dicantumkan keadaan-keadaan kesadaran sesuai urutan penurunan tingkat keterjagaannya, didasarkan pada tingkat interaksi antara rangsangan perifer dan otak:



Serebelum Impuls penglihatan



■ ■



Formasior Batang etikularis otak



Impuls pendengaran Korda spinalis Traktus motorik desendens



Traktus sensorik asedens Gambar 5-21







Sistem



aktivasi



retikular.



Formasio



retikularis,



suatu



anyaman luas neuron di dalam batang otak (warna merah), menerima dan mengintegrasikan semua masukan sinaptik. Sistem aktivasi retikular, yang mendorong kesadaran korteks dan membantu mengarahkan perhatikan ke kejadian-kejadian spesifik, terdiri dari serat-serat asendens (warna biru) yang berasal dari formasio retikularis dan membawa sinyal ke atas untuk membangunkan dan mengaktifkan korteks serebrum.



membentuk reticular activating system (RAS) yang mengontrol derajat keseluruhan kewaspadaan korteks dan penting dalam kemampuan untuk mengarahkan perhatian. Sebaliknya, serat-serat desendens dari korteks, terutama daerah motoriknya, dapat mengaktifkan RAS. 5. Pusat-pusat yang mengatur tidur secara tradisional di-anggap terdapat di dalam batang otak, meskipun bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa pusat yang mendorong tidur gelombanglambat terletak di hipotalamus. Kini kita akan mengulas tidur dan keadaan-keadaan tingkat kesadaran lainnya dengan lebih terperinci.



Tidur adalah proses aktif yang terdiri dari periodeperiode tidur paradoksal dan gelombang lambat yang bergantian. Kata kesadaran merujuk kepada keadaan sadar tentang dunia luar dan diri sendiri, termasuk mengetahui alam pikirannya sendiri— yaitu, kesadaran pikiran, persepsi, mimpi, dan sebagainya. Meskipun tingkat akhir kesadaran terletak di korteks serebrum dan sensasi kasar kesadaran dideteksi oleh talamus, pengalaman sadar bergantung pada fugsi terintegrasi berbagai bagian sistem saraf. Dasar selular dan molekular yang melandasi kesadaran adalah salah satu pertanyaan yang tidak dapat dijawab dalam neurologi. Suatu proposal yang terus mendapat banyak dukungan adalah teori global workspace, yang mengemukakan bahwa pengalaman kesadaran bergantung pada otak yang berfungsi sebagai sebagai "jaringan otak", yaitu kondisi ketika beberapa kepingan informasi yang tidak disadari yang diproses secara lokal pada waktu yang bersamaan segera disiarkan ke seluruh otak (yaitu, ke global workspace). pertukaran informasi sangat terkoordinasi ini di antara berbagai korteks



Kewaspadaan maksimal Terjaga Tidur (beberapa jenis)



Koma Kewaspadaan maksimal bergantung pada masukan sensorik pembangkit-perhatian yang "memberi energi" untuk RAS dan selanjutnya tingkat aktivitas SSP secara keseluruhan. Di ekstrim yang lain, koma adalah kehilangan total responsivitas seorang yang hidup terhadap rangsangan luar, disebabkan oleh kerusakan batang otak yang mengganggu RAS atau oleh depresi luas korteks serebrum, misalnya yang menyertai kekurangan O2. Siklus bangun-tidur adalah suatu variasi siklik normal dalam hal kesadaran terhadap lingkungan. Berbeda dengan keadaan terjaga, orang yang tidur tidak secara sadar mengetahui dunia eksternal, tetapi mereka memiliki pengalaman kesadaran dunia internal misalnya mimpi. Selain itu, mereka dapat dibangunkan dengan rangsangan luar, misalnya bunyi alarm. Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Tingkat aktivitas otak keseluruhan tidak berkurang selama tidur. Selama tahap-tahap tertentu tidur, penyerapan O2 oleh otak bahkan meningkat melebihi tingkat normal sewaktu terjaga.







Terdapat dua jenis tidur, yang ditandai oleh pola EEG yang berbeda dan perilaku yang berlainan: tidur gelombank-lambat dan tidur paradoksal, atau REM (Tabel 5-4). POLA EEG SELAMA TIDUR Tidur gelombang-lambat terjadi dalam empat tahap yang masing-masing tahapnya memperlihatkan gelombang EEG yang semakin pelan dengan amplitudo lebih besar (karenanya dinamai tidur "gelombang-lambat") (Gambar 5-22). Pada permulaan tidur, Anda berpindah dari tidur ringan ("tidur ayam") stadium 1 menjadi tidur dalam stadium 4 (tidur gelombanglambat) dalam waktu 30 hingga 45 menit; kemudian Anda berbalik melalui stadium-stadium yang sama dalam periode waktu yang sama. Pada akhir tiap-tiap siklus tidur gelombang-lambat terdapat episode tidur paradoks selama 10 hingga 15 menit. Secara paradoks, pola EEG Anda selama periode ini mendadak berubah seperti dalam keadaan terjaga, meskipun Anda masih tidur lelap (karena itu dinamai tidur "paradoks") (Gambar 5-22). Setelah episode paradoks tersebut, stadium-stadium tidur gelombang-lambat kembali berulang. Anda secara bergantian mengalami kedua jenis pola tidur sepanjang malam. Periode singkat terbangun sering terjadi. Sebagian besar pola tidur tahap 4 tidur dalam terjadi pada beberapa jam pertama tidur, dengan tidur paradoksal menempati waktu tidur yang semakin banyak ketika mendekati pagi (Gambar



  



179



❚ TABEL 5-4



Perbandingan Tidur Gelombang-Lambat dan Paradoksal leep



Karakteristik



Tidur Gelombang-Lambat



Tidur Paradoksal











Serupa dengan EEG pada orang yang sadar penuh Inhibisi mendadak tonus otot; tidak ada bergerak Ireguler



Sering



Lebih sulit dibangunkan tetapi cenderung bangun sendiri 20% Gerakan mata cepat



5-23). Karena kemiripan grafik representasi siklus tidur terhadap pola langit kota, pola tidur kadang-kadang disebut sebagai arsitektur tidur. Dalam siklus tidur normal, Anda selalu melewati tidur gelombang-lambat sebelum masuk ke tidur paradoks. Secara rerata, tidur paradoks menempati 20% waktu tidur total pada masa remaja dan sebagian besar masa dewasa. Bayi menghabiskan waktu jauh lebih banyak pada tidur paradoks. Sebaliknya, pada usia lanjut tidur paradoks dan tidur gelombang-lambat stadium 4 berkurang. Orang yang memerlukan waktu tidur total lebih singkat daripada normal lebih banyak menghabiskan waktu tidurnya dalam tidur paradoks dan tidur gelombang-lambat stadium 4 dan lebih sedikit dalam tidur ringan gelombang-lambat stadium-stadium awal. POLA PERILAKU SELAMA TIDUR Selain pola EEG yang khas, kedua jenis tidur dibedakan oleh perbedaan perilaku. Kita sulit memastikan kapan seseorang berpindah dari mengantuk menjadi tidur gelombang-lambat. Pada tidur jenis ini, yang bersangkutan masih memiliki tonus otot yang cukup besar dan sering mengubah posisi tidurnya. Kecepatan pernapasan, denyut jantung, dan tekanan darah masih reguler. Selama waktu ini, yang bersangkutan mudah dibangunkan dan jarang bermimpi. Aktivitas mental yang berkaitan dengan tidur gelombang-lambat kurang visual dibandingkan dengan bermimpi. Aktivitas ini lebih konseptual dan masuk-akalseperti kelanjutan pikiran-pikiran sewaktu sadar yang berkaitan dengan kegiatan sehari-hari dan lebih kecil kemungkinannya diingat. Pengecualian utama adalah mimpi buruk, yang terjadi selama stadium 3 dan 4. Orang yang berjalan dan berbicara sewaktu tidur melakukannya selama tidur gelombang-lambat. jantung dan pernapasan menjadi ireguler, dan tekanan Pola perilaku yang menyertai tidur paradoks ditandai oleh inhibisi mendadak tonus otot seluruh tubuh. Otot-otot mengalami relaksasi total tanpa gerakan, kecuali di bagian otot mata. Tidur paradoks di-



  



BAB 5



ditandai oleh gerakan mata cepat (rapid eye movement) sehingga juga dinamai tidur REM. Kecepatan darah mungkin berfluktuasi. Karakteristik lain tidur REM adalah mimpi. Para peneliti menemukan bukti bahwa setidaknya sebagian REM berhubungan dengan "mengamati" bayangan mimpi, walaupun peneliti dulu berpikir bahwa REM berlangsung dalam pola osilatif tetap yang tidak dipengaruhi oleh isi mimpi. Pencitraan otak pada para relawan sewaku tidur REM memperlihatkan peningkatan aktivitas di daerah-daerah pemrosesan visual tingkat-tinggi dan sistem limbik (tempat emosi), disertai oleh penurunan aktivitas di korteks prafrontal (tempat akal). Pola aktivitas ini merupakan dasar bagi karakteristik mimpi: bayangan visual yang diciptakan dari dalam diri yang mencerminkan "bank ingatan emosional" yang bersangkutan dengan hanya sedikit tuntunan atau interpretasi dari daerah berpikir kompleks. Akibatnya, mimpi sering memiliki muatan emosi yang besar, sensasi waktu yang kacau, dan isi yang aneh yang diterima begitu saja sebagai kenyataan, dengan hanya sedikit refleksi mengenai semua kejadian yang aneh.



Siklus tidur-bangun, serta berbagai tahapan tidur, disebabkan oleh hubungan siklik tiga sistem saraf: (1) sistem kejagaan yang melibatkan RAS di batang otak, yang diperintah oleh kelompok neuron-neuron khusus di hipotalamus; (2) pusat tidur gelombanglambat di hipotalamus yang mengandung sleep-on neuron, yang menginduksi tidur gelombang lambat; dan (3) pusat tidur paradoks di batang otak yang mengandung REM sleep-on neuron, yang mengubah ke tidur paradoksal. Pola interaksi di antara ketiga regio saraf ini, yang menghasilkan rangkaian siklis yang dapat diperkirakan antara keadaan terjaga dan kedua jenis tidur, kini menjadi bahan penelitian intensif. Bukti-bukti baru mengemukakan



Terjaga



Gelombang-lambat



Tidur gelombang-lambat, stadium 4



Stadium tidur



REM 1 2 3 4 0



KUNCI



1



2



3



4



5



6



7



Waktu tidur (jam)



Terjaga Tidur gelombang-lambat Tidur paradoks



Tidur paradoksal (REM) Gambar 5-23 Pola tidur siklis yang khas pada dewasa muda.



Terjaga, mata terbuka Gambar 5-22



Pola EEG selama berbagai jenis tidur. Perhatikan bahwa pola



elektroensefalogram (EEG) selama tidur paradoks serupa dengan pola pada seseorang dalam keadaan bangun dan terjaga, sementara pola selama tidur gelombang-lambat memperIihatkan gelombang yang jelas berbeda,



hubungan seperti berikut ini; 1. Kelompok neuron di hipotalamus merupakan puncak perintah untuk pengaturan sistem keadaan terjaga. Neuron ini menyekresi neurotransmiter eksitatorik hipokretin (juga dikenal oreksin). Mengejutkannya, hipokretin yang dikenal sebagai sinyal penguat nafsu makan, sekarang juga diketahui berperan penting dalam keterjagaan. Neuron penyekresi hipokretin ini melepaskan muatan secara autonom (dengan sendirinya) dan terus-menerus serta menjaga Anda tetap sadar dan waspada dengan merangsang RAS. Neuron-neuron ini harus dihambat agar kita dapat tidur, mungkin oleh IPSP yang dihasilkan oleh masukan dari sleep-on neuron atau oleh masukan inhibitorik lain. 2. Sleep-on neuron pada pusat pengaturan tidur gelombang lambat tampaknya bertanggung jawab dalam menginduksi tidur, sepertinya dengan menghambat neuron yang mencetuskan kesadaran dengan melepaskan neurotransmiter inhibitorik GABA. Mekanisme ini dapat menjelaskan mengapa kita memasuki tidur gelombang lambat terlebih dahulu ketika kita tertidur. Sleep-on neuron menjadi inaktif ketika seseorang terbangun dan aktif secara maksimal hanya selama fase tidur gelombang lambat. Namun, apa yang mengaktifkan sleep on neuron untuk menginduksi tidur? Para peneliti tidak terlalu mengetahui tentang faktor-faktor yang mengaktifkan sleep-on neuron. 3. Sleep-on neuron REM pada pusat pengaturan tidur paradoksal menjadi sangat aktif selama tidur REM. Tampaknya mereka dapat mematikan sleep-on neuron dan mengubah pola tidur dari tidur gelombang lambat menjadi tidur REM. Mekanisme molekular yang



mendasar yang bertanggung jawab bagi hubungan siklik antara kedua jenis tidur ini belum sepenuhnya dimengerti. Siklus normal dapat mudah diinterupsi, dengan sistem yang membuat kita terjaga mudah mengalahkan sistem tidur daripada kebalikannya; yaitu, lebih mudah terjaga ketika mengantuk daripada jatuh tertidur ketika terjaga penuh. Sistem yang membuat kita terjaga dapat diaktifkan oleh masukan sensorik aferen (sebagai contoh, seseorang mengalami kesulitan untuk tidur jika lingkungan berisik) atau oleh masukan yang turun ke batang otak dari daerahdaerah otak yang lebih tinggi. Konsentrasi penuh atau keadaan emosi yang kuat, misalnya rasa cemas atau kegembiraan, dapat mencegah orang tidur, demikian juga aktivitas motorik, misalnya bangkit dan berjalan-jalan, dapat membangunkan orang yang mengantuk. Namun, Anda dapat mengesampingkan kebutuhan untuk tidur selama beberapa lama sebelum tekanan untuk tidur menjadi sesuatu yang tidak dapat ditahan lagi. Tidur secara teratur adalah suatu kebutuhan mutlak pada kehidupan, meskipun ilmuwan tidak yakin untuk tujuan apa tidur dilakukan.



Fungsi tidur belum jelas. Meskipun manusia menghabiskan sekitar sepertiga kehidupan mereka dengan tidur, mengapa tidur dibutuhkan masih merupakan misteri. Tidur adalah dari otak dan untuk otak, bukan untuk bagian tubuh lainnya. Tidur tidak disertai oleh penurunan aktivitas saraf (yaitu, sel-sel otak tidak "beristirahat"), seperti yang diduga sebelumnya, tetapi disertai oleh perubahan mencolok dalam aktivitas. Meskipun masih spekulatif, studistudi terakhir menunjukkan bahwa tidur gelombang-lambat dan tidur REM memiliki fungsi berbeda. Salah satu hipotensi yang luas diterima adalah bahwa tidur memberi otak waktu luang untuk memulihkan proses-proses biokimia atau fisiologi yang secara progresif mengalami penurunan ketika tergaja. Bukti palaing langsung yang menunjang anggapan ini adalah peran potensial adenosin sebagai faktor tidur saraf. Adenosin,



Sistem Saraf pusat



181



tulang punggung adenosin trifosfat (ATP), "mata uang" energi tubuh, terbentuk selama keadaan terjaga oleh neuron dan sel glia yang aktif. Karena itu, konsentrasi adenosin ekstrasel otak terus meningkat semakin lama seseorang terjaga. Adenosin, yang bekerja sebagai neuromodulator, telah dibuktikan melalui eksperimen dapat menginduksi tidur normal, sementara kafein, yang menghambat reseptor adenosin di otak, membangunkan orang yang mengantuk dengan menghilangkan pengaruh inhibitorik adenosin pada pusat kesadaran. Kadar adenosin berkurang selama tidur, mungkin karena otak menggunakan adenosin ini sebagai bahan mentah untuk memulihkan simpanan energinya yang terbatas. Karena itu, kebutuhan tubuh untuk tidur mungkin berasal dari kebutuhan periodik otak untuk memulihkan simpanan energinya yang berkurang. Karena adenosin mencerminkan tingkat aktivitas sel otak, konsentrasi bahan kimia ini di otak dapat berfungsi sebagai ukuran seberapa banyak energi yang telah terpakai. Hipotesis "restorasi dan pemulihan" lain menyarankan bahwa tidur gelombang-lambat memberi otak waktu untuk memperbaiki kerusakan akibat radikal bebas toksik (lihat h. 151) yang dihasilkan sebagai produk sampingan metabolisme selama keadaan terjaga. Organ-organ lain dapat mengorbankan dan mengganti sel-sel yang rusak oleh radikal bebas tetapi hal ini tidak dapat dilakukan oleh otak yang non-regeneratif. Kemungkinan fungsi "restorasi dan pemulihan" tidur REM adalah agar sebagian jalur-jalur saraf mendapatkan kembali sensitivitas totalnya. Ketika seseorang terjaga, neuron-neuron otak yang melepaskan neurotransmiter norepinefrin dan serotonin menjadi aktif secara maksimal dan terus-menerus. Pelepasan neurotransmiter-neurotransmiter ini berakhir selama tidur REM. Studi-studi menunjukkan bahwa pelepasan konstan norepinefrin dan serotonin dapat mendesensitisasi reseptor-reseptornya. Tidur REM mungkin diperlukan untuk mengembalikan sensitivitas reseptor agar dapat berfungsi optimal selama periode keadaan terjaga berikutnya. Teori lainnya yang menonjol tidak berhubungan dengan proses pemulihan dan perbaikan. Para peneliti justru percaya bahwa tidur diperlukan otak untuk "bertukar persneling" untuk melaksanakan penyesuaian-penyesuaian kimiawi dan struktural jangka-panjang yang diperlukan untuk belajar dan mengingat. Teori ini dapat menjelaskan mengapa bayi memerlukan banyak tidur. Otak mereka yang sangat plastis mengalami modifikasi-modifikasi sinaps besarbesaran sebagai respons terhadap rangsangan lingkungan. Sebaliknya, orang dewasa, yang perubahan pada sarafnya lebih terbatas, tidur lebih sedikit. Beberapa bukti mengemukakan bahwa berbagai jenis pola tidur mungkin berperan dalam konsolidasi beberapa macam ingatan, dengan ingatan deklaratif dikonsolidasikan selama fase tidur gelombang lambat, dan ingatan prosedural selama tidur REM. Teori terkait-ingatan akhir-akhir ini adalah bahwa tidur, terutama tidur gelombang lambat, merupakan waktu untuk memutar batik semua kejadian dalam satu hari, tidak hanya untuk mengoordinasikan ingatan, tetapi mungkin membuat pengalaman terkini menjadi lebih berarti dengan menangkap informasi yang terlewatkan pada pertemuan pertama, dan "menghubungkan titik titik" di antara kepingan-kepingan informasi baru. Hipotesis pemrosesan informasi ini dapat menjelaskan mengapa orang yang akan membuat suatu keputusan penting kadang mengatakan mereka akan "tidur dengannya" sebelum membuat suatu kesimpulan. Hipotesis terkini yang banyak diperdebatkan bagi peranan tidur   



BAB 5



dalam belajar dan ingatan adalah hipotesis homeostasis sinaptik. Menurut hipotesis ini, tidur menyediakan waktu offline yang diperlukan bagi penurunan skala sinaptik untuk mengimbangi peningkatan aktivitas sinap yang menyertai segala jenis stimulasi selama periode terbangun (yaitu, mempertahankan homeostasis sinaptik). Selama terbangun, PJP menguatkan koneksi antara neuron-neuron di berbagai sirkuit di seluruh korteks sebagai respons terhadap pengalaman sehari-hari. Peningkatan aktivitas sinaps yang terjadi berbiaya mahal dari segi metabolisme dan pada akhirnya dari hari ke hari akan mendorong kemampuan seseorang untuk belajar lebih lanjut (contohnya, hanya beberapa reseptor barn yang dapat dimasukkan ke membran pascasinaptik untuk menguatkan aktivitas sinaps). Bukti yang dikumpulkan untuk mendukung hipotesis ini mengemukakan bahwa semakin besar luas potensiasi sinaps selama terjaga, semakin banyak pula aktivitas tidur gelombang lambat yang mengambil alih dalam pola tidur. Tidur gelombang lambat ini menekan kekuatan sinaptik di sepanjang permukaan korteks. Sebagai basil dari penurunan skala sinaps, semakin banyak hubungan sinaps yang terpotensiasi secara lemah tereliminasi, menjaga korteks agar tidak terpenuhi oleh hubungan lemah yang tidak berguna. Hanya ikatan memori potensiasi baru yang terkuat yang dipertahankan (dalam konteks "survival of the fittest"). Penurunan ini mengembalikan aktivitas sinaps total ke tingkat dasar yang dapat dipertahankan yang mempertahankan sumber-sumber yang diperlukan untuk ronde penguatan sinaps dan pembelajaran hari berikutnya. Berbagai teori tidur tidak bersama sama sating eksklusif. Tidur mungkin memiliki beberapa tujuan. Tidak banyak yang diketahui tentang kebutuhan otak untuk bersilclus di antara dua jenis tidur, meskipun tampaknya otak memerlukan tidur paradoks dalam jumlah tertentu. Orang yang secara eksperimental dikurangi jatah tidur paradoksnya selama satu atau dua malam dengan membangunkannya setiap kali pola EEG paradoks muncul tampaknya mengalami halusinasi dan menghabiskan lebih banyak waktu pada tidur paradoksal selama malam-malam berikutnya tanpa gangguan, seolah-olah untuk mengganti waktu yang hilang sebelumnya. Suatu gangguan tidur yang tidak lazim adalah narkolepsi yang ditandai oleh serangan kantuk tak-tertahankan pada siang hari yang berlangsung singkat (5 hingga 30 menit). Orang yang mengidap keadaan ini dapat tiba-tiba tidur ketika melakukan suatu aktivitas, sering tanpa peringatan. Pasien narkoleptik biasanya langsung masuk ke tidur paradoks tanpa melalui tidur gelombang-lambat. Para peneliti baru-baru ini mempelajari bahwa narkolepsi berkaitan dengan defisiensi hipokretin akibat destruksi autoimun selektif pada neuron-neuron penghasil hipokretin di hipotalamus. Kita telah menuntaskan pembahasan tentang otak dan kini kita akan mengalihkan perhatian kita ke komponen lain sistem saraf pusat, yaitu korda spinalis.



Periksa Pemahaman Anda 5.9 1. Definisikan kesadaran 2. Diskusikan lokasi dan fungsi ketiga sistem saraf yang berperana pada siklus tidur-bangun.



I



5.10



Korda spinalis



Korda spinalis adalah suatu silinder panjang langsing jaringan saraf yang berjalan dari batang otak. Struktur ini memiliki panjang 45 cm (18 inci) dan garis tengah 2 cm (seukuran jempol tangan Anda).



Korda spinalis Ganglion akar dorsal Saraf spinalis



Meningen (lapisan protektif)



Vertebra



Korda spinalis, yang keluar melalui sebuah lubang besar di dasar tengkorak, dibungkus oleh kolumna vertebralis protektif sewaktu turun melalui kanalis vertebralis (Gambar 5-24). Dan korda spinalis keluar pasangan-pasangan saraf spinalis melalui ruang-ruang yang terbentuk antara lengkung tulang berbentuk sayap vertebra-vertebra yang berdekatan. Saraf spinalis diberi nama sesuai Diskus antarvertebra dengan bagian kolumna vertebralis tempat mereka keluar (Gambar 5-25): Terdapat 8 pasang saraf Rantai ganglion servikalis (leher) (yaitu C1-C8), 12 saraf torakalis simpatis (dada), 5 saraf lumbalis (abdomen), 5 saraf sakralis (panggul), dan 1 saraf koksigeus (tulang ekor). Gambar 5-24 Lokasi korda spinalis relatif terhadap kolumna vertebra. Selama perkembangan, kolumna vertebra tumbuh sekitar 25 cm lebih panjang daripada korda sepanjang korda. Masing-masing traktus ini berawal atau berakhir spinalis. Karena perbedaan pertumbuhan ini, segmen-segmen korda di daerah tertentu di otak, dan masing-masing menyalurkan jenis spinalis yang menghasilkan berbagai saraf spinalis tidak sejajar informasi tertentu. Sebagian adalah traktus asendens (korda dengan ruang antarvertebra padanannya. Sebagian besar akar saraf spinalis ke otak) yang menyalurkan sinyal dari masukan aferen ke spinalis harus turun bersama korda sebelum keluar dari kolumna otak. Traktus yang lain adalah traktusdesendens (otak ke korda vertebra di celah padanannya. Korda spinalis itu sendiri memanjang spinalis ) yang menyamp aikan pesan dari otak ke neuron eferen hingga setinggi vertebra lumbal pertama atau kedua (sekitar (Gambar 5-27). pinggang) sehingga akar-akar saraf sisanya sangat memanjang Traktus biasanya dinamai berdasarkan asal dan terminasinya. untuk keluar dari kolumna vertebra di celahnya yang sesuai Sebagai contoh, traktus spinoserebelaris ventral adalah jalur (Gambar 5-25b). asendens yang berasal dari korda spinalis dan berjalan di tepi ventral Pungsi lumbal untuk mengambil contoh CSS dilakukan (ke arah depan) korda dengan beberapa sinaps di sepanjang dengan memasukkan jarum ke dalam kanalis vertebra di perjalanannya hingga akhirnya berakhir di serebelum (Gambar bawah vertebra lumbal kedua. Insersi ditempat ini tidak me5-28a). Traktus ini membawa informasi yang berasal dari reseptormiliki risiko menembus korda spinalis. Jarum mendorong ke reseptor regang otot yang telah disalurkan ke korda spinalis oleh samping akar-akar saraf di daerah ini sehingga sampel cairan sekitar serat-serat aferen untuk digunakan oleh spinoserebelum. Sebaliknya, dapat diambil dengan aman. traktus kortikospinalis ventral adalah jalur desendens yang berasal dari regio motorik korteks serebrum, kemudian turun di bagian ventral korda spinalis, serta berakhir di korda spinalis di badan sel Substansia alba korda spinalis tersusun menjadi neuron-neuron motorik eferen yang menyarafi otot rangka traktus-traktus. (Gambar 5-28b). Karena berbagai jenis sinyal dibawa di traktusMeskipun terdapat sedikit variasi regional, anatomi potong-lintang traktus yang berbeda di dalam korda spinalis, kerusakan di bagian korda spinalis umumnya sama di seluruh panjangnya (Gambar tertentu korda dapat mengganggu sebagian fungsi, sementara fungsi 5-26). Berbeda dengan otak, yang substansia griseanya membentuk lain tidak terganggu selubung luar pembungkus substansia alba, substansia grisea di korda spinalis membentuk suatu regio berbentuk kupu-kupu di Tiap-tiap kornu substansia grisea korda spinalis sebelah dalam yang dikelilingi oleh substansia alba di sebelah luar. mengandung jenis badan sel neuron yang berbeda. Seperti di otak, substansia grisea korda terutama terdiri dari badan Substansia grisea yang terletak sentral juga tersusun secara fungsiosel neuron dan dendrit-dendritnya, serta sel glia. Substansia alba nal (Gambar 5-29). Kanalis sentral, yang terisi oleh CSS, terletak di tersusun membentuk traktus, yaitu berkas serat-serat saraf (akson bagian tengah substansia grisea. Tiap-tiap belahan substansia grisea antarneuron yang panjang) dengan fungsi serupa. Berkas-berkas dibagi menjadi kornu dorsal (posterior), kornu ventral (anterior), dan tersebut berkelompok menjadi kolumna-kolumna yang berjalan di   



183



Korda servikalis



Korda torakalis



Saraf servikalis



1 2 3 4 5 6 7 8



Saraf torakalis



1 2 3 4 5 6 7 8



Vertebra



1 2



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11



3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5



1 2 3 4 5 1



12 1 2 Korda lumbalis



Saraf lumbalis



3 Kauda ekuina



4 5 Korda sakralis



Saraf sakralis Saraf koksigeus



(a) Pandangan posterior korda spinalis



1 2 3 4 5



1



(b) Pandangan lateral korda spinalis



Gambar 5-25 Saraf spinalis. Terdapat 31 pasang saraf spinalis yang dinamai berdasarkan regio kolumna vertebra tempat saraf-saraf tersebut keluar. Karena korda spinalis lebih pendek daripada kolumna vertebra, akar-akar saraf spinalis harus turun di samping korda sebelum keluar dari kolumna vertebra di celah antarvertebra yang sesuai, terutama akar yang keluar setelah vertebra lumbal pertama (L1). Secara kolektif, akar-akar saraf ini disebut kauda ekuina, yang secara harafiah berarti "ekor kuda". (a) Pandangan posterior otak, korda spinalis, dan saraf spinalis (hanya di sisi kanan). (b) Pandangan lateral korda spinalis dan saraf spinalis yang keluar dari kolumna vertebra.



kornu lateral. Kornu dorsal mengandung badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen. Kornu ventral mengandung badan sel neuron motorik eferen yang menyarafi otot rangka. Seratserat saraf autonom yang menyarafi otot jantung dan otot polos serta kelenjar eksokrin berasal dari badan sel yang terletak di kornu lateral.



Saraf spinalis berhubungan dengan masing-masing sisi korda spinalis melalui akar dorsal dan akar ventral (lihat Gambar 5-26). Seratserat aferen yang membawa sinyal datang dari reseptor perifer masuk ke korda spinalis melalui akar dorsal. Badan sel untuk neuron aferen di masing-masing tingkat berkumpul menjadi satu memebentuk ganglion akar dorsal. (Kumpulan badan sel neuron yang terletak di luar SSP disebut ganglion, sedangkan kumpulan   



BAB 5



fungsional badan sel di dalam SSP disebut sebagai pusat atau nukleus.) Badan-badan sel untuk neuron eferen berasal dari substansia grisea dan mengirim akson keluar melalui akar ventral. Karena itu, serat-serat eferen yang membawa sinyal ke otot dan kelenjar keluar melalui akar ventral. Akar dorsal dan ventral di masing-masing tingkat menyatu untuk membentuk saraf spinalis yang keluar dari kolumna vertebra (lihat Gambar 5-26). Sebuah saraf spinalis yang mengandung serat aferen dan eferen berjalan di antara regio tertentu tubuh dan korda spinalis. Perhatikan hubungan antara saraf dan neuron. Saraf adalah berkas akson-akson neuron perifer, sebagian aferen sebagian eferen, yang dibungkus oleh jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama (Gambar 5-30). Saraf tidak mengandung sel saraf lengkap, hanya bagian akson dari banyak neuron. (Dengan definisi ini, tidak ada saraf di SSP! Berkas-berkas akson di SSP disebut traktus.) Masingmasing serat di dalam sebuah saraf umumnya tidak memiliki penga-



Substansia alba



Substansia grisea



Antarneuron



Badan sel neuron eferen Serat aferen



Akar dorsal



Badan sel neuron aferen



Ganglion akar dorsal



Serat aferen Dari reseptor Ke efektor



Akar ventral



Saraf spinalis Gambar 5-26 Korda spinalis dalam potongan melintang. Serat-serat aferen masuk melalui akar dorsal, dan serat-serat eferen keluar melalui akar ventral. Serat aferen dan eferen dibungkus menjadi satu dalam suatu saraf spinalis.



KUNCI Traktus asendens Traktus desendens Kolumna dorsalis (sensasi otot sadar yang berkaitan dengan kesadaran akan posisi tubuh; sentuhan, tekanan, getaran kontrakaterar) Spinoserebelum dorsal (tidak menyilang; sensasi otot bawah-sadar—penting dalam mengontrol tonus otot dan postur)



Permukaan dorsal



Rubrospinalis (menyilang; kontrol involunter otot rangka yang berkaitan dengan tonus otot dan postur) grisea



Subtansia



Spinoserebelum ventral (menyilang; sensasi otot bawah-sadar) Spinotalamikus lateral (menyilang; suhu dan nyeri) Spinotalamikus ventral (menyilang; sentuh)



Kortikospinalis lateral (menyilang; kontrol volunter otot rangka)



Permukaan ventral



Kortikospinalis ventral (tidak menyilang menuruni korda spinalis; menyilang di bagian terminasi di korda spinalis; kontrol volunter otot rangka) Vestibulospinalis (lidak menyilang; kontrol involunter tonus otot untuk mempertahankan keseimbangan dan ekuilibrium)



Gambar 5-27 Traktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis dalam potongan melintang.



ruh langsung satu sama lain. Serat-serat tersebut berjalan bersamasama untuk memudahkan, seperti banyak sambungan telepon yang terkandung dalam satu kabel telepon, tetapi setiap koneksi telepon dapat bersifat pribadi tanpa mengganggu atau memengaruhi sambungan lain di kabel yang sama. Ke-31 pasang saraf spinalis, bersama dengan 12 pasang saraf kranialis yang berasal dari otak, membentuk SST. Setelah keluar, saraf-saraf spinalis menghasilkan cabang-cabang secara progresif untuk membentuk anyaman luas saraf perifer yang menyarafi jari-



ngan. Setiap segmen korda spinalis menghasilkan sepasang saraf spinalis yang akhirnya menyarafi regio tertentu tubuh dengan serat aferen dan eferennya. Karena itu, lokasi dan luas defisit sensorik dan motorik yang berkaitan dengan cedera korda spinalis dapat berguna secara klinis untuk menentukan tingkat dan luas cedera spinalis tersebut. Setiap saraf spinalis membawa serat sensorik dari bagian tertentu pada permukaan tubuh yang disebut dermatom. Permukaan tubuh dapat dipetakan dengan dermatom multipel, yang masing-masing berhubungan dengan saraf spinalis



  



185



Daerah somatosensorik korteks serebrum



1



2 4



Korteks motorik primer



Talamus



Korteks serebrum



3



Irisan 1



5



Otak tengah Irisan 2



Serebelum Irisan 3, Bagian dorsal



6



Pons Irisan 3, bagian ventral



Traktus spinoserebelaris ventral



Medula



Reseptor regang otot



Irisan 4



Traktus kortikospinalis lateral



Kolumna dorsalis



Traktus kortikospinalis ventral Korda spinalis



Korda spnalis



Irisan 5



Reseptor tekanan di kulit



Irisan 5



Sel otot rangka Korda spinalis (a) Traktus asendens



Irisan 6



(b) Traktus desendens



Gambar 5-28 Contoh traktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis. (a) Jalur korda-ke-otak beberapa traktus asendens (traktus kolumna dorsalis dan traktus spinoserebelaris ventral). (b) Jalur otak-ke-korda beberapa traktus desendens (traktus kortikospinalis lateral dan traktus kortikospinalis ventral).



yang berbeda. Saraf-saraf spinalis yang sama ini juga membawa serat yang bercabang-cabang untuk menyarafi organ internal, dan kadang-kadang nyeri yang berasal dari salah satu organ ini "dirujuk" ke dermatom yang disarafi oleh saraf yang sama. Nyeri alih yang berasal dari jantung, sebagai contoh, dapat terasa seperti berasal dari bahu dan lengan kiri. Mekanisme yang berperan pada nyeri alih be-



   BAB 5



lum sepenuhnya dipahami. Masukan yang berasal dari jantung diperkirakan memakai jalur ke otak yang sama dengan masukan yang berasal dari ekstremitas atas kiri. Daerah persepsi yang lebih tinggi, karena lebih terbiasa menerima masukan sensorik dari lengan kiri daripada dari jantung, mungkin menganggap masukan dari jantung sebagai masukan dari lengan kiri.



Kornu dorsal (badan sel antarneuron tempat berakhirnya neuron aferen) Kanalis sentralis



Kornu lateral (badan sel serat-serat saraf eferen otonom) Kornu ventral (badan sel neuronneuron eferen somatik)



Dr. R. G. Kessel and Dr. R. H. Kardon/Visuals Unlimited



> Gambar 5-29 Daerah-daerah substansia grisea.



Akson Selubung mielin



Jaringan ikat mengelilingi akson



Jaringan ikat mengelilingi fasikulus Jaringan ikat mengelilingi saraf Pembuluh darah Fasikulus saraf (banyak akson terbungkus dalam jaringan ikat)



Saraf



Gambar 5-30 Struktur sebuah saraf. Akson neuron (balk serat aferen maupun eferen) disatukan menjadi fasikulus yang dibungkus den jaringan ikat. Sebuah saraf terdiri dari sekelompok fasikulus yang dibungkus oleh jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. Fotograf ini adalah pemindaian



atau terkondisi, yang terjadi karena latihan dan belajar, misalnya seorang pemain piano yang menekan tuts tertentu setelah melihat sebuah lambang nada di buku lagunya. Musisi tersebut mernbaca musik dan memainkannya secara otomatis, tetapi hanya setelah latihan yang cukup intens. (Untuk pembahasan tentang refleks didapat pada banyak keterampilan olahraga, lihatlah fitur dalam kotak di h. 188, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.) LENGKUNG REFLEKS Jalur saraf yang terlibat dalam melaksanakan aktivitas refleks dikenal sebagai lengkung refleks, yang biasanya mencakup lima komponen dasar: 1. Reseptor sensorik 2, Jalur aferen 3. Pusat integrasi 4. Jalur eferen 5. Efektor Reseptor sensorik (disingkat reseptor) berespons terhadap rangsangan, yaitu perubahan fisik atau kimiawi yang dapat dideteksi di dalam lingkungan reseptor. Sebagai respons terhadap rangsangan tersebut, reseptor menghasilkan potensial aksi yang dipancarkan oleh jalur aferen ke pusat integrasi (biasanya adalah SSP ) untuk diolah. Korda spinalis dan batang otak mengintegrasikan refleks-refleks dasar, sementara pusat-pusat yang lebih tinggi di otak memproses refleks didapat. Pusat integrasi memproses semua informasi yang tersedia baginya dari reseptor ini, serta dari semua masukan lain, kemudian "mengambil keputusan" mengenai respons yang sesuai. Instruksi dari pusat integrasi ini disalurkan melalui jalur eferen ke efektor—otot atau kelenjar—yang melaksanakan respons yang diinginkan. Tidak seperti perilaku sadar, yaitu ketika terdapat sejumlah kemungkinan respons, respons refleks dapat diprediksi, karena jalurnya selalu sama.



mikrograf elektron beberapa fasikulus saraf dalam potongan melintang.



Korda spinalis memiliki lokasi strategis antara otak dan serat aferen dan eferen susunan saraf tepi; lokasi ini memungkinkan korda spinalis memenuhi dua fungsi primernya: (1) berfungsi sebagai penghubung untuk transmisi informasi antara otak dan bagian tubuh sisanya dan (2) mengintegrasikan aktivitas refleks antara masukan aferen dan keluaran eferen tanpa melibatkan otak. Jenis aktivitas refleks ini disebut refleks spinal. Refleks adalah setiap respons yang terjadi secara otomatis tanpa upaya sadar. Terdapat dua jenis refleks: (1) refleks sederhana, atau dasar, yaitu respons inheren tanpa dipelajari, misalnya menarik tangan dari benda panas yang membakar; dan (2) refleks didapat,



REFLEKS REGANG Refleks spinal dasar adalah refleks yang diintegrasikan oleh korda spinalis; yaitu, semua komponen yang diperlukan untuk menghubungkan masukan aferen ke respons eferen terdapat di dalam korda spinalis. Refleks yang paling sederhana adalah refleks regang, yaitu ketika neuron aferen yang berasal dari reseptor yang mendeteksi regangan pada otot rangka berujung secara langsung pada neuron eferen yang menyarafi otot rangka yang sama untuk menyebabkannya berkontraksi dan melawan regangan. Pada refleks ini, pusat integrasi adalah sinaps tunggal yang terdapat pada medula spinalis di antara jalur aferen dan eferen. Keluaran sistem ini (apakah otot rangkanya berkontraksi atau tidak sebagai respons terhadap regangan pasif) bergantung pada tingkat penjumlahan EPSP pada badan sel neuron eferen yang berasal dari frekuensi masukan aferen (ditentukan oleh tingkat regangan yang dideteksi oleh reseptor).



   187



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Swan Dive atau Belly Flop: Yang Penting Kontrol SSP



K



ETERAMPILAN OLAHRAGA HARUS DIPELAJARI. Pada umumnya, refleks dasar yang kuat harus dikuasai agar keterampilan tersebut dapat dilakukan. Belajar menyelam, mimisalnya, sangat sulit pada awalnya. Refleks kuat untuk menegakkan kepala yang dikontrol oleh organ-organ sensorik di leher dan telinga akan meluruskan leher dan kepala sebelum penyelam pemula terjun masuk ke air, menimbulkan apa yang umum dikenal sebagai "belly flop': Dalam terjun dengan punggung lebih dahulu, refleks menegakkan kepala menyebabkan pemula mendarat pada punggung mereka atau bahkan dalam posisi duduk. Untuk melakukan keterampilan motorik yang melibatkan pembalikan tubuh, salto, roll ke belakang, atau gerak-



Integrasi pada kasus ini hanya melibatkan penjumlahan EPSP dari satu sumber tunggal. (Anda akan belajar lebih dalam tentang peran refleks ini di bab 8.) Refleks regang adalah suatu refleks monosinaptik ("satu sinaps") karena satu-satunya sinaps pada lengkung refleks adalah yang berada di antara neuron aferen dan neuron eferen. Semua refleks lainnya bersifat polisinaptik ("banyak sinaps") karena terdapat antarneuron pada jalur refleks sehingga terdapat sejumlah sinaps. Refleks lucut adalah contoh refleks spinal dasar polisinaptik. REFLEKS LUCUT Ketika seseorang menyentuh kompor panas (atau menerima rangsangan nyeri lainnya), refleks lucut terpicu untuk menarik tangan dari rangsang yang menimbulkan nyeri (Gambar 5-31). Kulit memiliki berbagai reseptor untuk rasa hangat, dingin, sentuhan ringan, tekanan, dan nyeri. Meskipun semua informasi dikirim ke SSP melalui potensial aksi, SSP dapat membedakan antara berbagai rangsangan karena reseptor dan, dengan demikian, jalur aferen yang diaktifkan oleh rangsangan yang berbeda juga berbeda. Jika suatu reseptor dirangsang cukup kuat sehingga reseptor tersebut mencapai ambang, terbentuk potensial aksi di neuron aferen. Semakin kuat rangsangan, semakin tinggi frekuensi potensial aksi yang dihasilkan dan dikirim ke SSP. Setelah masuk ke korda spinalis, neuron aferen berdivergensi untuk bersinaps dengan berbagai antarneuron berikut (angka sesuai dengan yang terdapat di tahap 3 Gambar 5-31). 1. Neuron aferen yang tereksitasi merangsang antarneuron eksitatorik yang nantinya merangsang neuron motorik eferen yang menyarafi biseps ( 3a ), otot di lengan yang memfleksikan (menekuk) sendi siku sehingga tangan tertarik menjauhi kompor panas. 2. Neuron aferen juga merangsang antarneuron inhibitorik yang menghambat neuron eferen yang menyarafi triseps (3b ) untuk mencegahnya berkontraksi. Triseps adalah otot di lengan yang mengekstensikan (meluruskan) sendi siku. Ketika biseps berkontraksi untuk menekuk siku, akan kontraproduktif bagi triseps untuk berkontraksi. Karena itu, inhibisi otot-otot yang antagonis (melawan) respons yang diinginkan sudah tercakup dalam refleks lucut.



  



BAB



5



kan postural abnormal lainnya, seseorang harus belajar untuk menghambat secara sadar refleks-refleks postural dasar. Hal ini dicapai dengan memusatkan perhatian pada posisi tubuh spesifik selarna gerakan. Sebagai contoh, untuk melakukan gerakan jungkir balik, yang bersangkutan harus berkonsentrasi untukmenjaga dagu tertekukdan mernegang lutut.Setelah keterampilan dilakukan berulang kali, terbentuk pola-pola sinaps baru di SSP, dan respons terkondisi atau respons baru menggantikan respons refleks alami. Keterampilan olahraga harus dilatih hingga gerakan menjadi otomatis; kemudian sewaktu bertanding atlet yang bersangkutan bebas memikirkan strategi atau tindakan rutin berikutnya yang harus dilakukan.







3. Neuron aferen juga merangsang antarneuron lain yang membawa sinyal naik melalui korda spinalis ke otak melalui jalur asendens ( 3c ). Hanya ketika impuls mencapai daerah sensorik korteks barulah yang bersangkutan merasakan nyeri, lokasi, dan jenis rangsangannya. Juga, ketika impuls mencapai otak, informasi dapat disimpan sebagai ingatan, dan yang bersangkutan dapat mulai memikirkan situasi yang dihadapinya—bagaimana hal tersebut terjadi, apa yang harus dilakukan mengenai hal tersebut, dan sebagainya. Semua aktivitas di tingkat sadar ini terletak di luar refleks dasar. Seperti pada semua refleks spinal, otak dapat memodifikasi refleks lucut. Impuls dapat dikirim turun melalui jalur-jalur desendens ke neuron motorik eferen yang menyarafi otot-otot yang terlibat untuk mengalahkan masukan dari reseptor, mencegah biseps berkontraksi meskipun terdapat rangsangan nyeri. Ketika jari tangan Anda sedang ditusuk untuk memperoleh contoh darah, reseptor nyeri dirangsang untuk memulai refleks lucut. Karena Anda harus berani dan tidak menarik tangan Anda menjauh, Anda dapat secara sadar mengalahkan refleks ini dengan mengirim IPSP melalui jalurjalur desendens ke neuron motorik yang menyarafi bisep dan EPSP ke yang menyarafi triseps. Aktivitas di neuron-neuron eferen ini bergantung pada jumlah aktivitas semua masukan sinaptik mereka. Karena neuron-neuron yang menyarafi biseps kini menerima lebih banyak IPSP dari otak (volunter) daripada EPSP dari jalur aferen nyeri (refleks), neuron-neuron ini dihambat dan tidak mencapai ambang. Karena itu, biseps tidak dirangsang untuk berkontraksi dan menarik tangan. Secara bersamaan, neuron-neuron ke triseps menerima lebih banyak EPSP dari otak daripada IPSP melalui lengkung refleks, sehingga neuron-neuron tersebut mencapai ambang, menghasilkan potensial aksi, dan karenanya merangsang triseps untuk berkontraksi. Karena itu, lengan tetap dalam keadaan ekstensi meskipun yang bersangkutan men dapat rangsangan nyeri. Dengan cara ini, refleks lucut telah secara sadar dikalahkan.



6 Jalur asendens ke otak 1 Reseptor Nyeri terma di jari tangan a



2 Jalur aferen



b



c



Komponen suatu lengkung refleks Reseptor jalur aferen Pusat integrasi Jalur eferen Efektor



Rangsangan



Respons Tangan ditarik



3 Pusat integrasi (korda spinalis)



Bisepse (fleksor) berkontraksi



4 Jalur Eferen



5 Efektor Triseps (ekstensor) berelaksasi 1 Rangsang panas yang nyeri mengaktifkan reseptor nyeri termal di jari.



2 Potensial aksi dihasilkan di jalur aferen, yang menghantarkan impus ke korda spinalis



3 Korda spinalis berperan sebagai pusat integrasi. Di sini neuron aferen merangsang: 3a Antarneuron eksitatorik yang merangsang neuronneuron motorik ke biseps. 3b Antarneuron inhibitorik, yang menghambat neuronneuron motorik ke triseps. 3c Antarneuron yang merupakan bagian jalur asendens ke otak.



4 Satu jalur eferen merangsang biseps untuk berkontraksi. Jalur eferen lainnya menyebabkan relaksasi triseps dengan mencegah eksitasi kontraproduktif dan kontraksi otot antagonis ini.



KUNCI = Merangsang = Menghambat = Sinaps = Antarneuron eksitatorik = Antarneuron inhibitorik = Taut neuromuskulus 5 Biceps dan triseps merupakan efektor. Fleksi sendi siku yang terjadi menarik tangan menjauh dari rangsang nyeri. Respons ini menuntaskan refleks lucut.



6 Peristiwa-peristiwa yang terjadi di otak saat kedatangan sinyal melalui jalur asendens, seperti kesadaran akan nyeri, simpanan memori, dan sebagatnya, berada di alas dan di luar lengkung refieks.



Gambar 5-31 Refleks lucut.



AKTIVITAS REFLEKS LAIN Kerja refleks spinal tidak terbatas pada respons motorik di sisi tubuh yang mendapat rangsangan. Misalnya seseorang menginjak bara api dan bukan menyentuh benda panas dengan tangannya. Akan terpicu suatu lengkung refleks untuk menarik kaki yang cedera dari rangsangan nyeri, sementara tungkai kontralateral secara bersamaan bersiap untuk mendadak menerima semua beban tubuh sehingga yang bersangkutan tidak kehilangan keseimbangan atau jatuh (Gambar 5-32). Menekuknya lutut ekstremitas yang cedera tanpa adanya rintangan dilaksanakan secara simultan oleh stimulasi refleks otototot yang menekuk lutut dan inhibisi otot-otot yang meluruskan lutut. Respons ini adalah khas refleks lucut. Pada saat yang sama, ekstensi lutut tungkai kontralateral tanpa halangan dilaksanakan oleh pengaktifan jalur-jalur yang menyeberang ke sisi kontralateral korda spinalis untuk secara refleks merangsang otot-otot ekstensor lutut ini dan menghambat otot-otot fleksornya. Refleks ekstensor menyilang ini memastikan bahwa tungkai kontralateral akan berada dalam posisi siap menahan beban tubuh sewaktu tungkai yang cedera ditarik menjauhi rangsangan.



Selain refleks protektif (misalnya reeks lucut) dan refleks postur sederhana (misalnya refleks ekstensor menyilang), refleks spinal dasar juga memerantarai pengosongan organ-organ panggul (misalnya, berkemih). Semua refleks spinal dapat secara sengaja dikalahkan paling tidak secara temporer oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak. Tidak semua aktivitas refleks melibatkan lengkung refleks yang jelas, meskipun prinsip dasar suatu refleks (yaitu, respons otomatis terhadap suatu perubahan yang terdeteksi) tetap berlaku. Jalur-jalur untuk respons yang tidak disadari menyimpang dari refleks yang khas dalam dua cara umum: 1. Respons setidaknya diperantarai oleh hormon. Suatu refleks tertentu mungkin diperantarai hanya oleh neuron atau hormon atau mungkin melibatkan jalur yang menggunakan keduanya. 2. Respons lokal yang tidak melibatkan saraf atau horrnon. Sebagai contoh, pembuluh darah pada otot yang sedang aktif berdilatasi karena perubahan metabolik lokal sehingga aliran darah meningkat untuk mengimbangi kebutuhan metabolik otot yang aktif tersebut.   



189



Jalur asendens ke otak



KUNCI = Merangsang =Menghambat =Sinaps = Antarneuron eksitantorik = Antarneuron inhibitorik =Taut neuromuskulus



Jalur aferen



Pusat integrasi (korda spinalis)



Jalur eferen



Otot ekstensor tungkai yang cedera berelaksasi



Otot fleksor tungkai yang berlawanan berelaksasi Otot fleksor tungkai yang cedera berkontraksi



Otot ektensor tungkai yang berlawanan berkontraksi



Tungkai yang berlawanan (efektor)



Tungkai yang cedera (efektor) Reseptor nyeri kaki



Rangsangan



Respons Refleks lucut (fleksi kaki yang cedera untuk menjauh dari rangsang nyeri)



Refteks ekstensor menyilang (ekstensi tungkai yang berlawanan untuk menopang semua berat tubuh)



Gambar 5-32 Refleks ekstensor menyilang yang digabung dengan refleks lucut.



Periksa Pemahaman Anda 5.10 1. Gambarkan potongan melintang korda spinalis dan salah satu pasang saraf spinalis, yang menunjukkan lokasi neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron. Tandai substansia grisea, substansia alba, akar dorsal, akar ventral, dan saraf spinalis. 2. Bedakan antara sebuah traktus, ganglion, nukleus, pusat, dan saraf.



  



BAB 5



Homeostasis: Bab dalam perspektif Untuk berinteraksi dengan benar dengan lingkungan eksternal agar tetap hidup, misalnya mencari makan, dan untuk melakukan penyesuaian-penyesuaian internal yang diperlukan untuk mempertahankan homeostasis, tubuh harus di-



beri tahu tentang setiap perubahan yang terjadi di lingkungan



organisme sekompleks manusia menjadi mustahil.



eksternal dan internal serta harus mampu memroses informasi ini dan



Di tingkat paling sederhana, korda spinalis mengintegrasikan



mengirim pesan ke berbagai otot dan kelenjar untuk melaksanakan



banyak refleks protektif dan evakuatif dasar yang tidak memer- lukan



respons yang diinginkan. Sistem saraf, salah satu dari dua sistem



kesadaran, misalnya menarik diri dari rangsangan nyeri dan



regulatorik utama tubuh, berperan sentral dalam komunikasi untuk



mengosongkan kandung kemih. Selain berfungsi sebagai penghu-



mempertahankan hidup ini. Sistem saraf pusat, yang terdiri dari otak



bung kompleks antara masukan aferen dan keluaran eferen, otak



dan korda spinalis, menerima informasi mengenai lingkungan



juga berperan memulai semua gerakan volunter; kesadaran persep-



eksternal



Setelah



tual kompleks tentang lingkungan eksternal; kesadaran diri; bahasa;



penyortiran, pengolahan, dan pengintegrasian masukan ini, SSP



serta fenomena saraf abstrak misalnya berpikir, belajar, mengingat,



mengirim petunjuk, melalui saraf perifer eferen, untuk menimbulkan



kesadaran, emosi, kreativitas, dan kepribadian. Semua aktivitas saraf



kontraksi otot atau sekresi kelenjar yang sesuai.



—dari pikiran yang paling pribadi hingga perintah untuk aktivitas



dan



internal



melalui



saraf



perifer



aferen.



Dengan sistem pembentukan sinyalnya yang cepat, sistem saraf sangat penting dalam mengontrol respons-respons cepat tubuh. Banyak aktivitas otot dan kelenjar yang dikendalikan oleh saraf



motorik, dari menikmati. konser hingga mengingat kenangan masa lalu—akhirnya berkaitan dengan perambatan potensial aksi di sepanjang sel-sel saraf dan transmisi kimiawi di antara sel-sel.



ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. SSP adalah tempat



Selama perkembangan evolusi, sistem saraf menjadi semakin



utama integrasi antara masukan aferen dan keluaran eferen. SSP



kompleks. Lapisan-lapisan otak yang lebih baru, lebih rumit, dan



mengaitkan respons yang sesuai terhadap masukan tertentu



lebih canggih ditambahkan di atas regio-regio lama yang lebih primitif



sehingga kondisi yang sesuai untuk kehidupan dapat dipertahankan



dan lebih tua. Mekanisme untuk mengatur banyak aktivitas dasar



di tubuh. Sebagai contoh, ketika diberi tahu oleh sistem saraf aferen



yang diperlukan untuk kelangsungan hidup dimasukkan ke dalam



bahwa tekanan darah turun, SSP akan mengirim perintah yang sesuai



bagian-bagian lama otak. Bagian-bagian otak yang lebih baru secara



ke jantung dan pembuluh darah untuk meningkatkan tekanan darah



progresif



menjadi normal, Demikian juga, ketika diberi tahu bahwa panas tu-



tindakan-tindakan yang dikoordinasikan oleh pusat-pusat yang



buh meningkat berlebihan, SSP mendorong sekresi keringat oleh kelenjar keringat, selain respons pendinginan yang lain. Penguapan keringat membantu mendinginkan tubuh ke suhu normal. Tanpa adanya kemampuan SSP dalam memroses dan rnengintegraskan berbagai masukan ini, pemeliharaan homeostasis pada suatu



memodifikasi,



meningkatkan,



atau



menghilangkan



berada dalam hierarki perintah lebih rendah; bagian-bagain tersebut juga memberikan tambahan kemampuan baru. Banyak aktivitas saraf yang lebih tinggi ini tidak ditujukan untuk mempertahankan kehidupan, tetapi mereka sangat memperkaya kualitas menjadi hidup.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-24 Pertanyaan Objektif 1. Fungsi utama CSS adalah memberi nutrisi bagi otak. (Benar atau sable) 2. Dalam keadaan darurat saat pasokan O2 rendah, otak dapat melakukan metabolisme anaerob. (Benar atau salah?) 3. Kerusakan hemisfer serebrum kiri menimbulkan paralisis dan hilangnya sensasi di sisi kiri tubuh. (Benar atau salah?) 4. Representasi tangan dan struktur-struktur yang berkaitan dengan mulut di korteks sensorik dan motorik relatif besar. (Benar atau salah?) 5. Hemisfer serebrum kiri adalah bagian yang khusus untuk kemampuan artistik dan musik, sedangkan sisi kanan unggul dalam keterampilan verbal dan analitik. (Benar atau salah?) 6. Fungsi spesifik suatu bagian korteks tertentu akan melakukan fungsi yang telah ditentukan permanen selama perkembangan masa mudigah. (Benar atau salah?)



7. __________dalah penurunan responsivitas terhadap rangsangan biasa yang terus-menerus diberikan. 8. Proses pemindahan dan fiksasi jejak ingatan-jangka pendek menjadi simpanan ingatan jangka-panjang dikenal sebagai_____ 9. Serat aferen masuk melalui akar_____korda spinalis, dan serat eferen keluar melalui akar _______. 10. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan neuron mana yang sedang dijabarkan (suatu karakteristik dapat berlaku pada lebih dari satu kelas neuron): (a) afferent neurons 1. memiliki reseptor di ujung (b) efferent neurons prifer (c) interneurons 2. terletak seluruhnya di dalam SSP 3. terletak seluruhnya di sistem saraf tepi. 4. menyarafi otot dan kelenjar 5. badan sel tidak mengandung masukan prasinaps 6. jenis neuron predominan 7. berperan dalam pikiran, emosi, ingatan, dsbnya



  



191



11. Cocokan yang berikut: (a) sistem saraf somatik 1. Terdiri dari saraf yang membawa informasi (b) sistem saraf autonom antara perifer dan SSP (c) sistem saraf pusat terdiri dari otak dan korda (d) sistem saraf tepi 2. spinalis (e) divisi eferen divisi sistem saraf (f) divisi aferen 3. tepi yang menyalurkan sinyal ke SSP 4. divisis sistem saraf tepi yang menyalurkan sinyal dari SSP 5. menyarafi otot rangka 6. menyarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar Pertanyaan Esai 1. Bahaslah fungsi masing-masing dari yang berikut: astrosit, oligodendrosit, sel ependimal, mikroglia, kranium, kolumna vertebra, meningen, cairan serebrospinal, dan sawar darah otak.



2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.



Bandingkan komposisi substansia alba dan grisea. Gambar dan beri label daerah-daerah fungsional utama korteks serebrum, dan sebutkan fungsi yang dikaitkan dengan masingmasing daerah tersebut. Bahaslah fungsi masing-masing bagian otak berikut: talamus, hipotalarnus, nukleus basal, sistem limbik, serebelum, dan batang otak. Definisikan sensasi somestetik dan propriosepsi. Apa yang dimaksud dengan elektroensefalogram? Bahaslah peran daerah Broca dan daerah Wernicke dalam Bahasa. Bandingkan ingatan jangka-pendek dan ingatan jangka-panjang Diskusikan perbedaan antara reseptor glutamat AMPA dan NMDA serta perannya dalam potensiasi jangka panjang. Apa yang dimaksud dengan sistem aktivasi retikular? Bandingkan tidur gelombang-lambat dan tidur paradoks (REM). Diskusikan jenis badan-badan sel saraf apa yang terletak di kornu dorsal, ventral, dan lateral korda spinalis. Sebutkan lima komponen suatu lengkung refleks dasar. Bedakan antara refleks monosinaptik dan refleks polisinaptik.



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Telah dilakukan studi-studi khusus yang dirancang untuk menilai kapasitas khusus tiap-tiap hemisfer serebrum pada pasien "split-brain". Pada para pasien ini korpus kalosum— berkas serat yang menghubungkan kedua paruh otak—telah dipotong secara bedah untuk mencegah penyebaran bangkitan epileptik dari satu hemisfer ke hemisfer lain. Meskipun pada para pasien ini tidak jelas terlihat adanya perubahan perilaku, intelek, atau kepribadian karena kedua hemisfer secara sendiri-sendiri menerima informasi yang sama, dengan uji-uji yang dirancang untuk membatasi informasi ke satu hemisfer otak pada satu saat dapat ditemukan adanya defisit. Salah satu uji tersebut berupa pembatasan rangsangan penglihatan hanya ke separuh otak. Karena adanya persilangan pada jalur saraf dari mata ke korteks oksipitalis, informasi visual dari bagian kanan dari titik garis tengah disalurkan hanya ke separuh kiri otak, sementara informasi visual dari sebelah kiri dari titik ini diterima hanya oleh separuh kanan otak. Pasien split-brain yang mendapat rangsangan penglihatan yang hanya mencapai hemisfer kirinya dapat secara akurat menjelaskan benda yang dilihat, tetapi ketika rangsangan visual tersebut disajikan hanya ke hemisfer kanan, pasien menyangkal melihat sesuatu. Namun, hemisfer kanan sebenarnya menerima masukan visual, seperti dibuktikan dengan



uji non-verbal. Meskipun pasien split-brain menyangkal melihat sesuatu setelah suatu benda disajikan ke hemisfer kanannya, ia dapat secara tepat mengetahui benda tersebut dengan mengambilnya dari sejumlah benda lain, yang biasanya akan mengherankan dirinya. Apa penjelasan Anda tentang temuan ini? 2. Mana dari gejala berikut yang paling besar kemungkin-annya terjadi akibat pukulan keras pada bagian belakang kepala? a. paralisis b. gangguan pendengaran c. gangguan penglihatan d. rasa terbakar e. gangguan kepribadian 3. Hormon insulin meningkatkan transpor glukosa dengan perantaraan pembawa ke dalam sebagian besar sel tubuh tetapi tidak ke sel otak. Penyerapan glukosa dari darah oleh neuron tidak bergantung pada insulin. Dengan mengetahui kebutuhan otak akan pasokan glukosa darah yang kontinu, perkirakan efek kelebihan insulin pada otak. 4. Berikan contoh tentang refleks terkondisi yang Anda miliki. 5. Pada keadaan apa jangan diberikan obat pelarut bekuan bagi korban stroke?



PERTIMBANGAN KLINIS Julio D, yang baru-baru ini pensiun, sedang menikmati sore harinya dengan bermain golf ketika ia tiba-tiba mengalami nyeri kepala hebat dan pusing. Gejala-gejala ini segera diikuti oleh rasa baal dan paralisis parsial sisi kanan atas tubuhnya, disertai oleh ke-



   BAB 5



tidakmampuan berbicara. Setelah dilarikan ke ruang gawat darurat, Julio didiagnosis terkena stroke. Berdasarkan pengamatan atas gejalagejalanya, bagian otak Julio mana yang terkena?



hapter



5



Kartu Belajar Daerah asosiasi adalah bagian-bagian korteks yang tidak secara spesifik dikaitkan dengan pemrosesan masukan sensorik atau perintah motorik atau kemampuan bahasa. Daerah-daerah ■



Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat (SSP) yang mencangkup otak dan korda spinalis, dan sistem saraf tepi (SST) yang mencakup serat-serat saraf yang membawa informasi ke (divisi aferen) dan dari (divisi eferen) SSP. (Lihat Gambar 5-1.) ■ Tiga kelas fungsional neuron—neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron—membentuk sel-sel peka-rangsang sistem saraf. (Lihat Gambar 5-2.) Neuron aferen member' tahu SSP tentang kondisi di Iingkungan eksternal dan internal. Neuron eferen membawa perintah dari SSP ke organ efektor (otot dan kelenjar). Antarneuron berperan mengintegrasikan informasi aferen dan memformulasikan respons eferen, serta untuk fungsi-fungsi mental yang lebih tinggi ("pikiran"). ■ Sel-sel glia membentuk jaringan ikat di dalam SSP dan secra fisik, metabolik, dan fungsional mendukung neuron. Sel-sel glia tersebut adalah astrosit, oligodendrosit, mikroglia, dan sel ependimal. (Lihat Gambar 5-3 dan 5-4 serta Tabel 5-1.) ■



Neuron tidak dapat membelah diri untuk mengganti sel yang rusak, tetapi beberapa struktur protektif melindungi otak: (1) Otak dibungkus oleh tiga lapisan membran protektif—meningen —dan selanjutnya dilindungi oleh tulang yang keras. (2) Cairan serebrospinal (CSS) mengalir di dalam dan mengelilingi otak untuk rnenjadi bantalan penahan otak dari benturan fisik. (Lihat Gambar 5-6.) (3) Proteksi terhadap cedera kimiawi dilakukan oleh sawar darah-otak yang membatasi akses bahanbahan yang ada dalam darah ke otak. ■ Otak bergantung pada aliran darah yang konstan untuk mendapat O2 dan glukosa karena organ ini tidak dapat menghasilkan ATP tanpa kedua bahan ini. ■



■ Bagian-bagian otak dari tingkat paling rendah dan primitif hingga tingkat paling tinggi dan canggih adalah batang otak, serebelum, hipotalamus, talamus, nukleus basal, dan korteks serebrum. (Lihat Tabel 5-2 dan Gambar 5-7.)



5.4 | Korteks Serebrum (h. 153–163) ■ Korteks serebrum adalah lapisan luar (substansia grisea) yang menutupi bagian di bawahnya, yaitu substansia alba. Korteks itu sendiri terutama terdiri dari badan sel saraf, dendrit, dan sel glia. Substansia alba terdiri dari berkas-berkas serat saraf yang saling berhubungan di berbagai bagian. (Lihat Gambar 5-14. ■ Peran akhir berbagai fungsi tertentu terlokalisasikan di regio korteks tertentu sebagai berikut: (1) lobus oksipitalis mengandung korteks penglihatan; (2) korteks pendengaran berada di lobus temporalis; (3) lobus parietalis memroses masukan somatosensorik (somestetik dan proprioseptif); dan (4) gerakan motorik volunter dijalankan oleh area-area motorik di lobus frontalis. (Lihat Gambar 5-8 hingga 5-11.) ■ Kemampuan bahasa bergantung pada aktivitas terintegrasi dua daerah bahasa primer—daerah Broca dan daerah Wernicke— yang biasanya hanya terletak di hemisfer serebrum kiri. (Lihat Gambar 5-10 dan 5-12.)



Korteks motorik primer (gerakan sadar)



Daerah motorik suplementer ( di permukaan bagian dalam--tidak terlihat ; memprogram gerakan kompleks)



Sulkus sentralis



Korteks pramotorik (koordinasi gerakan kompleks) Korteks asosiasi prafrontalis (perencanaan aktivitas volunter, pwmbuatan keputusan; sifat kepribadian)



Korteks somatosensorik (sensasi somatetik dan propiosepsi) Korteks parietalis posterior (integrasi masukan somatosensorik dan penglihatan; penting untuk gerakan kompleks) Daerah wernicke (pemahaman bicara) Lobus parietalis



Lobus frontalis



Korteks asosiasi parletal-temporal-oksipital (integrasi semua masukan sensorik; penting dalam bahasa)



Daerah Broca (pembentukan bicara) Korteks auditorius primer di kelilingi oleh korteks pendengaran yang lebih tinggi (pendengaran)



Lobus oksipitalis Korteks visual primer dikelilingi oleh korteks penglihatan yang lebih tinggi (penglihatan)



Korteks asosiasi limbik (terutama di permukaan bagian dalam dan bawah lobus temporalis; motivasi dan emosi; ingatan) Lobus temporalis Batang otak



Serebelum korda spinalis



(a) Regions of the cerebral cortex responsible for various functions



ini merupakan penghubung integratif antara berbagai informasi sensorik dan tindakan bertujuan; mereka juga beperan kunci dalam fungsifungsi otak yang lebih tinggi misalnya ingatan dan mengambil keputusan. Daerah asosiasi mencakup korteks asosiasi prafrontal, korteks asosiasi parietal-temporal-oksipital, serta korteks asosiasi limbik. (Lihat Gambar 5-10.)



■ Struktur-struktur otak subkorteks mencakup nukleus basal, talamus, dan hipotalamus. (Lihat Gambar 5-14 dan 5-15.) ■ Nukleus basal menghambat tonus otot; mengoordinasikan



kontraksi postural yang lambat dan menetap; dan menekan polapola gerakan yang tidak bermanfaat. ■ Talamus berfungsi sebagai stasiun pemancar untuk pemrosesan awal masukan sensorik. Bagian ini juga berperan dalam kesadaran kasar akan sensasi dan beberapa tingkat kesadaran. ■ Hipotalamus mengatur suhu tubuh, rasa haus, keluaran urine, dan asupan makanan; secara ekstensif mengontrol sistem saraf autonom dan sistem endokrin; dan merupakan bagian sistem limbik.



Sistem limbik, yang mencakup bagian-bagian hipotalamus ■ dan struktur-struktur lain yang mengelilingi batang otak, berperan penting dalam emosi, pola perilaku dasar, motivasi, dan pembelajaran. (Lihat Gambar 5-16.)



Emosi merujuk kepada perasaan subjektif dan suasana hati serta respons-respons fisik yang berkaitan dengan perasaanperasaan ini. ■ Pola perilaku dasar yang dipicu oleh sistem limbik ditujukan untuk kelangsungan hidup (seperti serangan) dan keberlangsungan suatu spesies (seperti perilaku kawin). Pusatpusat korteks yang Iebih tinggi dapat memperkuat, memodifikasi, atau menekan perilaku-perilaku dasar ini. ■



Motivasi adalah kemampuan untuk mengarahkan perilaku untuk mencapai tujuan spesifik. ■ Norepinefrin, dopamin, dan serotonin merupakan neurontransmiter kunci dalam jalur-jalur emosi dan perilaku. ■



5.7 | Pembelajaran dan Memori(h. 167–176) Belajar merujuk kepada perolehan pengetahuan atau keterampilan akibat pengalaman, perintah, atau keduanya. Memori adalah simpanan pengetahuan yang didapat untuk diingat dan digunakan kemudian. ■ Terdapat dua jenis ingatan: (1) ingatan jangka-pendek dengan kapasitas terbatas dan retensi singkat, disandi oleh modifikasi aktivitas sinaps yang sudah ada; dan (2) ingatan jangka-panjang dengan kapasitas penyimpanan besar dan jejak ingatan yang bertahan lama, melibatkan perubahan struktural atau fungsional yang relatif permanen, misalnya pembentukan sinaps baru antara neuron-neuron yang sudah ada. Peningkatan sintesis protein mendasari perubahan-perubahan jangka-panjang ini. (Lihat Tabel 5-3 dan Gambar 5-17.) ■ Hipokampus berperan dalam konsolidasi, yaitu pemindahan ingatan jangka pendek menjadi ingatan jangka panjang. Potensiasi jangka panjang (), peningkatan menetap kekuatan hubungan-hubungan sinaps yang sudah ada di jalurjalur aktif, mungkin merupakan hubungan antara ingatan jangka pendek dan konsolidasi ingatan jangka panjang. (Lihat Gambar 5-18.) ■ Hipokampus dan struktur-struktur terkait sangat penting dalam ingatan deklaratif, atau "apa", mengenai benda, kenyataan, dan kejadian tertentu. Serebelum dan struktur-struktur terkait sangat berperan dalam ingatan prosedural, atau "bagaimana", keterampilan motorik yang diperoleh melalui latihan berulang. ■ Korteks asosiasi prafrontal adalah tempat memori kerja, yang secara temporer menyimpan data-data yang relevan—baik informasi baru maupun pengetahuan yang diambil dari simpanan ingatan—serta memanipulasi dan mengaitkan data-data tersebut untuk melaksanakan proses-proses otak yang Iebih tinggi. ■



5.8 | Serebelum (h. 176–177) Serebelum, melekat di belakang batang otak di bawah korteks, terdiri dari tiga bagian yang berbeda secara fungsional. (Lihat Gambar 5-19.) ■ Vestibuloserebelum membantu mempertahankan keseimbangan dan kontrol gerakan mata. Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan membantu mengoordinasikan gerakan volunter, terutama aktivitas motorik fasik yang cepat. Serebroserebelum berperan dalam memulai gerakan volunter dan dalam menyimpan ingatan prosedural. ■



5.9 | Batang Otak (h.177–182) ■



Batang otak adalah penghubung penting antara korda spinalis



dan tingkat-tingkat otak yang Iebih tinggi. ■ Batang otak adalah asaI dari saraf kranialis. (Lihat Gambar 5-20.) Bagian ini juga mengandung pusat-pusat yang mengontrol fungsi kardiovaskular, pernapasan, dan pencernaan; mengatur refleks otot postural; mengontrol derajat keseluruhan kewaspdaan korteks; dan berperan kunci dalam siklus tidur-bangun. ■ Kesadaran adalah kewaspadaan subjektif tentang dirt dan dunia luar. Stadium-stadium kesadaran dengan tingkat yang semakin menurun adalah (1) kewaspadaan maksimal, (2) keadaan terjaga, (3) beberapa jenis tidur, dan (4) koma. ■ Tahap kesadaran bergantung pada hubungan timbal-balik siklis antara (1) sistem arousal (yang melibatkan sistem aktivasi retikular) yang berasal dari batang otak dan diperintah oleh neuron-neuron penyekresi hipokretin di hipotalamus, (2) pusat tidur gelombang-lambat yang terdiri dari neuron sleep-on di hipotalamus, dan (3) pusat tidur REM yang terdiri dari neuron sleep-on REM di batang otak. (Lihat Gambar 5-21.) ■ Tidur adalah suatu proses aktif, bukan sekedar hilangnya keadaan terjaga. Ketika tidur, seseorang secara siklis dan bergantian mengalami tidur gelombang-lambat dan tidur paradoks (REM). (Lihat Gambar 5-23 dan Tabel 5-4.) Tidur gelombanglambat ditandai oleh gelombang-gelombang lambat di EEG dan sedikit perubahan pada pola perilaku saat sadar kecuali bahwa yang bersangkutan tidak menyadari dunia eksternalnya. Tidur paradoks, atau REM, ditandai oleh pola EEG yang serupa dengan yang terlihat pada seseorang yang terjaga; terjadi gerakan mata cepat, bermimpi, dan perubahan mendadak pola perilaku. (Lihat Gambar 5-22.) ■ Teori-teori mengapa kita membutuhkan tidur terdiri dari dua kategori (1) Restorasi dan pemulihan dan (2) Konsolidasi ingatan.



5.10 | Korda spinalis (h. 182–190) Korda spinalis, yang memanjang dari batang otak, turun melalui saluran yang terbentuk oleh vertebra protektif di sekelilingnya. (Lihat Gambar 5-24 dan 5-25.) ■ Korda spinalis memiliki dua fungsi. (1) bagman ini berfungsi sebagai jaringan saraf penghubung antara otak dan sistem saraf tepi. Semua komunikasi naik dan turun melalui korda spinalis terletak di traktustraktus asendens dan desendens di substansia alba korda spinalis. (Lihat Gambar 5-27 dan 5-28.) (2) bagian ini adalah pusat integrasi untuk refleks spinal, termasuk sebagian refleks postural dan protektif dasar serta refleks yang berkaitan dengan pengosongan organ-organ panggul. (Lihat Gambar 5-31 dan 5-32.) Lengkung refleks dasar mencakup reseptor, jalur aferen, pusat ■ integrasi, jalur eferen, dan efektor, (Lihat Gambar 5-31.) ■ Substansia grisea yang terletak di bagian tengah korda spinalis mengandung antarneuron yang terletak antara masukan aferen dan keluaran eferen serta badan-badan sel neuron eferen. (Lihat Gambar 5-26 dan 5-29.) ■



Saraf adalah berkas akson-akson neuron perifer, balk aferen maupun eferen, yang terbungkus dalam jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama. (Lihat Gambar 5-30.) Saraf spinal menyarafi bagian-bagian tubuh tertentu dan melekat ke korda spinalis dalam bentuk pasangan di seluruh panjangnya. (Lihat Gambar 5-24, 5-25, dan 5-26.) ■



■ Ketiga puluh satu pasang saraf spinal bersama dengan kedua betas pasang saraf kranial yang berasal dari batang otak membentuk sistem saraf tepi. (Lihat Gambar 5-20 dan 5-25.)



Foto sebuah pupil yang dikelilingi oleh iris berwarna biru.  lris adalah sebuah cincin otot polos berpigmen yang menentukan warna mata. Kontraksi bervariasi iris menyesuaikan ukuran pupil, yaitu lubang di tengah iris yang dilalui oleh cahaya ketika masuk ke dalam mata untuk penglihatan,



Jens Nieth/Corbis



6 Sistem Saraf Tepi: Divisi Aferen; Indra Khusus SEKILAS ISI 6.1



Fisiologi Reseptor



6.2



Nyeri



6.3



Mata: Penglihatan



6.4



Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan



6.5



Indra Kimiawi: Pengecapan dan Penghiduan



Pokok-Pokok Homeostasis Sistem saraf, salah satu dari dua sistem pengaturan utama di tubuh, terdiri dari sistem saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, dan sistem saraf tepi (SST) yang terdiri dari serat-serat aferen dan eferen yang menyalurkan sinyal antara SSP dan perifer (bagian tubuh yang lain). Divisi aferen SST mendeteksi, menyandikan, dan mentransmisikan sinyal perifer ke SSP, karena itu menginformasikan SSP tentang lingkungan internal dan eksternal. Masukan aferen ini ke pusat pengontrol di SSP sangat penting dalam mempertahankan homeostasis. Untuk membuat penyesuaian yang sesuai pada organ efektor melalui keluaran eferen, SSP harus mengetahui apa yang sedang terjadi. Masukan aferen juga digunakan untuk merencanakan tindakan volunter yang tidak berhubungan dengan homeostasis.



I Fisiologi Reseptor



6.1



Sistem saraf tepi terdiri dari serat-serat saraf yang membawa informasi antara SSP dan bagian tubuh lain. Divisi aferen SST tepi mengirim informasi mengenai lingkungan internal dan eksternal ke SSP. Stimulus adalah perubahan yang terdeteksi oleh tubuh. Stimulus terdapat dalam berbagai bentuk energi, atau modalitas, misalnya panas, cahaya, suara, tekanan, dan perubahan kimiawi. Neuronneuron aferen memiliki reseptor sensorik (reseptor) di ujung perifer yang berespons terhadap stimulus di dunia luar dan dalam. (Meskipun sama-sama disebut reseptor, reseptor sensorik yang sensitif terhadap stimulus berbeda dengan reseptor protein di membran plasma yang berikatan dengan caraka kimiawi ekstrasel; lihat h. 65.) Karena satu-satunya jalan bagi neuron aferen untuk menyalurkan informasi ke SSP tentang stimulus ini adalah melalui perambatan potensial aksi, reseptor harus mengubah bentukbentuk energi lain menjadi sinyal listrik. Stimulus menyebabkan potensial berjenjang yang disebut potensial reseptor di reseptor. Proses perubahan energi stimulus menjadi potensial reseptor dikenal sebagai transduksi sensorik. Potensial reseptor nantinya memicu potensial aksi pada serat aferen.



Setiap tipe reseptor dikhususkan untuk berespons terhadap satu jenis stimulus,yaitu stimulus adekuat. Sebagai contoh, reseptor di mata peka terhadap cahaya, reseptor di telinga terhadap gelombang suara, dan reseptor panas di kulit terhadap energi panas. Karena perbedaan sensitivitas reseptor ini, kita tidak dapat melihat dengan telinga dan mendengar dengan mata kita. Sebagian reseptor dapat berespons lemah terhadap rangsangan di luar stimulus adekuatnya, tetapi bahkan ketika diaktifkan oleh stimulus lain, reseptor tetap memberi sensasi yang biasanya dideteksi oleh reseptor tersebut. Sebagai contoh, stimulus adekuat untuk reseptor mata (fotoreseptor) adalah cahaya, yang sangat direspons oleh mata, tetapi reseptor-reseptor ini juga dapat diaktifkan dengan derajat yang lebih rendah oleh rangsangan mekanis. Ketika terpukul di bagian mata, seseorang sering melihat "berkunang-kunang" karena tekanan mekanis ini merangsang fotoreseptor. JENIS RESEPTOR BERDASARKAN STIMULUS ADEKUATNYA



Bergantung pada jenis energi yang biasanya direspons mereka, reseptor-reseptor dapat dikategorikan sebagai berikut. ■ ■



■ ■



Kemoreseptor peka terhadap bahan kimia tertentu. Kemoreseptor mencakup reseptor untuk penghiduan dan pengecapan, serta reseptor yang terletak jauh di dalam tubuh yang mendeteksi konsentrasi O2 dan CO2 dalam darah atau kandungan kimiawi saluran cerna. ■



Nosiseptor, atau reseptor nyeri, peka terhadap kerusakan jaringan misalnya luka terpotong atau luka bakar. Stimulasi intens terhadap setiap reseptor juga dirasakan sebagai nyeri. ■



Beberapa sensasi merupakan sensasi gabungan, yaitu bahwa persepsi yang terbentuk berasal dari integrasi di pusat pada beberapa masukan sensorik primer yang diaktifkan secara bersamaan. Sebagai contoh, persepsi basah berasal dari masukan reseptor sentuh, tekan, dan suhu; tidak ada yang namanya "reseptor basah". MANFAAT INFORMASI YANG DIDETEKSI OLEH RESEPTOR



Informasi yang dideteksi oleh reseptor disalurkan melalui neuronneuron aferen ke SSP, tempat informasi tersebut digunakan untuk berbagai tujuan: ■ Masukan aferen sangat penting bagi kontrol keluaran eferen, baik untuk mengatur perilaku motorik yang sesuai dengan lingkungan eksternal maupun koordinasi aktivitas internal yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Di tingkat yang paling dasar, masukan aferen memberi informasi (yang mungkin tidak disadari oleh orang yang bersangkutan) kepada SSP untuk digunakan dalam mengarahkan aktivitas-aktivitas yang diperlukan bagi kelangsungan hidup. Di tingkat yang lebih luas, kita tidak dapat berinteraksi dengan lingkungan kita atau dengan orang lain tanpa masukan sensorik. Pemrosesan masukan sensorik oleh sistem aktivasi retikular di batang otak sangat penting bagi kejagaan korteks dan kesadaran (lihat h. 177). ■ Pemrosesan informasi sensorik di otak memberi kita persepsi tentang dunia luar di sekitar kita. ■ Beberapa informasi yang disampaikan ke SSP mungkin disimpanuntuk keperluan di masa mendatang.







Rangsangan sensorik dapat berdampak besar pada emosi kita. Bau kue yang baru dimasak, rasa lembut kain sutera, gambar orang yang kita cintai, mendengar berita buruk masukan sensorik dapat menyenangkan, menyedihkan, membangunkan, menenangkan, membuat marah, menakutkan, atau memicu beragam emosi lainnya. Kita selanjutnya akan membahas tentang bagaimana stimulus adekuat memicu potensial aksi yang akhirnya digunakan untuk tujuan-tujuan di atas. ■



Fotoreseptor peka terhadap gelombang cahaya tampak. Mekanoreseptor peka terhadap energimekanis. Contohnya adalah reseptor otot rangka yang peka terhadap peregangan, reseptor di telinga yang mengandung rambut halus yang melengkung akibat gelombang suara, dan baroreseptor yang memantau tekanan darah. Termoreseptor peka terhadap panas dan dingin. Osmoreseptor mendeteksi perubahan konsentrasi za terlarut dalam cairan ekstrasel (CES) dan perubahan aktivitas osmotik yang terjadi (lihat h. 72).



   BAB 6



Reseptor dapat berupa (1) ujung khusus neuron aferen atau (2) sel tersendiri yang berkaitan erat dengan ujung perifer neuron. Stimulasi suatu reseptor mengubah permeabilitas membrannya, biasanya dengan menyebabkan pernbukaan kanal-kanal kation nonspesifik. Cara bagaimana perubahan permeabilitas ini berlangsung berbeda-beda untuk tiap-tiap jenis reseptor. Karena daya dorong elektrokimiawi lebih besar untuk Na+ daripada untuk kation-kation kecil lainnya pada keadaan potensial istirahat, efek pr-



Cara kanal Na+ ini terbuka berbeda-beda bergantung pada apakah reseptor merupakan sel tersendiri atau ujung aferen khusus. ■ Untuk reseptor yang merupakan ujung khusus neuron aferen, aliran arus lokal antara ujung reseptor yang teraktifkan yang mengalami potensial reseptor dan membran sel di samping reseptor mendepolarisasi regio yang berdekatan ini (Gambar 6-la). Jika suatu regio terdepolarisasi mecapai ambangnya, kanal Na+ berpintu listrik terbuka di bagian ini, memicu potensial aksi yang dihantarkan di sepanjang serat aferen ke SSP. ■ Untuk reseptor sel jenis sel reseptor bersinaps dengan ujung neuron aferen (Gambar 6-2). Potensial reseptor memicu pembukaan kanal Ca2+ berpintu listrik di sel reseptor. Masuknya Ca2+ yang terjadi menyebabkan pelepasan neurotransmiter yang berdifusi menyeberangi celah sinaps dan berikatan dengan reseptor protein spesifik pada membran neuron aferen. Pengikatan ini membuka kanal reseptor Na+ berpintu kimiawi (lihat h. 125). Jika resultan Na+ yang masuk mendepolarisasi ujung neuron aferen ke ambang, kanal Na+ berpintu listrik terbuka disini, memicu potensial aksi yang merambat spontan ke SSP.



edominan adalah fluks Na+ masuk ke sel, yang mendepolarisasi membran reseptor (lihat h. 96). (Terdapat pengecualian; sebagai contoh, fotoreseptor mengalami hiperpolarisasi jika dirangsang.) Depolarisasi lokal ini, potensial reseptor, adalah potensial berjenjang. Seperti pada semua potensial berjenjang, semakin kuat rangsangan, semakin besar perubahan permeabilitas dan semakin besar potensial reseptor (lihat h. 97). Potensial reseptor juga tidak memiliki periode refrakter sehingga dapat terjadi penjumlahan respons terhadap rangsangan yang berturut-turut. Karena regio reseptor sedikit atau tidak memiliki kanal Na+ berpintu listrik dan karenanya memiliki ambang yang tinggi, potensial aksi tidak terbentuk di reseptor itu sendiri. Untuk transmisi jarak-jauh, potensial reseptor harus diubah menjadi potensial aksi yang dapat disalurkan di sepanjang serat aferen.



Jika cukup besar, suatu potensial reseptor dapat memicu potensial aksi di membran neuron aferen yang berada di samping reseptor dengan mendorong pembukaan kanal Na+ berpintu listrik di daerah ini. Pada serat aferen bermielin, zona pemicu ini adalah nodus Ranvier yang terdekat dengan reseptor. Cara kanal Na+ ini terbuka berbeda-beda bergantung pada apakah reseptor merupakan sel tersendiri atau ujung aferen khusus. Stimulus



Kanal kation nonspesifik yang peka terhadap stimulus



1 Pada reseptor sensorik yang merupakan ujung neuron aferen khusus, stimulus membuka kanal yang peka terhadap stimulus, memungkinkan masuknya Na+ neto yang menghasilkan potensial reseptor.



Kanal Na+ berpintu listrik



Na+ 1



3



2



Potensial aksi



2 Aliran arus lokal antara ujung reseptor yang terdepolarisasi dan daerah sekitar membuka kanal Na+ berpintu listrik.



Reseptor sensorik (modifikasi ujung neuron aferen)



Serat neuron aferen



3 Masuknya Na+ memicu potensial aksi di serat aferen yang merambat spontan ke SSP



(a) Potensial reseptor di ujung aferen khusus



Stimulus



Kanal kation nonspesifik yang peka terhadap stimulus



Na+ 1



1 Pada reseptor sensorik yang merupakan sel 2



Na+ 3



Ca2+ Kanal Ca2+ berpintu listrik



Kanal Na+ berpintu listrik 6 Potensial aksi



5



4 Na+



tersendiri, stimulus membuka kanal yang sensitif terhadap stimulus, memungkinkan masuknya Na+ neto yang menghasilkan potensial reseptor.



2 2 Depolarisasi lokal ini membuka kanal Ca



+ berpintu listrik.



3 Masuknya Ca2+ memicu eksositosi neurottransmiter



Na+



4 Pengikatan neurotransmiter membuka kanal



Sel reseptor tersendiri



Serat neuron aferen Kanal-reseptor Neurotransmitter berpintu kimiawi



(b) Potensial reseptor dl sel reseptor tersendiri



reseptor



berpintu



kimiawi



di



ujung



aferen, memungkinkan masuknya Na+ neto.



5 Depolarisasi yang terjadi membuka kanal Na+ berpintu listrik di daerah sekitar.



6 Masuknya Na+ memicu potensial aksi diserat



aferen yang merambat spontan ke SSP. Gambar 6-1 Perubahan potensial reseptor menjadi potensial aksi. (a) Ujung aferen khusus sebagai reseptor sensorik. Aliran arus lokal antara ujung reseptor yang terdepolarisasi yang sedang mengalami potensial reseptor dan daerah sekitar memicu potensial aksi di serat aferen dengan membuka kanal Na+ berpintu listrik. (b) Sel reseptor tersendiri sebagai reseptor sensorik. Sel reseptor terdepolarisasi yang sedang mengalami potensial reseptor melepaskan neurotransmiter yang berikatan dengan kanal berpintu kimiawi di ujung serat aferen. Pengikatan ini menyebabkan depoiarisasi yang membuka kanal Na+ berpintu listrik, memicu potensial aksi di serat aferen.



197



Perhatikan bahwa tempat inisiasi potensial aksi di neuron aferen berbeda dengan tempat inisiasi di neuron eferen atau antarneuron. Di kedua jenis neuron terakhir tersebut, potensial aksi dimulai di axon hillock yang terletak di pangkal akson di samping badan sel (lihat h. 104). Sebaliknya, potensial aksi dimulai di ujung perifer suatu serat saraf aferen di samping reseptor, jauh dari badan sel (Gambar 6-3). Intensitas rangsangan tercermin oleh besarnya potensial reseptor. Semakin besar potensial reseptor, semakin besar frekuensi potensial aksi yang terbentuk di neuron aferen (Gambar 6-3). Potensial reseptor yang lebih besar tidak dapat menghasilkan potensial aksi yang lebih besar (karena hukum gagal atau tuntas), tetapi dapat memicu peningkatan frekuensi pembentukan potensial aksi (lihat h. 108). Semakin cepat serat aferen memicu potensial aksi, semakin banyak neurotransmiter yang dilepaskan. Neurotransmiter ini memengaruhi sel berikutnya pada jalur saraf, meneruskan informasi tentang kekuatan rangsangan. Kekuatan rangsangan juga tercermin oleh luas daerah yang terangsang. Rangsangan yang lebih kuat biasanya mengenai daerah yang lebih luas, sehingga lebih banyak reseptor yang berespons. Sebagai contoh, sentuhan ringan tidak mengaktifkan reseptor tekanan di kulit sebanyak sentuhan kuat ke daerah yang sama. Karena itu, intensitas rangsangan dibedakan baik oleh frekuensi potensial aksi yang terbentuk di neuron aferen maupun oleh jumlah reseptor yang diaktifkan dan karenanya serat aferen yang diaktifkan di daerah tersebut.



Reseptor dapat beradaptasi dengan cepat atau lambat terhadap rangsangan yang menetap. Rangsangan dengan intensitas yang sama tidak selalu menghasilkan kekuatan potensial reseptor yang sama di reseptor yang sama. Seagianagian reseptor dapat mengalami penurunan tingkat



Tempat inisiasi potensial aksi Badan cel



Neuron aferen



Arah perambatan potensial aksi



Reseptor sensorik



Tempat inisiasi potensial aksi Arah perambatan potensial aksi



Antarneuron



depolarisasi meskipun kekuatan rangsangan yang diberikan tetap, suatu fenomena yang dinamai adaptasi. Selanjutnya, frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di neuron aferen menurun, yaitu reseptor "beradaptasi" terhadap rangsangan dengan tidak lagi berespons dengan kekuatan yang sama terhadap rangsangan tersebut. JENIS RESEPTOR BERDASARKAN KECEPATAN ADAPTASINYA



Berdasarkan kecepatan adaptasi mereka, reseptor diklasifikasikan sebagai reseptor tonik atau reseptor fasik. Reseptor tonik tidak beradaptasi sama sekali atau beradaptasi dengan lambat (Gambar 6-4a). Reseptor ini bermanfaat ketika reseptor ini harus mempertahankan informasi tentang stimulus. Contoh reseptor tonik adalah reseptor regang otot, yang memantau panjang otot, dan proprioseptor sendi, yang mengukur derajat fieksi sendi. Untuk mempertahankan postur dan keseimbangan, SSP harus secara terus-menerus mendapat informasi mengenai derajat panjang otot dan posisi sendi. Karena itu, reseptor-reseptor ini penting untuk tidak beradaptasi terhadap rangsangan tetapi terus menghasilkan potensial aksi untuk menyampaikan informasi ini ke SSP. Reseptor fasik, sebaliknya, adalah reseptor yang cepat beradaptasi. Reseptor cepat beradaptasi dengan tidak lagi berespons terhadap rangsangan yang menetap. Beberapa reseptor fasik, yang paling diketahui, Badan Pacini, berepons dengan depolarisasi ringan yang disebut off response ketika rangsangan dihentikan (Gambar 6-4b). Reseptor fasik bermanfaat dalam situasi ketika yang lebih penting untuk disampaikan adalah perubahan intensitas rangsangan daripada informasi status quo. Banyak seseptor taktil (sentuh) yang memberi tahu tentang perubahan tekanan pada permukaan kulit adalah reseptor fasik. Karena reseptorreseptor ini cepat beradaptasi, Anda tidak secara terus-menerus sadar bahwa Anda sedang mengenakan jam tangan, cincin, dan baju. Ketika Anda memakai sesuatu, Anda segera terbiasa dengannya karena adaptasi cepat reseptor ini. Ketika Anda menanggalkannya, Anda menyadari hal tersebut karena adanya off response. RESEPTOR TAKTIL Reseptor taktil (sentuh) pada kulit adalah mekanoreseptor. Gaya mekanik dari rangsangan mendistorsi protein kanal kation nonspesifik di membran plasma reseptor ini, menyebabkan masuknya Na+ yang menyebabkan potensial reseptor yang memicu potensial aksi di serat aferen. Masukan sensorik dari reseptor ini menginformasikan SSP tentang kontak tubuh dengan benda di lingkungan eksternal. Reseptor taktil mencakup yang berikut (Gambar 6-5):



Reseptor, yang menginderai pergerakan rambut dan sentuhan yang sangat lembut, seperti menggerakan rambut yang ada di lengan. Anda dengan gumpalan kapas,dan secara cepat beradaptasi







Badan Merkel, yang mendeteksi sentuhan ringan menetap dan tekstur, seperti membaca tulisan Braille, dan lambat untuk beradaptasi.



Tempat inisiasi potensial aksi







Neuron eferen



■ Badan Merkel, yang mendeteksi sentuhan ringan menetap dan tekstur,seperti membaca tulisan Braille, dan lambat untuk beradaptasi.



Ujung Ruffini, yang berespons terhadap tekanan dalam yang dipertahankan dan regangan kulit, seperti selama pemijatan, dan lambat dalam beradaptasi.







Badan sel



Arah perambatan potensial aksi



Badan Meissner, yang sensitif terhadap sentuhan ringan yang menggetarkan, seperti menggelitik dengan bulu, dan cepat dalam beradaptasi.







Gambar 6-2 Perbandingan tempat inisiasi potensial aksi di ketiga jenis neuron.



  



BAB 6



MEKANISME ADAPTASI DI BADAN PACINI



Istirahat



Kekuatan stimulus



Potensial reseptor (mV)



Potensial serat aferen (mV)



Mekanisme terjadinya adaptasi bervariasi pada reseptor yang berbeda dan belum diketahui Terminal sepenuhnya pada semua jenis reseptor. Banyak Laju pelepasan neurotransmiter dl terminal aferen aferen reseptor beradaptasi akibat inaktivasi kanal yang membuka sebagai respons terhadap stimulus. +30 Adaptasi pada badan Pacini, yang paling banyak diteliti, bergantung pada sifat fisik reseptor ini. Badan Pacini adalah ujung reseptor khusus yang Serat terdiri dari lapisan-lapisan konsentrik jaringan aferen ikat mirip lapisan kulit bawang yang –70 mengelilingi ujung perifer suatu neuron aferen. Ketika tekanan pertama kali dikenakan pada Frekuensi potensial aksi dl serat aferen badan Pacini, ujung saraf di bawahnya berespons dengan potensial reseptor yang besarnya mencerminkan intensitas rangsangan. Seiring dengan berlanjutnya rangsangan, energi Reseptor tekanan menyebar karena energi tersebut sensorik menyebabkan lapisan-lapisan reseptor selip (seperti tekanan tetap pada bawang yang dikupas menyebabkan lapisan-lapisan kulitnya selip). Karena efek fisik ini menyaring Tidak Besar potensial reseptor komponen lagi tetap berespons pada dengan tekanan potensial tersebut, ujung reseptor saraf di bawahnya;yaitu terjadi adaptasi . Adaptasi jangan dikacaukan dengan Stimulus habituasi (lihat h. 169). Meskipun kedua fenomena ini melibatkan penurunan respons saraf terhadap rangsangan berulang, keduanya Dihentikan bekerja di titik-titik yang berbeda dalam jalur Dimulai Dihentikan Dimulai saraf. Adaptasi adalah penyesuaian reseptor di Waktu (det) Kekuatan stimulasi SST sementara habituasi melibatkan modifikasi Gambar 6-3 Besar potensial reseptor, frekuensi potensial aksi di serat aferen, dan laju efektivitas sinaps di SSP. pelepasan neurotransmiter di terminal aferen sebagai fungsi kekuatan stimulus.



Dimulai



BeradaptasiOff response cepat



Kekuatan rangsangan



Potensial reseptor (mV)



Potensial Kekuatan reseptor rangsangan (mV)



Beradaptasi lambat



Waktu



Dihentikan



(a) Reseptor tonik



Dimulai



Waktu



Dihentikan



(b) Reseptor fasik



Gambar 6-4 Reseptor tonik dan fasik. (a) Reseptor tonik tidak beradaptasi sama sekali atau beradaptasi dengan lambat terhadap rangsangan yang menetap sehingga terus-menerus memberi informasi mengenai rangsangan. (b) Reseptor fasik cepat beradaptasi terhadap rangsangan yang menetap dan sering memperlihatkan respons off ketika rangsangan dihentikan. Karena itu, reseptor memberi sinyal tentang perubahan intensitas rangsangan dan bukan menyalurkan Informasi status quo.



Potensial aksi yang dihasilkan oleh reseptor di serat aferen sebagai respons terhadap rangsangan dihantarkan menuju SSP. Informasi aferen tentang lingkungan internal, misalnya tekanan darah dan konsentrasi CO2 dalam cairan tubuh, tidak pernah mencapai tingkat kesadaran, tetapi masukan ini esensial untuk menentukan respons eferen yang sesuai untuk mempertahankan homeostasis. Jalur masuk bagi informasi yang berasal dari visera (organ di dalam rongga tubuh, misalnya rongga abdomen) disebut aferen viseral. Meskipun sebagian besar informasi bawah sadar dikirim melalui aferen viseral, orang dapat menyadari adanya sinyal nyeri yangberasal dari visera. Masukan aferen yang berasal dari reseptor di permukaan tubuh atau otot atau sendi biasanya mencapai ambang kesadaran. Masukan ini dikenal sebagai informasi sensorik, dan jalur masuknya disebut sebagai aferen sensorik. Informasi sensorik di kategorikan sebagai (1) sensasi somatik (sensasi tubuh)



199



Batang rambut di dalam folikel



Permukaan kulit



Epidermis



Dermis



Neuron bermielin Jaringan subkutan



Reseptor rambut: gerakan rambut dan sebtuhan yang sangat halus



Badan merkel: sentuhan ringan yang menetap



Badan pacini: getaran dan tekanan dalam



Ujung ruffini: Tekanan dalam



Gambar 6-5 Reseptor taktil di kulit.



yang berasal dari permukaan tubuh, termasuk sensasi somestetik dari kulit (lihat h. 155) dan peopeiosepsi dari otot, sendi, kulit, dan telinga dalam (lihat h. 156); atau (2) indra khusus, termasuk penglihatan, pendengaran, keseimbangan, pengecapan, dari pernghiduan. (Lihat fitur dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga, untuk penj elasan tentang manfaat propriosepsi dalam prestasi atletik). Pemrosesan akhir masukan sensorik oleh SSP tidak hanya esensial untuk interaksi dengan lingkungan bagi kelangsungan hidup dasar (misalnya, mencari makan dan bertahan dari bahaya), tetapi juga sangat memperkaya kehidupan itu sendiri.



Setiap jalur somatosensorik "berlabel" sesuai modalitas dan lokasi. Ketika mencapai korda spinalis, informasi aferen memiliki dua kemungkinan tujuan: (1) menjadi bagian suatu lengkung refleks, menghasilkan respons efektor yang sesuai, atau (2) dipancarkan ke atas ke otak melalui jalur asendens untuk pemrosesan lebih lanjut dan mungkin kemudian disadari. jalur yang menyalurkan sensasi somatik sadar, jalur somato sensorik, terdiri dari rantairantai diskret neuron, atau jalur berlabel, yang secara sinapsis saling berhubungan dalam urutan tertentu untuk melaksanakan pemrosesan informasi sensorik bertahap yang semakincanggih. rantai diskret neuron, atau jalur berlabel, yang secara sinaps hapter



Badan Meissner: Sentuhan ringan yang menggetarkan



saling berhubungan dalam urutan tertentu untuk melaksanakan pemrosesan informasi sensorik bertahap yang semakincanggih. JALUR BERLABEL Neuron-neuron aferen dengan reseptor perifernya yang pertama kali mendeteksi rangsangan dikenal sebagai neuron sensorik ordo pertama. Neuron ini bersinaps dengan neuron sensorik ordo kedua, baik di korda spinalis maupun di medula, bergantung pada jalur sensorik yang terlibat. Neuron ini kemudian bersinaps dengan neuron sensorik ordo ketiga di talamus, demikian seterusnya. Pada setiap tahap, masukan diproses lebih lanjut. Modalitas sensorik tertentu yang dideteksi oleh tipe reseptor khusus dikirim melalui jalur aferen dan asendens spesifik (jalur saraf yang berkomitmen untuk modalitas tersebut) untuk mengeksitasi daerah tertentu korteks somatosensorik, yaitu masukan sensorik tertentu diproyeksikan ke daerah spesifik di korteks (contohnya lihat Gambar 5-28a, h. 186). Karena itu, berbagai jenis informasi yang masuk dijaga terpisah di dalam berbagai jalur berlabel spesifik antara perifer dan korteks. Dengan cara ini, meskipun semua informasi disalurkan ke SSP melalui jenis sinyal yang sama (potensial aksi), otak dapat menguraikan jenis dan lokasi rangsangan.Tabel 6-1 meringkaskan bagaimana SSP diberi tahu tentang jenis (apa), lokasi (di mana), dan intensitas (seberapa kuat) suatu rangsangan.



NYERI PHANTOM Pengaktifan jalur sensorik di titik apapun menghasilkan sensasi yang sama seperti yang di produksi oleh stimulus reseptor di bagian tubuh itu sendiri. Fenomena ini digunakan sebagai penjelasan tradisional bagi nyeri phantom sebagai contoh, nyeri yang dirasakan berasal dari kaki oleh seorang yang tungkainya telah diamputasi setinggi lutut. Iritasi ujung-ujung jalur aferen yang telah terputus di puntung kaki dapat memicu potensial aksi yang, ketika mencapai regio kaki korteks somatosensorik, diinterpretasikan sebagai nyeri yang berasal dari kaki yang telah tidak ada. Bukti baru mengisyaratkan bahwa selain itu, sensasi nyeri phantom dapat berasal dari remodeling ekstensif bagian otak yang semula menangani sensasi dari tungkai yang telah diamputasi. "Pemetaan ulang" daerah otak yang telah "kosong ditinggalkan" ini dispekulasikan menyebabkan sinyal dari tempat lain diinterpretasikan sebagai nyeri yang berasal dari ekstremitas yang telah diamputasi tersebut.



Setiap neuron sensorik somestetik berespons terhadap informasi rangsangan hanya dalam regio tertentu permukaan kulit yang mengelilinginya; regio ini disebut medan reseptif. Ukuran medan reseptif berbanding terbalik dengan densitas reseptor di bagian tersebut; semakin rapat reseptor jenis tertentu tersusun, semakin kecil luas kulit yang dipantau oleh tiap-tiap reseptor. Semakin sempit medan reseptif dalam suatu daerah, semakin tinggi



■ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



P



Ayunan Ke Belakang dan Ancang-ancang Untuk Meloncat: Apa Kesamaannya?



n space



lompatan di atas es, seorang pesenarn yang melakukan gerakan yang sulit di lantai, maupun seorang gelandang yang menendang bola dengan akurat ke tempat sejauh 60 yard. Untuk mengontrol kontraksi otot rangka agar diperoleh gerakan yang diinginkan, SSP harus terusmenerus diberi tahu tentang hasil dari tindakannya melalui umpan balik sensorik. Sejumlah reseptor memberi masukan propriosepsi. Proprioseptor otot memberi informasi umpan balik tentang ketegangan dan panjang otot. Proprioseptor sendi memberi umpan-balik tentang akselerasi, sudut, dan arah gerakan sendi. Proprioseptor kulit memberi tahu SSP tentang tekanan yang mengenai kulit. Proprioseptor di telinga dalam, bersama dengan yang ada di otot leher, memberi informasi tentang posisi kepala dan leher sehingga SSP dapat mengarahkan kepala dengan benar. Sebagai contoh, refleks leher memungkinkan gerakan badan dan ekstremitas yang esensial sewaktu salto, dan penyelam dan pemain akrobat menggunakan gerakan-gerakan kuat kepala untuk mempertahankan putaran, Proprioseptor yang paling kompleks dan mungkin salah satu yang paling penting adalah gelendong otot (lihat h. 303). Gelendong otot ditemukan di seluruh otot tetapi cenderung terkonsentrasi di pusatnya. Setiap gelendong terletak sejajar dengan serat otot di dalam otot. Gelendong otot peka terhadap laju perubahan panjang otot dan panjang akhir otot yang dicapai. Jika suatu otot teregang, tiap-tiap



ketajaman atau kemampuan diskriminasi. Bandingkan diskriminasi sentuh di ujung jari tangan Anda dengan betis Anda dengan "merasakan" benda yang sama dengan keduanya. Anda dapat merasakan mendapat informasi yang lebih akurat tentang benda tersebut dengan ujung jari tangan yang kaya saraf karena medan reseptifnya kecil; akibatnya, setiap neuron memberi informasi tentang sebagian kecil permukaan benda. Di ujung jari tangan dan telapak masing-masing tangan diperkirakan terdapat 17.000 mekanoreseptor taktil. Sebaliknya, kulit di betis hanya disarafi oleh ujung sensorik yang relatif sedikit dengan medan reseptif yang lebih luas. Perbedaan ringan di dalam tiap-tiap medan reseptif tidak dapat dideteksi (Gambar 6-6). Representasi berbagai bagian tubuh di korteks yang tampak terdistorsi di homunkulus sensorik (lihat h. 157) sangat sesuai dengan kepadatan persarafan; lebih banyak permukaan korteks yang diperuntukkan untuk persepsi sensorik dari daerah-daerah dengan medan reseptif sempit, sehingga menyebabkan kemampuan diskriminatifnya lebih besar. Selain kerapatan reseptor, faktor kedua yang memengaruhi ketajaman adalah inhibisi lateral. Anda dapat mengetahui pentingnya fenomena ini dengan sedikit menekan permukaan



gelendong otot di dalam otot tersebut juga teregang, dan neuron aferen yang akson perifernya berakhir di gelendong otot akan terangsang. Serat aferen berjalan ke dalam korda spinalis dan bersinaps langsung dengan neuron motorik yang menyarafi otot yang sama. Stimulasi otot yang teregang akibat refleks peregangan ini menyebabkan otot berkontraksi untuk mengatasi peregangan. Orang berusia lanjut atau mereka yang otot kuadrisepsnya lemah secara tidak sadar memanfaatkan gelendong otot dengan mendorong bagian tengah paha ketika bangkit dari posisi duduk. Kontraksi otot kuadriseps meluruskan sendi lutut sehingga tungkai menjadi lurus. Tindakan mendorong bagian tengah paha ketika bangkit sedikit meregangkan otot kuadriseps di kedua tungkai, merangsang gelendong otot. Refleks peregangan yang terjadi membantu kontraksi otot kuadriseps femoris dan menolong yang bersangkutan berdiri tegak. Dalam olahraga, orang selalu memanfaatkan gelendong otot setiap saat. Untuk meioncattinggi, seperti pada permainan bola basket, seorang atlet memulai dengan mengambil ancang-ancang dengan membungkuk. Tindakan ini meregangkan otot kuadriseps dan meningkatkan frekuensi lepas muatan gelendong otot sehingga timbul refleks regang yang mernperkuat respons kontraktil otot kuadriseps sehingga otot-otot ekstensor tungkai ini memperoieh tambahan daya. Hal yang sama berlaku untuk ancang-ancang lomba lari. Gerakan mengayun ke belakang dalarn permainan golf, tenis, dan bola kasti juga menimbulkan peningkatan eksitasi otot melalui aktivitas refleks yang dipicu oleh peregangan gelendong otot.



kulit Anda dengan ujung pensil (Gambar 6-7a). Medan reseptif tepat dibawah bagian tengah ujung pensil tempat rangsangan paling intens mengalami eksitasi, tetapi medan reseptif sekitar juga terangsang, tetapi dengan derajat yang lebih ringan karena distrosinya lebih ringan. Jika informasi dari serat-serat aferen marginal yang ikut terangsang ini mencapai korteks, lokalisasi pensil akan samar. Untuk mempermudah lokalisasi dan mempertajam kontras, di dalam SSP terjadi inhibisi lateral (Gambar 6-7b). Dengan inibisi lateral, setiap jalur sinyal yang teraktivitas menghambat jalur-jalur daerah sekitar dengan merangsang antarneuron inhibitorik yang berjalan ke lateral antara serat-serat asendens yang menyarafi medan-medan resepsi sekitar. Jalur sinyal yang paling terangsang yang berasal dari bagian tengah daerah stimulus menghambat jalur-jalur yang kurang tereksitasi yang berasal dari daerah sekitar dengan derajat yang lebih besar daripada jalur yang teraktivitas lebih lemah di daerah sekitar menghambat daerah yang lebih tereksitas di bagian tengah. Penghambatan transmisi lebih lanjut terhadap masukan yang lebih lemah meningkatkan sehingga lokasi ujung pensil dapat diketahui dengan akurat. Derajat koneksi inhibisi lateral dalam jalur-jalur sensorik bervariasi sesuai modilitasnya. Modalitasnya yang memiliki inhibisi lateral paling besar-sentuhan dan penglihatan-menghasilkan lokalisasi yang paling akurat 201



■ TABEL 6-1



Penyandian Informasi Sensorik



Sifat Rangsangan



Mekanisme Penyandian



Jenis rangsangan (modalitas rangsangan)



Dibedakan oleh jenis reseptor yang diaktifkan dan jalur spesifik yang digunakan untuk menyampaikan informasi ini ke daerah tertentu di korteks serebrum



Lokasi rangsangan



Dibedakan oleh lokasi medan reseptif yang diaktifkan dan jalur yang kemudian teraktifkan untuk menyampaikan informasi ini ke daerah korteks somatosensorik yang merepresentasikan lokasi tertentu tersebut



Medan reseptif permukaan kulit



 Dibedakan oleh frekuensi potensial aksi yang dimulai di neuron aferen dan jumiah reseptor (dan neuron aferen) yang diaktifkan Ujung reseptor neuron-neuron aferen Dua medan reseptif dirangsang oleh stimulasi dua titik: Terasa dua titik



Persepsi adalah interpretasi sadar kita terhadap dunia luar yang diciptakan oleh otak dari suatu pola impuls-impuls saraf yang diberikan kepadanya oleh reseptor. Apakah dunia, seperti yang kita persepsikan, adalah realitas? Jawabannya adalah jelas tidak. Persepsi kita berbeda dari apa yang sebenarnya "di luar sana" karena beberapa alasan. Pertama, manusia memiliki reseptor yang mendeteksi hanya sebagian kecil bentuk energi yang ada. Kita merasakan suara, warna, bentuk, tekstur, bau, rasa, dan suhu, tetapi tidak menyadari adanya gaya magnetik, gelombang sinar terpolarisasi, gelombang radio, atau sinar X karena kita tidak memiliki reseptor untuk berespons terhadap bentukbentuk energi tersebut. Apa yang tidak terdeteksi oleh reseptor tidak akan diketahui oleh otak. Rentang respons kita terbatas bahkan untuk bentuk-bentuk energi yang kita miliki reseptornya. Sebagai contoh, anjing dapat mendengar peluit yang nadanya melebihi tingkat deteksi kita. Kedua, saluran informasi ke otak kita bukanlah perekam berkualitas tinggi. Selama pemrosesan prakorteks terhadap masukan sensorik, sebagian sifat rangsangan mengalami penguatan sementara sebagian lagi ditekan atau diabaikan, seperti melalui inhibisi lateral. Ketiga, korteks serebrum juga memanipulasi data, membandingkan masukan sensorik dengan informasi masuk lainnya serta dengan ingatan akan pengalaman-pengalaman sebelumnya untuk mengekstraksi fitur-fitur penting misalnya, menyaring suara teman dari hiruk-pikuk suara di kantin sekolah.Dalam proses tersebut, korteks sering mengisi atau mendistorsi informasi untuk membayangkan suatu persepsi



hapter



(a) Daerah denganmedan resptif kecil Gambar 6-6



Hanya satu medan reseptif yang dirangsanng oleh stimulasi dua titik yang jaraknya sama dengan yang dilakukan pada (a): Terasa satu titik (b) Derah dengan medan reseptif besar



Perbandingan kemampuan diskriminatif daerah dengan medan



reseptif kecil versus besar. Ketajaman taktil relatif suatu bagian dapat ditentukan dengan uji ambang diskriminasi dua titik. Jika dua ujung dari sebuah jangka yang ditempelkan ke permukaan kulit merangsang dua medan reseptif yang berbeda, akan dirasakan adanya dua titik terpisah. Jika kedua ujung menyentuh medan reseptif yang sama, keduanya hanya dirasakan sebagai satu titik. Dengan menyesuaikan jarak antara kedua ujung jangka, kita dapat menentukan jarak minimal ketika dua titik tetap dapat dibedakan sebagai dua titik dan bukan satu, yang mencerminkan ukuran medan reseptif di bagian tersebut. Dengan teknik ini, kita dapat menentukan kemampuan diskriminatif permukaan tubuh. Ambang dua titik berkisar dari 2 mm di ujung jari tangan (memungkinkan seseorang membaca huruf Braille, yaitu ketika titik-titik menonjol terpisah 2,5 mm satu sama lain) hingga 48 mm di kulit betis yang diskriminasinya paling rendah.



yaitu,"gambaran lengkapnya': Sebagai suatu contoh sederhana, Anda "melihat" sebuah kotak putih di (Gambar 6-8) meskipun tidak terdapat kotak putih tetapi hanyalah tepi-tepi bersudut siku yang diambil dari empat lingkaran merah.Ilusi optis memberi gambaran bagaimana otak menginterpretasikan realitas sesuai aturanaturannya sendiri. Karena itu, persepsi kita tidak mereplikasikan realitas. Spesies lain, yang dilengkapi dengan tipe dan sensitivitas reseptor yang berbeda dan dengan pemrosesan saraf yang juga berbeda, mempersepsikan dunia yang sangat berbeda dari yang kita persepsikan. Setelah pembahasan umum tentang fisiologi reseptor selesai, kita akan mengulas tentang satu sensasi somatik penting dengan lebih terperinci, yaitu nyeri.



Permukaan kulit



Neuron aferen (sensorik ordo pertama)



Receptor pathways



Kurang terangsang



Kurang terangsang



Gambar 6-8 Apakag Anda “melihat” sebuah bujur sangkar putih yang sebenarnya tidak ada?



Paling terangsang



Periksa pemahaman Anda 6.1 1. Defenisikan stimulus, potensial, jalur berlabel, dan presepsi.



Tingkat aktivitas basal



Frekuensi potensial aksi



2. Gambarkan respons reseptor tonik dan reseptor fasik terhadap stimulus dengan kekuatan yang terus-menerus. 3. Bandingkan ukuran medan reseptif neuron sensorik di lidah Anda dengan neuron sensorik di punggung Anda.



Lokasi kulit



I Nyeri



(a) Aktivitas di neuron aferen



6.2



Neuron aferen Inhibisi lateral Transmisi terhenti



Antarneuron inhibitorik Transmisi terhenti



Nyeri terutama adalah mekanisme protektif untuk menimbulkan kesadaran terhadap kenyataan bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Karena nilainya bagi kelangsungan hidup, nosiseptor (reseptor nyeri) tidak beradaptasi terhadap stimulasi yang berulang atau berkepanjangan. Simpanan pengalaman yang menimbulkan nyeri dalam ingatan membantu kita menghindari kejadiankejadian yang berpotensi membahayakan di masa mendatang.



Neuron sensorik ordo kedua Transmisi berlanjut



Frekuensi potensial aksi



Tingkat aktivitas basal



Derah sensasi di kulit (b) Inhibisi lateral Gambar 6-7 Inhibisi Lateral. (a) Reseptor di tempat stimulasi paling kuat diaktifkan hingga maksimal. Reseptor-reseptor sekitar )uga terangsang tetapi dengan derajat yang lebih rendah. (b) Jalur reseptor yang paling teraktifkan tersebut menghambat transmisi impuls di jalur-jalur yang stimulasinya kurang melalui inhibisi lateral. Proses ini mempermudah lokalisasi tempat rangsangan.



Tidak seperti modalitas somatosensorik lain, sensasi nyeri disertai oleh respons perilaku bermotif (misalnya menarik diri atau bertahan) serta reaksi emosional (misalnya menangis atau takut). Juga, tidak seperti sensasi lain, persepsi subjektif nyeri dapat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu atau sekarang (misalnya, meningkatnya persepsi nyeri yang menyertai rasa takut akan dokter gigi atauberkurangnya persepsi nyeri pada seorang atlet yang cedera ketika sedang bertanding). Oleh sebab itu, nyeri adalah pengalaman pribadi yang multidimensi. RESEPTOR NYERI Terdapat tiga kategori nosiseptor: Nosiseptor mekanis berespons terhadap kerusakan mekanis misalnya tersayat, terpukul, atau cubitan; nosiseptor suhu berespons terhadap suhu ekstrim, terutama panas; dan nosiseptor polimodal berespons sama kuat terhadap semua jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia iritan yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. KATEGORI



203



Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanyaprostaglandin, yang sangat meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang merusak (yaitu, terasa lebih sakit jika ada prostaglandin). Semua nosiseptor dapat ditingkatkan kepekaannya oleh adanya prostaglandin, yang sangat meningkatkan respons reseptor terhadap rangsangan yang merusak (yaitu, terasa lebih sakit jika ada prostaglandin).Prostaglandin adalah kelompok khusus turunan asam lemak yang dipecah dari lapis-ganda lemak membran plasma dan bekerja lokal setelah dibebaskan (lihat h. 798). Cedera jaringan, di antara hal lainnya, dapat menyebabkan pelepasan lokal prostaglandin. Bahan-bahan kimia ini bekerja pada ujung perifer nosiseptor untuk menurunkan ambang pengaktifan reseptor. Obat golongan aspirin menghambat pembentukan prostaglandin, yang ikut berperan menentukan sifat analgesik (penghilang nyeri) obat ini. SERAT NYERI AFEREN CEPAT DAN LAMBAT Impuls nyeri yang berasal dari nosiseptor disalurkan ke SSP melalui salah satu dari dua jenis serat aferen (Tabel 6-2). Sinyal yang berasal dari nosiseptor yang berespons terhadap kerusakan mekanis seperti terpotong atau kerusakan suhu seperti terbakar disalurkan melalui serat A-delta halus bermielin dengan kecepatan hingga 30 m/dtk (jalur nyeri cepat). Impuls dari nosiseptor polimodal yang berespons terhadap bahan kimia yang dilepaskan ke CES dari jaringan yang rusak disalurkan oleh serat C halus tak-bermielin dengan kecepatan yang lebih rendah, yaitu 12 m/dtk atau kurang (jalur nyeri lambat). Ingatlah kapan jari tangan Anda terakhir kali terpotong atau terbakar. Anda akan merasakan sentakan tajam nyeri pada awal yang segera diikuti oleh nyeri yang lebih difus. Nyeri biasanya pertama kali dirasakan sebagai sensasi tertusuk tajam yang singkat yang mudah diketahui lokasinya; ini adalah nyeri cepat yang berasal dari nosiseptor mekanis atau panas spesifik. Perasaan ini diikuti oleh sensasi pegal tumpul yang lokalisasinya tidak jelas dan menetap lebih lama disertai rasa tidak nyaman; ini adalah nyeri lambat yang diaktifkan oleh bahan-bahan kimia, terutama bradikinin, suatu bahan yang normalnya inaktif dan menjadi aktif oleh enzim-enzim yang dikeluarkan ke dalam CES dari jaringan yang rusak. Bradikinin dan senyawa-senyawa terkait tidak saja memicu nyeri dengan merangsang nosiseptor polimodal, tetapi juga berperan dalam respons peradangan terhadap cedera jaringan (Bab 12).







TABEL



6-2



Karakteristik nyeri



Nyeri Cepat



Nyeri lambat



Terjadi pada stimulus nosiseptor mekanis dan suhu



Terjadi pada stimulus nosiseptor polimodal



Disalurkan oleh serat A- delta halus bermielin



Disalurkan oleh serat C halus tak bermielin







Menimbulkan sensasi tumpul, panas, pegal Lokalisasinya tidak jelas







Lokalisasinya tidak jelas







Muncul berikutnya; menetap lebih lama; lebih tidak menyenangkan



  



hapter



Nyeri yang perlahan dan menusuk ini bertahan dalam jangka waktu yang lama karena menetapnya bahan-bahan kimia yang dilepaskan ini setelah terhentiya rangsangan mekanis atau suhu penyebab kerusakan jaringan. Menariknya, reseptor perifer serat C aferen diaktifkan oleh kapsaisin , bahan dalam cabai yang menimbulkan rasa pedas, (selain mengikat reseptor nyeri, kapsaisin berikan dengan ) reseptor suhu karena itu, timbul rasa panas ketika kita makan cabai pedas.) Ironisnya, aplikasi lokal kapsaisin malah dapat mengurangi nyeri klinis, kemungkinan besar dengan merangsang secara berlebihan dan merusak nosiseptor yang berikatan dengannya. PEMROSESAN MASUKAN NYERI DI TINGKAT YANG LEBIH TINGGI Banyak struktur berperan dalam pemrosesan nyeri. Serat



nyeri aferen primer, jalur nyeri asendens di korda spinalis, dan daerah-daerah otak terlibat pada persepsi nyeri. Serat-serat nyeri aferen primer bersinaps dengan antarneuron ordo-kedua spesifik di tanduk dorsal korda spinalis. Sebagai respons terhadap potensial aksi yang dipicu oleh rangsangan, serat-serat nyeri aferen mengeluarkan neurotransmiter yang memengaruhi neuron-neuron berikutnya. Dua neurotransmiter yang paling banyak diketahui adalah substansi P dan glutamat. Substansi P, yang unik bagi serat nyeri, mengaktikan jalurjalur asendens yang menyalurkan sinyal nosiseptif ke tingkat yang lebih tinggi untuk pemrosesan lebih lanjut (Gambar 6-9a). Jalur-jalur nyeri asendens memiliki tujuan berbeda-beda di korteks, talamus, dan formasio retikularis. Daerah pemrosesan somatosensorik di korteks menentukan lokasi nyeri, sementara daerah-daerah korteks lain ikut serta dalam komponen sadar pengalaman nyeri lainnya, misalnya refleksi tentang kejadian. Nyeri tetap dapat dirasakan tanpa adanya korteks, mungkin di tingkat talamus. Formasio retikularis meningkatkan derajat kewaspadaan yang berkaitan dengan rangsangan yang merusak. Interkoneksi dari talamus dan formasio retikularis ke hipotalamus dan sistem limbik memicu respons perilaku dan emosi yang menyertai pengalaman yang menimbulkan nyeri. Sistem limbik tampaknya penting dalam mempersepsikan aspek nyeri yang tidak menyenangkan. Glutamat, neurotransmiter lain yang dikeluarkan dari terminal nyeri aferen primer, adalah neurotransmiter eksitatorik utama (lihat h . 115). Glutamat bekerja pada dua reseptor membran plasma berbeda di antarneuron eksitatorik tanduk dorsal, dengan dua efek berbeda (lihat h. 171). Pertama, pengikatan glutamat dengan reseptor NMDA nya menyebabkan perubahan permeabilitas yang akhirnya menyebabkan pembentukan potensial aksi di sel tanduk dorsal. Potensial aksi ini menyalurkan pesan nyeri ke pusat-pusat yang lebih tinggi. Kedua, pengikatan glutamat dengan reseptor NMDA-nya menyebabkan masuknya Ca2+ ke dalam sel tanduk dorsal. Jalur ini tidak terlibat dalam transmisi pesan nyeri. Ca2+ memicu sistem caraka kedua yang membuat sel tanduk dorsal lebih peka daripada biasanya (lihat h. 126.). Hipereksitabilitas ini ikut berperan meningkatkan sensitivitas daerah yang cedera terhadap pajanan rangsangan nyeri berikutnya atau bahkan rangsangan tak nyeri biasa, misalnya sentuhan ringan. Bayangkanlah betapa pekanya kulit Anda yang mengalami luka bakar, bahkan terhadap kain baju Anda. Mekanisme lain juga berperan menyebabkan supersensitivitas suatu daerah yang cedera. Sebagai contoh, responsivitas reseptor perifer pendeteksi nyeri dapat ditingkatkan sehingga reseptor tersebut bereaksi lebih kuat terhadap rangsangan berikutnya. Kepekaan yang berlebihan ini mungkin bertujuan untuk mengurangi aktivitas yang dapat semakin merusak atau mengganggu penyembuhan daerah yang cedera. Hipersensitivitas ini biasanya mereda setelah cedera sembuh.



Korteks somatosensorik



Otak yang lebih tinggi



(Lokalisasi nyeri)



(Peresepsi nyeri) Thalamus



Hipotalamus; sistem limbik



Batang otak



Formasio retikularis



(Respon perilaku dan emosional terhadap nyeri)



Rangsangan yang merusak



( Kesiagaan)



Korda spinalis



Serat nyeri aferen



Antarneuron eksitatorik tanduk dorsal (a) Jalur nyeri sbstansi P



Substansi P



Nosiseptor



Substansia grisea periakuaduktus



Tidak ada presepsi nyeri Ke talamus Opiat endogen



Medula oblongata



Formasio retikularis



Antarneuron inhibitorik di tanduk dorsal



Rangsangan yang merusak



Reseptor opiat



Transmisi impuls nyeri ke otak di hambat Antarneuron eksitatorik tanduk dorsal



Serat nyeri aferen Substansi P



Nosiseptor



(b) Jalur analgesik Gambar 6-9 Jalur nyeri substansi P dan jalur analgesik. (a) Ketika diaktifkan oleh rangsangan yang merusak, sebagian jalur nyeri aferen mengeluarkan substansi P, yang mengakifkan jalur-jalur nyeri asendens yang memberi masukan kepada berbagai bagian otak untuk pemrosesan beragam aspek pengalaman nyeri tersebut. (b) Opiat endogen yang dibebaskan dari jalur-jalur analgesik (pereda nyeri) desendens berikatan dengan reseptor opiat di kenop sinaptik serat nyeri aferen. Pengikatan ini menghambat pelepasan substansi P sehingga transmisi impuls nyeri di sepanjang jalur nyeri asendens terhambat.



205



Nyeri kronik, yang persisten dan kadang-kadang sangat mengganggu, kadang terjadi tanpa disertai kerusakan jaringan. Berbeda dengan nyeri akut yang menyertai cedera jaringan perifer, yang berfungsi sebagai mekanisme protektif normal untuk memberi tahu tubuh akan kerusakan yang terjadi atau akan terjadi, keadaan nyeri kronik abnormal terjadi akibat hipersensitivitas berkepanjangandi dalam jalur-jalur transmisi nyeri dr saraf perifer atau SSP, yaitu nyeri dirasakan karena terbentuknya sinyal abnormal di dalam jalur-jalur nyeri tanpa adanya rangsangan nyeri biasa. Bukti terkini menunjukkan bahwa eksitabilitas yang abnormal dan menetap di antara neuron di jalur nyeri yang mengarah ke nyeri kronik adalah hasil saling memengaruhi antara neuron yang terlibat, sel glia (terutama mikroglia dan astrosit; lihat h. 146), dan sel imun. Sel-sel ini melepaskan banyak tipe caraka kimia antarsel yang ditujukan untuk menolong, seperti dengan meningkatkan kekuatan sinaptik atau dengan mendorong penyembuhan sebagai respons terhadap jaringan yang cedera. Namun, banyak molekul ini meningkatkan eksitabilitas neuron yang terlibat, suatu keadaan yang dapat bertahan lama setelah kerusakan awal disembuhkan. Dengan melepaskan reaksi yang berlebihan terhadap rangsangan yang biasanya terlalu ringan untuk memicu respons, neuron yang sangat sensitif terus berlanjut dalam mencetuskan dan menghantarkan sinyal nyeri yang tampaknya terjadi secara spontan tanpa adanya kerusakan jaringan yang nyata. Nyeri kronik kadang-kadang digolongkan sebagai nyeri neuropatik. Pada populasi global, 15-20% orang dewasa menderita kelainan ini.



Otak memiliki sistem analgesik inheren. Selain rangkaian neuron yang menghubungkan nosiseptor perifer dengan struktur-struktur SSP yang lebih tinggi untuk persepsi nyeri, SSP mengandung sistem analgesik atau penekan nyeri inheren yang menekan penyaluran impuls di jalur nyeri sewaktu impuls tersebut masuk ke korda spinalis. Tiga regio batang otak merupakan bagian jalur analgesik desendens ini: substansia grisea periakuaduktus (substansia grisea yang mengelilingi akuaduktus serebrum, suatu saluran sempit yang menghubungkan rongga ventrikel ketiga dan keempat) serta nukleus spesifik di daerah medula dan forrnasio retikularis. Rangsangan listrik pada ketiga bagian otak ini menghasilkan efek analgesia kuat. Substansia grisea periakuaduktus merangsang neuron tertentu yang badan selnya terletak di medula dan formasio retikularis dan yang berakhir di antarneuron inhibitorik di kornu dorsalis medula spinalis (Gambar 6-9b). Antarneuron inhibitorik ini melepaskan enkefalin, yang terikat pada reseptor opiat µ pada terminal serat nyeri aferen. Orang telah lama mengetahui bahwa morfin, suatu komponen dalam tanaman opium, adalah suatu analgesik kuat. Para peneliti beranggapan bahwa kecil kemungkinannya bahwa tubuh dianugerahi reseptor opiat hanya untuk berinteraksi dengan bahan kimia yang berasal dari sejenis bunga. Karenanya mereka mulai melakukan penelitian untuk mencari bahan yang secara normal berikatan dengan reseptor opiat ini. Hasilnya adalah penemuan opiat endogen (bahan miripmorfin)—endorfin, enkefalin, dan dinorfin—yang penting



  



hapter



dalam sistem analgesik alami tubuh. Opiat-opiat endogen ini berfungsi sebagai neurotransmiter analgesik. Pengikatan enkefalin dari kornu dorsalis antarneuron inhibitorik dengan terminal serat nyeri aferen menekan pelepasan substansi P melalui inhibisi prasinaps, sehingga transmisi lebih lanjut sinyal nyeri dihambat (lihat h. 120). Morfin berikatan dengan reseptor opiat yang sama, yang menjelaskan sangat berperan dalam sifat analgesiknya. Selanjutnya, injeksi morfin ke substansia grisea periakuaduktus dan medula menyebabkan efek analgesia kuat, menunjukkan bahwa opiat endogen juga dilepaskan secara sentral untuk menghambat nyeri. Belum jelas bagaimana mekanisme penekan-nyeri alami ini diaktifican dalam keadaan normal. Faktor-faktor yang diketahui memodulasi nyeri antara lain adalah olahraga, stres, dan akupunktur. Para peneliti percaya bahwa endorfin dibebaskan selama olahraga berkepanjangan dan mungkin menimbulkan "runner's high" ("rasa nikmat" yang dialami pelari jarak jauh). Beberapa jenis stres juga menyebabkan analgesia. Dalam keadaan tertentu, mengemukakan reaksi normal terhadap nyeri oleh organisme yang sedang mengalami stres akan merugikan. Sebagai contoh, ketika dua singa jantan sedang berkelahi untuk mendominasi kelompoknya, menarik diri, lari, atau beristirahat ketika mengalami cedera jelas mengisyaratkan kekalahan. (Lihat fitur penyerta dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk mengetahui bagaimana akupunktur meredakan nyeri.) Kita kini telah menuntaskan pembahasan kita tentang sensasi somatik. Sementara sensasi somatik dideteksi oleh reseptor yang tersebar luas yang memberi informasi tentang interaksi tubuh dengan Iingkungan secara umum, masing-masing indera khusus memiliki reseptor yang sangat spesialistik dan terlokalisasi yang berespons terhadap rangsangan lingkungan tertentu. Indera khusus mencakup penglihatan,pendengaran, keseimbangan, pengecapan, dan penghiduan, yang berikut ini akan kita bicarakan, dimulai dari penglihatan.



Periksa Pemahaman 6.2 1. Bandingkan jenis sinyal nyeri yang ditransmisikan oleh serat A-delta dan serat C. 2. Jelaskan peran opiat endogen dalam sistem analgesia alami tubuh.



6.3



I Mata: Penglihatan



Agar dapat melihat, mata harus menangkap pola pencahayaan di lingkungan sebagai "bayangan optis" di suatu lapisan sel peka-sinar, retina, seperti kamera non-digital menangkap bayangan pada film. Seperti film yang dapat diproses menjadi salinan visual dari bayangan asli, citra yang tersandi di retina disalurkan melalui serangkaian tahap pemrosesan visual hingga akhirnya secara sadar dipersepsikan sebagai kemiripan visual dari bayangan asli. Sebelum membahas tahap-tahap yang berperan dalam pemrosesan penglihatan, kita mula-mula akan meneliti bagaimana mata dilindungi dari cedera.







Konsep, Tantangan, dan kontroversi



Akupuntur: Benarkah Bermanfaat?



I



NI TERDENGAR SEPERTI FIKSI IILMIAH. Bagaimana sebuah jarum yang ditusukkan ke tangan menghilangkan nyeri gigi? Analgesia akupunktur (AA), teknik meredakan nyeri dengan menusukkan dan memanipulasi jarum halus di titik-titik kunci, telah dipraktikkan di Cina selama lebih dari 2000 tahun yang lalu, tetapi relatif baru bagi ilmu kedokteran Barat dan masih kontroversial di Amerika Serikat.



Sejarah Singkat Ajaran Cina tradisional menyatakan bahwa penyakit dapat terjadi ketika pola normal aliran energi sehat (disebut qi; dibaca "chi") yang tepat berada di bawah kulit terganggu, dan akupunktur dapat mengoreksi ketidak seimbangan ini dan memulihkan kesehatan. Banyak ilmuwan Barat skeptis karena, hingga akhir-akhir ini, fenonema ini tidak dapat dijelaskan berdasarkan prinsip-prinsip fisiologis logis yang diketahui, meskipun telah sangat banyak bukti anekdotal tentang efektivitas AA yang ada di Cina. Dalam dunia kedokteran Barat, keberhasilan akupunktur dianggap sebagai efek plasebo. Istilah efek plasebo merujuk ke suatu bahan kimia atau teknik yang menghasilkan respons yang diinginkan melalui kekuatan sugesti atau pengalihan dan bukan melalui efek langsung. Karena orang Cina puas dengan bukti anekdotal keberhasilan AA, fenomena ini tidak benar-benar diteliti hingga beberapa dekade terakhir, ketika para ilmuwan Eropa dan Amerika mulai mempelajarinya. Akibat upaya-upaya ini, dihasilkan banyak penelitian ilmiah ketat yang mendukung bahwa AA benar-benar bekerja (yaitu, melalui efek fisiologik dan bukan placebo atau psikologis). Dalam uji-uji klinis terkontrol, 55% hingga 85% pasien tertolong oleh AA. Hilangnya nyeri dilaporkan oleh hanya 30% hingga 35% kontrol plasebo (orang yang beranggapan bahwa mereka mendapat terapi AA yang benar, tetapi jarum ditusukkan di tempat yang salah atau tidak cukup dalam). Selain itu, mekanisme kerja AA kini mulai terkuak. Memang, lebih banyak yang diketahui tentang mekanisme fisiologik yang mendasari AA daripada yang mendasari banyak teknik medis konvensional, misalnya anestesia gas.



Mekanisme Kerja Sangat banyak bukti yang menunjang hipotesis endorhn akupunktur sebagai mekanisme kerja utama AA. Menurut hipotesis ini, jarum akupunktur mengaktifkan serat-serat saraf aferen spesifik, yang mengirim impuls ke SSP.



Mekanisme protektif membantu mencegah cedera mata



Beberapa mekanisme membantu melindungi mata dari cedera. Kecuali di bagian anteriornya (depan), bola mata dilindungi oleh kantong tulang tempat mata berada. Kelopak mata bekerja sebagai penutup untuk melindungi bagian anterior mata dari gangguan lingkungan. Kelopak mata menutup secara refleks untuk melindungi mata pada keadaan-keadaan yang mengancam, misalnya benda yang datang cepat, sinar yang menyilaukan, dan situasi ketika bagian mata yang terpajan atau bulu mata tersentuh. Kedipan mata spontan yang berulang membantu menyebarkan



Di sini impuls-impuls yang datang menyebabkan analgesia dengan menghambat transmisi nyeri pada medula spinalis dan pada tingkat otak melalui penggunaan endorfin dan opiat endogen terkait. Beberapa neurotransmiter lain, misalnya serotonin dan norepinefrin, serta kortisol, hormon utama yang dibebaskan selama stres, juga diperkirakan berperan. (Meredanya nyeri pada kontrol plasebo diperkirakan terjadi akibat para responder plasebo secara tidak sadar mengaktifkan sistem analgesik inheren mereka sendiri).



Akupuntur di Amerika Serikat Di Amerika Serikat, AA belum digunakan oleh banyak dunia kedokteran, bahkan oleh dokter yang telah diyakinkan oleh bukti ilmiah bahwa teknik ini sahih. Metodologi AA secara tradisional tidak diajarkan di perguruan tinggi kedokteran AS, dan diperlukan waktu untuk mempelajari teknik ini. AA juga menghabiskan terlalu banyak waktu dibandingkan dengan pemakaian obat. Para dokter Barat yang telah teriatih menggunakan obat untuk mengatasi sebagian besar rnasalah nyeri umumnya enggan meninggalkan metode yang telah mereka kenal untuk digantikan oleh suatu teknik yang masih asing dan menghabiskan waktu. Namun, akupunktur semakin disukai sebagai terapi alternatif untuk meredakan nyeri kronik, terutama karena obat analgesik dapat menimbulkan efek samping yang mengganggu. Setelah beberapa dekade diabaikan oleh sebagian besar komunitas kedokteran AS, akupunktur kini mulai memperoleh penghormatan setelah suatu laporan tahun 1997 yang dikeluarkan oleh suatu panel pakar yang ditunjuk oleh National Institute of Health (NIH). Laporan ini, berdasarkan evaluasi terhadap studi-studi klinis yang dipublikasikan, menyimpuikan bahwa akupunktur efektif sebagai terapi alternatif atau tambahan bagi terapi konvensional untuk banyak jenis nyeri dan mual. Karena akupuntur kini sudah diakui oleh NIH, sebagian perusahaan asuransi kesehatan mempelopori penggantian terhadap terapi yang kini telah sah secara iimiah tersebut, dan sebagian sekolah kedokteran negeri mulai memasukkan teknik ini ke dalam kurikulum mereka. Namun, sebagian besar praktisi akupunktur berizin adalah bukan dokter yang telah mendalami pelatihan akupunktur dan berbasis kedokteran pada satu dari hampir 60 sekolah akupunktur terakreditasi nasional. Menurut survei dari institut kesehatan nasional, lebih dari 8 juta orang dewasa di AS telah menjalani terapi akupunktur.



air mata yang berfungsi sebagai pelumas, pembersih, dan bahan bakterisidal ("mematikan bakteri"). Air mata diproduksi secara terus-menerus oreh kelenjar lakrimal di sudut lateral atas di bawah kelukak mata. Cairan pencuci mata ini mengalir di atas permukaan anterior mata dan keluar melalui saluran-saluran halus di sudut mata (Gambar 6-10a) untuk akhirnya hingga ke bagian belakang saluran hidung. Sistem drainase ini tidak dapat mengatasi produksi air mata yang berlebihan saat kita menangis sehingga air mata meluap dari mata. Mata juga dilengkapi oleh bulu mata yang bersifat protektif, yang menangkap kotoran halus di udara seperti debu sebelum masuk ke mata. 207



Otot mata ekstrinsik Koroid



Konjungtiva



Retina



Badan siliaris



Sklera



Ligamentum suspensorium Iris



Fovea



Pupil Kornea Cairan aqueous Saluran untuk drainase air mata



Pupil



Iris



Sklera



Saraf optik



Lensa Cairan vitreous



Diskus optik Pembuluh darah di retina



(a) Pandangan depan eksternal



(b) Pandangan sagital internal



Gambar 6-10 Struktur mata.



Setiap mata adalah struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisanlapisan tersebut adalah (1) sklera/kornea; (2) koroidl/Badan siliaris/ iris dan (3) retina (Gambar 6-10b). Sebagian besar bola mata ditutupi oleh suatu lapisan kuat jaringan ikat, sklera, yang membentuk bagian putih mata (Gambar 6-10a). Di sebelah anterior, lapisan luar terdiri dari kornea transparan, yang dapat ditembus oleh berkas cahaya untuk masuk ke interior mata. Lapisan tengah di bawah sklera adalah koroid yang berpigmen banyak dan mengandung banyak pembuluh darah yang memberi nutrisi bagi retina. Lapisan koroid di sebelah anterior mengalami spesialisasi membentuk badan siliaris dan iris, yang akan segera kita bahas. Lapisan paling dalam di bawah koroid adalah retina, yang terdiri dari lapisan berpigmen di sebelah luar dan lapisan jaringan saraf di sebelah dalam. Lapisan jaringan saraf mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf. Seperti dinding hitam sebuah studio foto, pigmen di koroid dan retina menyerap sinar setelah sinar mengenai retina untuk mencegah pantulan atau pembuyaran sinar di dalam mata. Bagian interior mata terdiri dari dua rongga berisi cairan yang dipisahkan oleh sebuah lensa elips, yang semuanya transparan agar



  



hapter



cahaya dapat menembus mata dari kornea hingga ke retina. Rongga posterior yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung bahan cair mirip gel, cairan vitreous. Cairan vitreous membantu posterior yang lebih besar antara lensa dan retina mengandung bahan cair mirip gel, cairan vitreous. Cairan vitreous membantu mempertahankan bentuk bola mata tetap bulat. Rongga anterior antara kornea dan lensa mengandung cairan jernih encer, cairan aqueous. Cairan aqueous membawa nutrien bagi kornea dan lensa, yaitu dua struktur yang tidak memiliki aliran darah. Adanya pembuluh darah di struktur-struktur ini akan mengganggu lewatnya cahaya ke fotoreseptor. Cairan aqueous di hasilkan dihasilkan dengan kecepatan sekitar 5 mL/ hari oleh suatu jaringan kapiler di dalam badan siliaris, suatu turunan anterior khusus lapisan koroid. Cairan ini mengalir ke suatu kanalis di tepi kornea dan akhirnya masuk ke darah (Gambar 6-11). Jika cairan aqueous tidak dikeluarkan secepat pembentukannya (sebagai contoh, akibat sumbatan disaluran drainasenya), kelebihan cairan ini akan menumpuk di rongga anterior sehingga menimbulkan peningkatan tekanan di dalam mata. Keadaan ini dikenal sebagai glaukoma. Kelebihan cairan aqueous akan mendorong lensa ke belakang ke dalam cairan aqueous, yang nantinya akan menekan lapisan saraf bagian dalam di retina. Penekanan ini menyebabkan kerusakan retina dan saraf optikus yang dapat menyebabkan kebutaan jika keadaan ini tidak diatasi.



Otot siliaris di badan siliaris Ligamentum suspensorium



Rongga anterior mengandung cairan aqueous



Rongga posterior mengandung cairan vitreous Iris Badan siliaris



Kanal untuk drainase cairan aqueous



Gambar 6-11 Pembentukan dan drainase cairan aqueous. Cairan aqueous dibentuk oleh anyaman kapiler di badan siliaris, kemudian mengalir ke dalam kanalis, dan akhirnya masuk ke darah.



Jumlah cahaya yang masuk ke mata dikontrol oleh iris. Tidak semua cahaya yang melewati kornea mencapai fotoreseptor peka-cahaya karena adanya iris, suatu otot polos tipis berpigmen yang membentuk struktur mirip cincin di dalam cairan aqueous (lihat Gambar 6-10a dan b serta foto pe-



mbuka bab). Pigmen di iris merupakan penyebab warna mata. Berbagai bercak, garis, atau nuansa lain pada iris bersifat unik bagi setiap orang sehingga iris menjadi dasar bagi teknologi identifikasi terkini. Pengenalan pola iris oleh kamera video yang menangkap bayangan iris dan menerjemahkannya ke dalam kode komputer lebih terjamin (sedikit kesalahannya) daripada sidik jari atau bahkan uji DNA. Lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya cahaya ke interior mata adalah pupil. Ukuran lubang ini dapat dises aaikan oleh kontraksi otot-otot iris untuk menerima sinar lebih banyak atau lebih sedikit, seperti diafragma yang mengontrol jumlah cahaya yang masuk ke kamera. Iris mengandung dua set anyaman otot polos, satu sirkular (seratserat otot berjalan seperti cincin di dalam iris) dan satu radial (serat mengarah ke luar dari tepi pupil seperti jari-jari roda sepeda) (Gambar 6-12). Karena serat otot memendek ketika berkontraksi, pupil menjadi lebih kecil ketika otot sirkular (atau konstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Konstriksi pupil refleks ini terjadi pada keadaan sinar terang untuk mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata. Jika otot radial (atau dilator) berkontraksi, ukuran pupil bertambah. Dilatasi pupil ini terjadi pada cahaya redup agar sinar yang masuk ke mata lebih banyak. Otot-otot iris dikendalikan oleh sistem saraf autonom. Serat saraf para simpatis menyarafi otot sirkular (menyebabkan konstriksi pupil) sementara serat simpatis menyarafi otot radial (menyebabkan dilatasi pupil).



Pada cahaya redup



Pada chaya terang



Pada chaya normal Stimulus parasimpatis



Otot sirkular (konstriktor) berjalan melingkar Konstriksi pupil Gambar 6-12 Kontrol ukuran pupil.



Stimulus simpatis



Otot sirkular iris



Otot radial iris



Pupil



Iris



Otot radial (dilator) berjalan radial Diatas pupil



209



PROSES REFRAKSI Sinar berjalan lebih cepat melalui udara daripada melalui media transparan lain misalnya air dan kaca. Ketika masuk ke suatu medium dengan densitas tinggi, berkas cahaya melambat (dan sebaliknya).). Arah berkas berubah jika cahaya tersebut mengenai permukaan medium baru yang tidak tegak lurus (Gambar 6-16).Berbeloknya berkas sinar dikenal sebagai refraksi.



Intensitas



Cahaya adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik yang terdiri dari paket-paket energi mirip-partikel yang dinamai foton yang berjalan dalam bentuk gelombang. Jarak antara dua puncak gelombang dikenal sebagai panjang gelombang (Gambar 6-13). Panjang gelombang dalam spektrum elektromagnetik berkisar dari 10-14 m (seperkuadriliun meter, hanya pada berkas sinar kosmik yang sangat pendek) hingga 104 m (10 km, misalnya gelombang radio yang panjang) (Gambar 6-14), Fotoreseptor di mata hanya peka terhadap panjang gelombang antara 400 dan 700 nanometer (nm; sepermiliar meter). Karena itu, cahaya tampak hanyalah sebagian kecil spektrum elektromagnetik total. Sinar dari berbagai panjang gelombang dalam rentang sinar tampak dipersepsikan sebagai sensasi warna yang berbeda-beda. Panjang gelombang yang lebih pendek dilihat sebagai warna ungu dan biru; panjang gelombang yang lebih panjang di interpretasikan sebagaioranye dan merah. Selain memiliki panjang gelombang bervariasi, energi cahaya juga bervariasi dalam intensitasnya; yaitu, amplitudo, atau tinggi, gelombang (lihat Gambar 6-13). Mengurangi keterangan suatu cahaya merah yang terang tidak mengubah warnanya, hanya menyebabkannya kurang terang atau kurang intens. Gelombang cahaya mengalami divergensi (memancar keluar) ke semua arah dari setiap titik sumber cahaya. Gerakan maju suatu gelombang cahaya dalam arah tertentu dikenal sebagai berkas cahaya. Berkas cahaya divergen yang mencapai mata harus dibelokkan ke dalam agar dapat difokuskan kembali ke suatu titik (titik fokus) di retina peka cahaya agar diperoleh bayangan akurat sumber cahaya (Gambar 6-15).



Satu Panjang gelombang



Jarak Gambar



6-13 Sifat suatu gelombang elektromagnetik. Panjang gelombang



adalah jarak antara dua puncak gelombang. Intensitas adalah amplitudo gelombang.



semakin besar kelengkungan, semakin besar derajatpembelokan dan semakin kuat lensa.ketika suatu berkas cahaya mengenai permukaan lengkung suatu benda dengan densitas lebih besar, arah refraksi bergantung pada sudut kelengkungan (Gambar 6-17). Permukaan konveks melengkung keluar (seperti permukaan luar sebuah bola), sementara permukaan konkaf melengkung ke dalam (seperti gua). Permukaan konveks menyebabkan konvergensi berkas sinar, membawa berkas-berkas tersebut lebih dekat satu sama lain. Karena konvergensi adalah hal esensial untuk membawa suatu bayangan ke titik fokus, permukaan refraktif mata berbentuk konveks. Permukaan konkaf membuyarkan berkas sinar (divergensi). Lensa konkaf bermanfaat untuk mengoreksi kesalahan refraktif tertentu mata, misalnya berpenglihatan dekat. STRUKTUR REFRAKTIF MATA Dua struktur yang paling penting dalam kemampuan refraktif mata adalah kornea dan lensa. Permukaan kornea yang melengkung, struktur pertama yang dilewati oleh sinar sewaktu sinar tersebut masuk ke mata, berperan paling besar dalam kemampuan refraktif total mata karena perbedaan densitas di pertemuan udara-kornea jauh lebih besar daripada perbedaan densitas antara lensa dan cairan di sekitarnya. Pada astigmatisma, kelengkungan kornea tidak rata sehingga berkas sinar mengalami refraksi yang tidak sama.



SPEKTRUMSINAR TAMPAK



GELOMBANG PENDEK TAK-TAMPAK



GELOMBANG PANJANG TAK-TAMPAK Sinar inframerah (setelah merah)



Sinar ultra violet (setelah ungu) 300 nm



400 nm



500 nm



600 nm



700 nm



1000 nm



104 m



10–14 m Sinar Sinar kosmik gama



1500 nm



Sinar-X



UltraViolet



Infra merah



Gelombang mikro



TV



Radio



Gambar 6-14 Spektrum elektromagnetik. Panjang gelombang dalam spektrum elektromagentik terentang dari kurang dari 10-14 m hingga 104 m. Spektrum sinar tampak mencakup panjang gelombang antara 400 hingga 700 nanometer (nm).



Berkas sinar



Titik sumber cahaya



Pemfokusan berkas sinar divergen. Berkas sinar yang divergen harus dibelokkan ke dalam agar dapat terfokus.



Kemampuan refraktif kornea seseorang tidak berubah karena kelengkungan kornea tidak pernah berubah. Sebaliknya, kemampuan refraktif lensa dapat diubah-ubah dengan mengubah kelengkungannya sesuai kebutuhan untuk melihat dekat atau jauh. Berkas cahaya dari sumber sinar yang berjarak lebih dari 20 kaki dianggap paralel pada saat berkas tersebut mencapai mata. Berkas cahaya yang berasal dari benda dekat masih tetap berdivergensi ketika mencapai mata. Untuk kemampuan refraktif tertentu mata, diperlukan jarak lebih jauh di belakang lensa untuk membawa berkas divergen suatu sumber cahaya dekat ke titik fokus daripada membawa berkas paralel suatu sumber cahaya jauh ke titik fokus (Gambar 6-18a dan b). Namun, pada mata yang sama, jarak antara



lensa dan retina selalu sama.Karena itu, tidak terdapat jarak yang lebih jauh setelah lensa untuk membawa bayangan benda dekat ke fokus.Namun, agar penglihatan jelas, struktur-struktur refraktif mata harus membawa bayangan dari sumber cahaya jauh atau dekat ke fokus di retina. Jika suatu bayangan sudah terfokus sebelum mencapai retina atau belum terfokus ketika mencapai retina, bayangan tersebut akan terlihat kabur (lihat Gambar 6-19). Untuk membawa bayangan dari sumber cahaya dekat dan jauh jatuh di titik fokus di retina (yaitu dalam jarak yang sama), harus digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat (lihat Gambar 6-18c). Marilah kita melihat



Berkas sinar mengenai permukaan kaca pada suatu sudut



Jalur jika berkas sinar tidak dibiaskan ketika berjalan dari udara kedalam kaca



Jalur refraksi sebenarnya



Berkas sinar mengenai permukaan kaca tegak lurus



Refraksi Kaca



Refraksi



Udara



Kaca Tidak terjadi pembiasaan



© Bill Beatty/Visuals Unlimited



Gambar 6-15



Struktur mata yang Berkas sinar terfokus membeokan berkas pada retina sinar



Jalur jika berkas sinar tidak dibiaskan ketika berjalan dari kaca ke udara Gambar 6-16 Refraksi. Suatu berkas sinar dibelokkan (dibiaskan) ketika mengenai permukaan suatu medium yang densitasnya berbeda dari medium yang sedang dijalani oleh berkas tersebut (sebagai contoh, berpindah dari udara ke dalam kaca) pada setiap sudut kecuali tegak lurus terhadap permukaan medium baru. Karena itu, pensil di dalam gelas tampak berbelok. Hal yang sebenarnya terjadi adalah bahwa berkas sinar yang hingga ke kamera (atau mata Anda) mengalami pembiasan ketika melalui air, kemudian kaca, dan kemudian udara. Karena itu, pensil tampak terdistorsi.



211



Permukaan konveks Titik fokus



Sumber cahaya jauh Berkas sejajar



Berkas sinar memgalami konvergensi Panjang fokus



Sinar dari sumber jauh



Titik fokus



(a) Berkas sumber cahay jauh



Sumber cahaya dekat



(a) Lensa koveks



Berkas berdivergensi



Permukaan konkaf



Titik fokus



(b) Berkas sumber dekat yang berdivergensi Lensa yang lebih kuat Sumber cahaya dekat Sinar dari sumber jauh



Berkas sinar MENGALAMI DIVERGENSI



(b) Lensa konkaf Gambar 6-17 Refraksi oleh lensa konveks dan konkaf. (a) lensa dengan permukaan konveks menyebabkan konvergensi berkas sinar (mendekatkan berkas-berkas tersebut satu sama lain). (b) lensa dengan permukaan konkaf menyebabkan divergensi berkas sinar (memisahkan berkas-berkas tersebut semakin jauh satu sama lain).



Titik fokus (c) Lensa yang lebih kuat diperlukan untuk memfokuskan sumer cahaya dekat Gambar 6-18 Pemfokusan sumber sinar jauh dan dekat. (a) Berkas dari sumber sinar jauh (lebih dari 20 kaki dari mata) telah berjalan sejajar ketika mencapai mata. (b) Berkas dari sumber sinar dekat (kurang dari 20 kaki dari mata) masih mengalami divergensi ketika mencapai mata. Diperlukan jarak yang lebih jauh bagi suatu lensa dengan kekuatan tertentu untuk membelokkan berkas divergen dari suatu sumber cahaya dekat ke titik fokus dibandingkan dengan berkas sejajar dari sumber sinar jauh. (c) Untuk memfokuskan sumber cahaya jauh dan dekat pada jarak yang sama (jarak antara lensa dan retina), harus digunakan lensa yang lebih kuat untuk sumber cahaya dekat.



Kemampuan untuk menyesuaikan kekuatan lensa dikenal sebagai akomodasi. Kekuatan lensa bergantung pada bentuknya, yang dikendalikan oleh otot siliaris. Otot siliaris adalah bagian badan siliaris, suatu struktur khusus lapisan koroid bagian anterior. Badan siliaris memiliki dua komponen utama: otot siliaris dan anyaman kapiler yang menghasilkan cairan aqueous (lihat Gambar 6-11). Otot siliaris adalah suatu cincin melingkar otot polos yang melekat ke lensa melalui ligamentum suspensorium (Gambar 6-20a). Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamentum suspensorium menegang, dan ligamentum ini menarik lensa menjadi bentuk gepeng dan kurang refraktif (Gambar 6-20b). Sewaktu otot ini berkontraksi, kelilingnya berkurang sehingga tegangan pada ligamentum suspensorium berkurang (Gambar 6-20c). Ketika tarikan ligamentum suspensorium pada lensa berkurang, lensa menjadi Iebih bulat karena elastisitas inherennya. Meningkatnya kelengkungan karena lensa menjadi lebih bulat akan meningkatkan kekuatan lensa dan lebih membelokkan berkas sinar. Pada mata normal, otot siliaris berelaksasi dan lensa menggepeng untuk melihat jauh, tetapi otot ini berkontraksi agar lensa menjadi lebih konveks dan lebih kuat untuk melihat dekat. Otot siliaris dikontrol oleh sistem saraf autonom, dengan stimulasi simpatis menyebabkan relaksasi dan stimulasi parasimpatis menyebabkannya berkontraksi.



  



hapter



Lensa dibentuk oleh sekitar 1000 lapisan sel yang menghancurkan nukleus dan organel mereka sewaktu pembentukan sehingga sel-sel tersebut benar-benar transparan. Karena tidak memiliki DNA dan perangkat pembentuk protein, sel-sel lensa matur tidak dapat memperbaiki diri atau menghasilkan sel baru. Sel-sel di bagian tengah lensa mengalami kesialan ganda. Tidak saja berusia paling tua, sel-sel ini juga terletak paling jauh dari cairan aqueous, sumber nutrisi lensa. Dengan bertambahnya usia, sel-sel di bagian tengah yang tidak dapat diperbarui ini mati dan menjadi kaku. Dengan berkurangnya elastisitas, lensa tidak lagi dapat mengambil bentuk sferis yang dibutuhkan untuk mengakomodasi bayangan benda dekat. Pengurangan kemampuan akomodasi terkait usia ini, presbiopia, mengenai sebagian besar orang pada usia pertengahan (45 hingga 50) sehingga mereka perlu mengenakan lensa korektif untuk melihat dekat (membaca). Dalam keadaan normal, serat-serat elastik di lensa yang bersifat transparan kadang-kadang menjadi keruh sehingga berkas sinar tidak dapat menembusnya, suatu kondisi yang dikenal sebagai katarak. Lensa yang cacat ini biasanya dapat dikeluarkan secara bedah dan penglihatan dipulihkan dengan pemasangan lensa artificial.



Retina Bayangan tajam (Berfokus tepat di tetina) Bayangan kabur (1 titik tampak sebagai 2—berfokus di belakang retina)



Berkas sinar datang terefraksi dari titik sumber cahaya



Bayangan kabur (1 titik tampak sebagai 2—berfokus di belakang retina)



Kunci = Titik stimulasi retina



Patricia N. Farnsworth, PhD, Professor of Physiology and Ophthalmology, Uni-versity of Medicine and Dentistry of New Jersey, New Jersey Medical School



Gambar 6-19 Perbandingan bayangan yang berfokus dan tidak erfokus di retina.



Otot siliaris Lensa Lubang pupil di depan lensa Ligamentum suspensorium



(a) Pandangan anterior ligamentum suspensorium yang terbentang dari otot siliaris ke lensa Stimulus simpatis



Stimulus parasimpatis



Iris Lensa lemah menggepeng



Kornea



Otot siliaris berkontraksi



Otot siliaris berelaksasi



Ligamentum suspensorium tegang



(b) Pandangan sagital dan anterior ketika otot siliaris berelaksasi



Lensa kuat membulat



Ligamentum suspensorium lunglai (c) Pandangan sagital dan anterior selama akomodasiz, ketika otot siliaris berkontraksi



Gambar 6-20 Mekanisme akomodasi. (a) Ligamentum suspensorium yang berjalan dari otot siliaris ke tepi luar lensa. (b) Ketika otot siliaris berelaksasi, ligamentum suspensorium menegang, memberi tegangan pada lensa sehingga lensa menjadi datar dan lemah. (c) Ketika otot siliaris berkontraksi, ligamentum suspensorium menjadi lunglai dan tegangan pada lensa berkurang. Lensa kemudian dapat mengambil bentuk bulat dan menjadi lebih kuat karena elastisitasnya.



Sumber dekat



Sumber jauh



Sumber jauh difokuskan di retina tanpa akomodasi Sumber dekat difokuskan di retina dengan akomodasi Tanpa akomodasi



Akomodasi



(a) Mata normal (Emetropia) Bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat 1. Tidak dikoreksi Bayangan tidak fokus



Sumber jauh terfokus di depan retina (letak retina seharusnya pada mata dengan panjang normal)



Fokus



Tanpa akomodasi



Tanpa akomodasi



Sumber dekat terfokus di retina tanpa akomodasi 2. Dikoreksi dengan konkaf yang menyebabkan divergensi berkas sinar sebelum mencapai mata Sumber jauh terfokus di retina tanpa akomodasi



Tanpa akomodasi



Akomodasi



Sumer dekat terfokus di retina dengan akomodasi



(b) Berpenglihatan dekat (Miopia) Bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu lemah 1. Tidak dikoreksi



Bayangan tidak fokos



Sumber jauh pada retina dengan akomodasi



Focus Akomodasi



Akomodasi



Sumber dekat terfokus di belakang retina bahkan denga akomodasi dengan lensa 2. Dikoreksi konveks yang menyebabkan konvergensi berkas sinar sebelum mencapai mata Sumber jauh terfokus di retina tanpa akomodasi



Tanpa akomodasi



Akomodasi



Sumber dekat terfokus di retina dengan akomodasi



(c) Berpenglihatan jauh (Hiperopia) Gambar 6-21 Emetropia, miopia, dan hiperopia. Gambar ini membandingkan penglihatan jauh dan penglihatan dekat (a) pada mata normal dengan (b) mata berpenglihatan dekat dan (c) mata berpenglihatan jauh baik dalam keadaan (1) tidak dikoreksi maupun (2) terkoreksi. Garis terputus-putus vertikal mencerminkan jarak normal retina dari kornea; yaitu, tempat bayangan dibawa ke fokus oleh struktur-struktur refraktif pada mata normal.



Gangguan penglihatan lain yang umum dijumpai adalah berpenglihatan dekat (miopia) dan berpenglihatan jauh (hiperopia). Pada mata normal (emetopria) (Gambar 6-21a),sumber cahaya jauh difokuskan di retina tanpa akomodasi, sementara sumber cahaya dekat dibawa ke fokus dengan meningkatkan kekuatan lensa. Pada miopia (Gambar   



hapter



6-21 b1), karena bola mata terlalu panjang atau lensa terlalu kuat, sumber cahaya dekat dibawa ke fokus di retina tanpa akomodasi (meskipun dalam keadaan normal akomodasi digunakan untuk melihat benda dekat), sementara sumber cahaya jauh terfokus di depan retina dan tampak kabur. Karena itu, orang dengan miopia memiliki penglihatan dekat



Arah cahaya



Saraf optik Retina



Lapisan pigmen Lapisan koroid



Arah pemrosesan visual oleh retina



Sklera



bagian belakang retina



Bagian depan retina



Serat sraf optik



Sel ganglion



Sel amakrin



Sel Sel bipolar horizontal



Sel kerucut Sel batang Sel fotoreseptor



Retina Gambar 6-22 Lapisan retina. Jalur penglihatan di retina berjalan dari set fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke koroid menjauhi sinar yang datang) ke sel bipolar ke sel ganglion. Sel horizontal dan sel amakrin merupakan antarneuron yang bekerja lokal untuk mengolah masukan penglihatan di retina.



yang lebih baik daripada penglihatan jauh, suatu keadaan yang dapat diperbaiki dengan lensa konkaf (Gambar 6- 21b2). Pada hiperopia (Gambar 6-21c1), bola mata terlalu pendek atau lensa terlalu lemah. Benda jauh difokuskan di retina hanya dengan akomodasi, sedangkan benda dekat terfokus di belakang retina bahkan dengan akomodasi dan, karenanya, tampak kabur. Karena itu, orang dengan hiperopia memiliki penglihatan jauh lebih baik daripada penglihatan dekat, suatu keadaan yang dapat dikoreksi dengan lensa konveks (Gambar 6-21c2). Kini banyak orang memilih untuk mengompensasi kesalahan refraktif ini dengan bedah mata laser (misalnya LASIK) untuk secara permanen mengubah bentuk kornea serta tidak lagi menggunakan kaca mata korektif atau lensa kontak.



Fungsi utama mata adalah memfokuskan berkas cahaya dari lingkungan ke sel batang dan sel kerucut, sel fotoreseptor retina. Fotoreseptor kemudian mengubah energi cahaya menjadi sinyal listrik untuk ditransmisikan ke SSP. Bagian retina yang mengandung fotoreseptor sebenarnya adalah lanjutan SSP dan bukan suatu organ perifer terpisah. Selama perkembangan mudigah, sel-sel retina "mundur" dari sistem saraf, sehingga lapisan-lapisan retina,yang mengejutkan, menghadap ke belakang. Bagian saraf retina terdiri dari tiga lapisan sel peka rangsang (Gambar 6-22): (1) lapisan paling luar (paling dekat dengan koroid) mengandung sel batang dan



sel kerucut, yang ujung-ujung peka cahayanya menghadap ke koroid (menjauhi sinar datang); (2) lapisan tengah sel bipolar dan antarneuron-antarneuron yang terkait; dan (3) lapisan dalam sel ganglion. Akson-akson sel ganglion menyatu untuk membentuk saraf optik, yang keluar dari retina tidak tepat dari bagian tengah. Titik di retina tempat saraf optik keluar dan pembuluh darah berjalan disebut diskus optikus (lihat Gambar 6-10b, h. 212). Bagian ini sering disebut sebagai bintik buta; tidak ada bayangan yang dapat dideteksi di bagian ini karena tidak adanya sel kerucut atau sel batang (Gambar 6-23). Dalam keadaan normal kita tidak menyadari adanya bintik buta ini karena pemrosesan di sentral agaknya "mengisi" kekosongan ini. Anda dapat mengetahui keberadaan bintik buta Anda sendiri dengan demonstrasi sederhana (Gambar 6-24). Sinar harus melewati lapisan ganglion dan bipolar sebelum mencapai fotoreseptor di semua bagian retina kecuali di fovea. Di fovea, yaitu cekungan seukuran pentul jarum yang terletak tepat di tengah retina (lihat Gambar 6-10b), lapisan sel ganglion dan bipolar tersisih ke tepi sehingga cahaya langsung mengenai fotoreseptor. Karena adanya gambaran ini, disertai oleh kenyataan bahwa hanya sel kerucut (dengan ketajaman atau kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada sel batang) yang ditemukan di bagian ini, fovea merupakan titik dengan penglihatan paling jelas. Pada kenyataannya, fovea memiliki konsentrasi sel kerucut tertinggi di retina. Karena itu, kita memutar mata kita agar bayangan benda yang sedang kita lihat terfokus di fovea.Daerah tepat di sekitar fovea, 215



© Science VU/NEI/Visuals Unlimited, Inc.



Titik buta



Makula lutea



Gambar 6-23 Pandangan retina yang terlihat melalui sebuah oftalmoskop. Dengan oftalmoskop, suatu instrumen berlampu untuk melihat retina, diskus optikus (bintik buta) dan makula lutea dapat terlihat di dalam retina di bagian belakang mata.



makula lutea, juga memiliki konsentrasi sel kerucut yang tinggi dan ketajaman yang cukup tinggi (Gambar 6-23). Namun, ketajaman makula lebih rendah daripada fovea karena adanya lapisan sel ganglion dan bipolar di atas makula. Degenerasi makula adalah penyebab utama kebutaan di dunia Barat. Keadaan ini ditandai oleh hilangnya fotoreseptor di makula lutea seiring dengan penambahan usia. Penderita mengalami penglihatan "donat". Mereka menderita gangguan di bagian tengah lapang pandang, yang normalnya memiliki ketajaman paling tinggi, dan hanya memiliki penglihatan perifer yang ketajamannya kurang.



Fototrandusi oleh sel retina mengubah rangsangan cahaya menjadi sinyal saraf. Fotoreseptor (sel batang dan sel kerucut) terdiri dari tiga bagian (Gambar 6-25a): 1. Segmen luar, yang terletak paling dekat dengan eksterior mata, menghadap ke koroid. Bagian ini mendeteksi rangsangan cahaya. Segmen dalam, yang terletak di bagian tengah 2. fotoreseptor. Bagian ini mengandung perangkat metabolik sel. 3. Terminal sinaps, yang terletak paling dekat dengan bagian interior mata, menghadap ke sel bipolar. Bagian ini bervariasi dalam laju pelepasan neurotransmiternya, bergantung pada luasnya pajanan cahaya terang atau gelap yang dideteksi oleh segmen luar. Segmen luar, yang berbentuk batang pada sel batang dan kerucut pada sel kerucut (Gambar 6-25a dan c), terdiri dari tumpukan lempeng-lempeng membranosa gepeng yang mengandung banyak molekul fotopigmen peka cahaya. Setiap retina mengandung lebih dari 125 juta fotoreseptor, dan lebih dari satu miliar molekul fotopigmen mungkin terkemas di dalam segmen luar setiap fotoreseptor.



  



hapter



Gambar 6-24 Demonstrasi bintik buta.Temukan bintik buta di mata kiri Anda dengan menutup mata kanan Anda dan memegang buku ini sekitar 4 inci dari wajah Anda. Sambil memfokuskan pengihatan ke tanda tambah, geserlah buku ini perlahan menjauhi Anda hingga lingkaran lenyap dari penglihatan. Pada saat ini, bayangan lingkaran mengenai bintik buta mata kiri Anda. Anda juga dapat mengetahui lokasi bintik buta di mata kanan dengan menutup mata kiri Anda dan berfokus pada lingkaran. Tanda tambah akan lenyap ketika bayangannya mengenai bintik buta mata kanan Anda.



Fotopigmen mengalami perubahan kimiawi ketika diaktifkan oleh sinar. Melalui serangkaian tahap, perubahan yang dipicu oleh cahaya ini dan pengaktifan fotopigmen yang kemudian terjadi menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang akhirnya menghasilkan potensial aksi di sel ganglion, yang menyalurkan informasi ini ke otak untuk pemrosesan visual. Fotopigmen terdiri dari dua komponen: opsin, suatu protein integral di membran plasma diskus; dan retinal, suatu turunan vitamin A. Retinal adalah bagian fotopigmen yang menyerap cahaya. Fototransduksi, proses pengubahan rangsangan cahaya menjadi sinyal listrik, pada dasarnya sama untuk semua fotoreseptor, tetapi mekanismenya bertentangan dengan cara biasa reseptor berespons terhadap stimulus adekuatnya. Reseptor biasanya mengalami depolarisasi jika dirangsang, tetapi fotoreseptor mengalami hiperpolarisasi ketika menyerap cahaya. Marilah kita mula-mula memeriksa keadaan foto reseptor dalam keadaan gelap, kemudian melihat apa yang terjadi ketika fotoreseptor terpajan ke cahaya. Kita menggunakan sel batang sebagai contoh, tetapi hal yang sama terjadi pada sel kerucut, kecuali bahwa sel kerucut menyerap cahaya dalam bagian spektrum cahaya yang berbeda. AKTIVITAS FOTORESEPTOR DALAM GELAP Fotopigmen dalam



sel batang adalah rhodopsin. Retina ada dalam konformasi yang berbeda dalam terang dan gelap. Pada keadaan gelap, retina terdapat dalam bentuk 11-cis retinal, yang cocok menempati tempat ikatan di bagian interior bagian opsin rhodopsin (Gambar 6-25b). Membran plasma segmen luar fotoreseptor mengandung kanal Na+ berpintu kimiawi. Tidak seperti kanal berpintu kimiawi lainnya yang berespons terhadap caraka kimiawi ekstrasel, kanal ini berespons terhadap caraka kedua internal, GMP silklik, atau cGMP (guanosin monofosfat siklik). Pengikatan cGMP dengan kanal Na+ ini membuatnya tetap terbuka. Tanpa cahaya, konsentrasi cGMP tinggi (Gambar 6-26a). (Absorpsi cahaya menyebabkan cGMP terurai.) Karena itu, kanal Na+ fotoreseptor, tidak seperti reseptor umumnya, terbuka jika tidak terdapat rangsangan, yaitu dalam keadaan gelap. Kebocoran pasif Na+ ke dalam sel yang terjadi, yang disebut arus gelap, menyebabkan depolarisasi fotoreseptor. Penyebaran pasif depolarisasi ini dari segmen luar (tempat lokasi kanal Na+) ke ujung sinaps (tempat penyimpanan neurotransmiter fotoreseptor) membuat kanal Ca2+ berpintu listrik di ujung sinaps tetap terbuka. Masuknya Ca2+ memicu pelepasan neurotransmiter glutamat dari ujung sinaps selama dalam keadaan gelap.



Bagian belakang retina Sel lapisan pigmen sel kerucut



Segmen luar (Mengandung diskus yang berisi fotopigmen penyerap cahaya)



Sel batang



Diskus



Segmen luar



Mitokondria



Segmen dalam (mengandung perangkat metabolik sel)



Rodopsin dalam gelap (terinaktivasi) Segmen dalam



Opsin



Dendrit sel bipolar



Rodopsi dalam terang (teraktivasi)



Penyerapan cahaya



Nukleus



Ujung sinaps (menyimpan dan melepaskan neurotransmiter)



Dikus



Retinal berubah bentuk Ujung sinaps



Enzim Retinal



Bagian depan retina



Arah cahaya



11-cis-retinal (a) Struktur sel batang dan kerucut



(b) Fotopigmen rhodopsin dalam gelap dan terang



lempeng-lempeng (diskus) gepeng yang bertumpukan dan mengandung banyak molekul fotopigmen. (b) Di sini digambarkan suatu fotopigmen, misalnya rodopsin, yang terdapat di sel batang dan mengandung protein opsin terikat ke membran dan turunan vitamin A retinal. Dalam keadaan gelap, 11-cis retinal terikat di interior opsin dan fotopigmen dalam keadaan inaktif. Jika terdapat cahaya,



Segmen luar sel batang



Fotoreseptor. (a) Ketiga bagian sel batang dan sel kerucut,



fotoreseptor mata. Perhatikan di segmen luar sel batang dan sel kerucut adanya



retinal



berubah



bentuk



menjadi



all-trans-retinal,



mengaktifkan



fotopigmen. (c) Pemindaian mikrograf elektron pada segmen luar sel batang dan sel kerucut. Perhatikan bentuk batang pada sel batang dan bentuk kerucut pada sel kerucut.



Omnikron/Photo Researchers, Inc.



Gambar 6-25



aII-trans-retinal



Segmen luar sel kerucut



(c) Segmen luar sel batang dan selkerucut



217



Di dalam diskus



Gelap



Cahaya



Rhodopsin Retinal dalam bentuk 11-cis



11-cis-retinal



(Penyerapan cahaya) Retinal berubah ke bentuk all-trans, mengaktifkan fotopigmen



all-trans-retinal



Mengaktifkan trandusin



Konsetrasi cGMP tinggi



Berlangsung di segmen sinaps



cGMP



Kanal Na+ tetap terbuka di segmen luar



Penurunan konsetrasi cGMP



Kanal Na+ di segmen luar tertutup Sel batang



Berlangsung di retina



Mengaktifkan fosfodiesterase



Depolarisasi fotoreseptor



Hiperpolarisasi fotoreseptor (potensial reseptor)



Hiperpolarisasi



(Menyebar ke ujung sinaps) Membuka kanal Ca2+ di ujung sinaps



(Menyebar ke ujung sinaps)



Berlangsung di ujung sinaps



Berlangsung di ujung sinaps Neurotransmiter



Pelepasan neurotransmiter



Tidak timbul potensial aksi di sel ganglion on-center



Depolarisasi (+) pada bipolar offcenter(dan kemudian di sel ganglion)



Potensial aksi di sel ganglion off-center



Pelepasan neurotransmiter



Depolarisasi Sel bipolar on-center Pemrosesan Pemrosesan retinal retinal Neurotransmiter lebih lanjut lebih lanjut di sel bipolar di sel bipolar dan dan sel sel ganglion ganglion Depolarisasi dan potensial aksi



Sel ganglion on-center



Perambatan ke korteks penglihatan



(a) Dalam respon terhadap gelap



Depolarisasi (+) di bipolar on-center (dan kemudian di sel ganglion)



Hiperpolarisasi (-) di bipolar off-center (dan kemudian di sel gangtion)



Potensial aksi di sel ganglion on-center



Tidak ada potensial aksi di sel ganglion off-center



Perambatan korteks penglihatan Ke korteks penglihatan



Medan reseptif fotoreseptor dirasakan sebagai kegelapan



Menutup kanal Ca2+ di ujung sinaps



Arah pemrosesan retinal



Arah cahaya Hiperpolarisasi (-) pada bipolar oncenter (dan kemudian di sel ganglion



Fototransduks i



Cahaya Berlangsung di segmen sinaps



Cahaya



Medan reseptif fotoreseptor yang mendapat cahaya dirasakan sebagai bagian visual



(b) Dalam merespon terhadap rangsangan cahaya



Gambar 6-26 Fototransduksi, pemrosesan retinal lebih lanjut, dan inisiasi potensial aksi di jalur penglihatan. (a) Kejadian-kejadian yang berlangsung di retina dan jalur visual sebagai respons terhadap gelap. (b) Kejadian-kejadian yang berlangsung di retina dan jalur visual sebagai respons terhadap rangsangan cahaya.



  



hapter



AKTIVITAS FOTORESEPTOR PADA KEADAAN TERANG Pada keadaan terpajan ke sinar, konsentrasi cGMP menurun melalui serangkaian reaksi biokimia yang dipicu oleh pengaktifan fotopigmen (Gambar 6-26b). Retinal berubah bentuk menjadi konformasi all-trans ketika 11-cis retinal menyerap cahaya (lihat Gambar 6-25b). Ini adalah satu satunya tahap yang bergantung pada cahaya dalam keseluruhan proses fototransduksi. Akibat perubahan bentuk ini, retinal tidak lagi muat dalam tempat ikatannya di opsin, menyebabkan opsin juga berubah konformasi, yang mengaktifkan fotopigmen. Opsin yang terikat membran serupa dalam bentuk dan sifatnya dengan reseptor bergandeng protein G (lihat h. 126), kecuali bahwa fotopigmen bukan diaktifkan oleh pengikatan dengan caraka kimia ekstrasel, tetapi diaktifkan sebagai respons terhadap penyerapan cahaya oleh retinal. Sel batang dan sel kerucut mengandung suatu protein G yang dinamai transdusin. Fotopigmen yang telah aktif mengaktifkan transdusin, yang nantinya mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase. Enzim ini menguraikan cGMP sehingga konsentrasi caraka kedua ini di fotoreseptor berkurang. Selama proses eksitasi cahaya, penurunan cGMP memungkinkan kanal Na+ berpintu kimiawi tertutup. Penutupan kanal ini menghentikan kebocoran Na+ penyebab depolarisasi dan dengan demikian menyebabkan hiperpolarisasi. Hiperpolarisasi ini, yang merupakan potensial reseptor, secara pasif menyebar dari segmen luar ke ujung sinaps fotoreseptor. Di sini perubahan potensial menyebabkan penutupan kanal Ca2+ berpintu listrik dan penurunan pelepasan neurotransmiter dari ujung sinaps. Karena itu, fotoreseptor dihambat oleh stimulus adekuatnya (mengalami hiperpolarisasi oleh cahaya) dan tereksitasi jika tidak mendapat stimulasi (mengalami depolarisasi dalam keadaan gelap). Potensial penyebab hiperpolarisasi dan penurunan pelepasan neurotransmiter yang ditimbulkannya bertahap sesuai dengan intensitas cahaya. Semakin terang cahaya, semakin besar respons hiperpolarisasi dan semakin besar penurunan pelepasan glutamat. Fotopigmen bentuk aktif yang singkat secara cepat terpisah menjadi opsin dan retinal. Retinal diubah kembali menjadi bentuk 11-cis. Dalam keadaan gelap, mekanisme yang diperantarai enzim menggabungkan opsin dan retinal daur ulang ini untuk memulihkan fotopigmen menjadi bentuk konformasi aslinya yang tidak aktif (lihat Gambar 6-25b). PEMROSESAN LEBIH LANJUT MASUKAN CAHAYA DI RETINA



Bagaimana retina mengirim sinyal ke otak mengenai rangsangan cahaya melalui suatu respons inhibitorik semacam ini? Pemrosesan lebih lanjut di retina melibatkan pengaruh glutamat yang berbeda pada dua jalur paralel. Setiap fotoreseptor bersinaps dengan dua sel bipolar sisi-ke-sisi, yang satu adalah sel bipolar on-center dan yang lain adalah sel bipolar off-center. Sel-sel ini, nantinya, masingmasing berakhir di sel ganglion on-center dan sel ganglion off-center, yang aksonaksonnya membentuk saraf optik untuk transmisi sinyal ke otak. Medan reseptif sel ganglion atau bipolar ditentukan oleh deteksi lapang pandang cahaya oleh fotoreseptor yang terikat dengannya. (Tentu saja, cahaya tidak dideteksi secara langsung oleh sel ganglion atau bipolar; cahaya merangsang fotoreseptor, yang akan mengirimkan sinyal ke sel bipolar yang pada saatnya mengirimkan pesan ke sel ganglion). Sel on-center dan off-center merespons dengan cara yang berlawanan, bergantung pada perbandingan relatif iluminasi antara medan reseptif sentral dan perifernya. Pikirkan medan reseptif seperti sebuah donat. Sel on-center



Pikirkan medan reseptif seperti sebuah donat. Sel on-center meningkatkan laju pencetusan aksinya ketika lebih banyak cahaya pada pusat medan reseptifnya (yaitu, ketika lubang donatnya sendiri mendapat cahaya) dan berhenti ketika sekitarnya lebih diterangi cahaya. Sebaliknya, suatu sel off-center meningkatkan laju pencetusan aksinya ketika cahaya paling terang pada bagian perifer medan reseptifnya (yaitu, ketika bagian donatnya sendiri yang disinari) dan berhenti ketika cahaya lebih kuat pada bagian tengahnya (Gambar 6-27a). Karena itu, sel on-center "dinyalakan" dan sel off-center "dimatikan" ketika cahaya menyinari paling intesns di bagian tengahnya. Kedua sel berespons secara lemah ketika cahaya bersinar redup baik pada bagian sentral atau pun sekitarnya. Pola respons ini berguna untuk memperkuat perbedaan kadar cahaya antara daerah yang kecil pada pusat lapangan reseptif dan penerangan di sekitarnya. Dengan menekankan perbedaan terang yang relatif, mekanisme ini membantu menjelaskan garis bentuk luar suatu gambar, tetapi dalam melakukannya, informasi tentang terang yang absolut dikorbankan (Gambar 6-27b). Glutamat yang dibebaskan dari ujung fotoreseptor dalam gelap memiliki efek yang berlawanan pada kedua jenis sel bipolar karena mereka memiliki tipe reseptor yang berbeda yang menyebabkan perbedaan respon kanal ketika berikatan dengan neurotransmiter ini. Glutamat menyebabkan hiperpolarisasi (menghambat) sel bipolar oncenter dan mendepolarisasi (mengeksitasi) sel bipolar off-center. Ketika sekresi glutamat menurun pada pajanan terhadap cahaya, pengurangan ini mendepolarisasi (merangsang) sel bipolar on-center yang dalam keadaan hiperpolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi (menghambat) sel bipolar off-center yang dalam keadaan depolarisasi.Sel bipolar meneruskan tentang pola penerangan ke Medan reseptif sel on-center



Mati hidup



Medan reseptif off-center



Dihambat Dieksitasi cahaya cahaya Dieksitasi Dihambat cahaya cahaya



Hidup Mati



Kedua jenis sel dirangsang secara lemah oleh cahaya seragam baik pada pusat maupun pada sekitarnya. (a) Medan reseptif sel on-center dan sel off-center



(b) Hasil pemrosesan di retina oleh sel on-center dan off-center Gambar 6-27 Sel on-center dan off-center di retina. Sel on-center dirangsang dan sel off-center dihambat oleh cahaya terang di pusat medan reseptifnya. (b) Pemrosesan di retina oleh sel ganglion on-center dan off-center berperan besar bagi peningkatan perbedaan terang relatif (bukan absolut) yang membantu menentukan kontur. Perhatikan bahwa lingkaran abu-abu yang dikelilingi oleh hitam tampak lebih terang daripada yang dikelilingi oleh putih, meskipun kedua lingkaran sama (corak dan ukuran sama).



219



neuron berikutnya dalam rantai pemrosesan, sel ganglion, dengan mengubah laju pelepasan neurotransmiternya sesuai dengan keadaan polarisasinya, yaitu peningkatan pelepasan neurotransmiter pada depolarisasi dan penurunan pelepasan neurotransmiter pada saat hiperpolarisasi. Sel bipolar, serupa dengan fotoreseptor, menunjukkan potensial berjenjang. Potensial aksi tidak akan terjadi hingga sel ganglion, neuron pertama dalam rantai yang harus menghantarkan pesan visual dalam jarak jauh hingga ke otak, dirangsang. Seiring terjadinya perubahan laju pencetusan sel ganglion on-center dan offcenter sebagai respons terhadap perubahan pola penerangan, otak diinformasikan tentang kecepatan dan luas perubahan kontras di dalam gambaran visual.



Sifat Penglihatan Batang dan Penglihatan Kerucut ■



TABEL 6-3



Sel batang



Sel kerucut



120 juta per retina



6 juta per retina



Lebih banyak di perifer



Terkonsentrasi di fovea







Sensitivitas rendah







Penglihatan siang







Ketajaman tinggi







Sedikit konvergensi di jalur retina







Retina mengandung sel batang 20 kali lebih banyak daripada sel kerucut (120 juta sel batang dibandingkan dengan 6 juta sel kerucut per mata). Sel kerucut paling banyak terdapat di makula lutea di bagian tengah retina. Dari titik ini keluar, konsentrasi sel kerucut berkurang dan konsentrasi sel batang meningkat. Sel batang paling banyak di perifer. Kita telah mengulas kesamaan cara fototransduksi berlangsung di sel kerucut dan sel batang. Kini kita akan berfokus pada perbedaan antara kedua fotoreseptor ini (Tabel 6-3). SEL BATANG MEMILIKI SENSITIVITAS YANG TINGGI; SEL KERUCUT MEMILIKI SENSITIVITAS YANG RENDAH Segmen luar



lebih panjang pada sel batang dibandingkan sel kerucut, jadi lebih banyak mengandung fotopigmen dan karenanya dapat menyerap cahaya lebih cepat. Selain itu, seperti yang akan Anda pelajari, cara sel batang berhubungan dengan neuron lain dalam jalur pemrosesan mereka lebih lanjut semakin meningkatkan sensitivitas penglihatan sel batang. Sel batang memiliki sensitivitas yang tinggi, sehingga dapat berespons terhadap cahaya redup pada malam. Sebaliknya, sel kerucut memiliki sensitivitas yang rendah terhadap cahaya, hanya diaktifkan oleh cahaya terang pada siang hari. Karena itu, sel batang khusus untuk penglihatan malam dan sel kerucut untuk penglihatan siang hari. PENGLIHATAN SEL KERUCUT MEMILIKI KETAJAMAN YANG TINGGI; PENGLIHATAN SEL BATANG MEMILKI KETAJAMAN YANG RENDAH Jalur sel kerucut yang terhubung" pada lapisan



saraf retina lain memberi ketajaman tinggi (ketajaman, atau kemampuan untuk membedakan antara dua titik yang berdekatan). Karena itu, sel kerucut memiliki penglihatan tajam dengan resolusi yang tinggi untuk setiap perincian halus selama siang hari. Sebaliknya jalur "perhubungan" sel batang memberikan ketajaman yang rendah, sehingga Anda dapat melihat pada malam hari dengan sel batang tetapi dengan mengorbankan ketajaman. Mari kita lihat bagaimana pola perhubungan memengaruhi sensitivitas dan ketajaman. Konvergensi kecil neuron berlangsung di jalur retina untuk keluaran sel kerucut (lihat h. 121). Setiap sel kerucut secara umum memiliki jalur khusus yang menghubungkannya ke sel ganglion



  



hapter



Penglihatan berwarna



tertentu. Sebaliknya, banyak konvergensi terjadi pada jalur sel batang. Keluaran dari lebih 100 sel batang akan dikonvergensikan melalui sel bipolar pada satu sel ganglion. Sebelum sel ganglion dapat memiliki potensial aksi, sel harus dibawa ke ambang melalui pengaruh potensial berjenjang di fotoreseptor yang terhubung dengannya. Karena satu sel ganglion kerucut tunggal dipengaruhi hanya oleh satu kerucut, hanya cahaya yang terang pada siang hari yang cukup kuat untuk menginduksi potensial reseptor yang cukup di sel kerucut untuk membawa sel ganglion mencapai ambangnya. Sebaliknya, konvergensi yang melimpah pada jalur visual sel batang menyediakan kesempatan yang baik bagi penjumlahan peristiwa-peristiwa subambang di sel ganglion batang (lihat h. 117). Sementara potensial reseptor yang kecil yang diinduksi oleh cahaya redup di satu sel kerucut tidak akan mencukupi untuk membawa sel ganglion mencapai ambang, potensial reseptor kecil yang sama yang diinduksi oleh cahaya redup yang sama di banyak sel batang yang berkonvergensi pada satu sel ganglion akan memiliki efek aditif untuk membawa sel ganglion batang ke ambang. Karena sel batang dapat membawa potensial aksi sebagai respons terhadap cahayayang redup, sel batang jauh lebih sensitif daripada sel kerucut (sel batang juga lebih sensitif daripada sel kerucut karena memiliki banyak fotopigmen.) namun, karena sel kerucut memiliki jalur khusus ke saraf optik, setiap sel kerucut mentransmisikan informasi tentang lapangan reseptif yang sangat kecil di pemukaan retina. Karena itu, sel kerucut mampu memberikan pandangan dengan perincian yang sangat tinggi dengan mengorbankan sensitivitas. Pada penglihatan batang, ketajaman dikorbankan untuk memperoleh sensitivitas. Karena banyak sel batang berbagi sel ganglion yang sama, ketika potensial aksi dimulai, sangat tidak mungkin untuk memperhatikan masukan sel batang multipel yang mana yang diaktifkan untuk membawa sel ganglion mencapai ambangnya. Suatu objek terlihat buram jika memakai penglihatan sel batang karena kemampuannya dalam membedakan dua titik yang berdekatan sangatlah kurang. SEL KERUCUT MEMBERIKAN PENGLIHATAN BERWARNA; SEL BATANG MEMBERIKAN PENGLIHATAN DALAM BAYANGAN ABUABU Terdapat empat fotopigmen berbeda, satu pada sel batang dan satu



pada setiap jenis dari ketiga jenis sel kerucut, yaitu sel kerucut merah, hijau, dan biru. Setiap fotopigmen memiliki retinal yang sama, tetapi opsin yang berbeda. Karena setiap opsin mengikat retinal dengan cara yang unik, tiap-tiap fotopigmen menyerap panjang gelombang cahaya



yang berbeda dalam spektrum tampak dengan derajat yang bervariasi. Tiap-tiap fotopigmen secara maksimal menyerap panjang gelombang tertentu tetapi juga menyerap panjang gelomabang yang lebih pendek atau lebih panjang daripada absorpsi puncak ini. Semakin jauh suatu panjang gelombang dari panjang gelombang puncak yang diabsorpsi, semakin lemah fotopigmen berespons. Kurva penyerapan dari ketiga jenis sel kerucut saling tumpang tindih sehingga dua atau tiga sel kerucut akan berespons terhadap panjang gelombang tertentu tetapi dengan tingkat yang berbeda (Gambar 6-28). Karena fotopigmen dalam ketiga jenis sel kerucut masing masing berespons secara selektif pada bagian spektrum cahaya tampak yang berbeda, otak dapat membandingkan respons dari ketiga jenis sel kerucut sehingga penglihatan warna pada siang hari dapat terjadi. Sebaliknya, otak tidak dapat membedakan berbagai panjang gelombang yang berbeda ketika menggunakan masukan visual dari sel batang. Rhodopsin pada setiap sel batang berespons dengan cara yang sama pada setiap panjang gekombang yang berikan, sehingga tidak mungkin ada perbandingan antara setiap masukan sel batang. Oleh sebab itu, sel batang menyediakan pandangan pada malam hari hanya dalam bayangan abu-abu dengan mendeteksi perbedaan intensitas, bukan perbedaan warna. Kita sekarang akan membahas penglihatan warna dengan lebih terperinci.



Penglihatan bergantung pada stimulasi fotoreseptor oleh cahaya. Benda-benda tertentu di lingkungan, misalnya matahari, api, dan lampu pijar, mengeluarkan cahaya. Namun, bagaimana Anda melihat benda, misalnya kursi, pohon, dan orang, yang tidak mengeluarkan cahaya? Pigmen-pigmen di berbagai benda secara selektif menyerap panjang gelombang sinar tertentu yang sampai ke mereka dari sumber cahaya, dan panjang gelombang yang tidak diserap dipantulkan dari permukaan benda. Berkas cahaya yang dipantulkan inilah yang memungkinkan Anda melihat benda yang bersangkutan. Suatu benda yang terlihat biru menyerap panjang gelombang merah dan hijau yang lebih panjang dan memantulkan



Absorpasi cahaya (persentase maksimal)



Sel Sel Sel kerucut kerucut biru kerucut hijau merah 100 75 50 25 0



400



500



600



700



Panjang gelombang cahaya (nm)



Gambar 6-29 Bagan buta warna. Orang dengan buta warna merah-hijau tidak dapat melihat adanya angka 29 dalam bagan ini.



yang lebih pendek, yang dapat di serap oleh fotopigmen di sel kerucut biru sehingga mengaktifkannya. Setiap jenis sel kerucut paling efektif diaktifkan oleh panjang gelombang sinar tertentu dalam kisaran warna yang ditunjukkan oleh namanya. Fotopigmen tipe S di sel kerucut biru menyerap cahaya secara maksimal di bagian panjang gelombang pendek (biru) spektrum tampak, sementara fotopigmen tipe M di sel kerucut hijau paling sensitif terhadap panjang gelombang medium (hijau) cahaya tampak, dan fotopigmen tipe L pada sel kerucut merah paling baik berespons pada panjang gelombang yang panjang (merah). Namun, sel kerucut juga berespons terhadap panjang gelombang lain dengan derajat bervariasi (Gambar 6-28). Penglihatan warna, persepsi berbagai warna dunia, bergantung pada berbagai rasio stimulasi ketiga jenis sel kerucut sebagai respons terhadap bermacam-macam panjang gelombang. Panjang gelombang yang terlihat sebagai biru tidak merangsang sel kerucut merah atau hijau tetapi merangsang sel kerucut biru secara maksimal. (Persentasi stimulasi maksimal untuk sel kerucut merah, hijau, dan biru masing-masing adalah 0:0:100.) Sensasi kuning, sebagai perbandingan, berasal dari rasio stimulasi 83:83:0, dengan sel kerucut merah dan hijau masing-masing dirangsang hingga 83% maksimal, sementara sel kerucut biru tidak terangsang. Rasio untuk hijau adalah 31:67:36, dan demikian seterusnya, dengan berbagai kombinasi yang menghasilkan sensasi warna yang berbeda-beda. Putih adalah campuran semua panjang gelombang cahaya, sementara hitam adalah tidak adanya cahaya. Derajat eksitasi tiap-tiap sel kerucut disandi dan ditransmisikan dalam jalur-jalur paralel terpisah ke otak. Pusat penglihatan warna di korteks penglihatan primer di lobus oksipital otak (lihat Gambar 5-10, h. 160) mengombinasikan dan memproses masukan-masukan ini untuk menghasilkan persepsi warna, dengan menyertakan pertimbangan objek dalam perbandingan dengan latar belakangnya. Karena itu, konsep warna berada dalam pikiran masing-masing.



Spektrum cahaya tampak Gambar 6-28 Sensitivitas ketiga jenis sel kerucut terhadap berbagai panjang gelombang.



221



Sebagian besar kita sepakat tentang warna apa yang sedang kita lihat karena kita memiliki jenis sel kerucut yang sama serta menggunakan jalur-jalur saraf yang sama untuk membandingkan keluaran sel-sel tersebut. Namun, kadang-kadang seseorang tidak memiliki sel kerucut jenis tertentu, sehingga penglihatan warna mereka adalah produk sensitivitas diferensial hanya dua jenis sel kerucut, suatu keadaan yang dinamai buta warna. Orang dengan gangguan penglihatan warna ini tidak saja mempersepsikan warna secara berbeda, tetapi mereka juga tidak mampu membedakan ragam warna sebanyak orang normal (Gambar 6-29). Sebagai contoh, orang dengan defek warna tertentu tidak dapat membedakan antara merah dan hijau. Di lampu lalu lintas mereka dapat menyebutkan lampu mana yang sedang "menyala" berdasarkan intensitasnya, tetapi mereka harus mengandalkan posisi sinar terang untuk mengetahui kapan harus jalan atau berhenti. Karena gen cacat yang berkaitan dengan buta warna hijau-merah berada pada kromosom X, insiden kondisi ini lebih banyak pada pria daripada wanita (memengaruhi 8% pria dan kurang dari 1% wanita). Wanita yang memiliki salinan gen yang cacat pada salah satu kromosom X biasanya mempunyai salinan yang bagus pada gen kromosom X yang lain sehingga ia tetap memiliki penglihatan warna yang normal, tetapi pria yang memiliki salinan gen yang cacat pada kromosom X tidak memiliki gen yang sebanding pada kromosom Y sebagai cadangan sehingga terjadilah buta warna. (Wanita memiliki kromosom seks XX dan pria memiliki kromosom seks XY; lihat h. 777).



Sensitivitas mata dapat sangat bervariasi melalui adaptasi gelap dan terang. Sensitivitas mata terhadap cahaya bergantung pada jumlah fotopigmen peka-cahaya yang ada di sel batang dan sel kerucut. Ketika Anda pergi dari tempat terang benderang ke tempat yang gelap gulita, Anda mula-mula tidak dapat melihat apa-apa, tetapi secara perlahan Anda mulai dapat membedakan benda-benda berkat proses adaptasi gelap. Penguraian foto pigmen selama pajanan ke sinar matahari sangat menurunkan sensitivitas fotoreseptor. Dalam keadaan gelap, fotopigmen yang terurai sewaktu pajanan ke sinar matahari secara bertahap dibentuk kembali. Akibatnya, sensitivitas mata Anda perlahan meningkat sehingga Anda mulai dapat melihat dalam lingkungan sekitar yang gelap. Namun, hanya sel batang yang telah "diremajakan" yang diaktifkan oleh cahaya temaram. Sebaliknya, ketika Anda berpindah dari tempat gelap ke tempat terang (misalnya, keluar dari gedung bioskop ke lingkungan dengan terang matahari), mula-mula mata Anda sangat peka terhadap sinar terik. Dengan sedikit kontras antara bagian terang dan gelap, keseluruhan bayangan tampak keputihan. Setelah sebagian fotopigmen cepat diuraikan oleh sinar yang kuat, sensitivitas mata menurun dan kontras normal dapat kembali terdeteksi, suatu proses yang disebut adaptasi terang. Sel batang sedemikian peka terhadap cahaya sehingga cukup banyak rodopsin yang diuraikan dalam keadaan terang dan hal ini pada hakikatnya "menghanguskan" sel batang; yaitu, setelah fotopigmen batang diuraikan oleh sinar terang, fotopigmen sel batang tidak lagi dapat berespons terhadap sinar. Dengan demikian, hanya sel-sel kerucut yang kurang peka yang digunakan untuk penglihatan terang (siang hari). Sensitivitas mata kita dapat berubah hingga 1 juta kali sewaktu beradaptasi terhadap berbagai tingkat pencahayaan melalui adaptasi gelap dan terang. Mekanisme adaptif ini juga ditingkatkan oleh refleks pupil yang menyesuaikan jumlah sinar yang diizinkan masuk ke dalam mata.Karena retinal adalah turunan vitamin A, agar fotopigmen   



hapter



dapat disintesis diperlukan nutrien ini dalam jumlah yang memadai. Buta senja terjadi akibat defisiensi vitamin A dalam makanan. Meskipun konsentrasi fotopigmen di sel batang dan sel kerucut berkurang pada kondisi ini, masih terdapat cukup fotopigmen sel kerucut untuk berespons terhadap stimulasi sinar terang yang kuat, kecuali pada kasus yang sangat parah. Namun, reduksi ringan kandungan rodopsin dapat mengurangi sensitivitas sel batang sedemikian besar sehingga sel-sel ini tidak dapat berespons terhadap sinar temaram. Orang dapat melihat pada siang hari dengan menggunakan sel kerucut tetapi tidak dapat melihat pada malam hari karena sel batang tidak lagi fungsional. Karena itu, wortel "baik bagi mata Anda" karena kaya akan vitamin A.



Informasi visual dimodifikasi dan dipisahkan mencapai korteks penglihatan Lapangan penglihatan yang tampak tanpa menggerakkan kepala disebut sebagai lapang pandang. Informasi yang mencapai korteks penglihatan di lobus oksipitalis bukan merupakan replika lapang pandang karena beberapa hal: 1. Bayangan yang dideteksi di retina pada awal pemrosesan visual berada dalam keadaan terbalik karena pembelokan berkas cahaya. Setelah diproyeksikan ke otak, bayangan yang terbalik tersebut diinterpretasikan sebagai berada dalam orientasinya yang benar. 2. informasi yang disalurkan dari retina ke otak bukan sekedar rekaman titik-ke-titik pengaktifan fotoreseptor. Sebelum informasi mencapai otak, lapisan-lapisan neuron retina di belakang sel kerucut dan sel batang memperkuat informasi tertentu dan menekan informasi lain untuk meningkatkan kontras. Aktivitas diferensial sel on-center dan off-center bersama dengan peran serta interneuron retinal khusus, sel amakrin dan sel horizontal (lihat Gambar 6-22), bertanggung jawab bagi banyak pemrosesan retinal ini. Contohnya, sel horizontal berperan dalam inhibisi lateral, yaitu jalur sel kerucut yang terangsang kuat menekan aktivitas jalur sel kerucut yang terangsang lemah di sekitarnya. Hal ini meningkatkan kontras terang-gelap untuk memperkuat ketajaman kontur. 3. Berbagai aspek informasi penglihatan, misalnya bentuk, warna, dan gerakan, dipisahkan dan diproyeksikan dalam jalur-jalur paralel ke berbagai bagian korteks. Hanya ketika potongan-potongan informasi yang telah diproses ini diintegrasikan oleh regio-regio penglihatan yang lebih tinggi barulah gambaran apa yang dilihat dapat dipersepsikan.Pasien dengan lesi di regio pemrosesan penglihatan spesifik di otak mungkin tidak mampu menyatukan secara sempurna komponen-komponen suatu kesan visual. Sebagai contoh, seseorang mungkin tidak mampu melihatgerakan suatu benda tetapi dapat melihat bentuk, pola, dan warna dengan baik. Kadang-kadang kelainan bersifat sangat spesifik, misalnya tidak mampu mengenal wajahwajah familiar, tetapi dapat mengenal benda-benda mati. 4. Karena pola perhubungan antara mata dan korteks penglihatan, separuh kiri korteks menerima informasi hanya dari separuh kanan lapang pandang seperti dideteksi oleh kedua mata, dan separuh kanan menerima masukan hanya dari separuh kiri lapang pandang kedua mata. Sewaktu cahaya masuk ke mata, berkas sinar dari separuh kiri lapang pandang jatuh di separuh kanan retina kedua mata (separuh medial atau dalam retina kiri dan separuh lateral atau luar retina kiri dan separuh lateral atau luar retina kanan) (Gambar 6-30a). Demikian juga, berkas sinar dari separuh kanan lapang pandang mencapaiseparuh kiri kedua retina (separuh lateral retina kiri dan



Letak lobus frontalis



Mata kanan



Kunci



Saraf optikus



Mata kiri



= Letak lesi



Kiasma optikum



= Devisit visual



Traktus optikus



1



Talamus Letak lesi 2



Mata kiri



3



(a) Jalur visual



Mata kanan



1 Saraf optikus kiri Radiasi optik



Melihat otak dari atas dengan struktur-struktur yang menutupi disingkirkan



Devisit visual



2 Kisama optikum



Korteks visual 3 Traktus (di lobus oksipital) (atau radiasi) optikus kiri



(b) Defisit pada lesi spesifik di jalur penglihatan



Gambar 6-30 Jalur penglihatan dan defisit visual yang berkaitan dengan lesi di jalur penglihatan. (a) Perhatikan bahwa separuh kiri korteks penglihatan di lobus oksipitalis menerima informasi dari separuh kanan lapang pandang kedua mata (warna hijau), dan separuh kanan korteks menerima informasi dari separuh kiri lapang pandang kedua mata (warna merah). (b) Setiap defisit penglihatan yang digambarkan berkaitan dengan lesi di titik bernomor di jalur penglihatan di bagian (a).



separuh medial retina kanan). Setiap saraf optikus yang keluar dari retina membawa informasi dari kedua paruh retina yang disarafinya. Informasi ini terpisah ketika kedua saraf optikus bertemu di kiasma optikum yang terletak di bawah hipotalamus (kiasma artinya "persilangan") (lihat Gambar 5-7b, h. 154). Di dalam kiasma optikum, serat-serat dari separuh medial tiap-tiap retina menyeberang ke sisi kontralateral, tetapi yang dari separuh lateral tetap di sisi semula. Reorganisasi berkas-berkas serat yang meninggalkan kiasma optikum dkenal sebagai traktus optikus. Tiap-tiap traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral satu retina dan separuh medial retina yang lain. Karena itu, persilangan parsial ini menyatukan, dari kedua mata, serat-serat yang membawa informasi dari separuh lapang pandang yang sama. Masing-masing traktus optikus, nantinya, menyalurkan informasi ke separuh otak di sisi yang sama tentang separuh lapang pandang kontralateral. Pengetahuan tentang jalur-jalur ini dapat memper-mudah diagnosis kelainan penglihatan yang terjadi akibat interupsi jalur penglihatan di berbagai titik (Gambar 6-30b). Sebelum kita melanj utkan pembahasan tentang bagaimana otak memproses informasi penglihatan, lihatlah Tabel 6-4, yang meringkaskan fungsi berbagai komponen mata.



Talamus dan korteks penglihatan menguraikan pesan visual. Perhentian pertama di otak untuk informasi di jalur penglihatan adalah nukleus genikulatus lateral di talamus (Gambar 6-30a). Bagian ini memisahkan informasi yang diterima dari mata dan menyalurkannya melalui berkas-bekas serat yang dikenal sebagai



radiasi optik ke berbagai daerah di korteks yang terletak di lobus oksipital. Setiap daerah mengolah berbagai aspek rangsangan penglihatan (misalnya, warna, bentuk, kedalaman, dan gerakan). Proses penyortiran ini bukanlah tugas mudah karena setiap saraf optikus mengandung lebih dari satu juta serat yang membawa informasi dari fotoreseptor di satu retina. Ini lebih dari semua serat aferen yang membawa masukan somatosensrik dari semua regio lain di tubuh! Para peneliti memperkirakan bahwa ratusan juta neuron yang menempati sekitar 40% korteks ikut serta dalam pemrosesan visual, dibandingkan dengan 8% yang digunakan untuk persepsi sentuh dan 3% untuk pendengaran. Namun, koneksi di jalur penglihatan bersifat presisi. Nukleus geni kulatus lateral dan tiap-tiap zona korteks yang memproses informasi penglihatan memiliki peta topografis yang merepresentasikan retina titik demi titik. Seperti korteks somatosensorik, peta retina di korteks mengalami distorsi. Fovea, bagian retina yang ketajaman penglihatannya tertinggi, memiliki representasi di peta saraf yang jauh lebih luas daripada bagian-bagian tepi retina. PERSEPSI KEDALAMAN Meskipun setiap separuh korteks



penglihatan menerima informasi secara bersamaan dari bagian lapang pandang yang sama seperti yang diterima oleh kedua mata, pesan dari kedua mata tidak identik.Tiap-tiap mata melihat suatu benda dari titik pandang yang sedikit berbeda, meskipun banyak terjadi tumpang-tindih. Daerah tumpang yang terlihat oleh kedua mata pada saat yang sama dikenal sebagai lapang pandang binokular ("dua-mata") yang penting dalam persepsi kedalaman. Seperti bagian223



■ TABEL 6-4



Fungsi Komponen-komponen Utama Mata Lokasi



Fungsi







Menghasilkan cairan aqueous dan mengandung otot siliaris







Rongga anterior antara kornea dan lensa



Cairan encer jernih yang terus-menerus dibentuk dan membawa nutrien bagi kornea dan lensa.







Antara lensa dan retina



Bahan setengah cair mirip gel yang membantu mempertahankan bentuk bulat mata



Struktur







(Iihat tema bintik buta)







Bagian di tepat tengah retina



Daerah dengan ketajaman tertinggi







Cincin otot yang berpigmen dan terlihat di dalam cairan aqueous



Mengubah ukuran pupil dengan kontraksi bervariasi; berperan dalam warna mata







Lapisan jernih anterior paling luar mata



Berperan paling besar dalam kemampuan refraksi mata











Berpigmen untuk mencegah pembuyaran berkas sinar di mata; mengandung pembuluh darah yang memberi makan retina; di sebelah anterior membentuk badan siliaris dan iris











Berperan dalam variasi kemampuan refraksi selama akomodasi











Penting dalam akomodasi



Makula lutea



Daerah tepat di sekitar fovea



Memiliki ketajaman tinggi karena banyak mengandung sel kerucut







Komponen otot sirkular pada korpus siliaris; melekat ke iensa melalui ligamentum suspensorium



Penting dalam akomodasi







Lubang bundar di anterior di tengah iris



Mengatur jumlah cahaya yang masuk ke mata







Lapisan terdalam mata



Mengandung fotoreseptor (sel kerucut dan sel batang)







Ke(uar dari mata di diskus optikus (bintik buta)



Bagian pertama jalur penglihatan ke otak















Lapisan tengah sel saraf di retina



Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di retina







Lapisan dalam sel-sel saraf di retina



Penting dalam pemrosesan rangsangan cahaya di retina; membentuk saraf optikus







Fotoreseptor di lapisan terluar retina



Berperan dalam ketajaman penglihatan, penglihatan warna, dan penglihatan siang hari



Sklera



Lapisan luar mata yang kuat



Selubung jaringan ikat protektif; membentuk bagian putih mata yang terlihat; di sebelah anterior membentuk kornea



Titik buta



Titik di retina sedikit ke tepi tempat keluarnya saraf optikus; tidak mengandung fotoreseptor (juga dikenal sebagai diskus optikus)



Jalan keluar saraf optikus dan pembuluh darah



  



hapter







bagian korteks lainnya, korteks penglihatan primer tersusun menjadi kolom-kolom fungsional, masing-masing memproses informasi dari suatu bagian kecil retina. Kolom-kolom independen yang bergantian didedikasikan untuk informasi tentang titik yang sama di lapang pandang dari mata kiri dan mata kanan. Otak menggunakan perbedaan kecil dalam informasi yang diterima dari kedua mata untuk memperkirakan jarak, memungkinkan Anda memersepsikan benda tiga dimensi dalam kedalaman ruang. Sebagian persepsi ke dalaman dapat diperoleh dengan menggunakan satu mata, berdasarkan pengalaman dan pembandingan dengan petunjuk-petunjuk lain. Sebagai contoh, jika penglihatan Anda dengan satu mata memperlihatkan sebuah mobil dan sebuah bangunan dan mobil tersebut tampak jauh lebih besar, Anda secara tepat menginterpretasikan bahwa mobil tentu terletak lebih dekat kepada Anda daripada bangunan tersebut. Kadang-kadang pandangan kedua mata tidak menyatu dengan tepat. Keadaan ini dapat terjadi karena dua sebab: (1) Mata tidak difokuskan ke benda yang sama secara bersamaan, karena defek otot mata eksternal yang menyebabkan lapang pandang kedua mata tidak dapat menyatu (contohnya, mata juling); atau (2) informasi binokular terintegrasi secara tidak tepat sewaktu pemrosesan visual. Akibatnya adalah penglihatan ganda, atau diplopia, suatu kondisi ketika kedua mata secara bersamaan tidak melihat benda yang sama. HIERARKI PEMROSESAN VISUAL DI KORTEKS Di dalam korteks,



informasi penglihatan mula-mula diproses di korteks penglihatan primer, kemudian dikirim ke daerah-daerah visual yang lebih tinggi di sekitarnya untuk pemrosesan dan abstraksi yang lebih rumit. Korteks visual tersusun secara tepat baik secara vertikal maupun horizontal. Kolom vertikal meluas melalui ketebalan korteks dari permukaan luarnya hingga ke substansia alba. Setiap kolom terbentuk dari sel yang memroses masukan visual yang sama. Terdapat tiga jenis kolom berdasarkan jenis masukan visual yang diproses: (1) seperti dibahas pada bagian sebelumnya, sistem alternatif kolom dominasi okuler yang ditujukan bagi masukan dari mata kanan atau kiri penting bagi interaksi binokular dan persepsi kedalaman; (2) kolom orientasi yang berkaitan dengan aksis orientasi rangsangan visual memainkan peran kunci dalam merasakan bentuk dan pergerakan; dan (3) kolom pendek yang dikenal sebagai gumpalan (blobs) mengolah warna. Kolom orientasi mengandung hierarki sel visual yang merespon stimulus kompleks yang semakin meningkat. Tiga jenis neuron korteks visual telah diidentifikasi berdasarkan kompleksitas persyaratan rangsangan yang diperlukan oleh sel untuk berespons; ini dikenal dengan sel sederhana, kompleks, dan hiperkompleks. Semua sel di dalam kolom orientasi yang sama memroses masukan dari rangsangan visual pada aksis orientasi yang sama, seperti suatu celah cahaya yang berorientasi vertikal, horizontal, atau oblik. Korteks visual primer memiliki kolom orientasi bagi setiap kemungkinan aksis orientasi. Pemotongan masukan visual menuju ke berbagai orientasi penting untuk melihat bentuk dan gerakan. Korteks visual juga disusun menjadi enam lapisan, yang masingmasingnya terdiri dari jenis-jenis sel yang khusus. Contohnya, sel sederhana ditemukan pada lapisan ke-4. Sel sederhana dan kompleks saling bertumpuk di dalam setiap kolom-kolom orientasi dengan cara yang khusus. Sel hiperkompleks hanya ditemukan di daerahdaerah pemrosesan visual yang lebih tinggi. Sambungan horizontal di dalam lapisan menghubungkan kolom-kolom vertikal yang memiliki



fungsi yang sama. Setiap lapisan memiliki masukan dan keluaran yang berbeda serta dikhususkan untuk melakukan tugas tertentu. Tidak seperti sel retina, yang berespons terhadap jumlah sinar, sel korteks hanya melepaskan muatan jika menerima pola iluminasi tertentu yang telah diprogramkan untuk mereka. Pola-pola ini dibentuk dengan menyatukan koneksi-koneksi yang berasal dari selsel fotoreseptor di retina yang berdekatan. Sebagai contoh, di kolomkolom orientasi, sebagian sel sederhana melepaskan muatan hanya ketika kita melihat batang vertikal di lokasi tertentu, yang lain ketika batang horizontal, dan yang lain lagi pada berbagai orientasi oblik. Gerakan suatu aksis oritentasi kritis menjadi penting untuk respons oleh sebagian sel kompleks. Sel hiperkompleks menambahkan dimensi baru terhadap pemrosesan visual dengan hanya berespons terhadap sudut, tepi, atau lengkung tertentu. Setiap tingkat neuron korteks penglihatan memiliki kapasitas yang lebih besar dan semakin meningkat untuk abstraksi informasi yang dibentuk oleh peningkatan konvergensi masukan dari neuron-neuron tingkat di bawahnya. Dengan cara ini, korteks mengubah pola mirip-titik fotoreseptor yang terangsang dengan berbagai derajat dengan mengubah intensitas cahaya di bayangan retina menjadi informasi tentang posisi, orientasi, gerakan, kontur, dan panjang. Aspek-aspek lain informasi visual, misalnya persepsi warna dan persepsi kedalaman, diproses secara bersamaan oleh sistem pengaturan horizontal dan vertikal lainnya. Bagaimana dan di mana keseluruhan bayangan akhirnya disatukan masih belum diketahui. Hal ini serupa dengan gumpalan cat dari tinta palet pelukis versus lukisan potret yang sudah selesai; pigmen yang terpisah tidak mewakili potret wajah hingga mereka terintegrasi dengan tepat di kanvas.



Tidak semua serat di jalur penglihatan berakhir di korteks penglihatan. Sebagian diproyeksikan ke bagian-bagian lain otak untuk tujuan di luar persepsi penglihatan langsung. Contoh aktivitas non-penglihatan yang bergantung pada masukan dari sel batang dan sel kerucut adalah (1) kontribusi terhadap kesiagaan korteks dan atensi (contohnya, Anda mengantuk dalam kamar yang bercahaya redup), (2) kontrol ukuran pupil (contohnya, pupil Anda berkonstriksi pada keadaan cahaya terang), dan (3) kontrol gerakan mata (contohnya, masukan dari fotoreseptor Anda dipakai untuk kontraksi otot mata eksternal yang memungkinkan Anda membaca halaman ini). Tiap-tiap mata dilengkapi oleh suatu set otot yang terdiri dari enam otot mata eksternal yang menentukan posisi dan gerakan mata sehingga mata dapat mengetahui lokasi, melihat, dan mengikuti benda dengan lebih baik. Gerakan mata adalah salah satu gerakan tubuh yang paling cepat dan paling terkontrol. Sekitar 3% sel ganglion mata tidak terlibat dalam pemrosesan visual. Sel ini malah membuat melanopsin, pigmen sensitif-cahaya yang berperan penting dalam pengaturan "jam biologis" tubuh untuk bersama melangkah masuk ke siklus terang-gelap (lihat h. 714.)



Sebagian masukan sensorik dapat dideteksi oleh berbagai daerah pemrosesan sensorik di otak. Sebelum beralih ke indera yang lain—pendengaran—perlu dikemukakan suatu teori baru kontroversial mengenai indra yang 225



M



“Melihat” dengan lidah



eac



berperan dalam pemrosesan perseptual menerima sinyal sensorik dari berbagai sumber. Karena itu, korteks penglihatan menerima masukan sensorik tidak saja dari mata, tetapi juga dari permukaan tubuh dan tetinga. Satu kelompok peneliti kini sedang mengeksploitasi, dengan cara tak lazim tetapi menarik, pemakaian bersama masukan sensorik oleh berbagai bagian otak ini. Mereka membuat Brain Port, suatu alat non invasif yang memampukan orang buta untuk melihat secara kasar bentuk dan pergerakan di ruangan dengan cara tongue display unit (TDU), yaitu alat datar seperti lollipop berukuran 9 cm2 yang terdiri dari lempengan elektroda yang diletakkan berlawanan dengan lidah (lihat gambar penyerta). Sebuah kamera miniatur yang ditempelkan ke kacamata mengirimkan data visual ke perangkat genggam yang mengubah masukan cahaya menjadi pola sinyal listrik yang dikirimkan ke TDU, tempat mereka mengaktifkan reseptor sentuh di lidah. Pola "menggelitik" pada lidah (serupa dengan perasaan sampanye) akibat sinyal listrik yang terinduksi cahaya bersesuaian dengan gambaran yang direkam kamera. Dengan latihan, korteks visual menginterpretasikan masukan sensorik alternatif ini sebagai gambaran visual. Sebagai seseorang penemu yang mengembangkan teknik ini mengklaim bahwa seseorang melihat dengan korteks visual, tidak dengan mata. Segala bentuk pengiriman sinyal ke korteks visual dapat dipersepsikan sebagai gambaran visual. Contohnya, dengan alat ini, seorang tuna netra dapat melihat bentuk perabot rumah tangga, mengetahui pergerakan orang, mengetahui tombol lift dan pintu, membaca huruf dan angka, mengambil cangkir tanpa meraba, atau menikmati api lilin. Meskipun menggunakan lidah sebagai pengganti mata tidak pernah memberikan hasil yang sama dengan mata normal, masukan visual yang terbatas ini dapat memampukan seseorang untuk berkeliling dan menikmati kualitas hidup yang lebih baik. Lidah adalah pilihan yang lebih baik daripada kulit untuk menerima masukan sensasi cahaya yang berubah menjadi taktil karena saliva adalah cairan elektrolit kondusif yang siap menghantarkan arus listrik yang dihasilkan alat oleh masukan visual. Lebih lanjut lagi, lidah dipenuhi dengan reseptor taktil, membuka kemungkinan bahwa lidah dapat menghasilkan ketajaman masukan visual yang lebih tinggi daripada kulit. Faktanya, para peneliti berencana untuk mengembangkan resolusi alat



yang bereaksi terhadap banyak masukan sensorik dan bukan hanya terhadap satu jenis rangsangan. Belum ada yang mengetahui apakah sel-sel ini jarang atau banyak terdapat di otak. (Lihat fitur penyerta dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, mengenai suatu cara para peneliti mempelajari pemakaian bersama masukan sensorik oleh berbagai bagian otak). Berbagai pengalaman sensorik menyilang juga merupakan dasar sinesthesia (berarti "penggabungan indra"), kondisi yang sulit dimengerti, yaitu ketika ada dua atau lebih indra yang saling terkait. Contohnya, para penderita sinesthesia mungkin "melihat"   



hapter



ini dengan meningkatkan jumlah elektroda yang ada dalam mulut. Namun, gambaran yang didapat masih tetap kasar karena ketajaman yang dihasilkan alat ini tidak pernah menyamai ketajaman yang dihasilkan oleh lapangan reseptif mata yang kecil. Kelompok peneliti lain telah mengembangkan chip mikroeiektronik untuk diimplankan di mata untuk memintas fotoreseptor yang rusak (sudah digunakan di Eropa dan dalam proses persetujuan oleh FDA di AS), atau, lebih jauh lagi, di korteks visual (untuk mengatasi defisit pada jalur visual) yang memampukan tunanetra untuk "melihat cahaya", setidaknya hingga taraf tertentu. Penelitian lainnya yang menjanjikan untuk menghentikan atau membalikkan kehilangan penglihatan pada penyakit mata degeneratif adalah regenerasi retina meialui transplantasi retina janin atau terapi sel punca (lihat h. 10).



WICAB



■ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Penggunaan brainport. Kamera miniatur yang terdapat di kacamata mengirimkan data visual ke perangkat genggam, yang mengubah masukan cahaya menjadi sinyal listrik yang ditransmisikan ke tounge display unit. Otak menginterpretasi pola gelitikan lidah yang dihasilkan sebagai bayangan visual kasar.



huruf, kata, dan angka sebagai warna, merasakan" bentuk, atau "mendengar" warna. Kemampuan sinesthesia ini sangat khusus bagi individu tertentu. Seseorang dengan sinesthesia mungkin melihat "M" sebagai indigo biru; sementara yang lain melihat huruf ini sebagai merah. Pencampuran indra ini hanya terjadi dalam satu arah; walaupun "M" selalu merah, merah dapat terlihat tanpa menampilkan huruf "M". Pada bagian selanjutnya bab ini, kita akan berkonsentrasi pada fungsi utama indra khusus lainnya. Sekarang marilah kita beralih dari mata ke telinga.



Periksa Pemahaman Anda 6.3 1. Gambarkan dua potongan melintang mata emetropia, satu untuk penglihatan jauh dan satu diakomodasikan untuk penglihatan dekat. 2. elaskan bagaimana absorpsi cahaya oleh fotopigmen menyebabkan potensial reseptor yang menghiperpolarisasi. 3. Bandingkan penglihatan batang dan kerucut.



Tiap-tiap telinga terdiri dari tiga bagian: telinga luar, tengah, dan dalam (Gambar 6-31). Bagian luar dan tengah telinga menyalurkan gelombang suara dari udara ke telinga dalam yang berisi cairan, mengamplifikasi energi suara dalam proses ini. Telinga dalam berisi dua sistem sensorik: koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, dan aparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan.



Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf. Pendengaran melibatkan dua aspek: identifikasi suara (apa) dan lokalisasinya (di mana). Kita mula-mula akan mempelajari Daun telinga



Membran Osikolus timpani auditorus (gendang telinga)



dan otak memproses masukan suara untuk menghasilkan pendengaran. Gelombang suara adalah getaran udara yang merambat. Gelombang suara terdiri dari daerah-daerah bertekanan tinggi akibat kompresi molekul udara dan bergantian dengan daerahdaerah bertekanan rendah akibat peregangan molekul (Gambar 6-32a). Setiap alat yang mampu menghasilkan gangguan pola molekul udara seperti itu adalah sumber suara. Contoh sederhana adalah garpu tala. Ketika garpu tala dipukulkan, bilahnya akan bergetar. Sewaktu bilah garpu tala bergerak ke satu arah (Gambar 6-32b), molekul-molekul udara di depannya terdorong saling merapat, atau memadat, dan meningkatkan tekanan di daerah ini. Secara bersamaan, sewaktu bilah maju ke depan, molekul-molekul udara di belakangnya menyebar, atau teregang, dan menurunkan tekanan di daerah tersebut. Sewaktu bilah bergerak ke arah berlawanan, tercipta gelombang pemadatan dan peregangan yang berlawanan. Meskipun masing-masing molekul hanya bergerak dalam jarak dekat ketika bilah bergetar, gelombang pemadatan dan peregangan menyebar ke jarak yang jauh s eperti riak air. Molekul-molekul udara yang "terganggu" akan mengganggu molekul-molekul di dekatnya, membentuk daerah-daerah baru pemadatan dan peregangan, demikian seterusnya (Gambar 6-32c). Energi suara secara bertahap melemah sewaktu gelombang suara berjalan menjauh dari sumbernya; energi suara akhirnya hilang ketika gelombang suara terakhir terlalu lemah untuk mengganggu molekul-molekul udara di sekitarnya. Gelombang suara juga dapat merambat melalui media selain udara, misalnya air. Namun, perambatan ini kurang efisien;



Kanalis semisirkularis Utrikulus dan sakulus



Aparatus vestibularis



Jendela ovalis Saraf vestibukoklearis Koklea Jendela bundar



Tuba eustachius meatus auditorius eksternus (saluran telinga)



Telinga luar



Ke faring



Telinga Telinga tengah dalam



Gambar 6-31 Anatomi telinga



227



Daerah peregangan



Pressure



Derah pemadatan



Kepadatan normal molekul udara (ketika garputala dalam keadaan diam)



Waktu (a) Gelombang suara Gambar 6-32 Pembentukan gelombang suara. (a) Gelombang



Daerah peregangan



Daerah pemadatan



(b) Garputala mengatur gelombang suara



suara adalah daerah-daerah pemadatan dan peregangan molekul udara yang berselang-seling. (b) Garpu tala yang bergetar memicu gelombang suara sewaktu molekul-molekul udara di depan bilah garpu



yang



sementara



sedang



bergerak



molekul-molekul



maju di



mengalami



belakangnya



pemadatan mengalami



peregangan. (c) Molekul-molekul udara yang terganggu tersebut menumbuk molekul-molekul di depannya, membentuk daerahdaerah baru pemadatan dan peregangan yang lebih jauh daripada tempat asal suara. Dengan cara ini, gelombang suara bergerak progresif semakin jauh dari sumber, meskipun masing-masing molekul udara hanya berpindah dalam jarak dekat ketika terganggu. Gelombang suara akhirnya lenyap ketika daerah terakhir gangguan udara terlalu lemah untuk mengganggu daerah di depannya.



(c) Gelombang suara berjalan dari sumber



diperlukan tekanan lebih besar untuk menimbulkan pergerakan cairan dibandingkan dengan pergerakan udara karena inersia (resistensi terhadap perubahan) cairan yang lebih besar. Suara ditandai oleh nadanya (pitch), intensitasnya (kekuatan), dan warna suaranya (timbre) (Gambar 6-33): ■ Nada suatu suara (misalnya nada C atau G) ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin besar frekuensi getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi gelombang suara dengan frekuensi dari 20 hingga 20.000 siklus per detik, atau hertz (Hz), tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 Hz. ■ Intensitas, atau kekuatan, suara bergantung pada amplitudo gelombang suara, atau perbedaan tekanan antara daerah pemadatan bertekanan tinggi dan daerah peregangan bertekanan rendah. Dalam rentang pendengaran, semakin besar amplitudo, semakin keras suara. Telinga manusia dapat mendengar intensitas suara dengan kisaran yang lebar, dari bisikan paling lemah hingga bunyi pesawat lepas landas yang memekakkan telinga. Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB),yaitu ukuran logaritmik intensitas dibandingkan dengan suara paling lemah yang masih terdengar-ambang pendengaran. Karena hubungannya yang logaritmik, setiap 10 dB menunjukkan peningkatan 10 kali lipat kekuatan suara. Beberapa contoh suara umum menggambarkan besar peningkatan ini (Tabel 6-5). Perhatikan bahwa bunyi gesekan daun pada 10 dB adalah 10 kali lebih kuat daripada ambang



  



hapter



pendengaran, tetapi suara pesawat jet lepas-landas adalah satu kuadriliun (sejuta miliar) kali, bukan 150 kali, lebih kuat daripada bunyi terlemah yang masih terdengar. Suara yang lebih besar daripada 100 dB dapat merusak secara permanen perangkat sensorik sensitif di koklea. ■ Warna suara, atau kualitas, suatu suara bergantung pada overtone, yaitu frekuensi tambahan yang mengenai nada dasar. Garpu tala memiliki nada murni, tetapi sebagian besar suara tidaklah murni. Sebagai contoh, campuran kompleks overtone menimbulkan suara yang berbeda pada berbagai alat musik yang memainkan nada yang sama (nada C dalam bunyi terompet terdengar berbeda dengan nada C di piano). Overtone juga berperan menyebabkan perbedaan karakteristik suara orang. Warna suara memungkinkan pendengar membedakan sumber gelombang suara karena setiap sumber suara menghasilkan pola overtone yang berbeda-beda. Berkat warna suara, Anda dapat mengetahui apakah yang berbicara di telepon adalah ibu Anda atau pacar Anda sebelum Anda mengatakan sesuatu yang salah. Sel-sel reseptor khusus untuk pendengaran terletak di telinga dalam yang berisi cairan. Karena itu, gelombang suara di udara harus dapat disalurkan ke arah dan dipindahkan ke telinga dalam, dengan mengompensasi pengurangan energi suara yang terjadi secara alami dalam proses ketika gelombang suara berpindah dari udara ke air. Fungsi ini dilaksanakan oleh telinga luar dan telinga tengah.



Nada bergantung pada frekuensi Nada rendah



Intensitas (kekuatan) bergantung pada amplitudo



Pelan



Warna suara (kualitas) bergantung pada overtone



Nada murni



Nada tinggi



Keras



Overtone yang berbeda



Gambar 6-33 Sifat gelombang suara







TABEL 6-5



yang berselang-seling menyebabkan gendang telinga yang sangat peka melekuk ke dalam dan keluar seiring dengan frekuensi gelombang suara. Agar membran bebas bergerak ketika terkena suara, tekanan udara istirahat di kedua sisi membran timpani harus sama. Bagian luar gendang telinga Same terpajan ke tekanan atmosfer yang mencapainya note melalui saluran telinga. Bagian dalam gendang telinga yang menghadap ke rongga telinga tengah juga terpajan ke tekanan atmosfer melalui tuba eustachius Same loudness, (auditorius) yang menghubungkantelinga tengah ke same faring (bagian belakang tenggorokan) (lihat Gambar note 6-31). Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi dapat membuka oleh gerakan menguap, mengunyah, dan menelan. Pembukaan ini memungkinkan tekanan udara di telinga tengah menyamai tekanan atmosfer sehingga tekanan di kedua sisi membran timpani setara.Sewaktu perubahan tekanan eksternal yang cepat (misalnya ketika naik pesawat), gendang telinga menonjol dan menimbulkan nyeri karena tekanan di luar telinga berubah sementara tekanan di telinga tengah tidak berubah. Membuka tuba eustachius dengan menguap memungkinkan tekanandi kedua sisi membran timpani menjadi sama, menghilangkan distorsi tekanan sewaktu gendang telinga kembali ke bentuknya semula. Infeksi yang berasal dari tenggorokan kadang-kadang menyebar melalui tuba eustachius ke telinga tengah. Penimbunan cairan yang terjadi di telinga tengah tidak saja menimbulkan nyeri tetapi juga mengganggu hantaran suara melintasi telinga tengah. Same loudness



Kekuatan Relatif Suara Umum



Sound



Kekuatan dalam Desibel (db)











10 Kali lebikh kuat











100 Kali lebih kuat











Seribu kali lebih kuat











Sejuta kali lebih kuat











Semiliar kali lebih kuat



Konser musik rock, sirine ambulan







Setriliun kali lebih kuat



Lepas landas pesawat jet







Sekuadriliun kali lebih kuat



Telinga luar (lihat Gambar 6-31) terdiri dari pinna (daun telinga), meatus auditarius eksternus (saluran telinga), dan membran timpani (gendang telinga). Pinna, lipatan menonjol tulang rawan berlapis kulit, mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga. Saluran telinga melalui tulang temporal dari bagian luar ke membran timpani, yaitu membran tipis yang memisahkan telinga luar dan telinga tengah. Banyak spesies (misalnya anjing) dapat mengarahkan telinga mereka sesuai sumber suara untuk mengumpulkan lebih banyak suara, tetapi telinga manusia relatif tidak dapat



Membran timpani, yang membentang merintangi pintu masuk ke telinga tengah, bergetar ketika terkena gelombang suara. Daerahdaerah gelombang suara bertekanan tinggi dan rendah



Telinga tengah memindahkan gerakan bergetar membran timpani ke cairan telinga dalam. Pemindahan ini dipermudah oleh adanya rantai tiga tulang kecil, atau osikulus (maleus, inkus, dan stapes) yang membentang di telinga tengah (Gambar 6-34a). Tulang pertama, maleus, melekat ke membran timpani, dan tulang terakhir, stapes, melekat ke jendela oval, pintu masuk ke dalam koklea yang berisi cairan. Sewaktu membran timpani bergetar sebagai respons terhadap gelombang suara, rangkaian tulangtulang tersebut ikut bergerak dengan frekuensi yang sama, memindahkan frekuensi getaran ini dari membran timpani ke jendela oval. Tekanan yang terjadi di jendela oval yang ditimbulkan oleh setiap getaran akan menimbulkan gerakan mirip-gelombang di cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara asal. Ingat kembali bahwa diperlukan tekanan yang lebih besar untuk menggerakan cairan daripada menggerakan udara, tetapi sistem osikulus memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelombang suara di udara melalui dua mekanisme agar cairan di koklea bergetar. Pertama, karena luas permukaan membran timpani jauh lebih besar daripada luas jendela oval, terjadi peningkatan tekanan ketika gaya yang bekerja pada membran timpani disalurkan oleh osikulus ke jendela oval (tekanan = gaya/luas permukaan). Kedua, efek tuas osikulus 229



Membran vestibularis



Koklea Helikotrema Maleus



Inkus



Membran basilar Organ Corti (dengan rambut dari sel rambut yang diperlihatkan di permukaan)



Stapes di jendela oval



Membran tektorium Skala media (koklearis)



Skala vestibuli



Membran vestibularis Skala timpani



Meatus auditorius eksternus



Rongga telinga tengah



Membran tektorium



Skala vestibuli



Jendela budar



Skala media (duktus koklearis)



Organ corti



Membran timpani



Membran basilaris



Saraf auditorius



(a) Anatomi makroskopik telinga tengah dan koklea, dengan "diuraikan" sebagian



Skala timpani (b) Potongan melintang koklea Satu baris streosilia ( rambut) dari sel rambut dalam



Tiga baris stereosilia (rambut) dari sel rambut luar



Membran penopang rambut pada Sel bagian atas Sel sel rambut rambut penopang



Sel rambut luar



Membran tektorium Rambut (stereosilia)



G. Brederg / Photo Researchers, Inc.



Sel rambut dalam



(d) Pemindaian mikrograf elektron organ corti Gambar 6-33 Sifat gelombang suara



Sel penunjag Serat saraf



(c) Organ corti diperbesar



Membran basilaris



juga menimbulkan keuntungan mekanik tambahan. Bersama-sama, kedua mekanisme ini meningkatkan gaya yang bekerja pada jendela oval sebesar 20 kali dibandingkan dengan jika gelombang suara langsung mengenai jendela oval. Tekanan tambahan ini sudah cukup untuk menggetarkan cairan di koklea. Beberapa otot halus di telinga tengah berkontraksi secara refleks sebagai respons terhadap suara keras (lebih dari 70 dB), menyebabkan membran timpani mengencang dan membatasi gerakan rangkaian osikulus. Berkurangnya getaran di strukturstruktur telinga tengah ini menurunkan transmisi gelombang suara yang keras ke telinga dalam untuk melindungi perangkat sensorik yang peka dari kerusakan. Namun, respons refleks ini relatif lambat, terjadi setidaknya 40 mdet setelah pajanan ke suara keras. Karena itu, refleks ini hanya memberi perlindungan terhadap suara keras yang berkepanjangan, bukan dari suara mendadak seperti ledakan. Dengan memanfaatkan refleks ini, senjata anti-pesawat udara masa Perang Dunia II dirancang untuk menghasilkan suara keras praledakan untuk melindungi telinga tentara mereka dari suara berdentam keras yang ditimbulkan oleh penembakan sebenarnya.



Koklea yang berukuran sebesar kacang polong dan berbentuk mirip siput ini, bagian "pendengaran" telinga dalam, adalah sistem tubulus bergelung yang terletak jauh di dalam tulang temporal (Iihat Gambar 6-31) (koklea berarti "siput"). Koklea akan lebih mudah dipahami jika gulungan organ ini "diuraikan", seperti diperlihatkan di Gambar 6-34a. Koklea dibagi di seluruh panjangnya menjadi tiga kompartemen longitudinal berisi cairan. Duktus koklearis yang buntu, yang juga dikenal sebagai skala media, membentuk kompartemen tengah. Bagian ini membentuk terowongan di seluruh panjang bagian tengah koklea, hampir mencapai ujung. Kompartemen atas, skala vestibuli, mengikuti kontur bagian dalam spiral, dan skala timpani, kompartemen bawah, mengikuti kontur luar (Gambar 6-34a dan b). Skala vestibuli dan skala timpani mengandung cairan yang disebut perilimfe. Duktus koklearis mengandung cairan yang sedikit berbeda, endolimfe (Gambar 6-35a).Daerah di luar ujung duktus koklearis tempat cairan di kompartemen atas dan bawah berhubungan disebut helikotrema. Skala vestibuli dipisahkan dari rongga telinga tengah oleh jendela oval, tempat melekatnya stapes. Lubang kecil lain yang ditutupi oleh membran, jendela bundar, menutup skala timpani dari telinga tengah. Membran vestibularis yang tipis membentuk atap duktus koklearis dan memisahkannya dari skala vestibuli. Membran basilaris membentuk lantai duktus koklearis, memisahkannya dari skala timpani. Membran basilaris sangat penting karena mengandung organ Corti, organ indera untuk pendengaran.



Organ Corti, yang terletak di atas membran basilaris di seluruh panjangnya, mengandung sel rambut auditorik yang merupakan reseptor suara. Sebanyak 15.000 sel rambut di dalam tiap-tiap koklea tersusun menjadi empat baris sejajar di seluruh panjang membran basilaris: satu baris sel rambut dalam dan tiga baris sel rambut luar (Gambar 6-34c dan d). Dari permukaan tiap-tiap sel



rambut menonjol sekitar 100 rambut yang dikenal sebagai stereosilia, yaitu mikrovilus yang dibuat kaku oleh adanya aktin, bukan silia sejati (lihat h. 54). Sel rambut merupakan mekanoreseptor: menghasilkan sinyal saraf jika rambut permukaannya mengalami perubahan bentuk secara mekanis akibat gerakan cairan di telinga dalam. Stereosilia ini berkontak dengan membran tektorium, suatu tonjolan mirip-sayap yang menutupi organ Corti di seluruh panjangnya (Gambar 6-34b dan c). Gerakan stapes yang mirip-piston terhadap jendela oval memicu gelombang tekanan di kompartemen atas. Karena cairan tidak dapat terkompresi, tekanan disebarkan melalui dua cara ketika stapes menyebabkan jendela oval menonjol ke dalam: (1) penekanan jendela oval dan (2) defleksi membran basilaris (Gambar 6-35a). Pada bagian-bagian awal jalur ini, gelombang tekanan mendorong perilimfe maju di kompar temen atas, kemudian mengelilingi helikotrema, dan masuk ke dalam kompartemen bawah, tempat gelombang tersebut menyebabkan jendela bundar menonjol keluar mengarah ke rongga telinga tengah untuk mengompensasi peningkatan tekanan. Sewaktu stapes bergerak mundur dan menarik jendela oval ke arah luar ke telinga tengah, perilimfe mengalir ke arah berlawanan, menyebabkan jendela bundar menonjol ke dalam. Jalur ini tidak menyebabkan penerimaan suara, tetapi hanya menghilangkan tekanan. Gelombang tekanan frekuensi-frekuensi yang berkaitan dengan penerimaan suara mengambil "jalan pintas" (Gambar 6-35a). Gelombang tekanan di kompartemen atas disalurkan melalui membran vestibularis yang tipis, menuju duktus koklearis, dan kemudian melalui membran basilaris ke kompartemen bawah. Transmisi gelombang tekanan melalui membran basilaris menyebabkan membran ini bergerak naikturun, atau bergetar, sesuai gelombang tekanan. Karena organ Corti berada di atas membran basilaris, sel-sel rambut juga bergetar naik-turun. PERAN SEL RAMBUT DALAM Sel rambut dalam dan luar memiliki fungsi berbeda. Sel rambut dalam adalah sel yang "mendengar": Sel ini mengubah gaya mekanis suara (getaran cairan koklea) menjadi impuls listrik pendengaran (potensial aksi yang menyampaikan pesan pendengaran ke korteks serebrum). Karena stereosilia sel-sel reseptor ini berkontak dengan membran tektorium yang kaku dan stasioner, mereka tertekuk maju-mundur ketika membran basilar yang berosilasi menggeser posisinya dalam hubungannya dengan membran tektorium (Gambar 6-36). Deformasi mekanis maju-mundur rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan menutup kanal kation berpintu mekanis (lihat h. 97) di sel rambut sehingga terjadi perubahan potensial pendepolarisasi dan penghiperpolarisasi secara bergantian-potensial reseptordengan frekuensi yang sama seperti frekuensi rangsangan suara semula. Stereosilia setiap sel rambut tersusun dalam barisan dengan tinggi yang berjenjang berkisar dari rendah ke tinggi dalam pola kurat yang menyerupai pipa organ (Gambar 6-37a). Tip links, yang merupakan molekul adhesi sel (CAM; lihat h. 66), menghubungkan ujung-ujung stereosilia dalam barisan-barisan berdekatan. Ketika membran basilaris bergerak ke atas, berkas 231



Duktus koklearis Membran vestibular



Skala vestibuli



Membran tektorium



Inkus Maleus Jendela oval



Koklea



Helikotrema 1 Perilimfe



Rambut



2



Stapes



e



mf



dili



En



Perilimfe



Organ corti Membran basilaris



Skala timpani



Membran timpani



Jendela budar



Gerakan cairan di dalam perilimfe yang ditimbulkan oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur:



Jalur 1:



Melalui skala vestibuli, mengelilingi helikotrema, dan melalui skala timpani, menyebabkan jendela oval bergetar. Jalur ini hanya mengurangi energi suara.



Jalur 2:



"Jalan pintas" dari skala vestibuli melalui membran basilaris ke skala timpani. Jaiur ini memicu pengaktifan reseptor untuk suara dengan menekuk rambut-rambut di sel rambut sewaktu organ Corti yang terletak di atas membran basilaris yang bergetar bergeser relatif terhadap membran tektorium di atasnya.



(a) Gerakan cairan di koklea Jendela oval



3000 Ujung membran basilaris yang lebar dan lentur di dekat helikotrema



Helikotrema



2000 4000



400 1500 Ujung membran basilaris yang sempit dan kaku di dekat jendela oval



Tidak ada suara



600 20



Jendela bundar



Membran basilaris



800



Suara frekuensi tinggi



200 1000



Suara frekuensi sedang



5000 20,000



7000



Suara frekuensi rendah



Angka-angka menunjukkan frekuensi gelombang suara dalam silkus per detik (hertz) yang terhadapnya berbagai bagian membran basilaris bergetar maksimal. (b) Membran basilari, diuraikan sebagian



(c) Membran basilaris,diuraikan seluruhnya



Gambar 6-35 Transmisi gelombang suara. (a) Getaran cairan di dalam koklea yang dipicu oleh getaran jendela oval mengikuti dua jalur, satu meredam energi suara dan yang lain memicu potensial reseptor. (b) Berbagai bagian membran basilaris bergetar maksimal pada berbagai frekuensi yang berbeda. (c) Ujung membran basilaris kaku dan sempit yang terletak paling dekat dengan jendela oval bergetar maksimal pada nada frekuensi tinggi. Ujung membran basilaris yang lebar dan fleksibel di dekat helikotrema bergetar maksimal pada nada frekuensi rendah.



  



hapter



Stereosilia (rambut) dari sel rambut membran basHaris berkontak dengan membran tektorium yang berada di atasnya, Rambutrambut ini tertekuk ketika membran basilaris terdefleksi relatif terhadap membran tektorium yang stasioner. Penekukan rambut sel rambut dalam ini membuka kanal berpintu kimiawi, menyebabkan pergerakan ion yang menyebabkan terjadinya potensial reseptor. Sel rambut Sel luar rambut Membaran dalam tektorium



Membran basilaris dengan organ Corti dan si rambutnya



PERAN SEL RAMBUT LUAR Sementara sel-sel rambut dalam



mengirim sinyal auditorik ke otak melalui serat aferen, sel rambut luar tidak memberi sinyal ke otak tentang suara yang datang. Sel-sel rambut luar secara aktif dan cepat berubah panjang sebagai respons terhadap perubahan potensial membran, suatu perilaku yang dikenal sebagai elektromotilitas. Sel rambut luar memendek pada depolarisasi dan memanjang pada hiperpolarisasi. Perubahan panjang ini memperkuat atau menegaskan gerakan membran basilaris. Analoginya adalah seseorang dengan sengaja mendorong pendulum jam antik sesuai ayunannya untuk memperkuat gerakan pendulum tersebut. Modifikasi pergerakan membran basilaris seperti ini meningkatkan atau menyetel stimulasi pada sel rambut dalam. Karena itu, sel rambut luar meningkatkan respons sel rambut dalam, reseptor sensorik pendengaran yang sebenarnya, menyebabkan mereka sangat peka terhadap intensitas suara dan dapat sangat membedakan berbagai nada suara.



Pergerakan cairan di koklea menyebabkan defleksi membran basilaris



Gambar 6-36 Penekukan rambut akibat defleksi membran basilaris.



stereosilia menekuk ke arah membran tertingginya, meregangkan tip links. Tip links yang teregang membuka kanal kation yang dilekatinya (Gambar 6-37b). Pergerakan ion yang dihasilkan ini tidak biasa karena keunikan komposisi endolimfe yang merendam stereosilia. Sangat berbeda dengan CES di tempat apapun, endolimfe memiliki konsentrasi K+ yang lebih tinggi daripada di dalam sel rambut. Beberapa kanal kation terbuka pada sel rambut yang beristirahat, mengizinkan K+ berkadar rendah masuk menuruni gradien konsentrasinya. Ketika lebih banyak kanal kation yang terbuka, lebih banyak K+ yang masuk ke sel rambut. Masuknya K+ tambahan ini mendepolarisasi (mengeksitasi) sel rambut (Gambar 6-37c). Ketika membran basilaris bergerak dalam arah yang berlawanan, kumpulan rambut tertekuk menjauhi stereosilia yang tertinggi, membuat tip links menjadi kendur dan menutup semua kanal. Akibatnya, pemasukan K+ terhenti sehingga sel rambut terhiperpolarisasi. Seperti fotoreseptor, sel rambut tidak mengalami potensial aksi. Sel rambut dalam berhubungan melalui suatu sinaps kimiawi dengan ujung serat-serat saraf aferen yang membentuk saraf auditorius (koidearis). Karena rendahnya pemasukan K+, sel rambut dalam secara spontan melepaskan beberapa neurotransmiter (glutamat) melalui eksositosis yang terinduksi oleh Ca2+ tanpa adanya stimulasi. Depolarisasi sel rambut ini membuka lebih banyak kanal Ca2+ berpintu listrik. Masuknya Ca2+ tambahan yang terjadi meningkatkan laju pelepasan neurotransmiternya, yang meningkatkan frekuensi lepas muatan di serat aferen tempat sel rambut dalam bersinaps. Sebaliknya, laju lepas-muatan berkurang hingga di bawah kadar istirahat sewaktu sel-sel rambut ini mengeluarkan lebih sedikit neurotransmiter ketika mengalami hiperpolarisasi akibat pergeseran ke arah yang berlawanan. Sebagai ringkasan, telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi gerakan berosilasi membran basilaris yang menekuk rambutrambut sel reseptor maju-mundur. Deformasi mekanis rambut-rambut ini secara bergantian membuka dan menutup kanal-kanal sel reseptor, menghasilkan perubahan potensial berjenjang di reseptor yang menyebabkan perubahan dalam frekuensi potensial aksi yang dikirim ke otak. Sinyal saraf ini dapat dirasakan oleh otak sebagai sensasi suara (Gambar 6-38).



Diskriminasi nada (kemampuan membedakan antara berbagai frekuensi gelombang suara yang datang) bergantung pada bentuk dan sifat membran basilaris, yang menyempit dan kaku di ujung jendela ovalnya serta lebar dan lentur di ujung helikotremanya (lihat Gambar 6-35b). Berbagai bagian membran basilaris secara alami bergetar maksimal pada frekuensi yang berbeda-beda; yaitu, setiap frekuensi memperlihatkan vibrasi puncak di posisi yang berbeda di sepanjang membran basilaris. Ujung sempit yang paling dekat dengan jendela oval bergetar maksimal pada nada berfrekuensi tinggi, sementara ujung lebar yang paling dekat dengan bergetar maksimal pada nada berfrekuensi rendah (lihat Gambar 6-35c). Nada-nada di antaranya disortir secara akurat di sepanjang membran dari frekuensi tinggi ke rendah. Sewaktu gelombang suara dengan frekuensi tertentu terbentuk di koklea akibat getaran stapes, gelombang akan merambat ke bagian membran basilaris yang secara alami berespons maksimal terhadap frekuensi ini. Energi gelombang tekanan terserap oleh getaran membran yang kuat ini sehingga gelombang lenyap di daerah dengan getaran terbesar. bergetar maksimal pada nada berfrekuensi rendah (lihat Gambar 6-35c). Nada-nada di antaranya disortir secara akurat di sepanjang membran dari frekuensi tinggi ke rendah. S ewaktu gelombang suara dengan frekuensi tertentu terbentuk di koklea akibat getaran stapes, gelombang akan merambat ke bagian membran basilaris yang secara alami berespons maksimal terhadap frekuensi ini. Energi gelombang tekanan terserap oleh getaran membran yang kuat ini sehingga gelombang lenyap di daerah dengan getaran terbesar. Bentuk koklea yang spiral mengatur gelombang suara frekuensi rendah melalui putaran ketat pada tengahnya,tempat lokasi regio membran basilaris yang berespons maksimal terhadap suara bass ini. Oleh sebab itu, bentuk koklea yang spiral bukan hanya berfungsi membungkus banyak membran menjadi bagian kecil; kurvatura ini juga memperkuat deteksi nada rendah. 233



Membran tektorium



Stereosilium



Kanal berpintu mekanis



Dr. David N. Furness, Keele University



Tip link



Tip link



(b) Tip link membuka kanal berpintu mekanisl



(a) Berkas stereosilia satu sel rabtut reseptor Tip link K+



K+



Kanal kation berpintu mekanis



K+



Sel rambut reseptor



K+



1 Tip link meregangkan dan membuka kanal ketika streosilia menekuk ke arah streosilia yang tertinggi



1 Tip link mengendurkan dan menutup kanal ketika stereosilia tertekuk menjauh dari stereosilia yang tertinggi.



2 K+ masuk; sel rambut berdepolarisasi



2 Tidak ada K+ yang masuk; sel rambut berhiperpolarisasi.



Neurotransmitter Ca2+ Kanal Ca2+ berpintu listrik



Ca2+



Ca2+



3 Depolarisasi membuka kanal Ca2+ berpintu



3 Kanal Ca2+ tertutup



4 Masuknya Ca2+ menyebabkan peningkatan pelepasan neurotransmiter



4 Tidak ada pelepasan neurotransmiter



5 Neurotransmiter yang lebih banyak menyebabkan peningkatan laju potensial aksi.



5 Tidak terjadi potensial aksi.



Serat aferen



Potensial aksi berkecepatan rendah (c) Depolarisasi dan hiperpolarisasi sel rambut reseptor Gambar 6-37 Peran streosilia dalam tranduksi suara



  



hapter



Setiap sel rambut disetel" ke frekuensi suara optimalnya, ditentukan oleh lokasinya di organ Corti. Gelombang suara yang berbeda mencetuskan pergerakan maksimal pada regio membran basilaris yang berbeda dan karena itu mersaktifkan sel rambut yang berbeda (yaitu, gelombang suara yang berbeda menekan tuts piano" yang berbeda). Informasi ini dihantarkan ke SSP, yang menginterpretasikan pola stimulasi sel rambut sebagai suara dengan frekuensi tertentu. Teknik-teknik modern telah memastikan bahwa membran basilaris sedemikian "tepat penyetelannya" sehingga respons membran puncak terhadap satu nada mungkin tidak meluas melewati lebar beberapa sel rambut. Overtone dengan beragam frekuensi menyebabkan banyak titik di sepanjang membran basilaris bergetar bersamaan tetapi kurang intensif dibandingkan dengan nada dasar sehingga SSP mampu membedakan warna suara (diskriminasi warna suara).



Gelombang suara



Getaran membran timpani



Getaran tulang telinga tengah



Getaran jendela oval



Gerakan cairan di dalam koklea



Vibration of round window



Getaran membran basilaris



Dissipation of energy (no sound perception)



Dalam telinga



Menekuknya rambut di sel rambut reseptor dalam organ Corti sewaktu getaran membran basilaris menggeser rambutrambut ini relatif terhadap membran tektorium di atasnya, yang berkontak dengan rambut tersebut



Perubahan potensial berjenjang (potensial reseptor) di sel reseptor



Perubahan frekuensi potensial aksi yang dihasilkan di saraf auditorius



Perambatan potensial aksi ke korteks auditorius di lobus temporaiis otak untuk persepsi suara Gambar 6-38 Jalur Transduksi Suara



Sel rambut di regio getaran puncak membran basilaris mengalami deformitas mekanik yang paling besar sehingga paling tereksitasi. Anda dapat membayangkan organ Corti sebagai piano dengan 15.000 tuts piano (mewakili 15.000 sel rambut) dan bukan piano biasa yang hanya memiliki 88 tuts.



Diskriminasi intensitas (kekuatan) bergantung pada amplitudo getaran. Sewaktu gelombang suara yang berasal dari sumber suara yang lebih keras mengenai gendang telinga, gelombang tersebut menyebabkan gendang bergetar lebih kuat (yaitu, lebih menonjol keluar-masuk), tetapi dengan frekuensi yang sama seperti suara yang lebih Iembut dengan nada sama. Defleksi membran timpani yang lebih besar ini diubah menjadi peningkatan amplitudo gerakan membran basilaris di daerah dengan responsivitas tertinggi sehingga menyebabkan penekukan sel rambut yang lebih besar di daerah ini. SSP menginterpretasikan peningkatan penekukan sel rambut ini sebagai suara yang lebih kuat. Karena itu, diskriminasi nada bergantung pada "tempat" membran basilaris yang bergetar maksimal dan diskriminasi intensitas bergantung pada "seberapa banyak" tempat ini bergetar. Sistem pendengaran sangat peka dan dapat mendeteksi suara sedemikian lemah yang hanya menyebabkan defleksi membran dengan jarak setara dengan sepersekian garis tengah sebuah atom hidrogen. Tidaklah mengherankan suara yang sangat keras, yang tidak cukup dapat dilemahkan oleh refleks protektif telinga tengah (misalnya, suara konser musik rock), dapat menimbulkan getaran sedemikian kuat di membran basilaris sehingga sel rambut, yang tidak dapat diganti, rusak atau terdistorsi secara permanen, menimbulkan gangguan pendengaran parsial (Gambar 6-39).Kerusakan dapat terjadi tidak hanya dari pajanan singkat ke suara berintensitas tinggi tetapi juga karena pajanan berulang terhadap bising derajat sedang (yang lebih besar dari 75 dB), sesuatu hal yang biasa ditemukan di lingkungan saat ini.



Korteks pendengaran terpetakan sesuai nada. Seperti halnya bagian-bagian membran basilaris yang berkaitan dengan nada tertentu, korteks pendengaran primer di lobus temporalis juga tertata secara tonotopis. Setiap bagian membran basilaris berhubungan dengan regio spesifik korteks pendengaran primer. Karenanya, neuron-neuron korteks tertentu hanya diaktifkan oleh nada tertentu; yaitu, setiap regio di korteks auditorius tereksitasi hanya sebagai respons terhadap nada tertentu yang terdeteksi oleh bagian tertentu membran basilaris. Neuron-neuron aferen yang membawa sinyal auditorik dari sel ram235



R.S. Preston and J. E. Hawkins, Kresge Hearing Institute, University of Michigan



ran yang tidak dapat berfungsi adekuat. Tuli konduktif terjadi jika gelombang suara tidak secara adekuat dihantarkan melalui bagian luar dan tengah telinga untuk menggetarkan cairan di telinga dalam. Kemungkinan penyebab adalah penyumbatan fisik saluran telinga oleh kotoran telinga, pecahnya gendang telinga, infeksi telinga tengah disertai penimbunan cairan, atau restriksi gerakan osikulus akibat perlekatan tulang. Pada tuli sensorineural, gelombang suara ditransmisikan ke telinga dalam, tetapi tidak diterjemahkan menjadi sinyal saraf yang dapat diinterpretasikan oleh otak sebagai sensasi suara. Kerusakannya dapat terletak di organ Corti, saraf auditorius, atau, yang lebih jarang, di jalur auditorius asendens atau korteks auditorius. Salah satu kausa tersering gangguan (a) Sel rambut normal (b) Sel rambut yang rusak pendengaran parsial, presbikusis saraf, adalah Gambar 6-39 Hilangnya sel rambut akibat suara bising. Pemindaian mikrograf elektron memperlihatkan proses degeneratif terkait-usia yang terjadi ketika bagian-bagian organ Corti, dengan tiga baris sel rambut luar dan satu baris sel rambut dalam, dari telinga dalam sel rambut "aus" akibat pemakaian. Seiring (a) babi percobaan normal dan (b) babi percobaan setelah pajanan 24 jam terhadap bising 120 desibel SPL dengan waktu, pajanan ke bahkan suara-suara (sound pressure level, yaitu tingkat yang dicapai oleh kerasnya music rock. biasa akhirnya merusak sel rambut sehingga secara rerata, orang dewasa kehilangan lebih dari 40% sel rambut koklea but dalam keluar koklea melalui saraf auditorius. Jalur saraf mereka pada usia 65 tahun. Sayangnya, gangguan pendengaran parsial antara organ Corti dan korteks auditorius melibatkan beberapa akibat pajanan berlebihan ke suara keras kini mengenai banyak orang sinaps dalam perjalanannya, dengan yang paling menonjol dengan usia lebih muda daripada dahulu karena kita hidup dalam berada di batang otak dan nukleus genikulatum medialis lingkungan yang semakin berisik. Saat ini, lebih dari 28 juta orang talamus. Batang otak menggunakan masukan auditorik untuk Amerika menderita gangguan pendengaran dengan derajat tertentu, dan keadaan terjaga dan bangun. Talamus menyortir dan jumlah ini diperkirakan akan meningkat hingga 78 juta pada 2030. Sekitar menyalurkan sinyal ke atas. Tidak seperti sinyal di jalur 6,5 juta anak antara 6-19 tahun di AS sudah menderita gangguan penglihatan, sinyal auditorik dari tiap-tiap telinga disalurkan pendengaran akibat musik yang keras dan lingkungan yang bising. Sel-sel ke kedua lobus temporalis karena serat-serat bersilangan secara rambut yang memproses suara berfrekuensi tinggi adalah yang paling parsial di batang otak. Karena itu, gangguan di jalur rentan mengalami kerusakan. pendengaran di satu sisi setelah batang otak sama sekali tidak Alat bantu dengar bermanfaat bagi tuli konduktif, tetapi kurangberguna memengaruhi pendengaran di kedua telinga. untuktuli sensorineural. Alat ini meningkatkan intensitas suara dan dapat Korteks pendengaran primer tampaknya mempersepsikan memodifikasi spektrum suara serta menyesuaikannya dengan pola suara-suara terpisah, sementara korteks auditorius yang lebih gangguan pendengaran pasien pada frekuensi rendah atau tinggi. Namun, tinggi di sekitarnya mengintegrasikan berbagai suara menjadi agar suara dapat dipersepsikan, sistem sel reseptor-jalur saraf harus utuh. pola yang koheren dan berarti. Bayangkanlah tentang Dalam tahun-tahun terakhir, implan koklea mulai tersedia. Alat kompleksitas tugas yang dilakukan oleh sistem pendengaran elektronik ini, yang ditanam secara bedah, mengubah sinyal suara menjadi Anda. Ketika Anda berada di sebuah konser, organ Corti Anda sinyal listrik yang dapat secara langsung merangsang saraf auditorius berespons terhadap campuran simultan suara berbagai sehingga memintas sistem koklea yang rusak. Implan koklea tidak dapat instrumen, tepuk tangan dan percakapan penonton, serta memulihkan pendengaran normal, tetapi memungkinkan pemakainya bising latar di panggung. Anda dapat membedakan bagianmengenali suara. Keberhasilan berkisar dari mampu "mendengar" dering bagian banyak gelombang suara yang mencapai telinga Anda telepon hingga mampu melakukan percakapan melalui telepon. ini dan dapat memperhatikan suara-suara yang penting bagi Temuan-temuan baru yang menarik mengisyaratkan bahwa di masa Anda. depan pendengaran dapat dipulihkan dengan merangsang telinga dalam yang rusak untuk memperbaiki dirinya sendiri. Para ilmuwan telah lama beranggapan bahwa sel-sel rambut telinga dalam tidak dapat diperbarui. Karena itu, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh kerusakan sel rambut akibat proses penuaan atau pajanan ke suara bising dianggap menetap. Sebaliknya, studi-studi baru menyarankan bahwa sel-sel rambut Hilangnya pendengaran, atau tuli, dapat temporer atau telinga dalam memiliki kemampuan laten untuk mengalami regenerasi permanen, parsial atau total. Gangguan pendengaran, sebagai respons terhadap sinyal kimiawi yang sesuai. Para peneliti saat ini yang mengenai sekitar 10% orang mengenai sekitar 10% sedang mencoba mengembangkan suatu obat yang akan memicu Amerika, adalah cacat fisik kedua tersering di Amerika Serikat. pertumbuhan kembali sel rambut sehingga kerusakan telinga dalam dapat Tuli diklasifikasikan menjadi dua jenis—tuli konduktif dan tuli diperbaiki dan pendengaran diharapkan pulih. Para peneliti Iain mencoba sensorineural—bergantung pada bagian mekanisme pendengamenggunakan faktor pertumbuhan saraf untuk merangsang ujung-ujung sel saraf auditorius untuk tumbuh kembali dengan harapan pulihnya jalurjalur saraf yang rusak.   



hapter



Selain peran yang bergantung pada koklea, telinga dalam memiliki komponen khusus lain, aparatus vestibularis, yang memberi informasi esensial bagi sensasi keseimbangan dan bagi koordinasi gerakan kepala dengan gerakan mata dan postur (Gambar 6-40). Kesetimbangan adalah sensasi orientasi dan gerakan tubuh. Aparatus vestibularis terdiri dari dua set struktur di dalam bagian terowongan tulang temporal dekat koklea—kanalis semisirkularis dan organ otolit. Aparatus vestibularis mendeteksi perubahan posisi dan gerakan kepala. Seperti di koklea, semua komponen aparatus vestibularis mengandung endolimfe dan dikelilingi oleh perilimfe. Serupa dengan organ Corti, komponen-komponen vestibularis masing-masing mengandung sel rambut yang berespons terhadap deformasi mekanis yang dipicu oleh gerakan spesifik endolimfe. Dan seperti sel rambut auditorik, reseptor vestibularis dapat mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada arah gerakan cairan. Tidak seperti informasi dari sistem pendengaran, sebagian besar informasi yang dihasilkan oleh aparatus vestibularis tidak mencapai tingkat kesadaran. PERAN KANALIS SEMISIRKULARIS Kanalis semisirkularis



mendeteksi akselerasi atau deselerasi rotasional atau angular kepala, misalnya ketika menengok, mulai atau berhenti berputar, jungkir-balik. Masing-masing telinga mengandung tiga kanalis semisirkularis yang tersusun dalam bidang tiga dimensi yang tegak lurus satu sama lain. Sel-sel rambut reseptor masing-masing kanalis semisirkularis terletak di atas suatu bubungan berbentuk pelana kuda yang terletak di ampula, suatu pembesaran di dasar kanalis (Gambar 6-40a dan b). Rambut-rambut terbenam di dalam lapisan gelatinosa berbentuk tudung di atasnya, kupula, yang menonjol ke dalam endolimfe dan meregangkan atap ampula. Gaya pergerakan endolimfe mendorong kupula sehingga kupula membungkuk dan rambut yang tertanam tertekuk. Akselerasi atau deselerasi sewaktu rotasi kepala dalam arah apapun menyebabkan gerakan endolimfe paling tidak pada salah satu kanalis semisirkularis karena susunan tiga dimensinya. Sewaktu Anda mulai menggerakkan kepala Anda, kanal tulang dan sel-sel rambut yang terbenam di dalam kupula bergerak bersama kepala Anda. Namun, pada awalnya cairan di dalam kanalis, karena tidak melekat ke tengkorak Anda, tidak bergerak searah dengan rotasi tetapi tertinggal di belakang akibat adanya inersia. (Karena inersia, benda yang diam akan tetap diam, dan benda yang sedang bergerak akan terus bergerak ke arah yang sama kecuali benda tersebut mendapat gaya luar yang menyebabkan perubahan.) Ketika endolimfe tertinggal di belakang sewaktu Anda mulai memutar kepala Anda, cairan dalam bidang yang sama dengan arah gerakan pada hakikatnya bergeser dalam arah berlawanan dengan gerakan (serupa dengan tubuh Anda yang miring kekanan ketika mobil yang Anda kendarai mendadak berbelok ke kiri) (Gambar 6-40c). Gerakan cairan ini menyebabkan kupula miring dalam arah berlawanan dengan gerakan kepala



Anda,menekuk rambut-rambut sensorik yang terbenam di dalamnya. Iika gerakan kepala Anda berlanjut dengan kecepatan dan arah yang sama, endolimfe akan menyusul dan bergerak bersama dengan kepala Anda sehingga rambut-rambut tersebut kembali ke posisinya yang tidak melengkung. Ketika kepala Anda melambat dan berhenti, terjadi situasi yang sebaliknya. Endolimfe sesaat melanjutkan gerakan ke arah rotasi sementara kepala Anda melambat untuk berhenti. Akibatnya, kupula dan rambutrambutnya secara transien melengkung ke arah putaran sebelumnya, yaitu berlawanan dengan arah lengkung mereka sewaktu akselerasi. Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari satu silium, kinosilium, bersama dengan 20 hingga 50 mikrovilus— stereosilia—yang tersusun dalam barisan-barisan yang semakin menurun tingginya dari kinosilium yang lebih tinggi (Gambar 6-40d) (lihat h. 50). Seperti di sel rambut pendengaran, stereosilia dihubungkan oleh tip link. Ketika stereosilia terdefleksi oleh gerakan endolimfe, tegangan yang terjadi di tip link menarik kanal ion berpintu mekanis di sel rambut. Sel rambut mengalami depolarisasi atau hiperpolarisasi, bergantung pada apakah kanal ion terbuka atau tertutup secara mekanis oleh pergeseran berkas rambut. Setiap sel rambut memiliki orientasi sedemikian rupa sehingga sel tersebut mengalami depolarisasi ketika stereosilia menekuk ke arah kinosilium dan mengalami hiperpolarisasi ketika stereosilia tertekuk menjauh dari kinosilium. Sel-sel rambut membentuk sinaps kimiawi dengan ujung terminal neuron aferen yang aksonnya menyatu dengan akson struktur vestibularis lain untuk membentuk saraf vestibularis. Saraf ini menyatu dengan saraf auditorius dari koklea untuk membentuk saraf vestibulokoklearis. Depolarisasi meningkatkan pelepasan neurotransmiter dari sel rambut, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas-muatan serat aferen; sebaliknya, hiperpolarisasi mengurangi pelepasan neurotransmiter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial aksi di serat aferen. Ketika cairan secara perlahan berhenti, rambutrambut menjadi lurus kembali. Dengan demikian, kanalis semisirkularis mendeteksi perubahan kecepatan gerakan rotasional (akselerasi atau deselerasi rotasional) kepala Anda. Mereka tidak berespons ketika kepala Anda tidak bergerak atau ketika berputar dalam lingkaran dengan kecepatan tetap. PERAN ORGAN OTOLIT Organ otolit memberi informasi tentang posisi kepala relatif terhadap gravitasi (yaitu, kepala miring statik) dan juga mendeteksi perubahan kecepatan gerakan lurus (bergerak dalam garis lurus ke manapun arahnya). Organ otolit, utrikulus dan sakulus, adalah struktur berbentuk kantong yang berada di dalam ruang bertulang di antara kanalis semisirkularis dan koklea (Gambar 6-40a). Rambut (kinosilium dan stereosilia) sel-sel rambut reseptor di organ indera ini juga menonjol ke dalam suatu lembaran gelatinosa di atasnya, yang gerakannya menggeser rambut dan menyebabkan perubahan potensial sel rambut. Di dalam lapisan gelatinosa terbenam banyak kristal kecil kalsium karbonat-otolit ("batu telinga")-sehingga menyebabkan lapisan ini lebih berat dan meningkatkan inersianya dibandingkan cairan sekitar (Gambar 6-41a). Ketika seseorang berada dalam posisi tegak, rambut-rambut di dalam utrikulus berorientasi vertikal dan rambut sakulus berjajar horizontal. Marilah kita lihat utrikulus sebagai contoh. Massa gela-tinosanya yang mengandung otolit berubah posisi dan menekuk rambut melalui dua cara: 237



Aparatus vestibularis



Kanalis semisirkularis



Utrikulus Sakulus



Saraf vestibularis Saraf auditorius



Kupula



Sel rambut



Endolimfe Perilimfe



Sel penunjang



Ampula



Bubungan di ampula



Jebdela oval Jendela bundar



Serat saraf vestibularis



Koklea (a) Anatomi makroskopik aparatus vestibularis



Rambut sel rambut; kinosilium (merah) dan streosilia (biru)



(b) Unit sel reseptor di ampula kanalis semisirkularis



Arah rotasi kepala



Arah penekukan kupula dan sel rambutnya



Arah penekukan kupula dan rambut sel rambut



Kupula Rambut Sel rambut Sel penunjang Kanalis semisirkularis horizontal kanan



Kanalis semisirkularis horizontal kiri



Arah gerakan kepala



Arah gerakan cairan kanal semisirkularis (c) Aktivitas sel rambut di kanalis semisirkularis



Kinosilium



Tip links



Stereosilia



Sel rambut



(d) Pencetusan potensial reseptor di sel rambut



Sel rambut mengalami depolarisasi ketika stereosilia menekuk ke arah kinosilium



Sel rambut mengalami hiperpolarisasi ketika stereosilia menekuk menjauhi kinosilium



Gambar 6-40 Struktur dan aktivasi aparatus vestibularis. Pemindaian mikrograf elektron menunjukkan kinosilium dan stereosilia di sel rambut di dalam aparatus vestibularis.



  



hapter



Dean Hillman, PhD, Professor of Otolaryngology, Physiology and Neuroscience, New York University Medical School



Arah gerakan cairan di kanalis semisirkularis



Kinosilium



Stereosilia Otolit Lapisan gelatinosa



Sel rambut



Sel penunjang



(a) Unit sel reseptor di utrikulus



Serat saraf sensorik



(b) Aktivitas utrikulus oleh perubahan posisi kepala



(c) Aktivitas utrikulis akselerasi linear horizontal



Gaya tarik bumi



Gambar 6-41 Struktur dan aktivitas unit sel reseptor di dalam utrikulus



1. Ketika Anda memiringkan kepala Anda ke suatu arah selain vertikal (yaitu, selain lurus naik-turun), rambut-rambut akan menekuk sesuai arah kemiringan karena gaya gravitasi yang mengenai lapisan gelatinosa di atasnya (Gambar 6-41b). Penekukan ini menimbulkan depolarisasi atau hiperpolarisasi potensial reseptor bergantung pada miringnya kepala Anda. Karena itu SSP menerima berbagai pola aktivitas saraf bergantung pada posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi. 2. Rambut utrikulus juga bergerak oleh setiap perubahan pada gerakan linier horizontal (misalnya, bergerak lurus ke depan, ke belakang, atau ke samping). Sewaktu Anda mulai berjalan maju (Gambar 6-41c), membran otolit mula-mula tertinggal di belakang endolimfe dan sel rambut karena inersianya yang lebih besar. Karena itu, rambut menekuk ke belakang, dalam arah berlawanan dengan gerakan maju kepalaAnda. Jika Anda mempertahankan kecepatan langkah Anda, lapisan gelatinosa tersebut segera menyamai dan bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kepala Anda sehingga rambut tidak lagi tertekuk. Ketika Anda berhenti berjalan, lembar otolit tetap bergerak maju sesaat sewaktu kepala Anda melambat dan berhenti, menekuk rambut ke depan. Karena itu, sel-sel rambut utrikulus mendeteksi akselerasi dan deselerasi linier arah horizontal, tetapi



tidak memberi informasi mengenai gerakan dalam arah lurus dengan kecepatan tetap. Sakulus berfungsi serupa dengan utrikulus, kecuali bahwa bagian ini berespons secara selektif terhadap gerakan miring kepala menjauhi posisi horizontal (misalnya, bangun dari tempat tidur) dan terhadap akselerasi dan deselerasi linier vertikal (misalnya, meloncat naik-turun atau naik tangga jalan). Bersama-sama, organ otolit membuat Anda mengetahui arah mana yang menaik dan ke arah mana Anda berjalan. Sinyal-sinyal yang berasal dari berbagai komponen aparatus vestibularis dibawa melalui saraf vestibulokoldearis ke nuldeus vestibularis, suatu kelompok badan sel saraf di batang otak, dan ke serebelum. Di sini informasi vestibular diintegrasikan dengan masukan dari permukaan kulit, mata, sendi, dan otot untuk (1) mempertahankan keseimbangan dan eksternal sehingga mata terfiksasi ke satu titik, meskipun kepala bergerak; dan (3) mempersepsikan gerakan dan orientasi (Gambar 6-42). Sebagian orang, oleh sebab yang belum diketahui, sangatpeka terhadap gerakan tertentu yang mengaktifkan aparatusvestibularis dan menyebabkan gejala pusing bergoyang dan mual; sensitivitas ini disebut mabuk perjalanan. Kadangkadang, ketidak-seimbangan cairan di dalam telinga dalam 239



Reseptor di mata



Reseptor di kulit



Masukan penglihatan



Masukan kulit



Reseptor di sendi dan otot



Masukan proprioseptif



Nukleus vestibularis ( di batang otak)



Keluaran ke neuron motorik otot ekstremitas



Pemeliharaan keseimbangan dan postur yang diinginkan



Keluaran ke neuron motorik otot mata eksternal



Kontrol gerakan mata



Reseptor di kanalis semisirkularis dan organ kulit



Masukan vestibular



Pemrosesan terkoondinasi



Serebelum



Keluaran ke SSP



Peresepsi gerakan dan orientasi



Gambar 6-42 Masukan dan keluaran nukleus vestibularis



menyebabkan penyakit Meniere. Hal ini tidak mengejutkan karena aparatus vestibularis dan koklea mengandung cairan telinga dalam yang sama, pada kelainan ini timbul gejala vestibular dan pendengaran. Pasien mengalami serangan-serangan vertigo (pusing berputar) yang berat disertai dengan suara berdenging di telinga dan gangguan pendengaran. Selama episode ini, yang bersangkutan tidak dapat berdiri tegak dan melaporkan perasaan seolah dirinya atau benda di sekitarnya di ruangan berputar. Kerusakan permanen pada kanalis semisirkularis menyebabkan gangguan keseimbangan dan bergoyang, pandangan kabur ketika kepala bergerak (karena orang itu tidak dapat memfokuskan mata ke target selama pergerakan). Saat ini peneliti sedang mengerjakan implan telinga bionik yang menggabungkan giroskop miniatur untuk mendeteksi rotasi kepala dalam arah tiga dimensi, yang akhirnya mengirim sinyal elektrik ke elektroda yang merangsang saraf vestibularis sehingga sistem kanalis semisirkularis yang rusak dipintas dan keseimbangan dipulihkan. Tabel 6-6 meringkaskan fungsi berbagai komponen utama telinga.



Periksa Pemahaman Anda 6.4 1. Jelaskan fungsi telinga tengah. 2. Bandingkan mekanisme diskriminasi nada, intensitas, dan warna suara. 3. Gambarkan skema satu kanalis semisirkularis pada setiap sisi kepala dilihat dari arah atas yang menunjukkan arah gerakan cairan di dalam kanalis serta arah penekukkan kupula dan sel rambut ketika kepala berputar searah jarum jam.



  



hapter



Pengecapan dan Penghiduan



Tidak seperti fotoreseptor mata dan mekanoreseptor telinga, reseptor untuk pengecapan dan penghiduan adalah kemoreseptor, yang menghasilkan sinyal sarafjika berikatan dengan bahan kimia tertentu dalam lingkungan mereka. Sensasi pengecapan dan penghiduan yang berkaitan dengan asupan makanan memengaruhi aliran getah lambung serta nafsu makan. Selain itu, stimulasi reseptor pengecapan atau penghiduan memicu sensasi menyenangkan atau tidak menyenangkan serta menandakan adanya sesuatu untuk dicari (makanan yang bergizi dan enak) atau dihindari (bahan yang terasa tidak enak dan mungkin toksik). Karena itu, indra kimiawi membentuk bagian "kontrol kualitas" bagi bahan-bahan yang siap disantap. Pada hewan tingkat rendah, penghiduan juga berperan besar dalam mengetahui arah, mencari mangsa atau menghindari pemangsa, serta dalam daya tarik seksual terhadap lawan jenis. Indera penghiduan kurang peka pada manusia dan jauh kurang penting dalam memengaruhi perilaku kita (meskipun jutaan dolar dibelanjakan setiap tahunnya untuk membeli parfum dan deodoran agar kita berbau lebih sedap sehingga lebih menarik secara sosial). Kita mula-mula akan membahas mekanisme pengecapan (gustasi) dan kemudian mengalihkan perhatian pada penghiduan (olfaksi).



Kemoreseptor untuk sensasi kecap terkemas dalam kuncup kecap, sekitar 10.000 di antaranya terdapat di rongga mulut dan



■ TABEL 6-6



Fungsi KomponenLkomponen utama telinga



Struktur



Lokasi







Fungsi Mengumpulkan dan menyalurkan gelombang suara ke telinga tengah











Mengumpulkan gelombang suara dan menyalurkannya ke saluran telingaC berperan menentukan lokasi suara







Terowongan dari eksterior menembus tulang temporal ke membran timpani



Mengarahkan gelombang suara ke membran timpani











Bergetar secara sinkron dengan gelombang suara yang mengenainya, menyebabkan tulang-tulang telinga tengah bergetar.



Maleus, imkus, stapes







Rangkaian tulang yang dapat bergerak yang terbentang di rongga telinga tengah; rnaleus melekat ke membran timpani, dan stapes melekat ke jendela oval



Memindahkan getaran membran timpani ke cairan di koklea Bergetar secara sinkron dengan getaran membran timpani dan memicu gerakan berbentuk-gelombang di perilimfe koklea dengan frekuensi yang sama



Mengandung sistem sensorik untuk pendengaran



Membran tipis di pintu masuk koklea; memisahkan telinga tengah dari skala vestibuli



Bergetar bersama dengan gerakan stapes, struktur yang dilekatinya; gerakan jendela oval menyebabkan perilimfe koklea bergerak







Kompartemen atas koklea, sistem tubulus berbentuk keong yang terletak dalam di dalam tulang temporal















Mengandung perilimfe yang berhubungan dengan skala



Kompartemen tengah koklea; kompartemen tubulus buntu yang berjalan melalui bagian tengah koklea



vestibuli Mengandung endolimfe; berisi membran basilaris











Bergetar bersama dengan gerakan perilimfe; mengandung organ Corti, organ indera untuk pendengaran







Terletak di atas membran basilaris di seluruh panjangnya



Mengandung sel rambut, reseptor untuk suara; sel rambut dalam mengalami potensial reseptor ketika rambutnya menekuk akibat gerakan cairan di koklea







Membran stasioner yang terletak di atas organ Corti dan berkontak dengan rambut permukaan sel rambut



Berfungsi sebagai bagian stasioner tempat rambut sel reseptor mengalami pembengkokan dan membentuk potensial aksi sewaktu membran basilaris yang bergetar bergerak relatif terhadap membran yang menggantung ini











Bergetar bersama dengan gerakan cairan di perilimfe untuk meredakan tekanan di koklea; tidak berperan dalam penerimaan suara.







Mengandung sistem sensorik untuk keseimbangan dan memberi masukan yang penting bagi pemeliharaan postur dan keseimbangan Tiga saluran setengah lingkaran yang tersusun dalam bidang tiga dimensi bersudut tegak lurus satu sama lain di dekat koklea



Mendeteksi percepatan dan perlambatan rotasional atau angular







Struktur mirip-kantong di dalam rongga tulang antara koklea dan kanalis semisirkularis



Mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi vertikal dan akselerasi dan deselerasi linier dalam arah horizontal











Mendeteksi perubahan posisi kepala menjauhi horizontal dan akselerasi dan deselerasi liner dalam arah vertikal 241



tenggorokan, dengan persentase terbesar di permukaan atas lidah (Gambar 6-43). Sebuah kuncup kecap terdiri dari sekitar 50 sel reseptor kecap berbentuk gelendong panjang yang terkemas bersama sel penunjang dalam susunan seperti irisan jeruk. Setiap kuncup kecap memiliki sebuah lubang kecil, pori kecap, yang dilewati oleh cairan di dalam mulut untuk berkontak dengan permukaan sel reseptor. Sel reseptor kecap adalah sel epitel modifikasi dengan banyak lipatan, atau mikrovili, di permukaannya, yang sedikit menonjol melewati pori kecap sehingga sangat menambah luas permukaan yang terpajan ke isi mulut (lihat h. 54). Membran plasma mikrovilus mengandung tempat reseptor yang berikatan secara selektif dengan molekul zat kimia di lingkungan. Hanya bahan kimia dalam bentuk terlarut-baik cairan atau bahan padat yang dimakan dan telah larut dalam air liur-yang dapat melekat ke sel reseptor dan memicu sensasi rasa. Pengikatan bahan kimia pemicu rasa, atau tastant, dengan sel reseptor akan mengubah kanal ion sel sehingga timbul potensial reseptor pendepolarisasi. Seperti reseptor indera khusus lainnya, potensial reseptor pendepolarisasi membuka kanal Ca2+ berpintu listrik, menyebabkan masuknya Ca2+ yang mendorong pelepasan neurotransmiter. Neurotransmiter ini (serotonin atau ATP [adenosin trifosfat], bergantung pada sensasi kecap), nantinya memicu potensial aksi di ujung-ujung terminal serat saraf aferen tempat sel reseptor bersinaps. Sebagian besar reseptor terlindung dengan baik dari pajanan langsung ke lingkungan, tetapi sel reseptor kecap, karena tugasnya, sering berkontak dengan bahan kimia poten. Tidak seperti reseptor mata atau telinga, yang tidak dapat diganti, reseptor kecap memiliki rentang usia sekitar 10 hari. Sel epitel yang mengelilingi kuncup kecap berdiferensiasi mula-mula menjadi sel penunjang dan kemudian menjadi sel reseptor untuk secara terus-menerus memperbarui komponen-komponen kuncup kecap. Ujung terminal aferen beberapa saraf kranialis bersinaps dengan kuncup kecap di berbagai bagian mulut. Sinyal masukan sensorik ini dikirim melalui sinaps-sinaps di batang otak dan talamus ke daerah gustatorik korteks, suatu bagian di lobus parietalis di dekat daerah "lidah" korteks somatosensorik. Tidak seperti sebagian besar masukan sensorik, tempat rasa dirasakan, jalur pengecapan umumnya tidak menyilang. Sinyal kecap juga dikirim ke hipotalamus dan sistem limbik untuk menambah dimensi afektif, misalnya apa-



kah rasa tersebut menyenangkan atau tidak, dan untuk memroses aspek perilaku yang berkaitan dengan pengecapan dan penghiduan



Kita dapat membedakan ribuan sensasi rasa, tetapi semua rasa adalah variasi kombinasi dari lima rasa primer: asin, asam, manis, pahit, dan umami. Umami, rasa daging atau rasa lezat, baru-baru ini ditambahkan ke daftar rasa primer. Kelima sensasi rasa primer ditimbulkan oleh rangsangan berikut: ■ Rasa asin dirangsang oleh garam kimia, khususnya NaC1 (garam dapur). Masuknya ion Na+ bermuatan positif langsung melalui kanal Na+ khusus di membran sel reseptor, suatu perpindahan yang menurunkan negativitas internal sel, menyebabkan depolarisasi reseptor sebagai respons terhadap garam. ■ Rasa asam disebabkan oleh asam, yang mengandung ion hidrogen bebas, H+. Asam sitrat di dalam lemon, sebagai contoh, merupakan penyebab buah ini terasa asam. Depolarisasi sel reseptor oleh tastant asam terjadi karena H+ menghambat kanal K+ di membran sel reseptor. Penurunan perpindahan pasif ion K+ bermuatan positif keluar sel mengurangi negativitas internal sehingga terjadi depolarisasi potensial reseptor. ■ Rasa manis dipicu oleh konfigurasi tertentu glukosa. Dari sudut pandang evolusi, kita menyukai makanan manis karena makanan jenis ini memberi kalori yang dibutuhkan dalam bentuk yang nandah digunakan. Namun, molekul organik lain dengan struktur serupa tetapi tanpa kalori, misalnya sakarin, aspartam, sukralosa, dan pemanis buatan lainnya, juga dapat berinteraksi dengan reseptor "manis". Pengikatan glukosa atau bahan-bahan kimia lain dengan reseptor rasa manis mengaktifkan protein G, yang bekerja



Rasa pahit dipicu oleh kelompokkelompok tastant yang secara kimiawi lebih beragam dibandingkan dengan sensasi kecap lainnya. Sebagai contoh, alkaloid (misalnya kafein, nikotin, striknin, morfin, dan turunan tumbuhan toksik lainnya) serta bahan beracun, semua terasa pahit, mungkin sebagai mekanisme protektif untuk mencegah ingesti senyawa-senyawa yang berpotensi berbahaya ini (kecenderungan untuk memuntahkan sesuatu yang terasa pahit). Sel-sel kecap yang mendeteksi rasa pahit memiliki 25 jenis reseptor pahit, yang masing-masing berespons terhadap rasa pahit yang berbeda-beda. (Sebagai perbandingan, tampaknya terdapat hanya satu jenis reseptor untuk setiap rasa primer lainnya.) Karena setiap sel







Sel reseptor kecap



Pori kecap



Permukaan lidah



Pori kecap



Kuncup kecap



Serat saraf sensorik



Gambar 6-43 Lokasi dan struktur kuncup kecap. Sel reseptor dan sel penunjang pada kuncup kecap tersusun seperti irisan buah jeruk.



  



hapter



Ed Reschke/photolibrary.com



Sel penunjang



reseptor pahit memiliki kelompok reseptor pahit yang beragam, bermacam-macam bahan kimia terasa pahit meskipun strukturnya berbeda. Mekanisme ini memperluas kemampuan sel reseptor rasa pahit untuk mendeteksi beragam bahan kimia yang berpotensi membahayakan. Protein G pertama dalam pengecapan-gustducin—ditemukan di salah satu jalur sinyal pahit. Protein G ini, yang memicu jalur caraka kedua di sel kecap, sangat mirp dengan protein G penglihatan, transdusin. (Gustducin juga merupakan protein G dalam jalur sinyal manis dan umami.) Rasa umami, rasa lezat yang pertama kali diketahui dan dinamai oleh seorang peneliti Jepang, dipicu oleh asam-asam amino, khususnya glutamat (umami berarti "rasa lezat menyenangkan"). Adanya asam amino, contohnya seperti yang terdapat di daging, berfungsi sebagai penanda untuk makanan kaya protein. Glutamat berikatan dengan reseptor bergandeng protein G dan bekerja melalui jalur caraka kedua. Selain memberi kita rasa daging, jalur ini berperan untuk rasa khas penyedap makanan mononatrium glutamat (MSG) yang banyak digunakan dalam hidangan dari Asia. Sensasi rasa baru juga telah diajukan, yaitu rasa lemak. Peneliti telah mengidentifikasi sensor di mulut bagi asam lemak rantai panjang yang dapat menjelaskan kesukaan kita pada makanan tinggi lemak (pikirkan es krim kaya lemak dibandingkan yang bebas lemak). Bukti terkini menunjukkan bahwa orang yang memiliki sensitivitas tinggi terhadap rasa lemak (yang dapat mendeteksi lemak konsentrasi rendah) cenderung mengonsumsi lebih sedikit lemak dan tidak cenderung mengalami kelebihan berat badan dibandingkan dengan orang yang sensitivitas terhadap lemaknya rendah (yang mendeteksi lemak hanya pada konsentrasi tinggi). Penemuan ini dapat menjadi relevan dalam melawan obesitas. Setiap sel reseptor sangat responsif dalam pemilihan terhadap satu jenis sensasi rasa. Kekayaan diskriminasi citra rasa selain rasa primer bergantung pada perbedaan sederhana dalam pola stimulasi dari semua kuncup kecap sebagai respons terhadap berbagai substansi, serupa dengan stimulasi beragam pada ketiga jenis sel kerucut yang memberi kisaran sensasi warna yang berbeda. Setiap sel reseptor sangat responsif dalam pemilihan terhadap satu jenis sensasi rasa. Kekayaan diskriminasi citra rasa selain rasa primer bergantung pada perbedaan sederhana dalam pola stimulasi dari semua kuncup kecap sebagai respons terhadap berbagai substansi, serupa dengan stimulasi beragam pada ketiga jenis sel kerucut yang memberi kisaran sensasi warna yang berbeda. Persepsi kecap juga dipengaruhi oleh informasi yang berasal dari reseptor lain, khususnya bau. Ketika Anda secara temporer kehilangan kemampuan penghiduan karena pembengkakan saluran hidung akibat flu, indera pengecapan Anda juga sangat berkurang, meskipun reseptor kecap Anda tidak dipengaruhi oleh flu tersebut. Faktor lain yang memengaruhi pengecapan adalah suhu dan tekstur makanan serta faktor psikologis yang berkaitan dengan pengalaman sebelumnya dengan makanan yang bersangkutan. Bagaimana korteks gustatatorik melaksanakan pemrosesan perseptual yang kompleks terhadap sensasi kecap masih belum diketahui.







mposisi kimia isi di dalam lumen traktus digestivus dan dipercaya memicu respons fisiologis yang penting yang berkaitan dengan makanan. Contohnya, ketika sel pengecap usus mendeteksi sesuatu yang manis (menunjukkan substansi nutrisi), mereka memulai kaskade peristiwa yang menyebabkan produksi molekul yang merangsang motilitas usus, meningkatkan penyerapan glukosa oleh saluran pencernaan, merangsang sekresi insulin (sebuah hormon yang mendorong penyerapan dan penyimpanan glukosa di sel) sebagai antisipasi terhadap kedatangan makanan manis yang telah diabsorpsi di dalam darah, dan turut berperan dalam rasa kenyang. Sebaliknya, deteksi oleh sel pengecap usus pada sesuatu yang pahit (yang cenderung berpotensi toksik) memperlambat penyerapan atau memicu muntah.



Mukosa olfaktorius ("penghiduan"), suatu bercak mukosa 3 cm2 di atap rongga hidung, mengandung tiga jenis sel: sel reseptor olfaktorius, sel penunjang, dan sel basal (Gambar 6-44). Sel penunjang mengeluarkan mukus, yang melapisi saluran hidung. Sel basal adalah prekursor untuk sel reseptor olfaktorius baru, yang diganti sekitar setiap dua bulan. Indera penghiduan bergantung pada sel reseptor olfaktorius yang mendeteksi bau, atau aroma. Sel reseptor olfaktorius adalah neuron aferen yang bagian reseptornya terletak di mukosa olfaktorius di hidung dan yang akson aferennya berjalan ke dalam otak. Akson sel-sel reseptor olfaktorius secara kolektif membentuk saraf olfaktorius. Bagian reseptor sel reseptor olfaktorius terdiri dari sebuah tonjolan yang membesar dan mengandung beberapa silia panjang yang berjalan seperti hiasan rumbai-rumbai ke permukaan mukosa (Gambar 6-44). Silia ini mengandung tempat untuk mengikat odoran, molekul yang dapat dihidu. Selama bernapas tenang, odoran biasanya mencapai reseptor sensitif hanya dengan difusi karena mukosa olfaktorius berada di atas jalur normal aliran udara. Tindakan mengendus meningkatkan proses ini dengan menarik arus udara ke arah atas di dalam rongga hidung sehingga lebih banyak molekul odoriferosa di udara yang berkontak dengan mukosa olfaktorius. Odoran juga mencapai mukosa olfaktorius sewaktu makan dengan naik ke hidung dari mulut melalui faring (belakang tenggorokan). Agar dapat dihidu, suatu bahan harus (1) cukup mudah menguap sehingga sebagian molekulnya dapat masuk ke hidung melalui udara inspirasi dan (2) cukup larut air sehingga dapat masuk ke lapisan mukus yang menutupi mukosa olfaktorius. Seperti reseptor kecap, agar dapat terdeteksi oleh reseptor olfaktorius, molekul harus larut.



Usus juga ikut "merasakan". Menariknya, peneliti telah menemukan sel di lambung dan usus halus yang memiliki reseptor bergandeng protein G dan jalur teraktivasi gustducin yang sama untuk "merasakan" manis, umami, dan pahit seperti yang ditemukan pada kuncup kecap lidah. Sel perasa usus merasakan ko-



Hidung manusia mengandung 5 juta reseptor olfaktorius, dengan 1000 tipe berbeda. Selama deteksi bau, bau "diuraikan" menjadi berbagai komponen. Setiap reseptor berespons hanya 243



Bulbus olfaktorius



Serat saraf aferen (saraf olfaktorius)



Otak Bulbus olfaktorius



Traktus olfaktorius



Tulang



Rongga hidung



Palatum mole



Sel basal Sel reseptor olfaktorius



Lapisan mukus



Sel penunjang



Silia



Professors Pietro M. Motta & Tom/Photo Researchers, Inc.



Mukosa olfaktirius



Gambar 6-44 Lokasi dan struktur sel reseptor olfaktorius. Foto ini adalah mikrograf elektron jumbai silia di ujung sensorik reseptor olfaktorius.



terhadap satu komponen suatu bau dan bukan terhadap molekul odoran keseluruhan. Karena itu, tiap-tiap bagian suatu bau dideteksi oleh satu dari ribuan reseptor berbeda, dan sebuah reseptor dapat berespons terhadap komponen bau tertentu yang terdapat di berbagai aroma. Bandingkan ini dengan tiga jenis sel kerucut untuk menyandi penglihatan warna dan kuncup kecap yang berespons secara berbeda terhadap hanya lima rasa primer (mungkin enam) untuk mendiskriminasikan rasa. Pengikatan sinyal bau tertentu dengan reseptor olfaktorius mengaktifkan protein G, memicu kaskade reaksi intrasel dependen-cAMP yang menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik berpintu cAMP. Masuknya Na+ neto menyebabkan potensial reseptor pendepolarisasi yang menghasilkan potensial aksi di serat aferen. Frekuensi potensial aksi bergantung pada konsentrasi molekul kimiawi perangsang. Serat-serat aferen yang berasal dari ujung reseptor di hidung berjalan melalui lubang-lubang halus di lempeng tulang gepeng yang memisahkan mukosa olfaktorius dari jaringan otak di atasnya (Gambar 6-44). Serat-serat ini segera bersinaps di bulbus olfaktorius, suatu struktur sarafkompleks yang mengandung beberapa lapisan sel yang secara fungsional mirip dengan lapisan retina mata. Bulbus olfaktorius yang kembar, satu di masing-masing sisi, berukuran sebesar anggur kecil (lihat Gambar 5-16, h. 165). Tiap-tiap bulbus olfaktorius dilapisi oleh taut-taut saraf kecil mirip-bola yang dikenal sebagai glomerulus (berarti "bola kecil") (Gambar 6-45). Di dalam setiap glomerulus, ujung-ujung sel reseptor yang membawa informasi tentang komponen bau tertentu bersinaps dengan sel berikutnya di jalur olfaktorius, sel mitral. Karena   



hapter



tiap-tiap glomerulus menerima sinyal hanya dari reseptor yang mendeteksi komponen bau tertentu, glomerulus berfungsi sebagai "arsip bau". Komponen-komponen suatu bau disortir ke dalam glomerulus yang berbeda-beda, satu komponen per arsip. Karena itu, glomerulus, yang merupakan stasiun pemancar pertama untuk pemrosesan informasi bau, berperan kunci dalam pengorganisasian persepsi bau. Sel mitral tempat berakhirnya reseptor olfaktorius di glomerulusmenyempurnakan sinyalbaudanmemancarkannya ke otak untuk pemrosesan lebih lanjut. Serat-serat yang meninggalkan bulbus olfaktorius berjalan dalam dua rute: 1. Sebuah rute subkorteks terutama menuju ke daerah-daerah sistem limbik, khususnya sisi medial bawah lobus temporalis (dianggap sebagai korteks olfaktorius primer). Rute ini, yang mencakup hipotalamus, memungkinkan koordinasi erat antara bau dan reaksi perilaku yang berkaitan dengan makan, kawin, dan orientasi arah. 2. Sebuah rute melalui talamus ke korteks. Seperti indra lain, rute korteks penting untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus bau.



Karena setiap odoran mengaktifkan banyak reseptor dan glomerulus sebagai respons terhadap komponen-komponen baunya yang berbeda-beda, diskriminasi bau didasarkan pada pola-pola glomerulus yang diaktifkan oleh berbagai bau. Dengan cara ini, korteks dapat membedakan lebih dari 10.000 bau. Mekanisme untuk menyortir dan membedakan berbagai bau ini sangat efektif. Contoh penting adalah kemampuan kita mendeteksi metil merkap-



pintu" molekular, membersihkan molekul-molekul odoriferosa sehingga mereka tidak terus-menerus merangsang reseptor olfaktorius. Menariknya, enzim-enzim pembersih odoran ini secara kimiawi sangat mirip dengan enzim detoksifikasi yang ditemukan di hati. (Enzim-enzim hati ini menginaktifkan bahan yang berpotensi toksik dari saluran cerna; lihat h. 28.) Kemiripan ini mungkin bukan kebetulan. Para peneliti berspekulasi bahwa enzim-enzim hidung mungkin memiliki fungsi rangkap sebagai pembersih mukosa olfaktorius dari odoran lama dan pengubah bahan-bahan kimia yang berpotensi toksik menjadi molekul yang tidak membahayakan. Detoksifikasi semacam ini akan memiliki fungsi sangat penting, karena terbukanya saluran antara mukosa olfaktorius dan otak.



Otak



Bulbus olfaktorius Selmitral Glomerulus



Kesistem limbik dan korteks serebrum



Bone



Silia



Reseptor olfaktorius



Gambar 6-45 Pemrosesan bau di bulbus olfaktorius. Masing-masing glomerulus yang melapisi bulbus olfaktorius menerima masu kan sinaps dari hanya satu jenis reseptor bau, yang, nantinya, hanya berespons terhadap satu komponen odoran tertentu. Karena itu, glomerulus menyortir dan mengarsipkan berbagai komponen suatu molekul odoriferosa sebelum menyalurkan sinyal bau ke sel mitral dan pusat-pusat otak yang lebih tinggi untuk pemrosesan lebih lanjut.



tan (bau bawang) pada konsentrasi 1 molekul per 50 miliar molekul di udara. Bahan ini ditambahkan ke gas alam yang tidak berbau agar kita dapat mendeteksi kebocoran gas yang berpotensi mematikan. Meskipun dengan sensitivitas yang impresif ini, sensasi bau yang dimiliki manusia masih jauh lebih rendah dibandingkan dengan spesies lain. Sebagai perbandingan, indera penciuman anjing ratusan kali lebih peka dibandingkan dengan yang dimiliki oleh manusia. Anjing pemburu, sebagai perbandingan, memiliki sekitar 4 miliar sel reseptor olfaktorius dibandingkan kita yang 5 juta, yang menyebabkan anjing ini memiliki kemampuan mengendus bau yang superior.



Meskipun sistem olfaktorius sensitif dan memiliki kemampuan diskriminasi yang tinggi, sistem ini juga cepat beradaptasi. Sensitivitas terhadap suatu bau baru cepat berkurang setelah periode pajanan yang singkat terhadap bau tersebut, meskipun sumber bau masih ada. Penurunan sensitivitas ini tidak melibatkan adaptasi reseptor, seperti diperkirakan oleh para peneliti selama bertahun-tahun; sebenarnya, reseptor olfaktorius itu sendiri beradaptasi lambat.Adaptasi ini tampaknya melibatkan sebagian proses adaptasi di tampaknya melibatkan sebagian proses adaptasi di SSP. Adaptasi bersifat spesifik untuk bau tertentu, dan responsivitas terhadap bau lain tidak berubah. Apa yang membersihkan odoran dari tempat pengikatan di reseptor olfaktorius sehingga sensasi bau tidak terus-menerus ada setelahsumber bau hilang? Di mukosa penghiduan ini ada beberapa enzim "pemakan bau" yang berfungsi sebagai "penjaga



Selain mukosa olfaktorius, hidung mengandung organ indera lain, organ vomeronasal (OVN) yang umum terdapat pada mamalia, tetapi selama ini dianggap tidak ada pada manusia. OVN terletak sekitar setengah inci di dalam hidung manusia di samping tulang vomer (karenanya dinamai demikian). Organ ini mendeteksi feromon, suatu sinyal kimiawi tidak menguap yang dipindahkan tanpa sadar dari satu orang ke orang lain. Pada



hewan, pengikatan suatu feromon ke reseptornya di permukaan suatu neuron di OVN memicu potensial aksi yang berjalan melalui jalur-jalur non-olfaktorius ke sistem limbik, bagian otak yang mengatur respons emosional dan perilaku sosioseksual. Sinyal-sinyal ini tidak pernah mencapai tingkat kesadaran. Pada hewan, OVN dikenal sebagai "hidung seksual" karena perannya dalam mengatur perilaku reproduktif dan sosial, misalnya mengidentifikasi dan menarik lawan jenis dan mengomunikasikan status sosial. Sebagian ilmuwan kini mengklaim keberadaan feromon pada manusia, meskipun banyak yang skeptis terhadap temuan ini. Meskipun peran OVN pada perilaku manusia belum dipastikan, sebagian peneliti mencurigai bahwa OVN berperan menimbulkan "perasaan" spontan antara orang-orang, baik "good chemistry", misalnya "cinta pada pandangan pertama", maupun "bad chemistry", seperti "mendapat sinyal buruk" dari seseorang yang baru Anda kenal. Mereka berspekulasi bahwa feromon pada manusia secara samar memengaruhi aktivitas seksual, kecocokan dengan orang lain, atau perilaku kelompok, serupa dengan peran yang dimainkan pada mamalia lain, meskipun sistem caraka ini kurang penting atau kuat pada manusia dibandingkan dengan pada hewan. Karena pesan yang disampaikan oleh OVN tampaknya memintas tingkat kesadaran di korteks, respons terhadap feromon yang umumnya tidak berbau tersebut bukanlah suatu persepsi yang jelas, misalnya bau parfum kesenangan, tetapi lebih berupa kesan yang tidak dapat dijelaskan. Periksa Pemahaman 6.5 1. Sebutkan lima rasa primer dan stimulus yang menimbulkan setiap sensasi rasa ini. 2. Jelaskan bagaimana diskriminasi bau terlaksana.



245



Homeostasis: Bab dalam berpektif Untuk mempertahankan lingkungan internal stabil mempertahankan kehidupan, tubuh harus terusmenerus melakukan penyesuaian untuk mengompensasi berbagai faktor eksternal dan internal yang terus mengancam homeostasis, misalnya pajanan ke udara dingin



eksternal



atau



produksi



asam



internal.



Banyak



penyesuaian ini diarahkan oleh sistem saraf, satu dari dua sistem regulatorik utama tubuh. Sistem saraf pusat (SSP), komponen sistem saraf yang berfungsi melakukan integrasi dan membuat keputusan, harus terus-menerus diberi tahu tentang "apa yang sedang terjadi" di lingkungan internal dan eksternal



sehingga



respons



yang



komponen



sesuai



di



ini



dapat



memerintahkan



sistem-sistem



organ



untuk



mempertahankan viabilitas tubuh. Dengan kata lain, SSP harus tahu perubahan apa yang sedang terjadi sebelum berespons terhadap perubahan tersebut. Divisi aferen sistem saraf tepi (SST) adalah jalur penghubung untuk memberi tahu SSP mengenai lingkungan internal dan eksternal.



Divisi



aferen



mendeteksi,



menyandi,



dan



menyalurkan sinyal perifer ke SSP untuk diproses. Untuk keadaan terjaga, persepsi, dan penentuan keluaran eferen diperlukan masukan dari divisi aferen. lnformasi aferen mengenai lingkungan internal, misalnya kadar CO2 dalam darah, tidak pernah mencapai tingkat esadaran, tetapi masukan ke pusat-pusat pengontrol di SSP ini



penting untuk mempertahankan homeostasis. Masukan aferen yang mencapai tingkat kesadaran, yang disebut informasi sensorik, mencakup sensasi somestetik dan propriosepsi (indera tubuh) dan indera khusus (penglihatan, pendengaran, keseimbangan, pengecapan, dan penghiduan). Reseptor indera tubuh tersebar di seluruh permukaan tubuh serta sendi dan otot. Sinyal aferen dari reseptor-reseptor ini memberi informasi tentang apa yang sedang terjadi langsung pada bagian tubuh tertentu dalam kaitan nya dengan lingkungan eksternal (yaitu, aspek "apa", "di mana", dan "seberapa besar" masukan stimulatorik ke permukaan tubuh dan posisi sesaat tubuh dalam ruang). Sebaliknya, setiap organ indera khusus hanya terdapat di bagian tertentu tubuh. Organ indera khusus tidak memberi informasi tentang bagian tubuh tertentu, tetapi menghasilkan jenis informasi spesifik tentang lingkungan eksternal yang bermanfaat bagi tubuh secara keseluruhan. Sebagai contoh , melalui kemampuannya mendeteksi, menganalisis secara ekstensif, dan mengintegrasikan pola-pola pencahayaan di lingkungan eksternal, mata dan sistem pemrosesan visual memungkinkan Anda melihat sekitar Anda. Efek integratif serupa tidak akan dapat dicapai jika fotoreseptor tersebar di seluruh permukaan tubuh, seperti reseptor sentuh. Masukan sensorik (baik indra tubuh maupun indra khusus) memungkinkan organisme multisel kompleks, misalnya manusia berinteraksi dengan lingkungan eksternal untuk hal-hal yang bermanfaat dalam mencari makan, mempertahankan diri dari bahaya, dan melakukan tindakan lain yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Selain memberi informasi yang esensial untuk interaksi dengan lingkungan eksternal untuk mempertahankan hidup, pemrosesan perseptual masukan sensorik tersebut sangat memperkaya kehidupan itu sendiri, misalnya kemampuan menikmati buku bagus, konser, atau makan.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-25 Pertanyaan objektif 1. Perubahan bentuk energi rangsangan menjadi energi listrik oleh reseptor dikenal sebagai _____. 2. Jenis rangsangan yang direspons paling kuat oleh suatu reseptor tertentu disebut _____. 3. Semua informasi aferen adalah informasi sensorik. (Benar atau salah?) 4. Sel-sel ganglion off-center meningkatkan frekuensi lepasmuatan ketika seberkas cahaya mengenai bagian tepi medan reseptif mereka. (Benar atau salah?) 5. Selama adaptasi gelap, rodopsin secara bertahap dibentuk kembali untuk meningkatkan sensitivitas mata. (Benar atau salah?) 6. Saraf optikus membawa informasi dari separuh lateral



  



hapter



dan medial mata yang sama, sementara traktus optikus membawa informasi dari separuh lateral satu mata dan separuh medial mata yang lain. (Benar atau salah?) 7. Getaran jendela oval menghasilkan impuls saraf yang dipersepsikan sebagai sensasi suara. (Benar atau salah?) 8. Stereosilia sel rambut dalam terhiperpolarisasi ketika tertekuk menuju dan terdepolarisasi ketika tertekuk menjauhi stereosilia yang tertinggi. (Benar atau salah?) 9. Sel rambut di bagian organ Corti yang berbeda dan neuron di bagian korteks auditorius yang berbeda diaktifkan oleh nada yang berbeda. (Benar atau salah?) 10. Potensial reseptor di sel reseptor rasa asam terjadi ketika H+ di dalam suatu asam memblokade kanal K+ di membran sel reseptor. (Benar atau salah?) 11. Adaptasi cepat terhadap bau terjadi karena adaptasi reseptor olfaktorius. (Benar atau salah?)



12. Cocokan yang berikut: 9. Jelaskan fungsi masing-masing bagian telinga berikut: 1. lapisan yang mengandung (a) koroid pinna, saluran telinga, membran timpani, osikulus, jendela (b) cairan aqueous fotoreseptor oval, dan berbagai bagian koldea. Sertakan juga diskusi 2. titik tempat saraf optikus (c) fovea meninggalkan retina tentang bagaimana gelombang suara diubah menjadi (d) nukleus potensial aksi. genikulatum 3. membentuk bagian putih mata lateral 10. Bahaslah fungsi kanalis semisirkularis, utrikulus, dan 4. Struktur talamus yang memproses (e) kornea sakulus. masukan penglihatan (f) retina 11. Jelaskan lokasi, struktur, dan pengaktifan reseptor untuk 5. diafragma otot yang berwarna (g) lensa dan mengontrol jumlah cahaya pengecapan dan penghiduan. (h) diskus optikus, yang memasuki mata 12. Bandingkan proses diskriminasi penglihatan warna, bintik buta 6. berperan paling besar dalam pendengaran, pengecapan, dan penghiduan. (i) iris kemampuan retraktif (j) badan siliaris Latihan Kuantitatif 7. memberi nutrien ke lensa dan (k) kiasma optikum 1. Hitunglah perbedaan waktu yang diperlukan oleh suatu kornea (l) sklera potensial aksi untuk melintasi jarak 1,3 m di jalur nyeri menghasilkan cairan aqueous 8. lambat (12 m/dtk) dan cepat (30 m/dtk). mengandung pembuluh darah bagi retina dan pigmen yang 9. 2. Pernahkan Anda memperhatikan bahwa manusia memperkecil penyebaran cahaya di dalam mata memiliki pupil bundar, sementara pupil kucing lebih 10. memiliki kemampuan untuk menyesuaikan daya refraksi memanjang dari atas ke bawah? Untuk mempermudah 11. bagian retina dengan ketajaman penglihatan tertinggi penghitungan, anggaplah pupil kucing persegi. 12. titik tempat serat dari separuh medial tiap-tiap Perhitungan berikut akan membantu Anda memahami retina menyebrang ke sisi kontralateral dampak dari perbedaan ini. Untuk menyederhanakan, 13. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan sifat anggaplah bahwa intensitas cahaya konstan. mana yang berlaku untuk pengecapan dan/atau penghiduan: (a) berlaku untuk 1. Reseptor adalah selterpisah yang a. Jika garis tengah pupil manusia yang bundar tersebut pengecapan bersinaps dengan ujung terminl dikurangi menjadi separuhnya oleh kontraksi otot (b) berlaku untuk neuron. konstriktor iris, berapa besar persentase penurunan penghidupan 2. Reseptor adalah ujung khusus cahaya yang masuk ke dalam mata? (c) berlaku untuk neuron aferen. b. Jika sumbu salah satu pupil kucing yang persegi pengecapan dan 3. Reseptor scara teratur diganti. berkurang menjadi separuhnya, berapa besar persentase penghidupan penurunan cahaya yang masuk ke dalam mata kucing? 4. Bahan kimia spesifik di lingkungan melekat ke tempat c. Dengan membandingkan kedua perhitungan di atas, pengikatan khusus di permukaan reseptor, menyebabkan manusia atau kucingkah yang memiliki kontrol lebih potensial reseptor pendepolarisasi. akurat terhadap jumlah cahaya yang masuk ke retina? 5. Terdapat dua jalur pemrosesan: rute sistem limbik dan rute 3. Desibel adalah satuan tingkat suara, didefinisikan talamus-korteks. sebagai berikut: 6. Kemampuan diskriminasi didasarkan pada pola stimulasi b 5 (10 dB) log10(I/I0) reseptor oleh lima (mungkin enam) modalitas berbeda. Dengan I adalah intensitas suara, atau kecepatan 7. Digunakan seribu jenis reseptor berbeda gelombang suara menyalurkan energi per satuan luas. 8. Informasi dari sel reseptor diarsipkan dan disortir oleh taut saraf Satuan I adalah watt per meter persegi (W/m2). I adalah o yang dinamai glomerulus. intensitas konstan yang mendekati ambang pendengaran Pertanyaan Esai 1. Sebutkan dan jelaskan jenis reseptor sesuai rangsangan adekuatnya. 2. Bandingkan reseptor tonik dan fasik. 3. Jelaskan bagaimana ketajaman dipengaruhi oleh ukuran medan reseptif dan oleh inhibisi lateral. 4. Bandingkan jalur nyeri cepat dan lambat. 5. Jelaskan sistem analgesik inheren di otak. 6. Jelaskan proses fototransduksi oleh fotoreseptor dan pemrosesan lebih lanjut di retina oleh sel bipolar dan sel ganglion. 7. Bandingkan karakteristik fungsional sel kerucut dan sel batang. 8. Apa yang dimaksud dengan gelombang suara? Apa yang menentukan nada, intensitas, dan warna suatu suara?



manusia, yaitu 10-12 W/m2.



a. Untuk tingkat suara berikut, hitunglah intensitas suara masing-masing: (1) 20 dB (dekatan jarum jam) (2) 70 dB (klakson mobil) (3) 120 dB (konser rock) (4) 170 dB (peluncuran pesawat ruang angkasa ulangbalik) b. Jelaskan mengapa tingkat suara pada suara-suara ini sebelumnya), tetapi peningkatan intensitas suara meningkat dengan penambahan yang sama (yaitu, yang Anda hitung sedemikian berbeda. Apa dampak setiap suara 50 dB lebih tinggi daripada tingkat hal ini pada kinerja telinga manusia?



247



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Pasien dengan penyakit saraf tertentu tidak mampu merasakan nyeri. Mengapa hal ini merugikan? 2. Ahli oftalmologi sering meneteskan obat ke mata pasien untuk menimbulkan dilatasi pupil, yang menyebabkan dokter lebih mudah melihat bagian dalam mata. Dengan cara apa obat dalam tetes mata tersebut memengaruhi aktivitas sistem sarafautonom di mata untuk menyebabkan pupil berdilatasi? 3. Seorang pasien mengeluh tidak mampu melihat separuh kanan lapang pandang kedua matanya. Di



titik mana terdapat letak gangguan di jalur penglihatan pasien? 4. Jelaskan bagaimana infeksi telinga tengah mengganggu pendengaran. Apa manfaat "selang" yang kadang-kadang dipasang secara bedah di gendang telinga pasien dengan riwayat infeksi telinga tengah berulang yang disertai penimbunan cairan kronik? 5. Jelaskan mengapa indra penghiduan Anda berkurang ketika Anda mengalami pilek, meskipun virus pilek tidak secara langsung memengaruhi sel reseptor olfaktorius.



PERTIMBANGAN KLINIS Suzanne J mengeluh kepada dokternya tentang seranganserangan pusing bergoyang. Dokter bertanya apakah "pusing bergoyang" yang ia maksud adalah kepala terasa ringan, seolah-olah akan pingsan (suatu keadaan yang dikenal sebagai sinkop), atau perasaan bahwa ia atau benda sekitar di dalam



  



hapter



ruang terasa berputar (keadaan yang dikenal sebagai vertigo). Mengapa pembedaan ini penting dalam diagnosis banding penyakitnya? Apa kemungkinan kausa tiap-tiap gejala tersebut?



hapter



6



6.1 | Fisiologi reseptor (pp. 196–203) Divisi aferen susunan saraf tepi membawa informasi tentang lingkungan internal dan eksternal ke SSP.







Reseptor sensorik adalah ujung perifer khusus neuron aferen. ■ (Lihat Gambar 6-1.) Setiap jenis reseptor (fotoreseptor, mekanoreseptor, temoreseptor, osmoreseptor, kemoreseptor, atau nosiseptor) berespons terhadap stimulus adekuatnya (perubahan bentuk energi, atau modalitas, yang direspons paling baik oleh reseptor), menerjemahkan bentuk energi rangsangan menjadi sinyal listrik. ■ Rangsangan biasanya menyebabkan potensial reseptor pendepolarisasi berjenjang dengan membuka kanal kation nonspesifik, yang menyebabkan masuknya Na+ neto. Potensial reseptor, jika cukup besar, menyebabkan terbentuknya potensial aksi di serat aferen di samping reseptor. Potensial aksi ini merambat sendiri di sepanjang neuron aferen menuju SSP.(Lihat Gambar 6-1 dan 6-2.) Kekuatan rangsangan menentukan besar potensial reseptor, yang pada gilirannya menentukan frekuensi potensial aksi yang terbentuk. (Lihat Gambar 6-3 dan Tabel 6-1.)



■ Ukuran potensial reseptor juga dipengaruhi oleh tingkat adaptasi reseptor, yaitu penurunan potensial reseptor meskipun rangsangan berlanjut. (1) Reseptor tonik beradaptasi lambat atau tidak sama sekali sehingga terus memberi informasi mengenai rangsangan yang mereka pantau. (2) Reseptor fasik cepat beradaptasi dan sering mempedihatkan respons off, sehingga memberi informasi tentang perubahan dalam bentuk energi yang mereka pantau. (Lihat Gambar 6-4.) ■ Sebagian besar informasi aferen viseral tetap berada di bawah kesadaran. Informasi aferen sensorik mencapai tingkat kesadaran, termasuk (1) sensasi somatik (sensasi somestetik dan propriosepsi) dan (2) indera khusus.



Dari reseptor ke SSP terdapat jalur-jalur terpisah berlabel sehingga informasi tentang jenis dan lokasi rangsangan dapat diketahui oleh SSP. (Lihat Tabel 6-1.)







Istilah medan reseptif merujuk kepada daerah di sekitar suatu reseptor yang dapat dideteksi oleh reseptor tersebut. Ketajaman, atau kemampuan diskriminasi, suatu bagian tubuh berbanding terbalik dengan ukuran medan reseptif dan juga bergantung pada tingkat inhibisi lateral di jalur-jalur aferen yang berasal dari reseptor di bagian tersebut. (Lihat Gambar 6-6 dan 6-7.)



Kartu Belajar Nosiseptor polimodal berespons terhadap segala jenis rangsangan yang merusak, termasuk bahan kimia yang dikeluarkan oleh jaringan yang cedera. ■ Sinyal nyeri disalurkan melalui dua jalur aferen: jalur cepat yang membawa sinyal nyeri tajam menusuk dan jalur lambat yang membawa sinyal nyeri tumpul pegal persisten.(Lihat Tabel 6-2.)



Serat nyeri aferen berakhir di korda spinalis di jalur-jalur asendens yang menyalurkan sinyal ke otak untuk diproses. Jalurjalur desendens dari otak menggunakan opiat endogen untuk menekan pelepasan substansi P, suatu neurotransmiter pemberi sinyal nyeri dari ujung serat nyeri aferen. Karena itu, jalur-jalur desendens ini menekan transmisi sinyal nyeri lebih lanjut dan berfungsi sebagai sistem analgesik inheren. (Lihat Gambar 6-9.)







6.3 | Mata: Penglihatan (pp. 206–227) Sinar adalah suatu bentuk radiasi elektromagnetik, dengan sinar tampak hanya membentuk suatu pita di dalam spektrum elektromagnetik keseluruhan. (Lihat Gambar 6-13 dan 6-14.)







Mata mengandung fotoreseptor peka-sinar yang esensial bagi penglihatan-yaitu, sel batang dan sel kerucut yang ditemukan di lapisan retinanya. (Lihat Tabel 6-3 dan 6-4 serta Gambar 6-10, 6-22, dan 6-25.)







Iris mengontrol ukuran pupil untuk menyesuaikan jumlah cahaya yang diizinkan masuk ke mata. (Lihat Gambar 6-12 dan pembuka bab.)







■ Kornea dan lensa adalah struktur refraktif primer yang membelokkan berkas sinar datang untuk memfokuskan bayangan di retina. Kornea berperan paling besar dalam keseluruhan kemampuan refraktif mata. Kekuatan lensa dapat disesuaikan melalui kerja otot siliaris untuk mengakomodasi perbedaan dalam penglihatan dekat dan jauh. (Lihat Gambar 6-15 hingga 6-21.)







Pesepsi adalah persepsi sadar tentang dunia eksternaf yang diciptakan oleh otak dari masukan sensorik. Apa yang dirasakan oleh otak dari masukannya merupakan sebuah abstraksi dan bukan realitas. (Lihat gambar 6-8.) Stimulus yang dapat dideteksi hanyalah stimulus yang ada reseptornya. Selain itu, ketika sinyal sensorik melalui pemrosesan yang secara bertahap menjadi lebih kompleks, bagian-bagian informasi dapat ditekan atau diperkuat.



Ligamentum suspensorium



Otot mata ekstrinsik



Badan siliaris



Koroid Retina







6.2 | Nyeri (pp. 203–206) Pengalaman nyeri ditimbulkan oleh nosiseptor yang berespons terhadap stimulus merusak dan terdiri dari dua komponen: persepsi nyeri disertai oleh respons emosional dan perilaku terhadapnya. Ketiga kategori reseptor nyeri adalah nosiseptor mekanis, nosiseptor suhu, dan nosiseptor polimodal.







Sklera



Konjungtiva Iris



Fovea Pupil Lens Kornea Cairan aqueus Cairan vitreous (b) Pandangan sagital internal



Saraf optik Diskus Pembuluhdarah di retina



Batang dan kerucut memiliki tiga bagian: satu segmen luar yang mengandung fotopigmen, satu segmen dalam yang dikhususkan secara metabolik, dan satu terminal sinaps penyekresi neurotransmiter. (Lihat Gambar 6-22, 6-25, dan 6-26.)







Batang dan kerucut menyekresikan neurotransmiter dalam gelap. Kedua sel ini diaktifkan ketika fotopigmennya menyerap secara diferensial berbagai panjang gelombang cahaya. Fotopigmen terdiri dari opsin, suatu protein membran, dan retinal, suatu turunan vitamin A. Selama fototransduksi, absorpsi cahaya oleh retinal menyebabkan perubahan biokimia di fotopigmen yang, melalui serangkaian tahap, menghiperpolarisasi fotoreseptor sehingga menyebabkan penurunan pelepasan neurotransmiter. Pemrosesan lebih lanjut di retina oleh sel bipolar dan ganglion on-center dan off-center akhirnya mengubah sinyal yang diinduksi oleh cahaya ini menjadi perubahan laju perambatan potensial aksi di jalur visual yang keluar dari mata. (Lihat Gambar 6-25, 6-26, dan 6-27.)







fleksibel di dekat helikotrema bergetar paling baik dengan nada berfrekuensi rendah. (Lihat Gambar 6-35.) Di atas membran basilaris terdapat sel rambut dalam organ Corti, yang stereosilianya ("rambut") menekuk ketika membran basilaris bergerak naik-turun relatif terhadap membran tektorium stasioner di atasnya, yang terhadapnya rambut berkontak. (Lihat







Gambar 6-34, 6-36, dan 6-37.)



Diskriminasi nada bergantung pada bagian membran basilaris yang bergetar maksimal secara alami pada frekuensi tertentu. Diskriminasi kekuatan bergantung pada amplitudo getaran. Penekukan rambut di daerah membran basilaris yang bergetar maksimal ini diubah menjadi sinyal saraf yang ditransmisikan ke korteks pendengaran di lobus temporalis otak untuk persepsi suara. (Lihat Gambar 6-38.)







Sel kerucut memperlihatkan ketajaman yang tinggi tetapi ■ hanya dapat digunakan untuk melihat pada siang hari karena sensitivitasnya yang rendah terhadap cahaya. Perbedaan rasio stimulasi ketiga jenis sel kerucut oleh panjang gelombang yang berbeda menghasilkan penglihatan warna. (Lihat Gambar 6-28 dan Tabel 6-3.)



■ Aparatus vestibularis di telinga dalam terdiri dari (1) kanalis semi sirkularis, yang mendeteksi percepatan atau perlambatan rotasional dalam semua arah; dan (2) utrikulus dan sakulus, yang secara kolektif mendeteksi perubahan laju gerakan linier dalam semua arah dan memberi informasi yang penting untuk menentukan posisi kepala dalam kaitannya dengan gravitasi. Sebagai respons terhadap deformasi mekanis sel rambut vestibular oleh gerakan spesifik cairan dan struktur-struktur terkait di dalam organ-organ indera ini terbentuklah sinyal saraf. (Lihat Gambar 6-40 dan 6-41.)



■ Sel batang hanya memberi gambaran kabur dalam bayangan abu-abu, tetapi karena sangat peka terhadap cahaya, sel ini dapat digunakan untuk penglihatan malam hari. (Lihat Tabel 6-3.)



■ Masukan vestibular disalurkan ke nukleus vestibularis di batang otak dan ke serebelum untuk digunakan dalam mempertahankan keseimbangan dan postur, mengontrol gerakan mata, dan merasakan gerakan dan orientasi. (Lihat Gambar 6-42.)



■ Pesan visual ditransmisikan melalui jalur kompleks yang menyilang dan tak-menyilang ke korteks visual di lobus oksipital otak untuk pemrosesan perseptual. (Lihat gambar 6-30.)



6.4 | Telinga: Pendengaran dan Keseimbangan (pp. 227–240) ■ Telinga melakukan dua fungsi yang tidak berkaitan: (1) pendengaran, yang melibatkan telinga luar, telinga tengah, dan koklea telinga dalam; dan (2) sensasi keseimbangan, yang melibatkan aparatus vestibularis telinga dalam. Sel reseptor telinga yang terletak di telinga dalam-sel rambut di koklea dan aparatus vestibularis-adalah mekanoreseptor. (Lihat Tabel 6-6 dan Gambar 6-31.)



Pendengaran bergantung pada kemampuan telinga mengubah gelombang suara di udara menjadi deformasi mekanis sel-sel rambut auditorius sehingga memicu sinyal saraf. Gelombang suara terdiri dari daerah penekanan molekul udara bertekanan tinggi yang berselang-seling dengan daerah penjarangan bertekanan rendah. Nada suara ditentukan oleh frekuensi gelombangnya, kekuatan (intensitas) oleh amplitudo gelombang, dan timbre (warna suara) oleh overtone khasnya. (Lihat > Gambar 6-32 dan 6-33 serta Tabel 6-5.) ■



■ Gelombang suara disalurkan melalui saluran telinga luar ke membran timpani, yang bergetar sinkron dengan gelombang tersebut. Tulang-tulang telinga tengah yang menjembatani celah antara membran timpani dan telinga dalam memperkuat getaran membran timpani dan menyalurkannya ke jendela oval, yang getarannya menimbulkan perambatan gelombang di cairan koklea. (Lihat Gambar 6-34 dan 6-35.) ■ Gelombang ini, yang frekuensinya sama dengan gelombang suara semula, menyebabkan membran basilaris bergerak. Berbagai bagian membran ini secara selektif bergetar lebih kuat sebagai respons terhadap berbagai frekuensi suara. Ujungnya yang kaku dan sempit di dekat jendela oval bergetar paling baik dengan nada berfrekuensi tinggi, dan ujungnya yang lebar dan



6.5 | Sensasi Kimiai: Pengetapan dan Penghiduan (h. 244-250) Pengecapan dan penghiduan adalah indera kimiawi. Pada keduanya, perlekatan molekul spesifik yang telah larut ke tempat ikatan di membran reseptor menyebabkan terbentuknya potensial reseptor yang, pada gilirannya, memicu impuls saraf yang memberi sinyal tentang keberadaan bahan kimia tersebut







Reseptor kecap berada di kuntum kecap di lidah; reseptor olfaktorius terletak di mukosa olfaktorius di bagian atas rongga hidung. (Lihat Gambar 6-43 dan 6-44.)







Kedua jalur sensorik ini mengandung dua rute: satu ke sistem limbik untuk pemrosesan yang berkaitan dengan emosional dan perilaku dan satu ke korteks untuk persepsi sadar dan diskriminasi halus.







Reseptor pengecapan dan penghiduan terusmenerusdiperbarui, tidak seperti reseptor penglihatan dan pendengaran, yang tidak dapat diganti.







Kelima rasa primer adalah asin, asam, manis, pahit, dan umami (rasa "asam amino" daging). Diskriminasi rasa di luar rasa primer bergantung pada pola stimulasi kuncup kecap, yang masing-masing berespons terhadap satu rasa primer.Tastant asin dan asam menimbulkan potensial reseptor di kuncup kecap dengan secara langsung memengaruhi kanal membran, sedangkan tiga kategori tastant lain bekerja melalui jalur caraka kedua untuk menghasilkan potensial reseptor.







■ 1000 jenis reseptor olfaktorius yang berbeda-beda berespons terhadap hanya satu komponen suatu bau tertentu, yaitu odorant. Odorant bekerja melalui jalur caraka kedua untuk memicu potensial reseptor. Sinyal aferen yang muncul dari reseptor olfaktorius disortir berdasarkan komponen bau oleh glomerulus di dalam bulbus olfaktorius. Diskriminasi bau bergantung pada pola pengaktifan glomerulus ini. (Lihat Gambar 6-45.)



Neuron motorik yang menyarafi otot rangka. Ketika neuron motorik (coklat dan hijau) mencapai otot rangka, neuron tersebut bercabang membentuk banyak cabang terminal, yang masing-masingnya membentuk taut neuromuskular (oval) dengan satu sel otot (kuning dan biru). Yang silindris dan panjang. Pelepasan neurotransmiter dari kenop terminal (titik-titik kecil) yang berbentuk seperti tombol di taut neuromuskular merangsang sel otot untuk memulai kontraksi.



Eric V. Gravet Photo Researchers, Inc.



7 Sistem Saraf Tepi: Divisi Eferen Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI



Sistem saraf, satu dari dua sistem pengaturan utama tubuh, terdiri dari sistem saraf



7.1 Sistem Saraf Autonom



pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis, dan sistem saraf tepi



7.2 Sistem Saraf Somatik



(SST) yang terdiri dari serat aferen dan eferen yang menyampaikan sinyal antara



7.3 Taut Neuromuskulus



SSP dan perifer (bagian tubuh lainnya). Setelah diinformasikan oleh SST bahwa terdapat perubahan pada lingkungan internal atau eksternal yang mengancam homeostasis, SSP membuat pengaturan yang sesuai untuk mempertahankan homeostasis. SSP membuat penyesuaian ini dengan mengontrol aktivitas efektor (otot dan kelenjar), menghantarkan sinyal dari SSP ke organ-organ ini melalui divisi eferen SST.



Divisi eferen sistem saraf tepi adalah jalur komunikasi yang digunakan oleh sistem saraf pusat untuk mengontrol aktivitas otot dan kelenjar, organ-organ efektor yang melaksanakan efek atau tindakan yang diinginkan (biasanya tiap-tiap kontraksi atau sekresi). SSP mengatur efektor-efektor ini dengan memicu potensial aksi di badan sel neuron eferen yang aksonnya berakhir di organ-organ tersebut. Otot jantung, otot polos, sebagian besar kelenjar eksokrin, sebagian kelenjar endokrin, dan jaringan adiposa (lemak) disarafi oleh sistem saraf autonom, cabang involunter divisi eferen perifer. Otot rangka disarafi oleh sistem saraf somatik, cabang divisi eferen yang berada di bawah kontrol kesadaran. Beberapa contoh di bawah ini adalah efek kontrol saraf pada berbagai efektor yang terdiri dari berbagai jenis jaringan otot dan kelenjar: ■ Jantung (otot jantung): meningkatkan pemompaan darah oleh jantung ketika tekanan darah turun terlalu rendah ■ Lambung (otot polos): menunda pengosongan lambung hingga usus halus siap memroses makanan Otot pernapasan (otot rangka): ■ pernapasan sebagai respons terhadap olahraga



meningkatkan



■ Kelenjar keringat (kelenjar eksokrin): memulai berkeringat pada pajanan terhadap lingkungan yang panas Pankreas endokrin (kelenjar endokrin): meningkatkan sekresi ■ insulin, suatu hormon yang menyimpan kelebihan nutrien di tempat penyimpanan setelah makan Seperti diilustrasikan oleh contoh ini, banyak keluaran eferen diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Keluaran eferen menuju otot rangka juga diarahkan untuk aktivitas-aktivitas nonhomeostatik yang dikontrol secara volunter, seperti mengendarai sepeda. (Banyak organ efektor juga berada di bawah kontrol hormonal atau intrinsik; lihat h. 16.)



Berapa banyak neurotransmiter berbeda yang Anda perkirakan dilepaskan dari berbagai ujung saraf eferen untuk memicu semua respons organ efektor yang dikontrol oleh saraf? Hanya dua: asetilkolin dan norepinefrin. Kedua neurotransmiter ini, dengan bekerja secara independen, menimbulkan efek yang beragam seperti sekresi liur, kontraksi kandung empedu, dan gerakan motorik volunter. Efek-efek ini adalah contoh utama bagaimana caraka kimiawi yang sama dapat memicu beragam respons di berbagai organ, bergantung pada spesialisasi organ efektor yang bersangkutan. (Namun, ingat bahwa neurotransmiter dan neuromodulator lain dapat memengaruhi keluaran asetilkolin dan norepinefrin sehingga kedua neurotrasmiter ini tidak bekerja sendirian untuk menyelesaikan aktivitas yang berbeda ini.)



Setiap jalur saraf autonom yang berjalan dari SSP ke suatu organ yang disarafi adalah suatu rangkaian dua-neuron (Gambar 7-1). Badan sel neuron pertama dalam rangkaian ini terletak di SSP. Aksonnya, serat praganglion, bersinaps dengan badan sel neuron kedua, yang terletak di dalam suatu ganglion. (Ingat kembali bahwa ganglion adalah kelompok badan sel neuron diluar SSP.) Akson neuron kedua, serat pascaganglion, menyarafi organ efektor. Sistem saraf autonom memiliki dua subdivisi-sistem saraf simpatis dan parasimpatis1 (Gambar 7-2). Serat saraf simpatis berasal dari kornu lateral regio toraks (dada) dan lumbal (abdomen) korda spinalis (lihat h. 184 dan 187). Sebagian besar serat praganglion simpatis sangat pendek, bersinap dengan badan sel neuron pascaganglion di dalam ganglion yang terletak di rantai ganglion simpatis (juga disebut trunkus simpatikus)yang berada di sepanjang kedua sisi kordaspinalis ( Iihat Gambar 5-24, h. 183) . 1Beberapa ahli fisiologi memasukkan sistem saraf enterik ke dalam sistem saraf autonom, tetapi kita menganggapnya sebagai dua entitas yang berbeda (lihat h. 143 dan 618).



Neurotransmiter praganglion



Neurotransmiter pascaganglion Varikositas



Serat pascaganglion



Serat praganglion



Sistem saraf pusat Gambar 7-1 Jalur saraf autonom.



252 BAB 7



Gangiron otonom



Organ efektor



ACh



ACh



Efektor otonom



Ganglion terminal



Reseptor nikotinik



Reseptor α



Rantai ganglion simpatis



NE Medula adrenal



Reseptor nikotinik



Reseptor Otot muskarinik jantung



E



Reseptor nikotinik



NE



Blood



E Otot polos



Reseptor β1 E Ganglion kolateral



NE Reseptor nikotinik



E Reseptor β2



ACh



ACh



Sebagian besar kelenjar eksokrin dan beberapa kelenjar endokrin Jaringan adiposa



Ganglion



KUNCI Serat praganglion parasimpatis



terminal



Reseptor nikotinik



Reseptor muskarinik



Serat pascaganglion parasimpatis Serat praganglion simpatis Serat pascaganglion simpatis ACh NE E



Asetilkolin Norepinetrin Epinetrin



Gambar 7-2 Sistem saraf autonom. Sistem saraf simpatis, yang berasal dari regio torakolumbal medula spinalis, memiliki serat praganglion kolinergik (mengeluarkan asetilkolin) yang pendek dan serat pascaganglion adrenergik (mengeluarkan norepinefrin) yang panjang. Sistem saraf parasimpatis, yang berasal dari otak dan regio sakrum medula spinalis, memiliki serat praganglion kolinergik yang panjang dan serat pascaganglion kolinergik yang pendek. Pada umumnya, serat pascaganglion simpatis dan parasimpatis bersama-sama menyarafi organ efektor yang sama. Medula adrenal adalah suatu ganglion simpatis yang mengalami modifikasi, yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin ke dalam darah. Reseptor kolinergik nikotinik berada di ganglion autonom dan medula adrenal serta berespons terhadap ACh yang dilepaskan oleh semua serat praganglion autonom. Reseptor kolinergik muskarinik berada di efektor autonom dan berespons terhadap ACh yang dilepaskan oleh serat pascaganglion parasimpatis. Reseptor adrenergik α1, α2, β1, dan β2 dilokasikan beragam di efektor autonom dan secara berbeda berespons terhadap norepinefrin yang dilepaskan oleh serat pascaganglion simpatis dan epinefrin yang dilepaskan oleh medula adrenal.



Sistem Saraf Tepi: Divisi Eferen



253



Serat pascaganglion yang panjang berasal dari rantai ganglion dan berakhir di organ efektor. Sebagian serat praganglion melewati rantai ganglion tanpa bersinaps. Serat ini berakhir di ganglion kolateral simpatis sekitar separuh perjalanan antara SSP dan organ yang disarafi, dengan serat pascaganglion menempuh jarak yang tersisa. Serat praganglion parasimpatis berasal dari daerah kranium (otak) dan sakrum (korda spinalis bagian bawah) SSP. Serat-serat ini lebih panjang daripada serat praganglion simpatis karena mereka tidak berakhir hingga mereka mencapai ganglion terminal yang terletak di dalam atau di dekat organ efektor. Serat pascaganglion yang sangat pendek berakhir di sel-sel organ itu sendiri.



Serat praganglion simpatis dan parasimpatis mengeluarkan neurotransmiter yang sama, asetilkolin (ACh), tetapi ujung pascaganglion kedua sistem saraf ini mengeluarkan neurotransmiter yang berbeda (neurotransmiter yang memengaruhi organ efektor). Serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin. Karena itu, serat-serat ini, bersama dengan semua serat praganglion autonom, disebut serat kolinergik. Sebagian besar serat pascaganglion simpatis, sebaliknya, disebut serat adrenergik karena mengeluarkan noradrenalin, yang urnurn dikenal sebagai norepinefrin2. Baik asetilkolin maupun norepinefrin juga berfungsi sebagai caraka kimiawi di bagian lain tubuh (Tabel 7-1). 2Noradrenalin (norepinefrin) secara kimiawi serupa dengan adrenalin (epinefrin), produk hormon primer yang dikeluarkan oleh medula adrenal (suatu kelenjar endokrin). Karena sebuah perusahaan farmasi di AS memasarkan produk ini untuk digunakan sebagai obat di bawah nama dagang Adrenalin, masyarakat ilmiah di negara ini cenderung menggunakan nama alternatif "epinefrin" sebagai istilah generik untuk caraka kimiawi ini, dan karenanya, "noradrenalin" dikenal sebagai "norepinefrin". Namun, di sebagian besar negara berbahasa Inggris lainnya, "adrenalin" dan "noradrenalin" merupakan istilah yang dipilih.



■ TABEL 7-1 Tempat Pelepasan Asetilkotin dan Norepinefrin Asetilkolin Semua ujung pascaganglion parasimpatis Ujung pascaganglion simpatis di kelenjar keringat Ujung neuron eferen yang menyarafi otot rangka (neuron motorik) Sistem saraf pusat



254 BAB 7



Norepinefrin Sebagian besar ujung pascaganglion simpatis Medula adrenal



Sistem saraf pusat



Serat autonom pascaganglion tidak berakhir di satu benjolan terminal seperti kenop sinaptik. Namun, cabang-cabang terminal serat autonom memiliki banyak pernbeng-kakan, atau varikositas, yang secara bersamaan mengeluarkan neurotransmiter ke suatu daerah luas di organ yang disarafi dan bukan ke satu sel (lihat Gambar 7-1 dan 8-33, h. 313). Karena pelepasan neutrotransmiter yang difus ini, dan karena setiap perubahan aktivitas listrik yang terjadi menyebar ke seluruh massa otot polos atau otot jantung melalui taut celah (lihat h. 67), aktivitas autonom biasanya memengaruhi organ keseluruhan dan bukan sel-sel tertentu.



Informasi aferen yang datang dari visera (organ internal) biasanya tidak mencapai tingkat kesadaran (lihat h. 199). Contoh informasi aferen visera mencakup masukan dari baroreseptor yang memantau tekanan darah dan masukan dari kemoreseptor yang memantau kandungan protein atau lemak dari makanan yang dikonsumsi. Masukan ini digunakan untuk mengarahkan aktivitas neuron eferen autonom. Keluaran eferen autonom mengatur aktivitas viseral seperti sirkulasi dan pencernaan. Seperti masukan aferen viseral, keluaran eferen autonom bekerja di luar alam kesadaran dan kontrol yang dikehendaki. Sebagian besar organ viseral disarafi oleh serat saraf simpatis dan parasimpatis (Gambar 7-3). Inervasi suatu organ tunggal oleh kedua cabang sistem saraf autonom dikenal sebagai inervasi ganda (dual berarti "mengenai menjadi dua"). Tabel 7-2 meringkaskan efek mayor cabang-cabang autonom ini. Walaupun perincian susunan respons autonomik ini dijelaskan secara penuh di bab berikutnya yang mendiskusikan organ yang terlibat, Anda dapat mempertimbangkan beberapa konsep umum saat ini. Seperti yang dapat Anda lihat dari tabel, sistem saraf simpatis dan parasimpatis umurnnya menimbulkan efek yang berlawanan pada organ tertentu. Stimulasi simpatis meningkatkan denyut jantung, sementara stimulasi parasimpatis menurunkannya; stimulasi simpatis memperlambat pergerakan di dalam saluran pencernaan, sementara stimulasi parasimpatis meningkatkan motilitas saluran cerna. Perhatikan bahwa kedua sistem meningkatkan aktivitas beberapa organ dan menurunkan aktivitas organ lainnya. Daripada menghapal suatu daftar seperti di Tabel 7-2, lebih baik kita secara logika mengerti kerja kedua sistem dengan pertama-tama memahami situasi ketika tiap-tiap sistem mendominansi. Kedua sistem biasanya aktif parsial; yaitu, dalam keadaan normal terdapat aktivitas potensial aksi di kedua serat simpatis dan parasimpatis yang menyarafi suatu organ. Aktivitas yang terus-menerus ini disebut tonus simpatis atau parasimpatis. Pada keadaan tertentu, aktivitas salah satu divisi mendominansi. Dominansi simpatis pada suatu organ tertentu terjadi ketika frekuensi impuls serat simpatis ke organ meningkat melebihi tingkat tonus, disertai oleh penurunan secara bersamaan frekuensi potensial aksi serat parasimpatis di bawah tingkat tonus ke organ yang sama. Kebalikannya terjadi ketika parasimpatis mendominansi.



Mukosa Mata hidung



Kelenjar lakrimal (air mata) Kelenjar parotis (liur)



Simpatis



Parasimpatis



Kelenjar sublingual dan submandibula (liur)



T1 T2 T3 T4 Saraf spinalis T 5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 L1 L2



Trakea III VII IX



Paru



saraf kranialis



X



Trunkus simpatikus



Jantung



Hati



Lambung



Saraf splanknikus Kandung empedu



Limpa



S2 S3 S4



Kelenjar adrenal Pankreas



Saraf spinalis



Ginjal



Kolon



Usus halus



Rektum



KUNCI Serat praganglion simpatis Serat pascaganglion simpatis Serat praganglion parasimpatis Serat pascaganglion parasimpatis



Kandung kemih Genitalia



Gambar 7-3 Struktur yang disarafi oleh sistem saraf simpatis dan parasimpatis.



Sistem Saraf Tepi: Divisi Eferen 255



Organ



Efek Stimulasi Parasimpatis Meningkatkan kecepatan denyut jantung dan meningkatkan kekuatan kontraksi jantung keseluruhan (b1)



Menurunkan kecepatan denyut jantung dan menurunkan kekuatan kontraksi atrium saja



Sebagian besar pembuluh darah yang Disarafi



Konstriksi (a1)



Dilatasi hanya pembuluh yang mendarahi penis dan klitoris



Paru



Dilatasi bronkiolus (saluran napas) (b2) Inhibisi sekresi mukus (a) Menurunkan motilitas (gerakan) (a2, b2)



Konstriksi bronkiolus Stimulasi sekresi mukus Meningkatkan motilitas Relaksasi sfingter (untuk memungkinkan gerakan maju isi saluran cerna) Stimulasi sekresi pencernaan Kontraksi (pengosongan) Konstriksi pupil (kontraksi muskulus sirkularis) Menyesuaikan mata untuk melihat dekat Tidak ada



Jantung



Saluran Cerna



Kontraksi sfingter (untuk mencegah gerakan maju isi saluran cerna) (a1) Inhibisi sekresi pencernaan (a2) Relaksasi (b2) Mata Dilatasi pupil (kontraksi muskulus radialis) (a1) Menyesuaikan mata untuk melihat jauh (b2) Hati (simpanan glikogen) Glikogenolisis (glukosa dibebaskan) (b2)



Kandung Kemih



Lipolisis (asam lemak dibebaskan) (β2)



Tidak ada



Pankreas eksokrin



Inhibisi sekresi pankreas eksokrin (a2)



Stimulasi sekresi pankreas eksokrin (penting untuk pencernaan)



Kelenjar keringat



Stimulasi sekresi oleh kelenjar keringat; penting dalam pendinginan tubuh (a1; sebagian besar kolinergik)



Stimulasi sekresi oleh kelenjar keringat khusus di ketiak dan daerah genitalia



Merangsang sejumlah kecil liur kental yang kaya mukus (a1)



Merangsang sejumlah besar liur encer yang kaya enzim



Stimulasi sekresi epinefrin dan norepinefrin (kolinergik)



Tidak ada



Pankreas endokrin



Inhibisi sekresi insulin; stimulasi sekresi glukagon (a2)



Stimulasi sekresi insulin dan glukagon



Genitalia



Kontrol ejakulasi (pria) dan kontraksi orgasme (pria dan wanita) (a1)



Kontrol ereksi (penis pada pria dan klitoris pada wanita)



Aktivitas Otak



Meningkatkan kewaspadaan (reseptor tidak diketahui)



Tidak ada



Sel Adiposa (simpanan lemak) Kelenjar Eksokrin



Kelenjar liur Kelenjar Endokrin Medula adrenal



Keseimbangan antara aktivitas simpatis dan parasimpatis dapat bergeser secara terpisah untuk tiap-tiap organ untuk memenuhi kebutuhan spesifik (sebagai contoh, dilatasi pupil pada keadaan temaram yang dipicu oleh simpatis; lihat h. 209), atau aktivitas salah satu sistem autonom meningkat melebihi yang lain untuk mengontrol fungsi-fungsi tubuh secara generalisata. Peningkatan lepas muatan generalisata massif lebih sering terjadi pada sistem simpatis. Manfaat lepas muatan simpatis tampak jelas jika kita melihat situasi saat sistem ini biasanya mendominansi.



256 BAB 7



SAAT DOMINANSI SIMPATIS Sistem simpatis mendorong respons-respons yang mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik berat dalam situasi darurat atau penuh stres, misalnya ancaman fisik dari luar. Respons ini biasanya disebut sebagai respons "berjuang-atau-lari" (beberapa ahli fisiologi juga memasukkan ketakutan) karena sistem simpatis menyiapkan tubuh untuk melawan atau lari dari (dan ditakuti oleh) ancaman. Pikirkan halhal yang dibutuhkan oleh tubuh dalam situasi ini. Jantung berdenyut lebih cepat



dan lebih kuat, tekanan darah meningkat akibat konstriksi (penyempitan) generalisata pembuluh darah, saluran napas berdilatasi (membuka lebar) untuk memaksimalkan aliran udara, glikogen (gula simpanan) dan simpanan lemak diuraikan untuk mengeluarkan bahan bakar tambahan ke dalam darah, dan pembuluh darah yang mendarahi otot rangka berdilatasi. Semua respons ini ditujukan untuk meningkatkan aliran darah kaya nutrien dan beroksigen ke otot rangka sebagai antisipasi terhadap aktivitas fisik berat. Selain itu, pupil berdilatasi dan mata menyesuaikan diri untuk melihat jauh, memungkinkan yang bersangkutan dapat melihat seluruh hal yang mengancam. Berkeringat meningkat sebagai antisipasi terhadap peningkatan berlebih produksi panas oleh aktivitas fisik. Karena aktivitas pencernaan dan kemih tidak esensial untuk menghadapi ancaman, sistem simpatis menghambat aktivitas-aktivitas ini. SAAT DOMINASI PARASIMPATIS Sistem parasimpatis mendominasi pada keadaan tenang dan santai. Pada keadaan tanpa ancaman ini, tubuh dapat berkonsentrasi melaksanakan aktivitas "rumah tangga"nya, misalnya pencernaan. Sistem parasimpatis mendorong fungsi tubuh tipe "istirahat-dan-cerna" ini sambil memperlambat aktivitas-aktivitas yang di tingkatkan oleh sistem simpatis. Sebagai contoh, jantung tidak perlu berdetak keras dan kuat jika seseorang berada dalam keadaan tenang. MANFAAT PERSARAFAN Autonom GANDA Apa manfaat persarafan ganda organ dengan serat saraf yang kerjanya saling berlawanan? Persarafan ganda ini memungkinkan tubuh mengontrol secara akurat aktivitas suatu organ, seperti memiliki gas dan rem untuk mengontrol kecepatan suatu mobil. Jika seekor hewan mendadak melintas di jalan yang sedang Anda lewati, Anda pada akhirnya dapat berhenti jika Anda mengangkat kaki Anda dari pedal gas, tetapi Anda mungkin terlalu lama berhenti untuk dapat menghindari hewan tersebut. Namun, jika Anda secara bersamaan menginjak rem sewaktu mengangkat kaki dari pedal gas, Anda dapat menghentikan mobil dengan terkontrol dan lebih cepat. Dengan cara serupa, jantung yang berdetak cepat karena pengaruh simpatis dapat secara bertahap dikurangi hingga normal setelah situasi stres berlalu dengan mengurangi impuls di saraf simpatis jantung (mengangkat kaki dari pedal gas). Namun, kecepatan denyut jantung dapat dikurangi secara lebih cepat dengan secara bersamaan meningkatkan aktivitas di jalur parasimpatis ke jantung (menginjak rem). Memang, kedua divisi sistem saraf autonom biasanya dikontrol secara timbal-balik; peningkatan aktivitas di salah satu divisi disertai oleh penurunan di divisi yang lain. Terdapat beberapa pengecualian terhadap aturan umum persarafan timbal-balik ganda oleh dua cabang sistem saraf autonom tersebut; yang paling menonjol adalah:



Pembuluh darah yang memiliki persarafan (sebagian besar arteriol dan vena disarafi; arteri dan kapiler tidak) hanya menerima serat saraf simpatis. Regulasi dilaksanakan dengan meningkatkan atau menurunkan frekuensi lepas-muatan di atas atau di bawah kadar tonus di serat-serat simpatis ini. Satu-satunya pembuluh darah yang menerima serat simpatis dan parasimpatis adalah pembuluh yang mendarahi penis dan klitoris. Kontrol persarafan rangkap atas organ-organ ini penting untuk menghasilkan ereksi.







Sebagian besar kelenjar keringat disarafi hanya oleh saraf simpatis. Serat pascaganglion saraf-saraf ini bersifat tak-lazim karena mengeluarkan asetilkolin dan bukan norepinefrin







■ Kelenjar liur disarafi oleh kedua divisi autonom,tetapi tidak seperti di tempat lain, aktivitas simpatis dan parasimpatis tidak antagonistik. Keduanya merangsang sekresi air liur, tetapi volume dan komposisi liur berbeda, bergantung pada cabang autonom mana yang dominan. Anda akan belajar lebih banyak tentang pengecualian-pengecualian ini di bab-bab selanjutnya. Kini kita akan mengalihkan perhatian ke medula adrenal, suatu komponen endokrin unik pada sistem saraf simpatis.



Kedua kelenjar adrenal terletak di atas ginjal, satu di tiap-tiap sisi (ad artinya "di samping"; renal artinya "ginjal"). Kelenjar adrenal adalah kelenjar endokrin, masing-masing dengan suatu bagian luar, korteks adrenal, dan bagian dalam, medula adrenal (lihat h. 728 dan 699-701). Medula adrenal adalah suatu ganglion simpatis modifikasi yang tidak membentuk serat pascaganglion. Pada stimulasi oleh serat praganglion yang berasal dari SSP, bagian ini mengeluarkan hormon katekolamin (lihat h. 127) ke dalam darah (lihat Gambar 7-2). Tidaklah mengherankan, hormon-hormon tersebut identik atau serupa dengan neurotransmiter simpatis pascaganglion. Sekitar 20% produk hormon medula adrenal adalah norepinefrin, sisa 80%nya berkaitan erat dengan epinefrin (adrenalin) (lihat catatan kaki 2, h. 254). Hormon-hormon ini, secara umum, memperkuat aktivitas sistem saraf simpatis.



Karena setiap neurotransmiter autonom dan hormon medula merangsang aktivitas di sebagian jaringan, tetapi menghambat aktivitas di jaringan lain, respons tertentu harus bergantung pada spesialisasi sel jaringan dan bukan pada sifat bahan kimia itu sendiri. Sel jaringan responsif memiliki satu atau lebih beberapa jenis protein reseptor membran plasma bagi berbagai carakakimiawi ini. Pengikatan suatu neurotransmiter ke reseptornya menginduksi respons yang spesifik jaringan. RESEPTOR KOLINERGIK Para peneliti telah mengetahui dua jenis reseptor ACh (kolinergik)—nikotinik dan muskarinik-berdasarkan respons keduanya terhadap obat tertentu. Reseptor nikotinik diaktifkan oleh turunan tanaman tembakau nikotin, sedangkan reseptor muskarinik diaktifkan oleh racun jamur muskarin (Tabel 7-3). Reseptor nikotinik ditemukan di badan sel pascaganglion di semua ganglion autonom. Reseptor ini berespons terhadap asetilkolin yang dibebaskan dari serat praganglion simpatis dan parasimpatis. Pengikatan asetilkolin ke reseptor Reseptor nikotinik ditemukan ini me-nyebabkan pembukaan kanal kation non-spesifik di sel pascaganglion yang memungkinkan mengalirnya Na+ dan K+. Oleh sebab itu, reseptor ini dikenal dengan reseptor-kanal (lihat h. 125). Karena permeabilitas membran end plate terhadap Na+ dan K+ pada   



257







TABEL 7-3



Sifat-Sifat Berbagai Jenis Reseptor Autonom



Jenis Reseptor



Afinitas Neurotransmiter



Efektor pada Jenis Reseptor



Mekanisme Kerja pada Efektor



Nikotinik



Asetilkolin dari serat praganglion autonom



Semua badan sel pascaganglion autonom; medula adrenal



Membuka kanal-reseptor kation non-spesifik



Eksitatorik



Muskarinik



Asetilkolin dari neuron motorik



Cakram motorik serat otot Membuka kanal-reseptor kation non-spesifik rangka



Eksitatorik



𝛂1



Asetilkolin dari serat pascaganglion parasimpatis



Otot jantung, otot polos, sebagian besar kelenjar eksokrin dan beberapa kelenjar endokrin



𝛂2



Afinitas untuk norepinefrin (dari serat pascaganglion simpatis) lebih besar daripada untuk epinefrin (dari medula adrenal)



Sebagian besar jaringan Mengaktifkan jalur sasaran simpatis caraka kedua IP3– Ca2+



Eksitatorik



𝛃1



Afinitas untuk norepinefrin lebih besar daripada untuk epinefrin



Organ pencernaan



Menghambat cAMP



Inhibitorik



𝛃2



Afinitas untuk norepinefrin setara dengan untuk epinefrin



Jantung



Mengaktifkan cAMP



Eksitatorik



Afinitas hanya untuk epinefrin



Otot polos arteriol dan bronkiol



Mengaktifkan cAMP



Inhibitorik



saat pembukaan kanal ini pada hakikat nya adalah sama, pergerakan relatif ion ini melewati saluran bergantung pada gaya pendorong elektrokimianya. Ingat bahwa pada potensial istirahat, gaya dorong neto Na+ jauh lebih besar daripada K+ karena potensial istirahatnya lebih dekat ke potensial ekuilibrium K+ daripada potensial ekuilibrium Na+. Baik gradien konsentrasi maupun elektrik untuk Na+ mengarah ke dalam, sementara konsentrasi keluar gradien K+ hampir menyamai atau diimbangi dengan pemasukan gradien listrik Na+ ke arah dalam. Akibatnya, ketika asetilkolin memicu pembukaan saluran kanal ini, lebih banyak Na+ yang masuk ke dalam daripada K + yang keluar, menyebabkan depolarisasi yang memicu potensial aksi di sel pascaganglion. Reseptor muskarinik ditemukan di membran sel efektor (otot polos, otot jantung, dan kelenjar). Reseptor ini berikatan dengan asetilkolin yang dikeluarkan dari serat pascaganglion parasimpatis. Kelima subtipe reseptor muskarinik berkaitan dengan protein G yang mengaktifkan jalur caraka kedua yang memicu respons sel sasaran (lihat h. 126). RESEPTOR ADRENERGIK Kedua kelas utama reseptor adrenergik



untuk norepinefrin dan epinefrin adalah reseptor alfa (𝛂) dan beta (𝛃) yang masing-masing dibagi lebih lanjut menjadi reseptor 𝛂1 dan 𝛂2 dan serta 𝛃1 dan 𝛃2 (Tabel 7-3). Berbagai jenis reseptor ini tersebar secara berbeda di antara organ-organ efektor yang dikendalikan oleh simpatis sebagai berikut. ■



Reseptor a1 ada pada sebagian besar jaringan sasaran simpatis. 258 BAB 7



Mengaktifkan berbagai jalur reseptor bergandeng protein-G, bergantung pada efektor



Efek pada Efektor



Eksitatorik atau inhibitorik, bergantung pada efektor







Reseptor a2 bertempat terutama pada organ pencernaan.







Reseptor β1 hanya terbatas pada jantung



Reseptor β2 ditemukan pada otot polos arteriol dan bronkiol (pembuluh darah dan saluran napas kecil).







Jenis reseptor yang berbeda juga memiliki afinitas (daya tarik) yang berbeda bagi epinefrin dan norepinefrin: ■ Reseptor a kedua subjenis memiliki afinitas yang lebih besar terhadap norepinefrin dibandingkan epinefrin. ■ Reseptor β memiliki afinitas yang setara bagi norepinefrin dan 1 epinefrin. ■



Reseptor β2 hanya terikat pada epinefrin.



Semua reseptor adrenergik digabungkan dengan protein G, tetapi jalur yang diaktifkan ketika berikatan dengan katekolamin berbeda untuk tipe reseptor yang berbeda. Aktivasi reseptor β1 dan β2 memicu respons sel sasaran melalui pengaktifan jalur caraka kedua adenosin monofosfat siklik (cAMP) (lihat h. 131).







Stimulasi reseptor a1 menimbulkan respons yang diingikan memalui sistem caraka kedua IP3–Ca21(lihat h. 132).







■ Sebaliknya, pengikatan suatu neurotransmiter ke reseptor α2 menghambat produksi cAMP di sel sasaran. Respons organ efektor juga bervariasi bergantung pada tipe reseptor adrenergik: ■ Aktivasi reseptor α1 biasanya menyebabkan respons eksitatorik di organ efektor—misalnya, konstriksi arteriol akibat meningkatnya kontraksi otot polos di dinding pembulug darah ini. ■ Aktivasi reseptor α2, sebaliknya, menyebabkan respons inhibitorik di organ efektor, misalnya berkurangnya kontraksi otot polos di saluran cerna. ■ Stimulasi reseptor β1, yang hanya terdapat di jantung menyebabkan respons eksitatorik, yaitu peningkatan frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung. ■ Respons terhadap aktivasi reseptor β2 umumnya bersifat inhibitorik, misalnya dilatasi arteriol atau bronkiolus (saluran napas) akibat relaksasi otot polos di dinding struktur-struktur tubulus ini. Untuk aturan yang cepat, aktivasi reseptor adrenergik tipe "1" mengarah ke respons eksitatorik, dan aktivitas tipe "2" mengarah ke respons inhibitorik. AGONIS DAN ANTAGONIS Autonom Terdapat obat-



obat yang secara selektif mengubah respons autonom di tiap-tiap tipe reseptor. Agonis berikatan dengan reseptor neurotransmiter dan memicu efek yang mirip dengan neurotransmiter tersebut. Antagonis, sebaliknya, berikatan dengan reseptor, menghambat neuro transmiter berikatan dan menyebabkan respons, tetapi anta gonis itu sendiri tidak menghasilkan respons. Karena itu, suatu agonis menyerupai respons neurotransmiter, sedangkan antagonis menghambat respons neurotransmiter. Sebagian obat ini hanya digunakan untuk eksperimen, tetapi yang lain penting sebagai obat. Sebagai contoh, atropin menghambat efek asetilkolin di reseptor muskarinik, tetapi tidak memengaruhi Karena asetilkolin yang dikeluarkan di serat praganglion simpatis dan parasimpatis berikatan dengan reseptor nikotinik, blokade di sinaps nikotinik akan melumpuhkan kedua divisi autonom tersebut. Dengan bekerja secara selektif menghambat efek asetilkolin hanya di taut muskarinik, yaitu tempat kerja serat pascaganglion parasimpatis, atropin menghambat efek parasimpatis, tetapi tidak memengaruhi aktivitas simpatis. Dokter menggunakan prinsip ini untuk menekan sekresi air liur dan bronkus sebelum pembedahan sehingga mengurangi risiko inhalasi sekresi ini ke dalam paru pasien. Demikian juga, obat yang secara selektif bekerja di reseptor adrenergik α dan β untuk meningkatkan atau menghambat efek simpatis tertentu banyak digunakan. erikut Āini adalah beberapa contohnya. Salbutamol secara selektif mengaktifkan reseptor adrenergik b2 pada dosis rendah, memungkinkannya memperlebar bronkiolus dalam pengobatan asma tanpa merangsang jantung (jantung umumnya memiliki reseptor b1).



Sebaliknya, metoprolol secara selektif menghambat reseptor adrenergik p, dan diresepkan untuk mengobati tekanan darah tinggi karena menurunkan jumlah darah yang dipompa oleh jantung ke pembuluh darah. Metoprolol tidak memengaruhi reseptor β2 sehingga tidak berefek ke bronkiolus.



Pesan-pesan dari SSP disampaikan ke otot jantung, otot poIos, dan kelenjar melalui saraf autonom, tetapi bagian otak mana yang mengatur keluaran autonom? Kontrol autonomik efektor-efektor ini diperantarai oleh refleks dan melalui pusat kontrol yang terletak di pusat Selangkah lebih maju, informasi yang dibawa ke SSP via aferen viseral akhirnya digunakan untuk menentukan keluaran yang sesuai melalui eferen autonomik ke efektor untuk mempertahankan homeostasis. Beberapa ahli fisiologis menganggap aferen viseral sebagai bagian sistem saraf autonom,sementara yang lain mempertimbangkan eferen simpatis dan parasimpatis sebagai satu satunya komponen sistem saraf autonom. Dengan cara apapun Anda mengklasifikasikannya, satu hal yang pasti bahwa masukan aferen viseral sangat penting untuk menentukan keluaran simpatis dan parasimpatis. ■ Sebagian refleks autonom, misalnya berkemih, buang air besar, dan ereksi, terintegrasi di tingkat korda spinalis, tetapi semua refleks spinal ini dapat dikontrol oleh tingkat kesadaran yang lebih tinggi. ■ Medula di dalam batang otak adalah bagian yang paling berperan bagi keluaran autonom. Pusat-pusat untuk mengontrol aktivitas kardiovaskular, respirasi, dan pencernaan melalui sistem autonom berlokasi di sini.



Hipotalamus berperan penting dalam mengintegrasikan respons autonom, somatik, dan endokrin yang secara otomatis menyertai berbagai keadaan emosi dan perilaku. Sebagai contoh, peningkatan kecepatan denyut jantung, tekanan darah, dan aktivitas pernapasan yang berkaitan dengan rasa marah atau takut ditimbulkan oleh hipotalamus yang bekerja melalui medula. ■



Aktivitas autonom juga dapat dipengaruhi oleh korteks asosiasi prafrontal melalui keterlibatannya dalam ekspresi emosional yang khas bagi kepribadian masing-masing, Contohnya adalah kemerahan pada wajah saat seseorang merasa malu, yang ditimbulkan oleh dilatasi pembuluh darah yang mendarahi kulit pipi. Respons semacam ini diperantarai oleh jalur hipotalamusmedula. Tabel 7-4 meringkaskan beberapa ciri utama pembeda sistem saraf simpatis dan parasimpatis. ■



Periksa Pemahaman Anda 7.1 1. Ilustrasikan asal, ujung, pangjang serat, dan neurotransmiter yang dilepaskan pada serat praganglion dan pascaganglion simpatis dan parasimpatis. 2. Bandingkan waktu dominansi simpatis dan parasimpatis. 3. Diskusikan hubungan medula adrenal dengan sistem saraf autonom.



Sistem Saraf Tepi: Divisi Eferen 259



❚ TABEL 7-4 Gambaran Gambaran



Sistem Simpatis



Gambaran



Sistem Simpatis



Sistem Parasimpatis



Asal serat praganglion



Regio toraks dan lumbal korda spinalis



Otak dan regio sakrum korda spinalis



Asal serat pascaganglion (lokasi ganglion)



Rangkaian ganglion simpatis (dekat korda spinalis) atau ganglion kolateral (sekitar separuh jalan antara korda spinalis dan organ efektor)



Ganglion terminal (di atau dekat dengan organ efektor)



Panjang serat



Serat praganglion pendek Serat pascaganglion panjang



Serat praganglion panjang Serat pascaganglion pendek



Neurotransmiter yang dilepaskan



Praganglion: asetilkolin



Praganglion: asetilkolin



Jenis reseptor untuk neurotransmiter



Pascaganglion: norepinefrin Untuk neurotransmiter praganglion: nikotinik Untuk neurotransmiter pascaganglion: a1, a2, b1, b2



Pascaganglion: asetilkolin Untuk neurotransmiter praganglion: nikotinik Untuk neurotransmiter pascaganglion: muskarinik Mendominansi pada situasi tenang santai; mendorong aktivitas "rumah tangga", misalnya pencernaan



Dominansi



7.2



Pembeda Sistem Saraf Simpatis dan Sistem Saraf Parasimpatis



Mendominansi pada situasi darurat "berjuang-ataulari"; mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik berat



| Sistem Saraf Somatik



Neuron motorik menyarafi otot rangka. Neuron motorik, yang akson-aksonnya membentuk sistem saraf somatik, menyarafi otot rangka dan menyebabkan terjadinya gerakan (motor berarti "gerakan"). (Kadang-kadang semua neuron eferen disebut sebagai neuron motorik, tetapi kita membatasi istilah ini untuk serat somatik eferen yang menyarafi otot rangka.) Hampir semua badan sel neuron motorik berada di dalam kornu ventral korda spinalis (lihat h. 183). Satu-satunya pengecualian adalah bahwa badan sel neuron motorik yang menyarafi otot di kepala berada di batang otak. Tidak seperti rangkaian dua-neuron pada serat saraf autonom, akson neuron motorik berlanjut dari asalnya di SSP hingga ujungnya di otot rangka. Terminal akson neuron motorik mengeluarkan asetilkolin, yang menimbulkan eksitasi dan kontraksi sel-sel otot yang disarafi. Neuron motorik hanya dapat merangsang otot rangka, berbeda dengan serat autonom, yang dapat merangsang atau menghambat organ efektor. Inhibisi aktivitas otot rangka hanya dapat dicapai di dalam SSP melalui masukan sinaptik inhibitorik ke dendrit dan badan sel neuron motorik yang menyarafi otot yang bersangkutan.



Dendrit dan badan sel neuron motorik dipengaruhi oleh banyak masukan prasinaps konvergen, baik eksitatorik maupun inhibitorik. Sebagian masukan ini adalah bagian jalur refleks spinal yang berasal dari reseptor-reseptor sensorik perifer. Masukan yang lain adalah bagian jalur-jalur desendens yang berasal dari dalam otak. Daerah260 BAB 7



daerah di otak yang memiliki kontrol atas gerakan otot rangka mencakup regio motorik korteks, nukleus basal, serebelum, dan batang otak (lihat h. 157–159, 164, dan 176–177; lihat juga Gambar 8-24, h. 302, untuk ringkasan mengenai kontrol motorik dan Gambar 5-28b, h. 186, untuk contoh spesifik jalur motorik desendens). Neuron motorik dianggap sebagai jalur akhir bersama karena satu-satunya jalan yang dapat digunakan oleh bagian lain sistem saraf untuk memengaruhi aktivitas otot rangka adalah dengan bekerja pada neuron-neuron motorik ini. Tingkat aktivitas di suatu neuron motorik dan sinyal yang kemudian dikirim ke serat otot rangka yang disarafinya bergantung pada keseimbangan relatif antara EPSP dan IPSP (lihat h. 115) yang ditimbulkan oleh masukan-masukan prasinaps yang berasal dari berbagai tempat di otak. Sistem somatik berada di bawah kontrol kesadaran, tetapi banyak aktivitas otot rangka yang melibatkan keseimbangan, postur, dan gerakan stereotipik dikontrol secara bawah-sadar.Anda dapat memutuskan untuk mulai berjalan, tetapi Anda tidak perlu secara sadar melakukan kontraksi dan relaksasi secara bergantian otot-otot yang terlibat karena gerakan-gerakan ini secara involunter dikoordinasikan oleh pusat-pusat yang lebih rendah otak. Badan sel neuron-neuron motorik dapat secara selektif dirusak oleh virus polio. Akibatnya adalah paralisis otot yang disarafi oleh neuron yang terkena. Sklerosis lateral amiotrofik (amyotrophic lateral sclerosis, ALS) yang juga dikenal sebagai penyakit Lou Gehrig, adalah penyakit neuron motorik yang paling sering di jumpai.



penyakit yang belum dapat disembuhkan ini ditandai oleh degenerasi dan akhirnya kematian neuron motorik. Akibatnya adalah kehilangan bertahap kontrol motorik, paralisis progresif, dan akhirnya kematian dalam tiga hingga lima tahun setelah awitan penyakit. Kausa pasti penyakit ini masih belum jelas, meskipun para ilmuwan terus meneliti berbagai faktor yang mungkin mendasari penyakit ini. Berbagai faktor tersebut antara lain adalah perubahan patologis di neurofilamen yang menghambat transpor bahan-bahan krusial melalui akson (lihat h. 50), akumulasi ekstrasel neurotransmiter eksitatorik glutamat hingga kadar toksik, agregasi protein abnormal intrasel, disfungsi mitokondria yang menyebabkan penurunan produksi energi, dan aktivasi enzim pemotong protein (kaspase, yang terlibat di apoptosis; lihat h. 44) yang secara selektif memotong badan sel saraf dan nukleus. Para ilmuwan bekerja pada terapi potensial yang ditujukan untuk memperlambat progresifisitas penyakit yang merusak ini.



Tabel 7-6 membandingkan ketiga jenis fungsional neuron: neuron aferen, neuron eferen, dan antarneuron.



Sebelum kita mengalihkan perhatian ke taut antara sebuah neuron motorik dan sel otot yang disarafinya, kita akan memadukan dalam bentuk tabel dua kelompok informasi yang telah kita bahas pada bab ini dan bab sistem saraf sebelumnya. Tabel 7-5 meringkaskan ciri kedua cabang divisi eferen sistem saraf tepi: sistem saraf autonom dan sistem saraf somatik.



Potensial aksi di neuron motorik merambat cepat dari badan sel di dalam SSP ke otot rangka di sepanjang akson bermielin besar (serat eferen) neuron. Sewaktu mendekati otot, akson bercabang dan kehilangan selubung mielinnya. Tiap-tiap terminal akson ini membentuk taut khusus, taut neuromuskulus3, dengan satu dari banyak sel otot yang membentuk otot keseluruhan (Gambar 7-4



❚ TABEL 7-5



Periksa Pemahaman Anda 7.2 1. Bandingkan organ-organ efektor yang disarafi oleh sistem saraf autonom dan oleh sistern saraf somatik. 2. Jelaskan mengapa neuron motorik dianggap sebagai jalur akhir bersama.



7.3



| Taut Neuromuskulus



Perbandingan Sistem Saraf Autonom dan Sistem Saraf Somatik



Gambaran



Sistem Saraf Autonom



Sistem Saraf Somatik



Tempat Asal



Simpatis: Kornu lateral regio toraks dan lumbal korda spinalis Parasimpatis: Otak dan sakrum korda spinalis



Kornu ventralis korda spinalis bagi sebagian besar; yang menyarafi otot di kepala berasal dari otak



Jumlah neuron dari asal di SSP ke organ efektor



Rantai dua-neuron (praganglion dan pascaganglion)



Satu neuron (neuron motorik)



Organ yang disarafi



Otot jantung, otot polos, kelenjar eksokrin, dan sebagian kelenjar endokrin



Otot rangka



Jenis persarafan



Sebagian besar organ efektor disarafi secara rangkap oleh kedua cabang antagonistik sistem ini (simpatis dan parasimpatis)



Organ efektor hanya disarafi oleh neuron motorik



Neurotransmiter di organ efektor



Mungkin asetilkolin (ujung parasimpatis) atau norepinefrin (ujung simpatis)



Hanya asetilkolin



Efek pada organ efektor



Stimulasi atau inhibisi (efek antagonistik kedua cabang)



Hanya stimulasi (inhibisi hanya mungkin terjadi di sentral melalui IPSP pada dendrit dan badan sel neuron motorik)



Jenis kontrol



Di bawah kontrol involunter



Berada di bawah kontroi volunter; banyak aktivitas dikoordinasikan di bawah sadar



Pusat yang lebih tinggi yang terlibat dalam kontrol



Korda spinalis, medula, hipotalamus, korteks asosiasi



Korda spinalis, korteks motorik, nukleus basal, serebelum, batang otak



   261



euron



Sistem Saraf Autonom



Sistem Saraf Somatik



Reseptor di ujung perifer; akson perifer yang memanjang berjalan di saraf perifer; badan sel terletak di ganglion akar dorsal; akson sentral yang pendek masuk ke korda spinalis



Rantai dua-neuron; neuron pertama (serat praganglion) berasal dari SSP dan berakhir di ganglion; neuron kedua (serat pascaganglion) berasal dari ganglion dan berakhir di organ efektor



Badan sel neuron motorik terletak di korda spinalis; akson yang panjang berjalan di saraf perifer dan berakhir di organ efektor



Antarneuron*



Organ efektor (otot jantung, otot polos, kelenjar eksokrin, dan sebagian kelenjar endokrin)



Organ efektor (otot rangka)



Antarneuron lain dan neuron eferen



Membawa informasi tentang lingkungan eksternal dan internal ke CNS



Membawa instruksi dari CNS ke organ efektor



Membawa instruksi dari CNS ke organ efektor



Memroses dan mengintegrasikan masukan aferen; rnemulai dan mengoordinasikan keluaran eferen; berperan dalam pikiran dan fungsi luhur lain



Ya



Ya



Dapat dirangsang atau dihambat (melalui EPSP dan IPSP; harus mencapai ambang agar terjadi potensial aksi)



Dapat dirangsang atau dihambat (melalui EPSP dan IPSP; harus mencapai ambang agar terjadi potensial aksi)



Gambaran



Neuron Aferen



Asal, struktur, lokasi



Terminasi



Fungsi



Konvergensi masukan di badan sel



Tidak (satu-satunya masukan adalah melalui reseptor)



Efek masukan



Hanya dapat tereksitasi (melalui potensial reseptor yang dipicu oleh stimulus; harus mencapai ambang agar terjadi potensial aksi)



pada neuron



keluaran Efek keluaran pada organ efektor



Ya



Dapat dirangsang atau dihambat (melalui EPSP dan IPSP di neuron pertama; harus mencapai ambang agar terjadi potensial aksi)



Terletak seluruhnya di dalam SSP; sebagian badan sel berasal dari otak, dengan akson panjang berjalan menuruni korda spinalis dalam jalur desendens; sebagian berasal dari korda spinalis, dengan akson panjang berjalan naik di korda menuju otak dalam jalur asendens; yang lain membentuk koneksikoneksi lokal pendek



Bagian membran pekarangsang pertama di dekat reseptor



Axon hillock



Axon hillock



Axon hillock



Ya



Ya



Ya



Ya



Hanya merangsang



Serat pascaganglion merangsang atau menghambat



Hanya merangsang



Merangsang atau menghambat



* Kecuali pada refleks regang, yaitu ketika neuron aferen berakhir langsung di neuron eferen; lihat h. 187.



262 BAB 7



Antarneuron



dan foto pembuka bab). Setiap cabang menginervasi hanya satu sel otot; karena itu, setiap sel otot hanya memiliki satu taut neuromuskulus. Sel otot tunggal, disebut serat otot, berbentuk silindris dan panjang. Di dalam taut neuromuskulus, terminal akson memecah menjadi beberapa cabang multipel, yang masingmasing berakhir pada struktur mirip kenop yang membesar yang disebut tombol terminal. Seluruh terminal akson berakhir (semua cabang halus dengan tombol terminal) dengan pas ke cekungan dangkal, atau alur, di serat otot di bawahnya. Bagian khusus membran sel otot ini disebut cakram motorik (Gambar 7-5).



Di taut neuromuskulus, sel saraf dan sel otot sebenarnya tidak berkontak langsung. Ruang, atau celah, antara kedua struktur ini terlalu besar untuk memungkinkan transmisi listrik suatu impuls antara keduanya (yaitu, potensial aksi tidak dapat "meloncat" sedemikian jauh). Seperti di sinaps kimiawi saraf (lihat h. 112), caraka kimiawi mengangkut sinyal antara tombol terminal dan serat otot. Neurotransmiter ini adalah ACh. ilmuwan menyebut sinaps untuk setiap taut antara dua sel yang menangani informasi secara elektris. Menurut sudut pandang yang luas ini, sinaps kimiawi mencakup taut antara dua neuron serta antara neuron dan sel efektor (misalnya sel otot tipe apapun atau sel kelenjar), dan sinaps listrik mencakup taut celah antara selsel otot polos, antara sel-sel otot jantung, atau antara beberapa neuron. Kita secara sempit mencadangkan kata sinaps secara spesifik untuk taut neuron-ke-neuron dan menggunakan istilah yang berbeda-beda untuk taut jenis lain, misalnya istilah taut neuromuskulus untuk hubungan antara neuron motorik dan sel otot rangka.



3Banyak



Serat otot yang Korda spinalis potongan) disarafi oleh neuron motorik Akson dua neuron Terminal merah motorik eferen akson



PENGELUARAN ACh DI TAUT NEUROMUSKULUS Setia tombol terminal mengandung ribuan vesikel yang menyimpan ACh. Perambatan potensial aksi ke terminal akson (Gambar 7-5, tahap 1 ) memicu pembukaan kanal Ca2+ berpintu listrik di semua tombol terminalnya (lihat h. 97) Kita fokus pada satu tombol terminal, tetapi kejadian yang sama sedang berlangsung pada semua tombol terminal di suatu taut neuromuskulus. Ketika kanal Ca2+ terbuka, Ca2+ berdifusi ke dalam tombol terminal dari konsentrasi ekstraselnya yang tinggi (tahap 2 ) (lihat h. 80), yang pada gilirannya menyebabkan pelepasan ACh melalui eksositosis dari beberapa ratus vesikel ke dalam celah (tahap 3 ). PEMBENTUKAN POTENSIAL END-PLATE ACh yang dibebaskan berdifusi melintasi celah dan berikatan dengan reseptor-kanal berpintu kimia spesifik, yaitu protein membran khusus yang khas bagi bagian cakram motorik membran serat otot (tahap 4 ). (Reseptor kolinergik ini adalah tipe nikotinik). Pengikatan dengan ACh menyebabkan reseptor-kanal ini membuka. Kanal ini adalah kanal kation nonspesifik yang memungkinkan baik Na+ maupun K+ melewatinya (tahap 5 ). Karena gradien elektrokimia Na lebih besar daripada K+, lebih banyak Na+ yang masuk daripada K+ yang keluar, sehingga cakram motorik terdepolarisasi. Perubahan potensial kolektifyang dihasilkan dari pergerakan ion menembus semua tombol terminal di dalam taut neuromuskulus disebut potensial end-plate (end-plate potential, EPP). Ini adalah suatu potensial berjenjang serupa dengan EPSP, kecuali bahwa EPP jauh lebih besar karena alasan berikut ini: (1) Taut neuromuskulus terdiri dari tombol terminal multipel, yang masing-masingnya secara bersamaan melepaskan ACh pada pengaktifan terminal akson; (2) lebih banyak neurotransmiter yang dibebaskan dari tombol terminal daripada dari kenop prasinaps sebagai respons terhadap potensial aksi; (3) cakram motorik memiliki luasmotorik Serat disarafi motorik biru Terminal akson Tombol terminal



Ed Reschke/photolibrary.com



Taut neuromuskulus



Otot



Serat otot Serat otot



Tombol terminal



Taut neuromuskulus



Gambar 7-4 Neuron motorik yang menyarafi sel-sel otot rangka. Badan sel neuron motorik berasal dari kornu ventral korda spinalis. Aksonnya (serat eferen somatik) keluar melalui kornu ventral dan berjalan melalui saraf spinal ke otot rangka yang disarafinya. Ketika mencapai otot rangka, akson bercabang menjadi banyak terminal akson, yang masing-masingnya membentuk taut neuromuskulus dengan satu sel otot (serat otot). Di dalam taut neuromuskulus, terminal akson tersebut bercabang lagi mejadi cabang-cabang halus, yang masing-masingnya berakhir di tombol terminal yang membesar. Perhatikan bahwa serat otot yang disarafi oleh satu terminal akson tersebar di seluruh otot, tetapi untuk menyederhanakan, serat-serat tersebut dikelompokkan bersama pada gambar ini.



   263



terminal akson neuron motorik



Perambatan potensial aksi di neuron motorik



selubung meilin



1



Tombol terminal vesikel Kanal Na+ berpintu listrik aseltikolin



kanal Ca2+ berpintu listrik Ca2+



membran plasma serat otot



2



Na+



8



Perambatan potensial aksi di serat otot 8



6 7



6



3 4



asetilkolinesterase Kanal-reseptor berpintu asetilkolin (untuk lalu lintas kation nonspesifik)



K+



5



Na+



7



9



Na+ Cakram motorik



Elemen kontraktil di dalam serat otot 1 Potensial aksi di neuron motorik di hantarkan ke terminal akson (tombol



6 6Hasilnya adalah potensial end-plate. terjadi aliran arus lokal antara



2



7 Aliran arus lokal ini membuka kanal Na+ berpintu listrik di



terminal)



Potensial aksi lokal ini memicu pembukaan kanal Ca2+ berpintu listrik dan masuknya Ca2+ ke dalam tombol terminal.



3 Ca2+ memicu pelepasan asetilkolin melalui eksositosis dari sebagian vesikel.



4 Asetilkolin berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan sel otot dan berikatan dengan reseptor-kanal spesifiknya di cakram motorik membran sel otot.



end-plate yang mengalami depolarisasi membran sekitar.



membran sekitar.



8 Masuknya Na+ yang terjadi menurunkan potensial ke ambang, memicu potensial aksi, yang kemudian merambat ke seluruh serat otot.



9 Asetilkolin kemudian diuraikan oleh asetikolinesterase, suatu enzim yang terletak di membran cakram motorik, mengakhiri respons ke otot.



5 pengikatan ini menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik ini, menyebabkan terjadinya perpindahan Na+ masuk ke dalam sel otot dalam jumlah yang lebih besar daripada K+ keluar sel. Gambar 7-5 Peristiwa-peristiwa di taut neuromuskulus.



permukaan yang lebih besar dan densitas kanal-reseptor neurotransmiter yang lebih besar sehingga memiliki lebih banyak tempat untuk mengikat neurotransmiter daripada yang dimiliki oleh membran subsinaps; dan (4) karenanya, lebih banyak kanal-reseptor yang terbuka sebagai respons terhadap pelepasan neurotransmiter pada taut neuromuskulus daripada pada sinaps. Hal ini memungkinkan influks neto ion positifdan depolarisasi (EPP) yang lebih besar pada taut neuromuskulus. Seperti pada EPSP, 264 BAB 7



EPP adalah potensial berjenjang, yang kekuatannya bergantung pada jumlah dan durasi ACh di cakram motorik. INISIASI POTENSIAL AKSI Daerah cakram motorik itu



sendiri tidak memiliki potensial ambang, sehingga potensial aksi tidak dapat dimulai di tempat ini. Namun, EPP menyebabkan terbentuknya potensial aksi di bagian serat sisanya sebagai berikut: Taut neuromuskulus biasanya berada di



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Berkurangnya Massa Otot: Keadaan Buruk pada Penerbangan Luar Angkasa



O



TOT RANGKA ADALAH CONTOH"gunakan atau hilang" Stimulasi otor rangka oleh neuron motorik adalah hal esensial tidak saja untuk merangsang otot berkontraksi tetapi juga untukmempertahankan ukuran dan kekuatan otot. Otot yang tidak secara rutin dirangsang akaatrofi secara perla han, atau berkurang ukuran dan kekuatannya. Otot rangka kita penting untuk menunjang postur kita yang tegak menghadapi gaya tarik bumi selain untuk menggerakkan bagianbagian tubuh. Ketika manusia memasuki keadaan tanpa berat di luar angkasa, menjadi jelas bahwa sistem otot memerlukan beban kerja atau gravitasi untuk mempertahankan ukuran dan kekuatannya. Pada tahun 1991, pesawat ulang-alik Columbia diluncurkan untuk misi sembilan hari yang ditujukan antara lain untuk melakukan penelitian menyeluruh tentang perubahan fisiologik akibat keadaan tanpa-berat. Tiga astronot wanita dan empat pria mengalami penurunan drastis dan signifikan (25%) massa otot-otot penyangga beban tubuh. Upaya yang dibutuhkan untuk menggerakkan tubuh di luar angkasa jauh lebih ringan daripada di bumi, dan tidak dibutuhkan tegangan otot aktif yang melawan gravitasi. Selain itu, otot-otot yang biasa digunakan untuk berkeliling dalam kapsul pesawat yang terbatas berbeda dari yang digunakan untuk berjalan di bumi. Akibatnya, sebagian otot cepat mengalami apa yang disebut atrofi fungsional. Otot-otot yang paling terkena adalah yang ada di ekstremitas bawah, otot gluteal (bokong), otot ekstensor leher dan punggung, dan otot badan-yaitu, otot-otot yang digunakan untuk menopang tubuh melawan gaya tarik bumi. Peru bahan yang terjadi mencakup penurunan volume dan massa otot, penurunan kekuatan dan daya tahan, peningkatan penguraian protein otat, dan berkurangnya nitrogen otot (suatu komponen penting protein otot). Mayoritas ilmuwan percaya bahwa tidakadanya kontra ksi berkekuatan yang biasa terjadi di bumi merupakan faktor utama atrofi fungsional. Atrofi ini tidak menimbulkan masalah selama yang bersangkutan berada di dalam kapsul pesawat luar angkasa tersebut, tetapi pengurangan massa otot seperti ini harusdikurangi pada astronot yang akan melakukan kerja berat selama perjalanan



tengah serat otot silindris yang panjang. Ketika terjadi EPP, terbentuk aliran arus lokal antara cakram motorik yang mengalami depolarisasi dan membran sel sekitarnya (di kedua arah) yang berada dalam keadaan istirahat (tahap 6 ), membuka kanal Na+ berpintu listrik sehingga menurunkan potensial ke ambang di daerah sekitar (tahap 7 ). Potensial aksi yang terbentuk di tempattempat ini kemudian merambat ke seluruh membran serat otot melalui hantaran yang berdekatan (tahap 8 ) (lihat h. 105). Penyebaran berlangsung ke kedua arah, menjauhi cakram motorik menuju ke kedua ujung serat. Aktivitas listrik ini memicu kontraksi serat otot. Dengan demikian, melalui ACh, potensial aksi di neuron motorik menimbulkan potensial aksi dan kontraksi di serat otot. (Lihat fitur dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga, untuk mempelajari pentingnya stimulasi neuron motorik dalam mempertahankan integritas otot rangka.)



luar angkasa dan akan kembali melaksanakan aktivitas normal di bumi. Program luar angkasa di Amerika Serikat dan Uni Soviet telah menerapkan teknik-teknik intervensi yang menekankan diet dan olahraga dalam upaya mencegah atrofi otot. Melakukan latihan fisik berat yang dirancang cermat secara teratur selama beberapa jam sehari dapat membantu mengurangi keparahan atrofi fungsional. Namun, studi-studi tentang keseimbangan nitrogen dan mineral menyarankan bahwa atrofi otot berlanjut selama keadaan tanpa-berat meskipun ada upaya untuk mencegahnya. Selain itu, dalam periode seperti lama mereka mengangkasa hanya separuh massa otot yang pulih pada awak Columbia setelah mereka kembali ke bumi. Temuan ini dan temuan lain mengisyaratkan bahwa diperlukan intervensiintervensi lain untuk mempertahankan otot bagi mereka yang akan tinggal lama di luar angkasa. International Space Station yang telah beroperasi pada tahun 2000 akan memiliki ruang kerja hampir lima kali lipat dibandingkan dengan stasiun Mir atau Skylab. Ruang tambahan ini akan mencakup ruang olahraga yang lebih besar dan peralatan laboratorium canggih untuk penelitian-penelitian lebih lanjut tentang efek keadaan tanpa-berat pada otot dan sistem tubuh lain. Meskipun dilakukan upaya-upaya ini, efek keadaan tanpa berat khususnya pada otot akan terus menjadi suatu masalah. Waktu teriama bertahan tinggal di Stasiun luar Angkasa Internasional adalah 215 hari. Karena NASA (National Aeronautics and Space Administration) mengistirahatkan pesawat luar angkasanya pada Juli 2011, di masa depan keterlibatan AS dalam Stasiun Luar Angkasa masih belum pasti. Berbagai kelompok peneliti saat ini meneliti berbagai kemungkinan dalam bidang farmasi untuk menunda penguraian otot. Obat yang disebut anti pelisutan ini merupakan suatu hal yang menarik bagi apiikasi luar angkasa dan dalam bidang kedokteran. Pelisutan otot merupakan masalah bagi orang yang berbaring dalam jangka waktu lama di tempat tidur dan bagi mereka dengan penyakit kronik tertentu seperti kanker atau AIDS.



Tidak seperti transmisi di sinaps, EPP dalam keadaan normal cukup besar untuk menimbulkan potensial aksi di sel otot. Karena itu, transmisi suatu potensial aksi satu-ke-satu biasanya terjadi di taut neuromuskulus; satu potensial aksi di sebuah sel saraf memicu satu potensial aksi di sel otot yang disarafinya. Perbandingan lain taut-taut neuromuskulus dengan sinaps dapat ditemukan di Tabel 7-7.



Untuk menjamin gerakan bertujuan, respons sel otot terhadap rangsangan neuron motoriknya harus segera dihentikan jika tidak lagi terdapat sinyal dari neuron motorik. Respons listrik sel otot dihentikan oleh suatu enzim di membran cakram motorik, asetilkolinesterase (AChE) yang menginaktifkan ACh.



Sistem Saraf Tepi: Divisi Eferen



265



❚ TABEL 7-7 Perbandingan



Sinaps dan Taut Neuromuskulus Similarities



Persamaan



Perbedaan



Keduanya terdiri dari dua sel peka-rangsang yang dipisahkan oleh suatu celah sempit yang mencegah transmisi langsung aktivitas listrik di antara keduanya.



Sinaps adalah taut antara dua neuron. Taut neuromuskulus terdapat di antara suatu neuron motorik dan suatu serat otot rangka.



Terminal akson keduanya menyimpan caraka kimiawi (neurotransmiter) yang dibebaskan melalui eksositosis vesikel penyimpan (diinduksi oleh Ca2+) ketika potensial aksi mencapai terminal.



Transmisi potensial aksi satu-ke-satu terjadi di taut neuromuskulus, sementara satu potensial aksi di neuron prasinaps biasanya tidak dapat memicu potensial aksi di neuron pascasinaps. Potensial aksi di neuron pascasinaps biasanya terjadi hanya jika penjumlahan EPSP membawa membran ke ambang.



Pada keduanya, pengikatan neurotransmiter dengan kanalreseptor di membran sel yang mendasari terminal akson membuka kanal-kanal ini, memungkinkan perpindahan ion yang mengubah potensial membran sel.



Taut neuromuskulus selalu bersifat eksitatorik (EPSP); sinaps dapat bersifat eksitatorik (EPSP) atau inhibitorik (IPSP).



Perubahan potensial membran yang terjadi pada keduanya adalah potensial berjenjang.



Inhibisi otot rangka tidak dapat dilakukan di taut neuromuskulus; penghambatan tersebut hanya dapat dilakukan di SSP melalui IPSP di dendrit dan badan sel neuron motorik.



Akibat difusi, banyak molekul ACh yang dibebaskan ber-kontak dan berikatan dengan kanal-reseptor di permukaan membran cakram motorik. Namun, sebagian molekul ACh berikatan dengan AChE, yang juga terletak di permukaan cakram motorik. Karena cepat diinaktifkan, ACh ini tidak pernah ikut membentuk EPP. ACh yang tidak berikatan dengan kanal-reseptor melakukannya dalam waktu yang sangat singkat (selama sekitar sepersejuta detik) dan kemudian terlepas. Sebagian molekul ACh yang terlepas segera berikatan kembali dengan kanal-reseptor, membuat kanal cakram ini tetap terbuka, tetapi sebagian secara acak berikatan dengan AChE dan diinaktifkan (tahap 9 ). Seiring dengan berulangnya proses ini, semakin banyak ACh yang diinaktifkan hingga akhirnya dibersihkan dari celah dalam beberapa milidetik setelah pembebasannya. Pengeluaran ACh mengakhiri EPP, sehingga membran sel otot sisanya kembali ke potensial istirahat. Kini sel otot dapat berelaksasi. Atau, jika dibutuhkan kontraksi menetap untuk gerakan tertentu, terbentuk potensial aksi neuron motorik lain yang menyebabkan pelepasan lebih banyak ACh sehingga proses kontraksi terus berlangsung. Dengan membersihkan ACh pemicu kontraksi dari cakram motorik, AChE memungkinkan terjadinya relaksasi (tidak ada lagi ACh yang dibebaskan) atau kontraksi berkelanjutan (lebih banyak ACh yang dibebaskan), bergantung pada kebutuhan sesaat tubuh.



Taut neuromuskulus rentan terhadap beberapa bahan kimia dan penyakit. Beberapa bahan kimia dan penyakit memengaruhi taut neuromuskulus dengan bekerja di berbagai tahap dalam proses transmisi, seperti yang digambarkan oleh contoh di bawah ini. Dapat LABA-LABA JANDA HITAM MENYEBABKAN PELEPASAN EKSPLOSIF ACh Dapat laba-laba janda hitam menimbulkan efek



mematikan dengan memicu pelepasan ACh dari vesikel sirnpanan secara besar-besaran,



   BAB 7



tidak saja di taut neuromuskulus tetapi di semua tempat kolinergik. Selama apa yang dinamakan sebagai blok depolarisasi ini, kanal Na+ berpintu listrik terperangkap dalam keadaan inaktif (yaitu, kanal ini tetap dalam keadaan tertutup dan tidak mampu membentuk konformasi terbuka; lihat h. 100). Depolarisasi ini menghambat terjadinya inisiasi potensial aksi baru dan kontraksi diafragma. Akibatnya, korban tidak dapat bernapas. TOKSIN



BOTULINUM



MENGHAMBAT



PELEPASAN



ACh



Toksin botulinum, sebaliknya, menimbulkan efek mematikan dengan menghambat pelepasan ACh dari tombol terminal sebagai respons terhadap potensial aksi neuron motorik. Toksin Clostridium botulinum rnenyebabkan botulisme, suatu bentuk keracunan makanan. Ketika dikonsumsi, toksin tersebut menghambat otot berespons terhadap impuls saraf. Kematian disebabkan oleh kegagalan pernapasan akibat ketidakmampuan diafragma berkontraksi. Toksin botulinum adalah salah satu racun paling mematikan yang dikenal; mencerna kurang dari 0,0001 mg dapat mematikan seorang dewasa. (Lihat fitur dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk mempelajari kekusutan pada kisah toksin botulinum.) KURARE MENGHAMBAT KERJA ACh DI KANAL-RESEPTOR



Bahan kimia lain menghambat aktivitas taut neuromuskulus dengan menghambat efek ACh yang telah dibebaskan. Contoh paling dikenal adalah antagonis kurare, yang berikatan secara reversibel dengan kanal-reseptor ACh di cakram motorik. Namun, tidak seperti ACh, kurare tidak mengubah permeabilitas membran dan tidak diinaktifkan oleh AChE. Ketika kurare menempati kanal-reseptor ACh, ACh tidak dapat berikatan dan membuka kanal ini sehingga memungkinkan terjadinya perpindahan ion yang berperan bagi EPP. Akibatnya, karena potensial aksi tidak dapat terjadi sebagai respons terhadap impuls saraf ke otot-otot tersebut,



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



T



Reputasi Toksin Botulinum Memperoleh Peremajaan



in produced b



dimanfaatkan sebagai pengobatan untuk mengatasi gangguan gerakan tertentu dan, yang lebih baru, ditambahkan dalam daftar obat yang digunakan oleh ahli bedah kosmetik untuk melawan keriput. Selama beberapa dekade terakhir, toksin botulinum, yang dipasarkan dalam dosis terapeutik sebagai Botox, digunakan untuk mengobati sejumlah penyakit neuromuskulus yang menimbulkan nyeri dan dikenal sebagai distonia. Penyakit ini ditandai oleh spasme (kontraksi otat involunter yang berlebihan dan menetap) yang menyebabkan postur abnormal atau pemuntiran bagian tubuh, bergantung pada bagian yang terkena. Sebagai contoh, spasme leher yang menyebabkan nyeri dan kepara berputar ke satu sisi terjadi akibat tortikolis spasmodik (tortus artinya "terpuntir"; kolum artinya "leher"), yaitu jenis distonia tersering. Gangguan ini diperkirakan disebabkan oleh asupan inhibitorik yang terialu sedikit dibandmgkan eksitatorik ke neuron motorik yang menyarafi otot bersangkutan. Penyebab ketidakseimbangan masukan neuron motorik ini tidak diketahui. Hasil akhir pengaktifan berlebihan neuron motorik adalah kontraksi otot menetap dan nyeri pada otot yang disarafi neuron motorik tersebut. Untungnya, penyuntikan sejumlah kecil toksin botulinum kedalam otot yang terkena menyebabkan paralisis parsial reversibel otot tersebut. Toksin botulinum menghambat pelepasan asethkolin penyebab kontraksi otot dari neuron motorik overaktif di taut neuromuskulus di otot yang terkena. Tujuannya adalah menyuntikkan toksin botulinum secukupnya untuk menghilangkan kontraksi spasmodik yang mengganggu tetapi tidak cukup untuk menghilangkan kontraksi normal yang dipedukan untuk gerakan



terjadilah paralisis. Jika terdapat cukup banyak kurare untuk menghambat kanal-reseptor ACh dalam jumlah bermakna, yang bersangkutan meninggal akibat paralisis pernapasan karena ketidakmampuannya mengaktifkan diafragma. Dahulu sebagian orang menggunakan kurare sebagai racun mata panah yang mematikan.



ORGANOFOSFAT



MENGHAMBAT



INAKTIVASI



ACh



Organofosfat adalah sekelompok bahan kimia yang memodifikasi aktivitas taut neuromuskulus dengan cara yang berbeda-yaitu, dengan menghambat secara ireversibel AChE. Inhibisi AChE menghambat inaktivasi ACh yang telah dibebaskan. Kematian karena organofosfat juga disebabkan oleh kegagalan pernapasan karena diafragma tidak dapat rnengalami repolarisasi dan kembali ke keadaan istirahatnya kemudian berkontraksi lagi untuk membawa masuk udara segar. Bahan toksik ini digunakan dalam sebagian pestisida dan gas saraf militer.



Dosis terapeutik jauh lebih kecil daripada jumlah toksin yang dibutuhkan untuk memicu bahkan gejala ringan keracunan botulinum. Toksin botulinum akhirnya dibersihkan sehingga efek relaksasi ototnya akan hilang setelah tiga hingga enam bulan, yaitu saat terapi harus diulang. Distonia pertama yang diizinkan diterapi dengan Botax oleh Food and Drug Administration (FDA) adalah blefarospasme (blefaro artinya "kelopak mata"). Pada keadaan ini, kontraksi involunter dan menetap otot-otot di sekitar mata hampir secara permanen menutup kelopak mata. Potensi toksin botulinum sebagai opsi pengobatan bagi ahli bedah kosmetik ditemukan secara kebetulan ketika dokter mengamati bahwa penyuntikan yang digunakan untuk melawan kontraksi abnormal otot mata juga memperhalus keriput di bagian yang diobati. Ternyata garis kernyit, keriput halus di sekitar mata, dan alur di atas alis disebabkan oleh aktivitas berlebihan, atau kontraksi permanen, otot-otot wajah karena ekspresi wajah berulang selama bertahun-tahun. Dengan merelaksasikan otot-otot tersebut, toksin botulinum secara temporer memperhalus keriput terkait usia ini. Botox sekarang mendapat persetujuan FDA sebagai terapi anti-keriput. Obat ini dianggap sebagai alternatif yang sangat baik bagi bedah peremajaan untuk mengatasi keriput dan kerut. Terapi ini adalah salah satu tindakan kosmetik yang paiing cepat berkembang di Amerika Serikat, terutama di kalangan hiburan dan busana kelas atas. Namun, seperti pemakaian terapeutiknya untuk distonia, injeksi toksin botulinum yang mahal ini harus diulang setiap tiga hingga enam bulan untuk mempertahankan efeknya pada penampilan. Selain itu, Botox tidak dapat mengatasi keriput halus yang berkaitan dengan pajanan kronik sinar matahari karena keriput ini disebabkan oleh kerusakan kulit, bukan karena kontraksi otot.



MIASTENIAGRAVIS MENGINAKTIFKAN RESEPTOR ACh Miastenia gravis, suatu



KANAL



penyakit yang mengenai taut neuromuskulus, ditandai oleh kelemahan otot berat (miastenia artinya "kelemahan otot"; gravis artinya "parah"). Ini adalah suatu penyakit autoimun (artinya "imunitas terhadap diri sendiri") ketika tubuh secara salah memproduksi antibodi terhadap kanalreseptor ACh di cakram motoriknya sendiri. Karena itu, tidak semua molekul ACh yang dibebaskan dapat bertemu dan berikatan dengan kanal reseptor fungsional. Akibatnya, AChE menghancurkan sebagian besar ACh sebelum molekul ini memiliki kesempatan untuk berinteraksi dengan kanal-reseptor dan menyebabkan EPP. Terapi berupa pemberian obat misalnya neostigmin yang menghambat AChE secara temporer (berbeda dari organofosfat toksik, yang menghambat secara ireversibel enzim ini). Obat ini memperlama kerja ACh di taut neuromuskulus dengan memungkinkannya meningkatkan konsentrasi dalam jangka pendek. EPP yang terjadi akan mampu memicu potensial aksi dan kontraksi di serat otot, seperti pada keadaan normal.   



267



■ mengatur tekanan darah ■ mengontrol sekresi getah pencernaan dan kontraksi saluran



Periksa Pemahaman Anda 7.3



cerna yang mencampur makanan yang dikonsumsi dengan getah pencernaan



1. Diskusikan peran ACh dan AChE di taut neuromuskulus.



■ mengontrol berkeringat untuk membantu mempertahankan



2. Bandingkan besar EPP dan EPSP dan jelaskan makna fungsional perbedaan ini.



suhu tubuh



Sistem saraf somatik, cabang eferen yang menyarafi otot rangka,berperan dalam homeostasis dengan merangsang akivitas berikut:



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



■ Kontraksi otot rangka yang memungkinkan tubuh bergerak dalam kaitannya dengan lingkungan eksternal, berperan dalam homeostasis dengan memindahkan tubuh menuju makanan



Sistem saraf, bersama dengan sistem regulatorik utama lain,



sistem



endokrin,



mengontrol



sebagian



besar



kontraksi otot dan sekresi kelenjar. informasi ke SSP untuk diproses dan ditanggapi, divisi eferen SST membawa perintah dari SSP ke organ efektor (otot dan kelenjar) yang melaksanakan respons yang diinginkan. Banyak dari impuls eferen ini ditujukan untuk mempertahankan homeostasis.



atau menjauhi ancaman.



■ Kontraksi



yang melaksanakan pernapasan untuk mempertahankan O2 dan CO2 tubuh dalam kadar yang tepat.



■ Menggigil, yang penting dalam mempertahankan suhu tubuh. Selain itu, sinyal eferen ke otot rangka meiaksanakan banyak gerakan yang tidak ditujukan untuk mempertahankan lingkungan internal yang stabil tetapi bagaimanapun memperkaya kehidupan



Sistem saraf autonom, yang merupakan cabang eferen yang



kita dan memungkinkan kita melaksanakan aktivitas-aktivitas yang



menyarafi otot polos, otot jantung, dan kelenjar, berperan besar



berguna bagi masyarakat, misalnya menari, membangun jembatan,



dalam berbagai aktivitas homeostatik berikut:



atau melakukan pembedahan.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-29. Pertanyaan Objektif 1. Serat praganglion simpatis berawal di segmen torakal dan lumbal korda spinalis. (Benar atau salah?) 2. Potensial aksi di taut neuromuskulus dan di sinaps disalurkan secara satu-ke-satu. (Benar atau salah?) 3. Sistem saraf simpatis a. selalu eksitatorik b. hanya menyarafi jaringan yang berkaitan dengan perlindungan tubuh terhadap tantangan dari lingkungan luar c. memiliki serat praganglion pendek dan pascaganglion panjang d. adalah bagian divisi aferen SST e. adalah bagian sistem saraf somatik. 4. Asetilkolinesterase a. disimpan di vesikel di tombol terminal b. berikatan dengan kanal-reseptor di cakram motorik untuk menimbulkan potensial end-plate. c. dihambat oleh organofosfat d. adalah transmiter kimiawi di taut neuromuskulus e. melumpuhkan otot rangka dengan berikatan kuat dengan kanal-reseptor asetilkolin 5. Kedua divisi sistem saraf autonom adalah sistem saraf _____ yang mendominansi pada situasi "berjuang-atau-



lari", dan sistem saraf _____ yang mendominansi pada situasi "rehat-dan-cerna". 6. _____ adalah suatu modifikasi ganglion simpatis yang tidakmembentuk serat pascaganglion tetapi mengeluarkan hormon yang serupa atau identik dengan neurotransmiter pascaganglion simpatis ke dalam darah. 7. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, sebutkan neurotransmiter autonom yang sedang dijelaskan: (a) asetilkolin 1. disekresikan oleh semua serat (b) norepinefrin praganglion 2. disekresikan oleh serat pascaganglion simpatis 3. disekresikan oleh serat pascaganglion parasimpatis 4. disekresikan oleh medula adrenal 5. disekresikan oleh neuron motorik 6. berikatan dengan reseptor muskarinik atau nikotinik 7. berikatan dengan reseptor a atau b 8. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan tipe sinyal eferen apa yang sedang dijelaskan: 1. terdiri dari rangkaian dua-neuron



(a) khas untuk sistem saraf somatik



2. menyarafi otot jantung, otot polos, dan kelenjar



(b) khas untuk sistem saraf autonom



3. menyarafi otot rangka 268   BAB 7



4. terdiri dari akson-akson neuron motorik 5. menimbulkan efek eksitatorik atau inhibitorik pada organ efektornya 6. menyarafi secara rangkap organ efektornya 7. hanya menimbulkan efek eksitatorik pada organ efektornya 9. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan tipe reseptor apa yang terdapat pada setiap organ di bawah ini (jawaban dapat Iebih dari satu). 1. jantung (a) a1 2. otot polos arteriol (b) a2 3. otot polos bronkiolus (c) b1 4. serat otot rangka (d) b2 5. medula adrenal (e) nikotinik (f) muskarinik 6. kelejar pencernaan Pertanyaan Esai 1. Bedakan antara serat praganglion dan pascaganglion. Apa keuntungan persarafan ganda di banyak organ oleh 2. kedua cabang sistem saraf autonom? 3. Bedakan berbagai jenis reseptor berikut ini: reseptor nikotinik,reseptor muskarinik, reseptor a1, reseptor a2, reseptor b1, dan reseptor b2. 4. Definiskan agonis dan antagonis



5. Bagian SSP apa yang mengatur keluaran autonom? 6. Jelaskan rangkaian peristiwa yang terjadi di taut neuromuskulus. 7. Bahaslah efek masing-masing dari yang berikut pada taut neuromuskulus: dapat laba-laba janda hitam, toksin botulinum, kurare, miastenia gravis, organofosfat, dan neostigmin. Latihan Kuantitatif 1. Ketika suatu serat otot diaktifkan di taut neuromuskulus, tegangan belum mulai meningkat hingga sekitar 1 mdet setelah inisiasi potensial aksi di serat otot. Banyak hal terjadi selama penundaan ini, salah satu yang mengha-biskan waktu adalah difusi asetilkolin melintasi taut neuromuskulus. Persamaan berikut dapat digunakan untuk menghitung berapa lama difusi ini berlangsung: tegangan t5x2/2D Dalam persamaan ini, x adalah jarak yang dicakup, D adalah koefisien difusi, dan t adalah waktu yang diperlukan bagi substrat berdifusi melintasi jarak x. Dalam contoh ini, x adalah lebar celah antara terminal akson neuron dan serat otot di taut neuromuskulus (anggap 200 nm), dan D adalah koefisien difusi asetilkolin (anggaplah 1 x 10-5 cm2/dtk). Berapa lama waktu yang diperlukan oleh asetilkolin untuk berdifusi menyeberangi taut neuromuskulus?



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Jelaskan mengapa epinefrin, yang menyebabkan konstriksi (penyempitan) arteriol di sebagian besar jaringan, sering diberikan bersama dengan anestetik lokal? 2. Apakah aktivitas otot rangka dipengaruhi oleh atropin (lihat h. 259)? Mengapa atau mengapa tidak? 3. Kandung kemih Anda dengan mengontraksikan (mencegah pengosongan) atau merelaksasikan (memungkinkan pengosongan) sfingter uretra eksternal, suatu cincin otot yang menjaga pintu keluar kandung kemih,



tipe otot apa yang membentuk sfingter ini dan cabang sistem saraf apa yang menyarafinya? 4. Racun ular berbisa tertentu mengandung bungarotoksin a yang berikatan erat dengan reseptor asetilkolin di membran cakram motorik. Apa gejala yang akan terjadi? 5. Jelaskan bagaimana destruksi neuron motorik oleh virus polio atau sklerosis lateral amiotrofik dapat mematikan.



PERTIMBANGAN KLINIS Christopher K. mengalami nyeri dada jika ia naik tangga ke kantornya di lantai empat atau bermain tenis, tetapi tidak mengalami gejala jika tidak melaksanakan aktivitas fisik. Gangguan yang dialaminya didiagnosis sebagai angina pektoris (angina artinya "nyeri"; pektoris artinya "dada"), nyeri jantung yang terjadi ketika aliran darah ke otot jantung tidak dapat memenuhi oksigen otot. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh penyempitan pembuluh darah yang mendarahi jantung oleh endapan yang mengandung kolesterol. Sebagian besar orang dengan kelainan ini tidak mengalami nyeri saat istirahat tetapi menderita seranganserangan nyeri ketika kebutuhan



jantung akan oksigen meningkat, misalnya selama olahraga atau situasi penuh stres yang meningkatkan aktivitas simpatis. Serangan angina Christopher segera lenyap jika ia segera memakai obat vasodilator misalnya nitrogliserin, yang mere-laksasikan otot polos di dinding pembuluh jantungnya yang menyempit. Akibatnya, pembuluh membuka lebih lebar dan lebih banyak darah dapat mengalir melaluinya. Untuk terapi jangka-panjang, dokternya menyatakan bahwa Christopher akan mengalami serangan angina yang lebih jarang dan lebih ringan jika ia menggunakan obat penghambat b1 misalnya metoprolol, secara teratur. Jelaskan mengapa.



  



269



hapter



7



Kartu Belajar



7.1 |Sistem Saraf Autonom (h. 252–260) SSP mengontrol otot dan kelenjar dengan menyalurkan sinyal ke organ-organ efektor ini melalui divisi eferen SST.







Terdapat dua jenis keluaran eferen: sistem saraf autonom, yang berada di bawah kontrol involunter dan menyarafi otot jantung dan otot polos serta sebagian besar kelenjar eksokrin dan sebagian endokrin, dan sistem saraf somatik, yang berada di bawah kontrol kesadaran dan menyarafi otot rangka. (lihat Tabel 7-5, h. 261, dan Tabel 7-6, h. 262.)







■ Sistem saraf autonom terdiri dari dua subdivisi—sistem saraf simpatis dan parasimpatis. (Lihatlah Gambar 7-2 and 7-3 dan Tabel 7-2 dan 7-4.) ■ Jalur saraf autonom terdiri dari rangkaian dua-neuron. Serat praganglion berasal dari SSP dan bersinaps dengan badan sel serat pascaganglion di ganglion di luar SSP. Serat pascaganglion berakhir di organ efektor. (Lihat Gambar 7-1, 7-2, dan 7-3 dan Tabel 7-4.)



ACh



ACh



Efektor otonom



Ganglion



Reseptor



terminal



nikotinik



Medula adrenal, suatu kelenjar endokrin, merupakan modifikasi ganglion simpatis yang menyekresikan hormon epinefrin dan norepinefrin (dengan jumlah yang lebih sedikit) ke dalam darah sebagai respons terhadap rangsang oleh serat praganglion simpatis yang menyarafinya. (Lihat Gambar 7-2.)







Reseptor muskarinik



Otot



■ Neurotransmiter yang sama memicu respons berbeda di jaringan yang berbeda, Karena itu, respons bergantung pada spesialisasi sel jaringan, bukan pada sifat caraka. (lihat Tabel 7-3.)



Jaringan yang disarafi oleh sistem saraf autonom memiliki satu atau lebih tipe reseptor yang berbeda untuk caraka kimiawi pascaganglion (dan untuk hormon medula adrenal terkait, yaitu norepinefrin). Reseptor kolinergik mencakup reseptor nikotinik dan muskarinik; reseptor adrenergik mencakup reseptor a1, a2, b1, and b2. (Lihat Gambar 7-2 dan Tabel, 7-2, 7-3, and 7-4.)







Suatu serat autonom dapat merangsang atau menghambat aktivitas di organ yang disarafinya. (Lihat Tabel 7-2 dan 7-3.)







■ Sebagian besar organ viseral disarafi oleh serat simpatis dan parasimpatis, yang secara umum menimbulkan efek yang bertentangan di satu organ. Persarafan ganda organ oleh kedua cabang sistem saraf autonom memungkinkan kontrol yang akurat pada aktivitas suatu organ. (Lihat Gambar 7-2 dan Tabel 7-2.)



jantung



Rantai ganglion



α receptor



simpatis



NE



Medula adrenal



Reseptor



Reseptor nikotinik



NE



E



Blood



E



nikotinik



Otot polos



β1 receptor Sebagian besar kelenjar eksokrin dan beberapa kelenjar endokrin



E NE Ganglion kolateral



Reseptor nikotinik



E



β2 receptor ACh



Ganglion



ACh



Reseptor



terminal



KEY



ACh



nikotinik



Serat Praganglion Parasimpatis



Serat Praganglion Simpatis



Serat Pascaganglion Parasimpatis



Serat Pascagangnlion Simpatis



Asetilkolin



NE



Norepinefrin



E



Jaringan adiposa



Reseptor



■ Masukan aferen viseral digunakan oleh SSP untuk mengarahkankeluaran autonom yang sesuai untuk mempertahankan homeostasis. Aktivitas autonom dikontrol oleh banyak daerah di SSP, termasuk korda spinalis, medula, hipotalamus, dan korteks asosiasi prafrontal.



❚ TABEL 7-3



Epinefrin



Semua serat praganglion dan serat pascaganglion parasimpatis mengeluarkan asetilkolin (ACh). Serat pascaganglion simpatis mengeluarkan norepinefrin.(Lihat Gambar 7-2 dan Tabel 7-1 and 7-3.)



Serat pascaganglion memiliki banyak pembengkakan, atau varikositas, yang secara bersamaan melepaskan neurotransmiter di daerah yang luas pada organ yang disarafi. (Lihat Gambar 7-1 dan 8-33, p. 313.)



Sifat-Sifat berbagai Jenis Reseptor Autonom Efektor pada Jenis Reseptor



Mekanisme Kerja pada Efektor



Asetilkolin dari serat praganglion autonom



Semua badan sel pascaganglion autonom; medula adrenal



membuka kanal-reseptor kation non-spesifik



Eksitatorik



Asetilkolin dari neuron motorik



Cakram motorik serat otot rangka



Membuka kanal-reseptor kation non-spesifik



Eksitatorik



Muskarinik



Asetilkolin dari serat pascaganglion parasimpatis



otot jantung, otot polos, sebagian besar kelenjar eksorin dan beberapa kelenjar endokrin



Mengaktifkan berbagai Eksitatorik atau jalur reseptor bergandeng- Inhibitorik bergantung protein-G, bergantung pada efektor pada efektor



𝛂𝛂1



Afinitas untuk norepinefrin (dari serat pascaganglion simpatis) lebih besar daripada untuk epinefrin (dari medula adrenal)



sebagian besar jaringan sasaran simpatis



mengaktifkan jalur caraka kedua IP3– Ca2+



Eksitatorik



𝛂𝛂2



Afinitas untuk norepinefrin lebih besar daripada untuk epinefrin



Organ pencernaan



Menghambat cAMP



Inhibitorik



𝛃𝛃1



Afinitas untuk norepinefrin setara dengan untuk epinefrin



Jantung



Mengaktifkan cAMP



Eksitatorik



𝛃𝛃2



Afinitas hanya untuk epinefrin



Otot polos arteriol dan bronkiol



Mengaktifkan cAMP



Inhibitorik



Jenis Reseptor



Afinitas Neurotransmiter



Nikotinik



muskarinik











■ Sistem simpatis mendominasi dalam situasi darurat atau penuh stres ("berjuang-atau-lari") dan mendorong respons-respons yang mempersiapkan tubuh untuk aktivitas fisik berat. Sistem parasimpatis mendominansi pada keadaan tenang santai ("rehat-dan-cerna") serta mendorong aktivitas-aktivitas untuk memelihara tubuh misalnya pencernaan. (Lihat Tabel 7-2 dan 7-4.)



Efek pada Efektor



Asal serat praganglion



Regio toraks dan lumbal korda spinalis



Otak dan ragio sakrum korda spinalis



berikatan dengan kanal-reseptor khusus di cakram motorik. Pengikatan ini memicu pembukaan kanal-kanal nonspesifik ini. Perpindahan ion yang kemudian terjadi menyebabkan depolarisasi cakram motorik, menimbulkan potensial end-plate (EPP). (Lihat Gambar 7-5.)



Asal serat pascaganglion (lokasi ganglion)



Rangkaian ganglion simpatis (dekat korda spinalis) atau ganglion kolateral (sekitar separuh jalan antar korda spinalis dan organ efektor)



Ganglion terminal (di atau dekat dengan organ efektor







Serat praganglion pendek



Serat praganglion panjang



Serat pascaganglion panjang



Serat pascaganglion pendek



Praganglion: asetilkolin



Praganglion: asetilkolin



Neurotransmiter yang dilepaskan



Pascaganglion: norepinefrin



Pascaganglion: asetilkolin



Untuk neurotransmiter praganglion: nikotinik



Untuk neurotransmiter praganglion: asetilkolin



Jenis resptor untuk neurotransmiter



Untuk neurotransmiter pascaganglion: a1, a2, b1, b2



Untuk neurotransmiter pascaganglion: muskarinik



mendominansi pada situasi darurat "berjuang-



Merndominansi pada situasi tenang santai;



Dominasi



atau-lari" mempersiapkan tubuh untuk aktivitas



mendorong "aktivitas rumah tangga" misalnya



tubuh berat



pencernaan



❚ TABEL 7-4 Gambaran



Gambaran



Pembeda Sistem Saraf Simpatis dan Sistem Saraf Parasimpatis Sistem simpatis



Panjang serat



Sistem parasimpatis



Aliran arus lokal antara end-plate yang mengalami depolarisasi danmembran sel otot sekitar membawa area sekitar tersebut ke ambang, memicu potensial aksi yang merambat ke seluruh otot. potensial aksi otot ini memicu kontraksi otot. (Lihat Gambar 7-5.)



■ Asetilkolinesterase yang terdapat di membran, suatu enzim di cakram motorik, menginaktifkan ACh, mengakhiri EPP dan, selanjutnya,potensial aksi serta kontraksi yang di timbulkannya. (Lihat Gambar 7-5.)



7.2 |Sistem Saraf Somatik (h. 260–261)



Terminal akson neuron motorik



■ Sistem saraf somatik terdiri dari akson-akson neuron motorik, yang berasal dari korda spinalis atau batang otak dan berakhir di otot rangka.(Lihata Gambar 7-4 dan Tabel 7-5) ACh, neurotransmiter yang dikeluarkan dari neuron motorik, merangsang kontraksi otot.



Tombol terminal







■ Neuron motorik adalah jalur akhir bersama yang digunakan oleh berbagai bagian SSP untuk mengontrol aktivitas otot rangka. Daerah-daerah SSP yang memengaruhi aktivitas otot rangka dengan bekerja melalui neuron motorik adalah korda spinalis, daerah motorik korteks, nukleus basal, serebelum, dan batang otak.



Perambatan potensial aksi di neuron motorik 1



Selubung meilin



Kanal Na+ Vesikel berpintu listrik asetilkolin



Kanal Ca2+ berpintu listrik



Ca2+



Membran plasma serat otot



2



Na+



8



6 7



6



3 4



Aseltilkolineterase



Korda spinalis (potongan) Akson dua neuron motorik eferen Terminal akson



Serat otot yang disarafi oleh neuron motorik merah



serat otot yang disarafi oleh neuron motorik biru



Perambatan potensial aksi di serat otot 8



Kanalreseptorberpintu aseltilkolin (untuk lalu lintas kation nonspesifik)



5



K+



Na+



7



9



Na+ Cakram motorik



Elemen kontraktil di dalam serat otot



1 Potensial aksi di neuron motorik dihantarkan ke terminal akson (tombol terminal). 2+ 2 Potensial aksi lokal ini memicu pembukaan kanal CA berpintu listrik dan masuknya Ca2+ ke dalam tombol terminal.



3 Ca2+ memicu pelepasan asetilkolin melalui eksositosis dari sebagian vesikel.



Otot



4 aseltilkolin berdifusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan sel otot dan sel otot dan berikatan dengan reseptorkanal spesifiknya di cakram motorik membran sel otot. 5 pengikatan ini menyebabkan terbukanya kanal kation nonspesifik ini, menyebabkan terjadinya perpindahan Na+ masuk ke dalam sel otot dalam jumblah yang lebih besar daripada perpindahan K+ keluar sel.



Serat otot



Tombol terminal



6 Hasilnya adalah potensial end-plate. terjadi aliran arus lokal antara end-plate yang mengalami epolarisasi dan membran sektar. 7 Aliran arus lokal ini membuka kanal Na+ berpintu listrik di membran sekitar. 8 Masuknya Na+ yang terjadi menurunkan potensial ke ambang, memicu potensial aksi, yang kemudian merambat ke seluruh serat otot. 9 Aseltilkolin kemudoan diuraikan oleh asetilkolinasterase, suatu enzim yang terletak di membran cakram motorik, mengakhiri respons sel otot.



Taut neuromuskulus



7.3 |Taut Neuromuskulus (h. 261–268) Ketika mencapai sebuah otot, neuron motorik bercabang menjadi terminal akson. Setiap terminal akson membentuk taut neuromuskulus dengan satu sel (serat) otot rangka. Terminal akson terbagi menjadi beberapa cabang halus, yang masingmasingnya berakhir di tomboi terminal yang membesar. (Lihat Gambar 7-4 pembuka bab serta Tabel 7-7.) ■



Daerah khusus membran sel otot rangka yang mendasari kompleksterminal akson disebut cakram motorik. Karena strukturstruktur ini tidak membentuk kontak langsung, sinyal disalurkan antara tombol terminal dan serat otot melalui cara kimia. (Lihat Gambar 7-5.)



❚ tabEL 7-5  Perbandingan



Sistem Saraf Autonom dan Sistem Saraf Somatik



Gambaran



Sistem Saraf Autonom



Parasimpatis;otot dan sakrum korda spinalis



Jumlah neuiron dari asal di SSP ke organ efektor



Rantai dua-neuron (praganglion dan pascaganglion)



Satu neuron (neuron motorik)



Organ yang disarafi



Otot jantung, otot polos, kelenjar eksokrin, dan sebagian kelenjar endokrin



Otot rangka



Jenis persarafan



Sebagian besar organ efektor disarafi secara rangkap oleh kedua cabang antagonistik sistem ini (simpatis dan parasimpatis)



Organ efektor hanya di sarafi oleh neuron motorik



Neurotransmiter di organ efektor



Mungkin aseltilkolin (ujung parasimpatis) atau norepinefrin (ujung simpatis)



Hanya aseltilkolin



Efek pada organ efektor



Stimulasi atau inhibisi (efek antargonistik kedua cabang)



Hanya stimulasi (inhibisi hanya mungkin terjadi di sentral melalui IPSP pada dendrit dan badan sel neuron motorik)



Jenis kontrol



Di bawah kontrol involuter



Berada di bawah kontrol volunter;banyakl aktivitas di koordinasikan di bawah sadar



Pusat yang lebih tinggi yang trlibat dalam kontrol



korda spinalis, medula, hipotalamus, korteks asosiasi prafrontal



Korda spinalis, korteks motorik, nukleus basal, serebelum batang otak



Tempat Asal







■ Potensial aksi di terminal akson menyebabkan pelepasan ACh dari vesikel simpanannya di tombol terminal. ACh yang dibebaskan berchfusi melintasi ruang yang memisahkan sel saraf dan sel otot dan



Sistem Saraf Somatik



Simpatis:kornu lateral regio toraks dan klumpal korda spinalis Kornu ventralis korda spinalis bagi sebagian besar;yang menyarafi otot di kepala berasal dari otak



Pemindahan mikrograf elektron serat otot rangka. Sel otot rangka, atau serat otot, berbentuk silindris, panjang, dan lurik. Serat otot tersusun dari miofibril, yang merupakan struktur kontraktil berbentuk silindris yang terletak di sepanjang serat dan memiliki pita terang dan gelap bergantian sehingga memberikan gambaran lurik pada serat otot.



CNRI/Photo Researchers, Inc.



8 Fisiologi Otot SEKILAS ISI 8.1



Struktur Otot Rangka



8.2



Dasar molukular kontraksi otot



Otot adalah spesialis kontraksi pada tubuh. Otot rangka melekat pada tulang. Kontraksi otot rangka



Rangka



menggerakkan tulang yang dilekatinya, memungkinkan tubuh melaksanakan berbagai aktivitas



8.3



Mekanika Otot Rangka



8.4



Metabolisme dan jenis serat Otot Rangka



8.5



Kontrol Gerakan Motorik



8.6



Otot Polos dan jantung



motorik. Otot rangka yang menunjang homeostasis mencakup otot-otot yang penting dalam mendapatkan, mengunyah, dan menelan makanan dan otot-otot yang esensial bagi pernafasan. Kontraksi otot penghasil panas juga penting dalam regulasi suhu. Otot rangka juga digunakan untuk memindahkan tubuh menjauhi bahaya. Kontraksi otot rangka juga penting bagi berbagai aktivitas non-homeostatik, seperti menari atau mengoprasikan komputer. Otot polos ditemukan di dinding organ dan saluran berongga. Kontraksi otot polos yang terkontrol mengatur perpindahan darah memalui pembuluh darah, makanan melalui saluran cerna, udara melalui saluran pernafasan, dan urine ke luar tubuh. Otot jantung hanya terdapat di dinding jantung, yang kontraksinya memompa darah yang penting dalam mempertahankan kehidupan ke seluruh tubuh.



| Stuktur Otot Rangka



Otot volunter



Otot polos



Otot involunter



Gambar 8.1 Kategorisasi otot.



Otot membentuk kelompok jaringan terbesar ditubuh, menghasilkan sekitar separuh berat tubuh. Otot rangka saja membentuk sekitar 40% berat tubuh pada pria dan 32% pada wanita, dengan otot polos dan otot jantung membentuk 10% berat lainnya. Meskipun ketiga jenis otot secara struktural dan fungsional berbeda, mereka dapat diklasifikasikan dalam dua cara berlainan berdasarkan karakteristik umumnya (Gambar 8-1). Pertama, otot dikategorikan sebagai lurik (otot rangka dan otot jantung) atau polos (otot polos), bergantung pada ada-tidaknya pita terang gelap bergantian, atau striatians (garis-garis), jika otot dilihat di bawah mikroskop cahaya. Kedua, otot dapat dikelompokkan sebagai volunter (otot rangka) atau involunter (otot jantung dan otot polos), masing-masing bergantung pada apakah mereka disarafi oleh sistem saraf somatik dan berada di bawah kontrol kesadaran, atau disarafi oleh sistem saraf autonom dan tidak berada di bawah kontrol kesadaran (lihat h. 252). Meskipun otot rangka digolongkan sebagai volunter, karena dapat dikontrol oleh kesadaran, banyak aktivitas otot rangka juga berada di bawah kontrol involunter bawah-sadar, misalnya yang berkaitan dengan postur, keseimbangan, dan gerakan stereotipe seperti berjalan. Sebagian besar bab ini berisi tentang uraian terperinci otot yang paling banyak dan paling dipahami: otot rangka. Otot rangka membentuk sistem otot. Kita akan memulai dengan pembahasan tentang struktur otot rangka lalu mengulas bagaimana otot ini bekerja dari tingkat molekul, melalui tingkat sel, dan akhirnya ke otot keseluruhan. Bab ini diakhiri dengan pembahasan tentang sifat unik otot polos dan otot jantung dibandingkan dengan otot rangka. Otot polos terdapat di seluruh sistem tubuh sebagai komponen organ dan saluran berongga. Otot jantung hanya terdapat di jantung.



Serat otot rangka tampak lurik karena adanyasusunan internal yang sangat tertata.



Otot jantung



Biophoto Associates/Photo Researchers, Inc.



Otot rangka



Ed Reschle



Dengan menggerakan kompenen-kompenen intrasel tertentu, sel otot dapat menghasilkan tegangan dan memendek (berkontaksi). Melalui kemapuan berkontraksi mereka yang berkembang sempurna, kelompok-kelompok sel otot yang bekerja sama dalam suatu otot dapat menghasilkan gerakan dan melakukan kerja. Kontraksi otot yang terkontrol memungkinkan (1)gerakan bertujuan tubuh keseluruhan atau bagian-bagiannya (misalnya, berjalan atau melambaikan tangan), (2)manipulasi benda eksternal (misalnya menyetir atau memindahkan furnitur), (3) propulsi isi melalui organ dalam yang berongga (misalnya sirkulasi darah atau mengalirkan makanan melalui saluran cerna), dan (4) mengosongkan isi organ tertentu ke lingkungan eksternal (misalnya berkemih atau melahirkan).



Otot polos



otot lurik



Ed Reschle



8.1



Satu sel otot rangka, yang dikenal sebagai serat otot, berukuran re-



latif besar, memanjang, dan berbentuk silindris, dengan ukuran garis tengah berkisar dari 10 hingga 100 mikrometer (pm) dan panjang hingga 750.000 pm, atau 2,5 kaki (1 pm = sepersejuta meter). Otot rangka terdiri dari sejumlah serat otot yang terletak sejajar satu sama lain dan disatukan oleh jaringan ikat (Gambar 8-2a). Serat-serat biasanya terbentang di keseluruhan panjang otot. Selama perkembangan masa mudigah, terbentuk serat-serat otot rangka besar melalui fusi sel-sel yang lebih kecil yang dinamai mioblas (mio artinya "otot"; blas merujuk kepada sel primitif yang membentuk sel yang lebih khusus); karena itu, satu gambaran mencolok adalah adanya banyak nukleus di sebuah sel otot. Fitur lain adalah banyaknya mitokondria, organel penghasil energi, seperti diharapkan pada jaringan seaktif otot rangka dengan kebutuhan energi yang tinggi. Serat otot rangka mengandung banyak mioflbril, yang merupakan struktur intrasel silindris berdiameter 1 pm yang memanjang ke keseluruhan panjang serat otot (Gambar 8-2b dan foto pembuka bab). Miofibril adalah elemen kontraktil lchusus yang membentuk 80% volume serat otot. Setiap miofibril terdiri dari susunan teratur mikrofilamen sitoskeleton (lihat h. 52) -filamen tipis dan tebal (Gambar 8-2c). Filamen tebal, yang bergaris tengah 12 hingga 18 nm dan panjang 1,6 µm, terdiri dari protein miosin, sementara filamen tipis, yang bergaris tengah 5 hingga 8 nm dan panjang 1,0 pm, terutama dibentuk oleh protein aktin (Gambar 8-2d). Tingkat organisasi otot rangka dapat diringkaskan sebagai berikut. Otot keseluruhan → serat otot → miofibril → filamen tebal → miosin dan tipis dan aktin



(molekul protein)



PITA A DAN I Dilihat dengan mikroskop elektron, sebuah miofibril memperlihatkan pita gelap (pita A) dan pita terang (pita I) bergantian (Gambar 8-3a). Pita pada semua miofibril tersusun sejajar satu sama lain yang secara kolektif menghasilkan gambaran lurik serat otot rangka seperti terlihat di bawah mikroskop cahaya (Gambar 8-3b).



  



273



Otot



Tendon



Serat otot



Serat otot



(satu sel otot)



Pita A gelap Pita I terang



Miofibril Jaringan ikat (a) Hubungan otot keseluruhan dan satu serat otot



Garis M



(b) Hubungan satu serat otot dan miofibril Garis Z



Pita A



Jembatan Filamen Filamen silang tipis tebal



Pita I



Bagian miofibril Zona H Filamen tebal



Filamen tipis



Garis M Jembatan silang



(c)Komponenkompenen sitoskeleton satu miofibril



Aktin



Pita A



Pita I



Zona H



Garis Z



Garis Z Titin Filamen tipis Garis M Filamen tebal



Kepala miosin



Ekor miosin



Sarkomer



Filamen tebal



Troponin



Tropomiosin



Filamen tipis (d) kompenen-kompenen protein filamen tebal dan tipis



(e) Protein titin yang sangat elastik



Gambar 8-2 Tingkat organisasi di sebuah otot rangka. Perhatikan di potongan melintang miofibril di bagian (c) bahwa setiap filamen tebal dikelilingi oleh enam filamen tipis dan setiap filamen tipis dikelilingi oleh tiga filamen tebal.



Garis Z



Garis Z



Garis Z



Garis M



Reprinted with permission from the Sydney Schochet Jr., M. D. Collection, Diagnostic Pathology of Skeletal Muscle and Nerve, Fig. 1-13 (Stamford, CT: Appleton & Lan, 1986).



Sarkomer



Pita I



Pita A



H zone



© M. Abbey/Science Source/Photo Researchers, Inc.



(a) Mikrograf elektron sebuah miofibril



(b) Mikrograf cahaya perbesaran lemah serat otot rangka Gambar 8-3 Gambaran mikroskopik komponen-komponen otot rangka. (a) Perhatikan pita A dan I. (b) Perhatikan gambaran lurik dan nukleus yang multipel pada sa tu serat otot rangka. Sumber; Dicetak ulang dengan izin dari Sydney Schochet Jr., MD., Professor. Bagian Patologi, Fakultas Kedokteran, Universitas Virginia Barat, Diagnotic Pafhology of Skeletal Musc1e and Nerve, G. 1-13 (Starnford, C7: Appleton & Lange, 1986).



Tumpukan filamen tebal dan tipis bergantian yang sedikit tumpang tindih satu sama lain berperan menghasilkan gambaran pita A dan I(Gambar 8-2c). Geometri filamen yang sangat tepat ini diper- tahankan oleh beberapa protein sitoskeleton. Pita A dibentuk oleh tumpukan filamen tebal bersama dengan sebagian filarnen tipis yang tumpang-tindih di kedua ujung filamen tebal. Filamen tebal hanya terletak di dalam pita A dan terbentang di seluruh lebarnya; yaitu, kedua ujung filamen tebal di dalam suatu tumpukan mendefinisikan batas luar suatu pita A. Daerah yang lebih terang di tengah pita A, tempat yang tidak dicapai oleh filamen tipis, adalah zona H. Hanya bagian tengah filamen tebal yang ditemukan di bagiatl ini. Suatu sistem protein penunjang menahan filamenfilamen tebal vertikal di dalam setiap tumpukan. Protein-protein ini dapat dilihat sebagai garis M, yang berjalan vertikal di bagian tengah pita A di dalam bagian tengah zona H. Pita I terdiri dari bagian filamen tipis sisanya yang tidak menjulur ke dalam pita A. Di bagian tengah setiap pita I terlihat garis Z yang padat dan vertikal. Daerah antara dua garis Z disebut sarkomer, yaitu unit fungsional otot rangka. Unit fungsional suatu



organ adalah komponen terkecil yang dapat melakukan semua fungsi organ tesebut. Krena itu, sarkomer adalah komponen serat otot yang dapat berkontraksi. Garis Z adalah lempeng sitoskeleton gepeng yang menghubungkan filamen tipis dua sarkomer yang berdekatan. Setiap sarkomer dalam keadaan relaksasi memiliki lebar sekitar 2 µm dan terdiri dari satu pita A utuh dan separuh dari masing-masing dua pita I yang terletak di kedua sisi. Pita I Mengandung hanya filamen tipis dari dua sarkomer yang berdekatan tetapi bukan panjang keseluruhan filamen-filamen ini. Selama pertumbuhan, otot bertambah panjang dengan menambahkan sarkomer baru di ujung miofibril, bukan dengan meningkatkan ukuran masing-masing sarkomer. Untai-untai tunggal protein raksasa yang sangat elastik yang dikenaf sebagai titin berjalan di kedua arah dari garis M di sepanjang filamen tebal ke garis Z di ujung sarkomer yang berlawanan (Lihat Gambar 8-2e). Titin adalah protein terbesar di tubuh, terbentuk dari hampir 30.000 asam amino. Protein ini memiliki tiga peran penting: 1. Berfungsi sebagai perancah. Bersama dengan protein-protein garisM, titin membantu menstabilkan posisi filamen tebal dalam kaitannya dengan filamen tipis karena itu, ikut menstabilkan sarkomer. 2. Bekerja sebagai pegas elastik. Dengan berfungsi sebagai pegas, kutera ini sangat meningkatkan kefenturan otot. Titin membantu otot yang teregang oleh gaya eksternal kembali secara pasif ke panjang istirahatnya ketika gaya tersebut dihilangkan, seperti pegas yang diregangkan. Karena bersifat seperti pegas elastik dan terletak paralel dengan filamen tebal dan tipis, titin (bersama dengan jaringan ikat elastik yang mengelilingi serat otot) membentuk komponen elastikparalel otot. 3. Ikut serta dalam transduksi sinyal. Selain fungsi-fungsi di atas, bukti terbaru mengisyaratkan bahwa titin juga terlibat dalam berbagai jalur sinyal, seperti jalur kompleks yang terlibat dalarn pembesaran otot sebagai respons terhadap angkat beban. JEMBATAN SILANG Dengan sebuah mikroskop elektron, dapat



dilihat adanya jembatan silang halus terbentang dari masing-masing filamen tebal menuju filamen tipis sekitar di tempat filamen tebal dan tipis bertumpang tindih (lihat gambar longitudinal di (Gambar 8-2c). Secara tiga dimensi, filamen tipis tersusun secara heksaganal di sekitar filamen tebal. Jembatan silang menonjol dari masing-masing filamen tebal di keenam arah menuju keenam filamen tipis di sekitarnya. Setiap filamen tipis, nantinya, dikelilingi oleh tiga filamen tebal (Iihat gambar potongan melintang di (Gambar 8-2c). Untuk memberi Anda gambaran tentang ukuran filamen- filamen ini, sebuah serat otot dapat mengandung sekitar 16 miliar filamen tebal dan 32 miliar filamen tipis, semua tersusun dalam suatu pala yang sangat rapi di dalam miofibril.



Miosin membentuk filamen tebal. Setiap filamen tebal memiliki beberapa ratus molekul miosin yang dikemas dalam susunan spesifik. Molekul miosin adalah suatu protein yang terdiri dari dua subunit identik, masing-masing berbentuk seperti stik golf (Gambar 8 4a). Bagian ekor protein saling menjalin seperti batang-batang stik golf yang dipilin satu sama lain, dengan dua bagian globular menonjol di satu ujung. tiap-tiap subunit protein ini memiliki dua titik persendian: satu di ekor dan yang lain di "leher" atau pertautan ekor dengan kepala globular. Kedua paruh tiap-tiap filamen tebal    275



adalah bayangan cermin yang dibentuk oleh molekul-molekul miosin yang terletak memanjang dalam susunan bertumpuk teratur dengan ekor mengarah ke bagian tengah filamen dan kepala globular menonjol keluar pada interval teratur (Gambar 8-4b). Kepala-kepala ini membentuk jembatan silang antara filamen tebal dan tipis. Setiap jembatan silang memiliki dua tempat penting yang krusial bagi proses kontraksi: (1) suatu tempat untuk mengikat aktin dan (2) suatu tempat miosin ATPase (pengurai ATP).



Aktin adalah komponen struktural utama filamen tipis. Filamen tipis terdiri dari tiga protein: aktin, tropomiosin, dan troponin (Gambar 8-5). Molekul aktin, protein struktural utama filamen tipis, berbentuk bulat. Tulang punggung filamen tipis dibentuk oleh molekul-molekul aktin yang disatukan menjadi dua untai dan saling berpuntir, seperti dua untai kalung mutiara yang dipilin satu sama lain. Setiap molekul aktin memiliki suatu tempat pengikatan khusus untuk melekatnya jembatan silang miosin. Melalui mekanisme yang segera akan dijelaskan, pengikatan molekul miosin dan aktin di jembatan silang menyebabkan kontraksi serat otot. Miosin dan aktin tidak khas untuk sel otot tetapi kedua protein ini lebih banyak dan sangat teratur di sel otot (lihat h. 52).



Tempat pengikat aktin



Pada serat otot yang berelaksasi, kontraksi tidak terjadi; aktin tidak dapat berikatan dengan jembatan silang karena posisi dua tipe protein lain—tropomiosin dan troponin—di dalam filamen tipis. Malekul tropomiosin adalah protein mirip-benang yang terbentang dari ujung ke ujung di samping alur spiral aktin. Pada posisi ini, tropomiosin menutupi bagian aktin yang berikatan dengan jembatan silang, menghambat interaksi yang menghasilkan kontraksi otot. Komponen filamen tipis lainnya, troponin, adalah suatu kompleks protein yang terbuat dari tiga unit polipeptida:satu berikatan dengan tropomiosin, satu berikatan dengan aktin, dan yang ketiga dapat berikatan dengan Ca2+. Ketika troponin tidak terikat dengan Ca2+, protein ini menstabilkan tropomiosin dalam posisinya menutupi tempat pengikatan jembatan silang di aktin (Gambar 8-6a). Ketika Ca2+ berikatan dengan troponin, bentuk protein ini berubah sedemikian rupa sehingga tropomiosin terlepas dari posisinya yang menutupi jembatan silang (Gambar 8-6b). Dengan tropomiosin tersingkir, aktin dan miosin dapat berikatan dan berinteraksi di jembatan silang, menyebabkan kontraksi otot. Tropomiosin dan troponin sering disebut protein regulatorik karena perannya dalam menutupi (mencegah kontraksi) atau memajankan (memungkinkan kontraksi) tempat pengikatan untuk interaksi jembatan silang antara aktin dan miosin.



Tempat miosin ATPase Kepala



Ekor



100 nm (a) Molekul miosin Jembatan silang Molekul miosin



(b) Filamen tebal Gambar 8-4 Struktur molekul miosin dan susunannya dalam filamen tebal. (a) Setiap molekul miosin terdiri dari dua subunit identiic berbentuk stik golf dengan ekor salingberpilindan kepala globular, yang masing-masing mengandung tempat pengikatan aktin dan tempat miosin ATPase, menonjol keluar di salah satu ujung. Masing-masing subunit protein ini memiliki dua titik persendian: satu di ekor dan yang lain di "leher" atau pertautan ekor dengan kepala globular. (b) Filamen tebal terdiri dari molekul-molekul miosin yang terletak rnemanjang sejajar satu sama lain. Separuh berorientasi ke satu arah dan separuh ke arah yang berlawanan. Kepala globular, yang menonjol di interval tertentu di sepanjang filamen tebal, niembentuk jembatan silang.



276 BAB 8



Molekul aktin



Tempat untuk berikatan dengan jembatan silang miosin



Sewaktu kontraksi, sikius pengikatan dan penekukan jembatan silang menarik filamen tipis ke arah dalam.



Interaksi jembatan silang antara aktin dan miosin menyebabkan kontraksi otot melalui mekanisme pergeseran filamen. PERGESERAN FILAMEN Sewaktu kontraksi, filamen tipis di kedua sisi sarkomer bergeser ke arah dalam terhadap filamen tebal yang diam menuju ke pusat pita A (Gambar 8-7). Sewaktu bergeser ke dalam, filamen tipis menarik garis-garis Z tempat filamen tersebut melekat saling mendekat sehingga sarkomer memendek. Karena semua sarkomer di keseluruhan panjang otot memendek bersamaan, seluruh serat otot memendek. Ini adalah mekanisme pergeseran filamen pada kontraksi otot. Zona H, di bagian tengah pita A yang tidak dicapai oleh filamen tipis, meniadi lebih kecil kateria filamen-filamen tipis saling mendekati ketika mereka bergeser semakin ke arah dalam. Pita I, yang terdiri dari bagian filamen tipis yang tidak bertumpang tindih dengan filamen tebal, menyempit ketika filamen-filamen tipis semakin bertumpang tindih dengan filamen tebal sewaktu pergeseran tersebut. Perhatikan bahwa panjang filamen tebal atau tipis tidak berkurang Perhatikan bahwa panjang filamen tebal. atau tipis tidak berkurang untuk memperpendek sarkomer. Kontraksi dicapai oleh pergeseran saling mendekat filamen-filamen tipis di sisi sarknmer yang berlawanan di antara filamen-filamen tebal. MEKANISME



Heliks aktin



+ Tropomiosin



Troponin



Filamen tipis Gambar 8-5 Komposisi filamen tipis. Komponen struktural utama filamen tipis adalah dua rantaimolukel aktin bulat yang saling berpilin. Molekul troponin (yang terdiri dari tiga subunit bulat) dan molekul tropomiosin yang berbentuk seperti benang tersusun membentuk suatu pita yang terlektak di sepanjang alur heliks aktin dan secara fisik menutupi tempat pengikatan di molekul aktin untuk melekatnya jembatan silang miosin. (Filamen tipis yang diprhatikan disini tidak digambar sesuai proporsinya terhadapfilamentebal di >Gambar 8-4, Garis tengah filamen tebal dua hingga tiga kali lebih besar dari padaoada filamen tipis.



KAYUHAN KUAT Sewaktu kontraksi, dengan tropomiosin



Periksa Pemahaman Anda 8.1 1 . Bandingan hubungan miofibril dan satu serat otot dengan hubungan antara serat otot dan satu otot utuh. 2 . Jelaskan hubungan antara aktin, tropomiosin, dan troponin dalam satu serat otot yang berelaksasi



8.2



| Dasar molekural Kontraksi Otot Rangka



Terdapat beberapa hal penting dalam proses kontraksi yang masih perlu dibahas. Bagaimana interaksi jembatan silang antara aktin dan miosin menyebabkan kontraksi otot? Bagaimana potensial aksi suatu otot memicu proses kontraksi ini? Apa sumber Ca2+ yang secara fisik mereposisi troponin dan tropomiosin agar terjadi pengikatan jembatan silang? Di bagian ini, kita akan mengalihkan perhatian pada topik-topik tersebut.



dan troponin digeser oleh Ca2+, jembatan silang miosin dari filamen tebal dapat berikatan dengan molekul aktin di filamen tipis sekitar. Miosin adalah motor molekular, serupa dengan kinesin dan dinein. Ingat kembali bahwa kinesin dan dinein memiliki kaki alur kecil yang "berjalan" di sepanjang mikmoubulus untuk untuk mentranspor produk-produk spesifik dari satu bagian Garis sel ke bagian sel lainnya (seperti dalam transpor protein di dalam akson sarat; lihat h.51) dan untuk memindahkan mikrotubulus dalam kaitannya satu sama lain (seperti untuk melaksanakan gerakan silia atau flagela; lihat h. 53). Dengan cara yang sama, kepala miosin atau jembatan silang "berjalan" di sepanjang filamen aktin untuk menariknya ke dalam relatif terhadap filamen tebal yang diam. Marilah kita berkonsentrasi pada interaksi satu jembatan silang (Gambar 8-8a). Dua kepala miosin di masingmasing masing molekul miosin bekerja secara independen, dengan satu kepala yang melekat ke aktin pada suatu saat. Ketika tempat ikatan pada niolekul aktin terpalan, molekul miosin menekuk pada titik sendi pada ekor untuk memudahkan pengikatan kepala miosin dengan molekul aktin yang terdekat.



  



277



Tropomiosin



Troponin



Tempat pengikatatan jembatan silang miosin



Aktin



Tempat pengikat aktin Jembatan silang miosin



(a) Berelaksasi 1



Tidak ada eksitasi.



2



Tidak ada pengikatan jembatan silang karena tempat pengikatan pada aktin secara fisik tertutupi oleh kompleks troponin-tropomiosin.



3



Serat otot berelaksasi.



Ca2+



(b) Tereksitasi 1



Serat otot tereksitasi dan Ca2+ dilepaskan.



2



Ca2+ yang dilepaskan berikatan dengan troponin, menarik kompleks troponintropomiosin ke samping sehingga tempat pengikatan jembatan silang terpajan.



3



Terjadi pengikatan jembatan silang



4



Pengikatan aktin dan jembatan silang miosin memicu kayuhan kuat yang menarik filamen tipis ke arah dalam selama kontraksi.



Gambar 8-6 Peran kalsium dalam mengaktifkan jembatan silang.



Sarkomer Garis Z



Zona H



Pita I



Pita A



Garis Z



Berekasasi



Zona H memendek



Pita I memendek



Lebar pita A width



Gambar 8-7 Perubahan pola lurik sewaktu proses pemendekan. Sewaktu otot berkontraksi, setiap sarkomer memendek karena filamen-filamen tipis bergeser saling mendekat di antara filamenfilamen tebal sehinga garis-garis Z tertarik semakin mendekat satu



Berkontraksi



sama lain. Lebar pita A tidak berubah sewaktu otot memendek, tetapi pita I dan zona H menjadi lebih pendek.



Sarkomer memendek



   BAB 8



Filamen tebal



Filamen tipis



Pada pengikatan, kepala miosin menekuk 45 derajat ke arah dalam. Penekukan pada titik sendi leher ini menciptakan gerakan "mengayuh" yang menarik filamen tipis ke arah pusat sarkomer, seperti kayuhan pada dayung kapal. Ini disebut sebagai kayuhan kuat jembatan silang ini. Satu kayuhan kuat menarik filamen tipis ke arah dalam hanya sepersekian dari jarak pemendekan total. Sildus pengikatan dan penekukan berulang jembatan silang menuntaskan pemendekan.



Molekul aktin di miofilamen tipis



Jembatan silang miosin Garis Z



2 Kayuhan kuat: Jembatan silang menekuk menarik miofilamen tipis ke arah dalam.



Pada akhir satu siklus jembatan silang, ikatan antara jembatan silang miosin dan molekul aktin terputus. Jembatan silang kembali ke bentuknya semula dan berikatan dengan molekul aktin berikutnya di belakang mitra aktin pertama. Jembatan silang kembali menekuk ke arah dalam untuk menarik filamen tipis lebih jauh, kemudian terlepas dan mengulangi siklus. Siklus berulang kayuhan kuat jembatan silang secara berturutturut menarik filamen tipis, mirip dengan menarik tambang dengan tangan. Karena cara molekul-molekul miosin berorientasi di dalam filamen tebal (Gambar 8-8b), semua jembatan silang mendayung ke arah bagian tengah sarkomer sehingga keenam filamen tipis sekitar di tiap-tiap ujung sarkomer tertarik ke arah dalam secara bersamaan (Gambar 8-8c). Namun, jembatan silang yang berikatan dengan suatu filamen tipis tidak mendayung dalam satu kesatuan. Pada setiap saat sewaktu kontraksi, sebagian jembatan silang melekat ke filamen tipis dan sedang mengayuh, sementara yang lain sedang kembali ke konformasinya semula dalam persiapan untuk mengikat molekul aktin lain. Karena itu, sebagian jembatan silang sedang "menahan" filamen aktin sementara yang lain "melepaskan" filamen aktin untuk mengikat filamen aktin lainnya. Jika siklus jembatan silang ini tidak asinkron, filamen tipis akan bergeser balik ke posisi istirahatnya semula di antara kayuhan. Bagaimana eksitasi otot mengaktifkan siklus jembatan silang ini? Istilah penggabungan eksitasikontraksi merujuk ke serangkaian proses yang mengaitkan eksitasi otot (adanya potensial aksi di serat otot) dengan kontraksi otot (aktivitas jembatan silang yang menyebabkan filamen-filamen tipis bergeser bersama untuk memperpendek sarkomer). Sekarang kita akan mengalihkan perhatian kita pada penggabungan eksitasi-kontraksi.



Kalsium adalah penghubung antara eksitasi dan kontraksi.



1 Pengikatan: Jembatan silang miosin mingikat molekul aktin.



33 Pelepasan: Jembatan silang terlepas di akhir kayuhan kuat dan kembali ke konformasinya semula. 44 Pengikatan: Jembatan silang mengikat molekul aktin yang terletak lebih distal;siklus berulang (a) Satu siklus jembatan silang



(b) Semua kayuhan jembatan silang ditunjukan ke arah pusat filamen tebal Miofilamen tipis



Miofilamen tebal



(c) Penarikan bersamaan ke arah dalam semua enam filamen tipis yang mengelilingi satu filamen tebal Gambar 8-8 Aktivitas jembatan silang. (a) Pada setiap siklus jembatan silang, jembatan silang berikatan dengan molekul aktin, menekuk untuk menarik filamen tipis ke arah dalam selama kayuhan kuat, kemudian melepaskan ikatannya dan kembali ke konformasinya semula, siap untuk mengulangi siklus. (b) Kayuhan kuat semua jembatan silang yang berasal dari satu filamen tebal ditujukan ke bagian tengah filamen tebal tersebut. (c) Setiap filamen tebal dikelilingi di masing-masing ujungnya oleh enam filamen tipis, yang semuanya ditarik ke dalam secara bersamaan melalui siklus jembatan silang sewaktu kontraksi otot.



Otot rangka diragsang untuk berkontraksi oleh pelepasan asetilkolin (ACh) di taut neuromuskulus antara terminal neuron motorik dan serat otot. Ingatlah bahwa pengikatan ACh dengan cakram motorik suatu serat otot menyebabkan perubahan permeabilitas di serat otot, menghasilkan potensial aksi yang dihantarkan ke seluruh permukaan membran sel otot (lihat h. 264). Dua struktur membranosa di dalam serat otot berperan penting dalam menghubungkan eksitasi ke kontraksi ini-tubulus



transversus dan retikulum sarkoplasma. Marilah kita meneliti struktur dan peran masing-masing. PENYEBARAN POTENSIAL AKSI MENURUNI TUBULUS TRANSVERSUS Di setiap pertemuan antara pita A dan pita I,



membran permukaan masuk ke dalam serat otot untuk membentuk tubulus transversus (tubulus T) yang berjalan tegak lurus dari me  



279



Surface membrane of muscle fiber



Myofibrils



Segmen- segmen retikulum sarkoplasma



Lateral sacs



Tubulus Transversus (T)



I band



A band



Gambar 8-9 Tubulus T dan retikulum sarkoplasma dalam hubungannya dengan miofibril. Tubulus transversus (T) adalah perluasan membran permukaan yang tegak lurus terhadap permukaan dan masuk jauh ke dalam serat otot di taut antara pita A dan I miofibril. Retikulum sarkoplasma adalah anyaman membranosa halus yang berjalan longitudinal dan mengelilingi setiap miofibril, dengan segmen-segmen terpisah membungkus setiap pita A dan pita I. Ujung setiap segmen membesar untuk membentuk kantong lateral yang terletak di samping tubulus T.



mbran sel otot ke dalam bagian tengah serat otot (Gambar 8-9). Karena membran tubulus T bersambungan dengan membran permukaan, potensial aksi di membran permukaan juga menyebar turun menelusuri tubulus T, dengan cepat menyalurkan aktivitas listrik permukaan ke bagian tengah . serat. Adanya potensial aksi lokal di tubulus T memicu perubahan permeabilitas di anyaman membranosa tersendiri di dalam serat otot, retikulum endoplasma. PELEPASAN KALSIUM DARI RETIKULUM SARKOPLASMA



Retikulum sarkoplasma adalah retikulum endoplasma yang dimodifikasi (lihat h. 29) yang terdiri dari anyaman halus kompartemen terbungkus-membran yang saling berhubungan mengelilingi setiap miofibril seperti sarung/selubung saringan (Gambar 8-9). Anyaman membranosa ini mengelilingi miofibril di seluruh panjangnya, tetapi tidak kontinu. Setiap pita A dan setiap pita I dibungkus oleh segmen-segmen terpisah retikulum sarkoplasma. Ujung dari masing-masing segmen membesar untuk membentuk bagian seperti kantong, sakus lateralis (dikenal dengan nama lain sisterna terminal) yang dipisahkan dari tubulus T di dekatnya oleh suatu celah sempit. Kantong lateral ini mengandung Ca2+. Penyebaran potensial aksi menuruni tubulus T memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma ke dalam sitosol. Bagaimana perubahan potensial di tubulus T berkaitan dengan pelepasan Ca2+ dari kantong lateral? Protein membran tubulus T yang disebut reseptor dihidropiridin (karena reseptor ini diblok oleh obat dihidropiridin) berperan sebagai sensor listrik (Gambar 8.10a). Depolarisasi lokal tubulus T mengaktifkan reseptor dihidropiridin, yang nantinya memicu pembukaan langsung pelepas



hapter



Ca2+ (protein kaki) di kantong lateral di dekatnya. Susunan protein kaki yang rapi membentang di antara celah antara tubulus T dan kantong lateral (Gambar 8-10b). Protein kaki ini tidak saja menjembatani celah tetapi juga berfungsi sebagai kanal pelepas Ca2+ dan juga dan juga diketahui sebagai reseptor rianodin karena mereka terkunci dalam posisi terbuka oleh bahan kimia tanaman rianodin. Kalsium dibebaskan ke dalam sitosal dari kantong lateral melalui semua kanal pelepas Ca2+ yang terbuka tersebut (Gambar 8-l0c). Dengan sedikit reposisi molekul troponin dan tropomiosin, Ca2+ yang dibebaskan tersebut menyebabkan tempat pengikatan di molekul aktin terpajan sehingga dapat berikatan dengan jembatan silang miosin di tempat pengikatan komplementernya. Penggabungan eksitasi-kantraksi diringkaskan di Gambar 8-11.



SIKLUS JEMBATAN SILANG YANG DITENAGAI OLEH ATP



Ingatlah bahwa jembatan silang miosin memiliki dua tempat khusus: tempat untuk mengikat aktin dan tempat ATPase (lihat Gambar 8-4a). Tempat yang terakhir ini adalah tempat enzimatik yang dapat mengikat pembawa energi adenosin trifosfat (ATP) dan memecahnya menjadi adenosin difosfat (ADP) dan fosfat inorganik (Pi) yang dalam prosesnya menghasilkan energi. Penguraian ATP terjadi di jembatan silang miosin sebelum jembatan berikantan dengan molekul aktin (Gambar 8-12 tahap 1 ). ADP dan Pi tetap terikat erat ke miosin, dan energi yang dihasilkan disimpan di dalam jembatan silang untuk menghasilkan miosin berenergi tinggi. Sebagai analogi, jembatan silang "dikokang" seperti senjata, siap diletuskan jika pelatuk ditarik. Ketika serat otot mengalami eksitasi, Ca2+ menarik kompleks troponin-tropomiosin menjauhi posisinya yang menyumbat sehingga jembatan silang miosin yang telah berenergi (terkokang) dapat berikatan dengan molekul aktin (tahap 2a ). Kontak antara miosin dan aktin ini menyebabkan "pelatuk tertarik", menekuk jembatan silang sehingga dihasilkan kayuhan kuat (tahap 3 ). Para peneliti belum menemukan mekanisme bagaimana energi yang dibebaskan dari ATP disimpan di dalam jembatan silang miosin dan kemudian diubah menjadi energi mekanis berupa kayuhan kuat. Selama kayuhan kuat, terjadi pembebasan fosfat inorganik dari jembatan silang. Setelah kayuhan kuat selesai, ADP dibebaskan. Jika otot tidak terangsang dan tidak terjadi pembebasan Ca2+, troponin dan tropomiosin tetap berada dalam posisinya yang menghambat sehingga aktin dan jembatan silang miosin tidak saling berikatan dan tidak terjadi kayuhan kuat (tahap 2b).



Tubulus T Reseptor dihidropiridin



Sitosol



Ca2+



Tubulus T (a) Reseptor berpintu listrik di tubulus T Kantung leteral retikulum sarkoplasma



Protein kaki



Kantung lateral retikulum sarkoplasma



(kanal pelepas Ca2+ reseptor rianodin)



(c) Aktivasi reseptor dihidropiridin oleh potensial aksi lokal di tubulus T memicu pembukaan kanal pelepas Ca2+ di retikulum sarkoplasma



(b) Protein kaki yang berperan sebagai kenal pelepas Ca2+ di retikulum sarkoplasma Gambar 8-10 Hubungan antara reseptor dihidropiridin di tubulus T dan protein kaki (kanal pelepas Ca2+; reseptor rianodin) di kantong lateral retikulum endoplasma sekitar.



Ketika P1 dan ADP dibebaskan dari miosin setelah kontak dengan aktin dan terjadi kayuhan kuat, tempat ATPase miosin bebas untuk mengikat molekul ATP lain. Aktin dan miosin tetap berikatan di jembatan silang hingga molekul ATP baru melekat ke miosin pada akhir kayuhan kuat. Perlekatan molekul ATP baru mengurangi afinitas pengikatan antara kepala miosin dan aktin sehingga memungkinkan jembatan silang terlepas (tahap 4a) dan kembali ke bentuk yang tak-tertekuk. ATP yang baru melekat tersebut kemudian diuraikan oleh ATPase miosin, kembali mengokang dan memberi tenaga kepada jembatan silang sekali lagi sehingga jembatan silang siap untuk memulai siklus lainnya (tahap 1 ).. Pada pengikatan dengan molekul aktin lain, jembatan silang yang baru mendapat energi tersebut kembali menekuk, demikian seterusnya, secara berturut-turut menarik masuk filamen tipis untuk menuntaskan kontraksi. RIGOR MORTIS Perhatikan bahwa ATP baru harus melekat ke miosin agar ikatan jembatan silang antara miosin dan aktin dapat terlepas pada akhir siklus, meskipun selama proses disosiasi ini ATP tidak terurai. Kebutuhan akan ATP dalam memisahkan miosin dan aktin jelas terlihat dalam rigor mortis. "Kekakuan kematian" ini merupakan otot rangka yang mengunci secara menyeluruh yang dimulai 3 hingga 4 jam setelah kematian dan menjadi sempurna dalam waktu sekitar 12 jam. Setelah kematian, konsentrasi Ca2+ sitosol mulai meningkat, kemungkinan besar



karena membran sel otot inaktif tidak dapat menahan Ca2+ ekstrasel dan juga mungkin karena Ca2+ keluar dari kantong lateral. Ca2+ ini menggeser ke samping troponin dan tropomiosin, menyebabkan aktin berikatan dengan jembatan silang miosin, yang sudah dibekali ATP sebelum kematian. Sel-sel mati tidak lagi dapat menghasilkan ATP sehingga aktin dan miosin, sekali terikat, tidak dapat terlepas karena mereka tersebut tidak memiliki ATP segar. Karena itu, filamen tipis dan tebal tetap terikat oleh jembatan silang imobil, menyebabkan otot yang mati menjadi kaku (tahap 4b). Dalam beberapa hari selanjutnya, kaku mayat secara bertahap berkurang akibat protein-protein yang terlibat dalam kompleks rigor mortis mulai terurai. RELAKSASI Bagaimana cara otot berelaksasi dalam keadaan normal? Seperti halnyapotensial aksi di serat otot mengaktifkan proses kontraksi dengan memicu pelepasan Ca2+ dari kantong lateral ke dalam sitosol, proses kontraksi dihentikan dan relaksasi terjadi ketika Ca2+ dikembalikan ke kantong lateral saat aktivitas listrik lokal berhenti. Retikulum sarkoplasma memiliki molekul pembawa, pompa Ca2+-ATPase, yang memerlukan energi dan secara aktif mengangkut Ca2+ dari sitosol dan mengonsentrasikannya di dalam kantong lateral (lihat Gambar 8-11). Ingat kembali bahwa potensial end plate dan potensial aksi serat otot yang terjadi berhenti ketika enzim asetilkolinesterase yang terdapat di membran menghilangkan ACh dari taut neuromuskulus (lihat h. 265). Ketika potensial aksi lokal tidak lagi terdapat di tubulus T untuk memicu pelepasan Ca2+,



  



1 Sebuah potensial aksi yang tiba di tombol terminal laut neuromuskular merangsang pelapisan esetikolin, yang berdifusi menembus celah dan memicu potensial aksi di serat otot.



Asetilkolin Terminal button



2 Potensial aksi berpindah menembus membran permukaan dan ke dalam bagian dalam serat otot melalui tubulus T. Satu potensial aksi di tubulus T memicu pelepasan Ca2+ dari retikulum sarkoplasma ke dalam sitosol.



Membran plasma sel otot Kantong leteral Tubulus T retikulum sarkoplasma



Kenal-reseptor berpintu asetikolin bagi kation



Taut neuromuskular



Pompa Ca2+



Cakram motorik



Ca2+



Ca2+



Kenal pelepas Ca2+l



8 Ketika potensial aksi berhenti, ca2+ diambil oleh retikulum sarkoplasma. Dengan tidak adanya Ca2+ pada troponin, tropomiosin bergerak kembali ke posisi awalnya, menghambat tempat ikatan jembatan silang miosin pada aktin. Kontraksi bertahanti dan filamen tipis secara pasih bergeser kembali ke posisi relaksasi awalnya.



Tropomiosin



Ca2+



Ca2+



Troponin



Filamen tipis Molekul aktin



Jembatan silang miosin



Filamen tebal



Tempat ikatan jembatan silang miosin



3 Ca2+ berikatan dengan troponin pada filamen tipis



Tempat ikatan aktin 7 Setelah kayuhan kuat jembatan silang terlepas aktin.Jika Ca2+ masih ada, siklus kembali ke tahap 5.



[6 Pengikatan ini memicu jembatan silang menekuk mendorong filamen tipis dan filamen tebal ke arah pusat sarkomer. Kayuhan kuat ini ditenangani oleh energi yang di sediakan oleh ATP



Siklus berulang 4 Pengikatan Ca2+ ke troponin menyebabkan troponin berubah bentuk, secara fisik memindahkannya menjauh dari posisi menghambatnya; ini membuka tempat ikatan pada aktin untuk jembatan silang miosin.



5 Jembatan silang miosin melekat pada aktin di tempat ikatan yang terpanjang



Gambar 8-11 Penggabungan eksitasi-kontaksi dan relaksi otot. Tahap 1 hingga 7 memperlihatan kejadian-kejadian yang menyatukan pelepasan neurotransmiter dan eksitasi listrik yang kemudian terjadi di sel otot pada waktu kontraksi kontraksi otot. Pada tahap 7, jika Ca2+ masih ada jembatan silang kembali ke langkah 5 untuk terjadinya kayuhan kuat lainnya. Jika Ca2+ tidak lagi ada akibat konsekuensi tahap 8, terjadinya relaksasi.



i



En erg i



ADP ...atau...tidak ada Ca2+ P



En erg y



1. Berenergi: ATP diuraikan oleh miosin ATPase; ADP dan Pi tetap melekat ke miosin; energi disimpan di jembatan silang (yaitu energi "mengokang" jembatan silang).



Siklus jembatan silang



2a Pengikatan:Ca2+ dibebaskan pada eksitasi; pengaruh inhibitorik dari aktin lenyap sehingga dapat terjadi ikatan dengan jembatan silang



erg



ATP



En



4a4a Pelepasan: Ikatan antara miosin dan aktin terputus sewaktu molekul ATP baru berikatan dengan jembatan silang miosin: konfomnasi jembatan silang kembali ke normal; ATP terhidrolisis (siklus dimulai kembali dari tahap 1).



i



Ca2+ Ada (eksitasi)



ADP P i



2b Istirahat: Tidak ada eksitasi dak terjadi pelepasan Ca2+; aktin dan miosin tidak dapat berikatan; tidak terjadi siklus jembatan silang; serat otot tetap berada dalam keadaan istirahat.



ADP P i



ATP Tersedia ATO



Energi



...atau.. Tidak ada ATP (Setelah kematian)



ADP P i



33 Menekuk: Kayuhan kuat jembatan silang terpicu saat miosin dan aktin berkontak; Pi di bebaskan selama dan ADP di bebaskan setelah kayuhan kuat



4b kompleks rigor Jika tidak tersedia ATP baru (setelah kematian), aktin dan miosin tetep terikat dalam kompleks rigor



Gambar 8-12 Siklus jembatan silang.



aktivitas pompa Ca2+ retikulum sarkoplasma mengembalikan Ca2+ yang dilepaskan ke kantong leteral. Hilangnya Ca2+ dari sitosol memungkinkan kompleks troponin-tropomiosin bergeser kembali ke posisinya yang menghambat, sehingga aktin dan miosin tidak lagi berikatan di jembatan stiang. Filamen tipis, setelah dibebaskan dari siklus perlekatan dan penarikan jembatan silang, kembah secara pasif ke posisi istirahatnya. Serat otot berelaksasi. Berapa lama aktivitas kontraktil yang dipicu oleh potensial aksi bertahan sebagai respons terhadap satu potensial aksi sebelum terjadi relaksasi?



Aktivitas kontraksi bertahan jauh lebih lama dari pada aktivitas listrik yang memicunya. Satu potensial aksi di serat otot rangka hanya berlangsung 1 hingga 2 mdet. Awitan respons kontraktil yang terjadi berada di belakang potensial aksi karena harus terjadi penggabungan eksitasi-kontraksi sebelum aktivitas jembatan silang dapat dimulat. Pada kenyataannya, potensial aksi telah selesai bahkan sebelum perangkat kontraktil bekerja. Penundaan waktu beberapa milidetik antara sti-



mulasi dan awitan kontraksi ini disebut periode laten (Gambar 8-13). Pembentukan tegangan di dalam serat otot, yang di timbulkan oleh interaksi geser antara filamen tebal dan tipis memalui aktivitas jembatan silang, juga memerlukan waktu. Waktu dari awitan kontraksi hingga pernbentukan tegangan puncak—waktu kontraksi— bervariasi dari 5 hingga 50 mdet, meskipun waktu ini bervariasi bergantung pada jenis serat otot. Respons kontraksi belum berakhir hingga kantong lateral menyerap kembali semua Ca2+ yang dibebaskan sebagai respons terhadap potensial aksi. Penyerapan kembali Ca2+ ini juga memerlukan waktu. Karena Ca2+ dipornpa kembali ke kantong lateral, kadar Ca2+ di sitosol berkurang dan karenanya jurnIah jembatan silang dan gaya kontraksi kese]uruhan juga berkurang. Waktu antara tegangan puncak hingga relaksasi sempurna—waktu relaksasi—bervariasi dari 15 hingga 50 mdet, juga bergantung pada jenis serat otot. Karena itu, respons kontraktil keseluruhan terhadap satu potensial aksi dapat berlangsung dari 30 mdet pada serat kontraksi cepat hingga 100 mdet atau lebih pada serat kontraksi lambat. Ini jauh lebih lama dari pada durasi potensial aksi yang memicu kontraksi (30 hingga 100 mdet dibandingkan dengan   



283



periode laten



Otot lengkap adalah kelompok-kelompok serat otot yang disatukan dan melekat ke tulang.



Waktu relaksasi



Waktu kontraksi



Setiap orang memiliki sekitar 600 otot rangka, yang ukurannya berkisar dari otot mata eksternal yang halus dan mengontrol gerakan mata serta mengandung hanya beberapa ratus serat hingga otot kaki yang besar dan kuat yang mengandung beberapa ratus ribu serat.



Tension



Kedutan otot



Setiap otot diselubungi oleh jaringan ikat yang menembus dari permukaan ke dalam otot untuk membungkus masing-masing serat otot dan membagi otot menjadi kolom-kolom atau berkas-berkas. Jaringan ikat meluas melewati ujung-ujung otot untuk membentuk tendon kolagenosa yang kuat untuk melekatkan otot ke tulang. Tendon dapat cukup panjang, melekat ke suatu tulang yang berj arak jauh dari bagian daging otot. Sebagai contoh, sebagian dari otot yang berperan dalam pergerakan jari tangan terletak di lengan bawah, dengan tendon-tendon panjang menjulur turun untuk melekat ke tulang-tulang jari tangan. (Anda dapat dengan mudah melihat tendon-tendon ini bergerak di punggung tangan Anda ketika Anda menggerakkan jari-jari tangan). Susunan ini memungkinkan tangan bergerak terampil; jari-jari tangan akan jauh lebih besar dan lebih canggung jika semua otot yang digunakan untuk menggerakkan jari tangan berada di jari itu sendiri.



Respons kontraktil



Membrane potential (mV)



Beberapa mdet



+30 Potensial aksi



0



–90



1 msec 50



Rangsangan



100



Waktu (mdet)



Gambar 8-13 Hubungan potensial aksi dan kedutan otot yang dihasilkannya pada serat kontraksi lambat. Durasi potensial aksi tidak digambar sesuai skala tetapi diperbesar. Perhatikan bahwa potensial istirahat satu serat otot rangka adalah -90 mV, dibandingkan dengan potensial istirahat sebesar -70 mV pada neuron.



1 hingga 2 mdet). Kenyataan ini penting bagi kemampuan tubuh untuk menghasilkan kontraksi otot dengan kekuatan bervariasi, seperti yang Anda dapat ketahui di bagian selanjutnya.



Periksa Pemahaman Anda 8.2 1. Ilustrasikan hubungan antara filamen tipis dan tebal pada sarkomer yang berelaksasi dengan pada sarkomer yang berkontraksi. 2. Jelaskan peran reseptor dihidropiridin dan rianodin dalam proses penggabungan eksitasi-kontraksi. Gambarkan diagram siklus jembatan silang dan ilustrasikan apakah ATP, ADP, atau ADP dan Pi yang terikat dengan kepala miosin selama berbagai tahap siklus tersebut.



8.3



|



Mekanika Otot Rangka



Sejauh ini kita telah menjelaskan respons kontraktil di sebuah serat otot. Di tubuh, otot dibentuk oleh kelompok-kelompok serat otot. Kini kita akan mengalihkan perhatian pada kontraksi otot keseluruhan.



   hapter



Tegangan otot disalurkan ke tulang sewaktu komponen kontraktil mengencangkan komponen seri-elastik Tegangan diproduksi secara internal di dalam sarkomer, yang dianggap sebagai komponen kontraktil otot, akibat aktivitas jembatan silang dan pergeseran filamen yang terjadi. Namun, sarkomer tidak melekat langsung ke otot. Tegangan yang dihasilkan oleh elemen-elemen kontraktil ini harus disalurkan ke tulang melalui jaringan ikat dan tendon sebelum tulang dapat digerakkan. Tendon memiliki elastisitas pasif dengan derajat tertentu. Jaringan non-kontraktil elastis ini berada dalam susunan seri dengan komponen kontraktil (berada dalam seri berarti bahwa satu komponen diposisikan setelah yang lainnya dalam satu baris) dan karenanya disebut disebut komponen seri-elastik otot (tidak seperti titin, yang merupakan bagian utama komponen paralel-elastik dan ikut membentuk rekoil elastik pasif otot). Komponen seri-elastik ini berlaku seperti pegas yang dapat diregangkan dan diletakkan di antara elemen-elemen internal penghasil tegangan dan tulang yang akan digerakkan melawan suatu beban eksternal, atau gaya pelawan (>Gambar 8-14). Memendeknya sarkomer meregangkan komponen seri-elastik (tendon). Tegangan otot disalurkan ke tulang melalui pengencangan komponen seri-elastik ini. Gaya yang dikenakan ke tulang ini menggerakkan tulang melawan beban. Otot biasanya melekat ke paling sedikit dua tulang berbeda melewati suatu sendi melalui tendon yang berjalan dari kedua ujung otot. Ketika otot memendek sewaktu kontraksi, posisi sendi berubah karena satu tulang bergerak relatif terhadap tulang yang lain-sebagai contoh, fleksi (penekukan) sendi siku oleh kontraksi otot biseps dan ekstensi (pelurusan) siku oleh kontraksi otot triseps (Gambar 8-15). Ujung otot yang melekat ke bagian tulang yang lebih stasioner disebut origo, dan ujung yang melekat ke bagian tulang yang bergerak disebut insersi.



Proses-proses internal yang sama terjadi baik pada kontraksi isotonik, isokinetik, maupun isometrik: eksitasi otot mengaktifkan proses kontraktil pembentuk tegangan; jembatan silang mulai bersiklus; dan pergeseran filamen memperpendek sarkomer, yang meregangkan komponen seri elastik untuk menghasilkan gaya di tulang tempat insersi dan origo otot. Filamen tebal dan tipis (komponen kontraktil) dan titin (komponen paralelelastik) Tendon (komponen seri-elastik) Beban



Kontraksi isokinetik (secara harfiah, "gerakan konstan") terjadi ketika serat otot memendek dengan laju, atau kecepatan, yang konstan. Kontraksi isokinetik tidak terjadi dalam keadaan normal tetapi dapat dicapai dengan menggunakan mesin olahraga khusus yang dapat diatur agar kontraksi otot terjadi pada laju yang konstan di sepanjang seluruh kisaran gerakan. Salah satu keuntungan olahraga isokinetik adalah lebih cepat tercapainya kekuatan otot.



Beban Gambar 8-14 Hubungan antara komponen kontraktil dan komponen seri elastik dalam menyalurkan tegangan otot ke tulang. Tegangan otot disalurkan ke tulang melalui peregangan dan pengencangan tendon otot yang elastik akibat pemendekan sarkomer yang ditimbulkan oleh siklus jembatan silang.



Ketiga jenis utama kontraksi adalah isotonik, isokinetik, dan isometrik.



Tidak semua kontraksi otot memperpendek otot dan menggerakkan tulang. Agar otot memendek sewaktu berkontraksi, tegangan yang terbentuk di otot harus melebihi gaya-gaya yang melawan gerakan tulang tempat insersi otot tersebut. Pada kasus fleksi sendi siku, gaya yang melawan atau beban adalah benda yang sedang diangkat. Ketika Anda menekuk siku tanpa mengangkat benda eksternal, tetap akan ada beban, meskipun kecil—berat lengan bawah Anda yang digerakkan melawan gaya gravitasi. Terdapat tiga jenis utama kontraksi. Pada kontraksi isotonik, tegangan otot tidak berubah sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isokinetik, laju pemendekan tetap konstan sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isokinetik, laju pemendekan tetap konstan sementara panjang otot berubah. Pada kontraksi isometrik, otot tidak dapat memendek sehingga terbentuk tegangan dangan panjang otot tetap.



Dengan mengambil biseps Anda sebagai contoh, anggaplah Anda akan mengangkat sebuah benda. Ketika tegangan yang terbentuk di biseps Anda telah cukup besar untuk mengatasi berat benda di tangan Anda, Anda dapat mengangkat benda tersebut, dengan keseluruhan otot memendek dalam prosesnya. Karena berat benda tidak berubah ketika diangkat, jenis kontraksi ini disebut kontraksi isotonik (sercara harfiah, "tegangan tetap"). Karena susunan mekanis sendi, seiring dengan sudut sendi yang berubah selama benda diangkat, tegangan otot juga harus berubah untuk mengimbangi benda. (Anda akan mempelajari lebih lanjut tentang kerja sistem pengungkit ini pada sendi berikutnya). Karena itu, tegangan otot tidak tetap konstan selama periode pemendekan pada kontraksi isotonik (terlepas dari namanya) meskipun beban tetap konstan.



Apa yang terjadi ketika Anda mencoba mengangkat suatu benda yang terlalu berat bagi Anda (yaitu, jika tegangan yang Anda mampu bentuk di otot-otot lengan Anda lebih kecil daripada yang dibutuhkan untuk mengangkat benda tersebut)? Dalam hal ini, otot tidak dapat memendek dan mengangkat benda tetapi panjangnya konstan meskipun terbentuk tegangan sehingga terjadi kontraksi isometrik ("panjang tetap"). Selain terjadi ketika beban terlalu berat, kontraksi isometrik terjadi ketika tegangan yang terbentuk di otot secara sengaja dibuat lebih kecil daripada yang dibutuhkan untuk memindahkan benda. Dalam hal ini, tujuannya adalah untuk menjaga panjang otot tetap meskipun otot tersebut dapat menghasilkan tegangan yang lebih besar. Kontraksi isometrik submaksimal ini penting untuk mempertahankan postur (misalnya, menjaga tungkai lurus ketika berdiri) dan menopang benda dalam posisi tetap (misalnya, menahan minuman di antara isapan). Fleksi



Ekstensi



Origo biseps



Origo triseps



Biseps berkontraksi



Triseps berkontraksi



Insersi biseps



Insersi triseps



Gambar 8 Fleksi dan ekstensi sendi siku



   285



Kecepatan maksimal pemendekatan (beban nol)



Kecepatan pemendekan



Kontraksi otot sering bukan merupakan satu jenis tertentu saja. Tegangan, panjang, dan laju pemendekan otot dapat bervariasi di sepanjang kisaran gerakan. Pikirkan mengenai menarik anak panah. Tegangan pada otot biseps Anda terus meningkat untuk mengatasi resistensi yang semakin meningkat ketika busur panah semakin teregang. Pada saat yang sama, sudut sendiberubah dan otot secara progresifmemendek ketika siku Anda menekuk untuk menarik busur lebih jauh ke belakang. Kontraksi semacam ini tidak terjadi pada tegangan konstan, panjang konstan, atau laju konstan.



Beban maksimal (kecepatan untuk pemendekan i.nol,yi.kontraksi isometrik)



0



KONTRAKSI KONSENTRIK DAN EKSENTRIK Terdapat dua



jenis penggolongan kontraksi lainnya-konsentrik dan eksentrik. Pada kontraksi konsentrik, otot memendek sementara pada kontraksi eksentrik otot memanjang. Salah satu contoh kontraksi eksentrik adalah menurunkan suatu buku untuk menempatkannya di meja. Selama tindakan ini, serat-serat otot biseps memanjang tetapi tetap berkontraksi dan bukan teregang secara pasif oleh beban. Kontraksi itu sendiri tidak memanjangkan otot; kontraksi melawan peregangan yang terjadi pada otot secara eksternal oleh berat buku tersebut. KONTRAKSI LAIN Beberapa otot rangka tidak melekat ke tulang



untuk



0 Beban



Gambar 8-16 Hubungan beban-kecepatan pada kontraksi konsentrik. Kecepatan pemendekan menurun seiring dengan peningkatan beban.



Gaya eksternal (beban) yang lebih besar daripada gaya kontraksi maksimal otot akan menyebabkan otot memanjang, dengan laju pemanjangan yang berbanding lurus dengan beban.



Meskipun otot dapat melakukan kerja,sebagian besar energi diubah menjadi panas.



di kedua ujungnya tetapi tetap menghasilkan gerakan. Sebagai contoh, otot lidah tidak melekat di ujung bebasnya. Kontraksi otot-otot lidah menggerakkan ujung bebas lidah untuk berbicara dan makan. Otot-otot mata eksternal melekat ke tengkorak di origonya tetapi ke mata dan bukan tulang sebagai insersinya. Kontraksi otot-otot ini menghasilkan gerakan mata yang memungkinkan kita mengikuti gerakan benda bergerak, membaca, dan sebagainya. Beberapa otot rangka sama sekali tidak melekat ke tulang dan sebenarnya mencegah gerakan. Ini adalah cincin otot rangka yang dikontrol secara sadar, dikenal sebagai sfingter, yang menjaga pintu keluar urine dan feses dari tubuh dengan berkontraksi.



Otot melakukan kerja dalam arti fisik hanya jika benda digerakkan. Kerja didefinisikan sebagai gaya dikali jarak. Gaya dapat disamakan dengan tegangan otot yang diperlukan untuk mengatasi beban (berat benda). Karena itu, besar kerja yang dilakukan oleh otot yang berkontraksi bergantung pada seberapa besar berat benda dan seberapa jauh benda tersebut dipindahkan. Pada kontraksi isometrik ketika benda tidak berpindah, efisiensi kontraksi otot sebagai penghasil kerja eksternal adalah nol. Semua energi yang dikonsumsi oleh otot sewaktu kontraksi diubah menjadi panas. Pada kontraksi isotonik atau isokinetik, efisiensi otot adalah sekitar 25%. Dari energi yang digunakan oleh otot selama kontraksi, 25% direalisasikan sebagai kerja eksternal, sementara 75% sisanya diubah menjadi panas.



Kecepatan pemendekan berkaitan dengan beban.



Banyak dari panas ini tidak benar-benar disia-siakan dalam arti fisiologis karena panas tersebut digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh. Pada kenyataannya, menggigil—suatu bentuk kontraksi otot rangka yang diinduksi secara involunter—adalah mekanisme untuk meningkatkan produksi panas pada keadaan dingin. Olahraga berat pada hari yang panas, sebaliknya, dapat menyebabkan panas tubuh berlebihan karena mekanisme pengeluaran panas normal mungkin tidak mampu mengompensasi peningkatan produksi panas ini (Bab 17).



Beban juga merupakan penentu penting kecepatan ketika otot memendek (Gambar 8-16). Selama kontraksi konsentrik, semakin besar beban, semakin rendah kecepatan saat sebuah serat otot (atau sejumlah konstan serat-serat yang berkontraksi di dalam suatu otot) memendek. Kecepatan pemendekan maksimal jika tidak terdapat beban eksternal, secara progresif menurun dengan bertambahnya beban, dan turun hingga nol (tidak terjadi pemendekan—kontraksi isometrik) ketika beban tidak dapat diatasi oleh tegangan maksimal. Anda sering mengalami hubungan beban-kecepatan ini. Anda dapat mengangkat benda-benda ringan dengan cepat, sementara untuk mengangkat benda yang sangat berat diperlukan waktu lama, kalaupun dapat. Hubungan antara beban dan kecepatan pemendekan ini adalah sifat mendasar otot, mungkin karena diperlukan waktu lebih lama bagi jembatan silang untuk mengayuh melawan beban yang lebih besar. Sementara untuk kontraksi konsentrik beban dan kecepatan untuk pemendekan berbanding terbalik, untuk kontraksi eksentrik beban dan kecepatan untuk pemanjangan berbanding lurus. hapter



8



Unit interaktif otot rangka, tulang, sendi membentuk sistem tuas. Sebagian besar otot rangka melekat ke tulang melewati sendi, membentuk sistem tuas. Tuas adalah struktur kaku yang mampu bergerak mengelilingi suatu titik sumbu yang dikenal sebagai fulkrum. Di tubuh, tulang berfungsi sebagai tuas, sendi sebagai fulkrum, dan otot rangka menghasilkan gaya untuk menggerakkan tulang. Bagian tuas antara fulkrum dan titik tempat gaya ditimbulkan oleh otot disebut lengan daya; bagian antara fulkrum dan gaya yang ditimbulkan oleh beban disebut sebagai lengan beban (Gambar 8-17a).



Sistem tuas yang paling umum di tubuh dicontohkan oleh fleksi sendi siku. Otot-otot rangka, misalnya biseps, yang kontraksinya menekuk sendi siku, terdiri dari banyak serat penghasil-tegangan yang berjalan sejajar (berdampingan) yang dapat menghasilkan gaya besar di tempat insersi tetapi memendek hanya dalam jarak pendek dan kecepatan relatif rendah. Sistem tuas sendi siku memperkuat gerakan lambat pendek biseps menjadi gerakan tangan yang lebih cepat dan jangkauan lebih panjang. Marilah kita lihat bagaimana sebuah benda seberat 5 kg diangkat oleh tangan (Gambar 8-17b). Ketika biseps berkontraksi, otot ini menghasilkan gaya ke atas di titik tempat insersinya di tulang lengan bawah sekitar 5 cm menjauhi sendi siku (fulkrum tuas). Karena itu, panjang lengan daya sistem tuas ini adalah 5 cm. Panjang lengan beban, jarak dari sendi siku ke tangan, rerata adalah 35 cm. Dalam hal ini, lengan beban tujuh kali lebih panjang daripada lengan daya, yang memungkinkan beban dipindahkan dengan jarak tujuh kali lipat daripada jarak pemendekan otot (sementara biseps memendek 1 cm, tangan memindahkan beban sejauh 7 cm) dan dengan kecepatan tujuh kali lebih besar (tangan bergerak 7 cm selama waktu yang digunakan oleh biseps memendek 1 cm).



Kekurangan sistem tuas ini adalah bahwa di tempat insersi otot harus menghasilkan gaya tujuh kali lebih besar daripada beban. Agar beban 5 kg tidak jatuh, hasil kali panjang lengan daya dan gaya ke atas yang diberikan harus sama dengan hasil kali panjang lengan beban dan gaya ke bawah yang ditimbulkan oleh beban. Hasil ini disebut sebagai momentum (gaya kali lengan daya atau gaya kali lengan beban). Momentum untuk beban adalah 5 kg (gaya) kali 35 cm (lengan beban). Momentum ini harus disamakan dengan momentum bagi otot; untuk Untuk mengangkat beban 5 kg, otot biseps harus menghasilkan gaya yang lebih besar daripada 35 kg. Seperti ditunjukkan oleh contoh ini, otot rangka biasanya pada keadaan yang kurang menguntungkan dari segi mekanis karena otot harus menghasilkan gaya yang jauh lebih besar daripada beban sebenarnya yang dipindahkan. Namun, penambahan kecepatan dan jarak yang dihasilkan oleh susunan tuas ini memungkinkan otot memindahkan beban lebih cepat dan lebih jauh daripada jika tanpa sistem tuas tersebut. Penguatan ini menghasilkan kecepatan dan kemampuan bermanuver yang bermakna. Sekarang marilah kita membahas cara tegangan otot dapat bervariasi atau bertahap.



Gaya otot yang mengarah ke atas = 35 kg



Kecepatan pemendekan otot = 1 cm/satuan waktu Gaya ke atas Biceps



Insersi biseps Jarak yang dipindahkan oleh otot=1 cm



eban Fulkrum Lengan daya tuas



Gaya ke bawaht Lengan beban tuas



(a) enis sistem tuas tersering di tubu



Jarak yang dipindahkan oleh tangan = 7 cm Kecepatan tangan = 7 cm/ satuan waktu



5 kg



5 kg



u crum or e er Lengan daya tuas = 5 c,m



Lengan beban tuas = 35 cm



force of load



Lever ratio 1: 7 (5 cm : 35 cm) (b) eksi sendi siku sebagai conto ker a tuas di tubu



Gambar 8-17 Sistem tuas otot, tulang, dan sendi. Perhatikan bahwa rasio tuas (panjang lengan daya terhadap lengan beban) adalah 1:7 (5 cm : 35 cm) yang memperbesar jarak dan kecepatan gerakan tujuh kali (jarak yang dipindahkan oleh otot [tingkat pemendekan] = 1 cm, jarak yang dipindahkan oleh tangan = 7 cm, kecepatan pemendekan otot = 1 cm/satuan waktu, kecepatan tangan = 7 cm/satuan waktu), tetapi dengan pengorbanan berupa otot harus menghasilkan gaya tujuh kali lipat daripada gaya yang ditimbulkan oleh beban (gaya otot = 35 kg, beban = 5 kg).



  



287



Kekuatan kontraksi suatu otot dapat bervariasi Satu potensial aksi di sebuah serat otot menghasilkan kontraksi singkat lemah yang disebut kedutan, yang terlalu singkat dan terlalu lemah untuk dapat digunakan dan secara normal tidak berlangsung di tubuh. Serat-serat otot tersusun membentuk otot lengkap, tempat mereka berfungsi secara kooperatif untuk menghasilkan kontraksi dengan kekuatan bervariasi dan lebih kuat daripada kedutan. Dengan kata lain, Anda dapat mengubah-ubah kekuatan yang Anda hasilkan oleh otot yang sama, bergantung pada apakah Anda mengambil sehelai kertas, sebuah buku, atau karung 50 pon. Dua faktor utama yang dapat diubah-ubah untuk menghasilkan variasi tegangan otot utuh adalah: (1) jumlah serat otot yang berkontraksi di dalam satu otot dan (2) tegangan yang dihasilkan oleh masing-masing serat yang berkontraksi. Kita akan membahas masing-masing dari kedua faktor ini bergantian.



Jumlah serat yang berkontraksi disuatu otot bergantung pada tingkat rekrutmen unit motorik. Semakin besar jumlah serat yang berkontraksi, semakin besar tegangan total otot. Karena itu, otot yang lebih besar yang mengandung serat otot lebih banyak dapat menghasilkan tegangan yang lebih besar daripada otot kecil dengan sedikit serat otot. Setiap otot disarafi oleh sejumlah neuron motorik berbeda. Ketika masuk ke otot, sebuah neuron motorik membentuk cabangcabang, dengan setiap terminal akson menyarafi satu serat otot (Gambar 8-18). Satu neuron motorik menyarafi sejumlah serat otot, tetapi setiap serat otot hanya disarafi oleh satu neuron motorik. Ketika sebuah neuron motorik diaktifkan, semua serat otot yang disarafinya akan terangsang untuk berkontraksi serentak. Kelompok komponen yang diaktifkan bersama ini—satu neuron motorik plus semua serat otot yang disarafinya—disebut unit motorik. Serat-serat otot yang membentuk satu unit motorik tersebar di seluruh otot;



karena itu, kontraksi serentak serat-serat tersebut menghasilkan kontraksi otot keseluruhan yang merata meskipun lemah. Setiap otot terdiri dari sejumlah unit motorik yang saling bercampur. Untuk kontraksi lemah suatu otot, hanya satu atau beberapa unit motoriknya yang diaktifkan. Untuk kontraksi yang lebih kuat, lebih banyak unit motorik yang direkrut, atau dirangsang untuk berkontraksi, suatu fenomena yang dikenal sebagai rekrutmen unit motorik. Seberapa besar penambahan kuat kontraksi yang akan terjadi untuk setiap penambahan unit motorik yang direkrut bergantung pada ukuran unit motorik (yaitu, jumlah serat otot yang dikontrol oleh satu neuron motorik). Jumlah serat otot per unit motorik dan jumlah unit motorik per satu otot sangat bervariasi, bergantung pada fungsi spesifik otot. Untuk otot yang menghasilkan gerakan halus yang tepat, misalnya otot mata eksternal dan otot tangan, satu unit motorik mungkin mengandung hanya beberapa lusin serat otot. Karena setiap unit motorik mengandung sedikit serat otot, setiap unit motorik tambahan yang direkrut hanya sedikit meningkatkan kekuatan kontraksi otot keseluruhan (Gambar 8-19a). Unit motorik yang kecil ini memungkinkan kita melakukan kontrol tegangan otot dengan sangat halus. Sebaliknya, di otot yang dirancang untuk gerakan kasar bertenaga, misalnya otot di kaki, satu unit motorik mungkin mengandung 1500 hingga 2000 serat otot. Rekrutmen tambahan unit motorik di otot ini menyebabkan penambahan besar pada tegangan otot keseluruhan (Gambar 8- 19b). Kontraksi yang lebih kuat dicapai dengan mengorbankan ketepatan gradasi kontrol. Karena itu, jumlah serat otot yang ikut serta dalam upaya kontraktil total suatu otot bergantung pada jumlah unit motorik yang direkrut dan jumlah serat otot per unit motorik di otot tersebut. Untuk menunda atau mencegah kelelahan (ketidakmampuan tubuh mempertahankan tegangan otot dalam tingkat tertentu) selama kontraksi menetap yang hanya melibatkan sebagian dari unit-unit



Neuron motorik Serat otot



Spinal cord



KEY =Unit motorik 1 =Unit motorik 2 =Unit motorik 3



  hapter



Gambar 8-18 Unit-unit motorik di sebuah otot rangka.



Kekuatan relatif kontraksi otot keseluruhan



Kekuatan relatif kontraksi otot keseluruhan



Frekuensi stimulasi dapat memengaruhi tegangan yang dihasilkan oleh masingmasing serat otot.



0 1 2 3 4 Jumlah unit motorik yang direkrut (a) Perekrutan unit motorik kecil



5



0 1 2 3 4 5 Jumlah unit motorik yang direkrut (b) Perekrutan unit motorik besar



Ketegangan sebuah otot bergantung tidak saja pada jumlah serat otot yang berkontraksi tetapi juga pada tegangan yang dibentuk oleh tiap-tiap serat yang berkontraksi tersebut. Berbagai faktor memengaruhi kekuatan tegangan yang dapat dicapai. Faktor-faktor tersebut mencakup: 1.Frekuensi rangsangan 2.Panjang serat pada awal kontraksi 3.Tingkat kelelahan 4.Ketebalan serat Kini kita akan meneliti efek frekuensi stimulasi; kita membahas faktor-faktor lain di bagian-bagian selanjutnya.



Gambar 8-19 Perbandingan perekrutan unit motorik di otot rangka dengan unit motorik kecil dan otot dengan unit motorik besar. (a) Peningkatan kekuatan kontraksi yang kecil terjadi selama perekrutan unit motorik pada otot dengan unit motorik kecil karena hanya terjadi



PENJUMLAHAN KEDUTAN DAN TETANUS Meskipun



satu potensial aksi di sebuah serat otot hanya menghasilkan kedutan, dapat dihasilkan kontraksi dengan durasi lebih kontraksi yang besar terjadi selama perekrutan unit motorik pada otot dengan unit motorik besar lama dan tegangan lebih besar oleh stimulasi berulang serat karena serat otot yang dirangsang berjumlah sangat banyak pada perekrutan tiap-tiap unit motorik otot. Marilah kita lihat apa yang terjadi ketika terbentuk tambahan. potensial aksi kedua di sebuh serat otot. Jika serat otot telah berelaksasi sempurna sebelum potensial aksi berikutnya motorik suatu otot, seperti diperlukan bagi otot-otot yang menahan timbul, akan terbentuk kedutan kedua dengan kekuatan berat tubuh terhadap gaya tarik bumi, berlangsung rekrutmen sama seperti yang pertama(Gambar 8-20a). Setiap kali akan asinkron unit-unit motorik. Tubuh secara bergantian mengaktifkan terjadi proses eksitasi-kontraksi yang sama dan mengunit motorik, otot, seperti diperlukan bagi otot-otot yang menahan hasilkan respons kedutan yang identik. Namun, jika serat otot berat tubuh terhadap gaya tarik bumi, berlangsung rekrutmen dirangsang kedua kalinya sebelum serat tersebut mengalami relaksasi asinkron unit-unit motorik. Tubuh secara bergantian mengaktifkan sempurna dari kedutan pertama, potensial aksi kedua menyebabkan unit motorik, seperti pergantian di pabrik, untuk memberi unit respons kontraktil kedua, yang ditambahkan di atas kedutan pertama motorik yang baru bekerja kesempatan beristirahat sementara yang (Gambar 8-20b). Kedua kedutan dari dua potensial aksi dijumlahkan lain mengambil alih. Perubahan ini berlangsung dengan koordinasi untuk menghasilkan tegangan serat yang lebih besar daripada yang terkontrol sehingga kontraksi menetap tersebut terjadi secara mulus dihasilkan oleh satu potensial aksi, suatu proses yang disebut tidak menyentak. Rekrutmen unit motorik asinkron hanya dapat penjumlahan kedutan. terjadi untuk kontraksi submaksimal, ketika hanya sebagian dari unit motorik yang harus mempertahankan tingkat tegangan. Penjumlahan kedutan hanya dapat terjadi karena durasi potensial Selama kontraksi maksimal, ketika semua serat otot harus ikut aksi (1 hingga 2 mdet) jauh lebih singkat daripada durasi kedutan serta, mustahil dilakukan pergantian aktivitas unit motorik untuk yang ditimbulkannya (30 hingga 100 mdet). Setelah terbentuk suatu mencegah kelelahan. Ini adalah salah satu alasan mengapa Anda potensial aksi, akan timbul periode refrakter singkat saat tidak dapat tidak dapat membawa benda berat selama benda ringan. terjadi potensial aksi berikutnya (lihat h. 107). Karena itu, penjumlahan potensial aksi tidak dapat terjadi. Membran harus Selain itu, jenis serat otot yang diaktifkan bervariasi sesuai kembali ke potensial istirahatnya dan pulih dari periode refrakter tingkat gradasi. Sebagian besar otot terdiri dari campuran tipe serat sebelum potensial aksi berikutnya dapat terjadi. Namun, karena yang berbeda secara metabolis, sebagian lebih tahan terhadap potensial aksi dan periode refrakter telah selesai jauh sebelum kelelahan daripada yang lain. Selama aktivitas daya tahan ringan kedutan otot yang ditimbulkannya berakhir, serat otot dapat atau sedang (olahraga aerobik), unit motorik yang paling resisten dirangsang kembali selagi sebagian aktivitas kontraksi masih terhadap kelelahan direkrut pertama kali. Serat-serat terakhir yang berlangsung, untuk menghasilkan penjumlahan respons mekanis. dipanggil untuk bekerja dalam mengadapi kebutuhan untuk Jika serat otot dirangsang sedemikian cepat sehingga serat tersebut peningkatan tegangan lebih lanjut adalah serat-serat yang paling mudah lelah. Karena itu, seseorang dapat melakukan aktivitas yang sama sekali tidak mendapat kesempatan untuk berelaksasi di antara memerlukan daya tahan untuk waktu yang lama tetapi hanya dapat rangsangan, timbul kontraksi menetap dengan kekuatan maksimal secara singkat mempertahankan aktivitas yang memerlukan tenaga yang dikenal sebagai tetanus (Gambar 8-20c). Kontraksi tetanus penuh. Tentu saja, bahkan serat otot yang paling resisten terhadap biasanya tiga hingga empat kali lebih kuat daripada kedutan tunggal. kelelahan akhirnya juga akan kelelahan jika diharuskan (Jangan mengacaukan tetanus fisiologik ini dengan penyakit tetanus; mempertahankan tingkat tertentu tegangan secara berkepanjangan. lihat h. 122.) penambahan sedikit serat otot ketika tiap-tiap unit motorik direkrut. (b) Peningkatan kekuatan



  



289



Tetanus



Aktivitas kontraktil



Tegangan relatif



3



2



Kedutan tunggal



Rangsangan berhenti atau mutai terjadi kelelahan.



Penjumlahan kedutan



1



0 Potensial mebran (mV)



Potensial aksi



+ 30 0 – 90 Jika sebuah serat otot dirangsang kembali setelah berelaksasi sempurnaan, kedutan kedua memiliki kekuatan yang sama seperti kedutan pertama.



(a) No summation



Jika sebuah serat otot dirangsang kembali sebelum berelaksasi sempurna, kedutan kedua ditambahkan ke kedutan pertama, yang menghasilkan Time (b)Penjumlahan kedutan



Jika serat otot dirangsang sedemikian cepat sehingga serat tersebut tidak memiliki kesempatan beristirahat sama sekali di antara rangsangan, terjadi kontraksi maksimal berkepanjangan yang dikenal sebagai tetanus. (c) Tetanus



Gambar 8-20 Penjumlahan kedutan dan tetanus.



Penjumlahan kedutan terjadi karena peningkatan menetap kalsium di sitosol dan peningkatan waktu untuk meregang komponen seri-elastik. Apa mekanisme penjumlahan kedutan dan tetanus di tingkat sel? Tegangan yang dihasilkan oleh serat otot yang berkontraksi meningkat akibat meningkatnya siklus jembatan silang. Komponen seri-elastik (tendon) harus teregang agar tegangan yang dihasilkan di serat otot dapat disalurkan ke tulang, dan ini membutuhkan waktu untuk meregang elemen elastik ini. Oleh sebab itu, dua faktor berkontribusi pada penjumlahan sumasi: (1) Peningkatan menetap Ca2+ sitosol yang memungkinkan terjadinya siklus jembatan silang yang lebih besar, dan (2) waktu yang lebih banyak untuk meregang komponen seri-elastik. Faktor terpenting dalam terjadinya penjumlahan kedutan adalah peningkatan menetap Ca2+ sitosol seiring dengan meningkatnya frekuensi potensial aksi. Sebagai respons terhadap satu potensial aksi, dikeluarkan Ca2+ dalam jumlah memadai untuk berinteraksi dengan semua troponin di dalam sel. Akibatnya, semua jembatan silang bebas untuk ikut serta dalam respons kontraktil. Karena itu, bagaimana potensial aksi yang berulang-ulang dapat menghasilkan respons kontraksi yang lebih kuat? Perbedaannya bergantung pada seberapa lama Ca2+ tersedia. Jembatan silang tetap aktif dan terus bersildus selama tersedia cukup Ca2+ agar kompleks troponin-tropomiosin menjauh dari tempat pengikatan jembatan silang di aktin. Setiap kompleks troponin-tropomiosin terbentang sepanjang 7 molekul aktin. Karena itu, pengikatan Ca2+ ke satu molekul troponin hanya menye-babkan terpajannya tujuh tempat pengikatan jembatan silang di filamen tipis. Segera setelah Ca2+ dibebaskan sebagai respons terhadap potensial aksi, retikulum sarkoplasma mulai memompa Ca2+ kembali ke kantong lateral. sehingga sebagian kompleks troponin-tropomiosin bergeser balik ke posisi mereka yang menghambat. Karenanya, tidak    BAB 8



semua tempat pengikatan jembatan silang tetap tersedia untuk ikut serta dalam proses siklus selama satu kedutan yang dipicu oleh satu potensial aksi. Karena tidak semua jembatan silang berkontak dengan tempat pengikatannya, kekuatan kontraksi selama satu kedutan tidaldah maksimal. Jika potensial aksi dan kedutan terpisah cukup jauh dari segi waktu bagi semua Ca2+ yang dibebaskan dari respons kontraksi pertama untuk dipompa balik ke dalam kantong lateral di antara dua potensial aksi, akan terjadi respons kedutan identik akibat potensial aksi kedua. Namun, jika potensial aksi kedua terjadi dan lebih banyak Ca2+ yang dibebaskan sementara Ca2+ yang telah dibebaskan sebagai respons terhadap potensial aksi pertama masih dalam proses pengembalian, konsentrasi Ca2+ sitosol akan tetap tinggi dan bahkan lebih tinggi lagi. Ketersediaan Ca2+ di sitosol yang berkepanjangan ini memungkinkan penambahan jembatan silang yang ikut serta dalam proses siklus untuk waktu yang lebih lama. Akibatnya, tegangan yang terbentuk semakin tinggi. Seiring dengan meningkatnya frekuensi potensial aksi, durasi peningkatan konsentrasi Ca2+ sitosol bertambah, dan karenanya aktivitas kontraktil meningkat hingga kontraksi tetanik maksimal tercapai. Pada tetanus, jumlah maksimum tempat pengikatan jembatan silang tetap terbuka sehingga dapat terjadi siklus jembatan silang dan, sebagai konsekuensinya, pembentukan tegangan mencapai puncaknya. Faktor kedua yang berperan pada penjumlahan kedutan berkaitan dengan struktur-struktur elastik serat otot. Selama kedutan tunggal, kontraksi tidak berlangsung cukup lama untuk meregangkan komponen seri-elastik secara sempurna dan memungkinkan tegangan yang dihasilkan keseluruhan sarkomer ditransmisikan ke tulang. Pada akhir kedutan, elemen elastik secara perlahan melemas, atau rekoil ke keadaan awal tak-teregangnya. Jika kedutan lain terjadi sebelum elemen elastik berelaksasi sempurna,



Karena otot rangka harus dirangsang oleh neuron motorik agar dapat berkontraksi, sistem saraf berperan kunci dalam mengontrol kekuatan kontraksi. Dua faktor utama yang berada di bawah kontrol untuk menghasilkan gradasi kontraksi adalah jumlah unit motorik yang dirangsang dan frekuensi perangsangannya. Daerah-daerah otak yang mengendalikan aktivitas motorik mengombinasikan kontraksi tetanik dan pergantian rekrutmen unit motorik asinkron yang waktunya sangat tepat untuk menghasilkan gerakan yang mulus dan bukan menyentak. Faktor lain yang tidak berada di bawah kontrol saraf langsung juga memengaruhi tegangan yang terbentuk selama kontraksi. Di antaranya adalah panjang serat pada awal kontraksi, yang akan kita bahas sekarang.



Kisaran perubahan panjang yang dapat terjadi tubuh A Persentase tegangan maksimal



tegangan dari kedutan kedua ditambahkan ke tegangan residu di komponen seri elastik yang masih ada dari kedutan pertama. Dengan frekuensi potensial aksi yang semakin besar dan kedutan yang semakin sering, semakin sedikit waktu yang tersedia bagi elemen elastik untuk mengalami rekoil di antara kedutan. Konsekuensinya, seiring dengan potensial aksi yang meningkat, tegangan dalam komponen seri-elastik yang ditransmisikan ke tulang secara progresif meningkat hingga tegangan mencapai maksimal selama tetanus.



100%



D



B



C



50% I0 (Panjang otot optimal)



70%



100%



Otot memendek



130%



170%



Otot terenggang



Panjang serat otot dibandingkan dengan panjang optimal Gambar 8-21 Hubungan panjang-tegangan. Kekuatan kontraksi maksimal dapat dicapai jika suatu serat otot berada pada panjang optimalnya (/o,) sebelum awitan kontraksi karena ini adalah titik tumpang-tindih optimal jembatan silang filamen tebal dan tempat pengikatan jembatan silang filamen tipis (titik A). Persentase kekuatan kontraksi maksimal yang dapat dicapai berkurang ketika panjang otot lebih besar atau lebih kecil daripada /o sebelum kontraksi. Jika lebih panjang, lebih sedikit tempat pengikatan di filamen tipis yang dapat berikatan dengan jembatan silang filamen tebal karena filamen tipis tertarik menjauh dari antara filamen-filamen tebal (titik B dan C). Ketika serat lebih pendek, lebih sedikit tempat pengikatan filamen tipis yang terpajan ke jembatan silang filamen tebal karena filamen-filamen tipis bertumpang tindih (titik D). Juga, pemendekan dan



Terdapat panjang otot yang optimal untuk menghasilkan tegangan maksimal.



pembentukan tegangan lebih lanjut terhambat karena filamen-filamen tebal menekan garis Z (titik D). Di tubuh,



erdapat hubungan antara panjang otot sebelum awitan kontraksi dan tegangan tetanik yang kemudian dihasilkan oleh setiap serat pada panjang tersebut. Se-



dari 30% /o di kedua arah (kisaran dalam warna hijau muda). Di batas-batas luar dari kisaran ini, otot masih



panjang otot istirahat (yaitu ketika otot tidak aktif berkontraksi atau diposisikan secara pasif) adalah di dekat to. Selain itu, karena restriksi yang ditimbulkan oleh perlekatan tulang, panjang otot tidak dapat bervariasi lebih dapat mencapai sekitar 50% kekuatan kontraksi maksimal mereka.



tiap otot memiliki panjang optimal (lo) ketika dapat diperoleh gaya maksimal pada kontraksi tetanik yang dimulai pada panjang tersebut. Tegangan yang dicapai selama tetanus akan lebih besar jika dimulai pada panjang optimal otot daripada ketika kontraksi dimulai dengan panjang otot lebih besar atau lebih kecil daripada panjang optimal tersebut. Hubungan panjang tegangan ini dapat dijelaskan oleh mekanisme pergeseran filamen kontraksi otot. AKTIVITAS KONTRAKTIL PADA PANJANG OPTIMAL Pada Io,



ketika dapat dihasilkan tegangan maksimal (titik A di Gambar 8-21), filamen-filamen tipis secara optimal bertumpang tindih dengan regio-regio filamen tebal tempat lokasi jembatan silang. Pada panjang ini, jembatan silang yang dapat diakses bagi molekul aktin untuk pengikatan dan penekukan jumlahnya maksimal. Bagian tengah filamen tebal, tempat filamen tipis tidak tumpang tindih pada Io, tidak memiliki jembatan silang; di sini hanya dijumpai ekor miosin.



AKTIVITAS KONTRAKTIL PADA PANJANG YANG LEBIH BESAR DARI PADA lo, Pada panjang yang lebih besar, misalnya ketika otot



secara pasif diregangkan (titik B), filamen tipis tertarik dari antara filamen-filamen tebal sehingga jumlah tempat aktin yang tersedia untuk mengikat jembatan silang berkurang yaitu, sebagian dari tempat di aktin dan jembatan silang tidak lagi "berpasangan" sehingga keduanya "tidak terpakai". Karena aktivitas jembatan silang yang berlangsung lebih sedikit, tegangan yang terbentuk juga lebih kecil. Pada kenyataannya, ketika otot diregangkan menjadi sekitar 70% lebih panjang daripada .10 (titik C) filamen-filamen tipis tertarik seluruhnya dari antara filamen-filamen tebal, menghambat aktivitas jembatan silang dan karenanya tidak terjadi kontraksi. AKTIVITAS KONTRAKTIL PADA PANJANG LEBIH KECIL DARIPADA Jika sebelum kontraksi otot lebih pendek daripada Io



(titik D), tegangan yang terbentuk akan lebih kecil karena tiga alasan:



1. Filamen tipis dari sisi sarkomer yang berlawanan menjadi bertumpang tindih, yang membatasi kesem-patan jembatan silang berinteraksi dengan aktin.



  



291



2. Ujung-ujung filamen tebal tertekan ke garis Z sehingga tidak terjadi pemendekan lebih lanjut. 3. Selain kedua faktor mekanis ini, pada panjang otot yang kurang daripada 80% lo, tidak banyak Ca2+ yang dibebaskan selama penggabungan eksitasi-kontraksi oleh sebab-sebab yang belum diketahui. Selain itu, oleh mekanisme yang belum jelas, kemampuan Ca2+ mengikat troponin dan menarik kompleks troponintropomiosin ke samping berkurang pada panjang otot yang kecil. Karena itu, lebih sedikit bagian aktin yang terpajan untuk ikut serta dalam aktivitas jembatan silang. KETERBATASAN PANJANG OTOT Panjang ekstrim otot yang mencegah terbentuknya tegangan hanya terjadi pada kondisi percobaan, ketika suatu otot diangkat dan dirangsang pada berbagai panjang. Perlekatan otot dengan tulang memberikan batasan pada pemendekan dan pemanjangan otot. Di tubuh otot-otot memiliki letak sedemikian rupa sehingga panjangnya dalam keadaan relaksasi (panjang ketika tidak aktif berkontraksi atau diposisikan pasif) adalah mendekati panjang optimalnya; karena itu, otot umumnya dapat mencapai kontraksi tetanik hampir maksimal pada hampir setiap saat. (Lebar sarkomer pada Io, adalah antara 2,0 dan 2,2 gm, dan panjang sarkomer dalam keadaan relaksasi adalah sekitar 2,0 gm.) Selain itu, karena melekat pada tulang, otot tidak dapat diregangkan atau diperpendek lebih daripada 30% panjang optimalnya. Bahkan pada batas-batas luar (130% dan 70% Io), otot masih tetap dapat menghasilkan separuh dari tegangan maksimalnya..



Faktor-faktor yang memengaruhi seberapa besar tegangan yang dapat dihasilkan oleh suatu serat otot yang telah kita bahas sejauh inifrekuensi rangsangan dan panjang otot pada awal kontraksi-dapat bervariasi dari kontraksi ke kontraksi. Penentu lain tegangan serat otot-kemampuan metabolik serat relatif terhadap resistensi terhadap kelelahan dan ketebalan serat-tidak bervariasi dari kontraksi ke kontraksi, tetapi bergantung pada jenis serat dan dapat dimodifikasi seiring waktu. Kita akan membahas faktor-faktor lain ini ketika kita beralih dari mekanika otot ke cara metabolik yang digunakan oleh otot menghasilkan gerak. Periksa Pemahaman Anda 8.3 Jelaskan cara yang digunakan oleh otot rangka untuk mengubah-ubah kekuatan kontraksinya agar tercipta gaya yang lebih besar. Jelaskan peran Ca2+ dalam penjumlahan kedutan.



| Metabolisme dan Jenis



8.4



Serat Otot Rangka Terdapat empat langkah dalam proses eksitasi, kontraksi, dan relaksasi yang memerlukan ATP: 1. Penguraian ATP oleh miosin ATPase menghasilkan energi untuk kayuhan kuat jembatan silang. 2. Pengikatan (bukan penguraian) molekul ATP baru ke miosin    hapter



memungkinkan jembatan silang terlepas dari filamen aktin pada akhir kayuhan kuat sehingga siklus dapat diulang. ATP ini kemudian terurai untuk menghasilkan energi bagi kayuhan jembatan silang selanjutnya. 2+ 3. Transpor aktif Ca kembali ke dalam kantong lateral retikulum sarkoplasma selama relaksasi bergantung pada energi yang berasal dari penguraian ATP.



4. Transpor aktif Na + ke cairan ekstrasel dan K+ ke cairan intrasel setelah potensial aksi penghasil-kontraksi di sel otot dilaksanakan oleh pompa Na+-K dependen-ATP.



Serat otot memiliki jalur alternatif untuk membentuk ATP.



Karena ATP adalah satu-satunya sumber energi yang dapat langsung digunakan untuk berbagai aktivitas ini, agar aktivitas kontraktil dapat berlanjut, ATP harus terus-menerus tersedia. Di jaringan otot persediaan ATP yang dapat segera digunakan berjumlah terbatas, tetapi terdapat tiga jalur yang rnemberikan tambahan ATP sesuai kebutuhan selama kontraksi otot: (1) transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP, (2) fosforilasi oksidatif (sistem transpor elektron dan kemiosmosis), dan (3) glikalisis. KREATIN FOSFAT Kreatin fosfat adalah sumber energi pertama yang digunakan pada awal aktivitas kontraktil (Gambar 8-22, langkah 3a ). Seperti ATP, kreatin fosfat mengandung satu gugus fosfat berenergi tinggi, yang dapat diberikan langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Seperti pembebasan energi ketika ikatan fosfat terminal di ATP terputus, pemutusan ikatan antara fosfat dan kreatin juga membebaskan energi. Energi yang dibebaskan dari hidrolisis kreatin fosfat, bersama dengan fosfat, dapat diberikan langsung ke ADP untuk membentuk ATP. Reaksi ini, yang dikatalisis oleh enzim sel otot kreatin kinase, bersifat reversibel; energi dan fosfat dari ATP dapat dipindahkan ke kreatin untuk membentuk kreatin fosfat: kreatin kinase



Kreatin fosfat + ADP 4 kreatin+ ATP Sesuai dengan hukum aksi massa (lihat h. 509), sewaktu cadangan energi di otot yang beristirahat bertambah, peningkatan konsentrasi ATP mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi dari ATP untuk membentuk kreatin fosfat. Sebaliknya, pada permulaan kontraksi ketika miosin ATPase menguraikan cadangan ATP yang sekedarnya, penurunan ATP yang kemudian terjadi mendorong pemindahan gugus fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat simpanan untuk membentuk lebih banyak ATP. Otot yang beristirahat mengandung kreatin fosfat lima kali lebih banyak daripada ATP. Karena itu, sebagian besar energi disimpan di otot dalam bentuk kreatin fosfat. Karena hanya satu reaksi enzimatik yang berperan dalam pemindahan energi ini, ATP dapat dibentuk dengan cepat (dalam sepersekian detik) dengan menggunakan kreatin fosfat. Karena itu, kreatin fosfat adalah sumber pertama untuk memasok ATP tambahan ketika olahraga dimulai. Kadar ATP otot sebenarnya relatif konstan pada awal kontraksi, tetapi simpanan kreatin fosfat berkurang Pada kenyataannya, upaya lompat tinggi,-



Bisep kontraksi



Glukosa darah



Bisep berelaksasi



Glikogen hati



1



2



Kontraksi



Relaxation



Serat otot Selama kontraksi



Glikogen otot



Glukose



Mosin ATPase



Darah Selama istirahat



ATP



Glcolisis



c 3c



(Sumber utama ketika tidak tersedia O2



Pompa Ca2+ di retikulum sarkoplsma



3



ATP 3



Laktat



Tidak ada O2



3 (Sumber segera)



Piruvat



Selama istirahat



Ada O2



O2 Asem lemak



Fosforilasi oksidatif Protein



ATP b 3b



(Sumber utama ketika tersedia O2 Kreatin



Asem amino jarang



CO2



simpenan lemak



H2O



Kreatin fosfat



ATP Creatine kinase



ADP a 3a



Selama kontraksi



1 Selama kontraksi otot, ATP diuraikan oleh miosin ATPase untuk menjalankan kayuhan kuat jembatan silang sebelum siklus lainnya dapat dimulai. S2 Selama relaksasi, ATP diperlukan untuk menjalankan pompa Ca2+ yang memindahkan Ca2+ kembali ke dalam kantung leteral retikulum sarkoplasma 3 Jalur metabolik yang memasok ATP yang diperlukan untuk melaksanakan kontraksi dan relaksasi adalah: 3a pemindahan fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP (sumber segera); 3b f fosforilasi oksidatif (sumber utama jika ada O2), dijalankan oleh glukosa yang berasal dari simpanan glikogen otot atau oleh glukosa dan asam lemak yang disalurkan oleh darah;dan g 3c glikolisis (sumber utama jika tidak ada O2). Piruvat, produk akhir glikolisis, diubah menjadi laktat ketika ketiadaan O2 menghambat pemrosesan lebih lanjut piruvat oleh jalur fosforilasi oksidatif.



Gambar 8-22 Jalur metabolik yang menghasilkan ATP digunakan selama kontraksi dan relaksasi otot.



   293



lari jarak dekat, atau mengangkat beban, terutama ditopang oleh ATP yang berasal dari kreatin fosfat. Simpanan kreatin fosfat biasanya menjalankan menit pertama (atau kurang) olahraga. Sebagian atlet berharap memperoleh keunggulan kompetitif dengan menelan suplemen kreatin untuk mendorong kinerja mereka dalam aktivitas berintensitas tinggi jangka pendek yang berlangsung kurang dari semenit. (Secara alami kita memperoleh kreatin dari makanan, terutama daging). Pemberian kreatin tambahan bagi otot menyebabkan simpanan Kreatin fosfat bertambah yaitu, peningkatan simpanan energi yang dapat diubah menjadi peningkatan kinerja aktivitas yang memerlukan letupan energi singkat. Namun, suplemen kreatin harus digunakan secara hati-hati karena efek jangka panjangnya pada kesehatan belum diketahui. Simpanan kreatin tambahan tidak bermanfaat pada aktivitas yang memerlukan waktu lama dan mengandalkan mekanisme-mekanisme pemasok energi jangka panjang. FOSFORILASI OKSIDATIF Jalur multitahap fosforilasi oksidatif menghasilkan ATP dengan laju yang relatif lambat jika dibandingkan dengan transfer fosfat berenergi tinggi dari kreatin fosfat ke ADP atau proses glikolisis. Fosforilasi oksidatif berlangsung di dalam mitokondria otot jika tersedia cukup O2 (lihat h 37). Oksigen dibutuhkan untuk menunjang sistem transpor elektron mitokondria, yang, bersama dengan kemiosmosis oleh ATP sintase, secara efisien memanen energi yang diambil dari penguraian molekul-molekul nutrien dan menggunakannya untuk menghasilkan ATP (lihat h. 39). Jalur ini dijalankan oleh glukosa atau asam lemak, bergantung pada intensitas dan durasi aktivitas (Gambar 8-22, langkah 3b). Meskipun menghasilkan banyak molekul ATP, yaitu 32 untuk setiap molekul glukosa yang diproses, fosforilasi oksidatif relatif lambat karena banyaknya tahap enzimatik yang terlibat.



Selama olahraga ringan (misalnya, jalan kaki) hingga sedang (misalnya, jogging atau berenang), sel-sel otot dapat membentuk cukup ATP melalui fosforilasi oksidatif untuk mengimbangi kebutuhan energi perangkat kontraktil dalam jumlah sedang untuk waktu yang cukup lama. untuk mempertahankan kelanjutan fosforilasi oksidatif, otot memerlukan penyaluran O2 dan nutrien yang adekuat. Aktivitas yang dapat ditunjang dengan cara ini adalah olahraga aerobik ("dengan O2") atau olahraga jenis daya tahan. O2 yang dibutuhkan untuk fosforilasi oksidatif terutama disalurkan oleh darah. Peningkatan O2 yang disalurkan ke otot sewaktu olahraga berlangsung melalui beberapa mekanisme: Pernapasan yang lebih cepat dan dalam menyebabkan peningkatan O2 yang masuk; jantung berkontraksi lebih cepat dan lebih kuat untuk memompa lebih banyak darah beroksigen ke jaringan; lebih banyak darah yang dialihkan ke otot yang sedang beraktivitas melalui dilatasi pembuluh darah yang mendarahinya; dan molekul hemoglobin yang membawa O2 dalam darah mengeluarkan lebih banyak O2 di otot yang sedang beraktivitas. (Mekanisme-mekanisme ini dibahas lebih lanjut di bab-bab berikutnya.) Selain itu, sebagian tipe serat otot memiliki banyak mioglobin, yang serupa dengan hemoglobin. Mioglobin dapat menyimpan sejumlah kecil O2, tetapi yang lebih penting, senyawa ini dapat mempercepat pemindahan O2 dari darah ke dalam serat otot. Glukosa dan asam lemak, yang berasal dari makanan yang    hapter



masuk,juga disalurkan ke sel-sel otot oleh darah. Selain itu, sel otot mampu menyimpan glukosa dalam jumlah terbatas dalam bentuk glikogen (rantai glukosa). Hingga tahap tertentu hati dapat menyimpan kelebihan karbohidrat yang masuk sebagai glikogen, yang dapat diuraikan untuk membebaskan glukosa ke dalam darah untuk digunakan pada waktu di antara makan. Pengisian karbohidrat peningkatan asupan karbohidrat sebelum suatu pertandingan adalah taktik yang digunakan oleh sebagian atlet dengan harapan untuk meningkatkan prestasi dalam pertandingan yang memerlukan daya tahan misalnya maraton. Namun, setelah simpanan glikogen di otot dan hati penuh, kelebihan karbohidrat (atau nutrien kaya-energi lain) yang masuk diubah menjadi lemak tubuh. GLIKOLISIS Terdapat pembatasan respiratorik dan kardio-vaskular



mengenai berapa banyak O2 yang dapat disalurkan ke otot (yaitu, paru dan jantung dapat menyerap dan menyalurkan sejumlah tertentu O2 ke otot yang sedang bekerja). Selain itu, pada kontraksi hampir maksimal, kontraksi yang kuat menekan pembuluh darah yang berjalan melintasi otot hingga hampir tertutup sehingga ketersediaan O2 di serat otot menjadi sangat terbatas. Bahkan jika O2 tersedia, sistem fosforilasi oksidatif yang relatif lambat mungkin tidak mampu menghasilkan ATP dengan cukup cepat untuk memenuhi kebutuhan otot sewaktu aktivitas berat. Konsumsi energi otot rangka dapat meningkat hingga 100 kali lipat ketika beralih dari keadaan istirahat ke olahraga dengan intensitas tinggi. Jika penyaluran O2 atau fosforilasi oksidatif tidak dapat mengimbangi kebutuhan akan pembentukan ATP seiring dengan meningkatnya intensitas olahraga, serat-serat otot akan semakin mengandalkan glikolisis untuk menghasilkan ATP (Gambar 8-22, langkah 3c ) (lihat h 36). Reaksi-reaksi kimiawi pada glikolisis menghasilkan produk-produk yang akhirnya masuk ke jalur fosforilasi oksidatif, tetapi glikolisis juga dapat berlangsung tanpa produk-produknya diproses lebih lanjut oleh fosforilasi oksidatif. Selama glikolisis, satu molekul glukosa diuraikan menjadi dua molekul piruvat, menghasilkan dua molekul ATP dalam prosesnya. Piruvat dapat diuraikan lebih lanjut oleh fosforilasi oksidatif untuk mengekstraksi lebih banyak energi. Namun, glikolisis saja memiliki dua keunggulan dibandingkan jalur fosforilasi oksidatif: (1) glikolisis dapat membentuk ATP tanpa keberadaan O2 (bekerja secara anaerob, yaitu "tanpa O2"), dan (2) jalur ini dapat berlangsung lebih cepat daripada fosforilasi oksidatif. Meksipun glikolisis mengekstraksi lebih sedikit molekul ATP dari setiap molekul yang diproses, reaksi ini (karena kecepatannya) dapat menghasilkan ATP dengan laju yang lebih besar daripada fosforilasi oksidatif selama ada glukosa. Aktivitas yang dapat ditunjang dengan cara ini adalah olahraga intensitas tinggi atau anaerobik. PRODUKSI LAKTAT Meskipun glikolisis anaerobik menyediakan cara untuk melakukan olahraga berat ketika penyaluran O2 atau kapasitas fosforilasi oksidatif terlampaui, pemakaian jalur ini memiliki dua konsekuensi. Pertama, sejumlah besar nutrien harus diproses karena glikolisis jauh kurang efisien dibandingkan dengan fosforilasi oksidatif dalam mengubah energi nutrien menjadi energi ATP. (Glikolisis menghasilkan 2 molekul ATP untuk setiap molekul glukosa yang diuraikan, sementara fosforilasi oksidatif dapat mengekstraksi 32 molekul ATP dari setiap molekul glukosa.) Sel otot dapat menyimpan glukosa dalam jumlah terbatas dalam bentuk glikogen, tetapi glikolisis anaerob cepat menguras simpanan glikogen otot ini. Kedua, ketika produk akhir glikolisis anaerob,



piruvat, tidak dapat diproses lebih lanjut oleh jalur fosforilasi oksidatif, molekul ini diubah menjadi laktat. Akumulasi laktat diperkirakan berperan menimbulkan nyeri otot yang dirasakan ketika seseorang melakukan olahraga berat. (Namun, nyeri dan kekakuan yang terjadi sehari setelah seseorang melakukan latihan yang tidak biasa mungkin disebabkan oleh kerusakan struktural reversibel.) Selain itu, laktat (asam laktat) yang diserap oleh darah menimbulkan asidosis metabolik yang menyertai olahraga berat. Karena itu, olahraga anaerob intensitas berat dapat dipertahankan hanya dalam waktu singkat, berbeda dari kemampuan tubuh melakukan aktivitas aerobik tipe-daya tahan yang dapat berlangsung lama.



Kelelahan dapat berasal dari otot atau sentral. Aktivitas kontraktil suatu otot rangka tidak dapat dipertahankan pada tingkat tertentu secara terus-menerus. Akhirnya tegangan di otot berkurang seiring dengan munculnya kelelahan. Terdapat dua jenis kelelahan: kelelahan otot dan kelelahan sentral. Kelelahan otot terjadi jika otot yang beraktivitas tidak lagi dapat berespons terhadap rangsangan dengan derajat kontraksi yang sama. Kelelahan otot adalah suatu mekanisme pertahanan yang melindungi otot agar otot tidak mencapai titik ketika ATP tidak lagi dapat diproduksi. Ketidakmampuan menghasilkan ATP dapat menyebabkan rigor mortis (jelas bukan hasil olahraga yang diinginkan). Kausa yang mendasari kelelahan otot belum jelas. Faktor-faktor yang diduga berperan penting adalah: ■ Meningkatnya fosfat inorganik lokal dari penguraian ATP dianggap merupakan penyebab utama kelelahan otot Peningkatan kadar Pi menurunkan kekuatan kontraksi dengan memengaruhi kayuhan kuat kepala miosin. Selain itu, peningkatan Pi tampaknya menurunkan sensitivitas protein-protein regulatorik terhadap Ca2+ dan terhadap penurunan jumlah Ca2+ yang dilepaskan dari kantong lateral ■ Terkurasnya cadangan energi glikogen juga dapat menyebabkan



kelelahan otot pada otot yang telah lelah. Waktu timbulnya kelelahan bervariasi sesuai jenis serat otot (sebagian serat lebih resisten terhadap kelelahan dibandingkan serat lain) dan dengan intensitas latihan (kelelahan muncul lebih cepat pada aktivitas berintensitas tinggi). Kelelahan sentral terjadi ketika sistem saraf pusat (SSP) tidak lagi secara adekuat mengaktifkan neuron-neuron motorik yang menyarafi otot yang beraktivitas. Orang tersebut memperlambat atau menghentikan latihan meskipun otot-ototnya masih mampu bekerja. Kelelahan sentral sering disebabkan oleh faktor psikologik. Selama latihan berat, kelelahan sentral tampaknya berakar pada rasa tidak nyaman yang berkaitan dengan aktivitas tersebut; diperlukan kemauan yang kuat (keinginan untuk menang) untuk tetap bertahan meskipun timbul nyeri. Pada aktivitas yang tidak terlalu berat, kelelahan sentral dapat mengurangi kinerja fisik dalam kaitannya dengan kebosanan dan kemonotonan (misalnya, bekerja di pabrik) atau kecapaian (kurang tidur). Mekanisme yang berperan dalam kelelahan sentral kurang begitu dipahami. Pada sebagian kasus, kelelahan sentral tampaknya berakar dari peningkatan kadar serotonin (suatu neurotransmiter) dan triptofan (suatu asam amino yang membentuk serotonin) di dalam otak.



Peningkatan konsumsi oksigen diperlukan untuk pulih dari olahraga. Seseorang terus bernapas dalam dan cepat untuk beberapa waktu setelah berolahraga. Kebutuhan akan peningkatan penyerapan O2 selama pemulihan dari olahraga (excess postexercise oxygen consumption, atau EPOC) disebabkan oleh beragam faktor. Faktor yang paling dikenal adalah pelunasan defisit oksigen yang terjadi selama olahraga, saat aktivitas kontraktil ditopang oleh ATP yang berasal dari sumber-sumber non-oksidatif, misalnya kreatin fosfat dan glikolisis anaerob. Selama olahraga, simpanan kreatin fosfat otototot yang aktif berkurang, laktat mungkin menumpuk, dan simpanan glikogen mungkin terkuras; besar efek-efek ini bergantung pada intensitas dan lama aktivitas. Oksigen diperlukan untuk pemulihan sistem-sistem energi. Selama masa pemulihan dihasilkan pasokan segar ATP oleh fosforilasi oksidatif dengan menggunakan O2 yang baru diperoleh melalui peningkatan bernapas setelah olahraga dihentikan. Sebagian besar ATP ini digunakan untuk menyintesis kembali kreatin fosfat untuk mengembalikan persediaannya. Hal ini dapat dicapai dalam hitungan menit. Semua laktat yang menumpuk diubah kembali menjadi piruvat, yang sebagian digunakan oleh sistem fosforilasi oksidatifuntuk menghasilkan ATP. Sisa piruvat diubah kembali menjadi glukosa oleh hati. Sebagian besar glukosa ini nantinya digunakan untuk mengganti simpanan glikogen yang terkuras dari otot dan hati selama olahraga. Berbagai reaksi biokimia yang melibatkan piruvat ini memerlukan O2 dan berlangsung beberapa jam. Karena itu, EPOC memberikan O2 yang dibutuhkan untuk memulihkan sistem kreatin fosfat, membersihkan laktat, dan paling tidak secara parsial memulihkan simpanan glikogen. Hal yang tidak berkaitan dengan peningkatan penyerapan O2 adalah kebutuhan untuk memulihkan nutrien setelah olahraga berat, misalnya lari maraton, ketika simpanan glikogen sangat berkurang. Pada kasus ini, pemulihan jangka panjang dapat menghabiskan waktu hingga satu hari atau lebih, karena untuk memulihkan simpanan energi yang terkuras diperlukan asupan nutrien. Karena itu, bergantung pada jenis dan lama aktivitas, pemulihan dapat tuntas dalam beberapa menit atau memerlukan waktu lebih dari sehari. Sebagian EPOC tidak berkaitan langsung dengan pemulihan simpanan energi tetapi terjadi karena gangguan metabolik umum yang terjadi setelah olahraga. Sebagai contoh, peningkatan lokal suhu otot yang timbul karena aktivitas kontraktil yang membentuk panas mempercepat laju semua reaksi di jaringan otot, termasuk yang dependen O2. Demikian juga, selama olahraga suhu tubuh meningkat beberapa derajat Fahrenheit. Peningkatan suhu mempercepat reaksireaksi kimia yang menggunakan O2. Hingga suhu tubuh kembali ke tingkat pra-olahraga, peningkatan kecepatan reaksi-reaksi kimia ini ikut berperan atas adanya EPOC. Selain itu, sekresi epinefrin, suatu hormon yang meningkatkan konsumsi O2 oleh tubuh, meningkat selama olahraga. Hingga kadar epinefrin darah kembali ke keadaan pra-olahraga, penyerapan O2 meningkat di atas normal. Kita telah membahas aktivitas kontraktil dan metabolik serat otot rangka secara umum. Namun, tidak semua serat otot rangka menggunakan mekanisme ini dalam tingkat yang sama. Selanjutnya kita akan meneliti berbagai jenis serat otot berdasarkan kecepatan kontraksi mereka dan bagaimana mereka diperlengkapi secara metabolik untuk menghasilkan ATP.



  



295



Terdapat tiga jenis serat otot rangka, berdasarkan pada perbedaan dalam hidrolisis dan sintesis ATP. Berdasarkan kapasitas biokimiawinya, terdapat tiga jenis utama serat otot (Tabel 8-1): 1. Serat oksidatif lambat (tipe I) 2. Serat oksidatif cepat (tipe IIa) 3. Serat glikolitik cepat (tipe IIx) Seperti yang diisyaratkan oleh namanya, dua perbedaan utama di antara ketiga jenis serat adalah kecepatan kontraksi (lambat atau cepat) dan jenis perangkat enzimatik utama yang digunakan untuk membentuk ATP (oksidatif atau glikolitik). SERAT CEPAT VERSUS LAMBAT Serat cepat memiliki aktivitas



miosin ATPase (pengurai ATP) yang lebih cepat daripada yang dimiliki serat lambat. Semakin tinggi aktivitas ATPase, semakin cepat ATP terurai dan semakin cepat pe-nyediaan energi untuk siklus jembatan silang. Hasilnya adalah kedutan cepat, dibandingkan dengan kedutan lambat pada serat yang lebih lambat menguraikan ATP. Pada rerata, waktu yang dibutuhkan bagi serat cepat untuk mencapai tegangan kedutan puncak adalah 15 hingga 40 mdet dibandingkan dengan 50 hingga 100 mdet bagi serat lambat (Gambar 8-23a). Karena itu, dua faktor menentukan kecepatan otot berkontraksi: beban (hubungan beban-kecepatan) dan aktivitas miosin ATPase serat yang berkontraksi (kedut cepat atau lambat). SERAT OKSIDATIF VERSUS GLIKOLITIK Tipe serat juga berbeda dalam kemampuan membentuk ATP. Serat yang memiliki kapasitas besar untuk membentuk ATP lebih resisten terhadap kelelahan. Sebagian serat lebih mampu melakukan fosforilasi oksidatif, sementara yang lain terutama mengandalkan glikolis anaerob untuk membentuk ATP.



❚ TABEL 8-1 Karakteristik



Sarat Otot Rangka



Karena fosforilasi oksidatif menghasilkan jauh lebih banyak ATP dari setiap molekul nutrien yang diproses, otot ini tidak mudah kehabisan simpanan energi. Selain itu, otot ini tidakmengalami penimbunan laktat. Karena itu, serat otot tipe oksidatif lebih resisten terhadap kelelahan dibandingkan dengan serat glikolitik. Karakteristik-karakteristik terkait lain yang membedakan ketiga jenis serat ini diringkaskan di Tabel 8-1. Seperti yang dapat Anda perkirakan, serat oksidatif, baik yang lambat maupun yang cepat, mengandung banyak mitokondria, organel yang mengandung enzim-enzim yang berperan dalam fosforilasi oksidatif. Karena oksigenasi yang adekuat diperlukan untuk menunjang jalur ini, serat ini juga kaya akan kapiler. Serat oksidatif juga memiliki kandungan mioglobin yang tinggi. Mioglobin tidak saja membantu menunjang ketergantungan serat terhadap O2, tetapi juga menimbulkan warna merah, seperti hemoglobin teroksigenasi yang menimbulkan warna merah pada darah arteri. Karena itu, serat otot ini disebut serat merah. Sebaliknya, serat cepat yang khusus melakukan glikolisis mengandung sedikit mitokondria tetapi banyak mengandung enzim glikolitik. Untuk memasok glukosa dalam jumlah besar yang dibutuhkan untuk glikolisis, serat jenis ini juga mengandung banyak simpanan glikogen. Karena memerlukan O2 yang relatif sedikit untuk berfungsi, serat glikolitik tidak banyak mendapat kapiler dibandingkan dengan serat oksidatif. Serat glikolitik mengandung hanya sedikit mioglobin sehingga berwarna pucat dan diberi nama serat putih. (Perbandingan yang paling mudah dilihat antara serat putih dan merah adalah daging unggas putih dan merah; otot tungkai terutama terdiri dari serat merah dan otot dada terutama terdiri dari serat putih.) FAKTOR GENETIK PADA TIPE SERAT OTOT Pada manusia,



sebagian besar otot mengandung campuran dari ketiga jenis serat (Gambar 8-23b); persentase tiap-tiap tipe terutama ditentukan oleh jenis aktivitas yang khusus dilakukan oleh otot yang bersangkutan. Karena itu, di otot-otot yang khusus untuk melakukan kontraksi intensitas-rendah jangka panjang tanpa Serat Glikolitik mengalami kelelahan, misalnya otot di Cepat (tipe IIX punggung dan tungkai yang menopang berat tubuh terhadap gravitasi, ditemukan banyak Tinggi serat oksidatif-lambat. Serat glikolitik-cepat Cepat banyak ditemukan di otot lengan, yang Rendah beradaptasi untuk melakukan gerak cepat kuat, misalnya mengangkat benda berat.



Serat Oktsidatif lambat (tipe I)



Serat Oksidatif Capat (tipe IIa)



Aktivitas ATPase



Rendah



Tinggi



miosin Kecepatan



Lambat



Cepat



kontraksi Resistensi



Tinggi



Sedang



Tinggi



Tinggi



Rendah



Rendah



Sedang



Tinggi



Mitokondria



Banyak



Banyak



Sedikit



Kapiler



Banyak



Banyak



Sedikit



Kandungan mioglobin



Tinggi



Tinggi



Rendah



Warna serat Kandungan



Merah



Merah



Putih



glikogen



Rendah



Sedang



Tinggi



Karakteristik



terhadap kelelahan Kapasitas fosforilasi oksidatif Enzim untuk glikolisis anaerob



   hapter



Persentase berbagai tipe serat ini tidak saja berbeda di antara otot-otot pada satu orang tetapi juga sangat bervariasi di antara individu. Atlet yang secara genetis dianugerahi lebih banyak serat glikolitik-cepat adalah kandidat yang baik untuk jenis olahraga yang mengandalkan kekuatan dan kecepatan, sementara yang memiliki proporsi serat oksidatif-lambat lebih banyak lebih besar kemungkinannya berhasil dalam aktivitas yang memerlukan daya tahan misalnya lari maraton.



Serat oksidatif lambat



Serat oksidatif cepat



Serat glikolitik cepat



Tegangan (% minimal)



Kedutan cepat



0 Rangsangan



20



40



60 Waktu (mdet)



80



Biophoto Associates/Photo Researchers, Inc.



Kedutan lambat



100



(a) Gambar 8-23 Tipe-tipe serat otot. (a) Perbandingan kecepatan kontraksi pada tipe serat otot cepat dan lambat. (b) Potongan melintang otot manusia yang menunjukkan distribusi tipe serat otot oksidatif lambat, oksidatif cepat, dan glikolitik cepat.



(b)



Kesuksesan di setiap pertandingan tentu saja bergantung pada banyak faktor selain bawaan genetik, misalnya tingkat dan jenis latihan serta besar tekad. Kemampuan mekanis dan metabolik serat-serat otot memang dapat berubah banyak sebagai respons terhadap pola tuntutan yang dikenakan kepada mereka. Marilah kita lihat bagaimana.



Serat otot banyak beradaptasi sebagai respons terhadap kebutuhan yang dikenakan kepadanya. Berbagai jenis olahraga menimbulkan pola lepas muatan neuron yang berbeda ke otot yang bersangkutan. Di serat otot terjadi perubahan adaptif jangka panjang, bergantung pada pola aktivitas neuron, yang memungkinkan serat berespons lebih efisien terhadap kebutuhan yang dibebankan kepada mereka. Dua jenis perubahan dapat ditimbulkan pada serat otot: perubahan dalam kemampuan oksidatif dan perubahan garis tengah. PERBAIKAN KAPASILITAS OKSIDATIF Latihan daya tahan aerobik yang teratur, misalnya jogging jarak jauh atau berenang, memicu perubahan metabolik di dalam serat oksidatif, yaitu serat yang terutama direkrut selama olahraga aerobik. Sebagai contoh, jumlah mitokondria dan jumlah kapiler yang menyalurkan darah ke serat-serat tersebut meningkat. Otot-otot yang telah beradaptasi dapat menggunakan O2 secara lebih efisien dan karenanya lebih tahan melakukan aktivitas berkepanjangan tanpa kelelahan. Namun, ukuran otot tidak berubah. HIPERTROFI OTOT Ukuran sebenarnya otot dapat ditingkatkan dengan latihan-latihan resistensi anaerob berintensitas tinggi dan berdurasi singkat, misalnya angkat beban. Pembesaran otot yang terjadi terutama disebabkan oleh mening-katnya garis tengah (hipertrofi) serat-serat glikolitik cepat yang diaktifkan selama kontraksi-kontraksi kuat tersebut. Sebagian besar penebalan serat disebabkan oleh meningkatnya sintesis filamen aktin dan miosin, yang memungkinkan peningkatan kesempatan interaksi jembatan silang dan, karenanya peningkatan kekuatan kontraktil otot. Stres mekanis yang ditimbulkan latihan resistensi pada serat-serat otot memicu protein-protein penyalur sinyal,



yang mengaktifkan gen-gen yang mengarahkan sintesis lebih banyak protein kontraktil ini. Latihan beban yang intensif dapat meningkatkan ukuran otot dua atau tiga kali lipat. Otot-otot yang menonjol beradaptasi baik untuk aktivitas yang memerlukan kekuatan intens untuk waktu singkat, tetapi daya tahan tidak berubah. PENGARUH TESTOSTERON Serat otot pria lebih tebal, dan



karenanya, otot-otot mereka lebih besar dan kuat daripada otot wanita, bahkan tanpa latihan beban, karena efek testosteron, suatu hormon steroid yang terutama dikeluarkan pada pria. Testosteron mendorong sintesis dan penyusunan miosin dan aktin. Kenyataan ini mendorong sebagian atlet, baik pria maupun wanita, menggunakan secara berbahaya bahan ini atau steroid terkait untuk meningkatkan performa atletik mereka. (Untuk mengulas topik ini lebih jauh, lihatlah fitur dalam kotak di h 303, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.) INTERKONVERSI ANTARA TIPE-TIPE OTOT CEPAT Semua serat



otot dalam satu unit motorik bertipe serat yang sama. Pola ini biasanya tercipta pada awal kehidupan, tetapi kedua tipe serat kedut cepat dapat saling dipertukarkan, bergantung pada upaya latihanyaitu serat glikolitik cepat dapat diubah menjadi serat oksidatif cepat, demikian sebaliknya, bergantungpada jenis kebutuhan yang secara berulang dikenakan kepada mereka. Perubahan adaptif pada otot rangka secara bertahap kembali ke keadaan semula dalam waktu beberapa bulan jika program latihan teratur yang memicu perubahan tersebut dihentikan Namun, serat lambat dan cepat tidak dapat saling dipertukarkan. Meskipun latihan dapat memicu perubahan pada sistem penunjang metabolik serat otot, apakah suatu serat adalah tipe kedut cepat atau lambat bergantung pada persarafan serat. Serat kedut lambat dipasok oleh neuron motorik yang memperlihatkan pola aktivitas listrik frekuensi rendah, sementara serat kedut cepat disarafi oleh neuron motorik yang memperlihatkan letupan-letupan aktivitas listrik yang cepat intermiten. Perubahan eksperimental neuron motorik yang menyarafi serat otot lambat dengan yang menyarafi serat cepat secara bertahap mengubah kecepatan serat-serat tersebut berkontraksi.   



297



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Apakah Atlet yang Menggunakan Steroid untuk Memperoleh Keunggulan Kompetitif Menang atau Kalah?



letes



TLET-ATLET YANG IKUT SERTA DALAM OLAHRAGA ATAU KOMPETISI ELIT seperti Olimpiade diperiksa apakah apakah menggunakan obat-obat peningkat performa atau tidak, dan bagi yang menggunakan substansi yang dilarang oleh federasi olahraga akan dikeluarkan dari keikutsertaannya atau kehilangan penghargaan yang telah didapatkannya. Salah satu golongan obat tersebut adalah steroid androgenik anabolik (anabolik artinya "membentuk jaringan", androgenik artinya" menghasilkan pria", dan steroidadalah suatu kelas hormon). Obat-obat ini berkaitan erat dengan testosteron, hormon seks pria alami, yang berperan mendorong pembentukan massa otot khas pria. Meskipun pemakaiannya dilarang (memiliki steroid anabolik tanpa resep dianggap melanggar hukum pada tahun 1991), bahan-bahan ini digunakan oleh banyak atlet yang berkecimpung dalam bidang yang memerlukan kekuatan misalnya angkat beban dan lari jarak dekat dengan harapan menambah massa otot dan, karenanya, meningkatkan kekuatan otot. Baik atlet pria maupun wanita ada yang mengandalkan bahan ini dalam upaya memperoleh keunggulan kompetitif. Para binaragawan juga menggunakan steroid anabolik. Selain itu, para pakar percaya bahwa obat pemacu prestasi ini digunakan secara luas dalam olahraga profesional seperti bola basket, sepak bola, baseball, bersepeda, dan hockey. Di Amerika Serikat diperkirakan terdapat 1 juta orang yang menyalahgunakan steroid. Hal yang semakin memperumit masalah, para ahli kimia gelap baru-baru ini menciptakan steroid sintetik pemacu prestasi yang tidak dapat dideteksi dengan uji-uji obat standar. Sayangnya, pemakaian steroid anabolik telah menyebar ke sekolah menengah atas di AS dan bahkan ke kelompok usia yang lebih muda, dengan 10% pria dan 3 % wanita atlet SMA menggunakan steroid yang terlarang. Pengelola hotline penyalahgunaan steroid di National Steroid Research Center melaporkan pernah menerima permintaan pertolongan dari pemakai yang baru berusia 12 tahun. Studi-studi telah mengonfirmasi bahwa steroid dapat meningkatkan massa otot jika digunakan dalam jumlah besar dan diiringi oleh latihan berat. Namun, efek samping obat ini melebihi semua keuntungan yang diperoleh. Efek Samping pada Sistem Reproduksi Pada pria, sekresi testosteron dan produksi sperma oleh testis dalam keadaan normal dikontrol oleh hormon-hormon dari kelenjar hipofisis anterior. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, testosteron menghambat sekresi hormon-hormon pengontrol ini sehingga kadar testosteron dalam darah dipertahankan konstan. Hipofisis anterior juga dihambat oleh steroid androgenik yang masuk sebagai obat. Karena testis tidak mendapat stimulasi normal dari hipofisis anterior, sekresi testosteron dan produksi sperma berkurang dan testis mengecil. Penyalahgunaan hormon ini juga dapat mempermudah timbulnya kanker testis dan kelenjar prostat. Pada wanita, yang normalnya tidak memiliki hormon androgenik poten, obat-obat steroid anabolik tidak hanya mendorong massa dan kekuatan otot "tipe pria" tetapi juga "memaskulinkan" penggunanya melalui cara lain, seperti dengan menginduksi pertumbuhan rambut di wajah dan dengan menurunkan nada suara. Selain itu, inhibisi hipofisis anterior oleh obat androgenik menekan pengeluaran hormon yang mengontrol fungsi ovarium. Akibatnya adalah kegagalan ovulasi, ketidakteraturan haid, dan penurunan sekresi hormon seks wanita penentu sifat feminin. Penurunan hormon-hormon ini mengurangi ukuran payudara dan karakteristik wanita lainnya.



Efek Sampai pada Sistem Kardiovaskular Pemakaian steroid anabolik menimbulkan beberapa perubahan kardiovaskular yang meningkatkan risiko timbulnya aterosklerosis, yang pada gilirannya berkaitan dengan peningkatan insiden serangan jantung dan stroke (lihat h. 351). Efek samping pada hati Disfungsi hati sering terjadi pada pemakaian steroid dosis tinggi karena hati, yang secara normal menginaktifkan hormon steroid dan mempersiapkannya untuk diekskresikan melalui urine, mengalami kelebihan beban oleh asupan steroid yang berlebihan. Insiden kanker hati juga meningkat. Efek samping pada perilaku Pemakaian steroid anabolik mendorong perilaku agresif bahkan merusak apa yang disebut sebagai 'roid rages. Efek Adiktif Kekhawatiran baru adalah timbulnya ketagihan terhadap steroid anabolik pada sebagian orang yang menyalah gunakan obat, ini. Pada satu penelitian,57% pemakai steroid dianggap ketagihan. Terlihatnya kecenderungan mengalami kecanduan kimiawi terhadap steroid ini mencemaskan karena potensi efek samping pada kesehatan meningkat seiring dengan pemakaian dosis tinggi jangka panjang, yaitu jenis pemakaian yang diperkirakan terjadi pada orang yang kecanduan obat tersebut. Karena itu, atas alasan kesehatan, bahkan tanpa mempertimbangkan masalah hukum dan etis, orang sebaiknya tidak menggunakan steroid anabolik. Namun, masalah ini tampaknya semakin memburuk. Saat ini, pasar gelap internasional untuk steroid anabolik diperkirakan telah mencapai 1 miliar $ per tahun. Cara Curang Lain untuk Meningkatkan Massa Otot Atlet yang mencari keunggulan kompetitif artifisial juga menggunakan tindakan curang lain selain menggunakan steroid anabolik, misalnya memakai hormon eritropoietin (lihat h. 414) untuk mendorong produksi tambahan sel darah merah pengangkut O2 atau menggunakan hormon pertumbuhan manusia untuk meningkatkan pembentukan otot. Hal yang lebih mengkhawatirkan, para ilmuwan memperkirakan bahwa cara curang lain di masa mendatang adalah doping gen. Doping gen merujuk kepada terapi gen yang ditujukan untuk meningkatkan prestasi atletik, misalnya dengan mendorong produksi bahan alami yang menumbuhkan otot (misalnya, insulin-like growth factor 1); dengan menghambat produksi miostatin, suatu bahan kimia tubuh alami yang mengerem pertumbuhan otot; atau dengan memacu daya tahan dengan memengaruhi reseptor inti PPAR-6, yang mengatur gen yang berperan dalam penggunaan energi, kerja insulin, dan metabolisme otot. Karena bahan-bahan kimia ini terdapat secara alami di dalam tubuh, deteksi doping gen akan merupakan tantangan tersendiri. Untuk menyeimbangi antara pembuat kebijakan dan atlet pendoping, World Anti-Doping Agency (WADA) pada tahun 2009 memperkenalkan pedoman athlete biological passport (ABP) yang didasarkan pada pemeriksaan darah yang dilakukan sembilan kali dalam setahun untuk melihat konsekuensi fisiologis doping dan bukan memeriksa zat doping itu sendiri. Setiap perubahan yang mencurigakan pada pola dasar atlet tersebut memberikan tanda untuk pemeriksaan selajutnya. ABP digunakan selain pemeriksaan yang tradisional pada obat-obat tertentu.



ATROFI OTOT Pada ekstrim yang lain, jika suatu otot tidak



digunakan, kandungan aktin dan miosinnya berkurang, seratnya menjadi lebih kecil, dan karenanya menjadi atrofi (massanya berkurang) dan lebih lemah. Atrofi otot dapat terjadi melalui tiga cara. (1) atrofi takdigunakan (disuse atrophy) terjadi ketika suatu otot tidak digunakan dalam waktu lama meskipun persarafannya utuh, seperti ketika seseorang harus memakai gips atau penyangga atau selama tirah baring jangka panjang. (2) Atrofi denervasi terjadi setelah persarafan ke suatu otot terputus. Jika otot dirangsang secara elektris hingga persarafan pulih, seperti selama regenerasi saraf perifer yang putus, atrofi dapat dikurangi tetapi tidak dapat dicegah secara total. Aktivitas kontraktil itu sendiri jelas berperan penting dalam mencegah atrofi; namun, faktor-faktor yang belum jelas yang dibebaskan dari ujung saraf aktif, mungkin dikemas bersama dengan vesikel ACh, tampaknya juga ikut berperan dalam integritas dan pertumbuhan jaringan otot. (3) Atrofi terkait-usia, atau sarkopenia, terjadi secara alami seiring penuaan. Dimulai pada sekitar usia 40 tahun, seseorang secara progresif kehilangan neuron motorik, terutama yang menyarafi serat tipe glikolitik cepat. Akibatnya, kehilangan bertahap massa, kekuatan, dan kecepatan kontraksi otot terjadi pada individu yang menua. Penurunan laju sintesis protein dan penurunan kadar hormon (hormon pertumbuhan, testoteron, dan faktor pertumbuhan mirip insulin I) berperan dalam kehilangan massa otot ini. Meskipun atrofi otot terkait-usia tidak dapat dihindari, olahraga resistensi dan diet yang tepat dapat memperlambat laju terjadinya sarkopenia.



PERBAIKAN TERBATAS OTOT Ketika suatu otot mengalami kerusakan, perbaikan secara terbatas masih dapat terjadi, meskipun sel-sel otot tidak dapat membelah secara mitotik untuk menggantikan sel yang hilang. Terdapat sejumlah kecil sel punca spesifik otot inaktif yang disebut sel satelit di dekat permukaan otot (lihat h. 10). Ketika serat otot rusak, faktorfaktor yang dikeluarkan secara lokal mengaktifkan sel satelit, yang membelah untuk menghasilkan mioblas, sel belum berdiferensiasi yang sama yang membentuk otot pada masa mudigah. Sekelompok mioblas berfusi untuk membentuk sebuah sel multinukleus besar yang segera menyintesis dan menyusun perangkat intrasel khas otot, yang akhirnya berdiferensiasi menjadi serat otot matang. Pada kerusakan yang luas, mekanisme terbatas ini tidak mampu mengganti semua serat yang lenyap. Dalam hal ini, serat yang tersisa sering mengalami hipertrofi untuk mengompensasi. Transplantasi sel satelit atau mioblas merupakan salah satu harapan bagi pengidap distrofi otot, suatu penyakit herediter yang ditandai oleh degenerasi progresif elemen-elemen kontraktil, yang akhirnya digantikan oleh jaringan fibrosa (Lihat fitur dalam kotak di h. 300, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk informasi lebih lanjut tentang penyakit ini.) Kini kita telah menuntaskan pembahasan tentang semua penentu tegangan otot keseluruhan pada suatu otot rangka,



Penentu Tegangan Otot Keseluruhan pada Otot Rangka TABEL 8-2







Jumlah Serat yang Berkontraksi Jumlah unit motorik yang direkrut* Jumlah serat otot per unit motorik Jumlah serat otot yang tersedia untuk berkontraksi (ukuran otot) Tegangan yang Dihasilkan oleh Setiap Serat yang Berkontraksi Frekuensi rangsangan (penjumlahan kedutan dan tetanus)* Panjang serat pada awal kontraksi (hubungan panjang tegangan) Tingkat kelelahan Jenis serat (oksidatif tahan-lelah atau glikolitik mudah-lelah) Ketebalan serat (latihan kekuatan dan testoteron *Faktor yang dikontrol untuk menghasilkan gradasi kontraksi



yang diringkaskan di Tabel 8-2. Pada bagian tentang otot rangka sisanya, kita akan membahas mekanisme sentral dan lokal yang berperan mengatur aktivitas motorik yang dilakukan oleh otot-otot ini.



Periksa Pemahaman Anda 8.4 Jelaskan perbedaan antara serat otot pada daging kaki kalkun (oksidatif lambat) dan serat otot pada dada kalkun (glikolitik cepat). Diskusikan kontribusi relatif kreatin fosfat, glikolisis, dan fosforilasi oksidatif pada produksi ATP selama lari maraton.



8.5



| Kontrol Gerakan Motorik



Pola-pola tertentu keluaran unit motorik mengatur aktivitas motorik, yang berkisar dari pemeliharaan postur dan keseimbangan; hingga gerakan stereotipikal, misalnya berjalan; hingga gerakan yang sangat terampil, misalnya gimnastik. Kontrol setiap gerakan motorik, apapun tingkat kerumitannya, bergantung pada konvergensi masukan ke neuron motorik unit unit-unit motorik spesifik. Neuronneuron motorik pada gilirannya memicu kontraksi serat otot di dalam unit-unit motorik masing-masingnya.



Keluaran neuron motorik dipengaruhi oleh berbagai masukan saraf. Tiga tingkat masukan ke neuron motorik mengontrol keluarannya ke serat otot yang disarafinya: 1.



Masukan dari neuron aferen (Gambar 8-24, 2a ). Masukan ini, biasanya melalui antarneuron, ada tingkat medula spinalis-yaitu, refleks spinal (lihat h. 187).



Fisiologi Otot



299



❚ Konsep, Tantangan, dan Kotroversi



H



Distrofi Otot: Ketika Satu Langkah Kecil Menjadi Begitu Berarti



treatme



nyebabkan kematian pada usia sebelum 30 tahun.



Gejala Distrofi otot mencakup lebih dari 30 kelainan patologis herediter, yang semuanya memperlihatkan degenerasi progresif elemen kontraktil dan penggantiannya oleh jaringan fibrosa. Penciutan otot secara gradual ditandai oleh kelemahan progresif dalam periode beberapa tahun. Biasanya pasien DO mulai memperlihatkan gejala kelemahan otot pada usia sekitar 2 atau 3 tahun, menjadi tergantung pada kursi roda pada usia 10 hingga 12 tahun, dan meninggal dalam 15 tahun berikutnya akibat kegagalan pernapasan ketika otot-otot pernapasan menjadi terlalu lemah atau akibat gagal jantung ketika otot jantung menjadi terlalu lemah.



Otot distrofik ditandai oleh tidak adanya distrofin. Meskipun protein ini hanya membentuk 0,002% jumlah total protein otot rangka, keberadaannya sangat penting dalam mempertahankan integritas membran sel otot. Ketiadaan distrofin menyebabkan kebocoran terus menerusCa2+ ke dalam sel otot. Ca2+ ini mengaktifkan berbagai protease, enzim pemutus protein yang merusak serat otot. Kerusakan yang terjadi menyebabkan otot menciut dan akhirnya fibrosis yang menandai penyakit ini. Dengan ditemukannya gen distrofin dan defisiensinya pada DOD, muncul harapan bahwa para ilmuwan suatu saat dapat mengganti protein yang hilang ini pada otot pengidapnya yang berusia muda. Meskipun penyakit ini masih dianggap tidak dapat diobati dan mematikan, para peneliti terus berupaya mengintervensi kerusakan otot yang tiada henti ini.



Pendekatan Terapi Gen Penyebab



Penyakit ini disebabkan oleh cacat genetik resesif di kromosom seks X, yang hanya terdapat satu salinan pada pria. (Pria memiliki kromosom seks XY; wanita memiliki kromosom seks XX). Jika seorang pria mewarisi dari ibunya sebuah kromosom X yang mengandung gen distrofik cacat ini, ia ditakdirkan mengidap penyakit, yang mengenai satu dari setiap 3500 anak laki-laki di seluruh dunia. Untuk mengidap penyakit ini, wanita harus mewarisi kromosom X pembawa gen distrofik ini dari kedua orang tuanya, suatu kejadian yang sangat langka.



Salah satu pendekatan yang mungkin adalah "gene fix': Pada terapi gen, gen-gen sehat biasanya dimasukkan kesel defektifdengan mengg unakan virus. Virus bekerja dengan menginvasi sel tubuh dan memengaruhi perangkat genetik sel. Dengan cara ini, virus mengarahkan sel pejamu untuk menyintesis protein-protein yang dibutuhkan untuk replikasi virus. Dengan terapi gen, gen yang diinginkan disisipkan ke dalam v rus yang telah dilemahkan yang tidak dapat menyebabkan penyakit tetapi masih dapat masuk ke dalam sel sasaran dan mengambil alih perintah genetik.



Gen defektif yang berperan menimbulkan distrofi otot Duchenne (DOD), bentuk penyakit yang tersering dan paling fatal, diketahui pada tahun 1986. Gen ini dalam keadaan normal menghasilkan distrofin, suatu protein besar yang menghasilkan stabilitas struktural pada membran plasma sel otot. Distrofin adalah bagian suatu kompleks protein terkait-membran yang merupakan penghubung mekanis antara aktin, suatu komponen utama sitoskeleton internal sel otot, dan matriks ekstrasel, yaitu anyaman penunjang eksternal (lihat h. 65). Penguatan mekanis membran plasma ini memungkinkan sel otot menahan dan regangan yang terjadi selama siklus berulang kontraksi dan peregangan.



2. Masukan dari korteks motorik primer (2b). Serat-serat yang berasal dari badan sel neuron yang dikenal sebagai sel piramid di korteks motorik primer (lihat h. 158) turun langsung tanpa interupsi sinaps untuk berakhir di neuron motorik (atau di antarneuron lokal yang berakhir di neuron motorik) di medula spinalis. Serat-serat ini membentuk sistem motorik kortikospinal (atau piramidal). 3. Masukan dari batang otak ( 2c) sebagai bagian dari sistem motorik multineuron. Jalur-jalur yang menyusun sistem motorik multineuron (atau ekstrapiramidal) mencakup sejumlah sinaps yang melibatkan banyak regio otak (ekstra artinya "di luar dari"; piramid merujuk ke sistem piramid). Penghubung terakhir di jalur multineuron adalah batang    hapter



otak, khususnya formasio retikularis (lihat h. 177) yang selanjutnya dipengaruhi oleh daerah motorik korteks, serebelum, dan nuldeus basal. Selain itu, korteks motorik itu sendiri ber-hubungan dengan talamus serta daerah motorik suplementer dan pramotorik, yang semuanya adalah bagian dari sistem multineuron. Satu-satunya bagian otak yang secara langsung memengaruhi neuron motorik adalah korteks motorik primer dan batang otak; regio-regio otak lain berperan secara tak langsung mengatur aktivitas motorik dengan menyesuaikan sinyal motorik dari korteks motorik dan batang otak. Di antara berbagai bagian otak ini terjadi sejumlah interaksi kompleks; yang terpenting disajikan di Gambar 8-24.



untuk mengarahkan sintesis distrofin. Minigen ini dapat masuk ke dalam virus pembawa. Penyuntikan bahan ini dapat menghentikan dan bahkan memulihkan perkembangan DOD pada hewan percobaan. Uji klinis terapi gen pada manusia belum selesai.



Pendekatan Transplantasi Sel Pendekatan lain adalah dengan menggunakan penyuntikan sel yang dapat secara fungsional menyelamatkan jaringan otot distrofik. Mioblas adalah sel belum-berdiferensiasi yang menyatu untuk membentuk sel otot rangka multinukleus besar selama masa mudigah. Setelah lahir, masih terdapat sejumlah kecil sel punca yang dikenal sebagai sel satelit di dekat permukaan otot. Sel satelit dapat diaktifkan untuk membentuk mioblas, yang kemudian dapat menyatu untuk membentuk sel otot rangka baru untuk menggantikan sel yang rusak. Namun, jika kehilangan sel otot berlangsung luas, seperti pada DO, mekanisme yang terbatas ini kurang memadai untuk mengganti semua serat yang hilang. Salah satu pendekatan terapetik untuk DO yang sedang dalam penelitian adalah transplantasi mioblas penghasil distrofin yang dipanen dari biopsi otot donor sehat ke dalam otot pasien yang sakit. Peneliti lain menggantungkan harapan mereka pada pemberian sel satelit atau sel punca dewasa yang telah berdiferensiasi parsial yang dapat diubah menjadi sel otot sehat (lihat h. 10).



Pendekatan Utrofin Strategi alternatif yang memberi harapan cukup besar untuk mengobati DO adalah peningkatan produksi utrofin, suatu protein alami di otot yang berkaitan erat dengan distrofin. Delapan puluh persen sekuens asam amino untuk distrofin dan utrofin identik, tetapi kedua protein ini dalam keadaan normal memiliki fungsi berbeda. Sementara distrofin tersebar di seluruh membran permukaan sel otot, tempat bahan ini berperan dalam stabilitas struktural membran, utrofin terkonsentrasi di cakram motorik. Di sini utrofin berperan dalam melekatkan reseptor asetilkolin. Ketika para peneliti secara genetis merekayasa mencit defisiensidistrofin yang menghasilkan utrofin dalam jumlah berlebih, peningkatanutrofin ini banyak mengompensasi ketiadaan distrofin;



(Lihat Bab 5 untuk pembahasan lebih lanjut tentang peranperan spesifik bagian-bagian otak ini.) Refleks spinal yang melibatkan neuron aferen penting untuk mempertahankan postur dan dalam mengeksekusi gerakan-gerakan protektif dasar, misalnya refleks lucut (lihat h. 188). Sistem kortikospinal terutama memerantarai gerakan volunter diskret halus tangan dan jari tangan, misalnya gerakan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan mengirim pesan. Daerah pramotorik dan motorik tambahan, dengan masukan dari serebroserebelum, merencanakan perintah motorik volunter yang dikeluarkan ke neuron motorik yang sesuai oleh korteks motorik primer melalui sistem desenden ini. Sistem multineuron, sebaliknya, terutama mengatur postur tubuh keseluruhan yang



yaitu, utrofin tambahan tersebut tersebar ke seluruh membran sel otot tempat bahan ini mengambil alih tanggung jawab distrofin. Hasilnya adalah perbaikan homeostasis Ca2+, peningkatan kekuatan otot, dan penurunan mencolok tanda-tanda mikroskopik degenerasi otot. Para peneliti kini berlomba-lomba menemukan obat yang akan memicu sel otot memproduksi utrofin dalam jumlah besar, dengan harapan bahwa hal tersebut dapat mencegah atau bahkan memulihkan penciutan otot yang menandai penyakit mematikan ini.



Pendekatan "pembalut" RNA Pendekatan terkini yang paling menjanjikan adalah pembiaran bagian RNA messenger yang membawa pesan cacat dari DNA termutasi yang menyebabkan gagalnya sintesis distrofin. Jika potongan nukleotida yang telah disiapkan khusus yang mengikat bagian RNA messenger yang ditranskripsikan dari bagian DNA yang cacat diinjeksikan secara intramuskular, potongan ini menutupi bagian RNA messenger yang cacat. Bagian RNA messenger yang telah dimodifikasi ini yang kini telah "dibalur nantinya akan dilewatkan selama translasi ketika protein sedang disintesis. Hasilnya adalah jenis protein distrofin yang telah dimodifikasi yang telah diperpendek tetapi sering kali masih fungsional. Para peneliti disemangati oleh penelitian pada hewan dan penelitian awal pada manusia yang memperlihatkan bahwa distrofin diproduksi setelah injeksi dengan balutan RNA ini.



Pendekatan Anti-Miostatin Kelompok yang lain mengeksplorasi taktik berbeda, seperti intervensi dengan obat yang baru dirancang yang meningkatkan ukuran otot yang sakit untuk mengatasi penurunan fungsional otot distrofik. Contohnya, para ilmuwan mempelajari bahwa miostatin, suatu protein yang dihasilkan di sel otot, normalnya menghambat pertumbuhan otot rangka dalam pola yang seimbang. Mereka bekerja untuk menghambat inhibitor ini pada pasien DO, sehingga pertumbuhan otot terangsang. Langkah-langkah menuju pengobatan definitif ini memiliki arti bahwa semoga suatu saat anak laki-laki pengidap penyakit ini dapat melangkah sendiri dan tidak ditakdirkan duduk di kursi roda dan mengalami kematian dini



melibatkan gerakan involunter kelompok-kelompok otot besar badan dan ekstremitas. Sistem kortikospinal dan multineuron memperlihatkan banyak interaksi kompleks dan tumpangtindih fungsi. Dalam memanipulasi secara sadar jari tangan Anda untuk mengirim pesan, sebagai contoh, Anda secara bawah-sadar meletakkan lengan Anda untuk memegang telepon dalam posisi yang tepat. Sebagian masukan yang berkonvergensi di neuron motorik bersifat eksitatorik, sementara yang lain bersifat inhibitorik. Gerakan terkoordinasi bergantung pada keseimbangan aktivitas kedua masukan tersebut. Jenis-jenis kelainan motorik berikut terjadi akibat gangguan kontrol motorik:   



301



Korteks Korteks pramotorik motorik primer



Daerah pramotorik dan motorik suplementer



Kortes somatosensorik



Tingkat korteks Daerah sensorik korteks



Tingkat subkorteks



Nukleus basal



Nukleus basal



Korteks motorik primer



Talamus



Serebulum



Talamus Batang otak serebelum



Nukles batang otak (termaksud formasio retikularis dan vestibularis).



Tingkat batang otak



Medula spinalis



2c Tingkat medula spinalis



Afferent neuron terminals



2a



Motor neurons



1



2b



2



Serat otot



Reseptor perifer Perifer



Gerakan



Proses perifer lain, misalnya masukan visual



Kunci



Konsekuensi sensorik gerakan



1 SSP secara terus-menerus diberi tahu tentang panjang dan tegangan otot serta proses-proses lain di perifer melalui jalur-jalur yang menghantarkan masukan aferen, sehingga SSP dapat memrogram aktivitas otot rangka yang terkoordinasi dan bertujuan. Jalur aferen



=Sistem motorik kortikospinalis



2 Gerakan motorik dikontrol oleh masukan ke neuron motorik dari 2a Ujung neuron aferen di tingkat medula spinalis, 2b Korteks motorik primer, melalui sistem motorik kortikospinalis, dan 2c Nukleus batang otak, yang berfungsi sebagai penghubung terakhir dalam sistem motorik multineuron kompleks yang melibatkan banyak bagian otak. = Sistem motorik multineuron



= Jalur eferen



Gambar 8-24 Kontrol motorik. Tanda panah mengisyaratkan kontrol, eksitatorik atau inhibitorik; hubungan tidak harus langsung, tetapi mungkin melibatkan antarneuron.



Hilangnya masukan inhibitorik desenden pada neuron motorik dapat menyebabkan paralisis spastik, suatu kondisi yang ditandai oleh peningkatan tonus otot dan peningkatan refeks-refleks tungkai. ■



■ Sebaliknya, hilangnya masukan eksitatorik dari pusat-pusat Sebaliknya, hilangnya masukan eksitatorik dari pusat-pusat yang lebih tinggi menimbulkan paralisis flaksid. Pada keadaan ini, otot berelaksasi dan yang bersangkutan tidak dapat mengontraksikan otot secara sadar, meskipun masih terdapat aktivitas refleks spinal. Kerusakan korteks motorik primer di salah satu sisi otak, misalnya pada stroke, menyebabkan paralisis flaksid di separuh kontralateral tubuh (hemiplegia, atau paralisis di satu sisi tubuh). Gangguan



hapter



semua jalur desenden, seperti pada terputusnya medula spinalis akibat trauma, menyebabkan paralisis flaksid di damagedbawah tingkat bagian yang rusak-kuadriplegia (paralisis keempat anggota badan) pada kerusakan medula spinalis atas dan paraplegia (paralisis tungkai) pada cedera medula spinalis bawah. ■ Kerusakan neuron motorik—baik badan sel atau serat eferen menyebabkan paralisis flaksid dan hilangnya responsivitas refleks di otot yang terkena. ■ Kerusakan serebelum atau nukleus basal tidak menyebabkan paralisis tetapi timbulnya pola gerakan yang tidak terkoordinasi dan canggung serta tidak sesuai. Daerah ini dalam keadaan normal memperhalus gerakan volunter.



Kapsul Akson neuron motorik alfa



Serat otot intrafusal (gelendong)



Akson neuron motorik gama



Bagian ujung kontraktil (gelendong)



Akson neuron aferen



Bagian tengah nonkrontraktil serat intraflusal Ujung primer primer (anulospiral) serat aferen Ujung sekunder (flowerspray) serat aferen Serat otot ekstrafusal ("biasa") (a) Gelendong otot



Gambar 8-25 Reseptor-reseptor otot. (a) Sebuah gelendong otot terdiri dari kumpulan serat intrafusal khusus yang terletak di dalam kapsul jaringan ikat sejajar terhadap serat otot rangka ekstrafusal biasa. Gelendong otot disarafi oleh



Otot rangka



neuron motorik gama-nya sendiri dan dipasok oleh dua jenis ujung sensorik aferen, ujung primer (anulospiral) dan ujung sekunder (flower-spray) yang keduanya diaktifkan oleh peregangan. (b) Organ tendon Golgi dililitkan dengan serat kolagen di dalam sebuah tendon dan memantau perubahan tegangan otot



Serat aferen Organ tendon Golgi Kolagen Tendon



Tulang



(b) Organ tendon Golgi



Kerusakan di bagian-bagian korteks yang lebih tinggi (korteks ■ pramotorik dan area motorik suplementer) yang berperan dalam perencanaan aktivitas motorik menyebabkan gangguan pembentukan perintah motorik yang sesuai untuk menyelesaikan suatu keinginan.



Reseptor otot memberikan informasi aferen yang diperlukan untuk mengontrol aktivitas otot rangka. Aktivitas otot rangka yang terkoordinasi dan bertujuan bergantung pada masukan aferen dari berbagai sumber. Di tingkat sederhana, sinyal aferen yang menunjukkan bahwa jari tangan Anda menyentuh kompor panas memicu aktivitas kontraktil refleks di otot-otot lengan yang sesuai untuk menarik tangan dari rangsangan yang mencederai tersebut. Di tingkat yang lebih kompleks, jika Anda ingin menangkap sebuah bola, sistem motorik otak Anda harus memprogram perintah motorik sekuensial yang akan menggerakkan dan memposisikan tubuh Anda dengan tepat untuk menangkap bola tersebut, dengan



yang disalurkan ke tendon.



menggunakan perkiraan arah dan kecepatan gerakan bola yang diberikan oleh masukan dari mata. Banyak otot bekerja secara bersamaan atau bergantian di berbagai sendi untuk mengubah lokasi dan posisi tubuhAnda dengan cepat, sementara keseimbangan Anda dalam tetap terjaga. Untuk membuat program aktivitas otot yang sesuai, SSP Anda harus mengetahui posisi awal tubuh Anda. Selanjutnya, SSP harus terus-menerus diberi tahu tentang kemajuan gerakan yang telah dimulai, sehingga SSP dapat melakukan penyesuaian yang diperlukan. Otak Anda menerima informasi ini, yang dikenal sebagai masukan proprioseptif (lihat h. 158), dari reseptor di mata, sendi, perangkat vestibularis, dan kulit Anda, serta dari otot-otot itu sendiri. Anda dapat mendemonstrasikan kerja reseptor proprioseptif sendi dan otot Anda dengan menutup mata Anda dan membawa ujung jari telunjuk kiri dan kanan Anda bertemu di setiap titik dalam ruang. Anda dapat melakukannya tanpa melihat posisi tangan Anda karena otak Anda diberi tahu tentang posisi tangan dan bagian tubuh lain setiap saat oleh masukan aferen dari reseptor di sendi dan otot. Dua jenis reseptor otot-gelendong otot dan organ tendon Golgimemantau perubahan panjang dan tegangan ototPanjang otot dipantau oleh gelendong otot; perubahan tegangan otot dideteksi oleh organ tendon Golgi. Kedua jenis reseptor ini diaktifkan oleh peregangan otot, tetapi keduanya menyalurkan jenis informasi yang berbeda. Marilah kita lihat bagaimana. STRUKTUR GELENDONG OTOT Gelendong otot, yang tersebar di seluruh bagian daging otot rangka, terdiri dari kumpulan serat otot khusus yang dikenal sebagai serat intrafusal, yang terletak di dalam kapsul jaringan ikat berbentuk gelendong yang sejajar dengan serat ekstrafusal "biasa" (fusus artinya "gelendong") (Gambar 8-25a).   



303



Tidak seperti serat otot rangka ekstrafusal biasa, yang mengandung elemen kontraktil (miofibril) di seluruh panjangnya, serat intrafusal memiliki bagian tengah yang non-kontraktil, dengan elemen kontraktil yang terbatas di kedua ujungnya. Setiap gelendong otot memiliki persarafan eferen dan aferennya sendiri. Neuron eferen yang menyarafi serat intrafusal gelendong otot dikenal sebagai neuron motorik gama, sedangkan neuron motorik yang menyarafi serat ekstrafusal dinamai neuron motorik alfa. Dua jenis ujung sensorik aferen berakhir di serat intrafusal dan berfungsi sebagai reseptor gelendong otot, yang keduanya diaktifkan oleh regangan. Ujung primer (anulospiral) dibungkus di sekitar bagian sentral serat intrafusal; ujung ini mendeteksi perubahan pada panjang serat sewaktu peregangan serta kecepatan peregangan itu. Ujung sekunder (flower-spray) yang berkumpul di segmen-segmen ujung pada banyak serat intrafusal,



4 Jalur desenden secara bersamaan mengaktifkan neuron motorik alfa dan gama



1 Masukan aferan dari ujung sensorik serat gelendong otot 2 Keluaran neuron motorik alfa ke serat oto rangka biasa



hanya peka terhadap perubahan panjang. Gelendong otot berperan kunci dalam refleks regang. REFLEKSI REGANG Jika sebuah otot utuh diregangkan secara



pasif, serat-serat intrafusal gelendong ototnya juga teregang sehingga terjadi peningkatan frekuensi lepas muatan di serat saraf aferen yang ujung-ujung sensoriknya berakhir di serat gelendong yang teregang. Neuron aferen secara langsung bersinaps dengan neuron motorik alfa yang menyarafi serat ekstrafusal otot yang sama sehingga terjadi kontraksi otot tersebut (Gambar 8-26a,1 dan 2 ).Refleks regang monosinaptik ini (lihat h. 187) berfungsi sebagai mekanisme umpan-balik negatif lokal untuk menginderai dan menalan setiap perubahan panjang otot ketika ada beban tambahan. Contoh klasik refleks regang adalah refleks tendon patela, atau knee-jerk reflex (Gambar 8-27). Otot ekstensor lutut adalah kuadriseps femoris, yang membentuk bagian Gambar 8-26 Fungsi gelendong otot.



Jalur refleks regang



Medula spinalis



Serat otot rangka ekstratusal



Serat gelendong otot intrafusal



3 Kelurahan neuron motorik gama ke bagian ujung serat gelendong yang kontraktil (a) Jalur-jalur yang berperan dalam refleks regang monosinaps dan koaktivasi neuron motorik alfa dan gama



Otot berelaksasi; serat gelendong peka terhadap peregangan otot



Otot berkontraksi pada situasi hipotetis ketika tidak terdapat kaktivasi gelendong: serat gelendong yang melemas tidak pekat erhadap peregangan otot.



Otot berkontraksi pada situasi normal koaktivasi gelendong; serat gelendong yang berkontraksi peka terhadap peregangan otot.



(b) Otot berelaksasi



(c)Otot berkontraksi dengan tanpa koaktivasi gelendong



(d)otot berkontraksi dengan koaktivasi gelendong.



hapter



Otot ekstensor lutut(kuadriseps femios)



Tendon patela



Gekendong otot



Neuron motorik alfa



Gambar 8-27 Refleks tendon patela (suatu refleks regang). Ketukan pada tendon patela dengan palu karet meregangkan gelendong otot di otot kuadriseps femoris. Refleks regang monosinaps yang terjadi menyebabkan kontraksi otot ekstensor ini, menghasifkan respons regang lutut yang khas



anterior (depan) paha dan melekat tepat di bawah lutut ke tibia (tulang kering) rnelalui tendon patela. Ketukan pada tendon ini dengan palu karet akan secara pasif meregangkan otot kuadriseps, mengaktitkan reseptor-reseptor gelendongnya. Refleks regang yang terpicu menimbulkan kontraksi otot ekstensor ini sehingga lutut menjadi lurus dan tungkai bawah terangkat. Uji ini rutin dilakukan sebagai penilaian awal ter-hadap fungsi sistem saraf. Refleks lutut yang normal menunjukkan bahwa sejumlah komponen saraf dan otot—gelendong otot, masukan aferen, neuron motorik, keluaran eferen, taut neuromuskulus, dan otot itu sendiri berfungsi normal. Hal ini juga menunjukkan keseimbangan masukan eksitatorik dan inhibitorik ke neuron-neuron motorik dari pusat-pusat di otak yang lebih tinggi. Kedutan otot juga rnungkin lenyap atau berkurang akibat hilangnya masukan eksitatorik dari pusat yang lebih tinggi, atau mungkin rnenjadi berlebihan karena hilangnya masukan inhibitorik ke neuron motorik dari pusat-pusat otak yang lebih tinggi. Tujuan utama refleks tendon patela adalah untuk bereaksi terhadap beban yang cenderung meregangkan otot-otot ekstensor tungkai. Setiap kali sendi lutut rentan rnenekuk ketika berdiri, berjalan, berlari atau melompat, otot kuadriseps menegang. Peningkatan kontraksi otot ekstensor yang ditimbulkan oleh refleks regang ini dengan cepat rneluruskan lutut, menahan tungkai tetap lurus sehingga yang bersangkutan tetap tegak. Refleks regang yang sama yang melibatkan otot bisep teraktiekan ketika kamu Menangkap suatu benda dengan tangan atau mengisi gelas air yang Anda genggam. Regangan pada gelendong otot yang terjadi pada bisep Anda mengaktifkan refleks regang di otot ini yang membantu Anda untuk menangkap benda atau melanjutkan menggenggam air dalam gelas ketika gelas tersebut menjadi semakin berat karena diisi.



KOAKTIVASI NEURON MOTORIK GAMA DAN ALFA Neuron motorik gama memulai kontraksi bagian-bagian ujung serat intrafusal yang mengandung otot (Gambar 8-26a, 3 ).Respons kontraksi ini terlalu lemah untuk rnenimbulkan pengaruh pada tegangan otot keseluruhan, tetapi memiliki efek lokal penting pada gelendong otot itu sendiri. Jika tidak terdapat mekanisrne kornpensasi, pemendekan otot keseluruhan oleh stimulasi neuron motorik alfa terhadap serat ekstrafusal akan melemaskan serat gelendong sehingga serat tersebut akan kurang peka terhadap regangan dan karenanya tidak efektit sebagai detelctor panjang otot (Gambar 8-26b dan c). Koaktivasi (stimulasi bersamaan) sistem neuron motorik gama bersama dengan sistem neuron motorik alfa selama system kontraksi refleks dan volunter (Gambar 8-26a, 4 ) mencegah serat gelendong melemas ketika otot keseluruhan memendek, mempertahankan sensitivitas serat gelendong terhadap peregangan pada berbagai panjang otot. Stimulasi neuron motorik gama memicu kontraksi simultan kedua ujung kontraktil serat intrafusal sehingga bagian sentralnya (non-kontraktil) mengencang untuk menghilangkan kelonggaran dalam gelendong otot (Gambar 8-26d). Sementara tingkat pengaktifan neuron motorik alfa bergantung pada kekuatan respons motorik yang diinginkan, tingkat aktivitas neuron motorik gama ke otot yang sama bergantung pada besar pemendekan yang diantisipasi. Ketika pemendekan otot keseluruhan kurang daripada yang diharapkan (misalnya, beban lebih berat daripada yang diperkirakan), reseptor gelendong otot akan memberi sinyal ke neuron motorik alfa untuk meningkatkan laju lepas muatan dan, karenanya, mengompensasi beban tambahan tersebut ORGAN TENDON GOLGI Berbeda dari gelendong otot, yang terletak di dalam perut otot, organ tendon Golgi terletak di tendon otot, tempat organ ini dapat berespons terhadap perubahan tegangan, bukan panjang otot.    305



Karena sejumlah faktor menentukan tegangan yang terbentuk di otot keseluruhan sewaktu kontraksi (misalnya, frekuensi rangsangan atau panjang otot pada awal kontraksi), sistem kontrol motorik perlu diberi tahu tentang tegangan yang sebenarnya tercapai sehingga dapat dilakukan penyesuaian-penyesuaian jika diperlukan.



tegangan besar. Namun, para ilmuwan kini percaya bahwa reseptor ini adalah sensor murni dan tidak memicu refleks apapun. Tampaknya terdapat mekanisme lain yang belum diketahui yang berperan menghambat kontraksi lebih lanjut dan mencegah kerusakan akibat tegangan.



Organ tendon Golgi terdiri dari ujung-ujung serat aferen yang teranyam di dalam berkas serat jaringan ikat (kolagen) yang membentuk tendon (lihat Gambar 8-25b). Ketika serat otot ekstrafusal berkontraksi, tarikan yang terjadi pada tendon mengencangkan berkas kolagen, yang pada gilirannya meningkatkan tegangan yang terjadi di tulang tempat tendon melekat. Dalam prosesnya, ujung reseptor aferen organ Golgi teregang, menyebabkan serat aferen melepaskan muatan; frekuensi lepas muatan berbanding lurus dengan tegangan yang terbentuk. informasi aferen ini dikirim ke otak untuk diproses. Banyak dari informasi ini digunakan secara bawah sadar untuk mengeksekusi aktivitas motorik dengan mulus, tetapi tidak seperti informasi aferen dari gelendong otot, informasi aferen dari organ tendon Golgi mencapai tingkat kesadaran. Anda merasakan tegangan dalam suatu otot tetapi bukan panjangnya.



Setelah menyelesaikan diskusi tentang otot rangka, sekarang kita lanjutkan meneliti tentang otot polos dan otot jantung.



Para ilmuwan semula berpikir bahwa organ tendon Golgi memicu suatu refleks spinal protektif yang mencegah kontraksi lebih ianjut dan menimbulkan relaksasi refleks mendadak ketika tegangan otot terlalu besar, karenanya membantu mencegah kerusakan otot atau tendon oleh kontraksi otot yang berlebihan dan menimbulkan



❚ TABEL 8-3 Pertandingan



  



Periksa Pemahaman Anda 8.5 1. lelaskan berbagai jalur neuronal yang menentukan laju lepas muatan suatu neuron motorik (jalur umum akhir). 2. Gambarkan diagram refleks tendon patela. 3. Jeiaskan bagaimana laju lepas muatan reseptor-reseptor gelendong otot (ujung primer dan sekunder) akan berubah jika (a) neuron motorik gama teraktifkan, tetapi neuron motorik alfa tidak teraktifkan dan (b) neuron motorik gama tidak teraktifkan, tetapi neuron motorik aifa teraktifkan



8.6



|



Otot Polos Dan Jantung



Dua jenis otot-lain otot polos dan otot jantung-memiliki beberapa kesamaan dasar dengan otot rangka, tetapi masingmasing juga memperlihatkan karateristik tersendiri (Tabel 8-3).



jenis Otot



Karakteristik



Otot Rangka



Letak



Melekat ke tulang



Fungsi



Pergerakan tubuh relatif terhadap lingkungan eksternal



Bervariasi sesuai struktur yang terlibat



Pergerakan isi di dalam organ berongga



Memompa darah keluar jantung



Mekanisme kontraksi



Mekanisme pergeseran filamen



Mekanisme pergeseran filamen



Mekanisme pergeseran filamen



Mekanisme pergeseran



Persarafan



Sistem saraf somatik



Sistem saraf autonom



Sistem saraf autonom



Sistem saraf autonom



Tingkat kontrol



Di bawah kontrol volunter,juga dipengarhi oleh kontrol bawah sadar



Di bawah kontrol involunter



Di bawah kontrol involunter



Di bawah kontrol involunter



Inisiasi kontraksi



Neurogenik



Neurogenik



Miogenik potensial pemacu dan potensial gelombang-Iambat)



Miogenik (potensial pemacu)



Peran rangsangan saraf



Memulai kontraksi; inembentuk gradasi



Memulai kontraksi; berperan dalam gradasi



Memodifikasi kontraksi; dapat meningkatkan atau menghannbat; berperan dalam gradasi



Memodifikasi kontraksi; dapat meningkatkan atau menghambat; berperan dalam gradasi



hapter



Otot Polos Multiunit Pembuluh darah besar, saluran napas halus, mata, dan folikel rambut



Otot Polos Unit Tunggal Dinding organ berongga di saluran cerna, reproduksi, dan kemih serta dipembuluh darah halus



Otot Jantung Hanya di jantung



fiiamen



Karakteristik Efek modifikasi oleh hormon



Otot Rangka



Otot Polos Multiunit



Otot Polos Unit Tunggal



Otot jantung



Tidak



Ya Ya



Ya Ya



Ya Ya



Ya



Adanya filamen tebal miosin dan tipis aktin



Ya



Lurik kerena susuan teratur filamen



Ya



Tidak



Tidak



Adanya troponin dan tropomiosin Adanya tubulus T



Ya



Hanya tropomiosin



Hanya tropomiosin



Ya



Tidak



Tidak



Tingkat perkembangan retikulum sarkoplasma Jembatan silang diaktifkan oleh Ca2+



Berkembang sempurna



Kurang berkembang



Ya



Ya



Ya



sumber peningkatan ca2+ sitotol



Retikulum sarkoplasma



Cairan ekstrasel dan retikulum sarkoplasma



Cairan ekstrasel dan retikulum sarkoplasma



Cairan ekstrasel dan retikulum sarkoplasma



Miosin di filamen tebal



Troponin di filamen tipis



Secara kimiawi menyebabkan fosforilasi jembatan silang miosin sehingga jembatan tersebut dapat berikan dengan aktin



Reposisi fisik kompleks troponin-tropomiosin



Tempat regulasi Ca2+



Troponin di filamen tipis



Miosin di filamen tebal



Mekanisme kerja Ca2+



Reposisi fisik kompleks troponintropomiosin untuk memajankan tempat pengikatan jembatan silang aktin



secara kimiawi menyebabkan fosforilasi jembatan silang miosin sehingga jembatan tersebut dapat berikatan dengan aktin



Adanya Taut Celah



Tidak



Ya (sangat sedikit)



ATP digunakan langsung oleh perangkat kontraksil



Ya



Aktivitas miosin ATPase; kecepatan kontraksi Cara gradasi terjadi



Adanya tonus tanpa rangsangan eksternal Hubungan panjangtegangan yang jelas



Kurang berkembang



Ya Ya Berkembang sedang



Ya



Ya



Ya



Ya



Ya



Ya



Cepat atau lambat bergantung pada jenis serat



Sangat lambat



Sangat lambat



Lambat



Variasi jumlah unit motorik yang berkontraksi (rekrutmen unit motorik) dan frekuensi stimulasinya (penjumlahan kedutan) Tidak



Variasi jumlah serat otot yang berkontraksi dan konsentrasi Ca2+ sitosol di satiap serat oleh pengaruh autonom dan hormon Tidak



Variasi konsentrasi Ca2+ sitosol melalui aktivitas miogenik dan pengaruh sistem saraf autonon, hormon,regangan mekanis dan metabolit lokal Ya



Variasi panjang serat (bergantung pada tingkat pengisian rangga jantung) dan variasi konsentrasi Ca2+ sitotol melalui pengaruh autonom,hormon, dan metabolit lokal Tidak



Ya



Tidak



Tidak



Ya



  



307



Sel otot polos berukuran kecil dan tidak lurik. Sebagian besar sel otot polos ditemukan di dinding organ dan saluran berongga. Kontraksi otot ini menimbulkan tekanan pada dan mengatur gerakan maju isi struktur-struktur tersebut.



Sel otot polos



Nekleus



© Dr. Brian Eydent Science Source/Photo Researchers, Inc.



Ketiga jenis otot memiliki perangkat kantraktil khusus yang dibentuk oleh filamen aktin yang bergeser relatif terhadap filamen tebal miosin yang stasioner sebagai respons terhadap peningkatan Ca2+ sitasol untuk melaksanakan kontraksi. Ketiganya juga menggunakan ATP secara langsung sebagai sumber energi untuk siklus jembatan silang. Namun, struktur dan organisasi serat-serat di dalam ketiga jenis otot ini berbeda, demikian juga mekanisme eksitasi dan cara eksitasi dan kontraksi digabungkan. Selain itu, terdapat perbedaan-perbedaan penting dalam respons kontraktil itu sendiri. Kita akan menghabiskan sisa bab ini dengan membahas ciri-ciri unik otot polos dan otot jantung dibandingkan dengan otot rangka, dengan mencadangkan pembahasan lebih terperinci mengenai fungsi mereka di organ-organ yang mengandung jenis-jenis otot tersebut.



(a) Mikrograf cahaya berkekuatan rendah sel otot polos. Sel otot polos



Badan padat



Sel otot polos memiliki tiga jenis filamen: (1) filamen tebal miosin, yang lebih panjang daripada yang ada di otot rangka; (2) filamen tipis aktin, yang mengandung tropomiosin, tetapi tidak mengandung troponin; dan (3) filamen ukuran sedang, yang tidak secara langsung ikut serta dalam kontraksi, tetapi merupakan bagian rangka sitoskeleton yang menunjang bentuk sel. Filamen otot polos tidak jnembentuk miofibril dan tidak tersusun dalam pola sarkomer seperti di otot rangka. Karena itu, sel otot polos tidak memperlihatkan pita atau lurik seperti otot rangka sehingga jenis otot ini diberi istilah polos. Karena tidak mentiliki sarkomer, otot polos tidak memiliki garis Z tetapi tnemiliki badan padat yang mengandung pratein yang satna dengan konstituen di garis Z (Gambar 8-28b). Badan padat terletak di seluruh sel otot polos serta melekat ke permukaan internal tnembran plasma. Badan padat ditahan di tempatnya oleh filamen antara sebagai perancahnva. Filamen aktin melekat ke badan padat. Aktin yang terdapat di sel otot polos jauh lebih banvak daripada yang terdapat di sel otot rangka, dengan 10 hingga 15 filamen untuk setiap filamen tebal miosin di otot polos dibandingkan dengan 2 filamen tipis untuk setiap filamen tebal di otot rangka. Unit kontraktii filamen tebal dan tipis berorientasi sedikit diagonal dari sisi ke sisi di dalam sel otot polos dalam kisi-kisi memanjang berbentuk berlian dan bukan berjalan sejajar dengan sumbu panjang seperti miofibril di otot rangka (Gambar 8-29a). Pergeseran reiatif filamen tipis melewati filamen tebal selama kontraksi menyebabkan kisi-kisi filamen memendek dan membesar dari sisi ke sisi.



hapter



Dr. Brenda Russell, Professor of Physiology, University of Illinois



Baik sel otot polos maupun otot rangka berbentuk memanjang, tetapi berbeda dengan otot rangka yang besar dan silindris, sel otot polos berbentuk gelendong, memiliki satu nukleus, dan jauh lebih kecil (garis tengah 2 hingga 10 µm dan panjang 50 hingga 400 µm). Juga tidak seperti sel otot rangka, sebuah sel otot polos tidak terbentang di seluruh panjang otot. Kelompok-kelompok sel otot polos biasanya tersusun dalam lembaran-lembaran (Gambar 8-28a).



(b) Mikrograf elektron sel otot polos Gambar 8-28 Gambaran mikroskopik sel otot polos. (a) Perhatikan nukleus yang berbentuk gelendong, tunggal, dan terletak di tengah. (b) Perhatikan adanya badan padat dan tidak adanya gambaran lurik.



Akibatnya, sel keseluruhan memendek dan menonjol keluar antara titik-titik tempat filamen tipis melekat ke permukaan dalam membran plasma (Gambar 8-29b). Tidak seperti pada otot rangka, molekul miosin tersusun dalam filamen tebal otot polos sehingga jembatan silang terdapat di keseluruhan panjang filamen (yaitu, tidak terdapat bagian yang kosong di pusat filamen tebal otot polos). Akibatnya, filamen tipis sekitar dapat ditarik di sepanjang filarnen tebal dengan lebih panjang daripada yang terjadi di otot rangka. Juga berheda dengan otot rangka (semua filamen tipis yang mengitari filamen tebal ditarik ke arah tengah filamen tebal yang stasioner), protein miosin di filamen tebal otot polos tersusun sedemikian rupa sehingga separuh filamen tipis sekitar ditarik ke satu ujung filamen tebal yang stasioner dan separuh yang lain ditarik ke ujung yang berlawanan (Gambar 8-29b).



Badan padat



Berkas filamen tebal dan tipis



Satu unit kontraktil yang berkontraksi



Satu unit konraktil yang berelaksasi memanjang dari sisi ke sisi



Membran plasma Filamen Filamen tipis tebal



Filamen tipis Filamen tebal



(a) Sel otot polos berelaksasi



(b) SeL otot berkontraksi



Gambar 8-29 Susunan filamen tebal dan tipis di sebuah sel otot polos dalam keadaan kntraksi dan relaksasi



Sel otot polos diaktifkan oleh fosforilasi miosin yang dependen Ca2+ . Filamen tipis sel otot polos tidak mengandung troponin, dan tropomiosin tidak menghambat tempat pengikatan jembatan silang aktin. Lalu apa yang mencegah aktin dan miosin berikatan di jembatan silang pada keadaan istirahat, dan bagaimana aktivitas jembatan silang diaktifkan pada keadaan terangsang? Di kepala molekul miosin, di dekat area "leher"; melekat rantai-rantai ringan protein. Apa yang disebut sebagai rantai ringan ini kurang begitu penting pada otot rangka, tetapi memiliki fungsi regulasi krusial pada otot polos. Miosin otot polos hanya dapat beriuteraksi dengan aktin ketika rantai ringan ini terfosforifasi (yaitu, memiliki satu fosfat inorganik dari ATP yang melekat padanya). Selama eksitasi, peningkatan Ca2+ sitosol berfungsi sebagai caraka intrasel, memicu serangkaian reaksi biokimia yang nienyebabkan fosforilasi rantai ringan miosin (Gambar 8-30). Ca2+ otot polos berikatan dengan kalmadulin, suatu protein intrasel yang ditemukan di sebagian besar sel dan secara struktural mirip troponin (lihat h. 131). Kompleks Ca2+-kalmodulin ini berikatan dan mengaktifkan protein lain, rantai ringan miosin kinase (RRM kinase) yang selanjutnya memfosforilasi rantai ringau miosin. Fasfat ini pada rantai ringan miosin adalah tambahan pada fosfat yang menyertai ADP di tempat jembatan silang ATPase miosin selama siklus yang memakan energi yang menjalankan penekukan jembatan silang. Pi pada rantai ringan memungkinkan jembatan silang miosin berikatan dengan aktin sehingga siklus jembatan silang dapat dimulai. Karena itu, otot polos dipicu berkontraksi oleh peningkatan Ca2+ sitosol serupa dengan yang terjadi di otot



rangka. Namun, pada otot polos Ca2+ akhirnya mengaktifkan jembatan silang dengan memicu perubahan kimiawi di miosin filamen tebal (fosforilasi), sementara pada otot rangka Ca2+ menimbulkan efek dengan memicu perubahan fisik di filamen tipis (memindahkan troponin dan tropomiosin dari posisinya yang menghambat) (Gambar 8-31).



Otot polos fasik berkontraksi dalam letupan-letupan aktivitas; otot polos tonik mempertahankan kontraksi dalam tingkat tertentu. Otot polos dapat dikelompokkan menjadi dua kategori berdasarkan pada pola aktivitas kontraktilnya dan bagaimana konsentrasi Ca2+ meningkat; otot polos fasik dan otot polos tonik. Otot polos fasik berkontraksi dalam letupan-letupan, dipicu oleh potensial aksi yang menyebabkan peningkatan Ca2+ sitosol. Letupan kontraksi ini ditandai oleh peningkatan aktivitas kontraktil yang jelas. Otot polos fasik paling banyak terdapat pada dinding organ berongga yang mendorong isinya melaluinya, seperti organ-organ pencernaan. Kontraksi fasik pada saluran cerna mencampur makanan dengan getah-getah pencernaan dan mendorong massa kedepan untuk pemrosesan lebih lanjut. Otot polos tonik biasanya berkontraksi parsial pada setiap saat. Keadaan kontraksi parsial ini disebut dengan tonus. Tonus terjadi karena jenis otot polos ini memiliki potensial istirahat yang relatif rendah, yaitu -55 hingga -40 mV. Sebagian kanal Ca2+ berpintu listrik di membran permukaan membuka pada potensial ini. Ca2+ yang masuk mempertahankan keadaan kontraksi parsial. Karena itu, pemeliharaan tonus otot



Fisiologi Otot 309



Ca2+



Gambar 8-30 Aktivasi kalsium jembatan silang miosin di otot



Kalmodulin



Ca2+-kalmodulin



Rantai ringan miosin kinase aktif



ATP ADP



P



i



Jembatan silang miosin inaktif



Jembatan silang miosin terfostorilasi(dapat berikatan dengan aktin Memungkinkan berikan dengan aktin



P



i



En erg y



Rantai ringan miosin kinase inaktif



ADP P i



Bagian siklus energi jembatan silang



Rantai ringan miosin



Otot polos



Otot rangka



Eksitasi otot



Eksitasi otot



Peningkatan Ca2+ sitosol (terutama dari cairan ekstrasel)



Serangkaian reaksi biokimia



Fosfarilasi jembatan silang miosin di filamen tebal



Pengikatan aktin dan miosin di jembatan silang



P



Peningkatan Ca2+ sitosal (seluruh ya dari retikulum sarkapla5ma intrasel)



Reposisi fisik troponin dan tropamiosin



Terpajannya tempat pengikaian jembatan silang di filamen tipis aktin



Pengikatan aktin dan miosin di jembatan silanng



i



Kontraksi



Kontraksi



Gambar 8-31 Perbandingan peran kalsium dalam menimbulkan kontraksi di otot polos dan otot rangka.



310  



hapter



polos tonik tidak memperlihatkan letupan-letupan aktivitas kontraktil, tetapi secara meningkat memvariasikan tingkat kontraksi ini di atas atau di bawah tingkat tonik ini sebagai respons terhadap faktor-faktor regulatorik, yang mengubah konsentrasi Ca2 + sitosol. Otot polos di dinding arteriol merupakan contoh otot polos tonik. Kontraksi tonik yang terus terjadi pada dinding petnbuluh halus ini memeras darah yang mengalir melaluinya ke arah hilir dan merupakan salah satu faktor utama yang berperan dalam mempertahankan tekanan darah. Sel otot polos tidak memiliki tubulus T dan retikulum sarkoplasma yang tidak berkembang dengan baik. Pada otot polos fasik, peningkatan Ca2+ sitosol yang memicu kontraksi berasal dari dua sumber: Sebagian besar Ca2+ masuk dari cairan ekstrasel, tetapi sebagian dilepaskan di intrasel dari simpanan retikulum sarkoplasma. Tidak seperti perannya pada sel otot rangka, reseptor dihidropiridin sensitif-listrik di membran plasma sel otot polos berfungsi sebagai kanal Ca2+. Ketika kanal membran permukaan ini terbuka sebagai respons terhadap potensial aksi, Ca2+masuk menuruni gradien konsentrasinya dari CES. Ca2+ yang masuk memicu pembukaan kanal Ca2+ di retikulum sarkoplasma sehingga sejumlah sedikit tambahan Ca2+ dilepaskan secara intrasel dari sumber terbatas ini. Karena diameter sel otot polos sangat jauh lebih kecil daripada serat otot rangka, sebagian besar Ca2+ yang masuk dari CES dapat memengaruhi aktivitas jembatan silang, bahkan di bagian tengah sel, tanpa memerlukan mekanisme tubulus T retikulum sarkoplasma. Salah satu cara utama meningkatkan konsentrasi Ca2+ sitosol dan karenanya meningkakan aktivitas kontraktil di sel otot polos tonik adalah pengikatan caraka kimia ekstrasel, seperti norepinefrin atau berbagai hormon, dengan reseptor bergandeng protein G, yang mengaktifkan jalur caraka kedua IP3-Ca2+ (lihat h. 131). Membran retikulum sarkoplasma pada otot polos tonik memiliki reseptor IP3, yang seperti reseptor rianodin, merupakan kanal pelepas Ca2+. Pengikatan IP3 menyebabkan pelepasan Ca2+ penginduksi kontraksi dari simpanan intrasel ini ke dalam sitosol. Ini adalah bagaimana norepinefrin yang dilepaskan dari ujung saraf simpatis bekerja pada arteriol untuk meningkatkan tekanan darah.



Relaksasi otot polos dicapai dengan melenyapkan Ca2+ melalui pengeluarannya secara aktif inenembus membran plasma atau kembali ke dalam retikulum sarkoplasma, bergantung pada sumbernya. Ketika Ca2+ dibersihkan, miosin mengalami defosforilasi (fosfatnya dikeluarkan) dan tidak lagi dapat berinteraksi dengan aktin sehingga otot berelaksasi. Kita masih belum menjawab pertanyaan bagaimana potensial aksi dimulai di otot polos. Otot polos digolnngkan dengan cara lain ke dalam dua kategori-otot polos rnultiunit dan unit tunggalberdasarkan perbedaan dalam bagaimana serat-serat ototnya tereksitasi. Marilah kita bandingkan kedua jenis otot polos ini.



Otot polos multiunit bersifat neurogenik. Otot polos multiunit memperlihatkan sifat-sifat yang terletak di antara otot rangka dan otot polos unit tunggal. Seperti diisyaratkan oleh namanya, suatu otot polos multiunit terdiri dari banyak unit diskret yang berfungsi independen satu sama lain dan harus dirangsang secara terpisah oleh saraf agar berkontraksi, serupa dengan unit motorik otot rangka. Karena itu, aktivitas kontraktil di otot rangka dan otot polos multiunit bersifat neurogenik ("dihasilkan oleh saraf"). Hal ini berarti bahwa kontraksi di kedua jenis otot ini dimulai hanya sebagai respons terhadap stimulasi oleh saraf yang menyarafi otot tersebut. Semua otot polos multiunit bersifat fasik,berkontraksi hanya jika dirangsang oleh saraf Sementara otot rangka disarafi oleh sistem saraf somatik volunter (neuran motorik), sel otot polos multiunit (serta unit tunggal) disarafi oleh sistem saraf autonom involunter. Otot polos multiunit ditemukan di (1) dinding pembuluh darah besar; (2) saluran napas halus di paru; (3) otot mata yang menyesuaikan lensa untuk melihat dekat atau jauh; (4) iris mata, yang mengubah ukuran pupil untuk menyesuaikan fumlah cahaya yang masuk ke mata; dan (S) dasar folikel rambut, yang kontraksinya menyebabkan "bulu roma berdiri".



Sel otot polos unit tunggal membentuk sinsitium fungsional. Sebagian besar otot polos adalah otot polos unit tunggal, yang juga dinamai otot polos viseral, karena ditemukan di dinding organ-organ berongga atau visera (sebagai contoh, saluran cerna, reproduksi, dan kemih serta pembuluh darah halus). Kata otot polos unit tunggal berasal dari kenyataan bahwa serat-serat otot yang membentuk jenis otot ini tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu unit. Serat-serat otot pada otot polos unit tunggal secara elektris terhubung oleh taut celah (lihat h. 67). Ketika suatu potensial aksi timbul di mana saja di dalam suatu lembaran otot polos unit tunggal, potensiai tersebut cepat disebarkan melalui titik-titik kontak elektris khusus ini ke seluruh kelompok sel yang terhubung, yang kemudian berkontraksi sebagai satu unit yang terkoordinasi. Kelompok sel yang saling terhubung tersebut yang secara elektris dan mekanis bertungsi sebagai satu unit disebut sebagai sinsitium fungsional (jamak, sinsitin; sin artinya "bersama"; sit artinya "sel"). Anda dapat memahami pentingnya susunan ini dengan mengetahui peran uterus selama persalinan. Sel-sel otot yang membentuk dinding uterus bekerja sebagai suatu sinsitium



fungsional. Sel-sel ini secara berulang mengalami eksitasi dan berkontraksi sebagai satu kesatuan selama persalinan, meng-hasilkan serangkaian "dorongan" terkoordinasi yang akhirnya menyebabkan bayi keluar. Kontraksi independen tak- terkoordinasi masing-masing sel otot di dinding uterus tidak dapat menghasilkan tekanan seragam yang dibutuhkan untuk mengeluarkan bayi.



Otot polos unit tunggal bersifat miogenik Otot polos unit tunggal bersifat terangsang sendiri (self- excitable) sehingga tidak memerlukan rangsangan saraf untuk berkontraksi. Otot polos unit tunggal dapat berupa jenis fasik atau tonik. Pada otot polos unit tunggal fasik, kelompok- kelompok sel khusus di dalam suatu sinsitium fungsional memperlihatkan aktivitas listrik spontan; yaitu, kelompok- kelompok tersebut dapat mengalami potensial aksi tanpa rangsangan luar apapun. Berbeda dari sel peka rangsang lain yang telah kita bahas (misalnya neuron, serat otot rangka, dan otot polos multiunit), sel otot polos unit tunggal yang te-rangsang sendiri ini tidak mempertahankan suatu potensial istirahat yang konstan. Potensial membran mereka secara inheren berifuktuasi tanpa pengaruh apapun dari faktor di luar sel. Dua tipe utama depolarisasi spontan yang diperlihatkan oleh sel yang terangsang sendiri ini adalah potensial pemacu dan potensial gelom bang lambat. POTENSIAL PEMACU Pada potensial pemacu, potensial membran



secara gradual mengalami depolarisasi sendiri karena pergeseran fluks ion pasif yang menyertai perubahan otomatis permeabilitas kanal ion (Gambar 8-32a). Ketika membran telah terdepolarisasi hingga ke ambang, terbentuk potensial aksi. Setelah repolarisasi, potensial membran kembali terdepolarisasi ke ambang, secara siklis melanjutkan pembentukan otomatis potensial aksi dengan cara ini.



Sel pemacu otot polos yang terangsang sendiri dikhususkan untuk membentuk potensial aksi, tetapi sel ini tidak diperlengkapi untuk berkontraksi. Pada sinsitium fungsional, sel yang tak berkontraksi, sel pemacu, hanya berjumlah sedikit. Sebagian besar sel otot polos dikhususkan untuk berkontraksi tetapi tidak dapat memhentuk potensial aksinya sendiri. Namun, sekali potensial aksi dimulai oleh sel pemacu yang terangsang sendiri, potensial tersebut dihantarkan ke sel non pemacu yang kontraktil pada sinsitiwn fungsional melalui taut celah, sehingga keseluruhan sel yang terhubung berkontraksi sebagai satu unit tanpa masukan saraf apapun. Aktivitas kontraktil semacam ini yang independen-saraf dan diinisiasi oleh otot itu sendiri disebut aktivitas miogenik (aktivitas "yang diproduksi otot"), berbeda dengan aktivitas neurogenik otot rangka dan otot polos multiunit. POTENSIAL GELOMBANG LAMBAT Potensial gelombang lambat adalah perubahan gradual dan spontan hiperpolarisasi dan depolarisasi bergantian (Gambar 8-23b) yang disebabkan oleh mekanisme yang tidak diketahui. Potensial ini hanya terjadi di otot polos saluran pencernaan. Potensial gelombang lambat diinisiasi oleh kelompok khusus sel pemacu non-otot di dinding saluran cerna dan disebarkan ke sel otot polos sekitar melalui taut celah. Potensial bergerak menjauhi amhang selama setiap hiperpolarisasi dan mendekati ambang selama setiap depolarisasi.Potensial aksi ini menyebabkan kontraksi yang diinduksi secara miogenik Namun, ambang tidak selalu tercapai sehingga osilasi potensial geiombang-



  



311



Potensial membran (mV)



Potensial aksi 0



Potensial ambang



Potensial pemacu Time (mnt)



Potensial membran (mV)



(a) Pacemaker potential



potensial aksi



MODIFIKASI AKTIVITAS OTOT POLOS OLEH SISTEM SARAF AUTONOM Otot polos biasanya disarafi oleh kedua cabang sistem



0



Potensial ambang



Potensial gelombang lambat Waktu (mnt) (b) Potensial gelombong lambat Gambar 8-32 Aktivitas listrik yang terbentuk spontan di otot polos. (a) Pada potensial pemacu, membran secara perlahan mengalami depolarisasi ke ambang secara periodik tanpa rangsangan saraf apapun. Depolarisasi teratur ini secara siklis memicu potensial aksi spontan. (b) Pada potensial gelombang lambat, membran secara gradual mengalami hiperpolarisasi dan depolarisasi spontan bergantian. Terjadi letupan potensial aksi jilca depolarisasi membawa membran ke ambang.



lambat dapat berlanjut tanpa menghasilkan potensial aksi dan aktivitas kontraktil. Apakah ambang tercapai atau tidak bergantung pada titik awal potensial membran pada awal pergeseran ke depolarisasi. Titik awal ini, selanjutnya, dipengaruhi oleh faktor saraf dan lokal yang biasanya berkaitan dengan rnakanan (lihat Bab 16 untuk perincian selanjutnya). Ingat kembali bahwa sel otot polos unit tunggal tonik memiliki kadar Ca2+ sitosol dalam jumlah memadai untuk mempertahankan tegangan berkadar rendah meskipun tanpa adanya potensial aksi, sehingga sel otot polos ini juga bersifat miogenik. (Karena itu, otot polos multiunit semuanya bersifat neurogenik dan fasik; otot polos unit tunggal semuanya bersifat miogenik dan dapat bersifat fasik atau tonik.)



Gradasi kontraksi otot polos unit tunggal berbeda dari yang terjadi di otot rangka Otot polos unit tunggal berbeda dari otot rangka dalam gradasi kontraksi yang terjadi. Gradasi kontraksi otot rangka sepenuhnya



hapter



berada di bawah kontrol saraf, terutama yang melibatkan rekrutmen motorik dan penjumlahan kedutan. Pada otot polos unit tunggal, taut celah memastikan bahwa keseluruhan massa otot polos berkontraksi sebagai satu kesatuan sehingga jumlah serat otot yang berkontraksi tidak rungkin diubah-ubah. Untuk menghasilkan berbagai kekuatan kontraksi organ keseluruhan hanya tegangan serat yang dapat dimodifikasi. Bagian jembatan silang yang diaktifkan dan tegangan yang kemudian terbentuk di otot polos unit tunggal dapat digradasikan dengan memvariasikan konsentrasi Ca2+ sitosol. Satu eksitasi di otot polos tidak menyebabkan semua jembatan silang aktif, berbeda dengan otot rangka, yaitu ketika satu potensial aksi memicu pelepasan Ca2+ dalam jmnlah cukup untuk menyebabkan siklus di semua jembatan silang. Di otot polos, seiring dengan peningkatan konsentrasi Ca2+, semakin banyak jembatan silang yang diaktifkan dan semakin besar tegangan yang terbentuk.



saraf autonom. Pada otot polos unit tunggal (baik fasik maupun tonik), persarafan ini tidak memulai kontraksi, tetapi dapat memodifikasi kecepatan dan kekuatan kontraksi, baik meningkatkan atau menghambat aktivitas kontraktil bawaan suatu organ. Ingatlah bahwa regio cakram motorik yang terbatas pada suatu serat otot rangka herinteraksi dengan ACh yang dibebaskan dari terminal akson neuron motorik. Sebaliknya, reseptor-reseptor yang berikatan dengan neurotransmiter autonom tersebar di seluruh membran permukaan sel otot polos. Sel otot polos peka dalam berbagai derajat dan berbagai cara terhadap neurotransmiter autonom, bergantung pada distribusi reseptor kolinergik dan adrenergik sel (lihat h. 261-263). Setiap cabang terminal suatu serat autonom pascaganglion berjalan tnelintasi permukaan satu atau lebih sel otot polos, mengeluarkan neurotransmiter dari vesikel di dalam varikositas multipel sewaktu potensial aksi berjalan di sepanjang terminal (Gambar 5-33). Neurotransmiter berdifusi ke banyak reseptor spesifik di sel-sel di bawah terminal. Karena itu, berbeda dari hubungan diskret satulawan-satu di cakrarn motorik, suatu sel otot polos dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu jenis neurotransmiter, dan setiap terminal autonom dapat memengaruhi lebih dari satu sel otot polos. FAKTOR LAIN YANG MEMPENGARUHI AKTIVITAS OTOT POLOS



Faktor lain (selain neurotransmiter autonom) dapat memengaruhi frekuensi dan kekuatan kontraksi otot multiunit dan unit tunggal, termasuk peregangan mekanis, hormon tertentu, metabolit lokal, dan obat tertentu. Otot polos organ pencernaan juga dipengaruhi oleh sistem saraf enterik, yang merupakan anyaman khusus serat saraf yang terbentuk di dalam dinding saluran pencernaan (lihat h. 143 dan 618). Beberapa otot polos mendapat sedikit persarafan, contohnya adalah uterus, yang kecepatan dan kekuatan kontraksinya seluruhnya diatur oleh caraka kimia darah dan yang dilepaskan lokal, yang bervariasi sesuai tahap siklus menstruasi dan tahap kehamilan. Semua faktor ini akhirnya bekerja dengan memodifikasi permeabilitas kanal Ca2+ di membran plasma, retikulum sarkoplasma, atau keduanya, melalui berbagai mekanisme. Karena itu, otot polos lebih dipengaruhi oleh faktor eksternal daripada otot rangka, meskipun otot polos dapat berkontraksi sendiri dan otot rangka tidak.



Mitokonria



Akson neuron otonom pascaganglion



Vesikel yang berisi neurotransmiter Varikositas



Neurotransmileter Varikositas



Sel otot polos



Gambar 8-33 Persarafan otot polos oleh ujung saraf pascaganglion autonom.



Selanjutnya, sewaktu kita melihat hubungan panjang-tegangan di otot polos, kita akan memhahas efek peregangan tiiekanis (seperti yang terjadi selama pengisian organ berongga) pada kontraktilitas otot polos. Kita akan meneliti pengaruh kimiawi ekstrasel (hormnn dan metabolit lokal tertentu) pada kontraktilitas otot polos di babbab selanjutnya ketika kita membahas regulasi berbagai organ yang mengandung otot polos



Otot polos tetap dapat membentuk tegangan tetapi secara inheren berelaksasi ketika diregangkan. Hubungan antara panjang serat otot sebelum kontraksi dan tegangan yang dapat dihasilkan pada kontraksi berikutnya tidak terlalu berkaitan erat pada otot polos dibandingkan pada otot rangka. Kisaran panjang otot polos yang dapat menghasilkan tegangan hampir maksimal jauh lebih besar daripada otot rangka. Otot polos tetap dapat menghasilkan tegangan yang cukup besar meskipun telah diregangkan hingga 2,5 kali dari panjang istirahatnya, karena dua alasan. Pertama, berbeda dari otot rangka, yang panjang istirahatnya mendekati IO, pada otot polos panjang istirahat (tidak teregang) jauh lebih pendek daripada IO, Karena itu, otot polos dapat banyak diregangkan sebelum panjang optimalnya tercapai. Kedua, filamen tipis tetap bertumpang tindih dengan filamen tebal yang lebih panjang meskipun dalam posisi teregang, sehingga interaksi jembatan silang dan pembentukan tegangan masih dapat berlangsung. Sebaliknya, ketika otot rangka diregangkan hanya tiga perempat dari panjang istirahatnya, tilamen tebal dan tipis telah terpisah total dan tidak lagi dapat berinteraksi (lihat Gambar 8-21, h. 291). Kemampuan serat otot polos yang telah sangat diregangkan untuk tetap menghasilkan tegangan merupakan hal yang penting, karena serat otot polos di dinding suatu organ berongga secara progresif teregang ketika volume isi organ bertambah. Marilah kita lihat kandung kemih serat otot di kandung kemih secara bertahap terisi urine,



serat-serat tersebut tetap mempertahankan tonus mereka dan bahkan dapat membentuk tegangan sebagai respons terhadap sinyal yang mengatur pengosongan kandung kemih. Jika peregangan yang berlebihanmenghambat pembentukan tegangan, seperti di otot rangka, kandung kemih yang terisi tidak akan mampu mengosongkan isinya. RESPONS



RELAKSASI



STRES



Ketika suatu otot polos diregangkan secara mendadak, pada awalnya otot tersebutmeningkatkan tegangannya, seperti tegangan yang terbentuk ketika pita karet diregangkan. Namun, otot cepat menyesuaikan diri dengan panjangnya yang baru, dan secara inheren berelaksasi ke tingkat tegangan sebelum diregangkan, Mungkin karena tata-ulang



perlekatan jembatan silangnya. Jembatan silang otot polos terlepas relatif lambat. Pada peregangan ntendadak, diperkirakan bahwa setiap jembatan silang yang melekat akan menahan regangan, ikut serta meningkatkan secara pasif (bukan aktif) tegangan. Sewaktu jembatanjembatan silang tersebut terlepas, filamen akan bergeser ke posisi teregangnya, memulihkan tegangan ke tingkat semula. Sifat inheren otot polos ini disebut respons relaksasi stres.



KEUNTUNGAN HUBUNGAN PANJANG-TEGANGAN OTOT POLOS



Kedua respons otot polos terhadap peregangan ini-mampu membentuk tegangan meskipun diregangkan lebar-lebar dan secara inheren melemas ketika diregangkan-sangatlah menguntungkan. Kedua respons ini memungkinkan otot polos terdapat dalam berbagai panjang dengan tanpa mengalami banyak perubahan tegangan. Akibatnya, suatu organ berongga yang dilapisi oleh otot polos dapat mengakomodasi berbagai volume isinya dengan sedikit perubahan tekanan kecuali jika isi akan dikeluarkan dari organ. Pada saat itu, tegangan secara sengaja ditingkatkan oleh pemendekan serat otot. Serat otot polos dapat berkontraksi hingga separuh dari panjang normalnya, memungkinkan organ berongga secara drastis mengosongkan isinya dengan meningkatkan aktivitas kontraktil; karena itu, visera yang mengandung otot polos dapat dengan mudah menampung isi dalam jumlah besar, tetapi dapat pula mengosongkan isinya hingga nyaris habis. Rentang panjang ketika otot polos masih berfungsi normal (antara 0,5 hingga 2,5 kali panjang normal) jauh lebih besar daripada rentang panjang otot rangka untuk masih dapat berfungsi normal. Otot polos mengandung banyak jaringan ikat, yang mencegah organ berongga agar tidak teregang berlehihan. Tidak seperti otot rangka, yang perlekatan ke tulangnya membatasi seberapa jauh otot dapat diregangkan, jaringan ikat ini mencegah otot polos mengalaini peregangan berlebihan sehingga membentuk batas atas yang menentukan seberapa banyak isi yang dapat ditampung oleh suatu organ berongga berotot polos.



   313



Otot polos bergerak lambat dan bersifat ekonomis. Respons kontraktil otot polos berlangsung lebih daripada kedutaan otot rangka. Penguraian ATP oleh miosin ATPase jauh lebih lambat diotot polos, sehingga aktivitas jembatan sei otot polos silang dan pergeseran filamen berlangsung sekitar10 kali lebih lambat di otot polos dari pada di otot rangka. Satu selama 3 detik (3000 mdet), dibandingkan dengan maksimum 100 mdet yang diperlukan untuk setiap respons kontraktil di otot rangka. Otot polos juga berelaksasi lebih lamhat karena pembersihan Ca2+ berlangsung lebih perlahan. Namun, kelambanan ini jangan diartikan sehagai kelemahan. Otot polos dapat menghasilkan tegangan kontraktil persatuan luas potongan melintang yang sama seperti yang dihasilkan oleh otot rangka, tetapi otot polos melakukannya dengan lebih lambat dan dengan pengeluaran energi yang jauh lebih kecil. Karena siklus jembatan silang yang lamhat selama kontraksi otot polos, jembatan silang melekat lebih lama selama setiap siklus, dibandingkan dengan otot rangka; yaitu, jembatan silang "memegang erat" filamen tipis lebih lama dalam setiap siklus. Fenomena lekat ini memungkinkan otot polos mempertahankan tegangan dengan konsumsi ATP yang lebih sedikit, karena setiap siklus jembatan silang menggunakan satu molekul ATP. Durasi gaya yang dihasilkan oleh satu interaksi jembatan silang bertahan sekitar delapan kali lebih lama pada otot polos daripada pada otot rangka. Karena itu otot polos adalah jaringan kontraktil yang hemat, menyebabkannya cocok untuk kontraksi menetap jangka panjang dengan sedikit konsumsi energi dan tanpa kelelahan. Rerheda dengan kebutuhan yang cepat berubah yang dibcbankan pada otot rangka sewaktu Anda bergerak dan memanipulasi lingkungan eksternal Anda, aktivitas otot polos Anda diarahkan untuk durasi yang lebih lama dan melakukan penyesuaian yang lambat terhadap peruhahan. Karena sifatnya yang lamban dan susunan filamennya yang kurang teratur, otot polos sering secara salah dipandang sebagai versi otot rangka yang kurang berkembang. Sebenarnya, otot polos juga bersifat sangat spesialistik dipandang dari kebutuhan yang dihebankan padanya. Ini adalah jaringan efisien yang sangat adaptif.



silang, seperti di otot rangka. Juga seperti otot rangka, otot jantung memiliki hubungan panjang-tegangan yang jelas. Seperti serat otot rangka oksidatif, sel otot jantung mengandung banyak mitokondria dan mioglobin. Sel-sel ini juga memiliki tubulus T dan retikulum sarkoplasma yang cukup berkembang baik. Seperti pada otot polos, Ca2+ masuk ke sitosal dari CES dan retilculum sarkoplasma selama eksitasi jantung. Masuknya Ca2+ dari CES terjadi melalui reseptor dihidropiridin berpintu listrik, yang juga bekerja sebagai kanal Ca2+ di membran tubulus T. Pemasukan Ca2+ dari CES ini mernicu pelepasan Ca2+ intrasel dari retikulum sarkoplasma. Seperti otot polos unit tunggal, jantung memperlihatkan aktivitas pemacu (tetapi bukan gelombang lambat), memulai sendiri potensial aksi tanpa pengaruh eksternal apapun. Sel-sel jantung saling ciihubungkan oleh taut celah yang meningkatican penyebaran potensial aksi ke seluruh jantung, seperti pada otot polos unit tunggal. Jantung juga disarafi oleh sistem saraf autonom yang, bersama dengan hormon tertentu dan faktor lokal, dapat memodifikasi kecepatan dan kekuatan kontraksi. Hal yang khas bagi otot jantung adalah bahwa serat-serat otot jantung disatukan dalam suatu anyaman bercabang, dan potensial aksi otot jantung berlangsung lebih lama sebelum mengalami repolarisasi. Perincian lebih lanjut dan pentingnya ciri-ciri otot jantung di atas dibahas di bab selanjutnya.



Periksa Pemahaman Anda 8.6 1. Bandingan dan bedakan filamen tebal dan tipis pada otot rangka dan otot polos. 2. Bedakan sumber dan peran Ca2+ pada otot rangka,polos, dan jantung.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



Penyaluran nutrien dan O2 umumnya memadai untuk menunjang proses kontraktil otot polos. Otot polos dapat memanfaatkan beragam molekul nutrien untuk menghasilkan ATP. Tidak terdapat Otot rangka membentuk sistem otot itu sendiri. Otot jantung dan simpanan energi yang setara dengan kreatin fosfat pada otot rangka; otot polos adalah bagian organ yang membentuk sistem tubuh lain.Otot jantung hanya ditemukan di jantung, yaitu bagian dari simpanan tersebut tidak diperlukan. Penyaluran oksigen biasanya sistem sirkulasi. Otot polos ditemukan di dinding organ dan salsudah memadai untuk mengimbangi laju fosforilasi oksidatif yang uran berongga, termasuk pembuluh darah pada sistem sirkulasi, saluran berlangsung lambat yang dibutuhkan untuk menghasilkan ATP bagi napas pada sistem pernapasan, kandung kemih pada sistem kemih, otot polos yang hemat energi ini. Jika diperlukan, glikolisis anaerob lambung dan usus pada sistem pencernaan, serta komponen tubulus dapat menghasilkan ATP yang memadai jika pasokan O2 berkurang. pada sistem reproduksi (contohnya pada wanita adalah uterus).



Kontraksi otot rangka menghasilkan gerakan bagian-bagian tubuh



Otot jantung memadukan ciri otot rangka dan otot relatif satu sama lain dan gerakan tubuh keseluruhan dalam kaitannya polos. dengan lingkungan eksternal. Karena itu, otot-otot ini memungkinkan Otot jantung, yang hanya diternukan di jantung, memiliki beberapa kesamaan struktural dan fungsional dengan otot rangka dan otot polos unit tunggal. Seperti otot rangka, otot jantung tampak lurik, dengan filamen tebal dan tipis tersusun teratur membentuk pola pita regular. FiLamen tipis jantung mengandung troponin dan troprnitiosin, yang merupakan tempat kerja Ca2+ dalam mengaktifkan aktivitas jembatan



hapter BAB 8



Anda bergerak dan memanipulasi lingkungan eksternal. Padatingkatyang paling umum, sebagian gerakan ini ditujukan untuk mempertahankan homeostasis, misalnya menggerakkan tubuh menuju makanan atau menjauhi bahaya. Contoh fungsi homeostatik yang lebih spesifik yang dlaksanakan oleh otot rangka adalah mengunyah dan menelan makanan untuk diuraikan lebih lanjut di sistem pencernaan untuk menghasilkan molekul nutrien penghasil energi yang dapat digunakan (otot mulut dan



kerongkongan adalah otot rangka), dan bernapas untuk memperoleh O2 dan membuang CO2 (otot pernapasan adalah otot rangka). Pembentukan panas oleh kontraksi otot rangka juga merupakan sumber utama produksi panas dalam mempertahankan suhu tubuh. Otot rangka juga melaksanakan banyak aktivitas non-homeostatik yang memungkinkan kita bekerja dan bermain misalnya, mengoperasikan peralatan atau bersepeda sehingga kita dapat memberi kontribusi pada masyarakat dan menikmati diri sediri.



Semua sistem lain di tubuh, kecuali sistem imun (pertahanan), bergantung pada komponen otot non-rangka agar dapat melaksanakan fungsi homeostatik mereka. Sebagai contoh, kontraksi otot jantung di jantung mendorong darah masuk ke dalam pembuluh darah, dan kontraksi otot polos di lambung dan usus mendorong makanan yang tertelan menelusuri saluran cerna dengan kecepatan yang sesuai dengan sekresi berbagai getah pencernaan yang dikeluarkan di sepanjang rute untuk menguraikan makanan menjadi satuan-satuan yang dapat digunakan.



SOAL LATIHAN Jawaban di mulai di h. A-27.



12. Cocakkan yang berikut (dalaln kaitannya dengan otot rangka



Pertanyaan Objektif



1. 2. 3. 4.



Ca21 Tubulus T ATP Kantong leteral retikulum sarkoplasma 5. miosin 6. komples troponintropomiosin 7. aktin



1. Setelah potensial aksi di suatu serat otot selesai, aktivitas koritraktil yang dipicu oleh potensial aksi tersebut berhenti. (Benar atau salah?) 2. Kecepatan suatu otot memendek seluruhnya bergantung pada aktivitas ATPase serat-seratnya. (Benar atau salah?) 3. Ketika diregangkan secara maksimai, suatu otot rangka dapat menghasilkan tegangan maksimal saat berkontraksi karena filamen-filamen tipis dapat bergeser dalam jarak maksimal. (Benar atau salah?) 4. Potensial pemacu selalu memicu potensial aksi. (Benar atau sarah?) 5. Potensial gelombang-lambat selalu memicu potensial aksi.(Benar atau Salah?) 6. Otot polos dapat menghasilkan tegangan meskipun diregangkan lebar-lebar karena filamen-filamen tipisnya niasih tetap tumpang tindili dengan filamen tebalnya yang panjang. (Benar atau salah?) 7. Kontraksi_____adalah suatu kontraksi ketika otot menlendek, sedangkan otot memanjang pada kontraksi_____ 8. Neuron motorik_____menyarafi serat otot ekstrafusal, sedangkan serat intrafusal disarafi oleh neuron motorik_____ 9. Ketiga jenis atrofi adalah _____, _____, dan_____ 10. Mana dari yang berikut ini memberikan sinyal langsung ke neuron motorik alfa? (Sebutkan semuu jawaban yang benar.) a. korteks motorik primer b. batang otak c. serebelum d. nukleus basal e. jalur refleks spinal 11. Mana dari yang berikut tidak berperan menyebabkan relaksasi otot? a. penyerapan kembali ca2+ oleh retikulum sarkoplasma b. tidak ada lagi ATP c. tidak ada lagi potensial aksi d. pembersihan Ach di end-plate asetilkolinesterase e. filamen bergeser balik ke posisi istirahatnya



(a) secara siklis berikatan (b) memiliki aktivitas ATPase dengan jembatan silang miosin sewaktu kontraksi (c) memasok energi untuk kayuhan kuat jembatan silang (d) dengan cepat menyalurkan potensial aksi ke bagian tengah serat otot (e) menyimpanCa2+ komples troponin(f) menarik tropomiosinkeluar dari posisi menghambatnya (g) mencegah aktin berinteraksi dengan miosin ketika serat otot tidak tereksitasi



13.



Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan apa yang terjadi pada pola lurik sewaktu kontraksi: (a) ukurannya tetap selama 1. miofilamen tebal 2. miofilamen tipis kontraksi 3. pita A (b) berkurang panjangnya 4. pita 1 (memendek)sewaktu 5. zona H kontraksi 6. sarkomer



  



315



Pertanyaan Esai 1. Jelaskan tingkat organisasi di suatu otot rangka. 2. Apa yang menimbulkan gambaran lurik pada otot rangka? Jelaskan atau gambarkan susunan filamen tebal dan tipis yang menyebabkan terbentuknya pola lurik tersebut. 3. Apa yang dimaksud dengan unit fungsional otot rangka? 4. Jelaskan komposisi filamen tebal dan tipis. 5. Jelaskan mekanisme pergeseran filamen pada kontraksi otot. Bagaimana kayuhan kuat jembatan silang menyebabkan serat otot memendek? 6. Bandingkan proses penggabungan eksitasi-kontraksi pada otot rangka dengan yang terjadi pada otot polos. 7. Bagaimana gradasi kontraksi otot rangka dicapai? 8. Apa yang dimaksud dengan unit motorik? Bandingkan ukuran unit motorik pada otot yang terkontrol secara halus dengan otot yang khusus melakukan kontraksi kasar bertenaga. Jelaskan rekrutmen unit motorik. 9. Jelaskan penjumlahan kedutan dan tetanus. 10. Bagaimana panjang suatu serat otot rangka pada awal kontraksi memengaruhi kekuatan kontraksi selanjutnya? 11.Bandingkan kontraksi isotonik, isokonetik, dan isometrik 12.Jelaskan peran masing-masing dari yang berikut dalam menjalankan kontraksi otot rangka: ATP, kreatin fosfat, fosforilasi oksidatif, dan glikolisis. Bedakan antara latihan aerobik dan anerobik 13. Bandingkan ketiga jenis serat otot rangka. 14. Apa peran sistem kortikospinal dan sistem multineuron dalam mengontrol gerakan motorik? 15. Jelaskan struktur dan fungsi gelendong otot dan organ tendon Golgi. 16. Bedakan antara otot polos fasik dan tonik. 17. Bedakan antara otot polos multiunit dan unit tunggal. 18. Bedakan antara aktivitas otot neurogenik dan miogenik. 19. Bagaimana gradasi kontraksi otot polos dicapai? 20. Bandingkan kecepatan kontraksi dan pengeluaran energi relatif antara otot rangka dan otot polos. 21. Dalam hal apa otot jantung secara fungsional serupa dengan otot rangka dan dengan otot polos unit tunggal?



Latihan Kuantitatif 1. Bandingkan dua orang yang masing-masing melempar bola kasti, satu adalah atlet akhir-pekan dan yang lain adalah atlet protesional. a. Dari insofmasi berikut, hitunglah kecepatan bola sewaktu nleninggalkan tangan atlet amatir di atas: • Jarak dari kantong bahu (kaput humeri)nya dengan bola sewaktu meninggalkan tangan bahu (kaput humeri)nya dengan bola adalah 70 cm. • Jarak dari kaput humeri ke titik insersi otot-otot yang menggerakkan lengannya (di sini kita harus Inelakukan penyederhanaan karenabahu sebenar- nya adalah sendi yang rumit) adalah 9 cm. • Kecepatan pemendekan otot adalah 2,6 m/dtk b. Atlet profesional melontarkan bola dengan kecepatan 85 mil per jam. Jika titik insersirnya juga 9 cm dari kaput humeri dan jarak dari kaput humerinya ke bola adalah 90 cm, seberapa cepat otot atletprofesional ini memendek dibandingkan atlet amatir di atas? 2. Kecepatan suatu otot memendek berkaitan dengan gaya yang dapat diciptakannya melalui cara berikut:] v 5 b1F0 2 F2 / 1F 1 a2



dengan v adalah kecepatan pemendekan dan F0 dapat dianggap sebagai "batas atas beban'; atau gaya maksimal yang dapat dihasilkan oleh suatu otot melawan resistensi. Parameter a berbanding terbalik dengan kecepatan siklus jembatan silang, dan b setara dengan jumlah sarkomer segaris pada suatu otot. Gambarlah kurva resistensi (beban)-kecepatan yang diprediksi oleh persamaan ini dengan memplotkan titik F= 0 dan F= F0. Nilai v terletak di sumbu vertikal; nilai F terletak di sumbu horizontal; n, b, dan F0 adalah konstanta. a. Perhatikan bahwa kurva yang dihasilkan dari persamaan ini sama seperti yang terdapat di Gambar 8-16, h 286. Mengapa kurva memiliki bentuk ini? Apa yang dikatakan oleh bentuk kurva tentang kinerja otot secara keseluruhan? b. Apa yang terjadi pada kurva resistensi (beban)- kecepatan jika Fo ditingkatkan? Jika kecepatan siklus jembatan silang ditingkatkan? Jika ukuran otot meningkat? Bagaimana masing-masing perubahan tersebut memengaruhi kinerja otot? 1FC Hoppensteadt dan CS Peskin, Mathematics in Medicine and the life Sciences (New York: Springer, 1992), persamaan 9.1.1, h. 199.



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Mengapa latihan aerobik teratur memberi manfaat kardiovaskular yang lebih besar daripada latihan beban? (Petunjuk: Jantung berespons terhadap kebutuhan yang dibebankan kepadanya dengan cara serupa seperti yang dilakukan oleh otot rangka.) 2. Jika otot biseps seorang anak berinsersi 4 cm dari siku dan panjang lengan dari siku ke tangan adalah 28 cm, berapa besar gaya yang harus dihasilkan oleh biseps agar anak tersebut dapat mengangkat 8 kg buku dengan satu tangan?    hapter



3. Letakkan diri Anda di posisi ilmuwan yang menemukan mekanisme pergeseran filamen pada kontraksi otot dengan mempertimbangkan perubahan molekular yang harus terlibat tmtuk dapat menjelaskan perubahan pola lurik yang diamati sewaktu kontraksi. Jika anda membandingkan serat otot dalam keadaan relaksasi dan berkontraksi di bawah mikroskop elektron (lihat Gambar 8-3a,h.280), bagaimana Anda menentukan bahwa panjang filamen tipis tidak berubah sewaktu otot berkontraksi?



Anda tidak dapat melihat atau mengukur panjang satu filamen tipis dengan pembesaran ini (Petunjuk: Apa petunjuk dalam pola lurik yang mewakili kedua ujung filamen tipis? Jika petunjuk-petunjuk ini berjarak sama pada keadaan serat berelaksasi atau berkontraksi, filamen tipis tidak mengalami perubahan panjang.) 4. Jenis latihan non-salju apa yang Anda anjurkan bagi peselancar ski turun-gunung versus peselancar ski lintas-alam? Perubahan otot rangka adaptif apa yang Anda harapkan dicapai oleh atlet dari masing-masing jenis olahraga tersebut?



kontraksi kandung kemih dan relaksasi sfingter uretra eksternus, suatu cincin otot yang menjaga pintu keluar kandung kemih. Jika waktunya kurang tepat untuk berkemih saat refleks miksi tersebut terpicu, sfingter uretra eksternus dapat secara sengaja dikontraksikan tmtuk mencegah pengeluaran urine meskipun kandung kemih berkontraksi. Dengan menggunakan pengetahuan Anda tentang jenis otot dan persarafannya, jenis otot apa yang membentuk kandung kemih dan sfingter uretra eksternus, serta cabang divisi eferen susunan saraf tepi apa yang menyarafi kedua otot tersebut?



5. Ketika kandung kemih terisi dan retleks berkemih (miksi) terpicu, saraf yang menyarafi kandung kemih mendorong



PERTIMBANGAN KLINIS Jason W. dengan tidak sabar menunggu dokter selesai membuka gips dari tungkainya, yang patah enam minggu yang lalu di hari terakhir sekolahnya. Libur musim panas telah berlalu separuhnya dan ia tidak dapat berenang, bermain kasti, atau ikut serta dalam semua olahraga yang digemarinya. Ketika gipsnya akhirnya dibuka, kegembiraan Jason pupus



oleh kekhawatiran ketika ia melihat bahwa garis tengah tungkainya yang cedera tampak lebih kecil daripada tungkai normalnya. Apa yang menjelaskan pengurangan ukuran ini? Bagaimana tungkainya dapat dipulihkan ke ukuran dan fungsi normalnya?.



Fisiologi Otot



317



hapter 8.1| Struktur Otot Rangka (h 273–277) Otot,spesialis kontraksi, mampu menghasil kantegangan, memendek menghasilkan gerakan,dan melaksanakan kerja.







Ketiga jenis otot dikelompokkan ke dalam dua cara berbedaberdasarkan ciri-ciri umum. (1) Otot rangka dan otot jantung adalah otot lurik sementara otot polos tidak memiliki gambaran lurik. (2) Otot rangka bersifat volunter, sedangkan otot jantung dan otot polos involunter. (Lihat Gambar 8-1 dan Tabel 8-3, h. 306–307).







Otot rangka dibentuk oleh berkas-berkas sel otot silindris panjang,yang dikenal sebagai serat otot, yang dibungkus dalam jaringan ikat. Serat-serat otot dikemas bersama miofibril, setiap miofibril terdiri dari tumpukan set filamen tebal dan tipis bergantian dan sedikit tumpang tindih. Susunan ini menyebabkan serat otot rangka tampak bergarisgaris pada pemeriksaan mikraskopik, yang terdiri dari pita A gelap dan pita I terang bergantian. Satu sarkomer, area di antara dua garis Z, adalah unit fungsional otot rangka. (Lihat Gambar 8-2, 8-3, dan pembuka bab). ■



■ Filamen tebal terdiri dari protein miosin. Jembatan silang yangterbentuk dari kepala globular malekul miosin menonjol dari setiap filamen tebal menuju filamen tipis di sekitarnya. (Lihat Gambar 8-2 dan 8-4. ) ■ Filamen tipis terutama terdiri dari protein aktin, yang dapat berikatan dan berinteraksi dengan jembatan silang miosin untuk menghasilkan kontraksi. Pada keadaan istirahat dua protein regulatorik, tropomiosin dan troponin, terletak melintang di permukaan filamen tipis untuk mencegah interaksi jembatan silang ini. (Lihat Gambar 8-2 dan 8-5. )



Kartu pelajar Dengan pelekatan ATP segar ke jembatan silang, miosin dan aktinterlepas, jembatan silang kembali ke bentuknya semula, dan siklus diulang. Siklus berulang aktivitas jembatan silang menggeser filamen tipis ke arah dalam setahap demi setahap. (lihat Gambar 8-8 dan 8-12.)







■ Ketika potensial aksi berakhir, kantong lateral secara aktif menyerap Ca2+, troponin dan tropomiosin kembali bergeser ke posisi menghambat, dan terjadi relaksasi. (lihat Gambar 8-11.) ■ Keseluruhan respons kontraktil berlangsung nsekitar 100 kalilebih lama daripada waktu potensial aksi. (Lihat Gambar 8-18.)



8.3 |



Mekanika Otot Rangka h. 284–292)



■ Tegangan dihasilkan di dalam otot oleh komponen kontraktil (pemendekan sarkomer disebabkan oleh siklus jembatan silang). Untuk menggerakan tulang yang dilekati oleh insersi otot, tegangan internai ini disalurkan ke tulang sewaktu komponen kontraktil teregang dan mengencangkan komponen seri-elastik (tendon) otot. Beban adalah gaya pelawan yang ditimbulkan ke otot oleh berat suatu benda. (Lihat gambar 8-14. ) ■ Ketiga jenis utama kontraksi otot adalah (1) isotonik berarti tegangan konstan), yaitu beban tetap konstan sewaktu panjang otot berubah (memendek dalam kontraksi konsentrik dan memanjang dalam kontraksi eksentrik), (2) isokinetik (kecepatan konstan), yaitu kecepatan pemendekan tetap konstan sewaktu panjang otot berubah, dan (3) isometrik (panjang tetap), yaitu panjang otot tidak berubah sewaktu tegangan meningkat. ■ Laju, atau kecepatan, pemendekan berbanding terbalik dengan beban. (Lihat Gambar 8-16.)



8.2| Dasar Molekular kantraksi Otot Rangka (h. 277–284) Eksitasi suatu seratotot rangka oleh neuron motoriknya menimbulkan kontraksi melalui serangkaian kejadian yang menyebabkan filamenfilamen tipis bergeser saling mendekat di antara filamen tebal. (Lihat Gambar 8-7.) ■



■ Mekanisme pergeseran filamen pada kontraksi otot ini diaktifkanolehpelepasan Ca2+ dari kantong lateral retikulum sarkaplasma sebagai respans terhadap penyebaran potensial aksi serat otot ke dalam bagian sentral serat melalui tubulus T. (Lihat Gambar 8-9, 8-10, dan 8-11) ■ Ca2+ yang dibebaskan berikatan dengan troponin, sedikit mereposisi tropomiosin untuk memajankan tempat pengikatan jembatan silang aktin. (Lihat Gambar 8-6 dan 8-11. )



Pengikatan aktin dengan jembatan silang miosin memicu kayuhanjembatan silang, ditenagai oleh energi yang tersimpan di kepala miosin dari pemecahan ATP sebelumnya oleh miosin ATPase. Selama kayuhan kuat, jembatan silang menekuk ke arah tengah filamen tebal, "mengayuh" filamen tipis yang dilekati oleh filamen tebal ke arah dalam. (Lihat Gambar 8-8, 8-11, dan 8-12.) ■



■ Jumlah kerja yang dilaksanakan oleh otot yang berkontraksi setara dengan besarnya beban dikalikan dengan jarak beban yang dipindahkan. Banyak otot merupakan bagian sistem peng-ungkit yang memperkuat jarak dan kecepatan pemendekan otot dengan mengorbankan bahwa otot harus menghasilkan gaya yang lebih besar untuk memindahkan beban. (Lihat Gambar 8-17). Jumlah energi yang dikonsumsi oleh otot yang berkontraksi yang disadari sebagai kerja eksternal bervariasi dari 0% hingga 25%; energi sisanya dikonversi menjadi panas. ■ Gradasi kontraksi otot keseluruhan dapat dilakukan dilakukan dengan (1) mengubah-ubah jumlah serat otot yang berkontraksi di dalam otot dan (2) mengubah-ubah tegangan yang dibentuk oleh setiap serat yang berkontraksi, (Lihat Tabel 8-2, h. 304.)



■ Jumlah serat yang berkontraksi bergantung pada (1) ukuran otot (jumlah serat otot yang ada), (2) tingkat rekrutmen unit motorik (berapa banyak neuron motorik yang menyarafi otot yang aktifl, dan (3) ukuran masing-masing unit motorik (berapa banyak serat otot diaktifkan secara bersamaan oleh satu neuron motorik). Satu unit motorik adalah neuron motorik dan semua serat otot yang disarafinya. (lihat Gambar 8-18 dan 8-19 serta Tabel 8-2. )



■ Dua faktor variabel yang memengaruhi tegangan serat adalah (1) frekuensi rangsangan, yang menentukan tingkat penjumlahan kedutan;dan (2) panjang serat sebelum awitan kontraksi (hubungan panjang tegangan). (Lihat Tabel 8-2.) ■ Penjumlahan kedutan adalah peningkatan tegangan yang menyertai rangsangan beruiang serat otot Setelah mengalami satu potensial aksi, membran sel otot pulih dari periade refrakternya dan dapat kembali dirangsang sementara sebagian aktivitas kontraktil yang dipicu oleh potensial aksi pertama masih berlangsung sehingga kedutan yang diinduksi oleh dua potensial aksi yang berturutan dijumlahkan. Jika serat otot dirangsang sedemikian cepat sehingga serat tersebut tidak mendapat kesempatan untuk berelaksasi di antara rangsangan, terjadi kontraksi menetap maksimal yang dikenal sebagai tetanus. (Lihat Gambar 8-20. ) ■ Tegangan juga bergantung pada panjang serat pada awal kontraksi. Pada panjang optimai (IO), kesernpatan untuk interaksi jembatan silang adaiah maksimal karena tumpang tindih filamen tebal dan tipis optimal sehingga dapat terbentuk tegangan yang terbesar. Pada panjang yang lebih besar atau lebih kecil, tegangan yang terbentuk akan lebih kecil. (Lihat Gambar 8-21.)



8.4 | Metabolisme dan Jenis Serat Otot Rangka (h. 292– 299) ■ Tiga jalur menyalurkan ATP yang dibutuhkan oleh kontraksi danrelaksasi otot: (1) pemindahan fosfat berenergi tinggi dari kreatinin fosfat simpanan ke ADP, merupakan sumber ATP pertama pada permulaan olahraga; (2) fosforiiasi oksidatif, yang secara efisien mengekstraksi sejumlah besar ATP dari molekul nutrien jika tersedia cukup O2 untuk menunjang sistem ini; dan (3) glikolisis, yang dapat menghasilkan ATP tanpa O2 tetapi menggunakan banyak glikogen simpanan serta menghasilkan laktat dalam prosesnya. (Lihat Gambar 8-22. ) ■ Ketiga jenis serat otat digolongkan berdasarkan jalur yang digunakanuntuk menyintesis ATP (oksidatif atau glikolitik) dan kecepatan otot menguraikan ATP dan selanjutnya berkontraksi (kedut lambat atau kedut cepat): (1) serat oksidatif-lambat, (2) serat oksidatif cepat, dan (3) serat glikolitik cepat. (Lihat Tabel 8-1 dan Gambar 8-23.)



8.5 | Kontral Gerakan Motorik (h. 299–306) Kontrol gerakan motorik bergantung pada tingkat aktivitas dimasukan prasinaps yang berkonvergensi di neuron motorik yang menyarafi berbagai otot: (1) jalur refleks spinal, yang berasal dari neuron aferen; (2) sistem motorik kortikospinal (piramidal) yang berasal dari korteks motorik primer dan terutama berkaitan dengan gerakan tangan diskretyang halus; dan (3) sistem motorik multineuron (ekstrapiramidal) yang berasal dari batang otak dan terutama berkaitan dengan penyesuaian postur dan gerakan involunter badan dan anggota badan. Sinyal motorik terakhir dari batang otak dipengaruhi oleh serebelum, nukleus basal, dan korteks serebri. (Lihat Gambar 8-24.) ■



■ Pembentukan dan penyesuaian perintah motorik bergantungpada masukan aferen kontinu, terutama umpan-balik mengenai perubahanperubahan pada panjang otot (dipantau oleh gefendong otot) dan tegangan otot (dipantau oleh organ tendon Golgi). (Lihat Gambar 8-25. )



Ketika suatu otot diregangkan, peregangan gelendonggelendongototnya akan memicu refleks regang, yang menyebabkan kontraksi refleks otot tersebut. Refleks ini menahan setiap perubahan pasif pada panjang otot. (Lihat Gambar 8-26 dan 8-27.)







8.6 |



Otot Polos dan JantEang (h. 306–314)



Sel otot palos berbentuk gelendong dan jauh lebih kecil daripadaserat otot rangka. Filamen tebal dan tipis otot polos tersusun secara diagonal dalam kisi-kisi berbentuk berlian dan bukan berjalan paralel sehingga serat otot polos tidak tampak lurik.(Lihat Gambar 8-28 dan 8-29.) ■



Pada otot polos, Ca2+ sitosol, yang masuk dari cairan ekstrasel ■ dan juga dibebaskan dari simpanan intrasel yang terbatas, mengaktifkan siklus jembatan silang dengan memicu serangkaian reaksi biokimia yang menyebabkan fosforilasi rantai ringan jembatan silang miosin sehingga memungkinkannya bereaksi dengan aktin. (Lihat Gambar 8-30 dan 8-31. ) ■ Otot polos di berbagai organ sangat beragam dan dapatdiklasifikasikan dengan berbagai cara: fasik atau tonik, multiunit atau unit tunggal, dan neurogenik atau miagenik ■ Otot polos fasik memperlihatkan letupan-letupan kontraksi yang menonjol sebagai respons terhadap potensial aksi. Otot polos tonik berkontraksi parsial di setiap saat tanpa adanya potensial aksi karena masuknya Ca2+ secara terus-menerus melalui kanal Ca2+ membran permukaan yang terbuka. ■ Otot polos multiunit bersifat neurogenik, memerlukan rangsangansetiap serat otot oleh pasokan saraf autonomnya untuk memulai kontraksi. Otot pofos unit tunggal bersifat miogenik; otot ini dapat memuiai sendiri kontraksinya. Beberapa sel nonkontraktil yang khusus dan terangsang sendiri pada otot polos unit tunggal fasik secara spontan berdepolarisasi ke ambang akibat potensial pemacu (pergeseran spontan ke ambang) atau potensiai gelombang lambat (perubahan ayunan potensial spontan depolarisasi dan hiperpolarisasi bergantian). Ketika ambang tercapai dan potensial aksi dimulai, aktivitas listrik ini menyebar melalui taut celah ke sel kontraktil sekitar di dalam sinsitium fungsionalnya, sehingga seluruh otot polos terangsang dan berkontraksi sebagai satu unit. (Lihat Gambar 8-32.)



Derajat ketegangan di otot polos bergantung pada kadar Ca2 Sistem saraf autonom (Lihat Gambar 8-33), serta horman dan metabolit fokal, dapat memodifikasi kekuatan dan kecepatan kontraksi dengan mengubah konsentrasi Ca2+ sitosol. ■



+sitosol.



Kontraksi otot polos bersifat lambat dan efisien dari segi energi ■ sehingga jenis otot ini dapat melakukan kontraksi jangka panjang tanpa kelebihan. Sifat hemat ini, disertai oleh kenyataan bahwa otot polos unit tunggal dapat berada dalam berbagai panjang tanpa banyak mengalami perubahan tegangan, menyebabkan otot polos unit tunggal sangat cocok untuk membentuk dinding organ berongga yang dapat teregang. Otot jantung hanya ditemukan di jantung. Otot ini memiiiki serat ■ lurik yang sangat terorganisasi seperti otot rangka. Seperti otot polos unit tunggal, sebagian serat otot jantung yang khusus dan dapat terangsang sendiri dapat menghasilkan potensial aksi, yang menyebar ke seluruh jantung melalui bantuan taut celah (Lihat Tabel 8-3.)



Angiogram



sinar-X



berwarna



jantung



sehat. Penyuntikan



pewarna yang terlihat di gambar sinar-X digunakan untuk memeriksa pembuluh darah yang mendarahi otot jantung. DI slni diperlihatkan arteri koronaria kiri (biru) yang mendarahi banyak bagian jantung



Zephyr/Photo Researchers, Inc.



9 Fisiologi Jantung Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI 9.1 Anatomi Jantung 9.2 Aktivitas Listrik Jantung 9.3 Peristiwa Mekanis Siklus Jantung 9.4 Curah Jantung dan Kontrolnya 9.5 Pemberian Nutrisi Otot Jantung



Untuk mempertahankan homeostasis, materi esensial seperti O2 dan nutrien harus diangkut secara terus-menerus dari lingkungan luar dan dihantarkan ke sel, dan sisasisa metabolit harus dibuang terus-menerus. Selain itu, panas berlebih yang dihasilkan otot harus diangkut ke kulit tempat panas dilepaskan tubuh untuk membatu mempertahankan suhu tubuh. Homeostasis juga tergantung pada transfer hormon, yang merupakan pengatur caraka kimia yang penting, dari tempat produksinya ke tempat kerjanya. Sistem sirkulasi, yang berperan terhadap homeostasis dengan berperan sebagai sistem pengangkut di tubuh, terdiri dari jantung, pembuluh darah, dan darah. Seluruh jaringan tubuh terus-menerus bergantung pada aliran darah penyokong yang disediakan oleh jantung dengan berkontraksi, atau memompa darah. Jantung menyediakan darah melalui pembuluh darah untuk dialirkan ke jaringan dalam jumlah yang mencukupi, baik tubuh dalam keadaan istirahat maupun melakukan suatu latihan berat.



Sirkulasi sistematik



Mulai dari hanya beberapa hari setelah pembuahan hingga meninggal, jantung terus berdenyut. Selama rentang hidup rerata manusia, jantung berkontraksi sekitar 3 miliar kali, tidak pernah berhenti kecuali selama sepersekian detik untuk mengisi di antara denyut-denyut. Dalam sekitar tiga minggu setelah konsepsi, jantung pada mudigah yang sedang tumbuh mulai berfungsi. Jantung adalah organ pertama yang fungsional. Pada tahap ini, mudigah manusia memiliki panjang hanya beberapa milimeter, seukuran huruf besar di halaman ini. Mengapa jantung berkembang sedemikian dini, dan mengapa sangat krusial sepanjang hidup? Organ ini penting karena sistem sirkulasi adalah sistem transpor tubuh. Mudigah manusia, karena memiliki sedikit kuning telur yang tersedia sebagai makanan, bergantung pada pembentukan segera sistem sirkulasi yang dapat berinteraksi dengan sirkulasi ibu untuk menyerap dan menyebarkan pasokan yang sangat penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan ke jaringan yang sedang berkembang. Dengan demikian, dimulailah kisah sistem sirkulasi, yang berlanjut sepanjang hayat sebagai saluran vital untuk mengangkut berbagai bahan yang mutlak dibutuhkan oleh sel-sel tubuh.



Anyaman kapiler bagian atas tubuh



Arteri sistematik (kebagian tubuh) Sirkulasi paru



Sirkulasi paru



vena sistematik



Aorta Arteri paru



Arteri paru



vena paru



Anyaman kapiler paru kanan



vena paru



Arteri sitematik (kebagian tubuh)



vena sistematik



Sistem sirkulasi memiliki tiga komponen dasar: 1. Jantung berfungsi sebagai pompa yang memberi tekanan pada darah untuk menghasilkan gradien tekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah ke jaringan. Seperti semua cairan, darah mengalir menuruni gradien tekanan dari daerah dengan tekanan tinggi ke daerah dengan tekanan rendah. Bab ini berfokus pada fisiologi jantung. 2. Pembuluh darah merupakan saluran untuk mengarahkan dan menyebarkan darah dari jantung ke semua bagian tubuh dan kemudian dikembalikan ke jantung. Pembuluh darah terkecil dirancang otot untuk pertukaran cepat bahan-bahan antara sel sekitar dengan darah di dalam pembuluh(lihat Bab 10). 3. Darah adalah medium pengangkut tempat larutnya atau tersuspensinya bahan-bahan (misalnya, O2, CO2, nutrien, zat sisa, elektrolit, dan hormon) yang akan diangkut jarak-jauh di dalam tubuh (lihat Bab 11). Darah terus-menerus mengaliri sistem sirkulasi ke dan dari jantung melalui dua lengkung vaskular (pembuluh darah) terpisah, dengan keduanya berasaldari dan berakhir di jantung (Gambar 9-1). Sirkulasi paru terdiri dari lengkung tertutup pembuluh-pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan paru (pulmo artinya “paru").



Anyaman kapiler paru kiri



Anyaman kapiler bagian bawah tubuh



Sirkulasi Sistematik KUNCI darah kaya-O2



= darah kurang-O2



Gambar 9-1 Sirkulasi paru dan sistemik dalam hubungannya dengan jantung. Sistem sirkulasi terdiri dari dua lengkung vaskular terpisah: sirkulasi paru, yang membawa darah antara jantung dan paru; dan sirkulasi sistemik, yang membawa darah antara jantung dan sistem organ. Masing-masing lengkung ini membentuk angka "8", dengan sirkulasi paru secara bersamaan mendarahi paru kanan dan kiri dan sirkulasi sistemik secara bersamaan mendarahi bagian atas dan bagian bawah tubuh



Sirkulasi sistemik adalah sirkuit pembuluh yang mengangkut darah antara jantung dan sistem tubuh lain. Masing masing lengkungan vaskular ini membentuk angka "8". Sirkulasi paru secara bersamaan mengalir melalui paru kanan dan paru kiri; sirkulasi sistemik secara bersamaan mengalir melalui setengah bagian atas dan setengah bagian bawah tubuh.



  



321



Jantung adalah organ berongga dan berotot seukuran kepalan tangan. Organ ini terletak di rongga toraks (dada) sekitar garis tengah antara sternum (tulang dada) di sebelah anterior dan vertebra (tulang belakang) di posterior. Letakkan tangan Anda di atas jantung. Orang biasanya meletakkan tangan mereka di sisi kiri jantung, meskipun jantung sebenarnya terletak di tengah dada. Jantung memiliki dasar lebar di atas dan meruncing membentuk titik di ujungnya, apeks, di bagian bawah. Jantung terletak menyudut di bawah sternum sedemikian sehingga dasarnya terutama terletak di kanan dan apeks, di kiri sternum. Ketika jantung berdenyut kuat, apeks memukul bagian dalam dinding dada di sisi kiri. Karena kita sadar akan denyut jantung melalui denyut apeks di sisi kiri dada, kita cenderung berpikir-secara salah-bahwa seluruh jantung ada di kiri. Posisi jantung antara dua struktur tulang, sternum dan vertebra, memungkinkan kita secara manual memompa darah keluar jantung ketika jantung memompa. dengan kurang efektif. Dengan secara ritmis menekan sternum, jantung tertekan antara sternum dan vertebra sehingga darah dipompa ke pembuluh darah, mempertahankan aliran darah ke jaringan. Kompresi jantung eksternal ini, yang merupakan bagian resusitasi jantung-paru (RJP), berfungsi sebagai tindakan penyelamat nyawa hingga terapi yang sesuai dapat memulihkan jantung ke fungsi normalnya.



Jantung merupakan pompa ganda. Meskipun secara anatomis jantung adalah organ tunggal, sisi kanan dan kiri jantung berfungsi sebagai dua pompa terpisah. Jantung dibagi menjadi paruh kanan dan kiri serta memiliki empat rongga, satu rongga atas dan satu bawah di tiap-tiap bagian (Gambar 9-2a). Rongga-rongga atas, atrium, menerima darah yang kembali ke jantung dan memindahkannya ke rongga bawah, ventrikel, yang memompa darah dari jantung. Pembuluh yang mengembalikan darah dari jaringan ke atrium adalah vena, dan yang membawa darah menjauhi ventrikel ke jaringan adalah arteri. Kedua paruh jantung dipisahkan oleh septum, suatu partisi berotot kontinu yang mencegah pencampuran darah dari kedua sisi jantung. Pemisahan ini sangat penting karena separuh kanan jantung menerima dan memompa darah miskin O2, sementara sisi kiri jantung menerima dan memompa darah kaya O2. SIRKUIT LENGKAP ALIRAN DARAH Marilah kita lihat bagaimana jantung berfungsi sebagai suatu pompa ganda dengan mengikuti jejak setetes darah melintasi satu sirkuit lengkap (Gambar 9-2a dan b). Darah yang kembali dari sirkulasi sitemik masuk ke atrium kanan melalui dua vena besar, vena kava, satu mengembalikan darah dari bagian di atas jantung dan yang lain dari bagian di bawah jantung. Tetes darah yang masuk ke atrium kanan telah kembali dari jaringan tubuh, tempat O2 telah diambil darinya dan CO2 ditambahkan ke dalamnya. Darah yang terdeoksigenasi parsial ini mengalir dari atrium kanan ke dalam ventrikel kanan, yang memompanya keluar melalui arteri pulmonaris. Arteri ini segera membentuk dua cabang, satu berjalan ke masing-masing dari kedua paru. Karena itu, sisi kanan jantung menerima darah dari sirkulasi sistemik dan memompanya ke dalam sirkulasi paru.



   BAB 9



Di dalam paru, tetes darah tersebut kehilangan CO2 ekstra dan menyerap pasokan segar O2 sebelum dikembalikan ke atrium kiri melalui vena pulmonaris yang datang dari kedua paru. Darah kaya-O2 yang kembali ke atrium kiri ini selanjutnya mengalir ke dalam ventrikel kiri, rongga pemompa yang mendorong darah ke seluruh sistem tubuh kecuali paru; yaitu, sisi kiri jantung menerima darah dari sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. Satu arteri besar yang membawa darah menjauhi ventrikel kiri adalah aorta. Aorta bercabang-cabang menjadi arteri-arteri besar yang mendarahi berbagai organ tubuh. Berbeda dengan sirkulasi paru, yang semua darahnya mengalir ke paru, sirkulasi sistemik dapat dipandang sebagai suatu rangkaian jalur paralel. Sebagian darah yang dipompa oleh ventrikel kiri mengalir ke otot, sebagian ke ginjal, sebagian ke otak, dan sebagainya (Gambar 9-2b). Karena itu, keluaran ventrikel kiri terdistribusi sedemikian sehingga setiap bagian tubuh menerima darah segar. Karena itu, tetes darah yang kita telusuri mengalir hanya ke satu organ sistemik. Sel-sel jaringan di dalam organ tersebut menyerap O2 dari darah dan menggunakannya untuk mengoksidasi nutrien untuk menghasilkan energi; dalam prosesnya, sel jaringan membentuk CO2 sebagai produk sisa metabolit yang ditambahkan ke dalam darah (lihat h. 5 dan h. 40). Tetesan darah, yang kandungan O2nya terkuras sebagian dan mengalami peningkatan kandungan CO2, kembali ke sisi kanan jantung, yang kembali memompanya ke paru. Satu sirkuit tuntas. PERBANDINGAN POMPA KANAN DAN KIRI Kedua sisi jantung



secara simultan memompa darah dalam jumlah setara. Volume darah miskin O2 yang sedang dipompa ke paru oleh sisi kanan jantung segera menjadi sama dengan volume darah kaya O2 yang sedang disalurkan ke jaringan oleh sisi kiri jantung. Sirkulasi paru adalah sistem bertekanan rendah dan beresistensi rendah, sedangkan sirkulasi sistemik adalah sistem bertekanan tinggi dan beresistensi tinggi. Tekanan adalah gaya yang ditimbulkan di dinding pembuluh oleh darah yang dipompa ke dalam pembuluh oleh jantung. Resistensi adalah oposisi terhadap aliran darah, terutama disebabkan oleh gesekan antara darah yang mengalir dan dinding pembuluh. Meskipun sisi kanan dan kiri jantung memompa darah dalam jumlah yang sama, sisi kiri melakukan kerja lebih besar karena memompa darah dalam jumlah yang sama pada tekanan yang lebih tinggi ke dalam sistem yang lebih panjang dengan resistensi lebih tinggi. Karena itu, otot jantung di sisi kiri jauh lebih tebal daripada otot di sisi kanan, menyebabkan sisi kiri menjadi pompa yang lebih kuat (Gambar 9-2a dan c).



Katup jantung yang dikendalikan oleh tekanan memastikan bahwa darah mengalir dalam arah yang benar melalui jantung. Darah mengalir melalui jantung dalam satu arah tetap, yaitu dari vena ke atrium ke ventrikel ke arteri. Adanya 4 katup jantung satuarah memastikan darah mengalir ke satu arah. Katup-katup diposisikan sedemikian sehingga mereka membuka dan menutup secara pasif akibat perbedaan tekanan, serupa dengan pintu satuarah (Gambar 9-3). Gradien tekanan ke arah depan (yaitu, tekanan di belakang katup lebih besar) memaksa katup terbuka, seperti Anda membuka pintu dengan mendorong salah satu sisinya, sementara gradien tekanan yang mengarah ke belakang (yaitu,



Ke sirkulasi sistemik (ke bagian atas tubuh) Vena kava superior (mengembalikan darah dari kepala, ekstremitas atas)



Aorta Arteri pulmonaris kanan dan kiri (ke paru)



Vena pulmonaris kanan (mengembalikan darah dari paru)



Vena pulmonalis kiri (mengembalikan darah dari paru kiri)



Katup semilunar paru(tampak terbuka)



Atrium kiri



Atrium kanan



(tampak terbuka0



Katup atriovertikal kanan(tampak terbuka)



Katup atrioventrikel kiri (tampak terbuka)



Dinding ventrikel kanan



Katup semilunar aorta



Ventrikel kanan



Ventrikel kiri



Vena kava inferior (mengembalikan darah dari tubuh, tungkai)



Septum



KUNCI darah kaya O2



Ke sirkulasi sistemik (bagian bawah tubuh)



darah miskin O2



(a)Aliran darah melalui jantung



(c)Ketebalan ventrikel kanan dan kiri Atrium kanan



Ventrikel kanan



Vena kava



Organ sistemik lain



Dinding ventrikel kiri



Otak



Saluran cerna



Arteri pulmonaris



Ginjal



Otot



Sirkulasi sistematik



Sirkulasi paru



Aorta (b) Kerja pompa ganda jantung



Paru



Vena pulmonaris Ventrikel kiri



Atrium kiri



Gambar 9-2 Aliran darah melalui dan kerja pompa jantung. (a) Tanda panah menunjukkan arah aliran darah. Untuk mengilustrasikan arah aliran darah melewati jantung, semua katup jantung diperlihatkan terbuka, yang tidak pernah terjadi. Sisi kanan jantung menerima darah miskin-O2 dari sirkulasi sistemik dan



memompanya ke dalam sirkulasi paru. Sisi kiri jantung menerima darah kaya-O2 dari sirkulasi paru dan memompanya ke dalam sirkulasi sistemik. (b) Perhatikan



jalur-jalur paralel aliran darah melalui organ-organ sistemik. (Volume relatif darah yang mengalir melalui masing-masing organ tidak digambar sesuai skala). (c) Perhatikan bahwa dinding ventrikel kiri jauh lebih tebal daripada yang kanan



  



323



tekanan di depan katup lebih besar) mendorong katup tertutup, seperti Anda memberi tekanan di sisi berlawanan pintu untuk menutupnya. Perhatikan bahwa gradien mundur dapat memaksa katup menutup tetapi tidak dapat membukanya ke arah berlawanan; yaitu, katup jantung bukan seperti pintu ayun tipe-salon. KATUP AV ANTARA ATRIUM DAN VENTRIKEL Dua katup jantung, katup atrioventrikel (AV) kanan dan kiri, masing-masing terletak di antara atrium dan ventrikel di sisi kanan dan kiri (Gambar 9-4a). Kedua katup ini membiarkan darah mengalir dari atrium ke dalam ventrikel selama pengisian ventrikel (ketika tekanan atrium melebihi tekanan ventrikel) tetapi mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke dalam atrium selama pengosongan ventrikel (ketika tekanan ventrikel jauh melebihi tekanan atrium). Jika peningkatan tekanan ventrikel tidak memaksa katup AV menutup sewaktu ventrikel berkontraksi untuk mengosongkan isinya, banyak darah akan secara tidak efisien mengalir balik ke dalam atrium dan vena dan bukan dipompa ke dalam arteri. Katup AV kanan juga disebut katup trikuspid (tri artinya "tiga") karena terdiri dari tiga cusp atau daun katup (Gambar 9-4b). Demikian juga, katup AV kiri, yang memiliki dua daun katup, sering dinamai katup bikuspid (bi artinya "dua") atau katup mitral (karena kemiripan fisiknya dengan mitre, atau topi tradisional uskup).



Tepi-tepi daun katup AV diikat oleh korda tipis dan kuat jaringan tipe tendinosa, korda tendinae, yang mencegah katup terbalik (yaitu, dari dipaksa oleh tekanan ventrikel yang tinggi membuka ke arah berlawanan ke dalam atrium). Korda-korda ini berjalan dari tepi masing-masing daun katup dan melekat ke otot papilaris yang kecil dan berbentuk puting, yang menonjol dari permukaan dalam dinding ventrikel (papila artinya "puting"). Ketika ventrikel berkontraksi,otototot papilaris ini juga berkontraksi, menarik ke bawah korda tendinae. Penarikan ini menghasilkan tegangan di daun katup AV yang tertutup untuk menahan daun-daun tersebut dalam posisinya, seperti tali penambat menahan balon udara panas. Hal ini membantu menjaga katup tertutup rapat ketika menghadapi gradien tekanan besar yang mengarah ke belakang. (Gambar 9-4c).



Ketika tekanan di belakang katup lebih tinggi, katup membuka. Katup terbuka



Katup tertutup; tidak membuka ke arah berlawanan Gambar 9-3 Mekanisme kerja katup



  



BAB 9



Ketika tekanan di depan katup lebih tinggi, katup rnenutup. Perhatikan bahwa ketika tekanan lebih besar di depan katup, katup tidak membuka ke arah belakang; karena itu, katup ini bersifat satu-arah



KATUP SEMILUNAR ANTARA VENTRIKEL DAN ARTERIARTERI BESAR Dua katup jantung yang lain, katup aorta dan



pulmonaris, terletak di pertemuan tempat arteri-arteri besar meninggalkan ventrikel (Gambar 9-4a). Katup-katup ini dikenal sebagai katup semilunar karena memiliki tiga daun katup yang masing-masing mirip kantong dangkal berbentuk bulan sabit (semi artinya "separuh"; lunar artinya "bulan") (Gambar 9-4b). Katup-katup ini dipaksa membuka ketika tekanan ventrikel kiri dan kanan masing-masing melebihi tekanan di aorta dan arteri pulmonaris, sewaktu kontraksi dan pengosongan ventrikel. Penutupan terjadi ketika ventrikel berelaksasi dan tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan tekanan arteri pulmonaris. Katup yang tertutup mencegah darah mengalir dari arteri kembali ke dalam ventrikel tempat darah baru saja dipompa.



Katup semilunar dicegah berbalik oleh struktur anatomik dan posisi daun katup. Ketika ventrikel berelaksasi terbentuk gradien tekanan ke arah belakang, semburan balik darah mengisi daun katup yang berbentuk seperti kantong dan mendorong daun-daun tersebut dalam posisi tertutup, dengan tepi-tapi menyatu alami dalam posisi kedap air (Gambar 9-4d). TIDAK TERDAPAT KATUP ANTARA ATRIUM DAN VENA



Meskipun tidak terdapat katup antara atrium dan vena, aliran balik darah dari atrium ke dalam vena biasanya bukan masalah signifikan karena dua alasan: (1) tekanan atrium biasanya tidak jauh lebih tinggi daripada tekanan vena, dan (2) tempat vena kava masuk ke atrium mengalami penekanan parsial ketika atrium berkontraksi. RANGKA FIBROSA KATUP JANTUNG Terdapat empat cincin jaringan ikat padat yang saling berhubungan yang membentuk dasar bagi melekatnya keempat katup jantung (Gambar 9-5). Rangka fibrosa ini, yang memisahkan atrium dari ventrikel, juga membentuk struktur yang cukup kaku bagi melekatnya otot-otot jantung. Massa otot atrium melekat di atas cincin dan massa otot ventrikel melekat ke bagian bawah cincin.



Tampaknya sedikit mengherankan bahwa katup-katup masuk ke ventrikel (katup AV) dan katup-katup keluar dari ventrikel (katup semilunar) semua terletak di bidang yang sama di jantung, dibatasi oleh rangka fibrosa. Hubungan ini terjadi karena jantung terbentuk dari satu tabung yang melengkung terhadap dirinya dan berpuntir terhadap sumbunya sewaktu perkembangan masa mudigah. Meskipun penekukan dan pemuntiran ini menyebabkan hubungan struktural jantung menjadi sulit dipelajari, struktur terpuntir ini memiliki makna fungsional karena membantu jantung memompa secara lebih efisien. Kita akan segera melihatnya dengan mengalihkan perhatian kita pada bagian jantung yang sebenarnya menghasilkan gaya yang menyebabkan darah mengalir, yaitu otot jantung di dalam dinding jantung.



Dinding jantung dari serat otot jantung yang tersusun spiral. Dinding jantung memiliki tiga lapisan tersendiri: Suatu lapisan tipis di bagian dalam, endotel, yaitu jenis suatu jaringan epitel unik yang melapisi bagian dalam seluruh sistem sirkulasi.







• Suatu lapisan tengah, miokardium, yang terdiri dari otot jantung dan membentuk bagian terbesar dinding jantung (mio artinya "otot"). • Suatu lapisan tipis di bagian luar, epikardium, yang membungkus jantung (epi artinya "pada"). Miokardium terdiri dari berkas-berkas serat otot jantung yang saling anyam dan tersusun spiral mengelilingi jantung (Gambar9-6a). Susunan Spiral disebabkan oleh pemuntiran kompleks jantung sewaktu perkembangannya. Akibat susunan ini, ketika otot ventrikel berkontraksi dan memendek, garis tengah rongga ventrikel berkurang sementara apeks secara bersamaan tertarik ke atas sambil berputar. Hal ini menimbulkan efek "memeras" dan secara efisien menimbulkan tekanan terhadap darah di dalam rongga tertutup tersebut serta mengarah kannya ke atas menuju lubang arteri-arteri besar yang keluar dari pangkal ventrikel. Untuk mendukung aktivitas kontraktil jantung yang ritmis dan terus-menerus, sel otot jantung memiliki mitokondrial penghasil energi yang berlimpah, dan mereka menerima banyak pasokan darah, yaitu satu kapiler bagi masingmasing serat miokardial.



Serat otot jantung dihubungkan oleh diskus interkalaris dan membentuk sinsitium fungsional



Aorta Arteri pulmonaris



Vena kava superior Katup pulmonaris



Vena pulmonaris



Atrium kiri



Vena pulmonaris



Katup AV kiri



Atrium kanan



Katup aorta — Korda tendinae



Katup AV kanan



Otot papilaris Ventrikel kiri Ventrikel kanan VENA



Sekat antarventrikel



(a) Lokasi katup jantung dalam potongan longItudinal jantung



Katup aorta atau pulmonaris Katup AV kanan Katup AV kiri (b) Katup jantung dalam posisi tertutup, dilihat dari atas Atrium kanan Katup AV kanan arah aliran balik darah



Arah aliran balik darah



Korda tendinae



Septum



Aorta Katup aorta



Tiap-tiap sel otot jantung saling Ventrikel kanan berhubungan untuk membentuk serat "lapisan" yang bercabang-cabang, dengan sel-sel Otot papilaris tahanyang berdekatan disatukan ujung-kebocor ujung di struktur khusus yang dinamai (c) Pencegahan eversi katup AV (d)Pencegahan eversi katubp semilunaris diskus interkalaris. Di dalam lempeng Gambar 9-4 Katup jantung. Eversi katupAV dicegah oleh tegangan di daun katup yang ditimbulkan oleh ini terdapat dua jenis taut membran: korda tendinae ketika otot papilaris berkontraksi. Ketika daun katup semilunar thdorong menutup, tepi-tepi desmosom dan taut celah (Gambar 9-6b mereka menutup secara pas dalam suatu anyaman tahan-bocor yang mencegah eversi daun katup. dan c). Desmosom, suatu tipe taut erat yang secara mekanis menyatukan sel-sel, sangat banyak terdapat di jaringan seperti jantung yang mengalami stres listrik menyebar ke semua sel lain yang disatukan oleh taut celah di mekanis besar (lihat h. 66). massa otot sekitar sehingga mereka tereksitasi dan berkontraksi Pada interval-interval tertentu di sepanjang diskus interkalaris, sebagai suatu sinsitium fungsional tunggal (lihat h. 316). Atrium dan membran yang saling berhadapan saling mendekat untuk ventrikel masing-masing membentuk sinsitium fungsional dan membentuk taut celah, yaitu daerah dengan resistensi listrik rendah berkontraksi sebagai unit terpisah. Kontraksi sinkron sel-sel otot yang yang memungkinkan potensial aksi menyebar dari satu sel jantung membentuk dinding masing-masing rongga jantung tersebut ke sel sekitarnya (lihat h. 67). Sebagian sel otot jantung dapat menghasilkan gaya yang dibutuhkan untuk menyemprotkan darah menghasilkan potensial aksi tanpa rangsangan saraf apapun. Ketika yang terdapat di dalamnya. Tidak terdapat taut celah yang satu sel jantung secara spontan mengalami potensial aksi, menyatukan sel-sel kontraktil atrium Fisiologi jantung



325



(Belakang) cincin fibrosa



Katup AV kanan



Katup AV kiri



Katup semilunar pulmonaris



Miokardium ventrikel (Depan)



Gambar 9-5 Rangka fibrosa jantung. Jantung dilihat dari atas, dengan atrium dan pembuluh besar dihilangkan untuk memperlihatkan katup jantung



(a) Berkas otot jantung tersusun secara spiral mengelilingi ventrikel. Ketika berkontraksi, otot ini "memeras" darah dari apeks ke dasar tempat arteri-arteri utama keluar. Diskus interkalaris



© Dr. John Cunningham/Visuals Unlimited



Katup aorta



dan cincin fibrosa. Perhatikan bahwa katup masuk dan keluar ke ventrikel terletak di bidang yang sama mefalui jantung.



dan mengoordinasikan transmisi eksitasi listrik dari atrium ke ventrikel untuk memastikan sinkronisasi antara pompa atrium dan pompa ventrikel. Karena sifat sinsitium otot jantung dan sistem hantaran antara atrium dan ventrikel, impuls yang secara spontan terbentulc di satu bagian jantung menyebar ke seluruh jantung. Karena itu, tidak seperti otot rangka, yang gradasi kontraksinya dapat dihasilkan dengan mengubah-ubah jumlah sel otot yang berkontraksi di dalam otot (rekrutmen unit motorik), serat otot jantung akan berkontraksi secara sekaligus atau tidak sama sekali. Tidak dapat terjadi kontraksi "setengah hati". Kontraksi jantung diubah-ubah dengan mengubah kekuatan kontraksi semua sel otot jantung. Anda akan mempelajari lebih jauh tentang proses ini di bagian selanjutnya.



(b) Serat otot jantung bercabang dan saling dihubungkan oleh diskus interkalaris



Desmosom



Membran plasma dua serat otot jantung yang berdekatan



Jantung terbungkus oleh kantong perikardium. Jantung terbungkus dalam kantong perikardium (peri artinya "di sekitar") membranosa berdinding rangkap. Kantong terdiri dari dua lapisanpembungkus fibrosa kuat dan lapisan sekretorik. Pembungkus fibrosa di sebelah luar kantong melekat ke sekat jaringan ikat yang memisahkan paru. Perlekatan ini menambatkan jantung sehingga organ ini menempati posisinya yang tepat di dalam dada. Lapisan dalam kantong mengeluarkan cairan perikardium tipis, yang berfungsi sebagai pelumas dan mencegah gesekan antara lapisanlapisan perikardium sewaktu lapisan-lapisan tersebut saling bergesek setiap kali jantung berdenyut. Perikarditis, peradangan kantong perikardium yang menyebabkan bising gesek nyeri antara kedua lapisan perikardium, kadang-kadang terjadi akibat infeksi virus atau bakteri. Setelah memahami struktur dasar jantung ini kita selanjutnya akan mempelajari bagaimana potensial aksi dimulai dan disebarkan ke seluruh jantung, diikuti oleh pembahasan tentang bagaimana aktivitas listrik ini memicu jantung untuk memompa secara terkoordinasi.   



BAB 9



Taut celah



Potensiai aksi



Diskus interkalaris (c) Diskus interkalaris mengandung dua jenis taut membran; desmosom yang penting secara mekanis dan taut celah yang penting secara listrik. Gambar 9-6 Susunan serat otot jantung. Berkas serat-serat otot jantung disusun secara spiral mengelilingi ventrikel. Sel-sel otot jantung yang berdampingan disatukan ujung ke ujung oleh diskus interkalaris, yang mengandung dua jenis taut khusus: desmosom, yang berfungsi sebagai "paku" dan secara mekanis menyatukan sel-sel; dan taut celah, yang memungkinkan potensial aksi menyebar dari satu sel ke sel sekitar.



1. Gambarkan hubungan sirkulasi paru dan sirkulasi sistemik dengan ruangan-ruangan jantung secara skematik. 2. Berikan nama dan bahas fungsi keempat katup jantung.



Kontraksi sel otot jantung untuk menyemprotkan darah dipicu oleh potensial aksi yang menyapu ke seluruh membran sel otot. Jantung berkontraksi, atau berdenyut, secara ritmis akibat potensial aksi yang dihasilkannya sendiri, suatu sifat yang dinamai otoritmisitas (oto artinya "sendiri"). Terdapat dua jenis khusus sel otot jantung: 1. Sel kontraktil,yang membentuk 99% sel-sel otot jantung,melakukan kerja mekanis memompa darah. Sel-sel dalam keadaan normal tidak membentuk sendiri potensial aksi mereka. 2. Sebaliknya, sel-sel jantung sisanya yang sedikit tetapi sangat penting, sel otoritmik, tidak berkontraksi tetapi khusus memulai dan menghantarkan potensial aksi yang menyebabkan kontraksi sel-sel jantung kontraktil.



Mekanisme ion kedua yang berperan serta terhadap potensial pemacu ini adalah pengurangan progresif fluks pasif K+ keluar. Di dalam sel autoritmis jantung, permeabilitas terhadap K+ tidak konstan di antara potensial aksi seperti halnya pada sel saraf dan sel otot rangka. Kanal K+ yang terbuka selama fase menurunnya potensial aksi sebelumnya perlahanlahan menutup pada potensial negatif. Penutupan yang lambat ini secara bertahap mengurangi aliran keluar 1C+ positif menuruni gradien konsentrasinya. Akibatnya, terjadi kebocoran Na+ ke dalam secara perlahan bersama dengan penurunan perlahan kecepatan efluks K+ melalui kanal If yang terbuka, semakin menggeser membran menuju ambang. Peran ion ketiga terhadap potensial pemacu adalah meningkatnya masukan Ca2+. Pada paruh kedua potensial pemacu, kanal IF menutup dan kanal Ca2+ transien (kanal Ca2+ tipe T), satu dari dua jenis kanal Ca2+ berpintu listrik, terbuka sebelum membran mencapai ambang. ("T" merupakan kepanjangan dari transien.) Influks Ca2+segera yang terjadi semakin mendopolrisasi membra, membawanya ke ambang, saat ketika kanal Ca2+ tertutup. Jika ambang telah tercapai, terbentuk fase naik potensial aksi sebagai respons terhadap pengaktifan kanal Ca2+ berpintu



Sel otoritmik jantung memperlihatkan aktivitas pemacu.



10



Membrane potential (mV)



0 10 20 30 40



Fase awal depolarisasi lambat ke ambang disebabkan oleh masuknya Na+ ke dalam melalui kanal berpintu listrik yang hanya ditemukan pada sel pemacu jantung. Pada umumnya kanal berpintu listrik terbuka ketika membran menjadi kurang negatif (terdepolarisasi), tetapi kanal khusus ini terbuka ketika membran menjadi lebih negatif (hiperpolarisasi) pada akhir repolarisasi dari potensial aksi sebelumnya. Karena sifatnya yang tidak biasa, saluran ini disebut kanal funny atau If. Ketika satu potensial aksi berakhir dan kanal If terbuka, masuknya arus Na+ pendepolarisasi yang terjadi melalui kanal yang



potensia ambang



PCa2+, L; PCa2+,T



C2+a



PCa2+,T; PNa+, If



50 60



N+ a in



PNa+, If; PK+



POTENSIAL PEMACU DAN POTENSIAL AKSI Di SEL OTORITMlK



Potensial pemacu disebabkan oleh adanya interaksi kompleks beberapa mekanisme ion yang berbeda. Perubahan terpenting dalam perpindahan ion yang menimbulkan potensial pemacu adalah (1)Peningkatan arus Na+ yang masuk, (2)penurunan arus K+ keluar, dan (3) peningkatan arus Ca2+ masuk.



Potensial akal spontan



PK+; PCa2+, L



t +ou K



Berbeda dengan sel saraf dan sel otot rangka, yaitu membrannya berada pada potensial istirahat yang konstan kecuali sel dirangsang, sel otoritmik jantung tidak memiliki potensial istirahat. SeI-sel ini justru memperlihatkan aktivitas pemacu; yaitu, potensial membran mereka secara perlahan terdepolarisasi, atau bergeser, antara dua potensial aksi hingga ambang tercapai, saat ketika membran mengalami potensial aksi. Pergeseran lambat potensial membran sel otoritmik ke ambang disebut potensial pemacu (Gambar 9-7; lihat juga h. 316). Melalui siklus berulang tersebut, sel-sel otoritmik tersebut memicu potensial aksi, yang kemudian menyebar ke seluruh jantung untuk memicu denyut berirama tanpa rangsangan saraf apapun.



20



Ca2+in



Periksa Pemahaman Anda 9.1



terbuka ini mulai menggerakkan potensial membran sel pemacu dengan segera menuju ambangnya sekali lagi.



in



Depolarisasi lambat (potensial pemacu)



Waktu (mdtk)



KUNCI If = Kanal funny T =Kanal Ca2+ Jenis transien L = Kanal Ca2+ bertahan lama Gambar 9-7 Aktivitas pemacu sel otoritmik jantung. Paruh pertama potensial pemacu disebabkan oleh kanal funny unik yang membuka, yang mengizinkan arus Na + ke dalam, bersamaan dengan menutupnya saluran K+ yang mengurangi arus K+ keluar. Paruh kedua potensial pemacu disebabkan oleh terbukanya kanal Ca2+ tipe T. Jika ambang telah tercapai, fase naik potensial aksi disebabkan ofeh pembukaan kanal Ca2+ tipe L, sedangkan fase turun disebabkan oleh membukanya kanal K+.



Fisiologi jantung 327



listrik yang bertahan lama (kanal Ca2+ tipe L; "L" merupakan kepanjangan long-lasting, atau bertahan lama) dan diikuti oleh influ Ca2+ dalam jumlah besar. Fase naik yang diinduksi Ca2+ pada sel pemacu jantung berbeda dengan yang terjadi di sel saraf dan sel otot rangka, yaitu ketika yang mengubah potensial ke arah positif adalah influks Na+ dan bukan influks Ca2+ Fase turun disebabkan, seperti biasanya, oleh efluks K+ yang terjadi ketika permeabilitas K+ meningkat akibat pengaktifan kanal K+ berpintu listrik, bersama dengan penutupan kanal Ca2+ tipe L. Setelah potensial aksi selesai, terjadi depolarisasi lambat berikutnya menuju ambang akibat penutupan kanal K+ secara perlahan.



Nodus sinoatrium adalah pemacu normal jantung Sel-sel jantung non-kontraktil khusus yang mampu melakukan otoritmisitas terletak di tempat-tempat berikut (Gambar 9-8): 1. Nodus sinoatrium (nodus SA), suatu daerah kecil khusus didinding atrium kanan dekat pintu masuk vena kava superior. 2. Nodus atrioventrikel (nodus AV), suatu berkas kecil sel-sel ototjantung khusus yang terletak di dasar atrium kanan dekat septum, tepat di atas pertemuan atrium dan ventrikel. 3. Berkas His (berkas atrioventrikel), suatu jaras sel-sel khusus yangberasal dari nodus AV dan masuk ke septum antarventrikel. Di sini berkas tersebut terbagi menjadi cabang berkas kanan dan kiri yang turun menyusuri septum,



jalur antartrium Nodus sinoatriu m(SA) Atrium kanan Jalur antarnodus Ventrikel kanan Cabang kanan berkas His



Nodus atrioventrikel (AV)



melengkung mengelilingi ujung rongga ventrikel, dan berjalan balik ke arah atrium di sepanjang dinding luar. 4. Serat Purkinje, serat-serat halus terminal yang menjulur dari berkas His dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel seperti ranting kecil dari suatu cabang pohon. Karena berbagai sel otoritmik memiliki laju depolarisasi lambat ke ambang yang berbeda-beda, frekuensi normal pembentukan potensial aksi mereka juga berbeda-beda (Tabel 9-1). Sel-sel jantung dengan kecepatan inisiasi potensial aksi tertinggi terletak di nodus SA. Sekali suatu potensial aksi terbentuk di salah satu sel otot jantung, potensial tersebut akan disebarkan ke seluruh miokardium melalui taut celah dan sistem hantaran khusus. Karena itu, nodus SA, yang dalam keadaan normal memiliki laju otoritmisitas tertinggi, yaitu 70 hingga 80 potensial aksi per menit, mengendalikan bagian jantung lainnya pada tingkat kecepatan ini dan karenanya dikenal sebagai pemacu jantung: yaitu, seluruh jantung tereksitasi, memicu sel-sel kontraktil berkontraksi dan jantung berdenyut dengan kecepatan atau frekuensi yang telah ditetapkan oleh otoritmisitas nodus SA, normalnya 70 hingga 80 denyut permenit Jaringan otoritmik lain tidak dapat menghasilkan irama alami mereka yang lebih lambat karena jaringan-jaringan ini telah diaktifkan oleh potensial aksi yang berasal dari nodus SA sebelum mereka dapat mencapai ambang dengan irama alami mereka yang lebih lambat. Analogi berikut menunjukkan bagaimana nodus SA menjalankan bagian jantung sisanya dengan kecepatannya sendiri. AKTIVITAS PEMACU NORMAL



Jalur antarium Nodus SA



Nodus AV



Atrium kiri



atrium kanan



atrium kiri



Cabang kiri berkas His



Jalur antarnodus



Berkas His



Jalur fibrosa yang secara elektris bersifat nonkonduktif Ventrikel kanan



Ventrikel kiri



Ventrikel kiri Serat Purkinje



(a) Sistem konduksi khusus di jantung



Serat purkinje



(b) Penyebaran eksitasi jantung



Gambar 9-8 Sistem konduksi khusus di jantung dan penyebaran eksitasi jantung. Sebuah potensial aksi yang diinisiasi di nodus SA pertama menyebar melalui kedua atrium. Penyebarannya dipermudah oleh dua jalur konduksi khusus atrial: Jalur antaratriurn dan jalur antarnodus. Nodus AV adalah satu-satunya tempat potensial aksi dapat menyebar dari atrium ke ventrikel. Dari nodus AV, potensial aksi dengan cepat menyebar ke seluruh ventrikel, dipercepat oleh sistem konduksi ventrikel yang khusus yang terdiri dari berkas His dan serat Purkinje.



  



hapter



Misalkan sebuah kereta memiliki 100 gerbong, dengan 3 di antaranya adalah lokomotif yang mampu berjalan sendiri; ke-97 gerbong lainnya harus ditarik (Gambar 9-9a). Satu lokomotif (nodus SA) dapat berjalan sendiri dengan kecepatan 70 mil/jam, lokomotif lain (nodus AV) dengan kecepatan 50 mil/ jam, dan lokomotif terakhir (serat Purkinje) dengan 30 mil/ jam. Jika semua gerbong kereta ini digabungkan, lokomotif yang dapat berjalan dengan kecepatan 70 mil/jam akan menarik gerbong lainnya dengan kecepatan tersebut. Lokomotif yang dapat berjalan sendiri dengan kecepatan yang lebih rendah akan tertarik dengan kecepatan lebih tinggi oleh lokomotif yang lebih cepat sehingga tidak dapat berjalan dengan kecepatan mereka sendiri karena ditarik oleh lokomotif yang lebih cepat. Ke-97 gerbong lainnya (sel kontraktil non-otoritmik), karena tidak dapat bergerak sendiri, akan berjalan dengan kecepatan yang dihasilkan oleh lokomotif tercepat. AKTIVITAS PEMACU ABNORMAL Jika karena suatu hal lokomotif tercepat rusak (kerusakan nodus SA),lokomotif tercepat berikutnya (nodus AV) akan mengambil alih dan keseluruhan kereta berjalan dengan kecepatan 50 mil/jamyaitu jika nodus SA menjadi non-fungsional, nodus AV akan melaksanakan aktivitas pemacu (Gambar 9-9b). Jika hantaran impuls terhambat antara atrium dan ventrikel, atrium akan tetap berdenyut dengan kecepatan 70 denyut per menit, dan jaringan ventrikel, karena tidak dijalankan oleh nodus SA yang frekuensinya lebih cepat, mengambil iramanya sendiri yang lebih lambat yaitu sekitar 30 denyut per menit, dipicu oleh serat Purkinje. Situasi ini seperti terputusnya lokomotif kedua (nodus AV) sehingga lokomotif terdepan (nodus SA) terputus dari lokomotif ketiga yang lambat (serat Purkinje) dan gerbong sisanya (Gambar 9-9c). Lokomotif terdepan (dan gerbong yang terhubung langsung dengannya-yaitu sel atrium) terus melaju dengan 70 mil/ jam sementara bagian kereta sisanya berjalan dengan kecepatan 30 mil/jam. Blok jantung komplet ini terjadi jika jaringan penghantar antara atrium dan ventrikel rusak (misalnya, sewaktu serangan jantung) dan menjadi non-fungsional. Kecepatan denyut ventrikel 30 kali per menit hanya akan menopang eksistensi kehidupan yang nyaris tanpa kegiatan;



•j



Laju Normal Lepas Muatan Potensial Aksi di Jaringan Otoritmik Jantung TABEL 9-1



Jaringan



Potensial Aksi perMenit*







70–80







40–60







20–40



pada kenyataannya, pasien biasanya mengalami koma. Jika seseorang memiliki denyut jantung yang abnormal lambat, seperti pada kegagalan nodus SA atau blok jantung, dapat digunakan pemacu buatan. Alat yang ditanam ini secara ritmis menghasilkan impuls yang menyebar ke seluruh jantung untuk menjalankan atrium dan ventrikel dengan kecepatan lazim 70 denyut per menit. Suatu bagian jantung, misalnya serat Purkinje, kadang-kadang menjadi sangat peka-rangsang dan mengalami depo-larisasi lebih cepat daripada nodus SA. (Lokomotif yang lambat mendadak menjadi lebih cepat daripada lokomotif utama; lihat Gambar 9-9d). Daerah yang tereksitasi secara abnormal ini, suatu fokus ektopik, memicu potensial aksi prematur yang menyebar ke seluruh jantung sebelum nodus SA dapat memulai potensial aksi normalnya (ektopik artinya "tidak pada tempatnya"). Impuls abnormal dari suatu fokus ektopik di ventrikel menimbulkan kontraksi ventrikel prematur (KVP). Jika fokus ektopik terus melepaskan muatan dengan kecepatan yang tinggi, aktivitas pemacu berpindah dari nodus SA ke fokus ektopik. Kecepatan jantung menjadi sangat meningkat dan berlanjut dengan kecepatan ini untuk beberapa lama hingga fokus ektopik kembali ke normal.Daerah yang teriritasi secara berlebihan ini mungkin berkaitan dengan penyakit jantung organik, tetapi umumnya terjadi sebagai respons terhadap rasa cemas, kurang tidur, atau konsumsi berlebihan kafein, nikotin, atau alkohol. Kini kita mengalihkan perhatian pada bagaimana suatu potensial aksi, setelah terpicu, dihantarkan ke seluruh jantung.



Penyebaran eksitasi jantung berlangsung terkoordinasi untuk menjamin pemompaan yang efisien



Setelah dimulai di nodus SA, potensial aksi menyebar ke seluruh jantung. Agar fungsi jantung efisien, penyebaran eksitasi harus memenuhi tiga Kriteria: 1. Eksitasi dan kontraksi atrium harus selesai sebelumkontraksi ventrikel dimulai. Agar ventrikel terisi sempurna, kontraksi atrium harus mendahului kontraksi ventrikel. Sewaktu relaksasi jantung, katup AV membuka, sehingga darah vena yang masuk ke atrium terus mengalir langsung ke dalam ventrikel. Hampir 80% pengisian ventrikel terjadi melalui cara ini sebelum atrium berkontraksi. Ketika atrium berkontraksi, lebih banyak lagi darah yang diperas ke dalam ventrikel untuk menuntaskan pengisian ventrikel. Kontraksi ventrikel kemudian terjadi untuk menyemprotkan darah dari jantung ke arteriarteri. Jika atrium dan ventrikel berkontraksi bersamaan, katup AV akan segera tertutup karena tekanan ventrikel akan jauh melebihi tekanan atrium. Ventrikel memiliki dinding yang jauh lebih tebal dan, karenanya, dapat menghasilkan tekanan yang lebih besar. Kontraksi atrium akan kurang produktif karena atrium tidak dapat memeras darah ke dalam ventrikel melalui katup yang tertutup. Karena itu, untuk menjamin pengisian ventrikel yang sempurna-untuk memperoleh sisa 20% pengisian ventrikel yang terjadi selama kontraksi atrium-atrium harus tereksitasi dan berkontraksi sebelum ventrikel tereksitasi dan berkontraksi. Selama denyut jantung normal, kontraksi atrium terjadi sekitar 160 mdet sebelum kontraksi ventrikel.



**Dengan keberadaan tonus parasimpatis; lihat h. 254 dan h. 345.



  



329



70 mph



Nodus SA 70 mph



Nodus AV 50 mph



Serat purkine 30 mph



sel kontraktil



"Pekerja



sel



(a) Aktivitas pemacu normal: Seluruh gerbong akan berjalan 70 mpj (laju jantung ditetapkan oleh nodus SA, yaitu jaringan otoritmik tercepat).



50 mph



Nodus AV 50 mph



Serat purkinje 30 mph



V sA du No mpj 70 Nodus SA “Keluar rel”



(b)Aktivitas pemacu diambil alih oleh nodus AV jika nodus SA menjadi nonfungsional: Gerbong akan berjalan 50 mpj (jaringan otoritmik tercepat kedua. nodus AV, akan menentukan kecepatan denyut jantung.



70 mph



30 mph



Nodus SA 70 mph V sA du No mph 50



Serat purkinje 30 mph



“Nodus AV "keluar rel"”



(c) Pada blokade jantung komplet, laju ventrikel diambil alih oleh jaringan otoritmik ventrikel yang lebih lambat: Bagian pertama gerbong akan melaju dengan kecepatan 70 mpj; bagian terakhir akan berjalan 30 mpj (atrium akan dijalankan oleh nodus SA; ventrikel akan berjalan dengan iramanya sendiri yang jauh lebih lambat). Fokus ektopik



140 mph



Nodus SA 70 mph



NodusAV 50 mph



Serat purkinje 140 mph



(d) Aktivitas pemacu diambil alih oleh fokus ektopik: Kereta akan dijalankan oleh fokus ektopik, yang kini melaju lebih cepat daripada nodus SA (jantung keseluruhan akan dijalankan lebih cepat oleh pemacu abnormal). Gambar 9-9 Analogi aktivitas pemacu. Pada blokade jantung komplet (c), ketika laju ventrikel diambil alih oleh jaringan otoritmik ventrikel yang lebih lambat, laju atrium (tidak digambarkan) tetap dijalankan oleh nodus SA.



2. Eksitasi serat otot jantung harus terkoordinasi menjamin bahwa setiap rongga jantung berkontraksi sebagai satu kesatuan agar pemompaan efisien. Jika serat otot dalam suatu rongga jantung tereksitasi dan berkontraksi secara acak dan bukan berkontraksi secara simultan dan terkoordinasi, serat-serat tersebut tidak akan mampu menyemprotkan darah. Kontraksi ventrikel yang mulus dan seragam merupakan hal esensial untuk memeras darah keluar. Sebagai analogi, anggaplah Anda memiliki sebuah basting syringe (alat seperti bel kuno oplet) penuh air. Jika Anda hanya menohoknohokkan sebuah jari di sana-sini ke karetnya, Anda tidak akan menyemprotkan banyak air. Tetapi jika Anda menekan karet tersebut secara lancar dan terkoordinasi, Anda dapat memeras keluar airnya. Dengan cara serupa, kontraksi serat-serat otot jantung secara sendiri-sendiri tidak akan berhasil memompa darah. Eksitasi dan kontraksi sel-sel jantung yang acak dan takterkoordinasikan tersebut dikenal sebagai fibrilasi.   



BAB 9



Fibrilasi ventrikel jauh lebih serius daripada fibrilasi atrium. Fibrilasi ventrikel cepat menyebabkan kematian karena jantung tidak dapat memompa darah ke dalam arteri. Keadaan ini sering dapat dikoreksi dengan defibrilasi listrik, yaitu pemberian arus listrik kuat ke dinding dada. Ketika mencapai jantung, arus ini merangsang (mendepolarisasi) semua bagian jantung secara bersamaan dan berfungsi sebagai "tombol reset': Biasanya bagian pertama jantung yang pulih adalah nodus SA, yang mengambil alih aktivitas pemacu, lalu kembali memulai impuls yang memicu kontraksi sinkron bagian jantung lainnya. 3. Pasangan atrium dan pasangan ventrikel harus terkoordinasikan secara fungsional sehingga kedua anggota pasangan tersebut berkontraksi secara simultan. Koordinasi ini memung-kinkan darah terpompa secara sinkron ke dalam sirkulasi paru dan sistemik. Penyebaran normal eksitasi jantung diatur secara cermat agar kriteria di atas terpenuhi dan jantung berfungsi secara efisien, sebagai berikut (lihat Gambar 9-8b).



EKSITASI ATRIUM Potensial aksi yang berasal dari nodus SA mula-mula menyebar ke kedua atrium, terutama dari sel ke sel melalui taut celah. Selain itu, beberapa jalur penghantar yang khusus dan batasnya kurang jelas mempercepat hantaran impuls ke seluruh atrium. • Jalur antaratrium terbentang dari nodus SA di dalam atrium kanan ke atrium kiri. Karena jalur ini dengan cepat menghantarkan potensial aksi dari nodus SA ke ujung jalur di atrium kiri, gelombang eksitasi dapat menyebar melintasi taut celah di seluruh atrium kiri pada saat yang sama dengan eksitasi yang menyebar ke seluruh atrium kanan. Hal ini memastikan bahwa kedua atrium terdepolarisasi untuk berkontraksi secara bersamaan • Jalur antarnodus terbentang dari nodus SA ke nodus AV. Nodus AV adalah satu-satunya titik kontak listrik antara atrium dan ventrikel; dengan kata lain, karena atrium dan ventrikel secara struktural dihubungkan oleh jaringan fibrosa yang tidak menghantarkan arus listrik, satu-satunya cara bagi potensial aksi di atrium untuk dapat menyebar ke ventrikel adalah dengan melalui nodus AV. Jalur penghantar antarnodus mengarahkan penyebaran potensial aksi yang berasal dari nodus SA ke nodus AV untuk menjamin kontraksi sekuensial ventrikel berlangsung setelah kontraksi atrium. Dengan dipercepat oleh jalur ini, potensial aksi tiba di nodus AV dalam 30 mdet setelah nodus SA melepaskan muatannya. HANTARAN ANTARA ATRIUM DAN VENTRIKEL Potensial aksi



dihantarkan secara relatif lambat melalui nodus AV. Kelambatan ini menguntungkan karena memberi waktu bagi ventrikel untuk terisi penuh. Impuls tertunda sekitar 100 mdet (keterlambatan nodus AV) yang memungkinkan atrium terdepolarisasi sempurna dan berkontraksi, mengosongkan isinya ke dalam ventrikel, sebelum ventrikel terdepolarisasi dan berkontraksi. EKSITASI VENTRIKEL Setelah tertahan di nodus AV, impuls lalu mengalir cepat menuruni septum melalui cabang kanan dan kiri berkas His dan menyebar ke seluruh miokardium ventrikel melalui serat Purkinje. Anyaman serat pada sistem penghantar ventrikel ini dikhususkan untuk menyalurkan potensial aksi dengan cepat. Keberadaan sistem ini mempercepat dan mengoordinasikan penyebaran eksitasi ventrikel untuk memastikan bahwa kedua ventrikel berkontraksi sebagai satu kesatuan. Potensial aksi disalurkan melalui seluruh sistem serat Purkinje dalam 30 mdet. Meskipun membawa potensial aksi dengan cepat ke sejumlah besar sel otot jantung, sistem ini tidak berakhir di setiap sel. Impuls menyebar dengan cepat dari sel-sel yang tereksitasi ke sel-sel otot ventrikel sisanya melalui taut celah. Sistem hantaran ventrikel sangat lebih teratur dan lebih penting daripada jalur penghantar antaratrium dan antar-nodus. Karena massa ventrikel jauh lebih besar daripada massa atrium, sistem penghantar ventrikel sangat penting untuk mempercepat penyebaran eksitasi di ventrikel. Serat Purkinje dapat menghantarkan suatu potensial aksi enam kali lebih cepat daripada yang dapat dilakukan oleh sinsitium sel-sel kontraktil ventrikel.



Serat Purkinje dapat menghantarkan suatu potensial aksi enam kali lebih cepat daripada yang dapat dilakukan oleh sinsitium sel-sel kontraktil ventrikel. Jika proses depolarisasi ventrikel ke-seluruhan bergantung pada penyebaran impuls sel-ke-sel melalui taut celah, jaringan ventrikel yang berada tepat di samping nodus AV akan tereksitasi dan berkontraksi sebelum impuls mencapai apeks jantung. Hal ini, tentu saja, tidak memungkinkan pemompaan yang efisien. Penghantaran cepat potensial aksi menyusuri berkas His dan distribusinya yang segera ke seluruh anyaman Purkinje menyebabkan pengaktifan sel-sel miokardium di kedua ventrikel terjadi hampir serentak, yang memastikan kontraksi tunggal mulus terkoordinasi yang dapat secara efisien memompa darah ke dalam sirkulasi sistemik dan paru pada saat yang sama.



Potensial aksi sel kontraktil jantung memperlihatkan plateau yang khas. Potensial aksi di sel-sel kontraktil jantung, meskipun dipicu oleh selsel nodus pemacu, bervariasi mencolok dalam mekanisme ion dan bentuknya dari potensial nodus SA (bandingkan Gambar 9-7 dan 9-10). Tidak seperti membran sel otoritmik, membran sel kontraktil pada hakikatnya tetap pada keadaan istirahat sebesar sekitar-90 mV hingga tereksitasi oleh aktivitas listrik yang menjalar dari pemacu. Sel kontraktil miokardium memiliki beberapa subkelas kanal K. Pada potensial istirahat, jenis kanal K+ yang terbuka terutama bersifat bocor.1 Perpindahan K+ keluar melalui kanal ini menjaga potensial istirahat tetap di sekitar potensial ekuilibrium K+, yaitu sebesar-90 mV. Segera setelah membran suatu sel kontraktil miokardium terdepolarisasi menuju ambang melalui aliran listrik melalui taut celah, terbentuk potensial aksi melalui proses rumit perubahan permeabilitas dan perubahan potensial membran sebagai berikut (Gambar 9-10): 1. Selama fase naik potensial aksi, potensial membran dengan cepat berbalik ke nilai positif sekitar +20 mV hingga +30 mV (bergantung pada sel miokardium) akibat pengaktifan kanal Na} berpintu listrik dan Na+ kemudian cepat masuk ke dalarn sel, seperti yang terjadi pada sel peka rangsang lain yang mengalami potensial aksi (Iihat h. 103). Ini adalah tipe kanal Na+ berpintu listrik yang sama seperti yang ditemukan pada sel otot rangka dan saraf. Pada puncak potensial aksi, per-meabilitas Na+ kemudian cepat menurun ke nilai istirahatnya yang rendah. 2. Pada puncak potensial aksi, kanal K+ subkelas lainnya secara singkat terbuka. Efluks K+ yang cepat dan terbatas melalui kanal transien ini menyebabkan repolarisasi yang kecil dan segera seiring dengan membran yang menjadi sedikit kurang positif. 3. Namun, unik bagi sel kontraktil jantung, potensial membran dipertahankan dekat ke tingkat positif puncak ini selama beberapa ratus mdet, rnenghasilkan fase plateau 1Di luar buku ini, jenis kanal ini sering disebut sebagai inward rectifierchannel, dan kanal "biasa" yang sebentar lagi ffibahas disebut delayed rectifier K+ channel



  



331



PNa+; PK+ (transien)



K Na+ masuk dengan cepat



Membrane potential (mV)



90



PNa+



P 2+, L; PK+ (transien dan bocor ) fas Ca t Ca 2+ in s low Fase PCa2+, L; PK+ (berpintu plautea listrik biasa) potensial aksi



Potensial ambang



250



K+ keluar dengan cepat



70



ut



o



0



+



30



sel kontraktil jantung sangat berbeda dengan potensial aksi di sel otoritmik jantung (bandingkan dengan Gambar 9-7). Fase naik yang cepat pada potensial aksi di sel kontraktil adalah hasil masuknya Na+ pada pembukaan kanal Na* cepat pada ambang. Repolarisasi awal dan singkat setelah potensial mencapai puncaknya disebabkan oleh efluks K+ yang terbatas pada pembukaan kanal K+ transien, bersamaan dengan inaktivasi kanal Na+. Fase palteau yang memanjang adalah akibat masuknya Ca2+ secara perlahan pada pembukaan



kanal Ca2+ tipe-L, bersama dengan berkurangnya efluks K+ pada penutupan beberapa jenis kanal K+. Fase menurun yang cepat disebabkan oleh efluks K+



pada pada pembukaan kanal K+ berpintu listrik biasa, seperti pada sel pekarangsang lainnya. Potensial istirahat dipertahankan oleh pembukaan kanal K+ bocor.



potensial aksi. Sebaliknya, potensial aksi yang singkat dari sel otot rangka dan saraf berlangsung selama 1-2 mdet. Sementara fase naik potensial aksi dihasilkan oleh aktivasi kanal Na+ cepat" dan repolarisasi dini dan singkat berasal dari aktivasi kanal K+ yang cepat dan transien, fase plateau ini dipertahankan oleh dua perubahan permeabilitas dependen-listrik: aktivasi kanal Ca2+ tipe-L "lambat" dan penurunan bermakna permeabilitas K+ di membran sel kontraktil jantung. Perubahan permeabilitas ini terjadi sebagai respon terhadap perubahan listrik mendadak selama fase naik potensial aksi. Pembukaan kanal Ca2+ tipe-L menghasilkan difusi masuk Ca2+ secara perlahan karena konsentrasi Ca2+ lebih besar pada cairan ekstrasel. Influks berkelanjutan Ca2+ yang bermuatan positif ini memperlarna kepositifan di bagian dalam sel dan berperan besar dalam pembentukan bagian plateau potensial aksi. Efek ini diperkuat oleh penurunan secara bersamaan permeabilitas terhadap K+ pada penutupan kanal K+ yang secara singkat terbuka dan kanal K+ bocor yang terbuka pada potensial istirahat. Penurunan aliran keluar K+ yang bermuatan positif mencegah repolarisasi cepat membran dan karenanya ikut berperan memperpanjang fase plateau.



hapter



Marilah kita lihat bagaimana potensial aksi ini menimbulkan kontraksi



PK. (berpintu listrik biasa); t Ps (bocor)



Gambar 9-10 Potensial aksi di sel kontraktil otot jantung. Potensial aksi di



  



4. Fase turun potensial aksi yang cepat ditimbulkan oleh inaktivasi kanal Ca2+ dan penundaan pengaktifan kanal K+ berpintu listrik "biasa", yaitu kanal K+ subkelas lain yang lain identik dengan yang bertanggung jawab terhadap repolarisasi di sel otot rangka dan sel saraf. Penurunan permeabilitas terhadap Ca2+ ini mengurangi perpindahan Ca2+ ke dalam sel yang berjalan lambat, sementara peningkatan mendadak permeabilitas terhadap K+ secara simultan mendorong difusi keluar K+ secara cepat. Karena itu, seperti pada sel peka-rangsang lainnya, sel kembali ke potensial istirahat karena K+ keluar sel. Pada potensial istirahat, kanal K+ berpintu listrik yang biasa tertutup dan kanal K+ " bocor" terbuka sekali lagi.



Di sel kontraktil jantung, kanal Ca2+ tipe L terutama terletak di tubulus T. (Pada kenyataannya, kanal ini adalah modifikasi reseptor dihidropiridrin yang ditemukan pada tubulus T otot rangka; lihat h. 280.) Seperti telah Anda pelajari, kanal berpintu listrik ini terbuka selama potensial aksi lokal. Dengan demikian, tidak seperti di otot rangka, Ca2+ berdifusi ke dalam sitosol dari CES menembus membran tubulus T sewaktu potensial aksi jantung.Masuknya Ca2+ ini memicu pembukaan kanal-kanal rianodin pelepas Ca2+ sekitar di kantong retikulum sarkoplasma yang berdekatan (lihat h. 284). ). Melalui kerja ini, yang disebut sebagai pelepasan Ca2+ yang dipicu oleh Ca2+, Ca2+ yang masuk ke sitosol dari CES memicu pelepasan lebih banyak Ca2+ ke dalam sitosol dari simpanan intrasel(Gambar 9-11). Lonjakan lokal pelepasan Ca2+ yang dikenal sebagai percikan Ca2+, dari retikulum sarkoplasma ini secara kolektif meningkatkan kompartemen Ca2+ sitosol dalam jumlah yang cukup untuk dapat menggerakkan perangkat kontraktil. Sembilan puluh persen Ca2+ yang dibutuhkan untuk kontraksi otot berasal dari retikulum sarkoplasma. Pasokan tambahan Ca2+ ini, disetai oleh proses pengeluaran Ca2+ yang lambat, merupakan penyebab lamanya periode jantung berkontraksi, yang berlangsung sekitar tiga kali lebih lama draipada kontraksi sebuah serat otot rangka (300 mdet dibandingkan dengan 100 mdet). Peningkatan waktu kontraktil ini memastikan waktu yang memadai untuk rnenyemprotkan darah. Seperti di otot rangka, peran Ca2+ di dalam sitosol adalah berikatan dengan kompleks troponin-tropomiosin dan secara fisik menarik kompleks tersebut ke samping sehingga dapat terjadi siklus jembatan-silang dan kontraksi (Gambar 9-11 and see p. 276). Namun, tidak seperti otot rangka, yang selalu terjadi pembebasan Ca2+ dalam jumlah memadai untuk mengaktifkan semua jembatan silang, tingkat aktivitas jembatan silang di otot jantung bervariasi sesuai dengan jumlah Ca2+ di sitosol. Seperti akan kita lihat, berbagai faktor regulatorik dapat mengubah jumlah Ca2+ di sitosol Pengeluaran Ca2+ dari sitosol oleh mekanisme dependen-energi di membran plasma dan retikulum sarkoplasma memu-lihkan efek pemblokiran troponin dan tropomiosin sehingga kontraksi terhenti dan otot jantung berelaksasi.



Polensial aksi di sel kontraktil jantung



mV Waktu



Turun menyusuri tubulus T



Masuknya sejumlah kecil Ca2+ dari CES melalui kanal Ca2+ tipe-L



Ca2+



Pelepasan sejumlah besar Ca2+dari retikuium sarkoplasma melalui kanal Pelepasan Ca2+ rianodin pelepas Ca2+ yang diinduits Ca2+ oleh Ca2+ Ca2+



Ca2+



Ca2+ Ca2+sitosol



Ca2+



Ca2+



Ca2+ Kompleks troponinIropomiosin di filamen tipis bergeser ke sisi



Stimulasi berulang cepat yang tidak memungkinkan serat otot berelaksasi di antara rangsangan menyebabkan terjadinya kontraksi maksimal menetap yang dikenal sebagai tetanus (Lihat Gambar 8-20, p.290). Sebaliknya, otot jantung memiliki periode refrakter yang lama yangberlangsung sekitar 250 mdet karena memanjangnya fase plateau potensial aksi. Hal ini hampir sama lamanya dengan periode kontraksi yang dipicu oleh potensial aksi yang bersangkutan; kontraksi satu serat otot jantung berlangsung rerata 300 mdet (Gambar 9-12). Karena itu, otot jantung tidak dapat dirangsang kembali hingga kontraksi hampir selesai sehingga tidak terjadi penjumlahan kontraksi dan tetanus otot jantung. Ini adalah suatu mekanisme protektif penting karena pemompaan darah memerlukan periode kontraksi (pengosongan) dan relaksasi (pengisian) yang bergantian. Kontraksi tetanik yang berkepanjangan akan menyebabkan kematian: Rongga-rongga jantung tidak dapat terisi dan terkosongkan kembali. Faktor utama yang berperan dalam periode refrakter yang panjang adalah inaktivasi, selama fase plateau yang berkepanjangan, kanal Na+ yang diaktifkan sewaktu influks awal Na+ pada fase naik, yaitu kanal Na+ berpintu ganda menutup dan tidak mampu membuka konformasinya (Lihat h. 102). Setelah membran pulih dari proses inaktivasi ini (ketika membran telah mengalami repolarisasi ke tingkat istirahat), kanal Na+ baru dapat diaktifkan kembali untuk memulai potensial aksi lain.



Siklus jembatan silang antara filamen tebal dan tipis



Potensial aksi



Filamen tipis bergeser masuk di antara filamen tebal



Respons kontraktil



30 Tegangan relatif serat otot jantung



Gambar 9-11



Penggabungan eksitasi-kontraksi di sel kontraktil jantung.



Membrane potential (mV)



Kontraksi 0



Periode refrakter 70



Seperti jaringan peka-rangsang lainnya, otot jantung memiliki periode refrakter. Selama periode refrakter, tidak dapat ter-bentuk potensial aksi kedua hingga membran peka-rangsang pulih dari potensial aksi sebelumnya. Di otot rangka, periode refrakter sangat singkat dibandingkan dengan durasi kontraksi yang terjadi sehingga serat dapat dirangsang kembali sebelum kontraksi pertama selesai untuk menghasilkan penjumlahan kontraksi.



90 0



100



200



300



Waktu (mdet) Gambar 9-12 Hubungan suatu potensial aksi dan periode refrakter dengan durasi respons kontraktil di otot jantung



  



333



Arus listrik yang dihasilkan oleh otot jantung selama depolarisasi dan repolarisasi menyebar ke dalam jaringan sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan tubuh. Sebagian kecil aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh, tempat aktivitas tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan elektroda perekam.Rekaman yang dihasilkan adalah suatu elektrocardiogram, atau ECG (secara alternatif, singkatan EKE dapat digunakan, berasal dari bahasa Yunani kuno kardia, dan bukan bahasa Latin cardia, untuk jantung Ingatlah tiga hal penting dalam mempertimbangkan apa yang direpresentasikan oleh EKG: 1.EKG adalah rekaman sebagian aktivitas listrik yang diinduks di cairan tubuh oleh impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh, bukan rekaman langsung aktivitas listrik jantung yang sebenarnya. 2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan penyebaran keseluruhan aktivitas di seluruh jantung sewaktu depolarisasi dan repolarisasi. EKG bukan rekaman potensial aksi tunggal di sebuah sel pada suatu saat. Rekaman di setiap saat mencerminkan jumlah aktivitas listrik di semua sel otot jantung, yang sebagian mungkin mengalami potensial aksi sementara yang lain mungkin belum diaktifkan. Sebagai contoh, segera setelah nodus SA mengeluarkan impuls, sel-sel atrium mengalami potensial aksi, sementara sel-sel ventrikel masih berada dalam potensial istirahat. Pada waktu berikutnya, aktivitas listrik akan tersebar ke sel-sel ventrikel sementara sel-sel atrium mengalami repolarisasi. Karena itu, pola keseluruhan aktivitas listrik jantung bervaria si sesuai waktu ketika impuls mengalir ke seluruh jantung. 3 Rekaman mencerminkan perbandingan listrik yang terdeteksi oleh elektroda-elektroda di dua titik berbeda di permukaan tubuh, bukan potensial aksi sebenarnya. Sebagai contoh, EKG tidak merekam potensial sama sekali ketika otot ventrikel mengalami depolarisasi atau repolarisasi sempurna; kedua elektroda "melihat" potensial yang sama sehingga tidak terdapat perbedaan potensial antara dua elektroda yang terekam. Pola pasti aktivitas listrik yang direkam dari permukaan tubuh bergantung pada orientasi elektroda perekam. Elektroda dapat secara kasar dianggap sebagai "mata" yang "melihat" aktivitas listrik dan menerjemahkannya rnenjadi rekaman yang dapat dilihat, rekaman EKG. Apakah yang terekam adalah defleksi ke bawah atau ke atas bergantung pada bagaimana elektroda diorientasikan dalam kaitannya dengan aliran arus di jantung. Sebagai contoh, penyebaran eksitasi melintasi jantung "terlihat" berbeda dari lengan kanan, dari tungkai kiri, atau dari rekaman yang langsung dilakukan di atas jantung. Meksipun di jantung terjadi proses listrik yang sama, aktivitas ini memperlihatkan berbagai bentuk gelombang jika direkam oleh elektroda-elektroda yang terletak di berbagai titik di tubuh. Untuk menghasilkan perbandingan yang baku, rekaman EKG secara rutin terdiri dari 12 sistem elektroda konvensional, atau sadapan. Ketika sebuah mesin elektrokardiograf dihubungkan antara elektroda-elektroda perekam di dua titik di tubuh, susunan spesifik dari tiap-tiap pasangan koneksi disebut sadapan. Terdapat 12 sadapan



  



BAB 9



berbeda yang masing-masing merekam aktivitas listrik di jantung dari lokasi yang berbeda-beda-enam sadapan dari ekstremitas dan enam sadapan dada di berbagai tempat di sekitar jantung. Untuk menghasilkan gambaran yang sama untuk dibandingkan dan untuk mengenali penyimpangan dari normal, ke-12 sadapan tersebut digunakan secara rutin dalam semua perekaman EKG ( Gambar 9-13).



Berbagai bagian rekaman EKG dapat dikaitkan dengan peristiwa spesifik di jantung. Interpretasi konfigurasi gelombang yang terekam dari tiap-tiap sadapan bergantung pada pengetahuan tentang rangkaian penyebaran eksitasi di jantung dan posisi relatif jantung terhadap letak elektroda. EKG normal memiliki tiga bentuk gelombang terpisah: gelombang P, kompleks QRS, dan gelombang (Gambar 9-14). (Huruf-huruf hanya menunjukkan urutan gelombang. Penemu teknik ini memulai abjad dari tengah ketika memberi nama gelombang-gelombang tersebut.) Gelombang P mencerminkan depolarisasi atrium ■ Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi ventrikel ■ ■ Gelombang T mencerminkan repolarisasi ventrikel Gelombang depolarisasi dan repolarisasi yang bergeser ini masingmasing menyebabkan kontraksi dan relaksasi jantung. Hal-hal berikut tentang rekaman EKG juga perlu dicatat. 1. Lepas muatan nodus SA tidak menghasilkan aktivitas listrik yang cukup besar untuk mencapai permukaan tubuh sehingga tidak terekam adanya gelombang pada depolarisasi nodus SA. Karena itu, gelombang yang pertama kali terekam, gelombang P, terjadi ketika gelombang depolarisasi menyebar ke atrium. 2. Pada EKG normal, tidak terlihat gelombang terpisah untuk repolarisasi atrium. Aktivitas listrik yang berkaitan dengan repolarisasi atrium normalnya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel dan tertutupi oleh kompleks QRS. 3. Gelombang P jauh lebih kecil daripada kompleks QRS karena atrium memiliki massa otot yang jauh lebih kecil daripada ventrikel dan karenanya menghasilkan aktivitas listrik yang lebih kecil. 4. Di tiga titik waktu berikut tidak terdapat aliran arus neto di .otot jantung sehingga EKG tetap berada di garis basal: a. Sewaktu jeda di nodus AV. Jeda ini tercermin oleh interval waktu antara akhir P dan permulaan QRS; segmen EKG ini dikenal sebagai segmen PR. (Disebut "segmen PR" dan bukan "segmen PQ" karena defleksi Q kecil dan kadang tidak ada, sementara defleksi R adalah gelombang yang dominan dalam kompleks ini.) Arus mengalir melalui nodus AV, tetapi kekuatannya terlalu kecil untuk dideteksi oleh elektroda EKG. b. Ketika ventrikel terdepolarisasi sempurna dan sel-sel kontraktil mengalami fase plateau potensial aksi sebelum mereka mengalami repolarisasi, diwakili oleh segmen ST. Segmen ini terletak di antara QRS dan T; segmen ini bersesuaian dengan waktu saat pengaktifan ventrikel tuntas dan ventrikel sedang berkontraksi dan mengosongkan isinya. Perhatikan bahwa segmen ST bukan rekaman aktivitas kontraktil jantung.



Sadapan I: lengan kanan ke lengan kiri aVR: lengan kanan



aVL: lengan kiri



Sadapan Lengan kiri ke tungkai kiri



Sadapan 11: Lengan kanan ke tungkai kiri



aVF: Tungkai kiri



V1



V2 V3 V V5 4



V6



Elektroda tanah



(a) Sadapan ekstremitas



(b) Sadapan dada



Gambar 9-13 Sadapan elektrokardiogram. (a) Keenam sadapan ekstremitas mencakup sadapan I, II, II I, aVR, aVL, dan aVF. Sadapan I, II, dan 111 adalah sadapan bipolar karena digunakan dua elektroda perekam. Rekaman mencatat perbedaan potensial antara dua elektroda. Sebagai contoh, sadapan I merekam perbedaan potensial yang terdeteksi di lengan kanan dan lengan kiri. Elektroda yang diletakkan di tungkai kanan berfungsi sebagai elektroda tanah dan bukan elektroda perekam. Sadapan aVR, aVL, dan aVF adalah sadapan unipolar. Meskipun digunakan dua elektroda, hanya potensial sebenarnya di bawah satu elektroda, elektroda eksplorasi, yang direkam. Elektroda yang lain disetel pada potensial nol dan berfungsi sebagai titik referensi alami. Sebagai contoh, sadapan aVR merekam potensial yang mencapai lengan kanan dibandingkan dengan bagian lain tubuh. (b) Keenam sadapan dada, V1 hingga V6, juga merupakan sadapan unipolar. Elektroda eksplorasi terutama merekam potensial listrik otot jantung yang terletak tepat di bawah elektroda di enam lokasi berbeda di sekitar jantung



EKG adalah ukuran aktivitas listrik yang memicu aktivitas mekanis. c. Ketika otot jantung mengalami repolarisasi sempurna dan beristirahat serta ventrikel sedang terisi, setelah gelombang T dan sebelum gelombang P berikutnya. Periode ini disebut segmen TP



Karena aktivitas listrik memicu aktivitas mekanis, gangguan pola listrik biasanya disertai oleh gangguan aktivitas kontraktil jantung. Karena itu, evaluasi pola-pola EKG dapat memberi informasi yang bermanfaat mengenai status jantung. Penyimpangan utama dari normal yang dapat



ditermukan melalui EKG adalah (1) kelainan kecepatan denyut jantung, (2) kelainan irama, dan (3) miopati jantung (Gambar 9-15). KELAINAN KECEPATAN Kecepatan denyut jantung dapat ditentukan dari jarak antara dua kompleks QRS yang berurutan di kertas berskala yang digunakan untuk merekam EKG. Kecepatan denyut jantung yang melebihi 100 denyut per menit disebut takikardia (taki artinya "cepat"), sementara denyut yang kurang dari 60 kali per menit disebut bradikardia (bradi artinya "lambat"). KELAINAN IRAMA Irama merujuk ke keteraturan atau spacing



gelombang EKG. Setiap variasi dari irama normal dan rangkaian eksitasi jantung disebut aritmia. Hal ini dapat disebabkan oleh fokus ektopik, perubahan aktivitas pemacu nodus SA, atau gangguan hantaran. Kecepatan jantung juga sering dipengaruhi. Ekstrasistol, atau kontraksi ventrikel prematur, yang berasal dari suatu fokus ekto-



Fisiologi Jantung



335



Nodus SA melepaskan rnuatan



Gelombang P= depolarisasi



Satu denyut-jantung normal



Segmen TP= waktu saat ventrikel berelaksasi dan terisi



0



0.2



0.4



0.6



Segmen PR = jeda nodus AV



0.8



waktu (detik)



Potensial yang terekam



R 200 msec T



P Q



P



S



Segmen Segmen PR ST



Segmen TP



Gelombang T = Repolarisasi ventrikel



Kompleks QRS = Depolarisasi ventrikel (alrium secara bersamaan menga(ami repolarisasi)



ST segment = Saat ventrikel berkontraksi dan mengosongkan isinya Gambar 9-14 Bentuk gelombang elektrokardiogram di sadapan II dan status listrik jantung yang berkaitan dengan setiap gelombang.



pik penyimpangan dari irama normal yang sering ditemukan. Kelainan lain pada irama yang mudah dideteksi oleh EKG adalah atrial flutter, fibrilasi atrium, fibrilasi ventrikel, dan blok jantung. Atrial flutter ditandai oleh rangkaian depolarisasi atrium yang cepat tetapi reguler dengan kecepatan antara 200 hingga 380 denyut per menit. Ventrikel jarang mengikuti kecepatan atrium ini. Karena periode refrakter jaringan penghantar lebih lama daripada yang dimiliki oleh otot atrium, nodus AV tidak mampu berespons



hapter



impuls yang berkonvergensi padanya dari atrium.Mungkin hanya satu dari setiap dua atau tiga impuls atrium berhasil melewati nodus AV ke ventrikel. Keadaan ini disebut sebagai irama 2:1 atau 3:1. Kenyataan bahwa tidak setiap impuls atrium mencapai ventrikel pada atrial flutter merupakan hal penting karena hal ini tidak memungkinkan denyut ventrikel yang cepat yang melebihi 200 kali per menit. Kecepatan setinggi ini tidak memungkinkan pengisian ventrikel yang memadai di antara denyutan. Dalam kasus ini,curah-



KECEPATAN DAN IRAMA NORMAL



1 mV 1 sec KELAINAN KECEPATAN



Fibrilasi ventrikel adalah kelainan irama yang sangat serius ketika otot ventrikel memperlihatkan kontraksi kacau takterkoordinasi. Terbentuk banyak impuls yang merambat acak ke semua arah di sekitar ventrikel. Rekaman EKG pada fibrilasi ventrikel sangat ireguler tanpa pola atau irama yang dapat dideteksi. Jika kontraksi menjadi sedemikian kacau, ventrikel tidak efektif sebagai pompa. Jika sirkulasi tidak dipulihkan dalam waktu kurang dari empat menit melalui kompresi jantung eksternal atau defibrilasi listrik, terjadi kerusakan otak ireversibel disertai ancaman kematian.



Takikardia



KELAINAN IRAMA Ekstrasistol (kontraksi ventrikel prematur)



Fibrilasi ventrikel



Blok jantung komplet P



P QRS



P



P QRS



P



P



P



P



P



QRS



QRS



MIOPATI JANTUNG Infark miokardium (serangan jantung)



Gambar 9-15



dak tidak teraba. Dalam situasi ini, jika kecepatan denyut jantung diukur secara langsung, baik dengan denyut apeks atau dengan EKG, dan kecepatan denyut nadi diukur secara bersamaan di pergelangan tangan, kecepatan denyut jantung akan melebihi denyut nadi. Perbedaan kecepatan denyut jantung dan nadi ini dikenal sebagai defisit denyut. Dalam keadaan normal, kecepatan jantung sama dengan kecepatan nadi karena setiap kontraksi jantung memicu denyut nadi akibat semprotan darah ke dalam arteri.



Contoh penyakit jantung yang dapat dideteksi



dengan elektrokardiografi.



jantung akan berkurang hingga ke tahap yang menyebabkan pingsan atau bahkan meninggal akibat berkurangnya aliran darah ke otak. Fibrilasi atrium ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan tak-terkoordinasi dengan tanpa gelombang P yang jelas. . Karena itu, kontraksi atrium menjadi kacau dan asinkron. Karena impuls yang mencapai nodus AV tidak teratur, irama ventrikel juga sangat ireguler. Kompleks QRS berbentuk normal, , tetapi muncul secara sporadis. Waktu di antara dua denyut ventrikel untuk pengisian ventrikel bervariasi. . Jika pengisian kurang, kontraksi berikutnya menjadi lebih lemah. Pada kenyataannya, sebagian kontraksi ventrikel mungkin terlalu lemah untuk menyemprotkan darah sehingga nadi pergelangan tangan ti-



Jenis lain aritmia, blok jantung, terjadi karena defek di sistem hantaran jantung. Atrium masih berdenyut teratur, tetapi ventrikel kadang-kadang gagal terangsang dan karenanya tidak berkontraksi setelah atrium berkontraksi. Impuls antara atrium dan ventrikel dapat terhambat dengan derajat bervariasi, Pada sebagian bentuk blok jantung,hanya setiap implus atrium kedua atau ketiga yang diteruskan. setiap impuls atrium kedua atau ketiga yang diteruskan ke ventrikel. Hal ini dikenal sebagai blok 2:1 atau 3:1, yang dapat dibedakan dengan irama 2:1 atau 3:1 yang berkaitan dengan flutter atrium oleh kecepatan yang ditunjukkan. . Pada blok jantung, kecepatan atrium normal tetapi kecepatan ventrikel jauh di bawah normal, sementara pada flutter atrium kecepatan atrium sangat tinggi disertai kecepatan ventrikel normal atau di atas normal. . Blok jantung komplet ditandai oleh disosiasi total antara aktivitas atrium dan ventrikel, dengan impuls dari atrium tidak dihantarkan ke ventrikel sama sekali. Nodus SA terus mengatur depolarisasi atrium, tetapi ventrikel menghasilkan sendiri impuls mereka dengan kecepatan yang jauh lebih rendah daripada kecepatan atrium. Pada EKG, gelombang P memperlihatkan irama normal. QRS dan gelombang T juga muncul teratur tetapi jauh lebih lambat daripada gelombang P dan sama sekali independen dari irama gelombang P. Karena aktivitas atrium dan ventrikel tidak sinkron, gelombang untuk repolarisasi atrium mungkin muncul, tidak lagi ditutupi oleh kompleks QRS. MIOPATI JANTUNG Kelainan gelombang EKG juga penting dalam mengenali dan menilai miopati jantung (kerusakan otot jantung). Iskemia miokardium adalah kurang memadainya penyaluran darah beroksigen ke jaringan jantung. Kematian, atau nekrosis, sel otot jantung terjadi ketika pembuluh darah yang memasok bagian jantung tersebut tersumbat atau pecah. Keadaan ini adalah suatu infark miokardium akut, yang umum dikenal sebagai serangan jantung. Kelainan bentuk gelombang QRS muncul ketika sebagian otot jantung menjadi nekrotik. Selain perubahan EKG, karena sel-sel otot jantung yang rusak mengeluarkan enzim-enzim khas ke dalam darah, kadar enzim-enzim ini dalam darah dapat dijadikan indeks derajat kerusakan miokardium.



Interpretasi suatu EKG adalah tugas kompleks yang memerlukan pengetahuan dan latihan ekstensif. Pembahasan sebelumnya tidak dimaksudkan untuk menjadikan Anda pakar EKG tetapi memberi



Fisiologi Jantung



337



❚ Melihat Lebih Dekat Pada Fisiologi Olahraga



Uji Stres-Apa, Siapa, dan Kapan



U



JI STRES,ATAU UJI OLAHRAGA BERTAHAP, terutama tress tests dilakukan untuk membantu dalam diagnosis atau kuantifikasi penyakit jantung atau paru serta untuk mengevaluasi kapasitas fungsional pada orang pada orang asimtomatik.pemerikasaan



ini biasanya dilakukan di treadmill bermotor atau ergometer sepeda (sepeda statis dengan resistensi bervariasi). Intensitas beban kerja (seberapa berat subjek bekerja) disesuaikan dengan secara progresif meningkatkan kecepatan dan kemiringan treadmill atau dengan meningkatkan frekuensi dan resistensi sepeda statis. Uji dimulai dari intensitas rendah dan dilanjutkan hingga beban-kerja tertentu dicapai, gejala fisiologik muncul, atau subjek terlalu lelah untuk melanjutkan pemeriksaan. Selama uji diagnostik, pasien dipantau dengan EKG, dan tekanan darah diperiksa setiap menit. Uji dianggap positif jika terjadi kelainan EKG (misalnya depresi segmen ST, gelombang T terbalik, atau aritmia yang berba haya) atau muncul gejala fisik misalnya nyeri dada. Uji yang dianggap positif pada seseorang yang tidak mengidap penyakit jantung disebut uji positif palsu. Pada pria, uji positif palsu terjadi hanya pada sekitar 10% hingga 20% waktu sehingga uji stres diagnostik untuk pria memiliki spesifisitas 80% hingga 90%. Wanita mernperlihatkan angka uji positif palsu yang lebih tinggi, dengan spesifisitas menjadi lebih rendah



Anda gambaran tentang cara-cara bagaimana EKG dapat digunakan sebagai alat diagnostik serta menyajikan gambaran ringkas dari sebagian kelainan fungsi jantung yang umum dijumpai. (Untuk pemanfaatan lebih lanjut EKG, Iihat fitur dalam kotak yang menyertai, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.)



Periksa Pemahaman Anda 9.2 1. Gambarlah dua grafik yang memperbandingkan aktivitas listrik di sel autoritmik jantung dan di sel kontraktiL jantung. Labeli pergerakan ion yang bertanggung jawab untuk masing-masing perubahan potensial.



2. Sebutkan jaringan autoritmik jantung dan tunjukkan laju normal potensial aksi yang dilepaskan oleh masing-masing jaringan. 3. Jelaskan mengapa tidak terdapat gelombang repolarisasi atrium yang terlihat pada EKG normal.



positif palsu yang lebih tinggi, dengan spesifisitas menjadi lebih rendah, yaitu sekitar 70%. Sensitivitas uji memiliki arti bahwa orang dengan penyakit teridentifikasi secara benar dan hasil negatif palsunya sedikit. Sensitivitas uji stres dilaporkan sebesar 60% hingga 80%; yaitu, jika 100 orang dengan penyakit jantung diperiksa, 60 hingga 80 akan teridentifikasi dengan benar, tetapi 20 hingga 40 akan memberi hasii uji negatif palsu. Meskipun uji stres sekarang menjadi alat diagnostik yang penting, cara ini hanyalah salah satudari beberapa pemeriksaan yang digunakan untuk menentukan keberadaan penyakit arteri koronaria Uji stres juga dilakukan pada orang yang tidak dicurigai mengidap penyakit jantung atau paru untuk menentukan kapasitas fungsional mereka saat ini. Uji fungsional ini dilakukan seperti uji diagnostik tetapi dipandu oleh ahli fisiologi olahraga dan dokter tidak harus ada. Uji ini digunakan untuk menentukan resep olahraga yang aman, untuk membantu atlet memperoleh program latihan yang optimal, dan untuk berfungsi sebagai alat riset untuk mengevaluasi efektivitas suatu program latihan. Uji stres fungsional semakin banyak dilakukan dengan semakin banyaknya orang mengikuti program kesehatan berbasis rumah sakit atau masyarakat untuk mencegah penyakit.



Siklus jantung terdiri dari sistol (kontraksi dan pengosongan) dan diastol (relaksasi dan pengisian) yang bergantian. Kontraksi disebabkan oleh penyebaran eksitasi ke seluruh jantung, sementara relaksasi mengikuti repolarisasi otot jantung. Atrium dan ventrikel melakukan siklus sistol dan diastol secara terpisah. Kecuali jika disebutkan, kata sistol dan diastol merujuk kepada apa yang terjadi di ventrikel. Pembahasan berikut dan Gambar 9-16 menghubungkan berbagai proses yang terjadi secara bersamaan selama siklus jantung, termasuk gambaran EKG, perubahan tekanan, perubahan volume, aktivitas katup, dan bunyi jantung. Diagram yang terintegrasi ini dikenal sebagai diagram Wigger. Hanya prosesproses di sisi kiri jantung yang dijelaskan, tetapi perlu diingat bahwa proses serupa terjadi juga di sisi kanan jantung, kecuali bahwa tekanannya lebih rendah. Untuk menuntaskan satu siklus jantung lengkap, pembahasan kita akan dimulai dan berakhir dengan diastol ventrikel. Selama sebagian besar diastol ventrikel, atrium juga masih berada dalam diastol. Tahap ini bersesuaian dengan segmen TP pada EKG interval setelah repolarisasi ventrikel dan sebelum depolarisasi atrium berikutnya. Karena darah dari sistem vena terus mengalir ke dalam atrium, tekanan atrium sedikit melebihi tekanan ventrikel meskipun kedua rongga ini berada dalam keadaan relaksasi. MID DIASTOL VENTRIKEL



Peristiwa mekanis siklus jantung kontraksi, relaksasi, dan perubahan aliran darah melalui jantung yang ditimbulkannya disebabkan oleh perubahan ritmik aktivitas listrik jantung.



  



hapter



Gambar 9-16



Siklusjantung. Grafik



Sistol ventrikel



ini memperlihatkan berbagai kejadian yang berlangsung bersamaan selama



8



siklus jantung. Ikutilah setiap garis horizontal untuk melihat perubahan yang



berlangsung



elektrokardiogram;



QRS



pada



tekanan



3



aorta,



ventrikel, dan atrium; volume ventrikel; dan bunyi jantung di sepanjang siklus.



berikutnya



jantung),



untuk



sisi



dan kiri



Fase injeksi 13



sistol



jantung.



bawah untuk melihat apa yang terjadi bersamaan di masing-masing faktor di



17



Tekanan aorta (mm Hg)



12 80



teks (h. 338-341) untuk



penjelasan terperinci mengenai angkaangka. Sketsa jantung menggambarkan



Kontraksi ventrikel isovolumetrik



60



aliran darah miskin- O2 (biru tua) dan kaya- O2 (merah terang) yang masuk dan keluar ventrikel selama siklus jantung.



Tekanan ventrikel kiri (mm Hg)



40



20 Tekanan atrium kiri (mm Hg)



1 0



19 10



9



4 22



5 Volume 7 11 diastol akhir2 6



135 Volume ventrikel kiri (mL)



Relaksasi ventrikel isovolumetyrik



atas selama masing-masing fase siklus



18



100



Ikutilah setiap garis vertikal ke arah



jantung.Lihat



25



T



120



satu sistol dan diastol penuh (satu penuh



16



P



Elektrokardiogram



Diperlihatkan paruh terakhir diastol, siklus



Diastol ventrikel



21 Fase pengisian ventrikel



14



23



Volume sistol 65 akhir Tidak ada suara



20 15



1st



24 Pengisian lambat Pengisian cepat



2nd



1st



2nd



Bunyi jantung (a)



(b) (c)



(d)



(e) (a)



(b) (c)



(d)



(e)



(d) Ejeksi ventrikel



(e) Relaksasi ventrikel isovolumetrik



Atrium kiri Atrium kanan



Ventrikel kanan



Ventrikel kanan



(a) Pengisian pasif selama diastol ventrikel dan atrium



(b) Kontraksi atrium



Pengisian ventrikel (katup AV terbuka; katup semilunar tertutup)



(c) Kontraksi ventrikel isovolumetrik (Semua katup tertutup)



Pengosongan ventrikel (Katup semilunar terbuka; katup AV tertutup)



(Semua kutup tertutup)



Fisiologi Jantung



339



9-16, titik 1 ). Karena perbedaan tekanan ini, katup AV terbuka dan darah mengalir langsung dari atrium ke dalam ventrikel sepanjang fase pengisian diastol ventrikel (Gambar 9-16, jantung a). Akibat pengisian pasif ini, volume ventrikel secara perlahan meningkat bahkan sebelum atrium mulai berkontraksi (titik 2 ). MENJELANG AKHIR DIASTOL Menjelang akhir diastol diastol ventrikel, nodus SA mencapai ambang dan melepaskan muatan. Impuls menyebar ke seluhh atrium, yang tampak di EKG sebagai gelombang P (titik 3 ..Depolarisasi atrium menyebabkan kontraksi atrium, meningkatkan kurva tekanan atrium (titik 4 dan memeras lebih banyak darah ke dalam ventrikel. Proses penggabungan eksitasikontraksi berlangsung selama jeda singkat antara gelombang P dan peningkatan tekanan atrium. Peningkatan tekanan ventrikel (titik 5® yang dimaksudkan ke ventikal oleh kontrasi atrium(titik 6 dan jantung b)Sepanjang kontraksi atrium, tekanan atrium masih sedikit lebih tinggi daripada tekanan ventrikel sehingga katup AV tetap terbuka.) e



AKHIR DIASTOL VENTRIKEL Diastol ventrikel berakhir pada awitan kontraksi ventrikel. Pada saat ini, kontraksi atrium dan pengisian ventrikel telah tuntas. Volume darah di ventrikel pada akhir diastol (titik 7 ) dikenal sebagai volume diastolik akhir (VDA) yang reratanya adalah 135 mL. Tidak ada lagi darah yang akan ditambahkan ke ventrikel selama siklus ini. Karena itu, volume diastolik-akhir adalah jumlah maksimal darah yang akan dikandung oleh ventrikel selama siklus ini. EKSITASI VENTRIKEL DAN AWITAN SISTOL VENTRIKEL



Setelah eksitasi atrium, impuls merambat melalui nodus AV dan sistem penghantar khusus untuk merangsang ventrikel. Secara bersamaan, kedua atrium berkontraksi. Pada saat pengaktifan ventrikel selesai, kontraksi atrium sudah berlalu. Kompleks QRS mencerminkan eksitasi ventrikel ini (titik 8 ),yang memicu kontraksi ventrikel. Kurva tekanan ventrikel meningkattajam segera setelah kompleks QRS, mengisyaratkan awitan sistol ventrikel (titik 9 ). Jeda singkat antara kompleks QRS dan awitan sistol ventrikel yang sebenarnya adalah waktu yang diperlukan untuk terjadinya proses penggabungan eksitasi-kontraksi. Sewaktu kontraksi ventrikel dimulai, tekanan ventrikel segera melebihi tekanan atrium. Berbaliknya perbedaan tekanan ini memaksa katup AV tertutup (titik .9 ). KONTRAKSI VENTRIKEL ISOVOLUMETRIK Setelah tekanan ventrikel



melebihi tekanan atrium dan katup AV tertutup, tekanan ventrikel harus terus meningkat hingga melebihi tekanan aorta. Karena itu, setelah katup AV menutup dan sebelum katup aorta terbuka, terdapat periode singkat ketika ventrikel berupa suatu ruang tertutup (titik 10 ). Karena semua katup tertutup, tidak ada darah yang masuk atau keluar dari ventrikel selama waktu ini, yang dinamai periode kontraksi ventrikel isovolumetrik (isovolurnetrik artinya "volume dan panjangnya konstan") (jantung c). Karena tidak ada darah yang masuk atau meninggalkan ventrikel, volume bilik ventrikel tidak berubah, dan panjang serat-serat ototnya tidak berubah (titik 11) sementara tekanan ventrikel terus meningkat.



340 BAB 9



EJEKSI VENTRIKEL Ketika tekanan ventrikel melebihi tekanan aorta (titik 12), katup aorta terbuka dan dimulailah ejeksi darah (jantung d). Jumlah darah yang dipompa keluar dari masing-masing ventrikel pada setiap kontraksi disebut isi sekuncup (stroke volume, SV). Kurva tekanan aorta meningkat sewaktu darah yang dipaksa masuk ke dalam aorta dari ventrikel lebih cepat daripada darah yang ventrikel mengalir ke dalam pembuluh yang lebih halus pada ujung yang lain (titik 13). Volume ventrikel menurun secara bermakna sewaktu darah dengan cepat dipompa keluar (titik 14). Sistol ventrikel mencakup kontraksi ventrikel isovolumetrik dan ejeksi ventrikel. AKHIR SISTOL VENTRIKEL Ventrikel tidak mengosongkan isinya secara sempurna selama fase ejeksi. Dalam keadaan normal, hanya separuh dari darah di dalam ventrikel pada akhir diastol dipompa keluar selama sistol berikutnya. Jumlah darah yang tertinggal di ventrikel pada akhir sistol ketika ejeksi selesai disebut volume sistolik akhir (VSA) (titik 15), yang reratanya adalah 65 mL. Ini adalah jumlah darah paling sedikit yang terkandung dalam ventrikel selama siklus ini Perbedaan antara volume darah di ventrikel sebelum kontraksi dan volume setelah kontraksi adalah jumlah darah yang disemprotkan selama kontraksi; yaitu VDA-VSA = SV. Dalam contoh kita, volume diastolik akhir adalah 135 mL, volume sistolik akhir 65 mL, dan isi sekuncup adalah 70 mL. REPOLARISASI VENTRIKEL DAN AWITAN DIASTOL VENTRIKEL Gelombang T menandakan repolarisasi ventrikel pada



akhir sistol ventrikel (titik 16 ). Sewaktu ventrikel berepolarisasi dan mulai berelaksasi, tekanan ventrikel turun di bawah tekanan aorta dan katup aorta menutup (titik 17). penutupan katup oarta,memyebabkan gangguan atau takik pada kurva tekanan oarta takik dikrotik (titik 818 ). Tidak ada lagi darah yang keluar dari ventrikel selama siklus ini karena katup aorta telah tertutup. RELAKSASI VENTRIKEL ISOVOLUMETRIK Saat katup aorta



menutup, katup AV belum terbuka karena tekanan ventrikel masih melebihi tekanan atrium sehingga tidak ada darah yang masuk ke ventrikel dari atrium. Karena itu, semua katup kembali tertutup untuk waktu singkat yang dikenal sebagai relaksasi ventrikel isovolumetrik (titik 19 dan jantung e). Panjang serat otot dan volume bilik (titik 20 ) tidak berubah. Tidak ada darah yang meninggalkan atau masuk sewaktu ventrikel terus berelaksasi dan tekanan terus turun. PENGISIAN VENTRIKEL Ketika tekanan ventrikel turun di bawah



tekanan atrium, katup AV membuka(titik 21 ventrikel kembali terisi. Diastol ventrikel mencakup baik periode relaksasi ventrikel isovolumetrik maupun fase pengisian ventrikel Repolarisasi atrium dan depolarisasi ventrikel terjadi bersamaan, sehingga atrium berada dalam keadaan diastol selama sistol ventrikel. Darah terus mengalir dari vena-vena paru ke dalam atrium kiri. Dengan berkumpulnya darah yang masuk ini di atrium, tekanan atrium terus meningkat (titik 22). Ketika katup AV mem-



Cara yang lain, selain Diagram Wigger, untuk melihat hu-bungan antara tekanan dan volume yang terjadi dalam keselu-ruhan siklus jantung adalah kurva tekanan-volume, yang tidak memasukkan elemen waktu tetapi merupakan alat visualisasi yang bagus untuk melihat perubahanan tekanan dan volume sewaktu katup membuka dan menutup dan darah mengalir masuk dan keluar dari ventrikel (Gambar 9-17). Ketika tubuh berada dalam keadaan istirahat, satu siklus jantung yang lengkap berlangsung 800 mdet, dengan 300 mdet dihabiskan untuk sistol ventrikel dan 500 mdet digunakan oleh diastol ventrikel. Pengisian ventrikel sebagian besar berlangsung pada awal diastol saat fase pengisian cepat. Pada kecepatan denyut jantung yang tinggi, diastol memendek jauh lebih besar daripada sistol. Sebagai contoh, jika kecepatan denyut jantung meningkat dari 75 menjadi 180 kali per menit, durasi diastol berkurang sekitar 75%, dari 500 mdet menjadi 125 mdet. Hal ini sangat mengurangi waktu yang tersedia untuk relaksasi dan pengisian ventrikel. Namun, karena sebagian besar pengisian ventrikel terjadi selama awal diastol, pada peningkatan kecepatan denyut jantung, misalnya ketika olahraga, pengisian tidak terlalu terganggu (Gambar 9-18). Namun, terdapat batas pada seberapa cepat jantung dapat berdenyut tanpa mengurangi periode diastol hingga ke tahap yang menyebabkan pengisian ventrikel terganggu. Pada kece-patan jantung yang lebih dari 200 denyut per menit, waktu diastol menjadi terlalu singkat untuk memungkinkan pengisian ventrikel yang memadai. Dengan tidak adekuatnya pengisian, jumlah curah jantung berkurang. Dalam keadaan normal, kecepatan denyut ventrikel tidak melebihi 200 kali per menit karena periode refrakter nodus AV yang relatif lama mencegah impuls dihantarkan ke ventrikel lebih cepat daripada ini.



Kedua bunyi jantung normal berkaitan dengan penutupan katup. Selama siklus jantung secara normal dapat didengar dua bunyi jantung utama dengan stetoskop. Bunyi jantung pertama bernada rendah, lembut, dan relatif lama; bunyi ini terdengarit, seperti "lub". Bunyi jantung kedua memiliki nada lebih tinggi serta lebih singkat dan tajam; bunyi ini terdengar seperti "dup".Karena itu, secara normal kita mendengar "lub-dup-lub-dup-lub-dup...". Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup AV, sementara bunyi kedua berhubungan dengan penutupan katup semilunar (lihat "Bunyi jantung" di bagian bawah Gambar 9-16). Pembukaan katup tidak rnenimbulkan suara apapun. Bunyi disebabkan oleh getaran yang terbentuk di dalam dinding ventrikel dan arteri besar sewaktu katup menutup, bukan oleh katup itu sendiri. Karena katup AV menutup pada permulaan kontraksi ventrikel, ketika tekanan ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium, bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel pertama kali melebihi tekanan atrium,bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol



Volume sistolik akhir



120 Tekanan ventrikel kiri (mm Hg)



buka pada akhir sistol ventikal,darah yang terkumpul di atrium selama sistol ventrikal mengalir deras kedalam ventrikal, mula-mula berlangsung cepat (titik 23) karena meningkatnya tekanan atrium yang terjadi akibat akumulasi darah di atrium. Pengisian ventrikel kemudian melambat (titik 24) sewaktu darah yang terakumulasi tersebut telah disalurkan ke ventrikel. Selama periode penurunan pengisian ini, darah terus mengalir dari vena pulmonaris ke dalam atrium kiri dan melalui katup AV yang terbuka ke dalam ventrikel kiri. Selama diastol ventrikel tahap akhir, ketika ventrikel terisi pelan-pelan, nodus SA kembali melepaskan muatan dan siklus jantung kembali berulang (titik 25



7



8



80



6 9



Isi Sekuncup



5



40 3 2



4



1 0



65



100



Volume ventrikel kiri (mL)



135 Volume diastolik akhir



1



Katup AV terbuka



2



Terjadi pengisian pasif ventrikel. Volume meningkat bermakna dan tekanan sedikit meningkat sewaktu darah masuk



3



Kontraksi atrium melengkapi pengisian ventrikel. Volume diastolik akhir tercapai pada akhir fase



4



Katup AV tertutup



5 Kontraksi ventrikel isovolumetrik terjadi. Volume tetap konstan; tekanan meningkat bermakna. 6 Katup aorta terbuka 7 Penyemprotan volume sekuncup darah dari ventrikel. Volume menurun secara jelas sewaktu tekanan meningkat, lalu turun secara perlahan sewaktu darah keluar. Volume sistolik akhir tercapai pada akhir fase ini. 8



Katup aorta tertutup



9 Relaksasi ventrikel isovolumetrik terjadi. Volume tetap konstan; tekanan menurun secara tajam Kembali ke langkah 1 Gambar 9-17 Lengkung tekanan—volume ventrikel kiri dalam satu siklus jantung



ventrikel (lihat Gambar 9-16, titik 9 Katup semilunar menutup pada awitan relaksasi ventrikel, sewaktu tekanan ventrikel kiri dan kanan masing-masing turun di bawah tekanan aorta dan arteri pulmonaris. Karena itu, bunyi jantung kedua menandakan awitan diastol ventrikel (titik 17).



Bunyi jantung abnormal, atau murmur, biasanya (tetapi tidak selalu) berkaitan dengan penyakit jantung. Darah dalam keadaan normal mengalir secara laminar; yaitu, lapisan-lapisan cairan bergeseran secara halus satu sama lain (laminar artinya ''lapisan''). Aliran laminar tidak menimbulkan suara apapun. namun, ketika aliran darah menjadi turbulen, dapat terdengar suara (Gambar 9-19).   



341



Aliran balik darah semacam ini dikenal sebagai regurgitasi. Katup jantung yang insufisien sering disebut katup bocor karena memungkinkan darah mengalir balik saat katup sebenarnya harus tertutup. Umumnya, baik stenosis maupun insufisiensi katup disebabkan oleh demam rematik, suatu penyakit autoimun ("imunitas terhadap diri sendiri") yang dipicu oleh infeksi bakteri streptokokus. Antibodi yang dibentuk terhadap toksin yang dihasilkan oleh bakteri ini berinteraksi dengan banyak jaringan tubuh sendiri, menimbulkan kerusakan imunologis, Katup jantung adalah salah satu jaringan yang paling rentan dalam hal ini. Di sepanjang tepi-tepi yang meradang di katup jantung yang terkena terbentuk lesi-lesi besar, hemoragik, fibrosa, menyebabkan katup menjadi kaku, menebal, dan cacat. Kadang-kadang tepi daun katup melekat permanen satu sama lain. Bergantung pada tingkat dan sifat spesifik lesi, katup mungkin menjadi stenotik atau insufisien atau beberapa derajat dari keduanya. Kadang-kadang, anak anak lahir dengan katup yang malfungsi.



Waktu diastol Waktu diastol VDA (135 mL)



t



pa



e nc



ia



is ng



mb



Pe



ian



gis



n Pe



Pengisian karena kontraksi atrium



at



la me



VSA(65 mL) Waktu KUNCI = Perubahaan volume ventrikel pada laju jantung normal = Perubahan volume ventrikel pada laju jantung yang meningkat VDA = Volume diastolik akhir VSA = Volume siastolik akhir Gambar 9-18 Profil pengisian ventrikel selama kecepatan jantung normal dan meningkat. Karena sebagian besar pengisian ventrikel terjadi pada awal diastoi selama fase pengisian cepat, pengisian tidak terlalu terganggu ketika waktu diastol berkurang akibat meningkatnya kecepatan denyut jantung.



KATUP STENOTIK DAN INSUFISIEN Penyebab tersering turbulensi



adalah malfungsi katup, baik katup stenotik maupun insufisien. Katup stenotik adalah katup kaku dan menyempit yang tidak membuka sempurna. Darah harus dipaksa melewati lubang yang menyempit dengan kecepatan sangat tinggi sehingga terjadi turbulensi yang menimbulkan suara siulan abnormal seperti suara yang timbul ketika anda memaksa udara keluar cepat melalui bibir yang menyempit saat bersiul Katup insufisien , atau inkompeten , adalah katup yang tidak menutup dengan sempurna, biasanya karena tepi-tepi katup mengalami jaringan parut dan tidak menyatu dengan benar. Turbulensi terjadi ketika darah mengalir balik melalui katup yang insufisien tersebut dan bertumbukan dengan darah yang mengalir dalam arah berlawanan, menciptakan murmur berdesis atau berkumur



WAKTU MURMUR Katup yang terkena dan jenis defek biasanya dapat dideteksi berdasarkan lokasi dan waktu timbul murmur. Setiap katup jantung dapat didengar paling jelas di lokasi tertentu di dada. Dengan mengetahui tempat murmur terdengar paling keras dokter dapat mengetahui katup mana yang terlibat.



"Waktu" timbul murmur merujuk kepada bagian siklus jantung saat murmur terdengar. Ingat kembali bahwa bunyi jantung pertama menandakan awitan sistol ventrikel dan bunyi jantung kedua menandakan awitan diastol ventrikel. Karena itu, murmur antara bunyi jantung pertama dan kedua ("lub-murmur-dup, lub-murmur-dup") adalah murmur sistolik. Murmur diastolik, sebaliknya, terjadi antara bunyi jantung kedua dan pertama ("lub-dup-murmur, lub-dupmurmur"). Suara murmur ditandai sebagai murmur stenotik (bersiul) atau murmur insufisien (berdesis). Berbekal fakta-fakta ini, kita dapat menentukan penyebab suatu murmur katup (Tabel 9-2). Sebagai contoh, murmur bersiul (menandakan suatu stenosis katup) yang terjadi antara bunyi jantung pertama dan kedua (menandakan murmur sistolik) menunjukkan stenosis di suatu katup yang seharusnya terbuka ketika sistol. Katup ini mungkin katup aorta atau katup semilunar yang dilalui oleh darah ketika terjadi ejeksi. Identifikasi katup mana yang stenotik dapat dilakukan dengan menemukan di mana murmur terdengar paling baik. Kekhawatiran utama dengan murmur jantung tentu saja adalah bukan murmur itu sendiri tetapi efek merugikan terhadap sirkulasi yang ditimbulkan oleh defek penyebabnya.



(a) Aliran laminar (tidak menimbulkan suara apapun)



Periksa Pemahaman Anda 9.3 1. Definisikan sistol dan diastol..



(b) Aliran turbulen (dapat terdengar) Gambar 9-19 Perbandingan aliran laminar dan turbulen.



  



hapter



2. Sebutkan hubungan tekanan antara tekanan aorta, atrium, dan ventrikel (misalnya, tekanan ventrikel > tekanan aorta > tekanan atrium) selama setiap fase-fase ini pada siklus jantung: (1) pengisian ventrikel, (2) kontraksi ventrikel isovolumetrik, (3) ejeksi ventrikel, dan (4) relaksasi ventrikel isovolumetrik (pikirkan hubungan tekanan apa yang harus ada agar katup membuka dan menutup dengan tepat pada setiap fase).



❚ TABEL 9-2



Waktu dan Jenis Murmur yang Berkaitan dengan Berbagai Kelainan Katup Jantung



Pola yang Terdengar Dengan Stetoskop



Jenis Defek Katup



Waktu Murmur



Kelainan Katup



Lub-Siul-Dup











Stenosis katup semilunar. Murmur sistolik bersiul menandakan bahwa katup yang harusnya terbuka saat sistol (katup semilunari tidak terbuka secara sempurna.















Stenosis katup AV. Murmur diastolik bersiul menandakan bahwa katup yang harusnya terbuka sewaktu diastol (katup AV) tidak membuka secara sempurna.



























lnsufisiensi katup AV. Murmur sistolik berdesis menandakan bahwa katup yang seharusnya tertutup selama sistol (katup AV) tidak menutup secara sempurna. lnsufisiensi katup semilunar. Murmur diastolik berdesis menandakan bahwa katup yang seharusnya tertutup selama diastol (katup semilunar) tidak menutup secara sempurna.



Curah jantung (CJ) adalah volume darah yang dipompa oleh masingmasing ventrikel per menit (bukan jumlah total darah yang dipompa oleh jantung). Selama suatu periode waktu, volume darah yang mengalir melalui sirkulasi paru sama dengan volume yang mengalir melalui sirkulasi sistemik. Karena itu, curah jantung dari masing-masing ventrikel normalnya sama, meskipun dari denyut-per-denyut dapat terjadi variasi ringan.



Dua penentu curah jantung adalah kecepatan jantung (denyut per menit) dan isi sekuncup (volume darah yang dipompa per denyut). Kecepatan jantung rerata saat istirahat adalah 70 denyut per menit, ditentukan oleh ritmisitas nodus SA; isi sekuncup rerata saat istirahat adalah 70 mL per denyut, menghasilkan curah jantung rerata 4900 mL/mnt, atau mendekati 5 liter per menit: Curah jantung (CJ) 5 Kecepatan jantung 3 isi sekuncup 5 70 denyut/menit 3 70 mL/denyut 5 4900 mL/menit  5 liters/menit Karena volume darah total rerata adalah 5 hingga 5,5 liter, masingmasing paruh jantung setiap menit memompa setara dengan seluruh volume darah. Dengan kata lain, setiap menit ventrikel kanan normalnya memompa 5 liter darah melalui paru, dan ventrikel kiri memompa 5 liter melalui sirkulasi sistemik. Dengan kecepatan ini, setiap paruh jantung akan memompa sekitar 2,5 juta liter darah hanya dalam setahun. Ini baru curah jantung dalam keadaan istirahat; selama olahraga, curah jantung dapat meningkat menjadi 20 hingga 25 liter per menit (dan bahkan lebih lagi pada atlet terlatih selama olahraga berat tipe-daya tahan). Perbedaan antara curah jantung saat istirahat dan volume maksimal darah yang dapat dipompa oleh jantung per menit disebut cadangan jantung. Bagaimana curah jantung dapat bervariasi sedemikian besar, bergantung pada kebutuhan tubuh? Anda dapat dengan cepat menjawab pertanyaan ini dengan membayangkan bagaimana jantung Anda sendiri berdetakcepat (meningkatnya kecepatan jantung) dan kuat (meningkatnya isi sekuncup) ketika Anda melakukan aktivitas fisik berat



(ketika Anda membutuhkan peningkatan curah jantung).Karena itu, regulasi curah jantung bergantung pada kontrol atas kecepatan jantung dan isi sekuncup, yaitu topik yang akan kita bahas selanjutnya.



Nodus SA adalah pemacu normal jantung karena memiliki laju depolarisasi spontan yang tertinggi. Ingat kembali bahwa penurunan potensial membran gradual otomatis antara denyut ini disebabkan oleh proses kompleks perpindahan ion yang melibatkan penurunan permeabilitas K+, permeabilitas Na+ yang meningkat, dan peningkatan permeabilitas Ca2+. Ketika nodus SA mencapai ambang, terbentuk suatu potensial aksi yang menyebar ke seluruh jantung, memicu jantung untuk berkontraksi, atau "berdenyut". Hal ini terjadi sekitar 70 kali per menit, menghasilkan kecepatan jantung rerata 70 denyut per menit. Jantung disarafi oleh kedua divisi sistem saraf autonom, yang dapat memodifikasi kecepatan (serta kekuatan) kontraksi, meskipun stimulasi saraf tidak diperlukan untuk memulai kontraksi. Saraf parasimpatis ke jantung, saraf vagus, terutama menyarafi atrium, khususnya nodus SA dan AV. Persarafan parasimpatis ventrikel tidak banyak. Saraf simpatis jantung juga menyarafi atrium, termasuk nodus SA dan AV, serta banyak menyarafi ventrikel. Baik sistem saraf para simpatis maupun simpatis menimbulkan efek mereka pada jantung dengan mengubah aktivitas jalur caraka kedua cAMP di sel-sel jantung yang disarafi. Asetikolin (ACh) yang dibebaskan dari saraf vagus berikatan dengan reseptor kolinergik musakarinik dan dihubungkan dengan protein G inhibitorik yang mengurangi aktivitas jalur cAMP (lihat h. 257, 126, dan h 130). Sebaliknya, neurotransmiter simpatis norepinefrin berikatan dengan reseptor adrenergik b1 dan dihubungkan dengan protein G stimultorik yang mempercepat jalur cAMP di sel sasaran (lihat h. 258). Jalur cAMP mengarahkan ke fosforilasi dan memengaruhi aktivitas berbagai protein di dalam otot jantung, contohnya menjaga kanal terbuka lebih lama.



  



343



❚ TABEL 9-3 Efek



Sistem Saraf Autonom pada Aktivitas Jantung



Daerah yang Terkena



Efek Stimulasi Parasimpatis



Efek Stimulasi Jantung



Nodus SA



Mengurangi kecepatan depolarisasi ke ambang; mengurangi kecepatan denyut jantung



NodusAV



Mengurangi eksitabilitas; meningkatkan jeda nodus AV Tidak ada efek



Meningkatkan kecepatan depolarisasi ke ambang; meningkatkan kecepatan denyut jantung



Jalur Hantaran Vertikel







Meningkatkan eksitabilitas; mempercepat hantaran melalui berkas His dan Sel Purkinje Meningkatkan kontraktilitas; memperkuat kontraksi







Meningkatkan kontraktilitas; memperkuat kontraksi



Medula Adrenal (Suatu Kelenjar Endokrin)



Mendorong sekresi epinefrin,suatu hormon yang memperkuat efek sistem saraf simpatis pada jantung oleh medula adrenal











EFEK STIMULASI PARASIMPATIS PADA JANTUNG Marilah kita



membahas berbagai efek spesifik yang dimiliki oleh stimulasi parasimpatis dan simpatis pada jantung (Tabel 9-3).



■ Pengaruh sistem saraf parasimpatis pada nodus SA adalah mengurangi kecepatan jantung (Gambar 9-20). Dalam berbagai mekanisme yang berbeda dari penurunan aktivitas cAMP biasanya, asetilkolin memperlambat denyut jantung terutama dengan meningkatkan permeabilitas K+ sel pemacu di nodus SA melalui pengikatan dengan reseptor kolinergik muskarinik yang digabungkan secara langsung dengan kanal K+ yang diatur ACh oleh protein G. Kerja ini dapat memperkuat pembukaan kanal K+ ini. Akibatnya, kecepatan pembentukan potensial aksi spontan berkurang melalui efek ganda: 1. Meningkatnya permeabilitas K+ menyebabkan hiperpolarisasi membran nodus SA karena lebih banyak ion K+ yang positif meninggalkan sel daripada normal sehingga bagian dalam menjadi lebih negatif. Karena dimulai lebih jauh dari ambang, potensial "istirahat" memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai ambang. 2. Meningkatnya permeabilitas K+ yang diinduksi oleh stimulasi vagus juga melawan penurunan otomatis per-meabilitas yang berperan dalam pembentukan potensial pemacu. Efek kontra ini mengurangi kecepatan depolarisasi spontan nodus SA, memperlama waktu yang diperlukan untuk bergeser ke ambang. Asetilkolin, dengan menghambat jalur CAMP, juga menekan pergerakan Na+ dan Ca2+ke dalam masing-masing melalui kanal If dan kanal tipe-T, yang semakin memperlambat depolarisasi menuju ke ambangnya. Karena itu, nodus SA lebih jarang mencapai ambang dan melepaskan,dan mengurangi frekuensi denyut jantung. ■ Stimulasi parasimpatis mengurangi eksitabilitas nodus AV, memperlama transmisi impuls ke ventrikel bahkan lebih lama daripada jeda lazim di nodus AV. Efek ini ditimbulkan oleh meningkatnya permeabilitas K+ yang menyebabkan hiperpolarisasi membran sehingga inisiasi eksitasi di nodus AV tertunda.



  



Meningkatkan eksitabilitas; mengurangi jeda nodus AV



hapter



Meningkatkan aliran balik vena, yang meningkatkan kekuatan kontraksi jantung melalui mekanisme Frank-Starling



■ Stimulasi parasimpatis pada sel kontraktil atrium memperpendek fase plateau potensial aksi dengan mengurangi arus masuk lambat yang dibawa oleh Ca2+. Akibatnya, kontraksi atrium melemah. ■ Sistem parasimpatis tidak banyak berefek pada kontraksi ventrikel karena jarangnya persarafan parasimpatis di ventrikel jantung. Karena itu, jantung bekerja lebih "santai" di bawah pengaruh parasimpatis-organ ini lebih jarang berdenyut, waktu antara kontraksi atrium dan ventrikel menjauh, dan kontraksi atrium lebih lemah. Efek-efek ini sesuai karena sistem para simpatis mengontrol kerja jantung pada situasi tenang dan rileks ketika tubuh tidak membutuhkan peningkatan curah jantung. EFEK STIMULASI SIMPATIS PADA JANTUNG Sebaliknya, sistem



saraf simpatis, yang mengontrol kerja jantung pada situasi darurat atau olahraga ketika dibutuhkan peningkatan aliran darah, "meningkatkan kerja" jantung. ■ Efek utama stimulasi simpatis pada nodus SA adalah percepatan depolarisasi sehingga ambang lebih cepat tercapai. Pada sel pemacu, kecepatan depolarisasi meningkat akibat dari pergerakan masuknya Na+ dan Ca2+ yang lebih banyak melalui kanal If dan Ca2+ tipe T yang diperkuat. Pergerakan yang lebih cepat menuju ke ambang di bawah pengaruh simpatis ini mengizinkan potensial aksi yang lebih sering dan denyut jantung yang lebih cepat (Gambar 9-20 dan Tabel 9-3). ■ Stimulasi simpatis pada nodus AV mengurangi jeda nodus AV dengan meningkatkan kecepatan hantaran akibat mening-katnya arus Ca2 masuk yang berjalan perlahan ■ Demikian juga, stimulasi simpatis mempercepat penyebaran potensial aksi ke seluruh jalur hantaran khusus. ■ Di sel kontraktil atrium dan ventrikel, yang memiliki banyak ujung saraf simpatis, smtiulasi simpatis meningkatkan kekuatan kontraksi sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah. Efek ini ditimbulkan dengan meningkat



KUNCI



Potensial membran(mV)



= Aktivitas pemacu nodus SA inheren = Aktivitas pemacu nodus SA pada stimulasi parasimpatis = Aktivitas pemacu nodus SA pada stimulasi parasimpatis



0 Potensial ambang



–40



Potensial membran (mV)



0 Potensial ambang



–40 –60



Waktu (mdet) (a) Pengaruh otonom pada potensial nodus SA



Kecepatan jantung



Aktivitas simpatis (dan epinefrin)



Aktivitas Parasimpatis



(b) Kontrol kecepatan jantung oleh sistem saraf otonom Gambar 9-20 Kontrol autonom aktivitas nodus SA dan kecepatan jantung. (a) Stimulasi parasimpatis mengurangi kecepatan depolarisasi nodus SA sehingga membran mencapai ambang febih lambat dan potensial aksi yang terbentuk lebih sedikit, sementara stimulasi simpatis meningkatkan kecepatan depolarisasi nodus SA sehingga membran mencapai ambang lebih cepat dan menghasilkan potensial aksi lebih sering. (b) Karena setiap potensial aksi nodus SA akhirnya menyebabkan denyut peningkatan



Karenanya, efek keseluruhan stimulasi simpatis pada jantung adalah meningkatkan efektivitas jantung sebagai pompa dengan meningkatkan kecepatan jantung, mengurangi penundaan antara kontraksi atrium dan ventrikel, mengurangi waktu hantaran ke seluruh jantung, meningkatkan kekuatan kontraksi, dan mempercepat proses relaksasi sehingga lebih banyak waktu yang tersedia untuk pengisian. KONTROL KECEPATAN JANTUNG Dengan demikian, layaknya



–60 Waktu(mdet)



jantung,



asi dengan meningkatkan pompa Ca2+ aktif di dalam retikulum sarkoplasma yang mengeluarkan Ca2+ dari sitosol. (lihat h 281).



aktivitas



parasimpatis



menurunkan



kecepatan



jantung,



sementara peningkatan aktivitas simpatis meningkatkan kecepatan jantung.



kan permeabilitas Ca2+ melalui pembukaan kanal Ca2+ tipe-L yang lebih lama. Peningkatan influks Ca2+ yang terjadi memperkuat kontraksi dengan mengintensifkan partisipasi Ca2+ dalam penggabungan eksitasi-kontraksi. ■ Stimulasi simpatis tidak hanya meningkatkan kecepatan kontraksi dengan mengizinkan influks Ca2+ yang lebih banyak ke dalam sel melalui kanal Ca2+ tipe-L tetapi juga mempercepat relaks-



sistem saraf autonom biasa, efek parasimpatis dan simpatis pada jantung bersifat antagonistik (saling bertentartgan). Pada setiap saat, kecepatan jantung ditentukan terutama oleh keseimbangan antara inhibisi nodus SA oleh saraf vagus dan stimulasi oleh saraf simpatis jantung. Pada keadaan istirahat, lepas muatan parasimpatis mendominansi karena asetilkolin (neurotransmiter parasimpatis) menekan aktivitas simpatis dengan menghambat pelepasan norepinefrin (neurotransmiter simpatis) dari ujung saraf simpatis di sekitarnya. Jika semua saraf autonom ke jantung dihambat, kecepatan jantung istirahat akan meningkat dari nilai reratanya yang 70 denyut per menit menjadi sekitar 100 denyut per menit, yaitu kecepatan inheren lepas-muatan spontan nodus SA ketika tidak dipengaruhi oleh saraf apapun. (Kita menggunakan 70 denyut per menit sebagai angka normal lepas-muatan nodus SA karena ini adalah angka rerata pada kondisi istirahat normal ketika aktivitas parasimpatis mendominansi.) Kecepatan jantung dapat diubah melewati tingkat istirahat ini di kedua arah dengan mengubah keseimbangan stimulasi saraf autonom. Kecepatan jantung ditingkatkan oleh peningkatan aktivitas simpatis disertai penurunan aktivitas parasimpatis secara bersamaan; kecepatan jantung diperlambat oleh peningkatan aktivitas parasimpatis disertai penurunan aktivitas simpatis. Kekuatan relatif aktivitas kedua cabang autonom ke jantung ini pada gilirannya dikendalikan terutama oleh pusat kontrol kardiovaskular di batang otak. Meskipun persarafan autonom adalah cara utama untuk mengatur kecepatan jantung, faktor lain juga berperan. Faktor yang terpenting adalah epinefrin, suatu hormon yang pada stimulasi simpatis disekresikan ke dalam darah dari medula adrenal. Epinefrin bekerja dengan cara serupa seperti norepinefrin untuk meningkatkan kecepatan jantung. Karena itu, epinefrin memperkuat efek langsung yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis pada jantung.



Isi sekuncup ditentukan oleh besar aliran balik vena dan oleh aktivitas simpatis. Komponen lain, selain kecepatan jantung, yang menentukan curah jantung adalah isi sekuncup, yaitu jumlah darah yang dipompa keluar oleh tiap-tiap ventrikel pada setiap denyut jantung. Dua jenis kontrol memengaruhi isi sekuncup: (1) kontrol intrinsik yang berkaitan dengan jumlah aliran balik vena dan (2) kontrol ekstrinsik yang berkaitan dengan tingkat stimulasi simpatis pada jantung.



   345



Kedua faktor meningkatkan isi sekuncup dengan meningkatkan kekuatan kontraksi jantung (Gambar 9-21). Marilah kita meneliti tiap-tiap mekanisme ini dengan terperinci.



Peningkatan volume diastolik-akhir menyebabkan peningkatan isi sekuncup. Kontrol intrinsik isi sekuncup, yang merujuk pada kemampuan inheren jantung untuk mengubah isi sekuncup, bergantung pada korelasi langsung antara volume diastolikakhir (VDA) dan isi sekuncup. Dengan meningkatnya darah yang kembali ke jantung, jantung memompa keluar lebih banyak darah, tetapi hubungan ini tidak sesederhana seperti yang terlihat karena jantung tidak menyemprotkan semua darah yang dikandungnya. Kontrol intrinsik ini bergantung pada hubungan panjang-tegangan otot jantungyang serupa dengan yang terjadi pada otot rangka. Untuk otot rangka, panjang otot istirahat hampir sama dengan panjang optirnal (lo) yaitu saat dapat dicapai tegangan maksimal pada kontraksi berikutnya. Jika otot rangka lebih panjang atau lebih pendek daripada lo, kontraksi berikutnya lebih lemah (lihat Gambar 8-21, p. 291). Untuk otot jantung, panjang serat otot jantung istirahat adalah kurang dari lo. Karena itu, panjang serat otot jantung dalam keadaan normal bervariasi sepanjang bagian asendens kurva panjang-tegangan. Peningkatan panjang serat otot jantung, dengan bergerak mendekati lo, meningkatkan tegangan kontraktil jantung pada sistol berikutnya (Gambar 9-22). Tidak seperti otot rangka, kurva panjang-tegangan otot jantung dalam keadaan normal tidak bekerja pada panjang-panjang yang berada dalam regio pars desendens. loArtinya adalah bahwa dalam batas-batas fisiologik, otot jantung tidak teregang melebihi panjang optimalnya ke titik ketika kekuatan kontraksinya berkurang dengan peregangan lebih lanjut.



Isi sekuncup



Kontrol ekstrinsik



Kekuatan kontraksi jantung Kontrol intrinsik



Aktivitas simpatis (dan epinefrin)



Volume diastolik-akhir Kontrol intrinsik Aliran balik vena



Gambar 9-21 Kontrol intrinsik dan ekstrinsik isi sekuncup.



  



hapter



HUKUM FRANK-STARLING JANTUNG Apa yang menyebabkan panjang serat otot jantung berubah-ubah sebelum kontraksi? Panjang otot rangka dapat bervariasi sebelum kontraksi karena penempatan posisi bagian-bagian tulang tempat otot tersebut melekat, tetapi otot jantung tidak melekat ke tulang apapun. Penentu utama panjang serat otot jantung adalah derajat pengisian diastol. Analoginya adalah balon yang diisi air-semakin banyak air yang Anda masukkan, balon tersebut semakin besar dan semakin teregang. Demikian pula, semakin besar pengisian diastol, semakin besar VDA, dan semakin teregang jantung. Semakin teregang jantung, semakin besar panjang awal serat otot sebelum kontraksi. Peningkatan panjang menghasilkan peningkatan kekuatan pada kontraksi selanjutnya sehingga isi sekuncup juga meningkat.Hubungan intrinsik antara VDA dan isi sekuncup ini dikenal sebagai hukum Frank–Starling jantung. Secara sederhana, hukum ini menyatakan bahwa jantung dalam keadaan normal memompa keluar darah sewaktu sistol sebanyak volume darah yang kembali padanya sewaktu diastol; peningkatan aliran balik vena meningkatkan isi sekuncup. Pada Gambar 9-22, anggap bahwa VDA meningkat dari titik A ke B. Anda dapat melihat bahwa peningkatan VDA ini disertai oleh peningkatan isi sekuneup dari titik Al ke titik BI. Tingkat pengisian disebut sebagai beban awal karena merupakan beban kerja yang dikenakan pada jantung sebelum kontraksi dimulai. KEUNTUNGAN



HUBUNGAN



PANJANG-TEGANGAN



JANTUNG



Hubungan inheren pencocokan antara isi sekuncup dengan aliran balik vena memiliki dua manfaat penting. Pertama, salah satu fungsi terpenting mekanisme intrinsik ini adalah menyamakan curah jantung antara sisi kanan dan kiri sehingga darah yang dipompa keluar oleh jantung terdistribusi merata antara sirkulasi paru dan sistemik. Jika, sebagai contoh, sisi kanan jantung menyemprotkan isi sekuncup yang lebih besar, lebih banyak darah akan masuk ke sirkulasi paru sehingga aliran balik ke sisi kiri jantung juga meningkat. Peningkatan VDA di sisi kiri jantung menyebabkan bagian jantung ini berkontraksi lebih kuat sehingga isi sekuncup yang disemprotkan juga bertambah. Dengan cara ini, curah dari kedua rongga ventrikel dijaga setara. Jika tidak terjadi penyamaan ini, terlalu banyak darah akan tertahan dalam sistem vena di belakang ventrikel yang curahnya lebih rendah.



Kedua, jika dibutuhkan curah jantung yang besar, misalnya ketika berolahraga, aliran balik vena ditingkatkan melalui kerja sistem saraf simpatis dan mekanisme lain yang akan dijelaskan di bab berikutnya. Peningkatan VDA yang terjadi secara otomatis meningkatkan isi sekuncup. Karena olahraga juga meningkatkan kecepatan jantung, kedua faktor ini bekerja sama meningkatkan curah jantung sehingga lebih banyak darah yang dapat dialirkan ke otot-otot yang berolahraga. MEKANISME HUBUNGAN PANJANG-TEGANGAN Meskipun hubungan panjang-tegangan pada serat otot jantung bergantung pada derajat tumpang-tindih filamen tebal dan tipis, serupa dengan hubungan panjang-tegangan pada otot rangka, faktor kunci yang mengaitkan panjang serat otot jantung dengan pembentukan tegangan adalah ketergantungan sensitivitas Ca2+ miofilamen pada panjang serat. Secara spesifik, seiring dengan semakin teregangnya otot jantung akibat peningkatan pengisian ventrikel, miofilamen-miofilamennya tertarik saling mendekat.



Panjang optimal (lo)



Isi sekuncup (SV) (mL)(berkaitan dengan tegangan otot)



200



(Otot jantung dalam keadaan normal tidak bekerja dalam bagian desendens kurva panjang tegangan ini).



100 Peningkatan B1 IS A1



100 Panjang istrahat normal



A



B



200



300



400



500



Peningkatan VDA Volume diastolik akhir (VDA)(mL) (berkaitan dengan panjang serat otot jantung)



Gambar 9-22 Kontrol intrinsik isi sekuncup (kurva Frank-Starling). Panjang serat otot jantung, yang ditentukan oleh tingkat pengisian vena, dalam keadaan normal lebih kecil daripada panjang optimal (lo) untuk menghasilkan tegangan maksimal.karena itu,peningkatan volume diastolik akhir (VDA) (yaitu peningkatan aliran balik vena),dengan menggeser panjang serat otot jantung mendekati lo, meningkatkan tegangan kontraktil seratserat pada sistol berikutnya. Kontraksi yang lebih kuat memompa keluar darah lebih banyak. Karena itu,karena lebih banyak darah kembali ke jantung dan VDA meningkat, jantung juga secara otomatis memompa isi sekuncup yang lebih besar.



Berkurangnya jarak antara filamen tebal dan tipis menyebabkan peningkatan interaksi jembatan silang antara miosin dan aktin yang dapat berlangsung ketika Ca2+ menarik kompleks troponin-tropomiosin menjauh dari tempat pengikatan jembatan silang aktin yaitu, sensitivitas Ca2+ miofilamen meningkat. Karena itu, hubungan panjang-tegangan pada otot jantung bergantung bukan pada panjang otot tetapi pada variasi jarak lateral antara filamen miosin dan aktin, Kini kita akan mengalihkan perhatian dari kontrol intrinsik ke kontrol ekstrinsik isi sekuncup.



Selain kontrol intrinsik, isi sekuncup juga berada di bawah kontrol ekstrinsik oleh faktor-faktor yang berasal dari luar jantung, dengan yang terpenting adalah kerja saraf simpatis jantung dan epinefrin (Lihat Tabel 9-3). Stimulasi simpatis dan epinefrin meningkatkan kontraktilitas jantung, yaitu kekuatan kontraksi di setiap VDA. Dengan kata lain, pada stimulasi simpatis jantung berkontraksi lebih kuat dan memeras keluar lebih banyak darah yang dikandungnya sehingga penyemprotan darah menjadi lebih tuntas. Peningkatan kontraktilitas ini disebabkan oleh meningkatnya influks Ca2+ yang dipicu oleh norepinefrin dan epinefrin. Ca2+ ekstra di sitosol menyebabkan serat miokardium menghasilkan gaya lebih besar melalui peningkatan pembentukan siklus jembatan silang dibandingkan jika tidak terdapat pengaruh simpatis. Dalam keadaan normal, VDA adalah 135 mL dan volume sistolik akhir (VSA) adalah 65 mL untuk isi sekuncup 70 mL (Gambar 9-23a). Di bawah pengaruh simpatis, untuk VDA yang sama 135 mL,VSA mungkin 35 mL dan isi sekuncup 100 mL (Gambar 9-23b). Pada hakikatnya, stimulasi simpatis



menggeser kurva Frank-Starling ke kiri (Gambar 9-24). tergantung pada tingkat stimulasi simpatis,kurva dapat digeser dengan derajat bervariasi,hingga peningkatan maksimal kontraktil sekitar 100%lebih besar daripada normal. Stimulasi simpatis meningkatkan isi sekuncup tidak saja dengan memperkuatkan krontaktilitas jantung tetapi juga dengan meningkatkan aliran balik vena (lihat Gambar Ā 9-23c). Stimulasi simpatis menyebabkan kontraksi vena, yang memeras lebih banyak darah dari vena ke jantung, meningkatkan VDA dan karenanya semakin meningkatkan isi secukupnya. RINGKASAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ISI SEKUNCUP DAN CURAH JANTUNG Dengan demikian,



kekuatan kontraksi otot jantung dan, karenanya, isi sekuncup dapat diubah-ubah oleh (1) variasi panjang awal serat otot, yang pada saatnya bergantung pada pengi-



sian ventrikel sebelum kontraksi (kontrol intrinsik), dan (2) variasi tingkat stimulasi simpatis (kontrol ekstrinsik) (Lihat Gambar 9-21). Hal ini berbeda dengan gradasi otot rangka, yang penjumlahan kedutan dan rekrutmen unit motorik nya menyebabkan variasi kekuatan kontraksi otot. ekanisme ini tidak berlaku untuk otot jantung penjumlahan kedutan tidak mungkin terjadi karena periode refakter yang panjang rekrutmen unit motorik tidaklah mungkin karena sel-sel otot jantung tersusun membentuk sinsitium fungsional yang semua sel kontraktilnya tereksitasi dan berkontraksi setiap denyut dan tidak membentuk unit-unit motorik tersendiri yang dapat diaktifkan secara terpisah. Volume diastolik akhir 175 mL



Volume diastolik akhir 135 mL



Isi sekuncup 70 mL



Volume diastolik akhir 135 mL



Isi sekuncup 100 mL



Isi sekuncup 140 mL



Volume sistolik akhir 65 mL Volume sistolik akhir 35 mL (a) Isi sekuncup normal.



(b) Isi sekuncup selama stimulasi simpatis



Volume sistolik akhir 35 mL (c) Isi sekuncup dengan kombinasi simulasi simpatis dan peningkatan volume diastolik akhir



Gambar 9-23 Efek stimulasi simpatis pada isi sekuncup.



  



347



Perhatikan bahwa stimulasi simpatis meningkatkan curah jantung dengan meningkatkan baik kecepatan jantung maupun isi sekuncup. Aktivitas simpatis ke jantung meningkat, sebagai contoh, selama olahraga ketika otot-otot rangka membutuhkan peningkatan penyaluran darah kayaO2 untuk menunjang tingkat konsumsi ATP mereka yang tinggi. Kita selanjutnya akan meneliti bagaimana beben akhir memengaruhi kemampuan jantung memompa keluar darah, kemudian bagaimana jantung yang terlalu capai tidak mampu memompa cukup darah, dan kemudian ke bagian akhir bab ini, yang berfokus pada bagaimana otot jantung mendapatkan nutrisi.



Isi sekuncup



Kurva Frank-Starling pada stimulasi simpatis Kurva Frank-Starling normal



Peningkatan isi C sekuncup pada volume diastolik B akhir yang sama



A



Tekanan darah tinggi meningkatkan beban kerja jantung.



Volume diastolik akhir Gambar 9-24



Pergeseran kurva Frank-Starling ke kiri oleh stimulasi simpatis. Untuk



volume diastolik akhir yang sama (titik A), dihasilkan isi sekuncup yang lebih besar (dari titik B ke titik C) pada stimulasi simpatis akibat meningkatnya kontraktilitas jantung. Kurva FrankStarling bergeser ke kiri dengan derajat bervariasi, bergantung pada tingkat stimulasi simpatis.



Semua faktor yang menentukan curah jantung dengan memengaruhi kecepatan jantung atau isi sekuncup diring-kaskan di Gambar 9-25.



Curah jantung



Isi sekuncup



Kecepatan jantung



Kontrol ekstrinsik Kontrol intrinsik



Aktivitas parasimpatis



Aktivitas simpatis (dan epinefrin)



Volume diastolik akhir



Kontrol intrinsik



Aliran balik vena Gambar 9-25



Kontrol curah jantung. Karena curah jantung sama dengan



kecepatan jantung kali isi sekuncup, gambar ini adalah gabungan dari Gambar 9-20b (kontrol kecepatan jantung) dan Gambar 9-21 (kontrol isi sekuncup).



   hapter



Ketika berkontraksi, untuk membuka paksa katup semilunar, ventrikel harus menghasilkan cukup tekanan untuk melebihi tekanan darahdi arteri-arteri besar. Tekanan darah arteri disebut beban akhir karena merupakan beban kerja yang ditimpakan ke jantung setelah kontraksi dimulai. Jika tekanan darah arteri terus-menerus tinggi (tekanan darah tinggi) atau jika katup keluar menyempit, ventrikel harus menghasilkan tekanan lebih besar untuk dapat menyemprotkan darah. Sebagai contoh, bukannya menghasilkan tekanan normal 120 mm Hg, tekanan ventrikel mungkin harus meningkat hingga 400 mm Hg untuk memaksa darah melewati katup aorta yang stenotik.



Jantung mungkin mampu mengompensasi beban peningkatan menetap akhir dengan membesar (melalui hipertrofi pembesaran serat atau otot jantung; lihat h. 302). Hal ini memungkinkan jantung berkontraksi lebih kuat dan mempertahankan isi sekuncup tetap normal meskipun terdapat halangan ejeksi. Namun, jantung yang sakit atau melemah karena usia mungkin tidak mampu melakukan kompensasi secara sempurna; dalam hal ini terjadi gagal jantung. Bahkan jika jantung pada awalnya mampu mengompensasi peningkatan kronik beban akhir, peningkatan terus-menerus beban kerja yang dikenakan pada jantung akhirnya dapat menyebabkan perubahan patologis di jantung yang menyebabkan gagal jantung. Pada kenyataannya, peningkatan kronik beban akhir adalah salah satu dari dua faktor utama yang menyebabkan gagal jantung.



Gagal jantung adalah ketidakmampuan curah jantung mengimbangi kebutuhan tubuh akan pasokan dan pembuangan zat sisa. Salah satu atau kedua ventrikel dapat secara progesif melemah dan gagal. Ketika suatu ventrikel yang kepayahan tidak mampu memompa keluar semua darah yang kembali padanya, vena-vena di belakang ventrikel tersebut dapat terbendung oleh darah. Gagal jantung dapat terjadi oleh berbagai sebab, tetapi dua yang tersering adalah (1) kerusakan otot jantung akibat serangan jantung atau gangguan sirkulasi ke otot jantung dan (2)pemompaan terus-menerus ke beban akhir yang meningkat secara kronis, misalnya pada stenosis katup semilunar atau peningkatan menetap tekanan darah.



primer pada gagal jantung adalah berkurangnya kontraktilitas jantung; yaitu, sel-sel otot jantung yang melemah berkontraksi kurang efektif, Kemampuan intrinsik jantung untuk menghasilkan dan menyemprotkan menghasilkan tekanan dan menyemprotkan isi sekuncup sehingga jantung pada kurva panjang tegangan yang lebih rendah (Gambar 9-26a). Kurva Frank-Starling bergeser ke bawah dan ke kanan sehingga untuk VDA tertentu, jantung yang kepayahan memompa isi sekuncup yang lebih kecil dibandingkan dengan jantung normal. TINDAKAN KOMPENSASI PADA GAGAL JANTUNG Pada tahap-tahap awal gagal jantung,



Isi sekuncup



DEFEK PRIMER PADA GAGAL JANTUNG Defek



Jantung Normal



Isi sekuncup normal



Jantung Payah



Penurunan isi sekuncup Isi sekuncup pada gagal jantung terkompensasi



Volume diastolik akhir normal Volume diastolik akhir



(a) Kontraktilitas yang berkurang pada jantung yang payah Jantung Normal



Isi sekuncup



Gagal jantung saat ini mengenai sekitar 5 juta orang Amerika, dengan hampir 50%nya akan rneninggal dalam lima tahun setelah diagnosis. Sekitar 500.000 kasus baru gagal jantung didiagnosis tiap tahunnya, dengan angka ini diperkirakan meningkat seiring dengan populasi yang bertambah tua.



Jantung payah dengan stimulasi simpatis Isi sekuncup normal



Jantung payah tanpa stimulasi simpatis



dua tindakan kompensasi utama membantu memulihkan isi sekuncup ke normal. Pertama, aktivitas simpatis ke jantung secara refleks Volume Peningkatan meningkat, yang meningkatkan kontraktilitas volume diastolik diastolik akhir jantung ke arah normal (Gambar 9-26b). Namun, akhir normal stimulasi simpatis dapat membantu mengompensasi Volume diastolik akhir hanya dalam waktu singkat karena jantung menjadi (b) Compensation for heart failure kurang responsif terhadap norepinefrin setelah Gambar 9-26 Gagal jantung terkompensasi. (a) Kurva Frank-Starling bergeser ke bawah dan kanan pada pajanan berkepanjangan, dan selain itu, simpanan payah jantung. Karena kontraktilitasnya berkurang, jantung yang payah tersebut memompa isi sekuncup lebih norepinefrin di ujung saraf simpatis jantung sedikit daripada jantung normal pada volume diastolik akhir yang sama. (b) Selama kompensasi pada gagal terkuras. Kedua, ketika curah jantung berkurang, jantung, stimulasi simpatis refleks menggeser kurva Frank-Starling pada jantung yang payah ke kiri, ginjal, dalam suatu upaya kompensatorik untuk meningkatkan kontraktilitas jantung ke arah normal. Peningkatan kompensatorik pada volume diastolik akhir memperbaiki aliran darahnya yang menurun, akibat ekspansi volume darah semakin menambah kekuatan kontraksi jantung yang payah. Jantung yang menahan lebih banyak garam dan air di tubuh mengalami kepayahan tetapi terkompensasi, dengan beroperasi pada serat otot yang lebih panjang, mampu sewaktu pembentukan urine untuk menambah menyemprotkan isi sekuncup dalam jumlah normal. volume darah. Meningkatnya volume darah dalam sirkulasi meningkatkan VDA. Teregangnya serat-serat otot jantung bersamaan ketika darah yang tidak.dapat masuk dan dipompa keluar memungkinkan jantung yang payah memompa volume isi oleh jantung terus terbendung di sistem vena Kongesti di sistem vena sekuncup yang normal (Gambar 9-26b). Jantung kini memompa adalah penyebab mengapa penyakit ini terkadang disebut gagal keluar darah yang kembali kepadanya tetapi organ ini beroperasi jantung kongestif. pada panjang serat otot jantung yang lebih besar. Gagal sisi-kiri memiliki konsekuensi yang lebih serius daripada gagal sisi kanan. Backward failure sisi kiri menyebabkan edema paru GAGAL JANTUNG TAK-TERKOMPENSASI Seiring dengan (kelebihan cairan jaringan di paru) karena darah terbendung di paru. perkembangan penyakit dan semakin merosotnya kontraktilitas, Akumulasi cairan di paru ini mengurangi pertukaran O2 dan CO2 jantung mencapai suatu titik ketika organ ini tidak lagi dapat antara udara dan darah di paru, me-nurunkan oksigenasi darah arteri memompa keluar isi sekuncup yang normal (yaitu, tidak dapat dan meningkatkan kadar CO2 pembentuk asam di darah. Selain itu, memompa keluar semua darah yang kembali padanya) meskipun salah satu konsekuensi yang lebih serius dariforward failure sisi kiri dilakukan tindakan-tindakan kompensasi. Pada tahap ini, jantung adalah berkurangnya aliran darah ke ginjal, yang menimbulkan masalah beralih dari gagal jantung terkompensasi menjadi keadaan gagal ganda. Pertama, fungsi vital ginjal tertekan; dan kedua, ginjal semakin jantung tak-terkompensasi. Kini serat-serat otot jantung teregang menahan garam dan air di tubuh sewaktu pemben-tukan urine dalam hingga ke titik ketika mereka bekerja di bagian desendens kurva upaya meningkatkan volume plasma Iebih jauh untuk mernperbaiki panjang-tegangan. Forward failure terjadi ketika jantung gagal penurunan aliran darah mereka. Retensi cairan berlebihan semakin memompa darah dalam jumlah memadai ke jaringan karena isi memperparah masalah kongesti vena yang sudah ada. sekuncup semakin berkurang. Backward failure terjadi secara bersam    349



Karenanya, terapi gagal jantung kongestif mencakup tindakantindakan yang mengurangi retensi garam dan air serta meningkatkan pengeluaran urine serta obat yang meningkatkan kemampuan kontraksi jantung, misalnya digitalis. Digitalis meningkatkan kontraktilias jantung dengan menyebabkan akumulasi Ca2+ sitosol. GAGAL JANTUNG SISTOLIK VERSUS DIASTOLIK Semakin



banyak dokter yang kini mengategorikan gagal jantung sebagai gagal sistolik yang ditandai oleh berkurangnya kontraktilitas jantung seperti baru dijelaskan atau gagal diastolik ketika pengisian jantung mengalami gangguan. Gagal diastolik adalah masalah yang baru diketahui. Pada gagal diastolik, ventrikel tidak terisi secara normal karena otot jantung tidak berelaksasi secara adekuat di antara denyutan atau karena otot jantung menjadi kaku dan tidak dapat mengembang seperti biasa. Karena pengisian terganggu, jantung yang mengalami gagal diastolik memompa lebih sedikit darah daripada seharusnya setiap berkontraksi. elum ada obat yang benarbenar dapat membantu jantung berelaksasi sehinggaterapi ditujukan untuk mengatasi gejala atau menghentikan kausa yang mendasari gangguan diastolik ini. Periksa Pemahaman Anda 9.4 1. Tunjukkan efek (meningkat atau menurun) stimulasi parasimpatis dan stimulasi simpatis pada kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup. 2. Gambarlah sebuah grafik yang menunjukkan hubungan antara volume diastolik akhir dan isi sekuncup, menurut hukum FrankStarling pada jantung.



Sel-sel otot jantung mengandung banyak mitokondria, yaitu organel energi dependen-O2. Hingga 40% volume sel otot jantung ditempati oleh mitokondria, yang menunjukkan betapa bergantungnya jantung pada penyaluran O2 dan metabolisme aerobik untuk menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk kontraksi (lihat h. 40). Otot jantung juga memiliki banyak mioglobin, yang menyimpan O2 dalam jumlah terbatas di jantung untuk dapat digunakan segera (lihat h. 294).



dari aorta tepat setelah katup aorta, dan vena-vena koronaria mengalirkan isinya ke dalam atrium kanan. Otot jantung menerima sebagian besar pasokan darahnya selama diastol. Aliran darah ke sel otot jantung berkurang secara substansial selama sistol karena dua alasan: (1) miokardium yang sedang berkontraksi menekan cabang-cabang utama arteri koronaria dan (2) katup aorta yang terbuka menutup secara parsial pintu masuk ke pembuluh koronaria. Karena itu, sekitar 70% aliran arteri koronaria terjadi selama diastol, didorong oleh tekanan darah aorta, dengan hanya sekitar 30% aliran arteri koronaria yang terjadi selama sistol, digerakkan oleh kontraksi ventrikel (Gambar 9-27). Waktu aliran darah koronaria yang terbatas ini menjadi sangat penting ketika jantung berdenyut cepat, saat waktu diastolik jauh berkurang. Bersamaan dengan meningkatnya tuntutan agar jantung memompa lebih cepat, waktu yang tersedia untuk menyalurkan O2 dan nutrien ke otot-otot jantung itu sendiri berkurang untuk menyelesaikan beban kerja yang meningkat ini. PENYAMAAN ALIRAN DARAH KORONARIA DENGAN KEBUTUHAN O2 OTOT JANTUNG Bagaimanapun, pada kondisi



normal, otot jantung tetap menerima aliran darah yang memadai untuk menunjang aktivitasnya, bahkan sewaktu olahraga, saat kecepatan aliran darah koronaria meningkat hingga lima kali lipat daripada saat istirahat. Tambahan darah yang disalurkan ke sel-sel jantung terutama dilakukan melalui vasodilatasi, atau pelebaran, pembuluh koronaria, yang memungkinkan lebih banyak darah melewatinya, khususnya selama diastol. Meningkatnya aliran darah koronaria ini diperlukan untuk memenuhi peningkatan kebutuhan O2 jantung karena jantung, tidak seperti sebagian besar jaringan lain, tidak mampu menyerap tambahan O2 dari darah yang mengalir melalui pembuluh-pembuluhnya untuk menunjang peningkatan aktivitas metaboliknya. Sebagian besar jaringan pada keadaan istirahat hanya mengekstraksi sekitar 25% O2 yang tersedia dari darah yang mengaliri mereka, menyisakan cadangan O2 yang cukup besar yang dapat diambil ketika kebutuhan O2 jaringan meningkat; ; yaitu, mm Hg 120



Tekanan aorta



80 mL/min



Meskipun semua darah melewati jantung, otot jantung tidak dapat menyerap 02 atau nutrien dari darah di dalam rongga-rongganya karena dua alasan. Pertama, lapisan endokardium kedap-air tidak memungkinkan darah mengalir dari rongga jantung ke dalam miokardium. Kedua, dinding jantung terlalu tebal untuk difusi 02 dan zat lain dari darah di dalam rongga ke masing-masing sel jantung. Karena itu, seperti jaringan lainnya di tubuh, otot jantung harus menerima darah melalui pembuluh darah, secara spesifik melalui sirkulasi koronaria (lihat Gambar 9-31, h. 355 dan foto pembuka bab, h 320). Arteri-arteri koronaria bercabang dari aorta tepat setelah katup aorta, dan vena-vena koronaria mengalirkan isinya ke dalam atrium kanan Arteri-arteri koronaria bercabang



  hapter



500



Aliran darah di arteri koronaria kiri



0



Sistol



Diastol



Gambar 9-27 Aliran darah koronaria. Sebagian besar aliran darah koronaria terjadi selarna diastol karena pembuluh koronaria hampir tertekan seluruhnya sewaktu sistol.



Aktivitas metabolik sel otot jantung ( kebutuhan oksigen )



Adenosin



Vasodilatasi pembuluh koronaria



Aliran darah ke sel otot jantung



Oksigen yang tersedia untuk memenuhi kebutuhan oksigen Gambar 9-28 Penyamaan aliran darah koronaria dengan kebutuhan O2 sel otot jantung.



jaringan dapat dengan segera meningkatkan ketersediaan O2 nya dengan menyerap lebih banyak O2 dari darah yang melaluinya. Sebaliknya, jantung, bahkan pada kondisi istirahat, menyerap hingga 65% O2 yang ada di pembuluh koronaria, jauh lebih banyak daripada yang diserap oleh jaringan lain. Hal ini menyisakan sedikit O2 dalam cadangan di darah koronaria seandainya kebutuhan O2 jantung meningkat. Karena itu, cara utama meningkatkan ketersediaan O2 ke otot jantung adalah dengan meningkatkan aliran darah koronaria. Aliran darah koronaria diubah-ubah terutama sebagai respons terhadap perubahan kebutuhan O2 jantung. Salah satu yang diduga menghubungkan antara aliran darah dan kebutuhan O2 adalah adenosin, yang terbentuk dari adenosin trifosfat (ATP) selama aktivitas metabolik jantung. Sel-sel jantung membentuk dan mengeluarkan lebih banyak adenosin ketika aktivitas jantung meningkat dan karenanya jantung membutuhkan lebih banyak dan menggunakan lebih banyak ATP sebagai sumber energinya. Adenosin yang dibebaskan, dengan bekerja sebagai parakrin (lihat h. 124), menginduksi dilatasi pembuluh-pembuluh darah koronaria, memungkinkan lebih banyak darah kaya O2 mengalir ke selsel jantung yang lebih aktif untuk memenuhi kebutuhan O2 mereka yang meningkat (Gambar 9-28). Penyamaan penya-luran O2 dengan kebutuhan O2 ini sangat krusial karena otot jantung bergantung pada proses-proses oksidatif untuk meng-hasilkan energi. Jantung tidak akan memperoleh cukup ATP melalui metabolisme anaerob (lihat h. 40). PASOKAN NUTRIEN KE JANTUNG Meskipun jantung memiliki



kemampuan terbatas untuk menunjang kebutuhan energinya melalui metabolisme anaerob dan harus banyak mengandalkan pasokan O2 nya, jantung dapat menoleransi variasi pasokan nutrien. Sebagai sumber energi, jantung ter-utama memanfaatkan asam lemak bebas dan, dengan derajat lebih rendah, glukosa dan laktat, bergantung pada ketersediaan zat-zat tersebut. Karena otot jantung dapat beradaptasi sangat baik serta dapat mengubah jalur-jalur metabolik untuk menggunakan apapun nutrien yang tersedia, bahaya utama insufisiensi aliran darah koronaria bukanlah kekurangan bahan bakar tetapi defisiensi O2.



Pada setiap saat, cukup-tidaknya aliran darah koroner bersifat relatif terhadap kebutuhan O2 jantung. Pada jantung normal, aliran darah koronaria meningkat seiring dengan peningkatan kebutuhan O2. Pada penyakit arteri koronaria, aliran darah koronaria mungkin tidak mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan O2. Istilah penyakit arteri koronaria (coranary artery disease, CAD) merujuk kepada perubahan patologis di dalam dinding arteri koronaria yang mengurangi aliran darah melalui pembuluh tersebut. Kecepatan tertentu aliran darah koronaria mungkin memadai saat istirahat tetapi tidak cukup pada saat olahraga atau situasi stres. CAD merupakan penyakit yang mendasari sekitar 50% kematian di Amerika Serikat. Orang yang mati akibat komplikasi CAD lebih besar daripada akibat semua kanker CAD dapat menyebabkan iskemia miokardium dan dapat menimbulkan serangan jantung melalui tiga mekanisme: (1) spasme vaskular hebat arteri-arteri koronaria, (2) pembentukan plak aterosklerotik, dan (3) tromboembolisme. Kita akan membahas masing-masing secara bergiliran. SPASME VASKULAR Spasme vaskular adalah suatu konstriksi spastik abnormal yang secara transien menyempitkan pembuluh koronaria. Spasme vaskular berkaitan dengan tahap awal CAD dan paling sering dipicu oleh pajanan ke dingin, olahraga, atau rasa cemas. Keadaan ini reversibel dan biasanya tidak berlangsung cukup lama untuk dapat merusak otot j antung. Jika O2 yang tersedia untuk pembuluh koronaria terlalu sedikit, endotel (lapisan dalam pembuluh darah) mengeluarkan plateletactivating factor (PAF). PAF, yang memiliki beragam efek, diberi nama berdasarkan efek pertamanya yang diketahui, yaitu mengaktifkan trombosit. Di antara efek-efek lainnya, PAF, setelah dikeluarkan dari endotel, berdifusi ke otot polos vaskular di bawahnya dan menyebabkannya berkontraksi menimbulkan spasme vaskular. ATEROSKLEROSIS Aterosklerosis adalah penyakit degeneratif progresif pada arteri yang menyebabkan oklusi (sumbatan bertahap) pembuluh tersebut, mengurangi aliran darah yang melaluinya. plak-plak yang terbentuk di bawah lapisan dalam pembuluh di dinding arteri. Plak aterosklerotik terdiri dari inti kaya lemak yang dilapisi oleh pertumbuhan abnormal sel otot polos, ditutupi oleh tudung jaringan ikat kaya-kolagen. Setelah terbentuk plak, plak membentuk tonjolan ke dalam lumen pembuluh (Gambar 9-29, h. 354). Meskipun tidak semua faktor kontributifberhasil diketahui, dalam tahun-tahun terakhir para peneliti telah berhasil me-nyortir rangkaian kejadian kompleks berikut dalam pembentukan gradual aterosklerosis: PEMBENTUKAN



1. Aterosklerosis berawal dari cedera dinding pembuluh darah, yang memicu respons peradangan yang menyiapkan tahap-tahap pembentukan plak. Dalam keadaan normal, peradangan adalah suatu respons protektif untuk melawan infeksi dan mendorong perbaikan jaringan yang rusak (lihat h. 447). Namun, jika penyebab cedera menetap di dalam dindingpembuluh, respons peradangan ringan berkepanjangan selama beberapa dekade dapat Fisiologi Jantung



351







Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Aterosklerosis: Kolesterol dan Lain-Lain



P



ENYEBAB ATEROSKLEROSIS rnasih belum sepenuhnya jelas. Faktor-faktor resiko tinggi tertentu dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insiden aterosklerosis dan penyakit arteri koronaria. Faktor-faktor tersebut mencakup predisposisi genetik, obesitas, usia lanjut, merokok, hipertensi, kurang olahraga, konsentrasi protein Creaktif yang tinggi dalam darah, peningkatan kadar homosistein, agen infeksi, dan, yang paling terkenal, peningkatan kadar koiesterol dalam darah.



tubuh dari pembentukan plak aterosklerotik dengan menghambat oksidasi LDL. Selain itu, HDL memiliki efek antiinflamasi sehingga membantu menstabilkan plak aterosklerotik sehingga mereka kurang rentan untuk menjadi ruptur, dan mengurangi pembentukan bekuan darah, semua tindakan yang melawan perkembangan progresif aterosklerosis. Risiko aterosklerosis berbanding terbalik dengan konsentrasi HDL dalam yaitu, peningkatan kadar HDL berkaitan dengan penurunan insiden penyakit jantung aterosklerotik.



Sumber Kolester,



Sebagian faktor lain yang diketahui memengaruhi risiko ateroskle-rotik dapat di[,Ritkan dengan kadar HDL; sebagai contoh, merokok menurunkan HDL, sementara olahraga teratur meningkatkan HDL.



Terdapat dua sumber kolesterol dalam tubuh: (1) asupan dari makanan, dengan produk hewani, misalnya kuning telur, daging merah, dan mentega yang merupakan bahan yang banyak mengandung lemak ini (lemak hewan mengandung kolesterol sementara lemak nabati biasanya tidak); dan (2) pembentukan kolesterol oleh sel, khususnya sel hati.



Kolesterol "Baik" versus "jahat"



Sebenarnya, bukan kadar kolesterol darah total, melainkan jumlah kolesterol yang terikat ke berbagai protein pembawa dalam plasma yang merupakan faktor terpenting dalam kaitannya dengan risiko pembentukan penyakit jantung aterosklerotik. Karena merupakan suatu lemak, kolesterol tidak mudah larut dalam darah. Sebagian besar kolesterol dalam darah melekat ke protein pembawa spesifik di plasma dalam bentuk kompleks lipoprotein, yang larut dalam darah. Terdapat tiga lipoprotein utama yang diberi nama berdasarkan densitas proteinnya dibandingkan dengan lemaknya: (1) lipoprotein berdensitas tinggi (high density lipoprotein, HDL) yang mengandung paling banyak protein dan lebih sedikit kolesterol; (2) lipoprotein berdensitas rendah (low density lipoprotein, LDL) yang memiliki protein lebih sedikit dan kolesterol lebih banyak; dan (3) lipoprotein berdensitas sangat rendah (very low density lipoprotein, VIDL) yang memiliki protein paling sedikit dan lemak paling banyak, tetapi lemak yang dikandungnya adalah lemak netral, bukan kolesterol. Kolesterol yang diangkut dalam kompleks LDL dinamai kolesterol "jahat" karena kolesterol diangkut ke sel, termasuk ser-sel yang melapisi bagian dalam dinding pembuluh darah, oleh LDL. Kecenderungan membentuk aterosklerosis secara substansial meningkat jika kadar LDL meningkat. Keberadaan LDL teroksidasi di dalam dinding arteri adalah pemicu utama proses peradangan yang menyebabkan pembentukan plak aterosklerotik (lihat h. 357). Sebaliknya, kolesterol yang diangkut dalam kompleks HDL diberi nama kolesterol "baik" karena HDL mengeluarkan kolesterol dari sel dan mengangkutnya ke hati untuk eliminasi parsial dari tubuh. HDL tidak saja mengeluarkan kelebihan kolesterol dari jaringan, tetapi juga melindungi



secara perlahan menyebabkan pembentukan plak arteri dan penyakit jantung. Pembentukan plak kemungkinan besar memiliki banyak kausa. Hal-hal yang dicurigai merusak arteri dan mungkin memicu respons peradangan vaskular antara lain adalah kolesterol teroksidasi, radikal bebas, tekanan darah tinggi, homosistein, bahan kimia yang dibebaskan dari sel lemak, atau bahkan bakteri dan virus yang merusak dinding pembuluh darah. Bahan pemicu tersering tampaknya adalah kolesterol teroksidasi. (Untuk pembahasan lebih lanjut peran kolesterol dan faktor lain dalam pembentukan aterosklerosis,   



hapter



Penyerapan kolestrol oleh sel



Tidak seperti sebagian besar lemak, koEesterol tidak digunakan sebagai bahan bakar metabolikoleh sel. Bahan ini merupakan komponen esensial membran plasma. Selain itu, beberapa jenis sel tertentu menggunakan kolesterol sebagai prekursor untuk menghasilkan produk sekretorik, misalnya hormon steroid dan garam empedu. Meskipun sebagian besar sel dapat menyintesis sebagian kolesterol yang dibutuhkan untuk membentuk membran plasma mereka sendiri, jumlah yang dibentuk kurang memadai sehingga mereka perlu mengandalkan kolesterol tambahan yang disalurkan melalui darah. Sel-sel menyerap koiesterol dari darah dengan menyintesis protein reseptor yang secara spesifik mampu mengikat IDL dan menyisipkan reseptor-reseptor ini ke membran plasma. Setelah partikel LDL berikatan dengan salah satu reseptor di membran, sel menelan partikel berikut reseptornya melalui proses endositosis yang diperantarai oleh reseptor (lihat h. 32). Di dalam sel, enzim lisosom menguraikan LDL untuk membebaskan kolesterol sehingga dapat digunakan oleh sel untuk menyintesis membran sel yang baru. Reseptor LDL, yang juga dibebaskan di dalam sel, didaur ulang ke membran permukaan. Jika terlalu banyak kolesterol bebas yang menumpuk di dalam sel, terjadi penghentian proses sintesis protein reseptor LDL (sehingga kolesterol yang diserap berkurang) dan sintesis kolesterol oleh sei itu sendiri (sehingga jumlah kolesterol baru yang dibentuk berkurang). Sebaliknya, jika menghadapi kekurangan kolesterol, sel dapat membentuk lebih banyak reseptor LDL sehingga ia dapat menelan lebih banyak kolesterol dari darah.



Pemeliharaan Kadar Kolesterol Darah dan Metabolisme Kolesterol



Untuk mempertahankan pasokan kolesterol darah yang konstan ke sel diperlukan interaksi antara kolesterol yang masuk melalui makanan dan sintesis kolesterol oleh hati. Jika jumlah kolesterol makanan meningkat,



lihat fitur dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) 2. Tahap awal aterosklerosis biasanya ditandai oleh akumulasi lipoprotein berdensitas rendah (low-density lipoprotein, LDL), atau dinamai juga kolesterol jahat, yang berikatan dengan suatu protein pembawa, di bawah endotel. Seiring dengan menumpuknya LDL di dalam dinding pembuluh, produk kolesterol ini teroksidasi, terutama oleh zat-zat sisa oksidatif yang dihasilkan oleh sel pembuluh darah. zat-zat sisa ini adalah radikal bebas,



sintesis kolesterd oleh hati dihentikan karena kolesterol dalam darah menghambat secara langsung enzim hati yang esensial bagi sintesis kolesterol. Dengan demikian, seiring meningkatnya asupan kolesterol dari makanan, produksi di hati berkurang. Sebaliknya, jika asupan kolesterol dari makanan berkurang, hati menyintesis temak ini lebih banyak karena efek inhibitorik kolesteroi pada enzim hati hilang. Dengan cara ini, konsentrasi kolesterol darah dipertahankan dalam kadar yang relatif konstan meskipun asupan kolesterol dari makanan berubah-ubah; karenanya, kadar kolesterol dalam darah sulit diturunkan dengan mengurangi asupan kolesterol. sintesis kolesterd oleh hati dihentikan karena kolesterol dalam darah menghambat secara langsung enzim hati yang esensial bagi sintesis kolesterol. Dengan demikian, seiring meningkatnya asupan kolesterol dari makanan, produksi di hati berkurang. Sebaliknya, jika asupan kolesterol dari makanan berkurang, hati menyintesis temak ini lebih banyak karena efek inhibitorik kolesteroi pada enzim hati hilang. Dengan cara ini, konsentrasi kolesterol darah dipertahankan dalam kadar yang relatif konstan meskipun asupan kolesterol dari makanan berubah-ubah; karenanya, kadar kolesterol dalam darah sulit diturunkan dengan mengurangi asupan kolesterol.







Peningkatan kadar asam amino homosistein dalam darah diduga merupakan prediktor kuat untuk penyakit jantung, tanpa bergantung pada profil kolesterol atau lemak. Homosistein dibentuk sebagai produk antara selama metabolisme asam amino esensial dalam makanan, yaitu metionin. Para peneliti percaya bahwa homosistein ikut berperan menyebabkan aterosklerosis dengan mendorong proliferasi sel otot poios vaskular, suatu tahap awal dalam pembentukan penyakit penyumbatan arteri ini. Selain itu, homosistein tampaknya merusak sel endotel dan mungkin menyebabkan oksidasi LDL, keduanya dapat ikut berperan dalam pembentukan plak. Tiga vitamin B-asam folat, vitamin B12, dan vitamin B6-berperan penting dalam jalur-jalur yang membersihkan homosistein dari darah. Karena itu, vitamin-vitamin B ini diperlukan untuk menjaga kadar homosistein dalam kisaran aman.







Orang dengan peningkatan kadar protein C-reaktif, suatu penanda peradangan dalam darah, memiliki risiko lebih besar mengalami penyakit arteri koronaria. Dalam satu penelitian, orang dengan kadar protein C-reaktif yang tinggi memiliki kemungkinan tiga kali lebih besar terkena serangan jantung dalam 10 tahun berikutnya dibandingkan dengan orang yang kadar protein peradangan ini rendah. Studi yang lain menunjukkan bahwa separuh orang dengan penyakit jantung memiliki kadar CRP yang tinggi, sementara kadar CRP darah yang tinggi sangat jarang pada orang normal. Karena peradangan berperan penting dalam pembentukan aterosklerosis, obat-obat anti-inflamasi, misalnya aspirin, membantu mencegah serangan jantung. Selain itu, aspirin melindungi tubuh dari serangan jantung melalui perannya sebagai penghambat pembentukan bekuan darah. Selain itu, obat golongan statin tidak hanya menurunkan LDL, tetapi juga memiliki efek antiinflamasi.







Semakin banyak data yang menunjukkan bahwa suatu agen infeksi mungkin menjadi penyebab pada sejumlah besar kasus penyakit aterosklerosis. Di antara yang paling dicurigai adalah Chlamydia pneumonia penyebab infeksi pernapasan, virus herpes penyebab coldsore, dan bakteri penyebab penyakit gusi. Penting diperhatikan bahwa jika kaitan antara infeksi dan penyakit arteri koronaria dapat dipastikan, antibiotik dapat ditambahkan ke dalam rejimen strategi pencegahan penyakit jantung.



Karena itu, hati memiliki peran utama dalam menentukan kadar kolesterol darah total, dan hubungan timbal-balik antara LDL dan HDL menentukan arus lalu-lintas kolesterol antara hati dan sel lain. Jika mekanisme ini terganggu, kadar kolesterol darah dapat terpengaruh sedemikian rupa sehingga yang bersangkutan rentan mengalami aterosklerosis. Perubahan asupan asam lemak melalui makanan dapat mengubah kadar kolesterol darah total dengan memengaruhi satu atau lebih mekanisme yang mengatur keseimbangan kolesterd. Kadar kolesterol darah cenderung meningkat oleh asupan asam lemak jenuh yang terutama terdapat pada lemak hewani karena asam-asam lemak ini merangsang sintesis kolesterol dan menghambat perubahannya menjadi garam empedu. Sebaliknya, asupan asam lemak tak-jenuh ganda, asam lemak predominan di sebagian besartumbuhan, cenderung menurunkan kadar kolesterol darah dengan meningkatkan eliminasi kolesterol dan garam empedu yang berasal dari kolesterol di feses.



Faktor Resiko Lain Di luar Meskipun terdapat kaitan erat antara kolesterol dan penyakit jantung, lebih dari separuh pasien dengan serangan jantung memperlihatkan profil kolesterol normal dan tanpa faktor risiko dikenal lainnya. Jelaslah, terdapat faktor-faktor lain yang berperan dalam pembentukan penyakit arteri koronaria pada para pasien ini. Faktor-faktor ini juga mungkin berperan dalam pembentukan aterosklerosis pada orang dengan kadar kolesterol yang buruk. Berikut ini adalah faktor-faktor risiko yang diperkirakan berperan besar:



yaitu partikel defisien-elektron yang sangat tidak stabil yang sangat reaktif dan menyebabkan kerusakan sel melalui pengambilan elektron dari molekulolekul lain. Vitamin antioksidan yang mencegah oksidasi LDL, misalnya vitamin E, vitamin C, dan betakaroten, memperlambat pengendapan plak 3. Sebagai respons terhadap keberadaan LDL teroksidasi atau iritan lain, sel-sel endotel menghasilkan bahan-bahan kimia yang



Seperti dapat Anda lihat, hubungan antara aterosklerosis, dan kolesterol. faktor lain masih jauh dari jelas. Saat ini banyak dilakukan penelitian tentang penyakit kompleks ini karena insiden aterosklerosis sedemikian tinggi dan konsekuensinya dapat menyebabkan kematian.



menarik monosit, sejenis sel darah putih, ke tempat peradangan. Sel-sel imun ini memicu respons peradangan lokal. 4. Setelah meninggalkan darah dan masuk ke dinding dinding pembuluh, monosit menetap permanen, membesar, dan menjadi sel fagositik besar yang dinamai makrofag. Makrofag dengan rakus memfagosit (lihat h. 34)



  



353



Dinding pembuluh darah normal



Tutup plak berupa otot polos kaya kolagen



Plak



nitrat oksida berkurang, pembuluh yang rusak akibat pembentukan plak ini tidak mudah berdilatasi seperti pembuluh normal. 8. Plak yang menebal juga menghambat pertukaran nutrien bagi selsel yang terletak di dalam dinding arteri yang terkena sehingga terjadi degenerasi dinding di sekitar plak. Daerah yang rusak kemudian diinvasi oleh fibroblas (sel pembentuk jaringan parut) yang membentuk jaringan ikat kaya-kolagen yang menutupi plak.



Inti plak kaya lemak



9. Pada tahap lanjut penyakit,Ca2+ sering mengendap di plak. Pembuluh yang terkena menjadi keras dan tidak mudah berkembang.



Endotel



TROMBDEMBOLISME DAN PENYULIT LAIN ATERO-SKLEROSIS



Plak



© ISM/Phototake—All rights reserved



Lumen



Aterosklerosis menyerang arteri di seluruh tubuh, tetapi konsekuensi paling serius adalah yang mengenai pembuluh di otak dan jantung. Di otak, aterosklerosis adalah penyebab utama stroke, sementara di jantung penyakit ini menyebabkan iskemia miokardium dan penyulit-penyulitnya. Hal-hal berikut adalah penyulit yang dapat ditimbulkan oleh aterosklerosis koronaria.



Gambar 9-29 Plak aterosklerotik di pembuluh koronaria.



LDL teroksidasi hingga sel ini dipenuhi oleh butir-butir lemak sehingga tampak berbusa di bawah mikroskop. Makrofag yang sangat membengkak ini, yang kini disebut sel busa, menumpuk di bawah dinding pembuluh darah dan membentuk fatty streak, bentuk paling dini plak aterosklerotik. 5. Karena itu, tahap paling awal pada pembentukan plak adalah akumulasi endapan kaya-kolesterol di bawah endotel.Penyakit berkembang sewaktu sel-sel otot polos di dalam dinding pembuluh darah bermigrasi dari lapisan otot pembuluh darah ke tepat di bawah endotel dan menutupi akumulasi lemak tersebut. Migrasi ini dipicu oleh bahanbahan kimia yang dibebaskan di tempat peradangan. Di lokasinya yang baru, sel-sel otot polos terus membelah diri dan membesar. Inti lemak dan otot-polos yang menutupinya bersamasama membentuk plak matang. 6. Seiring dengan perkembangannya, plak secara progresif menonjol ke dalam lumen pembuluh. Plak yang menonjol mempersempit lubang yang dapat dilalui oleh darah. 7. LDL teroksidasi menghambat pelepasan nitrat oksida dari sel endotel dan ikut mempersempit pembuluh.Nitrat oksida adalah caraka kimiawi lokal yang menyebabkan relaksasi lapisan sel otot polos normal di dinding pembuluh darah. Relaksasi sel-sel otot polos ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah. Karena pelepasan  



hapter



■ Angina pektoris, Pembesaran gradual plak terus mempersempit lumen dan secara progresif mengurangi aliran darah koronaria, memicu serangan iskemia transien miokardium yang menjadi semakin sering seiring dengan semakin terbatasnya kemampuan aliran darah memenuhi kebutuhan O2 jantung. Meskipun dalam keadaan normal jantung tidak "terasa", iskemia miokardium menyebabkan nyeri. Nyeri jantung ini, yang dikenal sebagai angina pektoris (Berarti nyeri di dada"), dapat dirasakan di bawah sternum dan sering dirujuk (seperti berasal dari) bahu kiri dan turun ke lengan kiri (lihat h. 186). Gejala angina pektoris kambuh setiap kali kebutuhan O2 jantung melebihi kemampuan aliran darah koronia— sebagai contoh, sewaktu olahraga atau stres emosional. Nyeri diperkirakan terjadi akibat stimulasi ujung-ujung saraf jantung oleh akumulasi asam laktat ketika jantung melakukan metabolisme anaerob yang terbatas. Iskemia yang berkaitan dengan serangan angina singkat biasanya temporer dan reversibel serta dapat dihilangkan dengan istirahat, menggunakan obat vasodilator, misalnya nitrogliserin, atau keduanya. Nitrogliserin menyebabkan vasodilatasi koronaria karena secara metabolis diubah menjadi nitrat oksida, yang pada gilirannya merelaksasikan otot polos vaskular. Tromboembolisme. Plak aterosiderotik yang membesar dapat ■ pecah melalui lapisan endotel yang melemah yang menutupinya sehingga darah terpajan ke jaringan ikat kaya kolagen pada plak. Sel-sel busa mengeluarkan bahan-bahan kimia yang dapat melemahkan jaringan fibrosa penutup dengan menguraikan seratserat jaringan ikat tersebut. Plak dengan penutup fibrosa yang tebal dianggap stabil karena kecil kemungkinannya pecah. Namun, plak dengan penutup fibrosa yang tipis bersifat tak-stabil karena mudah pecah dan memicu pembentukan bekuan. Trombosit darah (elemen berbentuk dalam darah yang berperan dalam penyumbatan defek pembuluh dan pembentukan bekuan darah) dalam keadaan normal tidak melekat ke lapisan dalam pembuluh yang sehat dan licin. Namun, ketika berkontak dengan kolagen di tempat cedera pembuluh, trombosit melekat dan membantu pembentukan bekuan darah. Selain itu, sel busa menghasilkan zat pendorong pembentukan pembekuan yang poten. Bekuan abnormal yang melekat ke dinding pembuluh darah disebut trombus. Trombus dapat membesar secara bertahap hingga menutup total pembuluh di tempat tersebut,



Trombus



Embolus (a) Trombus



(b) Embolus



(c)Lesi tromboembolik



Moredun Animal Health Ltd./Photo Researchers, Inc.



Aliran darah



Aliran darah



atau aliran darah yang melewati trombus tersebut dapat menyebabkan trombus terlepas. Sewaktu mengalir ke hilir, bekuan darah yang mengapung bebas tersebut, atau embolus, dapat menyumbat total pembuluh-pembuluh yang lebih kecil (Gambar 9-30). Karena itu, melalui tromboembolisme aterosklerosis atau menyebabkan oklusi mendadak atau perlahan suatu pembuluh koronaria (atau pembuluh lain)



Serangan jantung. Ketika suatu pembuluh koronia tersumbat total jantung menyumbat total pembuluh di tempat tersebut. (b) Trombus dapat terlepas dari perlekatannya, membentuk yang dilayani oleh pembuluh tersebut embolus yang mungkin menyumbat total suatu pembuluh yang lebih kecil di hilir. (c) Foto mikroskop elektron suatu segera mati akibat kekurangan O2 dan pembuluh yang tersumbat total oleh lesi tromboembolik. terjadi serangan jantung. kecuali jika daerah tersebut dapat dipasok oleh darah dari pembuluh darah. Kadang-kadang daerah yang kekurangan tersebut beruntung menerima darah dari lebih dari satu jalur. Terbentuk sirkulasi kolateral Daerah otot jantung Daerah otot jantung ketika cabang-cabang terminal halus dari pembuluh darah sekitar yang kekurangan yang kekurangan aliran memberi nutrisi ke daerah yang sama. Pembuluh-pembuluh tambahan aliran darah jika darah jika pembuluh pembuluh koronaria koronaria tersumbat di ini tidak dapat serta merta terbentuk setelah suatu sumbatan mendadak tersumbat di titik B; titik A; tetapi dapat menyelamatkan nyawa jika sudah terbentuk. Jalur alternatif semacam ini sering terbentuk dalam periode waktu tertentu ketika konstriksi aterosklerotik berkembang lambat, atau terbentuk karena A kebutuhan yang terus-menerus dikenakan pada jantung melalui Arteri koronia Arteri koronia olahraga aerobik teratur. Gambar 9-30



kiri



Ventrikel kiri Ventrikel kanan



Gambar 9-31







Konsekuensi tromboembolisme. (a) Trombus dapat membesar secara bertahap hingga



B



Luas kerusakan miokardium sebagai fung)i dari



ukuran pembuluh yang tersumbat.



Tanpa sirkulasi kolateral, luas daerah yang rusak sewaktu serangan jantung bergantung pada ukuran pembuluh yang tersumbat: Semakin besar pembuluh yang tersumbat, semakin luas daerah yang kekurangan darah. Seperti diperlihatkan di Gambar 9-31, sumbatan di titik A pada sirkulasi koronaria akan menyebabkan kerusakan yang lebih luas daripada sumbatan di titik B. Karena hanya terdapat dua arteri koronaria besar, sumbatan total salah satu dari kedua cabang tersebut menyebabkan kerusakan miokardium yang luas. Sumbatan arteri koronaria kiri adalah yang paling membahayakan karena pembuluh ini mendarahi 85% jaringan jantung. Tabel 9-4 menunjukkan empat



• TABEL 9-4 Kemungkinan Hasil Akhir Infark Miokardium Akut (Serangan Jantung) Kematian Segera



Kematian Tertunda Akibat Penyulit



Gagal jantung akut karena jantung terlalu lemah untuk memompa darah secara efektif untuk menunjang jaringan tubuh



Ruptur mematikan dinding jantung yang mati dan mengalami degenerasi



Fibrilasi ventrikel fatal yang ditimbulkan oleh kerusakan jaringan penghantar khusus atau dipicu oleh kekurangan O2



Gagai jantung kongestif yang sernakin parah karena jantung yang melemah tidak mampu memompa keluar semua darah yang kembali padanya



Pemulihan Fungsional Penuh



Fungsi



Digantikannya daerah yang rusak dengan jaringan parut yang kuat disertai oleh pembesaran jaringan kontraktil yang tersisa untuk mengompensasi hilangnya otot jantung



Menetapnya defek fungsional permanen, misalnya bradikardia atau blok hantaran, akibat kerusakan jaringan otoritmik atau penghantar yang tidak dapat diperbarui.



Fisiologi jantung



355



kemungkinan hasil akhir serangan jantung: kematian segera, kematian tertunda akibat penyulit,pemulihan fungsional penuh, atau pemulihan dengan gangguan fungsi. Penemuan sel punca jantung pada tahun 2006, bersama dengan studi awal yang menunjukkan bahwa menginjeksikan sel jantung yang rusak dengan sel punca yang berasal dari sumber lain meningkatkan fungsi jantung, telah menimbulkan harapan bagi terapi regeneratif di masa depan. Walaupun jantung memiliki potensi untuk menghasilkan sel miokardium baru sendiri melalui aktivitas sel puncanya, kemampuan regeneratif ini berfungsi minimal. Hanya 1% sel otot jantung yang diganti tiap tahunnya pada orang dewasa muda, dan laju tahunannya pada orang lanjut usia menurun hingga kurang dari setengahnya. Karena alasan ini, sel otot jantung yang rusak digantikan dengan jaringan parut dan bukan sel otot baru. Para peneliti berharap untuk menemukan cara untuk memacu sel punca laten untuk bekerja sehingga sel miokardium yang hilang dapat digantikan. Pendekatan lain yang sedang dalam penelitian adalah dengan memprogram ulang sel jaringan parut (fibroblas) secara genetik agar berubah menjadi sel otot jantung setelah terjadinya serangan jantung. Periksa Pemahaman Anda 2 9.5 1. Jelaskan mengapa otot jantung menerima sebagian besar pasokan darahnya selama diastol. 2. Diskusikan bagaimana aliran darah koronaria bervariasi untuk menyesuaikan kebutuhan 02 otot jantung.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



Kalangsungan hidup bergantungan pada penyaluran terus-menerus bahan-bahan sisa yang di hasilkan oleh sel. Selain itu, berbagia caraka kimiawi regulatorik, misalnya hormon, harus diangkut dari tempat produksinya



ke tempat mereka bekerja, yaitu tempat bahan-bahan tersebut mengontrol berbagai aktivitas, yang sebagian besar ditujukan untuk mempertahankan kestabilan iingkungan internal. Terakhir, untuk mempertahankan suhu normal tubuh, kelebihan panas yang dihasilkan selama kontraksi otot harus dibawa ke kulit untuk dikeluarkan melalui permukaan tubuh.



Sistem sirkulasi ikut berperan dalam homeostasis dengan berfungsi sebagai sistem transpor tubuh. Sistem ini memberi cara cepat untuk memindahkan bahan dari satu bagian tubuh ke bagian lain. Tanpa sistem sirkulasi, bahan-bahan penting tidak dapat mencapai tempat mereka dibutuhkan pada waktunya untuk menunjang berbagai aktivitas yang mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, O2 akan memerlukan waktu berbulan-bulan hingga bertahun-tahun untuk berdifusi dari permukaan tubuh ke organ internai, tetapi melalui kerja pompa jantung, darah dapat menyerap dan menyalurkan . 2 serta bahan lain ke semua sel dalam hitungan detik. Jantung berfungsi sebagai pompa ganda yang mengedarkan secara terus-menerus darah antara paru, tempat O2 diserap, dan jaringan tubuh lain, yang menggunakan O2 untuk menunjang berbagai reaksi kimia penghasil energi. Sewaktu darah dipompa melewati berbagai jaringan, bahan-bahan lain di luar O2 juga dipertukarkan antara darah dan jaringan. Sebagai contoh, darah menyerap nutrien sewaktu mengalir melalui organ pencernaan, dan jaringan lain mengambil nutrien dari darah ketika darah melewati mereka, Bahkan kelebihan panas diangkut oleh darah dari otototot yang aktif ke permukaan kulit, tempat panas tersebut dikeluarkan ke lingkungan eksternal. Meskipun semua jaringan tubuh secara terus-menerus bergantung pada aliran darah yang dipompa oleh jantung, jantung itu sendiri adalah organ yang cukup independen. Jantung dapat memenuhi banyak dari kebutuhannya sendiri tanpa pengaruh luar. Kontraksi otot jantung dihasilkan oleh diri sendiri melalui proses-proses yang melibatkan perubahan permeabilitas ion. Mekanisme lokal di dalam jantung memastikan bahwa aliran darah ke otot jantung dalam keadaan normal memenuhi kebutuhan O2 jantung. Selain itu, jantung memiliki kemampuan inheren untuk mengubah-ubah kekuatan kontraksinya, bergantung pada jumlah darah yang kembali padanya. Namun, jantung tidak bekerja seluruhnya secara autonom. Organ ini disarafi oleh sistem saraf autonom dan dipengaruhi oleh hormon epinefrin, yang keduanya dapat mengubah-ubah kecepatan dan kontraktilitas jantung, bergantung pada kebutuhan tubuh akan penyaluran darah. Selain itu, seperti semua jaringan lainnya, sel-sel yang membentuk jantung bergantung pada sistem lain untuk mempertahankan lingkungan internal yang stabil tempat mereka dapat bertahan hidup dan berfungsi.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-32 Pertanyaan Objektif 1. Sel-sel otot antung Ā yang erdekatan Ā disatukan ujung-keuung Ādi struktur kusus Ā yang dinamai _____ yang mengandung dua jenis taut membran:_____dan_____ 2. Kaitan yang memadukan aliran darah koronaria dengan kebutuhan oksigen miokardium adalah_____



356  



hapter



3. Ventrikel kiri adalah pompa yang lebih kuat daripada ventrikel kanan karena diperukan Ālebih anyak Ādara Āuntuk memasok jaringan tubuh daripada ke paru. (Benar atau salah?) 4. Jantung terletak di separuh kiri rongga dada. (Benar atau salah?) 5. atu-satunya Ātitik kontak istrik Āantara atrium dan ventrikel adalah cincin rangka fibrosa yang mengelilingi dan menunang Ā katup jantung. (Benar atau salah?)



6. Masuknya Ca2+ melalui kanal funny berperan dalam fase plateau potensial aksi pada sel kontraktil jantung. (Benar atau salah?) 7. Atrium dan ventrikel masing-masing bekerja sebagai suatu sinsitium fungsional. (Benar atau salah?) 8. Mana dari yang berikut merupakan rangkaian eksitasi jantung yang tepat? a. Nodus SA —> nodus AV —> miokardium atrium berkas His—> serat Purkinje —> miokardium ventrikel b. Nodus SA --> miokardium atrium —> nodus AV 4 berkas His—> miokardium ventrikel —> serat Purkinje c. Nodus SA —> miokardium atrium —> miokardium ventrikel—> nodus AV —> berkas His —> serat Purkinje d. Nodus SA —> miokardium atrium —> nodus AV —> berkas His —> serat Purkinje --> miokardium ventrikel 9. Berapa persentase pengisian ventrikel yang normalnya tercapai sebelum kontraksi atrium dimulai? a. 0% b. 20% c. 50% d. 80% e. 100% 10. Stimulasi simpatis pada jantung a. meningkatkan kecepatan jantung b. meningkatkan kontraktilitas otot jantung c. menggeser kurva Frank-Starling ke kiri d. (a) dan (b) e. Semua yang di atas 11. Cocokkan yang berikut 1. menerima darah miskin O2 dari (a) katup AV vena kava (b) katup semilunar 2. mencegah aliran balik darah dari (c) atrium kiri ventrikel ke atrium (d) ventrikel kiri 3. memompa darah kaya O2 ke (e) atrium kanan dalam aorta (f) ventrikel kanan 4. mencegah aliran balik darah dari arteri ke dalam ventrikel 5. memompa darah miskin O2 ke dalam arteri pulmonaris menerima darah kaya 02 dari 6. vena pulmonaris 12. Lingkari pilian yang benar masing-masing soal untuk melengkapi pernyataan berikut: Bunyi jantung pertama berkaitan dengan penutupan katup (AV/semilunar) an menanakan dimulainya (sistol/diastol), ementara Ā bunyi jantung kedua berkaitan dengan penutupan katup (AV/ semilunar) dan menandakan awitan (sistol/diastol). 13. Gunakan kode jawaban berikut ini untuk memperbandingkan besar relatif pasangan butir-butir dalam pertanyaan: (a) 5 Butir A lebih besar daripada utir B (b) 5 Butir B lebih besar daripada butir A (c) 5 Butir A hampir sama dengan Butir ĀB 1. A. Resisiensi dan tekanan di sirkulasi pulmonal B. Resistensi dan tekanan di sirkulasi sistemik 2. A. Volume darah yang dipompa keluar oleh sisi kiri jantung B.Volume darah yang dipompa keluar oleh sisi kanan jantung .



3. A. Laju depolarisasi spontan hingga ambang i Ā nodus .. B. Laju depolarisasi spontan hingga ambang di serat ventrikel 4. A. Kecepatan konduksi impul Ā melalui nodus V Ā B. Kecepatan konduksi impul Āmelalui berkas His an Āerat Ā Purkinje 5. A.Laju pengisian ventrikel pada diastol awal B. Laju pengisian ventrikel pada diastol akhir 6. A. Isi sekuncup jika VDA adalah 130 mL B. Isi sekuncup jika VDA adalah 160 mL 7. A. Isi sekuncup normal B. Isi sekuncup pada stimulasi simpatis 8. A. Isi sekuncup normal B. Isi sekuncup pada stimulasi parasimpatis 9. A.Volume darah di ventrikel saat awitan kontraksi ventrikel isovolumetrik B. Volume darah di ventrikel saat akhir kontraksi ventrikel isovolumetrik 10. A. Volume darah di ventrikel kiri saat katup aorta terbuka B. Volume darah di ventrikel kiri saat katup aorta tertutup 11. A. Volume darah di ventrikel kiri saat katup AV kiri terbuka B. Volume darah di ventrikel kiri saat katup AV kiri tertutup 12. A. Durasi periode refrakter di otot jantung B. Durasi kontraksi di otot jantung



Pertanyaan Esai 1. Apa tiga komponen dasar sistem sirkulasi? 2. Ikutilah perjalanan satu tetes darah menuntaskan satu sirkuit sistem sirkulasi. 3. Jelaskan lokasi dan fungsi keempat katup jantung. Apa yang menahan agar katup-katup ini tidak berbalik? 4. Sebutkan tiga lapisan dinding jantung. Jelaskan gambaran khas struktur dan susunan sel otot jantung. Apa dua jenis khusus sel otot jantung? 5. Mengapa nodus SA menjadi pemacu jantung? 6. Jelaskan penyebaran normal eksitasi jantung. Apa makna jeda nodus AV? Mengapa sistem hantaran ventrikel penting? 7. Bandingkan perubahan potensial membran yang erkaitan dengan potensial aki sel pemacu nodus dengan yang terdapat sel kontraktil miokardium. Jelaskan mekanime ionik yang menyebabkan perubahan ini. 8. Mengapa tetanu Ā otot jantung tiak Ā munkin Ā terjadi? Mengapa ketidakmampuan ini menguntungkan? 9. Proses litrik Ā apa yang diwakili oleh masing-masing komponen EKG? 10. Jelaskan proses mekani Ā(yaitu, perubahan tekanan perubahan volume, aktivita katup dan bunyi jantung) siklus jantung. aitkan proses mekani Āsiklus jantung dengan perubahan aktivitas listrik. 11. Bedakan antara katup stenotik dan insufisien. 12. Definisikan al Āberikut: volume diastolik-akhir, volume sistolikakhir, isi sekuncup, kecepatan jantung, curah jantung, fraksi ejeksi, dan cadangan jantung.



  



357



berapa kecepatan jantung yang diperlukan untuk mencapai 13 Bahaslah kontrol sistem saraf autonom pada kecepatan jantung. curah jantung sebesar ini? Apakah kecepatan jantung tersebut .14 Jelaskan kontrol intrinsik dan ekstrinsik isi sekuncup mungkin secara fisiologis? .15 Apa perubahan patologis dan konsekuensi penyakit arteri 2. Berapa banyak darah yang tersisa di jantung setelah sistol jika koronaria? isi sekuncup 85 mL dan volume diastolik akhir 125 mL? 16. Bahaslah sumber, transpor, dan eliminasi kolesterol di tubuh. Bedakan antara kolesterol "baik" dan kolesterol "jahat". 3. Hitung fraksi ejeksi pada setiap dari ketiga keadaan yang digambarkan Gambar 9-23, p. 347. Latihan Kuantitatif 1. Selama olahraga berat, curah jantung seorang atlet terlatih dapat meningkat menjadi 40 liter per menit.Jika isi sekuncup tidak dapat meningkat di atas nilai normal 70 mL,



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Isi sekuncup yang disemprotkan pada denyut jantung berikutnya setelah suatu kontraksi ventrikel prematur (KVP) biasanya lebih besar daripada normal. Dapatkah Anda menjelaskannya? (Petunjuk: Pada kecepatan jantung tertentu, interval antara KVP dan denyut normal berikutnya lebih lama daripada interval antara dua denyut normal.) 2. Atlet terlatih biasanya memiliki kecepatan jantung saat istirahat yang lebih rendah daripada orang normal (misalnya, 50 denyut/ mnt pada seorang atlet dibandingkan 70 denyut/mnt pada orang yang jarang beraktivitas fisik). Dengan mempertimbangkan bahwa curah jantung istirahat adalah 5000 mL/mnt pada atlet dan orang biasa, apa penyebab bradikardia pada atlet ini? 3. Selama kehidupan masa janin, karena resistensi yang sangat besar yang ditimbulkan oleh paru yang kolaps dan nonfungsional, tekanan di separuh kanan jantung dan sirkulasi paru lebih tinggi daripada tekanan di separuh kiri jantung dan sirkulasi sistemik, suatu situasi yang berbalik setelah kelahiran. Juga di janin, suatu pembuluh yang dinamai duktus arteriosus menghubungkan arteri pulmonaris dan aorta ketika kedua pembuluh besar ini meninggalkan jantung. Darah yang dipompa keluar oleh jantung ke dalam sirkulasi paru dipirau dari arteri pulmonaris ke dalam aorta melalui duktus arteriosus, memintas paru nonfungsional tersebut. Gaya apa yang mendorong darah mengalir melalui duktus arteriosus dalam arah ini?



Saat lahir, duktus arteriosus normalnya menutup dan akhirnya berdegenerasi menjadi genjel ligamentosa tipis. Kadang-kadang pembuluh pintas ini tidak menutup dengan benar sehingga terbentuk duktus arteriosus paten (terbuka). Ke mana arah aliran darah melalui duktus arteriosus paten ini? Apa kemungkinan akibat yang menurut Anda dapat terjadi akibat aliran darah ini? 4. Melalui mekaniseme regulatorik apa sebuah jantung sebuah jantung cengkokan, yang tidak memiliki persarafan apapun, menyesuaikan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan bubuh yang berubah-ubah. 5. Terdapat dua cabang berkas His, cabang berkas kanan dan kiri, masing-masing turun ke masing-masing sisi sekat antar ventrikel (Gambar 9-8, p. 328). Kadang-kadang, hantaran melalui salah satu cabang ini terhambat (apa yang disebut sebagai bundle-branch block, blok cabang berkas).Dalam hal ini, gelombang eksitasi menyebar dari terminal cabang yang utuh dan akhirnya mendepolarisasi seluruh ventrikel, tetapi ventrikel yang terstimulasi normal mengalami depolarisasi jauh lebih cepat daripada ventrikel di sisi cabang berkas yang defektif tersebut. Sebagai contoh, jika cabang berkas kiri terhambat, ventrikel kanan akan mengalami depolarisasi sempurna dua hingga tiga kali lebih cepat daripada ventrikel kiri. Bagaimana defek ini memengaruhi bunyi jantung?



PERTIMBANGAN KLINIS Pada suatu pemeriksaan fisik, kecepatan jantung Rachel B terlalu tinggi dan sangat ireguler. Selain itu, kecepatan jantungnya, ditentukan secara langsung dengan mendengar jantungnya memakai stetoskop, melebihi kecepatan nadi yang diukur bersamaan di pergelangan tangannya. Tidak ada gelombang P yang nyata yang terdeteksi pada EKG Rachel.



358  



hapter



Kompleks QRS normal bentuknya tetapetapi muncul secarasporadis. Berdasarkan temuan-temuan ini, apa kemungkinan besar diagnosis kondisi Rachel ini? Jelaskan mengapa kondisi ini ditandai oleh denyut jantung yang cepat ireguler. Apakah curah jantung akan sangat terganggu oleh kondisi ini? Mengapa atau mengapa tidak? Apa penyebab defisit denyut ini?



hapter



9



Kartu Belajar



9.1 | Anatomi Jantung (h. 321–327) Sistem sirkulasi adalah sistem transpor tubuh. Tiga komponen dasar sistem sirkulasi adalah jantung (pompa), pembuluh darah (saluran), dan darah (medium transpor). ■ Jantung terletak di garis tengah pada rongga dada pada sudut dengan dasarnya terletak ke arah kanan dan apeksnya ke arah kiri ■ Jantung pada hakikatnya adalah suatu pompa ganda yang menghasilkan tekanan pendorong bagi darah untuk mengalir melalui sirkulasi paru(antara jantung dan paru) dan sistemik (antara jantung dan sistem tubuh lainnya). (Lihat Gambar 9-1 dan 9-2.) ■







Jantung memiliki empat rongga: Masing-masing paruh jantung terdiri dari satu atrium, atau rongga masukan vena, dan satu ventrikel, atau rongga keluaran arteri. paru. Atrium kanan menerima darah miskin-O2 dari sirkulasi sistemik dan ventrikel kanan memompanya ke sirkulasi paru.







Atrium kiri menerima darah kaya O2 dari sirkulasi paru dan memompanya ke sirkulasi sistemik. (Lihat Gambar 9-1, 9-2 ,dan 9-4).



Ke sirkulasi sistamik (ke bagian atas tubuh) Aorta



Vena kava superior (mengembalikan darah dari kepala, ekstremitas alas) Vena pulmonaris kanan (mengembalikan darah dari paru) Katup semilunar paru (tampak terbuka)



Arteri pulmonaris kanan dan kiri (ke paru) Vena pulmonalis kiri(mengembalikan darah dari paru kiri) Atrium kiri Katup semilunar aorta (tampak terbuka)



Atrium kanan Katup atrioventrikel kanan (tampak terbuka)



Katup atrioventnkel kiri (tampak terbuka)



Ventrikel kiri



Ventrikel



Vana kava inferior (mengembalikan darah dari tubuh tungkai)



Septum



KUNCI Ke sirkulasi (sistemik (bagian bawah lubuh)



Serat otot jantung yang bercabang-cabang dihubungkan oleh diskus interkalaris, yang mengandung (1) desmosom yang menyatukan sel bersama secara mekanis dan (2) taut celah yang memungkinkan penyebaran arus listrik antara sel-sel yang disatukan bersama sebagai sinsitium fungsional. (Lihat Gambar 9-6.)







darah kaya O2 darah miskin O2



(a) Aliran darah melalui jantung



Empat katup jantung mengalirkan darah ke arah yang benar dan mencegah darah mengalir dalam arah sebaliknya. Katup atrioventrikular (AV) kanan dan kiri mengarahkan darah dari atrium ke ventrikel selama diastol dan mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke atrium selama sistol. Katup semilunaris aorta dan pulmonal masing-masing meng-arahkan dari ventrikel ke aorta dan arteri pulmonaris selama sistol dan mencegah aliran balik darah dari kedua pembuluh utama ini ke ventrikel selama diastol. ■



9.2 | Aktivitas Listrik Jantung (h. 327–338) Jantung yang bersifat terangsang dengan sendirinya memicu sendiri kontraksi ritmiknya.







■ Sel-sel otoritmik membentuk 1% sel otot jantung; sel-sel ini tidak berkontraksi tetapi dikhususkan untuk memulai dan menghantarkan potensial aksi. Sembilan puluh sembilan persen sel jantung lainnya adalah sel kontraktil yang berkontraksi sebagai respons terhadap penyebaran potensial aksi yang dimulai oleh sel otoritmik. ■ Sel autoritmik memperlihatkan potensial pemacu, pergeseran lambat ke potensial ambang, akibat perubahan inheren kompleks dalam hal perpindahan ion menembus membran. Paruh pertama potensial pemacu disebabkan oleh pembukaan kanal funny unik yang memungkinkan Na+ masuk pada waktu yang bersamaan dengan kanal K+ yang menutup perlahan sehingga keluarnya K+ secara perlahan berkurang. Kedua mekanisme ini secara bertahap mendepolarisasi membran menuju ambang. Tambahan akhir menuju ambang disebabkan oleh masuknya Ca2+ melalui pembukaan kanal Ca2+ tipe-T. Fase naik potensial aksi disebabkan oleh masuknya Ca2+ lebih lanjut pada pembukaan kanal Ca2+ tipe-L saat ambang. Fase turun disebabkan oleh efluks K+ pada pembukaan kanal K+ pada saat puncak potensial aksi. Penutupan lambat kanal K+ ini saat akhir repolarisasi berperan pada potensial pemacu berikutnya. (Lihat Gambar 9-7.)



Impuls jantung berasal dari nodus SA,pemacu jantung,memiliki kecepatan tertinggi depolarisasi spontan ke ambang. (Lihat Tabel 9-1 dan Gambar 9-8 and 9-9.) ■ Setelah terbentuk,potensial aksi menyebar ke seluruh atrium kanan dan kiri, sebagian difasilitasi oleh jalur penghantar khusus tetapi terutama oleh penyebaran impuls dari sel-ke-sel melalui taut celah. (Lihat Gambar 9-8.) ■



Impuls berjalan dari atrium ke dalam ventrikel melalui nodus AV, satusatunya titik kontak listrik antara rongga-rongga tersebut. Potensial aksi tertunda sesaat di nodus AV, untuk memastikan bahwa kontraksi atrium mendahului kontraksi ventrikel agar pengisian ventrikel sempurna. (Lihat Gambar 9-8.)







Impuis kemudian merambat cepat menuruni sekat antarventrikel memelalui berkas His dan cepat menyebar ke seluruh miokardium melalui serat Purkinje. Sel-sel ventrikel sisanya diaktifkan oleh penyebaran impuls dari sel ke sel melalui taut celah. (Lihat Gambar 9-8.) ■



(Lihat Gambar 9-3, 9-4, dan 9-5.)



Karena itu, atrium berkontraksi sebagai satu kesatuan, diikuti setelah suatu jeda singkat oleh kontraksi ventrikel terpadu.



■ Kontraksi serat-serat otot jantung yang tersusun spiral efek memeras yang penting agar pemompaan efisien. Hal yang juga penting untuk efisiensi pemompaan adalah bahwa serat-serat otot di masing-masing rongga berfungsi sebagai satu sinsitium fungsional, berkontraksi sebagai unit terpadu. (Lihat Gambar 9-6.)



Potensiar aksi sel-sel kontraktil jantung memperlihatkan fase positif berkepanjangan, atau fase datar, disertai oleh periode kontraksi yang lama, yang memastikan waktu ejeksi yang memadai. Fase datar ini terutama disebabkan oleh pengaktifan kanal Ca2+ tipe L lambat. (Lihat Gambar 9-10.)











■ Masuknya Ca2+ melalui kanal tipe L di tubulus T memicu pelepasan Ca2+ yang jauh lebih banyak dari retikulum sarkoplasma. Pelepasan Ca2+ yang diinduksi oleh Ca2+ ini menyebabkan siklus jembatan-silang dan kontraksi. (Lihat Gambar 9- 11.) ■ Adanya periode refrakter yang lama dan fase datar yang berkepanjangan menyebabkan penjumlahan dan tetanus otot jantung tidak mungkin terjadi. Hal ini memastikan bahwa terdapat periode kontraksi dan relaksasi yang bergantian yang esensial bagi pemompaan darah. (Lihat Gambar 9-12.) ■ Penyebaran aktivitas listrik ke seluruh jantung dapat direkam dari permukaan tubuh. Pada elektrokardiogram (EKG) ini, gelombang P mewakili depolarisasi atrium; kompleks QRS, depolarisasi ventrikel; dan gelombang T, repolarisasi ventrikel. (Lihat Gambar 9-13, 9-14, dan 9-15.)



Nodus SA melepaskan muatan



Gelombang P = depolarisasi atrium Satu denyut-jantung normal



Interval TP = waktu saat ventrikel berelaksasi dan terisi



0



0.2



0.4



0.6



9.4 | Curah Jantung dan Kontrolnya (h. 343–350) ■ Curah jantung, jumlah darah yang disemprotkan oleh masing-masing ventrikel setiap menit, ditentukan oleh kecepatan jantung kali isi sekuncup. (Lihat Gambar 9-25.) ■ Kecepatan jantung bervariasi sesuai dengan perubahan keseimbangan pengaruh parasimpatis dan simpatis pada nodus SA. Stimulasi parasimpatis memperlambat kecepatan jantung, dan stimulasi simpatis mempercepatnya. (Lihat Gambar 9-20 dan Tabel 9-3)



Potensial yang terekam



R 200 mdet



T



Q Segmen PR



P



S Segmen ST



Segmen TP



GelombangT = Repolarisasi ventrikel



Kompels QRS= Depolarisasi ventrikel (atrium secara bersamaan mengalami repolrisasi)



Segmen ST = saat ventrikel berkontaksi dan mengosongkan isinya



338–343) ■



■ Volume diastolik akhir (VDA) adalah jumiah darah di ventrikel ketika pengisian tuntas pada akhir diastol. Volume sistolik akhir (VSA) adalah jumlah darah yang tersisa di ventrikel ketika penyemprotan darah selesai pada akhir sistol. Isi sekuncup adalah jumlah darah yang dipompa keluar oleh masing-masing ventrikel setiap kali berdenyut. (Lihat Gambar 9-16 dan 9-77.) ■ Penutupan katup menimbulkan dua bunyi jantung normal. Bunyi jantung pertama disebabkan oleh penutupan katup AV dan menandakan awitan sistol ventrikel. Bunyi jantung kedua disebabkan oleh penutupan katup aorta dan pulmonaris pada awitan diastol. (Lihat Gambar 9-16.) ■ Gangguan fungsi katup menyebabkan turbulensi aliran darah, yang terdengar sebagai bising jantung. Kelainan katup dapat berupa stenosis dan tidak membuka sempurna atau insufisiensi dan tidak menutup sempurna. (Lihat Gambar 9-19 dan Tabel 9-2.)



Segmen PR = jeda nodus AV



0.8



Waktu (detik)



P



Kurva tekanan ventrikel berfluktuasi drastis karena tekanan ventrikel harus di bawah tekanan atrium yang rendah sewaktu diastol agar katup AV membuka dan ventrikel terisi, dan, untuk memaksa katup aorta terbuka agar ventrikel dapat mengosongkan isinya, tekanan harus di atas tekanan aorta yang tinggi selama sistol. Karena itu, tekanan ventrikel dalam keadaan normal bervariasi dari 0 mm Hg sekaktu diastol hinaaa senikit di atas 12 mm Ha sekaktu sistol. Selama periode kontraksi ventrikel isovolumetrik dan relaksasi, tekanan ventrikel berada di atas tekanan atrium yang rendah dan di bawah tekanan aorta yang tinggi, sehingga semua katuptertutup dan tidak ada darah yang masuk dan meninggaikan ventrikel. (Lihat Gambar 9-16 dan 9-17.)



Siklus jantung terdiri dari tiga peristiwa penting (lihat Gambar 9-16):



1. Pembentukan aktivitas listrik sewaktu jantung secara otoritmis mengalami depolarisasi dan repolarisasi. 2. 2Aktivitas mekanis terdiri dari periode sistol (kontraksi dan pengosongan) dan diastol (relaksasi dan pengisian) bergantian, yang dipicu oleh siklus listrik ritmis. 3. Aliran darah yang terarah melalui rongga-rongga jantung dituntun oleh pembukaan dan penutupan katup yang dipicu oleh perubahan tekanan yang dihasilkan oieh aktivitas mekanis. ■ Kurva tekanan atrium tetap rendah di sepanjang siklus jantung, dengan hanya fluktuasi ringan (normalnya bervariasi antara 0 dan 8 mm Hg). Kurva tekanan aorta tetap tinggi sepanjang waktu, dengan fluktuasi moderat (normalnya bervariasi antara tekanan sistolik 120mm Hg dan tekanan diastolik 80 mm Hg).



■ Isi sekuncup bergantung pada (1) tingkat pengisian ventrikel,dengan peningkatan voiume diastolik akhir menyebabkan peningkatan isi sekuncup melalui hubungan panjang-tegangan (hukum FrankStarling untuk jantung, suatu bentuk kontrol instrinsik); dan (2) tingkat stimulasi simpatis, dengan peningkatan stimulasi simpatis menyebabkan peningkatan kontraktilitas jantung, yaitu peningkatan kekuatan kontraksi dan peningkatan isi sekuncup pada volume diastolik akhir tertentu (kontrol ekstrinsik). (Lihat Gambar 9-21 hingga 9-24.) ■ Beban awal jantung (beban kerja jantung sebelum kontraksi dimulai) adalah tingkat pengisian. Beban akhir jantung (beban kerja jantung setelah kontraksi dimulai) adalah tekanan darah arteri. ■



9.5 | Pemberian Nutrisi Otot Jantung (h. 350–356)



Otot jantung diberi oksigen dan nutrisi oleh darah yang disampaikan kepadanya melalui sirkulasi koronaria, bukan dari darah di dalam ronggarongga jantung. (Lihat Gambar 9-31 dan pembuka bab.) ■ Sebagian besar aliran darah koronaria terjadi sewaktu diastol karena sewaktu sistol otot jantung yang berkontraksi menekan pembuluh-pembuluh koronaria. (Lihat Gambar 9-27.) ■ Aliran darah koronaria normalnya bervariasi untuk mengimbangi kebutuhan oksigen jantung. (Lihat Gambar 9-28.) ■ Aliran darah koronaria dapat berkurang akibat terbentuknya plak aterosklerotik, yang dapat menyebabkan penyakit jantung iskemik yang keparahannya bervariasi dari nyeri dada ringan saat olahraga hingga serangan jantung yang mematikan. (Lihat Gambar 9-29 hingga 9-31 serta Tabel 9-4.)



Pemindaian mikrograf elektron pewarna resin di pembuluh darah yang mendarahi usus halus. Setelah cairan disuntikan kedalam pembuluh darah yang mengeras, jaringan ini secara kimia dicerna dan meninggalkan warna pada pembuluh yang sangat bercabang. Pembuluh darah terkecil adalah kapiler tempat berlangsungnya pertukaran bahan antara darah dan sel disekitarnya.



Susumu Nishinaga/Photo Researchers, Inc.



10 Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI 10.1 Pola dan Fisika Aliran Darah 10.2 Arteri 10.3 Arteriol 10.4 Kapiler 10.5 Vena 10.6 Tekanan Darah



Sistem sirkulasi berperan terhadap homeostasis dengan berfungsi sebagai sistem transpor tubuh. Pembuluh darah mengangkut dan mendistribusikan darah yang dipompa oleh jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan oksigen dan penghantaran nutrien pembuangan zat sisa, dan penghantaran sinyal hormon. Arteri yang sangat elastis mengangkut darah dari jantung ke organorgan tubuh dan berfungsi sebagai penyedia tekanan untuk melanjutkan megalirkan darah ketika jantung sedang relaksasi dan mengisi. Tekanan darah arteri rata-rata diatur dengan teliti untuk memastikan pasokan darah yang mencukupi ke organ-organ tubuh. Jumlah darah yang mengalir menuju organ tertentu bergantung pada diameter internal arteriol yang mendarahi organ tubuh. Diameter internal arteriol berada di bawah kontrol sehingga aliran darah ke organ tertentu dapat disesuaikan secara bervariasi untuk memenuhi kebutuhan tubuh pada saat itu.Kapiler yang berdinding tipis adalah tempat pertukaran yang sebenarnya antara darah dan sel jaringan di sekitarnya. Vena yang sangat mudah teregang mengernbalikan darah dari organ ke jantung dan berfungsi sebagai reservoir darah.



Sebagian besar sel tubuh tidak berkontak langsung dengan lingkungan eksternal, tetapi sel-sel ini harus melakukan pertukaran dengan lingkungan tersebut, misalnya menyerap O2 dan nutrien serta mengeluarkan zat sisa. Selain itu, berbagai caraka kimia harus diangkut antara sel-sel untuk melaksanakan aktivitas terintegrasi. Agar pertukaran jarak jauh ini tercapai, sel-sel dihubungkan satu sama lain dan dengan lingkungan eksternal oleh sistem vaskular (pembuluh darah). Darah diangkut ke semua bagian tubuh melalui suatu sistem pembuluh yang membawa pasokan segar ke sekitar semua sel sambil membersihkan zat-zat sisa. Untuk meninjau ulang, semua darah yang dipompa oleh sisi kanan jantung mengalir melalui sirkulasi paru ke paru untuk menyerap O2 dan membuang CO2. Darah yang dipompa oleh sisi kiri jantung ke dalam sirkulasi sistemik disebar dalam berbagai proporsi ke organorgan sistemik melalui susunan paralel pembuluh-pembuluh yang bercabang dari aorta (Gambar 10-1) (lihat juga h. 326). Susunan ini memastikan bahwa semua organ menerima darah dengan komposisi yang sama—yaitu, suatu organ tidak menerima darah "bekas" yang telah melewati organ lain. Karena susunan paralel ini, aliran darah yang melalui suatu organ dapat diatur secara independen sesuai kebutuhan. Di bab ini, kita mula-mula akan mengulas beberapa prinsip umum mengenai pola aliran darah dan fisika aliran darah. Kemudian kita akan mengalihkan perhatikan pada peran berbagai jenis pembuluh darah tempat darah mengalir. Kita akan mengakhiri bab ini dengan membahas bagaimana tekanan darah diatur untuk menjamin penyaluran darah secara adekuat ke jaringan.



100%



Paru



Sisi kanan jantung



Sisi Kiri jantung



Sistem pencernaan Sistem porta hepatik Hati



Ginjal



Kulit



Otak



Otot jantung



Otot rangka



Tulang



Darah terus-menerus mengalami "rekondisi" sehingga komposisinya relatif konstan meskipun bahan-bahannya terus dikuras untuk menunjang aktivitas metabolik dan selalu mendapat tambahan zat sisa dari jaringan. Organ-organ yang merekondisi darah normalnya menerima jauh lebih banyak darah daripada yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik dasar mereka sehingga mereka dapat menyesuaikan darah tambahan untuk mencapai homeostasis. Sebagai contoh, sebagian besar curah jantung didistribusikan ke saluran cerna (untuk menyerap nutrien), ke ginjal (untuk membuang zat sisa metabolik dan menyesuaikan komposisi air dan elektrolit), dan ke kulit (untuk mengeluarkan panas). Aliran darah ke organ lain— jantung, otot rangka, dan sebagainya—semata-mata untuk memenuhi kebutuhan metabolik organ-organ ini dan dapat disesuaikan menurut tingkat aktivitas mereka. Sebagai contoh, selama olahraga, darah yang disalurkan ke otot-otot yang aktif meningkat untuk memenuhi kebutuhan metabolik mereka. Karena organ-organ perekondisi—organ pencernaan, ginjal, dan kulit—menerima aliran darah melebihi kebutuhan mereka sendiri, mereka dapat menghadapi penurunan temporer aliran darah jauh lebih baik daripada organ-organ lain yang tidak mendapat tambahan darah ini. Secara khusus, otak dapat mengalami kerusakan permanen jika mengalami kekurangan aliran cairan dalam waktu singkat.Hanya dalam waktu empat menit kekurangan O2, otak sudah mengalami ke  



BAB 10



21%



Lain-lain



6%



20%



9%



13%



3%



15%



5%



8%



Gambar 10-1 Distribusi curah jantung saat istirahat. Paru menerima semua darah yang dipompa keluar oleh sisi kanan jantung, sementara organ-organ sistemik masingmasing menerima sebagian dari darah yang dipompa keluar oleh sisi kiri jantung. Diperlihatkan persentase darah yang diterima oleh berbagai organ pada kondisi istirahat. Distribusi curah jantung ini dapat disesuaikan berdasarkan kebutuhan.



rusakan tetap. Karena itu, penyaluran konstan darah yang adekuat ke otak, yang paling tidak dapat menoleransi gangguan aliran darah, merupakan prioritas utama dalam keseluruhan kerja sistem sirkulasi. Sebaliknya, organ-organ perekondisi dapat menoleransi penurunan signifikan aliran darah untuk waktu yang relatif lama. Sebagai contoh, sewaktu olahraga, sebagian darah yang normalnya mengalir ke organ pencernaan dan ginjal dialihkan ke otot rangka. Demikian juga, untuk menghemat panas tubuh, aliran darah ke kulit sangat dikurangi sewaktu tubuh terpajan ke lingkungan dingin. Pada bagian selanjutnya dari bab ini, Anda akan melihat bagaimana distribusi curah jantung disesuaikan menurut butuhan tubuh saat itu. Untuk sekarang, kita akan berkonsentrasi pada faktor-faktor yang memengaruhi aliran darah melalui suatu pembuluh darah.



Tekanan



Tekanan 50 mm Hg



Laju aliran darah melalui suatu pembuluh (yaitu, volume darah yang melalui per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradien tekanan (seiring dengan peningkatan gradien tekanan, laju aliran meningkat) dan berbanding terbalik dengan resistensi vaskular (seiring dengan peningkatan resistensi, laju aliran menurun): F 5 DP/R dengan F 5 laju aliran darah melalui suatu pembuluh DP 5 gradien tekanan R = resistensi pembuluh darah GRADIEN TEKANAN. Gradien tekanan adalah perbedaan tekanan antara awal dan akhir suatu pembuluh. Darah mengalir dari daerah dengan tekanan lebih tinggi ke daerah dengan tekanan lebih rendah mengikuti penurunan gradien tekanan. Kontraksi jantung menimbulkan tekanan pada darah, yaitu gaya dorong utama bagi aliran melalui suatu pembuluh. Karena gesekan (resistensi), tekanan turun sewaktu darah menyusuri panjang pembuluh. Karena itu, tekanan lebih tinggi di awal daripada di akhir pembuluh, membentuk gradien tekanan untuk aliran maju darah melalui pembuluh. Semakin besar gradien tekanan yang mendorong darah melalui suatu pembuluh, semakin besar laju aliran melalui pembuluh tersebut (Gambar 10-2a). Bayangkanlah sebuah selang taman yang dihubungkan ke keran. Jika Anda membuka keran sedikit, aliran yang keluar dari ujung selang kecil karena tekanan pada awal selang hanya sedikit lebih tinggi daripada akhir selang. Jika Anda membuka keran lebar-lebar, gradien tekanan sangat meningkat sehingga air mengalir melalui selang jauh lebih cepat dan menyembur dari ujung selang. Perhatikan bahwa perbedaan tekanan antara dua ujung pembuluh, bukan tekanan absolut di dalam pembuluh, menentukan laju aliran (Gambar 10-2b).



10 mm Hg



𝚫P = 40 mm Hg Pembuluh 1 Tekanan 10 mm Hg



Tekanan 90 mm Hg



𝚫P = 80 mm Hg pembuluh 2 ∆P di pembuluh 2 = 2 kali dari pada di pembuluh 1 aliran di pembuluh 2 = 2 kali dari pada di pembuluh 1 Aliran ∝ 𝚫P (a) perbandingan laju aliran dalam pembuluh dengan ∆P yang berbeda Tekanan



Tekanan 10 mm Hg



90 mm Hg



𝚫P = 80 mm Hg Pembuluh 2 Tekanan



Tekanan 100 mm Hg



180 mm Hg



𝚫P = 80 mm Hg Pembuluh 3 ∆P di pembuluh 3 = sama dengan di pembuluh 2, meskipun nilai absolutnya iebih besar aliran di pembuluh 3 = 2 kali dari pada di pembuluh 1 Aliran ∝



𝚫P



(b) perbandingan laju aliran dalam pembuluh dengan ∆P yang sama Gambar 10-2 Hubungan aliran dengan gradien tekanan di pembuiuh. (a)



Faktor lain yang memengaruhi laju aliran melalui Seiring dengan meningkatnya perbedaan tekanan (DP) antara kedua ujung suatu pembuluh adalah resistensi, yaitu hambatan atau tahanan pembuluh, laju aliran meningkat dengan setara. (b) Laju aliran ditentukan oleh terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh, akibat gesekan antara perbedaan tekanan antara kedua ujung pembuluh, bukan besar tekanan di tiapcairan yang bergerak dan dinding vaskular yang diam. Seiring dengan tiap ujung meningkatnya resistensi, darah menjadi semakin sulit melewati pembuluh sehingga laju aliran berkurang (selama gradien tekanan tidak berubah). Jika resistensi meningkat, gradien tekanan harus Viskositas merujuk kepada friksi yang terbentuk antara meningkat secara proporsional agar laju aliran tetap. Karena itu, jika molekul-molekul cairan sewaktu mereka saling bergeser saat pembuluh membentuk resistensi yang lebih besar, jantung harus cairan mengalir. Semakin besar viskositas, semakin besar bekerja lebih keras untuk mempertahankan sirkulasi yang adekuat. resistensi terhadap aliran. Secara umum, semakin kental cairan, Resistensi terhadap aliran darah (1) berbanding lurus dengan semakin besar viskositasnya. Sebagai contoh, gula cair mengalir viskositas darah, (2) berbanding lurus dengan panjang pembuluh, dan lebih lambat dari pada air karena gula cair memiliki viskositas (3) berbanding terbalik dengan jari-jari pembuluh, yaitu faktor lebih besar. Viskositas darah ditentukan terutama oleh jumlah sel darah merah yang beredar. Dalam keadaan normal, faktor terpenting: ini relatif konstan dan karenanya kurang penting untuk 4 R ~ h L/r mengontrol resistensi. Namun, kadang viskositas darah dan, dengan karenanya, resistensi terhadap aliran berubah oleh kelainan h 5 viskositas jumlah sel darah merah. Jika sel darah merah jumlahnya L 5 panjang pembuluh berlebihan, aliran darah menjadi lebih lambat dari pada r 5 radius pembuluh normal. RESISTENSI



  



363



Karena darah "bergesekan dengan lapisan dalampem buluh sewaktu mengalir, semakin luas permukaan pembuluh yang berkontak dengan darah, semakin besar resistensi terhadap aliran. Luas permukaan ditentukan baik oleh panjang maupun jari-jari pembuluh. Pada radius yang tetap, semakin panjang pembuluh, semakin besar luas permukaan dan semakin besar resistensi terhadap aliran. Karena panjang pembuluh di tubuh tidak berubah, hal ini bukan merupakan faktor variabel dalam kontrol resistensi vaskular . Karena itu, penentu utama resistensi terhadap aliran adalah jari-jari pembuluh. Cairan lebih mudah mengalir melalui suatu pembuluh besar dari pada pembuluh kecil. Penyebabnya adalah bahwa volume tertentu darah berkontak dengan luas permukaan yang jauh lebih besar pada pembuluh berjari-jari kecil daripada pada pembuluh berjari-jari besar sehingga resistensi menjadi lebih besar (Gambar 10-3a). Selain itu, perubahan kecil dalam jari-jari pembuluh menyebabkan perubahan nyata pada aliran karena, seperti dapat dilihat pada persamaan R sebelumnya, resistensi berbanding terbalik dengan pangkat empat jari-jari (pengalian jari-jari dengan dirinya sendiri empat kali; R a 1/r4). Karena itu, peningkatan dua kali lipat jari-jari mengurangi resistensi menjadi 1/16 dari nilai awal (r4 = 2 x 2 x 2 x 2 = 16; R = 1/16) dan karenanya meningkatkan aliran melalui pembuluh 16 kali lipat (pada gradien tekanan yang sama) (Gambar 10-3b). Kebalikannya juga berlaku: Hanya 1/16 jumlah darah yang mengalir melalui suatu pembuluh pada gradien tekanan yang sama jika jari-jari dikurangi menjadi separuhnya. Hal yang penting, jari-jari arteriol dapat diatur dan merupakan faktor utama dalam mengontrol resistensi terhadap aliran darah di seluruh sistem pembuluh. Faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan aliran melalui suatu pembuluh diintegrasikan dalam hukum Poiseuille sebagai berikut: p¢Pr 4 laju aliran 5 8hL Makan dari hubungan antara aliran, tekanan, dan resistensi yang terutrama ditentukan oleh jari-jari pembuluh, akan menjadi jeles setelah kita melakukan "perjalanan" menyusuri pembuluh di bagian selanjutnya HUKUM POISEUILLE



Sirkulasi sistemik dan paru masing-masing terdiri dari sistem pembuluh yang tertutup (Gambar 10-4, h. 373). (Untuk sejarah yang menyebabkan disimpulkannya bahwa pembuluh darah membentuk suatu sistem tertutup, lihatlah fitur penyerta dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) Rangkaian vaskular ini masing-masing terdiri dari rangkaian bersambungan berbagai jenis pembuluh darah yang berbedayang berawal dari dan berakhir di jantung, seperti yang dijelaskan di sini. Lihat secara khusus pada sirkulasi sistemik, arteri, yang membawa darah dari jantung ke organ, bercabang membentuk "pohon" pembuluh darah yang semakin kecil, dengan berbagai cabang menyalurkan darah ke berbagai bagian tubuh. Ketika mencapai organ yang didarahinya, arteri kecil bercabang-cabang membentuk banyak arteriol. Volume darah yang mengalir melalui suatu organ dapat disesuaikan dengan mengatur kaliber (diameter internal) arteriol organ tersebut. Arteriol kemudian bercabang-cabang di dalam organ menjadi kapiler,    BAB 10



10 ml



10 ml (a) Perbandingan kontak volume darah lertentu dengan luas permukaan pembuluh beradius kecil dan pembuluh beradius besar



Pembuluh 1 Gradien tekanan sama Pembuluh 2 jari-jari di pembuluh 2 = 2 kali daripada di pembuluh 1 Resistensi di pembuluh 2 = 1/16 kali danpada di pembuluh 1 Aliran di pembuluh 2 = 16 kali daripada di pembuluh 1



(b)



Resistensi ∝ 1/r 4 Aliran ∝ r 4 Pengaruh jari-jari pembuluh



Gambar 10-3



pada



resistensi



dan



aliran



Hubungan resistensi dan aliran dengan jari-jari pembuluh.



(a) Pembuluh dengan jari-jari lebih kecil menimbulkan lebih banyak resistensi terhadap aliran darah karena darah "bergesek" dengan luas permukaan yang lebih besar. (b)Peningkatan dua kali lipatjari-jari mengurangi resistensi menjadi 1/16 dan mening-katkan aliran 16 kali lipat karena resistensi berbanding terbalik dengan pangkat empat jari-jari.



pembuluh terkecil, tempat terjadinya pertukaran antara darah dengan sel sekitarnya. Pertukaran di kapiler ini adalah tujuan utama sistem sirkulasi; semua aktivitas lainnya dari sistem ditujukan untuk me-njamin distribusi darah ke kapiler untuk dipertukarkan dengan semua sel. Kapiler-kapiler menyatu kembali kembali membentuk venula kecil, yang lebih lanjut menyatu membentuk vena kecil yang keluar dari organ.Vena-vena kecil secara progresif menyatu untuk membentuk vena besar yang akhirnya mengalirkan isinya ke jantung. Arteriol, kapiler, dan venula secara kolektif disebut sebagai mikrosirkulasi, karena pembuluh-pembuluh ini hanya dapat dilihat dengan mikroskop. Pembuluh mikrosirkulasi semuanya terletak di dalam organ. Sirkulasi paru terdiri dari tipe-tipe pembuluh yang sama, tetapi semua darah dalam sistem ini mengalir antara jantung dan paru. Jika disambung dari ujung ke ujung, seluruh pembuluh darah di tubuh dapat mengelilingi bumi dua kali. Dalam membahas jenisjenis pembuluh di bab ini, kita akan merujuk kepada peran mereka dalam sirkulasi sistemik, dimulai dari arteri sistemik. Periksa Pemahaman Anda 10.1 1. Sebutkan organ-organ perekondisi 2. Berikan persamaan yang menunjukkan hubungan antara laju aliran darah melalui suatu pembuluh, gradien tekanan, dan resistensi terhadap aliran serta berikan persamaan antara resistensi dan jari-jari pembuluh.



❚ Konsep, Tantangan,dan Kontroversi



Dari Humor ke Harvey: Sekelumit Sejarah Sirkulasi



S



AAT INI BAHKAN MURID SEKOLAH MENENGAH mengetahui bahwa darah dipompa oleh jantung dan secara terus-menerus beredar ke seluruh tubuh dalam suatu sistem pembuluh darah. Selain itu, orang menerima tanpa bertanya bahwa darah menyerap O2 di paru dari udara yang kita hirup dan menyalurkannya ke berbagai organ. Namun, pengetahuan umum ini belum diketahui selama hampir sepanjang sejarah. Meskipun fungsi darah telah diterangkan sedini abad kelima SM, konsep modern kita tentang sirkulasi belum berkembang hingga tahun 1628, lebih dari 2000 tahun kemudian, ketika William Harvey mempublikasikan penelitiannya tentang sistem sirkulasi.



Bangsa Yunani kuno percaya bahwa segala benda di alam terdiri dari hanya empat unsur: bumi, udara, api, dan air. Dengan menerapkan pandangan ini ke tubuh manusia, mereka berpikir bahwa keempat elemen ini mengambil bentuk empat "humor": empedu hitam (mewakili bumi), darah (mewakili udara), empedu kuning (mewakili api), dan phlegma (mewakili air). Menurut orang Yunani kuno, penyakit terjadi ketika salah satu cairan tidak seimbang dengan cairan lainnya.Pengobatannya Untuk memulihkan keseimbangan normal, keluarkan cairan apapun yang berlebihan. Karena cairan yang paling mudah dikeluarkan adalah darah, pengeluaran darah menjadi prosedur baku untuk mengobati banyak penyakit-suatu praktik yang bertahan hingga zaman Renaissance (yang dimutat pada tahun 1330an dan memanjang hingga 1600-an). Meskipun anggapan bangsa Yunani kuno tentang keempat cairan tersebut salah, konsep mereka tentang perlunya keseimbangan di dalam tubuh sangatlah akurat. Seperti kita sekarang ketahui, kehidupan bergantung pada homeostasis, pemeliharaan keseimbangan yang tepat antara semua elemen lingkungan internal. Aristoteles (384-322 SM), seorang ahli biologi serta filsuf, adalah salah satu orang pertama yang secara tepat menerangkan jantung sebagai pusat dari suatu sistem pembuluh darah. Namun, ia beranggapan bahwa jantung adalah tempat bersemayamnya intelek (otak belum diketahui sebagai tempat keberadaan intelek hingga lebih dari seabad kemudian) dan tungku yang menghangatkan darah. la beranggapan bahwa kehangatan ini adalah kekuatan vital kehidupan karena tubuh cepat mendingin setelah mati. Aristoteles juga secara salah berteori bahwa napas memberi ventilasi pada "tungku; dengan udara sebagai bahan pendingin. Aristoteles dapat mengamati arteri dan vena pada mayat dengan matanya sendiri tetapi tidak memiliki mikroskop untuk mengamati kapiler. (Mikroskop belum diciptakan hingga abad ke-17). Karena itu, ia tidak berpikir bahwa arteri dan vena berhubungan langsung. Pada abad ke-3 SM, Erasistratus, seorang Yunani yang oleh banyak orang dianggap sebagai "ahli ilmu faal" pertama, mengusulkan bahwa hati memakai makanan untuk membuat darah, yang oleh vena disalurkan ke organ-organ lain. la percaya bahwa arteri mengandung udara, bukan darah. Menurut pandangannya, pneuma ("udara"), suatu kekuatan kehidupan, dimasukkan oleh paru, yang memindahkannya ke jantung. Jantung mengubah udara menjadi "kekuatan kehidupan" yang dibawa oleh arteri ke organ-organ lain. Galen (tahun 130-206), seorang dokter filsuf, dan ilmuwan Romawi yang produktif, blak-blakan,dan dogmatik mengembangkan karya Erasistratus dan ilmuwan lain sebelumnya. Galen menguraikan lebih



lanjut teori pneumatik la mengusulkan tiga anggota fundamental di tubuh, dari yang terendah hingga tertinggi: hati, jantung, dan otak. Masingmasing didominasi oleh pneuma khusus, atau "kekuatan''. (Dalam bahasa Yunani, pneuma mencakup gagasan tentang "udara", "napas", dan "kekuatan".) Seperti Erasistratus, Galen percaya bahwa hati membentuk darah dari makanan, menyerap kekuatan "alam" atau "fisik" (pneuma physicon) dalam prosesnya. Darah yang baru dibentuk kemudian mengalir melalui vena ke organ. Kekuatan alam, yang dianggap Galen adalah uap yang berasal dari darah, mengontrol fungsi nutrisi, pertumbuhan, dan reproduksi. Jika pasokan kekuatan tersebut telah terkuras, darah mengalir dalam arah berlawanan melalui jalur vena yang sama, kembali ke hati untuk diisi kembali. Ketika diangkut dalam darah vena ke jantung, kekuatan alarn tersebut bercampur dengan udara yang dihirup dan dipindahkan dari paru ke jantung. Kontak dengan udara di jantung mengubah kekuatan alam menjadi kekuatan yang lebih tinggi, kekuatan "vitat" (pneuma zotikon). Kekuatan vital, yang dibawa oleh arteri, menyaturkan panas dan kehidupan ke seluruh tubuh. Kekuatan vital diubah lebih lanjut menjadi kekuatan "hewani" atau "psikis" (pneuma psychikon) yang lebih tinggi di otak. Kekuatan terakhir ini mengatur otak, saraf, perasaan, dan sebagainya. Karena itu, menurut teori Gaien, vena dan arteri adalah saluran untuk mengangkut berbagai jenis pneuma, dan tidak terdapat hubungan langsung antara vena dan arteri. Jantung tidak terlibat dalam pemindahan darah tetapi merupakan tempat udara dan darah bercampur. (Kini kita mengetahui bahwa darah dan udara bertemu di paru untuk mempertukarkan O2 dan CO2.) Galen adalah orang pertama yang memahami perlunya eksperimen, tetapi sayangnya, ketidaksabaran dan keinginannya untuk terkenal dalam bidang filsafat dan sastra mendorongnya mengemukakan teori-teori komprehensif yang tidak selalu didasarkan pada pengumpulan bukti yang memerlukan waktu. Meskipun anggapannya tentang struktur dan fungsi tubuh sering tidak tepat, teori-teorinya meyakinkan karena tampak logis dalam memadukan apa-apa yang diketahui saat itu. Selain itu, banyaknya tulisan yang dibuatnya ikut membantunya menjadi ahli. Tulisan-tulisannya tetap menjadi "kebenaran" anatomik dan fisiologik selama hampir 15 abad, sepanjang Abad Pertengahan hingga ke Renaissance. Sedemikian mendalamnya doktrin Galen tertanam sehingga orang yang menyanggah kebenarannya mempertaruhkan nyawa mereka karena akan dianggap sebagai klenik sekular. Baru pada masa Renaissance dan peninjauan ulang ilmu-ilmu klasik para peneliti berpikiran independen dari Eropa mulai mempertanyakan teori-teori Galen. Orang yang paling menonjol adalah dokter inggris William Harvey (1578-1657) yang mempelopori pandangan baru tentang peran yang dimainkan oleh jantung, pembuluh darah, dan darah. Melalui pengamatannya yang cermat, eksperimen, dan logika deduktif, Harvey menjadi orang pertama yang secara tepat mengidentifikasi jantung sebagai pompa yang berulang-ulang mengalirkan sejumlah kecil darah maju ke satu arah tetap dalam suatu jalur sirkular melalui sistem pembuluh darah yang tertutup (sistem sirkulasi). la juga dengan tepat mengusutkan bahwa darah mengalir ke paru untuk bercampur dengan udara (dan bukan udara mengalir ke jantung untuk bercampur dengan darah). Meskipun ia tidak dapat melihat hubungan fisik antara arteri dan vena, ia telah berspekuiasi tentang keberadaan kedua jenis pembuluh tersebut. Baruiah setelah mikroskop ditemukan pada abad berikutnya eksistensi hubungan-hubungan tersebut, yaitu kapiler, dipastikan oleh Marcello Malphigi (1628-1694).



  



365



| Arteri



10.2 Tiap-tiap segmen yang berhubungan pada pohon vaskular dibuat khusus untuk melakukan tugas spesifik (Tabel 10-1).



Arteri dikhususkan untuk (1) berfungsi sebagai saluran transit-cepat bagi darah dari jantung ke berbagai organ (karena jari-jarinya yang besar, arteri tidak banyak menimbulkan resistensi terhadap aliran darah) dan (2) berfungsi sebagai reservoir tekanan untuk menghasilk-







an gaya pendorong bagi darah ketika jantung dalam keadaan relaksasi. Marilah kita kembangkan peran arteri sebagai reservoir tekanan. Jantung berkontraksi secara bergantian untuk memompa darah ke dalam arteri dan kemudian melemas untuk diisi oleh darah vena. Ketika jantung melemas dan terisi kembali, tidak ada darah yang dipompa keluar. Namun, aliran darah kapiler tidak berfluktuasi antara sistol dan diastol jantung—yaitu, darah terus mengalir melalui kapiler yang mendarahi organ-organ. Gaya pendorong bagi aliran darah yang terus-menerus ke organ sewaktu relaksasi jantung ini dihasilkan oleh sifat elastik dinding arteri.



TABEL 10-1 Gambaran Pembuluh Darah



Gambaran Jumlah



arteri Beberapa ratus*



Kapiler



arteriol



Gambaran khusus Dinding tebal, sangat elastik; radius besar*







Fungsi



Pembuluh resistensi utama; menentukan distribusi curah jantung







Vena



Sepuluh miliar



Beberapa ratus*







Tempat pertukaran; menentukan distribusi cairan ekstrasel antara plasma dan cairan interstisium



Dinding tipis jika dibandingkan dengan arteri; sangat mudah teregang; radius besar* Saluran dari organ ke jantung; reservoir darah



struktur



Katup Vena



Endotelium Serat elastin



Endotelium Otot polos serat elastin



Otot polos Elastin fibers Selubung jaringan ikat (terutama serat kolagen) Arteri besar



Selubung jaringan ikat (terutama serat kolegen) Arteriol



Kapiler



* Jumlah dan gambaran khusus ini merujuk kepada arteri dan vena besar, bukan kepada cabang arteri yang lebih kecil atau venula.



366



BAB 10



Vena besar



Saluran napas



Serat elastin



Paru Kantung udara



Kapiler paru Venula



SIRKULASI PARU



Arteri pulmonatis



Vena pulmonalis Aorta (arteri sistemik utama)



Vena sistemik



SIKULASI SISTEMIK Jaringan



Venula Untuk menyederhanakan, hanya dua anyaman kapiler di dalam dua organ yang diperlihatkan.



© Triarch/Visuals Unlimited



Arterioles



Kapiler sitemik



Arteriol Arteri kecil yang bercabang untuk mendarahi berbagai jaringan



Gambar 10-4 Organisasi dasar sistem kardiovaskular. Arteri secara progresif bercabang-cabang karena membawa darah dari jantung ke organ. Ke setiap organ terbentuk suatu cabang arteri tersendiri untuk menyurkan darah. Setelah masuk ke dalam organ yang didarahinya, arteri bercabang-cabang menjadi arteriol yang kemudian bercabang-cabang lagi menjadi anyaman kapiler yang luas. Kapiler-kapiler menyatu kembali untuk membentuk venula, yang selanjutnya menyatu menjadi vena-vena kecil yang keluar dari organ. Vena-vena kecil secara progresif menyatu untuk membawa darah kembali ke jantung.



Semua pembuluh dilapisi oleh satu endotelium, yaitu selapis sel endotel yang polos dan gepeng, yang berhubungan dengan endotelium yang melapisi jantung. Lapisan endotel arteri dikelilingi oleh suatu dinding tebal yang terbuat dari otot polos dan jaringan ikat (Tabel 10-1). Jaringan ikat arteri mengandung dua jenis serat jaringan ikat dalam jumlah banyak: seratkolagen, yang menghasilkan kekuatan peregangan terhadap tekanan pendorong yang tinggi dari darah yang disemprotkan oleh jantung; dan serat elastin, yang memberi dinding arteri elastisitas sehingga arteri berperilaku seperti balon (Gambar 10-5). Sewaktu jantung memompa darah ke dalam arteri sewaktu sistol ventrikel, lebih banyak darah yang masuk ke arteri dari jantung dari pada yang meninggalkannya ke arteriol karena pembuluh-pembuluh kecil ini memjliki resistensi terhadap aliran yang lebih besar. Elastisitas arteri memungkinkan pembuluh ini mengembang untuk secara temporer menampung kelebihan volume darah yang disemprotkan oleh jantung tersebut, menyimpan sebagian energi tekanan yang oleh kontraksi jantung di dinding mereka yang terega-



Gambar 10-5 Serat elastin di arteri. Mikrograf cahaya dari sepotong dinding aorta pada potongan melintang ini memperlihatkan banyak serat elastin bergelombang, yang umum ditemukan di semua arteri.



gang—seperti balon yang mengembang untuk mengakomodasi tambahan volume udara yang Anda hembuskan ke dalamnya (Gambar 10-6a). Ketika jantung Anda melemas dan berhenti memompa darah ke dalam arteri, dinding arteri yang teregang secara pasif mengalami rekoil, seperti balon kembung yang dibuka lubangnya. Rekoil ini menimbulkan tekanan pada darah selama diastol. Tekanan ini mendorong kelebihan darah yang terkandung dalam arteri ke dalam pembuluh-pembuluh di hilir, memastikan aliran darah yang kontinu ke organ-organ ketika jantung melemas dan tidak memompa darah ke dalam sistem (Gambar 10-6b).



Tekanan darah, gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap dinding pembuluh, bergantung pada volume darah yang terkandung di dalam pembuluh dan daya regang, atau distensibilitas, dinding pembuluh (seberapa mudah pembuluh tersebut diregangkan). Jika volume darah yang masuk ke arteri sama dengan volume yang keluar dari arteri selama periode yang sama, tekanan darah arteri akan konstan. Namun, pada kenyataannya tidaklah demikian. Sewaktu sistol ventrikel, satu isi sekuncup darah masuk ke arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol. Selama diastol, tidak ada darah yang masuk ke arteri, sementara darah terus keluar dari arteri, didorong oleh rekoil elastik. Tekanan maksimal yang ditimbulkan pada arteri sewaktu darah disemprotkan ke dalam pembuluh tersebut selama sistol, tekanan sistol, rerata adalah 120 mm Hg. Tekanan minimal di dalam arteri ketika darah mengalir keluar menuju ke pembuluh yang lebih kecil di hilir sewaktu diastol, tekanan diastol, rerata adalah 80 mm Hg. Meskipun tekanan ventrikel turun ke 0 mm Hg sewaktu diastol, tekanan arteri tidak turun hingga 0 mm Hg karena terjadi kontraksi jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum semua darah keluar dari sistem arteri (Gambar 10-7; lihat juga Gambar 9-16, h. 344). Secara klinis, tekanan darah arteri digambarkan sebagai tekanan sistolik per tekanan diastolik, dengan tekanan darah yang diinginkan adalah 120/80 (dibaca "120 per 80") mm Hg atau sedikit dibawahnya. Ketika Anda melakukan palpasi (merasakan dengan jari) sebuahteri yang terletak di permukaan kulit. kulit (seperti pergelangan



   367



Arteri Arteriol



Ke kapiler



Dari vena



(a) Jantung berkontraksi dan mengosongkan isinya Arteri Arteriol



Dari vena



Ke kapiler



(b) Jantung bereklasasi dan terisi Gambar 10-6 Arteri sebagai reservoir tekanan. Karena elastisitasnya, arteri berfungsi sebagai reservoir tekanan. a)Arteri elastik teregang sewaktu sistol jantung karena lebih banyak darah yang disemprotkan ke dalam arteri dibandingkan dengan yang keluar ke arteriol sempit beresistensi tinggi di hilir. (b) Rekoil elastik arteri selama diastol jantung terus mendorong darah maju ketika jantung tidak sedang memompa darah.



Perubahan tekanan arteri sepanjang siklus jantung dapat diukur secara langsung dengan menghubungkan suatu alat pengukur tekanan ke jarum yang dimasukkan ke sebuah arteri. Namun, tekanan dapat diukur secara tak-langsung dengan lebih mudah dan cukup akurat dengan sfigmomanometer, suatu manset yang dapat dikembungkan dan dipasang secara eksternal ke pengukur tekanan. Ketika manset dilingkarkan di sekitar lengan atas dan kemudian dikembungkan dengan udara, tekanan manset disalurkan melalui jaringan ke arteri brakialis di bawahnya, pembuluh utama yang membawa darah ke lengan bawah (Gambar 10-8a). Teknik ini melibatkan penyelmbangan antara tekanan di manset dan tekanan di arteri. Ketika tekanan manset lebih besar darpada tekanan di pembuluh, pembuluh tertekan hingga menutup sehingga tidak ada darah yang mengalirinya. Ketika tekanan darah lebih besar daripada tekanan manset, pembuluh terbuka dan darah mengalir melewatinya. Selama penentuan tekanan darah, stetoskop diletakkan di atas arteri brakialis di sisi dalam siku tepat di bawah manset Tidak terdengar suara ketika darah tidak mengalir melalui pembuluh atau ketika darah mengalir dalam aliran laminar normal (lihat h. 346).Sebaliknya, aliran



  



BAB 10



Pada permulaan penentuan tekanan darah, manset dikem-bungkan ke tekanan yang lebih besar daripada tekanan darah sistolik sehingga arteri brakialis kolaps. Karena tekanan dari eksternal ini lebih besar daripada puncak tekanan internal, arteri terjepit total di sepanjang siklus jantung; tidak terdengar bunyi apapun karena tidak ada darah yang melalui titik 1 jidi Gambar 10-8b. Sewaktu udara di manset secara perlahan dikeluarkan, tekanan di manset secara gradual berkurang. Ketika tekanan manset turun tepat di bawah tekanan sistolik puncak, arteri secara transien terbuka sedikit saat tekanan darah mencapai puncak ini. Darah sesaat lolos melewati arteri yang tertutup parsial sebelum tekanan arteri turun di bawah tekanan manset dan arteri kembali kolaps. Semburan darah ini turbulen sehingga dapat terdengar. Karena itu, tekanan manset tertinggi saat bunyi pertama dapat didengar menunjukkan tekanan sistolik ( titik



2 ). Sewaktu tekanan manset terus turun, darah secara intermiten menyembur melewati arteri dan menghasilkan suara seiring dengan siklus jantung setiap kali tekanan arteri melebihi tekanan manset (titik 3 ) . Ketika tekanan manset akhirnya turun di bawah tekanan diastolik, arteri brakialis tidak lagi tertekan di sepanjang siklus jantung, dan darah dapat mengalir tanpa adanya hambatan melalui pembuluh (titik 5 ). Dengan pulihnya aliran darah non-turbulen ini



Takik yang disebabkan oleh penutupan katup aorta



Tekanan Sistolik



120 Tekanan arteri (mm Hg)



tangan atau leher), Anda dapat merasakan arteri melebar seiring dengan peningkatan tekanan selama sistolik ketika darah diejeksikan inenuju sistem arteri oleh ventrikel kiri. Apa yang Anda rasakan ketika "Anda mernegang denyut nadi" adalah perbedaan antara tekanan darah sistolik dan diastolik; Anda tidak merasakan apa apa selama diastolik, tetapi Anda merasakan lonjakan tekanan selama sistolik. Perbedaan tekanan ini dikenal sebagai tekanan nadi. Ketika tekanan darah 120/80, tekanan nadi adalah 40 mm Hg (120— 80 mm Hg). Karena denyut dapat dirasakan setiap kali ventrikel memompakan darah ke arteri, denyut nadi adalah ukuran laju jantung.



darah turbulen menciptakan getaran yang dapat terdengar. Bunyi yang terdengar ketika memeriksa tekanan darah, yang dikenal sebagai bunyi Korotkoff, berbeda dari bunyi jantung yang berkaitan dengan penutupan katup ketika kita mendengar jantung dengan stetoskop.



Tekanan nadi Tekanan rerata



93



80



Tekanan diastolik



Gambar 10-7 Tekanan darah arteri. Tekanan sistolik adalah tekanan puncak yang ditimbulkan pada arteri ketika darah dipompa ke dalam pembuiuh tersebut sewaktu sistolik ventrikel. Tekanan diastolik adalah tekanan terendah yang ditimbulkan pada arteri ketika darah mengalir keluar darinya ke pembuluh di hilir sewaktu diastolik ventrikel. Tekanan nadi adalah perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik. Tekanan rerata adalah tekanan rata-rata di sepanjang siklus jantung.



Tekanan (mm Hg)



Alat perekam tekanan



140 120



Tekanan manset 1



2



Tekanan darah



3



100



4



5



80 Waktu



Manset yang dapat dikembungkan



Ketikan tekanan darah 120/80 mm Hg: Stestokop Ketika tekana manset lebih besar dari pada 120mm Hg dan melebihi tekanan di sepanjang siklus jantung: Tidak ada darah mengalir melalui pembuluh darah 1 Tidak terdengar bunyi karena tidak ada aliran



Ketika tekanan manset berada antara 120 dan 80 mm Hg: Darah yang mengalir melalui pembuluh bersifat turbulen setiap kali tekanan darah melebihi tekanan manset (a) Penggunaan stigmomanometer dalam menentukan tekanan darah



2 Bunyi jantung pertama terdengar pada puncak tekanan sistolik 3 Terdengar suara intermiten karena semburan aliran turbulen sewaktu tekanan darah secara siklis melebihi tekanan manset Ketika tekanan manset lebih kecil dari pada 80 mm Hg dan berada di bawah tekanan darah di sepanjang siklus jantung: Darah mengalir melalaui pembuluh dalam aliran laminar yang lancar



Gambar 10-8 Sfigmomanometri. (a) Tekanan di sfigmonmanometer (manset yang dapat dikembungkan) dapat diubah-ubah untuk menghambat atau memungkinkan darah mengalir di arteri brakialis di bawahnya. Aliran darah turbulen dapat dideteksi dengan stetoskop, sementara aliran yang lancar laminar dan tidak ada aliran tidak dapat didengar. (b) Daerah berarsir merah pada grafik adalah waktu selama darah mengalir di dalam arteri brakialis.



,tidak ada lagi suara yang terdengar. Karena itu, tekanan manset tertinggi saat bunyi terakhir terdengar menunjukkan tekanan diastolik (titik 4 ).



Tekanan arteri rerata adalah tekanan rerata yang mendorong darah maju menuju jaringan sepanjang siklus jantung. Berbeda dari apa yang mungkin Anda harapkan, tekanan arteri rerata bukan nilai tengah antara tekanan sistol dan diastol (mi-



4 Bunyi terakhir terdengar pada tekanan diastolik minimal 5 Tidak terdengar bunyi setelah itu karena aliran telah laminar,lancar, dan tidak terputus (b) Aliran darah melalui arteri brakialis dalam hubungannya dengan tekanan manset dan bunyi



salnya, dengan tekanan darah 120/80 mm Hg,tekanan rerata bukan 100 mm Hg). Penyebabnya adalah bahwa dalam setiap siklus jantung, tekanan arteri lebih dekat dengan tekanan diastol dari pada sistol untuk periode yang lebih lama dari tiap siklus jantung. Pada kecepatan jantung istirahat, sekitar dua pertiga siklus jantung dihabiskan dalam diastol dan hanya sepertiga dalam sistol. Sebagai analogi, jika sebuah mobil balap berjalan 80 km per jam (kpj) selama 40 menit dan 120 kpj selama 20 menit, kecepatan reratanya adalah 93 kpj, bukan nilai tengah sebesar 100 kpj.



   369



10.3



Tekanan Sistolis



120 110



Ketika mencapai organ yang didarahinya, arteri bercabang-cabang menjadi banyak arteriol di dalam organ tersebut.



Tekanan rerata



100



| Arteriol



Tekanan (mm Hg)



90 80



Tekanan diastol



70 60 50 40 30 20 10 0



Vertikel kiri



Arteri besar



Arteriol



Kapiler



Venula dan vena



Gambar 10-9 Tekanan sepanjang sirkulasi sistemik. Tekanan ventrikel kiri berubah antara tekanan rendah 0 mm Hg sewaktu diastol hingga tekanan tinggi 120 mm Hg saat sistol. Tekanan darah arteri, yang berfluktuasi antara tekanan sistol puncak 120 mm Hg dan tekanan diastol rendah 80 mm Hg setiap siklus jantung, memiliki kekuatan sama di seluruh arteri-arteri besar. Karena tingginya resistensi arteriol, tekanan menurun drastis dan ayunan tekanan sistol kediastol diubah menjadi tekanan tak-berdenyut ketika darah mengalir melalui arteriol. Tekanan terus menurun tetapi dengan kecepatan yang lebih rendah sewaktu darah mengalir melewati kapiler dan sistem vena



Demikian juga, perkiraan tekanan arteri dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:



rerata



dapat



Tekanan arteri rerata = tekanan diastol + 1/3 tekanan nadi pada 120/80, tekanan arteri rerata = 80 mm Hg + (1/3) 40 mm Hg = 93 mm Hg Tekanan arteri rerta, bukan tekanan sistol atau diastol, dipantau dan diatur oleh refleks-refleks tekanan darah yang dijelaskan kemudian di bab ini. Karena arteri tidak banyak menimbulkan resistensi terhadap aliran, hanya sedikit energi yang lenyap di pembuluh ini akibat gesekan. Karena itu, tekanan arteri—sistol, diastol, nadi, atau rerata— pada hakikatnya sama di seluruh percabangan arteri (Gambar 10-9). Tekanan darah terdapat di seluruh pohon vaskular, tetapi ketika kita membahas "tekanan darah" seseorang tanpa kualifikasi jenis pembuluh darah apa yang sedang dibicarakan, istilah tersebut menunjukkan tekanan di arteri.



Pemeriksa Pemahaman Anda 10.2 1. Sebutkan sifat struktural yang memungkinkan arteri berperan sebagai reservoir tekanan. 2. Gambarlah grafik tekanan arteri rerata di sepanjang siklus jantung, tandai tekanan sistolik, tekanan diastolik, dan tekanan nadi.



  



Arteriol adalah pembuluh resistensi utama di pohon vaskular karena jari-jarinya yang cukup kecil menghasilkan resistensi yang lumayan besar terhadap aliran darah. (Meskipun kapiler memiliki jari-jari lebih kecil daripada arteriol, Anda akan melihat bahwa secara kolektif kapiler tidak menimbulkan resitensi sebesar yang ditimbulkan oleh arteriol.) Berbeda dari resistensi arteri yang rendah, tingginya resistensi arteriol menyebabkan penurunan mencolok tekanan rerata sewaktu darah mengalir melalui pembuluh-pembuluh kecil ini. Secara rerata, tekanan turun dari 93 mm Hg, tekanan arteri rerata (tekanan darah yang masuk ke arteriol), menjadi 37 mm Hg, tekanan darah yang meninggalkan arteriol dan masuk ke kapiler (Gambar 10-9). Penurunan tekanan ini membantu membentuk perbedaan tekanan yang mendorong darah mengalir dari jantung ke berbagai organ di hilir. Resistensi arteriol juga mengubah ayunan tekanan sistol ke diastol di arteri menjadi tekanan non-fluktuatif di kapiler.



Jari-jari (dan, karenanya, resistensi) arteriol yang mendarahi masing-masing organ dapat disesuaikan secara independen untuk melaksanakan dua fungsi: (1) mendistribusikan curah jantung yang beragam di antara berbagai organ sistemik, bergantung pada kebutuhan sesaat tubuh, dan (2) membantu mengatur tekanan darah arteri. Sebelum membahas bagaimana penyesuaian tersebut penting dalam melaksanakan kedua fungsi tersebut, kita akan membicarakan mekanisme-mekanisme yang berperan dalam penyesuaian resistensi arteriol. VASOKONTRIKSI DAN VASODILATASI Tidak seperti arteri, dinding arteriol mengandung sedikit jaringan ikat elastik. Namun, pembuluh ini memiliki lapisan otot polos yang tebal dan dipersarafi oleh serat saraf simpatis (lihat Tabel 10-1). Otot polos ini juga peka terhadap perubahan kimiawi beberapa hormon dalam darah, dan faktor mekanis seperti peregangan. Lapisan otot polos berjalan melingkar di sekitar arteriol (Gambar 10-10a); sehingga ketika lapisan otot polos berkontraksi, lingkaran (dan jari-jari) pembuluh menjadi lebih kecil, meningkatkan resistensi dan mengurangi aliran melalui pembuluh. Vasokonstriksi adalah kata yang digunakan untuk penyempitan pembuluh semacam itu (Gambar 10-10c). Kata vasodilatasi merujuk pada peningkatan keliling dan jari-jari pembuluh akibat melemasnya lapisan otot polosnya (Gambar 10-10d). Vasodilatasi menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran melalui pembuluh tersebut. TONUS VAKULAR Tingkat kontraksi otot polos arteriolar bergantung pada konsentrasi Ca2+ di sitosol.Otot polos arteriol



Bagian curah jantung total yang disalurkan ke masing-masing organ tidak selalu tetap; bagian tersebut bervariasi, bergantung pada kebutuhan terhadap darah pada saat tersebut. Jumlah curah jantung yang diterima oleh masing-masing organ ditentukan oleh jumlah dan kaliber arteriol yang mendarahi tersebut. Ingat kembali bahwa F 5 DP/R . Karena darah disalurkan ke semua organ pada tekanan arteri rerata yang sama, gaya dorong untuk aliran identik untuk setiap organ. Karena itu, perbedaan dalam aliran ke berbagai organ semata-mata ditentukan oleh perbedaan dalam banyaknya vaskularisasi dan oleh perbedaan resistensi yang ditimbulkan oleh arteriol yang mendarahi masing-masing organ. Dari waktu ke waktu, distribusi curah jantung dapat diubah-ubah dengan mengubah resistensi arteriol di berbagai anyaman vaskular. Sebagai suatu analogi, perhatikan sebuah pipa yang menyalurkan air, dengan sejumlah keran di sepanjang perjalanannya (Gambar 10-11). Dengan beranggapan bahwa tekanan air di pipa konstan, perbedaan dalam jumlah air yang mengalir ke wadah di bawah tiaptiap keran semata-mata bergantung pada katup mana yang terbuka dan seberapa besar. Tidak ada air yang masuk ke wadah di bawah keran yang tertutup (resistensi tinggi), dan lebih banyak air mengalir ke dalam wadah yang terletak di bawah keran yang terbuka lebar (resistensi rendah) daripada ke dalam wadah yang berada di bawah keran yang setengah terbuka (resistensi sedang).



Sel-sel polos



Don Fawcett/Photo Researchers, Inc.



keadaan normal memperlihatkan suatu keadaan konstriksi parsial yang dikenal sebagai tonus vaskular, yang membentuk resistensi arteriol basal (Gambar 10-10b). Dua faktor berperan menentukan tonus vaskular. Pertama, otot polos arteriol adalah otot polos tonik yang memiliki kanal Ca2+ membran-permukaan yang cukup terbuka bahkan pada saat potensial istirahat untuk memicu kontraksi parsial (lihat h. 313). Aktivitas miogenik ini tidak bergantung pada pengaruh saraf atau hormon, menyebabkan aktivitas kontraktil yang terinduksi-sendiri (lihat h. 316). Kedua, serat-serat simpatis yang menyarafi sebagian besar arteriol secara terus-menerus mengeluarkan norepinefrin, yang semakin meningkatkan tonus vaskular. Aktivitas tonus yang terus-menerus ini menyebabkan tingkat aktivitas kontraktil ditingkatkan atau diturunkan masing-masing untuk menghasilkan vasokonstriksi atau vasodilatasi. Jika tidak terdapat tonus, tegangan di dinding arteriol tidak dapat dikurangi untuk menghasilkan vasodilatasi; hanya vasokonstriksi dengan derajat bervariasi yang dapat dilakukan. Berbagai faktor dapat memengaruhi tingkat aktivitas kontraktil pada otot polos arteriol, sehingga mengubah resistensi aliran pernbuluh ini secara bermakna. Tidak seperti otot rangka dan otot jantung tempat potensial aksi memicu kontraksi otot, otot polos vaskular dapat mengalami perubahan kekuatan bertahap sebagai respons faktor kimia, fisik, dan saraf dengan disertai sedikit atau tanpa perubahan pada potensial membran. Agen-agen ini terutama bekerja melalui jalur caraka kedua (lihat h. 126). Faktor yang menyebabkan vasokonstriksi atau vasodilatasi arteriol terbagi menjadi 2 kategori: kontrol intrinsik (lokal) yang penting dalam menentukan distribusi curah jantung, dan kontrol ekstrinsik, yang penting dalam pengaturan tekanan darah. Kita akan melihat kedua kontrol ini.



(a) Pemindaian mikrograf elektron sebuah arteriol memperlihatkan bagaimana sel-sel otot polos berjalan melingkari dinding pembuluh. Potongan melintang arteriol



(b) Tonus arteriol normal



Disebabkan oleh



Aktivitas miogenik Oksigen (O2) Karbon dioksida (CO2) dan metabolit lain Endotelin Stimulasi simpatis Vasopresin; angiotensin II Dingin (c) Vasokonstriksi (peningkatan kontraks. otot polos sirkular di dinding arteriol, menyebabkan peningkatan resistensi dan penurunan aliran melalui pembuluh)



Disebabkan oleh miogenik O2 CO2 dan metabolit lain Nitrat oksida Stimulasi simpatis Pelepasan histamin Panas (d) Vasodilatasi (penurunan kontraksi oto polos sirkular di dinding arteriol, yang menyebabkan penurunan resistensi dan peningkatan aliran melalui pembuluh) Gambar 10-10 Vasokonstriksi dan vasodilatasi arteriol.



  



371



Tekanan konstan di pipa (tekanan arteri rerata) Dari pompa jantung Resistensis tinggi



KUNCI



Tidak ada aliran



Resistensis sedang



Aliran sedang



keran kontrol = arteriol Gambar 10-11 Laju aliran sebagai fungsi resistensis



Demikian juga, lebih banyak darah mengalir ke daerah yang lebih rendah resistensi arteriolnya terhadap aliran. Selama olahraga, misalnya tidak saja terjadi peningkatan curah jantung tetapi juga, akibat vasodilatasi, peningkatan persentase darah yang dialihkan ke otot rangka dan jantung untuk menopang aktivitas metabolik mereka yang meningkat. Secara bersamaan, aliran darah ke saluran cerna dan ginjal berkurang akibat vasokonstriksi arteriol di organ-organ ini (Gambar 10-12). Hanya pasokan darah ke otak yang tetap konstan apapun yang dilakukan oleh orang yang bersangkutan, baik berolahraga berat, melakukan konsentrasi mental tinggi, atau tidur. Meskipun aliran darah total ke otak tidak berubah, teknik-teknik pencitraan terbaru memperlihatkan bahwa aliran darah regional di dalam otak bervariasi berkaitan erat dengan pola aktivitas saraf lokal (lihat Gambar 5-8, h. 159). Kontrol lokal (intrinsik) adalah perubahan-perubahan di dalam suatu organ yang menyesuaikan aliran darah melalui organ dengan memengaruhi otot polos arteriol organ tersebut untuk mengatur diameter internal dan resistensinya. Pengaruh lokal dapat bersifat kimia atau fisik. Pengaruh kimiawi lokal pada jari-jari arteriol mencakup (1) perubahan metabolik lokal dan (2) pelepasan histamin. Pengaruh fisik lokal mencakup (1) tingkat pembuluh teregang, (2) tingkat shear stress, dan (3) aplikasi lokal panas atau dingin. Marilah kita kaji peran dan mekanisme masing-masing pengaruh lokal ini.



Resistensis rendah



aliran darah ke suatu organ dengan kebutuhan metabolik organ tersebut. Kontrol metabolik lokal sangat penting bagi otot rangka dan jantung, yaitu organ yang aktivitas metabolik dan kebutuhan akan aliran darah normalnya paling bervariasi, dan di otak, yang aktivitas rnetabolik keseluruhan dan kebutuhan akan pasokan darahnya konstan. Kontrol lokal membantu mempertahankan aliran darah yang konstan ke otak.



HIPEREMIA AKTIF Arteriol terletak di dalam organ yang didarahi dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor lokal di dalam organ. Selama peningkatan Aliran deras aktivitas metabolik, misalnya ketika otot rangka berkontraksi sewaktu olahraga, konsentrasi lokal sejumlah bahan kimia organ tersebut berubah. Sebagai contoh, konsentrasi lokal O2 berkurang sewaktu sel-sel yang aktif bermetabolisme menyerap lebih banyak O2 untuk menunjang fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan ATP (lihat h. 37). Hal ini dan perubahan kimiawi lain menyebabkan dilatasi arteriol dengan memicu relaksasi otot polos arteriol sekitar. Vasodilatasi arteriol lokal kemudian meningkatkan aliran darah ke daerah tersebut.Peningkatan aliran darah ini sebagai respons terhadap peningkatan aktivitas jaringan disebut hiperemia aktif (hiper artinya "di atas normal"; emia artinya "darah"). Ketika lebih aktif secara metabolis, sel-sel memerlukan lebih banyak darah untuk memasukkan O2 dan nutrien serta untuk membersihkan zat sisa metabolik. Sebaliknya, ketika suatu organ, misalnya otot yang berelakasi, kurang aktif secara metabolis dan karenanya kebutuhan penyaluran darahnya berkurang, perubahan kimiawi lokal yang terjadi (misalnya peningkatan konsentrasi O2 lokal) menyebabkan vasokonstriksi arteriol dan penurunan aliran darah ke daerah tersebut. Karena itu, perubahan metabolik lokal dapat menyesuaikan aliran darah sesuai kebutuhan tanpa melibatkan saraf atau hormon. PERUBAHAN METABOLIK LOKAL YANG MEMENGARUHI JARIJARI ARTERIOL Berbagai perubahan kimiawi lokal bekerja bersama



secara kooperatif dan berlebihan untuk melakukan penyesuaian lokal "egois" ini pada kaliber arteriol yang menyamakan alirandarahj aringan dengan kebutuhannya. Secara spesifik, faktor-faktor kimiawi lokal berikut menim-bulkan relaksasi otot polos arteriol: ■ Penurunan O . 2 ■ Peningkatan CO . Lebih banyak CO 2 2 dihasilkan sebagai produk sampingan selama peningkatan proses fosforilasi oksidatif yang menyertai peningkatan aktivitas. Pengaruh kimiawi lokal terpenting pada otot polos arteriol berkaitan ■ Peningkatan asam. Lebih banyak asam karbonat yang di hasilkan dengan perubahan metabolik di organ yang bersangkutan Pengaruh dari peningkatan CO2 yang diproduksi seiring dengan meningkatnya perubahan lokal ini pada jari-jari arteriol penting untuk menyesuaikan aktivitas sel. Lakta (asam laktat) juga berakumulasi jika digunakan 372 BAB 10



Persentase perubahan aliran darah 56% 45%



Persentase curah jantung



Aliran (mL/mnt)



Aliran (mL/mnt)



4.8%



600



4.4%



550



Saluran cerna hati Ginjal



370%



Kulit



13.6%



1700



No change



Otak



5.2%



650



Jantung



4.4%



550



1066%



Otot rangka



64%



8000



30%



Tulang lain-lain



3.6%



450



367% Saluran cerna hati



27%



1350



20%



1000



Ginjal



9%



450



Kulit



13%



650



Otak



3%



150



Jantung



15%



750



Otot rangka



13%



650



Tulang lain-lain



Curah jantung total



Persentase curah jantung



5000



(a) Saat istirahat



Curah Jantung total 12,500 (b) Selama olahraga sedang Gambar 10-12 Besar dan distribusi curah jantung saat istirahat dan olahraga sedang. Tidak saja terjadi peingkatan curah jantung selama olahraga tetapi distribusi curah jantung juga disesuaikan untuk menunjang peningkatan aktivitas fisik ini. Persentase curah jantung yang pergi ke otot rangka dan jantung meningkat, sehingga terjadi peningkatan penyaluran O2 dan nutrien yang dibutuhkan untuk menunjang peningkatan konsumsi ATP oleh otot-otot ini. Persentase yang mengalir ke kulit meningkat sebagai cara untuk mengeluarkan kelebihan panas yang dihasilkan oleh otot-otot tersebut ke permukaan tubuh. Persentase yang mengalir ke sebagian besar organ lain menyusut. Hanya besar aliran darah ke otak tetap tidak berubah meskipun terjadi penyesuaian distribusi curah jantung selama olahraga.



jalur glikolitik untuk menghasilkan ATP (lihat h. 40 dan 229). ■ Peningkatan K+. Potensial aksi berulang yang mengalahkan kemampuan pompa Na+-K+ untuk memulihkan gradien konsentrasi istirahat (lihat h. 105) menyebabkan peningkatan K+ di cairan interstisial jaringan yang lebih aktif.



Peningkatan osmolaritas. Osmolaritas (konsentrasi zat-zat terlarut yang secara osmosis aktif) meningkat sewaktu terjadi peningkatan metabolisme sel. ■ Pelepasan adenosin. Terjadi pembebasan adenosin, terutama di otot jantung, sebagai respons terhadap peningkatan aktivitas metabolik atau kekurangan O2 (lihat h. 358).



   373



Kontribusi relatif berbagai perubahan kimia lokal ini dan yang lainnya dalam kontrol metabolik lokal aliran darah masih diteliti lebih lanjut PARAKRIN VASOAKTIF YANG BERASAL DARI ENDOTEL



Perubahan kimiawi lokal ini tidak bekerja secara langsung pada otot polos vaskular untuk mengubah keadaan kontraktilnya. Sel endotel, lapisan tunggal sel epitel khusus yang melapisi lumen semua pembuluh darah, melepaskan parakrin (caraka kimia yang bekerja secara lokal; lihat h. 123) sebagai respons terhadap perubahan kimia di lingkungan sel (seperti pengurangan O2) atau perubahan fisik (seperti peningkatan kekuatan friksional darah sewaktu mengalir melalui permukaan pembuluh darah). Parakrin vasoaktif ("bekerja pada pembuluh darah") ini bertindak pada otot polos yang mendasarinya untuk memengaruhi tingkat kontraksinya, karena itu mengatur diameter internal arteriol. Selama ini, ilmuwan menganggap sel endotel tidak lebih dari sawar pasif antara darah dan bagian dinding pembuluh lainnya. Kini diketahui bahwa sel endotel adalah peserta aktif berbagai aktivitas yang berkaitan dengan pembuluh, selain menyekresikan parakrin vasoaktif (Tabel 10-2). Sebagian besar fungsi ini akan dijelaskan di bagian lain. Sekarang kita akan berfokus pada parakrin vasoaktif. Parakrin vasoaktif yang paling banyak dipelajari adalah nitrat oksida (NO) yang menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dengan memicu relaksasi otot polos arteriol di sekitarnya. Zat ini melakukannya dengan meningkatkan konsentrasi caraka kedua intrasel, GMP siklik, yang menyebabkan aktivasi enzim yang mengurangi fosforilasi miosin. Ingat bahwa miosin otot polos dapat berikatan dengan aktin dan memicu pergeseran filamen melalui siklus kayuhan kuat hanya ketika miosin terfosforilasi (lihat h. 309).NO adalah molekul gas yang kecil, sangat reaktif, dan berusia-singkat, yang dahulu dikenal terutama sebagai polutan udara toksik. Namun, studistudi berhasil mengungkapkan sedemikian banyak peran biologis NO,



❚ TABEL 10-2 Fungsi



Sel Endotel



• Melapisi bagian dalam pembuluh darah dan rongga jantung; berfungsi sebagai sawar fisik antara darah dan bagian dinding pembuluh lainnya. • Mengeluarkan bahan-bahan vasoaktif sebagai respons terhadap perubahan kimiawi dan fisika lokal; bahan-bahan ini menyebabkan relaksasi (vasodilatasi) atau kontraksi (vasokonstriksi) otot polos di bawahnya •



Mengeluarkan bahan-bahan yang merangsang pertumbuhan pembuluh baru dan proliferasi sel otot polos di dinding pembuluh.



• Ikut serta dalam pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan sekitar menembus kapiler melalui transpor vesikel (lihat h. 81). • Memengaruhi pembentukan sumbat trombosit, pembekuan, dan pelarutan bekuan (lihat Bab 11). • Ikut serta menentukan permeabilitas kapiler dengan berkontraksi untuk mengubah ukuran pori antara sel-sel endotel yang berdekatan.



374   BAB 10



yang dihasilkan oleh banyak jaringan selain sel endotel. NO merupakan salah satu molekul caraka terpenting di dalam tubuh, seperti diperlihatkan oleh beragam fungsi yang dicantumkan di Tabel 10-3. Seperti dapat Anda lihat, sebagian besar bagian tubuh dipengaruhi oleh molekul caraka antarsel yang serbaguna ini. Sel-sel endotel mengeluarkan parakrin penting lain selain NO. Contohnya, endotelin menyebabkan kontraksi otot polos arteriol dan merupakan salah satu vasokonstriktor paling kuat yang teridentifikasi. Bahan-bahan kimia lain, yang dikeluarkan dari endotel sebagai respons terhadap perubahan kronik aliran darah ke suatu organ, memicu perubahan vaskular jangka-panjang yang secara permanen memengaruhi aliran darah ke suatu daerah. Sebagai contoh, vascular endothelial growth factor (VEGF) merangsang pertumbuhan pembuluh baru, suatu proses yang dikenal sebagai angiogenesis. HIPEREMIA REAKTIF Hiperemia aktif terjadi sebagai respons



terhadap perubahan komposisi kimiawi lokal yang disebabkan oleh perubahan aktivitas metabolik lokal. Namun, ketika aliran darah ke suatu daerah tersumbat total (contohnya ketika memasang turniket pada lengan atas ketika sedang dilakukan pengambilan sampel darah), banyak perubahan kimia yang sama terjadi di jaringan yang kekurangan darah



❚ TABEL 10-3



Fungsi Nitrat Oksida (NO)



• Menyebabkan relaksasi otot polos arteriol. Melalui efek ini, NO berperan penting dalam mengontrol aliran darah melalui jaringan dan dalam mempertahankan tekanan darah arteri rerata. • Melebarkan arteriol penis dan klitoris sehingga berfungsi sebagai mediator langsung ereksi organ-organ reproduksi ini. Ereksi dicapai melalui pembengkakkan organ-organ ini secara cepat oleh darah. • Digunakan oleh makrofag, sel fagositik besar pada sistem imun, sebagai bahan kimia untuk memerangi bakteri dan sel kanker • Memengaruhi fungsi trombosit dan pembekuan darah di tempat kerusakan jaringan • Berfungsi sebagai tipe baru neurotransmiter di otak dan bagian tubuh lain. • Berperan dalam perubahan-perubahan yang mendasari ingatan. • Dengan mendorong relaksasi otot polos saluran cerna, membantu mengatur peristalsis, sejenis kontraksi yang mendorong maju isi saluran cerna • Melemaskan sel otot polos di saluran napas paru, membantu saluran ini tetap terbuka untuk mempermudah udara keluar masuk paru • Memodulasi proses penyaringan dalam pembentukan urine • Mengarahkan ariran darah ke jaringan yang kekurangan O2 • Mungkin berperan dalam relaksasi otot rangka



yang terjadi selama hiperemia aktif yang diinduksi secara metabolik. Ketika aliran darah ke suatu jaringan terhambat, kadar O2 di jaringan tersebut berkurang; jaringan terus menggunakan O2 tetapi tidak ada pasokan O2 baru. Sementara itu, konsentrasi CO2, asam, dan metabolit lain meningkat. Meskipun produksi mereka tidak meningkat seperti ketika jaringan lebih aktif secara metabolik, bahan-bahan ini menumpuk di jaringan ketika jumlah normal yang diproduksi tidak "dibilas" oleh darah, Akibat perubahan kimiawi lokal ini, arteriol pada daerah yang kekurangan darah berdilatasi. Meskipun terjadi vasodilatasi arteriol ini, oklusi mencegah darah mengalir melalui pembuluh darah yang terdilatasi ini. Namun, setelah oklusi dihilangkan, aliran darah ke jaringan yang semula kekurangan tersebut secara transien jauh lebih tinggi daripada normal karena arteriol-arteriol telah sangat melebar. Peningkatan aliran darah pasca—oklusi ini, disebut hiperemia reaktif. Respons ini bermanfaat untuk secara cepat menaulihkan komposisi zat-zat kimia lokal ke normal. Tentu saja, penyumbatan berkepanjangan aliran darah (seperti oleh bekuan darah yang menyumbat total arteri koronaria selama serangan jantung; lihat h. 342) menyebabkan kerusakan jaringan ireversibel pada jaringan tersebut. Mekanisme yang sama juga bertanggung jawab bagi hiperemia aktif dan hiperemia reaktif, yaitu parakrin vaso—dilator dari sel endotel sebagai respons terhadap penurunan O2 dan zat kimia lokal terkait lainnya yang merelaksasi otot polos yang mendasarinya. Perbedaannya terletak pada penyebab yang bertanggung jawab atas perubahan kimia lokal ini: peningkatan aktivitas metabolik lokal dalam kasus hiperemia aktif dan sumbatan lokal pasokan darah ke area tersebut dalam kasus hiperemia reaktif.



buluh miogenik dengan mendorong vasodilatasi. Tingkat peregangan pasif bervariasi sesuai volume darah yang disalurkan ke arteriol dari arteri, yang bergantung pada tekanan arteri rerata (tekanan yang mengalirkan darah menuju arteriol). Tekanan arteri rerata biasanya dipertahankan dalam batas yang sempit, tetapi jika tekanan pendorong ini oleh karena beberapa sebab menjadi abnormal, respons miogenik untuk meregang memampukan jaringan untuk melawan perubahan pada aliran darahnya sendiri akibat perubahan tekanan arteri rerata dengan membuat penyesuaian yang tepat pada jari-jari arteriol. Contohnya, dengan adanya peningkatan tekanan arteri rerata yang tetap (hipertensi), respons miogenik yang dipicu oleh peningkatan aliran darah awal ke jaringan menyebabkan vasokonstriksi, yang meningkatkan tonus dan resistensi arteriol. Derajat vasokonstriksi yang lebih besar ini kemudian mengurangi aliran darah jaringan ke arah normal meskipun terdapat peningkatan tekanan darah ini (Gambar 10-13). Sebaliknya, ketika tekanan arteri rerata turun (misalnya karena perdarahan atau jantung yang melemah), gaya pendorong berkurang, sehingga aliran darah ke organ-organ menurun. Karena darah yang mengalir melalui arteriol berkurang, arteriol tidak teregang seperti biasa. Arteriol berespons terhadap pengurangan peregangan ini dengan relaksasi secara miogenik. Peningkatan aliran melalui arteriol yang tervasodilatasi membantu memulihkan aliran darah ke jaringan menjadi normal meskipun tekanan yang menggerakkannya berkurang. Mekanisme arteriol lokal ini yang menjaga aliran darah ke jaringan relatif konstan meskipun ada deviasi cukup besar pada tekanan arteri rerata disebut autoregulasi ("pengaturan sendiri"). Tidak semua organ melakukan autoregulasi secara sama. Contohnya, otak adalah organ autoregulasi terbaik, ginjal baik dalam autoregulasi, dan otot rangka memiliki kemampuan autoregulasi yang lemah.



Tekanan arteri



Alirah darah jaringan



Histamin adalah mediator kimiawi lokal lainnya yang memengaruhi otot polos arteriol, tetapi bahan ini tidak dikeluarkan sebagai respons terhadap perubahan metabolik lokal dan bukan berasal dari sel endotel. Meskipun histamin secara normal tidak ikut Pengaruh fisik lokal lainnya yang memengaruhi diameter internal serta mengontrol aliran darah, zat ini penting pada keadaan patologis arteriol adalah respons pembuluh terhadap perubahan shear stress. tertentu. Histamin disintesis dan disimpan di dalam sel jaringan ikat Akibat gesekan, darah yang mengalir melalui permukaan pembuluh khusus di banyak organ dan di jenis tertentu sel darah putih dalam darah. Ketika organ cedera atau sewaktu reaksi alergik, histamin dibebaskan dan bekerja di daerah yang rusak (lihat h. 123). Dengan mendorong relaksasi otot polos arteriol, histamin menjadi penyebab utama vasodilatasi di daerah yang cedera. Peningkatan aliran darah ke daerah yang bersangkutan tersebut menyebabkan kemerahan dan berperan menyebabkan pembengkakkan seperti yang terlihat pada respons peradangan (lihat Bab 12 untuk penjelasan lebih terperinci). Kita sekarang berpindah dari pengaruh kimiawi lokal ke pengaruh fisik lokal pada jari-jari arteriol, dengan yang terpenting adalah respons miogenik terhadap peregangan. Waktu



Otot polos arteriol berespons terhadap peregangan pasif dengan meningkatkan secara miogenik tonusnya melalui vasokonstriksi sehingga menahan peregangan pasif awal tersebut. Sebaliknya, penurunan peregangan arteriol menyebabkan penurunan tonus pem-



Gambar 10-13 Autoregulasi aliran darah jaringan. Meskipun aliran darah melalui suatu jaringan cepat meningkat sebagai respons terhadap peningkatan tekanan arteri, aliran darah jaringan secara bertahap berkurang akibat autoregulasi di dalam jaringan, meskipun tekanan arteri tetap tinggi.



   375



menciptakan gaya longitudinal pada sel endotelial sesuai dengan arah aliran yang dikenal shear stress. Peningkatan shear stress menyebabkan sel endotel melepaskan NO, yang berdifusi ke otot polos yang mendasarinya dan memicu vasodilatasi. Peningkatan diameter internal arteriol yang terjadi mengurangi shear stress di pembuluh. Sebagai respons terhadap shear stress pada jangka waktu yang lama, sel endotel mengorientasikan dirinya sendiri menjadi paralel terhadap arah aliran darah (yaitu, sel tersebut menyejajarkan sumbu panjangnya "searah dengan aliran darah").



besar resistensi perifer total adalah resistensi arteriol karena arteriol adalah pembuluh resistensi utama. Karena itu, untuk sirkulasi sistemik keseluruhan, penyusunan ulang F 5 DP/R menjadi DP 5 F 3 R Menghasilkan persamaan



Efek perubahan temperatur, pengaruh fisik yang lain, pada arteriol dapat digunakan secara klinis. Aplikasi panas, dengan menyebabkan vasodilatasi arteriol terlokalisasi, adalah agen terapeutik yang berguna untuk memicu peningkatan aliran darah ke suatu area. Sebaliknya, menaruh sekantong es pada suatu area tubuh yang meradang menghasilkan vasokonstriksi, yang mengurangi pembengkakan dengan melawan vasodilatasi yang diinduksi oleh histamin. Hal ini melengkapi diskusi kita tentang kontrol lokal jari-jari arteriol. Sekarang mari kita mengalihkan perhatian kita ke kontrol ekstrinsik jari-jari arteriol.



Kontrol ekstrinsik jari-jari arteriol mencakup pengaruh saraf dan hormon, dengan efek sistem saraf simpatis adalah yang terpenting. Serat saraf simpatis menyarafi otot polos arteriol di seluruh sirkulasi sistemik kecuali di otak. Ingat kembali bahwa tingkat tertentu aktivitas simpatis yang terus-menerus membentuk tonus vaskular. Peningkatan aktivitas simpatis menyebabkan vasokonstriksi arteriol generalisata, sementara penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi arteriol generalisata. Perubahan luas pada resistensi arteriol ini menyebabkan perubahan pada tekanan arteri rerata karena pengaruh mereka pada resistensi perifer total. PENGARUH RESISTENSI PERIFER TOTAL PADA TEKANAN ARTERI RERATA Untuk mengetahui efek perubahan resistensi



arteriol pada tekanan arteri rerata, rumus F 5 DP/R berlaku baik untuk sirkulasi keseluruhan maupun untuk satu pembuluh: F. Dengan melihat sistem sirkulasi sebagai satu kesatuan, aliran (F) melalui semua pembuluh baik dalam sirkulasi paru maupun sistemik sama dengan curah jantung. DP. Gradien tekanan (DP) ) untuk sirkulasi sistemik keseluruhan adalah tekanan arteri rerata. (DP sama dengan perbedaan tekanan antara awal dan akhir sistem sirkulasi sistemik. Tekanan awal adalah tekanan arteri rerata sewaktu darah meninggalkan ventrikel kiri dengan tekanan rerata 93 mm Hg. Tekanan akhir di atrium kanan adalah 0 mm Hg. Karena itu, AP = 93 mm Hg — 0 mm Hg = 93 mm Hg, yang ekuivalen dengan tekanan arteri rerata.)



R. Resistensi total (R) yang ditimbulkan oleh semua pembuluh perifer bersama-sama adalah resistensi perifer total. Persentase terterbesar resistensi perifer total adalah resistensi arteriol karena ter-







   BAB 10



Tekanan arteri rerata 5 curah jantung x resistensi perifer total Karena itu, besar resistensi perifer total yang ditimbulkan oleh seluruh arteriol sistemik sangat memengaruhi tekanan arteri rerata. Sebuah bendungan dapat memberi analogi untuk hubungan ini. Pada saat sebuah bendungan menahan aliran air ke hilir, terjadi peningkatan tekanan di hulu akibat bertambahnya ketinggian air di reservoir di belakang bendungan. Demikian juga, vasokonstriksi generalisata yang dipicu oleh saraf simpatis secara refleks mengurangi aliran darah ke hilir ke organ-organ sambil meningkatkan tekanan arteri rerata di hulu sehingga terjadi peningkatan gaya dorong utama bagi darah untuk mengalir ke semua organ. Efek ini tampaknya kontraproduktif. Mengapa meningkatkan gaya dorong untuk aliran ke organ-organ dengan meningkatkan tekanan arteri rerata sementara aliran ke organ-organ dikurangi dengan mempersempit pembuluh-pembuluh yang mendarahi organ-organ tersebut? Pada efeknya, respons arteriol yang ditimbulkan oleh sistem saraf simpatis membantu mempertahankan tekanan pendorong (yaitu, tekanan arteri rerata) ke semua organ. Jumlah aliran darah yang sebenarnya diterima oleh masing-masing organ ditentukan oleh penyesualan arteriol lokal yang mengalahkan efek konstriktor simpatis. Jika semua arteriol melebar, tekanan darah akan turun secara substansial, sehingga tidak akan terbentuk gaya pendorong yang memadai untuk aliran darah. Analoginya adalah tekanan untuk air di pipa ledeng rumah Anda. Jika tekanan air adekuat, Anda dapat secara selektif memperoleh aliran air yang memuaskan di semua keran dengan memutarnya terbuka. Namun, jika tekanan air di pipa terlalu rendah, Anda tidak dapat memperoleh aliran yang memuaskan di setiap keran meskipun Anda telah membukanya secara maksimal. Karena itu, aktivitas tonus simpatis menyebabkan konstriksi sebagian besar pembuluh (kecuali yang ke otak) untuk mempertahankan tekanan pangkal yang kemudian dapat di-ambil oleh organ-organ sesuai kebutuhan melalui mekanisme lokal yang mengontrol jari-jari arteriol. PENGARUH NOREPINEFRIN PADA OTOT POLOS ARTERIOL



Norepinefrin yang dibebaskan dari ujung saraf simpatis berikatan dengan reseptor adrenergik a1 di otot polos arteriol untuk menimbulkan vasokonstriksi (lihat h. 258). Arteriol serebral (otak) adalah satu-satunya arteriol yang tidak memiliki reseptor a1 sehingga tidak terjadi vasokonstriksi di otak. Arteriol otak perlu untuk tidak secara refleks menyempit oleh pengaruh saraf karena aliran darah otak harus tetap untuk memenuhi kebutuhan O2 yang



terus-menerus, apapun yang terjadi di bagian lain tubuh. Pembuluh otak adalah pembuluh yang hampir seluruhnya dikendalikan oleh mekanisme lokal yang mempertahankan aliran darahnya tetap konstan agar dapat menunjang aktivitas metabolik otak yang konstan. Pada kenyataannya, aktivitas vasokonstriksi refleks yang terjadi di bagian lain sistem kardiovaskular ditujukan untuk mempertahankan tekanan pangkal aliran darah yang adekuat bagi otak. Karena itu, aktivitas simpatis ikut berperan penting dalam mempertahankan tekanan arteri rerata, menjamin gaya dorong yang adekuat bagi aliran darah ke otak dengan mengorbankan organorgan lain yang dapat lebih tahan terhadap pengurangan aliran darah. Organ-organ lain yang benar-benar membutuhkan tambahan darah, misalnya otot-otot yang aktif (termasuk otot jantung), memperolehnya melalui kontrol lokal yang mengalahkan efek simpatis. KONTROL LOKAL MENGALAHKAN VASOKONSTRIKSI SIMPATIS Otot rangka dan jantung memiliki mekanisme kontrol



lokal yang paling kuat dan dapat mengatasi vasokonstriksi generalisata yang ditimbulkan oleh aktivitas simpatis. Sebagai contoh, ketika Anda sedang mengayuh sepeda, peningkatan aktivitas di otot-otot rangka tungkai Anda menyebabkan vasodilatasi lokal akibat pengaruh faktor metabolik pada otot tertentu tersebut, rneskipun terjadi vasokonstriksi simpatis generalisata yang menyertai olahraga. Akibatnya, lebih banyak darah mengalir ke otot tungkai tetapi bukan ke otot lengan yang inaktif.



TIDAK ADA PERSARAFAN PARASIMPATIS DI ARTERIOL Tidak



terdapat persarafan parasimpatis yang signifikan ke arteriol, kecuali vasodflator parasimpatis yang banyak terdapat di arteriol penis dan klitoris. Vasodilatasi cepat dan hebat yang diinduksi oleh stimulasi parasimpatis ke organ-organ ini (melalui peningkatan pelepasan NO) merupakan penyebab utama ereksi. Vasodilatasi di tempat lain terjadi karena penurunan aktivitas vasokonstriksi simpatis di bawah kadar toniknya. Ketika tekanan arteri rerata meningkat di atas normal, penurunan refleks aktivitas vasokonstriksi simpatis menyebabkan vasodilatasi arteriol menyeluruh yang membantu membawa tekanan pendorong aliran darah tersebut ke arah normal. (Hormon epinefrin juga menyebabkan vasodilatasi pada otot polos arteriol di otot rangka dan jantung melalui mekanisme yang akan segera dijelaskan.)



Daerah utama otak yang menyesuaikan keluaran simpatis ke arteriol adalah pusat kontrol kardiovaskular di medula batang otak. Ini adalah pusat integrasi untuk regulasi tekanan darah. Beberapa bagian otak lain juga memengaruhi distribusi darah, terutama hipotalamus, yang, sebagai bagian dari fungsinya mengatur suhu, mengontrol aliran darah ke kulit untuk menyesuaikan pengeluaran panas ke lingkungan. Selain aktivitas refleks saraf, beberapa hormon juga secara ekstrinsik memengaruhi jari-jari arteriol. Hormon-hormon ini mencakup hormon medula adrenal epinefrin dan norepinefrin, yang umumnya memperkuat sistem saraf simpatis di sebagian besar organ, serta vasopresin dan angiotensin II, yang penting dalam mengontrol keseimbangan cairan.



PENGARUH EPINEFRIN DAN NOREPINEFRIN Stimulasi simpatis pada medula adrenal menyebabkan kelenjar endokrin ini mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin a1 Norepinefrin medula adrenal berikatan dengan reseptor yang sama dengan yang diikat oleh norepinefrin simpatis untuk menimbulkan vasokonstriksi generalisata. Namun, epinefrin, yaitu hormon medula adrenal yang jumlahnya lebih banyak, berikatan dengan reseptor b2 dan a1 dengan afinitas lebih kuat terhadap reseptor b2. Pengaktifan reseptor b2 menimbulkan vasodilatasi, tetapi tidak semua jaringan memiliki reseptor b2; reseptor ini paling banyak di arteriol jantung dan otot rangka. Selama lepasmuatan simpatis, epinefrin yang dibebaskan berikatan dengan reseptor b2 di jantung dan otot rangka untuk memperkuat mekanisme vasodilatasi lokal di jaringan-jaringan ini. Arteriol di organ pencernaan dan ginjal, sebaliknya, hanya dilengkapi oleh reseptor a1. Karena itu, selama stimulasi simpatis generalisata, arteriol di organorgan ini mengalami vasokonstriksi lebih kuat daripada yang terdapat di jantung dan otot rangka. Karena tidak memiliki reseptor b2, organ pencernaan dan ginjal tidak mengalami respons vasodilatasi yang mengalahkan vasokonstriksi yang dipicu oleh reseptor a1. PENGARUH VASOPRESIN DAN ANGIOTENSIN II Dua hormon lain yang secara ekstrinsik memengaruhi tonus arteriol adalah vasopresin dan angiotensin II. Vasopresin terutama berperan dalam mempertahankan keseimbangan air dengan mengatur jumlah air yang ditahan oleh ginjal di dalam tubuh selama pembentukan urine (lihat h. 564). hormon, sistem renin–angiotensin–aldosteron, yang penting dalam mengatur keseimbangan garam tubuh. Jalur ini mendorong penghematan garam selama pembentukan urine dan juga menyebabkan retensi air karena garam menimbulkan efek menahan air di CES (lihat h. 547). Karena itu, kedua hormon ini berperan penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan tubuh, yang nantinya merupakan penentu penting volume plasma dan tekanan darah. Selain itu, vasopresin dan angiotensin II adalah vasokonstriktor kuat. Peran keduanya dalam aspek ini sangat penting pada perdarahan. Kehilangan mendadak darah akan mengurangi volume plasma, yang memicu peningkatan sekresi kedua hormon ini untuk membantu memulihkan volume plasma. Efek vasokonstriksi keduanya juga membantu mempertahankan tekanan darah meskipun terjadi pengurangan mendadak volume plasma. (Fungsi dan kontrol hormonhormon ini dibahas lebih menyeluruh di bab-bab selanjutnya.) Hal ini menuntaskan pembahasan kita tentang berbagai faktor yang memengaruhi resistensi perifer total, dengan yang terpenting adalah penyesuaian terkontrol jari-jari arteriol. Faktor-faktor ini diringkaskan di Gambar 10-14. Kini kita akan mengalihkan perhatian pada pembuluh berikutnya dalam pohon vaskular, yaitu kapiler.



Periksa Pemahaman Anda 10.3 1. Gambarkan potongan melintang arteriol (a) dengan tonus arteriol normal, (b) selama vasokonstriksi, dan (c) selama vasodilatasiDiskusikan 2. mekanisme dan tujuan hiperemia aktif. 3. Jelaskan pengaruh resistensi arteriol pada tekanan arteri rerata.



   377



Resistensi perifer total



Jari-jari arteriol



Kekentalan darah



Number of red blood cells



Aplikasi panas, dingin (sebagai terapi)



Kontrol lokal (intrinsik) (perubahan lokal yang bekerja pada otot polos arteriol sekitar)



Kontrol ekstrinsik (penting dalam mengatur tekanan darah).



Respons terhadap shear stress (mengompensasi perubahan gaya longitudinal aliran darah)



Vasopresin (hormon yang penting dalam keseimbangan cairan; menimbulkan efek vasokonstriktor)



Respons miogenik terhadap peregangan (penting dalam autoregulasi)



Angiotensin II (hormon yang penting dalam keseimbangan cairan; menimbulkan efek vasokonstriktor)



Pelepasan histamin (berperan dalam respons alergik dan cedera)



Epinefrin dan norepinefrin (hormon yang umumnya memperkuat sistem saraf simpatis) Perubahan metabolik lokal pada O2 dan metabolit lain (penting untuk menyamakan aliran darah dengan kebutuhan metabolik)



Aktivitas simpatis (menimbulkan efek vasokonstriktor generaiisata)



Faktor utama yang memengaruhi jari-jari arteriol Gambar 10-14 Faktor yang memengaruhi resistensi perifer total. Penentu utama resistensi perifer total adalah jari-jari arteriol yang dapat berubahubah. Dua kategori utama faktor yang memengaruhi jari-jari arteriol: (1) kontrol lokal (intrinsik) yang terutama penting dalam menyesuaikan aliran darah melalui suatu jaringan dengan kebutuhan metaboiik jaringan tersebut dan diperantarai oleh faktor-faktor lokal yang bekerja pada otot polos arteriol; dan (2) kontrol ekstrinsik, yang penting dalam mengatur tekanan darah dan terutama diperantarai oleh pengaruh simpatis pada otot polos arteriol.



   BAB 10



10.4



| Kapiler



Nekleus sel endotel



Lumen kapiler



Kapiler, tempat pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan1, bercabang-cabang secara ekstensif untuk membawa darah agar dapat dijangkau oleh setiap sel (lihat foto pembuka bab, h. 361).



R. J. Bolander, Don W. Fawcett/Visuals Unlimited



Kapiler merupakan tempat ideal untuk terjadinya pertukaran. Di dinding kapiler tidak terdapat sistem transpor yang dipe-rantaral oleh pembawa, kecuali kapiler di otak yang berperan dalam sawar darah-otak (lihat h. 150). Bahan-bahan dipertukarkan menembus dinding kapiler terutama dengan difusi. FAKTOR YANG MENINGKATKAN DIFUSI MELALUI KAPILER



1Sebenarnya,



sebagian pertukaran terjadi menembus pembuluh mikrosirkulase lain, terutama venula pascakapiler. Keseluruhan pembuluh merupakan suatu kesatuan dan tidak secara mendadak berubah dari satu jenis pembuluh ke jenis pembuluh lainnya. Ketika istilah pertukaran kapiler digunakan, ini merujuk kepada semua pertukaran di angkat mikrosirkulasi, yang mayoritasnya terjadi di kapiler.



(a) Potongan melintang kapiler Sel darah merah



Kapiler



3D4Medical.com/Getty Images



Kapiler merupakan tempat ideal untuk meningkatkan difusi, sesuai dengan hukum difusi Fick (lihat h. 70). Pembuluh ini memperkecil jarak difusi sambil memaksimalkan luas permukaan dan waktu yang tersedia untuk proses pertukaran, sebagai berikut. 1. Molekul-molekul yang berdifusi hanya perlu menempuh jarak pendek antara darah dan sel sekitar karena dinding kapiler yang tipis dan garis tengah kapiler yang kecil, disertai dekatnya jarak setiap sel dengan sebuah kapiler. Jarak pendek ini penting karena laju difusi melambat seiring dengan pertambahan jarak difusi. a. Dinding kapiler sangat tipis (ketebalan 1 um; sebagai perbandingan, garis tengah rambut manusia adalah 100 um). Kapiler terdiri dari hanya satu lapisan sel endotel gepeng— pada hakikatnya lapisan dalam jenis pembuluh lain. Tidak terdapat otot polos atau jaringan ikat (Gambar 10-15a; juga lihat Tabel 10-1, h 372). Sel endotel ditopang oleh membran basal yang tipis, lapisan matrik ekstrasel aselular (tidak ada sel) di sekitarnya yang terdiri dari glikoprotein dan kolagen. Materi yang memasuki atau meninggalkan kapiler berdifusi secara bebas melewati membran basal. Kapiler juga memiliki pori tempat materi yang terlarut air dapat melewatinya. Ukuran dan jumlah pori kapiler bervariasi, bergantung pada jaringannya. b. Setiap kapiler sedemikian sempitnya (garis tengah rerata 7 um) sehingga sel darah merah (garis tengah 8 um) harus melalui satu per satu (Gambar 10-15b). Karena itu, isi plasma dapat berkontak langsung dengan bagian dalam dinding kapiler atau hanya terpisah oleh jarak difusi yang pendek. c. Para peneliti memperkirakan bahwa karena luasnya percabangan kapiler, tidak ada sel yang letaknya lebih jauh daripada 0,1 mm (4/1000 inci) dari sebuah kapiler. 2. Karena kapiler terdistribusi dalam jumlah yang sangat luar biasa (perkiraan berkisar dari 10 hingga 40 miliar kapiler), tersedia luas permukaan total yang sangat besar untuk proses pertukaran (diperkirakan 600 m2). Meskipun berjumlah sangat besar, pada satu waktu setiap saat kapiler hanya mengandung sekitar 5% volume darah total (250 mL dari total 5000 mL). Karena itu, sejumlahkecil darah terpajan ke permukaan yang sangat luas. Jika



(b) Anyaman kapiler Gambar 10-15 Anatomi kapiler. (a) Mikrograf elektron memperlihatkan bahwa dinding kapiler terdiri dari satu lapis sel endotel. Tampak nukleus dari salah satu sel endotel. (b) Sedemikian sempitnya kapiler sehingga sel darah merah harus mengalir satu persatu.



semua permukaan kapiler dibentangkan dalam sebuah lembaran datar dan volume darah yang terkandung di dalam kapiler disebarkan di atasnya, hal ini secara kasar sama dengan menebarkan setengah pint cat ke lantai sebuah gimnasium sekolah menengah. Bayangkan betapa tipisnya lapisan cat tersebut! darah total (250 mL dari total 5000 mL). Karena itu, sejumlah kecil darah terpajan ke permukaan yang sangat luas. Jika semua permukaan kapiler dibentangkan dalam sebuah lembaran datar dan volume darah yang terkandung di dalam kapiler disebarkan di atasnya, hal ini secara kasar sama dengan menebarkan setengah pint cat ke lantai sebuah gimnasium sekolah menengah. Bayangkan betapa tipisnya lapisan cat tersebut! 3. Darah mengalir lebih lambat di kapiler daripada di bagian lain sistem sirkulasi. Percabangan kapiler yang ekstensif merupakan penyebab lambatnya aliran darah melalui kapiler. Marilah kita lihat mengapa darah melambat melewati kapiler. ALIRAN MELAMBAT MELALUI KAPILER Pertama, kita perlu memp-



   379



Luas potongan melintang total(cm2)



Laju aliran darah liter/menit



erjelas suatu istilah yang dapat membingungkan. Kata aliran dapat digunakan dalam dua konteks berbedalaju aliran dan kecepatan aliran. Laju aliran merujuk ke volume darah per satuan waktu yang melewati suatu segmen sistem sirkulasi (yaitu aliran yang selama ini kita bahas dalam kaitannya dengan gradien dan resistensi). Kecepatan aliran adalah kecepatan, atau jarak per satuan waktu, yang ditempuh oleh darah melalui segmen tertentu sistem sirkulasi. Karena sistem sirkulasi adalah suatu sistem tertutup, volume darah yang melewati setiap tingkat sistem harus sama dengan curah jantung. Sebagai contoh, jika jantung memompa keluar 5 liter darah per menit, dan 5 liter/mnt darah kembali ke jantung, maka 5 liter/mnt harus mengalir melalui arteri, arteriol, kapiler, dan vena. Karena itu, laju aliran di semua tingkat sistem sirkulasi setara. Namun, kecepatan aliran darah melalui berbagai segmen pohon vaskular bervariasi karena kecepatan aliran berbanding terbalik dengan



5



3000



Distribusi anatomis



4.0



luas potongan melintang semua pembuluh di setiap tingkat sistem sirkulasi. Meksipun luas potongan melintang setiap kapiler sangat kecil dibandingkan dengan aorta, luas penampang melintang total semua kapiler adalah sekitar 750 kali dibandingkan dengan luas potongan melintang aorta karena jumlah kapiler yang sedemikian banyaknya. Karena itu, aliran darah jauh lebih lambat ketika melewati kapiler (Gambar 10-16). Kecepatan yang lambat ini menyebabkan tersedianya cukup waktu bagi pertukaran nutrien dan produk sisa metabolik antara darah dan sel jaringan, yaitu tujuan utama sistem sirkulasi keseluruhan. Ketika kapiler-kapiler kembali menyatu untuk membentuk vena, luas potongan melintang total kembali berkurang dan kecepatan aliran darah meningkat ketika darah mengalir kembali ke jantung. Sebagai analogi, bayangkan sebuah sungai (sistem arteri) yang melebar membentuk sebuah danau (kapiler), kemudian menyempit kembali menjadi sungai (sistem vena) (Gambar 10-17). Laju aliran di seluruh panjang kumpulan air ini sama—yaitu, volume air yang melewati semua titik di sepanjang tepian sungai dan danau sama. Namun, kecepatan aliran lebih rendah di danau yang lebar dibandingkan dengan sungai yang sempit karena volume air yang sama, kini menyebar ke daerah dengan luas potongan melintang yang lebih besar, bergerak maju menempuh jarak yang lebih pendek di danau yang lebar dari pada di sungai yang sempit untuk satu periode waktu. Anda dapat dengan mudah melihat gerakan maju air di sungai yang deras tetapi air di danau seolah-olah tidak bergerak. Juga, karena sedemikian besar luas penampang melintang kapiler total, resistensi yang ditimbulkan oleh semua kapiler jauh lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh arteriol, meskipun tiaptiap kapiler memiliki jari-jari yang lebih kecil daripada tiap-tiap arteriol. Karena itu, arteriol lebih banyak berperan dalam menentukan resistensi perifer total. Selain itu, kaliber arteriol (dan, karenanya resistensinya) dapat dikontrol, sementara kaliber kapiler tidak dapat diubah-ubah Danau (kapiler)



Kecepatan aliran (mm/detik)



Sungai (sistem arteri)



Sungai (sistem vena



200 A1



0.3



B1



A3



C1



B3



C3



A2 B2 C2 Aorta



Arteri Arteriol



Vena Venula Kapiler



Vena Kava



Gambar 10-16 Perbandingan laju aliran dan kecepatan aliran dalam kaitannya dengan luas potongan melintang total. Laju aliran darah (kurva merah) identik di seluruh tingkat



Gambar 10-17 Hubungan antara luas potongan melintang total dan kecepatan aliran. Tiga daerah biru tua mewakili volume air yang sama. Selama satu menit, volume air ini bergerak maju dari titik A ke titik C. Karena itu, dalam satu menit tersebut volume air yang sama mengalir melalui titik B1, B2, dan B3; yaitu, laju aliran di semua titik di



sistem sirkulasi dan setara dengan curah jantung (5 liter/mnt saat istirahat). Kecepatan



sepanjang badan air ini sama. Namun, dalam waktu semenit volume air yang sama



aliran (kurva ungu) bervariasi di seluruh pohon vaskular dan berbanding terbalik dengan



bergerak maju jauh lebih pendek di danau yang lebar (A2 ke C2) daripada di sungai



luas potongan melintang total (kurva hijau) semua pembuluh di tingkat tertentu. Perhatikan



yang jauh lebih sempit (A1 ke C1 dan A3 ke C3). Karena itu, kecepatan aliran di danau



bahwa kecepatan aliran paling lambat di kapiler, yaitu tingkat pembuluh yang luas



jauh lebih lambat dari pada di sungai. Demikian juga, kecepatan aliran jauh lebih lambat



potongan melintang totalnya paling besar.



di kapiler daripada di sistem arteri atau vena.



   BAB 10



D ifusi menembus dinding kapiler juga bergantung pada permeabilitas dinding terhadap bahan-bahan yang dipertukarkan. Sel-sel endotel yang membentuk dinding kapiler tersusun rapat seperti jigsaw-puzzle tetapi kerapatan ini sangat bervariasi di antara organ-organ. Di sebagian besar kapiler, sel endotel berkelanjutan, atau hampir bersatu, dengan hanya terdapat celah sempit berisi air, atau pori, di taut antara sel-sel (Gambar 10-18). Ukuran pori kapiler ini bervariasi antar organ. Berikut ini adalah pemeriksaan kapiler dengan berbagai pori yang berbeda dari yang paling ketat hingga yang paling renggang pada pembuluh darah pertukaran ini. ■ Di satu ekstrem, sel-sel endotel di kapiler otak disatukan oleh taut erat sehingga tidak terdapat pori (Lihat h. 66. Taut ini mencegah pertukaran bahan transkapiler ("menembus kapiler") antara sel-sel dan karenanya membentuk begian dari sawar darah-otak protektif (Lihat h. 153) ■ Di sebagian besar kapiler (contohnya, pada otot rangka dan jaringan paru), bahan-bahan kecil larut-air, misalnya ion, glukosa, dan asam amino mudah melewati pori berisi air ini, yang lebarnya sekitar 4 nm, tetapi bahan besar air-laut seperti protein plasma tidak dapat menembus pori. Bahan larut lemak, misalnya O2 dan CO2 mudah menembus sel endotel itu sendiri dengan larutan di salam lapisan-ganda lemak membran plasma di sekitar sel.



■ Selain memiliki celah yang sempit di antara sel-sel endothelial, kapiler yang lebih bocor di ginjal dan usus halus memiliki rongga yang lebih besar 20-100 nm yang dikenal sebagai fenestrasi (fenestra berarti "jendela") yang meluas melewati ketebalan sel endothelial itu sendiri. Jalan tembus melewati sel ini penting dalam pergerakan cairan yang cepat menyeberangi kapiler dari organ-organ ini selama pembentukan urine dan penyerapan makanan yang dicerna. ■ Di ekstrem yang lain, sel endotel sel hati besifat diskontinu—yaitu mereka tidak berhubungan dekat seperti halnya kapiler kontinu. Celah antara sel yang berdekatan pada kapiler ini berkisar antara 10 nm hingga 1000 nm, menciptakan pori yang sangat besar dibandingkan dengan celah 4 nm yang ditemukan pada kapiler kontinu. Kapiler diskontinu membentuk saluran yang besar yang dikenal dengan sinusoid, yang lima kali lebih lebar daripada kapiler biasa. Sinusoid hati memiliki fenestrasi dan pori antarsel besar sehingga bahkan protein dapat mudah melewatinya. Hal ini. bersifat adaptif karena fungsi hati mencakup sintesis protein plasma dan metabolisme bahanbahan yang terikat ke protein, misalnya kolesterol. Protein-protein ini harus melewati dinding kapiler (sinusoid) hati.



Karena itu tingkat kebocoran berbagai jaringan kapiler adalah fungsi dari seberapa ketat sel-sel endotel disatukan (seberapa lebar ruang antarsel) dan ada atau tidaknya fenestrasi, yang bervariasi sesuai kebutuhan organ yang berbeda-beda. Untuk kenyamanan, selanjutnya kita akan menyebut pori antar sel dan fenestrasi yang melewati sel menjadi kategori tunggal pori kapiler.



Cairan interstisial



Sel endotel



Pori berisi air Sel endotel



Plasma



Bahan larut lemak menembus melalui sel endotel



Protein plasma umumnya tidak dapat menembus dinding kapiler



Plasma proteins



O2, CO2



Membran plasma Sitoplasma Exchangeable proteins



Na+, K+, glucose, amino acids



Pori



(a) Kapiler kontinu



Bahan kecil larut air menembus melalui pori



Protein yang dapat dipertukarkan dipindahkan menembus dinding oleh transpor vesikular



(b) Transpor menembus dinding kapiler kontinu



Gambar 10-18 Pertukaran menyeberangi dinding kapiler kontinu, yaitu jenis kapiler yang tersering. (a) Celah sempit antara sel-sel endotel yang berdekatan membentuk pori di dinding kapiler. (b) Seperti diperlihatkan dalam gambar potongan melintang dinding kapiler ini, bahan-bahan kecil larut air dipertukarkan antara plasma dan cairan interstisium dengan melewati pori berisi air, sementara bahan larut lemak dipertukarkan melewati dinding kapiler dengan menembus sel endotel. Protein yang akan dipindahkan dipertukarkan meialui transpor vesikular. Protein plasma umumnya tidak dapat keluar dari plasma menembus dinding kapiler.



   381



Para ilmuwan dahulu menganggap dinding kapiler sebagai saringan pasif, seperti dinding bata dengan celah-celah permanen di semennya yang berfungsi sebagai pori. Namun, studi-studi terakhir mengisyaratkan bahwa sel endotel dapat secara aktif berubah untuk mengatur permeabilitas kapiler; yaitu, sebagai respons terhadap sinyal yang sesuai, "batu bata" tersebut dapat menyesuaikan diri untuk mengubah ukuran pori. Karena itu, derajat kebocoran tidak selalu sama untuk jaringan kapiler tertentu. Sebagai contoh, histamin meningkatkan permeabilitas kapiler dengan memicu respons kontraktil di sel endotel untuk memperlebar celah antarsel. Ini bukan kontraksi otot karena di kapiler tidak terdapat otot polos. Hal ini disebabkan oleh perangkat kontraktil aktin-miosin di sel endotel kapiler non-otot. Karena pori-pori membesar, dinding kapiler yang bersangkutan menjadi lebih "bocor". Akibatnya, protein-protein plasma yang normalnya tertahan di dalam pembuluh lolos ke jaringan sekitar. tempat mereka menimbulkan efek osmotik. Bersama dengan vasodilatasi yang dipicu oleh histamin, retensi cairan yang terjadi kemudian menyebabkan bengkak peradangan (lihat h. 440) Transpor vesikular juga berperan terbatas pada perpindahan bahan melewati dinding kapiler. Molekul besar taklarut lemak, misalnya hormon protein yang harus dipertukarkan antara darah dan jaringan sekitar, diangkut dari satu sisi dinding kapiler ke dinding yang lain oleh vesikel endositik-eksositik, suatu proses yang disebut transitosis (lihat h. 82).



Susunan percabangan dan rekonvergensi dalam jaringan kapiler sedikit banyak bervariasi, bergantung padajaringannya. Kapiler biasanya bercabang baik secara langsung dari sebuah arteriol atau dari saluran yang dikenal sebagai metarteriol, yang berjalan di antara arteArteriol



Otot Polos



Stingter prakapiler



Metarteriol (kanal jalan) Kapiler



Venula (a) Sfingter berelaksasi



riol dan venula. Demikian juga, kapiler-kapiler dapat kembali menyatu di venula atau metarteriol (Gambar 10-19a). Tidak seperti kapiler sejati di dalam jaringan kapiler, metarteriol dikelilingi oleh sedikit sel otot polos spiral. Sel-sel ini juga membentuk sfingter prakapiler, yang masing-masing terdiri dari suatu cincin otot polos di sekitar pintu masuk kapiler ketika pembuluh ini muncul dari metarteriol2. SFINGTER PRAKAPILER Sfingter prakapiler tidak mendapat persarafan, tetapi memiliki tonus miogenik tinggi dan peka terhadap perubahan metabolik lokal. Sfingter ini bekerja sebagai keran untuk mengontrol aliran darah melalui kapiler tertentu yang dijaganya. Arteriol melakukan fungsi serupa untuk sekelompok kecil kapiler. Kapiler itu sendiri tidak memiliki otot polos sehingga tidak dapat secara aktif ikut serta mengatur aliran darahnya sendiri. Secara umum, jaringan yang secara metabolik lebih aktif memiliki densitas kapiler yang lebih tinggi. Otot, sebagai contoh, memiliki kapiler lebih banyak daripada tendon perlekatannya. Namun, setiap saat hanya sekitar 10% sfingter prakapiler di suatu otot yang beristirahat yang terbuka sehingga darah mengalir hanya melalui sekitar 10% kapiler otot atau mengalir secara langsung melewati metarteriol tanpa memasuki anyaman kapiler (Gambar 10-19b). Ketika suatu otot menjadi lebih aktif, semakin besar persentase sfingter prakapiler yang relaksasi sebagai respons terhadap perubahan kimiawi lokal, secara bersamaan membuka lebih banyak anyaman kapiler sementara vasodilatasi arteriol mening-katkan aliran total ke organ. Akibat meningkatnya aliran darah yang melalui kapiler-kapiler yang lebih terbuka, volume total dan luas permukaan yang tersedia untuk pertukaran meningkat dan jarak difusi antara sel dan kapiler yang terbuka menurun (Gambar 10- 20). Karena itu, darah yang mengalir melalui suatu jaringan (dengan menganggap tekanan darah konstan) diatur oleh (1) derajat resistensi yang ditimbulkan oleh arteriol di organ, dikontrol oleh aktivitas simpatis dan faktor metabolik lokal; dan (2) jumlah kapiler yang terbuka, dikontrol oleh kerja faktor-faktor metabolik yang sama pada sfingter prakapiler. PERAN



(b) ) Sfingter berkontraksi



Gambar 10-19 Anyaman kapiler. Kapiler bercabang langsung dari arteriol atau dari metarteriol, suatu saluran antara



Pertukaran antara darah dan sel jaringan tidak terjadi secara langsung, Cairan interstisium, lingkungan internal sejati yang langsung berkontak dengan sel, bekerja sebagai perantara. Hanya 20%CES beredar sebagai plasma. Sisa 80% terdiri dari cairan interstisium, yang merendam semua sel di tubuh. Sel mempertukarkan



arteriol dan venula. Kapiler-kapiler menyatu kembali di venula atau metartenol. Sel otot polos membentuk sfingter prakapifer yang mengelilingi kapiler sewaktu pembuluh ini muncul dari metarteriol. (a) Ketika sfingter prakapiler berelaksasi, darah mengalir melalui seluruh anyaman kapiler. (b) Ketika sfingter prakapiler berkontraksi, darah hanya mengalir melalui metarteriol, memintas anyaman kapiler.



   Bab 10



2Meskipun



umumnya diterima, keberadaan sfingter prakapiler pada manusia belum secara pasti disimpulkan.



temen vaskular dan cairan interstisium. Sekarang marilah kita ulas kedua mekanisme ini secara lebih terperinci, dimulai dari difusi.



Aktivitas metabolik jaringan



O2 CO2 dan metabolit lain



Relaksasi stifenger prakapiler



Vasodilatasi arteriol



Aliran darah kapiler



Jumlah kapiler yang terbuka



Luas permukaan kapiler yang tersedia untuk pertukaran



Jarak difusi dari sel ke kapiler yang terbuka



Penyaluran O2 pembersihan CO2 dan metabolit lain



Gradien konsentrasi untuk bahan-bahan ini antara darah dan sel jaringan



Pertukaran antara darah dan jaringan untuk menunjang peningkatan aktivitas metabolik



berbagai bahan secara langsung dengan cairan interstisium, dengan jenis dan derajat pertukaran diatur oleh sifat-sifat membran plasma sel. Perpindahan menembus membran plasma mungkin bersifat pasif (yaitu, melalui difusi menuruni gradien kimiawi atau dengan difusi terfasilitasi yang diperantarai karier) atau aktif (yaitu dengan transpor aktif yang diperantarai oleh pembawa atau transpor vesikular) (lihat Tabel 3-2, h. 84). Sebaliknya, pertukaran melewati dinding kapiler antara plasma dan cairan interstisium umumnya bersifat pasif. Satu-satunya transpor melewati sawar ini yang memerlukan energi adalah transpor vesikular yang terbatas. Karena dinding kapiler sangat permeabel, pertukaran berlangsung sedemikian tuntas sehingga cairan interstisium memiliki komposisi sama seperti darah arteri yang datang dengan pengecualian protein-protein plasma besar yang biasanya tidak dapat keluar dari pembuluh darah. Karena itu, jika kita berbicara tentang pertukaran antara darah dan sel jaringan, kita secara inheren mencakup cairan interstisium sebagai perantara pasif. Pertukaran antara darah dan jaringan sekitar melewati dinding kapiler berlangsung melalui dua cara: (1) difusi pasif menuruni gradien konsentrasi, mekanisme utama untuk pertukaran tiap-tiap zat terlarut; dan (2) bulk flow, suatu proses yang mengisi fungsi berbeda dalam menentukan distribusi volume CES antara kompar-



Karena sebagian besar dinding kapiler tidak memiliki sistem transpor yang diperantarai oleh pembawa, zat-zat terlarut menyeberang terutama dengan difusi mengikuti penurunan gradien konsentrasi. Komposisi kimiawi darah arteri diatur secara cermat untuk mempertahankan konsentrasi tiap-tiap zat terlarut di tingkat yang akan mendorong perpindahan tiap-tiap zat terlarut dalam arah yang benar menembus dinding kapiler. Organ-organ perekondisi secara terusmenerus menambahkan nutrien dan O2 serta mengeluarkan CO2 dan zat sisa lain sewaktu darah melewati mereka. Sementara itu, sel-sel secara terus-menerus menyerap pasokan tersebut dan menghasilkan zat-zat sisa. Sewaktu sel-sel menggunakan O2 dan glukosa, darahsecara terusmenerus mendatangkan pasokan segar bahanbahan tersebut, mempertahankan gradien konsentrasi yang mendorong difusi neto bahanbahan ini dari darah ke sel. Secara bersamaan, difusi neto CO2 dan zat sisa metabolik lain dari sel ke darah dipertahankan oleh produksi kontinu zat-zat sisa tersebut di tingkat sel dan oleh pengeluaran bahan-bahan tersebut secara terus-menerus oleh darah (Gambar 10-21).



Karena dinding kapiler tidak membatasi lewatnya semua konstituen kecuali protein plasma, tingkat pertukaran tiap-tiap zat terlarut secara independen ditentukan oleh besar gradien konsentrasi mereka antara darah dan sel sekitar. Seiring dengan peningkatan aktivitasnya, sel-sel meningkatkan pemakaian O2 dan menghasilkan lebih banyak CO2, di antara hal lainnya. Hal ini menciptakan peningkatan gradien konsentrasi untuk O2 dan CO2 antara sel dan darah sehingga lebih banyak O2 berdifusi keluar darah ke dalam sel dan lebih banyak CO2 mengalir dalam arah berlawanan untuk menunjang peningkatan aktivitas metabolik ini.



Cara kedua pertukaran menembus dinding kapiler adalah dengan bulk flow. Sebenarnya terjadi filtrasi suatu volume plasma bebas-protein keluar kapiler, yang kemudian bercampur dengan cairan interstisium, dan kemudian direabsorpsi. Proses ini disebut bulk flow karena berbagai konstituen cairan cair dan semua terlarut berpindah bersamasama, atau sebagai suatu kesatuan, berbeda dari difusi diskret masingmasing zat terlarut menuruni gradien konsentrasi. Dinding kapiler berfungsi sebagai penyaring, dengan cairan mengalir melalui pori berisi air. Ketika tekanan di dalam kapiler melebihi tekanan di luar, cairan terdorong keluar melalui pori dalam



  



383



Glukosa



O2



CO2



Plasma



Cairan interstisium Difusi terfasilitasi oleh pembawa Glucose



O2



CO2



H2 O



ATP



Tissue cell



Gambar 10-21 Pertukaran independen tiap-tiap zat terlarut menuruni gradien konsentrasi menembus dinding kapiler.



suatu proses yang dikenal sebagai ultrafiltrasi. Sebagian besar protein plasma tertahan di bagian dalam selama proses ini karena efek filtrasi pori, meskipun beberapa tetap lolos. Karena semua konstituen lain dalam plasma terseret bersama-sama sebagai satu kesatuan dengan volume cairan yang meninggalkan kapiler, filtrat pada hakikatnya adalah suatu plasma bebas-protein. Ketika tekanan yang mengarah ke dalam melebihi tekanan keluar, terjadi perpindahan neto cairan masuk dari cairan interstisium ke dalam kapiler melalui pori, suatu proses yang dikenal sebagai reabsorpsi.



juga terjadi perbedaan konsentrasi air antara kedua bagian ini. Plasma memiliki konsentrasi protein yang lebih tinggi dan konsentrasi air yang lebih rendah daripada cairan interstisium. Perbedaan ini menimbulkan efek osmotik yang cenderung mernindahkan air dari daerah dengan konsentrasi air tinggi di cairan interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah (atau konsentrasi protein tinggi) di plasma (lihat h. 73). Konstituenkonstituen plasma lainnya tidak memiliki efek osmotik karena mudah menembus dinding kapiler sehingga konsentrasi mereka di plasma dan cairan interstisium setara. Tekanan osmotik koloid plasma adalah sekitar 25 mm Hg. 3. Tekanan hidrostatik cairan interstisiurn (PIF) adalah tekanan cairan yang terjadi pada bagian luar dinding kapiler oleh cairan interstisium. Tekanan ini cenderung mendorong cairan masuk ke dalam kapiler. Karena sulitnya mengukur tekanan hidrostatik cairan interstisium, nilai tekanan ini yang sebenarnya masih diperdebatkan. Tekanan ini mungkin sama dengan, sedikit lebih rendah, atau sedikit lebih tinggi daripada tekanan atmosfer. Untuk tujuan ilustrasi, kita akan mengatakan bahwa tekanan ini 1 mm Hg lebih tinggi daripada tekanan atmosfer. 4. Tekanan osmotik koloid cairan interstisium (pIF) adalah gaya lain yang secara normal tidak berperan signifikan dalam bulk flow. Sebagian kecil protein plasma yang bocor menembus dinding kapiler ke dalam cairan interstisium normalnya dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Karena itu, konsentrasi protein di cairan interstisium sangat rendah, dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium mendekati nol. Namun, jika protein plasma secara patologis bocor ke dalam cairan interstisium, seperti ketika histamin memperlebar pori kapiler selama cedera jaringan, protein yang bocor tersebut menimbulkan efek osmotik yang cenderung mendorong perpindahan cairan keluar kapiler dan masuk ke cairan interstisium. Karena itu, dua tekanan yang cenderung mendorong cairan keluar kapiler adalah tekanan darah kapiler dan tekanan osmotik koloid cairan interstisium. Dua tekanan tandingan yang cenderung mendorong cairan ke dalam kapiler adalah tekanan osmotik koloid plasma dan tekanan hidrostatik cairan interstisium. Sekarang marilah kita analisis perpindahan cairan yang terjadi menembus dinding kapiler akibat ketidakseimbangan gaya-gaya fisik yang saling berlawanan ini (Gambar 10-22).



GAYA-GAYA YANG MEMENGARUHI BULK FLOW Bulk flow terjadi karena perbedaan tekanan hidrostatik dan osmotik koloid antara plasma dan cairan interstisium. Meskipun terdapat perbedaan tekanan antara plasma dan cairan di sekitarnya di tempat lain dalam sistem sirkulasi, hanya kapiler yang memiliki pori yang memungkinkan cairan lewat. Empat gaya memengaruhi perpindahan cairan melewati dinding kapiler (Gambar 10-22): 1. Tekanan darah kapiler (Pc) adalah tekanan cairan atau hidrostatik yang dihasilkan oleh darah pada bagian dalam dinding kapiler. PERPINDAHAN NETO CAIRAN MENEMBUS DINDING KAPILER Perpindahan bersih di setiap titik menembus dinding kapiler dapat Tekanan ini cenderung mendorong cairan keluar dari kapiler ke dihitung dengan persamaan berikut. dalam cairan interstisium. Ketika hingga di kapiler, tekanan darah telah turun secara bermakna akibat gesekan darah dengan pembuluh Tekanan pertukaran bersih = 1PC 1 pIF 2  1pP 1 PIF 2 (tekanan keluar) (tekanan masuk) arteriol beresistensi tinggi di hulu. Secara rerata, tekanan hidrostatik Tekanan pertukaran neto positif (ketika tekanan keluar melebihi adalah 37 mm Hg di ujung arteriolar suatu kapiler jaringan tekanan ke dalam) mencerminkan tekanan ultrafiltrasi. Tekanan (dibandingkan dengan tekanan arteri rerata yang 93 mm Hg). Tekanan ini semakin berkurang, menjadi 17 mm Hg, di ujung venula pertukaran neto negatif (ketika tekanan masuk melebihi tekanan kapiler akibat gesekan lebih lanjut disertai oleh keluarnya cairan keluar) mencerminkan tekanan reabsorpsi. Di ujung arteriol kapiler, tekanan keluar berjumlah 37 mm Hg melalui ultrafiltrasi di sepanjang kapiler (lihat Gambar 10-9, h. 370). sedangkan tekanan masuk totalnya 26 mm Hg sehingga tekanan 2. Tekanan osmotik koloid plasma (pP), juga dikenal sebagai tekanan keluar neto adalah 11 mm Hg. Ultrafiltrasi berlangsung di awal onkotik, adalah gaya yang disebabkan oleh dispersi koloidal protein- kapiler sewaktu gradien tekanan keluar ini mendorong filtrat bebasprotein plasma (lihat h. A-8); tekanan ini mendorong perpindahan protein menembus pori kapiler. cairan ke dalam kapiler. Karena protein plasma tetap berada di plasma Pada saat ujung venula kapiler tercapai, tekanan darah kapiler dan tidak masuk ke cairan interstisium, terbentuk perbedaan telah turun, tetapi tekanan-tekanan lain pada hakikatnya tidak konsentrasi protein antara plasma dan cairan interstisium. Karenanya, berubah. Di titik tekanan keluar telah turun menjadi total 17 mm Hg    BAB 10



GAYA-GAYA DI UJUNG ARTERIOL KAPILER • Tekanan keluar 37 PC π IF 0 37 • Tekanan masuk πP 25 PIF 1 26 Tekanan keluar neto sebesar 11 mm Hg = tekanan ultrafiltrasi



Initial lymphatic vessel Cairan interstisium



11 mm Hg (ultrafiltrasi)



PIF (1)



PC (37)



π IF (0)



π P (25)



π P (25)



Dari arteriol



Semua nilai diberikan dalam mm Hg



9 mm Hg (reabsorption)



PC (17) Ke venula



GAYA-GAYA DI UJUNG VENULA KAPILER • Tekanan keluar 17 PC π IF 0 17 • Tekanan masuk πP 25 PIF 1 26 Tekanan masuk neto sebesar 9 mm Hg = tekanan reabsorpsi



Kapiler darah



Gambar 10-22 Bulk flow menembus dinding kapiler. Ultrafiltrasi terjadi di ujung arteriol dan reabsorpsi terjadi di ujung venula kapiler akibat ketidakseimbangan gaya-gaya fisika yang bekerja menembus dinding kapiler.



sementara tekanan masuk total tetap 26 rnm Hg sehingga terjadi tekanan masuk bersih sebesar 9 mm Hg. Reabsorpsi cairan berlangsung sewaktu gradien tekanan masuk ini mendorong cairan kembali ke dalam kapiler di ujung venulanya. Karena itu, ultrafiltrasi dan reabsorpsi, yang secara kolektif dikenal sebagai bulk flow, disebabkan oleh pergeseran dalam keseimbangan antara gaya-gaya fisik pasif yang bekerja menembus dinding kapiler. Tidak ada gaya aktif atau pengeluaran energi lokal yang terjadi pada bulk flow cairan antara plasma dan cairan interstisium sekitar. Dengan hanya kontribusi kecil dari gaya-gaya cairan interstisium, ultrafiltrasi berlangsung di awal kapiler karena tekanan darah kapiler melebihi tekanan osmotik koloid plasma, sementara pada ujung kapiler terjadi reabsorpsi karena tekanan darah telah turun di bawah tekanan osmotik. Penting disadari bahwa kita mengambil "foto" di dua titik—di awal dan akhir—di sebuah kapiler hipotetik. Sebenarnya, tekanan darah secara gradual berkurang menyusuri panjang kapiler sehingga jumlah cairan yang difiltrasi keluar secara progresif berkurang di paruh pertama pembuluh dan di paruh kedua terjadi peningkatan progresif jumlah yang direabsorpsi (Gambar 10-23). Bahkan situasi ini telah dibuat ideal. Tekanan-tekanan yang digunakan di gambar ini adalah nilai rerata dan ini saja sudah kontroversial. Sebagian kapiler memiliki tekanan darah sedemikian tinggi sehingga filtrasi sebenarnya terjadi di sepanjang kapiler, sementara kapiler lain memiliki tekanan hidrostatik sedemikian rendah sehingga reabsorpsi berlangsung di sepanjang pembuluh ini. PERAN BULK FLOW Bulk flow tidak berperan penting dalam pertukaran tiap-tiap zat terlarut antara darah dan jaringan karena kuantitas zat terlarut yang berpindah melewati dinding kapiler melalui bulk flow sangat kecil dibandingkan dengan pemindahan zat terlarut melalui difusi yang jauh lebih banyak. Komposisi cairan yang difiltrasi keluar dari kapiler secara esensial sama dengan komposisi cairan yang direabsorpsi . Karena itu, ultrafiltrasi dan re-



absorpsi tidak penting dalam pertukaran nutrien dan zat sisa. Namun, bulk flow sangat penting dalam mengatur distribusi CES antara plasma dan cairan interstisium. Pemeliharaan tekanan darah yang sesuai sebagian bergantung pada volume darah yang beredar. Jika volume plasma berkurang (misalnya karena perdarahan), tekanan darah turun. Berkurangnya tekanan darah kapiler yang terjadi mengubah keseimbangan gaya-gaya di dinding kapiler. Karena tekanan keluar bersih berkurang sementara tekanan masuk tidak berubah, terjadi tambahan cairan yang berpindah dari kompartemen interstisium ke dalam plasma akibat berkurangnya filtrasi dan bertambahnya reabsorpsi. Cairan tambahan yang berasal dari cairan interstisium ini meningkatkan jumlah cairan plasma, dan secara temporer mengompensasi kehilangan darah. Sementara itu, mekanismemekanisme refleks yang bekerja pada jantung dan pembuluh darah (dijelaskan kemudian) juga bekerja untuk membantu mempertahankan tekanan darah hingga mekanisme jangka-panjang, misalnya rasa haus (dan pemuasannya) dan pengurangan pengeluaran urine, dapat memulihkan volume cairan dan mengompensasi secara sempurna kehilangan tersebut. Sebaliknya, jika volume plasma bertambah berlebihan, misalnya karena asupan cairan yang berlebihan, peningkatan tekanan darah kapiler yang terjadi mendorong lebih banyak cairan keluar dari kapiler ke cairan interstisium dan secara temporer mengurangi penambahan volume plasma hingga kelebihan cairan tersebut dapat dikeluarkan dari tubuh oleh tindakan-tindakan jangka-panjang, misalnya peningkatan pengeluaran urine. Perpindahan cairan internal antara dua kompartemen CES ini terjadi secara otomatis dan segera setiap kali terjadi perubahan keseimbangan gaya-gaya yang bekerja melintasi dinding kapiler; perpindahan ini adalah mekanisme temporer untuk mempertahankan agar volume plasma relatif konstan. Dalam proses memulihkan volume plasma ke tingkat yang sesuai, cairan interstisium mengalami fluktuasi, tetapi adalah jauh lebih penting jika volume plasma yang dipertahankan konstan untuk memastikan fungsi sistem sirkulasi tetap efektif.



   385



Titik transisi



Keluar



0



26 Tekanan masuk ( P + PIF) 17



Awal



Tekanan keluar (PC + IF)



Panjang kapiler



Fluid movement



Teakanan kapiler (mm Hg)



37



Masuk



Akhir



Kunci = Ultrafiltrasi



= Reabsorpsi



Gambar 10-23 Filtrasi bersih dan reabsorpsi bersih di sekiruh panjang pembuluh.



Tekanan cairan di bagian dalam mendorong iepi-tepi yang tumpang-tindih saling mendekat, menutup katup sehingga cairan limfe tidak keluar. Lubang pembuluh limfe mirip-katup ini berukuran jauh lebih besar daripada pori di kapiler darah. Karena itu, partikel besar di cairan interstisium, misalnya protein plasma yang keluar dan bakteri, dapat memperoleh akses ke pembuluh limfe awal tetapi tidak dapat masuk ke kapiler darah Pembuluh-pembuluh limfe awal kemudian menyatu untuk membentuk pembuluh limfe yang semakin besar, yang akhirnya bermuara ke dalam sistem vena di dekat tempat darah memasuki atrium kanan (Gambar 10-25a). Karena tidak terdapat "jantung limfe" yang menghasilkan tekanan pendorong, Anda mungkin bertanya-tanya bagaimana limfe diarahkan dari jaringan menuju sistem vena di rongga toraks. Aliran limfe terjadi melalui dua mekaKe sistem vena Arteriol



Tekanan masuk (p P 1 PIF) tidak berubah di seluruh panjang pembuluh, sementara tekanan keluar (PC 1 p IF) secara progresif berkurang di sepanjang pernbuluh. Di paruh pertama pembuluh, ketika tekanan keluar (yang semakin menurun) masih melebihi tekanan masuk (yang tetap), jumlah cairan yang difiltrasi keluar (tanda panah merah ke stas) semakin



Sel jaringan



Cairan interstisium



aerkurano. Di paruh terakhir pembuluh, jurnlah cairan yang direabsorpsi semakin banyak (tanda panah biru ke bawah) seiring dengan semakin turunnya tekanan keluar di bawah tekanan masuk yang konstan.



Bahkan pada keadaan normal, jumlah cairan yang keluar dari kapiler ke dalam cairan interstisium sedikit lebih banyak daripada cairan yang direabsorpsi dari cairan interstisium kembali ke dalam plasma. Secara rerata, tekanan ultrafiltrasi bersih adalah 11 mm Hg di awal kapiler, sedangkan tekanan reabsorpsi bersih hanya mencapai 9 mm Hg di ujung pembuluh (lihat Gambar 10-22). Akibat perbedaan tekanan ini, secara rerata lebih banyak cairan yang tersaring keluar di separuh pertama kapiler daripada yang direabsorpsi di paruh terakhir. Kelebihan cairan yang tersaring keluar akibat ketidakseimbangan filtrasi-reabsorpsi ini diserap oleh sistem limfe. Anyaman luas pembuluh satu-arah ini merupakan rute tambahan bagi pengembalian cairan dari cairan interstisium ke darah. Sistem Iimfe berfungsi seperti talang yang menyerap dan mengangkut air hujan yang berlebih sehingga tidak terj adi penumpukan dan banjir. PENYERAPAN DAN ALIRAN LIMFE Pembuluh-pembuluh limfe halus dan buntu yang dikenal sebagai pembuluh limfe awal menambah hampir semua jaringan di tubuh (Gambar 10-24a) endotel pembuluh awal sedikit tumpang-tindih seperti genteng di atap, dengan tepi-tepi yang tumpang-tindih berada bebas dan tidak mengikat sel sekitar. Susunan ini membentuk lubang mirip katup satu-arah di dinding pembuluh. Tekanan cairan di bagian luar pembuluh mendorong masuk tepi-tepi paling dalam dari sepasang tepi yang tumpang-tindih, menciptakan celah antara tepi-tepi (yaitu, lubang katup). Lubang ini memungkinkan cairan interstisium masuk (Gambar 10-24b). Setelah masuk ke pembuluh limfe, cairan lifme.



   BAB 10



Venula



Kapiler darah Pembuluh limfe awal (a) Hubungan antara pembuluh limfe awal dan kapiler darah Tekanan cairan di bagian luar pembuluh mendorong masuk tepi bebas sel endotel, memungkinkan masuknya cairan interstisium (kini menjadi Ilmfe).



Cairan interstisium Limfe



Sel endotel yang tumpang-tindih Tekanan cairan di bagian dalam pembuluh mendorong tepi-tepi yang tumpang-tindih menyatu sehingga limfe tidak dapat keluar.



(b) Susunan sel endotel di pembuluh limfe awal Gambar 10-24 Pembuluh limfe awal. (a) Pembuluh limfe awal yang buntu menyerap kelebihan cairan yang tersaring keluar oleh kapiler darah dan mengembalikannya ke sistem vena di dada. (b) Perhatikan bahwa tepi-tepi sel endotel yang tumpang-tindih menciptakan lubang mirip katup di dinding pembuluh ini.



Sirkulasi sistemik



Sirkulasi paru



Kelenjar limfe



Pembuluh limfe awal



Pembuluh limfel



Katup



Kapiler darah



Arteri



Vena



Jantung



Kelenjar limfe



Kapiler darah



Pembuluh limfe awal (a) Hubungan sistem limfatik dengan sistem sirkulasi Limfe



7200 L/hari



17 L/hari darah



(b) Perbandingan aliran darah dan aliran limfe per hari Gambar 10-25 Sistem limfe. (a) Pembuluh limfe mengosongkan isinya ke dalam sistem vena dekat pintu masuknya ke atrium kanan. (b) Aliran limfe rerata adalah 3 liter per hari, sementara aliran darah rerata adalah 7200 liter per hari.



kanisme. Pertama, pembuluh limfe selain pembuluh limfe awal dikelilingi oleh otot polos, yang berkontraksi secara ritmis akibat aktivitas miogenik. Ketika otot ini teregang akibat pembuluh terisi oleh limfe, otot tersebut secara inheren berkontraksi lebih kuat, mendorong cairan limfe di dalam pembuluh. "Pompa limfe" intrinsik ini adalah kekuatan utama yang mendorong limfe. Stimulasi otot polos limfe oleh sistem simpatis semakin meningkatkan aktivitas pemompaan pembuluh limfe. Kedua, karena pembuluh limfe terletak di antara otot-otot rangka, kontraksi otot-otot ini memeras limfe keluar dari pembuluh. Katupkatup satu-arah yang terletak di pembuluh limfe mengarahkan aliran limfe menuju pintu keluarnya di vena dada. FUNGSI SiSTEM LIMFE Inilah fungsi-fungsi terpenting sistem



limfe : ■ Mengembalikan kelebihan cairan yang tefiltrasi. Dalam keadaan normal, filtrasi kapiler melebihi reabsorpsi sekitar 3 liter per hari



Pertahanan terhadap penyakit. Cairan limfe mengalir melewati kelenjar limfe (limfonodus) yang terletak di dalam sistem limfe. Lewatnya cairan ini melalui limfonodus adalah suatu aspek penting mekanisme pertahanan tubuh terhadap penyakit. Sebagai contoh, bakteri yang diserap dari cairan interstisium dihancurkan oleh fagosit khusus di dalam kelenjar limfe (lihat Bab 12). ■



3 L/hari



20 L/hari



(20 liter yang difiltrasi, 17 liter direabsorpsi) (Gambar 10-25b). Namun, volume darah keseluruhan hanyalah 5 liter, dan hanya 2,75 liternya yang plasma. (Sel-sel darah membentuk sisa volume darah.) Dengan curah jantung rerata, setiap hari 7200 liter darah melewati kapiler pada keadaan istirahat (lebih banyak jika curah jantung meningkat). Meskipun hanya sebagian kecil dari cairan yang difiltrasi yang tidak direabsorpsi oleh kapiler, efek kumulatif proses yang terus berulang dengan setiap denyut jantung menyebabkan cairan yang tertinggal di kompartemen interstisium setiap hari melebihi volume plasma total. Tentu saja, cairan ini harus dikembalikan ke dalam plasma, dan tugas ini dilakukan oleh pembuluh limfe. Laju aliran rerata melalui pembuluh limfe adalah 3 liter per hari, dibandingkan dengan 7200 liter per hari melalui sistem sirkulasi.



Transpor lemak yang diserap. Sistem limfe penting dalam penyerapan lemak dari saluran cerna. Produk-produk akhir dari pencernaan lemak makanan dikemas oleh sel-sel yang melapisi saluran cerna menjadi partikel lemak yang terlalu besar untuk masuk ke dalam kapiler darah, tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal (lihat Bab 16). ■



Pengembalian protein yang tersaring. Di sebagian besar kapiler terjadi kebocoran sebagian protein plasma sewaktu proses filtrasi. Protein-protein ini tidak mudah direabsorpsi ke dalam kapiler tetapi mudah memperoleh akses ke pembuluh limfe awal. Jika protein tersebut dibiarkan menumpuk di cairan interstisium dan tidak dikembalikan ke sirkulasi melalui pembuluh limfe, tekanan osmotik koloid cairan interstisium (tekanan keluar) akan terus meningkat sementara tekanan osmotik koloid plasma (tekanan masuk) akan turun progresif. Akibatnya, gaya-gaya filtrasi akan meningkat sementara gaya-gaya reabsorpsi berkura-







  



387



ng sehingga terjadi akumulasi progresif cairan di ruang disertai interstisium penurunan volume plasma.



1. Berkurangnya konsentrasi protein plasma menurunkan tekanan osmotik koloid plasma. Penurunan tekanan masuk utama ini menyebabkan kelebihan cairan yang keluar sementara cairan yang direabsorpsi lebih sedikit daripada normal; karena itu, kelebihan cairan tersebut tetap berada di ruang interstisium. Edema dapat disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma melalui beberapa cara berbeda: pengeluaran berlebihan protein plasma melalui urine, akibat penyakit ginjal; penurunan sintesis protein plasma, akibat penyakit hati (hati membentuk hampir semua protein plasma); makanan yang kurang mengandung protein; atau pengeluaran bermakna protein plasma akibat luka bakar yang luas. 2. Meningkatnya permeabilitas dinding kapiler memung-kinkan lebih banyak protein plasma yang keluar dari plasma ke dalam cairan interstisium sekitar—sebagai contoh, melalui pelebaran pori kapiler yang dipicu oleh histamin sewaktu cedera jaringan atau reaksi alergik. Penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang terjadi menurunkan tekanan masuk efektif, sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang terjadi akibat peningkatan protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan keluar efektif. Ketidak seimbangan ini ikut berperan menyebabkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya, lepuh) dan reaksi alergik (misalnya biduran). 3. Meningkatnya tekanan vena, seperti ketika darah terbendung di vena, menyebabkan peningkatan tekanan darah kapiler. Karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena, pembendungan darah di vena mengarah pada "back log" darah di dalam kapiler karena lebih sedikit darah yang keluar dari kapiler menuju vena yang kelebihan muatan daripada yang masuk ke arteriol. Peningkatan tekanan hidrostatik keluar melewati dinding kapiler ini berperan besar menyebabkan edema pada gagal jantung kongestif (lihat h. 354). Edema regional juga dapat terjadi akibat restriksi lokal aliran balik vena. Contohnya adalah pembengkakan yang sering terjadi di tungkai dan kaki selama kehamilan. Uterus yang membesar menekan venavena besar yang menyalurkan darah dari ekstremitas bawah sewaktu pembuluh-pembuluh tersebut masuk ke rongga abdomen. Bendungan darah di vena ini meningkatkan tekanan darah di kapiler tungkai dan kaki, mendorong edema regional ekstremitas bawah. 4. Sumbatan pembuluh limfe menyebabkan edema karena kelebihan cairan filtrasi tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui pembuluh limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperparah masalah melalui efek osmotiknya. Sumbatan pembuluh limfe Iokal dapat terjadi, sebagai contoh, di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan telah tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan pembuluh limfe



  



BAB 10



© Fred Marsik/Visuals Unlimited



Kadang-kadang terjadi penimbunan cairan interstitisium ketika salah satu gaya yang bekerja melintas dinding kapiler menjadi abnormal karna suatu hal pembekakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema. Penyebab edema dapat dikelompokkan menjadi 4 kategori :



Gambar 10-26 Elefantiasis. Penyakit tropis ini disebabkan oleh cacing parasit yang ditularkan melalui nyamuk yang menginvasi pembuluh limfe. Akibat gangguan pada drainase limfe, bagian tubuh yang terkena, biasanya ekstremitas, menjadi sangat edematosa sehingga tampak mirip kaki gajah.



yang lebih luas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasit yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama ditemukan di daerah pantai tropis. Pada penyakit ini, cacing filaria yang halus mirip benang menginfeksi pembuluh limfe dan keberadannya mencegah aliran limfe yang normal. Bagian tubuh yang terkena, terutama skrotum dan ekstremitas, mengalami edema berat. Penyakit ini sering dinamai elefantiasis karena kaki yang membengkak tampak seperti kaki gajah (Gambar 10-26). Apapun penyebab edemanya, satu konsekuensi yang penting adalah berkurangnya pertukaran bahan antara darah dan sel. Karena penumpukan cairan berlebih, jarak antara darah dan sel yang harus dilalui oleh nutrien, O2, CO2, dan zat sisa untuk berdifusi bertambah. Karena itu, sel-sel di dalam jaringan edematosa mungkin mengalami kekurangan pasokan.



Periksa Pemahaman Anda 10.4 1. Bandingkan fungsi yang disediakan oleh difusi dan oleh bulk flow menembus dinding kapiler. 2. Jelaskan gaya-gaya yang berperan bagi ultrafiltrasi di ujung arteriol kapiler dan bagi reabsorpsi di ujung venulanya.



10.5



| Vena



Sistem vena menuntaskan sirkuit sirkulasi. Darah yang meninggalkan anyaman kapiler masuk ke sistem vena untuk dikembalikan ke jantung.



Di tingkat mikrosirkulasi, kapiler mengalirkan isinya ke dalam venula, yang secara progresif menyatu untuk membentuk vena kecil yang keluar dari organ. Berlawanan dengan arteriol, venula hanya memiliki sedikit tonus dan resistensi. Antara venula dan arteriol sekitar terjadi komunikasi ekstensif melalui sinyal-sinyal kimiawi. Pensinyalan venuloarteriol ini sangat penting untuk menyamakan aliran masuk kapiler di suatu organ dan aliran keluarnya.



Vena memiliki jari-jari besar sehingga resistensinya terhadap aliran darah rendah. Selain itu, karena luas potongan melintang total sistem vena secara bertahap berkurang seiring dengan menyatunya vena-vena kecil menjadi pembuluh yang semakin besar tetapi semakin sedikit, aliran darah menjadi lebih cepat ketika mendekati jantung. Selain berfungsi sebagai saluran beresistensi rendah untuk mengembalikan darah dari jaringan ke jantung, vena sistemik juga berfungsi sebagai reservoir darah. Karena kapasitas penyimpanannya, vena sering disebut pembuluh kapasitansi. Vena memiliki dinding yang jauh lebih tipis dan lebih sedikit otot polos dibandingkan dengan arteri. Berbeda dengan arteri, vena juga memiliki elastisitas yang rendah karena jaringan ikat vena lebih banyak mengandung serat kolagen dari pada elastin (lihat Tabel 10-1, h. 366). Tidak seperti otot polos arteriol, otot polos vena tidak banyak memiliki tonus miogenik inheren. Karena sifat-sifat terseitt, vena sangat mudah teregang dan tidak banyak memperlihatkan rekoil elastik. Pembuluh ini mudah melebar untuk menampung tambahan volume darah dengan hanya sedikit penambahan tekanan vena. Arteri yang teregang oleh kelebihan volume darah akan mengalami rekoil karena adanya serat-serat elastik di dindingnya, mendorong darah bergerak maju. Vena yang mengandung tambahan volume darah hanya mengalami peregangan untuk menampung tambahan tersebut tanpa cenderung mengalami rekoil. Dengan cara ini, vena berfungsi sebagai reservoir darah; yaitu ketika kebutuhan akan darah rendah, vena dapat Menyimpang kelebihan Pembuluh paru 9% Jantung 7%



Arteri sistemik 13%



Arteriol sistemik 2% Kapiler sistemik 5% Vena sistemik 64%



Gambar 10-27 Persentase volume darah total di berbagai bagian sistem sirkulasi.



darah sebagai cadangan karena sifat mudah teregang secara pasif ini. Pada keadaan istirahat, vena mengandung lebih dari 60% volume darah total (Gambar 10- 27). Marilah kita perjelas suatu hal yang dapat menimbulkan kebingungan. Darah yang disimpan di vena tidak ditampung dalam suatu tangki stagnan. Dalam keadaan normal seluruh darah beredar setiap waktu. Ketika tubuh beristirahat dan banyak jaringan kapiler tertutup, kapasitas reservoir vena meningkat karena lebih banyak darah yang memintas kapiler dan masuk ke vena. Ketika tambahan volume darah ini meregangkan vena, aliran darah melalui vena menjadi lebih lambat karena luas potongan melintang total vena meningkat akibat peregangan tersebut. Karena itu, darah menghabiskan lebih banyak waktu di vena. Akibat waktu transit melalui vena yang lebih lambat ini, vena pada hakikatnya menyimpan lebih banyak darah karena tidak menyalurkannya cepat-cepat ke jantung untuk kembali dipompa keluar. Ketika simpanan darah tersebut dibutuhkan, misalnya sewaktu berolahraga, faktor ekstrinsik (segera dijelaskan) mengurangi kapasitas reservoir vena dan mendorong tambahan darah dari vena kembali ke jantung untuk dipompa ke jaringan. Peningkatan aliran balik vena meningkatkan volume isi sekuncup jantung, sesuai hukum FrankStarling untuk jantung (lihat h. 346). Sebaliknya, jika terlalu banyak darah terkumpul di vena dan tidak dikembalikan ke jantung, curah jantung akan berkurang abnormal. Karena itu, terdapat keseimbangan antara kapasitas vena, tingkat aliran balik vena, dan curah jantung. Sekarang kita akan mengalihkan perhatian ke faktor yang memengaruhi kapasitas vena dan berperan dalam aliran balik vena.



Kapasitas vena (volume darah yang dapat ditampung oleh vena) bergantung pada distensibilitas dinding vena (seberapa banyak pembuluh ini dapat diregangkan untuk menampung darah) dan pengaruh tekanan eksternal yang memeras vena. Pada volume darah konstan, seiring dengan meningkatnya kapasitas vena, lebih banyak darah tetap berada di vena dan tidak dikembalikan ke jantung. Penyimpanan di vena ini mengurangi volume darah efektif dalam sirkulasi, volume darah yang dikembalikan dan dipompa keluar oleh jantung. Sebaliknya, ketika kapasitas vena berkurang, lebih banyak darah dikembalikan ke jantung dan kemudian dipompa keluar. Karena itu, perubahan pada kapasitas vena secara langsung memengaruhi jumlah aliran balik vena, yang nantinya merupakan penentu (meskipun bukan satu-satunya) penting volume darah sirkulasi efektif. Volume darah sirkulasi efektif juga dipengaruhi dalam jangka-pendek oleh pergeseran pasif dalam bulkf low antara kompartemen vaskular dan cairan intestisium dan dalam jangka-panjang oleh faktor-faktor yang mengontrol volume CES total, misalnya keseimbangan garam dan air. lstilah aliran balik vena merujuk kepada volume darah tiap menit yang masuk ke masing-masing atrium dari vena. Ingat kembali bahwa besar aliran melalui suatu pembuluh berbanding lurus dengan gradien tekanan. Banyak dari tekanan pendorong yang diterima darah oleh kontraksi jantung telah hilang pada saat darah mencapai sistem vena karena gesekan sepanjang perjalanan, terutama sewaktu melalui arteriol beresistensi tinggi. Pada saat darah masuk ke sistem vena, tekanan darah hanya sekitar 17 mm Hg (lihat Gambar 10-9, h. 370). Namun, karena tekanan atrium mendekati 0 mm Hg, tetap terdapat te-



   389



kanan pendorong yang meskipun kecil tetapi memadai untuk mengalirkan darah melewati vena-vena bergaris tengah besar dan bertahanan rendah. Selain tekanan pendorong yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung, terdapat lima faktor lain yang meningkatkan aliran balik vena: vasokonstriksi vena yang dipicu oleh saraf simpatis, aktivitas otot rangka, efek katup vena, aktivitas pernapasan, dan efek penghisapan oleh jantung (Gambar 10-28). Sebagian besar faktor sekunder ini memengaruhi aliran balik vena dengan memengaruhi gradien tekanan antara vena dan jantung. Kita akan membahas masing-masing secara bergiliran. EFEK AKTIVITAS SIMPATIS PADA AIIRAN BALIK VENA Vena



tidak memiliki banyak otot dan tonus inherennya rendah, tetapi otot polos vena menerima banyak serat saraf simpatis. Stimulasi simpatis menyebabkan vasokonstriksi vena, yang secara moderat meningkatkan tekanan vena; hal ini, pada saatnya, meningkatkan gradien tekanan untuk mendorong lebih banyak darah yang tersimpan di vena ke dalam atrium kanan sehingga aliran balik vena meningkat. Dalam keadaan normal, vena memiliki jari-jari yang sedemikian besar sehingga vasokonstriksi moderat akibat stimulasi simpatis tidak banyak berefek pada resistensi terhadap aliran. Bahkan jika berkonstriksi, vena masih tetap memiliki jari-jari yang relatif besar dan tetap merupakan pembuluh beresistensi rendah. Perhatikan perbedaan akibat vasokonstriksi di arteriol dan vena. Vasokonstriksi arteriol segera mengurangi aliran melalui pembuluh ini karena meningkatnya resistensi (darah yang masuk dan mengalir melalui arteriol yang menyempit menjadi lebih sedikit), sementara vasokonstriksi vena segera meningkatkan aliran melalui pembuluh ini karena menurunnya kapasitas vena (penyempitan vena memeras keluar lebih banyak darah yang sudah ada di vena, meningkatkan aliran darah melalui pembuluh ini). Selain memobilisasi darah yang



tersimpan, vasokonstriksi vena mempertahankan peningkatan aliran balik vena. Dengan berkurangnya kapasitas vena, lebih sedikit darah yang mengalir dari kapiler tetap berada di vena tetapi sebaliknya berlanjut mengalir ke jantung. Meningkatnya aliran balik vena yang ditimbulkan oleh rangsangan simpatis menyebabkan peningkatan curah jantung karena bertambahnya volume diastolik akhir. Stimulasi simpatis pada jantung juga meningkatkan curah jantung dengan meningkatkan kecepatan dan kontraktilitas jantung (lihat h. 344 dan 347). Oleh sebab itu, selama aktivitas simpatis tetap meninggi, seperti ketika olahraga, jantung memompa lebih banyak darah dari biasanya untuk digunakan oleh otot yang berolahraga. EFEK AKTIVITAS OTOT RANGKA PADA AURAN BALIK VENA



Banyak vena besar di ekstremitas terletak di antara otot-otot rangka sehingga kontraksi otot menekan vena. Kompresi vena eksternal ini mengurangi kapasitas vena dan meningkatkan tekanan vena, pada hakikatnya memeras cairan di vena agar mengalir ke jantung (Gambar 10-29). Efek pompa ini, yang dikenal sebagai pompa otot rangka, adalah salah satu cara pengembalian darah ekstra di vena ke jantung selama olahraga. Meningkatnya aktivitas otot mendorong lebih banyak darah keluar vena dan masuk ke jantung. Pompa otot rangka juga melawan efek gravitasi pada sistem vena. Marilah kita lihat bagaimana MELAWAN EFEK GRAVITASI PADA SISTEM VENA Tekanan



rerata yang sejauh ini disebutkan untuk berbagai bagian pohon vaskular adalah untuk seseorang yang berada dalam posisi horizontal. Ketika seseorang berbaring, gaya gravitasi berlaku seragam sehingga tidak perlu dipertimbangkan. Namun, ketika seseorang berdiri, efek gravitasi tidak seragam. Selain tekanan biasa akibat kontraksi jantung, pebuluh-pembuluh yang berada di bawah Pergeseran pasif bulk-flow cairan dari cairan interstisium ke pfasma



KUNCI =Tindakan kontrol jangka pendek = Tindakan kontrol jangka panjang Katup vena (secara mekanis mencegah aliran balik darah)



Aliran balik vena



Gambar 10-28 Faktor-faktor yang mempermudah aliran balik vena.



   BAB 10



Vokirne darah ( tekanan vena gradien tekanan)



Pompa respira ( tekanan di vena-vena ada gradien tekanan)



Efek hisap jantung ( takanan di jantung gradien tekanan)



Tekanan pada darah oleh kontraksi jantung ( tekanan vena gradien tekaanan



Retensi garam dan air



Aktivitas vasokonstriksi simpatis tekanan vena gradien tekanan, kapasitas vena)



Pompa otot rangka ( tekanan vena gradien tekanan)



Tekanan = 0 mm Hg=



1.5 m



Tekanan = 100 mm Hg Gambar 10-29 Pompa otot rangka meningkatkan aliran balik vena.



jantung mengalami tekanan dari berat kolom darah yang terbentang dari jantung ke tingkat pembuluh yang bersangkutan (Gambar 10-30). Terdapat dua konsekuensi penting dari peningkatan tekanan ini. Pertama, vena-vena yang dapat teregang akan melebar akibat meningkatnya tekanan hidrostatik sehingga kapasitas mereka bertambah. Meskipun juga mendapat efek gravitasi yang sama, arteri tidak terlalu mudah teregang dan tidak mengembang seperti vena. Banyak dari darah yang masuk dari kapiler cenderung berkumpul di vena-vena tungkai bawah yang mengembang dan tidak kembali ke jantung. Karena aliran balik vena berkurang, curah jantung menurun dan volume sirkulasi efektif menciut. Kedua, peningkatan mencolok tekanan darah kapiler yang terjadi karena efek gravitasi menyebabkan



90 mm Hg disebabkan oleh efek gravitasi 10 mm Hg disebabkan oleh tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi jantung



Tekanan= 90 mm Hg



Gambar 10-30 Efek gravitasi pada tekanan vena. Pada orang dewasa dalam posisi tegak, darah di pembuluh-pembuluh yang terbentang antara jantung dan kaki ekuivalen dengan 1,5 m kolom darah. Tekanan yang ditimbulkan oleh kolom darah ini akibat efek gravitasi adalah 90 mm Hg. Tekanan yang ditimbulkan ke darah oleh jantung telah menurun menjadi sekitar 10 mrn Hg di vena-vena tungkai bawah karena pengurangan akibat gesekan di pembuluh-pembuluh sebelumnya. Bersama-sama, tekanan-tekanan tersebut menghasilkan tekanan vena sebesar 100 mm Hg di vena-vena pergelangan kaki dan kaki. Demikian juga, kapiler di bagian ini mengalami efek gravitasi yang sama.



banyak cairan keluar dari anyaman kapiler di ekstremitas bawah, menimbulkan edema lokal (yaitu, kaki dan pergelangan kaki membengkak). Dalam keadaan normal, terdapat dua mekanisme kompensasi yang melawan efek gravitasi ini. Pertama, penurunan tekanan arteri rerata yang terjadi ketika seseorang berpindah dari posisi



391



Berdiri



upaya yang sia-sia. Pingsan adalah pemecahan masalahnya, bukan masalah itu sendiri. Karena pompa otot rangka memudahkan aliran balik vena dan membantu melawan efek gravitasi yang merugikan pada sistem sirkulasi, ketika duduk bekerja ada baiknya Anda bangkit secara periodik dan ketika berdiri Anda berjalan berkeliling. Aktivitas otot ringan ini akan "menggerakkan darah". Juga dianjurkan bahwa orang yang harus berdiri lama menggunakan kaus kaki elastik yang menghasilkan kompresi eksternal lembut kontinu, serupa dengan efek kontraksi otot rangka, untuk melawan lebih jauh efek penimbunan darah di vena-vena tungkai yang disebabkan oleh gravitasi.



Berjalan Jantung



Paha



150 cm



Betis 34 cm



Vena kaki menopang kolom darah setinggi 1,5m (150 cm)



EFEK KATUP VENA PADA ALIRAN BALIK VENA. Vasokonstriksi



27 mm Hg



Vena kaki menopang kolom darah setinggi 34 cm



Gambar 10-31 Efek kontraksi otot rangka tungkai dalam melawan efek gravitasi. Kontraksi otot rangka (seperti ketika berjalan) secara total mengosongkan segmen-segmen tertentu vena, mernutuskan kolom darah yang harus ditopang oleh vena-vena di bagian bawah. (Sumber: Diadaptasi dari Physiology of the Heart and Circulation, edisi 4, oleh R. C. Little dan W. C. Little. Hak cipta OO 1989 Year Book Medical Publishers, inc., dengan izin dari Elsevier).



vena dan kompresi vena eksternal mendorong darah menuju jantung. Namun, jika Anda memeras suatu selang berisi cairan di bagian tengahnya, cairan akan terdorong ke kedua arah dari titik konstriksi (>Gambar 10-32a). Jika demikian, mengapa darah tidak mengalir mundur dan maju oleh vasokonstriksi vena dan pompa otot rangka? Darah hanya dapat terdorong maju karena vena-vena besar dilengkapi oleh katup-katup satu arah yang berjarak 2 hingga 4 cm satu sama lain; katup ini memungkinkan darah mengalir maju menuju jantung tetapi menghambatnya mengalir balik ke jaringan (>Gambar 10-32b dan c). Katup-katup vena ini juga berperan melawan efek gravitasi pada posisi tegak dengan membantu meminimalkan aliran balik darah yang cenderung terjadi ketika seseorang berdiri dan secara temporer menunjang bagian-bagian kolom darah ketika otot rangka melemas. Vena varikosa terjadi ketika katup vena menjadi inkompeten dan tidak lagi dapat menunjang kolom darah di atasnya. Orang yang memiliki predisposisi untuk kelainan ini biasanya mengalami peregangan berlebihan dan kelemahan dinding vena. Vena-vena, yang diperparah



berbaring menjadi tegak memicu vasokonstriksi vena melalui saraf simpatis, yang mendorong maju sebagian sebagian dari darah yang menumpuk. Kedua, pompa otot rangka menginterupsi" kolom darah dengan mengosongkan secara total segmen-segmen tertentu vena secara intermiten sehingga sebagian tertentu dari suatu vena tidak mengalami beban seluruh kolom vena dari jantung ke bagian vena tersebut Saluran berisi cairan Gambar 10-31; lihat juga Gambar Katup vena yang terbuka memungkinkan 10-29). Vasokonstriksi vena refleks tidak aliran darah menuju dapat mengompensasi sepenuhnya efek jantung gravitasi tanpa aktivitas otot rangka. Karenanya, ketika seseorang berdiri Titik Vena konstriksi diam untuk waktu lama, aliran darah ke Otot rangka otak berkurang karena berkurangnya berkontraksi volume sirkulasi efektif, meskipun terjadi refleks yang ditujukan untuk Katup vena yang mempertahankan tekanan arteri rerata. tertutup menghambat Berkurangnya aliran darah ke otak, pada aliran balik darah gilirannya, menyebabkan pingsan, yang memulihkan orang tersebut ke posisi (a)Cairan bergerak (b) Kerja katup vena, memungkinkan horizontal, menghilangkan efek gravitasi dua arah jika saluran darah menuju jantung dan mencegah pada sistem vaskular dan memulihkan berisi cairan diperas aliran balik darah sirkulasi efektif. Karena itu, menegakkan Gambar 10-32 Fungsi katup vena. seseorang yang baru pingsan merupakan



  



BAB 10



© Photodisc/GettyImages



100 mm Hg



Kaki Tekanan vena kaki



(c) Fotograf katup vena yang tertutup



Lebih rendah daripada tekanan atmosfer Tekanan atmosfer



Lebih rendah daripada tekanan atmosfer



Tekanan atmosfer



Gambar 10-33 Pompa respirasi meningkatkan aliran balik vena. Akibat aktivitas pernapasan, tekanan di sekeliling vena-vena dada lebih rendah daripada tekanan di sekitar vena-vena ekstermitas dan abdomen. Hal ini menciptakan gradien tekanan eksternal pada vena, yang mendorong darah menuju jantung.



oleh sering berdiri dalam waktu lama, mengalami pelebaran hebat sewaktu darah berkumpul sedemikian sehingga tepi-tepi katup tidak lagi dapat bertemu untuk membentuk sekat. Vena-vena superfisial tungkai yang mengalami varises tampak sangat meregang dan berkelok-kelok. Berbeda dari apa yang mungkin diharapkan, penimbunan kronik darah di vena yang mengalami pelebaran patologis tidak mengurangi curah jantung karena terjadi peningkatan kompensatorik volume darah total yang beredar. Konsekuensi paling serius dari vena varikosa adalah kemungkinan pembentukan bekuan abnormal di darah yang mengumpul dan mengalir lambat ini. Hal yang terutama berbahaya adalah risiko bahwa bekuan ini dapat terlepas dan menyumbat pembuluh kecil di tempat lain, terutama kapiler paru.



takan tekanan negatif sesaat di ventrikel sehingga darah "tersedot" dari atrium dan vena; yaitu, tekanan negatif di ventrikel meningkatkan gradien tekanan vena terhadap atrium terhadap ventrikel, semakin meningkatkan aliran balik vena. Karena itu, jantung berfungsi sebagai "pompa isap" untuk mempermudah pengisian jantung.



Periksa Pemahaman Anda 10.5 1. Jelaskan bagaimana vena memiliki kapasitas untuk menyimpan volume darah ekstra dengan hanya sedikit mengalami perubahan tekanan vena. 2. Sebutkan faktor-faktor yang meningkatkan aliran balik vena.



EFEK AKTIVITAS PERNAPASAN PADA ALIRAN BALIK VENA



Akibat aktivitas bernapas, tekanan di dalam rongga dada rerata 5 mm Hg lebih rendah daripada tekanan atmosfer. Sewaktu vena mengembalikan darah ke jantung dari bagian-bagian bawah tubuh, sistem vena berjalan melewati rongga dada, tempat pembuluh ini mendapat tekanan subatmosfer tersebut. Karena sistem vena di tungkai dan abdomen mendapat tekanan atmosfer normal, terbentuk gradien tekanan eksternal antara vena-vena bawah (pada tekanan atmosfer) dan vena-vena dada (lebih rendah daripada tekanan atmosfer). Perbedaan tekanan ini memeras darah dari vena-vena bawah ke vena-vena dada, meningkatkan aliran balik vena (Gambar 10-33). Mekanisme fasilitasi aliran balik vena ini disebut pompa respirasi karena terjadi akibat aktivitas bernapas. Peningkatan aktivitas bernapas serta efek pompa otot rangka dan vasokonstriksi vena meningkatkan aliran balik vena sewaktu olahraga. EFEK PENGISAPAN JANTUNG PADA ALIRAN BALIK VENA



Tingkat pengisian jantung tidak semata-mata bergantung pada faktorfaktor yang memengaruhi vena. Jantung berperan dalam proses pengisian dirinya. Selama kontraksi ventrikel, katup AV tertarik ke bawah, memperbesar rongga atrium. Akibatnya, tekanan atrium secara transien turun di bawah 0 mm Hg sehingga gradien tekanan vena terhadap atrium meningkat dan aliran balik vena bertambah. Selain itu, ekspansi cepat rongga ventrikel selama relaksasi ventrikel mencip-



10.6



| Tekanan Darah



Tekanan arteri rerata adalah tekanan darah yang dipantau dan diatur di tubuh, bukan tekanan sistolik atau diastolik arteri, tekanan nadi, atau tekanan di bagian lain pohon vaskular. Pengukuran tekanan darah rutin merekam tekanan sistolik dan diastolik arteri, yang dapat digunakan sebagai patokan untuk menilai tekanan arteri rerata.



Tekanan arteri rerata adalah gaya pendorong utama yang mengalirkan darah ke jaringan. Tekanan ini harus diatur secara ketat karena dua alasan. Pertama, tekanan ini harus cukup tinggi untuk menjamin tekanan pendorong yang memadai; tanpa tekanan ini, otak dan organ lain tidak akan menerima aliran yang memadai, apapun penyesuaian lokal yang dilakukan dalam aspek resistensi arteriol yang mendarahi organ-organ tersebut. Kedua, tekanan harus tidak terlalu tinggi sehingga tidak menimbulkan tambahan kerja bagi jantung dan meningkatkan risiko kerusakan pembuluh darah serta kemungkinan pecahnya pembuluh darah halus.



393



Tekanan darah arteri rerata



1



1 Resistensi perifer total



Curah Jantung



2



2



15



Kecepatan jantung 3



Aktivitas parasimpatis



Jari-jari arteriol



Isi sekuncup



4



6



5 Aktivitas simpatis dan epinefrin



7



11 Volume darah



12 Pergeseran pasif bulk-flow antara kompartemen vaskular dan cairan interstisium



Aliran balik vena



9



17 10



Efek isap jantung



Kekentalan darah 16



20



Kontrol metabolik lokal



8



Aktivitas Pernapasan



15



Kontrol vasokonstriktor ekstrinsik



18



19



21



Aktivitas simpatis dan epinefrin



Aktivitas otot rangka



JumIah sel darah merah



Vasopresin dan angiotensin II



22



13 14



Keseimbangan garam dan air



Sistem vasopresin, renin-angiotensin-aldosteron (Bab 14 dan 15)



Gambar 10-34 Penentu tekanan darah arteri rerata. Perhatikan bahwa gambar ini pada dasarnya adalah gabungan dari Gambar 9-25, h. 353, "Kontrol curah jantung"; Gambar 10-14, h. 378, "Faktor yang memengaruhi resistensi perifer total"; dan Gambar 10-28, h. 390, "Faktor yang mempermudah aliran balik vena". Lihat teks untuk pembahasan tentang angka-angka.



PENENTU TEKANAN ARTERI RERATA Mekanisme-mekanisme



terperinci yang melibatkan kerja terpadu berbagai komponen sistem sirkulasi dan sistem tubuh lain sangat penting untuk mengatur tekanan arteri rerata (Gambar 10- 34). Ingat bahwa dua penentu tekanan arteri rerata adalah curah jantung dan resistensi perifer total: Tekanan arteri rerata = curah jantung x resistensi perifer total (Jangan mengacaukan persarnaan ini, yang menunjukkan faktorfaktor yang menentukan tekanan arteri rerata, yaitu tingkat curah jantung dan resistensi perifer total, dengan persarnaan yang digunakan untuk menghitung tekanan arteri rerata, yaitu, tekanan arteri rerata = tekanan diastol + 1/3 tekanan nadi.) Ingat kembali bahwa sejumlah falctor menentukan curah jantung dan resistensi perifer total (lihat Gambar 9-25, h. 353; Gambar 10-14, h. 378; dan Gambar 10-28, h. 390). Karena itu, Anda dapat dengan cepat memahami kompleksitas regulasitekanan darah. Marilah kita bahas Gambar 10-34 dengan mengulas semua faktor yang memengaruhi tekanan arteri rerata. Meskipun kita telah membicarakan semua faktor ini sebelumnya, ada baiknya faktorfaktor tersebut kita padukan. Angka-angka di teks bersesuaian dengan angka-angka di gambar.    BAB 10







Tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan



resistensi perifer total



1di Gambar 10-34 Curah jantung bergantung pada kecepatan jantung dan isi sekuncup 2







Kecepatan denyut jantung bergantung pada keseimbangan relatif aktivitas parasimpatis 3yang menurunkan kecepatan jantung,



dan aktivitas simpatis 4 (termasuk epinefrin dalam seluruh ini) yang meningkatkan kecepatan jantung. Pembahasan Isi sekuncup meningkat sebagai respons terhadap aktivitas simpatis 5 ; kontrol ekstrinsik isi sekuncup). Isi sekuncup juga meningkat jika aliran balik vena meningkat 6 (kontrol intrinsik isi sekuncup sesuai hukum FrankStarling jantung.



Aliran balik vena ditingkatkan oleh vasokontraksi vena yang diinduksi oleh saraf simpa isi 7t , pompa otot rangka 8, pompa pernapasan 9 ,dan pengisapan jantung. 10 un



■ Volume darah sirkulasi efektifjuga memengaruhi seberapa banyak darah dikembalikan ke jantung 11 . .Volume darah



bergantung dalam dalam jangka-pendek pada ukuran cairan bulk-flow pasif antara plasma dan cairan interstisium menembus dinding kapiler 12 . Dalam jangka-panjang, volume darah bergantung pada keseimbangan garam dan air 13 . yang secara hormonal dikontrol masing-masing oleh sistem renin-angiotensin-aldosteron dan vasopresin 14 . Penentu utama lain tekanan darah arteri rerata, resistensi perifer total, bergantung pada jari-jari semua arteriol serta kekentalan darah 15 . Faktor utama yang menentukan kekentalan darah ad16. .Namun, jari-jari arteriol alah jumlah sel darah merah adalah faktor yang lebih penting dalam menentukan resistensi perifer total Jari-jari arteriol dipengaruhi oleh kontrol metabolik lokal (intrinsik) yang menyamakan aliran darah dengan kebutuhan metabolik 17 . Sebagai contoh, perubahan lokal yang terjadi di otot-otot rangka yang aktif menyebabkan vasodilatasi arteriol lokal dan peningkatan aliran darah ke otot-otot tersebut 18.



Jari-jari arteriol juga dipengaruhi oleh aktivitas simpatis 19, suatu mekanisme kontrol ekstrinsik yang menyebabkan vasokonstriksi arteriol 20 untuk meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan darah arteri rerata.



Jari-jari arteriol juga dipengaruhi secara ekstrinsik oleh hormon vasopresin dan angiotensin II, yaitu vasokonstriktor poten 21 serta penting dalam keseimbangan garam dan air 22..



Perubahan setiap faktor di atas yang memengaruhi tekanan darah, kecuali jika terjadi perubahan kompensasi di variabel lain yang menjaga tekanan darah konstan. Aliran darah ke suatu organ bergantung pada gaya dorong tekanan arteri rerata dan pada derajat vasokonstriksi arteriol organ tersebut. Karena tekanan arteri rerata bergantung pada curah jantung dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriolarteriol di satu organ melebar, arteriol-arteriol di organ lain harus berkonstriksi untuk mempertahankan tekanan darah arteri yang adekuat. Tekanan yang memadai diperlukan untuk menghasilkan gaya untuk mendorong Baroreseptor sinus karotis darah tidak saja ke organ yang mengalami vasodilatasi tetapi juga ke otak, yang karotis bergantung pada aliran darah yang konstan. Arteri komunis Karena itu, variabel-variabel kardiovaskular (Darah ke otak) harus terus-menerus diatur untuk mempertahankan tekanan darah yang konstan meskipun kebutuhan akan darah dari masingmasing organ berubah-ubah.



ngembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya. Penyesuaian jangka-pendek (dalam hitungan detik) dilakukan dengan mengubah curah jantung dan resistensi perifer total, yang diperantarai oleh pengaruh sistem saraf autonom pada jantung, vena, dan arteriol. Kontrol jangka-panjang (dalam hitungan menit hingga hari) dicapai dengan menyesuaikan volume darah total dengan memulihkan keseimbangan garam dan air melalui mekanisme-mekanisme yang mengatur pengeluaran urine dan rasa haus (lihat Bab 14 dan 15). Besar-kecilnya volume darah total nantinya berdampak besar pada curah jantung dan tekanan arteri rerata. Marilah kita sekarang mengarahkan perhatian pada mekanisme-mekanisme jangka-pendek yang berperan dalam mengatur tekanan ini.



Refleks baroreseptor adalah mekanisme jangkapendek penting untuk mengatur tekanan darah melalui efek segera pada jantung dan pembuluh darah.



Setiap perubahan pada tekanan arteri rerata memicu suatu refleks baroreseptor secara autonom yang memengaruhi jantung dan pembuluh darah untuk menyesuaikan curah jantung dan resistensi perifer total dalam upaya untuk memulihkan tekanan darah ke normal. Seperti semua refleks, refleks baroreseptor mencakup reseptor, jalur aferen, pusat integrasi, jalur eferen, dan organ efektor. Reseptor terpenting yang terlibat dalam regulasi terus-menerus tekanan darah, sinus karotis dan baroreseptor arkus aorta, merupakan mekanoreseptor yang peka terhadap perubahan pada tekanan arteri rerata. Baroreseptor ini memiliki letak strategis (Gambar 10-35) untuk memberi informasi penting tentang tekanan



Sinyal saraf ke pusat kontrol kardiovaskular di medula



Baroreseptor arkus aorta Aorta (Darah ke bagian tubuh lainnya)



TINDAKAN KONTROL JANGKA-PENDEK DAN JANGKA-PANJANG Tekanan arteri



rerata secara terus-menerus dipantau oleh baroreseptor (reseptor tekanan) di dalam sistem sirkulasi. Ketika terdeteksi adanya penyimpangan dari normal, berbagai respons refleks teraktifkan untuk mengembalikan tekanan arteri rerata ke nilai normalnya, berbagai respons refleks teraktifkan untuk me-



Gambar 10-35 Lokasi baroreseptor arteri. Baroreseptor arteri terletak di tempat yang strategis untuk memantau tekanan darah arteri rerata di arteri-arteri yang mendarahi otak (baroreseptor sinus karotis) dan bagian tubuh lainnya (baroreseptor arkus aorta).



  



395



arteri di pembuluh-pembuluh yang menuju ke otak (baroreseptor sinus karotis) dan di trunkus arteri utama sebelum pembuluh ini bercabang-cabang untuk mendarahi bagian tubuh lainnya (baroreseptor arkus aorta). Baroreseptor terus-menerus memberi informasi tentang tekanan arteri rerata; dengan kata lain, sensor ini selalu menghasilkan potensial aksi sebagai respons terhadap tekanan di dalam arteri. Ketika tekanan arteri rerata meningkat, potensial reseptor baroreseptor ini meningkat sehingga kecepatan lepas muatan di neuron-neuron aferen terkait meningkat. Sebaliknya, penurunan tekanan arteri rerata memperlambat kecepatan lepas-muatan yang dibentuk di neuron aferen oleh baroreseptor (Gambar 10-36). Pusat integrasi yang menerima impuls aferen tentang keadaan tekanan arteri rerata adalah pusat kontrol kardiovaskular, yang terletak di medula di dalam batang otak. Jalur eferennya adalah sistem saraf autonom. Pusat kontrol kardiovaskular mengubah perbandingan antara aktivitas simpatis dan parasimpatis ke organ-organ efektor (jantung dan pembuluh darah). Untuk melihat sekilas bagaimana perubahan autonom mengubah tekanan darah arteri, pelajarilah Gambar 10-37, yang meringkaskan efek-efek utama stimulasi simpatis dan parasimpatis pada jantung dan pembuluh darah. Marilah kini kita padukan potongan-potongan refleks baroreseptor dengan rnenelusuri aktivitas refleks yang mengompensasi peningkatan atau penurunan tekanan darah. Jika karena suatu sebab tekanan arteri rerata meningkat di atas normal (>Gambar 10-38a), baroreseptor sinus karotis dan arkus aorta meningkatkan frekuensi lepas-muatan di neuronneuron aferen mereka. Pusat kontrol kardiovaskular, setelah



Stimulasi parasimpatis



Jantung



Normal Arterial pressure (mm Hg)



Increased



Decreased



120



Mean pressure



80 Firing rate in afferent neuron arising from carotid sinus baroreceptor



Time Gambar 10-36 Kecepatan lepas-muatan neuron aferen dari baroreseptor sinus karotis dalam kaitannya dengan besar tekanan arteri rerata



mendapat informasi oleh peningkatan lepas-muatan bahwa tekanan darah terlalu tinggi, berespons dengan mengurangi aktivitas simpatis dan meningkatkan aktivitas parasimpatis ke sistem kardiovaskular. Sinyal-sinyal eferen ini mengurangi kecepatan denyut jantung, menurunkan isi sekuncup, dan menyebabkan vasodilatasi arteriol dan vena, yang pada saatnya menyebabkan penurunan curah jantung dan resistensi perifer total, diikuti oleh penurunan tekanan darah kembali ke normal. Sebaliknya, jika tekanan darah turun di bawah normal (Gambar 10-38b), aktivitas baroreseptor menurun, memicu pusat kardiovaskular meningkatkan aktivitas saraf vasokonstriktor dan simpatis jantung sementara menurunkan keluaran parasimpatis.



Kecepatan jantung



Tekanan darah



Curah jantung



Kecepatan jantung Stimulasi simpatis



Curah Jantung



Jantung Kekuatan kontraksi jantung



Arteriol



Vena



Vasokonstriksi



Isi sekuncup



Resistensi perifer total



Vasokonstriksi



Aliran balik vena



Tekanan darah



Tekanan darah



Curah Jantung



Tekanan darah



Tekanan darah



Gambar 10-37 Ringkasan efek-efek sistem saraf simpatis dan parasimpatis pada faktor-faktor yang memengaruhi tekanan darah arteri rerata.



   BAB 10



Ketika tekanan darah meningkat melebihi normal



Frekuensi lepasmuatan disaraf afren



Potensial reseptor sinus karotis dan arkus aorta



Kecepatan jantung dan isi sekuncup dan vasodilatasi arteriol dan vena



Aktivitas saraf simpatis jantung dan Aktivitas saraf vasokonsriktor simpatis dan Aktivitas saraf parasimpatis



Pusat kardiovaskular



Curah jantung dan resistensi perifer total



Tekanan darah turun ke arah normal



(a) Refleks baroreseptor sebagai respons terhadap peningkatan tekanan darah.



Ketika tekanan darah turun di bawah normal



Potensial reseptor sinus karotis dan arkus aorta



Aktivitas saraf simpatis jantung dan Aktivitas saraf vasokonsriktor simpatis dan Aktivitas saraf parasimpatis



Frekuensi lepasmuatan di saraf aferen



Kecepatan jantung dan isi sekuncup dan vasodilatasi arteriol dan vena



Pusat kardiovaskular



Curah jantung dan resistensi perifer total



Tekanan darah turun ke arah normal



(b) Refleks baroreseptor sebagai respons terhadap penurunan tekanan darah Gambar 10-38 Refleks baroreseptor untuk memulihkan tekanan darah ke normal.



Pola aktivitas eferen ini menyebabkan peningkatan kecepatan jantung dan isi sekuncup, disertai oleh vasokonstriksi arteriol dan vena. Perubahan-perubahan ini meningkatkan curah jantung dan resistensi perifer total, menaikkan tekanan darah kembali ke normal.



Selain refleks baroreseptor, yang fungsi utamanya adalah mengatur tekanan darah, beberapa refleks dan respons lain juga memengaruhi sistem kardiovaskular dan tekanan darah meskipun mereka terutama mengatur fungsi tubuh lain. Faktor-faktor ini mencakup yang berikut 1. Reseptor volumeatrium kiri dan osmoreseptor hipotalamus terutama penting dalam keseimbangan air dan garam di tubuh; karena itu, keduanya memengaruhi regulasi jangka-panjang tekanan darah dengan mengontrol volume plasma. 2. Kemoreseptor yang berada di arteri karotis dan aorta, berkaitan erat dengan tetapi berbeda dari baroreseptor, peka terhadap kadar O2 yang rendah atau asam yang tinggi dalam darah. Fungsi utama kemoreseptor ini adalah meningkatkan secara refleks aktivitas pernapasan untuk membawa masuk lebih banyak O2 atau mengelu-



arkan lebih banyak CO2 pembentuk-asam, tetapi kemoreseptor tersebut juga secara refleks meningkatkan tekanan darah dengan mengirim impuls eksitatorik ke pusat kardiovaskular. 3. Respons kardiovaskular yang berkaitan dengan perilaku dan emosi tertentu diperantarai melalui jalur korteks serebrumhipotalamus dan tampaknya telah terprogram. Respons-respons ini mencakup perubahan luas dalam aktivitas kardiovaskular yang menyertai respons generalisata simpatis berjuang atau lari, peningkatan karakteristik kecepatan jantung dan tekanan darah pada orgasme seksual, dan vasodilatasi kulit lokal yang berkaitan dengan rasa malu. 4. Perubahan kardiovaskular mencolok yang menyertai olahraga, termasuk peningkatan substansial aliran darah otot rangka (lihat Gambar 10-12, h. 373), peningkatan signifikan curah jantung, penurunan resistensi perifer total (karena vasodilatasi luas di otot rangka meskipun terjadi vasokonstriksi arteriol generalisata di sebagian besar organ), dan peningkatan sedang tekanan arteri rerata (Tabel 10-4). Bukti menyiratkan bahwa terdapat pusatpusat olahraga tertentu di otak (yang belum teridentifikasi) yang memicu perubahan jantung dan pembuluh darah pada saat atau bahkan sebagai antisipasi olahraga. Efek-efek ini kemudian diperkuat oleh masukan aferen ke pusat kar-



   397



❚ TABEL 10-4



Perubahan Kardiovaskular Selama Olahraga Cardiovascular



Variabel Kardiovaskular



Perubahan



Komentar











Terjadi akibat meningkatnya aktivitas simpatis dan menurunnya aktivitas parasimpatis pada nodus SA



Aliran balik vena







Terjadi karena vasokonstriksi vena yang dipicu oleh aktivitas simpatis dan meningkatnya aktivitas pompa otot rangka dan pompa pernapasan



Isi sekuncup







Terjadi baik karena meningkatnya aliran balik vena melalui mekanisme Frank-Starling (kecuali jika waktu pengisian diastol berkurang bermakna akibat kecepatan jantung yang tinggi) atau pun karena peningkatan kontraktilitas miokardium yang dipicu oleh aktivitas simpatis



Curah jantung Aliran darah ke otot rangka aktif dan otot jantung







Terjadi karena meningkatnya kecepatan jantung dan isi sekuncup







Terjadi karena vasodilatasi arteriol yang dikontrol secara lokal, yang diperkuat oleh efek vasodilatasi epinefrin dan mengalahkan efek vasokonstriktor simpatis yang lebih lemah



Aliran darah ke otak



Tidak berubah Terjadi karena stimulasi simpatis tidak berefek pada arteriol otak; mekanisme kontrol lokal mempertahankan aliran darah otak yang konstan apapun situasinya.



Aliran darah ke kulit







Terjadi karena pusat kontrol suhu di hipotalamus memicu vasodilatasi arteriol kulit; peningkatan aliran darah ke kulit membawa panas yang dihasilkan oleh otot ke permukaan tubuh untuk dikeluarkan ke lingkungan eksternal.



Terjadi akibat vasokonstriksi arteriol generalisata yang ditimbulkan  oleh aktivitas simpatis Terjadi karena resistensi di otot rangka, jantung, dan kulit menurun lebih besar daripada peningkatan resistensi di organ-organ lain Tekanan darah arteri rerata



Meningkat



Terjadi karena curah jantung meningkat lebih besar daripada penurunan resistensi perifer total.



diovaskular medula dari kemoreseptor di otot serta oleh mekanisme lokal yang penting dalam mempertahankan vasodilatasi di otot yang aktif. Refleks baroreseptor memodulasi berbagai respons kardiovaskular ini lebih lanjut. 5. Kontrol hipotalamus atas arteriol kulit untuk tujuan mengatur suhu didahulukan daripada kontrol pusat kardiovaskular atas pembuluh yang sama untuk tujuan mengatur tekanan darah. Akibatnya, tekanan darah dapat turun ketika pembuluh-pembuluh kulit melebar untuk mengeluarkan kelebihan panas dari tubuh, meskipun respons baroreseptor menghendaki vasokonstriksi kulit untuk membantu mempertahankan resistensi perifer total yang adekuat. 6. Bahan-bahan vasoaktif yang dibebaskan dari sel endotel ikut berperan dalam mengatur tekanan darah. Sebagai contoh, NO dalam keadaan normal menimbulkan efek vasodilatasi. Selanjutnya kita akan membahas tentang kelainan tekanan darah.



  



BAB 10



Hipertensi adalah masalah kesehatan masyarakat nasional yang serius, tetapi penyebabnya umumnya tidak diketahui. Kadang-kadang mekanisme kontrol tekanan darah tidak berfungsi dengan benar atau tidak mampu secara sempurna mengompensasi perubahan yang berIangsung. Tekanan darah dapat terlalu tinggi (hipertensi jika di atas 140/90 mm Hg) atau terlalu rendah (hipotensi jika di bawah 90/60 mm Hg). Hipotensi dalam bentuk ekstrimnya menyebabkan syok sirkulasi. Pertama-tama kita akan membicarakan tentang hipertensi, yaitu kelainan tekanan darah yang paling sering dijumpai, dan kemudian menyimpulkan bab ini dengan pembahasan tentang hipotensi dan syok. Terdapat dua golongan besar hipertensi, hipertensi sekunder dan hipertensi primer, bergantung pada penyebabnya.



HIPERTENSI SEKUNDER Kausa pasti hipertensi hanya dapat ditemukan pada 10% kasus. Hipertensi yang terjadi akibat masalah primer lain disebut hipertensi sekunder. Inilah beberapa contoh hipertensi sekunder:



Ketika aliran darah yang menuju ginjal berkurang, misalnya oleh lesi aterosklerotik yang menonjol ke dalam lumen suatu arteri renalis (lihat h. 354), ginjal berespons dengan menginisiasi jalur hormon renin-angiotensin-aldosteron. Jalur ini mendorong retensi garam dan air sewaktu pembentukan urine sehingga volume darah bertambah untuk mengompesasi berkurangnya aliran darah ginjal. Ingat kembali bahwa angiotensin II, bagian jalur ini, juga merupakan vasokonstriktor kuat. Meskipun kedua efek ini (peningkatan volume darah dan vasokonstriksi yang dipicu oleh angiotensin) adalah mekanisme kompensasi untuk memperbaiki aliran darah ke arteri renalis yang menyempit, keduanya juga menjadi penyebab meningkatnya tekanan darah arteri secara keseluruhan. Feokromositoma adalah suatu tumor medula adrenal yang mengeluarkan epinefrin dan norepinefrin secara berlebihan. Peningkatan abnormal kadar kedua hormon ini menyebabkan peningkatan curah jantung dan vasokonstriksi perifer genera-lisata, yang keduanya berperan menyebabkan hipertensi yang khas pada penyakit ini. ■



HIPERTENSI PRIMER Kausa yang mendasari 90% kasus hipertensi



tidak diketahui. Hipertensi semacam ini dikenal sebagai hipertensi primer (esensial atau idiopatik). Hipertensi primer adalah suatu kategori umum untuk peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh beragam kausa tak-diketahui dan bukan suatu entitas tunggal. Orang memperlihatkan kecenderungan genetik yang kuat untuk mengidap hipertensi primer, yang dapat dipercepat atau diperburuk oleh faktor kontribusi misalnya obesitas, stres, merokok, atau kebiasaan makan. Perhatikanlah berbagai kemungkinan penyebab potensial bagi hipertensi primer yang saat ini sedang diteliti. Gangguan penanganan garam oleh ginjal. Banyak variasi gen yang teridentifikasi berhubungan dengan hipertensi pada manusia terkait pada jalur hormonal renin-angiotensin-aldos-teron peningkat tekanan darah. Contohnya, variasi dari gen yang menyandi angiotensinogen, prekursor bagi angiotensin II, adalah kaitan antara hipertensi dan gen yang pertama kali ditemukan pada manusia. Bukti-bukti yang ada menyiratkan bahwa individu dengan defek penghasil hipertensi pada jalur ini bersifat sensitif garam, yaitu mereka tidak mengeluarkan garam dalam urine seperti seharusnya sehingga menyebabkan akumulasi bertahap garam dan air di tubuh, yang menyebabkan peningkatan progresif tekanan arteri. ■



Asupan garam berlebihan. Karena garam secara osmotik menahan air, dan karenanya meningkatkan volume darah dan berperan dalam kontrol jangka-panjang tekanan darah, asupan berlebihan garam dapat menyebabkan hipertensi, khususnya pada individu yang sensitif terhadap garam. Karena bukti-bukti yang mengatakan bahwa mengurangi asupan. garam dapat menyelamatkan nyawa dengan mengurangi komplikasi yang dipicu oleh hipertensi seperti serangan jantung dan menghemat jutaan biaya pemeliharaan kesehatan, para ahli sekarang menganjurkan tidak lebih dari 1,5 g natrium (Na+) (ekuivalen de



ngan 3,8 g garam) per hari jika Anda telah menderita hipertensi atau dengan faktor risiko tinggi (yaitu orang afro-amerika atau yang berusia lebih dari 40 tahun) dan asupan rerata 2,3 g Na+ (5,8 g garam) per hari untuk yang lainnya. Namun, orang Amerika rata-rata sekarang mengonsumsi 3,4-4 g Na+ tiap hari (atau 8,5-10 g garam per hari). Satu sendok teh garam mengandung 2,3 g Na+. Namun, sebagian besar konsumsi garam tidak berasal dari pengaduk garam kita tetapi tesembunyi dalam makanan yang diproses. Diet yang kurang mengandung buah, sayuran, dan produk susu (yaitu, rendah K+ dan Ca2+). Faktor makanan selain garam dibuktikan berpengaruh besar pada tekanan darah. Studi DASH (Dietary Approaches to Stop Hypertension) menemukan bahwa diet rendahIemak dan kaya buah, sayur, dan produk susu dapat menurunkan tekanan darah pada orang dengan hipertensi ringan sama seperti pemberian terapi dengan satu jenis obat. Penelitian memperlihatkan bahwa asupan K+ tinggi yang berkaitan dengan banyak makan buah dan sayur dapat menurunkan tekanan darah dengan merelaksasikan arteri. Selain itu, kurangnya asupan Ca2+ dari produk susu diidentifikasi sebagai pola diet yang paling menonjol pada orang dengan hipertensi yang tidak diobati, meskipun peran Ca2+dalam mengatur tekanan darah masih belum jelas.







■ Kelainan membran plasma misalnya gangguan pompa Na+-K+ . Kelainan semacam ini, dengan mengubah gradien elektrokimia menembus membran plasma, dapat mengubah kepekaan dan kontraktilitas jantung dan otot polos di dinding pembuluh darah sedemikian rupa sehingga terjadi peningkatan tekanan darah. Selain itu, pompa Na+-K+sangat penting dalam penanganan garam oleh ginjal. Defek genetik pada pompa Na+-K+ pada tikus laboratorium yang rentan hipertensi adalah keterkaitan hipertensi-gen yang pertama ditemukan.



Kelainan pada NO, endotelin, dan bahan kimia vasoaktif yang bekerja lokal lainnya. Sebagai contoh, kekurangan NO dapat ditemukan di dinding pembuluh darah sebagian pasien hipertensi yang menyebabkan gangguan kemampuan vasodilatasi untuk menurunkan tekanan darah. Selain itu, suatu kelainan di gen yang menyandi endotelin, suatu vasokontriktor kerja-lokal, diduga kuat berperan sebagai penyebab hipertensi. ■



Kelebihan vasopresin. Bukti-bukti eksperimen terakhir mengisyaratkan bahwa hipertensi dapat disebabkan oleh malfungsi sel penghasil vasopresin di hipotalamus. Vasopresin adalah vasokonstriktor kuat dan juga mendorong retensi air. Apapun penyebab yang mendasari, sekali terbentuk, hipertensi tampaknya akan terus berlanjut. Pajanan terus-menerus ke tekanan yang tinggi menyebabkan dinding pembuluh mudah mengalami aterosklerosis, yang semakin meningkatkan tekanan darah. ■



ADAPTASI BARORESEPTOR SELAMA HIPERTENSI Baroreseptor



tidak berespons untuk menurunkan tekanan darah kembali ke normal selama hipertensi karena mereka beradaptasi, atau "disetel ulang", untuk bekerja pada tekanan yang lebih tinggi. Pada tekanan darah yang terus-menerus tinggi, baroreseptor tetap berfungsi untuk mengatur tekanan darah, tetapi reseptor ini mempertahankannya pada tingkat tekanan yang lebih tinggi.



   399



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Naik-Turun Hipertensi dan Olahraga



K



ETIKA TEKANAN DARAH NAIK, salah satu cara untuk menurunkannya adalah dengan meningkatkan tingkat aktivitas fisik. Studi studi menunjukkan bahwa keikutsertaan dalam aktivitas aerobik melindungi tubuh dari hipertensi. Selain itu, olahraga dapat digunakan sebagai terapi untuk mengurangi hipertensi yang telah terbentuk. Pada pasien dengan hipertensi berattersedia obat-obatan hipertensi untuk menurunkan tekanan darah tetapi kadang-kadang timbul efek samping yang tidak diinginkan. Efek samping diuretik mencakup ketidakseimbangan elektrolit, ketidak mampuan menangani glukosa secara normal, dan peningkatan kadar kolesterol darah. Efek samping obat yang memengaruhi resistensi perifer total mencakup peningkatan kadar trigliserida darah, penurunan kadar kolesterol HOL (bentuk kolesterol), penambahan berat, disfungsi seks, dan depresi. Pasen dengan hipertensi ringan menimbulkan dilema bagi dokter. Risiko minum obat mungkin melebihi manfaat yang diperoleh dari penurunan tekanan darah. Karena kemungkinan efek samping obat, terapi non-obat untuk hipertensi ringan mungkin merupakan cara yang paling bermanfaat.Terapi non-obat yang paling sering digunakan adalah penurunan berat, pembatasan garam, dan olahraga.



KOMPLIKASI HIPERTENSI Hipertensi menimbulkan stres pada



jantung dan pembuluh darah. Jantung mendapat beban kerja yang lebih besar karena harus memompa melawan resistensi perifer total yang lebih tinggi, sementara pembuluh darah mungkin rusak akibat tekanan internal yang tinggi, terutama ketika dinding pembuluh melemah akibat proses degeneratif aterosklerosis. Komplikasi hipertensi mencakup gagal jantung kongestif akibat ketidakmampuan jantung memompa darah melawan tekanan arteri yang terus-menerus tinggi, stroke akibat pecahnya pembuluh darah otak, dan serangan jantung karena pecahnya pembuluh koronaria (ingat kembali bahwa serangan jantung dapat juga terjadi akibat tersumbatnya pembuluh koroner oleh tromboembolisme; lihat h. 355.) Perdarahan spontan akibat pecahnya pembuluh darah kecil di bagian lain tubuh juga dapat terjadi tetapi dengan konsekuensi yang kurang serius; contohnya adalah ruptur pembuluh darah di hidung yang rnenyebabkan mimisan. Komplikasi serius lainnya pada hipertensi adalah gagal ginjal akibat gangguan progresif aliran darah melalui pembuluh darah ginjal yang rusak. Selain itu, kerusakan retina akibat kelainan di pembuluh darah yang mendarahi mata dapat menyebabkan gangguan penglihatan progresif.



Hingga penyulit terjadi, hipertensi tidak bergejala karena jaringan mendapat pasokan darah yang cukup. Karena itu, kecuali jika dilakukan pengukuran tekanan darah secara rutin, penyakit ini dapat tidak diketahui hingga terjadi penyulit mendadak. Jika Anda menyadari berbagai penyulit potensial ini dan mempertimbangkan bahwa sepertiga orang dewasa di Amerika Serikat diperkirakan mengidap peningkatan tekanan darah kronik, Anda dapat memahami besarnya masalah kesehatan nasional ini.



   BAB 10



Meskipun penurunan berat hampir selalu mengurangi tekanan darah, penelitian menunjukkan bahwa program penurunan berat biasanya hanya menyebabkan penurunan sebesar 12 pon, dan keberhasilan jangka-panjang keseluruhan dalam menjaga berat hanyalah sekitar 20%. Pembatasan garam bermanfaat bagi banyak pengidap hipertensi, tetapi kepatuhan terhadap diet rendah-garam sulit dipertahankan oleh banyak pasien karena makanan cepat saji dan makanan yang dihidangkan di restoran biasanya mengandung banyak garam. Bukti-bukti dalam literatur menyarankan bahwa olahraga aerobik tingkat sedang yang dilakukan selama 15 hingga 60 menit tiga kali seminggu bermanfaat bagi sebagian besar kasus hipertensi ringan hingga sedang. Karena itu, ada baiknya bahwa program olahraga aerobik teratur dilakukan bersama dengan tindakan terapetik lain untuk mengoptimalkan penurunan tekanan darah. Jika memungkinkan, waktu olahraga total pada satu hari bahkan dapat dibagi-bagi menjadi sesi-sesi yang lebih singkat yang masih memberi manfaat setara.



TERAPI HIPERTENSI Jika hipertensi terdeteksi, intervensi terapetik dapat mengurangi perjalanan dan keparahan masalah ini. Pengaturan diet, termasuk penurunan berat, disertai berbagai obat yang mem anipulasi penanganan air dan garam atau aktivitas autonom pada sistem kardiovaskular dapat digunakan untuk mengobati hipertensi. Apapun penyebab aslinya, obatobat yang mengurangi volume plasma atau resistensi perifer total (atau keduanya) akan menurunkan tekanan darah ke arah normal. Selain itu, program olahraga aerobik teratur dapat dilakukan untuk membantu mengurangi tekanan darah tinggi. (Untuk perinciannya, lihat fitur dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.) PRAHIPERTENSI Dalam pedomannya yang terkini, National Institutes of Health mengidentifikasi prahipertensi sebagai suatu kategori baru untuk tekanan darah dalam kisaran antara normal (120/80) dan hipertensi (140/90). Tekanan darah dalam rentang prahipertensi biasanya dapat dikurangi dengan program olahraga dan diet yang sesuai, sementara mereka yang berada dalam kisaran hipertensi biasanya harus mendapat obat antihipertensi selain perubahan kebiasaan hidup sehat. Tujuan mengelola tekanan darah dalam kisaran prahipertensi adalah melakukan tindakan sebelum tekanan naik menuju kisaran hipertensi, ketika penyulit-penyulit serius dapat terjadi. Kini kita akan meneliti ekstrim yang lain, hipotensi, dengan pertama kali membahas hipotensi ortostatik, lalu ke kelainan yang lebih serius, syok sirkulasi.



Hipotensi, atau tekanan darah rendah, terjadi ketika terdapat ketidakseimbangan antara kapasitas vaskular dan volume darah (pada hakikatnya, darah terlalu sedikit untuk mengisi pembuluh) atau ketika jantung terlalu lemah untuk mendorong darah. Situasi tersering ketika hipotensi terjadi sesaat adalah hipotensi ortostatik. Hipotensi ortostatik (postural) terjadi karena insufisiensi respons kompensatorik terhadap perubahan darah akibat gravitasi saat seseorang berpindah dari posisi horizontal ke posisi vertikal. Ketika seseorang berubah dari berbaring menjadi berdiri, penumpukan darah di vena-vena tungkai akibat gravitasi menurunkan aliran balik vena, mengurangi isi sekuncup dan karenanya menurunkan curah jantung dan tekanan darah. Penurunan tekanan darah ini normalnya dideteksi oleh baroreseptor, yang memicu respons kompensatorik segera untuk memulihkan tekanan darah ke tingkat yang sesuai. Pada beberapa orang refleks adaptasi untuk berdiri ini mengalami gangguan, seperti pada individu yang meminum obat antihipertensi yang memengaruhi refleks atau pada pasien yang telah lama berbaring bangkit sehingga refleksnya berkurang karena tidak digunakan. Ketika individu dengan gangguan adaptasi refleks berdiri pertama kali, kontrol simpatis atas vena-vena tungkai kurang memadai sehingga darah mengumpul di ekstremitas bawah tanpa adanya respons kompensatorik yang mencukupi untuk melawan penurunan tekanan darah yang diinduksi



oleh gravitasi. Hipotensi ortostatik yang terjadi dan berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan pasien pusing atau bahkan pingsan.



Syok sirkulasi dapat menjadi ireversibel



Ketika tekanan darah turun sedemikian rendah sehingga aliran darah ke jaringan tidak lagi dapat dipertahankan, terjadi keadaan yang disebut sebagai syok sirkulasi. Syok sirkulasi dapat disebabkan oleh (1) kehilangan darah dalam jumlah besar seperti pada perdarahan (syok hipovolemik); (2) kegagalan jantung yang telah melemah untuk memompa darah secara adekuat (syok kardiogenik); (3) vasodilatasi arteriol luas (syok vasogenik) yang dipicu oleh bahan-bahan vasodilator (seperti pelepasan histamin dalam jumlah besar pada reaksi alergi berat); atau (4) tonus vasokonstriktor yang mengalami gangguan dari segi neural (syok neurogenik) (Gambar 10-39). Sekarang kita akan meneliti konsekuensi dan kompensasi syok, dengan menggunakan perdarahan sebagai contoh (Gambar 10-40). Gambar ini mungkin terlihat membingungkan, tetapi kita akan menguraikannya tahap demi tahap.Ini adalah suatu contoh penting yang menyatukan banyak prinsip yang dibahas di bab ini. Seperti sebelumnya, angka di teks bersesuaian dengan angka dalam gambar.



Syok sirkulasi ( tekanan arteri rerata)



Curah jantung



Curah jantung



Resistensi perifer total



Vasodilatasi luas



Kehilangan volume darah



Bahan vasodilator yang dikeluarkan dari bakteri



Hilangnya cairan yang berasal dari plasma



Perdarahan hebat



Muntah berlebihan, diare, pengeluaran melalui urin, dsbnya



Syok hipovolemik



Jantung melemah



Syok kardiogenik



Syok septik



Pelepasan histamin pada reaksi alergik berat



Lenyapnya tonus vaskular



Syok anafilaktik



Aktivitas saraf simpatis



Syok vasogenik



Syok neurogenik



Gambar 10-39 Penyebab syok sirkulasi.



Pembuluh Darah dan Tekanan Darah



401



Perdarahan 20 Rasa haus Volume darah



Aliran balik vena



lsi sekuncup



19



Vasopresin dan renin-angiotensin-aldosteron



1



4



Curah jantung



Tekanan arteri



Lepas muatan baroreseptor Sel darah merah



(melalui pusat kardiovaskular) 2 12 Tekanan darah kapiler



Aktivitas parasimpatis ke jantung



Aktivitas simpatis ke jantung



Aktivitas simpatis ke vena



3 Fiftrasi dan reabsorpsi



5



Kecepatan jantung



77



Vasokonstriksi vena



14 Sintess protein plasma oleh hati



Pergeseran cairan dari cairan interstisium ke dalam plasma



Kontraktilitas jantung



Isi sekuncup



9 Vasokonstriksi arteriol (kecuali otak)



Aliran balik vena



18



21



Aliran darah ginjaI 10



6



8 Resistensi perifer total



Curah jantung 13 Volume plasma



Aktivitas simpatis ke arteriol



Pelepasan hormon yang rnerangsang produksi sel darah merah



11 17



Tekanan arteri



Menghemat volume plasma 15 Menghemat volume plasma



16



KEY Konsekuensi



Kompensasi



Gambar 10-40 Konsekuensi dan kompensasi perdarahan. Penurunan volume darah yang terjadi karena perdarahan menyebabkan penurunan tekanan arteri. (Perhatikan kotak biru, yang mewakili konsekuensi perdarahan). Terjadi serangkaian kompensasi (kotak merah muda) yang akhirnya memulihkan volume plasma, tekanan arteri, dan jumlah sel darah merah menuju normal (kotak merah tua). Lihat teks untuk penjelasan tentang angka dan pembahasan terperinci mengenai kompensasi.



   BAB 10



KONSEKUENSI DAN KOMPFNSASI SYOK Setelah terjadi pengeluaran darah dalam jumlah besar, penurunan volume darah dalam sirkulasi yang terjadi menyebabkan penurunan aliran balik vena 1 dan selanjutnya penurunan curah jantung dan tekanan darah arteri. (Perhatikan kotak-kotak biru, yang menunjukkan konsekuensi perdarahan.) Tindakan-tindakan kompensasi segera berupaya untuk mempertahankan aliran darah yang memadai ke otak dengan meningkatkan tekanan darah menuju normal, diikuti oleh tindakan-tindakan dalam kisaran yang lebih luas yang ditujukan untuk memulihkan volume plasma dan mengganti kehilangan sel darah merah, sebagai berikut: (Perhatikan kotak merah muda, yang menunjukkan kompensasi untuk perdarahan). Pada waktu yang singkat, respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan darah menyebabkan peningkatan aktivitas simpatis dan penurunan aktivitas parasimpatis ke jantung 2 . Hasilnya adalah peningkatan kecepatan jantung 3 untuk mengatasi penurunan isi sekuncup 4 yang ditimbulkan oleh kehilangan darah. Pada kehilangan cairan yang berlebihan, nadi menjadi lemah karena isi sekuncup berkurang tetapi cepat karena bertambahnya kecepatan jantung.



Meningkatnya aktivitas simpatis ke vena menyebabkan vasokonstriksi vena generalisata 5 , meningkatkan aliran bali vena melalui mekanisme Frank-Starling 6



Secara bersamaan, stimulasi simpatis atas jantung mening-katkan kontraktilitas jantung 7 sehingga jantung berdenyut lebih kuat dan menyemprotkan lebih banyak darah, mening-katkan isi sekuncup.



Meningkatnya kecepatan jantung dan isi sekuncup secara kolektif meningkatkan curah jantung 8



Vasokontriksi arteriol generalisata yang dipicu oleh aktivitas simpatis 9 menyebabkan peningkatan resistensi perifer total 10







Bersama-sama, peningkatan curah jantung dan resistensi perifer total menyebabkan peningkatan kompensatorik tekanan arteri 11.



Penurunan tekanan arteri awal disertai oleh penurunan tekanan darah kapiler 12 yang menyebabkan pergeseran cairan dari cairan interstisum kedalam kapiler untuk menambah volume plasma 13 . Respons ini kadang-kadang disebut ototransfusi karena memulihkan volume plasma seperti yang dilakukan oleh transfusi.



Pergeseran CES ini ditingkatkan oleh sintesis protein plasma oleh hati selama beberapa hari setelah perdarahan 14. Protein plasma menimbulkan tekanan osmotik koloid yang membantu mempertahankan cairan tambahan dalam plasma. ■ Pengeluaran urine berkurang sehingga air yang seharusnya dikeluarkan dari tubuh ditahan 15.. Retensi cairan tambahan ini membantu meningkatkan volume plasma 16.. Ekspansi volume plasma memperkuat peningkatan curah jantung yang ditimbulkan oleh refleks baroreseptor 17.Penurunan pengeluaran urine terjadi karena berkurangnya aliran darah ginjal akibat vasokonstriksi kompensatorik arteriol ginjal . 18 . Berkurangnya volume plasma juga memicu peningkatan sekresi ■



hormon vasopresin dan pengaktifan jalur hormonal reninangiotensin-aldosteron, yang menghemat garam dan air 19. Meningkatnya rasa haus juga dirangsang oleh penurunan volume plasma yang terjadi pada perdarahan 20 . Peningkatan asupan cairan yang terjadi membantu memulihkan volume plasma. Dalam perjalanan waktu yang lebih panjang (seminggu atau lebih), sel-sel darah merah yang hilang diganti melalui peningkatan pembentukan sel darah merah yang dipicu oleh penurunan penyaluran O2 ke ginjal 21 (lihat h. 420 untuk perincian lebih lanjut).







SYOK IREVERSIBEL Mekanisme-mekanisme kompensasi ini sering kurang cukup untuk rnelawan kehilangan cairan yang substansial. Meskipun mereka dapat mempertahankan tekanan darah yang memadai, tindakan-tindakan jangka-pendek ini tidak dapat berlangsung selamanya. Akhirnya, volume cairan harus diganti dari luar melalui minum, transfusi, atau kombinasi keduanya. Aliran darah ke ginjal, saluran cerna, kulit, dan organ lain dapat dikurangi untuk mempertahankan aliran darah ke otak hanya selama sebelum kerusakan organ mulai terjadi. Dapat tercapai suatu titik ketika tekanan darah terus turun karena kerusakan jaringan, meskipun diberikan terapi maksimal. Keadaan ini sering disebut syok ireversibel, berbeda dari syok reversibel, yang dapat dikoreksi dengan mekanisme kompensatorik dan terapi yang dapat dikoreksi dengan mekanisme kompensatorik dan terapi yang efektif. Meskipun mekanisme pasti yang mendasari sifat ireversibel ini saat ini masih belum diketahui, banyak kemungkinan logis yang dapat berperan menyebabkan perburukan sirkulasi progresif yang menandai syok ireversibel. Terjadi asidosis metabolik akibat peningkatan produksi laktat (asam laktat) karena jaringan yang kekurangan darah mengandalkan metabolisme anaerob. Asidosis merusak sistem enzim yang berperan dalam produksi energi, membatasi kemampuan jantung dan jaringan lain untuk menghasilkan ATP. Penekanan berkepanjangan fungsi ginjal menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit yang dapat menimbulkan aritmia jantung. Pankreas yang kekurangan darah mengeluarkan bahan kimia yang toksik bagi jantung (faktor toksik miokardium) sehingga semakin memperlemah organ ini. Bahan-bahan vasodilator menumpuk di berbagai organ iskemik, termasuk vasodilatasi lokal yang mengalahkan vasokonstriksi refleks generalisata. Seiring dengan semakin merosotnya curah jantung akibat berkurangnya efektivitas jantung sebagai pompa dan resistensi perifer total terus menurun, hipotensi menjadi bertambah parah. Karena itu, ketika syok berkembang hingga ke tahap ketika sistem kardiovaskular itu sendiri mulai gagal, timbul lingkaran setan umpan-balik positif yang akhirnya menyebabkan kematian.



Periksa Pemahaman Anda 10.6 1. Tuliskan persamaan yang menunjukkan determinan-determinan tekanan arteri rerata dan persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan arteri rerata. 2. Siapkan diagram alir yang menunjukkan respons refleks baroreseptor terhadap penurunan tekanan arteri rerata.



  



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Secara homeostasis, pembuluh darah berfungsi sebagai saluran untuk mengangkut darah ke dan dari sel untuk antara lain menyalurkan O2 dan nutrien, membuang zat sisa, distribusi cairan dan elektrolit, eliminasi kelebihan panas, dan pensinyalan hormon. Sel-sel akan segera mati jika tidak mendapat pasokan darah; sel otak akan mati dalam empat menit. Darah secara terus-menerus didaur-ulang dan direkondisi sewaktu mengalir melalui berbagai organ via pembuluh darah. Karena itu, tubuh hanya memerlukan sedikit darah untuk mempertahankan komposisi kimiawi lingkungan cairan internal keseluruhan tempat sel-sel bergantung untuk kelangsungan hidup mereka. Sebagai contoh , O2 secara terusmenerus diserap oleh darah di paru dan secara tetap disalurkan ke semua sel tubuh. Pembuluh darah terkecil, kapiler, merupakan tempat pertukaran



dari setiap sel tubuh; kedekatan ini sangat penting karena jika lebih dari beberapa millimeter, bahan-bahan tidak dapat berdifusi cukup cepat untuk menunjang berbagai aktivitas yang penting bagi kehidupan. Oksigen yang seharusnya memeriukan waktu berbulanbulan hingga bertahun-tahun untuk berdifusi dari paru ke semua sel tubuh secara terus-menerus disalurkan "di depan pintu" setiap sel, tempat difusi dapat secara efisien melaksanakan pertukaran lokal jarak-dekat antara kapiler dan sel sekitar. Demikian juga, hormon harus



cepat



diangkut



melalui



sistem



sirkulasi



dari



tempat



produksinya di kelenjar endokrin ke tempat kerjanya di bagian tubuh lain. Berbagai caraka kimiawi ini tidak dapat berdifusi cukup cepat ke organ sasaran mereka untuk secara efektif mengontrol fungsi organorgan



tersebut,



yang



banyak



di



antaranya



ditujukan



untuk



mempertahankan homeostasis. Bagian lainnya pada sistem sirkulasi dirancang untuk mengangkut darah menuju dan dari kapiler. Arteri dan arteriol mendistribusikan darah yang dipompa oleh jantung ke kapiler agar terjadi pertukaran untuk



mempertahankan



hidup,



sementara



venula



dan



vena



sebenarnya antara darah dan sel sekitar. Kapiler mengangkut darah,



mengumpulkan darah dari kapiler dan mengembalikannya ke



yang telah dipertahankan secara homeostasis, dalam jarak 0,1 mm



jantung, tempat proses tersebut diulang.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-30. Pertanyaan Objektif 1. Secara umum, susunan paralel sistem vaskular memung-kinkan setiap organ menerima pasokan darah arterinya sendiri-sendiri. (Benar atau salah?) 2. Lebih banyak darah mengalir melalui kapiler sewaktu sistol jantung daripada sewaktu diastol. (Benar atau salah?) 3. Kapiler mengandung hanya 5% volume darah total pada setiap saat. (Benar atau salah?) 4. Volume darah yang melewati kapiler-kapiler dalam semenit sama dengan yang melewati aorta, meskipun aliran darah di kapiler jauh lebih lambat. (Benar atau salah?) 5. Karena dinding kapiler tidak memiliki sistem transpor pengangkut, semua kapiler memiliki permeabilitas yang sama. (Benar atau salah?) 6. Karena efek gravitasi, tekanan vena di ekstremitas bawah lebih besar ketika seseorang berdiri daripada ketika berbaring. (Benar atau salah?) 7. Mana dari fungsi berikut yang berkaitan dengan arteriol? (Tunjukkan semua jawaban yang benar.) a. menyebabkan penurunan signifikan pada tekanan rerata, yang membantu membentuk gradien tekanan penggerak antara jantung dan organ b. berfungsi sebagai tempat pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan sekitar c. bekerja sebagai penentu utama resistensi perifer total d. menentukan pola distribusi curah jantung e. membantu mengatur tekanan darah arteri rerata   



BAB 10



f. mengubah sifat tekanan darah arteri yang berdenyut menjadi tekanan seragam non-fluktuatif di pembuluh sebelah hilir g. bekerja sebagai reservoir tekanan 8. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan apakah faktor berikut meningkatkan atau menurunkan aliran balik vena (a) meningkatkan 1. vasokonstriksi vena yang dipicu oleh saraf simpatis aliran balik vena (b) menurunkan 2. aktivitas otot rangka aliran balik vena 3. efek gravitasi pada sistem vena (c) tidak berefek pada 4. aktivitas pernapasan aliran balik vena 5. peningkatan tekanan atrium yang berkaitan dengan kebocoran katup AV 6. tekanan ventrikel yang berkaitan dengan rekoil diastol 9. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan perubahan kompensasi jenis apa yang terjadi di faktor-faktor yang ditanyakan untuk memulihkan tekanan darah ke normal sebagai respons terhadap hipotensi hipovolemik karena perdarahan berat: (a) meningkat 1. frekuensi lepas-muatan aferen yang dihasilkan oleh baroreseptor (b) menurun (c) tidak berefek sinus karotis dan arkus aorta 2. keluaran simpatis oleh pusat kardiovaskular 3. keluaran parasimpatis oleh pusat kardiovaskular 4. kecepatan jantung 5. isi sekuncup 6. curah jantung



7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.



jari-jari arteriol resistensi perifer total jari-jari vena aliran balik vena pengeluaran urine retensi cairan di dalam tubuh perpindahan cairan dari cairan interstisium ke dalam plasma menembus kapiler



Pertanyaan Esai 1. Bandingkan aliran darah melalui organ perekondisi dan melalui organ yang tidak melakukan rekondisi pada darah. 2. Bahaslah hubungan antara laju aliran, gradien tekanan, dan resistensi vaskular. Apa penentu utama resistensi terhadap aliran? 3. Jelaskan struktur dan fungsi utama masing-masing segmen pohon vaskular. 4. Bagaimana arteri berfungsi sebagai reservoir tekanan? 5. Jelaskan teknik tak-langsung untuk mengukur tekanan darah arteri dengan menggunakan sfigmomanometer. 6. Definisikan vasokonstriksi dan vasodilatasi 7. Bahaslah kontrol lokal dan ekstrinsik yang mengatur resistensi arteriol. 8. Apa cara utama yang digunakan oleh masing-masing zat terlarut untuk berpindah melewati dinding kapiler? Gaya apa yang menghasilkan bulk flow melewati dinding kapiler? Apa makna bglk flow? 9. Bagaimana limfe terbentuk? Apa fungsi sistem limfe? 10. Sebutkan definisi edema, dan bahas kemungkinan-kemungkinan penyebabnya 11. Bagaimana vena berfungsi sebagai reservoir darah? 12. Bandingkan efek vasokonstriksi pada laju aliran darah di arteriol dan vena. 13. Bahaslah faktor-faktor yang menentukan tekanan arteri rerata 14. Ulaslah efek stimulasi parasimpatis dan simpatis pada sistem kardiovaskular 15. Bedakan antara hipertensi sekunder dan hipertensi primer. Apa kemungkinan-kemungkinan konsekuensi hipertensi?



16. Sebutkan definisi syok sirkulasi. Apa konsekuensi dan kompensasinya? Apa yang dimaksud dengan syok ireversibel? Latihan Kuantitatif 1. Ingat kembali bahwa laju aliran darah sama dengan gradien tekanan dibagi oleh resistensi perifer total sistem vaskular. Satuan konvensional resistensi dalam sistem fisiologis adalah PRU (peripheral resistance unit) yang didefinisikan sebagai (1 liter/ mnt)/(1 mm Hg). Saat istirahat, resistensi perifer total Tom adalah sekitar 20 PRU. Minggu lalu ketika sedang bermain tenis, curah jantungnya meningkat menjadi 30 liter/mnt dan tekanan arteri reratanya meningkat menjadi 120 mm Hg. Berapa resistensi perifer totalnya saat itu? 2. Tekanan sistol meningkat seiring dengan pertambahan usia.Pada usia 85 tahun, pria (dengan hipertensi yang tak-diobati) biasanya memiliki tekanan sistol 180 mm Hg dan diastol 90 mm Hg. a. Berapa tekanan arteri rerata pada pria berusia 85 tahun ini? b. Dari pengetahuan Anda tentang dinamika kapiler, perkirakan akibat di tingkat kapiler dari perubahan tekanan arteri rerata terkait-usia ini jika tidak ada mekanisme homeostatik yang bekerja. (Ingatlah bahwa tekanan arteri rerata adalah sekitar 93 mm Hg pada usia 20 tahun.) 3. Bandingkan laju aliran di sirkulasi sistemik dan paru pada orang dengan hasil pengukuran sebagai berikut: a. tekanan arteri rerata sistemik = 95 mm Hg b. resistensi sistemik = 19 PRU c. tekanan arteri rerata paru = 20 mm Hg d. resistensi paru = 4 PRU 4. Mana dari perubahan berikut yang akan meningkatkan resistensi di sebuah arteriol? Jelaskan. a. panjang yang lebih panjang b. kaliber yang lebih kecil c. peningkatan stimulasi simpatis d. peningkatan kekentalan darah e. semua di atas



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Selama tindakan bedah-pintas koronaria, sering dilakukan pengangkatan sepotong vena dari tungkai pasien untuk dilekatkan secara bedah ke dalam sistem sirkulasi koronaria sehingga darah memutar, melalui vena, mengelilingi segmen arteri koronaria yang tersumbat. Mengapa pasien harus mengenakan, untuk waktu yang lama setelah pembedahan, suatu stocking penunjang elastik di tungkai tempat vena tersebut berasal? 2. Misalnya seseorang memiliki tekanan darah 125/77. a. Berapa tekanan sistolik? b. Berapa tekanan diastolik? c. Berapa tekanan nadi?



d. Berapa tekanan arteri rerata? e. Apakah ada suara terdengar ketika tekanan di manset eksternal yang mengelilingi lengan mencapai 130 mm Hg? (Ya atau tidak?) f. Apakah ada suara terdengar ketika tekanan manset 118 mm Hg? g. Would any sound be heard when cuff pressure was 75 mm Hg? 3. Seorang mahasiswa yang telah berdiri diam selama beberapa jam bekerja di laboratorium mendadak pingsan. Apa penjelasan yang mungkin? Apa yang Anda lakukan jika orang di sampingnya mencobanya membuatnya berdiri?



  



405



4. Suatu obat yang diaplikasikan ke sepotong arteriol menyebabkan pembuluh ini melemas, tetapi sepotong otot arteriol yang diambil dari lapisan lain pembuluh tidak berespons terhadap obat yang sama. Apa penjelasan yang mungkin? 5. Jelaskan bagaimana masing-masing obat antihipertensi ini menurunkan tekanan darah arteri: a. obat yang menghambat reseptor aradrenergik (misalnya, fentolamin) (petunjuk: Lihat kembali reseptor adrenergik di h. 258.) b. obat yang menghambat reseptor b1-adrenergik (misalnya metoprolol) c. obat yang secara langsung melemaskan otot polos arteriol (misalnya hidralazin)



e. obat yang menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis (misalnya guanetidin) f. obat yang bekerja pada otak untuk mengurangi sinyal simpatis (naisalnya klonidin) g. obat yang menghambat kanal Ca2+ (misalnya verapamil) h. obat yang memengaruhi pembentukan angiotensin II (misalnya captopril) i. obat yang memblok reseptor angiotensin (misalnya losartan)



d. obat diuretik yang meningkatkan pengeluaran urine (misalnya furosemid)



PERTIMBANGAN KLINIS Li-Ying baru didiagnosis mengidap hipertensi akibat feokro mositoma, suatu tumor medula adrenal yang mengeluarkan epinefrin secara berlebihan. Jelaskan bagaimana penyakit ini



406   BAB 10



menyebabkan hipertensi sekunder dengan menjelaskan efek epinefrin berlebihan pada berbagai faktor yang menentukan tekanan darah arteri.



hapter



10



Kartu Belajar Tekanan pendorong rerata sepanjang siklus jantung adalah tekanan arteri rerata, yang dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus berikut: tekanan arteri rerata = tekanan diastol + 1/3 tekanan nadi. (Lihat Gambar 10-9.)







Bahan-bahan dapat dipertukarkan antara berbagai bagian tubuh dan dengan lingkungan eksternal melalui anyaman pembuluh darah yang mengangkut darah ke dan dari semua organ. (Lihat Gambar 10-1 dan pembuka bab.) ■



Organ-organ yang memperbarui nutrien dan mengeluarkan bahan sisa metabolik dari darah menerima persentase curah jantung yang lebih besar daripada kebutuhan metabolik mereka. Organ-organ "perekondisi" ini dapat lebih menoleransi pengurangan aliran darah dibandingkan dengan organ-organ yang menerima darah semata-mata untuk memenuhi kebutuhan metabolik mereka. Organ-organ perekondisi ini adalah organ cerna, ginjal, dan kulit. ■



■ Otak sangat rentan terhadap penurunan aliran darah. Karena itu, pemeliharaan aliran yang adekuat ke organ rentan ini merupakan prioritas utama dalam fungsi sirkulasi. ■ Laju aliran darah melalui suatu pembuluh (dalam volume per satuan waktu) berbanding lurus dengan gradien tekanan dan berbanding terbalik dengan resistensi. Tekanan yang lebih tinggi di awal pembuluh dihasilkan oleh tekanan yang ditimbulkan pada darah oleh kontraksi jantung. Tekanan yang lebih rendah di akhir pembuluh disebabkan oleh gesekan sewaktu darah mengalir menggesek dinding pembuluh darah. (Lihat Gambar 10-2.) ■ Resistensi, hambatan terhadap aliran darah melalui suatu pembuluh, terutama dipengaruhi oleh jari-jari pembuluh. Resistensi berbanding terbalik dengan pangkat empat jari-jari, sehingga perubahan kecil pada jari-jari akan berpengaruh besar pada aliran. Dengan membesarnya jari-jari, resistensi menurun dan aliran meningkat, dan sebaliknya. (Lihat Gambar 10-3.) ■ Darah mengalir dalam suatu lingkaran tertutup antara jantung dan organ-organ. Arteri mengangkut darah dari jantung ke seluruh tubuh. Arteriol mengatur jumlah darah yang mengalir ke masing-masing organ. Kapiler adalah tempat sebenarnya pertukaran bahan antara darah dan sel jaringan sekitar. Vena mengembalikan darah dari tingkat jaringan kembali ke jantung. (Lihat Gambar 10-4 dan Tabel 10-1).



10.2 | Arteri (h. 366-370) ■ Arteri adalah saluran bergaris tengah besar dan beresistensi rendah dari jantung ke organ. Arteri juga berfungsi sebagai reservoir tekanan. Karena sifat elastisnya, akibat serat elastinnya yang banyak, arteri mengembang untuk mengakomodasi volume ekstra darah yang dipompa ke dalamnya oleh kontraksi jantung dan kemudian mengalami rekoil untuk terus mendorong darah ketika jantung berelaksasi. (Lihat Tabel 10-1 serta Gambar 10-5 dan 10-6.) ■ Tekanan sistol (rerata 120 mm Hg) adalah tekanan puncak yang ditimbulkan oleh semburan darah terhadap dinding pembuluh sewaktu sistol jantung. Tekanan diastol (rerata 80 mm Hg) adalah tekanan minimal di arteri ketika darah disalurkan ke dalam pembuluh di sebelah hilir sewaktu diastol jantung. Ketika tekanan darah adalah 120180, tekanan nadi (perbedaan antara tekanan sistolik dan diastolik) adalah 40 mm Hg. (Lihat Gambar 10-7 dan 10-8.)



10.3 | Arteriol (h. 370-378) ■ Arteriol adalah pembuluh resistensi utama. Tingginya resistensi mereka menyebabkan tekanan rerata antara arteri dan kapiler turun drastis. Penurunan ini meningkatkan aliran darah karena membentuk perbedaan tekanan antara jantung dan organ. (Lihat Gambar 10-9.)



■ Arteriol memiliki lapisan tebal otot polos sirkular, yang kontraksi beragamnya dapat mengubah kaliber dan resistensi arteriol. (Lihat Tabel 10-1.) Tonus, yaitu aktivitas kontraksi basal, dipertahankan di arteriol setiap saat. Vasodilatasi arteriol (peningkatan kaliber arteriol di atas kadar tonus) menurunkan resistensi dan meningkatan aliran darah melalui pembuluh, sementara vasokonstriksi (penyempitan pembuluh) meningkatkan resistensi dan mengurangi aliran. (Lihat Gambar 10- 10.) ■ Kaliber arteriol dikontrol oleh dua mekanisme: kontrol lokal (intrinsik) dan kontrol ekstrinsik. ■ Kontrol lokal terutama melibatkan perubahan kimiawi lokal yang berkaitan dengan perubahan tingkat aktivitas metabolik di suatu organ, seperti perubahan lokal O2, yang menyebabkan pelepasan mediator vasoaktif dari sel endotel di sekitarnya. Contohnya adalah nitrat oksida penyebab vasodilatasi dan endotelin penyebab vasokonstriksi. Berbagai mediatorvasoaktif ini bekerja pada otot polos arteriol yang mendasarinya untuk menimbulkan perubahan yang sesuai pada kaliber arteriol yang mendarahi organ bersangkutan. Dengan menyesuaikan resistensi terhadap aliran darah, mekanisme kontrol lokal mengatur aliran darah ke organ untuk menyamai kebutuhan metabolik sesaat organ tersebut. (Lihat Gambar 10-10, 10-11, dan 10-14 serta Tabel 10-2 dan 10-3.)



■ Pengaruh lokal lainnya mencakup (1) pelepasan histamin (penting dalam inflamasi dan reaksi alergi); (2) respons miogenik terhadap peregangan (penting dalam autoregulasi, yang menjaga aliran darah jaringan tetap konstan meskipun terdapat perubahan dalam tekanan arteri rerata (Iihat Gambar 10-13); (3) respons kimia terhadap shear stress (yang menahan perubahan gaya yang ditimbulkan paralel terhadap permukaan pembuluh oleh darah yang mengalir); dan (4) apiikasi lokal panas atau dingin (penting dari segi terapi).



Kaliber arteriol dapat disesuaikan secara independen di organ-organ yang berbeda oleh faktor kontrol lokal. Penyesuaian ini penting dalam mendistribusikan curah jantung. (Lihat Gambar 10-12.) ■



■ Kontrol ekstrinsik terutama dilakukan oleh sistem saraf simpatis dan, dengan derajat lebih rendah, pengaruh hormon pada otot polos arteriol. Kontrol ekstrinsik penting untuk mempertahankan tekanan arteri rerata. Arteriol mendapat banyak persarafan simpatis yang peningkatan aktivitasnya menyebabkan vasokonstriksi generalisata dan peningkatan resistensi perifer total sehingga tekanan arteri rerata meningkat. Penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi arteriol generalisata, yang menurunkan tekanan arteri rerata. Penyesuaian ekstrinsik kaliber arteriol ini membantu tubuh mempertahankan tekanan utama yang



mendorong darah ke jaringan. Sebagian besar arteriol tidak mendapat persarafan parasimpatis. (Lihat Gambar 10- 14.)



10.4 | Kapiler (h. 379-388) Kapiler yang berdinding tipis, berjari-jari kecil, dan bercabang luas ini adalah tempat ideal bagi pertukaran antara darah dan sel jaringan sekitar. Secara anatomis, luas permukaan untuk pertukaran dimaksimalkan dan jarak difusi diminimalkan di kapiler. Selain itu, karena luas potongan melintangnya yang besar, kecepatan aliran darah melalui kapiler (dalam jarak per satuan waktu) relatif rendah sehingga tersedia cukup waktu untuk berlangsungnya pertukaran. (Lihat Gambar 10- 15 hingga 10-17 serta Tabel 10-1, h. 366.) ■



Terdapat dua jenis pertukaran pasif—difusi dan bulk flow— yang berlangsung menembus dinding kapiler. ■



■ Masing-masing zat terlarut dipertukarkan terutama melalui difusi menuruni gradien konsentrasi. Bahan-bahan larut-lemak berpindah langsung menembus lapisan tunggal sel endotel dinding kapiler sementara bahan larut-air berpindah melalui pori berisi-air yang terdapat di antara sel-sel endotel. Protein plasma umumnya tidak dapat keluar. (Lihat Gambar 10-18 dan 10-21.) ■ Ketidakseimbangan tekanan fisik di kedua sisi dinding kapiler menyebabkan terjadinya bulk flow cairan melalui pori. (1) Cairan didorong keluar di bagian pertama kapiler (ultrafiltrasi), tempat tekanan keluar (terutama tekanan darah kapiler) melebihi tekanan masuk (terutama tekanan osmotik koloid plasma). (2) Cairan dikembalikan ke kapiler di sepanjang paruh terakhir, ketika tekanan keluar turun di bawah tekanan masuk. Penyebab pergeseran keseimbangan di sepanjang kapiler ini adalah terus turunnya tekanan darah kapiler sementara tekanan osmotik koloid polasma tidak berubah. Bulk flow bertanggung jawab dalam distribusi CES antara plasma dan cairan interstisial. (Lihat Gambar 10 -9, 10-22, dan 10-23.)



Dalam keadaan normal, cairan yang difiltrasi sedikit lebih banyak daripada yang direabsorpsi. Kelebihan cairan ini, protein yang bocor, dan bakteri di jaringan diserap oleh sistem limfe. Bakteri dihancurkan sewaktu limfe melewati limfonodus dalam perjalanannya kembali ke sistem vena. (Lihat Gambar 10-22, 10-24, dan 10-25.)







10.5 | Vena (h. 388-393) ■ Vena adalah saluran berjari-jari besar dan beresistensi rendah tempat darah mengalir kembali dari organ ke jantung. Selain itu, vena yang berdinding tipis dan sangat mudah tergang, sebagai pembuluh kapsitansi, dapat teregang secara pasif untuk menyimpan volume darah yang lebih banyak sehingga berfungsi sebagai reservoir darah. Kapasitas vena untuk menampung darah dapat berubah banyak dengan sedikit perubahan pada tekanan vena. Saat istirahat, vena menampung lebih dari 60% volume darah total. (Lihat Tabel 10-1 dan Gambar 10- 2 7.)



■ Gaya utama yang menyebabkan aliran vena adalah gradien tekanan antara vena dan atrium (yaitu, apa yang tersisa dari tekanan pendorong utama yang ditimbulkan pada darah oleh kontraksi jantung). (Lihat Gambar 10-9 dan 10-28.)



Aliran balik vena ditingkatkan oleh vasokonstriksi vena yang diinduksi oleh aktivitas simpatis dan oleh kompresi eksternal vena dari kontraksi otot rangka sekitar. Kedua hal ini mendorong darah keluar dari vena. Efek-efek ini membantu tubuh melawan efek gravitasi pada sistem vena. (Lihat Gambar 10-28 hingga 10-31.)







Katup vena satu-arah memastikan bahwa darah terdorong ke arah jantung dan tidak mengalir balik ke jaringan. (Lihat Gambar 10-32.)







■ Aliran balik vena juga ditingkatkan oleh pompa respirasi dan efek penghisapan jantung.Aktivitas pernapasan menghasilkan tekanan yang lebih rendah daripada tekanan atmosfer di rongga toraks sehingga terbentuk gradien tekanan eksternal yang mendorong aliran dari vena di tungkai yang terpajan ke tekanan atmosfer ke vena dada yang mengosongkan isinya ke jantung. Selain itu, tekanan yang sedikit negatif yang tercipta di dalam atrium sewaktu sistol ventrikel dan di dalam ventrikel sewaktu diastol ventrikel menghasilkan efek menghisap yang meningkatkan aliran balik vena dan mempermudah pengisian jantung. (Lihat Gambar 10-28 dan 10-33.)



10.6 | Tekanan Darah (h. 393-403) ■ Pengaturan tekanan arteri rerata bergantung pada kontrol dua penentu utamanya, curah jantung dan resistensi perifer total. Kontrol curah jantung bergantung pada regulasi kecepatan jantung dan isi sekuncup, sementara resistensi perifer total terutama ditentukan oleh derajat vasokonstriksi arteriol. (Lihat Gambar 10-34) ■ Regulasi jangka-pendek tekanan darah dilakukan terutama oleh refleks baroreseptor. Baroreseptor sinus karotis dan arkus aorta secara terus-menerus memantau tekanan arteri rerata. Jika mendeteksi penyimpangan dari normal, kedua baroreseptor tersebut memberi sinyal ke pusat kardiovaskular medula, yang berespons dengan menyesuaikan sinyal autonom ke jantung dan pembuluh darah untuk memulihkan tekanan darah ke normal. (Lihat Gambar 10-35 hingga 10-38.) ■ Kontrol jangka-panjang tekanan darah melibatkan pemeliharaan volume plasma yang sesuai melalui kontrol ginjal atas keseimbangan garam dan air. (Lihat Gambar 10-34.)



Stimulasi parasimpatis



Jantung



Kecepatan jantung



Tekanan darah



Curah jantung



Kecepatan jantung Stimulasi simpatis



Curah jantung



Jantung Kekuatan kontraksi jantung



arteriol



Vena



Vasokontriksi



Tekanan darah



Resistensi perifer total



Vasokontriksi



Aliran balik vena



Tekanan darah



Isi sekuncup



Isi sekuncup



Curah jantung



Tekanan darah



Pemindaian mikrograf elektron elemen-elemen selular di dalam darah. Eritrosit (merah) membawa oksigen. Leukosit (kuning) penting dalam pertahanan imun. Trombosit (abu-abu) ditunjukkan disini dalam bentuk aktif dan teraktivasinya, membantu mengaktifkan perdarahan.



Yorgos Nikas/Getty Images



11 DARAH SEKILAS ISI 11.1 Plasma 11.2 Eritrosit 11.3 Leukosit 11.4 Trombosit dan Hemostasis



Pokok-Pokok Homeostasis Darah merupakan pengangkut jarak jauh, transportasi massal bahan-bahan antara sel dan lingkungan eksternal atau di antara sel itu sendiri. Transportasi yang demikian penting untuk mempertahankan homeostasis. Darah terdiri dari cairan plasma tempat elemen-elemen selular—eritrosit, leukosit, dan trombosit—berada. Eritrosit (sel darah merah atau SDM) secara esensial merupakan membran plasma kantong-tertutup hemoglobin yang menyangkut O2 di dalam darah. Leukosit (sel darah putih, atau SDP), unit pertahanan mobil sistem imun, di angkut melalui darah ke tempat terjadinya luka atau invasi oleh mikroorganisme penyebabpenyakit. Platelet (trombosit) penting bagi homeostasis untuk menghentikan pendarahan akibat pembuluh yang cedera.



| Plasma



11.1



Darah sekitar membentuk 8% berat tubuh total dan memiliki volume rerata 5 liter pada wanita dan 5.5 liter pada pria. Darah terdiri dari tiga jenis elemen selular khusus, eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih), dan trombosit (keping darah), yang tersuspensi cairan di dalam kompleks plasma (Gambar 11-1, gambar pembuka bab, dan Tabel 11-1). Eritrosit dan leukosit merupakan sel utuh, sementara trombosit adalah fragmen/potongan sel. Pergerakkan darah secara terus-menerus ketika darah mengalir melalui pembuluh darah menyebabkan sel-sel darah relatif tersebar merata di dalam plasma. Namun, jika Anda meletakkan sampel darah lengkap dalam tabung reaksi dan mencegahnya membeku, selsel yang lebih berat akan mengedap ke dasar dan plasma yang lebih ringan akan naik ke atas. Proses ini dapat dipercepat dengan sentrifugasi, yang secara cepat menempatkan sel-sel ke dasar tabung (Gambar 11-1). Karena lebih dari 99% sel darah adalah erotrosit, hematokrit, atau packed cell volume, pada dasarnya mencerminkan persentase eritrosit di dalam volume darah total. Nilai hematokrit rerata pada wanita adalah 42% dan pada pria sedikit lebih tinggi yaitu, 45%. Plasma membentuk volume sisanya. Karena itu, volume rerata plasma dalam darah adalah 58% untuk wanita dan 55% untuk pria. Sel darah putih dan trombosit, yang tidak berwarna dan kurang padat daripada eritosit, term ampatkan dalam suatu lapisan tipis berwarna krem yang dinamai bully coat, di atas kolom sel darah merah. Lapisan ini membentuk kurang dari 1% volume darah total. Marilah kita mula-mula membahas bagian darah terbesar, plasma, sebelum mengalihkan perhatian ke elemen-elemen selular.



1% berat plasma. Elektrolit (ion) paling banyak dalam plasma adalah Na1 dan Cl2, komponen garam dapur. Terdapat juga HCO32, K1, Ca21, dan ion lain dalam jumlah lebih kecil. Fungsi terpenting ion-ion ini adalah peran mereka dalam eksitabilitas membran, distribusi osmotik cairan antara cairan ekstrasel (CES) dan sel, dan menyangga perubahan pH; fungsi-fungsi ini dibahas di bagian lain. Konstituen organik yang paling banyak berdasarkan berat adalah protein plasma, yang membentuk 6% hingga 8% berat plasma.Kita akan mengulas protein-protein ini secara lebih menyeluruh di bagian selanjutnya. Persentase kecil plasma sisanya terdiri dari bahan organik lain, termasuk nutrien (seperti glukosa, asarn amino, lemak, dan vitamin), produk sisa (kreatinin, bilirubin, dan bahan bernitrogen seperti urea), gas terlarut (O2 dan CO2), dan hormon. Sebagian besar bahan ini hanyalah bahan yang diangkut oleh plasma. Sebagai contoh, kelenjar endokrin menyekresikan hormon ke dalam plasma, yang mengangkut perantara kimiawi ini ke tempat kerja mereka.



Protein plasma adalah suatu kelompok konstituen plasma yang tidak sekedar sebagai pengangkut. Komponen - kompon penting ini dalam keadaan normal tetap berada dalam plasma, tempat mereka melakukan banyak fungsi penting. Berikut adalah fungsifungsi terpenting tersebut, yang diuraikan di bagian lain buku ini: 1. Tidak seperti konstituen plasma lain yang larut dalam ail plasma, protein plasma terdispersi sebagai koloid (lihat h. A-8). Selain itu, karena merupakan konstituen plasma terbesar, Gambar 11-1 Hematokrit dan jenis-jenis sel darah. Angka-angka yang disajikan adalah untuk pria. Hematokrit rerata untuk wanita adalah 42%, dengan plasma membentuk 58% volume darah. Perhatikan bentuk bikonkaf etritrosit.



410 BAB 11



Plasma (55% darah lengkap)



Volume sell termampatkan atau hematokrit



Trombosit Buffy coat: trombosit dan sel darah putih Leukosit (sel darah putih) ( Gambar 14-17 Peptida natriuretik atrium dan otak. Atrium mengeluarkan hormon peptida natriuretik atrium (ANP) dan ventrikel mengeluarkan peptida natriuretik otak (BNP) sebagai respons terhadap peregangan oleh retensi maksimum tubulus (tubular Na+, ekspansi volume CES, dan peningkatan tekanan darah arteri. Pada gilirannya, ANP dan BNP mendorong efek 1). Setiap bahan maximum, atau T m natriuretik, diuretik, dan hipotensif untuk membantu mengoreksi rangsangan semula yang menyebabkan Setiap bahan yang jumlahnya melebihi pelepasannya. Tm -nya tidak akan direabsorpsi dan lolos ke dalam urine. Kecuali Na+, semua bahan yang direabsorpsi Pada proses ini, karier simport khusus, seperti kotranspor secara aktif memiliki maksimum tubulus. (Meskipun tiap-tiap glukosa dan asam amino (sodium and glucose cotransporter, karier Na+ dapat mengalami penjenuhan, tubulus secara SGLT) yang hanya terdapat di tubulus proksimal secara + keseluruhan tidak memperlihatkan maksimum tubulus untuk Na+ simultan memindahkan Na dan molekul organik spesifik dari karena aldosteron mendorong insersi karier Na+-K+ yang lebih aktif lumen ke dalam sel (lihat h. 80). Karier kotranspor lumen ini adalah cara yang digunakan Na+ untuk secara pasif di sel-sel tubulus distal dan koligentes sesuai kebutuhan.) menyeberangi membran lumen di tubulus proksimal. Gradien Konsentrasi sebagian bahan (tidak semua) dalam plasma yang konsentrasi Na+ lumen-ke-sel yang dipertahankan oleh pompa memperlihatkan reabsorpsi maksimal diatur oleh ginjal. Bagaimana Na+-K+ basolateral (yang memerlukan energi) menjalankan ginjal dapat mengatur sebagian bahan yang direabsorpsi secara sistem kotranspor ini dan menarik molekul-molekul organik aktif sementara bahan yang lain tidak diatur, sedangkan tubulus melawan gradien konsentrasinya tanpa pengeluaran energi ginjal membatasi jumlah masing-masing dari bahan tersebut yang secara langsung. Karena proses keseluruhan reabsorpsi glukosa dapat direabsorpsi dan dikembalikan ke plasma? Kita akan dan asam amino bergantung pada pemakaian energi, molekulmembandingkan glukosa, suatu bahan yang memiliki Tm, tetapi molekul organik ini dianggap direabsorpsi secara aktif tidak diatur oleh ginjal, dengan fosfat, bahan dengan Tm, yang meskipun energi tidak digunakan secara langsung untuk diatur oleh ginjal. memindahkan keduanya menembus membran luminal ke sel. 1Untuk klarifikasi, meskipun keduanya disebut T maksimum transpor merujuk ke m, Pada hakikatnya, glukosa dan asam amino mendapat batas atas transpor bahan tertentu menembus membran plasma sel yang terjadi "tumpangan gratis" dengan menggunakan energi yang telah ketika semua karier yang spesifik untuk bahan tersebut tersaturasi (Iihat h. 76), digunakan dalam reabsorpsi Na+. Setelah diangkut ke dalam sel sedangkan maksimum tubulus merujuk kepada batas atas transpor transepitel tubulus, glukosa dan asam amino akan berdifusi secara pasif menembus tubulus ginjal ketika semua karier yang spesifik untuk bahan tersebut tersaturasi.   



hapter



700 600 500



Maksimum 400 tubulus (Tm) 300 200 100



Beban filtrasi suatu bahan = konsentrasi plasma x LFG bahan



Reabsorpsi



100 200 300 400 500 600 700 800 900



Beban filtrasi glukosa = 100 mg/100 mL x 125 ml/mnt



Ambang ginjal



= 125 mg/mnt Pada LFG yang tetap, beban filtrasi glukosa berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa plasma. Peningkatan konsentrasi glukosa plasma menjadi 200 mg/100 mL akan melipat gandakan beban filtrasi glukosa menjadi 250 mg/mnt, demikian seterusnya (Gambar 14-18).



Te rfi ltr as i



800



Di ek sr es ik an



Konsentrasi glukosa plasma normal adalah 100 mg glukosa/100 mL plasma. Karena glukosa terfiltrasi bebas di glomerulus, bahan ini melewati kapsula Bowman dengan konsentrasi yang sama dengan konsentrasi di plasma. Karena itu, 100 mg glukosa terdapat untuk sekitar 100 mL plasma yang difiltrasi. Dengan 125 mL plasma yang secara normal difiltrasi setiap menit (LFG rerata = 125 mL/ mnt), 125 g glukosa akan melewati kapsula Bowman dengan filtrasi ini setiap menit. Jumlah setiap bahan yang difiltrasi per menit, yang dikenal sebagai beban filtrasi, dapat dihitung sebagai berikut.



Pada LFG tetap sebesar 125 mL/mnt Perpindahan glukosa (mg/mnt)



Glukosa adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif yang tidak diatur oleh ginjal.



Konsentrasi glukosa plasma (mg/100 mL) Gambar



14-18



Penanganan glukosa oleh ginjal sebagai fungsi dari



konsentrasi glukosa plasma. Pada LFG yang tetap, jumlah glukosa yang terfiltrasi per menit berbanding lurus dengan konsentrasi glukosa plasma. Semua glukosa yang terfiltrasi dapat direabsorpsi hingga maksimum tubulus (Tm). Jika jumlah glukosa yang difiltrasi per menit melebihi Tm, glukosa yang direabsorpsi akan



MAKSIMUM TUBULUS UNTUK GLUKOSA Tm untuk glukosa



adalah sekitar 375 mg/ mnt-artinya, mekanisme pengangkut glukosa mampu secara aktif mereabsorpsi hingga 375 mg glukosa per menit sebelum mencapai kemampuan transpor maksi-malnya. Pada konsentrasi glukosa normal 100 mg/100 mL, 125 mg glukosa yang tersaring per menit dapat cepat direabsorpsi oleh mekanisme pengangkut glukosa karena jumlah yang difiltrasi ini jauh di bawah Tm untuk glukosa. Karena itu, biasanya tidak ada glukosa yang ditemukan di urine. Setelah beban filtrasi glukosa melebihi 375 mg/ mnt, Trn dicapai. Ketika lebih banyak glukosa terfiltrasi per menit dibandingkan dengan yang dapat direabsorpsi karena Tm terlampaui, jumlah maksimal direabsorpsi sedangkan kelebihan glukosa akan tetap berada dalam filtrat untuk diekskresikan. Karena itu, konsentrasi glukosa plasma harus lebih besar daripada 300 mg/100 mL-lebih dari tiga kali normal-sebelum jumlah yang difiltrasi melebihi 375 mg/mnt dan glukosa mulai muncul dalam urine. AMBANG GINJAL UNTUK GLUKOSA Konsentrasi plasma ketika Tm, suatu bahan tercapai dan bahan mulai muncul di urine disebut ambang ginjal bahan tersebut. Pada Tm rerata 375 mg/mnt dan LFG 125 mL/mnt, ambang ginjal untuk glukosa adalah 300 mg/ mL2. Di atas Tm, reabsorpsi akan tetap pada laju maksimalnya dan 2Ini adalah situasi yang ideal. Dalam kenyataannya, glukosa sering mulai muncul di urine pada konsentrasi glukosa 180 mg/100 mL atau lebih. Glukosa sering diekskresikan sebelum ambang rerata ginjal sebesar 300 mg/100 ml tercapai oleh dua sebab. Pertama, tidak semua nefron memiliki T, yang sama sehingga sebagian nefron mungkin telah melampaui Tm mereka dan mengekskresikan glukosa sementara yang lain belum mencapai Tm. Kedua, efisiensi karier kotranspor glukosa mungkin tidak bekerja pada kapasitas maksimalnya pada nilai Tm sehingga sebagian dari glukosa yang terfiltrasi mungkin gagal direabsorpsi dan tumpah ke dalam urine meskipun ambang ginjal rerata belum tercapai.



maksimum (senilai Tm) dan sisanya tetap berada di dalam filtrat untuk diekskresikan di urine. Ambang ginjal adalah konsentrasi plasma ketika Tm, tercapai dan glukosa pertama kali muncul di urine.



setiap peningkatan lebih lanjut jumlah yang difiltrasi akan menyebabkan peningkatan berbanding lurus jumlah bahan yang diekskresikan. Sebagai contoh, pada konsentrasi glukosa plasma 400 mg/100 mL, jumlah glukosa yang difiltrasi adalah 500 mg/ mnt, 375 mg/ mnt di antaranya dapat direabsorpsi (senilai Tm) dan 125 mg/ mnt di antaranya akan diekskresikan di urine. Pada konsentrasi glukosa plasma sebesar 500 mg/100 mL, beban filtrasi adalah 625 mg/mnt, dengan tetap hanya 375 mg/mnt yang dapat direabsorpsi sehingga 250 mg/mnt akan tumpah ke dalam urine (Gambar 14-18). Konsentrasi glukosa plasma dapat sangat tinggi pada, diabetes melitus, suatu penyakit endokrin yang berkaitan dengan kurangnya efek insulin. Insulin adalah suatu hormon pankreas yang mempermudah pemindahan glukosa ke dalam banyak sel tubuh. Ketika penyerapan glukosa oleh sel terganggu, glukosa yang tidak dapat masuk ke dalam sel akan tetap berada di plasma, meningkatkan konsentrasi glukosa plasma. Karena itu, meskipun secara normal tidak terdapat di urine, glukosa ditemukan pada urine orang dengan diabetes ketika konsentrasi glukosa plasma melebihi ambang ginjal, meskipun fungsi ginjal tidak berubah. Apa yang terjadi ketika konsentrasi plasma turun di bawah normal? Tubulus ginjal mereabsorpsi semua glukosa yang terfiltrasi karena kapasitas reabsorpsi glukosa jauh dari dilampaui. Ginjal tidak dapat melakukan apa-apa untuk meningkatkan kadar glukosa plasma yang rendah ke normal. Ginjal hanya mengembalikan semua glukosa yang terfiltrasi ke plasma.



  



551



ALASAN MENGAPA GINJAL TIDAK MENGATUR GLUKOSA



Ginjal tidak memengaruhi konsentrasi glukosa plasma dalam kisaran nilai yang lebar, yaitu dari kadar yang sangat rendah hingga kadar tiga kali lipat kadar normal. Karena Tm untuk glukosa jauh di atas jumlah normal yang difiltrasi, ginjal biasanya menahan semua glukosa sehingga tubuh tidak kehilangan nutrien yang penting ini ke urine. Ginjal tidak mengatur glukosa karena ginjal tidak mempertahankan glukosa pada konsentrasi plasma tertentu. Konsentrasi ini normalnya diatur oleh mekanisme endokrin dan hati, dengan ginjal hanya mempertahankan berapapun konsentrasi glukosa yang ditetapkan oleh mekanisme-mekanisme yang lain ini (kecuali jika kadar plasma sedemikian tinggi sehingga melampaui kemampuan reabsorpsi ginjal). Prinsip umum yang sama juga berlaku untuk nutrien plasma organik lainnya, misalnya asam amino dan vitamin larut air.



Fosfat adalah contoh bahan yang direabsorpsi secara aktif yang diatur oleh ginjal. Ginjal secara langsung berperan dalam pengaturan banyak elektrolit, misalnya fosfat (P043-) dan kalsium (Ca2+) karena ambang ginjal untuk ion-ion inorganik ini sama dengan konsentrasi plasma normal mereka. Karier transpor untuk elektrolit-elektrolit ini terletak di tubulus proksimal. Kita dapat menggunakan P043- sebagai contoh. Makanan kita biasanya kaya akan P043-, tetapi karena tubulus dapat mereabsorpsi hingga jumlah yang setara dengan konsentrasi P043- plasma (tidak lebih) maka kelebihan P043- yang masuk cepat dikeluarkan melalui urine, memulihkan konsentrasi plasma ke normal. Semakin banyak jumlah P043- yang ditelan melebihi kebutuhan tubuh, semakin besar jumlah yang diekskresikan. Dengan cara ini ginjal mempertahankan konsentrasi P043- yang diperlukan sambil mengeluarkan setiap kelebihan P043- yang masuk. Tidak seperti reabsorpsi nutrien organik, reabsorpsi P043- dan Ca2+ juga berada di bawah kontrol hormon. Hormon paratiroid dapat mengubah ambang ginjal untuk P043- dan Ca2+ sehingga jumlah elektrolit-elektrolit yang ditahan ini dapat disesuaikan bergantung pada kebutuhan sesaat tubuh (lihat Bab 19).



Reabsorpsi aktif Na+ menyebabkan reabsorpsi pasif CI-, H20, dan urea. Selain reabsorpsi aktif sekunder glukosa dan asam amino yang berkaitan dengan pompa Na+-K+ basolateral, reabsorpsi pasif Cl-, H20, dan urea juga bergantung pada mekanisme reabsorpsi Na+ aktif ini. REABSORPSI KLORIDA Ion klorida yang bermuatan negatif direabsorpsi secara pasif menuruni gradien listrik yang tercipta oleh reabsorpsi aktif ion natrium yang bermuatan positif. Umumnya ion klorida mengalir di antara, bukan menembus, sel tubulus. Jumlahyang direabsorpsi ditentukan oleh laju reabsorpsi Na+ dan tidak dikontrol langsung oleh ginjal. REABSORPSI AIR direabsorpsi secara pasif di seluruh panjang   



hapter



tubulus karena H20 secara osmosis mengikuti Na+ yang direabsorpsi secara aktif. Dari H20 yang difiltrasi, 65%- 117 liter sehari direabsorpsi secara pasif pada akhir tubulus proksimal. Sebanyak 15% H20 yang difiltrasi direabsorpsi di ansa Henle. Total 80% H20 yang difiltrasi ini direabsorpsi di tubulus proksimal dan ansa Henle berapapun jumlah H20 di tubuh dan tidak berada di bawah kontrol. Sisa 20%-nya direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di tubulus distal dan koligentes; jumlah yang direabsorpsi di tubulus distal dan koligentes berada di bawah kontrol langsung hormon, bergantung pada status hidrasi tubuh. Tidak ada bagian tubulus yang secara langsung memerlukan energi untuk reabsorpsi H20 dalam jumlah besar ini. Selama reabsorpsi, H20 melewati akuaporin (AQP), atau kanal air, yang dibentuk oleh protein-protein membran plasma spesifik di sel tubulus. Di berbagai bagian nefron terdapat beragam jenis kanal air. Kanal air di tubulus proksimal, AQP-1, selalu terbuka sehingga bagian ini sangat permeabel terhadap H20. Sebaliknya, kanal AQP-2 di sel prinsipal di bagian distal nefron diatur oleh hormon vasopresin sehingga reabsorpsi H20 di bagian ini berubahubah. Gaya utama yang mendorong reabsorpsi H20 di tubulus proksimal adalah kompartemen hipertonisitas di ruang-ruang lateral antara sel-sel tubulus yang tercipta oleh pompa basolateral yang secara aktif mengeluarkan Na+ (Gambar 14- 19). Akibat aktivitas pompa ini, konsentrasi Na+ di cairan tubulus dan sel tubulus cepat turun sementara di dalam ruang lateral konsentrasinya secara bersamaan naik. Gradien osmotik ini memicu aliran neto pasif H20 dari lumen ke dalam ruang lateral, baik menembus sel atau mengalir di antara sel-sel melalui taut erat yang "bocor". Akumulasi cairan di ruang lateral menyebabkan meningkatnya tekanan hidrostatik (tekanan cairan) yang mendorong H20 keluar ruang lateral menuju cairan interstisium dan akhirnya ke dalam kapiler peritubulus. Air juga secara osmotis mengikuti zat-zat terlarut lain misalnya glukosa (yang juga dependen Na+), tetapi pengaruh langsung reabsorpsi Na+ pada reabsorpsi pasif H20 secara kuantitatif lebih penting. Pengembalian H20 yang terfiltrasi ke plasma ini ditingkatkan oleh fakta bahwa tekanan osmotik koloid plasma lebih besar di kapiler peritubulus daripada di tempat lain. Konsentrasi protein plasma, yang menentukan tekanan osmotik koloid plasma, meningkat di darah yang masuk ke kapiler peritubulus karena filtrasi ekstensif H20 di kapiler glomerulus di hulu. Protein-protein plasma yang tertinggal di glomerulus terkonsentrasi dalam volume H20 plasma yang lebih sedikit sehingga meningkatkan tekanan osmotik koloid plasma darah yang tidak terfiltrasi yang meninggalkan glomerulus dan masuk ke kapiler peritubulus. Gaya ini cenderung "menarik" H20 ke dalam kapiler peritubulus bersamaan dengan "dorongan" tekanan hidrostatik di ruang lateral yang menekan H20 menuju kapiler. Dengan cara-cara ini, 65% H20 yang difiltrasi-117 liter per hari-direabsorpsi secara pasif di akhir tubulus proksimal. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk reabsorpsi H2O setelah tubulus proksimal akan dibahas kemudian. REABSORPSI UREA Reabsorpsi pasif urea, selain Cl- dan H20,



juga secara tak-langsung berkaitan dengan reabsorpsi aktif Na+. Urea adalah suatu produk sisa dari pemecahan protein. Reabsorpsi H20 yang berlangsung secara osmosis di tubulus proksimal akibat reabsorpsi aktif Na+ menghasilkan gradien konsentrasi untuk urea



Lumen



Kanal air AQP-1



Na+



Kanal air AQP-1 Osmosis



Kapiler peritubulus



Osmosis



H2O



H2O



H2O



Cairan insterstisium



Sel tubulus proksimal



ATP H2O



H2O



Tekanan hidrostatik



H2O



H2O



Na+



Kunci



Gambar 14-20



= Perpindahan pasif H20 melalui osmosis atau tekanan hidrostatik



Reabsorpsi pasif urea di akhir tubulus



proksimal. (a) Di kapsula Bowman dan di awal tubulus



= Active transport of ion



proksimal, konsentrasi urea sama dengan yang di plasma dan



Gambar 14-19 Reabsorpsi air di tubulus proksimal. Gaya yang menyebabkan reabsorpsi H20 adalah kompartemen hipertonisitas di ruang lateral yang tercipta oleh pengeluaran aktif Na+ oleh pompa basolateral. Akumulasi H20 yang terjadi di ruang lateral menciptakan tekanan hidrostatik yang menggerakkan H20 ke dalam kapiler peritubulus.



yang mendorong reabsorpsi pasif bahan sisa ini (Gambar 14-20). Reabsorpsi besar-besaran H20 di tubulus proksimal secara bertahap mengurangi filtrat dari semula 125 mL/mnt menjadi hanya 44 mL/mnt cairan yang tertinggal di lumen di akhir tubulus proksimal (65% H20 di filtrat semula, atau 81 mL/mnt, telah direabsorpsi). Bahan-bahan yang telah terfiltrasi, tetapi belum direabsorpsi menjadi semakin pekat di dalam cairan tubulus karena H20 direabsorpsi sementara mereka tertinggal. Urea adalah salah satu bahan tersebut. Konsentrasi urea sewaktu difiltrasi di glomerulus identik dengan konsentrasinya di plasma yang masuk ke kapiler peritubulus. Namun, jumlah urea yang ada dalam 125 mL cairan yang difiltrasi di awal tubulus proksimal terkonsentrasi hingga tiga kali lipat dalam 44 mL cairan yang tersisa di akhir tubulus proksimal. Akibatnya, konsentrasi urea di dalam cairan tubulus menjadi jauh lebih besar daripada konsentrasi urea di kapiler sekitar. Karena itu, terbentuk gradien konsentrasi untuk urea yang secara pasifmenyebabkan urea berdifusi dari lumen tubulus ke dalam plasma kapiler peritubulus. Karena dinding tubulus proksimal hanya sedikit permeabel terhadap urea, hanya sekitar 50% urea yang terfiltrasi direabsorpsi secara pasif melalui cara ini. Meskipun hanya separuh urea terfiltrasi yang minasi dari plasma setiap darah mengalir melalui nefron, tingkat pengeluaran ini sudah memadai. Konsentrasi urea dalam plasma meningkat hanya pada gangguan fungsi ginjal, ketika urea yang dike dikeluarkan jauh lebih kecil daripada angka separuh tersebut. Peningkatan kadar urea adalah salah satu karakteristik kimiawi pertama yang teriden-



tifikasi dalam plasma pasien dengan gagal ginjal berat. Karena itu, pengukuran klinis nitrogen urea darah (blood urea nitrogen, BUN) digunakan sebagai ukuran kasar fungsi ginjal. Kini diketahui bahwa konsekuensi paling serius gagal ginjal tidak disebabkan oleh retensi urea, yang ia sendiri tidak terlalu toksik, tetapi lebih pada akumulasi bahan-bahan lain yang tidak dikeluarkan secara adekuat akibat sekresinya yang terganggu-terutama H+ dan K+ (yang dibahas di bagian selanjutnya tentang gagal ginjal). Para petugas kesehatan masih menyebut gagal ginjal sebagai uremia ("urea dalam darah") yang menunjukkan kelebihan urea dalam darah, meskipun retensi urea bukan merupakan ancaman utama keadaan ini.



cairan interstisium sekitar. (b) Di akhir tubulus proksimal, 65% filtrat semula telah direabsorpsi sehingga terjadi pemekatan urea yang ada di dalam filtrat. Hal ini menciptakan gradien konsentrasi yang mendorong reabsorpsi pasif urea.



Glomerulus



Kapiler peritubulus



Kapsula Bowman



125 mL filtrat



Na+ (Aktif)



(a) Awal tubulus proksimal



H2O (osmosis)



Na+ (Aktif) H2O (osmosis)



44 mL filtrat (f) Akhir tubulus proksimal



Didfusi pasif urea menuruni gradien konsentrasinya



Kunci = Molekul urea



  



553



Secara umum, produk sisa yang tidak diperlukan tidak direabsorpsi. Produk-produk sisa lainnya yang difiltrasi, misalnya fenol (berasal dari berbagai makanan), kreatinin, dan asam urat juga terkonsentrasi di dalam cairan tubulus sewaktu H20 meninggalkan filtrat untuk masuk ke plasma. Namun, molekul urea, karena merupakan bahan sisa yang terkecil, adalah satusatunya zat sisa yang secara pasif direabsorpsi melalui efek pemekatan ini. Bahan-bahan sisa lainnya tidak dapat meninggalkan lumen menuruni gradien konsentrasi mereka untuk secara pasif direabsorpsi karena mereka tidak dapat menembus dinding tubulus. Karena itu, produk-produk sisa ini umumnya tetap berada di tubulus dan diekskresikan di urine dalam konsentrasi tinggi. Ekskresi zat sisa metabolik ini tidak berada di bawah kontrol fisiologik, tetapi ketika ginjal berfungsi normal, proses ekskresi berlangsung dengan kecepatan yang memuaskan. Kini kita telah menuntaskan pembahasan tentang reabsorpsi tubulus dan akan mengalihkan perhatian kita kepada proses dasar ginjal lainnya yang dilakukan oleh tubulus sekresi tubulus. Periksa Pemahaman 14.3 Tunjukkan langkah-langkah transpor transepitel pada sebuah sketsa tubulus ginjal dan kapiler peritubulus penyerta yang Anda buat. Jelaskan urutan-urutan peristiwa yang terjadi pada sistem reninangiotensin-aldosteron dalam merespons penurunan NaC1, volume CES, dan tekanan darah arteri. Jelaskan bagaimana ginjal mengatur konsentrasi plasma fosfat tetapi tidak mengatur glukosa padahal tubulus ginjal memiliki maksimum transpor (Tm) untuk kedua bahan ini.



14.4



I Sekresi Tubulus



Seperti reabsorpsi tubulus, sekresi tubulus melibatkan transpor transepitel, tetapi kini langkah-langkahnya dibalik. Dengan menyediakan rute pemasukan kedua ke dalam tubulus untuk bahan-bahan tertentu, sekresi tubulus, pemindahan terpisah bahan dari kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus, menjadi mekanisme pelengkap yang meningkatkan eliminasi. Setiap bahan yang masuk ke cairan tubulus, baik melalui filtrasi glomerulus maupun sekresi tubulus, dan tidak direabsorpsi akan dieliminasi dalam urine. Bahan-bahan terpenting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hidrogen (H+), ion kalium (K+), serta anion dan kation organik, yang banyak di antaranya adalah senyawa yang asing bagi tubuh.



Sekresi ion hidrogen penting dalam keseimbangan asam-basa. Sekresi H+ ginjal sangat penting dalam mengatur keseimbangan asam-basa di tubuh. Ion hidrogen yang disekresikan ke dalam cairan tubulus dieliminasi dari tubuh melalui urine. Ion hidrogen



  



hapter



dapat disekresikan oleh tubulus proksimal, distal, atau koligentes, dengan tingkat sekresi H+ bergantung pada keasaman cairan tubuh. Ketika cairan tubuh terlalu asam, sekresi H+ meningkat. Sebaliknya, sekresi H+ berkurang jika konsentrasi H+ di cairan tubuh terlalu rendah. (Lihat Bab 15 untuk perincian Iebih lanjut.)



Sekresi ion kalium dikontrol oleh aldosteron. Kalium adalah salah satu kation terbanyak di tubuh, tetapi sekitar 98 % K+ berada di cairan intraselular karena pompa Na+ K+ secara aktif mengangkut K+ ke dalam sel. Karena hanya sejumlah kecil K yang berada di cairan ekstrasel, perubahan ringan pada beban K+ CES dapat memiliki efek yang bermakna pada konsentrasi K+ plasma. Perubahan konsentrasi K+ plasma memiliki pengaruh yang bermakna pada eksitabilitas membran. Oleh sebab itu, konsentrasi K+ plasma dikontrol secara ketat terutama oleh ginjal. Ion kalium secara selektif berpindah dalam arah berlawanan di berbagai bagian tubulus; ion ini secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresikan oleh sel prinsipal di tubulus distal dan koligentes. Selanjutnya, satu jenis sel interkalasi secara aktif menyekresi K+ dan jenis yang lain mereabsorpsi K+ secara aktif pada tubulus distal dan koligentes bersama dengan transpor H+ (lihat Bab 15). Di awal tubulus, ion kalium direabsorpsi secara konstan dan tidak dikendalikan, sementara sekresi K+ di bagian distal tubulus oleh sel prinsipal bervariasi dan berada di bawah kontrol. Karena K+ yang difiltrasi hampir seluruhnya direabsorpsi di tubulus proksimal, sebagian besar K+ di urine berasal dari sekresi terkontrol K+ di bagian distal nefron dan bukan dari filtrasi. Selama deplesi K+, sekresi K+ di bagian distal nefron berkurang hingga minimum sehingga hanya sebagian kecil K+ yang terfiltrasi yang lolos dari reabsorpsi di tubulus proksimal akan diekskresikan di urine. Dengan cara ini, K+ yang seharusnya keluar di urine ditahan di tubuh. Sebaliknya, ketika kadar K+ plasma meningkat, sekresi K+ disesuaikan sehingga terjadi penambahan K+ ke filtrat untuk mengurangi konsentrasi K+ plasma ke normal. Karena itu, sekresi K+, bukan filtrasi atau reabsorpsi K+ yang berubah-ubah di bawah kontrol untuk mengatur tingkat ekskresi K+ dan memelihara konsentrasi K+ plasma sesuai kebutuhan. MEKANISME SEKRESI K+ Sekresi ion kalium di sel prinsipal



tubulus distal dan koligentes digabungkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+ dependen-energi basolateral (> Gambar 14-21). Pompa ini tidak hanya memindahkan Na+ keluar sel menuju ruang lateral, tetapi juga memindahkan K+ dari ruang lateral ke dalam sel tubulus. Konsentrasi K+ intrasel yang meningkat mendorong perpindahan neto K+ dari sel ke dalam lumen tubulus. Perpindahan menembus membran luminal berlangsung secara pasif melalui sejumlah besar saluran K+ bocor di membran ini di tubulus distal dan koligentes. Dengan menjaga konsentrasi K+ cairan interstisium rendah (karena mengangkut K + ke dalam sel tubulus dari cairan interstisium sekitar), pompa basolateral mendorong perpindahan pasif K+ keluar plasma kapiler peritubulus menuju cairan interstisium. Ion kalium yang



Lumen



Sel prinsipal di tubulus distal atau koligentes



Cairan interstisium



Kapiler peritubulus



K+



K+ Saluran K+



Na+ ATP K+



Na+



K+



K+



Kunci = Transpor aktif = Difusi pasif Gambar 14-21 Sekresi ion kalium. Pompa basolateral secara bersamaan memindahkan Na+ ke dalam ruang lateral dan K+ ke dalam sel tubulus. Di bagian-bagian tubulus yang menyekresikan K+, ion ini meninggalkan sel melalui saluran-saluran yang ada di membran luminal (sehingga disekresikan). (Di bagian-bagian tubulus yang tidak menyekresikan K+, K+ yang dipompa ke dalam sel sewaktu reabsorpsi Na + meninggalkan sel melalui saluran yang terletak di membran basolateral sehingga tetap tertahan di tubuh).



menuju cairan interstisium. Ion kalium yang meninggalkan plasma dengan cara ini kemudian dipompa ke dalam sel, dari sini ion tersebut secara pasif berpindah ke dalam lumen. Dengan cara ini, pompa basolateral secara aktif menginduksi sekresi neto K+ dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus di bagian distal nefron. Karena sekresi K+ dikaitkan dengan reabsorpsi Na+ oleh pompa Na+-K+, mengapa K+ tidak disekresikan di sepanjang segmen tubulus yang melakukan reabsorpsi Na+ dan tidak hanya terjadi di bagian distal nefron? Jawabannya terletak di lokasi saluran pasif, Di sel prinsipal tubulus distal dan koligentes, saluran K+ terkonsentrasi di membran luminal, menyediakan rute bagi K+ yang dipompa ke dalam sel untuk keluar ke dalam lumen (disekresikan). Di tubulus proksimal, saluran K+ terutama terletak di membran basolateral. Akibatnya, K+ yang dipompa ke dalam sel dari ruang lateral oleh pompa Na+-K+ mengalir balik ke ruang lateral melalui saluran-saluran ini. Daurulang K+ ini memungkinkan pompa Na+-K+ terus-menerus melakukan reabsorpsi Na+ tanpa efek lokal neto pada K+. KONTROL SEKRESI K+ Beberapa faktor dapat mengubah laju



sekresi K+, dengan yang terpenting adalah aldosteron. Hormon ini merangsang sekresi K+ oleh sel tubulus prinsipal di akhir nefron sekaligus meningkatkan reabsorpsi Na+ oleh sel-sel ini. Peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang korteks adrenal untuk meningkatkan pengeluaran aldosteronnya, yang pada gilirannya mendorong sekresi dan akhirnya ekskresi dan eliminasi kelebihan K+ di urine. Sebaliknya, penurunan konsentrasi K+ plasma menyebabkan penurunan sekresi aldosteron



dan penurunan sekresi K+ ginjal yang dirangsang oleh aldosteron. Jumlah K+ terfiltrasi yang diekskresikan di urine bervariasi dari 80% ke 1%, bergantung pada kebutuhan tubuh saat itu. Perhatikan bahwa peningkatan konsentrasi K+ plasma secara langsung merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal, sementara penurunan konsentrasi Na+ plasma merangsang sekresi aldosteron melalui jalur kompleks SRAA. Karena itu, sekresi aldosteron dapat dirangsang oleh dua jalur terpisah (Gambar 14-22). Namun, apapun perangsangnya, peningkatan sekresi aldosteron selalu mendorong reabsorpsi Na+ dan sekresi K+. Karena itu, sekresi K+ dapat secara tak-sengaja ditingkatkan akibat peningkatan aktivitas aldosteron yang ditimbulkan oleh deplesi Na+, penurunan volume CES, atau penurunan tekanan darah arteri yang sama sekali tidak berkaitan dengan keseimbangan K+. Pengeluaran K+ yang tidak sesuai ini dapat menyebabkan defisiensi K+. EFEK SEKRESI H+ PADA SEKRESI K+ Faktor



lain yang dapat secara tak-sengaja mengubah tingkat sekresi K+ adalah status asam-basa tubuh. Sel interkalasi di bagian distal nefron dapdapat menyekresikan baik. K+ maupun H+. Peningkatan laju sekresi K+ atau H+ disertai oleh penurunan laju sekresi ion yang lain. Dalam keadaan normal, ginjal cenderung menyekresikan K+, tetapi jika cairan tubuh terlalu asam dan sekresi H+ ditingkatkan sebagai tindakan kompensasi, sekresi K+ berkurang. Penurunan sekresi ini menyebabkan retensi yang tidak sesuai di cairan tubuh.



PENTINGNYA MENGATUR KONSENTRASI PLASMA Kecuali pada keadaan-keadaan ketika terjadi ketidak-seimbangan K+ akibat kompensasi ginjal untuk defisit volume CES atau Na+ atau ketidakseimbangan asam-basa, ginjal biasanya mengatur secara cermat konsentrasi K+ plasma. Hal ini sangat penting karena fluktuasi konsentrasi K+ plasma, bahkan yang kecil sekalipun, dapat menimbulkan efek besar. Kalium berperan kunci dalam aktivitas listrik membran jaringan-jaringan peka-rangsang. Peningkatan dan penurunan konsentrasi K+ plasma (CES) dapat mengubah gradien konsentrasi K+ intrasel terhadap ekstrasel, yang pada gilirannya dapat mengubah potensial membran istirahat. Konsekuensi paling serius dari kelebihan K+ dan defisiensi K+ berhubungan dengan dampaknya pada jantung. Kedua kondisi ini menghasilkan penurunan eksitabilitas jantung, untuk alasan yang berbeda. Peningkatan konsentrasi K+ CES mengurangi potensial istirahat (membuatnya sedikit lebih negatif) yang menurunkan eksibilitas neuron, sel otot rangka, dan, yang terpenting, sel oto jantung dengan menjaga kanal Na+berpintu listrik yang berperan dalam fase naik potensial aksi jantung pada keadaan yang inaktif (tertutup dan tidak dapat membuka) (lihat h. 100 ). Membra sel tidak mampu untuk repolarasi secara lengkap setelah depolarisasi untuk mengembalikan salu  



555



Na+/ Volume CES / tekanan arteri



Renin



Angiotensin I



K+ Plasma



Angiotensin II



Aldosterone



Sekresi K+ tubulus



Ekresi K+ urin Gambar 14-22



Reabsorpsi Na+ tubulus



Ekskresi Na+ urin



Kontrol ganda sekresi aldoteron oleh K+ dan Na+.



ran Na+ lebih sensitif daripada yang lain terhadap efek depolarisasi. Semakin banyak saluran Na+ yang diinaktifkan oleh peningkatan kadar K+, eksitabilitas jantung menurun secara progresif. Penurunan konsentrasi K+ CES menyebabkan hiperpolarisasi membran sel saraf dan otot, yang juga menurunkan kepekaan jaringan-jaringan ini. Depolarisasi yang lebih besar daripada normal diperlukan untuk membawa membran menuju potensial ambangnya. Karena itu, baik konsentrasi K+ CES yang rendah maupun tinggi dapat menimbulkan kelainan irama jantung dan bahkan kematian.



Sekresi kation dan anion organik membantu mengeluarkan senyawa asing secara efisien dari tubuh. Tubulus proksimal mengandung dua jenis karier sekretorik khusus, satu untuk sekresi anion organik dan satu sistem terpisah untuk sekresi kation organik. FUNGSI SISTEM SEKRESI ION ORGANIK Sistem sekresi ion



organik memiliki tiga fungsi penting:



1. Dengan menambahkan sejenis ion organik tertentu ke jumlah yang sudah masuk ke cairan tubulus oleh filtrasi glomerulus, jalur sekresi organik ini mempermudah ekskresi bahan-bahan ini. Di antara ion-ion organik yang termasuk adalah berbagai caraka kimiawi yang terdapat di darah seperti norepinefrin yang, setelah melaksanakan tug  



hapter



as mereka, harus segera disingkirkan dari darah sehingga aktivitas biologik mereka tidak berkepanjangan. 2. Pada beberapa kasus penting, ion organik kurang larut dalam air. Untuk dapat diangkut dalam darah mereka terikat dalam jumlah besar, tetapi ireversibel ke protein plasma. Karena melekat ke protein plasma, bahan-bahan ini tidak dapat difiltrasi melalui glomerulus. Sekresi tubulus mempermudah eliminasi ion-ion organik yang tidak dapat difiltrasi ini melalui urine. Meskipun ion organik tertentu sebagian besar berikatan dengan protein plasma, sejumlah kecil ion ini selalu berada dalam bentuk bebas atau tidak terikat dalam plasma. Pengeluaran ion organik bebas ini melalui sekresi memungkinkan sebagian ion yang terikat terlepas dan kemudian dapat disekresikan. Hal ini, pada gilirannya, mendorong pelepasan lebih banyak ion organik dan seterusnya. 3. Hal yang paling penting, sistem sekresi ion organik tubulus proksimal berperan kunci dalam eliminasi banyak senyawa asing dari tubuh. Sistem-sistem ini dapat mengeluarkan berbagai ion organik dalam jumlah besar, baik yang diproduksi di dalam tubuh maupun ion organik asing yang memperoleh akses ke cairan tubuh. Sifat non-selektif ini memungkinkan sistem sekresi ion organik mempercepat pembuangan banyak bahan kimia organik asing, termasuk zat aditif makanan, polutan lingkungan (misalnya pestisida), obat, dan bahan organik non-nutritif lain yang masuk ke tubuh. Meskipun membantu tubuh menyingkirkan senyawa asing yang berpotensi merugikan, mekanisme ini tidak berada di bawah kontrol fisiologik. Molekul pembawa tidak dapat mempercepat proses sekresi ketika menghadapi peningkatan jumlah ion organik ini. Hati berperan penting dalam membatu tubuh menyingkirkan senyawa asing. Banyak bahan kimia organik asing tidak membentuk ion dalam bentuk aslinya sehingga tidak dapat disekresikan oleh sistem ion organik. Hati mengubah bahan-bahan asing ini menjadi bentuk anionik yang mempermudah sekresi mereka oleh sistem anion organik sehingga eliminasi mereka menjadi lebih cepat. Banyak obat, seperti penisilin dan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), dikeluarkan dari tubuh oleh sistem sekresi ion organik. Untuk menjaga konsentrasi obat dalam plasma pada tingkat yang efektif, dosis harus diulang secara teratur untuk mengimbangi kecepatan pengeluaran senyawa ini di urine. Karena pembawa sekretorik ion organik tidak bersifat sangat selektif, obat yang berbeda dapat bersaing bagi tempat kerjanya dengan pembawa yang sama. Contohnya, simetidin (obat yang digunakan dalam terapi tukak lambung, lihat h. 636) dan prokainamid (obat yang digunakan dalam terapi aritmia) keduanya disekresi oleh pembawa sekretorik kation organik. Jika kedua obat ini diberikan pada pasien yang sama, laju eksresi urine kedua substansi ini akan menurun karena mereka akan berkompetisi untuk eliminasi oleh pembawa sekretorik. Karena itu, pemberian kedua substansi ini akan menuntun pada konsentrasi darah yang lebih tinggi pada kedua obat tersebut, dibandingkan jika diberikan secara terpisah. Karena itu, untuk menghindari toksisitas obat yang potensial, obat yang dieliminasi oleh jalur sekretorik yang sama tidak boleh diberikan secara bersamaan. RINGKASAN PROSES REABSORPSI DAN SEKRESI Hal ini



menuntaskan pembahasan kita tentang proses reabsorpsi dan sekr-



TABEL 14-3 Ringkasan Transpor Menembus Bagian Proksimal dan Distal Nefron



I



roximal



Periksa Pemahaman 14.4



Sekresi



Sebutkan ketiga proses sekresi yang dilaksanakan oleh tubulustubulus ginjal.



Sekresi H+ dengan bervariasi bergantung pada satatus



Jelaskan bagaimana sebagian besar senyawa organik asing dieliminasi dari tubuh.



Semua glukosa dan asam amino yang asam-basah tubuh terfiltrasi akan direabsorpsi oleh sekresi ion organik; transpor aktif sekunder; tidak berada di tidak berada di bawah bawah kontrol kontrol PO43- dan elektrolit yang terfiltrasi direabsorpsi dalam jumlah bervariasi; di bawah kontrol 65% H2O yang terfiltrasi direabsorpsi secara osmotik; tidak berada di bawah kontrol 65% H2O yang terfiltrasi direabsorpsi secara pasif; tidak berada di bawah kontrol 50% Urea yang terfiltrasi direabsorpsi secara pasif; tidak berada di bawah kontrol Hampir semua H+ yang terfiltrasi direabsorpsi; tidak berda di bawah kontrol istal



Sekresi







Sekresi H+ dengan tingkat bervariasi, bergantung pada status asam-basah tubuh Sekresi K+ dengan tingkat bervariasi, dikontrol oleh aldosteron







Kita selanjutnya akan berfokus pada hasil akhir prosesproses dasar ginjal-apa yang tertinggal di tubulus untuk diekskresikan di urine, dan, sebagai akibatnya, apa yang telah dibersihkan dari plasma.



esi yang terjadi melintasi bagian proksimal dan distal nefron. Proses-proses ini dirangkum pada Tabel 14-3. Secara umum, tubulus proksimal melakukan sebagian besar reabsorpsi. Bagian ini memindahkan banyak air dan zat terlarut yang terfiltrasi kembali ke darah tanpa diatur. Demikian juga, tubulus proksimal adalah tempat utama sekresi, kecuali sekresi K+. Tubulus distal dan koligentes kemudian menentukan jumlah final H20, Na+, K+, dan H + yang diekskresikan di urine dan dikeluarkan dari tubuh. Kedua bagian ini melakukannya dengan menyesuaikan secara cermat jumlah Na+ dan H20 yang direabsorpsi dan jumlah K+ dan H+ yang disekresi. Proses-proses di bagian distal nefron ini semua berada di bawah kontrol, bergantung pada kebutuhan tubuh saat itu. Produk sisa yang terfiltrasi dan tidak dibutuhkan dibiarkan tertinggal untuk dikeluarkan di urine, bersama dengan produk non-sisa yang terfiltrasi atau disekresikan yang tidak direabsorpsi.



14.5



I Ekskresi Urine dan Bersihan Plasma



Dari 125 mL plasma yang difiltrasi per menit, biasanya 124 mL/mnt direabsorpsi sehingga rerata jumlah akhir urine yang dibentuk adalah 1 mL/mnt. Dengan demikian, dari 180 liter yang difiltrasi per hari, 1,5 liter menjadi urine untuk diekskresikan. Urine mengandung berbagai produk sisa dalam konsentrasi tinggi plus bahan-bahan yang diatur oleh ginjal dalam jumlah bervariasi, dengan setiap jumlah yang berlebihan keluar ke dalam urine. Bahan-bahan yang bermanfaat dihemat melalui proses reabsorpsi sehingga tidak ditemukan di urine. Perubahan relatif kecil dalam jumlah filtrat yang direabsorpsi dapat menyebabkan perubahan besar dalam volume urine yang terbentuk. Sebagai contoh, penurunan kurang dari 1% laju reabsorpsi total, dari 124 menjadi 123 mL/ mnt, meningkatkan laju ekskresi urine sebesar 100%, dari 1 menjadi 2 mL/mnt.



Bersihan plasma adalah volume plasma yang dibersihkan dari suatu bahan per menit. Dibandingkan dengan plasma yang masuk ke ginjal melalui arteri renalis, plasma yang keluar dari ginjal melalui vena renalis tidak mengandung bahan-bahan yang tertinggal untuk dieliminasi di urine. Dengan mengekskresikan bahan-bahan di urine, ginjal membersihkan atau "menjernihkan" plasma yang mengalir melaluinya dari bahan-bahan tersebut. Bersihan plasma setiap bahan didefinisikan sebagai volume plasma yang dibersihkan secara tuntas dari bahan bersangkutan oleh ginjal per menit3. Hal ini tidak menunjukkan jumlah bahan yang disingkirkan, tetapi volume plasma asal dari jumlah yang disingkirkan tersebut. Bersihan plasma sebenarnya merupakan ukuran yang lebih bermanfaat daripada ekskresi urine; ini adalah lebih penting untuk mengetahui apa efek ekskresi urine 3Sebenarnya,



bersihan plasma adalah suatu konsep artifisial karena ketika suatu bahan diekskresikan di urine, konsentrasi bahan tersebut dalam plasma secara keseluruhan berkurang seragam akibat pencampuran merata di sistem sirkulasi. Namun, untuk tujuan perbandingan ada baiknya bersihan dianggap sebagai volume plasma yang seharusnya mengandung jumlah total bahan (pada konsentrasi bahan sebelum ekskresi) yang diekskresikan ginjal dalam satu menit, yaitu volume hipotetis plasma yang seluruhnya dibersihkan dari bahan tersebut per menit.



  



557



pada pengeluaran bahan dari cairan tubuh daripada mengetahui volume dan komposisi urine. Bersihan plasma menyatakan efektivitas ginjal dalam mengeluarkan berbagai bahan dari lingkungan cairan internal. Bersihan plasma dapat dihitung untuk setiap konstituen plasma sebagai berikut: Konsentrasi urine laju aliran urine Suatu bahan 5 (jumlah/mL urine) 3 (mL/mnt) Konsentrasi bahan dalam plasma (jumlah/mL plasma) Laju bersihan plasma bervariasi untuk setiap bahan, bergantung pada bagaimana ginjal menangani tiap-tiap bahan tersebut.



Jika suatu bahan difiltrasi, tetapi tidak direabsorpsi atau disekresi, laju bersihan plasmanya setara dengan LFG. Anggap bahwa suatu konstituen plasma, substansi X, difiltrasi secara bebas di glomerulus, tetapi tidak direabsorpsi atau disekresi. Karena 125 mL/mnt plasma difiltrasi dan kemudian direabsorpsi, jumlah substansi X yang semula terkandung di dalam 125 mL tertinggal di tubulus untuk diekskresikan. Karena itu, setiap menit 125 mL plasma dibersihkan dari substansi X (Gambar 14-23a). (Dari 125 mL/mnt plasma yang difiltrasi, 124 mL/mnt cairan yang difiltrasi dikembalikan, melalui reabsorpsi, ke plasma minus substansi X, sehingga 124 mL/mnt ini dibersihkan dari substansi X. Selain itu, 1 mL/mnt cairan yang keluar dari urine akhirnya diganti oleh volume H20 yang masuk dalam jumlah yang sama yang tidak mengandung substansi X. Karena itu, 125 mL plasma yang telah dibersihkan dari substansi X, pada hakikatnya, dikembalikan ke plasma untuk setiap 125 mL plasma yang difiltrasi per menit). Tidak ada bahan kimia endogen yang memiliki karakteristik substansi X. Semua bahan yang secara alami terdapat di plasma, bahkan zat sisa, sedikitbanyak direabsorps iatau disekresi. Namun, inulin (jangan disamakan dengan insulin), suatu karbohidrat asing tak-berbahaya yang diproduksi oleh artichoke Jerusalem dan sedikit oleh sauran berakar lainnya seperti bawang merah dan bawang putih, difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi atau disekresi-suatu substansi X yang ideal. Inulin dapat disuntikkan dan bersihan plasmanya ditentukan sebagai cara klinis untuk mengetahui LFG. Karena semua filtrat glomerulus yang terbentuk dibersihkan dari inulin, volume plasma yang dibersihkan dari inulin per menit sama dengan volume plasma yang difiltrasi per menit-yaitu, LFG.



30 mg/mL urine 3 1.25 mL urine/mnt 0.30 mg/mL plasma 5 125 mL plasma/mnt



5



Meskipun penentuan bersihan plasma inulin akurat dan langsung, cara ini tidak mudah karena inulin harus diinfuskan secara terus-menerus sepanjang pengukuran untuk mempertahankan konsentrasi plasma yang konstan. Karena itu, bersihan plasma suatu bahan endogen, kreatinin, sering digun  



hapter



akan untuk mengetahui perkiraan kasar LFG. Kreatinin, suatu produk akhir metabolisme otot, diproduksi pada kecepatan yang relatif konstan. Bahan ini difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi, tetapi sedikit disekresi. Karena itu, bersihan kreatinin bukan pencerminan LFG yang akurat, melainkan memberi gambaran yang mendekati dan lebih mudah ditentukan daripada bersihan inulin.



Jika suatu bahan difiltrasi dan direabsorpsi, tetapi tidak disekresi, laju bersihan plasmanya selalu lebih kecil daripada LFG. Sebagian atau semua bahan yang dapat direabsorpsi yang difiltrasi dikembalikan ke plasma. Karena volume plasma yang dibersihkan dari bahan lebih kecil daripada yang difiltrasi, laju bersihan suatu bahan yang dapat direabsorpsi selalu lebih kecil daripada LFG. Sebagai contoh, bersihan plasma untuk glukosa normalnya nol. Semua glukosa yang difiltrasi akan direabsorpsi bersama dengan semua filtrat yang dikembalikan sehingga tidak ada plasma yang dibersihkan dari glukosa (Gambar 14-23b). Untuk suatu bahan yang direabsorpsi secara parsial, misalnya urea, hanya sebagian dari plasma yang difitrasi dibersihkan dari bahan ini. Dengan sekitar 50% urea yang difiltrasi akan direabsorpsi secara pasif, hanya separuh dari plasma yang terfiltrasi, atau 62,5 mL, dibersihkan dari urea per menit (Gambar 14-23c).



Jika suatu bahan difiltrasi dan disekresi, tetapi tidak direabsorpsi, laju bersihan plasmanya selalu lebih besar daripada LFG. Sekresi tubulus memungkinkan ginjal membersihkan bahan-bahan tertentu dari plasma secara lebih efisien. Hanya 20% plasma yang masuk ke ginjal difiltrasi. Sisa 80% lewat tanpa difiltrasi ke dalam kapiler peritubulus. Satu-satunya cara agar plasma yang tidak terfitrasi ini dapat dibersihkan dari bahan apapun selama perjalanan melintasi ginjal ini sebelum dikembalikan ke sirkulasi umum adalah dengan sekresi. Salah satu contoh adalah H+. Selain plasma yang terfiltrasi dibersihkan dari H+ yang tidak direabsorpsi, plasma yang menjadi asal sekresi juga dibersihkan dari H+. Sebagai contoh, jika jumlah H+ yang disekresikan ekuivalen dengan jumlah yang ada dalam 25 mL plasma, laju bersihan H+ akan 150 mL/ mnt pada LFG normal 125 mL/mnt. Setiap menit, 125 mL plasma akan kehilangan H+-nya melalui filtrasi dan kegagalan reabsorpsi, dan 25 mL plasma lainnya akan kehilangan H+ melalui sekresi. Bersihan plasma untuk bahan yang disekresikan selalu lebih besar daripada LFG (Gambar 14-23d). Seperti inulin yang dapat digunakan secara klinis untuk menentukan LFG, bersihan plasma senyawa asing lainnya, anion organik asam para-aminohi-purat (PAH), juga dapat digunakan untuk mengukur aliran plasma ginjal. Seperti inulin, PAH difiltrasi secara bebas dan tidak direabsorpsi. Namun, bahan ini berbeda karena semua PAH dalam plasma yang lolos dari filtrasi disekresikan dari kapiler peritubulus oleh jalur sekresi anion organik di tubulus proksimal. Karena itu, PAH dikeluarkan dari semua plasma yang mengalir ke ginjal-baik dari plasma yang difiltrasi dan kemudian direabsorpsi tanpa PAH-nya maupun dari plasma yang tidak terfiltrasi yang berlanjut ke kapiler peritubulus dan kehilangan PAH-nya melalui sekresi aktif ke dalam tubulus.



Kapiler peritubulus Glomerulus



Tubulus



Dalam urin (a) Untuk bahan yang difiltrasi dan tidak direabsorpsi atau disekresi, seperti inulin, semua plasma yang



(b) Untuk bahan yang difiltrasi, tidak disekresi, dan direabsorpsi total, misalnya glukosa, tidak ada plasma yang terfiltrasi yang dibersihkan dari bahan tersebut.



(c) Untuk bahan yang difiltrasi, tidak disekresi. dan direabsorpsi secara parsial. misalnya urea. hanya sebagian dari plasma yang terfiltrasi yang dibersihkan dari bahan tersebut.



(d) Untuk bahan yang difiltrasi dan disekresi tetapi tidak direabsorpsi, misalnya ion hidrogen, semua plasma yang terfiltrasi dibersihkan dari bahan tersebut, dan plasma peritubulus yang merupakan asal dari bahan yang disekresikan juga dibersihkan.



Gambar 14-23 Bersihan plasma untuk bahan yang di peroses secara berbeda oleh ginjal.



559



Karena semua plasma yang mengalir melalui ginjal dibersihkan dari PAH, bersihan plasma untuk PAH dapat digunakan untuk memperkirakan laju aliran plasma melalui ginjal. Biasanya, aliran plasma ginjal memiliki rerata 625 mL/ mnt, untuk aliran darah ginjal (plasma plus sel darah merah) sebesar 1140 mL/mnt—lebih dari 20% curah jantung,



0



30



300 300 300 600 900 0 120



0 30 0 30 0 30 0 60



hapter



00



12



900 1200



30 0 30 0 30 0 60 0 90 0 00



  



9



00



12



Setelah membahas bagaimana ginjal menangani berbagai zat terlarut dalam plasma, kini kita akan berkonsentrasi pada penanganan H20 plasma oleh ginjal. Osmolaritas CES (konsentrasi zat terlarut) bergantung pada jumlah relatif H20 dibandingkan dengan zat terlarut. Pada keseimbangan cairan dan konsentrasi zat terlarut yang normal, cairan tubuh bersifat isotonik pada osmolaritas 300 miliosmol/liter (mOsm/liter) (lihat h. 74 dan A-8). Jika terlalu banyak terdapat H20 dibandingkan dengan zat terlarut, cairan tubuh menjadi hipotonik, yang berarti cairan tubuh terlalu encer dengan osmolaritas kurang dari 300 mOsm/liter. Namun, jika terjadi defisit H20 relatif terhadap zat terlarut, cairan tubuh menjadi terlalu pekat, atau hipertonik, dengan osmolaritas lebih besar daripada 300 mOsm/liter. Dengan mengetahui bahwa gaya pendorong bagi reabsorpsi H20 di sepanjang tubulus adalah gradien osmotik antara lumen tubulus dan cairan interstisium sekitar, Anda dapat memperkirakan, berdasarkan pertimbangan osmotik, bahwa ginjal tidak dapat mengekskresikan urine yang lebih encer atau pekat daripada cairan tubuh. Memang, hal inilah yang akan terjadi jika cairan interstisium yang mengelilingi tubulus di ginjal identik osmolaritasnya dengan cairan tubuh lainnya. Reabsorpsi air akan berlangsung hanya hingga ketika cairan tubulus seimbang secara osmosis dengan cairan interstisium, dan tubuh akan tidak memiliki cara untuk mengeluarkan kelebihan H20 ketika cairan tubuh hipotonik atau menahan H20 ketika terjadi hipertonisitas. Untungnya, terdapat suatu gradien osmotik vertikal besar yang khas di cairan interstisium medula ginjal. Konsentrasi cairan interstisium secara progresif meningkat dari batas korteks hingga ke kedalaman medula hingga konsentrasi itu pada manusia mencapai maksimal 1200 mOsm/liter di taut erat dengan pelvis ginjal (Gambar 14-24). Melalui mekanisme yang akan segera dijelaskan, gradien ini memungkinkan ginjal menghasilkan urine yang konsentrasnya



0



60



00



Ginjal dapat mengekskresikan urine dalam konsentrasi bervariasi bergantung pada status hidrasi tubuh.



0



30



300 600



0



5 125 mL/mnt = 20% 625 mL/mnt Karena itu, sekitar 20% plasma yang masuk ke glomerulus difiltrasi.



Korteks



0



30



12



FRAKSI FILTRASI



LFG (bersihan inulin plasma) aliran plasma ginjal (bersihan PAH plasma)



300 300



90



Jika Anda mengetahui bersihan PAH (aliran plasma ginjal) dan bersihan inulin (LFG), Anda dapat dengan mudah menentukan fraksi filtrasi, yaitu fraksi plasma yang mengalir melalui ginjal yang terfiltrasi ke dalam tubulus:



Medula



Gambar 14-24 Gradien osmotik vertikal di medula ginjal. Gambaran skematik ginjal (pada orang yang berdiri tegak) yang diputar 90° dari posisi normalnya untuk lebih memperjelas gradien osmotik vertikal di medula ginjal. Semua nitai dalam satuan mOsm/L. Osmolaritas cairan interstisium di seluruh korteks ginjal adalah isotonik pada 300 mOsm/liter, tetapi osmolaritas cairan interstisium di medula ginjal meningkat secara progresif dari 300 mOsm/liter di batas dengan korteks hingga maksimal 1200 mOsm/ liter di taut dengan pelvis ginjal.



bervariasi dari 100-1200 mOsm/liter, bergantung pada status hidrasi tubuh. Ketika tubuh berada dalam keseimbangan ideal, terbentuk urine isotonik 1 mL/mnt. Ketika hidrasi tubuh berlebihan (terlalu banyak H20), ginjal dapat menghasilkan urine encer dalam jumlah besar (hingga 25 mL/mnt dan hipotonik pada 100 mOsm/ liter), membuang kelebihan H20 di urine. Sebaliknya, ginjal dapat menghasilkan urine pekat dalam jumlah kecil (hingga 0,3 ml/mnt dan hipertonik pada 1200 mOsm/liter) ketika tubuh mengalami dehidrasi (kekurangan H20), menahan H20 bagi tubuh. Susunan anatomik yang unik dan interaksi fungsional yang kompleks antara berbagai komponen nefron di medula ginjal menjadi penyebab terbentuknya dan dimanfaatkannya gradien osmotik vertikal. Ingat kembali bahwa lengkung tajam ansa Henle hanya sedikit masuk ke dalam medula di nefron korteks, tetapi di nefron jukstamedula lengkung masuk jauh ke seluruh kedalaman medula sehingga ujung lengkung berada dekat dengan pelvis ginjal (lihat Gambar 14-1c, h. 532, dan 14-5, h. 535). Juga, vasa rekta nefron jukstaglomerulus membentuk lengkung tajam dalam seperti lengkung panjang Henle. Aliran di lengkung panjang Henle dan vasa rekta dianggap countercurrent karena aliran di kedua bagian lengkung yang saling berdekatan ini berlawanan arah. Sementara itu, duktus koligentes yang melayani kedua jenis nefron, dalam perjalanan ke pelvis ginjal, berjalan menembus medula hanya dalam arah desenden. Susunan ini, ditambah dengan karakteristik permeabilitas dan transpor segmen-segmen tubulus ini, berperan kunci dalam kemampuan ginjal menghasilkan urine dengan konsentrasi beragam, bergantung pada apakah tubuh perlu menghemat atau mengeluarkan air. Secara singkat, lengkung Henle panjang nefron jukstamedula membentuk gradien osmotik vertikal, vasa rektanya mempertahankan gradien ini sembari memberi darah ke medula ginjal, dan duktus koligentes semua nefron menggunakan gradien ini, bersama dengan hormon vasopresin,



untuk menghasilkan urine dengan beragam konsentrasi. Secara kolektif, susunan fungsional keseluruhan ini disebut dengan sistem counter-current medulla. Kita akan membahas tiap-tiap seginya dengan lebih terperinci.



Gradien osmotik vertikel medula dibentuk oleh multipiikasi countercurrent. Kita akan mengikuti filtrat melalui nefron berlengkung panjang untuk melihat bagaimana struktur ini menciptakan gradien osmotik vertikal di medula. Segera setelah filtrat terbentuk, terjadi reabsorpsi osmotik tak-terkontrol H20 yang terfiltrasi di tubulus proksimal akibat reabsorpsi aktif Na+. Akibatnya, pada akhir tubulus proksimal sekitar 65% filtrat telah direabsorpsi, tetapi 35% sisanya tetap berada di lumen tubulus dengan osmolaritas sama dengan cairan tubuh. Karena itu, cairan yang masuk ke ansa Henle masih isotonik. Tambahan 15% H20 yang difiltrasi direabsorpsi dari ansa Henle sewaktu pembentukan dan pemeliharaan gradien osmotik vertikal, dengan osmolaritas cairan tubulus mengalami perubahan dalam prosesnya. SIFAT PARS ASENDEN DAN DESENDEN LENGKUNG PANJANG ANSE HENLE Perbedaan fungsional berikut antara pars



desenden suatu lengkung panjang ansa Henle (yang membawa cairan dari tubulus proksimal hingga jauh ke dalam medula) dan pars asendens (yang membawa cairan naik dan keluar dari medula untuk masuk ke tubulus distal) sangat penting untuk menciptakan gradien osmotik vertikal di cairan interstisium medula. Pars desenden (1) sangat perrneabel terhadap H20 (melalui saluran air APQ-1 yang banyak dan selalu terbuka) dan (2) tidak secara aktif mengeluarkan Na+, yaitu bagian ini tidak mereabsorpsi Na+. (Ini adalah satu-satunya segmen tubulus yang tidak melakukannya.) Pars asenden (1) secara aktif memindahkan NaC1 keluar dari lumen tubulus untuk masuk ke dalam cairan interstisium sekitar dan (2) selalu impermeabel terhadap H20 sehingga garam meninggalkan cairan tubulus disertai H20 secara osmotik. MEKANISME MULTIPLIKASI COUNTERCURRENT Kedekatan dan



aliran countercurrent kedua pars ansa Henle memungkinkan terjadinya interaksi penting antara keduanya. Meskipun aliran cairan melalui ansa Henle berlangsung terus-menerus, kita akan memvisualisasikan apa yang terjadi langkah demi langkah, seperti film animasi yang diperlambat sehingga setiap langkahnya dapat dilihat. Pada awalnya, sebelum gradien osmotik vertikal tercipta, konsentrasi cairan interstisium medula adalah seragam sebesar 300 mOsm/liter, seperti cairan tubuh lainnya (Gambar 14-25). Pompa garam aktif di pars asenden dapat memindahkan NaC1 keluar dari lumen hingga cairan interstisium sekitar 200 mOsm/liter lebih pekat daripada cairan tubulus di bagian ini. Ketika pompa pars asenden mulai secara aktif mengeluarkan garam, cairan interstisium medula menjadi hipertonik. Air tidak dapat mengikuti secara osmosis dari pars asenden karena bagian ini impermeabel terhadap H20. Namun, difusi neto H20 terjadi dari pars desenden ke dalam cairan interstisium. Cairan tubulus yang masuk ke pars desenden dari tubulus proksimal bersifat isotonik. Karena pars desenden sangat permeabel terhadap H20, terjadi difusi neto H20 melalui osmosis keluar dari pars desenden menuju ke cairan interstisium



yang lebih pekat. Perpindahan pasif H20 keluar pars desenden berlanjut hingga osmolaritas cairan di pars desenden dan cairan interstisium menjadi sama. Karena itu, cairan tubulus yang masuk ke ansa Henle segera mulai menjadi lebih pekat karena kehilangan H20. Pada keadaan seimbang, osmolaritas cairan pars asenden adalah 200 mOsm/liter dan osmolaritas cairan interstisium dan cairan pars desenden adalah sama yaitu 1 400 mOsm/L (Gambar 14-25, langkah ). Jika sekarang kita memajukan keseluruhan kolom cairan di ansa Henle beberapa langkah (langkah 2 terdapat massa cairan 200 mOsm/liter dari puncak pars asenden ke dalam tubulus distal, dan massa cairan isotonik baru pada 300 mOsm/ liter masuk bagian puncak pars desenden dari tubulus proksimal. Di bagian bawah lengkung, massa cairan 400 mOsm/liter dari pars desenden bergerak maju memutari ujung ansa dan masuk ke pars asenden, menempatkannya berlawanan dengan regio 400 mOsm/liter di pars desenden. Perhatikan bahwa perbedaan konsentrasi 200 mOsm/liter lenyap di puncak dan dasar lengkung. Pompa pars asenden kembali memindahkan NaC1 keluar sementara H20 secara pasif meninggalkan pars desenden hingga tercipta kembali perbedaan 200 mOsm/liter antara pars asenden dan baik cairan interstisium maupun pars desenden di masing-masing tingkat horizontal (langkah 3 ). Namun, perhatikan bahwa konsentrasi cairan tubulus semakin meningkat di pars desenden dan semakin menurun di pars asenden. Sewaktu cairan tubulus terus maju (langkah 4 ) , gradien konsentrasi 200 mOsm/liter kembali terganggu di semua tingkat horizontal. Selain itu, ekstrusi aktif NaCI dari pars asendens, disertai difusi neto H20 keluar pars desenden, kembali menciptakan gradien 200 mOsm/liter di masingmasing tingkat horizontal (langkah 5 ). Sewaktu cairan kembali mengalir maju sedikit dan proses bertahap ini berlanjut (langkah 6 ), cairan di pars desenden menjadi semakin hipertonik hingga mencapai konsentrasi maksimal 1200 mOsm/liter di dasar lengkung, empat kali lipat konsentrasi normal cairan tubuh. Karena cairan interstisium selalu mencapai keseimbangan dengan pars desenden, tercipta gradien konsentrasi vertikal yang berkisar dari 300 hingga 1200 mOsm/liter di cairan interstisium medula. Sebaliknya, konsentrasi cairan tubulus semakin berkurang di pars asenden sewaktu garam dipompa keluar tetapi H20 tidak dapat mengikutinya. Pada kenyataannya, cairan tubulus bahkan menjadi hipotonik sebelum meninggalkan pars asenden untuk masuk ke tubulus distal dengan konsentrasi 100 mOsm/liter, sepertiga konsentrasi normal cairan tubuh. Perhatikan bahwa meskipun hanya terdapat gradien 200 mOsm/liter antara pars asenden dan cairan sekitar di masing masing tingkat horizontal medula, terbentuk gradien vertikal yang jauh lebih besar dari atas ke bawah medula. Meskipun pompa pars asenden hanya dapat menghasilkan gradien 200 mOsm/liter, efek ini berlipat ganda menjadi gradien vertikal yang besar karena adanya aliran countercurrent di dalam lengkung. Mekanisme pemekatan konsentrasi yang dicapai oleh lengkung Henle ini dikenal sebagai multiplikasi countercurrent.



  



561



Glomerulus Kapsula Bowman Tubulus proksimal Tubulus distal



Korteks Medula



Dari tubulus proksimal 300 Cairan intestisium 300 300 300 300 Pars desenden 300 ansa Henle nefron 300 jukstamedula 300



300 300 300 300 300 300 300 300



Ke tubulus distal 300 300 Cairan insterstisium medula 300 300 300 Pars desenden 300 ansa Henle nefron 300 jukstamedula 300



Tubulus koligentes



Lengkung panjang Henle



Gambar awal 300 300



350 350 350 350 500 500 500 500



H2O H2O H2O H2O



350 350 350 350 500 500 500 500



NaCl NaCl NaCl NaCl



Dari tubulus proksimal 150 150 150 150 300 300 300 300



3 Pompa pars asendes dan fluks pasif pars desenden membentuk kembali gradien 200mOsm/liter di tiap tingkat horizontal



300 300 350 350 350 350 500 500



150 150 Ke tubulus distal 150 150 300 300 300 300 500 500



4 Sekali lagi cairan kembali mengalir maju beberapa “langkah.”



Gambar 14-25 Multiplikasi countercurrent di medula ginjal. semua angka dalam mOsm/L



Telah dijelaskan secara artifisial multiplikasi countercurrent dengan cara berhenti-maju bertahap untuk mempermudah pemahaman. Perlu disadari bahwa jika gradien medula yang meningkat tersebut telah terbentuk, gradien tersebut akan menetap karena aliran cairan yang terus menerus disertai oleh transpor aktif di pars asenden dan fluks pasif di pars desenden. MANFAAT MULTIPLIKASI COUNTERCURREENT Jika Anda



hanya melihat apa yang terjadi pada cairan tubulus sewaktu cairan ini mengalir melalui ansa Henle, keseluruhan proses terlihat sebagai upaya yang sia-sia. Cairan isotonik yang masuk ansa menjadi semakin pekat sewaktu memasuki pars desenden, mencapai konsentrasi maksimal 1200 mOsm/liter, hanya untuk kemudian menjadi lebih encer kembali sewaktu mengaliri pars   



hapter



asenden dan akhirnya meninggalkan lengkung pada konsentrasi minimal 100 mOsm/liter. Apa gunanya memekatkan cairan empat kali lipat dan kemudian berbalik serta mengencerkannya hingga akhirnya konsentrasi menjadi sepertiga daripada konsentrasi saat masuk? Mekanisme semacam ini memberikan dua manfaat. Pertama, mekanisme ini menciptakan suatu gradien osmotik vertikal di cairan interstisium medula. Gradien ini, pada saatnya, digunakan oleh duktus koligentes untuk memekatkan cairan tubulus sehingga tubuh dapat mengekskresikan urine yang lebih pekat daripada cairan tubuh normal. Kedua, karena cairan bersifat hipotonik saat masuk ke bagian distal tubulus, ginjal dapat mengekskresikan urine yang lebih encer daripada cairan tubuh normal. Mari kita lihat bagaimana hal ini terjadi.



Kunci = Disfusi pasif H2O (osmosis) = Transpor aktif NaCl



400 400 400 400 400 400 400 400



H2O H2O H2O H2O



400 400 400 400 400 400 400 400



NaCl NaCl NaCl NaCl



H2O H2O H2O H2O



325 325 425 425 425 425 600 600



NaCl NaCl NaCl NaCl



200 200 200 200



From proximal tubule 200 200 200 200 200 200 200 200



1 Pompa garamaktif pars asenden menciptakan gradien sebesar 200 mOsm/ liter di setiap tingkat horizontal.



325 325 425 425 425 425 600 600



300 300 300 300



To distal tubule



300 300 300 300 400 400 400 400



200 200 200 200 400 400 400 400



2 Ketika cairan bergerak maju beberapa "langkah", suatu massa cairan 200 mOsm/L keluar ke tubulus distal dan suatu massa cairan 300 mOsm/L yang baru memasuki tubulus proksimal. Dari tubulus proksimal



125 125 225 225 225 225 400 400



5 Gradien 200 mOsm/liter di setiap tingkat horizontal kembali tercipta.



Reabsorpsi bervariasi H2O yang dikontrol oleh vasopresin terjadi di segmen akhir tubulus. Setelah reabsorpsi obligatorik H20 dari tubulus proksimal (65% H20 yang terfiltrasi) dan ansa Henle (15% H20 yang terilftrasi), 20% H20 yang terfiltrasi tertinggal di lumen untuk masuk ke tubulus distal dan koligentes untuk direabsorpsi dalam jumlah bervariasi di bawah kontrol hormon. Ini adalah jumlah H20 yang masih besar untuk diatur dengan reabsorpsi: 20% x LFG (180 liter/hari) = 36 liter per hari untuk direabsorpsi dengan jumlah bervariasi, bergantung pada status hidrasi tubuh. Jumlah ini adalah lebih dari 13 kali jumlah H20 plasma dalam keseluruhan sistem sirkulasi.



300 450 600 750 900 1050 1200 1200



Ke tubulus distal 300 450 600 750 900 1050 1200 1200



100 250 400 550 700 850 1000 1000



6 Terbentuk gradien osmotik vertikal final dan dipertahankan oleh multiplikasi countercurrent terus-menerus lengkung panjang Henle.



Cairan yang meninggalkan ansa Henle masuk ke tubulus distal pada 100 mOsm/liter sehingga bersifat hipotonik terhadap cairan interstisium koteks ginjal sekitar yang isotonik (300 mosm/liter) yang dilewati oleh tubulus distal. Tubulus distal kemudian mengalirkan isinya ke dalam duktus koligentes, yang terendam dalam cairan interstisium dengan konsentrasi yang semakin tinggi (300 hingga 1200 mOsm/liter) sewaktu saluran ini turun melalui medula. PERAN VASOPRESIN Agar H20 dapat direabsorpsi di suatu



segmen tubulus, dua kriteria harus dipenuhi: (1) harus terdapat gradien osmotik yang melintasi tubulus, dan (2) segmen tubulus harus permeabel terhadap H2O. Tubulus distal dan koligentes impermeabel terhadap H20 kecuali jika terdapat vas-



  



563



Filtrat lumen Sel prinsipal di tubulus Kapiler opresin, yang juga dikenal sebagai distal atau koligentes tubulus peritubulus hormon antidiuretik (anti artinya "melawan"; diuretik artinya"peningkatan Membran basolateral Membran luminal pengeluaran urine")4, yang meningkatkan Kanal air AQP-3 atau AQP-4 permeabilitas rnereka terhadap H20. 4 Vasopresin diproduksi oleh beberapa 5 badan sel saraf spesifik di hipotalamus dan H2O H2 O kemudian disimpan di kelenjar hipofisis 1 3 ATP posterior, yang melekat ke hipotalamus H O 2 2 melalui sebuah tangkai tipis (lihat gambar 18-4, h. 698). Hipotalamus mengontrol … cAMP Vasopressin Meningkatkan pelepasan vasopresin dari hipofisis Reseptor V 2 H2 O permeabilitas membran posterior ke dalam darah. Dengan luminal terhadap H2O mekanisme umpan-balik negatif, sekresi Kanal air dengan menyisipkan AQP-2 vasopresin dirangsang oleh defisit H20 kanal-kanal air baru AQP-2 ketika CES terlalu pekat (yaitu, hipertonik) dan H20 harus dipertahankan dalam tubuh, dan dihambat oleh kelebihan H20 1 Vasopresin dalam darah berikatan dengan tempat reseptornya di membran basolateral ketika CES terlalu encer (yaitu, hipotonik) prinsipal di tubulus distal atau koligentes. dan kelebihan H20 harus dikeluarkan melalui urine. 2 Pengikatan ini mengaktifkan sistem pembawa pesan kedua AMP siklik di dalam sel. Vasopresin mencapai membran AMP siklik meningkatkan permeabilitas membran luminal yang berlawanan terhadap 3 basolateral sel tubulus prinsipal yang H2O dengan mendorong insersi saluran-saluran air AQP-2 yang di regulasi oleh vasopresin di membran ini. Membran ini impermeabel terhadap air jika terdapat melapisi tubulus distal dan koligentes vasopresin. melalui sistem sirkulasi. Di sini hormon ini 4 Air masuk ke sel tubulus dari lumen tubulus melalui saluran air yang disisipkan tersebut. mengikat reseptor V2 yang spesifik untuknya (Gambar 14-26). (Vasopresi ter5 Air keluar dari sel melalui saluran air berada ( baik AQP-3 maupun AQP-4) yang ada ikat dengan reseptor V1 yang berbeda permanen dan selalu terbuka di membran basolateral, lalu masuk ke darah, dan dengan pada otot polos vaskular untuk cara ini direabsorpsi. menunjukkan efek vasokonstriktornya; Gambar 14-26 Mekanisme kerja vasopresin. lihat h. 377.) Pengikatan vasopresin dengan reseptor V2-nya, yang merupakan reseptor bergandeng protein G (lihat h, 126), mengaktifkan sistem caraka kedua luminal tidak permanen. Saluran diambil kembali ketika AMP siklik (cAMP) di dalam sel tubulus (lihat h. 130). sekresi vasopresin berkurang dan aktivitas cAMP juga Pengikatan ini akhirnya meningkatkan permeabilitas berkurang. Karena itu, permeabilitas H20 berkurang ketika membran luminal yang berlawanan terhadap H20 dengan sekresi vasopresin berkurang. Saluran H20 ini disimpan di mendorong penyisipan akuaporin (khususnya AQP-2) di dalam vesikel internal, siap untuk disisipkan kembali pada membran ini dengan eksositosis. Tanpa akuaporin ini, membran luminal ketika sekresi vasopresin meningkat lagi. membran luminal bersifat impermeabel terhadap H20. Setelah Perpindahan AQP-2 ke dalam dan keluar membran luminal di masuk ke dalam sel tubulus dari filtrat melalui saluran air bawah kontrol vasopresin menyediakan cara untuk luminal yang diatur oleh vasopresin, H20 secara pasif mengontrol permeabilitas H20 secara cepat di tubulus distal meninggalkan sel menuruni gradien osmotik menembus dan kolegentes, bergantung pada kebutuhan tubuh sesaat. membran basolateral untuk masuk ke cairan interstisium. Vasopresin memengaruhi permeabilitas H20 hanya di Akuaporin di membran basolateral tubulus distal dan tubulus distal dan duktus koligentes. Hormon ini tidak koligentes (AQP-3 dan AQP-4) selalu ada dan terbuka, memiliki pengaruh pada 80% H20 yang difiltrasi yang sehingga membran ini selalu permeabel terhadap H20. Dengan direabsorpsi tanpa kontrol di tubulus proksimal dan ansa memungkinkan lebih banyak H20 merembes dari lumen ke Henle. Pars asenden ansa Henle selalu impermeabel terhadap dalam sel tubulus, saluran-saluran luminal yang diatur oleh H20, bahkan dengan keberadaan vasopresin. vasopresin ini meningkatkan reabsorpsi H20 dari filtrat ke dalam cairan interstisium. Respons tubulus terhadap REGULASI REABSORPSI H 20 SEBAGAI vasopresin bersifat berjenjang: semakin banyak terdapat RESPONS TERHADAP DEFISIT H 0 Ketika sekresi 2 vasopresin, semakin banyak saluran air luminal disisipkan, vasopresin meningkat sebagai respons terhadap defisit H20 dan semakin besar permeabilitas tubulus distal dan koligentes dan permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H20 terhadap H20. Namun, meningkatnya saluran air membran juga karenanya meningkat, cairan tubulus yang hipotonik yang mengalir ke bagian distal nefron dapat kehilangan lebih 4Meskipun buku teks secara tradisional cenderung menggunakan nama banyak H20 secara progresif melalui osmosis ke dalam cairan hormon antidiureok untuk hormon ini, khususnya ketika membahas efeknya interstisium sewaktu cairan tubulus mula-mula mengalir pada ginjal, para peneliti di bidang ini kini lebih menyukai menggunakan kata melalui korteks isotonik dan kemudian terpajan ke cairan intevasopresin.   



hapter



rstisium medula yang osmolaritasnya terus meningkat ketika saluran masuk jauh menuju pelvis ginjal (Gambar 14-27a). Sewaktu cairan tubulus 100 mOsm/liter masuk ke tubulus distal dan terpajan ke cairan interstisium sekitar dengan osmolaritas 300 mOsm/ liter, H20 keluar dari tubulus secara osmosis menembus sel tubulus yang kini permeabel hingga cairan tubulus mencapai kosentrasi maksimal 300 mOsm/ liter di akhir tubulus distal. Sewaktu terus mengalir ke duktus koligentes, cairan tubulus 300 mOsm/liter ini terpajan ke cairan interstisium medula yang osmolaritasnya bahkan lebih tinggi lagi. Konsekuensinya, cairan tubulus kembali kehilangan H20 secara osmosis dan menjadi semakin pekat; hanya untuk mengalir maju, terpajan ke osmolaritas cairan interstisium yang lebih tinggi, dan kembali kehilangan H20; dan demikian seterusnya. Di bawah pengaruh vasopresin kadar maksimal, cairan tubulus dapat dipekatkan hingga 1200 mOsm/liter di akhir duktus koligentes. Cairan tidak dimodifikasi lebih lanjut lagi setelah duktus koligentes sehingga apa yang tersisa di tubulus di titik ini adalah urine. Akibat reabsorpsi ekstensif H20 yang didorong oleh vasopresin di segmen-segmen akhir tubulus ini, dapat diekskresikan urine dengan volume sedikit dan memiliki konsentrasi hingga 1200 mOsm/liter. Setiap menit dapat dihasilkan urine bervolume hanya 0,3 ml, kurang daripada sepertiga kecepatan aliran urine normal yang besarnya 1 mL/mnt. H20 yang direabsorpsi masuk ke cairan interstisium medula diambil oleh kapiler peritubulus dan dikembalikan ke sirkulasi umum sehingga dipertahankan di dalam tubuh. Meskipun mendorong penghematan H20 oleh tubuh, vasopresin tidak dapat menghentikan secara total produksi urine, meskipun yang bersangkutan sama sekali tidak mendapat H2O, karena harus terjadi ekskresi H20 dalam jumlah minimal bersama dengan zat sisa terlarut. Secara kolektif, produk sisa dan konstituen lain yang dieliminasi di urine berosmolaritas rerata 600 mOsm per hari. Karena konsentrasi maksimal urine adalah 1200 mOsm/liter, volume minimal urine yang diperlukan untuk mengekskresikan zatzat sisa ini adalah 500 mL/hari (600 mOsm zat sisa/hari 1200 mOsm/ liter = urine 0,5 liter, atau 500 mL/hari, atau 0,3 mL/ mnt). Karena itu, di bawah pengaruh maksimal vasopresin, 99,7% dari 180 liter H2O plasma yang terfiltrasi per hari dikembalikan ke darah, dengan pengeluaran wajib H20 sebanyak setengah liter. Kemampuan ginjal memekatkan urine untuk mengurangi kehilangan H20 jika dibutuhkan hanya dimungkinkan karena adanya gradien osmotik vertikal di medula. Jika gradien ini tidak ada, ginjal tidak dapat menghasilkan urine yang lebih pekat daripada cairan tubuh seberapapun jumlah vasopresin yang dikeluarkan karena satu-satunya gaya pendorong untuk reabsorpsi H20 adalah perbedaan konsentrasi antara cairan tubulus dan cairan interstisium. REGULASI REABSORPSI H2O SEBAGAI RESPONS TERHADAP KELEBIHAN H20 Sebaliknya, jika seseorang



mengonsumsi H20 dalam jumlah besar, kelebihan H20 harus dikeluarkan dari tubuh tanpa secara bersamaan kehilangan zat terlarut yang penting untuk mempertahankan homeostasis. Pada keadaan ini, tidak ada vasopresin yang



Filtrat memiliki konsentrasi 100 mOsm/liter sewaktu masuk ke tubulus distal dan koligentes



Dari tubulus proksimal 300



300



300



300



Ansa Henle 600



300 300 H2O



600



900



900



H2O 300



100



H2O



600 H2O NaCl



400



900 H2O NaCl



700



600



600



900



900



H2O 1200



Vasopresin ada: tubulus distal dan koligentees permeabel terhadap H2O



1200



Ekskresi urin dalam jumlah sedikit (hingga 1200 mOsm/L); H2O direabsorpsi diserap oleh kapiler peritubulus dan dipertahankan di dalam tubuh



(a) Ketika menghadapi defisit air



Filtrat memiliki konsentrasi 100 mOsm/liter sewaktu masuk ke tubulus distal dan koligentes



300



300



300



300



300



100



Tubulus distal



300



100



Korteks Medula



Ansa Henle 600



600



600 H2O NaCl



400



600



100



900



900



900 H2O NaCl



700



900



100



1200



100



H2O



Duktus koligentes



H2O



1200



Dari tubulus proksimal



Korteks



300



Medula



NaCl



1000 1200



Distal tubule



300



NaCl



Duktus koligentes



1000 1200



1200



Tidak vasopresin: tubulus distal dan koligentes impermeabel terhadap H2O (b) Ketika menghadapi kelebihan air



Urin bervolume besar dan encer; dieksresikan (serendah 100 mOsm/L) Tidak terjadi reabsorpsi H2O di bagian distal dikeluarkan dari tubuh dalam urin



Kunci = Difusi fasif H2O (osmosis) = Transpor aktif NaCl = Bagian tubulus yang impermeabel terhadap H2O = Permeabilitas terhadap H2O ditingkatkan oleh vasopresin Gambar 14-27 Ekskresi urine dengan berbagai konsentrasi bergantung pada kebutuhan tubuh.Semua nilai dalam satuan mOsm/L.



  



565



dikeluarkan, sehingga tubulus distal dan koligentes tetap impermeabel terhadap H20. Cairan tubulus yang masuk ke tubulus distal bersifat hipotonik (100 mOsmiliter), karena kehilangan garam tanpa disertai pengeluaran H20 di pars asenden ansa Henle. Sewaktu cairan hipotonik ini mengalir melalui tubulus distal dan koligentes (Gambar 14-27b), gradien osmotik medula tidak dapat menimbulkan pengaruh karena segmen-segmen akhir tubulus ini impermeabel terhadap H2O. Dengan kata lain, tidak ada H20 yang tertinggal di dalam tubulus yang dapat meninggalkan lumen untuk direabsorpsi meskipun cairan tubulus lebih encer daripada cairan interstisium sekitar. Karena itu, tanpa vasopresin, 20% cairan terfiltrasi yang mencapai tubulus distal tidak direabsorpsi. Sementara itu, ekskresi zat sisa dan zat terlarut urine lainnya tidak berubah. Hasil akhir adalah urine encer dalam jumlah besar, yang membantu tubuh mengeluarkan kelebihan H20. Osmolaritas urine dapat serendah 100 mOsmiliter, sama seperti cairan yang masuk ke tubulus distal. Tanpa vasopresin, aliran urine dapat meningkat hingga 25 mL/mnt, dibandingkan dengan produksi normal 1 mLlmnt. Kemampuan tubuh menghasilkan urine yang lebih encer daripada cairan tubuh bergantung pada cairan tubulus yang menjadi hipotonik ketika masuk ke bagian distal nefron. Pengenceran ini dicapai di pars asenden ketika NaC1 secara aktif dikeluarkan, tetapi tidak dapat diikuti oleh H20. Karena itu, ansa Henle, dengan secara bersamaan membentuk gradien osmotik medula dan mengencerkan cairan tubulus sebelum cairan itu masuk ke segmen distal, berperan penting dalam kemampuan ginjal mengekskresikan urine yang konsentrasinya bervariasi dari 100 hingga 1200 mOsm/liter.



Pertukaran countercurrent di dalam vasa rekta mempertahankan gradien osmotik vertikal medulla. Medula ginjal harus dialiri darah untuk memberi makan jaringan di bagian ini serta untuk mengangkut air yang direabsorpsi di ansa Henle dan duktus koligentes kembali ke sirkulasi umum. Namun, dalam prosesnya, sirkulasi darah melalui medula tidak boleh mengganggu gradien hipertonisitas vertikal yang tercipta oleh lengkung Henle. Bayangkan situasinya jika darah mengalir lurus dari korteks ke medula bagian dalam lalu langsung ke vena renalis (Gambar 14-28a). Karena kapiler sangat permeabel terhadap NaC1 dan H20, darah akan secara progresif menyerap garam dan kehilangan H20 melalui fluks pasif menuruni gradien konsentrasi dan osmotik sewaktu mengalir masuk ke medula. Darah isotonik yang masuk ke medula, setelah mengalami penyeimbangan dengan setiap tingkat medula, akan meninggalkan medula dengan tonisitas tinggi yaitu 1200 mOsm/liter. Akan mustahil terbentuk dan memelihara gradien hipertonik medula karena NaCI yang dipompa ke dalam cairan interstisium medula akan secara terus menerus diangkut oleh sirkulasi. Dilema ini diatasi oleh konstruksi vasa rekta yang berbentuk jepit rambut yang, dengan memutar balik melalui gradien konsentrasi dalam arah berlawanan, memungkinkan darah yang meninggalkan medula dan masuk ke vena renalis hampir isotonis seperti darah arteri yang masuk ke ginjal (Gambar   



hapter



14-28b). Sewaktu darah mengalir menelusuri pars desenden vasa rekta, mengalami penyeimbangan dengan cairan interstisium sekitar yang konsentrasinya semakin meningkat, darah ini menyerap garam dan kehilangan H20 hingga menjadi sangat hipertonik di bagian bawah lengkung. Kemudian, ketika darah mengalir melalui pars asenden, garam berdifusi keluar kembali ke interstisium, dan H20 kembali masuk ke vasa rekta karena cairan interstisium sekitar menjadi semakin hipotonik. Pertukaran pasif zat terlarut dan H20 antara kedua bagian vasa rekta dan cairan interstisium ini dikenal sebagai pertukaran countercurrent. Tidak seperti multiplikasi countercurrent, pertukaran ini tidak menciptakan gradien konsentrasi. Pertukaran ini mempertahankan (mencegah disolusi) gradien. Karena darah masuk dan keluar medula dengan osmolaritas yang sama akibat pertukaran countercurrent, jaringan medula mendapat nutrisi dari darah sementara gradien hipertonisitasnya tetap dipertahankan.



Reabsorpsi air hanya berkaitan sebagian dengan reabsorpsi zat terlarut. Perlu dibedakan antara reabsorpsi H20 yang harus mengikuti reabsorpsi zat terlarut dan reabsorpsi H20 "bebas" yang tidak berkaitan dengan reabsorpsi zat terlarut. ■ Di segmen-segmen tubulus yang permeabel terhadap H20, reabsorpsi zat terlarut selalu diikuti oleh reabsorpsi setara H20 karena faktor osmotik. Karena itu, volume total H20 yang direabsorsi sebagian besar ditentukan oleh massa total zat terlarut yang direabsorpsi; hal ini terutama berlaku untuk NaCI karena NaC1 adalah zat terlarut paling banyak di CES. ■ Ekskresi zat terlarut selalu disertai oleh ekskresi setara H20 karena faktor osmotik. Fakta ini merupakan penyebab ekskresi wajib H20 paling tidak dalam jumlah minimal, meskipun yang bersangkutan mengalami dehidrasi berat. Oleh sebab yang sama, ketika terdapat kelebihan zat terlarut yang tidak direabsorpsi dalam cairan tubulus, keberadaan zat tersebut menimbulkan efek osmotik yang menahan kelebihan H20 di lumen. Fenomena ini dikenal sebagai diuresis osmotik. Diuresis adalah peningkatan ekskresi urine, yang terdiri dari dua jenis: diuresis osmotik dan diuresis air. Diuresis osmotik adalah peningkatan ekskresi H20 dan zat terlarut akibat ber lebihnya zat terlarut yang tidak direabsorpsi di cairan tubulus, seperti yang terjadi pada diaabetes mellitus yang tidak diobati. Glukosa dalam jumlah besar yang tertinggal di cairan tubulus pengidap diabetes secara osmotik menyeret H20 bersamanya ke dalam urine. Sebagian obat diuretik bekerja dengan menghambat reabsorpsi zat terlarut tertentu sehingga terjadi peningkatan pengeluaran H20 bersama dengan zat terlarut yang tidak direabsorpsi tersebut. Diuresis air, sebaliknya, adalah peningkatan ekskresi H20 dengan sedikit atau tanpa peningkatan ekskresi zat terlarut. Kehilangan atau penambahan H20 murni yang tidak disertai oleh defisit atau kelebihan zat terlarut dalam jumlah sebanding (yaitu, H20 "bebas") menyebabkan perubahan osmolaritas CES. Ketidakseimbangan antara H20 dan zat terlarut ini sebagian dikoreksi dengan memisahkan reabsorpsi H20 dari reabsorpsi zat terlarut di bagian distal nefron melalui efek kombinasi sekresi vasopresin dan gradien osmotik medula. Dengan mekanisme ini, H20 bebas dapat direabsorpsi tanpa reabsorpsi zat terlarut dalam ■



Dari arteriol eferen



Dari arteriol eferen



300



Korteks ginjal



Ke vena



Korteks ginjal



300



300 300



300 600 900 1200



NaCl H2O NaCl H2O NaCl H2O



300 600 900



NaCl H2O Medula ginjal



Medula ginjal



NaCl H2O NaCl H2O



1200



600



300 600



900



600 900



1200



900



NaCl H2O NaCl H2O NaCl H2O



1200 1200



Ke vena



1200 Vasa rekta (b) Pola sebenarnya aliran darah



(a) Pola hipotetis aliran darah



Kunci = Difusi pasif of H2O (osmosis)



= Difusi pasif NaCl



Gambar 14-28 Pertukaran countercurrent di medula ginjal. Semua nilai satuan mOsm/L. (a) jika aliran darah ke medula ginjal mengikuti garis lurus dari korteks ke medula bagian dalam, darah akan isotonik ketika masuk, tetapi sangat hipertonik ketika luar, Karena menyerap garam dan kehilanhan H2O sewaktumengalami penyeimbang dengan cairan interstisium sekitar di setiap tingkat horizontal. Gradien osmotik vertikal akan sulit dipertahankan karena garam yang dipompa keluar oleh pars asenden ansa akan secara terus-menerus terbilas keluar oleh darah yang mengalir melalui medula.(b) Darah mengalami penyeimbangan dengan cairan interstisium di setiap tingkat horizontal baik pars desenden maupun pars asenden vasa rekta sehingga darah isotonk ketika masuk dan keluar medula. pertukaran countercurrent ini mencegah hilangnya gradien osmotik medula sementara penyaluran darah medula tetap terlaksana.



jumlah setara untuk mengoreksi hipertonisitas cairan tubuh. Sebaliknya, H20 bebas dalam jumlah besar dapat diekskresikan tanpa disertai ekskresi zat terlarut (yaitu, diuresis air) untuk mengeluarkan kelebihan H2O murni dari tubuh sehingga hipotonisitas cairan tubuh terkoreksi. Diuresis air normalnya adalah mekanisme kompensasi jika kita terlalu banyak minum H20. Diuresis air yang berlebihan terjadi setelah ingesti alkohol. Karena alkohol menghambat sekresi vasopresin, ginjal kehilangan terlalu banyak Biasanya, lebih banyak cairan yang hilang di urine daripada yang dikonsumsi dalam minuman beralkohol sehingga tubuh mengalami dehidrasi meskipun terjadi ingesti cairan yang bermakna. Tabel 14-4 merangkum bagaimana berbagai segmen tubulus nefron menangani Na+ dan H20 serta makna proses-proses ini.



Gagal ginjal memiliki konsekuensi luas. Ekskresi urine dan dibersihkannya zat sisa dan kelebihan elektrolit dari plasma merupakan hal krusial bagi pemeliharaan homeostasis. Ketika fungsi kedua ginjal sangat terganggu sehingga keduanya tidak dapat melakukan fungsi regulasi dan ekskresinya untuk mempertahankan homeostasis, timbullah gagal ginjal. Gagal ginjal memiliki banyak penyebab, sebagian di antaranya dimulai di bagian tubuh lain dan secara sekunder mengenai ginjal. Berikut ini adalah sebagian kausanya: 1. Organisme penginfeksi, baik melalui darah maupun masuk ke saluran kemih melalui uretra.



2. Bahan toksik, misalnya timbal, arsen, pestisida, atau bahkan pajanan berkepanjangan dengan aspirin dosis tinggi. 3. Respons imun yang tidak sesuai, misalnya glomerulonefritis, yang kadang menyertai infeksi streptokokus di tenggorokan karena terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang menyebabkan kerusakan inflamatorik lokal di glomerulus (lihat h. 452). 4. Obstruksi aliran urine akibat batu ginjal, tumor, atau pembesaran kelenjar prostat, dengan tekanan balik yang mengurangi filtrasi glomerulus serta merusak jaringan ginjal. 5. Insufisiensi aliran darah ginjal yang menyebabkan kurangnya tekanan filtrasi, yang dapat terjadi sekunder akibat gangguan sirkulasi, misalnya gagal jantung, perdarahan, syok, atau penyempitan dan pengerasan arteri renalis akibat aterosklerosis. Glomerulus dan tubulus mungkin terkena secara independen, atau keduanya mungkin disfungsional. Apapun kausanya, gagal ginjal dapat bermanifestasi sebagai gagal ginjal akut, yang ditandai oleh kemerosotan produksi urine yang berlangsung cepat dan muncul mendadak hingga produksinya berjumlah kurang dari 500 mLthari; atau gagal ginjal kronik, yang ditandai oleh penurunan fungsi ginjal yang berlangsung lambat progresif. Seseorang dapat meninggal akibat gagal ginjal akut, atau kondisi ini bersifat reversibel dan dapat sembuh sempurna. Gagal ginjal kronik, sebaliknya, tidak reversibel. Kerusakan jaringan ginjal secara bertahap dan permanen akhirnya menyebabkan kematian. Gagal ginjal kronik bersifat samar karena jaringan ginjal dapat rusak hingga 75% sebelum 567



I TABEL 14-4 Penanganan



Natrium dan Air oleh Berbagai Segmen Tubulus Nefron Reabs



N



Segmen Tubulus Tubulus proksimal







Ansa Henle



Tubulus distal dan koligentes







hapter



Gambran khas



Aktif; tak-terkontrol berperan penting dalam reabsorpsi glukosa, asam amino, C-, H2O dan urea







Pasif; reabsorpsi osmotik obligatorik mengikuti reabsorpsi aktif Na+



Aktif, tak-terkontrol; reabsorpsi NaCI darigaris pars asenden membantu gradien osmotik vertikal insterstisium medula, yang penting bagi kemampuan ginjal untuk menghasilkan urine dengan beragam konsentrasi dan volume, bergantungan pada kebutuhan tubuh







Pasif; reabsorpsi osmotik obligatorik dari pars desenden sewaktu pars asenden mengeluarkan NaCI kedalam cairan interstisium (yaitu, mereabsorpsi NaCl)







Pasif; tidak berkaitan dengan reabsorpsi zat terlarut; reabsorpsi H20 "bebas" dengan jumlah bervariasi berada di bawah kontrol vasopresin; gaya pendorong adalah gradien osmotik vertikal di cairan interstisium medula yang diciptakan oleh ansa Henle panjang; penting untuk mengatur osmolaritas CES







penurunan fungsi ginjal menjadi nyata. Karena besarnya cadangan fungsi ginjal, hanya 25% jaringan ginjal yang diperlukan untuk mempertahankan semua fungsi ekskresi dan regulasi ginjal yang esensial. Namun, dengan kurang dari 25% jaringan ginjal fungsional yang tersisa, insufisiensi ginjal akan tampak. Gagal ginjal stadium-akhir terjadi jika 90% fungsi ginjal telah lenyap. Lebih dari 26 juta orang di AS menderita berbagai tahap gagal ginjal, yang menyebabkan lebih dari 80.000 kematian per tahun. Kita tidak akan menyortir berbagai stadium dan gejala yang berkaitan dengan berbagai gangguan ginjal, tetapi Tabel 14-5, yang merangkum konsekuensi potensial gagal ginjal, memberikan Anda bayangan tentang luasnya efek yang ditimbulkan oleh gangguan ginjal. Ketika ginjal tidak mampu mempertahankan lingkungan internal yang normal, gangguan luas pada aktivitas sel juga dapat menimbulkan kelainan fungsi di sistem organ lain. Pada saat gagal ginjal stadium akhir tercapai, pada hakikatnya setiap sistem tubuh sedikit banyak telah terganggu. Konsekuensi yang paling mengancam nyawa pada gagal ginjal adalah retensi H+ (menyebabkan asidosis metabolik) dan K+ (mengarah pada malfungsi jantung) karena ion-ion ini tidak secara adekuat disekresi dan dieliminasi melalui urine.



  



Persentase Reabsorpsi di segmen ini







Karena gagal ginjal kronik bersifat ireversibel dan akhirnya mematikan, terapi ditujukan untuk mempertahankan fungsi ginjal dengan metode-metode alternatif, misalnya dialisis dan transplantasi ginjal. (Untuk penjelasan lebih lanjut tentang prosedur-prosedur ini, lihat fitur dalam kotak di h. 570, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) Ini mengakhiri diskusi kita tentang fungsi ginjal. Pada sisa bab ini, kita akan berfokus pada bagian yang menyimpan dan membawa urine yang dibentuk oleh ginjal ke luar tubuh.



Urine disimpan sementara di kandung kemih untuk kemudian dikeluarkan melalui miksi. Setelah terbentuk di ginjal, urine disalurkan melalui ureter ke kandung kemih. Urine tidak mengalir melalui ureter hanya karena tarikan gravitasi. Kontraksi peristaltik (mendorong maju) otot poIos di dinding ureter mendorong urine maju dari ginjal ke kandung kemih. Ureter menembus dinding kandung kemih secara oblik, berjalan melalui dinding kandung kemih beberapa sentimeter sebelum membuka ke dalam rongga kandung kemih. Susunan anatomik ini mencegah aliran balik urine dari kandung kemih ke ginjal ketika tekanan di kandung kemih meningkat. Sewaktu kandung kemih terisi, ujung ureter di dalam dinding kandung kemih tertekan hingga menutup. Namun, urine masih tetap dapat



I



TABEL 14-5



Kemungkinan Efek Gagal Ginjal



Toksisitas uremik akibat retensi zat sisa Mual, muntah, diare, dan tukak akibat efek toksik pada sistem pencernaan Kecenderungan mengalami perdarahan akibat efek toksik pada fungsi trombosit Perubahan mental-misalnya berkurangnya kewaspadaan, insomnia, dan penurunan konsentrasi, yang berkembang menjadi kejang dan koma-akibat efek toksik pada susunan saraf pusat Kelainan aktivitas sensorik dan motorik yang disebabkan oleh efek toksik pada saraf perifer Asidosis metabolik yang disebabkan oleh ketidakmampuan ginjal untuk menyekresikan secara adekuat H+ yang terus menerus ditambahkan ke cairan tubuh dari aktivitas metabolik (merupakan konsekuensi gagal ginjal yang paling mengancam nyawa) Perubahan aktivitas enzim yang disebabkan oleh efek terlalu banyak asam pada enzim. Depresi susunan saraf pusat akibat efek terlalu banyak asam yang mengganggu eksitabilitas neuron. Retensi kalium yang terjadi karena gangguan sekresi K+ di tubulus (merupakan konsekuensi gagal ginjal yang paling mengancam nyawa) eksitabilitas jantung dan saraf akibat perubahan potensial membran istirahat sel-sel peka-rangsang. Ketidakseimbangan natrium akibat ketidak mampuan ginjal dalam menyesuaikan ekskresi Na+ untuk mengimbangi perubahan pada konsumsi Na+ Peningkatan tekanan darah, edema generalisata, dan gagal jantung kongestif jika terlalu banyak Na+ yang dikonsumsi Hipotensi dan, jika cukup parah, syok sirkulasi jika Na+ yang dikonsumsi terlalu sedikit Ketidakseimbangan fosfat dan kalsium karena gangguan reabsorpsi kedua elektrolit ini Gangguan pada struktur tulang akibat kelainan pada pengendapan kristal kalsium fosfat, yang memperkeras tulang Hilangnya protein plasma akibat meningkatnya "kebocoran" membran glomerulus Edema akibat berkurangnya tekanan osmotik koloid plasma. Ketidakmampuan mengubah konsentrasi urine karena gangguan sistem countercurrent Hipotonisitas cairan tubuh jika H2O yang masuk terlalu banyak Hipertonisitas cairan tubuh jika H20 yang masuk terlalu sedikit Hipertensi kombinasi efek retensi garam dan cairan serta efek vasokonstriksi kelebihan angiotensin II Anemia karena berkurangnya produksi eritropoietin Depresi sistem imun, kemungkinan besar karena kadar toksik zat-zat sisa dan asam. Meningkatnya kerentanan terhadap infeksi



masuk karena kontraksi ureter menghasilkan cukup tekanan untuk mengatasi resistensi dan mendorong urine melewati ujung yang tertutup. KANDUNG KEMIH Kandung kemih dapat menampung fluktuasi volume urine yang besar. Dinding kandung kemih terdiri dari otot polos yang dilapisi oleh suatu jenis epitel khusus. Dahulu diperkirakan bahwa kandung kemih adalah kantong inert. Namun, baik epitel maupun otot polos secara aktif ikut serta dalam kemampuan kandung kemih mengakomodasi perubahan besar dalam volume urine. Luas permukaan epitel dapat bertambah dan berkurang oleh proses teratur daur ulang membran sewaktu kandung kemih terisi dan mengosongkan dirinya. Sewaktu pengisian kandung kemih, vesikel-vesikel sitoplasma terbungkus membran disisipkan melalui proses eksositosis ke permukaan sel; kemudian vesikel-vesikel ini ditarik ke dalam oleh endositosis untuk memperkecil luas permukaan ketika terjadi PERAN



pengosongan kandung kemih (Iihat h. 31 dan 81). Seperti karakteristik otot polos pada umumnya, otot kandung kemih dapat teregang sedemikian besar tanpa menyebabkan peningkatan tegangan dinding kandung kemih (lihat h. 313). Selain itu, dinding kandung kemih yang sangat berlipat-lipat menjadi rata sewaktu pengisian kandung kemih untuk meningkatkan kapasitas penyimpanan. Karena ginjal terus menerus menghasilkan urine, kandung kemih harus memiliki kapasitas penyimpanan yang cukup untuk meniadakan keharusan terus menerus membuang urine. Otot polos kandung kemih banyak mengandung serat parasimpatis, yang stimulasinya menyebabkan kontraksi kandung kemih. Jika saluran melalui uretra ke luar terbuka maka kontraksi kandung kemih akan mengosongkan urine dari kandung kemih. Namun, pintu keluar dari kandung kemih dijaga oleh dua sfingter, sfingter uretra internum dan sfingter uretra eksternum.



  



569



I



Konsep, Tantangan, dan kontroversi



K



Dialis: Slang Slofan atau Dinding Abdomen Sebagai Ginjal Buatan



ecause



nya dialisis dan transplantasi ginjal. Lebih dari 300.000 orang di AS saat ini menjalani dialisis, dan jumlah ini diperkirakan meningkat seiring dengan penuaan populasi dan insiden diabetes melitus, salah satu penyebab gagal ginjal kronik, terus berlanjut. Gagal ginjal kronik stadium akhir (kurang dari 10% fungsi ginjal) yang disebabkan oleh diabetes melitus meningkat dengan laju pertumbuhan lebih dari 11% setiap tahunnya. Proses dialisis memintas ginjal untuk mempertahankan keseimbangan normal cairan dan elektrolit serta membuang zat sisa secara artifisial. Pada metode asli dialisis, hemodialisis, darah pasien dipompa melalui selang selofan yang dikelilingi oleh sejumlah besar cairan dengan komposisi serupa dengan plasma normal. Setelah dialisis, darah dikembalikan ke sistem sirkulasi pasien. Pada proses hemodialis, sekitar 250 mL darah berada di luar tubuh setiap waktunya. Seperti kapiler, selofan sangat permeabel terhadap sebagian besar konstituen plasma, tetapi impermeabel terhadap protein plasma. Sewaktu darah mengalir melalui selang, zat-zat terlarut berpindah menembus selofan menuruni gradien konsentrasi masing-masing; namun, protein plasma tetap berada di darah. Urea dan zat sisa lainnya, yang tidak ada di dalam cairan dialisis, berdifusi keluar plasma menuju cairan sekitar, membersihkan darah dari zat-zat sisa tersebut. Konstituen-konstituen plasma yang tidak diatur oleh ginjal dan konsentrasinya normal, misalnya glukosa, tidak menembus selofan menuju cairan dialisis karena tidak ada gaya pendorong yang memindahkan mereka. (Konsentarsi glukosa cairan dialisis sama dengan konsentrasi glukosa plasma normal.) Elektrolit, misalnya K+ dan P043+ yang lebih tinggi konsentrasinya daripada konsentrasi plasma normal karena ginjal yang sakit tidak dapat mengeliminasi kelebihan bahan-bahan ini, keluar dari plasma hingga tercapai keseimbangan antara plasrna dan cairan dialisis. Karena konsentrasi zat terlarut cairan dialisis dipertahankan pada nilai plasma normal, zat telarut darah yang kembali ke pasien setelah dialisis pada hakikatnya berkosentrasi normal. Hemodialisis diulang sesering kebutuhan untuk mempertahankan komposisi plasma dalam kadar yang dapat diterima. Tindakan ini biasanya dilakukan tiga kali seminggu selama beberapa jam untuk setiap sesi pada pusat terapi atau di rumah, tetapi yang lebih baru, yang lebih bersahabat, metode dialisis di rumah mendialisis darah lebih dari enam kali per minggu selama siang hari atau pada malam ketika pasien tertidur. Metode yang lebih sering mempertahankan stabilitas konstituen plasma yang lebih baik dibandingkan metode yang sebelumnya. Metode dialisis yang lebih baru, continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), menggunakan membran peritoneum (lapisan dalam rongga abdomen) sebagai membran dialisis. Sekitar 10% pasien yang



  



hapter



memerlukan dialisis memilih metode CAPD. Dengan metode ini, 2 liter cairan dialisis dimasukkan ke dalam rongga abdomen pasien melalui suatu kateter yang dipasang permanen. Urea, K+, dan zat sisa lain serta kelebihan elektrolit berdifusi dari plasma menembus membran peritoneum menuju cairan dialisis, yang dialirkan keluar dan diganti beberapa kali sehari. Metode CAPD menawarkan beberapa keuntungan: Pasien dapat melakukannya sendiri, tubuh pasien secara terus-menerus dimurnikan dan disesuaikan, dan pasien dapat melakukan aktivitas normal sementara dialisis berlangsung.Salah satu kekurangannya adalah meningkatnya risiko infeksi peritoneum. Meskipun dialisis dapat membuang zat-zat sisa metabolik dan senyawa asing serta membantu mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam batas-batas yang dapat diterima,teknik pembersihan plasma ini tidak dapat menggantikan kemampuan ginjal untuk menghasilkan hormon (eritropoietin dan renin) dan mengaktifkan vitamin D. Satu teknik eksperimental baru memasukkan sel-sel ginjal hidup dari babi ke dalam mesin mirip-dialisis. Teknologi ultrafiltrasi standar seperti yang digunakan dalam hemodialisis memurnikan dan menyesuaikan plasma seperti biasa. Sel-sel hidup tersebut tidak saja membantu mempertahankan kontrol konstituen plasma, khususnya K+ yang lebih baik tetapi juga menambahkan hormon ginjal yang defisien ke plasma yang melewati mesin dan mengaktifkan vitamin D. Teknologi yang menjanjikan ini belum diuji dalam uji klinis skala besar. Untuk saat ini, tranplantasi ginjal sehat dari donor adalah pilihan lain untuk mengobati gagal ginjal kronik. Ginjal adalah salah satu dari sedikit transplan yang dapat diberikan oleh donor hidup. Karena 25% jaringan ginjal total sudah dapat mempertahankan tubuh, baik donor maupun resipien memiliki cadangan fungsi ginjal yang cukup besar hanya dengan satu ginjal. Masalah terbesar pada transplantasi adalah kemungkinan bahwa sistem imun pasien akan menolak organ. Risiko penolakan dapat diperkecil dengan mencocokkan tipe jaringan donor dan resipien semirip mungkin (pilihan donor terbaik biasanya adalah keluarga dekat), disertai pemberian obat imunosupresif. Lebih dari 15.000 transplantasi ginjal dilakukan di AS setiap tahunnya, dengan lebih dari 60.000 pasien berada dalam daftar tunggu bagi donor ginjal. Teknik baru lain yang sudah mulai terlihat untuk mengobati gagal ginjal stadium akhir adalah ginjal buatan yang terus-menerus berfungsi seperti fungsi ginjal alami. Dengan menggunakan nanoteknologi (alat dengan skala sangat kecil), para penetiti sedang merancang suatu alat yang mengandung dua membran, yang pertama untuk menyaring darah seperti yang dilakukan oleh glomerulus dan yang kedua mirip dengan tubulus ginjal karena secara selektif mengubah filtrat. Alat ini, yang akan secara langsung memroses darah secara terus-menerus tanpa menggunakan cairan dialisis, akan mengembalikan bahan-bahan penting ke tubuh sambil mengeluarkan bahan-bahan yang tidak dibutuhkan ke sebuah kantong yang dapat dilepas yang berfungsi sebagai kandung kemih eksternal. Para ilmuwan telah mengembangkan model komputer untuk alat semacam ini dan sejauh ini telah berhasil menciptakan membran penyaringnya.



PERAN SFINGTER URETRA Sfingter adalah cincin



otot yang dapat menutup atau memungkinkan jalan melalui suatu pembukaan. Sfingter uretra internum merupakan otot polos dan, karenanya, tidak berada di bawah kontrol volunter. Sfingter ini sebenarnya bukan suatu otot tersendiri, tetapi terdiri dari bagian terakhir kandung kemih. Ketika kandung kemih melemas, susunan anatomik regio sfingter uretra internum menutup pintu keluar kandung kemih. Di bagian lebih bawah saluran keluar, uretra dilingkari oleh satu lapisan otot rangka, sfingter uretra eksternum. Sfingter ini diperkuat oleh diafragma pelvis, suatu lembaran otot rangka yang membentuk dasar panggul dan membantu menunjang organ-organ panggul (lihat Gambar 14-2, h. 533). Neuron-neuron motorik yang mensarafi sfingter eksternum dan diafragma pelvis terus menerus mengeluarkan sinyal dengan tingkat sedang kecuali jika mereka dihambat sehingga otot-otot ini terus berkontraksi secara tonik untuk mencegah keluarnya urine dari uretra. Dalam keadaan normal, ketika kandung kemih melemas dan terisi, baik sfingter internum maupun eksternum menutup untuk menjaga agar urine tidak menetes. Selain itu, karena sfingter eksternum dan diafragma pelvis adalah otot rangka dan karenanya berada di bawah kontrol sadar, orang dapat secara sengaja mengontraksikan keduanya untuk mencegah pengeluaran urine meskipun kandung kemih berkontraksi dan sfingter internum terbuka.



Kontrol refleksi



Kontrol volunter



Kandung kemih terisi



Korteks serebrum



Reseptor regang



Neuron motorik ke sfingter eksternum



Saraf parasimpatis



Kandung kemih



Sfingt eruretra eksternum membuka ketika neuron motorik dihambat



Kontraksi kandung kemih



Sfingter uretra internum secara mekanis terbuka ketika kandung kemih berkontraksi



Berkemih



Sfingter uretra eksternum tetap tertutup ketika neuron motorik terangsang



Tidah berkemih



Gambar 14-29 Kontrol refleks dan volunter berkemih.



REFLEKS BERKEMIH Miksi, atau berkemih, proses pengosongan kandung kemih, diatur oleh dua mekanisme: refleks berkemih dan kontrol volunter. Refleks berkemih dimulai ketika reseptor regang di dalam dinding kandung kemih terangsang (Gambar 14-29). Kandung kemih pada orang dewasa dapat menampung hingga 250 hingga 400 mL urine sebelum tegangan di dindingnya mulai cukup meningkat untuk mengaktifkan reseptor regang (Gambar 14-30). Semakin besar tegangan yang melebihi ukuran ini, semakin besar tingkat aktivasi reseptor. Serat-serat aferen dari reseptor regang membawa impuls ke korda spinalis dan akhirnya, melalui antarneuron, merangsang saraf parasimpatis untuk kandung kemih dan menghambat neuron motorik ke sfingter eksternum. Stimulasi saraf parasimpatis kandung kemih menyebabkan organ ini berkontraksi. Tidak ada mekanisme khusus yang dibutuhkan untuk membuka sfingter internum; perubahan bentuk kandung kemih selama kontraksi secara mekanis akan menarik terbuka sfingter internum. Secara bersamaan, sfingter eksternum melemas karena neuron-neuron motoriknya dihambat. Kini kedua sfingter terbuka dan urine terdorong melalui uretra oleh gaya yang ditimbulkan oleh kontraksi kandung kemih. Refleks berkemih ini, yang seluruhnya adalah refleks spinal, mengatur pengosongan kandung kemih pada bayi. Segera setelah kandung kemih terisi cukup untuk memicu refleks, bayi secara otomatis berkemih. KONTROL VOLUNTER BERKEMIH Selain memicu refleks berkemih, pengisian kandung kemih juga menyadarkan yang bersangkutan terhadap keinginan untuk berkemih. Persepsi penuh-



nya kandung kemih muncul sebelum sfingter eksternum secara refleks melemas, memberi peringatan bahwa miksi akan segera terjadi. Akibatnya, kontrol volunter berkemih, yang dipelajari selama toilet training pada masa anak-anak dini, dapat mengalahkan refleks berkemih sehingga pengosongan kandung kemih dapat berlangsung sesuai keinginan yang bersangkutan dan bukan ketika pengisian kandung kemih pertama kali mengaktifkan reseptor regang. Jika waktu refleks miksi yang dimulai tersebut kurang sesuai untuk berkemih, yang bersangkutan dapat dengan sengaja mencegah pengosongan kandung kemih dengan mengencangkan sfingter eksternum dan diafragma pelvis. Impuls eksitatorik volunter dari korteks serebrum mengalahkan sinyal inhibitorik refleks dari reseptor regang ke neuron-neuron motorik yang terlibat (keseimbangan relatif [EPSP dan IPSP]; lihat h. 116) sehingga otot-otot ini tetap berkontraksi dan tidak ada urine yang keluar. Berkemih tidak dapat ditahan selamanya. Karena kandung kemih terus terisi, sinyal refleks dari reseptor regang meningkat seiring waktu. Akhirnya, sinyal inhibitorik refleks ke neuron motorik sfingter eksternum menjadi sedemikian kuat yang tidak lagi dapat diatasi oleh sinyal eksitatorik volunter sehingga sfingter melemas dan kandung kemih secara tak-terkontrol mengosongkan isinya. Berkemih dapat juga dimulai dengan sengaja walaupun kandung kemih tidak teregang, yaitu dengan secara sadar melemaskan sfingter uretra eksternal dan diafragma pelvis. Dengan merendahkan rongga dasar pelvis, kandung kemih jat  



571



Homeostasis: Bab dalam perspektif



Tekanan (cm air)



40 30 20



gan internal serta mengeluarkan semua produk sisa metabolisme tubuh kecuali CO2 yang dikeluarkan oleh sistem pernapasan. Ginjal melaksanakan fungsi regulatorik ini dengan mengeluarkan bahan-



10



bahan yang tidak diperlukan tubuh melalui urine, misalnya zat sisa 0



100



200 300 Volume (mL)



400



500



Gambar 14-30 Perubahan tekanan di dalam kandung kemih sewaktu kandung kemih terisi urine.



metabolik dan kelebihan garam atau air yang masuk, sekaligus menahan



bahan-bahan



yang



bermanfaat.



Ginjal



dapat



mempertahankan konstituen-konstituen plasma yang mereka atur dalam kisaran sempit yang memungkinkan hidup meskipun terdapat pemasukan dan pengeluaran yang sangat beragam melalui jalur



uh ke bawah, yang secara bersamaan menarik sfingter uretra interna terbuka dan meregangkan dinding kandung kemih. Aktivasi lebih lanjut reseptor regang menyebabkan kontraksi kandung kemih melalui refleks berkemih. Pengosongan kandung kemih yang disadari juga dibantu oleh kontraksi dinding abdomen dan diafragma pernapasan. Hasil dari peningkatan tekanan intraabdominal memeras kandung kemih untuk memudahkan pengosongannya. INKONTINENSIA Urine Inkontinensia urine, atau



ketidak mampuan mencegah keluarnya urine, terjadi ketika jalur-jalur desenden di korda spinalis yang memerantarai kontrol volunter sfingter eksternum dan diafragma pelvis terganggu, misalnya pada cedera korda spinalis. Karena komponen-komponen lengkung refleks berkemih masih utuh di korda spinalis bawah, pengosongan kandung kemih diatur oleh refleks spinal yang tidak dapat dikendalikan, seperti pada bayi. Derajat inkontinensia yang lebih ringan yang ditandai oleh keluarnya urine ketika tekanan kandung kemih mendadak meningkat secara singkat, seperti ketika batuk atau bersin, dapat terjadi akibat gangguan fungsi sfingter. HaI ini sering terjadi pada wanita yang pernah melahirkan atau pada pria yang sfingternya mengalami cedera sewaktu pembedahan prostat.



lain. Sebagai gambaran besarnya tugas ginjal, sekitar seperempat darah yang dipompa ke dalam sirkulasi sistemik mengalir ke ginjal untuk disesuaikan dan dibersihkan, dengan hanya tiga perempat darah yang digunakan untuk memasok semua jaringan lain. Ginjal berperan dalam homeostasis melalui cara-cara spesifik berikut: egulatory







Ginjal mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar elektrolit CES, termasuk yang penting dalam mempertahankan eksitabilitas saraf dan otot.







Ginjal membantu mempertahankan pH yang sesuai dengan membuang kelebihan H+ (asam) atau HCO3-- (basa) di urine.







Organ ini membantu mempertahankan volume plasma yang sesuai, yang penting dalam regulasi jangka-panjang tekanan darah arteri, dengan mengontrol keseimbangan garam di tubuh. Volume CES, termasuk volume plasma, mencerminkan jumlah garam total di CES karena Na+ dan anion penyertanya, Cl-, berperan dalam lebih dari 90% aktivitas osmotik (menahan air) CES.







Ginjal mempertahankan keseimbangan air dalam tubuh, yang penting dalam memelihara osmolaritas (konsentrasi zat terlarut)



Periksa Pemahaman 14.5



CES. Peran ini penting dalam mempertahankan stabilitas



Sebutkan bagaimana laju bersihan plasma masing-masing bahan berikut ini jika dibandingkan dengan LFG: (a) bahan yang difiltrasi tetapi tidak direabsorpsi atau disekresikan, (b) bahan yang difiltrasi dan direabsorpsi tetapi tidak disekresikan, dan (c) bahan yang difiltrasi dan disekresikan tetapi tidak direabsorpsi.



osmotik masuk atau keluar sel sehingga sel tidak membengkak



Sebutkan komponen yang menciptakan, yang memelihara, dan yang menggunakan gradien osmotik vertikal di medula ginjal. Jelaskan bagaimana vasopresin meningkatkan permeabilitas H20 di tubulus distal dan koligentes.



volume sel dengan menjaga air agar tidak berpindah secara atau menciut. unctions







Ginjal mengekskresikan produk-produk sisa metabolisme di urine. Jika dibiarkan menumpuk, produk-produk sisa ini bersifat toksik bagi sel.







Ginjal juga mengeluarkan banyak senyawa asing yang masuk ke tubuh.



  



hapter



unctions



■ Ginjal



Na+ di tubulus ginjal, yang penting dalam pemeliharaan



menghasilkan



eritropoietin,



hormon



yang



jangka-panjang volume plasma dan tekanan darah arteri.



merangsang sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Efek ini berperan dalam homeostasis dengan Lebih dari 98%



02



etabolic



darah.



■ Ginjal membantu mengubah vitamin D menjadi bentuk



di darah terikat ke hemogiobin di dalam



aktifnya. Vitamin D esensial untuk menyerap Ca2+ dari



membantu mem pertahankan kandungan optimal



02



sel darah merah.



■ Ginjal juga menghasilkan renin, hormon yang memicu jalur



saluran cerna. Kaisium, pada gilirannya, memiliki beragam fungsi homeostatik.



renin-anglotensin-aldosteron untuk mengontrol reabsorpsi



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-41 Pertanyaan Objektif 1. Sebagian dari pasokan energi ginjal digunakan untuk melakukan filtrasi glomerulus. (Benar atau salah?) 2. Reabsorpsi natrium berada di bawah kontrol hormon di sepanjang tubulus. (Benar atau salah?) 3. Glukosa dan asam amino direabsorpsi oleh transpor aktif sekunder. (Benar atau salah?) 4. Ekskresi zat terlarut selalu disertai oleh ekskresi H20 yang sebanding. (Benar atau salah?) 5. Ekskresi air dapat terjadi tanpa ekskresi zat terlarut yang sebanding. (Benar atau salah?) 6. Unit fungsional ginjal adalah_____. 7. _____ adalah satu-satunya ion yang secara aktif direabsorpsi di tubulus proksimal dan secara aktif disekresikan di tubulus distal dan koligentes. 8. Volume minimal harian pengeluaran wajib H20 yang harus menyertai ekskresi zat sisa adalah _____ mL. 9. Tunjukkan apakah masing-masing dari faktor berikut akan (a) meningkatkan atau (b) menurunkan LFG jika yang lain tidak berubah. 1. peningkatan tekanan di kapsula Bowman akibat obstruksi ureter oleh batu ginjal 2. penurunan konsentrasi protein plasma akibat keluarnya protein melalui luka bakar kulit yang luas 3. penurunan drastis tekanan darah arteri setelah perdarahan hebat ( Gambar 14-5, 14-24, 14-25, dan 14-28.) Gradien osmotik vertikal ini, yang terpajan oleh cairan tubulus hipotonik (100 mOsm/liter) sewaktu cairan mengalir melewati bagian distal nefron, menciptakan gaya dorong pasif untuk reabsorpsi progresif H20 dari cairan tubulus, tetapi jumlah sebenarnya dari reabsropsi H20 bergantung pada jumlah vasopresin (hormon antidiuretik) yang disekresikan. (Lihat Gambar 14-27.) ■ Vasopresin meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H20; tubulus-tubulus ini impermeabel terhadap H20 jika tidak terdapat vasopresin. (Lihat Gambar 14-26.) Sekresi vasopresin meningkat sebagai respons terhadap defisit H20, dan karenanya reabsorpsi H20 meningkat. Sekresi vasopresin dihambat sebagai respons terhadap kelebihan H20 sehingga reabsorpsi H20 berkurang. Dengan cara ini, penyesuaian reabsorpsi H20 yang dikendalikan oleh vasopresin membantu tubuh mengoreksi setiap ketidakseimbangan cairan. ■ Setelah terbentuk, urine terdorong oleh kontraksi peristaltik meialui ureter dari ginjal ke kandung kemih untuk disimpan sementara. ■ Kandung kemih dapat menampung hingga 250 hingga 400 mL urine sebelum reseptor regang di dindingnya memicu refleks berkemih. (Lihat Gambar 14-30.) Refleks ini menyebabkan pengosongan involunter kandung kemih dengan menyebabkan kontraksi kandung kemih dan pembukaan sfingter uretra internum dan eksternum. Berkemih dapat dicegah secara temporer dengan secara sengaja mengencangkan sfingter eksternum dan diafragma pelvis di sekitarnya. (Lihat Gambar 14-2, h. 540, dan 14-29.)



Mempertahankan keseimbangan cairan. Wanita yang mengikuti lomba lari ini mengambil segelas air untuk menggantikan kehilangan cairan dalam keringat. Pusat haus di hipotalamus mendorong ingesti cairan. Masukan harus setara dengan keluaran agar konsituten tubuh seperti air tetap seimbang.



Yellow Dog Productions/Getty Images



15



Keseimbangan Cairan dan Asam-Basa SEKILAS ISI 15.1 Konsep Keseimbangan



Pokok-Pokok Homeostasis



15.2 Keseimbangan Cairan 15.3 Keseimbangan AsamBasa



CES (konsentrasi solut). Ginjal mengontrol volume CES dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas CES dengan mempertahankan keseimbangan air. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan menyesuaikan keluaran garam dan air di urine sesuai yang diperlukan untuk mengompensasi masukan yang beragam dan kehilangan abnormal bahan bahan ini. Demikian juga, ginjal membantu mempertahankan keseimbangan asam basa dengan menyesuaikan keluaran ion hidrogen (asam) dan ion bikarbonat (basa) di urine sesuai dengan kebutuhan. Hal yang juga berperan dalam keseimbangan asam basa adalah sistem dapar (buffer) pada cairan tubuh, yang secara kimia mengompensasi perubahan konsentrasi ion hidrogen, dan paru, yang dapat menyesuaikan laju ekskresi CO2 penghasil ion hidrogen.



| Konsep Keseimbangan



15.1 Sel-sel pada organisme multisel kompleks mampu bertahan hidup dan berfungsi hanya dalam kisaran sempit komposisi cairan ekstrasel (CES), yaitu lingkungan cairan internal yang membas ahi mereka.



Kumpulan internal suatu bahan adalah jumlah bahan tersebut dalam CES. Jumlah setiap bahan di CES merupakan kumpulan internal yang selalu siap digunakan. Jumlah bahan dalam kumpulan tersebut dapat ditingkatkan oleh pemindahan dari lingkungan eksternal (terutama dari ingesti) atau dari produksi secara metabolik di dalam tubuh (Gambar 15-1). Bahan-bahan dapat dihilangkan dari tubuh melalui ekskresi atau digunakan dalam suatu reaksi metabolik. Jika jumlah suatu bahan di dalam tubuh harus tetap, pemasukannya melalui ingesti atau produksi metabolik harus seimbang dengan pengeluarannya melalui ekskresi atau konsumsi metabolik. Hubungan ini, yang dikenal sebagai konsep keseimbangan, sangat penting dalam mempertahankan homeostasis. Tidak semua jalur pemasukan dan pengeluaran dapat diterapkan untuk setiap konstituen cairan tubuh. Sebagai contoh, garam tidak disintesis atau dikonsumsi oleh tubuh, sehingga stabilitas konsentrasi garam dalam cairan tubuh seluruhnya bergantung pada keseimbangan antara ingesti garam dan ekskresi garam. Kumpulan CES juga dapat diubah oleh pemindahan konstituen CES tertentu ke tempat penyimpanan di dalam tubuh. Jika tubuh secara keseluruhan memiliki kelebihan atau defisit suatu bahan simpanan tertentu, tempat penyimpanan dapat diperbesar atau dikurangi secara parsial untuk mem-pertahankan konsentrasi bahan di CES agar berada dalam batas-batas homeostasis. Sebagai contoh, setelah absorpsi makanan, saat glukosa yang masuk ke dalam plasma berjumlah lebih banyak daripada yang digunakan oleh sel, glukosa tambahan tersebut dapat disimpan secara sementara dalambentuk glikogen di sel otot dan hati. Depo penyimpanan ini kemudian dapat digunakan di antara waktu Masukan ke kumpulan internal Masukan dari lingkungan ekstemal (melalui ingesti inhalasi, penyerapan melalui permukaan tubuh, atau injeksi artifisial)



Diproduksi secara metabolik oleh tubuh



makan untuk mempertahankan kadar glukosa plasma saat tidak ada nutrien baru yang ditambahkan ke dalam darah oleh proses makan. Pertukaran internal lain yang dapat terjadi antara kumpul dan bagian tubuh lain adalah penggabungan reversibel konstituen plasma tertentu ke dalam struktur molekul yang lebih kompleks untuk menyediakan tujuan khusus. Sebagai contoh, besi digabungkan ke dalam hemoglobin di dalam sel darah merah tetapi dibebaskan secara utuh kembali ke cairan tubuh ketika sel darah merah mengalami degenerasi.



Untuk mempertahankan keseimbangan stabil suatu konstituen CES, masukannya harus sama dengan keluarannya. Jika masukan total suatu bahan ke dalam tubuh sama dengan keluaran totalnya, tercipta keseimbangan stabil. Ketika penambahan suatu bahan melalui masukan melebihi pengurangannya melalui keluaran, tercipta keseimbangan positif. Hasilnya adalah peningkatan jumlah total bahan tersebut di dalam tubuh. Sebaliknya, ketika pengurangan suatu bahan melebihi penambahannya, terbentuk keseimbangan negatif dan jumlah total bahan di tubuh berkurang. Perubahan jumlah jalur masukan atau keluaran untuk suatu bahan dapat mengubah konsentrasinya dalam plasma. Untuk mempertahankan homeostasis, setiap perubahan masukan harus diimbangi oleh perubahan pada keluarannya (sebagai contoh, peningkatan asupan garam harus diiringi oleh peningkatan pengeluaran garam di urine), dan sebaliknya, peningkatan pengeluaran harus diimbangi oleh peningkatan pemasukan. Karena itu, untuk mempertahankan keseimbangan yang stabil tersebut diperlukan kontrol. Namun, tidak semua jalur pemasukan atau pengeluaran diatur untuk mempertahankan keseimbangan. Secara umum, pemasukan berbagai konstituen plasma kurang atau tidak terkontrol sama sekali. Kita sering menelan garam dan



(Di dalam tubuh)



Depo penyimpanan di dalam tubuh (tidak ada fungsi selain untuk menyimpan)



Kumpulan intemal (konsentrasi cairan ekstrasel) suatu bahan



Dikonsumsi secara metaboik di dalam tubuh (berubah permanen)



Penggabungan reversibel ke dalam struktur molekul yang lebih kompleks (melaksanakan fungsi tertentu) Gambar 15-1 Masukan dan keluaran dari kumpulan internal suatu konstituen tubuh.



579



H2O, sebagai contoh, bukan karena kita membutuhkannya, melainkan karena kita meng-inginkannya sehingga asupan garam dan H2O sangat bervariasi. Demikian juga, ion hidrogen (H+) diproduksi secara takterkontrol di dalam tubuh dan ditambahkan ke dalam cairan tubuh. Garam, H2O, dan 1-1÷ juga dapat keluar ke lingkungan eksternal dengan derajat bervariasi melalui saluran cerna (muntah), kulit (keringat), dan tempat lain tanpa bergantung pada keseimbangan garam, H2O, atau H+ di dalam tubuh. Penyesuaian kompensatorik dalam ekskresi urine bahan-bahan ini mempertahankan volume cairan tubuh serta komposisi garam dan asam dalam kisaran homeostatik yang sangat sernpit yang memungkinkan kehidupan meskipun pemasukan sangat bervariasi dan pengeluaran konstituen plasma ini tidak diatur. Bagian selanjutnya dari bab ini akan membahas regulasi keseimbangan cairan (mempertahankan keseimbangan garam dan H2O) dan keseimbangan asam-basa (mempertahankan keseimbangan H+). Periksa Pemahaman Anda 15.1 Sebutkan kemungkinan masukan ke dan keluaran dari kumpulan internal pada suatu konstituen tubuh tertentu. Definisikan keseimbangan stabil, keseimbangan positif, dan keseimbangan negatif.



| Keseimbangan Cairan



15.2 Air adalah komponen tubuh manusia yang paling banyak, rata-rata membentuk 60% berat tubuh tetapi berkisar dari 40% hingga 80%. Kandungan H2O seseorang relatif tidak berubah, terutama karena ginjal secara efisien mengatur keseimbangan H2O, tetapi persentase H2O tubuh bervariasi dari orang ke orang. Penyebab sangat berbedanya H2O tubuh pada setiap individu adalah variabilitas dalam jumlah jaringan lemak mereka. Jaringan lemak memiliki persentase H2O yang rendah dibandingkan dengan jaringan lain. Plasma, seperti dapat Anda perkirakan, mengandung lebih dari 90% H2O. Bahkan jaringan lunak seperti kulit, otot, dan organ internal memiliki kandungan H2O 70% hingga 80%. Tulang yang relatif kering mengandung H20 hanya 22%. Namun, lemak adalah jaringan yang paling kering, memiliki kandungan H2O hanya 10%. Karena itu, persentase H2O tubuh yang tinggi berkaitan dengan tubuh langsing dan persentase H2O yang rendah berkaitan dengan obesitas karena komposisi sebagian besar tubuh yang kelebihan berat tersebut terdiri dari lemak yang relatif kering. Persentase H2O tubuh juga dipengaruhi oleh jenis kelamin dan usia individu. Wanita memiliki persentase H2O yang lebih rendah daripada pria, terutama karena hormon seks wanita, estrogen, mendorong pengendapan lemak di pay udara, bokong, dan tempat lain. Hal ini tidak saja menghasilkan bentuk tubuh wanita, tetapi juga menganugerahi wanita dengan proporsi jaringan lemak yang lebih banyak dan, karenanya, proporsi H2O yang lebih kecil. Persentase H2O tubuh juga berkurang progresif seiring usia.



Air tubuh terdistribusi antara kompartemen CIS dan CES. H2O tubuh tersebar antara dua kompartemen cairan utama: cairan di dalam sel, atau cairan intrasel (CIS), dan cairan yang mengelilingi sel, atau cairan ekstrasel (CES) (Tabel 15-1). (Kata air H2O dan cairan sering dipertukarkan. Meskipun pemakaian ini tidak sepenuhnya   hapter



❚ TABEL 15-1 Kompartemen



Utama



Cairan Tubuh



Kompartemen



Persentase Berat Tubuh



Cairan Tubuh Total











60



Cairan Intrasel (CIS)











40



Cairan Ekstrasel (CES)











20











6.6 (20% of CES)



4



Cairan interstisium







(80% of CES)



16



sering dipertukarkan. Meskipun pemakaian ini sepenuhnya tepat karena mengabaikan zat-zat terlarut cairan tubuh, penggunaan ini masih dapat diterima membahas volume total cairan karena sebagian besar ini terdiri dari H2O.)



tidak dalam ketika cairan



PROPORSI H2O DALAM BERBAGAI KOMPARTEMEN CAIRAN UTAMA Kompartemen CIS membentuk sekitar dua



pertiga H2O tubuh total. Meskipun setiap sel mengandung campuran konstituen yang bersifat unik, triliunan kompartemen cairan kecil ini cukup serupa sehingga secara kolektif dapat dianggap sebagai satu kompartemen cairan besar. Sepertiga H2O tubuh sisanya yangterdapat di kompartemen CES dapat dibagi lagi menjadi plasma dan cairan interstisium. Plasma, yang membentuk sekitar seperlima volume CES, adalah bagian cair darah. Cairan interstisium, yang mewakili empat perlima kompartemen CES, adalah cairan di ruang antarsel. Cairan ini merendam dan melakukan pertukaran dengan sel jaringan . KOMPARTEMEN CES MINOR Dua kategori minor lain



termasuk dalam kompartemen CES: cairan limfe dan cairan trans-sel. Limfe adalah cairan yang dikembalikan dari cairan interstisium ke plasma melaui sistem pembuluh limfe, tempat cairan ini difiltrasi melalui kelenjar limfe untuk kepentingan pertahanan imun (lihat h. 392 dan 444). Cairan trans-sel terdiri dari sejumlah volume cairan khusus kecil, yang semuanya disekresikan oleh sel spesifik ke dalam rongga tubuh tertentu untuk melakukan fungsi khusus. Cairan transsel mencakup cairan serebrospinal (mengelilingi, membentuk bantalan, dan memberi makan otak dan korda spinalis); cairan intraokular (mempertahankan bentuk dan memberi rnakan mata); cairan sinovium (melumasi dan berfungsi sebagai peredam kejut pada sendi); cairan perikardium, intrapleura, dan peritoneum (masing-masing melumasi gerakan jantung, paru, dan usus); dan getah pencernaan (mencerna makanan).



penyertaannya yang tidak seimbang karena efek pompa Na+K+ yang terdapat di membran semua sel. Karena pompa ini secara aktif memindahkan Na+ keluar dan K+ masuk ke dalam sel, Na+ adalah kation utama CIS (lihat h.78; juga lihat Tabel 3-3, h. 86) Sebagian besar CES dan CIS secara elektris seimbang kecuali sebagian kecil ion total intrasel dan ekstrasel yang secara elektris tidak seimbang yang terlibat dalam potensial membran. Di CES, Na+ diiringi terutama oleh anion Cl- (klorida) dan, dengan jumlah lebih sedikit, HCO3- (bikarbonat). Anion intrasel utama adalah P043- (fosfat) dan proteinprotein bermuatan negatif yang tertahan di dalam sel. Perpindahan H2O antara plasma dan cairan interstisium menembus dinding kapiler diatur oleh ketidakseimbangan relatif antara tekanan darah kapiler (tekanan cairan, atau hidrostatik) dan tekanan osmotik koloid (lihat h. 390). Perpindahan neto H2O antara cairan interstisium dan CIS menembus membran plasma sel hanya disebabkan oleh efek osmotik (lihat h. 73). Tekanan hidrostatik cairan interstisium dan CIS sangat rendah dan cukup konstan. Semua sel sangat permeabel terhadap H2O.



Meskipun secara fungsional sangat penting, cairan-cairan ini tidak bermakna dalam membentuk H2O tubuh total. Selain itu, kompartemen trans-sel sebagai suatu kesatuan biasanya tidak mencerminkan perubahan dalam keseimbangan cairan tubuh. Sebagai contoh, cairan serebrospinal tidak berkurang volumenya ketika tubuh secara keseluruhan mengalami ke-seimbangan H2O negatif. Hal ini tidak berarti bahwa volume cairan-cairan ini tidak pernah berubah. Perubahan lokal dalam kompartemen cairan trans-sel tertentu dapat terjadi secara patologis (misalnya, terjadi penimbunan berlebihan cairan intraokulus di mata pasien glaukoma; lihat h. 212), tetapi gangguan cairan lokal seperti ini tidak memengaruhi keseimbangan cairan tubuh. Karena itu, kompartemen trans-sel biasanya dapat diabaikan ketika membahas masalah ke-seimbangan cairan. Pengecualian utama terhadap generalisasi ini terjadi ketika getah pencernaan keluar dari tubuh secara abnormal sewaktu muntah atau diare hebat, yang dapat menimbulkan ketidakseimbangan cairan.



Plasma dan cairan interstisium memiliki komposisi serupa tetapi CES dan CIS sangat berbeda.



Beberapa sawar memisahkan kompartemen-kompartemen cairan tubuh, membatasi perpindahan H2O dan zat terlarut di antara berbagai kompartemen dengan derajat berbeda-beda.



Keseimbangan cairan dipertahankan dengan mengatur volume dan osmoiaritas CES.



Semua pertukaran H2O dan konstituen lain antara CIS dan dunia luar harus terjadi melalui CES sehingga CES berperan sebagai perantara antara sel dan lingkungan eksternal. Air yang ditambahkan ke cairan-cairan tubuh selalu masuk ke kompartemen CES terlebih dulu dan cairan selalu keluar tubuh melalui CES.



SAWAR ANTARA PLASMA DAN CAIRAN INTERSTISIUM: DINDING PEMBULUH DARAH Dua komponen CES plasma



SAWAR ANTARA CES DAN CIS: MEMBRAN



berbeda dengan komposisi kompar-temen vaskular dan cairan interstisum yang sangat mirip, komposisi CIS (Gambar 15-2). Setiap sel dikelilingi oleh membran plasma yang sangat selektif yang memungkinkan lewatnya bahan tertentu, tetapi menolak bahan yang lain. Perpindahan menembus sawar membran ini terjadi secara aktif dan pasif serta mungkin sangat diskriminatif (lihat Tabel 3-2 h. 84). Perbedaan antara CES dan CIS antara lain adalah (1) adanya protein sel di CIS yang tidak dapat menembus membran untuk keluar sel dan (2) distribusi Na+ dan K+ serta anion-anion PLASMA



SEL



Cairan interstisium



Plasma



Cairan intrasel (otot rangka)



HCO3–



HCO3–



Plasma membrane



Na+ Dinding kapiler



Milliequivalents per liter of H2O



dan cairan interstisium dipisahkan oleh dinding pembuluh darah. Namun, H2O dan semua konstituen plasma kecuali protein plasma secara terus-menerus dan bebas mengalir antara plasma dan cairan interstisium secara pasif menembus dinding kapiler yang tipis dan berpori. Karena itu, plasma dan cairan interstisium hampir memiliki 200 komponen yang sama, kecuali bahwa cairan interstisium tidak mengandung protein plasma. Setiap perubahan pada salah satu kompartemen CES tersebut akan cepat tercermin di kompartemen yang lain karena mereka terus 150 menerus bercampur.



PO43– K+



100 Na+



Cl–



Na+ Cl–



50



0



Anion protein K+ Lain-lain Lain-lain Kation



Anion



Anion protein K+ Kation



Lain-lain Lain-lain Anion



Lain-lain Kation



Anion



Gambar 15-2 Komposisi ion kompartemen-kompartemen cairan tubuh utama



   581



Plasma adalah satu-satunya cairan yang volume dan komposisinya dapat dikontrol secara langsung. Cairan ini beredar melalui semua organ perekondisi yang melakukan penyesuaian-penyesuaian homeostatik (lihat h. 368). Namun, karena terjadi pertukaran bebas menembus dinding kapiler, jika volume dan komposisi plasma diatur, volume dan komposisi cairan interstisium yang membasuh sel juga diatur. Karena itu, setiap mekanisme kontrol yang bekerja pada plasma pada hakikatnya juga mengatur keseluruhan CES. CIS dipengaruhi oleh perubahan di CES hingga ke tahap yang masih dimungkinkan oleh permeabilitas sawar membran yang mengelilingi se1. Terdapat dua faktor yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan di tubuh: volume CES dan osmolaritas CES. Meskipun regulasi kedua faktor ini berkaitan erat, keduanya bergantung pada jumlah relatif NaC1 dan H2O di tubuh, penyebab mengapa keduanya dikontrol dan mekanis-menya sangatlah berbeda: 1. Volume CES harus diatur secara ketat untuk membantu mempertahankan tekanan darah. Pemeliharaan keseimbangan garam sangat penting dalam regulasi jangka-panjang volume CES. 2. Osmolaritas CES harus diatur secara ketat untuk mencegah membengkaknya atau menciutnya sel. Pemeliharaan keseimbangan cairan sangat penting dalam mengatur osmolaritas CES.



Kontrol volume CES penting dalam regulasi jangkapanjang tekanan darah.



Penurunan volume CES menyebabkan penurunan tekanan darah arteri karena berkurangnya volume plasma. Sebaliknya, peningkatan volume CES meningkatkan tekanan darah arteri dengan meningkatkan volume plasma. Dua mekanisme kompensasi berperan sementara untuk menyesuaikan tekanan darah hingga volume CES dapat dipulihkan ke normal. Mari kita ulas kedua mekanisme ini. TINDAKAN KONTROL JANGKA-PENDEK UNTUK MEMPERTAHANKAN TEKANAN DARAH



1. Refleks baroreseptor mengubah curah jantung dan resistensi perifer total untuk menyesuaikan tekanan darah dalam arah yang benar melalui efek sistem saraf autonom pada jantung dan pembuluh darah (lihat h. 401). Curah jantung dan resistensi perifer total meningkat untuk meningkatkan tekanan darah ketika tekanan turun terlalu rendah, dan sebaliknya, keduanya berkurang untuk mengurangi tekanan darah ketika tekanan naik terlalu tinggi. 2. Perpindahan cairan berlangsung secara temporer dan otomatis antara plasma dan cairan interstisium akibat perubahan keseimbangan tekanan hidrostatik dan osmotik yang bekerja melintasi dinding kapiler yang timbul ketika volume plasma menyimpang dari normal (lihat h. 391). Penurunan volume plasma dikompensasi secara parsial oleh perpindahan cairan keluar dari kompartemen interstisium menuju pembuluh darah, memperbesar volume plasma dengan mengorbankan kompartemen interstisium. Sebaliknya, ketika volume plasma terlalu besar, banyak dari kelebihan cairan ini ber-pindah menuju kompartemen interstisium. Kedua tindakan ini menghasilkan perbaikan temporer untuk membantu menjaga tekanan darah relatif konstan, tetapi keduanya bukanlah solusi jangka-panjang. Selain itu, tindakan kompensasi jangka-pendek ini memiliki kemampuan terbatas dalam meminimalkan perubahan tekanan darah. Sebagai contoh, jika volume



   hapter



plasma terlalu kurang adekuat, tekanan darah akan tetap rendah seberapapun kuatnya jantung rnemornpa, pembuluh berkonstriksi, atau cairan interstisium berpindah ke dalam pembuluh darah. TINDAKAN KONTROL JANGKA-PANJANG UNTUK MEMPERTAHANKAN TEKANAN DARAH



Oleh karena itu, tindakan kompensasi lain perlu berperan dalam jangka panjang untuk memulihkan volume CES ke normal. Regulasi jangka-panjang tekanan darah berada di ginjal dan mekanisme haus, yang masing-masing mengontrol jumlah urine dan asupan cairan. Dalam melakukannya, tindakantindakan tersebut melakukan pertukaran cairan yang diperlukan antara CES dan lingkungan eksternal untuk mengatur volume cairan tubuh total. Karena itu, mereka memiliki pengaruh jangka-panjang pada tekanan darah arteri. Dari tindakan-tindakan tersebut, kontrol pengeluaran urine oleh ginjal adalah yang terpenting dalam mempertahankan tekanan darah. Anda akan melihat alasannya ketika kita membahas mekanisme-mekanisme jangka panjang ini secara lebih terperinci.



Kontrol keseimbangan garam sangat penting untuk mengatur volume CES.



Natrium dan anion penyertanya menentukan lebih dari 90% aktivitas osmotik CES. Ketika menahan garam, ginjal secara otomatis menahan H2O karena H2O mengikuti Na+ secara osmotik. Larutan garam yang ditahan ini isotonik (lihat h. 74). Semakin banyak garam terdapat di CES, semakin banyak H20 di CES. Konsentrasi garam tidak berubah dengan mengubah jumlah garam di tubuh karena H2O selalu mengikuti garam untuk mempertahankan keseimbangan osmotik yaitu, untuk mempertahankan konsentrasi normal garam. Berkurangnya jumlah garam menyebabkan menurunnya retensi H2O sehingga CES tetap isotonik, tetapi dalam volume yang lebih kecil. Karena itu, massa total garam Na+ di CES (yaitu, beban Na+) menentukan volume CES dan, karenanya, regulasi volume CES terutama bergantung pada pengendalian keseimbangan garam Untuk mempertahankan keseimbangan garam pada ketinggian permukaan laut, pemasukan garam harus sama dengan pengeluaran garam sehingga tidak terjadi akumulasi atau defisit garam di tubuh. Kita sekarang melihat jalur dan kontrol pemasukan dan pengeluaran garam.



KURANGNYA KONTROL ASUPAN GARAM Satu-satunya jalan masuk bagi garam adalah melalui ingesti, yang biasanya jauh melebihi kebutuhan tubuh untuk menggantikan kehilangan garam obligatorik. Pada contoh kita tentang keseimbangan garam harian tipikal (Tabel 15-2), asupan garam adalah 10,5 g per hari; 0,5 g garam per hari masih cukup untuk menggantikan sejumlah kecil garam yang biasanya hilang di tinja dan keringat. (Asupan garam harian rerata orang Amerika Serikat adalah 10 hingga 15 g per hari, meskipun banyak orang dengan sengaja menurunkan asupan garam mereka.) Karena manusia biasanya mengonsumsi garam melebihi kebutuhan, jelas bahwa asupan garam tidak dikontrol dengan baik. Makhluk karnivora (pemakan daging) dan omnivora



❚ TABEL 15-2 Keseimbangan utput







Garam Harian



PENGELUARAN GARAM











Jumlah (g/hari)



Pengeluaran obligatorik 0.5 melalui keringat dan tinja Ekskresi terkontrol di urine



10.0







10.5



(pemakan daging dan tanaman, seperti manusia) yang secara alami memperoleh cukup garam dari daging segar (daging mengandung banyak CES kaya-garam), dalam keadaan normal tidak memperlihatkan keinginan fisiologik untuk mencari garam tambahan. Sebaliknya, herbivora (pemakan tanaman) yang secara alami kekurangan garam dalam diet, mengalami lapar garam dan akan berkelana bermil-mil untuk memperoleh garam. Manusia biasanya memiliki keinginan hedonistik (mencari kesenangan) dan bukan regulatorik atas garam; kita mengonsumsi garam karena kita lebih menyukai nya daripada memiliki kebutuhan fisiologik atasnya, kecuali pada situasi yang tidak lazim pada deplesi garam akibat defisiensi aldosteron, hormon penahan garam. KONTROL AKURAT PENGELUARAN GARAM DI URINE Untuk mempertahankan keseimbangan garam, kelebihan garam yang masuk harus diekskresikan di urine. Tiga jalan untuk mengeluarkan garam adalah pengeluaran obligatorik garam melalui keringat dan tinja serta ekskresi terkontrol garam di urine (Tabel 15-2). Jumlah total keringat yang di produksi tidak berkaitan dengan keseimbangan garam, tetapi ditentukan oleh faktor-faktor yang mengontrol suhu tubuh. Pengeluaran sejumlah kecil garam melalui tinja tidak berada di bawah kontrol. Kecuali jika kita berkeringat berlebihan atau mengalami diare, tubuh biasanya kehilangan (tanpa-kontrol) hanya sekitar 0,5 g garam per hari. Jumlah ini merupakan jumlah garam yang normalnya perlu digantikan oleh asupan garam



Karena konsumsi garam biasanya jauh lebih banyak daripada jumlah yang dibutuhkan untuk mengompensasi pengeluaran tak-terkontrol, ginjal secara cermat mengeks-kresikan kelebihan garam di urine untuk mempertahankan keseimbangan garam. Pada contoh kita, 10 g garam dikeluarkan di urine per hari sehingga pengeluaran garam total sama persis dengan pemasukan garam. Dengan mengatur ekskresi garam melalui urine (yaitu, dengan mengatur laju ekskresi Na+, dengan Cl mengikuti), ginjal secara normal menjaga massa Na+ total di CES tetap konstan meskipun asupan garam melalui makanan sangat bervariasi atau ketika terj adi pengeluaran tak-lazim melalui keringat atau diare. Sebagai cerminan dari pemeliharaan massa Na+ total di CES yang konstan, volume CES, pada gilirannya, dipertahankan dalam batas-batas sempit yang esensial bagi fungsi normal sirkulasi. Penyimpangan volume CES yang menyertai perubahan jumlah garam memicu respons-respons kompensasi ginjal yang cepat memulihkan jumlah Na+ dan volume CES ke normal. Natrium



difiltrasi secara bebas di glomerulus dan direabsorpsi secara aktif, tetapi zat ini tidak disekresi oleh tubulus, sehingga jumlah Na+ yang diekskresikan di urine mencerminkan jumlah Na+ yang difiltrasi tetapi kemudian tidak direabsorpsi: Na+ yang diekskresi = Na+ yang difiltrasi—Na+ yang direabsorpsi Ginjal dengan demikian menyesuaikan jumlah garam yang diekskresikan dengan mengontrol dua proses: (1) laju filtrasi glomerulus (LFG) dan (2) yang lebih penting, reabsorpsi Na+ di tubulus. Anda telah mempelajari mekanisme-mekanisme regulasi ini, tetapi kita akan menyatukan mereka karena mekanismemekanisme ini berkaitan dengan kontrol jangka-panjang volume CES dan tekanan darah. ■ Jumlah Na+ yang difiltrasi dikontrol dengan mengatur LFG. Jumlah Na+ yang difiltrasi sama dengan konsentrasi Na+ plasma dikalikan dengan LFG. Pada konsentrasi Na+ plasma tertentu, setiap perubahan LFG akan mengubah jumlah Na+ dan cairan penyerta yang difiltrasi. Karena itu, kontrol LFG dapat menyesuaikan jumlah Na+ yang difiltrasi per menit. Ingat kembali bahwa LFG secara sengaja diubah untuk meng-ubah jumlah garam dan cairan yang difiltrasi, sebagai bagian dari respons refleks baroreseptor umum terhadap perubahan tekanan darah (lihat Gambar 14-12, h. 550). Perubahan jumlah Na+ di tubuh tidak dideteksi demikian; melainkan perubahan tersebut dipantau secara tak-langsung melalui efek yang akhirnya ditimbulkan oleh Na+ pada tekanan darah. Baroresptor yang memantau fluktuasi tekanan darah melakukan penyesuaian dalam jumlah Na+ yang difiltrasi dan akhirnya diekskresi. Jumlah Na+ yang direabsorpsi dikontrol melalui sistem reninangiotensin-aldosteron. Jumlah Na+ yang direabsorpsi juga bergantung pada sistem regulasi yang berperan penting dalam mengontrol tekanan darah. Meskipun Na+ direabsorpsi di hampir sepanjang tubulus, ha'nya reabsorpsi di bagian distal tubulus yang berada di bawah kontrol. Faktor utama yang mengendalikan tingkat reabsorpsi Na+ di tubulus distal dan koligentes adalah sistem renin-angiotensin-aldosteron (SRAA) yang mendorong reabsorpsi Na+ dan, dengan demikian, retensi Na+. Retensi natrium pada gilirannya mendorong retensi osmotik H+ dan ekspansi volume plasma serta peningkatan tekanan darah arteri. Sistem penghemat Na+ ini secara tepat diaktifkan oleh penurunan NaCI, volume CES, dan tekanan darah arteri (lihat Gambar 14-16, h. 555.) Karena itu, kontrol LFG dan reabsorpsi Na+ saling ber-kaitan erat, dan keduanya berhubungan dengan regulasi jangka panjang volume CES seperti tercermin oleh tekanan darah. Sebagai contoh, penurunan tekanan darah arteri menyebabkan (1) penurunan refleks LFG untuk mengurangi jumlah Na+ yang difiltrasi dan (2) penyesuaian hormonal berupa peningkatan jumlah Na+ yang direabsorpsi (Gambar 15-3). Bersama-sama, efek-efek ini mengurangi jumlah Na* yang diekskresikan sehingga Na+, dan H2. yang menyertai, dihemat oleh tubuh untuk mengompensasi penurunan tekanan darah arteri. (Untuk melihat bagaimana otot yang sedang berolahraga dan mekanisme pendingin tubuh bersaing untuk memperebutkan volume plasma yang terbatas, lihat fitur dalam kotak di h. 592, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.)







Keseimbangan Cairan dan Asam Basa 583



Mengatasi



Mengatasi



Mualan Na+ di tubuh



Tekanan darah arten 2



1



taldosteron



LFG



Na+ yang direabsorsi



Na+ yang difiltrasi



Ekskresi Na+ serta Cl- dan cairan yang menyertainya Na Konservasi NaCI dan cairan yang menyertainya



+



Na+



Na+



1 Lihat Gambar 14-12 untuk penncian mekanismenya. 2 Lihat Gambar 14-16 untuk perincian mekanismenya.



Na+



Gambar 15-3 Efek ganda penurunan tekanan darah arteri pada penanganan Na+ oleh ginjal.



Kontrol osmolaritas CES mencegah perubahan volume CIS. Pemeliharaan keseimbangan cairan bergantung pada pengaturan volume CES dan osmolaritas CES. Sementara pengaturan volume CES penting dalam kontrol jangka panjang tekanan darah, pengaturan osmolaritas CES penting dalam mencegah perubahan volume sel. Osmolaritas suatu cairan adalah ukuran konsentrasi masing-masing partikel zat terlarut yang terdapat di dalam cairan tersebut. Semakin tinggi osmolaritas, semakin tinggi konsentrasi zat terlarut atau, dari sudut yang berbeda, semakin rendah konsentrasi H2O. Ingat kembali bahwa air cenderung berpindah melalui osmosis menuruni gradien konsentrasinya sendiri dari daerah dengan konsentrasi zat terlarut rendah (H2O tinggi) ke daerah dengan konsentrasi zat terlarut tinggi (H2O rendah) (lihat h. 72). ION-ION YANG BERPERAN DALAM OSMO-LARITAS CES DAN CIS Osmosis terjadi menembus membran plasma sel



hanya jika terdapat perbedaan dalam konsentrasi zat-zat terlarut yang tidak dapat menembus membran antara CES dan CIS. Zat terlarut yang dapat menembus sawar yang memisahkan dua kompartemen cairan cepat terdistribusi merata di kedua kompartemen dan karenanya tidak ikut membentuk perbedaan osmotik. Natrium dan anion penyertanya, karena me-rupakan zat terlarut paling banyak di CES dari segi jumlah partikel, membentuk sebagian besar aktivitas osmotik CES. Sebaliknya,   hapter



K+ dan anion intrasel pengiringnya berperan menentukan aktivitas osmotik CIS. Meskipun sejumlah kecil Na+ dan K+ secara pasif berdifusi menembus membran plasma setiap saat, kedua ion ini berperilaku seolaholah mereka tidak dapat menembus membran karena adanya aktivitas pompa Na +-K+. Setiap Na+ yang berdifusi secara pasif menuruni gradien elektrokimianya ke dalam sel segera dipompa kembali keluar sehingga hasilnya sama seperti Na+ tidak dapat menembus sel. Sebaliknya, K+ pada hakikatnya terperangkap di dalam sel. Dalam keadaan normal, osmolaritas CES dan CIS adalah sama karena di dalam sel konsentrasi total K+ dan zat-zat terlarut lain yang tidak dapat menembus membran sel sama dengan konsentrasi total Na+ dan zatzat terlarut lain (yang tidak dapat menembus membran sel) di cairan interstisium yang mengelilingi sel. Meskipun zat-zat terlarut tak mampu tembus di CES dan CIS ini berbeda, konsentrasi mereka umumnya identik, dan jumlah (bukan sifat) partikel yang terdistribusi tak-setara per volume ini menentukan osmolaritas cairan. Karena osmolaritas CES dan CIS normalnya sama, tidak terjadi perpindahan neto H2O masuk atau keluar sel. Karena itu, volume sel normalnya konstan.



PENTINGNYA MENGATUR OSMOLARITAS CES Setiap keadaan yang menyebabkan penambahan atau pengurangan H2O bebas (yaitu, penambahan atau pengurangan H2O yang tidak disertai oleh penambahan atau pengurangan zat terlarut yang setara) menyebabkan perubahan osmolaritas CES. Jika terjadi defisit H2O bebas di CES, zat terlarut menjadi terlalu pekat dan osmolaritas CES meningkat (yaitu, menjadi hipertonik; lihat h. 74). Jika terjadi kelebihan H2O di CES, zat terlarut menjadi terlalu encer dan osmolaritas CES menjadi terlalu rendah (yaitu, menjadi hipotonik). Ketika osmolaritas CES berubah dalam kaitannya dengan osmolaritas CIS, terjadi osmosis, dengan H2O yang keluar atau masuk sel, bergantung, masing-masing, pada apakah CES lebih pekat atau lebih encer daripada CIS.



Karena itu, osmolaritas CES harus diatur untuk mencegah perpindahan tak-diinginkan H2O keluar atau masuk sel. Dilihat dari segi CES itu sendiri, konsentrasi zat-zat terlarutnya tidak terlalu penting. Namun, osmolaritas CES perlu dipertahankan dalam batas-batas yang sangat sempit untuk mencegah sel menciut (kehilangan air secara osmotik ke CES) atau membengkak (memperoleh air secara osmotik dari CES). Marilah kita bahas pergeseran cairan yang terjadi antara CES dan CIS ketika osmolaritas CES menjadi hipertonik atau hipotonik relatif terhadap CIS. Kemudian kita akan membicarakan bagaimana keseimbangan air dan karenanya osmolaritas CES normalnya dipertahankan untuk memperkecil efek merugikan pada volume sel.



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olaga



S



Benturan yang Berpotensi Mematikan: Ketika Otot yang Berolahraga Bersaing dengan Mekanisme Pendingin Tubuh untuk Memperebutkan Volume Plasma yang Inadekuat



tinggal di lingkungan yang mengalami perubahan suhu musiman, kehilangan cairan dapat menyebabkan olahraga luar-ruang berbahaya selama transisi dari keadaan dingin musim semi ke suasana panas di musim panas. Jika intensitas olahraga tidak disesuaikan hingga peserta menyesuaikan diri secara bertahap dengan kondisi lingkungan yang lebih panas, dapat terjadi dehidrasi dan pengeluaran garam yang menyebabkan heat cramps, heat exhaustion, atau bahkan heat stroke dan kematian. Kata aklimatisasi merujuk ke adaptasi bertahap yang dilakukan tubuh untuk mempertahankan homeostasis jangka-panjang sebagai respons terhadap perubahan fisik berkepanjangan di lingkungan sekitar, rnisalnya perubahan suhu. Ketika seseorang berolahraga dalam cuaca panas tanpa beradaptasi secara bertahap ke lingkungan panas, tubuh dapat menghadapi dilema yang berbahaya. Selama olahraga, banyak darah yang harus dialirkan ke otot untuk memasok O2 dan nutrien serta



mengeluarkan zat sisa yang menumpuk akibat tingkat aktivitas yang tinggi. Otot yang berolahraga juga menghasilkan panas. Untuk mempertahankan suhu tubuh dalam menghadapi panas tambahan ini, aliran darah ke kulit ditingkatkan sehingga panas dari darah yang hangat dapat dikeluarkan melalui kulit ke lingkungan sekitar, Jika suhu lingkungan lebih panas daripada suhu tubuh, panas tidak dapat dikeluarkan dari darah ke lingkungan sekitar meskipun terjadi vasodilatasi kulit yang maksimal. Tubuh malah menerima panas dari lingkungan yang lebih hangat dan hal ini menambah dilema. Karena aliran darah meningkat ke otot dan kulit saat seseorang beroiahraga pada cuaca panas, darah yang dikembalikan ke jantung berkurang dan jantung memompa lebih sedikit darah per denyut sesuai dengan mekanisme Frank-Starling (lihat h. 350). Karena itu, jantung harus berdenyut lebih cepat dibandingkan jika di lingkungan dingin untuk mengalirkan darah dalam jumlah yang sama per menit. Peningkatan kecepatan pemompaan jantung juga menambah produksi panas.



Jantung



memiliki



kecepatan



denyut



maksimal



yang



dapat



dicapainya. Jika olahraga berlanjut dengan intensitas tinggi dan kecepatan maksimal ini telah tercapai, otot-otot yang berolahraga akan memenangkan perebutan pasokan darah ini. Pendinginan dikorbankan seiring dengan menurunnya aliran darah kulit. Jika olahraga berlanjut, panas tubuh akan terus meningkat, dan dapat terjadi heat exhaustion (nadi cepat dan lemah; hipotensi, keringat berlebihan; dan disorientasi) atau heat stroke (kegagalan pusat kontrol suhu di hipotalamus; kulit panas kering; kebingungan ekstrim atau pingsan; dan mungkin kematian) (lihat h. 692). Setiap tahun orang meninggal karena heat stroke dalam Iari maraton pada cuaca panas dan lembap. (Beberapa orang memperburuk keadaan dengan mengonsumsi minuman energi yang mengandung kafein selama olahraga atau kompetisi. Kafein dapat memberikan letupan energi, tetapi kafein juga bekerja sebagai diuretik



dan



dapat



menyebabkan



dehidrasi



sehingga



performa



menurun, suatu efek yang berkebalikan dengan apa yang mungkin dipikirkan oleh individu ketika mereka meminumnya. Sebaliknya, jika seseorang berolahraga pada cuaca panas selama dua minggu dengan intensitas aman dan lebih sedikit, tubuh melakukan



adaptasi-adaptasi



aklimatisasi



dapat melakukan olahraga cuaca individu dengan



berikut



sehingga



setelah



instensitas sama saat dingin: (1) Volume plasma meningkat hingga 12%. Ekspansi volume plasma menghasilkan cukup darah untuk dialirkan baik ke otot yang berolahraga maupun ke kulit untuk pendinginan. (2) Orang tersebut mulai berkeringat pada suhu yang lebih rendah sehingga tubuh tidak terlalu panas sebelum proses pendinginan dimulai. (3) Kecepatan pengeluaran keringat meningkat hingga tiga kali lipat, mencapai 4 liter per jam, dengan distribusi yang lebih merata di seluruh tubuh. Peningkatan evaporatif



ini



mengurangi



kebutuhan



pendinginan



pendinginan



oleh



vasodilatasi kulit. (4) Keringat menjadi lebih encer sehingga garam yang keluar melalui keringat lebih sedikit. Garam yang tertahan di tubuh menimbulkan efek osmotik untuk menahan air di tubuh dan membantu



mempertahankan



volume



plasma



darah. Adaptasi-



adaptasi ini memerlukan waktu 14 hari dan terjadi hanya jika individu berolahraga



dalam



cuacf



panas.



Dengan



bersabar



hingga



perubahan-perubahan ini terjadi, seseorang dapat berolahraga dengan aman sepanjang musim panas.



Selama hipertonisitas CES, sel menciut karena H2O keluar.



Hipertonisitas CES, kelebihan konsentrasi zat terlarut di CES, biasanya berkaitan dengan dehidrasi, atau keseimbangan negatif H2O bebas.



PENYEBAB HIPERTONISITAS (DEHIDRASI) Dehidrasi dan



hipertonisitas yang menyertainya dapat ditimbulkan melalui tiga cara utama:



1. Insufisiensi pemasukan H2O, seperti yang terjadi pada perjalanan di gurun pasir atau kesulitan menelan 2. Pengeluaran H2O yang berlebihan, seperti yang dapat terjadi pada berkeringat, muntah, atau diare berlebihan (meskipun baik H2O maupun zat terlarut keluar selama keadaan-keadaan ini, H2O relatif lebih banyak hilang sehingga zat terlarut yang tertinggal menjadi lebih pekat) 3. Diabetes inspidus, penyakit yang ditandai oleh defisiensi vasopresin    585



Vasopresin (hormon antidiuretik) meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H2O dan dengan demikian meningkatkan konservasi air dengan mengurangi pengeluaran air melalui urine (lihat h. 568). Tanpa vasopresin yang adekuat pada diabetes insipidus, ginjal tidak dapat menahan H2O karena organ ini tidak dapat mereabsorpsi H2O dari bagian distal nefron. Pasien biasanya menghasilkan hingga 20 liter urine sangat encer per hari, dibandingkan dengan normal 1,5 liter/ hari. Kecuali jika asupan H2O mengimbangi pengeluaran luar-biasa H2O ini di urine, pasien akan cepat mengalami dehidrasi. Pasien mengeluh bahwa mereka menghabiskan banyak waktu siang malam pergi ke toilet dan minum. Untungnya, mereka dapat diterapi dengan pemberian vasopresin melalui semprot hidung.



ARAH DAN GEJALA YANG TERJADI AKIBAT PERPINDAHAN AIR SELAMA HIPERTONISITAS Jika kompartemen



CES menjadi hipertonik, H2O berpindah keluar sel melalui osmosis ke dalam CES yang lebih pekat hingga osmolaritas CIS sama dengan CES. Karena H2O keluar, sel menciut. Hal yang mengkhawatirkan adalah penciutan bermakna neuron-neuron otak dapat mengganggu fungsi otak, yang dapat bermanifestasi sebagai kekacauan mental dan irasionalitas pada kasus ringan dan kemungkinan delirium, kejang, atau koma pada kondisi hipertonik yang parah. Hal yang tidak kalah seriusnya dengan gejala saraf adalah gangguan sirkulasi akibat berkurangnya volume plasma yang berkaitan dengan dehidrasi. Gangguan sirkulasi dapat berkisar dari penurunan ringan tekanan darah hingga syok sirkulasi dan kematian. Gejala yang lebih umum lainnya muncul bahkan pada kasus dehidrasi ringan. Sebagai contoh, kulit kering dan mata cekung menunjukkan lenyapnya H2O dari jaringan lunak di bawahnya, dan lidah menjadi kering dan retak karena sekresi liur tertekan.



Selama hipotonisitas CES, sel membengkak karena kemasukan H20.



Hipotonisitas CES biasanya berkaitan dengan hidrasi berlebihan (yaitu, kelebihan H2O bebas). Ketika terjadi keseimbangan H2O positif, CES menjadi lebih encer daripada normal. PENYEBAB HIPOTONISITAS (HIDRASI BERLEBIHAN) Setiap



surplus H2O bebas biasanya segera diekskresikan diurine sehingga hipotonisitas biasanya tidak terjadi. Namun, hipotonisitas dapat timbul melalui tiga cara: 1. Pasien dengan gagal ginjal yang tidak dapat mengekskresikan urine encer mengalami hipotonisitas jika mereka mengonsumsi lebih banyak H2O daripada zat terlarut. 2. Hipotonisitas dapat terjadi secara sementara pada orang sehat jika H2O masuk secara cepat dalam jumlah sedemikian besar sehingga ginjal tidak dapat berespons dengan cepat untuk mengeluarkan kelebihan H2O. 3.Hipotonisitas dapat terjadi ketika tubuh menahan kele-bihan H2O tanpa zat terlarut akibat sindrom sekresi vasopresin yang tidak sesuai (syndrome of inappropriate secretion of vasopressin).   hapter



Vasopresin dalam keadaan normal disekresikan sebagai respons terhadap defisit H2O, yang dihilangkan dengan meningkatkan reabsorpsi H2O di bagian distal nefron. Namun ,sekresi vasopresin, dan dengan demikian reabsorpsi H2O tubulus yang dikontrol oleh hormon, dapat meningkat sebagai respons terhadap nyeri, trauma, dan situasi stres lain, meskipun tubuh tidak mengalami defisit H2O. Peningkatan sekresi vasopresin dan retensi H2O yang ditimbulkannya merupakan hal yang sesuai untuk menghadapi kemungkinan hilangnya darah dalam situasi-situasi stres tersebut. H2O ekstra yang tertahan dapat meminimalkan efek kehilangan darah pada tekanan darah. Namun, karena situasi stres jaman modern umumnya tidak menyebabkan kehilangan darah, peningkatan sekresi vasopresin adalah hal yang tidak sesuai dilihat dari segi keseimbangan cairan tubuh dan hal ini menyebabkan terjadinya sindrom sekresi vasopresin yang tidak sesuai. Reabsorpsi dan retensi terlalu banyak H2O akan mengencerkan zat terlarut tubuh. Selain itu, dalam kaitannya dengan stres yang tidak sepantasnya mencetuskan sekresi vasopresin dari sumber normalnya, beberapa jenis kanker paru menyekresi vassopresin sehingga terjadi pengenceran cairan tubuh yang tidak seharusnya. ARAH DAN GEJALA YANG DITIMBULKAN OLEH PERPINDAHAN AIR SELAMA HIPOTONISITAS Kelebihan H2O



bebas mula- mula akan mengencerkan kompartemen CES dan menyebabkannya menjadi hipotonik. Perbedaan aktivitas osmotik yang terjadi antara CES dan CIS memicu H2O berpindah secara osmotik dari CES yang lebih encer ke dalam sel, yang menyebabkan sel membengkak karena kemasukan H2O. Seperti menciutnya neuron otak, pembengkakan berlebihan sel-sel otak juga menyebabkan disfungsi otak. Gejala-gejalanya mencakup kebingungan, iritabilitas, letargi, nyeri kepala, pusing bergoyang, muntah, mengantuk, dan, pada kasus berat, kejang, koma, dan kematian. Gejala non-saraf hidrasi berlebihan adalah kelemahan akibat membengkaknya sel otot dan gangguan sirkulasi, termasuk hipertensi dan edema, yang disebabkan oleh ekspansi volume plasma. Keadaan hidrasi berlebihan, hipotonisitas, dan pembeng-kakan sel akibat retensi H2O bebas berlebihan dikenal sebagai intoksikasi air. Hal ini jangan dikacaukan dengan retensi cairan yang terjadi pada retensi garam yang berlebihan. Pada kasus yang terakhir ini, CES tetap isotonikkarena peningkatan garam diiringi oleh peningkatan H2O. Karena cairan interstisium tetap isotonik, tidak terbentuk gradien osmotik yang mendorong kelebihan H2O ke dalam sel. Karena itu kelebihan garam dan H2O terbatas di kompartemen CES, dengan konsekuensi sirkulasi menjadi kekhawatiran utama. Pada intoksikasi air, selain gangguan sirkulasi, gejala akibat pembengkakan sel juga menimbulkan masalah. Marilah kita bandingkan situasi hipertonisitas dan hipotonisitas dengan apa yang terjadi sebagai akibat dari penambahan atau pengurangan cairan isotonik.



Tidak ada perpindahan air masuk atau keluar sel sela-ma penambahan atau pengurangan cairan isotonik CES. Contoh penambahan cairan isotonik adalah pemberian intravena terapetik dengan suatu larutan isotonik, misalnya salin isotonik. Ketika cairan isotonik disuntikan ke dalam



kompartemen CES, volume CES meningkat, tetapi konsentrasi zat terlarut CES tidak berubah; dengan kata lain, CES tetap isotonik. Karena osmolaritas CES tidak berubah, CES dan CIS tetap berada dalam keseimbangan osmotik sehingga tidak ada perpindahan neto cairan antara kedua kompartemen ini. Kompartemen CES mengalami peningkatan volume tanpa disertai perpindahan H2O ke dalam sel. Demikian juga, pada kehilangan cairan isotonik, misalnya pada perdarahan, kehilangan terbatas di CES tanpa diiringi oleh kehilangan cairan dari CIS. Cairan tidak berpindah keluar sel karena CES yang berada di tubuh masih isotonik sehingga tidak terdapat gradien osmotik yang menarik keluar H2O dari sel. Berbagai mekanisme lain bekerja untuk mengatasi kehilangan darah, tetapi kompartemen CIS tidak secara langsung dipengaruhi oleh kehilangan ini. Marilah sekarang kita melihat bagaimana keseimbangan H2O bebas secara normal dipertahankan.



Kontrol keseimbangan air oleh vasopresin penting untuk mengatur osmolaritas CES.



Kontrol keseimbangan H2O bebas sangat penting untuk mengatur osmolaritas CES. Karena peningkatan H2O bebas menyebabkan CES menjadi terlalu encer dan defisit H2O bebas menyebabkan CES menjadi terlalu pekat, osmolaritas CES harus segera dikoreksi dengan memulihkan keseimbangan H2O bebas untuk menghindari perpindahan osmotik cairan masuk atau keluar sel yang berbahaya. Untuk mempertahankan stabilitas keseimbangan H2O, pemasukan H2O harus sama dengan pengeluarannya. SUMBER PEMASUKAN H2O



Dalam keseimbangan H2O harian tipikal seseorang (Tabel 15-3), terjadi pemasukan H2O sedikit di atas satu liter melalui meminum cairan. ■ Mengejutkannya, jumlah yang hampir sama diperoleh dari menyantap makanan padat. Otot terdiri dari sekitar 75% H2O; daging (otot hewan) karenanya mengandung 75% H2O. Buah dan sayuran mengandung 60% hingga 90% H2O. Karena itu, orang biasanya memperoleh H2O sama banyak dari makanan padat ataupun dari cairan yang mereka minum. ■ Sumber ketiga pemasukan H O adalah H O yang diproduksi dalam 2 2 metabolisme. Reaksi kimia di dalam sel mengubah makanan dan O2 menjadi energi, dengan menghasilkan CO2 dan H2O dalam prosesnya. H2O metabolik yang diproduksi selama metabolisme sel dan dibebaskan ke dalam CES berjumlah rerata 350 mL/hari Asupan rerata H2O dari ketiga sumber ini berjumlah 2600 mL/hari. Sumber lain H2O yang sering digunakan dalam pengobatan adalah infus cairan intravena. ■



SUMBER PENGELUARAN H2O



Di sisi pengeluaran pada daftar keseimbangan H2O, tubuh kehilangan hampir satu liter H2O setiap hari tanpa disadari. Kehilangan yang tidak disadari ini (kehilangan yang tidak dirasakan oleh yang bersangkutan) terjadi dari paru dan kulit tak-berkeringat. Selama pernapasan, udara inspirasi menjadi jenuh oleh H2O di saluran napas. H2O ini keluar ketika udara yang telah dilembapkan tersebut kemudian diekspirasi (lihat h. 488). Dalam keadaan normal kita tidak menyadari kehilangan H2O ini, tetapi kita dapat mengetahuinya pada musim dingin, ketika uap H2O







❚ TABEL 15-3 Keseimbangan



Air Harian



ater



ater







Jumlah (mL/hari) Jalur











Kehilangan takdisadari (dari paru dan kulit nonkeringat)



900















100



H2O yang diproduksi oleh metabolisme











100







1500







2600







2600



mengalami kondensasi sehingga kita dapat "melihat napas kita". Kehilangan tak-dirasakan lainnya adalah keluarnya H2O secara terus-menerus dari kulit meskipun tidak terjadi pengeluaran keringat. Molekul air dapat berdifusi menembus sel kulit dan menguap tanpa disadari. Untungnya, kulit relatif kedap air oleh adanya lapisan berkeratin di bagian luarnya, yang melindungi tubuh dari kehilangan H2O yang lebih banyak melalui jalur ini (lihat h. 479). Ketika lapisan protektif ini lenyap, seperti ketika seseorang mengalami luka bakar luas, terjadi peningkatan kehilangan cairan dari permukaan kulit yang terbakar yang dapat menimbulkan masalah keseimbangan cairan yang serius. ■ Pengeluaran H O yang dirasakan oleh individu terjadi dari 2 kulit melalui keringat, yang mewakili jalur lain untuk keluarnya H2O. Pada suhu udara 68°F, sekitar 100 mL H2O lenyap setiap hari melalui keringat. Keluarnya air melalui keringat ini dapat sangat bervariasi, bergantung pada suhu lingkungan dan kelembapan serta derajat aktivitas fisik; jumlahnya dapat berkisar dari nol hingga beberapa liter per jam pada cuaca yang sangat panas. ■ Jalan lain untuk keluarnya H2O dari tubuh adalah melalui tinja. Dalam keadaan normal, hanya sekitar 100 mL H2O keluar dengan cara ini setiap hari. Selama pembentukan feses di usus besar, sebagian besar H2O direabsorpsi dari lumen saluran cerna ke dalam darah sehingga cairan dihemat dan isi saluran cerna memadat untuk dikeluarkan. H2O dapat lebih banyak keluar dari saluran cerna melalui muntah atau diare. ■ Sejauh ini, mekanisme pengeluaran terpenting adalah ekskresi urine, dengan rerata 1500 mL (1,5 liter) urine diproduksi setiap hari. Pengeluaran H2O total adalah 2600 mL/hari, sama seperti volume pemasukan H2O dalam contoh kita. Keseimbangan ini tidaklah kebetulan. Dalam keadaan normal, pemasukan H2O menyamai pengeluaran H2O sehingga H2O di dalam tubuh tetap seimbang.



   587



FAKTOR-FAKTOR YANG DIATUR UNTUK MEMPER-TAHANKAN KESEIMBANGAN AIR Dari banyak sumber pemasukan dan



pengeluaran H2O, hanya dua yang dapat diatur untuk mempertahankan keseimbangan H2O. Di sisi pemasukan, rasa haus memengaruhi jumlah cairan yang masuk; dan di sisi pengeluaran, ginjal dapat menyesuaikan jumlah urine yang dibentuk. Pengendalian pengeluaran H2O di urine adalah mekanisme terpenting dalam mengontrol keseimbangan H2O. Sebagian dari faktor lain juga diatur, tetapi bukan untuk mempertahankan keseimbangan H2O. Asupan makanan diatur untuk mempertahankan keseimbangan energi, dan kontrol keringat penting untuk mempertahankan suhu tubuh. Produksi H2O metabolik dan pengeluaran yang tidak dirasakan tidak berada di bawah kontrol. KONTROL PENGELUARAN AIR DI URINE OLEH VASOPRESIN



Fluktuasi osmolaritas CES yang disebabkan oleh ketidakseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran H2O cepat dikompensasi dengan menyesuaikan ekskresi H2O urine tanpa mengubah ekskresi garam, yaitu reabsorpsi dan ekskresi H2O secara parsial dipisahkan dari reabsorpsi dan ekskresi zat terlarut sehingga jumlah H2O yang ditahan atau dikeluarkan dapat cepat diubah untuk segera mengoreksi osmolaritas CES ke normal. Reabsorpsi dan ekskresi H2O bebas disesuaikan melalui perubahan sekresi vasopresin (lihat Gambar 14-27, h. 573). Hampir di sepanjang nefron, reabsorpsi H2O penting untuk mengatur volume CES karena reabsorpsi garam disertai oleh reabsorpsi H2O dalam jumlah seimbang. Namun, di tubulus distal dan koligentes, dapat terjadi reabsorpsi H2O bebas dalam jumlah bervariasi tanpa disertai reabsorpsi garam karena adanya gradien osmotik vertikal di medula ginjal tempat bagian tubulus ini terpajan. Vasopresin meningkatkan permeabilitas bagian akhir tubulus ini terhadap H2O. Jumlah H2O yang direabsorpsi dapat disesuaikan untuk memulihkan osmolaritas CES ke normal, bergantung pada jumlah vasopresin yang ada. Vasopresin diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di kelenjar hipofisis posterior, dan dibebaskan dari hipofisis posterior berdasarkan perintah dari hipotalamus. KONTROL PEMASUKAN AIR OLEH RASA HAUS Rasa haus adalah sensasi subjektif yang mendorong Anda menelan Pusat haus terletak di hipotalamus dekat dengan sel penghasil vasopresin. Kini kita akan menguraikan mekanisme yang mengatur sekresi vasopresin dan rasa haus.



Sekresi vasopresin dan rasa haus umumnya dipicu secara bersamaan. Pusat-pusat kontrol hipotalamus yang mengatur sekresi vasopresin (dan karenanya pengeluaran urine) dan rasa haus (dan karenanya minum) bekerja secara terpadu. Sekresi vasopresin dan rasa haus dirangsang oleh defisit H2O bebas dan ditekan oleh kelebihan H2O bebas. Karena itu, keadaan yang mendorong terjadinya penurunan pengeluaran urine untuk menghemat H2O tubuh juga menimbulkan rasa haus untuk mengganti H2O tubuh. PERAN OSMORESEPTOR HIPOTALAMUS Sinyal eksitatorik utama



untuk sekresi vasopresin dan rasa haus berasal dari osmoreseptor hipotalamus yang terletak dekat sel penghasil vasopresin dan pusat    BAB15



haus. Osmoreseptor-osmoreseptor ini memantau osmolaritas cairan di sekeliling mereka, yang pada gilirannya mencerminkan konsentrasi keseluruhan lingkungan cairan internal. Seiring dengan peningkatan osmolaritas (H2O terlalu sedikit) dan kebutuhan terhadap konservasi H2O bertambah, sekresi vasopresin dan rasa haus diaktifkan (Gambar 15-4). Akibatnya, reabsorpsi H2O di tubulus distal dan koligentes meningkat sehingga pengeluaran urine berkurang dan H2O dihemat, sementara asupan H2O secara bersamaan dirangsang. Efek-efek ini memulihkan simpanan H2O yang berkurang sehingga kondisi hipertonik mereda dengan pulihnya konsentrasi zat-zat terlarut ke normal. Sebaliknya, kelebihan H2O, yang bermanifestasi sebagai penurunan osmolaritas CES, mendorong peningkatan ekskresi urine (melalui penurunan sekresi vasopresin) dan menekan rasa haus, yang bersama-sama mengurangi jumlah air di dalam tubuh. PERAN RESEPTOR VOLUME ATRIUM KIRI Meskipun perangsang utama sekresi vasopresin dan rasa haus adalah peningkatan osmolaritas CES, sel penghasil vasopresin dan pusat haus juga dipengaruhi dalam tingkat sedang oleh perubahan volume CES yang diperantarai oleh sinyal dari reseptor volume atrium kiri. Reseptor volume ini, yang terletak di atrium kiri, memantau regangan yang diinduksi oleh tekanan yang disebabkan oleh darah yang mengalir, yang mencerminkan volume CES yaitu, mereka memantau "kepenuhan" sistem vaskular. Sebaliknya, baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis memantau tekanan pendorong rata-rata di sistem vaskuler (lihat h. 401). Sebagai respons terhadap penu-runan mencolok volume CES (kehilangan volume 7%), dan karenanya tekanan darah arteri, seperti ketika terjadi per darahan, reseptor volume atrium kiri secara refleks merangsang sekresi vasopresin dan rasa haus. (Sebagai perbandingan, perubahan peningkatan osmolaritas CES sekecil 1% mening-katkan sekresi vasopresin, dan peningkatan osmolaritas sebesar 2% atau lebih menghasilkan keinginan minum yang kuat, yang menunjukkan pengaruh osmosresptor hipotalamus yang lebih besar daripada reseptor volume atrium kiri dalam mengontrol sekresi vasopresin dan rasa haus.) Dalam mengahadapi penurunan bermakna volume CES, pengeluaran vasopresin dan meningkatnya rasa haus masing-masing menurunkan pengeluaran urine dan meningkatkan pemasukan cairan. Selain itu, vasopresin, pada kadar darah yang dipicu oleh penurunan mencolok volume CES dan tekanan arteri, menimbulkan efek vasokonstriktor (yaitu, "vaso" "pressor") kuat pada arteriol (sehingga dinamai demikian; lihat h. 383). Dengan membantu memperbesar CES dan volume plasma serta dengan meningkatkan resistensi perifer total, vasopresin membantu mengatasi penurunan tekanan darah yang memicu sekresi vasopresin. Secara bersamaan, tekanan darah rendah dideteksi oleh baroreseptor arkus aorta dan sinus karotis, yang membantu menaikkan tekanan darah dengan meningkatkan aktivitas simpatis ke jantung dan pembuluh darah (lihat h. 402). Selanjutnya, aktivitas simpatis juga berperan pada sensasi haus dan peningkatan aktivitas vasopresin.



Sebaliknya, vasopresin dan rasa haus dihambat ketika volume CES (dan karenanya volume plasma) dan tekanan darah arteri meningkat. Pe-nekanan asupan H2O yang terjadi, disertai oleh eliminasi kelebihan volume CES dan plasma me-lalui urine, membantu memulihkan tekanan darah ke normal.



ECF volume



Relieves



Relieves



Osmolarity



Arterial blood pressure



Hypothalamic osmoreceptors (dominant factor controlling thirst and vasopressin secretion)



Left atrial volume receptors (important only in large changes in plasma volume/ arterial pressure)



Relieves



Hypothalamic neurons



Thirst



Vasopressin



Arteriolar vasoconstriction H2O H2O intake



H2O permeability of distal and collecting tubules



H2O



H2O reabsorption



Urine output



Plasma osmolarity



Plasma volume



Gambar 15-4 Control of increased vasopressin secretion and thirst during a H2O deficit.



Ingat kembali bahwa volume CES dan plasma yang rendah serta penurunan tekanan darah arteri juga secara refleks meningkatkan sekresi aldosteron melalui SRAA. Peningkatan reabsorpsi Na+ yang terjadi menyebabkan retensi osmotik H2O, ekspansi volume CES, dan peningkatan tekanan darah arteri. Reabsorpsi Na+ yang dikontrol oleh aldosteron adalah faktor terpenting dalam regulasi volume CES, dengan vasopresin dan mekanisme rasa haus hanya berperan sebagai penunjang. PERAN ANGIOTENSIN II Perangsang lain untuk meningkatkan rasa



haus dan sekresi vasopresin adalah angiotensin II (Tabel 15-4). Ketika SRAA diaktifkan untuk menghemat Na±, angiotensin II, selain merangsang sekresi aldosteron, juga bekerja langsung pada otak untuk menimbulkan rasa haus dan merangsang vasopresin untuk meningkatkan reabsorpsi H2O di ginjal (lihat h. 554). Peningkatan asupan H2O dan berkurangnya pengeluaran urine yang terjadi membantu mengoreksi penurunan volume CES yang memicu SRAA.



FAKTOR REGULATORIK YANG TIDAK MENGHUBUNGKAN VASOPRESIN DAN RASA HAU Beberapa faktor memengaruhi



sekresi vasopresin, tetapi tidak rasa haus. Seperti telah dijelaskan, vasopresin dirangsang oleh sinyal terkait-stres, misalnya nyeri dan trauma yang tidak berkaitan langsung dengan perneliharaan keseimbangan H2O. Pada kenyataannya, retensi H2O akibat sekresi vasopresin yang tidak sesuai dapat menyebabkan ketidakseimbangan H2O hipotonik. Sebaliknya, alkohol menghambat sekresi vasopresin dan dapat menyebabkan hipertonisitas CES dengan mendorong ekskresi H2O bebas secara berlebihan Salah satu stimulus yang menimbulkan rasa haus, tetapi tidak memicu sekresi vasopresin adalah efek langsung kekeringan mulut. Ujung-ujung saraf di mulut terangsang langsung oleh kekeringan, yang menimbulkan sensasi hebat rasa haus yang sering dapat diatasi hanya dengan membasahi bibir meskipun tidak ada H2O yang benar-benar tertelan. Mulut kering dapat terjadi jika pengeluaran liur tertekan oleh faktor-faktor yang tidak berkaitan dengan kandungan H2O tubuh, misalnya rasa cemas, merokok berlebihan, atau obat tertentu. Faktor yang memengaruhi sekresi vasopresin atau rasa haus tetapi tidak berkaitan langsung dengan kebutuhan tubuh terhadap H2O biasanya berlangsung singkat. Kontrol dominan dan jangka panjang terhadap sekresi vasopresin dan rasa harus berkorelasi langsung dengan status H2O tubuh yaitu, oleh status osmolaritas CES dan, dengan tingkat yang lebih rendah, oleh volume CES.



METERAN MULUT Tampaknya terdapat sejenis "meteran H2O mulut", paling tidak pada hewan. Hewan yang haus akan cepat minum H2O dalam jumlah yang hanya cukup untuk memuaskan defisit H2O nya. Hewan akan berhenti minum sebelum H2O yang tertelan memiliki waktu untuk diserap dari saluran cerna dan benar-benar mengembalikan CES ke normal. Reseptor di mulut, faring (tenggorok), dan saluran cerna bagian atas mengindrai bahwa H2O dalam jumlah cukup telah dikonsumsi. Mekanisme ini tampaknya kurang efektif pada manusia karena kita sering minum lebih daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan tubuh kita atau, sebaliknya, mungkin kurang cukup minum untuk menutup defisit. PENGARUH NON-FISIOLOGIK PADA ASUPAN CAIRAN



Meskipun terdapat mekanisme haus untuk mengontrol asupan    589



❚ TABEL 15-4 Faktor-Faktor



yang Mengontrol Sekresi Vasopresin dan Rasa Haus



Efek pada Sekresi Vasopresin



S



Efek pada Rasa Haus



Komentar











Perangsang utama sekresi vasopresin dan rasa haus











Hanya penting pada perubahan besar dalam volume CES/ tekanan darah arteri























Bagian jalur dominan untuk mendorong retensi kompensatorik garam dan H2O ketika volume CES dan tekanan darah arteri berkurang Mendorong retensi berlebihan H2O dan hipotonisitas CES (retensi H2O yang terjadi bermanfaat dalam mempertahankan tekanan darah arteri seandainya terjadi kehilangan darah pada situasi stres).







↓ tidak sesuai yang tidak berkaitan dengan keseimbangan H2O







Mendorong pengeluaran H20 berlebihan dan hipertonisitas CES











❚ TABEL 15-5 Ringkasan







Ujung saraf di mulut yang akhirnya menimbulkan sensasi rasa haus secara langsung dirangsang oleh keadaan kering



Pengaturan Volume dan Osmolaritas CES















Mekanisme untuk mengatur variabel



↓Volume CES → darah arteri ↑Volume CES →↑tekanan darah arteri



Osmolaritas CES







↑Osmolaritas CES (hipotonisitas) → H2O masuk kedalam sel →sel membengkak



Pemeliharaan keseimbangan H2O bebas.



→H2O keluar sel → sel menciut



Dicapai terutama oleh penyesuaian ekskresi H20 di urine di bawah kontrol vasopresin



H2O, konsumsi cairan oleh manusia sering lebih dipengaruhi oleh kebiasaan dan faktor sosiologis daripada oleh kebutuhan untuk mengatur keseimbangan H2O. Karena itu, meskipun asupan H2O sangat penting dalam mempertahankan ke-seimbangan cairan, asupan tersebut tidak dikontrol secara ketat pada manusia, yang cenderung mengonsumsi H2O melebihi kebutuhan. Kita biasanya minum jika haus, tetapi kita sering minum bahkan saat kita tidak haus karena, sebagai contoh, kita sedang rehat kopi. Dengan asupan H2O tidak dikontrol secara adekuat dan bahkan berkontribusi dalam ketidakseimbangan H2O di tubuh, faktor primer yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan H2O adalah pengeluaran urine yang diatur oleh ginjal. Karena itu, reabsorpsi H2O yang dikontrol oleh vasopresin merupakan mekanisme yang sangat penting untuk mengatur osmolaritas CES.



   BAB15



Pemeliharaan keseimbangan garam; garam secara osmotik "menahan" H2O sehingga jumlah Na+ menentukan volume CES. Dicapai terutama oleh penyesuaian ekskresi Na+ di urine di bawah kontrol aldosteron



Sebelum kita mengalihkan perhatian ke keseimbangan asam-basa, perhatikan Tabel 15-5, yang merangkum regulasi volume dan osmolaritas CES, dua faktor yang penting dalam mempertahankan keseimbangan cairan. Periksa Pemahaman Anda 1 5 . 2 Buatlah grafik yang menunjukkan persentase H2O tubuh yang tersebar di antara berbagai kompartemen utama cairan tubuh. 2. Bandingkan bagaimana volume CES dan osmolaritas CES diatur, dan diskusikan mengapa masing-masing hal ini penting untuk diatur. Bandingkan efek hipertonisitas dan hipotonisitas CES pada volume sel.



15.3



| Keseimbangan Asam Basa



Istilah keseimbangan asam-basa merujuk kepada regulasi akurat konsentrasi ion hidrogen (H+) bebas (yaitu, tidak terikat) dalam cairan tubuh. Untuk menunjukkan konsentrasi suatu bahan kimia, simbolnya dikurung oleh tanda kurung persegi. Karena itu, [H+] menunjukkan konsentrasi H+.



H+ Cl–



(a) Asam kuat (HCI)



Asam mengeluarkan ion hidrogen bebas, sementara basa menerimanya. Asam adalah kelompok khusus bahan yang mengandung hidrogen yang terdisosiasi, atau terurai, ketika berada dalam larutan untuk membebaskan H+ bebas dan anion (ion bermuatan negatif). Banyak bahan lain (misalnya, karbohidrat) juga mengandung hidrogen, tetapi senyawa ini tidak digolong-kan sebagai asam karena hidrogen terikat erat di dalam struktur molekul dan tidak pernah dilepaskan sebagai H+ bebas. Suatu asam kuat memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk terurai dalam larutan dibandingkan dengan asam lemah—yaitu, persentase molekul asam kuat yang terurai menjadi H+ bebas dan anion lebih besar. Asam hidroklorida (HC1) adalah contoh asam kuat; setiap malekul HCI terutai menjadi H+ bebas dan (klorida) jika dilarutkan dalam H2O. Pada asam lemah seperti asam karbonat (H2CO3), hanya sebagian malekul terurai dalam larutan menjadi H+ dan HCO3- (anion bikarbonat). Molekul-molekul H2CO3 sisanya tetap utuh. Karena hanya ion hidrogen bebas yang berkontribusi untuk keasaman suatu larutan, H2CO3 adalah asam yang lebih lemah daripada HC1 karena H2CO3 tidak menghasilkan ion hidrogen bebas per jumlah molekul asam yang ada dalam larutan sebanyak yang dihasilkan oleh HC1 (Gambar 15-5). Tingkat penguraian suatu asam selalu konstan—yaitu ketika dalam larutan, proporsi yang sama dari suatu molekul asam selalu terurai untuk menghasilkan H+ bebas, dengan bagian lainnya selalu tetap utuh. Derajat tetap disosiasi suatu asam tertentu (dalam contoh ini, H2CO3) dinyatakan oleh konstanta disosiasi (K) sebagai berikut. [H1][HCO32]/[H2CO3] 5 K dengan [H+] [HCO3-] mencerminkan konsentrasi ion-ion yang terbentuk dari penguraian H2CO3 [H2CO3] mencerminkan konsentrasi H2CO3 utuh (ti dakterurai ) Konstantadisosiasi berbeda untuk setiap asam. Basa adalah suatu bahan yang dapat berikatan dengan H+ bebas dan karenanya menyingkirkannya dari larutan. Basa kuat dapat mengikat H+ lebih mudah daripada basa lemah.



Tanda pH digunakan untuk menyatakan [H+]. [H+] dalam CES normalnya adalah 4 x 10-8 atau 0,00000004 ekuivalen per liter, sekitar tiga juta kali lebih sedikit daripada [Na+] dalam CES. Konsep pH dikembangkan untuk menyatakan [H+] secara lebih mudah. Secara spesifik, pH sama dengan logaritma (log) berbasis 10 dari kebalikan konsentrasi ion hidragen: pH 5 log 1/[H+] Dua hal penting perlu dicatat tentang formula ini:



HCO3– H+



H2CO3



(b) Asam lemah (H2CO3) KUNCI = Asam yang tidak terurai = H+ bebas



= Anion bebas



Gambar 15-5 Perbandingan asam kuat dan asam lemah. (a) Lima molekul suatu asam kuat. Asam kuat seperti HCI (asam hidroklorida) terurai sempurna menjadi H+ bebas dan anion dalam larutan. (b) Lima molekul asam lemah. Asam lemah seperti H2CO3 (asam karbonat) hanya sebagian terurai menjadi H+ bebas dan anion dalam larutan.



1. Karena [H+] adalah denominator, [H+] yang tinggi bersesuaian dengan pH rendah, dan [H+] yang rendah bersesuaian dengan pH tinggi. Semakin besar [H+], semakin besar angka yang harus dibagi 1 dan semakin rendah pH. 2. Setiap perubahan satu satuan pada pH sebenarnya mencerminkan perubahan 10 kali lipat dalam [H+] karena hubungan logaritmik. Log berbasis 10 menunjukkan berapa kali 10 harus dikalikan dengan dirinya untuk menghasilkan suatu angka. Sebagai contoh, log 10 = 1, sementara log 100 = 2. Angka 10 harus dikalikan dengan dirinya sendiri dua kali untuk menghasilkan 100 (10 x 10 = 100). Angka yang kurang dari 10 memiliki log kurang dari 1. Angka di antara 10 dan 100 memiliki log antara 1 dan 2, demikian seterusnya. Karena itu, setiap satuan perubahan da]am pH menun-jukkan perubahan [H+) sepuluh kali lipat. Sebagai contoh, larutan dengan pH 7 memiliki [H+] 10 kali lebih sedikit daripada larutan dengan pH 6 (perbedaan 1 satuan pH) dan 100 kali lebih sedikit daripada larutan dengan pH 5 (perbedaan 2 satuan pH). LARUTAN ASAM DAN BASA DALAM ILMU KIMIA pH murni adalah 7,0, yang dianggap secara kimiawi sebagai larutan netral. Terjadi disosiasi H2O dalam jumlah amat kecil menjadi ion hidrogen dan ion hidroksil (OH-). Karena menghasilkan ion hidrogen yang asam dan ion hidroksil yang basa dalam jumlah sama, H2O bersifat netral, tidak asam atau basa Larutan dengan pH kurang dari 7 mengandung [H+] lebih tinggi daripada H2O murni



   591



normalnya adalah 7,45, dan pH darah vena 7,35, untuk pH darah rerata 7,4. pH darah vena sedikit lebih rendah (lebih asam) daripada darah arteri karena dihasilkan H+ dari pembentukan H2CO3 dari CO2 yang diserap di kapiler jaringan. Terjadi asidosis jika pH darah turun di bawah 7,35, dan alkalosis jika pH di atas 7,45 (lihat Gambar 15-6b). Perhatikan bahwa titik referensi untuk menentukan status asam-basa tubuh bukan pH yang secara kimiawi netral, yaitu 7,0 tetapi pH normal darah yaitu 7,4. Karena itu, pH darah 7,2 dianggap asidotik meskipun dalam ilmu kimia pH 7,2 dianggap basa. pH arteri yang kurang dari 6,8 atau lebih dari 8,0 tidak memungkinkan hidup. Karena kematian terjadi jika pH arteri terletak di luar kisaran 6,8 dan 8,0 selama lebih dari beberapa detik, [H+] cairan tubuh harus diatur secara cermat.



[OH–] [H+]



Netral 0 (a) Dalam kimia



6.8



6.8



Darah vena



14 8.0



8.0



Darah arleri Norma l



Asidosis



Kematian



6.8



6.9



Alkalosis



Death



7.0



7.1



7.2



7.3



7.4



7.5



7.6



7.7



7.8



7.9



8.0



Kisaran pH yang memungkinkan hidup (b) Di dalam tubuh Gambar 15-6 Perbandingan pH dalam ilmu kimia dan fisiologi. (a) Hubungan pH dengan konsentrasi relatif H+ dan basa (OH-) di bawah kondisi yang secara kimiawi netral, asam, dan basa. (b) Kisaran pH darah di bawah kondisi norrnal, asidosis, dan alkalosis.



Hanya kisaran pH yang sempit yang memungkinkan kehidupan karena bahkan perubahan kecil pada [H+] menimbulkan efek dramatik pada fungsi sel normal, seperti yang ditunjukkan oleh konsekuensi-konsekuensi berikut ini: 1. Perubahan eksitabilitas sel saraf dan otot adalah salah satu manifestasi klinis utama kelainan pH. ■ Efek klinis utama peningkatan [H+] (asidosis) adalah depresi susunan saraf pusat (SSP). Pasien asidosis mengalami disorientasi dan, pada kasus yang parah, akhirnya meninggal dalam keadaan koma. ■ Sebaliknya, efek klinis utama penurunan [H+] (alkalosis) adalah eksitabilitas berlebihan sistem saraf, pertama susunan saraf tepi dan kemudian SSP. Saraf perifer menjadi sangat peka sehingga melepaskan sinyal meskipun tidak ada rangsangan normal. Eksitabilitas berlebihan saranaeren (sensorik) tersebut menimbulkan rasa kesemutan seperti ditusuk jarum. Eksitabilitas berlebihan sara eeren (motorik)



hapter



7.0



pH



Fluktuasi [H+]mengganggu aktivitas saraf, enzim, dan K+.



  



Basa (alkali)



Asam



Rerata



ASIDOSIS DAN ALKALOSIS DALAM TUBUH pH darah arteri



Kensentrasi relatif



dan dianggap asam. Larutan dengan nilai pH lebih besar daripada 7 memiliki konsentrasi [H+) yang lebih rendah dan dianggap basa atau alkali (Gambar 15-6a). Gamhar 15-7 membandingkan nilai pH berbagai larutan umum.



menimbulkan kedutan otot dan, pada kasus yang lebih parah, spasme otot hebat. Alkalosis berat dapat menyebabkan kematian karena spasme otot pernapasan menghambat bernapas. Pasien alkalosis berat juga dapat meninggal akibat kejang karena eksitabilitas berlebihan SSP. Pada keadaan yang lebih ringan, eksitabilitas berlebihan SSP bermanifestasi sebagai kecemasan yang berlebihan. 2. Konsentrasi ion hidrogen menimbulkan pengaruh nyata pada aktivitas enzim. Bahkan penyimpangan ringan [H+] mengubah bentuk dan aktivitas molekul protein. Karena enzim adalah protein, pergeseran keseimbangan asam-basa tubuh mengganggu pola normal aktivitas metabolik yang dikatalisis oleh enzim-enzim ini. 3. Perubahan (H+)memengaruhi kadar K+ tubuh. Saat mereabsorpsi Na+ dari filtrat, sel-sel tubulus ginjal menyekresikan. H+ atau H+ sebagai penukarnya. Dalam keadaan normal, sel-sel tersebut lebih cenderung menyekresikan K+ daripada H+. Karena terdapat hubungan erat antara sekresi H+ dan K+ oleh ginjal, Ketika sekresi H +meningkat untuk mengompensasi asidosis, K+ yang dapat disekresikan lebih sedikit daripada biasanya; sebaliknya, ketika sekresi H+ menurun selama alkalosis,



pH 0



Asam hidroklorida (HCI)



1



Getah lambung (1,0-3,0)



2



Jus lemon, minuman cola, beberapa asam hujan



3



Cuka, bir, anggur, jeruk



4



Tomat Pisang Kopi hitam Roti



Asam



5



Air hujan tipikal



6



Urin (5,0-7,0) Susu (8,6)



7



Air murni [H+]= [OH-] Darah (7,35-7,45)



8



9



Putih telur (8,0) Airlaut(7,8-8,3) Soda kue Detergen fosfat, pemutih, antasid



10



Larutan bersabun Susu magnesia



11



Amonia rumah tangga (10,5-11,9)



Basa



12



Pembersih rambut



13



Pembersih oven



14



Natrium hidroksida (NaOH)



Gambar 15-7 Perbandingan niiai pH berbagai larutan umum.



K+ yang disekresikan lebih banyak daripada normal. Perubahan [K+] di CES yang terjadi dapat menyebabkan abnormalitas jantung, di antara konsekuensi merusak lainnya (lihat h. 561).



Ion hidrogen secara terus-menerus ditambahkan ke cairan tubuh akibat aktivitas metabolik. Seperti konstituen lainnya, pemasukan ion hidrogen harus diseimbangkan dengan pengeluaran yang sama agar [H+] di cairan tubuh konstan. Di sisi pemasukan, hanya sejumlah kecil asam yang mampu terurai untuk menghasilkan H+ tertelan bersama makanan, misalnya asam sitrat lemah yang terdapat



di jeruk. Sebagian besar H+ di dalam cairan tubuh dihasilkan secara internal dari aktivitas metabolik. SUMBER H+ DI TUBUH Dalam keadaan normal, H+ secara terus menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh dari tiga sumber berikut.



1. Pembentukan asam karbonat. Sumber utama H+ adalah dari CO2 yang diproduksi secara metabolik. Oksidasi nutrien di sel menghasilkan energi, disertai CO2 dan H2O sebagai produk akhir. Tanpa pengaruh katalis, CO2 dan H2O membentuk H2CO3 secara perlahan, yang kemudian cepat terdisosiasi parsial untuk menghasilkan H+ bebas dan HCO3-. lambat



cepat



∆ H2CO3 ∆ H+ HCO3 Reaksi pertama yang lambat merupakan langkah penentu kecepatan di dalam plasma, tetapi hidrasi (penggabungan dengan H2O) CO2 sangat dipercepat oleh enzim karbonat anhidrase, yang banyak terdapat pada sel darah merah (lihat h. 519), beberapa sel sekretorik khusus di lambung dan pankreas (lihat h. 639 dan 647), dan sel tubulus ginjal. Di bawah pengaruh karbonat anhidrase (diwakili oleh ka di persamaan selanjutnya), sel-sel ini secara langsung mengubah CO2 dan H2O menjadi H+ dan HCO3- (tanpa produksi H2CO3) sebagai berikut. Langkah 1. Karbonat anhidrase mengatalisis pembentukan HCO3- dari CO2 yang dihasilkan secara metabolik dalam reaksi: CO2 + H2O



ka



CO2 1 OH2 ∆ HCO32 Langkah 2. Air terurai, membentuk lebih banyak OH- yang dapat digunakan pada Langkah 1, menghasilkan H+ pada prosesnya: H2O ∆ OH2 1 H1 Langkah langkah ini dapat diringkas sebagai: ka



CO2 1 H2O ∆ H1 1 HCO32 OH-yang dignakan pada langkah 1 dihasilkan oleh langkah 2 akibatnya, tidak ada kehilangan atau pemasukan OH-, jadi kita dapat mengabaikannya pada persamaan ringkas Reaksi ini reversibel karena dapat berlangsung di kedua arah, bergantung pada konsentrasi bahan-bahan yang terlibat sesuai hukum aksi massa (lihat h. 515). Di dalam kapiler sistemik, kadar CO2 di darah meningkat sewaktu CO2 dari proses metabolisme masuk dari jaringan. Hal ini mendorong reaksi (dengan atau tanpa karbonat anhidrase) ke sisi H+. Di paru, reaksi berbalik: CO2 yang berdifusi dari darah mengalir melalui kapiler paru ke dalam alveolus (kantong udara), untuk kemudian diekspirasikan ke atmosfer. Penurunan CO2 darah yang terjadi mendorong reaksi ke sisi CO2. Ion hidrogen dan HCO3- membentuk kembali H2CO3. CO2 dihembuskan keluar sementara ion hidrogen yang dibentuk di tingkat jaringan dimasukkan ke dalam molekul H2O. Jika sistem pernapasan dapat mengimbangi laju metabolism, tidak terjadi penambahan atau pengurangan neto H. di cairan tubuh dari CO2 yang diproduksi secara metabolik. Namun, jika laju pengeluaran CO2 oleh paru tidak menyamai laju produksi CO2 di tingkat jaringan, akumulasi atau defisit CO2 yang terjadi masing-masing dapat menyebabkan kelebihan atau kekurangan H+ bebas di cairan tubuh.



  593



2. Asam inorganik yang diproduksi selama penguraian nutrien. Protein dalam makanan yang banyak terdapat di daging mengandung sejumlah besar sulfur dan fosfor. Ketika molekulmolekul nutrien ini terurai, dihasilkan asam sulfat dan asam fosfat sebagai produk sampingan. Karena merupakan asam yang agak kuat, kedua asam inorganik ini banyak terurai, melepaskan H+ bebas ke dalam cairan tubuh. Asam juga dihasilkan selama pemecahan protein dalam padi-padian dan produk susu. Sebaliknya, penguraian buah dan sayuran meng-hasilkan basa yang, hingga ke tahap tertentu, menetralkan asam yang berasal dari metabolisme daging, padi-padian, dan produk susu. Namun, secara umum lebih banyak asam daripada basa yang diproduksi selama penguraian makanan sehingga terjadi kelebihan asam. 3. Asam organik yang berasal dari metabolisme antara. Banyak asam organik dihasilkan selama metabolisme antara normal. Sebagai contoh, di-hasilkan asam lemak selama metabolisme lemak, dan asam laktat diproduksi oleh otot sewaktu olahraga berat (lihat h. 299). Asam-asam ini mengalami disosiasi parsial untuk menghasilkan H+ bebas. Karena itu, pembentukan ion hidrogen berlangsung terus menerus akibat aktivitas metabolik yang berkelanjutan. Pada keadaan penyakit tertentu mungkin dihasilkan asam tambahan yang sernakin meningkatkan simpanan total H+ tubuh. Sebagai contoh, pada diabetes melitus dapat di-produksi sejumlah besar asam keto akibat kelainan metabolisme lemak (lihat h. 752 dan 767). Sebagian obat penghasil asam juga dapat menambahkan jumlah total H+ yang harus di-tangani oleh tubuh. Karena itu, pemasukan 1-14 bersifat terus menerus, sangat bervariasi, dan pada hakikatnya tidak diatur. TIGA LINI PERTAHANAN TERHADAP PERUBAHAN [H+] Kunci bagi keseimbangan H+



adalah pemeliharaan alkalinitas normal CES (pH 7,4) meskipun selalu terjadi penambahan asam. H+ bebas yang dihasilkan sebagian besar harus dikeluarkan dari larutan selagi berada di tubuh dan akhirnya harus dikeluarkan sehingga pH cairan tubuh dapat tetap berada dalam kisaran sempit yang memungkinkan hidup. Juga harus terdapat mekanisme yang cepat mengompensasi situasi-situasi ketika CES menjadi terlalu basa. Tiga lini pertahanan terhadap perubahan [H+] bekerja untuk mempertahankan [H+] di cairan tubuh pada kadar hampir tetap meskipun pemasukannya tidak diatur: (1) sistem dapar kimiawi, (2) mekanisme pernapasan untuk mengontrol pH, dan (3) mekanisme ginjal untuk mengontrol pH. Kita akan membahas masing-masing dari metode-metode ini.    BAB15



Sistem dapar kimiawi meminimalkan perubahan pH dengan berikatan dengan atau menghasilkan H+ bebas.



Sistem dapar kimiawi adalah campuran larutan dua senyawa kimia yang meminimalkan perubahan pH ketika asam atau basa ditambahkan ke atau dikeluarkan dari larutan tersebut. Sistem penyangga ini terdiri dari sepasang bahan yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel satu bahan yang dapat menghasilkan H+ sewaktu [H+] mulai turun dan bahan Iain yang dapat mengikat H+ bebas (karenanya mengeluarkannya dari larutan) ketika [H+] mulai meningkat. Contoh penting sistem penyangga semacam ini adalah pasangan dapar asam karbonat-bikarbonat (H2CO3:HCO3-) yang terlibat dalam reaksi reversibel berikut. H2CO3 ∆ H1 1 HCO32 Ketika asam kuat, misalnya HC1, ditambahkan ke dalam suatu larutan tak-berpenyangga, semua H+ yang terurai akan tetap bebas dalam larutan (Gambar 15-8a). Sebaliknya, ketika HC1 ditambahkan ke larutan yang mengandung pasangan dapar H2CO3:HCO3-, HCO3segera berikatan dengan H+ bebas untuk membentuk H2CO3



HCl



Penambahan 3 HCI ke dalam larutan tanpa penyangga



Cl–



ka



CO2 1 OH2 ∆ HCO32



H+ Cl– Na+



Na+



Terdapat 1 H+ bebas



Larutan NaCI tanpa penyangga (a) Penambahan HCI ke dalam larutan dengan penyangga



HCl



Penambahan 3 HCI ke dalam larutan tanpa penyangga



H2CO3 HCO3– Na



Cl– HCO3– H+ H2CO3



+



Na+ Larutan yang mengandung dapar H2CO3: HCO3–



Terdapat 1 H+ bebas



(b) Penambahan HCI ke dalam larutan dengan penyangga Gambar 15-8 Kerja dapar kimiawi. (a) Penambahan HCI ke suatu larutan tanpa penyangga. Semua ion hidrogen (H+) yang ditambahkan tetap berada bebas dan ikut berperan menentukan keasaman larutan. (b) Penambahan HCI ke dalam larutan dengan penyangga. lon bikarbonat (HCO3), anggota basa dari pasangan dapar,



berikatan



sehingga



dengan



sebagian



H+



yang



ditambahkan



tersebut tidak berkontribusi terhadap keasaman larutan.



dan



mengeluarkannya



dari



larutan



(Gambar 15-8b). H2CO3 lemah ini hanya sedikit terurai dibandingkan dengan penurunan mencolok pH yang terjadi jika sistem dapar tidak ada dan tambahan H+ tetap berada bebas tidak terikat. Pada kasus yang sebaliknya, ketika pH larutan mulai meningkat akibat penambahan basa atau pengurangan asam, anggota pasangan dapar penghasil H+, H2CO3, membebaskan H+ untuk mengurangi peningkatan pH. Tubuh memiliki empat sistem dapar: (1) sistem dapar H2CO3:HCO3-, (2) sistem dapar protein, (3) sistem dapar hemoglobin, dan (4) sistem dapar fosfat. Masing-masing sistem ini memiliki peran penting, seperti yang diuraikan selanjutnya (Tabel 15-6).



Pasangan dapar H2CO3:HCO3- adalah dapar utama CES untuk asam non-karbonat.



Pasangan dapar H2CO3:HCO3- adalah sistem dapar terpenting di CES untuk menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh kausa di luar fluktuasi H2CO3 yang dihasilkan oleh CO2. Ini adalah sistem penyangga CES yang efektif karena dua sebab. Pertama, H2CO3 dan HCO3- banyak ditemukan di CES sehingga sistem ini cepat menahan perubahan pH. Kedua, dan yang lebih penting, setiap komponen dari pasangan dapar ini diatur secara ketat. Ginjal mengatur HCO3-, dan sistem pernapasan mengatur CO2, yang menghasilkan H2CO3. Dengan demikian, di tubuh sistem dapar H2CO3:HCO3- mencakup keterlibatan CO2 CO2 1 H2O ∆ H2CO3 ∆ H1 1 HCO32 Ketika H+ baru ditambahkan ke plasma dari sumber atau pun di luar CO2 (misalnya, melalui pembebasan asam laktat ke dalam CES dari otot yang berolahraga), reaksi di atas terdorong ke sisi kiri persamaan. Karena berikatan dengan HCO3-, H+ ekstra tersebut tidak lagi berkontribusi pada keasaman cairan tubuh sehingga tidak terjadi peningkatan [H+]. Dalam situasi sebaliknya, ketika [H+] plasma kadang ❚ TABEL 15-6 Dapar



Utamanya



Kimiawi dan Peran



M sistem dapar H2CO3: HCO32



Dapar CES utama terhadap perubahan non-asam karbonat



Protein



Dapar CIS utama; juga menyangga CES



Sistem Dapar Hemoglobin



Dapar utama terhadap perubahan asam karbonat



Fosfat



Dapar urine yang penting; juga menyangga CIS



turun di bawah normal oleh sebab di luar perubahan CO2 (misalnya hilangnya HCl yang berasal dari plasma di getah lambung sewaktu muntah), reaksi terdorong ke sisi kanan persamaan. CO2 yang larut



muntah), reaksi terdorong ke sisi kanan persamaan. CO2 yang larut dan H2O di plasma membentuk H2CO3, yang menghasilkan H+ untuk menarnbah kekurangan H+. Dalam melakukannya, sistem dapar 1-12CO3:HCO3- menahan turunnya [H+]. Sistem ini tidak dapat menyangga perubahan pH yang ditimbulkan oleh fluktuasi H2CO3. Sistem dapar tidak dapat menyangga dirinya sendiri. Perhatikanlah, sebagai contoh, situasi ketika [H+] plasma meningkat akibat retensi CO, karena gangguan pernapasan. Peningkatan CO, mendorong reaksi ke kanan sesuai hukum aksi massa, meningkatkan [H+]. Peningkatan [H+] terjadi akibat reaksi yang terdorong ke kanan akibat peningkatan CO2 sehingga peningkatan [H+] tidak dapat mendorong reaksi ke kiri untuk menyangga peningkatan [H+]. Hanya jika peningkatan [H+] ditimbulkan oleh mekanisme lain di luar akumulasi CO, barulah sistem penyangga ini dapat digeser ke sisi CO, persamaan dan secara efektif menurunkan [H+]. Demikian juga, dalam situasi yang berlawanan, sistem dapar H2CO3:HCO3- tidak dapat mengompensasi penurunan [Ht] dari defisit CO, dengan menghasilkan lebih banyak H2CO3 penghasil H+ ketika masalahnya adalah kekurangan CO, penghasil H2CO3. Tersedia mekanisme lain, yang akan segera dijelaskan, untuk menahan fluktuasi pH yang ditimbulkan oleh perubahan kadar CO,. PERSAMAAN HENDERSON-HASSELBALCH Hubungan antara [H+] dan anggota-anggota pasangan dapar dapat dinyatakan sesuai persamaan Henderson-Hasselbalch, yang untuk sistem dapar H2CO3:HCO3- adalah sebagai berikut. pH 5 pK 1 log[HCO32]/[H2CO3] Meskipun Anda tidak perlu mengetahui manipulasi matematis yang digunakan, pemahaman tentang bagaimana rumus ini diturunkan akan bermanfaat. Ingat kembali bahwa konstanta disosiasi K untuk asam H2CO3 adalah [H1][HCO32]/[H2CO3] 5 K



dan bahwa hubungan antara pH dan [H+] adalah pH 5 log 1/[H1] Kemudian, dengan menggunakan rumus konstanta disosiasi untuk [H+] (yaitu, [H+] = K x [H2CO3]/[HCO3-]) dan mengganti angka ini untuk [H+] dalam rumus, akan diperoleh persamaan Henderson-Hasselbalch. Secara praktis, [H2CO3] mencerminkan secara langsung konsentrasi CO, terlarut sehingga disebut sebagai [CO2] terlarut karena sebagian besar CO dalam plasma diubah menjadi H2CO3. (Konsentrasi CO, terlarut ekuivalen dengan PCO2, seperti dijelaskan di bab tentang pernapasan.) Karena itu, persamaan menjadi pH 5 pK 1 log[HCO32]/[CO2] pK adalah logaritma 1/K, dan seperti K, pK selalu sama untuk suatu asam. Untuk H2CO3, pK adalah 6,1. Karena pK selalu konstan, perubahan pH berkaitan dengan perubahan rasio antara [HCO3-] dan [CO2].



   595



Dalam keadaan normal, rasio antara [HCO3-] dan [CO2] di CES adalah 20:1; yaitu terdapat 20 kali lebih banyak HCO3- daripada CO2. Kita memasukkan rasio ini ke dalam rumus kita: pH 5 pK 1 log[HCO32]/[CO2] 5 6.1 1 log 20/1 ■



Log 20 adalah 1,3. Karena itu, pH = 6,1 + 1,3 = 7,4, yaitu pH normal plasma. ■ Jika rasio [HCO3-] terhadap [CO2] meningkat melebihi 20/1, pH meningkat. Dengan demikian, baik peningkatan [HCO3-] maupun penurunan [CO,], keduanya akan meningkatkan rasio [HCO3]/[CO2] jika komponen lain tidak berubah, menggeser keseimbangan asam basa ke sisi basa. ■ Sebaliknya, ketika rasio [HCO3-]/[CO2] berkurang di bawah 20/1, pH turun menuju ke sisi asam. Hal ini dapat terjadi jika [HCO3-] menurun atau [CO2] meningkat sementara komponen lain tidak berubah. Karena [HCO3-] diatur oleh ginjal dan [CO2] oleh paru, pH plasma dapat digeser naik atau turun oleh pengaruh ginjal dan paru. Ginjal dan paru masing-masing mengatur pH (dan karenanya [H+] bebas) terutama dengan mengontrol [HCO3-] dan [CO2] plasma untuk memulihkan rasio keduanya ke normal. Dengan demikian, [HCO3− ] yang dikontrol oleh fungsi ginjal [CO2 ] yang dikontrol oleh fungsi paru Karena hubungan ini, baik ginjal dan paru tidak saja bekerja sarria dalam mengontrol pH, tetapi disfungsi ginjal dan paru juga dapat menyebabkan ketidakseimbangan asam-basa dengan mengubah rasio [HCO3-]/ [CO2]. Kita akan menggunakan prinsip ini saat kita meneliti kontrol sistem pernapasan dan ginjal atas pH dan kelainan asam-basa pada bagian selanjutnya bab ini. Saat ini kita akan melanjutkan pembahasan tentang peran berbagai sistem dapar. pH ~



Sistem dapar protein terutama penting di dalam sel.



Penyangga yang paling banyak terdapat di cairan tubuh adalah protein, termasuk protein intrasel dan protein plasma. Protein adalah penyangga yang sangat baik karena mengandung gugus asam dan basa yang dapat menyerahkan atau menyerap H+. Secara kuantitatif, sistem protein sangat penting dalam menyangga perubahan [H+] di CIS karena besarnya jumlah protein intrasel. Protein plasma yang jumlahnya lebih terbatas bersifat memperkuat sistem H2CO3:HCO3- dalam pendaparan ekstrasel.



Sistem dapar hemoglobin menyangga yang dihasilkan dari CO2. Hemoglobin (Hb) menyangga H+ yang dihasilkan dari CO2 yang diproduksi secara metabolik dalam transit antara jaringan dan paru. Di tingkat kapiler sistemik, CO2 secara terus menerus berdifusi ke dalam darah dari sel-sel jaringan tempat gas ini dihasilkan. Sebagian besar CO2 ini, bersama dengan H2O, membentuk H+ dan HCO3- di bawah pengaruh karbonat



  BAB15



anhidrase di dalam sel darah merah. Sebagian besar H+ yang dihasilkan dari CO2 di tingkat jaringan akan terikat ke Hb tereduksi dan tidak lagi berkontribusi untuk keasaman cairan tubuh (lihat h. 520). Jika tidak terdapat Hb, darah akan menjadi terlalu asam setelah menyerap CO2 di jaringan. Dengan kemampuan sistem Hb yang sangat besar untuk mendapar, darah vena hanya sedikit lebih asam daripada darah arteri meskipun terdapat CO2 penghasil H+ dalam jumlah besar di darah vena. Di paru, reaksi berbalik dan CO2 yang terbentuk dihembuskan keluar.



Sistem dapar fosfat penting sebagai penyangga di urine.



Sistem dapar fosfat terdiri dari garam fosfat (NaH2PO4) yang asam yang dapat mendonasikan H+ bebas ketika [H+] turun dan garam fosfat basa (Na2HPO4) yang dapat menerima H+ bebas ketika [H+] meningkat. Pada dasarnya pasangan dapar ini dapat mengganti H+ untuk Na+ sesuai yang diperlukan oleh [H+] Na2HPO4 1 H1 ∆ NaH2PO4 1 Na1 Meskipun pasangan fosfat adalah dapar yang baik, konsentrasinya di CES agak rendah sehingga kurang penting sebagai penyangga CES. Karena fosfat paling banyak di dalam sel, sistem ini berperan secara signifikan dalam pendaparan intrasel, hanya disaingi oleh protein intrasel yang jumlahnya lebih banyak. Hal yang lebih penting, sistem fosfat berfungsi sebagai penyangga urine yang sangat baik. Manusia normalnya me-ngonsumsi lebih banyak fosfat daripada yang dibutuhkan. Kelebihan fosfat yang difiltrasi melalui ginjal tidak direabsorpsi tetapi tetap berada di cairan tubulus untuk diekskresikan (karena ambang ginjal untuk fosfat terlampaui; lihat h. 557). Fosfat yang diekskresikan ini mendapar urine selagi terbentuk dengan mengeluarkan H+ yang disekresikan ke dalam cairan tubulus. Tidak ada sistem penyangga cairan tubuh lainnya yang ada di cairan tubulus untuk melakukan pendaparan urine selama pembentukannya. Sebagian besar atau semua HCO3- dan CO2 (alias H2CO3) yang difiltrasi direabsorpsi, sementara Hb dan protein plasma bahkan tidak difiltrasi.



Sistem dapar kimiawi bekerja sebagai lini pertahanan pertama terhadap perubahan [H+]



Semua sistem dapar kimiawi bekerja dengan segera, dalam waktu sepersekian detik, untuk memperkecil perubahan pH. Jika [H+] berubah, reaksi-reaksi kimia reversibel sistem dapar yang terlibat segera bergeser (sesuai hokum aksi massa) untuk mengompensasi perubahan [H+] Karena itu, sistem dapar adalah lini pertama pertahanan terhadap perubahan [H+] karena merupakan mekanisme pertama yang berespons.



Melalui mekanisme pendaparan, sebagian besar ion hidrogen tampaknya lenyap dari cairan tubuh antara waktu pembentukan dan eliminasinya. Namun, perlu ditekankan bahwa tidak ada sistem dapar kimiawi yang sebenarnya mengeliminasi H+ dari tubuh. Ion-ion ini hanya dikeluarkan dari larutan dengan digabungkan ke dalam salah satu anggota pasangan dapar sehingga ion hidrogen tersebut tidak berkon-tribusi terhadap keasaman cairan tubuh. Karena setiap sistem dapar memiliki kapasitas terbatas untuk menyerap H+, H+ yang terus menerus diproduksi akhirnya harus dieliminasidari tubuh jika tidak



tidak dikeluarkan pada akhirnya Ā segera semua sistem penyangga airan Ātubuh akan terikat ke H+ dan tidak lagi terdapat kemampuan pendaparan. Mekanisme pernapasan dan ginal Ādalam mengontrol pH sebenarnya mengeliminasi asam dari tubuh dan bukan sekedar menekannya tetapi kedua mekansime ini berespons lebih lambat daripada sistem dapar kimiai. Kini kita akan mengalihkan perhatian pada pertahanan terhadap perubahan keseimbangan asam-basa ini.



Sistem pernapasan mengatur [H+] dengan mengontrol laju pengeluaran CO2. Sistem pernapasan berperan penting dalam keseimbangan asam-basa melalui kemampuannya mengubah ventilasi paru dan karenanya mengubah ekskresi CO2 penghasil asam. Tingkat aktivitas pernapasan sebagian diatur oleh [H+] arteri, sebagai berikut (Tabel 15-7). Peningkatan [H+] arteri akibat kausa non-respiratorik (metabolik) merangsang pusat pernapasan di batang otak untuk meningkatkan ventilasi paru (kecepatan pertukaran gas antara paru dan atmosfer; lihat h. 528). Seiring dengan peningkatan kecepatan dan kedalaman napas, lebih banyak CO2 dihembuskan keluar. Karena hidrasi CO2 membentuk H+, pengeluaran CO2 pada hakikatnya menghilangkan asam dari sumber ini di tubuh, menghilangkan kelebihan asam yang berasal dari sumber non-pernapasan. ■ Sebaliknya, ketika [H+] arteri turun, ventilasi paru berkurang. kibat Ā pernapasan yang lebih dangkal dan lambat, CO2 yang diproduksi oleh metabolisme berdifusi dari sel ke darah lebih cepat daripada pengeluarannya dari darah oleh paru sehingga teradi Āakumulasi CO2 penghasil asam di darah, memulihkan [H+] menuju normal. ■



Paru sangat penting dalam mempertahankan [H+]. Setiap hari organ ini mengeluarkan H+ yang berasal dari CO2 dari cairan tubuh dalam umlah Ā100 kali lebih banyak daripada yang dikeluarkan oleh ginal Ādari sumber di luar H+-CO2. Selain itu, sistem pernapasan, melalui kemampuannya mengatur [CO2] arteri, dapat menyesuaikan umlah ĀH+ yang ditambahkan ke cairan tubuh dari sumber ini sesuai kebutuhan untuk memulihkan pH ke arah normal ketika teradi Āfluktuasi [H+] dari sumber selain H+-CO2.



Sistem pernapasan berfungsi sebagai lini kedua pertahanan terhadap perubahan [H+]



egulasi Ā oleh sistem pernapasan bekera Ādengan kecepatan sedang, aktif hanya ika Āsistem dapar saa Ātidak mampu meminimalkan perubahan [H+]. Jika terjadi penyimpangan [H+], sistem dapar segera berespons, sementara penyesuaian pada ventilasi memerlukan beberapa menit sebelum dimulai. Jika penyimpangan [H+] tersebut tidak cepat dan tuntas dikoreksi oleh sistem dapar, sistem pernapasan beraksi dalam beberapa menit kemudian sehingga berfungsi sebagai ini kedua pertahanan terhadap perubahan [H+]. Sistem pernapasan sendiri dapat mengembalikan pH hanya 50% hingga 75 Ā ke normal. Ketidakmampuan sistem pernapasan mengompensasi secara penuh ketidakseimbangan asam-basa yang disebabkan oleh faktor di luar sistem pernapasandisebabkanoleh dua alasan. Pertama, selama kompensasi respiratorik terhadap suatu penyimpangan pH, kemoreseptor perifer, yang meningkatkan ventilasi sebagai respons terhadap peningkatan [H+] arteri, dan kemoreseptor sentral, yang meningkatkan ventilasi sebagai respons terhadap peningkatan [CO2] (dengan memantau yang dihasilkan oleh CO2 di CS Āotak; lihat h. 527), bekera Āsecara terpisah. ayangkan Āapa yang teradi Āsebagai respons terhadap asidosis yang ditimbulkan oleh kausa non-respirasi. Ketika mendeteksi peningkatan [H+] arteri, kemoreseptor perifer secara refleks merangsang pusat pernapasan untuk meningkatkan ventilasi sehingga lebih banyak CO2 pembentuk asam yang dibuang keluar. amun, Ā sebagai respons terhadap penurunan CO2, kemoreseptor sentral mulai menghambat pusat pernapasan. engan Ā melaan Ā kera Ā kemoreseptor perifer, kemoreseptor sentral menghentikan peningkatan kompensatorik ventilasi sebelum pH kembali ke normal. Kedua, gaya pendorong untuk peningkatan kompensatorik ventilasi berkurang seiring dengan bergeraknya pH menuu Ā normal. entilasi Ā ditingkatkan oleh kemoreseptor perifer sebagai respons terhadap peningkatan [H+] arteri, tetapi seiring dengan berkurangnya [H+] secara gradual akibat peningkatan pengeluaran CO2 penghasil H+, respons ventilasi yang semula meningkat juga secara bertahap berkurang. Ketika perubahan [H+] berakar dari fluktuasi [CO2] yang ditimbulkan oleh gangguan pernapasan, mekanisme pernapasan sama sekali tidak berperan mengontrol pH. Sebagai contoh, ika Ā terjadi asidosis karena akumulasi CO2 akibat penyakit paru, paru



❚ TABEL 15-7 PenyesuaianSistem



Pernapasan Terhadap Asidosis dan Alkalosis yang Ditimbuikan oleh Kausa Non-Respirasi







pH Normal



Asidosis non-respiratorik (metabolik)



Alkalosis non-respiratorik (metabolik)















Normal























Keseimbangan Cairan dan Asam Basa 597



paru yang sakit tidak mungkin mengompensasi asidosis dengan meningkatkan kecepatan pembuangan CO2. Sistem penyangga (selain H2CO. :HCO3-) plus regulasi ginjal adalah satu-satunya mekanisme yang tersedia untuk melawan kelainan asam-basa yang disebabkan oleh faktor pernapasan. Marilah kita lihat bagaimana ginjal membantu memperrahankan keseimbangan asam-basa.



Ginjal menyesuaikan laju ekskresi mengubah tingkat sekresi H+.



H+



dengan



injal Āmengontrol p Ā airan Ātubuh engan Āmenyesuaikan tiga faktor yang saling berkaitan Ā(1) ekskresi . +, (2) ekskresi HCO3-, dan (3) sekresi amonia (NH3). Kita akan meneliti masing-masing mekanisme ini dengan lebih terperinci. Asam secara terus menerus ditambahkan ke dalam cairan tubuh akibat aktivitas metabolik, tetapi H+ yang dibentuk ini tidak boleh dibiarkan menumpuk. Meskipun sistem dapar tubuh dapat menahan perubahan pH dengan mengeluarkan H+ dari larutan, produksi menetap produk-produk metabolik yang bersifat asam akhirnya akan melampaui kemampuan sistem dapar. Karena itu, H+ yang terus-menerus dibentuk akhirnya harus dikeluarkan dari tubuh. Paru hanya dapat mengeluarkan H+ yang dihasilkan oleh CO2 dengan mengeliminasi CO2. Tugas mengeliminasi H+ yang berasal dari asam sulfur, fosfat, laktat, dan yang lain berada di ginjal. Selain itu, ginjal juga dapat membuang H+ tambahan yang berasal dari CO2. Semua H+ yang difiltrasi diekskresikan, tetapi sebagian besar H+ yang diekskresikan memasuki urine melalui sekresi. Ingat kembali bahwa laju filtrasi H+ sama dengan [H+] dikalikan dengan LFG. Karena [H+] plasma sangat rendah (lebih kecil daripada H2O murni kecuali selama asidosis berat, saat pH turun di bawah 7,0), laju filtrasinya juga sangat rendah. Jumlah H+ terfiltrasi yang sangat kecil ini diekskresikan di urine. Namun, sebagian besar H+ yang diekskresikan masuk ke cairan tubulus melalui sekresi aktif oleh sel tubulus dari plasma kapiler peritubulus ke dalam lumen tubulus. Tubulus proksimal, distal, dan koligentes menyekresikan H+. Karena ginjal normalnya mengekskresikan H+, urine biasanya asam, dengan pH rerata 6,0. Proses sekresi H+ dimulai di sel tubulus dengan CO2 dari tiga sumber: CO2 berdifusi ke dalam sel tubulus dari (1) plasma atau (2) cairan tubulus atau (3) CO2 yang diproduksi secara metabolik di dalam sel tubulus. CO2 dan H2O, dikatalisis oleh karbonat anhidrase di dalam sel tubulus, membentuk H+ dan HCO3-. Untuk menyekresikan H+, suatu pengangkut dependen energi di membran luminal kemudian membawa H+ keluar sel menuju lumen tubulus. Pengangkut membran luminal berbeda di berbagai bagian nefron MEKANISME SEKRESI H+ GINJAL Di TUBULUS PROKSIMAL Di tubulus proksimal, H+ disekresi oleh transpor



aktif primer melalui pompa H+ ATPase (h. 78) dan juga melalui transpor aktif sekunder melalui antiporter Na+-H+ (lihat h. 80).



   BAB15



Antiporter memindahkan Na+ yang berasal dari filtrat glomerolus dalam arah yang berlawanan dengan sekresi H+, jadi sekresi H+ dan reabsorpsi Na+ terkait secara parsial di tubulus proksimal. MEKANISME SEKRESI H+ GINJAL PADA TUBULUS DISTAL DAN KOLIGENTES Ingat kembali bahwa dua sel berlokasi di



tubulus distal dan koligentes, yaitu sel prinsipal dan sel interkalasi (lihat h. 554). Sel prinsipal adalah salah satu yang sudah Anda kenal. Sel-sel ini berperan penting dalam keseimbangan Na+ (dan karenanya Cl-, yaitu garam) dan K+ di bawah pengaruh aldosteron. Mereka juga merupakan sel yang berperan dalam mempertahankan keseimbangan H2O di bawah pengaruh vasopresin. Sel interkalasi, yang tersebar di antara sel prinsipal, berperan dalam pengaturan halus keseimbangan asam basa. Terdapat dua jenis sel interkalasi, Tipe A (yang lebih banyak) dan Tipe B Sel interkalasi tipe A merupakan sel penyekresi H+, pereabsorpsi HCO3-, dan pereabsorpsi K+. Mereka menyekresi H+ secara aktif ke dalam lumen tubulus melalui dua jenis mekanisme transpor aktif primer: Pompa H+ ATPase dan pompa K+-H+ ATPase. Pompa K+-H+ ATPase menyekresi H+ sebagai pertukaran terhadap penyerapan K+. Kedua jenis pengangkut ini berlokasi di membran luminal sel tipe A (Gambar 15-9). HCO3- dihasilkan dalam proses pembentukan H+ dari CO2 di bawah pengaruh karbonat anhidrase yang memasuki darah (direabsorpsi) sebagai pertukaran terhadap Cl- pada membran basolateral melalui antiporter CI--HCO3-. ■ Sel interkalasi tipe B merupakan sel penyekresi K+, penyekresi HCO3-, dan pereabsorpsi H+, aksinya berlawanan dengan sel Tipe A. Berkebalikan dengan sel A, pompa H+ ATPase dan pompa K+-H + ATPase aktif berlokasi di membran basolateral dan antiporter CI--HCO3- terletak pada membran luminal. Dalam hal ini, ketika H+ dan HCO3- dihasilkan dari hidrasi CO2 di bawah pengaruh karbonat anhidrase, HCO3- bergerak ke dalam lumen tubulus (disekresi) sebagai pertukaran terhadap Cl-, dan H+ direabsorpsi menuju plasma sebagai pertukaran terhadap menembus membran basolateral (Gambar 15-10). Walaupun K+ secara aktif disekresi oleh sel interkalasi Tipe B, secara kuantitatif lebih banyak K+ yang disekresi secara aktf oleh sel prinsipal di bawah pengaturan aldosteron. Sel interkalasi Tipe A lebih aktif dibandingkan sel inter-kalasi Tipe B dalam situasi normal, dan aktivitasnya bahkan meningkat selama asidosis. Sel interkalasi Tipe B menjadi lebih aktif selama alkalosis. ■



Ginjal menahan atau mengekskresikan HCO3bergantung pada [H+] plasma.



Sebelum dieliminasi oleh ginjal, sebagian besar yang berasal dari asam non-karbonat didapar oleh HCO3- plasma. Karena itu, penanganan keseimbangan asam-basa oleh ginjal juga melibatkan penyesuaian ekskresi HCO3-, bergantung pada jumlah H+ dalam plasma



Lumen tubulus



Plasma kapiler peritubulus



Sel interkaiasi tipe A tubulus



K+ yang difiltrasi



ATP



HCO3- yang difiltrasi + H+



H+



HCO3–



ATP



ka OH–



ka



H2CO3



H+ H2O + CO2



+



HCO3yang "direabsorpsi"



Cl– CO2



OH–



CO2



Metabolisme sel



H2 O



KUNCI ka



= karbonat anhidrase



ATP



= Transpor aktif



Gambar 15-9 Sekresi ion hidrogen digabungkan dengan absorpsi bikarbonat di sel interkalasi Tipe A. Pornpa penyekresi H+ berlokasi di membran luminal, dan antiporter pereabsorpsi HCO3- berlokasi di membran basolateral. Karena



= Transpor aktif sekunder = Difusi pasif = Reaksi kimia = Dikatalisis oleh ka terikat-membran



hilangnya satu HCO3-yang terfiltrasi dari cairan tubulus diimbangi oleh kemunculan satu HCO3- lain di plasma, HCO3- dianggap telah "direabsorpsi".



Ginjal mengatur [HCO3- Āplasma melalui tiga mekanisme yang suatu bentuk karbonat anhidrase yang terdapat di permukaan saling berkaitan: (1) reabsorpsi bervariasi HCO3- yang terfiltrasi membran luminal, , H2CO3 terurai menjadi CO2 dan H2O di kembali ke plasma dalam hubungannya dengan sekresi H+, (2) dalam filtrat. idak seperti HCO3-, CO2 dapat dengan mudah penambahan bervariasi HCO3- baru ke plasma dalam menembus membran sel tubulus. Di dalam sel, CO2 dan H2O, hubungannya dengan sekresi H+, dan (3) Sekresi ber-variasi HCO3 di bawah pengaruh karbonat anhidrase intrasel, membentuk dalam kaitannya dengan reabsorpsi H+. Dua mekanisme pertama dan HCO3-. Karena dapat menembus membran basolateral penanganan HCO3- oleh ginjal tidak mungkin tidak berkaitan sel tubulus dengan memakai antiporter CI--HCO3-, HCO3+ dengan sekresi H , terutama oleh sel tubulus proksimal dan, berdifusi keluar sel menuju plasma kapiler peritubulus. dengan tingkat yang lebih rendah, oleh sel interkalasi ipe Ā. ĀSetiap Sementara itu, H+ yang terbentuk disekresikan seara Āaktif. + kali satu H disekresikan ke dalam airan Ātubulus, satu HCO3arena HCO3- yang lenyap dari airan Ātubulus disertai oleh seara Ā bersamaan dipin-dahkan ke dalam plasma kapiler kemunulan HCO3- baru di plasma, pada hakikatnya HCO3peritubulus. Apakah HCO3- yang terfiltrasi akan direabsorpsi atau telah "direabsorpsi". Meskipun HCO3- yang masuk ke plasma terjadi penambahan HCO3- baru ke plasma yang Plasma kapiler Sel interkalasi Tipe B tubulus peritubulus berkaitan dengan sekresi H+ bergantung pada Lumen tubulus apakah terdapat HCO3- yang difiltrasi di airan Ā tubulus untuk bereaksi dengan H+ yang K+ disekresikan. ATP PENGGABUNGAN REABSORPSI HCO3DENGAN SEKRESI H+ ikarbonat difiltrasi



seara Ābebas, tetapi karena membran luminal sel tubulus impermeabel terhadap HCO3yang difiltrasi tersebut, bahan ini tidak dapat berdifusi ke dalam sel. arena itu, reabsorpsi HCO3- harus berlangsung seara taklangsung. ita akan menggunakan sel interkalasi tipe A sebagai ontoh (lihat Gambar 15-9). Sebuah ion hidrogen yang disekresikan ke dalam airan Ā tubulus berikatan dengan HCO3- yang difiltrasi untuk membentuk H2CO3. Di baah pengaruh



HCO3–



Cl– CO2



HCO3–



H+



ka +



H+ ATP



OH– Cl– OH–



Diekskfesikan di urin



H+



H2O Metabolisme sel



CO2



Gambar 15.10 Sekresi bikarbonat digabungkan dengan reabsorpsi ion hidrogen di sel interkalasi Tipe B. Antiporter penyekresi HCO3- berlokasi di membran luminal, dan pompa pereabsorpsi H+ berlokasi di membran basolateral.



   599



Plasma kaplier tidak sama dengan HCO3- yang terfiltrasi, hasil Lumen tubulus Sel tubulus peritubulus akhir sama seperti jika HCO3- direabsorpsi secara langsung. Langkah yang sama juga terlibat dalam HCO3– – + HPO42- yang terfiltrasi + H+ reabsorpsi HCO3- di sel tubulus proksimal, HCO H 3 “Baru” ATP kecuali selain memiliki antiporter CI--HCO3ka basolateral, sel-sel ini juga memiliki banyak CO2 + simporter Na+-HCO3- basolateral yang secara OH– H H22PO PO44– bersamaan mereabsorpsi Na+ dan HCO3-. Dalam keadaan normal, ion hidrogen yang H+ OH– CO2 disekresikan ke dalam cairan tubulus sedikit lebih Diekskresikan banyak daripada ion bikar-bonat yang difiltrasi. Metabolisme H2 O di urin sel Karena itu, semua HCO3- yang difiltrasi biasanya + direabsorpsi karena di cairan tubulus tersedia H yang disekresikan untuk berikatan dengannya untuk membentuk CO2 yang sangat mudah diserap. Sebagian besar H+ yang disekresikan Gambar 15-11 Sekresi dan ekskresi ion hidrogen yang digabungkan dengan penambahan HCO3berikatan dengan HCO3- dan tidak diekskresikan baru ke plasma. H+ yang disekresikan tidak berikatan dengan HPO42- yang terfiltrasi dan selanjutnya tidak karena "digunakan" dalam reabsorpsi HCO3-. diekskresikan hingga semua HCO3- yang terfiltrasi "direabsorpsi", seperti diperlihatkan di Gambar 15-9. Jika semua HCO3- yang terfiltrasi telah berikatan dengan H+ yang disekresikan, sekresi lebih lanjut akan Namun, kelebihan sedikit H+ yang tidak ber- diekskresikan di urine, terutama bersama dengan penyangga urine misalnya fosfat basa. Ekskresi H+ ikatan dengan HCO3- akan diekskresikan di urine. digabungkan dengan kemunculan HCO3- baru di plasma. HCO3- "baru" mencerminkan penambahan neto dan bukan sekedar penggantian HCO3- yang Laju ekskresi H+ normal ini seimbang + dengan laju normal pembentukan H non-asam reabsorpsi H+ Kedua kerja ini secara bersama-sama karbonat. menurunkan ekskresi H+ di urine. Sekresi H+ yang diekskresikan digabungkan dengan penambahan Karena reaksi kimia bagi sekresi H+ dimulai dengan CO2, HCO3- baru ke plasma, berbeda dari sekresi H+ yang digabungkan laju yang akan diteruskan juga dipengaruhi oleh [CO2]. dengan reabsorpsi HCO3- dan tidak diekskresi-kan, melainkan ■ Ketika [CO2] plasma meningkat, laju sekresi H+ menyatu dengan molekul H2O yang dapat direabsorpsi. Jika semua juga mengikutinya. HCO3- yang difiltrasi telah direabsorpsi dan terdapat tambahan sekresi H+ yang dihasilkan dari penguraian H2CO3, HCO3- yang ■ Sebaliknya, laju sekresi H+ melambat ketika [CO2] diproduksi melalui reaksi ini berdifusi ke dalam plasma sebagai plasma turun di bawah normal. HCO3- "baru", Disebut "baru" karena kemunculannya dalam plasma Respons ini sangat penting dalam kompensasi ginjal bagi tidak berkaitan dengan reabsorpsi HCO3- yang difiltrasi (Gambar 1 kelainan asam basa yang melibatkan perubahan H2CO3 yang + -1 . Sementara itu, H yang dise-kresikan berikatan dengan dapar disebabkan oleh gangguan pernapasan. Oleh sebab itu, ginjal urine, khusus-nya fosfat basa (HPO42-) dan kemudian diekskresikan. dapat menyesuaikan ekskresi H+ untuk mengompensasi perubahan asam karbonat dan non-karbonat. PENANGANAN H+ OLEH GINJAL SELAMA ASIDOSIS DAN



ALKALOSIS Ginjal mampu menjalankan kontrol yang baik atas pH tubuh. Penanganan ginjal terhadap H+ dan HCO3- terutama bergantung pada efek langsung status asam basa plasma pada sel tubulus ginjal. Dalam keadaan normal, sel tubulus proksimal dan sel interkalasi tipe A secara dorninan aktif, memicu sekresi neto H+ dan reabsorpsi HCO3-. Pola aktivitas ini disesuaikan ketika pH menyimpang dari nilai normal (set point). Mari kita lihat pengaruh asidosis dan alkalosis pada sekresi H+ (Gambar 15-12): ■ Ketika [H+] plasma yang melalui kapiler peritubulus meningkat di atas normal, sel tubulus proksimal dan sel interkalasi tipe A berespons dengan menyekresi sejumlah H+ yang lebih banyak daripada normal dari plasma ke dalam cairan tubulus untuk diekskresikan melalui urine. + ■ Sebaliknya, ketika [H ] plasma lebih rendah daripada normal, ginjal + memelihara H dengan megurangi sekresinya oleh sel proksimal dan sel interkalasi tipe A. Selain itu, sel interkalasi tipe B menjadi lebih aktif untuk mengompensasi alkalosis dengan meningkatkan



   BAB15



PENANGANAN 1-1CO3- DI GINJAL SELAMA ASIDOSIS DAN ALKALOSIS Ketika [H+] plasma meningkat selama



asidosis, Iebih banyak H+ yang disekresikan daripada normal. Pada saat yang sama, jumlah HCO3- yang terfiltrasi lebih rendah daripada normal karena lebih banyak HCO3- plasma yang digunakan dalam pendaparan kelebihan H+ di CES. Peningkatan ketidakseimbangan antara HCO3- yang difiltrasi dan H+ yang disekresi rnemiliki dua konsekuensi. Pertama, lebih banyak H+ yang disekresikan diekskresikan di urine karena lebih banyak ion hidrogen yang masuk ke cairan tubulus pada saat kebutuhan akan ion ini lebih sedikit untuk mereabsorpsi penurunan jumlah HCO3- yang terilftrasi. Dengan cara ini, kelebihan H+ dielirninasi dari tubuh, menyebabkan urine menjadi lebih asam daripada normal. Kedua, karena ekskresi H+ dikaitkan dengan penambahan HCO3- baru ke plasma, lebih banyak HCO3- daripada biasanya yang masuk ke plasma melalui ginjal. Tambahan HCO3- ini tersedia untuk menyangga kelebihan H+ di tubuh.



Mengatas



Plasma [H+] (atau plasma [CO2])



H+ secretion



Menyangga



Konservasi HCO3



Sereksi H+



Ekskresi HCO3-



Plasma [H+]



Plasma [HCO3–]



Gambar 15-12 Kontrol laju sekresi W dan reabsorpsi HCO3- di tubulus.



Dalam situasi yang berlawanan pada alkalosis, laju sekresi H+ berkurang, sementara laju filtrasi HCO3- meningkat dibandingkan normal. Jika [H+] plasma di bawah normal, jumlah HCO3- yang menyangga H+ lebih sedikit daripada normal sehingga [HCO3-] plasma meningkat di atas normal. Akibatnya, laju filtrasi HCO3- juga meningkat. Tidak semua HCO3- yang terfiltrasi akan direabsorpsi karena ion bikarbonat ini berlebihan dibandingkan dengan ion hidrogen yang disekresikan di cairan tubulus dan HCO3- tidak dapat direab-sorpsi tanpa terlebih dulu berikatan dengan H+. Kelebihan HCO3- tertinggal di cairan tubulus untuk diekskresikan di urine sehingga [HCO3-] plasma berkurang dan urine menjadi lebih basa. Selanjutnya, sel interkalasi tipe B berperan selama alkalosis, menurunkan Iebih lanjut kelebihan muatan HCO3- di tubuh dengan menyekresi HCO3- melalui urine. Secara singkat, ketika [H+] plasma meningkat di atas normal sewaktu asidosis, kompensasi ginjal mencakup yang berikut (Tabel 15-8): 1. Peningkatan sekresi dan selanjutnya ekskresi H+ di urine sehingga kelebihan H+ dieliminasi dan [H+] plasma berkurang. 2. Reabsorpsi semua HCO3-yangterfiltrasi,pluspenambahan HCO3- baru ke plasma sehingga terjadi peningkatan [HCO3-] plasma. Jika [H+] plasma turun di bawah normal saat alkalosis, respons ginjal mencakup:



❚ TABEL 15-8 Respons



1. Berkurangnya sekresi dan ekskresi H+ diurine, menahan H+ dan + meningkatkan [H ] plasma. H+ 2.Reabsorpsi tak-tuntas HCO3- yang terfiltrasi digabung dengan sekresi HCO3- yang menyebabkan peningkatan eksresi HCO3- dan menurunkan HCO3– [HCO3-] plasma. + Perhatikan bahwa untuk H mengompensasi asidosis, ginjal H+ HCO3– mengasamkan urine (dengan membuang kelebihan H+) dan mengalkalinisasi H+ HCO3– plasma (dengan menahan HCO3-) untuk membawa pH plasma ke normal. Pada keadaan yang berlawanan alkalosis ginjal membuat urine menjadi basa (dengan membuang kelebihan HCO3-) sambil mengasamkan plasma (dengan menahan H+).



Ginjal menyekresi amonia selama asidosis untuk menyangga H+ yang disekresikan. Pembawa H+ dependen-energi di sel tubulus dapat menyekresi H+ melawan gradien konsen-trasi hingga cairan tubulus (urine) menjadi 800 kali lebih asam daripada plasma. Pada titik ini, sekresi H+ lebih lanjut berhenti karena gradien menjadi terlalu besar untuk kesinambungan proses sekresi. Ginjal tidak dapat mengasamkan urine melebihi pH yang dibatas-gradien urine sebesar 4,5. Jika dibiarkan tanpa penyangga sebagai H+ bebas, hanya sekitar 1% kelebihan H+ yang biasanya diekskresikan per hari menghasilkan pH urine sebesar ini pada laju aliran normal, dan eliminasi 99% H+ lainnya yang biasanya disekresikan akan terharnbat-situasi yang tidak dapat ditoleransi. Agar sekresi H+ berlangsung, sebagian besar H+ yang disekresi harus didapar di cairan tubulus sehingga tidak berada sebagai H+ bebas dan, karenanya, tidak ikut mengasamkan cairan tubulus. Bikarbonat tidak dapat mendapar H+ urine seperti yang dilakukannya di CES karena HCO3- tidak diekskresikan di urine secara bersamaan dengan H+ (Dari kedua bahan ini, yang berlebihan di plasma akan diekskresikan di urine). Namun, terdapat dua penyangga urine yang penting: (1) penyangga fosfat yang terfiltrasi dan (2) amonia yang disekresi.



Ginjal Terhadap Asidosis dan Alkalosis







Sekresi H+ Ekskresi H+















































pH Urine



Perubahan pH Plasma



Kompensatorik







Alkalinisasi ke arah normal











   601



FOSFAT TERFILTRASI SEBAGAI PENYANGGA Urine Dalam keadaan normal, H+ yang disekresikan pertama kali disangga oleh sistem dapar fosfat, yang berada di cairan tubulus karena kelebihan fosfat yang tertelan difiltrasi, tetapi tidak direabsorpsi. Anggota basa pada pasangan dapar fosfat ini berikatan dengan H+ yang disekresikan. Jika sekresi H+ tinggi, kapasitas dapar fosfat urine terlampaui. Ginjal hanya dapat mengontrol kuantitas fosfat yang direabsorpsi (di bawah pengaruh hormon paratiroid; lihat h. 559 dan 769). Ginjal tidak dapat memengaruhi kuantitas fosfat yang terfiltrasi dan yang tersedia untuk direabsorbsi; hal ini bergantung pada seberapa banyak fosfat yang dikonsumsi. Segera setelah semua ion fosfat basa yang kebetulan diekskresi (karena kelebihan diet) telah menyerap,keasaman cairan tubulus segera naik seiring dengan semakin banyaknya ion H+ yang disekresikan. Tanpa kapasitas penyangga tambahan dari sumber lain, sekresi H+ akan segera berhenti karena [H+] bebas dalam cairan tubulus cepat meningkat ke kadar kritis. NH3 TERSEKRESI SEBAGAI PENYANGGA Urine Jika terdapat



asidosis, sel-sel tubulus menyekresi amonia (NH3) ke dalam cairan tubulus segera setelah dapar fosfat urine normal tersaturasi. NH3 ini memungldnkan ginjal terus menyekresi ion H+ tambahan karena NH3 berikatan dengan H+ bebas di cairan tubulus untuk membentuk ion amonium (NH4+) sebagai berikut: NH3 1 H1 ∆ NH41 Membran tubulus tidak terlalu permeabel bagi NH4+ sehingga ion amonium tetap berada di cairan tubulus dan keluar di urine, masingmasing membawa satu H+ bersamanya. Karena itu, NH3 yang disekresikan selama asidosis mendapar kelebihan H+ di cairan tubulus sehingga dapat disekresikan H+ dalam jumlah besar sebelum pH urine turun di bawah ambang pembatas 4,5. Jika tidak terdapat sekresi NH3, tingkat sekresi H+ akan dibatasi oleh berapapun kapasitas dapar fosfat yang kebetulan ada yang berasal dari kelebihan fosfat yang dikonsumsi daripada yang dibutuhkan. Berbeda dari dapar fosfat, yang berada di cairan tubulus karena terfiltrasi tetapi tidak direabsorpsi, NH3 secara sengaja disintesis dari asam amino glutamin di dalam sel tubulus. Setelah disintesis, NH3 cepat berdifusi secara pasif menuruni gradien konsentrasinya ke dalam cairan tubulus, yaitu bahan ini disekresikan di urine. Laju sekresi NH3 dikontrol oleh efek langsung kelebihan yang akan diangkut di urine pada sel tubulus. Ketika seseorang mengalami asidosis lebih dari dua atau tiga hari, laju produksi NH3 meningkat secara bermakna. Tambahan NH3 ini meningkatkan kapasitas dapar agar sekresi H+ dapat berlanjut setelah kapasitas dapar fosfat normal terlampaui selama kompensasi ginjal untuk asidosis.



Ginjal adalah lini ketiga pertahanan yang sangat kuat terhadap perubahan [H+]. Ginjal memerlukan beberapa jam hingga hari untuk mengompensasi perubahan pH cairan tubuh, dibandingkan dengan respons segera sistem dapar dan kemunculan beberapa menit kemudian respons sistem pernapasan. Karena itu, ginjal membentuk lini ketiga pertahanan terhadap perubahan [H+] di cairan tubuh. Namun, ginjal adalah mekanisme regulasi asam-basa terkuat; organ ini tidak saja   



BAB15



dapat mengubah tingkat pengeluaran H+ dari semua sumber tetapi juga dapat menahan atau mengeliminasi HCO3- bergantung pada status asam-basa tubuh. Dengan secara bersamaan mengeluarkan asam (H+) dari dan menambahkan basa (HCO3-) ke cairan tubuh, ginjal mampu memulihkan pH ke arah normal dengan lebih efektif daripada paru, yang hanya dapat menyesuaikan CO2 pembentuk H+ di tubuh. Hal yang juga berperan dalam kemampuan regulatorik asambasa ginjal adalah kemampuan organ ini mengembalikan pH hampir tepat ke normal. Dibandingkan dengan sistem pernapasan yang tidak mampu mengompensasi secara penuh kelainan pH, ginjal dapat terus berespons terhadap perubahan pH hingga kompensasi pada hakikatnya selesai.



Ketidakseimbangan asam-basa dapat disebabkan oleh disfungsi pernapasan atau gangguan metabolik..



Penyimpangan dari status normal asam-basa dibagi menjadi empat kategori, bergantung pada sumber dan arah perubahan abnormal [H+]. Kategori-kategori tersebut adalah asidosis respiratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. Karena hubungan antara [H+] dan konsentrasi anggota-anggota pasangan basa, perubahan pada [H+] tercermin oleh perubahan rasio [HCO3-] terhadap [CO2]. Ingat kembali bahwa rasio normal adalah 20/1. Dengan menggunakan persamaan Henderson-Hasselbalch dan dengan pK 6,1 serta log 20 adalah 1,3, pH normal = 6,1+1,3 = 7,4. Pengukuran [HCO3-] dan [CO2] memberi informasi yang lebih bermanfaat mengenai faktor-faktor yang mendasari status asam-basa tertentu daripada pengukuran langsung [H+] saja. Aturan-aturan berikut berlaku kita lupa meneliti ketidakseimbangan meneliti ketidakseimbangan asam-basa sebelum terjadi kompensasi apapun: 1. Perubahan pH yang disebabkan oleh faktor pernapasan berkaitan dengan kelainan (CO2), menyebabkan perubahan H+ yang dihasilkan dari H2CO3. Sebaliknya, penyimpangan pH karena faktor metabolik berkaitan dengan kelainan [HCO3-] yang terjadi karena ketidaksamaan antara jumlah HCO3- yang tersedia dan jumlah H+ yang dihasilkan dari asam non-karbonat yang harus didapar oleh HCO3-. 2. Setiap kali rasio [HCO3-]/[CO2] turun di bawah 20/1, timbul asidosis. Log setiap angka di bawah 20 adalah kurang dari 1,3 dan, jika ditambahkan ke pK 6,1, menghasilkan pH asidotik di bawah 7,4. Setiap kali rasio melebihi 20/1, terjadi alkalosis. Log setiap angka di atas 20 adalah lebih dari 1,3 dan, jika ditambahkan ke pK 6,1, menghasilkan pH alkalotik di atas 7,4. Marilah kita satukan kedua pokok di atas: ■ Asidosis respiratorik memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berasal dari peningkatan [CO2]. respiratorik memiliki rasio lebih dari 20/1 ■ Alkalosis karena berkurangnya [CO2]. ■ Asidosis metabolik memiliki rasio kurang dari 20/1 yang berkaitan dengan penurunan [HCO3-]. ■ Alkalosis metabolik memiliki rasio lebih dari 20/1 yang berasal dari peningkatan [HCO3-].



Kita akan meneliti masing-masing kategori ini secara terpisah dengan lebih terperinci, dengan memperhatikan terutama kemungkinan penyebab dan kompensasi yang dapat terjadi. Konsep "balance beam" yang disajikan di Gambar 15- 13 bersama dengan persamaan Henderson-Hasselbalch, akan membantu Anda melihat lebih jelas kontribusi paru dan ginjal terhadap kausa dan kompensasi berbagai gangguan asam-basa. Situasi normal disajikan di Gambar 15-13a.



Asidosis respiratorik terjadi karena peningkatan [CO2].



Asidosis respiratorik adalah akibat dari retensi abnormal CO2 karena hipoventilasi (lihat h. 521). Karena CO2 yang keluar dari paru lebih sedikit daripada normal, peningkatan CO2 yang terjadi menghasilkan lebih banyak H+ dari sumber ini.



Kemungkinan penyebab mencakup penyakit paru, depresi pusat pernapasan oleh obat atau penyakit, gangguan saraf atau otot yang mengurangi kemampuan bernapas, atau (secara sementara) bahkan hanya tindakan menahan napas. Pada asidosis respiratorik tak-terkompensasi (Gambar 15-13b, kiri) [CO2] meningkat (di contoh kita, konsentrasinya dua kali lipat), sementara [HCO3-] normal, sehingga rasio menjadi 20/2 (10/1) dan pH berkurang. Marilah kita perjelas suatu hal yang dapat membingungkan. Anda mungkin bertanya mengapa ketika [CO2] meningkat dan mendorong reaksi CO2 + H2O ∆ H+ + HCO3-ke kanan, kita mengatakan bahwa [H+] meningkat, tetapi [HCO3-] tetap normal, meskipun H+ dan HCO3- yang diproduksi oleh reaksi ini berjumlah sama. Jawabannya terletak pada kenyataan bahwa dalam keadaan normal [HCO3-] adalah 600.000 kali lebih banyak daripada [H+]. Untuk setiap satu ion hidrogen dan 600.000 ion bikarbonat yang ada di CES, pembentukan satu H+ tambahan dan satu HCO3menyebabkan [H+] berlipat dua (peningkatan 100%), tetapi hanya meningkatkan [HCO3-] 0,00017% (dari 600.000 menjadi 600.001 ion). Karena itu, peningkatan [CO2] menyebabkan peningkatan mencolok [H+] sementara [HCO3-] pada hakikatnya tidak berubah. PENYEBAB



ASIDOSIS



RESPIRATORIK



KOMPENSASI UNTUK ASIDOSIS RESPIRATORIK Tindakan



kompensasi bekerja untuk memulihkan pH ke normal.



Dapar kimiawi segera menyerap kelebihan H+. ■ Mekanisme pernapasan biasanya tidak dapat berespons dengan meningkatkan ventilasi karena masalah respirasi justru menjadi penyebab ■ Karena itu, ginjal menjadi sangat penting dalam tindakan kompensasi terhadap asidosis respiratorik. Organ ini menahan semua HCO3- yang difiltrasi dan menambahkan HCO3- baru ke plasma sambil secara bersamaan menyekresi dan, karenanya, mengekskresi lebih banyak H+. Akibatnya, simpanan HCO3- di tubuh meningkat. Dalam contoh kita (Gambar 15-13b, kanan), [HCO3-] plasma berlipat dua sehingga rasio [HCO3-1/[CO2] adalah 40/2 dan bukan 20/2 seperti sebelum terkompensasi. Rasio 40/2 ekuivalen dengan rasio normal 20/1 sehingga pH kembali normal 7,4. Peningkatan konservasi HCO3- oleh ginjal telah mengom-pensasi secara penuh akumulasi CO2 sehingga pH kembali ke normal, meskipun kini [CO2] dan [HCO3-]







berubah. Perhatikan bahwa pemeliharaan pH normal bergantung pada pemeliharaan rasio normal antara [HCO3-] dan [CO2], berapa pun nilai absolut tiap-tiap komponen penyangga ini. (Ingat bahwa angka yang digunakan hanya sebagai gambaran. Penyimpangan pH sebenarnya terjadi dalam suatu kisaran, dan derajat kompensasinya juga bervariasi.)



Alkalosis respiratorik terjadi akibat penurunan [CO2].



Alkalosis respiratorik terjadi ketika kelebihan CO2 hilang dari tubuh akibat hiperventilasi (lihat h. 521). Jika ventilasi paru meningkat melebihi laju produksi CO2, CO2 yang keluar terlalu banyak. Akibatnya, [H+] yang terbentuk dari sumber ini menjadi lebih sedikit. PENYEBAB ALKALOSIS RESPIRATORIK Kemungkinan penyebab alkalosis respiratorik mencakup demam, rasa cemas, dan keracunan aspirin, yang semuanya merangsang ventilasi secara berlebihan tanpa mempertimbangkan status O2, CO2, atau H+ di cairan tubuh. Alkalosis respiratorik juga terjadi karena mekanisme fisiologik di tempat yang tinggi. Ketika konsentrasi O2 yang rendah dalam darah arteri secara refleks merangsang ventilasi untuk memperoleh lebih banyak O2, CO2 akan keluar dalam jumlah terlalu besar yang secara taksengaja menyebabkan keadaan alkalotik (lihat h. 522).



Jika kita melihat kelainan biokimiawi pada alkalosis respi-ratorik tak-terkompensasi (Gambar15-13c, kiri), peningkatan pH mencerminkan penurunan [CO2] (separuh dari nilai normal pada contoh kita), sementara [HCO3-] tetap normal. Hal ini menghasilkan rasio alkalotik 20/0,5, yang setara dengan 40/1. KOMPENSASI UNTUK ALKALOSIS RESPIRATORIK Tindakan



kompensasi bekerja untuk menggeser pH kembali ke normal. ■ Sistem dapar kimiawi membebaskan H+ untuk mengurangi keparahan alkalosis.



Sewaktu [CO2] dan [H+] plasma turun di bawah normal akibat ventilasi berlebihan, dua dari perangsang kuat untuk mendorong ventilasi lenyap. Efek ini cenderung "mengerem" dorongan yang ditimbulkan oleh faktor non-respirasi, misalnya demam atau rasa cemas, terhadap ventilasi. Karena itu, hiperventilasi tidak berlanjut tanpa kendali. ■ Jika situasi berlanjut selama beberapa hari, ginjal melakukan kompensasi dengan menahan H+ dan mengekskresi lebih banyak HCO3-. Jika, seperti pada contoh kita (Gambar 15- 13c, kanan), simpanan HCO3- berkurang hingga separuh akibat keluarnya HCO3di urine, rasio [HCO3-]/[CO2] menjadi 10/0,5, ekuivalen dengan normal 20/1. Karena itu, pH dikembalikan ke normal dengan menurunkan jumlah HCO3- untuk mengompensasi hilangnya CO2. ■



Asidosis metabolik berkaitan dengan penurunan [HCO3-]. Asidosis metabolik (juga dikenal sebagai asidosis non-respiratorik) mencakup semua jenis asidosis selain yang disebabkan oleh kelebihan CO2 di cairan tubuh. Pada keadaan takterkompensasi (Gambar 15-13d, , kiri), asidosis metabolik selalu ditandai oleh penurunan [HCO3-]plasma (dalam contohkita menjadi separuhnya), sementara [CO2] normal sehingga terbentuk rasio asidotik 10/1. Masalah dapat timbul karena pengeluaran cairan kaya-HCO3- yang berlebihan dari tubuh atau karena akumulasi asam non-karbonat. Pada kasus   



603



[HCO3– ]



[CO2] (1)



pH 7.4



(20)



[HCO – ](20) pH = pK + log [CO 3] (1) 2 = 6.1 + 1.3 = 7.4 (a) Keseimbangan asam-basa normal Kelainan asam-basa tak-terkompensasi



Kelainan asam-basa terkompensasi [HCO3– ]







[HCO3 ]



pH 7.4



[CO2] (2)



(40)



[CO2]



(20)



(2)



.1



pH 7



20 10 pH = 6.1 + log 2 1 = 6.1 + 1.0 = 7.1



20 pH = 6.1 + log 40 1 2 = 6.1 + 1.3 = 7.4



(b) Asidosis respiratorik



pH 7



.7



[CO2] (0.5)



[HCO3– ]



[HCO3– ] (20)



pH 7.4



pH = 6.1 + log 20 40 0.5 1 = 6.1 + 1.6 = 7.7



[CO2] (0.5)



(10)



pH = 6.1 + log 10 20 0.5 1 = 6.1 + 1.3 = 7.4



(c) Alkalosis respiratorik [HCO3– ] (10) pH 7.4



[CO2] (1)



.1



pH 7



[CO2] (0.75)



[HCO3– ] (15)



pH = 6.1 + log 15 20 0.75 1 = 6.1 + 1.3 = 7.4



pH = 6.1 + log 10 1 = 6.1 + 1.0 = 7.1



(d) Asidosis metabolik



[CO2] .7 (1)



pH 7



[HCO3– ]



[HCO3– ] (40) pH 7.4



pH = 6.1 + log 40 1 = 6.1 + 1.6 = 7.7 (e) Alkalosis metabolik



  BAB15



[CO2] (1.25) pH = 6.1 + log 25 20 1.25 1 = 6.1 + 1.3 = 7.4



(25)



Gambar 15-13 Hubungan [HCO3 ] dan [CO2) terhadap pH dalam berbagai keadaan asam-basa, yang diperlihatkan secara visual sebagai batang keseimbangan dan secara matematis sebagai larutan pada persamaan Handerson-Hasselbalch. Perhatikan bahwa panjang lengan pada batang keseimbangan tidak sesuai skala. (a) Ketika keseimbangan asam-basa normal, rasio [HCO3]/[CO2] adalah 20/1. Masing-masing dari keempat jenis kelainan asam basa memiliki keadaan tak-terkompensasi dan keadaan terkompensasi. (b) Pada asidosis respiratorik tak-terkompensasi, rasio [HCO3]/ [CO2] berkurang (20/2) karena terjadi akumulasi CO2. Pada asidosis respiratorik terkompensasi, HCO3dipertahankan untuk menyeimbangkan akumulasi CO2, yang mengembaiikan rasio [HCO3-]/[CO2] ke ekuivalen normal (40/2). (c) Pada alkalosis respiratorik takterkompensasi, rasio [HCO3]/[CO2] meningkat (20/0,5) oleh pengurangan CO2. Pada alkalosis respiratorik terkompensasi, HCO3- dieliminasi untuk menyeimbangkan defisit CO2, yang mengembalikan rasio [HCO3]/[CO2] ke ekuivalen normal (10/0,5). (d) Pada asidosis metabolik tak-terkompensasi, rasio [HCO3]/[CO2] berkurang (10/1) oleh defisit HCO3-. Pada asidosis metabolik terkompensasi, HCO3- dikonservasi, yang secara parsial menambahkan kekurangan HCO3, dan CO2 dikurangi; perubahan ini memulihkan rasio [HCO3]/ [CO2] ke ekuivalen normal (15/0,75). (e) Pada alkalosis metabolik tak-terkompensasi, rasio [HCO3]/[CO2] meningkat (40/1) karena kelebihan HCO3. Pada alkalosis metabolik terkompensasi, sebagian HCO3- tambahan dieliminasi, dan CO2 ditingkatkan; perubahan ini memulihkan rasio [HCO3]/[CO2] ke ekuivalen normal (25/1,25).



yang terakhir, HCO3- plasma digunakan untuk mendapar H+ tambahan tersebut. PENYEBAB ASIDOSIS METABOLIK Asidosis metabolik adalah jenis



gangguan asam-basa yang paling sering dijumpai. Berikut sebagian kausanya yang tersering: 1. Diare berat. Selama pencernaan, getah pencernaan yang kayaHCO3- biasanya disekresikan ke dalam saluran cerna dan kemudian diserap kembali ke dalam plasma ketika pencernaan selesai. Selama diare, HCO3- ini hilang dari tubuh dan tidak direabsorpsi. Karena HCO3- berkurang, HCO3- yang tersedia untuk mendapar berkurang sehingga lebihbanyak H+ bebas yang ada di cairan tubuh. Dengan melihat situasi ini dari segi yang berbeda, berkurangnya HCO3menggeser reaksi CO2 + H2O ∆ H+ HCO3- ke kanan untuk mengompensasi defisit HCO3-, meningkatkan di atas normal. 2. Diabetes melitus. Kelainan metabolisme lemak akibat ketidakmampuan sel menggunakan glukosa karena kurangnya efek insulin menyebabkan pembentukan asam keto secara berlebihan. Penguraian asam-asam keto ini meningkatkan [H+] plasma. 3. Olahraga berat. Ketika otot mengandalkan glikolisis anaerob sewaktu olahraga berat, terjadi peningkatan produksi asam laktat (laktat) yang meningkatkan [H+] plasma (lihat h. 299). 4. Asidosis uremik. Pada gagal ginjal berat (uremia), ginjal tidak dapat menyingkirkan bahkan dalam jumlah normal yang dihasilkan dari asam-asam non-karbonat dari proses-proses metabolik sehingga H+ mulai menumpuk di cairan tubuh. Ginjal juga tidak dapat menahan HCO3- dalam jumlah memadai untuk menyangga beban asam yang normal. KOMPENSASI UNTUK ASIDOSIS METABOLIK Kecuali pada asidosis uremik, asidosis metabolik dikompensasi oleh mekanisme pernapasan dan ginjal serta dapar kimiawi. ■ ■ ■



Penyangga menyerap kelebihan H+. Paru mengeluarkan tambahan CO2 penghasil H+. Ginjal mengekskresikan lebih banyak H+ dan menahan lebih banyak HCO3-.



Dalam contoh kita (>Gambar 15-13d, kanan), tindakan-tindakan kompensasi ini memulihkan rasio ke normal dengan mengurangi



[CO2] menjadi 75% normal dan dengan meningkatkan [HCO3-] separuh jalan menuju ke normal (naik dari 50% menjadi 75% nilai normal). Hal ini membawa rasio menjadi 15/0,75 (ekuvalen dengan 20/1). Perhatikan bahwa dalam mengompensasi asidosis metabolik, paru secara sengaja menggeser [CO2] dari normal dalam upaya memulihkan [H+] ke arah normal. Sementara pada gangguan asam-basa yang disebabkan oleh faktor pernapasan, kelainan [CO2] adalah penyebab ketidakseimbangan [H+], pada gangguan asam-basa metabolik [CO2] secara sengaja digeser dari normal sebagai kompensasi penting untuk ketidakseimbangan [H+]. Jika penyakit ginjal menjadi penyebab asidosis metabolik, kompensasi tidak mungkin tuntas karena tidak tersedia mekanisme ginjal untuk mengatur pH. Ingat kembali bahwa sistem pernapasan hanya dapat mengompensasi hingga 75% jalan menuju normal. Asidosis uremik merupakan hal yang sangat serius karena ginjal tidak dapat membantu memulihkan pH hingga ke normal.



Alkalosis metabolik berkaitan dengan peningkatan [HCO3-].



Alkalosis metabolik (atau non-respiratorik) adalah penurunan [H+] plasma akibat defisiensi relatif asam-asam non-karbonat. Gangguan asam-basa ini berkaitan dengan peningkatan [HCO3-] yang, pada keadaan takterkompensasi, tidak disertai oleh perubahan [CO2]. Dalam contoh kita (Gambar 15-13e, kiri), [HCO3-] berlipat dua, menghasilkan rasio alkalotik 40/1. PENYEBAB ALKALOSIS METABOLIK Keadaan ini timbul terutama karena hal-hal berikut. 1. Muntah menyebabkan pengeluaran abnormal H+ dari tubuh akibat hilangnya getah lambung yang asam. Asam hidroklorida hidroklorida disekresikan ke dalam lumen lambung selama pencernaan. Selama sekresi HC1, bikarbonat ditambahkan ke plasma. HCO3- ini dinetralkan oleh H+ sewaktu sekresi lambung akhirnya diserap kembali ke dalam plasma sehingga dalam keadaan normal tidak terjadi penambahan neto HCO3- ke plasma dari sumber ini. Namun, jika asam ini keluar dari tubuh sewaktu muntah, tidak saja [H+] plasma menurun tetapi juga tidak lagi terjadi reabsorpsi H+ untuk menetralkan HCO3- ekstra yang ditambahkan ke plasma sewaktu sekresi HCl lambung. Karena itu, keluarnya HC1 pada hakikatnya meningkatkan [HCO3-] plasma. (Sebaliknya, pada muntah yang "lebih dalam", HCO3- di getah pencernaan yang disekresikan ke dalam usus halus bagian atas mungkin keluar bersama muntahan sehingga yang terjadi adalah asidosis bukan alkalosis.)



2. Ingesti obat alkali dapat menyebabkan alkalosis, misalnya saat soda kue (NaHCO3, yang terurai menjadi Na+ dan HCO3+ dalam larutan) digunakan sendiri sebagai terapi hiperasiditas lambung. Dengan menetralkan kelebihan asam di lambung, HCO3- meredakan gejala iritasi lambung dan heartburn; tetapi jika HCO3- yang ditelan melebihi kebutuhan, kelebihan HCO3- akan diserap dari saluran cerna    605



dan meningkatkan [HCO3-] plasma. Kelebihan HCO3- ini berikatan dengan sebagian H+ bebas yang normalnya ada di plasma dari sumber-sumber non-karbonat, menurunkan [H+] bebas. (Sebaliknya, produk alkali komersial untuk mengobati hiperasiditas lambung sama sekali tidak diserap dari saluran cerna sehingga tidak mengubah status asam-basa tubuh.) KOMPENSASI UNTUK ALKALOSIS METABOLIK



■ Pada alkalosis metabolik, sistem dapar kimiawi segera membebaskan H+. ■ Ventilasi berkurang sehingga CO2 penghasil H+ tertahan di cairan tubuh. ■ Jika keadaan menetap beberapa hari, ginjal menahan H+ dan mengekskresikan kelebihan HCO3- di urine. Peningkatan kompensatorik [CO2] yang terjadi (hingga 25% pada contoh kita >Gambar 15-13e, kanan) dan pengurangan parsial [HCO3-] (75% jalan menuju normal dalam contoh kita) bersama-sama memulihkan rasio [HCO3-]/ [CO2] kembali ke ekuivalen 20/1 pada 25/1,25.



abnormal [CO2], dan peningkatan kompensatorik [HCO3-] mengambalikan rasio [HCO3-]/ [CO2] ke 20/1. Alkalosis metabolik, sebaliknya, ditandai oleh peningkatan abnormal [HCO3-] ditempat pertama; kemudian peningkatan kompensatorik [CO,] memulihkan rasio ke normal. Demikian juga, alkalosis respiratorik terkompensasi dan asidosis metabolik terkompensasi memperlihatkan pola [CO2] dan [HCO3-] yang serupa. Alkalosis respiratorik bermula dari pengurangan [CO2] yang dikornpensasi oleh pengurangan [HCO3-]. Pada asidosis metabolik, [HCO3-] turun di bawah normal, diikuti oleh penurunankompensatorik [CO2]. Karena itu, pada gangguan asam-basa terkompensasi, masalah awal harus ditentukan berdasarkan gejala dan tanda klinis selain penyimpangan [CO2] dan [HCO3-] dari normal. Periksa Pemahaman Anda 15.3 Jelaskan mengapa hanya kisaran pH sempit yang sesuai untuk kehidupan. Jika seseorang mengalami diare berat, sebutkan tipe kelainan asam basa yang mungkin terjadi dan jelaskan respons kompensatorik ketiga lini pertahanan dalam melawan perubahan [H+] ini.



GAMBARAN SINGKAT GANGGUAN ASAM-BASA TERKOMPENSASI Status asam-basa seseorang tidak dapat dinilai



hanya berdasarkan pH. Kelainan asam-basa takterkompensasi dapat mudah dibedakan berdasarkan penyimpangan [CO2] atau [HCO3-] dari normal (Tabel 15-9). Namun, ketika kompensasi telah dicapai dan pH pada hakikatnya normal, penentuan [CO2] dan [HCO3-] dapat mengungkapkan gangguan asam-basa, tetapi jenis gangguan tidak dapat dibedakan. Sebagai contoh, pada asidosis respiratorik terkompensasi dan alkalosis metabolik terkompensasi, [CO2] dan [HCO3-] di atas normal. Pada asidosis respiratorik, masalah awal adalah peningkatan



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



❚ TABEL 15-9 Ringkasan [CO2], [HCO3-], dan pH pada Kelainan Asam-Basa TakTerkompensasi dan Terkompensasi



   BAB15















[HCO32]/[CO2]















20/1















20/2 (10/1)















40/2 (20/1)















20/0.5 (40/1)















10/0.5 (20/1)















10/1















15/0.75 (20/1)







Normal







40/1















25/1.25 (20/1)



dan kontrol keseimbangan H2O. Kontrol keseimbangan garam sangat penting dalam regulasi jangka-panjang tekanan darah arteri karena jumlah



garam



tubuh



secara



osmotik



menahan



H2O,



sehingga



menentukan volume CES, yang meliputi volume plasma di dalamnya. Peningkatan jumlah garam di CES menyebabkan ekspansi volume CES, termasuk



volume



plasma,



yang



pada



gilirannya



menyebabkan



peningkatan tekanan darah. Sebaliknya, penurunan jumlah garam CES menyebabkan



penu-runan



tekanan



darah.



Keseimbangan



garam



dipertahankan dengan terus menerus menyesuaikan pengeluaran garam di urine untuk menyamai asupan garam yang bervariasi dan takterkontrol.



Keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran H+ sangat penting untuk mempertahankan keseimbangan asambasa



dalam



batas-batas



sempit



yang



memungkinkan



kehidupan. Penyimpangan pH lingkungan cairan internal menyebabkan



gangguan



eksitabilitas



neuromuskulus,



perubahan aktivitas metabolik yang dikontrol oleh enzim, dan ketidakseimbangan K+ yang dapat menyebabkan aritmia jantung. Efek-efek ini mematikan jika pH berada di luar kisaran 6,8 hingga 8,0. lon hidrogen secara tak-terkontrol dan terus-menerus ditambahkan ke cairan tubuh akibat aktivitas metabolik yang terus-menerus, tetapi pH CES harus dijaga konstan pada kadar yang sedikit basa (7,4) agar tubuh berfungsi optimal. Seperti keseimbangan garam dan H2O, kontrol pengeluaran H+ oleh ginjal adalah faktor regulasi utama untuk mencapai keseim-bangan



H+.



Paru,



yang



dapat



menyesuaikan



kecepatan ekskresi CO2 penghasil H+, juga membantu mengeluarkan H+ dari tubuh, Selain itu, sistem dapar kimiawi dapat menyerap atau membebaskan H+, secara sementara menjaga konsentrasi ion ini konstan di dalam tubuh hingga pengeluarannya



dapat



diseimbangkan



dengan



pemasukannya. Mekanisme semacam ini tidak tersedia untuk keseimbangan garam atau H2O.



LATIHAN SOAL Jawaban dimulai di h. A-43. Pertanyaan Objektif 1. Satu-satunya jalan untuk mempertukarkan bahan antara sel dan lingkungan eksternal adalah CES. (Benar atau salah?)



9. Mana dari faktor berikut yang tidak meningkatkan sekresi vasopresin? a. hipertonisitas CES b. alkohol c. situasi stres d. defisit volume CES e. angiotensin II



2. Air terdorong masuk ke dalam sel ketika volume CES meningkat akibat penambahan cairan isotonik. (Benar atau 10. Tunjukkan semua jawaban yang benar: pH salah?) a. sama dengan log 1/[H+] 3. Keseimbangan garam pada manusia kurang dapat diatur b. sama dengan pK + log [CO2]/[HCO3-] karena kesukaan kita yang hedonistik terhadap garam.(Benar c. meningkat pada asidosis atau salah?) d. turun lebih rendah jika IH+] meningkat e. normal jika rasio [HCO3+]/[CO2] adalah 20/1 4. Peningkatan tak-diinginkan CO2 adalah penyebab asi-dosis respiratorik, tetapi peningkatan secara sengaja CO2 11. Tunjukkan semua jawaban yang benar: Asidosis mengompensasi alkalosis metabolik. (Benar atau salah?) a. menyebabkan eksitabilitas berlebihan sistem saraf 5. yang disekresikan yang digabungkan dengan reabsorpsi b. terjadi jika pH plasma turun di bawah 7,35 HCO3- tidak diekskresikan, sementara H+ yang disekresikan c. terjadi ketika rasio [HCO3-]/[CO2] melebihi 20/1 yang kemudian diekskresikan dikaitkan dengan penambahan d. terjadi ketika CO, dikeluarkan dari paru lebih cepat HCO3- baru ke plasma. (Benar atau salah?) daripada produksinya oleh aktivitas metabolik 6. Kompartemen cairan tubuh terbesar adalah _____. e. terjadi ketika pengeluaran HCO3- dari tubuh 7. Dari kedua anggota sistem dapar H2CO3:HCO3-,___ diatur berlebihan, misalnya sewaktu diare oleh paru dan_____diatur oleh ginjal. 12. Tunjukkan semua jawaban yang benar: Sel tubulus ginjal 8. Mana dari orang berikut yang persentase H2O-nya paling menyekresikan NH3 rendah a. ketika pH urine menjadi terlalu tinggi a. bayi gemuk ketika tubuh berada dalam keadaan alkalosis b. b. mahasiswi bertubuh proporsional c. agar sekresi H+ oleh ginjal dapat terus berlangsung c. mahasiswa berotot atletis d. untuk menyangga kelebihan HCO3- yang difiltrasi d. wanita lanjut usia dengan obesitas e. jika terjadi kelebihan NH3 di cairan tubuh e. pria tua bertubuh langsing    607



13. Selesaikan bagan berikut: [HCO32] Kenailan tak- Kemungkinan pH 10/1   1. _____ 2. _____   3.  _____ 4. _____ 5. _____   6.  _____ 7. _____ 8. _____   9.  _____ 10. _____ 11. _____ 12.  _____ Pertanyaan Esai 1. Jelaskan konsep keseimbangan. 2. Jelaskan garis besar distribusi H2O tubuh. 3. Sebutkan definisi cairan trans-sel, dan tunjukkan komponenkomponennya. Apakah kompartemen trans-sel sebagai keseluruhan mencerminkan perubahan pada keseimbangan cairan tubuh? 4. Bandingkan komposisi ion plasma, cairan interstisum, dan cairan intrasel. 5. Faktor-faktor apa yang diatur untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh? 6. Mengapa regulasi volume CES penting? Bagaimana hal tersebut diatur? 7. Mengapa regulasi osmolaritas CES penting? Bagaimana hal tersebut diatur? Apa kausa dan akibat hipertonisitas dan hipotonisitas CES? 8. Jelaskan garis besar sumber pemasukan dan pengeluaran dalam keseimbangan garam harian dan keseimbangan H2O harian. Mana yang berada di bawah kontrol untuk mempertahankan keseimbangan cairan tubuh? 9. Bedakan antara asam dan basa. 10. Apa hubungan antara [H+] dan pH?



11. Berapa pH normal cairan tubuh? Bagaimana pH ini jika dibandingkan dengan pH H2O? Definisikan asidosis dan alkalosis. 12. Apa konsekuensi fluktuasi [H+]? 13. Dari mana asal H+ tubuh? 14. Jelaskan tiga lini pertahanan terhadap perubahan [H+] dari segi mekanisme dan kecepatan kerjanya. 15. Sebutkan dan tunjukkan fungsi masing-masing sistem dapar kimiawi tubuh. 16. Bandingkan cara penanganan H+ dan HCO3- di tubulus proksimal dan di sel interkalasi Tipe A dan Tipe B tubulus distal dan koligentes. 17. Apa penyebab empat kategori ketidakseimbangan asam-basa? 18. Mengapa asidosis uremik bersifat serius? Soal Kuantitatif 1. Jika pH plasma = 7,4, PCO2 arteri = 40 mm Hg, dan setiap mm Hg tekanan parsial CO2 ekuivalen dengan [CO2] plasma 0,03 mM, berapa nilai [HCO3-] plasma? 2. Kematian terjadi jika pH plasma berada di luar kisaran 6,8 hingga 8,0 untuk waktu yang lama. Berapa kisaran konsentrasi H+ yang diwakili oleh rentang pH ini? 3. Seseorang minum 1 liter air suling. Gunakan data di Tabel 15-1, h. 587 untuk menghitung persen peningkatan air tubuh total, CIS, CES, plasma, dan cairan interstisium. Ulangi perhitungan untuk ingesti 1 liter NaCI isotonik. Larutan mana yang lebih baik dalam meningkatkan volume plasma pada pasien yang baru mengalami perdarahan?



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Minuman beralkohol menghambat sekresi vasopresin. Berdasarkan fakta ini, perkirakan efek alkohol pada laju pembentukan urine. Perkirakan efek alkohol pada osmolaritas CES. Jelaskan mengapa orang masih merasa haus setelah konsumsi minuman beralkohol dalam jumlah besar? 2. Jika seseorang kehilangan 1500 mL keringat kaya-garam dan minum 1000 rnL air selama periode waktu yang sama, apa yang akan terjadi pada sekresi vasopresin? Mengapa kita perlu mengganti air dan garam? 3. Jika suatu zat terlarut yang dapat menembus membran plasma, misalnya dekstrosa (sejenis gula), dilarutkan dalam air steril pada konsentrasi yang sama dengan konsentrasi cairan tubuh dan kemudian disuntikkan secara intravena, apa dampaknya pada keseimbangan cairan tubuh?



4. Jelaskan mengapa pengobatan hiperasiditas lambung dengan antasid yang kurang diserap dari saluran cerna lebih aman daripada dengan soda kue, yang merupakan dapar yang baik tetapi mudah diserap. 5. Mana dari reaksi berikut yang mendapar asidosis pada pneumonia berat? a. H1 1 HCO32 → H2CO3 → CO2 1 H2O b. CO2 1 H2O → H2CO3 → H1 1 HCO32 c. H1 1 Hb → HHb d. HHb → H1 1 Hb e. NaH2PO4 1 Na1 → Na2HPO4 1 H1



PERTIMBANGAN KLINIS Marilyn Y mengalami diare berat selama lebih dari seminggu akibat terjangkit salmonelosis, suatu infeksi bakteri di usus karena makanan yang tercemar. Apa dampak diare berke



   BAB15



panjangan pada keseimbangan cairan dan asam-basanya? Dengan cara apa tubuh Marilyn mencoba mengompensasi ketidakseimbangan ini?



hapter 15 15.1 | Konsep Keseimbangan (h.586-587) ■ Kumpulan internal suatu bahan adalah jumlah bahan tersebut di CES. Pemasukan ke kumpulan tersebut dilakukan melalui ingesti atau produksi bahan secara metabolik. Pengeluaran dari kumpulan terjadi melalui ekskresi atau konsumsi metabolik bahan. (Lihat Gambar 15-1.) ■ Pemasukan harus sama dengan pengeluaran agar keseimbangan bahan terjaga.



15.2 | Keseimbangan Cairan (h. 587-598)



Secara rerata, cairan tubuh membentuk 60% berat tubuh total. Angka ini bervariasi, bergantung pada berapa banyak lemak (jaringan yang kandungan H20-nya rendah) yang dimifiki seseorang. Dua pertiga H20 tubuh terdapat di cairan intrasel (CIS). Sisa sepertiganya terdapat di cairan ekstrasel (CES) yang terdistribusi antara plasma (20% CES) dan cairan interstisium (80% CES). (Lihat Tabel 15-1.) ■ Karena semua konstituen plasma dipertukarkan secara bebas menembus dinding kapiler, plasma dan cairan interstisium memiliki komposisi hampir identik, kecuali tidak adanya protein plasma di cairan intertisium. Sebaliknya, CES dan CIS memiliki komposisi yang sangat berbeda karena sawar membran plasma bersifat sangat selektif terhadap bahan-bahan apa yang dapat masuk atau keruar sel. (Lihat Gambar 15-2.) ■ Komponen-komponen keseimbangan cairan adalah kontrol volume CES dengan mempertahankan keseimbangan garam dan kontrol osmolaritas CES dengan mempertahankan keseimbangan air. (Lihat Tabel 15-2, 15-3, dan 15-5.) ■



■ Karena Na+, kation utama CES, memiliki kekuatan osmotik yang besar, perubahan kandungan, atau beban, Na+ total tubuh menyebabkan perubahan setara dalam volume CES, termasuk volume plasma, yang mengubah tekanan darah arteri dalam arah yang sama. Karenanya, dalam jangka-panjang, mekanisme regulasi Na+ mengompensasi perubahan volume CES dan tekanan darah arteri. (Lihat Tabel 15-5.)



Asupan garam pada manusia tidak terkontrol, tetapi pengeluaran garam di urine diatur secara ketat untuk mempertahankan keseimbangan garam. Mekanismemekanisme pengatur tekanan darah dapat mengubah LFG, dan karenanya jumlah Na+ yang terfiltrasi, dengan mengubah-ubah jari-jari arteriol aferen yang mendarahi glomerulus. Mekanismemekanisme yang mengatur tekanan darah juga dapat mengubah-ubah sekresi aldosteron untuk menyesuaikan reabsorpsi Na+ oleh tubulus ginjal. Dengan mengatur jumlah Na + yang difiltrasi dan direabsorpsi, ginjal dapat menyesuaikan seberapa banyak Na+ yang diekskresikan ke urine untuk mengatur volume plasma dan, karenanya, tekanan darah arteri dalam jangka panjang. (Lihat Gambar 15-3.)



Kartu Belajar terlarut; hipotonisitas CES yang terjadi mendorong H2O masuk ke dalam sel. Defisit H2O bebas di CES, sebaliknya, memekatkan zat terlarut sehingga H2O keluar dari sel untuk masuk ke CES yang hipertonik. (Lihat Tabel 15-5.) ■ Untuk mencegah perpindahan yang merugikan ini, perubahan osmolaritas CES terutama dideteksi dan dikoreksi oleh sistemsistem yang menjaga keseimbangan H2O bebas (H2O tanpa solut). ■ Keseimbangan H2O bebas terutama diatur oleh vasopresin dan,



dengan tingkat lebih rendah, oleh rasa haus. Kedua faktor ini terutama diatur oleh osmoreseptor hipotalamus, yang memantau osmolaritas CES, dan dengan derajat yang lebih rendah oleh reseptor volume atrium kiri, yang memantau "kepenuhan" vaskular. Jumlah vasopresin yang dikeluarkan menentuan tingkat reabsorpsi H2O bebas oleh bagian distal nefron, sehingga menentukan volume urine yang dikeluarkan. (Lihat Gambar 15-4 dan Tabel 15-4.) ■ Secara bersamaan, intensitas rasa haus mengontrol volume cairan yang masuk. Namun, karena volume cairan yang diminum sering tidak berkorelasi langsung dengan intensitas rasa haus, kontrol pengeluaran urine oleh vasopresin adalah mekanisme regulasi terpenting untuk mempertahankan keseimbangan H2O. Volume CES



Mengatasi



Tekarran darah arieri



Osmolaritas



Osmoreseptor hipotalamus (faktor dominan yang mengontrol rasa haus dan seirtasi vasopresin)



Mengatasi



Mengatasi



Resoptor VOUTB atrium kiri (hanye penting datem perubahan besar volume plasmal tekanan arteri)



Neuron hipotalamus







■ Osmolaritas CES harus diatur secara ketat untuk mencegah perpindahan osmotik H2O antara CES dan CIS karena pembekakan atau penciutan sel membahayakan, terutama bagi neuron otak. Kelebihan H2O bebas di CES akan mengencerkan zat terlarut; hipotensitas CES yang terjadi mendorong H2O masuk kedalam sel. Defisi H2O bebas di CES, sebaliknya, memekatkan zat terlarut sehingga H2O keluar dari sel untuk masuk CES yang hipertonik. (Lihat Tabel15-3)



Rasa haus



vasopresin



vasokonstriks i arteriol H 2O



asupan H2O



Perrneabillias lubulus distal dan koligentes lerhadap H2O



Reabsorpsi H2O



Pengeluaran urtn



Osme arttas plasma



Volume plasma



• H2O



15.3 | Keseimbangan Asam-Basa (h. 598-613) Asam melepaskan ion hidrogen bebas (H+) ke dalam larutan; basa mengikat ion hidrogen bebas dan mengeluarkannya dari larutan. (Lihat Gambar 15-5,) ■ Keseimbangan asam-basa mengacu ke regulasi [H+] di cairan . tubuh. Untuk mempertahankan [H+] dengan akurat, pemasukan H + oleh produksi asam secara metabolik di dalam tubuh harus secara terus menerus diimbangi oleh pengeluaran H+ melalui ekskresi H+ di urine dan pengeluaran CO2 penghasil H+ di paru. Selain itu, antara waktu pembentukan dan eliminasinya, H+ harus didapar di dalam tubuh untuk mencegah fluktuasi mencolok [H+]. ■



Konsentrasi ion hidrogen sering dinyatakan dalam pH, yaitu logaritma 1/[H+]. ■



pH normal plasma adalah 7,4, sedikit basa dibandingkan dengan H2O netral, yang pH-nya 7,0. pH yang lebih rendah daripada normal ([H+] lebih tinggi daripada normal) menunjukkan keadaan asidosis. pH yang lebih tinggi daripada normal [H+] lebih rendah daripada normal) menunjukkan keadaan alkalosis. (Lihat Gambar 15-6) Darah vena Darah arteri ■



Normal



Asidosis



Alkalosis



Kematian



Rerata



Kematian



6.8



6.9



7.0



7.1



7.2



7.3



7.4



7.5



7.6



7.7



7.8



7.9



8.0



■ Sistem pernapasan normalnya mengeliminasi CO2 yang diproduksi secara metabolik sehingga H+ yang dihasilkan oleh CO2 tidak



menumpuk di cairan tubuh. ■ Jika dapar kimiawi saja tidak mampu segera memperkecil perubahan pH, sistem respirasi berespons dalam beberapa menit dengan mengubah kecepatan pengeluaran CO2-nya. Peningkatan [H+] dari sumber-sumber di luar CO2 akan merangsang pernapasan sehingga terjadi peningkatan pembuangan CO2 penghasil H+, mengompensasi asidosis dengan mengurangi pembentukan H+ terkait-CO2. Sebaliknya, penurunan [H+] menekan aktivitas pernapasan sehingga CO2 dan karenanya H+ yang dihasilkan dari sumber ini dapat meningkat di cairan tubuh untuk mengompensasi alkalosis. (Lihat Tabel 15-7.)



Ginjal adalah lini pertahanan paling kuat. Ginjal memerlukan beberapa jam hingga hari untuk mengompensasi penyimpangan pH cairan tubuh. Namun, organ ini tidak saja mengeliminasi dalam jumlah normal H+ yang berasal dari sumber non-CO2 tetapi juga dapat mengubah laju pengeluaran H+ sebagai respons terhadap perubahan asam non-CO2 dan CO2. Sebaliknya, paru hanya dapat menyesuaikan yang dihasilkan dari CO2. Selain itu, ginjal juga dapat mengatur [HCO3-] di cairan tubuh.







■ Ginjal mengompensasi asidosis dengan mengeluarkan kelebihan H+ di urine sambil menambahkan HCO3- baru ke plasma untuk menambah jumlah dapar HCO3-. Selama alkalosis, ginjal menahan H+ dengan mengurangi sekresinya di urine. Ginjal juga mengeliminasi HCO3- yang berlebihan karena jumlah HCO3- yang menyangga H+ berkurang akibat berkurangnya H+. (Lihat Gambar 15-9 hing a 15-12 serta Tabel 15-8.)



Kisaran pH yang memungkinkan hidup (b) Didalam tubuh



Fluktuasi [H+] menimbulkan efek besar, terutama (1) perubahan eksitabilitas neuromuskulus, dengan asidosis menekan eksitabilitas, khususnya di susunan saraf pusat, dan alkalosis menyebabkan eksitabilitas berlebihan baik di saraf perifer maupun susunan saraf pusat; (2) gangguan reaksi-reaksi metabolik normal dengan mengubah struktur dan fungsi semua enzim; dan (3) perubahan [K+] plasma (yang memengaruhi fungsi jantung) yang ditimbulkan oleh perubahan laju eliminasi K+ yang diinduksi oleh H+, oleh ginjal. ■



Mengatasi



Menyangga



H+



Sekresi H+



Konservasi HCO3 HCO3–



Tantangan utama dalam mengontrol keseimbangan asam-basa adalah mempertahankan kebasaan plasma normal meskipun terjadi penambahan terus menerus H+ dari aktivitas metabolik. Sumber utama H+ adalah H+ yang dihasilkan oleh CO2.







■ Tiga ini pertahanan untuk menahan perubahan pada [H+] adalah (1) sistem dapar kimiawi; (2) kontrol pH oleh respirasi, dan (3) kontrol pH oleh ginjal.



Plasma [H+] (atau [CO2]) plasma



Tekskresi H+



Ekskresi HCO3



Plasma [H+]



Plasma [HCO3–]



H+ H+ HCO3– H+ HCO3–



H+ yang disekresikan harus didapar di cairan tubulus untuk mencegah peningkatan gradien konsentrasi H+ yang dapat menghambat sekresi H + lebih lanjut. Dalam keadaan normal, H+ disangga oleh pasangan dapar ■ Sistem-sistem dapar kimiawi masing-masing terdiri dari sepasang zat kimia yang terlibat dalam suatu reaksi reversibel, satu yang fosfat dari makanan tumpah ke dalam urine untuk diekskresikan dari dapat membebaskan H+ dan yang lain dapat mengikat H+. Dengan tubuh. Pada asidosis, ketika semua dapar fosfat terpakai untuk menyangga kelebihan H+ yang disekresi, ginjal mengeluarkan NH3 ke bekerja sesuai hukum aksi massa, pasangan dapar dapat segera + bekerja untuk meminimalkan perubahan pH. Keempat dapar kimiawi dalam cairan tubulus untuk berfungsi sebagai dapar sehingga sekresi H tersebut adalah (1) H2CO3:HCO3-, (2) protein, (3) hemoglobin, dan dapat berlanjut. ■ Keempat jenis ketidakseimbangan asam-basa adalah asidosis respi(4) fosfat. (Lihat Gambar 15-8 dan Tabel 15-6.) ratorik, alkalosis respiratorik, asidosis metabolik, dan alkalosis metabolik. ■ Gangguan asam-basa respiratorik berakar dari penyimpangan [CO2] Hubungan antara pH dan anggota dari pasangan depan H2CO3/ HCO3- diperlihatkan pada persamaan Henderson: Hasselbach- pH dari normal, sementara ketidakseimbangan asam-basa metabolik mencakup semua penyimpangan pH selain yang disebabkan [CO2] = pK+ log [HCO3-]1[CO2], dengan [CO2] menggambarkan [H2CO3]. abnormal serta selalu disertai oleh deviasi [HCO3-] dari normal. (Lihat [HCO3-] dikontrol oleh ginjal, [CO2] dikontrol oleh paru. pK adalah Gambar 15-13 dan Tabel 15-9.) konstanta sebesar 6,1 dan rasio normal dari HCO3/[CO2] adalah 20/1 (hasil lognya = 1,3), untuk pH normal sebesar 7A. ■



Pemindahan mikrograf elektron villus asus halus. Di sini diperlihatkan ujung vilus, satu dari sejumlah besar penonjolan mirip-jari dari permukaan usus halus. Proyeksi mirip-rambut yang lebih kecil, mikrovili (pink gelap), bahkan berasal dari permukaan sel epitel (pink-oranye) yang membentuk permukaan permukaan vilus. vili dan mikrovoli sangat meningkatkan area permukaan



© Dennis Kunkel Microscopy, Inc. / Phototake—All rights reserved.



yang tersedia untuk memproses dan mengabsorpsi nutrien.



16 Sistem Pencernaan SEKILAS ISI 16.1 Aspek-Aspek Umum Pencernaan 16.2 Mulut 16.3 Faring dan Esofagus 16.4 Lambung 16.5 Sekresi Pankreas dan Empedu 16.6 Usus Kecil



Pokok-Pokok Homeostatis Untuk mempertahankan homeostatis, molekul nutrien yang di gunakan untuk produksi energi harus terus-menerus di gantikan oleh nutrien baru yang kaya energi. Molekul nutrien, khususnya protein, juga di perlukan untuk sintesis sel baru bagianbagian sel yang terus tejadi dalam pertumbuhan dan pergantian jaringan. Demikian juga, cairan dan elektrolit yang secara kontstan hilang melalui urine dan keringat serta melalui jalan lain



16.7 Usus Besar



harus jalan lain harus digantikan secara teratur. Sistem pencernaan berperan terhadap



16.8 Gambaran Singkat Hormon- Hormon



homeostatis dengan menstransef nutrien, air, dan elektrolit dari lingkungan eksternal ke



GI



lingkungan internal. Sistem pencernaan tidak secara langsung mengatur konsentrasi setiap kontituen ini di dalam lingkungan internal. Sistem ini tidak mengatur penyerapan nutrien, air, dan elekrolit berdasarkan kebutuhan tubuh (dengan beberapa pengucilan); namun, sistem pencernaan mengoptimalkan kondisi bagi pencernaan dan penyerapan apa yang terdi cerna.



Pencernaan



Fungsi utatna sistem pencernaan (gastrointestinal atau GI) (gustro berarti "lambung") adalah memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh. Makanan yang dicerna merupakan sumber energi, atau bahan hakar, yang esensial. Bahan bakar tersebut digunakan oleh sei untuk menghasilkan ATP untuk melaksanakan berbagai aktivitas yang memerlukan energi, misalnya transpor aktif, kontraksi, sintesis, dan sekresi. Makanan juga merupakan sumber bahan baku untuk memperbarui dan menambah jaringan tubuh. Tindakan makan tidak secara otomatis menyebabkan molekulmolekul yang telah ada di makanan tersedia bagi sel tubuh. Makanan mula-mula harus dicerna, atau diuraikan secara kimiawi, menjadi molekul-molekul kecil sederhana yang dapat diserap dari saluran cerna ke dalam sistem sirkulasi untuk didistribusikan ke sel-sel. Dalam keadaan normal, sekitar 95% makanan yang tercerna dapat tersedia untuk digunakan oleh tubuh. Kami memberikan gambaran menyehrruh sistem pencernaan, mengulas sifat-sifat umum berbagai komponen sistem ini, sebelum kita memulai pembahasan terperinci saluran cerna dari awal hingga akhir.



sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar.



Terdapat empat proses pencernaan dasar: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi. MOTILITAS Kata motilitas merujuk kepada kontraksi otot yang mencampur dan mendorong maju isi saluran cerna. Meskipun otot polos di dinding saluran cerna merupakan otot polos fasik yang tnemperlihatkan lonjakan kontraksi yang terinduksi oleh potensial aksi (lihat h. 309), otot ini juga mempertahankan kontraksi berkadar rendah dan konstan yang dikenal sebagai tonus. Tonus penting untuk mempertahankan tekanan tetap pada isi saluran cerna serta untuk mencegah dindingnya teregang permanen setelah mengalami distensi. Pada aktivitas tonus yang terus-menerus terjadi ini terdapat dua tipe dasar motilitas fasik saluran cerna: gerakan propulsif dan gerakan mencampur. Gerakan propulsif mendorong isi maju melalui saluran cerna, dengan kecepatan pergerakan bervariasi bergantung pada fungsi yang dilakukan oleh berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, transit makanan melalui esofagus berlangsung cepat, yang sesuai karena struktur ini hanya berfungsi sebagai saluran dari mulut ke lambung. Sebagai perhandingan, di usus halus—tempat utama pencernaan dan penyerapan—isi bergerak maju dengan lambat, menyediakan waktu untuk penguraian dan penyerapan makanan.



Gerakan mencampur memiliki fungsi ganda. Pertama, dengan mencampur makanan dengan getah pencernaan, gerakan ini meningkatkan pencernaan makanan. Kedua, gerakan ini mempermudah penyerapan dengan memajankan semua bagian isi saluran cerna ke permukaan serap saluran cerna Pergerakan bahan



  hapter



melalui sebagian besar saluran cerna terjadi berkat kontraksi otot polos di dinding organ-organ pencernaan. Pengecualiannya adalah di ujung-ujung saluran: mulut melalui bagian pangkal esofagus di awal saluran dan sfingter anus eksternus di akhir saluran. Pada daerah ini, motilitas lebih melibatkan otot rangka daripada aktivitas otot polos. Karena itu, tindakan mengunyah, menelan, dan defekasi memiliki komponen volunter karena otot rangka berada di bawah kontrol sadar. Sebaliknya, motilitas di seluruh saluran lainnya dilaksanakan oleh otot polos yang dikontrol oleh mekanisme involunter kompleks. SEKRESI Sistem pencernaan menghasilkan sekresi endokrin dan



eksokrin. Sel kelenjar eksokrin pencernaan adalah sel epitel khusus yang ditemukan pada permukaan saluran cerna dan di dalam organ pencernaan tambahan seperti kelenjar eksokrin pankreas yang menyekresikan getah pencernaan ke dalam lumen saluran cerna melalui stimulasi hormonal atau neural yang spesifik. Setiap sekresi pencernaan terdiri dari air, elektrolit, dan konstituen organik spesifik yang penting daIam proses pencernaan, misalnva enzim, garam empedu, atau mukus. Sel-sel sekretorik mengekstraksi dari plasma sejumlah besar air dan bahan mentah yang diperlukan untuk menghasilkan sekresi tertentu mereka. Sekresi semua getah pencernaan memerlukan energi, baik untuk transpor aktif sebagian bahan mentah ke dalam sel (yang lain berdifusi secara pasif) maupun untuk sintesis produk sekretorik. Dalam keadaan normal, sekresi pencernaan direabsorpsi dalam suatu bentuk atau bentuk lain kembali ke darah setelah ikut serta dalam proses pencernaan. Kegagalan reabsorpsi ini (misalnya karena muntah atau diare) menyebabkan hilangnya cairan yang "dipinjam" dari plasma ini. Sistem pencernaan dianggap merupakan organ endokrin yang terbesar di tubuh. Sementara jaringan endokrin perifer biasanya disusun menjadi kelenjar-kelenjar yang berbeda, jaringan endokrin saluran cerna disusun sebagai sel tunggal individual yang tersebar di sepanjang saluran pencernaan. Sel epitel khusus ini menghasilkan satu kisaran protein sinyal, yang diklasifikasikan sebagai hormon GI atau peptida GI, yang memasuki darah dan dihaiva ke target di dalam saluran cerna dan di luar saluran cerna. Terlepas dari klasifikasinya, berbagai sekresi endokrin ini mengatur fungsi digestif. DIGESTI Manusia mengonsumsi tiga kategori utama bahan makanan kaya-energi: karbohidrat, protein, dan lemak (Gambar 16-1). Molekul-molekul besar ini tidak dapat melewati membran plasma secara utuh untuk diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah atau limfe. Oleh sebab itu, tujuan digesti adalah untuk menguraikan struktur kompleks makanan secara kimiawi menjadi satuan-satuan yang lebih kecil dan dapat diserap melalui prosesproses berikut ini:



1. Bentuk karbohidrat yang paling sederhana adalah gula sederhana atau monosakarida (malekul "satu-gula"), misalnya glukosa, fruktosa, dan galaktosa, yang dalam keadaan normal sangat sedikit ditemukan dalam makanan (lihat Gambar 16- la;. juga Iihat h. A-10). Sebagian besar karbohidrat yang kita telan berada dalam bentuk polisakarida (molekul "banyak- gula") yang terdiri dari rantai-rantai molekul glukosa yang saling berikatan.



Monosakarida CH2OH H



H



CH2OH



O



H



H OH



HO



CH2OH



O



HO



H



OH



H OH



H



CH2OH



HO H Fruktosa



H OH Glukosa



O



HO



OH



H



H OH



H OH Gakatosa



Polisakarida CH2OH



CH2OH



O



H



H



CH2OH



O



H



H



O



H



O



H



O



H



O



OH



CH2OH



CH2OH



O



H



H



CH2OH H



OH Amilosa



O



OH



OH



OH CH2 Glikogen



Disakarida CH2OH H



CH2OH



O



O



H



H



CH2OH



HO



HO OH Sukrosa (a) Karbohidrat



H



OH



H



O



H



H HO



HO



H



H



HO



H



CH2OH



CH2OH



O



H



H



O



OH



H



H



OH



H Laktosa



CH2OH



CH2OH



CH2OH



O



O



O



OH



H



H



H H



O



H H



OH



OH



H Meltosa (b) Sebuah contoh hidrolis H



AA



H



H + H2O OH



Hydrolysis HO



H



OH



H



H



OH



H



OH



HO



O



H



H OH



H



H



OH



H O



Maltosa



O H



H



OH



H



H



OH



OH



H



H



O



H +



OH



HO



H H



OH



H OH



H OH Glukosa O



AA Peptide bonds



AA



AA



O H



CH2OH



H OH



CH2OH



CH2OH



H OH Glukosa



OH



AA



AA



AA



AA



AA



AA



AA



AA AA



AA



Amino acids



AA



AA AA



Asam amino (c) Protein



AA



O



CH2



CH



CH2



O



O



O



C (CH2)12 CH3



O



C



O



(CH2)10 CH3 Trigliserida



Hydrolysis AA



H



O



O



OH



O



H



(d) Lemak



AA AA



C (CH2)16 CH3



CH2 HO Hidrolisis



O



CH



CH2



O



OH



C (CH2)10 CH3



Monogliserida



C



O



(CH2)12 CH3



+ O



C



O



(CH2)16 CH3 Asam lemak bebas



Peptisida kecil



Gambar 16-1 Nutrien kaya-energi dan hidrolisis. Pada contoh hidrolisis di bagian (b), disakarida maltosa (produk penguraian antara dari polisakarida) diuraikan menjadi dua molekul glukosa dengan penambahan H2O di tempat ikatan. Struktur terperinci asam amino dan ikatan- ikatan peptida dalam protein di bagian (b) masing-masing dapat ditemukan di Gambar A-13 dan A-14 di h. A-12 dan h. A-13.



  



613



❚ TABEL 16-1



Anatomi dan Fungsi Berbagai Kompenen Sitem Pencernaan Organ Pencernaan



Motilitas











Saluran hidung Mulut







Kelenjer liur Faling



Lambung











Tidak ada



Hati







Usus halus







Usus besar







Sfinger faringoesofagus Trakea Esofagus Sfingser gastroesofagus Hati Lambung Kandung empedu Prankeas Duodenum Kolon desenden Kolon transverum Kolon asenden Jejunum Sekum Ileum Apendiks Koloid sigmoid Rektum Anus



   BAB 16



Sistem Pencernaan



Sekresi



Digesti



Absorpsi



• Amilase • Mukus • Lysozim







Makanan tidak; beberapa obat— mislnya, nitrogliserin











Tidak ada



• HCl • Pepsin Mukus



Pencernaan karbohidrat berlanjut di korpus lambung; pencernaan protein dimulai di antrum lambung Enzimenzim pankreas ini



Makanan tidak; beberapa bahan beberapa bahan larut-kemak, misalnya alkohol dan aspirin



• aktor intrinsik



Enzim pencernaan • Tripsi, kimotripsi, karboksipeptidase



Tidak ada



menyelesaikan percernaan di lumen duodenum



• Amilase • Lipase Sekresi cair NaHCO3 Pankreas • Garam empedu • Sekresi basa • Bilirubin



• Mukus • Garam







Empedu tidak mencerna apapun, tetapi garam empedu mempermudah penyerapan lemak di lumen duodenum Di lumen, di bawah pengaruh enzim pankreas dan empedu, pencernaan karbohidrat dan protein berlanjut dan pencernaan lemak telah tuntas; di brush barder,pencernaan karbohidrat dan protein selesai. Tidak ada



Tidak ada







Garam dan air, oleh air isi menjadi tinja



Semua nutrien, sebagaian besar elektrolit, dan air



Polisakarida yang paling umum dikonsumsi adalah tepung, yang mengandung polisakarida amilosa (glukosa rantai tak bercabang) dan amilopektin (glukosa rantai bercabang) yang berasal dari sumber tanaman. Selain itu, daging mengandung glikogen, polisakarida bentuk



simpanan glukosa di otot yang lebih sangat bercabang. Selulosa, polisakarida lain dalam makanan dan diternukan di dinding tumbuhan, karena itu, karbohidrat ini membentuk serat yang tidak tercerna, atau "massa" makanan kita. Selain polisakarida, sumber karbohidrat lain dalam makanan adalah dalarn bentuk disakarida (molekul "dua-gula"), termasuk sukrosa (gula pasir, yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu fruktosa) dan laktosa (gula susu yang terdiri dari satu molekul glukosa dan satu galaktosa). Melalui proses pencernaan, tepung, glikogen, dan disakarida diubah menjadi monosakarida konstituen-konstituennya, terutarna glukosa dengan sejumlah kecil fruktosa dan galaktosa. Monosakarida ini adalah satuan karbohidrat yang dapat diserap. 2. Protein dalam makanan terdiri dari berbagai kombinasi asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida (Gambar 16-1c lihat juga h, A-12) Melalui proses pencernaan, protein diuraikan terutama menjadi asam-asam amino konstituennya serta beberapa polipeptida kecil (beberapa asam amino yang disatukan oleh ikatan peptida), keduanya adalah satuan protein yang dapat diserap. 3. Sebagian besar lemak dalam makanan berada dalam bentuk trigliserida, yaitu lemak netral yang terdiri dari satu Semua nutrien, molekul gliserol dengan tiga asam lemak yang melekat (tri artinya"tiga") (Gambar 16-1d; lihat juga h. A-11). Pencernaan enzimatik lemak netral memisahkan dua molekul asam lemak dari trigliserida sehingga meninggakan satu monogliserida, yaitu satu molekul gliserol dengan satu molekul asam lemak melekat padanya (mono artinya "satu"). Karena itu, produk akhir pencernaan lemak adalah monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lemak yang dapat diserap. Pencernaan semua bahan makanan dalam diet dituntaskan Garam dan air, oleh hidrolisis ("penguraian oleh air"; lihat h. A-13) enzimatik. Dengan menambahkan H2O di tempat ikatan, enzimenzim dalam sekresi pencernaan menguraikan ikatan-ikatan yang menyatukan subunit-subunit molekular di dalam molekul nutrien sehingga terjadi pembebasan molekul-molekul kecil (Gambar 16-1b). Pada proses hidrolisis terjadi pengeluaran H2O di tempat ikatan yang semula menyatukan subunit-subunit kecil ini wituk membentuk molekul nutrien. Hidrolisis mengganti H2O dan membebaskan unitunit kecil molekul makanan yang dapat diserap enzim-enzim pencernaan bersifat spesifik utuk ikatan yang dapat dihidrolisis mereka. Sewaktu bergerak melaiui saluran cerna, makanan menjadi suhjek herbagai enzim, yang masing-masing menguraikan molekul tnakanan lebih lanjut. Dengan cara ini, molektil molekul makanan yang besar diuhah menjadi unit-unit kecil yang dapat diserap melalui proses bertahap progresif, seperti antrian di pabrik yang berjalan terbalik, seiring dengan terdarong majunya isi saluran cerna.



ABSORPSI Di usus halus, pencernaan telah tuntas dan terjadi



sebagian besar penyerapan. Melalui proses absorpsi, unit-unit kecil makanan yang dapat diserap yang dihasilkan oleh pencernaan, bersama dengan air, vitatnin, dan elektrolit, dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darali atau limfe. Sambil membahas saluran cerna dari awal hingga akhir, kita juga membahas keempat proses motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi yang berlangsung di masing-masing organ pencernaan (Tabel 16-1).



  



615



Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan. Sistem pencernaan terdiri dari traktus digestivus plus organ pencernaan tarnbahan. Organ pencernaan tambahan mencakup kelenjar liur, pankreas eksakrin, dan sistem empedu, yang terdiri dari hati dan kandung empedu. Organ-organ eksokrin ini terletak di luar saluran cerna dan mengalirkan sekresinva melalui duktus ke dalam lumen saluran cerna. Traktus digestivus pada hakikatnya adalah suatu tabung dengan panjang sekitar 4,5 m(15 kaki) dalam keadaan berkontraksi narmall. Saluran cerna, yang berjalan di bagian tengah tubuh, mencakup organ-organ berikut (Tabel 16-1): mulut, faring (tenggorok), esofagus, lambung, usus halus (terdiri dari duodenami, jejunum, dan ileum), usus besar (sekum, apandiks, kolon, dan rektum), dan anus. Ivieskipun organ-organ ini bersambungan satu sama laira, mereka dianggap sebagai entitas terpisah karena adanya modifikasi regional, yang memungkinkan mereka melaksanakan aktivitas pencernaan tertentu. Karena saluran cerna berkesinambungan dari mulut hingga keanus, lumen saluran ini, sepeti lumen sedotan, berhubungan dengan lingkungan eksternal Karenanya, isi di dalam lumen saluran cerna secara teknis berada di luar tubuh, seperti soda yang Anda isap melalui sedotan bukan merupakan bagian dari sedotan itu. Hanya setelah diserap dari lumen menemhus dinding saluran cerna bahan tersebut dianggap sebagai bagian dari tuhuh. Hal ini penting karena kondisi-kondisi yang esensial bagi proses pencernaan dapat ditoleransi di lumen saluran cerna tetapi tidak dapat ditoleransi selayaknya di dalam tubuh. Perhatikan cantoh berikut: ■ pH isi lambung turun hingga serendah 2 akibat sekresi asam hidroklorida (HC1) oleh lambung, tetapi kisaran pH di dalam cairan tubuh yang memungkinkan hidup adalah 6,8 hingga 8,0



Enzim pencernaan yang menghidrolisis protein dalam makanan juga dapat menghancurkan jaringan tubuh yang memproduksinya. (Protein adalah komponen struktural utama sel). Karena itu, setelah enzim-enzim ini disintesis dalam bentuk inaktit, mereka tidak akan diaktifkan hingga mencapai lumen, tetnpat enzim-enzim ini menyerang makanan yang sebenarnya berada di luar tubuh (yaitu, di dalam lumen) sehingga jaringan tubuh terlindung dari proses pencernaan-diri.







Di bagian bawah usus terdapat kuadrilion mikroorganisme hidup yang normalnya tidak berbahaya dan bahkan bermanfaat, tetapi jika mikroorganisme yang sama ini masuk ke tubuh sejati (seperti yang dapat terjadi pada ruptur apendiks), mereka dapat sangat berbahaya atau bahkan mematikan.







■ Makanan adalah partikel asing kompleks yang akan diserang oleh sistem imun jika berkontak dengan tubuh. Namun, makanan dicerna di dalam lumen menjadi unit-unit yang dapat diserap misalnya glukosa, asam amino, dan asam lemak yang tidak dapat dibedakan dari molekul-molekul kaya energi sederhana yang sudah ada di tubuh.



1Karena saluran cerna yang tidak berkonraksi pada mayat memiliki panjang sekitar dua kali lipat dibandingkan dengan saluran yang berkontraksi pada kadaan hidup. buku-buku teks anatomi menunjukkan bahwa saluran cerna memiliki panjang 30 kaki dibandingkan dengan panjang 15 kaki yang diperlihatkan di buku-buku teks ilmu fisiologi.   



hapter



Dinding saluran cerna memiliki struktur umum yang sama di seluruh panjangnya dari esofagus hingga anus, dengan beberapa variasi lokal khas untuk masing-masing bagian. Potongan melintang saluran cerna memperlihatkan empat lapisan jaringan utama (Gambar 16-2). Dari lapisan paling dalam ke arah luar, mereka adalah mukosa, s ubmukosa, muskularis e ksternar, d an serosa. Mukosa melapisi pernntkaan luminal saluran cerna. Bagian ini dibagi menjadi tiga lapisan:



MUKOSA



■ Komponen primer mukosa adalah membran mukosa, suatu lapisan epitel sebelah dalam yang berfungsi sebagai permukaan protektif. Lapisan ini juga mengalami modifikasi di bagian-bagian tertentu untuk sekresi dan absorpsi. Membran mukosa mengandung sel kelenjar eksokrin untuk sekresi getah pencernaan, sel kelenjar endrokrin untuk sekresi horman pencernaan ke dalam darah, dan sel epitel yang khusus untuk menyerap nutrien yang telah tercerna. ■ Lamina propria adalah lapisan tengah tipis jaringan ikat tempat epitel herada. lapisan ini mengandung gut-associated lynsphoid tissue (GALT) yang penting dalam pertahanan terhadap bakteri usus penyebab penyakit (lihat .h 437).



Muskularis mukosa, lapisan otot polos yang jarang, adalah lapisan mukosa terluar yang terletak di samping submukosa Pada beberapa bagian traktus, seperti usus halus, permukaan mukosa sangat berlipat-lipat, dengan banyak bukit dan Iembah yang sarigat meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk penyerapan. Sitat anatomis ini memaksimalkan absorpsi nutrien, air, dan elektrolit oleh usus halus. Sebaliknya, esofagus memperlihatkan sangat sedikit pelipatan mukosa karena fungsinya utamanya adalah sebagai saluran transit. Pola pelipatan mukosa dapat dimodifikasi oleh kontraksi muskularis mukosa. Hal ini penting untuk memajankan daerah-daerah yang berbeda pada permukaan absorptif ke isi lumen. ■



SUBMUKOSA Submukosa ("di bawah mukosa") adalah lapisan tebal jaringan ikat yang menentukan daya regang dan elastisitas saluran cerna. Bagian ini mengandung pembuluh darah dan pembuluh limfe yang lebih besar, yang keduanya membentuk cabang-cabang ke arah dalam ke lapisan mukosa dan ke arah luar ke lapisan otot tebal di sekitarnya. Di dalam submukosa juga terdapat anyaman saraf yang dikenal sebagai pleksus subrnukosca (pleksus artinya "anyaman"). MUSKULARIS EKTERNA Muskularis eksterna, selubung utama otot polos salurar cerna, mengelilingi submukosa. Di sebagian besar saluran cerna, muskularis eksterna terdiri dari dua lapisan: lapisan sirkular dalam dan lapisan longitudinal luar. Serat-serat di lapisan otot polos dalanl (di samping submukosa) mengelilingi saluran. Kantraksi serat-serat melingkar ini mengurangi garis tengah lumen, mengonstriksikan saluran di titik kontraksi. Kontraksi serat di lapisan luar, yang berjalan longitudinal di sepanjang saluran cerna, memperpendek saluran. Bersama-sama, aktivitas kontralatil kedua lapisan otot polos ini menghasilkan gerakan mendorong dan mencampur. Anyaman saraf lain, Sistem Pencernaan



Dinding tubuh



Peritoneum



Mesentrium



Serosa



Submukosa



Otot longitudinal luar Otot sirkular dalam



Membren mukosa Lamina propia Muskularis mukosa



Muskularis externa



Mukosa



Lumen



Duktus kelenjer pencernaan tambahan berukuran besar (yi. hati atau pankreas) menyalurkan isinya ke dalam lumen saluran cerna



Pleksus mienterikus Pleksus submukosa



Gambar 16-2 Lapisan-lapisan dinding sakuran cerna. Dinding saluran cerna terdiri dari lapisan utama: dari paling dala, ke luar adalah mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa.



mienterikus, terletak di antara kedua lapisan otot (mio artinya "otot"; enterik artinya "usus"). Bersama-sama, pleksus submukosa dan mienterikus, disertai hormon dan mediator kimiawi lokal, membantu mengatur aktivitas lokal usus. SEROSA Jaringan ikat paling luar yang menutupi saluran



cerna adalah serosa, yang mengeluarkan cairau encer licin (cairan serosa) yang meluniasi dan mencegah gesekan antara organ-organ pencernaan dan visera di sekitarnya. Hampir di seiuruh panjang saluran cerna, serosa bersambungan dengan mesenterium, yang menggantung organ-organ pencernaan dari dinding dalam rongga abdomen seperti kawat (Gambar 16-2). Perlekatan ini menghasilkan fiksasi relatif; menopang organ-organ pencernaan di posisinya yang benar, senlentara tetap memberi mereka kebebasan untuk nlelakukan gerakan mencantpur dan mendorong.



Motilitas dan sekresi pencernaan diatur secara cermat untuk memaksimalkan pencernaan dan penyerapan makanan yang nlasuk. Empat faktor berperan dalam mengatur fungsi sistem pencernaan: (1) fungsi autonom otot polos, (2) pleksus saraf intrinsik, (3) saraf ekstrinsik, dan (4) hormon pencernaan.



FUNGSI AUTONOM OTOT POLOS Otot polos traktus



digestivus mengalami siklus depolarisasi dan repolarisasi yang ritmik dan konstan. Jenis utama aktivitas listrik spontan di otot palos pencernaan adalah potensial gelombang lambat (lihat h. 311) yang juga dinamai basic electrical rhythm (BER, irama listrik dasar) saluran cerna. Sel pemacu yang dikenal dengan sel interstisial Cadal berlokasi di seluruh lapisan muskularis eksterna. Sel pemacu ini menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyebar melalui taut celah (lihat h. 67) ke sel otot polos yang berdekatan. Gelombang lambat bukan merupakan potensial aksi dan tidak secara langsung memicu kontraksi otot; gelombang ini adalah fluktuasi potensial membran yang ritmik dan beralun yang secara siklis membawa membran mendekati atau menjauhi potensial ambang. Jika gelambang ini mencapai ambang di puncak depolarisasi, di setiap puncak terpicu potensial aksi sehingga terjadi siklus-siklus kontraksi otot yang berirama (lihat Gambar 8-32b, h. 312. Gelombang lambat dihantarkan secara cepat dari sel ke sel melalui lembaran otot polos digestif oleh taut celah yang melaluinya ion pembawa muatan dapat mengalir, serupa dengan potensial pemacu yang dihantarkan melalui otot jantung. Karena itu, seluruh lembaran otot berfungsi sebagai sinsitium fungsional, menjadi tereksitasi dan berkontraksi sebagai satu unit ketika ambang tercapai (lihat h. 311). Sistem Pencernaan



617



Jika ambang tidak tercapai, aktivitas elektrik gelombang lambat berasilasi terus menyapu ke seluruh lembaran otot tanpa disertai dengan aktivitas kontraktil. Apakah ambang tercapai atau tidak bergantung pada efek berbagai faktor mekanis, saraf, dan hormon yang memengaruhi titik awal osilasi irama gelombang lambat tersebut. Jika titik awal berada dekat dengan tingkat ambang, seperti ketika terdapat makanan di saluran cerna, puncak gelombang-lambat yang berdepolarisasi akan mencapai ambang sehingga frekuensi potensial aksi dan aktivitas kontraktil yang menyertainya meningkat. Sebaliknya, jika titik awal jauh dari ambang, seperti ketika tidak terdapat makanan, kecil kemungkinannya ambang tercapai sehingga frekuensi potensial aksi dan aktivitas kontraksi berkurang. Kecepetan (frekuensi) aktivitas kontraktil ritmik spontan saluran cerna bergantung pada laju inheren yang diciptakan oleh sel-sel pemacu yang terlibat. (Perincian spesifik mengenai kontraksi ritmik ini akan dibahas ketika kita membicarakan organ-organ yang bersangkutan.) Interisitas (kekuatan) kontraksi ini bergantung pada jumlah potensial aksi yang terjadi ketika potensial gelombang-lambat mencapai ambang, yang nantinya bergantung pada seberapa lama ambang dipertahankan. Di ambang, terjadi pengaktifan saluran Ca2+ berpintu listrik (lihat h. 97) sehingga menyebabkan terjadinya inlluks Ca2+ ke dalam sei otot polos. Masuknya Ca2+ ini menimbulkan dua efek: (1) Hal ini berperan dalam fase naik potensial aksi, dengan fase turun ditimbulkan seperti biasanya oleh efluks K+; dan (2) Hal ini memicu respons kontraksi (lihat h. 310). Semakin besar jumlah potensial aksi, semakin tinggi konsentrasi Ca2+ sitosol, semakin besar aktivitas jembatan-silang, dan seanakin kuat kontraksi. Paktor lain yang memengaruhi aktivitas kontraksi juga melakukannya dengan mengubah konsentrasi Ca2+ sitosol. Karena itu, tingkat kontraktilitas dapat berkisar dari tonus rendah hingga gerakan mencampur dan mendorong yang kuat dengan mengubah-ubah konsentrasi Ca2+ sitosol. PLEKSUS SARAF INTRINSIK Pleksus saraf intrinsik adalah dua anyaman utama serat saraf—pleksus submulcosa dan pleksus mienterikus—yang seluruhnya berada di dalam dinding saluran cerna dan berjalan di sepanjang saluran cerna. Dengan demikian, tidak seperti sistem tubuh yang lain, saluran cerna memiliki sistem saraf intramuralnya ("di dalam dinding") sendiri, yang mengandung neuron sebanyak di korda spinalis (sekitar 100 juta neuron) dan memberi saluran ini tingkat regulasi-diri yang cukup besar. Bersama-sama, kedua pleksus ini sering disebut sistem saraf enterik (lihat h. 143). Pleksus intrinsik memengaruhi semua segi aktivitas saluran cerna. Pleksus intrinsik mengandung berbagai jenis neuron. Neuron sensorik yang disebut neuron aferen primer intrinsik berespons terhadap rangsangan lokal spesifik dalam saluran cerna. Neuron eferen intrinsik menyarafi dan mengontrol otot polos serta sel endokrin dan eksokrin saluran cerna. Serupa dengan jaringan di dalam sistem saraf pusat, interneuron menerima masukan sinaptik dari neuron aferen primer intrinsik dan memodulasi aktivitas neuron eferen intrinsik. Neuron eferen intrinsik dapat secara langsung memengaruhi motilitas saluran cerna, sekresi getah pencernaan, dan sekresi hormon GI melalui interaksi eksitatorik atau inhibitorik. Sebagai contoh, neuron yang mengeluarkan asetilkolin (Ach) sebagai neurotransmiter mendorong kontraksi otot poIos saluran cerna,    BAB 16



sementara neurotransmiter nitrat oksida dan vasoactive intestinal peptide (peptida usus vasoaktif) bekerja bersama untuk menyebabkan relaksasi. Anyaman saraf intrinsik ini terutama mengoordinasikan aktivitas lokal di dalam saluran cerna. Sebagai gambaran, jika sepotong besar makanan terganjal di esofagus, pleksus-pleksus intrinsik mengoordinasikan respons lokal untuk mendorong maju makanan. Sebagai tambahan dari kompleksnya kontrol dan penyesuaian koordinasi ekstensif di seluruh saluran cerna, aktivits saraf intrinsik dapat dipengaruhi oleh sejumlah besar sinyal saraf ekstrinsik, parakrin, dan endokrin. Saraf ekstrinsik adalah serat-serat saraf dari kedua cabang sistem saraf autonom yang berasal dari luar saluran cerna dan mengatur fungsi saluran cerna. Saraf autonom memengaruhi motilitas dan sekresi saluran cerna dengan memodifikasi aktivitas yang sedang berlangsung di pleksus intrinsik, mengubah tingkat sekresi hormon pencernaan, atau, pada beberapa kasus, bekerja langsung pada otot polos dan kelenjar. SARAF EKSTRINISIK



Ingat kembali bahwa, secara umum, saraf simpatis dan parasimpatis yang menuju ke suatu jaringan menimbulkan efek berlawanan di jaringan tersebut. Sistem simpatis, yang mendominasi pada situasi "berjuang-atau-lari'; cenderung menghambat atau memperlambat kontraksi dan sekresi saluran cerna. Efek ini sesuai jika dilihat bahwa proses pencernaan bukan prioritas tertinggi ketika tubuh menghadapi suatu kedaruratan. Sistem saraf parasimpatis, sebaliknya, mendominasi pada situasi tenang "rest-and-digest ; saat berbagai aktivitas pemeliharaan umum misalnya pencernaan dapat berlangsung optimal. Karena itu, serat saraf parasimpatis yang menyarafi saluran cerna, yang datang terutama melalui saraf vagus, cenderung meningkatkan motilitas otot polos dan mendorong sekresi enzim dan hormon pencernaan. Hal yang khas untuk saraf parasimpatis ke saluran cerna adalah bahwa serat saraf parasimpatis pascaganglian sebenarnya adalah bagian dari pleksus saraf intrinsik. Serat-serat ini adalah neuron keluaran penghasil asetilkolin di dalam pleksus. Karena itu, asetilkolin dilepaskan sebagai respons terhadap refleks lokal yang seluruhnya dikoordinasikan oleh pleksus intrinsik serta terhadap refleks vagus, yang bekerja melalui pleksus intrinsik. Selain diaktifkan selama lepas muatan simpatis atau parasimpatis generalisata, saraf autonom, khususnya saraf vagus, dapat secara tersendiri diaktifkan untuk hanya memadifikasi aktivitas pencernaan. Salah satu tujuan utama pengaktifan spesifik persarafan ekstrinsik adalah untuk memadukan aktivitas antar berbagai bagian saluran cerna. Sebagai contoh, tindakan mengunyah makanan secara refleks meningkatkan tidak saja sekresi liur tetapi juga sekresi lambung, pankreas, dan hati melalui refleks vagus sebagai antipisasi kedatangan makanan. HORMON PENCERNAAN Di dalam mukosa bagian-bagian tertentu saluran cerna terdapat sel-sel kelenjar endokrin khusus yang mengeluarkan hormon pencernaan yang dapat menimbulkan pengaruh eksitatorik atau inhibitorik pada otot polos pencernaan dan sel-sel kelenjar eksokrin. Perlu dicatat bahwa banyak hormon yang sama ini dibebaskan dari neuron di otak, tempat mereka bekerja sebagai neurotransmiter dan neuromadulator. Selama perkembangan embrionik, Sistem Pencarnaan



Pengaruh eksternal



Aktivas saraf autonom ekstrinsik dapat berjalan di atas kontrol lokal untuk memodifikasi respons otot polos dan kelenjer, baik untuk menghubungkan aktivitas antara berbagai bagian saluran cerna atau untuk memodifikasi aktifitas sistem pencernaan sebagai respons terhadap pengaruh eksternal. Karna refleks autonom melibatkan jalur-jalur panjang antara susunan saraf pusat dan sistem pencernaan, refleks-refleks tersebut dikenal sebagai refleks panjang.



Perubahan lokal di saluran cerna



Reseptor di saluran cerna



Pleksus saraf intrinsik



Dapat dirangsang oleh diri sendiri



Saraf ototnom ekstrinsik



Hormon pencernaan



Otot polos (kontraksi untuk motilitas) Sel kelenjer eksokrin (sekresi getah pencernaan) Sel kelenjer endokrin (sekresi hormon pencernaan dan pankreas)



KUNCI = refleks pendek



= refleks panjang



= jalur hormon



Gambar 16-3 Ringkasan jalur-jalur yang mengontrol aktivitas sistem pencernaan



sel-sel tertentu di jaringan saraf yang sedang berkembang bermigrasi ke sistem pencernaan, tempat mereka menjadi sel endokrin



Dinding saluran cerna Mengandung tiga jenis reseptor sensorik yang berespons terhadap perubahan lokal di saluran cerna: (1) kemoreseptar yang peka terhadap komponen kimiawi di dalam lumen, (2) Mekenoreseptor (reseptor tekanan) yang peka terhadap regangan atau tegangan di dinding, dan (3) osmoreseptor yang peka terhadap osmolaritas isi lumen. Stimulasi reseptor-reseptor ini memicu refleks saraf atau sekresi hormon, yang keduanya mengubah tingkat aktivitas di sel efektor sistem pencernaan. Sel-sel efektor ini mencakup sel otot polos (untuk memodi fikasi motilitas), sel kelenjar eksokrin (untuk mengantrol sekresi getah pencernaan), dan sel kelenjar endokrin (untuk mengubah sekresi hormon pencernaan; Gambar 16-3). Pengaktifan reseptor dapat menimbulkan dua jenis refleks sarafrefleks pendek dan refleks panjang. Ketika jaringan sarai intrinsik memengaruhi motilitas lokal atau sekresi sebagai respons terhadap stimulasi lukal spesifik, semua elemen refleks terletak di dalam dinding saluran cerna itu sendiri yaitu terjadilah refleks pendek.



Selain reseptor sensorik di dalam dinding saluran cerna yang memantau isi lumen dan tegangan dinding, rnembran plasma sel efektor sistem pencernaan memiliki protein reseptor yang berikatan dan berespons terhadap hormon pencernaan, neurotransmiter, dan mediator kimiawi lokal. Dari gambaran umum ini, Anda dapat melihat bahwa regulasi fungsi pencernaan merupakan hal yang sangat kompleks karena dipengaruhi oleh banyak jalur sinergistik yang saling terkait yang dirancang untuk memastikan bahwa terbentuk respons yang sesuai untuk mencerna dan menyerap makanan yang rnasuk. Tidak ada di bagian tubuh lain terdapat sedemikian banyak kontrol yang tumpang-tindih.



Kini kita akan "berwisata" di sepanjang saluran cerna, dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Kita akan membahas empat proses pencernaan dasar yaitu motilitas, sekresi, digesti, dan absarpsi di masing-masing argan sepanjang perjalanan. Tabel 16-1 meringkaskan aktivitas-aktivitas tersebut dan berfungsi sebagai rujukan berrnanfaat untuk seluruh sisa bab ini. Periksa Pemahaman Anda 16.1 1. Garnbarkan potongan melintang saluran cerna dan labeli yang berikut: mukosa, submukosa, muskularis eksterna, serosa, pieksus submukosa, dan pleksus mienterikus. 2. Jeiaskan bagaimana aktivitas pemacu memengaruhi fungsi otot polos.



16.2



|



Mulut



Pintu masuk ke saluran cerna adalah melalui mulut atau rongga oral. Lubang masuk dibentuk oleh bibir yang mengandung otot dan membantu mengambil, menuntun, dan menampung makanan di mulut. Bibir juga memiliki fungsi non-pencernaan; bibir penting



  



619



untuk berbicara (artikulasi banyak bunyi bergantung pada bentukan bibir tertentu) dan sebagai reseptor sensarik dalam hubungan antar pribadi (misalnya berciuman). Bibir memiliki kemampuan merasakan sensasi taktil (sentuh) yang tinggi. Langit-langit (palatum) yang membentuk atap lengkung rongga mulut, memisahkail mulut dari saluran hidung. Keberadaan struktur ini memungkinkan bernapas dan mengunyah atau menghisap berlangsung secara bersamaan. Di belakang tenggarok menggantung pada palatum suatu tonjolan, uvula, yang berperan penting dalam menutup saluran hidung sewaktu menelan. (Uvula adalah struktur yang terangkat ketika Anda mengucapkan "ahh" sehingga dokter dapat melihat tenggorok Anda dengan lebih jelas.) Lidah, yang membentuk dasar rongga mulut, terdiri dari otot rangka yang dikontrol secara volunter. Gerakan lidah penting dalam menuntun makanan di dalam mulut sewaktu mengunyah dan menelan serta berperan penting dalam Uerbicara. Selain itu, kuntum kecap (taste buds) terletak di lidah (lihat h. 242).



Langkah pertama dalam proses pencernaan adalah mastikasi atau mengunyah, yaitu motilitas mulut yang melibatkan pengirisan, pernbekall, penggilingan, dan pencampuran makanan oleh gigi. Gigi tertanam kuat di dan menonjol dari tulang rahang. Bagian gigi yang terlihat dilapisi oleh email, struktur paling keras di tubuh. Email terbentuk sebelum gigi tumbuh oleh sel-sel khusus yang lenyap sewaktu gigi muncul. Karena email tidak dapat dibentuk kembali setelah gigi tumbuh, setiap defek (karies dentis atau "lubang") yang terbentuk di email harus ditarnbal oleh hahan buatan atau permukaan akan terus tererosi ke dalam pulpa hidup di bawahnya Gigi atas dan bawah biasanya pas satu sama lain ketika rahang menutup. Oklusi ini memungkinkan makanan digiling dan dihancurkan di antara permukaan gigi. Ketika gigi tidak berkontak dengan pas satu Sama lain, gerakan memotong dan menggiling menjadi tidak sempurna. Maloklusi semacam ini terjadi karena kelainan posisi gigi dan sering disebabkan oleh gigi-gigi yang berdesakan dan terlalu besar untuk ruang rahang yang ada atau karena satu rahang bergeser terhadap rahang yang lain. selain menglulyah menjadi tidak efektif; maloklusi dapat menyebahkan permukaan gigi aus serta disfungsi dan nyeri sendi temporomandibula, tempat tulang-tulang rahang bersendi satu sama lain. Maloklusi sering dapat tekanan lembut berkepanjangan terhadap gigi untuk memindahkan gigi secara bertahap ke posisi yang diinginkan. Gigi dapat menghasilkan gaya yang jauh lebih besar daripada yang diperlukan untuk menyantap makanan biasa. Sebagai contoh, geraham pada pria dewasa dapat menghasilkan gaya penghancur hingga 200 pon, yang cukup untuk menghancurkan kacang yang keras, tetapi kekuatan sebesar ini biasanya tidak digunakan. Pada kenyataannya, derajat oklusi lebih pentingdaripada kekuatan menggigit dalam menentukan efisiensi mengunyah.



620 BAB 16



Fungsi mengunyah adalah (1) untuk menggiling dan memecahkan makanan menjadi potongan-patongan yang lebih kecil sehingga makanan mudah ditelan dan untuk meningkatkan luas permukaan makanan yang akan terkena enzim, (2) untuk mencanlpur makanan dengan liur, dan (3) untuk merangsang kuntum kecap. Fungsi yang terakhir tidak saja menghasilkan rasa niklnat kecap yang subjektif tetapi juga, melalui mekanisme umpan maju, secara refleks nleningkatkan sekresi liur, lambung, pankreas, dan empedu untuk persiapan menvambut kedatangan makanan. Tindakan mengunyah dapat volunter, tetapi sebagian besar mengunyah selama makan adalah refleks ritmik yang dihasilkan oleh pengaktifan otot rangka rahang, bibir, pipi, dan lidah sebagai respnns terhadap tekanan makanan pada jaringan mulut.



Liur (saliva), sekresi yang berkaitan dengan mulut, terutama dihasilkan oleh tiga pasang kelenjar liur utama yang terletak di luar rongga mulut dan mengeluarkan liur melalui duktus pendek ke dalam mulut (Gambar 16-4). Liur mengandrrng 99,5% H2O dan 0,5% elektrolit dan proteiri. Konsentrasi NaCI (garam) dalam liur hariya sepertujuh konsentrasinya di plasma, yang penting dalam mempersep- sikan rasa asin. Demikian juga, diskriminasi rasa manis di- tingkatkan oleh tidak adanya glukosa di liur. Protein liur yang terpenting adalah amrlase, mukus, dan lisozim. Pratein-protein ini berperan dalarn fungsi saliva sebagai berikut: 1. Liur memulai pencernaan karbohidrat di mulut melalui kerja amilase liur. Produk-produk digesti mencakup maltosa, yaitu suatu disakarida yang terdiri dari dua molekul glukosa (lihat Gambar 16-1 b), dan a-limit dekstrin, yaitu poEisakarida rantai cabang sebagai hasil dari pencernaan amilopektin 2. Liur mempermudah proses menelan dengan membasahi partikel makanan sehingga partikel-partikel tersebut menyatu, serta menghasilkan pelumasan oleh adanya mukus, yang kental dan Iicin. 3. Liur memiliki silat antibakteri melalui efek empat kali lipat—pertama, dengan lisozim, suatu enzim yang melisiskan, atau menghancurkan, bakteri tertentu dengan merusak dinding sel; kedua, dengan glikoprotein pengikat yang mengikat erat besi yang di perlukan untuk multiplikasi baktari; dan keempat, dengan membilas bahan yang mungkin berfungsi sebagai sumber makanan untuk bakteri. 4. Liur berfungsi sebagai bahan pelarut molekul yang merangsang kuntum kecap. Hanya molekul dalam larutan yang dapat bereaksi de ngan reseptor kuntum kecap. Anda dapat membuktikannya send-iri: Keringkan lidah Anda dan kemudian teteskan gula di atasanya-Anda tidak merasakan gula tersebut hingga gula terbasahi. Aliran saliva juga membilas partikel-partikel makanan di kuntum kecap sehingga Anda dapat mengecap gigitan makanan selanjutnya. 5. Liur membantu berbicara dengan mempermudah gerakan bibir dan lidah. Kita sulit berbicara jika mulut kita kering. 6. Liur berperan penting dalam higiene mulut dengan membantu



Sistem Pencernaan



Memikirkan makan



( +)



Raseptor tekanan dan kemoeresepto di mulut



Pusat liur di medula



(+)



Korteks serebrum



Melihat makanan Menghirup makan



Refleks sederhana



Saraf otonom



Refleks terkondisi



Kelenjer liur Kelenjar sublingua Sekresi liur



Kelenjer parotis



l Kelenjer submandibula



Gambar 16-4 Kelenjer liur dan kontrol sekresi liur



mulut dan gigi bersih. Aliran liur yang konstan membantu membilas residu makanan, partikel asing, dan sel epitel tua yang terlepas dari mukosa mulut. Kontribusi liur dalam hal ini dapat dirasakan oleh setiap orang yang pernah mengalami bau mulut ketika salivasi tertekan sementara, misalnya ketika demam atau mengalami kecemasar berkepanjangan.



Selain sekresi kontinu tingkat rendah ini, sekresi liur dapat ditingkatkan oleh dua jenis refleks liur, yaitu refleks liur sederhana dan terkondisi (Gambar 16-4).



7. Liurkaya akan dapar bikarbonat, yang menetralkan asam dalam makanan serta asam yang dihasilkan oleh bakteri di mulut sehingga karies dentis dapat dicegah.



sederhana terjadi ketika kemoreseptor dan reseptor tekan di dalam rongga mulut berespons terhadap keberadaan makanan. Pada pengaktifan, reseptor-reseptor ini menghasilkan impuls serat-serat sarat aferen yang membawa informasi ke pusat liur, yang terletak di medula batang otak, seperti semua pusat otak yang mengontrol aktivitas pencernaan. Pusat liur, nantinya, mengirim impuls melalui saraf autonom ekstrinsik ke kelenjar liur untuk meningkatkan sekresi liur. Tindakan gigi mendorong sekresi liur tanpa adanya makanan karena manipulasi ini mengaktifkan reseptor tekan di mulut.



Meskipun memiliki banyak fungsi di atas, liur tidak esensial untuk pencernaan dan penyerapan makanan karena enzim-enzim yang diproduksi oleh pankreas dan usus halus dapat menuntaskan pencernaan makanan meskipun tidak terdapat liur dan sekresi lambung. Masalah utama yang berkaitan dengan berkurangnya sekresi liur, suatu kondisi yang xerostomia, adalah kesulitan mengunyah dan menelan, kesulitan bicara kecuali yang bersangkutan sering menyeruput air ketika berbicara, dan peningkatan mencolok karies dentis kecuali jika di ambil tindakan pencegahan khusus.



Secara rerata, sekitar 1 hingga 2 liter liur dikeluarkan setiap hari, berkisar dari laju basal spontan kontinu sebesar 0,5 mL/mnt hingga laju aliran maksimal sekitar 5 ml/mnt sebagai respons terhadap rangsangan kuat misalnya menghisap jeruk. Tanpa adanya rangsangan terkait-makanan, stimulasi tingkat-rendah oleh saraf parasimpatis memicu sekresi basal saliva. Sekresi basal ini penting untuk menjaga mulut dan tenggorok selalu basah.



REFLEKS LIUR SEDERHANA DAN TERKONDISI Refleks liur



Pada refleks liur terkondisi, atau didapat, salivasi terjadi tanpa stimulasi oral. Hanya berpikir, melihat, mencium, atau mendengar pembuatan makanan yang lezat memicu salivasi melalui refleks ini. Kita semua pernah mengalami "liur menetes" ketika mengantisipasi sesuatu yang lezat untuk dimakan. Ini adalah respons yang dipelajari berdasarkan pengalaman sebelumnya. Sinyal yang berasal dari luar mulut dan secara mental dikaitkan dengan kenikmatan makan, bekerja melalui korteks serebrum wituk merangsang pusat liur di medula. AUTONOM PADA SEKRESI LIUR Pusat liur mengontrol derajat pengeluaran liur melalui saraf autonom yang menyarafi kelenjar liur. Tidak seperti sistem saraf autonom di tempat lairt di tubuli, respons simpatis dan parasimpatis di kelenjar liur tidak antagonistik. PENGARUH



  



621



Baik stimulasi simpatis maupun parasinapatis meningkatkan sekresi liur tetapi jumlah, karakteristik, dan mekanismenya berbeda. Stimulasi parasinapatis, yang memiliki efek dominan dalani sekresi liur, menghasilkan liur yang encer, segera keluar, berjumlah besar, dan kaya enzim. Stimulasi simpatis, sebaliknya, menghasilkan liur dengan volume terbatas, kental, dan kaya mukus. Karena stimulasi simpatis menghasilkan lebih sedikit liur, mulut terasa lebih kering daripada biasanya selama keadaan-keadaan ketika sistem simpatis dominan, misalnya situasi penuh stres. Contohnya, orang sering merasa mulutnya kering karena rasa cemas ketika akan berpidato.. Sekresi liur adalah satu-satunya sekresi pencernaan yang seluruhnya berada di bawah kontrol saraf. Semua sekresi pencernaan lainnya diatur oleh refleks sistem saraf dan hormon.



Pencernaan di mulut melibatkan hidrolisis polisakarida oleh amilase. Namun, sebagian besar pencernaan oleh enzim ini dilakukan di korpus lambung setelah massa makanan dan liur tertelan. Asam menginaktifkan amilase, tetapi di bagian tengah makanan, ternpat asam lambung belum hingga, enzim liur ini terus berfungsi selama beberapa jam. Tidak terjadi penyerapan makanan di mulut. Hal yang penting, sebagian obat dapat diserap oleh mukosa orai, contoh utamanya adalah nitrogliserin, yaitu obat vasodilator yang kadang digunakan oleh pasien jantung untuk menghilangkan serangan angina (lihat h. 354) ) yang berkaitan dengan iskemia miokardium (lihat h. 337).



Menelan dimulai ketika suatu bolus, atau gumpalan makanan yang telah dikunyah atau encer, secara sengaja didorong oleh lidah ke belakang mulut dan menuju faring (Gambar 16-5, langkah 1 ).Tekanan bolus merangsang reseptor-reseptor tekanan faring, yang mengirim impuls ateren ke pusat menelan yang terletak di medula batang otak. Pusat menelan kemudian secara refleks mengaktifkan otot-otot yang terlibat dalam proses menelan dalam urutan yang sesuai. Menelan adalah refleks yang paling rumit di tubuh. Pada proses menelan, terjadi pengaktifan berbagai respons yang sangat terkoordinasi dalam suatu pola tuntas-atau-gagal spesifik dalam suatu periode waktu. Menelan dimulai secara volunter, tetapi sekali dimulai maka gerakan ini tidak dapat dihentikan. Mungkin Anda pernah mengalaminya ketika sepotong besar permen secara tak-sengaja terselip ke bagian belakang tenggorokan anda, memicu proses menelan tanpa Anda inginkan. Berikutnya, kita akan membahas dua tahap menelan: fase orofaririgeal dan fase esophageal



Tahap orofaring terdiri dari pemindahan bolus dari rnulut melalui faring untuk masuk ke esofagus. Ketika lidah mendorong bolus ke faring (Gambar 16-5, langkah 2 ),bolus makanan harus diarahkan ke dalam esofagus dan dicegah untuk masuk ke dalam saluran napas seperti saluran hidung dan trakea. Semua ini diatur oleh aktivitas-aktivitas terkoordinasi berikut: Seorang lndividu tidak akan berusaha untuk bernapas ketika saluran napasnya tertutup sementara karena pusat menelan secara sementara menghambat pusat respirasi yang berdekatan (langkah 3 ).







Periksa Pemahaman Anda 16.2 1. sebutkan berbagai fungsi mukus, amiiase, dan lisozim liur. 2. Bandingkan efek stimulasi parasimpatis dan simpatis pada kelenjar liur.



Uvula terangkat dan menekan bagian belakang tenggorok,menutup saluran hidung dari faring sehingga makanan tidak masuk ke hidung (langkah 4 ).







Posisi lidah yang menekan langit-langit keras menjaga agar makanan tidak masuk kembali ke mulut sewaktu menelan (langkah 5 ).







16.3



|



Faring dan Esofagus



Faring adalah rongga di belakang tenggorok. Bagian ini berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem pencernaan (dengan berfungsi sebagai penghubung antara mulut dan esofagus, untuk makanan) dan sistem pernapasan (dengan memberi akses antara saluran hidung dan trakea, untuk udara). Susunan ini mengharuskan adanya mekanisme (akan segera dijelaskan) untuk menuntun makanan dan udara menuju saluran yang benar setelah melewati faring. Di dinding samping faring terdapat tonsil, yaitu jaringan limfoid yang merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh. Motilitas yang berkaitan dengan faring dan esofagus adalah menelan. Sebagian besar dari kita berpikir bahwa menelan adalah tindakan terbatas memindahkan makanan keluar mulut menuju esofagus. Namun, menelan sebenarnya adalah keseluruhan proses memindahkan makanan dari mulut melalui esofagus hingga ke lambung.



  



BAB 16



Makanan dicegah masuk ke trakea terutama oleh elevasilaring dan penutupan erat lipatan vokal di pintu masuk laring, atau glotis (langkah 6 ). Bagian pertama trakea adalah Icrring, atau kotak sunra, yang melaluinya lipatan vokal teregang. Sewaktu menelan, lipatan vokal melakukan tugas yang tidak berkaitan dengan berbieara. Kontraksi otot-otot laring mendekatkan kedua lipatan vokal satu sama lain sehingga pintu masuk glotis tertutup (lihat Gambar 13-3, h. 483). Terakhir, epiglotis (epi artinya "di atas"), penutup jaringan kartilagenosa yang terletak di anterior glotis, melipat ke belakang menutupi glotis yang telah tertutup sebagai proteksi tambahan agar makanan tidak masuk ke saluran napas (langkah 7 ).







Dengan glotis yang tertutup, otot-otot faring berkontraksi untuk mendorong bolus ke dalam esofagus (langkah 8 ).







Sistem Pencernaan



Saluran hidung Langit-langit keras Langit-langit lunak



Bolus



Uvala



Lidah Glotis pada jalan masuk laring



1 Penelanan dimulai secara



Faring Epiglotis Esofagus Trakea



(a) Posisi strukturstruktur orofaring saat istirahat



3 Pusat menelan menghambat pusat pernafasan di batang otak



Bolus



Batang otak 4



2



Lidah



Sfingter faringoesfageal tertutup



(b) Bagian oral tahap orofaring saat istirahat



7



Bolus



8 Esofagus



6



4 Elevasi uvula mencegah makanan masuk ke saluran hidang.



5 Posisi lidah mencegah makanan masuk kembali ke mulut



5



(c) Bagian faringeal tahap orofaringeal



Lipatan vokal



2 Lidah mendorong bolus ke faring



1



3



Lidah



volunter. Pada awal menelan, lidah menekan bolus ke langit langit keras



6 Penutupan erat pita suara mencegah makanan memasuki trakea. 7 Epiglotis melipat ke arah glotis yang tertutup.



Anterior Epiglotis 6



Glotis tertutup



Glotis terbuka



8 Kontraksi otot-otot faring mendorong bolus melalui sfringter faringoesofageal yang terbuka ke dalam esofagus



(Dilihat dari atas)



9 Sfingter faringoesofageal



tertutup, struktur-struktur orofaringeal kembali ke posisi istirahatnya, dan pernafasaan kembali terjadi.



9 (d) Permulaan tahap esofageal menelan



Bolus 10 Peristaltik mendorong bolus ke bawah di sepanjang esofagus.



Esofagus Kontraksi peristaltik Bolus Sfinger gastroesofageal tertutup



10



Lambung



11



(e) Penyesalan tahap esophageal



11 Sfingter gastroesofageal berelaksasi saat peristalsis mendorong bolus ke lambung. Menelan telah selesai. Sfingter kembali berkontraksi



Gambar 16-5 Tahap orofaringeal dan esofageal menelan.



Sistem Pencernaan



623



Esofagus adalah saluran berotot yang relatif lurus yang terbentang antara faring dan lambung (lihat Tabel 16-1, h. 614).). Struktur ini, yang sebagiari besar terletak di rongga toraks, menembus diafragma dan tnenyatu dengan lanibung di rongga abdomen beberapa sentimeter di bawah diafragma. Esofagus dijaga di kedua ujungnya oleh sfingter. Sfingter adalah struktur otot berbentuk cincin yang, ketika tertutup, mencegah lewatnya sesuatu melalui saluran yang dijaganya. Sfingter esofagus atas adalah sfingter faringoesofagus, dan sfingter esofagus bawah adalah sfingter gastroesofirgus. Kita pertama-tama membahas peran sfingter faringoesofagus, kemudian proses transit makanan di esofagus, dan akhirnya pentingnya sfingter gastroesofagus. Karena esofagus terpajan ke tekanan intrapleura subatmosfer akibat aktivitas pernapasan (lihat h. 485), terbentuk gradien tekanan antara atmosfer dan esofagus. Kecuali sewaktu menelan, sfingter faringoesofagus menjaga pintu masuk ke esofagus selalu tertutup sebagai hasil dari kontraksi otot rangka sirkular sfingter yang dipengaruhi oleh saraf. Kontraksi tonik sfingter esofageal atas mencegah masuknya udara dalarn jumlah besar ke dalam esofagus dan lambung sewaktu bernapas. Udara hanya diarahkan ke dalam saluran napas. Jika tidak, saluran cerna akan menerima banyak gas, yang dapat menimbulkan eructation (sendawa) berlebihan. Sewaktu menelan, sfingter ini terbuka dan memungkinkan bolus masuk ke dalam esofagus (Gambar 165, langkah 8 ). Setelah bolus beradadi dalam esofagus, sfingter faringoesofagus menutup, saluran napas terbuka, dan bernapas kembali dilakukan (langkah 9 ). Tahap orofaring selesai, dan sekitar 1 detik telah berlalu sejak proses menelan pertama kali dimulai.



Tahap esofageal pada menelan kini dimulai. Pusat menelan memicu gelombang peristaltik primer yang menyapu dari pangkal ke ujung esofagus, mendorong bolus di depannya menelusuri esofagus untuk masuk ke lambung. Kata peristalsis merujuk kepada kontraksi otot polos sirkular berbentuk cincin yang bergerak prugresif maju, mendorong bolus ke bagian di depannya yang masih melemas (Gambar 16-5, langkah 10 ). Gelombang peristaltik memerlukan waktu sekitar 5 hingga 9 detik untuk mencapai ujung bawah esofagus. Perambatan gelombang dikontrol oleh pusat menelan, dengan persarafan melalui saraf vagus. Jika bolus berukuran besar atau lengket yang tertelan, misalnya potongan roti lapis selai kacang, tidak dapat didorong peristaltic mencapai lambung oleh gelombang peristalsis primer, bolus yang tertahan tersebut akan meregangkan esofagus, merangsang reseptor tekanan di dindingnya. Akibatnya, pleksus saraf intrinsik di tempat distensi memulai gelombang peristaltik tambahan untuk mendorong bolus yang tertahan tersebut. Gelombang peristaltik kedua ini tidak melibatkan pusat menelan, dan yang bersangkutan tidak menyadari kejadiannya. Peregangan esofagus juga secara retleks meningkatkan sekresi liur.



  



hapter



olus yang terperangkap akhirnya terlepas dan bergerak maju melalui efek kombinasi pelumasan oleh liur tambahan yang tertelan dan gelombang peristaltik kedua yang kuat. Peristalsis esofagus sedemikian efektif sehingga Anda dapat menghabiskan sepiring hidangan dalam posisi terbalik dan semua makanan akan segera terdorong ke dalam lambung.



Kecuali sewaktu menelan, sfingter gastroesofagus, yang merupakan otot polos yang berbeda dengan sfingter gastroesofagus atas, tetap berkontraksi dengan cara aktivitas miogenik (lihat h. 11). Kontraksi juga meningkat selama inspirasi sehingga menurunkan kemungkinan refluks isi lambung yang asam ke dalam esofagus pada saat ketika tekanan intrapleura yang subatmosferik akan mendorong pergerakan kembali isi lambung. Jika isi lambung akhirnya mengalir balik meskipun terdapat sfingter, keasaman isi lambung ini mengiritasi esofagus, menyebabkan rasa taknyaman di esofagus yang dikenal sebagai nyeri ulu hati atau heartburn. (Jantung itu sendiri sama sekali tidak terlibat.) Sewaktu gelombang peristalsis menyapu menuruni esofagus, sfingter gastroesofagus melemas sehingga bolus dapat masuk ke dalam esofagus (Gambar 16-5, tahap 11 ). Setelah bolus masuk ke lambung, proses menelan tuntas dan sfingter gastroesofagus kembali berkontraksi.



Sekresi esofagus seluruhnya bersifat protektif. Sekresi esofagus seluruhnya terdiri dari mukus, yang melumasi lewatnya makanan sehingga mengurangi kemungkinan cedera esofagus akibat setiap sisi makanan yang tajam. ukus juga membantu melindungi esafagus dari cedera oleli asam dan enzim dalam getah lambung jika terjadi retluks. (Pada kenyataannya, mukus protektif disekresikan di sepanjang saluran cerna.) Keseluruhan waktu transit di faring dan esofagus hanya sekitar 6 hingga 10 detik, terlalu singkat untuk terjadinya pencernaan atau penyerapan di bagian ini. Kini kita bergerak ke perhentian berikutnya, lambung. Periksa Pemahaman Anda 16.3 1. Jelaskan bagaimana faring mencegah makanan memasuki trakea selama menelan. 2. Sebutkan fungsi sfingter faringoesofageal.



16.4



| Lambung



Lambung adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara esofagus dan usus halus. Organ ini dibagi nienjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi (Gambar 16-6). Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. agian tengah atau utama lambung adalah korpus.



Sistem Pencernaan



Body



fungsi di atas selagi kita meneliti empat proses pencernaan dasarmotilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi—yang berkaitan dengan lambung. Uimulai dari motilitas, lambung memiliki motilitas yang kompleks dan berada di bawah banyak sinyal regulatorik. Empat aspek motilitas lambung adalah (1) pengisian, (2) penyimpanan, (3) pencampuran, dan (4) pengosongan. Kita mulai dengan pengisian lambung.



Stomach folds



Pengisian lambung melibatkan relaksasi reseptif.



Esophagus



Fundus



Gastroesophageal sphincter



Pyloric sphincter



Smooth muscle



Oxyntic mucosa Duodenum



Pyloric gland area



Antrum



Gambar 16-6 Anatomi lambung. lambung dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan stuktual dan fungsional-fundus, kopus, dan antrum. Permukaan mukosa lambung dibagi menjadi mikosa osintik dan daerah kelenjar pilorus berdasarkan perbedaan dalam sekresi kelenjar.



Lapisan otot polos di fundus dan korpus relatif tipis, tetapi bagian bawah lambung, antrum, memiliki otot yang jauh lebih tebal. Perbedaan ketebalan otot ini memiliki peran penting dalam motilitas lambung di kedua regio tersebut, seperti segera akan Anda ketahui. Juga terdapat perbedaan kelenjar di mukosa regio-regio ini, seperti akan dijelaskan nanti. Bagian terminal lambung adalah sfingter pilorus, yang bekerja sebagai sawar antara lambung dan bagian atas usus halus, yaitu duodenum.



Lambung menyimpan makanan dan memulai pencernaan protein. Lambung melakukan tiga fungsi utama: 1. Fungsi terpenting lambung adalah menyimpan makanan yang masuk hingga makanan dapat disalurkan ke usus halus dengan kecepatan yang sesuai unhik pencernaan dan penyerapan yang optimal. Diperlukan waktu beberapa jam tmtuk mencerna dan menyerap satu porsi makanan yang dikansumsi hanya dalam bilangan menit. Karena usus halus adalall tempat utama pencernaan dan penyerapan, lambung perlu menyimpan makanan dan menyalurkannya ke duodenum dengan kecepakan yang tidak melebihi kapasitas usus halus.



Ketika kosong, lambung memiliki volume sekitar 50 mL, tetapi volume lambung dapat bertambah hingga sekitar 1 liter (1000 mL) saat makan. Lambung dapat menampung pening- katan volume 20 kali lipat tersebut melalui mekanisme berikut. Bagian interior lambung membentuk lipatan-lipatan dalant. Sewaktu makan, lipatan menjadi lebih kecil dan nyaris men datar sewaktu lambung sedikit melemas setiap kali makanan masuk, seperti ekspansi bertahap kantong es yang sedang diisi. Respons yang diperantarai oleh vagus ini, disebut relaksasi reseptif, memungkinkan lambung menampung makanan dengan hanya menyebabkan sedikit peningkatan tekanan intralambung. Namun, jikamakanan yang dikonsumsi melebihi satu liter, lambung mengalami peregangan berlebih- an, tekanan intralambung meningkat, dan yang bersangkutan merasa tidak nyaman.



Sekelompok sel pemacu (sel interstisial Cajal) yang terletak di regio fundus bagian atas lambung menghasilkan potensial gelombang lambat yang menyapu ke bawah sepanjang lambung menuju sfingter pilorus dengan frekuensi tiga kali per menit. Pola ritmik depolarisasi spontan ini—irama listrik dasar, atau BER, lambung—terjadi terusmenerus dan mungkin disertai oleh kontraksi lapisan otot polos sirkular lambung. Bergantung pada tingkat eksitabilitas di dalam otot polos, lapisan otot polos ini dapat mencapai ambang oleh aliran arus ini dan mengalami potensial aksi, yang pada gilirannya memulai gelombang peristaltik yang menyapu ke seluruh lambung seiring dengan BER dengan frekuensi tiga kali per menit. Sekali dimulai, gelombang peristaltik menyebar melalui fundus dan korpus ke antrum dan sfingter pilorus. Karena lapisan otot di fundus dan korpus tipis, kontraksi peristaltik di bagian ini lemah. Ketika mencapai antrum, gelombang koiitraksi menjadi jauh lebih kuat karena otot di sini lebih tebal.



2. Lambung mengeluarkan asam hidroklorida (HCI) dan enzim yang memulai pencernaan protein.



Karena di fundus dan korpus gerakan mencampur berlangsung lemah, makanan yang disalurkan ke lambung dari esofagus disimpan di bagian korpus yang relatif tenang tanpa mengatami pencampuran. Daerah fundus biasanya tidak menyimpan makanan tetapi hanya rnengandung kantong gas. Makanan secara bertahap disalurkan dari korpus ke antrum, tempat berlangsungnya pencampuran.



3. Melalui gerakan mencampur lambung, makanan yang tertelan dihaluskan dan dicampur dengan sekresi lambung untuk menghasilkan campuran cair kental yang dikenal sebagai kimus. Isi lambung harus diubah menjadi kimus sebelum dapat dialirkan ke duodenum. Kini kita akan membahas bagaimana lambung melaksanakan fungsi-



Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung untuk menghasilkan kimus. Setiap gelombang peristaltik antrum mendorong kimus maju menuju sfingter pilorus. Kontraksi tonik sfingter pilorus normalnya menyebabkan sfingter ini



  



625



nyaris tertutup. Lubang yang terbentuk cukup besar untuk dilalui oleh air dan cairan lain, walaupun partikel dengan diameter lebih besar dari 2 mm tidak dapat melaluinya. Sewaktu gelombang peristaltik mencapai sfingter pilorus dan menutupnya dengan erat, partikel besar didorong balik kembali ke korpus lambung (Gambar 16-7). Massa kimus antrum yang terdorong ke depan terdorong lebih jauh lagi ke depan dan kemudian balik kembali seiring dengan peningkatan gelombang peristaltik herikutnya. Aksi ini disebut retropulsi, yang terus menghancurkan dan melunakkan kimus hingga partikel menjadi cukup kecil bagi pengosongan, mencampur isi dalam prosesnya.



Selain mencampur isi lambung, kontraksi peristaltik antrum adalah gaya pendorong untuk mengosongkan isi lambung (Gambar 16-7). Jumlah kimus yang lolos ke duodenum pada setiap gelombang kontraksi sebelum sfingter pilorus menutup erat terutama bergantung pada kekuatan peristalsis antrum. Intensitas peristalsis antrum dan, karenanya, kecepatan pengosongan lambung dapat sangat bervariasi di bawah pengaruh berbagai sinyal dari lambung dan duodenum (Tabel 16-2). Faktor-faktar ini memengaruhi eksitabilitas lambung dengan sedikit depolarisasi atau hiperpolarisasi atot polos lambung. Semakin besar eksitabilitas, semakin sering BER



menghasilkan patensial aksi, semakin besar kekuatan peristaltik antrum, dan semakin cepat laju pengosongan lambung. FAKTOR-FAKTOR DI LAMBUNG YANG MEMENGARUHI LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG Faktor utama di lambung yang



memengaruhi kekuatan kontraksi adalah jumlah kimus di lambung. Jika hal-hal lain setara, lambung mengosongkan isinya dengan kecepatan yang sebanding dengan volume kimus di dalamnya setiap saat. Peregangan lambung memicu peningkatan matilitas lambung melalui efek langsung peregangan pada otot polos serta melalui keterlibatan pleksus intrinsik, sarafvagus, dan hormon lambung gastrin. (Sumber, kontrol, dan fungsi lain hormon ini akan dijelaskan kemudian.)



Selain itu, derajat fluiditas kimus di lambung memengaruhi pengosongan lambung. Isi lambung harus diubah menjadi bentuk cair kental merata sebelum pengosongan. Semakin cepat tingkat keenceran yang sesuai tercapai, semakin cepat isi lambung siap dievakuasi FAKTOR-FAKTOR DI DUODENUM YANG MEMENGARUHI LAJU PENGOSONGAN LAMBUNG Meskipun lambung ber-



pengaruh, faktor-faktor di duodenum sangat penting dalam mengontrol kecepatan pengosongan lambung. Duodenum harus siap menerima kimus dan dapat menunda pengosongan lambung dengan mengurangi kekuatan peristalsis antrum hingga duodenum siap menampung



Lambung Esafogus



1



Sfingter gastroesofagus Sfingter pilorus



Duodenum 4



3 2 Gerakan kimus



Arah gerakan kontraksi peristaltik



6 5



Kontraksi peristaltik



Kontraksi peristaltik Pencampuran lambung



Pengosongan lambung 1 Kontraksi peristaltik dimulai di fundus atas dan menyapu turun menuju sfingter pilorus. 2 Kontraksi menjadi lebih kuat sewaktu mencapai antrum yang berotot tebal 3 Kontraksi peristaltik antrum yang kuat mendorang kimus maju. 4 Sebagian kecil kimus terdorong melewati sfingter yang setlikit terbuka ke dalam duodenum. Semakin kuat kontraksi antrum, semakin banyak kimus yang masuk ke duodenum pada setiap gelombang kontraksi.



5 Ketika kontraksi peristaltik mencapai sfingter pilorus, sfingter menutup erat dan proses pengosongan berhenti. 6 Ketika kimus yang sedang terdorong maju menumbuk sfingter yang tertutup, kimus ini terpantul balik ke antrum. Kimus mengalami pencampuran sewaktu terdorong maju dan terpantul mundur kembali ke antrum pada setiap kontraksi peristaltik, sebuah proses yang disebut retropulsi.



Gambar 16-7 Pengosongan dan pencampuran lambung akibat kontraksi peristaltik antrum.



   BAB 16



Sistem Pencernaan



❚ TABEL 16-2 Faktor-Faktor Faktor



yang Mengatur Motilitas dan Pengosongan Lambung



Cara Regulasi



Effects on Gastric Motility and Emptying



Peregangan menimbulkan efek langsung pada eksitabilisa otot polos lambung, serta bekerja melalui plektus intrinsik, saraf vagus, dan gastrin Efek langsung; isi harus berbentuk cair sebelum dievakuasi



Peningkatan volume merangsang motilitas dan pengosongan







Derajat fluiditas



Peningkatan fluiditas mernpercepat pengosongan



Di dalam Duodenum







Faktor faktor di duodenum ini menghambat motilitas dan pengosongan lambung lebih lanjut hingga duodenum mengatasi faktorfaktor yang ada



Di Luar Sistem Pencernaan Emosi



Merangsang atau menghambat motilitas dan







pengosongan



Nyeri hebat



menampung lebih banyak kimus. Empat faktor duodenum terpenting yang memengaruhi pengosongan lambung adalah lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan. Adauya satu atau lebih rangsangan ini di duodenum akan mengaktifkan reseptor duodenum yang sesuai, memicu respons saraf atau hormon yang mengerem aktivitas peristaltik antrum sehingga memperlambat laju pengosongan lambung. Respons saraf diperantarai melalui pleksus saraf intrinsik (refleks pendek) dan saraf autonom (refleks panjang). Secara kolektif, refleks-refleks ini disebut refleks enterogastrik.







Respons hormon melibatkan pelepasan beberapa hormon yang secara kolektif dikenal sebagai enterogastron dari mukosa usus halus. Darah membawa hormon-hormon ini ke lambung, tempat mereka menghambat kontraksi antrum untuk nnengurangi pengosongan lambung. Dua enterogastron terpenting adalah sekretin dan kolesistokinin (CCK). Sekretin dihasilkan oleh sel endokrin yang disebut sel S dan CCK oleh sel endokrin yang disebut sel l di mukosa duodenum dan jejunum. Sekretin adalah hormon pertama yang ditemukan (1902). Karena merupakan produk sekretorik yang masuk ke darah, bahan ini dinamai sekretin. Kata kolesistokinin berasal dari hormon yang sarna ini juga menyebabkan kontraksi kandung empedu yang berisi empedu (kole artinya "empedu"; kzsto artinya "kantong"; dan kinin artinya "kontraksi"). Sekretin dan CCK adalah hormon pencernaan utama yang melakukan tungsi penting lain selain berfungsi sebagai enterogastron. Marilah kita teliti mengapa berbagai rangsang di duodenum ini (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan) perlu menunda pengosongan lambung. ■ Lemak. Di antara berbagai nutrien yang kita konsumsi, yang tinggi. Selain itu, pencernaan dan penyerapan lemak berlangsung lebih lama dibandingkan dengan nutrien lain dan ■



hanya berlangsung di dalam lumen usus halus. Trigliserida sangat merangsang duodenum untuk melepaskan CCK. Hormon ini menghambat kontraksi antrum dan juga menginduksi kontraksi sfingter piEorus, yang keduanya memperlambat pengosongan lambung. Penundaan ini memastikan usus halus memiliki cukup waktu untuk mencerna dan meiigabsorpsi lemak yang sudah ada sebelum lebih banyak lemak lagi yang masuk dari lambung. Pada kenyataannya, lemak adalah perangsang paling kuat untuk menghambat motilitas lambung. Hal ini jelas ketika Anda membandingkan laju pengosongan makanan tinggi-lemak (setelah enam jam, hidangan yang mengandung daging berlemak plus telur mungkin masih ada di lambung) dengan makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan protein (hidangan dengan daging tanpa lemak dan kentang mungkin sudah tidak ada lagi di lambung dalam tiga jam). (Untuk pembahasan mengenai makanan sebelum melakukan suatu pertandingan atletik, lihat fitur dalam kotak di h.628, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.) Asam. karena lambung mengeluarkan asam hidroglorida (HCl), kimus yang masuk ke duodenum sangat asam. kimus ini dinetralkan oleh natrium bikarbonat (NaHCO3) yang disekresikan ke dalam lumen duodenum terutama dari pankreas. Asam yang belum dinetralkan akan mencederai mukosa duodenum dan menkresikan ke dalam lumen duodenum. karena itu, asam yang belum ternetralkan di duodenum menginduksi pelepasan sekretin, yaitu suatu hormon yang akan memperlambat pengosongan lebih lankut isi lambung yang asam hingga netralisasi selesai.







■ Hipertonisitas. Sewaktu molekul-molekul protein dan tepung dicerna di lumen duodenurn, terjadi pembebasan sejumlah besar molekul asam amino dan glukosa. Jika



Sistem Pencernaan 627



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Makan Prapertandingan; Apa yang Masuk dan Apa yang Keluar?



B



ANYAK PELATIH DAN ATLET SANGAT MEMAERCAYAI ritual makanan sebelum pertandingan.Sebagai contoh, suatu tirn sepak bola selalu memakan steak sebelum bertanding. Atlet lain mungkin menambahkan pisang dalam santapan sebelum bertanding. Apakah rituai ini bermanfaat? Banyak penelitian telah dilakukan untuk menentukan efek makanan sebelum bertanding pada prestasi atletik. Meskipun penelitian laboratorium membuktikan bahwa bahan-bahan tertentu misalnya kafein meningkatkan daya tahan, belum ditemukan adanya bahan makanan yang sangat meningkatkan kinerja atlet. Pelatihan yang telah dilakukan atlet adalah penentu utama prestasi. Meskipun tidak ada makanan tertentu yang memberi manfaat khusus sebelum suatu kompetisi, beberapa pilihan makanan sebenarnya malah menghambat atlet. Sebagai contoh, hidangan steak banyak mengandung lemak dan mungkin memerlukan waktu lebih lama untuk dicerna sehingga malah dapat mengganggu kinerja tim sepakbola dan karenanya perlu dihindari. Namun, ritual makan yang tidak mengganggu prestasi atletik, misalnya makan pisang, tetapi memberi tambahan semangat atau percaya diri tidaklah berbahaya dan harus dihargai. Orang rnungkin memberi arti tertentu pada suatu makanan, dan kepercayaan mereka pada praktik- praktik ini dapat memberi perbedaan antara menang dan kalah. Manfaat terbesar makanan prapertandingan adalah mencegah lapar selagi bertanding. Karena lambung mungkin memerlukan waktu satu hingga empat jam untuk kosong, atlet perlu makan paling tidak tiga hingga empat jam sebelum pertandingan dimulai. sebelum bertanding atlet sebaiknya tidak mengonsumsi makanan dalam jumlah berleb'shan. Makanan yang tertinggal d lambung selama pertandingan dapat menyebabkan mual dan mungkin muntah. Keadaan ini dapat diperparah oleh rasa cemas, yang memperlambat pencernaan dan menunda pengosongan lambung melalui sistem sarafsimpatis Pilihan terbaik adalah makanan yang mengandung banyak karbohidrat serta



penyerapan molekul asam amino dan glukosa ini tidak mengimbangi kecepatan pencernaan protein dan karbohidrat, sejumlahbesar molekul akan tetap berada di kimus dan meningkatkan osmolaritas isi duodenum. Osmoiaritas bergantung pada jumlah rnolekul yang ada, hukan ukurannya, dan satu molekul protein dapat diuraikan menjadi beberapa ratus molekul asam amino, yang masing-masing memiiiki aktivitas osmotik setara dengan molekul protein semula. Hal yang sama berlaku untuk satu molekul besar tepung, yang menghasilkan banyak molekul glukosa berukuran kecil tetapi dengan aktivitas osmotik setara. Karena dapat berdifusi bebas menembus dinding duodenum, air masuk ke lumen duodenum dari plasma jika osmolaritas duodenurn meningkat. Air dalam jumlah besar yang masuk ke usus dari plasma akan menyebabkan peregangan usus dan, yang ]ebih penting, gangguan sirkulasi karena berkurangnya volume plasma. Untuk mencegah etek-efek ini, pengosongan lambung secara refleks dihambat jika osmolaritas isi duodenum mulai meningkat. Karena itu, jumlah makanan yang



   BAB 16



rendah lemak dan protein. Tujuannya adalah mempertahan kadar glukosa darah dan simpanan karbohidrat di tubuh dan menghindari penumpukan makanan yang belum tercerna di lambung sewaktu bertanding. Makanan tinggi karbohidrat dianjurkan karena lebih cepat dikosongkan dari larnbung daripada makanan yang mengandung lemak atau protein. Karbohidrat tidak menghambat pengosongan lambung melalui pelepasan enterogastron, berbeda halnya dengan lemak dan protein. Lemak pada khususnya menghambat pengosongan lambung dan lambat dicerna. Pemrosesan metabolik terhadap protein menghasilkan zat sisa bernitrogen misalnya urea yang aktivitas osmotiknya menarik air dari tubuh dan meningkatkan volume urine, yaitu dua hal yang tidak diinginkan selama pertandingan. Pilihan yang baik untuk makanan prapertandingan antara lain adalah roti, pasta, nasi, kentang, gelatin, dan jus buah. Karbohidrat kompleks ini tidak saja akan telah dikosongkan dari lambung jika dikonsumsi satu hingga empat jam sebelum pertandingan tetapi juga membantu mempertahankan kadar glukosa darah selama bertanding. Meskipun tampaknya logis jika kita mengonsumsi sesuatu yang manis sesaat sebelum bertanding untuk menghasilkan "tambahan tenaga'; makanan atau minuman tinggi gula perlu dihindari karena dapat memitu pelepasan insulin. Insulin adalah hormon yang meningkatkan pemasukan glukosa ke dalam sel. Setelah seseoranq mulai berolahraga, sensitivitas terhadap insulin meningkat (lihat h. 78), yang menurunkan kadar glukosa darah. Kadar glukosa plasma yang turun memicu rasa lelah dan meningkatkan pemakaian glikogen otot, yang dapat membatasi kinerja dalam pertandingan yang memerlukan daya tahan seperti maraton. Karena itu, konsumsi gula tepat sebelum kompetisi malah dapat menghambat kinerja bukannya memberi tambahan tenaga seperti yang dicari. Dalam satu jam pertandingan, atlet sebaiknya hanya minum air untuk memastikan hidrasi yang cukup.



masuk ke duodenum untuk dicerna lebih lanjut menjadi partikelpartikel yang lebih kecil dan aktif osmotik berkurang hingga proses penyerapan memiliki kesempatan untuk mengimbanginya. Peregangan. Kimus yang terlalu banyak di duodenum akan menghambat pengosongan isi lambung lebih lanjut, menye- diakan waktu bagi duodenum yang teregang untuk memproses kelebihan volume kimus yang sedang ditampungnya sebelum duodenum menerima kimus tamhahan.







Emosi dapat memengaruhi motilitas lambung Faktor lain yang tidak berkaitan dengan pencernaan, misalnya emosi, juga dapat mengubah motilitas lambung dengan liekerja melalui saraf autonom untuk memengaruhi derajat eksitabilitas otot polos lambung. Meskipun etek emosi pada motilitas lambung bervariasi dari orang ke orang dan tidak selalu dapat diperkirakan, kesedihan dan rasa takut umumnya cenderung naengurangi



Sistem Pencernaan



motilitas, sementara kemarahan dan agresi cenderung meningkatkannya. Selain pengaruh emosi, nveri hebat dari bagian tubuh manapun cenderung menghambat motilitas, tidak hanya di lambung tetapi di seluruh saluran cerna. Respons ini ditimhulkan oleh peningkatan aktivitas simpatis.



atas saluran cerna atau dengan merangsang kemoreseptor di chemoreceptor trigger zone khusus di sampirig pusat muntah di otak. Sebagai contoh, obat kemoterapi yang digunakan untuk mengobati kanker sering menyebabkan muntah dengan bekerja pada chernoreceptor trigger zane. Muntah psikogenik akibat faktor emosi, termasuk yang menyertai pemandangan atau bau yang memuaikan serta kecemasan, Seperti saat sebelum diperiksa.







Muntah, atau emesis, ekspulsi paksa isi lambung keluar melalui mulut, tidak terjadi karena peristalsis terbalik di lambung, seperti yang mungkin telah diperkiralcan. Sebenarnya lambung itu sendiri tidak secara aktif berperan dalam muntah. Lambung, esofagus, dan sfingter-sfingter terkaitnya semua melemas sewaktu muntah. Gaya utama penyebab ekspulsi, yang mengejutkan, berasal dari kontraksi otot-otot pernapasan yaitu, diafragrna (otot inspirasi utama) dan otot abdomen (otot ekspirasi aktit) (lihat Gambar 13-11, h. 490 dan 491). Tindakan kampleks muntah dikoordinasikan oleh pusat muntah di medula batang otak. Muntah dimulai dengan inspirasi dalam dan penutupan glotis. Kontraksi diafragma menekan ke bawah ke lambung sementara secara bersamaan kontraksi otot-otot perut menekan rongga abdomen, meningkatkan tekanan intraabdomen dan memaksa visera abdomen bergerak ke atas. Sewaktu lambung yang melemas terperas antara diafragma di atas dan rongga abdomen yang mengecil di bawah, isi lambung terdorong ke atas melalui stingter-sfingter dan esofagus yang melemas serta keluar melalui mulut. Glotis terttrtup sehingga bahan muntah tidak masuk ke saluran napas. Uvula juga terangkat untuk menutup saluran hidung. Siklus muntah dapat berulang beberapa kali hingga lambungkosong. Muntah biasanya didahului oleh pengeluaran liur berlebihan, berkeringat, peningkatan denyut jantung, dan sensasi mual, yang semuanya khas untuk pengeluaran generalisata sistem saraf autonom.



EFEK MUNTAH Pada muntah yang berlebihan, tubuh mengalami



kehilangan banyak cairan dan asam yang secara normal akan direabsorpsi. Penurunan volume plasma yang terjadi dapat menyebabkan dehidrasi dan masalah sirkulasi, dan kehilangan asam dari lambung dapat menyeliabkan alkalosis metabolik (lihat h. 605).



Kini kita telah menyelesaikan pembahasan tentang matilitas lambung dan akan beralih ke sekresi lambung.



Setiap hari lambung menyekresikan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang mengeluarkan getah lambrnig berada di lapisan dalam lambung, mukosa lambung, yang dihagi menjadi dua daerah berbeda: (1) mukosa oksintik, yang melapisi korpus dan fundus, dari (2) daerah kelenjar pilorus (pyloric gland area, PGA) yang melapisi antrum. Permukaan luminal lambung berisi sumur-sumur kecil dengan kantong dalam yang terbentuk oleh pelipatan-masuk mukosa lambung. Bagian pertama invaginasi ini disehut sumur gastrik, yang di dasarnya terletak kelenjar lambung. Berhagai sel sekretorik melapisi bagian dalam invaginasi ini, sebagian eksokrin dan sebagian endokrin atau parakrin (Tabel 16-3). Marilah kita melihat sel-sel sekretorik eksokrin terlebih dulu. Di dinding sumur gastrik dan kelenjar mukosa oksintik ditemukan tiga jenis sel sekretorik eksokrin lambung. Sel mukus rnelapisi sumur gastrik dan pintu masuk kelenjar. Selsel ini mengeluarkan mukus encer.







PENYEBAB MUNTAH Muntah dapat dipicu oleh sinyal aferen ke



pusat muntah dari sejumlah reseptor di seluruh tubuh. Kausa muntah mencakup yang berikut: Stimulasi taktil (sentuh) di bagian belakang tenggorok, yang ■ merupakan salah satu rangsangan paling kuat. Sebagai contoh, memasukkan jari tangan ke belakang tenggorokan atau bahkan keberadaan penekan lidah atau instrumen gigi di bagian belakang mulut sudah cukup untuk merangsang sebagian orang tersedak atau bahkan muntab. ■



Iritasi atau peregangan lambung dan duodenum.



■ Peringkatan tekanan intrakranium, misalnya yang disebabkan oleh perdarahan otak. Karena itu, muntah setelah cedera kepala dianggap sebagai tanda buruk; hal ini mengisyaratkan pembengkakan atau perdarahan di dalam rongga kranium.



Rotasi atau akselerasi kepala yang menyebabkan pusing hergoyang, misalnya mabuk perjalanan. ■



Bahan kimia, termasuk obat atau bahan berbahaya yang memicu muntah (yaitu, emetik) dengan bekerja pada bagian ■



Bagian lebih dalam di kelenjar lambung dilapisi oleh sel utama dan sel parietal. Sel utama yang jumlahnya lebih banyak menghasilkan prekursor enzim pcpsinogen ■



■ Sel parietal (atau oksintik) mengeluarkan HCI dan faktor intrinsik (oksintik artinya "tajam'; gambaran untuk produk sekretorik HCI yang poten dari sel ini).



Sekresi eksokrin ini semuanya dihebaskan ke dalam lumen lambung. Secara kolektif, berbagai sekresi ini membentuk getah lambung. Beberapa sel punca juga ditemukan di sunlur gastrik. Sel-sel ini cepat membeiah dan berfungsi sebagai sel induk dari semua sel baru di mukosa lambung. Sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel bermigrasi keluar pit untuk menjadi sel epitel permukaan atau bermigrasi masuk ke dalam kelenjar lambimg tempat mereka berdiferensiasi menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, keseluruhan mukosa lambung diganti setiap sekitar tiga hari. Pertukaran yang sering ini rnerupakan hal penting karena isi lambung yang sangat asam menyebabkan sel-sel mukosa mengalami aus dan mudah rusak.



   629



Mukosa oksintik



Sumur gastrik



Mukosa Stomach lumen



Kelenjer lambung



Daerah kelenjer pilotus



Submukosa



Di mukosa oksintik Sel epitel permukaan



Sumur gastrik



Kelenjer lambung



Di daerah kelenjer pilorus



❚ TABEL 16-3



Mukosa Lambung dan Kelenjer Lambung Perangsang Sekresi



Sel mukus



Mukus basa



Stimulasi mekanis oleh isi



Melindungi mukosa dari cedera mekanis,pepsin, dan asam



Sel utama



Pepsonogen



ACh, gastrin



Jika diaktifkan, memulai pencernaan protein



Sel perietal



Asam hidroklirida



ACh, gastrin, histamin



Mengaktifkan pepsinogen menguraikan jaringan ikat, menyebabkan denaturasi protein.mematikan mikroorganisme



Sel Eksokrin



Faktor intrinsik Sel Endokrin/paraktrin



   BAB 16



Fungsi Produk Sekretorik



Produk yang Disekresikan



Jenis Sel Sekretorik



Mempermudah penyerapan vitamin B12



Sel mirip Histamen enterokromafin (ECL



ACh, gastrin



Merangsang sel parietal



Sel G



Gastrin



Produk protein, ACh



Merangsang sel parietal, sel utam, utam sel ECL



Sel D



Somatostatin



Menghambat sel parietal, G, dan ECL



Sistem Pencernaan



Di antara sumur gastrik, mukosa lambung clilapisi oleh sel epitel permukaan, yang mengeluarkan mukus kental tebal basa yang membentuk lapisan setebal beberapa milimetee di atas permukaan mukosa. Kelenjar lambung di PGA terutama mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen; tidak ada asam yang dikeluarkan dari bagian ini, berbeda dari mukosa ciksintik Marilah kita membahas produk-produk eksokrin ini dan peran mereka dalam pencernaan dengan lebih terperinci.



Plasma



Cl–



Cl– HCO3



Lumen lambung



Sel pariatel



Cl–







CO2



CO2 +



OH–



ca



HCO3







H+



ATP



K+



H+



K+



Metabolisme sel H2O kanalikulus



Sel parietal tersebar di antara sel utama di permukaan epitel kelenjar lambung. Ketika dirangsang, sel parietal membentuk invaginasi dalam yang disebut kanalikuli (tunggal kanczlikrslus) di sepanjang membran luminal (apikal) yang meningkatkan luas permukaan membran yang mengandung protein transpor yang menyekresi HCL secara aktif ke dalam lumen sumur gastrik. Setiap sumur mengalirkan asam ke dalam lumen lambung, yang dapat menyebabkan pH luminal turun hingga menjadi 2. lon hidrogen (H+) dan ion klorida (Ci ) secara aktif dipindahkan oleh pompa berbeda di membran plasma sel parietal. Ion hidrogen secara aktif dipompa melawan gradien konsentrasi yang sangat besar, dengan konsentrasi H+ di lumen mencapai 3 juta kali konsentrasinya di darah. Klorida disekresikan oleh mekanisme transpor aktifsekunder melawan gradien konsentrasi yangjauh lebih kecil (hanya 1,5 kali).



KUNCI ATP



= Tranpor aktif = Transpor aktif sekunder



ka



= karbonat anhidrase = Disfusi pasif = Reaksi kimia



Gambar 16-8 Mekanisme sekresi HCI. Sel parietal lambung secara aktif inenyekresi H+ dan Clmelalui kerja dua pompa terpisah. lon hidrogen disekresikan ke dalam lumen oleh pompa transporaktif H+-K+ ATPase primer di membran luminal sel parietal. K+ yang dipindahkan ke dalam sel oleh pompa ini segera keluar melalui saluran K+di membran luminal sehingga ion ini mengalami daurulang antara sel dan lumen. H+ yang disekresikan berasal dari penguraian H2O menjadi H; dan OH-. Dengan dikatalasis oleh karbonat anhidrase. OH- bergabung dengan CO2 (yang diproduksi secara metabolik di sel atau berdifusi masuk dari plasma) untuk membentuk HCO3-. Klorida dlsekresikan oleh transpor aktif sekunder. Dengan didorong oleh gradien konsentrasi HCO3-, antiporter Cl-HCO3di membran basolateral memindahkan HCO3- menuruni gradien konsentrasinya ke dalam plasma dan secara bersamaan memindahkan Cl- ke dalam sel parietal melawan gradien konsentrasinya. Sekresi klorida tuntas ketika Cl- yang masuk dari plasma berdifusi keluar sel menuruni gradien elektrokimiawinya melalui saluran Cl- di membran luminal menuju lumen lambung.



MEKANISME SEKRESI H+ DAN CI- H+ yang disekresikan tidak



dipindahkan dari plasma tetapi berasal dari proses metabolik di dalam sel parietal (Gambar 16-8). Secara spesifik, H+ yang akan disekresikan berasal dari penguraian molekul H2O menjadi H+ dan OH- (ion hidroksil) di dalam sel parietal. H+ ini disekresikan ke dalam lumen oleh pompa H+-K+ ATPase di membran luminal sel parietal. Pembawa transpor aktif primer ini juga memompa K+ ke dalam sel dari lumen (lihat h. 78). K+ yang dipindahkan tersebut kemudian secara pasif inengalir kembali ke dalam lumen melalui saluran K+ sehingga kadar K+ tidak berubah oleh proses sekresi H+ ini. Sel parietal mengandung banyak enzim karbonat anhidrase (ka) (lihat h. 513 and 593).Dengan keberadaan karbonat anhidrase, OHyang dihasilkan oleh penguraian H2O segera berikatan dengan CO2 (yang dihasilkan dalam sel parietal oleh proses metabolik atau telah berdifusi ke dalam dari clarah) untuk membentuk HCO3-. HCO3yang terbentuk dipindahkan ke dalam plasma oleh antiporter ClHCO3- di membran basolateral sel parietal (lihat h. 80). Terdorong oleh gradien HCO3-, pembawa ini memindahkan HCO3- keluar sel menuju plasma menuruni gradien konsentrasinya dan secara bersamaan memindahkan Cl- dari plasma ke dalam sel parietal melawan gradien elektrokimiawinya. Dengan membangun konsentrasi C1- di dalani sel parietal, antiporter Cl- HCO3menciptakan gradien konsentrasi Cl- di antara sel parietal dan lumen



lambung. Karena gradien konsentrasi ini dan karena pertnukaan interior sel lebih negatif dibandingkan dengan isi lumennya, Cl- yang bermuatan negatif yang dipompa menuju sel dengan antiporter basolateral berdifusi keluar dari sel menuruni gradien elektrokimianya melewati saluran Cl- dalam membran luminal menuju lumen lambung, menyelesaikan proses sekresi Cl-. Sementara itu, darah yang meninggalkan lambung bersifat basa karenatelah ditambahkan HCO ke dalamnya. FUNGSI HCI Meskipun HCl sebenarnya tidak mencerna apaptun (yaitu, tidak menguraikan ikatan kimiawi nutrien), zat ini melakukan fungsi-fungsi spesifik yang membantu pencernaan:



1. HCl mengaktifkan prekursor enzim pepsinogen menjadi enzim aktif, pepsin, dan membentuk medium asam yang optimal bagi aktivitas pepsin. 2. Membantu memecahkan jaringan ikat dan serat otot, mengurangi ukuran partikel makanan besar menjadi lebih kecil. 3. Menyebabkan denaturasi protein, yaihi menguraikan protein dari bentuk akhirnya yang sangat berlipat sehingga ikatan peptida lebih terpajan ke enzim (lihat h. A-13). 4. Bersama lisozim liur, HCl mematikan sebagian besar mikroorganisme yang tertelan bersama makanan, meskipun sebagian tetap lolos dan terus tumbuh dan bermultiplikasi di usus besar.



  



631



Otokatalisis



Konstituen pencernaan utama sekresi lambung adalah pepsinogen, suatu molekul enzim inaktif yang diproduksi oleh sel utama. Pepsinogen, segera setelah diaktifkan menjadi enzim pepsin, memulai pencernaan protein. Pepsinogen disimpan di sitoplasma sel utama di dalam vesikel sekretorik yang dikenal sebagai granula zimogen. Dari granula ini enzim tersebut dibebaskan oleh eksositosis pada stimulasi yang sesuai (lihat h. 30). Ketika pepsinogen disekresikan ke dalam lumen lambung, HCl memutuskan sepotong kecil molekul, mengubahnya menjadi bentuk aktif pepsin (Gambar 16-9). Setelah terbentuk, pepsin bekerja pada molekul pepsinogen lain untuk menghasilkan lebih banyak pepsin, suatu mekanisme yang disebut proses otokatalisis (otokatalisis berarti "pengaktifan-diri"). Pepsin memulai pencernaan protein dengan memutuskan ikatan-ikatan asain amino tertentu dalain protein untuk menghasilkan fragmen-fragmen peptida (rantai pendek asam amino); enzim ini bekerja paling efektif dalam lingkungan asam yang dihasilkan oleh HCI. Karena dapat mencena protein, pepsin harus disimpan dan disekresikan dalam bentuk inaktif sehingga zat ini tidak mencerna protein protein sel di tempatnya terbentuk. Karena itu, pepsin diper- tahankan dalam bentuk inaktif pepsinogen hingga zat ini mencapai lumen lambung, tempat ia diaktifkan oleh HCl yang disekresikan ke dalam lumen oleh jenis sel lain.



Pepsinogen



Pepsin



Pencernaan



Protein Lumen lambung



HCI Fragmen peptida



Mukus bersifat protektif. Permukaan mukosa lambung ditutupi oleh suatu lapisan mukus yang berasal dari sel epitel permukaan dan sel mukus. Mukus ini berfungsi sebagai sawar protektif terhadap beberapa bentuk cedera yang dapat mengenai mukosa lambung: Berkat sifat pelumasannya, mukus melindungi mukosa lambung dari cedera mekanis. ■ Mukus membantu mencegah dinding lambung mencerna dirinya sendiri karena pepsin terhambat jika berkontak dengan lapisan rnukus yang menutupi bagian dalam lambung. (Namun, mukus tidak memengaruhi aktivitas pepsin di lunien, tempat pencernaan protein makanan berlangsung tanpa gangguan.)



KUNCI Berbagai asam amino







Karena bersifat basa, mukus inernbantu melindungi lambung dari cedera asam karena menetralkan HCl di dekat lapisan dalam lambung, tetapi tidak mengganggu fungsi HCl di lumen. Sementara pH di lumen dapat serendah 2, pH di lapisan mukus di samping permulcaan sel mukosa adalah sekitar 7.



Pemutusan enzimatik suatu ikatan kimia Gambar 96-9 Aktivasi pepsinogen di lumen lambung. Di lumen, asam hidroklorida (HCI) mengaktifkan pepsinogen menjadi bentuk aktifnya, pepsin, dengan memutuskan sepotong kecil fragmen. Setelah diaktifkan, pepsin mengaktifkan secara otokatalisis lebih banyak pepsinogen dan memulai pencernaan protein-Sekresi pepsinogen dalam bentuk inaktif inencegahnya mencerna struktur- struktur protein sel di tempatnya terbentuk.







Faktor intrinsik, produk sekretorik lain sel parietal selain HCI, penting dalam penyerapan vitamin B12. Pengikatan faktor intrinsik dengan vitamin B12, memicu endositosis diperantarai-reseptor kompleks ini di ileum terminal, yaitu bagian terakhir usus halus (lihat h. 32). Vitamin B12, bersifat esensial dalam pembentukan normal sel darah merah. Tanpa faktor intrinsik, vitamin B12 tidak diserap sehingga produksi eritrosit terganggu dan timbul anemia pernisiosa



   BAB 16



(lihat h 416). Anemia pernisiosa biasanya di sebabkan oleh serangan autoirun terhadap sel parietal (lihat h. 464). kondisi ini diobati dengan penyuntikan teratur vitamin B12 yang memintas mekanisme absorptif saluran cerna yang cacat.



Selain sel sekretorik eksokrin lambung, terdapat sel sekretorik lain di kelenjar lambung yang mengeluarkan faktor regulatorik endokrin dan parakrin dan bukan produk-produk yang berperan dalam pencernaan nutrien di lumen lambung (lihat h. 123). Sel-sel sekretorik ini diperlihatkan di Tabel 16-3: ■ Sel endokrin yang dikenal sebagai sel G, ditemukan di sumur gastrik hanya di PGA, mengeluarkan honnon gastrin ke dalam darah.



Sistem Fisiologi



Sel mirip-enterokromafin (ECL) yang tersebar di antara sel parietal dan sel utama di kelenjar lambung mukosa oksintik mengeluarlcan histanun yang bekerja secara parakrin.







aruhi satu sa3na lain. Ketika kita membahas fase-fase sekres lambung. Anda akan melihat situasi-situasi saat faktor-faktor regulatorik ini dibebaskan.



Sel D, tersebar di kelenjar-kelenjar lambung dekat pilorus tetapi lebih banyak di duodenum, mengeluarkan somatostatin yang bekerja secara parakrin.







Ketiga faktor regulatorik dari sumur gastrik ini bersama dengan neurotransmiter ACh terutama berperan mengontrol sekresi getah pencernaan lambung. Sel parietal memihki reseptor terpisah untuk masing-masing dari caraka kimiawi ini. Tiga dari mereka—ACh, gastrin, dan histamin- menstimulasi sekresi HCI. Zat regulatorik keempat somatostatin—menghambat sekresi HCI. ACh dan gastrin juga meningkatkan sekresi pepsinogen melalui efek stimulatorik mereka pada sel utama. Kini kita akan membahas masing-masing caraka kimiawi ini dengan lebih terperinci (Tabel 16-3). ■ Asetilkolin (ACH) adalah neurotransmiter yang dibebaskan dari pleksus saraf intrinsik sebagai respons terhadap baik refleks lokal pendekmaupun stitnulasi vagus. ACh merangsang sel parietal dan sel utama serta sel G dan sel ECL. ■ Sel G mengeluarkan hormon gastrin ke dalam darah sebagai respons terhadap produk-produk protein di lumen lambung dan sebagai respons terhadap ACh. Seperti sekretin dan CCK, gastrin adalah hormon pencernaan utama. Setelah diangkut oleh darah kembali ke korpus dan fundus lambung, gastrin merangsang sel parietal dan sel utama, mendorong sekresi getah lambung yang sangat asam. Selain merangsang langsung sel parietal, gastrin secara tak-langsung mendorong sekresi HCl dengan rnerangsang sel ECL untuk mengeluarkan histamin, yang juga merangsang sel parietal. Gastrin adalah faktor utama yang menyebabkan peningkatan sekresi HCI waktu pencernaan makanan. Gastrin juga bersifat trofik (mendorong pertumbuhan) mukosa lambung dan usus halus sehingga kemampuan sekresi mukosa-mukosa tersebut terpelihara. ■ Histamin, suatu zat yang bekerja secara parakrin, dibebaskan dari sel ECL sebagai respons terhadap ACh dan gatrin. Histamin bekerja lokal pada sel-sel parietal sekitar untuk mempercepat sekresi HCl dan memperkuat aksi asetilkolin dan gastrin.



Laju sekresi lambung dapat dipengarui oleh (1) faktor-faktor yang muncul sebelum makanan mencapai lambung, (2) faktor-aktor yang disebabkan oleh keberadaan makanan di lambung, dan (3) faktorfaktor di duodenum setelah makanan meninggalkan lambung. Karena itu, sekresi lambung dibagi menjadi tiga fase-fase sefalik lambung, dan usus. FASE SEFALIK Fase sefalik sekresi lambung merujuk kepada peningkatan sekresi HCl dan pepsinogen yang terjadi melalui mekanisrne umpan maju sebagai respons terhadap rangsangan yang bekerja di kepala bahkan sebelum makanan mencapai lambung (sefarik artinya "kepala"). Memikirkan, mencicipi, menghidu, mengunyah, dan menelan Makanan meningkatkan sekresi lambung oleh aktivitas vagus melalui dua cara. Pertama, stimulasi vagus terhadap pleksus intrinsik mendorong peningkatan sekresi ACh, yang menyebabkan peningkatan sekresi HCl dan pepsinogen oleh sel sekretorik. Kedua, stimulasi vagus pada sel G di dalam PGA menyebabkan pembebasan gastrin, yang pada gilirannya semakin meningkatkan sekresi HCl dan pepsinogen, dengan efek HCI mengalami potensiasi oleh pelepasan histamin yang dipicu gastrin (Tabel 16-4).



■ Somatostatin dibebaskan dari sel D sebagai respons terhadap asam. Zat ini bekerja secara lokal sebagai parakrin melalui umpanbalik negatif untuk menghambat sekresi sel parietal, sel G, dan sel ECL, seliingga sel penghasil HCl dan jalur stimulatoriknya yang paling kuat inaktif.



FASE LAMBUNG Fase lambung sekresi lambung berawal ketika makanan mencapai lambung. Rangsangan yang bekerja di lambung. Rangsangan yang bekerja di lambung—yaitu protein, khurusnya potongan peptida, perenggangan, kafein, dan alkohol— meningkatkan sekresi lambung melalui jalur-jalur eferen yang tumpang-tindih. Sebagai contoh, protein dan peptida pendek di lumen lambung, perangsang paling kuat, merangsang kemoreseptor yang mengaktifkan pleksus saraf intrinsik yang menginduksi sekresi gastrik. Selain itu, protein menyebabkan pengaktifan serat vagus ekstrinsikke lambung. Aktivitas vagus semakin meningkatkan stimulasi saraf intrinsik pada sel sekretorik dan memicu pelepasan gastrin. Protein juga secara langsung merangsang pengeluaran gastrin. Gastrin, pada gilirannya, adalah perangsang kuat bagi sekresi HCl dan pepsinogen lebih lanjut. Melalui jalur-jalur yang sinergistik dan tumpang-tindih ini, protein menginduksi sekresi getah lambung yang sangat asam dan kaya pepsin, yang melanjutkan pencernaan protein yang menjadi pemicu proses ini (Tabel 16-4). Ketika lambung teregang oleh makanan kaya proten yang perlu dicerna, respons-respons sekretorik ini merupakan hal yang sesuai. Kafein dan, dengan tingkat yang lebih rendah, alkohal juga merangsang sekresi getah lambung yang sangat asam, meskipun tidak terdapat makanan. Asam yang tidak dibutuhkan ini dapat mengiritasi lapisan dalam lambung dan duodenum. Karena itu, penderita tukak atau hiperasiditas larnbung perlu menghindari kafein dan minuman beralkohol.



Dari daftar ini, tampak jelas bahwa caraka kimiawi tidak hanya tnemengaruhi sel parietal dan sel utama tetapi juga saling memeng-



FASE LAMBUNG Fase usus sekresi lambung mencakup faktorfaktor yang berasal dari usus halus yang memengaruhi sekresi.



Asetilkolin dan gastrin keduanya bekerja melalui jalur caraka kedua IP3ICa2+; histamin mengaktifkan jalur caraka kedua cAMP untuk menimbulkan efeknya (lihat h. 131-133). Caraka ini semuanya meningkatkan sekresi HCI dengan memacu insersi pompa H+-K+ ATPase tambahan ke dalam membran plasma sel parietal. Suatu kumpulan pompa ini disimpan dalam sel parietal dalam vesikel intraseluler, yang berfusi dengan membran luninal melalui eksositosis untuk membentuk kanalikuli yang dalam dan menambahkan lebih banyak pembawa aktif ini ke membran sesuai yang diperlukan untuk meningkatkan sekresi HCI.



Sistem Pencernaan 633



❚ TABEL 16-4 Stimulasi



Sekersi Lambung



Fase



Rangsangan



Fase safalik



Rangsangan di kepala— melihat, menghidu mengucap, mengunyah, menelan makanan







Rangsangan di lambung—protein, (fragman peptida), peregangan, kafein, alkohol



Mekanisme Eksitatorik untuk Meningkatkan Sekresi Lambung



+ Intrinsic + Vagus



nerves



+ Vagus



nerves



+ G cells +



Anda kini mengetahui faktor-faktor yang mengaktiflcan sekresi lambung sebelum dan sewaktu makan, tetapi bagaimana aliran getah lambung terhenti ketika tidak lagi dibutuhkan? Sekresi lambung secara bertahap dikurangi melalui tiga cara setelah lambung kosong (Tabel 16-5): 1. Sewaktu makanan secara bertahap dikosongkan ke duodenum, perangsang utama meningkatnya sekresi lambung—adanya protein di lambung—lenyap. 2. Setelah makanan meninggalkan lambung, getah lambung menumpuk sedemikian rupa sehingga pH lambung turun sangat rendah. Penurunan pH di dalam lumen lambung ini terjadi terutama karena protein makanan yang semula mendapar HCI tidak lagi terdapat di lumen karena lambung telah kosong. (Ingat kembali bahwa protein bertungsi sebagai dapar yang baik; lihat h. 596). Somatostatin dibebaskan sebagai respons terhadap tingkat keasaman Iambung yang tinggi ini (pH kurang dari 3). Sekresi lambung berkurang akibat efek inhibitorik somatostatin. 3. Rangsangan yang sama yang menghambat motilitas lambung (Iemak, asam, hipertonisitas, atau peregangan di duodenum yang ditimbulkan oleh pengosongan isi lambung ke dalam duodenum) juga menghambat sekresi lambung. Refleks enterogastrik dan enterogastron menekan sel-sel sekretorik lambung senientara keduanya secara bersamaan mengurangi kekuatan peristalsis antrum. Respons inhibitorik ini adalall fase usus sekresi lambung.



Bagaimana lambulig dapat menampurig cairan yang sangat asam dan enzim-enzim proteolitik tanpa merusak dirinya sendiri? Anda telah mempelajari bahwa mukus membentuk lapisan pelindung fisik Selain itu, mukosa perniukaan menyekresikan HCO3 yang terjebak di dalam mukus dan menetralkan asam di dalam lambung.



↑ACh



↑Gastric secretion



parietal cells



+



↑Gastrin



+



+ Intrinsic



+ Chief and +



+ G cells



lambung. Sementara fase-fase lain bersifat eksitatorik, fase ini bersifat inhibitorik. Fase usus penting untuk menghentikanaliran getah lambung sewaktu kilnus mulai mengalir ke dalam usus halus, suatu topik yang kini akan kita bicarakan.



634  



↑ACh



+



ECL cells



+ Chief and



↑Gastric secretion



parietal cells



+



↑Gastrin



↑Histamine



+ +



ECL cells



↑Histamine



Sawar lain terhadap kerusakan mukosa oleh asam disediakan oleh lapisan mukosa itu sendiri. Pertama, membran luminal sel mukosa lambung pada hakikatnya imperineabel terhadap H+ sehingga asam tidak dapat menembus ke dalam sel dan merusaknya. Kedua, tepi-tepi lateral sel-sel ini disatukan di dekat batas luminalnya oleh taut erat sehingga asam tidak dapat berdifusi di antara sel dari lumen ke dalam submukosa di bawahnya (lihat h. 66). Sifat mukosa lambung yang memungkinkan lambung menampung asam tanpa mencederai dirinya sendiri membentuk sawar mukosa lambung (Gambar 16-10). Mekanisme protektif ini diperkuat oleh kenyataan bahwa keseluruhan lapisan dalam lambung diganti setiap tiga hari. Karena cepatnya pergantian mukosa, sel-sel biasanya telah diganti sebelum mereka cukup lama mengalami aus dan kerusakan akibat lingkungan isi lambung yang "keras" tersebut. Meskipun adanya proteksi oleh mukus, sawar mukosa lambung, dan pergantian sel cepat, sawar kadang-kadang terganggu dan dinding lambung mengalami cedera oleh isinya yang asam dan mengandung enzim tersebut. Jika hal ini terjadi, terbentuk erosi, atau tukak peptik, di dinding lambung. Refluks berlebihan lambung ke dalam esofagus serta penyaluran berlebihan isi lambung yang asam ke dalam duodenurn juga dapat menyebabkan tukak peptik di lokasi-lokasi ini. (Untuk pembahasan lebih lanjut mengenai tukak, lihat fitur dalam kotak di h. 636, Konsep, Tantangan, dan Kontraversi.) Kini kita beralih ke dua proses pencernaan yang tersisa di lalnbung: pencernaan dan penyerapan lambung.



Dua proses terpisah berlangsung di dalam lambung. Di korpus lambung, makanan berada dalam keadaan setengah padat karena kontraksi peristaltik di bagian ini terlalu lemah untuk melakukan pencampuran. Karena makanan tidak dicampur dengan sekresi lambung, di sini tidak banyak berlangsung pencernaan protein. Namun, di bagian interior massa, pencernaan karbohidrat berlanjut di bawah pengaruh amilase liur. Meskipun asam menginaktitkan amilase liur, bagian dalam massa makanan yang tidak tercampur bebas dari asam.



Sistem Pencernaan 634



❚ TABEL 16-5 Inhibisi Bagian



Sekresi Lambung



Rangsangan



Mekanisme Inhibitorik untuk Sekresi Lambung



– Lenyap protein dan peregangan ketika lambung kosong



– –



+



Akumulasi asam



duodentum Duodentum (fase Usus Sekresi Lambung)



+



Lemak Asam hipertonisitas Peregangan



Pencernaan oleh getah lambung itu sendiri berlangsung di antrum lambung, tempat makanan dicampur merata dengan HCI dan pepsin melalui retropulasi.



Tidak ada makanan atau air yang diserap ke dalam darah inelalui mukosa lambung. Namun, dua bahan non-nutrien dapat diserap langsung dari lambung—etil alkohol dan aspirin. Alkohol bersifat agak larut lemak sehingga zat ini dapat berdifusi melalui membran lemak sel epitel yang melapisi bagian dalam lambung dan dapat



Intrinsic nerves ↓Gastric secretion



vagus



↓Gastrin ↓Histamine – Parietal cells – ↓Gastric G cells ↑Somatostatin D cells secretion – ECL cells – Enterogastric Parietal cells – reflex Chief cells ↓Gastric secretion – ↑Enterogastrones and motility Smooth (cholecystokinin and secretin) muscle cells G cells



masuk ke darah melalui kapiler submukosa. Namun, alkohol diserap bahkan lebih cepat oleh mukosa usus halus karena luas permukaan untuk penyerapan di usus halus yang jauh lebih besar. Karena itu, penyerapan alkohol terjadi lebih lamhat jika pengosongan lambung tertunda sehingga alkohol lebih lama berada di lambung yang penyerapannya lambat. Karena lemak adalah perangsang duodenum paling kuat untuk menghambat motilitas lambung, konsumsi makanan kaya-lemak (misalnya susu utuh, pizza, atau kacangkacangan) sebelum atau selama ingesti alkohol menunda pengosongan lambung dan mencegah alkohol menimbulkan efeknya dengan cepat.



Luminal contents HCI HCO3– Sel utama



pH ˜ 2 3 4



pH ˜ 7



HCI



HCI



2 HCO3–



Lapisan mukus



1 HCO3–



Impermeabel terhadap HCI Sel parietal Taut erat



Submukosa



Sel-sel melapisi mukosa lambung (termaksud yang melapisi sumur gastrik dan kelenjer



Sawar mukosa lambung terdiri dari kompenenkomponen berikut yang memungkinkan lambung menumpang asam tanpa mencederai dirinya sendiri: 1 Membran luminal sel mukosa lambung impermeabel terhadap H+ sehingga HCI tidak dapat menembus ke dalam sel ini. 2 Sel-sel disatukan oleh taut erat yang mencegah HCI menembus di antara sel-sel tersebut. 3 Lapisan mukus di atas mukosa lambung berfungsi sebagai sawar fisik terhadap penetrasi asam. 4 Mukus yang kaya HCO3- juga berfungsi sebagai sawar kimia yang menetralkan asam di sekitar mukosa. Meskipun pH lumen adalah 3, pH mukus adalah 7.



KUNCI = Aliran dihambat Gambar 16-10 Sawar mukosa lambung



  



635



❚ Konsep , Tantangan, dan Kontroversi



ers are erosio



Tukak ini terjadi ketika sawar mukosa lambung terganggu sehingga pepsin dan HCI bekerja pada dinding lambung serta pada makanan di lumen. Aliran balk berulang getah lambung yang asam ke dalam esofagus atau asam yang berlebihan yang mengalir ke duodenum dari lambung juga dapat menyebabkan tukak peptik di tempat-tempat tersebut. Dalam suatu penemuan yang mengejutkan pada awal tahun 1990an, bakteri helicobacterium pylori dituding sebagai penyebab lebih dari 80% tukak peptik.Tiga puluh persen populasi di Amerika Serikat memiliki H. pylari. Mereka yang mengandung bakteri lambat ini berisiko 3 hingga 12 kali lipat lebih besar mengalami tukak dalam 10 hingga 20 tahun sejak mengalami infeksi daripada mereka yang tidak mengidap bakteri ini. Mereka juga berisiko lebih tinggi mengalami kanker lambung. Selama bertahun-tahun, para ilmuwan mengabaikan kemungkinan bahwa tukak dapat dipicu oleh suatu agen infeksi karena bakteri biasanya tidak dapat bertahan di lingkungan yang sangat asam seperti di lumen lambung. Satu pengecualian, H. pylori menggunakan beberapa



© A.B. Dowsett, Science Photo Library/ Photo Researchers, Inc.



T



Tukak : Ketika Kuman Menembus Sawar



Heilicobacker Pylori. Helicobacter pylori, bakteri yang berperan pada sebagian besar tukak peptik, memiliki flagella yang memungkinkannya menembus ke bawah lapisan protektif mukus yang melapisi permukaan dalam lambung.



strategi untuk bertahan di lingkungan yang tak-ramah ini. Pertama, organisrne ini dapat bergerak karena diiengkapi oleh empat hingga enarr, Flagela (apendiks mirip pecut; lihat gambar penyerta) yang memungkinkan mereka bergerak dan berdiam di bawah lapisan tebal mukus alkalis lambung. Di sini, bakteri ini terlindung dari isi lambung yang sangat asam. Selain itu, H. pylori cenderung berdiam di antrum, yang tidak mengandung sel parietal penghasil asam meskipun HCI dari bagian atas lambung tetap mencapai antrum. Bakteri ini juga menghasilkan urease, suatu enzim yang menguraikan urea, suatu produk akhir metabolisme protein, menjadi amonia (NH3) dan CO2. Amonia berfungsi sebagai dapar (lihat h. 602) yang menetralkan asam lambung secara lokal di sekitar H. pylori. H. pylori berperan dalam pembentukan tukak dengan mengeluarkan taksin yang menyebabkan peradangan persisten, atau gastritis superhsial kronik, di tempat kolonisasinya. H. pylori juga memperlemah sawar mukosa lambung dengan mengganggu taut erat antara sel-sel epitel lambung sehingga mukosa lambung lebih bocor daripada normal. Sendri atau bersama dengan agen infeksi ini, faktor lain juga diketahui berperan dalam pembentukan tukak. Pajanan berulang ke bahan kimia



   hapter



tertentu dapat merusak sawar mukosa lambung; bahan yang terpenting dalam hal ini adalah etil alkohol dan obat anti-inflamasi non-steroid (OAINS), misalnya aspirin, ibuprofen, atau obat yang lebih paten untuk mengobati artritis atau proses peradangan kronik lainnya. Sawar sering rusak pada pasien yang mengalami penyakit berat misalnya infeksi atau cedera parah. Situasi stres yang terus-menerus sering berkaitan dengan pembentukan tukak, mungkin karena respons emosi terhadap stres dapat merangsang sekresi lambung yang berlebihan. Jika sawar mukosa lambung rusak, asam dan pepsin berdifusi ke dalam mukosa dan submukosa di bawahnya, dengan konsekuensi patofisiologik yang serius. Erosi permukaan, atau tukak, secara progresif inembesar seiring dengan semakin banyaknya asam dan pepsin yang terus merusak dinding lambung. Dua kansekuensi paling serius tukak adalah: (1) perdarahan karena kerusakan kapiler submukosa dan (2) perforasi, atau erosi total menembus dinding lambung, menyebabkan keluarnya isi lambung yang poten ke dalam rongga abdomen. Terapi tukak mencakup antibiotik, penyekat reseptor histamin H-2, dan inhibitor pompa proton. Dengan ditemukannya kornponen infeksi pada sebagian besar tukak, antibiotik kini menjadi terapi pilihan. Obat-obat lain juga digunakan tersendiri atau dikombinasikan dengan antibiotik.



Dua dekade sebelum penemuan H. pylori, para peneliti menemukan suatu antihistamin (simetidin) yang secara spesifik menghambat reseptor histamin H-2, tipe reseptor yang berikatan dengan histamin yang dibebaskan dari lambung. Reseptor ini berbeda dari reseptor H-1, yang berikatan dengan histamin yang terlibat dalam penyakit alergi pernapasan. Karena itu, antihistamin tradisionai yang digunakan untuk alergi pernapasan (misalnya hay fever dan asma) tidak efektif untuk tukak, sebaliknya simetidin tidak bermanfaat untuk masalah pernapasan. Karena histamin menguatkan efek pemicu asam asetilkolin dan gastrin, terapi dengan histamin bloker menekan sekresi asam secara signifikan terlepas dari fakta bahwa mereka tidak langsung memengaruhi kerja dari dua caraka perangsang yang lainnya. Golongan obat baru lain yang digunakan untuk mengobati tukak menghambat sekresi asam dengan secara langsung menghambat pompa yang memindahkan H+ ke dalam lumen lambung. Apa yang dinamai inhibitor pornpa proton ini (H+ adalah proton telanjang tanpa elektronnya) membantu mengurangi efek korosif HCI pada jaringan



Sistem Pencernaan



Kategori lain bahan yang diserap oleh mukosa lambung mencakup asam lemah,terutama asam asetilsaIisilat (aspirin). Dalam lingkungan yang sangat asam di lumen lambung, asam-asam lemah hampir tidak mengalami ionisasi sama sekali—yaitu, H+ dan anion terkaitnya tetap menyatu. Dalam bentuk tidak terionisasi, asam-asam lemah ini larut lemak sehingga mereka dapat cepat diserap dengan menembus membran plasrna sel epitel yang melapisi lambung. Sebagian besar obat lain tidak diserap hingga mereka mencapai usus halus sehingga obat-obat ini tidak cepat menimbulkan efek Setelah menuntaskan pembahasan kita tentang lambung, kita akan bergerak ke bagian selanjutnya saluran cerna, usus halus dan organ-organ pencernaan tambahan yang mengeluarkan sekresi mereka ke dalam lumen usus halus. Pemeriksa Pemahaman Anda16.4 1. Gambarkan proses retropulsi dan jelaskan bagaimana terjadinya. 2. Diskusikan bagaimana rangsang terkait-makanan menginduksi sekresi lambung selama fase sefalik sekresi lambung. 3. Jelaskan mekanisme-mekanisme yang melindungi mukosa lambung dari cedera asam.



Empedu Ketika disalurkan ke dalam usus halus, isi lambung akan bercampur tidak saja dengan getah yang dikeluarkan oleh mukasa usus halus tetapi juga dengan sekresi pankreas eksokrin dan hati yang disalurkan ke dalam lumen duodenum. Kita akan membahas peran masing-masing organ pencernaan tambahan ini sebelum kita meneliti kontribusi usus halus itu sendiri.



Pankreas adalah sebuah kelenjar memanjang yang terletak di belakang dan di bawah lambung, di atas lengkung pertama duodenum (Gambar 16-11). Kelenjar campuran ini mengandung jaringan eksokrin dan endokrin. Bagian eksokrin yang utama terdiri dari kelompok-kelompok sel sekretorik mirip anggur yang membentuk kantong yang dikenal sebagai asinus, yang berhubungan dengan duktus yang akhirnya bermuara di duodenum. Bagian endokrin yang lebih kecil terdiri dari pulaupulau jaringan endokrin terisolasi, pulau Langerhans, yang tersebar di seluruh pankreas. Hormon-hormon terpenting yang disekresikan oleh sel pulau adalah insulin dan glukagon (Bab 19). Pankreas eksokrin dan endokrin berasal dari jaringan berbeda selama perkembangan masa mudigah dan hanya memiliki kesamaan lokasi. Meskipun sama-sama terlibat dalam metabolisme molekul nutrien, keduanya memiliki fungsi berbeda di bawah kontrol mekanisme regulatorik yang berlainan.



Pankreas eksokrin mengeluarkan getah pankreas yang terdiri dari dua komponen: (1) enzim pankreas yang secara aktif disekresikan oleh sel asinus yang membentuk asinus dan (2) larutan cair basa yang secara aktif disekresikan oleh sel duktus yang melapisi duktus pankreatikus. Komponen encer alkalis banyak mengandung natrium bikarbonat (NaNCO3). Seperti pepsinogen, enzim-enzim pankreas disimpan di dalam vesikel sekretarik yang disebut dengan granula zimagen setelah diproduksi, kemudian dilepaskan dengan eksositosis sesuai kebutuhan. Enzim-enzim pankreas ini penting karena hampir mencerna makanan secara sempurna tanpa adanya sekresi pencernaan lain. Sel-selasinus Mengeluarkan tiga jenis enzim pankreas yang mampu mencerna ketiga kategori makanan: (1) enzim proteolitik untuk pencernaan protein, (2) amylase camilase pankreas untuk pencernaan karbohidrat, dan (3) lipase pankreas untuk mencerna lemak. ENIZIM PROTEOLOTIK PANKREAS Ketiga enzim proteolitik utama



pankreas adalah tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, yang masing-masing disekresikan dalam bentuk inaktil: Setelah tripsinogen disekresikan ke dalam lumen duodenum, bahan ini diaktitkan menjadi tripsin oleh enterokinase (juga dikenal sebagai enteropeptidase), suatu enzim yang terbenam di membran luminal sel-sel yang melapisi mukosa duodenum. Tripsin kemudian secara otokatalisis mengaktifkan lebih banyak tripsinogen. Seperti pepsinogen, tripsinogen harus tetap inaktifdi dalam pankreas untuk mencegah enzim proteolitik ini mencerna protein sel tempat ia terbentuk. Karena itu, tripsinogen tetap inaktif hingga zat ini mencapai lumen duodenum, tempat enterokinase memicu proses pengaktifan, yang kemudian berlanjut secara otokatalitis. Sebagai proteksi tambahan, pankreas juga menghasilkan bahan kimia yang dikenal sebagai inhibitor tripsin, yang menghambat kerja tripsin jika secara tak-sengaja terjadi pengaktifan tripsinogen di dalam pankreas.



Kimotripsinagen dan prokarboksipeptidase, enzim proteolitik pankreas lainnya, diubah oleh tripsin menjadi bentuk aktif, masingmasing adalah kimotripsin dan karboksipeptidase, di dalam lumen duodenum. Karena itu, jika enterokinase telah mengaktifkan sebagian tripsin, tripsin kemudian melaksanakan proses pengaktifan selanjutnya. Masing-masing enzim proteolitik ini menyerang ikatan peptida yang berbeda. Produk akhir yang terbentuk dari proses ini adalah campuran rantai peptida pendek dan asam amino. Mukus yang disekresikan oleh sel usus melindungi dinding usus halus dari pencernaan oleh enzim-enzim proteolitik yang aktif tersebut. AMILASE PANKREAS Seperti amilase liur, amilase pankreas berperan dalam pencernaan karbohidrat dengan mengubah serat makanan (amilose dan amilopektin) menjadi glukasa monosakarida, maltosa disakarida dan polisakarida rantai cabang dekstrin a-limit. Amilase disekresikan dalam getah pankreas dalam bentuk aktif karena amilase tidak membahayakan sel sekretorik Sel-sel ini tidak mengandung polisakarida.



  



637



Duktus biliaris dari hati



Stomach



Duodenum



Hormon (insulis) glukagon) Blood



Sel duktus



Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhan)



Sel asinus



Bagian eksokrin pankreas NaHCO3–



Sel duktus (mengeluarkan larutan NaHCO3cair)



Gambar 16-11 Bagian eksokrin dan endokrin pankreas. Pankreas eksokrin menyekresikan getah pencernaan yang mengandung enzim-enzim pencernaan yang dikeluarkan



Ke duktus pankreatikus dan duodenum



Enzymes



Granula zimogen



oleh sel asinus dan larutan NaHCO3 cair yang disekresikan oleh sel duktus ke dalam lumen duodenum. Pankreas endokrin mengeluarkan hormon insulin dan glukagon ke dalam darah.



PANKREAS Lipase pankreas sangat penting karena merupakan satu-satunya enzim di seluruh saluran cerna yang dapat mencerna lemak. (Pada manusia, lipase dalam jumlah takbermakna disekresikan di liur dan getah lambung, yaitu lipase lidah dan lipase lambung.) Lipase pankreas menghidrolisis trigliserida makanan menjadi monogliserida dan asam lemak bebas, yaitu satuan lernak yang dapat diserap (lihat Gambar 16-1 d, h. 613). Seperti amilase, lipase disekresikan dalam bentuk aktif karena tidak ada risiko pencernaan-diri oleh lipase. Trigliserida bukan merupakan komponen struk- tural sel pankreas.



LIPASE



Jika terjadi defisiensi enzimenzim pankreas, pencernaan makan menjadi tidak tuntas. Karena pankreas adalah satu-satunya sumber lipase yang bermakna, defisiensi enzim pankreas menyebabkan maldigesti dan malabsorpsi lemak yang serius. Gambaran kliINSUFISIENSI PANKREAS



   hapter



Sel asinus (mengeluarkan enzim pencernaan)



nis utama insufisiensi pankreas eksokrin adalah steatorea, atau peningkatan iemak yang tak tercerna di tinja. Hingga 60% hingga 70% lemak yang tertelan mungkin diekskresikan di tinja. Pencernaan protein dan karbohidrat terganggu dengan derajat lebih rendah karena enzim-enzim liur, lambung, dan usus halus ikut berperan mencerna bahan makanan ini. SEKRESI CAIR ALKALIS PANKREAS Enzim-enzim pankreas berfungsi optimal pada lingkungan yang netral atau sedikit basa, tetapi isi lambung yang sangat asam dialirkan ke dalam lumen duodenum di dekat tempat keluarnya enzim pankreas ke dalam duodenuin. Kimus asam ini harus cepat dinetralkan di lumen duodenum, tidak saja agar enzim pankreas berfungsi optimal tetapi juga untuk mencegah kerusakan mukosa duodenum akibat asam. Cairan basa (kaya NaHCO3) yang disekresikan oleh sel duktus



Sistem Pencernaan



pankreas ke dalam lumen duodenum memiliki fungsi penting menetralkan kimus asam sewaktu kimus masuk ke dalam duodenurn dari lambung. Sekresi NaHCO3 cair ini adalah komponen terbanyak sekresi pankreas. Volume sekresi pankreas berkisar antara 1 dan 2 liter sehari, bergantung pada jenis dan derajat stimulasi. Semua perincian tentang sekresi NaHCO3 pankreas belum sepenuhnya diketahui, tetapi karbonat anhidrase terlibat dan pompa Na+-K+ menyediakan energi yang menjalankan transpor aktif sekunder. Menurut model yang sekarang, di bawah pengaruh karbonat anhidrase, CO2 di sel duktus pankreas bergabung dengan OH- yang dihasilkan dari H2O untuk menghasilkan HCO3 yang keluar melalui membran luminal untuk memasuki lumen duktus melalui antiporter Cl-HCO3-. Natrium berdifusi melewati taut celah yang bocor menuju ke lumen. Secara bersama, kerja ini menyelesaikan sekresi NaHCO3. lon hidrogen yang dihasilkan dari H2O di dalam sel duktus memasuki darah menenibus tepi basolateral baik melalui transpor aktif maupun antiporter Na+-H+.



Produk lemak dan protein lumen



Asam di lumen duodenum



Pembebasan CCK dari mukosa duodenum



Pembabasan sekretin dari mukosa duodenum



(CCK diangkut dalam darah



(Sekreatin diangkut Menetralkan dalam darah)



Mencerna



Sel asinus pankreas



Sel dektus pankreatikus



Sekresi enzim pencernaan prankreas ke dalam lumen duodenum



Sekresi larutan cair NaHCO3 duodenum



(a) Kontrol sekresi NaHCO3pankreas



(b) Konrol sekreasi enzim pencernaan prankreas



Gambar 16-12Kontrol hormonal sekresi eksokrin pankreas.



Sekresi eksokrin pankreas diatur terutama oleh mekanisme hormon. Selama fase setalik pencernaan, terjadi sekresi pankreas dalam jumlah terbatas akibat stimulasi parasimpatis, disertai peningkatan selanjutnya selama fase lambung sebagai respons terhadap gastrin. Namun, stianulasi utama sekresi pankreas terjadi selama fase usus pencernaan ketika kimus berada di usus halus. Pelepasan dua enterogastron utama, sekretin dan kolesistokinin (CCK), sehagai respons terhadap kimus di duodenum berperan sentral dalam mengantrol sekresi pankreas (Gambar 16-12). PERAN SEKRETIN DALAM SEKRESI PANKREAS Dari faktorfaktor yang merangsang pelepasan enterogastron (lemak, asam, hipertonisitas, dan peregangan), perangsang utama yang khususnya untuk pelepasan sekretin adalah asam di duodenum. Sekretin dibawa oleh darah ke pankreas, tempat zat ini merangsang sel-sel duktus untuk meningkatkan sekresi cairan encer kaya-NaHCO3 ke dalam duodenum. Meskipun rangsangan lain dapat menyebabkan pelepasan sekretin, perangsang paling kuat adalah asam di lumen usus halus karena sekresi pankreas yang bersifat alkalis yang terjadi menetralkan asam, Jumlah sekretin yang dikeluarkan proporsional dengan jumlah asam yang masuk ke duodenum sehingga jumlah NaHCO3 yang disekresikan setara dengan keasaman duodenum. PERAN CCK DALAM SEKRESI PENKERAS Kolesistonkinin



penting dalam mengatur sekresi enzim pencernaan pankreas.



Perangsang utama pelepasan CCK dari mukosa duodenum adalah adanya lemak dan, dengan tingkat yang lebih rendah, produk protein. Sistem sirkulasi mengangkut CCK ke pankreas, tempat zat ini merangsang sel asinus pankreas untuk meningkatkan sekresi enzim pencernaan. Di antara enzim-enzim ini terdapat lipase pankreas dan enzim proteolitik, yang mencerna lebih lanjut lemak dan protein yang memicu respons. berbeda dari lemak dan protein, karbohidrat tidak berpengaruh langsung pada sekresi enzim pencernaan pankreas Ketiga jenis enzim pencernaan pankreas dikemas bersama dalam granula zimogen sehingga semua enzim pankreas dibebaskan bersama-sama selama eksasitosis granula. Karena itu, meskipun jumlah total enzim yang dibebaskan bervariasi bergantung pada jenis makanar yang dikonsumsi (sekresi paling banyak oleh lemak), proporsi enzim-enzim yang dibebaskan tidak berbeda berdasarkan jenis makanan. MaKanan tinggi protein tidak menyebabkan proporsi enzim proteolitik yang dilepaskan menjadi lebih besar. Seperti gastrin yang bersifat trofik bagi lambung dan usus halus, CCK dan sekretin juga memiliki efek trofik pada pankreas eksokrin untuk inempertahankan integritasnya. Kini kita akan melihat kontribusi unit pencernaan tambahan lainnya, hati dan kandung empedu.



Hati melakukan berbagai fungsi pentinya termasuk mengasilkan empedu: Selain getah pankreas, produk sekretorik lain yang dialirkan ke lumen duodenum adalah empedu. Sistem empedu mencakup hati, kandung empedu, dan saiuran-saluran terkaitnya.



  



639



FUNGSU HATI Hati adalah organ metabolik terbesar dan terpenting



di tubuh; organ ini dapat dipandang sebagai pabrik biokimia utama tubuh. Perannya dalam sistem pencernaan adalah sekresi garcrrn empedu, yang membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Hati juga melakukan berbagai fungsi yang tidak berkaitan dengan pencernaan, termasuk yang berikut: 1. Pemrosesan metabolik kategori-kategori utama nutrien (karbohidrat, protein, dan lemak) setelah zat-zat ini diserap dari saluran cerna(see p. 656) 2. Mendetoksifikasi atau menguraikan zat sisa tubuh dan hormon serta obat dan senyawa asing lain(see p. 28) 3. Membentuk protein plasma, termasuk protein yang dibutuhkan untuk pembekuan darah (lihat h . 427),yang mengangkut hormon steroid dan tiroid serta kokesterol dalam darah (lihat h. 129 dan 352),dan angiotensinogen yang penting dalam SRAA yang mengonservasi garam 4. Menyimpan glikogen, lemak, besi, tembaga, dan banyak vitamin (lihat h. 48) 5. Mengaktitkan vitamin D, yang dilakukan hati bersama dengan ginjal (lihat h. 765) 6. Mengeluarkan bakteri dan sel darah merah tua, berkat adanya makrofag residen. 7. Menyekresi hormon trombopoietin (merangsang produksi trombosit; lihat h. 424), hepsidin (menghambat penyerapan besi dari usus; lihat h. 655), faktor pertumbuhan mirip insulin-1 (merangsang pertumbuhan; lihat h 707) 8. Memproduksi protein fase akut yang penting dalam inflamasi (lihat h. 444) 9. Mengekskresi kolesterol (lihat h. 352) dan bilirubin. Bilirubin adalah produk penguraian yang berasal dari destruksi sel darah merah tua (lihat h. 643). Meskipun memiliki beragam fungsi kompleks ini, tidak banyak spesialisasi ditemukan di antara sel-sel hati. Setiap sel hati, atau hepatosit, melakukan beragam tugas metabolik dan sekretorik yang sama (hepato artinya "hati"; sit artinya "sel"). Spesialisasi ditimbulkan oleh organel-organel yang sangat berkembang di dalam setiap hepatosit. Satu-satunya fungsi hati yang tidak dilakukan oleh hepatosit adalah aktivitas fagosit yang dilaksanakan oleh makrofag residen yang dikenal sebagai sel Kupffer. ALIRAN DARAH HATI Untuk melaksanakan beragam tugas ini, susunan anatomik hati memungkinkan setiap hepatosit berkontak langsung dengan darah dari dua sumber; darah arteri yang datang dari jantung dan darah vena yang datang langsung dari saluran cerna. Seperti sel lain, hepatosit menerima darah arteri segar melalui arteri hepatika, yang menyalurkan oksigen dan metabolit-metabolit darah untuk diproses oleh hati. Darah vena juga masuk ke hati melalui sistem porta hati, suatu koneksi vaskular unik dan kompleks antara saluran cerna dan hati (>Gambar 16-13). Vena-vena yang mengalir dari saluran cerna tidak langsung menuju ke vena kava inferior, vena besar yang mengembalikan darah ke jantung. namun, vena-vena dari lambung dan usus masuk ke vena porta hati, yang membawa produk yang diserap dari saluran cerna langsung ke hati untuk diproses, disimpan, atau didetoksifikasi sebelum produk-produk ini memperoleh akses ke sirkulasi umum. Di dalam hati, vena porta kembali bercabang-cabang menjadi anyaman kapiler (sinusoid hati)



640   BAB 16



untuk memungkinkan terjadinya pertukaran antara darah dan hepatosit sebelurn darah mengalir ke dalam vena hepatika, yang kemudian menyatu dengan vena kava inferior. SUSUNAN HATI Hati tersusun menjadi unit-unit fungsional yang



dikenal sebagai lobulus, yaitu susunan jaringan berbentuk heksagonal mengelilingi satu vena sentral dan dibatasi oleh vaskuler dan saluran empedu (Gambar 16-14a dan b). Di setiap enam sudut luar lobulus terdapat tiga pembuluh: cabang arteri hepatika, cabang vena porta hati, dan duktus biliaris. Darah dari cabang arteri hepatika dan vena porta mengalir dari perifer lobulus ke ruang kapiler luas yang disebut sinusoid (lihat h. 387) yang berjalan di antara jeJeran sel hati ke vena sentral seperti jari-jari roda sepeda (Gambar 16-14b). Sel Kupffer melapisi bagian dalam sinusoid serta menelan dan menghancurkan sel darah merah usang dan bakteri yang melewatinya dalam darah. Hepatosit-hepatosit tersusun antara sinusoid dalam lempeng-lempeng yang tebalnya dua sel, sehingga masing-masing tepi lateral menghadap ke kumpulan darah sinusoid. Vena sentral di sernua lobulus hati menyatu untuk membentuk vena hepatika, yang mengalirkan darah keluar dari hati. Saluran tipis pengangkut empedu, kanalikulus biliaris, berjalan di antara sel-sel di dalarn setiap lempeng hati (Gambar 16-14c). Hepatosit terus-menerus mengeluarkan empedu ke dalam saluran tipis ini, yang mengangkut empedu ke duktus biliaris di tepi lobulus. Duktus-duktus biliaris dari berbagai lobultrs menyatu untuk akhirnya membentuk duktus biliaris komunis, yang mengangkut empedu dari hati ke duodenum. Setiap hepatosit berkontak dengan sinusoid di satu sisi dan kanalikulus biliaris di sisi lain.



Hati terus menyekresikan empedu, bahkan di antara waktu makan. Lubang duktus biliaris ke dalam duodenum dijaga oleh sfingter Oddi, yang mencegah empedu masuk ke duodenum kecuali sewaktu pencernaan makanan (Gambar 16-15). Ketika sfingter ini tertutup, empedu yang disekresikan oleh hati menabrak sfingter yang tertutup dan dialihkan balik ke dalam kandung empedu, suatu struktur kecil berbentuk kantong yang terselip di bawah tetapi tidak langsung berhubungan dengan hati. Karena itu, empedu tidak diangkut langsung dari hati ke kandung empedu. Empedu kemudian disimpan dan dipekatkan di kandung empedu di antara waktu makan. Transpor aktif garam di luar kandung enipedu, yang diikuti air secara osmosis, menghasilkan konsentrasi konstituen organik yang 5-10 kali lebih besar. Setelah makan, empedu masuk ke duodenum akibat efek kombinasi relaksasi sfingter Oddi, kontraksi kandung empedu, dan peningkatan sekresi empedu oleh hati. Jumlah empedu yang disekresikan per hari berkisar dari 254 mL hingga 1 liter, bergantung pada derajat perangsangan Karena menyimpan empedu yang terkonsentrasi, kandung empedu adalah lokasi utama bagi presipitasi konstituen empedu terkonsentrasi menjadi batu empedu. Untungnya, kandung empedu tidak berperan dalam fungsi digestif yang penting, sehingga pengangkatannya sebagai terapi bagi penyakit kandung



Sistem Pencernaan



Jantung



Aorta



Vena kava inferior



2



Vena hepatika Sinusold hati



arteri hepatika



1a



Hati



Arteri ke saluran cerna 1b Vena porta hepatika



Kapiler pencernaan Saluran cerna



Hati menerima darah dari dua sumber 1a



Darah arteri, yang menyediakan O2 bagi hati dan membawa metabolit dalam darah untuk diproses oleh hati, disalurkan oleh arteri hepatika.



1b Darah



vena yang berasal dari saluran cerna dibawa oleh vena porta hepatika ke hati untuk pemprosesan dan penyimpanan nutrien yang diserap



2 Darah meninggalkan hati melalui vena hepatika. Gambar 16-13 Gambaran skematik aliran darah hati



empedu atau batu empedu tidak menghadapi masalah bermakna. Setelah pengangkatan kandung empedu, sekresi empedu di antara waktu makan disimpan di duktus biliaris komunis, yang menjadi terdilatasi.



Empedu mengandung beberapa konstituen organik, yaitu garam empedu, kolesterol, lesitin (suatu fosfolipid), dan bidirubin (semua berasal dari aktivitas hepatosit) dalam suatu cairun encer alkalis (ditambahkan oleh sel duktus) yang serupa dengan sekresi NaHCO3 pankreas. Meskipun empedu tidak mengandw-ig enzinl pencernaan apapun, bahan ini penting dalam pencernaan dan penyerapan lemak, terutama melalui aktivitas garam empedu. Garam empedu adalah turunan kolesterol. Garam-garam ini secara aktif disekresikan ke dalam empedu dan akhirnya niasuk ke duadenum bersama dengan konstituen empedu lainnya. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak sebagian besar gararn empedu diserap kembali ke dalam darah oleli rnekanisme transpor aktif khusus yang terletak di ileum terminal. Dari sini, garam empedu dikembalikan oleh sistem porta hati ke hati, yang kembali menyekresikannya ke dalam empedu. Daur-ulang garam empedu ini (dan sebagian konstituen empedu lainnya) antara usus halus dan hati disebut sirkulasi enterohelpatik (entero artinya "usus"; hepatik artinya "hati") (Gambar 16 15), Jumlah total garam empedu di tubuh adalah sekitar 3 hingga 4 g, tetapi dalam satu kali makan mungkin dikeluarkan 3 hingga 15 g garam empedu ke dalam duodenum. Siklus garam empedu antara usus halus dan hati biasanya terjadi dua kali selama pencernaan makanan. Biasanya hanya terdapat sekitar 5% empedu yang disekresikan yang keluar dari tubuh melalui tinja setiap hari. Kehilangan garam empedu ini diganti oleh pembentukan garam empedu baru oleh hati; dengan demikian, jumlah total garam empedu dijaga konstan.



Garam empedu membantu pencernaan dan penyerapan lemak. Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjennya (emulsifikasi) dan mempermudah penyerapan lemak dengan ikut serta dalatn pembentukan misel. Kedua fungsi ini berkaitan dengan struktur garam empedu. Marilah kita lihat bagaimana hal ini terjadi. EFEK DETERJEN GARAM EMPEDU Istilah efek deterjen merujuk kepada kemampuan garam empedu untuk mengubah globulus lemak besar menjadi emulsi lemak yang terdiri dari banyak butiran lemak yang mernbentul: suspensi di dalam kimus cair. Dengan menguraikan globulus berukuran besar menjadi kecil, butiranbutiran yang telah stabil meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk tempat kerja lipase pankreas. Untuk mencerna lemak, lipase harus berkontak langsung dengan molekul trigliserida. Karena tidak larut dalam air, trigliserida cenderung menggumpal menjadi butirbutir besar dalam lingkungan usus halus yang banyak mengandung air. Jika garam empedu tidak mengemulsifikasi gumpalan besar lemak ini, lipase hanya dapat bekerja pada permukaan gurnpalan besar tersebut dan pencernaan lemak akan sangat lama.



Garam empedu mengemulsifikasi lemak serupa dengan deterjen yang Anda gunakan untuk membersihkan lemak ketika mencuci piring. Molekul garam empedu mengandung bagian yang larut lemak (suatu steroid yang berasal dari kalesterol) dan bagian larut air yang



  



641



M.I. Walker/Photo Researchers, Inc.



Lobulus hati Vena sentral Potongan memalui hati (a) Susunan heksagonal lobules-lobulus Cabang vena porta hepatika



Kenalikus biliaris



hati Vena sentral



Cabang vena porta hepatika Cabang arteri hepatika



Bile duct



Jarungan ikat Lempang hepatosit (sel hati)



Sel Kupffer Kanalikulus biliaris Sinusoid



Duktus biliaris



Cabang vena porta hepatika



Sinusoid



Hepatic portal vein



Arteri hepatika



(b) Susunan pembuluh darah dalam lobulus hati



Ke duktus hepatikus



Lempeng hepatosit (sel hati) Vena sentral Lempeng hati (c) Irisan suatu lobulus hati yang tampak diperbesar



Gambar 16-14 Anatomi hati. Fotomikrograf potongan melintang sebuah lobulus pada hati babi, yang sering digunakan dalam mengajar karena lobulus pada babi ini lebih jelas dibatasi oleh jaringan ikat daripada pada manusia sehingga susunan heksagona lobulus lebih mudah dilihat.



bermuatan negatif. Garam empedu tercadsorpsi di permukaan butiran lemak, yaitu bagian larut-lemak garam empedu larut dalam butiran lemak, meninggalkan bagian larut air yang bermuatan negatif menonjol dari permukaan butiran lemak tersebut (Gambar 16- 16a). Gerakan mencampur oleh usus memecah butiran lemak besar menjadi butiran-butiran yang lebih kecil. Butiran-butiran kecil ini akan cepat bergabung kembali jika tidak ada garam empedu yang terserap di permukaan mereka dan menciptakan selubung muatannegatif larut air di permukaan setiap butiran kecil. Karena muatan yang sama saling tolak-menolak, gugus-gugus bermuatan negatif di permukaan butiran lemak menyebabkan butiran tersebut saling menjauh (Gambar 16-16b) dan mencegah butir-butir kecil kembali bergabung membentuk gumpalan lemak besar. Droplet lemak yang telah teremulsifikasi berdiameter antara 200-5000 nm, dengan rerata 1000nm (1 µn1). Meskipun garam empedu meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk diproses oleh enzim lipase pankreas, lipase saja tidak dapat menembus lapisan garam-garam empedu yang terserap di permukaan butiran halus emulsi lemak. Untuk memecahkan dilema ini, pankreas mengeluarkan polipeptida kolipase bersama dengan Iipase. Seperti garam empedu, kolipase memiliki bagian larut lemak dan bagian larut air. Kolipase menggantikan sebagian garam empedu dan melekat pada permukaan droplet lemak, tempatnya berikatan



dengan lipase, sehingga menjangkarkan enzim ini ke tempat kerjanya ditengah-tengah selubung garajn empedu. PEMBENTUKKAN MISEL Garam empedu—bersama dengan kolesterol dan lesitin, yang juga merupakan konstituen empedu— berperan penting dalam mempermudah penyerapan lemak melalui pembentukan misel. Seperti garam empedu, lesitin (suatu fosofolipid yang serupa dengan yang terdapat pada dwilapis lipid membran plasma) memiliki bagian yang larut lemak dan bagian yang tarut air, sementara kolesterol hampir sama sekali tak-larut dalam air. Dalam suatu misel, garam empedu dan lesitin bergumpal dalam kelompokkelompok kecil dengan bagian larut-lemak menyatu di bagian tengah membentuk inti hidrofobik ("takut-air"), sementara bagian larut-air membentuk selubung hidrohlik ("senang-air") di sebelah luar (Gambar 16-17). Sebuah misel memiliki garis tengah 3 hingga 10 nm, dibandingkan dengan diameter rata-rata droplet lipid teremulsifikasi yang 1000 nm. Misel larut dalam air berkat selubung hidrofiliknya, tetapi dapat melarutkan bahan tak-larut air (dan karenanya larutlemak) di bagian tengahnya yang larut-lemak. Karena itu, misel merupakan wadah yang dapat digunakan untuk mengangkut bahanbahan tak-larut air melalui isi lumen yang cair. Bahan larut-lemak terpenting yang diangkut di dalam misel adalah produk-produk pencernaan lemak (monogliserida dan asam lemak bebas), serta vita  



min larut-lemak, yang semuanya diangkut ke tempat penyerapannya dengan cara ini. Jika tidak menumpang di dalam misel yang larut air ini, berbagai nutrien mengangkut bahan-bahan tak-larut air melalui isi lumen yang cair. Bahan larut-lemak terpenting yang diangkut di dalam misel adalah produk-produk pencernaan lemak (monogliserida dan asam lemak bebas), serta vitamin larut-lemak, yang semuanya diangkut ke tempat penyerapannya dengan cara ini. Jika tidak menumpang di dalam misel yang larut air ini, berbagai nutrien ini akan mengapung di permukaan kimus (seperti minyak terapung di atas air) dan tidak pernah mencapai permukaan absorptif usus halus. Selain itu, kolesterol, suatu bahan yang sangat tidak larut air, larut dalam inti misel yang hidrofobik.



1 Garam empedu yang disekresikan terdiri dari 95% garam empedu lama yang didaur ulang 5% garam empedu yang baru disintesis



Hati 3 Garam empedu yang didaur ulang oleh sirkulasi enterohepatik



Garam empedu



Kolesterol



Duktus bilaris komunis



Kandung empedu



Stomach



Sfingter Oddi Duodenum



Sekresi empedu oleh hati dapat ditingkatkan oleh mekanisme kimiawi, hormon, dan saraf: Mekanisme kimiawi (garam empedu). Setiap bahan yang meningkatkan sekresi empedu disebut koleretik. Koleretik paling kuat adalah garam empedu itu sendiri. Di antara waktu makan, empedu disimpan di kandung empedu, tetapi sewaktu makan empedu disalurkan ke dalam duodenum oleh kontraksi kandung empedu. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, garam empedu direahsorpsi dan dikembalikan oleh sirkulasi enterohepatik ke hati, tempat zat-zat ini bekerja sebagai koleretik poten untuk merangsang sekresi empedu lebih lanjut. Karena itu, sewaktu makan, ketika garam empedu dibutuhkan dan sedang digunakan, sekresi empedu oleh hati meningkat.



Vena porta hepatika







Mekanisme hormon (sekretin). Selain meningkatkan sekresi NaHCO3 cair oleh pankreas, sekretin juga merangsang peningkatan sekresi empedu alkalis cair oleh duktus hepatikus tanpa disertai oleh peningkatan setara garam-garam empedu. ■ Mekanisme saraf (saraf vagus). Stimulasi vagus ke hati berperan kecil dalam sekresi empedu selama fase sefalik pencernaan, mendorong peningkatan aliran empedu hati bahkan sebelwn makanan mencapai lambung atau usus. Selama pencernaan makanan, ketika kimus mencapai usus halus, keberadaan makanan, khususnya lemak, dalam lumen duodenum memicu pelepasan CCK. Hormon ini menstimulasi kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi, sehingga kandung empedu dikosongkan ke duadenum, tempat zat ini membantu penyerapan dan pencernaan lemak yang memicu pelepasan CCK. ■



Bilirubin adalah produk sisa yang diekskresikan ke dalam empedu. Bilirubin. konstituen utama lainnya pada empedu. tidak berperan dalam pencernaan tetapi merupakan produk



KUNCI = Sirkulasi enterohepatik bile salts



Duktus dari pankreas



4 5% garam empedu hilang dalam fases. Kolon



Terminal ileum



2 95% garam empedu direabsorpsi oleh ileum terminal



Gambar 16-15 Sirkulasi enterohepatik garam empedu. Sebagian besar garam empedu didaur ulang antara hati dan usus halus melalui sirkulasi enterohepatik (tanda panah brru). Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, sebagian besar garam empedu direabsorpsi oleh transpor aktif di ileum terminal dan dikembalikan melalui vena porta hepatika ke hati, yang kernbali menyekresikannya ke dalam empedu.



sisa yang diekskresikan di dalam empedu. Bilirubin adalah pigmen empedu utama yang berasal dari penguraian sel darah merah usang. Rentang usia tipikal sel darah merah di dalam sistem sirkulasi adalah 120 hari. Sel darah merah yang telah usang dikeluarkan dari tubuh oleh makrofag yang melapisi bagian dalam sinusoid hati dan di tempat-tempat lain di tubuh. Bilirubin adalah produk akhir penguraian bagian hem (yang mengandung besi) hemoglobin yang terkandung di dalam sel darah merah usang ini (lihat h. 418). Hepatosit mengambil bilirubin dari plasma, sedikit memodifikasi pigmen tersebut untuk meningkatkan kelarutannya, dan kemudian secara aktif mengekskresikannya ke empedu. Bilirubin bukan merupakan sama sekali produk sisa yang tidak ada gunanya. Para penegti akhirakhir ini menemukan bahwa bilirubin merupakan antioksidan poten tetapi berdurasi singkat. Karena bilirubin bersifat larut lemak sedangkan antioksidan alami lainnya dalam tubuh bersifat larut air, bilirubin mungkin berperan dalam melindungi membran lipid dari cedera radikal bebas (lihat h. 154). Bilirubin adalah pigmen kuning yang menyebabkan empedu berwarna kuning. Di dalam saluran cerna, pigmen ini dimodifikasi oleh enzim-enzim bakteri, menghasilkan warna tinja yang cokelat khas. Jika tidak terjadi sekresi bilirubin, seperti ketika duktus biliaris tersumbat total oleh batu empedu, tinja berwarna putih keabuan. Dalam keadaan normal, sejumlah kecil bilirubin direabsorpsi oleh usus kembali ke darah, dan ketika akhirnya diekskresikan di urine, bilirubin ini berperan besar menyebabkan warna urine menjadi kuning. Ginjal tidak dapat Sistem Pencernaan



643



mengekskresikan bilirubin hingga bahan ini telah dimodifikasi ketika mengalir melalui hati dan usus. Jika bilirubin dibentuk terlalu cepat daripada laju ekskresinya, bahan ini menumpuk di tubuh dan menyebabkan ikterus. Pasien dengan penyakit ini tampak kekuningan, dengan warna ini paling mudah terlihat di bagian putih mata. Ikterus dapat ditimbulkan oleh tiga cara: 1. kterus prahepatik (masalah terjadi hemolitik, disebabkan oleh pemecahan (hemolisis) berlebihan sel darah merah, yang menyebabkan hati mendapat lebih banyak bilirubin daripada kemampuan mengekskresikannya.



Hidrofobik (nonpolar) C



HO



Peradangan hati yang berulang atau berkepanjangan, biasanya berkaitan dengan alkoholisme kronik, dapat menyebabkan sirosis, suatu keadaan ketika hepatosit yang



CH2



COO–



Butiran lemak halus (nonpolar) dengan molekul garam empedu terserap di permukaann ya.



OH



Gugus hidrofilik (polar)



Bagian larut H2O yang bermuatan negatifgusus polar, semua berlokasi pada satu sisi molekul Bagian larut lemak (berasal dari kolestrol yang nonpolar



Hidrofobik (nonpolar)



Air (polar)



(a) Struktur garam empedu dan adsorpsinya ke permukaan droplet lipid berukuran kecil Droplet lipid berukuran besar Oleh kerja garam empedu



2. Ikterus hepatik (masalah terletak di "hati") terjadi ketika hati mengalami penyakit dan tidak dapat menangani bilirubin bahkan dalam jumlah normal. 3. Ikterus pascahepatik (masalah terjadi "setelah hati"), atau obstruktif, terjadi ketika saluran empedu tersumbat misalnya oleh batu empedu sehingga bilirubin tidak dapat dieliminasi di tinja.



Hepatitis adalah penyakit peredangan hati yang terjadi karena bermacam kuasa, termaksuk infeksi virus, obesitas (penyakit perlemakan hati), atau pajanan ke bahan toksik (yang tersering), termasuk alkohol, karban tetraklorida, dan obat penenang tertentu. Keparahan hepatitis berkisar dari ringan dengan gejala reversibel hingga kerusakan akut masif dengan kemung- kinan kematian dini akibat gagal hati akut.



NH



O



Emulsi lipid



(b) Pembentukan emulsi lipid melalui kerja garam empedu. Gambar 16-16 Struktur skematik dan fungsi garam empedu. (a). Garam empedu Ferdiri dari bagian larut-lemak yang larut dalam butiran lemak dan bagian larut-air yang bermuatan negatif yang menonjol dari permukaan butiran. (b) Ketika butiran besar lemak terurai menjadi butiran-butiran yang lebih kecil oleh kontraksi usus, garam-garam empedu terserap ke permukaan butiran halus, membentuk selubung yang terdiri dari komponen garam empedu larut-air bermuatan negatif yang menyebabkan butiran-butiran halus tersebut saling tolak-menolak. Efek emulsitikasi ini menyebabkan butiran-butiran lemak terpisah dan mencegahnya kembafi menyatu sehingga meningkatkan luas permukaan lemak yang tersedia untuk pencernaan oleh lipase pankreas.



rusak diganti secara permanen oleh jaringan ikat. Jaringan hati memiliki kemampuan untuk melakukan regenerasi, dalam keadaan normal mengalami pertukaran sel secara bertahap. Jika sebagian jaringan hati rusak, jaringan yang hilang dapat diganti dengan meningkatkan laju pembelahan sel. Namun, seberapa cepat hepatosit dapat diganti memiliki batas. Selain hepatosit, sejumlah kecil fibroblas (sel jaringan ikat) tersebar di antara lempeng-lempeng hati dan membentuk rangka penunjang bagi hati. Pajanan kronik atau kuat terhadap toksin seperti alkohol mengganggu pergantian sel hati



sehingga fibroblas yang lebih kuat mengambil alih dan berkembang berlebihan. Jaringan ikat ekstra ini tidak banyak memberi ruang bagi pertumbuhan kembali hepatosit. Karena itu, sewaktu sirosis terjadi secara perlahan, jaringan hati aktif secara bertahap berkurang, yang akhirnya menyebabkan gagal hati kronik Setelah membahas organ-organ pencernaan tambahan yang mengalirkan produk eksokrin mereka ke dalam lumen usus halus, kini kita akan membahas kantribusi usus halus itu sendiri.



Sistem Pencernaan



664



Inti hidrofobik Selubung hidrofilik



KUNCI Bagian larut air



Bagian larut air semua larut lemak Kolestrol



Bile salt



Bagian larut lemak



Bagian larut lemak Lecithin



Gambar 16-17 Sebuah misel. Konstituen-konstituen empedu (garam empedu, lesitin, dan kolesterol) menyatu untuk membentuk misel yang terdiri dari selubung hidrofilik (larut-air) dan inti hidrofobik (larut-lemak). Karena selubung luar misel larut air, produkproduk pencernaan lemak, yang tidak larut air, dapat dibawa mefalui isi lumen yang mengandung air ke permukaan absorptif usus halus dengan larut di dalam inti misel yang larut lemak. Diameter droplet lemak yang teremulsifikasi berkisar dari 200 hingga 5000 nm (rerata 1000 nm) dibandingkan dengan misel, yang berdiameter 3 hingga 10 nm.



Periksa Pemahaman 16.5 1. Jelaskan pentingnya beberapa enzim pankreas disimpan sebagai prekursor dalam granul zimogen. 2. Jelaskan bagaimana garam empedu berkontribusi dalam pencernaan lemak diet.



16.6



segmen yang berkontraksi terdapat daerah-daerah relaksasi yang mengandung bolus kimus berukuran kecil. Cincin kontraktil terbentuk setiap beberapa sentimeter, membagi usus halus inenjadi segmen-segmen seperti rangkaian sosis. Cincin kontraktil ini tidak menyapu di sepanjang usus seperti halnya gelombang peristaltik. Setelah suatu periode singkat, segmen-segmen yang berkontraksi melemas, dan kontraksi berbentuk cincin ini muncul di bagianbagian yang sebelumnya melemas (Gambar 16-18). Kontraksi baru mendorong kimus di bagian yang semula relaksasi untuk bergerak ke kedua arah ke bagian-bagian yang kini melemas di sampingnya. Karena itu, segmen yang baru melemas menerima kimus dari kedua segmen yang berkontraksi tepat di belakang dan depannya. Segera setelah itu, bagian-bagian yang berkontraksi dan melemas kembali hergantian. Dengan cara ini, kimus dipotong, digiling, dan dicampur secara merata. Kontraksi-kontraksi ini dapat dibandingkan dengan memeras adonan kue dengan tangan Anda untuk mencampur isinya. INISIASI DAN KONTROL SEGMENTASI Kontraksi segmentasi



dimulai oleh sel-sel pemacu usus halus, yang menghasilkan BER yang serupa dengan BER lambung yang mengatur peristalsis di lambung. Jika BER usus halus membawa lapisan otot polos sirkular ke ambang, terjadilah kontraksi segmentasi, dengan frekuensi segmentasi mengikuti frekuensi BER. Tingkat kepekaan otot polos sirkular dan karenanya intensitas kontraksi segmentasi dapat dipengaruhi oleh peregangan usus, oleh hormon gastrin, dan oleh aktivitas saraf ekstrinsik. Semua faktar ini memengaruhi eksitabilitas sel otot polos usus halus dengan menggeser potensial awal di sekitar BER berosilasi mendekati atau menjauhi ambang. Segmentasi berkurang atau berhenti di antara waktu makan tetapi menjadi kuat segera setelah makan. Saat makanan pertama masuk ke usus halus, duodenum dan ileum mulai melakukan kontraksi segmentasi secara bersamaan. Duodenum mulai melakukan segmentasi terutama sebagai respons terhadap peregangan loka[ yang ditimbulkan oleh keberadaan kimus.



| Usus Halus



Usus halus adalah tempat sebagian besar pencernaan dan penyerapan berlangsung. Tidak terjadi pencernaan lebih latijut setelah isi lumen mengalir melewati usus halus, dan tidak terjadi penyerapan nutrien lebih lanjut, meskipun usus besar menyerap sejumlah kecil garam dan air. Usus halus terletak bergelung di dalam rongga abdomen, terbentang antara lambung dan usus besar. Usus halus dibagi menjadi tiga segmen duodenum, jejunum, dan ileum. Seperti biasa, kita akan membahas motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi di usus halus dalam urutan tersebut. Motilitas usus halus mencakup segrnentasi dan kompleks motilitas bermigrasi.



Segmentasi, motilitas utama usus halus sewaktu pencernaan makanan, meneampurdan mendorong kimus secara perlahan. Segmentasi terdiri dari kontraksi berbentuk cincin yang berosilasi pada otot polos sirkular di sepanjang usus halus:di antara segmen-



Gambar 16-18 Segmentasi. Segmentasi terdiri dari kontraksi-kontraksi berbentuk cincin di sepanjang usus halus. Dalam hitungan detik, segmen yang semula berkontraksi melemas dan bagian yang semula melemas berkontraksi. Kontraksi berosilasi ini mencampur kimus dengan merata di dalam lumen usus halus.



  



645



Segmentasi ileum yang kosong, sebaliknya, ditimbulkan oleh gastrin yang disekresikan sebagai respons terhadap keberadaan kimus di lambung, suatu mekanisme yang dikenal sebagai refleks gastroileum. Saraf ekstrinsik dapat memodifikasi kekuatan kontraksi ini. Stimulasi parasimpatis meningkatkan segmentasi, sementara stimulasi simpatis menekan aktivitas segmentasi. PENCAMPURAN FEGMENTASI Pencampuran yang dilakukan oleh segmentasi memiliki fungsi rangkap, yaitu mencampur kimus dengan getah pencernaan yang disekresikan ke dalam lumen usus halus dan memajankan semua kimus ke permukaan absarptif mukasa usus halus.



Segmentasi tidak saja melakukan pencampuran tetapi juga secara perlahan menggerakkan kimus menelusuri usus halus. Bagaimana hal ini dapat terjadi, ketika setiap kontraksi segmental mendorong kimus ke kedua arah (mau dan mundur)? Kimus secara perlahan bergerak maju karena frekuensi segmentasi menurun di sepanjang usus halus. Sel-sel pemacu di doudenum secara spontan mengalami depo- larisasi lebih cepat daripada sel-set serupa yang ada di bagian hilir usus, dengan kontraksi segmentasi terjadi di duodenum pada kecepatan 12 kali per menit dibandingkan dengan hanya 9 kali per menit di ileum terminal. Karena segmentasi terjadi lebih sering di bagian atas usus halus daripada di bagian bawah, secara rerata, lebih banyak kimus yang terdorong maju daripada yang terdorong mundur. Karenanya, kimus secara perlahan bergerak dari bagian atas ke bagian bawah usus halus, dengan terdorong maju-mundur selama perjalanannya agar terjadi pencampuran yang nlerata dan penyerapan. Mekanisme propulsif yang lambat ini nlenguntungkan karena menyediakan cukup waktu bagi berlangsungnya proses pencernaan dan absorpsi. Isi usus halus biasanya memerlukan 3 hingga 5 jam untuk melintasi usus halus.



Selama periode puasa singkat, ketika sebagian besar makanan telah diserap, lambung dan usus halus menunjukkan aktivitas motorik yang unik. Kontraksi segnlentasi usus berhenti dan diganti oleh kompleks motilitas bermigrasi (migratirtg mafiIity complex, MMC), atau aktivitas "pembersih usus'': MMC bersiklus di seluruh fase berikut dalam pola berulang setiap sekitar 1,5 jam selama orang tersebut berpuasa: 1. Fase 1: Periode relatit tenang panjang yang berlangsung sekitar 4060 menit dengan beberapa kontraksi. 2. Fase 2: Periode 20-3- menit dengan beberapa kontraksi peristalkik dengan waktu yang bervariasi di antara kontraksi. 3. Fase 3: Fase terpendek, tempat kontraksi peristaltik intensif dimulai di bagian atas lamhung dan berjalan terus hinggga ke ujung usus halus. Kontraksi berulang secara ritmik setiap 5 hingga 10 menit. Selanla periode ini, sfingter pilorus bere- laksasi dan terbuka secara penuh. Aktivitas motorik MMC ditujukan untuk menyapu sisa-sisa makanan sebelumnya serta debris mukosa dan bakteri maju menuju kolon, seperti "pembantu rumah tangga usus" yang baik.



Jika individu tersebut melanjutkan puasa, aktivitas motorik MMC berulang sendiri, dimulai lagi pada fase 1. Ketika berpuasa, beberapa individu menjadi waspada terhadap MMC karena kontraksi fase 3 menyebabkan suara berdeguk yang sering dipikir sebagai lambung yang "menggeram". MMC diatur di antara waktu makan oleh hormon motilin, yang disekresikan selama keadaan makanan berikutnya tiba, aktivitas segmental kembali dimulai dan MMC terllenti. Peiepasan motilin dihambat oleh makan.



Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, bagian terakhir ileum mengalirkan isinya ke dalam sekum (Gambar 16-19). Dua faktor berperan dalam kemampuan bagian ini berfungsi sebagai sawar antara usus halus dan usus besar. Pertama, susunan anatomik adalah sedemikian rupa sehingga lipatan jaringan berbentuk katup menonjol dari ileum ke dalam lunlen sektun. Ketika isi ileum terdorong maju, katup ileosekum ini dengan mudah terbuka, tetapi lipatan jaringan ini akan tertutup erat ketika isi sekurn berupaya mengalir balik. Kedua, otot polos di beberapa sentimeter terakhir dinding iletun menebal, membentuk sfingter yang berada di bawah kontrol saraf dan hormon. Sfingter ileosekum ini hampir selalu berkontraksi, paling tidak dengan lekuatan ringan. 'lekanan di sisi sekum sfingter menyebabkan otot ini berkontraksi lebih kuat; peregangan di sisi ileum menyebabkan sfingter nlelemas, suatu reaksi yang diperantarai oleh pleksus intrinsik di daerah ini. Dengan cara ini, pertemuan ileosekum mencegah isi usus besar yang penuh bakteri mencemari usus halus dan pada saat yang sama memungkinkan isi ileum masuk ke dalam kolon. Jika bakteribakteri kolon nlemperoleh akses ke usus halus yang kaya nutrien, mereka akan cepat berkembang biak. Relaksasi sfingter ditingkatkan oleh pelepasan gastrin pada permulaan makan, yaitu saat terjadi peningkatan aktivitas lambung. Reiaksasi ini memungkinkan serat yang tidak tercerna dan zat terlarut yang tidak diabsorpsi dari makanan sebelumnya terdorong maju sewaktu makanan baru masuk ke saluran cerna.



Setiap hari sel-sel kelenjar eksokrin di mukosa usus halus menyekresikan ke dalam lumen sekitar 1,5 liter larutan cair garam dan mukus yang disebut sukus enterikus ("jus usus"). Sekresi meningkat setelah makan sebagai respons terhadap stimulasi lokal mukosa usus halus oleh adanya kimus. Mukus di dalam sekresi berfungsi untuk melindungi dan melumasi. Selain itu, sekresi cair ini menvediakan banvak H2O untuk berperan dalam pencernaan enzimatik nlakanan. ingat kembali bahwa pencernaan nlelibatkan hidrolisis—pemutusan ikatan oleh reaksi dengan H2O—yang berlangsung paling efisien jika senlua reaktan berada dalam larutan. Tidak ada enzimpencernaan yang disekresikan ke dalam getah usus ini. Usus halus memang menyintesis enzim pencernaan, tetapi enzinl-enzim ini berfungsi di dalam membran brush-border sel epitel yang melapisi bagian dalam lumen dan tidak disekresikan langsung ke dalam lumen.



  



Kolon asenden Sfingter ileosekum Gastrin



makanan baru



Ileum mendorong kalup tertutup dan mengontraksikan sfingtef



Katup Ileosekum Sekum Apendiks



Gambar 16-19 Kontrol Kontrol katup dan sfingter ileosekum. Pertemuan antara ileum dan usus biasanya disesuaikan dengan kebutuhan besar adalah katup ileosekum, yang dikelilingi oleh otot polos tebal, yaitu sfingter ileosekum. tubuh. Karena itu, semakin banvak makan-Tekanan di sisi sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan kontraksi sfingter, mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya nutrien. Katup sringfer terbuka dan memungkinkan isi ileum masuk ke usus besar sebagai respons terhadap tekanan di sisi ileum katup dan terhadap hormon gastin yang di keluarkan sewaktu makanan berikutnya masuk ke lambung.



2. Disakaridase (maltase, sukrase-isomaltase, dan laktase) yang bekerja pada maltose, dekstrin a-limit, dan disakarida diet. Maltosa (yang merupakan produk amilase liur dan pankreas) diurai menjadi glukasa oleh aktivitas maltase atau sekrase-isomaltase. Namtm, produk pencernaan karbohidrat lainnya, dekstrin a-limit, hanya dapat diuraikan oleh sukrase-isotnaltase. Hasil akhir pencernaan disakarida sukrnsa dan laktosa diet masing-masing diselesaikan oleh enzim sukrase- isamaltase dan laktase. 3. Aminopeptidase, yang menghidrolisis hampir semua fragmenfragmen peptida kecil menjadi komponen-komponen asam amino mereka sehingga pencernaan protein tuntas. Karena itu, pencernaan karbohidrat dan protein dituntaskan di brush border.



Suatu penyakit yang cukup sering dijumpai, intoleransi laktosa, melibatkan deftsiensi laktase, yaitu disakaridase yang spesifik untuk pencernaan laktosa, atau gula susu. Sebagian besar anak berusia kurang dari 4 tahun memiliki laktase yang memadai, tetapi enzim ini dapat secara bertahap lenyap sehingga pada banyak orang dewasa, aktivitas laktase berkurang atau tidak ada.



Mendorong katup terbuka dan melemaskan sfinger



Sebagian besar pencernaan di lumen usus halus dilakukan oleh enzim-enzim pankreas, dengan pencernaan lenlak ditingkatkan oleh sekresi empedu. Akibat aktivitas enzim-enzim pankreas, lemak direduksi secara sempurna menjadi unit-unit monogliserida dan asam lemak bebas yang dapat diserap, protein diuraikan menjadi tragmen-fragmen peptida kecil dan beberapa asam amino, dan karbohidrat diubah menjadi disakarida, dekstrin a-limit, dan beberapa monasakarida. Karena itu, pencertlaan lemak telah selesai di dalam lumen usus halus, tetapi pencernaan karbohidrat dan protein belum tuntas. Di permukaan luminal sel-sel epitel usus halus terdapat tonjolan-tonjolan khusus seperti rambut, mikrovilus, yang membentuk brush border (lihat h. 54, Gambar 2-27 dan foto pembuka bab). Membran plasma brush border mengandung tiga kategori enzim yang berfungsi sebagai enzim-enzim terikatmembran: 1. Enterokinase, yang mengaktifkan enzim proteolitik pankreas tripsinogen



(Tabel 16-6 merangkum proses-proses pencernaan untuk ketiga kategori utama nutrien.)



Ketika orang dengan defisiensi laktase mengonsumsi susu kaya-laktosa atau produk susu, laktosa yang tidak tercerna akan tetap berada di lumen dan menimbulkan beberapa konsekuensi yang berkaitan . Pertama, akumulasi



laktosa yang tidak tercerna menciptakan gradien osmotik yang menarik H2O ke dalam lumen usus. Kedua, bakteri yang hidup di usus besar memiliki kemampuan menguraikan laktosa sehingga mereka segera menyerang laktosa untuk digunakan sebagai sumber energi, menghasilkan sejumlah besar gas CO2 dan metana dalam prosesnya. Peregangan usus oleh cairan dan gas menimbulkan nyeri (kram) dan diare. Bayi dengan intoleransi laktosa juga dapat mengalami manutrisi. Akhirnya kita siap untuk membahas penyerapan nutrien. Hingga tahap ini, belum ada penyerapan nutrien. Hingga tahap ini, belum ada penyerapan makanan makanan, air, atau elekrolit.



Usus halus beradaptasi sangat baik untuk melakukan peran utamanya dalam penyerapan. Semua produk pencernaan karbohidrat, lemak, dan protein, serta sebagian besar elekrolit, vitamin, dan air, normalnya diserap oleh usus halus tanpa pandang bulu. Hanya penyerapan kalsium dan besi yang biasanya disesuaikan dengan kebutuhan tubuh. Karena itu, semakin banyak yang akan dicerna dan diserap, seperti yang telah dirasakan oleh orang-orang yang berupaya keras mongontrol berat badan mereka. Sebagian besar penyerapan terjadi di duodenum dan jejunum; hanya sedikit yang terjadi di ileum, bukan karena ileum tidak memiliki kemampuan menyerap tetapi karena sebagian besar penyerapan telah diselesaikan sebelum isi usus mencapai ileum. Usus halus memiliki kapasitas absorptif cadangan yang besar. Sekitar 50% usus halus dapat diangkat tanpa banyak mengganggu penyerapan— dengan satu pengecualian. Jika ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B12 dan garam empedu akan terganggu, karena tnekanisme transpor khusus untuk kedua bahan ini hanya terdapat di bagian ini. Semua bahan lain dapat diserap di seluruh panjang usus halus. Mukosa yang melapisi bagian dalam usus halus telah beradaptasi sangat baik untuk fungsi absorptifnya karena dua alasan:   



647



❚ TABEL



16-6



Proses Pencernaan untuk Ketiga Katagori Utama Nutruen Unit Nutrien yang Dapat Diserap



Nutrien Karbohidrat



Amilase



Kelenjer liur







Mulut dan (sebagian besar)korpus lambung



Lumen usus halus



Disakridase Sel epital usus halus Brush border usus halus halus (maltase, sukraseisomaltase, laktase) Protein



Fat







Menghidrolisis polisakarida menjadi disakarida dan dekstrin a-limit



Lumen usus halus



Menghitung disakarida menjadi monosakarida



Monosakarida khususnya glukosa



Menghidrolis protein menjadi fragmen peptida Menyerang fragmenfregmen peptida yang berbeda















Sel epitel usus halus Brush border usus halus



Menghidrolisis fragmen peptida menjadi asam amino











Lumen usus halus



Menghidrolis trigleserida menjadi asam lemak dan monogliserida











Lumen usus halus



Mengemulsifikasi globulus besar lemak untung diserang oleh lipase pankreas



Asam amino dan beberapa peptida beberapa peptida kecil Asam lemak dan monogliserida



(1) mukosa ini memiliki luas permukaan yang sangat besar, dan (2) sel-sel epitel di iapisan ini memiliki beragam mekanisme transpor khusus



6000 mikrovilus, yang hanya dapat dilihat dengan mikroskop elektron. Enzim-enzim usus halus melaksanakan fungsi mereka di dalam membran brush border ini.



ADAPTASI YANG MENINGKATKAN LUAS PERMUKAAN USUS HALUS Modifikasi-modifikasi khusus berikut pada



Secara bersama-sama, lipatan, vilus, dan mikrovilus menyebabkan luas permukaan luminal usus halus menjadi 600 kali lipat lebih besar daripada jika usus ini hanya berupa pembuluh dengan panjang dan garis tengah yang sama dan dilapisi bagian dalamnya oleh perrnukaan yang datar. Jika permukaan usus halus dibentangkan hingga datar, luasnya akan menutupi sebuah lapangan tenis.



mukosa usus halus sangat meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk absorpsi (Gambar 16-20): Permukaan dalam usus halus membentuk lipatan-lipatan sirkular permanen yang dapat dilihat dengan mata telanjang dan meningkatkan luas permukaan tiga kali lipat. ■



Dari permukaan yang terlipat ini terbentuk tonjolantonjolan mikroskopik berbentuk jari yang dikenal sehagai vilus, yang menyebabkan lapisan dalam tampak seperti beludru dan meningkatkan luas permukaan 10 kali lipat lagi (Gambar 16-21). Permukaan setiap vilus dilapisi oleh sel-sel epitel yang kadang-kadang di antaranya terdapat sel mukus (lihat foto pembuka bab).







Bahkan proyeksi lebih kecil yang menyerupai rambut, yang disehut brush border atau mikrovilus, berasal dari permukaan luminal sel-sel epitel ini, sehingga luas permukaan meningkat 20 kali lipat lagi. Setiap sel epitel memiliki hingga 3000 hingga







Malobsorpsi (gangguan penyerapan) dapat diserbabkan oleh kerusakan atau pengangguran luas permukaan usus halus. Salah satu kausa yang umum adalah enteropi gluten, yang juga dikenal sebagai penyakit seliak. Pada penyakit ini, usus halus pasien sangat peka terhadap gluten, suatu konstituen protein pada gandum, berley, dan rye. Produk padi-padian ini banyak terdapat di makanan olahan. Penyakit ini adalah suatu gangguan imunologik kompleks ketika palanan ke gluten merangsang secara abnormal pengaktifan respons sel T(lihat h. 456) yang merusak vilus usus: tumlah vilus berkurang, mukosa menjadi datar, dan hrush border menjadi pendek dan tumpul (Gambar 16-22). Karena lenyapnya vilus ini mengurangi luas permukaan yang ter-



hapter



Usus halus Lipatan sirkular © Michael C. Webb/Visuals Unlimited



(a) Usus halus Circular fold Vilus



Gambar 16-21 Pemindaian mikrograf elektron pada vilus yang menonjol dari mukosa usus halus.



(b) Lipatan sirkular Sel epitel Sel mukus



Kapiler



Brush border



Vilus



Kriptus Lieberkuhn Arteriol Vanula



(c) Vilus



Pembuluh limfe Mikrovilus (brush border) (a) Normal Brush border



Sel epitel



(d) Epithelial cell Gambar 16-20 Permukaan absorptif usus halus. (a) Struktur makroskopik usus halus. (b) Lipatan sirkular mukosa usus halus secara kolektif meningkatkan



Thomas W. Sheehy, M.D.; Robert L. Slaughter, M.D.: “The Malabsorption Syndrome” by Medcom, Inc. Reproduced by permission of Medcom, Inc.



Lakteal sentral



luas permukaan penyerapan tiga kali lipat. (c) Tonjolan mikroskopik berbentuk



(b) Enteropati gluten



jari yang dikenal sebagai vilus secara kolektif meningkatkan luas permukaan



Gambar 16-22 Pengurangan brush-border pada enteropati gluten. (a)



menjadi 10 kali lipat bagi. (d) Setiap sel epitel pada vilus memiliki mikrovilus di sisi luminalnya; mikrovilus meningkatkan luas permukaan 20 kali lipat lagi. Secara total, mvdifikasi permukaan ini meningkatkan luas permukaan absorptif usus halus sebesar 600 kali lipat.



Mikrograf elektron brush border sel epitel usus halus orang normal. (b) Mikrograf elektron brush borderyang pendek dan gempaf pada sel epitel usus halus seorang pasien dengan enteropati gluten.



  



649



sedia untuk penyerapan, penyerapan semua nutrien terganggu. Penyakit ini diterapi dengan eliminasi gluten dari diet. STUKTUR VILUS Penyerapan menembus dinding saluran cerna



melibatkan transpor transepitel yang serupa dengan perpindahan bahan menembus tubulus ginjal(lihat h. 545).Setiap vilus memiliki komponen-komponen utama berikut (lihat Gambar 16-20c): Sel epitel yang rnenutupi percnukaan vilus. Sel-sel epitel disatukan di batas lateral oleh taut erat, yang membatasi lewatnya isi lurnen di antara sel-sel, meskipun taut erat di usus halus lebih bocor daripada yang terdapat di lambung. Di batas luminalnva, sel epitel memiliki pembawa untuk menyerap nutrien dan elektrolit spesifik dari lumen serta enzim pencernaan yang melekat ke membran yang menuntaskan pencernaan karbohidrat dan protein.











Inti jaringun ikat. Inti ini dihentuk oleh lamina propria.



Anyamun kapiler. Setiap vilus didarahi oleh sebuah arteriol yang bercabang-cabang menibentuk anyaman kapiler di dalam inti vilus. Kapiler-kapiler ini kemudian kembali menyatu membentuk venula yang mengalir menjauhi vilus.







Pembuluh limfe terminal. Setiap vilus mendapat sebuah pembuluh limfe buntu yang dikenal sebagai lakteal sentral, yang menempati bagian tengah inti vilus.







Selama proses penyerapan, bahan-bahan yang tercerna masuk ke anyaman kapiler atau lakteal sentral. Agar dapat diserap, bahan harus menembus sel epitel, berdifusi melalui cairan interstisium di dalam inti jaringan ikat vilus, dan kemudian menembus dinding pembuluh kapiler atau limfe. Seperti transpor ginjal, penyerapan di usus mungkin aktif atau pasif, dengan penyerapan aktif inemerlukan pengeluaran energi paling tidak selama salah satu tahap transpor transepitelnya.



Terdapat invaginasi dangkal, yang dikenal sebagai kriptus Lieberkuhn (lihat Gambar 16-20c), menyelam masuk ke dalam permukaan mukosa di antara vilus. Tidak seperti sumur gastrik, kriptus-kriptus usus ini tidak mengeluarkan enzim pencernaan, tetapi mengeluarkan air dan garam yang, bersama dengan mukus yang dikeluarkan oleh sel-sel di permukaan vilus, membentuk sukus enterilcus. Selain itu, kriptus berfungi sebagai "kebun untuk benih tumbuh". Sel-sel epitel yang melapisi usus halus terlepas dan diganti dengan kecepatan tinggi akibat tingginya aktivitas mitotik sel punca di kriptus. Sel-sel baru yang secara terus-menerus diproduksi di kriptus bermigrasi naik ke vilus dan, dalam prosesnya, mendorong sel-sel tua di ujung vilus ke dalam lumen. Dengan cara ini, lebih dari 100 juta seI usus dilepaslcan setiap menit. Perjalanan keseluruhan dari kriptus ke puncak adalah sekitar tiga hari, sehingga lapisan epitel usus halus diganti setiap sekitar tiga hari. Karena tingginya tingkat pembelahan sel ini, sel punca kriptus sangat peka terhadap kerusakan oleh radiasi dan obat antikanker, yang keduanya dapat menghambat pembelahan sel.



Sel-sel baru mengalami beberapa perubahan sewaktu bermigrasi ke atas vilus. Konsentrasi enzim-enzim brush border meningkat dan kapasitas untuk menyerap membaik, sehingga selsel di ujung vilus memiliki kemampuan mencerna dan menyerap tertinggi. Tepat setelah berada di puncak, sel-sel ini kemudian didorong oleh sel-sel baru yang bermigrasi. Karena itu, isi lumen terus-menerus terpajan ke sel-sel yang berperangkat optimal wituk menuntaskan proses pencernaan dan penyerapan secara efisien. Selain itu, seperti di lambung, pertukaran cepat sel-sel di usus halus adalah hal yang esensial karena kondisi lingkungan lumen usus yang "keras" Sel-sel yang terpajan ke isi lumen yang abrasif dan korosit mudah rusak dan tidak berumur panjang, sehingga mereka harus terus-menerus diganti oleh sel baru yang masih segar. Sel-sel tua yang terlepas ke dalam luinen tidak seluruhnya keluar dari tubuh. Sel-sel ini dicerna, dengan konstituenkonstituennya diserap ke dalam darah dan digunakan kembali, antara lain, untuk sintesis sel baru. Selain sel punca, sel Paneth defensif juga ditemukan di kriptus. Sel-sel ini mengliasilkan dua bahan kimia yang mengusir bakteri: (a) Iisozim, enzim pelisis bakteri yang juga terdapat di liur; dan (2) defensin, protein kecil dengan kemampuan antibakteri (lihat h 472). Kini kita mengalihkan perhatian ke cara-cara lapisan epitel usus halus dikhususkan untuk melaksanakan penyerapan isi lumen dan rnekanisme yang digunakan untuk menyerap konstituen-konstituen makanan spesifik.



Natrium dapat diserap baik secara pasif maupun aktif. Jika gradien elektrokimia mendorong perpindahan Na+ dari lumen ke dalam darah, dapat terjadi difusi pasif antara sel-sel epitel usus melalui taut erat vang "bocor" ke dalam cairan interstisium di dalam vilus (yaitu absorpsi oleh transpor paraseluler; lihat h. 67). Perpindahan Na+ minembus selis memerlukan energi dan melibatkan pernbawa berbeda pada membran luminal dan basolateral, serupa dengan proses reabsorpsi Na+ menembus tubulus ginjal (lihat h. 546 and 549). Natrium masuk ke sel epitel menembus batas lurninal secara sendiri dan pasif melalui saluran Na+ atau didampingi oleh ion lain atau molekul nutrien dengan transpor aktif sekunder melalui tiga pembawa yang berbeda: simporter Na1 Cl-, antiparter Na+-H+, atau simporter Na+- glukosa (atau asam ainino). Natrium dipompa secara aktif keluar sel oleh pompa Na+-K+ di batas basolateral ke dalam cairan interstisium di ruang lateral antara sel-sel tempat mereka tidak disatukan oleh taut erat. Dari cairan interstisium, Na+ berdifusi ke dalam kapiler. Seperti tubulus ginjal di bagian-bagian awal nefron, penye-rapan H2O, glukosa, dan asam amino dari usus halus dikaitkan clengan penyerapan Na+ dependen-energi ini. Klorida secara pasif inengalir menuruni gradien listrik yang tercipta oleh absorpsi Na+ dan dapat juga diabsorpsi melalui transpor aktif sekunder jika dibutuhkan. Sebagian besar penyerapan H2O di saluran cerna bergantung pada pembawa aktif yang memoinpa Na+ ke dalam ruang Cl-,



  



lateral sehingga menyebabkan terbentuknya daerah terkonsentrasi dengan tekanan osmotik tinggi di antara sel-sel, serupa dengan situasi di ginjal (lihat h.552). Tekanan osmotik tinggi yang bersifat lokal ini mejnicu H2O berpindah dari lumen menembus sel (dan mungkin dari lumen melalui taut erat yang bocor) ke dalain ruang lateral. Air yang masuk ruang ini inengurangi tekanan osmotik tetapi meningkatkan tekanan hidrostatik (cairan). Akibatnya, H2O terbilas keluar dari ruang lateral menuju bagian interior vilus, tempat zat ini diserap oleh anyaman kapiler. Sementara itu, lebih banyak Na+ dipompa ke dalam ruang lateral untuk mendorong absorpsi H2O.



Penyerapan produk akhir pencernaan karbohidrat dan protein dilaksanakan oleh simporter dependen-Na+ , dan kedua kategori produk akhir ini diabsorpsi ke dalam darah. ABSORPSI KARBOHIDRAT Karbohidrat makanan disajikan ke



usus halus untuk diserap terutama dalam bentuk disakarida maltosa, sukrosa, dan laktosa (dan dalam jumlah yang lebih sedikit dalam bentuk polisakarida pendek dekstrin α-limit) (Gambar 16-23a). Disakaridase yang terletak di membran brush border sel epitel usus meneruskan penguraian disakarida ini menjadi unit-unit monosakarida yang dapat diserap, yaitu glukosa (sebagian besar), galaktosa, dan fruktosa. Glukosa dan galaktosa diserap oleh transpor aktif sekunder, tempat pembawa siinporter, seperti kotransporter natrium dan glukosa (SGLT; lihat Gambar 3-18, h. 82), di membran luminal memindahkan monosakarida dan Na+ dari lumen ke dalam interior sel usus (Gambar 16-23b). Bekerjanya pembawa simporter ini, yang tidak secara langsung menggunakan energi, bergantung pada gradien konsentrasi Na+ yang tercipta oleh pompa Na+-K+ basolateral yang menggunakan energi (lihat h. 80). Glukosa (atau galaktosa), setelah dipekatkan di sel oleh simporter ini, meninggalkan sel menuruni gradien konsentrasi oleh difusi terfasilitasi (transpor pasif diperantarai-pembawa; lihat h. 77) melalui transporter glukosa (GLUT-2) di batas hasal untuk masuk ke darah di dalam vilus. Selain terjadi penyerapan glukosa melalui sel oleh simporter, terdapat bukti bahwa cukup banyak glukosa melintasi sawar epitel melalui taut erat yang bocor di antara sel-sel epitel. Fruktosa diserap ke dalam sel epitel dari lumen melalui GLUT-5 dengan menggunakan difusi terfasilitasi. Proses ini melibatkan konsentrasi fruktosa lutninal yang lebih tinggi yang menuntun monosakarida masuk ke dalam sel. Seperti monosakarida lainnya, fruktosa keluar melalui GLUT-2 dan rnemasuki darah (Gambar 16-23b). ABSORPSI PROTEIN Baik protein dari makanan maupun protein



endogen (di dalanl tubuh) yang masuk ke lurnen saluran cerna dari sumber berikut dicerna dan diserap: 1. Enzim pencernaan, yang semuanya adalah protein, yang disekresikan ke dalam lumen.



2. Protein di dalam sel yang terdorong hingga lepas dari vilus ke dalam lumen selarna proses pergantian mukosa. 3. Sejumlah kecil protein plasma yang normalnya bocor dari kapiler ke dalam lunlen saluran cerna. Sekitar 20 hingga 40 g protein endogen masuk ke lunlen setiap hari dari ketiga sumber ini. Jumlah ini dapat melebihi jumlah protein yang berasal dari makanan. Semua protein endogen harus dicerna dan diserap, bersama dengan protein makanan, untuk rnencegah terkurasnya simpanan protein tubuh. Asam-asam amino yang diserap dari protein makanan dan endogen terutama digunakan untuk nlembentuk protein baru di tubuh. Protein yang disajikan ke usus halus untuk diserap terutama berada dalam bentuk asam amino dan beberapa potongan kecil peptida (Gambar 16-24a), Asam amino diserap menembus sel usus oleh simporter, serupa dengan penyerapan glukosa dan galaktosa (Gambar 16-24b). Simporter glukosa berbeda dengan simporter asam amino, dan simporter asam amino bersifat selektif untuk asam amino yang berbeda. Peptida kecil masuk melalui pembawa dependen-Na+ lainnya melalui proses yang dikenal dengan transpor aktif tersier (tersier berarti "ketiga; dalam arti langkah ketiga yang saling berkaitan yang akhirnya digerakkan olch energi yang digunakan oleh langkah pertama). Dalam hal ini, simporter secara bersamaan mengangkut H+ dan peptida dari lumen menuju sel, yang digerakkan oleh H+ yang bergerak menuruti gradien konsentrasinya dan peptida yang bergerak melawan gradien konsentrasinya (Gambar 16-24b). Gradien H+ diciptakan oleh antiporter di nlembran luminal yatlg digerakkan oleh Na+ yang bergerak menuju sel menuruni gradien konsentrasinya dan H+ yang bergerak keluar sel rnelawan gradien konsentrasinya. Gradien konsentrasi Na+ yang menggerakkan antiporter tersebut pada saatnya dicetuskan oleh pompa Na+- K+ dependen energi di membran basolateral. Karena itu, glukosa, galaktosa, asam amino, dan peptida berukuran kecil semuanya mendapat "tumpangan gratis" untuk masuk dari transpor Na+ yang membutuhkan energi. Peptida kecil diuraikan menjadi asam-asam amino konstituennya oleh amino-peptidase di membran brush border atau oleh peptidase intrasel (Gambar 16-24a). Seperti monosakarida, asam amino rneninggalkan sel usus melalui difusi terfasilitasi dan masuk ke anyaman kapiler di dalam vilus.



Penyerapan lemak berbeda dengan penyerapan karbohidrat dan proteinkarena sifattak-larut lemakdalam air menimbulkan masalah tertentu. Lemak harus dipindahkan dari kinlus cair melalui larutan cairan tubuh, meskipun lemak tidak bersifat larut air. Karena itu, lemak harus menjalani serangkaian transformasi fisik dan kimiawi untuk mengatasi masalah ini selama pencernaan dan penyerapannya (Gambar 16-25). GAMBAR SINGKAT EMULSIFIKASI DAN PERNCERNAAN LEMAK



Ketika isi lanlbung dikosongkan ke dalam duudenum, lenlalc yang tertelan bergumpal menlbentuk agregat draplet trigliserida yang besar dan berlemak yang mengapung di kimus. Ingat kembali bahwa melalui efek deterjen garam empedu di lumen usus halus, butiran-



  



651



Karbohidrat makanan



Monomer-monomer glukosa Dimulut dam lumen saluran cerna



Polisakarida



Tepung, glikogen



Amilase liur 1 Amilase pankreas



Di brush border sel epitel usus halus



Laktaso



Maltosa



Laktase



2



Di sitosol sel epitel



Sucrose



Maltase



Galaktosa



Glukosa



Glukosa



Disakarida



Sukrase



Glukosa



Glukosa



Fruktose



Monosakarida (unit yang dapat diserap)



(a) Pencernaan karbohidrat Lumen saluran cerna Na+ SGLT



Glukosa atau Fruktosa galaktosa



3 Sel epitel vilus



Na+



4



Glukosa atau galaktosa



Fruktosa



1 GLUT-5



Polisakarida makanan, tepung dan glikogen, diubah menjadi disakarida maltasa melalui kerja amikase liur dan pankreas 2 Maltasa dan disakarida makanan laktosa dan sukrosa masing-masing diubah menjadi bentuk monosakaridanya oleh disakaridase (maltaso, laktase, dan sukraseasomaltase) yang terletak di brush border sel epitel usus halus. 3 Monosakarida glukosa dan galaktosa diabsorpsi ke dalam sel epitel oleh transpor aktif dependen-energi dan Na+ (melalui simporter SGLT) yang terletak di membran luminal.



4 Monosakarida fruktosa memasuki sel dengan difusi pasif terfasilitasi melalui GLUT-5. 5 Glukosa, galaktosa, dan fruktosa keluar sel di membran basal oleh difusi pasif terfasilitasi melalui GLUT-2.



K+ ATP



6 Monosakarida-monosakarida ini memasuki darah oleh difusi pasif. GLUT -2



55 Glukosa, galaktosa atau fruktosa



Na+ Cairan interstisum



KUNCI ATP



6 Kapilar darah (b) Absorpsi karbohidrat



= Transpor aktif =Simport = Difusi terfasilitasi = Difusi sederhana



Gambar 16-23 Pencernaan dan penyerapan karbohidrat.



  



Bebagai asam amino berbeda



Protein eksogen (protein makan)



Pepsin



Di lumen saluran cerna



Di brush border sel epital usus halus



Protein endogen (enzim pencernaan, sel epitel yang terlepas, protein plasma yang bocor)



1 Enzim proteolitik pankreas



Peptida kecil



Aminopeptidase



2



Peptidase intrasel



5



Asam amino



Di sitosol sek epitel Asam amino (a) Pencernaan protein Lumen saluran cerna



Asam Na+ amino Na+



Sek epitel vilus



Peptida H+ kecil



3



Na+



Asam Na+ amino



4



H+ Peptida kecil



Peptidase 5 intrasel Asam amino



K+



1 Protein makanan dan endogen dihidrolisis menjadi asam-asam amino konstituennya dan beberapa fragmen peptida kecil oleh pepsin lambung dan enzim proteolitik pankreas. 2 Berbagai peptida kecil dikonversi menjadi asam-asam amino pembentuknya oleh aminopeptidase yang terlefak di brush border sel epitel usus halus. 3 Asam amino diserap ke dalam sel epitel oleh transpor aktif sekunder dependen-energi dan Na+ melalui sebuah simpoter, Berbagai asam amino diangkut oleh pembawa yang bersifat spesifik untuk asam amino tersebut. 4 Beberapa peptida kecil diabsorpsi oleh jenis simporter yang berbeda yang digerakkan oleh transpor aktkf kersier dependen-energi, H+, dan Na+. 5 Sebagian besar peptida kecil yang terabsorpsi diuraikan menjadi asam-asam aminonya oleh peptidase intrasel. 6 Asam-asam amino keluar sel pada membran basal melalui berbagai pembawa pasif



ATP 6



Na+



Asam amino



Cairan interstisium



7 Kapiler darah



(b) Protein absorption



7 Berbagai asam amino memasuki darah melalui difusi sederhana. (Sejumlah kecil di- dan kripepkidase juga memasuki darah secara utuh.).



KUNCI ATP



= Transpor aktif



= Difusi sederhana



= Simport



= Antiport



= Difusi terfasilitasi



=Reaksi kimia



Gambar 16-24 Pencernaan dan penyerapan protein.



  



653



Lemak makanan sebagai butiran trigliserida besar



Trigliserida



1 Garam empedu



Lemak makanan dalam bentuk globuius lemak besar yang terdiri dari trigliserida diemulsifikasi oleh kerja deterjen garam-garam empedu menjadi suspensi butiranbutiran halus lemak. Emulsi lemak ini mencegah menggumpalnya butiran-butiran lemak sehingga meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk diserang oleh lipase pankreas



1



2 Lipase trigliserida menghidrolisis monogliserida dan asam lemak bebas.



Emulsi lemak



menjadi



3 Produk-produk tak-larut air ini dibawa ke permukaan luminal sel epitel usus halus dalam misel yang larut-air, yang terbeniuk oleh garam empedu dan konstiiuenkonstituen empedu lainnya. Lipase pankreas



Asam lemak bebas



Monogliserida



Garam empedu



Lumen



4 Ketika misel mendekati permukaan epitel absorptif, monogfiserida dan asam lemak meninggalkan misel dan secara pasif berdifusi menembus dwilapis lemak membran luminal.



2



Difusi misel



3



Lumen



misel



Misel



Microvillus



4 Monogliserida



4



Asam lemak



5



Pencerapan pasif



Trigliserida Membentuk agregat dan dilapisi oleh lipoprotein



5 Monagliserida dan asam lemak bebas diresintesis menjadi trigliserida di dalam sel epitel.



6



6 Trigliserida-trigliserida ini menyatu dan dibungkus oleh suatu lapisan iipoprotein dan retlkulum endoplasma untuk membentuk kilomikron yang larut air.



Khilomikron Sel epitel vilus Cairan interstisium



7



(Eksositosis) Lakteal sentral



8



Asam lemak, monogliserida



Membran basal Kapilar di arah



7 Kilomikron dikeluarkan melalul membran basal sel oleh eksositosis. 8 Kilomikron tidak dapat menembus membran basal kapiler darah sehingga kilomikron masuk ke pembuluh limfe, yaitu lakteal sentral.



Gambar 16-25 Pencernaan dan penyerapan lemak. Karena tidak larut-air, Iemak harus menjalani serangkaian transformasi agar dapat dicerna dan diabsorpsi.



butiran besar ini terurai menjadi emulsi lemak yang terdiri dari butiran-butiran halus sehingga luas permukaan lemak untuk dicerna oleh lipase pankreas sangat meningkat (Gambar 16-25, langkah 1 ). Produk pencernaan lipase (monogliserida dan asam lemak bebas; langkah 2 )



juga tidak terlalu larut air sehingga sangat sedikit produk produk akhir pencernaan lemak ini yang dapat berdifusi menembus kimus cair untuk mencapai lapisan absorptif usus. Namun, komponenkomponen empedu mempermudah penyerapan prnduk-produk akhir lemak ini dengan membentuk misel.



Sistem Pencernaan 654



ABSORPSI LEMAK Ingat kembali bahwa misel adalah partikel larut-air yang dapat mengangkut produk-produk akhir pencernaan lemak di dalam interiornya yang larut lemak (gambar 16-25, langkah 3 ). Setelah misel mencapai membran luminal sel epitel, monogliserida dan asam lemak bebas secara pasif berdifusi dari misel menembus komponen lemak membran sel epitel untuk masuk ke interior sel ini (langkah 4 ). Garam-garam empedu terus-menerus mengulangi fungsi melarutkan lemaknya di sepanjang usus halus hingga semua lemak terserap. Kemudian garam-garam empedu itu sendiri direabsorpsi di ileum terminal oleh transpor aktif khusus. lni adalah suatu proses yang efesien karena gararn empedu dalam jumlah relatif sedikit dapat mempermudah pencernaan dan penyerapan lenlak dalarn jumlah besar, dengan setiap garam empedu melakukan fungsi pengangkutnya berulang-ulang sebelum akhirnya direabsorpsi.



Setelah berada di interior sel epitel, monogliserida dan asam lemak bebas diresintesis menjadi trigliserida (langkah 5 ). Trigliserida-trigliserida ini menyatu menjadi butiran-butiran lalu dibungkus oleh suatu lapisan lipoprotein (disintesis oleh retikulum endoplasma sel epitel) yang menyebabkan butiran lemak tersebut larut air (langkah 6 ). Butiran lemak besar yang telah dibungkus ini, yang dikenal sebagai kilomikron, dikeluarkan oleh eksositosis dari sel epitel ke dalam cairan interstisium di dalam vilus (langkah 7 ). Kilomikron berdiameter 75 hingga 500 nm, dibandingkan dengan misel, yang berdiameter 3 hingga 10 nm. Kilomikron kemudian masuk ke lakteal sentral dan bukan ke kapiler karena perbedaan struktural antara kedua pembuluh ini (langkah 8 ). Kapiler memiliki membran basal (suatu lapisan luar polisakarida) (lihat h 379) yang mencegah kilomikron masuk, tetapi pembuluh limfe tidak memiliki penghalang ini. Karena itu, lemak dapat diserap ke dalam pembuluh limfe tetapi tidak dapat langsung ke dalam darah. Penyerapan sebenarnya monogliserida dan asam lemak bebas dari kimus menembus membran luminal sel epitel usus halus secara tradisional dianggap sebagai suatu proses pasif karena produk-produk akhir lemak yang larut lemak hanya larut dan melewati bagian lemak membran. Namun, keseluruhan rangkaian kejadian yang diperlukan untuk absorpsi lemak metnerlukan energi. Sebagai contoh, garam empedu disekresikan secara aktit oleh hati, pembentukan kilomikron di dalam sel epitel adalah proses yang aktif, dan eksositosis kilomikron memerlukan energi.



Penyerapan vitamin umumnya berlangsung pasif. Vitamin larut air terutama diserap secara pasif bersama air, sedangkan vitamin larut-lemak dibawa dalam misel dan diserap secara pasif bersama produk-produk akhir pencernaan lemak. Sebagian vitamin juga dapat diserap oleh pembawa jika diperlukan. Vitamin B12, bersifat unik karena bahan ini harus berikatan dengan faktor intrinsik lambung agar dapat diserap melalui proses endositosis yang diperantarai oleh reseptor di ileum terminal.



Penyerapan besi dan kalsium diatur. Berbeda dari penyerapan elektrolit lain yang hampir sempurna dan tidak dikontrol, besi dan kalsium dalam makanan mungkin tidak diserap seluruhnya karena penyerapan keduanya berada di bawah regulasi, bergantung pada kebutuhan tubuh terhadap elektrolit ini.



Dalam keadaan normal, hanya sejumlah kalsium dan besi yang diperlukan yang diserap ke dalam darah untuk mempertahankan homeostasis elektrolit ini, dengan kelebihan kuantitas hilang dalam feses. Besi esensial bagi pembentukan hemoglobin. Asupan besi normalnya adalah 15 hingga 20 mg perhari, tetapi pria biasanya menyerap 0,5 hingga 1 mglhari ke dalam darah, dan wanita menyerap sedikit lebih banyak, pada 1,0 hingga 1,5 mg hari (wanita memerlukan lebih banyak besi karena mereka secara berkala kehilangan besi melalui darah haid). ABSORPSI BESI



Penyerapan besi ke dalam darah melibatkan dua langkah utama: (1) penyerapan besi dari lumen ke dalam sel epitel usus halus dan (2) penyerapan besi dari sel epitel ke dalam darah (Gambar 16-26). Besi secara aktif dipindahkan dari lurnen ke dalam sel epitel, dengan wanita memiliki tempat transpor aktif sekitar empat kali lebih banyak daripada pria. Tingkat penyerapan besi yang dimakan oleh sel epitel bergantung pada jenis besi yang dikonsumsi. Besi diet terdapat dalam dua bentuk: besi heme, tempat besi terikat sebagai bagian dari kelompok heme yang terdapat di hemoglobin (lihat h. 418) dan terdapat dalam daging, dan besi anorganik, yang ada pada tanaman. Heme diet diserap dengan lebih efisien daripada besi anorganik. Besi anorganik diet terutama terdapat dalam bentuk teroksidasi Fe3+ (feri), tetapi bentuk besi yang tereduksi (Fe2+) diserap lebih mudah. Fe3+ direduksi menjadi Fe2+ oleh enzim yang terikat membran pada membran luminal sebelum penyerapan. Adanya bahan lain di lumen dapat meningkatkan atau rnenghambat penyerapan besi. Sebagai contoh, vitamin C rneningkatkan penyerapan besi, terutama dengan mereduksi besi feri menjadi fero. Fosfat dan oksalat, sebaliknya, berikatan dengan besi yang masuk untuk membentuk garam besi taklarut yang tidak dapat diserap. Besi heme dan Fe2+ ditranspor menembus membran luminal melalui pembawa dependen-energi terpisah di brush border: Besi heme memasuki sel intestinal melalui pembawa heme protein I dan Fe2+ dibawa melalui transporter metal divalen I, yang juga mengangkut metal lain yang bernivatan +2. Sebuah enzim di dalam sel membebaskan besi dari kompleks heme. Setelah diserap ke dalam sel epitel usus halus, besi memiliki dua kemungkinan: 1. Besi yang segera dibutuhkan untuk produksi sel darah merah diserap ke dalam darah untuk disalurkan ke sumsum tulang, tempat pembentukan sel darah merah. Besi keluar dari sel epitel usus halus melalui transporter besi membran yang dikenal sebagai feroportin. Absorpsi besi terutama dikendalikan oleh suatu hormon yang barubaru ini ditemukan, hepsidin, yang dilepaskan dari hati ketika kadar besi di dalam tubuh menjadi terlalu tinggi. Hepcidin mencegah lebih jauh "ekspor" besi dari sel epitel usus halus menuju darah dengan terikat pada ferroportin dan memacu internalisasinya menuju sel dengan endositosis dan penguraiannya dengan lisosom. Karena itu, hepsidin adalah reguiator utama pada homeostasis besi. Defisiensi hepsidin menyebabkan kelebihan besi pada jaringan karena feroportin berlanjut untuk mentransfer besi ke dalam tubuh tanpa kendali. Besi yang keluar dari sel epitel usus halus diangkut menuju darah melalui pembawa protein plasma yang dikenal sebagai transferin. Besi yang diabsorpsi kemudian digunakan dalam sintesis



  



655



7



1 Hanya sebagian besi yang ditelan yang berada dalam bentuk yang dapat diserep, baik besi heme maupun besi fero (Fe2+).



Besi yang tidak diserap



Besi dalam makanan



Besi yang dapat diserap: (a) (b) Besi Besi fero heme (Fe2+)



1



Besi yang hilang sewaktu sel terlepad



Besi dalam tinja



6



Lumen



2 Besi diabsorpsi menembus mebran lummal sel epitel usus oleh pembawa heme dan Fe2+ yang dependen energi yang berbeda. 3 Besi dalam diet yang diserap ke dalam sel epitel usus halus dan segera dibutuhkan untuk poduksi sel darah merah d pindahkan ke dalam darah oleh transporter besi membran, yaitu feraportin. 4 Di darah, besi yang diserap diangkut ke sumsum tulang dalam bentuk terikat ke transferin, yaitu suatu pembawa protein plasma.



Pembawa heme protein 1



Transporter metal divalen 1



2



Besi yang diserap kedalam sel 5 Feroportin 3



5 Besi daiam makanan yang diserap yang tidak segera digunakan disimpan di sel epitel sebagai feritin, yang tidak dapat dipindahkan ke dalam darah. 6 Besi yang tidak digunakan ni keluar di tinja sewaktu sel-sel epitel yang mengandung feritin tersebut terlepas.



Feritin–– kumpulan besi yangf tidak diserap ke dalam darah



7 Besi dalam makanan yang tidak diserap juga akan keluar melalui tinja.



Sel epitel vilus



Plasma



4



Besi yang diserap kedalam darah;berikan dengan transferin



Gambar 16-26 Absarpsi besi



hemoglobin bagi sel darah merah yang baru saja terbentuk. 2. Besi yang tidak segera dibutuhkan akan tetap tersimpan di dalam sel epitel dalam bentuk granular yang disebut feritin, yang tidak dapat diserap ke dalam darah. Besi yang disimpan sebagai feritin akari keluar melalui tinja dalam tiga hari karena sel-sel epitel yang mengandung granula ini terlepas selama regenerasi mukosa. Besi dalam jumlah besar di tinja menyebabkan tinja berwarna gelap, nyaris hitam. ABSORPSI KALSIUM Jumlah kalsium (Ca2+) yang diserap juga diatur. Kalsium memasuki membran luminal sel epitel usus halus menuruni gradien elektrokimianya melewati saluran Ca2+ khusus, yang dihantarkan dalam sel oleh protein pengikat kalsium, kalbindin, dan keluar dari membran basolateral melalui dua rnekanisme dependen-energi: pompa Ca2+ ATPase transpor aktif primer dan antiporter Na+- Ca2+ transpor aktif sekunder. Vitamin D sangat meningkatkan semua langkah ini pada absorpsi kalsium. Vitamin D melaksanakan efek ini hanya setelah ia diaktifkan di hati dan ginjal, suatu proses yang didorong oleh hormon paratiroid. Karena itu, sekresi hormon paratiroid meningkat sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi Ca2+ dalam darah. Dalam keadaan normal, dari sekitar 1000 mg Ca2+ yang dikonsumsi setiap hari, hanya duapertiga yang diserap di usus halus dan sisanya keluar melalui tinja.



Venula yang meninggalkan vilus usus halus, bersama dengan penbuluh-pembuluh dari saluran cerna lainnya, mengalirkan isinya ke dalam vena porta hati, yang membawa darah ke hati. Karena itu, segala sesuatu yang diserap ke dalam kapiler pencernaan mulamula harus melewati pabrik biokimia hati sebelum masuk ke sirkulasi umum. Karena itu, produk-produk pencernaan karbohidrat dan protein disalurkan ke dalam hati, tempat banyak produk kaya-energi ini segera mengalami pemrosesan metabolik. Selain itu, bahan-bahan berbahaya yang mungkin terserap didetoksifikasi oleh hati sebelum memperoleh akses ke sirkulasi umum. Setelah melewati sirkulasi porta, darah vena dari sistem pencernaan mengalir ke vena kaya dan kembali ke jantung untuk didistribusikan ke seluruh tubuh, membawa glukosa dan asam amino untuk digunakan oleh jaringan. Lemak, yang tidak dapat menembus kapiler usus, diserap oleh lakteal sentral dan masuk ke sistem limfe, memintas sistem purta hati. Kontraksi vilus, yang dilakukan oleh muskularis mukosa, secara periodik menekan lakteal sentral dan "memeras" limfe keluar dari pembuluh ini. Pembuluh-pembuluh limfe yang berukuran lebih kecil akhirnya menyatu untuk membentuk duktus torasikus suatu pembuluh limfe besar yang mengalirkan isinya ke sistem



  



vena di dada. Dengan cara ini, lemak akhirnya memperoleh akses ke darah. Lemak yang diserap dibawa oleh sirkulasi sistemik ke hati dan jaringan tubuh lainnya. Karena itu, hati memiliki kesempatan untuk bekerja pada lemak yang tercerna, tetapi setelah diencerkan oleh darah dalam sistem sirkulasi umum. Pengenceran lemak mencegah hati menerirna terlalu banyak lemak yang tidak dapat ditanganinya dalam satu waktu.



Usus halus dalam keadaan nornal menyerap sekitar 9 liter cairan perhari dalam bentuk H2O dan zat terlarut, termasuk unit-unit nutrien, vitamin, dan elektrolit yang dapat diserap. Bagaimana hal ini dapat terjadi, ketika manusia normalnya hanya menelan sekitar 1250 mL cairan dan mengonsumsi 1250 g makanan padat (yang 80%nya adalah H2O) perhari (lihat h. 587)? Usus halus dalarn keadaan nonnal menyerap sekitar 9 liter cairan perhari dalam bentuk H2O dan zat terlarut, termasuk unit-unit nutrien, vitamin, dan elektrolit yang dapat diserap. Bagaimana hal ini dapat terjadi, ketika manusia normalnya hanya menelan sekitar 1250 mL cairan adalah getah pencernaan yang berasal dari plasma. Ingat kembali bahwa plasma adalah sumber sekresi pencernaan karena sel-sel sekretorik mengeksteaksi bahan-bahan mentah yang diperlukan untuk produk sekretoriknya dari plasma. Karena keseluruhan volume plasma hanya sekitar 2,75 liter, penyerapan harus mendekati sekresi agar volume plasma tidak turun tajam.



Dari 9500 mI, cairan yang masuk ke lumen usus halus perhari, sekitar 95%, atau 9000 mL cairan, normalnya diserap oleh usus halus kembali ke dalam plasma, dengan hanya 500 mL isi usus halus masuk ke kolon. Karena itu, dalam keadaan normal, tubuh tidak kehilangan getah pencernaan. Setelah konstituen-konstituen getah disekresikan ke dalam lumen saluran cerna dan melaksanakan fungsi mereka, mereka dikembalikan ke plasma. Satu-satunya produk sekretorik yang lolos dari tubuh adalah bilirubin, suatu produk sisa yang harus dieliminasi.



Produksi sekresi pencernaan lambung dan pankreas biasanya tidak memengaruhi status asam basa tubuh karena jumlah H+ yang disekresi oleh sel parietal lamhung biasanya sesuai dengan jumlah HCO3- yang disekresi oleh sel duktus pankreas. Selain itu, produk sampingan yang dihasilkan selama proses sekretorik ini, HCO3- oleh sel parietal dan H oleh sel duktus pankreas, normalnya diangkut kembali ke dalam plasma dalam jumlah yang setara. Selanjutnya, keseimbangan asam basa tidak dipengaruhi sewaktu getah pencernaan diserap kembali ke dalam plasma. Di dalam lumen usus halus, HCl yang disekresi oleh sel parietal lambung dinetralkan oleh NaHCO; yang disekresi oleh sel duktus pankreas: HCl 1 NaHCO3 →NaCl 1 H2CO3 H2CO3 yang terbentuk terurai menjadi CO2 1 H2O: H2CO3 → CO2 1 H2O



❚ TABEL 16-7 Volume



yang Diserap oleh Usus Halus dan Usus Besar Setiap Hari



Produk akhir dari reaksi ini, NaCI (yang terionisasi sebagai Na+ dan Cl-), CO2, dan H2O, semuanya diabsorpsi oleh usus halus ke dalam darah. Karena itu, melalui interaksi ini, tubuh secara normal tidak mengalami kelebihan atau kekurangan asam atau basa selama pencernaan.



Volume yang masuk ke usus halus per hari



Sumber



 Dicerna     Disekresi    



 1250 g*







1250 mL



    



1500 mL 2000 mL 1500 mL 500 mL 1500 mL 9500 mL







9000 mL



Volume yang masuk ke kolon dari usus halus per hari



500 mL







350 mL







150 g*



*Karena satu mililiter H20 memiliki berat 1 g, dan karena tingginya persentase H20 dalam makanan dan minuman, kita dapat secara kasar menganggap satu gram sama dengan satu mililiter cairan.



Namun, ketika sekresi dan absorpsi tidak sejajar satu dengan lainnya, kelainan asam basa dapat terjadi karena proses netralisasi yang normal ini tidak terjadi. Kita telah menjelaskan muntah dan kehilangan isi asam lambung yang menyebabkan alkalosis metabolik. Gangguan umum lain pada saluran cerna yang dapat menyebabkan hilangnya cairan dan ketidak seimbangan asam-basa adalah diare. Keadaan ini ditandai oleh keluarnya bahan tinja yang sangat cair, sering dengan peningkatan frekuensi defekasi. Tidak hanya sebagian bahan yang ditelan hilang tetapi sebagian produk sekretorik yang seharusnya direabsorpsi iuga hilang. Pengeluaran berlebihan isi usus menyebabkan dehidrasi, hilangnya nutrien, dan asidosis metabolik karena keluarnya HCO3- (lihat h 605) Sifat tinja yang encer ini biasanya disebabkan karena usus halus tidak mampu menyerap cairan sebanyak normalnya. Cairan berlebihan yang tidak terserap ini keluar di dalam tinja.



  



657



Penyebab diare adalah sebagai berikut: 1. Penyebab tersering diare adalah motilitas usus halus yang berlebihan, yang disebabkan oleh iritasi lokal dinding usus oleh infeksi bakteri atau virus atau stres emosional. Transit cepat isi usus halus tidak memungkinkan penyerapan cairan secara adekuat. 2. Diare juga dapat terjadi ketika partikel-partikel osmotik aktif terdapat dalam jumlah berlebihan, seperti yang terjadi pada defisiensi laktase, di lumen saluran cerna. Partikelpartikel ini menyebabkan cairan masuk dan tertahan di lumen sehingga fluiditas tinja meningkat. 3. Toksin bakteri Vibrio cliolera (penyebab kolera) dan mikroorganisme tertentu lainnya mendarong sekresi cairan dalam jumlah berlebihan oleh mukosa usus halus sehingga terjadi diare hebat. Diare yang terjadi sebagai respons terhadap toksin agen infeksi adalah penyebab utama keniatian pada anak di negara-negara yang sedang berkembang. Untungnya, tersedia terapi rehidrasi oral yang manjur dan murah yang memanfaatkan pembawa simporter glukosa usus untuk menyelamatkan jiwa jutaan anak tersebut. (Untuk perincian mengenai terapi rehidrasi oral, lihat titur dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) Periksa Pemahaman Anda 16.6 1. Jelaskan sifat struktural yang meningkatkan area permukaan usus halus dan jelaskan pentingnya peningkatan area permukaan tersebut.



Kolon transverum



Haustra Taenia kolon



Kolon desenden



Kolon asenden Katup ileosekum Sekum



Kolon sigmoid



Apendiks Rektum



Sfingter anus internus (otot polos)



Sfingter anus eksternus (otot rangka) Kanalis anus



Gambar 96-27 Anatomi usus besar.



nya selulosa), komponen empedu yang tidak diserap, dan cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya untuk membentuk massa padat yang disebut feses untuk dikeluarkan dari tubuh. Fungsi utam usus besar adalah untuk menyimpan tinja sebelum defekasi. Selulosa dan bahan lain yang tak-tercerna di dalam diet membentuk sebagian besar massa dan membantu mempertahankan keteraturan pergerakan usus dengan berkontribusi pada volume isi kolon.



2. Diskusikan bagaimana pompa Na+—K+ sel epitel mukosa mempermudah absorpsi nutrien.



16.7



| Usus Besar



Usus besar terdiri dari kolon, sekum, apendiks, dan rektum (Gambar 16-27). Sekum membentuk kantong buntu di bawah pertemuan antara usus halus dan usus besar di katup ileosekum. Tonjolan kecil seperti jari di dasar sekum adalah apendiks, suatu jaringan limfoid yang mengandung limfosit (lihat h. 437). Kolon, yang membentuk sebagian besar usus besar, tidak bergelung seperti usus halus tetapi terdiri dari tiga bagian yang relatif lurus—kolon asenden, kolon transversum, dan kolon desenden. Bagian terakhir kolon desenden ber- bentuk huruf S, membentuk kolon sigmoid (sigrnoid artinya "berbentuk S"), dan kemudian melurus untuk membentuk rekturn (berarti "lurus").



Kolon normalnya menerima sekitar 500 mL kimus dari usus halus perhari. Karena sebagian besar pencernaan dan penyerapan telah diselesaikan di usus halus, isi yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang taktercerna (misal-



Lapisan otot polos longitudinal luar tidak mengelilingi usus besar secara penuh. Lapisan ini terdiri dari tiga pita otot longitudinal yang terpisah, taenia kolon, yang berjalan di sepanjang usus besar. Taenia kolon ini lebih pendek daripada otot polos sirkular dan lapisan mukosa di bawahnya jika kedua lapisan ini dibentangkan datar. Karena itu, lapisan-lapisan di bawahnya disatukan membentuk kantong atau haustra, seperti bahan rok panjang yang mengumpul di bagian pinggang yang sempit. Haustra bukanlah sekedar kumpulan permanen yang pasif; haustra secara aktit berganti lokasi akibat kontraksi lapisan otot polos sirkular. Umumnya gerakan usus besar berlangsung larnbat dan tidak mendorong, yang sesuai fungsinya sebagai tempat penyerapan dan penyimpanan. Motilitas utama kolon adalah kontraksi haustra yang dipicu oleh ritmisitas autonom (BER) sel-sel otot polos kolon. Kontraksi ini, yang menyebabkan kolon membentuk haustra, merupakan kontraksi berbentuk cincin yang berosilasi yang serupa dengan segmentasi usus halus tetapi terjadi lebih jarang. Waktu di antara dua kontraksi haustra dapat mencapai tiga puluh menit, sementara kontraksi segmentasi di usus halus berlangsung dengan frekuensi 9 hingga 12 kali per menit. Lokasi kantong haustra secara hertahap berubah sewaktu segmen yang sernula melemas dan membentuk kantong mulai berkontraksi secara perlahan sementara



  



❚ Kensep, tantangan, dan Konroversi



D



Terapi Rehidrasi Oral: Meminum Larutan Sederhana Menyelamatkan Hidup



IKROORGANISME PENYEBABKAN SEPERTI VIBRIO CHOLERA



yang menyebabkan kolera, adalah penyebabkan utam kematian pada anak di bawah 5 tahun di seluruh dunia, Masalah kesehatan ini terterutama menonjol di negara-negara yang sedang berkembang, tenda pengungsi, dan di tempat lain ketika kondisi sanitasi yang buruk mendorong penyebaran mikroorganisme sementara obat dan petugas kesehatan kurang tersedia. jantungnya telah dikembangkan suatu pengobatan yang murah, mudah diperoleh, dan mudah pemakaiannyaterapi rehidrasi oral (TRO)-untuk mengatasi diare yang berpotensi mematikan ini. Terapi ini memanfaatkan simporter yang terletak di membran lurninal sel epitel vilus. Marilah kita bahas bahas patofisiologi diare dan melihat bagaimana terapi rehidrasi oral yang sederhana dapat menyelamatkan nyawa. Selama pencernaan makanan, sel-sel kriptus usus halus normalnya mengeluarkan sukus enterikus, yaitu larutan garam dan mukus, ke dalam lumen. Sel-sel ini secara aktif memindahkan Cl- ke dalam lumen, mendorong transpor pasif paralel Na+ dan H2O dari darah ke dalam lumen. Cairan menghasilkan lingkungan encer yang diperlukan agar enzim dapat menguraikan nutrien menjadi unit-unit yang dapat diserap. Glukosa dan asam amino, masing-masing adalah satuan karbohidrat dan protein yang dapat diserap, diserap oleh transpor aktif sekunder. Mekanisme penyerapan ini menggunakan pembawa kotranspor Na+glukosa(atau asam amino) (SGLT) yang terletak di rnernbran luminal sel epitel vilus (Lihat H.80.). Selain itu, pembawa Na+ aktif yang lain yang tidak berkaitan dengan penyerapan nutrien memindahkan Na+, secara pasif diikuti oleh Cl-dan H2O, dari lumen kedalam darah. Hasil akhir dari aktivitas berbagai pembawa ini adalah penyerapan ; garam dan H2O yang disekresikan bersama dengan nutrien yang telah tercerna. Dalam keadaan normal, penyerapan garam dan H2O melebihi sekresinya sehingga tidak hanya terjadi penghematan cairan yang disekresikan tetapi juga absorpsi tambahan garam dan H2O. Kolera dan sebagian besar mikroba penyebab diare menimbulkan diare dengan merangsang sekresi CI- atau mengganggu penyerapan Na+. Akibatnya, lebih banyak cairan yang disekresikan dari darah ke dalam lumen daripada yang kemudian dipindahkan kembali ke dalam darah. Kelebihan cairan tersebut dikeluarkan melalui tinja sehingga tinja menjadi encer yang khas pada diare. Hal yang lebih penting, hilangnya cairan dan elektrolit yang datang dari darah menyebabkan



bagian yang tadinya berkontraksi melemas secara bersamaan untuk membentuk kantong baru. Gerakan ini tidak mendorong isi usus tetapi secara perlahan mengaduknya maju-mundur sehingga isi kolon terpajan ke mukosa penyerapan. Kontraksi haustra umumnya dikontrol oleh refleks-refleks lokal yang melibatkan pleksus intrinsik.



Pergerakan massa mendorong tinja bergerak jauh.



Tiga atau empat kali sehari, umumnya setelah makan, terjadi peningkatan mencolok motilitas saat segmen-segmen besar kolon asenden dan transversum berkontraksi secara simultan, mendorong tinja sepertiga hingga tiga perempat panjang kolon



dehidrasi. Penurunan volume plasma efektif dapat menyebabkan kematian dalam hitungan hari atau bahkan jam, bergantung pada keparahan kehilangan cairan. Di pertengahan abad lalu, para dokter mempelajari bahwa penggantian cairan dan elektrolit yang hilang melalui vena dapat menyeiarnatkan nyawa sebagian besar korban diare. Namun, di banyak bagian dunia, tidak tersedia fasilitas, peralatan, dan petugas yang memadai untuk memberikan terapi rehidrasi intravena. Dengan demikian, jutaan anak tetap menderita diare tiap tahunnya. Pada tahun 1966, para peneliti mengetahui bahwa SGLT tidak terpengaruh oleh mikroba penyebab diare. Penemuan ini mendorong dikembangkannya terapi rehidrasi oral. Jika di lumen terdapat Na+ dan glukosa, simporter ini mengangkut keduanya dari lumen ke dalam sel epitel vilus untuk selanjutnya memasuki darah. Karena H2O secara osmotik mengikuti penyerapan Na+, ingesti larutan glukosa dan garam mendorong penyerapan cairan ke dalam darah dari saluran usus tanpa memerlukan penggantian cairan melalui vena. Bukti pertama kemampuan TRO menyefamatkan nyawa di lapangan terjadi pada tahun 1971 ketika beberapa juta pengungsi membanjiri India dari Bangladesh yang sedang dilanda perang. Dari ribuan pengungsi yang menjadi korban kolera dan penyakit diare lainnya, lebih dari 30% meninggal akibat sulitnya diperoleh cairan dan jarum steril untuk terapi intravena. Namun, di satu kemah pengungsi, di bawah pengawasan sekelompok ilmuwan yang telah melakukan eksperimen dengan terapi rehidrasi oral, para keivarga diajari cara memberikan TRO kepada korban diare, yang sebagian besar adalah anak. Larutan intravena yang langka dicadangkan untuk mereka yang tidak mampu minum. Kematian akibat diare berkurang menjadi 3% di kemah ini, dibandingkan dengan angka kematian yang 10 kali lipatnya pada para pengungsi lainnya. Berdasarkan bukti ini, World Nealth Organization (WHO) mulai secara agresif inempromosikan TRO. Paket-paket kering untuk TRO kini diproduksi secara lokal di lebih dari 60 negara. WHO mernperkirakan bahwa sekitar 30% anak di dunia yang terjangkit diare diterapi dengan campuran dalam kemasan ini atau versi rumahannya. Di Amerika Serikat, larutan oral ini dapat dibeli di apotek dan supermarket. Diperkirakan 1 juta anak di seluruh dunia diseiamatkan oleh TRO per tahunnya.



dalam beberapa detik. Kontraksi masif ini, yang secara tepat dinamai pergerakan massa, mendorong isi kolon ke bagian distal usus besar, tempat bahan disimpan hingga terjadi defekasi. Ketika makanan masuk ke lambung, pergerakan massa dipicu di kolon terutama oleh refleks gastrokolon, yang diperantarai dari lambung ke kolon oleh gastrin dan saraf autonom ekstrinsik. Pada banyak orang, refleks ini paling jelas setelah sarapan dan sering diikuti oleh keinginan untuk buang air besar. Karena itu, ketika makanan masuk ke saluran cerna terpicu refleks-refleks yang memindahkan isi yang sudah ada ke bagian distal untuk menyediakan tempat bagi makanan yang baru masuk. Sistem Pencernaan



659



Refleks gastroileum memindahkan isi usus halus yang tnasih ada ke dalam usus besar, dan refleks gastrokoion mendorong isi kolon ke dalam rektum, memicu refleks defekasi.



Feses dikeluarkan oleh refieks defekasi. Ketika pergerakan massa di kolon mendorong tinja ke dalam rektum, peregangan yang terjadi di rektum merangsang reseptor regang di dinding rektum, memicu refleks defekasi. Retleks ini menyebabkan sfingter anus internus (yang merupakan otot polos) melemas dan rektum dan kolon sigmoid berkontraksi lebih kuat. Jika sfingter anus eksternus (yang merupakan otot rangka) juga melemas, terjadi defckasi. Karena merupakan otot rangka, sfingter anus eksternus berada di bawah kontrol volunter. Peregangan awal dinding rektum disertai oleh timbulnya rasa ingin buang air besar. Jika keadaan tidak memungkinkan defekasi, pengencangan sfingter anus eksternus secara sengaja dapat mencegah defekasi meskipun refleks defekasi telah aktif. Jika defekasi ditunda, dinding rektum yang semula teregang secara perlahan melemas dan keinginan untuk buang air besar mereda hingga pergerakan massa berikutnya mendorong lebih banyak tinja ke dalam rektum dan kemhali meregangkan rektum serta memicu refleks defekasi. Selama periode maktivitas, kedua stingter tetap berkontraksi untuk menjamin kontinensia tinja. Jika tetap terjadi, defekasi biasanya dibantu oleh gerakan mengejan volunter yang melibatkan kontraksi otot abdomen dan ekspirasi paksa dengan glotis tertutup secara bersamaan. Tindakan ini sangat meningkatkan tekanan intraabdomen, yang membantu mendorong tinja.



Jika defekasi ditunda terlalu lama, dapat terjadi konstipasi. Ketika isi kolon tertahan lebih lama daripada normal, H2O yang diserap dari tinja meningkat sehingga tinja menjadi kering dan keras. Variasi normal frekuensi defekasi di antara individu berkisar dari setiap makan hingga sekali seminggu. Ketika frekuensi berkurang melebihi apa yang normal bagi yang bersangkutan, dapat terjadi konstipasi berikut gejala-gejala terkaitnya. Gejala-gejala ini mencakup rasa tidak nyaman di abdomen, nyeri kepala tumpul, hilangnya nafsu makan yang kadang disertai mual, dan depresi mental. Berbeda dari anggapan umum, gejala-gejala ini tidak disebabkan oleh toksin yang diserap dari bahan tinja yang tertahan. Meskipun metabolisme bakteri menghasilkan bahan-bahan yang mungkin toksik di kolon, bahan-bahan ini normalnya mengalir melalui sistem porta dan disingkirkan oleh hati sebelum dapat mencapai sirkulasi sistemik. Gejala-gejala yang berkaitan dengan konstipasi disebabkan oleh distensi berke- panjangan usus besar, terutama rektum; gejala segera hilang setelah peregangan mereda. Kemungkinan penyebab tertundanya defeksi yang dapat menimbulkan konstipasi mencakup (1.) mengabaikan keinginan untuk buang air besar; (2) berkurangnya motilitas kolon karena usia, emosi, atau diet rendah serat; (3) obstruksi pergerakan massa oleh



tumor lokal atau spasme kolon; dan (4) gangguan refleks defekasi, misalnya karena cedera jalur-jalur saraf yang terlibat. Jika bahan tinja yang mengeras tersangkut di apendiks, sirkulasi normal dan sekresi mukus di tempat tersebut dapat terganggu. Penyumbatan ini menyebabkan apendisitis. Apendiks yang meradang sering mati akibat gangguan sirkulasi lokal. Jika tidak diangkat dengan pembedahan, apendiks yang sakit dapat pecah, menumpahkan isinya yang penuh kuman ke dalam rongga abdomen.



Usus besar tidak mengeluarkan enzim pencernaan apapun. Tidak ada yang diperlukan karena pencernaan telah tuntas sebelum kimus mencapai kolon. Sekresi kolon terdiri dari larutan mukus basa (NaHCO3) yang fungsinya adalah melindungi nwkosa usus besar dari cedera mekanis dan kimiawi. Mukus menghasilkan pelumasan untuk mempermudah feses bergerak, sementara NaHCO3 menetralkan asam-asam iritan yang diproduksi oleh fennentasi bakteri lokal. Sekresi meningkat sebagai respons terhadap stimulasi mekanis dan kimiawi mukosa kolon yang diperantarai oleh reFleks pendek dan persarafan parasimpatis. Tidak terjadi pencernaan di usus besar karena tidak terdapat enzim pencernaan. Namun, bakteri kolon mencerna sehagian selulosa untuk kepentingan mereka.



Kolon mengandung beragam bakteri yang bermanfaat Karena gerakan kolon yang lambat, bakteri memiliki waktu untuk tumbuh dan menumpuk di usus besar. Sebaliknya, di usus halus isi biasanya dipindahkan secara cepat sehingga bakteri tidak dapat tumbuh. Selain itu, mulut, lambung, dan usus halus mengeluarkan bahan-bahan antibakteri, tetapi kolon tidak Namun, tidak semua bakteri yang tertelan dihancurkan oleh lisozim dan HCI. Bakteri yang bertahan hidup terus berkembang di usus besar. Jumlah bakteri yang hidup di kolon rnanusia adalah sekitar 10 kali lebih banyak daripada jumlah sel yang ada di tuhuh manusia. Diperkirakan 500 hingga 1000 spesies bakteri herbeda biasanya hidup di kolon. Mikroorganisme kolonik ini biasanya tidak saja tidak menibahayakan tetapi pada kenyataannya bermanfaat. Bakteri penghuni (1) meningkatkan imunitas usus dengan berkampetisi memperebutkan nutrien dan ruang dengan mikroba yang herpotensi patogen (lihat h 474), (2) mendorang niotilitas kolon, (3) membantu memelihara integritas mukosa kolon, dan (4) memberi kontribusi nutrisi. Sebagai contoh, bakteri menyintesis vitamin K yang dapat diserap dan meningkatkan keasaman kolon sehingga mendorong penyerapan kalsium, magnesium, dan seng. Selain itu, berbeda dari anggapan sebelumnya, sebagian dari glukosa yang dibebaskan selama pemrosesan serat makanan oleh bakteri diserap oleh mukosa kolon.



  



lubang anus bergetar, menghasilkan nada rendah khas yang menyertai keluarnya gas. Sebagian penyerapan berlangsung di dalam kolon, tetapi dengan tingkatan yang lebih rendali daripada di usus halus. Karena permukaan lumen kolon cukup halus, luas permukaan absorptifnya jauh lebih kecil daripada usus halus. Selain itu, kolon tidak dilengkapi oleh mekanisme transpor khusus seperti yang dimiliki oleh usus halus. Jika motilitas usus halus yang tinggi menyebabkan isi usus cepat masuk ke kolon se- belum absorpsi nutrien tuntas, kolon tidak dapat menyerap sebagian besar baharr ini dan bahan akan keluar bersama tinja. Kolon dalam keadaan normal menyerap garam dan H2O. Natrium diserap secara aktif, Cl- mengikuti secara pasif menuruni gradien listrik, dan HO mengikuti secara osmotik. Kolon menyerap sejumlah elektrolit lain serta vitamin K yang disintesis oleh bakteri kolon. Melalui absorpsi gararn dan H2O, terbentuk massa tinja yang padat. Dari 500 mL bahan yang masuk ke kolon setiap hari dari usus halus, kolon normalnya menyerap sekitar 350 mL, meninggalkan 150 mL feses untuk dikeluarkan dari tubuh setiap hari (lihat Tabel 16-7). Bahan feses ini biasanya terdiri dari 100 g H2O dan 50 g bahan padat, termasuk selulosa yang tidak tercerna, bilirubin, bakteri, dan sejumlah kecil garam. harena itu, berbeda dari pandangan umum, saluran cerna bukan merupakan saluran ekskresi utama untuk mengeluarkan zat sisa dari tubuh. Produk sisa utama yang diekskresikan di tinja adalah bilirubin. Konstituen-konstituen tunja lain adalah residu makanan yang tidak terserap dan bakteri, yang sebenarnya tidak pernah menjadi bagian tubuh. Bakteri hampir mendekati sepertiga berat kering feses.



Gas usus diserap atau dikeluarkan. Kadang-kadang, selain fases yang keluar dari anus, gas usus, atau flatus, juga keluar. Gas ini terutaina berasal dari dua sumber: (1) udara yang tertelan (hingga 500 mL udara mungkin tertel an ketika makan) dan (2) gas yang diproduksi oleh fermentasi bakteri di kolon. Adanya gas yang mengalir melalui isi lumen menimbulkan suara berdeguk. Eruktasi (bersendawa) mengeluarkan sebagian besar udara yang tertelan dari lambung, tetapi sebagian masuk ke usus. Di usus biasanya hanya sedikit terdapat gas karena gas cepat diserap atau diteruskan ke dalam kolon. Sebagian besar gas di kolon disebabkan oleh aktivitas bakteri, dengan jumlah dan sifat gas bergantung pada jenis makanan yang dikonsumsi dan karakteristik bakteri kolon. Beberapa makanan misalnya kacang, mengandung tipe-tipe karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh manusia tetapi dapat diserang oleh bakteri penghasil gas. Banyak dari gas ini diserap melalui mukosa usus. Sisanya dikeluarkan melalui anus. Untuk secara selektif mengeluarkan gas ketika feses juga ada di rektum, yang bersangkutan secara sengaja mengontraksikan otototot abdomen dan sfingter anus eksternus secara bersamaan. Ketika kontraksi abdomen meningkatkan tekanan yang menekan sfingter anus eksternus yang menutup, terbentuk gradien tekanan yang memaksa udara keluar dengan kecepatan tinggi melalui lubang anus yang berbentuk celah dan terlalu sempit untuk keluarnya feses. Lewatnya udara dengan kecepatan tinggi menyebabkan tepi-tepi



Periksa Pemahaman Anda 16.7 1. Bandingkan kontraksi haustra usus besar dengan kontraksi segmentasi usus kecil. 2. Sebutkan peran sekresi NaHCO3 oleh mukosa usus besar. Bandingkan fungsi sekresi ini dengan sekresi NaHCO3 pankreas.



Sepanjang pembahasan kita tentang pencernaan, kita telah berulang kali menyebutkan berbagai fungsi tiga hormon pencernaan utama: gastrin, sekretin, dan CCK. Sekarang marilah kita padukan semua fungsi di atas sehingga Anda dapat mengetahui peran adaptif keseluruhan interaksi-interaksi ini. Selain itu, kita akan memperkenalkan hormon pencernaan yang ditemukan lebih belakangan, GIP. Semua hormon-hormon ini merupakan peptida kecil dan melaksanakan fungsinya dengan berikatan dengan reseptor bergandeng protein G di membran plasma sel-sel sasarannya. Dengan demikian, mengaktitkan jalur caraka kedua yang melaksanakan respons-respons yang diinginkan (lihat h. 126). GASTRIN Protein di lambung merangsang pelepasan gastrin, yang



melakukan fungsi-fungsi berikut:



1. Bekerja melalui beragam cara untuk meningkatkan sekresi HCl pepsinogen, yaitu kedua bahan yang sangat penting dalam memulai pencernaan protein yang mendorong sekresinya. 2. Meningkatkan motilitas lambung, merangsang motiiitas ileum, me -lepaskan sfingter ileosekum, dan memicu pergerakan massa di kolon —fungsi-fungsi yang semuanya ditujukan untuk menjaga isi usus tetap bergerak maju sewaktu makanan baru tiba. 3. Bersifat trofik tidak saja untuk rnukosa lambung tetapi juga mukosa usus halus, membantu memelihara lapisan dalam saluran cerna yang telah berkernbang baik dan dapat hidup secara fungsional. Dapat diperkirakan bahwa sekresi gastrin dihambat oleh akumulasi asam di lambung dan oleh adanya asam dan konstituen lain di lumen duodenum yang mengharuskan perlambatan sekresi lambung. SEKRETIN Sewaktu lambung mengosongkan isinya ke dalam duodenum, adanya asam di duodenum merangsang pelepasan sekretin, yang melakukan fungsi-fungsi terkait berikut ini:



1. Menghambat pengosongan lambung untuk mencegah masuknya lebih banyak asam ke dalam duodenum hingga asam yang ada telah dinetralkan. 2. Menghambat sekresi lambung untuk mengurangi jumlah asam yang diproduksi 3. Merangsang sel-sel duktus pankreatikus untuk menambah volume sekresi encer NaHCO3, yang mengalir ke dalam duodenum untuk menetralkan asam.



  



661



4. Merangsang sekresi empedu kaya-NaHCO3 oleh hati, yang juga dialirkan ke duodenum untuk membantu proses netralisasi. Netralisasi kimus yang asam di duodenum membantu mencegah kerusakar dinding duodenum dan membentuk lingkungan yang sesuai untuk fungsi optirnal enzim-enzim pencernaan pankreas, yang dihambat oleh asam. 5. Sekretin dan CCK bersifat trofik bagi pankreas eksokrin Sewaktu kimus dikosongkan dari lambung, lemak dan nutrien lain masuk ke duodenum. Nutrien ini, khususnya lemak dan, dengan tingkat yang lebih rendah, produk protein, menyebabkan pelepasan CCK, yang melakukan fungsi-fungsi terkait berikut



nutltipel, adaptif, dan terpadu ini memberi contoh betapa efisiennya tubuh manusia. Periksa Pemahaman Anda 16.8 1. Jelaskan pentingnya beberapa hormon GI bersifat trofik. 2. Sebutkan sasaran-sasaran sekretin dan CCK.



CCK



1. Menghambat motilitas dan sekresi lambung, sehingga waktu untuk pencernaan dan penyerapan nutrien yang sudah ada di lambung cukup. 2. Merangsang sel asinus pankreas untuk meningkatkan sekresi enzim pankreas, yang melanjutkan pencernaan nutrien-nutrien ini di duodenum (efek ini sangat penting untuk pencernaan lemak karena lipase pankreas adalah satu-satunya enzim yang mencerna lemak). 3. Menyebabkan kontraksi kandung empedu dan relaksasi sfingter Oddi sehingga empedu dialirkan ke dalam duodenum untuk mempermudah pencernaan dan penyerapan lemak. Efek deterjen garam empedu sangat penting bagi kemarnpuan lipase pankreas melaksanakan tugasnya. Berbagai efek CCK ini beradaptasi baik dengan penanganan lemak dan nutrien lain yang keberadaannya di duodenum memicu pelepasan hormon ini. 4. Selain memfasilitasi digesti nutrien yang tercerna, CCK adalah regulator penting asupan makanan. CCK berperan penting dalam rasa kenyang, yaitu sensasi merasa sudah cukup untuk makan. 673). GIP Hormon yang baru ditemukan yang dikeluarkan oleh duodenum, GIP, membantu mendorong pemrosesan metabolik nutrien setelah nutrien tersebut terserap. Hormon ini semula dinamai gastric inhibitory pepride (GIP) atas perkiraan perannya sebagai suatu enterogastron. Bahan ini semula dipercaya menghambat motilitas dan sekresi larnbuug, serupa dengan sekretin dan CCK. Saat ini kontribusi GIP dalam hal tersebut dianggap minimal. Hormon ini justru merangsang pelepasan insulin oleh pankreas sellingga sekarang dinamai glucose-dependent insulinotrophic peptide (juga GIP). Hormon ini kernbali memperlihatkan kerja yang sangat adaptif. Segera setelah makanan diserap, tubuh perlu mengubah proses metaboliknya untuk menggunakan dan menyimpan nutrien yang baru tiba. Aktivitas rnetabolik fase absorptif ini umumnya berada di bawah kontrol insulin (lihat h 743 dan 745–747). GIP, yang dirangsang oleh keberadaan makanan di saluran cerna, terutama glukosa, memicu pelepasan insulin sebagai antisipasi untuk penyerapan makanan, melalui mekanisme umpan maju. lnsulin sangat penting dalam men- dorong penyerapan dan penyimpanan glukosa.



Gambaran ringkas tentang fungsi hormon pencernaan yang



Hemeostatis: Bab dalam Perspektif Untuk



mempertahankan



sifst



konstan



lingkungan



internal, bahan-bahan yang digunakan oleh tubuh (misalnya nutrien kaya energi energi dan O2) atau keluar tanpa terkontrol dari tubuh (misalnya penguapan H2O dari saluran napas atau pengeluaran garam melalui keringat) harus secara terus-menerus diganti oleh pasokan baru bahan-bahan ini dari lingkungan eksternal Semua bahan pengganti ini kecuali O2 diperoleh dari safuran cerna. Pasakan segar O2 dipindahkan ke lingkungan internal oleh sistem pernapasan, tetapi semua nutrien, H2O, dan berbagai elektrolit yang dibutuhkan untuk mempertahankan homeostasis diperoleh melalui saluran cerna. Makanan yang besar dan kompleks diuraikan oleh sistem pencernaan menjadi unit-unit kecil yang dapat diserap. Molekul nutrien kecil kaya-energi ini dipindahkan menembus epitel usus halus menuju darah untuk disalurkan ke sel-sel untuk mengganti nutrien yang terus-menerus digunakan untuk menghasilkan ATP serta untuk tumbuh dan memperbaiki jaringan. Demikian juga, H2O, garam, dan elektrolit lain yang tertelan diserap oleh usus ke dalam darah. Tidak seperti regulasi di sebagian besar sistem tubuh, regulasi aktivitas pencernaan tidak ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Jumlah nutrien dan H2O yang dikonsumsi berada di bawah kontrok, tetapi jumlah bahan (yang telah tertelan) yang diserap oleh saluran cerna umumnya tidak dapat dikontrol, dengan sedikit pengecualian. Mekanisme lapar mengatur asupan makan untuk membantu mempertahankan keseimbangan energi (lihat Bab 17), dan mekanisme haus mengontrol asupan H2O untuk membantu mempertahankan keseimbangan H2O (lihat Bab 15). Namun, kita sering mengabaikan mekanisme-mekanisme kontrol ini, dan sering makan atau minum ketika kita tidak lapar atau haus. Setelah bahan makanan ini berada di saluran cerna, saluran cerna tidak mengubah-ubah laju penyerapan nutrien, H2O, atau elektrolit sesuai kebutuhan tubuh (kecuali besi dan kalsium); saluran cerna mengoptimaikan kondisi untuk mencerna dan menyerap semua yang tertekan. Memang benar adanya, apa yang anda makan adalah apa yang anda dapatkan. Sistem pencernaan berada di bawah banyak proses regulasi, tetapi proses-proses ini tidak dipengaruhi oleh keadaan nutrisi atau hidrasi tubuh. Berbagai mekanisme kontrol ini diatur oleh komposisi dan volume isi saluran cerna sehingga laju motilitas dan sekresi getah pencernaan akan optimal untuk pencernaan dan penyerapan makanan yang tertelan.



  



Jika seseorang mengonsumsi dan menyerap nutrien kaya energi dalam jumlah berlebihan, kelebihan energi ini akan disimpan di tempat penyimpanan, misalnya di jaringan adiposa (lemak)



sehingga kadarmofekul nutrien dalam darah dijaga konstan. Keiebihan ingesti H2O dan elektrolit dikeluarkan di urine agar kadar darah konstituen-konstituen ini terjaga konstan.



SOAL LATIHAN Jawaban di mulai di h, A-39. Pertanyaan Objektif 1. Tingkat penyerapan nutrien dari saluran bergantungan pada kebutuhan tubuh. (benar atau salah?) 2. Lambung melemas sewaktu muntah. (benar atau salah?) 3. Asam dalam keadaan normal tidak dapat menembus ke dalam atau di antara sel-sel yang melapisi bagian dalam lambung, yang memungkinkan lambung mampu menampung asam tanpa mencederai diri sendiri. (benar atau salah?)



6. mencegah isi lambung berbalik ke esofagus 14. Gunakan kade jawahan di kanan untuk mengidentifikasi karakteristik bahan-bahan yang tercantum: 1. mengaktifkan pepsinogen (a) pepsin 2. menghambat amilase (b) mucus 3. esensial untuk penyerapan (c) HCI vitamin b12 (d) faktor inkrinsik 4. dapat bekerja secara otokatalisis (e) histamin 5. adalah perangsang kuat untuk sekresi asam 6. mendenaturasi protein 7. memulai pencernaan protein 8. berfungsi sebagai pelumas 9. mematikan bakteri yang tertelan 10. bersifat basa 11. defisien pada anemia pernisiosa 12. melapisi mukosa lambung



4. Protein terus hilang dari tubuh melalui sekresi pencernaan dan sel epitel yang terlepas, yang keluar bersama tinja. (benar atau salah). 5. Makanan yang tidak diserap oleh usus halus akan diserap oleh usus besar. (bener atau salah?) 6. Pankreas endokrin mengeluarkan sekretin dan CCK. (benar atau salah?) 7. Refleks pencernaan yang melibatkan saraf autonom dikenal sebagai refleks ___, sedangkan ferleks yang semua elemen lengkung refleksnya terletak di dalam dinding usus dikenal sebagai refleks___, Pertanyaan Esai 8. Ketika makanan secara mekanis diuraikan dan dicampur dengan sekresi lambung, campuran cairan kental yang terbentuk dikenal sebagai ___. 9. Keseluruhan lapisan dalam usus halus diganti haru setiap sekitar ___ hari. 10. Dua bahan yang diserap oleh mekansime transpor khusus yang hanya ada di ileum terminal adalah___ dan ___. 11. Koleretik yang paling kuat adalah___. 12. Mana dari yang beriktrt hukan merupakan fungsi liur? a. memulai pencernaan karbohictrat b. mempermudah penyerapan glukosa menembus mukosa mulut. c. mempermudah bicara d. memiliki efek antibakteri e. berperan penting dalam higiene mulut 13. Cocokkan yang berikut: 1. mencegah masuknya makanan kembali ke mulut sewaktu menelan 2. memicu refleks menela 3. menutup saluran hidung ketika menelan 4. mencegah udara masuk ke esofagus sewaktu bernafas 5. menutup saluran nafas ketika menelan



(a) penutupan sfingter faringoesofagus (b) elevasi uvala (c) posisi lidah menekan langit langit (d) penutupan sfingter gastroesofagus (e) bolus terdorong ke bagian belakang mulut oleh lidah (f) aposisi rapat lipatan vokal



1. Jelaskan empat proses pencernaan dasar. 2. Sebutkan tiga kategori bahan makanan kaya-energi dan unitunit yang dapat diserap dari masing-masing ketegori. 3. Sebutkan komponen sistem pencernaan. Jelaskan anatomi potongan melintang saluran cerna. Apa empat faktor umum yang berperan dalam regulasi fungsi 4. sistem pencernaan? Apa peran masing-masing? 5. Jelaskan jenis motilitas di masing-masing komponen saluran cerna. Faktor apa yang mengnntrol masing-masing tipe motilitas? 6. Sebutkan komposisi getah pencernaan yang disekresikan oleh setiap komponen sistem pencernaan. lelaskan faktor-faktor yang mengontrol rnasing-masing sekresi pencer-naan. 7. Sebutkan enzim-enzim yang berperan dalam pencernaan masing-masing kategori bahan makanan. Sebutkan sumber dan kontrol sekresi masing-masing enzim 8. Mengapa sebagian enzim disekresikan dalam bentuk inaktif? Bagaimana mereka diaktifkan? 9. Proses absorpsi apa yang berlangsung di masing-masing komponen saluran cerna? Apa adaptasi khusus usus halus untuk meningkatkan kapasitas absorpsinya? 10. elaskan mekanisme penyerapan urtuk garam, air, karbohidrat, protein, dan lemak. 11. Apa kontribusi organ pencernaan tambahan? Apa fungsi nondigestif hati? 12. Ringkaskan tugas masing-masing dari ketiga hormon pencernaan utama.



  



663



13. Apa produk sisa yang diekskresikan di tinja? 14. Bagaimana muntah terjadi? Apa kausa dan konsekuensi muntah, diare, dan konstipasi? 15. Jelaskan proses pergantian mukosa di lambung dan usus halus. Latihan Kuantitatif 1. Misalnya satu butir lemak di usus adalah sebuah bola dengan garis tengah 1 cm. a. Berapa rasio luas permukaan terhadap volume butir lemak ini? (Petunjuk: Luas permukaan bola adalah 4rtr2pr2, dan volume adalah 4/3pr3.)



b. Kini, misalnya bola ini diemulsifikasi menjadi 100 butiran yang ukurannya hampir sama. Berapa rasio rerata luas permukaan terhadap volume masing-masing butiran lemak ini? c. Berapa kali lehih besar luas permukaan total 100 butiran ini dibandingkan dengan satu butiran semula? d. Berapa kali perubahan volume total akibat emulsifi- kasi ini?



UNTUK DIRENGKAN 1. Mengapa pasien yang sebagian besar lambungnya diangkat untuk mengobati kanker lambung atau penyakit tukak peptik yang parah harus makan dalam jumlah sedikit tetapi sering dan bukan tiga kali sehari seperti biasanya? 2. Jumlah sel imun di gut assoriated Iymtphoid tissue (GALT) yang terdapat di mukosa diperkirakan sama dengan jumlah total sel pertahanan ini di bagian tubuh lainnya. Perkirakan apa makna adaptif dari kemampuan pertahanan yang ekstensif pada sistem pencernaan ini. 3. Bagaimana defekasi dapat dilakukan oleh pasien yang lumpuh dari pinggang ke bawah akibat cedera korda spinalis bawah?



4. Setelah diekstraksi dari darah oleh hati, bilirubin dikonjugasikan dengan asam glukuronat oleh enzim glukronil transferase di dalam hati, Hanya jika berada dalam bentuk terkonjugasi barulah bilirubin dapat diekskresikan secara aktif ke dalam empedu. Pada beberapa hari pertama kehidupan, hati belum dapat menghasilkan glukuronil transferase dalam jumlah memadai. Jelaskan bagaimana defisiensi enzim sesaat ini menvebabkan keadaan ikterus pada neonatus yang sering dijumpai. 5. Jelaskan mengapa pengangkatan lambung atau ileum terminal menyebabkan anemia pernisiosa.



PERTIMBANGAN KLINIS Thomas W mengalami nyeri tajam di abdomen kanan atasnya setelah menyantap makanan tinggi lemak. Ia juga menyadari bahwa



664  



hapter



tinjanya kini berwarna putih keabuan dan bukan coklat. Apa kemungkinan besar penyebab gejala-gejalanya? Jelaskan mengapa masing-masing gejala ini terjadi pada penyakit tersebut.



Sistem Fisiologi



hapter



16



Kartu Belajar



16.1| Aspek-Aspek Umum Pencernaan (h. 612–619) ■ Empat proses dasar pencernaan adalah motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi.



Tiga kelas nutrien kaya-energi dicerna menjadi unit-unit yang dapat diserap: (1) Karbohidrat makanan dalam bentuk polisakarida tepung dan glikogen dicerna menjadi unit-unit monosakarida yang dapat diserap, terutama glukosa. (2) Protein makanan dicerna menjadi asam amino dan beberapa polipeptida kecil. (3) Lemak makanan (trigliserida) dicerna menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. (Lihat Gambar 16-1)







■ Sistem pencernaan terdiri dari saluran cerna dan organ pencernaan tambahan (kelenjar liur, pankreas eksokrin, dan sistem empedu), (Lihat Gambar 16-1). ■ Lumen saluran cerna (suatu tabung dari mulut hingga anus) berhubungan dengan lingkungan eksternal sehingga isinya secara teknis berada di luar tubuh; susunan ini memungkinkan makanan dicerna tanpa menyebabkan pencernaan-diri selama proses berlangsung. Dinding saluran cerna memiliki empat lapisan. Dari bagian ■ paling dalam keluar adalah mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa. (Lihat Gambar 16-2.)



Aktivitas pencernaan diatur secara cermat oleh mekanisme autonom, saraf (intrinsik dan ekstrinsik), dan hormon untuk memastikan bahwa makanan yang tertelan tersedia secara maksimal untuk tubuh. (Lihat Gambar 16-3.)







Pangaruh eskternal



Perubahan lokal di saluran cerna



Selfexcitable



Saraf otonom ekstrinsik



Hormon pencernaan



Otot polos (kontraksi untuk motilitas) Sel kelenjer eksokrin (sekresi getah pencernaan)



16.2



= jalur hormon



| Mulut h.(619–622)



Motilitas: Makanan masuk ke sistem pencernaan melalui mulut, tempat makanan dikunyah dan dicampur dengan liur.







16.3| Faring dan Esofagus (h. 622–624) ■ Motilitas: Lidah mendorong bolus makanan ke bagian belakang tenggorokan, yang memicu refleks menelan. Pusat menelan di medula mengoordinasikan sekelompok aktivitas kompleks yang menyebabkan penutupan saluran napas dan terdorongnya makanan melalui faring dan esofagus ke dalam lambung. (Lihat Gambar 16-5.) ■ Sekresi, digestl, dan absorpsi: Sekresi esofagus, mukus, bersifat protektif. Tidak terjadi pencernaan dan penyerapan nutrien di sini.



16.4| Lambung (h. 624–637) ■ Motilitas: Motilitas lambung mencakup pengisian, penyimpanan, pencampuran, dan pengosongan. Pengisian lambung dipermudah oleh relaksasi reseptif lambung yang diperantarai oleh saraf vagus. Penyimpanan lambung berlangsung di korpus lambung, tempat kontraksi peristaltik dinding otat yang tipis terlalu lemah untuk mencampur isi lambung. Pencampuran lambung di antrum yang berdinding tebal terjadi karena kontraksi peristaltik yang kuat dan retropulsi. (Lihat Gambar 16-6 dan 16-7.)



Sekresi: Sekresi ke dalam iumen lambung mencakup (1) HCf (dari sel parietal) yang mengaktifkan pepsinogen; (2) pepsinogen (dari sel utama) yang, setelah diaktifkan, memulai pencernaan protein; (3) mukus (dari sel mukus) yang membentuk lapisan protektif; dan (4) faktor intrinsik (dari sel parietal) yang diperlukan dalam penyerapan vitamin B12.(Lihat Tabel 16-3 dan Gambar 16-8 hingga 16-10.)







Lambung juga mengeluarkan hormon gastrin, yang berperan dominan dalam merangsang sekresi lambung, serta parakrin histamin dan somatostatin, yang masing-masing merangsang dan menghambat sekresi lambung. (Lihat Tabel 16-3.)



KUNCI = refleks panjang



Absorpsi: Tidak terjadi penyerapan nutrien di mulut.







Sel kelenjer endokrin sekresi hormon pencernaan dan pankreas)



= refleks pendek







■ Pengosongan lambung dipengaruhi oleh faktor-faktor di lambung dan duodenum. (1) Peningkatan volume dan fluiditas kimus di lambung meningkatkan pengosongan isi lambung. (2) Lemak, asam, hipertanisitas, dan distensi di duodenum (faktor-faktor daminan yang mengontrol pengosongan lambung) menunda pengosongan lambung hingga duodenum siap memproses lebih banyak kimus. Faktor-faktor ini menunda pengosongan lambung dengan menghambat aktivitas peristaltik lambung oleh refleks enterogastrik dan enterogastron, sekretin dan kolesistokinin, yang disekresikan oleh mukosa duodenum. (Lihat Gambar 16-7 dan Tabel 16-2. )



Reseptor di saluran cerna



Plektus saraf intrinsik



Sekresi dan drgesti: Enzim liur, amilase, memulai mencerna polisakarida menjadi disakarida maltose, suatu proses yang berlanjut dilambung setelah ditelan. Sekresi liur dikontrol oleh pusat liur di medula, diperantarai oleh persarafan autonom ke kelenjar liur. (Lihat Gambar 16-1 dan 16-4. )







■ Sekresi lambung meningkat sebefum dan selama makan oleh respons-respons saraf vagus eksitatorik dan saraf intrinsik bersama dengan efek stimulatorik gastrin dan histamin. Setelah makanan keluar dari lambung, sekresi lambung berkurang karena hilangnya faktor-faktor stimulatorik, pelepasan somatostatin yang bersifat menghambat, dan efek inhibitorik reflek enterogastik dan enterogastron. (Lihat Tabel 16-4 dan 16-5.)



Digesti dan absorpsi: Pencemaan karbohidrat berlanjut di korpus lambung di bawah pengaruh amilase liur. Pencernaan protein dimulai oleh pepsin di antrum lambung, tempat kontraksi peristaltik yang kuat mencampur makanan dengan sekresi lambung, mengubahnya menjadi campuran cairan kental yang dikenal sebagai kimus. (Lihat Tabel 16-6, h. 648.) Tidak ada nutrien yang diserap di lambung.







Sekresi pankreas eksokrin dan empedu dari hati mengalir ke lumen duodenum.







Sekresi pankreas mencakup (1) enzim pencernaan poten dari sel asinus, yang mencerna ketiga kategori makanan; dan (2) larutan NaHCO3 cair dari sel duktus, yang menetralkan kimus asam yang masuk ke duodenum dari fambung. Sekretin merangsang sel duktus pankreas, dan CCK merangsang sel asinus. (Lihat Gambar 16-11 dan 16-12.)







■ Enzim pencernaan pankreas mencakup (1) enzim proteolitik tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarboksipeptidase, yang disekresikan dalam bentuk inaktif dan diaktifkan di lumen duodenum ketika terpajan ke enterakinase dan tripsin aktif; (2) amilase pankreas, yang melanjutkan pencernaan karbohidrat; dan (3) lipase, yang melaksanakan pencernaan lemak. (Lihat Tabel 16-6.) ■ Hati, organ metabolik terbesar dan terpenting di tubuh, melakukan beragam fungsi. Kontribusinya dalam pencernaan adalah sekresi empedu yang mengandung garam empedu. Garam empedu membantu pencernaan lemak melalui efek deterjen (membentuk emulsi lemak) dan mempermudah penyerapan lemak dengan membentuk misel larut-air yang mengangkut produk tak-larut air pada pencernaan lemak ke tempat penyerapannya. (Lihat Gambar 16- 14 hingga 16-17 dan 16-25. ) ■ Di antara waktu makan, empedu disimpan dan dipekatkan di kandung empedu, yang dirangsang oleh kolesistokinin untuk berkantraksi dan mengalirkan empedunya ke dalam duodenum sewaktu pencernaan makanan. Setelah ikut serta dalam pencernaan dan penyerapan lemak, garam-garam empedu direabsorpsi dan dikembalikan melalui sistem porta hati ke hati, tempat mereka diresekresikan dan bekerja sebagai kaleretik kuat yang merangsang sekresi lebih banyak empedu. (Lihat Gambar 16-13 dan 16-15.)



juga mengandung bilirubin, suatu turunan ■ Empedu penguraian hemoglobin, yaitu produk ekskretorik utama di tinja



16.6 | Usus halus. (h. 645–658) Motilitas: Segmentasi, motilitas utama usus halus selama ■ pencernaan makanan, secara merata mencampur makanan dengan getah pencernaan untuk mempermudah pencernaan; motilitas ini juga memajankan produk pencernaan ke permukaan absorptive. (Lihat Gambar 16-18.) Di antara waktu makan, MMC menyapu bersih lumen. ■ Sekresi: Getah yang disekresikan oleh usus halus tidak mengandung enzim pencernaan apapun. Enzim-enzim yang disintesis oleh usus halus bekerja di dalam membran brush border sel epitel. (Lihat Gambar 16-23a dan 16-24a.) ■ Digesti: Usus halus merupakan tempat utama bagi digesti dan absorpsi. Pencernaan karbohidrat dan protein berlanjut



di lumen usus halus oleh enzim pankreas dan dituntaskan oleh enzim brush border usus halus (masing-masing adalah disakaridase dan aminopeptidase). Lemak dicerna seluruhnya di lumen usus halus, oleh lipase pankreas (Lihat Tabel 16-6.) ■ Absorpsi: bapisan dalam usus halus beradaptasi baik untuk melaksanakan fungsi pencernaan dan penyerapannya. Lipatanlipatannya mengandung banyak tonjolan berbentuk jari, vilus, yang juga memiliki tonjolan yang lebih halus, mikrovilus. Bersama-sama, modifikasi-modifikasi permukaan ini sangat meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk menempatkan enzim-enzim yang terikat ke membran dan untuk melakukan penyerapan. (Lihat Gambar 16-20 hingga 16- 22 dan pembuka bab). Lapisan dalam ini diganti setiap sekitar tiga hari untuk memastikan kesehatan optimal sel-sel epitel yang menghadapi lingkungan lumen yang "keras". ■ Proses penyerapan Na+ yang dependen-energi menghasilkan tenaga pendorong bagi penyerapan Cl-, air, glukosa, dan asam amino. Semua produk yang diserap ini masuk ke darah. (Lihat Gambar 16- 23b dan 16-24b. ) ■ Karena tidak larut dalam air, produk-produk pencernaan lemak harus menjalani serangkaian transformasi agar dapat diserap secara pasif untuk akhirnya masuk ke pembuluh limfe. (Lihat Gambar 16- 25. ) ■ Usus halus menyerap hampir semua yang ada di dalam lumennya, dari makanan yang ditelan hingga sekresi pencernaan hingga sel epitel yang terlepas. Berbeda dari penyerapan nutrien, air, dan sebagian besar elektrotit yang nyaris sempurna dan tidak dikontroi, penyerapan besi dan kalsium bervariasi dan berada di bawah kontrol. (Lihat Gambar 16-26.) Hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang tidak tercerna yang disalurkan ke usus besar.(Lihat Tabel 16-7.)



16.7 | Usus Besar (h. 658–661) Motilitas; Kolon (lihat Gambar 16-27) mengonsentrasikan dan rnenyimpan residu makanan yang tidak tercerna (serta, yaitu selulosa tanaman) dan bilirubin hingga keduanya dapat dieliminasi dalam tinja. Kontraksi haustra secara perlahan mengaduk isi kolon maju-mundur untuk mencampur dan mempermudah penyerapan sebagian besar cairan dan elektrolit yang tersisa. Pergerakan massa beberapa kali sehari, biasanya setelah makan, mendorong feses dalam jarak jauh. Pergerakan feses ke rektum memicu reffeks defekasi.







Sekresi, digesti, dan absorpsi: Sekresi mukus basa usus halus bersifat protektif. Tidak terjadi sekresi enzim pencernaan atau penyerapan nutrien di kolon. Penyerapan sebagian garam dan air yang tertinggal mengubah isi kolon menjadi feses.







16.8 | Gambaran Umum Hormon Pencernaan (h. 661–662) Tiga hormon pencernaan yang utama adalah gastrin dari mukosa lambung serta sekretin dan kolesistokinin (CCK) dari mukosa duodenum. Gastrin dibebaskan terutama sebagai respons terhadap adanya produk protein di lambung, dan efeknya adalah meningkatkan pencernaan protein. Sekretin dibebaskan terutama sebagai respons terhadap keberadaan asam di duodenum, dan efeknya adalah menetralkan asam. Kolesistokinin terutama dibebaskan sebagai respons terhadap adanya produk lemak di duodenum, dan efeknya adalah mengoptimalkan kondisi untuk pencernaan lemak.







Contoh-contoh energi masuk dan masuk energi keluar. Untuk mempertahankan



keseimbangan



energi



dan



berat



badan,



masukan energi ( asupan makanan) harus sama dengan keluaran energi, yang mencakup kerja eksternal (seperti bersepeda) dan kerja internal (seperti memompa darah). Hipotalamus



mengatur



asupan



makanan



untuk



menjaga



keseimbangan energi.Dewasa muda yang diperlihatkan di sini sedang menikmati Pantai EL Capitan di California



Venture Media Group/Jupiterimages



17 Keseimbangan Energi dan Regulasi suhu SEKILAS ISI 17.1 Keseimbangan Energi 17.2 Regulasi Suhu



Pokok-Pokok Homeostasis Asupan makanan penting bagi aktivitas sel, Agar berat tubuh tetap konstan, nilai kalori dan makanan harus setara



dengan total kebutuhan energi tubuh.



Keseimbangan energi dan karenannya, berat badan di pertahankan terutama dengan mengontrol asupan makanan. Pengeluaran energi menghasilkan panas, yang penting bagi regulasi suhu. Manusia, biasanya di lingkungan yang lebih dingin daripada tubuhnya, harus secara konstan menghasilkan panas untuk mempertahankan suhu tubuhnya. Manusia juga harus memiliki mekanisme untuk mendinginkan tubuhnya jika menyerap terlalu banyak panas dari aktivitas otot rangka yang menghasilkan panas atau dari lingkungan eksternal yang panas. Suhu tubuh harus diatur karena laju reaksi kimia sel bergantung pada suhu dan karena panas yang berlebihan dapat merusak protein sel. Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk rnempertahankan keseimbangan energi dan suhu tubuh.



|



Keseimbangan Energi



Setiap sel dalam tubuh memerlukan energi untuk melaksanakan fungsi-fungsi yang esensial bagi kelangsungan hidup sel itu sendiri (misalnya transpor aktif dan perbaikan sel) dan menjalankan fungsi spesifiknya dalam rangka mempertahankan homeostasis (misalnya sekresi kelenjar atau kontraksi otot). Semua energi yang digunakan oleh sel pada akhirnya berasal dari makanan yang masuk.



Menurut hukum pertama termodinamika, energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan. Karena itu, energi menjadi subjek keseimbangan masuk-keluar seperti komponen kimia tubuh, misalnya H2O dan garam (lihat h. 579). PEMASUKAN DAN PENGELUARAN ENERGI Masukan energi bagi tubuh berasal dari energi dalam makanan yang masuk. Energi kimia yang tersimpan di dalam ikatan-ikatan yang menyatukan atom-atom dalam molekul nutrien dibebaskan ketika molekul ini diuraikan di tubuh. Sel-sel menyerap sebagian energi nutrien ini dalam ikatan fosfat berenergi tinggi, yaitu adenosine trifosfat (ATP; lihat h.36 dan A-16). Energi yang dipanen dari proses biokimiawi makanan yang masuk langsung digunakan untuk melakukan kerja biologis atau disimpan dalam tubuh untuk digunakan kemudian sesuai kebutuhan selama periode ketika tidak terjadi pencernaan dan penyerapan makanan. Pengeluaran energi oleh tubuh digolongkan ke dalam dua kategori: kerja eksternal dan kerja internal (Gambar 17-1). Kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan ketika otot rangka berkontraksi untuk memindahkan benda eksternal atau menggerakan tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan. Kerja internal adalah semua bentuk pengeluaran energi biologis lain yang tidak melakukan kerja mekanis di luar tubuh. Kerja internal mencakup dua jenis aktivitas yang dependen energi: (1) aktivitas otot rangka yang digunakan untuk tujuan selain kerja eksternal, misalnya kontraksi untuk mempertahankan postur dan menggigil; dan (2) semua aktivitas yang mengeluarkan energi yang terus berlangsung hanya untuk mempertahankan kehidupan. Masukan Energi



Energi Makanan



Simpanan metabolik dalam tubuh



Gambar 17-1 Masukan dan keluaran energi



hapter



PERUBAHAN ENERGI NUTRIEN MENJADI PANAS Tidak semua



energi dalam molekul makanan dapat dipanen untuk melakukan kerja biologis. Energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dari satu bentuk ke bentuk lain. Energi dalam molekul nutrien yang tidak digunakan untuk melakukan kerja diubah menjadi energi termal, atau panas (thermo berarti "panas"). Selama proses-proses biokimia, hanya sekitar 50% energi dalam molekul nutrien yang dipindahkan ke ATP; sisa 50% dari energi nutrien ini segera lenyap sebagai panas. Selama pengeluaran ATP oleh sel, 25% energi lainnya yang berasal dari makanan berubah menjadi panas. Karena bukan suatu mesin panas, tubuh tidak dapat mengubah panas menjadi kerja. Karena itu, tidak lebih dari 25% energi nutrien yang tersedia untuk kerja, baik eksternal maupun internal. Sisa 75% nya hilang sebagai panas selama pemindahan energi dari molekul nutrien ke ATP ke sistem sel. Selain itu, dari energi yang benar-benar ditangkap untuk digunakan oleh tubuh, hampir semua energi yang digunakan akhirnya menjadi panas. Sebagai contoh, energi yang di-keluarkan oleh jantung untuk memompa darah secara gradual berubah menjadi panas oleh gesekan sewaktu darah mengalir melaluin pembuluh darah. Demikian juga, energi yang di-gunakan untuk membentuk protein struktural akhirnya muncul sebagai panas ketika protein tersebut terurai selama proses pertukaran normal konstituen-konstituen tubuh. Bahkan dalam melakukan kerja eksternal, otot-otot rangka mengubah energi kimia menjadi energi mekanis secara tidak efisien; hampir 75% energi yang digunakan lenyap sebagai panas. Karena itu, semua energi yang dibebaskan dari makanan masuk yang tidak secara langsung digunakan untuk memindahkan benda eksternal atau disimpan dalam lemak (jaringan adiposa) (atau, pada orang yang sedang tumbuh, sebagai protein) akhirnya menjadi panas tubuh. Namun, panas ini tidak sama sekali merupakan energi yang tersia-sia karena sebagian besar panas ini digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh.



Keluaran Energi



Simpanan Energi



  



Jenis yang kedua mencakup kerja memompa darah dan bernapas, energi yang diperluukan untuk transpor aktif bahan-bahan penting menembus membran plasma, dan energi yang digu-nakan selama reaksi sintesis yang esensial untukpemeliharaan, perbaikan, dan pertumbuhan struktur sel-secara singkat, "blaya metabolik untuk hidup."



Kerja Internal



Energi termal (panas)



Kerja eksternal (Photos: left, Brian Chase, Shutterstock.com; center, Ed Reschke/photolibrary.com; right, Val Thoermer/Shutterstock.com.)



17-1



Laju pemakaian energi oleh tubuh selama kerja eksternal dan internal dikenal sebagai laju metabolik: Laju metabolik5 pengeluaran energi/satuan waktu Karena sebagian besar pengeluaran energi tubuh akhirnya muncul sebagai panas, laju metabolik normalnya dinyatakan sebagai laju produksi panas dalam kalori per jam. Satuan dasar energi adalah kalori, yaitu jumlah panas diperlukan yang untuk meningkatkan suhu 1 g H2O sebesar 1 ° C. Satuan ini terlalu kecil untuk di-



gunakan dalam membahas tubuh manusia karena besarnya panas yang terlibat sehingga digunakan kilokalori atau Kalori, yang setara dengan 1000 kalori. Jika ahli gizi berbicara tentang "kalori" dalam menghitung kandungan energi berbagai makanan, mereka sebenarnya merujuk ke kilokalori atau Kalori. Ketika 1 g glukosa dioksidasi atau "terbakar", baik di dalam maupun di luar tubuh, dihasilkan 4 kilokalori energi panas. Laju metabolik dan karenanya, jumlah panas yang diproduksi bervariasi bergantung pada beragam faktor, misalnya olahraga, rasa cemas, menggigil, dan asupan makanan. Peningkatan aktivitas otot rangka adalah faktor terbesar yang dapat meningkatkan laju metabolik. Bahkan peningkatan ringan tonus otot menyebabkan peningkatan laju metabolik yang nyata, dan berbagai tingkat aktivitas fisik secara mencolok mengubah pengeluaran energi dan produksi panas ( Tabel 17-1). Karena itu, laju metabolik seseorang ditentukan di bawah kondisi basal terstandardisasi yang diciptakan untuk mengontrol sebanyak mungkin variabel yang dapat mengubah laju rnetabolik. Dengan cara ini, aktivitas metabolik yang diperlukan untuk mempertahankan fungsi tubuh dasar dapat ditentukan. Laju metabolik basal (LMB) adalah cerminan "kecepatan langsam" tubuh, atau laju pengeluaran energi internal minimal saat terjaga. LMB diukur di bawah kondisi khusus berikut: KONDISI UNTUK MENGUKUR LAJU METABOLIK BASAL



1. Orang yang bersangkutan harus beristirahat secara fisik, tidak melakukan olahraga paling sedikit 30 menit untuk menghilangkan kontribusi kontraksi otot pada produksi panas. 2. Orang yang bersangkutan harus beristirahat secara naental untuk memperkecil tonus otot rangka (orang menjadi "tegang" jika cemas) dan mencegah peningkatan epinefrin, suatu horrnon yang dikeluarkan sebagai respons terhadap stres yang meningkatkan laju metabolik. 3. Pengukuran harus dilakukan pada suhu kamar yang nyaman sehingga yang bersangkutan tidak mengigigil. Menggigi1 akan sangat meningkatkan produksi panas . 4. Orang yang bersangkutan tidak boleh makan makanan apapun dalam 12 jam sebelum pengukuran LMB untuk menghindari termogenesis terinduksi-makanan (termo artinya "panas"; genesis artinya "produksi") atau peningkatan wajib laju metabolik yang terjadi sebagai konsekuensi asupan makanan. Peningkatan singkat (kurang dari 12 jam) laju metabolik ini bukan disebabkan oleh aktivitas pencernaan, tetapi peningkatan aktivitas metabolik yang berkaitan dengan pemrosesan dan penyimpanan nutrien, terutama oleh pabrik biokimia utama (hati). METODE UNTUK MENGUKUR LAJU METABOLIK Laju produksi panas pada pengukuran LMB dapat ditentukan secara langsung dan tak-langsung. Pada kalorimetri langsung, yang bersangkutan duduk dalam suatu kamar berinsulasi dengan air mengalir mengelilingi dinding. Perbedaan suhu air yang masuk dan keluar kamar mencerminkan jumlah panas yang dibebaskan oleh yang bersangkutan dan diserap oleh air sewaktu air mengalir melewati kamar. Namun, telah dikembangkan metode yang lebih nyaman untuk secara tak-langsung mengukur laju produksi panas untuk digunakan secara luas. Pada kalorimetri tak-langsung, hanya penye-



Laju Pemakaian Energi Pada Orang 70 kg Selama Berbagai Aktivitas Berbeda







TABEL



17-1



Pengeluaran Energi (kkal/jam)



Aktivitas



65







77







100







105







118







140







200







240







280







304







480







500







570







828







1100



rapan O2 per satuan waktu yang diukur, yang merupakan tugas sederhana dengan peralatan minimal. Ingat kembali bahwa Makanan 1 O2 → CO2 1 H2O 1 energi (sebagian besar diubah menjadi panas) Karena itu, terdapat hubungan langsung antara volume O2 yang digunakan dan jumlah panas yang dihasilkan. Hubungan ini juga bergantung pada jenis makanan yang dioksidasi. Meskipun karbohidrat, protein, dan lemak memerlukan jumlah O2 yang berbeda untuk oksidasi dan menghasilkan jumlah kilokalori yang berbeda jika dioksidasi, dapat dibuat perkiraan rerata tentang jumlah panas yang dihasilkan per liter O2 yang dikonsumsi pada diet campuran tipikal orang Amerika. Nilai perkiraan ini, yang dikenal sebagai ekuivalen energi O2, adalah 4,8 kilokalori energi yang dibebaskan per liter O2 yang dikonsumsi. Dengan menggunakan metode ini, laju metabolik seseorang yang mengonsumsi 15 liter/jam 02 dapat diperkirakan sebagai berikut: 15 3 4.8 72



liter/jam = konsumsi O2 kilokalori/liter =ekuivalen energi O2 kilokalori/jam =perkiraan laju metabolik



Setelah ditentukan di bawah kondisi basal, laju produksi panas perlu dibandingkan dengan nilai normal untuk orang dengan jenis kelamin, usia, berat, dan tinggi setara karena semua faktor ini meme-



  



669



ngaruhi laju pengeluaran energi basal. Sebagai contoh, pria bertubuh besar memiliki laju produksi panas yang lebih tinggi daripada pria dengan tubuh kecil, tetapi jika dinyatakan dalam kaitannya dengan luas permukaan tubuh total (yang mencerminkan berat dan tinggi), pengeluaran dalam kilokalori per jam per meter persegi luas permukaan normalnya hampir sama. FAKTOR YANG MEMENGARUHI LAJU METABOLIK BASAL



Hormon tiroid adalah penentu utama, meskipun bukan satu-satunya, laju metabolisme basal. Peningkatan hormon tiroid menyebabkan peningkatan LMB. Seperti telah disebutkan, epinefrin juga meningkatkan LMB. Berbeda dengan yang diduga, LMB bukanlah laju metabolik tubuh paling rendah. Laju pengeluaran energi selama tidur adalah 10% hingga 15% lebih rendah daripada LMB, mungkin karena relaksasi otot pada tahap paradoks tidur berlangsung lebih sempurna (lihat h. 180).



Masukan energi harus sama dengan keluaran energi agar keseimbangan energi tetap netral.



Karena energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan, masukan energi harus sama dengan keluaran energi, sebagai berikut: Masukan energi = keluaran energi Energi dalam = kerja+ produksi± energi yang makanan yang eksternal panas internal disimpan dikonsumsi Terdapat tiga kemungkinan status keseimbangan energi; ■ Keseimbangan energi netral. Jika jumlah energi dalam makanan yang masuk sama dengan jumlah energi yang dikeluarkan oleh otototot yang melakukan kerja eksternal plus pengeluaran energi internal basal yang akhirnya muncul sebagai panas tubuh, pemasukan dan pengeluaran energi berada dalam keseimbangan dan berat tubuh tidak berubah. ■ Keseimbangan energi positif. Jika jumlah energi dalam makanan yang masuk lebih besar daripada jumlah energi yang dikeluarkan, kelebihan energi yang masuk tetapi tidak digunakan akan disimpan di dalam tubuh, terutama sebagai jaringan lemak sehingga berat tubuh bertambah. ■ Keseimbangan energi negatif. Sebaliknya, jika energi yang berasal dari makanan yang masuk lebih kecil daripada kebutuhan energi tubuh saat itu, tubuh harus menggunakan simpanan energi untuk memenuhi kebutuhan tersebut dan karenanya berat tubuh berkurang. Agar orang dapat mempertahankan berat badan (kecuali fluktuasi minor akibat perubahan kandungan H2O), energi yang diperoleh dari makanan harus sama dengan energi yang dikeluarkan oleh tubuh. Karena orang dewasa rerata mempertahankan berat yang relatif konstan untuk waktu yang cukup lama, tersirat bahwa terdapat mekanisme homeostatik akurat yang mempertahankan keseimbangan jangka-panjang antara asupan energi dan pengeluaran energi. Secara teoretis, kandungan energi total tubuh dapat dipertahankan pada tingkat konstan dengan mengatur jumlah makanan yang masuk, aktivitas fisik, atau kerja internal dan produksi panas. Kontrol asupan makanan agar menyamai pengeluaran energi metabolik yang berubah adalah cara utama untuk



  



hapter



mempertahankan keseimbangan energi netral. Tingkat aktivitas fisik terutama berada di bawah kontrol kesadaran dan mekanisme yang mengubah tingkat kerja internal dan produksi panas terutama ditujukan untuk mengatur suhu tubuh dan bukan mengatur keseimbangan energi total. Namun, setelah beberapa minggu mengonsumsi makanan dalam jumlah lebih sedikit atau lebih banyak daripada yang diinginkan, dapat muncul perubahaankecil metabolisme yang mengimbangi. Sebagai contoh, adanya peningkatan kompensatorik efisiensi tubuh dalam energi sebagai respons terhadap pengurangan makan mungkin dapat menjelaskan mengapa sebagian orang yang melakukan diet tidak lagi mengalami penurunan berat setelah dengan mudah kehilangan berat setelah dengan mudah kehilangan berat tubuh sekita 5 kg. Demikian juga, penurunan kompensatorik efisiensi pemakaian energi sebagai respons terhadap makan berlebihan ikut berperan dalam kesulitan yang dialami oleh sebagian orang kurus yang sengaja ingin menambahberat mereka. Meskipun terdapaty perubahan-perubahan kompensatorik metabolisme yang ringan ini, regulasi asupan makanan adalah faktor terpenting dalam memelihara keseimbangan energi dan berat tubuh jangka-panjang.



Meskipun asupan makanan disesuaikan untuk mengimbangi pengeluaran energi yang berubah dalam suatu periode waktu, tidak terdapat reseptor kalori untuk memantau masukan energi, pengeluaran energi, atau kandungan energi total tubuh. Berbagai faktor kimiawi di dalam darah yang memberi sinyal tentang keadaan nutrisi tubuh, misalnya berapa banyak lemak yang tersimpan atau status kenyang-lapar, penting dalam pengendalian asupan makanan. Kontrol asupan makanan tidak bergantung pada satu sinyal, tetapi ditentukan oleh integrasi banyak masukan yang memberi informasi tentang status energi tubuh, baik tentang tingkat penyimpanan maupun nutrien yang bersirkulasi. Sinyal molekular yang multipel ini menjamin bahwa perilaku makan disesuaikan dengan kebutuhan energi jangka-pendek dan jangkapanjang tubuh. Sebagian informasi digunakan untuk regulasi jangka pendek asupan makanan, membantu mengontrol porsi dan frekuensi makan. Meskipun demikian, dalam periode 24 jam, energi yang terkandung dalam makanan yang masuk jarang menyamai pengeluaran energi untuk hari tersebut. Namun, dalam jangkapanjang, korelasi antara asupan kalori total dan pengeluaran energi total sangatlah baik. Akibatnya, kandungan energi total tubuh— dan, karenanya, berat tubuh—relatif konstan dalam jangka panjang. Oleh karena itu, homeostasis energi, yaitu, keseimbangan energi, diatur secara cermat. PERAN NUKLEUS ARKUATUS:NPY DAN MELANORKORTIN



Nukleus arkuatus hipotalamus berperan sentral dalam kontrol jangka-panjang keseimbangan energi dan berat tubuh serta kontrol jangka-pendek asupan makanan sehari-hari. Nukleus arkuatus adalah kumpulan neuron berbentuk busur yang terletak dekat dengan dasar ventrikel ketiga. Terdapat banyak jalur yang sangat terintegrasi keluar-masuk nukleus arkuatus, yang menunjukkan kompleksnya sistem yang berperan dalam rasa lapar dan kenyang.



Sinyal makan, atau appetite, menimbulkan sensasi lapar, mendorong kita mencari makanan. Sebaliknya, kenyang adalah perasaan puas makan. Sinyal kenyang memberi tahu kita bahwa kita telah cukup makan dan menekan keinginan makan. Nukleus arkuatus memiliki dua subset neuron yang berfungsi saling berlawanan. Satu subset mengeluarkan neuropeptida Y, dan yang lain mengeluarkan melanokortin, yang berasal dari proopiomelanocortin (POMC), suatu molekul prekursor yang dapat dibagi menjadi beberapa bagian untuk menghasilkan beberapa produk hormon(lihat h. 700).1 Neuropeptida Y (NPY), salah satu perangsang nafsu makan paling kuat yang pernah ditemukan, menyebabkan peningkatan asupan makanan sehingga mendorong pertambahan berat. Melanokortin, sekelompok hormon yang secara tradisional dikenal penting dalam menentukan warna kulit untuk tujuan kamuflase pada sebagian spesies, dibuktikan memiliki peran yang mengejutkan dalam homeostasis energi pada manusia. Melanokortin, terutama a-melanocyte stimulating hormone (MSH) dari hipotalamus, menekan nafsu makan sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan penurunan berat. Melanokortin tidak berperan dalam menentukan warna kulit pada manusia, Melanokortin, terutama a-melanocyte-stimulating hormone (aMSH) dari hipotalamus, menekan nafsu makan sehingga terjadi penurunan asupan makanan dan penurunan berat. Melanokortin tidak berperan dalam menentukan warna kulit pada manusia, tetapi a-MSH yang dihasilkan di kulit sebagai respons terhadap sinar ultraviolet dari matahari bekerja secara lokal pada sel penghasil pigmen (melanin) untuk menghasilkan warna kulit yang kecokelatan (lihat h. 474). Namun, peran utama melanokortin pada spesies kita adalah perannya a-MSH hipotalamus dalam menekan nafsu makan. Namun, NPY dan melanokortin bukan efektor akhir dalam kontrol nafsu makan. Pembawa-caraka kimiawi nukleus arkuatus ini nantinya memengaruhi pelepasan neuropeptida di bagianbagian otak lain yang memiliki efek kontrol lebih langsung pada asupan makanan. Para ilmuwan saat ini berupaya mengungkapkan faktor-faktor lain yang bekerja di sisi hulu dan hilir dari NPY dan melanokortin dalam rnengatur nafsu makan. Berdasarkan bukti yang ada saat ini, masukan-masukan regulatorik berikut ke nukleus arkuatus dan sesudahnya penting dalam pemeliharaan jangka-panjang keseimbangan energi dan kontrol jangka-pendek asupan makan saat makan (Gambar 17-2). MASUKAN REGULATORIK KE NEUKLEUS ARKUATUS DALAM PEMELIHARAAN JANGKA PANJANG KESEIMBANGAN ENERGI LEPTIN DAN INSULIN Anggapan ilmuwan bahwa sel lemak



(adiposit) di jaringan adiposa hanyalah sebagai tempat menyimpan lemak telah mengalami perubahaan drastis sejak dekade terakhir



'Kedua subset neuron di nukleus arkuatus adalah populasi NPY/AgRP dan populasi POMC/ CART. AgRP adalah singkatan dari agouti-related protein. NPY dan AgRP merangsang nafsu makan. CART adalah singkatan dari cocaine- and amphetaminerelated transcript. Melanokortin dan peptida CART menekan nafsu makan. Untuk menyederhanakan, kita hanya akan membahas peran NPY dan melanokortin, tetapi menyadari bahwa sinyal-sinyal kimiawi lain yang dibebaskan dari nukleus arkuatus menimbulkan efek serupa.



perubahan drastis sejak dekade terakhir dengan diketahuinya peran aktif sel ini dalam homeostasis energi. Adiposit mengeluarkan beberapa hormon, secara kolektif disebut adipokin, yang berperan penting dalam keseimbangan energi dan metabolisme. Karena itu, jaringan lemak sekarang dianggap sebagai kelenjar endokrin. Tabel 17-2 meringkaskan berbagai fungsi adipokin yang telah banyak diketahui. Beberapa adipokin dilepaskan dari lemak yang tersimpan, salah satu contohnya adalah leptin, yang berperan penting dalam keseimbangan energi. Beberapa, seperti faktor nekrosis tumor yang terkait inflamasi dan interleukin 6, dilepaskan dari jaringan lemak dan sel imun serta berperan terhadap inflamasi kronik derajat rendah dalam penyimpanan kelebihan lemak. Beberapa, seperti visfatin, dilepaskan hanya dari MFNBL WJTFSBM, lemak "jahat" dan dalam yang mengelilingi oragn abdominal. Lemak viseral lebih cenderung mengalami peradangan kropnik dan berkaitan dengan peningkatan penyakit jantung, berbeda dengan lemak s ubkutan (terkumpul dibawah kulit) yang superfusial dan kurang berbahaya. (Lemak subkutan adalah lemak yang dapat anda cubit.) Beberapa, seperti adiponektin, adalah adipokin yang "baik". Adipokin meningkatkan sensitivitas insulan (yang membantu melindungi terhadap diabetes tipe 2), menurunkan berat tubuh, dan memiliki efek anti-inflamasi. Sayangnya, obesitas menekan sekresi adiponektin. Sebaliknya, beberapa, seperti resisten, adalah adipokin yang "buruk". Resistin, yang dilepaskan terutama pada obesitas, menyebabkan resistensi insulin (karena itu meningkatkan risiko terjadinya diabetes tipe 2). Nukleus arkuatus adalah tempat utama kerja leptin. Peningkatan leptin dari simpanan lemak yang berkembang, melalui mekanisme umpan-balik negatif, berfungsi sebagai sinyal "pelangsing". Leptin menekan nafsu makan sehingga menurunkan konsumsi makanan dan mendorong penurunan berat, dengan menghambat sinyal NPY (perangsang nafsu makan) dan merangsang pengeluaran sinyal melanokortin (penekan nafsu makan) dari hipotalamus. Sebaliknya, penu-runan simpanan lemak dan penurunan sekresi leptin yang ditimbulkannya akan menyebabkan peningkatan nafsu makan dan penambahan berat. Sinyal leptin umumnya dianggap sebagai faktor dominan yang bertanggung jawab dalam penyesuaian jangka-panjang asupan makanan dengan pengeluaran energi sehingga kandungan energi total tubuh tetap seimbang dan berat tubuh tetap konstan. Sinyal dalam darah lainnya di luar leptin yang berperan penting dalam kontrol jangka-panjang berat tubuh adalah in-sulin. Insulin, suatu hormon yang dikeluarkan oleh pankreas sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi glukosa dan nutrien lain di darah setelah makan, merangsang penyerapan, pemakaian, dan penyimpanan nutrien-nutrien ini oleh sel (lihat h. 745). Karena itu, peningkatan sekresi insulin yang menyertai kelimpahan, pemakaian, dan penyimpanan makanan secara tepat menghambat sel penghasil NPY nukleus arkuatus sehingga menekan asupan makanan lebih lanjut. SETELAH NUKLEUS ARKUATUS: OREKSIN DAN YANG LAIN Dua daerah hipotalamus menerima banyak akson dari neuron penghasilNPY dan -melanokortin nukleus arkuatus.



  



671



Simpanan lemak tubuh Glukosa dan nutrien lain dalam darah



Makanan



Lemak dan nutrien lain dalam duodnum



Ghrelin (dari lambung sebelum makan)



(Memicu makan)



PYY3-36 (dari lambung (Menghenti sesudah makan) kan makan)



Neuron ordo pertama di nukleus arkuatus hipotalamus



Neuron penghasil POMC



Neuron penghasil NPY



Neuropeptida Y



Melanokortin



Neuron LHA*



Neuron PVN*



Oreksins*



Corticotropinreleasing hormone*



Peregangan lambung



CCK



Leptin



Insulin



Neuron ordo kedua di hipotalamus



Aferen nervus vagus



NTS (pusat kenyang dibatang otak



Jalur penambah nafsu makan



Jalur penekan nafsu makan



Sinyal kenyang



KUNCI kolesistokinin daerah hiptalamus lateral neuropeptida Y nukleus traktus solitarius pro-opiomelanokortin peptida YY nuekleus paraventrikel Sinyal yang penting dalam penyesuaian jangka panjang asupan makanan dengan pengeluaran energi untuk mengendalikan berat badan Sinyal yang penting dalam kontrol jangkapendek waktu dan jumlah makan Faktor psikososial dan lingkungan yang memengaruhi asupan makanan.



*Bahan kimia lain juga dibebaskan dari daerah ini dengan fungsi serupa. Gambar 17-2



Asupan makanan



Vladimir Wrangel/Shutterstock.com



CCK = LHA = NPY = NTS = POMC = PYY = PVN =



Faktor-Faktor yang memengaruhi asupan makanan.



Daerah-daerah neuron ordo kedua yang terlibat dalam keseimbangan energi dan asupan makanan ini adalah daerah hipotalarnus lateral (lateral hypothalamic area, LHA) dan nukleus paraventrikel (paraventricular nucleus, PVN). LHA dan PVN mengeluarkan carakacaraka pesan kimiawi sebagai respons terhadap masukan dari neuronneuron nukleus arkuatus. Caraka-caraka pesan ini bekerja di sebelah hilir dari sinyal NPY dan melanokortin untuk mengatur nafsu makan. LHA menghasilkan oreksin, yaitu stimulator kuat asupan makanan (oreksis artinya "nafsu makan"). NPY merangsang dan melanokortin



  



hapter



atau



Bau, rasa, tekstur makanan



atau



Stres, rasa cemas, depresi, kebosanan



atau



Jumlah makanan yang tersedia



atau



Norma sosial dan kebiasaan



menghambat pelepasan oreksin. Sebaliknya, PVN mengeluarkan caraka-caraka pesan kimiawi, misalnya corticotropin-releasing hormone, yang mengurangi nafsu makan dan asupan makanan. (Seperti diisyaratkan oleh namanya, corticotropin-releasing hormone lebih dikenal atas perannya sebagai hormon; lihat h. 731). Melanokortin merangsang dan NPY menghambat pelepasan berbagai neuro-peptida penekan nafsu makan ini. Sebagai tambahan terhadap pentingnya leptin, insulin, dan mungkin sinyal adiposit lainnya, (sinyal yang berkaitan dengan ukuran simpanan lemak di jaringan lemak) dan mediator yang lainnya dalam kontrol jangka panjang berat badan, faktor faktor lain berperan penting dalam mengontrol waktu dan ukuran makanan. Beberapa pembawa sinyal darah dari saluran pencernaan penting dalam mengatur, seberapa sering dan seberapa banyak kita makan dalam satu hari. PERILAKU MAKAN JANGKAPENDEK: SEKRESI GHRELIN DAN PYY3_36 Dua peptida yang



penting dalam kontrol jangkapendek asupan makan adalah ghrelin dan peptida YY3_36 (PYY3-36) yang masing-masing menandakan lapar dan kenyang. Keduanya dikeluarkan oleh saluran cerna. Ghrelin, apa yang disebut sebagai hormon lapar, adalah perangsang nafsu makan poten yang dihasilkan oleh lambung dan diatur oleh status



makan (ghrelin adalah kata Hindu untuk "tumbuh").Sekresi perangsang nafsu makan ini memuncak sebelum makan dan rnenyebabkan orang ingin makan, kemudian turun setelah hidangan dimakan. Ghrelin merangsang nafsu makan dengan mengaktifkan neuron penghasil NPY di hipotalamus. PYY3_36 adalah pengimbang ghrelin. Sekresi PYY3_36, yang dihasilkan oleh usus halus dan besar, berada dalam kadar terendah sebelum makan, tetapi meningkat selama makan dan menandakan rasa kenyang. Peptida ini bekerja dengan menghambat neuron-neuron



❚ TABEL 17-2 Berbagi



Adipokin Utama



Adipokin



Fungsi







Dibebaskan dari lemak simpanan; menekan nafsu makan; regulator jangka-panjang utama keseimbangan energi dan berat tubuh Sekresi dari adiposit ditekan pada obesitas; mendorong oksidasi asam lemak oleh otot; meningkatkan sensitivitas terhadap insulin; menurunkan berat badan dengan meningkatkan pengeluaran energi; memiliki efek anti-inflamasi Dibebaskan terutama pada obesitas; menyebabkan resistensi insulin



Adiponektin



Resistin Visfatin



Dibebaskan terutama dari lemak viseral; merangsang penyerapan glukosa; berikatan dengan reseptor insulin di tempat yang berbeda dari tempat pengikatan insulin



Faktor nekrosis tumor a (TNF-a) dan interleukin 6 (IL-6)



Mendorong peradangan ringan di lemak dan seluruh tubuh



penghasil NPY perangsangmakan di nukleus arkuatus. Dengan menghilangkan nafsu makan, PYY3_36 dipercayai berperan penting dalam penghentian makan. Faktor-faktor berikut ini juga terlibat dalam pembentukan sinyal ketika tubuh berada dalam skala laparkenyang. Selain peran kunci hipotalamus dalam mempertahankan keseimbangan energi, pusat rasa kenyang di batang otak yang dikenal sebagai nukleus traktus solitarius (NTS) memproses sinyal-sinyal yang penting dalam perasaan kenyang dan karena itu berperan penting dalam pengaturan makanan jangka pendek. NTS tidak saja menerima masukan dari neuron-neuron hipotalamus yang lebih tinggi yang berperan dalam homeostasis energi, tetapi juga mendapat masukan aferen dari saluran cerna (misalnya, masukan aferen yang menunjukkan derajat distensi lambung) dan bagian lain yang menandakan keadaan kenyang. Sekarang kita mengalihkan perhatian pada kolesistokinin, salah satu sinyal kenyang terpenting.



PUSAT KENYANG



KOLESISTOKININ SEBAGAI SINYAL KENYANG Kolesistokinin



(CCK), salah satu hormon gastrointestinal yang dikeluarkan dari mukosa duodenum sewaktu pencernaan makanan, adalah sinyal kenyang penting untuk mengatur jumlah makanan yang disantap. CCK dikeluarkan sebagai respons terhadap adanya nutrien di usus halus. Melalui beragam efek di saluran cerna, CCK mempermudah pencernaan dan penyerapan nutrien ini (lihat h 662). Sinyal melalui darah ini, yang laju sekresinya berkorelasi dengan jumlah nutrien-



yang ditelan, berperan menimbulkan rasa kenyang setelah makanan ditelan, tetapi sebelum makanan tersebut benar-benar dicerna dan diserap. Kita merasa kenyang ketika makanan untuk mengganti simpanan telah berada di saluran cerna, meskipun simpanan energi tubuh sebenarnya masih rendah. Hal ini menjelaskan mengapa kita berhenti makan sebelum makanan yang ditelan tersedia untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh. Peptida usus terkait lainnya yang baru ditemukan akhir-akhir ini yang dilepaskan sebagai respons terhadap makanan dan berfungsi sebagai pusat kenyang mencakup glucagon-like peptide 1 (GLP) dan oksintotnodulio. Tabel 17-3 merangkum efek sinyal pengaturan nafsu makan yang tak-dikehendaki. Sejauh ini, kita telah membahas sinyal-sinyal involunter yang secara otomatis mengontrol asupan makanan. Namun, seperti asupan air, kebiasaan makan seseorang dibentuk oleh faktor psikologis, sosial, dan lingkungan. Sering kali, keputusan kita untuk makan atau berhenti makan tidak semata-mata ditentukan oleh apakah kita lapar atau kenyang. Sering kali kita makan karena kebiasaan (makan tiga kali sehari sesuai jadwal apapun status kita dalam rangkaian kesatuan lapar kenyang) atau karena kebiasaan sosial (makanan sering berperan penting dalam aktivitas hiburan, santai, dan bisnis). Bahkan tekanan keluarga yang bermaksud baik—"jangan sia-siakan makanan di piring"—dapat berdampak pada jumlah yang dikonsumsi. PENGARUH PSIKOSOSIAL DAN UNGKUNGAN



Efek-Efek sinyal Regulatorik Tak-Dikehendaki pada Nafsu makan



❚ TABEL 17-3



Sinyal Regulatorik



Sumber Sinyal







Nukleus arkuatus hipotalamus











Nukleus arkuatus hipotalamus











Jaringan adiposa











Pankreas endokrin











Hipotalamus lateral







Corticotropin



Nukleus arkuatus hipotalamus































Lambung







Usus halus







hormone



Lambung Kolesistokinin (CCK)



  



673



Selain itu, derajat kesenangan yang berasal dari makan dapat memperkuat perilaku makan. Makan hidangan dengan rasa, aroma, dan tekstur yang nikmat dapat menambah nafsu makan dan asupan makanan. Hal ini telah dibuktikan dalam suatu eksperimen ketika tikus ditawarkan pilihan makanan manusia yang lezat. Tikus-tikus tersebut makan berlebihan hingga 70% hingga 80% melebihi normal dan menjadi kegemukan. Ketika tikus-tikus itu dikembalikan untuk menyantap makanan tikus yang biasa yang monoton, tetapi seimbang dari segi gizi, obesitas mereka cepat pulih karena asupan makanan kembali dikontrol oleh dorongan fisiologik dan bukan keinginan hedonistik untuk menikmati rasa. Stres, rasa cemas, depresi, dan kebosanan juga terbukti mengubah perilaku makan melalui cara-cara yang tidak berkaitan dengan kebutuhan energi baik pada hewan percobaan maupun manusia. Orang sering makan untuk memuaskan kebutuhan psikologis dan bukan menghilangkan lapar. Selain itu, pengaruh lingkungan, misaInya jumlah makanan yang tersedia, berperan penting dalam menentukan jumlah asupan makanan. Karena itu, setiap penjelasan menyeluruh tentang bagaimana asupan makanan dikontrol perlu memperhitungkan berbagai tindakan makan volunter ini yang dapat memperkuat atau mengalahkan sinyal-sinyal internal yang mengatur perilaku makan.



Obesitas didefinisikan sebagai kelebihan kandungan lemak di jaringan adiposa; batas untuk obesitas umumnya adalah kelebihan berat lebih daripada 20% standar normal. Lebih dari dua pertiga orang . dewasa di Amerika Serikat sekarang secara klinis mengalami kelebihan berat, dengan sepertiganya digolongkan mengalami obesitas, dan hampir sepertiga anak-anak berlebihan berat badan atau obesitas. Hal yang memperparah keadaan, obesitas terus meningkat. Pertambahan berat badan dimulai tahun 1970-an dan terus meningkat. Jumlah orang dewasa dengan obesitas di Amerika Serikat kini 2,5 kali lebih banyak daripada jumlah di tahun 1970-an awal, meningkat dari 14% ke 34% dewasa, dan insiden obesitas pada masa kanak-kanak meningkat dengan lebih pesat lagi. Banyak bagian dunia mengikuti kecenderungan serupa sehingga baru-baru ini World Health Organization mengumandangkan istilah baru globesitas untuk menjelaskan situasi di seluruh dunia saat ini. Obesitas terjadi jika, dalam suatu periode waktu, lebih banyak kilokalori yang masuk melalui makanan daripada yang digunakan untuk menunjang kebutuhan energi tubuh, dengan kelebihan energi tersebut disimpan sebagai trigliserida di jaringan lemak. Pada awal terjadinya obesitas, sel-sel lemak yang sudah ada membesar. Seorang dewasa rerata memiliki sekitar 40 miliar hingga 50 miliar adiposit. setiap sel lemak dapat menyimpan maksimal sekitar 1,2 mg trigliserida. Setelah sel-sel lemak yang sudah ada terisi penuh, iika seorang terus mengonsumsi lebih banyak kalori daripada yang dikeluarkan, akan terbentuk lebih banyak adiposit, berbeda dari anggapan sebelumnya. Penyebab obesitas banyak, dan sebagian masih belum jelas. Beberapa faktor yang mungkin terlibat dalam terjadinya obesitas adalah sebagai berikut: Gangguan jalur sinyal leptin. Sebagian kasus obesitas berkaitan dengan resistensi leptin. Beberapa peneliti menyarankan bahwa pada orang dengan obesitas, pusat-pusat di hipotalamus yang







  



hapter



berperan dalam homeostasis energi "disetel lebih tinggi". Sebagai contoh, masalahnya mungkin terletak pada defek reseptor Ieptin di otak yang tidak berespons terhadap tingginya kadar leptin darah yang berasal dari jaringan lemak. Karena itu, otak tidak mendeteksi leptin sebagai sinyal untuk menu-runkan nafsu makan hingga titik patokan yang Iebih tinggi (dan tentu saja simpanan lemak yang lebih banyak) tercapai. Hal ini dapat menjelaskan mengapa orang dengan kelebihan berat cenderung mempertahankan berat mereka, tetapi dengan tingkat yang lebih tinggi daripada normal. Selain gangguan reseptor, gangguan lain dalam jalur leptin dapat menjadi penyebab, misalnya gangguan transpor leptin menembus sawar darah-otak atau defisiensi salah satu caraka kimiawi di jalur leptin ■ Kurang olahraga. Banyak penelitian memperlihatkan bahwa, secara rerata, orang gemuk tidak makan lebih banyak dibandingkan dengan orang kurus. Salah satu penjelasan yang mungkin adalah bahwa orang dengan kelebihan berat tidak makan berlebihan, tetapi "kurang gerak"—sindrom "couch potato" Tingkat aktivitas fisik yang rendah biasanya tidak disertai penurunan setara asupan makanan. Karena itu, teknologi modern perlu ikut disalahkan atas epidemi obesitas saat ini. Nenek moyang kita perlu melakukan kerja fisik untuk bertahan hidup. Sebagai perbandingan, kini kita memiliki mesin yang menggantikan sebagian besar keria fisik, remote control yang menggerakkan mesin kita dengan upaya minimal, dan komputer yang mendorong orang duduk untuk waktu lama. Kita harus sadar untuk berolahraga. ■ Perbedaan "faktor gelisah". Termogenesis aktivitas non-olahraga (nonexercise activity thermogenesis (NEAT), atau "faktor gelisah", dapat menjelaskan beberapa variasi dalam penyimpanan lemak di berbagai orang. NEAT merujuk kepada energi yang dikeluarkan oleh aktivitas fisik di luar olahraga yang direncanakan. Mereka yang sering mengetuk-ngetukkan kaki atau jenis lain aktivitas fisik spontan berulang meng-habiskan kilokalori yang cukup besar sepanjang hari tanpa disadari. ■ Perbedaan dalam mengekstraksi energi dari makanan. Alasan lain mengapa orang langsing dan orang obesitas dapat memiliki perbedaan berat mencolok mesldpun mereka me-ngonsumsi kilokalori yang sama mungkin terletak pada efi-siensi ekstraksi energi dari makanan. Studi-studi menyarankan bahwa orang langsing cenderung kurang memperoleh energi dari makanan yang mereka santap karena mereka mengubah lebih banyak energi makanan menjadi panas daripada menjadi energi untuk digunakan atau disimpan. Sebagai contoh, orang yang langsing memiliki lebih banyak protein tak-bergabung, yang memungkinkan sel-sel mereka mengubah lebih banyak kalori nutrien menjadi panas dan bukan menjadi lemak. Mereka adalah orang yang dapat makan banyak tanpa bertambah berat. Sebaliknya, orang obesitas mungkin memiliki sistern metabolik yang lebih efisien dalam mengekstraksi energi dari makanan suatu sifat yang bermanfaat dalam situasi kekurangan makanan, tetapi menjadi beban dalam mempertahankan berat ketika makanan berlimpah. ■ Kecenderungan herediter. Perbedaan dalam jalur-jalur regulatorik untuk keseimbangan energi—baik jalur untuk mengatur asupan makanan maupun yang memengaruhi pengeluaran energi—sering kali berasal dari variasi genetik. Sebagai contoh, individu lebih digunakan daripada nama aslinya, yaitu "gen fatso"); memiliki kemungkinan 30% lebih besar menjadi obesitas daripada mereka yang memiliki dua salinan normal gen FTO. Bagi orang yang memiliki dua salinan salah FTO, risiko obesitas meningkat menjadi 70%. Ilinuwan belutn mengetahui apa yang diatur oleh gen FTO.



Pembentukan sel lemak dalam jumlah berlebihan akibat makan berlebihan. Salah satu masalah dalam melawan obesitas adalah bahwa sekali terbentuk maka sel lemak tidak lenyap dengan pembatasan makan dan penurunan berat. Bahkan ketika seseorang yang berdiet telah kehilangan banyak simpanan lemak trigliserida di sel-sel ini, sel-sel tersebut tetap ada dan siap diisi kembali. Karena itu, penambahan berat kembali setelah penurunan berat sulit dihindari dan dapat mematahkan semangat yang bersangkutan untuk berdiet. ■ Ketersediaan makanan yang melimpah, lezat, padat energi, dan murah. Ketersediaan dan kenyamanan pemilihan makanan saat ini dibandingkan dengan hampir seluruh sejarah manusia membuat makan berlebihan menjadi lebih mudah. Hal yang memperparah, makanan yang buruk bagi Anda, makanan cepat saji dan junk food, dipasarkan melalui iklan yang kuat dan tersebar luas dengan menggunakan media massa modern sebagai sarananya. ■



Keberadaan penyakit endokrin tertentu misalnya hipotiroidisme (lihat h. 726). Hipotiroidisme melibatkan defisiensi hormon tiroid, faktor utama yang meningkatkan LMB sehingga tubuh membakar lebih banyak kalori dalam keadaan istirahat. ■ Gangguan mosi ketika makan berlebihan menggantikan kepuasan yang lain. ■ Stres. Bukti menunjukkan bahwa tingkat stres kronik meningkatkan pelepasan NPY dari saraf simpatis, yang nantinya meningkatkan deposisi lemak viseral. ■ Kurang tidur. Beberapa studi menjelaskan bahwa penurunan waktu tidur merupakan faktor yang berperan dalam peningkatan obesitas. Secara rerata, orang di AS memiliki waktu tidur yang berkurang satu hingga dua jam dibandingkan 40 tahun yang lalu. Para peneliti menemukan bahwa mereka yang tidur enam jam di malam hari berkemungkinan 23% lebih besar untuk menjadi obesitas, mereka yang tidur 5 jam di malam hari berkemungkinan 50% lebih besar untuk menjadi obesitas, dan mereka yang tidur empat jam di malam hari berkemungkinan 75% lebih besar untuk menjadi obesitas daripada individu "tradisional" yang tidur 7-8 jam. Studi menunjukkan bahwa kadar leptin (sinyal untuk menghentikan makan) lebih rendah dan kadar ghrelin (sinyal untuk memulai makan) lebih tinggi pada orang yang kurang tidur jika dibandingkan dengan mereka yang tidur 8 jam. ■ Kemungkinan keterkaitan dengan virus. Salah satu hipotesis yang menarik mengaitkan virus flu biasa dengan kecende-rungan mengalami kelebihan berat dan mungkin berperan pada sebagian kasus obesitas saat ini. Suatu studi menunjukkan bahwa virus flu adenovirus-36 dapat mengarah pada obesitas dengan mengubah sel puncak spesifik-jaringan menjadi adiposit penyimpan lemak. ■ Komposisi komunitas bakteri kolon. Berbagai studi menjelaskan bahwa orang obesitas memiliki suatu jenis bakteri yang lebih banyak pada kolon yang memecahkan serat yang tidak dapat dicerna dengan lebih efisien bagi absorpsi dari saluran cerna dibandingkan dengan komunitas bakteri pada orang langsing. Dengan membuat lebih banyak unit yang mudah diserap yang tersedia untuk ambilan dari saluran cerna, bakteri pendorong-lemak membantu pejamu manusia untuk memperoleh lebih banyak energi dari jumlah kilokalori yang dikonsumsi dibandingkan orang langsing yang memiliki efisiensi energi bakteri kolon yang kurang. Walaupun kolon tidak banyak memiliki ■



kapasitas penyerapan, sedikit tambahan energi yang diserap dari makanan yang tidak dapat dicerna, yaitu yang tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia dalam waktu tertentu, dapat menaikkan berat badan. ■ Pengaruh maternal sebelum kelahiran. Lingkungan uterus pada wanita obesitas tampaknya memengaruhi keturunannya untuk ikut memiliki berat badan berlebih, di luar pengaruh genetik apapun, mungkin dengan mengganggu sistem pengenda nafsu makan yang sedang berkembang di otak ■ Infeksi telinga berulang. Suatu studi menunjukkan bahwa pasien dengan infeksi telinga berulang memiliki risiko dua kali lebih besar untuk menjadi obesitas. Menurut tim peneliti, kemungkinan alasannya adalah bahwa kerusakan yang terjadi akibat infeksi telinga berulang ke saraf pengecapan yang berjalan melalui telinga tengah menyebabkan individu tersebut memiliki ambang yang lebih tinggi terhadap pengecapan manis dan lemak, menyebabkan mereka memakan lebih banyak makanan manis dan berlemak sebelum "gigi manis" (atau "gigi lemak") mereka terpuaskan. Meskipun daftar ini panjang, pengetahuan kita tentang penyebab dan kontrol obesitas masih sangat terbatas, seperti yang ditunjukkan oleh sejumlah orang yang terus berusaha untuk menjaga beratnya agar tetap stabil pada tingkat yang diinginkan. Hal ini penting lebih dari sekedar kepentingan estetikanya. Telah diketahui bahwa obesitas, terutama tipe android, merupakan predisposisi terhadap penyakit dan kematian dini akibat berbagai penyakit. (Untuk mempelajari perbedaan antara obesitas tipe android dan ginekoid, lihat fitur dalam kotak di h. 676, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.) Beban dari masalah yang terkait obesitas pada sistem kesehatan AS adalah 147 miliar dolar per tahunnya. Ilmuwan bekerja pada baris depan untuk menemukan cara dalam membatasi epidemik obesitas.



Kebalikan obesitas adalah defisiensi gizi menyeluruh. Kausa nyata berkurangnya asupan makanan di bawah kebutuhan energi adalah ketiadaan makanan, gangguan menelan atau pencernaan, dan gangguan nafsu makan. Salah satu penyakit, yang gambaran utamanya adalah kurangnya nafsu makan, yang belum banyak dipahami adalah anoreksia nervosa. Pasien dengan penyakit ini, umumnya gadis remaja dan wanita muda, memiliki ketakutan berlebihan menjadi gemuk. Mereka mengalami gangguan citra tubuh, cenderung memandang diri mereka jauh lebih gemuk daripada sebenarnya. Karena menghindari makanan, mereka makan sangat sedikit dan karenanya kehilangan banyak berat badan, bahkan melaparkan dirinya hingga mati. Karakteristik lain pada penyakit ini adalah gangguan sekresi banyak hormon, tidak adanya haid, dan suhu tubuh yang rendah. Gejalagejala ini belum jelas apakah disebabkan oleh malnutrisi generalisata atau muncul independen dari gangguan makan sebagai bagian dari malfungsi primer hipotalamus. Banyak peneliti beranggapan bahwa masalah yang mendasari adalah faktor psikologis dan bukan biologis. Sebagian pakar mencurigai bahwa pengidap anoreksia mungkin mengalami kecanduan opiat endogen, bahan miripmorfin yang dibentuk sendiri oleh tubuh (lihat h. 206) yang diperkirakan dikeluarkan selama kelaparan jangka-panjang.   



675



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Apa yang Tidak Dikatakan Timbangan Anda



K



OMPOSIS TUBUH ADALAH PERSENTASE BERAT BADAN yang terdiri dari jaringan non-lemak dan jaringan lemak. menilai komposisi tubuh adalah langka penting dalam mengevaluasi status kesehatan seseorang. Salah satu cara kasar untun menilai komposisi tubuh adalah dengan menghitung indeks massa tubuh (IMT) dengan menggunakan rumus berikut:



IMT =



(berat dalam pon) x 700 (tinggi dalam inci)2



IMT sebesar 25 atau kurang dianggap sehat, sementara IMT 30 atau lebih dianggap menimbulkan risiko bagi yang bersangkutan terkena beragam penyakit dan kematian dini. IMT antara kedua batas ini dianggap borderline. Pengukuran IMT dan tabel usia-tinggi-berat yang digunakan oleh perusahaan asuransi dapat menyesatkan dalam menentukan berat tubuh yang sehat. Dengan bagan ini, banyak atlet, sebagai contoh, dianggap kelebihan berat. Seorang pemain bola mungkin memiliki tinggi 6 kaki 5 inci dengan berat 300 pon tetapi hanya memiliki lemak tubuh 12%. Kelebihan berat pemain ini adalah otot, bukan lemak, dan karenanya tidak merugikan kesehatannya. Sebaliknya, orang yang tidak banyak beraktivitas fisik mungkin normal pada bagan tinggi-berat badannya, tetapi memiliki lemak tubuh 30%. Orang ini perlu mempertahankan berat tubuh sambil meningkatkan massa otot dan mengurangi lemak. Idealnya, pria perlu memiliki lemak 15% atau kurang dan wanita memiliki lemak 20% atau kurang. Metode paling akurat untuk menilai komposisi tubuh adalah penimbangan berat di bawah air. Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa jaringan non-lemak lebih padat daripada air dan jaringan lemak kurang padat dibandingkan air. (Anda dapat dengan mudah membuktikan hal ini dengan meletakkan sepotong daging tanpa-lemak dan sepotong lemak ke dalam gelas berisi air; daging tanpa-lemak akan tenggelam dan lemak akan mengapung.) Pada penimbangan di bawah air, orang menghembuskan udara sebanyak mungkin dan kemudian menyelam total dalam suatu tangki air sambil duduk dalam suatu ayunan yang tersambung ke skala. Hasilnya digunakan untuk menentukan densitas tubuh dengan menggunakan persamaan yang memperhitung kan densitas air, perbedaan antara berat yang bersangkutan di udara dan di air, dan volume residual udara yang tersisa di paru. Karena perbedaan berat jenis antara jaringan nonlemak dan lemak, orang yang memiliki lebih banyak lemak akan memiliki berat jenis lebih rendah dan relatif lebih ringan di bawah air daripada di udara dibandingkan dengan mereka yang jaringan lemaknya sedikit. Komposisi tubuh kemudian ditentukan melalui suatu persamaan yang menghubungkan persentase : lemak dengan densitas tubuh.



Periksa Pemahaman Anda 17.1 1. Definisikan kerja ekstemal, kerja internal, laju metabolik, sinyal nafsu makan, sinyal rasa kenyang, sinyal adipositas, adipokin, lemak viseral, dan lemak subkutan. 2. Jelaskan bagaimana laju metabolik basal dapat ditentukan secara tidak langsung.



  



hapter



Cara umum lain untuk menilai komposisi tubuh adalah ketebalan lipatan kulit. Karena sekitar separuh dari kandungan lemak total tubuh terletak tepat di bawah kulit, lemak tubuh total dapat diperkirakan dari pengukuran ketebalan lipatan ku!it yang diambil di beberapa bagian tubuh. Ketebalan lipatan kulit ditentukan dengan menjepit suatu lipatan kulit di salah satu tempat yang telah ditentukan dan mengukur ketebalannya dengan jangka, suatu alat bersendi yang dipaskan ke lipatan dan dikalibrasikan untuk mengukur ketebalan. Persamaan matematika yang spesifik untuk usia dan jenis kelamin dapat digunakan untuk memperkirakan persentase lemak dari skor ketebalan lipatan kulit. Kendala utama penilaian dengan ketebalan lipatan kulit ini adalah bahwa keakuratan bergantung pada keterampilan pemeriksa. Terdapat berbagai cara untuk menjadi gemuk, dan satu cara lebih berbahaya dari cara lain. Pasien obesitas dapat diklasifikasikan menjadi dua kategori—distribusi jaringan lemaktipe pria (android) dan distribusi tipe wanita (ginoid)—berdasarkan distnbusi anatomik jaringan lemak yang diukur sebagai rasio lingkar pinggang terhadap lingkar panggul. Obesitas android ditandai oleh distribusi lemak abdomen (tubuh berbentuk "apel") sedangkan obesitas ginoid ditandai oleh distribusi lemak di panggul dan paha (tubuh berbentuk"pir"). Kedua jenis kelamin dapat mengalamf obesitas android atau ginoid. Obesitas android berkaitan dengan sejumlah penyakit, termasuk resistensi insulin, diabetes melitus tipe 2 (awitan-dewasa), kelebihan kadar lemak darah, tekanan darah tinggi, penyakit jantung koronaria, dan stroke. Orang "apel" memiliki proporsi lemak viseral yang lebih banyak, yang lebih mengkhawatIrkan dibandingkan dengan lemak subkutan karena lemak viseral melepaskan lebih banyak adipokin"jahat" yang memacu resistensi insulin dan memacu inflamasi derajat rendah yang mendasari perkembangan aterosklerosis (lihat h. 351). Obesitas ginoid tidak berkaitan dengan peningkatan risiko penyakit-penyakit tersebut. Riset-riset mengenai keberhasilan program penurunan berat menunjukkan bahwa orang sangat sulit menurunkan berat, tetapi jika terjadi penurunan maka penurunan tersebut berasal dari daerah yang simpanannya meningkat. Karena diet rendah kalori sangat sulit dipertahankan, alternatif pengurangan asupan kalori untuk menurunkan berat adalah meningkatkan pengeluaran energi melalui olahraga. Para ahli fisiologi olahraga sering menilai komposisi tubuh sebagai alat bantu untuk meresepkan dan mengevaluasi program latihan. Olahraga umumnya mengurangi persentase lemak tubuh dan, dengan meningkatkan massa otot, meningkatkan persentase jaringan nonlemak. Program olahraga aerobik semakin menurunkan risiko penyakit yang berkaitan dengan obesitas android.



3. Buatlah bagan yang menunjukkan sinyal-sinyal regulatorik involunter pada nafsu makan dan tunjukkan sumber dan efek masing-masing sinyal tersebut (yaitu, apakah meningkatkan atau menurunkan nafsu makan).



17.2



Regulasi Suhu



Manusia biasanya tinggal di lingkungan yang lebih dingin daripada suhu tubuh mereka, tetapi mereka terus menerus menghasilkan panas secara internal, yang membantu mem-pertahankan suhu tubuh. Produksi panas akhirnya bergantung pada oksidasi bahan bakar metabolik yang berasal dari makanan. Perubahan suhu tubuh di kedua arah mengubah aktivitas sel— peningkatan suhu mempercepat reaksi-reaksi kimia sel, sedangkan penurunan suhu memperlambat reaksi-reaksi tersebut. Karena fungsi sel sensitif terhadap fluktuasi suhu internal, manusia secara homeostasis mempertahankan suhu tubuh pada tingkat yang optimal agar metabolisme sel berlangsung stabil. Panas berlebihan berakibat lebih serius daripada pendinginan. Bahkan peningkatan moderat suhu tubuh mulai menyebabkan malfungsi saraf dan denaturasi protein ireversibel. Sebagian besar orang mengalami kejang ketika suhu tubuh internal mencapai sekitar 106°F (41°C); 110°F (43,3°C) dianggap sebagai batas atas yang memungkinkan kehidupan. Sebaliknya, sebagian besar jaringan tubuh dapat menahan sementara pendinginan yang substansial. Sifat ini bermanfaat selama bedah jantung ketika jantung harus dihentikan. Pada bedah semacam ini, suhu tubuh pasien dengan sengaja diturunkan; jaringan yang telah didinginkan membutuhkan nutrisi yang lebih sedikit daripada ketika suhunya normal karena berkurangnya aktivitas metabolik. Namun, penurunan suhu tubuh yang mencolok dan berkepanjangan memperlambat metabolisme ke tingkat mematikan.



Suhu tubuh normal yang diukur di mulut (per oral) secara tradisional dianggap sebesar 98,6°F (37°C). Namun, studi baru-baru ini menunjukkan bahwa suhu tubuh bervariasi di antara individu dan bervariasi sepanjang hari, berkisar dari 96,0°F (35,5°C) pada pagi hari hingga 99,9°F (37,7°C) pada malam hari, dengan rerata keseluruhan 98,2°F (36,7°C). Selain itu, tidak ada suhu tubuh tunggal karena suhu ber-variasi dari organ ke organ. Dari sudut pandang termoregulasi, tubuh dapat dianggap sebagai suatu inti sentral yang dikelilingi oleh selubung luar. Suhu di dalam inti sentral, yang terdiri dari organ abdomen dan toraks, susunan saraf pusat, dan otot rangka, umumnya relatif konstan. Suhu inti internal ini berada di bawah regulasi ketat untuk mempertahankan kestabilan homeostatik. Jaringan inti berfungsi paling baik pada suhu relatif konstan sekitar 100°F (37,8°C). Kulit dan jaringan subkutan membentuk selubung luar. Berbeda dari suhu inti yang konstan tinggi, suhu di selubung ini umumnya lebih dingin dan dapat cukup bervariasi. Sebagai contoh, suhu kulit dapat berfluktuasi antara 68°F dan 104°F (20°C dan 40° C) tanpa mengalami kerusakan. Seperti Anda akan lihat, suhu kulit secara sengaja diubah-ubah sebagai tindakan kontrol untuk membantu mempertahankan suhu inti yang konstan. TEMPAT UNTUK MEMANTAU SUHU TUBUH Terdapat beberapa



tempat yang mudah diakses untuk memantau suhu tubuh. Suhu mulut dan ketiak (aksila) setara, sedangkan suhu rektum rerata -



lebih tinggi 1°F (0,56 °C). Sekarang juga tersedia alat pemantau suhu yang memindai panas yang dikeluarkan oleh gendang telinga dan mengubah suhu ini menjadi ekuivalen oral. Suatu alat yang lebih baru adalah pemindai temporal yang mengukur suhu darah di arteri temporalis. Suatu alat terkomputerisasi ditembakkan dari satu sisi ke sisi lain menyebrangi dahi melewati arteri temporalis, yang terletak kurang dari 2 mm di bawah permukaan kulit pada daerah ini. Suhu temporal merupakan faktor terbaik suhu inti karena ini hampir identik dengan suhu darah yang meninggalkan jantung. Namun, tidak ada satupun dari pengukuran-pengukuran ini yang merupakan indikasi mutlak suhu inti internal, yang sedikit lebih tinggi, pada 100° F, daripada tempat yang diukur. Meskipun suhu inti dijaga relatif konstan, beberapa faktor menyebabkannya sedikit bervariasi: VARIASI NORMAL SUHU INTI



1. Suhu inti sebagian besar orang normalnya bervariasi sekitar 1,8°F (1°C) di siang hari, dengan suhu terendah pada pagi hari sebelum bangun (jam 6 hingga 7 pagi) dan tertinggi pada sore hari (jam 5 hingga 7 sore). Variasi ini disebabkan oleh irama biologis bawaan, atau "jam biologis" ” (lihat h. 713). 2. Wanita juga mengalami irama bulanan pada suhu intinya yang ber kaitan dengan daur haid mereka. Suhu inti rerata 0,9°F (0,5°C) lebih tinggi selama paruh terakhir daur sejak saat ovulasi hingga haid. Peningkatan ringan suhu yang menetap selama periode ini semula diperkirakan disebabkan oleh peningkatan sekresi progesteron, salah satu hormon ovarium, tetapi tampaknya sekarang tidak demikian. Penyebab sebenarnya masih belum diketahui. 3. Suhu inti meningkat selama olahraga karena peningkatan mencolok produksi panas oleh otot. Selama olahraga berat, suhu inti dapat meningkat hingga 104°F (40°C). Pada keadaan istirahat, suhu ini dianggap demam, tetapi normal selama olahraga berat. 4. Semakin tua semakin dingin. Orang lanjut usia biasanya memiliki suhu yang lebih rendah, dengan rerata pada pertengahan hari 97,7°F (36,4°C). 5. Karena mekanisme pengendali suhu tidak 100% efektif, suhu inti dapat sedikit bervariasi jika tubuh terpajan ke suhu ekstrim. Sebagai contoh, suhu inti dapat turun beberapa derajat pada cuaca dingin atau meningkat sekitar satu derajat pada cuaca panas. Karena itu, suhu inti dapat bervariasi dari sekitar 96°F hingga 104°F tetapi biasanya menyimpang kurang dari beberapa derajat. Suhu yang relatif konstan ini dimungkinkan oleh adanya mekanisme termoregulasi multipel yang dikoordinasikan oleh hipotalamus.



Suhu inti adalah cerminan dari kandungan panas total tubuh. Asupan panas ke tubuh harus diseimbangkan dengan pengeluaran panas agar kandungan panas total konstan sehingga suhu inti juga konstan (Gambar 17-3). Asupan panas berasal dari panas yang diperoleh dari lingkungan luar dan produksi panas internal, dengan yang terakhir merupakan sumber terpenting panas tubuh. Ingat kembali bahwa sebagian besar pengeluaran energi tubuh akhirnya muncul sebagai panas. Panas ini penting untuk mempertahankan suhu inti. Panas yang dihasilkan biasanya lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk mempertahankan suhu tubuh pada kisaran normal   



677



Produksi panas internal Suhu inti Asupan panas



Pengeluaran panas



Kandungan panas tubuh total



Penambahan panas



Kehilangan panas



yang sangat meningkatkan produksi panas, dan (2) perubahan suhu lingkungan eksternal yang memengaruhi derajat penambahan atan pengurangan panas yang terjadi antara tubuh dan lingkungan sekitar. Harus dilakukan penyesuaian-penyesuaian kompensatorik pada mekanisme pembentukan dan pengeluaran panas agar suhu tubuh dapat dipertahankan dalam kisaran yang sempit meski-pun produksi panas metabolik dan suhu lingkungan mengalami perubahan. Kini kita akan menguraikan bagaimana penyesuaianpenyesuaian ini dibuat.



Lingkungan eksternal ❯ Gambar 17-3 Asupan dan pengeluaran panas



sehingga kelebihan panas harus dikeluarkan dari tubuh. Pengeluaran panas terjadi melalui terpajannya permukaan tubuh ke lingkungan eksternal. Keseimbangan antara asupan dan pengeluaran panas sering terganggu oleh (1) perubahan produksi panas internal untuk tujuan yang tidak berkaitan dengan regulasi suhu tubuh, terutama oleh olah-



Semua penambahan atau kehilangan panas antara tubuh dan lingkungan eksternal harus berlangsung antara permukaan tubuh dan lingkungannya. Hukum-hukum fisika yang sama yang mengatur pemindahan panas antara benda-benda mati juga mengontrol perpindahan panas antara permukaan tubuh dan lingkungan. Suhu suatu benda merupakan ukuran konsentrasi panas di dalam benda tersebut. Panas selalu mengalir menuruni gradien konsentrasinya Panas selalu mengalir menuruni gradien konsentrasinya; yaitu, menuruni gradien termal dari bagian panas -



Bola es



(a) Radiasi —pemindahan energi panas dari suatu benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin dalam bentuk gelombang elektromagnetik ("gelombang panas"), yang merambat melalui ruang.



Pemanas bantal



(b) Konduksi—pemindahan panas dari suatu benda yang lebih panas ke benda yang lebih dingin yang berkontak langsung dengannya. Panas dipindahkan melalui perpindahaan energi panas dari molekul ke molekul di sekitarnya.



Cairan diubah menjadi uap air Arsu konveksi



(c) Konveksi —pemindahan energi panas melalui arus udara. Udara dingin yang dihangatkan oleh tubuh melalui konduksi naik dan diganti oleh udara yang lebih dingin. Proses ini ditingkatkan oleh perpindahan paksa udara melewati permukaan tubuh.



(d) Evaporasi— perubahan suatu cairan misalnya keringat menjadi uap air, suatu proses yang memerlukan panas(panas penguapan), yang diserap kulit.



Gambar 17-4 Mekanisme pemindahan panas. Arah tanda panah menunjukkan arah perpindahan panas.



hapter



ke yang lebih dingin. Tubuh menggunakan empat mekanisme untuk memindahkan panas: radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi. RADIASI Radiasi adalah emisi energi panas dari permukaan tubuh yang hangat dalam bentuk gelombang elektromagnetik, atau gelombang panas, yang merambat dalam ruang (Gambar 17-4a). Ketika suatu energi radiasi mengenai sebuah benda dan diserap, energi gerakan gelombang akan diubah menjadi panas di dalam benda. Tubuh manusia memancarkan (sumber yang kehilangan panas) dan menyerap (sumber yang memperoleh panas) energi radiasi. Apakah tubuh kehilangan atau memperoleh panas melalui radiasi bergantung pada perbedaan suhu antara permukaan kulit dan permukaan benda Iain di lingkungan. Karena pemindahan neto panas melalui radiasi selalu dari benda yang lebih panas ke yang lebih dingin, tubuh memperoleh panas dari benda yang lebih panas daripada permukaan kulit, misalnya matahari, radiator, atau kayu yang terbakar. Sebaliknya, tubuh kehilangan panas melalui radiasi ke benda-benda di lingkungan yang permukaannya lebih dingin daripada permukaan kulit, misalnya dinding bangunan, furnitur, atau pohon. Secara rerata, manusia kehilangan hampir separuh energi panas mereka melalui radiasi. KONDUKSI Konduksi adalah pemindahan panas antara bendabenda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama lain, dengan panas mengalir menuruni gradien suhu dari benda yang lebih hangat ke benda yang lebih dingin.



Laju pemindahan panas melalui konduksi bergantung pada perbedaan suhu antara benda-benda yang bersentuhan dan konduktivitas termal bahan-bahan yang terlibat (yaitu, seberapa mudah panas dihantarkan oleh bahan). anas Ā dapat bertambah atau berkurang melalui konduksi ketika kulit berkontak dengan suatu konduktor yang baik (Gambar 17-4b). Ketika Anda mernegang bola es, misalnya, tangan Anda menjadi dingin karena panas mengalir melalui konduksi dari tangan ke bola es. Sebaliknya, ketika Anda menetnpelkan bantal pemanas ke bagian tubuh Anda, bagian tubuh tersebut menghangat seaktu Āpanas dipindahkan dari bantalan ke tubuh Anda. Demikian juga, Anda kehilangan atau memperoleh panas melalui konduksi ke lapisan udara yang berkontak langsung dengan tubuh Anda. Arah pemindahan panas masing-masing bergantung pada apakah udara lebih dingin atau lebih panas daripada kulit Anda. Namun, hanya sebagian kecil dari pertukaran panas total antara kulit dan lingkungan berlangsung melalui konduksi saja karena udara bukan penghantar panas yang baik. (Karena itu, air kolam renang bersuhu 80°F (26,7°C) terasa lebih dingin daripada udara dengan suhu yang sama panas dihantarkan lebih cepat dari permukaan tubuh ke air, yang merupakan konduktor yang baik, daripada ke udara, yang merupakan konduktor buruk.) Kata koneksi merujuk kepada pemindahan energi panas oleh arus udara (atau air). Seaktu Ātubuh kehilangan panas melalui konduksi ke udara sekitar yang lebih dingin, udara yang berkontak langsung dengan kulit menjadi lebih hangat. Karena udara hangat lebih ringan (kurang padat) daripada udara dingin,udara yang telah dihangatkan tersebut naik sementara udara yang lebih dingin masuk ke samping kulit menggantikan udara -



KONVEKSI



telah hangat tersebut. roses Ā ini kemudian berulang (Gambar 17-4c). ergerakan Āudara ini, yang dikenal sebagai arus konveksi, membantu membaa Āpanas menjauhi tubuh. ika Ātidak terjadi arus koneksi, Ātidak lagi terjadi pembebasan panas setelah suhu lapisan udara yang tepat berada di sekitar tubuh menyamai suhu kulit Proses kombinasi pengeluaran panas dari tubuh dengan konduksi-koneksi Ā diperkuat oleh pergerakan udara di atas permukaan tubuh, baik oleh gerakan udara eksternal, seperti yang ditimbulkan oleh angin atau kipas, atau oleh gerakan tubuh menerobos udara, misalnya seaktu Ā naik sepeda. Karena pergerakan paksa udara menyapu udara yang telah dihangatkan oleh konduksi dan menggantinya dengan udara yang lebih dingin dengan lebih cepat, jumlah panas yang dapat dikeluarkan dari tubuh dalam jangka aktu Ā tertentu juga lebih banyak. Karena itu, angin membuat kita lebih dingin pada cuaca panas, dan hari-hari berangin pada musim salju akan terasa lebih dingin daripada hari-hari tenang dengan suhu dingin yang sama. Karena itu, para peramal cuara mengembangkan konsep wind chill factar (seberapa dingin yang dirasakan). EVAPORASI Selama evaporasi dari permukaan kulit, panas yang diperlukan untuk mengubah air dari keadaan cair menjadi gas diserap dari kulit sehingga tubuh menjadi lebih dingin (Gambar 17-4d). Pembuangan panas dengan evaporasi menyebabkan Anda merasa lebih dingin ketika baju renang Anda basah daripada ketika kering. Pengeluaran panas secara evaporatif terjadi terus menerus dari lapisan dalam saluran napas dan dari permukaan kulit. Panas secara terus menerus keluar melalui uap . H2O di udara ekspirasi akibat pelembapan udara sewaktu udara melewati sistem pernapasan (lihat h. 481). Demikian juga, karena kulit bukan lapisan yang sama sekali kedap air, molekul-molekul H2O secara terus-menerus berdifusi menembus kulit dan menguap. Evaporasi dari kulit yang terus menerus ini sama sekali tidak berkaitan dengan kelenjar keringat. Proses pengeluaran panas pasif melalui evaporasi ini tidak berada di bawah kontrol fisiologik dan berlangsung terus bahkan pada cuaca yang sangat dingin, saat masalahnya adalah bagaimana mempertahankan panas tubuh.



Berkeringat adalah proses pengeluaran panas evaporatif aktif di bawah kontrol saraf simpatis. Laju pengeluaran panas evaporatif dapat diubah-ubah dengan mengubah banyak keringat, yaitu mekanisme homeostatik penting untuk mengeluarkan kelebihan panas sesuai kebutuhan. Pada kenyatannya, ketika suhu lingkungan melebihi suhu kulit, berkeringat adalah satu-satunya cara untuk mengeluarkan panas karena pada keadaan ini tubuh memperoleh panas melalui radiasi dan konduksi. Pada suhu normal, sekitar 100 mL, keringat dihasilkan setiap hari; jumlah ini meningkat menjadi 1,5 liter selama cuaca panas dan meningkat menjadi 4 liter selama olahraga berat. Keringat adalah larutan garam encer yang dikeluarkan secara aktif ke permukaan kulit oleh kelenjar keringat ekrin yang tersebar di seluruh tubuh. Keringat yang asin dan jernih ini adalah cara penting dalam mendinginkan tubuh. Kelenjar keringat apokrin, yang terletak di ketiak dan area genital, menghasilkan keringat yang kaya bahan-bahan organik, seperti protein dan lipid. Bau tubuh dihasil  



679



kan ketika bakteri yang ada di sekitarnya menguraikan komponen organik ini. Tidak ada kegunaan fisiologis yang diketahui dari kelenjar keringat apokrin. Kelenjar ini merupakan kelenjar bau seksual yang ditemukan pada spesies lain. Keringat ekrin harus diuapkan dari kulit agar terjadi pengeluaran panas. Jika keringat hanya menetes dari permukaan kulit atau diseka, tidak terjadi pengeluaran panas. Faktor terpenting yang menentukan tingkat penguapan keringat adalah kelembabpan relatif udara sekitar (persentase tiap H2O yang sebenarnya ada di udara dibandingkan dengan jumlah terbanyak yang dapat ditampung udara pada suhu tersebut: sebagai contoh, kelembapan relatif 70% uap H2O yang mampu di tampungnya). Ketika kelembapan relatif tinggi, udara hampir jenuh oleh H2O sehingga kemampuan udara menerima tambahan kelembapan dari kulit menjadi terbatas. Karena itu, pada hari yang panas dan lembap, tidak banyak kehilangan panas evaporatif yang dapat terjadi. Kelenjar keringat terus mengeluarkan cairannya, tetapi keringat hanya menempel di kulit atau menetes dan tidak menguap dan menimbulkan efek mendinginkan. Sebagai ukuran untuk rasa tidak nyaman yang berkaitan dengan kombinasi panas dan kelembapan yang tinggi, para ahli meteorologi mengembangkan indeks suhu kelembaban, atau indeks panas (seberapa panas yang dirasakan



Perubahan suhu kulit



Perubahan suhu kulit



Termoseptor sentral dihipotalamus organ abdomen dan di tempat lain



Termoseptor perifer di kulit



Pusat hipotalamus untuk termoregulasi (termostat tubuh)



Neuron motorik



Otot rangka



Perubahaan volunter dalam perilaku



Penyesuaian dalam produksi panas atau kehilangan panas



Tonus otot, menggil



Penyesuaian dalam aktivitas otot (dalam produksi panas metabolik



Saraf simpatis



Otot polos arteri di kulit



Vasokonstriksi vasodilatsi



Penyesuaian dalam penghematan atau kehilangan panas



Saraf simpatis



Kelenjar keringat



Berkeringat



Penyesuaian dalam kehilangan panas



Hipotalamus merupakan termostat tubuh. Termostat rumah memantau suhu dalam suatu ruangan dan memicu mekanisme pemanas (tungku) Gambar 17-5 Jalur-jalur utama termoregulasi. atau mekanisme pendingin (air conditioner) sesuai kebutuhan untuk mempertahankan suhu ruangan pada tingkat yang telah ditentukan. Demikian juga, hipotalamus, sebagai pusat integrasi termoregulasi tubuh, menerima informasi aferen tentang suhu di berbagai bagian terkoordinasi dalam Tubuh dapat memperoleh panas dari produksi panas internal yang mekanisme penerimaan panas dan pembuangan panas sesuai dihasilkan oleh aktivitas metabolik atau dari lingkungan eksternal kebutuhan untuk mengoreksi setiap penyimpangan suhu inti dari jika lingkungan eksternal lebih hangat daripada suhu tubuh. Karena patokan normal. Hipotalamus jauh lebih peka daripada termostat suhu tubuh biasanya lebih tinggi daripada suhu lingkungan, rumah Anda. Hipotalamus dapat berespons terhadap perubahan suhu produksi panas metabolik merupakan sumber utama panas tubuh. darah sekecil 0,01°C. Pada orang istirahat, sebagian besar panas tubuh dihasilkan dari Untuk menyeimbangkan mekanisme pengeluaran panas dan organ toraks dan abdomen akibat aktivitas biaya untuk metabolik mekanisme pembentuk dan penghemat panas, hipotalamus harus hidup yang sedang berlangsung. Di luar kadar basal ini, laju diberi informasi secara terus menerus tentang suhu inti dan suhu kulit produksi panas metabo-lik dapat ditingkatkan dengan bervariasi oleh reseptor peka-suhu khusus yang disebut termoreseptor. Suhu inti terutama oleh perubahan aktivitas otot rangka atau, dengan derajat dipantau oleh termoreseptor sentral, yang terletak di hipotalamus itu yang lebih rendah, oleh aktivitas kimia tertentu. Karena itu, sendiri serta di organ abdomen dan tempat lainnya. Termoreseptor perubahan aktivitas otot rangka yang merupakan cara utama perifer memantau suhu kulit di seluruh tubuh. penambahan panas dikontrol untuk regulasi suhu. Di hipotalamus terdapat dua pusat regulasi suhu. Regio posterior, diaktifkan oleh dingin, memicu refleks-refleks yang memerantarai PENYESUAIAN PRODUKSI PANAS OLEH OTOT RANGKA produksi dan penghematan panas. Regio anterior, diaktifkan oleh Sebagai respons terhadap penurunan suhu inti yang disebabkan panas, memicu refleks-refleks yang memerantarai pengeluaran panas. oleh pajanan ke dingin, hipotalamus mendapatkan manfaat dari Marilah kita telaah cara-cara yang digunakan oleh hipotalamus untuk peningkatan aktivitas otot rangka yang menghasilkan lebih banyak melaksanakan fungsi termoregulasinya (Gambar17-5). panas. Hipotalamus, dengan bekerja melalui jalur-jalur desenden   



hapter



yang berakhir di neuron motorik yang mengontrol otot rangka, mula-mula meningkatkan tonus otot rangka. (Tonus otot adalah tingkat tegangan konstan di dalam otot.) Dalam waktu singkat dimulailah menggigil. Menggigil terdiri dari kontraksi ritmik otot rangka yang berlangsung cepat 10 hingga 20 kali per detik. Mekanisme ini efektif dan efisien untuk meningkatkan produksi panas; semua energi yang dibebaskan selama tremor otot ini diubah menjadi panas karena tidak terjadi kerja eksternal. Dalam hitungan detik hingga rnenit, produksi panas internal dapat meningkat dua hingga lima kali lipat akibat menggigil. Perubahan refleks pada aktivitas otot rangka ini sering diperkuat oleh tindakan-tindakan sengaja untuk menghasilkan panas misalnya menggerak-gerakkan tubuh naik-turun atau bertepuk tangan. Hipotalamus memengaruhi respons perilaku ini sama halnya dengan respons fisiologis involunter. Sebagai bagian sistem limbik, hipotalamus berperan besar dalam mengontrol perilaku bermotivasi (lihat h. 165). Dalam situasi yang berlawanan—peningkatan suhu inti akibat pajanan ke panas-digunakan dua mekanisme untuk mengurangi aktivitas otot rangka penghasil panas: Tonus otot secara refleks diturunkan, dan gerakan volunter dikurangi. Ketika udara rnenjadi sangat hangat, orang sering mengeluh "terlalu panas bahkan untuk bergerak':



dengan pertambahan usia. Seperti yang diperkirakan, lemak cokelat pada orang dewasa menjadi lebih aktif setelah pajanan terhadap dingin. Lemak cokelat tidak hanya menghasilkan panas, tetapi juga merupakan jaringan pengguna-kalori karena semua kalori yang ada di nutrien dibakar oleh lemak cokelat menjadi panas. Karena itu, peneliti mencari cara untuk melawan obesitas dengan menambah jumlah atau aktivitas penyimpanan lemak cokelat dewasa atau dengan mengubah perilaku sel lemak putih agar lebih menyerupai sel lemak cokelat. Lima puluh gram lemak cokelat membakar 500 kalori per hari tanpa individu tersebut mengeluarkan energi, seperti kalori yang terbakar oleh latihan aerobik selama satu jam. Setelah mengulas mekanisme-mekanisme penyesuaian produksi panas, marilah kita beralih ke sisi lain persamaan: penyesuaian pengeluaran panas.



Besar pengeluaran panas dapat disesuaikan dengan mengubah-ubah aliran darah ke kulit.



Mekanisme pengeluaran panas berada di bawah kontrol, terutama oleh hipotalamus. Saat kita panas, kita perlu meningkatkan pengeluaran panas ke lingkungan; saat kita dingin, kita perlu mengurangi pengeluaran panas. Jumlah panas yang dikeluarkan ke lingkungan melalui radiasi dan konduksi-konveksi sebagian besar ditentukan oleh gradien suhu antara kulit dan lingkungan eksternal. Untuk mempertahankan suhu inti yang konstan, kapasitas insulatif dan suhu kulit dapat disesuaikan untuk mengubah gradien suhu antara kulit dan lingkungan eksternal sehingga derajat pengeluaran panas dapat diatur.



TERMOGENESIS TANPA MENGGIGIL Meskipun perubahan refleks dan volunter aktivitas otot adalah cara utama untuk meningkatkan laju produksi panas, termogenesis tanpa menggigil (kimiawi) juga berperan dalam termoregulasi. Pada sebagian besar mamalia, pajanan dingin yang berkepanjangan menyebabkan peningkatan produksi panas metabolik yang tidak bergantung pada kontraksi otot, yaitu ditimbulkan oleh perubahan pada aktivitas kimiawi penghasil panas. Termogenesis tanpa menggigil diperantarai pada pajanan dingin oleh sistem saraf simpatis, yang meningkatkan produksi panas dengan merangsang lemak cokelat, yaitu jenis jaringan lemak khusus yang mampu mengubah energi kimia dari makanan menjadi panas. Pada manusia, termogenesis tanpa menggigil paling penting pada neonatus, yang memiliki banyak deposit lemak cokelat, khususnya di bawah kulit punggung. Tidak seperti jaringan adiposa putih yang biasa, yang menyimpan energi dalam bentuk cadangan trigliserida, jaringan lemak cokelat bekerja sebagai perapian yang membakar energi untuk menghasilkan panas. Neonatus menggunakan lemak cokelat agar tetap hangat karena mereka tidak dapat menggigil. Lemak cokelat berwarna cokelat karena memiliki mitokondria yang berlimpah yang mengandung zat besi yang menyebabkan jaringan berwarna merah kecoklatan. Mitokondria lemak cokelat mengandung protein tak-berpasangan unik yang disebut termogenin ("penghasil panas") yang memisahkan sistem transpor elektron dari proses menghasilkan ATP (lihat h. 37). Sebagian energi yang dilepaskan oleh sistem transpor elektron bukannya digunakan dalam ATP oleh kemiosmosis, tetapi semua energi malah diubah menjadi panas.



Kapasitas insulatif kulit dapat diubah dengan mengontrol jumlah darah yang mengalir. Aliran darah kulit dua fungsi. Pertama, memberikan pasokan nutrisi ke kulit. Kedua, sebagian besar aliran darah ke kulit berfungsi untuk mengatur suhu tubuh; pada suhu kamar normal, darah yang mengalir ke kulit 20 hingga 30 kali lebih banyak daripada yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi kulit. Dalam proses termoregulasi, aliran darah kulit dapat sangat bervariasi, dari 400 hingga 2500 mL/mnt. Semakin banyak darah yang mencapai kulit dari bagian inti tubuh yang hangat, semakin dekat suhu kulit dengan suhu inti tubuh. Pembuluh darah kulit menghilangkan efektivitas kulit sebagai insulator dengan membawa panas ke permukaan, tempat panas tersebut dapat keluar dari tubuh melalui radiasi dan konduksi-konveksi. Karena itu, vasodilatasi arteriol kulit, yang meningkatkan aliran darah hangat ke kulit, meningkatkan pengeluaran panas. Sebaliknya, vasokonstriksi kulit, yang mengurangi alir-an darah, menurunkan pengeluaran panas dengan menahan darah hangat tetap berada di bagian inti, tempat darah tersebut terinsulasi dari lingkungan eksternal. Respons ini menahan panas yang seharusnya keluar. Respons vasomotor kulit ini dikoordinasikan oleh hipotalamus melalui sistem saraf simpatis. Peningkatan aktivitas simpatis ke arteriol kulit menyebabkan vasokonstriksi sebagai respons terhadap pajanan dingin, sedangkan penurunan aktivitas simpatis menyebabkan vasodilatasi penghilang panas pada pembuluh ini sebagai respons terhadap pajanan panas.



Deposit lemak cokelat berkurang setelah masa bayi dan akan menghilang ketika usia 2 tahun. Namun, pemeriksaan radiologik terkini seperti pemindaian PET (lihat h. 154) menyingkapkan bahwa simpanan lemak cokelat persisten dalam jumlah kecil tetap ada di leher, di atas tulang collar, dan di sekitar tulang belakang, tidak seperti yang ditemukan pada bayi, yaitu di punggung. Lemak cokelat lebih banyak pada orang kurus dan akan berkurang seiring



Ingat kembali bahwa pusat kontrol kardiovasukular di medula juga memiliki kontrol atas arteriol kulit (serta arteriol di seluruh tubuh) melalui penyesuaian aktivitas simpatis ke pembuluh-pembuluh inidengan tujuan mengatur tekanan darah (lihat h. 376). Kontrol hipotalamus atas arteriol kulit untuk mengatur suhu mengalahkan kontrol pembuluh darah yang sama oleh pusat kontrol kardiovaskular (lihat h. 398). Karena itu, respons vasomotor kulit yang mencolok   



681



❚ TABEL 17-4



Panas



Penyesuaian Terkoordinasi Sebagai Respons Terhadap Pajanan Dingin atau



esponse



Peningkatan Produksi Panas



Penurunan Pengeluaran (Konservasi Panas)



Panas



Peningkatan tonus otot Menggigil



Vasokonstriksi kulit



Penurunan tonus otot



Vasodilatasi kulit



Peningkatan gerakan volunter*



Perubahan postur untuk mengurangi luas



Penurunan gerakan volunter



Berkeringat



Termogenesis tanpa menggigil



permukaan yang terpajan (mengerutkan bahu, dsb.)* Baju hangat



Penurunan Produksi Panas



Baju dingin*



*Adaptasi perilaku



untuk tujuan termoregulasi dapat menyebabkan perubahan tekanan darah. Sebagai contoh, tekanan darah dapat turun pada pajanan ke lingkungan yang sangat panas karena respons vasodilator kulit yang ditimbulkan oleh pusat termoregulasi hipotalamus mengalahkan respons vasokonstriktor kulit yang ditimbulkan oleh pusat kontrol kardiovaskular.



Marilah kita satukan penyesuaian-penyesuaian terkoordinasi dalam produksi dan pengeluaran panas sebagai respons terhadap pajanan ke lingkungan dingin atau panas (Tabel 17-4). (Untuk pembahasan mengenai efek pajanan dingin atau panas ekstrem, lihat fitur dalam kotak di h. 683, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) RESPONS



TERKOORDINASI



TERHADAP



PAJANAN



DINGIN



Sebagai respons terhadap pajanan dingin, regio posterior hipotalamus memicu peningkatan produksi panas, misalnya dengan menggigil, sekaligus mengurangi pengeluaran panas (yaitu, konservasi panas) melalui vasokonstriksi kulit dan tindakan lain. Karena kemampuan tubuh untuk mengurangi suhu kulit melalui vasokonstriksi terbatas, vasokonstriksi maksimal pun kurang memadai untuk mencegah pengeluaran panas berlebihan ketika suhu eksternal turun terlalu rendah. Karena itu, tindakan lain harus dilakukan untuk lebih mengurangi pengeluaran panas. Pada hewan dengan bulu yang lebat, hipotalamus, dengan bekerja melalui sistem saraf simpatis, memicu kontraksi otot-otot halus di dasar folikel rambut atau bulu untuk mengangkat rambut atau bulu tersebut tegak di permukaan kulit. Tindakan ini menyebabkan udara, yang merupakan penghantar yang buruk, terperangkap di antara kulit dan lingkungan sehingga sawar insulator antara inti tubuh dan udara dingin bertambah dan pengeluaran panas berkurang. Meskipun otot batang rambut pada manusia berkontraksi sebagai respons terhadap pajanan dingin, mekanisme retensi panas ini kurang efektif karena kepadatan rambut yang rendah serta tekstur halus sebagian besarrambut manusia. "Bulu kuduk berdiri" yang terjadi menjadi tidak bermanfaat. Setelah tercapai vasokonstriksi kulit maksimal akibat pajanan ke diigin, pengeluaran panas lebih lanjut pada manusia hanya dapat dicegah oleh adaptasi perilaku, misalnya perubahan postur yang mengurangi sebanyak mungkin luas permukaan yang terpajan tempat keluarnya panas. Perubahan postur ini mencakup tindakan mengerut  



hapter



kan bahu, mendekapkan tangan ke dada, atau meringkuk seperti bola. Penggunaan baju hangat meningkatkan insulasi tubuh untuk mengurangi pengeluaran panas berlebihan. Baju menahan lapisan udara yang merupakan penghantar panas yang buruk antara permukaan kulit dan lingkungan sehingga pengeluaran panas melalui konduksi dari kulit ke udara luar yang dingin berkurang dan aliran arus konveksi juga berkurang. RESPONS TERKOORDINASI TERHADAP PAJANAN PANAS



Pada keadaan yang berlawanan-pajanan-panas bagian anterior hipotalamus mengurangi produksi panas dengan menurunkan aktivitas otot rangka dan meningkatkan pengeluaran panas dengan memicu vasodilatasi kulit. Ketika vasodilatasi maksimal kulit tidak mampu membuang panas yang berlebihan dari tubuh, terjadi proses berkeringat untuk meningkatkan pengeluaran panas melalui evaporasi. Jika suhu udara meningkat melebihi suhu kulit dengan vasodilatasi maksimal, gradien suhu berbalik sendiri sehingga terjadi penambahan panas dari lingkungan. Berkeringat adalah satu-satunya cara untuk mengeluarkan panas pada keadaan ini. Manusia juga melakukan tindakan volunter, misalnya menggunakan kipas, membasahi tubuh, minum minuman dingin, dan menggunakan baju tipis, untuk meningkatkan pengeluaran panas. Berbeda dari anggapan umum, menggunakan pakaian longgar berwarna terang lebih dingin daripada telanjang. Kulit telanjang menyerap hampir semua energi radiasi yang mengenainya, sementara busana berwarna terang memantulkan hampir semua energi radiasi yang jatuh padanya. Karena itu, jika busana berwarna terang itu cukup longgar dan tipis untuk memungkinkan terjadinya pengeluaran panas melalui arus konveksi dan evaporasi, pemakaiannya sebenarnya lebih mendinginkan daripada tidak mengenakan busana sama sekali. ZONA TERMONETRAL Aktivitas vasomotor kulit sangat efektif



untuk mengontrol pengeluaran panas pada suhu lingkungan antara batas atas 60-an dan pertengahan 80-an. Kisaran ini, ketika suhu inti dapat dipertahankan konstan oleh respons vasomotor tanpa memerlukan bantuan dari mekanisme produksi panas atau pengeluaran panas tambahan, disebut zona termonetral. Ketika suhu udara eksternal turun lebih rendah daripada batas bawah kemampuan vasokonstriksi kulit untuk mengurangi pengeluaran panas lebih lanjut, peningkatan produksi panas, terutama dengan



❚ Konsep,Tantangan dan Kontroversi



P



Panas dan Dingin Ekstrem Dapat Mematikan



re to temperat



kan gangguan dan bahkan kematian.



Penyakit Terkait-Dingin



Tubuh dapat mengalami cedera karena pajanan dingin melalui dua cara: frostbite dan hipotermia generalisasi. Frostbite melibatkan pendinginan berlebihan suatu bagian tertentu tubuh ke suatu titik ketika jaringan di bagian tersebut mengalami kerusakan. Jika jaringan yang terpajan benar-benar membeku, kerusakan jaringan terjadi karena kerusakan sel akibat pembentukan kristal es atau tidak adanya air dalam bentuk cair. Hipotermia, penurunan suhu tubuh, terjadi ketika pendinginan tubuh keseluruhan melebihi kemampuan mekanisme penghasil panas dan penghemat panas untuk menyamai pengeluaran panas yang beriebihan tersebut. Ketika terjadi hipotermia, laju semua proses metabolik melambat karena turunnya suhu. Fungsi-fungsi luhur otak adalah yang pertama kali dipengaruhi oleh pendinginan sehingga yang bersangkutan kehilangan kemampuan membuat penilaian, apatis, mengalami disorientasi, dan rasa lemah, yang semuanya menghilangkan kemampuan yang bersangkutan melakukan mekanisme volunter untuk memulihkan suhu tubuh yang turun. Seiring dengan semakin merosotnya suhu tubuh, terjadi depresi pusat pernapasan yang menurunkan dorongan untuk bernapas sehingga napas menjadi pelan dan lemah. Aktivitas sistem kardiovaskular juga berkurang perlahan. Jantung melambat dan curah jantung menurun. Irama jantung terganggu yang akhirnya menyebabkan fibrilasi ventrikel dan kematian.



Gangguan Terkait-Panas



Pada keadaan ekstrem lain, dua gangguan yang berkaitan dengan pajanan panas yang berlebih adalah heat exhaustion dan heat stroke. Heat exhaustion adalah keadaan kolaps, biasanya bermanifestasi sebagai pingsan, akibat berkurangnya tekanan darah yang disebabkan oleh kerja berlebihan mekanisme pengeluaran panas. Berkeringat ekstensif mengurangi curah jantung dengan mengurangi volume plasma, dan vasodilatasi kulit yang mencolok menyebabkan turunnya resistensi perifer total. Karena tekanan darah ditentukan oleh curah jantung dikalikan dengan resistensi perifer total, terjadi penurunan tekanan darah, penurunan jumlah darah yang disalurkan ke otak, dan pingsan. Karena itu, heat exhaustion lebih merupakan konsekuensi dari aktivitas berlebihan mekanisme-mekanisme pengeluaran panas



menggigil, menjadi diperlukan untuk mempertahankan suhu inti. Pada situasi ekstrem yang lain, ketika suhu eksternal melebihi batas atas kemampuan vasodilatasi kulit untuk meningkatkan pengeluaran panas lebih lanjut, berkeringat menjadi penting dalam mempertahankan suhu inti.



Kata demam merujuk kepada peningkatan suhu tubuh akibat infeksi atau peradangan. Sebagai respons terhadap masuknya mikroba, sel-sel fagositik tertentu (makrofag) mengeluarkan suatu bahan kimia yang dikenal sebagai pirogrn endogen yang bekerja pada pusat termoregulasi hipotalamus untuk meningkatkan patokan termostat (Gambar 17-6 lihat juga h. 450). Hipotalamus sekarang mempertahankan di suhu normal



dibandingkan dengan gangguan pada mekanisme-mekanisme tersebut. Karena mekanisme pengeluaran panas sangat aktif, pada heat exhaustion suhu tubuh hanya sedikit meningkat. Dengan memaksa aktivitas berhenti ketika mekanisme pengeluaran panas tidak lagi mampu menghadapi penambahan panas yang ditimbulkan oleh olahraga atau lingkungan yang panas, heat exhaustion berfungsi sebagai katup peng-aman yang mencegah heat stroke yang rnemiliki konsekuensi lebih serius. Heat stroke adalah situasi yang amat berbahaya yang terjadi karena kegagalan total sistem termoregulasi hipotalamus. Heat exhaustion dapat berkembang menjadi heat stroke jika mekanismemekanisme pengeluaran panas terus mendapat beban berlebihan. Heat stroke lebih besar kernungkinannya terjadi saat olahraga berlebihan pada lingkungan yang panas dan lembap. Orang berusia lanjut, yang respons termoregulasinya umumnya lebih lambat dan kurang efisien, sangat rentan mengalami heat stroke ketika terjadi gelombang panas yang lama dan kuat. Demikian juga dengan orang yang sedang menggunakan obat penenang tertentu, misalnya Valium, karena obat-obat ini mengganggu aktivitas neurotransmiter pusat termoregulasi hipotalamus. Gambaran paling mencolok pada heat stroke adafah tidak adanya tindakan-tindakan pengeluaran panas kompensatorik, misalnya berkeringat, sementara suhu tubuh terus meningkat (hipertermia). Tidak terjadi pengeluaran keringat meskipun suhu tubuh sangat meningkat karena pusat kontrol termoregulasi hipotalamus tidak berfungsi dengan benar dan tidak dapat mengaktifkan mekanisme pengeluaran panas. Selama terjadinya heat stroke, suhu tubuh mulai naik karena mekanisme pengeluaran panas akhirnya dikalahkan oleh peningkatan panas yang berlebihan dan terus-menerus. Setelah suhu inti mencapai titik ketika pusat kontrol suhu hipotalamus rusak oleh panas, suhu tubuh cepat meningkat lebih tinggi karena terhentinya secara total mekanisme pengeluaran panas. Selain itu, dengan bertambahnya suhu tubuh, laju metabolisme juga meningkat karena suhu yang lebih tinggi rnempercepat laju semua reaksi kimia; akibatnya adalah produksi panas yang semakin besar. Keadaan umpan-barik positif ini menyebabkan suhu melonjaktak-terkendali. Hearstroke adalah situasi yang sangat berbahaya dan cepat menyebabkan kematian jika tidak segera ditangani. Bahkan dengan pengobatan untuk menghentikan dan membalikkan peningkatan tak-terkendali suhu tubuh, angka kematian tetap tinggi. Tingkat kecacatan permanen pada mereka yang selamat juga tinggi karena adanya denaturasi protein ireversibel akibat panas internal yang



tubuh. Jika,sebagai contoh, pirogen endogen meningkatkan titik patokan menjadi 102°F (38,9°C), hipotalamus mendeteksi bahwa suhu normal pra-demam terlalu dingin sehingga bagian otak ini memicu mekanisme-mekanisme respons dingin untuk mningkatkan suhu menjadi 102°F. Secara spesifik, hipotalamus memicu menggigil agar produksi panas segera meningkat, dan mendorong vasokonstriksi kulit untuk segera mengurangi pengeluaran panas, kedua tindakan ini mendorong suhu naik. Kejadian ini, yang ditandai dengan rasa dingin mengigil yang tiba-tiba, sering terjadi pada awitan demam. Karena merasa dingin, yang bersangkutan memakai selimut sebagai mekanisme volunter untuk membantu meningkatkan suhu tubuh dengan menahan panas tubuh. Setelah suhu baru tercapai, suhu tubuh diatur sebagai normal dalam respons terhadap panas dan dingin tetapi dengan patokan yang lebih tinggi. Karena itu, terjadinya demam sebagai respons terhadap infeksi ada-



   683



Hipertermia dapat terjadi tanpa infeksi. Hipertermia adalah



Infeksi atau peradangan



peningkatan suhu tubuh di atas kisaran normal yang dapat diterima. Kata demam biasanya digunakan untuk peningkatan suhu akibat pelepasan pirogen endogen yang menyetel ulang titik patokan suhu hipotalamus selama infeksi atau peradangan; hipertermia merujuk kepada semua ketidakseimbangan lain antara penambahan panas dan pengeluaran panas yang meningkatkan suhu tubuh. Hipertermia memiliki beragam sebab, sebagian normal dan tidak berbahaya, yang lain patologik dan mematikan.



Makrofag Melepaskan Pirogen endogen



HIPERTERMIA AKIBAT OLAHRAGA Kausa tersering hipertermia



Titik patokan hiptalamus



Produksi panas; Pengeluaran panas



Suhu tubuh ke titik patokan baru = Demam



L. J. Le Beau/Biological Photo Service



Inisiasi "respons dingin"



Gambar 17-6 Terjadinya demam.



lah tujuan yang disengaja dan bukan disebabkan oleh kerusakan mekanisme termoregulasi. Meskipun makna fisiologis demambelum jelas, banyak pakar kedokteran percaya bahwa peningkatan suhu tubuh bermanfaat dalam mengatasi infeksi. Demam memperkuat respons peradangan dan mungkin menghambat perkembangbiakan bakteri. Selama terjadinya demam, pirogen endogen meningkatkan titik patokan hipotalamus dengan memicu pelepasan lokal prostaglandin, yaitu mediator kimiawi lokal yang bekerja langsung pada hipotalamus. Aspirin mengurangi demam dengan menghambat sintesis prostaglandin. Aspirin tidak menurunkan suhu pada orang yang tidak demam karena tanpa adanya pirogen endogen maka di hipotalamus tidak terdapat prostaglandin dalam jumlah bermakna. Mekanisme molekular yang pasti "hilangnya" demam secara alami belum diketahui, meskipun hal ini diperkirakan karena berkurangnya pengeluaran pirogen atau sintesis prostaglandin. Ketika titik patokan hipotalamus kembali ke normal, suhu pada 102°F, (dalam contoh ini) menjadi terlalu tinggi. Mekanismemekanisme respons panas diaktifkan untuk mendinginkan tubuh. Terjadi vasodilatasi kulit dan pengeluaran keringat. Orang yang bersangkutan merasa panas dan membuka semua penutup tambahan. Pengaktifan mekanisme pengeluaran panas oleh hipotalamus ini menurunkan suhu ke normal.   



hapter



adalah olahraga yang berkepanjangan. Sebagai konsekuensi fisik penambahan panas yang luar biasa yang dihasilkan oleh otot-otot, suhu tubuh pada tahap awal olahraga akan meningkat karena penambahan panas melebihi pengeluaran panas (Gambar 17-7). Peningkatan suhu inti secara refleks memicu mekanisme pengeluaran panas (vasodilatasi kulit dan berkeringat) yang menghilangkan perbedaan antara produksi dan pengeluaran panas. Segera setelah mekanisme-mekanisme pengeluaran panas diaktikan sehingga menyamai produksi panas, suhu inti menjadi stabil di tingkat yang sedikit lebih tinggi daripada titik patokan meskipun olahraga berlanjut. Karena itu, selama olahraga yang berkepanjangan, suhu tubuh pada awalnya meningkat, kemudian dipertahankan pada tingkat yang lebih tinggi selama olahraga berlangsung. PATOLOGIS Hipertermia juga dapat ditimbulkan oleh cara yang sama sekali berbeda: produksi panas berlebihan dalam kaitannya dengan peningkatan kadar hormon tiroid atau epinefrin darah masing-masing akibat disfungsi kelenjar tiroid atau medula adrenal. edua Āhormon ini meningkatkan suhu inti dengan meningkatkan laju keseluruhan aktivitas metabolik dan produksi panas. HIPERTERMIA



Suhu inti



Prostaglandin



Beberapa derajat di atas titik patokan Titik patokan suhu saat istrahat



2 1



Hipertemia



Olahraga



1 Pada permulaan olahraga, laju produksi panas mula -mula melebihi laju pengeluaran panas sehingga suhu inti meningkat. 2 Ketika mekanisme pengeluaran panas secara refleks di tingkatkan sehingga menyamai produksi yang meningkat, suhu inti menjadi stabil di titik yang sedikit lebih tinggi daripada titik istrahat selama olahraga. Gambar 17-7 Hipertemia pada latihan yang terus menerus.



Hipertermia juga dapat terjadi akibat malfungsi pusat kontrol hipotalamus. Lesi otak tertentu, misalnya, mengurangi kemampuan regulatorik normal termostat hipotalamus. Jika mekanisme termoregulasi tidak berfungsi, dapat cepat terjadi hipertermia yang mematikan. Metabolisme normal menghasilkan cukup panas untuk mematikan seseorang dalam waktu kurang dari lima jam jika mekanisme pengeluaran panas sama sekali terhenti. Pajanan ke stres panas yang tinggi dan terus menerus juga dapat mengganggu fungsi termoregulasi hipotalamus.



Periksa Pemahaman Anda 17.2 1. Jelaskan mekanisme-mekanisme perpindan panas 2. Buatlah bagan yang membandingkan respons yang diinisiasi oleh hipotalamus posterior dan hipotalamus anterior untuk mempertahankan suhu inti tubuh ketika suhu lingkungan menjadi dingin atau panas.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Karena energi tidak dapat diciptakan atau dihilangkan, agar berat dan suhu tubuh tetap konstan maka pemasukan harus sama sengan pengeluaran masing-



masing dari segi keseimbangan energi total tubuh dan keseimbangan energi panasnya. Jika masukan energi total melebihi pengeluaran energi total, kelebihan energi tersebut disimpan di tubuh dan berat akan meningkat. Demikian juga, jika pemasukan energi panas melebihi pemasuka, berat tubuh berkurang atau suhu tubuh menurun. Hipotalamus adalah pusat integrasi utama untuk mempertahankan keseimbangan energi total (dan karenanya berat tubuh yang konstan) dan keseimbangan energi panas (dan karenanya suhu tubuh yang konstan). Suhu tubuh, yaitu salah satu faktor lingkungan internal yang diatur secara homeostasis, harus dipertahankan dalam batas-batas yang sempit karena struktur dan reaktivitas bahan-bahan kimia pembentuk tubuh peka terhadap suhu. Penyimpangan suhu tubuh di luar batas-batas tersebut menyebabkan denaturasi protein dan kematian jika suhu meningkat terlalu tinggi atau perlambat metabolik dan kematian jika suhu turun terlalu rendah. Berat tubuh, sebaliknya, sangat bervariasi diantara individu. Hanya ketidakseimbangan pemasukan dan pengeluaran energi total yang ekstrem yang tidak memungkinkan kehidupan. Sebagai contoh, ketika mengahadapi infusiensi pemasukan energi melalu makanan saat kelaparan berkepanjangan, tubuh menguraikan protein otot untuk memenuhi kebutuhan pengeluaran energinya jika jaringan lemak telah habis. Berat tubuh merosot karena mekanisme kanibalistik diri ini hingga akhirnya terjadi kematian akibat, antara lain, mengecilnya otot jantung. Di ektrem yang lain, ketika energi makanan yang dikonsumsi jauh melebihi energi yang dikeluarkan, kelebihan energi tersebut disimpan sebagai jaringan adiposa dan berat tubuh bertambah. Obesitas hebat yang terjadi juga dapat menyebabkan gagal jantung. Jantung tidak saja harus bekerja lebih keras memompa darah ke jaringan lemak yang berlebihan, tetapi obesitas juga mempermudah pengidapnya mengalami aterosklersis dan serangan jantung (lihat h.351).



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h.A-47 Pertanyaan Objektif 1. Jika energi makanan yang dikonsumsi lebih banyak daripada yang digunaka, kelebihan energi akan lenyap sebagai panas. (Benar atau salah?) 2. Semua energi dalam molekul nutrien dapat digunakan untuk melakukan kerja biologis. (Benar atau salah?) 3. Setiap liter O2 mengandung 4,8 kilokalori energi panas (Benar atau salah?) 4. Suhu tubuh yang lebih tinggi daripada 98.2°F selalu menunjukkan demam. (Benar atau salah?) 5. Suhu inti relatif konstan, tetapi suhu kulit dapat sangat bervariasi. (Benar atau salah?) 6. Keringat yang menetes dari tubuh tidak memiliki efek mendinginkan. (Benar atau salah?)



7. Terjadinya "buluk kuduk berdiri" tidak bermanfaat dalam regulasi suhu tubuh. (Benar atau salah?) 8. Bagian posterior hipotalamus memicu menggil dan vasokonstriksi kulit.(Benar atau salah?) 9. ___ hipotalamus mengandung dua populasi neuron satu yang mengeluarkan NPY perangsang nafsu makan dan yang lain mengeluarkan melanokortin penekan nafsu makan. 10. Cara utama meningkatkan produksi panas secara involunter adalah____. 11. Peningkatan produksi panas yang tidak bergantung pada kontraksi otot dinamai___. 12. Satu-satunya cara mengeluarkan panas ketika suhu lingkungan melebihi suhu inti adalah___.



  



685



13. Mana dari pernyataan berikut yang tidak benar mengenai pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan eksternal? a. Penambahan panas terutama terjadi melalui produksi panas internal. b. Radiasi berfungsi sebagai cara untuk memperoleh panas, tetapi bukan untuk mengeluarkan panas. c. Energi panas selalu berpindah menuruni gradien konsentrasinya dari benda hangat ke benda dingin. d. Gradien suhu antara kulit dan udara eksternal berada di bawah kontrol. e. Sangat sedikit panas tubuh yang hilang melalui konduksi saja. 14. Mana dari pernyataan berikut yang tidak benar mengenai terjadinya demam? a. Pirogen endogen dikeluarkan oleh makrofag sebagai respons terhadap invasi mikroba. b. Titik patokan hipotalamus ditingkatkan. c. Hipotalamus memicu mekanisme respons-dingin untuk meningkatkan suhu tubuh. d. Prostaglandin memerantarai efek. e. Hipotalamus tidak efektif dalam mengatur suhu tubuh selama demam. 15. Dengan menggunakan kode jawaban di kanan, tunjukkan mekanisme pemindahan panas apa yang sedang dijelaskan. 1. duduk di kursi logam dingin (a) radiasi (b) konduksi 2. berjemur di pantai (c) konveksi 3. tertiup angin sepoi-sepoi (d) evaporasi 4. duduk di depan tungku pemanas 5. berkeringat 6. mengendarai mobil dengan jendela terbuka 7. tidur di bawah selimut listrik 8. duduk mengenakan pakaian renang basah 9. mengipasi diri sendiri 10. berendam di air dingin Pertanyaan Esai 1. Bedakan antara kerja eksternal dan internal. 2. Definisikan laju metabolik dan laju metabolik basal. 3. Jelaskan tiga keadaan keseimbangan energi.



4. Dengan cara apa keseimbangan energi terutama dipertahankan? 5. Jelaskan sumber dan peran yang berikut ini dalam regulasi jangka-panjang keseimbangan energi dan kontrol jangkapendek waktu dan jumlah makan: neuropeptida Y, melanokortin, leptin, insulin, oreksin, ghrelin, YY3-36, corticotropin-releasing hormone, kolesistokinin (CCK), dan distensi lambung.. 6. Sebutkan sumber pemasukan dan pengeluaran panas di tubuh. 7. Bahaslah tindakan kompensasi yang terjadi sebagai respons terhadap penurunan suhu inti akibat pajanan dingin dan sebagai respons terhadap peningkatan suhu inti akibat pajanan panas. 8. Jelaskan urutan peristiwa dalam produksi panas. Latihan Kuantitatif 1. Laju metabolik basal (LMB) adalah ukuran berapa banyak energi yang dikonsumsi tubuh untuk mempertahankan "kecepatan langsam"nya. LMB normal adalah sekitar 72 kkal/ jam. Sebagian besar energi ini diubah menjadi panas. Sistem termoregulasi kita berfungsi mengeluarkan panas ini agar suhu tubuh tetap konstan. Jika tubuh kita tidak dapat mengeluarkan panas ini, suhu kita akan meningkat hingga kita mendidih (tentu saja seseorang akan meninggal berapa lama diperlukan waktu untuk mencapai titik didih hipotesis mudah dilakukan. Jika suatu jumlah energi DU dimasukkan ke dalam cairan massa m, perubahan suhu DT (dalam°C) dihitung dengan rumus: DT 5 DU/m 3 C Dalam persamaan ini, C adalah panas spesifik cairan. Untuk air, C 5 1.0 kkal/kg-°C. Hitunglah berapa lama waktu yang diperlukan bagi panas dari LMB untuk mendidihkan cairan tubuh Anda (anggaplah air di tubuh Anda adalah 42 liter dan titik awal suhu tubuh normal adalah 37°C). Ketika berolahraga maksimal, seseorang mengonsumsi sekitar 1000 kkal/jam. Berapa lama diperlukan waktu untuk mencapai titik didih pada kasus ini?



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Jelaskan bagaimana obat yang secara selektif menghambat CCK meningkatkan perilaku makan pada hewan percobaan. 2. Nasehat apa yang Anda berikan kepada seorang teman yang kelebihan berat badan yang minta Anda merancang program penurunan berat yang aman, masuk akal, dan murah? 3. Mengapa melakukan olahraga berat pada hari yang panas dan lembab berbahaya? 4. Jelaskan jalan yang digunakan untuk mengeluarkan panas oleh seseorang yang berendam dalam bak air panas? 5. Pertimbangkanlah perbedaan antara Anda dan ikan dalam sebuah kolam dalam kaitannya dengan kontrol suhu tubuh. Manusia adalah termoregulator; manusia dapat mempertahankan suhu tubuh internal yang konstan dan agak tinggi meskipun tubuh terpajan ke lingkungan   



hapter



dengan suhu bervariasi. Untuk mempertahankan homeostasis termal, manusia secara fisiologis memanipulasi mekanismemekanisme di dalam tubuh untuk menyesuaikan produksi panas, konservasi panas, dan pengeluaran panas. Sebaliknya, ikan adalah thermoconformers; suhu tubuh mereka mengikuti suhu lingkungan sekitarnya. Karena itu, suhu tubuh ikan sangat bervariasi sesuai perubahan suhu lingkungan. Meskipun menghasilkan panas, ikan tidak dapat secara fisiologis mengatur produksi panas internal atau mengontrol pertukaran panas dengan lingkungan untuk mempertahankan suhu tubuh konstan ketika suhu lingkungan naik atau turun. Dengan mengetahui hal ini, apakah Anda berpendapat bahwa ikan akan mengalami demam ketika terkena infeksi sistemik? Mengapa atau mengapa tidak?



PERTIMBANGAN KLINIS Michael F, seorang korban yang nyaris tenggelam, dikeluarkan dari air es oleh tim penyelam 15 menit setelah ia jatuh di atas lapisan es tipis tempat ia bermain ski. Michael sekarang telah sadar dan membaik di rumah sakit. Bagaimana Anda



menjelaskan mengapa ia "secara ajaib" tetap hidup meskipun tenggelam selama 15 menit yang normalnya terjadi kerusakan otak ireversibel dan segera diikuti oleh kematian jika otak kekurangan oksigen selama lebih dari 4 atau 5 menit?



  



687



hapter 17



Kartu Belajar



17.1 | Keseimbangan Energi (h. 668–676)



Pemasukan energi ke tubuh dalam bentuk energi makanan harus sama dengan pengeluaran energi karena energi tidak dapat diciptakan atau dimusnahkan. Pengeluaran energi mencakup (1) kerja eksternal, yang dilakukan oleh otot rangka untuk menggerakkan benda eksternal atau menggerakkan tubuh di lingkungan eksternal; dan (2) kerja internal, yang terdiri dari semua aktivitas dependen-energi lainnya yang tidak melakukan kerja eksternal, termasuk transpor aktif, kontraksi otot jantung dan otot polos, sekresi kelenjar, dan sintesis protein. (Lihat Gambar 1 7-1 .)







■ Hanya sekitar 25% energi kimia dalam makanan digunakan untuk melakukan kerja biologis. Sisanya segera diubah menjadi panas. Selain itu, semua energi yang dikeluarkan untuk melaksanakan kerja internal akhirnya diubah menjadi panas, dan 75% dari energi yang digunakan oleh otot rangka hilang sebagai panas. Karena itu, sebagian besar energi dalam makanan akhirnya muncul sebagai panas tubuh.



Keluaran energi



Masukan energi



Energi makanan



Simpanan metabolik dalan tubuh



Kerja internal



Energi termal (panas)



Kerja eksternal



mengeluarkan melanokortin, yang menekan nafsu makan dan asupan makanan. (Lihat Gambar 17-2.) ■ Adiposit dalam simpanan lemak mengeluarkan hormon leptin, yang mengurangi nafsu makan dan menurunkan konsumsi makanan dengan menghambat neuron penghasil NPY dan merangsang neuron penghasil melanokortin. Mekanisme ini penting dalam pencocokan jangka panjang asupan energi dengan pengeluaran energi sehingga berat tubuh dalam jangka panjang tetap terjaga. (Lihat Gambar 17-2 dan Tabel 17-2.) ■ Insulin yang dikeluarkan oleh pankreas endokrin sebagai respons terhadap peningkatan glukosa dan nutrien lain dalam darah juga menghambat neuron penghasil NPY dan berperan dalam kontrol . jangka-panjang keseimbangan energi dan berat tubuh. ■ NPY dan melanokortin menimbulkan efek mereka dengan bekerja pada daerah hipotalamus lateral (LHA) dan nukleus paraventrikel (PVN) untuk mengubah pengeluaran pembawa- caraka kimiawi dari kedua daerah ini. LHA mengeluarkan oreksin, yang merupakan stimulator kuat asupan makanan, sementara PVN mengeluarkan neuropeptida misalnya corticotropin-releasing hormone, yang menurunkan asupan makanan. (Lihat Gambar 17-2.)



Kontrol jangka-pendek waktu dan jumlah makan terutama diperantarai oleh kerja dua peptida yang berasal dari saluran cerna.







Simpanan energi



Simpanan lemak tubuh



Glukosa dan nutrien lain dalam darah



Makanan



■ Laju metabolik, yaitu pengeluaran energi per satuan waktu, diukur dalam kilokalori panas yang dihasilkan per jam.



Laju metabolik basal (LMB) adalah ukuran laju pengeluaran energi internal minimal tubuh dalam keadaan terjaga.



lLemak dan nutrien lain dalam duodenum







Agar keseimbangan energi tetap netral, energi dalam makanan yang masuk harus sama dengan energi yang digunakan untuk melakukan kerja eksternal dan diubah menjadi panas. Jika lebih banyak energi yang dikonsumsi daripada yang dikeluarkan, kelebihan energi tersebut akan disimpan di tubuh, terutama sebagai jaringan lemak sehingga berat tubuh meningkat. Jika lebih banyak energi dikeluarkan daripada yang tersedia dalam makanan, simpanan energi tubuh akan digunakan untuk menunjang pengeluaran energi sehingga berat tubuh berkurang.



Ghrelin (dari lambung sebelum makan)



■ Berat tubuh biasanya cukup konstan dalam jangka waktu lama (kecuali pada masa pertumbuhan) karena asupan makanan disesuaikan untuk menyamai pengeluaran energi dalam jangka panjang. Asupan makanan terutama dikontrol oleh hipotalamus melalui mekanisme regulatorik kompleks dengan rasa lapar dan kenyang adalah komponen-komponennya yang penting. Sinyal makan atau nafsu makan menimbulkan sensasi lapar dan mendorong perilaku makan, sementara sinyal kenyang menyebabkan sensasi penuh dan menekan nafsu makan. ■ Nukleus arkuatus hipotalamus berperan kunci dalam homeostasis energi berkat adanya dua kelompok neuron pengatur nafsu makan di dalamnya: neuron yang mengeluarkan neuropeptida Y (NPY) yang meningkatkan nafsu makan dan asupan makanan; dan neuron yang



(memicu makan)



PYY3-36 (dari usus selama makan) (menghentikan makan)



Neuron penghasil POMC



Neuron penghasil * NPY



Neuropeptida Y



Peregangan lambung



CCK







Leptin



Insulin



Melanokortin



Neuron LHA



Neuron PVN



Aferen nervus vagus



NTS (pusat kenyang di batang otak)



Oreksin*



Corticotropinreleasing hormone*



Jalur penambahan nafsu makan



Jalur penekan nafsu makan



Sinyal kenyang



KUNCI kolesistokinin daerah hipotalamus lateral neuropeptida Y nukleus traktus solitarius pro-opiomelanokortin peptida YY nukleus paraventrikel Sinyal yang penting dalam penyesuain jangkapanjang asupan makanan dengan pengeluaran energi untuk mengendalikan berat badan Sinyal yang penting dalam kontrol jangkapendek waktu dan jumlah makan Faktor psikososial dan lingkungan yang memengaruhi asupan makan



CCK = LHA = NPY = NTS = POMC = PYY = PVN =



*Bahan kimia lain juga dibebaskan dari daerah ini dengan fungsi serupa



Neuron ordo pertama di nukleus arkuatus hipotalamus



Asupan makanan



Neuron ordo kedua di hipotalamus



atau



Bau, rasa tekstur makanan



atau



Stres, rasa cemas,depresi kebosanan



atau



Jumlah makanan yang tersedia



atau



Norma sosial, kebiasaan



(1) Ghrelin, suatu inisiator waktu makan, dikeluarkan oleh lambung sebelum makan dan memberi sinyal lapar. Sekresinya turun ketika makanan dikonsumsi. Ghrelin merangsang nafsu makan dan mendorong perilaku makan dengan merangsang neuron penghasil NPY. (2) PYY3.36, suatu penghenti waktu makan, dikeluarkan oleh usus halus dan besar sewaktu makan dan memberi sinyal kenyang. Sekresinya paling rendah sebelum makan. PYY3.36 menghambat neuron penghasil NPY. (Lihat Gambar 17-2.) Nukleus traktus solitarius (NTS) di otak berfungsi sebagai pusat kenyang dan dalam kapasitas ini berperan kunci dalam kontrol jangka-pendek makan. NTS menerima masukan dari daerahdaerah hipotalamus yang lebih tinggi yang berperan dalam kontrol keseimbangan energi dan asupan makanan serta masukan dari saluran cerna. Sinyal kenyang yang bekerja melalui NTS untuk menghambat asupan makanan lebih lanjut mencakup peregangan lambung dan peningkatan kolesistokinin, suatu hormon yang dikeluarkan oleh duodenum sebagai respons terhadap adanya nutrien di lumen saluran cerna. (Lihat Gambar 17-2.) ■



■ Faktor psikososial dan lingkungan juga dapat memengaruhi asupan makanan di atas dan melebihi sinyal internal yang mengatur perilaku makan.



17.2 |Regulasi Suhu (pp. 677–685) ■ Tubuh dapat dipandang sebagai inti penghasil panas (organ internal, SSP, dan otot rangka) yang dikelilingi oleh selubung dengan kapasitas insulasi bervariasi (kulit). ■ Kulit mempertukarkan energi panas dengan lingkungan eksternal, dengan arah dan jumlah pemindahan panas bergantung pada suhu lingkungan dan kapasitas insulasi kulit saat itu. Empat cara fisik pertukaran panas adalah (1) radiasi (perpindahan neto energi panas melalui gelombang elektromagnetik); (2) konduksi (pertukaran energi panas melalui kontak langsung); (3) konveksi (pemindahan energi panas melalui arus udara); dan (4) evaporasi (ekstraksi energi panas dari tubuh oleh konversi H2O cair menjadi H2O uap yang memerlukan energi). Karena energi panas berpindah dari benda yang lebih panas ke yang lebih dingin, radiasi, konduksi, dan konveksi dapat digunakan untuk mengeluarkan atau mendapat panas, masing-masing bergantung pada apakah benda sekitar lebih dingin atau hangat daripada permukaan tubuh. Dalam keadaan normal, cara-cara tersebut merupakan saluran untuk mengeluarkan panas bersama dengan evaporasi yang disebabkan oleh keringat.(Lihat Gambar 17-4.)



(1) Vasokonstriksi kulit mengurangi aliran darah hangat melalui kulit sehingga suhu kulit turun. Lapisan kulit dingin antara inti yang hangat dan lingkungan meningkatkan sawar insulasi antara inti yang hangat dan udara luar. (2) Vasodilatasi kufit membawa iebih banyak darah hangat ke kulit sehingga suhu kulit mendekati suhu inti sehingga menurunkan kemampuan insulasi kulit. (Lihat Gambar 17-5). ■ Pada pajanan ke turun karena lingkungan yang dingin, suhu inti mulai pengeluaran panas meningkat akibat gradien suhu kulit terhadap udara lebih besar daripada normal. Hipotalamus posterior berespons untuk mengurangi kehilangan panas dengan memicu vasokonstriksi kulit sekaligus meningkatkan produksi panas melalui menggigil. (Lihat Tabel 17-4.) ■ Sebaliknya, sebagai respons terhadap peningkatan suhu inti (akibat produksi panas internal yang berlebihan saat olahraga atau akibat penambahan panas berlebihan dari pajanan ke lingkungan yang panas), hipotalamus anterior memicu mekanisme-mekanisme pengeluaran panas, misalnya vasodilatasi kulit dan berkeringat, sekaligus mengurangi produksi panas, misalnya dengan menurunkan tonus otot. (Lihat Tabel 17-4) ■ Pada respons dingin dan panas, perilaku volunter juga membantu mempertahankan homeostasis termal. ■ Demam terjadi jika makrofag mengeluarkan pirogen endogen sebagai respons terhadap infeksi yang kemudian meningkatkan titik patokan hipotalamus. Terjadi peningkatan suhu inti karena hipotalamus memicu mekanisme respons dingin untuk menaikkan suhu inti ke titik patokan yang baru. (Lihat Gambar 1 7-6).



Perubahan suhu inti



Termoraseptor sentral dihipotalamus, organ abdomen, dan di tempat lain



Termoreseptor perifer di kullt



Puaat hipotalamus untuk tarmoregulasi (termostat tubuh)



Untuk mencegah malfungsi sel yang serius, suhu inti harus dijaga konstan pada sekitar 100°F (ekuivalen dengan suhu oral rerata 98,2° ̀ (ekuivalen dengan suhu oral rerata .... oF) dengan secara terus-menerus menyeimbangkan penambahan panas dan pengeluaran panas meskipun suhu kingkungan dan produksi panas internal bervariasi. (Lihat Gambar 17-2.) ■ Keseimbangan termoregulasi ini dikontrol oleh hipotalamus. Hipotalamus diberi tahu tentang suhu kulit oleh termoreseptor perifer dan suhu inti oleh termoreseptor sentra I, dengan reseptor terpenting terletak di hipotalamus itu sendiri. (Lihat Gambar 17-5). ■



Neuron motorik



Otot rangka



■ Cara primer untuk memperoleh panas adalah produksi panas oleh aktivitas metabolik, dengan kontributor terbesarnya adalah kontraksi otot rangka. (Lihat Gambar 17-5).



Perubahan volunter dalam perilaku



Pengeluaran panas disesuaikan dengan keringat dan dengan mengontrol sedapat mungkin gradien suhu antara kulit dan lingkungan sekitar. Cara yang kedua dilakukan dengan mengatur garis tengah arteriol kulit.



Penyesuaian dalam produksi panas atau kehilangan panas







Perubahan suhu inti



Tonus otot, mengglgil



Penyesuaian dalam aktivitas otot (dalam produksi metabolik)



Saraf simpatis



Otot polos arteriol di kulit



Vasokonstriksi, vasodilatasi



Penyesuaian dalam pengehematan atau kehilangan panas



Saraf simpatis



Kelenjar keringat



Berkeringat



Penyesuaian dalam kehillangan panas



Fotomikrograf



kelenjar



hipofisis



dua-dalam-satu.



Dihubungkan oleh tangkai ke dasar otak dan diatur oleh hipotalamus, kelenjar hipofisis yang berukuran sebesar kacang polong terdiri dari hipofisis posterior (kanan) yang terdiri dari jaringan saraf dan melepaskan dua hormon, dan hipofisis anterior (kiri) yang terdiri dari jaringan berkelenjar dan



© Carolina Biological Supply Company/Phototake—All rights reserved.



menyekresikan enam hormon.



18 Prinsip-Prinsip Endokrinologi; Kelenjar Endokrin Sentral Pokok-Pokok Homeostasis SEKILAS ISI 18.1 Prinsip-Prinsip Umum Endokrinologi 18.2 Hipotalamus dan Hipofisis 18.3 Kontrol Endokrin Pertumbuhan 18.4 Kelenjar Pineal dan Irama Sirkadian



Sistem endokrin mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada kecepat -an. Kelenjar endokrin melepaskan hormon, yaitu caraka kimia melalui darah yang bekerja pada sel target yang terletak pada jarak yang jauh dari kelenjar endokrin. Sebagian besar aktivitas sel sasaran yang berada di bawah kontrol hormonal diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Kelenjar endokrin sentral, yang terletak di dalam atau di dekat dengan otak, mencakup hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan kelenjar pineal. Hipotalamus dan kelenjar hipofisis posterior bekerja sebagai unit untuk melepaskan hormon yang penting dalam mempertahankan keseimbangan air, dalam persalinan, dan dalam proses laktasi. Hipotalamus juga menyekresi hormon regulatorik yang mengontror keluaran hormon dari kelenjar hipofisis anterior, yang menyekresi enam hormon yang nantinya sangat memegang kendali keluaran hormon dari beberapa kelenjar endokrin perifer. Salah satu hormon hipofisis anterior, hormon pertumbuhan, memacu pertumbuhan dan memengaruhi homeostasis nutrien. Kelenjar pineal menyekresi hormon yang penting dalam mempertahankan irama biologis tubuh.



Sistem endokrin terdiri dari kelenjar endokrin tanpa duktus (lihat h. 6) yang tersebar di seluruh tubuh (Gambar 18-1). Meskipun kelenjarkelenjar endokrin secara anatomis tidak berhubungan, secara fungsional mereka membentuk suatu sistem. Semua kelenjar endokrin melaksanakan fungsi mereka dengan mengeluarkan hormon ke dalam darah, dan terdapat banyak interaksi fungsional di antara berbagai kelenjar endokrin. Setelah dikeluarkan, hormon mengalir dalam darah ke sel sasaran di tempat jauh, tempat bahan ini mengatur atau mengarahkan fungsi tertentu (lihat h. 122). Endokrinologi adalah ilmu tentang penyesuaian-penyesuaian kimiawi homeostatik dan berbagai aktivitas lain yang dilaksanakan oleh hormon. Meskipun darah menyebarkan hormon ke seluruh tubuh, hanya sel sasaran tertentu yang dapat berespons terhadap masing-masing hormon, karena hanya sel sasaran yang memiliki reseptor untuk mengikat hormon tertentu.



Pengikatan suatu hormon ke reseptornya yang spesifik di sel sasaran memicu serangkaian proses di dalam sel sasaran agar terjadi efek akhir hormon. Ingat kembali bahwa cara-cara yang digunakan oleh hormon untuk menimbulkan efek fisiologiknya bergantung pada apakah hormon bersifat hidrofilik (hormon peptida, katekolamin, dan indolamin) atau lipofilik (hormon steroid dan tiroid). Hormon peptida, kategori kimiawi hormon yang paling banyak, adalah rantal-rantai asam amino dengan panjang beragam. Katekolamin, yang dihasilkan oleh medula adrenal, berasal dari asam amino tirosin. Indolamin dihasilkan oleh kelenjar pineal dan berasal dari asam amino triptofan. Hormon steroid, yang dihasilkan oleh korteks adrenal dan kelenjar endokrin reproduksi, adalah lemak netral yang berasal dari kolesterol. Hormon tiroid, yang diproduksi oleh kelenjar tiroid, adalah suatu turunan tirosin beriodium. Secara singkat, hormon hidrofilik setelah berikatan dengan reseptor di membran permukaan akan bekerja melalui sistem caraka kedua untuk mengubah aktivitas protein yang sudah ada, misalnya enzim, di dalam sel sasaran, untuk menghasilkan respons fisiologis mereka.



Gambar 18-1 Sistem endokrin.



Pineal Hipotalamus Hipofisis



Tiroid Paratiroid Tampak posterior Timus Jantung Hati Lambung Kelenjar adrenal Pankreas Duodenum Ginjal Jaringan lemak Kulit Ovarium pada wanita Plasenta pada wanita hamil KUNCI Hanya memiliki fungsi endokrin Fungsi campuran



Testis pada laki-laki



Hormon tiroid dan steroid lipofilik, sebaliknya, mengaktifkan gengen setelah berikatan dengan reseptor di dalam sel sehingga menyebabkan pembentukan protein baru di sel sasaran yang melaksanakan respons yang diinginkan. Hormon hidrofilik beredar dalam darah terutama dalam bentuk larut dalam plasma sementara hormon lipofilik umumnya terikat ke protein plasma. (lihat h. 127-135 untuk lebih jelas).



Sistem endokrin adalah salah satu dari kedua sistem regulatorik utama tubuh, yang lainnya adalah sistem saraf yang sudah Anda kenal sebelumnya (Bab 4 hingga 7). Ingat kembali bahwa sistem endokrin dan saraf mengkhususkan diri mengontrol jenis aktivitas yang berbeda. Secara umum, sistem saraf mengoordinasikan respons-respons yang bersifat segera dan presisi serta sangat penting dalam memerantarai interaksi tubuh dengan lingkungan eksternal. Sistem endokrin, sebaliknya, terutama mengontrol aktivitas yang lebih memerlukan durasi daripada kecepatan. Sistem ini mengatur, mengoordinasikan, dan mengintegrasikan fungsi sel dan organ ditempat yang jauh. FUNGSI KESELURUHAN SISTEM ENDOKRIN Dalam peranan regulasinya, sistem endokrin menjalankan efek yang menyeluruh di seluruh tubuh, yang mecakup di bawah ini:



1. Mengatur metabolisme nutrien serta keseimbangan H2O dan elektrolit, yang secara kolektif penting dalam mempertahankan lingkungan internal yang konstan. 2. Menginduksi perubahan adaptif untuk membantu tubuh menghadapi situasi stres. 3. Mendorong tumbuh kembang yang lancar dan berurutan. 4. Mengontrol reproduksi 5. Mengatur produksi sel darah merah 6. Bersama sistem saraf autonom, mengontrol dan mengintegrasikan aktivitas sistem sirkulasi dan pencernaan. HORMON TROPIK Sebagian hormon mengatur pembentukan dan sekresi hormon lain. Suatu hormon yang fungsi utamanya mengatur sekresi hormon oleh kelenjar endokrin lain diklasifikasikan secara fungsional sebagai hormon tropik (tropik berarti "memelihara"). Hormon tropik merangsang dan mempertahankan jaringan endokrin sasaran mereka. Sebagai contoh, hormon tropik thyroid-stimulating hormone (TSH), dari hipofisis anterior, merangsang sekresi hormon tiroid oleh kelenjar tiroid serta mempertahankan integritas struktural kelenjar ini. Tanpa TSH, kelenjar tiroid mengalami atrofi dan menghasilkan hormon dalam kadar yang sangat rendah. KOMPLEKSITAS



FUNGSI



ENDOKRIN



menambah kompleksitas sistem endokrin:



Faktor-faktor berikut



Satu kelenjar endokrin dapat menghasilkan banyak hormon. Hipofisis anterior, sebagai contoh, mengeluarkan enam hormon berbeda, masing-masing di bawah mekanisme kontrol yang berlainan dan memiliki fungsi yang berbeda-beda. ■



   hapter



Satu hormon dapat dikeluarkan oleh lebih dari satu kelenjar endokrin. Sebagai contoh, hipotalamus dan pankreas sama-sama mengeluarkan hormon somatostatin, dan somatostatin bekerja sebagai parakrin di lambung. ■



Satu hormon sering memiliki lebih dari satu jenis sel sasaran dan karenanya dapat menimbulkan lebih dari satu jenis efek, khususnya dengan berikatan dengan tipe reseptor yang berbeda. Sebagai contoh, vasopresin mendorong reabsorpsi H2O oleh tubulus ginjal dengan berikatan dengan reseptor V2 (vasopresin 2) di sel tubulus distal dan koligentes serta vasokonstriksi arteriol di seluruh tubuh dengan berikatan dengan reseptor V1 di otot polos arteriol. Hormon yang memiliki berbagai jenis sel sasaran dapat mengoordinasikan dan mengintegrasikan aktivitas berbagai jaringan menuju ke efek tertentu. Sebagai contoh, efek insulin pada otot, hati, dan lemak bekerja bersama untuk menyimpan nutrien setelah absorpsi makanan. ■



Laju sekresi sebagian hormon bervariasi cukup besar seiring dengan waktu dalam suatu pola siklik. Karena itu, sistem endokrin juga menghasilkan koordinasi fungsi secara temporal (waktu). Hal ini terutama jelas pada kontrol siklus reproduksi oleh sistem endokrin, misalnya daur haid, yaitu ketika fungsi normal memerlukan pola perubahan sekresi berbagai hormon yang sangat spesifik. ■



■ Satu sel sasaran dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu hormon. Sebagian sel memiliki serangkaian reseptor untuk berespons dengan cara berbeda-beda terhadap berbagai hormon. Sebagai gambaran, insulin mendorong perubahan glukosa menjadi glikogen di dalam sel hati dengan merangsang satu enzim hati tertentu, sementara hormon lain, glukagon, dengan mengaktifkan enzim hati lainnya, meningkatkan penguraian glikogen menjadi glukosa di dalam sel hati. ■ Suatu caraka kimiawi yang sama mungkin berupa hormon atau neurotransmiter, bergantung pada sumber dan cara penyampaiannya ke sel sasaran. Norepinefrin, yang disekresikan sebagai hormon oleh medula adrenal dan dibebaskan sebagai neurotransmiter oleh serat saraf pascaganglion simpatis, adalah contoh utamanya. ■ Sebagian organ hanya memiliki fungsi endokrin (khusus hanya menghasilkan hormon, contohnya hipofisis anterior), sementara organ lain pada sistem endokrin melakukan fungsi non-endokrin selain mengeluarkan hormon. Sebagai contoh, testis menghasilkan sperma dan menyekresi hormon seks pria testosteron.



Fungsi utama sebagian besar hormon adalah regulasi berbagai aktivitas homeostatik. Karena efek hormon proporsional dengan konsentrasinya dalam plasma, konsentrasi ini berada di bawah mekanisme kontrol sesuai kebutuhan homeostatik. Selanjutnya, besarnya respons hormonal bergantung pada ketersediaan dan sensitivitas reseptor sel target bagi hormon tersebut. Kita akan mem



bahas faktor-faktor yang memengaruhi konsentrasi plasma hormon sebelum beralih ke kemampuan respons sel sasaran terhadap hormon. Konsentrasi plasma efektif hormon yang aktif secara biologis dan bebas dan karena itu ketersediaan hormon terhadap reseptornya bergantung pada beberapa faktor: ■ Laju sekresi hormon ke dalam darah oleh kelenjar endokrin. Laju sekresi, suatu faktor yang meningkatkan konsentrasi plasma hormon, berada di bawah kontrol untuk mempertahankan konsentrasi hormon pada titik acuan yang diinginkan. ■ Bagi beberapa hormon, aktivasi laju metaboliknya atau konversinya. Setelah disekresi ke dalam darah oleh kelenjar endokrin, hormon lipofilik sering dimodifikasi di organ lain. Kadang-kadang, modifikasi perifer (jauh dari kelenjar endokrin) ini menghasilkan bentuk hormon yang lebih aktif. Contohnya, bentuk terbanyak hormon tiroid yang disekresi oleh kelenjar tiroid adalah tiroksin (yang mengandung 4 iodin), tetapi bentuk terkuat hormon tiroid di dalam darah adalah tri-iodotironin (yang mengandung tiga iodin). Setelah disekresi, tiroksin diubah menjadi bentuk yang lebih aktif akibat pemisahan salah satu ion iodinnya secara perifer, khususnya oleh hati dan ginjal. Laju aktivasi hormon semacam ini biasanya berada di bawah kontrol hormonal itu sendiri. Terkadang kerja di perifer mengubah satu hormon menjadi hormon yang berbeda secara fungsional. Contohnya, sebagian kecil testosteron, hormon seks poten pada pria, diubah diperifer oleh kerja enzim aromatase di jaringan lemak dan di tempat lain menjadi estrogen, yaitu hormon seks poten pada perempuan. ■ Bagi hormon lipofilik, derajat pengikatannya dengan protein plasma. Karena hormon lipofilik kurang larut di air, mereka bersirkulasi di plasma dengan terikat ke protein plasma tertentu. Hanya sebagian kecil hormon tak-terikat yang bebas untuk berinteraksi dengan sel targetnya. Besarnya kelompok bebas ini dan bukan keseluruhan kelompok hormon, dipantau dan disesuaikan untuk mempertahankan fungsi endokrin yang normal. Uji klinis yang digunakan untuk menentukan konsentrasi plasma hormon tertentu mengukur konsentrasi total hormon dan tidak menyertakan derajat pengikatan hormon. Hasil ini terkadang menimbulkan kesalahpahaman. Contohnya, selama kehamilan, lebih banyak dihasilkan protein plasma spesifik yang mengikat hormon tiroid. Karena lebih banyak hormon tiroid yang terikat ke protein plasma, konsentrasi total hormon tiroid di dalam plasma meningkat (sebanyak dua kali lipat), tetapi konsentrasi hormon yang bebas dan aktif tidak berubah, sehinga wanita yang hamil memiliki fungsi tiroid yang normal meskipun terjadi peningkatan kadar hormon tiroid dalam plasma. ■ Laju eliminasinya dari darah oleh inaktivasi metabolik dan ekskresinya di urine. Semua hormon pada akhirnya diinaktifkan oleh enzim di hati, ginjal, darah, atau sel target. Waktu yang diperlukan setelah hormon disekresi dan sebelum diinaktifkan, serta cara terjadinya inaktivasi ini berbeda-beda pada berbagai kelompok hormon. Peptida hidrofilik sering diinaktifkan oleh hidrolisis ikatan peptida (lihat h. 615). Pada beberapa hormon peptida, seperti insulin, sel target sebenarnya memakan hormon yang terikat oleh endositosis yang diperantarai-reseptor dan menguraikannya di dalam sel (lihat h. 32). Katekolamin di ubah secara enzimatik menjadi



molekul inaktif biologis yang terkait. Hormon steroid lipofilik dan hormon tiroid diinaktifkan oleh pengubahan bagian aktif molekul oleh berbagai cara biokimiawi. Setelah hormon lipofilik diinaktifkan, hati biasanya menambahkan gugus bermuatan untuk membuatnya menjadi lebih larut-air sehingga mereka dapat dibebaskan dari pembawa protein plasma dan dieliminasi di urine. Secara umum, peptida hidrofilik dan katekolamin merupakan sasaran mudah bagi darah dan enzim jaringan sehingga mereka berada dalam darah hanya untuk waktu yang singkat (beberapa menit hingga beberapa jam) sebelum diinaktifkan secara enzimatik. Sebaliknya, pengikatan hormon lipofilik ke protein plasma membuatnya kurang rentan terhadap inaktivasi metabolik dan menjaganya supaya tidak keluar melalui urine. Karena itu, hormon lipofilik dieliminasi dari plasma dengan lebih lambat: Mereka dapat tetap berada dalam darah hingga selama beberapa jam (steroid) atau hingga selama beberapa minggu (hormon tiroid). Hormon dan metabolitnya secara khas dieliminasi dari plasma melalui ekskresi urine. Berbeda dengan pengaturan ketat pada sekresi hormon, inaktivasi dan ekskresi hormon tidak diatur. Karena hati dan ginjal penting dalam eliminasi hormon dari plasma, pasien dengan penyakit hati atau ginjal mungkin menderita akibat kelebihan aktivitas hormon tertentu, karena inaktivasi dan eliminasi hormon berkurang. Ketika fungsi ginjal dan hati normal, pengukuran konsentrasi hormon dan metabolit mereka dalam urine menyediakan cara yang non-invasif dan berguna untuk menilai fungsi endokrin karena laju ekskresi produk ini di urine secara langsung mencerminkan laju sekresinya oleh kelenjar endokrin.



Pada keadaan normal, konsentrasi plasma efektif suatu hormon diatur oleh penyesuaian yang tepat pada laju sekresinya. Kelenjar endokrin tidak mengeluarkan hormonnya dengan kecepatan yang sama; laju sekresi semua hormon bervariasi, umumnya berada di bawah kontrol beberapa mekanisme kompleks. Sistem regulasi untuk setiap hormon dibahas secara lebih terperinci di bagianbagian selanjutnya. Saat ini, kita akan mengulas mekanisme umum yang mengontrol sekresi yang umum bagi berbagai hormon: kontrol umpan-balik negatif, refleks neuroendokrin, dan irama diurnal (sirkadian). KONTROL UMPAN BALIK NEGATIF Umpan-balik negatif adalah



gambaran menonjol pada sistem kontrol hormon. Secara sederhana, umpan-balik negatif dijumpai jika keluaran sistem melawan perubahan pada masukan sehingga variabel terkontrol berada dalam kisaran sempit di sekitar titik patokan tertentu (lihat h. 16). Umpan-balik negatif mempertahankan konsentrasi plasma suatu hormon pada kadar tertentu, serupa dengan pendingin ruangan yang mempertahankan suhu kamar pada suhu yang telah ditentukan. Kontrol sekresi hormon menyediakan beberapa contoh fisiologik klasik umpan-balik negatif. Sebagai contoh, ketika konsentrasi plasma hormon tiroid bebas dalam darah turun di bawah "patokan" tertentu, hipofisis anterior mengeluarkan thyroid-stimulating hormone (TSH)



  



693



REFLEKS NEUROENDOKRIN Banyak sistem kontrol endokrin melibatkan refleks neuroendokrin, yang mencakup baik komponen saraf maupun hormon. Tujuan refleks semacam ini adalah menghasilkan peningkatan mendadak sekresi hormon (yaitu, "menaikkan patokan termostat") sebagai respons terhadap rangsangan tertentu, sering berupa rangsangan eksternal terhadap tubuh. Pada beberapa keadaan, masukan saraf ke kelenjar endokrin menjadi satu-satunya faktor yang mengatur sekresi hormon. Sebagai contoh, sekresi epinefrin oleh medula adrenal dikontrol semata-mata oleh sistem saraf simpatis. Sebaliknya, sebagian sistem kontrol endokrin mencakup kontrol umpan-balik (yang mempertahankan kadar hormon di tingkat basal) dan refleks neuroendokrin (yang menyebabkan peningkatan mendadak sekresi sebagai respons terhadap peningkatan mendadak kebutuhan hormon tersebut). Salah satu contoh adalah peningkatan sekresi kortisol, "hormon stres", oleh korteks adrenal selama respons stres (lihat Gambar 19-9, h. 732). IRAMA DIURNAL (SIRKADIAN) Laju sekresi banyak hormon ber-



fluktuasi berirama naik-turun sebagai fungsi waktu. Irama endokrin yang paling umum adalah irama diurnal ("siang-malam") atau sirkadian ("dalam sehari") yang ditandai oleh osilasi berulang kadar hormon yang sangat teratur dan bersiklus satu kali 24 jam. Irama ini disebabkan oleh osilator endogen serupa dengan neuron pemacu pernapasan dibatang otak yang mengontrol gerakan napas berirama, kecuali bahwa osilator ini bersiklus jauh lebih lama. Selain itu, tidak seperti irama napas, irama endokrin terkunci, atau terjebak ke petunjuk eksternal misalnya siklus terang-gelap. Siklus 24 jam bawaan naik turunnya sekresi hormon dilakukan untuk me-nyamai "derap langkah" siklus terang dan gelap. Sebagai contoh, sekresi kortisol meningkat pada malam hari, mencapai puncaknya pada pagi sebelum yang bersangkutan terjaga, kemudian turun sepanjang hari hingga titik terendah pada saat tidur malam (Gambar 18-2). Irama dan kausa inheren hormon tidak dilakukan oleh kelenjar endokrin itu sendiri, tetapi akibat perubahan titik patokan kelenjarkelenjar tersebut oleh susunan saraf pusat. Kita akan membahas jam biologis utama pada bagian selanjutnya. Mekanisme umpan-balik negatif bekerja untuk mempertahankan berapapun titik patokan yang ditetapkan untuk saat itu. Sebagian siklus endokrin bekerja pada skala waktu di luar irama sirkadian, dengan contoh yang terkenal adalah siklus haid bulanan.



   hapter



Konsentrasi kortisol plasma



yang merangsang tiroid untuk meningkatkan sekresi hormon tiroidnya. Hormon tiroid nantinya menghambat sekresi lebih lanjut TSH oleh hipofisis anterior. Umpan-balik negatif menjamin bahwa jika sekresi kelenjar tiroid telah "dinyalakan" oleh TSH, sekresi tersebut tidak akan berlanjut tanpa kendali, tetapi akan "dipadamkan" jika kadar hormon bebas dalam darah telah mencapai tingkat yang telah ditentukan. Karena itu, efek suatu hormon tertentu dapat menghambat sekresinya sendiri. Lengkung umpanbalik sering menjadi cukup rumit.



N



M



N



N



M



N



M



N



M



Waktu



KUNCI N = siang hari M = tengah malam Gambar 18-2



M



Terang



Gelap



Irama diurnal sekresi kortisol.



(Sumber: Diadaptasi dari George A. Hedge, Howard D. Colby, dan Robert L. Goodman, Clinical Endocrine Physiology, Gambar 1-13, h. 28. © 1987, dengan izin dari Elsevier.)



Kelainan konsentrasi plasma efektif suatu hormon dapat berasal dari berbagai faktor (Tabel 18-1). Penyakit endokrin umumnya disebabkan oleh konsentrasi yang tidak sesuai yaitu, sekresi hormon terlalu sedikit (hiposekresi) atau terlalu banyak (hipersekresi). Kadang-kadang, disfungsi endokrin disebabkan oleh penurunan mencolok responsivitas sel sasaran, meskipun kadar hormon dalam plasma normal. HIPOSEKRESI Hiposekresi primer terjadi ketika sebuah kelenjar



endokrin mengeluarkan hormon terlalu sedikit karena kelainan di dalam kelenjar. Hiposekresi sekunder terjadi ketika kelenjar endokrin normal tetapi mengeluarkan hormon terlalu sedikit karena defisiensi hormon tropiknya. Berikut ini adalah contoh di antara berbagai faktor berbeda (masing-masing dengan contoh) yang dapat menyebabkan hiposekresi primer: (1) genetik (ketiadaan bawaan suatu enzim yang mengatalisis sintesis hormon, seperti ketidakmampuan menyintesis kortisol karena ketiadaan enzim spesifik di korteks adrenal); (2) makanan (kekurangan iodium, yang diperlukan untuk sintesis hormon tiroid); (3) kimia atau toksin (residu insektisida tertentu dapat merusak korteks adrenal); (4) imunologik (antibodi autoimun dapat merusak jaringan tiroid tubuh sendiri); (5) proses penyakit lain (kanker atau tuberkulosis dapat secara kebetulan merusak kelenjar endokrin); (6) iatrogenik (disebabkan oleh dokter, misalnya pengangkatan kanker kelenjar tiroid secara bedah); dan (7) idiopatik (berarti kausa tidak diketahui). HIPERSEKRESI Seperti hiposekresi, hipersekresi oleh kelenjar endokrin tertentu dibagi menjadi primer atau sekunder masingmasing bergantung pada apakah defek terletak di kelenjar tersebut atau disebabkan oleh rangsangan berlebihan dari luar. Hipersekresi



❚ TABEL 18-1 Cara



Timbul Penyakit Endokrin



Aktivitas Hormon Terlalu Rendah



Aktivitas Hormon Terlalu Tinggi



Jumlah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin terlalu sedikit (hiposekresi)* Peningkatan pembuangan hormon dari darah



Jumlah hormon yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin terlalu banyak (hipersekresi)* Pengurangan pengikatan hormon ke protein plasma (hormon bebas yang aktif secara biologis meningkat) Berkurangnya pembersihan hormon dari darah Berkurangnya inaktivasi



Kelainan responsivitas jaringan terhadap hormon Tidak adanya reseptor sel sasaran Tidak adanya suatu enzim yang esensial bagi respons sel sasaran



Berkurangnya ekskresi



* Kuasa tersaing disfungsi endokrin



dapat disebabkan oleh (1) tumor yang mengabaikan masukan sinyal regulatorik normal dan terus menerus mengeluarkan hormon secara berlebihan dan (2) faktor imunologik, misalnya rangsangan berlebihan kelenjar tiroid oleh antibodi ab normal yang memiliki kerja mirip TSH, hormon tropik tiroid. Peningkatan berlebihan kadar suatu hormon juga dapat disebabkan oleh penyalahgunaan suatu bahan, misalnya pemakaian ilegal hormon steroid tertentu oleh sebagian atlet untuk meningkatkan massa otot dengan mendorong sintesis protein di sel otot (lihat h. 298). GANGGUAN RESPONSIVITAS SEL SASARAN Disfungsi endokrin juga dapat terjadi karena sel sasaran tidak berespons secara adekuat terhadap hormon, meskipun konsentrasi efektif hormon dalam plasma berjumlah normal. Ketidakpekaan ini dapat disebabkan, misalnya, oleh ketiadaan bawaan reseptor untuk hormon, seperti pada sindrom feminisasi testis. Pada keadaan ini, reseptor untuk testosteron, hormon maskulinisasi yang diproduksi oleh testis pria, tidak dibentuk karena defek genetik spesifik. Meskipun kadar testosteron adekuat, tidak terjadi maskulinisasi, seolah-olah tidak terdapat testosteron.



Berbeda dengan disfungsi endokrin akibat kelainan reseptor tanpa disengaja, reseptor sel sasaran untuk hormon tertentu dapat dengan sengaja diubah akibat mekanisme kontrol fisiologik. Respons sel sasaran terhadap hormon berkaitan dengan jumlah reseptor sel yang ditempati oleh molekul hormon tersebut, yang nantinya bergantung tidak saja pada konsentrasi hormon dalam plasma tetapi juga pada jumlah reseptor di sel sasaran untuk hormon tersebut. Karena itu, respons suatu sel sasaran terhadap konsentrasi plasma tertentu dapat diturunkan atau ditingkatkan dengan mengubah jumlah reseptor yang tersedia untuk mengikat hormon.



REGULASI TURUN (PENURUNAN) Sebagai ilustrasi tentang pengaturan cermat ini, ketika konsentrasi insulin plasma meningkat secara kronis, jumlah total reseptor sel sasaran untuk insulin berkurang bertahap akibat efek langsung peningkatan kadar insulin pada reseptor insulin. Fenomena ini, yang dikenal sebagai regulasi turun, merupakan mekanisme umpan-balik negatif lokal penting yang mencegah sel sasaran bereaksi berlebihan terhadap konsentrasi insulin yang tinggi, yaitu sel sasaran rnengalami desensitisasi terhadap insulin sehingga membantu menumpulkan efek hipersekresi insulin. Regulasi turun insulin terjadi melalui mekanisme berikut. Pengikatan insulin dengan reseptor permukaannya mula-mula memicu respons sel terarah, kemudian menginduksi endositosis diperantarai-reseptor pada kompleks hormon reseptor, yang kemudian diserang oleh enzim-enzim lisosom intrasel (lihat h. 32). Internalisasi ini memiliki dua tujuan: menyediakan jalur untuk menguraikan hormon setelah hormon tersebut menimbulkan efeknya dan membantu mengatur jumlah reseptor yang tersedia untuk pengikatan di permukaan sel sasaran. Pada konsentrasi insulin plasma yang tinggi, jumlah reseptor permukaan untuk insulin secara bertahap berkurang akibat laju internalisasi reseptor dan degradasi yang tinggi yang ditimbulkan oleh peningkatan pengikatan hormon. Laju sintesis reseptor baru di retikulum endoplasma dan penyisipannya di membran plasma tidak dapat mengimbangi laju destruksi mereka. Seiring dengan waktu, berkurangnya reseptor sasaran yang diinduksi oleh dirinya sendiri menyebabkan sensitivitas sel sasaran terhadap peningkatan kadar hormon berkurang. PERMISIVITAS, SINERGISME, DAN ANTAGONISME Efek



suatu hormon dipengaruhi tidak saja oleh konsentrasi hormon itu sendiri tetapi juga oleh konsentrasi hormon lain yang berinteraksi dengannya. Karena hormon tersebar luas di seluruh darah, sel sasaran dapat terpajan ke banyak hormon secara bersamaan, menimbulkan banyak interaksi hormon kompleks di sel sasaran. Hormo sering mengubah reseptor untuk hormon jenis lain sebagai bagian dari aktivitas fisiologik normalnya. Suatu hormon dapat memengaruhi aktivitas hormon lain di sel sasaran tertentu melaui satu dari tiga cara: permisivitas, sinergisme, dan antagonisme. Pada permisivitas, satu hormon harus ada dalam jumlah memadai agar hormon lain dapat berefek secara penuh. hormon pertama meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap hormon kedua dengan meningkatkan jumlah reseptor untuk hormon kedua. Sebagai contoh, hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor untuk epinefrin di sel sasaran epinefrin, meningkatkan efektivitas epinefrin. Tanpa hormon tiroid, efektivitas epinefrin hanya marginal. Sinergisme terjadi jika, kerja beberapa hormon bersifat saling melengkapi dan efek kombinasi mereka lebih besar daripada penjumlahan efek masing-masing. Salah satu contohnya adalah kerja sinergistik follicle-stimulating hormone dan testosteron, keduanya dibutuhkan untukmempertahankan laju normal produksi sperma. Sinergisme terjadi karena pengaruh masingmasing hormon terhadap jumlah atau afinitas (keter-tarikan) reseptor untuk hormon yang lain.



   695



Antagonisme terjadi ketika suatu hormon menyebabkan berkurangnya reseptor untuk hormon lain, mengurangi efektivitas hormon kedua. Sebagai gambaran, progesteron (suatu hormon yang disekresikan selama kehamilan yang mengurangi kontraksi uterus) menghambat kepekaan uterus terhadap estrogen (hormon lain yang dikeluarkan selama kehamilan yang meningkatkan kontraksi uterus). Dengan menyebabkan hilangnya reseptor estrogen di otot polos uterus, progesteron mencegah estrogen melaksanakan efek eksitatoriknya selama kehamilan dan menjaga lingkungan uterus tetap tenang (tidak berkontraksi) agar janin dapat berkembang.



Bab 14), hormon hati (trombopoietin di Bab 11 dan hepsidin di Bab 16), timosin dari timus (Bab 12), peptida natriuretik atrium dan otak dari jantung (Bab 14), hormon gastrointestinal (GI) (Bab 16), leptin dan adipokin lain dari jaringan lemak (Bab 17), dan sinyal rasa lapar kenyang dari saluran pencernaan (Bab 17). Hormon sisanya dijelaskan secara lebih terperinci di bab ini dan dua bab selanjutnya. Kita memulai bab ini dengan kelenjar endokrin sentral kelenjar yang berada di otak sendiri atau berkaitan erat dengan otak yaitu, hipotalamus, kelenjar hipofisis, dan kelenjar pineal. Kelenjar endokrin perifer dibahas di bab-bab berikutnya.



Ini adalah gambaran singkat fungsi umum sistem endokrin. Tabel 18-2 di h. 698–699 merangkum fungsi-fungsi spesifik terpenting hormon-hormon utama. Meskipun daftarnya tampak lengkap, masih terdapat beragam "kandidat" hormon atau hormon potensial yang belum digolongkan secara penuh sebagai hormon, karena mereka belum cukup memenuhi definisi klasik suatu hormon atau karena mereka baru ditemukan sehingga status hormon mereka masih belum dipastikan. Tabel tersebut juga tidak menyertakan sitokin yang dikel uarkan oleh sel efektor sistem pertahanan (sel darah putih dan makrofag; lihat h. 443) dan berbagai faktor pertumbuhan yang mendorong pertumbuhan jaringan spesifik, misalnya faktor pertumbuhan epidermis dan faktor pertumbuhan saraf. Selain itu, kemungkinan akan ditemukan hormon-hormon baru, dan mungkin dijumpai fungsi-fungsi baru hormon yang sudah diketahui. Sebagai contoh, peran vasopresin dalam menghemat H2O selama pembentukan urine adalah yang pertama kali ditemukan, diikuti kemudian oleh penemuan efek konstriktornya pada arteriol. Lebih baru lagi, vasopresin juga diketahui berperan dalam demam, belajar, mengingat, dan perilaku. Sebagian hormon yang tercantum di tabel telah dibicarakan di tempat lain dan tidak dibahas lebih lanjut di sini; hormon-hormon tersebut adalah hormon ginjal (eritropoietin di Bab 11 dan renin di -



Periksa Pemahaman Anda 18.1 1. Jelaskan ketiga mekanisme umum pengendalian sekresi hormon yang umum untuk berbagai hormon berbeda. 2. Jelaskan regulasi turun, permisivitas, sinergisme, dan antagonisme.



Kelenjar hipofisis, atau pituitary, adalah kelenjar endokrin kecil yang terletak di rongga tulang di dasar otak tepat di bawah hipotala-mus (Gambar 18-3). Hipofisis dihubungkan dengan hipotalamus oleh sebuah tangkai penghubung tipis. Jika Anda menunjukkan satu jari antara kedua mata dan jari lain mengarah ke salah satu telinga Anda, titik imajiner tempat garis-garis ini berpotongan adalah letak hipofisis Anda.



Hipotalamus Tulang



Hipotalamus Klasma optikum Lobus anterior hipofisis



Lobus posterior hipofisis



(a) Hubungan kelenjar hipofisis dengan hipotalamus serta bagian otak lainnya. Gambar 18-3 Anatomi kelenjar hipofisis.



  



hapter



Hipofisis anterior



Tangkai penghubung



Hipofisis posterior



(b) Pembesaran kelenjar hipofisis dan hubungannya dengan hipotalamus.



Hipofisis memiliki dua lobus yang secara anatomis dan fungsional berbeda, hipofisis posterior dan hipofisis anterior (Gambar 18-3 dan foto pembuka bab). Hipofisis posterior terdiri dari jaringan saraf dan karenanya juga dinamai neurohipofisis. Hipofisis anterior terdiri dari jaringan epitel kelenjar dan karenanya juga dinamai adenohipofisis (adeno artinya "kelenjar"). Hipofisis anterior dan posterior hanya memiliki kesamaan lokasi. Mereka berasal dari jaringan embrional yang berbeda, memiliki fungsi yang berbeda, dan berada di bawah mekanisme kontrol yang berbeda. Pelepasan hormon dari hipofisis anterior dan posterior dikontrol secara langsung oleh hipotalamus, tetapi sifat dari kedua hubungan ini sepenuhnya berbeda. Hipofisis posterior terhubung ke hipotalamus melalui jalur saraf, sementara hipofisis anterior terhubung ke hipotalamus melalui sambungan vaskular yang unik. Kita akan membahas hipofisis posterior terlebih dulu.



Hipotalamus dan hipofisis posterior membentuk suatu sistem neuroendokrin yang terdiri dari suatu populasi neuron neurosekretorik yang badan selnya terletak di dua kelompok di hipotalamus, yaitu nukleus supraoptikus dan nukleus paraventrikel. Akson dari neuron-neuron ini turun melalui tangkai penghubung tipis untuk berakhir di kapiler di hipofisis posterior (Gambar 18-4). Hipofisis posterior terdiri dari ujung-ujung saraf ini plus sel penunjang mirip-glia yang disebut pituisit. Secara fungsional dan anatomis, hipofisis posterior sebenarnya hanya perpanjangan dari hipotalamus. Hipofisis posterior sebenarnya tidak menghasilkan hormon apapun. Bagian ini hanya menyimpan dan, setelah mendapat rangsangan yang sesuai, mengeluarkan dua hormon peptida kecil, vasopresin dan oksitosin, yang disintesis oleh badan sel neuron di hipotalamus, ke dalam darah. Kedua peptida hidrofilikini dibuat di nukleus supraoptikus dan paraventrikel, tetapi satu neuron hanya dapat menghasilkan salah satu dari kedua hormon ini. Hormon yang disintesis dikemas dalam granula sekretorik yang diangkut oleh motor molekular menuruni sitoplasma akson (lihat h. 50) dan disimpan di terminal neuron di hipofisis posterior. Setiap ujung saraf ini menyimpan vasopresin atau oksitosin. Karena itu, hormon-hormon ini dapat dikeluarkan secara independen sesuai kebutuhan. Akibat sinyal stimulatorik ke hipotalamus, vasopresin atau oksitosin dilepaskan ke dalam darah sistemik dari hipofisis posterior melalui proses eksositosis granula sekretorik yang sesuai. Pelepasan hormon ini terjadi sebagai respons terhadap potensial aksi yang berasal dari badan sel hipotalamus dan merambat ke ujung saraf di hipofisis posterior. Seperti pada neuron lainnya, potensial aksi dihasilkan di neuron neurosekretorik ini sebagai respons terhadap sinyal sinaptik ke badan sel saraf. Kerja vasopresin dan oksitosin dirangkum secara singkat di sini untuk menuntaskan pembahasan kita tentang endokrin. Keduanya dijelaskan dengan lebih terperinci di bagian lain vasopresin di Bab 14 dan 15 dan oksitosin di Bab 20. VASOPRESIN Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH) memiliki dua efek utama yang sesuai dengan namanya: (1) meningkatkan retensi H2O oleh nefron ginjal selama pembentukan urine (efek antidiuretik), dan (2) menyebabkan kontraksi otot polos arteriol (suatu efek presor pembuluh). Efek pertama memiliki peran fisiologik lebih penting. Pada kondisi normal, vasopresin adalah faktor endokrin utama yang mengatur pengeluaran H2O dalam urine dan keseimbangan H2O secara keseluruhan. Sebaliknya, vasopresin dalam kadar biasa hanya berperan minimal dalam mengatur tekanan darah melalui efek presornya. Kontrol utama pelepasan vasopresin terinduksi-hipotalamus dari hipofisis posterior adalah masukan dari osmoreseptor hipotalamus, yang meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respons terhadap peningkatan osmolaritas plasma. Masukan yang lebih lemah dari reseptor volume atrium kiri meningkatkan sekresi vasopresin sebagai respons terhadap penurunan volume CES dan



Nukleus supraoptikus Badan sel neuron neurosekretorik di hipotalamus (menghasilkan vasopresin dan oksitosin) Hipotalamus



1



Nukleus paraventrikel Akson



2



Ujung neuron di hipofisis posterior (melepaskan vasopresin dan oksitosin ke dalam darah sistemik )



Tangkai hipotalamus hipofisis posterior Kapiler 3



Hipofisis anterior



Hipofisis posterior



KUNCI = Vasopresin = Oksitosin



Darah vena sistemik keluar



Darah arteri sistemik masuk



Vasopresin



Oksitosin



Nefron di ginjal



Arteriol di seluruh tubuh



Uterus



Meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H2O



Menyebabkan vasokonstriksi



Merangsang kontraksi uterus



Kelenjar mamaria



Merangsang ejeksi susu selama menyusui



1 Nukleus paraventrikel dan supraoptikus mengandung neuron-neuron yang menghasilkan vasopresin dan oksitosin. Hormonnya, vasopresin atau oksitosin bergantung pada neuronnya, disintesis di badan sel neuron di hipotalamus. 2 Hormon mengahr menyusuri akson untuk disimpan di ujung neuron di dalam hipofisis posterior. 3 Jika neuron mengalami eksitasi, hormon simpanan dibebaskan dari ujung-ujung saraf ini ke dalam darah sistemik untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Gambar 18-4 Hubungan hipotalamus dan hipofisis posterior.



tekanan darah arteri (lihat h. 588). (Untuk keterangan lebih lanjut tentang makna sekresi vasopresin ketika berolahraga pada keadaan panas, lihatlah fitur dalam kotak di h. 700, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.)



  



697



❚ TABEL 18-2



Ringkasan Hormon-Hormon Utama



Kelenjar endokrin



Hormon



Hipotalamus



Hormon pelepas dari penghambat (TRH, CRH, GnRH, GHRH, somatostatin, PRH, dopamin)



Hipofisis anterior



Mengontrol pengeluaran hormon-hormon hipofisis anterior



Hipofisis posterior (hormon disimpan di sini)



Vasopresin (hormon antidiuretik, ADH)



Tubulus ginjal



Meningkatkan reabsorpsi H2O



Ateriol



Menyebabkan vasokonstriksi



Oksitosin



Uterus



Meningkatkan kontraktilitas



Kelenjar mamaria



Menyebabkan ejeksi susu



Sel Sasaran



Fungsi Utama Hormon



(payudara) Hipofisis anterior



Thyroid-stimulating hormone SH)



Sel folikel tiroid



Zona fasikulata dan zona Hormon adrenokortikotropik (ACTH) retikularis korteks adrenal



Merangsang sekresi kortisol



Hormon pertumbuhan (GH) Tulang dan jaringan lunak



Esensial, tetapi tidak satu-satunya yang berperan pada pertumbuhan; melalui IGF-1, secara tidak langsung merangsang anabolisme protein dan pertumbuhan tulang dan jaringan lunak; efek metabolik langsung mencakup mobilisasi lemak dan penghematan glukosa



Hati Follicie-stimulating hormone Wanita: folikel ovarium (FSH)



Luteinizing hormone (LH)



Prolaktin (PRL)



Sel C kelenjar tiroid



Merangsang sekresi IGF-1 Mendorong pertumbuhan dan perkembangan folikel; merangsang sekresi estrogen.



Pria: tubulus seminiferosa di testis



Merangsang produksi sperma



Wanita: folikel ovarium dan korpus luteum



Merangsang ovulasi, perkembangan korpus luteum, serta sekresi estrogen dan progesteron



Pria: sel interstisium Leydig di testis



Kelenjar pineal



Merangsang sekresi T3 dan T4



Wanita: kelenjar mamaria



Merangsang sekresi testosteron Mendorong perkembangan payudara; merangsang sekresi susu



Pria



Tidak jelas



Melatonin



Otak, hipofisis anterior, organ reproduksi, sistem imun,dan kemungkinan lainnya



Menyesuaikan irama biologis tubuh dengan petunjuk eksternal; menghambat gonadotropin; penurunannya mungkin memicu pubertas; bekerja sebagai antioksidan; meningkatkan imunitas



Tetraiodotironin (T4 atau tiroksin); tri-iodotironin (T3)



Sebagian besar sel



Meningkatkan laju metabolik; esensial bagi pertumbuhan normal dan perkembangan saraf



Kalsitonin



Tulang



Menurunkan konsentrasi Ca2+ plasma



Tubulus ginjal



Meningkatkan reabsorpsi Na+ dan sekresi K+



Kortisol (glukokortikoid)



Sebagian besar sel



Meningkatkan glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein; berperan dalam adaptasi stres



Androgen (dehidroepiandrosteron)



Wanita: otak dan tulang



Berperan dalam lonjakan pertumbuhan masa pubertas dan dorongan seks pada wanita



Epinefrin dan norepinefrin



Tempat reseptor simpatis di seluruh tubuh



Memperkuat sistem saraf simpatis; berperan dafam adaptasi stres dan regulasi tekanan darah



Korteks adrenal Zona glomerulosa



Aldosteron (mineralokortikoid)



Zona fasikulata dan zona retikularis



Medula adrenal



berlanjut



Kelenjar endokrin



Hormon



Sel Sasaran



Fungsi Utama Hormon



Pankreas endokrin (pulau Langerhans)



Insulin (sel b)



Sebagian besar sel



Mendorong penyerapan, pemakaian, dan penyimpanan nutrien oleh sel



Glukagon (sel a)



Sebagian besar sel



Penting untuk mempertahankan kadar nutrien dalam darah selama masa pasca-absorpsi



Somatostatin (D sel)



Sistem pencernaan



Menghambat pencernaan dan penyerapan nutrien



Kelenjar paratiroid



Hormon paratiroid



Tulang, ginjal, usus



Meningkatkan konsentrasi Ca2+ plasma; menurunkan konsentrasi PO43- plasma; merangsang aktivasi vitamin D



Gonad wanita: Ovarium



Estrogen (estradiol



Organ seks wanita dan tubuh secara keseluruhan



Mendorong perkembangan folikel; mengatur perkembangan karakteristik seks sekunder wanita; merangsang pertumbuhan uterus dan payudara



Tulang



Mendorong penutupan lempeng epifisis



Progesteron



Uterus



Mempersiapkan untuk kehamilan



Testosteron



Organ seks pria dan tubuh Merangsang produksi sperma; mengatur secara keseluruhan perkembangan karakteristik seks sekunder pria; menimbulkan dorongan seks



Gonad pria:Testis



(PTH)



Tulang



Meningkatkan lonjakan pertumbuhan masa pubertas; mendorong penutupan lempeng epifisis



Testis dan ovarium



inhibin



Hipofisis anterior



Menghambat sekresi FSH



Plasenta



Estrogen (estriol) dan progesteron



Organ seks wanita



Membantu mempertahankan kehamilan; mempersiapkan payudara untuk menyusui



Gonadotropin korionik manusia (hCG)



Korpus luteum ovarium



Mempertahankan korpus luteum kehamilan



Renin (dengan mengaktifkan angiotensin)



Zona glomerulosa korteks Merangsang sekresi aldosteron; angiotensin II adrenal (dipengaruhi oleh juga merupakan vasokonstriktor kuat dan merangsang rasa haus angiotensin, yang diaktifkan oleh renin)



Eritropoietin



Sumsum tulang



Merangsang produksi eritropoietin



Ghrelin



Hipotalamus



Sinyal rasa lapar; merangsang nafsu makan



Kelenjar eksokrin dan otot polos saluran cerna; pankreas; hati; kandung empedu



Mengontrol motilitas dan sekresi untuk



Peptida insulinotropik dependen-glukosa (GIP)



Pankreas endokrin



Merangsang sekresi insulin



Peptida YY3-36



Hipotalamus



Sinyal kenyang; menekan nafsu makan



Faktor pertumbuhan



Tulang dan jaringan lunak



Mendorong pertumbuhan



Trombopoietin



Sumsum tulang



Merangsang produksi trombosit



Hepsidin



Usus



Menghambat absorpsi besi ke daiam darah



Kulit



Vitamin D



Usus



Meningkatkan penyerapan Ca2+ dan PO43- yang



Timus



Timosin



Limfosit T



dicerna



Jantung



Peptida natriuretrik atrium dan otak (ANP; BNP)



Tubulus ginjal



Meningkatkan proliferasi dan fungsi limfosit T



Leptin



Hipotalamus



Lambung



Gastrin



Usus halus



Hati



Jaringan lemak



Sekretin dan kolesistokinin (CCK)



      



Ginjal



mirip-insulin I (IGF-1)



mempermudah



proses



pencernaan



dan



penyerapan



Menghambat reabsorpsi Na+ Menekan nafsu makan; penting dalam kontrol jangka-panjang berat badan



Adipokin lain



Berbagai tempat



Berperan dalam metabolisme dan peradangan



❚ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



K



Respons Endokrin Terhadap Efek Kombinasi Panas dan Olahraga



hot e



panas menyebabkan pengeluaran cairan dalam jumlah besar melalui keringat. Secara bersamaan, dibutuhkan pengalihan darah ke kulit agar terjadi pendinginan dan peningkatan aliran darah untuk memberi makan otot-otot yang aktif. Untuk mempertahankan curah jantung, aliran balik vena juga harus memadai. Sistem neurosekretorik hipotalamus-hipofiss posterior berespons terhadap berbagai kebutuhan cairan yang saling bertentangan ini dengan mengeluarkan vasopresin penghemat air sehingga menurunkan pengeluaran urine untuk menjaga volume plasma. Studi-studi umumnya memperlihatkan bahwa ofahraga dalam keadaan panas merangsang pengeluaran vasopresin, yang menyebabkan penurunan pengeluaran cairan melalui unne. Dalam satu penelitan yang



OKSITOSIN Oksitosin merangsang kontraksi otot polos uterus un-



tuk membantu mengeluarkan janin selama persalinan, dan hormon ini juga merangsang ejeksi susu dari kelenjar mamaria (payudara) selama menyusui. Sekresi oksitosin ditingkatkan oleh refleks-refleks yang berasal dari jalan lahir selama persalinan dan oleh refleks yang terpicu ketika bayi mengisap payudara. Selain kedua efek fisiologik utama tersebut, oksitosin memengaruhi berbagai perilaku, terutama perilaku ibu. Sebagai contoh, hormon ini meningkatkan ikatan batin antara ibu dan bayinya. Karena alasan ini, oksitosin terkadang dinamakan "hormon cinta" atau "senyawa kimia pelukan". Studi terkini menyatakan bahwa oksitosin berperan dalam hubungan kedekatan manusia jenis lain-nya, seperti membantu mengikatkan pasangan satu sama lain.



Sebagian besar hormon hipofisis anterior bersifat tropik. Tidak seperti hipofisis posterior, yang mengeluarkan hormon yang disintesis oleh hipotalamus, hipofisis anterior itu sendiri membentuk hormon-hormon yang akan dibebaskannya ke dalam darah. Lima populasi sel berbeda di dalam hipofisis anterior mengeluarkan enam hormon peptida utama. Efek masing-masing hormon ini dijelaskan dengan lebih terperinci di bagian-bagian selanjutnya. Untuk saat ini, ulasan singkat mengerti sumber dan efek utama hormon-hormon tersebut memberikan alasan rasional untuk pemberian nama mereka (Gambar 18-5): 1. Sel hipofisis anterior yang dikenal sebagai somatotrop, menyekresi hormon pertumbuhan (GH, somatotropin), yaitu hormon primer yang bertanggung jawab mengatur pertumbuhan tubuh keseluruhan (somato berarti "tubuh"). GH juga menjalankan kerja metabolik yang penting.



  



hapter



dilakukan selama suatu gerak jalan 18 mil di bawah cuaca panas, curah urine rerata peserta turun menjadi 134 mL (curah urine normal selama periode waktu yang sama harusnya dua kali lipat dari jumlah tersebut), sementara pengeluaran keringat rerata adalah 4 liter. Hidrasi berlebihan sebelum olahraga tampaknya menurunkan intensitas respons ini, mengisyaratkan bahwa peningkatan vasopresin berkaitan dengan osmolaritas plasma. Jika kehilangan cairan tidak diganti secara adekuat, osmolaritas plasma meningkat. Ketika mendeteksi kondisi hipertonik ini, osmore-septor hipotalamus mendorong peningkatan sekresi vasopresin dari hipofisis posterior. Namun, sebagian peneliti percaya bahwa peningkatan pengeluaran vasopresin disebabkan oleh faktor lain, rnisalnya perubahan tekanan darah atau aliran darah ginjal. Apapun mekanismenya, pelepasan vasopresin adalah suatu respons fisiologik penting terhadap olahraga dalam cuaca panas.



2. Tirotrop menyekresi thyroid-stimulating hormone (TSH, tirotropin) yang merangsang sekresi hormon tiroid dan pertumbuhan kelenjar tiroid. 3. Kortikotrop menghasilkan dan membebaskan hormon adrenokortikotropik (ACTH, adrenokortikotropin), yaitu hormon yang merangsang sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan mendorong pertumbuhan korteks adrenal. 4. Gonadotrop menyekresi dua hormon yang bekerja pada gonad (organ reproduksi, yaitu testis dan ovarium)—follicie-stimulating hormon dan luteinizing hormone. follicle-stimulating hormone (FSH) membantu mengatur produksi gamet (sel reproduksi yang disebut ovum dan sperma) pada kedua jenis kelamin. Pada wanita, hormon ini merangsang pertumbuhan dan perkembangan folikel ovarium, tempat berkembangnya ovum atau sel telur. Hormon ini juga mendorong sekresi hormon estrogen oleh ovarium. Pada pria, FSH diperlukan untuk produksi sperma. 5. Luteinizing hormone (LH) membantu mengontrol sekresi hormon seks pada wanita dan pria, di samping fungsi penting lainnya pada wanita. LH juga mengatur sekresi hormon-hormon seks wanita, estrogen dan progesteron, oleh ovarium. Pada pria hormon ini merangsang testis untuk mengeluarkan hormon seks pria, yaitu testosteron. Pada wanita LH juga berperan dalam ovulasi (pelepasan telur) dan luteinisasi (pembentukan korpus luteum penghasil hormon di ovarium setelah ovulasi). Perhatikan bahwa FSH dan LH diberi nama berdasarkan fungsinya pada wanita. 6. Laktotrop menyekresi prolaktin (PRL) yang meningkatkan perkembangan payudara dan laktasi (produksi susu) pada wanita. Fungsi reproduktifnya pada pria belum jelas. Bukti terkini menunjukkan bahwa prolaktin mungkin meningkatkan sistem imun pada kedua jenis kelamin, yang sama sekali tidak berkaitan dengan perannya dalam fisiologi reproduksi.



Hipotalamus



Hipofisis anterior



Hipofisis posterior



TSH



ACTH



Prolaktin



Kelenjar tiroid



Korteks adrenal



Kelenjar mamaria



Hormon tiroid (T3 dan T4)



Kortisol



Pertumbuhan payudara dan sekresi susu



Kerja metabolik; respons stres



Peningkatan laju metabolik



Hormon pertumbuhan



atau Jaringan adiposa, otot, hati



Hati



IGF-I



Tulang



LH



(ovarium pada wanita)



Jaringan lunak Pertumbuhan



Kerja metabolik



FSH



Gonad



Sekresi hormon seks (estrogen dan progesteron progesteron pada wanita, testosteron pada pria)



(testis pada pria)



Produksi gamet (ovum pada wanita, sperma pada pria)



Gambar 18-5Fungsi hormon hipofisis anterior. Lima jenis sel endokrin yang berbeda menghasilkan enam hormon hipofisis anterior—TSH, ACTH, hormon pertumbuhan, LH, dan FSH (dihasilkan oleh tipe sel yang sama), dan prolaktin—yang memiliki beragam efek di seluruh tubuh.



  



701



Hal yang menarik, ACTH disintesis sebagai bagian dari molekul prekursor besar yang dikenal sebagai pro-opiome lanokortin (POMC). POMC dapat dipecah menjadi tiga produk aktif: ACTH, melanocyte-stimulating hormone (MSH), dan endorfin. Beberapa jenis sel yang berbeda menghasilkan POMC dan memecahnya dengan cara yang unik, bergantung pada enzim pemroses yang mereka punya, untuk menghasilkan produk aktif yang berbeda, bersama dengan peptida "sisa" yang tidak memiliki fungsi tertentu. Contohnya, sebagai produk aktif utama mereka dari molekul prekursor yang sama, kortikotrop menghasilkan ACTH; sebagai respons terhadap sinar UV dari matahari, keratinosit di kulit menghasilkan a-MSH, yang memacu penyebaran pigmen melanin dari melanosit di sekitarnya untuk menggelapkan kulit (lihat h. 474); neuron penekan nafsu makan di hipotalamus menyekresi a-MSH untuk mengontrol asupan makanan (lihat h. 671); dan neuron lain di SSP menghasilkan endorfin, suatu opiat endogen yang menekan rasa nyeri (lihat h. 206). GH, TSH, ACTH, FSH, dan LH adalah hormon tropik karena masing-masing mengatur sekresi kelenjar endokrin spesifik lain. FSH dan LH secara kolektif disebut sebagai gonadotropin karena mengontrol sekresi hormon-hormon seks oleh gonad. Karena GH menghasilkan efek merangsang pertumbuhan secara tak-langsung dengan merangsang pelepasan hormon di hati, insulin-like growth factor-1 (IGF-1), hormon ini juga merupakan hormon tropik. Hormon ini bekerja secara tidak langsung pada jaringan nonendokrin untuk menghasilkan efeknya. Di antara hormon-hormon hipofisis anterior, prolaktin adalah satu-satunya yang tidak merangsang sekresi hormon lain. Di antara hormon-hormon tropik, FSH, LH, dan hormon pertumbuhan berefek pada sel sasaran nonendokrin selain merangsang sekresi hormon lain.



❚ TABEL 18-3 Berbagai



TSH, ACTH, FSH, dan LH semuanya bekerja pada organ target mereka melalui pengikatan dengan reseptor bergandeng protein G yang mengaktifkan sistem caraka kedua cAMP (cyclic adenosin monofosfat) (lihat h. 124). GH dan PRL keduanya menjalankan efek mereka melalui jalur caraka kedua yang berbeda yang belum Anda kenali—jalur JAK/STAT. Pengikatan hormon ini ke reseptor membran permukaan sel target mereka pada sisi CES mengaktifkan enzim Janus kinase (JAK) yang melekat ke bagian sitosol reseptor. JAK memfosforilasi STAT (signal transducers and activators of transcription) di dalam sitosol. STAT yang terfosforilasi bergerak ke nukleus dan mengaktifkan transkripsi gen, menghasilkan sintesis protein baru yang membawa respons seluler. Tabel 18-3 merangkum jalur transduksi sinyal yang digunakan oleh hormonhormon utama untuk menimbulkan efeknya. Beberapa jalur ini akan didiskusikan pada bab ini dan bab terkait-endokrin selanjutnya. Beberapa yang lain didiskusikan ketika hormon-hormon ini tercakup di dalam bab-bab sebelumnya. Tabel ini menyatukan berbagai bahasan yang tersebar dalam satu tempat.



Tidak satupun hormon hipofisis anterior dikeluarkan dengan kecepatan tetap. Meskipun masing-masing hormon ini memiliki sistem kontrol unik tersendiri, terdapat beberapa pola regulasi umum. Dua faktor terpenting yang mengatur sekresi hormon hipofisis anterior adalah hormon hipotalamus dan umpan-balik oleh hormon kelenjar sasaran. Kerena mengeluarkan hormon-hormon yang mengontrol sekresi



Jalur Transduksi Sinyal yang Digunakan Oleh Berbagai Hormon Utama



Jalur Transduksi Sinyal



Jenis Reseptor yang Terlibat



Hasil Pengikatan Hormon ke Reseptor



Hormon yang menggunakan Jalur ini















LH, FSH, TSH, ACTH, vasopresin, epinefrin, norepinefrin, glukagon, PTH, CRH, GHRH, somatostatin, kalsitonin



iP3/Ca21 dan DAG/PKC







Mengubah protein tujuan yang sudah ada



TRH, GnRH, oksitosin











Insulin, insulin-like growth factor (IGF-1 dan IGF-II)



JAK/STAT



Reseptor membran permukaan yang berikatan dengan dan mengaktifkan enzim-enzim JAK, yang memfosforilasi STAT



Mengaktifkan transkripsi gen sehingga menyebabkan sinstesis protein tujuan



Hormon pertumbuhan, prolaktin







Reseptor sitoplasma atau inti intrasel



Mengaktifkan transkripsi gen sehingga menyebabkan sinstesis protein tujuan



Semua hormon lipofilik: hormon tiroid, kortisol, aldosteron, testoteron, estrogen, progesteron, vitamin D



  



hapter



berbagai hormon lain, hipofisis anterior sejak lama dijuluki sebagai "master gland" yang sebenarnya kurang tepat. Para ilmuwan kini mengetahui bahwa pelepasan setiap hormon hipofisis anterior umumnya dikontrol oleh hormon lain yang diproduksi oleh hipotalamus. Sekresi neurohormon regulatorik ini dikontrol oleh berbagai masukan sinyal saraf dan hormon ke sel neurosekretorik hipotalamus. PERAN HORMON PELEPAS DAN PENGHAMBAT HIPOTALAMUS Sekresi setiap hormon hipofisis anterior dirangsang atau



dihambat oleh satu atau lebih dari tujuh hormon hipofisiotropik hipotalamus (tropik artinya "merawat"). Hormon-hormon peptida kecil ini tercantum di Tabel 18-4. Hormon-hormon ini diberi nama hormon pelepas (releasing hormone) atau hormon penghambat (inhibiting hormone) bergantung pada kerjanya. Pada setiap kasus, efek primer hormon terlihat dari nama yang disandangnya. Sebagai contoh, thyrotropin-releasing hormone (TRH) merangsang pengeluaran TSH (alias tirotropin) dari hipofisis anterior, sementara prolactin-inhibiting hormone (PIH), yaitu dopamin (neurotransmiter yang sama dengan di nukleus basal dan dengan jalur " kenyamanan" di otak; lihat h. 164 dan 166), menghambat pelepasan prolaktin dari hipofisis anterior. Perhatikan bahwa umumnya hormon hipofisiotropik terlibat dalam rantai komando hierarki tiga hormon (Gambar 18-6): hormon hipofisiotropik hipotalamus (hormon 1) mengontrol pengeluaran hormon tropik hipofisis anterior (hormon 2). Hormon tropik ini nantinya mengatur sekresi hormon kelenjar endokrin sasaran (hormon 3) yang menimbulkan efek fisiologik. Urutan ketiga hormon ini dinamakan aksis endokrin, seperti pada aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid. Meskipun para ahli endokrinologi semula berspekulasi bahwa terdapat satu hormon hipofisiotropik untuk setiap hormon hipofisis anterior, kini diketahui bahwa banyak hormon hipotalamus me❚ TABEL 18-4 Hormon



Hipofisiotropik Utama



Hormon



Efek pada Hipofisis Anterior







Merangsang pengeluaran TSH (tirotropin) dan prolaktin



Corticotropin-Releasing Hormone (CRH)



Merangsang pengeluaran ACTH (kortikotropin)



Gonadotropin-Releasing Hormone (GnRH)



Merangsang pengeluaran FSH dan LH (gonadotropin)



Growth Hormone– Releasing Hormone (GHRH)



Merangsang pelepasan hormon pertumbuhan Menghambat pelepasan hormon pertumbuhan dan TSH



Prolactin-Releasing Hormone (PRH)



Merangsang pelepasan prolaktin Menghambat pengeluaran prolaktin



miliki lebih dari satu efek sehingga nama mereka hanya menunjukkan fungsi yang pertama kali diketahui. Selain itu, satu hormon hipofisis anterior mungkin diatur oleh dua atau lebih hormon hipofisiotropik, yang bahkan mungkin berefek berlawanan. Sebagai contoh, growth hormone-releasing hormone (GHRH) merangsang sekresi hormon pertumbuhan, sementara growth hormone-inhibiting hormone (GHIH) yang juga dikenal sebagai somatostatin, menghambatnya. Hasil somatotrop hipofisis anterior (yaitu, laju sekresi hormon pertumbuhan) sebagai respons terhadap dua sinyal yang bertentangan bergantung pada konsentrasi relatif hormon-hormon hipotalamus ini serta intensitas sinyal regulatorik lain. Di banyak bagian otak di luar hipotalamus dihasilkan carakacaraka kimiawi yang strukturnya identik dengan hormon pelepas dan penghambat hipotalamus dan dengan vasopresin. Berbagai caraka ini tidak dikeluarkan ke dalam darah, tetapi bekerja lokal sebagai neurotransmiter dan neuromodulator di tempat-tempat tersebut. Sebagai contoh, PIH identik dengan neurotransmitter dopamin. Pembawa lain diperkirakan memodulasi berbagai fungsi yang berkisar dari aktivitas motorik (TRH) hingga libido (GnRH) hingga belajar (vasopresin). Contoh-contoh ini semakin menggambarkan beragamnya cara caraka kimiawi bekerja. PERAN SISTEM PORTA HIPOTALAMUS-HIPOFISIS Hormon-



hormon regulatorik hipotalamus mencapai hipofisis anterior melalui hubungan vaskular yang unik. Berbeda dari koneksi saraf langsung antara hipotalamus dan hipofisis posterior, hubungan anatomik dan fungsional antara hipotalamus dan hipofisis anterior adalah suatu koneksi kapiler ke kapiler yang unik, sistem porta hipotalamushipofisis. Sistem porta adalah susunan pembuluh darah ketika darah vena mengalir langsung dari satu anyaman kapiler melalui pembuluh penghubung ke anyaman kapiler lain. Sistem porta yang terbesar dan paling dikenal adalah sistem porta hati, yang mengalirkan darah vena usus langsung ke hati untuk pemrosesan nutrien yang telah diserap (lihat h. 640). Meskipun jauh lebih kecil, sistem porta hipotalamushipofisis tidak kalah pentingnya, karena sistem ini menjadi penghubung penting antara otak dan sebagian besar sistem endokrin. Sistem ini berawal di dasar hipotalamus dengan sekelompok kapiler yang menyatu membentuk pembuluh-pembuluh porta halus, yang mengalir turun melalui tangkai penghubung ke dalam hipofisis anterior. Di sini pembuluh-pembuluh porta bercabang-cabang untuk membentuk sebagian besar kapiler hipofisis anterior, yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam sistem vena sistemik (Gambar 18-7).



Akibatnya, hampir semua darah yang mengalir ke hipofisis anterior mula-mula harus melewati hipotalamus. Karena pertukaran bahan antara darah dan jaringan sekitar hanya dapat terjadi melalui kapiler, sistem porta hipotalamus-hipofisis menjadi rute tempat hormon pelepas dan penghambat dapat diserap di hipotalamus dan diserahkan secara langsung dan segera ke hipofisis anterior dengan konsentrasi relatif tinggi, memintas sirkulasi umum. Jika sistem porta tidak ada, hormon-hormon hipofisiotropik yang diambil di hipotalamus akan dikembalikan ke jantung oleh sistem vena sistemik. Dari sini, hormon-hormon tersebut akan mengalir ke paru dan kembali ke jantung melalui sirkulasi paru, dan akhirnya masuk ke sistem arteri sistemik untuk disalurkan ke seluruh tubuh, termasuk hipofisis anterior. Proses ini tidak saja memerlukan waktu lebih lama



  



703



Masukan saraf



Masukan hormon



atau



Stres



atau



Neuron neurosekretorik hipotalamus



Hipotalamus



(menyekresikan) Hormon 1



(Sistem porta pendek khusus)



Corticofropin-releasing hormone



(Sistem porta pendek khusus)



atau Hipofisis anterior



Hipofisis anterior



(menyekresikan) Hormon 2



Hormon adrenokortikotropik (ACTH, kortikotropin)



Umpanbalik negatif



gulatorik hipotalamus berakhir di kapiler di pangkal sistem porta. Neuron-neuron hipotalamus ini mengeluarkan hormon mereka dengan cara yang sama seperti neuron hipotalamus yang menghasilkan vasopresin dan oksitosin. Hormon disintesis di badan sel dan kemudian diangkut ke ujung akson melalui motor molekuler. Hormon disimpan di sini hingga dilepaskan ke kapiler sekitar oleh rang-sangan yang sesuai. Perbedaan utama adalah bahwa hormon hipofisiotropik dibebaskan ke dalam pembuluh porta, yang menyalurkan mereka ke hipofisis anterior, tempat mereka mengontrol pelepasan hormonhormon hipofisis anterior ke dalam sirkulasi umum. Sebaliknya, hormon hipotalamus yang disimpan di hipofisis posterior itu sendiri dibebaskan ke dalam sirkulasi umum. KONTROL HORMON PELEPAS DAN PENGHAMBAT HIPOTALAMUS Apa yang mengatur



pengeluaran hormon hipofisiotropik? Seperti neuron lain, neuron-neuron yang mengeluarkan hormon-hormon regulatorik ini menerima (sirkulasi sistemik) (sirkulasi sistemik) banyak masukan informasi (baik saraf maupun hormon dan baik eksitatorik maupun inihibitorik) yang harus mereka integrasikan. Saat ini sedang dilakukan studi-studi untuk mengungKorteks adrenal Kelenjar endokrin sasaran kapkan sinyal saraf kompleks dari berbagai bagian otak ke neuron-neuron sekretorik hipofi(menyekresikan) siotropik. Sebagian dari sinyal ini membawa Kortisol Hormon 3 informasi tentang berbagai kondisi lingkungan. Salah satu contoh adalah peningkatan mencolok sekresi corticotropin-releasing hormone (CRH) sebagai respons terhadap stres (lihat Gambar (Sirkulasi umum) (Sirkulasi umum) 18-6). Juga terdapat banyak hubungan saraf antara hipotalamus dan bagian-bagian otak yang atau berkaitan dengan emosi (sistem limbik; lihat h. Sel sasaran Sebagian besar sel 165). Karena itu, ernosi sangat memengaruhi sekresi hormon-hormon hipofisiotropik. Gangguan haid yang kadang dialami oleh wanita dePerubahan metabolik yang ngan gangguan emosi adalah manifestasi umum Efek fisiologik membantu menahan stres hubungan ini. Selain diatur oleh berbagai bagian otak, Gambar 18-6 Rantai hierarki komando dan umpan-balik negatif dalam kontrol endokrin. Jalur neuron-neuron hipofisiotropik juga dikontrol umum yang terlibat dalam rantai hierarki komando di aksis hipotalamus-hipofisis anterior-kelenjar oleh berbagai sinyal kimiawi yang mencapai endokrin sasaran di perifer dijabarkan di kiri. Jalur di kanan yang menyebabkan sekresi kortisol merupakan contoh spesifik rantai komando endokrin ini. Hormon yang akhirnya dikeluarkan oleh kelenjar hipotalamus melalui darah. Tidak seperti bagian endokrin sasaran, misalnya kortisol, bekerja secara umpan-balik negatif untuk mengurangi sekresi otak lainnya, bagian-bagian hipotalamus tidak di hormon-hormon regulatorik yang hierarkinya febih tinggi dalam rantai komando tersebut. lindungi oleh sawar darah-otak sehingga dapat tetapi konsentrasi hormon hipofisiotropik juga akan jauh lebih dengan mudah memantau perubahan kimiawi di darah. Faktor rendah akibat pengenceran oleh volume darah yang sangat besar paling umum dalam darah yang paling memengaruhi neurosekresi yang mengalir melalui rute sirkulasi lazim ini. Akson neuron- hipotalamus adalah efek umpan-balik negatif hormon-hormon neuron neurosekretorik yang menghasilkan hormon-hormon re- kelenjar sasaran, yang akan kita bahas berikut ini.



  



hapter



1 Hormon hipofisiotropik (hormon pelepas dan hormon penghambat) yang diproduksi oleh neuron neuronsekretorik di hipotalamus masuk ke kapiler hipotalamus.



Neuron neurosekretorik di hipotalamus (menyekresikan hormon penghambat dan pelepas ke dalam sistem porta)



2 Kapiler-kapiler hipotalamus ini menyatu untuk membentuk sistem porta hipotalamus-hipofisis, yaitu penghubung vaskular ke hipofisis anterior.



Hipotalamus



1



Kapiler di hipotalamus



Darah arteri sistemik masuk



Sel endokrin hipofisi anterior (menyekresikan hormon hipofisis anterior ke dalam darah sistemik)



KUNCI



Darah vena sistemik keluar



= Hormon hipofisiotropik



4 Hormon hipofisiotropik, yang meninggalkan darah menembus kapiler hipofisis anterior, mengontrol pengeluaran hormon hipofisis anterior.



Sistem porta hipotalamushipofisis Hipofisis posterior



4



4 5



5



6



3 Sistem porta bercabang-cabang membentuk kapiler hipofisis anterior.



2



3



Kapiler di hipofisis anterior



1



Hormon pelepas dan penghambat



Hipofisis anterior



5 Hormon hipofisis anterior tertentu, setelah distimulasi oleh releasing hormone hipotalamus yang sesuai, disekresikan ke dalam kapiler-kapiler ini. 6 Kapiler-kapiler hipofisis anterior kembali menyatu untuk membentuk sebuah vena, yang digunakan oleh hormon-hormon hipofisis anterior untuk menyebar ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik.



= Hormon hipofisis anterior



Gambar 18-7 Hubungan vaskular antara hipotalamus dan hipofisis anterior.



Pada sebagian besar kasus, hormon hipofisiotropik memicu suatu rangkaian tiga-hormon: hormon hipofisiotropik, hormon tropik hipofisis anterior, dan hormon dari kelenjar endokrin sasaran di perifer. Selain menimbulkan efek fisiologiknya, hormon kelenjar sasaran biasanya juga menekan sekresi hormon tropik yang merangsang pengeluarannya. Umpan-balik negatif ini dilaksanakan oleh hormon kelenjar sasaran yang bekerja langsung pada hipofisis itu sendiri atau pada pelepasan hormon hipotalamus, yang pada gilirannya mengatur fungsi hipofisis anterior (lihat Gambar 18-6). Sebagai contoh, perhatikan sistem CRH-ACTH-kortisol. CRH (corticotropin-releasing hormone) hipotalamus merangsang hipofisis anterior untuk mengeluarkan ACTH (adrenocorticotropic hormone, atau kortikotropin) yang nantinya merangsang korteks adrenal untuk mengeluarkan kortisol. Hormon terakhir dalam sistem ini, kortisol, menghambat hipotalamus untuk mengurangi sekresi CRH dan juga bekerja langsung pada kortikotrop di hipofisis anterior untuk mengurangi sekresi ACTH. Melalui pendekatan ganda ini, kortisol membentuk kontrol umpan-balik negatif untuk menstabilkan konsentrasi plasmanya sendiri. Jika kadar kortisol plasma mulai meningkat melebihi suatu kadar yang telah ditentukan, kortisol menekan sendiri sekresinya lebih lanjut melalui efek inhibitorik pada hipotalamus dan hipofisis anterior. Mekanisme ini menjamin bahwa jika sistem hormon telah diaktifkan maka sekresi tidak akan berlanjut tanpa kendali. Jika kadar kortisol plasma turun di bawah patokan yang diinginkan, efek inhibitorik kortisol pada hipotalamus dan hipofisis anterior menurun sehingga



dorongan untuk sekresi kortisol (CRH-ACTH) meningkat. Hormon-hormon kelenjar sasaran lainnya bekerja melalui lengkung umpan-balik negatif serupa untuk mempertahankan kadar mereka relatif tetap dalam plasma pada titik patokan tertentu. Pada regulasi umpan-balik negatif yang bersifat menstabilkan ini bekerja irama diurnal yaitu, titik patokan berubah sebagai fungsi waktu dalam sehari. Selain itu, sinyal kontrol lain dapat menembus kontrol umpan-balik negatif untuk mengubah sekresi hormon (yaitu, mengubah titik patokan) jika terdapat kebutuhan khusus. Sebagai contoh, stres dapat meningkatkan titik patokan untuk sekresi kortisol. Fungsi dan kontrol terperinci semua hormon hipofisis anterior kecuali hormon pertumbuhan dibahas di bagian lain bersama dengan jaringan sasaran yang mereka pengaruhi; sebagai contoh, thyroid-stimulating hormone dibahas di bab berikut pada pembahasan tentang kelenjar tiroid. Karena itu, hormon pertumbuhan adalah satu-satunya hormon hipofisis anterior yang akan kita bahas saat ini, Periksa Pemahaman Anda 18.2 1. Gambarkan diagram air yang menunjukkan rantai hierarki komando dan umpan balik negatif dalam aksis hipotalamus-hipofisis anterior-kelenjar endokrin sasaran di perifer. 2. Sebutkan hormon hipofisis posterior, hormon hipofisis anterior, dan hormon hipofisiotropik. 3. Bandingkan cara yang digunakan oleh hipotalamus untuk mengontrol keluaran hormon dari hipofisis anterior dan hipofisis posterior.



  



705



Pada anak yang sedang tumbuh, terjadi sintesis neto protein di bawah pengaruh hormon pertumbuhan seiring dengan semakin besarnya tubuh. Pertambahan berat semata tidak sinonim dengan pertumbuhan karena pertambahan berat dapat terjadi akibat retensi H2O atau penyimpanan Iemak tanpa pertumbuhan jaringan yang sebenarnya. Pertumbuhan membutuhkan sintesis neto protein dan mencakup pemanjangan tulang-tulang panjang (tulang ekstremitas) serta peningkatan ukuran dan jumlah sel di jaringan lunak.



Persentase pertumbuhan total



100 Lonjakan pertumbuhan masa pubertas



80 60 40



Lonjakan pertumbuhan pascanatal



20 0 Lahir



2



4



6



8 10 12 Usia (tahun)



14



16



18



20



Gambar 18-8 Kurva pertumbuhan normal



Meskipun, seperti diisyaratkan oleh namanya, hormon pertumbuhan esensial bagi pertumbuhan, GH bukan satu-satunya penentu laju dan besar akhir pertumbuhan pada seseorang. Faktor-faktor berikut juga memengaruhi pertumbuhan: ■ Penentuan genetik kapasitas maksimal pertumbuhan seseorang. Pencapaian potensi pertumbuhan penuh ini selanjutnya bergantung pada banyak faktor yang tercantum di bawah ini. Diet yang memadai, termasuk protein total dan asam amino ■ esensial yang memadai untuk melaksanakan sintesis protein yang dibutuhkan untuk tumbuh. Anak dengan malnutrisi tidak pernah mencapai potensi pertumbuhan penuh mereka. Sebaliknya, seseorang tidak dapat melebihi pertumbuhan maksimal yang telah ditentukan secara genetik dengan mengonsumsi diet melebihi yang dibutuhkan. Kelebihan asupan makanan akan menyebabkan obesitas dan bukan pertumbuhan. ■ Bebas dari penyakit kronik dan kondisi lingkungan penuh stres. Hambatan pertumbuhan di bawah keadaan-keadaan yang kurang menguntungkan ini sebagian besar disebabkan oleh sekresi kortisol dari korteks adrenal yang dipicu oleh stres berkepanjangan. Kortisol memiliki beberapa efek anti-pertumbuhan yang kuat, misalnya mendorong penguraian protein, menghambat pertumbuhan tulang panjang, dan menghambat sekresi GH. Kadar normal hormon-hormon yang memengaruhi pertumbuh■ an. Selain GH yang mutlak dibutuhkan, hormon lain yang mencakup hormon tiroid, insulin, dan hormon seks berperan sekunder dalam mendorong pertumbuhan. Laju pertumbuhan tidaklah kontinu, demilcianjuga faktor-faktor yang mendorong pertumbuhan tidaklah sama selama periode pertumbuhan. Pertumbuhan janin terutama didorong oleh hormonhormon tertentu dari plasenta (organ pertukaran antara sistem sirkulasi janin dan ibu yang menghasilkan hormon; lihat h. 822), dengan ukuran saat lahir terutama ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. GH tidak berperan dalam perkembangan janin. Setelah lahir, GH dan faktor hormon non-plasenta lain mulai berperan penting dalam mengatur pertumbuhan. Faktor genetik dan nutrisi juga berpengaruh besar pada periode pertumbuhan ini. Anak memperlihatkan dua periode pertumbuhan pesatlonjakan pertumbuhan pascalahir ("setelah lahir") selama dua tahun pertama kehidupan dan lonjakan pertumbuhan pubertas selama remaja (Gambar 18-8). Dari usia 2 tahun hingga pubertas, laju per-



  



hapter



tumbuhan linier secara progresif menurun, meskipun anak tetap tumbuh. Sebelum pubertas tidak banyak perbedaan tinggi atau berat antara kedua jenis kelamin. Selama pubertas, terjadi akselerasi mencolok pertumbuhan linier karena tulang-tulang panjang memanjang. Pubertas dimulai pada usia sekitar 11 tahun pada anak perempuan dan 13 tahun pada anak dan berlangsung beberapa tahun pada kedua jenis kelamin. Mekanisme yang bertanggung jawab untuk lonjakan pertumbuhan masa pubertas belum sepenuhnya diketahui. Tampaknya faktor genetik dan lingkungan berperan. Beberapa bukti menunjukkan bahwa sekresi GH meningkat selama pubertas dan karenanya mungkin berperan dalam akselerasi pertumbuhan selama waktu ini. Selain itu, androgen (hormon seks "pria") yang sekresinya meningkat drastis saat pubertas, juga berperan menyebabkan lonjakan pertumbuhan pubertas dengan mendorong sintesis protein dan pertumbuhan tulang. Androgen poten dari testis pria, testosteron, sangat penting dalam mendorong peningkatan tajam tinggi badan pada anak laki. Androgen adrenal yang kurang poten dari kelenjar adrenal, yang juga meningkat sekresinya selama masa remaja, kemungkinan besar penting dalam lonjakan pertumbuhan pubertas pada anak perempuan. Meskipun sekresi estrogen oleh ovarium juga dimulai selama pubertas, belum jelas apa peran hormon seks wanita ini pada lonjakan pertumbuhan masa pubertas pada anak perempuan. Testosteron dan estrogen akhirnya bekerja pada tulang untuk menghentikan pertumbuhannya lebih lanjut sehingga tinggi dewasa penuh tercapai pada akhir masa remaja.



GH adalah hormon yang paling banyak dihasilkan oleh hipofisis anterior, bahkan pada orang dewasa yang pertumbuhannya telah berhenti, meskipun sekresi GH biasanya mulai berkurang setelah usia pertengahan. Sekresi berkelanjutan GH kadar tinggi setelah masa pertumbuhan menunjukkan bahwa hormon ini memiliki pengaruh penting lain di luar efek pada pertumbuhan, seperti efek metabolik. Kita akan secara singkat menguraikan efek rnetabolik GH sebelum mengalihkan perhatian ke efek pendorong-pertumbuh -annya.



Untuk menjalankan efek metaboliknya, GH terikat secara langsung dengan organ sasarannya, yaitu jaringan lemak, otot rangka, dan hati. GH meningkatkan kadar asam lemak dalam darah dengan meningkatkan penguraian lemak trigliserida yang tersimpan di jaringan adiposa, dan hormon ini meningkatkan kadar glukosa darah dengan mengurangi penyerapan glukosa oleh otot dan meningkatkan pengeluaran glukosa oleh hati. Otot menggunakan asam-asam lemak di atas dan bukan glukosa sebagai bahan bakar metabolik. Karena itu, efek metabolik keseluruhan GH adalah memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama sambil menghemat glukosa untuk jaringan dependen-glukosa misalnya otak. Otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metaboliknya, tetapi jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen (glukosa simpanan). Pola metabolik ini sesuai untuk mempertahankan tubuh selama masa puasa yang lama atau situasi ketika kebutuhan energi tubuh melebihi simpanan glukosa yang tersedia. GH juga merangsang penyerapan asam amino dan sintesis protein, tetapi tidak bekerja secara langsung untuk menyelesaikan aksi metabolik yang memacu pertumbuhan ini atau aksi terkait pertumbuhan lainnya. Sebelum kita mengetahui cara GH memacu pertumbuhan, mari kita ringkaskan efek metaboliknya: GH meningkatkan asam lemak darah, meningkatkan glukosa darah, menyediakan glukosa ke otak, dan merangsang sintesis protein (menurunkan asam amino darah dalam prosesnya).



GH tidak bekerja langsung pada sel sasarannya untuk menimbulkan efek merangsang pertumbuhan (peningkatan pembelahan sel, peningkatan sintesis protein, dan pertumbuhan tulang). Efek pendorongpertumbuhan GH secara langsung diperantarai oleh faktor pertumbuhan mirip-insulin (insulin-likegrowth factor, IGF) yang bekerja pada sel sasaran untuk menyebabkan pertumbuhan baik jaringan lunak maupun tulang. IGF dihasilkan di banyak jaringan dan memiliki aksi endokrin, parakrin, dan autokrin (lihat h. 123). Mediatormediator peptida ini awalnya disebut somatomedin, tetapi sekarang disebut faktor pertumbuhan mirip-insulin karena secara struktural dan fungsional mirip dengan insulin. Seperti insulin, IGF menjalankan efek mereka terutama dengan berikatan pada reseptor-enzim yang mengaktifkan protein efektor tertentu di dalam sel target dengan memfosforilasi tirosin (suatu jenis asam amino) di dalam protein (jalur tirosin-kinase; lihat h. 126). Terdapat dua IGF-IGF-I dan IGF-II. IGF-I Sintesis IGF-I dirangsang oleh GH dan memerantarai efek



hormon ini dalam mendorong pertumbuhan. (Satu hal yang menarik, variasi gen IGF-I merupakan salah satu alasan mengapa Great Danes bertumbuh jauh lebih besar daripada Chihuahuas.) Sumber utama IGF-I dalam darah adalah hati, yang mengeluarkan produk peptida ini ke dalam darah sebagai respons terhadap stimulasi GH. IGF-I juga dihasilkan oleh sebagian besar jaringan lain, meskipun mereka sama sekali tidak melepaskannya ke dalam darah. Para peneliti menduga bahwa IGF-I yang diproduksi secara lokal di jaringan sasaran mungkin bekerja melalui cara-cara parakrin. Mekanisme semacam ini dapat menjelaskan mengapa kadar GH dalam darah tidak lebih tinggi, dan memang kadar IGF-I lebih rendah, selama beberapa tahun pertama kehidupan dibandingkan dengan kadar dewasa, meskipun pertumbuhan selama periode pasca lahir terjadi cukup pesat. Selama periode ini produksi lokal IGF-I di jaringan sasaran mungkin lebih penting daripada penyaluran IGF-I atau GH dari darah.



Produksi IGF-1 dikontrol oleh sejumlah faktor di luar GH, termasuk status gizi, usia, dan faktor spesifik jaringan sebagai berikut: ■ Produksi IGF-I bergantung pada nutrisi yang memadai. Asupan makanan yang kurang memadai mengurangi produksi IGF-I. Akibatnya, perubahan kadar IGF-I di dalam darah tidak selalu bersesuaian dengan perubahan sekresi GH. Sebagai contoh, puasa menurunkan kadar IGF-I meskipun hal ini meningkatkan produksi GH. ■ Faktor terkait-usia memengaruhi produksi IGF-I. Peningkatan drastis kadar IGF-I dalam darah menyertai peningkatan moderat GH pada pubertas yang mungkin, tentu saja, menjadi daya pendorong lonjakan pertumbuhan masa pubertas. ■ Pada akhirnya, berbagai faktor stimulatorik spesifik-jaringan dapat meningkatkan produksi IGF-I di jaringan tertentu. Sebagai gambaran, gonadotropin dan hormon seks merangsang produksi IGF-I di organ-organ reproduksi, misalnya testis pada pria dan ovarium serta uterus pada wanita. Karena itu, kontrol produksi IGF-I adalah proses yang kompleks dan dipengaruhi oleh berbagai faktor sistemik dan lokal. Berbeda dari IGF-I, produksi IGF-II tidak dipengaruhi oleh GH. IGF-II terutama penting selama masa janin. Meskipun IGF-II terus diproduksi selama masa dewasa, perannya pada orang dewasa masih belum jelas. Kita sekarang akan membahas efek pemacu pertumbuhan GH yang diperantarai oleh IGF-1.



IGF-II



Saat jaringan peka terhadap efek pendorong pertumbuhannya, GH (bekerja melalui IGF-1) merangsang jaringan lunak dan tulang. GH mendorong pertumbuhan jaringan lunak dengan (1) meningkatkan jumlah sel (hiperplasia) dan (2) meningkatkan ukuran sel (hipertrofi). GH meningkatkan jumlah sel dengan merangsang pembelahan sel dan mencegah apoptosis (kematian sel terprogram; lihat h. 44). GH meningkatkan ukuran sel dengan mendorong sintesis protein, komponen struktural utama sel. GH merangsang hampir semua aspek sintesis protein dan secara bersamaan menghambat penguraian protein. Hormon ini mendorong penyerapan asam amino (bahan mentah untuk membentuk protein) oleh sel sehingga menurunkan kadar asam amino dalam prosesnya. Selain itu, GH merangsang perangkat sel yang bertanggung jawab melaksanakan sintesis protein sesuai kode genetik sel. Pertumbuhan tulang panjang yang menyebabkan penambahan tinggi adalah efek GH yang paling dramatik. Sebelum Anda dapat memahami bagaimana cara GH merangsang pertumbuhan tulang, Anda pertama-tama harus memahami struktur tulang dan bagaimana pertumbuhan tulang terlaksana.



Tulang adalah jaringan hidup. Karena merupakan jaringan ikat, tulang terdiri dari sel dan matriks organik ekstrasel, yang dikenal sebagai osteoid, yang dihasilkan oleh sel. Sel-sel tulang yang meng   



707



-hasilkan matriks organik dikenal sebagai osteoblas (osteo berarti "tulang"; blas berarti "pembentuk"). Osteoid terdiri dari serat kolagen (lihat h. 66) dalam suatu gel setengah padat. Matriks ini memiliki konsistensi seperti karet dan berperan menentukan kekuatan tegangan tulang (gaya pegas tulang menahan patah yang ditimbulkan oleh tegangan). Tulang menjadi keras karena pengendapan kristal kalsium fosfat di dalam osteoid. Kristal inorganik ini memberi tulang kekuatan kompresi (kemampuan tulang mempertahankan bentuk ketika diperas atau ditekan). Jika seluruhnya terbentuk dari kristal inorganik, tulang akan rapuh, seperti potongan kapur. Tulang memiliki kekuatan struktural yang mendekati beton bertulang, namun tulang tidak rapuh dan jauh lebih ringan, karena tulang memiliki campuran berupa perancah organik yang diperkeras oleh kristal inorganik. Tula



-ng rawan serupa dengan tulang, kecuali bahwa tulang rawan hidup tidak mengalami kalsifikasi. Tulang panjang pada dasarnya terdiri dari batang silindris yang cukup seragam, diafisis, dengan bongkol sendi yang melebar di kedua ujungnya, epifisis. Pada tulang yang sedang tumbuh, diafisis dipisahkan di kedua ujungnya dari epifisis oleh suatu lapisan tulang rawan yang dikenal sebagai lempeng epifisis (Gambar 18-9a). Rongga sentral tulang terisi oleh sumsum tulang, tempat produksi sel darah (lihat h. 414). MEKANISME PERTUMBUHAN TULANG Penambahan ketebalan tulang dicapai melalui penambahan tulang baru di atas permukaan luar tulang yang sudah ada. Pertumbuhan ini dihasilkan oleh osteo-



Tulang rawan sendi Tulang epifisis Lempeng epifisis



KUNCI Tulang diafisis



Tulang rawan Tulang rawan yang mengalami kalsifikasi



Rongga sumsum (a) Anatomi tulang panjang



Tulang



Tulang epifisis Tulang epifisis



Lempeng epifisis



Kondrosit istirahat



1 Kondrosit mengalami pembelahan sel



2 Kondrosit tua membesar



Menyebabkan penebalan lempeng epifisis



3 3 Saat terjadi kalfisikasi matriks ekstrasel, kondrosit yang terperangkap mati 4 Kondrosit yang mati dibersihkan oleh osteoklas



Osteoblas



Diafisis



Osteoclast 5 Osteoblas mengalir naik dari diafisis dan mengendapkan tulang diatas sisa tulang rawan yang hancur.



(b) Dua potongan lempeng epifisis yang sama pada waktu berbeda, menggambarkan pemanjangan tulang panjang. Gambar 18-9



  



hapter



Anatomi dan pertumbuhan tulang panjang.



blas di dalam periosteum, suatu selubung jaringan ikat yang menutupi bagian luar tulang. Sewaktu aktivitas osteoblas mengendapkan tulang baru di permukaan eksternal, sel lain di dalam tulang, osteoklas ("penghancur tulang"), melarutkan jaringan tulang di permukaan dalam di samping rongga sumsum. Dengan cara ini, rongga sumsum membesar untuk mengimbangi bertambahnya lingkar batang tulang. Pertambahan panjang tulang panjang dicapai melalui mekanisme yang berbeda. Tulang memanjang akibat aktivitas sel-sel tulang rawan, atau kondrosit, di lempeng epifisis (Gambar 18-9b). Selama pertumbuhan, sel-sel tulang rawan di tepi luar lempeng di samping epifisis membelah dan memperbanyak diri, secara temporer memperlebar lempeng epifisis. Seiring dengan terbentuk-nya kondrosit-kondrosit baru di tepi epifisis, sel-sel tulang rawan yang sudah tua di arah tepi diafisis membesar. Kombinasi proli-ferasi sel tulang rawan baru dan hipertrofi kondrosit matang secara temporer memperlebar lempeng epifisis. Penebalan sisipan lempe-ng tulang rawan ini mendorong epifisis tulang semakin jauh dari diafisis. Matriks yang mengelilingi tulang rawan paling tua segera mengalami kalsifikasi. Karena tulang rawan tidak memiliki jaringan kapiler sendiri, kelangsungan hidup sel tulang rawan bergantung pada difusi nutrien dan O2 melalui matriks, suatu proses yang dihambat oleh pengendapan garam kalsium. Akibatnya, sel-sel tulang rawan tua yang kekurangan nutrien di tepi diafisis mati. Selagi osteoklas membersihkan kondrosit yang mati dan matriks kalsifikasi yang memenjarakannya, osteoblas masuk menginvasi, mengalir ke atas dari diafisis, menyeret pembuluh darah kapiler bersama mereka. Penghuni baru ini meletakkan tulang di sekitar sisa-sisa tulang rawan yang telah hancur hingga tulang menggantikan seluruh bagian dalam tulang rawan di sisi diafisis lempeng. Ketika osifikasi ("penulangan") ini tuntas, tulang di sisi diafisis telah memanjang dan ketebalan lempeng epifisis telah kembali seperti semula. Tulang rawan yang digantikan oleh tulang di ujung diafisis lempeng memiliki ketebalan yang sama dengan tulang rawan baru di ujung epifisis lempeng. Karena itu, pertumbuhan tulang dimungkinkan oleh pertumbuhan dan kematian tulang rawan, yang bekerja sebagai "spacer" untuk mendorong epifisis menjauh sembari membentuk kerangka untuk pembentukan tulang berikutnya di ujung diafisis. TULANG YANG MATANG DAN TIDAK LAGI BERTUMBUH Sewak-



tu matriks ekstrasel yang dihasilkan oleh osteoblas mengalami kalsifikasi, osteoblas terkubur oleh matriks yang diendapkan di sekeliling dirinya. Namun, tidak seperti kondrosit, osteoblas yang terperangkap di dalam matriks kalsifikasi tidak mati karena mendapat nutrien dari saluran-saluran halus yang dibentuk sendiri oleh osteoblas dengan mengirim juluran-juluran sitoplasma di tempat matriks tulang mengendap. Karena itu, pada produk tulang final terbentuk anyaman saluran-saluran yang memancar dari setiap osteoblas yang terperangkap yang berfungsi sebagai sistem untuk menyalurkan nutrien dan membuang zat sisa. Osteoblas yang terperangkap, kini disebut osteosit, pensiun dari tugas membentuk tulang, karena keadaan "terpenjara" tersebut mencegah mereka meletakkan tulang baru. amun, Āsel ini berperan dalam pertukaran kalsium antara tulang dan darah. Pertukaran ini berada di bawah kontrol hormon paratiroid (dibahas di bab berikutnya), bukan GH.



KONTROL GH PADA PERTUMBUHAN TULANG GH mendorong



pertumbuhan ketebalan dan panjang tulang. Hormon ini, melalui IGF-1, merangsang proliferasi tulang rawan epifisis sehingga terbentuk ruang yang lebih banyak untuk pembentukan tulang serta merangsang aktivitas osteoblas. GH dapat mendorong pemanjangan tulang panjang selama lempeng epifisis tetap berupa tulang rawan atau "terbuka". Pada akhir masa remaja, di bawah pengaruh hormon seks lempeng ini mengalami penulangan sempurna, atau "menutup" sehingga tulang tidak lagi dapat memanjang meskipun terdapat GH. Karena itu, setelah lempeng tertutup, yang bersangkutan tidak lagi bertambah tinggi.



Sekresi GH diatur oleh dua hormon hipofisiotropik. Kontrol sekresi GH bersifat kompleks, dengan dua hormon hipofisiotropik hipotalamus berperan kunci. HORMON PELEPAS GH DAN HORMON PENGHAMBAT GH Dua hormon regulatorik dari hipotalamus yang bekerja berlawanan berperan dalam kontrol sekresi hormon pertumbuhan: growth hormonereleasing hormone (GHRH, hormon pelepas GH) yang bersifat merangsang dan dominan dan growth hormone-inhibiting hormone (GHIH, hormon penghambat GH, atau somatostatin) yang bersifat menghambat (Gambar 18-10). (Perhatikan perbedaan antara somatotropin, atau hormon pertumbuhan; somatomedin, suatu hormon hati (alias IGF-1) yang secara langsung memerantarai efek GH; dan somatostatin, yang menghambat sekresi GH.) Baik GHRH maupun somatostatin bekerja pada somatotrop hipofisis anterior dengan berikatan pada reseptor bergandeng protein G yang terkait pada jalur caraka kedua cAMP, dengan GHRH meningkatkan cAMP dan somatostatin menurunkan cAMP. Seperti kontrol pada hormon hipofisis anterior lainnya, lengkung umpan balik negatif berperan dalam mengontrol sekresi GH. Hal yang turut memperumit lengkung umpan balik negatif bagi aksis hipotalamus-hipofisis-hati adalah pengaturan langsung sekresi GH oleh faktor stimulasi dan inhibitorik. Oleh sebab itu, lengkung umpan balik negatif melibatkan baik inhibisi dari faktor perangsang dan stimulasi dari faktor inhibitorik. GH merangsang sekresi IGF-1 oleh hati, dan IGF 1 pada gilirannya adalah inhibitorik primer sekresi GH oleh hipofisis anterior. IGF-1 menghambat somatotrop di hipofisis secara langsung dan selanjutnya menurunkan sekresi GH dengan menghambat sel penyekresi GHRH dan merangsang sel penyekresi somatostatin di hipotalamus, sehingga menurunkan perangsangan somatotrop oleh hipotalamus. Selanjutnya, GH sendiri menghambat sekresi GHRH hipotalamus dan merangsang pelepasan somatostatin. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI SEKRESI GH Sejumlah faktor memengaruhi sekresi GH dengan bekerja pada hipotalamus. Sekresi GH memperlihatkan irama diurnal yang jelas. Sepanjang hari kadar GH cenderung rendah dan cukup konstan. Namun, sekitar satu jam setelah tidur lelap dimulai, sekresi GH melonjak hingga lima kali nilai siang hari. Pada fluktuasi diurnal sekresi GH ini terjadi letupan-letupan lebih lanjut sekresi sebagai respons terhadap olahraga, stres, dan penurunan kadar gula darah, yaitu rangsangan-rangsangan utama yang meni-



  



709



Peningkatan asam amino darah setelah diet tinggi protein juga meningkatkan Masukan Masukan sekresi GH. Pada gilirannya, GH mendoroutama minor ng pemakaian asam-asam amino ini untuk Irarna diurnal Ghrelin membentuk protein. GH juga dirangsang oleh penurunan asam lemak darah. Karena *Hipotalamus * * GH memobilisasi lemak, regulasi semacam ini membantu mempertahankan kadar asam lemak darah agar cukup konstan. Akhirnya, ghrelin, perangsang nafsu makan poten yang dilepaskan dari lambung, juga merangsang sekresi GH (lihat h. 681) Hormon "lapar" ini juga mungkin berperan dalam mengoordinasikan pertumbuhan dengan asupan nutrisi. Growth hormoneSomatostatin (growth Perhatikan bahwa sinyal-sinyal regulareleasing hormone hormone-inhibiting (GHRH) torik untuk sekresi GH ditujukan untuk hormone; GHIH) menyesuaikan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak dalam darah. Belum diketahui adanya sinyal terkait-pertumbuhan yang memengaruhi sekresi GH. Isu Sorratotrop hipofisis anterior keseluruhan tentang apa yang sebenarnya mengontrol pertumbuhan diperumit oleh kenyataan bahwa kadar GH selama masa anak dini, saat terjadi pertumbuhan linier Hormon pertumbuhan yang cepat, serupa dengan kadar pada orang dewasa. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kontrol aktivitas IGF-I yang belum dipahami sepenuhnya mungkin Efek metabolik yang Hati tidak berkaitan penting dalam hal ini. Pertanyaan terkait dengan pertumbuhan: lain adalah mengapa jaringan dewasa tidak penguraian lemak lagi responsif terhadap efek GH yang men( asam lemak darah) IGF-I dorong pertumbuhan? Kita mengetahui penyerapan glukosa bahwa kita tidak bertambah tinggi setelah oleh otot ( glukosa darah) remaja karena lempeng epifisis telah menutup, tetapi mengapa jaringan lunak Efek mendorong pertumbuhan: pengeluaran glukosa tidak terus tumbuh melalui hipertrofi dan oleh hati pembelahan sel ( glukosa darah) hiperplasia di bawah pengaruh GH? Salah sintesis protein satu spekulasi adalah bahwa kadar GH ( asam amino darah) mungkin cukup tinggi untuk menimbulkpertumbuhan tulang an efek merangsang pertumbuhan saat *Semua faktor-faktor ini meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan, tetapi belum jelas apakah faktor-faktor letupan sekresi yang terjadi selama tidur tersebut rnelakukannya dengan merangsang GHRH atau menghambat somatostatin (GHIH), atau keduanya. lelap. Menarik dicatat bahwa waktu yang dihabiskan dalam tidur lelap (tidur dalam) Gambar 18-10 Kontrol sekresi hormon pertumbuhan. adalah paling besar pada masa bayi dan secara bertahap berkurang seiring usia. Meskipun demikian, bahkan ngkatkan sekresi. Manfaat peningkatan sekresi GH pada situasipada usia lanjut kita tetap menghabiskan waktu tertentu dalam situasi di atas ketika kebutuhan energi melebihi cadangan glukosa tidur lelap, tetapi kita tidak tumbuh lebih besar. Masih diperlukan tubuh mungkin adalah bahwa glukosa dihemat untuk otak dan asam penelitian lebih lanjut untuk mengungkapkan misteri ini. lemak disajikan sebagai sumber energi alternatif bagi otot. Olahraga, stres, glukosa darah



Asern amino darah, Asam lemak darah



Karena menggunakan sirnpanan lemak dan mendorong sintesis protein tubuh, GH mendorong perubahan komposisi tubuh dari mengurangi pengendapan lemak ke meningkatkan protein otot. Karena itu, peningkatan sekresi GH yang menyertai olahraga mungkin ikut memerantarai efek olahraga dalam mengurangi persentase lemak tubuh sambil meningkatkan massa tubuh non-lemak.



  



hapter



Penyakit yang berkaitan dengan defisiensi dan kelebihan hormon pertumbuhan dapat terjadi. Efek pada pola pertumbuhan jauh lebih mencolok daripada konsekuensi metaboliknya.



hipofisis (ketiadaan GH) atau sekunder karena disfungsi hipotalamus (ketiadaan GHRH). Hiposekresi GH pada anak adalah salah satu penyebab dwarfisme. Gambaran utama adalah tubuh pendek karena pertumbuhan tulang yang terhambat (Gambar 18-11). Karakteristik yang relatif kurang tampak adalah otot yang kurang berkembang (berkurangnya sintesis protein otot) dan lemak subkutis yang berlebihan (mobilisasi lemak yang kurang). Selain itu, pertumbuhan dapat terhambat karena jaringan tidak berespons secara normal terhadap GH. Salah satu contoh adalah dwarfisme Laron, yang ditandai oleh kelainan reseptor GH yang tidak peka terhadap hormon. Gejala penyakit ini mirip dengan gejala defisiensi GH berat meskipun kadar GH darah sebenarnya tinggi. Pada beberapa kasus, kadar GH adekuat dan responsivitas sel sasaran normal, tetapi tidak ada IGF-1, seperti pada kasus orang pigmi Afrika. Terjadinya defisiensi GH pada masa dewasa setelah pertumbuhan selesai menimbulkan gejala yang relatif sedikit. Orang dewasa dengan defisiensi GH cenderung mengalami pengurangan massa dan kekuatan otot (protein otot lebih sedikit) serta penurunan densitas tulang (aktivitas osteoblas berkurang selama remodeling tulang). Selain itu, karena GH esensial untuk mempertahankan massa dan kinerja otot jantung pada masa dewasa, defisiensi GH pada orang dewasa dapat menyebabkan peningkatan risiko gagal jantung. (Untuk pembahasan tentang terapi GH, lihat fitur dalam kotak di h. 712, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) KELEBIHAN GH Hipersekresi GH paling sering disebabkan oleh tumor sel penghasil GH di hipofisis anterior. Gejala bergantung pada usia pasien ketika kelainan sekresi tersebut dimulai. Jika produksi berlebihan GH tersebut terjadi pada masa anak sebelum lempeng epifisis menutup, gambaran utamanya adalah pertambahan tinggi yang pesat tanpa distorsi proporsi tubuh. Karenanya penyakit ini dinamai gigantisme (Gambar 18-11). Jika tidak diterapi dengan mengangkat tumor atau dengan obat yang menghambat efek GH, pasien dapat mencapai tinggi delapan kaki atau lebih. Semua jaringan lunak ikut tumbuh sehingga proporsi tubuh masih normal. Jika hipersekresi GH terjadi setelah masa remaja ketika lempeng epifisis telah tertutup, tubuh tidak lagi dapat bertambah tinggi. Namun, di bawah pengaruh kelebihan GH, tulang menjadi lebih tebal dan jaringan lunak, khususnya jaringan ikat dan kulit, berproliferasi. Pola pertumbuhan yang tidak seimbang ini menimbulkan keadaan cacat yang dikenal sebagai akromegali (akro artinya "ekstremitas"; megali artinya "besar"). Penebalan tulang paling nyata di ekstremitas dan wajah. Wajah yang terus bertambah kasar sehingga hampir menyerupai kera terjadi karena rahang dan tulang pipi menjadi menonjol akibat penebalan tulang wajah dan kulit (❯Gambar 18-12). Tangan dan kaki membesar, dan jari tangan dan kaki sangat menebal.



Hormon lain di luar hormon pertumbuhan juga esensial untuk pertumbuhan normal. Beberapa hormon lain selain GH ikut berkontribusi melalui caracara tertentu pada pertumbuhan keseluruhan: ■ Hormon tiroid esensial bagi pertumbuhan, tetapi hormon ini sendiri tidak langsung bertanggung jawab mendorong pertumbuhan.



© Mirrorpix



DEFISIENSI GH Defisiensi GH dapat disebabkan oleh defek



Gambar 18-11 Contoh efek kelainan sekresi hormon pertumbuhan pada pertumbuhan. Pria di kanan memperlihatkan dwarfisme hipofisis akibat kurangnya produksi hormon pertumbuhan pada masa anak. Pria di tengah foto mengidap gigantisme akibat sekresi berlebihan hormon pertumbuhan pada masa anak. Pria di kiri memiliki tinggi rerata.



Hormon ini memiliki peran permisif pada pertumbuhan tulang; efek GH baru bermanifestasi secara penuh jika terdapat hormon tiroid dalam jumlah memadai. Akibatnya, pertumbuhan anak dengan hipotiroid akan terganggu, tetapi hipersekresi hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan. ■ Insulin adalah promotor pertumbuhan yang penting. Defisiensi insulin sering menghambat pertumbuhan, dan hiperinsulinisme sering memicu pertumbuhan berlebihan. Karena insulin mendorong sintesis protein, efeknya dalam meningkatkan pertumbuhan seharusnya tidak mengejutkan. Namun, efek ini juga dapat timbul dari mekanisme di luar efek langsung insulin pada sintesis protein. Insulin secara struktural mirip dengan IGF dan mungkin berinteraksi dengan reseptor IGF-I, yang sangat mirip dengan reseptor insulin. Androgen, yang dipercayai berperan penting dalam lonjakan ■ pertumbuhan masa pubertas, secara kuat merangsang sintesis protein di banyak organ. Androgen merangsang pertumbuhan linier, meningkatkan berat, dan menambah massa otot. Androgen paling poten, testosteron testis, menyebabkan pria membentuk otot yang lebih berat daripada wanita. Efek androgen dalam mendorong pertumbuhan bergantung pada keberadaan GH. Androgen hampir sama sekali tidak berefek pada pertumbuhan tubuh jika tidak terdapat GH, tetapi keberadaan GH akan secara sinergistis meningkatkan pertumbuhan linier. Meskipun merangsang pertumbuhan, androgen akhirnya menghentikan pertumbuhan lebih lanjut karena menyebabkan penutupan lempeng epifisis. Estrogen, seperti androgen, akhirnya menghentikan pertumbuh■ an linier dengan merangsang perubahan komplet lempeng epifisis menjadi tulang. Namun, efek estrogen pada pertumbuhan sebelum pe   



711



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontrovensi



Pertumbuhan dan Masa Muda dalam Tabung?



T



IDAK SEPERTI HORMON UMUMNYA, struktur dan aktivitas hor -mon pertumbuhan berbeda-beda di antara spesial, Akibatnya, hormon pertumbuhan (GH) dari sumber hewan tidak efektif untuk mengobati defisiensi GH pada manusia. Dahulu, satu-satunya sumber GH manusia adalah kelenjar hipofisis dari kadaver manusia. Jumlah ini tidak pernah memadai, dan akhirnya produk ini dikeluarkan dari pasar oleh Food and Drug Administration (FDA) karena kekhawatiran adanya kontaminasi virus. Namun, akhir-akhir ini tersedia teknik rekayasa genetik yang menyebabkan pasokan GH menjadi tidak terbatas. Gen yang mengarahkan sintesis GH pada manusia dapat dimasukkan ke dalam bakteri, mengubah bakteri tersebut menjadi "pabrik" yang memproduksi GH manusia. Meskipun sekarang tersedia GH dalam jumlah memadai melalui rekayasa genetik, masalah baru bagi dunia kedokteran adalah menentukan kondisi-kondisi apa yang layakditerapi dengan sintesis GH. Hingga saat ini FDA telah menyetujui terapi hanya untuk pemakaian berikut: (1) untuk anak dengan defisiensi GH, (2) untuk orang dewasa dengan tumor hipofisis atau penyakit lain yang menyebabkan defisiensi berat GH, dan (3) untuk pasien AIDS yang menderita fisut otot berat. Meskipun belum disetujui oleh FDA untuk pemakaian ini, terapi GH juga digunakan secara luas untuk mempercepat penyembuhan kulit pada pasien Iuka bakar luas. Pada tahun 2003, di tengah-tengah perdebatan hebat, FDA menyetujui injeksi GH pada kelompok lain, yaitu 1,2% anak terpendek yang abnormal pendek oleh sebab yang tidak jelas. Terapi ini melibatkan injeksi GH setiap minggu selama beberapa tahun di bawah pengawasan ahri endokrinologi pediatri untuk mencapai penambahan tinggi rata-rata sebesar 1-3 inci. Anak yang mengalami defisiensi GH mendapat penambahan tinggi yang lebih dramatik, yaitu sekitar 6-8 inci ketika diterapi dengan GH. Kelompok lain yang mungkin memperoleh manfaat dari terapi sulih GH adalah orang berusia lanjut. Sekresi GH biasanya memuncak pada usia 20-an, kemudian pada banyak orang sekresi tersebut mulai merosot setelah usia 40 tahun. Penurunan ini mungkin menjadi penyebab dari beberapa tanda khas penuaan:







Berkurangnya massa otot (GH mendorong sintesis protein, termasuk protein otot)







Meningkatnya pengendapan lernak (GH mendorong tubuh menjadi langsing dengan memobilisasi simpanan lemak untuk digunakan sebagai sumber energi)







Berkurangnya densitas tulang (GH merangsang sel pembentuk tulang)







Kulit menipis dan kendur (GH mendorong proliferasi sef kulit)



(Namun, inaktivitas juga dipercayai berperan besar dalam penurunan massa otot, densitas tulang, dan kekuatan terkait-usia.) Beberapa penelitian pada awal tahun 1990-an mengisyaratkan bahwa sebagian dari konsekuensi penuaan ini dapat dilawan melalui pemakaian GH sintetik pada orang berusia lebih dari 60 tahun. Pria lanjut usia yang diterapi dengan suplemen GH memperlihatkan peningkatan massa otot, penurunan jaringan lemak, dan penebalan kulit. Dalam studi-studi serupa pada wanita lanjut usia, terapi suplemen GH tidak meningkatkan massa otot secara signifikan, tetapi mengurangi massa lemak dan mengurangi kerapuhan tulang. Meskipun hasil-hasil awal ini menggembirakan, tetapi studi-studi lebih lanjut memberi hasil yang kurang memuaskan. Meskipun massa tubuh non-lemak bertambah, banyak orang yang diterapi tidak memper



  



hapter



-lihatkan baik peningkatan kekuatan otot maupun kemampuan olahraga. Jika suplemen GH berdosis besar diberikan dalam jangka panjang, efek sampingnya juga merugikan, termasuk peningkatan kemungkinan diabetes, batu ginjal, tekanan darah tinggi, nyeri kepala, nyeri sendi, dan sindrom terowongan karpal (penebalan dan penyempitan saluran di pergelangan tangan tempat lewatnya saraf yang men uju ke otot-otot tangan; karpal artinya "pergelangan tangan"). Selain itu, GH sintetik mahal (15.000 US$ hingga 20.000 US$ per tahun) serta harus disuntikkan secara teratur. Sebagian ilmuwan juga khawatir bahwa pemberian terus-menerus GH sintetik dapat meningkatkan risiko kanker dengan mendorong proliferasi sel yang takterkendali. Karena itu, banyak peneliti tidak lagi memandang GH sintetik sebagai calon "fountoin of youth": Mereka malah berharap untuk memakainya secara lebih terbatas untuk memperkuat otot dan tulang pada banyak orang berusia lanjut yang mengalami defisiensi GH, untuk mengurangi insiden patah tulang akibat jatuh yang sering menyebabkan hendaya. The National institute of Aging saat ini mensponsori serangkaian penelitian skala nasional tentang terapi GH pada orang lanjut usia untuk membantu memilah berbagai kemungkinan manfaat legal suplemen hormon ini. Dengan tidak mau bersabar, diperkirakan 30.000 orang berusia lanjut kini mengonsumsi GH. Dilema etisnya adalah apakah obat ini dapat digunakan oleh orang yang kadar GH-nya normal, tetapi menginginkan efek GH yang mendorong pertumbuhan untuk alasan kosmetik atau atletik, misalnya remaja yang tumbuh normal yang ingin memiliki tubuh lebih tinggi. Obat ini sudah digunakan secara ilegal oleh sebagian atlet dan binaragawan. Selain itu, studi terkini menemukan bahwa hanya terdapat 4 dari 10 anak yang mendapat terapi GH secara sah di bawah pengawasan medis yang benar-benar mengalami defisiensi GH atau yang berada di bawah 1,2% tinggi. Anak yang lain menerima pengobatan karena orang tua, dokter, dan anak terpengaruh oleh faktor budaya yang lebih menyukai tubuh tinggi daripada karena faktor medis. Pemakaian obat ini pada anak dengan kadar GH normal dapat menimbulkan masalah, karena GH sintetik adalah suatu produk seperti pisau bermata dua. Meskipun mendorong pertumbuhan dan massa otot, obat ini juga memiliki efek negatif, misalnya efek samping yang berpotensi merugikan. Selain itu, sebuah penelitian mengungkapkan bahwa terapi suplemen GH pada anak yang tidak kekurangan hormon ini menyebabkan redistribusi protein dan lemak tubuh. Para peneliti membandingkan dua kelompok anak sehat berusia enam hingga delapan tahun yang tubuhnya pa ling pendek di antara teman seusianya. Satu kelompok terdiri dari anak yang menerima GH dan kelompok lain adalah anak yang tidak mendapat terapi. Pada akhir bulan keenam, anak yang mendapat hormon sintetik tumbuh lebih cepat daripada kelompok yang tidak diterapi, yaitu lebih tinggi 1,5 inci atau lebih per tahun. Namun, anak yang tidak diterapi mengalami penambahan otot dan lemak selagi tumbuh sementara anak yang diterapi menjadi sangat berotot dan kehilangan lebih dari 76% lemak tubuh mereka. Hilangnya lemak tampak jelas di wajah dan tungkai mereka sehingga mereka tampak lebih "garang". Masih belum jelas apa efek jangka panjang baik yang merugikan atau menguntungkan yang ditimbulkan oleh perubahan drastis komposisi tubuh ini. Para ilmuwan juga menyatakan kekhawatiran bahwa perubahan fisik yang nyata terlihat ini mungkin disertai oleh kelainan organ dan sel yang lebih samar. Karena itu, perdebatan tentang apakah GH dapat diberikan pada anak normal, tetapi bertubuh pendek kemungkinan akan berlanjut.



Dean [email protected].



Usia 13



Usia 21



Usia 35



Gambar 18-12 Perkembangan progresif akromegali. Perhatikan bagaimana tulang alis, pipi, dan rahang pasien menjadi semakin menonjol akibat penebalan terus-rnenerus tulang dan kulit akibat sekresi berlebihan GH.



nelitian nrnyarankan bahwa estrogen dosis besar bahkan dapat menghambat pertumbuhan tubuh dengan menghambat proliferasi kondrosit sementara lempeng epifisis masih terbuka. Beberapa faktor ikut berperan menyebabkan adanya perbedaan tinggi antara pria dan wanita. Pertama, karena pubertas terjadi lebih dini sekitar dua tahun pada anak perempuan daripada anak lakilaki, secara rerata anak laki-laki memiliki dua tahun masa pertumbuhan prapubertas lebih lama daripada anak perempuan. Akibatnya, anak laki-laki biasanya lebih tinggi beberapa senti meter daripada anak perempuan pada awal lonjakan pertumbuhan. Kedua, seperti telah disebutkan, anak laki-laki mengalami lonjakan pertumbuhan yang diinduksi androgen lebih besar daripada anak perempuan sebelum steroid gonad mereka menghentikan pertumbuhan tulang panjang mereka; hal ini menyebabkan pria umumnya lebih tinggi daripada wanita. Ketiga, peningkatan estrogen pada masa pubertas dapat mengurangi lonjakan pertumbuhan pada anak perempuan. Keempat, bukti terkini menunjuk kan bahwa androgen membuat cetakan dari otak anak laki-laki selama perkembangan, menghasilkan pola sekresi GH yang "maskulin" yang ditandai oleh kadar puncak yang lebih tinggi dan diperkirakan berperan menyebabkan pria lebih tinggi. Selain hormon-hormon ini yang menimbulkan efek pertumbu han tubuh secara keseluruhan, terdapat sejumlah peptida faktor pertum buhan yang belum sepenuhnya diketahui yang merangsang aktivitas mitotik jaringan tertentu (misalnya, faktor pertumbuhan epidermis). Kini kita mengalihkan perhatian kepada kelenjar endokrin lain -nya di otak kelenjar pineal. Periksa Pemahaman Anda 18.3 1. Jelaskan berbagai efek metabolik GH. 2. Jelaskan hubungan antara GH dan IGH-1 dalam mendorong pertumbuhan.



Kelenjar pineal, sebuah struktur kecil berbentuk kerucut pohon cemara yang terletak di tengah otak (lihat Gambar 5-7b, h. 154, dan Gambar 18-1, h. 691), mengeluarkan hormon melatonin, yaitu suatu hormon indolamin. (Jangan mengacaukan melatonin dengan pigmen kulit melanin). Meskipun melatonin telah ditemukan pada tahun 1959, para peneliti baru berhasil mengungkapkan berbagai fungsinya akhir-akhir ini. Salah satu peran melatonin yang telah diterima secara luas adalah membantu menjaga irama sirkadian tubuh sesuai siklus terang-gelap. Kita pertama-tama akan membahas tentang irama sirkadian secara umum sebelum melihat peran melat-onin dalam aspek ini dan membahas fungsi lain hormon ini.



Laju sekresi hormon bukan satu-satunya faktor di tubuh yang berfluktuasi secara siklis dalam periode 24 jam. Manusia memiliki jam biologis serupa untuk banyak fungsi tubuh lain, berkisar dari ekspresi gen, hingga proses fisiologik misalnya regulasi suhu (lihat h. 677) hingga perilaku. jam biologis utama yang berfungsi sebagai pemacu untuk irama sirkadian tubuh adalah nukleus suprakiasmatikus (SCN). Nukleus ini terdiri dari dua kelompok badan sel saraf (satu di setiap sisi otak) di hipotalamus di atas kiasma optikum, yaitu titik tempat sebagian dari serat saraf masing-masing mata memintas ke separuh otak yang berlawanan (supra artinya "di atas"; kiasma artinya "persilangan") (lihat h. 222; Gambar 5-7b, h. 154 dan Gambar 18-3, , h. 698). Hanya terdapat 20.000 neuron di SCN, tetapi lepas muatan spontan ritmik neuron-neuron SCN yang berjumlah sedikit ini berperan besar dalam sinkronisasi semua irama bawaan harian tubuh. Hal ini analog dengan penghuni kota kecil yang mengatur jadwal semua penghuni dunia. Berbagai jaringan memiliki jam independennya sendiri, tetapi SCN berperan sebagai penjaga waktu agar berbagai jam perifer ini tetap tersinkronisasi.   



713



PERAN PROTEIN JAM Para ilmuwan telah berhasil mengungkap



mekanisme molekular yang mendasari osilasi sirkadian SCN. Gengen spesifik di dalam neuron SCN yang aktif dengan sendirinya memicu serangkaian proses yang menyebabkan terbentuknya protein jam di sitosol yang mengelilingi nukleus (Gambar 18-13). Seiring dengan berjalannya hari, protein-protein jam ini terus menumpuk, akhirnya mencapai jumlah kritis, yaitu waktu ketika mereka diangkut ke dalam nukleus. Di sini protein-protein tersebut menghambat proses genetik yang bertanggung jawab untuk produksi mereka sendiri. Kadar protein jam secara perlahan menurun karena menga1ami penguraian di dalam nukleus sehingga pengaruh inhibitorik mereka pada perangkat genetik protein jam berkurang. Karena tidak lagi dihambat, gen-gen ini kembali aktif untuk memproduksi protein jam dan siklus kembali berulang. Setiap siklus berlangsung sekitar sehari. Kadar protein-protein jam yang berfluktuasi menyebabkan perubahan siklik sinyal keluar dari SCN yang, pada gilirannya, menyebabkan perubahan siklik organ-organ efektor sepanjang hari. Salah satu contoh adalah variasi diurnal sekresi kortisol (lihat Gambar 18-2, h. 694). Dengan cara ini, penentuan waktu internal (irama sirkadian) adalah mekanisme otomatis yang terbentuk dalam susunan genetik neuron-neuron SCN. SINKRONISASI JAM BIOLOGIS DENGAN SINYAL LINGKUNGAN



Dengan sendirinya, jam biologis ini umumnya melakukan siklus yang sedikit lebih lambat daripada siklus lingkungan yang 24 jam. Tanpa sinyal dari luar, SCN membentuk siklus yang rerata berlangsung sekitar 25 jam. Siklus ini konsisten untuk orang yang bersangkutan, tetapi agak bervariasi di antara orang. Jika jam utama ini tidak secara terus-menerus menyesuaikan dengan dunia luar, irama sirkadian tubuh akan secara progresif keluar dari sinkronisasi dengan siklus terang (periode aktivitas) dan gelap (periode istirahat). Karena itu, SCN harus disetel ulang setiap hari oleh petunjuk lingkungan sehingga irama biologis sinkron dengan tingkat aktivitas yang dipengaruhi oleh lingkungan sekitar. Efek tidak dipertahankannya sinkronisasi jam internal dengan lingkungan sangat dikenal oleh orang yang mengalami jet lag ketika irama inheren mereka tidak sama dengan sinyal eksternal. SCN bekerja sama dengan kelenjar pineal dan produk hormonnya melatonin untuk menyinkronkan berbagai irama sirkadian dengan siklus siang-malam 24 jam. (Untuk pembahasan tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan ketidaksinkronan dengan sinyal lingkungan, lihat fitur dalam kotak, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.)



Perubahan harian intensitas sinar yang terjadi merupakan petunjuk lingkungan utama yang digunakan untuk menyesuaikan jam induk SCN. Fotoreseptor khusus di retina menangkap sinyal cahaya dan menyalurkannya langsung ke SCN. Fotoreseptor ini berbeda dengan sel batang dan sel kerucut yang digunakan untuk melihat cahaya (lihat h. 216). Melanopsin, suatu protein yang terdapat di sel ganglion retina khusus (lihat h. 215), adalah molekul reseptor untuk cahaya yang menjaga tubuh tetap sinkron dengan waktu eksternal (Gambar 18-13). Sebagian besar sel ganglion retina menerima



  



hapter



masukan dari fotoreseptor batang dan kerucut. Akson sel-sel ganglion ini membentuk saraf optik yang membawa informasi ke korteks penglihat-an di lobus oksipitalis (lihat h. 155). Di antara sel-sel ganglion retina yang berorientasi secara visual, terselip sekitar 1% hingga 2% sel ganglion retina yang membentuk sistem deteksi sinar yang sama sekali independen yang berespons terhadap tingkat pencahayaan, seperti meteran cahaya di kamera, dan bukan terhadap kontras, warna, dan kontur yang dideteksi oleh sistem visual pembentuk bayangan. Sel ganglion retina pendeteksi pencahayaan dan mengandung melanopsin ini memberi petunjuk kepada kelenjar pineal tentang ada tidaknya cahaya dengan mengirim sinyalnya bersama dengan traktus retinohipotalamikus ke SCN. Jalur ini berbeda dari sistem saraf yang menghasilkan persepsi visual. SCN menyampaikan pesan mengenai status pencahayaan ke kelenjar pineal. Ini adalah cara utama jam internal dikoordinasikan dengan waktu 24 jam sehari. Melatonin adalah hormon kegelapan. Sekresi melatonin meningkat hingga 10 kali lipat selama malam hari dan kemudian turun ke kadar rendah selama siang hari. Fluktuasi sekresi melatonin, pada gilirannya, membantu menyamakan irama biologis tubuh dengan sinyal siang-malam eksternal. Perkiraan peran melatonin selain mengatur jam biologis tubuh mencakup yang berikut: Jika dikonsumsi secara eksogen (dalam pil), melatonin menginduksi tidur alami tanpa efek samping yang menyertai obat sedatif hipnotik sehingga melatonin mungkin berperan normal dalam memacu tidur. Melatonin menghambat hormon yang merangsang aktivitas reprod■ uksi. Pubertas dapat dimulai oleh penurunan sekresi melatonin. ■ Dalam sebuah peran terkaitnya, pada sebagian spesies, fluktuasi musiman sekresi melatonin yang berkaitan dengan perubahan lama siang hari merupakan pemicu penting perkembangbiakan, migrasi, dan hibernasi musiman. ■ Melatonin merupakan antioksidan yang efektif, suatu alat pertahanan terhadap radikal-radikal bebas yang merusak sistem biologis. Radikal bebas adalah partikel defisien elektron yang sangat tidak stabil yang sangat reaktif dan destruktif. Radikal bebas diperkirakan berperan dalam beberapa penyakit kronik seperti penyakit arteri koronaria (lihat h. 352) dan kanker, serta dipercayai berperan dalam proses penuaan. ■ Melatonin dapat memperlambat proses penuaan, mungkin dengan membersihkan radikal bebas atau melalui cara lain. ■ Melatonin meningkatkan imunitas dan telah dibuktikan dapat mengembalikan sebagian penyusutan timus, sumber limfosit T, yang terkait-usia (lihat h. 448). ■



Karena melatonin diperkirakan memiliki banyak fungsi, pemakaian suplemen melatonin untuk berbagai penyakit tampaknya sangat menjanjikan. Namun, sebagian besar ahli berhati-hati tentang rekomendasi suplemen melatonin hingga efektivitasnya sebagai obat dibuktikan. Sementara itu, banyak orang beralih ke melatonin sebagai suplemen kesehatan; keamanan dan efektivitas pemakaian ini tidak diatur oleh Food and Drug Administration (FDA). Dua pemakaian melatonin yang paling umum adalah untuk mencegah jet lag dan membantu tidur.



❚ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



P



Beradaptasi dengan Jam Biologis Kita



esearch sho



anggu irama internal, yang menggambarkan bagaimana lingkungan eksternal yang sehat memengaruhi lingkungan internal dan kesehatan kita. Dr. Richard Restak, seorang ahli neurologi dan penulis, mencatat bahwa "irama lazim bangun dan tidur... tampaknya menghasilkan efek yang menstabilkan kesehatan fisik dan psikologis kita, Pengganggu terbesar irama sirkadian alami kita adalah jadwal kerja yang berubahubah yang sering dijumpai di negara-negara industri. Saat ini, satu dari setiap empat pria pekerja dan satu dari setiap enam wanita pekerja memiliki jadwal kerja yang bervariasi sering bertukar antara kerja malam dan siang. Di banyak negara industri, untuk mengoptimalkan pemakaian peralatan dan bangunan, karyawan bekerja siang dan malam. Sebagai suatu siklus, lebih banyak restoran dan toko yang buka 24 jam sehari dan lebih banyak petugas kesehatan yang harus jaga malam untuk mengobati korban kecelakaan. Untuk mengurangi beban, banyak perusahaan yang memiliki giliran kerja mengubah jadwal pekerja mereka. Satu minggu, karyawan bekerja pada giliran siang. Minggu berikutnya mereka bekerja malam, dari tengah malam hingga jam 8 pagi. Minggu berikutnya lagi mereka bekerja dari jam 4 sore hingga tengah malam. Banyak pekerja ini merasa lelah hampir setiap waktu dan mengalami kesulitan untuk tetap terjaga sewaktu bekerja. Kinerja karyawan merosot karena kelelahan. Ketika tiba di rumah, para karyawan tersebut kelelahan tetapi tidak dapat tidur karena mereka berusaha tidur saat tubuh mereka mencoba membangunkan mereka. Sayangnya, perubahan jadwal mingguan ini tidak pernah memungkinkan jam tubuh karyawan untuk menyesuaikan diri secara penuh. Sebagian besar orang memerlukan 4 hingga 14 hari untuk menyesuaikan diri dengan jadwal baru. Para pekerja yang bekerja secara giliran ini lebih banyak mengidap tukak, insomnia, iritabilitas, depresi, dan ketegangan daripada mereka yang bekerja dengan jadwal teratur. Kehidupan mereka berubah sama sekali. Hal yang lebih memperparah, karyawan yang kelelahan dan berkurang konsentrasinya yang pengambilan keputusannya terganggu merupakan ancaman bagi masyarakat. Pertimbangkan dua contoh ini. Pada jam 4 pagi di ruang kontrol reaktor nuklir Three Mile Island di Pennsylvania, tiga operator melakukan kesalahan pertama dari serangkaian kesalahan yang menyebabkan terjadinya kecelakaan nuklir terburuk dalam sejarah Amerika Serikat. Para operator tersebut luput mengamati lampu peringatan dan tidak melihat bahwa sebuah katup penting tetap terbuka. Ketika para operator giliran pagi masuk ke ruang kontrol keesokan harinya, mereka segera menemukan kesalahan tersebut, tetapi sudah terlambat. Pipa-pipa dalam sistem meledak, mengirim uap dan air radioaktif ke udara dan masuk ke dua gedung. Ironisnya, kecelakaan tahun 1979 ini terjadi 12 hari setelah pemutaran perdana film populer, The China Syndrome, tentang kecelakaan reaktor nuklir yang memicu kewaspadaan publik. Untungnya, tidak ada ora-



-ng di sekitarnya yang terluka, dan tidak ada studi jangka panjang yang menemukan kaitan konklusif antara peningkatan insiden kanker dan radiasi kadar rendah bagi orang di sekitarnya yang terpajan reaktor yang bermasalah. Pembersihan "kecelakaan" ini berlangsung dari tahun 1970- 1993 dan menghabiskan dana 975 juta dollar. Pada akhir April 1986, terjadi kerusakan reaktor nuklir lain. Kecelakaan ini,di Chernobyl di bekas Uni Soviet, jauh lebih parah daripada kecelakaan reaktor di AS. Pada pagi dini hari, dua teknisi sedang memeriksa reaktor. Mereka, dengan menyalahi protokol operasional standar, mematikan sistem keamanan kunci. Satu kesalahan dalam menilai ini (mungkin akibat kelelahan) menyebabkan kecelakaan nuklir paling besar dan mahaf dalam sejarah dunia. Terbentuk uap di dalam reaktor yang menyebabkan atap bangunan penampung terlepas. Awan tebal radiasi membumbung ke angkasa dan menyebar ke seluruh Eropa dan dunia. Selama 10 hari reaktor ini terbakar dan melepaskan radiasi 400 kali lebih besar dibandingkan bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima pada perang Dunia 11. Sementara para pekerja berupaya keras menutup inti radioaktif yang meleleh dan menyebarkan radiasi ke angkasa, seluruh dunia mengamati dengan ketakukan. Pemerintah menyatakan batas radiasi 30 km dari reaktor dan mengevakuasi 115.000 orang dari daerah reaktor nuklir ini. Walau demikian, peningkatan insiden kanker tiroid sekarang telah meningkat akibat terpajan ke radiasi iodin bagi mereka yang tinggal di dekat Chernobyl yang sebagian besarnya merupakan anakanak dan remaja pada saat terjadinya bencana. Bencana Chernobyl, seperti kecelakaan di Three Mile Island, mungkin ditimbulkan oleh para karyawan yang bekerja pada waktuwaktu yang tidak memungkinkan mereka berpikir jenih. Kita harus berpikir berapa banyak kecelakaan pesawat, kecelakaan lalu-lintas, dan tindakan malpraktik medis yang mungkin dapat ditelusuri ke kesalahan penilaian akibat kita bekerja melawan irama tubuh yang inheren. Berkat penelitian-penelitian tentang irama biologis, para peneliti kini mengetahui cara-cara untuk menyetel ulang jam biologis, yang dapat mengurangi penderitaan dan gangguan yang dialami oleh para pekerja dengan giliran kerja serta memperbaiki kinerja pekerja malam. Sebagai contoh, satu tindakan sederhana adalah membuat giliran jaga dalam siklus tiga mingguan agar jam biologis karyawan dapat menyesuaikan diri. Dan daripada memindahkan pekerja dari giliran pagi hari ke giliran tengah malam, pindahkan mereka ke depan dan bukan ke belakang (sebagai contoh, dari tugas siang ketugas malam}. Hal ini mempermudah penyesuaian. Sinar terang juga dapat digunakan untuk menyetel ulang jam biologis. lni adalah ongkos kecil yang harus dikeluarkan demi memperoleh pekerja yang lebih sehat dan masyarakat yang lebih aman. Selain itu, pemberian suplemen melatonin, hormon yang menyetei jam internal agar sesuai dengan siklus lingkungan, mungkin terbukti bermanfaat untuk menyetel ulang jam tubuh saat jam tersebut tidak sinkron dengan sinyal-sinyal eksternal.



  



715



KUNCI Jalur ke korteks visual



Batang dan kerucut



Jalur yang menciptakan dan menyinkronkan irama sirkadian tubuh



Gelap



Jaiur yang yang menyesuaikan irama sirkadian dengan petunjuk eksternal Sel ganglion retina yang mengandung melanopsin



Penglihatan



Siklus berlangsung sekitar sehari



Terang



Nukleus supraklasmatikus (jam biologik utama)



Degradasi protein jam



Kelenier



Sintesis protein jam



Melatonin dalam terang



Perubahan siklik dalam protein jam



Melatonin dalam gelap



Perubahan sikfik dalam melatonin



Sinkronisasi irama sirkadian dalam organ efektor di seluruh tubuh



Menyetel ulang irama sirkadian agar sesuai dengan siklus terang-gelap



Gambar 18-13 Sinkronisasi dan penyesuaian irama sirkadian.



mempertahankan keseimbangan H2O. Kontrol keseimbangan



Periksa Pemahaman Anda 18.4 1. Diskusikan bagaimana nukleus suprakiasmatikus berperan sebagai jam biologis utama.



H2O esensial bagi pemeliharaan osmolaritas CES dan volume sel yang sesuai.







2. Bedakan antara melanopsin dan melatonin.



Hormon-hormon



yang



dikeluarkan



oleh



hipofisis



anterior



umumnya tidak secara langsung berperan dalam homeostasis. Sebagian besar hormon tersebut bersifat tropik yaitu mereka merangsang sekresi hormon lain.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif Sistem endokrin adalah salah satu dari dua sistem regulatorik utama tubuh; yang lainnya adalah sistem







amino, glukosa, dan asam lemak dalam plasma.







Kelenjar pineal mengeluarkan melatonin, yang membantu menyamakan irama sirkadian tubuh dengan siklus terang (periode aktivitas) dan gelap (periode inaktivitas) lingkungan.



lebih memerlukan durasi daripada kecepatan. Sebagian besar



Kelenjar endokrin perifer juga membantu mempertahankan homeostasis melalui cara-cara berikut:



aktivitas ini ditujukan untuk mempertahankan homeostasis. Kontribusi







memiliki efek mendorong pertumbuhan, juga memiliki efek metabolik yang membantu mempertahankan konsentrasi asam



saraf. Melalui hormon-hormonnya sebagai caraka yang be -kerja lambat, sistem endokrin umumnya mengatur aktivitas yang



spesifik organ endokrin sentral pada homeostasis adalah sebagai berikut:



Namun, hormon pertumbuhan dari hipofisis anterior, selain







Hormon membantu mempertahankan konsentrasi nutrien di lingkungan internal dengan mengarahkan reaksi-reaksi kimia



Unit hipotalamus-hipofisis anterior menyekresi vasopresin, yang



yang berperan dalam penyerapan, penyimpanan, dan penge-



bekerja pada ginjal selama pembentukan urine untuk membantu



luaran molekul-molekul ini oleh sel. Selain itu, laju metabolisme



  



hapter



dan saraf serta pembekuan darah, di antara aktivitas lainnya



nutrien-nutrien ini umumnya dikontrol oleh sistem endokrin.







Keseimbangan garam, yang penting untuk mempertahan-kan volume CES dan tekanan darah arteri yang sesuai, dicapai dengan



untuk mempertahankan kehidupan.







penyesuaian, di bawah kontrol endokrin, reabsorpsi garam oleh ginjal selama pembentukan urine.







Demikian juga, hormon bekerja pada berbagai sel sasaran untuk mempertahankan konsentrasi kalsium dan elektrolit lain dalam



Sistem endokrin memadukan berbagai proses penyesuaian yang membantu tubuh mempertahankan homeostasis sebagai respons terhadap berbagai stres.







Sistem endokrin dan saraf bekerja sama untuk mengontrol sistem sirkulasi dan pencernaan, yang pada gilirannya mel-



plasma. Erektrolit-elektrolit ini nantinya berperan kunci dalam



aksanakan aktivitas-aktivitas homeostatik penting.



aktivitas homeostatik. Sebagai contoh, pemeliharaan kadar kalsium



Di luar homeostasis, hormon mengarahkan proses pertumbuh-



dalam batas-batas yang sempit sangat penting eksitabilitas otot dan



an dan mengontrol sebagian besar aspek sistem reproduksi.



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-42. Pertanyaan Objektif 1. Satu kelenjar endokrin dapat mengeluarkan lebih dari satu hormon. (Benar atau salah?) 2. Satu hormon dapat memengaruhi lebih dari satu jenis sel sasaran. (Benar atau salah?) 3. Semua kelenjar endokrin hanya memiliki fungsi endokrin. (Benar atau salah?) 4. Satu sel sasaran dapat dipengaruhi oleh lebih dari satu hormon. (Benar atau salah?) 5. Hiposekresi atau hipersekresi suatu hormon dapat terjadi meskipun kelenjar endokrinnya sepenuhnya normal. (Benar atau salah?) 6. Kadar hormon pertumbuhan di darah tidak lebih tinggi selama masa pertumbuhan anak dibandingkan masa dewasa. (Benar atau salah?) 7. Suatu hormon yang fungsi utamanya mengatur kelenjar endokrin lain diklasifikasikan secara fungsional sebagai hormon ___ 8. Pengurangan, yang ditimbulkan oleh diri sendiri, jumlah reseptor untuk hormon spesifik dikenal sebagai ___ 9. Aktivitas di dalam lapisan tulang rawan pada tulang yang dikenal sebagai ___ berperan dalam pemanjangan tulang panjang. 10. ___ di hipotalamus adalah jam biologis utama tubuh. 11. Tunjukkan hubungan di antara berbagai hormon di aksis hipotalamus-hipofisis anterior-korteks adrenal dengan menggunakan kode jawaban berikut untuk mengidentifikasi hormon apa yang dimaksud oleh setiap titik-titik berikut.



(a) kortisol (b) ACTH (c) CRH (1) ___ dari hipotalamus merangsang sekresi (2) ___ dari hipofisis antrerior. (3) ___, nantinya merangsang sekresi (4) ___ dari korteks adrenal. Melalui mekanisme umpan-balik negatif, (5) ___ menghambat sekresi hormon pelepas (6) ___ dan lebih lanjut menghambat sekresi hormon tropik (7) ___.



Pertanyaan Esai 1. Sebutkan fungsi keseluruhan sistem endokrin. 2. Bagaimana konsentrasi suatu hormon dalam plasma normalnya diatur? 3. Tuliskan dan sebutkan secara singkat sumber dan fungsi hormon-hormon hipofisis posterior. 4. Tuliskan dan sebutkan secara singkat sumber dan fungsi hormon-hormon hipofisis anterior. 5. Bandingkan hubungan antara hipotalamus dan hipofisis posterior dengan hubungan antara hipotalamus dan hipofisis anterior. JeIaskan peran sistem porta hipotalamushipofisis serta hormon pelepas dan penghambat hipotalamus. 6. Jelaskan kerja hormon pertumbuhan yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan. Apa efek pendorong-pertumbuhan hormon pertumbuhan? Apa peran IGF? 7. Bahaslah kontrol sekresi hormon pertumbuhan 8. Jelaskan peran protein jam 9. Apa sumber, fungsi, dan perangsang sekresi melatonin?



  



717



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Apakah Anda mengharapkan konsentrasi horrnon pelepas dan penghambat hipotalamus dalam sampel darah vena sistemik lebih tinggi, lebih rendah, atau sama dengan konsentrasi molekul-molekul ini dalam sampel darah porta hipotalamus-hipofisis? 2. Dengan memikirkan mengenai lengkung kontrol umpan-balik di antara TRH, TSH, dan hormon tiroid, apakah Anda mengharapkan konsentrasi TSH akan normal, di atas normal, atau kurang daripada normal pada orang yang dietnya kekurangan iodium (suatu unsur yang esensial untuk membentuk hormon tiroid)?. 3. Seorang pasien memperlihatkan gejala kelebihan sekresi kortisol. Faktor apa yang dapat diukur dalam sampel



darah untuk menentukan apakah keadaan ini disebabkan oleh defek di tingkat hipotalamus-hipofisis anterior atau di tingkat korteks adrenal? 4. Mengapa pria dengan sindrom feminisasi testis biasanya bertubuh sangat tinggi? 5. Pasar gelap untuk memperoleh hormon pertumbuhan telah terbentuk di antara para atlet angkat-beban dan atlet lain. Apa efek hormon pertumbuhan yang menyebabkan atlet yang sudah dewasa menggunakan hormon ini dalam dosis suplemen? Apa kemungkinan efek samping poten-sialnya?



PERTIMBANGAN KLINIS Pada usia 18 tahun dan dengan tinggi 8 kaki, Anthony O. didiagnosis mengidap gigantisme akibat suatu tumor hipofisis. Penyakit ini diobati dengan pembedahan yang mengangkat



718  



hapter



kelenjar hipofisisnya. Terapi sulih hormon apa yang akan diperlukan oleh Anthony?



hapter 18



Kartu Belajar ■ Hipotalamus, suatu bagian otak, mengeluarkan sembilan hormon peptida. Dua disimpan di hipofisis posterior, dan tujuh diangkut oleh pembuluh darah khusus sistem porta hipotalamushipofisis ke hipofisis anterior, tempat mereka mengatur pengeluaran hormon hipofisis anterior tertentu. (Lihat Gambar 18-4 dan 18-7.)



Hormon adalah caraka kimiawi jarak-jauh yang dikeluarkan oleh kelenjar endokrin tanpa duktus ke dalam darah, yang mengangkut hormon ke sel sasaran spesifik tempat hormon mengontrol fungsi tertentu dengan mengubah aktivitas protein. ■



■ Hipofisis posterior pada hakikatnya adalah perluasan saraf hipotalamus. Dua hormon peptida kecil, vasopresin dan oksitosin, disintesis di dalam badan sel neuron neurosekretorik yang terletak di hipotalamus. Dari badan sel tersebut hormon-hormon ini mengalir melalui akson untuk disimpan di ujung saraf di dalam hipofisis posterior. Hormon-hormon ini disekresikan secara independen dari hipofisis posterior ke dalam darah sebagai respons terhadap potensial aksi yang berasal dari hipotalamus. (Lihat Gambar 18-4.)



Hormon dikelompokkan ke dalam dua kategori berdasarkan perbedaan kelarutan mereka serta dikelompokkan lebih ianjut sesuai struktur kimiawinya hormon hidrofilik (hormon peptida, katekolamin, dan indolamin) dan hormon lipofilik (hormon steroid dan hormon tiroid). ■



■ Sistem endokrin sangat penting dalam mengatur metabolisme organik, keseimbangan H2O dan elektrolit, pertumbuhan, dan reproduksi serta dalam membantu tubuh menghadapi stress. (Lihat Gambar 18-1 dan Tabel 18-2, h. 696-697.)



■ Konsentrasi plasma efektif masing-masing hormon normalnya dikontrol oleh perubahan laju sekresi hormon. Sekresi sel endokrin terutama dipengaruhi oleh dua jenis sinyal regulatorik langsung: (1) sinyal saraf, yang meningkatkan sekresi hormon sebagai respons terhadap kebutuhan spesifik dan mengatur variasi diurnal sekresi; dan (2) sinyal dari hormon lain, yang bersifat stimulatorik dari hormon tropik atau inhibitorik dari hormon sel sasaran melalui mekanisme umpan-balik negatif. (Lihat Gambar 18-2 dan 18-6, h. 702.)



■ Hipofisis anterior mengeluarkan enam hormon peptida berbeda yang dihasilkannya sendiri. Lima hormon hipofisis anterior bersifat tropik. (1) Thyroid -stimulating hormone (TSH) merangsang sekresi hormon tiroid. (2) Hormon adrenokortikotropik (ACTH) merangsang sekresi kortisol oleh korteks adrenal. (3 dan 4) Hormon gonadotropik follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH)– merangsang produksi gamet (sel telur dan sperma) serta sekresi hormon-hormon seks. (5) Hormon pertumbuhan (GH) secara tak-langsung merangsang pertumbuhan dengan merangsang sekresi IGF-1, yang pada gilirannya mendorong pertumbuhan. GH juga memiliki efek metabolik. (6) Prolaktin (PRL) merangsang sekresi susu dan tidak bersifat tropik. (Lihat Gambar 18-5)



Konsentrasi plasma efektif suatu hormon juga dapat dipenga■ ruhi oleh laju pengeluarannya dari tubuh melalui proses inaktivasi metabolik dan ekskresi serta, untuk sebagian hormon, dengan laju pengaktifannya di perifer atau tingkat pengikatannya ke protein plasma.



■ Hipofisis anterior membebaskan hormonnya ke dalam darah jika berikatan dengan hormon pelepas dan penghambat dari hipotalamus. Hipotalamus nantinya dipengaruhi oleh berbagai sinyal saraf dan hormon pengontrol. (Lihat tabel 18-4 serta Gambar 18-6 dan 18-7.)



Sebagian hormon bersifat tropik, yaitu berfungsi adalah merangsang dan mempertahankan kelenjar endokrin lain. ■



■ Disfungsi endokrin terjadi jika hormon dihasilkan terlalu banyak atau terlalu sedikit atau ketika responsivitas sel sasaran terhadap hormon berkurang. (Lihat Tabel 18-1.) ■ Sensitivitas sel sasaran terhadap suatu konsentrasi tertentu hormon dalam plasma, yang terhadapnya sel sasaran berespons, dapat dimodifikasi oleh (1) regulasi turun (jumlah reseptor berkurang ketika menghadapi peningkatan hormon yang berkepanjangan), (2) permisivitas (suatu hormon meningkatkan efektivitas hormon lain), (3) sinergisme (efek kombinasi dua hormon lebih besar daripada penjumlahan setiap efek), dan (4) antagonisme (suatu homon mengurangi efektivitas hormon lain).



Kelenjar hipofisis terdiri dari dua lobus berbeda, hipofisis posterior dan hipofisis anterior. (Lihat Gambar 18-3 dan pembuka bab.)



2 Kapiler-kapiler hipotalamus ini menyatu untuk membentuk sistem porta hipotalamus-hipofisis, yaitu penghubung vaskular ke hipofisis anterior.



Hipotalamus



1



Kapiler di hipotalamus



Darah arteri sistemik masuk



Sel endokrin hipofisis anterior (menyekresikan hormon hipofisis anterior ke dalam darah sistemik)



KUNCI



Darah vena sistemik keluar



= Hormon hipofisiotropik



3 Sistem porta bercabang-cabang membentuk kapiler hipofisis anterior. 4 Hormon hipofisiotropik, yang meninggalkan darah menembus kapiler hipofisis anterior, mengontrol pengeluaran hormon hipofisis anterior.



Sistem porta hipotalamushipofisis Hipofisis posterior



4



4 5



5



6



1



Hormon pelepas dan penghambat



2



3



Kapiler di hipofisis anterior



18.2 | Hipotalamus dan Hipofisis (pp. 696–705) ■



1 Hormon hipofisiotropik (hormon pelepas dan hormon penghambat) yang diproduksi oleh neuron neurosekretorik di hipotalamus masuk ke kapiler hipotalamus.



Neuron neurosekretorik di hipotalamus (menyekresikan hormon penghambat dan pelepas ke dalam sistem porta)



Hipofisis anterior



5 Hormon hipofisis anterior tertentu, setelah distimulasi oleh releasing hormone hipotalamus yang sesuai, disekresikan ke dalam kapiler-kapiler ini. 6 Kapiler-kapiler hipofisis anterior kembali menyatu untuk membentuk sebuah vena, yang digunakan oleh hormon-hormon hipofisis anterior untuk menyebar ke seluruh tubuh melalui sirkulasi sistemik.



= Hormon hipofisis anterior



■ Baik hipotalamus maupun hipofisis anterior dihambat secara umpan-balik negatif oleh produk kelenjar endokrin sasaran dalam aksis hipotalamus-hipofisis anterior-kelenjar sasaran. (Lihat Gambar 18-6.)



18.3 | Kontrol Endokrin pada Pertumbuhan (h. 706–713) ■ Pertumbuhan bergantung tidak saja pada hormon pertumbuhan dan hormon lain yang memengaruhi pertumbuhan misalnya hormon tiroid, insulin, dan hormon seks tetapi juga pada faktor genetik, diet yang memadai, dan bebas dari stres atau penyakit kronik. Lonjakan pertumbuhan pesat terjadi selama beberapa tahun pertama kehidupan dan selama pubertas. (Lihat Gambar 18-8.)



Jalur GH-IGF-I menyebabkan pertumbuhan dengan merangsang sintesis protein, pembelahan sel di jaringan lunak, serta pemanjangan dan penebalan tulang. (Lihat Gambar 18-9 dan 18-10.) ■



■ Hormon pertumbuhan juga memiliki efek metabolik langsung yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan, misalnya konservasi karbohidrat dan mobilisasi simpanan lemak. (Lihat Gambar 18-10.) ■ Sekresi GH oleh hipofisis anterior diatur oleh hipotalamus, growth hormone-releasing hormone hormone-inhibiting hormone (somatostatin). Dengan balik negatif, IGF-1 dan GH menghambat GHRH dan somatostatin. (Lihat Gambar 18-10.)



Masukan utama



Olahraga, stres, glukosa darah



dua hormon dan growth pola umpan merangsang



Asam amino darah, Asam lemak darah



Irama diurnal



Masukan minor



Ghrelin



*Hipotalamus *



*



■ Kadar hormon pertumbuhan tidak terlalu berkaitan dengan periode pertumbuhan pesat. Sinyal utama untuk meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan lebih berkaitan dengan kebutuhan metabolik daripada pertumbuhan, yaitu tidur lelap (selama irama diurnal), olahraga, stres, dan gula darah rendah.



■ Nukleus suprakiasmatik (SCN) adalah jam biologis utama tubuh. Variasi konsentrasi protein jam yang bersifat siklis dan spontan di dalam SCN menyebabkan perubahan siklik lepas muatan neuron dari daerah ini. Setiap siklus memerlukan waktu sekitar sehari dan menjalankan irama sirkadian (harian) tubuh. (Lihat Gambar 18-13.) ■ Irama inheren osilator endogen ini berlangsung sedikit lebih lama daripada 24 jam. Karena itu, setiap hari irama sirkadian tubuh harus disesuaikan untuk menyamai sinyal-sinyal lingkungan sehingga irama internal tetap sinkron dengan siklus terang-gelap eksternal. ■ Di mata, fotoreseptor khusus yang mengandung melanopsin yang berespons terhadap cahaya tetapi tidak terlibat dalam penglihatan mengirim impuls ke SCN. Melalui SCN, sekresi hormon melatonin kelenjar pineal secara ritmis berfluktuasi seiring siklus terang-gelap, berkurang pada siang hari dan meningkat pada malam hari. Melatonin, pada gilirannya, menyetel ulang irama sirkadian alami tubuh, misalnya variasi diurnal (siang-malam) sekresi hormon dan suhu tubuh, untuk menyesuaikan dengan petunjuk eksternal misalnya siklus teranggelap. ■ Peran lain melatonin yang dikemukakan adalah (1) mendorong tidur; (2) memengaruhi aktivitas reproduksi, termasuk awitan pubertas; (3) bekerja sebagai antioksidan untuk menyingkirkan radikal bebas yang merugikan; dan (4) meningkatkan imunitas.



Growth hormonereleasing hormone (GHRH)



Somatostatin (growth hormone-inhibiting hormone; GHIH



KUNCI Jalur ke korteks visual



Somatotrop hipofisis anterior



Batang dan kerucut



Terang



Gelap



Jalur yang menciptakan dan menyinkronkan irama sirkadian tubuh Jalur yang menyesuaikan irama sirkadian dengan petunjuk eksternal



Sel ganglion retina yang mengandung melanopsin



penglihatan



Hormon pertumbuhan Nukleus suprakiasmatikus (jam biologik utama)



Hati



IGF-I



Efek mendorong pertumbuhan pembelahan sel sintesis protein ( asam amino darah) pertumbuhan tulang



Efek metabolik yang tidak berkaitan dengan pertumbuhan pengeraian lemak ( asam lemak darah) penyerapan glukosa oleh otot ( glukosa darah) pengeluaran glukosa oleh hati ( glukosa darah)



*Semua faktor-fektor ini meningkatkan sekresi hormon pertumbuhan, tetapi belum jelas apakah



faktor-faktor tersebut melakukannya dengan merangsang GHRH atau menghambat somatostatin (GHIH), alau keduanya.



Siklus berlangsung sekitar sehari



Degradasi protein jam



Sintesis protein jam



Perubahan siklik dalam protein jam



Sinkronisasi irama sirkadian dalam organ efektor di seluruh tubuh



Kelenjar pineal



Melatonin dalam terang



Melatonin dalam gelap



Perubahan siklik dalam melatonin



Menyetel ulang irama sirkadian agar sesuai dengan siklus terang-gelap



Sebuah scintiscan kelenjar tiroid normal. Pada teknik diagnostik ini, aktivitas kelnjar tiroid didekteksi oleh kamera gama yang menunjukkan seberapa banyak pelcak kimia radioaktif yang disuntikkan terserap, dengan warna merah adalah daerah yang paling aktif dan warna biru adalah daerah yang kurang aktif. Perhatikan bahwa kedua lobus kelenjar endokrin ini berbentuk dasi kupu-kupu atau kupu-kupu. Kelenjar tiroid menyekresikan hormon yang mengotrol laju metabolik basal (kecepatan langsam) tubuh.



BSIP/Photo Researchers, Inc.



19 Kelenjar Endokrin Perifer Sekilas Isi 19.1 Kelenjar Tiroid 19.2 Kelenjar Adrenal 19.3 Respons Stres Terintergrasi 19.4 Pankreas Endokrin dan Kontro Metabolisme Bahan Bakar 19.5 Kelenjar Paratiroid dan Kontrol Metabolisme Kalsium



Pokok-pokok Homeostasis Sistem endokrin, melalui hormon yang disekresikannya ke dalam darah, secara umum mengatur aktivitas yang lebih memerlukan durasi dibandingkan kecepatan. Sebagian besar aktivitas sel target di bawah kontrol hormonal diarahkan untuk mempertahankan homeostasis. Kelenjar endokrin perifer mencakup kelenjar tiroid, yang mengontrol laju metabolik basal tubuh; kelenjar adrenal, yang menyekresi hormon yang penting dalam mempertahankan keseimbangan garam, dalam metabolisme molekul nutrien, dan dalam beradaptasi terhadap stress; endokrin pankreas, yang menyekresi hormon yang penting dalam metabolisme molekul nutrien; dan kelenjar paratiroid, yang menyekresikan hormon yang penting bagi metabolisme kalsium.



|Kelenjar Tiroid



19.1



Kelenjar tiroid terdiri dari dua lobus jaringan endokrin yang dihubungkan di tengah oleh suatu bagian sempit kelenjar, ismus, sehingga organ ini tampak seperti dasi kupu-kupu (Gambar 19-la dan foto pembuka bab). Kelenjar bahkan terletak di tempat yang sesuai untuk dasi kupu-kupu, berada di leher di atas trakea tepat di bawah laring. Kelenjar tiroid sering digambarkan dengan bentuk yang menyerupai kupu-kupu.



Konstituen utama koloid adalah suatu molekul glikoprotein besar yang dikenal sebagai tiroglobulin (Tg) yang di dalamnya terikat hormon-hormon tiroid dalam berbagai stadium sintesis. Sel folikel menghasilkan dua hormon yang mengandung iodium yang berasal dari asam amino tirosin: tetraiodotironin (T4, atau tiroksin) dan tri-iodotironin (T3). Awalan tetra dan tri serta huruf bawah 4 dan 3 menunjukkan jumlah atom iodium yang terdapat di masingmasing hormon ini. Kedua hormon, yang secara kolektif disebut horrnon tiroid, adalah regulator penting laju metabolik basal (LMB) keseluruhan. Di ruang interstisium di antara folikel-folikel terselip sel sekretorik lain, sel C, yang mengeluarkan hormon peptida kalsitonin. Kalsitonin berperan dalam metabolisme kalsium serta tidak berkaitan dengan T4 dan T3. Di sini kita membahas T4 dan T3 serta membicarakan kalsitonin kemudian, dalam suatu bagian yang membahas kontrol endokrin atas keseimbangan kalsium.



Kelenjar tiroid



Laring



Lobus kanan



Trakea



Ismus



Lobus kiri



(a) Anatomi makroskopik kelenjar tiroid Sel folikel



Koloid



Sel C



Biophoto Associates/Photo Researchers, Inc.



Sel-sel sekretorik utama tiroid, yang dikenal sebagai sel folikel, tersusun membentuk bola-bola berongga, yang masing-masing membentuk satu unit fungsional yang dinamai folikel. Pada potongan mikroskopik (Gambar 19-1b), folikel tampak sebagai cincin yang terdiri dari satu lapisan sel-sel folikel yang mengelilingi suatu lumen di bagian dalam yang terisi oleh koloid, bahan yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan ekstrasel untuk hormon tiroid. Perhatikan bahwa koloid di dalam lumen folikel berada di ekstrasel (yaitu, di luar sel tiroid), meskipun terletak di dalam bagian interior folikel. Koloid tidak berkontak langsung dengan cairan ekstrasel yang mengelilingi folikel, serupa dengan danau di tengah pulau yang tidak berhubungan langsung dengan lautan yang mengelilingi pulau tersebut.



(b) Gambaran kelenjar tiroid di bawah mikroskop cahaya. Gambar 19- 1



Campuran baku untuk sintesis hormon tiroid adalah tirosin dan iodium, keduanya harus diserap dari darah oleh sel folikel. Tirosin, suatu asam amino, dibentuk dalam jumlah memadai oleh tubuh sehingga bukan suatu zat esensial dalam makanan. Sebaliknya, iodium yang dibutuhkan untuk sintesis hormon tiroid harus diperoleh dari makanan. lodium (I) dalam makanan direduksi menjadi iodida (I-) sebelum diserap oleh usus halus. Kita sekarang akan membahas langkah-langkah yang terlibat dalam pembentukan, penyimpanan, transpor, dan sekresi hormon tiroid. Sebagian besar langkah pembentukan hormon tiroid berlangsung di molekul tiroglobulin di dalam koloid. Tiroglobulin itu sendiri diproduksi oleh kompleks Golgi-retikulum endo plasma sel



722 BAB 19



Anatomi kelenjar tiroid. (a) Anatomi makroskopik kelenjar



tiroid, pandangan anterior. Kelenjar tiroid terletak di atas trakea tepat di bawah laring dan terdiri dari dua lobus yang dihubungkan oleh sebuah berkas tipis yang dinamai ismus. (b) Gambaran kelenjar tiroid di bawah mikroskop cahaya. Kelenjar tiroid terutama terdiri dari bola-bola berisi koloid yang dikelilingi oleh satu lapisan sel folikel.



folikel tiroid. Asam amino tirosin masuk ke dalam molekul tiroglobulin yang jauh lebih besar sewaktu tiroglobulin sedang diproduksi. Setelah terbentuk, tiroglobulin yang sudah mengandung tirosin diekspor dalam vesikel dari sel folikel ke dalam koloid melalui proses eksositosis (>Gambar 19-2, langkah 1 ). Tiroid menangkap iodida dari darah dan memindahkannya ke dalam koloid melalui pampa—iodida protein-protein pengangkut



yang kuat dan memerlukan energi di membran luar sel folikel (langkah 2 ). Tyang dijalankan oleh gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh pompa Na+-K+ pada membran basolateral (membran luar sel folikular yang berkontak dengan cairan interstisial). Pompa iodida mengangkut Na+ menuju sel folikular menuruni gradien konsentrasinya dan I- ke dalam sel melawan gradien konsentrasinya. Hampir semua iodida di tubuh dipindahkan rnelawan gradien konsentrasi untuk disimpan di tiroid untuk membentuk hormon tiroid. Iodida biasanya 30 kali lebih terkonsentrasi dalam sel folikular tiroid daripada di dalam darah. Iodida tidak memiliki fungsi lain di tubuh. Di dalam sel folikular, iodida dioksidasi menjadi iodida "aktif" oleh enzim terikat membran, tiroperoksidase (TPO) ysng terletak pada membran luminal, membran sel folikel yang berkontak dengan koloid (langkah 3 ). Iodida aktif ini keluar melewati saluran di membran luminal untuk memasuki koloid (langkah 4 ). Di dalam koloid, TPO, tetap terikat membran, dengan cepat melekatkan iodida ke tirosin di dalam molekul tiroglobulin. Perlekatan satu iodida ke tirosin menghasilkan monoiodotirosin (MIT) (langkah 5a). Perlekatan dua iodida ke tirosin menghasilkan di-iodotirosin (DIT) (langkah 5b). Setelah MIT dan DIT terbentuk, terjadilah proses penggabungan di dalam molekul tiroglobulin antara molekul-molekul tirosin yang telah beriodium untuk membentuk hormon tiroid. Penggabungan satu MIT (dengan satu iodida) dan satu DIT (dengan dua iodida) menghasilkan tri-iodotironin, atau T3 (dengan tiga iodida) (langkah 6a). Penggabungan dua DIT (masing-masing mengandung dua atom iodida) menghasilkan tetraiodotironin (T4 atau tiroksin), yaitu bentuk hormon tiroid dengan empat iodida (langkah 6b). Antara dua molekul MIT tidak terjadi penggabun gan. Semua produk ini tetap melekat ke tirogobulin melalui ikatan peptida. Hormon tiroid tetap tersimpan dalam bentuk ini di koloid hingga terurai dan diskresikan. Jumlah horon tiroid yang tersimpan normalnya dapat memenuhi kbutuhan tubuh untuk beberapa bulan.



Pelepasan hormon tiroid ke dalam sirkulasi sistemik adalah suatu proses yang agak rumit karena dua alasan. Pertama, sebelum pembebasannya, T3 dan T4 masih terikat di dalam molekul tiroglobulin. Kedua, kedua hormon tersimpan di tempat ekstrasel, di dalam koloid di lumen folikel, sehingga harus diangkut seluruhnya menembus sel folikel untuk mencapai kapiler yang berjalan di ruang interstisium di antara folikel-folikel. Pada proses sekresi hormon tiroid, sel folikel "menggigit putus" sepotong koloid, menguraikan molekul tiroglobulin menjadi bagian-bagiannya, dan "meludahkan" T3 dan T4 yang telah dibebaskan ke dalam darah. Pada stimulasi yang sesuai untuk sekresi hormon tiroid, sel-sel folikel menginternalisasi sebagian kompleks tiroglobulin-hormon dengan memfagosit sepotong koloid (Gambar 19-2, langkah 7 ). Di dalam sel, butir-butir koloid yang terbungkus membran menyatu dengan lisosom, yang enzimenzimnya memisahkan hormon-hormon tiroid yang aktif-



secara biologis, T3 dan T4, serta MIT dan DIT yang inaktif (langkah 8 ). Hormon tiroid, karena sangat lipofilik, mudah melewati membran luar sel folikel dan masuk ke dalam darah (langkah 9a ). MIT dan DIT tidak memiliki fungsi endokrin. Sel-sel folikel mengandung suatu enzim, iodinase, yang secara cepat mengeluarkan iodida dari MIT dan DIT sehingga iodida yang telah bebas ini dapat didaur-ulang untuk membentuk lebih banyak hormon (langkah 9b). Enzim yang sangat spesifik ini akan mengeluarkan iodida hanya dari MIT dan DIT, bukan dari T3 atau T4. Setelah dikeluarkan ke dalam darah, molekul-molekul hormon tiroid yang sangat lipofilik (dan karenanya tak-larut air) cepat berikatan dengan beberapa protein plasma. Sebagian besar T3 dan T4 diangkut oleh thyroxine-binding globulin, suatu protein plasma yang secara selektif berikatan hanya dengan hormon tiroid. Kurang dari 0,1% T4 dan kurang dari 1% T3 berada dalam bentuk bebas (takterikat). Hal ini luar biasa karena hanya bentuk bebas hormon dari keseluruhan hormon tiroid yang memiliki akses ke reseptor sel sasaran dan menimbulkan efek.



Sekitar 90% produk sekretorik yang dibebaskan dari kelenjar tiroid adalah dalam bentuk T4, tetapi T3 memiliki aktivitas biologik yang empat kali lebih kuat. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan diubah menjadi T3, atau diaktifkan, dengan ditanggalkannya satu iodida di luar kelenjar tiroid, terutama di hati dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari T4 yang telah mengalami proses "penanggalan" di perifer. Karena itu, T3 adalah bentuk hormon tiroid utama yang aktif secara biologis di tingkat sel, meskipun kelenjar terutama mengeluarkan T4.



Hormon tiroid tidak memiliki organ target tersendiri. Kelenjar ini memengaruhi hampir setiap jaringan yang ada di tubuh. Seperti hormon lipofilik lainnya, hormon tiroid menembus membran plasma dan terikat dengan reseptor intraselular, dalam hal ini adalah suatu reseptor nuklear yang terikat pada elemen respons tiroid pada DNA. Pengikatan ini meme-ngaruhi transkripsi mRNA spesifik dan karenanya sintesis protein baru yang spesifik, khususnya enzim, yang membawa respons seluler. Reseptor hormon tiroid inti memiliki afinitas yang 10 kali lebih besar bagi T3 dibandingkan T4. Karena potensi hormon bergantung pada seberapa kuat hormon terikat pada reseptor sel targetnya, T3 lebih poten daripada T4. Dibandingkan dengan hormon lain, kerja hormon tiroid relatif "lamban". Respons terhadap peningkatan hormon tiroid baru terdeteksi setelah beberapa jam, dan respons maksimal belum terlihat dalam beberapa hari. Durasi respons juga cukup lama, tidak hanya karena hormon tiroid tidak cepat terurai, tetapi juga karena respons terhadap peningkatan sekresi terus terjadi selama beberapa hari atau bahkan beberapa minggu setelah konsentrasi hormon tiroid plasma kembali ke normal. Semua sel di tubuh terpengaruh langsung atau tak langsung oleh-



  



723



Thyroid follicular cell



Darah



Koloid



Retikulum endoplasma 2



I–



I– aktif



K+



9b



9a



Lisosom



MIT DIT 8 T3 T4



Tg



MIT DIT T3 T4



1



MIT



Tg 5a



I–



TPO



I–



lodinase)



ATP



K+ T3 , T4



3



I– Na+ (kerja



Na+



Kompleks Golgi



I–



4 MIT DIT T3 T4



7



6a 1 MIT



5b



DIT



6b 2 DIT



1 DIT



T3



T4



Folikel tiroid



KUNCI ATP



= Transpor aktif primer = Transpor aktif sekunder (simporter)



Tg = Tiroglobulin I– = Iodida TPO = Tiroperoksidase MIT = Monoiodotirosin



DIT = Di-iodotyrosine T3 = tri-iodothyronine T4 = tetraiodothyronine (thiroksin)



1 Tg yang mengandung tirosin yang dihasilkan di dalam sel folikel tiroid oleh kompleks Golgi-retikulum endoplasma diangkut ke dalam koloid melalui eksositosis.



5b Perlekatan dua iodida ke tirosin menghasilkan DIT.



2 lodida di bawa oleh transpor aktif sekunder dari darah ke dalam koloid oleh simporter di menbran basolateral sel folikel.



6b Penggabungan dua DIT menghasilkan T4.



3 Di dalam sel folikel, iodida dioksidasi ke bentuk aktif oleh TPO di membran luminal. 4 lodida aktif keluar sel melalui saluran luminal untuk memasuki koloid. 5a Dengan dikatalisis oleh TPO, perlekatan satu iodida ke tirosin di dalam molekul Tg menghasilkan MIT.



6a Penggabungan satu MIT dan satu DIT menghasilkan T3.



7 Pada perangsangan yang sesuai, sel folikel tiroid menelan sebagian koloid yang mengandung Tg melalui proses fagositosis. 8 Lisosom menyerang vesikel yang ditelan tersebut dan memisahkan produk-produk beriodium dari Tg. 9a T3 and T4 berdifusi ke dalam darah (sekresi). 9b MIT dan DIT mengalami deiodinasi, dan iodida yang bebas didaur ulang untuk membentuk hormon baru.



Gambar 19-2 Pembentukan, penyimpanan, dan sekresi hormon tiroid. Perhatikan bahwa organel tidak digambar sesuai dengan skala. Kompleks Golgi-retikulum endoplasma jauh lebih kecil.



-hormon tiroid. Efek T3 dan T4 dapat dikelompokkan ke dalam beberapa kategori yang saling tumpang-tindih. EFEK PADA LAJU METABOLISME DAN PRODUKSI PANAS Hormon tiroid meningkatkan laju metabolik basal



keseluruhan tubuh, atau "kecepatan langsam" (lihat h. 669). Hormon ini adalah regulator terpenting laju konsumsi O2 dan pengeluaran energi tubuh pada keadaan istirahat. Efek kalorigenik (kalorigenik berarti "penghasil panas") hormon tiroid berkaitan erat dengan efek metabolik hormon ini secara keseluruhan. Peningkatan aktivitas metabolik



  BAB 19



menyebabkan peningkatan produksi panas. EFEK SIMPATOMIMETIK Setiap efek yang serupa dengan



yang ditimbulkan olehsistem saraf simpatis dikenal sebagai efek simpatomimetik (simpatomimetik berarti "menyerupai simpatis"). Hormon tiroid meningkatkan responsivitas sel sasaran terhadap katekolamin (epinefrin dan norepinefrin), caraka kimiawi yang digunakan oleh sistem saraf simpatis dan penguatan hormonalnya dari medula adrenal. Hormon tiroid melaksanakan efek permisif ini dengan menyebabkan proliferasi reseptor sel sasaran katekolamin (lihat h. 695). Karena pe-



-ngaruh ini, banyak efek yang diamati ketika sekresi hormon tiroid meningkat serupa dengan yang menyertai pengaktifan sistem saraf simpatis. EFEK PADA SISTEM KARDIOVASKULAR Melalui efeknya dalam men ingkatkan kepekaan jantung terhadap katekolamin, hormon tiroid meningkatkan kecepatan jantung dan kekuatan kontraksi sehingga curah jantung meningkat (lihat h. 343). EFEK PADA PERTUMBUHAN DAN SISTEM SARAF Hormon



tiroid esensial bagi pertumbuhan normal karena efeknya pada hormon pertumbuhan (GH) dan IGF-I (lihat h. 707). Hormon tiroid tidak saja merangsang sekresi GH dan meningkatkan pro duksi I GF-I oleh hati, tetapi juga mendorong efek GH dan IGF-I pada sintesis protein struktural baru dan pada pertumbuhan tulang. Anak dengan defisiensi tiroid mengalami hambatan pertumbuhan yang dapat dipulihkan dengan terapi sulih tiroid. Namun, tidak seperti kelebihan GH, kelebihan hormon tiroid tidak menyebabkan pertumbuhan yang berlebihan. Hormon tiroid berperan krusial dalam perkembangan normal sistem saraf, khususnya SSP, suatu efek yang terganggu pada anak dengan defisiensi tiroid sejak lahir. Hormon tiroid juga esensial untuk aktivitas normal SSP pada orang dewasa.



Thyroid-stimulating hormone (TSH), hormon tropik tiroid dari hip ofisis anterior, adalah regulator fisiologik terpenting sekresi hormon tiroid (Gambar 19-3) (lihat h. 700). TSH bekerja dengan meningkatkan cAMP (lihat h. 130) di tirotrop. Hampir setiap tahap dalam sintesis dan pelepasan hormon tiroid dirangsang oleh TSH. Selain meningkatkan sekresi hormon tiroid, TSH juga mempertahankan integritas struktural kelenjar tiroid. Tanpa adanya TSH, tiroid mengalami atrofi (ukurannya berkurang) dan mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah sangat rendah. Sebaliknya, kelenjar mengalami hipertrofi (peningkatan ukuran setiap sel folikel) dan hiperplasia (peningkatan jumlah sel folikel) sebagai respons terhadap TSH yang berlebihan. Thyrotropin-releasing hormone (TRH) hipotalamus, melalui efek tropiknya, "menyalakan" sekresi TSH oleh hipo-fisis anterior (lihat h. 703), sementara hormon tiroid, melalui mekanisme umpan-balik negatif, "memadamkan" sekresi TSH dengan menghambat hipofisis anterior dan hipotalamus. TRH berfungsi melalui jalur caraka kedua DAG dan IP3 (h. 131). Seperti lengkung umpan-balik negatif lainnya, mekanisme antara hormon tiroid dan TSH ini cenderung mempertahankan kestabilan sekresi hormon tiroid. Umpan-balik negatif antara tiroid dan hipofisis anterior melaksanakan regulasi kadar hormon tiroid bebas sehari-hari, sementara hipotalamus memerantarai penyesuaian jangka-panjang. Tidak seperti kebanyakan sistem hormon lainnya, hormonhormon di aksis hipotalamus-hipofisis anterior tiroid pada orang dewasa tidak mengalami perubahan sekresi yang mendadak dan besar. Sekresi hormon tiroid yang relatif tetap sesuai dengan respons lambat dan berkepanjangan yang diinduksi oleh hormon-



Stres



Keadaan dingin pada bayi



Hipotalamus



Tyrotropin-releasing hormone (TRH)



Hipofisis anterior



Thyroid-stimulating hormone (TSH)



Kelenjar tiroid



Hormon tiroid (T3 dan T4)



Laju metabolik dan produksi panas; peningkatan pertumbuhan dan perkembangan SSP; peningkatan aktivitas simpatis Gambar 19-3 Regulasi sekresi hormon tiroid.



ini; peningkatan atau penurunan mendadak kadar hormon tiroid plasma tidak memiliki manfaat adaptif. Satu-satunya faktor yang diketahui meningkatkan sekresi TRH (dan karenanya, sekresi TSH dan hormon tiroid) adalah pajanan ke cuaca dingin pada bayi baru lahir, suatu mekanisme yang sangat adaptif. Peningkatan drastis sekresi hormon tiroid yang menghasilkan panas membantu mempertahankan suhu tubuh sewaktu terjadi penurunan mendadak suhu lingkungan saat lahir ketika bayi keluar dari tubuh ibunya yang hangat ke udara lingkungan yang lebih dingin. Respons TSH serupa terhadap pajanan dingin tidak terjadi pada orang dewasa, meskipun secara fisiologis masuk akal dan memang terjadi pada banyak hewan. Beberapa bukti mengisyaratkan bahwa pada jangka waktu yang lebih panjang selama aklimatisasi ke lingkungan dingin, konsentrasi hormon-hormon dalam aksis ini meningkat dalam upaya untuk meningkatkan LMB dan produksi panas. Berbagai jenis stress, termasuk stres fisik, kelaparan, dan infeksi, menghambat sekresi TSH dan hormon tiroid, mungkin melalui pengaruh saraf pada hipotalamus, meskipun makna adaptif inhibisi ini masih belum jelas.



  



725



Kelainan fungsi tiroid adalah salah satu gangguan endokrin yang paling sering ditemukan. Kelainan ini tergolong ke dalam dua kategori utama—hipotiroidisme dan hipertiroidisme—yang masing-masing mencerminkan defisiensi dan kelebihan sekresi hormon atiroid. Sejumlah kausa spesifik dapat menyebabkan masing-masing keadaan tersebut (Tabel 19-1). Apapun penyebabnya, konsekuensi dari sekresi hormon tiroid yang terlalu sedikit atau terlalu banyak umumnya dapat diperkirakan berdasarkan pengetahuan tentang fungsi hormon tiroid. HIPOTIROIDISME Hipotiroidisme dapat terjadi (1) karena kegagalan



primer kelenjar tiroid itu sendiri; (2) sekunder karena defisiensi TRH, TSH, atau keduanya; atau (3) karena kurangnya asupan iodium dari makanan. Gejala hipotiroidisme umumnya disebabkan oleh penurunan aktivitas metabolik secara keseluruhan. Seorang pasien dengan hipotiroidisme antara lain mengalami penurunan laju metabolik basal; memperlihatkan penurunan toleransi terhadap dingin (kurangnya efek kalorigenik); memiliki kecenderungan mengalami pertambahan berat berlebihan (pembakaran bahan bakar berlangsung lambat); mudah lelah (produksi energi menurun); memiliki nadi yang lambat dan lemah (akibat berkurangnya kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung dan berkurangnya curah jantung); dan memperlihatkan perlambatan refleks dan responsivitas mental (karena efek pada sistem saraf). Efek mental ditandai oleh berkurangnya kesigapan, berbicara perlahan, dan penurunan daya ingat. Karakteristik lain yang mudah dikenali adalah kondisi edematosa akibat infiltrasi kulit oleh molekul-molekul karbohidrat kompleks penahan air (glikosaminoglikan) yang produksinya oleh sel jaringan penyambung biasanya ditekan oleh hormon tiroid. Gambaran sembab yang terjadi, terutama di wajah, tangan, dan kaki, dikenal sebagai miksedema. Pada orang dengan hipotiroidisme sejak lahir timbul suatu keadaan yang dikenal sebagai kretinisme. Karena kadar hormon timid yang memadai esensial untuk pertumbuhan nor-



-mal dan perkembangan SSP, kretinisme ditandai oleh tubuh dwarfisme dan retardasi mental serta gejala-gejala umum lain defisiensi tiroid. Retardasi mental dapat dicegah jika terapi sulih segera diberikan, tetapi tidak reversibel jika telah terbentuk selama beberapa bulan setelah lahir, meskipun kemudian diberi hormon tiroid. Pada sebagian besar kasus, hipotiroidisme diobati dengan menggunakan pil pengganti hormon tiroid, kecuali pada hipotiroidisme akibat defisiensi iodium, yang diobati dengan pemberian iodium adekuat dalam makanan. HIPERTIROIDISME Penyebab tersering hipertiroidisme adalah



penyakit Graves. Ini adalah suatu penyakit autoimun ketika tubuh secara salah menghasilkan thyroid stimulating immunoglobulin (TSI) yang juga dikenal dengan long-acting thyroid stimulator (LATS), suatu antibodi yang sasarannya adalah reseptor TSH di sel tiroid. (Penyakit autoimun adalah kondisi ketika sistem imun menghasilkan antibodi bagi salah satu jaringan tubuh sendiri.) TSI merangsang sekresi dan pertumbuhan tiroid mirip dengan yang dilakukan oleh TSH. Namun, tidak seperti TSH, TSI tidak dipengaruhi ()kb inhibisi umpan-balik negatif hormon tiroid sehingga sekresi dan pertumbuhan tiroid berlanjut tanpa kendali (Gambar 19-4). Meskipun lebih jarang, hipertiroidisme dapat terjadi karena kelebihan TRH atau TSH atau berkaitan dengan hipersekresi tumor tiroid. Seperti diperkirakan, pasien hipertiroid mengalami peningkatan LMB. Peningkatan produksi panas yang terjadi menyebabkan keringat berlebihan dan intoleransi panas. Berat tubuh biasanya turun karena tubuh menggunakan bahan bakar dengan kecepatan abnormal cepat. Terjadi penguraian neto simpanan karbohidrat, lemak, dan protein. Berkurangnya protein otot yang terjadi menyebabkan kelemahan. Berbagai kelainan kardiovaskular berkaitan dengan hip ertiroidisme, baik oleh efek langsung hormon tiroid maupun oleh interaksinya dengan katekolamin. Kecepatan denyut dan kekuatan kontraksi dapat meningkat sedemikian besars ehingga individu mengalami palpitasi (jantung berdebar-debar). Efek pada SSP ditandai oleh pe-



❚ TABEL 19-1 Jenis-jenis Disfungsi Tiroid tiroid



Penyebab



Konsentrasi Plasma Hormon Relevan



Ada Goiter















Ya



Sekunder karena kegagalan hipotalamus atau hipofisis anterior







Tidak











Ya



Adanya thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) (penyakit Graves)







Ya



Sekunder karna sekresi berlebihan hipotalamus atau hipofisis anterior







Ya











Tidak



Hiperthiroidisme



726 BAB 19



Hipofisis anterior Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI) (suatu antibodi)



Medic image/photolibrary.com



Tidak ada TSH



(tanpa stimulasi) Kelenjar tiroid



Hormon tiroid



Gambar



19-5



Pasien



penyakit



Graves



menunjukkan



eksoftalmos.



Pembengkakan abnormal otot dan lemak dibelakang bola mata menyebabkan Gambar 19-4 Peran thyroid-stimulating immunoglobulin pada penyakit



bola mata menonjolkan ke depan.



Graves. Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), suatu antibodi yang secara salah diproduksi pada penyakit autoimun Greves, berikatan dengan reseptor TSH di kelenjar tiroid dan secara terus-menerus merangsang rekresi hormon tiroid di luar sistem kontrol umpan-balik negatif yang normal.



-ningkatan berlebihan kewaspadaan mental hingga ke titik ketika pasien mudah tersinggung, tegang, cemas, dan sangat emosional. Gambaran mencolok pada penyakit Graves, tetapi tidak dijumpai pada hipertiroidisme jenis lain adalah eksoftalmos (m ata menonjol) (Gambar 19-5). Inflamasi dan pembengkakan otot mata dan lemak di belakang mata di dalam orbita (rongga mata di tulang tengkorak) mendorong bola mata ke depan sehingga mereka menonjol dari tulang orbita, terkadang hingga ke titik ketika kelopak mata tidak dapat tertutup sepenuhnya. Tiga metode umum terapi dapat menekan kelebihan sekresi hormon tiroid:pemakaian obat antitiroid yang secara spesifik menggangu sintesis hormon tiroid (contoh, obat-obatan yang menghambatn penyerapan I2 oleh simporter atau obat-obatan yang menghambat tiroperoksidase); pengangkatan dengan bedah sebagian kelenjar hipertiroid yang sekresinya berlebihan; atau pemberian iodium radioaktif yang sesudah dipekatkan di kelenjar tiroid oleh pompa iodida, secara selektif merusak jaringan kelenjar tiroid.



dak dirangsang secara adekuat, apalagi dirangsang secara berlebihan. Pada hipotiroidisme yang disebabkan oleh kegagalan kelenjar tiroid atau kekurangan iodium, goiter terjadi karena kadar hormon tiroid dalam darah sedemikian rendah sehingga tidak terdapat inhibisi umpan-balik negatif di hipofisis anterior dan hipotalamus; dan karenanya sekresi TRH meningkatkan. TSH bekerja pada tiroid untuk meningkatkan laju sekresi mereka. Jika sel teroid tidak dapat mengeluarkan hormon karena kurangnya enzim esensial atau iodium, seberapapun jumlah TSH tidak akan mampu menginduksi sel-sel ini untuk mengeluarkan T3 dan T4. Namun, TSH tetap dapat menyebabkan hipertrofi dan hiperplasia tiroid, dengan konsekuensi terjadinya pembesaran paradoks kelenjar (yaitu, goiter) meskipun produksi kelenjar tetap kurang.







Goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid. Karena tiroid terletak di atas trakea, gondok mudah diraba dan biasanya sangat terlihat (Gambar 19-6). Goiter terjadi ketika TSH







Hipotiroidisme akibat kegagalan hipotalamus atau hipotafisis



anterior tidak akan disertai oleh gondok karena kelenjar tiroid ti-



Mike Goldwater/Alamy



atau TSI merangsang secara berlebihan kelenjar tiroid. Dari Tabel 19-1 dapat diketahui bahwa gondok dapat menyertai hipotiroidisme atau hipertiroidisme, tetapi keadaan ini tidak harus ada pada kedua penyakit tersebut. Dengan mengetahui aksis hipotalamus-hipofisis-tiroid dan kontrol umpan-balik, kita dapat mem-perkirakan tipe disfungsi tiroid apa yang akan menyebabkan goiter. Marilah mula-mula kita membahas hipotiroidisme: Gambar 19-6 Pasien goiter.



Kelenjar Endokrin Perifer



727



Demikian juga, gondok mungkin menyertai atau tidak menyertai hipertiroidisme: Sekresi TSH berlebihan yang terjadi akibat defek hipotalamus atau hipofisis anterior akan jelas disertai oleh goiter dan sekresi berlebihan T3 dan T4 akibat stimulasi pertumbuhan tiroid yang berlebihan. ■



Pada penyakit Graves, terjadi goiter dengan hipersekresi karena TSI mendorong pertumbuhan tiroid sekaligus meningkatkan sekresi hormon tiroid. Karena kadar T3 dan T4 yang tinggi menghambat hipofisis anterior, sekresi TSH itu sendiri menjadi rendah. ■



Hipertiroidisme yang terjadi akibat aktivitas berlebihan tiroid tanpa adanya overstimulasi, misalnya karena tumor tiroid yang takterkendali, tidak disertai oleh goiter. Sekresi spontan T3 dan T4 dalam jumlah berlebihan menekan TSH sehingga tidak ada lagi sinyal stimulatorik yang mendorong pertumbuhan tiroid. (Meskipun tidak terjadi goiter, suatu tumor dapat menyebabkan pembesaran tiroid, bergantung pada sifat atau ukuran tumor.) ■



Periksa Pemahaman Anda 19.1 1. Definisikan folikel tiroid, koloid, tiroglobulin, MIT, DIT, T3, dan T4. 2. Gambarkan diagram alir yang menunjukkan efek dan regulasi sekresi hormon tiroid.



19.2



| Kelenjar Adrenal



Terdapat dua kelenjar adrenal, masing-masing terbenam di atas masing-masing ginjal dalam suatu kapsul lemak (ad artinya "di samping"; renal artinya "ginjal") (Gambar 19-7a).



Setiap kelenjar adrenal terdiri dari korteks yang menghasilkan steroid dan medula yang menghasilkan katekolamin. Setiap kelenjar adrenal terdiri dari dua organ endokrin, satu mengelilingi yang lain. Lapisan luar yang terdiri dari korteks adrenal mengeluarkan beragam hormon steroid; bagian dalam, medula adrenal, mengeluarkan katekolamin. Karena itu, korteks dan medula adrenal mengeluarkan hormon hormon yang berbeda kategori kimiawinya dengan fungsi, mekanisme kerja, dan regulasi yang sama sekali berbeda. Kita pertama akan mengulas korteks adrenal sebelum mengalihkan perhatian ke medula adrenal.



Korteks adrenal terdiri dari tiga lapisan atau zona: zona glomerulosa, lapisan terluar; zona fasikulata, lapisan tengah dan terbesar; dan zona retikularis, lapisan paling dalam (Gambar 19-7b). Korteks adrenal rnengeluarkan sejumlah hormon adrenokorteks berbeda, yang semuanya adalah steroid yang berasal dari molekul prekursor bersama, kolesterol. Semua jaringan steroidogenik (penghasil stero-



728 BAB 19



-id) pertama mengubah kolesterol menjadi pregnenolon, lalu memodifikasi inti biasa ini oleh reaksi enzimatik bertahap untuk m,enghasilkan hormon steroid aktif. Setiap jaringan steroidogenik memiliki enzim komplemen untuk menghasilkan satu atau beberapa hormon steroid tapi tidak semuanya (Gambar 19-8). Korteks adrenal menghasilkan variasi hormon yang lebih besar dibandingkan dengan jaring- an steroidogenik lainnya. Variasi kecil dalam struktur berbagai hormon adrenokorteks menyebabkan kemampuan masing masing hormon berbeda. Berdasarkan efek kerja primernya, steroid adrenal dapat dibagi menjadi tiga kategori: 1. Mineralokortikoid, terutama aldosteron, memengaruhi keseimbangan mineral (elektrolit), khususnya keseimbangan Na+ dan K+ 2. Glukokortikoid, terutama kortisol, berperan besar dalam metabolisme glukosa serta metabolisme protein dan lemak dan dalam adaptasi terhadap stres. 3. Hormon seks identik atau serupa dengan yang dihasilkan oleh gonad (testis pada pria, ovarium pada wanita). Hormon seks adrenokorteks yang paling banyak dan penting secara fisiologis adalah dehidroepiandrosteron, suatu androgen, atau suatu hormon seks "pria". Ketiga kategori steroid adrenal diproduksi di bagian-bagian korteks adrenal yang berbeda akibat perbedaan distribusi enzimenzim yang diperlukan untuk mengatalisis jalur-jalur biosintetik berbeda yang menyebabkan terbentuknya steroid-steroid ini. Dari dua hormon adrenokorteks utama, aldosteron dihasilkan secara eksklu-sif dizona glomerulosa, sedangkan sintesis kortisol terbatas di dua lapisan terdalam korteks, dengan zona fasikulata adalah sumber utama glukokortikoid ini (lihat Gambar 19-7b). Tidak ada jari-ngan steroidogenik lain yang memiliki kemampuan menghasilkan mineralokortikoid atau glukokortikoid. Sebaliknya, hormon seks adrenal, yang juga diproduksi oleh dua zona korteks paling dalam, diproduksi jauh lebih banyak di gonad. Karena hormon adrenokortikal semuanya lipofilik dan secara cepat berdifusi menembus membran plasma dari sel steroidogenik menuju darah setelah disintesis, laju sekresinya diatur dengan mengontrol laju sintesisnya. Karena lipofilik, semua hormon adrenokorteks diangkut dalam darah dalam keadaan terikat ke protein plasma. Kortisol terikat terutama ke protein plasma yang spesifik untuknya yang dinamai corticosteroid-binding globulin (transkortin), sementara aldosteron dan dehidroepiandrosteron umumnya terikat ke albumin, yang secara non-spesifik mengikat berbagai hormon lipofilik lain. Setiap hormon steroid adrenokortikal berikatan dengan reseptor yang spesifik untuknya di dalam sitoplasma sel target hormon: Mineralkortikoid terikat ke reseptor mineralokor-tikoid (mine-ralocorticoid receptor, MR), glukokortikoid terikat ke reseptor glukokortikoid (glucocorticoid receptor, GR), dan dehidro-epiandrosteron terikat ke reseptor androgen (androgen receptor, AR). Sebagaimana adanya untuk semua hormon steroid, setiap kompleks reseptor-hormon bergerak ke nukleus dan terikat dengan elemen respons-hormon kom-plementer di DNA, yang disebut ele-men respons mineralokortikoid, elemen respons glukokortikoid,-



Kapsul Zona glomerulosa



Medula Adrenal



Kelenjar adrenal



Ed Reschke/photolibrary.com



Zona fasikulata



Korteks adrenal



Mineralokortikoid (aldosteron)



Glukokortikoid (kortisol) dan Hormon seks (dehidroepiandrosteron)



Korteks



Zona retikularis Medula



Kapsul jaringan ikat Zona glomerulosa



Zona fasikulata Korteks



Zona retikularis



Katekolamin (epinefrine dan norepinefrin) (a) Lokasi dan struktur makroskopik kelenjar adrenal



Medula



(b) Lapisan-lapisan korteks adrenal



dan sekresi hormonal oleh kelenjar adrenal Gambar 19-7 Anatomi



dan elemen respons androgen. Pengikatan ini memicu transkripsi gen spesifik yang mengarah pada sintesis protein baru yang membawa efek hormon.



Kerja dan regulasi mineralokortikoid adrenokorteks utama, aldosteron, dijelaskan dengan menyeluruh di bagian lain (Bab 14 dan 15). Tempat kerja utama aldosteron adalah di tubulus distal dan koligentes ginjal, tempat hormon ini mendorong retensi Na} dan meningkatkan eliminasi K+ sewaktu proses pembentukan urine. Retensi Na+ oleh aldosteron akan secara sekunder menginduksi retensi H2O, meningkatkan volume bertahap untuk menghasilkan hormon steroid aktif. Setiap CES (termasuk volume plas-



ma) yang penting dalam regulasi jangka panjang tekanan darah. Mineralokortikoid bersifat esensial untuk hidup. Tanpa aldosteron, orang akan segera meninggal akibat syok sirkulasi karena penurunan mencolok volume plasma akibat penge-luaran berlebihan Na+ penahan H2O. Pada sebagian besar de-fisiensi hormon lain, kematian tidak langsung terjadi, meski-pun defisiensi kronik hormon akhirnya dapat menyebabkan kematian dini. Sekresi aldosteron ditingkatkan oleh (1) faktor-faktor yanga berkaitan dengan penurunan Na+ dan penurunan tekanana darah melalui sistem reninangiotensin-aldosteron (RAAS)a yang kompleks (lihat Gambar 14-16, h. 548), serta (2) stimulasia langsung korteks adrenal oleh peningkatan konsentrasi K+ plasma (lihat Gambar 14-22, h. 556). Selain efeknya pada sekresi aldosteron, angiotensin mendorong pertumbuhan zona glomerulosa, dengan cara serupa de-ngan efek TSH pada tiroid. Hormon adrenokortikotropik (ACTH) dari hipofisis anterior mendorong sekresi kortisol, bukan aldosteron.Kelenjar Endokrin Perifer



729



Kolesterol



Pregnenolon



17-Hidroksipregnenolon



Progesteron



17-Hidroksiprogesteron



Dehidroepiandrosteron (hormon korteks adrenal)



Androstenedion



Estron



Testosteron



Estradiol



(hormon seks wanita)



11-Deoksikortikosteron



Deoksikortisol



Androgen (hormon seks pria)



Kortikosteron Kortisol Aldosteron



Estriol Estrogen (hormon seks wanita)



Glukokortikoid (hormon korteks adrenal)



Mineralocorticoid (adrenal cortex hormone) Gambar 19-8



Jalur steroidogenik untuk hormon-hormon steroid pertama. Semua hormon steroid dihasilkan melalui serangkaian reaksi enzimatik yang



memodifikasi molekul kolesterol, seperti dengan mengubah gugus samping yang melekat padanya. Setiap organ steroidogenik hanya dapat menghasilkan hormon steroid jika organ tersebut memiliki semua enzim yang diperlukan untuk memodifikasi kolesterol dengan sesuai, setelah mengubahnya terlebih dahulu menjadi pregnenolon. Hormon aktif yang dihasilkan dijalur steroidogenik ini ditampilkan pada gambar. Hormon antara yang tidak aktif secara biologis pada manusi tidak ditampilkan



-Karena itu, tidak seperti regulasi kortisol, regulasi sekresi aldosteron tidak bergantung pada kontrol hipofisis anterior.



harus dipertahankan pada tingkat yang sesuai agar otak yang bergantung pada glukosa mendapat nutrien yang memadai. Kortisol-menghambat penyerapan dan pemakaian glukosa oleh banyak jaringan, kecuali otak, sehingga glukosa tersedia bagi otak, yang membutuhkan bahan ini sebagai bahan bakar metabolik. Efek ini, seperti glukoneogenesis, meningkatkan glukossa darah. ■



Kortisol, glukokortikoid utama, berperan penting dalam metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; memiliki efek permisif signifikan bagi aktivitas hormon lain; dan membantu seseorang menahan stres. EFEK METABOLIK Efek keseluruhan dari pengaruh kortisol pada



metabolisme adalah peningkatan konsentrasi glukosa darah dengan mengorbankan simpanan lemak dan protein. Secara spesifik, kortisol melakukan fungsi-fungsi berikut: Kortisol merangsang glukoneogenesis di hati, yaitu perubahan sumber-sumber non-karbohidrat (yaitu asam amino) menjadi karbohidrat (gluko artinya "glukosa"; neo artinya "baru"; genesis artinya "produksi"). Di antara waktu makan atau selama pua-sa, ketika tidak ada nutrien baru yang diserap ke dalam darah untuk digunakan dan disimpan, glikogen (glukosa simpanan) di hati cenderung berkurang karena ditiraikan untuk membebaskan glukosa ke dalam darah. Glukoneogenesis adalah faktor penting untuk mengganti simpanan glikogen hati dan karenanya mempertahankan kadar glukosa daraht etap normal di-antara waktu makan. Hal ini esensial karena otak hanya dapat menggunakan glukosa sebagai bahan bakar metabolik, tetapi jaringan saraf sama sekali tidak dapat menyimpan glikogen. Karena itu, konsentrasi



730 BAB 19



Kortisol merangsang penguraian protein di banyak jaringan, khususnya otot. Dengan menguraikan sebagian protein otot menjadi konstituennya (asam amino), kortisol meningkatkan konsentrasi asam amino darah. Asam-asam amino yang dimobilisasi ini tersedia untuk glukoneogenesis atau di manapun mereka dibutuhkan, misalnya untuk memperbaiki jaringan yang rusak atau sintesis struktur sel baru.







■ Kortisol mempermudah lipolisis, penguraian simpanan lemak (lipid) di jaringan adiposa sehingga asam-asam lemak dibebaskan ke dalam darah (tisis artinya "pengurai- an"). Asam-asam lemak yang dimobilisasi ini tersedia sebagai bahan bakar metabolik alternatif bagi jaringan yang dapat menggunakan sumber energi ini sebagai pengganti glukosa sehingga glukosa dihemat untuk otak.



Kortisol sangat penting karena sifat permisif nya. Sebagai contoh, kortisol harus ada dalam jumlah memadai agar katekolamin dapat menimbulkan vasokonstriksi (penyemEFEK PERMISIF



-pitan pembuluh darah). Orang yang kekurangan kortisol, jika tidak diobati, dapat mengalami syok sirkulasi pada situasi dapat mengalami syok sirkulasi pada situasi penuh stres yang membutuhkan vasokonstriksi luas dalam waktu cepat. PERAN DALAM ADAPTASI TERHADAP STRES Kortisol berperan kunci dalam adaptasi terhadap setres. Segala jenis stres merupakan salah satu rangsangan utama bagi peningkatan sekresi kortisol. Meskipun peran persis kortisol dalam adaptasi terhadap stres belum diketahui, penjelasan yang spekulatif tetapi masuk akal adalah sebagai berikut: Manusia primitif atau hewan yang terluka atau menghadapi situasi yang mengancam nyawa harus melupakan makan. Pergeseran dari penyimpanan protein dan lemak ke peningkatan simpanan karbohidrat dan ketersediaan ghlukosa darah yang ditimbulkan oleh kortisol akan membantu melindungi otak dari malnutrisi selama periode puasa terpaksa tersebut. Asam-asam amino yang dibebaskan oleh penguraian protein juga akan menjadi jika terjadi cedera fisik. Karena itu, terjadi peningkatan cadangan glukosa, asam amino, dan asam lemak yang dapat digunakan sesuai kebutuhan.



Ketika stres ditemani oleh luka jringan, respons imun dan inflamaasi akan menyertai respons stres. Kortisol memiliki efek anti inflamasi dan imunosupresif untuk menolong agar respons sistem imun ini berada dalam suatu keseimbangan. Respons inflamasi yang berlebihan berpotensi menimbulkan bahaya. Kortisol turut berperan dalam setiap langkah inflamasi, seperti dengan menekan migrasi neutrofil ke tempat yang terluka dan ikut serta dalam aktivitas fagositiknya (lihat h. 443) dan dengan menghambat sebagian produksi mediator kimia inflamasi. Kortisol menghambat respons imun dengan menggangu produksi antibodi oleh limfosit. EFEK ANTI-INFLAMASI DAN IMUNOSUPRESIF



Dengan mengaburkan batas antara endokrin dan kontrol imun, limfosit yang telah terbukti menyekresi ACTH dan beberapa sitokin (lihat h. 450) yang dilepaskan dari sel imun dapat merangsang aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal. Melalui mekanisme umpan balik, kortisol pada gilirannya memiliki dampak yang jelas dalam menurunkan sistem imun. Interaksi yang terjadi antara sistem imun dan sekresi kortisol ini membantu mempertahankan homeostasis imunitas, suatu are yang mulai diteliti. Telah dikembangkan glukokortikoid (obat) sintetik yang memaksimalkan efek antiinflamasi dan imunosupresif steroid ini sambil meminimalkan efek metaboliknya (lihat h. 444). Ketika diberikan untuk terapi pada kadar farmakologis (yaitu lebih tinggi daripada konsentrasi fisiologis), obat ini efektif untuk mengatasi kondisi-kondisi yang respons peradangannya itu sendiri bersifat merusak, seperti artritis reumatoid. Glukokortikoid yang digu-nakan dengan cara ini tidak memengaruhi proses penyakit yang mendasari; obat ini hanya menekan respons tubuh terhadap penyakit. Karena glukokortikoid juga memiliki banyak efek menghambat pada proses imun secara keseluruhan, obat ini juga terbukti ber-manfaat dalam mengatasi berbagai penyakit alergik (serangan imun yang tidak tepat) dan



dalam mencegah penolakan organ cangkokan (serangan imun melawan sel asing). Namun, steroid harus diberikan hanya sesuai indikasi dan dalam jumlah terbatas, karena beberapa alasan penting. Pertama, karenaglukokortikokoid menekan respons peradangan dan imun normal yang menjadi tulang punggung sistem pertahanan tubuh, orang yang diterapi obat ini mengalami keterbatasan kemampuan untuk menahan infeksi. Kedua, efek lain yang kurang menguntungkan juga dapat ditemukan pada pemakaian jangka-panjang glukokortikoid dalam dosis yang lebih tinggi daripada normal. Efek-efek ini mencakup timbulnya tukak lambung, tekanan darah tinggi, aterosklerosis, ketidakteraturan haid, dan penipisan tulang. Ketiga, glukokortioid eksogen dosis tinggi bekerja secara umpan-balik negatif untuk menekan aksis hipotalamus-hipofisis-adrenal yang menjalankan sekresi normal glukokortikoid dan mempertahankan integritas korteks adrenal. Penekanan berkepanjangan sumbu ini dapat menyebabkan atrofi ireversibel sel-sel penghasil kortisol kelenjar adrenal sehingga tubuh dapat secara permanen tidak mampu menghasilkan kortisolnya sendiri. Hal ini yang menyebabkan mengapa obat antiinflamasi non steroid (OAINS), seperti aspirin dan Ibuprofen, digunakan sebagai terapi antiinflamasi alternatif.



Sekresi kortisol oleh korteks adrenal diatur oleh sistem umpan-balik negatif yang melibatkan hipotalamus dan hipofisis anterior (Gambar 19-9). ACTH dari kotikrop hipofisis anterior, bekerja melalui jalur cAMP, merangsang korteks adrenal untuk menye-kresikan kortisol. Karena bersifat tropik bagi zona fasikulata dan zona retikularis, ACTH merangsang pertumbuhan dan sekresi kedua lapisan dalam korteks pada ketiadaan sejumlah ACTH yang adekuat, lapisan ini mengerut dan sekresi kortisol menurun secara drastis. Ingat kembali bahwa yang mepertahankan ukuran zona glomerulosa adalah angiotensin, bukan ACTH. nantinya hanya me-ngeluarkan produknya atas perintah corticotropin-releasing hor-mone (CRH) dari hipotalamus. CRH merangsang kortikotrop mela-lui jalur cAMP. Lengkung kontrol untuk balik menjadi lengkap oleh efek inhibisi kortisol pada sekresi CRH dan ACTH masing-masing oleh hipotalamus dan hipofisis anterior. Sistem umpan-balik negatif untuk kortisol mempertahan-kan kadar sekresi hormon ini relatif konstan di sekitar titik patokan. Pada kontrol umpan-balik negatif dasar ini terdapat dua faktor tambahan yang memengaruhi konsentrasi kortisol plasma dengan mengubah titik patokan: irama diurnal dan stres, keduanya bekerja pada hipotalamus untuk mengubah tingkat sekresi CRH. PENGARUH IRAMA DIURNAL PADA SEKRESI KORTISOL Ingat kembali bahwa konsentrasi kortisol plasma memperlihatkan irama diurnal khas, dengan kadar tertinggi terjadi pada pagi hari dan terendah pada malam hari (lihat Gambar 18-2, h. 694). Irama diurnal ini, yang diatur oleh nukleus suprakiasmatikum (jam biologis utama yang berfungsi sebagai pemacu bagi irama sirkadian tubuh; lihat h. 713), berkaitan terutama dengan siklus bangun-tidur.



  



731



Stres



Irama diurnal



Hipotalamus



Corticotropin-releasing hormone (CRH)



Hipofisis anterior



Hormon adrenokortikotropik (ACTH)



Kosteks adrenal



Kortisol



Bahan bakar metabolik dan bahan pembentuk dasar yang tersedia untuk membantu menahan stres



Glukosa darah (dengan merangsang glukoneogenesis dan menghambat penyerapan glukosa) Asam amino darah (dengan merangsang penguraian protein) Asam lemak darah (dengan merangsang lipolisis)



Gambar 19-9 Kontrol sekresi kortisol.



PENGARUH STRES PADA SEKRESI KORTISOL Faktor



utama lain yang tidak bergantung pada ,dan dapat mengalahkan, kontrol umpan-balik negatif adalahstres. Peningkatan drastis sekresi kortisol, yang diperantarai oleh susunan saraf pusat melalui peningkatan aktivitas sistem CRH-ACTH-kortisol, terjadi sebagai respons terhadap segala jenis situasi stres. Besar peningkatan konsentrasi kortisol plasma umumnya setara dengan intensitas stimulasi stres: Peningkatan sekresi kortisol yang lebih besar terjadi sebagai respons terhadap stres berat daripada stres ringan.



Pada kedua jenis kelamin, korteks adrenal menghasilkan androgen, atau hormon seks "pria”, dan estrogen, atau hor-mon seks "wanita". Tempat utama produksi hormon seks ad-alah gonad: testis untuk androgen dan ovarium untuk es-trogen. Karena itu, pada pria androgen darah mendominasi sementara pada wanita yang menonjol adalah estrogen. Namun, tidak ada hormon yang bersifat unik bagi pria atau wanita (kecuali yang berasal dari plasenta selama kehamilan), karena korteks adrenal pada kedua jenis kelamin menghasilkan sejum732  BAB 19



-lah kecil hormon seks jenis kelamin lawannya. Sejumlah kecil hormon seks jenis kelamin yang berbeda datang dari sumber nonadrenal. Beberapa testosteron pada pria diubah menjadi estrogen oleh enzim aromatase, yang khususnya ditemukan pada jaringan adiposa (lihat h. 785). Pada wanita, ovarium memproduksi androgen sebagai tahap antara dalam produksi estrogen (lihat Gambar 19-8). Sejumlah kecil androgen ini dilepaskan ke dalam darah dan tidak diubah menjadi estrogen. Pada keadaan normal, androgen dan estrogen adrenal kurang banyak atau kurang kuat untuk menginduksi efek maskuli-nisasi atau feminisasi. Satu-satunya hormon seks adrenal yang memiliki makna biologis adalah androgen dehidroepian-drosteron (DHEA). Produk androgen primer testis adalah testosteron yang poten, tetapi androgen adrenalyang paling banyak adalah DHEA yang lebih lemah. (Testoteron menim-bulkan "androgenisitas" yang sekitar 100 kall lebih besar daripada DHEA.) DHEA adrenal dikalahkan oleh testosteron testis pada pria, tetapi memiliki makna fisiologis pada wanita, yang hanya memiliki sedikit androgen. DHEA mengatur proses yang dependen-androgen pada wanita, seperti pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, penguatan lonjakan pertumbuhan masa remaja, serta perkembangan dan pemeliharaan dorongan seks wanita. Selain mengontrol sekresi kortisol, ACTH (bukan hormon gonadotropik hipofisis) mengontrol sekresi androgen adrenal. Secara umum, pengeluaran kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal sejajar satu sama lain. Namun, androgen adrenal memberi umpan-balik di luar lengkung hipotalamus- hipofisis adrenal. DHEA, bukannya menghambat CRH, menghambat gonadotropin-releasing hormone, seperti yang dilakukan oleh androgen testis. Selain itu, kadang-kadang sekresi androgen adrenal dan kortisol berbeda satu sama lain sebagai contoh, pada saat pubertas sekresi androgen adrenal mengalami lonjakan nyata, tetapi sekresi kortisol tidak berubah. Peningkatan sekresi ini memicu perubahan-perubahan dependen-androgen pada wanita. Pada pria, hal yang sama dilakukan terutama oleh sekresi androgen testis, yang juga meningkat saat pubertas. Sifat sinyal pubertas ke kelenjar adrenal dan gonad masih belum diketahui. Lonjakan sekresi DHEA dimulai saat pubertas dan memuncak pada usia antara 25 dan 30 tahun. Setelah usia 30 tahun, sekresi DHEA mulai menurun hingga, pada usia 60 tahun, konsentrasi DHEA plasma kurang dari 15% kadar puncaknya. Beberapa peneliti menyarankan bahwa penurunan DHEA dan hormon lain misalnya GH yang terkait usia (lihat h. 712) berperan dalam beberapa ma-salah penuaan. Studi-studi awal dengan terapi sulih DHEA memperlihatkan beberapa perbaikan fisik, misalnya meningkatkan massa otot tanpa-lemak serta penurunan lemak, tetapi efek yang paling menonjol adalah peningkatan rasa sejahtera psikologis dan perbaikan kemampuan menghadapi stres. Para penganjur terapi sulih DHEA tidak menyatakan bahwa peliharaan kadar hormon ini seperti masa muda akan memperpanjang usia, mereka menyarankan bahwa hal ini dapat membantu orang merasa dan berlaku lebih muda daripada usia mereka. Para ilmuwan lain mengingat-



Published in ATLAS of PEDIATRIC PHYSICAL DIAGNOSIS 4/ed, Zitelli, et al, © Mosby 2002



kan bahwa bukti yang menunjang DHEA sebagai terapi anti-penuaan masih sedikit. Mereka juga khawatir mengenai suplementasi DHEA hingga obat ini diteliti secara mendalam akan kemungkinan efek samping yang berahaya. Sebagai contoh, sebagian peniliti mengisyaratkan bahwa wanita yang mendapat DHEA berpotensi mengalami peningkatan risiko penyakit jantung karena terjadi penurunan HDL, yaitu kolesterol "baik" (lihat h.352). Selain itu, sebagian DHEA dapat meningkatkan kemungkinan kanker ovarium atau payudara pada wanita dan kanker prostat pada pria. Ironisnya, meskipun Food and Drug Administration (FDA) melarang penjualan DHEA sebagai obat bebas pada tahun 1985 karena kekhawatiran akan risiko nyata disertai minimnya bukti manfaat, produk tersebut saat ini tersedia luas sebagai suplemen makanan tanpa persetujuan FDA selama label produk tidak menyatakan klaim medis spesifik.



(a) Anak laki-laki muda sebelum awitan kondisi ini Gambar 19-10



(b) Hanya empat bulan setelahnya, anak laki-laki yang sama dengan "moon face" yang khas pada sindrom Cushing.



Pasien dengan sindrom Crushing.



HIPERSEKRESI ALDOSTERON Kelebihan sekresi dapat disebabkan oleh (1) tumor adrenal, disertai yang dibentuk oleh sel penghasil androgen (hiperaldosteronisme primer, atau sindrom Conn) atau (2) peningkatan berlebihan aktivitas SRAA (hiperaldosteronisme sekunder). Penyebab yang kedua dapat disebabkan oleh sejumlah yang menyebabkan penurunan kronik aliran darah ginjal sehingga terjadi pengaktifan berlebihan SRAA. Salah satu contohnya adalah aterosklerosis yang menyempitkan arteri renalis. Gejala hiperaldosteronisme primer atau sekunder kaitan dengan efek aldosteron yang berlebihan—yaitu, Na+ (hipernatremia) dan deplesi K+ (hipokalemia) jumlah besar. Tekanan darah tinggi (hipertensi) paling tidak secara parsial karena retensi Na+ dan berlebihan.



kokortikoid, dengan gejala utama yang disebabkan oleh glukoneogenesis yang berlebihan. Jika terlalu banyak asam amino yang diubah menjadi glukosa tubuh menjadi glukosa, tubuh mengalami kelebihan glukosa (glukosa darah tinggi) dan kekurangan protein. Karena hiperglikemia dan glukosuria (glukosa di urine) yang terjadi mirip dengan diabetes mellitus, penyakit ini kadang disebut diabetes adrenal. Oleh sebab-sebab yang belum jelas, sebagian glukosa ekstra ini mengendap sebagai lemak tubuh di lokasi-lokasi yang khusus untuk penyakit ini, yaitu abdomen, diatas tulang belikat, dan di wajah. Distribusi abnormal lemak di dua lokasi terakhir ini masing-masing disebut "buffalo hump" (punuk sapi) dan "moon face" (wajah bulan) (Gambar 19-10). Sementara itu, anggota badan tetap kurus, karena terjadi penguraian otot. Selain efek-efek yang berkaitan dengan kelebihan produksi glukosa, efek lain timbul karena mobilisasi luas asam-asam amino dari protein tubuh untuk digunakan sebagai prekusor glukosa. Berkurangnya protein otot menyebabkan kelemahan otot dan kelelahan. Kulit abdomen yang kekurangan protein dan menipis menjadi teregang berlebihan oleh endapan lemak, membentuk garisgaris ireguler ungu kemerahan. Berkurangnya protein struktual didinding pembuluh halus menyebabkan pasien mudah memar. Penyembuhan luka terhambat karena pembentukan kolagen, protein struktual utama dijaringan parut,tertekan. Selain itu, berkurangnya rangka kolagen tulang memperlemah tulang sehingga dapat terjadi fraktur spontan atau karena cedera ringan.



HIPERSEKRESI KORTISOL Sekresi kortisol yang berlebihan (sindrom Cushing) dapat disebabkan oleh (1) stimulasi berlebihan korteks adrenal oleh CRH, ACTH, atau keduanya (2) tumor adrenal yang mengeluarkan kortisol dengan tak terkendali tanpa bergantung pada ACTH, atau (3) tumor penghasil ACTH yang terletak di luar hipofisis, terutama di paru. Gambaran yang menonjol pada sindrom ini berkaitan dengan efek berlebihan glukokortikoid, dengan gejala utama yang disebabkan oleh gluko-



HIPERSEKRESI ANDROGEN ADRENAL Kelebihan sekresi androgen adrenal, suatu penyakit yang menyebabkan maskulinisasi, lebih sering dijumpai daripada penyakit kelebihan sekresi estrogen adrenal yang menyebabkan feminisasi yang sangat jarang dijumpai. Kedua penyakit ini disebut sindrom adrenogenital, yang menekankan menonjolnya efek kelebihan hormon seks adrenal pada genitalia dan karakteristik seks terkait.



Meskipun jarang, terdapat sejumlah gangguan yang mengenai fungsi adrenokorteks. Dapat terjadi sekresi berlebihan dari setiap kategori hormon adrenokorteks: hipersekresi kortisol, dan hipersekresi androgen adrenal.



  



733



Gejala yang terjadi karena sekresi androgen berlebihan bergantung pada jenis kelamin dan usia ketika hiperaktivitas ini dimulai. Pada wanita dewasa. Karena androgen menimbulkan efek maskulinisasi, wanita dengan penyakit ini cenderung mengalami pola pertumbuhan rambut seperti laki-laki suatu, keadaan yang disebut hirsutisme. Pasien biasanya juga memperlihatkan karakteristik seks sekunder pria misalnya suara menjadi lebih berat serta lengan dan tungkai berotot. Payudara mungkin mengecil dan haid berhenti akiba supresi androgen pada aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium untuk sekresi hormon seks-wanitanya sendiri. ■



■ Pada bayi perempuan baru lahir. Bayi perempuan baru lahir dengan sindrom adrenogenital meperlihatkan genitalia eksterna mirip pria, karena sekresi androgen berlebihan telah terjadi secara dini selama masa janin dan memengaruhi perkembangan genetalia mereka sesuai garis pria, serupa dengan pembentukan pria dibawah pengaruh androgen testis (lihat h.778). Klitoris, yang merupakan homolog penis pada wanita, membesar di bwah pengaruh androgen dan tampak seperti penis sehingga pada sebagian kasus mula-mula sulit dibentukan jenis kelamin bayi. Karena itu, kelainan hormon ini adalah salah satu kausa utama pseudohermafroditisme wanita, suatu keadaan ketika gonad wanita (ovarium) terbentuk, tetapi genatalia eksterna mirip dengan pria. (Hemafrodit sejati memiliki gonad kedua jenis kelamin.)



Pada pria prapubertas. Sekresi androgen adrenal yang berlebihan pada anak laki-laki prapubertas menyebabkan mereka mengalami pembentukan karakteristik seks sekunder secara lebih dini—misalnya, suara menjadi lebih berat, janggut, penis membesar, dan dorongan seks. Keadaan ini disebut pseudopubertas prekosia untuk membedakannya dari pubertas sejato, yang terjadi karena peningkatan aktivitas testis. Pasa pseudopubertas prekoksia, sekresi androgen dari korteks adrenal tidak disertai oleh produksi sperma atau aktivitas gonad lain karena testis masih berada dalam keadaan prapubertas non-fungsional. Pada pria dewasa. Aktivitas berlebihan adrogen adrenal pada pria dewasa tidak menimbulkan efek yang jelas karena semua efek maskulinisasi dipicu oleh DHEA yang lemah, meskipun dalam jumlah berlebihan, tidak bermakna dibandingkan dengan efek maskulinisasi yang ditimbulkan oleh testosteron testis yang lebih poten dan lebih banyak.







Sindrom adrenogenital paling sering disebabkan oleh defek enzim herediter di jalur steroidogenik kortisol. Jalur untuk sintesis androgen bercabang dari jalur biosintetik normal untuk kortisol (lihat Gambar 19-8). Ketika terjadi defisiensi suatu enzim yang secara spesifik esensial untuk sintesis kortisol, sekresi kortisol berkurang. Penurunan sekresi kortisol menghilangkan efek umpanbalik negatif pada hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga kadar CRH dan ACTH meningkatkan bermakna (Gambar 19-11). Korteks adrenal yang detektif tidak mampu berespons terhadap peningkatan ACTH dengan meningkatkan sekresi kortisol, tetapi mengalihkan prekursor-prekursor kolesterolnya ke jalur androgen. Akibatnya adalah produksi DHEA yang berlebihan. Androgen yang berlebihan ini tidak menghambat ACTH, tetapi menghambat gonadotropin. Karena produksi gamet tidak terangsang tanpa adanya gonadotropin, orang dengan sindrom adrenogenital menjadi steril.-



734 BAB 14



Tentu saja mereka juga memperlihatkan gejala-gejala defisiensi kortisol. Gejala virilisasi adrenal, sterilitas, dan defisiensi kortisol semua dapat diatasi dengan pemberian glukokortikoid. Pemberian glukokortikoid eksogen menggantikan defisit kortisol dan, yang lebih drastis, menghambat hipotalamus dah hipofisis anterior sehingga sekresi ACTH tertekan. Jika sekresi ACTH telah berkurang, korteks adrenal tidak lagi dirangsang secara terus-menerus dan sekresi androgen akan turun secara nyata. Berkurangnya androgen adrenal dalam jumlah besar dari sirkulasi memungkinkan ciri maskulinisasi mereka dan sekresi gonadotropin kembali normal. Tanpa mengetahui bagaimana sistem-sistem hormon saling berkaitan, akan sulit dipahami bagaimana pemberian glukortikoid dapat secara dramastis memulihkan gejala maskulinisasi dan sterilitas. INSUFISIENSI ADENOKORTEKS Jika satu kelenjar adrenal nonfungsional atau diangkat, organ sehat yang satunya akan mengambil alih fungsi keduanya dengan melakukan hipertrofi dan hiperplasia. Karena itu, kedua kelenjar harus terkena sebelum terjadi insufisiensi adrenokorteks. Pada insufisiensi adrenokorteks primer, yang juga dikenal sebagai penyakit Addison, sekresi semua lapisan korteks adrenal berkurang. Keadaan ini paling sering disebabkan oleh perusakan autoimun korteks akibat pembentukan secara salah antibodi yang menyerang korteks adrenal, dalam hal ini terjadi defisiensi aldosteron dan kortisol. Insufisiensi adrenokorteks sekunder dapat terjadi karena kelainan hipofisis atau hipotalamus sehingga menyebabkan insufisiensi sekresi ACTH. Dalam hal ini, hanya kor-tisol yang kurang karena sekresi aldosteron tidak bergantung pada stimulasi ACTH. Gejala yang berkaitan dengan defisiensi aldosteron pada penyakit Addison merupakan gejala yang paling mengancam nyawa. Jika cukup parah, penyakit ini mematikan karena ldosteron esensial untuk kehidupan. Namun, berkurangnya fungsi adrenal mungkin berlangsung lambat dan samar sehingga sekresi aldosteron mungkin subnormal, tetapi masih ada. Pasien dengan defisiensi aldosteron memperlihatkan retensi K+ (hiperkalemia) akibat berkurangnya pengeluaran K+ di urine, dan deplesi Na+ (hiponatremia) akibat pengeluaran berlebihan Na+ di urine. Hiperkalemia mengganggu irama jantung. Hiponatremia mengurangi volume CES, termasuk volume darah, yang nantiya menurunkan tekanan darah (hipotensi). Gejala-gejala defisiensi kortisol adalah seperti yang diperkirakan: kurangnya respons terhadap stres, hipoglikemia (glukosa darah rendah) akibat penurunan aktivitas glukoneogenesis, dan kurangnya efek permisif untuk banyak aktivitas metabolik. Bentuk primer penyakit juga menyebabkan hiperpig-mentasi (kulit lebih gelap) akibat sekresi berlebihan ACTH. Karena hipofisis normal, penurunan sekresi kortisol menyebabkan peningkatan pengeluaran ACTH (akibat berkurangnya umpan balik negatif). Ingat kembali bahwa ACTH dan a melanocyte-stimulating hormone (a-MSH, hormon penggelap kulit yang mendorong penyebaran pigmen melanin) keduanya dapat dipecah dari molekul prekursor yang sama, proopiomelanokortin (tetapi tidak dalam waktu yang sama atau organ yang sama; lihat h. 700). Namun, karena sangat berkaitan, ACTH berkadar tinggi juga dapat berikatan dengan reseptor a-MSH di kulit dan menyebabkan kulit menjadi gelap.



Hipotalamus



GnRH



CRH



Hipofisis anterior



FSH, LH



ACTH



Gonad



Korteks adrenal Tidak ada enzim



Tidak ada produksi hormon seks (androgen atau estrogen)



Tidak ada produksi gamet



Androgen



Tidak ada kortisol



Virilisasi



KUNCI = Jalur normal yang tidak terjadi ACTH = Hormon Adrenokorticotropi GnRH = Gonadotropin-releasing hormone



FSH = Follicle-stimulating hormone LH = Luteinizing hormone CRH = Corticotropin-releasing hormone



Medula adrenal terdiri dari neuron simpatis pasca ganglion modifikasi yang disebut sel komafin karena terwanai oleh pewarnaan ion kromium. Tidak seperti neuron simpatis pascaganglion biasa, sel kromafin tidaak memiliki serat akson yang berakhir di organ efektor. Jika distimulasi oleh serat praganglion, sel kromafin mengeluarkan bahan transmiter kimiawi langsung ke dalam darah (lihat Gambar 7-2, h.253). Dalam hal ini, bahan transmiter ini dianggap sebagai hormon dan bukan neurotransmitter. Seperti serat simpatis, medula adrenal mengeluarkan norepinefrin, tetapi produk sekresi utramanya adalah suatu caraka kimiawi serupa dinamai epinefirn. Baik epinefrin maupun norepinefrin termasuk dalam golongan katekolamin, yang berasal dari asam amino tirosin (lihat h.127). Epinefrin dan norepinefrin adalah sama kecuali bahwa epinefrin juga memiliki satu gugus metil. Epinefrin dan norepinefrin disintesis hampir seluruhnya di dalam sitosol sel sekretorik medula adrenal. Setelah diproduksi, katekolamin ini disimpan dalam granula kromafin, yang serupa dengan vesikel penyimpanan transmiter di ujung saraf simpatis. Segregasi katekolamin dalam granula kromafin melindungi bahan ini dari kerusakan oleh enzim-enzim sitosol sewaktu penyimpanan.



Gambar 19-11 Hubungan berbagai hormon pada sindrom adrenogenital. Sel-sel adrenokorteks yang seharusnya



menghasilkan



kortisol



malah



menghasilkan



androgen



karena



adanya



defisiensi enzim spesifik yang esensial untuk menghasilkan kortisol. Karena tidak terjadi sekresi kortisol untuk melakukan umpan-balik negatif, kadar CRH dan ACTH meningkat. Korteks adrenal berespons terhadap peningkatan ACTH dengan meningkatkan sekresi androgen febih lanjut. Kelebihan androgen ini menimbulkan virilisasi dan menghambat jalur gonadotropin, yang menyebabkan gonad berhenti memproduksi hormon seks dan gamet.



Setelah menyelesaikan pembahasan tentang korteks adrenal, kini kita akan mengalihkan perhatian ke medula adrenal.



Medula adrenal sebenarnya adalah suatu bagian modifikasi dari sistem saraf simpatis. Jalur simpatis terdiri dari dua neuron dalam rangkaian. Neuron praganglion yang berasal dari SSP memiliki serat akson yang berakhir di neuron pascaganglion kedua yang terletak di perifer, yang akhirnya berakhir di organ efektor (lihat h.252). Neurotransmiter yang dibebaskan oleh serat pascaganglion simpatias adalah norepinefrin, yang berinteraksi secara lokal dengan organ yang disarafi melalui pengikatan dengan reseptor adrenergik.



EKRESI KATEKOLAMIN DARI MEDULA ADRENAL Katekolamin disekresikan ke da-



lam darah oleh eksositosis granula kromafin. Pelepasan bahan ini analog dengan mekanisme pelepasan vesikel sekretorik yang mengandung hormon peptida atau pelepasan norepinefrin di terminal pascaganglion simpat simpatis.



Dari seluruh katekolamin adrenomedula, epinefrin membentuk 80%-nya dan norepinefrin 20%-nya. Sementara epinefrin dibentuk secara eksklusif oleh medula adrenal, sebagian besar norepinefrin dihasilkan oleh serat pascaganglion simpatis. Norepinefrin adrenomedula umumnya dikeluarkan dalam jumlah yang terlalu kecil untuk menimbulkan efek signifikan pada sel sasaran. Karena itu, untuk kepentingan praktis kita dapat menganggap bahwa efek norepinefrin terutama diperantarai langsung oleh sistem saraf simpatis dan efek epinefrin secara eksklusif ditimbulkan oleh medula adrenal.



  



735



Epinefrin dan norepinefrin memiliki afinitas berbeda terhadap empat tipe: reseptor a1, a2, b1, and b2 (lihat h. 258) (lihat Tabel 7-2 dan 7-3 untuk mengulas distribusi berbagai jenis reseptor ini diantara berbagai organ sasaran). Norepinefrin terutama berikatan dengan reseptor a dan b1 yang terletak dekat dengan terminal serat simpatis pascaganglion. Hormon epinefrin, yang dapat mencapai semua reseptor a dan b1 melalui sirkulasi, berinteraksi dengan reseptor yang sama. Norepinefrin memiliki afinitas yang sedikit lebih besar daripada epinefrin untuk respetor a, dan kedua hormon memiliki potensi yang hampir sama pada reseptor b1. Karena itu, epinefrin dan nore-pinefrin menimbulkan efek serupa di banyak jaringan,dengan epinefrin umumnya memperkuat aktivitas saraf simpatis. Selain itu, epinefrin mengaktifkan reseptor b2, yang sangat sedikit dipengaruhi oleh sistem saraf simpatis. Banyak reseptor b2 yang pada hakikatnya eksklusif untuk epinefrin terletak di jaringan yang bahkan tidak mendapat persarafan simpatis, tetapi dicapi oleh epinefrin melalui darah. Contohnya adalah otot rangka, tempat epinefrin menimbulkan efek metabolik seperti mendorong penguraian simpanan glikogen, dan otot polos bronkiolar, tempat epinefrin menyebabkan bronkodilatasi. Epinefrin kadang-kadang, melalui pengaktifan eksklusif reseptor β2, menimbulkan efek berbeda dari yang ditimbulkan oleh norepinefrin dan epinefrin melalui pengaktifan bersama reseptor adrenergik lain. Sebagai contoh, norepinefrin dan epinefrin menimbulkan efek vasokonstriksi generalisata yang diperantarai oleh stimulasi reseptor a1. Sebaliknya, epinefrin menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah yang mengaliri otot rangka dan jantung melalui pengaktifan reseptor β2 (lihat h. 377). Namun, perlu disadari bahwa epinefrin berfungsi hanya pada perintah sistem saraf simpatis, yang bertanggung jawab atas stimulasi sekresinya dari medula adrenal. Sekresi epinefrin selalu menyertai lepas muatan sistem saraf simpatis generalisata sehingga aktivitas simpatis secara tak-langsung mengontrol ker-ja epinefrin. Dengan memiliki lebih banyak epinefrin yang setiap saat dapat diaktifkan, sistem saraf simpatis memiliki cara untuk memperkuat efek neurotransmiternya sendiri ditambah cara untuk menimbulkan efek pada jaringan yang tidak disarafinya secara langsung. Katekolamin menjalankan efeknya melalui jalur caraka kedua. Efeknya berasal dari pengikatan ke kedua reseptor b yang diperantai oleh peningkatan cAMP, ke reseptor a2 melalui penurunan cAMP, dan ke reseptor a1 melalui peningkatan IP3 dan DAG.



Hormon-hormon adrenomedula tidak esensial untuk hidup, tetapi hampir semua organ ditubuh dipengaruhi oleh katekolamin ini. Hormon-hormon ini berperan penting dalam melaksanakan respons stres, mengatur tekanan darah arteri, dan mengontrol metabolisme bahan bakar. Bagian berikut akan membahas efek-efek utama epinefrin, yang dicapai dalam kerja sama dengan transmiter simpatis norepinefrin atau sendirian untuk melengkapi respons simpatis langsung. 736 BAB 19



EFEK PADA SISTEM ORGAN Bersama-sama, sistem saraf simpatis dan epinefrin adrenomedula memobilisasi sumber daya tubuh untuk menunjang aktivitas fisik puncak dalam situasi darurat atau penuh stres. Efek simpatis dan epinefrin membentuk respons berjuang-atau-lari yang mempersiapkan seseorang menghadapi suatu lawan atau lari dari bahaya (lihat h. 256). Secara spesifik, sistem simpatis dan epinefrin meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung, meningkatkan curah jantung, dan efek vasokonstriktor generalisatanya menyebabkan peningkatan resistensi perifer total. Bersama-sama, efek-efek tersebut meningkatkan tekanan darah sehingga tersedia cukup gaya dorong untuk memaksa darah ke organ-organ yang paling vital dalam menghadapi situasi darurat. Sementara itu, vasodilatasi arteri koronaria dan pembuluh darah otot rangka yang dipicu oleh epinefrin dan faktor metabolik lokal menggeser darah ke otot rangka dan jantung dari bagian tubuh lain yang mengalami vasokontriksi sehingga darah memintas ke area yang paling membutuhkan. Karena pengaruhnya yang besar pada jantung dan pembuluh darah, sistem simpatis dan epinefrin juga berperan penting dalam pemeliharaan tekanan darah arteri. Epinefrin (tetapi bukan norepinefrin) menyebabkan dilatasi saluran napas untuk mengurangi resistensi yang dihadapi oleh aliran udara masuk dan keluar paru. Epinefrin dan norepinefrin juga mengurangi aktivitas pencernaan dan menghambat pengosongan kandung kemih, yaitu dua aktivitas yang dapat "ditunda" selama situasi berjuang-atau-lari. METABOLIK Epinefrin menimbulkan beberapa efek metabolik penting. Secara umum, epinefrin menyebabkan mobilisasi cepat simpanan karbohidrat dan lemak untuk menyediakan energi yang dapat segera digunakan untuk menunjang kerja otot. Secara spesifik, epinefrin meningkatkan kadar glukosa darah melalui beberapa mekanisme berbeda. Pertama, hormon ini merangsang glukoneogenesis dan glikogenolisis di hati, dengan yang terakhir adalah penguraian simpanan glikogen menjadi glukosa, yang dibebaskan ke dalam darah. Epinefrin juga merangsang glikogenolisis di otot rangka. Namun, karena terdapat perbedaan dalam kandungan enzim antara hati dan otot, glikogen otot tidak dapat diubah langsung menjadi glukosa. Penguraian glikogen otot membebaskan asam laktat ke dalam darah. Hati mengeluarkan asam laktat dari darah dan mengubahnya menjadi glukosa, sehingga efek epinefrin pada otot rangka secara tak-langsung membantu meningkatkan kadar glukosa. Epinefrin dan sistem saraf simpatis juga dapat memperkuat efek hiperglikemik ini lebih lanjut dengan menghambat sekresi insulin, yaitu hormon pankreas yang terutama bertanggung jawab untuk membersihkan glukosa dari darah, dan dengan merangsang glukagon, yaitu hormon pankreas lainnya yang mendorong glikogenolisis dan glukoneogenesis di hati. Selain meningkatkan kadar glukosa darah, epinefrin juga meningkatkan kadar asam lemak darah dengan mendorong lipolisis. Efek metabolik epinefrin sesuai untuk situasi berjuang atau-lari. Peningkatan kadar glukosa dan asam lemak menghasilkan tambahan bahan bakar untuk menjalankan aktivitas otot yang diperlukan dalam situasi ini dan juga menjamin kecukupan nutrisi bagi otak saat krisis ketika tidak ada nutrien baru yang dikonsumsi. Otot dapat menggunakan asam lemak untuk menghasilkan energi, tetapi otak tidak. EFEK



Karena efeknya yang luas, epinefrin juga meningkatkan laju metabolik keseluruhan. Di bawah pengaruh epinefrin, banyak jaringan melakukan metabolisme secara lebih cepat. Sebagai contoh, kerja jantung dan otot pernapasan meningkat, dan kecepatan metabolisme di hati bertambah. Karena itu, epinefrin serta hormon tiroid meningkatkan laju metabolik. Epinefrin bekerja pada susunan saraf pusat untuk menimbulkan keadaan terjaga dan meningkatkan kewaspadaan. Hal ini memungkinkan kita "berpikir cepat" untuk membantu mengatasi ancaman kedaruratan. Banyak obat yang digunakan sebagai stimulan atau sedatif menimbulkan efeknya dengan mengubah kadar katekolamin di SSP. Baik epinefrin maupun norepinefrin menyebabkan pengeluaran keringat, yang membantu tubuh membuang panas tambahan yang dihasilkan oleh aktivitas otot. Epinefrin juga bekerja pada otot polos di dalam mata untuk menyebabkan dilatasi pupil dan pendataran lensa. Efek-efek ini menyesuaikan mata untuk penglihatan yang lebih luas sehingga gambaran ancaman keseluruhan dapat cepat diketahui.



EFEK LAIN



Sekresi katekolamin oleh medula adrenal dikontrol seluruhnya oleh sinyal simpatis ke kelenjar tersebut. Ketika sistem simpatis diaktifkan oleh kondisi takut atau stres, kondisi tersebut memicu lonjakan pelepasan katekolamin adrenomedula. Konsentrasi epinefrin dalam darah dapat meningkat hingga 300 kali lipat nilai normal, dengan jumlah epinefrin yang dibebaskan bergantung pada jenis dan intensitas rangsangan stres. Karena kedua komponen kelenjar adrenal berperan luas dalam respons terhadap stress, ada baiknya faktor-faktor utama yang berperan dalam respons stres dibahas secara menyeluruh.



Periksa Pemahaman Anda 19.2 1. Sebutkan ketiga kategori hormon adrenokorteks, sebutkan hormon utama dalam setiap kategori, dan sebutkan fungsi masing-masing hormon tersebut. 2. Diskusikan efek ACTH pada korteks adrenal. 3. Sebutkan dua katekolamin yang disekresikan oleh medula adrenal dan jelaskan bagaimana mereka disimpan dan di lepaskan.



bulkan oleh stresor. Jenis-jenis rangsangan merusak berikut ini menggambarkan beragam faktor yang dapat menginduksi-respons stres: fisik (trauma, pembedahan, panas atau dingin hebat), kimia (penurunan pasokan O2, ketidakseimbangan asam-basa), fisiologik (olahraga berat, syok hemoragik, nyeri); infeksi (invasi bakteri); psikologis atau emosional (rasa cemas, ketakutan, kesedi- han); dan sosial (konflik perorangan, perubahan gaya hidup).



Berbagai stresor dapat menimbulkan beberapa respons spesifik yang khas untuk stresor tersebut; sebagai contoh, respons spesifik tubuh terhadap pajanan dingin adalah menggigil dan vasokonstriksi kulit, sementara respons spesifik terhadap invasi bakteri mencakup peningkatan aktivitas fagositik dan produksi antibodi. Namun, selain respons spesifik tersebut, semua stresor menyebabkan respons generalisata non-spesifik yang sama (Gambar 19-12). Kumpulan respons yang umum terhadap segala rangsangan yang merugikan disebut sindrom adaptasi umum. Ketika stressor dikenali, timbul respons saraf dan hormon yang melakukan tindakan-tindakan defensif untuk menghadapi keadaan darurat. Hasilnya adalah keadaan siaga dan mobilisasi sumber daya biokimiawi. Untuk memahami manfaat respons stres multisegi ini, bayangkan seorang manusia gua purba yang baru melihat seekor hewan buas mengintip dalam kegelapan. Kita akan membahas respons saraf dan hormon yang berlangsung dalam skenario ini. Tubuh berespons dengan cara yang sama terhadap stresor jaman modern. Kita mengulas semua respons ini dengan lebih terperinci di tempat lain. Saat ini, kita hanya meneliti bagaimana respons-respons tersebut berlerja sama. PERAN SISTEM SARAF SIMPATIS DAN EPINEFRIN Respons saraf



utama terhadap rangsangan stres adalah pengaktifan sistem saraf simpatis generalisata. Peningkatan curah jantung dan ventilasi yang terjadi, sertapengalihan aliran darah dari bagian yang mengalami vasokonstriksi yang aktivitasnya ditekan, misalnya saluran cerna dan ginjal, ke otot rangka dan jantung yang lebih aktif bervasodilatasi, mempersiapkan tubuh melakukan respons berjuang-atau-lari. Secara bersamaan, sistem simpatis mengaktifkan penguatan hormon dalam bentuk pengeluaran besar-besaran epinefrin dari medula adrenal. Epinefrin memperkuat respons simpatis dan memobilisasi simpanankarbohidrat dan lemak.



Stresor Respons spesifik yang khas untuk jenis stresor



Stres adalah respons non-spesifik generalisata tubuh terhadap setiap fakor yang mengatasi, atau mengancam untuk mengatasi, kemampuan kompensasi tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Berbeda dari pemakaian kata ini oleh orang awam, agen penginduksi respons secara tepat disebut sebagai stresor, sementara stres merujuk kepada keadaan yang ditim-



Tubuh Respons umum non-spesifik apapun jenis stresornya= Respons stres Gambar 19-12 Efek stresor pada tubuh.



  



737



Selain epinefrin, sejumlah hormon lain berperan dalam respons stres secara keseluruhan (Tabel 19-2). Respons hormon utama adalah pengaktifan sistem CRH-ACTH-kortisol. Ingat kembali bahwa peran kortisol dalam membantu tubuh menghadapi stres diperkirakan berkaitan dengan efek metaboliknya. Kortisol menguraikan simpanan lemak dan protein sambil memperbanyak simpanan karbohidrat dan meningkatkan ketersediaan glukosa darah. Asumsi logis adalah bahwa terjadi peningkatan cadangan glukosa, asam amino dan asam lemak yang dapat digunakan sesuai kebutuhan, misalnya untuk mempertahankan nutrisi ke otak dan menyediakan bahan baku untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Selain efek kortisol pada aksis hipotalamus-hipofisis-korteks adrenal, ACTH juga mungkin berperan dalam menahan stres. ACTH adalah salah satu dari beberapa peptida yang mempermudah proses belajar dan perilaku. Karena itu, peningkatan ACTH selama stres psikologis mungkin membantu tubuh menghadapi stresor serupa di masa depan dengan mempermudah proses pembelajaran respons perilaku yangs esuai. PERAN SISTEM CRH-ACTH-KORTISOL DALAM STRES



PERAN RESPONS HORMON LAIN DALAM STRES Selain sistem



CRH-ACTH-kortisol, sistem hormon lain berperan kunci dalam respons stres, yaitu sebagai berikut:



■ Peningkatan glukosa dan asam lemak darah melalui penurunan insulin dan peningkatan glukagon. Baik sistem saraf simpatis maupun epinefrin yang disekresikan pada tempat yang memerlukannya menghambat insulin dan merangsang glukagon. Perubahan hormon ini bekerja sama untuk meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah. Epinefrin dan glukagopn, yang kadar dalam darahnya meningkat saat stres, mendorong glikogenolisis di hati dan (bersama kortisol) glukoneogenesis di hati. Namun, insulin, yang sekresinya tertekan selama stres, melawan penguraian simpanan glikogen hati. Semua efek ini mem-



❚ TABEL 19-2



bantu meningkatkan glukosa darah. Rangsangan utama untuk sekresi insulin adalah meningkatnya glukosa darah; efek primer insulin adalah tidak sdengan sengaja dihambat selama respons stress, hiperglikemia yang ditimbulkan oleh stres akan merangsang sekresi insulin penurunan glukosa. Akibatnya, peningkatan glukosa darah tidak dapat dipertahankan. Responsrespons hormon terkait-stres juga mendorong pembebasan asam lemak dari simpanan lemak karena epinefrin, glukagon, dan kortisol mendorong lipolisis sementara insulin menghambatnya. Pemeliharaan volume darah dan tekanan darah melalui peningkatan aktivitas renin-angiotensin-aldosteron dan vasopresin. Selain perubahan-perubahan hormon yang memobilisasi simpan energi selama stres, hormon-hormon lain secara bersamaan diaktifkan untuk mempertahankan volume darah dan tekana darah selama keadaan darurat. Sistem simpatis dan epinefrin berperan besar dengan berkerja langsung pada jantung dan pembuluh darah untuk memperbaiki fungsi sirkulasi. Selain itu, sistem reninangiotensin-aldosteron juga diaktifkan sebagai konsekuensi terhadap penurunan aliran darah ke ginjal (lihat h.547). Sekresi vasopresin juga meningkat selama situasi stres (lihat h.586) Secara kolektif, hormon-hormon ini meningkat kan volume plasma dengan mendorong retensi garam dan H2O. Peningkatan volume plasma diperkirakan berfungsi sebagai tindakan protektif untuk membantu mempertahankan tekanan darah seandainya terjadi kehilangan cairan plasma akut melalui perdarahan atau berkeringat berlebihan selama periode berbahaya. Vasopresin dan angiotensin juga memiliki efek vasopresor langsung, yang dapat bermanfaat dalam mempertahankan tekanan jika terjadi kehilangan darah akut (lihat h. 377). Vasopresin juga dipercayai mampu mempermudah proses belajar, yang berdampak pada adaptasi terhadap stres di masa mendatang. ■



Perubahan Utama Hormon Selama Respons StresHor



Hormon



Perubahan Tujuan



Memperkuat sistem saraf simpatis dalam menyiapkan tubuh untuk "berjuang atau lari" Memobilisasi simpanan energi lemak dan karbohidrat meningkatkan glukosa darah dalam lemak



CRH–ACTH–kortisol







darah Memobilisasi simpanan energi dan bahan baku metabolik untuk digunakan sesuai kebutuhan; meningkatkan glukosa darah, asam amino darah, dan asam lemak darah



Glukagon







ACTH mempermudah pembelajaran



Insulin







Bekerja bersama untuk meningkatkan glukosa darah dan asam lemak darah



Renin–angiotensin– aldosteron; vasopresin







Menahan garam dan H2O untuk meningkatkan volume plasma; membantu mempertahankan tekanan darah ketika terjadi kehilangan akut volume plasma Angiotensin II dan vasopresin menyebabkan vasokontriksi arteriol untuk meningkatkan tekanan darah Vasopresin mempermudah pembelajaran



738 BAB 19



kortisol, dan memicu pelepasan vasopresin. Stimulasi simpatis, pada gilirannya, menyebabkan sekresi epinefrin, yang bersama-sama memiliki efek pada sekresi insulin dan glukagon oleh pankreas. Selain itu,vasokonstriksi arteriolaferen ginjal oleh katekolamin secara tak-langsung merangsang sekresi renin dengan mengurangi aliran darah beroksigen ke ginjal (rangsangan bagi sekresi renin). Reninakhirnya mengaktifkan SRAA. Oleh sebab itu, hipotalamus mengintegrasikan respons sistem saraf simpatis dan sistem endokrin selama stres.



oleh hipotalamus. Masing-masing respons terhadap stres yang baru dijelaskan dipengaruhi langsung atau tidak langsung oleh hipotalamus (Gambar 19-13). Hipotalamus menerima masukan mengenai stresor fisik dan emosi dari hampir semua bagian otak dan dari banyak reseptor di seluruh tubuh. Sebagai respons hipotalamus secara langsung mengaktifkan sistem saraf asimpatis, mengeluarkan CRH untuk merangsang pengeluaran ACTH dan



Stresor



Hipotalamus



Hipofisis posterior



CRH



Hipofisis posterior



Sistem saraf simpatis



Vasopresin



ACTH



Menghemat garam dan air untuk meningkatkan volume plasma;membantu mempertahankan tekanan darah jika terjadi kehilangan akut volume plasma. Vasopresin dan angiotensin II menyebabkan vasokontriksi arteriol untuk meningkatkan tekanan darah.



Medula adrenal



Korteks adrenal



Epinefrine



Kortisol



Mempersiapkan tubuh untuk "berjuang atau lari"



Otot polos arteriol



Sel penghasil glukason Sel penghasil insulin Pankreas endokrin



Vasokonstriksi



Aliran darah ke ginjal



Renin



Angiotensin



Memobilisasi simpanan energi dan bahan baku metabo lik untuk digunakan sesuai kebutuhan



Glukagon



Insulin



Aldosterone



Gambar 19-13 Integrasi respons stres oleh hipotalamus.



Kelenjar Endokrin Perifer



739



psikososial kronik mungkin merugikan. Percepatan aktivitas kardiovaskular dan pernapasan, retensi garam dan H2O, serta mobilisasi bahan bakar metabolik dan bahan baku dapat bermanfaat dalam respons terhadap stresor fisik, misalnya pada pertandingan atletik. Sebagian besar stresor dalam kehidupan kita sehari-hari bersifat psikososial; namun, stresor ini menimbulkan respons serupa. Stresor seperti cemas menghadapi ujian, konflik dengan pacar, atau ketidaksabaran menghadapi kemacetan dapat memicu respons stres. Meskipun merupakan hal yang sesuai saat menghadapi cedera fisik yang mengancam atau nyata, mobilisasi cepat berbagai sumber daya tubuh merupakan respons yang tidak sesuai terhadap stres non-fisik. Jika tidak ada kebutuhan tambahan energi, tidak ada kerusakan jaringan, dan tidak ada kehilangan darah, penguraian simpanan tubuh dan retensi cairan akan menjadi sia-sia, bahkan mungkin merugikan bagi individu yang bersangkutan. Pada kenyataannya, terdapat bukti tak-langsung yang kuat tentang keterkaitan pajanan kronik ke stresor psikososial dengan timbulnya keadaan-keadaan patologis misalnya tekanan darah tinggi, meskipun belum dibuktikan adanya hubungan sebabakibat yang pasti.Akibat respons stres yang "tidak digunakan" ini, apakah hipertensi dapat terjadi karena vasokonstriksi simpatis yang berlebihan? Akibat rentesi garam dan H2O yang berlebihan? Akibat peningkatan berlebihan aktivitas vasopresin dan angiotensin? Kombinasi faktor-faktor ini? Faktor lain? Ingat kembali bahwa hipertensi dapat timbul akibat pajanan berkepanjangan ke glukokortikoid kadar farmakologis. Mungkinkah peningkatan kortisol kadar rendah jangka-panjang, seperti yang terjadi ketika terdapat stresor psikososial yangberkepanjangan, menimbulkan hal yang sama, tetapi berlangsung lebih lambat? Harus dilakukan banyak penelitian untuk mengevaluasi kontribusi stresor yang kita hadapi sehari-hari dalam pembentukan penyakit. Periksa Pemahaman Anda 19.3 1. Gambarkan bagan yang menunjukkan perubahan hormonal utama dan tujuan setiap perubahan selama respons stres.



❚ TABEL 19-3 Ringkasan



Kata metabolisme merujuk kepada semua reaksi kimia yang terjadi di dalam sel tubuh. Reaksi-reaksi yang melibatkan penguraian, sintesis, dan transformasi ketika kelas molekul organik kaya energi—protein, karbohidrat, dan lemak—secara kolektif dikenal sebagai metabolisme antara atau metabolisme bahan bakar (Tabel 19-3). Selama proses pencernaan, molekul nutrien besar (makromolekul) diuraikan menjadi subunit-subunit yang lebih kecil dan dapat diserap sebagai berikut: protein diubah menjadi asam amino, karbohidrat kompleks menjadi monosakarida (terutama glukosa), dan trigliserida (lemak makanan) menjadi monogliserida dan asam lemak bebas. Unit-unit yang dapat diserap ini dipindahkan dari lumen saluran cerna ke dalam darah, baik langsung atau melalui pembuluh limfe (Bab 16). ANABOLISME DAN KATABOLISME Setelah diabsorpsi, subunit organik ini terus-menerus dipertukarkan antara darah dan sel tubuh. Reaksi-reaksi kimia di dalam sel ketika molekul organik kecil ini ikut sera dibagi menjadi dua proses metabolik: anabolisme dan katabolisme (Gambar 19-14). Anabolisme adalah pembentukan atau sintesis makromolekul organik yang lebih besar dari molekul subunit organik kecil. Reaksi anabolik umumnya memer-lukan asupan energi dalam bentuk adenosin trifosfat (ATP). Reaksi -reaksi ini menghasilkan (1) pembentukan bahan yang diperlukan oleh sel misalnya protein struktual sel atau produk sekretorik, atau (2) penyimpanan nutrien yang berlebihan dan tidak segera dibutu-



Reaksi dalam Metabolisme Bahan Bakar P



Proses Metabolik Glikogenesis Glikogenolisis Glukoneogenesis Sintesis protein Penguraian protein Sintesis lemak (lipogenesis atau sintesis trigliserida) Penguraian lemak (lipolisis atau penguraian trigliserida)



740 BAB 19



Kita baru membahas perubahan metabolik yang terjadi selama respons stres. Kini kita akan berkonsentrasi pada pola metabolik yang terjadi tanpa stres, termasuk faktor hormon yang mengatur metabolisme normal ini.



Reaksi



Konsekuensi







↓ Glukosa darah ↑Glukosa darah ↑ Glukosa darah ↓ Asam amino darah ↑ Asam amino darah ↓ Asam lemak darah ↑ Asam lemak darah



Viktor 1/Shutterstock.com



© Paul Poplis Photography, Inc./ Stockfood American



Photodisc/Getty Images



Asupan makanan



Protein makanan Monkey Business Images/ Shutterstock.com



Karbohidrat makanan



Unit yang dapat diserap



P



= Anabolisme = Katabolisme



N



C



Asam amino



Makromolekul simpanan, struktual, dan fungsional di sel



E



R



N



A



Glukosa



P



KEY



E



Lemak trigliserida fat



E



N



Y



E



R



Simpanan glikogen di hati dan otot



Trigliserida di simpanan jaringan adiposa



N



Asam lemak



A



Simpanan metabolik di tubuh



Protein rubuh (struktual atau produk sekresi)



A



P



A



Monogliserida



N



Urea Ekskresi urine (eliminasi dari tubuh)



Asam amino



Glukosa



Fatty acids



Digunakan sebagai bahan bakar metabolik di sel: Oksidasi menjadi CO2 H2O ATP (energi)



Ekspirasi (eliminasidari tubuh)



Gambar 19-14 Ringkasan jalur-jalur utama yang melibatkan molekul nutrien organik.



hkan untuk menghasilkan energi atau sebagai bahan buku struktur sel. Penyimpanan dilakukan dalam bentuk glikogen (bentuk simpanan untuk glukosa) atau simpanan lemak. Katabolisme adalah penguraian atau degradasi molekul organik yang besar dan kayaenergi di dalam sel. Katabolisme mencakup dua tingkat penguraian : (1) hidrolisis (lihat h.31 dan A-13) makromolekul organik-



besar sel menjadi subunit-subunit yang lebih kecil, serupa dengan proses pencernaan kecuali bahwa reaksi berlangsung di dalam sel dan bukan di lumen saluran cerna (misalnya, pelepasan glukosa oleh katabolisme simpanan glikogen), dan (2) oksidasi subunit yang lebih kecil, misalnya glukosa, untuk menghasilkan energi untuk produksi ATP (lihat h.40)



  



741



Sebagai alternatif untuk produksi energi, subunit-subunit organik yang multipotensial dan berukuran kecil yang berasal dari hidrolisis intrasel dapat dibebaskan ke dalam darah. Molekul glukosa, asam lemak, dan asam amino yang dibebaskan ini kemudian dapat digunakan sesuai kebutuhan untuk menghasilkan energi atau sintesis sel di bagian tubuh lain.



kemudian dibebaskan di antara waktu makan, dan (2) otak harus terus-menerus diberi glukosa. Marilah kita kaji dampak masingmasingnya.



Pada orang dewasa, laju anabolisme dan katabolisme umumnya seimbang sehingga tubuh orang dewasa berada dalam keadaan stabil dinamis dan tampak tidak berubah meskipun molekul-molekul organik yang menentukan struktur dan fungsi secara terus menerus diperbarui. Selama pertumbuhan, anabolisme melebihi katabolisme.



Asupan bahan bakar dari makanan bersifat berkala, tidak terus menerus. Akibatnya, kelebihan energi harus diserap selama makan dan disimpan untuk digunakan selama periode puasa di antara waktu makan, ketika makanan sebagai sumber bahan bakar tidak tersedia. Meskipun asupan energi bersifat cberkala, permintaan sel tubuh terhadap energi bersifat terus-menerus dan berfluktuasi. Karena itu, energi harus tersedia secara konstan bagi sel untuk digunakan sesuai yang diperlukan tidak peduli apapun status asupan makanannya. Energi yang tersimpan mengisi waktu luang di antaradua waktu makan. Penyimpanan energi dibagi dalam tiga bentuk (Tabel 19-4): ■ Kelebihan glukosa dalam darah disimpan di hati dan otot sebagai glikogen, yaitu suatu molekul besar yang terdiri dari mole-kulmolekul glukosa yang saling berhubungan (lihat Gambar 2-20, h. 48, dan 16-1, h. 621). Glikogen yang disimpan di otot rangka secara kolektif lebih banyak dua kali lipat daripada yang disimpan di hati. Karena glikogen merupakan simpanan energi yang relatif kecil, jumlah energi yang tersimpan dalam bentuk ini kurang dari kebutuhan energi dalam sehari. Jika simpanan gliko-gen hati dan otot sudah "penuh", glukosa sisanya diubah menjadi asam lemak dan gliserol, yang digunakan untuk membentuk trigli-serida (gliserol dengan tiga asam lemak melekat padanya), teruta-ma di jaringan adiposa (lemak). ■ Kelebihan asam lemak dalam darah yang berasal dari makanan juga diubah menjadi trigliserida. ■ Kelebihan asam arnino dalam darah yang tidak diperlukan untuk sintesis protein tidak disimpan sebagai protein ekstra tetapi diubah menjadi glukosa dan asam lemak, yang akhirnya berakhir dengan disimpan sebagai trigliserida.



DI ANTARA MOLEKUL-MOLEKUL Selain mampu membentuk kembali molekul organik yang telah dikatabolisme kembali menjadi jenis molekul yang sama, banyak sel tubuh, khususnya sel hati, dapat mengubah sebagian besar tipe molekul organik kecil menjadi tipe lain—seperti pada, sebagai contoh, pengubahan asam amino menjadi glukosa atau asam lemak. Karena interkonversi ini, nutrisi yang adekuat dapat dihasilkan oleh beragam molekul yang terdapat di aneka jenis makanan. Namun terdapat keterbatasan. Nutrien esensial, rnisalnya asam amino dan vitamin esensial, tidak dapat dibentuk di tubuh dari konversi molekul organik tipe lain. Nasib utama karbohidrat dan lemak yang dimakan adalah dikatabolisme untuk menghasilkan energi. Asam amino terutama digunakan untuk membentuk protein tetapi juga dapat digunakan untuk menghasilkan energi setelah diubah menjadi karbohidrat atau lemak. Karena itu, ketiga kategori bahan makanan dapat digunakan sebagai bahan bakar dan kelebihansetiap jenis bahan makanan dapat disimpan sebagai bahan bakar simpanan, seperti yang segera akan Anda ketahui. Sekilas metabolisme bahan bakar tampak relatif sederhana: Jumlah nutrien dalam makanan harus cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan produksi energi dan sintesis sel. Namun, hubungan yang tampak sederhana ini ternyata menjadi rumit oleh dua faktor penting: (1) nutrien yang diserap dari makanan harus disimpan danINTERKONVERSI



❚ TABEL 19-4 Bahan



metabolik



Bakar Metabolik Simpanan di Tubuh



Bentuk dalam Bentuk darah simpanan



Persentase Kandungan Energi Tempat Penyimpanan (dan Kalori*) Cadangan Tubuh Total Utama











Hati,











Lemak



Asam lemak







Jaringan



77%







Protein







22% (41,000 kalori)







* Sebenarnya mengacu kilokalori; lihat hal. 669.



742 BAB 19



Peran Sumber energi pertama; esensial bagi otak Cadangan energi utama; sumber energi selama puasa Sumber glukosa untuk otak selama puasa; cadangan terakhir untuk memenuhi kebutuhan energi lain



Karena itu, tempat utama penyimpanan kelebihan energi dari ketiga kelas adalah jaringan lemak. Dalam keadaan normal, trigliserida yang tersimpan di tubuh cukup untuk menghasilkan energi untuk kebutuhan sekitar dua bulan, dengan lebih banyak simpanan pada orang yang kelebihan berat. Karena itu, selama masa puasa yang lama, asam-asam lemak yang dibebaskan dari katabolisme trigiliserida berfungsi sebagai sumber primer energi bagi sebagian besar jaringan. Katabolisme trigliserida simpanan membebaskan gliserol serta asam lemak, tetapi dari segi kuantitatif, asam lemak jauh lebih penting. Katabolisme lemak simpanan menghasilkan 90% asam lemak dan 10% gliserol berdasarkan berat. Gliserol (bukan asam lemak) dapat diubah menjadi glukosa oleh hati dan ikut berperan, meskipun kecil, dalam mempertahankan glukosa darah selama puasa. Sebagai cadangan energi ketiga, energi dalam jumlah substansial tersimpan sebagai protein struktural, terutama di otot, yaitu massa protein paling banyak di tubuh. Namun protein bukan pilihan pertama untuk digunakan sebagaisumber energi karena protein memiliki fungsi esensial yang lain; sebaliknya, cadangan glikogen dan trigliserida semata-mata merupakan depot energi.



Faktor kedua yang memperumit metabolisme bahan bakar (selain asupan nutrien yang berkala dan perlunya nutrien disimpan) adalah bahwa otak dalam keadaan normal bergantung pada penyaluran glukosa darah dalam jumlah memadai sebagai satusatunya suinber energinya. Karena itu, konsentrsi glukosa darah harus dipertahankan di atas suatu batas kritis. Konsentrasi glukosa darah biasanya adalah 100 mg glukosa/100 mL plasma dan normalnya dijaga dalam kisaran sempit 70 hingga 110 mg/100 mL. Glikogen hati adalah cadangan penting untuk mempertahankan glukosa darah selama masa puasa singkat. Namun, glikogen hati cepat habis sehingga pada puasa yang lebih lama mekanisme lain harus memenuhi kebutuhan energi otak yang dependen-glukosa tersebut. Pertama, ketika tidak ada glukosa makanan yang masuk ke darah, jaringan yang tidak harus menggunakan glukosa akan mengubah mekanisme metaboliknya untuk membakar asam lemak,mencadangkan glukosa untuk otak. Asam-asam lemak disediakan melalui katabolisme simpanan trigliserida sebagai sumber energi alternatifbagi jaringan yang tidak dependen-glukosa. Kedua, asam-asam amino dapat diubah menjadi glukosa oleh glukoneogenesis, sementara asam lemak tidak. Karena itu, jika simpanan glikogen terkuras meskipun glukosa telah dihemat, pasokan baru glukosa untuk otak berasal dari katabolisme protein tubuh dan perubahan asam amino bebas menjadi glukosa.



Dari pembahasan sebelumnya seharusnya telah jelas bahwa disposisi molekul-molekul organik bergantung pada kebutuhan metabolik tubuh. Dua keadaan metabolik fungsional—keadaan absorptif dan keadaan pasca-absorptif—masing-masing berkaitan dengan siklus makan dan puasa (Tabel 19-5). Konsentrasi glukosa darah kadang dinyatakan dalam molaritas dengan kadar



1



mormal glukosa darah berkisar sekitar 5 mM (lihat h. A-7).



❚ TABEL 19-5 Perbandingan



keadaan Absorptif dan Pasca-Absorptif Metabolik



Keadaan Absorptif



Keadaan PascaAbsorptif



Karbohidrat



Glukosa menjadi sumber energi utama



Penguraian dan diplesi glikogen







Penghematan glukosa untuk menyediakan glukosa bagi otak







Pembentuk glukosa baru melalui glukoneogenesis



Pembentukan dan penyimpanan trigliserida



Katabolisme trigliserida







Katabolisme protein



Kelebihan diubah dan disimpan sebagai lemak trigliserida



Asam amino digunakan untuk glukoneogenesis







Protein



Asam lemak menjadi sumber energi utama untuk jaringan yang tidak dependen glukosa



KEADAAN ABSORPTIF Setelah makan, nutrien diserap dan masuk



ke dalam darah selama keadaan absortif, atau kenyang. Selama periode ini, glukosa berlimpah dan merupakan sumber energi utama. Hanya sedikit lemak dan asam amino yang diserap digunakan untuk energi selama keadaan absorptif karena sebagian besar sel cenderung menggunakan glukosa jika tersedia. Nutrien tambahan yang tidak segera digunakan untuk energi atau perbaikan struktural disalurkan menjadi simpanan dalam bentuk glikogen atau trigliserida. KEADAAN PASCA-ABSORPTIF Makanan yang masuk biasa- nya diserap secara tuntas dalam waktu sekitar empat jam. Karena itu, pada pola makan tiga kali sehari tidak ada nutrien yang diserap dari saluran cerna pada akhir pagi dan sore serta sepanjang malam. Waktu-waktu ini merupakan keadaan pasca-absorptif, atau puasa. Se-lama keadaan ini, simpanan energi endogen dimobilisasi untuk menghasilkan energi, sementara glukoneogenesis dan penghematan glukosa mempertahankan glukosa pada kadar yang sesuai untuk memberi makan otak. Sintesis protein dan lemak dihentikan. Simpanan molekul-molekul organik ini dikatabolisme masing-masing untuk membentuk glukosa dan menghasilkan energi. Sintesis karbohidrat tetap terjadi melalui glukoneogenesis, tetapi pemakaian glukosa untuk energi sangat berkurang.



Perhatikan bahwa konsentrasi nutrien dalam darah tidak banyak berfluktuasi antara keaddan absorptif dan pasca absorptif. Selama keadaan absorptif, nutrien berlimpah yang diserap cepat dikeluarkan dari darah dan disimpan; selama keadaan pasca-absorptif, simpanan ini dikatabolisme untuk mempertahankan konsentrasi darah pada   



743



tingkat yang jaringan. PERAN



sesuai



JARINGAN



untuk KUNCI



memenuhi DALAM



kebutuhan



STATUS



energi



METABOLIK



Selama perubahan status metabolik ini, berbagai jaringan melakukan peran berbeda, seperti diringkaskan berikut ini: ■



Hati berperan utama dalam mempertahankan kadar glukosa darah yang normal. Hati menyimpan glikogen ketika terjadi kelebihan glukosa, membebaskan glukosa ke dalam darah saat dibutuhkan, dan merupakan tempat utama inter-konversi metabolik misalnya glukoneogenesis. ■ Jaringan lemak berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi utama dan penting untuk mengatur kadar asam lemak dalam darah ■ Otot adalah tempat utama penyimpanan asam amino dan merupakan pemakai energi yang utama. ■ Otak dalam keadaan normal hanya dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi, tetapi jaringan ini tidak menyimpan glikogen sehingga kadar glukosa yang adekuat dalam darah harus dipertahankan.



Sumber energi yang lebih kecil digunakan sesuai kebutuhan. Beberapa zat antara organik lain ikut berperan lebih kecil sebagai sumber energi—yaitu, gliserol, laktat, dan badan keton. Seperti telah disebutkan, gliserol yang berasal dari hidrolisis trigliserida dapat diubah menjadi glukosa oleh hati.







Demikian juga, laktat, yang dihasilkan dari katabolisme taksempurna glukosa melalui glikolisis di otot (lihat h. 294), juga dapat diubah menjadi glukosa oleh hati.







Badan keton (yaitu, aseton, asam asetoasetat, dan asam β-hidroksibutirat) adalah sekelompok senyawa yang dihasilkan oleh hati selama penghematan glukosa. Tidak seperti jaringan lain, ketika hati menggunakan asam lemak sebagai sumber energi, organ ini mengoksidasi asam lemak tersebut hanya hingga asetil koenzim A (asetil KoA) dan tidak mampu memproses lebih lanjut melalui siklus asam sitrat untuk ekstraksi lebih banyak energi (lihat h. 37). Karena itu, hati tidak menguraikan asam lemak hingga CO2 dan H2O untuk menghasilkan energi maksimal. Organ ini mengekstraksi secara parsial energi yang tersedia dan mengubah molekul asetil KoA sisanya menjadi badan keton, yang kemudian di bebaskan ke dalam darah. Badan karton berfungsi sebagai sumber energi alternatif untuk jaringan yang mampu mengoksidasi bahan ini lebih lanjut melalui siklus asam sitrat.







Selama kelaparan yang lama, otak mulai menggunakan badan keton menggantikan glukosa sebagai sumber energi utama. Karena kematian akibat kelaparan biasanya lebih dise-babkan oleh terkurasnya protein daripada hipoglikemia (gula darah yang rendah), untuk mempertahankan hidup pada keadaan tanpa asupan kalori maka glukoneogenesis perlu dijaga seminimal mungkin selama kebutuhan energi untuk otak tidak terganggu. Protein sel, dalam persentase yang bermakna, dapat dikatabolisme tanpa menyebabkan malfungsi sel yang serius, tetapi akhirnya akan tercapai tahap ketika sel yang dikanibal tidak dapat berfungsi dengan baik. Untuk mengmenghindari tahap kegagalan fatal tersebut selama mungkin sewaktu kelaparan, otak mulai menggunakan keton sebaga isumber energi utama sehingga pemakaian glukosa pe-



744  BAB 19



makaian glukosa berkurang.Pemakaian asam lemak "remah-remah" oleh otaksisadari"makanan" yang disantap hati ini mem-batasi keharusan mobilisasi protein untuk menghasilkan glukosa untuk memberi makan otak. Kedua adaptasi metabolik terhadap kelaparan berkepanjangan ini—penurunan katabolisme protein dan pemakaian keton oleh otak—menjadi penyebab tingginya kadar keton dalam darah. Otak menggunakan keton hanya ketika kadar keton darah tinggi. Kadar keton yang tinggi ju-ga secara langsung menghambat penguraian protein di otot. Karena itu, keton menghemat protein tubuh sekaligus memenuhi kebutuhan energi otak.



Bagaimana tubuh "mengetahui" kapan mengubah proses metabolik dari sistem anabolisme neto dan penyimpanan nutrien menjadi sistem katabolisme neto dan penghematan glukosa? Aliran nutrien organik sepanjang jalur-jalur metabolik dipengaruhi oleh berbagai hormon, termasuk insulin, glukagon, epinefrin, kortisol, dan hormon pertumbuhan. Pada umumnya, hormon pankreas, insulin dan glukagon, adalah regulator hormon dominan yang mengubah jalur-jalur metabolik dari anabolisme neto menjadi katabolisme neto dan penghematan glukosa, masing-masing bergantung pada apakah tubuh berada dalam keadaan makan atau puasa. PULAU LANGERHANS Pankreas adalah suatu organ yang terdiri



dari jaringan eksorin dan endokrin. Bagian eksorin mengeluarkan larutan encer alkalis serta enzim pencernaan melaluik duktus pankreatikus ke dalam lumen saluran cerna (lihat h.637). Di antara sel-sel eksorin di seluruh pankreas tersebar kelompok-kelompok atau "pulau", sel endokrin yang dikenal sebagai pulau Langerhans (Gambar 19-15a). Pulau Langerhans membentuk 1-2% total masa pankreas. Sel endokrin pankreas yang terbanyak adalah sel β (beta), tempat sintesis dan sekresi insulin serta merupakan 60% massa total pulau. Sel a (alpha) menghasilkan hormon glukagon dan merupakan 25% massa pulau. Sel D (delta) adalah tempat sintesis somatostatin. Sel pulau yang paling jarang, sel F, menyekresi polipeptida pankreas, yang mungkin berperan dalam mengurangi nafsu makan dan asupan makanan, yang kurang dipahami, dan tidak akan dibahas lebih lanjut. (Sisa 4% massa pulau terdiri dari jaringan penyambung, pembuluh darah, dan saraf.) Kita akan secara singkat membahas somatos-tatin sekarang dan kemudian beralih ke insulin dan glukagon, yaitu hormon-horrnon terpenting dalam regulasi metabolisme bahan bakar.



SOMATOSTATIN Dengan bekerja sebagai hormon, somatostatin pankreas menghambat saluran cerna dalam berbagai cara, dengan efek keseluruhan adalah menghambat pencernaan nutrien dan mengurangi penyerapannya. Somatostatin dikeluarkan oleh sel D pankreas sebagai respons langsung terhadap peningkatan glukosa darah dan asam amino darah selama penyerapan maka-nan. Dengan menimbulkan efek inhibisi, somatostatin pankreas-bekerja melalui mekanisme umpan-balik negatif untuk mengerem kecepatan pencernaandan penyerapan makanan sehingga kadar nutriendalam plasma tidak berlebihan. Somatostatin pankreas juga



Duodenum Hormon (insulin, glukagon)



Lambung



Sel duktus Sel asinus menyekresikan menyekresikan larutan NaHCO3 cair enzim pencernaan



Manfred Kage/Photolibrary.com



Darah



Bagian endokrin pankreas (pulau Langerhanes)



Exocrine portion of pancreas (acinar and duct cells)



Sel eksorin



Pulau Langerhans



(a) Lokasi dan struktur pankreas Sel β → insulin Sel α → glukagon Sel D



somatostatin



Kapiler



Gambar 19-15 Lokasi dan struktur pankreas serta tipe sel pada pulau Langerhans.



ga berperan sebagai parakrin dalam mengatur sekresi hormon pankreas. Keberadaan lokal somatostatin mengurangi sekresi insulin, glukagon, dan somatostatin itu sendiri, tetapi makna fisiologik fungsi parakrin ini belum jelas. Somatostatin juga dihasilkan oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran cerna, tempat zat ini bekerja lokal secara paraluin untuk menghambat sebagian besar proses pencernaan (lihat h. 633). Selain itu, somatostatin (disebut juga GHIH) diproduksi oleh hipotalamus, tempat zat ini menghambat sekresi hormon pertumbuhan dan TSH (lihat h. 703). Kita selanjutnya akan membahas insulin dan kemudian glukagon, diikuti oleh diskusi tentang bagaimana insulin dan glukagon berfungsi sebagai unit endokrin untuk mengubah proses metabolik antara keadaan absorptif dan pascaabsorptif.



Insulin memiliki efek penting pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam Iemak, dan asam amino darah serta mendorong penyimpanan bahan-bahan tersebut. Sewaktu molekul nutrien ini masuk ke darah selama keadaan absorptif, insulin mendorong penyerapan bahan-bahan ini oleh sel dan pengubahannya masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. In-



(b) Tipe-tipe sel pada pulau Langerhans



sulin melaksanakan banyak fungsinya dengan mengubah transpor nutrien darah spesifik masuk ke dalam sel atau mengubah aktivitas enzim-enzim yang berperan dalam jalurjalur metabolik tertentu. Untuk menegaskan efeknya, pada beberapa keadaan insulin meningkatkan aktivitas enzim, contohnya glikogen sintase, yaitu enzim pengatur kunci yang rnenyintesis glikogen dari molekul glukosa. Namun, pada contoh lain, insulin menurunkan aktivitas enzim, misalnya dengan menghambat lipase yang peka terhadap hormon, yaitu enzim yang mengatalisis pemecahan trigliserida yang tersimpan kembali menjadi asam lemak bebas dan gliserol. EFEK PADA KARBOHIDRAT Memelihara homeostasis glukosa darah merupakan fungsi penting pankreas. Konsentrasi glukosa dalam darah ditentukan oleh keseimbangan antara proses-proses berikut (Gambar 19-16): penyerapan glukosa dari saluran cerna, pemindahan glukosa ke dalam sel, produksi glukosa oleh hati, dan (secara abnormal) ekskresi glukosa di urine. Di antara faktor-faktor ini, hanya transpor glukosa ke dalam sel dan produksi glukosa di hati yang berada di bawah kontrol. Insulin memiliki empat efek yang menurunkan kadar glukosa darah dan mendorong penyimpanan karbohidrat: 1. Insulin mempermudah transpor glukosa ke dalam sebagian besar sel. (Mekanisme peningkatan penyerapan glukosa ini di jelaskan setelah efek lainnya insulin dalam menurunkan glukosa darah disebutkan.) Kelenjar Endokrin Perifer



745



Faktor yang meningkatkan glukosa darah



Faktor yang menurunkan glukosa darah Transpor glukosa ke dalam sel: ––Digunakan untuk menghasilkan energi ––Disimpan sebagai glikogen melalui glikogenesis sebagai trigliserida



Penyerapan glukosa dari saluran cerna



Glukosa darah Ekskresi glukosa di urine (hanya terjadi secara abnormal, ketika glukosa darah terlalu tinggi sehingga melampaui kapasitas reabsorptif tubulus ginjal selama pembentukan urine)



Produksi glukosa oleh hati: ––Melalui glikogenolisis glikogen simpanan –– Melalui glukoneogenesis



KEY = Faktor berasa di bawah kendali hormonal untuk mempertahankan kadar glukosa darah Gambar 19-16 Faktor yang memengaruhi konsentrasi glukosa darah.



2. Insulin merangsang glikogenesis, pembentukan glikogen dari glukosa, di otot rangka dan hati. 3. Insulin menghambat glikogenolisis, penguraian glikogen menjadi glukosa. 4. Insulin menghambat glukoneogenesis, perubahan asam amino menjadi glukosa di hati. Insulin melakukannya dengan mengurangi jumlah asam amino di darah yang tersedia bagi hati untuk glukoneogenesis dan dengan menghambat enzim-enzim hati yang diperlukan untuk mengubah asam amino m menjadi glukosa. Karena itu, insulin mengurangi konsentrasi glukosa darah dengan mendorong penyerapan glukosa oleh sel dari darah untuk digunakan dan disimpan, sementara secara bersamaan menghambat dua mekanisme pembebasan glukosa oleh hati ke dalam darah (glikogenolisis dan glukoneogenesis). Insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah. Insulin mendorong penyerapan glukosa oleh sebagian besar sel melalui rekrutmen transporter glukosa, suatu topik yang sekarang akan kita bahas. Pengangkutan glukosa antara darah dan sel dilaksanakan oleh suatu pembawa membran plasma yang dikenal sebagai glucose transporter (GLUT). Telah diketahui terdapat 14 bentuk pengangkut glukosa ini, yang dinamai sesuai urutan penemuannya— GLUT- 1, GLUT-2, dstnya. Semua pengangkut glukosa ini melaksanakan difusi pasif terfasilitasi glukosa melewati membran plasma (lihat h. 78). Setelah GLUT mengangkut glukosa ke dalam sel, suatu enzim di dalam sel segera memfosforilasi glukosa menjadi glukosa 6-fosfat, yang tidak memiliki cara keluar sel, tidak seperti glukosa "tawar" yang dapat keluar melalui transporter glukosa dalam dua arah. Karena itu, glukosa terjebak di dalam sel. Selanjutnya, fosfo-rilasi glukosa sewaktu memasuki sel menjaga konsentrasi intrase-luler glukosa" tawar" tetap rendah sehingga gradien yang meme-rantarai difusi terfasilitasi glukosa ke dalam sel tetap dipertahan- kan. Setiap anggota dari famili GLUT memiliki fungsi yang sedikit



746 BAB 19



berbeda. Sebagai contoh, GLUT-1 memindahkan glukosa menembus sawar darah-otak, GLUT-2 memindahkan glukosa yang masuk ke sel ginjal dan usus ke aliran darahs ekitar melalui pembawa kotransporter glukosa dan natrium (SGLT; lihat h. 81), dan GLUT- 3 adalah pengangkut utama glukosa ke dalam neuron. Transporter yang bertanggung jawab atas sebagian besar penyerapan glukosa oleh mayoritas sel tubuh adalah GLUT-4, yang bekerja hanya setelah berikatan dengan insulin. Molekul glukosa tidak dapat dengan mudah menembus membran sebagian besar sel tanpa adanya insulin sehingga sebagian besar jaringan bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa dari darah dan menggunakannya. GLUT-4 sangat banyak terdapat di jaringan yang paling banyak menyerap glukosa dari darah selama keadaan pasca-absorptif, yaitu otot rangka dalam keadaan istirahat dan sel jari- ngan lemak. GLUT-4 adalah satu-satunya jenis transporter yang berespons terhadap insulin. Tidak seperti jenis molekul GLUT lainnya, yang selalu ada di membran plasma di tempat mereka melaksanakan fungsinya, GLUT-4 tidak berada di membran plasma tanpa adanya insulin. Insulin mendorong penyerapan glukosa melalui proses rekrutmen transporter. Sel-sel dependen-insulin memelihara vesikel-vesikel intrasel yang mengandung GLUT-4. Ketika insulin berikatan dengan reseptornya (suatu reseptor yang bekerja sebagai suatu enzim tirosin kinase; lihat h. 126) di membran permukaan sel sasaran, jalur sinyal selanjutnya memicu vesikel-vesikal ini bergerak ke membran plasma dan menyatu dengannya sehingga GLUT-4 dapat disisipkan ke dalam membran plasma. Dengan cara ini, peningkatan sekresi insulin menyebabkan peningkatan pesat penyerapan glukosa 10 hingga 30 kali lipat oleh sel-sel dependen-insulin. Ketika sekresi insulin berkurang, GLUT tersebut diambil kembali dari membran plasma melalui endositosis dan dikembalikan ke dalam vesikel intraseluler. Beberapa jaringan tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa—yaitu, otak, otot yang sedang aktif, dan hati. Otak, yang memerlukan pasokan konstan glukosa untukkebutuhan energinya



setiap saat, bersifat sangat permeabel terhadap glukosa setiap waktu melalui molekul GLUT-1 dan GLUT-3. Saat olahraga, sel-sel otot rangka tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glu-kosa, meskipun saat istirahat mereka memerlukannya. Kontraksi otot memicu penyisipan GLUT-4 ke membran plasma sel otot meskipun tidak terdapat insulin. Kenyataan ini penting dalam me-nangani diabetes melitus (defisiensi insulin), seperti dijelaskan kemudian. Hati juga tidak bergantung pada insulin untuk menye-rap glukosa karena organ ini tidak menggunakan GLUT-4. Na-mun, insulin meningkatkan metabolisme glukosa oleh hati dengan merangsang langkah pertama dalam metabolisme glukosa, fosfor-ilasi glukosa untuk membentuk glukosa-6-fosfat. EFEK PADA LEMAK Insulin memiliki banyak efek untuk menur-



Pengontrol utama sekresi insulin adalah sistem umpan-balik negatif langsung antara sel β pankreas dan konsentrasi glukosa dalam darah yang mengalirinya. Peningkatan kadar glukosa darah, seperti selama penyerapan makanan, secara langsung merangsang sel β untuk mengeluarkan insulin Peningkatan insulin, pada gilirannya, mengurangi glukosa darah ke normal dan mendorong pemakaian serta penyimpanan nutrien ini. Sebaliknya, penurunan glukosa darah di bawah normal, misalnya sewaktu puasa, secara langsung menghambat sekresi insulin. Penurunan laju sekresi insulin menggeser metabolismedari pola absorptif ke pasca-absorptif. Karena itu, sistem umpan-balik negatif sederhana sudah dapat mempertahankan pasokan glukosa yang relatif konstan ke jaringan tanpamemerlukan partisipasi saraf atau hormon lain.



unkan asam lemak darah dan mendorong penyimpanan trigliserida: 1. Insulin meningkatkan pemasukan asam lemak dari darah ke dalam sel jaringan lemak 2. Insulin meningkatkan transpor glukosa ke dalam sel jaringan lemak melalui rekrutmen GLUT-4. Glukosa berfungsi sebagai prekursor untuk pembentukan asam lemak dan gliserol, yaitu bahan mentah untuk membentuk trigliserida. 3. Insulin mendorong reaksi-reaksi kimia yang akhirnya mengguna kan turunan asam lemak dan glukosa untuk sintesis trigliserida. 4. Insulin menghambat lipolisis, mengurangi pembebasan asam lemak dari jaringan lemak ke dalam darah. Secara kolektif, efek-efek ini cenderung mengeluarkan asam lemak dan glukosa dari darah dan mendorong penyimpanan kedua nya sebagai trigliserida. EFEK PADA PROTEIN Insulin menurunkan kadar asam amino darah dan meningkatkan sintesis protein melalui beberapa efek: 1. Insulin mendorong transpor aktif asam amino dari darah ke dalam otot dan jaringan lain. Efek ini menurunkan kadar asam amino dalam darah dan menyediakan bahan-bahan untuk membentuk protein di dalam sel. 2. Insulin meningkatkan laju inkorporasi asam amino menjadi protein dengan merangsang perangkat pembentuk protein yang ada di sel. 3. Insulin menghambat penguraian protein. Hasil keseluruhan efek-efek ini adalah efek anabolik protein. Karena itu, insulin esensial bagi pertumbuhan normal.



Glukosa merangsang sekresi insulin melalui proses penggabungan eksitasi-sekresi. Glukosa memulai serangkaian peristiwa yang mengubah potensial membran sel β, yang menyebabkan sekresi insulin insulin. Ini adalah satu dari beberapa contoh ketika sel selain dari sel saraf atau otot menjalani perubahan yang terkait secara fungsi-onal pada potensial membran. Secara spesifik, glukosa memasuki sel β melalui GLUT-2 (Gambar 19-17, langkah 1 ). Setelah di dalam, glukosa dengan segera difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat 2 ), yang yang dioksidasi oleh sel β untuk membentuk ATP (langkah 3 ). Sel β memiliki dua jenis saluran: saluran K+ peka-ATP yang merupakan saluran bocor yang tetap terbuka kecuali ATP terikat kepadanya, dan suatu saluran Ca2+ berpintu listrik, yang tertutup pada potensial istirahat. Saluran K+ peka-ATP menutup ketika ATP yang dihasilkan dari glukosa-6-fosfat terikat padanya (langkah 4 ). Penurunan permeabilitas K yang terjadi menyebabkan depolarisasi sel β (karena lebih sedikit pergerakan keluar K+ yang bermuatan positif) (langkah 5 ), Depolarisasi ini menyebabkan saluran Ca21 berpintu listrik terbuka (langkah 6 ). Ca2+ yang kemudian masuk (langkah 7 ) memicu eksitosis vesikel sekretorik yang mengandung insulin (langkah 8 ), menghasilkan sekresi insulin (langkah 9 ).



RINGKASAN EFEK INSULIN Secara singkat, insulin terutama menimbulkan efeknya dengan bekerja pada otot rangka inaktif, hati, dan jaringan lemak. Hormon ini merangsang jalur-jalur biosintetik yang menyebabkan peningkatan pemakaian glukosa, peningkatan penyimpanan karbohidrat dan lemak, serta meningkatkan sintesis protein. Dalam melakukannya, hormon ini menurunkan kadar glukosa, asam lemak, dan asam amino darah. Pola metabolik ini khas untuk keadaan absorptif. Memang, sekresi insulin meningkat pada keadaan ini dan menyebabkan jalur-jalur metabolik bergeser ke arah anabolisme. Ketika sekresi insulin rendah, efek kebalikannya terjadi. Laju pemasukan glukosa ke dalam sel berkurang, dan terjadi katabolisme neto, bukan sintesis glikogen, trigliserida, dan protein. Pola ini mengingatkan kita pada keadaan pasca-absorpsi; memang, sekresi insulin berkurang selama keadaan pasca-absorpsi. Namun, hormon pankreas utama lainnya, glukagon, juga berperan besar dalam menggeser pola metabolisme dari absorpsi ke pascaabsorpsi, seperti akan dijelaskan.



Peningkatan kadar asam amino darah, seperti setelah mengonsumsi makanan tinggi protein, merangsang sel β secara langsung untuk menyekresi insulin. Melalui umpan balik negatif, peningkatan insulin memacu pemasukan asam amino ke dalam sel, menurunkan kadar asam amino darah sambil memacu sintesis protein. Asam amino meningkatkan sekresi insulin dengan cara yang sama seperti glukosa, dengan menghasilkan ATP yang memicu proses penggabungan eksitasi—sekresi. ■ Hormon gastrointestinal yang disekresi oleh saluran pencernaan respons terhadap adanya makanan, khususnya glucose-dependent insulinotropic peptide (GIP) dari sel K duodenal (lihat h. 669) dan hormon gluedgon-iike peptide I (GLP-1) yang serupa (lihat h. 681) dari sel L di bagian distal usus halus, merangsang sekresi insulin pankreas, selain memiliki efek pengaturan langsung pada sistem pencernaan. Melalui kontrol ini, sekresi insulin ditingkatkan secara "umpan maju", atau antisipatorik, bahkan sebelum penyerapan nutrien meningkatkan konsentrasi glukosa dan asam amino darah. Hormon yang dilepaskan dari saluran pencernaan yang "memberitahu" sel β pan-



Selain konsentrasi glukosa darah, yang merupakan faktor pengendali utama, masukan lain juga terlibat dalam sekresi insulin, seperti berikut (Gambar 19-18): ■



  



747



generalisata— yaitu, stres (berjuang-atau-lari) dan olahraga. Pada kedua situasi ini diperlukan bahan bakar tambahan untuk aktivitas otot yang mening-kat.



Saluran K+ peka-ATP 4 ATP



5 Saluran Ca2+ 6 berpintu listrik 7



K+di sel karena lebih sedikit yang keluar (depolarisasi)



(oksidasi) 3 Glukosa-6fosfat GLUT-2



2 Glukosa



Glukosa 1



Ca2+ 8



Sel ˜



Vesikel insulin 9 1 Glukosa memasuki sel β dengan disfusi terfasilitasi melalui GLUT-2. 2 Glukosa difosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat. 3 Oksidasi glukosa-6-fosfat menghasilkan ATP. 4 ATP bekerja pada saluran K+ cpeka-ATP, menutupnya. 5 Berkurangnya K+ yang keluar mendepolarisasi membran. 6 Depolarisasi membuka saluran Ca2+ berpintu voltase. 7 Ca2+ memasuki sel β. 8 Ca2+ memicu eksositosis vesikel insulin. 9 Insulin disekresikan. Gambar 19-17 Stimulasi sekresi insulin oleh glukosa melalui penggabungan eksitasisekresi.



-kreas terhadap peningkatan nutrien darah (terutama glukosa darah) yang akan terjadi disebut inkretin. Inkrettin meningkatkan sekresi insulin dengan meningkatkan cAMP, yang meningkatkan pelepasan insulin yang diinduksi oleh Ca2+. Sistem saraf autonom juga secara langsung memengaruhi sekresi insulin. Pulau-pulau Langerhans memiliki banyak per-sarafan parasimpatis (vagus) dan simpatis. Peningkatan aktivitas parasimpatis yang terjadi sebagai respons terhadap makanan di saluran cerna merangsang pengeluaran insulin, dengan neurotransmiter parasimpatis asetilkolin yang bekerja melalui jalur IP3-Ca2+. Hal ini juga merupakan respons umpan maju sebagai antisipasi penyerapan nutrien. Sebalik- nya, stimulasi simpatis dan peningkatan epinefrin yang menyertainya menghambat sekresi insulin dengan menurun-kan cAMP. Penurunan kadar insulin memungkinkan kadar glukosa naik, suatu respons yang sesuai terhadap keadaan-keadaan yang biasanya menyebabkan pengaktifkan simpatisnya insulin, pengeluaran glukosa oleh hati mening-



748 BAB 19



Diabetes melitus sejauh ini adalah penyakit endokrin yang paling sering ditemukan. Gejalagejala akut diabetes melitus disebabkan oleh kurang adekuatnya kerja insulin. Karena insulin adalah satu-satunya hormon yang mampu menurunkan kadar glukosa darah, salah satu gambaran menonjol pada diabetes melitus adalah peningkatan kadar glukosa darah, atau hiperglikemia. Diabetes secara harafiah berarti "mengalirkan" atau "terus mengalir" yang menunjukkan pengeluaran urine dalam jumlah besar pada penyakit ini. Pengeluaran urine berlebihan dijumpai pada diabetes melitus (akibat insufisiensi insulin) dan diabetes insipidus (karena defi-siensi vasopresin; lihat h. 593). Melitus artinya "manis"; insipidus artinya "tidak berasa". Urine pasien diabetes melitus terasa manis karena banyaknya glukosa yang tumpah ke dalam urine, sementara urine pasien diabetes insipidus tidak mengandung gula sehingga tidak berasa. (Tidakkah Anda lega bahwa Anda bukan petugas kesehatan pada zaman ketika kedua penyakit dibedakan berdasarkan rasa urinnya?) Diabetes melitus memiliki dua varian utama, berbeda pada kemampuan pankreas mengeluarkan insulin: diabetes tipe 1, yang ditandai oleh kurangnya sekresi insulin, dan diabetes tipe 2, yang ditandai oleh sekresi insulin yang normal atau bahkan meningkat, tetapi sensi-



tivitas sel sasaran terhadap insulin berkurang akibat alasan yang saat ini sedang intensif dipelajari. (Untuk pembahasan lebih lanjut tentang ciri-ciri kedua jenis diabetes melitus ini, lihatlah fitur dalam kotak penyerta di h. 750-751, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.) Konsekuensi akut diabetes melitus dapat dikelompokkan sesuai efek kurangnya kerja insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein (Gambar 19-19, h.752). Gambar ini mungkin tampak sulit, tetapi angka-angkanya, yang sesuai dengan angka di pembahasan berikut, membantu Anda menelusuri penyakit kompleks ini tahap demi tahap.



KONSEKUENSI YANG BERKAITAN DENGAN EFEK PADA METABOLISME KARBOHIDRAT Karena penurunan aktivitas



insulin memicu pola metabolik pasca-absorpsi, perubahanperubahan yang terjadi pada diabetes melitus adalah pelipat gandaan keadaan ini, kecuali hiperglikemia. Pada keadaan puasa yang biasa, kadar glukosa darah sedikit di bawah normal. Hiperglike, mia, tanda utama diabetes melitus, terjadi karena berkurangnya penyerapan glukosa oleh sel, disertai oleh peningkatan pengeluaran glukosa oleh hati (Gambar 19-19, langkah 1 ). Karena proses-proses glikogenolisis dan glukoneogenesis yang menghasilkan glukosa berlangsung tanpa kendali karena tidak ada-



Hormon gastrointestinal (inkretin)



Konsentrasi glukosa drah



Konsentrasi asam amino darah



KONSEKUENSI DENGAN EFEK LEMAK Sintesis



Kontrol utama Asupan makanan



Stimulasi parasimpastis



Sel β pulau Langerhans



Stimulasi simpatis (dan epinefrin)



Sekresi insulin



Glukosa darah Asam lemak darah Asam amino darah Sintesis protein Simpanan bahan bakar Gambar 19-18



an makanan berlebihan) (langkah 11). Namun, meskipun asupan makanan bertambah, terjadi penurunan berat akibat efek defisiensi insulin pada metabolisme lemak dan protein.



Faktor yang mengontrol sekresi insulin.



kat. Karena banyak sel tubuh tidak dapat menggunakan glukosa tanpa bantuan insulin, terjadi kelebihan glukosa ekstrasel bersamaan dengan defisiensi glukosa intrasel yang ironis—"kelaparan di tengah lumbung padi". Meskipun otak, yang tidak bergantung pada insulin, mendapat nutrisi yang adekuat pada diabetes melitus, konsekuensi-konekusensi lebih lanjut dari penyakit ini akhirnya menyebabkan disfungsi otak, seperti Anda akan segera ketahui. Ketika glukosa darah meningkat ke kadar ketika jumlah glukosa yang tersaring oleh nefron ginjal selama pembentukan urine melebihi kemampuan sel tubulus melakukan reabsorpsi (yaitu ketika Tm, glukosa dilampaui; lihat h. 550), glukosa muncul di urine (glukosuria) (langkah 2 ). Glukosa di urine menimbulkan efek osmotik yang menarik H2O bersamanya, menyebabkan diuresis osmotik yang ditandai oleh poliuria (sering berkemih) (langkah 3 ). Besarnya cairan yang keluar dari tubuh menyebabkan dehidrasi (langkah 4 ), yang akhirnya dapat menyebabkan kegagalan sirkulasi perifer karena berkurangnya secara mencolok volume darah (langkah 5 ). Kegagalan sirkulasi ini, jika tidak diperbaiki, dapat menyebabkan kematian karena berkurangnya aliran darah ke otak (langkah 6 ) atau gagal ginjal sekunder akibat kurangnya tekanan filtrasi (langkah 7 ). Lebih lanjut, sel-sel kehilangan air sewaktu tubuh mengalami dehidrasi akibat pergeseran osmotik dari sel ke dalam cairan ekstrasel yang hipertonik (langkah 8 ). Sel-sel otak sangat peka terhadap penciutan sehingga dapat terhadap multifungsi sistem saraf (langkah 9 ) (lihat h.586). Gejala khas lain pada diabetes melitus adalah polidipsia (rasa haus berlebihan) (langkah 10 ) yang sebenarnya adalah mekanisme kompensasi untuk melawan dehidrasi. Kisah ini belum lengkap. Pada defisiensi glukosa intrasel, mafsu makan meningkat sehingga terjadi polifagia (asup



YANG PADA



BERKAITAN METABOLISME



trigliserida berkurang sementara lipolisis meningkat, menyebabkan mobilisasi besar-besaran asam lemak dari simpanan trigliserida (langkah 12). Peningkatan asam lemak darah sebagian besar digunakan oleh sel sebagai sumber energi alternatif. Peningkatan pemakaian asam lemak oleh hati menyebabkan pelepasan badan keton secara berlebihan ke dalam darah, menyebabkan ketosis(langkah13). Badan-badan keton mencakup beberapa jenis asam, misalnya asam asetoasetat, yang terbentuk karena penguraian taksempurna lemak sewaktu produksi energi oleh hati. Karena itu, ketosis yang terjadi ini menyebabkan asidosis metabolik progresif (langkah 14 ). Asidosis merupakan menekanotak dan,



jika cukup parah, dapat menyebab-kan koma diabetes dan kematian (langkah 15 ). Tindakan kompensatorik untuk asidosis metabolik adalah meningkatkan ventilasi untuk mengeluarkan lebih banyak CO2 pembentukan asam (langkah 16 ). Pengeluaran salah satu badan keton, aseton, melalui hembusan napas menyebabkan napas berbau "buah" yang beraroma seperti kombinasi permen Juicy Fruit dan pembersih kuteks. Kadang, karena bau ini, orang yang kebetulan lewat salah menyangka pasien yang kolaps pada koma diabetes sebagai pemabuk yang pingsan karena minuman keras. (Situasi ini menggambarkan pentingnya pasien memiliki tanda pengena/ peringatan kesehatan). Pengidap diabetes tipe 1 jauh lebih rentan emngalkami ketosis daripada pengedap tipe2. KONSEKUENSI YANG BERIKATAN DENGAN EFEK PADA METABOLISME PROTEIN Efek kurangnya insulin pada meta-



bolisme protein adalah pregeseran neto menuju katabolisme prptein. Penguraian protein-protein otot menyebabkan otot rangka lisut dan lemah, serta penurunan berat badan (langkah17 ) dan, pada anak yang mengidap diabetes, penurunan pertumbuhan secara keseluruhan. Berkurangnya penyerapan asam amino disertai meningkatnya penguraian protein menyebabkan asam amino dalam darah meningkat (langkah 18 ). Peningkatan asam amino darah ini dapat digunakan untuk glukoneogenesis sehingga dapat digunakan untuk glukoneogenesis sehingga hiperglikemia menjadi bertambah parah (langkah 19 ). Seperti yang dapat dengan mudah Anda gambaran ringkas ini, diabetes melitus adalah rumit yang dapat mengganggu metabolisme lemak, dan protein serta keseimbangan cairan Penyakit ini juga dapat berdampak pada ginjal, sistem sirkulasi, dan sistem saraf. PENYULIT JANGKA PANJANG Selain konsekuensi-konsekuensi akut potensial pada diabetes yang tidak ditangani, yang dapat dijelaskan berdasarkan efek metabolik jangka-pendek insulin, ban-



  



749



❚ Konsep, Tantangan, dan kontroversi



T



Pengidap Diabetes dan Insulin: Ada yang Punya Ada yang Tidak



TERDAPAT DUA JENIS DIABETES MELITUS. Diabetes melitus tipe 1 (dependen-insulin, atau awitan-anak) (DMT1) yang membentuk sekitar 10% semua kasus diabetes, ditandai



oleh kurangnya sekresi sel insilin. Karena sel b pankreas mereka tidak menghasilkan insulin, pengidap diabetes tipe 1 memerlukan insulin eksogen untuk bertahan hidup. Karena itu penyakit ini memiliki nama alternatif diabetes melitus dependen-insulin. Pada diabetes melitus tipe 2 (non-dependen-insulin, atau awitan dewasa) (DMT2), sekresi insu- lin mungkin normal atau bahkan meningkat, tetapi sel sasarn insulin kurang peka terhadap hormon ini dibandingkan dengan sel nor-mal. Sembilan puluh persen pengidap diabetes mengalami dia-betes melitus tipe 2. Meskipun kedua tipe dapat muncul pada semua usia, tipe 1 lebih prevalen pada anak pada anak sedang- kan tipe 2 umumnya muncul pada dewasa, karenanya nama ke- duanya berkaitan dengan usia. Kedua tipe diabetes saat ini me-ngenai lebih dari 20 juta orang di Amerika Serikat, menelan biaya sekitar $ 132 miliar per tahun untuk perawatn kesehatan-nya. Penyakit ini menghabiskan 10% dari dana perawatan kesehatan di Amerika Serikat. Angka kematian terkaitdiabetes di AS telah me-ningkatkan 30% sejak tahun 1980, terutama karena insiden penyakit ini meningkat. Karena diabetes sedemikian prevalen me-nimbulkan beban ekonomi yang sangat besar, disertai oleh ke-nyataan bahwa penyakit ini memaksa perubahan gaya hidup para pasien dan menempatkan mereka pada risiko tinggi mengalami berbagai penyulit yang menggangu dan bahkan mengancam nyawa, banyak riset dilakukan untuk memperoleh pemahaman yang lebih baik serta penanganan dan pencegahan kedua tipe penyakit.



Defek Mendasar pada Diabetes Tipe 1 Diabetes tipe 1 adalah suatu proses autoimun yang melibatkan destruksi selektif sel b pankreas oleh limfosit T aktif (lihat h. 464). Kausa pasti serangan imun yang merusak diri sendiri ini masih belum jelas. Beberapa pasien memiliki kerentanan genetik untuk mengidap diabetes tipe 1. Pemicu lingkungan juga tampaknya berperan penting, tetapi para peneliti belum mampu mengidentifikasi secara pasti penyebab pastinya.



Defek Mendasar pada Diabetes Tipe 2



Berbagi faktor genetik dan gaya hidup tampaknya penting dalam pembentukan diabetes tipe 2. Obesitas adalah faktir risiko terbesar; 90% pengidap diabetes tipe 2 mengalami obesitas. Banyak pengidap diabetes tipe 2 mengalami sindrom metabolik, atau sindrom X, sebagai pendahulu diabetes. Sindrom metabolik mencakup sekelompok gambaran yang menyebabkan seseorang rentan mengalami diabetes tipe 2 dan aterosklerosis (lihat h. 351). Gambaran ini mencakup obesitas, lingkar pinggang yang besar (bentuk "apel"; lihat h. 698), kadar.trigliserida yang tinggi, kadar HDL (kolesterol "baik"; lihat h. 352) yang rendah, kadarglukosa yang tinggi, dan tekanan darah tinggi. Diperkirakan 20% populasi AS mengalami sindrom metabolik (hingga 45% untuk mereka yang berusia lebih dari 50 tahun). Kausa paling mendasar pada diabetes tipe 2 masih belum diketahumeskipun telah dilakukan penelitian intensif, tetapi para peneliti telah mengidentifikasi sejumlah keterkaitan antara obesitas dan penurunan sensitivitas terhadap insulin. Responsivitas otot rangka dan-



750 BAB 19



dan hati terhadapinsulin dapat dimodifikasi oleh adipokin (hormon yang dikeluarkan oleh sel lemak) darah. Sebagai contoh, jaringan lemak, khususnya lemak visera yang meradang dan bermasalah (lihat h. 671), mengeluarkan hormon resistin, yang mendorong resistensi insulin dengan mengganggu kerja insulin. Produksi resistin meningkat pada obesitas. Sebaliknya, adiponektin meningkatkan sensitivitas terhadap insufln dengan meningkatkan efek insulin, tetapi produksi hormon ini berkurang padaobesitas. Selain itu, banyaknya makrofag yang tertarik ke lemak yang terinflamasi menyekresikan sinyal inflamatorik yang akan meningkatkan inflamasi. Selain itu, kelebihan asam-asam lemak bebas yang dikeluarkan dari jaringan lemak dapat menumpuk secara abnormal di otot danmengganggu kerja insulin di otot. Kelebihan asam lemakyang terdeposit di hati dapat berperan terhadap hiperglikemia dengan merangsang produksi glukosa hepatik yang tidak sesuai. Kelebihan asam lemak juga dapat secara taklangsung memicu apoptosis sel β. Glukosa dan asam lemak bebas berkadar tinggi juga dapat memacu inflamasi dan produksi lokal IL-1B. IM hanya sebagian mekanisme jaringan yang terlibat dalam DMT2 yang sedang ditelili oleh peneliti. Pada awal pembentukan penyakit, penurunan kepekaan terhadap insulin diatasi oleh peningkatan sekresi insulin. Namun, pengaktifan berlebihan pankreas yang terus-menerus akhirnya menghabiskan kapasitas sekresi cadangan sel β yang secara genetis telah lemah. Meskipunsekresi insulin mungkin normal atau bahkan meningkat, timbul gejala insufisiensi insulin karena jumlah insulin tetap kurang memadai untuk mencegah hiperglikemia. Gejala pada diabetes melitus tipe 2 biasanya muncul lebih lambat dan lebih ringan daripada tipe 1.



Terapi Diabetes



Terapi untukdiabetestipe 1 adalah keseimbangan terkontrol penyuntikan insulin secara teratur di sekitar waktu makan, penanganan jumlah danjenis makanan yang dikonsumsi, dan olahraga. Insulin diberikan melalui suntikan karena jika ditelan maka hormon peptida ini akan dicerna oleh enzim-enzim proteolitik di lambung dan usus halus. Olahraga juga bermanfaat untuk mengatasi kedua jenis diabetes melitus karena otot yang aktif tidak dependen insulin. Otot yang aktif akan menyerap dan menggunakan sebagian dari kelebihan glukosa dalam darah, mengurangi kebutuhan insulin secara keseluruhan. Sementara pengidap diabetes tipe 1 bergantung seumur hidup padainsulin, pengidap diabetes tipe 2 mungkin hanya memerlukan kontrol diet dan penurunan berat untuk mengatasi seluruh gejala. Saat ini tersedia enam golongan obat untuk digunakan sesuai kebutuhan dalam menangani diabetes tipe 2 bersama dengan diet dan olahraga. Obat-obat ini membantu tubuh pasien menggunakan insulin mereka secara lebih efektif, masing-masing dengan mekanisme berbeda, sebagai berikut: 1. Dengan merangsang sel 13 untuk mengeluarkan lebih banyak insulin daripada yang dilakukannya sendiri (sulfonylurea; misalnya, Glucotrol) 2. Dengan menekan produksi glukosa oleh hati (metformin; misalnya, Glucophage)



3. Dengan menghambat enzim-enzim yang mencerna karbohidrat kompleks sehingga penyerapan glukosa ke dalam darah lebih lambat dan tidak terjadi lonjakan glukosa segera setelah makan (inhibitor alfa-glikosidase; misalnya, Precose)



Riset-riset saat ini di berbagai bidang dapat secara drastis mengubah pendekatan terhadap terapi diabetes di masa mendatang. Terapi-terapi baru berikut ini sudah mulai dicoba:



4. Dengan membuat sel lemak dan otot lebih peka terhadap insulin (tiazolidinedion; misalnya, Actos). 5. Dengan meniru aksi inkretin alami (mimetik inkretin; contohnya, Byetta). Inkretin adalah kelompok hormon yang dikeluarkan oleh saluran cerna sebagai respons terhadap adanya makanan, yang bekerja secara umpan maju pada endokrin pankreas untuk menurunkan antisipasi peningkatan kadar glukosa darah. Obat pertama dari golongan ini yang ada di pasaran, Byetta, menyerupai glucagon-like peptide 1 (GLP-1, lihat h. 673) yang dikeluarkan oleh usus. GLP-1 dibebaskan dari usus halus sebagai respons terhadap asupan makanan dan memiliki berbagai efek yang menurunkan glukosa darah. GLP-1 itu sendiri hidup terlalu singkat untuk dapat dianggap obat. Byetta, yaitu versi suatu peptida yang ditemukan dalam dapat Gila monster, harus disuntikkan. Seperti GLP-1, obat ini merangsang sekresi insulin ketika glukosa darah tinggi tetapi tidak ketika glukosa berada dalam kisaran normal. Byetta juga menekan produksi glukagon (lihat h. 753) yang meningkatkan glukosa, memperlambat pengosongan lambung, menimbulkan rasa kenyang (rasa penuh) sehingga menurunkan berat badan dan bahkan merangsang regenerasi sel β pankreas. 6. Dengan meningkatkan kadar GLP-1 endogen (inhibitor dipeptidil peptidase-4, atau DPP4; misalnya, Januvia). Golongan obat terbaru ini meningkatkan kadar GLP-1 endogen dengan menghambat DPP-4, suatu enzim yang menguraikan GLP-1, sehingga memperpanjang aksi inkretin ini. Aktivitas pemanjangan GLP-1 ini memacu sekresi insulin hingga kadar glukosa kembali ke normal. Januvia juga menekan pelepasan glukosa oleh hati dan memperlambat pencernaan.







Karena tidak satupun obat-obat ini yang memberi insulin baru bagi tubuh, mereka tidak dapat menggantikan suntikan insulin bagi pengidap diabetes tipe 1. Selain itu, kadang sel β yang telah melemah pada pengidap diabetes tipe 2 akhirnya rusak dan tidak lagi dapat memproduksi insulin. Pada kasus semacam ini, pasien yang semula non-dependen insulin harus mendapat terapi insulin.























Pendekatan Baru dalam Penatalaksanaan Diabetes Saat ini tersedia beberapa pendekatan baru untuk pengidap diabetes dependen-insulin yang membebaskan mereka dari keharusan melakukan satu atau dua kali penyuntikan insulin dalam sehari.. ■







Pompa insulin yang ditanam dapat menyalurkan insulin dalam jumlah yang telah ditentukan secara teratur, tetapi pemakainya harus menentukan waktu makan dengan cermat agar sesuai dengan penyaluran otomatis insulin tersebut. Transplantasi pankreas saat ini juga lebih sering dilakukan dengan angka keberhasilan meningkat. Di sisi buruknya, penerima cangkok pankreas harus memakai obat imunosupresif seumur hidup untuk mencegah penolakan organ donor. Pasokan organ donor juga terbatas.











Sebagian metode yang sedang dikembangkan menghindari keharusan penyuntikan insulin dengan menggunakan rute alternatif pemberian yang memintas enzim-enzim saluran cerna. Contohnya mencakup penggunaan semprotan insulin oral yang dapat diabsorpsi di mulut atau menggunakan USG untuk mendesak insulin masuk ke kulit melalui suatu tempelan yang mengandung insulin. Pendekatan yang berkaitan adalah untuk melindungi tablet insulin dari perusakan oleh enzim saluran cerna, contohnya, dengan menempelkan insulin oral ke vitamin B12, yang melindungi insulin dari enzim pencernaan hingga kompleks vitamin-insulin diserap oleh endositosis yang dipicu faktor intrinsik pada ileum terminalis (lihat h. 632). Suatu vaksin baru yang menghilangkan secara selektif sel T yang bertanggung jawab dalam autoimunitas yang menghancurkan sel β (meninggalkan sel T lain tetap utuh untuk melakukan fungsinya) berada pada tahap akhir uji klinis. Beberapa meneliti pengganti potensial insulin yang dapat diberikan oral—yaitu senyawa kimia nonprotein yang terikat dengan reseptor insulin dan melakukan respons intraseluler yang sama dengan yang dilakukan oleh insulin. Karena bukan merupakan suatu protein, insulin mimetik tidak akan dihancurkan oleh enzim pencernaan proteolitik jika dimakan dalam bentuk pil. Harapan lain adalah transplantasi pulau pankreas. Para ilmuwan telah mengembangkan beberapa tipe alat yang mengisolasi sel-sel pulau donor dari sistem imun penerima. Imunoisolasi sel-sel pulau semacam ini memungkinkan pemakaian tandur dari hewan lain, mengatasi keterbatasan sel donor manusia. Sel pulau babi akan menjadi sumber yang sangat baik karena insulin babi hampir identik dengan insulin manusia. Beberapa peneliti berharap bahwa mereka akan mampu mengarahkan sel punca untuk membentuk sel penghasil insulin yang kemudian dapat diimplantasikan. Dalam suatu pendekatan terkait, para ilmuwan lain beralih ke rekayasa genetik untuk mengembangkan pengganti sel β pankreas. Salah satu contoh adalah pemrograman ulang sel endokrin usus halus yang menghasilkan GIP (lihat h. 662). Tujuannya adalah menyebabkan sel-sel non-β ini mengeluarkan insulin dan GIP saat makan. Pendekatan lain yang sedang dikembangkan adalah "pankreas artifisial" pendeteksi glukosa dan penghasil insulin yang secara terus-menerus memantau kadar glukosa darah pasien serta menyalurkan insulin sesuai kebutuhan. Sekitar 400 jenis obat baru untuk diabetes, sebagian besar untuk DMT2, sedang dikembangkan. Salah satu obat yang paling menjanjikan, yang sedang dalam uji klinis, adalah suatu obat yang menghambat kotransporter glukosa dan natrium yang ditemukan hampir seluruhnya di ginjal (suatu inhibitor SGLT-2, seperti dapagliflozin). Obat baru ini menekan reabsorpsi glukosa oleh tubulus ginjal sehingga menurunkan glukosa darah dengan meningkatkan ekskresi kelebihan glukosa di urine. Obat ini juga memacu penurunan berat badan karena glukosa yang hilang melalui urine tidak lagi tersedia sebagai sumber energi bagi tubuh.



  



751



Defisiensi insulin



Penyera pan glukosa oleh sel



Pengeluaran glukosa oleh hati



1



Sintesis trigliserida



1



Lipolisis



12



Hiperglikemia



Defisiensi glukosa intrasel



2



Penyerapan asam amino oleh sel



12



Penguraian protein



17 Penciutan otot



Asam lemak darah



Glukosuria 18 11 Diuresis osmotik



Sumber energi alternatif



Polifagia



18



Asam amino darah



Penurunan berat



3 Poliuria Glukoneogenesis 4 Dehidrasi



13 10



Polidipsia



Ketosis 19



8



Penciutan sel



5



Hiperglikemia tambah parah 14



9



Volume darah



Asidosis metabolik



Malfungsi sistem saraf



16



Peningkatan ventilasi



15 Kegagalan sirkulasi perifer



6



Penurunan aliran darah otak



7 Gagal ginjal



Koma diabetes



Kematian



Gambar 19-19 Efek akut diabetes melitus. Konsekuensi-konsekuensi akut diabetes melitus dapat dikelompokkan sesuai efek kurangnya pengaruh insulin pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Efek-efek ini akhirnya menyebabkan kematian melalui berbagai jalur. Lihat h. 749 untuk penjelasan mengenai angka-angka.



banyak penyulit jangka-panjang penyakit ini timbul setelah 15 hingga 20 tahun meskipun pasien diberi terapi untuk mengatasi efek jangka-pendek. Komplikasi-komplikasi kronik ini, yang menjadi penyebab memendeknya usia harapan hidup pengidap diabetes, terutama melibatkan degenerasi pembuluh darah dan saraf. Lesi kardiovaskular adalah kausa tersering kematian dini pasien diabetes. Insiden penyakit jantung dan stroke lebih tinggi pada pasien diabetes daripada pasien nondiabetes. Karena lesi vaskular sering timbul di ginjal dan retina mata, diabetes adalah penyebab utama gagal ginjal   BAB 19



dan kebutaan di Amerika Serikat. Gangguan penyaluran darah ke ekstremitas dapat menyebabkan jaringan mengalami gangren, dan jari kaki atau bahkan keseluruhan tungkai mungkin perlu diamputasi. Selain masalah sirkulasi, lesi degeneratif di saraf menimbulkan neuropati multipel yang menyebabkan disfungsi otak, korda spinalis, dan saraf perifer. Disfungsi saraf perifer umumnya ditandai oleh nyeri, baal, dan kesemutan, khususnya di ekstremitas.



Pemajanan regular jaringan ke glukosa darah yang berlebihan dalam waktu lama menyebabkan perubahan jaringan yang menjadi penyebab penyulit degeneratif vaskular dan saraf. Karena itu, penanganan terbaik untuk diabetes melitus adalah terus menjaga kadar glukosa darah dalam batas-batas normal untuk mengurangi insiden berbagai kelainan kronik ini. Namun, kadar glukosa darah pada pengidap diabetes yang mendapat terapi tradisional biasanya sangat berfluktuasi dalam kisaran lebar sehingga jaringan tubuh terpajan ke kadar glukosa yang agak tinggi paling tidak selama beberapa jam dalam sehari. Untungnya, berbagai kemajuan dalam pemahaman tentang bagaimana memanipulasi defek molekular mendasar pada diabetes memberi harapan bahwa akan tercipta terapi yang lebih efektif sehingga penyakit yang sudah timbul dapat dikelola atau bahkan disembuhkan dan kasus baru mungkin dapat dicegah. (Lihat fitur dalam kotak tentang diabetes di h. 750-751 untuk strategi-strategi terapi yang ada sekarang dan kemungkinannya di masa mendatang.)



Marilah kita melihat hal yang berlawanan dengan diabetes melitus, kelebihan insulin, yang ditandai oleh hipoglikemia (glukosa darah rendah) dan dapat muncul dalam dua cara. Pertama, kelebihan insulin dapat terjadi pada pasien diabetes ketika insulin disuntikkan terlalu banyak untuk asupan kalori dan tingkat olahraga pasien, menimbulkan syok insulin. Kedua, kadar insulin darah dapat meningkat abnormal pada orang non-diabetes yang sel β-nya terlalu peka terhadap glukosa, suatu kondisi yang disebut hipoglikemia reaktif. Sel β ini mengeluarkan insulin jauh lebih besar daripada yang dibutuhkan, sebagai respons terhadap peningkatan glukosa darah setelah diet tinggi karbohidrat. Insulin yang berlebih ini mendorong terlalu banyak glukosa masuk ke dalam sel sehingga terjadi hipoglikemia. Konsekuensi kelebihan insulin terutama adalah manifestasi efek hipoglikemia pada otak. Ingat kembali bahwa otak memerlukan pasokan glukosa yang terus-menerus sebagai nutrisinya dan bahwa penyerapan glukosa oleh otak tidak bergantung pada insu-lin. Pada kelebihan insulin, glukosa yang terdorong masuk ke dal-am sel-sel dependen-insulin jauh lebih banyak daripada seharus-nya. Akibatnya adalah penurunan kadar glukosa darah sehingga tidak tersedia cukup glukosa di darah untuk disalurkan ke otak. Pada hipoglikemia, otak pada hakikatnya mengalami kelaparan. Karena itu, gejala terutama berkaitan dengan depresi fungsi otak yang, jika cukup parah, dapat cepat berkembang menjadi kehilangan kesadaran dan kematian. Orang dengan sel β yang terlalu peka biasanya tidak mengalami hipoglikemia hingga tahap yang serius, tetapi mereka tetap memperlihatkan gejalagejala depresi ringan aktivitas SSP. Insidensi yang sebenarnya hipoglikemia reaktif masih diperdebatkan karena sulitnya mendiagnosis tanpa mengonfirmasi adanya glukosa darah yang rendah selama waktu timbulnya gejala. Gejala ringan pada fungsi SSP yang tertekan, misalnya tremor, rasa lelah, mengantuk, dan kesulitan berkonsentrasi, bersifat non-spesifik dan dapat disebutkan oleh masalah emosional dan faktor lain. Oleh sebab itu, diagnosis pasti sulit ditegakkan jika hanya didasarkan pada gejala. Terapi hipoglikemia bergantung pada penyebabnya. Saat munculnya tanda awal serangan hipoglikemia akibat kelebihan-



dosis insulin, pengidap diabetes harus makan atau minum sesuatu yang manis. Hipoglikemia berat harus segera diterapi untuk mencegah kerusakan otak. Perhatikan bahwa pengidap diabetes dapat kehila-ngan kesadaran dan meninggal karena koma ketoasidosis diabetes akibat defisiensi insulin yang berkepanjangan atau hipoglikemia akut karena syok insulin. Untungnya, gejala dan tanda lain cukup berbeda di antara kedua keadaan sehingga petugas kesehatan dapat memberi terapi yang sesuai, insulin atau glukosa. Sebagai contoh, koma ketoasidosis disertai oleh bernapas dalam dan cepat (sebagai kompensasi untuk asidosis metabolik) dan napas berbau buah (dari ekshalasi badan keton) sementara syok insulin tidak. Ironisnya, meskipun hipoglikemia reaktif ditandai oleh kadar glukosa darah yang rendah, orang dengan gangguan ini diterapi dengan pembatasan asupan gula dan karbohidrat lain penghasil glukosa untuk mencegah sel β bereaksi berlebihan terhadap asupan glukosa yang tinggi. Memberikan sesuatu yang manis pada orang dengan hipoglikemia reaktif yang memperlihatkan gejala akan mengatasi gejala secara temporer. Kadar glukosa darah secara transien pulih ke normal sehingga kebutuhan energi otak kembali terpenuhi. Namun, segera setelah glukosa ekstra ini memicu pelepasan insulin lebih lanjut, situasi malah menjadi lebih parah.



Meskipun insulin berperan kunci dalam mengontrol penyesuaian metabolik antara keadaan absorptif dan pasca-absorptif, produk sekretorik sel a pulau pankreas, glukagon, juga penting. Banyak ahli ilmu faal memandang sel β penghasil insulin dan sel a penghasil glukagon sebagai sistem endokrin berpasangan yang kombinasi sekresinya adalah faktor utama dalam mengatur metabolisme bahan bakar. Glukagon memengaruhi banyak proses metabolik yang juga dipengaruhi oleh insulin, tetapi pada sebagian besar kasus efek glukagon adalah berlawanan dengan efek insulin. Tempat utama kerja glukagon adalah hati, tempat hormon ini menimbulkan berbagai efek pada metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein. Glukagon bekerja dengan meningkatkan cAMP EFEK PADA KARBOHIDRAT Efek keseluruhan glukagon pada metabolisme karbohidrat menyebabkan peningkatan produksi dan pelepasan glukosa oleh hati sehingga kadar glukosa darah meningkat. Glukagon melaksanakan efek hipoglikemiknya dengan menurunkan glikogenesis, mendorong glikogenolisis, dan merangsang glukoneogenesis. EFEK PADA LEMAK Glukagon juga melawan efek insulin pada metabolisme lemak dengan mendorong lipolisis serta menghambat sintesis trigliserida. Glukagon meningkatkan produksi keton hati (ketogenesis) dengan mendorong perubahan asam lemak menjadi badan keton. Karena itu, kadar asam lemak dan keton darah meningkat di bawah pengaruh glukagon.



Glukagon menghambat sintesis protein di hati serta mendorong penguraian protein hepatik. Stimulasi glukoneogenesis memperkuat lebih jauh efek katabolik glukagon pada metabolisme protein di hati. Glukagon mendorong katabolisme protein di hati, tetapi tidak berefek nyata pada kadar asam amino darah karena hormon ini tidak memengaruhi protein otot, yaitu simpanan protein utama di tubuh. EFEK PADA PROTEIN



  



753



Sekresi glukagon meningkat selama keadaan pasca-absorptif dan menurun selama keadaan absorptif, tepat berlawanan dengan sekresi insulin. Pada kenyataannya, insulin kadang disebut sebagai "hormon pesta" dan glukagon sebagai "hormon puasa". Insulin cenderung menyebabkan penyimpanan nutrien ketika kadar mereka di darah tinggi, misalnya setelah makan, sementara glukagon mendorong katabolisme simpanan nutrien di antara waktu makan untuk menjaga kadar nutrien dalam darah, khususnya glukosa darah. Seperti pada sekresi insulin, faktor utama yang mengatur sekresi glukagon adalah efek langsung konsentrasi glukosa darah pada pankreas endokrin. Dalam hal ini, sel a pankreas meningkatkan sekresi glukagon sebagai respons terhadap penurunan glukosa darah. Efek hiperglikemik hormon ini cenderung meningkatkan kadar glukosa kembali ke normal. Sebaliknya, peningkatan konsentrasi glukosa darah, misalnya setelah makan, menghambat sekresi glukagon, yang cenderung menurunkan kadar glukosa darah kembali ke normal.



rena glukagon tidak berpengaruh apapun pada konsentrasi asam amino darah Ā Efek identik kadar asam amino yang tinggi pada sekresi insulin dan glukagon masuk akal jika Anda memperhatikan efek kedua hormon ini pada kadar glukosa darah (Gambar 19-21). Jika, selama penyerapan makanan kaya-protein, peningkatan asam amino darah hanya merangsang sekresi insulin maka dapat terjadi hipoglikemia. Karena hanya sedikit tersedia karbohidrat untuk diserap setelah konsumsi diet tinggi-protein, peningkatan sekresi insulin yang dipicu oleh asam amino akan mendorong sebagian besar glukosa masuk ke dalam sel sehingga terjadi penurunan mendadak kadar glukosa darah. Namun, peningkatan simultan sekresi glukagon yang dipicu oleh peningkatan kadar asam amino darah meningkatkan produksi glukosa oleh hati. Karena efek hiperglikemik glukagon melawan efek hipoglikemik insulin, hasil akhir adalah terpeliharanya kadar normal glukosa darah (dan pencegahan kelaparan hipoglikemik otak) selama absorpsi makanan yang kaya protein, tetapi rendah karbohidrat.



Belum diketahui adanya kelainan klinis yang disebabkan hanya oleh defisiensi atau kelebihan glukagon. Namun, diabetes melitus sering disertai oleh kelebihan sekresi glukagon karena insulin diperlukan untuk masuknya glukosa ke dalam sel a, tempat zat ini dapat melakukan kontrol atas sekresi glukagon. Akibatnya, pengidap diabetes sering memperlihatkan peningkatan laju sekresi glukagon bersamaan dengan defisiensi insulin karena peningkatan glukosa darah tidak dapat menghambat sekresi glukagon seperti dalam keadaan normal. Karena glukagon adalah hormon yang meningkatkan glukosa darah, kelebihannya akan memperparah hiperglikemia diabetes melitus. Karena itu, sebagian pengidap diabetes dependen insulin berespons-



Dengan demikian, terdapat hubungan umpan-balik negatif langsung antara konsentrasi glukosa darah dan laju sekresi sel b dan sel a tetapi dalam arah berlawanan. Peningkatan kadar glukosa darah merangsang sekresi insulin, tetapi menghambat sekresi glukagon, sementara penurunan kadar glukosa darah menyebabkan penurunan sekresi insulin dan peningkatan sekresi glukagon (Gambar 19-20). Karena insulin menurunkan dan glukagon meningkatkan glukosa darah, perubahan seresi kedua hormon pankreas ini sebagai respons terhadap perubahan glukosa darah bekerja sama secara homeostatis untuk memulihkan kadar glukosa darah ke normal. Demikian juga, penurunan konsentrasi asam lemak darah secara langsung menghambat pengeluaran insulin dan merangsang pengeluaran glukagon oleh pankGlukosa darah Glukosa darah reas, keduanya adalah mekanisme kontrol umpan-balik negatif untuk memulihkan kadar asam lemak darah ke normal. Efek berlawanan yang ditimbulkan Sel α Sel β Sel α oleh konsentrasi glukosa dan asam lemak dalam darah pada sel a dan I pankreas adalah efek yang sesuai untuk mengatur kadar molekul-molekul nutrien ini dalam darah Insulin Glukagon Glukagon karena efek insulin dan glukagon pada metabolisme karbohidrat dan lemak saling berlawanan. Efek konsentrasi asam amino darah pada sekresi kedua hormon ini Glukosa darah Glukosa darah adalah cerita yang berbeda. Peningkatan ke normal ke normal konsentrasi asam amino darah merangsang sekresi baik insulin maupun gluka- Gambar 19-20 Interaksi komplementer glukagon dan insulin. gon. Mengapa hal ini tampak paradoks, ka-



754 BAB 19



Sel β



Insulin



Diet tinggi protein (sedikit karbohidrat)



Konsentrasi asam amino darah



Sel α



Sel β



Glukagon



Insulin



Mendorong penyerapan dan asimilasi asam amino oleh sel



pengeluaran glukosa oleh hati



Pengeluaran glukosa oleh hati



Penyerapan glukosa oleh sel



Hipoglikemia



Hiperglikemia (Efek saling meniadakan)



Glukosa darah tetap normal Gambar 19-21



Efek berlawanan glukagon dan insulin pada glukosa darah selama penyerapan makanan tinggi-protein.



baik terhadap kombinasi terapi insulin dan somatostatin. Dengan menghambat sekresi glukagon, somatostatin secara tak-langsung membantu penurunan konsentrasi glukosa da- rah lebih baik daripada yang dapat dicapai hanya dengan terapi insulin saja.



Hormon-hormon pankreas adalah regulator terpenting metabolisme bahan bakar normal. Namun, beberapa hormon lain juga memiliki efek metabolik langsung, meskipun kontrol sekresi mereka dikaitkan dengan faktor-faktor di luar transisi dalam metabolisme antara keadaan kenyang dan puasa (Tabel 19-6). Hormon-hormon stres, epinefrin dan kortisol, meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah melalui berbagai efek metabolik. Selain itu, kortisol memobilisasi asam amino dengan mendorong katabolisme protein. Kedua hormon tidak berperan penting dalam mengatur metabolisme bahan bakar pada kondisi istirahat, tetapi keduanya penting untuk respons metabolik terhadap stres. GH (bekerja melalui IGF- 1) memiliki efek anabolik protein di otot. Bahkan, ini adalah salah satu dari karakteristik perangsang pertumbuhan hormon ini. Meskipun dapat meningkatkan kadar glukosa dan asam lemak darah, GH dalam keadaan normal kurang penting untuk regulasi keseluruhan metabolisme bahan bakar. Tid-



ur lelap (berperan dalam peningkatan mencolok diurnal GH di malam hari), stres, olahraga, dan hipoglikemia berat merangsang sekresi GH, mungkin untuk menyediakan asam lemak sebagai sumber energi dan menyisakan glukosa untuk otak pada keadaan-keadaan ini. Meskipun hormon tiroid meningkatkan laju metabolik keseluruhan dan memiliki efek anabolik dan katabolik, perubahan sekresi hormon tiroid biasanya tidak penting dalam homeostasis bahan bakar, karena dua alasan. Pertama, kontrol sekresi hormon tiroid tidak ditujukan untuk mempertahankan kadar nutrien dalam darah. Kedua, awitan hormon tiroid terlalu lambat untuk menimbulkan efek bermakna pada penyesuaian cepat yang diperlukan untuk mempertahankan kadar nutrien darah dalam batas normal. Perhatikan bahwa, kecuali efek anabolik GH pada metabo-lisme protein, semua efek metabolik hormon-hormon ini berlawanan dengan efek insulin. Insulin sendirian dapat menurunkan kadar glukosa dan asam lemak darah, sementara glukagon, epinefrin, kortisol, dan GH semua meningkatkan kadar nutrien-nutrien ini dalam darah. Karena itu, hormon-hormon lain ini dianggap sebagai antagonis insulin. Penyebab utama diabetes melitus menimbulkan konsekuensi metabolik yang sangat merugikan adalah bahwa tidak ada lagi mekanisme pengontrol yang mendorong anabolisme ketika aktivitas insulin kurang memadai sehingga reaksi-reaksi katabolik yang digerakkan oleh hormon-hormon lain tersebut berlangsung tanpa kenda  



755



❚ TABEL 19-6 Ringkasan



Kontrol Hormon pada Metabolisme Bahan Bakar etabolic



Hormon Insulin



Efek pada Glukosa Darah  



–Glikogenolisis –Glukoneogenesis







–Glikogenesis











Efek pada Asam Lemak Darah



ecretion



Asam Amino Darah



Efek pada Protein Otot



– Penyerapan glukosa oleh jaringan selain otak; penghematan glukosa



Hormon ↑     –Penyerapan glukosa oleh otot; penghematan



Metabolisme



↓     ↓         –Lipolisis



↑ ↑ Glukosa   darah ↑ Asam amino –Penguraian darah protein



Regulator utama siklus absorptif dan pasca-absorptif



↑   –Sintesis  











↑Asam amino



Regulasi siklus absorptif dan pascaabsorptif bersama dengan insulin; proteksi terhadap hipoglikemia















dan Olahraga



Menyediakan energi untuk keadaan darurat dan olahraga







↑  











Mobilisasi bahan bakar metabolik dan bahan baku selama adaptasi terhadap stres



↑    



↓      



↑ –Penguraian Hipoglikemia



–Sekresi insulin +Sekresi glukagon



Rangsangan Utama untuk Sekresi



Mendorong pertumbuhan; dalam keadaan normal berperan kecil dalam metabolisme; mobilisasi bahan bakar plus penghematan glukosa dalam situasi meringankan



↑ = Meningkat; ↓ = menurun



-li. Satu-satunya pengecualian adalah anabolisme protein yang dirangsang oleh GH.



Selain hormon yang memegang peranan kunci dalam mengatur glukosa darah secara perifer, bukti terkini menunjukkan bahwa SSP, khususnya hipotalamus, secara langsung mengindrai nutrien dalam darah (glukosadan asam lemak) dan hormon yang terkait dengan manajemen nutrisi (insulin, leptin, dan GLP-1) dan menggunakan



756   BAB 19



informasi ini untuk memengaruhi baik secara langsung maupun tidak langsung tiga regulator penting pada homeostasis glukosa— sekresi terlibat bertumpang tindih secara signifikan dengan jalur SSP yang mempertahankan keseimbangan energi dan berat badan. Contohnya, nukleus arkuatus di hipotalamus terlibat dalam mengindrai glukosa (setelah glukosa diubah menjadi piruvat) dan dalam mengatur produksi glukosa hepatik, selain merupakan tempat neuron NPY yang merangsang nafsu makan dan neuron POMC yang menekan nafsu makan (lihat h. 670). Penelusuran jalur ini dapat menuntun kita pada terapi baru dalam memerangi faktor-faktor terkait-obesitas dalam perkembangan diabetes tipe 2.



Periksa Pemahaman Anda 19.4 1. Definisikan glikogenesis, glikogenolisis, dan glukoneogenesis. 2. Jelaskan efek-efek metabolik insulin dan glukagon. 3. Bandingkan efek peningkatan glukosa darah pada sel b dan sel a pankreas.



Selain mengatur konsentrasi molekul nutrien organik dalam darah dengan memanipulasi jalur anabolik dan katabolik, sistem endokrin juga mengatur konsentrasi sejumlah elektrolit inorganik dalam plasma. Seperti yang sudah Anda ketahui, aldosteron mengontrol konsentrasi Na+ dan K-F di dalam CES. Tiga hormon lain—hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D—mengontrol metabolisme kalsium (Ca2+) dan fosfat (PO43-). Hormon-hormon ini melakukan regulasi atas Ca2+ plasma dan, dalam prosesnya, PO43- plasma juga dipertahankan. Konsentrasi Ca2+ plasma adalah salah satu variabel yang dikontrol paling ketat di tubuh. Perlunya regulasi Ca2+ plasma yang ketat ini berakar dari pengaruhnya yang besar pada banyak aktivitas tubuh.



Sekitar 99% Ca2+ di tubuh (sekitar 1000 g) berada dalam bentuk kristal di tulang dan gigi. Dari Ca2+ sisanya, sekitar 0,9% (9 g) ditemukan di dalam sel jaringan lunak; kurang dari 0,1% (1 g) terdapat di CES. Sekitar separuh Ca2+ CES terikat ke protein plasma dan karenanya terbatas di plasma atau berikatan dengan PO43- sehingga tidak bebas ikut serta dalam reaksi-reaksi kimia. Separuh Ca2+ CES lainnya dapat berdifusi bebas dan mudah berpindah dari plasma ke dalam cairan interstisium dan berinteraksi dengan sel. Ca2+ bebas dalam plasma dan cairan interstisium dianggap sebagai satu kumpulan. Hanya Ca2+ CES bentuk bebas inilah yang secara biologis aktif dan berada di bawah kontrol; jumlah ini mem-bentuk kurang dari seperseribu Ca2+ total di tubuh. Fraksi bebas Ca2+ dalam CES yang kecil ini berperan penting dalam sejumlah aktivitas esensial, termasuk yang berikut: 1. Eksitabilitas neuromuskulus. Bahkan variasi minor konsentrasi Ca2+ bebas di CES dapat menimbulkan dampak yang besar dan segera pada sensitivitas jaringan peka rangsang. Penurunan Ca2+ bebas menyebabkan saraf dan otot sangat mudah terangsang; sebaliknya, peningkatan Ca2+ bebas menekan eksita-bilitas neuromuskulus. Efek-efek ini terjadi karena pengaruh Ca2+ pada permeabilitas membran terhadap Nat Penurunan Ca2+ bebas meningkatkan permeabilitas Na+ yang menyebabkan influks Na+ dan bergesernya potensial istirahat mendekati ambang. Akibatnya, pada hipokalsemia (Ca2+ darah yang rendah), jaringan pekarangsang dapat dibawa ke ambang oleh rangsangan fisiologis yang nor-



mal normalnya tidak efektif sehingga otot rangka melepaskan muatan dan berkontraksi (mengalami spasme) "secara spontan" (tanpa rangsangan normal). Jika cukup parah, kontraksi spastik otot pernapasan menyebabkan kematian akibat asfiksia. Hiperkalsemia (peningkatan Ca2+ darah) juga mengancam nyawa karena menyebabkan aritmia jantung dan penurunan umum eksitabilitas neuromuskulus. Penggabungan eksitasi-kontraksi di otot jantung dan otot polos. 2. Masuknya Ca2+ CES ke dalam sel otot jantung dan otot polos, akibat peningkatan permeabilitas Ca2+ sebagai respons terhadap suatu potensial aksi, memicu mekanisme kontraksi. Kalsium juga dibutuhkan untuk penggabungan eksitasi kontraksi di serat otot rangka, tetapi dalam hal ini Ca2+ dibebaskan dari simpanan Ca2+ intrasel sebagai respons terhadap potensial aksi. Sebagian besar dari peningkatan Ca2+ di sitosol sel otot jantung ini juga berasal dari simpanan internal. Perhatikan bahwa peningkatan Ca2+ sitosol di dalam sel otot menyebabkan kontraksi, sementara peningkatan Ca2+ bebas dalam CES menurunkan eksitabilitas neuromuskulus serta mengurangi kemungkinan kontraksi. Jika hal ini tidak selalu diingat maka akan sulit dipahami mengapa kadar Ca2+ plasma yang rendah memicu hiperaktivitas otot padahal Ca2+ diperlukan untuk mengaktifkan perangkat kontraktil. Kita berbicara tentang dua kompartemen Ca2+ yang berbeda, yang memiliki efek berlainan. 3. Penggabungan stimulus-sekresi. Masuknya Ca2+ ke dalam sel sekretorik, yang disebabkan oleh peningkatan permeabilitas terhadap Ca2+ sebagai respons terhadap rangsangan yang sesuai, memicu pelepasan produk sekretorik melalui proses eksositosis. Proses ini penting untuk sekresi neurotransmiter oleh sel saraf serta untuk sekresi hormon hidrofilik oleh sel endokrin. Penggabungan eksitasi-sekresi. Pada sel β pankreas, masuknya 4. Ca2+ dari CES sebagai respons terhadap depolarisasi membran menyebabkan sekresi insulin. 5. Pemeliharaan taut erat antara sel-sel. Kalsium membentuk bagian dari semen intrasel yang menyatukan sel-sel tertentu secara erat. 6. Pembekuan darah. Kalsium berfungsi sebagai kofaktor dalam beberapa tahap pada jenjang reaksi yang menyebabkan pembekuan darah. Selain fungsi Ca2+ bebas CES di atas, Ca2+ intrasel berfungsi sebagai caraka kedua di banyak sel dan berperan dalam motilitas dan gerakan silia. Pada akhirnya, Ca2+ di tulang dan gigi merupakan unsur esensial bagi integritas struktural dan fungsional kedua jaringan ini. Karena besarnya efek penyimpangan Ca2+ bebas, khususnya pada eksitabilitas neuromuskulus, konsentrasi elektrolit ini dalam plasma diatur dengan ketepatan yang luar biasa. Marilah kita lihat caranya.



Pemeliharaan konsentrasi Ca2+ bebas yang tepat dalam plasma berbeda dari regulasi Na+ dan K+ dalam dua aspek penting: (1) Homeostasis Na+ dan K+ dipertahankan terutama dengan mengatur ekskresi kedua elektrolit ini di urine sehingga pengeluaran yang terkontrol menyamai pemasukan yang tak-terkontrol. Meskipun eks-



Kelenjar Endokrin Perifer 757



kresi Ca2+ di urine dikontrol oleh hormon, berbeda dari Na+ dan K+, tidak semua Ca2+ yang tertelan akan diserap oleh saluran cerna; tingkat penyerapan dikontrol oleh hormon dan bergantung pada status Ca2+ tubuh. (2) Tulang berfungsi sebagai cadangan Ca2+ yang besar yang dapat diambil untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ bebas plasma dalam batas-batas sempit yang sesuai dengan kehidupan seandainya asupan dari makanan terlalu rendah. Pertukaran Ca2+ antara CES dan tulang juga berada di bawah kontrol hormon. Simpanan serupa tidak dimiliki oleh Na+ dan K+ Regulasi metabolisme Ca2+ bergantung pada kontrol hormon pada pertukaran antara CES dan tiga kompartemen lain: tulang, ginjal, dan usus. Kontrol metabolisme Ca2+ men-cakup dua aspek: Regulasi homeostasis kalsium melibatkan penyesuaian cepat yang diperlukan untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ bebas plasma yang konstan dari menit ke menit. Hal ini terutama dilaksanakan oleh pertukaran cepat antara tulang dan CES serta, dengan tingkat yang lebih rendah, oleh modifikasi ekskresi Ca2+ di urine.



Gambar 19-22 Anatomi kelenjar paratiroid.



Pandangan posterior faring



Kelenjar tiroid



Regulasi keseimbangan kalsium melibatkan penyesuaianpenyesuaian yang berlangsung lebih lambat yang diperlukan untuk mempertahankan jumlah total Ca2+ di tubuh yang konstan. Kontrol keseimbangan Ca2+ menjamin bahwa asupan Ca2+ ekuivalen dengan ekskresi Ca2+ dalam jangka panjang (mingguan hingga bulanan). Keseimbangan kalsium diperta-hankan oleh penyesuaian dalam tingkat penyerapan Ca2+ di usus dan ekskresi Ca2+ di urine.







Hormon paratiroid, regulator utama metabolisme Ca2+, bekerja secara langsung atau tak-langsung pada ketiga tempat efektor tersebut. PTH adalah hormon utama yang bertanggung jawab dalam pemeliharaan homeostasis Ca2+ dan esensial untuk mempertahankan keseimbangan Ca2+, meskipun vitamin D juga berperan dalam keseimbangan Ca2+. Hormon ketiga yang memengaruhi Ca2+, kalsitonin, tidak esensial untuk mempertahankan homeostasis atau keseimbangan Ca2+. Hormon ini berfungsi sebagai cadangan pada keadaan hiperkalsemia ekstrem yang jarang terjadi. Kita sekarang akan meneliti efek-efek spesifik masing-masing sistem hormon ini dengan lebih terperinci.



Kelenjar paratiroid



Esofagus Trakea



Tulang terus-menerus mengalami remodeling. Karena 99% Ca2+ tubuh ada di tulang, tulang berfungsi sebagai depot penyimpanan untuk Ca2+. Tulang adalah suatu jaringan hi-dup yang terdiri dari matriks ekstrasel organik atau osteoid (lihat h. 707) yang dikeraskan oleh kristal hidroksiapatit yang terutama terdiri dari endapan garam kasium fosfat (Ca3(PO4)2). Dalam keadaan normal, garam Ca3(PO4)2 larut dalam CES, tetapi kondisikondisi di dalam tulang sesuai untuk garam ini mengendap (menjadi kristal) di sekitar serat kolagen di matriks. Dengan memobilisasi sebagian dari simpanan Ca2+ di tulang ini, PTH meningkat-kan konsentrasi Ca2+ plasma saat konsentrasi tersebut mulai turun. Meskipun tulang tampak seperti benda mati, konstituen-konstituennya secara terus-menerus diperbarui. Deposisi tulang (pembentukan) dan resorpsi tulang (pengeluaran) dalam keadaan normal berlangsung bersamaan sehingga tulang secara terus-menerus mengalami remodeling, seperti orang mere-novasi bangunan dengan merobohkan dinding dan menggantinya dengan yang baru. Melalui remodeling, tulang manusia dewasa di-ganti seluruhnya setiap sekitar 10 tahun. Remodeling tulang memi-liki dua tujuan: (1) menjaga tulang agar tetap efektif dalam fungsi mekanisnya, dan (2) membantu mempertahankan kadar Ca2+ plasma. Marilah kita teliti secara lebih terperinci mekanisme yang mendasari dan faktor pengontrol untuk masing-masing tujuan tersebut. Ingat kembali bahwa di tulang terdapat tiga jenis sel tulang (lihat h. 707 dan 709). Osteoblas mengeluarkan matriks organik ekstrasel tempat mengendapnya kristal Ca3(PO4)2. Osteosit adalah "pensiunan" osteoblas yang terperangkap di dalam dinding bertuREMODELING TULANG



Hormon paratiroid (PTH) adalah hormon peptida yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid, empat kelenjar seukuran bulir padi yang terletak di permukaan belakang kelenjar tiroid, satu di setiap sudut (Gambar 19-22). Seperti aldosteron, PTH bersifat esensial bagi kehidupan. Efek keseluruhan PTH adalah meningkatkan konsentrasi Ca2+ plasma (dan, karenanya, CES keseluruhan) sehingga mencegah hipokalsemia. Jika PTH tidak ada sama sekali, kematian timbul dalam beberapa hari, biasanya akibat asfiksia karena spasme hipo-kalsemik otot-otot pernapasan. Oleh efeknya pada tulang, ginjal, dan usus, PTH meningkatkan kadar Ca2+ plasma saat kadar tersebut mu-lai turun sehingga dalam keadaan normal hipokalsemia dan segala efeknya dapat dicegah. Hormon ini juga menurunkan konsentrasi PO43- plasma. Kita membahas masing-masing mekanisme ini, di-mulai dari gambaran singkat remodeling tulang dan efek PTH pada tulang. 758 BAB 19



lang yang diendapkannya sendiri.Osteoklas menyerap tulang di daerah sekitarnya. Osteoklas multinukleus dan besar melekat ke matriks organik dan membentuk "membran kerut" yang meningkatkan luas area permukaannya yang berkontak dengan tulang. Setelah melekat, osteoklas menyekresi HC1 secara aktif yang melarutkan kristal Ca3(PO4)2 dan enzim yang menguraikan matriks organik. Setelah menciptakan suatu rongga, osteoklas bergerak pada tempat kerja yang berdekatan untuk menggali lubang lainnya. Osteoblas bergerak ke dalam rongga yang kosong dan menyekresi osteoid untuk mengisi lubangnya. Mineralisasi selanjutnya pada matriks organik ini menghasilkan tulang baru menggantikan yang terlarut oleh osteoklas. Karena itu, di tulang terjadi "tarik-tambang" sel yang terus-menerus, dengan osteoblas pembentuk tulang melawan upaya osteoklas menghancurkan tulang. Kedua sel pembentuk dan penghancur tulang ini, yang bekerja berdampingan, secara terus-menerus melakukan remodeling tulang. Pada setiap saat, sekitar satu juta tempat kerja berukuran mikroskopik di seluruh rangka mengalami resorpsi atau deposisi. Di hampir seluruh usia dewasa, laju pembentukan dan resorpsi tulang hampir sama sehingga massa tulang total relatif konstan Osteoblas dan osteoklas berasal dari sumsum tulang. Osteoblas berasal dari sel stroma, sejenis sel jaringan ikat di sumsum tulang, sementara osteoklas berdiferensiasi dari makrofag, yaitu turunan monosit (sejenis sel darah putih; lihat h. 422) yang berada di jaringan. Dalam suatu sistem komunikasi yang unik, osteoblas dan prekursor-prekursor imaturnya menghasilkan dua sinyal kimiawi yang mengatur perkembangan dan aktivitas osteoklas dalam cara yng berlawananligan RANK dan osteoprotegerin—sebagai berikut (Gambar 19-23): Ligan RANK (RANKL) meningkatkan aktivitas osteoklas. (Ligan adalah molekul kecil yang berikatan dengan molekul protein yang lebih besar; salah satu contoh adalah caraka kimiawi ekstrasel yang berikatan dengan reseptor membran plasma). Seperti diisyaratkan oleh namanya, ligan RANK berikatan dengan RANK (untuk receptor activator of NF-kB), suatu protein reseptor di permukaan membran makrofag sekitar. Pengikatan ini memicu makrofag untuk berdiferensiasi menjadi osteoklas dan membantunya hidup lebih lama dengan menekan apoptosis. Akibatnya, resorpsi tulang ditingkatkan dan massa tulang berkurang.







Alternatifnya, osteoblas sekitar dapat menyekresikan osteoprotegerin (OPG) yang sebaliknya menekan aktivitas osteoklas. OPG yang disekresikan ke dalam matriks berfungsi sebagai reseptor pengecoh yang berikatan dengan RANKL. Dengan memperdayai RANKL sehingga menyebabkannya tidak dapat berikatan dengan reseptornya (RANK), OPG mencegah RANKL mengaktifkan aktivitas osteoklas meresorpsi tulang. Akibatnya, osteoblas penghasil matriks mengalahkan osteoklas penyerap tulang sehingga massa tulang bertambah. Karenanya, keseimba-ngan antara RANKL dan OPG adalah penentu penting densitas tulang. Jika osteoblas menghasilkan lebih banyak RANKL, aktivitas osteoklas meningkat dan massa tulang berkurang. Jika osteoblas lebih banyak menghasilkan OPG, aktivitas osteoklas berkurang dan massa tulang bertambah. Para ilmuwan saat ini berupaya mengungkapkan berbagai faktor yang memengaruhi keseimbangan ini. Sebagai contoh, hormon seks wanita estrogen merangsang aktivitas gen penghasil OPG di osteoblas dan juga mendorong apoptosis oskteoklas, yaitu kedua mekanisme yang digunakan oleh hormon ini mempertahankan massa tulang. ■



Osteoblas and prekursornya



(menyekresikan)



(menyekresikan)



Ligan RANK (RANKL)



Osteoprotegerin OPG



RANK RANKL yang terikat ke OPG tidak dapat berikatan dengan RANK



Macrofag/ osteoklas



(dipicu oleh pengikatan RANKL danRANK) Diferensiasi macrofag menjadi osteoklas



Suppresi apoptosis osteoklas



Menghambat kerja RANK



Aktivitas osteoklas



Aktivitas osteoklas



Efek osteoklas mengalahkan efek osteoblas



Efek osteoklas mengalahkan efek osteoblas



Massa tulang



Massa tulang



Gambar 19-23 Peran osteoblas dalam mengatur



Stres mekanis mendorong deposisi tulang.



Sewaktu anak tumbuh, pembentuk tulang berjalan lebih cepat daripada penghancur tulang di bawah pengaruh GH dan IGF-I (lihat h. 708 dan 709). Stres mekanis juga menggeser keseimbangan ke arah pengendapan tulang, menyebabkan massa tulang bertambah dan tulang menjadi lebih kuat. Faktor mekanis menyesuaikan kekuatan tulang sebagai respons terhadap beban yang dihadapinya. Semakin besar stres dan tekanan fisik yang diterima oleh suatu tulang, semakin tinggi kecepatan pengendapan tulang. Sebagai contoh, tulang atlet lebih kuat dan lebih masif daripada orang yang tidak banyak beraktivitas fisik. Sebaliknya, massa tulang berkurang dan tulang melemah jika resorpsi tulang mengalahkan pengendapan tulang sebagai respons terhadap hilangnya stres mekanis. Sebagai contoh, massa tulang berkurang pada orang yang menjalani tirah baring berkepanjangan atau mereka yang berada di ruang angkasa. Astronot-astronot dulu kehilangan hingga 20% massa tulang mereka sewaktu berada di orbit. Olahraga terapeutik dapat mengurangi atau mencegah pengurangan tulang tersebut.   



759



❚ Melihat lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



O



Osteoporosis: Kutukan Kerapuhan Tulang



STEOPOROSIS, PENURUNAN DENSITAS TULANG yang disebab



Osteoporosis adalah penyebab tingginya insiden fraktur tulang pada wanita usia lebih dari 50 tahun jika dibandingkan dengan populasi pada umumnya. Karena massa tulang berkurang, tulang menjadi lebih rapuh dan lebih rentan patah akibat jatuh, terpukul, atau mengangkat sesuatu yang normalnya tidak akan memengaruhi tulang normal. Untuk setiap pengurangan 10% massa tulang, risiko fraktur berlipat dua. Di Amerika Serikat, osteoporosis adalah kausa yang mendasari sekitar 1,5 juta fraktur setiap tahun, dengan 530.000 di antaranya adalah fraktur vertebra dan 227.000 fraktur panggul. Biaya perawatan dan rehabilitasinya adalah 14 miliar dollar per tahun. Biaya nyeri, penderitaan, dan hilangnya independensi tak-terhitung. Separuh wanita Amerika mengalami nyeri dan deformitas tulang belakang pada usia 75 tahun.



Terapi Obat Untuk Osteoporosis.



© D. P. Motta/SPL/PhotoResearchers, Inc.



kan oleh berkurangnya pengendapan matriks organik tulang (li(lihat gambar penyerta), adalah suatu masalah kesehatan besar yang mengenai 38 juta orang di Amerika Serikat. Keadaan ini terutama banyak dijumpai pada wanita pascamenopause. (Perimenopause adalah masa peralihan dari daur haid normal ke perhentian haid akibat menurunnya fungsi ovarium. Menopause adalah penghentian haid secara permanen.) Selama waktu ini, wanita mulai kehilangan 1% atau lebih densitas tulangnya pertahun. Kepadatan tulang wanita lanjut usia biasanya hanya 50% hingga 80% kepadatan puncak mereka pada usia 35 tahun, sementara tulang pria lanjut usia mempertahankan 80% hingga 90% kepadatan masa muda mereka.



Tulang normal



Tulang osteoporotik



Perbandingan tulang normal dan osteoporotik. Perhatikan berkurangnya kepadatan tulang trabekular yang osteoporotik dibandingkan dengan tulang trabekular normal.



Berikut ini adalah berbagai kelas obat baru yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration atau yang sedang diteliti untuk mengobati osteoporosis:



Terapi sulih estrogen, suplementasi Ca2+, dan program olahraga angkat beban yang teratur secara tradisional menjadi pendekatan terapeutik yang paling sering dilakukan untuk memperkecil atau memulihkan kerapuhan tulang. Estrogen memperlambat kehilangan tulang dengan memacu apoptosis (bunuh diri sel) osteoklas dan meningkatkan aktivitas osteoblas. Namun, terapi estrogen dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker payudara dan penyakit kardiovaskular, dan pemberian Ca2+ saja tidak efektif dalam menghentikan penipisan tulang seperti yang semula diharapkan.







Massa tulang juga dapat berkurang seiring dengan penuaan. Kepadatan tulang memuncak pada usia 30an, kemudian mulai turun setelah usia 40 tahun. Pada usia 50 hingga 60 tahun, resorpsi tulang sering melebipembentukan tulang. Akibatnya adalah penurunan massa tulang yang dikenal sebagai osteoporosis (berarti "tulang berpori"). Keadaan penipisan tulang ini ditandai oleh berkurangnya pengendapan matriks tulang organik yang lebih disebabkan oleh menurunnya aktivitas osteoblas, peningkatan aktivitas osteoklas, atau keduanya daripada kelainan kalsifikasi tulang. Kausa yang mendasari osteoporosis masih belum diketahui. Kadar Ca2+ dan PO43- plasma normal, demikian juga PTH. Osteoporosis terjadi lebih sering pada wanita pascam-



-enopause karena berkurangnya estrogen. (Untuk keterangan lebih terperinci tentang osteoporosis, lihat fitur dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.)



760   BAB 19







Alendronat (Fosamax), suatu bifosfonat, adalah obat osteoporosis nonhormon pertama. Obat ini bekerja dengan menghambat efek perusakan tulang osteoklas. Pil alendronat harus diminum setiap hari, atau jenis yang baru dapat diminum setiap minggu. Bifosfonat yang baru bahkan dapat diminum dengan interval yang lebih lama, seperti ibondronat (Boniva) (satu bulan sekali) dan asam zoledronat (infus intravena setahun sekali). Kalsitonin (Miacalcin), hormon sel C tiroid yang memperlambat aktivitas osteoklas, digunakan untuk mengobati osteoporosis stadium lanjut,



Selain faktor-faktor yang ditujukan untuk mengontrol efektivitas mekanis tulang, sepanjang hidup PTH menggunakan tulang sebagai "bank" untuk menarik Ca2+ sesuai kebutuhan agar kadar Ca2+ plasma dapat dipertahankan. Hormon paratiroid memiliki dua efek besar pada tulang yang meningkatkan konsentrasi Ca2+ plasma. Pertama, hormon ini memicu efluks-







tetapi obat ini harus disuntikkan setiap hari, suatu kendala bagi kepatuhan pasien. Kini kalsitonin tersedia dalam bentuk semprot hidung yang lebih disukai pasien (Fortical). Raloksifen (Evista) tergolong dalam suatu kelompok obat baru yang dikenal sebagai selective estrogen receptor modulators (SERM). Raloksifen tidak berikatan dengan reseptor estrogen di organ reproduksi, tetapi berikatan dengan reseptor estrogen di luar sistem reproduksi, misalnya di tulang. Melalui pengikatan reseptor yang selektif ini, raloksifen meniru efek positif estrogen pada tulang untuk menghasilkan proteksi terhadap osteoporosis dengan menekan aktivitas osteoklas sambil menghindari kemungkinan efek samping berbahaya estrogen pada organ reproduksi, misalnya peningkatan risiko kanker payudara.







Teriparatid (Forteo) adalah obat osteoporosis terbaru dan merupakan terapi pertama yang merangsang pembentukantulang (bukan mencegah pengurangannya, seperti yang dilakukan oleh obat lain). Teriparatid, yang harus disuntikkan, adalah fragmen aktif hormon paratiroid (PTH). Meskipun pajanan berkepanjangan ke PTH, seperti pada hiperparatiroidisme, meningkatkan aktivitas osteoklas dan karenanya mendorong penguraian tulang, bukti-bukti mengisyaratkan bahwa, sebaliknya, pemberian berkala PTH (atau fragmen teriparatidnya yang aktif) meningkatkan pembentukan osteoblas dan memperlama usia sel-sel pembentuk tulang ini dengan menghambat apoptosis osteoblas.







Statin (contohnya, Lipitor) adalah kelompok obat lain yang memberi harapan dalam pengobatan osteoporosis. Statin telah umum digunakan sebagai obat penurun kolesterol. Obat golongan ini juga merangsang aktivitas osteoblas, mendorong pembentukan tulang dan mengurangi angka fraktur, yaitu manfaat lain selain efeknya pada kolesterol. Obat ini belum secara spesifik disetujui untuk digunakan dalam pencegahan kehilangan tulang.







ANGELS (activators of nongenomic estrogen-like signaling) adalah kelas baru obat osteoporosis yang sedang dikembangkan. Sebagian besar efek estrogen ditimbulkan oleh pengikatan estrogen ke reseptornya di nukleus sel sasaran sehingga mengaktifkan gengen tertentu, seperti yang dilakukan oleh semua steroid (lihat h. 135). Namun, para ilmuwan baru-baru ini menemukan bahwa estrogen menghambat apoptosis osteoblas dengan menggunakan jalur yang berbeda. Pada jalur sinyal sitoplasma alternatif ini, untuk-



cepat Ca2+ ke dalam plasma dari kumpulan labil Ca2+ yang jumlahnya terbatas di cairan tulang. Kedua, dengan merangsang pelarutan tulang, hormon ini mendorong pemindahan Ca2+ dan PO43- dari kumpulan stabil mineral tulang di dalam tulang itu sendiri secara perlahan ke dalam plasma. Akibatnya, remodeling tulang bergeser ke arah resorpsi tulang dibandingkan pengendapan tulang. Marilah kita teliti secara lebih mendalam efek PTH dalam memobilisasi Ca2+ dari kumpulan labil dan kumpulan stabil di tulang.



menimbulkan efeknya, estrogen berikatan dengan suatu reseptor di sitoplasma dan bukan berikatan dengan reseptor di nukleus. Estren, obat ANGELS pertama, mengaktifkan jalur sinyal sitoplasma estrogen untuk menghambat apoptosis osteoblas. Kata ANGELS merujuk kepada pengaktifan jalur non-gen ini, berbeda dari SERM, yang mengaktifkan jalur tradisional estrogen di nukleus sel.



Manfaat Olahraga bagi Tulang. Meskipun terdapat kemajuan dalam terapi osteoporosis, terapi tersebut umumnya kurang memuaskan, dan semua obat saat ini berkaitan dengan efek samping yang tidak diinginkan. Karena itu, pencegahan sejauh ini masih merupakan pendekatan terbaik untuk menangani penyakit ini. Tindakan pencegahan terbaik tampaknya adalah pembentukan tulang yang kuat sebelum menopause melalui olahraga yang adekuat dan diet kaya Ca2+. Besarnya cadangan tulang pada usia pertengahan dapat memperlambat manifestasi klinis osteoporosis pada usia lanjut. Aktivitas fisik yang berlanjut seumur hidup tampaknya memperlambat atau mencegah pengeroposan tulang, bahkan pada usia lanjut. Telah banyak dibuktikan bahwa osteoporosis dapat disebabkan oleh pengistirahatan—yaitu, akibat berkurangnya beban mekanis pada tulang. Perjalanan di luarangkasa jelas memperlihatkan bahwa ketiadaan gravitasi menyebabkan penurunan densitas tulang. Studistudi pada atlet, sebaliknya, memperlihatkan bahwa aktivitas fisik yang menimbulkan beban meningkatkan kepadatan tulang. Di dalam kelompok-kelompok atlet, densitas tulang berkorelasi langsung dengan beban yang harus dipikul tulang. Jika kita melihat tulang paha (femur) atlet, densitas tulang tertinggi ditemukan pada atlet angkat beban, diikuti secara berurutan oleh pelontar martil, pelari, pemain bola, dan akhirnya perenang. Pada kenyataannya, densitas perenang tidak berbeda dari kontrol non-atlet. Berenang tidak menimbulkan beban bagi tulang. Densitas tulang pada lengan aktif pemain tenis pria ditemukan lebih besar 35% daripada lengannya yang tak-bermain; pemain tenis wanita terbukti memiliki densitas lengan bermain 28% lebih besar daripada lengan satunya. Satu penelitian mendapatkan bahwa aktivitas yang sangat ringan penghuni panti wreda, yang usianya rerata 82 tahun, tidak hanya memperlambat pengurangan tulang tetapi bahkan menyebabkan peningkatan tulang selama periode 36 bulan. Karena itu, olahraga adalah cara terbaik untuk melawan osteoporosis.



Tulang kompakta membentuk bagian luar tulang yang padat. Spikula antarkoneksi pada tulang trabekular membentuk lapisan inti tulang yang lebih menyerupai renda (Gambar 19-24a). Jaringan tulang bagian dalam yang menyerupai sarang lebah memungkinkan tulang menjadi kuat tanpa menjadi terlalu berat. Tulang kompakta tersusun membentuk unit-unit osteon, yang masing-masingnya terdiri dari satu kanalis sentralis yang dikelilingi oleh lamela yang tersusun konsentris (Gambar 19-24b). Lamela adalah lapisan osteositKelenjar Endokrin Perifer 761



yang terkubur di dalam tulang yang mereka endapkan di sekitar mereka sendiri (Gambar 19-24b dan c). Osteon biasanya berjalan sejajar dengan sumbu panjang tulang. Pembuluh darah menembus tulang dari permukaan luar atau rongga sumsum dan berjalan melalui kanalis sentralis. Osteoblas terdapat di sepanjang permukaan luar tulang dan di sepanjang permukaan dalam yang melapisi kanalis sentralis. Osteoklas juga terdapat di permukaan tulang yang sedang mengalami resorpsi. Osteoblas permukaan dan osteosit yang terkubur tersebut dihubungkan oleh anyaman ekstensif saluran-saluran halus berisi cairan, kanalikulus, yang memungkinkan pertukaran bahan antara osteosit yang terperangkap tersebut dan sirkulasi. Saluran-saluran halus ini juga mengandung juluran-juluran panjang halus, atau "lengan", osteosit dan osteoblas yang berhubungan satu sa-ma lain, seolah-olah sel-sel tersebut saling "berpegangan tangan". "Tangan" sel di sebelahnya dihubungkan oleh taut celah, yang memungkinkan komunikasi dan pertukaran material di antara sel-sel-



tulang ini. Anyaman sel yang saling berhubungan ini, yang disebut membran tulang osteositik-osteoblastik, memisahkan tulang bermineral itu sendiri dari pembuluh darah di dalam kanalis sentralis (Gambar 19-25a). Kumpulan labil Ca2+ yang terbatas ini berada di cairan tulang yang berada di antara membran tulang inidan tulang di sebelahnya, keduanya berada di dalam kanalikulus dan di sepanjang permukaan kanalis sentralis. PTH menjalankan efeknya melalui cAMP. Kerja paling awal PTH adalah mengaktifkan pompa Ca2+ terikat-membran di membran plasma perluasan sitoplasma osteosit dan osteoblas. Pompa ini mendorong perpindahan Ca2+, tanpa disertai oleh PO43-, dari cairan tulang ke dalam sel-sel tersebut, yang nantinya memindahkan Ca2+ ke dalam plasma di kanalis sentralis. Karena itu, PTH merangsang pemindahan Ca2+ dari cairan tulang menembus membran tulang osteositik-osteoblas ke dalam plasma. Perpindahan Ca2+ keluar dari kumpulan labil menembus membran-



Kanalisis sentralis



Osteosit



Lamela Lamella



Kanalikulus (c) Lamela di dalam sebuah osteon



Lokasi sumsum kuning Tulang kompakta Tulang trabekular



Osteon Kanalis sentralis Tulang trabekular



(a) Tulang panjang



Tulang kompakra Pembuluh darah dari sumsum tulang Kanalikulus Lamela Osteosit Kanalis sentralis Osteon



Periostium



Manfred Kage/Photolibrary.com



Pembuluh di kanalis sentralis



(b) Osteon



Gambar 19-24 oSusunan tulang kompakta menjadi osteon-osteon. (a) Struktur sebuah tulang panjang yang memperlihatkan lokasi tulang kompakta dan tulang trabekular. (b) Osteon, unit struktural tulang kompakta, terdiri dari lamela (lapisan osteosit yang terkubur oleh tulang yang mereka endapkan sendiri di sekitar mereka) kecil.



konsentris Mikrograf



cahaya



yang ini



mengelilingi diambil



dari



sebuah tulang



kanalis kompakta



sentralis pada



femur



yang (tulang



mengandung paha)



cabang



manusia.



(c)



pembuluh



darah



Pembesaran



lamela.



(Sumber: Dimodifikasi dan digambar ulang dengan izin dari A. Spence dan E/ Mason, Human Anatomy and Physiology, edisi ke-3. Hak cipta © 1987 oleh Benjamin/Cummings Publishing Company. Dicetak ulang dengan izin dari Pearson Education, Inc.)



   BAB 19



tulang menghasilkan pertukaran cepat antara tulang dan plasma (Gambar 19-25b). Karena luasnya permukaan membran ostesitikosteoblastik, perpindahan Ca2+ (yang jumlah-nya sedikit) menembus masing-masing sel diperbanyak menjadi fluks Ca2+ besar-besaran antara cairan tulang dan plasma Setelah Ca2+ dipompa keluar, cairan tulang diganti dengan Ca2+ dari tulang yang mengalami mineralisasi parsial di sepanjang permukaan tulang sekitar. Karena itu, pertukaran cepat Ca2+ tidak melibatkan resorpsi tulang yang telah mengalami mineralisasi sempurna, dan massa tulang tidak berku-rang. Melalui cara ini, PTH menarik keluar Ca2+ dari "ATM" bank tulang dan cepat meningkatkan kadar Ca2+ plasma tanpa benar-benar masuk ke dalam bank (yaitu, tanpa menguraikan tulang yang telah mengalami mineralisasi itu sendiri). Pada keadaan normal, pertukaran ini cukup untuk mempertahankan konsentrasi Ca2+ plasma.



Pada kondisi-kondisi hipokalsemia kronik, seperti yang terjadi pada defisiensi Ca2+ dalam diet, PTH merangsang disolusi lokal tulang yang mendorong pemindahan lambat Ca2+ dan PO43- dari mineral di dalam tulang itu sendiri ke plasma. Hormon ini melakukannya dengan bekerja pada osteoblas, menyebabkannya menyekresikan RANKL sehingga secara tidak langsung merangsang osteoklas untuk menelan tulang dan meningkatkan pembentukan lebih banyak osteoklas sambil secara transien menghambat aktivitas osteoblas pembentuk tulang. Tulang mengandung sedemikian banyak Ca2+ dibandingkan dengan plasma (lebih dari 1000 kali lebih banyak) sehingga meskipun PTH mendorong peningkatan resorpsi tulang, tidak terlihat efek nyata yang segera pada tulang karena proporsi tulang yang terkena sangat kecil. Namun, jumlah Ca2+ yang "dipinjam" dari bank tulang, meskipun sangat kecil, dapat menyelamatkan nyawa karena memulihkan kadar Ca2+ plasma ke normal. Ca2+ yang dipinjam kemudian kembali diendapkan di tulang di lain waktu ketika pasokan Ca2+ kembali berlimpah. Sementara itu, kadar Ca2+ plasma tetap dipertahankan tanpa mengorbankan integritas tulang. Namun, sekresi berlebihan PTH yang terus-menerus selama berbulan-bulan atau bertahuntahun akhirnya menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di seluruh tulang yang terisi oleh osteoklas yang sangat besar dan banyak. Ketika PTH mendorong pelarutan kristal Ca3(PO4)2 di tulang untuk memanen kandungan Ca2+nya, baik Ca2+ maupun PO43dibebaskan ke dalam plasma. Peningkatan PO43- plasma merupakan hal yang tidak diinginkan, tetapi PTH menghadapi dilema ini dengan kerjanya pada ginjal.



Hormon paratiroid merangsang konservasi Ca2+ dan men-dorong eliminasi PO43- oleh ginjal selama pembentukan urine. Di bawah pengaruh PTH, ginjal dapat meningkatkan reabsorpsi Ca2+ yang terfiltrasi sehingga Ca2+ yang lobos ke urine lebih sedikit. Efek ini meningkatkan kadar Ca2+ plasma dan menurunkan pengeluaran Ca2+ di urine. (Akan sia-sia jika tulang diresorpsi untuk memperoleh lebih banyak Ca2+ yang kemudian keluar melalui urine.) Sebaliknya, PTH menurunkan reabsorpsi PO43- sehingga ekskresi PO43- di urine meningkat. Akibatnya, PTH menurunkan kadar-



PO43- plasma bersamaan dengan efeknya yang meningkatkan konsentrasi Ca2+. Pengeluaran P043- ekstra yang dipicu oleh PTH dari cairan tubuh ini penting untuk mencegah pengendapan kembali Ca2+ yang dibebaskan dari tulang. Baik Ca2+ maupun PO43- dilepaskan dari tulang ketika PTH memacu disolusi tulang. Karena PTH disekresi hanya ketika kalsium plasma turun di bawah normal, pelepasan kalsium diperlukan untuk mengembalikan konsentrasi kalsium plasma ke normal, tetapi pelepasan PO43- cenderung meningkatkan konsentrasi PO43- plasma di atas normal. Karena karakteristik kelarutan garam Ca3(PO4)2, hasil kali konsentrasi Ca2+ plasma dan konsentrasi PO43- plasma harus kira-kira konstan. Karena itu, terdapat hubungan terbalik antara konsentrasi Ca2+ dan PO43- plasma. Jika kadar PO43- plasma meningkat di atas normal, sebagian Ca2+ plasma dipaksa kembali masuk ke tulang melalui pembentukan kristal hidroksiapatit sehingga produk kalsium fosfat dijaga konstan. Redeposisi Ca2+ ini akan menurunkan konsentrasi kalsium plasma, tepat berkebalikan dengan efek yang diinginkan. Karena itu, PTH bekerja pada ginjal untuk menurunkan reabsorpsi PO43- oleh tubulus ginjal. Hal ini meningkatkan ekskresi PO43- di urine dan menurunkan konsentrasinya dalam plasma, meskipun terjadi pembebasan PO43- ekstra dari tulang ke dalam darah. Efek penting ketiga PTH pada ginjal (selain meningkatkan reabsorpsi Ca2+ dan menurunkan reabsorpsi P043-) adalah meningkatkan pengaktifan vitamin D oleh ginjal.



Meskipun PTH tidak memiliki efek langsung pada usus, hormon ini secara tak-langsung meningkatkan penyerapan Ca2+ dan PO43- dari usus halus dengan membantu mengaktifkan vitamin D. Vitamin ini nantinya secara langsung meningkatkan penyerapan Ca2+ dan PO43di usus, suatu topik yang segera kita bahas secara lebih lengkap.



Semua efek PTH meningkatkan konsentrasi Ca2+ plasma. Karena itu, sekresi PTH meningkat sebagai respons terhadap penurunan konsentrasi Ca2+ plasma dan menurun oleh peningkatan kadar Ca2+ plasma. Sel-sel sekretorik kelenjar paratiroid peka terhadap perubahan kadar Ca2+ bebas dalam plasma. Karena PTH mengatur konsentrasi Ca2+ plasma, hubungan ini membentuk lengkung umpan-balik negatif sederhana untuk mengontrol sekresi PTH tanpa melibatkan intervensi saraf atau hormon lain (Gambar 19-26).



Kalsitonin, suatu hormon yang diproduksi oleh sel C kelenjar tiroid (lihat Gambar 19-1b, h. 730), juga memiliki pengaruh pada kadar Ca2+ plasma. Seperti PTH, kalsitonin memiliki dua efek pada tulang, tetapi dalam hal ini kedua efeknya menu-runkan kadar Ca2+ plasma: Dalam jangka pendek, kalsitonin menurunkan perpindahan Ca2+ dari cairan tulang ke dalamplasma. Dalam jangka panjang, kalsitonin menurunkan resorpsi tulang dengan menghambat aktivitas osteoklas melalui jalur cAMP. Penekanan resorpsi tulang  



763



Membran tulang osteositik osteoblastik



Osteosit



Osteoblas



Osteoblas



Osteoklas Pembuluh darah



Tulang termineralisasi



Permukaan luar



Kanalis sentralis Cairan tulang



Kanalikulus Lamela Taut celah



KUNCI ATP



(a) Membran tulang osteositik-osteoblastik Di kanalikulus Tulang termineralisasi kumpulan stabil Ca2+



Di kanalis sentralis



Cairan tulang Plasma kumpulan labil Ca2+ 1 Pertukaran cepat Ca2+ ATP



2 Pertukaran lambat (Disolusi tulang)



Ca2+



= Pompa Ca2+ terikat membran 1 In a fast exchange, Ca2+ is moved from the labile pool in the bone fluid into the plasma by PTH-activated Ca2+ pumps located in the osteocytic–osteoblastic bone membrane. 2 In a slow exchange, Ca2+ is moved from the stable pool in the mineralized bone into the plasma through PTHinduced dissolution of the bone by osteoclasts.



sistem yang berlawanan dengan sistem PTH. Namun, kalsitonin berperan sedikit atau sama sekali tidak berperan dalam kontrol normal metabolisme Ca2+ atau PO43. Meskipun kalsitonin melindungi dari hiperkalsemia, kondisi ini jarang terjadi pada keadaan normal. Selain itu, pengangkatan tiroid atau tumor penghasil kalsitonin tidak mengubah kadar Ca2+ atauPO43-, mengisyaratkan bahwa hormon ini dalam keadaan normal tidak esensial untuk mempertahankan homeostasis Ca2+ atau PO43-. Namun, kalsitonin mungkin berperan dalam melindungi integritas tulang ketika terjadi peningkatan besar kebutuhan Ca2+, misalnya sewaktu kehamilan atau menyusui. Selain itu, sebagian pakar berspekulasi bahwa kalsitonin mungkin mempercepat penyimpanan Ca2+ yang baru diserap setelah makan.



Faktor terakhir yang terlibat dalam pengaturan metabolsime Ca2+ adaMembran tulang osteositik-osteoblastik lah kolekal-siferol, atau vitamin D, (dibentuk oleh penjuluran tipis sitoplasma osteosit dan osteoblas yang saling berhubungan) suatu senyawa mirip-steroid yang esensial bagi penyerapan Ca2+ di (b) Pertukaran cepat dan lambat Ca2+ antara tulang dan plasma usus. Vitamin D sebenarnya dianggap sebagai suatu hormon karena tubuh dapat memproduksinya di Gambar 19-25 Pertukaran cepat dan lambat Ca2+ menembus membran tulang osteositik-osteoblastik. (a) Osteosit yang terkubur dan osteoblas permukaan saling berhubungan melalui tonjolan panjang sitoplasma yang kulit dari prekursor yang berkaitan menjulur dari sel-sel ini dan saling berhubungan di dalam kanalikulus. Anyaman sel yang saling berhubungan ini, dengan kolesterol (7-dehidro-kolesmembran tulang osteositik-osteoblastik, memisahkan tulang termineralisasi dari plasma di kanalis sentralis. Cairan terol) pada pajanan ke sinar matatulang terletak di antara membran dan tulang termineralisasi. (b) Pertukaran cepat Ca2+ antara tulang dan plasma dilakukan oleh pompa Ca2+ di membran tulang osteositik-osteoblastik yang memindahkan Ca2+ dari cairan tulang hari. Zat ini kemudian dibebaskan ke sel-sel tulang ini, yang memindahkan Ca2+ ke dalam plasma. Pertukaran lambat Ca2+ antara tulang dan plasma ke dalam darah untuk bekerja di dilakukan oleh pelarutan osteoklas pada tulang. tempat jauh, usus. Karena itu, kulit sebenarnya adalah suatu kelenjar endokrin dan vitamin D adalah suamenurunkan kadar PO43- serta mengurangi konsentrasi Ca2+ tu hormon. Namun, secara tradisiplasma. Kalsitonin juga menghambat reabsorpsi Ca2+ dan onal caraka kimiawi ini dianggap sePO43- dari tubulus ginjal selama pembentukan urine, meningbagai vitamin karena dua alasan. Pertama, zat ini pertama kali katkan lebih lanjut efek hipokalsemik dan hipofosfatemiknya. ditemukan dan diisolasi dari sumber makanan dan dinamai Hormon ini tidak berefek pada usus. vitamin. Kedua, meskipun kulit mampu menghasilkan vitamin Seperti pada PTH, regulator utama pelepasan kalsitonin D dalam jumlah memadai jika terpajan ke sinar matahari yang 2+ adalah konsentrasi Ca bebas dalam plasma, tetapi tidak secukup, berdiam diri dalam ruangan dan memakai baju karena 2+ perti PTH, peningkatan Ca plasma merangsang sekresi udara dingin dan kebiasaan sosial di Amerika Serikat dan di 2+ kalsitonin dan penurunan Ca plasma menghambat sekresi banyak bagian lain di dunia hampir setiap waktu tidak kalsitonin (Gambar 19-26). Karena kalsitonin menurunkan memungkinkan kulit terpajan ke sinar matahari. Karena itu, kadar Ca2+ plasma, sistem ini membentuk kontrol umpanpaling tidak sebagian dari vitamin D yang esensial ini harus balik negatif sederhana kedua atas konsentrasi Ca2+ plasma,berasal dari makanan. 764   BAB 19



Ca2+ plasma



Kelenjar paratiroid



Sel C tiroid



Kalsitonin



PTH



Ca2+ plasma Gambar 19-26



Ca2+ plasma



Ca2+ Plasma



Lengkung umpan-balik negatif yang mengontrol



sekresi hormon paratiroid (PTH) dan kalsitonin.



AKTIVASI VITAMIN D Dari manapun sumbernya, vitamin D secara biologis inaktif ketika pertama kali masuk ke dalam darah dari kulit atau saluran cerna. Zat ini harus diaktifkan oleh dua proses biokimiawi berurutan yang melibatkan pe-nambahan dua gugus hidroksil (—OH) (Gambar 19-27). Re-aksi pertama terjadi di hati dan yang kedua di ginjal. Hasil akhir adalah produksi vitamin D bentuk aktif, 1,25-(OH)2-vi-tamin D3, yang juga dikenal sebagai kalsitriol. Enzim-enzim ginjal yang terlibat dalam tahap kedua pengaktifan vitamin D dirangsang oleh PTH sebagai respons terhadap penurunan Ca2+ plasma. Dengan tingkat yang lebih rendah, penurunan PO43- plasma juga meningkatkan proses pengaktifan ini.



dan (2) mengaktifkan vitamin D, yang meningkatkan efisiensi penyerapan Ca2+ makanan. Karena PTH juga mendo-rong resorpsi tulang, akan terjadi pengurangan substansial mineral tulang jika asupan Ca2+ berkurang untuk waktu yang lama, meskipun tulang tidak secara langsung terlibat dalam mempertahankan keseimbangan pemasukan dan pengeluaran Ca2+. Sejumlah besar penelitian dalam dekade-dekade terakhir menunjukkan bahwa fungsi vitamin D jauh lebih luas daripada efeknya pada penyerapan Ca2+ dan PO43- makanan. Efek luas vitamin D disebabkan oleh aktivasi VDR yang ditemukan di banyak organ di seluruh tubuh. Vitamin D, pada konsentrasi darah yang lebih tinggi daripada yang diperlukan untuk melindungi tulang, tampaknya menambah kekuatan otot dan juga penting dalam metabolisme energi dan kesehatan imun. Vitamin D harus ada untuk pengaktifan sel T, yaitu sel darah putih yang bertanggung jawab bagi imunitas yang diperantarai oleh sel yang targetnya adalah sel yang terinfeksi virus dan sel kanker (lihat h. 456). Vitamin D memacu produksi antioksidan yang memerangi radikal bebas, yaitu molekul penghancur sel yang tidak stabil dan sangat reaktif (lihat h. 151). Vitamin D membantu menghambat terjadinya diabetes mellitus dan dan menghambat penyakit autoimun seperti sklerosis multipel. Vitamin D mungkin membantu membersihkan amiloid l dari plak otak yang terkait dengan penyakit alzheimer (lihat h. 174). Para peneliti terus mencari mekanisme yang mendasari vitamin D dalam menimbulkan efek-efek protektifnya ini. Karena efek-efek yang baru diketahui ini, para ilmuwan dan ahli gizi kini melakukan evaluasi ulang terhadap kecukupan harian anjuran (recommended dietary allowance, RDA) untuk vitamin D dalam makanan, khususnya jika pajanan sinar matahari kurang memadai. RDA kemungkinan akan ditingkatkan, tetapi nilai optimalnya masih perlu ditentukan dengan studistudi lebih lanjut.



FUNGSI VITAMIN D aktif adalah peningkatan penyerapan Ca2+ di



usus. Tidak seperti sebagian besar konstituen makanan, Ca2+ dalam makanan tidak diserap secara serta-merta oleh usus. Pada kenyataannya, sebagian besar Ca2+ yang tertelan biasanya tidak diserap dan keluar melalui tinj a. Ketika dibutuhkan, lebih banyak Ca2+ makanan yang diserap ke dalam plasma di bawah pengaruh vitamin D. Bentuk aktif vitamin D, terlepas dari efeknya pada transpor Ca2+, juga meningkatkan penyerapan PO43-. Selain itu, vitamin D meningkatkan kepekaan tulang terhadap PTH. Karena itu, vitamin D dan PTH saling bergantung secara erat. Seperti hormon steroid, vitamin D menjalankan efeknya dengan berikatan dengan reseptor vitamin D (vitamin D receptor, VDR) di inti, dengan kompleks ini mengatur transkripsi gen pada sel target dengan berikatan pada elemen respons-vitamin D di dalam DNA. PTH pada dasarnya bertanggung jawab mengontrol homeostasis Ca2+ karena efek vitamin D terlalu lambat untuk berperan secara signifikan dalam regulasi menit-ke-menit konsentrasi Ca2+ plasma. Namun, baik PTH maupun vitamin D esensial bagi keseimbangan Ca2+, proses yang menjamin bahwa, dalam jangka panjang, pemasukan Ca2+ ke dalam tubuh ekuivalen dengan pengeluaran Ca2+. Jika asupan Ca2+ dari makanan berkurang, penurunan transien kadar Ca2+ plasma merangsang sekresi PTH. Peningkatan PTH memiliki dua efek penting untuk mempertahankan keseimbangan Ca2+: (1) merangsang reabsorpsi Ca2+ oleh ginjal sehingga pengeluaran Ca2+ berkurang; dan Ca2+-



Fosfat intraselular penting dalam ikatan fosfat berenergi tinggi pada ATP, berperan kunci dalam pengaturan fosforilasi protein yang dirancang dalam jalur caraka kedua, dan membantu membentuk tulang belakang molekul DNA. Fosfat yang terekskresi merupakan dapar urine yang penting. Pada CES, konsentrasi PO43- plasma tidak dikontrol seketat konsentrasi Ca2+ plasma. Fosfat diatur secara langsung oleh vitamin D dan secara tak-langsung oleh lengkung umpan-balik Ca2+- PTH plasma. Sebagai gambaran, penurunan konsentrasi PO43- plasma menimbulkan efek ganda untuk memban-tu meningkatkan kadar PO43- kembali ke normal (Gambar 1928). Pertama, karena hubungan terbalik antara konsentrasi P043- dan Ca2+ di plasma, penurunan PO43- plasma meningkatkan Ca2+ plasma, yang secara langsung menekan sekresi PTH. Dengan berkurangnya PTH, reabsorpsi PO43- di ginjal meningkat, mengembalikan konsentrasi PO43- plasma ke arah normal. Kedua, penurunan PO43- plasma juga meningkatkan pengaktifan vitamin D, yang kemudian mendorong penyerapan PO43- di usus. Hal ini ikut membantu mengatasi hipofosfatemia pemicu. Perhatikan bahwa perubahan-perubahan ini tidak mengganggu keseimbangan Ca2+. Meskipun peningkatan vitamin D aktif merangsang penyerapan Ca2+ dari usus, penurunan PTH yang kemudian terjadi menghasilkan peningkatan kompensatorik ekskresi Ca2+ di urine karena reabsorpsi Ca2+ yang terfiltrasi berkurang. Karena itu, konsentrasi Ca2+ plasma tidak beru-



  



765



Photodisc/Getty Images



Steve Chenn/Corbis



Prekursor di kulit (7-dehidrokolesterol)



Vitamin D makanan Sinar matahari



Hipersekresi PTH Kelebihan sekresi PTH, atau hiperpara-tiroidisme, yang biasanya disebabkan oleh tumor dengan hipersekresi di salah satu kelenjar paratiroid, ditandai oleh hiperkalsemia dan hipofosfatemia. Pasien mungkin asimtomatik atau gejala dapat pa-rah, bergantung pada besar masalah. Berikut ini adalah kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi:



Hiperkalsemia menurunkan eksitabilitas ja-ringan saraf dan otot, menyebabkan gangguan saraf dan kelemahan otot, termasuk penurunan kewaspadaan, kurangnya daya ingat, dan depresi. Juga dapat terjadi gangguan jantung.







Mobilisasi berlebihan Ca2+ dan PO43- dari simpanan di tulang menyebabkan peni-pisan tulang, yang dapat menyebabkan defor-mitas tulang dan peningkatan insiden fraktur.







Vitamin D3 Gugus hidroksil (OH)



■ Terjadi peningkatan insiden batu ginjal mengandung Ca2+ karena Ca2+ yang terfiltrasi melalui ginjal dapat mengendap dan membentuk batu. Batu ini dapat mengganggu fungsi ginjal. Mengalirnya batu melalui ureter menyebabkan nyeri hebat. Karena berbagai kemungkinan ini, hiperparatiroidisme dina-mai penyakit "bones, stones, and abdominal groans".



Enzim hati



25-OH-vitamin D3 Gugus hidroksil



Ca2+ plasma



PTH



■ Hal yang juga menyebabkan "abdominal groans" tersebut adalah bahwa hiperkalsemia dapat menyebabkan tukak peptik, mual, dan konstipasi.



Enzim ginjal



PTH Karena hubungan anatomik dengan tiroid, kausa tersering defisiensi sekresi PTH, atau hipoparatiroidisme, adalah pengangkatan taksengaja kelenjar paratiroid (sebelum dokter mengetahui keberadaannya) sewaktu pengangkatan kelen-jar tiroid (untuk mengobati penyakit tiroid). Jika semua jaringan paratiroid terangkat, pasien tentu raja meninggal karena PTH esensial bagi kehidupan. Para dokter bingung mengapa sebagian pasien meninggal segera setelah tiroid mereka diangkat sedangkan yang lain tidak.



HIPOSEKRESI PO4 1,25-(OH)2-vitamin D3 (vitamin D aktif)



Mendorong penyerapan Ca2+ dan di usus PO4 3− Gambar 19-27 Aktivasi vitamin D.



-bah sementara Ca21 konsentrasi fosfat plasma meningkat ke arah normal.



Ca2+



Gangguan primer yang memengaruhi metabolisme adalah PTH yang terlalu banyak atau terlalu sedikit atau defisiensi vitamin D.    BAB 19



3−



plasma



Kini setelah lokasi dan peran kelenjar paratiroid diketahui, para ahli bedah lebih berhati-hati untuk menyisakan jaringan paratiroid ketika mengangkat tiroid. Meskipun jarang, hiposekresi PTH dapat terjadi karena serangan autoimun terhadap kelenjar paratiroid. Hipoparatiroidisme menyebabkan hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Gejala terutama disebabkan oleh meningkatnya eksitabilitas neuromuskulus akibat berkurangnya kadar Ca2+ bebas dalam plasma.Jika PTH sama sekali tidak ada, pasien akan cepat mening-



Mengatasi



PO4 3− plasma



(Karena hubungan terbalik antara konsentrasi PO43- dan Ca2+ plasma akibat karakteristik kelarutan garam kalsium fosfat)



Ginjal



Ca2+ plasma



Kelenjar paratiroid



Vitamin D aktrif



PTH



Reabsorpsi PO4 3− oleh ginjal



Reabsorpsi Ca2+ oleh ginjal



Eksresi Ca2+ di urine



Absorsi Ca2+ di usus (saling meniadakan)



Eksresi PO4 3− di urine



Tidak ada perubahan Ca2+ plasma



Absorsi PO4 3− di usus



PO4 3− plasma Gambar 19-28 Kontrol fosfat plasma.



Defisiensi Vitamin D Konsekuensi utama defisiensi vitamin D adalah gangguan penyerapan Ca2+ di usus. Dalam menghadapi penurunan penyerapan Ca2+, PTH mempertahankan kadar Ca2+ dengan mengorbankan tulang. Akibat-nya matriks tulang mengalami gangguan mineralisasi karena tidak tersedia garam-garam Ca2+ untuk diendapkan. Tulang yang mengalami demineralisasi menjadi lunak dan berubah bentuk, melengkung di bawah tekanan beban, khususnya pada anak. Keadaan ini dikenal sebagai riketsia pada anak dan osteomalasia pada dewasa (Gambar 19-29).



Biophoto Assoc/SPL/Photo Researchers, Inc.



gal. Pada defisiensi relatif PTH, muncul gejala-gejala ringan peningkatan eksitabilitas neuromuskulus. Kram dan kedutan otot timbul akibat aktivitas spontan di saraf motorik, sementara kesemutan dan sensasi seperti ditusuk terjadi karena aktivitas spontan saraf sensorik. Perubahan mental mencakup iritabilitas dan paranoia.



Gambar 19-29 Rickets.



Kelenjar Endokrin Perifer



767



perubahan pada K+ ekstrasel berpengaruh besar pada eksita-



Periksa Pemaharran Anda 19.5



bilitas neuromuskulus dan mengganggu fungsi normal jantung, di



1. Jelaskan distribusi Ca2+ di tubuh dan berbagai fungsi Ca2+ bebas di CES.



antara berbagai efek merusak lainnya.



■ Kortisol, glukokortikoid utama yang disekresikan oleh korteks



2. Diskusikan efek PTH pada tulang, ginjal, dan usus.



adrenal, meningkatkan konsentrasi glukosa, asam lemak, dan asam amino plasma di atas normal. Meskipun menyebabkan



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



destabilisasi konsentrasi molekul-molekul tersebut dalam lingkungan internal, efek-efek ini secara tak-langsung ikut berperan dalam homeostasis dengan segera menyediakan molekul-molekul



Sejumlah kelenjar endokrin yang terletak di perifer berperan kunci dalam mempertahankan homeostasis, AP terutama melalui pengaruh mereka pada laju berbagai reaksi metabolik dan pada keseimbangan elektrolit. Semua kelenjar endokrin ini mengeluarkan hormon sebagai respons terhadap rangsangan spesifik. Hormon-hormon ter-sebut nantinya menimbulkan efek yang bekerja secara umpan-balik negatif untuk menahan perubahan yang memicu sekresi mereka, sehingga stabilitas lingkungan internal dapat diper-tahankan. Kontribusi spesifik kelenjar endokrin perifer untuk homeostasis mencakup yang berikut:







Dua hormon terkait-erat yang disekresikan oleh kelenjar tiroid, tetraiodotironin (T4) dan tri-iodotironin (T3), meningkatkan laju metabolik keseluruhan. Efek ini tidak saja meme-ngaruhi laju pemakaian



molekul



nutrien



dan



O2



oleh



sel



di



dalam



lingkungan internal, tetapi juga menghasilkan panas, yang membantu mempertahankan suhu tubuh.







sebagai sumber energi atau bahan baku untuk perbai-kan jaringan yang membantu tubuh beradaptasi menghadapi situasi stres. ■ Hormon seks yang dikeluarkan oleh korteks adrenal tidak berperan dalam homeostasis.



■ Hormon utama yang disekresikan oleh medula adrenal, epinefrin, umumnya memperkuat aktivitas sistem saraf simpatis. Hormon ini ikut serta langsung dalam homeostasis melalui perannya pada regulasi tekanan darah. Epinefrin juga berkontribusi untuk homeostasis secara tak-langsung dengan membantu tubuh mempersiapkan diri untuk respons fisik puncak dalam situasi berjuang-atau-lari. Hal ini mencakup peningkatan konsentrasi glukosa dan asam lemak di atas normal, yang menyediakan tambahan sumber energi bagi aktivitas fisik yang akan meningkat.



■ Dua hormon utama oleh pankreas endokrin, insulin dan



Korteks adrenal mengeluarkan tiga kelas hormon. Aldosteron,



glukagon, penting untuk mengubah jalur metabolik antara



mineralokortikoid utama, esensial untuk keseimbangan Na+



keadaan absorptif dan pasca-absorptif, yang mempertahankan



dan K. Karena efek osmotik Na+, keseimbangan Na+ sangat



kadar molekul nutrien yang sesuai dalam plasma.



penting untuk mempertahankan volume CES yang sesuai dan



■ Hormon paratiroid dari kelenjar paratiroid sangat penting untuk



tekanan darah arteri. Efek ini esensial bagi kehidupan. Tanpa



mempertahankan konsentrasi Ca2+ plasma. PTH esensial untuk



efek aldos-teron yang menghemat



dan H2O, akan sangat



hidup karena efek Ca2+ pada eksitabilitas neuromus-kulus. Tanpa



banyak plas-ma yang keluar di urine sehingga kematian segera



PTH, kematian segera terjadi akibat asfiksia yang ditimbulkan oleh



datang.



Peme-liharaan



Na+



keseimbangan



K+



esensial



bagi



spasme hebat otot-otot pernapasan.



homeostasis karena



SOAL LATIHAN Jawaban dimulai di h. A-43. Pertanyaan Objektif 1. Respons terhadap hormon tiroid dapat dideteksi dalam beberapa menit setelah sekresinya. (Benar atau salah?) 2. Hormon seks "pria" diproduksi baik oleh pria maupun wanita di korteks adrenal. (Benar atau salah?) 3. Hipersekresi androgen adrenal disebabkan oleh defisiensi suatu enzim yang krusial untuk sintesis kortisol. (Benar atau salah?) 4. Kelebihan glukosa dan asam amino serta asam lemak dapat disimpan sebagai trigliserida. (Benar atau salah?)



768   BAB 19



5. Insulin adalah satu-satunya hormon yang dapat menurunkan kadar glukosa darah. (Benar atau salah?) 6. Konsekuensi paling mengancam nyawa dari hipokalsemia adalah berkurangnya pembekuan darah. (Benar atau salah?) 7. Semua Ca2+ yang ditelan akan diserap tanpa pandang bulu di usus. (Benar atau salah?) 8. Kristal tulang Ca3(PO4)2 membentuk kumpulan labil yang dapat cepat diekstraksi Ca2+-nya di bawah pengaruh PTH. (Benar atau salah?)



9. Lumen folikel tiroid terisi oleh _____, yang protein besar utama pembentuknya dikenal sebagai _____. 10. _____ adalah perubahan glukosa menjadi glikogen. _____ iadalah perubahan glikogen menjadi glukosa. _____ adalah perubahan asam amino menjadi glukosa. 11. Tiga jaringan utama yang tidak bergantung pada insulin untuk menyerap glukosa adalah _____, _____, dan _____. 12. Tiga kompartemen yang melakukan pertukaran Ca2+ CES adalah _____, _____, dan _____. 13. Di antara sel-sel tulang, _____ adalah pembentuk tulang,_____ adalah pelarut tulang, dan _____ dikubur. 14. Mana dari hormon berikut yang tidak memiliki efek metabolik langsung? a. epinefrin b. hormon pertumbuhan c. aldosteron d. kortisol e. hormon tiroid



15. Mana dari yang berikut yang merupakan karakteristik pada keadaan pasca-absorptif? (Tunjukkan semua yang termasuk.) a. b. c. d. e. f. g. h. i.



glikogenolisis glukoneogenesis lipolisis glikogenesis sintesis protein sintesis trigliserida penguraian protein peningkatan sekresi insulin peningkatan sekresi glukagon j. penghematan glukosa



Pertanyaan Esai 1. Jelaskan tahap-tahap sintesis hormon tiroid. 2. Apa efek T3 dan T4? Mana yang lebih kuat? Dan mana sebagian besar T3 dalam darah berasal? 3. Jelaskan regulasi hormon tiroid. 4. Bahaslah penyebab dan gejala hipotiroidisme dan hipertiroidisme. Untuk setiap kausa, tunjukkan apakah timbul gondok atau tidak, dan jelaskan mengapa. 5. Apa hormon-hormon yang dikeluarkan oleh korteks adrenal? Apa fungsi dan kontrol masing-masing hormon tersebut? 6. Bahaslah penyebab dan gejala masing-masing jenis disfungsi adrenokorteks. 7. Apa hubungan medula adrenal dengan sistem saraf simpatis? Apa fungsi epinefrin? Bagaimana pengeluaran epinefrin dikontrol? 8. Definisikan stres. Jelaskan respons saraf dan hormon terhadap stresor. 9. Definisikan metabolisme bahan bakar, anabolisme, dan katabolisme. 10. Sebutkan bentuk utama dalam darah dan bentuk tersimpan masingmasing ketiga kelas nutrien organik. 11. Bedakan antara keadaan absorptif dan pasca-absorptif dalam kaitannya dengan penanganan molekul nutrien. 12. Sebutkan dua jenis utama sel di pulau Langerhans, dan sebutkan produk hormon masing-masing. 13. Bandingkan fungsi dan kontrol sekresi insulin dengan fungsi dan kontrol sekresi glukagon. 14. Apa konsekuensi diabetes melitus? Bedakan antara diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2. 15. Mengapa Ca2+ plasma harus diatur secara ketat? 16. Jelaskan bagaimana osteoblas memengaruhi fungsi os-teoklas. 17. Bahaslah kontribusi hormon paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D pada metabolisme Ca2+ Jelaskan sumber dan kontrol masing-masing hormon ini. 18. Bahaslah gangguan-gangguan utama pada metabolisme Ca2+



UNTUK DIRENUNGKAN 1. Iodium secara alami terdapat di air laut dan banyak dite-mukan di tanah sepanjang pantai. Ikan dan kerang yang hidup di laut dan tumbuhan yang tumbuh di pesisir menyerap iodium dari lingkungannya. Air tawar tidak mengandung iodium dan tanah semakin kekurangan besi jika terletak semakin jauh dari laut. Dengan mengetahui hal ini, jelaskan mengapa Amerika Serikat bagian tengah-barat dahulu dikenal sebagai daerah endemik goiter. Mengapa daerah ini tidak lagi menjadi daerah gondok endemik meskipun tanahnya masih kekurangan iodium? 2. Mengapa dokter menganjurkan bahwa orang yang alergi terhadap sengatan lebah dan karenanya berisiko mengalami syok anafilaktik (lihat h. 471) membawa ampul epinefrin untuk segera disuntikkan jika mereka tersengat lebah? 3. Mengapa suatu infeksi cenderung meningkatkan kadar glukosa darah pada orang diabetes? 4. Pengetukan nervus fasialis di sudut rahang pada pasien dengan hiposekresi moderat hormon tertentu memicu seringai khas di sisi wajah tersebut. Kelainan endokrin apa yang dapat menimbulkan apa



yang disebut sebagai tanda Chvostek ini? 5. Segera setelah teknik pengukuran kadar Ca2+ plasma dikembangkan pada tahun 1920-an, para dokter mengamati bahwa hiperkalsemia terjadi pada berbagai kanker. Para peneliti terdahulu menyarankan bahwa hiperkalsemia terkait-keganasan ini berasal dari sel tumor metastatik (lihat h. 465) yang menginvasi dan merusak tulang sehingga terjadi pembebasan Ca2+ ke dalam darah. Pandangan ini disangkal ketika dokter mengamati bahwa hiperkalsemia sering terjadi tanpa adanya kelainan tulang. Selain itu, pasien kanker sering memperlihatkan hipofosfatemia selain hiperkalsemia. Temuan ini mendorong para peneliti mencurigai bahwa tumor mungkin meng-hasilkan bahan mirip-PTH. Jelaskan bagaimana mereka hingga pada kesimpulan ini. Pada tahun 1987, bahan ini teridentifikasi dan dinamai parathyroid hormone-related peptide (PTHrP) yang berikatan dengan dan mengaktifkan reseptor PTH.



  



769



CLINICAL CONSIDERATION Najma G pergi berobat setelah daur haidnya berhenti dan ia mulai mengalami pertumbuhan rambut wajah yang berlebihan. Ia juga menjadi lebih haus daripada biasanya dan sering berkemih. Evaluasi klinis mengungkapkan bahwa Najma mengalami hiper-



770   BAB 19



glikemia. Dokternya mengatakan bahwa ia mengidap suatu penyakit endokrin yang dijuluki "diabetes of bearded ladies". Apa defek yang menurut Anda mendasari kondisi Najma ini?



hapter



19 19.1|Kelenjar Tiroid (h. 722–728) ■ Kelenjar tiroid yang berbentuk dasi kupu-kupu mengandung dua jenis sel sekretorik endokrin: (1) sel folikel, yang menghasilkan hormon yang mengandung iodida, T4 (tiroksin atau tetraiodotironin) dan T3 (triiodotironin) yang secara kolektif dikenal sebagai hormon tiroid; dan (2) sel C, yang menyintesis hormon pengatur Ca2+, kalsitonin. (Lihat Gambar 19-1 dan pembuka bab.) ■ Sebagian besar tahap dalam sintesis hormon tiroid berlangsung di molekul besar tiroglobulin di dalam koloid, suatu lokasi ekstrasel "inland" yang terletak di bagian interior folikel tiroid. lodium makanan ditranspor sebagai iodida (I-) oleh pompa iodida (suatu simporter dependen-energi) dari darah ke dalam sel folikel. Dari sel folikel, iodida memasuki koloid tempat iodida mengiodinasi asam amino tirosin di dalam tiroglobulin, menghasilkan monoiodotironin (MIT) dan diiodotironin (DIT). Penggabungan MIT dan DIT menghasilkan T3; penggabungan dua DIT menghasilkan T4. Hormon tiroid disekresikan melalui proses fagositosis sekeping koloid oleh sel folikel yang menyebabkan pembebasan 14 dan 13, yang masuk ke dalam darah. (Lihat Gambar 19-2.) ■ Hormon tiroid adalah penentu utama laju metabolik basal tubuh. Dengan mempercepat laju metabolik, hormon ini meningkatkan produksi panas. Hormon tiroid juga meningkatkan kerja katekolamin simpatis dan merupakan hormon yang esensial bagi pertumbuhan normal dan bagi perkembangan dan fungsi sistem saraf. ■ Sekresi hormon tiroid diatur oleh sistem umpan-balik negatif antara TRH hipotalamus, TSH hipofisis anterior, dan T3 dan T4 kelenjar tiroid. Lengkung umpan-balik ini mempertahankan kadar hormon tiroid relatif konstan. Pajanan dingin pada neonatus adalah satu-satunya masukan ke hipotalamus untuk meningkatkan TRH dan, dengan demikian, sekresi hormon tiroid. (Lihat Gambar 19-3.)



Kartu Belajar kaitan dengan keseimbangan Na+ dan serta dengan regulasi tekanan darah dan tidak dipengaruhi oleh ACTH. Aldosteron dikontrol oleh sistem reninangiotensin-aldosteron (SRAA) dan oleh efek langsung K+ pada korteks adrenal. (Lihat Gambar 14-22, h. 556.) ■ Kortisol membantu mengatur metabolisme bahan bakar dan penting dalam adaptasi stres. Hormon ini meningkatkan kadar glukosa, asam amino, dan asam lemak darah serta menyisakan glukosa untuk digunakan oleh otak yang dependen-glukosa. Molekul-molekul organik yang dimobi-lisasi ini tersedia untuk digunakan sebagai sumber energi atau untuk memperbaiki jaringan yang rusak. Sekresi kortisol diatur oleh lengkung umpan-balik negatif yang melibatkan CRH hipotalamus dan ACTH hipo-fisis. Stres adalah perangsang paling kuat untuk peningkatan aktivitas ak-sis CRH-ACTH-kortisol. Kortisol juga memperlihatkan irama diurnal khas. (Lihat Gambar 18-2, h. 694; 18-6, h. 704; 19-9; serta 19-13 dan Tabel 19-2, h. 738.) ■ Dehidroepiandrosteron (DHEA) mengatur dorongan seks dan pertumbuhan rambut pubis dan aksila pada wanita. DHEA tidak memiliki efek yang nyata pada laki-laki, yang terkalahkan efeknya oleh testoteron. DHEA berada di bawah kontrol CRH-ACTH, tetapi menimbulkan umpan-balik negatif ke lengkung gonadotropin. ■ Medula adrenal terdiri dari neuron-neuron pascaganglion simpatis yang telah mengalami modifikasi yang disebut sel kromafin, yang mengeluarkan katekolamin epinefrin ke dalam darah sebagai respons terhadap stimulasi simpatis. (Lihat Gambar 7-2, h. 253.) Epinefrin memperkuat efek sistem saraf simpatis dalam menghasilkan respons "berjuang-atau-lari" dan dalam mempertahankan tekanan darah arteri. Epinefrin juga meningkatkan glukosa dan asam lemak darah. Perangsang utama peningkatan sekresi epinefrin adalah pengaktifan sistem simpatis oleh stres. (Lihat Gambar 19-13 dan Tabel 19-2.)



19.3|Respons Stres Terintegrasi (hh. 737–740) 19.2|Kelenjar Adrenal (hh. 728–737) Masing-masing (dari sepasang) kelenjar adrenal terdiri dari dua organ endokrin berbeda—korteks adrenal di sebelah luar yang menghasilkan steroid dan medula adrenal di sebelah dalam yang menghasilkan katekolamin. (Lihat Gambar 19-7.) ■



Setiap hormon steroid dihasilkan dari modifikasi bertahap kolesterol melalui enzim spesifik yang terdapat di kelenjar endokrin steroidogenik tertentu. Korteks adrenal memiliki berbagai enzim un-tuk menghasilkan tiga kategori hormon steroid: mineralokortikoid (terutama aldosteron), glukokortikoid (terutama kortisol), dan hormon seks adrenal (terutama androgen lemah, yaitu dehidroepiandrostenedion). (Lihat Gambar 19-8.) ■







Aldosteron mengatur keseimbangan Na+ dan K+ dan penting untuk



homeostasis tekanan darah, yang dicapai secara sekunder oleh efek osmotik Na+ dalam mempertahankan volume plasma, suatu efek yang menyelamatkan nyawa. Kontrol sekresi aldosteron ber-



■ Kata stres merujuk kepada respons non-spesifik generalisata tubuh terhadap setiap faktor yang mengalahkan, atau mengancam untuk mengalahkan, kemampuan kompensasi tubuh untuk mempertahankan homeostasis. Kata stresor merujuk kepada semua rangsangan pengga-



nggu yang memicu respons stres. (Lihat Gambar 19-12.) ■ Selain respons spesifik terhadap berbagai stresor, semua stresor menimbulkan respons stres generalisata yang serupa: (1) meningkatkan aktivitas simpatis dan epinefrin, yang mempersiapkan tubuh untuk respons berjuang-atau-lari; (2) pengaktifan aksis CRHACTH-kortisol, yang mem-bantu tubuh menghadapi stres dengan memobilisasi sumber daya metabolik; (3) peningkatan glukosa dan asam lemak darah melalui penu-runan sekresi insulin dan peningkatan sekresi glukagon; dan (4) pemeli-haraan volume dan tekanan darah melalui peningkatan aktivitas SRAA dan vasopresin. Semua efek ini dikoordinasikan oleh hipotalamus. (Lihat Gambar 19-13 danm Tabel 19-2.)



19.4|Pankreas Endokrin dan Kontrol Metabolisme Bahan Bakar (h. 740-757) ■ Metabolisme antara atau bahan bakar, secara kolektif, adalah sintesis (anabolisme), penguraian (katabolime), dan transformasi ketiga kelas nutrien organik kaya-energi—karbohidrat, lemak, dan protein—di dalam tubuh. Glukosa dan asam lemak yang masingmasing berasal dari karbohidrat dan lemak terutama digunakan sebagai bahan bakar metabolik, sementara asam amino yang berasal dari protein terutama untuk sintesis protein struktural dan enim. (Lihat Gambar 19-14 dan Tabel 19-3 dan 19-4.)



Selama keadaan absorptif setelah makan, nutrien yang diserap berlebihan serta tidak segera digunakan untuk menghasilkan energi atau sintesis protein akan disimpan dalam jumlah terbatas sebagai glikogen di hati dan otot, tetapi umumnya sebagai trigli-serida di jaringan lemak. Selama keadaan pasca-absorptif antara waktu makan ketika tidak ada nutrien baru yang masuk ke darah, simpanan glikogen dan trigliserida dikatabolisme untuk membebaskan molekul nutrien ke dalam darah. Jika dibutuhkan, protein tubuh diuraikan untuk membebaskan asam amino untuk diubah menjadi glukosa (glukoneogenesis). Konsentrasi gukosa darah harus dipertahankan di atas batas kritis bahkan dalam keadaan pasca-absorptif karena otak bergantung pada glukosa darah sebagai sumber energinya. Jaringan yang tidak bergantung pada glukosa beralih ke asam lemak sebagai bahan bakar metabolik mereka sehingga glukosa disisakan hanya untuk otak. (Lihat Tabel 19-5.) ■



■ Konsentrasi glukosa darah dikontrol oleh faktor-faktor yang mengatur penyerapan glukosa oleh sel dan pengeluaran glukosa oleh hati. (Lihat Gambar 19-16.) ■ Pergeseran dalam jalur metabolik antara keadaan absorptif pasca-absorptif dikontrol oleh hormon. Hormon terpenting dalam hal ini adalah insulin. Insulin disekresikan oleh sel 13 pulau Langerhans, bagian endokrin pankreas. (Lihat Gambar 19-15 dan Tabel 19-6, h. 756.) ■ Insulin adalah suatu hormon anabolik; hormon ini mendorong penyerapan glukosa, asam lemak, dan asam amino oleh sel dan meningkatkan perubahan zat-zat tersebut masing-masing menjadi glikogen, trigliserida, dan protein. Dalam melakukannya, hormon ini menurunkan konsentrasi molekul-molekul organik kecil ini dalam darah. Sekresi insulin meningkat selama keadaan absorptif, terutama oleh efek langsung peningkatan glukosa darah pada sel p3 melalui penggabungan eksitasi-sekresi. Insulin mengarahkan nutrien ke dalam sel selama keadaan ini. (Lihat Gambar 19-17 hingga 19-21.) ■ Glukagon, disekresikan oleh sel a pankreas, memobilisasi molekul kaya-energi dari simpanan mereka selama keadaan pas-ca absor-ptif. Glukagon, yang disekresikan sebagai respons ter-hadap efek langsung penurunan glukosa darah pada sel a pankreas, umum- nya melawan efek insulin. (Lihat Gambar 19- 15, 19-20, dan 19- 21.)



■ Perubahan konsentrasi Ca2+ yang dapat berdifusi dan terdapat dalam plasma, bentuk aktif biologis ion ini, menimbulkan efek yang besar dan membahayakan, terutama pada eksitabilitas neuromuskulus. Hiperkalsemia menurunkan kepekaan terhadap rangsang, sementara hiperkalsemia menyebabkan eksitabilitas berlebihan pada saraf dan otot. Jika eksitabilitas berlebihan ini cukup parah, dapat terjadi kontraksi spastik mematikan otot-otot pernapasan.



Kontrol metabolisme Ca2+ melibatkan dua aspek, regulasi homeostasis Ca2+ dan regulasi Ca2+, dan bergantung pada kontrol hormonal pada perubahan antara CES dan tiga kompartemen: tulang, ginjal, dan usus. Regulasi homeostasis Ca2+ (pemeliharaan konsentrasi Ca2+ bebas plasma yang konstan) melibatkan perubahan cepat antara tulang dan CES dan, dengan tingkat yang lebih rendah, penyesuaian ekskresi Ca2+ di urine. Regulasi keseimbangan Ca2+ (pemeliharaan jumlah total Ca2+ di tubuh yang konstan) dilakukan dengan penyesuaian absorpsi Ca2+ dari usus dan ekskresi Ca2+ di urine. ■



■ Tulang terdiri dari matriks ekstrasel organik, osteoid, yang di oleh presipitasi kristal Ca3(PO4)2 (kalsium fosfat). Tulang terus-menerus mengalami remodeling oleh kerja osteoklas pelarut tula-ng dan osteoblas pembentuk tulang. Osteosit yang terkubur ada-lah osteoblas "pensiunan" yang telah meletakkan tulang di sekeli-ling dirinya sendiri. Osteoblas dan osteosit saling terhubung oleh lengan sitoplasma panjang yang memanjang melalui kanal sempit yang menembus tulang yang keras sehingga membentuk mem-bran tulang osteositik-osteoblastik kontinu. (Lihat Gambar 19-23 dan 19-24) ■ Tiga hormon mengatur konsentrasi Ca2+ plasma (dan secara bersamaan mengatur PO43-)—hormon paratiroid (PTH) yang disekresikan oleh kelenjar paratiroid, kalsitonin, dan vitamin D. (Lihat Gambar 19- 22.) ■ PTH, yang sekresinya secara langsung ditingkatkan oleh penu konsentrasi Ca2+ plasma, bekerja langsung pada tulang dan ginjal serta tak-langsung pada usus untuk meningkatkan konsentrasi Ca2+ plasma. Dalam melakukannya, hormon ini esensial untuk hidup dengan mencegah konsekuensi fatal hipokalsemia. PTH mendorong perpindahan Ca2+ menembus membran tulang osteositik-osteoblastik dari cairan tulang ke dalam plasma dalam jangka pendek dan mendorong disolusi lokal tulang dengan meningkatkan aktivitas osteoklas dan menekan osteoblas dalam jangka panjang. (Lihat Gambar 19-25 dan 19-26.) ■ Disolusi kristal tulang kalsium fosfat menyebabkan pembebasan PO43- dan Ca2+ ke dalam plasma. PTH bekerja pada ginjal untuk meningkatkan reabsorpsi Ca2+ yang terfiltrasi sehingga ekskresi Ca2+ di urine berkurang dan konsentrasinya dalam plasma meningkat. Secara bersamaan, PTH mengurangi reabsorpsi PO43- ginjal, dengan cara ini meningkatkan ekskresi PO43- dan menurunkan kadar P043- plasma. Hal ini penting karena peningkatan P043- plasma akan memicu pengendapan sebagian dari Ca2+ plasma kembali ke tulang. (Lihat Gambar 19-28.)



PTH mempermudah pengaktifan vitamin D, yang pada giliran nya merangsang penyerapan Ca2+ dan P043- dari usus. Vitamin D dapat disintesis dari kolesterol di kulit jika kulit terpajan ke sinar matahari, tetapi sumber endogen ini biasanya kurang memadai sehingga vitamin D harus diberikan melalui makanan. Dari kedua sumber ini, vitamin D mula-mula harus diaktifkan oleh hati dan kemudian oleh ginjal (tempat regulasi pengaktifan vitamin D oleh PTH) sebelum zat ini dapat mengeluarkan efekriya. (Lihat Gambar 19-27.) ■



■ Kalsitonin, suatu hormon yang diproduksi oleh sel C kelenjar tiroid,disekresikan sebagai respons terhadap peningkatan konsentrasi Ca2+ plasma dan bekerja menurunkan kadar Ca2+ plasma dengan menghambat aktivitas osteoklas tulang. Kalsitonin kurang penting kecuali pada keadaan hiperkalsemia yang jarang terjadi. (Lihat Gambar 19-1 dan 19-26.)



Pemindaian mikrograf &ektron patia sperma manusia yang sedang menembus sebuah telur.



Gambar ini, diambil di klinik



fertilitas, menunjukkan satu spermatozoa yang sedang menembus satu ovum (telur) dengan menggunakan enzim di ujung kepalanya. Enzim dari banyak sperma dibutuhkan untuk menguraikan sawar terluar sebelum satu sperma yang paling baik menembus ke dalam sitoplasma telur untuk melakukan fertilisasi



David M. Phillips/Photo Researchers, Inc.



20 Sistem Reproduksi SEKILAS ISI 20.1 Keunikan Sistem Reproduksi 20.2 Fisiologi Reproduksi Pria 20.3 Hubungan Seksual Antara Pria dan Wanita 20.4 Fisidogi Reproduksi Wanita



Pokok-Pokok Homeostasis Fungsi normal sistem reproduksi tidak ditujukan bagi homeostasis dan tidak penting bagi kelangsungan hidup individu, tetapi penting bagi kelestarian spesies. Hanya melalui sistem reproduksi, kompleks cetakan biru genetik dari setiap jenis makhluk hidup dapat bertahan selama kehidupan setiap anggota individu dari suatu spesies.



Reproduksi Tema utama buku ini adalah proses-proses fisiologik yang ditujukan untuk mempertahankan homeostasis agar kelangsungan hidup individu terjamin. Kini kita akan keluar dari tema ini untuk membahas sistem reproduksi, yang terutama berfungsi untuk melanjutkan keberadaan spesies.



Meskipun sistem reproduksi tidak berperan dalam homeostasis dan tidak esensial bagi kelangsungan hidup individu, sistem ini tetap berperan penting dalam kehidupan seseorang. Sebagai contoh, cara bagaimana orang berhubungan sebagai makhluk seksual berperan signifikan dalam perilaku psikososial dan memiliki pengaruh besar pada bagaimana orang memandang diri mereka sendiri dan bagaimana mereka berinteraksi dengan orang lain. Fungsi reproduksi juga memiliki efek besar pada masyarakat. Organisasi universal masyarakat menjadi satuan-satuan keluarga menghasilkan lingkungan yang stabil dan kondusif bagi keberlangsungan spesies kita. Kemampuan reproduksi bergantung pada hubungan rumit antara hipotalamus, hipofisis anterior, organ reproduksi, dan sel sasaran hormon seks. Hubungan ini menggunakan banyak mekanisme regulatorik yang digunakan oleh sistem tubuh lain untuk mempertahankan homeostasis, misalnya kontrol umpan-balik negatif. Selain proses-proses biologik dasar ini, perilaku dan silcap seksual sangat dipengaruhi oleh faktor emosi dan moral sosiokultural masyarakat tempat seseorang berada. Kita akan berkonsentrasi pada fungsi seksual dan reproduksi dasar yang berada di bawah kontrol saraf dan hormon serta tidak akan mengulas aspek psikologis dan sosial perilaku seksual.



pada pria dan ovum (sel telur) pada wanita; dan (2) mengeluarkan hormon seks, secara spesifik, testosteron pada pria dan estrogen dan progesteron pada wanita. Selain gonad, sistem reproduksi pada kedua jenis kelamin mencakup saluran reproduksi yang mencakup suatu sistem duktus yang khusus mengangkut atau menampung gamet setelah dibentuk, plus kelenjar seks aksesorius yang mengosongkan sekresi suportifnya ke dalam saluran-saluran tersebut. Pada wanita, payudara juga dianggap sebagai organ seks aksesorius. Bagian sistem reproduksi yang terletak eksternal dan terlihat disebut genitalia eksterna. KARAKTERISTIK SEKS SEKUNDER Karakteristik seks sekunder adalah ciri-ciri eksternal yang tidak secara langsung berkaitan dengan reproduksi yang membedakan pria dan wanita, misalnya konfigurasi tubuh dan distribusi rambut. Pada manusia, sebagai contoh, pria memiliki bahu lebih lebar, sementara wanita memiliki panggul yang lebih berlekuk, dan pria memiliki janggut, sementara wanita tidak. Testosteron pada pria dan estrogen pada wanita mengatur pembentukan dan pemeliharaan berbagai karakteristik ini. Progesteron tidak memiliki pengaruh pada karakteristik seks sekunder. Meskipun pertumbuhan rambut ketiak dan pubis pada kedua jenis kelamin didorong oleh androgen-testosteron pada pria dan dehidroepiandrosteron adrenokorteks pada wanita (lihat h. 732)-pertumbuhan rambut ini bukan karakteristik seks sekunder karena kedua jenis kelamin memperlihatkan gambaran ini. Pada sebagian spesies, karakteristik seks sekunder sangat penting untuk menarik lawan jenis dan pada perilaku kawin; sebagai contoh, jengger ayam jantan menarik perhatian betinanya, dan tanduk menjangan digunakan untuk mengusir jantan lain. Pada manusia, tanda-tanda pembeda antara pria dan wanita memang berfungsi menarik lawan jenis, tetapi ke-tertarikan tersebut juga sangat dipengaruhi oleh kompleksitas masyarakat dan perilaku kultural manusia. SEKILAS FUNGSI DAN ORGAN REPRODUKSI PRIA Fungsi



esensial sistem reproduksi pada pria adalah sebagai berikut: 1. Menghasilkan sperma (spermatogenesis) 2. Menyalurkan sperma ke wanita Reproduksi bergantung pada penyatuan gamet (sel reproduktif, atau germinativum) pria dan wanita, masing-masing dengan separuh set kromosom, untuk membentuk individu baru dengan set kromosom lengkap dan unik. Tidak seperti sistem tubuh lain, yang pada hakikatnya sarna di kedua jenis kelamin, sistem reproduksi pria dan wanita sangat berbeda, sesuai peran mereka yang berbeda dalam proses reproduksi. Sistem reproduksi pria dan wanita dirancang untuk memungkinkan penyatuan bahan genetik dari dua pasangan seksual, dan sistem wanita dilengkapi untuk menampung dan memlihara keturunan hingga tahap perkembangan yang memungkinkannya bertahan hidup secara independen di lingkungan eksternal. Organ reproduksi primer, atau gonad, terdiri dari sepasang testis pada pria dan sepasang ovarium pada wanita. Pada kedua jenis kelamin, gonad matur melaksanakan dua fungsi, yaitu (1) Menghasilkan gamet (gametogenesis), yaitu spermatozoa (sperma)



  



hapter



Organ penghasil sperma, testis, tergantung di luar rongga abdomen dalam suatu kantong berlapis kulit, skrotum, yang berada di dalam sudut antara kedua tungkai. Sistem reproduksi pria dirancang untuk menyalurkan sperma ke saluran reproduksi wanita dalam suatu cairan pembawa, semen, yang kondusif bagi viabilitas sperma. Kelenjar seks tambahan pria utama, yang sekresinya membentuk sebagian besar semen, adalah vesikula seminalis, kelenjar prostat, dan kelenjar bulbouretra (Gambar 20-1). Penis adalah organ yang digunakan untuk meletakkan semen pada wanita. Sperma keluar dari masing-masing testis melalui saluran reproduksi pria, yang masing-masing terdiri dari epididimis, duktus (vas) deferens, dan duktus ejakulatorius. Pasangan-pasangan saluran reproduksi ini mengosongkan isinya ke sebuah uretra, saluran yang berjalan di sepanjang penis dan mengosongkan isinya ke eksterior. Bagian-bagian sistem reproduksi pria ini akan dijelaskan secara lebih lengkap ketika fungsi mereka dibahas.



Kolumna vertebra Kandung kemih



Ureter



Tulang pubih



Rektum Vesikula seminalis



Duktus deferens



Duktus ejakulatorius Kelenjar prostat



Penis



Kandung kemih Ureter Anus



Korda jaringan erektil



Glans penis



Uretra



Vesikula seminalis



Kelenjar bulbouretra



Epididimis



Kelenjar prostat Kelenjar bulbouretra



Testis Skrotum



Ejaculatory



Duktus deferens



Penis



(a) The pelvis in sagittal section Epididimis



Testis Urethra Glans penis Gambar 20-1 Sistem reproduksi pria



(b) Posterior view of the reproductive organs



SEKILAS FUNGS1 DAN ORGAN REPRODUKSI WANITA wanita



dalam reproduksi lebih rumit daripada peran pria. Fungsi esensial sistem reproduksi wanita mencakup yang berikut: 1. Membentuk ovum (oogenesis) 2. Menerima sperma



3. Mengangkut sperma dan ovum ke tempat penyatuan (fertilisasi, atau konsepsi) 4. Memelihara janin yang sedang tumbuh hingga janin dapat bertahan hidup di dunia luar (gestasi, atau kehamilan), mencakup pembentukan plasenta, organ pertukaran antara ibu dan janin. 5. Melahirkan bayi (partus)



6. Memberi makan bayi setelah lahir dengan menghasilkan susu (laktasi) Produk pembuahan dikenal sebagai embrio selama dua bulan pertama perkembangan intrauterus, yaitu ketika diferensiasi jaringan sedang berlangsung. Setelah periode ini, makhluk hidup yang sedang terbentuk ini dapat dikenali sebagai manusia dan disebut fetus selama masa gestasi sisanya. Meskipun tidak lagi terjadi diferensiasi jaringan lebih lanjut selama masa kehidupan janin, masa ini adalah saat berlangsungnya pertumbuhan dan pematangan jaringan yang luar biasa. Ovarium dan saluran reproduksi wanita terletak di dalam rongga panggul. Saluran reproduksi wanita terdiri dari komponenkomponen berikut (Gambar 20-2a dan b): Dua oviduktus (tuba uterine, atau Fallopii) yang berkaitan erat dengan kedua ovarium,



  



775



Vertebral column



Oviduktus Ovarium Fimbria Uterus



Cervix



Kandung kemih



Rectum



Tulang pubis



Vagina



Uretra Bagian eksternal kilotoris Labia minora



Anus



mayora



(a) Pelvis dalam potongan sagital Oviduktus Pembuluh ovarium



Fimbria Endometrium Miometrium



Ovarium Uterus



Kanalis servikalis



Klitoris



Serviks Vagina (b) Pandangan posterior organ-organ reproduksi



Labia minora Labia mayora



Lubang uretra Himen Lubang vagina



Perineum Anus



Gambar 20-2 Sistem reproduksi wanit



776



BAB 20



(c) Pandangan perineal genitalia



mengambil ovum saat ovulasi (pelepasan ovum dari ovarium) dan berfungsi sebagai tempat fertilisasi. Uterus yang berongga dan berdinding tebal terutama berperan memelihara janin selama masa perkembangannya dan mengeluarkannya pada akhir kehamilan. Vagina adalah saluran yang mengandung otot dan dapat teregang yang menghubungkan uterus dengan lingkungan eksternal. Bagian terbawah uterus, serviks, menonjol ke dalam vagina dan mengandung satu pembukaan kecil, kanalis servikalis. Sperma diendapkan di vagina oleh penis selama hubungan seks. Kanalis servikalis adalah jalur bagi sperma untuk mencapai tempat pembuahan di oviduktus melalui uterus dan, ketika mengalami pelebaran hebat sewaktu persalinan, merupakan saluran bagi pengeluaran bayi dari uterus. Lubang vagina terletak di daerah perineum antara lubang uretra di anterior dan lubang anus di posterior (Gambar 20- 2c). Struktur ini ditutupi secara parsial oleh suatu membran tipis, himen, yang biasanya mengalami robekan fisik oleh hubungan seks pertama. Lubang uretra dan vagina dikelilingi di lateral oleh dua pasangan lipatan kulit, labia minora dan labia mayora. Labia minora yang lebih kecil terletak di sebelah medial daripada labia mayora yang lebih menonjol. Bagian klitoris (suatu struktur erotik kecil yang terdiri dari jaringan serupa dengan yang terdapat di penis) yang dapat terlihat dan terletak di eksternal terletak di ujung anterior lipatan labia minora. Genitalia eksternal wanita secara kolektif disebut sebagai vulva.



Molekul-molekul asam deoksiribonukleat (DNA) yang membawa kode genetik sel tidak secara acak dijejalkan ke dalam nukleus tetapi tersusun secara presisi membentuk kromosom. Masingmasing kromosom terdiri dari sebuah molekul DNA yang mengandung satu set unik gen-gen. Sel somatik (badan) mengandung 46 kromosom (jumlah diploid) yang dapat disortir menjadi 23 pasang berdasarkan berbagai gambaran pembeda. Kromosom-kromosom yang membentuk satu pasangan disebut kromosom homolog, satu anggota dari masing-masing pasangan berasal dari ibu dan anggota lainnya dari ayah. Gamet (yaitu, sperma dan ovum) mengandung hanya satu anggota dari masingmasing pasangan homolog untuk total 23 kromosom (jumlah haploid).



Sebagian besar sel di tubuh manusia memiliki kemampuan bereproduksi sendiri, suatu proses yang penting dalam pertumbuhan, pergantian, dan perbaikan jaringan. Pembelahan sel mencakup dua komponen: pembelahan nukleus dan pembelahan sitoplasma. Pembelahan nukleus di sel somatik dicapai dengan mitosis. Pada mitosis, kromosom mengalami replikasi (membuat salinan duplikat mereka sendiri); kemudian, kromosom-kromosom yang identik terpisah sehingga ke masing-masing dari dua sel anak terdistribusi satu set lengkap informasi genetik (yaitu, jumlah diploid kromosom). Pembelahan nukleus di gamet dilaksanakan



dengan meiosis, yang hanya mendistribusikan separuh set informasi genetik (yaitu, jumlah haploid kromosom) ke masing-masing dari empat sel anak. Selama meiosis, suatu sel germinativum diploid khusus mengalami satu replikasi kromosom diikuti oleh dua pembelahan nukleus. Pada pembelahan meiosis pertama, kromosom kromosom yang mengalami replikasi tidak memisah menjadi dua kromosom individual identik, tetapi tetap menyatu. Kromosom ganda tersebut menyortir diri menjadi pasangan-pasangan homolog, dan pasanganpasangan tersebut memisah sehingga masing-masing dari dua sel anak menerima separuh set dari kromosom ganda. Selama pembelahan meiosis kedua, kromosom ganda di masing-masing dari kedua sel anak tersebut memisah dan terdistribusi menjadi dua sel, menghasilkan empat sel anak, yang masing-masing mengandung separuh set kromosom, satu anggota untuk setiap pasangan. Selama proses ini, kromosom masing-masing pasangan homolog yang berasal dari ibu dan ayah terdistribusi ke sel-sel anak dalam susunan acak yang mengandung satu anggota dari setiap pasangan kromosom tanpa dipengaruhi oleh asal aslinya. Dengan kata lain, tidak semua kromosom yang berasal dari ibu pergi ke satu sel anak dan kromosom yang berasal dari ayah ke sel anak yang lain. Dapat dihasilkan lebih dari 8 juta (223) campuran berbeda dari 23 kromosom ayah dan ibu. Pencampuran genetik ini menghasilkan kombinasi-kombinasi baru kromosom. Keberagaman genetik juga diperbesar oleh pindah-silang. Pindah silang merujuk kepada pertukaran fisik bahan kromosom antara pasangan-pasangan homolog sebelum pemisahan mereka pada pembelahan meiosis pertama. Karena itu, sperma dan ovum masing-masing memiliki jumlah haploid kromosom yang unik. Ketika terjadi pem-buahan, satu sperma dan ovum menyatu untuk membentuk satu individu baru dengan 46 kromosom, satu anggota dari setiap pasangan kromosom berasal dari ibu dan anggota yang lain dari ayah (Garnbar 20-3).



Apakah seseorang ditakdirkan untuk menjadi pria atau wanita adalah suatu fenomena genetik yang ditentukan oleh kromosom-kromosorn seks yang mereka miliki. Sewaktu 23 pasangan kromosom terpisah saat meiosis, setiap sperma atau ovum hanya menerima satu anggota dari setiap pasangan kromosom. Dari pasangan-pasangan kromosom tersebut, 22 adalah kromosom otosom yang menyandi karakteristik umum manusia serta sifat spesifik misalnya warna mata. Pasangan kromosom sisanya adalah kromosom seks, yang terdiri dari dua tipe yang secara genetis berbeda-kromosom X yang lebih besar dan kromosom Y yang lebih kecil (Gambar 20.4). Penentuan jenis kelamin bergantung pada kombinasi kromosomkromosom seks: Pria genetik memiliki satu kromosom X dan satu Y; wanita genetik memiliki dua kromosom X. Karena itu, perbedaan genetik yang menentukan semua perbedaan anatomik dan fungsional antara pria dan wanita adalah kromosom Y. Pria memilikinya; wanita tidak. Akibat meiosis selama gametogenesis, semua pasangan kromosom mengalami pemisahan sehingga masing-masing sel anak mengandung hanya satu anggota dari setiap pasangan, termasuk pasangan kromosom seks. Ketika pasangan kromosom seks XY terpisah saat pembentukan sperma, separuh sperma menerima kromosom X dan



  



777



Orang tua dengan sel somatik diploid (46 kromosom) Ibu



Ayah



Pembelahan meiosis sel germinativum



Pembelahan meiosis sel germinativum



Ovum haploid (23 kromosom)



Sperma haploid (23 kromodom)



mulai berdiferensiasi menjadi testis di bawah pengaruh sexdetermining region kromosom Y (SRY), yaitu gen tunggal penentu jenis kelamin. Gen ini memicu serangkaian reaksi yang menyebabkan pembentukan fisik pria. SRY "memaskulinisasi" gonad dengan menyandi produksi testis-determining factor (TDF) (juga disebut protein SRY) di dalam sel gonad primitif. TDF mengarahkan serangkaian proses yang menyebabkan diferensiasi gonad menjadi testis. Karena wanita secara genetik tidak memiliki gen SRY dan karenanya tidak menghasilkan TDF, sel-sel gonad mereka tidak pernah menerima sinyal untuk membentuk testis sehingga selama minggu kesembilan jaringan gonad yang tidak berdiferensiasi otomatis mulai berkembang membentuk ovarium. JENIS KELAMIN FENOTIPE Jenis kelarnin fenotipe, jenis kelamin



Fertilisasi



Ovum yang dibuahi diploid (46 kromosom)



Mitosis



Anak dengan sel somatik (46 kromosom) Gambar 20-3 Distribusi kromosom pada reproduksi seksual.



separuh lainnya menerima kromosom Y. Sebaliknya, pada oogenesis, setiap ovum menerima satu kromosom X karena pernisahan kromosom seks XX menghasilkan hanya kromosom X. Sewaktu fertilisasi, kombinasi sebuah sperma yang mengandung X dengan ovum yang mengandung X menghasilkan wanita genetik, XX, sementara penyatuan sperma yang mengandung Y dengan ovum yang mengandung X menghasilkan pria genetik, XY. Karena itu, jenis kelamin genetik ditentukan pada saat konsepsi dan bergantung pada jenis kromosom seks apa yang terkandung di dalam sperma yang membuahi.



Diferensiasi seksual mengikuti garis pria atau wanita bergantung pada ada atau tidaknya penentu-penentu maskulinisasi. Perbedaan antara pria dan wanita terletak di tiga tingkat jenis kelamin: genetik, gonad, dan fenotipe (anatomik) (Gambar 20-4). JENIS KELAMIN GENETIK DAN GONAD Jenis kelamin genetik, yang bergantung pada kombinasi kromosom-kromosom seks pada saat konsepsi, nantinya menentukan jenis kelamin gonad, yaitu apakah terbentuk testis atau ovarium. Ada atau tidaknya sebuah kromosom Y menentukan diferensiasi gonad. Pada satu setengah bulan pertama gestasi, semua mudigah memiliki potensi untuk berdiferensiasi mengikuti garis pria atau wanita karena jaringan reproduksi di kedua jenis kelamin identik dan tidak berbeda. Spesifisitas gonad muncul selama minggu ketujuh kehidupan intrauterus ketika gonadal ridge (jaringan gonad yang belum berdiferen-siasi yang terdapat pada pria maupun wanita) pada pria genetik   



hapter



anatomik individu, diperantarai secara hormonal dan bergantung pada jenis kelamin gonad yang telah ditentukan secara genetis. Istilah diferensiasi seksual merujuk kepada perkembangan embrionik genitalia eksternal dan saluran reproduksi mudigah mengikuti garis pria atau wanita. Seperti pada gonad yang belum berdiferensiasi, mudigah dari kedua jenis kelamin memiliki potensi untuk berkembang membentuk genitalia eksterna dan saluran reproduksi pria atau wanita. Diferensiasi menjadi sistem reproduksi tipe pria diinduksi oleh androgen, yaitu hormon maskulinisasi yang disekresikan oleh testis yang sedang terbentuk. Testosteron adalah androgen yang paling poten. Tidak adanya hormon testis ini pada janin wanita menyebabkan terbentuknya sistem reproduksi tipe wanita. Pada minggu ke-10 hingga ke- 12 gestasi, jenis kelamin dapat dengan mudah dibedakan berdasarkan penampilan anatomik genitalia eksternal. DIFERENSIASI SEKSIJAL GENITALIA EKSTERNA Genitalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan mudigah yang sama. Pada kedua jenis kelamin, genitalia eksterna yang belum berdiferensiasi terdiri dari tuberkulum genital; sepasang lipatan uretra yang mengelilingi satu alur uretra; dan, di sebelah lateral, tonjolan genital (labioskrotum) (Gambar 20-5). Tuberkulum genital menghasilkan jaringan erotik yang sangat peka-pada pria glans penis (topi di ujung distal penis) dan pada wanita glans klitoris. Perbedaan utama antara glans penis dan glans klitoris adalah ukuran klitoris yang lebih kecil dan penetrasi glans penis oleh lubang uretra. Uretra adalah saluran tempat mengalirnya urine dari kandung kemih ke lingkungan luar dan juga berfungsi pada pria sebagai saluran untuk mengeluarkan semen melalui penis ke lingkungan luar. Pada pria, lipatan uretra menyatu mengelilingi alur uretra untuk membentuk penis, yang mengelilingi uretra. Tonjolan genital dengan cara yang sama menyatu untuk membentuk skrotum dan prepusium, suatu lipatan kulit yang meluas di atas ujung penis dan sedikit banyak menutupi glans penis. Pada wanita, lipatan uretra dan tonjolan genital tidak menyatu di garis tengah tetapi masing-masing justru berkembang menjadi labia minora dan labia mayora. Alur uretra tetap terbuka, memberi akses ke interior melalui lubang uretra dan lubang vagina.



Meskipun genitalia eksterna pria dan wanita berkembang dari jaringan mudigah yang sama, hal ini tidak berlaku untuk saluran reproduksi. Di semua mudigah terdapat dua sistem duktus primitif—duktus Wolffii dan DIFERENSIASI SEKSUAL SALURAN REPRODUKSI



Y



Ovum dengan kromosom seks X



Dibuahi oleh



Biophoto Associates/Photo Researchers, Inc.



X



X



Dibuahi oleh



Sperma dengan kromosom seks Y



Sperma dengan kromosom seks X



Mudigah dengan kromosom seks XY



Mudigah dengan kromosom seks XX



Kromosom Y 1 Jenis kelamin genetik: bergantung pada kombinasi kromosom seks



PRIA



Kromosom X



Wanita



Sex-determining region of Y chromosome (SRY) menyandi pembentukan testisdetermining factor (TDF)



Tidak ada kromosom Y sehingga tidak ada SRY dan tidak ada TDF



TDF mengarahkan diferensiasi gonad menjadi testis



Tanpa TDF, gonad yang belum berdiferensiasi berkembang menjadi ovarium 2 Jenis kelamin gonad: ditentukan oleh ada atau tidaknya gen SRY



TESTIS



Tidak terdapat sekresi testosteron atau mullerian-inhibiting factor



Testis mengeluarkan testosteron dan mullerian-inhibiting factor



Testosterone



Ovarium



Mullerian-inhibiting factor



Tidak ada mullerianinhibiting factor



Tidak ada testosteron



Diubah menjadi Dihidrotetosteron



Degenerasi duktus mulleri



Mendorong perkembangan genitalia eksterna takberdiferensiasi mengikuti garis pria (mis. penis, skrotum)



Mengubah duktus wolffii menjadi saluran reproduksi pria (mis. epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, vesikula seminalis)



SALURAN REPRODUKSI DAN GENITALIA EKSTERNA PRIA



Degenerasi duktus wolffii



Perkembangan duktus mulleri menjadi saluran reproduksi wanita (mis. oviduktus,uterus)



3 Jenis kelamin fenotipe: ditentukan ada atau tidaknya hormon-hormon maskulinisasi



(a) Penentuan jenis kelamin dan diferensiasi seksual pria



Perkembangan genitalia eksterna tak-berdiferensiasi sesuai garis wanita (mis. klitoris, labia)



SALURAN REPRODUKSI DAN GENITALIA EKSTERNA WANITA



(b) Penentuan jenis kelamin dan diferensiasi seksual wanita



Gambar 20-4 Penentuan jenis kelamin dan diferensiasi.



779



Pada 7 minggu



KUNCI



Genital tubercle Urethral folds Genital swellings Anal opening



Tuberkulum genital Lipatan uretra Tonjolan genital



Pada 10 miggu



(a) Genitalia yang belum berdiferensiasi



Pada 10 minggu



Penis yang sedang terbentuk



Klitoris yang sedang terbentuk



Lipatan uretra (sebagian menyatu)



Lubang uretra



Tonjolan genital (skrotum)



Tonjolan genital (labia)



Lubang uretra Glans penis



Menjelang aterm



Prepusium



Glans klitoris



Batang penis



Labia minora



Skrotum



Lubang uretra Himen Vagina



Anus



Labia mayora Anus (b) Genitalia pria



(c) Genitalia wanita



Gambar 20-5 Diferensiasi seksual genitalia eksterna.



duktus mulleri. Pada pria, saluran reproduksi berkembang dari duktus Wolffii dan duktus Mulleri berdegenerasi, sementara pada wanita duktus Mtilleriberdiferensiasi menjadi saluran reproduksi sedangkan duktus Wolffii mengalami regresi (Gambar 20-6). Karena kedua sistem duktus terdapat sebelum terjadi diferensiasi seksual, mudigah pada tahap dini memiliki potensi untuk membentuk saluran reproduksi pria atau wanita. Perkembangan saluran reproduksi mengikuti garis pria atau wanita ditentukan oleh ada atau tidaknya dua hormon yang dikeluarkan oleh dua jenis sel berbeda di testis janin-testosteron yang dihasilkan oleh sel Leydig yang baru terbentuk dan Mullerian-inhibiting factor (juga disebut anti-Mullerian horrnone) yang dihasilkan oleh sel Sertoli awal (lihat Gambar 20-4). (Anda akan mempelajari tentang lokasi dan fungsi sel Leydig dan Sertoli pada testis dewasa sebentar lagi.) Suatu hormon yang dikeluarkan oleh plasenta, human chorionic gonadotropin, merupakan perangsang bagi sekresi testis dini ini. Testosteron memicu pernbentukan duktus Wolffii menjadi salur  



hapter



an reproduksi pria (epididimis, duktus deferens, duktus ejakulatorius, dan vesikula seminalis). Sebagian hormon ini diubah menjadi dihidrotestosteron (DHT) yang mendorong diferensiasi genitalia eksterna menjadi penis dan skrotum. Sementara itu, Mullerian-inhibiting factor menyebabkan regresi duktus Mulleria. Tanpa adanya testosteron dan Mullerian-inhibiting factor pada wanita, duktus Wolffii mengalami regresi, sedangkan duktus Mulleri berkembang menjadi saluran reproduksi wanita (oviduktus, uterus, serviks, dan bagian atas vagina), dan genitalia eksterna berdiferensiasi menjadi bagian luar vagina, klitoris dan labia. Perhatikan bahwa jaringan reproduksi mudigah yang belum berdiferensiasi secara pasif berkembang menjadi struktur wanita kecuali jika secara aktif mendapat pengaruh dari faktor-faktor maskulinisasi. Tanpa adanya hormon testis pria, akan terbentuk saluran reproduksi dan genitalia eksterna wanita tanpa bergantung pada jenis kelamin genetik individu yang bersangku-



Gonad yang belum berdiferensiasi



Duktus mulleri Ureter



Duktus wolffi



(a) Sistem reproduksi yang belum berdiferensiasi Duktus mulleri mengalami degenerasi



Duktus wolffii mengalami digener



Oviduktus Epididimis Duktus deferens Duktus Mulleri berdegenerasi



Duktus mulleri



Testis



Ovarium



Duktus wolffii



Duktus Wolffii berdegnerasi



Ureter Kandung kemih Uterus Uretra (b) Duktus berdiferensiasi saluran reproduksi pria (diperlihatkan sebelum testis turun ke dalam skrotum)



Uretra



Vagina



(c) Duktus mulleri berdiferensiasi menjadi saluran reproduksi wanita



Gambar 20-6 Diferensiasi seksual saluran reproduksi.



tan. Untuk feminisasi jaringan genitalia janin, ovarium bahkan tidak dibutuhkan keberadaannya. Pola kontrol untuk menentukan diferensiasi seksual semacam ini adalah hal yang tepat karena janin dari kedua jenis kelamin terpajan ke hormon-hormon seks wanita dalam konsentrasi tinggi sepanjang kehamilan. Jika hormon seks wanita memengaruhi perkembangan saluran reproduksi dan genitalia eksterna, semua janin akan mengalami feminisasi. KESALAHAN



DALAM



DIFERENSIASI



SEKSUAL



Jenis kelamin genetik dan jenis kelamin fenotipe biasanya sesuai-yaitu, pria genetik secara anatomis akan tampak sebagai pria dan berfungsi sebagai pria, dan hal yang sama juga berlaku untuk wanita. Namun, kadang-kadang terjadi ketidakcocokan antara jenis kelamin genetik dan anatomik akibat kesalahan dalam diferensiasi seksual, seperti yang digambarkan oleh contoh-contoh berikut: ■ Jika testis pada seorang pria genetik gagal berdiferensiasi dengan benar dan mengeluarkan hormon, akibatnya adalah pembentukan wanita anatomik pada pria genetik yang, tentu saja, akan steril (mandul). Demikian juga, pria genetik yang



sel-sel sasarannya tidak memiliki reseptor untuk testosteron akan mengalami feminisasi, meskipun testis mereka mengeluarkan testosteron dalam jumlah memadai (lihat h. 695, sindrom feminisasi testis). ■ Karena testosteron bekerja pada duktus Wolffii untuk mengubah saluran ini menjadi saluran reproduksi pria sementara turunan testosteron DHT berperan untuk maskulinisasi genitalia eksterna, defisiensi genetik enzim yang mengubah testosteron menjadi DHT menghasilkan pria genetik dengan testis dan saluran reproduksi pria tetapi dengan genitalia eksterna wanita. ■ Kelenjar adrenal dalam keadaan normal mengeluarkan suatu androgen lemah, dehidroepiandrosteron (DHEA), dalam jumlah yang tidak memadai untuk memaskulinisasi wanita. Namun, sekresi patologis hormon ini yang berlebihan pada janin yang secara genetis wanita selama tahap kritis perkembangan menyebabkan diferensiasi menuju saluran reproduksi dan genitalia pria (lihat sindrom adrenogenital, h.733) Kadang-kadang ketidakcocokan antara jenis kelamin genetik dan jenis kelamin yang tampak ini belum diketahui hingga pubertas, saat penemuan tersebut menimbulkan krisis identitas gender yang secara psikologis traumatik. Sebagai contoh, seorang wanita genetik dengan ovarium yang mengalami maskulinisasi, tetapi dengan genitalia eksterna tipe pria mungkin dibesarkan sebagai anak laki-laki hingga pubertas, ketika pembesaran payudara (akibat sekresi estrogen oleh ovarium yang mulai aktif) dan tidak adanya pertumbuhan janggut (karena tidak adanya sekresi testosteron karena testis tidak ada) mengisyaratkan adanya masalah. Karena setiap mas-



alah dalam diferensiasi seks perlu didiagnosis sejak masa bayi. Jika jenis kelamin telah ditetapkan, hal tersebut dapat diperkuat, jika diperlukan, dengan terapi bedah dan hormon sehingga perkembangan psikoseksual dapat berlangsung senormal mungkin. Kasus-kasus diferensiasi seks yang xebih ringan sering muncul sebagai masalah sterilitas. Periksa Pemahaman 20.1 1. Sebutkan organ reproduksi utama pada pria dan wanita dan sebutkan fungsi ganda organ-organ ini pada setiap jenis kelamin. 2. Siapkan sebuah tabel yang membandingkan struktur-struktur reproduksi apa saja yang berasal dari gonadal ridge, tuberkulum genital, hpatan uretra, tonjolan genital, duktus Wolffii, dan duktus Mulleri selama perkembangan embrionik pada pria dan pada wanita.



Pria



Pada mudigah, testis berkembang dari gonadal ridge yang terletak di   



781



bagian belakang rongga abdomen. Dalam bulan-bulan terakhir kehidupan janin, testis mulai turun secara perlahan, menelusuri rongga abdomen melalui kanalis inguinalis ke dalam skrotum, satu testis jatuh ke masing-masing kantong skrotum. Testosteron dari testis janin memicu turunnya testis ke dalam skrotum. Setelah testis turun ke dalam skrotum, lubang di dinding abdomen tempat kanalis inguinalis lewat menutup erat di sekitar duktus penyalur sperma dan pembuluh darah yang melintas di antara masing-masing testis dan rongga abdomen. Penutupan tak-sempurna atau ruptur lubang ini memungkinkan visera abdomen keluar, menimbulkan hernia inguinalis. Meskipun waktunya agak bervariasi, penurunan testis biasanya selesai pada bulan ketujuh gestasi. Karena itu, penurunan sudah tuntas pada 98% bayi laki-laki aterm. Namun, pada sebagian bayi laki-laki prematur testis masih berada di dalam kanalis inguinalis saat lahir. Pada sebagian besar kasus testis yang tertahan, penurunan terjadi secara alami sebelum pubertas atau dapat dirangsang dengan pemberian testosteron. Meskipun jarang, testis dapat tetap tidak turun hingga masa dewasa, suatu keadaan yang disebut kriptorkidismus (crypt berarti "tersembunyi"; orchid berarti "testis").



sa, tempat hormon ini berperan penting dalam produksi sperma. Untuk menjalankan efeknya, testosteron terikat dengan reseptor androgen di sitoplasma sel target. Kompleks reseptor androgen bergerak ke nukleus, tempat kompleks itu terikat dengan elemen-respons androgen pada DNA, sehingga menyebabkan transkripsi gen yang mengarahkan sintesis protein baru yang membawa respons seluler yang diinginkan. Sebagian besar kerja testosteron akhirnya berfungsi untuk menjamin penyaluran sperma kepada wanita. Efek testosteron dapat dikelompokkan menjadi lima kategori: (1) efek pada sistem reproduksi sebelum lahir, (2) efek pada jaringan spesifik-seks setelah lahir, (3) efek terkait-reproduksi lainnya, (4) efek pada karakteristik seks sekunder, dan (5) efek non-reproduksi (Tabel 20-1). EFEK



PADA



SISTEM



REPRODUKSI



SEBELUM



LAHIR



Sebelum lahir, sekresi testosteron oleh sel Leydig testis janin menyebabkan maskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna serta rnendorong turunnya testis ke dalam skrotum, seperti telah dijelaskan. Setelah lahir, sekresi testosteron berhenti, dan testis serta sistem reproduksi lainnya tetap kecil dan nonfungsional hingga pubertas. EFEK PADA JARINGAN SPESIFIK-SEKS SETELAH LAHIR



Suhu rerata di dalam skrotum beberapa derajat Celcius di bawah suhu tubuh (inti) normal, Penurunan testis ke dalam lingkungan yang lebih dingin ini adalah hal esensial karena spermatogenesis bersifat pekasuhu dan tidak dapat terjadi pada suhu tubuh. Karena itu, pengidap kriptorkidismus tidak dapat menghasilkan sperma hidup. Posisi skrotum dalam kaitannya dengan rongga abdomen dapat diubah-ubah oleh mekanisme refleks spinal yang berperan penting dalam mengatur suhu testis. Kontraksi refleks otot-otot skrotum pada pajanan ke lingkungan dingin mengangkat kantong skrotum agar testis menjadi lebih dekat ke abdomen yang hangat. Sebaliknya, relaksasi otot pada pajanan ke panas menyebabkan kantong skrotum lebih tergantung sehingga menjauhkan testis dari inti tubuh yang hangat.



Testis memiliki fungsi ganda yaitu menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron. Sekitar 80% massa testis terdiri dari tubulus seminiferosa yang berkelok-kelok dan menjadi tempat berlangsungnya spermatogenesis (Gambar 20-7b). Sel-sel endokrin yang menghasilkan testosteron-sel Leydig, atau sel interstisiumterletak di jaringan ikat (jaringan interstisium) antara tubulus-tubulus seminiferus (Gambar 20-7b). Karena itu, bagian-bagian testis yang menghasilkan sperma dan mengeluarkan testosteron secara struktural dan fungsional terpisah. Testosteron adalah suatu hormon steroid yang berasal dari molekul prekursor kolesterol, dernikian juga hormon seks wanita, estrogen dan progesteron (lihat Gambar 19-8, h. 730). Setelah diproduksi, sebagian testosteron disekresikan ke dalam darah untuk diangkut, terutama dalam bentuk terikat ke protein plasma, ke tempat kerjanya. Sebagian testosteron yang baru dibentuk mengalir ke lumen tubulus seminifero-



  



hapter



Pubertas adalah periode kebangkitan dan pematangan sistem reproduksi yang semula non-fungsional, memuncak pada kematangan seksual dan kemampuan bereproduksi. Masa ini biasanya dimulai sekitar usia 10 hingga 14 tahun; secara rerata, pubertas dimulai sekitar dua tahun lebih awal pada wanita daripada pria. Pubertas, yang biasanya berlangsung tiga hingga lima tahun, mencakup rangkaian kompleks proses-proses endokrin, fisik, dan perilaku. Remaja adalah konsep yang lebih luas yang merujuk kepada keseluruhan periode transisi antara anak dan dewasa, bukan sekedar pematangan seks. Pada kedua jenis kelamin, perubahan reproduksi yang terjadi selama pubertas adalah: (1) pembesaran dan maturasi gonad, (2) perkembangan karakteristik seksual sekunder, (3) perkembangan fertilitas (produksi gamet), (4) pertumbuhan dan maturasi saluran reproduksi, dan (5) pencapaian libido (dorongan seks). Juga terjadi lonjakan pertumbuhan pubertas. Pada pubertas pria, sel-sel Leydig mulai mengeluarkan testosteron kembali. Testosteron berperan dalam pertumbuhan dan pematangan keseluruhan sistem reproduksi pria. Di bawah pengaruh lonjakan sekresi testosteron selama pubertas, testis membesar dan mulai menghasilkan sperma untuk pertama kali, kelenjar seks tambahan membesar dan menjadi sekretorik, sementara penis dan skrotum membesar. Sekresi testosteron yang terus menerus esensial bagi spermatogenesis dan pemeliharaan saluran reproduksi pria selama masa dewasa. Sekresi testosteron dan spermatogenesis, sekali dimulai saat pubertas, akan berlanjut seumur hidup meskipun efisiensi testis secara bertahap turun setelah usia 45 hingga 50 tahun. Namun, pria pada usia 70-an dan sesudahnya dapat terus menikmati kehidupan seks aktif, dan sebagian bahkan menjadi ayah pada usia setua ini. Penurunan gradual kadar testosteron dalam darah dan produksi sperma tidak disebabkan



Epididimis



Duktus deferens



Sitoplasma sel Sertoli



Spermatozoa Ekor spermatozoa



© Michael C. Webb/Visuals Unlimited.



Spermatogonium



Tubulus seminiferus



Lumen tubulus seminiferus



Testis



Sel Leydig



(b) Foto mikroskop cahaya potongan melintang tubulus seminiferus



(a) Potongan longitudinal yang memperlihatkan lokasi dan susunan tubulus seminiferus



Tubulus seminiferus



Berbagai tahap pembentukan sperma



Ekor spermatozoa Spermatozoa matang



CNRI/Photo Researchers, Inc.



Lumen tubulus seminiferus



Berbagai tahap pembentukan sperma



Sel Leydig



(c) Scanning electron micrograph potongan melintang tubulus seminiferus



Spermatid yang mengalami pengemasan Spermatid



Sel Sertoli



Spermatosit sekunder Spermatosit primer



Taut erat



Spermatogonium (d) Hubungan sel sertoli dengan sel yang sedang terbentuk



Gambar 20-7 Anatomi testis yang menggambarkan tempat spermatogenesis. (a) Tubulus seminiferus adalah bagian testis pembentuk sperma. (b) Sel-sel germinativum yang belum berdiferensiasi (spermatogonia) terletak di perifer tubulus, dan spermatozoa yang telah berdiferensiasi berada di lumen, dengan berbagai tahap pembentukan sperma terletak di antaranya. (c) Perhatikan adanya spermatozoa yang sangat berdiferensiasi (dapat dikenali oleh ekornya) dii lumen tubulus seminiferus. (d) Hubungan sel Sertoli dengan sel sperma yang sedang dibentuk.



oleh penurunan stimulasi testis, tetapi mungkin karena perubahan degeneratif yang berkaitan dengan penuaan yang terjadi di pembuluh-pembuluh darah testis. Penurunan bertahap ini sering disebut "menopause pria" atau "andro-pause", meskipun tidak sama dengan menopause pada wanita, yang telahdiprogramkan sebelumnya dan menyebabkan berakhirnya



kemampuan reproduksi secara utuh dan mendadak. Istilah terkini yang lebih tepat untuk menggambarkan penurunan androgen pada pria adalah androgen deficiency in aging males (ADAM). Setelah kastrasi (pengangkatan testis secara bedah) atau kegagalan testis akibat penyakit, organ-organ seks lain mengalami penurunan ukuran dan fungsi.



  



783



■ TABEL 20-1 Berbagi



Efek Testoteron



EFEK NON-REPRODUKTIF Testosteron memiliki beberapa efek



Efek Sebelum Lahir Memaskulinisasi saluran reproduksi dan genitalia eksterna Mendorong turunnya testis ke dalam skrotum Efek pada Jaringan Spesifik-Seks Setelah Lahir Mendorong pertumbuhan dan pematangan sistem reproduksi saat pubertas Esensial bagi spermatogenesis Memelihara saluran reproduksi sepanjang masa dewasa Efek Terkait-Reproduksi Lainnya Membentuk dorongan seks saat pubertas Mengontrol sekresi hormon gonadotropin Efek pada Karakteristik Seks Sekunder Memicu pola pertumbuhan rambut pria (mis.janggut) Menyebabkan suara lebih berat karena menebalnya pita suara Mendorong pertumbuhan otot yang membentuk pola tubuh pria Efek non-reproduktif Memiliki efek anabolik protein Mendorong pertumbuhan tulang saat pubertas Menutup lempengan epifisis setelah diubah menjadi estrogen oleh aromatase Mungkin memicu perilaku agresif



TERKAIT-REPRODUKSI LAINNYA Testosteron mengatur perkembangan libido seks saat pubertas dan membantu memelihara dorongan seks pada pria dewasa. Stimulasi perilaku oleh testosteron ini penting untuk mempermudah penyaluran sperma kepada wanita. Pada manusia, libido juga dipengaruhi oleh banyak faktor emosional dan sosial yang saling berinteraksi. Pada fungsi terkait-reproduksi lainnya, testosteron ikut serta dalam kontrol umpan-balik negatif normal sekresi hormon gonadotropin oleh hipofisis anterior, suatu topik yang akan dibahas lebih dalam kemudian. EFEK



EFEK



PADA



KARAKTERISTIK



SEKS



SEKUNDER



Pembentukan dan pemeliharaan semua karakteristik seks sekunder pada pria bergantung pada testosteron. Karakteristik pria non-reproduktif yang dipicu oleh testosteron ini mencakup (1) pertumbuhan rambut berpola pria (misalnya, rambut dada dan janggut dan, pada pria dengan predisposisi genetik, kebotakan); (2) suara berat akibat membesarnya laring dan menebalnya pita suara; (3) kulit tebal; dan (4) konfigurasi tubuh pria (misalnya, bahu lebar dan otot lengan dan tungkai besar) akibat pengendapan protein. Pria yang dikastrasi sebel-



784  



hapter



um pubertas (kasim) tidak mengalami pematangan seksual dan tidak membentuk karakteristik seks sekunder. penting yang tidak berkaitan dengan reproduksi. Hormon ini memiliki efek anabolik (sintesis) protein umum dan mendorong pertumbuhan tulang sehingga berperan menghasilkan fisik yang lebih berotot dan lonjakan pertumbuhan masa pubertas. Ironisnya, testosteron tidak saja merangsang pertumbuhan tulang, tetapi akhirnya mencegah pertumbuhan lebih lanjut dengan menutup ujung-ujung tulang panjang yang sedang tumbuh (yaitu, osifikasi, atau "penutupan" lempeng epifisis; lihat h.709). Pada hewan, testosteron memicu perilaku agresif, tetapi tidak diketahui apakah hormon ini memengaruhi perilaku manusia di luar perilaku seksual. Meskipun sebagian atlet dan binaragawan yang memakai steroid androgenik anabolik mirip-testosteron untuk meningkatkan massa otot diamati memperlihatkan perilaku yang lebih agresif (lihat h. 298), masih belum jelas hingga seberapa jauh perbedaan perilaku umum antara pria dan wanita dipicu oleh hormon atau hasil dari pengaruh sosial. PERUBAHAN TESTOSTERON MENJADI ESTROGEN PADA PRIA Meskipun testosteron secara Idasik dianggap sebagai hormon



seks pria dan estrogen hormon seks wanita, perbedaan ini tidak sejelas seperti diduga semula. Selain sejumlah kecil estrogen yang dihasilkan oleh korteks adrenal (lihat h. 732), sebagian testosteron yang dikeluarkan oleh testis diubah menjadi estrogen di luar testis oleh enzim aromatase, yang tersebar luas, tetapi paling banyak di jaringan adiposa. Karena perubahan ini, kadang-kadang sulit dibedakan antara efek testosteron itu sendiri dan testosteron yang berubah menjadi estrogen di dalam sel. Sebagai contoh, penutupan lempeng epifisis pada pria diinduksi bukan oleh testosteron, tetapi oleh testosteron yang diubah menjadi estrogen oleh aromatisasi. Reseptor estrogen dapat ditemukan di testis, prostat, tulang, dan bagian lain tubuh pria. Temuan-temuan terakhir mengisyaratkan bahwa estrogen berperan penting dalam kesehatan reproduksi pria; misalnya, estrogen penting dalam spermatogenesis dan, yang mengejutkan, ikut memberi kontribusi dalam heteroseksualitas pria. Estrogen juga berkemungkinan besar berperan dalam homeostasis tulang (lihat h. 760). Kedalaman, luas, dan mekanisme kerja estrogen pada pria baru akhir-akhir ini mulai diselidiki. (Demikian juga, selain hormon androgen lemah DHEA yang dihasilkan oleh korteks adrenal pada kedua jenis kelamin, ovarium pada wanita mengeluarkan sejumlah kecil testosteron, yang fungsinya masih belum jelas.) Kini kita mengalihkan perhatian dari sekresi testosteron ke fungsi lain testis-produksi sperma.



Di dalam testis terkemas sekitar 250 m (800 kaki) tubulus seminiferus penghasil sperma (Gambar 20-7a, b, dan c). Di tubulus ini terdapat dua jenis sel yang secara fungsional penting: sel germinativum, yang sebagian besar berada dalam berbagai tahap pembentukan sperma, dan sel Sertaii, yang memberi dukungan krusial bagi spermatogenesis (Gambar 20-7b dan d). Spermatog-



enesis adalah suatu proses kompleks ketika sel germinativum primordial yang relatif belum dife-rensiasi (primitif atau awal), spermatogonia (masing-masing mengandung komplemen diploid 46 kromosom), berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang sangat khusus dan motil (sperma), masing-masing mengandung set haploid 23 kromosom yang diterima secara acak. Pemeriksaan mikroskopik tubulus seminiferus memperli-hatkan lapisan-lapisan sel germinativum dalam suatu progresi anatomik pembentukan sperma, dimulai dari yang paling kurang berdiferensiasi di lapisan luar dan bergerak masuk melalui berbagai tahap pembelahan ke lumen, tempat sperma yang sangat berdiferensiasi siap untuk keluar dari testis (Gambar 20-7b, c, dan d). Spermatogenesis memerlukan waktu 64 hari untuk pembentukan dari spermatogonium menjadi sperma matang. Setiap saat terdapat berbagai tahapan spermatogenesis pada tubulus seminiferus yang berbeda. Setiap hari dapat dihasilkan beberapa ra-



tus juta sperma matang. Spermatogenesis mencakup tiga tahap utama: proliferasi mitotik, meiosis, dan pengemasan (Gambar 20-8). PROLIFERASI MITOTIK Spermatogonia yang terletak di lapisan terluar tubulus terus menerus bermitosis, dengan semua sel baru yang mengandung komplemen lengkap 46 kromosom identik dengan sel induk. Proliferasi ini menghasilkan pasokan sel germinativum baru yang terus menerus. Setelah pembelahan mitotik sebuah spermatogonium, salah satu sel anak tetap di tepi luar tubulus sebagai spermatogonium tak-berdiferensiasi, sehingga turunan sel germinativum tetap terpelihara. Sel anak yang lain mulai bergerak ke arah lumen sambil menjalani berbagai tahap yang dibutuhkan untuk membentuk sperma, yang kemudian akan dibebaskan ke dalann lumen. Pada manusia, sel anak penghasil sperma membelah secara mitotik Kromosom di setiap sel



Tahap-tahap spermatogenesis Spermatogonium



46 (Jumlah diploid; untai tunggal)



Mitosis



1 Mitotic proliferation



Spermatogonia Mitosis



Satu sel anak tetap di batas luar tubulus seminiferus untuk mempertahankan garis sel germinativum



Satu sel anak bergerak ke arah lumen untuk menghasilkan spermatozoa



46 (Jumlah diploid; untai tunggal)



Mitosis Spermatosit primer



46 (Jumlah diploid; untai tunggal)



Pembelahan meiosis pertama 2 Meiosis



Spermatosit sekunder Pembelahan meiosis kedua Spermatid



3 Pengemasan (spermiogenesis)



Spermatozoa



23 (Jumlah diploid; untai tunggal) 23 (Jumlah diploid; untai tunggal)



23 (Jumlah diploid; untai tunggal)



Gambar 20-8 Spermatogenesis.



785



dua kali lagi untuk menghasilkan empat spermatosit primer identik. Setelah pembelahan mitotik terakhir, spermatosit primer masuk ke fase istirahat ketika kromosom-kromosom terduplikasi dan untai-untai rangkap tersebut tetap menyatu sebagai persiapan untuk pembelahan meiosis pertama. MEIOSIS Selama meiosis, setiap spermatosit primer (dengan jumlah diploid 46 kromosom rangkap) membentuk dua spermatosit sekunder (masing-masing dengan jumlah haploid 23 kromosom rangkap) selama pembelahan meiosis pertama, akhirnya menghasilkan empat spermatid (masingmasing dengan 23 kromosom tunggal) akibat pembelahan meiosis kedua. Setelah tahap spermatogenesis ini tidak terjadi pembelahan Iebih lanjut. Setiap spermatid mengalami remodeling menjadi spermatozoa. Karena setiap spermatogonium secara mitotis menghasilkan empat spermatosit primer dan setiap spermatosit primer secara meiosis menghasilkan empat spermatid (calon spermatozoa), rangkaian spermatogenik pada manusia secara teoretis menghasilkan 16 spermatozoa setiap kali spermatogonium memulai proses ini. Namun, biasanya sebagian sel lenyap di berbagai tahap sehingga efisiensi produksi jarang setinggi ini. PENGEMASAN Bahkan setelah meiosis, spermatid secara



struktural masih mirip spermatogonia yang belum berdiferensiasi, kecuali bahwa komplemen kromosomnya kini hanya separuh. Pembentukan spermatozoa yang sangat khusus dan bergerak dari spermatid memerlukan proses remodeling, atau pengemasan, ekstensif elemen-elemen sel, suatu proses yang dikenal sebagai spermiogenesis. Sperma pada hakikatnya adalah sel yang "ditelanjangi", yaitu sebagian besar sitosol dan semua organel yang tidak dibutuhkan untuk menyampaikan informasi genetik sperma ke ovum telah disingkirkan. Karena itu, sperma dapat bergerak cepat, hanya membawa serta sedikit beban untuk melaksanakan pembuahan. Spermatozoa memiliki tiga bagian (Gambar 20-9): kepala yang ditudungi oleh akrosom, bagian tengah, dan ekor. Kepala terutama terdiri dari nukleus, yang mengandung inforAkrosom



masi genetik sperma. Akrosom, vesikel terisi enzim yang menutupi ujung kepala, digunakan sebagai "bor enzim" untuk menembus ovum. Akrosom, suatu modifikasi lisosom (lihat h. 31), dibentuk oleh agregasi vesikel-vesikel yang diproduksi oleh komplek Golgiretikulum endoplasma sebelum organel ini disingkirkan. Enzim akrosomal tetap inaktif hingga sperma berkontak dengan telur, saat ketika enzim dilepaskan. Mobilitas spermatozoa dihasilkan oleh suatu ekor panjang mirip cambuk (flagellum; lihat h.50) yang gerakannya dijalankan oleh energi yang dihasilkan oleh mitokondria yang terkonsentrasi di bagian tengah sperma. Hingga pematangannya lengkap, sel-sel germinativum yang sedang berkembang dan berasal dari satu spermatosit primer tetap dihubungkan oleh jembatan sitoplasma. Hubungan ini, yang terjadi karena pembelahan sitoplasma yang tak sempurna, memungkinkan empat sperma yang sedang terbentuk saling bertukar sitoplasma. Hubungan ini penting karena kromosom X, tetapi bukan kromosom Y, mengandung gen-gen yang menyandi produk-produk sel yang esensial bagi pembentukan sperma. (Sementara kromosom X besar mengandung beberapa ribu gen, kromosom Y yang kecil hanya memiliki beberapa lusin, dengan yang terpenting adalah gen SRY dan gen-gen lain yang berperan penting dalam fertilitas pria.) Selama meiosis, separuh sperma menerima satu kromosom X dan separuh lainnya satu kromosom Y. Tanpa adanya hubungan sitoplasma tersebut sehingga semua sel haploid mendapat produkproduk yang disandi oleh kromosom X hingga pembentukan sperma selesai, sperma yang mengandung kromosom Y tidak dapat terbentuk dan bertahan hidup.



Tubulus seminiferus mengandung sel Sertoli selain seI-sel sperma yang sedang terbentuk. Sel Sertoli, yang merupakan sel epitel, terletak berjajar dan membentuk suatu cincin di sekeliling lumen tubulus, dengan setiap sel Sertoli terbentang dari permukaan luar tubulus ke lumen yang berisi cairan (lihat Gambar 20-7b dan d). Sel-sel Sertoli yang berdekatan saling berhubungan melalui taut erat di titik yang sedikit di bawah membran luar (lihat h. 66). Sperma yang sedang terbentuk berada di antara sel-sel Sertoli, dengan spermatogonia berada di perimeter luar tubulus, di luar taut erat (lihat Gambar 20- 7b dan d). Selama spermatogenesis, sel-sel sper-



Nukleus



Dr. David Phillips/Visuals Unlimited, Inc.



Mitokondria



(a) Foto spermatozoa manusia



  



hapter



Kepala



Bagian tengah



Mikrotubulus



Ekor (flagellum)



(b) Bagian-bgian spermatozoa



Gambar 20-9 Anatomi sebuah spermatozoa. (a) Fotomikrograf fase-kontras spermatozoa manusia. (b) Sebuah spermatozoa memiliki tiga bagian fungsional: kepala dengan "tudung" akrosomnya, bagian tengah, dan ekor.



ma yang sedang terbentuk yang berasal dari aktivitas mitotik spermatogonia berjalan menembus taut erat, yang sesaat membuka untuk memberi jalan sel-sel tersebut, kemudian bermigrasi ke arah lumen dalam hubungan yang erat dengan sel-sel Sertoli sekitar, menjalani pembelahan lebih lanjut selama migrasi ini. Sitoplasma sel Sertoli membungkus sel-sel sperma yang bermigrasi ini, yang tetap terbenam di dalam sitoplasma sel Sertoli sepanjang pembentukan mereka. Sel Sertoli membentuk taut celah dan dan taut erat dengan sel sperma yang sedang terbentuk. Ingat kembali bahwa taut celah di antara sel peka-rangsang memungkinkan penyebaran potensial aksi dari satu sel ke sel lainnya berkat adanya ion bermuatan yang menembus terowongan penyambung ini (lihat h. 67). Sel di tubulus seminiferus tidak peka-rangsang sehingga taut celah di sini berperan selain peran transfer aktivitas elektrik. Pada semua tahap pematangan spermatogenik, sperma yang sedang terbentuk dan sel Sertoli bertukar molekul kecil dan saling berkomunikasi melalui pengikatan langsung antarsel ini. Pelepasan akhir pelepasan spermatozoa matang dari sel Sertoli, proses yang disebut spermiasi, membutuhkan penguraian taut erat dan taut celah di antara sel Sertoli dan spermatozoa. Sel Sertoli melaksanakan fungsi-fungsi esensial bagi spermatogenesis berikut ini: 1. Taut erat di antara sel-sel Sertoli yang berdekatan membentuk sawar darah-testis yang mencegah bahan-bahan di dalam darah melewati celah antarsel untuk masuk ke lumen tubulus seminiferus. Berkat sawar ini, hanya molekul tertentu yang dapat melewati sel Sertoli dan mencapai cairan intratubulus. Karena itu, komposisi cairan intratubulus cukup berbeda dari komposisi darah. Komposisi unik cairan yang membasahi sel-sel germinativum ini sangat penting bagi tahap-tahap akhir pembentukan sperma. Sawar darahtestis juga mencegah sel penghasil antibodi di CES mencapai pabrik sperma di tubulus ini sehingga tidak terbentuk antibodi terhadap spermatozoa yang sangat berdiferensiasi. 2. Karena sel-sel sperma tidak memiliki akses langsung ke nutriennutrien dalam darah, sel Sertoli yang memberi mereka nutrien. Sel sperma yang sedang berkembang tidak dapat menggunakan glukosa secara efisien. Sel Sertoli membawa glukosa melalui simporter GLUT-1, memetabolisme glukosa menjadi laktat, lalu mentransfer laktat ke sel sperma, yang dapat menggunakan laktat sebagai sumber energi. 3. Sel Sertoli memiliki fungsi fagositik yang penting. Sel ini menelan sitoplasma yang dikeluarkan dari spermatid selama proses remodeling, dan menghancurkan sel germinativum cacat yang gagal menyelesaikan semua tahap spermatogenesis. 4. Sel Sertoli mengeluarkan cairan tubulus seminiferus ke dalam lumen, yang "membilas" sperma dari tubulus ke dalam epididimis untuk disimpan dan diproses lebih lanjut. 5. Salah satu komponen penting sekresi sel Sertoli adalah protein pengikat androgen (androgen-binding protein). Seperti yang diisyaratkan oleh namanya, protein ini mengikat androgen (yaitu, testosteron) sehingga kadar hormon ini di dalam lumen tubulus seminiferus tetap tinggi. Konsentrasi testosteron di dalam cairan tubulus seminiferus adalah 100 kali lebih besar daripada konsentrasinya di darah. Konsentrasi testosteron lokal yang tinggi ini esensial untuk mempertahankan produksi sperma. Protein pengikat androgen diperlukan untuk menahan testosteron dalam lumen karena hormon steroid ini larut lemak dan dapat mudah berdifusi menembus membran plasma dan meninggalkan lumen. Testosteron itu sendiri merangsang produksi protein pengikat androgen.



6. Sel Sertoli adalah tempat kerja untuk kontrol spermatogenesis oleh testosteron dan follicle-stimulating hormone (FSH). Sel Sertoli memiliki reseptor yang berbeda untuk setiap hormon ini: Reseptor untuk testosteron berada di dalam sel dan reseptor FSH berada pada permukaan membran, yang masingmasing sesuai dengan karakteristik reseptor hormon steroid dan peptida. Sel Sertoli itu sendiri mengeluarkan hormon lain, inhibin, yang bekerja secara umpan-balik negatif untuk mengatur sekresi FSH. 7. Selama perkembangan janin, sel Sertoli juga menyekresi Mullerian-inhibiting factor.



Testis dikontrol oleh dua hormon gonadotropik yang dikeluarkan oleh hipofisis anterior, luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH) yang keduanya diproduksi oleh jenis sel yang sama, yaitu gonadotrop. Kedua hormon pada kedua jenis kelamin bekerja pada gonad dengan mengaktifkan cAMP. KONTROL UMPAN-BALIK FUNGSI TESTIS LH dan FSH,



yang dinamai sesuai fungsi mereka pada wanita (lihat h. 700), bekerja pada komponen-komponen testis yang berbeda (Gambar 20-10). LH bekerja pada sel Leydig untuk mengatur sekresi testosteron. FSH bekerja pada sel Sertoli untuk meningkatkan spermatogenesis. Sekresi LH dan FSH dari hipofisis anterior dirangsang oleh satu hormon hipotalamus, gonadotropin-releasing hormone (GnRH) (lihat h. 703). GnRH dilepaskan secara serentak setiap 2-3 jam sekali, dan tidak terjadi sekresi di antaranya. Konsentrasi GnRH darah bergantung pada frekuensi ledakan sekresi ini. Sekresi GnRH yang terjadi secara pulsatil ini merangsang sekresi FSH dan LH yang sedang terjadi. Namun, FSH dan LH sebagian besar disegregasikan ke vesikel sekretorik yang terpisah di gonadotrop dan tidak disekresi dalam jumlah yang sama karena faktor regulasi lain juga memengaruhi seberapa banyak gonadotropin yang disekresi. Dua faktor-testosteron dan inhibin-memengaruhi laju sekresi FSH dan LH secara berbeda. Testosteron, produk stimulasi LH pada sel Leydig, bekerja secara umpan-balik negatif untuk menghambat sekresi LH melalui dua jalan. Efek umpan-balik negatif utama testosteron adalah mengurangi pelepasan GnRH dengan bekerja pada hipotalamus sehingga secara tak-langsung mengurangi pengeluaran FSH dan LH oleh hipofisis anterior. Selain itu, testosteron bekerja secara Iangsung pada hipofisis anterior untuk menurunkan sekresi LH secara selektif. Efek yang terakhir ini menjelaskan mengapa efek inhibisi testosteron terhadap sekresi LH lebih besar daripada terhadap sekresi FSH. Sinyal inhibisi dari testis yang secara spesifik ditujukan untuk mengontrol sekresi FSH adalah hormon peptida inhibin, yang dikeluarkan oleh sel Sertoli. Inhibin bekerja secara langsung pada hipofisis anterior untuk menghambat sekresi FSH secara selektif. Inhibisi umpan-balik FSH oleh produk sel Sertoli ini merupakan hal yang sesuai karena FSH merangsang spermatogenesis dengan bekerja pada sel Sertoli.   



787



Hipotalumus Kisspeptin



Sel penyekresiGnRH



GnRH Hipofisis anterior



Hipofisis posteorior



(Secara selektif menghambat sekresi LH)



(Secara selektif menghambat sekresi FSH)



LH



FSH



Gonadotrop



Neuron kiss1 di neklueus arkuatus (ARC)



progesteron pada wanita), tetapi neuron kissl memiiliki reseptor ini. Dengan menghambat neuron kissl secara langsung, testosteron secara tidak langsung menghambat neuron yang menyekresi GnRH dengan menghambat aksi eksitatorik neuron kissl pada neuron penyekresi GnRH. Sinyal kisspeptin tampaknya sangat penting dalam mengintegrasikan masukan sentral dan perifer untuk mengatur keluaran GnRH (dan karena itu, FSH dan LH serta hormon seks steroid), dalam memacu pubertas, dan dalam mempertahankan fungsi reproduksi yang normal. PERAN TESTOSTERON DAN FSH DALAM SPERMATOGENESIS Baik testosteron maupun FSH



berperan penting dalam mengontrol spermatogenesis, masing-masing menimbulkan efek dengan bekerja pada sel Sertoli. Testosteron esensial bagi mitosis dan rnelosis sel-sel germinativum sementara FSH diperlukan untuk remodeling spermatid. Konsentrasi testosteron jauh lebih tinggi di testis daripada di darah karena cukup banyak dari hormon yang diproduksi lokal oleh sel Leydig ini ditahan di dalam cairan intratubulus dalam bentuk kompleks dengan protein pengikat androgen yang dikeluarkan oleh sel Sertoli. Hanya dengan konsentrasi testosteron testis yang tinggi ini, produksi sperma dapat dipertahankan.



Aktivitas GnRH meningkat pada pubertas. Inhibin Sel sertoli Spermatogenesis Sel Leydig



Testosteron



Efek maskulinisasi



Testis



Gambar 20-10 Kontrol fungsi testis.



Studi terkini mengindikasikan bahwa kontrol fungsi testis dimulai lebih jauh sebelum GnRH. Neuron kiss1 pada nukleus arkuatus (ARC) di hipotalamus (daerah yang sama yang terlibat dalam mengontrol asupan makanan dan berat badan; lihat h. 670) melepaskan kisspeptin, yang merupakan neurotransmiter peptida yang merangsang sekresi GnRH. (para peneliti menggunakan nama "Idss" sesuai dengan lokasi tempat mereka menemukannya di Hershey, Pennsylvania, yang terkenal akan cokelat Hershey Kisses.) Neuron yang menyekresi GnRH juga berlokasi di nukleus arkuatus. Testosteron melakukan efek umpan balik negatifnya di hipotalamus pada neuron kissl, tidak secara langsung melalui neuron penyekresi GnRH. Neuron yang menyekresi GnRH tidak memiliki reseptor androgen (atau reseptor estrogen dan   



hapter



Meskipun testis janin mengeluarkan testosteron, yang mengarahkan pembentukan sistem reproduksi ke arah maskulin, setelah lahir testis menjadi dorman hingga pubertas. Selama periode prapubertas, LH dan FSH tidak dikeluarkan dalam kadar yang memadai untuk merangsang aktivitas testis. Tertundanya kemampuan reproduksi oleh periode prapubertas memberikan waktu bagi individu untuk mengalami pematangan fisik (meskipun tidak selalu disertai pematangan psikologis) agar dapat membesarkan anak. (Pematangan fisik ini sangat penting pada wanita, yang tubuhnya harus menopang kehidupan janin.) Selama periode prapubertas, aktivitas GnRH dihambat. Proses pubertas dipicu oleh peningkatan aktivitas GnRH antara usia 8 dan 12 tahun. Pada awal pubertas, sekresi GnRH hanya berlangsung pada malam hari, menimbulkan peningkatan nokturnal singkat sekresi LH dan, karenanya, sekresi testosteron. Derajat sekresi GnRH secara bertahap meningkat seiring dengan perkembangan pubertas hingga tercipta pola sekresi GnRH, FSH, LH, dan testosteron dewasa. Di bawah pengaruh kadar testosteron yang meningkat selama pubertas, perubahan-perubahan fisik yang mencakup karakteristik seks sekunder dan pematangan reproduksi menjadi jelas. Faktor-faktor yang berperan memicu pubertas pada manusia masih belum diketahui pasti. Hormon melatonin, yang dikeluarkan oleh kelenjar pineal di dalam otak, tampaknya berperan (lihat h. 714). Melatonin, yang sekresinya menurun selama pajanan ke cahaya dan meningkat selama pajanan ke keadaan gelap, memiliki



efek antigonadotropik pada banyak spesies. Sinar yang mengenai mata menghambat jalur-jalur saraf yang merangsang sekresi melatonin. Pada banyak spesies yang berkembang biak secara musiman, penurunan keseluruhan sekresi melatonin pada hari-hari yang siangnya lebih larna daripada malamnya memicu musim kawin. Penurunan dalam laju keseluruhan sekresi melatonin terjadi bersamaan dengan awitan pubertas pada manusia-terutama selama malam hari, ketika puncak-puncak sekresi GnRH pertama kali terjadi. Selain itu, leptin, hormon yang dilepaskan dari kelenjar adiposa (lemak), berperan penting dalam awitan pubertas, khususnya pada wanita. Dalam riwayat evolusi, mekanisme ini dapat menjadi jalan untuk memastikan bahwa wanita memiliki simpanan energi yang cukup untuk mempertahankan kehamilan ketika cadangan makanan tidak dapat diprediksi. Penelitian terkini menunjukkan bahwa sinyal yang diketahui memacu pubertas, seperti sinyal sirkadian dan nutrisional, menyatu di neuron kissl nukleus arkuatus, yang mengaktifkan aksis reproduktif neuroendokrin dengan memicu sekresi berirama GnRH. Karena itu, pubertas mungkin dimulai dengan suatu "kiss". Dengan selesainya pembahasan tentang fungsi testis, sekarang kita akan mengalihkan perhatian pada peran komponen-komponen lain sistem reproduksi pria.



Sistem reproduksi pria (selain testis) lainnya dirancang untuk menyalurkan sperma ke saluran reproduksi wanita. Pada hakikatnya, bagian ini terdiri dari (1) slang atau tabung (saluran reproduksi) berkelok-kelok, yang mengangkut sperma dari testis keluar tubuh; (2) beberapa kelenjar seks tambahan, yang ikut membentuk sekresi yang penting bagi daya hidup dan motilitas sperma; dan (3) penis, yang dirancang untuk menembus dan meletakkan sperma di dalam vagina wanita. Kita akan meneliti masing-masing bagian ini secara lebih terperinci, dimulai dari saluran reproduksi. KOMPONEN SALURAN REPRODUKSI PRIA Epididimis yang



berbentuk koma melekat secara longgar ke permukaan belakang testis (Gambar 20-1, h. 783, dan 20-7a, h. 791). Setelah diproduksi di tubulus seminiferus, sperma disapu ke dalam epididimis akibat tekanan yang diciptakan oleh sekresi terus-menerus cairan tubulus oleh sel Sertoli. Duktus-duktus epididimis dari masing-masing testis menyatu untuk membentuk sebuah duktus besar, berdinding tebal, dan berotot yang disebut duktus (vas) deferens. Duktus deferens dari masing-masing testis berjalan ke atas keluar dari kantong skrotum dan berjalan balik melalui kanalis inguinalis ke dalam rongga abdomen, tempat duktus tersebut akhirnya bermuara ke dalam uretra di leher kandung kemih (lihat Gambar 20-1). Uretra membawa sperma keluar penis sewaktu ejakulasi, yaitu semburan kuat semen dari tubuh.



FUNGSI EPIDIDIMIS DAN DUKTUS DEFERENS Kedua duktus ini melakukan beberapa fungsi penting. Epididimis dan duktus deferens berfungsi sebagai jalan keluar sperma dari testis. Sewaktu meninggalkan testis, sperma belum mampu bergerak atau membuahi. Sel ini memperoleh kedua kemampuan tersebut sewaktu mengalir melalui epididimis. Proses pematangan ini diran-



gsang oleh testosteron yang tertahan di dalam cairan tubulus dalam keadaan terikat ke protein pengikat androgen. Kapasitas sperma untuk membuahi ovum semakin ditingkatkan oleh pajanan ke sekresi saluran reproduksi wanita. Peningkatan kemampuan sperma di saluran reproduksi pria dan wanita ini dikenal sebagai kapasitasi. Epididimis juga memekatkan sperma beberapa ratus kali dengan menyerap sebagian besar cairan yang masuk dari tubulus seminiferus. Sperma secara lambat didorong bergerak melewati epididimis ke dalam duktus deferens oleh kontraksi ritmik otot polos di dinding saluran-saluran ini. Duktus deferens berfungsi sebagai tempat penting bagi penyimpanan sperma. Karena sperma yang terkemas rapat relatif inaktif dan karenanya kebutuhan metaboliknya rendah, sel ini dapat disimpan di duktus deferens selama dua bulan, meskipun tidak mendapat pasokan nutrien dari darah dan hanya diberi gula sederhana yang berasal dari sekresi tubulus. VASEKTOMI Pada vasektomi, suatu prosedur steri lisasi umum pada pria, satu segmen kecil dari kedua duktus deferens (vas deferens sehingga muncul nama vasektomi) diangkat secara bedah setelah keluar dari testis, tetapi sebelum masuk ke kanalis inguinalis sehingga sperma dari testis tidak dapat keluar. Sperma yang menumpuk di belakang duktus yang telah dipotong dan diikat tersebut kemudian disingkirkan dengan fagositosis. Meskipun menghambat keluarnya sperma, prosedur ini tidak mengganggu aktivitas testosteron karena sel Leydig mengeluarkan testosteron ke dalam darah dan bukan melalui duktus deferens. Karena itu, maskulinitas atau libido yang dependen testosteron tidak berkurang setelah vasektomi.



Beberapa kelenjar seks tambahan-vesikula seminalis dan prostatmengosongkan isi mereka ke dalam sistem duktus sebelum duktus menyatu dengan uretra (Iihat Gambar 20-1). Sepasang vesikula seminalis yang berbentuk kantong mengalirkan isinya ke dalam bagian terakhir kedua duktus deferens, satu di masing-masing sisi. Segmen pendek duktus yang berjalan setelah titik masuk vesikula seminalis untuk bersatu dengan uretra disebut duktus ejakulatorius. Prostat adalah suatu kelenjar tunggal besar yang mengelilingi secara lengkap duktus ejakulatorius dan uretra. Sepasang kelenjar seks tambahan lainnya, kelenjar bulbouretra, mengalirkan isinya ke dalam uretra setelah uretra melewati kelenjar prostat dan tepat sebelum masuk ke penis. Di sepanjang uretra juga terdapat banyak kelenjar penghasil mukus. Pada sejumlah besar pria, prostat membesar pada usia pertengahan hingga lanjut (suatu keadaan yang dikenal dengan hiperplasia prostat jinak, atau HPJ).Kesulitan dalam berkemih sering terjadi seiring dengan pembesaran prostat yang menjepit bagian uretra yang masuk melalui prostat. SEMEN Sewaktu ejakulasi, kelenjar seks tambahan menghasilkan sekresi yang menunjang kelangsungan hidup sperma di dalam saluran reproduksi wanita. Sekresi ini membentuk sebagian besar semen, yaitu campuran sekresi kelenjar seks tambahan, sperma, dan mukus. Sperma hanya membentuk sebagian kecil dari cairan ejakulat total.   



789



FUNGSI KELENJAR SEKS TAMBAHAN PADA PRIA Meskipun sekresi kelenjar seks tambahan tidak mutlak dibutuhkan untuk pembuahan, sekresi tersebut sangat mempermudah proses:



Vesikula seminalis (1) menghasilkan fruktosa, yang berfungsi sebagai sumber energi primer untuk sperma; (2) mengeluarkan prostaglandin, yang merangsang kontraksi otot polos di saluran reproduksi pria dan wanita sehingga transpor sperma dari tempat penyimpanan di pria ke tempat pembuahan di oviduktus wanita menjadi lebih mudah; (3) membentuk sekitar 60% cairan semen, yang membantu membilas sperma ke dalam uretra serta melarutkan massa kental sperma, memungkinkan sel ini bergerak; dan (4) mengeluarkan fibrinogen, suatu prekursor fibrin, yang membentuk anyaman bekuan (lihat h. 425).







Kelenjar prostat (1) mengeluarkan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang asam, suatu fungsi penting karena sperma lebih dapat hidup di lingkungan yang sedikit basa; (2) menghasilkan enzim pembekuan; dan (3) melepaskan antigen spesifik prostat (PSA). Enzim pembekuan prostat bekerja pada fibrinogen dari vesikula seminalis untuk menghasilkan fibrin yang " membekukan " semen sehingga sperma yang diejakulasikan tetap berada di saluran reproduksi wanita ini ketika penis dikeluarkan. Segera sesudahnya, bekuan ini diuraikan oleh antigen spesifik prostat (PSA), suatu enzim pengurai fibrin dari prostat sehingga sperma dapat bergerak bebas di dalam saluran reproduksi wanita. Karena PSA dihasilkan







■ TABEL 20-2



hanya di kelenjar prostat pengukuran kadar PSA di dalam darah digunakan sebagai salah satu jenis uji penapisan kemungkinan kanker prostat. Peningkatan kadar PSA di dalam darah berkaitan dengan kanker prostat, hiperplasia prostat jinak, atau infeksi prostat. Studi terbaru menunjukkan peranan lain prostat: melepaskan prostasom, yaitu vesikel yang berfusi dengan sperma dan mentransfer ke dalamnya "alat molekular" yang mengandung komponen yang diperlukan bagi transduksi sinyal Ca2+. Contohnya, prostasom melewati reseptor rianodin (saluran yang melepaskan Ca2+; lihat h. 280 dan suatu enzim yang membuka saluran ini. Materi ini yang menuju ke sperma dari kelenjar prostat menyebabkan sperma yang tidak dapat membuat komponen ini sendiri menggunakan sinyal kalsium yang diperkuat yang diperlukan bagi motilitas yang optimal dan fertilisasi yang efisien. ■ Selama rangsangan seksual, kelenjar bulbouretra mengeluarkan bahan mirip-mukus yang menghasilkan pelumas untuk hubungan seks. Tabel 20-2 merangkum lokasi dan fungsi komponen sistem reproduksi pria. Sebelum beralih ke tindakan penyaluran sperma ke saluran reproduksi wanita (hubungan seks), kita akan secara singkat membahas berbagai peran prostaglandin, yang pertama kali ditemukan di dalam semen tetapi banyak ditemukan di seluruh tubuh.



Lokasi dan Fungsi Berbagai Komponen Sistem Reproduksi Pria



Komponen



Jumlah dan Lokasi



Fungsi



Testis



Sepasang; terletak di skrotum, suatu kantong terbungkus kulit yang tergantung di dalam sudut antara kedua tungkai



Menghasilkan sperma Menyekresikan testosteron



Epididimis dan duktus deferens



Sepasang; satu epididimis melekat ke bagian belakang masing-masing testis; satu duktus deferens berjalan dari masing-masing epididimis naik dari kantong skrotum melalui kanalis inguinalis dan bermuara ke daiam uretra di leher kamdung kemih



Berfungsi sebagai tempat pematangan sperma dari testis Berfungsi sebagai tempat pematangan sperma untuk motilitas dan kesuburan Memekat dan menyimpan sperma



Vesikula seminalis



Sepasang; keduanya bermuara ke dalam bagian terakhir duktus deferens,satu masing-masing sisi



Menghasilkan fruktosa untuk memberi makan sperma yang diejakulasikan Menyekresikan prostaglandin yang merangsang motalitas untuk membantu transpor sperma di dalam saluran reproduksi pria dan wanita Membentuk sebagian besar semen Menghasilkan prekkursor untuk pembekuan sperma



Kelenjar prostat



Tunggal; mengelilingi uretra sepenuhnya di leher kandung kemih



Menyekresikan cairan basa yang menetralkan sekresi vagina yang asam Memicu pembekuan semen agar semen tetap berada di dalam vagina ketika penis dikeluarkan



Kelenjar bulbouretra



Sepasang; keduanya bermuara ke dalam uretra, satu di masing-masing sisi, tepat sebelum uretra masuk ke dalam penis



  



hapter



Menyekresikan mukus untuk pelumas



Meskipun prostaglandin pertama kali diidentifikasi di dalam air mani dan dipercayai berasal dari kelenjar prostat (karenanya diberi nama demikian, meskipun sebenarnya bahan ini disekresikan ke dalam semen oleh vesikula seminalis), produksi dan efek senyawa ini tidak terbatas di sistem reproduksi. Turunan asam lemak 20karbon ini adalah salah satu caraka kimiawi yang paling banyak ditemukan di tubuh. Prostaglandin dibentuk oleh hampir semua jaringan dari asam arakidonat, suatu konstituen asam lemak fosfolipid di membran plasma. Oleh rangsangan yang sesuai, asam arakidonat dilepaskan dari membran plasma oleh suatu enzim terikat-membran dan kemudian diubah menjadi prostaglandin, yang bekerja secara parakrin di sekitar tempat produksinya (lihat h. 123). Setelah bekerja, prostaglandin cepat diinaktifkan oleh enzimenzim lokal sebelum bahan ini memperoleh akses ke darah; atau jika berhasil mencapai sistem sirkulasi, mereka akan cepat diuraikan saat pertama kali melewati paru sehingga tidak tersebar melalui sistem arteri sistemik. Prostaglandin dinamai sesuai golongannya yang terdiri dari tiga kelompok-PGA, PGE, dan PGF-berdasarkan variasi struktural di cincin lima-karbon yang terdapat di salah satu ujungnya (Gambar 20-11). Di dalam setiap kelompok, prostaglandin diidentifikasi lebih lanjut oleh jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dua rantai samping yang menonjol dari struktur cincin (misalnya, PGE1 memiliki satu ikatan rangkap dan PGE2 memiliki dua ikatan rangkap). Prostaglandin dan turunan-turunan asam arakidonat terkait erat lainnya-yaitu, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien-secara kolektif dinamai eikosanoid dan merupakan salah satu senyawa yang paling aktif secara biologis yang diketahui. Prostaglandin memiliki beragam efek. Variasi kecil dalam struktur prostaglandin menyebabkan perbedaan besar dalam efek biologis dan molekul prostaglandin yang sama bahkan dapat menimbulkan efek berbeda di jaringan yang berbeda. Selain meningkatkan transpor sperma di dalam semen, caraka kimiawi ini diketahui atau dicurigai memiliki efek lain pada saluran reproduksi wanita serta pada sistem pernapasan, kemih, cerna, saraf, dan endokrin, selain memengaruhi agregasi trombosit, metabolisme lemak, dan peradangan (Tabel 20-3). Dengan semakin diketahuinya beragam efek prostaglandin, terbuka kesempatan dikembangkannya beragam cara baru untuk



COOH



Nama huruf (PGA, PGE, PGF) menunjukan variasi struktural di cincin limakarbon



Nama angka (mis. PGE1, PGE2,) menunjukan jumlah ikatan rangkap yang terdapat di dua rantai samping



❚ TABEL 20-3 Kerja



Prostaglandin Kerja Prostaglandin Meningkatkan transpor sperma oleh kerja otot polos di saluran reproduksi pria dan wanita Berperan dalam ovulasi Berperan penting dalam haid Ikut serta mempersiapkan bagian maternal plasenta Berperan dalam persalinan Sebagian berperan dalam bronkodilatasi, yang lain dalam bronkokonstriksi



Sistem Kemih



Meningkatkan aliran darah ginjal Meningkatkan ekskresi air dan garam



Sistem Pencernaan



Menghambat sekresi HCI oleh lambung Merangsang motilitas usus



Sistem Saraf



Memengaruhi pelepasan dan kerja neurotransmiter Bekerja sebagai"termostat"hipotalamus untuk meningkatkan suhu tubuh Meningkatkan sensasi nyeri



Sistem Endokrin



Meningkatkan sekresi kortisol Memengaruhi kepekaan jaringan terhadap hormon pada berbagai keadaan



Sistem Sirkulasi



Memengaruhi agregasi trombosit



Metabolisme Lemak



Menghambat penguraian lemak



Sistem Pertahanan



Mendorong banyak aspek peradangan, termasuk timbulnya demam



memanipulasi senyawa ini untuk kepentingan pengobatan. Contoh klasik adalah pemakaian aspirin, yang menghambat pengubahan asam arakidonat menjadi prostaglandin, untuk mengurangi demam dan meredakan nyeri. Efek prostaglandin juga dihambat secara terapeutik pada pengobatan gejala prahaid dan kram haid. Selain itu, prostaglandin-prostaglandin spesifik digunakan secara medis dalam beragam situasi misalnya menginduksi persalinan, mengobati asma, dan mengatasi tukak lambung. Selanjutnya, sebelum kita membahas secara terperinci sistem reproduksi wanita, kita akan meneliti cara-cara pria dan wanita bersatu untuk melaksanakan reproduksi.



Gambar 20-11 Struktur dan tata-nama prostaglandin.



  



791



Periksa Pemahaman 20.2 1. Sebutkan berbagai fungsi terstoteron, 2. Definisikan tubulus seminiferus, sel Leydig, sel Sertoli, spermatogenesis, spermiogenesis, spermiasi, spermatogonia, spermatosit primer, spermatosit sekunder, spermatid, dan spermatozoa.



Pada akhirnya, penyatuan gamet pria dan wanita untuk melaksanakan reproduksi pada manusia mengharuskan penyaluran semen yang mengandung sperma ke dalam vagina wanita melalui suatu tindakan seks, yang juga dikenal sebagai hubungan seks, koitus, atau kopulasi.



Tindakan seks pria melibatkan dua komponen: (1) ereksi, atau mengerasnya penis yang normalnya lunak agar penis dapat masuk ke dalam vagina, dan (2) ejakulasi, atau penyemprotan kuat semen ke dalam uretra dan keluar penis (Tabel 20-4). Selain komponen-komponen yang berkaitan erat dengan reproduksi ini, siklus respons seks mencakup respons fisiologik yang lebih luas yang dapat dibagi menjadi empat fase: 1. Fase eksitasi mencakup ereksi dan meningkatnya perasaan seksual. 2. Fase plateau ditandai oleh intensifikasi respons-respons ini, ditambah respons-respons tubuh generalisata misalnya kecepatan jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan ketegangan otot yang bertambah.



■ TABEL 20-4



3. Fase orgasme yang mencakup ejakulasi serta respons lain yang menjadi puncak eksitasi seksual dan secara kolektif dialami sebagai kenikmatan fisik yang intens. 4. Fase resolusi mengembalikan genitalia dan sistem tubuh ke keadaan sebelum rangsangan. Respons seks manusia adalah suatu pengalaman multikomponen yang, selain berbagai fenomena fisiologik di atas, mencakup faktor emosi, psikologis, dan sosiologis. Kita hanya akan membahas aspek fisiologik seks.



Ereksi dicapai melalui pembengkakan penis oleh darah. Penis hampir seluruhnya terdiri dari jaringan erektil yang dibentuk oleh tiga kolom atau korda rongga-rongga vaskular mirip-spons yang terbentang di sepanjang organ ini (Gambar 20- 12a). Tanpa rangsangan seks, jaringan erektil hanya mengandung sedikit darah karena arteriol yang mendarahi rongga-rongga vaskular ini berkonstriksi. Akibatnya, penis tetap kecil dan lunak. Selama rangsangan seks, arteriol-arteriol ini secara refleks melebar dan jaringan erektil terisi oleh darah sehingga penis bertambah panjang dan lebar serta menjadi kaku. Vena-vena yang mengalirkan darah dari jaringan erektil penis tertekan secara mekanis oleh pembengkakan dan ekspansi rongga-rongga vaskular ini sehingga aliran keluar vena berkurang dan hal ini ikut berkontribusi dalam penumpukan darah, atau vasokongesti. Respons vaskular lokal ini mengubah penis menjadi organ yang mengeras dan memanjang yang mampu menembus vagina. REFLEKS EREKSI Refleks ereksi adalah suatu refleks spinal yang dipicu oleh stimulasi mekanoreseptor yang sangat sensitif di glans penis, yang menutupi ujung penis. Di korda spinalis bagian bawah terdapat pusat pembentuk ereksi (erectiongenerating center). Stimulasi taktil pada glans akan secara refleks memicu, melalui pusat ini, peningkatan aktivitas vasodilatasi parasimpatis dan penurunan aktivitas vasokonstriksi simpatis ke arteriol-arteriol penis. Akibatnya adalah vasodilatasi



Komponen Tindakan Seks Pria



Komponen Tindakan Seks Pria



Definisi



Tercapai oleh











Pembengkakan jaringan erektil penis oleh darah akibat vasodilatasi hebat arteriol-arteriol penis yang dipicu oleh rangsang parasimpatis dan penekanan mekanis vena



Fase emisi



Pengosongan sperma dan sekresi kelenjar sekstambahan (semen) ke dalam uretra



Kontraksi otot polos di dinding duktus dan kelenjar seks tambahan yang dipicu oleh rangsang simpatis







Ekspulsi kuat semen dari penis



Kontraksi otot rangka di pangkal penis yang dipicu oieh neuron motorik



Ejakulasi



  



hapter



Rektum



Uretra



Vesicula seminalis Anus Kelenjar bulbouretra



Korda jaringan erektil



Kelenjar prostat



Uretra



Vas deferens



Batang penis



Epididimis Skrotum



Glans penis Korda jaringan erektil (a) Penis pada pria



Testis



Berbagai daerah di otak dapat memengaruhi respons seks pria. Bagian-bagian di otak yang memengaruhi ereksi tampaknya saling berkaitan erat dan berfungsi sebagai suatu kesatuan untuk mempermudah atau menghambat refleks ereksi spinal dasar, bergantung pada situasi sesaat. Salah satu contoh fasilitasi, rangsangan psikis, misalnya melihat sesuatu yang merangsang syahwat, dapat memicu ereksi meskipun tidak terjadi stimulasi taktil sama sekali pada penis. kegagalan mengalami ereksi meskipun mendapat rangsangan yang sesuai dapat disebabkan oleh inhibisi refleks ereksi oleh pusat-pusat yang lebih tinggi di otak. Marilah kita bahas disfungsi ereksi secara lebih terperinci.



EREKSI Pola kegagalan mencapai atau mempertahankan ereksi yang sesuai untuk hubungan seksualUterus disfungsi ereksi (DE) atau impotensi-dapat disebabkan oleh faktor psikologik atau fisik. Kandung kemih Mengalami kegagalan ereksi sesekali bukan berarti Uretra impotensi, tetapi seorang pria yang terlalu cemas Batang Serviks tentang kemampuannya melakukan tindakan seks Klitoris Glans mungkin akan benar-benar mengalaminya di Internal Vagina tubulus kemudian hari. Rasa cemas dapat menyebabkan Labia minora DE, yang semakin menambah tingkat kecemasan Labia mayora pria yang bersangkutan sehingga masalah menjadi semakin parah. Impotensi juga dapat ditimbulkan Anus oleh keterbatasan fisik,termasuk kerusakan saraf, obat tertentu yang mengganggu fungsi autonom, (b) Klitoris pada wanita dan gangguan aliran darah ke penis. Gambar 20-12 Jaringan erektil pada pria dan wanita. DE banyak dijumpai. Lebih dari 50% pria berusia antara 40 dan 70 tahun sedikit banyak mengalami impotensi, hebat dan cepat arteriol-arteriol tersebut dan ereksi (Gambar dan angka ini naik mendekati 70% pada usia 70 tahun. Karena itu, 20-13). Selama lengkung refleks spinal utuh, ereksi tetap dapat tidak mengherankan bahwa lebih banyak resep dituliskan untuk obat terjadi bahkan pada pria yang lumpuh akibat cedera korda terkenal sildenafil (Viagra) selama tahun pertama obat tersebut spinalis yang lebih tinggi. dipasarkan setelah disetujui pada tahun 1998 untuk mengobati disfungsi ereksi dibandingkan dengan semua obat baru dalam Vasodilatasi yang dipicu oleh aktivitas parasimpatis ini sejarah. Sildenafil tidak menimbulkan ereksi, tetapi obat ini adalah contoh kontrol parasimpatis langsung atas diameter memperkuat dan memperlama respons ereksi yang dipicu oleh pembuluh darah di tubuh. Stimulasi parasimpatis rangsangan biasa. Berikut cara bagaimana obat tersebut bekerja: menyebabkan relaksasi otot polos arteriol penis oleh nitrat Nitrat oksida yang dibebaskan sebagai respons terhadap stimulasi oksida, yang menyebabkan vasodilatasi arteriol sebagai parasimpatis mengaktifkan enzim terikat-membran, guanilat siklase, respons terhadap perubahan jaringan lokal di bagian lain di sekitar sel otot polos arteriol. Enzim ini mengaktifkan guanosin tubuh (lihat h. 374). Arteriol biasanya hanya disarafi oleh monofosfat siklik (cGMP), suatu caraka kimiawi kedua intrasel sistem simpatis, dengan peningkatan aktivitas simpatis serupa dengan cAMP. GMP siklik, pada gilirannya, menyebabkan menyebabkan vasokonstriksi dan penurunan aktivitas simpatis relaksasi otot polos arteriol penis, menyebabkan vasodilatasi lokal menyebabkan vasodilatasi (lihat h. 376 dan 377). Stimulasi yang mencolok. Pada keadaan normal, setelah diaktifkan dan parasimpatis dan inhibisi simpatis secara bersamaan pada menyebabkan ereksi, caraka kedua ini diuraikan oleh enzim intrasel arteriol penis menyebabkan vasodilatasi yang lebih cepat dan fosfodieserase 5 (PDE5). Sildenafil menghambat PDE5. Akibatnya, kuat dibandingkan yang mungkin terjadi di arteriol lain yang cGMP tetap aktif lebih lama sehingga vasodilatasi arteriol penis hanya mendapat persarafan simpatis. Melalui cara berlanjut dan ereksi dipertahankan cukup lama bagi pria yang peningkatan cepat aliran darah ke dalam penis yang efisien ini, semula impoten untuk melaksanakan tindakan seks. Seperti penis dapat mengalami ereksi sempurna hanya dalam menekan pedal pada piano tidak akan menyebabkan suatu nada hitungan 5 detik. Pada saat yang sama, impuls parasimpatis dimainkan, tetapi akan memperlama nada yang sedang dimainkan, mendorong sekresi mukus pelumas dari kelenjar bulbouretra sildenafil tidak dapat menyebabkan pelepasan nitrat oksida dan dan kelenjar uretra sebagai persiapan untuk koitus. pengaktifan cGMP penyebab ereksi, tetapi obat ini dapat memperlaREFLEKSI



  



793



masuk ke kandung kemih dan urine keluar bersama dengan ejakulat melalui uretra.



Pikiran tentang seks



EKSPULSI Kedua, pengisian uretra oleh semen memicu impuls saraf yang mengaktifkan serangkaian otot rangka di pangkal penis. Kontraksi ritmik otot-otot ini terjadi pada interval 0,8 detik dan meningkatkan tekanan di dalam penis, memaksa semen keluar melalui uretra ke eksterior. Ini adalah fase ekspulsi ejakulasi.



Stimulasi mekanoreseptor di glans penis



Atau Saraf parasimpatis ke kelenjar bulbouretra dan uretra



Mukus



Pelumas



Saraf simpatis ke arteriol penis



Saraf parasimpatis ke arteriol penis



Atau



ORGASME Kontraksi ritmik yang terjadi selama ekspulsi semen disertai oleh denyut ritmik involunter otot-otot panggul dan intensitas puncak respons tubuh keseluruhan yang naik selama fase-fase sebelumnya. Bernapas dalam, kecepatan jantung hingga 180 kali per menit, kontraksi otot rangka generalisata yang mencolok, dan peningkatan emosi merupakan cirinya. Respons panggul dan sistemik yang memuncaki tindakan seks ini berkaitan dengan rasa nikmat intens yang ditandai oleh perasaan lepas dan puas, suatu pengalaman yang dikenal sebagai orgasme.



Arterio penis melebar



Ereksi



Vena tertekan



Gambar 20-13 Refleksi ereksi.



ama respons yang terjadi. Obat ini tidak bermanfaat bagi mereka yang tidak mengalami disfungsi ereksi, tetapi obat ini memiliki angka keberhasilan yang tinggi di antara para pengidap kelainan ini. Efek samping terbatas karena obat terkonsentrasi di penis sehingga dampak di organ lain kecil.



Ejakulasi mencakup emisi dan ekspulsi. Komponen kedua pada tindakan seks pria adalah ejakulasi. Seperti ereksi, ejakulasi adalah suatu refleks spinal. Rangsangan taktil dan psikis yang sama yang menyebabkan ereksi akan menyebabkan ejakulasi ketika tingkat eksitasi meningkat mencapai suatu puncak kritis. Respons ejakulasi keseluruhan terjadi dalam dua fase: emisi dan ekspulsi (lihat Tabel 20-4). EMISI Pertama, impuls simpatis menyebabkan rangkaian



kontraksi otot polos di prostat, saluran reproduksi, dan vesikula seminalis. Aktivitas kontraktil ini mengalirkan cairan prostat, kemudian sperma, dan akhirnya cairan vesikula seminalis (secara kolektif disebut semen) ke dalam uretra. Fase refleks ejakulasi ini disebut emisi. Selama waktu ini, sfingter di leher kandung kemih tertutup erat untuk mencegah semen



  



hapter



Fase ketiga siklus respons seksual, orgasme, menyertai bagian ekspulsi respons ejakulasi dan diikuti fase resolusi siklus ini.



Selama fase resolusi setelah orgasme, impuls konstriktor memperlambat aliran darah ke dalam penis, menyebabkan ereksi mereda. Kemudian terjadi relaksasi dalam, sering disertai rasa lelah. Tonus otot kembali ke normal sementara sistem kardiovaskular dan pernapasan kembali ke tingkat prarangsangan. Setelah terjadi ejakulasi timbul periode refrakter temporer dengan durasi bervariasi sebelum rangsangan seks dapat memicu kembali ereksi. Karena itu, pria tidak dapat mengalami orgasme multipel dalam hitungan menit, seperti yang dialami sebagian wanita. RESOLUSI



Volume dan kandungan sperma ejakulat bergantung pada lama waktu antar-ejakulasi. Volume rerata semen adalah 2,75 mL, berkisar dari 2 hingga 6 mL, dengan volume yang lebih banyak setelah abstinensia. Ejakulat manusia rerata mengandung sekitar 165 juta sperma (60 juta/mL), tetapi sebagian ejakulat mengandung hingga 400 juta sperma. Baik kuantitas maupun kualitas sperma merupakan penentu penting dalam kesuburan. Seorang pria dianggap infertil secara klinis jika konsentrasi spermanya turun di bawah 20 juta/mL semen. Meskipun hanya satu spermatozoa yang



sebenarnya membuahi ovum, diperlukan banyak sperma penyerta untuk menghasilkan enzim akrosom yang memadal untuk menguraikan sawar yang mengelilingi ovum hingga sperma pemenang berhasil menembus sitoplasma ovum. Kualitas fertilitas suatu sampel semen. Adanya sperma dengan motilitas atau struktur abnormal, misalnya sperma dengan ekor cacat, dalam jumlah bermakna mengurangi kemungkinan kehamilan. (Untuk pembahasan bagaimana estrogen lingkungan dapat menurunkan hitung sperma serta berdampak buruk pada sistem reproduksi pria dan wanita melalui cara lain, lihatlah fitur dalam kotak di h. 796-797, I Konsep, Tantangan, dan Kontroversi.)



Kedua jenis kelamin mengalami keempat fase siklus seks yang sama-eksitasi, plateau, orgasme, dan resolusi. Selain itu, mekanisme fisiologik yang mendasari orgasme pada hakikatnya sama pada pria dan wanita. Fase eksitasi pada wanita dapat dimulai oleh rangsang fisik atau psikologis. Stimulasi taktil pada klitoris dan daerah perineum sekitar merupakan rangsangan seks yang sangat kuat. Rangsangan ini memicu refleks spinal yang menyebabkan vasodilatasi arteriol, melalui sinyal parasimpatis, di seluruh vagina dan genitalia eksterna, khususnya klitoris. Masuknya aliran darah terbukti dari pembengkakan labium dan ereksi klitoris. Klitoris-seperti homolognya pada pria, penis-terutama terdiri dari jaringan erektil. Berlawanan dengan miskonsepsi yang biasa, klitoris lebih besar dibandingkan bagian yang terlihat dari luar. Sebagian besar klitoris terletak di dalam dan terdiri dari bulbus interna yang besar dan mengandung banyak pembuluh darah yang mengelilingi uretra dan vagina (lihat Gambar 20-12b). Bulbus ini dipenuhi oleh darah selama ereksi. Manfaat fungsional ereksi ini belum jelas. Ilmuwan berspekulasi bahwa ereksi dapat (1) memeras uretra yang tertutup untuk mecegah kontaminasi saluran urine selama aktivitas seksual, (2) mendukung dinding vagina selama penetrasi penis, dan (3) meningkatkan sinyal kesenangan. Vasokongesti kapiler vagina memaksa cairan keluar dari pembuluh dan masuk ke dalam lumen vagina. Cairan ini, yang merupakan tanda positif pertama keadaan terangsang seksual, berfungsi sebagai pelumas utama untuk hubungan kelamin. Pelumas tambahan berasal dari sekresi mukus dari pria dan mukus yang dikeluarkan selama rangsangan seksual dari kelenjar-kelenjar yang terletak di lubang luar vagina. Selama fase eksitasi pada wanita, puting payudara juga menjadi tegak dan payudara membesar akibat vasokongesti. Selain itu, sebagian besar wanita memperlihatkan sex flush selama periode ini, yang disebabkan oleh meningkatnya aliran darah ke kulit. Selama fase plateau, perubahan-perubahan yang timbul pada fase eksitasi menjadi semakin intens, sementara terjadi respons sistemik serupa dengan yang dijumpai pada pria (misalnya peningkatan kecepatan jantung, tekanan darah, pernapasan, dan ketegangan otot). Vasokongesti lebih lanjut sepertiga bawah vagina selama waktu ini mengurangi kapasitas bagian dalam sehingga vagina mengencang di sekitar penis yang masuk, meningkatkan sensasi taktil bagi wanita dan pria. Secara bersamaan, uterus terangkat, mengangkat serviks dan memperbesar dua pertiga bagian atas vagina. Efek balon, atau tenting effect, ini menciptakan ruang untuk peletakan ejakulat.



Jika rangsangan erotik berlanjut, respons seks memuncak dalam orgasme sewaktu impuls simpatis memicu kontraksi ritmik otot-otot panggul dengan interval 0,8 detik (seperti pada pria). Kontraksi terutama paling kuat di sepertiga bawah saluran vagina yang membengkak. Respons sistemik yang identik dengan yang dijumpai pada orgasme pria juga terjadi. Pada kenyataannya, pengalaman orgasme pada wanita sejajar dengan yang terjadi pada pria dengan dua pengecualian. Pertama, pada wanita tidak terjadi ejakulasi. Kedua, wanita tidak mengalami fase refrakter setelah satu orgasme sehingga mereka dapat segera berespons terhadap stimulasi erotik berikutnya dan mencapai orgasme multipel. Jika rangsangan berlanjut, intensitas seksual setelah orgasme hanya berkurang ke tingkat plateau dan dapat segera dibawa kembali ke puncak. Wanita diketahui dapat mencapai orgasme hingga 12 kali berturut-turut dengan cara ini. Selama resolusi, vasokongesti panggul dan manifestasi sistemik secara bertahap mereda. Seperti pada pria, fase ini adalah saat relaksasi fisik paling besar pada wanita. Kini kita akan mengulas bagaimana wanita memenuhi bagian mereka dalam proses reproduksi. Periksa Pemahaman 20.3 1. Sebutkan dan jelaskan keempat fase siklus respons seksual. 2. Definisikan berbagai komponen tindakan seksual pria dan jelaskan bagaimana masing-masingnya tercapai.



Wanita Fisiologi reproduksi wanita lebih kompleks daripada fisiologi reproduksi pria.



Tidak seperti produksi sperma yang terus-menerus dan sekresi testosteron yang pada hakikatnya konstan pada pria, pelepasan ovum bersifat berkala dan sekresi hormon-hormon seks wanita memperlihatkan pergeseran siklis yang lebar. Jaringan yang dipengaruhi oleh hormon-hormon seks ini juga mengalami perubahan siklik, dengan yang paling jelas adalah daur menstruasi bulanan (menstruus berarti "bulanan"). Pada setiap siklus, saluran reproduksi wanita dipersiapkan untuk fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan dari ovarium saat ovulasi. Jika pembuahan tidak terjadi, siklus berulang. Jika pembuahan terjadi, siklus terhenti sementara sistem pada wanita tersebut beradaptasi untuk memelihara dan melindungi manusia yang baru terbentuk hingga ia berkembang menjadi individu yang mampu hidup di luar lingkungan ibu. Selain itu, wanita melanjutkan fungsi reproduksinya setelah melahirkan dengan menghasilkan susu (laktasi) untuk memberi makan bayi. Karena itu, sistem reproduksi wanita ditandai oleh siklus kompleks yang terputus   



795



■Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



"Estrogen" Lingkungan: Kabar Buruk BagiSistem Reproduksi



T



ANPA DIKETAHUI, SELAMA 70 TAHUN TERAKHIR kita manusia telah mengotori lingkungan dengan bahan kimia sintetik perusak endokrin sebagai efek samping industrialisasi yang tak-disengaja. Polutan mirip-hormon ini, yang disebut pengacau endokrin (endocrine disrupters), berikatan dengan reseptor yang normalnya disediakan untuk hormon-hormon alami. Bahanbahan ini dapat menyerupai atau menghambat aktivitas hormon bergantung pada bagaimana mereka berinteraksi dengan reseptor. Sebagian besar pengacau hormon menimbulkan efek feminisasi. Banyak dari kontaminan lingkungan ini mirip dengan atau mengubah kerja estrogen, hormon steroid feminisasi yang diproduksi oleh ovarium wanita. Meskipun belum dipastikan, penelitian di laboratorium dan lapangan mengisyaratkan bahwa pengacau estrogen ini mungkin berperan dalam beberapa kecenderungan pengganggu dalam masalah kesehatan reproduksi, seperti turunnya hitung sperma pada pria dan meningkatnya insiden kanker payudara pada wanita. Polutan estrogenik terdapat di mana-mana. Bahan ini mencemari makanan, air minum, dan udara kita. Senyawa sintetik yang terbukti menyebabkan feminisasi mencakup (1) insektisida dan pembasmi hama tertentu, (2) produk penguraian detergen tertentu, (3) produksampingan bensin yang terdapat di asap knalpot, (4) pengawet makanan umum yang digunakan untuk mencegah tengik, dan (5) pelembut yang menyebabkan plastik lentur. Pelembut plastik ini sering ditemukan dalam kemasan makanan dan mudah merembes ke dalam makanan yang berkontak dengannya, terutama sewaktu pemanasan. Bahan-bahan ini juga dapat ditemukan merembes ke dalam liur dari beberapa mainan plastik untuk bayi. Mereka ditemukan di banyak produk medis, misalnya kantong darah. Pelunak plastik adalah salah satu pencemar lingkungan yang paling banyak ditemukan. Para peneliti baru mulai mengidentifikasi dan memahami dampak terhadap kesehatan reproduksi berbagai bahan kimia sintetik yang telah menjadi bagian integral dalam kehidupan modern. Di lingkungan kita diperkirakan sudah terdapat 87.000 jenis bahan kimia sintetik. Para ilmuwan mencurigai bahwa bahan kimia mirip-estrogen yang terdapat di antaranya mungkin mendasari berbagai gangguan kesehatan reproduksi yang telah meningkat sejak 70 tahun terakhirperiode waktu yang sama ketika sejumlah besar polutan diperkenalkan ke dalam lingkungan kita. Ini adalah contoh disfungsi reproduksi pria yang mungkin secara tak-langsung berkaitan dengan pajanan ke pengacau estrogen lingkungan:



oleh perubahan yang lebih kompleks lagi seandainya terjadi kehamilan. Ovariunn melakukan fungsi ganda untuk menghasilkan ovum (oogenesis) dan mengeluarkan hormon seks wanita, estrogen dan progesteron. Hormon-hormon ini bekerja sama untuk mendorong fertilisasi ovum dan mempersiapkan sistem reproduksi wanita untuk kehamilan. Estrogen pada wanita mengatur banyak fungsi yang serupa dengan yang dilakukan oleh testosteron pada pria, misalnya pematangan dan pemeliharaan keseluruhan sistem reproduksi wanita dan membentuk karakteristik seks sekunder wanita. Secara umum,



  



hapter























Turunnya jumlah sperma. Hitung sperma rerata turun dari 113 juta/ mL semen pada tahun 1940 menjadi 60 juta/mL sekarang ini. Hal yang memperparah keadaan, volume satu kali ejakulat telah turun dari 3,4 mL menjadi 2,75 mL. Hal ini berarti bahwa pria, secara rerata, kini mengeluarkan kurang dari separuh jumlah sperma dibandingkan dengan 70 tahun yang lalu-suatu penurunan lebih dari 380 juta sperma menjadi sekitar 165 juta sperma per ejakulat. Selain itu, jumlah sperma motil juga merosot. Perlu diperhatikan, hitung sperma selama periode yang sama tidak turun di bagianbagian dunia yang tidaktercemar. Meningkatnya insidensi kanker testis dan prostat. Kasus kanker testis telah meningkattiga kali lipat sejaktahun 1940, dan angkanya terus meningkat. Kanker prostat juga meningkat selama periode waktu tersebut. Meningkatnya jumlah kelainan saluran reproduksi pria saat lahir. Insiden kriptorkidismus (testis tak-turun) hampir meningkat dua kali lipat dari tahun 1950-an ke 1970-an. Jumlah kasus hipospadia, suatu malformasi penis, meningkat lebih dari dua kali antara pertengahan tahun 1960-an dan pertengahan tahun 1990-an. Hipospadia terjadi jika lipatan uretra gagal menutup sewaktu perkembangan janin laki-laki. Adanya bukti kelainan gender pada hewan. Sebagian ikan dan populasi hewan liar yang banyak terpajan ke estrogen lingkungan— misalnya yang hidup di atau dekat air yang tercemar berat oleh bahan-bahan kimia mirip-hormon—memperlihatkan angka kecacatan sistem reproduksi yang tinggi. Contohnya adalah ikan jantan yang hermafrodit (merniliki struktur reproduksi jantan dan betina) dan buaya jantan dengan penis yang abnormal kecil. Kelainan reproduksi serupa juga dapat dijumpai pada mamalia darat. Diperkirakan bahwa pajanan estrogen lingkungan yang berlebihan menyebabkan populasi hewan ini "terkebirl': Menurunnya kelahiran bayi laki-laki. Banyak negara melaporkan penurunan ringan rasio bayi laki-laki terhadap bayi perempuan yang dilahirkan. Di AS, terdapat pengurangan 17 kelahiran bayi laki laki per 10.000 kelahiran pada tahun 2007 dibandingkan tahun 1970, dan Jepang telah melihat suatu penurunan lebih dari 37 kelahiran pria per 10.000 kelahiran selama periode yang sama. Meskipun beberapa penjelasan coba diajukan (seperti usia saat hamil yang lebih tua, meningkatnya



kerja estrogen penting pada proses-proses pra-konsepsi. Estrogen esensial bagi pematangan dan pembebasan ovum, pembentukan karakteristik fisik yang menarik secara seksual bagi pria, dan transpor sperma dari vagina ke tempat pembuahan di oviduktus. Selain itu, estrogen ikut berperan dalam perkembangan payudara dalam antisipasi menyusui. Steroid ovarium lainnya, progesteron, kadang disebut "hormon kehamilan", penting dalam mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk memelihara embrio dan kemudian janin serta berperan dalam kemampuan payudara untuk menghasilkan susu.



obesitas, dan meningkatnya penggunaan teknologi reproduksi), banyak peneliti mengaitkan kecenderungan bermasalah ini, terutama pada perkembangan janin pria normal, dengan estrogen lingkungan. Dalam satu bukti tak-langsung yang meyakinkan, orang yang secara tak-sengaja terpajan ke bahan pengacau endokrin dalam kadar tinggi pada suatu kecelakaan industri kemudian memiliki hanya anak perempuan tanpa anak laki-laki, sementara yang terpajan ke kadar rendah memiliki rasio anak perempuan terhadap anak laki-laki yang normal. Demikian juga, penelitian di orang Rusia Arktik pada tahun 2004 mengungkapkan bahwa terdapat rasio 2,5 berbanding 1 antara kelahiran wanita dan pria pada wanita yang kadar polutan mirip-estrogen dalam darahnya adalah 4 mg/L atau lebih. Estrogen lingkungan juga diduga berperan dalam peningkatan insidensi kanker payudara pada wanita. Saat ini kanker payudara lebih prevalen 25% hingga 30% dibandingkan dengan pada tahun 1940an. Banyak faktor risiko untuk kanker payudara yang sudah dipastikan, misalnya mendapat haid lebih dini dan mengalami menopause belakangan, berkaitan dengan peningkatan umur total terpajan ke estrogen. Karena peningkatan pajanan ke estrogen alami meningkatkan risiko kanker payudara, pajanan berkepanjangan ke estrogen lingkungan dapat berperan meningkatkan prevalensi keganasan ini pada wanita (dan pria). Selain pengacau estrogen, para ilmuwan baru-baru ini menemukan suatu golongan baru bahan kimia pengganggupengacau androgen yang menyerupai atau menekan efek hormon pria. Sebagai contoh, studi-studi mengisyaratkan bahwa bakteri dalam air buangan dari pabrik kayu dapat mengubah sterol dalam bubur kayu pinus menjadi androgen. Sebaliknya, senyawa antiandrogen ditemukan dalam senyawa fungisida yang sering disemprotkan ke berbagai sayur dan buah. Hal lain yang mengkhawatirkan adalah androgen yang digunakan oleh industri peternakan untuk meningkatkan produksi otot (yaitu, daging) pada sapi. (Androgen memiliki efek anabolik protein.) Obat-obat ini tidak berakhir di daging, tetapi dapat masuk ke air minum dan makanan lain karena tinja yang penuh hormon tersebut dapat menceman sungai dan danau. Di bawah Toxic Substances Control Act (TCSA) yang menjadi



hukum di AS pada tahun 1976, bahan kimia dianggap aman hingga terbukti sebaliknya. Environmental Protection Agency (EPA) harus menunjukkan bahwa suatu bahan kimia berbahaya setelah itu selesai digunakan. Sebagai respons terhadap semakin banyaknya bukti yang muncul secara sirkumstansial yang mengaitkan berbagai polutan lingkungan dengan kelainan reproduksi, Kongres AS memberi mandat kepada Environmental Protection Agency (EPA) pada tahun 1996 untuk menentukan bahan kimia sintetik apa yang dapat mengganggu sistem endokrin. Sebagai tanggapannya, EPA membentuk suatu komite penasihat, yang pada tahun 1998 mengajukan suatu rencana ambisius untuk memulai pengujian menyeluruh terhadap berbagai senyawa sintetik atas kemungkinannya mengganggu sistem hormon manusia dan hewan. Meskipun pada akhirnya semua dari 87.000 senyawa sintetik yang ada akan diuji, pemeriksaan penya ring awal dipersempit menjadi evaluasi 15.000 bahan kimia yang luas digunakan dalam potensi gangguan sistem hormon. Karena menganggap ini sebagai prioritas kesehatan nasional, pemerintah telah mengalokasikan jutaan dolar untuk riset ini. Namun, selama proses yang menghabiskan waktu ini, hanya beberapa ribu bahan kimia yang diuji coba selama 10 tahun pertama penelitian, seiring dengan Toxic Release Inventory EPA yang terus berkembang dan bahan kimia lain telah dianggap aman. Hal yang membuat situasinya menjadi kompleks adalah para peneliti telah mempelajari bahwa bahan kimiawi yang ada pada tubuh manusia dalam kadar aman memiliki efek sinergistik dan efek yang merugikan ketika bahan-bahan ini berinteraksi. Karena itu, tidak akan cukup untuk mengevaluasi risiko bahan kimia sintetis ini satu demi satu. Ilmuwan dan badan pengelola harus memikirkan risiko kumulatif dari tercampurnya bahan bahan kimia. Selebihnya, para pengawas lingkungan dipanggil untuk melakukan pengukuran atas batasan terpajannya senyawa kimia terhadap individu dan dalam pelabelan manufaktur yang lebih baik sehingga konsumen dapat memperoleh informasi yang lebih banyak tentang produk yang mereka pakai. Selanjutnya, fegislasi telah dikenalkan di Kongres, yang mengharuskan manufaktur untuk membuktikan bahwa bahan kimia dalam produk yang mereka pakai aman, menyediakan insentif bagi perkembangan produk yang lebih aman, dan memberikan EPA tanggung jawab yang lebih besar dalam menindak senyawa kimiawi yang terbukti berisiko tinggi.



Sebagai steroid, estrogen dan progesteron menjalankan efek multipelnya dengan berikatan dengan reseptor khususnya di dalam sitoplasma sel target mereka, dengan kompleks reseptor-hormon bergerak ke nukleus tempat kompleks itu akan terikat dengan elemen respons-hormon DNA spesifikhormon. Pengikatan ini menyebabkan transkripsi gen dan sintesis protein terancang yang menjalankan respons hormon yang diperintahkan oleh hormon pada sel target. Estrogen memiliki dua reseptor sitoplasma yang berbeda, yang memiliki perbedaan distribusinya di berbagai jaringan dan mengizinkan aksi yang selektif pada jaringan terget yang spesifik. Selective



Estrogen Receptor Modulator (SERM), seperti raloksifen, adalah obat yang terikat secara selektif dengan reseptor estrogen yang spesifik. Raloksifen disetujui untuk mengobati osteoporosis karena terikat secara selektif dengan reseptor estrogen di tulang, tempat ia menyerupai efek menguntungkan estrogen dalam mempertahankan kepadatan tulang, sementara tidak menghasilkan efek lainnya pada organ reproduksi, tempat pengaruh mirip-estrogen ekstra dapat meningkatkan risiko kanker (lihat h. 759 dan 761). Estrogen juga terikat dengan reseptor membran permukaan, tempat ia bekerja melalui cAMP untuk memperoleh efek nongenomik yang cepat (lihat h. 135).



  



797



Seperti pada pria, kemampuan reproduksi dimulai saat pubertas pada wanita, tetapi tidak seperti pada pria, yang memiliki potensi reproduksi seumur hidupnya, potensi reproduksi wanita terhenti selama usia pertengahan saat menopause.



apa folikel primer yang tersisa yang tidak pernah berovulasi atau mengalami atresia. Sejak tahap ini, kapasitas reproduksi wanita yang bersangkutan berhenti. Potensial gamet yang terbatas pada wanita ini sangat berbeda dengan proses spermatogenesis pada pria yang terus-menerus dan berpotensi menghasilkan beberapa ratus juta sperma dalam sehari. Selain itu, dibandingkan dengan spermatogenesis, pada oogenesis banyak terjadi pemborosan kromosom, seperti yang akan kita lihat.



Oogenesis sangat berbeda dengan spermatogenesis dalam beberapa aspek penting, meskipun tahap-tahap identik pada replikasi dan pembelahan kromosom berlangsung selama produksi gamet pada kedua jenis kelamin. Sel germinativum primordial yang belum berdiferensiasi di ovarium janin, oogonia (sebanding dengan spermatogonia), membelah secara mitosis untuk menghasilkan 6 juta hingga 7 juta oogonia pada bulan kelima gestasi, saat proliferasi mitosis terhenti.



PEMBENTUKAN OOSIT SEKUNDER DAN FOLIKEL SEKUNDER



PEMBENTUKAN OOSIT PRIMER DAN FOLIKEL PRIMER Selama bagian terakhir kehidupan janin, oogonia memulai tahap-tahap awal pembelahan meiotik pertama, tetapi tidak menuntaskannya. Oogonia tersebut, yang kini dikenal sebagai oosit primer, mengandung jumlah diploid 46 kromosom replikasi, yang dikumpulkan ke dalam pasangan-pasangan homolog, tetapi tidak memisah. Oosit primer tetap berada dalam keadaan henti meiosis ini selama bertahun-tahun hingga sel ini dipersiapkan untuk ovulasi. Sebelum lahir, setiap oosit primer dikelilingi oleh satu lapisan sel granulosa. Bersama-sama, satu oosit dan sel-sel granulosa di sekitarnya membentuk folikel primer. Oosit yang tidak membentuk folikel kemudian mengalami kerusakan melalui proses apoptosis (bunuh diri sel). Saat lahir, hanya sekitar 2 juta folikel primer yang tersisa, masing-masing mengandung satu oosit primer yang mampu menghasilkan satu ovum. Pandangan tradisional adalah bahwa tidak ada oosit atau folikel baru muncul setelah lahir, dengan folikel yang sudah ada di ovarium saat lahir berfungsi sebagai reservoar yang menjadi asal bagi semua ovum sepanjang masa subur wanita yang bersangkutan. Kumpulan folikular secara bertahap berkurang akibat proses-proses yang "menggunakan" folikel yang mengandung oosit. Namun, para peneliti baru-baru ini menemukan, paling tidak pada mencit, bahwa oosit baru dalam jumlah tertentu dapat diproduksi setelah lahir dari sel germinativum primitif di ovarium dewasa. Bahkan sebelum pubertas, kelompok folikel primer meningkatkan perkembangan folikel yang sedang terjadi, yang dirangsang oleh faktor parakrin yang kurang dimengerti yang dihasilkan oleh oosit dan sel granulosa. Setelah mulai terbentuk, folikel ditakdirkan mengalami satu dari dua nasib: Folikel mencapai kematangan dan berovulasi, atau berdegenerasi untuk membentuk jaringan parut, suatu proses yang dikenal sebagai atresia. Hingga pubertas, semua folikel yang mulai berkembang mengalami atresia pada tahap-tahap awal tanpa pernah berovulasi. Selama beberapa tahun pertama pubertas, banyak siklus bersifat anovulatorik (yaitu, tanpa pembebasan ovum). Dari cadangan total folikel, sekitar 300.000 yang ada saat pubertas, dan hanya sekitar 400 yang akan matang dan mengeluarkan ovum; 99,97% tidak pernah berovulasi, tetapi mengalami atresia pada suatu tahap perkembangannya. Saat menopause, yang rerata terjadi pada usia 50- an awal, hanya beber  



hapter



Oosit primer di dalam folikel primer masih merupakan suatu sel diploid yang mengandung 46 kromosom ganda. Dari pubertas hingga menopause, sebagian dari kumpulan folikel ini mulai berkembang menjadi folikel lebih lanjut secara siklis. Belum diketahui mekanisme apa yang menentukan folikel mana dari reservoar tersebut yang akan berkembang pada suatu siklus. Pembentukan folikel lebih lanjut ditandai oleh pertumbuhan oosit primer dan oleh ekspansi serta diferensiasi lapisan-lapisan sel sekitar. Oosit membesar sekitar seribu kali lipat. Pembesaran oosit ini disebabkan oleh penimbunan bahan sitoplasma yang akan dibutuhkan oleh embrio awal. Tepat sebelum ovulasi, oosit primer, yang nukleusnya mengalami perhentian meiosis selama bertahun-tahun, menuntaskan pembelahan meiosis pertamanya. Pembelahan ini menghasilkan dua sel anak, masing-masing menerima set haploid 23 kromosom ganda, analog dengan pembentukan spermatosit sekunder (Gambar 20-14). Namun, hampir semua sitoplasma tetap berada di salah satu sel anak, yang sekarang dinamai oosit sekunder, yang ditakdirkan untuk menjadi ovum. Kromosom sel anak yang lain bersama dengan sedikit sitoplasmanya membentuk badan polar pertama. Dengan cara ini, calon ovum kehilangan separuh kromosomnya untuk membentuk gamet haploid, tetapi mempertahankan sitoplasma yang kaya nutrien. Badan polar yang kekurangan sitoplasma tersebut segera mengalami degenerasi. PEMBENTUKAN OVUM MATANG Sebenarnya, oosit sekunder, bukan ovum matang, diovulasikan dan dibuahi, tetapi telah menjadi kebiasaan untuk menyebut gamet wanita yang sedang terbentuk sebagai ovum bahkan dalam stadium oosit primer dan sekunder. Masuknya sperma ke dalam oosit sekunder dibutuhkan untuk memicu pembelahan meiosis kedua. Oosit sekunder yang tidak dibuahi tidak pernah menyelesaikan pembelahan final ini. Selama pembelahan ini, separuh set kromosom bersama dengan sedikit sitoplasma dikeluarkan sebagai badan polar kedua. Separuh set lainnya (23 kromosom tak-berpasangan) tetap tertinggal dalam apa yang sekarang dinamai ovum matang (kadang-kadang disebut ootid, yang setara dengan spermatid, hingga badan polar berdisintegrasi dan hanya tertinggal ovum matang). Dua puluh tiga kromosom ibu ini menyatu dengan 23 kromosom ayah dari sperma yang masuk untukmenuntaskan pembuahan. Jika badan polar pertama belum berdegenerasi, sel ini juga mengalami pembelahan meiosis kedua pada saat yang sama ketika oosit sekunder yang dibuahi membagi kromosomnya. PERBANDINGAN LANGKAH-LANGKAH DALAM OOGENESIS DAN SPERMATOGENESIS Tahap-tahap yang terjadi dalam



distribusi kromosom selama oogenesis sejajar dengan yang terjadi pada spermatogenesis, kecuali bahwa distribusi sitoplasma dan ren-



Tahap-tahap oogenesis



Kromosom di masimg-masing sel 46 (jumlah diploid; untai ganda)



Oogonium



1



Proliferasi mitosis



sebelum lahir



(Terhenti pada pembelahan meiosis pertama)



Oosit primer



Setelah pubertas, satu oosit primer mencapai kematangan dan di ovulasikan sekitar sekali sebulan sampai terjadi menopause



Oosit primer yang diperbesar



46 (jumlah diploid; untai ganda)



46 (jumlah diploid; untai ganda)



(Pembelahan meiosis pertama selesai tepat sebelum ovulasi)



2



Meiosis



Oosit sekunder



Badan polar pertama



23 (jumlah diploid; untai ganda)



(Pembelahan meiosis kedua selesai setelah feritilisasi) Badan polar kedua Badan polar mengalami degenerasi



Ovum matang



23 (jumlah haploid; untai tunggal) dari ovum plus 23 (jumlah haploid; untai tunggal dari sperma untuk menghasilkan ovum diploid yang telah dibuahi dengan) 46 kromosom



Gambar 20-14 Oogenesis. Bandingkan dengan gambar Gambar 20-8, p. 785, spermatogenesis.



tang waktu penyelesaiannya sangat berbeda (Gambar 20-15).Seperti halnya pembentukan 4 spermatid haploid oleh setiap spermatosit primer, setiap oosit primer (jika badan polar pertama tidak mengalami degenerasi sebelum menuntaskan pembelahan meiosis keduanya) juga menghasilkan empat sel anak haploid. Dalam spermatogenesis, masing-masing sel anak berkembang menjadi spermatozoa motil yang sangat khusus dan tidak dibebani oleh sitoplasma dan organel yang tidak esensial serta semata-mata bertugas menyampaikan separuh gen ke individu baru. Namun, dalam oogenesis, dari keempat sel anak, hanya satu yang ditakdirkan menjadi ovum yang menerima sitoplasma. Distribusi sitoplasma yang tak-merata ini penting karena ovum, selain menyumbang separuh gen, juga menyediakan semua komponen sitoplasma yang dibutuhkan untuk menunjang perkembangan awal ovum yang telah dibuahi. Ovum yang besar dan relatif belum berdiferensiasi ini mengandung banyak nutrien, organel, serta protein struktural dan enzimatik. Ketiga sel anak lainnya yang kekurangan sitoplasma, atau badan polar, cepat berdegenerasi dan kromosomnya menjadi sia-sia. Perhatikan juga perbedaan besar dalam waktu untuk menuntaskan spermatogenesis dan oogenesis. Diperlukan waktu



sekitar dua bulan bagi spermatogonia untuk berkembang menjadi spermatozoa sempurna. Sebaliknya, perkembangan oogonia (terdapat sebelum lahir) menjadi ovum matang memerlukan waktu antara 11 tahun (permulaan ovulasi pada awal pubertas) hingga 50 tahun (akhir ovulasi pada awitan menopause). Panjang sebenarnya dari tahap-tahap aktif meiosis pada pria dan wanita sama, tetapi pada wanita sel telur mengalami penghentian meiosis untuk waktu yang berbedabeda. Semakin tuanya usia ovum yang dibebaskan oleh wanita pada usia akhir 30-an dan 40-an diperkirakan berperan menyebabkan peningkatan insiden kelainan genetik, misalnya sindrom Down, pada anak yang lahir dari ibu dalam kisaran usia tersebut.



Setelah pubertas dimulai, ovarium secara terus-menerus mengalami dua fase secara bergantian: fase folikular, yang didominasi oleh keberadaan folikel matang; dan fase luteal, yang ditandai oleh adanya korpus luteum (akan segera diuraikan). Dalam keadaan normal, siklus ini hanya terinterupsi jika terjadi Sistem Reproduksi



799



Mitosis Sel germinal pria (diploid)



Spermatogonium (diploid)



Kromosom resentatif



Sel germinal wanita (diploid)



Oogonium (diploid) Mitosis menghasilkan sejumlah besar oogenesis



Mitosis menghasilkan sejumlah besar spermatogonia



Meiosis I Spermatosit primer (diploid; kromosom diperlihatkan saat direplikasi)



Oosit primer (diploid; kromosom diperlihatkan saat direplikasi) (tepat sebelum ovulasi)



Spermatosit sekunder (haploid)



Meiosis II



Spermatid (haploid)



Oosit sekunder (haploid)



Badan polar pertama



(tepat sebelum fertilisasi) Dari badan polar pertama



Ootid (haploid)



Badan polar kedua Sperma (haploid)



Ovum matang (haploid) Badan polar bersintegrasi



(a) Spermatogenesis



(b) Oogenesis



Gambar 20-15 Perbandingan pembelahan mitosis dan meiosis yang menghasilkan dan sel telur dari sel germinal.



  



hapter



kehamilan dan akhirnya berakhir pada menopause. Siklus ovarium rerata berlangsung 28 hari, tetapi hal ini bervariasi di antara wanita dan di antara siklus pada wanita yang sama. Folikel bekerja pada paruh pertama siklus untuk menghasilkan telur matang yang siap untuk berovulasi pada pertengahan siklus. Korpus luteum mengambil alih selama paruh terakhir siklus untuk mempersiapkan saluran reproduksi wanita untuk kehamilan jika terjadi pembuahan pada telur yang dibebaskan tersebut.



Fase folikular ditandai oleh pembentukan folikel matang. Setiap saat selama siklus, sebagian folikel-folikel primer mulai berkembang (Gambar 20-16b, langkah 1 ). Namun, hanya folikel yang melakukannya selama fase folikular, saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong pematangannya, yang berlanjut melewati tahap-tahap awal perkembangan. Folikel yang lain, karena tidak mendapat bantuan hormon, mengalami atresia. Selama pembentukan folikel, seiring dengan pembentukan dan penyimpanan bahan oleh oosit primer untuk digunakan jika dibuahi, terjadi perubahan-perubahan penting di sel-sel yang mengelilingi oosit dalam persiapan untuk pembebasan sel telur dari ovarium. PROLIFERASI SEL GRANULOSA DAN PEMBENTUKAN ZONA PELUSIDA Pertama, satu lapisan sel granulosa pada folikel primer



berproliferasi untuk membentuk beberapa lapisan yang mengelilingi oosit. Sel-sel granulosa ini mengeluarkan "kulit" kental mirip-gel yang membungkus oosit dan memisahkannya dari sel granulosa sekitar. Membran penyekat ini dikenal sebagai zona pelusida (langkah 2 ). Taut celah menembus zona pelusida dan terbentang antara oosit dan sel-sel granulosa sekitar di folikel yang sedang berkembang. Ion dan molekul kecil dapat melewati saluran penghubung ini. Glukosa, asam amino, dan molekul penting lain disampaikan ke oosit dari sel granulosa melalui saluran-saluran ini, memungkinkan sel telur menumpuk bahan-bahan nutrien penting ini. Molekul- molekul pembawa sinyal juga dapat melewati saluran ini dalam kedua arahnya sehingga perubahan-perubahan yang terjadi di oosit dan selsel sekitar dapat dikoordinasikan selagi keduanya mengalami pematangan dan bersiap untuk ovulasi. Hubungan yang saling memelihara antara sel granulosa dan sel telur yang berkembang serupa dengan hubungan antara sel Sertoli dan sel sperma yang sedang berkembang. PROLIFERASI SEL TEKA; SEKRESI ESTROGEN Pada saat yang sama ketika oosit sedang membesar dan sel-sel granulosa berproliferasi, sel-sel jaringan ikat ovarium khusus yang berkontak dengan sel granulosa berproliferasi dan berdiferensiasi untuk membentuk suatu lapisan luar sel teka sebagai respons terhadap parakrin yang disekresi oleh sel granulosa (langkah 3 ). Sel teka dan sel granulosa, yang secara kolektif dinamai sel folikel, berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mengeluarkan estrogen. Dari tiga estrogen yang penting secara fisiologis sesuai potensinya-estradiol, estron, dan estriol-estradiol adalah estrogen ovarium utama. PEMBENTUKAN ANTRUM Tahap awal perkembangan folikel yang



terjadi tanpa pengaruh gonadotropin berlangsung sekitar 2 bulan dan bukan bagian dari fase folikular siklus ovarium. Hanya folikel yang



berespons terhadap stimulasi FSH (sekarang disebut folikel praantral) "direkrut" pada permulaan fase folikular ketika kadar FSH meningkat. Dalam setiap siklus, biasanya sekitar 15-20 folikel direkrut. Lingkungan hormon pada fase folikular mendorong terjadinya pembesaran dan pengembangan cepat kemampuan sekresi sel-sel folikel, mengubah folikel praantral menjadi folikel sekunder, atau folikel antral, yang mampu mengeluarkan estrogen (langkah 4 )Selama tahap perkembangan folikel ini, terbentuk suatu rongga berisi cairan, antrum, di bagian tengah sel-sel granulosa (Gambar 20-17). Cairan folikel sebagian berasal dari transudasi (mengalir melalui pori kapiler) plasma dan sebagian dari sekresi sel folikel. Sewaktu sel folikel mulai mengeluarkan estrogen, sebagian dari hormon ini disekresikan ke dalam darah untuk disebarkan ke seluruh tubuh. Namun, sebagian estrogen ini terkumpul di cairan antral kaya-hormon. Oosit telah mencapai ukuran penuh saat antrum mulai terbentuk. Perubahan dari folikel praantral ke folikel antral ini memicu suatu periode pertumbuhan folikel yang cepat (lihat GamGambar 20-16, langkah 5 )Selama periode ini, garis tengah folikel meningkat dari kurang dari 1 mm menjadi 12 hingga 16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian dari pertumbuhan folikel ini disebabkan oleh proliferasi berkelanjutan sel granulosa dan sel teka, tetapi sebagian besar disebabkan oleh pembesaran dramatik antrum. Seiring dengan tumbuhnya folikel, produksi estrogen juga meningkat. PEMBENTUKAN FOLIKEL MATANG Salah satu folikel, folikel "dominan", biasanya tumbuh lebih cepat daripada yang lain, berkembang menjadi folikel matang (praovulasi, tersier, atau Graaf) dalam waktu sekitar 14 hari setelah dimulainya pembentukan folikel (langkah 6 ). Folikel dominan yang berkembang menjadi folikel dewasa umumnya memiliki banyak reseptor FSH dan karena itu menjadi yang paling responsif terhadap stimulasi hormon. Pada folikel matang, antrum menempati sebagian besar ruang. Oosit, yang dikelilingi oleh zona pelusida dan satu lapisan sel granulosa, tergeser asimetris ke salah satu sisi folikel, dalam suatu gundukan kecil yang menonjol ke dalam antrum. OVULASI Folikel matang yang telah sangat membesar ini menonjol dari permukaan ovarium, menciptakan suatu daerah tipis yang kemudian pecah untuk membebaskan oosit pada ovulasi (langkah 7 ). Pecahnya folikel ditandai oleh pelepasan enzim-enzim (dipicu oleh lonjakan sekresi LH, yang akan dijelaskan kemudian) dari sel folikel untuk mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Karena itu, dinding yang menonjol tersebut melemah sehingga semakin menonjol hingga ke tahap ketika dinding tersebut tidak lagi mampu menahan isi folikel yang cepat membesar. Tepat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya. Ovum (oosit sekunder), masih dikelilingi oleh zona pelusida yang lekat dan sel-sel granulosa (kini dinamai korona radiata, yang berarti "mahkota memanear"), tersapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh cairan antrum yang bocor (lihat Gambar 20-16c). Ovum yang dibebaskan ini cepat tertarik ke dalam oviduktus, tempat fertilisasi dapat terjadi. Folikel-folikel lain yang sedang berkembang, tetapi gagal mencapai kematangan dan berovulasi kemudian mengalami degenerasi dan tidak pernah menjadi aktif kembali. Kadang  



801



Sel folikel



1



2 Zona pelusida



Folikel matang



Folikel primer (40 μm)



C. Edelmann/Photo Researchers, Inc.



Sel Granulosa



Folikel sekunder 3 Thecal cells



Folikel praantral Oosit primer



Oosit primer Satu lapisan sel granulosa



4 Awal pembentukan antrum



Folikel primer



Folikel antral (sekunder) yang sedang terbentuk



Korpus luteum (a) Ovarium (ukuran sebenarnya) memperlihatkan ukuran relatif tahaptahap progresif dalam siklus ovarium



(c) Mikrograf ovulasi



Korpus luteum



10 Sel teka Sel granulosa Antrum



9



Korpus luteum yang berdegenerasi



Zona pelusida Ovum terovulasi (oosit sekunder)



Ovum (oosit primer) Permukaan ovarium



5



Korona radiata



Sisa folikel



Zona pelusida



Ovum (oosit sekunder)



Korpus luteum sedang terbentuk



Antrum 6



Folikel matang (12-16 mm)



8



7 (b) Pembentukan folikel, ovulasi, serta pembentukan dan degenerasi korpus luteum



1 Di dalam folikel primer, oosit primer dikelilingi oleh selapis sel granulosa.



atau antral, ketika antrum yang kayaestrogen mulai terbenluk.



dan melepaskan oosit sehingga menyebabkan ovulasi dan terhentinya fase folikular.



2 Di bawah pengaruh parakrin lokal, sel granulosa berproliferasi dan membentuk zona pelusida di sekitar oosit.



5 Antrum terus meluas akibat pertumbuhan cepat folikel sekunder.



8 Mengantar ke fase luteal, folikel yang ruptur berkembang menjadi korpus luteum di bawah pengaruh LH.



3 Jaringan ikat ovarium sekitar berdiferensiasi menjadi sel teka, mengubah folikel primer menjadi folikel praantral. 4 Folikel yang mencapai tahap praantral direkrut untuk perkembangan lebin lanjut di bawah pengaruh FSH pada saat dimulainya fase folikular siklus ovarium. Folikel yang direkrut berkembang menjadi folikel sekunder,



6 Setelah sekitar 2 minggu pertumbuhan cepat di bawah pengaruh FSH, folikel telah berkembang menjadi folikel matang, yang sangat banyak mengandung antrum; oosit, yang kini telah berkembang menjadi oosit sekunder, tergeser ke salah satu sisi. 7 Pada pertengahan siklus, sebagai respon terhadap lonjakan sekresi LH, folikel matang, dengan menonjol ke permukaan ovarium, pecah



9 Korpus luteum terus bertumbuh dan menyekresikan progesteron dan estrogen yang mempersiapkan uterus untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. 10 Setelah hari, jika ovum yang telah dibuahi tidak berimplantasi di uterus, korpus kuteum berdegenerasi, fase luteal berakhir, dan fase folikular baru dimulai di bawah pengaruh Jingkungan hormonal yang berubah.



Gambar 20-16 Siklus ovarium. (a) Ovarium yang menunjukkan tahap-tahap progresif dalam satu siklus ovarium. Semua tahap ini terjadi secara berurutan pada satu tempat, tetapi tahap-tahap tersebut ditampilkan dalam sebuah lengkung di perifer ovarium sehingga semua tahap dapat terlihat secara bersamaan. (b) Pandangan yang diperbesar tentang tahap-tahap dalam satu siklus ovarium. (c) Mikrograf oosit sekunder yang sedang dilepaskan (ovulasi), dikelilingi oleh halo berawan korona radiata.



  



hapter



DEGENERASI KORPUS LUTEUM Jika ovum yang dibebaskan tidak Antrum



P. Bagavandoss/Photo Researchers, Inc.



Sel teka



Ovum (oosit primer) Sel granulosa Gambar 20-17



Pemindaian mikrograf elektron sebuah folikel sekunder



dibuahi dan tidak berimplantasi, korpus luteum akan berdegenerasi dalam waktu sekitar 14 hari setelah pembentukannya (langkah 10 ). Sel-sel luteal berdegenerasi dan difagositosis, dan jaringan ikat segera masuk untuk membentuk massa jaringan fibrosa yang dikenal sebagai korpus albikans ("badan putih"). Fase luteal kini usai, dan satu siklus ovarium telah selesai. Suatu gelornbang baru pembentukan folikel, yang dimulai ketika degenerasi korpus luteum tuntas, menandai dimulainya fase folikular baru. KORPUS LUTEUM KEHAMILAN Jika pembuahan dan implantasi



terjadi, korpus luteum terus tumbuh dan meningkatkan produksi progesteron dan estrogennya dan bukan mengalami degenerasi. Struktur ovarium ini, yang sekarang dinamai korpus luteum kehamilan, menetap hingga kehamilan berakhir. Struktur ini menghasilkan hormon-hormon yang esensial untuk mempertahankan kehamilan hingga plasenta yang kemudian terbentuk mengambil alih fungsi krusial ini. Anda akan mempelajari lebih lanjut peran struktur-struktur ini kemudian.



yang sedang terbentuk



kadang dua (atau mungkin lebih) folikel mencapai kematangan dan berovulasi hampir secara bersamaan. Jika keduanya dibuahi, dihasilkan kembar fraternal.Karena kembar fraternal berasal dari ovum yang berbeda dan dibuahi oleh sperma yang berbeda, mereka sama seperti saudara kandung, tetapi dengan tanggal lahir yang sama. Kembar identik, sebaliknya, berasal dari satu ovum yang dibuahi yang membelah sempurna pada awal masa perkembangannya menjadi dua mudigah yang secara genetis identik. Pecahnya folikel saat ovulasi menandakan berakhirnya fase folikular dan dimulainya fase luteal.



Folikel yang pecah yang tertinggal di ovarium setelah pelepasan ovum segera mengalami perubahan karena sel-sel granulosa dan sel teka yang tertinggal di sisa folikel mengalami transformasi struktural dan fungsional yang dramatik. PEMBENTUKAN KORPUS LUTEUM; SEKRESI ESTROGEN DAN PROGESTERON Sel-sel folikel lama ini membentuk



korpus luteum (KL), suatu proses yang dinamai luteinisasi (langkah 8 ). Sel-sel folikel yang berubah menjadi sel luteal ini membesar dan berubah menjadi jaringan yang sangat aktif menghasilkan hormon steroid. Banyaknya simpanan kolesterol, molekul prekursor steroid, dalam butir-butir lemak di dalam korpus luteum menyebabkan jaringan ini tampak kekuningan sehingga dinamai demikian (korpus artinya "badan"; luteum artinya "kuning"). Korpus luteum menyekresi progesteron ke darah dalam jumlah yang banyak, bersamaan dengan sedikit estrogen. Sekresi estrogen pada fase folikular diikuti oleh sekresi progesteron pada fase luteal penting untuk mempersiapkan uterus untuk implantasi ovum yang dibuahi. KL berfungsi penuh dalam empat hari setelah ovulasi, tetapi struktur ini terus mernbesar selama empat hingga lima hari berikutnya (langkah 9 )



Ovarium memiliki dua unit endokrin yang berkaitan: (1) folikel penghasil estrogen selama paruh pertama siklus dan (2) korpus luteum, yang menghasilkan progesteron dan estrogen, selama paruh terakhir siklus. Unit-unit ini secara berurutan dipicu oleh hubungan hormon siklik yang kompleks antara hipotalamus, hipofisis anterior, dan kedua unit endokrin ovarium ini. Seperti pada pria, fungsi gonad pada wanita dikontrol secara Iangsung oleh hormon-hormon gonadotropik hipofisis anterior, yaitu follicle-stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). Kedua hormon ini diatur oleh gonadotropin-releasinghormone (GnRH) hipotalamus. Neuron yang menyekresi GnRH pada gilirannya dirangsang oleh kisspeptin yang dilepaskan oleh neuron kissl hipotalamus di tingkat yang lebih tinggi. Aksi umpan balik hormon gonad pada hipofisis anterior dan hipotalamus menyelesaikan lengkung balik pengendali. Namun, tidak seperti pada pria, kontrol gonad wanita diperumit oleh sifat fungsi ovarium yang siklik. Sebagai contoh, efek FSH dan LH pada ovarium bergantung pada stadium siklus ovarium. Selain itu, estrogen menimbulkan efek umpan-balik negatif selama paruh tertentu siklus dan efek umpan-balik positif pada paruh siklus lainnya, bergantung pada konsentrasi estrogen. juga berbeda dari pria, FSH tidak semata-mata bertanggung jawab untuk gametogenesis, demikian juga LH tidak hanya menentukan sekresi hormon gonad. Kita akan membahas kontrol fungsi folikel, ovulasi, dan korpus luteum secara terpisah, dengan menggunakan Gambar 20-18 sebagai cara untuk memadukan berbagai aktivitas yang bersamaan dan berurutan di sepanjang siklus. Untuk mempermudah korelasi antara gambar yang tampak "sulit" ini dengan penjelasan teks penyerta mengenai siklus kompleks ini, angka-angka pada lingkaran di gambar dan penjelasannya bersesuaian dengan angka-angka penjelasan teks. KONTROL FUNGSI FOLIKEL Kita mulai dengan fase folikular siklus ovarium (Gambar 20-18, langkah 1 ). Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel praantral dan pematangan oosit tidak memerlukan rangsangan gonadotropik. Namun, diperlukan dukungan hormon untuk pembentukan antrum dan perkembangan folikel lebih lanjut   



803



Gambar 20-18 Korelasi antara kadar hormon dan perubahan siklik ovarium dan uterus. Selama paruh pertama siklus ovarium, fase folikular (langkah 1 ), folikel ovarium (langkah 2 ) mengeluarkan estrogen (langkah 3 ) di bawah pengaruh FSH (langkah 4 ), LH (langkah 5 ) , dan estrogen itu sendiri. Peningkatan sedang kadar estrogen menghambat sekresi FSH, yang menurun (langkah 6 ) selama bagian terakhir fase folikular, dan menekan sebagian sekresi tonik LH, yang terus meningkat (langkah 7 ) sepanjang fase folikular. Ketika produksi estrogen folikel mencapai puncaknya (langkah 8 ), kadar estrogen yang tinggi ini memicu lonjakan sekresi LH pada pertengahan siklus (langkah 9 ). Lonjakan LH ini menyebabkan ovulasi folikel matang (langkah 10 ). Sekresi estrogen merosot (langkah 11 ) ketika folikel mengalami kematian saat ovulasi. Sel-sel folikel lama berubah menjadi korpus luteum (langkah 12 ) yang mengeluarkan progesteron (langkah 13 ) serta estrogen (langkah 14 ) selama paruh terakhir siklus ovarium (fase luteal) (langkah 15 ). Progesteron menghambat dengan kuat FSH (langkah 16 ) dan LH (langkah 17 ) yang terus menurun sepanjang fase luteal. Korpus luteum berdegenerasi (langkah 18 ) dalam waktu sekitar dua minggu jika ovum yang dibebaskan tidak dibuahi dan berimplantasi di uterus. Kadar progesteron (langkah 19 ) dan estrogen (langkah 20 ) turun tajam ketika korpus luteum berdegenerasi sehingga pengaruh inhibitorik pada FSH dan LH lenyap. Sewaktu kedua hormon hipofisis anterior ini mulai kembali meningkat (langkah 21 dan 22 ) akibat tidak adanya inhibisi, perkembangan kelompok baru folikel-folikel kembali dimulai seiring dengan masuknya fase folikular (langkah 1 dan 2 ). Fase-fase uterus yang bersamaan mencerminkan pengaruh hormon-hormon ovarium pada uterus. Pada awal fase folikular, lapisan endometrium yang banyak mengandung pembuluh darah dan kaya nutrien terlepas (fase haid uterus) (langkah 23 ). Pelepasan ini terjadi karena terhentinya pengaruh estrogen dan progesteron (langkah 19 dan 20 ) ketika korpus luteum berdegenerasi pada akhir fase luteal silus sebelumnya (langkah 18 ). Pada akhir fase folikular, peningkatan kadar estrogen (langkah 3 ) menyebabkan endometrium menebal (fase proliferasi uterus) (langkah 24 ) Setelah ovulasi (langkah 10 ), progesteron dari korpus ruteum (langkah 13 ) menimbulkan perubahan-perubahan vaskular dan sekretorik pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk menghasilkan lingkungan yang sesuai untuk implantasi (fase sekretorik, atau progestasional, uterus) (langkah 25 ). Jika korpus luteum berdegenerasi (langkah 18 ), fase folikular uterus baru (langkah 1 dan 2 ) dan fase haid uterus (langkah 23 ) kembali dimulai.



Petunjuk plasma FSH dan LH



4 FSH



9



7



5



LH



21



17



6



22 LH merangsang perkembangan dan pemeliharaan korpus luteum



16



FSH dan LH merangsang perkembangan oosit dan pertumbuhan folikel



Lonjakan LH dan memicu ovulasi



Perubahan folikular dan luteal dalam ovarium Perkembangan oosit dan pertumbuhan folikel 2



Ovulasi 10



Perkembangan korpus luteum 12



Folikel menyekresikan estrogen



Degenerasi korpus luteum 18



Korpus luteum menyekrisakan progeteron dan estrogen



Konsentrasi plasma estrogen dan progesteron 8 Estrogen



11



Progesterone



13



19



3



Progesteron meningkatkan jumlah pembuluh darah dan kelenjar 20 seketorik dalam endometrium



14 Estrogen



Estrogen menyebabkan penebalan endometrium



25



Berhentinya dukungan hormonal menyebabkan penguraian endometrium 23



2



23 24



Aliran haid



EndometrEndometriumium Fase haid 23



Siklus uterus



Fase folikular



Siklus ovarium 0



2



4



6



Ovulasi



1



Fase luteal



10 8



10



12



14



hapter



Fase flikular baru



15 16



Hari siklus



  



Fase haid baru



Fase sekretorik 25



Fase proliferatif 24



18



20



22



24



26



28/0



23



1 2



(langkah 2 ) serta untuk sekresi estrogen (langkah 3 ). Estrogen, FSH (langkah 4 ), dan LH (langkah 5 ) semuanya dibutuhkan. Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa. FSH dan LH di perlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi kedua hormon ini bekerja pada seI yang berbeda dan pada tahap yang berbeda dalam jalur pembentukan estrogen (Gambar 20-19). Baik sel granulosa maupun sel teka ikut serta dalam produksi estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah langkah berurutan, dengan langkah terakhir berupa konversi androgen menjadi estrogen (lihat Gambar 19-8, h. 738). Sel-sel teka cepat menghasilkan androgen, tetapi kurang kemampuannya untuk mengubah androgen ini menjadi estrogen. Sel granulosa, sebaliknya, mengandung enzim aromatase sehingga dapat mudah mengubah androgen menjadi estrogen, tetapi sel ini tidak dapat membentuk androgen. LH bekerja pada sel teka untuk merangsang produksi androgen, sementara FSH bekerja pada sel granulosa untuk meningkatkan konversi androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel granulosa dari sel teka) menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah (Gambar 20-18, langkah 6 ) sudah memadai untuk mendorong konversi akhir ini menjadi estrogen, Iaju sekresi estrogen oleh folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama fase folikular (langkah 7 ) Selain itu, seiring dengan semakin tumbuhnya folikel, lebih banyak estrogen diproduksi karena sel folikel penghasil estrogen bertambah.



Sebagian estrogen yang dihasilkan oleh folikel yang sedang tumbuh dikeluarkan ke dalam darah dan merupakan penyebab terus meningkatnya kadar estrogen plasma selama fase folikular (langkah 8 ). Estrogen sisanya tetap berada di dalam folikel, ikut membentuk cairan antrum dan merangsang proliferasi lebih lanjut sel granulosa (lihat Gambar 20-19). Estrogen yang dikeluarkan, selain bekerja pada jaringan spesifik-seks misalnya uterus, menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior secara umpan-balik negatif (Gambar 20-20). Kadar estrogen yang meningkat sedang dan menandai fase folikular bekerja secara langsung pada hipotalamus untuk menghambat neuron kissl nukleus arkuatus, karena itu menghambat sekresi GnRH secara tak-langsung sehingga pelepasan FSH dan LH dari hipofisis anterior yang dipicu oleh GnRH tertekan. Namun, efek primer estrogen bersifat langsung pada hipofisis itu sendiri. Estrogen secara selektif menghambat sekresi FSH oleh gonadotrop. Perbedaan sekresi FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen berperan, paling tidak sebagian, dalam menurunkan kadar FSH plasma, tidak seperti peningkatan konsentrasi LH plasma, selama fase folikular ketika kadar estrogen naik (lihat Gambar 20-18, langkah ). Faktor penunjang lain yang menyebabkan turunnya FSH selama fase folikular adalah sekresi inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin terutama menghambat sekresi FSH dengan bekerja pada hipofisis anterior, seperti yang terjadi pada pria (lihat Gambar 20-20). Penurunan sekresi FSH menyebabkan atresia semua folikel yang sedang berkembang kecuali satu yang paling matang.



LH



FSH



1



4



Sel teka



Sel granulosa



2



Kolestrol



(diubah menjadi)



Androgen



3 (Berdifusi dari sel teka ke dalam sel granulosa)



5



Androgen



1



LH merangsang sel teka di folikel ovarium.



2



Akibat stimulasi, sel teka mengubah kolestrol menjadi androgen.



3



Androgen berdifusi dari sel teka ke dalam sel granulosa sekitar.



4



FSH merangsang sel granulosa di folikel ovarium.



5



Akibat stimulasi, sel granulosa mengubah androgen menjadi estrogen.



6a Sebagian estrogen disekresika ke dalam darah, tempat hormon ini menimbulkan efek sistematik. 6b Sebagian estrogen tetap berada di dalam folikel dan berperan dalam pembentukan antru,m 7



7



Estrogen lokal, bersama dengan FSH, merangsang proliferasi sel granulosa.



(diubah menjadi)



Estrogen



6a



6b



Disekresikan ke dalam darah



Tetap berada di folikel



Menimbulkan efek di seluruh tubuh



Berperan membentuk antrum



Gambar 20-19 Produksi estrogen oleh folikel ovarium.



805



Hipotalamus Kisspeptin



Neuron kiss1 di nekleus arkuatus (ARC)



Sel penghasilan-GnRH GnRH Hipofisis anterior



Hipofisis posterior



(Secara selektif menghambat sekresi FSH)



(Secara selektif menghambat sekresi FSH) Gonadotrop LH



FSH



Folikel yang sedang berkembang Inhibin



Ovarium



Peningkatan sedang kadar estrogen



Berbeda dari FSH, sekresi LH terus meningkat perlahan 7 ) selama fase folikular (lihat Gambar 20-18, langkah meskipun terdapat inhibisi sekresi GnRH (dan karenanya, secara tak-langsung, LH). Hal yang tampaknya paradoks ini disebabkan oleh kenyataan bahwa estrogen saja tidak dapat secara tuntas menekan sekresi LH tonik (kadar rendah, terus menerus); untuk menghambat secara total sekresi LH tonik, diperlukan baik estrogen maupun progesteron. Karena progesteron belum muncul hingga fase luteal siklus, kadar basal LH dalam darah secara perlahan meningkat selama fase folikular di bawah inhibisi tak-sempurna oleh estrogen saja.   



hapter



KONTROL OVULASI Ovulasi dan selanjutnya luteinisasi folikel yang pecah dipicu oleh peningkatan mendadak dan besar sekresi LH (langkah ). Lonjakan 1 LH ini menyebabkan empat perubahan besar dalam folikel:



1. Hal ini menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel (langkah 11). 2. Hal ini memulai kembali meiosis di oosit folikel matang dengan menghambat pelepasan suatu oocyte maturation inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel granulosa. Bahan ini berperan dalam menghentikan meiosis di oosit primer setelah oosit ini terbungkus oleh sel-sel granulosa di ovarium janin. 3. Hal ini memicu pembentukan prostaglandin lokal, yang memicu ovulasi dengan mendorong perubahan vaskular yang menyebabkan pembengkakan folikel secara cepat sambil menginduksi digesti enzimatik dinding folikel. Bersama-sama, berbagai efek ini menyebabkan pecahnya dinding yang menutupi tonjolan folikel (langkah 10 ). 4. Hal ini menyebabkan diferensiasi sel folikel menjadi sel luteal. Karena lonjakan LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan korpus luteum secara otomatis mengikuti ovulasi (langkah 12 ). Karena itu, lonjakan sekresi LH di pertengahan siklus merupakan titik dramatik dalam siklus; hal ini mengakhiri fase folikular dan memulai fase luteal (langkah 15 ). Kedua cara sekresi LH-sekresi tonik LH (langkah 7 )yang menyebabkan sekresi hormon ovarium dan lonjakan LH (langkah 9 )yang menyebabkan ovulasi-tidak saja terjadi dalam waktu yang berbeda dan menghasilkan efek berbeda, tetapi juga dikontrol oleh mekanisme yang berbeda. Sekresi tonik LH ditekan secara parsial (langkah 7 ) oleh efek inhibitorik kadar sedang estrogen (langkah 3 ) selama fase folikular dan tertekan total (langkah 17 ) oleh peningkatan kadar progesteron selama fase luteal (langkah 13 ). Karena sekresi tonik LH merangsang sekresi estrogen dan progesteron, hal ini merupakan sistem kontrol umpan-balik negatif yang tipikal, bekerja secara langsung pada neuron kissl nukleus arkuatus, dengan inhibisi secara tidak langsung ini menekan pelepasan GnRH pulsatil. Sebaliknya, lonjokan LH dipicu oleh efek umpanbalik positif. Sementara kadar estrogen yang meningkat dan moderen pada awal fase folikular menghambat sekresi LH, kadar estrogen yang tinggi selama pucak sekresi estrogen pada akhir fase folikular (langkah 8 ) merangsang sekresi LH dan memulai lonjakan LH (Gambar 20-21). Estrogen kadar tinggi menghasilkan lonjakan LH dengan merangsang kelompok lain neuron pelepas kisspeptin yang unik pada wanita, yang berlokasi di nukleus anteroventral periventrikular (AVPV). Nukleus AVPV ini terletak di hipotalamus sepanjang bagian anterior dinding rongga ventrikel ketiga. Karena itu, wanita memiliki dua set neuron kissl, satu bertempat di nukleus arkuatus (sama dengan pria) yang dihambat oleh estrogen (atau testosteron) untuk umpan balik negatif dan satu lagi pada nukleus AVPV yang



Neuron kiss 1 di nukleus anterpventral periventrikular (AVPV) Kisspeptin Hipotalamus



Sel penghasil-GnRH GnRH Anterior pituitary



Hipofisis posterior



(secara selektif merangsang Gonadotrop sekresi LH)



(secara selektif menghambat sekresi FSH)



bar 20-18, langkah 9 ). Sekresi inhibin yang berlanjut oleh sel folikel juga cenderung lebih menghambat sekresi FSH, menahan kadar FSH untuk tidak naik setinggi kadar LH. Belum diketahui apa peran peningkatan sedang FSH pada pertengahan siklus yang menyertai lonjakan LH. Karena hanya folikel matang praovulasi, bukan folikel pada tahap awal perkembangan, yang dapat mengeluarkan estrogen dalam jumlah banyak sehingga dapat memicu lonjakan LH, ovulasi baru terjadi hingga folikel mencapai ukuran dan kematangan yang sesuai. Karena itu, dapat dikatakan bahwa folikel "memberi tahu" hipotalamus kapan ia siap dirangsang untuk berovulasi. Lonjakan LH berlangsung selama sekitar sehari pada pertengahan siklus, tepat sebelum ovulasi.



KONTROL KORPUS LUTEUM LH "memelihara" korpus luteum-yaitu setelah (sekresi (lonjakan memicu pembentukan korpus luteum, LH tonik sekresi LH) LH merangsang sekresi berkelanjutan hormon steroid oleh struktur ovarium ini. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan progesteron (langkah 13 ) dan estrogen (langkah 11 ), dengan progesteron merupakan produk hormon yang paling banyak. Kadar Folikel Inhibin matang progesteron plasma meningkat untuk pertama kali selama fase luteal. Tidak ada progesteron yang dikeluarkan selama fase folikular. Karena itu, fase folikular didominasi oleh estrogen dan fase luteal Ovulasi oleh progesteron. Ovarium Pada pertengahan siklus terjadi penurunan sesaat kadar estrogen darah (langkah CD) karena folikel penghasil Estrogen estrogen menemui "ajalnya" saat ovulasi. kadar tinggi Kadar estrogen kembali naik selama fase Gambar 20-21 Kontrol lonjakan LH saat ovulasi. luteal karena aktivitas korpus luteum, meskipun tidak mencapai kadar yang folikular. Apa yang mencegah kadar estrogen yang lumayan tinggi selama fase luteal ini memicu dirangsang oleh kadar estrogen yang tinggi untuk umpan balik lonjakan LH lain? Progesteron. Meskipun estrogen kadar positif. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja secara tinggi merangsang sekresi LH, progesteron, yang langsung pada neuron kissl nukleus AVPV untuk 11 mendominasi fase luteal, dengan kuat menghambat sekresi LH meningkatkan kisspeptin dan karenanya pelepasan GnRH, 17 ) serta sekresi FSH (langkah (langkah ) dengan bekerja yang meningkatkan sekresi FSH dan LH. Karena itu, LH pada nukleus arkuatus hipotalamus dan hipofisis anterior meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan (Gambar 20-20). Inhibisi FSH dan LH oleh progesteron pemuncakan konsentrasi estrogen yang terjadi meningkatkan mencegah pematangan folikel baru dan ovulasi selama fase sekresi LH. Kadar estrogen yang tinggi juga bekerja secara luteal. Di bawah pengaruh progesteron, sistem reproduksi langsung pada hipofisis anterior untuk meningkatkan sekresi dipersiapkan untuk menunjang ovum yang baru saja LH oleh gonadotrop. Efek yang terakhir ini berperan dalam dibebaskan, seandainya ovum tersebut dibuahi, dan bukan lonjakan sekresi LH yang jauh lebih besar daripada mempersiapkan pelepasan ovum lain. Tidak ada sekresi peningkatan sekresi FSH pada pertengahan siklus (Iihat gaminhibin oleh sel-sel luteal. FSH



LH



  



807



Neuron kiss 1 di nukleus ARC



Neuron kiss 1 di nukleus AVPV



Kisspeptin Hpotalamus



ktu korpus luteum berdegenerasi, kadar progesteron (langkah 19 ) dan estrogen (langkah 20 ) plasma turun cepat karena kedua hormon ini tidak lagi diproduksi. Hilangnya efek inhibisi kedua hormon ini pada hipotalamus memungkinkan sekresi FSH (langkah 21 ) dan sekresi LH tonik (langkah 22 ) kembali meningkat moderat. Di bawah pengaruh hormon-hormon gonadotropik ini, kelompok baru folikel primer (langkah 2 ) kembali diinduksi untuk matang seiring dengan dimulainya fase folikular baru (langkah 1 ).



Sel penghasilGnRH GnRH Hipofisis antrerior



Hipotisis posterior



(secara selektif merangsang sekresi LH)



Gonadotrop



menghambat sekresi LH dan FSH



LH



Ovarium korpus luteum



Fluktuasi kadar estrogen dan progesteron dalam darah selama siklus ovarium menimbulkan perubahan mencolok di uterus, menghasilkan siklus haid, atau siklus uterus. Karena mencerminkan perubahan hormon selama siklus ovarium, daur haid berlangsung rerata 28 hari, seperti halnya siklus ovarium, meskipun bahkan pada orang normal dapat terjadi variasi yang cukup bermakna. Manifestasi nyata perubahan siklik di uterus adalah perdarahan haid sildis (yaitu sekali sebulan). Narnun, perubahan yang relatif kurang jelas berlangsung sepanjang siklus, sewaktu uterus bersiap untuk seandainya ovum yang dibebaskan dibuahi, kemudian dibersihkan total dari lapisan dalarnnya (haid) jika implantasi tidak terjadi, hanya untuk memulihkan dirinya dan kembali bersiap untuk ovum yang akan dibebaskan pada siklus berikutnya. Kita akan secara singkat membahas pengaruh estrogen dan progesteron pada uterus dan kemudian mengulas efek-efek fluktuasi siklik hormon-hormon ini pada struktur dan fungsi uterus. PENGARUH ESTROGEN DAN PROGESTERON PADA UTERUS Uterus terdiri dari dua lapisan



Kadar tinggi estrogen



Kodar tinggi progesteron



Gambar 20-22 Kontrol umpan-balik selama fase luteal.



Korpus lutem berfungsi selama rerata dua minggu dan kemudian berdegenerasi jika tidak terjadi fertilisasi (lihat Gambar 20-18, langkah 18 ). Mekanisme yang mengatur degenerasi korpus luteum belum sepenuhnya diketahui. Menurunnya kadar LH dalam darah (langkah 17 ) yang didorong oleh efek inhibitorik progesteron, jelas berperan dalam degenerasi korpus luteum. Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel luteal itu sendiri juga mungkin berperan. Matinya korpus luteum mengakhiri fase luteal dan menyiapkan tahap baru untuk fase folikular berikutnya. Sewa-



  



hapter



utama: miometrium, lapisan otot polos luar, dan endometrium, lapisan dalam yang mengandung banyak pembuluh darah dan kelenjar. Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium dan endometrium. Hormon ini juga menginduksi sintesis reseptor progesteron di endometrium. Karena itu, progesteron dapat berefek padaendometrium hanya setelah endometrium "dipersiapkan" oleh estrogen. Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk mengubahnya menjadi lapisan yang sesuai dan menunjang pertumbuhan ovum yang dibuahi. Di bawah pengaruh progesteron, jaringan ikat endometrium menjadi longgar dan edematosa akibat akumulasi elektrolit dan air, yang memfasilitasi implantasi ovum yang dibuahi. Progesteron menyiapkan endometrium lebih lanjut untuk menampung mudigah dengan mendorong kelenjar endometrium mengeluarkan dan menyimpan glikogen (glukosa simpanan) dalam jumlah besar serta merangsang pertumbuhan besar-besaran pembuluh darah endometrium. Prog-



esteron juga mengurangi kontraktilitas uterus agar tercipta lingkungan yang tenang untuk implantasi dan pertumbuhan mudigah. Siklus haid terdiri dari tiga fase: fase haid; fase proliferatif; dan fase sekretorik, atau progestasional.



meningkat dan fase folikular baru dapat dimulai. Setelah lima hingga hingga tujuh hari di bawah pengaruh FSH dan LH, folikelfolikel yang baru berkembang telah menghasilkan cukup estrogen (langkah 3 ) untuk mendorong perbaikan dan pertumbuhan endometrium.



FASE HAID Fase haid adalah fase yang paling jelas, ditandai oleh



FASE PROLIFERATIF Dengan demikian, darah haid berhenti, dan



pengeluaran darah dan sisa endometrium dari vagina (lihat Gambar 20-18, langkah 23 ). Berdasarkan konvensi, hari pertama haid dianggap sebagai permulaan siklus baru. Saat ini bersamaan dengan pengakhiran fase luteal ovarium dan dimulainya fase folikular. Sewaktu korpus luteum berdegenerasi karena tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum yang dibebaskan selama siklus sebelumnya (langkah 18 ), kadar progesteron dan estrogen darah turun tajam (langkah 19 dan 20 Karena efek akhir progesteron dan estrogen adalah mempersiapkan endometrium untuk implantasi ovum yang dibuahi, terhentinya sekresi hormon steroid ini menyebabkan lapisan dalam uterus yang kaya vaskular dan nutrien ini kehilangan hormon-hormon penunjangnya. Turunnya kadar hormon ovarium juga merangsang pembebasan suatu prostaglandin uterus yang menyebabkan vasokonstriksi pembuluh-pembuluh endometrium, menghambat aliran darah ke endometrium. Penurunan penyaluran 02 yang terjadi kemudian menyebabkan kematian endometrium, termasuk pembuluh darahnya. Perdarahan yang terjadi melalui kerusakan pembuluh darah ini membilas jaringan endometrium ke dalam lumen uterus. Sebagian besar lapisan dalam uterus terlepas selama haid kecuali sebuah lapisan tipis, dalam berupa sel epitel dan kelenjar, yang menjadi asal regenerasi endometrium. Prostaglandin uterus yang sama juga merangsang kontraksi ringan ritmik miometrium uterus. Kontraksi ini membantu mengeluarkan darah dan sisa endometrium dari rongga uterus keluar melalui vagina sebagai darah haid. Kontraksi uterus yang terlalu kuat akibat produksi berlebihan prostaglandin menyebabkan dismenore (kram haid) yang dialami oleh sebagian wanita. Pengeluaran darah rerata selama satu kali haid adalah 50 hingga 150 mL. Darah yang merembes pelan melalui endometrium yang berdegenerasi membeku di dalam rongga uterus, kemudian diproses oleh fibrinolisin, suatu pelarut di dalam uterus dan bekuan tersebut telah larut sebelum keluar vagina. Namun, jika darah mengalir deras melalui pembuluh yang rusak, darah menjadi kurang terpajan ke fibrinolisin sehingga jika darah haid banyak, dapat terlihat bekuan darah. Selain darah dan sisa endometrium, darah haid mengandung banyak leukosit. Sel-sel darah putih ini berperan penting dalam mencegah infeksi pada endometrium yang "terbuka" ini. Haid biasanya berlangsung selama lima hingga tujuh hari setelah degenerasi korpus luteum, bersamaan dengan bagian awal fase folikular ovarium (langkah 23 dan 1 ). Penghentian efek progesteron dan estrogen (langkah 19 dan 20 ) pada degenerasi korpus luteum menyebabkan terkelupasnya endometrium (haid) (langkah 23 ) dan terbentuknya folikel-folikel baru di ovarium (langkah 1 dan 2 ) di bawah pengaruh hormon gonadotropik (langkah 21 dan 22 ) yang kadarnya meningkat. Turunnya sekresi hormon gonad menghilangkan pengaruh inhibitorik dari hipotalamus dan hipofisis anterior sehingga sekresi FSH dan LH



fase proliferatifsiklus dimulai bersamaan dengan bagian terakhir fase folikular ovarium ketika endometrium mulai memperbaiki diri dan berproliferasi (langkah 24 ) di bawah pengaruh estrogen dari folikel-folikel yang baru berkembang. Saat aliran darah haid berhenti, yang tersisa adalah lapisan endometrium tipis dengan ketebalan kurang dari 1 mm. Estrogen merangsang proliferasi sel epitel, kelenjar, dan pembuluh darah di endometrium, meningkatkan ketebalan lapisan ini menjadi 3 hingga 5 mm. Fase proliferatif yang didominasi oleh estro-gen ini berlangsung dari akhir haid hingga ovulasi. Kadar puncak estrogen (langkah ®8 ) memicu lonjakan LH (Iangkah 9 ) yang menjadi penyebab ovulasi (langkah 10 ). FASE SEKRETORIK, ATAU PROGESTASIONAL Setelah ovulasi, ketika terbentuk korpus luteum baru (langkah 12 ), uterus masuk ke fase sekretorik, atau progestasional (langkah 25 ) yang bersamaan waktunya dengan fase luteal ovarium (langkah 15 ). Korpus luteum mengeluarkan sejumlah besar progesteron (langkah 13 ) dan estrogen (langkah 14 ). Progesteron mengubah endometrium tebal yang telah dipersiapkan oleh estrogen menjadi jaringan kaya vaskular dan glikogen. Periode ini disebut fase sekretorik karena kelenjar endometrium aktif mengeluarkan glikogen ke dalam uterus untuk makanan awal embrio yang sedang berkembang sebelum implantasinya, atau fase progestasional ("sebelum kehamilan") yang merujuk kepada lapisan subur endometrium yang mampu menopang kehidupan awal mudigah setelah berimplantasi. Jika pembuahan dan implantasi tidak terjadi, korpus luteum berdegenerasi dan fase folikular dan fase haid baru dimulai kembali. Berbagai faktor dapat memengaruhi keseimbangan aksis sumbu hipotalamus-hipofisis-ovarium-organ target perifer sehingga menyebabkan ketidakteraturan menstruasi dan masalah fertilitas. Di antara masalah ini adalah kelaparan (contoh masalahnya adalah anoreksia nervosa; lihat h. 675), stres, dan olahraga berat. (Untuk efek olahraga pada siklus ini, lihat fitur penyerta dalam kotak, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga.)



Perubahan akibat pengaruh hormon juga terjadi di serviks selama siklus ovarium. Di bawah pengaruh estrogen selama fase folikular, mukus yang disekresikan oleh serviks menjadi banyak, encer, dan jernih. Perubahan ini, yang paling mencolok ketika estrogen berada pada puncaknya dan menjelang ovulasi, mempermudah lewatnya sperma melalui kanalis servikalis. Setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron dari korpus luteum, mukus menjadi kental dan lengket, pada hakikatnya menutup lubang serviks. Sumbatan ini penting sebagai mekanisme pertahanan, mencegah bakteri (yang dapat mengancam kehamilan) masuk ke uterus dari vagina. Sperma juga tidak dapat menembus sekat mukus kental ini.



  



809



■ Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga



Ketidakteraturan Haid: Ketika Pesepeda dan Atlet Wanita Lainnya Tidak Bersiklus



S



EJAK TAHUN 1970-AN, SEIRING DENGAN MENINGKATNYA KEIKUTSERTAAN WANITA dalam berbagai olahraga yang memerlukan rejimen iatihan berat, para peneliti mulai menyadari bahwa banyak wanita tersebut mengalami perubahan daur haid akibat partisipasi atletik tersebut. Perubahan-perubahan ini disebut athletic menstrual cycle irregularity (AMI), Disfungsi daur haid dapat bervariasi keparahannya dari amenorea (penghentian daur haid) hingga oilgomenorea (haid yang tak-teratur atau jarang) hingga daur yang lamanya normal, tetapi anovulatorik (tanpa ovulasi) atau yang fase lutealnya singkat atau inadekuat. Pada berbagai studi awal yang menggunakan survei dan kuesioner untuk menentukan prevalensi masalah ini, frekuensi gangguan terkait olahraga ini bervariasi dari 2% hingga 1%. Sebaliknya, angka kejadian disfungsi daur haid pada wanita usia subur dalam populasi umum adalah 2% hingga 5%.Masalah utama dalam memakai survei untuk menentukan frekuensi kelainan daur haid adalah keakuratan daya ingat tentang haid-haid sebelumnya. Selain itu, tanpa uji darah untuk menentukan kadar hormon sepanjang daur, seorang wanita tidak akan mengetahui apakah ia anovulatorik atau mengalami pemendekan fase luteal. Studi-studi saat kadar hormon ditentukan sepanjang daur haid memperlihatkan bahwa daur yang tampak normal pada atlet sering kali memiliki fase luteal yang singkat (kurang dari dua hari dengan kadar progesteron rendah). Dalam sebuah penelitian yang dilakukan untuk menentukan apakah olahraga beratyang berlangsung hingga dua kali daur haid akan memicu gangguan haid, 28 mahasiswi non-atlet dengan ovulasi dan fase luteal normal ikut serta sebagai subjek. Mereka melakukan program latihan 8 minggu: pada awalnya lari 4 mil per hari yang ditingkatkan menjadi 10 mil per hari pada minggu kelima. Mereka diharapkan ikut serta dalam olahraga intensitas sedang 3,5 jam sehari. Selama masa latihan hanya empat wanita yang memiliki daur haid normal. Kelainan yang terjadi akibat latihan tersebut mencakup perdarahan abnormal, keterlambatan haid, kelainan fungsi luteal, dan hilangnya lonjakan LH. Semua wanita tersebut kembali mengalami daur normal dalam enam bulan setelah latihan. Hasil dari penelitian ini mengisyaratkan bahwa frekuensi AMI pada olahraga berat mungkin jauh lebih besar daripada yang diperlihatkan oleh kuesioner saja. Dalam penelitian-penelitian lain yang menggunakan rejiman olahraga intensitas rendah, AMI jauh lebih jarang dijumpai. ......... penyebab AMI belum diketahui saat ini, meskipun studistudi mengisyaratkan bahwa penurunan berat yang cepat, berkurangnya persentase lemak tubuh, insufisiensi makanan, riwayat disfungsi haid, stres, usia saat mulai latihan, dan intensitas latihan merupakan faktor



Daur haid teratur tidak terjadi pada anak perempuan atau wanita lanjut usia, tetapi oleh sebab yang berbeda. Sistem reproduksi wanita belum aktif hingga pubertas. Tidak seperti testis janin, ovarium janin tidak perlu berfungsi karena tanpa   



hapter



yang berperan. Para ahli epidemiologi telah menunjukkan bahwa jika seorang wanita melakukan olahraga berat sebelum menarke (periode haid pertama), menarke akan tertunda. Secara rerata, atlet mendapat haid pertama mereka tiga tahun lebih lambat daripada non-atlet. Selain itu, wanita yang ikut serta dalam olahraga sebelum menarke tampaknya mengalami peningkatan frekuensi AMI sepanjang karir atletik mereka daripada mereka yang berlatih setelah menarke. Perubahan hormon yang dijumpai pada atlet wanita mencakup (1) penurunan hebat kadar FSH, (2) peningkatan kadar LH, (3) penurunan progesteron selama fase luteal, (4) penurunan kadar estrogen pada fase folikular, dan (5) lingkungan FSH-LH yang sama sekali tidak seimbang dibandingkan dengan wanita non-atlet seusianya. Banyak bukti menunjukkan bahwa daur haid kembali ke normal setelah olahraga berat dihentikan. Masalah utama yang berkaitan dengan amenorea atletik adalah berkurangnya densitas mineral tulang. Studi-studi telah menunjukkan bahwa densitas mineral di tuiang belakang bagian bawah pada mereka yang mengalami amenorea atletik lebih rendah daripada atiet dengan pada daur haid normal dan lebih rendah daripada non-atlet seusia. Namun, pelari dengan amenorea memiliki densitas mineral tulang yang lebih tinggi daripada non-atiet dengan amenorea, mungkin karena rangsangan mekanis olahraga membantu menahan pengeroposan tulang. Studi-studi teiah memperlihatkan bahwa atlet amenorea berisiko lebih tinggi mengalami fraktur terkait-stres daripada atlet dengan daur haid normal. Satu penelitian, sebagai contoh, mendapatkan fraktur stres pada 6 dari 11 pelari dengan amenorea, tetapi hanya 1 dari 6 pelari dengan daur haid normal. Mekanisme kerapuhan tulang ini mungkin sama seperti yang ditemukan pada osteoporosis pascamenopause-tidak adanya estrogen (lihat h. 760). Masalah ini cukup serius sehingga atlet dengan amenorea perlu membahas kemungkinan terapi sulih estrogen dengan dokter mereka. Kemungkinan terdapat beberapa manfaat positif disfungsi haid atlet. Suatu studi epidemiologi baru-baru ini untuk mengetahui apakah kesehatan umum dan reproduksi jangka-panjang wanita yang pernah menjadi atlet semasa mahasiswa berbeda dari mereka yang bukan atlet memperlihatkan bahwa mantan atlet memperlihatkan angka kejadian kanker sistem reproduksi kurang dari separuh dan kanker payudara separuh dibandingkan dengan non-atlet. Karena keduanya adaiah kanker yang peka-hormon, penundaan menarke dan kadar estrogen yang lebih rendah yang dijumpai pada atlet wanita mungkin berperan besar dalam menurunkan risiko kanker sistem reproduksi dan kanker payudara.



adanya sekresi testosteron janin pada wanita, sistem reproduksi secara otomatis mengalami feminisasi, tanpa memerlukan adanya hormon seks wanita. Pubertas pada wanita terjadi pada usia sekitar 12 tahun ketika aktivitas GnRH hipotalamus meningkat untuk pertama kali. Seperti pada pria, mekanisme yang mengatur awitan pubertas belum diketahui dengan jelas, tetapi dipercayai melibatkan pengaruh



melatonin dan pengaruh leptin pada neuron kiss1 nukleus arkuatus. Efek leptin mungkin berperan setidaknya pada kenyataan bahwa gadis dengan berat badan berlebih umumnya cenderung memasuki masa pubertas lebih awal dibandingkan teman-teman sebayanya yang langsing. GnRH mulai merangsang pelepasan hormon-hormon gonadotropik hipofisis anterior, yang nantinya merangsang aktivitas ovarium. Sekresi estrogen oleh ovarium yang terjadi memicu pertumbuhan dan pematangan saluran reproduksi wanita serta perkembangan karakteristik seks sekunder wanita. Efek nyata estrogen pada seks sekunder adalah mendorong pengendapan lemak di lokasi-lokasi strategis, misalnya payudara, bokong, dan paha sehingga menghasilkan figur khas wanita yang berlekuk. Pembesaran payudara saat pubertas disebabkan terutama oleh pengendapan lemak di jaringan payudara, bukan pembentukan fungsional kelenjar payudara. Peningkatan estrogen masa pubertas juga menyebabkan penutupan lempeng epifisis, menghentikan pertambahan tinggi lebih lanjut, serupa dengan efek testosteron yang berubah menjadi estrogen pada pria. Tiga perubahan pubertas lain pada wanita-pertumbuhan rambut ketiak dan pubis, lonjakan pertumbuhan masa pubertas, dan timbulnya libido-berkaitan dengan lonjakan sekresi androgen adrenal saat pubertas, bukan dengan estrogen.



Menopause bersifat unik bagi wanita. Berhentinya daur haid seorang wanita pada menopause ketika usia antara 45 dan 55 secara tradisional dikaitkan dengan terbatasnya pasokan folikel yang ada sejak lahir. Menurut pandangan ini, jika cadangan ini telah habis, siklus ovarium, dan karenanya daur haid, berhenti. Karena itu, pengakhiran potensi reproduksi pada wanita usia pertengahan "telah diprogram" sejak lahir. Namun, bukti-bukti terakhir mengisyaratkan bahwa perubahan hipotalamus pada usia pertengahan, dan bukan penuaan ovarium, memicu awitan menopause. Dari segi evolusi, menopause mungkin berkembang sebagai mekanisme yang mencegah kehamilan pada wanita di luar masa ketika mereka masih dapat memelihara anak sebelum kematian mereka sendiri. Pria tidak mengalami penghentian total fungsi gonad seperti yang dialami oleh wanita, karena dua alasan. Pertama, pasokan sel germinativum pria tak-terbatas karena aktivitas mitotik spermatozoa berlanjut. Kedua, sekresi hormon gonad pada pria tidak bergantung pada gametogenesis, seperti pada wanita. Jika hormon seks wanita diproduksi oleh jaringan tersendiri yang tidak berkaitan dengan jaringan yang mengatur gametogenesis, seperti pada hormon seks pria, sekresi estrogen dan progesteron tidak akan berhenti secara otomatis ketika oogenesis berhenti. Menopause didahului oleh suatu periode kegagalan ovarium progresif yang ditandai oleh peningkatan daur ireguler dan kemerosotan kadar estrogen. Periode transisi keseluruhan dari kematangan seksual hingga terhentinya kemampuan reproduksi ini dikenal sebagai klimakterik, atau perimenopause. Produksi estrogen ovarium menurun dari sebanyak 300 mg per hari menjadi hampir nol. Namun, wanita pascamenopause bukannya tidak memiliki estrogen sama sekali karena jaringan lemak, hati, dan korteks adrenal terus menghasilkan hingga 20 mg estrogen per hari. Selain berakhirnya daur ovarium dan haid, hilangnya estrogen ovarium setelah menopause menimbulkan banyak perubahan fisik



dan emosional. Perubahan-perubahan ini mencakup kekeringan vagina, yang dapat menimbulkan rasa tidak nyaman selama hubungan seks, dan atrofi bertahap organ genital. Namun, wanita pascamenopause tetap memiliki hasrat seks karena pengaruh androgen adrenal mereka.. Karena estrogen memiliki efek fisiologik yang luas di luar sistem reproduksi, penurunan drastis estrogen ovarium pada menopause memengaruhi sistem tubuh lain, terutama tulang dan sistem kardiovaskular. Estrogen membantu pembentukan tulang yang kuat, melindungi wanita pramenopause dari osteoporosis yang menyebabkan penipisan tulang (lihat h. 760). Penurunan estrogen pascamenopause meningkatkan aktivitas osteoldas pelarut-tulang dan menurunkan aktivitas osteoblas penghasil tulang. Akibatnya adalah berkurangnya kepadatan tulang dan meningkatnya insidensi fraktur tulang. Estrogen juga membantu memodulasi efek epinefrin dan norepinefrin pada dinding arteriol dengan memacu pelepasan lokal vasodilator nitrat oksida. Berkurangnya estrogen pada menopause menyebabkan kontrol aliran darah menjadi tak-stabil, terutama di pembuluh kulit. Peningkatan sementara aliran darah hangat melalui pembuluh-pembuluh superfisial ini merupakan penyebab "hot flashes" yang sering menyertai menopause. Stabilitas vasomotor secara bertahap pulih pada wanita pascamenopause sehingga hot flashes ini akhirnya mereda. Kini Anda telah mempelajari proses-proses yang berlangsung jika tidak terjadi fertilisasi. Karena fungsi utama sistem reproduksi, tentu saja, adalah reproduksi, selanjutnya kita akan mengalihkan perhatian pada rangkaian kejadian yang berlangsung ketika terjadi pembuahan.



Oviduktus adalah tempat fertilisasi. Feritilasi, penyatuan gamet pria dan wanita, dalam keadaan normal terjadi di ampula, yaitu sepertiga atas oviduktus (Gambar 20-23). Oleh sebab itu, baik ovum maupun sperma harus diangkut dari tempat produksi mereka di gonad ke ampula. TRANSPOR OVUM KE OVIDUKTUS Tidak seperti saluran reproduksi pria, yang memiliki lumen kontinu dari tempat produksi sperma di tubulus seminiferus hingga tempat keluar sperma saat ejakulasi (uretra), ovarium tidak berkontak langsung dengan saluran reproduksi. Ovum dilepaskan ke rongga abdomen pada saat ovulasi. Namun, dalam keadaan normal, ovum segera diambil oleh oviduktus. Ujung oviduktus yang melebar menjulur membungkus ovarium dan mengandung fimbria, tonjolan miripjari yang berkontraksi dengan gerakan menyapu untuk menuntun ovum yang baru dibebaskan ke dalam oviduktus (Iihat Gambar 20-2b, h. 784, dan 20-23). Selain itu, fimbria dilapisi oleh siliatonjolan halus mirip-rambut yang berdenyut dalam gelombanggelombang mengarah ke interior oviduktus-yang ikut menjamin mengalirnya ovum ke dalam oviduktus (lihat h. 50). Di dalam oviduktus, ovum cepat didorong oleh kontraksi peristaltik dan efek silia pada ampula. Konsepsi dapat terjadi selama rentang waktu yang sangat terbatas dari setiap siklus (masa subur). Jika tidak dibuahi, ovum mulai mengalami disintegrasi dalam 12 hingga 24 jam lalu difagosit oleh sel-sel yang melapisi bagian dalam saluran reprodu  



811



Lokasi



Waktu kemunculan Persen sperma (menit yang setelah ejakulasi) diejakulasikan



Tempat fertilisasi (sepertiga atas oviduktus)



30–60



0.001



Uterus



10–20



0.1



Kanalis servikilasi Vagina



1–3 0



3 100



*Didasarkan pada data dari hewan. Sperma dan ovum diperbesar.



Oviduktus Tempat optimal fertilisasi



Ampula oviduktus Sperma mengelilingi ovum



Fimbria



Uterus Ovarium Ovum yang diovulasikan Kanalis servikalis Vagina 165 juta sperma diletakan Penis



Gambar 20-23 Trans ovum dan sperma ke tempat feritilasi.



ksi. Karena itu, fertilisasi harus terjadi dalam 24 jam setelah ovulasi, ketika ovum masih hidup. Sperma biasanya bertahan hidup sekitar 48 jam, tetapi dapat tetap hidup hingga lima hari di dalam saluran reproduksi wanita, sehingga sperma yang diletakkan lima hari sebelum ovulasi hingga 24 jam setelah ovulasi dapat membuahi ovum yang dibebaskan, meskipun waktu-waktu ini dapat sangat bervariasi. Kadang-kadang ovum gagal disalurkan ke oviduktus dan tetap berada di rongga abdomen. Meskipun jarang, ovum ini dapat mengalami pembuahan dan menyebabkan kehamilan ektopik abdomen, yaitu telur yang telah dibuahi tertanam di anyaman pembuluh darah ke organ-organ pencernaan dan bukan di tempat lazimnya di uterus (ektopik artinya "salah tempat"). Kehamilan abdomen ini sering menyebabkan perdarahan yang mengancam nyawa karena aliran darah organ pencernaan tidak di persiapkan untuk berespons secara benar terhadap implantasi selayaknya endometrium. Jika kehamilan tak-lazim ini di biarkan berlanjut hingga aterm, bayi harus dilahirkan secara bedah karena tidak tersedia pintu keluar normal melalui vagina. Kemungkinan penyulit pada ibu saat lahir sangat besar karena pembuluh darah pencernaan tidak dirancang untuk "menarnbal sendiri" setelah persalinan seperti halnya endometrium. TRANSPOR SPERMA KE OVIDUKTUS Setelah diendapkan di vagina saat ejakulasi, sperma harus berjalan melewati kanalis servikalis, lalu uterus, dan kemudian hingga ke sel telur di sepertiga atas oviduktus (Gambar 20-23). Sperma pertama tiba di oviduktus setengah jam setelah ejakulasi. Meskipun sperma dapat bergerak melalui kontraksi mirip-pecut ekor mereka, 30 menit adalah waktu yang terlalu singkat bagi mobilitas sperma sendiri untuk membawa diri mereka sendiri ke tempat pembuahan. Untuk menempuh perjalanan jauh ini, sperma memerlukan bantuan saluran reproduksi wanita. Hambatan pertama adalah melewati kanalis servikalis. Hampir sepanjang siklus, mukus serviks menjadi terlalu kental untuk   



hapter



memungkinkan penetrasi sperma. Mukus serviks menjadi cukup encer dan tipis untuk melewatkan sperma hanya jika kadar estrogen tinggi, ketika folikel matang siap untuk berovulasi. Sperma bermigrasi naik melewati kanalis servikalis dengan kemampuannya sendiri. Saluran ini hanya dapat dilewati selama dua hingga tiga hari dalam setiap siklus haid, sekitar waktu ovulasi. Setelah sperma masuk ke uterus, kontraksi miometrium mengaduk-aduk sperma seperti "mesin cuci" dan dengan cepat menyebabkan sperma tersebar ke seluruh rongga uterus. Ketika mencapai oviduktus, sperma terdorong ke tempat pembuahan di ujung atas oviduktus oleh kontraksi otot polos oviduktus yang mengarah ke atas. Kontraksi miometrium dan oviduktus yang mempermudah transpor sperma ini diinduksi oleh kadar estrogen yang tinggi tepat sebelum ovulasi, yang dibantu oleh prostaglandin semen. Riset-riset baru menunjukkan bahwa ketika sperma mencapai ampula, ovum bukan merupakan mitra pasif dalam konsepsi. Sperma memiliki reseptor olfaktori spesifik, yang dinamai hOR17-4, yang identik dengan yang ditemukan di hidung untuk persepsi bau (lihat h. 243). Reseptor ini terikat ke odoran bourgeonal, suatu molekul yang mensentisasi bau bunga bakung di lembah. Di dalam ampula, bourgeonal bekerja sebagai kemoatraktan atau kemotaksin (lihat h, 442), menarik sperma dan menyebabkannya untuk menarik sperma itu sendiri ke tempat penantian gamet betina. Karena itu, sperma "membaui" jalur mereka ke sel telur. Sumber bourgeonal pada saluran reproduksi wanita dewasa tampaknya adalah lapisan sel folikular (korona radiata) yang mengelilingi telur pada ovulasi. Pengaktifan reseptor hOR17-4 pada pengikatan dengan bourgeonal memicu suatu jalur caraka kedua cAMP di sperma yang menyebabkan pelepasan Ca2+ intrasel. Ca2+ ini selanjutnya mengaktifkan pergeseran milcrotubulus yang menyebabkan gerakan ekor dan berenangnya sperma menuju arah yang konsentrasi bourgeonalnya lebih tinggi, mengarah ke sel telur "berparfum" (lihat h. 52). Progesteron yang dilepaskan ke dalam oviduktus dari sel folikullar yang mengelilingi telur pada saat ovulasi adalah kemoatraktanmayor lainnya. Progesteron ini terikat dengan reseptor membran



FERTILISASI Bahkan di sekitar waktu ovulasi, saat sperma dapat menembus kanalis servikalis, dari ratusan juta sperma yang diletakkan dalam satu kali ejakulasi, hanya beberapa ribu yang dapat mencapai tempat fertilisasi (Gambar 20-23). Sedemikian kecilnya persentase sperma yang diletakkan yang dapat mencapai tujuan merupakan penyebab mengapa konsentrasi sperma harus sangat tinggi (20 juta/mL semen) agar seorang pria dapat dianggap subur. Penyebab lain adalah bahwa diperlukan enzim-enzim akrosom dari banyak sperma untuk menembus sawar yang mengelilingi ovum (Gambar 20- 24). Ekor sperma digunakan untuk bergerak bagi penetrasi akhir ovum. Untuk membuahi sebuah ovum, sebuah sperma mula-mula harus melewati korona radiata dan zona pelusida yang mengelilingi sel telur. Sperma menembus korona radiata dengan memakai enzim-enzim terikat membran di membran permukaan yang berada mengelilingi kepala sperma (Gambar 20-25, langkah 1 dan foto pembuka bab, h. 773). Sperma dapat menembus zona pelusida hanya setelah berikatan dengan reseptor spesifik di permukaan lapisan ini. Mitra pengikatan antara sperma dan ovum baru-baru ini ditemukan. Fertilin, suatu protein yang terdapat di membran plasma sperma, berikatan dengan glikoprotein yang dikenal dengan ZP3 pada lapisan luar zona pelusida. Hanya sperma dari spesies yang sama yang dapat terikat pada reseptor zona pelusida ini dan menembusnya. Pengikatan sperma memacu reaksi akrosom yang bergantung Ca2+ tempat membran akrosom terganggu dan enzim akrosom dilepaskan (langkah 2 ). Kalsium yang memasuki ekor sperma melalui saluran CatSper yang terbuka dengan cepat berpindah dalam beberapa detik ke kepala, tempat molekul ini ikut serta dalam reaksi akrosom. Enzim akrosom mencerna zona pelusida, memampukan sperma dengan ekornya yang masih bergerak, untuk membuat jalan yang melewati sawar protektif ini (langkah 3 ). Sperma pertama yang mencapai ovum itu sendiri berfusi dengan membran plasma ovum (sebenarnya oosit sekunder), dan kepalanya (yang membawa DNA) memasuki sitoplasma ovum (langkah 4 ). Ekor sperma biasanya hilang dalam proses ini, tetapi kepalanya membawa informasi genetik yang sangat penting. Penggabungan sperma dan sel telur memacu suatu perubahan kimiawi di membran yang mengelilingi ovum sehingga lapisan luar ini tidak dapat lagi ditembus oleh sperma lain. Fenomena ini dikenal sebagai block to polyspertny ("banyak



David Scharf/photolibrary.com



permukaan yang nongenomik dan berespons cepat pada sperma, tidak seperti pengikatan steroid biasa ke reseptor intrasel yang berespons lambat pada sel target lainnya. Para ilmuwan telah meneliti bahwa progesteron membuka saluran kation permeabel Ca2+ yang disebut saluran CatSper yang ditemukan secara khusus pada membran plasma ekor sperma. Hasilnya, pemasukan Ca2+ penting bagi kejadian terkait fertilisasi berikut ini pada sperma: (1) kapasitasi, (2) motilitas hiperaktif, dan (3) Reaksi akrosom. Karena itu, aktivasi CatSper penting bagi fertilitas pria. Anda telah mengetahui tentang kapasitasi dan segera akan belajar tentang reaksi akrosom. Kita sekarang akan fokus pada perubahan motilitas yang terjadi. Ketika Ca2+ membanjiri sel pada pembukaan saluran CatSper yang diinduksi oleh progesteron, sperma berpindah dari pergerakan renang mereka yang biasanya mulus, menjadi asimetrik dan tak beraturan yang dikenal dengan motilitas hiperaktif. Jenis motilitas yang lebih kuat ini menghasilkan "kepercayaan" ekstra bagi sperma untuk memenetrasi korona radiata dan zona pelusida untuk memperoleh jalan masuk ke sel telur.



Gambar 20-24 Pemindaian mikrograf elektron pada sperma yang berkerumun di permukaan sebuah sel telur.



sperma"). Bagian terluar, atau regio kortikal ovum, mengandung granula kortikal yang dipenuhi oleh enzim. Pelepasan kalsium intrasel, yang diinduksi oleh fertilisasi, ke dalam sitosol ovum memicu eksitosis granula kortikal ini ke dalam ruang antara membran sel telur dan zona pelusida (langkah 5 ). Enzim ini berdifusi ke dalam zona pelusida, tempat mereka menginaktifkan reseptor ZP3 sehingga sperma lainnya yang mencapai zona pelusida tidak dapat terikat padanya. Enzim ini juga mengeraskan zona pelusida dan menutup saluran untuk menjaga sehingga tidak terjadi penetrasi sperma yang lain. Selanjutnya, pelepasan Ca2+ ke sitosol ovum ini memicu pembelahan meiosis kedua sel telur, yang sekarang siap untuk bersatu dengan sperma untuk menyelesaikan proses fertilisasi. Dalam satu jam, nukleus sperma dan sel telur menyatu berkat adanya suatu sentrosom (pusat organisasi mikrotubulus; lihat h. 47) yang disediakan oleh sperma yang membentuk mikrotubulus untuk membawa kromosom pria dan wanita bersama untuk bersatu. Selain untuk membagikan sebagian kromosomnya ke ovum yang terfertilisasi, yang sekarang disebut zigot, sperma pemenang ini juga mengaktifkan enzim-enzim ovum yang esensial bagi perkembangan awal mudigah. Karena itu, fertilisasi menyelesaikan dua kejadian yang mengombinasikan gen dari kedua orang tua untuk membentuk suatu organisme yang unik dari segi genetik dan mengatur perkembangan organisme tersebut.



Selama tiga hingga empat hari pertama setelah pembuahan, zigot tetap berada di dalam ampula karena penyempitan antara ampula dan saluran oviduktus lainnya menghambat pergerakan lebih lanjut zigot menuju uterus.   



813



Korona radiata (sel folikular)



Membran plasma sperma



1 Sperma yang akan membuahi menembus korona radiata meialui enzim-enzim terikat-membran yang terdapat dalam membran plasma kepala sperma dan berikatan dengan reseptor ZP3 di zona pelusida. 2 Pengikatan sperma dengan reseptor ini memicu reaksi akrosom, yaitu saat enzim-enzim hidrolitik pada akrosom dibebaskan ke zona peluskia. 3 Enzim akrosomal mencema zona pelusida, membentuk jalur ke membran plasma ovum. Ketika sperma mencapai ovum, membran plasma kedua sel ini berrusi.



Sitoplasma ovum



Nukleus ovum yang sedang mengalami pembelahan meiosis kedua



Zona pelusida



Membran plasma ovum



Vesikel akrosomal Badan polar pertama



Membran plasma ovum Reseptor ZP3 Spermatozoa Granula kortikal



Zona pelusida



Korona radiata



Sitoplasma ovum Bagian tengah dan ekor sperma



5 Sperma merangsang pelepasan berbagai enzim yang tersimpan di dalam granula kortikal di ovum, yang nantinya, menginakbfkan reseptor ZP3 dan mengeraskan zona pelusida sehingga menghambat terjadinya polispermia.



(a) Sperma membuat jalan menembus barier yang mengelilingi ovum.



Kepala sperma dengan DNA



Lennart Nilsson/Scanpix



4 Kepala sperma dengan DNAnya memasuki sitoplasma ovum.



(b) Pemindaian mokrograf elektron pada spermatozoa dengan enzim-enzim akrosom (merah) yang terpajan setelah reaksi akrosom.



Gambar 20-25 Proses feritilisasi.



TAHAP-TAHAP AWAL DI AMPULA Zigot tidak tinggal diam



selama periode ini. Zigot cepat mengalami sejumlah pembelahan sel mitotik untuk membentuk suatu bola padat sel-sel yang disebut morula (Gambar 20-26). Sementara itu, peningkatan kadar progesteron dari korpus luteum yang baru terbentuk setelah ovulasi merangsang pengeluaran glikogen dari endometrium ke dalam lumen saluran reproduksi untuk digunakan sebagai energi oleh embrio. Nutrien-nutrien yang tersimpan dalam sitoplasma ovum dapat mempertahankan embrio untuk waktu kurang dari sehari. Konsentrasi nutrien yang dikeluarkan meningkat lebih cepat di ampula yang kecil daripada di lumen uterus. PENURUNAN MORULA KE DALAM UTERUS Sekitar tiga hingga empat hari setelah ovulasi, progesteron diproduksi dalam jumlah memadai untuk melemaskan konstriksi oviduktus sehingga morula dapat dengan cepat terdorong ke dalam uterus oleh kontraksi peristaltik oviduktus dan aktivitass ilia. Penundaan sementara sebelum mudigah yang baru terbentuk masuk ke dalam uterus memungkinkan nutrien-nutrien terkumpul di lumen uterus untuk menunjang mudigah hingga implantasi berlangsung. Jika tiba terlalu cepat di uterus, morula akan mati.   



hapter



Ketika turun ke uterus, morula mengapung bebas di dalam rongga uterus selama tiga hingga empat hari Iagi, hidup dari sekresi endometrium dan terus membelah. Selama enam hingga tujuh hari pertama setelah ovulasi, sementara mudigah yang sedang berkembang dalam keadaan transit di oviduktus dan mengapung di lumen uterus, lapisan dalam uterus secara bersamaan dipersiapkan untuk implantasi di bawah pengaruh progesteron fase luteal. Selama waktu ini, uterus berada dalam fase sekretoriknya, atau fase progestasional, menyimpan glikogen dan mengalami peningkatan vaskularisasi. Kadang-kadang morula gagal turun ke dalam uterus dan terus berkembang dan tertanam di lapisan dalam oviduktus. Hal ini menyebabkan kehamilan ektopik tuba, yang harus diakhiri. Sembilan puluh lima persen kehamilan ektopik adalah kehamilan tuba. Kehamilan seperti ini tidak pernah berhasil karena oviduktus tidak dapat mengembang seperti uterus untuk mengakomodasi mudigah yang sedang tumbuh. Peringatan pertama adanya kehamilan tuba adalah nyeri akibat teregangnya oviduktus oleh mudigah yang tumbuh. Jika tidak diangkat, mudigah tersebut dapat menyebabkan ruptur oviduktus, menyebabkan perdarahan yang dapat mematikan.



Blastokista (potongan melintang) Massa sel dalam



Pembelahan



Morula



Spermatozoa



Ovum (potongan melintang)



Ditakdirkan untuk menjadi jannin



Kepala sperma yang sedang membuahi Badan polar



Trofoblas



Fertilisasi Oosit sekunder (ovum)



Menyelesaikan implntasi dan berkembangan menjadi plasenta bagian janin



Ovulasi Implantasi



Ovarium



Endometrium uterus



Struktur tidak digambar sesuai skla.



Ukuran sebenarnya blastokista



Gambar 20-26 Tahap-tahap awal perkembangan dari fertilisasi hingga implantasi. Perhatikan bahwa ovum yang dibuahi secara progresif membelah dan berdiferensiasi menjadi blastokista selagi bergerak dari tempat fertilisasi di oviduktus bagian atas ke tempat implantasi di uterus.



IMPLANTASI BLASTOKISTA DI ENDOMETRIUM YANG TELAH DIPERSIAPKAN Pada saat endometrium siap menerima



implantasi (sekitar seminggu setelah ovulasi), morula telah turun ke uterus dan terus berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang dapat melakukan implantasi. Penundaan waktu satu minggu setelah pembuahan dan sebelum implantasi memungkinkan endometrium dan mudigah untuk mempersiapkan implantasi. Blastokista adalah suatu bola berongga berlapis tunggal dan terdiri dari sekitar 50 sel mengelilingi sebuah rongga berisi cairan, dengan suatu massa padat sel-sel berkelompok di satu sisi (Gambar 20-26). Massa padat ini, yang dikenal sebagai massa sel dalam, berkembang menjadi mudigah kemudian janin itu sendiri. Blastokista sisanya tidak membentuk janin, tetapi memiliki peran suportif selama kehidupan intrauterus. Lapisan tipis paling luar, trofoblas, melaksanakan implantasi dan kemudian berkembang menjadi plasenta bagian janin. Setelah blastokista siap berimplantasi, permukaannya menjadi lengket. Pada saat ini endometrium telah siap menerima mudigah dan juga telah menjadi semakin merekat melalui peningkatan pembentukan molekul adhesi sel (CAM) yang membantu "melekatkan" (velcro) blastokista ketika pertama kali berkontak dengan lapisan uterus. Blastokista melekat ke lapisan dalam uterus di sisi massa sel dalamnya (Gambar 20-27, langkah 1 ). Implantasi dimulai ketika, setelah berkontak dengan endometrium, sel-sel trofoblastik yang menutupi massa sel dalam mengeluarkan enzim-enzim pencerna protein. Enzimenzim ini mencerna sel-sel endometrium dan membentuk jalan sehingga genjel-genjel sel trofoblas mirip-jari dapat menembus dalam ke endometrium, tempat genjel-genjel ini terus mencerna sel uterus (langkah 2 ).Melalui efek kanibalistiknya, trofoblas



melakukan fungsi ganda (1) menyelesaikan implantasi dengan membuat lubang di endometrium untuk blastokista dan (2) menyediakan bahan mentah dan bahan bakar metabolik untuk mudigah yang sedang berkembang sewaktu tonjolan-tonjolan trofoblastik menguraikan jaringan endometrium kaya-nutrien. Membran plasma dari dinding sel-sel trofoblas yang masuk ke endometrium berdegenerasi, membentuk sinsitium multinukleus yang akhirnya akan menjadi plasenta bagian janin. Jaringan endometrium di tempat kontak, yang terangsang oleh invasi trofoblas, mengalami perubahan drastis yang meningkatkan kemampuannya menunjang mudigah yang berimplantasi. Sebagai respons terhadap caraka-caraka kimiawi yang dibebaskan oleh blastokista, sel-sel endometrium mengeluarkan prostaglandin, yang secara lokal meningkatkan vaskularisasi, menirnbulkan edema, dan meningkatkan simpanan makanan. Jaringan endometrium yang mengalami modifikasi sedemildan rupa di tempat implantasi disebut desidua. Ke dalam jaringan desidua yang sangat kaya inilah blastokista terbenam. Setelah blastokista membuat terowongan ke dalam desidua oleh aktivitas trofoblas, suatu lapisan sel endometrium menutupi permukaan lubang, mengubur total blastokista di dalam lapisan dalam uterus (langkah 3 ).Lapisan trofoblas terus mencerna sel-sel desidua sekitar, menghasilkan energi untuk mudigah hingga plasenta terbentuk. PENCEGAHAN PENOLAKAN EMBRIO-JANIN Apa yang mencegah ibu menolak secara imunologis mudigah/janin, yang sebenarnya adalah "orang asing" bagi sistem imun ibu, karena secara genetis separuhnya berasal dari kromosom ayah yang berbeda? Berikut ini adalah beberapa hipotesis yang sedang dalam penelitian. Bukti-bukti baru menunjukkan bahwa trofoblas menghasilkan ligan Fas, yang berikatan dengan Fas, suatu reseptor khusus di permukaan sel T sito815



Endometrium



Kavum uteri Massa sel dalam



Kapiler Korda sel trofoblastik



Trofoblas (lapisan permukaan sel blastikista) Permukaan lapisan dalam uterus 1 Ketika blastokista yang terapung bebas melekat ke lapisan endometrium, korda sei trofoblastik mulai menembus endometrium.



Pemukaan lapisan dalam uterus



Desidua



Massa sel dalam



Korda sel trofoblastik



Awal rongga amniotik



2 Korda sel trofoblastik lebih lanjut menggali ke dalam endometrium sehingga menyediakan lubang untuk blastokista. Tepi antara sel-sel di jaringan troboslastik berdisintegrasi.



Permukaan lapisan dalam uterus



Desidua



toksik aktif ibu. Sel T sitotoksik adalah sel imun yang melaksanakan tugas menghancurkan sel asing (lihat h. 456). Pengikatan ini memicu sel-sel imun yang ditujukan untuk menghancurkan orang asing ini untuk mengalami apoptosis sehingga membebaskan embrio-fetus dari penolakan imun. Peneliti lain mendapatkan bahwa plasenta bagian janin, yang berasal dari trofoblas, menghasilkan suatu enzim, indolamin 2,3-dioksigenase (IDO) yang merusak triptofan. Triptofan, suatu asam amino, adalah faktor penting dalam pengaktifan sel T sitotoksik ibu. Karena itu, mudigah/janin, melalui hubungan-hubungan trofoblastiknya, dipercayai mempertahankan diri dari penolakan dengan meredam aktivitas sel T sitotoksik ibu di dalam plasenta yang seharusnya menyerang jaringan asing yang sedang berkembang ini. Selain itu, penelitian-penelitian terkini memperlihatkan bahwa pembentukan sel T regulatorik berlipat dua atau tiga pada hewan percobaan yang hamil. Sel-sel T regulatorik menekan sel T sitotoksik ibu yang mungkin menyerang janin (lihat h. 460). KONTRAKSI Pasangan yang ingin berhubungan kelamin, tetapi menghindari kehamilan memiliki sejumlah pilihan metode kontrasepsi ("menentang konsepsi"). Metode-mettode ini bekerja dengan menghambat salah satu dari tiga tahap utama dalam proses reproduksi: transpor sperma ke ovum, ovulasi, atau implantasi. (Lihat fitur dalam kotak di h. 818-819, Konsep, Tantangan, dan Kontroversi, untuk perincian lebih lanjut tentang cara dan alat kontrasepsi). Berikutnya marilah kita membahas plasenta secara lebih mendalam.



Simpanan glikogen di endometriurn hanya cukup untuk memberi makan embrio selama minggu pertamanya. Untuk mempertahankan pertumbuhan embrio dan janin selama kehidupan intrauterusnya, segera terbentuk plasenta, suatu organ khusus pertukaran antara darah ibu dan janin (Gambar 20-28). Plasenta berasal dari jaringan trofoblas dan desidua. Plasenta merupakan organ yang tidak biasa karena dibentuk oleh jaringan dua organisme: embrio-janin dan ibunya. PEMBENTUKAN PLASENTA DAN KANTONG AMNION Pada hari



Embrio yang sedang berkwmbang



3 Ketika implantasi tuntas, blastokista seluruhnya terkubur di dalam endometrium. Gambar 20-27 Implantasi blastokista.



  



hapter



12, embrio telah terbenam total di dalam desidua. Pada saat ini lapisan trofoblas telah memiliki ketebalan dua lapisan sel dan disebut korion. Seiring dengan terus berkembang dan dihasilkannya enzim-enzim oleh korion, terbentuk anyaman rongga-rongga yang ekstensif di dalam desidua. Korion yang meluas menggerus dinding kapiler desidua,menyebabkan darah ibu bocor dari kapiler dan mengisi rongga-rongga ini. Darah dicegah membeku oleh suatu antikoagulan yang dihasilkan oleh korion. Tonjolan-tonjolan jaringan korion berbentuk jari menjulur ke dalam genangan darah ibu. Mudigah yang sedang tumbuh ini segera mengirim kapiler ke dalam tonjolan korion untuk membentuk vilus plasenta. Sebagian vilus menjorok menembus ruang berisi darah untuk melekatkan plasenta bagian janin ke jaringan endometrium, tetapi sebagian besar hanya menjulur ke dalam genangan darah ibu.



Sisa kantung yolk



4 Minggu



Dr. G. Moscoso/Photo Researchers, Inc.



Embrio manusia pada saat perkembangan minggu ke-7 hingga ke-8



8 Minggu



(c)



Plasenta



Korda umbilikalis (tali pusat)



Cairan amnion



Kumpulan darah ibu Vilus plasenta 12 Minggu



Ruang antar vilus Jaringan desidua uterus Arteriol ibu Venula ibu Pembuluh janin Jaringan korionik



Atern



(a) Hubungan antara janin yang sedang berkembang (b) Gambaran skematik struktur ibu dan janin dan uterus seiring dengan kemajuan persalinan. yang terkait yang membentuk plasenta.



Vena Arteri umbilikalis umblikasi



Korion amnion



Gambar 20-28 Embrio-fetus yang sedang berkembang, plasenta, dan cairan amnion. (a) Uterus secara progesif membesar untuk menampung embrio-fetus yang terus bertumbuh selama kehamilan. (b) Selama plasentasi, tonjolan-tonjolan jaringan korion (janin) berbentuk jari membentuk vilus plasenta, yang menjulur ke dalam genangan darah ibu. Dinding kapiler desidua (ibu) diruntuhkan oleh korion yang meluas sehingga darah ibu merembes melalui ruang-ruang antara vilus-vilus plasenta. Kapiler plasena janin bercabang-cabang dari arteri umbilikalis dan menjulur ke dalam vilus plasenta. Aliran darah janin yang melewati pembuluh ini dipisahkan dari darah ibu hanya oleh dinding kapiier dan lapisan korion tipis yang membentuk vilus plasenta. Darah ibu masuk melalui arteriol ibu, lalu mengalir membentuk genangan darah di ruang antarvilus. Di sini, terjadi pertukaran antara darah janin dan ibu sebelum darah janin mengalir melalui vena umbilikalis dan darah ibu keluar melalui venula ibu. (c) Embrio-fetus terapung dalam kantong yang terbentuk selama perkembangan dan diisi oleh cairan amnion yang berfungsi sebagai bantalan.



Embrio-fetus yang sedang berkembang, plasenta, dan cairan amnion. (a) Uterus secara progesif membesar untuk menampung embrio-fetus yang terus bertumbuh selama kehamilan. (b) Selama plasentasi, tonjolan-tonjolan jaringan korion (janin) berbentuk jari membentuk vilus plasenta, yang menjulur ke dalam genangan darah ibu. Dinding kapiler desidua (ibu) diruntuhkan oleh korion yang meluas sehingga darah ibu merembes melalui ruang-ruang antara vilus-vilus plasenta. Kapiler plasena janin bercabang-cabang dari arteri umbilikalis dan menjulur ke dalam vilus plasenta. Aliran darah janin yang melewati pembuluh ini dipisahkan dari darah



ibu hanya oleh dinding kapiier dan lapisan korion tipis yang membentuk vilus plasenta. Darah ibu masuk melalui arteriol ibu, lalu mengalir membentuk genangan darah di ruang antarvilus. Di sini, terjadi pertukaran antara darah janin dan ibu sebelum darah janin mengalir melalui vena umbilikalis dan darah ibu keluar melalui venula ibu. (c) Embrio-fetus terapung dalam kantong yang terbentuk selama perkembangan dan diisi oleh cairan amnion yang berfungsi sebagai bantalan. Meskipun belum sempurna, plasenta telah terbentuk dan berfungsi pada 5 minggu setelah implantasi. Pada saat ini, jantung mudigah sudah memompa darah ke dalam vilus plase817



■ Konsep, Tantangan, dan Kontroversi



Cara dan Alat Kontrasepsi



K



ATA KONTRASEPSI merujuk kepada proses menghindari kehamilan selag( melakukan hubungan seks. Tersedia sejumlah metode kontrasepsi yang beragam tingkat kernudahan pemakaian dan efektivitasnya (lihat tabel penyerta). Metode-metode ini dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori berdasarkan cara bagaimana mereka mencegah kehamilan: menghambat transpor sperma ke ovum, mencegah ovulasi, atau menghambat implantasi. Setelah meneliti cara paling umum pencapaian kontrasepsi oleh masing-masing cara ini, kita akan melihat sekilas kemungkinan kontrasepsi di masa mendatang sebelum menyimpulkan dengan pembahasan tentang pengakhiran kehamilan yang tidak diinginkan.



Angka Kegagalan Rerata Berbagai Teknik Kontrasepsi Metode Kontrasepsi  



Penghambatan Transpor Sperma ke Ovum



alami atau metode irama dalam kontrol persalinan mengandalkan abstinensia selama masa subur wanita. Wanita dapat memperkirakan kapan ovulasi terjadi dengan mencatat secara cermat daur haid mereka. Karena siklus bervariasi, cara ini tidak terlalu efektif. Waktu ovulasi dapat ditentukan secara lebih tepat dengan mencatat suhu tubuh setiap pagi sebelum bangun. Suhu tubuh sedikit meningkat sekitar satu hari setelah ovulasi. Metode irama suhu tidak bermanfaat dalam menentukan kapan hubungan seks aman dilakukan sebelum ovulasi, tetapi cara ini bermanfaat dalam menentukan kapan waktunya aman untuk kembali melakukan hubungan seks setelah ovulasi. interuptus adalah pengeluaran penis dari vagina sebelum ejakulasi terjadi. Namun, metode ini hanya efektif sebagian karena penentuan waktu sulit dilakukan dan sebagian sperma mungkin telah keluar dari uretra sebelum ejakulasi.



23 20 10–20 4 2–2.5 1







■ Kontrasepsi



kimiawi, misalnya gel, busa, krim, dan supositoria spermisida ("pembunuh sperma"), jika dimasukkan ke dalam vagina bersifat toksik bagi sperma selama sekitar satu jam setelah pemakaian.



■ Metode



sawar secara mekanis mencegah transpor sperma ke oviduktus. Bagi pria, kondom adalah suatu selubung karet atau lateks tipis yang dipasang pada penis ereksi sebelum ejakulasi untuk mencegah sperma masuk ke dalam vagina. Bagi wanita, diafragma atau tudung serviks, yang harus dipasang oleh petugas terlatih, adalah suatu kubah karet lentur yang dimasukkan melalui saluran vagina dan diletakkan di atas serviks untuk menghambat masuknya sperma ke dalam kanalis servikalis. Kondom wanita (atau vaginal pouch), metode sawar terbaru, adalah suatu kantong poliuretan silindris yang tertutup di satu ujung dan terbuka di ujung lain dengan cincin fleksibel di kedua ujung. Cincin di ujung buntu alat ini dimasukkan ke dalam vagina dan terpasang pas di serviks, serupa dengan diafragma. Cincin di ujung terbuka kantong diletakkan di luar vagina di atas genitalia eksterna. Metode ini sering digunakan sebagai kombinasi dengan agen spermisida untuk meningkatkan keefektifannya.



  



hapter



90 20–30



■ Kontrasepsi



■ Koitus



Angka Kegagalan Rerata (kehamilan setahun/100 wanita)



Sterilisasi, yaitu pemutusan secara bedah duktus deferens (vasektomi) pada pria atau oviduktus (ligasi tuba) pada wanita, dianggap sebagai metode permanen untuk mencegah penyatuan sperma dan ovum.



Pencegahan Ovulasi







Kontrasepsi oral, atau pil KB, yang hanya dapat diperoleh dengan resep, mencegah ovulasi terutama dengan menekan sekresi gonadotropin. Pil ini, yang mengandung steroid sintetik miripestrogen dan mirip-progesteron, diminum selama tiga minggu, baik dalam kombinasi atau berurutan, dan kemudian dihentikan selama seminggu. Steroid ini, seperti steroid alami yang diproduksi selama siklus ovarium, menghambat kisspeptin, GnRH, dan dengan demikian sekresi FSH dan LH. Akibatnya, pematangan folikei dan ovulasi tidak terjadi sehingga konsepsi mustahil berlangsung. Endometrium berespons terhadap pemberian steroid eksogen dengan menebal dan mengembangkan kapasitas sekretorik, seperti yang terjadi pada keadaan normat Ketika steroid sintetik ini dihentikan setelah tiga minggu, lapisan dalam endometrium terlepas dan terjadi haid, seperti yang normalnya terjadi pada degenerasi korpus luteum. Selain menghambat ovulasi, kontrasepsi oral mencegahkehamilan dengan meningkatkan kekentalan mukus serviks, yang menyebabkan penetrasi sperma menjadi lebih sulit,



kontraksi otot di saluran reproduksi wanita, yang menghambat transpor sperma ke oviduktus. Kontrasepsi oral telah terbukti meningkatkan risiko pembekuan intravaskular, terutama pada wanita yang juga merokok. Pil KB telah tersedia selama 50 tahun, dengan hanya rnengalami sedikit perkembangan.







Beberapa metode kontrasepsi lain mengandung hormon seks wanita dan bekerja seperti pil KB untuk mencegah ovulasi. Metodemetode tersebut mencakup implantasi jangka-panjang subkutis ("di bawah kulit") kapsul berisi hormon yang secara bertahap mengeluarkan hormon pada kecepatan hampir tetap selama lima tahun dan birth contro! patches (tempelan KB) yang mengandung hormon dan diserap melalui kulit.



Penghambatan Implantasi



Secara medis, kehamilan belum dianggap dimulai hingga terjadinya implantasi. Menurut pandangan ini, setiap mekanisme yang mengganggu implantasi dikatakan mencegah kehamilan. Namun, tidak semua sependapat dengan pandangan ini. Sebagian beranggapan bahwa kehamilan dimulai pada saat pembuahan. Bagi mereka, setiap gangguan terhadap implantasi adalah suatu bentuk aborsi. Karena itu, metode kontrasepsi yang mengandalkan blokade implantasi lebih kontroversial daripada metode yang mencegah terjadinya ferthisasi. ■ Blokade implantasi paling sering dilakukan dengan pemasangan suatu alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR) ke dalam uterus. Ada nya benda asing di uterus memicu respons peradangan lokal yang mencegah implantasi ovum yang telah dibuahi.







implantasi juga dapat dihambat oleh apa yang disebut sebagai morning-afterpill, yang juga disebut kontrosepsi darurat. istilah pertama sebenarnya adalah salah kaprah karena pii ini dapat mencegah kehamilan jika diminum dalam 72 jam setelah, bukan hanya pada pagi hari setelah, hubungan seks tanpa pengaman. Bentuk kontrasepsi darurat yang paling umum adalah suatu kit yang berisi pil-pil KB dosis tinggi. Pil-pil ini, yang hanya diperoleh dengan resep, bekerja dengan cara berbeda untuk mencegah kehamilan bergantung pada posisi wanita yang bersangkutan dalam daur ketika ia menggunakan obat ini. Pil ini dapat menekan ovulasi atau menyebabkan degenerasi prematur korpus luteum sehingga mencegah implantasi ovum yang telah dibuahi dengan menghentikan dukungan hormon atas endometrium yang sedang turribuh. Kit ini hanya digunakan dalam keadaan darurat-misalnya, jika kondom bocor atau pada kasus perkosaan-dan tidak boieh digunakan sebagai pengganti metode kontrasepsi yang sedang digunakan.



Kemungkinan di masa mendatang







Teknik KB masa depan adalah imunokontrasepsi-pemakaian vaksin yang merangsang sistem imun untuk menghasilkan antibodi terhadap protein tertentu yang sangat penting dalam proses reprod-















uksi. Efek kontraseptif vaksin diharapkan bertahan hingga setahun. Sebagai contoh, saat ini sedang diteliti suatu vaksin yang menginduksi pembentukan antibodi terhadap gonadotropin korionik manusia sehingga hormon penunjang korpus luteum yang esensial ini tidak efektif jika terjadi kehamilan. Kemungkinan lain yang menjanjikan adalah penghambatan enzim-enzim akrosom sehingga sperma tidak dapat masuk ke dalam ovum. Beberapa peneliti mencari cara untuk memanipulasi hormon untuk menghambat produksi sperma pada pria tanpa mengurangi testosteron pria yang bersangkutan. Peneliti lainnya berusaha untuk memengaruhi ikatan antara sel Sertoli dan sperma yang sedang berkembang sehingga spermatogenesis tidak dapat selesai. Cara lain yang sedang diteliti adalah kontrasepsi uniseks yang akan menghentikan sperma di jalurnya dan dapat digunakan untuk pria atau wanita. idenya adalah dengan menggunakan obat penghambat Ca2+ untuk mencegah masuknya Ca2+ ke dakam ekor sperma. Seperti di sel otot, Ca+ mengaktifkan perangkat kontraktil yang berperan dalam motilitas sperma. Tanpa Ca2+, sperma tidak dapat bergerak untuk meakukan pembuahan. Dengan penemuan saluran CatSper baru-baru ini, terbuka kesempatan untuk memengaruhi saluran kalsium spesifik-sperma ini, mengganggu kapasitas fertilisasi sperma tanpa memiliki efek apapun terhadap wanita, yang tidak memiliki saluran ini.



Pengakhiran Kehamilan yang Tak- Diinginkan











Jika metode kontrasepsi gagal atau tidakdigunakan danterjadi keharnilan yang tidak diinginkan, wanita yang bersangkutan sering beralih ke aborsi untuk mengakhiri persalinan. Lebih dari separuh dari sekitar 6,4 juta kehamilan di Amerika Serikat setiap tahun tidak direncanakan, dan sekitar 1,6 juta dari jumlah tersebut berakhir dengan aborsi. Meskipun pengeluaran embrio-fetus secara bedah legal di Amerika Serikat, praktik aborsi dipenuhi oleh kontroversi emosional, etis, dan politis. Pada akhir tahun 2000, di tengah kontroversi yang menghangat, "pil aborsi; RU 486, atau mifepriston, diizinkan untuk digunakan di Amerika Serikat, meskipun obat ini sebenarnya sudah tersedia di negara-negara lain sejak tahun 1988. Obat ini mengakhiri kehamilan dini meialui intervensi kimiawi dan bukan dengan pembedahan. RU 486, suatu antagonis progesteron, berikatan erat dengan reseptor progesteron di sel sasaran, tetapi tidak memicu efek progesteron yang biasa dan mencegah progesteron berikatan dan menimbulkan efek. Jaringan endometrium yang telah berkembang, karena tidak mendapat dukungan progesteron, teriepas dan membawa serta mudigah yang terimplantasi di dalamnya. Pemberian RU 486 diikuti dalam 48 jam oleh prostaglandin yang menginduksi kontraksi uterus untuk membantu mengeluarkan endometrium dan embrio.



  



819



nta plasenta serta ke jaringan mudigah. Sepanjang gestasi, darah janin terus mengalir antara vilus plasenta dan sistem sirkulasi janin melalui dua arteri umbilikalis dan satu vena umbilika-lis, yang terbungkus di dalam korda umbilikalis, suatu peng-hubung antara janin dan plasenta (Gambar 20-28). Darah ibu di dalam plasenta secara kontinu diganti oleh darah segar yang masuk melalui arteriol-arteriot uterus; darah ibu lalu mengalir melalui ruang antarvilus, tempat darah tersebut bertukar bahan dengan darah janin di vilus sekitar; dan kemudian keluar melalui vena uterus. Sementara itu, selama waktu implantasi dan awal perkembangan plasenta, massa sel dalam membentuk rongga amnion berisi cairan antara korion-trofoblas dan bagian massa sel dalam yang ditakdirkan menjadi janin (lihat Gambar 20-27, langkah 2 ). Lapisan epitel yang membungkus rongga amnion disebut kantong amnion, atau amnion, Seiring dengan perkembangannya, kantong amnion akhirnya menyatu dengan korion, membentuk satu membran kombinasi yang mengelilingi embrio-janin. Cairan di rongga amnion, cairan amnion, yang komposisinya serupa dengan CES normal, mengelilingi dan menjadi bantalan bagi janin disepanjang kehamilan (Gambar 20-28). FUNGSI PLASENTA Selama kehidupan intrauterus, plasenta melakukan fungsi sistem pencernaan, sistem pernapasan, dan ginjal bagi janin "parasitik" ini. Janin memiliki sistem-sistem organ ini, tetapi di dalam lingkungan intrauterus sistem-sistem tersebut tidak dapat (dan tidak perlu) berfungsi. Nutrien dan O2 berdifusi dari darah ibu menembus sawar tipis plasenta ke dalam darah janin, sementara CO2 dan sisa metabolik lain secara bersamaan berdifusi dari darah janin ke dalam darah ibu. Nutrien dan O2 yang dibawa ke janin dari darah ibu diperoleh oleh sistem pencernaan dan pernapasan ibu, dan CO2 dan zat sisa yang dipindahkan ke darah ibu masing-masing dikeluarkan oleh paru dan ginjal ibu. Karena itu, saluran cerna, saluran napas, dan ginjal ibu juga berfungsi melayani kebutuhan janin selain kebutuhan diri sendiri. Cara bahan bahan ini menembus plasenta bergantung pada substansinya. Beberapa bahan yang dapat menembus membran plasenta, seperti O2, CO2, air, dan elektrolit, menembus melalui difusi sederhana. Sebagian bahan melewati sawar plasenta melalui sistem yang diperantarai transpor khusus di membran plasenta, seperti glukosa oleh difusi terfasilitasi dan asam amino oleh transpor aktif sekunder. Substansi lain seperti kolesterol dalam bentuk LDL (Iihat h. 352) bergerak menembus melalui endositosis yang diperantarai reseptor. Sayangnya, banyak obat, polutan lingkungan, bahan kimia lain, dan mikroorganisme di dalam darah ibu juga dapat melewati sawar plasenta, dan sebagian bahan tersebut dapat mencederai janin yang sedang tumbuh. Orang lahir tanpa anggota badan akibat pajanan ke talidomid, suatu obat penenang yang diresepkan bagi wanita hamil sebelum efek parah obat ini pada janin diketahui, merupakan pengingat yang menyedihkan atas kenyataan ini. Demikian juga, neonatus yang "ketagihan" selama gestasi akibat penyalahgunaan obat seperti heroin oleh ibunya menderita withdrawl syndrome setelah lahir. Bahkan bahan-bahan kimia umum misalnya aspirin, alkohol, dan bahan di dalam asap rokok dapat mencapai janin, dan men  



hapter



imbulkan efek merugikan. Demikian juga, janin dapat terjangkit AIDS sebelum lahir jika ibu mereka terinfeksi oleh virus ini. Karena itu, wanita hamil harus sangat berhati-hati terhadap kemungkinan pajanan dari bahan apapun yang berpotensi merugikan. Plasenta juga memiliki fungsi penting lain-plasenta adalah organ endokrin sementara selama kehamilan, suatu topik yang kini akan kita bahas. Selama kehamilan, tiga sistem endokrin berinteraksi untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan janin, untuk mengoordinasikan waktu partus, dan untuk menyiapkan kelenjar mammae untuk menyusui bayi setelah kelahiran: hormon plasenta, hormon maternal, dan hormon janin.



Bagian plasenta yang berasal dari janin memiliki kemampuan luar biasa untuk mengeluarkan sejumlah hormon steroid dan peptida yang esensial untuk mempertahankan kehamilan. Hormon yang terpenting adalah human chorionic gonadotropin (gonadotropin korionik manusia), estrogen, dan progesteron (Tabel 20-5). Plasenta yang berfungsi sebagai organ endokrin utama pada kehamilan, bersifat unik di antara jaringan-jaringan endokrin dalam dua aspek. Pertama, organ ini bersifat sementara. Kedua, sekresi hormon tidak dipengaruhi oleh kontrol ekstrinsik, berbeda dari mekanisme ketat yang sering kompleks yang mengatur sekresi hormon lain. Jenis dan kecepatan sekresi hormon plasenta bergantung terutama pada tahap kehamilan. SEKRESI GONADOTROPIN KORIONIK MANUSIA Salah satu



proses endokrin pertama adalah sekresi gonadotropin korionik rnanusia (human chorionic gonadotropin, hCG), suatu hormon peptida yang memperlama usia korpus luteum, oleh korion yang sedang berkembang. Ingat kembali bahwa, selama siklus ovarium, korpus luteum berdegenerasi dan lapisan dalam uterus yang telah dipersiapkan terlepas jika tidak terjadi fertilisasi dan implantasi. Jika terjadi pembuahan, blastokista yang tertanam menyelamatkan dirinya sendiri dari kematian akibat terbilas dalam darah haid dengan menghasilkan hCG. Hormon ini, yang mirip dengan LH dan berikatan dengan reseptor yang sama seperti LH, merangsang dan mempertahankan korpus luteum sehingga struktur ini tidak berdegenerasi. Unit endokrin ovarium ini, yang sekarang dinamai korpus luteurn kehamilan, tumbuh semakin besar dan semakin banyak menghasilkan estrogen dan progesteron untuk 10 minggu selanjutnya hingga plasenta mengambil alih sekresi hormonhormon steroid ini. Karena keberadaan estrogen dan progesteron, jaringan endometrium yang tebal dan seperti sumsum ini dipertahankan dan tidak diluruhkan. Karena itu, haid berhenti selama kehamilan. Stimulasi oleh hCG diperlukan untuk mempertahankan korpus luteum kehamilan karena LH, yang mempertahankan korpus luteum selama fase luteal normal daur haid, ditekan oleh umpanbalik negatif akibat kadar progesteron yang tinggi. Pemeliharaan kehamilan normal bergantung pada konsentrasi progesteron dan estrogen yang tinggi. Karena itu, produksi hCG sangat penting selama trimester pertama untuk mempertahankan produksi hormon-hormon ini oleh ovarium. Pada janin laki-laki, hCG juga merangsang prekursor sel Leydig di testis janin untuk mengeluarkan testosteron, yang menyebabkan maskulinisasi salu-



■ TABEL 20-5



Hormon Plasenta



Hormon



Fungsi



Gonadortropin koronik manusia (hCG)



Mempertahankan korpus luteum kehamilan Merangsang sekresi testosteron oleh testis yang sedang berkembang di embrio XY



Estrogen (juga dikeluarkan oleh korpus luteum kehamilan)



Merangsang pertumbuhan miometrium, meningkatkan kekuatan uterus untuk persalinan



Progesteron (juga dikeluarkan oleh korpus luteum kehamilan)



Menekan kontraksi uterus agar lingkungan perkembangan janin tenang



Membantu mempersiapkan kelenjar mamaria untuk laktasi Mendorong pembentukan sumbat mukus serviks untuk mencegah kontaminasi uterus Membantu mempersiapkan kelenjar mamaria untuk laktasi



Somatomamotropin korionuk manusia (memiliki struktur serupa dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin)



Mengurangi pemakaian glukosa oleh ibu dan mendorong penguraian simpanan lemak (serupa dengan hormon pertumbuhan) sehingga lebih banyak glukosa dan asam lemak bebas dapat diaHrkan ke janin Membantu mempersiapkan kelenjar mamaria untuk laktasi (serupa dengan prolaktin)



Relaksin (juga dikelurkan oleh korpus luteum kehamilan)



Melunakkan serviks dalam persiapan untuk pembukaan serviks saat persalinan Melonggarkan jaringan ikat antara tulang-tulang panggul sebagai persiapan untuk persalinan Meningkatkan kadar Ca2+ plasma ibu untuk digunakan dalam kalsifikasi tulang janin; jika diperlukan, mendorong disolusi lokal tulang ibu, memobilisasi simpanan Ca2+ mereka untuk digunakan oleh janin yang sedang berkembang.



ran reproduksi. Laju sekresi hCG meningkat pesat selama awal kehamilan untuk menyelamatkan korpus luteum dari kematian. Sekresi puncak hCG terjadi sekitar 60 hari setelah akhir daur haid terakhir (Gambar 20-29). Pada minggu ke-10 kehamilan, pengeluaran hCG turun ke tingkat rendah yang berlangsung sepanjang kehamilan. Turunnya hCG terjadi pada saat korpus luteum tidak lagi diperlukan untuk sekresi hormon steroidnya karena plasenta telah mulai mengeluarkan estrogen dan progesteron dalam jumlah substansial. Korpus luteum kehamilan mengalami regresi parsial seiring dengan merosotnya sekresi hCG, tetapi struktur ini tidak diubah menjadi jaringan parut hingga setelah persalinan. Gonadotropin korionik manusia dikeluarkan dari tubuh melalui urine. Uji diagnosis kehamilan dapat mendeteksi hCG dalam urine hingga sedini bulan pertama kehamilan, sekitar dua minggu setelah keterlambatan haid pertama. Karena pada saat tersebut embrio yang sedang tumbuh belum dapat dideteksi dengan pemeriksaan fisik, uji ini memungkinkan kehamilan dikonfirmasi secara dini. Tanda klinis awal kehamilan yang sering dijumpai adalah morning sickness, serangan-serangan mual dan muntah yang sering terjadi pada pagi hari meskipun dapat terjadi kapan saja. Karena keadaan ini biasanya terjadi segera setelah implantasi dan bersamaan dengan puncak produksi hCG, para ilmuwan berspekulasi bahwa hormon plasenta awal ini mungkin memicu gejala, kemungkinan dengan bekerja pada chemoreceptor trigger zone di pusat muntah (lihat h. 629). SEKRESI ESTROGEN DAN PROGESTERON Mengapa plasenta yang sedang terbentuk tidak langsung menghasilkan



Gonadotropin korionik (hCG)



Kadar daerah relatif



PTHrp (parathyroid hormone- related peptide)



Estrogen



Progesteron



0



1



2



3 4 5 6 7 8 Bulan setelah awal haid terakhir



9



10



Pelahiran



Fertilisasi Gambar 20-29 Laju sekresi hormon plasenta.



estrogen dan progesteron daripada mengeluarkan hCG, yang nantinya merangsang korpus luteum untuk mengeluarkan kedua hormon penting ini? Jawabannya adalah bahwa, karena berbagai sebab, plasenta tidak dapat menghasilkan estrogen atau progesteron dalam jumlah cukup pada trimester pertama kehamilan. Pada kasus estrogen, plasenta tidak memiliki semua enzim yang diperlukan untuk membentuk hormon ini. Sintesis estrogen memerlukan interaksi kompleks antara   



821



plasenta dan janin (Gambar 20-30). Plasenta mengubah hormon androgen yang diproduksi oleh korteks adrenal janin, dehidroepiandrosteron (DHEA), menjadi estrogen. Plasenta tidak dapat menghasilkan estrogen hingga janin telah berkembang ke titik ketika korteks adrenalnya mengeluarkan DHEA ke dalam darah. Plasenta mengekstraksi DHEA dari darah janin dan mengubahnya menjadi estrogen, yang kemudian dikeluarkannya ke dalam darah ibu. Estrogen memiliki beberapa variasi. Estrogen utama yang disintesis oleh plasenta adalah estriol, berbeda dari estrogen utama yang diproduksi oleh ovarium, estradiol. Karena estriol hanya dapat disintesis dari DHEA janin, pengukuran kadar estriol dalam urine ibu dapat digunakan secara klinis untuk menilai viabilitas janin. Pada kasus progesteron, plasenta dapat melakukan sintesis hormon ini segera setelah implantasi. Meskipun plasenta dini memiliki enzim yang diperlukan untuk mengubah kolesterol yang diekstraksi dari darah ibu menjadi progesteron, plasenta ini belum menghasilkan banyak hormon ini karena jumlah produksinya setara dengan berat plasenta. Selama 10 minggu pertama kehamilan, plasenta terlalu kecil untuk menghasilkan



Darah ibu Kolesterol Progesteron



PERAN ESTROGEN DAN PROGESTERON SELAMA KEHAMILAN Seperti telah disebutkan, diperlukan konsentrasi



estrogen dan progesteron yang tinggi untuk mempertahankan kehamilan normal. Estrogen merangsang pertumbuhan miometrium, yang ukurannya bertambah sepanjang kehamilan. Diperlukan otot uterus yang lebih kuat untuk mengeluarkan janin sewaktu persalinan. Estriol juga mendorong perkembangan duktusduktus di kelenjar mamaria, yang akan dilalui oleh air susu sewaktu laktasi. Progesteron melakukan berbagai peran sepanjang kehamilan. Fungsi utamanya adalah mencegah keguguran dengan menekan kontraksi rniametrium uterus. Progesteron juga mendorong pembentukan sumbat mukus di kanalis servikalis, mencegah kontaminan vagina mencapai uterus. Pada akhirnya, progesteron plasenta merangsang perkembangan kelenjar susu di payudara dalam persiapan untuk laktasi.



Plasenta



Darah janin



Kolesterol



Kolesterol



Kolesterol



Korteks adrenal janin



DHEA



Dehidroepiandrosterone (DHEA)



Progesteron



DHEA



Estrogen



progesteron dalam jumlah yang memadai untuk mempertahankan jaringan endometrium. Peningkatan nyata progesteron dalam darah dalam tujuh bulan terakhir gestasi mencerminkan pertumbuhan plasenta selama periode ini.



Estrogen



KUNCI Jalur untuk sintesis progesteron oleh plasenta Jalur untuk sintesis estrogen oleh plasenta Gambar 20-30 Sekresi estrogen dan progesteron oleh plasenta. Plasenta mengeluarkan, dalam jumlah yang semakin banyak, progesteron dan estrogen ke dalam darah ibu setelah trimester pertama. Plasenta itu sendiri dapat mengubah kolesterol menjadi progesteron (jalur hijau) tetapi tidak memiliki sebagian enzim yang dibutuhkan untuk mengubah kolesterol menjadi estrogen. Namun, plasenta dapat mengubah DHEA yang berasal dari kolesterol di korteks adrenal janin menjadi estrogen ketika DHEA mencapai plasenta melalui darah janin (jaiur biru).



  



hapter



Masa gestasi (kehamilan) adalah sekitar 38 minggu dari konsepsi (40 minggu dari akhir haid terakhir). Selama gestasi, embrio-janin bertumbuh dan berkembang hingga ke tahap ketika ia mampu meninggalkan sistem penunjang kehidupan dari ibunya. Sementara itu, sejumlah perubahan fisik terjadi pada ibu untuk mengakomodasi kebutuhan selama kehamilan. Perubahan yang paling nyata adalah pembesaran uterus. Uterus mengembang dan bertambah beratnya lebih dari 20 kali, di luar isinya. Payudara membesar dan memiliki kemampuan untuk menghasilkan susu. Sistem-sistem tubuh di luar sistem reproduksi juga melakukan berbagai perubahan yang diperlukan. Volume darah meningkat sebesar 30%, dan sistem kardiovaskular berespons terhadap peningkatan kebutuhan oleh massa plasenta yang terus tumbuh. Penambahan berat selama kehamilan hanya sebagian yang disebabkan oleh berat janin. Sisanya terutama disebabkan oleh peningkatan berat uterus, termasuk plasenta, dan bertambahnya volume darah. Aktivitas pernapasan meningkat sekitar 20% untuk mengatasi kebutuhan tarnbahan pemakaian O2 dan pengeluaran CO2 dari janin. Pengeluaran urine meningkat, dan ginjal mengeluarkan zat-zat sisa tambahan dari janin.



Meningkatnya kebutuhan metabolik janin yang sedang tumbuh meningkatkan kebutuhan nutrisi bagi ibu. Secara umuin, janin mengambil apa yang diperlukan dari ibunya, meskipun hal ini menyebabkan ibu mengalami defisit nutrisi. Sebagai contoh, hormon plasenta human chorionic somatommotropin (somatomamotropin korionik manusia, hCS) diperkirakan berperan menyebabkan penurunan pemakaian glukosa oleh ibu dan mobilisasi asam lemak bebas dari simpanan lemak ibu, serupa dengan efek hormon pertumbuhan (lihat h. 706). (Pada kenyataannya, hCS memiliki struktur mirip dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin serta memperlihatkan kerja serupa.) Perubahan-perubahan metabolik pada ibu yang dipicu oleh hCS menyebabkan glukosa dan asam lemak tersedia lebih banyak untuk dialihkan ke janin. Demikian juga, jika ibu tidak mengonsumsi cukup Ca2+, hormon plasenta lainnya yang serupa dengan hormon paratiroid, parathyroid hormone-related peptide (PTHrp), memobilisasi Ca2+ dari tulang ibu untuk menjamin kalsifikasi yang adekuat pada tulang-tulang janin (Tabel 20-5).



Perubahan selama akhir gestasi sebagai persiapan untuk persalinan. Persalinan (partus atau pelahiran) memerlukan (1) dilatasi kanalis servikalis untuk mengakomodasi lewatnya janin dari uterus melalui vagina dan ke lingkungan luar dan (2) kontraksi miometrium uterus yang cukup kuat untuk mengeluarkan janin. Beberapa perubahan terjadi selama gestasi akhir sebagai persiapan untuk dimulainya persalinan. Selama dua trimester pertama gestasi, uterus relatif tetap tenang karena efek inhibitorik progesteron kadar tinggi pada otot uterus. Namun, selama trimester terakhir, uterus menjadi semakin peka rangsang sehingga kontraksi ringan (kontraksi Braxton-Hicks) dapat dialami dengan kekuatan dan frekuensi yang bertambah. Kadang kontraksi ini menjadi cukup teratur sehingga disangka sebagai awitan persalinan, suatu fenomena yang dinamai "persalinan semu". Selama gestasi, pintu keluar uterus tetap tertutup oleh serviks yang kaku dan tertutup rapat. Seiring dengan mendekatnya persalinan, serviks mulai melunak (atau "matang") akibat disosiasi serat jaringan ikatnya yang kuat (kolagen). Karena perlunakan ini, serviks menjadi lentur sehingga dapat secara bertahap membuka pintu keluarnya sewaktu janin di dorong dengan kuat melawan serviks selama persalinan. Perlunakan serviks ini terutama disebabkan oleh relaksin, suatu hormon peptida yang dihasilkan oleh korpus luteum kehamilan dan oleh plasenta. Faktor lain yang akan dijelaskan berikut turut berperan dalam perlunakan serviks. Relaksin juga melemaskan jalan lahir dengan melonggarkan jaringan ikat antara tulang-tulang panggul. Sementara itu, janin bergeser ke bawah (janin "turun") dan dalam keadaan normal terorientasi sedemikian rupa sehingga kepala berkontrak dengan serviks sebagai persiapan untuk keluar melalui jalan lahir. Pada persalinan langsung, setiap bagian tubuh selain kepala adalah bagian yang pertama kali mendekati jalan lahir.



Para ilmuwan semakin mengetahui faktor-faktor yang memicu dimulainya persalinan. Kontraksi ritmik terkoordinasi, biasanya tak-nyeri pada awalnya, dimulai pada awitan persalinan. Seiring dengan kemajuan persalinan, frekuensi, intensitas, dan rasa tidak nyaman yang ditimbulkan kontraksi bertambah. Kontraksi kuat dan berirama ini



mendorong janin menekan serviks sehingga mendilatasikannya. Kemudian, setelah membuat serviks terbuka cukup lebar untuk dapat dilalui janin, kontraksi-kontraksi ini mendorong janin keluar melalui jalan lahir. Faktor-faktor pasti yang memicu peningkatan kontraktilitas uterus dan, karenanya, memulai persalinan belum sepenuhnya diketahui, meskipun telah banyak kemajuan dicapai dalam pengungkapan rangkaian proses selama tahun-tahun terakhir. Mari kita lihat apa yang diketahui tentang proses ini. PERAN ESTROGEN KADAR TINGGI Selama awal gestasi, kadar estrogen ibu relatif rendah, tetapi seiring dengan kemajuan kehamilan, sekresi estrogen plasenta terus meningkat. Pada hari-hari tepat menjelang persalinan, terjadi lonjakan kadar estrogen yang menyebabkan perubahan pada uterus dan serviks untuk mempersiapkan kedua struktur ini untuk persalinan dan pelahiran (Gambar 20-29 dan 20-31). Pertama, estrogen kadar tinggi mendorong sintesis konekson di dalam sel-sel otot polos uterus. Selsel miometrium ini secara fungsional tidak berkaitan sama sekali hampir di sepanjang masa gestasi. Konekson yang baru terbentuk disisipkan di membran plasma miometrium untuk membentuk taut celah yang secara elektrik menyatukan sel-sel otot polos uterus sehingga mereka mampu berkontraksi secara terkoordinasi (lihat h. 67). Secara bersamaan, estrogen kadar tinggi secara drastis dan progresif meningkatkan konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium. Bersama-sama, perubahan-perubahan miometrium ini menyebabkan responsivitas uterus terhadap oksitosin meningkat yang akhirnya memicu persalinan. Selain mempersiapkan uterus untuk persalinan, estrogen kadar tinggi juga mendorong pembentukan prostaglandin lokal yang berperan dalam pematangan serviks dengan merangsang enzimenzim serviks yang secara lokal menguraikan serat kolagen. Selain itu, berbagai prostaglandin itu sendiri meningkatkan responsivitas uterus terhadap oksitosin. PERAN OKSITOSIN Oksitosin adalah suatu hormon peptida yang



diproduksi oleh hipotalamus, disimpan di hipofisis posterior, dan dibebaskan ke dalam darah dari hipofisis posterior pada stimulasi saraf oleh hipotalamus (lihat h. 699). Oksitosin menjalankan fungsinya melalui jalur IP3/Ca2+/DAG. Sebagai stimulan otot uterus yang kuat, oksitosin berperan kunci dalam kemajuan persalinan. Namun, hormon ini semula bukan dianggap sebagai pemicu persalinan karena kadar oksitosin dalam darah tetap konstan sebelum awitan persalinan. Penemuan bahwa responsivitas uterus terhadap oksitosin pada aterm adalah 100 kali lipat dibandingkan wanita tak-hamil (karena adanya konekson dan meningkatnya konsentrasi reseptor oksitosin miometrium) menyebabkan ditariknya kesimpulan yang sekarang diterima luas bahwa persalinan dimulai ketika konsentrasi res6ptor oksitosin mencapai suatu ambang kritis yang memungkinkan awitan kontraksi kuat terkoordinasi sebagai respons terhadap kadar oksitosin darah yang biasa. PERAN CORTICOTROPIN-RELEASING HORMONE Selama ini



para ilmuwan dibuat bingung oleh faktor-faktor yang meningkatkan sekresi estrogen plasenta. Riset-riset terakhir telah memberi gambaran baru tentang mekanisme yang mungkin berperan. Bukti   



823



Plasenta Protein surfaktan paru dalam cairan amnion



CRH (Ke dalam sirkulasi janin) Hiposis anterior janin



Maekrograf di uterus



ACTH Peregengan uterus



Korteks adrenal janin



Kortisol



IL-1β



DHEA



Paru janin



Nf-kB aktif di uterus



Plasenta



Surfaktan paru



Perubahan DHEA menjadi estrogen



Pematangan paru sebagai persiapan untuk menghirup udara



Memicu awitan persalinan



IL-8 Relaksin dari korpus luteum dan plasenta



Estrogen



Taut celah antara sel-sel miometrium



Reseptor oksitosin di miometrium



Uterus mampu berkontraksi sebagai unit koordinasi



Uterine responsiveness to low levels of oxytocin



Prduksi prostaglandin



Perlunakan serviks



Kontraksi uterus Mendorong janin menekan serviks



KUNCI Rangkaian kejadian yang menyebabkan dimulainya persalinan Siklus umpan-balik yang berperan dalam kemajuan persalinan Gambar 20-31 Inisiasi dan kemajuan persalinan.



824  



hapter



Berperan dalam kemajuan persalinan



(Melalui refleksi neurondokrin)



Sekresi oksitosin



Produksi prostaglandin



mengisyaratkan bahwa corticotropin-releasing hormone (CRH) yang dikeluarkan oleh plasenta bagian janin ke dalam sirkulasi ibu dan janin tidak saja mendorong pembentukan estrogen plasenta sehingga akhirnya menentukan saat dimulainya persalinan, tetapi juga mendorong perubahan-perubahan di paru janin yang dibutuhkan untuk menghirup udara (Gambar 20-31). Ingat kembali bahwa CRH dalam keadaan normal dikeluarkan oleh hipotalamus dan mengatur pengeluaran ACTH oleh hipofisis anterior (lihat h. 703 dan 731). ACTH kemudian merangsang pembentukan kortisol dan DHEA oleh korteks adrenal. Pada janin, sebagian besar CRH berasal dari plasenta dan bukan semata-mata dari hipotalamus janin. Sekresi kortisol tambahan yang dirangsang oleh CRH ekstra mendorong pematangan paru janin. Secara spesifik, kortisol merangsang sintesis surfaktan paru, yang mempermudah ekspansi paru dan mengurangi kerja bernapas (lihat h. 495). Peningkatan laju sekresi DHEA oleh korteks adrenal sebagai respons terhadap CRH plasenta menyebabkan peningkatan kadar sekresi estrogen plasenta karena plasenta mengubah DHEA dari kelenjar adrenal janin menjadi estrogen, yang kemudian masuk ke dalam aliran darah ibu (lihat Gambar 20-30). Jika sudah cukup tinggi, estrogen ini mengaktifkan proses-proses yang memulai persalinan. Karena itu, durasi kehamilan dan pelahiran ditentukan terutama oleh kecepatan produksi CRH oleh plasenta. Demikianlah, "jam plasenta" menandai rentang waktu hingga persalinan. Saat persalinan telah ditentukan sejak awal kehamilan, dengan pelahiran pada titik akhir proses pematangan yang terbentang sepanjang proses gestasi. Dentingan jam plasenta diukur oleh laju sekresi plasenta. Seiring dengan kemajuan kehamilan, kadar CRH dalam plasma ibu meningkat. Para peneliti dapat secara akurat memperkirakan waktu persalinan dengan mengukur kadar CRH plasma ibu bahkan sejak akhir trimester pertama. Kadar yang lebih tinggi daripada normal dilaporkan berkaitan dengan persalinan prematur, sedangkan kadar yang lebih rendah daripada normal mengisyaratkan persalinan melewati jadwal. Hal ini dan data lain menunjukkan bahwa persalinan dimulai ketika kadar kritis CRH plasenta tercapai. Kadar kritis CRH ini memastikan bahwa ketika persalinan dimulai, bayi telah siap hidup di luar rahim. Hal ini dicapai melalui peningkatan secara bersamaan kortisol janin yang di-perlukan untuk pematangan paru dan estrogen yang diperlukan untuk perubahan-perubahan uterus yang memulai persalinan. Teka-teki yang masih tertinggal mengenai jam plasenta adalah, apa yang mengontrol sekresi CRH? PERAN PERDAGANGAN secara mengejutkan, riset-riset terakhir



menunjukkan bahwa peradangan berperan sentral dalam proses persalinan. Kunci pada respons peradangan ini adalah pengaktifan nuclear factor kB (NF-xB) di uterus. NF-xB mendorong pembentukan sitokin-sitokin peradangan misalnya interleukin-8 (IL-8) (lihat h. 443) dan prostaglandin yang meningkatkan kepekaan uterus terhadap berbagai caraka kimiawi pemicu kontraksi dan membantu melunakkan serviks. Apa yang mengaktifkan NF-kB sehingga terjadi rangkaian proses peradangan yang membantu memulai persalinan? Berbagai faktor yang berkaitan dengan awitan persalinan aterm dan persalinan prematur dapat menyebabkan lonjakan NF-xB. Faktor-faktor tersebut mencakup peregangan otot uterus dan adanya protein surfaktan paru SP-A (dirangsang oleh kerja CRH pada paru janin) di cairan



amnion dari janin. SP-A mendorong migrasi makrofag janin (lihat h. 449) ke uterus. Makrofag ini nantinya menghasilkan sitokin pera-dangan interleukin 1β (IL-1β) yang mengaktifkan NF-KB. Dengan cara ini, pematangan paru janin ikut serta memulai persalinan. Persalinan prematur dapat dipicu oleh infeksi bakteri dan reaksi alergik yang mengaktifkan NF-KB. Demikian juga, kehamilan multijanin berisiko mengalami persalinan prematur, mungkin karena pening katan peregangan uterus memicu pengaktifan dini NF-KB.



Persalinan berlangsung melalui siklus umpanbalik positif. Setelah kepekaan uterus terhadap oksitosin mencapai suatu tingkat kritis dan kontraksi uterus yang teratur telah dimulai, kontraksi miometrium ini secara progresif bertambah sering, kuat, dan lama sepanjang persalinan hingga isi uterus dikeluarkan. Pada awal persalinan, kontraksi berlangsung 30 detik atau kurang dan terjadi setiap sekitar 25 hingga 30 menit; pada akhir persalinan, kontraksi tersebut berlangsung 60 hingga 90 detik dan terjadi setiap 2 hingga 3 menit. Seiring dengan kemajuan persalinan, terjadi siklus umpanbalik positif yang melibatkan oksitosin dan prostaglandin serta secara terus-menerus meningkatkan kontraksi miometrium (Gambar 20-31). Setiap kontraksi uterus dimulai di puncak uterus dan menyapu ke bawah, mendorong janin menuju serviks. Tekanan janin terhadap serviks menyebabkan dua hal. Pertama, kepala janin mendorong serviks yang telah lunak dan menyebabkan kanalis servikalis membuka. Kedua, stimulasi reseptor di serviks akibat tekanan oleh janin mengirimkan sinyal saraf ke medula spinalis dan kemudian ke hipotalamus, yang nantinya memicu pelepasan oksitosin dari hipofisis posterior. Oksitosin tambahan ini menyebabkan kontraksi uterus menjadi lebih kuat. Akibatnya, janin terdorong lebih kuat menekan serviks, merangsang pelepasan lebih banyak oksitosin, dan demikian seterusnya. Siklus ini bertambah kuat karena oksitosin merangsang produksi prostaglandin oleh desidua. Sebagai perangsang miometrium yang kuat, prostaglandin meningkatkan kontraksi uterus. Sekresi oksitosin, produksi prostaglandin, dan kontraksi uterus terus meningkat melalui umpan-balik positif sepanjang persalinan hingga pelahiran janin melenyapkan tekanan pada serviks. TAHAP-TAHAP PERSALINAN Persalinan dibagi menjadi tiga



tahap: (1) dilatasi serviks, (2) pelahiran bayi, dan (3) pelahiran plasenta (Gambar 20-32). Pada permulaan persalinan atau suatu waktu pada tahap pertama, membran yang membungkus kantong amnion, atau "kantong air" (ketuban), pecah. Cairan amnion yang keluar dari vagina membantu melumasi jalan lahir. 1. Selama tahap pertama, serviks dipaksa melebar untuk mengakomodasi garis tengah kepala bayi, biasanya hingga maksimal 10 cm. Tahap ini adalah yang paling lama, berlangsung dari beberapa jam hingga 24 jam pada kehamilan pertama. Jika bagian tubuh lain janin selain kepala yang menghadap ke serviks, bagian tersebut biasanya kurang efektif daripada kepala untuk "membuka" serviks. Kepala memiliki   



825



Plasenta



Kandung kemih



Tulang pubis



Uretra Vagina Cervuks Rektum



(a) Posisi menjelang akhir kehamilan



Partially dilated cervix 1 Tahap pertama persalinan: pembukaan serviks



Plasenta Utersus 2 Tahap kedua persalinan: pengeluaran bayi



Tali pusat



3 Tahap ketiga persalinan: pelahiran plasenta



(b) Tahap-tahap persalinan Gambar 20-32 Tahap-tahap persalinan



garis tengah terbesar pada tubuh bayi. Jika bayi mendekati jalan lahir dengan kaki terlebih dahulu, kaki mungkin tidak dapat melebarkan serviks cukup lebar untuk dilalui kepala. Pada kasus ini, tanpa intervensi medis, kepala bayi akan tersangkut di belakang lubang serviks yang sempit. 2. Tahap kedua persalinan, pengeluaran bayi yang sebenarnya, dimulai setelah dilatasi serviks lengkap. Ketika bayi mulai bergerak melewati serviks dan vagina, reseptor-reseptor regang di vagina mengaktifkan suatu refleks saraf yang memicu kontraksi dinding abdomen secara sinkron dengan kontraksi uterus. Kontraksi abdomen ini sangat meningkatkan gaya yang mendorong bayi melewati jalan lahir. Ibu dapat membantu mengeluarkan bayinya dengan secara sengaja mengontraksikan otot-otot abdomennya bersamaan dengan kontraksi uterus (yaitu, "mengejan" saat timbul "nyeri persalinan"). Tahap 2 biasanya jauh lebih singkat daripada tahap pertama dan berlangsung 30 hingga 90 menit. Bayi masih melekat ke plasenta oleh tali pusat saat lahir. Tali pusat ini diikat dan dipotong, dengan puntung akan menciut dalam beberapa hari untuk membentuk umbilikus (navel). 3. Segera setelah bayi lahir, terjadi rangkaian kontraksi uterus kedua yang memisahkan plasenta dari miometrium dan mengeluarkannya melalui vagina. Pelahiran plasenta, atau afterbirth, merupakan tahap ketiga persalinan, biasanya merupakan tahap paling singkat, selesai dalam 15 hingga 30   



hapter



menit setelah bayi lahir. Setelah plasenta dikeluarkan, kontraksi miometrium yang berkelanjutan menyebabkan pembuluh darah uterus yang mengalir ke tempat perlekatan plasenta terjepit untuk mencegah perdarahan. INVOLUSI UTERUS Setelah pelahiran, uterus menciut ke ukuran



pragestasinya, suatu proses yang dikenal sebagai involusi, yang berlangsung empat hingga enam minggu. Selama involusi, jaringan endometrium yang tertinggal dan tidak dikeluarkan bersama plasenta secara bertahap mengalarni disintegrasi dan terlepas, menghasilkan duh vagina yang disebut lokia yang terus keluar selama tiga hingga enam minggu setelah persalinan. Setelah periode ini, endometrium pulih ke keadaan sebelum hamil. Involusi terutama disebabkan oleh penurunan tajam estrogen dan progesteron darah saat plasenta sebagai sumber steroid ini keluar saat persalinan. Proses ini dipercepat pada ibu yang menyusui bayinya karena terjadi pelepasan oksitosin akibat isapan. Selain berperan penting dalam menyusui, pelepasan oksitosin yang dipicu oleh menyusui ini mendorong kontraksi miometrium yang membantu mempertahankan tonus otot uterus, mempercepat involusi. Involusi biasanya tuntas dalam waktu sekitar empat minggu pada ibu yang menyusui, tetapi memerlukan sekitar enam minggu pada mereka yang tidak menyusui bayinya.



Laktasi memerlukan masukan berbagai hormon. Sistem reproduksi wanita menunjang kehidupan bayi sejak konsepsi, semasa gestasi, hingga tahap awal kehidupan di luar rahim. Susu (atau ekuivalennya) merupakan nutrien yang esensial bagi kelangsungan hidup neonatus. Karena itu, selama gestasi kelenjar mamaria, atau payudara, dipersiapkan untuk laktasi (pembentukan susu). Payudara pada wanita tak-hamil terutama terdiri dari jaringan lemak dan sistem duktus rudimenter. Ukuran payudara ditentukan oleh jumlah jaringan lemak, yang tidak ada kaitannya dengan kemampuan menghasilkan air susu. PERSIAPAN PAYUDARA UNTUK LAKTASI Di bawah pengaruh lingkungan hormonal yang terdapat selama kehamilan, kelenjar mamaria mengembangkan struktur dan fungsi kelenjar internal yang diperlukan untuk menghasilkan susu. Payudara yang mampu menghasilkan susu memiliki anyaman duktus yang semakin kecil yang bercabang dari puting payudara dan berakhir di lobulus (Gambar 20-33a). Setiap lobulus terdiri dari sekelompok kelenjar mirip-kantong yang dilapisi oleh epitel dan menghasilkan susu yang dinamai alveolus. Susu dibentuk oleh sel epitel dan kemudian disekresikan ke dalam lumen alveolus, lalu dialirkan oleh duktus pengumpul susu yang membawa susu ke permukaan puting payudara (Gambar 20-33b). Selama kehamilan, estrogen kadar tinggi mendorong perkembangan ekstensif duktus, sementara progesteron kadar tinggi merangsang pembentukan alveolus-lobulus. Peningkatan konsentrasi prolaktin (suatu hormon hipofisis anterior yang dirangsang oleh peningkatan kadar estrogen) dan human chorionic somatomammotropin (hCS, suatu hormon plasenta yang memiliki struktur serupa dengan hormon pertumbuhan dan prolaktin) juga ikut berperan dalam perkembangan kelenjar mamaria dengan menginduksi sintesis enzim-enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi susu. Komitmen untuk mempersiapkan payudara bagi nutrisi janin sangat besar sehingga ukuran kelenjar hipofisis selama kehamilan meningkat dua atau tiga kali lipat akibat peningkatan jumlah sel penyekresi prolaktin yang diinduksi oleh estrogen. Selain mempersiapkan kelenjar mamaria bagi laktasi, prolaktin dan hCS juga memicu perkembangan janin dengan merangsang produksi faktor-faktor pertumbuhan serupa insulin (insulin-like growth factors), IGF-1 dan IGF II (lihat h. 707). Secara mengejutkan, sekresi hormon pertumbuhan oleh hipofisis anterior janin tidak muncul untuk mengontrol pertumbuhan janin. PENCEGAHAN LAKTASI SELAMA KEHAMILAN Sebagian besar



perubahan di payudara terjadi selama paruh pertama kehamilan sehingga pada pertengahan kehamilan kelenjar mamaria telah mampu penuh menghasilkan susu. Namun, sekresi susu tidak terjadi hingga persalinan. Konsentrasi estrogen dan progesteron yang tinggi selama paruh terakhir kehamilan mencegah laktasi dengan menghambat efek stimulatorik prolaktin pada sekresi susu. Prolaktin adalah perangsang utama sekresi susu. Karena itu, meskipun steroid-steroid plasenta berkadar tinggi tersebut merangsang perkembangan perangkat penghasil susu di payudara, hormon-hormon ini juga mencegah kelenjar mamaria beroperasi hingga bayi lahir dan susu dibutuhkan. Penurunan mendadak estrogen dan progesteron yang terjadi



Jaringan lemak



Duktus



Puting payudara



Lobulus yang mengandung alveolus (a) Struktur internal kelenjar mamaria yang mampu menjalankan laktasi, pandangan lateral Duktus susu Ejeksi



Sel mioepitel



(Kontraksi menyebabkan) Susu



Alveolus



(Lumen)



Sekresi Sel epitel alveolus penghasul susu



(b) Alveous di dalam kelenjar mamaria Gambar 20-33 Anatomi kelenjar mamaria. sel-sel epitel alveolus mengeluarkan susu ke dalam lumen. Kontraksi sel mioepitel sekitar menyemprotkan susu keluar melalui duktus.



dengan keluarnya plasenta saat persalinan memicu laktasi. (Kini kita telah menyelesaikan pembahasan tentang fungsi estrogen dan progesteron selama gestasi dan laktasi serta sepanjang kehidupan reproduksi wanita. Fungsi-fungsi ini diringkaskan di Tabel 20-6.) STIMULASI LAKTASI OLEH PENGISAPAN produksi susu



dimulai sesudah pelahiran, dua hormon berperan penting untuk mempertahankan laktasi: (1) prolaktin, yang meningkatkan sekresi susu, dan (2) oksitosin, yang menyebabkan ejeksi susu. Ejeksi susu, atau milk letdown, merujuk duktus. Pelepasan   



827



■ TABEL 20-6 Kerja



Estrogen dan Progesteron



Estrogen Efek pada jaringan spesifik-seks Esensial bagi pematangan dan pelepasan sel telur Merangsang pertumbuhan dan memelihara keseluruhan saluran reproduksi wanita Merangsang proliferas sel granulosa, yang menyebabkan pematangan folikel Mengencerkan mukus serviks untuk memudahkan penetrasi sperma Meningkatkan transpor sperma ke oviduktus dengan merangsang kontraksi uterus dan oviduktus ke arah atas Merangsang pertumbuhan endometrium dan miometrium Memicu sintesis reseptor progesteron di endometrium Memicu awitan persalinan dengan meningkatkan responsivitas uterus terhadap oksitosin pada akhir masa gestasi melalui efek ganda: dengan merangsang sintesis reseptor oksitosin miometrium dan dengan meningkatkan taut celah miometrium sehingga uterus dapat berkontraksi sebagai suatu kesatuan terpadu sebagai respons terhadap oksitosin. Efek reproduktif lainnya Mendorong perkembangan karakteristik seks sekunder Pada kadar rendah hingga sedang, menghambat sekresi kisspeptin, GnRH, dan gonadotropin Pada kadar tinggi, merupakan penyebab lonjakan LH dengan merangsang sekresi kisspeptin dan GnRH Merangsang perkembangan duktus di payudara selama gestasi Menghambat efek prolaktin yang merangsang pengeluaran susu selama gestasi Efek non-reproduktif Mendorong pengendapan lemak Meningkatkan kepadatan tulang Menutup lempeng epifisis Memperbaiki profil kolesteroi darah dengan meningkatkan HDL dan menurunkan LDL Mendorong vasodilatasi dengan meningkatkan produksi nitrat oksida di arteriol (kardioprotektif) Progesteron Mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk memelihara embrio-janin yang sedang tumbuh Mendorong pembentukan sumbat mukus tebal di kanalis servikalis Menghambat sekresi kisspeptin, GnRH, dan gonadotropin Merangsang perkembangan alveolus di payudara selama gestasi Menghambat efek prolaktin yang merangsang pengeluaran susu selama gestasi Menghambat kontraksi uterus selama gestasi   



hapter



kedua hormon ini dirangsang oleh refleks neuroendokrin yang dipicu oleh pengisapan (Gambar 20-34). Marilah kita bahas masing-masing hormon tersebut, termasuk kontrol sekresinya dan perannya dengan lebih terperinci. Pelepasan oksitosin dan ejeksi susu. Bayi tidak dapat secara langsung mengisap susu keluar dari lumen alveolus. Susu harus secara aktif diperas keluar alveolus dan masuk ke duktus dan, karenanya, ke arah puting payudara, oleh kontraksi sel-sel mioepitel khusus (sel epitel yang mirip otot polos) yang mengelilingi setiap alveolus (lihat Gambar 20-33b). Pengisapan payudara oleh bayi merangsang ujung saraf sensorik di puting, menimbulkan potensial aksi yang merambat naik melalui korda spinalis ke hipotalamus. Hipotalamus, setelah diaktifkan, memicu pengeluaran oksitosin dari hipofisis posterior. Oksitosin kemudian merangsang kontraksi sel mioepitel di payudara untuk menyebabkan ejeksi susu. Ejeksi susu ini hanya berlanjut selama bayi menyusu. Dengan cara ini, refleks ejeksi susu menjamin bahwa payudara mengeluarkan susu hanya ketika diperlukan dan dalam jumlah yang dibutuhkan oleh bayi. Meskipun alveolus penuh susu, susu tersebut tidak dapat dikeluarkan tanpa oksitosin. Namun, refleks ini dapat terkondisi oleh rangsangan di luar isapan. Sebagai contoh, tangisan bayi dapat memicu ejeksi susu, menyebabkan susu keluar dari puting. Sebaliknya, stres psikologis, yang bekerja melalui hipotalamus, dapat dengan mudah menghambat ejeksi susu. Karena itu, sikap positif terhadap menyusui dan lingkungan yang santai merupakan hal yang esensial bagi keberhasilan proses menyusui.







Pelepasan prolaktin dan sekresi susu. Pengisapan tidak saja memicu pelepasan oksitosin, tetapi juga merangsang produksi prolaktin. Pengeluaran prolaktin oleh hipofisis anterior dikontrol oleh dua sekresi hipotalamus: prolactin-inhibiting hormone (PIH) dan prolactin-releasing hormone (PRI-1). PIH sekarang diketahui merupakan dopamin, yang juga berfungsi sebagai neurotransmiter di otak. Sifat kimiawi PRH belum diketahui dengan pasti, tetapi para ilmuwan mencurigai PRH sebagai oksitosin yang dikeluarkan oleh hipotalamus ke dalam sistem porta hipotalamus-hipofisis untuk merangsang sekresi prolaktin oleh hipofisis anterior (lihat h. 703). Peran oksitosin ini berbeda dari peran oksitosin yang diproduksi oleh hipotalamus dan disimpan di hipofisis posterior.







Sepanjang kehidupan seorang wanita, PIH memiliki pengaruh dominan sehingga konsentrasi prolaktin normalnya tetap rendah. Selama laktasi, setiap kali bayi mengisap terjadi letupan sekresi prolaktin. Impuls-impuls aferen yang dipicu di puting payudara oleh pengisapan dibawa oleh korda spinalis ke hipotalamus. Refleks ini akhirnya menyebabkan pelepasan prolaktin oleh hipofisis anterior, meskipun belum jelas apakah ini disebabkan oleh inhibisi sekresi PIH, atau stimulasi PRH, atau keduanya. Prolaktin kemudian bekerja pada epitel alveolus untuk mendorong sekresi susu untuk menggantikan susu yang keluar (Gambar 20-34). Prolaktin menjalankan efeknya melalui jalur sinyal JAK/STAT (liht h. 702). Stimulasi secara bersamaan ejeksi dan produksi susu oleh isapan memastikan bahwa kecepatan produksi susu



Selain nutrien, susu mengandung sejumlah sel imun, antibodi, dan bahan kimia lain yang membantu melindungi bayi terhadap infeksi hingga ia dapat membentuk sendiri respons imun yang efektif beberapa bulan setelah lahir. Kolostrum, susu yang diproduksi selama lima hari pertama setelah persalinan, mengandung sedikit Iemak dan laktosa, tetapi dengan komponen-komponen imunoprotektif yang tinggi. Semua bayi manusia mendapat imunitas pasif selama gestasi oleh antibodi yang menembus plasenta dari ibu kepada janinnya (lihat h. 462). Namun, antibodi-antibodi ini berumur pendek dan tidak dapat menetap hingga bayi dapat membentuk sendiri pertahanan imunologis. Bayi yang mendapat ASI memperoleh perlindungan tambahan selama periode rentan ini melalui berbagai mekanisme:



GO/Shutterstock.com



KEUNTUNGAN



Pengisapan



Mekanoreseptor di puting payudara



Hipotalamus



Prolactin-inhibiting hormone atau prolactin-releasing hormone (?)



Jalur saraf



MENYUSUI



BAGI



BAYI



ASI mengandung banyak sel imun-limfosit T dan B, makrofag, serta neutrofil (lihat h. 422)-yang menghasilkan antibodi dan langsung menghancurkan mikroorganisme patogenik. Sel-sel ini sangat banyak terdapat dalam kolostrum.







Hipofisis anterior



Hipofisis posterior



Kontraksi sel miopitel yang mengelilingi alveolus



Duktus







Sekresi oleh sel epitel alveolus



Sekresi susu



Ejeksi susu Ejeksi



IgA sekretorik, suatu jenis khusus antibodi, terdapat dalam jumlah besar di ASI. IgA sekretorik terdiri dari dua molekul antibodi IgA (lihat h. 449) yang disatukan oleh apa yang disebut sebagai komponen sekretorik yang membantu melindungi antibodi dari destruksi oleh getah lambung bayi yang asam dan enzim-enzim pencernaan. Koleksi antibodi IgA yang diterima oleh bayi yang mendapat ASI ditujukan secara spesifik terhadap patogen tertentu di lingkungan ibu-dan, karenanya, di lingkungan bayi itu juga. Karena itu, antibodi-antibodi ini melindungi bayi dari mikroba infeksi yang kemungkinan besar dijumpai oleh bayi tersebut.



Prolaktin



Oksitosin



(Kontrasksi Menyebabkan) Sekresi



Sel mioepitel



Susu (Lumen)



Alveolus



Sebagian komponen dalam susu ibu, misalnya mukus, melekat ke mikroorganisme berbahaya, mencegah mereka melekat ke dan menembus mukosa usus.







Sel epitel alveolus



Gambar 20-34 Refleks pengisapan.



seimbang dengan kebutuhan bayi terhadap susu. Semakin sering bayi menyusu,semakin banyak susu yang keluar melalui ejeksi dan semakin banyak susu yang diproduksi untuk pemberian berikutnya. Selain prolaktin, yaitu faktor terpenting yang mengontrol sintesis susu, paling tidak terdapat empat hormon lain yang esensial atas peran permisif mereka dalam produksi susu: kortisol, insulin, hormon paratiroid, dan hormon pertumbuhan.



Dari segi gizi, susu terdiri dari air, lemak trigliserida, karbohidrat Iaktosa (gula susu), sejumlah protein, vitamin, dan mineral kalsium dan fosfat.



Laktoferin adalah konstituen susu ibu yang menghambat pertumbuhan bakteri berbahaya dengan mengurangi ketersediaan zat besi, suatu mineral yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan patogen-patogen ini (lihat h. 443).







Faktor bifidus pada susu ibu mendorong multiplikasi mikroorganisme non-patogen Lactobacillus bifidus di saluran cerna bayi. Pertumbuhan bakteri tak-berbahaya ini membantu mendesak pertumbuhan bakteri yang berpotensi merugikan.







lain dalam air susu ibu mendorong ■ Komponen-komponen pematangan sistem pencernaan bayi sehingga bayi lebih tahan terhadap bakteri dan virus penyebab diare. ■ Masih ada faktor-faktor lain dalam susu ibu yang mempercepat perkembangan kemampuan sistem imun bayi.



Karena itu, susu ibu membantu melindungi bayi dari penyakit melalui beragam cara.   



829



Sebagian studi mengisyaratkan bahwa selain manfaat susu ibu selama masa bayi, menyusui juga dapat mengurangi risiko timbulnya penyakit tertentu pada kehidupan selanjutnya. Contohnya adalah alergi misalnya asma, penyakit autoimun misalnya diabetes melitus tipe I, dan kanker misalnya limfoma. Bayi yang mendapat susu formula yang terbuat dari susu sapi atau bahan lain tidak memiliki keunggulan protektif yang diberikan oleh susu ibu dan, karenanya, memperlihatkan peningkatan insidensi infeksi saluran cerna, saluran napas, dan telinga daripada bayi yang mendapat ASI. Saluran cerna neonatus juga lebih siap mengolah susu manusia daripada susu formula yang berasal dari susu sapi sehingga bayi yang mendapat susu botol cenderung lebih sering mengalami gangguan pencernaan.



Homeostasis: Bab dalam Perspektif



MENYUSUI BAGI IBU Menyusui juga menguntungkan bagi ibu. Pelepasan oksitosin yang dipicu oleh menyusui mempercepat involusi uterus. Selain itu, pengisapan oleh bayi menekan daur haid karena prolaktin (kadang-kadang disebut "kontrasepsi alami") menghambat GnRH, sehingga sekresi LH dan FSH juga tertekan. Karena itu, laktasi cenderung mencegah ovulasi, menurunkan kemungkinan kehamilan berikutnya (meskipun bukan cara kontrasepsi yang handal). Mekanisme ini memungkinkan semua sumber daya ibu dicurahkan kepada bayinya dan bukan dibagi dengan mudigah lain.



mereka yang berbeda dalam proses reproduksi.



KEUNTUNGAN



PENGHENTIAN PRODUKSI SUSU SAAT PENYAPIHAN Ketika bayi



disapih, terjadi dua mekanisme yang berperan menghentikan produksi susu. Pertama, tanpa pengisapan, sekresi prolaktin tidak terangsang sehingga stimulus utama untuk sintesis dan sekresi susu yang berkelanjutan lenyap. Tidak adanya pengisapan juga menyebabkan tidak terjadi pelepasan oksitosin dan ejeksi susu. Karena produksi susu tidak langsung berhenti, terjadi akumulasi susu di alveolus dan menyebabkan payudara membengkak. Tekanan yang terbentuk kemudian bekerja langsung pada sel epitel alveolus untuk menekan produksi susu lebih lanjut, Karena itu, berhentinya laktasi saat penyapihan terjadi karena tidak adanya rangsangan terhadap sekresi prolaktin dan oksitosin oleh pengisapan bayi.



Akhir adalah permulaan yang baru. Reproduksi adalah cara yang tepat untuk mengakhiri pembahasan kita tentang fisiologi dari sel hingga sistem. Sel tunggal yang terbentuk dari penyatuan gamet pria dan wanita membelah secara mitotis dan berdiferensiasi menjadi individu multisel yang terbentuk dari sejumlah sistem tubuh berbeda yang berinteraksi secara kooperatif untuk mempertahankan homeostasis (yaitu, stabilitas lingkungan internal). Semua proses homeostatik yang bersifat menunjang kehidupan yang disajikan di sepanjang buku ini akan kembali berulang pada permulaan kehidupan baru.



Sistem reproduksi bersifat unik karena tidak esensial untuk homeostasis atau kelangsungan hidup individu, tetapi esensial untuk mempertahankan untai kehidupan



dari generasi ke generasi. Reproduksi bergantung pada penyatuan gamet pria dan wanita (sel reproduktif) yang masing-masing mengandung separuh set kromosom, untuk membentuk individu baru dengan set lengkap kromosom yang unik. Tidak seperti sistem tubuh lain, yang pada hakikatnya sama di kedua jenis keiamin, sistem reproduksi pria dan wanita sangat berbeda, sesuai dengan peran Sistem



pada



pria



dirancang



untuk



secara



terus-menerus



menghasilkan sejumlah besar spermatozoa yang dapat bergerak yang akan diberikan kepada wanita selama tindakan seks. Gamet pria harus diproduksi dalam jumlah banyak karena dua alasan: (1) Hanya sebagian kecil spermatozoa yang bertahan hidup selama perjalanan berat melintasi saluran reproduksi wanita ke tempat pembuahan; dan (2) diperlukan kerja-sama banyak spermatozoa untuk meluruhkan sawar yang mengelilingi gamet wanita (ovum atau sel telur) agar satu spermatozoa dapat menembus dan menyatu dengan ovum. Sistem reproduksi wanita mengalami perubahan kompleks yang bersifat siklis bulanan. Selama paruh pertama siklus, terjadi penyiapan satu ovum non-motil untuk dibebaskan. Selama paruh kedua, sistem reproduksi diarahkan untuk mempersiapkan lingkungan yang sesuai untuk menunjang ovum jika terjadi fertilisasi (penyatuan dengan spermatozoa). Jika tidak terjadi pembuahan, lingkungan penyokong yang telah dipersiapkan di dalam uterus akan terlepas, dan daur kembali diulang seiring dengan penyiapan sebuah ovum untuk dibebaskan. Jika fertilisasi terjadi, sistem reproduksi wanita akan



menyesuaikan



diri



untuk



menunjang



pertumbuhan



dan



perkembangan individu baru hingga ia dapat bertahan hidup sendiri di lingkungan luar. Terdapat tiga kesamaan penting pada sistem reproduksi pria dan wanita, meskipun struktur dan fungsi keduanya berbeda bermakna. Pertama, jaringan reproduksi yang sama yang belum berdiferensiasi pada mudigah dapat berkembang menjadi saluran reproduksi pria atau wanita, masing-masing bergantung pada keberadaan atau ketiadaan faktor-faktor penentu pria. Kedua, hormon-hormon yang sama-yaitu kisspeptin dan GnRH hipotalamus serta FSH dan LH hipofisis anterior-mengontrol fungsi reproduksi kedua jenis kelamin. Pada kedua kasus, steroid dan inhibin gonad bekerja secara umpan-



Periksa Pemahaman Anda 20.4 1. iunjukkan hormon ovarium apa yang disekresikan oleh folikel dan oleh korpus luteum, sebutkan efek-efek berbagai hormon ini pada uterus, dan tunjukkan dalam fase-fase apa saja pada siklum ovarium terjadi setiap fase siklus uterus. 2. Definisikan zigot, blastokista, massa sel dalam, trofoblas, desidua, korion, plasenta, embrio, dan fetus. 3. Diskusikan peran oksitosin selama persalinan dan selama menyusui.



830  



hapter



balik negatif untuk mengontrol sekresi hipotalamus dan hipofisis anterior, dengan pengecualian bahwa estrogen kadar tinggi pada wanita menginduksi lonjakan sekresi LH yang dipicu oleh ovulasi dengan cara umpan balik positif. Ketiga, proses-proses yang sama berlangsung di nukleus gamet yang sedang berkembang selama pembentukan sperma dan sel telur, meskipun pria menghasilkan jutaan sperma dalam satu hari sementara wanita hanya menghasilkan sekitar 400 ovum seumur hidupnya.



LATIHAN SOAL Jawaban dimulai di h. A-52. Pertanyaan Objektif 1. Seorang pria genetik mungkin memiliki penampakan anatomik wanita. (Benar atau salah?) 2. Sekresi testosteron pada hakikatnya berhenti dari lahir hingga pubertas. (Benar atau salah?) 3. Prostaglandin berasal dari asam arakidonat yang terdapat di membran plasma. (Benar atau salah?) 4. Wanita tidak mengalami ereksi. (Benar atau salah?) 5. Sebagian besar pelumasan selama hubungan seks dihasilkan oleh wanita. (Benar atau salah?) 6. Jika sebuah folikel tidak mencapai kematangan selama satu siklus ovarium, folikel tersebut dapat menyelesaikan pematangannya pada siklus berikutnya. (Benar atau salah?) 7. Kadar estrogen yang meningkat sedang menghambat sekresi tonik LH, sementara kadar estrogen yang tinggi merangsang lonjakan LH. (Benar atau salah?) 8. Spermatogenesis berlangsung di dalam ____ testis, dirangsang oleh hormon______dan______ 9. Selama produksi estrogen oleh folikel, sel_____di bawah pengaruh hormon_____menghasilkan androgen, dan sel_____di bawah pengaruh hormon_____mengubah androgen ini menjadi estrogen. 10. Sumber estrogen dan progesteron selama 10 minggu pertama gestasi adalah_____Sumber kedua hormon ini selama dua trimester akhir gestasi adalah_____ 11. Deteksi_____di urine adalah dasar bagi uji diagnostik kehamilan. 12. Mana dari pernyataan berikut mengenai distribusi kromosom yang tidak tepat? a. Semua sel somatik manusia mengandung 23 pasangan kromosom untuk jumlah diploid total 46 kromosom. b. Setiap gamet mengandung 23 kromosom, satu anggota dari rnasing-masing pasangan kromosom. c. Selama pembelahan meiotik, anggota pasangan pasangan kromosom mengelompokan diri mereka ke dalam kombinasi semula yang berasal dari ibu dan ayah individu untuk pemisahan menjadi gamet haploid. d. Penentuan jenis kelamin bergantung pada kombinasi kromosom seks, dengan kombinasi XY menjadi pria genetik dan XX wanita genetik. e. Kandungan kromosom seks sperma yang membuahi menentukan jenis kelamin anak. 13. Ketika korpus luteum berdegenerasi, a. kadar estrogen dan progesteron dalam darah turun drastis b. sekresi FSH dan LH mulai meningkat karena efek inhibisi steroid gonad telah hilang. c. endometrium terlepas d. baik (a) maupun (b) e. semua benar



14. Cocokkan yang berikut 1. menyekresikan (a) epididymis and prostaglandin ductus deferens 2. meningkatkan motilitas (b) prostate gland dan fertilitas sperma (c) seminal vesicles 3. menyekresikan cairan basa (d) bulbourethral glands 4. menyediakan fruktosa (e) penis 5. tempat penyimpanan sperma 6. memekatkan sperma seratus kali lipat 7. menyekresikan fibrinogen 8. menyediakan enzim pembekuan 9. mengandung jaringan erektil 15. Dengan menggunakan kode jawaban, tunjukkan kapan masing-masing kejadian berlangsung selama siklus ovarium. (a) terjadi selama fase folikular (b) terjadi selama fase luteal (c) terjadi baik pada fase folikular maupun luteal 1. 2. 3. 4. 5. 6.



pembentukan folikel antral sekresi estrogen sekresi progesteron haid perbaikan dan proliferasi endometrium 6peningkatan vaskularisasi dan penyimpanan glikogen di endometrium



Pertanyaan Esai 1. Apa yang membentuk organ reproduksi primer, gamet, hormon seks, saluran reproduksi, kelenjar seks tambahan, genitalia eksterna, serta karakteristik seks sekunder pada pria dan wanita? 2. Tuliskan fungsi-fungsi reproduktif esensial pria dan wanita 3. Bahaslah perbedaan antara pria dan wanita dari aspek jenis kelamin genetik, gonad, dan fenotipe. 4. Bagian mana dari sistem reproduksi pria dan wanita yang berkembang dari masing-masing struktur berikut: tuberkulum genital, Iipatan uretra, tonjolan genital, duktus Wolffii, dan duktus Mueri? 5. Apa makna fungsional letak testis di dalam skrotum? 6. Bahaslah sumber dan fungsi testosteron 7. Jelaskan tiga tahap utama spermatogenesis. Bahaslah fungsi masing-masing bagian dari sebuah spermatozoa. Apa peran sel Sertoli? 8. 9. 10. 11.



Bahaslah kontrol fungsi testis. Bandingkan tindakan seks pada pria dan wanita. Bandingkan oogenesis dengan spermatogenesis. Jelaskan peristiwa-peristiwa pada kedua siklus ovarium. Jelaskan peristiwa-peristiwa pada ketiga fase siklus uterus. Hubungkan fase-fase siklus uterus dengan fase-fase siklus ovarium



  



831



12. Bagaimana ovum dan spermatozoa diangkut ke tempat fertilisasi? Jelaskan proses fertilisasi. 13. Jelaskan proses implantasi dan pembentukan plasenta. 14. Apa fungsi plasenta? Hormon apa yang disekresikan oleh plasenta?



15. Apa peran gonadotropin korionik manusia? 16. Apa faktor yang berperan dalam memicu persalinan? Apa saja tahap-tahap persalinan? Apa peran oksitosin? 17. Jelaskan faktor hormon yang berperan dalam laktasi. 18. Ringkaskan kerja estrogen dan progesteron.



UNTUK DIRENUNGKAN 1. 1Hipotalamus mengeluarkan GnRH secara pulsatil sekali setiap dua hingga tiga jam, tanpa sekresi di antaranya. Konsentrasi GnRH darah bergantung pada frekuensi letupan sekresi ini. Saat ini sedang dilakukan suatu penelitian tentang metode kontrasepsi baru yang menjanjikan yang melibatkan pemberian obat miripGnRH. Bagaimana kira-kira cara kerja obat tersebut sebagai kontrasepsi jika. GnRH adalah hormon hipotalamus yang memicu rangkaian proses yang berujung pada ovulasi? (Petunjuk: Hipofisis anterior "diprogram" untuk hanya berespons terhadap pola denyut GnRH yang normal.) 2. Tumor testis yang terbentuk oleh sel interstisium Leydig kadang mengeluarkan testosteron dalam jumlah 100 kali



daripada normal. Jika tumor semacam ini timbul pada anak, anak tersebut akan tumbuh jauh lebih pendek daripada potensi genetiknya. Jelaskan mengapa. Gejala apa lagi yang dapat ditemukan? 3. Disfungsi seks jenis apa yang mungkin timbul pada pria yang menggunakan obat-obat penghambat aktivitas sistem saraf simpatis sebagai bagian dari terapi untuk tekanan darah tinggi? 4. fisiologik pemberian ekstrak hipofisis posterior untuk menginduksi atau mempermudah persalinan. 5. Gejala menopause kadang diterapi dengan suplemen estrogen dan progesteron. Mengapa terapi dengan GnRH atau FSH dan LH tidak efektif?



PERTIMBANGAN KLINIS Maria A, yang sedang hamil dua bulan, mengalami kram perut yang parah. Dokternya mendiagnosis kehamilan tuba: Mudigah yang sedang terbentuk tertanam di oviduktus dan



  



hapter



bukan di endornetrium uterus. Mengapa kehamilan ini harus dihentikan dengan pembedahan?



hapter



20 . ■ Kedua jenis kelamin menghasilkan gamet (sel reproduksi), sperma para pria dan ovum (sel telur) pada wanita, masing-masing mengandung satu anggota dari setiap 23 pasang kromosom yang ada pada sel manusia. Penyatuan sperma dan ovum saat pembuahan menghasilkan pembentukan individu baru dengan 23 pasangan lengkap kromosom, separuh dari ayah dan separuh dari ibu. (Lihat Gambar 20-3.) ■ Sistem reproduksi pada pria dan wanita secara anatomis dan fungsional berbeda. Pria menghasilkan sperma dan menyalurkannya ke wanita. Wanita menghasilkan ovum, menerima penyerahan sperma, dan menciptakan lingkungan yang sesuai untuk menunjang perkembangan ovum yang telah dibuahi hingga individu baru tersebut dapat bertahan hidup sendiri di dunia luar. ■ Pada kedua jenis kelamin, sistem reproduksi terdiri dari (1) sepasang gonad, testis pada pria dan ovarium pada wanita, yaitu organ reproduksi primer yang menghasilkan gamet dan mengeluarkan hormon-hormon seks; (2) saluran reproduksi yang terdiri dari sistem duktus yang menyalurkan atau menampung gamet setelah mereka diproduksi; dan (3) kelenjar seks tambahan yang menghasilkan sekresi untuk menunjang gamet. Bagian sistem reproduksi yang terlihat dari luar membentuk genitalia eksterna. (Lihat Gambar 20-1 dan 20-2.) Karakteristik seks sekunder adalah gambaran yang membedakan antara pria dan wanita yang tidak secara langsung berkaitan dengan reproduksi.



Kartu Belajar (FSH) yang berada di bawah kontrol gonadotropin-releasing hormone (GnRH) hipotalamus, yang dirinya sendiri juga masih berada di bawah kontrol kisspeptin nukleus arkuatus. (Lihat Gambar 20-10.) ■ Sekresi testosteron diatur oleh stimulasi LH terhadap sel Leydig, dan melalui mekanisme umpan-balik negatif, testosteron menghambat sekresi LH. (Lihat Gambar 20-10.) Spermatogenesis memerlukan testosteron dan FSH. Testosteron merangsang pembelahan mitotik dan meiotik yang dibutuhkan untuk mengubah sel germinativum diploid yang belum berdiferensiasi, spermatogonia, menjadi spermatid haploid yang belum berdiferensiasi. FSH merangsang remodeling spermatid menjadi spermatozoa yang sangat khusus dan mampu bergerak. (Lihat Gambar 20-7, 20-8, dan 20-10.)







Spermatozoa hanya terdiri dari bagian kepala yang berisi DNA dengan akrosom berisi enzim di bagian ujungnya untuk menembus ovum, bagian tengah yang mengandung mitokondria untuk menghasilkan energi, dan ekor yang dapat bergerak seperti pecut. (Lihat Gambar 20-9 dan pembuka bab.)







Di tubulus seminiferosa juga terdapat sel Sertoli, yang melindungi, merawat, dan meningkatkan sel germinativum sepanjang perkembangannya. Sel Sertoli juga mengeluarkan inhibin, suatu hormon yang menghambat sekresi FSH, melengkapi lengkung umpan-balik negatif. (Lihat Gambar 20-7b dan d serta 20-10.)







Sperma yang masih imatur dibilas keluar tubulus seminiferus ke dalam epididimis oleh cairan yang dikeluarkan oleh sel Sertoli. Epididimis dan duktus deferens menyimpan dan memekatkan sperma serta meningkatkan motilitas dan fertilitasnya sebelum ejakulasi. Sewaktu ejakulasi, sperma bercampur dengan sekresi yang dikeluarkan oleh kelenjarkelenjar aksesorius. (Lihat Tabel 20-2 dan Gambar 20-7a.)



■ ■ Penentuan jenis kelamin adalah suatu fenomena genetik yang bergantung pada kombinasi kromosom-kromosom seks pada saat fertilisasi; kombinasi XY adalah pria genetik dan kombinasi XX adalah wanita genetik. Diferensiasi seks merujuk kepada perkembangan embrionik gonad, saluran reproduksi, dan genitalia eksterna mengikuti garis pria atau wanita, yang menghasilkan jenis kelamin anatomik yang dapat dilihat. Dengan keberadaan faktor-faktor maskulinisasi, terbentuk sistem reproduksi pria; tanpa keberadaan faktor-faktor tersebut, terbentuk sistem wanita. (Lihat Gambar 20-4, 20-5, dan 20-6.)



20.2 | Fisiologi Reproduksi Pria (h. 789-799) ■ Testis terletak di skrotum. Suhu yang lebih dingin di skrotum daripada di rongga abdomen merupakan hal esensial bagi sperma togenesis (pembentukan sperma) yang terjadi di tubulus seminiferus testis yang sangat berkelok-kelok. Sel Leydig di ruang interstisium antara tubulus-tubulus ini mengeluarkan hormon seks pria testosteron ke dalam darah.(Lihat Gambar 20-7 dan 20-8.)



Testosteron disekresikan sebelum lahir untuk memaskulinisasi sistem reproduksi yang sedang terbentuk; kemudian sekresinya berhenti hingga pubertas, saat sekresi kembali dimulai dan berlanjut seumur hidup. Testosteron berperan dalam pematangan dan pemeliharaan keseluruhan saluran reproduksi pria, pembentukan karakteristik seks sekunder, dan merangsang libido. (Lihat Tabel 20-1.) ■



■ Testis diatur oleh hormon gonadotropik hipofisis antenor, luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone



Vesikula seminalis menyalurkan fruktosa untuk energi dan prostagandin, yang meningkatkan motilitas otot polos saluran reproduksi pria dan wanita untuk meningkatkan transpor sperma. Vesikula seminalis juga membentuk sebagian besar semen. Kelenjar prostat menghasilkan cairan basa untuk menetralkan sekresi vagina yang asam. Kelenjar buthouretra mengeluarkan mukus pelumas.







(h. 799-803) Tindakan seks pria terdiri dari ereksi dan ejakulasi, yaitu bagian dari respons seksual sistemik yang lebih luas. (Lihat Tabel 20-4.)







Ereksi adalah mengerasnya penis yang normalnya lunak sehingga penis mampu menembus vagina wanita. Ereksi dicapai oleh vasokongesti hebat penis yang ditimbulkan oleh vasodilatasi refleks arteriol-arteriol yang mendarahi jaringan erektil penis. (Lihat Gambar 20-12a dan 20-1 3.)







Ketika rangsangan seks mencapai puncak, terjadi ejakulasi. Ejakulasi terdiri dari dua tahap: (1) emisi, pengosongan semen (sperma dan sekresi kelenjar seks tambahan) ke dalam uretra; dan (2) penyemprotan semen dari penis. Tahap kedua disertai oleh serangkaian respons sistemik dan







kenikmatan intens yang disebut sebagai orgasme. (Lihat Tabel 20-4. ■ Wanita mengalami siklus seks yang serupa dengan yang terjadi pada pria, keduanya mengalami fase eksitasi, plateau, orgasme, dan resolusi. Seperti penis, klitoris yang kaya pembuluh darah juga mengalami ereksi (tetapi tidak ejakulasi). (Lihat Gambar 20-12b.) Selama respons seks, bagian luar vagina berkonstriksi menjepit penis, sementara bagian dalam mengembang untuk membentuk ruang untuk menampung sperma



20.4 | Fisiologi Reproduksi Wanita (h. 803-837) Dalam keadaan tidak hamii, fungsi reproduksi wanita dikontrol oleh sistem kontrol umpan-balik negatif dan positif yang kompleks dan siklik antara hipotalamus (kisspeptin dan GnRH), hipofisis anterior (FSH dan LH), dan ovarium (estrogen, progesteron, dan inhibin). Selama kehamilan, hormon-hormon plasenta menjadi faktor pengontrol utama.







Ovarium melakukan fungsi ganda dan saling-kait berupa oogenesis (menghasilkan ovum) dan sekresi estrogen dan progesteron. (Lihat Tabel 20-6, h. 828.) Dua unit endokrin ovarium secara berurutan melaksanakan fungsi-fungsi tersebut: folikel dan korpus luteum.







Dalam oogenesis terjadi langkah-langkah yang sama dalam replikasi kromosom dan pembelahan seperti pada spermatogenesis, tetapi waktu dan hasil akhir sangat berbeda. Spermatogenesis selesai dalam waktu dua bulan, sementara tahap-tahap serupa dalam oogenesis memerlukan waktu antara 12 hingga 50 tahun untuk menuntaskannya secara siklis dari awal pubertas hingga menopause. Seorang wanita lahir dengan jumlah sel germinativum yang terbatas dan umumnya tidak dapat diperbarui, sementara pria pascapubertas dapat menghasilkan ratusan juta sperma setiap hari. Setiap oosit primer hanya menghasilkan satu ovum kaya sitoplasma disertai tiga badan polar hampir tanpa sitoplasma yang ditakdirkan untuk berdisintegrasi, sementara setiap spermatosit primer menghasilkan empat spermatozoa yang memiliki kemampuan hidup sama. (Lihat Gambar 20-14, 20-15, dan 20-8, h. 793).







Oogenesis dan sekresi estrogen berlangsung di dalam suatu folikel ovarium selama paruh pertama setiap sikius reproduksi (fase folikular) di bawah pengaruh FSH, LH, dan estrogen. (Lihat Gambar 20-16 hingga 20-20.)







Pada sekitar pertengahan siklus, folikel yang matang melepaskan sebuah ovum (ovulasi). Ovulasi dipicu oleh lonjakan LH yang ditimbulkan oleh estrogen kadar tinggi yang dihasilkan oleh folikel matang. (Lihat Gambar 20-16, 20-18, dan 20-20.)







LH mengubah folikel yang telah kosong menjadi korpus luteum, yang menghasilkan progesteron serta estrogen selama paruh terakhir siklus (fase luteal). Unit endokrin ini mempersiapkan uterus untuk implantasi seandainya ovum yang dibebaskan dibuahi. (Lihat Gambar 20-16, 20-18, dan 20-22.)







memulihkan diri di bawah pengaruh kadar estrogen yang terus meningkat dari folikel yang baru berkembang. (Lihat Gambar 20-18.) ■ Jika terjadi, fertilisasi berlangsung di oviduktus sewaktu telur yang dibebaskan dan sperma yang diletakkan di vagina diangkut ke tempat ini. (Lihat Gambar 20-23 hingga 20-25.) ■ Ovum yang telah dibuahi mulai membelah secara mitotis. Dalam seminggu ovum ini tumbuh dan berdiferensiasi menjadi blastokista yang mampu berimplantasi. (Lihat Gambar 20-26.) ■ Sementara itu, endometrium telah mengalami vaskularisasi yang intens dan dipenuhi oleh simpanan glikogen di bawah pengaruh progesteron fase luteal. (Lihat Gambar 20-18.) Ke dalam lapisan yang telah dipersiapkan khusus inilah blastokista berimplantasi dengan menggunakan enzim-enzim yang dikeluarkan oleh trofoblas, yang membentuk lapisan luar blastokista. Enzim-enzim ini mencerna jaringan endometrium kaya-nutrien, melaksanakan tugas rangkap yaitu membuat lubang di endometrium untuk implantasi blastokista sambil membebaskan nutrien dari sel endometrium untuk digunakan oleh embrio yang sedang berkembang. (Lihat Gambar 20-27). ■ Setelah implantasi, terbentuk kombinasi saling-kait jaringan janin dan ibu, plasenta. Plasenta adalah organ pertukaran antara darah ibu dan darah janin serta juga bertindak sebagai organ endokrin kompleks sementara yang mengeluarkan sejumlah hormon yang esensial bagi kehamilan. Gonadotropin korionik manusia (hCG), estrogen, dan progesteron adalah hormonhormon yang terpenting. hCG mempertahankan korpus luteum kehamilan, yang mengeluarkan estrogen dan progesteron selama trimeter pertama gestasi hingga plasenta mengambil alih fungsi ini pada dua trimester terakhir. Estrogen dan progesteron kadar tinggi merupakan hal esensial untuk mempertahankan kehamilan normal. (Lihat Gambar 20-28 hingga 20-30 serta > Tabel 20-5.) ■ Saat persalinan, terjadi kontraksi ritmik dengan kekuatan, durasi, dan frekuensi yang meningkat untuk melaksanakan tiga tahap persalinan: pembukaan serviks, pelahiran bayi, dan pelahiran plasenta (afterbirth) (Lihat Gambar 20-32.) ■ Persalinan dipicu oleh hubungan timbal-balik kompleks berbagai faktor ibu dan janin. Setelah kontraksi dimulai pada permulaan persalinan, tercipta suatu siklus umpan-balik positif yang secara progresif meningkatkan kekuatannya. Sewaktu kontraksi mendorong janin menekan serviks, sekresi oksitosin, yaitu suatu perangsang otot uterus yang kuat, meningkat secara refleks. Tambahan oksitosin ini menyebabkan kontraksi menjadi lebih kuat sehingga menyebabkan pelepasan oksitosin yang lebih banyak, dan demikian seterusnya. Siklus umpan-balik positif ini secara progresif menguat hingga pembukaan serviks dan pelahiran selesai. (Lihat Gambar 20-31.)



Selama gestasi, payudara secara khusus dipersiapkan untuk laktasi. Peningkatan kadar estrogen dan progesteron plasenta masing-masing mendorong perkembangan duktus dan alveolus di kelenjar mamaria. (Lihat Gambar 20-33.)











Prolaktin merangsang sintesis enzim-enzim yang esensial bagi produksi susu oleh sel epitel alveolus. Namun, kadar estrogen dan progesteron yang tinggi selama gestasi mencegah prolaktin mendorong produksi susu. Hilangnya steroid plasenta setelah persalinan memicu laktasi.







■ Laktasi dipertahankan oleh pengisapan, yang memicu pelepasan oksitosin dan prolaktin. Oksitosin menyebabkan ejeksi susu (milk letdown) dengan merangsang sel mioepitel yang mengelilingi alveolus untuk memeras keluar susu melalui duktus. Prolaktin merangsang sekresi lebih banyak susu untuk mengganti susu yang disemprotkan keluar sewaktu bayi menyusui. (Lihat Gambar 20-33 dan 20-34.)



Jika fertilisasi dan implantasi tidak terjadi, korpus luteum berdegenerasi, menarik dukungan hormon untuk lapisan dalam endometrium yang telah berkembang penuh ini sehingga menyebabkan lapisan tersebut berdisintegrasi dan terlepas, menghasilkan darah haid. Secara bersamaan, fase folikular baru kembali dimulai. (Lihat Gambar 20-16 dan 20-18.) Haid berhenti dan lapisan dalam uterus (endometrium)







Apendiks A



Ringkasan Prinsip Kimia



Oleh Spencer Seager, Weber State University, dan Lauralee Sherwood



A.1 |



Tingkat Kimiawi Organisasi di Tubuh



Benda adalah segala sesuatu yang menempati ruang dan memiliki massa, termasuk semua benda mati dan makhluk hidup di alam semesta ini. Massa adalah jumlah benda dalam suatu objek. Berat, sebaliknya, adalah efek gravitasi pada massa tersebut. Semakin besar gravitasi bekerja pada suatu massa, semakin besar berat massa tersebut. Seorang astronot memiliki massa yang sama baik jika berada di bumi maupun di ruang angkasa tetapi tidak memiliki berat di ruang angkasa dengan gravitasi nol.



Proton Neutron



Nukleus



Elektron



Atoms



❯ Gambar A-1 Atom. Atom terdiri dari dua bagian. Bagian tengati, nukleus (inti atom),



Semua benda terdiri dari partikel-partikel kecil yang dinamai atom. Partikel-partikel ini terlalu kecil untuk dapat dilihat satu per satu, bahkan dengan mikroskop elektron terkuat yang ada saat ini. Meskipun sangat kecil, atom terdiri dari tiga partikel subatom yang bahkan lebih kecil lagi. Berbagai jenis atom memiliki perbedaan dalam jumlah berbagai partikel subatom yang dikandungnya. Proton dan neutron adalah partikel yang massanya nyaris identik, dengan proton membawa muatan positif dan neutron tidak memiliki muatan. Elektron memiliki massa yang jauh lebih kecil daripada proton dan neutron serta memiliki muatan negatif. Sebuah atom terdiri dari dua regio— nukleus yang padat di bagian tengah yang terdiri dari proton dan neutron yang dikelilingi oleh awan elektron tiga dimensi, tempat elektron-elektron bergerak dengan cepat mengelilingi nukleus dalam orbital (Gambar A-1). Besar muatan suatu proton sama persis dengan yang dimiliki oleh sebuah elektron, tetapi memiliki tanda berlawanan yaitu positif. Di dalam semua atom, jumlah proton di nukleus sama dengan jumlah elektron yang mengelilingi nukleus sehingga muatan keduanya seimbang dan atom menjadi netral.



oleh awan elektron, tempat elektron bergerak cepat mengelilingi nukleus. (Gambar



Unsur dan simbol atom Suatu bahan murni yang terdiri dari hanya satu jenis atom dinamai unsur (elemen). Sampel murni unsur karbon hanya mengandung atom karbon, meskipun atom-atom tersebut dapat tersusun dalam bentuk berlian atau dalam bentuk grafit ("timbal" pensil). Setiap unsur dilambangkan oleh simbol/ lambang atom, suatu singkatan kimia yang terdiri dari satu atau dua huruf yang mewakili nama unsur. Simbol-simbol ini biasanya mudah ditelusuri karena berasal dari nama Inggris untuk unsur yang bersangkutan. Karena itu, H mewakili hidrogen, C untuk karbon, dan O untuk oksigen. Pada beberapa kasus, simbol atom didasarkan pada nama Latin unsur



terdiri dari proton dan neutron dan membentuk 99,9% massa atom. Nukleus dikelilingi tidak sesuai skala.)



yang bersangkutan—misalnya, Na untuk sodium (natrium dalam bahasa Latin) dan K untuk potassium (kalium). Dari 109 unsur yang diketahui, 26 terdapat secara normal di tubuh. Empat unsur— oksigen, karbon, hidrogen, dan nitrogen—membentuk 96% massa tubuh.



Senyawa dan molekul Substansi murni yang terdiri dari lebih dari satu jenis atom dikenal sebagai senyawa. Air murni, contohnya, adalah suatu senyawa yang mengandung atom-atom hidrogen dan atomatom oksigen dalam perbandingan 2:1, tanpa memandang apakah air berada dalam bentuk cair, padat (es), atau gas (uap). Molekul adalah satuan terkecil dari suatu substansi murni yang memiliki sifat substansi tersebut dan mampu berada dalam keadaan stabil dan berdiri sendiri. Sebagai contoh, sebuah molekul air terdiri dari dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, yang disatukan oleh ikatan kimia.



Nomor atom Apa sebenarnya yang kita bicarakan jika kita menyebut suatu "tipe" atom? Hal itu, apa yang menyebabkan atom karbon. hidrogen, dan oksigen berbeda? Jawabannya ada pada jumlah proton di nukleus. Di manapun ditemukannya, semua atom hidrogen memiliki 1 proton di nukleus, semua atom karbon memiliki 6, dan semua atom oksigen memiliki 8. Angka-angka ini A-1



juga mencerminkan jumlah elektron yang bergerak di sekeliling setiap inti atom, karena jumlah elektron dan jumlah proton dalam sebuah atom adalah sama. Jumlah proton di nukleus suatu atom dari suatu unsur disebut nomor atom unsur tersebut.



Berat atom Seperti diperkirakan, atom kecil memiliki massa kecil. Sebagai contoh, massa sebenarnya dari sebuah atom hidrogen adalah 1,67 x 10-24 g, atom karbon 1,99 x 10-23 g, dan atom oksigen 2,66 x 10-23 g. Angka-angka yang sangat kecil ini sulit digunakan dalam berbagai perhitungan sehingga dikembangkan suatu sistem massa relatif. Massa relatif ini adalah perbandingan massa sebenarnya antara berbagai atom. Misalkan massa sebenarnya dari dua orang diketahui adalah 45,50 kg dan 113,75 kg. Massa relatif mereka ditentukan dengan membagi masing-masing massa dengan massa yang lebih kecil dari keduanya: 45,50/45,50 = 1,00, dan 113,75/45,50 = 2,50. Karena itu, massa relatif kedua orang tersebut adalah 1,00 dan 2,50; angka-angka ini hanya menyatakan kenyataan bahwa massa orang yang lebih berat adalah 2,50 kali daripada orang yang satunya. Massa relatif atom-atom dinamai massa atom, atau berat atom, dan diberi satuan atomic mass unit (amu). Dalam sistem ini, atom hidrogen, yaitu atom yang paling kurang massif, memiliki berat atom 1,01 amu. Berat atom dari atom karbon adalah 12,01 amu, dan untuk atom oksigen adalah 16,00 amu. Karena itu, atom oksigen memiliki massa sekitar 16 kali daripada atom hidrogen. ❚ Tabel A-1 menyajikan berat atom dan beberapa karakteristik unsur yang penting secara fisiologis.



❚ TABEL A-1 Karakteristik



Tertentu Nama dan



Beberapa Unsur



Jumlah



Nomor



Berat Atom (amu)















1.01















12.01















14.01















16.00















22.99















24.31















30.97















32.06















35.45















39.10















40.08



A-2  



APENDIKS A



A.2



Ikatan Kimia



Karena semua benda terbuat dari atom, atom-atom harus disatukan untuk membentuk benda. Gaya yang menahan atom-atom agar tetap bersama disebut ikatan kimia. Tidak semua ikatan kimia terbentuk dengan cara yang sama, tetapi semua melibatkan elektron-elektron atom. Apakah satu atom akan berikatan dengan atom lain bergantung pada jumlah dan susunan elektronnya. Elektron-elektron suatu atom tersusun dalam kulit elektron, yaitu topik yang akan segera kita bahas.



Kulit elektron Elektron cenderung bergerak mengelilingi nukleus dalam suatu pola spesifik. Orbital, atau jalur yang dilalui oleh elektron sewaktu mengelilingi nukleus, tersusun dalam rangkaian teratur lapisanlapisan konsentrik yang dikenal sebagai kulit elektron, yang secara berurutan mengelilingi nukleus. Setiap kulit elektron dapat menampung sejumlah tertentu elektron. Kulit pertama (paling dalam) yang paling dekat dengan nukleus dapat menampung maksimal hanya 2 elektron, apapun unsurnya. Kulit kedua dapat menampung total 8 elektron tambahan. Kulit ketiga juga dapat menampung maksimal 8 elektron. Dengan bertambahnya jumlah elektron seiring peningkatan nomor atom, semakin banyak elektron yang menempati kulit-kulit berikutnya, masing-masing dengan jarak yang semakin jauh dari nukleus. Setiap kulit berikutnya yang terletak lebih jauh dari inti atom memiliki tingkat energi yang lebih tinggi. Karena elektron yang bermuatan negatif tertarik ke nukleus yang bermuatan positif, suatu elektron memerlukan energi lebih besar untuk mengatasi gaya tarik nukleus dan mengorbit lebih jauh dari nukleus. Karena itu, kulit elektron pertama memiliki tingkat energi paling rendah dan kulit terluar suatu atom memiliki tingkat energi tertinggi. Secara umum, elektron-elektron akan mengisi kulit dengan energi terendah yang masih memungkinkan, hingga kapasitas maksimal untuk masing-masing kulit. Sebagai contoh, atom hidrogen hanya memiliki 1 elektron, sehingga elektron ini berada di kulit pertama. Atom helium memiliki 2 elektron, dengan keduanya berada di kulit pertama dan memenuhinya. Atom karbon memiliki 6 elektron, 2 di kulit pertama dan 4 di kulit kedua, sedangkan 8 elektron pada atom oksigen tersusun dengan 2 di kulit pertama dan 6 di kulit kedua.



Karakteristik ikatan suatu atom dan valensi Atom-atom cenderung mengalami proses yang menyebabkan kulit elektron terluar terisi. Karena itu, elektron-elektron kulit terluar (energi tertinggi) menentukan sifat ikatan suatu atom dan kemampuannya berinteraksi dengan atom lain. Atomatom yang memiliki suatu tempat kosong di kulit terluarnya cenderung menyerahkan, menerima, atau berbagi elektron dengan atom lain (mana yang paling menguntungkan secara energetis) sehingga semua atom yang ikut serta memiliki kulit terluar yang terisi penuh. Sebagai contoh, sebuah atom yang hanya memiliki 1 elektron di kulit terluarnya dapat mengosongkan kulit tersebut sehingga kulit-kulit yang tersisa terisi penuh. Sebaliknya, atom lain yang kekurangan 1 elektron di kulit terluarnya dapat memperoleh kekurangan tersebut dari atom pertama sehingga semua kulitnya terisi penuh. Jumlah elektron yang dilepaskan, diterima, atau dipakai bersama oleh suatu atom agar kulit luarnya terisi penuh disebut sebagai valensi atom. Ikatan kimia adalah gaya tarik yang menahan atom-atom pembentuk suatu benda akibat interaksi antara elektron-elektron terluar masing-masing atom tersebut.



Na



Cl



Na+



Cl–



Atom natrium



Atom klor



Ion natrium



Ion klorida



Natrium klorida (NaCl) ❯ Gambar A-2 Ion dan ikatan ion. Atom natrium (Na) dan klor (CI) sama-sama memiliki kulit terluar yang terisi parsial. Karena itu, natrium cenderung menyeratikan elektron tunggalnya di kulit terluar ke klor sehingga kulit terluar klor terisi penuh. Akibatnya, natrium menjadi ion bermuatan positif dan klor menjadi ion bermuatan negatif yang dikenal sebagai klorida. Ion-ion yang memiliki muatan berbeda akan saling menarik, membentuk ikatan ionik.



Kristal natrium klorida (NaCl)



Na+



Na+



Cl–



Cl–



Cl–



Na+



Na+



Cl–



Na+



Cl–



Cl–



Na+



Na+



Na+



Cl–



Cl–



Na+



Cl–



Na+



Na+ Cl–



Ions; ionic bonds Ingat kembali bahwa atom secara listrik bersifat netral karena jumlah proton bermuatan positif dan elektron bermuatan negatif berimbang. Dengan menyerahkan dan menerima elektron, ❯ Gambar A-3 atom natrium dan atom klor memiliki kulit terluar yang terisi penuh, tetapi kini masingmasing atom tersebut secara listrik tidak seimbang. Meskipun setiap natrium kini memiliki 10 elektron, masih terdapat 11 proton di nukleusnya dan muatan listrik bersih, atau valensi, menjadi +1. Demikian juga, setiap atom klor kini memiliki 18 elektron tetapi hanya 17 proton. Karena itu, setiap klor memiliki muatan -1. Atom-atom bermuatan seperti ini dinamai ion. Ion bermuatan positif disebut kation; ion bermuatan negatif dinamai anion. Sebagai petunjuk agar kedua istilah ini tidak tertukar, ingatlah bahwa "t" pada kation mewakili tanda sedangkan "n" pertama pada anion mewakili "negatif". Perhatikan bahwa kation dan anion terbentuk jika sebuah elektron dipindahkan dari satu atom ke atom lain. Karena muatan yang berlawanan akan tarik menarik, ion natrium (Na+) dan atom



Cl–



Cl– Na+



Margaret M. Stewart/Shutterstock.com



Cl–



Na+ Cl– Cl



Viktor1/Shutterstock.com



Perhatikan atom natrium (Na) dan atom klor (CI) (❯ Gambar A-2). Atom natrium memiliki 11 elektron: 2 di kulit pertama, 8 di kulit kedua, dan 1 di kulit ketiga. Atom klor memiliki 17 elektron: 2 di kulit pertama, 8 di kulit kedua, dan 7 di kulit ketiga. Karena diperlukan 8 elektron untuk memenuhi kulit kedua dan ketiga, atom natrium memiliki kelebihan 1 elektron daripada yang dibutuhkan untuk mengisi kulit kedua, sedangkan atom klor kekurangan 1 elektron untuk mengisi penuh kulit ketiga. Setiap atom natrium dapat melepaskan satu elektron untuk atom klor sehingga setiap natrium kini memiliki 10 elektron; 8 di antaranya berada di kulit kedua, yang sekarang penuh dan merupakan kulit terluar yang ditempati oleh elektron. Dengan menerima 1 elektron, setiap atom klor kini memiliki elektron total 18 buah, dengan 8 di antaranya berada di kulit ketiga atau terluar, yang sekarang penuh terisi.



Cl– Na+



1 mm



Kisi-kisi kristal untuk natrium klorida (NaCI; garam dapur)



klor bermuatan, yang sekarang dinamai ion klorida (Cl-), tertarik satu sama lain. Gaya tarik listrik yang menahan kation dan anion bersatu dikenal sebagai ikatan ion. Ikatan ion menyatukan Na+ dan Cl- dalam senyawa natrium klorida, NaCl, yaitu garam dapur biasa. Sampel natrium klorida sebenarnya mengandung atom natrium dan klorida dalam susunan geometrik tiga-dimensi yang disebut crysal lattice (kisi-kisi kristal). Ion-ion yang bermuatan berlawanan menempati tempat berselang-seling di dalam kisi-kisi tersebut (❯ Gambar A-3).    A-3



Rumus molekul



H



H



H



H



O



O



O



O



H



Setiap elektron yang dipakai bersama oleh dua atom dihitung ke arah jumlah elektron yang diperlukan untuk mengisi kulit luar masing-masing atom. Karena itu, setiap atom karbon berbagi empat pasang, atau 8 elektron, sehingga memiliki 8 di kulit luarnya. Setiap hidrogen berbagi satu pasang, atau 2 elektron, sehingga memiliki satu kulit luar yang terisi penuh. (Ingatlah bahwa atom hidrogen hanya memerlukan dua elektron untuk melengkapi kulit luarnya, yaitu kulit pertama.) Pemakaian bersama satu pasang elektron oleh atomatom menyebabkan atom-atom tersebut berikatan melalui ikatan kovalen (❯ F(Gambar A-4). Ikatan kovalen adalah ikatan kimia yang paling kuat; yaitu, ikatan ini paling sulit diputuskan. Ikatan kovalen juga dapat terbentuk di antara beberapa atom yang sama. Sebagai contoh, dua atom hidrogen dapat melengkapi kulit luarnya dengan berbagi satu pasang elektron yang berasal satu elektron dari masing-masing atom, seperti diperlihatkan dalam Persamaan A-2 :



Ikatan kovalen



O



Eq. A-1



Pasangan elektron yang digunakan bersama



O



(b) Molekul oksigen (O2)



H 4 H nH C H H



C



Ikatan kovalen



(a) Molekul hidrogen (H2)



H2O



Persamaan A-1



Pasangan elektron yang digunakan bersama



H2



O2



(senyawa yang terjadi adalah metana, CH4, suatu gas yang terbentuk dari masingmasing molekul CH4.)



Rumus struktur dengan ikatan kovalen



Struktur atom



H



H



Ikatan kovalen H



H



HnH H



Persamaan A-2



Karena itu, gas hidrogen terdiri dari molekul-molekul H2 (❯ Gambar A-4a). (Huruf bawah yang mengikuti suatu ❯ Gambar A-4 Ikatan kovalen. Ikatan kovalen terbentuk jika atom-atom yang berbagi satu pasang elektron tertarik ke simbol kimia menunjukkan jumlah atom pasangan tersebut. tipe tersebut yang ada dalam molekul.) Beberapa unsur non-logam lain juga membentuk molekul, karena terbentuk Ikatan kovalen ikatan kovalen di antara atom-atom identik; oksigen (O2) Bagi suatu atom, menyerahkan atau menerima lebih dari tiga elektron adalah salah satu contohnya (❯ Gambar A-4b). merupakan hal yang kurang efisien atau menghabiskan energi. Satu atom sering dapat membentuk ikatan kovalen dengan lebih Bagaimanapun, atom karbon, yang memiliki empat elektron di kulit terluar, dari satu atom. Salah satu contoh paling umum adalah air (H2O) dapat membentuk senyawa. Atom-atom tersebut melakukannya dengan yang terdiri dari dua atom hidrogen yang masingmasing membentuk mekanisme ikatan lain, ikatan kovalen. Atom-atom yang seharusnya satu ilatan kovalen dengan satu atom oksigen (❯ Gambar A-4c). kehilangan atau memperoleh empat atau lebih atom agar kulit terluarnya Persamaan A-3 menggambarkan pembentukan ikatan kovalen air: stabil biasanya membentuk ikatan dengan berbagi elektron. Elektron(c) Molekul air (H2O)



elektron yang digunakan bersama sebenarnya berputar mengelilingi kedua atom. Karena itu, sebuah atom karbon dapat menggunakan 4 elektron terluarnya bersama dengan 4 elektron dari 4 atom hidrogen, seperti diperlihatkan dalam Persamaan A-1, tempat elektron-elektron kulit terluar dilambangkan sebagai titik-titik mengelilingi simbol masing-masing atom. A-4  



APENDIKS A



H H



O nHO H



Persamaan A-3



Molekul air kadang-kadang dituliskan sebagai H



O H



Pasangan elektron yang tidak dipakai bersama tidak diperlihatkan dan ikatan kovalen, atau pasangan bersama, diwakili oleh garis.



Molekul non-polar dan polar Elektron-elektron di antara dua atom dalam suatu ikatan kovalen tidak selalu digunakan bersama secara merata. Jika atom-atom yang berbagi satu pasangan elektron adalah atom yang sama, misalnya dua atom oksigen, elektron-elektron tertarik sama kuat ke kedua atom sehingga dipakai secara merata. Hasilnya adalah molekul nonpolar. Kata non-polar memiliki arti tidak terdapat perbedaan di kedua ujung (kedua "kutub") ikatan. Karena kedua atom di dalam molekul menghasilkan tarikan yang sama pada elektron yang dipakai bersama tersebut, masing-masing elektron tersebut menghabiskan waktu yang sama mengelilingi kedua atom. Karena itu, pada molekul non-polar seperti O2, kedua atom tetap netral secara elektris. Jika atom yang berbagi tersebut tidak sama, terjadi pemakaian elektron bersama yang tidak merata karena atom dari unsur yang berbeda memiliki gaya tarik berbeda atas elektron bersama tersebut. Sebagai contoh, sebuah atom oksigen menarik secara kuat elektron ketika atom ini berikatan dengan atom lain. Pemakaian bersama elektron yang tidak merata oleh berbagai atom yang menyatu dengan ikatan kovalen membentuk molekul polar. Molekul air adalah contoh baik molekul polar. Di dalam masing-masing dari dua ikatan kovalen, atom oksigen lebih kuat menarik elektron bersama tersebut dibandingkan dengan yang dilakukan oleh atom hidrogen. Karena itu, elektron dari masing-masing atom hidrogen cenderung menggunakan waktu lebih lama menge- lilingi atom oksigen daripada mengelilingi atom hidrogen. Karena distribusi elektron yang tidak merata ini, sisi oksigen dari molekul air tempat elektron bersama tersebut menghabiskan waktu lebih lama bersifat sedikit negatif, dan dua atom hidrogen yang lebih jarang dikunjungi oleh elektron akan sedikit positif (❯ Gambar A-5). Perhatikan bahwa molekul air keseluruhan memiliki jumlah elektron yang sama dengan jumlah protonnya, dan secara keseluruhan tidak memiliki muatan. Ini tidak seperti ion, yang memiliki kelebihan atau kekurangan elektron. Molekul polar memiliki jumlah proton dan elektron yang sama tetapi distribusi elektron bersamanya di antara atom-atom pembentuknya tidak merata. ( )



Ikatan kovalen polar



Muatan yang sedikit negatif



Ikatan hidrogen Molekul polar tertarik ke molekul polar lain. Pada air, sebagai contoh, terbentuk gaya tarik antara ujung hidrogen (yang positif) dari sebagian molekul dan ujung oksigen (yang negatif) molekul lain. Hidrogen bukan merupakan bagian dari semua molekul polar, tetapi jika berikatan secara kovalen ke atom lain yang secara kuat menarik elektron untuk membentuk molekul kovalen, gaya tarik ujung positif (hidrogen) molekul polar ke ujung negatif molekul polar lain disebut ikatan hidrogen (❯ Gambar A-6). Karenanya, gaya tarik polar molekul-molekul air satu sama lain adalah contoh ikatan hidrogen.



A.3



Reaksi Kimia



Proses-proses ketika ikatan kimia terputus, terbentuk, atau keduanya disebut reaksi kimia. Reaksi digambarkan oleh persamaan, dengan bahan-bahan yang bereaksi (reaktan) biasanya ditulis di sebelah kiri, bahan-bahan yang baru dibentuk (produk) ditulis di kanan, dan sebuah panah yang berarti "menghasilkan" menunjuk dari reaktan ke produk. Perjanjian ini digambarkan dalam Persamaan A-4: A1B→C1D Reaktan



Persamaan berimbang Persamaan kimia adalah semacam "buku kas" yang menjelaskan apa yang terjadi dalam suatu reaksi. Berdasarkan hukum kekekalan massa, massa total semua bahan yang memasuki suatu reaksi sama dengan massa total semua produk. Karena itu, jumlah total atomatom dari masing-masing unsur harus selalu sama antara sisi kiri dan sisi kanan persamaan, karena tidak ada atom yang hilang. Persamaan dengan jumlah atom masing-masing jenis sama di kedua sisi dinamai persamaan berimbang. Ketika menulis suatu persamaan berimbang, jumlah yang mendahului suatu lambang kimia menunjukkan jumlah atom, ion, atau molekul independen dari jenis yang bersangkutan, sedangkan angka yang ditulis sebagai huruf bawah mengikuti simbol kimia menunjukkan jumlah atom tertentu dalam suatu molekul. Tidak adanya angka menunjukkan ( )



( )



O ( )



( )



H



H



( )



( )



O H



H



( )



( )



O H



Persamaan A-4



Produk



O ( )



H ( )



Muatan yang sedikit positif ❯ Gambar A-5 Molekul polar. Molekul air adalah contoh suatu molekul polar,



( )



H



H ( )



O H



( )



yang distribusi elektron-elektronnya yang digunakan bersama tidak merata.



H



Garis titik-titik mencerminkan ikatan hidrogen



( ) ( )



( )



( )



O



H



H



Karena atom oksigen lebih kuat menarik elektron yang digunakan bersama



❯ Gambar A-6



tersebut daripada yang dilakukan oleh atom hidrogen, sisi oksigen dari molekul



hidrogen yang bermuatan positif dari sebuah molekul polar ke ujung bermuatan negatif



Ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen terbentuk oleh gaya tarik ujung



akan bermuatan sedikit negatif, dan sisi hidrogen akan bermuatan sedikit positif



molekul polar lain



Ringkasan Prinsip Kimia A-5



"satu" bahan kimia. Marilah kita kaji satu contoh spesifik, oksidasi glukosa (gula yang digunakan sel sebagai bahan bakar), seperti diperlihatkan dalam Persamaan A-5: C6H12O6 1 6 O2 → 6 CO2 1 6 H2O Glukosa



Oksigen Karbon dioksida



Air



Persamaan A-5



Menurut persamaan ini, 1 molekul glukosa bereaksi dengan 6 molekul oksigen untuk menghasilkan 6 molekul karbon dioksida dan 6 molekul air. Perhatikan keseimbangan berikut dalam reaksi ini: ■











6 atom karbon di kiri (dalam 1 molekul glukosa) dan 6 atom karbon di sisi kanan (6 molekul karbon dioksida) 12 atom hidrogen di kiri (dalam 1 molekul glukosa) dan 12 di kanan (dalam 6 molekul air, masing-masing mengandung 2 atom hidrogen) 18 atom oksigen di kiri (6 dalam molekul glukosa plus 12 lainnya dalam 6 molekul oksigen) dan 18 di kanan (12 dalam 6 molekul karbon dioksida, masing-masing mengandung 2 atom oksigen, dan 6 lainnya dalam 6 molekul air, masingmasing mengandung 1 atom oksigen)



Reaksi reversibel dan ireversibel Pada kondisi yang sesuai, produk-produk suatu reaksi dapat berubah kembali menjadi reaktan. Sebagai contoh, gas karbon dioksida larut dalam dan bereaksi dengan air untuk membentuk asam karbonat, H2CO3: CO2 1 H2O → H2CO3 Persamaan A-6 Namun, asam karbonat tidak terlalu stabil, dan segera setelah sebagian terbentuk, sebagian mengalami penguraian untuk menghasilkan karbon dioksida dan air: H2CO3 → CO2 1 H2O



Persamaan A-7



Reaksi yang berjalan di kedua arah disebut reaksi reversibel. Reaksi ini biasanya ditunjukkan oleh tanda panah ganda yang menunjuk ke kedua arah: CO2 1 H2O B H2CO3



Persamaan A-8



Secara teoretis, setiap reaksi bersifat reversibel. Namun, terdapat kondisi-kondisi ketika suatu reaksi, demi kepraktisan, berlangsung hanya satu arah; reaksi semacam ini disebut reaksi ireversibel. Sebagai contoh, reaksi ireversibel berlangsung ketika terjadi suatu ledakan, karena produk-produknya tidak berada di sekitar tempat reaksi agar dapat kembali bereaksi bersama-sama.



Katalis; enzim Laju (kecepatan) reaksi kimia dipengaruhi oleh sejumlah faktor, dengan katalis adalah salah satu yang terpenting. Katalis adalah molekul "penolong" yang mempercepat suatu reaksi tanpa ia sendiri terpakai dalam reaksi tersebut. Makhluk hidup menggunakan katalis yang dikenal sebagai enzim. Enzim-enzim ini menimbulkan pengaruh besar dalam laju reaksi kimia yang berlangsung dalam organisme. Reaksi yang memerlukan waktu beberapa minggu atau bahkan beberapa bulan di bawah kondisi laboratorium normal dapat berlang- sung hanya dalam hitungan detik di bawah pengaruh enzim



  



APENDIKS A



tubuh. Salah satu enzim yang kerjanya paling cepat adalah karbonat anhidrase, yang mengatalisis reaksi.antara karbon dioksida dan air untuk membentuk asam karbonat. Reaksi ini penting dalam pengangkutan karbon dioksida dari sel jaringan, tempat zat ini dihasilkan secara metabolis, ke paru, tempat zat ini dikeluarkan. Persamaan untuk reaksi diperli- hatkan dalam Persamaan A-6. (Karbonat anhidrase secara tidak langsung mengatalisis reaksi ini dengan mengubah CO2 + H2O secara langsung menjadi H+ + HCO3yang dapat membentuk H2CO3. Tanpa adanya karbonat anhidrase, CO2 + H2O dengan lambat, secara langsung membentuk H2CO3. Kedua reaksi, baik dengan atau tanpa katalis, biasanya ditun- jukkan sebagai Persamaan A-6; lihat h. 600 untuk perincian spesifiknya.) Setiap molekul karbonat anhidrase mengatalisis perubahan 36 juta molekul CO2 per menit! Enzim sangat penting pada hampir setiap reaksi kimia yang berlangsung dalam makhluk hidup.



A.4



Berat dan Rumus Molekul serta Mol



Karena molekul terbuat dari atom-atom, massa relatif suatu molekul adalah jumlah massa relatif (berat atom) atom-atom yang terdapat dalam molekul tersebut. Massa relatif suatu molekul dinamai massa molekul atau berat molekul. Karena itu, berat molekul air, H2O, adalah jumlah dari berat atom dua atom hidrogen dan satu atom oksigen, atau 1,01 amu + 1,01 amu + 16,00 amu = 18,02 amu. Tidak semua senyawa terdapat dalam bentuk molekul. Bahanbahan yang terikat secara ion misalnya natrium klorida terdiri dari susunan tiga-dimensi ion natrium (Na+) dan ion klorida (Cl-) dalam rasio 1 banding 1. Rumus untuk senyawa ion hanya mencerminkan perbandingan ion-ion dalam senyawa dan seyogianya tidak diinterpretasikan berdasarkan molekul. Karena itu, rumus untuk natrium klorida, NaCl, menunjukkan bahwa ion-ion berikatan dalam perbandingan 1 banding 1. Konsep massa relatif lazim diterapkan ke senyawa ion meskipun senyawa tersebut tidak terdapat sebagai molekul. Berat rumus untuk senyawa semacam itu didefinisikan sebagai jumlah berat atom dari atom-atom yang terdapat dalam rumus. Karena itu, berat rumus NaCl setara dengan jumlah berat atom satu atom natrium dan satu atom klorida, atau 22,99 amu -1- 35,45 amu = 58,44 amu. Seperti telah Anda lihat, reaksi kimia dapat disajikan sebagai persamaan dan dibahas berdasarkan jumlah molekul, atom, dan ion yang bereaksi satu sama lain. Namun, untuk melaksanakan reaksi di laboratorium, ilmuwan tidak akan dapat menghitung jumlah partikel reaktan tetapi harus mampu menimbang berat masingmasing reaktan secara tepat. Hal ini dimungkinkan dengan menggunakan konsep mol. Satu mol suatu unsur atau senyawa murni adalah jumlah bahan yang terkandung di dalam suatu sampel bahan murni tersebut yang memiliki massa dalam gram setara dengan berat atom bahan (untuk unsur) atau berat molekul atau berat rumus (untuk senyawa). Karena itu, 1 mol kalium, K, adalah sampel dari unsur tersebut dengan massa 39,10 g. Demikian juga, satu mol H2O akan memiliki massa 18,02 g, dan satu mol NaCl akan memiliki massa 58,44 g.



Karena berat atom, berat molekul, dan berat rumus adalah massa relatif, mol memiliki karakteristik mendasar. Contohnya, satu mol atom oksigen memiliki massa 16,00 g, dan 1 mol atom hidrogen memiliki massa 1,01 g. Dengan demikian, perbandingan massa 1 mol masing-masing unsur adalah 16.00/1,01, sama seperti perbandingan berat-berat atom kedua unsur tersebut. Ingatlah bahwa berat atom membandingkan massa relatif oksigen dan hidrogen. Karena itu, jumlah atom oksigen yang ada dalam 16 gram oksigen (1 mol oksigen) sama dengan jumlah atom hidrogen dalam 1 mol hidrogen. Dengan demikian, 1 mol oksigen mengandung jumlah atom oksigen persis sama dengan jumlah atom hidrogen dalam 1 mol hidrogen. Mol dapat, dan kadangkadang bermanfaat jika, dianggap sebagai jumlah spesifik partikel. Jumlah ini, yang disebut bilangan Avogadro, sama dengan 6.02 3 1023.



A.5|



Larutan, Koloid, dan Suspensi



Berbeda dengan senyawa, campuran terdiri dari dua atau lebih unsur atau molekul yang bersatu (bercampur) secara fisik tetapi tidak membentuk ikatan kimia. Senyawa memiliki sifat yang sangat berbeda dari masing-masing unsur pembentuknya. Sebagai contoh, kristal NaCl (garam dapur) yang padat dan putih dan Anda gunakan untuk membumbui makanan Anda sangat berbeda dari natrium (suatu logam putih keperakan) atau klor (suatu gas kuning-hijau yang sangat beracun dan ditemukan dalam pemutih). Sebagai perbandingan, setiap komponen dalam campuran mempertahankan sifat-sifat kimia mereka. Jika Anda mencampur garam dan gula, masing-masing mempertahankan rasa dan sifat khusus mereka. Konstituen suatu senyawa hanya dapat dipisahkan melalui cara-cara kimiawi-pemutusan ikatan. Sebaliknya, komponen suatu campuran dapat dipisahkan dengan cara-cara fisik, misalnya penyaringan atau penguapan. Campuran tersering di dalam tubuh adalah campuran antara air dan berbagai bahan lain. Campuran-campuran ini digolongkan sebagai larutan, koloid, atau suspensi, bergantung pada ukuran dan sifat bahan yang bercampur dengan air.



Larutan Sebagian besar reaksi kimia di tubuh berlangsung di antara reaktanreaktan yang telah larut untuk membentuk larutan. Larutan adalah campuran homogen yang mengandung salah satu bahan dalam jumlah relatif besar yang disebut pelarut (solvent) dan satu atau lebih bahan dalam jumlah lebih sedikit yang dinamai zat terlarut (solute). Sebagai contoh, air garam terutama mengandung air (pelarut) dan garam (zat terlarut) dalam jumlah lebih sedikit. Air adalah pelarut bagi sebagian besar larutan yang ada di tubuh manusia.



Elektrolit dan non-elektrolit Jika zat-zat terlarut ionik larut dalam air untuk membentuk larutan, larutan yang terbentuk akan menghantarkan listrik. Hal ini tidak berlaku untuk sebagian besar zat terlarut yang berikatan secara kovalen. Sebagai contoh, larutan garam-air menghantarkan listrik,



tetapi larutan gula—air tidak. Ketika garam larut dalam air, kisi-kisi padat Na+ dan Cl- terurai, dan masing-masing ion terpisah dan tersebar merata di seluruh larutan. Ion-ion bermuatan yang bergerak ini menghantarkan listrik di seluruh larutan. Zat terlarut yang membentuk ion dalam larutan dan menghantarkan listrik disebut elektrolit. Namun, ketika gula larut dalam air, masing-masing molekul gula yang berikatan secara kovalen akan tersebar merata ke seluruh larutan. Molekul tak-bermuatan ini tidak dapat menghantarkan arus listrik. Zat terlarut yang tidak membentuk larutan penghantar disebut non-elektrolit.



Ukuran konsentrasi Jumlah zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan dapat berbedabeda. Sebagai contoh, larutan garam—air mungkin mengandung 1 g garam dalam 100 mL larutan, atau mengandung 10 g garam dalam 100 mL larutan. Kedua larutan adalah larutan garam—air, tetapi keduanya memiliki konsentrasi zat terlarut yang berbeda. Konsentrasi suatu larutan menunjukkan hubungan antara jumlah zat terlarut dan jumlah larutan. Konsentrasi dapat dinyatakan dalam sejumlah satuan berbeda. MOLARITAS Konsentrasi yang disajikan dalam bentuk molaritas (M) menunjukkan jumlah mol zat terlarut dalam tepat 1 liter larutan. Karena itu, larutan NaCl setengah molar (0,5 M) akan mengandung setengah mol, atau 29,22 g, NaCl dalam setiap liter larutan. NORMALITAS Jika zat terlarut adalah elektrolit, konsentrasi zat terlarut kadang-kadang lebih bermanfaat jika dinyatakan dalam suatu satuan yang memberikan informasi tentang jumlah muatan ion dalam larutan. Hal ini dilakukan dengan menyatakan konsentrasi sebagai normalitas (N). Normalitas suatu larutan memberi jumlah ekuivalen zat terlarut dalam tepat 1 liter larutan. Satu ekuivalen suatu elektrolit adalah jumlah yang menghasilkan 1 mol muatan positif (atau negatif) ketika zat yang bersangkutan larut. Jumlah ekuivalen suatu elektrolit dapat dihitung dengan mengalikan jumlah mol elektrolit dengan jumlah total muatan positif yang dihasilkan ketika satu satuan rumus elektrolit larut. Perhatikan NaCl dan kalsium klorida (CaCl2) sebagai contoh. Reaksi ionisasi untuk satu satuan rumus masing-masing zat terlarut adalah:



NaCl → Na1 1 Cl2



Persamaan A-9



CaCl2 → Ca21 1 2 Cl2



Persamaan A-10



Karena itu, 1 mol NaCl menghasilkan 1 mol muatan positif (Na+) dan juga mengandung 1 ekuivalen: (1 mol NaCl) 3 1 5 1 ekuivalen dengan angka 1 yang digunakan untuk mengalikan 1 mol NaCl berasal dari muatan +1 pada Na1. Satu mol CaCl2 menghasilkan 1 mol Ca21, yang muatan positifnya 2 mol. Karena itu, 1 mol CaCl2 mengandung 2 ekuivalen: (1 mol CaCl2) 3 2 5 2 ekuivalen dengan angka 2 yang digunakan untuk perkalian berasal dari muatan +2 pada Ca21.



Ringkasan Prinsip Kimia



A-7



Jika dibuat dua larutan sedemikian sehingga satu larutan mengandung 1 mol NaCl per liter dan yang lain mengandung 1 mol CaCl2 per liter, larutan NaCl akan mengandung 1 ekuivalen zat terlarut per liter dan akan menjadi 1 normal (1 N). Larutan CaCl2 akan mengandung 2 ekuivalen zat terlarut per liter dan menjadi 2 normal (2 N). OSMOLARITAS Ekspresi lain konsentrasi yang sering digunakan dalam fisiologi adalah osmolaritas (Osm/L) yang menunjukkan jumlah total partikel zat terlarut dalam satu liter larutan dan bukan berat relatif zat-zat terlarut spesifik. Osmolaritas suatu larutan adalah hasil kali M dan n, dengan n adalah jumlah mol partikel zat terlarut yang diperoleh ketika 1 mol zat terlarut larut. Karena zat non-elektrolit misalnya glukosa tidak terurai dalam larutan, n = 1 dan osmolaritas (n kali M) sama dengan molaritas larutan. Untuk larutan elektrolit, osmolaritas melebihi molaritas yang besarnya setara dengan jumlah ion yang dihasilkan oleh penguraian setiap molekul dalam larutan. Sebagai contoh, karena molekul NaCl larut menjadi dua ion, Na+ dan CI-, osmolaritas larutan 1 M NaCl adalah 2 x 1 M = 2 Osm/L.



Koloid dan suspensi Dalam larutan, partikel zat terlarut adalah ion atau molekul kecil. Sebaliknya, partikel dalam koloid dan suspensi berukuran jauh lebih besar dibandingkan ion dan molekul kecil. Dalam koloid dan suspensi, partikel-partikel ini dikenal sebagai dispersed-phase particle (partikel fase terdispersi) dan bukan zat terlarut. Jika partikel fase terdispersi ini berukuran tidak lebih dari 100 kali ukuran partikel zat terlarut yang terdapat dalam larutan, campurannya dinamai koloid. Partikel fase terdispersi pada koloid biasanya tidak mengendap. Semua partikel fase terdispersi pada koloid membawa muatan listrik dengan tanda sama. Karena itu, partikel-partikel tersebut saling tolak-menolak. Pergerakan konstan akibat tumbukan-tumbukan yang terjadi menyebabkan partikel tidak dapat mengendap. Koloid terbanyak yang terdapat di tubuh adalah protein-protein fungsional kecil yang tersebar di dalam cairan tubuh. Salah satu contoh adalah dipersi koloid protein plasma di dalam darah (lihat halaman 384). Jika partikel fase terdispersi berukuran lebih besar daripada yang terdapat dalam koloid, jika campuran didiamkan, partikel akan mengendap karena gaya gravitasi. Campuran semacam ini biasanya dinamai suspensi. Contoh utama suspensi dalam tubuh adalah campuran sel-sel darah di dalam plasma. (lihat halaman 410). Gerakan konstan darah sewaktu beredar melalui pembuluh darah menjaga agar sel-sel darah tetap tersebar merata di dalam plasma. Namun, jika sampel darah dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicegah membeku, sel-sel darah yang berat akan secara perlahan mengendap di dasar tabung.



A.6|



Bahan Kimia Organik dan Inorganik



Bahan kimia lazim diklasifikasikan menjadi dua kategori: inorganik dan organik.



  



APENDIKS A



Perbedaan antara bahan kimia inorganik dan organik Kriteria awal yang digunakan dalam klasifikasi ini adalah asal dari bahan kimia. Bahan kimia yang berasal dari makhluk hidup atau sumber yang pernah hidup dinamai bahan kimia organik, dan bahan yang berasal dari sumber lain disebut inorganik. Saat ini dasar klasifikasi adalah unsur karbon. Bahan kimia organik umumnya adalah bahan kimia yang mengandung karbon. Semua bahan kimia lainnya digolongkan sebagai inorganik. Beberapa bahan kimia yang mengandung karbon juga diklasifikasikan sebagai bahan inorganik; yang paling umum adalah karbon murni dalam bentuk berlian dan grafit, karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO), karbonat seperti batukapur(CaCO3), dan bikarbonat misalnya soda kue (NaHCO3). Kemampuan unik atom karbon untuk berikatan satu sama lain dan membentuk jaringan atom karbon menghasilkan hal-hal menarik. Meskipun bahan kimia organik semua mengandung karbon, terdapat jutaan dari senyawa ini yang telah teridentifikasi. Sebagian diisolasi dari tumbuhan atau hewan, dan banyak yang telah dapat disintesis di laboratorium. Bahan kimia inorganik mencakup semua dari 108 unsur lain dan senyawa-senyawanya. Jumlah bahan kimia inorganik yang terbentuk dari semua unsur lain ini diperkirakan adalah sekitar 250.000, dibandingkan dengan jutaan senyawa organik yang terutama terbentuk dari karbon.



Monomer dan polimer Hasil lain dari kemampuan karbon untuk berikatan dengan dirinya sendiri adalah besarnya ukuran sebagian molekul organik. Molekul organik memiliki ukuran bervariasi dari metana (CH4), suatu molekul kecil sederhana dengan satu atom karbon, hingga molekul seperti DNA yang mengandung jutaan atom karbon. Molekul organik yang esensial bagi kehidupan disebut molekul biologik, atau disingkat biomolekul. Sebagian biomolekul adalah senyawa organik yang agak kecil, misalnya gula sederhana, asam lemak, asam amino, dan nukleotida. Satuan-satuan kecil tunggal, yang dikenal sebagai monomer (berarti "satu satuan"), ini adalah bahan dasar (building block) untuk membentuk biomolekul besar, masingmasing mencakup karbohidrat kompleks, lemak, protein, dan asam nukleat. Molekul-molekul organik besar ini dinamai polimer (berarti "banyak satuan") yang mencerminkan kenyataan bahwa molekul ini terbentuk dari penyatuan se- jumlah monomer yang lebih kecil. Sebagai contoh, tepung terbentuk oleh penggabungan banyak molekul glukosa. Polimer organik yang sangat besar sering disebut sebagai makromolekul, yang mencerminkan ukurannya yang sangat besar (makro berarti "besar"). Makromolekul mencakup banyak molekul struktural yang terdapat di alam, misalnya DNA dan protein struktural, serta banyak molekul yang dibentuk secara sintetis, misalnya tekstil sintetik (sebagai contoh, nilon) dan plastik.



A.7



Asam, Basa, dan Garam



Asam, basa, dan garam dapat merupakan senyawa inorganik atau organik.



Asam dan basa Asam dan basa adalah bahan kimia yang berlawanan, dan garam dihasilkan jika asam dan basa bereaksi satu sama lain. Pada tahun 1887, seorang ahli kimia Swedia Svante Arrhenius mengajukan suatu



teori yang mendeinisikan Āasam dan basa. a Āmenyatakan bahwa asam adalah setiap bahan yang akan terurai, atau terdisosiasi, jika dilarutkan di dalam air dan dalam prosesnya mengeluarkan ion hidrogen, H+. emikian Ā juga, basa adalah bahan yang terurai jika dilarutkan dalam air dan dalam prosesnya membebaskan ion hidroksil, ... -). Hidrogen klorida (HCl) dan natrium hidroksida (NaOH) adalah contoh asam dan basa Arrhenius; penguraian keduanya dalam air masing-masing disajikan di Persamaan A-11 dan A-12: HCl → H1 1 Cl2 Persamaan A-11 NaOH → Na1 1 OH2



Persamaan A-12



Perhatikan bahwa ion hidrogen adalah suatu proton, nukleus suatu atom hidrogen. Juga perhatikan bahwa HCl dan NaOH akan berperilaku sebagai elektrolit. Arrhenius tidak mengetahui bahwa ion hidrogen bebas tidak mungkin terdapat dalam air. Ion-ion ini akan berikatan secara kovalen dengan molekul air untuk membentuk ion hidronium, seperti diperlihatkan dalam Persamaan A-13: H O Hn H O H PersamaanA-13 H H Pada tahun 1923, Johannes Bronsted di Denmark dan Thomas Lowry di Inggris mengusulkan suatu teori asam-basa yang juga memperhitungkan perilaku tersebut. Mereka mendefinisikan asam sebagai semua bahan yang mengandung hidrogen yang mendonorkan sebuah proton (ion hidrogen) kepada bahan lain (suatu asam adalah donor proton) dan basa sebagai semua bahan yang menerima suatu proton (basa adalah akseptor proton). Menurut definisi ini, perilaku asam dari HCl dalam Persamaan A-11 ditulis ulang seperti dalam Persamaan A-14: HCl 1 H2O B H3O1 1 Cl2



Persamaan A-14



Perhatikan bahwa reaksi ini reversibel, dan ion hidronium diwakili oleh H3O+. Dalam Persamaan A-14, HCl bekerja sebagai suatu asam (asam hidroklorida) dalam reaksi maju (kiri-ke-kanan), sedangkan air bekerja sebagai basa. Dalam reaksi kebalikannya (kanan-ke-kiri), ion hidronium menyerahkan satu proton sehingga merupakan asam, sedangkan ion klorida, Cl-, menerima proton sehingga merupakan basa. Persamaan seperti A-11 masih sering digunakan untuk menyederhanakan gambaran disosiasi suatu asam meskipun para ilmuwan menyadari bahwa persamaan seperti A-14 lab yang lebih tepat.



Garam; reaksi netralisasi Pada suhu kamar, garam inorganik berbentuk kristal padat yang mengandung ion positif (kation) dari suatu basa Arrhenius misalnya NaOH dan ion negatif (anion) dari suatu asam misalnya HCl. Garam dapat dihasilkan dengan mencampurkan larutan asam dan basa yang sesuai sehingga terjadi reaksi netralisasi. Dalam reaksi netralisasi, asam dan basa bereaksi untuk membentuk garam dan air Sebagian besar garam yang terbentuk bersifat larut air dan dapat dipulihkan dengan menguapkan air. Persamaan A-15 adalah suatu reaksi netralisasi: Persamaan A-15 HCl 1 NaOH → NaCl 1 H2O Jika digunakan asam atau basa sebagai zat terlarut dalam larutan, konsentrasi dapat dinyatakan sebagai normalitas seperti sebelumnya untuk garam. Satu ekuivalen asam adalah jumlah yang menyerahkan 1 mol H+ dalam larutan. Karena itu, 1 mol HCl juga 1 ekuivalen, tetapi 1 mol H2SO4 adalah 2 ekuivalen. Basa dijelaskan dengan cara



yang sama, tetapi satu ekuivalennya adalah jumlah basa yang menghasilkan 1 mol OH2. Lihat Bab 15 untuk pembahasan tentang keseimbangan asambasa dalam tubuh.



A.8



Gugus Fungsional Molekul Organik



Molekul organik terdiri dari karbon dan satu atau lebih unsur lain yang secara kovalen berikatan satu sama lain secara "Tinker Toy". Molekul organik paling sederhana, hidrokarbon (misalnya metana dan produk minyak bumi), hanya memiliki atom hidrogen yang melekat ke suatu tulang-punggung/rangka karbon dengan panjang bervariasi. Semua biomolekul selalu memiliki unsur lain selain hidrogen yang ditambahkan ke tulang-punggung karbon. Tulangpunggung karbon membentuk bagian stabil pada sebagian besar biomolekul. Atom-atom lain yang berikatan secara kovalen ke tulang-punggung karbon, baik secara sendiri atau berkelompok, membentuk gugus fungsional. Gugus fungsional adalah kombinasi spesifik atom-atom yang umumnya bereaksi dengan cara yang sama, berapapun jumlah atom karbon dalam molekul yang dilekati oleh gugus-gugus fungsional tersebut. Sebagai contoh, semua aldehida mengandung satu gugus fungsional yang mengandung satu atom karbon, satu atom oksigen, dan satu atom hidrogen yang membentuk ikatan kovalen spesifik. O (



C



H)



Atom karbon dalam suatu gugus aldehida membentuk satu ikatan kovalen dengan atom hidrogen dan satu ikatan rangkap (suatu ikatan ketika terbentuk dua ikatan kovalen di antara atom-atom yang sama, dinyatakan oleh garis rangkap antara atom-atom) dengan atom oksigen. Gugus aldehida melekat ke bagian molekul lainnya melalui satu ikatan kovalen yang terdapat di sisi kiri atom karbon. Sebagian besar reaksi aldehida adalah sama tanpa bergantung pada ukuran dan sifat bagian molekul lainnya yang dilekati oleh gugus aldehida tersebut. Reaksi yang penting secara fisiologis sering terjadi antara dua gugus fungsional atau antara satu gugus fungsional dan satu molekul kecil misalnya air.



A.9



Karbohidrat



Karbohidrat adalah senyawa organik yang sangat penting dari segi biologi dan komersial. Senyawa ini tersebar luas dalam alam dan mencakup bahan-bahan yang biasa kita jumpai misalnya tepung, gula pasir, dan selulosa. Karbohidrat memiliki lima fungsi penting dalam makhluk hidup: menghasilkan energi, berfungsi sebagai bahan untuk menyimpan energi kimia, menghasilkan serat dalam makanan, memasok atom karbon untuk sintesis komponenkomponen sel, dan membentuk bagian elemen-elemen struktural sel.



Komposisi kimiawi karbohidrat



Karbohidrat mengandung karbon, hidrogen, dan oksigen. Senyawa ini memperoleh namanya karena sebagian besar mengandung ketiga unsur tersebut dalam perbandingan atom satu karbon terhadap dua Ringkasan Prinsip Kimia



A-9



hidrogen terhadap satu oksigen. Perbandingan ini menyiratkan bahwa rumus umum adalah CH2O dan bahwa senyawa ini sebenarnya adalah hidrat karbon (karbon "berair"), atau karbohidrat. Kini diketahui bahwa senyawa ini bukan hidratnya karbon, tetapi nama tersebut terlanjur menetap. Semua karbohidrat memiliki banyak gugus fungsional per molekulnya. Gugus fungsional tersering dalam karbohidrat adalah alkohol, keton, dan aldehida O (



OH), ( Alkohol



C



O ), (



Keton



C



H)



Aldehida



atau gugus fungsional yang terbentuk oleh reaksi antara pasanganpasangan dari ketiga gugus ini.



Tepung, karbohidrat simpanan tumbuhan, terdiri dari dua fraksi, amilosa dan amilopektin. Amilosa terdiri dari rantai glukosa yang panjang dan pada dasarnya tidak bercabang. Amilopektin adalah rangkaian glukosa-glukosa yang sangat bercabang-cabang dengan rerata 24 hingga 30 glukosa per cabang. Karena itu, senyawa ini kurang bercabang dibandingkan dengan glikogen. ■ Selulosa, karbohidrat struktural pada tanaman, terdapat dalam bentuk rangkaian panjang unit glukosa yang tidak bercabang. Ikatan antara unit-unit glukosa pada selulosa sedikit berbeda dari ikatan antara unit-unit glukosa pada glikogen dan tepung. Manusia memiliki enzim-enzim pencernaan yang mengatalisis penguraian (hidrolisis) ikatan glukosa-ke-glukosa dalam tepung tetapi tidak memiliki enzim yang dibutuhkan untuk menghidrolisis ikatan glukosa-ke-glukosa selulosa. Karena itu, tepung adalah makanan bagi manusia, tetapi selulosa bukan. Selulosa adalah serat yang taktercerna dalam makanan kita. ■



Lemak



Jenis karbohidrat



A.10



Karbohidrat paling sederhana adalah gula sederhana, yang juga disebut monosakarida. Seperti ditunjukkan oleh namanya, golongan ini terdiri dari satuan-satuan gula sederhana tunggal yang dinamai sakarida (mono artinya "satu"). Struktur molekular glukosa, suatu monosakarida yang penting, diperlihatkan dalam ❯ Gambar A-7a. Dalam larutan, sebagian besar molekul glukosa mengambil bentuk cincin seperti diperlihatkan dalam ❯ Gambar A-7b. Monosakarida lainnya yang umum dijumpai adahh fruktosa, galaktosa, dan ribosa. (lihat halaman 613). Disakarida adalah gula yang terbentuk oleh pengikatan dua molekul monosakarida melalui ikatan kovalen (di artinya "dua"). Beberapa contoh umum disakarida adalah sukrosa (gula pasir biasa) dan laktosa (gula susu). Molekul sukrosa dibentuk oleh satu molekul glukosa dan satu fruktosa. Molekul laktosa mengandung satu unit glukosa dan satu galaktosa. Karena banyaknya gugus fungsional pada molekul karbohidrat, banyak molekul karbohidrat sederhana mampu berikatan bersamasama dan membentuk rantai panjang dan jaringan bercabangcabang. Bahan yang terbentuk, polisakarida, mengandung banyak satuan sakarida (poli artinya "banyak"). Tiga polisakarida umum yang seluruhnya terbentuk dari unit glukosa adalah glikogen, tepung, dan selulosa:



Lemak adalah sekelompok molekul organik beragam yang terbentuk oleh bahan-bahan dengan komposisi dan struktur molekul yang sangat bervariasi. Tidak seperti karbohidrat, yang diklasifikasikan berdasarkan struktur molekulnya, bahan-bahan diklasifikasikan sebagai lemak berdasarkan kelarutannya. Lemak tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut non-polar misalnya alkohol. Lemak adalah senyawa yang waxy, greasy, atau oily yang terdapat pada tanaman dan hewan. Lemak menolak air, suatu sifat bermanfaat yang dijumpai pada lapisan lilin protektif yang ditemukan pada sebagian tanaman. Lemak dan minyak kaya akan energi dan memiliki densitas (berat jenis) yang relatif rendah. Sifatsifat ini menyebabkan lemak dan minyak dipakai sebagai energi simpanan pada tumbuhan dan hewan. Lemak lain terdapat sebagai komponen struktur, terutama di membran sel. Membran plasma yang berminyak dan mengelilingi setiap sel berfungsi sebagai sawar yang memisahkan kandungan intrasel dari cairan ekstrasel sekitar.



Glikogen adalah karbohidrat simpanan yang dijumpai pada hewan Senyawa ini adalah suatu polisakarida yang bercabang banyak yang rerata membentuk cabang setiap 8 hingga 12 satuan glukosa. Struktur glikogen diwakili oleh ❯ Gambar A-8, yang setiap lingkarannya mencerminkan satu satuan glukosa.







H



Lemak sederhana Lemak sederhana hanya mengandung dua komponen, asam lemak dan alkohol. Molekul asam lemak terdiri dari rantai hidrokarbon dengan gugus fungsional karboksil (—COOH) di ujungnya. Rantai hidrokarbon dapat memiliki panjang bervariasi, tetapi asam lemak alami selalu mengandung atom karbon dalam jumlah genap. Rantai hidrokarbon juga dapat mengandung satu atau lebih ikatan rangkap



O C



H



C



OH



HO



C



H



H



C



OH



H



C



OH



CH2OH (a) Glukosa berbentuk rantai ❯ Gambar A-7 Bentuk-bentuk glukosa.



  



APENDIKS A



CH2OH H C HO



C



O



H OH



H



C



C



H



OH



H C OH



(b) Glukosa berbentuk cincin



❯ Gambar A-8 Gambaran glikogen yang disederhanakan. Setiap lingkaran mewakili satu molekul glukosa.



O antara atom-atom karbon. Asam lemak O tanpa ikatan rangkap disebut asam HO C (CH2)14CH3 (CH2)7CH CH2 O C CH(CH2)7CH3 lemak jenuh, sedangkan yang memiliki ikatan rangkap disebut asam lemak takAsam lemak O CH2 OH (jenuh) jenuh. Semakin banyak ikatan rangkap (CH2)14CH3 CH O C yang ada, semakin tinggi derajat ketidakCH OH jenuhan. Asam-asam lemak jenuh O CH2 OH terutama terdapat dalam produk hewani (misalnya daging, telur, dan produk (CH2)16CH3 CH2 O C O Gliserol susu), sedangkan asam lemak tak-jenuh lebih sering terdapat dalam produk HO C (CH2)7CH CH(CH2)7CH3 Trigliserida tanaman (misalnya padi-padian, sayurAsam lemak an, dan buah). Konsumsi asam lemak (tak-jenuh) jenuh yang lebih banyak daripada lemak ❯ Gambar A-9 Komponen dan struktur trigliserlda. tak-jenuh dilaporkan berkaitan dengan peningkatan insiden penyakit kardiovaskular. Alkohol yang paling sering ditemukan S dalam lemak sederhana adalah gliserol S G Asam lemak f f (glilserin), suatu alkohol tigakarbon yang l i i i memiliki tiga gugus fungsional alkohol n n s Asam lemak (—OH). e g Asam lemak Asam lemak g r o Lemak sederhana yang disebut fats o o s s (lemak) dan oils (minyak) dibentuk oleh l Fosfat i i reaksi antara gugus karboksil tiga asam Karbohidrat Format n n lemak dan tiga gugus alkohol gliserol. Alkohol Lemak yang terbentuk adalah suatu Alkohol molekul berbentuk E yang dinamai trigliserida. Lemak semacam ini (a) Fosfogliserida (b) Sfingolipid (c) Glikolipid diklasifikasikan sebagai lemak atau ❯ Gambar A-10 Contoh lemak kompleks. Pada bagian (b) dan (c), sfingosin merupakan alkotiol yang serupa dengan minyak berdasarkan titik leleh/cairnya: gliserol. Lemak (fats) bersifat padat pada suhu kamar sedangkan minyak (oils) bersifat cair. Titik leleh senyawa karbohidrat. Lemak yang mengandung fosfat dinamai fosfolipid. ❯ golongan ini bergantung pada derajat ketidakjenuhan asam-asam Gambar A-10 berisi contoh beberapa lemak kompleks; gambar ini lemak trigliserida. Titik leleh turun seiring dengan meningkatnya menekankan komponen-komponen tetapi tidak menjelaskan secara derajat ketidakjenuhan. Contoh komponen lemak dan minyak dan terperinci struktur molekul. molekul trigliserida tipikal diperlihatkan di ❯ Gambar A-9. Steroid adalah lemak yang memiliki fitur struktural unik berupa Ketika trigliserida terbentuk, terjadi pembebasan satu molekul suatu sistem cincin karbon terfusi yang mengandung tiga cincin air saat masing-masing asam lemak bereaksi dengan gliserol. beranggotakan 6 atom karbon dan satu cincin beranggotakan 5 Jaringan adiposa di tubuh mengandung trigliserida. Ketika tubuh atom (❯ Gambar A-11). Steroid yang berlainan memiliki struktur menggunakan jaringan lemak sebagai sumber energi, trigliserida cincin khas ini tetapi dengan gugus fungsional dan rantai karbon bereaksi dengan air untuk membebaskan asam lemak ke dalam cabang yang berbeda. darah. Asam-asam lemak dapat segera digunakan sebagai sumber Kolesterol, suatu alkohol steroid, adalah steroid yang paling energi oleh banyak organ. Di hati, asam-asam lemak bebas diubah banyak ditemukan di tubuh manusia. Kolesterol adalah komponen menjadi senyawa yang disebut badan keton (lihat halaman 744). membran sel dan digunakan oleh tubuh untuk menghasilkan steroid Dua dari badan keton tersebut adalah asam, dan satu adalah aseton penting lain yang mencakup garam empedu, hormon seks pria dan (ditemukan dalam pembersih kuteks kuku). Pada diabetes melitus wanita, dan hormon adrenokorteks. Struktur kolesterol dan kortisol, terjadi pembentukan berlebihan badan keton, suatu kondisi ketika suatu hormon adrenokorteks yang penting, disajikan di ❯ Gambar sebagian besar sel menggunakan asam lemak sebagai sumber energi A-12. karena sel tidak mampu menyerap glukosa dalam jumlah memadai akibat kurangnya kerja insulin.



Protein



Lemak kompleks



A.11



Lemak kompleks memiliki lebih dari dua jenis komponen. Berbagai lemak kompleks biasanya mengandung tiga atau lebih komponen berikut: gliserol, asam lemak, gugus fosfat, alkohol di luar gliserol, dan



Nama protein berasal dari kata Yunani proteios, yang berarti "yang utama". Ini jelas nama yang sesuai untuk senyawa biologis yang sangat penting ini. Protein adalah komponen tak-tergantikan pada



Ringkasan Prinsip Kimia



A-11



CH2 CH



CH2



Komposisi kimiawi protein



CH2 CH2



CH2



CH



CH CH



CH



CH2 CH2



CH CH2



CH2



CH2 CH2



(a) Sistem cincin steroid yang terperinci



(b) Sistem cincin steroid yang disederhanakan ❯ Gambar A-11 Sistem cincin steroid.



CH3



CH3



CH(CH2)3CH



CH3



CH3



Protein adalah makromolekul yang terbuat dari monomer yang dinamai asam amino. Diketahui adanya ratusan jenis asam amino, baik alami maupun sintetik, tetapi hanya 20 yang sering ditemukan dalam protein alami. Dari kumpulan terbatas 20 asam amino ini, selsel membentuk ribuan jenis protein yang berbeda-beda, masingmasing dengan fungsi tersendiri, mirip dengan pencipta lagu menciptakan beragam musik dari nada yang jumlahnya terbatas. Berbagai protein dibentuk dengan memvariasikan jenis dan jumlah asam amino yang digunakan serta dengan memvariasikan urutan ikatan asam-asam amino tersebut. Namun, protein tidak dibuat secara asal-asalan dengan menyatukan secara acak asam-asam amino. Setiap protein di tubuh dibuat secara sengaja dan teliti di bawah arahan cetakan yang berasal dari gen orang yang bersangkutan. Karena itu, asam amino disusun dalam pola tertentu untuk menghasilkan suatu protein untuk melaksanakan tugas struktural atau fungsional tertentu di tubuh. (Informasi lebih lanjut tentang pembentukan protein dapat ditemukan di situs web buku ini, www.cengagebrain.com.)



Ikatan peptida Setiap molekul asam amino memiliki tiga bagian penting: satu gugus fungsional amino (—NH2), satu gugus fungsional karboksil (— COOH), dan sebuah rantai samping khas atau gugus R. Komponenkomponen ini diperlihatkan dalam bentuk yang diperluas di ❯ Gambar A-13. Asam-asam amino membentuk rantai yang panjang akibat reaksi antara gugus amino satu asam amino dan gugus karboksil asam amino yang lain. Reaksi ini digambarkan dalam Persamaan A-16: O O H2N



CH3



CH CH3



HO



H2N



Kolesterol



CH



C



OH



O



H2N



Ikatan Peptida



C



NH



CH2



CH2



C



OH n Persamaan A-16



O C



OH



H2O



CH3 CH2OH CH3



HO



C



O OH



CH3



O



Ikatan kovalen yang terbentuk dalam reaksi ini disebut ikatan peptida (❯ Gambar A-14). Perhatikan bahwa setelah kedua molekul bereaksi, ujung-ujung produk tetap memiliki satu gugus amino dan satu gugus karboksil yang dapat bereaksi untuk menambah panjang rantai. Dalam skala molekular, protein adalah molekul yang luar biasa. Ukuran zat ini dapat dilukiskan dengan membandingkan satu molekul glukosa dengan satu molekul hemoglobin, suatu protein.



Kortisol ❯ Gambar A-12 Contoh senyawa-senyawa steroid.



H2N



semua makhluk hidup, tempat zat ini memainkan peran penting dalam semua proses biologis. Protein adalah komponen struktur utama sel, dan semua reaksi kimia di tubuh dikatalisis oleh enzim, yang semuanya adalah protein.



A-12  



APENDIKS A



Gugus karboksil



O



Gugus amino CH



C



OH



R Rantai samping (berbeda untuk setiap asam amino) Gambar A-13 Struktur umum asam amino.



R1



H N H



C



OH



H N H



N



C



H



R2



H



O



H



R1



O



C



C



H



R2 N



C



H



H



C H



O C OH



O C OH



Ikatan peptida ❯ Gambar A-14



Ikatan peptida. Dalam membentuk suatu ikatan peptida, gugus



karboksil satu asam amino bereaksi dengan gugus amino asam amino lain.



Glukosa memiliki berat molekul 180 amu dan rumus molekul C6H12O6. Hemoglobin, suatu protein yang relatif kecil, memiliki berat molekul 65.000 amu dan rumus molekul C2952H4664O832 N812 S8Fe4.



Tingkatan struktur protein Atom-atom dalam suatu protein tidak tersusun secara acak. Pada kenyataannya, protein memiliki derajat organisasi struktural yang tinggi yang berperan penting dalam perilaku zat ini di dalam tubuh. STRUKTUR PRIMER Tingkat pertama struktur protein dinamai



struktur primer. Struktur ini hanyalah urutan ikatan asam-asam amino untuk membentuk rantai protein. Asamasam amino sering diwakili oleh singkatan tiga-huruf, misalnya Gly untuk glisin dan Arg untuk arginin. Jika cara ini diikuti, struktur primer suatu protein dapat disajikan seperti ❯ Gambar A-15, yang menunjukkan bagian dari struktur primer insulin manusia, atau seperti ❯ Gambar A-16a, yang melukiskan sebagian dari struktur primer hemoglobin. STRUKTUR SEKUNDER Tingkat kedua struktur protein, yang dinamai struktur sekunder, terbentuk ketika terjadi ikatan hidrogen antara hidrogen amino satu asam amino dan oksigen karboksil



O (



C



Thr Lys Pro Thr Tyr Phe Phe Gly Arg · · · · ·



)



asam amino lain di rantai yang sama. Akibat pembentukan ikatan hidrogen ini, bagian rantai yang terlibat biasanya mengambil bentuk heliks kumparan yang dinamai heliks alfa (a) yaitu struktur sekunder yang tersering dijumpai di tubuh (❯ Gambar A-16b). Struktur sekunder lain misalnya pleated sheet beta (b) dan kumparan acak juga dapat terbentuk, bergantung pada pola ikatan hidrogen antara asam-asam amino yang terletak di berbagai bagian rantai yang sama.



Thr—Lys—Pro—Thr—Tyr—Phe—Phe—Gly—Arg— · · · · · ❯ Gambar A-15 Sebagian dari struktur protein primer insulin manusia.



STRUKTUR TERSIER DAN KUATERNER Tingkat ketiga struktur protein adalah struktur tersier. Struktur ini terbentuk ketika gugus fungsional rantai samping asam-asam amino dalam protein bereaksi satu sama lain. Dapat terbentuk beberapa interaksi, seperti diperlihatkan di ❯ Gambar A-17. Struktur tersier dapat dilihat dengan mengandaikan seutas kawat sebagai rantai asam amino dalam struktur primer protein. Kemudian bayangkan bahwa kawat tersebut digulung mengelilingi sebuah pensil untuk membentuk heliks, yang mencerminkan struktur sekunder. Pensil dikeluarkan, dan struktur heliks kini dilipat terhadap dirinya sendiri atau secara hati-hati dibuat menjadi bola. Struktur bulat atau terlipat tersebut mencerminkan struktur tersier suatu protein (❯ Gambar A-16c). Semua protein fungsional terdapat dalam paling sedikit struktur tersier. Kadang-kadang beberapa polipeptida berinteraksi satu sama lain untuk membentuk tingkat keempat struktur protein, struktur kuaterner. Sebagai contoh, hemoglobin mengandung empat rantai polipeptida yang sangat berlipat-lipat (bagian globin) (lihat ❯ Gambar A-16d). Empat gugus hem yang mengandung besi, satu berada di bagian interior dari masing-masing subunit polipeptida terlipat, menuntaskan struktur kuaterner hemoglobin (lihat ❯ Gambar 11-2).



Hidrolisis dan denaturasi Selain berfungsi sebagai enzim yang mengatahsis berbagai reaksi kimia yang esensial pada tubuh, protein itu sendiri dapat mengalami reaksi. Dua yang terpenting adalah hidrolisis dan denaturasi. HIDROLISIS Perhatikan bahwa menurut Persamaan A-16,



pembentukan ikatan peptida membebaskan molekul air. Di bawah kondisi yang sesuai, reaksi semacam ini dapat dibalikkan dengan menambahkan air ke ikatan peptida dan memutuskannya. Reaksi hidrolisis ("penguraian oleh H2O") jenis ini mengubah protein besar menjadi fragmen-fragmen yang lebih kecil atau bahkan menjadi asam-asam amino pem­ bentuknya. Hidrolisis adalah cara yang digunakan oleh enzim pencernaan untuk menguraikan makanan menjadi satuansatuan yang lebih kecil yang dapat diserap dari lumen saluran cerna ke dalam darah.



DENATURASI Denaturasi protein terjadi ketika ikatan yang menahan suatu rantai protein dalam bentuk karakteristiknya terputus sehingga rantai protein mengambil bentuk acak dan tak-terorganisasi. Denaturasi dapat terjadi jika protein terkena panas (termasuk jika suhu tubuh meningkat terlalu tinggi), terkena pH ekstrim (lihat halaman 592), atau diberi bahan kimia khusus misalnya alkohol. Pada beberapa keadaan, denaturasi disertai oleh koagulasi atau pengendapan, seperti digambarkan oleh perubahan yang terjadi pada putih telur ketika telur tersebut digoreng. Ringkasan Prinsip Kimia



A-13



Ikatan peptida



(a) Struktur primer



Asam amino



C



C C O



H



H N



N



O



C



C O N



H



N



C



C



N H



O



H



N



H



N



N



C O C



C



C



C



Heliks alfa



C



C O



N



C



H



O



H



H



C



(b) Struktur sekunder



N



H



N



HO



C



O



C



H



C



N



H



N



C



O



N



R



C



O



H



C



N



C



O



C C O



C



H



C



N H



C Beta pleated sheet



C



C O



C



O



N



C



C H



H



N H



N H



N



C HO



C



C



H



C



C O C



O



Ikatan hidrogen



C



R



N



H



C C



O



C



C



C



O N



O O Kumparan acak



H



R



C



N



R R C



C



O



H



C



O



N



(c) Struktur tersier



(d) Struktur kuaterner



Molekul hemoglobin tersusun dari empat polipeptida yang sangat berlipat-lipat ❯ Gambar A-16 Tingkatan struktur protein. Protein dapat memiliki empat tingkat struktur. (a) Struktur primer adalah urutan tertentu asam-asam amino yang berikatan dalam suatu rantai. (b) Pada tingkat sekunder, terbentuk ikatan tiidrogen antara berbagai asam amino di dalam rantai, menyebabkan rantai mengambil bentuk tertentu. Struktur sekunder protein tersering di tubuh adalati heliks alfa. (c) Struktur tersier terbentuk oleh pelipatan struktur sekunder menjadi konfigurasi tigadimensi fungsional. (d) Banyak protein membentuk tingkat struktur keempat yang terdiri dari beberapa polipeptida, seperti dicontohkan oleh hemoglobin.



A-14  



APENDIKS A



Phe



Phe Cys



—S—S—



Cys Interaksi hidrofobik



Jembatan disulfida Ser Asp



—COO –



Tulang-punggung peptida (heliks-α)



H3N + —



O H



Lys



O



Jembatan garam



Ser



H



O



Ikatan hidrogen O



❯ Gambar A-17 Interaksi rantai samping yang menyebabkan terbentuknya struktur tersier protein.



O



N



Timin



CH2 O



O



N



N



| Asam Nukleat



N N Adenin



A.12



O CH2 O



O



P O O–



NH2 N O



O CH2 O



O



NH2



Gula



P O O–



O N



Fosfat Nukleotida



N



Sitosin



P O O–



NH2



Base



Asam nukleat adalah makromolekul berberat molekul tinggi yang berfungsi menyimpan dan menggunakan informasi genetik dalam sel hidup dan mewariskannya ke generasi berikutnya. Biomolekul penting ini dikla­ sifikasikan menjadi dua kategori: asam deoksiribonukleat (DNA) dan asam ribonukleat (RNA). DNA terutama ditemukan di nukleus sel, dan RNA terutama dijumpai di sitoplasma yang mengelilingi nukleus. Kedua jenis asam amino ini dibentuk oleh unit-unit yang dinamai nukleotida, yang disusun oleh tiga komponen yang lebih sederhana: Setiap nukleotida mengandung satu basa bernitrogen organik, satu gula, dan satu gugus fosfat. Ketiga komponen tersebut berikatan secara kimiawi, dengan molekul gula yang terletak di antara basa dan fosfat. Pada RNA, gulanya adalah ribosa, sedangkan pada DNA gulanya adalah deoksiribosa. Jika nukleotida-nukleotida menyatu untuk membentuk rantai asam nukleat, ikatannya adalah antara fosfat satu nukleotida dengan gula nukleotida yang lain. Asam nukleat yang terbentuk terdiri dari rantai-rantai molekul fosfat dan gula bergantian, dengan molekul basa menonjol keluar rantai dari masing-masing molekul gula (❯ (Gambar A-18; lihat situs web buku untuk perincian lebih lanjut). DNA mengambil bentuk dua rantai yang saling menggulung untuk membentuk heliks ganda yang terkenal tersebut. Sebagian RNA pada hakikatnya memiliki bentuk rantai lurus, sementara pada tipe-tipe lain rantai mem­ bentuk lengkung atau heliks spesifik.



CH3



N



N



N N Guanin



O CH2 O



O



P O O–



KUNCI O



= Tulang punggung fosfat-gula pada untai polinukleotida



❯ Gambar A-18 Untai polinukleotida. Ikatan fosfat-gula menghubungkan nukleotida-nukleotida yang berdekatan untuk membentuk untai polinukleotida dengan basa yang menonjol ke salahi satu sisinya. Tulang punggung fosfatgula bersifat identik pada semua polinukleotida, tetapi urutan basanya bervariasi. Urutan basa ini menentukan kode genetik dalam DNA.



Ringkasan Prinsip Kimia



A-15



| Biomolekul Berenergi Tinggi



A.13



NH2 N



C



C



N



Tidak semua nukleotida digunakan untuk membentuk HC C CH asam nukleat. Salah satu nukleotida yang paling OH OH OH N N Adenosin penting BEFOPTJO USJGPTGBU "51 -digunakan sebagai HO P O P O P O CH2 O pembawa energi utama tubuh. Ikatan-ikatan tertentu Adenin pada ATP secara temporer menyimpan energi yang H H O O O H H diambil ketika metabolisme makanan dan menyediakannya untuk bagian-bagian sel yang Gugus fosfat HO OH membutuhkan untuk melakukan fungsi sel spesifik. Marilah kita lihat bagaimana ATP berfungsi dalam Ribosa Trifosfat peran ini. Secara struktural, ATP adalah nukleotida RNA termodifikasi (mengandung ribosa) yang ❯ Gambar A-19 Struktur ATP. memiliki adenin sebagai basanya dan dua fosfat tambahan yang terikat dalam rangkaian ke nukleotida — fosfat asal. Karena itu, adenosin trifosfat, seperti NPMFLVM OVUSJFO NJTBMOZB HMVLPTB  +JLB TFNVB FOFSHJ LJNJB EJJTZBSBULBOPMFIOBNBOZB NFNJMJLJUJHBGPTGBUZBOHNFMFLBUEBMBN ZBOH UFSTJNQBO EJ EBMBN HMVLPTB EJCF‫ ٿ‬CBTLBO TFLBMJHVT  TVBUVSBOHLBJBOLFBEFOPTJO ZBOHUFSTVTVOPMFISJCPTBEBOBEFOJO TFCBHJBOCFTBSFOFSHJUFSTFCVUBLBOUFSTFCBSTJBTJBLBSFOBTFM ❯ (BNCBS "  6OUVL NFMFLBULBO GPTGBU UBNCBIBO JOJ UJEBL EBQBU NFOZFSBQ TFCBHJBO CFTBS FOFSHJ VOUVL TFHFSB EJQFSMVLBO BTVQBO FOFSHJ ZBOH DVLVQ CFTBS "TVQBO FOFSHJ EJHVOBLBO&OFSHJZBOHUFSQFSBOHLBQEJEBMBNJLBUBOHMVLPTB UJOHHJ ZBOH EJHVOBLBO VOUVL NFODJQUBLBO JLBUBO GPTGBU TFDBSBCFSUBIBQEJCFCBTLBOEBOEJQBOFOTFEJLJUTFEJLJU CJUF CFSFOFSHJ UJOHHJ JOJ EJTJNQBO EJ EBMBN JLBUBO UFSTFCVU TJ[F QJFDFT  PMFI TFM EBMBN CFOUVL JLBUBO GPTGBU CFSFOFSHJ VOUVL EJQBLBJ LFNVEJBO 4FCBHJBO CFTBS QFNJOEBIBO FOFSHJ UJOHHJQBEB"51 EJ EBMBN UVCVI NFMJCBULBO JLBUBO GPTGBU UFSNJOBM "51 +JLB %JCBXBIQFOHBSVITVBUVFO[JN "51EBQBUEJVCBINFO‫ٿ‬ EJCVUVILBO FOFSHJ  GPTGBU LFUJHB EJQVUVT PMFI IJESPMJTJT EBO KBEJ CFOUVL TJLMJL BEFOPTJO NPOPGPTGBU  ZBOH NFOHBOEVOH EJIBTJMLBO BEFOPTJO EJGPTGBU "%1  EBO TBUV GPTGBU JOPSHBOJL IBOZB TBUV HVHVT GPTGBU EFOHBO EVB ZBOH MBJOOZB EJMFQBTLBO 1J  TFSUB QFNCFCBTBO FOFSHJ EBMBN QSPTFT UFSTFCVU .PMFLVMZBOHUFSCFOUVL ZBOHEJTFCVU".1TJLMJLBUBVD".1  1FSTBNBBO"  CFSGVOHTJ TFCBHBJ QFSBOUBSB JOUSBTFM  NFNFOHBSVIJ BLUJWJUBT ATP → ADP 1 Pi 1 FOFSHJVOUVLEJHVOBLBO 1FSTBNBBO A-17 TFKVNMBI FO[JN ZBOH UFSMJCBU EBMBN SFBLTJSFBLTJ QFOUJOH   PMFITFM EJ UVCVI MJIBUIBMBNBO). .FOHBQB UVCVI NFOHHVOBLBO "51 TFCBHBJ NBUB VBOH FOFSHJ ZBOH EBQBU EJQBLBJ PMFI TFM EFOHBO NFOHVSBJLBO JLBUBO GPTGBU CFSFOFSHJ UJOHHJ JOJ TFTVBJ LFCVUVIBO  .FOHBQB UVCVI UJEBL TFDBSB MBOHTVOHNFOHHVOBLBOFOFSHJZBOHEJCFCBTLBOTFXBLUVPLTJEBTJ



Apendiks B



Referensi Teks untuk Fisiologi Olahraga Fitur dalam Boks, Melihat Lebih Dekat pada Fisiologi Olahraga, Berdasarkan Bab Bab 1 Bab 2 Bab 3 Bab 5 Bab 6 Bab 7 Bab 8 Bab 9 Bab 10 Bab 11 Bab 12 Bab 13 Bab 14 Bab 15 Bab 16 Bab 17 Bab 18 Bab 19 Bab 20



Mengenal Fisiologi dan Homeostasis Apa Itu Fisiologi Olahraga? h. 13 Fisiologi Sel Olahraga Aerobik: Untuk Apa dan Berapa Banyak? h. 43 Membran Plasma dan Potensial Membran Otot yang Berolahraga Memiliki "Sweet Tooth" h. 78 Sistem Saraf Pusat Swan Dive atau Belly Flop: Ini Merupakan Persoalan Kontrol SSP h. 188 Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen: Indera Khusus Ayunan ke Belakang dan Ancang-Ancang untuk Meloncat: Apa Kesamaannya? h. 201 Sistem Saraf Perifer: Divisi Eferen Berkurangnya Massa Otot: Keadaan yang Memprihatinkan pada Penerbangan Luar Angkasa h. 265 Fisiologi Otot Apakah Atlet yang Menggunakan Steroid untuk Mendapatkan Keuntungan Kompetitif Sebenarnya Adalah Pemenang atau Pecundang? h. 298 Fisiologi Jantung Apa, Siapa, dan Kapan Uji Stres h. 338 Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Naik dan Turunnya Hipertensi dan Olahraga h. 400 Darah Doping Darah: Apakah Lebih Banyak Hal Baik Berarti Lebih Baik? h. 415 Pertahanan Tubuh Olahraga: Bantuan atau Gangguan Terhadap Pertahanan Imun? h. 468 Sistem Respirasi Bagaimana Mengetahui Berapa Banyak Kerja yang Dapat Anda Lakukan h. 524 Sistem Urinarius Ketika Protein di Urine tidak Berarti Penyakit Ginjal h. 538 Keseimbangan Asam-Basa dan Cairan Benturan yang Berpotensi Mematikan: Ketika Otot yang Berolahraga Bersaing dengan Mekanisme Pendingin Tubuh untuk Memperebutkan Volume Plasma yang Inadekuat h. 585 Sistem digestif Makan Prapertandingan: Apa yang Masuk dan Apa yang Keluar? h. 628 Keseimbangan Energi dan Regulasi Suhu Apa yang Tidak Dikatakan Timbangan Anda h. 676 Prinsip-Prinsip Endokrinologi Respons Endokrin Terhadap Efek Kombinasi Panas dan Olahraga h. 700 Kelenjar endokrin Perifer Osteoporosis: Kutukan Kerapuhan Tulang h. 760–761 Sistem Reproduksi Ketidakteraturan Haid: Ketika Pesepeda dan Atlet Wanita Lainnya Tidak Bersiklus h. 810 A-17



Referensi Olahraga Berdasarkan Topik Olahraga dan aklimatisasi ke lingkungan panas585 dan refleks didapat 188 aerobik versus anaerobic 40, 43, 289, 294, 297, 522 dan asma 493 dan aterosklerosis 352 dan ketidakteraturan haid atletik 810 dan pseudonefritis atletik 538 dan auto regulasi di ginjal 541 dan doping darah 415 respons kardiovaskular dalam 13, 341, 343, 344, 346, 348, 362, 372, 373, 377, 390, 393, 397, 398, 400, 541, 585, 700 dan beban karbohidrat 294 dan korteks serebral dalam kerja umpan maju 397, 522 perubahan selama 13, 397, 398, 522–523 dan penyakit paru obstruktif kronik 497 kontrol ventilasi selama 523 dan kreatin fosfat 292 dan suplemen keratin 294 distribusi curah jantung selama 372, 373 Efek pada suhu tubuh286, 295, 523, 585, 677, 678, 684 pada densitas tulang 759, 761 pada tekanan darah 397, 398, 400, 541 pada produksi karbon dioksida 70, 515, 522, 523 pada aliran darah koroner 350, 355 pada perkembangan sirkulasi kolateral di jantung 355 pada tatalaksana diabetes mellitu 78, 747, 750–751 pada endorphin 206 pada sekresi epinefrin 295, 523 pada kandungan lemak dalam tubuh 676, 709 pada filtrasi glomerulus 541 pada ambilan glukosa oleh otot selama olahraga 78, 747, 750–751 pada GLUT-4 747 pada sekresi hormon pertumbuhan 709, 755 pada kadar kolesterol-HDL 352 pada jantung 13, 341, 343, 344, 346, 348, 350, 377, 390, 397, 398 pada pertahanan imun 468 pada sekresi insulin 78, 748 pada metabolisme antara 755, 756 pada tekanan intrapleura 494 pada fungsi ginjal 538, 700 pada siklus menstruasi 810 pada laju metabolik 669 pada massa otot 265, 297, 676 pada serat otot oksidatif 297 pada pelepasan oksigen dari hemoglobin 510, 511 pada penggunaan oksigen 506, 507, 508, 510, 522 pada kadar glukosa plasma 78, 628, 748, 750–751 pada volume plasma 585, 700 pada area permukaan paru 507 pada tempat reseptor insulin 78, 747 pada aliran darah ginjal 538



A-18  



b



pada sistem respirasi393, 489, 493, 494, 497, 501, 506, 507, 515, 518, 522–523, 525 pada aktivitas simpatis348, 377, 390, 523, 748 pada waktu pertukaran gas di paru 507 pada sekresi vasopresin 700 pada aliran balik vena 346, 389, 390, 393, 398 pada ventilasi 522, 523 pada kerja pernapasan 497 jenis-ketahanan 294 dan pengeluaran energi 669 energi untuk 292–295 dan kelebihan konsumsi oksigen pasca-olahraga 295 dan pusat olahraga di otak 397, 523 dan kelelahan 289 dan perekrutan transporter glukosa 78, 746–747 dan glikolisis 43, 294 produksi panas selama 12, 295, 512, 523, 585, 669, 678, 683, 700 dan refleks Hering-Breuer 518 dan lipoprotein densitas-tinggi 352 intensitas berat 294 pada lingkungan panas 585, 700 dan hiperpnea 515 dan hipertensi 400 hipertermia dalam 523, 677, 684 dan produksi laktat 40, 294, 522, 594, 595, 605 dan konsumsi oksigen maksimal 508, 524 dan Vo2 maks 524 dan asidosis metabolik 295, 605, adapatasi otot terhadap 297 dan kelelahan otot 294 dan berbagai jenis serat otot 289, 296, 297 dan hipertrofi otot 297 dan nyeri otot 295 dan mioglobin 294 dan obesitas, kekurangan dalam 674 dan fosforilasi oksidatif 40, 294 ketersediaan oksigen selama 294, 506, 507, 510, 522–523 dan defisit oksigen 295 PO2, PCO2, and H1 selama 515, 522 dan makan sebelum pertandingan 628 pemulihan dari 295 dan pompa respirasi 393 dan “runner’s high” 206 dan pompa otot rangka 390 dan stres 737 dan uji stres 338 dan laju keringat 585, 587, 579, 700 dan regulasi suhu 295, 512, 523, 585, 677, 684, 700 dan penurunan berat badan 676 dan kerja pernapasan 497 Fisiologi Olahraga defines 13 uji 338, 524



Apendiks C



Jawaban Bab 1 Mengenal Fisiologi dan Homeostasis



Pertanyaan Objektif



Periksa Pemahaman Anda



10. intrinsik, ekstrinsik 11. 1.d, 2.g, 3.a, 4.e, 5.b, 6.j, 7.h, 8.i, 9.c, 10.f



1.1 (Pertanyaan di h. 2.) 1. ilmu tentang fungsi tubuh 2. untuk meningkatkan luas permukaan tempat penyerapan nutrien dari saluran cerna ke dalam darah 1.2 (Pertanyaan di h. 7.) 1. Tingkat kimia: Berbagai atom dan molekul membentuk strukturstruktur tubuh. Tingkat sel: Bahan kimia tertentu disusun menjadi sel hidup, yang merupakan unit dasar struktur dan fungsi. Tingkat jaringan: Kelompok sel dengan spesialisasi yang serupa disusun menjadi jaringan. Tingkat organ: Suatu organ dibentuk dari berbagai jenis jaringan yang bekerja bersama sebagai suatu kesatuan untuk untuk melaksanakan fungsi atau fungsi-fungsi tertentu. Tingkat sistem tubuh: Suatu sistem tubuh adalah kumpulan organ-organ yang berkaitan yang berinteraksi untuk melaksanakan aktivi­ tas umum yang esensial untuk kelangsungan hidup seluruh tubuh. Tingkat organisme: Berbagai sistem tubuh secara struktur dan fungsi dikemas bersama menjadi tubuh yang utuh, yaitu organisme tunggal multisel yang mampu hidup tanpa bergantung pada lingkungan eksternal di sekitarnya. 2. Setiap sel melaksanakan fungsi dasar sel yang esensial untuk kelangsungan hidupnya sendiri. Selain itu, setiap sel tubuh melaksanakan fungsi khusus yang unik untuk jenis sel tersebut yang berkontribusi untuk kelangsungan hidup keseluruhan tubuh. 1.3 (Pertanyaan di h. 16.) 1. Lingkungan eksternal adalah lingkungan sekitar tempat organisme hidup. Lingkungan internal adalah cairan di dalam tubuh dan di luar sel tempat sel hidup. Cairan intrasel adalah keseluruhan cairan di dalam semua sel tubuh. Cairan ekstrasel adalah cairan di dalam tubuh dan di luar sel dan membentuk lingkungan internal. Cairan ekstrasel dibentuk dari plasma, yaitu bagian cair darah, dan cairan interstisial, yaitu cairan yang mengelilingi dan merendam sel. 2. Lihat Gambar 1-7, h. 12. 1.4 (Pertanyaan di h. 18.) 1. Kontrol intrinsik adalah respons kompensatorik bawaan yang bekerja lokal di dalam organ; kontrol ekstrinsik adalah kontrol sistemik yang diinisiasi di luar organ oleh berbagai sistem pengatur (sistem saraf atau endokrin) untuk memengaruhi aktivitas organ yang bersangkutan. 2. Dalam umpan balik negatif keluaran dari sistem kontrol mendorong variabel yang diatur dalam arah berlawanan terhadap perubahan awal sehingga mengatasi perubahan. Dalam umpan balik positif, keluaran dari sistem kontrol mendorong variabel yang diatur dalam arah yang sama dengan perubahan awal sehingga meningkatkan perubahan tersebut.



(Pertanyaan di h. 19.) 1. e 2. b 3. c 4. T 5. F 6. T 7. jaringan otot, jaringan saraf, jaringan



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 20.) 1. Sistem pernapasan mengeluarkan CO2 yang diproduksi secara internal ke lingkungan eksternal. Penurunan CO2 di lingkungan internal menyebabkan penurunan aktivitas respirasi (yaitu, bernapas menjadi lebih lambat dan dangkal) sehingga CO2 yang diproduksi di dalam tubuh dibiarkan terakumulasi dan tidak dikeluarkan secepat normal ke lingkungan luar. CO2 ekstra yang tertahan di tubuh meningkatkan kadar CO2 di lingkungan internal ke normal. 2. (b) (c) (b) 3. b 4. sistem pertahanan imun 5. Ketika seseorang melakukan olahraga berat, pusat pengatur suhu di otak akan memberi sinyal yang menyebabkan pelebaran pernbuluh darah kulit. Peningkatan aliran darah melalui kulit yang terjadi akan menyalurkan panas tambahan yang dibentuk oleh kontraksi otot ke permukaan tubuh, tempat panas tersebut dikeluarkan ke lingkungan eksternal.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 20.) Hilangnya cairan mengancam kestabilan volume plasma dan tekanan darah normal. Hilangnya getah lambung yang asam mengancam kestabilan pH yang sesuai di lingkungan cairan internal. Sistem kemih akan membantu memulihkan volume plasma dan pH yang sesuai dengan mengurangi jumlah air dan asam yang dikeluarkan melalui urine. Sistem pernapasan akan membantu memulihkan pH dengan menyesuaikan laju pengeluaran CO2 pembentuk asam. Penyesuaian akan terjadi di sistem sirkulasi untuk membantu mempertahankan tekanan darah meskipun terjadi kehilangan cairan. Meningkatnya rasa haus akan meningkatkan asupan cairan untuk membantu memulihkan volume plasma. Perubahan-perubahan kompensatorik di sistem kemih, pernapasan, dan sirkulasi ini, serta sensasi haus, akan diatur oleh dua sistem regulasi, sistem saraf dan sistem endokrin. Selain itu, sistem endokrin akan melakukan penyesuaian internal untuk membantu mempertahankan konsentrasi nutrien dalam lingkungan internal meskipun tidak ada nutrien baru yang diserap dari saluran cerna. A-19



Bab 2 Fisiologi SeI Periksa Pemahaman Anda 2.1 (Pertanyaan di h. 24.) 1. Lihat Tabel 2-1, h. 24 2. Sel-sel ini kurang lebih berukuran sama. 2.2 (Pertanyaan di h. 27.) 1. DNA menyediakan kode genetik bagi sintesis protein dan berperan se-bagai blueprint genetik selama replikasi sel. Kode DNA ditranskripsikan menjadi messenger RNA (mRNA) yang ditranslasikan menjadi protein tertentu oleh ribosom yang mengandung ribonucleic RNA (rRNA). Transfer RNA (tRNA) menyampaikan asam-asam amino yang sesuai ke tempat yang dituju dalam protein yang sedang dibuat. 2. Sitoplasma adalah bagian dalam sel yang tidak ditem-pati oleh nukleus. Sitoplasma terdiri dari organel-organel, sitosol, dan sitoskeleton. Organel ada-lah struktur yang sangat terorganisasi dan berbeda yang melaksanakan fungsi khusus di dalam sel. Sitosol adalah bagian sitoplasma yang mirip jeli yang mengelilingi organelorganel. Sitoske- leton adalah kerangka protein di dalam sitoplasma yang berperan sebagai "tulang" dan "otot" sel dengan menyediakan dukungan dan memungkinkan pergerakan. 2.3 (Pertanyaan di h. 29) 1. Retikulum endoplasma (RE) adalah organel yang kontinu dan ekstensif. RE kasar terdiri dari tumpukantumpukan kantong yang relatif pipih dan saling berhubungan yang bertaburan ribosom yang menyintesis protein. RE halus adalah anyaman tubulus kecil yang saling berhubungan yang pada sebagian besar sel berfungsi sebagai tempat pusat pengemasan dan penguraian bagi produk-produk yang disintesis oleh RE. 2. Disekresikan keluar sel atau digunakan untuk pembentukan membran baru. 2.4 (Pertanyaan di h. 31.) 1. Kompleks Golgi terdiri dari kumpulan kantong terbungkusmembran yang pipih dan sedikit melengkung. Kompleks Golgi (1) memroses bahan baku yang disitesis oleh RE menjadi bentuk akhirnya dan (2) memilah dan mengarahkan produk yang telah selesai ke tempat akhir tujuannya. Marker docking v-SNARE vesikel sekretorik dapat 2. berikatandengan pola gembok-dan-anak kunci hanya pada akseptor marker docking t-SNARE pada membran plasma sasaran sehingga memastikan bahwa vesikel sekretorik hanya dapat masuk di membran plasma untuk melepaskan isinya ke luar sel. 2.5 (Pertanyaan di h. 34.) Enzim hidrolitik mengatalisis hidrolisis, yaitu penguraian 1. molekul organik dengan menambahkan air pada tempat ikatan. 2. Lihat Gambar 2-8, h. 33. 2.6 (Pertanyaan di h. 34.) 1. Peroksisom mendetoksifikasi berbagai limbah dan senyawa asing di dalam sel melalui enzim oksidatifyang menggunakan oksigen untuk memotong hidrogen dari molekul organik ini. 2. hidrogen peroksida (H202) 2.7 (Pertanyaan di h. 43.) 1. Lihat Gambar 2-9a, h. 35 Ketiga 2. tahap respirasi sel adalah (1) glikolisis di sitosol (2) sildus asam sitrat di matriks mitokondria, dan (3) fosforilasi oksidatif (terdiri dari sistem transpor elektron dan kemiosmosis) di membran bagian dalam mitokondria. Pada3.kondisi anaerobik dihasilkan 2 molekul ATP (oleh glikolisis) dan dalam kondisi aerobik dihasilkan 32 molekul ATP (2 oleh glikolisis, 2 oleh siklus asam sitrat, dan 28 oleh fosforilasi oksidatif) dari satu molekul glukosa. 2.8 (Pertanyaan di h. 45.) 1. Ribosom adalah "meja kerja" tempat terjadinya sintesis protein. 2. bebas di dalam sitosol atau melekat ke RE kasar A-20  



appendix c



2.9 (Pertanyaan di h. 46.) 1. Ketika tertutup, vault merupakan tong berongga dan berbentuk octagonal. Ketika terbuka, setiap setengah bagian terlihat seperti bunga mekar dengan delapan "daun bunga" yang melekat pada cincin pusat. 2. Vault dianggap berperan sebagai "truk" sel yang membawa muatan (baik mRNA maupun subunit ribosom) dari nukleus ke tempat sintesis protein di sitoplasma. 2.10 (Pertanyaan di h. 47.) 1. Sentrosom (atau pusat sel) berlokasi di dekat nukleus dan terdiri dari sentriol-sentriol yang dikelilingi oleh massa protein amorf. Ini merupakan pusat pengatur mikrotubulus utama sel. Massa amorf membentuk mikrotubulus ketika sel tidak sedang membelah. 2. Sentriol membentuk gelendong mitotik selama pembelahan sel. 2.11 (Pertanyaan di h. 48.) 1. (1) metabolisme antara, (2) sintesis protein oleh ribosom bebas, dan (3) simpanan nutrien (sebagai glikogen dan lemak) dan vesikel sekretorik 2. Reaksi-reaksi kimia intrasel yang melibatkan degradasi sintesis, dan transformasi gula sederhana, asam amino, dan asam lemak. 2.12 (Pertanyaan di h. 55.) 1. (1) mikrotubulus (mempertahankan bentuk sel yang asimetrik, berfungsi sebagai jalan tol bagi transpor vesikel sekretorik, menyediakan pergerakan bagi silia dan flagella, membentuk gelendong mitotik); (2) mikrofilamen (berperan kunci dalam sistem kontraktil sel, berperan sebagai pembuat kaku); dan (3) filamen antara (membantu menahan stres mekanik) 2. Suatu motor moiekular menempel pada suatu partikel agar dapat ditranspor, kemudian berjalan di sepanjang "jalan tol" mikrotubulus dengan secara bergantian menempelkan dan melepaskan "kaki"nya ketika motor tersebut secara siklik mengayunkan kaki belakang mendahului kaki depan, me-langkah pada suatu molekul tubulin setelah yang lainnya. 3. Pada suatu proses yang disebut melakukan treadmill dalam gerakan amuboid, filamen aktin meluas ke depan pada pinggir bagian yang memimpin melalui penambahan molekul aktin yang telah dibuang dari belakang filamen dan di transfer ke depan filamen, yaitu suatu kerja yang rnendorong pseudopod (tonjolan seperti jari) ke arah depan. Dalam melakukan treadmill, filamen tidak bertambah panjang, filamen hanya maju ke arah depan.



Pertanyaan Objektif



(Pertanyaan di h. 56.) 1. membran plasma 2. asam deoksiribonukleat (DNA), nukleus 3. organel, sitosol, sitoskeleton 4. retikulum endoplasma, kompleks Golgi 5. oksidatif 6. adenosin trifosfat (ATP) 7. S 8. S 9. 1.b, 2.a, 3.b 4.b 10. 1.b, 2.c, 3.c, 4.a, 5.b, 6.c, 7.a, 8.c, 9.c



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 56) 1. b 2. 24 mol 02/hari x 6 mol ATP/mol O2 = 144 mol ATP/hari 144 mol ATP/hari x 507 g ATP/mol = 73.000 g ATP/hari 1000 g/2,2 lb = 73.000 g/x lb 1000 x = 160.600 x = sekitar 160 lb 3. 144 mollhari (7300 kal/mol) = 1.051.200 kal/hari (1051 kilokal /hari) 4. Sekitar 2/3 air tubuh berada di dalam sel. Karena massa seseorang kira-kira adalah 60% air, untuk orang dengan berat 150 pon (68 kg), 68 kg (0,6)(2/3) = 27,2 kg



adalah massa air. Anggaplah bahwa 1 mL air tubuh memiliki berat 1 g. Dengan demikian volume total di dalam sel-sel orang tersebut adalah sekitar 27,2 liter. Volume sel rerata adalah 4 71(1x10-3cm)3 4,2x10-9cm3 = 4,2x10-9mL 3 3 Karena itu, jumlah sel dalam orang 68 kg adalah sekitar 27.2 liters a



1 cell 1000 mL b 5 6.476 3 1012 cells ba 1 L 4.2 3 10 29 mL



5. 150 mg a



1 mL b 5 10,000 mL (10 L) 0.015 mg



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 57) 1. Sel utama memiliki retikulum endoplasma kasar yang banyak, dengan organel ini yang berperan membentuk produk sekretorik protein sel, yaitu pepsinogen. Karena tidak menge-luarkan produk protein ke eksterior sel, sel parietal tidak memerlukan banyak retikulum endoplasma kasar. 2. Pada keracunan sianida, aktivitas sel yang bergantung pada pengeIuaran ATP tidak dapat berlanjut, misalnya pembentukan senyawa kimia baru, transpor membran, dan kerja mekanis. Ketidakmampuan jantung memompa darah dan kegagalan otot pernapasan melakukan gerakan bernapas yang terjadi akan segera menyebabkan kematian. 3. katalase 4. ATP dibutuhkan untuk kontraksi otot. Otot mampu menyimpanbahan bakar nutrien dalam jumlah terbatas untuk digunakan untuk membentuk ATP. Selama olah raga anaerobik, otot menghasilkan ATP dari simpanan nutrien ini melalui glikolisis, yang menghasilkan dua molekul ATP per molekul glukosa yang diproses. Selama olahraga aerobik, otot dapat menghasilkan ATP melalui fosforilasi oksidatif, yang menghasilkan 32 molekul ATP per molekul glukosa yang diproses. Karena glikolisis menghasilkan ATP secara kurang efisien dari nutrien, proses ini cepat menguras simpanan bahan bakar otot yang terbatas, dan ATP tidak lagi dapat diproduksi untuk mempertahankan aktivitas kontraktilitas otot. Sebaliknya, olahraga aerobik dapat dilakukan dalam waktu lama. Fosforilasi oksidatif tidak saja menggunakan bahan bakar nutrien jauh lebih sedikit untuk menghasilkan ATP, tetapi juga dapat menggunakan nutrien yang disalurkan ke otot oleh darah dan tidak mengandalkan simpanan bahan bakar di otot. Olahraga anaerobik yang intens mengalahkan kemampuan tubuh menyalurkan nutrien ke otot melalui darah sehingga otot harus mengandalkan simpanan bahan bakar dan glikolisis yang inefisien sehingga periode olahraga anerobik menjadi terbatas sebelum sumber energi terkuras. 5. kulit. Keratin mutan melemahkan sel-sel kulit pasien epidermolisis bulosa sehingga kulit berlepuh sebagai respons terhadap sentuhan ringan sekalipun.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 57.) Beberapa bentuk herediter sterilitas pria yang disebabkan oleh sperma non-motil dapat ditelusuri ke defek di komponen sitoskeleton flagela sperma. Para pasien ini juga memiliki riwayat sering mengidap penyakit saluran napas karena defek yang sama juga terjadi di silia pernapasan mereka, yang tidak mampu membersihkan mukus dan partikel yang terhirup dari saluran napas.



Bab 3 Membran Plasma dan Potensial Membran Periksa Pemahaman Anda 3.1 (Pertanyaan di h. 65.)



1. Lihat Gambar 3-2, h. 63 2. (1) membentuk kanal, (2) berfungsi sebagai karier, (3) berfungsi sebagai akseptor marker-docking, (4) berfungsi sebagai enzim terikat membran, (5) berfungsi sebagai reseptor, (6) berfungsi sebagai molekul adhesi sel (CAM), dan (7) penting dalam pengenalan "diri" 3.2 (Pertanyaan di h. 68.) 1. (1) desmosom (taut perekat yang merekatkan dua sel yang bersebelahan tetapi tidak bersentuhan, menjangkarkan kedua sel bersama dalam jaringan yang sering teregang); (2) taut erat (taut impermiabel yang menyatukan tepi-tepi lateral sel epitel di dekat tepi luminal sehingga mencegah pergerakan bahan-bahan di antara sel-sel); dan (3) taut celah (taut yang terhubung yang membentuk saluran kecil penghubung yang memungkinkan pergerakan ion bermuatan dan molekul kecil antara dua sel yang bersebelahan) 2. Lihat Gambar 3-4, h. 67 3.3 (Pertanyaan di h. 69.) 1. Bahan-bahan larut lemak dalam berbagai ukuran dapat menemenembus membran plasma tanpa bantuan dengan larut dalam dwilapis lipid. Bahan larut air berukuran kecil (ion) dapat melalui membran tanpa bantuan melalui kanal terbuka yang spesifik untuknya. 2. Gaya pasif tidak memerlukan energi dan gaya aktif memerlukan energi untuk menghasilkan pergerakan menembus membran plasma. 3.4 (Pertanyaan di h. 74.) 1. pergerakan menuruni gradien konsentrasi (mencakup osmosis) dan pergerakan mengikuti gradien listrik 2. Tekanan osmotik adalah tekanan "penarik"; ini merupakan ukuukuran kecenderungan bagi aliran osmotik air ke dalam suatu larutan akibat konsentrasi relatif solut tak-mampu tembus dan air dalam larutan tersebut. Tekanan hidrostatik (cairan) adalah tekanan "pendorong"; ini merupakan tekanan yang ditimbulkan oleh cairan stasioner pada suatu objek. 3. Lihat Gambar 3-13, h. 75. 3.5 (Pertanyaan di h. 83.) 1. Lihat Gambar 3-15, h. 75. 2. Pada dfusi terfasilitasi, karier mengalami perubahan bentuk secara spontan akibat energi termal. Pada transpor aktif primer, fosforilasi (pengikatan gugus fosfat yang berasal dari karier memotong ATP) meningkatkan afinitas karier untuk ion yang melewatinya; pengikatan ini menyebabkan karier mengubah bentuknya. Pada transpor aktif sekunder, perubahan bentuk pada karier kotranspor yang berikatan pada Na+ dan solut yang dipindahkan terjadi akibat adanya gradien konsentrasi Na+ yang diciptakan oleh mekanisme transpor aktif primer. 3. Simpor dan antipor keduanya adalah mekanisme transpor aktif sekunder. Pada simpor, solut yang dikotransporkan bergerak ke hulu dalam arah yang sama dengan ion penggerak yang bergerak ke hilir. Pada antipor, solut yang dikontransporkan bergerak ke hulu dalam arah yang berlawanan dengan ion penggerak yang bergerak ke hilir. 3.6 (Pertanyaan di h. 90.) 1. Karena membran yang beristirahat bersifat 25 hingga 30 kali le-



Jawaban



A-21



potensial ekuilibrium Na+ (+60 mV). Potensial istirahat lebih kecil daripada potensial ekuilibrium K+ karena masuknya Na+ yang berjumlah terbatas menetralkan sebagian potensial yang akan diciptakan oleh hanya K+. 2. Pada keadaan mantap, gaya aktif dan gaya pasif tepat saling memenghilangkan satu sama lain. Pada keseimbangan dinamis, gaya-gaya pasif yang mendorong tepat meniadakan satu sama lain. Pada kedua kasus, tidak terjadi perubahan neto, tetapi energi digunakan untuk mempertahankan keadaan konstan ini pada keadaan mantap tetapi tidak ada energi yang diperlukan dalam keseimbangan dinamis.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 91.) 1. T 2. T 3. T 4. negatif, positif 5. 1.b, 2.a, 3.b, 4.a, 5.c, 6.b, 7.a, 8.b 6. 1.a, 2.a, 3.b, 4.a, 5.b, 6.a, 7.b 7. 1.c, 2.b, 3.a, 4.a, 5.c, 6.b, 7.c, 8.a, 9.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 91.) 1. E 5



Co 61 mV log z Ci



a.



61 mV 1 3 10 23 log 5 1122 mV 2 100 3 10 29



b.



61 mV 110 3 10 23 log 5 263.5 mV 21 10 3 10 23



2. Ix 5 Gx(Vm 2 Ex)



145 mM 5 60.1 mV 15 mM a. 5 1 ns (270 mV 2 60.1 mV) 5 1 ns (2130 mV) 5 2130 pA (A 5 amperes)



tembus dalam larutan lebih sedikit daripada konsentrasi solut takmampu tembus di dalam sel. Osmolaritas keseluruhan CIS pada 300 mOsm/L dibentuk oleh solut tak-mampu tembus. 2. c. Sewaktu Na+ berpindah dari sisi 1 ke sisi 2 menuruni gradien konsentrasinya, Cl- tetap di sisi 1, tidak mampumenembus membran. Pemisahan muatan yang terjadi menghasilkan potensial membran, negatif di sisi 1 karena ion klorida yang tidak memiliki imbangan dan positif di sisi 2 karena ion natrium yang tidak memiliki imbangan. Natrium tidak terus-menerus berpindah ke sisi 2 hingga gradien konsentrasinya lenyap karena terbentuknya gradien listrik yang berlawanan. 3. lebih positif. Karena gradien elektrokimia untuk Na+ mengarah ke dalam, potensial membran akan menjadi lebih positif akibat meningkatnya infiuks Na} ke dalam sel jika membran lebih permeabel terhadap Na} daripada terhadap K+ (Memang, hal inilah yang terjadi selama fase naik potensial aksi jika potensial ambang tercapai; lihat Bab 4.) 4. d. transpor aktif. Mendatarnya kurva menunjukkan saturasi molekul pembawa, sehingga transpor yang diperantarai pembawa terlibat. Grafik mengisyaratkan bahwa transpor aktif sedang digunakan dan bukan difusi terfasilitasi, karena konsentrasi bahan di cairan intrasel lebih besar daripada konsentrasi di cairan ekstrasel di semua titik hingga setelah transpor maksimal tercapai. Karena itu, bahan dibawa melawan gradien konsentrasi sehingga metode transpor yang sedang digunakan pastilah transpor aktif 5. transpor vesikular. Antibodi ibu di lumen saluran cerna bayi diserap oleh sel intestinal oleh endositosis dan dikeluarkan di sisi berlawanan sel ke cairan interstisium oleh eksositosis. Antibodi diambil dari cairan interstisium usus oleh darah yang mengaliri daerah tersebut.



ENa+ 5 61 mV log



b. masuk c. dengan gradien konsentrasi; dengan gradien listrik 3. Vm 5 61 log 5 61 log 5 61 log



PK 1 3K 1 4 o 1 PNa 1 3Na 1 4 o PK 1 3K 1 4 i 1 PNa 1 3Na 1 4 i



11 2 110 2 1 10.04 2 1150 2



11 2 1150 2 1 10.04 2 115 2



10 1 6 150 1 0.6



5 61 log 0.1062 Karena log of 0.106 adalah 20.974 Vm 5 61 (20.974) 5 259 mV Karena itu, potensial membran istirahat bernilai kurang daripada normal (yaitu, sedikit berdepolarisasi daripada normal).



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 92.) 1. Osmolaritas merujuk kepada konsentrasi semua partikel dalam



A-22  



appendix c



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 92.) Sewaktu Cl- dikeluarkan oleh sel usus ke dalam lumen saluran cerna, Na+ mengikuti secara pasif sesuai gradien listrik yang terbentuk. Air secara pasif mengikuti sekresi garam (Na+ dan Cl-) ini melalui proses osmosis. Toksin yang diproduksi oleh patogen kolera menghambat inaktivasi normal mekanisme ini (jalur cAMP; lihat h. 131) yang membuka kanal Cl di membran luminal sel-sel ini. Peningkatan sekresi Cl- dan kemudian sekresi pasif Na+ dan air merupakan penyebab diare berat yang menandai kolera.



Bab 4 Prinsip Komunikasi Saraf dan Hormon Periksa Pemahaman Anda 4.1 (Pertanyaan di h. 97.)



1. Lihat Gambar 4-1, h. 96. 2. Kanal berpintu-listrik membuka atau menutup sebagai respons terhadap perubahan potensial membran. Kanal berpintu kimia berubah konformasi sebagai respons terhadap pengikatan caraka kimia ekstrasel spesifik ke reseptor membran permukaan. Kanal berpintu mekanis berespons terhadap deformasi mekanis seperti peregangan. Kanal berpintu suhu berespons terhadap panas atau dingin. 4.2 (Pertanyaan di h. 99.) 1. Semakin kuat peristiwa pemicu, semakin besar potensial berjenjang. Semakin lama durasi peristiwa pemicu, semakin lama durasi potensial berjenjang.



2. Penyebaran potensial berjenjang semakin menurun karena kebkebocoran ion bermuatan listrik melalui kanal yang terbuka di membran plasma menyebabkan kehilangan arus yang progresif seiring dengan bertambahnya jarak dari tempat awal perubahan potensial. 4.3 (Pertanyaan di h. 111.) 1. Lihat Gambar 4-7, h. 104. 2. (1) Tertutup tetapi dapat membuka (pada potensial istirahat hingga ambang rangsang); (2) terbuka (teraktifkan) (dari ambang rangsang hingga puncak potensial aksi, yaitu selama fase naik); dan (3) tertutup dan tidak dapat membuka (terinaktifkan) (dari puncak potensial aksi hingga kembali ke potensial istirahat, yaitu selama fase turun) 3. Konduksi melompat lebih cepat daripada konduksi menyebar karena pada konduksi melompat potensial aksi meloncat dari satu nodus Ranvier ke nodus Ranvier berikutnya, melewati bagian akson yang bermielin, sedangkan selama konduksi menyebar, potensial aksi harus dihasilkan kembali di dalam setiap bagian akson yang takbermielin dari awal hingga akhirnya. 4.4 (Pertanyaan di h. 121.) 1. Karena terminal prasinaps melepaskan neurotransmitter dan membran subsinaps neuron pascasinaps memiliki kanal-reseptor untuk neurotransmitter tersebut, sinaps hanya dapat berjalan dalam arah dari neuron prasinaps ke neuron pascasinaps. 2. Lihat Gambar 4-16, h. 117. 3. Penjumlahan temporal adalah penjumlahan beberapa EPSP yang terjadi dalam waktu yang sangat berdekatan akibat neuron prasinaps tunggal yang mencetuskan muatan berulang dalam waktu yang singkat. Penjumlahan spasial adalah penjumlahan beberapa EPSP yang dimulai bersamaan dari beberapa neuron prasinaps yang berbeda. 4.5 (Pertanyaan di h. 127.) 1. Suatu sel yang dipengaruhi oleh caraka kimia ekstrasel tertentu 2. Parakrin disekresikan oleh sel lokal dan menimbulkan efek dalam jarak yang dekat pada sel sasaran di sekitarnya. Neurotransmiter disekresikan oleh neuron dan menimbulkan efek dalam jarak yang dekat pada sel sasaran yang disarafinya. Hormon disekresikan ke dalam darah oleh sel kelenjar endokrin dan menimbulkan efek dalam jarak yang jauh pada sel sasaran di tempat jauh. Neurohormon dilepaskan ke dalam darah oleh neuron dan menimbulkan efek dalam jarak yang jauh pada sel sasaran di tempat jauh. 4.6 (Pertanyaan di h. 135.) 1. Lihat Tabel 4-4, h. 129. 2. AMP siklik selalu menimbulkan respons selular dengan memomemodifikasi protein tujuan yang telah ada di dalam sel sasaran. Jenis protein yang dipengaruhi oleh cAMP bergantung pada spesialisasi yang unik pada jenis sel tertentu. Dengan cara ini, caraka kedua yang umum seperti cAMP dapat menginduksi berbagai respons yang sangat berbeda pada berbagai sel karena cAMP memodifikasi berbagai protein yang menyebabkan peristiwa sel yang berbeda. 4.7 (Pertanyaan di h. 137.) 1. Spesifisitas neural bergantung pada kedekatan anatomik terminal neuronal penyekresi-neurotransmiter ke organ sasaran yang disarafinya. Spesifisitas sistem endokrin "nirkabel" bergantung pada spesialisasi reseptor sel sasaran untuk hormon tertentu. 2. Sistem saraf memungkinkan Anda untuk membuka halaman pada buku ini, dan sistem endokrin mempertahankan kadar gula darah Anda.



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 138.) 1. a. 0,6 m (1 dtk/0,7 m) - 0,8571 dtk b. 0,6 rn (1 dtk/120 m) 0,005 dtk c. idak bermielin: 0,8591 dtk; bermielin: 0,007 dtk d. tidak bermielin: 0,8621 dtk; bermielin: 0,01 dtk 2. Waktu hantaran total utuk akson tunggal adalah 1/60 dtk. BiarBiarkan v m/dtk menjadi kecepatan hantaran yang tidak diketahui untuk ketiga neuron. Persamaan kita untuk waktu hantaran total menjadi 1 1 dtk5 a 3 1 m b 1 0.002 dtk v 60 Untuk memperoleh v, kita mengitung v m/sec 5 1 m/(1/60 dtk 2 0.002 sec) 5 68.18 m/sedtk 3. 25 3 10 23 V c



3.3 mS/cm2 1240 mS/cm2 2 2



d log



2401145 2



3.314 2 13.3 1 240 2 mS/cm 5 25 3 1023(11.1361)V 3 mS/cm2 5 0.2784 mA/cm2



Untuk direnungkan (Pertanyaan di h. 139.) 1. Akselerasi. Selama potensial aksi, Na+ memasuki dan K+ menimeninggalkan sel. Potensial aksi yang berulang akan melenyapkan gradien konsentrasi Na+ dan K+ jika pompa Na+-K+ tidak mengembalikan Na+ yang masuk ke luar sel dan yang keluar ke dalam sel. Laju akivitas pompamemang dipercepat oleh peningkatan baik kosentrasi Na+ CIS maupun kosentrasi K+ CES akibat aktivitas potensialaksi, sehingga mempercepat pemulihan gradien kosentrasi. 2. c. Potensial aksi akan berhenti ketika bertemu di tengah. Sewaktu kedua potensial aksi yang bergerak ke arah satu sama lain mencapai bagian tengah akson, kedua bercak membran yang berdekatan di bagian tengah akan berada dalam periode refrakter sehingga penjalaran potensial aksi lebih lanjut tidak mungkin berlangsung. 3. Tangan dapat ditarik menjauhi kompor panas oleh fleksi siku yang dilaksanakan oleh penjumlahan EPSP di badan sel neuron-neuron yang mengontrol otot biseps sehingga neuron-neuron ini mencapai ambang. Potensial aksi yang kemudian terbentuk di neuron-neuron ini akan merangsang kontraksi bisep. Kontraksi bersamaan otot trisep, yang akan melawan fleksi siku, dapat dicegah oleh pembentukan IPSP di badan-badan sel neuron yang rnengontrol otot ini. IPSP ini akan menahan neuron-neuron otot trisep agar tidak mencapai ambang dan melepaskan muatan sehingga trisep tidak terangsang untuk berkontraksi. Lengan dapat dengan sengaja diluruskan meskipun dilakukan penusukan yang menimbulkan nyeri dengan secara sengaja membentuk EPSP untuk mengatasi IPSP refleks di badan sel neuron-neuron yang mengontrol triseps sementara secara bersamaan menghasilkan IPSP untuk mengalahkan EPSP refleks di badan sel neuron-neuron yang mengontrol biseps. 4. Suatu EPSP, karena merupakan potensial berjenjang, menyebar



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 137.) 1. B 2. S 3. S 4. S 5. B 6. S 7. periode refrakter 8. axon hillock 9.sinaps 10. penjumlahan temporal 11. penjumlahan spasial 12. konvergensi, divergensi 13. protein G 14, reseptorkanal, reseptorenzim, reseptor bergandeng protein G 15. 1.b, 2.a, 3.a, 4.b, 5.b, 6.a 16. 1.a, 2.b, 3.a, 4.b, 5.d, 6.b, 7.b, 8.b, 9.a, 10.b, 11.a, 12.c Jawaban



A-23



EPSP yang lebih lemah dari B di axon hillock mungkin kurang cukup untuk membawa bagian ini ke ambang. Karena itu, kedekatan suatu neuron prasinaps dengan axon hillock dapat membiaskan pengaruhnya pada sel pascasinaps. 5. (1) Angiotensin receptor blockers (ARB) menurunkan tekanan menurunkan beban garam yang aktif secara osmotik (penahan-air) di dalam tubuh, sehingga menurunkan volume plasma darah. Semakin besar volume plasma, dan karenanya volume darah, semakin besar tekanan darah, semua faktor lain sebanding. (2) penyekat reseptor adrenergik pi menekan kerja epinefrin pada jantung, sehingga menurunkan laju dan kekuatan kontraksi jantung. Semakin cepat dan semakin kuat denyut jantung, semakin banyak darah yang dipompa ke dalam pembuluh darah setiap menitnya dan semakin besar tekanan yang ditimbulkan oleh darah pada dinding pembuluh darah, semua faktor lain sebanding. 6. Estrogen yang bekerja pada sel kanker payudara yang dependen terhadap estrogen mendorong kesintasan sel ini. Dengan memengaruhi kemampuan estrogen untuk berikatan dengan reseptornya di sel kanker payudara, selective estrogen receptors modulator (SERM) mencegah estrogen agar tidak mendorong kesintasan sel-sel ini. SERM dikonsumsi selama bertahun-tahun setelah pengangkatan jaringan kanker payudara dengan tujuan untuk menghambat setiap sel kanker yang mungkin tersisa di tubuh. Karena SERM memengaruhi pengikatan estrogen (suatu hormon steroid lipofilik) dengan reseptornya, yang terletak di dalam sel sasaran, seseorang dapat menduga bahwa SERM juga harus memasuki sel sasaran. Oleh sebab itu, SERM harus bersifat lipofilik, sehingga SERM dapat dikonsumsi per oral tanpa risiko dihancurkan oleh enzim pencerna-protein di saluran cerna.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h139.) Inisiasi dan penjalaran potensial aksi tidak akan terjadi di saraf yang mendapat anestetik lokal karena terhambatnya kanal Na} oleh anestetik lokal mencegah pembukaan massif kanal Na+ berpintu listrik pada potensial ambang. Akibatnya, impuls nyeri (potensial aksi di serat saraf yang membawa sinyal nyeri) tidak akan terbentuk dan menjalar ke otak dan mencapai ambang kesadaran.



Bab 5 Sistem Saraf Pusat Periksa Pemahaman Anda



5.1 (Pertanyaan di h. 148.) 1. Lihat Gambar 5-1, h. 144. 2. Sebuah neuron aferen memiliki reseptor sensorik di ujung perifperifernya, sebuah akson perifer yang panjang (serat aferen), sebuah badan sel tanpa impuls prasinaps yang berlokasi di sebelah medula spinalis, dan sebuah akson sentral yang pendek yang berakhir di medula spinalis. Neuron aferen menghantarkan sinyal dari perifer ke SSP. Badan sel neuron eferen terletak di SSP dan memiliki banyak masukan prasinaps yang berkonvergensi padanya. Akson perifernya yang panjang (serat eferen) bercabang menjadi terminal akson di organ efektor. Neuron eferen membawa perintah dari SSP ke organ efektor. Berbeda dengan neuron aferen dan eferen yang terutama terletak di SST, interneuron seluruhnya terletak di SSP. Badan sel sebuah interneuron menerima masukan yang konvergen dari neuron aferen dan interneuron lain serta keluarannya yang divergen berakhir di neuron eferen atau interneuron lainnya. Interneuron penting dalam mengintegrasikan informasi aferen dan merumuskan respons eferen serta untuk melaksanakan semua fungsi luhur yang berkaitan dengan "pikiran". Untuk sel glia, lihat Gambar 5-3 dan Tabel 5-1, h. 146.



A-24  



appendix c



5.2 (Pertanyaan di h 151.) 1. dura mater, araknoid mater, dan pia mater 2. Taut erat secara anatomis mencegah transpor di antara sel-sel yang membentuk dinding kapiler otak, dan karier terikat membran yang sangat selektif secara fisiologis membatasi transpor melalui sel-sel ini. Kedua mekanisme ini bersama-sama membentuk sawar darah otak. 5.3 (Pertanyaan di h. 153.) 1. 1. Batang otak 2. Serebelum 3. Otak depan a. Diensefalon (1) Hipotalamus (2) Talamus b. Serebrum (1) (Nukleus basal (2) (2) Korteks serebrum 2. Tanpa konvolusinya, korteks manusia akan menempati area yang tiga kali lebih besar serta tidak akan sesuai sebagai penutup yang menutupi struktur-struktur di bawahnya. 5.4 (Pertanyaan di h. 163.) 1. Lihat gambar 5-10, h. 156. 2. Kemampuan otak untuk berubah atau dibentuk ulang dari segi fungsi sebagai respons terhadap kebutuhan yang ditujukan terhadapnya 5.5 (Pertanyaan di h. 165.) 1. Semua masukan sensorik pada perjalanannya ke korteks bersinap di talamus, yang melenyapkan sinyal yang tidak penting dan meneruskan sinyal yang penting ke area korteks yang sesuai. Dengan cara ini, talamus berperan sebagai stasiun pemancar bagi persiapan pemrosesan masukan sensorik. 2. hipotalamus 5.6 (Pertanyaan di h. 167.) 1. emosi, pola kesintasan dasar dan perilaku sosioseksual, motivasi, dan pembelajaran 2. Amigdala 5.7 (Pertanyaan di h. 176.) 1. proses pemindahan dan penetapan jejak memori jangka pendek menjadi simpanan memori jangka panjang 2. Memori jangka pendek melibatkan modifikasi sesaat pada fungsi pada fungsi sinaps yang telah ada, seperti peningkatan pelepasan neurotransmiter dari neuron prasinaps atau peningkatan kepekaan neuron pascasinaps terhadap neurotrasmiter. Memori jangka panjang melibatkan aktivasi gen dan sistesis protein yang menyebabkan perubahan struktur dan fungsi yang relatif permanen, seperti pembentukan sinaps baru. 3. Hipokampus penting untuk memori deklaratif, yaitu memori "apa" tentang orang, tempat, objek, fakta, dan peristiwa tertentu yang sering terjadi setelah seseorang mengalaminya. Serebelum berperan esensial dalam memori procedural "bagaimana untuk" yang melibatkan kemampuan moto rik yang didapatkan dari latihan berulang. Korteks asosoasi prefrontal merupakan penggerak utama mernori kerja, yang menahan sesaat data terkini yang relevan-baik informasi baru maupun pengetahuan didapat dari simpanan memori-serta memanipulasi dan menghubungkannya untuk melaksanakan fungsi berargumen yang kompleks. 5.8 (Pertanyaan di h. 177.) 1. Vestibuloserebelum mempertahankan keseimbangan dan mengmengontrol gerakan mata. Spinoserebelum meningkatkan tonus otot dan mengoordinasikan gerakan volunter dan terlatih. Serebroserebelum berperan dalam perencanaan dan memulai aktivitas volunter serta menyimpan memori procedural. 5.9 (Pertanyaan di h. 182.) 1. merujuk kepada kewaspadaan subjektif tentang dunia luar dan diri.



2. (1) Sistem arousal, yang diatur oleh sekelompok neuron di hipotalamus dan melibatkan sistem aktivasi retikuler di batang otak; (2) pusat tidur gelombang lambat di hipotalamus yang mengandung neuron sleep-on yang menginduksi tidur gelombang larnbat; dan (3) pusat tidur paradoksik di batang otak, yang menjadi tempat neuron REM sleep-on yang berganti dari tidur gelombang lambat ke tidur REM 5.10 (Pertanyaan di h. 190) 1. Lihat Gambar 5-26, h. 188 185. 2. Traktus adalah sekumpulan serat saraf (akson inter-neuron panjang) dengan fungsi yang sama yang berjalan ke atas (traktus asenden) atau berjalan ke bawah (traktus desenden) di substansia alba medula spinalis. Ganglion adalah sekumpulan badan sel neuron yang terletak di luar SSP. Inti, atau nukleus, adalah kumpulan badan sel neuron yang fungsional yang terletak di dalam SSP. Nervus adalah sekumpulan akson perifer (baik serat aferen maupun eferen) yang tertutup oleh pelapis jaringan ikat dan mengikuti jalur yang sama.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h 191.) 1. S 2. S 3. S 4. B 5. S 6. S 7. habituasi 8. konsolidasi 9. dorsal, ventral 10. 1.a, 2.c, 3.a dan b, 4.b, 5.a, 6.c, 7.c 11. 1.d, 2.c, 3.f, 4.e, 5.a, 6.b



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 192.)



1. Hanya hemisfer kiri yang mempunyai kemampuan bahasa. Ketika pembagian informasi antara kedua hemisfer dihambat akibat terputusnya korpus kalosum, informasi visual yang hanya disajikan ke hemisfer kanan tidak dapat secara verbal diidentifikasi oleh hemisfer kiri karena hemisfer kiri tidak menyadari informasi tersebut. Namun, informasi dapat dikenali melalui cara-cara non-verbal, yang mampu dilakukan hemisfer kanan. 2. c. Pukulan keras ke bagian belakang kepala kemungkinan besar mencederai korteks penglihatan di lobus oksipital. 3. Insulin yang berlebihan mendorong glukosa dalam jumlah bessar masuk ke sel-sel dependen-insulin sehingga glukosa darah turun di bawah normal dan otak yang non-dependen insulin kurang mendapat pasokan glukosa. Karena itu, otak, yang bergantung pada glukosa sebagai sumber energi, tidak mendapat makanan yang memadai. 4. Salivasi ketika melihat atau mencium makanan, menekan hurruf yang tepat ketika mengetik, dan banyak tindakan yang dilakukan sewaktu mengemudi mobil adalah refleks terkondisi. Anda jelas dapat menyebutkan banyak contoh lain. 5. Stroke terjadi jika sebagian otakmengalami kekurangan pasokan O2 dan glukosa yang vital karena pembuluh darah otak yang mendarahi bagian tersebut tersumbat oleh bekuan atau telah pecah. Meskipun obat pelarut bekuan dapat membantu memulihkan aliran darah melalui pembuluh darah yang tersumbat bekuan, obat semacam ini akan berbahaya pada kasus ruptur pembuluh darah otak yang ditambal oleh bekuan. Larutnya bekuan yang menambal pembuluh yang pecah akan menyebabkan kekambuhan perdarahan melalui pembuluh dan memperberat masalah.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h 192.) Defisit setelah stroke-rasa baal dan paralisis parsial di sisi kanan atas tubuh dan ketidakmampuan berbicara-menunjukkan kerusakan di korteks somatosensorik kiri dan korteks motorik primer kiri di regioregio yang memengaruhi bagian atas tubuh plus daerah Broca.



Bab 6 Sistem Saraf Perifer: Divisi Aferen; Indera khusus Periksa Pemahaman Anda



6.1 (Pertanyaan di h 203.) 1. Stimulus adalah perubahan yang dapat dideteksi oleh tubuh. Potensial reseptor adalah perubahan potensial berjenjang di reseptor sebagai respons terhadap suatu stimulus. Labelled line adalah jalur neural yang masuk dan dimasuki yang membawa informasi yang sesuai dengan modalitas sensorik tertentu yang dideteksi oleh jenis reseptor khusus di tempat spesifik di perifer dan dihantarkan ke area yang dituju di korteks somatosensorik. Persepsi adalah interpretasi yang disadari mengenai dunia luar ketika diciptakan oleh otak dari masukan sensorik yang diterimanya. 2. Lihat Gambar 6-4, h 199. 3. Ukuran lapang reseptif untuk neuron sensorik di lidah Anda akan Iebih kecil daripada untuk neuron sensorik di punggung Anda karena lidah Anda memiliki kemampuan diskriminatif yang lebih besar daripada punggung Anda. 6.2 (Pertanyaan di h 206.) 1. Serat delta-A membentuk jalur nyeri cepat yang membawa sinyal yang berasal dari nosiseptor mekanis dan suhu. Serat C membentuk jalur nyeri lambat yang membawa impuls dari nosiseptor polimodal. 2. Opiat endogen berperan sebagai analgesik endogen dengan berikatan dengan reseptor opiat di tonjolan sinaptik serat nyeri aferen tempat opiat menghambat pelepasan neuro-transmiter nyeri, substansi P, sehingga memblok transmisi sinyal nyeri lebih lanjut. 6.3 (Pertanyaan di h. 227.) 1. Lihat Gambar 6-21a, h. 214. 2. Ketika fotopigmen menyerap cahaya, retina berubah bentuk ke semua- trans, mengaktifkan fotopigmen. Fotopigmen yang telah diaktifkan mengaktifkan protein G transdusin, yang kemudian mengaktifkan enzim intrasel fosfodiesterase. Pada keadaan gelap, caraka kedua cGMP menjaga kanal Na+ berpintu kimia agar tetap terbuka, sehingga menyebabkan kebocoran pasif ke arah dalam yang bersifat medepolarisasi (arus gelap). Fosfodiesterasa yang telah teraktifkan mendegradasi cGMP, mengizinkan kanal N+ berpintu kimia ini untuk menutup, menghentikan kebocoran Na+ yang bersifat mendepolarisasi dan menyebabkan hiperpolarisasi fotoreseptor (potensial reseptor) 3. Lihat Tabel 6-3, h. 220. 6.4 (Pertanyaan di h. 240.) 1. 1.Telinga tengah mengamplifikasi getaran membran timpani dan mengubahnya menjadi gerakan seperti-gelombang di cairan telinga dalam dengan frekuensi yang sama seperti gelombang suara mula-mula. 2. Diskriminasi nada bergantung pada area membran basiler yang dalam keadaan normal bervibrasi maksimal terhadap frekuensi suara tertentu. Diskriminasi intensitas bunyi bergantung pada amplitudo getaran. Diskrimanasi warna nada bergantung pada nada tambahan beragam frekuensi yang menyebabkan banyak titik di sepanjang membran basiler bergetar bersama tetapi kurang kuat intensitasnya daripada nada pokok. 3. Lihat Gambar 6-40, h. 238. 6.5 (Pertanyaan di h. 245.) 1. asin (dirangsang oleh garam kimiawi); asam (disebabkan oleh H+ bebas di dalam asam); manis (ditimbulkan oleh konfigurasi tertentu glukosa atau oleh pemanis buatan, yang merupakan molekul organik yang strukturnya mirip glukosa tetapi tidak mengandung kalori); pahit (ditimbulkan oleh alkaloid atau senyawa beracun sehingga mencegah penelanan senyawa yang berpotensi berbahaya); umami (dipicu oleh asam amino, terutama glutamat, seperti dalam daging) 2. Suatu odoran diuraikan menjadi berbagai komponen, dan seti-



  



A-25



tertentu yang dapat memiliki kesamaan umum oleh penciuman multipel. Setiap glomerulus pada bulbus olfaktorius hanya menerima sinyal dari reseptor yang mendeteksi komponen odor tertentu. Diskriminasi odor didasarkan pada Geragam PoIa. glomerulus ("file hidu") yang diaktifkan oleh berbagai aroma.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h 246.) 1. transduksi 2. rangsangan yang adekuat 3. S 4. B 5. B 6. B 7. S 8. S 9. B 10. B 11. S 12. 11, 2.h, 3.1, 4.d, 5.i, 6,e, 7.b, 8.j, 9.a, 10.g, 11.c, 12.k 13. 1.a, 2.b, 3.c, 4.c, 5.c, 6.a, 7.b, 8.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 247.) 1. Jalur nyeri lambat memerlukan waktu sekitar (1,3 m) (1 dtk/12 m) = 0,1083 dtk. Jalur cepat memerlukan waktu (1,3 m) (1 dtk/30 m) = 0,0433 dtk. Perbedaannya adalah 0,1083 — 0,0433 dtk = 0,065 dtk = 65 mdtk. 2. a. Jumlah cahaya yang masuk ke mata kira-kira setara dengan luas pupil yang terbuka. Ingatlah bahwa luas lingkaran adalah 7tr2. Misalkan r adalah jari-jari pupil dan Al adalah luas pupil semula. Membagi dua garis tengah juga sama dengan membagi dua jari-jari, sehingga luas pupil yang baru adalah. 1 1 2 1 p a r b 5 pr 2 5 A1 2 4 4



Karena itu, jumlah cahaya yang dibiarkan masuk ke mata adalah seperempat dari jumlah cahaya yang semula masuk. b. Luas segiempat adalah hw, dengan h adalah tinggi dan w adalah lebar. Membagi dua salah satu dimensi akan membagi dua luas sehingga jumlah cahaya yang dibiarkan masuk ke dalam mata juga menjadi separuhnya. c. Pupil kucing dapat dianggap lebih presisi. Pikirkanlah tentaang pengaturan/penyesuaian kasar dan halus di sebuah mikroskop. Penyesuaian halus menerjemahkan putaran tombol menjadi gerakan tatakan objek yang jauh lebih kecil daripada penyesuaian kasar. 3. a. Pecahkan yang berikut untuk I: b 5 (10 dB) log10 (I/I0) I 5 I010B/10W/m2 Karena itu, I1 5 10212 (1020/10) 5 10212 (102) 5 10210 W/m2 I2 5 10212 (1070/10) 5 10212 (107) 5 1025 W/m2 I3 5 10212 (10120/10) 5 10212 (1012) 5 1 W/m2 I4 5 10212 (10170/10) 5 10212 (1017) 5 105 W/m2 b. Karena logaritma dalam definisi desibel, intensitas suara meningkat secara eksponensial dalam kaitannya dengan tingkat suara. Kenyataan ini seharusnya telah jelas dari definisi dB yang dipecahkan untuk I. Hasil ini mengisyaratkan bahwa telinga manusia dapat berfungsi baik dalam kisaran intensitas suara yang sangat lebar.



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 248.) 1. Nyeri adalah suatu peringatan sadar bahwa sedang atau akan terjadi kerusakan jaringan. Pasien yang tidak mampu merasakan nyeri karena suatu penyakit saraf tidak akan secara sadar melakukan tidakantindakan untuk menarik diri atau bagian tubuh dari rangsangan nyeri sehingga dapat mencegah kerusakan jaringan lebih serius. 2. Dilatasi pupil (midriasis) dapat secara sengaja diinduksi dengan penetesan obat adrenergik (misalnya epinefrin atau senyawa terkait) atau obat penghambat kolinergik (misalnya epinefrin atau senyawa A-26  



appendix c



terkait) atau obat penghambat kolinergik (misalnya atropin atau senyawa terkait). Obat adrenergik menimbulkan midriasis dengan menyebabkan kontraksi otot radial (dilator) iris yang disarafi oleh sistem simpatis. Obat penghambat kolinergik menyebabkan dilatasi pupil dengan menghambat aktivitas parasimpatis ke otot sirkular (konstriktor) iris sehingga kerja otot radial iris yang dikontrol secara adrenergis tidak mendapat imb angan. 3. Defek akan terletak di traktus optikus kiri atau radiasi optikus. 4. Penimbunan cairan di telinga tengah yang menyertai infeksi telinga tengah akan menghambat gerakan normal membran timpani, osikulus, dan jendela oval sebagai respons terhadap suara. Getaran semua struktur ini menjadi berkurang akibat adanya cairan sehingga terjadi gangguan pendengaran sementara. Akumulasi kronik cairan di telinga tengah kadang-kadang diatasi dengan pemasangan selang drainase di gendang telinga. Pendengaran dipulihkan ke normal setelah cairan mengalir keluar. Biasanya selang tersebut terlepas sendiri se-iring dengan penyembuhan gendang telinga yang mendorong benda asing keluar. 5. Sensasi penciuman berkurang ketika Anda menderita pilek, meskipun virus pilek tidak secara langsung mengganggu sel reseptor olfaktorius, karena odoran tidak dapat dengan mudah mencapai sel reseptor akibat membengkaknya lapisan membran mukosa saluran hidung dan adanya mukus yang berlebihan.



Pertimbangan Klinis



(Pertanyaan di h. 248.) Sinkop paling sering terjadi karena berkurangnya penya-luran darah yang mengandung cukup oksigen dan glukosa ke otak. Kemungkinan penyebab mencakup gangguan sirkulasi misalnya gangguan pemompaan oleh jantung atau tekanan darah rendah; penyakit pernapasan yang menyebabkan darah kurang teroksigenasi; anemia, yaitu ketika kernampuan darah mengangkut oksigen berkurang; atau penurunan glukosa darah akibat penanganan kadar glukosa darah yang tidak sesuai oleh sistem endokrin. Vertigo, sebaliknya, biasanya terjadi karena disfungsi perangkat vestibulum telinga yang timbul, misalnya, karena infeksi virus atau trauma, atau gangguan pemrosesan informasi vestibulum oleh saraf seperti, sebagai contoh, pada tumor otak.



Bab 7 Sistem Saraf Perifer: Divisi Eferen Periksa Pemahaman Anda 7.1 (Pertanyaan di h 259.)



1. Lihat Gambar 7-2, h. 253. 2. Sistem saraf simpatis dominan pada keadaan emergensi atau kekeadaan stres (berjuang-atau-lari) dan mendorong respons yang mempersiapkan tubuh terhadap aktivitas fisik berat. Sistem saraf parasimpatis dominan pada keadaan tenang dan relaksasi (istirahatdan-mencerna) dan mendorong aktivitas "rumah tangga umum" seperti pencernaan 3. Medula adrenal merupakan modifikasi ganglion simpatis yang tidak menjadi serat pascaganglionik tetapi mengeluarkan hormon epinefrin dan norepinefrin ke dalam darah jika dirangsang oleh serat praganglionik. 7.2 (Pertanyaan di h. . 261.) 1. Sistem saraf autonom mempersarafi otot jantung, otot polos, sebagian besar kelenjar eksokrin, beberapa kelenjar endokrin, dan jaringan adiposa. Sistem saraf somatik mempersarafi otot rangka. 2. Neuron motorik dianggap jalur umum terakhir karena satu-satu nya jalan bagi bagian lain sistem saraf memengaruhi aktivitas otot rangka adalah pada umumnya dengan bekerja pada neuron motorik ini.



7.3 (Pertanyaan di h. 268.) 1. Asetilkolin (ACh) adalah neurotransmiter taut neuromuskular. Ketika dilepaskan dari tombol terminal neuron motorik dalam merespons potensial aksi, ACh berikatan dengan dan membuka kanalreseptor kation nonspesifik di ujung cakram motorik serat otot. Pergerakan ion yang terjadi menyebabkan potensial end-plate, yang menginisiasi potensial aksi pemicu-kontraksi yang dijalarkan di sepanjang serat otot. Asetilkolinesterase (AChE) adalah enzim di membran cakram motorik yang menginaktifkan ACh. Dengan menghilangkan ACh, AChE memungkinkan terjadinya relaksasi (tidak ada pelepasan ACh lebih lanjut) atau melanjutkan terjadinya kontraksi (dilepaskan ACh lebih banyak), bergantung pada kebutuhan tubuh saat itu. 2. EPP lebih besar daripada EPSP. Karena besarnya, EPP dalam keadaan normal berjumlah cukup besar untuk mendorong aliran listrik lokal yang cukup untuk menyebabkan membran otot di sebelah cakram motorik mencapai ambang, sehingga menginisiasi potensial aksi. Oleh sebab itu, transmisi potensial aksi satu-ke-satu terjadi di antara sebuah neuron motorik dan serat otot di taut neuromuskular. Sebaliknya, satu EPSP besarnya tidak cukup untuk menyebabkan neuron pascasinaps mencapai ambang. Penjumlahan beberapa EPSP yang berasal dari beberapa potensial aksi prasinaps diperlukan untuk menginisiasi potensial aksi di neuron pascasinaps.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 268.) 1. B 2. S 3. c 4. c 5. simpatis, parasimpatis 6. medula adrenal 7. 1.a, 2.b, 3.a, 4.b, 5.a, 6.a, 7.b 8. 1.b, 2.b, 3.a, 4.a, 5.b, 6.b, 7.a 9. 1.c,f 2.a, 3.d,f, 4.e, 5.e, 6.b,f



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 269.) 1. t 5 5



1200 nm2 2 x2 5 2D 2 3 1025 cm2/dtk



4 3 10 214 m2 # sec 104 cm2 a b 5 20 mdtk 2 3 10 25 cm2 m2



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 269.) 1. Dengan mendorong konstriksi arteriol, epinefrin yang diberikan bersama dengan anestetik lokal mengurangi aliran darah ke bagian yang bersangkutan sehingga membantu obat anestetik bertahan di bagian tersebut tanpa dibawa keluar oleh darah. 2. Tidak. Atropin menghambat efek asetilkolin di reseptor muskarinik tetapi tidak memengaruhi reseptor nikotinik. Reseptor nikotinik terdapat di cakram motorik serat-serat otot rangka. 3. Sfingter uretra eksternal yang dikontrol oleh kesadaran terdiri dari otot rangka dan disarafi oleh sistem saraf somatik. 4. Dengan mengganggu aktivitas asetilkolin normal di taut neuromuskulus, a-bungarotoksin menyebabkan paralisis otot rangka, yang akhirnya menyebabkan kematian akibat terhambatnya kontraksi diafragma dan bernapas. 5. Jika neuron-neuron motorik yang mengontrol otot pernapasan, khususnya diafragma, rusak oleh poliovirus atau sklerosis lateral amiotrofik, orang yang bersangkutan tidak mampu bernapas dan meninggal (kecuali jika pernapasannya dibantu oleh alat).



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 269.) Obat yang menghambat reseptor 131 bermanfaat untuk terapi jangka-panjang angina pektoris karena obat ini menghambat stimulasi simpatis jantung selama olahraga atau situasi stres emosional. Dengan mencegah peningkatan metabolisme jantungdan karenanya menghambat peningkatan kebutuhan akan penyaluran oksigen ke otot jantung selama keadaan-keadaan tersebut, penyekat beta dapat mengurangi frekuensi dan keparahan serangan angina.



Bab 8 Fisiologi Otot Periksa Pemahaman Anda 8.1 (Pertanyaan di h. 277.) 1. Serat otot terdiri dari miofibril yang berada di sepanjang serat otot; pada umumnya, diameter serat otot yang lebih besar mengandung miofibril yang lebih banyak. Otot terdiri dari serat-serat otot di keseluruhan panjangnya; pada umumnya, otot yang berdiameter lebih besar memiliki lebih banyak serat otot. 2. Protein regulatorik, troponin, berikatan dengan aktin dan tropomiosin. Pada keadaan relaksasi, troponin mengambil konformasi yang menyebabkan tropomiosin menutupi tempat ikatan jembatan-silang miosin pada molekul aktin. 8.2 (Questions on p. 284.) 1. Lihat Gambar 8-7, h. 278. 2. Reseptor dihidropiridin berperan sebagai sensor berpintu-listrik yang diaktifkan oleh potensial aksi sewaktu potensial tersebut menjalar di sepanjang tubulus T. Reseptor dihidropiridin yang diaktifkan memicu pembukaan kanal pelepas-Ca2+ (reseptor rianodin) di kantong lateral retikulum sarkoplasma yang berada di sebelahnya sehingga memungkinkan pelepasan Ca2+ dari kantong lateral. Ca2+ yang dilepaskan ini mereposisi kompleks troponin-tropomiosin sehingga aktin dan jembatan-silang miosin dapat berinteraksi untuk melaksanakan kontraksi. 3. Lihat siklus jembatan-silang di Gambar 8-12, h. 283 ATP berikatan dengan kepala miosin dan menyebabkan kepala terlepas dari molekul aktin. Selama pengokangan kepala miosin, ATP dihidrolisis menjadi ADP dan Pi. Ketika kepala miosin berikatan dengan aktin, Pi dilepaskan dari kepala selama kayuhan kuat. ADP dilepaskan dari kepala miosin setelah kayuhan kuat. 8.3 (Pertanyaan di h. 292.) 1. Kontraksi yang lebih kuat dapat dicapai dengan perekrutan unit motorik, penjumlahan kedutan-tetanus, penempatan otot pada panjang optimalnya, ketiadaan lelah, dan hipertrofi otot (latihan kekuatan). 2. Pada penjumlahan kedutan, kadar Ca2+ sitosol ditingkatkan oleh pelepasan Ca2+ berulang dari kantong lateral. Selain itu, dengan eksitasi berulang sel otot rangka, tidak tersedia cukup waktu bagi retikulum sarkoplasma untuk memompa kembali semua Ca2+ yang dilepaskan ke dalam kantong lateral di antara dua potensial aksi. Kadar Ca2+ yang meningkat dan bertahan lama menyebabkan pemanjangan pajanan tempat ikatan jembatan-silang miosin untuk berinteraksi dengan aktin sehingga memungkinkan terjadinya kayuhan kuat yang lebih besar. 8.4 (Pertanyaan di h. 299.) 1. Otot tungkai (tongkat pemukul) kalkun terutama terdiri dari serat otot merah, yang banyak memiliki mitokondria, kadar tinggi mioglobin, kandungan rendah glikogen, dan relatif sedikit emzim glikolitik. Otot tungkai kalkun dibentuk untuk ketahanan, bukan untuk kecepatan atau kekuatan. Sebaliknya, otot dada kalkun, terutama terdiri dari serat otot putih, memiliki relatif sedikit mitokondria, kandungan



  



A-27



rendah mioglobin, kandungan tinggi glikogen, dan enzim glikolitik yang melimpah. Otot dada dibentuk untuk kecepatan dan kekuatan, tetapi kurang ketahanan (misalnya, kalkun hanya dapat terbang untuk jarak yang pendek). 2. ATP akan timbul dari sumber-sumber ini selama perlombaan, tetapi fosforilasi oksidatif akan menyediakan lebih banyak ATP yang dihabiskan selama peristiwa ini. 8.5 (Pertanyaan di h. 306.) 1. Laju pelepasan impuls neuron motorik bergantung pada pengaruh relatif sinyal eksitatorik dan inhibitorik yang diterimanya dari jalur aferen dan neuron yang berasal dari korteks motorik primer dan batang otak. Masukan-masukan ini dapat bekerja langsung pada neuron motorik atau, lebih umumnya, melalui interneuron di tingkat medula spinalis yang bersesuaian. 2. Lihat Gambar 8-27, h. 305, yang menunjukkan refleks monosinaptik komponen-komponennya mencakup reseptor gelendong otot, neuron aferen, neuron eferen (neuron motorik alfa), dan otot kuadrisep paha. 3. (a) Jika neuron motorik gama diaktifkan dan neuron motorik alfa dinonaktifkan, serat intrafusal akan berkontraksi dan meregang bagian nonkontraktil gelendong otot. Ini akan menyebabkan reseptor primer dan sekunder meningkatkan laju pencetusan impulsnya. (b) Jika neuron motorik gama tidak diaktifkan dan neuron motorik alfa diaktifkan, reseptor akan menurunkan laju cetusannya dan berhenti mencetuskan impuls karena gelendong otot akan mengendur karena keseluruhan otot memendek. 8.6 (Pertanyaan di h. 314.) 1. Pada otot rangka dan otot polos, kayuhan jembatan-silang yang ditenagai oleh ATP menyebabkan ftlamen tipis bergeser terhadap filamen tebal yang diam. Pada otot rangka, molekul miosin tersusun sedemikian rupa sehingga tidak ada kepala yang terletak di zona H yang kosong di tengah sarkomer, dan semua kayuhan jembatan-silang menarik filamen tipis di sekitarnya ke bagian tengah sarkomer. Pada otot polos, kepala molekul miosin terletak di seluruh panjang filamen tebal (tidak ada zona kosong), dan kepala tersusun untuk menarik separuh filamen tipis di sekitarnya dalam satu arah dan separuh lainnya dalam arah yang berlawanan di dalam regio filamen tebal yang sama. Pada otot rangka, filamen tipis terbentuk dari aktin, troponin, dan tropomiosin. Pada otot polos, filamen tipis hanya terdiri dari aktin dan tropomiosin; filamennya tidak mengandung protein regulatorik, troponin. Otot polos mengandung 10 hingga 15 filamen tipis per filamen tebal; pada otot rangka rasionya adalah 2 banding 1. Filamen tebal jauh lebih panjang di otot polos daripada di otot rangka, sehingga memungkinkan terjadinya tegangan dalam otot polos ketika teregang hingga 2,5 kali panjang istirahatnya. 2. Pada otot rangka, retikulum sarkoplasma adalah satu-satunya sumber Ca2+ pemicu-kontraksi. Kontraksi otot jantung disebabkan oleh influks Ca2+ dari CES dan pelepasan Ca' intrasel dari retikulum sarkoplasma. Sumber Ca' dalam otot polos terutama berasal dari CES; retikulum sarkoplasma pada otot polos tidak berkembang baik.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 315.) 1. S 2. S 3. S 4. B 5. S 6. B 7. konsentrik, eksentrik 8. alfa, gama 9. atrofi denervasi, atrofi disuse, atrofi terkait-usia (Sarkopenia) 10. a, b, e 11. b 12. 1.f, 2.d, 3.c, 4.e, 5.b, 6.g, 7.a 13. 1.a, 2.a, 3.a, 4.b, 5.b, 6.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h 316.) 1. a. Untuk atlet akhir pekan, rasio tuas adalah 70 cm/9 cm. Sehingga kecepatan di ujung lengan adalah 2,6 m/dtk (70/9) = 20,2 m/ dtk (sekitar 45 mph).).



A-28  



appendix c



b. Untuk pemain bola profesional, rasio tuas adalah 90 cm/9 cm. Sehingga 10x 5 85 mph x = 8,5 mi/jam (1609 m/mi) (1 jam/3600 dtk) 5 3,8 m/dtk 2. Kurva gaya—kecepatan adalah sebagai berikut: v



bF0 a



F0



F



a. Bentuk kurva menunjukkan bahwa diperlukan waktu untuk menghasilkan gaya dan bahwa semakin besar gaya yang terbentuk semakin banyak waktu yang dibutuhkan b. Kecepatan maksimal tidak akan berubah jika Fo diting-katkan, tetapi otot mampu mengangkat lebih berat atau menghasilkan gaya lebih besar. Beban maksimal tidak akan meningkat ketika laju siklus jembatan-silang meningkat, tetapi otot akan mampu mengangkat beban ringan lebih cepat. Jika ukuran otot meningkat, b meningkat, dan keseluruhan kurva bergeser ke atas dalam kaitannya dengan sumbu v



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h316.) 1. Dengan meningkatkan beban pada jantung untuk memperthankan peningkatan penyaluran O2 dan nutrien ke otot rangka, olahraga aerobik teratur memicu perubahan di otot jantung yang memungkinkan otot tersebut menggunakan O2 secara lebih efisien, misalnya peningkatan jumlah kapiler yang mendarahi otot jantung. Sebaliknya, olahraga intens yang dilakukan dalam waktu singkat, misalnya latihan mengangkat beban tidak memicu efisiensi jantung. Karena jenis latihan ini mengandalkan glikolisis anaerob untuk membentuk ATP, tidak terjadi peningkatan beban pada jantung untuk menambah penyaluran darah ke otot yang sedang bekerja. 2. Lengan gaya pada tuas adalah 4 cm, dan lengan beban adalah 28 cm untuk rasio tuas 1:7 (4 cm:28 cm). Karena itu, untuk mengangkat tumpukan buku 8 kg dengan satu tangan, anak harus menghasilkan gaya ke atas di otot biseps sebesar 56 kg. (Dengan rasio tuas 1:7, otot harus menghasilkan gaya tujuh kali lipat daripada beban; 7 x 8 kg = 56 kg). 3. Panjang filamen tipis diwakili oleh jarak antara garis Z dan tepi zona H yang berdekatan. Jarak ini tetap sama pada miofibril dalam keadaan berkontraksi atau melemas sehingga diambil kesimpulan bahwapanjang filamen tipis tidak berubah sewaktu kontraksi otot 4. Latihan resistensi intensitas-tinggi yang bersifat anerob, singkat, dan berulang dianjurkan untuk atlet ski turun-bukit. Dengan mendorong hipertrofi serat-serat glikolitik cepat, latihan semacam ini menyebabkan otot cepat beradaptasi terhadap aktivitas-aktivitas yang memerlukan kekuatan besar dalam waktu singkat, misalnya gerakan menuruni bukit yang cepat dan kuat. Sebaliknya, latihan aerobik reguler akan lebih bermanfaat bagi atlet ski lintas-alam. Olahraga aerobik memicu perubahan metabolik di dalam serat-serat oksidatif yang memungkinkan otot menggunakan O2 secara lebih efisien. Perubahan-perubahan ini, yang mencakup peningkatan mitokondria dan kapiler di dalam serat-serat oksidatif, menyebabkan otot lebih mampu bertahan terhadap aktivitas berkepan-jangan ski lintas-alam tanpa mengalami kelelahan. 5. Karena tempat kontrol volunter untuk mengatasi refleks berkemih terletak di sfingter uretra eksternal dan bukan kandung kemih, sfi-



ngter uretra eksternal dan bukan kandung kemih, sfingter uretra eksternal haruslah otot rangka, yang disarafi oleh sistem saraf somatik yang berada di bawah sadar, dan kandung kemih haruslah otot polos, yang disarafi oleh sistem saraf autonom yang tidak berada di bawah kontrol kesadaran. Satu-satunya jenis lain otot yang bersifat involunter selain otot polos adalah otot jantung, yang hanya terdapat di jantung. Karena itu, kandung kemih haruslah otot polos, bukan otot jantung.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 356.) 1. diskus interkalasi, desmosom, taut celah 2. adenosin 3. 3. S 4. S 5. S 6. S 7 . B 8. d 9. d 10. e 11. 1.e, 2.a, 3.d, 4.b, 5.f, 6.c 12. AV, sistolik, semilunar, diastolik 13. 1.b, 2.c, 3.a, 4.b, 5.a, 6.b, 7.b, 8.c, 9.c, 10.a, 11.b, 12.c



Pertimbangan Klinis



Latihan Kuantitatif



(Pertanyaan di h. 317.) Otot-otot di tungkai yang terimobilisasi mengalami atrofi disuse. Dokter atau ahli terapi fisik dapat menganjuran latihan-latihan tiperesistensi yang secara spesifik menggunakan otot-otot atrofik tersebut untuk membantu memulihkan ukuran otot ke normal.



(Pertanyaan di h. 358.) 1. Cj = HR x IS



Bab 9 Fisiologi Jantung Periksa Pemahaman Anda 9.1 (Pertanyaan di h. 327.) 1. Lihat Gambar 9-1, h. 321. 2. Atrioventrikular kanan dan kiri (katup AV) memungkinkan darah mengalir dari atrium ke ventrikel selama pengisian ventrikel tetapi mencegah aliran balik darah dari ventrikel ke atrium selama pengosongan ventrikel. Katup aorta dan semilunaris memungkinkan darah mengalir dari ventrikel ke aorta dan arteri pulmonalis selama pengosongan ventrikel tetapi mencegah aliran balik darah dari kedua arteri ini ke dalam ventrikel selama pengisian ventrikel. 9.2 (Pertanyaan di h. 338.) 1. Lihat Gambar 9-7, h 327 and dan Gambar 9-10, h. 332. 2. Nodus SA (70-80 potensial aksi/mnt), nodus AV (40-60 potepotensial aksi/mnt), dan berkas His dan serat purkinye (20-40 potensial aksi/mnt) 3. Aktivitas listrik yang berkaitan dengan repolarisasi atrium terterjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel dan disamarkan oleh kompleks QRS pada EKG normal. 9.3 (Pertanyaan di h 342.) 1. Sistolik adalah periode kontraksi dan pengosongan dan diastolik adalah periode relaksasi dan pengisian selama siklus jantung. 2. (1) tekanan aorta > tekanan atrium > tekanan ventrikel, (2) tekanan aorta > tekanan ventrikel > tekanan atrium, (3) tekanan ventrikel > tekanan aorta > tekanan atrium, (4) tekanan aorta > tekanan ventrikel > tekanan atrium 9.4 (Pertanyaan di h. 350.) 1. Rangsangan parasimpatis menurunkan laju jantung dan tidak berefek pada volume sekuncup. Rangsangan simpatis meningkatkan laju jantung dan volume sekuncup dengan meningkatkan kekuatan kontraksi jantung. 2. Lihat gambar 9-22 di h. 347. 9.5 (Pertanyaan di h. 356.) 1. Jantung menerima sebagian besar pasokan darahnya selama diastolik karena aliran darah yang melalui pembuluh koroner sangat berkurang selama sistolik akibat (1) miokardium yang berkontraksi menekan arteri koronaria dan (2) katup aorta yang terbuka secara parsial memblok pintu masuk arteri koronaria. 2. Ketika jantung dari segi metabolik menjadi lebih aktif (yaitu, memompa dengan lebih kuat) dan memerlukan lebih banyak 02, sel jantung membentuk dan melepaskan lebih banyak adenosin dari ATP selama aktivitas metabolik yang meningkat ini. Adenosin mendorong vasodilatasi pembuluh koronaria, memungkinkan lebih banyak darah yang kaya-O2 mengalir ke sel jantung yang lebih aktif untuk memenuhi kebutuhan O2 yang meningkat.



40 liter/mnt = HR x 0,07 liter HR = (40 liter/mnt)/(0,071iter) = 571 kali/mnt Laju ini secara fisiologis tidak mungkin 2. VSA = VDA - IS = 125 mL - 85 mL = 40 mL 3. Fraksi ejeksi = IS/VDA a. Fraksi ejeksi = 70/135 = 52% b. Fraksi ejeksi = 100/135 = 74% c. Fraksi ejeksi = 140/175 = 80%



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 358.) 1. Karena, pada kecepatan denyut jantung tertentu, interval antara denyut prematur dan denyut normal berikutnya lebih lama daripada interval antara denyut-denyut normal, jantung terisi untuk waktu yang lebih lama setelah denyut prematur sebelum periode kontraksi dan pengosongan berikutnya dimulai. Karena waktu pengisian lebih lama, volume diastolik-akhir lebih besar dan, menurut hukum Frank-Starling jantung, isi sekuncup berikutnya juga akan meningkat. 2. Jantung atlet terlatih lebih kuat dan mampu memompa darah secara lebih efisien sehingga isi sekuncup istirahat lebih besar daripada pada orang tak-terlatih. Sebagai contoh, jika isi sekuncup istirahat atlet berjantung kuat adalah 100 mL, kecepatan denyut jantung istirahat hanya 50 kalihnnt menghasilkan curah jantung istirahat yang normal yaitu 5000 mL/ mnt. Sebaliknya, orang tak-terlatih dengan isi sekuncup istirahat sebesar 70 mL harus memiliki kecepatan denyut jantung sebesar 70 kali/mnt agar curah jantung istirahatnya setara. 3. Arah aliran melalui suatu duktus arteriosus paten adalah kebalikan dari aliran yang terjadi melalui saluran ini selama masa janin. Pada duktus arteriosus paten, sebagian darah yang ada di aorta dialihkan ke dalam arteri pulmonaris karena, setelah lahir, tekanan aorta lebih besar daripada tekanan arteri pulmonaris. Aliran abnormal ini menghasilkan `murmur mesin" yang terdengar sepanjang siklus jantung tetapi lebih jelas selama sistolik dan kurang intens selama diastolik. Karena itu, murmur timbul-hilang seiring tiap denyut jantung, berbunyi seperti sebuah mesin cuci ketika pengaduknya berputar maju-mundur. Murmur terdapat di sepanjang siklus jantung karena perbedaan tekanan antara aorta dan arteri pulmonaris tetap ada selama sistolik dan diastolik. Murmur lebih intens selama sistolik karena lebih banyak darah yang dialihkan melalui duktus arteriosus paten akibat lebih besarnya perbedaan tekanan antara aorta dan arteri pulmonaris selama sistolik ventrikel daripada selama diastolik ventrikel. Biasanya tekanan aorta sistolik adalah 120 mm Hg, dan tekanan arteri pulmonaris sistolik adalah 24 mm Hg, dengan perbedaan tekanan 96 mm Hg. Sebaliknya, tekanan aorta diastolik normalnya adalah 80 mm Hg dan tekanan arteri pulmonaris diastolik adalah 8 mm Hg, dengan perbedaan tekanan 72 mm Hg. Jawaban



A-29



4. Jantung cangkokan yang tidak memiliki persarafan apapun menyesuaikan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan tubuh yang berubah-ubah dengan kontrol intrinsik (mekanisme Frank-Starling) dan pengaruh hormon eksternal, misalnya efek epinefrin pada kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung. 5. Pada blok berkas-cabang kiri, ventrikel kanan menjadi terdepolarisasi lebih cepat daripada ventrikel kiri. Akibatnya, ventrikel kanan berkontraksi sebelum ventrikel kiri, dan katup AV kanan dipaksa menutup sebelum katup AV kiri tertutup. Karena kedua katup AV tidak menutup berbarengan, bunyi jantung pertama terdengar "terpisah"; yaitu, dapat dideteksi dua suara terpisah yang berdekatan karena penutupan katup AV kiri tertinggal dari penutupan katup AV kanan.



Pertimbangan Klinis



(Pertanyaan di h. 358.) Diagnosisnya kemungkinan besar adalah fibrilasi atrium. Keadaan ini ditandai oleh depolarisasi atrium yang cepat, ireguler, dan takterkoordinasi. Banyak dari depolarisasi ini mencapai nodus AV pada saat nodus tersebut tidak berada dalam periode refrakternya sehingga sering terjadi depolarisasi ventrikel dan peningkatan kecepatan denyut jantung. Namun, karena impuls mencapai nodus AV secara kacau, irama ven-trikel dan karenanya irama jantung juga sangat ireguler serta cepat. Pengisian ventrikel hanya sedikit berkurang meskipun terdapat kenyataan bahwa atrium yang mengalami fibrilasi tidak mampu memompa darah karena sebagian besar pengisian ventrikel terjadi selama diastolik sebelum kontraksi atrium. Karena denyut jantung kacau, rentang waktu antara denyut-denyut ventrikel, yang digunakan untuk mengisi ventrikel, bervariasi. Namun, sebagian besar pengisian ventrikel terjadi pada awal diastolik ventrikel setelah katup AV pertama kali terbuka sehingga meskipun periode pengisian mungkin memendek, tingkat pengisian mungkin mendekati normal. Hanya jika periode pengisian ventrikel berlangsung sangat singkat, barulah pengisian ventrikel berkurang secara substansial. Curah jantung, yang bergantung pada isi sekuncup dan kecepatan denyut jantung, biasanya tidak terpengaruh secara bermakna pada fibrilasi atrium. Karena pengisian ventrikel hanya sedikit berkurang selama sebagian besar siklus jantung, isi sekuncup, seperti ditentukan oleh mekanisme FrankStarling, juga hanya sedikit berkurang. Hanya jika periode pengisian ventrikel sangat singkat dan serat-serat jantung beroperasi di ujung bawah kurva panjang-tegangan mereka barulah kontraksi ventrikel melemah. Jika kontraksi ventrikel menjadi terlalu lemah, isi sekuncup kecil atau tidak ada. Namun, selama sebagian besar siklus jantung, penurunan ringan isi sekuncup sering ditutupi oleh peningkatan kecepatan denyut jantung sehingga curah jantung biasanya normal. Selain itu, jika tekanan darah arteri rerata turun akibat berkurangnya curah jantung, terjadi peningkatan stimulasi simpatis ke jantung akibat refleks baroreseptor yang membantu rnemulihkan curah jantung ke normal dengan menggeser kurva Frank-Starling ke kiri. Pada siklus-siklus ketika kontraksi ventrikel terlalu lemah untuk menyemprotkan cukup darah hingga rnenghasilkan nadi pergelangan yang dapat diraba, jika kecepatan jantung diukur secara langsung, baik dengan iktus kordis atau melalui EKG, dan kecepatan nadi diukur secara bersamaan di perge-langan tangan, kecepatan jantung akan melebihi kecepatan nadi, menghasilkan defisit denyut.



Bab 10 Pembuluh Darah dan Tekanan Darah Periksa Pemahaman Anda



10.1 (Pertanyaan di h. 364.) 1. saluran cerna, ginjal, dan kulit 2. F 5 DP/R R ~ 1/r4 A-30  



appendix c



10.2 (Pertanyaan di h 370.) 1. Banyaknya serat elastin yang memungkinkan arteri meregang untuk menampung volume darah ekstra yang dipompa ke dalamnya selama sistolik, kemudian untuk rekoil dan menyalurkan darah ekstra ke pembuluh darah sisanya selama diastolik 2. Lihat Gambar 10-7, h. 368. 10.3 (Questions on p. 377.) 1. See Figure 10-10b, c, and d, p. 371. 2. Hiperemia aktif merujuk kepada peningkatan lokal aliran darah ke suatu organ yang metabolismenya lebih aktif untuk memenuhi kebutuhan lokalnya yang meningkat. Sel yang lebih aktif memerlukan lebih banyak darah untuk membawa tambahan O2 dan nutrien serta mengangkut limbah tambahan yang dihasilkannya. Hiperemia aktif terjadi ketika sel endotel yang melapisi arteriol sekitar melepaskan nitrat oksida sebagai respons terhadap perubahan kimia lokal yang terjadi pada organ yang lebih aktif (seperti penurunan O2). Nitrat oksida menyebabkan vasodilatasi arterior lokal dengan merelaksasikan otot polos arteriol sehingga memungkinkan lebih banyak darah mengalir ke organ tersebut. 3. Peningkatan resistensi arteriol meningkatkan resistensi perifer total, yang meningkatkan tekanan darah: tekanan arteri rata-rata = curah jantung x resistensi perifer total. Resistensi arteriol berperan dalam sebagian besar resistensi perifer total. 10.4 (Pertanyaan di h. 388.) 1. Difusi menuruni gradien konsentrasi merupakan cara utama yang digunakan oleh solut untuk melintasi dinding kapiler. Aliran massa berperan dalam distribusi CES antara plasma dan cairan interstisial. 2. Gaya yang cenderung memindahkan cairan ke luar kapiler adalah tekanan darah kapiler (gaya utama) dan tekanan osmotik koloid cairan interstisial (jika protein plasma secara abnormal berada di cairan interstisial). Gaya yang cenderung memindahkan cairan ke dalam kapiler adalah tekanan osmotik koloid plasma (gaya utama) dan tekanan hidrostatik cairan kapiler (berperan kecil). Di ujung arteriol kapiler, tekanan ke luar melebihi tekanan ke dalam, menyebabkan ultrafiltrasi, tetapi di ujung vena kapiler, tekanan ke dalam melebihi tekanan ke luar, menyebabkan reabsorpsi. Alasan pergeseran keseimbangan ini adalah penurunan tetap tekanan hidrostatik kapiler yang mengarah ke luar di sepanjang kapiler, sementara tekanan ke arah dalam tetap konstan. 10.5 (Pertanyaan di h. 393.) 1. Karena memiliki sedikit elastin dan sedikit tonus miogenik inheren, vena sangat dapat teregang dan memiliki sedikit rekoil elastik (yaitu, vena mudah teregang dan tidak cenderung kembali ketika teregang.) Akibatnya, vena mudah teregang untuk menampung volume darah tambahan dengan hanya mengalami sedikit peningkatan tekanan vena. 2. Vasokonstriksi vena yang diinduksi oleh simpatis, pompa otot rangka, pompa respirasi, dan efek isap-jantung semuanya meningkatkan aliran balik vena. Katup vena mencegah darah agar tidak mengalir ke belakang di dalam vena. 10.6 (Pertanyaan di h. 403.) 1. Persamaan memperlihatkan determinan-determina tekanan arteri rata-rata: Tekanan arteri rata-rata: cerah jantung x resistensi perifer total Persamaan yang digunakan untuk menghitung tekanan arteri rata-rata: Tekanan arteri rata-rata = tekanan diastolik + 1/3 tekanan nadi 2. Lihat Gambar 10-38b, h. 397.



Pertanyaan Objektif



(Pertanyaan di h. 404.) 1. B 2. S 3. B 4. B 5. S 6. B 7. a, c, d, e, f 8. 1.a, 2.a, 3.b, 4.a, 5.b, 6.a 9. 1.b, 2.a, 3.b, 4.a, 5.a, 6.a, 7.b, 8.a, 9.b, 10.a, 11.b, 12.a, 13.a



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 405.) 1. (120 mm Hg)/(30 liter/mnt) = 4 PRU 2. a. 90 mm Hg + (180 mm Hg 90 mm Hg)/3 = 120 mm Hg b. Karena faktor-faktor lain yang bekerja pada dinding kapiler, misalnya tekanan osmotik koloid plasma, biasanya tidak berubah seiring usia, dapat diperkirakan bahwa cairan keluar dari kapiler ke dalam jaringan akibat peningkatan tekanan darah kapiler. 3. sistemik: (95 mm Hg)/(19 PRU) = 95 mm Hg/(19 mm Hg/liter/ mnt) = 5 liter/mnt paru: (20 mm Hg)/(4 PRU) = 5 liter/mnt 4. e



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h 405.) 1. Stocking penopang elastik meningkatkan tekanan eksternal papada vena-vena yang ada di tungkai untuk menghasilkan gradien tekanan yang mendorong aliran balik vena ke jantung dan memperkecil pembengkakkan yang akan terjadi akibat retensi cairan di ekstremitas. 2. a. 125 mm Hg b. 77 mm Hg c. 48 mm Hg; (125 mm Hg 2 77 mm Hg 5 48 mm Hg) d. 93 mm Hg; [77 1 1/3 (48) 5 77 1 16 5 93 mm Hg] e. Tidak. Tidak ada darah yang mampu melalui arteri brakialis sehingga tidak ada suara yang terdengar f. Ya. Darah akan mengalir melalui arteri brakialis ketika tekanan arteri antara 118 dan 125 mm Hg dan tidak akan mengalir ketika tekanan arteri turun di bawah 118 mm Hg. Turbulensi yang tercipta oleh aliran darah intermiten ini akan menimbulkan bunyi. g. Tidak. Darah akan mengalir secara kontinu melalui arteri brakialis secara laminar dan halus sehingga tidak akan terdengar bunyi. 3. Teman sekelas tersebut tampaknya pingsan karena kurangnya darah yang mengalir ke otak akibat terkumpulnya darah di ekstremitas bawah karena diarn berdiri untuk waktu yang lama. Ketika orang pingsan dan berbaring dalam posisi horizontal, darah yang terkumpul akan dengan cepat kembali ke jantung, memperbaiki curah jantung dan aliran darah ke otak. Mencoba membangkitkan orang tersebut akan kurang bermanfaat, sehingga teman sekelas yang mencoba membuatnya berdiri perlu dinasehati agar orang tersebut dibiarkan berbaring hingga ia sadar sendiri. 4. Obat tersebut tampaknya menyebabkan otot polos arteriol memelemas dengan menyebabkan pelepasan suatu mediator kimiawi vasoaktiflokal dari sel endotel yang memicu relaksasi otot polos di bawahnya. 5. a. Karena pengaktifan reseptor ai-adrenergik di otot polos vaskular menyebabkan vasokonstriksi, penghambatan reseptor aradrenergik akan mengurangi vasokonstriksi sehingga resistensi perifer total dan tekanan darah arteri berkurang b. Karena pengaktifan reseptor pi-adrenergik, yang terutama terdapat di jantung, meningkatkan kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung, obat-obat yang menghambat reseptor piadrenergik akan mengurangi curah jantung dan, karenanya, tekanan darah arteri dengan mengurangi kecepatan dan kekuatan denyut jantung. c. Obat yang secara langsung melemaskan otot polos arteriol menurunkan tekanan darah arteri dengan mendorong vasodilatas arteriol dan menurunkan resistensi perifer total. d. Obat diuretik mengurangi tekanan darah arteri dengan meningkatkan curah urine sehingga menurunkan volume plasma. Garam dan air yang secara normal ditahan dalam plasma akan diekskresikan di urine.



e. Karena aktivitas simpatis mendorong vasokonstriksi arteriol generalisata, sehingga meningkatkan resistensi perifer total dan tekanan darah arteri, obat-obat yang menghambat pelepasan norepinefrin dari ujung saraf simpatis akan menurunkan tekanan darah dengan mencegah efek vasokonstriksi ini. f. Demikian juga, obat yang bekerja di otak untuk menurunkan rangsangan simpatis akan menurunkan tekanan darah dengan menghambat efek aktivitas simpatis pada peningkatan vasokonstriksi arteriol serta peningkatan resistensi perifer total dan tekanan darah arteri. g. Obat yang menghambat kanal Ca2+ mengurangi masuknya 2÷ Ca ke dalam sel otot polos pembuluh darah dari CES sebagai respons terhadap masukan eksitatorik. Karena tingkat aktivitas kontraktil sel otot polos vaskular bergantung pada konsentrasi Ca2+ sitosol, obat yang menghambat kanal Ca2+ mengurangi aktivitas kontraktil sel-sel ini dengan mengurangi masuknya Ca2+ dan menurunkan konsentrasiCa2+ sitosol. Resistensi perifer total dan, karenanya, tekanan darah arteri berkurang akibat berkurangnya aktivitas kontraktil arteriol. h. Obat yang mengganggu produksi angiotensin II akan menghambat pengaktifan jalur hormon yang mendorong penghematan garam dan air (sistem renin-angiotensin-aldosteron). Akibatnya, lebih banyak garam dan air yang keluar di urine dan lebih sedikit cairan yang ditahan di plasma. Penurunan volume plasma yang terjadi menyebabkan turunnya tekanan darah arteri. i. Obat yang memblok reseptor angiotensin mencegah angiotensin II dalam menyebabkan vasokonstriksi arteriol, sehingga resistensi perifer total berkurang, dan juga menurunkan kerja sistem reninangiotensin-aldosteron yang menghemat garam dan air, sehingga menurangi volume plasma. Kedua efek ini menurunkan tekanan darah arteri.



Pertimbangan Klinis



(Pertanyaan di h. 406.) Peningkatan abnormal kadar epinefrin yang terjadi pada feokromositoma menyebabkan hipertensi sekunder dengan (1) meningkatkan kecepatan denyut jantung; (2) meningkatkan kontraktilitas jantung, yang meningkatkan isi sekuncup; (3) menyebabkan vasokonstriksi vena, yang menambah aliran balik vena dan karenanya isi sekuncup melalui mekanisme Frank-Starling; dan (4) menyebabkan vasokonstriksi arteriol, yang meningkatkan resistensi perifer total. Meningkatnya kecepatan denyut jantung dan isi sekuncup menyebabkan peningkatan curah jantung. Peningkatan curah jantung dan peningkatan resistensi perifer total menyebabkan peningkatan tekanan darah arteri.



Bab 11 Darah



Periksa Pemahaman Anda 11.1 (Pertanyaan di h. 411.) 1. Lihat Gambar 11- I, h. 410. 2. Protein plasma (1) menimbulkan efek osmotik yang penting dalam distribusi CES antara kompartemen vaskular dan interstisial, (2) mendaparperubahanpH, (3) memindahkan banyak bahan yang kurang larut dalam plasma, (4) mencakup faktor pembekuan, (5) mencakup molekul prekursor inaktif, dan (6) mencakup antibodi. 11.2 (Pertanyaan di h. 419.) 1. Empat sifat anatomik eritrosit berperan dalam efisiensinya me-



Jawaban



A-31



membrannya memungkinkan eritrosit berubah bentuk sehingga eritrosit dapat terperas melalui kapiler yang berdiameter kurang dari setengahnya dalam perjalanannya menyalurkan O2 2. O2, CO2, H+, CO, dan NO 3. Eritropoietin, yang disekresikan ginjal ke dalam darah sebagai respons terhadap penurunan penghantaran O2, merangsang peningkatan produksi eritrosit oleh sumsum tulang merah. 11.3 (Pertanyaan di h. 424.) 1. Lihat Gambar 11-8, h. 422. 2. Neutrofil adalah spesialis fagositik, bekerja sebagai pengebom bunuh diri dengan melepaskan neutrophil extracellular traps (NET) selama jenis kematian sel terprogram yang unik, merupakan pertahanan pertama pada kasus invasi bakteri, dan penting dalam respons inflamasi. Eosinofil penting dalam reaksi alergi dan meyerang cacing parasitik. Basofil melepaskan histamin yang penting dalam reaksi alergi dan heparin yang mempercepat pelenyapan partikel lernak dari darah. Monosit meninggalkan darah dan tinggal di jaringan di seluruh tubuh, tempat monosit matang menjadi fagosit jaringan berukuran besar yang dikenal sebagai makrofag. Limfosit B menghasilkan antibodi. Limfosit T melaksanakan imunitas selular dengan melepaskan bahan-bahan kimia yang melubangi sel tubuh yang terivasi oleh virus dan sel kanker. 11.4 (Pertanyaan di h. 430.) 1. Protein plasma faktor von Willebrand (vWF) melekat pada kolagen yang terpajan di pembuluh yang cedera. Trombosit dalam darah melekat pada tempat ikatan pada vWF. Kolagen mengaktifkan trombosit yang terikat, yang melepaskan ADP yang menyebabkan trombosit yang lewat di sekitarnya menjadi lengket dan melekat pada sumbat trombosit yang sedang terbentuk di tempat cedera dalam pola umpan balik positif. 2. Lihat Gambar 11-14, h. 428.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 431.) 1. B 2. S 3. B 4. B 5. S 6.1imfosit 7. hati 8. d 9. a 10. 1.c, 2.f, 3.b, 4.a, 5. g, 6.d, 7.h, 8.e, 9.f 11. 1.e, 2.c, 3.b, 4.d, 5.g, 6.f, 7.a, 8.h



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 432.) 1. a. (15 g)/(100 mL) = (150 g/liter) (150 g/liter) x (1 mo1/66 x 103 g) = 2,27 mM b. (2,27 mM) x (4 02/Hb) = 9,09 mM c. (9,09 x 10-3 mol O2/liter darah) x (22,4 liter O2/1 mol O2) = 204 mL O2/liter darah 2. Darah normal mengandung 5 x 109 SDM/mL. Volume darah normal adalah 5 liter. Karena itu, seorang normal memiliki (5 x 109 SDM/mL) x (5000 mL) = 25 x 1012 SDM memiliki Ht 30%. Hal ini mencerminkan hilangnya 1/3 SDM, yaitu 8,3 x 1012 SDM. Jika SDM diproduksi dengan kecepatan 3 x 106 SDM/dtk, waktu untuk memulihkan Ht adalah 8,3 x 1012 SDM/(3 x 106 SDM/dtk) = 2,77 x 106 dtk = 32 hari. Karena itu, diperlukan waktu sekitar sebulan untuk mengganti kehilangan SDM akibat perdarahan sebesar ini. 3. v = 1,5 x exp(2h); hitung v untuk h = 0,4 dan h = 0,7. Jika h 0,4, v = 1,5 x exp (0,8) = 3,3 Jika h = 0,7, v = 1,5 x exp (1,4) = 6,1



A-32  



appendix c



6,1/3,3 = 1,85, yaitu peningkatan kekentalan sebesar 85%. Karena resistensi berbanding lurus dengan viskositas, resistensi juga akan meningkat sebesar 85%.



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 432.) 1. Tidak. Anda tidak dapat menyimpulkan bahwa seseorang dengngan hematokrit 62 jelas mengidap polisitemia. Dengan 62% sampel darah lengkap terdiri dari eritrosit (angka normalnya 45%), jumlah eritrosit dibandingkan dengan volume plasma jelas meningkat. Namun, orang tersebut mungkin menderita polisitemia, dengan jumlah eritrosit sangat tinggi, atau mungkin mengalami dehidrasi, dengan jumlah eritrosit normal tetapi terkonsentrasi dalam volume plasma yang lebih rendah daripada normal. 2. Jika gen-gen yang menentukan sintesis hemoglobin F janin dapat direaktifkan pada pasien dengan anemia sel sabit, sebagian dari hemoglobin S yang menyebabkan eritrosit mengambil bentuk defektif sabit akan diganti oleh hemoglobin F yang "sehat" sehingga sebagian SDM tidak mengalami ruptur prematur. Hemoglobin F tidak dapat menggantikan seluruh hemoglobin S karena gen untuk sintesis hemoglobin S akan masih aktif. 3. Seseorang dengan golongan darah A positif dapat dengan aman menerima transfusi dari golongan A positif, A negatif, O positif, atau O negatif (dengan mempertimbangkan sistem golongan darah ABO dan Rh). 4. Sebagian besar kematian akibat serangan jantung disebabkan ololeh pembentukan bekuan abnormal yang menghambat aliran darah normal. Bahan kimia di dalam "liur" makhluk-makhluk penghisap darah adalah bahan-bahan yang menguraikan atau mencegah pembentukan bekuan darah abnormal ini. Meskipun aktivator plasminogen jaringan (tPA) yang direkayasa secara genetis telah digunakan sebagai obat penghancur bekuan, obat ini menyebabkan penguraian fibrinogen selain fibrin. Karenanya, meskipun bekuan di sirkulasi koronaria yang mengancam nyawa telah larut, pasokan fibrinogen dalam darah terkuras hingga 24 jam hingga fibrinogen baru disintesis oleh hati. Jika sementara itu pasien mengalami ruptur pembuluh darah, fibrinogen yang ada mungkin kurang memadai untuk membentuk bekuan darah. Sebagai contoh, banyak pasien yang diterapi dengan tPA menderita stroke hemoragik dalam 24 jam pengobatan akibat penutupan tak-sempurna pembuluh darah otak yang pecah. Karena itu, para ilmuwan mencari alternatif yang lebih baik untuk mengatasi pembentukan bekuan dengan meneliti bahan-bahan kimia alami yang dihasilkan oleh makhluk penghisap darah yang memungkinkan mereka menghisap darah korban tanpa memicu pembentukan bekuan darah. 5. Dalam membahas gejala-gejala porfiria, kita dapat membayangkan bagaimana kisah vampir—makhluk haus-darah, berbulu, bertaring, dan bertampang monster yang berkelana dalam gelap dan diusir oleh bawang putih—mudah muncul pada orang ketika menjumpai pengidap penyakit ini. Kemungkinan ini membesar ketika mempelajari bagaimana suatu kisah dilebih-lebihkan dan terdistorsi sewaktu diceritakan dari orang ke orang.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 433.) 1. Anak pertama Heather yang positif Rh tidak mengidap penyakit hemolitik pada neonatus karena darah janin dan ibu tidak bercampur selama gestasi. Akibatnya, Heather tidak menghasilkan antibodi ibu yang melawan faktor Rh janin selama gestasi. 2. Karena sejumlah kecil darah janin tampaknya masuk ke sirkula-



antibodi ibu heather yang melawan faktor Rh dapat menembus sawar plasenta dan menghancurkan eritrosit janin. 3. Jika setiap faktor Rh yang secara kebetulan bercampur dengan darah ibu selama proses persalinan segera diikat dengan immunoglobulin Rh yang diberikan pada ibu, faktor Rh tidak akan tersedia untuk memicu pembentukan antibodi ibu. Karena itu, tidak terdapat antibodi anti-Rh di darah ibu yang mengancam SDM janin positif Rh pada kehamilan berikutnya. (Pemberian immunoglobulin Rh secara eksogen, yang menjadi imunitas bentuk pasif, berdurasi pendek. Sebaliknya, imunitas aktif yang dihasilkan jika Heather terpajan ke faktor Rh akan bersifat jangka-lama). 4. Imunoglobulin Rh harus diberikan setelah pelahiran setiap anak positif Rh untuk melenyapkan setiap faktor Rh sebelum faktor tersebut dapat memicu pembentukan antibodi. Segera setelah serangan imun terhadap faktor Rh terjadi, pemberian immunoglobulin Rh setelahnya tidak akan membalikkan keadaan tersebut. Oleh sebab itu, jika Heather tidak diterapi dengan imunoglobulin Rh setelah kelahiran anak pertamanya yang positif Rh, dan anak keduanya yang positif Rh mengidap penyakit hemolitik pada neonatus, pemberian imunoglobulin Rh setelah pelahiran kedua tidak akan mencegah kondisi tersebut pada anak ketiganya yang positif Rh. Tidak ada yang dapat dilakukan untuk menghilangkan antibodi berusia panjang ibu yang telah ada.



Bab 12 Pertahanan Tubuh Periksa Pemahaman Anda 12.1 (Pertanyaan di h. 440.) 1. Imunitas adalah kemampuan tubuh untuk menahan atau mengeliminasi bahan asing atau sel abnormal yang berpotensi berbahaya. 2. Respons imunitas bawaan adalah mekanisme pertahanan bawaan yang secara nonselektifmenahan setiap jenis bahan abnormal atau asing, meskipun pada pajanan pertama terhadapnya. Respons imunitas didapat secara selektif ditargetkan melawan bahan asing tertentu yang telah terpajankan ke tubuh sebelumnya dan tubuh memiliki kesempatan untuk mempersiapkan diri agar dapat menyerang bahan tersebut secara selektif. 12.2 (Pertanyaan di h. 447.) 1. (1) Inflamasi adalah respons nonspesifik terhadap invasi asing atau kerusakan jaringan yang sebagian besar diperantarai oleh fagosit dan makrofag yang menghancurkan atau melumpuhkan penginvasi tersebut, menyingkirkan debris, dan mempersiapkan penyembuhan dan perbaikan yang akan terjadi. (2) Interferon dilepaskan oleh sel yang terinfeksi virus dan secara nonspesifik dan sesaat memengaruhi replikasi virus yang sama atau berkaitan di sel pejamu lainnya. (3) Sel NK secara nonspesifik menghancurkan sel terinfeksi virus dan sel kanker dengan melepaskan bahan kimia yang langsung melisiskan sel-sel ini pada pajanan pertama terhadapnya. (4) Sistem komplemen adalah sekelompok protein plasma inaktif yang, jika diaktifkan berurutan, menghancurkan sel asing dengan membentuk lubang pada membran plasmanya. 2. semua bahan kimia selain antibodi yang disekresikan oleh leukosit 12.3 (Pertanyaan di h. 449.) 1. Imunitas diperantarai-antibodi dilakukan oleh limfosit B dan imunitas diperantarai-sel dilakukan oleh limfosit T 2. Suatu molekul besar, asing, dan unik yang memicu respons imun spesifik terhadap dirinya sendiri. 12.4 (Pertanyaan di h 455.) 1. Suatu antibodi berbentuk Y. Regio Fab di ujung setiap lengan bervariasi antara antibodi yang satu dengan yang lain dan menentukan antigen spesifik yang dapat berikatan dengan antibodi dengan pola kunci-dan-anak kunci. Regio ekor Fc, yang konstan untuk kelas antibodi yang sama, berikatan dengan mediator antibodi tertentu, sehingga menentukan apa yang dilakukan oleh antibodi ketika berikatan dengan antigen.



2. neutralisasi toksin bakteri, aglutinasi, aktivasi sistem komplemen, peningkatan fagositosis dengan bekerja sebagai opsonin, dan merangsang sel NK 3. Lihat Gambar 12-12, h 453. 12.5 (Pertanyaan di h. 468.) 1. Sel T sitotoksik, atau killer, menghancurkan sel pejamu yang terinfeksi virus dan sel kanker dengan menyekresikan perforin yang membentuk kompleks lubang di sel korban atau granzim yang memicu sel untuk menghancurkan dirinya sendiri melalui apoptosis. Sel T helper menyekresikan sitokin yang memperkuat aktivitas sel imun lain. Sel T regulatorik menekan respons imun; sel ini menekan respons imun bawaan dan adaptif dalam pola yang seimbang untuk meminimalkan patologi imun yang berbahaya. 2. Sel penyaji antigen memproses dan menyajikan antigen, dengan membentukkompleks dengan molekul MHC (antigen - diri), pada permukaannya ke sel T. Sel T tidak dapat berinteraksi dengan antigen tanpa "pengenalan formal" ini. 3. Dalam prosespengawasan imun, sel NK, sel T sitotoksik, makrofag, dan interferon yang disekresikannya bersama normalnya mengeradikasi sel kanker yang baru terbentuk sebelum mereka mampu memperbanyak diri dan menyebar. 12.6 (Pertanyaan di h. 472.) 1. Lihat Tabel 12-5, h. 472. 2. Berbeda dengan antibodi IgG, yang bebas bersirkulasi dan segesegera mengamplifikasi mekanisme pertahanan bawaan ketika berikatan dengan antigen spesifiknya, antibodi IgE yang spesifik untuk antigen yang berbeda melekat melalui bagian ekornya ke sel mast dan basofil tanpa adanya antigen. Pengikatan dengan antigen yang sesuai memicu rupturnya granula sel, yang mengandung histamin dan mediator kimia inflama-torik lainnya yang tumpah ke jaringan sekitarnya, tempat mereka menyebabkan respons alergi. 12.7 (Pertanyaan di h. 475.) 1. Kulit terdiri dari epidermis di sebelah luar dan dermis di sebelah dalam. Epidermis memiliki lapisan dalam yang terdiri dari sel hidup berbentuk kubus dan lapisan luar yang berkeratin dan terdiri dari sel mati yang berbentuk gepeng. Epidermis tidak memiliki pasokan darah langsung dan memperoleh nutrisinya dari dermis yang berada di bawahnya, yaitu lapisan jaringan ikat yang banyak memiliki pembuluh darah. Kulit melekat pada otot atau tulang melalui hypodermis, yaitu lapisan jaringan ikat longgar yang sering mengandung banyak sel lemak, yang pada keadaan ini disebut jaringan adiposa. 2. (1) Melanosit menghasilkan pigmen melanin, yang bertanggung jawab dalam perbedaan warna kulit. (2) Keratinosit menghasilkan keratin, yang membentuk lapisan berkeratin protektf di bagian luar epidermis. (3) Sel Langerhans menyajikan atigen ke sel T helper. (4) Sel Granstein merupakan sel penekan-imun.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 476.) 1. S 2. S 3. S 4. S 5. B 6. toll-like receptors 7. kompleks penyerang membran 8. pus 9. inflamasi 10. opsonin 11. sitokin 12. b 13. 1.c, 2.d, 3.a, 4.b 14. 1.a, 2.a, 3.b, 4.b, 5.c, 6.c, 7.b, 8.a, 9.b, 10.b, 11.a, 12.b 15. 1.b, 2.a, 3.a, 4.b, 5.a, 6.a, 7.a, 8.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 477.) 1. NEP = tekanan neto ke luar - tekanan neto ke dalam NEP 5 (PC 1 pIF) 2 (PIF 1 pP) Catatab soal ini, (PIF 1 pP) 5 (25 mm Hg 1 1 mm Hg) 5 26 mm Hg, konstan untuk semua kasus



  



A-33



(37 1 0) 2 26 5 111 mm Hg NEP ujung venula



(17 1 0) 2 26 5 29 mm Hg



NEP rerata



(111 2 9)/2 5 11 mm Hg (ke arah luar)



a. (pIF = 5 mm Hg) NEP ujung arteriol



(37 1 5) 2 26 5 116 mm Hg



NEP ujung venula



(17 1 5) 2 26 5 24 mm Hg



NEP rerata



(116 2 4)/2 5 16 mm Hg(ke arah luar)



Kondisi b. (pIF = 10 mm Hg)



edema ringan



NEP ujung arteriol



(37 1 10) 2 26 5 121 mm Hg



NEP ujung venula



(17 1 10) 2 26 5 11 mm Hg



NEP rerata



(121 1 1)/2 5 111 mm Hg (ke arah luar)



Kondisi



Edema ekstrim



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 474.) 1. Lihat Tabel 12-3, h. 464 untuk ringkasan respons imun terhadap invasi bakteri dan Tabel 12-2, h. 12-2, p. 457 untuk ringkasan pertahanan terhadap invasi virus. 2. Suatu vaksin terhadap mikroba tertentu dapat efektif hanya jika vaksin tersebut memicu pembentukan antibodi atau sel T aktif terhadap suatu antigen stabil yang terdapat di semua mikroba jenis tersebut. Saat ini vaksin terhadap HIV belum dapat diproduksi karena virus ini sering bermutasi. Respons imun spesifik yang dipicu oleh vaksinasi terhadap salah satu bentuk HIV mungkin tidak efektif terhadap versi virus yang sedikit mengalami modifikasi. 3. Kegagalan timus untukberkembang akan menyebabkan limfosit T tidak ada dan tidak terbentuk imunitas selular setelah lahir. Hal ini akan berpengaruh sangat serius terhadap kemampuan seseorang mengatasi infeksi virus dan kanker. 4. Para peneliti sedang mengembangkan cara-cara untuk "mendidik" sistem imun untuk memandang jaringan asing sebagai "diri" sebagai cara untuk mencegah sistem imun pasien cangkok-organ menolak jaringan asing sekaligus mempertahankan kemampuan pertahanan tubuh pasien. Ohat-obat imunosupresifyang sekarang digunakan untuk mencegah penolakan transplan melumpuhkan sistem pertahanan imun pasien dan menyebabkan pasien rentan terhadap invasi mikroba. 5. Sel-sel kulit yang terlihat di permukaan tubuh semuanya mati.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h 477.) Jika alergen berikatan dengan antibodi IgG dan bukan dengan antibodi IgE, tidak terjadi gejala alergi karena antibodi IgG tidak melekat ke sel mast dan basofil seperti halnya antibodi IgE.



Bab 13 Sistem Pernapasan Periksa Pemahaman Anda 13.1 (Pertanyaan di h. 485.)



1. Udara di alveoli dan darah di kapiler paru hanya dipisahkan oleh ­



A-34  



appendix c



mukaan yang sangat besar (75 m2) untuk pertukaran. Ketipisan dan banyaknya luas permukaan membran alveolus mempermudah pertukaran gas karena laju difusi berbanding terbalik dengan ketebalan dan berbanding lurus dengan luas permukaan antarmuka ini. 2. sel alveolus tipe I membentuk dinding alveolus, sel alveolus tipe II menyekresikan surfaktan paru, dan makrofag alveolar yang mengembara merupakan spesialis fagositik yang menyisir di dalam lumen alveolus. 13.2 (Pertanyaan di h503.) 1. Selama pernapasan tenang normal, diafragma dan otot interkostinterkostalis eksterna berkontraksi selama inspirasi, mengembangkan dinding dada dan rongga toraks. Paru secara pasif mengikutinya, dengan tekanan intraalveolus turun dari 760 ke 759 mm Hg karena paru membesar. Udara masuk ke dalam paru menuruni gradien konsentrasinya dari atmosfer hingga tekanan intraalveolus sama dengan tekanan atmosfer sebesar 760 mm Hg. Ketika otot inspirasi ini berelaksasi, dada dan paru secara pasif mengalami rekoil ke ukuran prainspirasi, sehingga meningkatkan tekanan intraalveolus menjadi 761 mm Hg. Udara keluar paru menuruni gradien konsentrasinya ke atmosfer seiring dengan terjadinya ekspirasi pasif. Selama olahraga berat, diafragma dan otot interkostalis eksterna bekerja lebih berat dan otot inspirasi tambahan (sternoldeidomas-toideus dan otot skalenus di leher) juga berperan untuk mengembangkan dada dan paru lebih besar lebih besar lagi daripada selama bernapas tenang. Selama inspirasi kuat ini, tekanan intraalveolus turun lebih jauh lagi, misalnya 758 mm Hg, sehingga lebih banyak udara mengalir ke dalam paru sebelum keseimbangan dengan tekanan atmosfer tercapai. Selama ekspirasi aktif, atau paksa, otot inspirasi berelaksasi dan otot ekspirasi (otot abdomen dan otot interkostalis interna) berkontraksi untuk mengurangi volume dada lebih banyak lagi daripada selama ekspirasi pasif, sehingga memungkinkan paru mengalami lebih banyak rekoil. Akibatnya, tekanan intraalveolus meningkat lebih banyak daripada selama pernapasan tenang, misalnya menjadi 762 mm Hg, sehingga lebih banyak udara yang meninggalkan paru sebelum menjadi seimbang dengan tekanan atmosfer. 2. Gaya yang menjaga alveolus tetap terbuka adalah gradien tekanaan transmural dan surfaktan paru (yang melawan tegangan permukaan alveolus), dan gaya yang mendorong alveolus menjadi kolaps adalah rekoil elastik dan tegangan permukaan alveolus. 3. Lihat gambar 13-16, h. 498. 13.3 (Pertanyaan di h. 508.) 1. Lihat Gambar 13-22, h. 505. 2. Lihat Tabel 13-5, h506. 13.4 (Pertanyaan di h. 515.) 1. Lihat Tabel 13-6, h. 508. 2. Lihat Gambar 13-24, h509. 13.5 (Pertanyaan di h. 525.) 1. Pusat respirasi di medula adalah pusat kontrol respirasi utama. utama. Pusat ini mengandung kelompok respirasi dorsal (KRD) dan kelompok respirasi ventral (KRV). KRD terutama terdiri dari neuron inspirasi yang secara bergantian melepaskan impuls untuk menimbulkan inspirasi dan menghentikan impuls untuk menimbulkan ekspirasi selama pernapasan tenang. KRV terdiri dari neuron inspirasi dan neuron ekspirasi yang tetap inaktif selama pernapasan tenang tetapi menjadi aktif oleh KRD sebagai mekanisme tambahan untuk menyebabkan inspirasi dalam dan ekspirasi aktif selama periode ketika kebutuhan ventilasi meningkat. Pusat pneumotaksik di pons membantu memadamkan neuron inspirasi KRD, dan pusat apneustik di pons mencegah neuron inspirasi ini dipadamkan, dalam suatu pola yang seimbang. Kompleks preBotzinger menghasilkan irama dasar respirasi dan mendorong pencetusan impuls ritmis neuron inspirasi KRD. 2. Mekanisme utama yang mengendalikan ventilasi di bawah kondisi istirahat secara khusus ditujukan pada pengaturan konsentrasi H+



CES, yang nantinya secara langsung mencerminkan perubahan Pco2 arteri karena CO2 yang memasuki CES otak menghasilkan H+ yang sangat direspons oleh kemoreseptorsentral. Kemoreseptor sentral menyesuaikan ventilasi dengan tepat agar H+ di CES otak dan karenanya Pco2 arteri normal.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 525.) 1. S 2. S 3. B 4. S 5. S 6. S 7. S 8. gradien tekanan transmural, kerja surfaktan paru 9. elastisitas paru, tegangan permukaan alveolus 10. daya regang 11. rekoil elastik 12. karbonat anhidrase 13. a 14. a. , c. =, d. e. =, f. =, g. >, h. LFG 2. Ansa Henle nefron jukstamedula menciptakan gradien osmotik vertikal di medula, vasa rektanya mempertahankan gradien, dan duktus koligentes semua nefron menggunakan gradien ini, bersama vasopresin, untuk menghasilkan urine dengan konsentrasi beragam. 3. Vasopresin, yang disekresikan ke dalam darah oleh hipofisis sebagai respons terhadap defisit H2O, meningkatkan permeabilitas tubulus distal dan koligentes terhadap H2O. Vasopresin mengaktifkan jalur cAMP di dalam sel prinsipal yang melapisi bagian dalam tubulus ini ketika vasopresin berikatan dengan reseptor V2 yang spesifik untuknya di membran basolateral sel ini. cAMP meningkatkan permeabilitas H2O di membran luminal yang berlawanan dengan mendorong penyelipan kanal air AQP-2 ke membran ini. Air memasuki sel dari lumen tubulus melalui kanal air yang diselipkan dan keluar dari sel melalui kanal air berbeda yang permanen terletak di tepi basolateral untuk memasuki darah, dalam cara ini direabsorpsi untuk mengoreksi defisit H2O.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h, 573.) 1. S 2. S 3. B 4. B 5. B 6. nefron 7 . kalium 8. 500 9. 1.b, 2.a, 3.b, 4.b, 5.a, 6.b, 7.b, 8.b, 9.b 10. e 11. b 12. b, e, a, d, c 13. e, e, d, a, b, f 14. g, c, d, a, f, b, e 15.1.a, 2.a, 3.c, 4.b, 5.d



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 574.) 1.







Pasien 2







125 mL/min



124 mL/min







620 mL/min



400 mL/min







1127 mL/min



727 mL/min



FF



0.20



0.31



Semua nilai pasien 1 berada dalam kisaran normal. LFG pasien 2 normal tetapi aliran plasma ginjal rendah dan fraksi filtrasi tinggi. Karena itu, LFG-nya terlalu tinggi untuk APG tersebut. Hal ini dapat menunjukkan membesarnya celah filtrasi atau glomerulus yang secara umum "bocor". APG yang rendah mengisyaratkan tekanan darah ginjal yang rendah, mungkin akibat sumbatan parsial arteri renalis. 2. jumlah yang difiltrasi = LFG x konsentrasi plasma = (0,125 liter/mnt) x (145 mmol/ liter) = 18,125 mmol/mnt 3. LFG 5 (U 3 [I]U)/[I]B U 5 (LFG 3 [I]B)/[I]U 5 (125 mL/mnt)(3 mg/kiter)/(300 mg/liter) 5 1.25 mL/mnt 4.



kosentrasi bahan di urine



laju bersihan suatu bahan



×



laju aliran urine



5 Konsentrasi bahan dalam plasma 7,5 mg/mL x 2 mL/mnt 5 0.2 mg/mL 5 75 mL/mnt



Karena laju bersihan 75 mL/mnt lebih kecil daripada LFG rerata yang 125 mL/mnt, bahan tersebut direabsorpsi.



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 575.) 1. Ansa Henle yang lebih panj ang pada tikus gurun (yang dikenal sebagai kangaroo rats) memungkinkan terjadinya multiplikasi countercurrent yang lebih besar sehingga gradien osmotik vertikal medula juga lebih besar. Akibatnya, hewan pengerat ini dapat menghasilkan urine yang terkonsentrasi hingga osmolaritas hampir 6000 mOsm/liter, yaitu lima kali lebih pekat daripada kepekatan maksimal urine manusia yang 1200 mOsm/liter. Karena kemampuannya yang luar biasa dalam memekatkan urine, tikus gurun tidak pernah minum; H2O yang diproduksi oleh metabolisme di dalam sel-selnya selama oksidasi makanan (makanan O2 —> CO2 + H2O + energi) sudah memadai untuk kebutuhannya. 2. a. 250 mg/mnt yang difiltrasi jumlah bahan yang difiltrasi = konsentrasi bahan dalam = 250 mg/mnt



b. 200 mg/mnt direabsorpsi Sejumlah Trn bahan akan direabsorpsi c. 50 mg/mnt diekskresi jumlah bahan yang diekskresi = jumlah bahan yang difiltrasi - jumlah bahan yang direabsorpsi = 250 mg/ mnt - 200 mg/mnt = 50 mg/mnt 3. Aldosteron merangsang reabsorpsi Na+ dan sekresi K+ oleh tubbulus ginjal. Karena itu, gambaran paling menonjol pada sindrom Conn (hipersekresi aldosteron) adalah hipernatremia (peningkatan kadar Na dalam darah) akibat reabsorpsi berlebihan Na+, hipokalemia (penurunan kadar K+ di bawah normal) akibat sekresi K+ yang berlebihan, dan hipertensi (peningkatan tekanan darah) akibat retensi garam dan air yang berlebihan. e. 300/300. Jika pars asendens permeabel terhadap air, gradien osmotik vertikal di cairan interstisium medula ginjal tidak akan terbentuk, dan cairan pars asendens tidak menjadi hipotonik sebelum masuk ke tubulus distal. Sewaktu pars asendens memompa NaC1 ke dalam cairan interstisium, air akan secara osmotis mengikuti sehingga cairan interstisium dan pars asendens akan tetap isotonik pada 300 mOsm/liter. Dengan cairan tubulus yang masuk ke tubulus distal memiliki konsentrasi 300 mOsm/liter dan bukan normal 100 mOsm/ liter, tidak mungkin terbentuk urine dengan osmolaritas yang kurang dari 300 mOsm/liter. Demikian juga, tanpa adanya gradien osmotik vertikal medula, tidak mungkin terbentuk urine yang lebih pekat daripada 300 mOsm/liter, seberapapun vasopresin yang ada. 5. Karena jalur desendens antara otak dan neuron motorik yang menyarafi sfingter uretra eksternal dan diafragma pelvis tidak lagi utuh, korban kecelakaan ini tidak lagi dapat mengontrol berkemihnya secara sadar. Karena itu, pengosongan kandung kemih pada orang ini seluruhnya dikendalikan oleh refieks berkemih.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 575.) pembesaran prostat



Bab 15 Keseimbangan Cairan dan Asam-Basa Periksa Pemahaman Anda 5.1 (Pertanyaan di h. . 580.) 1. masukan = penelanan atau produksi metabolik; keluaran = eksresi atau konsumsi metabolik 2. keseimbangan stabil: ketika masukan total suatu bahan ke tubuh sama dengan keluaran totalnya; keseimbangan positif: ketika penambahan suatu bahan melalui masukan melebihi kehilangannya melalui keluaran; keseimbangan negatif: ketika kehilangan suatu bahan melebihi penambahannya 15.2 (Pertanyaan di h. 590.) 1. Lihat Tabel 15-1, h.. 580. 2. Volume CES diatur dengan mempertahankan keseimbangan gagaram dan penting untuk membantu mempertahankan tekanan darah. Osmotaritas CES diatur dengan mempertahankan keseimbangan air bebas dan penting untuk mencegah agar sel tidak membengkak atau mengkerut. 3. Ketika CES hipertonik, air secara osmotik meninggalkan sel, menyebabkannya mengkerut. Ketika CES hipotonik, air secara osmotik memasuki sel, menyebabkannya membengkak. 15.3 (Pertanyaan di h. 606.) 1.Hanya pH dalam kisaran sempit yang sesuai dengan kehidupan



JAWABAN



A-37



pada fungsi sel normal. Perubahan [H+] (1) menyebabkan perubahan eksitabilitas sel saraf dan otot, yang dapat menyebabkan kematian dengan menekan SSP pada kasus asidosis berat atau menyebabkan spasme otot pada otot pernapasan pada kasus alkalosis berat; (2) memengaruhi aktivitas enzim sehingga menggangu aktivitas metabolik penunjang-kehidupan yang dikatalisis oleh enzim-enzim ini; dan (3) memengaruhi [K+] yang dapat menyebabkan abnormalitas jantung yang mematikan. 2. asidosis metabolik. Untuk mengompensasi, dapardapar CES mengambil H+ ekstra, paru mengeluarkan tambahan CO2 pembentukasam, dan ginjal mengekskresikan lebih banyak H+ dan menghemat lebih banyak HCO3-.



Pertanyaan Objektif



(Pertanyaan di h. 607.) 1. B 2. S 3. S 4. B 5. B 6. cairan intrasel 7. [H2CO3], [HCO38. d 9. b 10. a, d, e 11. b, e 12. c 13. 1. asidosis metabolik, 2. diabetes melitus, 3. pH = 7,1, 4. alkalosis respiratorik, 5. kecemasan, 6. pH = 7,7, 7.asidosis respiratorik, 8. pneumonia, 9. pH = 7,1, 10. alkalosis metabolik, 11. muntah, 12. pH = 7,7



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 608.) 1. pH = 6,1 + log [HC031/(0,03 mM/mm Hg x 40 mm Hg) 7.4 5 6.1 1 log [HCO32]/1.2 mM log [HCO32]/1.2 mM 5 7.4 2 6.1 5 1.3 [HCO32] 5 1.2 mM 3 (101.3) 5 24 mM 2. pH 5 2log [H1], [H1] 5 102pH [H1] 5 1026.8 5 158 nM untuk pH 5 6.8 [H1] 5 1028.0 5 10 nM untuk pH 5 8.0 3. Perhatikan bahwa air suling permeabel untuk semua sawar, sehingga air ini akan terdistribusi secara merata di semua kompartemen. Karena tidak masuk ke sel, salin akan tetap berada di CES. Distribusi yang terjadi diringkaskan dalam bagan di bagian bawah halaman. Jelaslah, salin lebih baik untuk menambah volume plasma.



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 608.) 1. Kecepatan pembentukan urine meningkat ketika alkohol meng-



Cairan yang Ditelan Air suling



Salin



A-38  



appendix c



Kompartemen



Ukuran Kompartemen Sebelum Ingesti (liter)



air dari tubulus distal dan koligentes. Karena air tambahan yang harusnya direabsorpsi dari bagian distal tubulus kini keluar dari tubuh dalam bentuk urine, tubuh menjadi dehidrasi dan osrnolaritas CES meningkat setelah konsumsi alkohol, yaitu lebih banyak cairan keluar di urine daripada yang masuk melalui minuman beralkohol akibat efek alkohol pada vasopresin. Karena itu, orang yang mabuk alkohol mengalami defisit air dan tetap merasa haus, meskipun baru mengonsumsi cairan. 2. Jika seseorang kehilangan 1500 mL keringat kaya garam dan minum 1000 mL air tanpa mengganti garam dalam periode yang sama, tetap akan terdapat defisit volume sebesar 500 mL, dan cairan tubuh akan menjadi hipotonik (garam yang tersisa di tubuh akan terencerkan oleh ingesti 1000 mL H2O bebas). Akibatnya, osmoreseptor hipotalamus (masukan dominan) akan memberi sinyal ke sel-sel penghasil vasopresin untuk menurunkan sekresi vasopresin sehingga tambahan air yang menyebabkan cairan tubuh menjadi lebih encer dikeluarkan melalui urine. Secara bersamaan, reseptor volume atrium kiri akan memberi sinyal ke sel-sel penghasil vasopresin untuk meningkatkan sekresi vasopresin untuk menghemat air selama pembentukan urine sehingga defisit volume dapat teratasi. Kedua masukan yang bertentangan ke sel penghasil vasopresin ini bersifat kontra-produktif. Karena itu, setelah kita berkeringat banyak atau mengalami pengeluaran abnormal cairan kaya-garam lainnya kita perlu mengganti baik garam maupun air. yang keluar. Jika dilakukan penggantian garam bersama dengan asupan air, osmolaritas CES tetap mendekati normal dan sel penghasil vasopresin hanya mendapat sinyal untuk meningkatkan sekresi vasopresin untuk membantu memulihkan volume CES ke normal. 3. Ketika dilakukan penyuntikan intravena larutan dekstrosa dengan konsentrasi setara dengan cairan tubuh normal, volume CES bertambah tetapi CES dan CIS secara osmotis masih setara. Karena itu, tidak terjadi perpindahan neto air antara CES dan CIS. Namun, ketika dekstrosa masuk ke sel dan dimetabolisme, CES menjadi hip otonik karena zat terlarut ini meninggalkan plasma. Jika kelebihan air ini tidak diekskresikan di urine secara cukup cepat, air akan masuk ke sel melalui proses osmosis. 4. Karena soda kue (NaHCO3) mudah diserap dari saluran cerna, terapi hiperasiditas lambung dengan soda kue dapat menyebabkan alkalosis metabolik karena terlalu banyak HCO3- yang diserap. Terapi dengan antasid yang kurang diserap lebih aman karena produk ini tetap berada di saluran cerna dan tidak menyebabkan gangguan keseimbangan asambasa. Ukuran Kompartemen Setelah Ingesti (liter)



% Peningkatan Ukuran Kompartemen Setelah Ingesti



42



43



2%



28



28.667



2%



14



14.333



2%



2.8



2.866



2%



11.2



11.466



2%



42



43



2%



28



28



0%



14



15



7%



2.8



3



7%



11.2



12



7%



5 c. Sistem dapar hemoglobin menyangga ion hidrogen yang dihasilkan oleh CO2. Pada kasus asidosis respiratorik yang rnenyertai pneurnonia berat, reaksi H+ + Hb —> HHb akan bergeser ke arah HHb sehingga sebagian dari tambahan H+ bebas dikeluarkan dari darah.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 608.) Tindakan-tindakan kompensasi untuk dehidrasi mencakup peningkatan sekresi vasopresin yang meningkatkan reabsorpsi air di tubulus distal dan koligentes serta menurunkan penge-luaran urine. Secara bersamaan, timbul rasa haus yang men-dorong asupan cairan. Asidosis metabolik diatasi oleh penge-luaran kelebihan H+ dari CES oleh anggota HCO3- dari sistem penyangga H2CO3:HCO3-, peningkatan ventilasi untuk mengurangi jumlah CO2 pembentuk asam di tubuh, dan pengeluaran H+ tambahan dan penghematan HCO3- oleh ginjal.



Bab 16 Sistem Pencernaan Periksa Pemahaman Anda



16.1 (Pertanyaan di h. 619.) 1. Lihat Gambar 16-2, h. 617. 2. Sel pemacu yang disebut sel interstisial Cajal (SIC) menghasilkan potensial gelombang lambat yang secara siklik membawa membran mendekat atau menjauh dari potensial ambang. Potensial gelombang lambat menyebar melalui taut celah dari SIC ke sel otot polos di sekitarnya, yang mereka sendiri saling terhubung melalui taut celah ke sinsitium fungsional. Jika gelombang lambat mencapai ambang pada puncak depolarisasi, serangkaian potensial aksi dipicu pada setiap puncak, menyebabkan siklus ritmik kontraksi dalam lembaran sel otot polos yang digerakkan oleh pemacu. Frekuensi gelombang lambat beragam di berbagai area saluran cerna. Kontraksi di dalam saluran cerna terjadi pada laju frekuensi gelombang lambat di dalam bagian saluran tertentu. 16.2 (Pertanyaan di h. 622.) 1. mukus: mempermudah menelan dengan melembutkan partikel makanan agar menyatu dan dengan menyediakan pelumasan; amilase: memulai pencernaan tepung makanan; lisosom: menimbulkan efek antibakteri dengan melisiskan bakteri, mengikat antibodi IgA, menyekresikan laktoferin yang mengikat besi yang diperlukan dalam multiplikasi bakteri, dan membersihkan materi yang dapat berperan sebagai sumber makanan bagi bakteri. 2. Stirnulasi parasimpatis menginduksi pembentukan liur encer yang kaya enzim dalam jumlah besar. Stimulasi simpatis menghasilkan liur kental yang kaya mukus dalam jumlah kecil. 16.3 (Pertanyaan di h. 624.) 1. Selama menelan, respirasi sesaat dihambat ketika pintu masuk ke trakea ditutup untuk mencegah makanan agar tidak masuk ke jalan napas. Kontraksi otot-otot laring dengan ketat meluruskan pita suara menutup glotis. Untuk proteksi lebih lanjut, epiglottis melipat ke bawah melewati glotis yang tertutup. 2. Sfingter faringoesofageal di ujung atas esofagus memi sahkan faring dari esofagus dan mencegah udara agar tidak masuk ke esofagus dan lambung selama bernapas. Sfingter ini tetap berkontraksi secara tonik kecuali selama menelan, ketika sfingter terbuka. 16.4 (Pertanyaan di h 637.) 1. Kontraksi peristaltik yang kuat di antrum lambung mendorong isi lumen ke arah bawah menuju sfingter pilori yang sedikit terbuka.



Sebagian kecil kimus didorong melalui sfingter sebelum gelombang peristaltik mencapai sfingter dan menutupnya dengan erat. Ketika makanan yang bergerak maju menabrak sfingter yang tertutup, makanan memantul ke belakang, hanya untuk didorong ke depan lagi oleh gelombang peristaltik selanjutnya. Retropulsi (siklus makanan yang didorong ke depan dan ke belakang di dalam antrum) ini memotong dan menggiling makanan menjadi potongan yang lebih kecil dan mencampurnya merata dengan sekresi lambung, mengubahnya menjadi kimus sebelum pengosongan. 2. Fase sefalik sekresi gastrik terjadi sebagai respons terhadap stimulus terkait-makanan "di dalam kepala. Stimulus ini mencakup memikirkan, mencicipi, menghidu, mengunyah, dan menelan makanan. Respons ini diperantarai oleh aktivasi vagal pada sel sekretorik utama dan parietal (yang masing-masing menyekresi HC1 dan pepsinogen) serta sel G endokrin (yang menyekresi hormon gastrin yang merangsang sel utama dan sel parietal lebih jauh lagi). 3. Komponen sawar mukosa lambung berikut ini memungkinkan lambung mengandung HC1 yang poten tanpa mencederai dirinya sendiri: (1) membran luminal sel mukosa lambung tidak permeabel terhadap H+ sehingga HC1 tidak dapat menembus ke dalam sel, (2) taut erat yang menyatukan sel-sel mencegah HCl menembus di antaranya, (3) sel mukosa permukaan menyekresikan mukus yang berperan sebagai sawar fisik terhadap penetrasi asam, dan (4) HCO3- yang disekresikan oleh mukus berperan sebagai sawar kimia yang menetralkan asam di sekitar mukosa. Pada akhirnya, keseluruhan lapisan lambung mengalami pergantian yang signifikan, dengan pergantian seI-sel setiap 3 hari. 16.5 (Pertanyaan di h. 645.) 1. Pankreas menghasilkan enzim proteolitik untuk mencerna proprotein dalam makanan, tetapi enzim ini juga dapat mencerna sel yang menghasilkannya jika tidak disimpan dalam bentuk inaktif hingga mereka disekresikan. Enzim-enzim inaktif ini (tripsinogen, kimotripsinogen, dan prokarkotakipeptidase) disimpan di dalam granula zimogen sekretorik di sel asinus pankreas hingga ada stimulus yang sesuai yang memicu sekresinya. Enzim-enzim ini diaktifkan menjadi enzim pencerna-protein (tripsin, kimotripsin, dan karboksipeptidase) hanya ketika mereka mencapai lumen duodenum, tempat mereka bekerja pada makanan, bukan sel pankreas. 2. Garam empedu berperan dalam pencernaan lemak makanan dengan efek deterjennya (emulsifikasi lemak) di usus halus. Gerakan mencampur usus memecah butiran lemak besar menjadi droplet yang lebih kecil, menciptakan emulsi lemak yang terdiri dari banyak droplet lemakberukuran kecil yang tersuspensi di dalam kimur cair. Kerja ini meningkatkan area permukaan lemak yang tersedia untuk diserang oleh lipase pankreas. 16.6 (Pertanyaan di h. 658.) 1. Ketiga sifat struktural utama yang meningkatkan luas permukaan usus halus yang tersedia untuk absorpsi nutrien, air, dan elektrolit: (1) Lipatan sirkular besar pada permukaan luminal usus halus meningkatkan luar permukaan sebesar tiga kali lipat, (2) projeksi berbentuk jari mikroskopik yang disebut vili yang berada di atas lipatan sirkular meningkatkan luas permukaan sebesar 10 kali lipat lebih banyak lagi, dan (3) sejumlah besar tonjolan berbentuk rambut yang disebut mtkrovili atau brush border pada setiap permukaan vilus secara kolektif meningkatkan luas permukaan absorptif usus halus kira-kira sebesar 600 kali lebih luas daripada seandainya saluran benar-benar halus dengan diameter dan panjang yang sama. 2. Absorpsi sebagian besar karbohidrat dan protein dalam makanan



  



A-39



Molekul nutrien keluar dari sel dan masuk ke dalam darah melintasi membran basal dengan difusi terfasilitasi, menuntaskan proses absorptif. 16.7 (Pertanyaan di h. 661.) 1. Kontraksi haustra usus besar sangat mirip dengan kontraksi sesegmentasi usus kecil, yaitu keduanya merupakan kontraksi serupacincin, autonorn, dan ritmik yang diinisiasi oleh sel pemacu, tetapi kontraksi haustra terjadi jauh lebih jarang (sekali setiap 30 menit) daripada kontraksi segmentasi (9 hingga 12 kali per menit). Kontraksi haustra, yang nonpropulsif, mengaduk isi kolon maju dan mundur, mempermudah absorpsi air dan garam sehingga memadatkan isi dan membentuk massa fekal yang padat. Sebaliknya, segmentasi di usus halus bersifat propulsif perlahan dan gerakan mencampur. Pencampuran mempermudah pencernaan dengan mencampur kimus dengan getah pencernaan pankreas dan mempermudah absorpsi dengan memajankan semua bagian kimus ke permukaan absorptif usus halus. 2. NaHCO3 yang dihasilkan oleh usus besar terutama berperan untuk melindungi usus besar dari asam yang dihasilkan selama fermentasi kolonik oleh bakteri intestinal. Peran utama NaHCO3 pankreas yang disekresikan ke dalam lumen duodenum adalah untuk menetralkan kimus asam yang dikosongkan dari lambung, sehingga melindungi usus halus dari kerusakan asam selain untuk menciptakan lingkungan basa yang mengoptimalkan aktivitas enzim pencernaan pankreas. 16.8 (Pertanyaan di h. 662.) 1. Hormon tropik menginduksi pertumbuhan jaringan sasarannya. Misalnya, gastrin bersifat tropik bagi mukosa lambung selain perannya dalam merangsang sekresi sel utama dan sel parietal. Manfaatnya adalah bahwa hormon ini membantu mempertahankan mukosa lambung, meskipun lingkungannya keras, sehingga mempertahankan kemampuan sekresi permukaan lambung ini. 2. Sekretin: otot polos lambung dan sel parietal (bekerja sebagai en -terogastron untuk menghambat motilitas lambung dan sekresi asam, sel duktus pankreas dan hepatosit (merangsang sekresi NaHCO3 pada keduanya); CCK: otot polos lambung dan sel parietal (bekerja sebagai enterogastron), sel asinus pankreas (merangsang sekresi enzim pencernaan pankreas), kandung empedu (menyebabkan kontraksi), sfingter Oddi (menyebabkan relaksasi), dan otak (sinyal kenyang)



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 663.) 1. S 2. B 3. B 4. S 5. S 6. S 7. panjang, pendek 8. kimus 9. tiga 10. vitamin B12, garam empedu 11. garam empedu 12. b 13. 1.c, 2.e, 3.b, 4.a, 5.f, 6.d 14. 1.c, 2.c, 3.d, 4.a, 5.e, 6.c, 7.a, 8.b, 9.c, 10.b, 11.d, 12.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 664.) 1. a. r 5 0.5 cm, luas 5 4p (0.25) 5 p cm2



)



volume 5 ( 43 π (0.5)3 5 0.5236 cm3 area/volume 5 6 b.  Setiap volume butiran baru adalah 5,236 x 10-3 cm3 sehingga radius rerata adalah 0,1077 cm. Dengan demikian, luas bola dengan radius tersebut adalah 4 p(0.1077 cm)2 5 0.1458 cm2 luas/volume 5 27.8 c. Luas yang teremulsifikasi/luas butiran5 (100)(0.145 cm2)/p cm2 = 4,64 Karena itu, luas permukaan total keseratus butiran teremul-sifikasi adalah 4,64 kali luas butiran lemak semula yang lebih besar.



A-40  



appendix c



d. Volume yang teremulsifikasi/volume butiran5 (100)(5.236 3 1023 cm3)/0.5236 cm3 5 1.0. Karena itu, volume total tidak berubah akibat emulsifikasi, seperti yang diharapkan karena volume total lemak terkonservasi selama emulsifikasi. Volume yang semula terdapat dalam butiran besar dibagi di antara 100 butiran teremul-sifikasi.



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 664.) 1. Pasien yang lambungnya telah diangkat harus makan dalam jumlah kecil tetapi sering dan tidak makan tiga kali sehari seperti biasanya karena mereka telah kehilangan kemampuan untuk menyimpan makanan di lambung dan menyesuaikan jumlah yang masuk ke usus halus dengan kecepatan optimal. Jika seseorang tanpa lambung mengonsumsi makanan dalam jumlah besar yang masuk ke usus halus sekaligus, isi lumen akan cepat menjadi terlalu hipertonik karena pencernaan molekul-molekul nutrien besar menjadi beragam unit yang lebih kecil dan aktif osmotis serta mudah diserap akan mengalahkan proses penyerapan unit-unit tersebut yang berlangsung lebih lambat. Akibat peningkatan osmolaritas lumen ini, air akan masuk ke lumen usus halus dari plasma melalui proses osmosis sehingga terjadi gangguan sirkulasi serta peregangan usus. Untuk mencegah terjadinya "dumping syndrome" ini, pasien harus "memberi makan" usus halus sedikit-sedikit sehingga absorpsi produk-produk akhir pencernaan dapat menyamai laju pembentukan produk-produk tersebut. Orang yang bersangkutan harus dengan sadar menakar penyaluran makanan ke dalam usus halusnya karena lambung tidak lagi ada untuk melakukan fungsi ini. 2. Jaringan limfoid terkait-usus melakukan serangan imun terhadap semua mikroorganisme patogen (penyebab penyakit) yang masuk ke saluran cerna dan lolos dari penghancuran oleh lisozim liur atau HC1 lambung. Efek ini mempertahankan tubuh dari kemungkinan masuknya patogen ke dalam tubuh. Besarnya jumlah sel imun di jaringan limfoid terkait-usus merupakan adaptasi lini pertahanan pertama terhadap invasi asing jika kita menyadari bahwa luas permukaan dalam saluran cerna merupakan antarmuka terluas antara tubuh sejati dan lingkungan eksternal. 3. Pada pasien yang lumpuh dari pinggang ke bawah akibat cedera korda spinalis bawah, defekasi dilaksanakan seluruhnya oleh refleks defekasi. Kontrol volunter sfingter anus eksternal tidak mungkin dilakukan karena terputusnya jalur desenden antara korteks motorik primer dan neuron motorik yang menyarafi sfingter ini. 4. Jika glukuronil transferase yang tersedia pada neonatus kurang memadai untuk mengkonjugasikan semua bilirubin yang diproduksi dengan asam glukuronat selama penguraian eritrosit, bilirubin takterkonjugasi tambahan tersebut tidak dapat diekskresikan ke dalam empedu. Karena itu, bilirubin ekstra ini tetap berada di tubuh dan menimbulkan ikterus ringan pada neonatus. 5. Pengangkatan lambung menyebabkan anemia pernisiosa karena terjadi kelangkaan faktor intrinsik, yang penting dalam penyerapan vitamin B12. Pengangkatan ileum terminal menyebabkan anemia pernisiosa karena bagian ini adalah satu-satunya tempat penyerapan vitamin B12.



Pertimbangan Klinis



(Pertanyaan di h. 664.) Orang yang saluran empedunya tersumbat oleh batu empedu mengalami "serangan kandung empedu" yang nyeri setelah makan makanan berlemak karena lemak yang masuk memicu pengeluaran kolesistokinin, yang merangsang kontraksi kandung empedu. Sewaktu kandung empedu berkontraksi dan empedu terperas ke dalam saluran empedu yang tersumbat, saluran menjadi teregang di belakang sumbatan. Peregangan ini menimbulkan nyeri.



Tinja berwarna putih keabuan karena tidak ada empedu yang mengandung bilirubin yang masuk ke saluran cerna jika saluran empedu tersumbat. Bilirubin, setelah diproses oleh enzim-enzim bakteri, merupakan penyebab tinja berwarna coklat, sehingga tanpanya tinja akan berwarna putih keabuan.



Bab 17 Keseimbangan Energi dan Regulasi Suhu Periksa Pemahaman Anda



17.1 (Pertanyaan di h. 676.) 1. Kerja eksternal adalah energi yang dikeluarkan oleh otot rangka untuk memindahkan objek eksternal atau memindahkan tubuh dalam hubungannya dengan lingkungan. Kerja internal membentuk semua pengeluaran energi biologis yang tidak melaksanakan kerja mekanik di luar tubuh; ini mencakup aktivitas otot rangka yang berkaitan dengan menjaga postur dan menggigil serta semua aktivitas yang menghabiskan energi yang esensial bagi kelangsungan hidup, seperti memompa darah atau bernapas. Laju metabolik adalah laju energi yang dihabiskan selama kerja eksternal dan internal: Laju metabolik = pengeluaran energi/ satuan waktu. Sinyal napsu makan member sinyal lapar, mendorong kita untuk makan. Sinyal adipositas member sensasi rasa penuh, menekan keinginan makan. Sinyal adipositas merupakan penunjuk ukuran simpanan lemak dalam jaringan adiposa dan penting dalam pengendalinan berat tubuh jangka panjang. Adipokin merujuk kepada hormon yang disekresikan oleh adipositas. Lemak viseral adalah lemak dalam dan "buruk" yang mengelilingi organ abdomen dan tampaknya mengalami inflamasi kronik dan menyekresikan adipokin-adipokin berbahaya. Lemak subkutan diendapkan di bawah kulit (merupakan lemak yang dapat Anda cubit) dan kurang berbahaya daripada lemak viseral. 2. Laju metabolik basal dapat ditentukan secara tidak langsung dengan mengukur ambilan O2 per satuan waktu dan mengalikannya dengan ekuivalen energi untuk O2, yaitu 4,8 kilokalori energi yang dibebaskan per liter O2 yang dikonsumsi. Teknik ini didasarkan pada kenyataan bahwa terdapat hubungan langsung antara volume O2 yang digunakan dan jumlah panas yang dihasilkan sebagai berikut: Makanan 1 O2 → CO2 1 H2O 1 energi (sebagian besar diubah menjadi panas). 3. Lihat Tabel 17-3, h673. 17.2 (Pertanyaan di h 685.) 1. Radiasi: perpindahan energi panas dari benda yang lebih hangat ke benda yang lebih dingin dalam bentuk gelombang energi yang berjalan melalui ruang; konduksi: perpindahan panas antara benda yang berbeda suhunya yang berkontak langsung satu sama Iain; konveksi: perpindahan energi panas oleh aliran udara; evaporasi: perubahan cairan seperti keringat menjadi uap berbentuk gas, suatu proses yang memerlukan panas, yang diabsorpsi dari kulit 2. Lihat Tabel 17.4, h 682



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 685.) 1. S 2. S 3. S 4. S 5. B 6. B 7. B 8. B 9. nuldeus arkuatus 10. menggigil 11. termogenesis tak-menggigil 12. berkeringat 13.b 14. e 15.1.b, 2.a, 3.c, 4.a, 5.d, 6.c, 7.b, S.d, 9.c, 10.b



Latihan Kuantitatif (Pertanyaan di h. 686.) 1. Dari fisika kita mengerahui bahwa DT(°C) 5 DU/(C 3 m). Juga perhatikan bahwa DU/t 5 LMB (yaitu, laju pemakaian energi adalah laju metabolisme basal) m mewakili massa cairan tubuh; untuk orang rerata, ini besarnya 42 liter.



(42 liter) 3 (1 kg/liter) 5 42 kg C 5 1.0 kkal/(kg-°C) Jika air mendidih pada 100°C dan suhu tubuh normal adalah 37°C, kita perlu mengubah temperatur sebesar 63°C. Karena itu, t 5 (DT 3 C 3 m)/LMB 5 (63°C)[1.0 kkal/(kg-°C)] (42 kg)/ (75 kkal/jam) 5 35 hr Pada laju metabolisme yang lebih tinggi selama olahraga, t 5 (63°C)[1.0 kkal/(kg-°C)](42 kg)/(1000 kkal/jam) 5 2.6 jam



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 686.) 1. CCK berfungsi sebagai sinyal kenyang: CCK berfungsi sebagai sinyal untuk berhenti makan ketika makanan yang dikonsumsi telah cukup untuk memenuhi kebutuhan energi tubuh, meskipun makanan masih berada di saluran cerna. Karena itu, jika obat yang menghambat pelepasan CCK diberikan kepada hewan percobaan, hewan tersebut makan berlebihan karena sinyal kenyang tidak dikeluarkan. 2. Jangan melakukan "crash diet". Pastikan Anda menyantap diet yang secara nutrisional berimbang dan mengandung semua nutrien esensial tetapi kurangi asupan kalori, terutama dengan mengurangi makanan tinggi lemak. Sebarkan konsumsi makanan ke sepanjang hari dan bukan menyantap beberapa makan besar saja. Hindari makanan kecil menjelang tidur. Bakarlah lebih banyak kalori melalui program olahraga teratur. 3. Melakukan olahraga berat pada hari yang panas berbahaya karena masalah yang muncul dari upaya untuk mengeluarkan tambahan panas yang dihasilkan oleh aktivitas otot-otot. Pertama, akan terjadi pertentangan kebutuhan untuk distribusi curah jantung-mekanisme pengatur-suhu akan memicu vasodilatasi kulit untuk membuang panas melalui permukaan kulit, sementara perubahan-perubahan metabolik di otot yang beraktivitas akan memicu vasodilatasi lokal di otot untuk menyamakan peningkatan kebutuhan metabolik dengan peningkatan aliran darah. Hal yang semakin memperberat masalah pertentangan kebutuhan aliran darah adalah berkurangnya volume plasma efektif dalam sirkulasi akibat keluarnya sejumlah cairan melalui keringat (mekanisme pendingin tubuh yang penting). Karena itu, ketika seseorang melakukan olahraga berat dalam keadaan panas terjadi kesulitan dalam mempertahankan volume plasma efektif dan tekanan darah dengan sekaligus menjaga tubuh dari panas berlebihan sehingga besar kemungkinan terjadi heat exhaustion. 4. Ketika seseorang berendam dalam air panas, pengeluaran panas melalui radiasi, konduksi, konveksi, dan evaporasi terbatas ke sebagian kecil permukaan tubuh yang terpajan ke udara yang lebih dingin. Tubuh memperoleh panas melalui konduksi di permukaan kulit yang lebih luas yang terendam dalam air panas. 5. Ikan thermoconforming tidak akan mengalami demam ketika terjangkit infeksi sistemik karena tidak memiliki mekanisme untuk mengatur produksi panas internal atau mengontrol pertukaran panas dengan lingkungannya. Suhu tubuh ikan sangat bervariasi sesuai lingkungan eksternal tanpa mernandang ada tidaknya infeksi sistemik. Ikan tersebut tidak dapat mempertahankan suhu tubuh pada titik patokan "normal" atau titik patokan yang meninggi (yaitu demam).



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 687.) Jaringan yang lebih dingin lebih sedikit memerlukan makan daripada ketika berada pada suhu tubuh normal karena terjadi penurunan mencolok aktivitas metabolik. Penurunan kebutuhan O2 di jaringan yang mendingin ini kadang-kadang menj adi penyebab selamatnya sebagian korban tenggelam yang berada di dalam air es dalam waktu yang jauh lebih lama daripada ketahanan hidup seseorang tanpa O2 dalam keadaan normal.   



A-41



Bab 18 Prinsip-Prinsip Endokrinologi; Kelenjar Endokrin Sentral Periksa Pemahaman Anda



18.1 (Pertanyaan di h. 696.) 1. (1) Umpan balik negatif mempertahankan konsentrasi hormon dalam plasma pada kadar tertentu karena keluaran sistem kontrol hormonal meniadakan perubahan pada masukan. Misalnya ketika konsentrasi suatu hormon turun, sistem kontrol memicu peningkatan hormon tersebut, yang mengumpan balik untuk mematikan respons perangsang ketika kadar yang diinginkan tercapai. (2) Refleks neuroendokrin menghasilkan peningkatan mendadak sekresi hormon (yaitu, «menaikan aturan termostat) sebagai respons terhadap stimulus tertentu, yang sering berada di luar tubuh. (3) Ritme diurnal (sirkadian) merupakan fluktuasi ritmik naik dan turun dalam hal laju sekresi berbagai hormon seiring dengan waktu harian. 2. Regulasi turun adalah penurunan jumlah reseptor sel sasaran keketika menghadapi peningkatan terus-menerus suatu hormon. Permisivitas merujuk kepada suatu hormon yang harus ada dalam jumlah adekuat agar hormon lain dapat menimbulkan efeknya dengan penuh. Sinergisme terjadi ketika efek kombinasi dua hormon lebih besar daripada penjumlahan efeknya masing-masing. Antagonisme terjadi ketika suatu hormon menurunkan efektivitas hormon Iain. 18.2 (Pertanyaan di h. 705.) 1. Lihat Gambar 18-6, h. 704. 2. Hormon hipofisis posterior: vasopresin (hormon anti-diuretik , ADH) dan oksitosin; hormon hipofisis anterior: hormon pertumbuhan (GH, somatotropin); thyroid-stimulatinghormone (TSH, tirotropin); hormon adrenokortikotropik (ACTH, kortikotropin); folliciestimulating hormone (FSH); luteinizing hormone (LH); dan prolaktin (PRL); hormon hipofisiotropik: thyrotropin-releasing hormone (TRH); corticotrophin releasing hormone (CRH); gonadotropin releasing hormone (GnRH); growth hormone releasing hormone (GHRH); prolactin releasing hormone (PRH); dan dopamin (prolactininhibiting hormone, PIH) 3. Hipotalamus mengontrol keluaran hormonal dari hipofisis posposterior melalui hubungan saraf dan mengontrol keluaran hormonal dari hipofisis anterior melalui hubungan vaskular. Hipofisis posterior merupakan perpanjangan neural dari hipotalamus. Badan sel saraf di hipotalamus menghasilkan oskitosin dan vasopresin, yang ditranspor menuruni akson yang berjalan melalui tangkai penyambung ke hipofisis posterior, tempat hormon-hormon ini disimpan di ujung neuron. Ketika dirangsang oleh hipotalamus, hormon-hormon ini secara independen dilepaskan ke dalam darah sistemik. Hipotalamus menyekresikan berbagai hormon hipofisiotropik ke dalam sistem porta hipotalamus-hipofisis, yaitu hubungan vaskular kapiler-ke-kapiler yang memindahkan mereka melalui tangkai penghubung ke hipofisis anterior, tempat mereka mengontrol sekresi hormon-hormon yang dihasilkan oleh hipofisis anterior ke dalam darah sistemik. 18.3 (Pertanyaan di h. 713.) 1. GH secara langsung meningkatkan kadar asam lemak dalam darah dengan meningkatkan penguraian simpanan trigliserida di jaringan adiposa dan meningkatkan kadar glukosa darah dengan menurunkan ambilan glukosa oleh otot dan meningkatkan keluaran glukosa oleh hati, sehingga memobilisasi simpanan lemak sebagai sumber energi utama untuk otot sambil menghemat glukosa untuk otak yang dependenglukosa. GH juga secara tidak langsung mendorong sintesis protein, menurunkan asam amino darah dalam prosesnya. 2. GH tidak bekerja secara langsung untuk menimbulkan efek pe-



A-42  



appendix c



tan sintesis protein, dan pertumbuhan tulang). GH justru merangsang hati untuk melepaskan faktor pertumbuhan mirip-insulin (IGF-1) yang secara langsung memerantarai efek pendorong-pertumbuhan ini. 18.4 (Pertanyaan di h 716.) 1. Pencetusan impuls ritmis yang diinduksi oleh sendiri pada neuron di nukleus suprakiasmatikus (SCN) (ditimbulkan oleh sintesis dan degradasi siklis protein jam) menciptakan berbagai ritme harian bawaan tubuh. Kadar protein jam yang berfluktuasi rnenimbukan perubahan siklik pada keluaran neural dari SCN yang menyebabkan perubahan siklik pada organ-organ efektor di sepanjang hari. Oleh sebab itu, SCN merupakan jam biologis utama atau pemacu bagi ritme diurnal (sirkadian) tubuh. 2. Melanosin adalah reseptor untuk cahaya yang ditemukan di sel ganglion retina khusus yang menginformasikan kepada SCN tentang ada atau tidak adanya cahaya. SCN memancarkan pesan tersebut (status cahaya) ke kelenjar pineal, yang meningkatkan sekresi hormon melatonin dalam gelap. Fluktuasi sekresi melatonin membantu menjaga ritme biologis tubuh yang diciptakan oleh SCN (yang dengan sendirinya bersiklus sedikit lebih lambat daripada siklus 24-jam lingkungan) agar tetap sesuai dengan sildus terang-gelap eksternal.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 717.) . 1. B 2. B 3. S 4. B 5. B 6. B 7. tropik 8. regulasi turun 9. lempeng epifisis 10. nukleus suprakiasmatik 11. 1.c, 2.b, 3.b, 4.a, 5.a, 6.c, 7.b



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 718.) 1. Konsentrasi hypothalamic releasing/inhibiting hormone akan jauh hlebih rendah (pada kenyataannya hampir tidak ada) dalam sampel darah vena sistemik dibandingkan dengan konsentrasi hormon-hormon ini dalam sampel darah porta hipotalamus-hipofisis. Hormon-hormon ini dikeluarkan ke dalam darah porta untuk penyaluran lokal antara hipotalamus dan hipofisis anterior. Setiap bagian dari hormon ini yang diserap oleh darah sistemik di tingkat kapiler hipofisis anterior akan sangat terencerkan oleh darah sistemik yang volume totalnya sangat besar dibandingkan dengan volume darah di dalam pembuluh porta yang sangat kecil. 2. Di atas normal. Tanpa iodium yang memadai, kelenjar tiroid tidak mampu membentuk cukup hormon tiroid. Berkurangnya aktivitas umpan-balik negatif yang terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid akan menyebabkan peningkatan sekresi TSH. Namun, meskipun kadar TSH meningkat, kelenjar tiroid tetap tidak mampu mengeluarkan hormon tiroid dalam jumlah memadai karena defisiensi iodium.. 3. Jika CRH dan/atau ACTH meningkat disertai sekresi kortisol yang berlebihan, kondisi ini disebabkan oleh defek di tingkat hipotalamus/ hipofisis anterior. Jika kadar CRH dan ACTH di bawah normal dan disertai sekresi kortisol yang berlebihan, kondisi ini disebabkan oleh defek primer di tingkat korteks adrenal, dengan kelebihan kortisol menekan hipotalamus dan hipofisis anterior secara umpan-balik negatif. 4. Pria dengan sindrom feminisasi testis akan sangat tinggi karena ketidakmampuan testosteron mendorong penutupan lempeng epifisis tulang panjang akibat tidak adanya reseptor testosteron. 5. Atlet dewasa kadang-kadang secara ilegal menggunakan hormon pertumbuhan karena hormon ini mendorong peningkatan massa otot melalui efek anabolik proteinnya yang dipicu oleh IGF-1. Namun, hormon pertumbuhan yang berlebihan dapat menimbulkan efek merugikan, misalnya dapat menyebabkan diabetes atau tekanan darah tinggi.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 718.) Terapi sulih hormon setelah pengangkatan kelenjar hipofisis seyogianya mencakup hormon tiroid (kelenjar tiroid tidak akan menghasilkan cukup hormon tiroid jika tidak terdapat TSH) dan glukokortikoid (karena tidak adanya ACTH), khususnya pada keadaan stres. Jika diindikasikan, dapat diberikan pengganti hormon seks pria atau wanita, meskipun hormon-hormon ini tidak esensial bagi kelangsungan hidup. Sebagai contoh, testosteron pada pria berperan penting dalam libido. Hormon pertumbuhan dan prolaktin tidak perlu diganti karena ketiadaan mereka tidak menimbulkan konsekuensi serius pada pasien yang bersangkutan. Vasopresin mungkin perlu digantikan jika hormon yang diserap oleh darah di hipotalamus (tanpa adanya hipofisis posterior) kurang jumlahnya.



Bab 19 Kelenjar Endokrin Perifer Periksa Pemahaman Anda 19.1 (Pertanyaan di h. 728.) 1. folikel tiroid, unit fungsional kelenjar tiroid, berbentuk bola berongga yang terdiri dari selapis sel folikular yang nienutupi bagian dalam lumen yang berisi koloid, yang berperan sebagai tempat penyimpanan ekstrasel bagi hormon tiroid. Koloid diisi oleh tiroglobulin, suatu glikoprotein besar yang di dalamnya berisi berbagai hormon tiroid dalam berbagai tahap sintesisnya. Selama sintesis, pelekatan iodin dengan tirosin menghasilkan MIT (monoiodotirosin), dan pelekatan dua iodin dengan tirosin menghasilkan DIT (diiodotirosin). Penggabungan satu MIT dengan satu DIT menghasilkan T3 (triiodotironin), dan penggabungan dua DIT menghasilkan T4 (tetraiodotironin atau tiroksin). T3 dan T4 secara kolektif disebut dengan hormon tiroid. 2. Lihat Gambar 19-3, h. 725. 19.2 (Pertanyaan di h. 737.) 1. (1) mineralokortikoid: aldosteron (mendorong retensi Na1 dan eliminasi K+ selama pembentukan urine); (2) gluko-kortikoid: kortisol (meningkatkan glukosa darah dengan mengeluarkan simpanan protein dan lemak serta membantu tubuh beradaptasi terhadap stres); dan (3) hormon seks: dehidroepiandrosteron (mengaturproses-proses yang dependen-androgen pada wanita, seperti pertumbuhan rambut pubis dan ketiak, meningkatkan lonjakan pertumbuhan saat pubertas, dan mempertahankan gairah seks) 2. ACTH merangsang korteks adrenal untuk menyekresikan korttetapi tidak berefek pada aldosteron. 3. epinefin dan norepinefrin, yang disimpan dalam granula kromafin, dari sana ia disekresikan ke dalam darah oleh eksositosis pada rangsangan oleh serat simpatis praganglionik. 19.3 (Pertanyaan di h. 740.) 1. Lihat Tabel 19-2, h. 738. 19.4 (Pertanyaan di h. 757.) 1. Glikogenesis adalah konversi glukosa menjadi glikogen, glikogenolisis adalah konversi glikogen menjadi glukosa, dan glukoneogenesis adalah konversi asam amino menjadi glukosa. 2. Insulin menurunkan glukosa darah dan mendorong penyimpa-



glukosa darah dan menurunkan simpanan karbohidrat dengan meningkatkan produksi glukosa hepatik melalui penurunan glikogenesis dan dengan mendorong glikogenolisis dan glukoneogenesis. Glukagon meningkatkan asam lemak darah dan menurunkan simpanan lemak dengan mendorong lipolisis dan menghambat sistesis trigliserida. Glukagon meningkatkan kadar keton darah dengan meningkatkan konversi asam lemak ke badan keton oleh hati. Glukagon menghambat sintesis protein dan mendorong degradasi protein di hati tetapi tidak di otot, simpanan protein utama tubuh, sehingga glukagon tidak memiliki efek signifikan pada kadar asam amino darah. 3. Kadar glukosa yang meningkat merangsang sel b pankreas sehingga meningkatkan sekresi insulin dan menghambat sel a pankreas sehingga menurunkan sekresi glukagon. 19.5 (Pertanyaan di h. 768.) 1. Berikut ini merupakan distribusi Ca2÷ tubuh: 99% di tulang dan gigi, 0,9% di dalam sel, dan 0,1% di CES. Dari Ca2+ di CES, setengahnya terikat dalam kompleks dan tidak tersedia untuk ikut serta dalam reaksi kimia, dan setengah lainnya merupakan Ca2+ bebas yang aktif secara biologis. Ca2+ bebas di CES ini berperan sangat penting dalam eksitabilitas neuromuskular, penggabungan kontraksi dan eksitasi di otot jantung dan polos, penggabungan stimulus-sekresi, penggabungan eksitasi-sekresi, pemeliharaan taut erat, dan pembekuan darah. 2. PTH bekerja pada tulang, ginjal, dan intestin untuk meningkatkan Ca2+ sebagai berikut: PTH merangsang pertukaran cepat Ca2+dari kumpulan labil kecil Ca2+ di cairan tulang ke plasma dengan mengaktifkan pompa Ca2+ di membran tulang osteositik-osteoblastik. Ini memicu pertukaran lambat Ca2+ dari kumpulan stabil di mineralmineral tulang pada tulang itu sendiri ke plasma dengan merangsang osteoklas untuk melarutkan tulang, PTH bekerja pada ginjal untuk menghemat Ca2+ dan mengeliminasi PO43- selama pembentukan urine dan untuk mengaktifkan vitamin D. PTH secara tidak langsung meningkatkan absorpsi Ca2+ dan PO43- dari usus halus melalui perannya dalam mengaktifkan vitamin D, yang secara langsung mendorong absorpsi elektrolitelektolit ini di usus.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 768.) 1. S 2. B 3. B 4. B 5. B 6. S 7. S 8. S 9. koloid, tiroglobulin 10. glikogenesis, glikogenolisis, glukoneogenesis 11. otak, otot yang berkontraksi, hati 12. tulang, ginjal, saluran cerna 13. osteoblas, osteoklas, osteosit 14. c 15. a, b, c, g, i, j



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 769.) 1. Amerika Serikat bagian tengah-barat tidak lagi merupakan daerah endemik gondok meskipun tanahnya masih kekurangan iodium karena orang-orang yang tinggal di daerah ini memperoleh iodium dari nutrien yang diperkaya oleh iodium, misalnya garam beriodium, dan dari makanan laut serta makanan kaya-iodium alami yang berasal dari daerah pantai. 2. Syok anafilaktik adalah reaksi alergik yang sangat serius yang di-



Jawaban



A-43



Bab 20 Sistem Reproduksi Periksa Pemahaman Anda



3. Infeksi memicu respons stres, yang menyebabkan peningkatan sekresi kortisol dan epinefrin, keduanya meningkatkan kadar gula darah. Hal ini menjadi masalah pada pasien diabetes yang perlu menurunkan glukosa darah yang meningkat dengan menyuntikkan insulin tambahan atau, yang lebih dianjurkan, dengan mengurangi asupan karbohidrat dantatau berolahraga untuk menghabiskan kelebihan glukosa darah. Pada orang normal, sistem check-and-balance antara insulin dan hormon-hormon lain yang melawan kerja insulin membantu mempertahankan glukosa darah dalam batas-batas normal selama respons stres. 4. Adanya tanda Chvostek disebabkan oleh peningkatan eksitabilitas neuromuskulus akibat hiposekresi sedang hormon paratiroid. 5. Jika hiperkalsemia terkait-keganasan berasal dari sel-sel tumor metastatik yang menginvasi dan menghancurkan tulang, akan terjadi hiperkalsemia dan hiperfosfatemia karena terjadi pembebasan garamgaram kalsium fosfat dari tulang yang rusak. Kenyataan bahwa adalah hipofosfatemia, bukan hiperfosfatemia, yang sering menyertai hiperkalsemia terkait-keganasan menyebabkan para peneliti menyingkirkan kemungkinan kerusakan tulang sebagai penyebab hiperkalsemia. Mereka mencurigai bahwa tumor menghasilkan suatu substrat yang kerjanya mirip dengan kerja PTH dalam mendorong hiperkalsemia dan hipofosfatemia.



Pertimbangan Klinis



(Pertanyaan di h. 770.) "kencing manis pada wanita berjanggut" menjelaskan terjadinya kelebihan baik sekresi kortisol maupun androgen adrenal. Kelebihan sekresi kortisol menyebabkan hiperglikemia dan glukosuria. Glukosuria mendorong diuresis osmotik, yang menyebabkan dehidrasi dan peningkatan kompensatorik rasa haus. Semua gejala inihiperglikemia, glukosuria, poliuria, dan polidipsiamenyerupai diabetes. Kelebihan sekresi androgen adrenal pada wanita mendorong terbentuknya karakter maskulin, misalnya tumbuhnya janggut. Hipersekresi simultan kortisol dan androgen adrenal kemungkinan besar disebabkan oleh sekresi berlebihan CRH-ACTH karena ACTH merangsang produksi kortisol dan androgen oleh korteks. adrenal.



Structure















20.1 (Pertanyaan di h. 781.) 1. testis pada pria dan ovariurn pada wanita. Pada kedua jenis kelamin, organ reproduksi primer ini melaksanakan fungsi ganda, yaitu menghasilkan gamet (sperma pada pria dan ovum pada wanita) dan menyekresikan hormon seks (testoteron pada pria dan estrogen dan progesteron pada wanita). 2. Lihat bagan di halaman selanjutnya 20.2 (Pertanyaan di h. 792.) 1. Lihat Tabel 20-1, h. 785. 2. Tubulus seminiferus adalah komponen testis yang tubular dan sasangat bergelung tempat terjadinya spermatogenesis. Sel Leydig, yang berada di ruang interstisial antara tubulus-tubulus seminiferus, menyekresikan testoteron. Sel Sertoli adalah sel epitel yang berada dekat dengan dan melindungi, memberi makan, dan meningkatkan perkembangan sel sperma di sepanjang perkembangannya di tubulus seminiferus. Sel Sertoli juga menyekresikan inhibin dan merupakan tempat kerja bagi pengendalian spermatogenesis baik oleh testoteron maupun oleh FSH. Spermatogenesis adalah serangkaian langkahlangkah yang olehnya sel germinal primordial tak-berdiferensiasi berproliferasi dan diubah menjadi spermatozoa yang motil dan sangat terspesialisasi. Spermiogenesis merujuk kepada remodeling atau pengemasan spermatid haploid menjadi spermatozoa. Spermatogoniai merupakan pelepasan final spermatozoa yang telah matang dari sel Sertoli yang telah dilekatinya sepanjang perkembangan. Spermatogonia merupakan sel germinal primordiai tak-berdiferensiasi yang memiliki jumlah diploid kromosom untai tunggal. Dua pembelahan mitotik spermatogonium menghasilkan empat spermatosit primer, masingmasing dengan jumlah diploid kromosom untai ganda. Pembelahan meiotik pertama spermatosit primer ini menghasilkan delapan spermatosit sekunder, masing-masing dengan jumlah haploid kromosom untai ganda. Pembelahan meiotik kedua spermatosit sekunder ini menghasilkan 16 spermatid, masing-masing dengan jumlah haploid kromosom untai tunggal. Spermatid dikemas menjadi spermatozoa yang sangat terspesialisasi, masing-masing dengan jumlah haploid kromosom untai tunggal. 20.3 (Pertanyaan di h. 795.) 1. (1)fase perangsangan (ereksi dan peningkatan kewaspadaan seksual); (2) fase plateau (intensifikasi respons seksual dan respons sistemik, seperti peningkatan laju jantung, tekanan darah, laju pernapasan, dan tegangan otot); (3)fase orgasme (ejakulasi pada pria, orgasme pada kedua jenis kelamin); dan (4) fase resolusi (kembali ke keadaan sebelum terangsang)



Struktur Reproduktif yang Berasal dari Struktur Embrionik Ini pada Wanita Ovarium Glans klitoris Labia minora dan vagina bawah Labia mayora Tidak ada; duktus berdegenerasi Oviduktus, uterus, dan vagina atas



A-44  



appendix c



2. Tindakan seksual pria mencakup ereksi dan ejakulasi. Ereksi, pengerasan penis yang normalnya lembek untuk me-mungkinkan pemasukannya ke vagina, dilaksanakan oleh pembengkakan jaringan erektil penis dengan darah akibat vasdilatasibermalcna arteriol penis yang diinduksi parasimpatis dan kompresi mekanis vena-venanya. Ejakulasi terjadi dalam dua fase: Fase emisi, pengosongan sperma dan sekresi kelenjar seks aksesorius (semen) ke dalam uretra, dilaksanakan oleh kontraksi otot polos yang diinduksi simpatis di dinding saluran reproduksi dan kelenjar seks aksesorius. Fase ekspulsi, ekspulsi kuat semen dari penis, dilaksanakan oleh kontraksi otot rangka yang diinduksi oleh neuron motorik di dasar penis. 20.4 (Pertanyaan di h. 830.) 1. Folikel ovarium menyekresikan estrogen; korpus luteum menyekresikan progesteron (sebagian besar) dan estrogen. Estrogen merangsang pertumbuhan endometrium dan miometrium serta menginduksi sintesis reseptor progesteron di endometrium. Progesteron bekerja pada endometrium yang telah dipersiapkan oleh estrogen untuk mengubahnya menjadi permukaan yang ramah dan bernutrisi (dengan jaringan ikat longgar dan edematosa, simpanan glikogen, dan peningkatan pasokan darah) yang sesuai untuk implantasi. Fase menstrual siklus uterus terjadi selama separuh pertama fase folikular ovarium, setelah akhir siklus terakhir ketika pasokan estrogen dan progesteron tidak ada lagi seiring degenerasi korpus luteum. Permukaan dalam uterus yang telah sangat berkembang rontok (menstruasi) bersamaan dengan dimulainya fase folikular baru di bawah pengaruh kadar FSH dan LH yang sedang meningkat akibat tidak adanya kerja inhibisi dari estrogen dan progesteron. Fase proliferatif siklus uterus terjadi selama paruh kedua fase folikular ovarium ketika endometrium berhenti luruh dan mulai memperbaiki dirinya sendiri dan berproliferasi di bawah pengaruh estrogen yang sedang meningkat dari folikel baru yang sedang bertumbuh. Puncak sekresi estrogen menyebabkan lonjakan LH, yang memicu ovulasi, mengakhiri baik fase folikular ovarium maupun fase proliferatif uterus. Fase progestasional, atau sekretorik, siklus uterus dimulai bersamaan dengan fase luteal ovarium ketika progesteron dari korpus luteum mengubah endometrium tebal yang dipersiapkan oleh estrogen menjadi lingkungan subur yang mampu menunjang embrio awal jika ovum yang dilepaskan dibuahi dan berimplantasi. 2. zigot: ovum ang dibuahi, setelah penggabungan kromosom pria pria dan wanita; blastokista: lapisan-tunggal bola berongga yang terdiri dari sekitar 50 sel yang dihasilkan dari pembelahan sel mitotik pada zigot; blaskokista merupakan tahap perkembangan yang berimpantasi di endometrium; massa sel dalam: massa padat pada salah satu sisi blastokista yang akan menjadi fetus; trofoblas: lapisan luar blastokista yang tipis yang melaksanakan implantasi, setelahnya berkembang menjadi bagian janin plasenta; desidua: jaringan endometriurn yang terrnodifikasi di tempat implantasi untuk meningkatkan kemampuannya dalam menunjang embrio yang berimplantasi; korion: lapisan trofoblastik yang menebal setelah implantasi tuntas; plasenta: organ pertukaran khusus antara darah ibu dan janin yang berasal dari baik jaringan trofoblastik embrionik maupun jaringan desidua maternal dan yang menyekresikan peptida dan hormon steroid yang penting bagi keberlangsungan kehamilan; embrio: produk fertilisasi selama dua bulan p ertama perkembangan intrauterus ketika diferensiasi jaringan sedang terjadi; fetus: produk fertilisasi selama 7 bulan terakhirkehamilan setelah diferensiasi tuntas dan telah terjadi banyak pertumbuhan dan pematangan jaringan 3. Selama persalinan, lengkung umpan balik positif yang melibat-



fetus menekan serviks, mendilatasikannya dan memicu refleks neuroendokrin yang menyebabkan sekresi lebih banyak lagi oksitosin, yang merangsang kontraksi lebih kuat lagi, dan seterusnya hingga persalinan maju hingga serviks terdilatasi cukup banyak untuk melewatkan bayi keluar. Selama menyusui, oksitosin menyebabkan ejeksi susu (milk letdown) dengan merangsang kontraksi sel mioepitel yang mengelilingi alveolus penghasilsusu.



Pertanyaan Objektif (Pertanyaan di h. 831.) 1. B 2. B 3. B 4. S 5. B 6. S 7. B 8. tubulus seminiferus, FSH, testosteron 9. teka, LH, granulosa, FSH 10. korpus luteum kehamilan, plasenta 11. gonadotropin korionik manusia 12. c 13. e 14. 1.c, 2.a, 3.b, 4.c, 5.a, 6.a. 7.c, 8.b, 9.e 15. 1.a, 2.c, 3.b, 4.a, 5.a, 6.b



Untuk Direnungkan (Pertanyaan di h. 832.) 1. Hipofisis anterior berespons hanya terhadap pola sekresi normal GnRH yang pulsatil dan tidak mengeluarkan gonadotropin sebagai respons terhadap pajanan terus-menerus ke GnRH. Tanpa adanya sekresi FSH dan LH, ovulasi dan proses-proses lain pada siklus ovarium tidak berjalan sehingga pemberian GnRH kontinu dapat dijadikan cara kontrasepsi. 2. Hipersekresi testosteron pada seorang anak laki-laki menyebabkan penutupan prematur lempeng epifisis sehingga ia berhenti tumbuh sebelum mencapai tinggi potensialnya berdasarkan faktor genetik. Anak tersebut juga akan memperlihatkan tanda-tanda pseudopubertas prekoks, yang ditandai oleh pembentukan karakteristik seks sekunder yang prematur, misalnya suara berat, janggut, pembesaran penis, dan dorongan seks. 3. Efek samping yang berpotensi mengganggu dari obat-obat yang menghambat aktivitas sistem saraf simpatis sebagai b agian dariterapitekanan darah tinggi adalah ketidakmampuan pria melakukan aktivitas seks. Aktivitas seks pria memerlukan kedua divisi sistem saraf autonom. Aktivitas parasimpatis esensial untuk melakukan ereksi, dan aktivitas simpatis penting untuk ejakulasi. 4. Ekstrak hipofisis posterior mengandung banyak sitnpanan oksitosin, yang dapat diberikan untuk memicu atau memfasilitasi persalinan dengan meningkatkan kontraksi uterus. Oksitosin eksogen paling efektifmenginduksi persalinan jika wanita yang bersangkutan berada dalam tahap menjelang aterm karena meningkatnya konsentrasi reseptor oksitosin di miometrium dan pembentukan taut celah antara sel-sel otot polos uterus pada saati tersebut. 5. GnRH atau FSH dan LH tidak efektif untuk mengobati gejalagejala menopause karena ovarium tidak lagi berespons terhadap gonadotropin. Karena itu, terapi dengan hormonhormon ini tidak akan menyebabkan sekresi estrogen dan progesteron. Pada kenyataannya, kadar GnRH, FSH, dan LH telah meningkat pada wanita pascamenopause karena tidak adanya umpan-balik negatif oleh hormon-hormon ovarium.



Pertimbangan Klinis (Pertanyaan di h. 832.) Tanda peringatan pertama kehamilan tuba adalah nyeri akibat peregangan oviduktus oleh mudigah yang tumbuh. Kehamilan tuba harus dihentikan secara bedah karena oviduktus tidak dapat mengembang seperti uterus untuk mengakomodasi mudigah yang sedang tumbuh. Jika tidak diangkat, mudigah yang membesar tersebut akan myiyebabkan ruptur oviduktus, menimbulkan perdarahan yang dapat mematikan.



  



A-45



Glossary A band  ​One of the dark bands that alternate with light (I) bands to create a striated appearance in a skeletal or cardiac muscle fiber when these fibers are viewed with a light microscope absorption  ​The transfer of digested nutrients and ingested liquids from the digestive tract lumen into the blood or lymph absorptive state  ​The metabolic state following a meal when nutrients are being absorbed and stored; fed state accessory digestive organs  ​Exocrine organs outside the wall of the digestive tract that empty their secretions through ducts into the digestive tract lumen accessory sex glands  ​Glands that empty their secretions into the reproductive tract accommodation  ​The ability to adjust the strength of the lens in the eye so that both near and far sources can be focused on the retina acetylcholine (ACh)  ​(ass′-uh-teal-KŌ–lēn) The neurotransmitter released from all autonomic preganglionic fibers, parasympathetic postganglionic fibers, and motor neurons acetylcholinesterase (AChE)  ​(ass′-uh-teal-kō-luhNES-tuh-rās) An enzyme present in the motor end-plate membrane of a skeletal muscle fiber that inactivates acetylcholine ACh  ​See acetylcholine AChE  ​See acetylcholinesterase acid  ​A hydrogen-containing substance that yields a free hydrogen ion and anion on dissociation acidosis  ​(ass-i-DŌ-sus) Blood pH of less than 7.35 acini  ​(ĀS-i-nī) The secretory component of saclike exocrine glands, such as digestive enzyme– producing pancreatic glands or milk-producing mammary glands acquired immune responses  ​Responses that are selectively targeted against particular foreign material to which the body has previously been exposed; see also antibody-mediated immunity and cellmediated immunity ACTH  ​See adrenocorticotropic hormone actin  ​The contractile protein forming the backbone of the thin filaments in muscle fibers action potential  ​A brief, rapid, large change in membrane potential that serves as a long-distance electrical signal in an excitable cell active expiration  ​Emptying of the lungs more completely than when at rest by contracting the expiratory muscles; also called forced expiration active force  ​A force that requires expenditure of cellular energy (ATP) in the transport of a substance across the plasma membrane active reabsorption  ​When any one of the five steps in the transepithelial transport of a substance reabsorbed across the kidney tubules requires energy expenditure



active transport  ​Active carrier-mediated transport involving transport of a substance against its concentration gradient across the plasma membrane acuity  ​Discriminative ability; the ability to discern between two different points of stimulation adaptation  ​A reduction in receptor potential despite sustained stimulation of the same magnitude adenosine diphosphate (ADP)  ​(uh-DEN-uh-sēn) The two-phosphate product formed from the splitting of ATP to yield energy for the cell’s use adenosine triphosphate (ATP)  ​The body’s common energy “currency,” which consists of an aden­ osine with three phosphate groups attached; splitting of the high-energy, terminal phosphate bond provides energy to power cellular activities adenylyl cyclase  ​(ah-DEN-il-il sī-klās) The membrane-bound enzyme activated by a G-protein intermediary in response to binding of an extracellular messenger with a surface membrane receptor that, in turn, activates cyclic AMP, an intracellular second messenger adequate stimulus  ​The type of stimulus to which a specifi receptor type responds, such as a photoreceptor responding to light ADH  ​See vasopressin adipocytes  ​Fat cells in adipose tissue; store triglyceride fat and secrete hormones termed adipokines adipokines  ​Hormones secreted by adipose tissue that play important roles in energy balance and metabolism; some trigger inflammation in fat adipose tissue  ​The tissue specialized for storage of triglyceride fat; found under the skin in the hypodermis or surrounding the abdominal viscera ADP  ​See adenosine diphosphate adrenal cortex  ​(uh-DRĒ-nul) The outer portion of the adrenal gland; secretes three classes of steroid hormones: glucocorticoids, mineralocorticoids, and sex hormones adrenal medulla  ​(muh-DŪL-uh) The inner portion of the adrenal gland; secretes the hormones epinephrine and norepinephrine into the blood in response to sympathetic stimulation adrenergic fibers  ​(ad′-ruh-NUR-jik) Nerve fibers that release norepinephrine as their neurotransmitter adrenocorticotropic hormone (ACTH)  ​(ad-rē′nō-kor′-tuh-kō-TRŌP-ik) An anterior pituitary hormone that stimulates cortisol secretion by the adrenal cortex and promotes growth of the adrenal cortex aerobic  ​Referring to a condition in which oxygen is available aerobic exercise  ​Exercise that can be supported by ATP formation accomplished by oxidative phosphorylation because adequate O2 is available to support the muscle’s modest energy demands; also called endurance-type exercise



afferent arteriole  ​(AF-er-ent ar-TIR-ē-ōl) The vessel that carries blood into the glomerulus of the kidney’s nephron afferent division  ​The portion of the peripheral nervous system that carries information from the periphery to the central nervous system afferent neuron  ​Neuron that possesses a sensory receptor at its peripheral ending and carries information to the central nervous system after hyperpolarization  ​(hī′-pur-pō-luh-ruh-ZĀshun) A slight, transient hyperpolarization that sometimes occurs at the end of an action potential agonist  ​A substance that binds to a neurotransmitter’s receptors and mimics the neurotransmitter’s response agranulocytes  ​(ā-GRAN-yuh-lō-sīts′) Leukocytes that do not contain granules, including lymphocytes and monocytes albumin  ​(al-BEW-min) The smallest and most abundant plasma proteins; binds and transports many water-insoluble substances in the blood; contributes extensively to plasma-colloid osmotic pressure aldosterone  ​(al-dō-steer-OWN) or (al-DOS-tuhrōn) The adrenocortical hormone that stimulates Na1 reabsorption and K1 secretion by the distal and collecting tubules of the kidney’s nephron during urine formation alkalosis  ​(al′-kuh-LŌ-sus) Blood pH of greater than 7.45 allergy  ​Acquisition of an inappropriate specifi immune reactivity to a normally harmless environmental substance all-or-none law  ​An excitable membrane either responds to a stimulus with a maximal action potential that spreads nondecrementally throughout the membrane or does not respond with an action potential at all alpha (a) cells ​The endocrine pancreatic cells that secrete the hormone glucagon alpha motor neuron  ​A motor neuron that innervates ordinary skeletal muscle fibers alveolar surface tension  ​(al-VĒ-ō-lur) The surface tension of the fluid lining the alveoli in the lungs; see surface tension alveolar ventilation  ​The volume of air exchanged between the atmosphere and alveoli per minute; alveolar ventilation 5 (tidal volume – dead space volume) 3 respiratory rate alveoli (of lungs)  ​(al-VĒ-ō-lī) The air sacs across which O2 and CO2 are exchanged between the blood and air in the lungs alveoli (of mammary glands)  ​Clusters of saclike, epithelial-lined milk-producing glands at the terminal end of the milk ducts in the breasts amines  ​(AH-mēnz) Hormones derived from the amino acid tyrosine, including thyroid hormone and catecholamines



Glossary  



G-1



amoeboid movement  ​(uh-MĒ-boid) “Crawling” movement of white blood cells, similar to the means by which amoebas move AMPA receptor  ​One of two types of receptorchannels on a postsynaptic membrane to which the neurotransmitter glutamate binds, this one leading to the formation of EPSPs anabolism  ​(ah-NAB-ō-li-zum) The buildup, or synthesis, of larger organic molecules from small organic molecular subunits anaerobic  ​(an′-uh-RŌ-bik) Referring to a condition in which oxygen is not present anaerobic exercise  ​High-intensity exercise that can be supported by ATP formation accomplished by anaerobic glycolysis for brief periods of time when O2 delivery to a muscle is inadequate to support oxidative phosphorylation analgesic  ​(an-al-JĒ-zic) Pain relieving anatomy  ​The study of body structure androgen  ​A masculinizing “male” sex hormone; includes testosterone from the testes and dehydroepiandrosterone from the adrenal cortex anemia  ​A reduction below normal in O2-carrying capacity of the blood anion  ​(AN-ī-on) Negatively charged ion that has gained one or more electrons in its outer shell ANP  ​See atrial natriuretic peptide antagonism  ​Actions opposing each other; in the case of hormones, when one hormone causes ​ the loss of another hormone’s receptors, reducing the effectiveness of the second hormone antagonist  ​A substance that blocks a neurotransmitter’s receptor, thus preventing the neurotransmitter from binding and producing a response anterior pituitary  ​The glandular portion of the pituitary that synthesizes, stores, and secretes growth hormone, TSH, ACTH, FSH, LH, and prolactin antibody  ​An immunoglobulin produced by a specifi activated B lymphocyte (plasma cell) against a particular antigen; binds with the specifi antigen against which it is produced and promotes the antigenic invader’s destruction by augmenting nonspecifi immune responses already initiated against the antigen antibody-mediated immunity  ​A specifi immune response accomplished by antibody production by B cells antidiuretic hormone (ADH)  ​(an′-ti-dī′-yūRET-ik) See vasopressin antigen  ​A large, complex molecule that triggers a specifi immune response against itself when it gains entry into the body antioxidant  ​A substance that helps inactivate biologically damaging free radicals antiport  ​The form of secondary active transport in which the driving ion and transported solute move in opposite directions across the plasma membrane; also called countertransport or exchange antrum (of ovary)  ​The fluid-filled cavity formed within a developing ovarian follicle antrum (of stomach)  ​The lower portion of the stomach aorta  ​(a-OR-tah) The large vessel that carries blood from the left ventricle aortic valve  ​A one-way valve that permits the fl w of blood from the left ventricle into the aorta during ventricular emptying but prevents the backfl w



of blood from the aorta into the left ventricle during ventricular relaxation apoptosis  ​(ā-pop-TŌ-sis) Programmed cell death; deliberate self-destruction of a cell aquaporin  ​Water channel aqueous humor  ​(Ā-kwē-us) or (AK-we-us) The clear, watery fluid in the anterior chamber of the eye; provides nourishment for the cornea and lens arcuate nucleus  ​(ARE-kyou-it′) The subcortical brain region housing neurons that secrete appetiteenhancing neuropeptide Y and those that secrete appetite-suppressing melanocortins aromatase  ​An enzyme that converts testosterone to estrogen outside of the testes arterioles  ​(ar-TIR-ē-ōlz) The highly muscular, high-resistance vessels that branch from arteries, the caliber of which can be changed to regulate the amount of blood distributed to the various tissues artery  ​A vessel that carries blood away from the heart ascending tract  ​A bundle of nerve fibers of similar function that travels up the spinal cord to transmit signals derived from afferent input to the brain astrocyte  ​A type of glial cell in the brain; major functions include holding the neurons together in proper spatial relationship, inducing the brain capillaries to form tight junctions important in the blood–brain barrier, and enhancing synaptic activity atmospheric pressure  ​The pressure exerted by the weight of the air in the atmosphere on objects on Earth’s surface; equals 760 mm Hg at sea level ATP  ​See adenosine triphosphate ATPase  ​An enzyme that can split ATP ATP synthase  ​The mitochondrial enzyme that catalyzes the synthesis of ATP from ADP and inorganic phosphate atrial natriuretic peptide (ANP)  ​(Ā-trē-al NĀtree-ur-eh′tik) A peptide hormone released from the cardiac atria that promotes urinary loss of Na1 atrioventricular (AV) node  ​(ā′-trē-ō-ven-TRIKyuh-lur) A small bundle of specialized cardiac cells at the junction of the atria and ventricles that is the only site of electrical contact between the atria and ventricles atrioventricular (AV) valve  ​A one-way valve that permits the fl w of blood from the atrium to the ventricle during filling of the heart but prevents the backfl w of blood from the ventricle to the atrium during emptying of the heart atrium  ​(atria, plural) (Ā-tree-um) An upper chamber of the heart that receives blood from the veins and transfers it to the ventricle atrophy  ​(AH-truh-fē) Decrease in mass of an organ autoimmune disease  ​Disease characterized by erroneous production of antibodies against one of the body’s own tissues autonomic nervous system  ​The portion of the efferent division of the peripheral nervous system that innervates smooth and cardiac muscle and exocrine glands; subdivided into the sympathetic and the parasympathetic nervous systems autophagy  ​Selective self-digestion of cell parts such as worn-out organelles by lysosomes autoregulation  ​The ability of an organ to adjust its own rate of blood fl w despite changes in the driving mean arterial blood pressure



autorhythmicity  ​The ability of an excitable cell to rhythmically initiate its own action potentials AV nodal delay  ​The delay in impulse transmission between the atria and ventricles at the AV node, which allows enough time for the atria to become completely depolarized and contract, emptying their contents into the ventricles, before ventricular depolarization and contraction occur AV valve  ​See atrioventricular (AV) valve axon  ​A single, elongated tubular extension of a neuron that conducts action potentials away from the cell body; also known as a nerve fiber axon hillock  ​The fi st portion of a neuronal axon plus the region of the cell body from which the axon leaves; the site of action potential initiation in most neurons axon terminals  ​The branched endings of a neuronal axon, which release a neurotransmitter that influences target cells in close association with the axon terminals balance concept  ​The balance between input of a substance through ingestion or metabolic production and its output through excretion or metabolic consumption baroreceptor reflex  ​An autonomically mediated refle response that influences the heart and blood vessels to oppose a change in mean arterial blood pressure baroreceptors  ​Receptors located within the circulatory system that monitor blood pressure basal ganglia  ​See basal nuclei basal metabolic rate  ​(BĀ-sul) The minimal waking rate of internal energy expenditure; the body’s “idling speed” basal nuclei  ​Several masses of gray matter located deep within the white matter of the cerebrum of the brain; play an important inhibitory role in motor control base  ​A substance that can combine with a free hydrogen ion and remove it from solution basic electrical rhythm (BER)  ​Self-induced electrical activity of the digestive tract smooth muscle basilar membrane  ​(BAS-ih-lar) The membrane that forms the fl or of the middle compartment of the cochlea and bears the organ of Corti, the sense organ for hearing basophils  ​(BĀY-sō-fills) White blood cells that synthesize, store, and release histamine, which is important in allergic responses, and heparin, which hastens the removal of fat particles from the blood BER  ​See basic electrical rhythm beta (b) cells  ​The endocrine pancreatic cells that secrete the hormone insulin bicarbonate (HCO3–)  ​The anion resulting from dissociation of carbonic acid, H2CO3 bile  ​An alkaline solution containing bile salts and bilirubin secreted by the liver, stored in the gall­ bladder, and emptied into the small-intestine lumen bile salts  ​Cholesterol derivatives secreted in the bile that facilitate fat digestion through their detergent action and facilitate fat absorption through their micellar formation biliary system  ​(BIL-ē-air′-ē) The bile-producing system, consisting of the liver, gallbladder, and associated ducts bilirubin  ​(bill-eh-RŪ-bin) A bile pigment, which is a waste product derived from the degradation of



G-2   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



hemoglobin during the breakdown of old red blood cells bipolar cells  ​Neurons in the retina on which photoreceptors terminate and which in turn terminate on retinal ganglion cells blastocyst  ​The developmental stage of the fertilized ovum by the time it is ready to implant; consists of a single-layered sphere of cells encircling a fluid-filled cavity blood–brain barrier (BBB)  ​Special structural and functional features of the brain capillaries that limit access of materials from the blood into the brain tissue B lymphocytes (B cells)  ​White blood cells that produce antibodies against specifi targets to which they have been exposed body of the stomach  ​The main, or middle, part of the stomach body system  ​A collection of organs that perform related functions and interact to accomplish a common activity that is essential for survival of the whole body; for example, the digestive system bone marrow  ​The soft highly cellular tissue that fills the internal cavities of bones and is the source of most blood cells Bowman’s capsule  ​The beginning of the tubular component of the kidney’s nephron that cups around the glomerulus and collects the glomerular filtrate as it is formed Boyle’s law  ​(boils) At any constant temperature, the pressure exerted by a gas varies inversely with the volume of the gas brain stem  ​The portion of the brain that is continuous with the spinal cord, serves as an integrating link between the spinal cord and higher brain levels, and controls many life-sustaining processes, such as breathing, circulation, and digestion bronchioles  ​(BRONG-kē-ōlz) The small, branching airways within the lungs bronchoconstriction  ​Narrowing of the respiratory airways bronchodilation  ​Widening of the respiratory airways brown fat  ​A special type of adipose tissue especially capable of converting the chemical energy from food into heat brush border  ​The collection of microvilli projecting from the luminal border of epithelial cells lining the digestive tract and kidney tubules buffer  ​See chemical buffer system bulbourethral glands  ​(bul-bō-you-RĒTH-ral) Male accessory sex glands that secrete mucus for lubrication bulk flow  ​Movement in bulk of a protein-free plasma across the capillary walls between the blood and surrounding interstitial fluid; encompasses ultrafiltration and reabsorption bundle of His  ​(hiss) A tract of specialized cardiac cells that rapidly transmits an action potential down the interventricular septum of the heart C cells  ​The thyroid cells that secrete calcitonin calcitonin  ​(kal′-suh-TŌ-nun) A hormone secreted by the thyroid C cells that lowers plasma Ca21 levels calcium balance  ​Maintenance of a constant total amount of Ca21 in the body; accomplished by



slowly responding adjustments in intestinal Ca21 absorption and in urinary Ca21 excretion calcium homeostasis  ​Maintenance of a constant free plasma Ca21 concentration, accomplished by rapid exchanges of Ca21 between the bone and ECF and, to a lesser extent, by modifi ations in urinary Ca21 excretion calcium-induced calcium release  ​When in cardiac and smooth muscle cells the excitation-​ induced entry of a small amount of Ca21 from the ECF through voltage-gated surface membrane receptors triggers the opening of Ca21-release channels in the sarcoplasmic reticulum, causing a much larger release of Ca21 into the cytosol from this intracellular store calmodulin  ​(kal′-MA-jew-lin) An intracellular Ca21 binding protein that, on activation by Ca21, induces a change in structure and function of another intracellular protein; especially important in smooth muscle excitation–contraction coupling cAMP  ​See cyclic adenosine monophosphate CAMs  ​See cell adhesion molecules capillaries  ​The thin-walled, pore-lined smallest of blood vessels, across which exchange between the blood and surrounding tissues takes place carbonic anhydrase  ​(an-HĪ-drās) The enzyme found in erythrocytes, kidney tubular cells, and a few other specialized cells that catalyzes the direct conversion of CO2 and H2O into H1 and HCO3– cardiac cycle  ​One period of systole and diastole cardiac muscle  ​The specialized muscle found only in the heart cardiac output (CO)  ​The volume of blood pumped by each ventricle each minute; cardiac output 5 stroke volume 3 heart rate cardiovascular control center  ​The integrating center located in the medulla of the brain stem that controls mean arterial blood pressure carrier-mediated transport  ​Transport of a substance across the plasma membrane facilitated by a carrier molecule carrier molecules  ​Membrane proteins that, by undergoing reversible changes in shape so that specifi binding sites are alternately exposed at either side of the membrane, can bind with and transfer particular substances unable to cross the plasma membrane on their own cascade  ​A series of sequential reactions that culminates in a fi al product, such as a clot catabolism  ​(kuh-TAB-ō-li-zum) The breakdown, or degradation, of large, energy-rich molecules within cells catalase  ​(KAT-ah-lās) An antioxidant enzyme found in peroxisomes that decomposes potent hydrogen peroxide into harmless H2O and O2 catecholamines  ​(kat′-uh-KŌ-luh-means) Amine hormones derived from tyrosine and secreted largely by the adrenal medulla cations  ​(KAT-ī-onz) Positively charged ions that have lost one or more electrons from their outer shell CatSper channels  ​Ca21-permeable channels found exclusively in the plasma membrane of sperm tails, which when opened in response to egg-released progesterone permit Ca21 entry that triggers hyperactivated motility of sperm CCK  ​See cholecystokinin



cell  ​The smallest unit capable of carrying out the processes associated with life; the basic unit of both structure and function in living organisms cell adhesion molecules (CAMs)  ​Proteins that protrude from the surface of the plasma membrane and form loops or other appendages that the cells use to grip one another and the surrounding connective tissue fibers cell body  ​The portion of a neuron that houses the nucleus and organelles cell-mediated immunity  ​A specifi immune response accomplished by activated T lymphocytes, which directly attack unwanted cells cellular respiration  ​The entire series of chemical reactions involving the intracellular breakdown of nutrient-rich molecules to yield energy, using O2 and producing CO2 in the process center  ​A functional collection of cell bodies within the central nervous system central chemoreceptors  ​(kē-mō-rē-SEP-turz) Receptors located in the medulla near the respiratory center that respond to changes in ECF H1 concentration resulting from changes in arterial PCO2 and adjust respiration accordingly central lacteal  ​(LAK-tē-ul) The initial lymphatic vessel that supplies each of the small-intestinal villi central nervous system (CNS)  ​The brain and spinal cord central sulcus  ​(SUL-kus) A deep infolding of the brain surface that runs roughly down the middle of the lateral surface of each cerebral hemisphere and separates the parietal and frontal lobes centrioles  ​(SEN-trē-ōlz) A pair of short, cylindrical structures within a cell that form the mitotic spindle during cell division centrosome  ​The cell’s microtubule organizing center located near the nucleus and consisting of the pair of centrioles surrounded by an amorphous mass of proteins; also called the cell center cerebellum  ​(ser′-uh-BEL-um) The part of the brain attached at the rear of the brain stem and concerned with maintaining proper position of the body in space and subconscious coordination of motor activity cerebral cortex  ​The outer shell of gray matter in the cerebrum; site of initiation of all voluntary motor output and fi al perceptual processing of all sensory input as well as integration of most higher neural activity cerebral hemispheres  ​The cerebrum’s two halves, which are connected by a thick band of neuronal axons cerebrospinal fluid (CSF)  ​(ser′-uh-brō-SPĪ-nul) or (sah-REE-brō-SPĪ-nul) A special cushioning fluid that is produced by, surrounds, and fl ws through the central nervous system cerebrum  ​(SER-uh-brum) or (sah-REE-brum) The division of the brain that consists of the basal nuclei and cerebral cortex channels  ​Small, water-filled passageways through the plasma membrane; formed by membrane proteins that span the membrane and provide highly selective passage for small water-soluble substances such as ions chemical bonds  ​The forces holding atoms together chemical buffer system  ​A mixture in a solution of two or more chemical compounds that minimize pH changes when either an acid or a base is added to or removed from the solution



Glossary   G-3 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



chemically gated channels  ​Channels in the plasma membrane that open or close in response to the binding of a specifi chemical messenger with a membrane receptor site that is in close association with the channel chemical mediator  ​A chemical secreted by a cell that influences an activity outside the cell chemical synapse  ​The most abundant type of junction between two neurons in which an action potential in a presynaptic neuron alters the postsynaptic neuron’s potential by means of a chemical messenger, a neurotransmitter chemiosmosis  ​(kē-ma-OS-mō-sis) ATP production in mitochondria catalyzed by ATP synthase, which is activated by fl w of H1 down a concentration gradient established by the electron transport system chemoreceptor  ​(kē-mō-rē-sep′-tur) A sensory receptor sensitive to specifi chemicals chemotaxin  ​(kē-mō-TAK-sin) A chemical released at an inflammatory site that attracts phagocytes to the area chief cells  ​The cells in the gastric pits that secrete pepsinogen cholecystokinin (CCK)  ​(kō′-luh-sis-tuh-kī-nun) A hormone released from the duodenal mucosa primarily in response to the presence of fat; inhibits gastric motility and secretion, stimulates pancreatic enzyme secretion, stimulates gallbladder contraction, and acts as a satiety signal cholesterol  ​A type of fat molecule that serves as a precursor for steroid hormones and bile salts and is a stabilizing component of the plasma membrane cholinergic fibers  ​(kō′-lin-ER-jik) Nerve fibers that release acetylcholine as their neurotransmitter chromaffin granules  ​The granules that store catecholamines in adrenomedullary cells chyme  ​(kīm) A thick liquid mixture of food and digestive juices cilia  ​(SILL-ē-ah) Motile, hairlike protrusions from the surface of cells lining the respiratory airways and the oviducts ciliary body  ​The portion of the eye that produces aqueous humor and contains the ciliary muscle ciliary muscle  ​A circular ring of smooth muscle within the eye whose contraction increases the strength of the lens to accommodate for near vision circadian rhythm  ​(sir-KĀ-dē-un) Repetitive oscillations in the set point of various body activities, such as hormone levels and body temperature, that are very regular and have a frequency of one cycle every 24 hours, usually linked to light–dark cycles; diurnal rhythm; biological rhythm circulatory shock  ​When mean arterial blood pressure falls so low that adequate blood fl w to the tissues can no longer be maintained citric acid cycle  ​A cyclic series of biochemical reactions that processes the intermediate breakdown products of nutrient molecules, generating carbon dioxide and preparing hydrogen carrier molecules for entry into the high-energy-yielding electron transport system CNS  ​See central nervous system cochlea  ​(KOK-lē-uh) The snail-shaped portion of the inner ear that houses the receptors for sound cognition  ​The act of “knowing,” including both awareness and judgment collecting tubule  ​The last portion of tubule in the kidney’s nephron that empties into the renal pelvis



colloid  ​(KOL-oid) The thyroglobulin-containing substance enclosed within the thyroid follicles colloid osmotic pressure  ​The osmotic force across the capillary wall resulting from the uneven colloidal dispersion of plasma proteins between the blood and interstitial fluid competition  ​When several closely related substances compete for the same carrier binding sites complement system  ​A collection of plasma proteins that are activated in cascade fashion on exposure to invading microorganisms, ultimately producing a membrane attack complex that destroys the invaders compliance  ​The distensibility of a hollow, elastic structure, such as a blood vessel or the lungs; a measure of how easily the structure can be stretched concave surface  ​Curved in, as a surface of a lens that diverges light rays concentration gradient  ​A difference in concentration of a particular substance between two adjacent areas conduction  ​The transfer of heat between objects of differing temperature that are in direct contact cones  ​The eye’s photoreceptors used for color vision in the light connective tissue  ​Tissue that serves to connect, support, and anchor various body parts; distinguished by relatively few cells dispersed within an abundance of extracellular material contiguous conduction  ​The means by which an action potential is propagated throughout a nonmyelinated nerve fiber; local current fl w between an active and adjacent inactive area brings the inactive area to threshold, triggering an action potential in a previously inactive area contractility (of heart)  ​The strength of contraction of the heart at any given end-diastolic volume control center  ​See integrator controlled variable  ​Some factor that can vary but is held within a narrow range by a control system convection  ​Transfer of heat energy by air or water currents convergence  ​The converging of many presynaptic terminals from thousands of other neurons on a single neuronal cell body and its dendrites so that activity in the single neuron is influenced by the activity of many other neurons convex surface  ​Curved out, as a surface in a lens that converges light rays core temperature  ​The temperature within the inner core of the body (abdominal and thoracic organs, central nervous system, and skeletal muscles) that is homeostatically maintained at about 100°F cornea  ​(KOR-nē-ah) The clear, anteriormost outer layer of the eye through which light rays pass to the interior of the eye coronary circulation  ​The blood vessels that supply the heart muscle corpus callosum  ​(ka-LŌ-sum) The thick band of nerve fibers that connects the two cerebral hemispheres structurally and functionally corpus luteum  ​(LOO-tē-um) The ovarian structure that develops from a ruptured follicle after ovulation cortical nephrons  ​The most abundant type of nephrons, whose glomeruli lie in the outer layer of the renal cortex and whose short loops of Henle dip only slightly into the renal medulla



corticotropes  ​Anterior pituitary cells that secrete adrenocorticotropic hormone cortisol  ​(KORT-uh-sol) The adrenocortical hormone that plays an important role in carbohydrate, protein, and fat metabolism and helps the body resist stress cotransport  ​See symport countercurrent multiplication  ​The means by which long loops of Henle establish the vertical osmotic gradient in the renal medulla, making it possible to put out urine of variable concentration depending on the body’s needs countertransport  ​See antiport cranial nerves  ​The 12 pairs of peripheral nerves, the majority of which arise from the brain stem cross bridges  ​The myosin molecules’ globular heads that protrude from a thick filament within a muscle fiber and interact with the actin molecules in the thin filaments to bring about shortening of the muscle fiber during contraction CSF  ​See cerebrospinal fluid current  ​The fl w of electrical charge, such as by movement of positive charges toward a more negatively charged area cyclic adenosine monophosphate (cyclic AMP or cAMP)  ​An intracellular second messenger derived from ATP cyclic AMP  ​See cyclic adenosine monophosphate cyclic guanosine monophosphate (cyclic GMP or cGMP)  ​An intracellular second messenger similar to cAMP cytokines  ​All chemicals other than antibodies that are secreted by lymphocytes cytoplasm  ​(SĪ-tō-plaz′-um) The portion of the cell interior not occupied by the nucleus cytoskeleton  ​The complex intracellular protein network that acts as the “bone and muscle” of the cell cytosol  ​(SĪ-tuh-sol′) The semiliquid portion of the cytoplasm not occupied by organelles cytotoxic T cells  ​(sī-tō-TOK-sik) The population of T cells that destroys host cells bearing foreign antigen, such as body cells invaded by viruses or cancer cells DAG  ​See diacylglycerol dead-space volume  ​The volume of air that occupies the respiratory airways as air is moved in and out and that is not available to participate in exchange of O2 and CO2 between the alveoli and atmosphere dehydration  ​A water defic t in the body dehydroepiandrosterone (DHEA)  ​(dē-HĪ-drōepi-and-ro-steer-own) The androgen secreted by the adrenal cortex in both sexes dendrites  ​Projections from the surface of a neuron’s cell body that carry signals toward the cell body deoxyribonucleic acid (DNA)  ​(dē-OK-sē-rī-bōnew-klā-ik) The cell’s genetic material, which is found within the nucleus and provides codes for protein synthesis and serves as a blueprint for cell replication depolarization  ​(de′-pō-luh-ruh-ZĀ-shun) A reduction in membrane potential from resting potential; movement of the potential from resting toward 0 mV



G-4   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



dermis  ​The connective tissue layer that lies under the epidermis in the skin; contains the skin’s blood vessels and nerves descending tract  ​A bundle of nerve fibers of similar function that travels down the spinal cord to relay messages from the brain to efferent neurons desmosome  ​(dez′-muh-sōm) An adhering junction between two adjacent but nontouching cells formed by the extension of filaments between the cells’ plasma membranes; most abundant in tissues that are subject to considerable stretching DHEA  ​See dehydroepiandrosterone diacylglycerol (DAG)  ​(die-ACE-sul-gli-sir-all) A component cleaved from phosphatidylinositol bisphosphate (PIP2) in the plasma membrane that serves as a second messenger in response to binding of an extracellular (fi st) messenger with a ​ G-protein-coupled receptor diaphragm  ​(DIE-uh-fram) A dome-shaped sheet of skeletal muscle that forms the fl or of the thoracic cavity; the major inspiratory muscle diastole  ​(dī-AS-tō-lē) The period of cardiac relaxation and filling diencephalon  ​(dī′-un-SEF-uh-lan) The division of the brain that consists of the thalamus and hypothalamus differentiation  ​The process of each type of cell becoming specialized during development of a multicellular organism to carry out a particular function diffusion  ​Random collisions and intermingling of molecules as a result of their continuous thermally induced random motion digestion  ​The process by which the structurally complex foodstuff of the diet are broken down into smaller absorbable units by the enzymes produced within the digestive system dihydropyridine receptors  ​(die-HIGH-dro-PEERih-deen) Voltage-gated receptors on the T tubules that trigger the opening of adjoining ryanodine receptors on the sarcoplasmic reticulum during ​ excitation–contraction coupling diploid number  ​(DIP-loid) A complete set of 46 chromosomes (23 pairs), as found in all human somatic cells discriminative ability  ​See acuity distal tubule  ​A highly convoluted tubule that extends between the loop of Henle and the collecting duct in the kidney’s nephron diurnal rhythm  ​(dī-URN′-ul) Repetitive oscillations in hormone levels that are very regular and have a frequency of one cycle every 24 hours, usually linked to the light–dark cycle; circadian rhythm; biological rhythm divergence  ​The diverging, or branching, of a neuron’s axon terminals so that activity in this single neuron influences the many other cells with which its terminals synapse DNA  ​See deoxyribonucleic acid dorsal root ganglion  ​A cluster of afferent neuronal cell bodies located adjacent to the spinal cord down regulation  ​A reduction in the number of receptors for (and thereby the target cell’s sensitivity to) a particular hormone as a direct result of the effect that an elevated level of the hormone has on its own receptors dynamic equilibrium  ​When two opposing passive movements exactly counterbalance each other so that no net movement takes place, with no energy needed to maintain this constancy



dynein  ​(DIE-neen) The molecular motor that “walks” along microtubular “highways” toward the cell center, such as in transporting debris from the axon terminal to the cell body for destruction by lysosomes ECG  ​See electrocardiogram ECM  ​See extracellular matrix edema  ​(i-DĒ-muh) Swelling of tissues as a result of excess interstitial fluid EDV  ​See end-diastolic volume EEG  ​See electroencephalogram effector  ​The component of a control system that accomplishes the output commanded by the integrator effector organs  ​The muscles or glands innervated by the nervous system that carry out the nervous system’s orders to bring about a desired effect, such as a particular movement or secretion efferent division  ​(EF-er-ent) The portion of the peripheral nervous system that carries instructions from the central nervous system to effector organs efferent neuron  ​Neuron that carries information from the central nervous system to an effector organ efflux  ​(Ē-flux) Movement out of the cell eicosanoids  ​(ī-KŌ-sa-noydz) Derivatives of arachidonic acid in the phospholipid tails of the plasma membrane, including the prostaglandins, prostacyclins, thromboxanes, and leukotrienes, that act as paracrines near their site of production throughout the body elastic recoil  ​Rebound of the lungs after having been stretched electrical gradient  ​A difference in charge between two adjacent areas electrical synapse  ​The least common type of junction between two neurons in which an action potential in a presynaptic neuron spreads directly to the postsynaptic neuron via gap junctions electrocardiogram (ECG)  ​The graphic record of the electrical activity that reaches the surface of the body as a result of cardiac depolarization and repolarization electrochemical gradient  ​The simultaneous existence of an electrical gradient and concentration (chemical) gradient for a particular ion electroencephalogram (EEG)  ​(i-lek′-trō-in-SEFuh-luh-gram′) A graphic record of the collective postsynaptic potential activity in the cell bodies and dendrites located in the cortical layers of the brain under a recording electrode electrolytes  ​Solutes that form ions in solution and conduct electricity electron transport system  ​The series of electron carriers in the mitochondrial inner membrane that transfer electrons from higher to lower energy levels, with the released energy being used to establish the H1 concentration gradient in the mitochondria that powers ATP synthesis embolus  ​(EM-bō-lus) A freely fl ating clot embryo  ​The product of fertilization during the fi st two months of intrauterine life when tissue differentiation is taking place embryonic stem cells (ESCs)  ​Undifferentiated cells resulting from the early divisions of a fertilized egg that ultimately give rise to all the mature,



specialized cells of the body while at the same time renewing themselves end-diastolic volume (EDV)  ​The volume of blood in the ventricle at the end of diastole, when filling is complete endocrine axis  ​A three-hormone sequence consisting of (1) a hypothalamic hypophysiotropic hormone that controls the output of (2) an anterior pituitary tropic hormone that regulates secretion of (3) a target endocrine gland hormone, which exerts the fi al physiological effect endocrine glands  ​Ductless glands that secrete hormones into the blood endocytic vesicle  ​A small, intracellular, membrane-enclosed vesicle in which extracellular material is trapped endocytosis  ​(en′-dō-sī-TŌ-sis) Internalization of extracellular material within a cell as a result of the plasma membrane forming a pouch that contains the extracellular material, then sealing at the surface of the pouch to form an endocytic vesicle endogenous opiates  ​(en-DAJ′-eh-nus Ō′-pē-ātz) Endorphins and enkephalins, which bind with opiate receptors and are important in the body’s natural analgesic system endogenous pyrogen  ​(pī′-ruh-jun) A chemical released from macrophages during inflammation that acts by means of local prostaglandins to raise the set point of the hypothalamic thermostat to produce a fever endolymph  ​The fluid within the cochlear duct and vestibular organs in the inner ear endometrium  ​(en′-dō-MĒ-trē-um) The lining of the uterus endoplasmic reticulum (ER)  ​(en′-dō-PLAZ-mik ri-TIK-yuh-lum) An organelle consisting of a continuous membranous network of fluid-filled tubules (smooth ER) and flattened sacs, partially studded with ribosomes (rough ER); synthesizes proteins and lipids for formation of new cell membrane and manufactures products for secretion endothelium  ​(en′-dō-THĒ -lē-um) The thin, single-celled layer of epithelial cells lining the ​ entire circulatory system end-plate potential (EPP)  ​The graded receptor potential that occurs at the motor end plate of a skeletal muscle fiber in response to binding with acetylcholine end-systolic volume (ESV)  ​The volume of blood in the ventricle at the end of systole, when emptying is complete endurance-type exercise  ​See aerobic exercise energy balance  ​The balance between energy input by means of food intake and energy output by means of external work and internal work enteric nervous system  ​The extensive network of nerve fibers consisting of the myenteric plexus and submucous plexus within the digestive tract wall that endows the tract with considerable self-regulation enterogastrones  ​(ent′-uh-rō-GAS-trōnz) Hormones secreted by the duodenal mucosa that inhibit gastric motility and secretion; include secretin and cholecystokinin enterohepatic circulation  ​(en′-tur-ō-hi-PAT-ik) The recycling of bile salts and other bile constituents between the small intestine and liver by means of the hepatic portal vein enzyme  ​A special protein molecule that speeds up a particular chemical reaction in the body



Glossary   G-5 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



eosinophils  ​(ē′-uh-SIN-uh-fils) White blood cells that are important in allergic responses and in combating internal parasite infestations ependymal cells  ​(eh-PEN-dim-ul) The glial cells lining the ventricles of the brain, which serve as neural stem cells epidermis  ​(ep′-uh-DER-mus) The outer layer of the skin, consisting of numerous layers of epithelial cells, with the outermost layers being dead and flattened epididymis  ​The male accessory reproductive organ that stores sperm and increases their motility and fertility prior to ejaculation epinephrine  ​(ep′-uh-NEF-rin) The primary hormone secreted by the adrenal medulla; important in preparing the body for “fi ht-or-fli ht” responses and in regulating arterial blood pressure; adrenaline epiphyseal plate  ​(eh-pif-i-SĒ-al) A layer of cartilage that separates the diaphysis (shaft of a long bone from the epiphysis (flared end); the site at which bones grow longer before the cartilage ossifie (turns into bone) epithelial tissue  ​(ep′-uh-THĒ-lē-ul) A functional grouping of cells specialized in the exchange of materials between the cell and its environment; lines and covers various body surfaces and cavities and forms secretory glands EPSP  ​See excitatory postsynaptic potential equilibrium  ​The sense of body orientation and motion equilibrium potential (Ex)  ​The potential that exists when the concentration gradient and opposing electrical gradient for a given ion exactly counterbalance each other so that there is no net movement of the ion erythrocytes  ​(i-RITH-ruh-sīts) Red blood cells, which are plasma membrane–enclosed bags of hemoglobin that transport O2 and, to a lesser extent, CO2 and H1 in the blood; RBCs erythropoiesis  ​(i-rith′-rō-poi-Ē-sus) Erythrocyte production by the bone marrow erythropoietin  ​The hormone released from the kidneys in response to a reduction in O2 delivery to the kidneys; stimulates the bone marrow to increase erythrocyte production ESCs  ​See embryonic stem cells esophagus  ​(i-SOF-uh-gus) A straight muscular tube that extends between the pharynx and stomach estrogen  ​Feminizing “female” sex hormone ESV  ​See end-systolic volume evaporation  ​The transfer of heat from the body surface by the transformation of water from a liquid to a gaseous state exchange  ​See antiport excitable tissue  ​Tissue capable of producing electrical signals when excited; includes nervous and muscle tissue excitation–contraction coupling  ​The series of events linking muscle excitation (the presence of an action potential) to muscle contraction (filament sliding and sarcomere shortening) excitatory postsynaptic potential (EPSP)  ​(pōst′si-NAP-tik) A small depolarization of the postsynaptic membrane in response to neurotransmitter binding, bringing the membrane closer to threshold



excitatory synapse  ​(SIN-aps′) Synapse in which the postsynaptic neuron’s response to neurotransmitter release is a small depolarization of the postsynaptic membrane, bringing the membrane closer to threshold exercise physiology  ​The study of both the functional changes that occur in response to a single session of exercise and the adaptations that result from regular, repeated exercise sessions exocrine glands  ​Glands that secrete through ducts to the outside of the body or into a cavity that communicates with the outside exocytosis  ​(eks′-Ō-sī-TŌ-sis) Fusion of a membrane-enclosed intracellular vesicle with the plasma membrane, followed by the opening of the vesicle and the emptying of its contents to the outside expiration  ​A breath out expiratory muscles  ​The skeletal muscles whose contraction reduces the size of the thoracic cavity and lets the lungs recoil to a smaller size, bringing about movement of air from the lungs to the atmosphere external environment  ​The environment surrounding the body external genitalia  ​The externally visible portions of the reproductive system external intercostal muscles  ​Inspiratory muscles whose contraction elevates the ribs, thereby enlarging the thoracic cavity external work  ​Energy expended by contracting skeletal muscles to move external objects or to move the body in relation to the environment extracellular fluid (ECF)  ​All the fluid outside the cells of the body; consists of interstitial fluid and plasma extracellular matrix (ECM)  ​An intricate meshwork of fibrous proteins embedded in the interstitial fluid secreted by local cells extrinsic controls  ​Regulatory mechanisms initiated outside an organ that alter the activity of the organ; accomplished by the nervous and endocrine systems extrinsic nerves  ​The nerves originating outside the digestive tract that innervate the various digestive organs facilitated diffusion  ​Passive carrier-mediated transport involving transport of a substance down its concentration gradient across the plasma membrane fatigue  ​Inability to maintain muscle tension at a given level despite sustained stimulation feedback  ​A response that occurs after a change has been detected; may be negative feedback or positive feedback feedforward mechanism  ​A response designed to prevent an anticipated change in a controlled variable feeding signals  ​Appetite signals that give rise to the sensation of hunger and promote the desire to eat fetus  ​The product of fertilization during the last 7 months of gestation when differentiation is complete and tremendous growth and maturation occur fibrinogen  ​(fī-BRIN-uh-jun) A large, soluble plasma protein that when converted into an insoluble, threadlike molecule forms the meshwork of a clot during blood coagulation



Fick’s law of diffusion  ​The rate of net diffusion of a substance across a membrane is directly proportional to the substance’s concentration gradient, the lipid solubility of the substance, and the surface area of the membrane and inversely proportional to the substance’s molecular weight and the diffusion distance fight-or-flight response  ​The changes in activity of the various organs innervated by the autonomic nervous system in response to sympathetic stimulation, which collectively prepare the body for strenuous physical activity in the face of an emergency or stressful situation, such as a physical threat from the outside environment firing  ​When an excitable cell undergoes an action potential first messenger  ​An extracellular messenger, such as a hormone, that binds with a surface membrane receptor and activates an intracellular second messenger to carry out the desired cellular response flagellum  ​(fluh-JEL-um) The single, long, whiplike appendage that serves as the tail of a spermatozoon flow rate (of blood or air)  ​The volume of blood or air passing through a blood vessel or airway, respectively, per unit of time fluid balance  ​Maintenance of ECF volume (for long-term control of blood pressure) and ECF osmolarity (for maintaining normal cell volume) follicle (of ovary)  ​A developing ovum and the surrounding specialized cells follicle-stimulating hormone (FSH)  ​An anterior pituitary hormone that stimulates ovarian follicular development and estrogen secretion in females and stimulates sperm production in males follicular cells (of ovary)  ​(fah-LIK-you-lar) Collectively, the granulosa and thecal cells follicular cells (of thyroid gland)  ​The cells that form the walls of the colloid-filled follicles in the thyroid gland and secrete thyroid hormone follicular phase  ​The phase of the ovarian cycle dominated by the presence of maturing follicles prior to ovulation Frank–Starling law of the heart  ​Intrinsic control of the heart such that increased venous return resulting in increased end-diastolic volume leads to an increased strength of contraction and increased stroke volume; that is, the heart normally pumps out all the blood returned to it free radicals  ​Very unstable electron-deficie t particles that are highly reactive and destructive frontal lobes  ​The lobes of the cerebral cortex at the top of the brain in front of the central sulcus, which are responsible for voluntary motor output, speaking ability, and elaboration of thought FSH  ​See follicle-stimulating hormone fuel metabolism  ​See intermediary metabolism functional syncytium  ​(sin-sish′-ē-um) A group of smooth or cardiac muscle cells that are interconnected by gap junctions and function electrically and mechanically as a single unit functional unit  ​The smallest component of an organ that can perform all the functions of the organ gametes  ​(GAM-ētz) Reproductive, or germ, cells, each containing a haploid set of chromosomes; sperm and ova gamma motor neuron  ​A motor neuron that innervates the fibers of a muscle–spindle receptor



G-6   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



ganglion  ​(GAN-glē-un) A collection of neuronal cell bodies located outside the central nervous system ganglion cells  ​The nerve cells in the outermost layer of the retina whose axons form the optic nerve gap junction  ​A communicating junction formed between adjacent cells by small connecting tunnels that permit passage of charge-carrying ions between the cells so that electrical activity in one cell is spread to the adjacent cell gastrin  ​A hormone secreted by the pyloric gland area of the stomach that stimulates the parietal and chief cells to secrete a highly acidic gastric juice gastrointestinal hormone  ​Hormones secreted into the blood by the endocrine cells in the digestive tract mucosa that control motility and secretion in other parts of the digestive system gestation  ​Pregnancy ghrelin  ​(GRELL-in) The “hunger” hormone, a potent appetite stimulator secreted by the empty stomach glands  ​Epithelial tissue derivatives that are specialized for secretion glial cells  ​(glē-ul) Connective tissue cells of the CNS, which support the neurons both physically and metabolically, including astrocytes, oligodendrocytes, ependymal cells, and microglia gliotransmitters  ​Chemical mediators released from glial cells that influence neurons and other glial cells glomerular filtration  ​(glow-MAIR-yū-lur) Filtration of a protein-free plasma from the glomerular capillaries into the tubular component of the kidney’s nephron as the fi st step in urine formation glomerular filtration rate (GFR)  ​The rate at which glomerular filtrate is formed glomerulus (in kidney)  ​(glow-MAIR-yū-lus) A ball-like tuft of capillaries in the kidney’s nephron that filters water and solute from the blood as the fi st step in urine formation glomerulus (in olfactory bulb)  ​A ball-like neural junction within the olfactory bulb that serves as a “smell file” sorting different scent components glucagon  ​(GLOO-kuh-gon) The pancreatic hormone that raises blood glucose and blood fatty-acid levels glucocorticoids  ​(gloo′-kō-KOR-ti-koidz) Adrenocortical hormones that are important in intermediary metabolism and in helping the body resist stress; primarily cortisol gluconeogenesis  ​(gloo′-kō-nē-ō-JEN-uh-sus) The conversion of amino acids into glucose glycogen  ​(GLĪ-kō-jen) The storage form of glucose in the liver and muscle glycogenesis  ​(glī′-kō-JEN-i-sus) The conversion of glucose into glycogen glycogenolysis  ​(glī′-kō-juh-NOL-i-sus) The conversion of glycogen to glucose glycolysis  ​(glī-KOL-uh-sus) A biochemical process taking place in the cell’s cytosol that breaks down glucose into pyruvate molecules GnRH  ​See gonadotropin-releasing hormone Golgi complex  ​(GOL-jē) An organelle consisting of sets of stacked, flattened membranous sacs; processes raw materials transported to it from the endoplasmic reticulum into fin shed products and sorts and directs the fin shed products to their fi al destination



gonadotropes  ​Anterior pituitary cells that secrete gonadotropin-releasing hormone gonadotropin-releasing hormone (GnRH)  ​(gōnad′-uh-TRŌ-pin) The hypothalamic hormone that stimulates the release of FSH and LH from the anterior pituitary gonadotropins  ​FSH and LH; hormones that control secretion of the sex hormones by the gonads gonads  ​(GŌ-nadz) The primary reproductive organs, which produce the gametes and secrete the sex hormones; testes and ovaries G protein  ​A membrane-bound intermediary, which, when activated on binding of an extracellular fi st messenger to a surface receptor, activates effector proteins on the intracellular side of the membrane in the cAMP second-messenger system G-protein-coupled receptor  ​A type of receptor that activates the associated G protein on binding with an extracellular chemical messenger gradation of contraction  ​Variable magnitudes of tension produced in a single whole muscle graded potential  ​A local change in membrane potential that occurs in varying grades of magnitude; serves as a short-distance signal in excitable tissues grand postsynaptic potential (GPSP)  ​The total composite potential in a postsynaptic neuron resulting from the sum of all EPSPs and IPSPs occurring at the same time granulocytes  ​(gran′-yuh-lō-sīts) Leukocytes that contain granules, including neutrophils, eosinophils, and basophils granulosa cells  ​(gran′-yuh-LŌ-suh) The layer of cells immediately surrounding a developing oocyte within an ovarian follicle gray matter  ​The portion of the central nervous system composed primarily of densely packaged neuronal cell bodies and dendrites growth hormone (GH)  ​An anterior pituitary hormone that is primarily responsible for regulating overall body growth and is also important in intermediary metabolism; somatotropin H1  ​See hydrogen ion haploid number  ​(HAP-loid) The number of chromosomes found in gametes; a half set of chromosomes, one member of each pair, for a total of 23 chromosomes in humans Hb  ​See hemoglobin hCG  ​See human chorionic gonadotropin helper T cells  ​The population of T cells that enhances the activity of other immune-response effector cells hematocrit  ​(hi-MAT′-uh-krit) The percentage of blood volume occupied by erythrocytes as they are packed down in a centrifuged blood sample hemoglobin (Hb)  ​(HĒ-muh-glō′-bun) A large iron-bearing protein molecule in erythrocytes that binds with and transports most O2 in the blood; also carries some of the CO2 and H1 in the blood hemolysis  ​(hē-MOL-uh-sus) Rupture of red blood cells hemostasis  ​(hē′-mō-STĀ-sus) The stopping of bleeding from an injured vessel hepatic portal system  ​(hi-PAT-ik) A complex vascular connection between the digestive tract and liver such that venous blood from the digestive system drains into the liver for processing of absorbed nutrients before being returned to the heart



hippocampus  ​(hip-ō-CAM-pus) The elongated, medial portion of the temporal lobe that is a part of the limbic system and is especially crucial for forming long-term memories histamine  ​A chemical released from mast cells or basophils that brings about vasodilation and increased capillary permeability; important in allergic responses and inflammation homeostasis  ​(hō′-mē-ō-STĀ-sus) Maintenance by the highly coordinated, regulated actions of the body systems of relatively stable chemical and physical conditions in the internal fluid environment that bathes the body cells homeostatic control system  ​A regulatory system that includes a sensor, integrator, and effectors that work together to bring about a corrective adjustment that opposes an original deviation from a normal set point hormone  ​A long-distance chemical mediator secreted by an endocrine gland into the blood, which transports it to its target cells hormone response element (HRE)  ​The specifi attachment site on DNA for a given steroid hormone and its nuclear receptor host cell  ​A body cell infected by a virus HRE  ​See hormone response element human chorionic gonadotropin (hCG)  ​(kō-rēON-ik gō-nad′-uh-TRŌ-pin) A hormone secreted by the developing placenta that stimulates and maintains the corpus luteum of pregnancy hydrogen ion (H1)  ​The cationic portion of a dissociated acid hydrolysis  ​(hī-DROL-uh-sis) The digestion of a nutrient molecule by the addition of water at a bond site hydrostatic (fluid) pressure  ​(hī-drō-STAT-ik) The pressure exerted by fluid on the walls that ​ contain it hyperglycemia  ​(hī′-pur-glī-SĒ-mē-uh) Elevated blood glucose concentration hyperplasia  ​(hī-pur-PLĀ-zē-uh) An increase in the number of cells hyperpolarization  ​An increase in membrane potential from resting potential; potential becomes even more negative than at resting potential hypersecretion  ​Too much of a particular hormone secreted hypertension  ​(hī′-pur-TEN-chun) Sustained, above-normal mean arterial blood pressure hypertonic solution  ​(hī′-pur-TON-ik) A solution with osmolarity greater than that of normal body fluids; more concentrated than normal hypertrophy  ​(hī-PUR-truh-fē) Increase in the size of an organ as a result of an increase in the size of its cells hyperventilation  ​Overbreathing; when the rate of ventilation is in excess of the body’s metabolic needs for CO2 removal hypophysiotropic hormones  ​(hi-PŌ-fiz-ē-ō-T Ōpik) Hormones secreted by the hypothalamus that regulate the secretion of anterior pituitary hormones; see also releasing hormone and inhibiting hormone hyposecretion  ​Too little of a particular hormone secreted hypotension  ​(hī-pō-TEN-chun) Sustained, belownormal mean arterial blood pressure



Glossary   G-7 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



hypothalamic–hypophyseal portal system  ​(hī-pōthuh-LAM-ik hī-pō-FIZ-ē-ul) The vascular connection between the hypothalamus and anterior pituitary gland used for the pickup and delivery of hypophysiotropic hormones hypothalamus  ​(hī′-pō-THAL-uh-mus) The brain region beneath the thalamus that regulates many aspects of the internal fluid environment, such as water and salt balance and food intake; serves as an important link between the autonomic nervous system and endocrine system hypotonic solution  ​(hī′-pō-TON-ik) A solution with osmolarity less than that of normal body fluids; more dilute than normal hypoventilation  ​Underbreathing; ventilation inadequate to meet the metabolic needs for O2 delivery and CO2 removal hypoxia  ​(hī-POK-sē-uh) Insuffici t O2 at the cellular level I band  ​One of the light bands that alternate with dark (A) bands to create a striated appearance in a skeletal or cardiac muscle fiber when these fibers are viewed with a light microscope ICF  ​See intracellular fluid IGF  ​See insulin-like growth factor immune surveillance  ​Recognition and destruction of newly arisen cancer cells by the immune system immunity  ​The body’s ability to resist or eliminate potentially harmful foreign materials or abnormal cells immunoglobulins  ​(im′-ū-nō-GLOB-yū-lunz) Antibodies; gamma globulins impermeable  ​Prohibiting passage of a particular substance through the plasma membrane implantation  ​The burrowing of a blastocyst into the endometrial lining inclusion  ​A nonpermanent mass of stored material, such as glycogen or triglycerides (fat), in a cell incretin  ​A hormone released by the digestive tract that stimulates insulin secretion by the pancreas indoleamine  ​A type of amine hormone derived from the amino acid tryptophan and secreted by the pineal gland inflammation  ​An innate, nonspecifi series of highly interrelated events, especially involving neutrophils, macrophages, and local vascular changes, that are set into motion in response to foreign invasion or tissue damage influx  ​Movement into the cell inhibin  ​(in-HIB-un) A hormone secreted by the Sertoli cells of the testes or by the ovarian follicles that inhibits FSH secretion inhibiting hormone  ​A hypothalamic hormone that inhibits the secretion of a particular anterior pituitary hormone inhibitory postsynaptic potential (IPSP)  ​(pōst′si-NAP-tik) A small hyperpolarization of the postsynaptic membrane in response to neurotransmitter binding, thereby moving the membrane farther from threshold inhibitory synapse  ​(SIN-aps′) Synapse in which the postsynaptic neuron’s response to neurotransmitter release is a small hyperpolarization of the postsynaptic membrane, moving the membrane farther from threshold



innate immune responses  ​Inherent defense responses that nonselectively defend against foreign or abnormal material, even on initial exposure to it; see also inflammation, interferon, natural killer cells, and complement system inorganic  ​Referring to substances that do not contain carbon; from nonliving sources inositol trisphosphate (IP3)  ​A component cleaved from phosphatidylinositol bisphosphate (PIP2) in the plasma membrane that mobilizes the Ca21 second-messenger system in response to binding of an extracellular (fi st) messenger to a G-protein- ​ coupled receptor insensible loss  ​Loss of water of which the person is not aware from the lungs or nonsweating skin inspiration  ​A breath in inspiratory muscles  ​The skeletal muscles whose contraction enlarges the thoracic cavity, bringing about lung expansion and movement of air into the lungs from the atmosphere insulin  ​(IN-suh-lin) The pancreatic hormone that lowers blood levels of glucose, fatty acids, and amino acids and promotes their storage insulin-like growth factor (IGF)  ​Synonymous with somatomedin; hormone secreted by the liver into the blood on stimulation by growth hormone that acts directly on target cells to promote growth, with other tissues producing IGF that acts locally as a paracrine to promote growth integrator  ​A region that determines efferent output based on processing of afferent input; also called a control center intercalated cells  ​Cells in the distal and collecting tubules of the kidney important in renal control of acid–base balance integument  ​(in-TEG-yuh-munt) The skin and underlying connective tissue intercostal muscles  ​(int-ur-KOS-tul) The muscles that lie between the ribs; see also external intercostal muscles and internal intercostal muscles interferon  ​(in′-tur-FĒR-on) A chemical released from virus-invaded cells that provides nonspecifi resistance to viral infections by transiently interfering with replication of the same or unrelated viruses in other host cells intermediary metabolism  ​The collective set of intracellular chemical reactions that involve the degradation, synthesis, and transformation of small nutrient molecules; also known as fuel metabolism intermediate filaments  ​Th eadlike cytoskeletal elements that play a structural role in parts of the cells subject to mechanical stress internal environment  ​The body’s aqueous extracellular environment, which consists of the plasma and interstitial fluid and which must be homeostatically maintained for the cells to make life-​ sustaining exchanges with it internal intercostal muscles  ​Expiratory muscles whose contraction pulls the ribs downward and inward, thereby reducing the size of the thoracic cavity internal respiration  ​The intracellular metabolic processes carried out within the mitochondria that use O2 and produce CO2 during the derivation of energy from nutrient molecules internal work  ​All forms of biological energy expenditure that do not accomplish mechanical work outside the body interneuron  ​Neuron that lies entirely within the central nervous system and is important for inte-



grating peripheral responses to peripheral information as well as for the abstract phenomena associated with the “mind” interstitial fluid  ​(in′-tur-STISH-ul) The portion of the extracellular fluid that surrounds and bathes all the body cells intra-alveolar pressure  ​(in′-truh-al-VĒ-uh-lur) The pressure within the alveoli intracellular fluid (ICF)  ​The fluid collectively contained within all the body cells intrapleural pressure  ​(in′-truh-PLOOR-ul) The pressure within the pleural sac intrinsic controls  ​Local control mechanisms inherent to an organ intrinsic factor  ​A special substance secreted by the parietal cells of the stomach that must be combined with vitamin B12 for this vitamin to be absorbed by the intestine; deficie cy produces pernicious anemia intrinsic nerve plexuses  ​Interconnecting networks of nerve fibers within the digestive tract wall involuntary muscle  ​Muscle innervated by the autonomic nervous system and not subject to voluntary control; cardiac and smooth muscle ion  ​An atom that has gained or lost one or more of its electrons, so it is not electrically balanced IP3  ​See inositol trisphosphate IPSP  ​See inhibitory postsynaptic potential iris  ​A pigmented smooth muscle that forms the colored portion of the eye and controls pupillary size islets of Langerhans  ​(LAHNG-er-honz) The endocrine portion of the pancreas that secretes the hormones insulin and glucagon into the blood isometric contraction  ​(ī′-sō-MET-rik) A muscle contraction in which muscle tension develops at constant muscle length isotonic contraction  ​A muscle contraction in which muscle tension remains constant as the muscle fiber changes length isotonic solution  ​(ī′-sō-TON-ik) A solution with osmolarity equal to that of normal body fluids janus kinase (JAK)  ​An enzyme attached to the cytosolic side of a surface-membrane receptor for several specifi hormones; binding of the hormone to the receptor activates the JAK enzymes, which phosphorylate STAT that turns on gene transcription resulting in the synthesis of new proteins that carry out the cellular response dictated by the hormone juxtaglomerular apparatus  ​(juks′-tuh-glō-MAIRū-lur) A cluster of specialized vascular and tubular cells at a point where the ascending limb of the loop of Henle passes through the fork formed by the afferent and efferent arterioles of the same nephron in the kidney juxtamedullary nephrons  ​(juks′-tuh-MED-youlair-ee) Nephrons whose glomeruli lie in the renal cortex next to the medulla and whose long loops of Henle dip deeply into the medulla; establish the medullary vertical osmotic gradient keratin  ​(CARE-uh-tin) The protein found in the intermediate filaments in skin cells that give the skin strength and help form a waterproof outer layer



G-8   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



killer (K) cells  ​Cells that destroy a target cell that has been coated with antibodies by lysing its membrane kinesin  ​(kī-NĒ′-sin) The molecular motor that transports secretory vesicles along the microtubular highway within neuronal axons by “walking” along the microtubule to the end of the axon kisspeptin  ​a neurotransmitter released from Kiss1 neurons in the hypothalamus that controls ​ gonadotropin-releasing hormone (GnRH) secretion, thus regulating the reproductive hormonal axis; may play a role in the onset of puberty lactate (lactic acid)  ​An end product formed from pyruvate (pyruvic acid) during the anaerobic process of glycolysis lactation  ​Milk production by the mammary glands larynx  ​(LARE-inks) The “voice box” at the entrance of the trachea; contains the vocal cords lateral sacs  ​The expanded saclike regions of a muscle fiber’s sarcoplasmic reticulum; store and release calcium, which plays a key role in triggering muscle contraction lateral inhibition  ​The phenomenon in which the most strongly activated signal pathway originating from the center of a stimulus area inhibits the less excited pathways from the fringe areas by means of lateral inhibitory connections within sensory pathways law of mass action  ​If the concentration of one of the substances involved in a reversible reaction is increased, the reaction is driven toward the opposite side, and if the concentration of one of the substances is decreased, the reaction is driven toward that side leak channels  ​Unregulated, ungated channels that are open all the time left ventricle  ​The heart chamber that pumps blood into the systemic circulation length–tension relationship  ​The relationship between the length of a muscle fiber at the onset of contraction and the tension the fiber can achieve on a subsequent contraction lens  ​A transparent, biconvex structure of the eye that refracts (bends) light rays and whose strength can be adjusted to accommodate for vision at different distances leptin  ​A hormone released from adipose tissue that plays a key role in long-term regulation of body weight by acting on the hypothalamus to suppress appetite leukocytes  ​(LOO-kuh-sīts) White blood cells, which are the immune system’s mobile defense units leukotrienes  ​(loo-ko-TRĪ-eenz) Local chemical mediators derived from the plasma membrane that are especially important in development of asthma Leydig cells  ​(LĪ-dig) The interstitial cells of the testes that secrete testosterone LH  ​See luteinizing hormone LH surge  ​The burst in LH secretion that occurs at midcycle of the ovarian cycle and triggers ovulation limbic system  ​(LIM-bik) A functionally interconnected ring of forebrain structures that surrounds the brain stem and is concerned with emotions, basic survival and sociosexual behavioral patterns, motivation, and learning



lipase  ​(LĪ-payz) An enzyme secreted primarily by pancreatic acinar cells that digests dietary fat lipid emulsion  ​A suspension of small fat droplets held apart as a result of adsorption of bile salts on their surface loop of Henle  ​(HEN-lē) A hairpin loop that extends between the proximal and distal tubule of the kidney’s nephron lumen  ​(LOO-men) The interior space of a hollow organ or tube luteal phase  ​(LOO-tē-ul) The phase of the ovarian cycle dominated by the presence of a corpus luteum luteinization  ​(loot′-ē-un-uh-ZĀ-shun) Formation of a postovulatory corpus luteum in the ovary luteinizing hormone (LH)  ​An anterior pituitary hormone that stimulates ovulation, luteinization, and secretion of estrogen and progesterone in females and testosterone secretion in males lymph  ​Interstitial fluid that is picked up by the lymphatic vessels and returned to the venous system, meanwhile passing through the lymph nodes for defense purposes lymphocytes  ​White blood cells that provide immune defense against targets for which they are specifi ally programmed lymphoid tissues  ​Tissues that produce and store lymphocytes, such as lymph nodes and tonsils lysosomes  ​(LĪ-sō-sōmz) Organelles consisting of membrane-enclosed sacs containing powerful hydrolytic enzymes that destroy unwanted material within the cell, such as internalized foreign material or cellular debris macrophages  ​(MAK-ruh-fājs) Large, tissue-bound phagocytes mast cells  ​Cells located within connective tissue that synthesize, store, and release histamine, as during allergic responses mean arterial blood pressure  ​The average pressure responsible for driving blood forward through the arteries into the tissues throughout the cardiac cycle; mean arterial blood pressure 5 cardiac output 3 total peripheral resistance mechanically gated channels  ​Channels that open or close in response to stretching or other mechanical deformation mechanoreceptor  ​(meh-CAN-ō-rē-SEP-tur) or (mek′-uh-nō-rē-SEP-tur) A sensory receptor sensitive to mechanical energy, such as stretching or bending medullary respiratory center  ​(MED-you-LAIR-ē) Several aggregations of neuronal cell bodies within the medulla that provide output to the respiratory muscles and receive input important for regulating the magnitude of ventilation megakaryocyte  ​A large bone-marrow bound cell that sheds off blood-borne platelets from its outer edges meiosis  ​(mī-ō-sis) Cell division in which the chromosomes replicate followed by two nuclear divisions so that only a half set of chromosomes is distributed to each of four new daughter cells melanocyte-stimulating hormone (MSH)  ​(melAH-nō-sīt) A hormone produced by the pituitary in lower vertebrates that regulates skin coloration for camouflage in these species; in humans, is secreted as a paracrine by the hypothalamus for control of food intake and by keratinocytes in the skin



to control dispersion of melanin granules from melanocytes during tanning melatonin  ​(mel-uh-TŌ-nin) A hormone secreted by the pineal gland during darkness that helps entrain the body’s biological rhythms with the external light and dark cues membrane attack complex  ​A collection of the five fi al activated components of the complement system that aggregate to form a porelike channel in the plasma membrane of an invading microorganism, with the resultant leakage leading to destruction of the invader membrane potential  ​A separation of charges across the membrane; a slight excess of negative charges lined up along the inside of the plasma membrane and separated from a slight excess of positive charges on the outside memory cells  ​B or T cells that are newly produced in response to a microbial invader but that do not participate in the current immune response against the invader; instead, they remain dormant, ready to launch a swift powerful attack should the same ​ microorganism invade again in the future meninges  ​(men-IN-geez) Th ee membranes that wrap the brain and spinal cord menstrual cycle  ​(men′-stroo-ul) The cyclic changes in the uterus that accompany the hormonal changes in the ovarian cycle menstrual phase  ​The phase of the menstrual cycle characterized by sloughing of endometrial debris and blood out through the vagina messenger RNA (mRNA)  ​Carries the transcribed genetic blueprint for synthesis of a particular protein from nuclear DNA to the cytoplasmic ribosomes where the protein is synthesized metabolic acidosis  ​(met-uh-bol′-ik) Acidosis resulting from any cause other than excess accumulation of carbonic acid in the body metabolic alkalosis  ​(al′-kuh-LŌ-sus) Alkalosis caused by a relative deficie cy of noncarbonic acid metabolic rate  ​Energy expenditure per unit of time metabolism  ​All chemical reactions that occur within the body cells micelle  ​(mī-SEL) A water-soluble aggregation of bile salts, lecithin, and cholesterol that has a hydrophilic shell and a hydrophobic core; carries the ​ water-insoluble products of fat digestion to their site of absorption microfilaments  ​Cytoskeletal elements made of actin molecules (and myosin molecules in muscle cells); play a major role in various cellular contractile systems and serve as a mechanical stiffener for microvilli microglia  ​The type of glial cells that serve as the immune defense cells of the CNS microtubules  ​Cytoskeletal elements made of tubulin molecules arranged into long, slender, unbranched tubes that help maintain asymmetric cell shapes and coordinate complex cell movements microvilli  ​(mī′-krō-VIL-ī) Actin-stiffened, nonmotile, hairlike projections from the luminal surface of epithelial cells lining the digestive tract and kidney tubules; tremendously increase the surface area of the cell exposed to the lumen micturition  ​(mik-too-RISH-un) or (mik-chuhRISH-un) The process of bladder emptying; urination milk ejection  ​The squeezing out of milk produced and stored in the alveoli of the breasts by means of



Glossary   G-9 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



contraction of the myoepithelial cells that surround each alveolus mineralocorticoids  ​(min-uh-rul-ō-KOR-ti-koidz) The adrenocortical hormones that are important in Na1 and K1 balance; primarily aldosterone mitochondria  ​(mī-tō-KON-drē-uh) The energy organelles, which contain the enzymes for oxidative phosphorylation mitosis  ​(mī-TŌ-sis) Cell division in which the chromosomes replicate before nuclear division so that each of the two daughter cells receives a full set of chromosomes mitotic spindle  ​The system of microtubules assembled during mitosis along which the replicated chromosomes are moved away from each other toward opposite sides of the cell prior to cell division modality  ​The energy form to which sensory receptors respond, such as heat, light, pressure, and chemical changes molecular motor  ​Specialized protein molecule with “feet” that can be alternately swung forward enabling the molecule to “walk” along a microtubular highway, carrying cargo from one part of the cell to another molecule  ​A chemical substance formed by the linking of atoms; the smallest unit of a given chemical substance monocytes  ​(MAH-nō-sīts) White blood cells that emigrate from the blood, enlarge, and become tissue macrophages monosaccharides  ​(mah′-nō-SAK-uh-rīdz) Simple sugars, such as glucose; the absorbable unit of digested carbohydrates motility  ​Muscular contractions of the digestive tract wall that mix and propel forward the luminal contents motor activity  ​Movement of the body accomplished by contraction of skeletal muscles motor end plate  ​The specialized portion of a skeletal muscle fiber that lies immediately underneath the terminal button of the motor neuron and possesses receptor sites for binding acetylcholine released from the terminal button motor neurons  ​The neurons that innervate skeletal muscle and whose axons constitute the somatic nervous system motor unit  ​One motor neuron plus all the muscle fibers it innervates motor unit recruitment  ​The progressive activation of a muscle fiber’s motor units to accomplish increasing gradations of contractile strength mucosa  ​(mew-KŌ-sah) The innermost layer of the digestive tract that lines the lumen multiunit smooth muscle  ​A smooth muscle mass consisting of multiple discrete units that function independently of one another and that must be separately stimulated by autonomic nerves to contract muscarinic receptor  ​(MUS-ka-rin′-ik) Type of cholinergic receptor found at the effector organs of all parasympathetic postganglionic fibers muscle fiber  ​A single muscle cell, which is relatively long and cylindrical in shape muscle tension  ​See tension muscle tissue  ​A functional grouping of cells specialized for contraction and force generation myelin  ​(MĪ-uh-lun) An insulative lipid covering that surrounds myelinated nerve fibers at regular intervals along the axon’s length; each patch of my-



elin is formed by a separate myelin-forming cell that wraps itself jelly-roll fashion around the neuronal axon myelinated fibers  ​Neuronal axons covered at regular intervals with insulative myelin myocardial ischemia  ​(mī-ō-KAR-dē-ul is-KĒmē-uh) Inadequate blood supply to the heart tissue myocardium  ​(mī′-ō-KAR-dē-um) The cardiac muscle within the heart wall myofibril  ​(mī′-ō-FĪB-rul) A specialized intracellular structure of muscle cells that contains the contractile apparatus myogenic activity  ​Muscle-produced, nerveindependent contractile activity myometrium  ​(mī′-ō-mē-TRĒ-um) The smooth muscle layer of the uterus myosin  ​(MĪ-uh-sun) The protein forming the thick filaments in muscle fibers Na1–K1 ​pump  ​A carrier that actively transports Na1 out of the cell and K1 into the cell Na1 load See sodium (Na1) load natural killer cells  ​Naturally occurring, lymphocyte-like cells that nonspecifi ally destroy virus-​ infected cells and cancer cells by directly lysing their membranes on fi st exposure to them negative balance  ​Situation in which the losses for a substance exceed its gains so that the total amount of the substance in the body decreases negative feedback  ​A regulatory mechanism in which a change in a controlled variable triggers a response that opposes the change, thus maintaining a relatively steady set point for the regulated factor nephron  ​(NEF-ron′) The functional unit of the kidney; consisting of an interrelated vascular and tubular component, it is the smallest unit that can form urine nerve  ​A bundle of peripheral neuronal axons, some afferent and some efferent, enclosed by a connective tissue covering and following the same pathway nerve fiber  ​See axon nervous system  ​One of the two major regulatory systems of the body; in general, coordinates rapid activities of the body, especially those involving interactions with the external environment nervous tissue  ​A functional grouping of cells specialized for initiation and transmission of electrical signals net diffusion  ​The difference between the opposing movements of two types of molecules in a solution net filtration pressure  ​The net difference in the hydrostatic and osmotic forces acting across the glomerular membrane that favors the filtration of a protein-free plasma into Bowman’s capsule NETs  ​See neutrophil extracellular traps neurogenic activity  ​Contractile activity in muscle cells initiated by nerves neuroglia  ​See glial cells neurohormones  ​Hormones released into the blood by neurosecretory neurons neuromodulators  ​(ner′ō-MA-jew-lā′-torz) Chemical messengers that bind to neuronal receptors at nonsynaptic sites and bring about long-term changes that subtly depress or enhance synaptic effectiveness



neuromuscular junction  ​The juncture between a motor neuron and a skeletal muscle fiber neuron  ​(NER-on) A nerve cell specialized to initiate, propagate, and transmit electrical signals, typically consisting of a cell body, dendrites, and an axon neuropeptide Y (NPY)  ​A potent appetite stimulator secreted by the hypothalamic arcuate nucleus neuropeptides  ​Large, slow-acting peptide molecules released from axon terminals along with classical neurotransmitters; most neuropeptides function as neuromodulators neurotransmitter  ​The chemical messenger released from the axon terminal of a neuron in response to an action potential that influences another neuron or an effector with which the neuron is anatomically linked neutrophil extracellular traps (NETs)  ​A web of prepared fibers released into the ECF by neutrophils when they undergo an unusual type of programmed cell death; bind with bacteria and contain bacteria-killing chemicals neutrophils  ​(new′-truh-filz) White blood cells that are phagocytic specialists and important in inflammatory responses and defense against bacterial invasion nicotinic receptor  ​(nick′-ō-TIN-ik) Type of cholinergic receptor found at all autonomic ganglia and the motor end plates of skeletal muscle fibers nitric oxide  ​A local chemical mediator released from endothelial cells and other tissues; its effects range from causing local arteriolar vasodilation to acting as a toxic agent against foreign invaders to serving as a unique type of neurotransmitter NMDA receptor  ​One of two types of receptorchannels on a postsynaptic membrane to which the neurotransmitter glutamate binds, this one being both chemically mediated and voltage dependent and permitting Ca21 entry when open nociceptor  ​(nō-sē-SEP-tur) A pain receptor, sensitive to tissue damage nodes of Ranvier  ​(RAN-vē-ā) The portions of a myelinated neuronal axon between the segments of insulative myelin; the axonal regions where the axonal membrane is exposed to the ECF and membrane potential exists norepinephrine  ​(nor′-ep-uh-NEF-run) The neurotransmitter released from sympathetic postganglionic fibers; noradrenaline NPY  ​See neuropeptide Y nucleus (of brain)  ​(NŪ-klē-us) A functional aggregation of neuronal cell bodies within the brain nucleus (of cells)  ​A distinct spherical structure, usually located near the center of a cell, that contains the cell’s genetic material, deoxyribonucleic acid (DNA) occipital lobes  ​(ok-SIP′-ut-ul) The posterior lobes of the cerebral cortex, which initially process visual input O2​–Hb dissociation curve  ​A graphic depiction of the relationship between arterial PO2 and percent hemoglobin saturation oligodendrocytes  ​(ol-i-gō′-DEN-drō-sitz) The myelin-forming cells of the central nervous system oogenesis  ​(ō′-ō-JEN-uh-sus) Egg production opsonin  ​(OP′-suh-nun) Body-produced chemical that links bacteria to macrophages, thereby making the bacteria more susceptible to phagocytosis



G-10   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



optic nerve  ​The bundle of nerve fibers leaving the retina that relay information about visual input optimal length  ​The length before the onset of contraction of a muscle fiber at which maximal force can be developed on a subsequent contraction organ  ​A distinct structural unit composed of two or more types of primary tissue organized to perform one or more particular functions; for example, the stomach organ of Corti  ​(KOR-tē) The sense organ of hearing within the inner ear that contains hair cells whose hairs are bent in response to sound waves, setting up action potentials in the auditory nerve organelles  ​(or′-gan-ELZ) Distinct, highly organized, membrane-bound intracellular compartments, each containing a specifi set of chemicals for carrying out a particular cellular function organic  ​Referring to substances that contain carbon; originally from living or once-living sources organism  ​A living entity, whether unicellular or multicellular osmolarity  ​(oz′-mo-LAIR-ut-ē) A measure of the concentration of a solution given in terms of milliosmoles/liter (mOsm/L), the number of millimoles of solute particles in a liter of solution osmosis  ​(os-MŌ-sis) Movement of water across a membrane down its own concentration gradient toward the area of higher solute concentration osmotic pressure  ​(os-MAH-tic) A measure of the tendency for osmotic fl w of water into a solution resulting from its relative concentration of nonpenetrating solutes and water osteoblasts  ​(OS-tē-ō-blasts′) Bone cells that produce the organic matrix of bone osteoclasts  ​Bone cells that dissolve bone in their vicinity osteocytes  ​Retired osteoblasts entombed within the bone that they have laid down around themselves that continue to participate in calcium and phosphate exchange between the bone fluid and plasma otolith organs  ​(ŌT′-ul-ith) Sense organs in the inner ear that provide information about rotational changes in head movement; include the utricle and saccule oval window  ​The membrane-covered opening that separates the air-filled middle ear from the upper compartment of the fluid-filled cochlea in the inner ear overhydration  ​Water excess in the body ovulation  ​(ov′-yuh-LĀ-shun) Release of an ovum from a mature ovarian follicle oxidative phosphorylation  ​(fos′-for-i-LĀ-shun) The entire sequence of mitochondrial biochemical reactions that uses oxygen to extract energy from the nutrients in food and transforms it into ATP, producing CO2 and H2O in the process; includes the electron transport system and chemiosmosis oxyhemoglobin  ​(ok-si-HĒ-muh-glō-bun) Hemoglobin combined with O2 oxyntic mucosa  ​(ok-SIN-tic) The mucosa lining the body and fundus of the stomach, which contains gastric pits that lead to the gastric glands lined by mucous neck cells, parietal cells, and chief cells oxytocin  ​(ok′-sē-TŌ-sun) A hypothalamic hormone stored in the posterior pituitary that stimulates uterine contraction and milk ejection



pacemaker activity  ​Self-excitable activity of an excitable cell in which its membrane potential gradually depolarizes to threshold on its own pacemaker potential  ​A self-induced slow depolarization to threshold occurring in a pacemaker cell as a result of shift in passive ionic fluxes across the membrane accompanying automatic changes in channel permeability pancreas  ​(PAN-krē-us) A mixed gland composed of an exocrine portion that secretes digestive enzymes and an aqueous alkaline secretion into the duodenal lumen and an endocrine portion that secretes the hormones insulin and glucagon into the blood paracrine  ​(PEAR-uh-krin) A local chemical messenger whose effect is exerted only on neighboring cells in the immediate vicinity of its site of secretion parasympathetic nervous system  ​(pear′-uh-simpuh-THET-ik) The subdivision of the autonomic nervous system that dominates in quiet, relaxed situations and promotes body maintenance activities such as digestion and emptying of the urinary bladder parathyroid glands  ​(pear′-uh-THĪ-roid) Four small glands located on the posterior surface of the thyroid gland that secrete parathyroid hormone parathyroid hormone (PTH)  ​A hormone that raises plasma Ca21 levels parietal cells  ​(puh-RĪ-ut-ul) The stomach cells that secrete hydrochloric acid and intrinsic factor parietal lobes  ​The lobes of the cerebral cortex that lie at the top of the brain behind the central sulcus, which contain the somatosensory cortex partial pressure  ​The individual pressure exerted independently by a particular gas within a mixture of gases partial pressure gradient  ​A difference in the partial pressure of a gas between two regions that promotes the movement of the gas from the region of higher partial pressure to the region of lower partial pressure parturition  ​(par′-too-RISH-un) Delivery of a baby passive expiration  ​Expiration accomplished during quiet breathing as a result of elastic recoil of the lungs on relaxation of the inspiratory muscles, with no energy expenditure required passive force  ​A force that does not require expenditure of cellular energy to accomplish transport of a substance across the plasma membrane passive reabsorption  ​Reabsorption when none of the steps in the transepithelial transport of a substance across the kidney tubules requires energy expenditure pathogens  ​(PATH-uh-junz) Disease-causing microorganisms, such as bacteria or viruses pathophysiology  ​(path′-ō-fiz-ē- L-ō-gē) Abnormal functioning of the body associated with disease pepsin; pepsinogen  ​(pep-SIN-uh-jun) An enzyme secreted in inactive form by the stomach that, once activated, begins protein digestion peptide hormones  ​Hormones that consist of a chain of specifi amino acids of varying length peptide YY3-36 ​ A satiety signal secreted by the small and large intestines that inhibits appetite and serves as a mealtime terminator percent hemoglobin saturation  ​A measure of the extent to which the hemoglobin present is combined with O2



perception  ​The conscious interpretation of the external world as created by the brain from a pattern of nerve impulses delivered to it from sensory receptors peripheral chemoreceptors  ​(kē′-mō-rē-SEP-turz) The carotid and aortic bodies, which respond to changes in arterial PO2, PCO2, and H1 and adjust respiration accordingly peripheral nervous system (PNS)  ​Nerve fibers that carry information between the central nervous system and other parts of the body peristalsis  ​(per′-uh-STOL-sus) Ringlike contractions of the circular smooth muscle of a tubular organ that move progressively forward with a stripping motion, pushing the contents of the organ ahead of the contraction peritubular capillaries  ​(per′-i-TŪ-bū-lur) Capillaries that intertwine around the tubules of the kidney’s nephron; they supply the renal tissue and participate in exchanges between the tubular fluid and blood during the formation of urine permeable  ​Permitting passage of a particular substance permissiveness  ​When one hormone must be present in adequate amounts for the full exertion of another hormone’s effect peroxisomes  ​(puh-ROK′-suh-sōmz) Saclike organelles containing powerful oxidative enzymes that detoxify various wastes produced within the cell or foreign compounds that have entered the cell pH  ​The logarithm to the base 10 of the reciprocal of the hydrogen ion concentration; pH 5 log 1/ [H1] phagocytosis  ​(fag′-ō-sī-TŌ-sus) A type of endocytosis in which large, multimolecular, solid particles are engulfed by a cell pharynx  ​(FARE-inks) The back of the throat, which serves as a common passageway for the digestive and respiratory systems phasic smooth muscle  ​Smooth muscle that contracts in bursts, triggered by the generation of action potentials phosphorylation  ​(fos′-for-i-LĀ-shun) Addition of a phosphate group to a molecule photoreceptor  ​A sensory receptor responsive to light phototransduction  ​The mechanism of converting light stimuli into electrical activity by the rods and cones of the eye physiology  ​(fiz-ē- L-ō-gē) The study of body functions pineal gland  ​(PIN-ē-ul) A small endocrine gland located in the center of the brain that secretes the hormone melatonin pinocytosis  ​(pin-ō-cī-TŌ-sus) A type of endocytosis in which the cell internalizes fluid pitch  ​The tone of a sound, determined by the frequency of vibrations (that is, whether a sound is a C or G note) pituitary gland  ​(pih-TWO-ih-tair-ee) A small endocrine gland connected by a stalk to the hypothalamus; consists of the anterior pituitary and posterior pituitary placenta  ​(plah-SEN-tah) The organ of exchange between the maternal and fetal blood; also secretes hormones that support the pregnancy



Glossary   G-11 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



plaque  ​A deposit of cholesterol and other lipids, perhaps calcifi d, and thickened, abnormal smooth-muscle cells within blood vessel walls as a result of atherosclerosis plasma  ​The liquid portion of the blood plasma cell  ​An antibody-producing derivative of an activated B lymphocyte plasma clearance  ​The volume of plasma that is completely cleared of a given substance by the kidneys per minute plasma-colloid osmotic pressure  ​(KOL-oid osMOT-ik) The force caused by the unequal distribution of plasma proteins between the blood and surrounding fluid that encourages fluid movement into the capillaries plasma membrane  ​A protein-studded lipid bilayer that encloses each cell, separating it from the extracellular fluid plasma proteins  ​The proteins in the plasma, which perform a number of important functions; include albumins, globulins, and fibrinogen plasticity  ​(plas-TIS-uh-tē) The ability of portions of the brain to assume new responsibilities in response to the demands placed on it platelets  ​(PLĀT-lets) Specialized cell fragments in the blood that participate in hemostasis by forming a plug at a vessel defect pleural sac  ​(PLOOR-ul) A double-walled, closed sac that separates each lung from the thoracic wall pluripotent stem cells  ​Precursor cells; for example, those that reside in the bone marrow and continuously divide and differentiate to give rise to each of the types of blood cells polarization  ​The state of having membrane potential polycythemia  ​(pol-ē-sī-THĒ-mē-uh) Excess circulating erythrocytes, accompanied by an elevated hematocrit polysaccharides  ​(pol′-ē-SAK-uh-rīdz) Complex carbohydrates, consisting of chains of interconnected glucose molecules pool (of a substance)  ​Total quantity of any particular substance in the ECF positive balance  ​Situation in which the gains via input for a substance exceed its losses via output so that the total amount of the substance in the body increases positive feedback  ​A regulatory mechanism in which the input and the output in a control system continue to enhance each other so that the controlled variable is progressively moved farther from a steady state postabsorptive state  ​The metabolic state after a meal is absorbed during which endogenous energy stores must be mobilized and glucose must be spared for the glucose-dependent brain; fasting state posterior pituitary  ​The neural portion of the pituitary that stores and releases into the blood on hypothalamic stimulation two hormones produced by the hypothalamus, vasopressin and oxytocin postganglionic fiber  ​(pōst′-gan-glē-ON-ik) The second neuron in the two-neuron autonomic nerve pathway; originates in an autonomic ganglion and terminates on an effector organ postsynaptic neuron  ​(pōst′-si-NAP-tik) The neuron that conducts its action potentials away from a synapse



power stroke  ​The ATP-powered cross-bridge binding and bending that pulls the thin filaments in closer together between the thick filaments during contraction of a muscle fiber preganglionic fiber  ​The fi st neuron in the twoneuron autonomic nerve pathway; originates in the central nervous system and terminates on an autonomic ganglion pressure gradient  ​A difference in pressure between two regions that drives the movement of blood or air from the region of higher pressure to the region of lower pressure presynaptic facilitation  ​Enhanced release of neurotransmitter from a presynaptic axon terminal as a result of excitation of another neuron that terminates on the axon terminal presynaptic inhibition  ​A reduction in the release of a neurotransmitter from a presynaptic axon terminal as a result of excitation of another neuron that terminates on the axon terminal presynaptic neuron  ​(prē-si-NAP-tik) The neuron that conducts its action potentials toward a synapse primary active transport  ​A carrier-mediated transport system in which energy is directly required to operate the carrier and move the transported substance against its concentration gradient primary follicle  ​A primary oocyte surrounded by a single layer of granulosa cells in the ovary primary motor cortex  ​The portion of the cerebral cortex that lies anterior to the central sulcus and is responsible for voluntary motor output principal cells  ​Cells in the distal and collecting tubules of the kidney that are the site of action of aldosterone and vasopressin progestational phase  ​See secretory phase prolactin (PRL)  ​(prō-LAK-tun) An anterior pituitary hormone that stimulates breast development and milk production in females proliferative phase  ​The phase of the menstrual cycle during which the endometrium repairs itself and thickens following menstruation; lasts from the end of the menstrual phase until ovulation pro-opiomelanocortin  ​(prō-ōp′-Ē-ō-ma-LAN-ōkor′-tin) A large precursor molecule that can be variably cleaved into adrenocorticotropic hormone, melanocyte-stimulating hormone, and endorphin proprioception  ​(prō′-prē-ō-SEP-shun) Awareness of position of body parts in relation to one another and to surroundings prostaglandins  ​(pros′-tuh-GLAN-dins) Local chemical mediators that are derived from a component of the plasma membrane, arachidonic acid prostate gland  ​A male accessory sex gland that secretes an alkaline fluid, which neutralizes acidic vaginal secretions protein kinase  ​(KĪ-nase) An enzyme that phosphorylates and thereby induces a change in the shape and function of a particular intracellular protein proteolytic enzymes  ​(prōt′-ē-uh-LIT-ik) Enzymes that digest protein proximal tubule  ​(PROKS-uh-mul) A highly convoluted tubule that extends between Bowman’s capsule and the loop of Henle in the kidney’s nephron PTH  ​See parathyroid hormone pulmonary artery  ​(PULL-mah-nair-ē) The large vessel that carries blood from the right ventricle to the lungs



pulmonary circulation  ​The closed loop of blood vessels carrying blood between the heart and lungs pulmonary surfactant  ​(sur-FAK-tunt) A phospholipoprotein complex secreted by the Type II alveolar cells that intersperses between the water molecules that line the alveoli, thereby lowering the surface tension within the lungs pulmonary valve  ​A one-way valve that permits the fl w of blood from the right ventricle into the pulmonary artery during ventricular emptying but prevents the backfl w of blood from the pulmonary artery into the right ventricle during ventricular relaxation pulmonary veins  ​The large vessels that carry blood from the lungs to the heart pulmonary ventilation  ​The volume of air breathed in and out in one minute; pulmonary ventilation 5 tidal volume 3 respiratory rate pupil  ​An adjustable round opening in the center of the iris through which light passes to the interior portions of the eye Purkinje fibers  ​(pur-KIN-jē) Small terminal fibers that extend from the bundle of His and rapidly transmit an action potential throughout the ventricular myocardium pyloric gland area (PGA)  ​(pī-LŌR-ik) The specialized region of the mucosa in the antrum of the stomach that secretes gastrin pyloric sphincter  ​(pī-LŌR-ik SFINGK-tur) The juncture between the stomach and duodenum PYY3-36 ​ See peptide YY3-36 RAAS  ​See renin–angiotensin–aldosterone system radiation  ​Emission of heat energy from the surface of a warm body in the form of electromagnetic waves reabsorption  ​The net movement of interstitial fluid into the capillary receptive field  ​The circumscribed region surrounding a sensory neuron within which the neuron responds to stimulus information receptor  ​See sensory receptor or receptor (in membrane) receptor (in membrane)  ​Membrane protein that binds with a specifi extracellular chemical messenger, bringing about membrane and intracellular events that alter the activity of the particular cell receptor potential  ​The graded potential change that occurs in a sensory receptor in response to a stimulus; generates action potentials in the afferent neuron fiber receptor-channel  ​A type of receptor that is an integral part of a channel that opens (or closes) on binding with an extracellular messenger receptor-enzyme  ​A type of receptor that functions as an enzyme on binding with an extracellular chemical messenger receptor-mediated endocytosis  ​Import of a particular large molecule from the ECF into a cell by formation and pinching off of an endocytic pouch in response to binding of the molecule to a surface membrane receptor specifi for it reduced hemoglobin  ​Hemoglobin that is not combined with O2 reflex  ​Any response that occurs automatically without conscious effort; the components of a refle arc include a receptor, afferent pathway, integrating center, efferent pathway, and effector



G-12   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



refraction  ​Bending of a light ray refractory period  ​(rē-FRAK-tuh-rē) The time period when a recently activated patch of membrane is refractory (unresponsive) to further stimulation, which prevents the action potential from spreading backward into the area through which it has just passed and ensures the unidirectional propagation of the action potential away from the initial site of activation regulatory proteins  ​Troponin and tropomyosin, which play a role in regulating muscle contraction by either covering or exposing the sites of interaction between actin and the myosin cross bridges regulatory T cells  ​A class of T lymphocytes that suppresses the activity of other lymphocytes releasing hormone  ​A hypothalamic hormone that stimulates the secretion of a particular anterior pituitary hormone renal cortex  ​An outer granular-appearing region of the kidney renal medulla  ​(RĒ-nul muh-DUL-uh) An inner striated-appearing region of the kidney renal threshold  ​The plasma concentration at which the Tm of a particular substance is reached and the substance fi st starts appearing in the urine renin  ​(RĒ-nin) An enzymatic hormone released from the kidneys in response to a decrease in NaCl or ECF volume or arterial blood pressure; activates angiotensinogen renin–angiotensin–aldosterone system (RAAS)  ​ (an′jē-ō-TEN-sun al-dō-steer-OWN) The saltconserving system triggered by the release of renin from the kidneys, which activates angiotensin, stimulating aldosterone secretion and Na1 reabsorption by the kidney tubules during the formation of urine repolarization  ​(rē′-pō-luh-ruh-ZĀ-shun) Return of membrane potential to resting potential following a depolarization reproductive tract  ​The system of ducts specialized to transport or house the gametes after they are produced residual volume  ​The minimum volume of air remaining in the lungs even after a maximal expiration resistance  ​Hindrance of blood or air fl w through a blood vessel or respiratory airway, respectively respiration  ​The sum of processes that accomplish ongoing passive movement of O2 from the atmosphere to the tissues, as well as the continual passive movement of metabolically produced CO2 from the tissues to the atmosphere respiratory acidosis  ​(as-i-DŌ-sus) Acidosis resulting from abnormal retention of CO2 arising from hypoventilation respiratory airways  ​The system of tubes that conducts air between the atmosphere and the alveoli of the lungs respiratory alkalosis  ​(al′-kuh-LŌ-sus) Alkalosis caused by excessive loss of CO2 from the body as a result of hyperventilation respiratory rate  ​Breaths per minute resting membrane potential  ​The membrane potential that exists when an excitable cell is not displaying an electrical signal reticular activating system (RAS)  ​(ri-TIK-ū-lur) Ascending fibers that originate in the reticular formation and carry signals upward to arouse and activate the cerebral cortex



reticular formation  ​A network of interconnected neurons that runs throughout the brain stem and initially receives and integrates all synaptic input to the brain retina  ​The innermost layer in the posterior region of the eye that contains the eye’s photoreceptors (rods and cones) ribonucleic acid (RNA)  ​(rī-bō-new-KLĀ-ik) A nucleic acid that exists in three forms (messenger RNA, ribosomal RNA, and transfer RNA), which participate in gene transcription and protein synthesis ribosomes  ​(RĪ-bō-sōmz) Special ribosomal RNA– protein complexes that synthesize proteins under the direction of nuclear DNA right atrium  ​(Ā-trē′-um) The heart chamber that receives venous blood from the systemic circulation right ventricle  ​The heart chamber that pumps blood into the pulmonary circulation RNA  ​See ribonucleic acid rods  ​The eye’s photoreceptors used for night vision rough ER  ​The flattened, ribosome-studded sacs of the endoplasmic reticulum that synthesize proteins for export or for use in membrane construction round window  ​The membrane-covered opening that separates the lower chamber of the cochlea in the inner ear from the middle ear ryanodine receptors  ​(rye-ah-NO-deen) Receptors on the sarcoplasmic reticulum that bind with dihydropyridine receptors on the adjoining T tubule and serve as Ca21-release channels during excitation–contraction coupling SA node  ​See sinoatrial node salivary amylase  ​(AM-uh-lās′) An enzyme produced by the salivary glands that begins carbohydrate digestion in the mouth and continues it in the stomach after the food and saliva have been swallowed salt balance  ​Balance between salt intake and salt output; important in controlling ECF volume saltatory conduction  ​(SAL-tuh-tōr′-ē) The means by which an action potential is propagated throughout a myelinated fiber, with the impulse jumping over the myelinated regions from one node of Ranvier to the next sarcomere  ​(SAR-kō-mir) The functional unit of skeletal muscle; the area between two Z lines within a myofibril sarcoplasmic reticulum  ​(ri-TIK-yuh-lum) A fi e meshwork of interconnected tubules that surrounds a muscle fiber’s myofibrils; contains expanded lateral sacs, which store calcium that is released into the cytosol in response to a local action potential satiety signals  ​(suh-TĪ-ut-ē) Signals that lead to the sensation of fullness and suppress the desire to eat saturation  ​The condition in which all binding sites on a carrier molecule are occupied Schwann cells  ​(shwahn) The myelin-forming cells of the peripheral nervous system sclera  ​(SKLAIR-a) The visible, white, outer layer of the eye secondary active transport  ​A transport mechanism in which a carrier molecule for glucose or an amino acid is driven by a Na1 concentration gradient established by the energy-dependent Na1–K1 pump to transfer the glucose or amino acid uphill



without directly expending energy to operate the carrier secondary follicle  ​A developing ovarian follicle that is secreting estrogen and forming an antrum secondary sexual characteristics  ​The many external characteristics that are not directly involved in reproduction but that distinguish males and females second messenger  ​An intracellular chemical that is activated by binding of an extracellular fi st messenger to a surface receptor site, triggering a preprogrammed series of biochemical events that alter activity of intracellular proteins controlling a particular cellular activity secretin  ​(si-KRĒT-n) A hormone released from the duodenal mucosa primarily in response to the presence of acid; inhibits gastric motility and secretion and stimulates secretion of NaHCO3 solution from the pancreas and liver secretion  ​Release to a cell’s exterior, on appropriate stimulation, of substances produced by the cell secretory phase  ​The phase of the menstrual cycle characterized by the development of a lush endometrial lining capable of supporting a fertilized ovum; also known as the progestational phase secretory vesicles  ​(VES-i-kuls) Membraneenclosed sacs containing proteins that have been synthesized and processed by the endoplasmic reticulum and Golgi complex of the cell and which will be released to the cell’s exterior by exocytosis on appropriate stimulation segmentation  ​The small intestine’s primary method of motility; consists of oscillating, ringlike contractions of the circular smooth muscle along the small intestine’s length selectively permeable membrane  ​A membrane that permits some particles to pass through while excluding others self-antigens  ​Antigens that are characteristic of a person’s own cells semen  ​(SĒ-men) A mixture of accessory sex gland secretions and sperm semicircular canal  ​Sense organ in the inner ear that detects rotational or angular acceleration or deceleration of the head semilunar valves  ​(sem′-ī-LEW-nur) The aortic and pulmonary valves seminal vesicles  ​(VES-i-kuls) Male accessory sex glands that supply fructose to ejaculated sperm and secrete prostaglandins seminiferous tubules  ​(sem′-uh-NIF-uh-rus) The highly coiled tubules within the testes that produce spermatozoa sensor  ​The component of a control system that monitors the magnitude of the controlled variable sensory afferent  ​Pathway into the central nervous system carrying information that reaches the level of consciousness sensory input  ​Input from somatic sensation and special senses sensory receptor  ​An afferent neuron’s peripheral ending, which is specialized to respond to a particular stimulus in its environment sensory transduction  ​The conversion of stimulus energy into a receptor potential Sertoli cells  ​(sur-TŌL-lē) Cells located in the seminiferous tubules that support spermatozoa during their development



Glossary   G-13 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



serum  ​Plasma minus fibrinogen and other clotting precursors set point  ​The desired level at which homeostatic control mechanisms maintain a controlled variable sex hormones  ​The steroid hormones secreted by the gonads that govern reproductive function and are responsible for the development of masculine and feminine characteristics; testosterone in males and estrogens and progesterone in females signal molecule  ​An extracellular chemical messenger that initiates signal transduction in a cell signal transducers and activators of transcription (STAT)  ​A cytosolic protein which when phosphorylated by JAK enzymes moves to the nucleus and turns on gene transcription resulting in synthesis of designated proteins that carry out the effect dictated by the hormone that sets the JAK/ STAT signal transduction pathway in motion signal transduction  ​The sequence of events in which incoming signals from extracellular chemical messengers are conveyed into a target cell where they are transformed into the dictated cellular response single-unit smooth muscle  ​The most abundant type of smooth muscle; made up of muscle fibers interconnected by gap junctions so that they become excited and contract as a unit; also known as visceral smooth muscle sinoatrial (SA) node  ​(sī-nō-Ā-trē-ul) A small specialized autorhythmic region in the right atrial wall of the heart that has the fastest rate of spontaneous depolarizations and serves as the normal pacemaker of the heart skeletal muscle  ​Striated muscle, which is attached to the skeleton and is responsible for movement of the bones in purposeful relation to one another; innervated by the somatic nervous system and under voluntary control slow-wave potentials  ​Self-excitable activity of an excitable cell in which its membrane potential undergoes gradually alternating depolarizing and hyperpolarizing swings smooth ER  ​The tubules of the endoplasmic reticulum that package newly synthesized proteins in transport vesicles smooth muscle  ​Involuntary muscle in the walls of hollow organs and tubes innervated by the autonomic nervous system sodium (Na1) load ​The total amount of Na1 in the body, which determines the ECF volume through its osmotic effect somatic cells  ​(sō-MAT-ik) Body cells, as contrasted with reproductive cells somatic nervous system  ​The portion of the efferent division of the peripheral nervous system that innervates skeletal muscles; consists of the axonal fibers of the alpha motor neurons somatic sensation  ​Sensory information arising from the body surface, including somesthetic sensation and proprioception somatosensory cortex  ​The region of the parietal lobe immediately behind the central sulcus; the site of initial processing of somesthetic and proprioceptive input somatotropes  ​Anterior pituitary cells that secrete growth hormone somesthetic sensations  ​(SŌ-mes-THEH-tik) Awareness of sensory input such as touch, pressure, temperature, and pain from the body’s surface



sound waves  ​Traveling vibrations of air in which regions of high pressure caused by compression of air molecules alternate with regions of low pressure caused by rarefaction of the molecules spatial summation  ​The summing of several postsynaptic potentials arising from the simultaneous activation of several excitatory (or several inhibitory) synapses special senses  ​Vision, hearing, equilibrium, taste, and smell specificity  ​Ability of carrier molecules to transport only specifi substances across the plasma membrane spermatogenesis  ​(spur′-mat-uh-JEN-uh-sus) Sperm production sphincter  ​(sfi k-tur) A voluntarily controlled ring of skeletal muscle that controls passage of contents through an opening into or out of a hollow organ or tube spinal reflex  ​A refle that is integrated by the spinal cord spleen  ​A lymphoid tissue in the upper left part of the abdomen that stores lymphocytes and platelets and destroys old red blood cells STAT  ​See signal transducers and activators of transcription state of equilibrium  ​State of a system in which no net change is occurring steady state  ​State of a system in which no net movement occurs because passive forces and active forces exactly counterbalance each other, with energy being used to maintain the constancy stem cells  ​Relatively undifferentiated cells that can give rise to highly differentiated, specialized cells while at the same time making new stem cells stereocilia  ​The auditory and vestibular hair cells that transduce mechanical movements into electrical signals steroids  ​(STEER-oidz) Hormones derived from cholesterol stimulus  ​A detectable physical or chemical change in the environment of a sensory receptor stress  ​The generalized, nonspecifi response of the body to any factor that overwhelms, or threatens to overwhelm, the body’s compensatory abilities to maintain homeostasis stretch reflex  ​A monosynaptic refle in which an afferent neuron originating at a stretch-detecting receptor in a skeletal muscle terminates directly on the efferent neuron supplying the same muscle to cause it to contract and counteract the stretch stroke volume (SV)  ​The volume of blood pumped out of each ventricle with each contraction, or beat, of the heart subcortical regions  ​The brain regions that lie under the cerebral cortex, including the basal nuclei, thalamus, and hypothalamus submucosa  ​The connective tissue layer of the digestive tract that lies under the mucosa and contains the larger blood and lymph vessels and a nerve network substance P  ​The neurotransmitter released from pain fibers subsynaptic membrane  ​(sub-sih-NAP-tik) The portion of the postsynaptic cell membrane that lies immediately underneath a synapse and contains receptor sites for the synapse’s neurotransmitter



suprachiasmatic nucleus  ​(soup′-ra-kī-as-MAT-ik) A cluster of nerve cell bodies in the hypothalamus that serves as the master biological clock, acting as the pacemaker establishing many of the body’s circadian rhythms surface tension  ​The force at the liquid surface of an air–water interface resulting from the greater attraction of water molecules to the surrounding water molecules than to the air above the surface; a force that tends to decrease the area of a liquid surface and resists stretching of the surface sympathetic nervous system  ​The subdivision of the autonomic nervous system that dominates in emergency (“fi ht-or-fli ht”) or stressful situations and prepares the body for strenuous physical activity symport  ​The form of secondary active transport in which the driving ion and transported solute move in the same direction across the plasma membrane; also called cotransport synapse  ​(SIN-aps) The specialized junction between two neurons where an action potential in the presynaptic neuron influences the membrane potential of the postsynaptic neuron, typically by releasing a chemical messenger that diffuses across the small cleft between the neurons synergism  ​(SIN-er-jiz′-um) The result of several complementary actions in which the combined effect is greater than the sum of the separate effects systemic circulation  ​(sis-TEM-ik) The closed loop of blood vessels carrying blood between the heart and body systems systole  ​(SIS-tō-lē) The period of cardiac contraction and emptying T3  ​See tri-iodothyronine T4  ​See thyroxine T lymphocytes (T cells)  ​White blood cells that accomplish cell-mediated immune responses against targets to which they have been previously exposed; see also cytotoxic T cells, helper T cells, and regulatory T cells T tubule  ​See transverse tubule tactile  ​(TACK-til) Referring to touch target cells  ​The cells that a particular extracellular chemical messenger, such as a hormone or a neurotransmitter, influences target-cell receptors  ​Receptors located on a target cell that are specifi for a particular chemical mediator temporal lobes  ​The lateral lobes of the cerebral cortex, which initially process auditory input temporal summation  ​The summing of several postsynaptic potentials that occur very close together in time because of successive fi ing of a single presynaptic neuron tension  ​The force produced during muscle contraction by shortening of the sarcomeres, resulting in stretching and tightening of the muscle’s elastic connective tissue and tendon, which transmit the tension to the bone to which the muscle is attached terminal button  ​A motor neuron’s enlarged knoblike ending that terminates near a skeletal muscle fiber and releases acetylcholine in response to an action potential in the neuron testosterone  ​(tes-TOS-tuh-rōn) The male sex hormone, secreted by the Leydig cells of the testes



G-14   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



tetanus  ​(TET′-n-us) A smooth, maximal muscle contraction that occurs when the fiber is stimulated so rapidly that it does not have a chance to relax at all between stimuli tetraiodothyronine  ​See thyroxine thalamus  ​(THAL-uh-mus) The brain region that serves as a synaptic integrating center for preliminary processing of all sensory input on its way to the cerebral cortex thecal cells  ​(THĀY-kel) The outer layer of specialized ovarian connective tissue cells in a maturing follicle thermoreceptor  ​(thur′-mō-rē-SEP-tur) A sensory receptor sensitive to heat and cold thick filaments  ​Specialized cytoskeletal structures within skeletal muscle that are made up of myosin molecules and interact with the thin filaments to shorten the fiber during muscle contraction thin filaments  ​Specialized cytoskeletal structures within skeletal muscle that are made up of actin, tropomyosin, and troponin molecules and interact with the thick filaments to shorten the fiber during muscle contraction thoracic cavity  ​(thō-RAS-ik) Chest cavity threshold potential  ​The critical potential that must be reached before an action potential is initiated in an excitable cell thrombus  ​An abnormal clot attached to the inner lining of a blood vessel thymus  ​(THĪ-mus) A lymphoid gland located midline in the chest cavity that processes T lymphocytes and produces the hormone thymosin, which maintains the T-cell lineage thyroglobulin  ​(thī′-rō-GLOB-yuh-lun) A large, complex molecule on which all steps of thyroid hormone synthesis and storage take place thyroid gland  ​A bilobed endocrine gland that lies over the trachea and secretes the hormones thyroxine and tri-iodothyronine, which regulate overall basal metabolic rate, and calcitonin, which contributes to control of calcium balance thyroid hormone  ​Collectively, the hormones secreted by the thyroid follicular cells, namely, thyroxine and tri-iodothyronine thyroid-stimulating hormone (TSH)  ​An anterior pituitary hormone that stimulates secretion of thyroid hormone and promotes growth of the thyroid gland; thyrotropin thyrotropes  ​Anterior pituitary cells that secrete thyroid-stimulating hormone thyroxine  ​(thī-ROCKS-in) The most abundant hormone secreted by the thyroid gland; important in the regulation of overall metabolic rate; also known as tetraiodothyronine or T4 tidal volume  ​The volume of air entering or leaving the lungs during a single breath tight junction  ​An impermeable junction between two adjacent epithelial cells formed by the sealing together of the cells’ lateral edges near their luminal borders; prevents passage of substances between the cells tip links  ​Cell adhesion molecules that link the tips of stereocilia of hair cells in adjacent rows in the cochlea and vestibular organs tissue  ​(1) A functional aggregation of cells of a single specialized type, such as nerve cells forming nervous tissue; (2) the aggregate of various cellular and extracellular components that make up a particular organ, such as lung tissue



tissue-specific stem cells  ​Partially differentiated cells that can generate the highly differentiated, specialized cell types composing a particular tissue titin  ​A giant, highly elastic protein that extends in both directions from the M line along the length of the thick filament to the Z lines and is responsible for the parallel elastic component of the muscle fiber Tm  ​See transport maximum and tubular maximum tone  ​The ongoing baseline of activity in a given system or structure, as in muscle tone, sympathetic tone, or vascular tone tonic smooth muscle  ​Smooth muscle that is partially contracted at all times in the absence of action potentials tonicity  ​A measure of the effect a solution has on cell volume when the solution surrounds the cell total peripheral resistance  ​The resistance offered by all the peripheral blood vessels, with arteriolar resistance contributing most extensively trachea  ​(TRĀ-kē-uh) The “windpipe”; the conducting airway that extends from the pharynx and branches into two bronchi, each entering a lung tract  ​A bundle of nerve fibers (axons of long interneurons) with a similar function within the spinal cord transduction  ​Conversion of stimuli into action potentials by sensory receptors transepithelial transport  ​(tranz-ep-i-THĒ-lē-al) The entire sequence of steps involved in the transfer of a substance across the epithelium between either the renal tubular lumen or digestive tract lumen and the blood transmural pressure gradient  ​The pressure difference across the lung wall (intra-alveolar pressure is greater than intrapleural pressure) that stretches the lungs to fill the thoracic cavity, which is larger than the unstretched lungs transport maximum (Tm)  ​The maximum rate of a substance’s carrier-mediated transport across the membrane when the carrier is saturated; known as tubular maximum in transepithelial transport across the kidney tubules transport vesicle  ​Membranous sac enclosing newly synthesized proteins that buds off the smooth endoplasmic reticulum and moves the proteins to the Golgi complex for further processing and packaging for their fi al destination transporter recruitment  ​The phenomenon of inserting additional transporters (carriers) for a particular substance into the plasma membrane, thereby increasing membrane permeability to the substance, in response to an appropriate stimulus transverse tubule (T tubule)  ​A perpendicular infolding of the surface membrane of a muscle fiber; rapidly spreads surface electric activity into the central portions of the muscle fiber triglycerides  ​(trī-GLIS-uh-rīdz) Neutral fats composed of one glycerol molecule with three fatty acid molecules attached tri-iodothyronine (T3)  ​(trī-ī-ō-dō-THĪ-ro-nēn) The most potent hormone secreted by the thyroid follicular cells; important in the regulation of overall metabolic rate trophoblast  ​(TRŌF-uh-blast′) The outer layer of cells in a blastocyst that is responsible for accomplishing implantation and developing the fetal portion of the placenta



tropic hormone  ​(TRŌ-pik) A hormone whose primary function is to regulate the secretion of another hormone tropomyosin  ​(trōp′-uh-MĪ-uh-sun) One of the regulatory proteins in the thin filaments of muscle fibers troponin  ​(trō-PŌ-nun) One of the regulatory proteins in the thin filaments of muscle fibers TSH  ​See thyroid-stimulating hormone tubular maximum (Tm)  ​The maximum amount of a substance that the renal tubular cells can actively transport within a given time period; the kidney cells’ equivalent of transport maximum tubular reabsorption  ​The selective transfer of substances from tubular fluid into peritubular capillaries during urine formation tubular secretion  ​The selective transfer of substances from peritubular capillaries into the tubular lumen during urine formation tunneling nanotubes  ​Long, thin, hollow filaments between cells that can transfer larger cargo considerably longer distances from cell to cell than gap junctions can twitch  ​A brief, weak contraction that occurs in response to a single action potential in a muscle fiber twitch summation  ​The addition of two or more muscle twitches as a result of rapidly repetitive stimulation, resulting in greater tension in the fiber than that produced by a single action potential tympanic membrane  ​(tim-PAN-ik) The eardrum, which is stretched across the entrance to the middle ear and which vibrates when struck by sound waves funneled down the external ear canal Type I alveolar cells  ​(al-VĒ-ō-lur) The single layer of flattened epithelial cells that forms the wall of the alveoli within the lungs Type II alveolar cells  ​The cells within the alveolar walls that secrete pulmonary surfactant tyrosine kinase  ​A type of receptor-enzyme that brings about the dictated cellular response on binding with an extracellular chemical messenger by phosphorylating the amino acid tyrosine in designated intracellular proteins ultrafiltration  ​The net movement of a protein-free plasma out of the capillary into the surrounding interstitial fluid umami  ​A meaty or savory taste ureter  ​(yū-RĒ-tur) A duct that transmits urine from the kidney to the bladder urethra  ​(yū-RĒ-thruh) A tube that carries urine from the bladder out of the body urine excretion  ​The elimination of substances from the body in the urine; anything filtered or secreted and not reabsorbed is excreted vagus nerve  ​(VĀ-gus) The tenth cranial nerve, which serves as the major parasympathetic nerve varicosities  ​Swellings in autonomic postganglionic fibers that simultaneously release neurotransmitter over a large area of an innervated organ vascular tone  ​The state of partial constriction of arteriolar smooth muscle that establishes a baseline of arteriolar resistance vasoconstriction  ​(vā′-zō-kun-STRIK-shun) The narrowing of a blood vessel lumen as a result of contraction of the vascular circular smooth muscle



Glossary   G-15 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



vasodilation  ​The enlargement of a blood vessel lumen as a result of relaxation of the vascular circular smooth muscle vasopressin  ​(vā-zō-PRES-sin) A hormone secreted by the hypothalamus, then stored and released from the posterior pituitary; increases the permeability of the distal and collecting tubules of the kidneys to water and promotes arteriolar vasoconstriction; also known as antidiuretic hormone (ADH) vaults  ​Nonmembranous organelles shaped like octagonal barrels; believed to serve as transporters for messenger RNA or the ribosomal subunits from the nucleus to sites of protein synthesis vein  ​A vessel that carries blood toward the heart vena cava (venae cavae, plural)  ​(VĒ-nah CĀV-ah; VĒ-nē cāv-ē) A large vein that empties blood into the right atrium venous return  ​(VĒ-nus) The volume of blood returned to each atrium per minute from the veins ventilation  Th ​ e mechanical act of moving air in and out of the lungs; breathing ventricle (of brain)  ​(VEN-tri-kul) One of four interconnected chambers within the brain through which cerebrospinal fluid fl ws ventricle (of heart)  ​A lower chamber of the heart that pumps blood into the arteries vertical osmotic gradient  ​A progressive increase in the concentration of the interstitial fluid in the renal medulla from the cortical boundary down to the renal pelvis; important in the ability of the kidneys to put out urine of variable concentration, depending on the body’s needs



vesicle  ​(VES-i-kul) A small, intracellular, fluidfilled, membrane-enclosed sac vesicular transport  ​Movement of large molecules or multimolecular materials into or out of the cell within a vesicle, as in endocytosis or exocytosis vestibular apparatus  ​(veh-STIB-yuh-lur) The component of the inner ear that provides information essential for the sense of equilibrium and for coordinating head movements with eye and postural movements; consists of the semicircular canals, utricle, and saccule villus  ​(villi, plural) (VIL-us) Microscopic fi gerlike projections from the inner surface of the small intestine virulence  ​(VIR-you-lentz) The disease-producing power of a pathogen visceral afferent  ​A pathway into the central nervous system that carries subconscious information derived from the internal viscera visceral smooth muscle  ​(VIS-uh-rul) See singleunit smooth muscle viscosity  ​(vis-KOS-i-tē) The friction developed between molecules of a fluid as they slide over each other during fl w of the fluid; the greater the viscosity, the greater the resistance to fl w visible light  ​The portion of the electromagnetic spectrum to which the eyes’ photoreceptors ​ are responsive (wavelengths between 400 and ​ 700 nanometers) vital capacity  ​The maximum volume of air that can be moved out during a single breath following a maximal inspiration



vitreous humor  ​The jelly-like substance in the posterior cavity of the eye between the lens and retina voltage-gated channels  ​Channels in the plasma membrane that open or close in response to changes in membrane potential voluntary muscle  ​Muscle innervated by the somatic nervous system and subject to voluntary control; skeletal muscle water balance  ​The balance between water intake and water output; important in controlling ECF osmolarity white matter  ​The portion of the central nervous system composed of myelinated nerve fibers Z line  ​A flattened disclike cytoskeletal protein that connects the thin filaments of two adjoining sarcomeres zona fasciculata  ​(zō-nah fa-SIK-ū-lah-ta) The middle and largest layer of the adrenal cortex; major source of cortisol zona glomerulosa  ​(glō-MAIR-yū-lō-sah) The outermost layer of the adrenal cortex; sole source of aldosterone zona reticularis  ​(ri-TIK-yuh-lair-us) The innermost layer of the adrenal cortex; produces cortisol, along with the zona fasciculata zygote  ​A fertilized ovum



G-16   glossary Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Index A band, 273, 275 A site, ribosome, 44, 45, 46 ABO blood group system, 417–418 “Abortion pill,” 819 ABP (athlete biological passport), 298 Absolute refractory period, 106–107, 108 Absorption adaptations for, 647–650 alcohol, 635 aspirin, 637 calcium, 656 carbohydrate, 651, 652 fat, 651, 654, 655 iron, 655–656 in large intestine, 661 malabsorption, 648, 650 protein, 651, 653 salt, 661 sodium, 650–651 in stomach, 635, 637 vitamin, 655 water, 650–651, 661 Absorptive state, 743 Acceleration detection of linear, 239 detection of rotational or angular, 237 Accessory digestive organs, 616 Accessory inspiratory muscles, 488 Accessory sex glands, 774, 789–790 Acclimatization, 516, 585 Accommodation, 210–211, 213, 214–215 ACE (angiotensin-converting enzyme), 547 ACE inhibitor drugs, 549 Acetone, A–11 Acetyl coenzyme A (acetyl CoA) from beta oxidation of fatty acids, 42 in citric acid cycle, 37 production of, 37 Acetylcholine autonomic nervous system and, 254 botulinum toxin blockage of release, 266 cholinergic fibers, 254 cholinergic receptors, 257–258 curare blockage of, 266–267 gastric secretion, role in, 633 inactivation by acetylcholinesterase (AChE), 265–266 myasthenia gravis, 267 at neuromuscular junction, 263–265 organophosphate prevention of inactivation, 267 release with black widow spider venom, 266 skeletal muscle stimulation by, 279 Acetylcholinesterase (AChE) acetylcholine inactivation, 265–266 organophosphate inhibition of, 267 Acid-base balance acidic and basic solutions in chemistry, 591–592



acidosis and alkalosis in the body, 592 ammonia secretion by kidney during acidosis, 601–602 buffers, 594–597 carbonic acid-bicarbonate buffer pair, 594–596 defi ed, 591 digestive secretions and, 657 hemoglobin buffer system, 596 Henderson-Hasselbalch equation, 594 homeostasis, 578, 607 hydrogen ion secretion and, 554 imbalances, 602–606 phosphate as urinary buffer, 602 phosphate buffer system, 596 protein buffer system, 596 renal regulation of pH, 598–602 respiratory regulation of pH, 597–598 ventilation adjustments and, 521–522 Acid-base imbalances compensated, 606 metabolic acidosis, 597, 603–605 metabolic alkalosis, 597, 604, 605–606 overview, 602–603, 606 respiratory acidosis, 514, 603, 604 respiratory alkalosis, 514, 603, 604 Acidic solution, 591–592 Acidosis ammonia secretion by kidney during, 601–602 in the body, 592 compensations, 597, 603 defi ed, 592 hydrogen ion handling during, 600 metabolic, 597, 602–605 renal handling of bicarbonate during, 600, 601 renal responses to, 601 respiratory, 514, 602–604 uremic, 605 Acids characteristics of, A–8–A–9 defi ed, 591 dissociation, 591 gastric emptying, influence on, 627 inorganic, 594 organic, 594 strong and weak compared, 591 Acini, 637 Acquired immune system. See Adaptive (acquired) immune system Acquired immunodeficie cy syndrome (AIDS), 459, 469 Acquired salivary reflex, 621 Acromegaly, 711, 713 Acrosomal enzymes, 813 Acrosome, spermatozoon, 786 Acrosome reaction, 813 ACTH (adrenocorticotropic hormone), 700, 731, 734, 738



Actin amoeboid movement, 53–54 microfilaments, 52 in microvilli, 54 in muscle contraction, 52–53 power stroke and, 277, 279 smooth muscle, 308 thin filaments, 273, 276–277, 308 Action potentials all-or-none law, 108 in autorhythmic cells, 327–328 in cardiac contractile cells, 331–332 contiguous conduction, 105, 106 described, 99 fiber diameter and velocity of, 110–111 frequency of, 108 graded potentials compared, 107 initiation at neuromuscular junction, 264–265 initiation in afferent neuron, 197–198 initiation in visual pathway, 218 initiation site, 198 ion movement during, 100–103 membrane permeability changes, 100–103 membrane potential restoration by Na+-K+ pump, 103 membrane potential reversal, 99–100 on myelinated fibers, 109–110 propagation from axon hillock to axon terminal, 103–105 receptor potential initiation of, 197–198 refractory period, 105–108 saltatory conduction, 109–110 slow-wave potentials, 311–312 speed of conduction, 109–110 spread down transverse tubule (T tubule), 279–280 stimulus strength, 108 Activated T cells, 455 Activation gate, 100 Activators of nongenomic estrogen-like signaling (ANGELS), 761 Active forces, 68 Active hyperemia, 372 Active immunity, 454 Active reabsorption, 546 Active transport Ca2+ pump, 80 carbohydrate/protein absorption in small intestine, 651 characteristics of, 84 facilitated diffusion compared, 77 hydrogen ion secretion in proximal tubule, 598 Na+-dependent secondary, 550 Na+-K+ ATPase pump, 78–81, 85–86 primary, 78–80, 84 secondary, 78, 80–81, 84, 651 tertiary, 651



index   I-1 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Acuity photoreceptor, 220 receptor, 200–201 Acupuncture analgesia, 207 Acupuncture endorphin hypothesis, 207 Acute mountain sickness, 516 Acute myocardial infarction, 337, 355–356 Acute phase proteins, 444 Adaptation dark, 222 defi ed, 198 light, 222 olfactory system, 245 Pacinian corpuscle, 198, 199 phasic receptors, 198, 199 speed of, 198 tactile receptors, 198 tonic receptors, 198, 199 Adaptive (acquired) immune system. See also Antibody-mediated immunity; Cellmediated immunity components, 439 described, 438 general concepts, 447–448 lymphocyte origins, 448 response to bacterial invasion, 463 thymosin, role of, 448 ADCC (antibody-dependent cellular cytotoxicity), 452 Addiction, 121 Addison’s disease, 734 A-delta fibers, 204 Adenohypophysis, 698 Adenoids, 437, 475 Adenosine arteriole radius and, 373 coronary blood fl w and, 351 as neural sleep factor, 181 Adenosine diphosphate (ADP) ATP conversion to, 36 hemostasis and, 425 phosphorylation of by ATP synthase, 40 Adenosine triphosphate (ATP) ATP-powered cross-bridge cycling, 280–281, 283 cell activities requiring expenditure, 42–43 citric acid cycle, 36–37, 38 conversion to cAMP, 130 as energy “currency,” 36–40 energy transfer from guanosine triphosphate (GTP), 37 formation from creatine kinase, 292, 294 formation in glycolysis, 294 formation pathways in muscle fiber, 292–295 glycolysis, 36, 37 mitochondrial role in generation of, 36–40 Na+-K+ ATPase pump, 78–81, 85–86 oxidative phosphorylation, 37, 39, 40 recharging-expenditure cycle, 42–43 structure, A–16 yield from glucose catabolism, 40, 41 Adenylyl cyclase, 130 Adequate stimulus, 196 Adipocytes, role in energy homeostasis, 671 Adipokines, 671, 673 Adiponectin, 671, 750



Adipose tissue fat storage in, 48 hypodermis, 474 metabolic states, role in, 744 Adiposity signals, 672 Adolescence, 782 ADP. See Adenosine diphosphate Adrenal cortex adrenocortical insuffici cy, 734 aldosterone hypersecretion, 733 androgen hypersecretion, 733–734, 735 cortisol hypersecretion, 733 cortisol secretion, regulation of, 731–732 glucocorticoid effects, 730–731 hormones secreted by, 728–729 hypothalamus-pituitary-adrenal cortex axis, 731–732 mineralocorticoid effects, 729–730 sex hormone secretion, 732–733 Adrenal glands anatomy, 728, 729 location, 257 sympathetic nervous system, 257 Adrenal medulla anatomy, 735 catecholamine secretion, 735 epinephrine, 736–737 norepinephrine, 736 sympathetic nervous system, 257 Adrenaline. See Epinephrine Adrenergic fibers, 254 Adrenergic receptors, 258–259 Adrenocortical hormones, 728 Adrenocortical insuffici cy, 734 Adrenocorticotropic hormone (ACTH), 700, 731, 734, 738 Adrenogenital syndrome, 781 Aerobic condition, 40, 42 Aerobic exercise, 43, 78, 294, 524 Afferent arterioles, 533 Afferent division, PNS, 143, 195–246 Afferent fibers fast and slow pain fibers, 204 function, 143 Afferent neurons action potential initiation site, 198 described, 143, 145 features, 262 motor unit output and, 299 receptor potential conversion to action potential in, 197–198 sensory, 200 visceral, 199 Afferent pathway, 187 Afterbirth, 826 Afterload, 338 Age-related atrophy, 299 Agglutination, antibody-mediated, 451–452 Aging, consequences counteracted by growth hormone, 712 Agonist, autonomic, 259 Agranulocytes, 419 AIDS (acquired immunodeficie cy syndrome), 459, 469 Airfl w airway resistance and, 490, 492 blood fl w matched to, 501–503



Airway resistance airfl w rates and, 490, 492 factors affecting, 493 increased with chronic obstructive pulmonary disease (COPD), 492–494 Albumins, 411 Albuminuria, 538 Albuterol, 492 Alcohol absorption in stomach, 635 Aldehydes, A–9 Aldosterone angiotensin II as stimulus for, 547 hypersecretion, 733 potassium ion secretion, 554–556 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), 547–549 sodium and potassium balance and, 729 stimulation of sodium reabsorption, 547–549 Aldosterone receptor blockers, 549 Alendronate, 760 Alkalosis in the body, 592 compensations, 597, 603, 606 defi ed, 592 hydrogen ion handling during, 600 metabolic, 597, 602, 604, 605–606 renal handling of bicarbonate during, 601 renal responses to, 601 respiratory, 514, 602–604 Allergen, 469 Allergy defi ed, 469 delayed hypersensitivity, 471, 472 immediate hypersensitivity, 469–471, 472 All-or-none law, 108 All-trans-retinal, 216, 217 Alpha adrenergic receptors, 258–259 a cells, 744 Alpha globulins, 411 Alpha motor neuron, 303–304 a-antitrypsin, 493 Alpha-glycosidase inhibitors, 751 a-limit dextrans, 620 a-melanocyte stimulating hormone (a-MSH), 474, 671, 734 ALS (amyotrophic lateral sclerosis), 55 Alternate complement pathway, 445, 447 Altitude, effect on body of, 516–517 Alveolar dead space, 500 Alveolar macrophages, 475 Alveolar surface tension, 495 Alveolar ventilation, 499–501 Alveoli anatomy, 458460 defi ed, 482 gas exchange, 504–505, 506 hemoglobin role in oxygen transfer at, 510 mammary gland, 827 type I alveolar cells, 483 type II alveolar cells, 483 Alzheimer’s disease causes, 175 characteristic brain lesions, 174 hippocampal damage in, 173 incidence, 174 symptoms, 174



I-2   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



treatment, 175 underlying pathology, 174–175 Amacrine cells, 222 Amblyopia, 143 Amenorrhea, 810 AMI (athletic menstrual cycle irregularity), 810 Amines, 127 Amino acids as monomer of proteins, A–12 from protein digestion, 615 reabsorption by secondary active transport, 550 storage of excess, 742 Aminopeptidases, 647 Ammonia, secretion by kidney during acidosis, 601–602 Ammonium ion, 602 Amnesia anterograde, 169 defi ed, 168 retrograde, 168–169 Amniotic cavity, 820 Amniotic fluid, 817, 820 Amniotic sac, 820, 825 Amoeboid movement, 53–54 AMPA receptors, 171–172, 204 Amphetamine, 167 Ampulla, 237 Amygdala, 165 Amylase pancreatic, 637 salivary, 620 Amyloid precursor protein (APP), 174 Amylopectin, 612 Amylose in diet, 612 structure, 613 Amyotrophic lateral sclerosis (ALS), 55, 260 Anabolic androgenic steroids, 298 Anabolism, 740–741 Anaerobic condition, 40, 42 Anal sphincter, 660 Analgesia, acupuncture, 207 Analgesic drugs, 204 Analgesic pathway, 205 Analgesic system, 206 Anaphylactic shock, 471 Anatomic dead space, 500 Anatomy, physiology related to, 2 Andrenogenital syndrome, 733–734, 735 Androgen disruptors, 797 Androgen-binding protein, 787 Androgen-response element, 782 Androgens deficie cy, 783 dehydroepiandrosterone (DHEA), 732–733, 781, 822, 825 growth, role in, 711 hypersecretion, 733–734, 735 pubertal growth spurt and, 706 receptors, 782 secretion of, 732 sexual differentiation and, 778 Android obesity, 676 Andropause, 783 Anemia aplastic, 416 defi ed, 415



hemolytic, 416 hemorrhagic, 416 in malaria, 416 nutritional, 415–416 pernicious, 416, 632 renal, 416 sickle cell disease, 416, 417 Anemic hypoxia, 514 ANGELS (activators of nongenomic estrogenlike signaling), 761 Angina pectoris, 354 Angiogenesis, 374 Angiotensin activation, 411 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), 547–549 Angiotensin I, 547 Angiotensin II blood pressure regulation, 377 conversion of angiotensin I to, 547 functions of, 547–548 water balance, role in, 589 Angiotensin-aldosterone system, 377 Angiotensin-converting enzyme (ACE), 547 Angiotensinogen, 411, 547 Angry macrophages, 459 Angular acceleration, detection of, 237 Anions, 71, A–3 Annulospiral (primary) endings, 303 Anorexia nervosa, 675 ANP (atrial natriuretic peptide), 549, 550 Antagonism of hormones, 698 Antagonist autonomic, 259 insulin, 755 Anterior pituitary anatomy, 698 hormones, 700–702 hypothalamic releasing and inhibiting hormones, 702–704 hypothalamic-hypophyseal portal system, 703–704 negative feedback control, 705 Anterograde amnesia, 169 Anteroventral periventricular (AVPV) nucleus, 806–807 Antibody agglutination, 451–452 blocking, 466–467 blood types and, 417 complement system activation, 452 immune complex disease, 452 innate immune response amplifi ation by, 450–452 neutralization, 451 phagocytosis enhancement, 452 plasma cell production of, 449 structure, 450 subclasses, 449–450 Antibody-dependent cellular cytotoxicity (ADCC), 452 Antibody-mediated immunity active immunity, 454 B lymphocytes, 422, 449–455 clonal selection, 452–453 described, 447 memory cells, 453, 454



passive immunity, 454–455 primary response, 453, 454 secondary response, 453, 454 T-dependent antigens, 449 T-independent antigens, 449 vaccination, 453, 454 Antidiuretic hormone. See Vasopressin Antigen blood types and, 417 described, 448 immune complex disease, 452 presentation to T lymphocytes, 460–461 self-antigens, 455, 461–462, 464 sequestering, 464 T-dependent, 449 T-independent, 449 Antigen-binding fragments (Fab), 450 Antigen-presenting cells (APCs), 460–461 Anti-inflammatory effects, of cortisol, 731 Anti-Müllerian hormone, 780 Antioxidant vitamins, 353 Antiport, 80, 81 Antiserum, 455 Antitoxin, 455 Antral follicle, 801 Antrum follicle, 801, 805 stomach, 625 Aorta, 322 Aortic arch baroreceptors, 395, 396 Aortic bodies, 519 Aortic valve, 324 APCs (antigen-presenting cells), 460–461 Aphasias, 160 Aplastic anemia, 416 Aplysia, 169, 170 Apnea, 523–524 Apneustic center, 517, 518 Apocrine sweat glands, 679 Apoptosis control of, 45 described, 43 mitochondrial role in, 43 necrosis compared, 44–45 roles of, 44 T lymphocytes and, 456 APP (amyloid precursor protein), 174 Appendicitis, 660 Appendix, 437, 658, 660 Appetite signals, 670, 673 Aquaporins, 71, 552, 564 Aqueous humor, 208, 209 Arachnoid mater, 148 Arachnoid villi, 148 Arcuate nucleus, 670–671, 787 Aristole, 365 Aromatase, 732, 785, 805 Arousal system, 180 Arrhenius, Svante, A–8–A–9 Arrhythmia atrial fibrillation, 330, 337 atrial flutter, 336–337 defi ed, 335 heart block, 337 premature ventricular contraction (PVC), 329, 335–336, 337 ventricular fibrillation, 330–331, 337



index   I-3 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Arterial baroreceptors, 395 Arteries blood-gas abnormalities, 514–515 defi ed, 323, 364 elastin fibers in, 367 features, 366 pressure in, 367–370 pressure reservoir, 366, 368 as rapid-transit passageways, 366–367 umbilical, 820 walls, 367 Arterioles afferent, 533 constriction with local cold application, 376 defi ed, 364 dilation by histamine release, 375 dilation with local heat application, 376 effects of local changes in oxygen on pulmonary and systemic, 503 efferent, 533 extrinsic sympathetic control, 376 features, 366 lack of parasympathetic innervation, 377 local control of radius, 371–372 local metabolic influences on radius, 372–375 metarteriole, 382 myogenic response to stretch, 375 nitric oxide release in response to shear stress, 375–376 as resistance vessels, 370–371 vascular tone, 370–371 vasoconstriction, 370, 371 vasodilation, 370, 371 venule chemical communication with, 389 Ascending tracts, spinal cord, 183, 185, 186 Aspiration, 507 Aspirin absorption in stomach, 637 prostaglandin inhibition, 204 Assisted membrane transport, 75–83 Association areas, 160–161 Asthma, 471, 492–493 Astigmatism, 210 Astrocytes, 144–145, 146, 147 Asynchronous recruitment, 289 Atherosclerosis complication of, 354–356 development of, 351, 353–354 Atherosclerotic plaque, 351, 354 Athlete biological passport (ABP), 298 Athletic menstrual cycle irregularity (AMI), 810 Athletic pseudonephritis, 538 Atmospheric (barometric) pressure, 485 Atomic mass, A–2 Atomic mass unit, A–2 Atomic number, A–1–A–2 Atomic symbol, A–1 Atoms bonding characteristics, A–2–A–3 described, 2, A–1 ATP. See Adenosine triphosphate ATP synthase, 37, 39, 40 Atresia, 798 Atria, 322, 323 Atrial excitation, 329, 331 Atrial fibrillation, 330, 337 Atrial flutter, 336–337 Atrial natriuretic peptide (ANP), 549, 550



Atrioventricular bundle, 328 Atrioventricular (AV) node, 328, 329, 331 Atrioventricular (AV) valves, 324, 325 Atrophy age-related, 299 denervation, 299 disuse, 299 functional, 265 muscle, 299 Atropine, 259 Auditory cortex, 235–236 Auditory hair cells, 231, 233, 234 Auditory (cochlear) nerve, 233 Auditory (eustachian) tube, 229 Autocatalytic process, 632 Autocrines, 124 Autoimmune diseases, 726, 750. See also specific diseases Autonomic activities, central nervous system control of, 259 Autonomic agonist, 259 Autonomic antagonist, 259 Autonomic nerve pathway, 252, 254 Autonomic nervous system agonists, 259 antagonists, 259 characteristics of, 252, 253 dual innervation, 254–257 effects on organs, 256 efferent neuron features, 262 extrinsic nerves, 618 heart activity, effects on, 343–348 insulin secretion and, 748 nerve pathway, 252, 254 neurotransmitters of, 254, 257–259 parasympathetic dominance, 254, 257 PNS organization and, 143 receptor types, 257–259 salivary secretion and, 621–622 smooth muscle activity and, 312, 313 somatic nervous system compared, 261 subdivisions, 252, 260 sympathetic dominance, 254, 256–257 two-neuron chain, 252, 254 varicosities, 254 Autonomic reflex, 259 Autophagy, 34 Autoregulation of blood fl w, 375 defi ed, 540 of glomerular filtration rate (GFR), 540–542 Autorhythmic cells, 327–328 Autosomal chromosomes, 777 Autotransfusion, 403 AV nodal delay, 331, 334 AV (atrioventricular) node, 328, 329, 331 AV (atrioventricular) valves, 324, 325 Avogadro’s number, A–7 AVPV (anteroventral periventricular) nucleus, 806–807 Awareness, 151 Axon afferent fiber, 143 anatomy, 104 central, 143 efferent fiber, 143 fiber diameter, 110–111 myelinated fibers, 109–110 peripheral, 143



postganglionic fiber, 252, 254 preganglionic fiber, 252, 254 regeneration, 112–113 Axon hillock, 104–105 Axon terminal, 104 Axonal transport, 50, 51 B lymphocytes (B cells) antibody-mediated immunity, 449–455 clonal selection, 452–453 diversity of, 455 functions, 422, 437 memory cells, 453, 454 origin of, 448 plasma cells, 449, 450, 453 receptor editing, 464 regulatory (Bregs), 460, 464 response to bacterial invasion, 463 T lymphocytes compared, 467 T-dependent antigens, 449 T-independent antigens, 449 Bacteria. See also specific species adaptive immune response to, 463 antibody-mediated elimination of, 451 colonic, 660, 675 as immune system targets, 437 innate immune response to, 463 leukocytic destruction of, 443 opsonization of, 442–443 Balance cerebellum and, 176–177 negative, 579 positive, 579 stable, 579 Balance concept, 579–580 Balanced equations, A–5–A–6 Barometric pressure, 485 Baroreceptor refle blood pressure regulation and, 582 described, 395–397 in extrinsic control of glomerular filtration rate (GFR), 542–543 Baroreceptors, 395–397, 399 Barrier methods of contraception, 818 Basal body, 52 Basal ganglia. See Basal nuclei Basal metabolic rate (BMR) conditions for measuring, 669 factors influencing, 670 methods of measuring, 669–670 Basal nuclei, 163, 164 Base, 591 Basement membrane, glomerular, 537 Bases, characteristics of, A–8–A–9 Basic electrical rhythm (BER), 617 Basic solution, 591–592 Basilar membrane, 231, 232, 233, 235 Basolateral membrane, 545, 546 Basophils functions, 422, 437 IgE, 470 BBB (blood-brain barrier), 150 B-cell growth factor, 459 Behavior anabolic androgenic steroid use, adverse effects of, 298 limbic system and basic behavioral patterns, 165–166 motivated, 166



I-4   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



patterns during sleep, 180 testosterone effects, 785 Bends, 517 Benign prostatic hyperplasia (BPH), 789 Benign tumor, 465 Beta adrenergic receptors, 258–259 Beta amyloid, 174 b (beta) cells, 744 Beta globulins, 411 Beta oxidation of fatty acids, 42 Beta-carotene, LDL oxidation prevention by, 353 Bicarbonate ion carbon dioxide transport as, 512–513 carbonic acid-bicarbonate buffer pair, 594–596 chloride shift, 513–514 coupling of reabsorption with hydrogen ion secretion, 599–600 in erythrocytes, 412 kidney conservation or excretion, 598–600 pancreatic alkaline secretion, 638–639 renal handling during acidosis and alkalosis, 600–601 Bicuspid valve, 324 Bifi us factor, 829 Bile bilirubin in, 643 secretion, 640–641, 643 Bile canaliculus, 640 Bile salts detergent action of, 641–642 micellar formation, 642–643 recycling of, 641 as stimulus for bile secretion, 643 structure and function, 644 Biliary secretions, 640–645 Biliary system, 640 Bilirubin excretion, 643–644 juandice and, 644 Binocular fi ld of vision, 223 Biological clock melatonin and, 714 role of clock proteins, 714 suprachiasmatic nucleus and, 713–714 synchronization with environmental cues, 714, 716 Biological molecules, A–8, A–16 Biomolecules, A–8, A–16 Bipolar cells, 215, 219 Birth control patches, 819 Birth control pills, 818–819 Birth process, positive feedback during, 17 2,3-bisphosphoglycerate, 512 Bitter taste, 242–243 Black widow spider venom, 266 Bladder. See Urinary bladder Blastocyst implantation, 815, 816 Blepharospasm, 267 Blind spot, 215, 216 Blindness color, 221–222 diabetes mellitus complications, 752 macular degeneration, 216 night, 222 Blobs, 225 Block to polyspermy, 813 Blocking antibody, 466–467



Blood as circulatory system component, 321 coagulation, 425 constituents and functions, 411 donation, 418, 420–421 doping, 415 erythrocytes, 412–419 fl w rate of, 363 function, 321 gas transport, 508–515 hematocrit, 410, 415, 416 homeostasis and, 409, 430–431 interstitial fluid as intermediary between cells and, 382–383 laminar fl w, 341 leukocytes, 419–424 plasma, 410–411 platelets, 424–430 reconditioning of, 362 substitute, 420–421 Blood fl w airfl w matched to, 501–503 autoregulation, 375 coronary, 350–351 liver, 640 patterns and physics of, 362–364 Poiseuille’s law, 364 pressure gradient, 363 rate and velocity in relation to total crosssectional area, 380 renal, 560 resistance, 363–364, 372 temperature regulation, 681 through heart, 322, 323 velocity through capillaries, 379–380 Blood glucose complementary interactions of glucagon and insulin, 754 factors affecting, 746 increase as stimulus for insulin secretion, 747–748 negative feedback control, 754 Blood oxygen-level dependent (BOLD) signal, 154 Blood pressure afterload and, 338 arterial, 367–370 autoregulation, 375 baroreceptors, 395–397 capillary, 384 circulatory shock, 401–403 control measures, long-term, 582 control measures, short-term, 582 defi ed, 367 diastolic, 367–369 ECF volume control in regulation of, 582 glomerular capillary, 538–539, 540–543 hormonal regulation, 377 hypertension, 398–400 long-term control measures, 395 mean arterial pressure, 369–370, 376, 393–395 measurement of, 368–369 mineralocorticoid effects, 729 ortostatic (postural) hypotension, 401 pulse pressure, 368 regulation of, 393–398 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) effect on, 549



short-term control measures, 395 systolic, 367–369 throughout the systemic circulation, 370 Blood reservoir, 389 Blood types ABO, 417–418 Rh system, 418–419 transfusion reaction, 418 universal donors and recipients, 418 Blood urea nitrogen (BUN), 553 Blood vessels. See also Arteries; Arterioles; Capillaries; Veins; Venules blood fl w patterns and physics, 363–364 capacitance, 389 as circulatory system component, 321 compliance, 367 diabetes mellitus complications, 752 features, 366 function, 321 innervation, 257 vascular tree, 364 Blood-brain barrier (BBB), 150 Blood-gas abnormalities arterial carbon dioxide, 515 arterial oxygen, 514–515 consequences of, 515 Blood-testes barrier, 787 BMI (body mass index), 676 BNP (brain natriuretic peptide), 549, 550 Body cells. See Cells Body composition, 676 Body defenses, 436–476 of digestive system, 474–475 external, 472–475 immune system (see Immune system) of respiratory system, 475 skin, 472–474 of urogenital system, 475 Body functions, 3 Body mass index (BMI), 676 Body organization body system level, 7 cellular level, 2–5 chemical level, 2 organ level, 6 organism level, 7 tissue level, 5–6 Body systems components of, 8 homeostasis and, 9, 13–16 organizational level described, 7 Body-fluid compartments body water distribution, 580–581 ionic composition of, 581 BOLD (blood oxygen-level dependent) signal, 154 Bolus, 622 Bonds. See Chemical bonds Bone anatomy, 707–708 calcium exchange across osteocyticosteoblastic bone membrane, 764 deposition, 758–759 exercise benefits, 761 growth hormone influence on growth, 707–709 lever systems and, 286–287 mature, nongrowing, 709 mechanical stress, 759



index   I-5 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Bone (continued) mechanisms of growth, 708–709 organization of compact, 763 osteoporosis, 760–761 parathyroid hormone effects on, 761–762 remodeling, 758–759 resorption, 758–759 testosterone actions, 784 Bone marrow erythropoiesis, 413–414 functions, 437–438 red, 414 yellow, 414 Botox, 267 Botulinum toxin, 266 Bourgeonal, 812 Bowman’s capsule described, 534 hydrostatic pressure, 539 Boyle’s law, 487, 489 BPH (benign prostatic hyperplasia), 789 Bradycardia, 335 Bradykinin, 204, 444 Brain analgesic system, 206 auditory cortex, 235–236 basal nuclei, 163–164 blood-brain barrier, 150 brain stem, 177–182 cerebellum, 176–177 cerebral cortex, 153–163 cerebrospinal fluid (CSF), 148–150 cerebrovascular accident (CVA), 151 cranial nerves, 178 damage, 151 emotion, behavior, and motivation, 165–167 frontal section of, 163 glucose supply to, 743 of human cadaver, 154 hypothalamus, 165 learning, 167 limbic system, 165–166 memory, 167–175 metabolic states, role in, 744 motivated behavior, 166 overview of structures and functions, 152–153 primary motor cortex, 157–158, 300 protection of, 148–151 remodeling, 159 reticular activating system (RAS), 179 sleep, 179–182 thalamus, 164–165 tumors, 148 ventricles, 147 vestibular nuclei, 239, 240 vision and, 222–226 Brain death, 162 Brain natriuretic peptide (BNP), 549, 550 Brain stem cardiovascular control center, 345, 377, 396 centers, 177 functions of, 152–153, 177, 179 multineuronal motor system, 300 respiratory control centers, 516–518 reticular formation, 177, 179 satiety center, 673 sleep, 179–182



swallowing center, 622 vomiting center, 629 Brain waves, 161 BrainPort, 226 Braxton-Hicks contraction, 823 Breastfeeding advantages for infant, 829–830 advantages for mother, 830 Breasts. See Mammary glands Breathing apnea, 523–524 control of respiration, 515–525 defi ed, 481 dyspnea, 524–525 overbreathing, 523 purpose of, 503 work of, 497 Breech birth, 823 Broca’s area, 159–160 Bronchi, 482 Bronchioles, 482 Bronchitis, 492 Bronchoconstriction, 492 Bronchodilation, 492 Brønsted, Johannes, A–9 Brown fat, 681 Brush-border membrane, 647 Buffers ammonia secretion by kidney during acidosis, 601–602 carbonic acid-bicarbonate, 594–596 defi ed, 594 as fi st line defense against pH change, 596 functions, 595 hemoglobin buffer system, 596 Henderson-Hasselbalch equation, 594 mechanism of action, 594–595 phosphate buffer system, 596 protein buffer system, 596 urinary, 602 Buffy coat, 410 Bulbourethral glands, 790 Bulk fl w described, 383 forces influencing, 384 net exchange of fluid across capillary wall, 384–385 role of, 385 BUN (blood urea nitrogen), 553 Bundle if His, 328 Burping, 624 C cells, 722 C fibers, 204 CAD. See Coronary artery disease Cadherins, 65, 66 Caffeine, 182, 585 Cajal, interstitial cells of, 625 Calbindin, 656 Calcitonin function of, 763–764 negative feedback control, 765 for osteoporosis, 760–761 secretion by C cells, 722 Calcium (Ca2+) absorption in small intestine, 656 adsorption by intestine, 763 balance, 757–758



bone remodeling and, 758–759 calcitonin and, 763–764 in cardiac muscle contraction, 314 conservation by kidneys, 762 control of metabolism, 757–758 cross bridges, role in turning on, 278 disorders of metabolism, 766–767 exchange across osteocytic-osteoblastic bone membrane, 764 functions of free ECF Ca2+, 757 homeostasis, 757–758 hyperactivated motility of sperm and, 813 hypercalcemia, 766 hypocalcemia, 766 parathyroid hormone and, 758, 760–763 release from sarcoplasmic reticulum, 280 rigor mortis and, 281 smooth muscle contraction, role in, 309, 310 transfer from bone fluid to plasma, 761–762 transfer from local bone dissolution to plasma, 762 troponin binding, 276 twitch summation and, 290–291 vitamin D and, 764–765 Calcium (Ca2+)-calmodulin dependent protein kinase (CaM kinase), 131 Calcium (Ca2+) channels blockers, 63 CatSper, 813, 819 glucose transport and, 747 L-type, 328, 332, 345 memory and, 169–170 in muscle contraction, 309–310 release channels, 280, 281, 309 synapse, 113 T-type, 328, 344 Calcium (Ca2+)-induced Ca2+ release, 332–333 Calcium (Ca2+) pump, 80, 281 Calcium (Ca2+) second-messenger pathway, 131–133, 172 Calcium (Ca2+) sparks, 332 Calmodulin, 309 Calorie, 669 Calorigenic effect, 724 CaM kinase (Ca2+-calmodulin dependent protein kinase), 131 CAMP. See Cyclic adenosine monophosphate CAMP responsive element binding protein (CREB), 173 CAMs (cell adhesion molecules), 65 Canaliculi bile, 640 parietal cells, 631 Cancer anticancer effect of interferon, 445 benign tumor, 465 estrogen disruptor effects, 796 genetic mutations and, 466 immune surveillance, 465–467 malignant tumor, 465–466 metastasis, 465 vaults and cell resistance to chemotherapy, 46 Capacitance vessels, 389 CAPD (continuous ambulatory peritoneal dialysis), 570 Capillaries anatomy, 379 blood pressure, 384



I-6   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



bulk fl w across wall, 383–385 continuous, 381 defi ed, 364 diffusion across, 379 discontinuous, 381 features, 366 fenestrations, 381–382 gas exchange across pulmonary, 505–506 gas exchange across systemic, 505, 507–508 glomerular, 533–534 increased permeability of walls, 388 peritubular, 534 permeability increase in inflammation, 440 pores, 381–382 precapillary sphincters, 382, 383 pulmonary, 484 sinusoids, 381 solute exchange, 383, 384 total cross-sectional area, 380 transport across wall, 381–382 velocity of fl w through, 379–380 villus, 650 Capillary bed, 382 Capsaicin, 204 Carbamino hemoglobin, 513 Carbohydrate loading, 294 Carbohydrates absorption in small intestine, 651, 652 absorptive and postabsorptive states, 743 chemical composition of, A–9–A–10 diabetes mellitus and, 748–749 digestion, 612, 613, 615, 620, 634, 647, 648 disaccharides, A–10 functions, A–9 glucagon actions on, 753 insulin actions on, 745–747 monosaccharides, A–10 polysaccharides, A–10 in pregame meals, 628 storage of, 742 structure, 613 types, A–10 Carbon dioxide blood-gas abnormalities, 515 diffusion of, 70–71 effect on bronchiolar smooth muscle, 502 effect on oxygen-hemoglobin dissociation (saturation) curve, 511 during exercise, 522 gas exchange, 503–508 hemoglobin binding, 412 homeostasis and, 12 hypercapnia, 515 hypocapnia, 515 loss of sensitivity to in lung disease, 521 metabolically produced, 593 partial pressure, 504–508 respiratory control and, 518, 520–521 transport as bicarbonate, 512–514 Carbon monoxide, hemoglobin affi ty for, 412, 512 Carbonic acid carbonic acid-bicarbonate buffer pair, 594–596 dissociation, 591 formation, 593 ionized, 413



Carbonic anhydrase, 412, 513, 593, A–6 Carboxyhemoglobin, 512 Carboxyl functional group, A–10 Carboxypeptidase, 637 Carcinogenic, 465 Cardiac autorhythmic cells, 327–328 Cardiac compression, external, 322 Cardiac cycle, 338–342 alternating contraction, 338 end of ventricular diastole, 340 end of ventricular systole, 340 heart sounds, 341–343 isovolumetric ventricular contraction, 340 isovolumetric ventricular relaxation, 340 late ventricular diastole, 340 mid ventricular diastole, 338, 340 pressure-volume loop, 341 ventricular diastole onset, 340 ventricular ejection, 340 ventricular excitation, 340 ventricular filling, 340–341 ventricular repolarization, 340 ventricular systole onset, 340 Wigger’s diagram, 338, 339 Cardiac length-tension relationship advantages, 346 mechanism of, 346–347 Cardiac muscle action potentials of cardiac contractile cells, 331–332 Ca2+-induced Ca2+ release, 332–333 contraction, 314, 327–328 excitation-contraction coupling, 333 fiber organization, 325, 326 functional syncytium, 326 intercalated discs, 325–326 location, 272 refractory period, 333–334 skeletal and smooth muscle compared, 306–307 structure, 314 Cardiac myopathies, 337 Cardiac output defi ed, 343 distribution of at rest, 362 heart rate and, 343 kidneys share of, 544 magnitude and distribution at rest and during exercise, 373 stroke volume and, 343 summary of factors affecting, 347–348 Cardiac reserve, 343 Cardiac suction, venous return and, 393 Cardiogenic shock, 401 Cardiopulmonary resuscitation (CPR), 322 Cardiovascular control center, 345, 377, 396 Cardiovascular system anabolic androgenic steroid use, adverse effects of, 298 changes during exercise, 398 diabetes mellitus complications, 752 organization of, 367 pregnancy, response to, 822 thyroid hormone effects, 725 Carotid bodies, 519 Carotid sinus baroreceptors, 395, 396 Carpal tunnel syndrome, 712 Carrier molecules, 63, 75–77



Carrier-mediated transport, 75–81 active transport, 78–81 carrier shape change, 75–76 characteristics of, 84 competition for carriers, 77 facilitated diffusion, 76, 77–78 passive, 77–78 saturation of carriers, 76–77 simple diffusion compared, 77 specific ty, 76 transport maximum (Tm), 76–77 Cartilage anatomy, 708 chondrocytes, 709 Cascade, 126 Caspases, 44 Castration, 783 Catabolism, 741–742 Catalase, 34 Catalysts, A–6 Cataract, 211 Catecholamines described, 691 emotion/behavior pathways, 166–167 as hydrophilic hormones, 127 properties of, 128 secretion from adrenal medulla, 735 Cations, 71, A–3 CatSper channels, 813, 819 Caveolae, 62 CCK. See Cholecystokinin CD4+ T cells, 456, 459 CD8+ T cells, 456 Cecum, 658 Celiac disease, 648–650 Cell adhesion molecules (CAMs), 65 Cell body, 103 Cell center, 46–47 Cell culture, 10, 25 Cell division centrioles and, 47 cytokinesis, 52, 53, 54 meiosis, 777 mitosis, 52, 777 Cell junction desmosomes, 66 gap junctions, 67, 68 tight junctions, 66–67 Cell lines, 25 Cell structure cytoplasm, 26–27 diagram of, 26 nucleus, 25–26 overview, 24–27 plasma membrane, 24 Cell theory, 24 Cell-mediated immunity APCs (antigen-presenting cells), 460–461 cytotoxic T cells, 456–458 described, 447 helper T cells, 458–459 regulatory lymphocytes, 458–459 T lymphocyte binding to targets, 455–456 T lymphocytes, 422 Cells. See also specific cell types apoptosis (programmed cell death), 43, 44–45 cellular level of body organization, 2–5 defi ed, 2



index   I-7 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Cells (continued) differentiation, 4 discovery of, 24 external environment, 7–8 functions, basic, 5 functions, specialized, 5 HeLa, 25 internal environment, contact with, 8 of nervous system, 143–148 survival skills, 7 Cell-to-cell adhesions cell adhesion molecules (CAMs), 65 desmosomes, 66 extracellular matrix (ECM), 65–66 gap junctions, 67, 68 tight junctions, 66–67 Cell-to-cell interactions, membrane carbohydrates and, 65 Cellular respiration ATP production, 36–40, 41 citric acid cycle, 36–37, 38 defi ed, 36 described, 481, 482 glycolysis, 36, 37 oxidative phosphorylation, 37, 39, 40 stages of, 36 Cellulose, 615, A–10 Centers, brain stem, 177 Central axon, 143 Central canal, 147 Central chemoreceptors, 520 Central fatigue, 295 Central lacteal, 650 Central nervous system (CNS) autonomic activities, control of, 259 basal nuclei, 163–164 blood-brain barrier, 150 brain stem, 177–182 central fatigue, 295 cerebellum, 176–177 cerebral cortex, 153–163 cerebrospinal fluid (CSF), 148–150 cranial nerves, 178 emotion, behavior, and motivation, 165–167 epinephrine effects, 737 functions, 152–153 homeostasis, 142, 190–191 hypoglycemia, effect of, 753 hypothalamus, 165 learning, 167 limbic system, 165–166 memory, 167–175 meningial membranes, 148 motivated behavior, 166 nervous system organization, 143 overview of, 151–153 protection and nourishment, 148–151 reticular activating system (RAS), 179 sleep, 179–182 spinal cord, 182–190 thalamus, 164–165 Central sulcus, 155 Centrioles, 46–47, 52 Centrosome, 46–47, 813 Cephalic phase of gastric secretion, 633, 634 Cerebellum cerebrocerebellum, 177 disease, 177 functions, 176–177



procedural memories, 173 spinocerebellum, 176–177 structure, 176 vestibulocerebellum, 176 Cerebral cortex association areas, 160–161 cerebral hemispheres, 153, 161 default mode network, 162 electroencephalogram, 161–162 functional areas, 156 functional columns, 155 higher motor areas, 158–159 language control, 159–160 layers, 155 lobes, 155–157 neuron fi ing, 162 organization of, 155 plasticity, 159 positron emission tomography (PET) scans, 154, 155 primary motor cortex, 157–158, 300 somatosensory cortex, 156–157 somatotropic maps, 159 structure, 153–154 Cerebral hemispheres defi ed, 153 specialization, 161 Cerebrocerebellum, 177 Cerebrospinal fluid (CSF), 148–150, 183 Cerebrovascular accident (CVA), 151 Cerebrum, 153. See also Cerebral cortex Cervical canal described, 777 sperm passage through, 812 Cervical cap, 818 Cervical mucus, 809, 812 Cervix described, 777 dilation of, 825–826 ripening, 823 CFTR (cystic fibrosis transmembrane conductance regulator), 64 CGMP. See Cyclic guanosine monophosphate Chambers, heart, 322, 323 Channels aquaporins, 564 Ca2+ channels, 113, 169–170, 309–310, 328, 332, 344–345, 747, 813 carriers compared, 75 CatSper, 813, 819 funny (If ), 327–328, 344 gated, 63, 96, 97 K+, 100–103, 328, 331–332, 747 leak, 63, 89, 96–97 Na+, 100–103, 332 receptor-channels, 113, 125 transmembrane proteins and, 63 voltage-gated, 100–103 water, 552 Charot-Marie-Tooth type 2a, 35 Chemical bonds atom characteristics, A–2–A–3 covalent, A–4–A–5 defi ed, A–2 double bond, A–9 electron shells, A–2 high-energy phosphate bonds, A–16 hydrogen, A–5 ionic, A–3



nonpolar, A–5 peptide, A–12–A–13 polar, A–5 Chemical buffer system carbonic acid-bicarbonate, 594–596 defi ed, 594 as fi st line defense against pH change, 596 functions, 595 hemoglobin buffer system, 596 Henderson-Hasselbalch equation, 594 mechanism of action, 594–595 phosphate buffer system, 596 protein buffer system, 596 Chemical gradient, 69 Chemical reactions balanced equations, A–5–A–6 catalysts, A–6 defi ed, A–5 enzymes, A–6 hydrolysis, A–13 irreversible, A–6 neutralization, A–9 reversible, A–6 Chemical senses smell, 243–245 taste, 240, 242–243 Chemical synapse, 112–113, 263 Chemically gated channels, 97, 125 Chemiosmosis, 40 Chemokines, 459 Chemoreceptor trigger zone, 629, 821 Chemoreceptors adequate stimulus, 196 in carotid and aortic arteries, 397 digestive tract, 619 taste and smell, 240 Chemotaxins, 442, 446, 812 Chemotherapy, cancer cell resistance to, 46 Chewing, 620 Chief cells, 629, 632 Chlamydia pneumoniae, 353, 493 Chloride channel, 64 movement at resting membrane potential, 89–90 tubular reabsorption, 552 Cholecalciferol. See Vitamin D Cholecystokinin (CCK), 119, 627, 639, 643, 661–662, 673 Cholera, 658, 659 Cholera toxin, 134 Choleretic substance, 643 Cholesterol bad, 352 bile salts and, 641 functions in body, A–11 good, 352 lipid rafts, 62 maintenance of blood, 352–353 metabolism, 352–353 in plasma membrane, 61 sources of, 352 as steroid hormone precursor, 129 uptake by cells, 352 Cholinergic fibers, 254 Cholinergic receptors, 257–258 Chondrocytes, 709 Chorion, 816 Choroid, 208



I-8   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Choroid plexuses, 148 Chromaffi granules, 735 Chromosomes autosomal, 777 diploid number, 777 distribution in sexual reproduction, 778 haploid number, 777 homologous, 777 number in gametes, 774, 777 sex, 777–778 X, 777–779 Y, 777–779 Chronic bronchitis, 492 Chronic obstructive pulmonary disease (COPD), 492–494 Chronic pain, 206 Chronic superfic al gastritis, 636 Chylomicrons, 655 Chyme, 625 Chymotrypsin, 637 Chymotrypsinogen, 637 Cigarette smoking, 475 Cilia basal body, 52 defects in, 52 internal structure, 52, 53 movement, 50–52 primary cilium, 52 Ciliary body, 208 Ciliary muscle, 210–211, 213 Cimetidine, 556 Circadian rhythm of hormone secretion, 694 melatonin and, 714 role of clock proteins, 714 studies on, 715 suprachiasmatic nucleus and, 713–714 synchronization with environmental cues, 714, 716 Circular (constrictor muscle), 209 Circular folds, small intestinal, 648 Circulation blood fl w, patterns and physics of, 362–364 collateral, 355 coronary, 350–351 diabetes mellitus complications, 752 enterohepatic, 641, 643 fl w rate of blood, 363 historical highlights, 365 microcirculation, 364 pulmonary, 321, 364 systemic, 321, 364 Circulatory hypoxia, 514 Circulatory shock cardiogenic shock, 401 consequences and compensations of, 401–403 hemorrhage and, 401, 402, 403 irreversible shock, 403 neurogenic shock, 401 reversible shock, 403 vasogenic shock, 401 Circulatory system components of, 321 homeostasis, 13, 320, 356, 361, 362, 404 lymphatic system relationship to, 387 Cirrhosis, 644 Citric acid cycle, 36–37, 38 Class I MHC glycoproteins, 461–462



Class II MHC glycoproteins, 461–462 Classical complement pathway, 445, 447 Clathrin, 34 Claudins, 67 Clitorus described, 777 erectile tissue, 793, 795 Clock proteins, 714 Clonal anergy, 464 Clonal deletion, 464 Clonal selection theory, 452–453 Clone, 452, 453 Clostridium botulinum toxin, 266, 267 Clot dissolution, 429 Clot formation, 425–426, 757 Clot retraction, 429 Clotting cascade, 426–427 Cluster designation (CD) numbers, 456 CNS. See Central nervous system Coactivation, 304 Coat proteins, 31, 32 Coated pit, 34 Coatomer, 31, 32 Cocaine, 121 Cochlea anatomy, 230 fluid movements in, 229, 231, 232 organ of Corti, 231–233 Cochlear duct, 231 Cochlear implants, 236 Cochlear (auditory) nerve, 233 Coenzyme Q (CoQ), 37 Cognition, 151 Coitus interruptus, 818 Cold cold-related disorders, 683 coordinated responses to cold exposure, 682 Colipase, 642 Collagen extracellular matrix (ECM), 66 fibers in arteries, 367 hemostasis and, 425 Collateral circulation, 355 Collateral ganglia, 254 Collateral ventilation, 484 Collecting duct aldosterone stimulation of sodium reabsorption in, 547–549 described, 534 mechanism of hydrogen ion secretion, 598 Colloid, 722, 723, A–8 Colon. See also Large intestine anatomy, 658 benefic al bacteria in, 660 Colony stimulating factors, 443 Color blindness, 221–222 Color vision, 220–222 Colostrum, 829 Coma, ketoacidotic, 753 Common bile duct, 640 Communication, intercellular, 122–127 Complement system activation by antibody, 452 alternate complement pathway, 445, 447 classical complement pathway, 445, 447 inflammation augmentation, 446–447 membrane attack complex, 446, 447 response to bacterial invasion, 463 Complete heart block, 329, 337



Complex cells, visual cortical neuron, 225 Compliance, blood vessel, 367 Compliance, lungs, 495 Compounds defi ed, A–1 formula weight, A–6 Concave surface, refraction by, 210, 212 Concentration defi ed, A–7 measures of, A–7–A–8 molarity, A–7 normality, A–7–A–8 osmolarity, A–8 Concentration gradient diffusion down, 69–70 magnitude of, 70 Concentration of a solution, 69 Concentric contraction, 286 Conception fertile period, 811–812 fertilization, 811–813, 814 Conditioned salivary reflex, 621 Condom, 818 Conducting zone, neuron, 104 Conduction, heat transfer by, 679 Conductive deafness, 236 Conductors, 97–98 Cones. See also Photoreceptors acuity, 215, 220 color vision, 220–222 parts of, 216, 217 properties of, 220 red, green, and blue, 220, 221 retinal layer containing, 215 sensitivity, 220 Congestive heart failure, 349–350 Connective tissue described, 6 tendons, 284 Connexon, 67, 68 Conn’s syndrome, 733 Conscious input, 199 Consciousness, 179 Conservation of mass, law of, A–5 Consolidation of memory, 167 Constant (Fc) region, antibody, 450 Constipation, 660 Contiguous conduction, 105, 106 Continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD), 570 Contraception barrier methods, 818 chemical, 818 coitus interruptus, 818 emergency, 819 failure rates, 818 future possibilities in, 819 immunocontraception, 819 intrauterine device, 819 methods, 816, 818–819 morning-after pills, 819 natural, 818 oral contraceptives, 818–819 rhythm method, 818 sterilization, 818 Contractile cells, 327, 331–333 Contractility, heart described, 347–348 failure of, 348–350



index   I-9 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Contraction(s). See also Muscle contraction Braxton-Hicks, 823 cardiac cycle, 338–342 cardiac muscle, 327–328 concentric, 286 eccentric, 286 haustral, 658–659 isokinetic, 285 isometric, 285 isotonic, 285 during labor, 825–826 load-velocity relationship, 286 oviduct, 812 strength, 288 Contraction time, 283–284 Control center, 17 Controlled variable, 16–17, 18 Convection, heat transfer by, 679 Convergence, 121, 122 Convex surface, refraction by, 210, 212 COPD (chronic obstructive pulmonary disease), 492–494 Cordae tenineae, 324 Core temperature, 677 Coreceptors, 456 Cornea anatomy, 208 astigmatism and, 210 Corona radiata, 801, 813 Coronary artery, 350 Coronary artery disease (CAD), 351–356 atherosclerosis, 351–356 vascular spasm, 351 Coronary circulation, 350–351 Corpus albicans, 803 Corpus callosum, 153 Corpus luteum degeneration of, 803, 807–808 formation of, 803 hormonal control of, 807 in ovarian cycle, 799, 800, 803 of pregnancy, 803, 820–821 Cortical granules, 813 Cortical gustatory area, 242 Cortical nephrons, 534, 535 Corticospinal motor system, 300 Corticotropes, 700 Corticotropin-releasing hormone (CRH), 671, 704, 731, 738, 823, 825 Cortisol adaptation to stress, 731 anti-inflammatory effects, 731 diurnal rhythm and, 694, 731 hypersecretion, 733 immunosuppressive effects, 731 metabolic effects, 730, 755 permissive actions, 730–731 regulation of secretion, 731–732 Cotransport described, 80, 81, 82 sodium and glucose cotransporter (SGLT), 549–550 Countercurrent exchange, 566, 567 Countercurrent multiplication benefits of, 563 mechanism of, 561–562 medullary vertical osmotic gradient and, 561–563 Countertransport. See Antiport



Covalent bonds, A–4–A–5 Coxsackie B enteroviruses, 750 CPR (cardiopulmonary resuscitation), 322 Cranial nerves, 177, 178 C-reactive protein (CRP), 353, 444 Creatine kinase, 292, 294 Creatine phosphate, 292, 294 Creatinine, 558 CREB (cAMP responsive element binding protein), 173 Crenation, 74 Cretinism, 726 CRH. See Corticotropin-releasing hormone Cristae, 35 Cross bridges activity, 279 ATP-powered cross-bridge cycling, 280–281, 283 calcium role in turning on, 278 described, 275 power stroke and, 277, 279 Crossed extensor reflex, 189, 190 Crossing-over, 777 CRP (C-reactive protein), 353, 444 Cryptorchidism, 782 Crypts of Lieberkühn, 650 Crystal lattice, of sodium chloride, A–3 CSF (cerebrospinal fluid), 148–150, 183 Cupula, 237 Curare, 266–267 Current dark, 216 fl w, 97–98 Cushing’s syndrome, 733 CVA (cerebrovascular accident), 151 Cyanide poisoning, 514 Cyclic adenosine monophosphate (cAMP) bourgeonal-hOR17-4 binding and, 812 degradation by phosphodiesterase, 131 formation of, 130, A–16 glucagon-caused increase, 753 growth hormone secretion and, 709 heart rate and, 343–344 insulin secretion and, 748 in long-term potentiation of memory, 172 parathyroid hormone and, 762 as second messenger, 130–131, 169, 172 in sensitization, 169 Cyclic guanosine monophosphate (cGMP) erection, role in, 793–794 photoreceptor activity, 216 as second messenger, 133, 216 Cysteinuria, 76 Cystic fibrosis, 64 Cystic fibrosis transmembrane conductance regulator (CFTR), 64 Cytochrome c, 37, 43, 44 Cytokines helper T cell, 458–459 inflammation and, 443–444 Cytokinesis, 52, 53, 54 Cytoplasm components of, 26–27, 49 defi ed, 23 organelles in, 26–27 Cytoskeleton defi ed, 23, 26 function, 27, 55



intermediate filaments, 48, 50, 54–55 microfilaments, 48, 50, 52–54 microtubules, 48, 50–52 Cytosol defi ed, 23, 26 enzymatic regulation of intermediary metabolism, 48 function, 27 glycolysis in, 36, 37 ribosomal protein synthesis in, 48 storage of fat, glycogen, and secretory vesicles in, 48 structure, 23, 26 Cytotoxic T cells action of, 456–457, 458 embryo-fetus defense against, 816 hybrid natural killer T cells, 457–458 lysis of virus-infected cell, 457 receptors and coreceptors, 456 D cells, 633 D (delta) cells, 744 DAG (diacylglycerol), 131–132 Damage-associated molecular patterns (DAMPs), 439 Dark adaptation, 222 Dark current, 216 Dead space alveolar, 500 anatomic, 500 Deafness conductive, 236 hair cell damage from loud noises, 236 neural presbycusis, 236 sensorineural, 236 Death receptors, 45 Decibels (dB), 228 Decidua, 815 Declarative memories, 173 Decompression sickness, 517 Deep-sea diving, effect on body of, 517 Default mode network (DMN), 162 Defecation reflex, 660 Defensin, 64, 472, 650 Dehydration, 585–586 Dehydroepiandrosterone (DHEA), 732–733, 781, 822, 825 Delayed hypersensitivity, 471, 472 D (delta) cells, 744 Denaturation, protein, A–13 Dendrites, 103 Dendritic cells, 460–461 Dendritic spines, 103 Denervation atrophy, 299 Dense bodies, 308 Dense-core vesicle, 119 Dental caries, 620 Deoxyhemoglobin, 509 Deoxyribonucleic acid. See DNA Dephosphorylation of membrane carrier, 80 Depolarization in action potential, 100 auditory hair cell, 234 in autorhythmic cells, 327 current fl w, 97–98 described, 96 excitatory synapse, 115 pacemaker potentials, 311, 312 photoreceptor, 216



I-10   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



slow-wave potentials, 311–312 threshold potential, 100 vestibular hair cell, 237 Depolarization block, 266 Depression, 167 Depth perception, 223, 225 Dermatomes, 185–186 Dermis, 473 Descending tracts, spinal cord, 183, 185, 186 Desmosomes, 66, 326 Detergent action of bile salts, 641–642 Development blastocyst implantation, 815, 816 early stages, 815 morula, 814 placenta, 816–817, 820 DHEA (dehydroepiandrosterone), 732–733, 781, 822, 825 DHT (dihydrotestosterone), 780, 781 Diabetes insipidus, 585–586, 748 Diabetes mellitus as autoimmune disease, 465 consequences acute, 748–749, 752 carbohydrate metabolism effects, 748–749 fat metabolism effects, 749 long-term complications, 749, 752–753 protein metabolism effects, 749 deaths related to, 750 glucose in urine, 551 insulin and, 750–751 meaning of term, 748 metabolic acidosis, 605 metabolic syndrome, 750 new management approaches to, 751 treatment, 750–751 Type 1, 465, 748, 750–751 Type 2, 748, 750–751 underlying defect in, 750 Diacylglycerol (DAG), 131–132 Dialysis, 570 Diapedesis, 441 Diaphragm, 485, 488 Diaphragm (contraceptive), 818 Diaphysis, 708 Diarrhea discussion of, 657–658 metabolic acidosis from severe, 605 Diastole, 338–341 Diastolic heart failure, 350 Diastolic murmurs, 342, 343 Diastolic pressure, 367–369 Dicrotic notch, 340 Diencephalon, 153, 164 Diet-induced thermogenesis, 669 Differentiation, cell, 4 Diffusion across capillaries, 379 characteristics of, 84 down a concentration gradient, 69 dynamic equilibrium, 69 facilitated, 76, 77–78, 84 fi k’s law of diffusion, 70–71 net, 69–70 osmosis, 71–74, 84 rate of, 70–71 simple, 69, 84 through a membrane, 70 Diffusion constant, effect on gas exchange, 507



Digestion carbohydrates, 612, 613, 615, 620, 634, 647, 648, 652 defi ed, 612 fats, 615, 648, 654 hydrolysis, 613, 615 in mouth, 622 protein, 615, 625, 634, 647, 648, 653 regulation of, 617–619 in small intestine, 647, 652–654 in stomach, 625 Digestive secretion, 612 Digestive system absorption, 615 accessory digestive organs, 616 anatomy, 614 biliary secretions, 640–645 defenses of, 474–475 digestion, 612, 615 esophagus, 622–624 functions, 612–615 GI hormones, 612, 618–619, 661–662 homeostasis, 13, 611, 662–663 intrinsic nerve plexuses, 618 large intestine, 658–661 motility, 612, 614 mouth, 619–622 pancreas, 637–639 pharynx, 622–624 regulation of, 617–619 secretion, 612, 615 small intestine, 645–658 stomach, 624–637 Digestive tract anatomy and functions, 614–615, 616 basic electrical rhythm (BER), 617 mixing movements, 612 propulsive movements, 612 sensory receptors, 619 smooth muscle, 612, 616, 617–618 wall layers, 616–617 Digitalis, 350 Dihydropyridine receptors, 280, 281 Dihydrotestosterone (DHT), 780, 781 Di-iodotyrosine (DIT), 723 Dipeptidyl peptidase-4, 751 Diploid number, 777 Diplopia, 225 Disaccharides defi ed, A–10 digestion, 613, 615, 647 structure, 613 Discriminative ability, 200–201, 202 Dispersed-phase particles, A–8 Dissociation constant, 591 Dissociation of acids, 591 Distal tubule aldosterone stimulation of sodium reabsorption in, 547–549 described, 534 mechanism of hydrogen ion secretion, 598 Distensibility, blood vessels, 367 Disuse atrophy, 299 DIT (di-iodotyrosine), 723 Diuretics, 549 Diurnal rhythm cortisol secretion and, 731 hormone secretion, 694 Divalent metal transporter 1, 655



Divergence, 121, 122 Diving, effect on body of, 517 DMD (Duchenne muscular dystrophy), 300 DMN (default mode network), 162 DNA functions, 25–26 hormone response element (HRE), 134 structure, A–15 Docking, secretory vesicle, 31, 32 Docking marker, 30 Docking-marker acceptors, 30, 63, 65 Dopamine cocaine effects, 121 emotion/behavior pathways, 166–167 as hydrophilic hormone, 127 Parkinson’s disease and, 164 prolactin-ihibiting hormone (PIH), 703, 828 Dorsal horn, 183 Dorsal respiratory group, 517, 518 Dorsal root, 184 Dorsal root ganglion, 184 Double bond, A–9 Double vision, 225 Down regulation, 695 Down syndrome, 799 DPP-4 inhibitors, 751 Drug tolerance, 121 Drugs. See also specific drugs elimination by organic ion secretory systems, 556 immunosuppressive, 11 metabolic alkalosis from, 605–606 Dual innervation, 254–257 Duchenne muscular dystrophy (DMD), 300 Ductus deferens, 789 Duodenum control of gastric emptying, 626–628 small intestine segment, 645 Dura mater, 148 Dural sinuses, 148 Dwarfism from growth hormone deficie cy, 711 Laron, 134, 711 Dynamic equilibrium, 69, 89 Dynamic steady state, 9, 12 Dynamin, 32 Dynein, 50, 51, 52 Dynorphin, 206 Dyslexia, 160 Dysmenorrhea, 809 Dyspnea, 524–525 Dystonia, 267 Dystrophin, 300, 301 E site, ribosome, 44, 45, 46 Ear. See also Hearing anatomy, 227 cochlea, 231–233 external, 228–229 function of major components of, 241 middle, 229–231 organ of Corti, 231–233 sound localization, 228–229 tympanic membrane, 229 vestibular apparatus, 237–240 Ear canal, 228 Ear infections, 675 Eccentric contraction, 286 Eccrine sweat glands, 679



index   I-11 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



ECF. See Extracellular fluid ECG. See Electrocardiogram (ECG) ECL (enterochromaffin- ke) cells, 633 ECM (extracellular matrix), 65–66 Ectopic focus, 329, 330 Ectopic pregnancy, 812, 814 ED (erectile dysfunction), 793–794 Edema causes of, 388 from extracellular fluid (ECF) expansion, 549 localized in inflammation, 440 EDV (end-diastolic volume), 340, 346–347 EEG. See Electroencephalogram Effector, 17, 187 Effector organs, 143 Effector protein, 126 Efferent arterioles, 533 Efferent division, PNS, 143, 251–268 Efferent fiber, 143 Efferent neurons action potential initiation site, 198 described, 143, 145 features, 262 Efferent pathway, 187 Eicosanoids, 791 Ejaculate, volume and sperm content, 794–795 Ejaculation defi ed, 792 phases of, 794 volume and sperm content of ejaculate, 794–795 Ejaculatory duct, 789 EKG. See Electrocardiogram (ECG) Elastic recoil, 495 Elastin in arteries, 367 extracellular matrix (ECM), 66 function of, 6 in lungs, 495 Elbow joint, flexi n and extension of, 285 Electrical activity of the heart, 327–338 Electrical gradient, 71 Electrical synapse, 112, 263 Electrocardiogram (ECG) abnormalities diagnosed by, 335–338 correlation to cardiac events, 334–335 leads, 335 representations, 334 stress testing, 338 waveforms, 336 Electrochemical gradient, 71 Electroencephalogram (EEG), 161–162 described, 161 sleep patterns, 179–180, 181 uses, 161–162 Electrolytes. See also specific electrolyte defi ed, A–7 equivalent, A–7 homeostasis, 12 oral rehydration therapy, 658, 659 Electromagnetic spectrum, 211 Electromagnetic waves properties of, 210 radiation, 678 Electromotility, 233 Electron cloud, A–1 Electron shells, A–2



Electron transport system, 37, 39, 40 Electrons in covalent bonding, A–4–A–5 described, A–1 energy level, A–2 in ionic bonding, A–3 valence, A–2 Elements atomic number of, A–2 atomic symbol of, A–1 characteristics of, A–2 defi ed, A–1 Elephantiasis, 388 Embolus, 354, 429 Embryo identical twins, 803 rejection prevention, 815–816 Embryonic stem cells (ESCs), 10 Emergency contraception, 819 Emesis. See Vomiting Emetics, 629 Emission phase of ejaculation, 794 Emmetropia, 211, 214 Emotion gastric motility, influence on, 628–629 limbic system role in, 165 Emphysema, 71, 493, 495 Enamel, 620 End-diastolic volume (EDV), 340, 346–347 Endocrine axis, 703 Endocrine disorders abnormal target-cell responsiveness, 695 hypersecretion, 694–695 hyposecretion, 694 Endocrine disruptors, 796–797 Endocrine glands. See also specific glands described, 6, 7 peripheral, 721–768 Endocrine system. See also Hormones adrenal gland, 728–737 complexity of function, 692 disorders, 694–695 disruptors, 796–797 effective plasma concentration of hormones, 694 fuel metabolism, control of, 756 growth control, 706–713 homeostasis, 16, 688, 716–717, 721, 768 hypothalamus, 702–704 nervous system compared, 135–137 nervous system interaction with, 136–137 ovarian cycle regulation, 803–808 overall functions, 692 pancreas, 744–756 parathyroid glands, 757–767 peripheral glands, 721–768 pineal gland, 713–716 pituitary gland, 698–705 regulatory loop link to immune system, 467–468 specific ty from receptor specialization, 136 stress response, 737–740 target cells, 691, 695, 698 thyroid gland, 722–728 tropic hormones, 692 as wireless system, 136 Endocrinology defi ed, 127, 691



general principles, 691–698 neuroendocrinology, 137 Endocytic vesicle, 32 Endocytosis balance with exocytosis, 83 characteristics of, 84 defi ed, 32 diagram of, 31 phagocytosis, 32, 33, 84 pinocytosis, 32, 33, 84 receptor-mediated, 32–34, 84 vesicular transport, 81–82, 84 Endogenous opiates, 206 Endogenous pyrogen, 443, 683–684 Endolymph, 231 Endometrium blastocyst implantation, 815, 816 decidua, 815 described, 808 menstrual cycle changes in, 808–809 Endoplasmic reticulum (ER). See also Rough endoplasmic reticulum (RER); Smooth endoplasmic reticulum (SER) defi ed, 27 diagram of, 28 function, 27 Endorphins, 206, 207 Endosome, 32 Endothelial cells, functions of, 374 Endothelin, 374, 399 Endothelium blood vessels, 367 heart, 324 vasoactive paracrines, 374 End-plate potential (EPP) acetylcholine removal, 265–266 action potential initiation, 264–265 formation of, 263–264 myasthenia gravis, 267 End-systolic volume (ESV), 340 Endurance-type exercise, 294 Energy from cellular respiration, 36–40, 41 rate of expenditure during activities, 669 sound, 227 thermal, 668 work of breathing, 497 yield from aerobic versus anaerobic conditions, 42 Energy balance anorexia nervosa, 675 appetite signals, 670, 673 arcuate nucleus and, 670–671 basal metabolic rate (BMR), 669–670 body composition, 676 cholecystokinin and, 673 conversion of nutrient energy to heat, 668–669 energy input, 668, 670 energy output, 668, 670 food energy, 668 food intake control, 670–674 ghrelin and, 672–673 homeostasis, 667, 685 insulin and, 671 leptin and, 671 metabolic rate, 668–670 neutral, 670



I-12   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



obesity, 674–675 orexins and, 671–672 positive, 670 pyschosocial and environmental influences, 673–674 satiety center, 673 states, 670 Energy equivalent of O2, 669 Energy level, A–2 Enkephalins, 206 Enteric nervous system nerve plexuses, 618 PNS organization and, 143 Enterochromaffin- ke (ECL) cells, 633 Enterogastric reflex, 627 Enterogastrones, 627 Enterohepatic circulation, 641, 643 Enterokinase, 637, 647 Enteropeptidase, 637 Entrained, 694 Enzymes. See also specific enzymes acrosomal, 813 brush-border membrane, 647 defi ed, 5 enzymatic regulation of intermediary metabolism, 48 erythrocytes, 412 glycolytic, 412 hydrogen ion concentration effect on activity, 592 hydrolytic, 31 membrane-bound, 65 oxidative, 34 pancreatic proteolytic, 637 receptor-enzyme, 126 role in chemical reactions, A–6 trophoblastic, 815 Eosinophilia, 422 Eosinophils, 422, 437 Ependymal cells, 146, 147–148 Epicardium, 325 Epidermal growth factor, 698 Epidermis keratinocytes, 474 melanocytes, 474 structure, 472–473 Epididymis, 789 Epiglottis, 622 Epilepsy, 162 Epinephrine adrenergic receptors, 258–259 blood pressure regulation, 377 CNS effects, 737 effects on organ systems, 736 exercise effect on ventilation and, 522–523 metabolic effects, 736–737, 755 receptors, 736 reinforcement of sympathetic nervous system, 736–737 secretion from adrenal medulla, 257 stimulation of release, 737 stress response, 737–738 synthesis, 735 Epiphyseal plate, 708 Epiphysis, 708 Episodic memories, 173 Epithelial sheets, 5



Epithelial tissue described, 5–6 mucous membrane, 616 EPP. See End-plate potential EPSP. See Excitatory postsynaptic potential Equilibrium defi ed, 237 dynamic, 69, 89 otolith organs, role of, 237, 239 problems with, 239–240 semicircular canals, role of, 237 vestibular nuclei, 239, 240 Equilibrium potential for K+ (EK+), 86–87 Equilibrium potential for Na+ (ENa+), 87–88 Equivalent of an electrolyte, A–7 Erasistratus, 365 Erectile dysfunction, 793–794 Erectile tissue female, 793, 795 male, 792, 793 Erection defi ed, 792 mechanism of, 792–793 Erection reflex, 792–793, 794 Erection-generating center, 792 Eructation, 624 Erythroblastosis fetalis, 419 Erythrocytes anemia, 415–416 blood types, 417–419 enzymes, 412 hemoglobin, role of, 412 life span, 413 polycythemia, 416–417 replacement of worn-out, 412–414 reticulocytes, 415 structure, 412 Erythropoiesis, 413–415 Erythropoietin, 414–415 blood doping, 415 function, 414–415 synthetic, 415 use in sports, 298 Esophageal stage swallowing, 623, 624 Esophagus, 622–624 gastroesophageal sphincter, 624 location, 481 peristalsis in, 624 pharyngoesophageal sphincter, 624 secretion, 624 Essential hypertension, 399 Estradiol, 128, 801 Estriol, 822 Estrogen(s) actions, summary table of, 828 adrenal cortex secretion of, 732 cervical mucus and, 809, 812 corpus luteum secretion of, 803, 807 cytoplasmic receptors, 797 environmental, 796–797 follicle secretion of, 801, 805, 809 growth, role in, 711, 713 mammary gland development, 827 osteoporosis and, 760, 811 parturition, role in, 823 placental secretion, 821–822 in postmenopausal women, 811 potency, 801



role during pregnancy, 822 secretion of, 732, 801 testosterone conversion to in males, 732, 785 uterus, influence on, 808, 809 Estrogen disruptors, 796–797 Estrogen response element, 134 ESV (end-systolic volume), 340 Ethanol absorption in stomach, 635 blockage of NMDA receptors, 172 Eustachian (auditory) tube, 229 Evaporation, heat transfer as, 679 Excess postexercise oxygen consumption (EPOC), 295 Excitable tissue, 96 Excitable tissues, 83, 85 Excitation-contraction coupling, 279–283, 333, 757 Excitation-secretion coupling, 747–748, 757 Excitatory postsynaptic potential (EPSP), 115–120, 188, 263 Excitatory synapse, 115 Excitement phase, of sexual response, 792, 795 Excitotoxicity, 151 Executive functions, 173 Exercise aerobic, 43, 78, 294 athletic menstrual cycle irregularity (AMI), 810 athletic pseudonephritis, 538 bone benefits of, 761 cardiovascular system changes during, 398 effect on ventilation, 522–523 endurance-type, 294 excess postexercise oxygen consumption (EPOC), 295 glucose transport and, 78 in heat, 585 high-intensity, 294 hypertension and, 400 hyperthermia, 684 immune defense, effect on, 468 intensity, 43 maximum O2 consumption (max O2), 524 metabolic acidosis from strenuous, 605 obesity and lack of, 674 pregame meals, 628 vasopressin and, 700 Exercise physiology, 13 Exercise-induced hyperthermia, 684 Exocrine gland described, 6, 7 pancreas, 637–639 skin, 473 Exocytosis balance with endocytosis, 83 characteristics of, 84 described, 30–31 diagrams of, 31, 32 purposes, 83 vesicular transport, 82–83 Exophthalmos, 727 Expiration airway collapse during, 494 defi ed, 487 difficulty during, 493–494 expiratory neurons, 518 forced (active), 489–490, 491, 494



index   I-13 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Expiration (continued) lung volume and intra-alveolar pressure changes, 491 onset, 488–489 passive, 491 Expiratory muscles, 489–490, 490 Expiratory reserve volume (ERV), 498 Expulsion phase of ejaculation, 794 External anal sphincter, 660 External auditory meatus, 228 External cardiac compression, 322 External defenses, 472–475 External ear, 228–229 External environment, 7–8 External eye muscles, 225 External genitalia anatomy, 774 sexual differentiation of, 778, 780 External intercostal muscles, 488 External respiration, 481, 482 External urethral sphincter, 571 External work, 668 Extracellular chemical messengers autocrines, 124 chemically gated receptor-channels, 125 hormones, 124 intercellular communication, 122–127 neurohormones, 124 neurotransmitters, 124 paracrines, 124 receptor-enzyme activation, 125–126 second-messenger pathways, 126–127 signal transduction, 124 tyrosine kinase pathway, 125–126 Extracellular fluid (ECF) balance concept, 579 body water distribution, 580–581 calcium, 332–333, 757–758 carbonic acid-bicarbonate buffer pair, 595–596 carrier-mediated transport and, 75–78, 80–81, 83 cell plasma membrane as barrier from ICF, 581 central chemoreceptors and, 520 compartments, 580–581 components of, 9 defi ed, 8, 580 distribution, role of bulk fl w across capillary wall and, 383–385 edema from expansion of, 549 homeostasis and, 8, 9 hydrogen ion concentration in, 591 hypertonicity, 585–586 hypotonicity, 586 inputs and outputs, 579 as internal environment of body, 8 interstitial fluid as intermediary between blood and cells, 382–383 isotonic fluid, 586–587 kidney functions and, 531 membrane potential and, 83 Na+ load and, 547 osmolarity of, 582, 584–588, 590 osmosis and, 72, 73, 74 plasma membrane and, 24, 61, 62 potassium ion concentration, 555–556 salt balance and, 582–583 volume, 582–583, 590



Extracellular matrix (ECM), 65–66 Extrafusal fibers, 303 Extrapyramidal motor system, 300 Extrasystole. See Premature ventricular contraction (PVC) Extrinsic control described, 16 of glomerular filtration rate (GFR), 542–543 of stroke volume, 345–346, 347–348 Extrinsic nerves, 618 Extrinsic pathway, 428–429 Eye(s). See also Vision cataract, 211 color, 209 diabetes mellitus complications, 752 exophthalmos, 727 functions of components of, 224 glaucoma, 208 light entering, 209 macular degeneration, 216 muscles, 209, 225 protective mechanisms, 206–207 refraction of light entering, 210 refractive structures of, 210 retinal layers, 215–216 retinal processing of light input, 219–220 retino-hypothalamic tract, 714 sensitivity to light, 222 structure, 208 tear production, 207 tissue layers, 208 Eyelashes, 207 Eyelids, 206–207 Fab (antigen-binding fragments), 450 Facilitated diffusion, 76, 77–78, 84 Factor X, 426 Factor XII (Hageman factor), 428, 429 Factor XIII (fibrin-stabilizing factor), 426 FAD. See Flavine adenine dinucleotide Fallopian tube. See Oviduct False labor, 823 Farsightedness (hyperopia), 211, 214–215 Fas ligand, 816 Fast pain pathway, 204 Fast synapse, 127 Fast-glycolytic (type IIx) fibers, 296 Fasting state, 743–744 Fast-oxidative (type IIa) fibers, 296 Fat absorption in small intestine, 651, 654, 655 absorptive and postabsorptive states, 743 brown, 681 chylomicrons, 655 diabetes mellitus and, 749 digestion, 615, 648 emulsifi ation of, 641–642 gastric emptying, influence on, 627 glucagon actions on, 753 hydrolysis, 613 insulin actions on, 747 micellar formation, 642–643 storage in cytosol, 48 storage of, 742 subcutaneous, 671 transport by lymphatic system, 387 transport to the liver, 656–657 as triglyceride, A–11 visceral, 671



Fat cells, excessive, 675 Fat taste, 243 Fatigue central, 295 muscle, 289, 295 Fatty acids beta oxidation, 42 from fat hydrolysis, 613, 615 saturated, A–11 storage of excess, 742 structure, A–10–A–11 unsaturated, A–11 Fatty streak, 354 Feces elimination of, 660 formation of, 658 propulsion of, 659–660 water loss in, 587 Fed state, 743 Feedback. See also Negative feedback; Positive feedback defi ed, 16 FSH and LH secretion, 806 LH surge, 806 testicular function and, 787–788 Feedforward defi ed, 16 mechanisms anticipating change, 17–18 Feeding signals, 670 Female condom, 818 Female reproductive system anatomy, 775–777 blastocyst implantation, 813–816 cervical mucus, changes in, 809 contraception, 816, 818–819 cycling, 795–798 fertilization, 811–813, 814 functions, 775 gestation, demands of, 822–823 lactation, 827–830 menopause, 811 menstrual (uterine) cycle, 808–809, 810 oogenesis, 798–799, 800 ovarian cycle, 799, 801–808 parturition, 823–826 placenta, 816–817, 820 placental hormones, 820–822 puberty, 810–811 uterine cycle, 808–809 Females genetic, 777–778 puberty in, 810–811 sexual cycle, 795 Fenestrations, capillary, 381–382 Ferritin, 656 Ferroportin, 655 Fertile period, 811–812 Fertilization acrosome reaction, 813 defi ed, 811 ovum transport to oviduct, 811–812 process, 813, 814 sperm transport to oviduct, 812–813 Fetus, rejection prevention, 815–816 FEV1 (forced expiratory volume in 1 second), 499 Fever, 683–684 Fiber, 615 Fibrillation, 330–331, 337



I-14   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Fibrin, 426, 440 Fibrinogen, 411, 425, 440, 789 Fibroblast amoeboid movement, 54 atherosclerosis and, 354 extracellular matrix (ECM), 66 Fibronectin, 66 Fibrosis, pulmonary, 495 Fibrous skeleton of the heart, 324, 326 Fick’s law of diffusion, 70–71 Fidget factor, 674 Fight-or-fli ht response, 256–257, 737 Filariasis, 388 Filtered load, 551 Filtration coeffici t defi ed, 540 GFR influenced by changes in, 543 Filtration slits, 538, 543, 544 Fimbriae, 811 Final common pathway, 260 Fire, 100 First law of thermodynamics, 668 First polar body, 798 First-order sensory neuron, 200 Flaccid paralysis, 302 Flagella basal body, 52 internal structure, 52, 53 movement, 50–52 sperm, 52 Flatus, 661 Flavine adenine dinucleotide (FAD) in citric acid cycle, 37 in oxidative phosphorylation, 37, 40 Flow rate of blood, 363 Flower-spray (secondary) endings, 303 Fluid balance. See also Acid-base balance; Water balance body fluid compartments, 580–581 extracellular fluid (ECF) osmolarity, 582, 584–588, 590 extracellular fluid (ECF) volume, 582–583, 590 homeostasis, 578, 606–607 nonphysiologic influences on intake, 589–590 overview, 580 Fluid mosaic model, 61–62, 63 Fluid pressure, 72 FMRI (functional magnetic resonance imaging), 154 Foam cells, 354 Focal point, 210, 212 Follicle, ovarian antrum formation, 801, 805 atresia, 798 estrogen secretion, 801 follicular phase of ovarian cycle, 799, 800–803 hormonal control of function, 803–806 mature, 801 ovulation, 801, 803, 806–807 preantral, 801 primary, 798 secondary, 798, 801, 803 Follicle, thyroid, 722 Follicle-stimulating hormone (FSH) functions, 700 ovarian cycle and, 803–808 secretion, 700 spermatogenesis and, 787, 788



Follicular cells ovarian, 801 thyroid, 722, 723 Follicular phase of ovarian cycle, 799, 800–803 Food control of intake, 670–674 oxidation of molecules, 40–42 pregame meals, 628 short-term eating behavior, 672–673 storage in stomach, 625 water in, 587 Foot proteins, 280, 281 Force, 286 Forced (active) expiration, 489–490 Forced expiratory volume in 1 second (FEV1), 499 Formula weight, A–6–A–7 Fovea, 215–216 Frank-Starling law of the heart, 346, 347 Fraternal twins, 803 FRC (functional reserve capacity), 499 Free radicals Frontal lobes location, 155 primary motor cortex, 157–158 Fructose in diet, 612 structure, 613 FSH. See Follicle-stimulating hormone FTO gene, 674 Fuel metabolism absorptive and postabsorptive states, 743–744 anabolism, 740–741 catabolism, 741–742 glucagon and, 753–755 glucose supply to brain, 743 insulin and, 745–748 interconversions among organic molecules, 742 lesser energy sources, 744 pancreatic hormones and, 744–745 somatostatin, 744–745 storage of fuel, 742–743 summary of hormonal control of, 756 summary of reactions in, 740 tissues in metabolic states, 744 Fulcrum, 286–287 Functional atrophy, 265 Functional groups, of organic molecules, A–9 Functional magnetic resonance imaging (fMRI), 154 Functional reserve capacity (FRC), 499 Functional syncytium, 311, 326, 617 Functional unit, 275 Fundus, stomach, 624 Funny (If ) channels, 327–328, 344 G cells, 632 G protein, 126, 130, 219, 244 GABA (gamma-aminobutyric acid), 115 Galactose in diet, 612 structure, 613 Galen, 365 Gallbladder bile storage, 640–641 emptying, 643 Gallstones, 641 GALT (gut-associated lymphoid tissue), 437, 616



Gametes. See also Ovum; Sperm chromosome number, 774, 777 defi ed, 774 Gametogenesis, 777. See also Oogenesis; Spermatogenesis Gamma globulins, 411 Gamma motor neuron, 303–304 Ganglion collateral, 254 defi ed, 184 dorsal root, 184 sympathetic ganglion chain (sympathetic trunk), 252 terminal, 254 Ganglion cells, 215, 219 Gap junctions, 67, 68, 326, 801 Gas exchange, 503–508 across pulmonary capillaries, 505–506 across systemic capillaries, 505, 507–508 alveolar, 504–505, 506 diffusion constant, effect of, 507 in emphysema, 507 factors influencing, 506–507 net diffusion between alveoli and tissues, 508 oxygen unloading, 511–512 in pneumonia, 507 in pulmonary edema, 507 in pulmonary fibrosis, 507 surface area, effect of, 507 thickness, effect of, 507 Gas transport blood gas abnormalities, 514–515 of carbon dioxide by bicarbonate, 512–514 by hemoglobin, 508–512 methods in the blood, 508 Gastric glands, 629, 630 Gastric inhibitory peptide (GIP), 662 Gastric juice, 629 Gastric mucosal barrier, 634, 635 Gastric phase of gastric secretion, 633, 634 Gastric pits, 629 Gastric secretion, 629–635 cephalic phase, 633, 634 decrease in, 634 gastric phase, 633, 634 hydrochloric acid, 631 inhibition of, 635 intestinal phase, 633–634 intrinsic factor, 632 mucus, 632 pepsinogen, 632 protection from, 634 regulation, 632–634 secretory cells involved, 629–631 stimulation of, 634 Gastrin, 626, 632, 661 Gastrocolic reflex, 659 Gastroesophageal sphincter, 624 Gastroileal reflex, 646 Gated channels chemically gated, 97 described, 63, 96, 97 mechanically gated, 97 thermally gated, 97 voltage-gated, 97 GDP (guanosine diphosphate), 37 Gender bending in animals, 796 Gene doping, 298 Gene therapy, 298, 300–301



index   I-15 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



General adaptation syndrome, 737 Genes immediate early, 173 lipophilic hormone stimulation of, 134–135 Genetic disease, cystic fibrosis as, 64 Genetic female, 777–778 Genetic male, 777–778 Genetic sex, 778 Genital swellings, 778 Genital tubercle, 778 Germ cells. See Gametes Gestation, 822. See also Pregnancy GFR. See Glomerular filtration rate GHIH (growth hormone-inhibiting hormone), 703, 709 GHK equation (Goldman-Hodgkin-Katz equation), 88 Ghrelin and, 672–673 GHRH (growth hormone-releasing hormone), 703, 709 GI hormones, 612, 618–619, 661–662 GI peptides, 612 Gigantism, 711 GIP (gastric inhibitory peptide), 662 Glands. See also specific glands accessory sex glands, 774 endocrine, 6, 7 as epithelial tissue, 5, 6 exocrine, 6, 7 formation of, 7 gastric, 629, 630 lacrimal, 207 mammary, 827–830 parathyroid, 758 pineal, 713–716 pituitary, 698–705 sebaceous, 473 secretion from, 6 sweat, 257, 473, 679 Glans clitoris, 778 Glans penis, 778, 792 Glaucoma, 208 Glial cells astrocytes, 144–145, 146, 147 ependymal cells, 146, 147–148 functions of, 144, 146 microglia, 146, 147 oligodendrocytes, 145, 146, 147 tumors of, 148 Gliomas, 148 Gliotransmitters, 145 Global workspace theory, 179 Globin, 412, A–13 Globulins, 411 Glomerular filtration Bowman’s capsule hydrostatic pressure, 539 described, 535 filtration coeffici t, 540 forces involved in, 538–539 glomerular capillary blood pressure, 538–539, 540–543 glomerular membrane, 537–538 net filtration pressure, 539 plasma-colloid osmotic pressure, 539 rate (GFR), 539–540 Glomerular filtration rate (GFR) autoregulation importance, 541–542 autoregulation mechanisms, 540–541



changes in, 540–544 controlled adjustments in, 540 described, 539–540 filtration coeffici t and, 540, 543 plasma clearance and, 558 salt balance and, 583 tubuloglomerular feedback, 541 unregulated influences on, 540 Glomerular membrane diseases of, 538 layers, 537–538 permeability of, 537–538 Glomerulonephritis, 567 Glomerulus anatomy, 533–534 olfactory bulb, 244–245 Glottis, 482, 483, 622 GLP-1 (glucagon-like peptide 1), 673 Glucagon carbohydrates, actions on, 753 excess, 754–755 fat, actions on, 753 insulin relationship to, 754, 755 protein, actions on, 753–754 secretion increase in postabsorptive state, 754 Glucagon-like peptide 1 (GLP-1), 673, 747, 751 Glucocorticoids adaptation to stress, 731 anti-inflammatory effects, 444, 731 function, 728 immunosuppressive effects, 731 metabolic effects, 730 permissive actions, 730–731 Gluconeogenesis, 730 Glucose. See also Blood glucose ATP yield from catabolism of, 40, 41 brain supply, 150 in diet, 612 glycolysis, 36, 37 hypothalamus control of homeostasis, 756 insulin actions on, 745–747 membrane transport, 77, 78 as preferred fuel source, 42 reabsorption secondary active transport, 549–550 renal threshold for, 551 sodium and glucose cotransporter (SGLT), 80–81, 82 storage of excess, 742 structure, 613 supply to brain, 743 tubular maximum for, 551 Glucose transporters (GLUTs), 77, 78, 81, 82, 651, 746–747 Glucose-dependent insulinotropic peptide, 662, 747 Glucosuria, 749 Glutamate AMPA receptors, 204 EPSPs and, 115 NMDA receptors, 204 as pain neurotransmitter, 204 as photoreceptor neurotransmitter, 219 Gluten enteropathy, 648–650 Glycerol, A–11 Glycine, 115



Glycocalyx, 62 Glycogen depletion and muscle fatigue, 295 in diet, 615 storage in cytosol, 48 storage of glucose as, 742 structure, 613, A–10 Glycogenolysis, 753 Glycolipids, 62 Glycolysis characterization of, 36, 37 in muscle fiber, 294 Glycolytic enzymes, 412 Glycoproteins, 62 Glycosaminoglycans, 726 GMP (guanosine monophosphate), 374 GnRH. See Gonadotropin-releasing hormone Goiter, 727–728 Goldman-Hodgkin-Katz equation (GHK equation), 88 Golgi complex protein transport to, 30 secretory vesicle packaging, 30–31, 32 structure, 29, 30 Golgi tendon organs, 304, 306 Gonadal ridge, 778 Gonadal sex, 778 Gonadotropes, 700 Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) increase at puberty, 788–789, 810–811 ovarian control and, 803, 805–806 testicular control and, 787–788 Gonadotropins, 702 Gonads, 774 G-protein-coupled receptor, 126, 130–132 GPSP (grand postsynaptic potential), 116 Graafian follicle, 801 Graded exercise tests, 338 Graded potentials action potentials compared, 107 current fl w, 97–98 decremental spread, 99–100 described, 97 duration of, 97 magnitude of, 97 receptor, 196–197 signaling distance, 98–99 spread of, 97–98, 99 Grand postsynaptic potential (GPSP), 116 Granstein cells, 474 Granular cells, 541, 547 Granulocyte colony-stimulating factor, 423 Granulocytes, 419 Granulosa cells, 798, 805 Granzymes, 456 Graves’ disease, 726–727 Gravity, effects on venous return, 390–392 Gray matter cerebral cortex, 153 periaqueductal, 206 spinal cord, 183–184 Growth endocrine control of, 706–713 factors influencing, 706 fetal, 706 gender differences in height, 713 hormones involved in, 711, 713 postnatal growth spurt, 706



I-16   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



pubertal growth spurt, 706 thyroid hormone effects, 711, 725 Growth curve, 706 Growth factor epidermal, 698 nerve, 698 peptide, 713 Growth hormone bone growth and, 707–709 deficie cy, 710–711 excess, 711 functions, 700 hypertrophy and hyperplasia, 707 insulin-like growth factos, stimulation of, 707 metabolic effects, 706–707, 755 regulation of secretion, 709–710 replacement therapy, 712 secretion, 700 Growth hormone-inhibiting hormone (GHIH), 703, 709 Growth hormone-releasing hormone (GHRH), 703, 709 GTP (guanosine triphosphate), 37 Guanosine diphosphate (GDP), 37 Guanosine monophosphate (GMP), 374 Guanosine triphosphate (GTP), 37 Guanylate cyclase, 793 Gustation, 240. See also Taste Gustducin, 243 Gut-associated lymphoid tissue (GALT), 437, 616 Gynoid obesity, 676 H zone, 275 Habituation, 169, 170 Hageman factor, 428, 429 Hair cells auditory, 231, 233, 234 damage from loud noises, 236 of otolith organs, 237, 239 of semicircular canals, 237 vestibular, 237 Hair follicles, 473 Hair receptor, 198, 200 Haldane effect, 514 Haploid number, 777 Harvey, William, 365 Hashimoto’s disease, 465 Haustra, 658 Haustral contractions, 658–659 Hay fever, 471 HCS (human chorionic somatomammotropin), 780, 823, 827 HDL (high-density lipoproteins), 352–353 Head, spermatozoon, 786 Head-righting reflex, 188 Hearing. See also Ear auditory hair cells, 231, 233, 234 deafness, 236 defi ed, 227–228 loudness discrimination, 235 middle ear role in, 229, 231 pitch discrimination, 233, 235 sound characteristics, 228, 229 sound localization, 228–229 sound waves, 227–228 timbre discrimination, 235 tonotopical organization of temporal lobe, 235 Hearing aids, 236



Hearing threshold, 228 Heart. See also Cardiac muscle; Cardiovascular system afterload, 338 anatomy, 321–327 apex, 322 arrhythmias, 335–337 atrial excitation, 329, 331 atrioventricular (AV) node, 328, 329, 331 autorhythmic cells, 327–328 base, 322 blood fl w through, 322, 323 cardiac cycle, 338–342 cardiac muscle fibers, 325–327 cardiac output, 343–350 chambers, 322, 323 as circulatory system component, 321 contractile cells, 327, 331–333 contractility, 347–348 as dual pump, 322, 323 electrical activity, 327–338 fibrous skeleton, 324, 326 Frank-Starling law of, 346, 347 function, 321 homeostasis, 320, 356 mechanical events, 338–342 nourishment of, 350–356 pericardial sac enclosing, 327 pericarditis, 327 position in thoracic cavity, 322 preload, 346 sinoatrial node, 328–329, 331 sounds, 341–343 specialized conduction system, 328 spread of excitation, 329–331 valves, 322, 324, 325, 342, 343 ventricular excitation, 331 walls, 324–325 Heart attack, 337, 355–356 Heart block complete, 329, 337 described, 337 3:1, 337 2:1, 337 Heart failure backward failure, 349 compensatory measures for, 349 congestive, 349–350 decompensated, 349–350 described, 348 diastolic, 350 forward failure, 349 prime defect in, 349 systolic, 350 Heart rate abnormalities, 335, 337 autonomic influences on sinoatrial node, 343–345 average resting, 343 bradycardia, 335 cardiac output and, 343 tachycardia, 335, 337 Heart sounds fi st, 341 murmurs, 341–343 normal, 341 second, 341 Heart valves, 322, 324, 325, 342, 343



Heartburn, 624 Heat cold-related disorders, 683 conversion of nutrient energy to, 668–669 coordinated responses to heat exposure, 682 exercising in, 700 input, 677–678 from muscle contraction, 286 output, 678 production by shivering, 680–681 Heat exhaustion, 683 Heat index, 680 Heat stroke, 585, 683 Heat transfer mechanisms conduction, 679 convection, 679 evaporation, 679 radiation, 678–679 Heat waves, 678 Height, gender differences, 713 HeLa cells, 25 Helicobacter pylori, 636 Helicotrema, 231, 232 Helper T cell cytokines, 458–459 described, 449, 456 human immunodeficie cy virus (HIV) and, 459 T-helper 1 (TH1), 459 Hematocrit, 410, 415, 416 Heme carrier protein 1, 655 Heme group, 412 Heme iron, 655 Hemiplegia, 302 Hemodialysis, 570 Hemoglobin buffer system, 596 carbamino, 513 carboxyhemoglobin, 512 deoxyhemoglobin, 509 Haldane effect, 514 oxygen transport, 412, 509–512 oxygen unloading, 511–512 oxygen-hemoglobin dissociation (saturation) curve, 509–510, 511, 512 oxyhemoglobin, 509 percent saturation, 509 products, 420–421 reduced, 509 role in oxygen transfer at alveolar level, 510 role in oxygen transfer at tissue level, 510–511 as storage depot for oxygen, 510, 511 structure, 412, 413, A–13 substances binding to, 412 Hemolysis, 416 Hemolytic anemia, 416 Hemolytic disease of the newborn, 419 Hemophilia, 430 Hemopoiesis, 423 Hemopoietic, 414 Hemorrhage circulatory shock and, 401, 402, 403 ectopic pregnancy and, 812, 814 as isotonic fluid loss, 587 Hemorrhagic anemia, 416 Hemostasis clot dissolution, 429 clot formation, 425–429



index   I-17 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Hemostasis (continued) clot retraction, 429 clotting cascade, 426–427 description, 424–425 extrinsic pathway, 428–429 hemophilia, 430 intrinsic pathway, 427–428 platelet plug, 425, 426 thrombin, roles of, 426, 427 vascular spasm, 425 Henderson-Hasselbalch equation, 594 Heparin as anticoagulant, 430 of basophils and mast cells, 422 Hepatic portal system, 640 Hepatic portal vein, 640 Hepatitis, 644 Hepatocyte, 640 Hepcidin, 655 Hering-Breuer reflex, 518 Hertz (Hz), 228 Hiccups, 523 High-density lipoproteins (HDL), 352–353 High-energy biomolecules, A–16 High-energy phosphate bonds, A–16 High-intensity exercise, 294 Hippocampus Alzheimer’s disease and, 173 declarative memories, 173 long-term potentiation of memory, 170 Hirsutism, 734 Histamine arteriole dilation from, 375 of basophils and mast cells, 422 immediate hypersensitivity and, 469 release in inflammation, 440 release stimulated by complement, 447 secretion by enterochromaffin- ke (ECL) cells, 633 Histotoxic hypoxia, 514 HIV (human immunodeficie cy virus), 459, 469 Hives, 471 Homeostasis acid-base balance, 578, 607 afferent division of PNS, 195, 246 blood and, 409, 430–431 body systems and, 9, 13–16 calcium, 757–758 cell physiology, 23, 55–56 circulatory system, 13, 320, 356, 361, 362, 404 compensatory mechanisms, 12 concept of, 7–16 control systems, 16–18 defi ed, 9 digestive system, 13, 611, 662–663 disruptions in, 18 dynamic steady state, 9, 12 efferent division of PNS, 251, 268 endocrine system, 16, 688, 716–717, 721, 768 energy balance, 667, 685 external environment, 7–8 factors regulated by, 12 fluid balance, 578, 606–607 glucose, 756 heart, 320, 356 hormonal communication, 33, 95 hypothalamus and, 165 immune system, 13, 436, 475 integumentary system, 13, 436, 475–476



internal environment, 8, 9 kidneys and, 531, 572–573 muscular system, 13, 272, 314–315 nervous system, 13, 16, 142, 190–191 neural communication, 33, 95 plasma membrane, 60, 90 reproductive system, 16, 773, 774, 830 respiratory system, 13, 480, 525 skeletal muscle, 272, 314–315 skeletal system, 13 temperature regulation, 9, 12, 667, 685 urinary system, 13, 530, 572–573 Homeostatic control system defi ed, 16 extrinsic/systemic controls, 16 feedforward mechanisms, 17–18 intrinsic/local controls, 16 negative feedback, 16–17, 18 positive feedback, 17 Homeostatic drives, 166 Homocysteine, 353 Homologous chromosomes, 777 HOR17-4, 812 Horizontal cells, 222 Hormonal communication described, 33 nervous system compared, 135–137 overview of, 127–135 Hormone response element (HRE), 134 Hormones. See also specific hormones action mechanism, 130 antagonism, 698 anterior pituitary, 700–702 blood pressure regulation, 377 chemical classifi ation of, 128 defi ed, 6 diurnal (circadian) rhythms, 694 down regulation, 695 effective plasma concentration, 692–694 as extracellular chemical messengers, 124 fuel metabolism, control of, 756 GI, 612, 618–619, 661–662 homeostasis, 688, 716–717, 721, 768 hydrophilic, 127, 128–129, 691–692 hypersecretion, 694–695 hyposecretion, 694 hypothalamic, 702–704 lipophilic, 127, 129, 691–692, 693 mechanisms of synthesis, storage, and secretion, 127–129 negative-feedback control, 693–694, 705 neuroendocrine refle es, 694 ovarian cycle regulation, 803–808 permissiveness, 695 placental, 820–822 preprohormones, 129 processing of hydrophilic, 128–129 processing of lipophilic, 129 rate of metabolic activation or conversion, 693 rate of removal from blood, 693 rate of secretion, 693–694 receptor location, 129–130 receptors, 695, 698 regulatory effects, 692 signal transduction pathways, 702 stress response, 738 summary of major, 696–697 synergism, 695



target cells, 691, 695, 698 tropic, 692 Host cell, virus invasion of, 437 Hot flashes, 813 Human chorionic gonadotropin (hCG), 780, 820–821 Human chorionic somatomammotropin (hCS), 823, 827 Human Connectome Project, 154 Human growth hormone, use in sports, 298 Human immunodeficie cy virus (HIV), 459, 469 Human papillomavirus, 465 Humidity, 679–680 Humoral immunity. See Antibody-mediated immunity Humors, 365, 447 Hunger, 670 Hydrocarbons, A–9 Hydrocephalus, 150 Hydrochloric acid dissociation, 591 functions of, 631 secretion by parietal cells, 631 Hydrogen (H+) ATPase pumps, 598, 631 Hydrogen bond, A–5 Hydrogen ion secretion acid-base balance and, 554 bicarbonate ion reabsorption coupled with, 599–600 effect on potassium ion secretion, 555 mechanism in distal and collecting tubules, 598 mechanism in proximal tubule, 598 tubular secretion, 554 Hydrogen ions acid defin tion and, A–9 acid-base imbalances, 602–606 buffer systems, 594–597 in chemiosmosis, 40 creation by metabolic activities, 593–594 defenses against changes in, 594 extracellular fluid (ECF), concentration in, 591 fluctuations in concentration, effect of, 592–593 free (unbound), 591 pH, 591 renal regulation of, 598–602 respiratory regulation of, 597–598 sources in the body, 593–594 tubular secretion, 554 Hydrogen peroxide, 34 Hydrolysis, 31, 613, 615, A–13 Hydrolytic enzymes, in lysosomes, 31 Hydronium ion, A–9 Hydrophilic hormones action mechanism, 130 characterization of, 127 described, 691–692 in plasma, 129 preprohormones, 129 processing of, 128–129 receptor location, 129–134 Hydrostatic pressure Bowman’s capsule, 539 defi ed, 72 interstitial fluid, 384 Hydroxyl ion, A–9



I-18   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Hymen, 777 Hyperactivated motility, of sperm, 813 Hyperaldosteronism, 733 Hypercalcemia, 766 Hypercapnia, 515 Hypercomplex cells, visual cortical neuron, 225 Hyperemia active, 372 reactive, 374–375 Hyperglycemia, 748, 754–755 Hyperkalemia, 734 Hypernatremia, 733, 734 Hyperopia (farsightedness), 211, 214–215 Hyperoxia, 514–515 Hyperparathyroidism, 766 Hyperphosphatemia, 766 Hyperplasia, 707 Hyperpnea, 515 Hyperpolarization in action potential, 100 auditory hair cell, 234 in autorhythmic cells, 327 described, 96 inhibitory postsynaptic potential (IPSP), 115 photoreceptor, 216 slow-wave potentials, 311 vestibular hair cell, 237 Hypersecretion, 694–695 Hypersensitivity defi ed, 469 delayed, 471, 472 immediate, 469–471, 472 Hypertension adaptation of baroreceptors during, 399 complications of, 400 defi ed, 398 exercise and, 400 prehypertension, 400 primary, 399 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) effect on, 549 secondary, 399 treatment of, 400 Hyperthermia defi ed, 684 exercise-induced, 684 heat stroke, 683 pathological, 684–685 Hyperthyroidism, 726–727 Hypertonic fluid, 560, 584 Hypertonic solution, 74, 75 Hypertonicity of ECF, 585–586 gastric emptying, influence on, 627–628 Hypertrophy growth hormone and, 707 muscle, 297 Hyperventilation, 515, 523, 603 Hypocalcemia, 766 Hypocapnia, 515 Hypocretin, 181 Hypodermis, 474 Hypoglycemia insulin excess and, 753 reactive, 753 treatment, 753 Hypokalemia, 733 Hypoparathyroidism, 766–767 Hypophosphatemia, 766



Hypophysiotropic hormones, 703 Hypophysis. See Pituitary gland Hyposecretion, 694 Hypotension circulatory shock, 401–403 defi ed, 398 orthostatic (postural), 401 Hypothalamic osmoreceptors, 588 Hypothalamic-hypophyseal portal system, 703–704 Hypothalamus autonomic responses, 259 food intake control, 670–674 glucose homeostasis, 756 homeostasis and, 165 limbic system, 164 location, 164 negative feedback control, 705 posterior pituitary, relationship to, 699–700 releasing and inhibiting hormones, 702–704 stress response coordination, 739 temperature regulation, 680, 681–684 thirst center, 588 Hypothalamus-pituitary-adrenal cortex axis, 731–732 Hypothalamus-pituitary-thyroid axis, 725 Hypothermia, 683 Hypothyroidism described, 726 obesity and, 675 Hypotonic fluid, 560, 584 Hypotonic solution, 74, 75 Hypotonicity of ECF, 586 Hypoventilation, 515, 603 Hypovolemic shock, 401, 402, 403 Hypoxia, 514 Hypoxic hypoxia, 514 I band, 273, 275 I cells, 627 ICF. See Intracellular fluid Identical twins, 803 IDO (indoleamine 2,3-dioxygenase), 816 IEGs (immediate early genes), 173 If (funny) channels, 327–328, 344 IGF-1. See Insulin-like growth factor-1 IGF-2. See Insulin-like growth factor-2 Ileocecal sphincter, 646, 647 Ileocecal valve, 646, 647 Ileum, 645 Immediate early genes (IEGs), 173 Immediate hypersensitivity anaphylactic shock, 471 chemical mediators of, 469, 471 described, 469 IgE role in, 469, 470 parasitic worms and, 471 sensitization period, 469 symptoms of, 471 treatment of, 471 triggers for, 469 Immune complex disease, 452 Immune diseases allergies (hypersensitivities), 469–472 immunodeficie cy, 468–469 Immune privilege, 464 Immune surveillance cancer and, 465–467 effectors of, 466–467



Immune system, 437–472 activities attributable to, 437 adaptive (acquired), 438, 439, 447–448 apoptosis role in, 44 autoimmune diseases, 464–465 defi ed, 419 exercise effect on immune defense, 468 homeostasis, 13, 436, 475 immune diseases, 468–472 immune surveillance, 465–467 innate, 438, 439, 440–447 leukocytes as effector cells, 437 lymphoid tissue, 437–438 nonspecific responses, 438, 439 regulatory loop link to nervous and endocrine system, 467–468 specific responses, 439 targets of, 437 tolerance, 464 Immunity active, 454 defi ed, 419, 437 passive, 454–455 Immunization, 453, 454 Immunocontraception, 819 Immunodeficie cy diseases acquired, 468–469 acquired immunodeficie cy syndrome (AIDS), 459, 469 severe combined immunodeficie cy, 468 Immunoglobulin. See also Antibody IgA, 449, 829 IgD, 450 IgE, 449, 469, 470 IgG, 449 IgM, 449 Immunological ignorance, 464 Immunosuppressive effects, of cortisol, 731 Impermeable, 68 Implantation blastocyst, 815, 816 blocking, 819 In emphysema, 507 Inactivation gate, 100 Inclusions, 48 Incontinence, urinary, 572 Incretin mimetics, 751 Incretins, 748 Incus, 229 Indoleamine 2,3-dioxygenase (IDO), 816 Indoleamines described, 691 as hydrophilic hormones, 127 properties of, 128 Induced pluripotent stem cells (iPSCs), 11 Inflammation capillary permeability increase, 440 chronic illnesses, 444 complement system augmentation of, 446–447 defense by resident tissue macrophages, 440 defi ed, 440 goal of, 440 leukocyte emigration, 440–442 leukocyte proliferation, 442 leukocytic destruction of bacteria, 443 localized edema, 440 localized vasodilation, 440 manifestations and outcomes of, 442



index   I-19 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Inflammation (continued) mediation of response by phagocyte-secreted chemicals, 443–444 opsonization of bacteria, 442–443 parturition, role in, 823 pleurisy, 485 response to bacterial invasion, 463 steps producing, 441 suppression, 444 tissue repair, 444 walling off of inflammed area, 440 Inguinal canal, 782 Inhibin, 787, 805 Inhibiting hormones, 703 Inhibitory postsynaptic potential (IPSP), 115–120, 188 Inhibitory synapse, 115 Initial lymphatics, 386 Initial segment, 104 Innate immune system antibody amplifi ation of response, 450–452 complement, 445–447 components, 438 described, 438 inflammation, 440–445 interferon, 445, 446 natural killer (NK) cells, 445 response to bacterial invasion, 463 Inner cell mass, 815 Inner hair cells, 231, 233 Innervation defi ed, 112 reciprocal, 112 skeletal muscle, 263 Inorganic chemicals, A–8 Inorganic salts, A–9 Inositol triphosphate (IP3), 131–132 Input, 579 Input zone, neuron, 104 Insensible water loss, 587 Insertion, muscle, 284 Inspiration accessory inspiratory muscles, 488 defi ed, 487 inspiratory neurons, 518 lung volume and intra-alveolar pressure changes, 491 onset, 488 Inspiratory capacity, 498 Inspiratory muscles accessory, 488 major, 488 Inspiratory reserve volume (IRV), 498 Insuffici t (incompetent) valve, 342, 343 Insulators, 98 Insulin antagonists, 755 arcuate nucleus, influence on, 671 blood glucose increase as secretion stimulus, 747–748 carbohydrates, actions on, 745–747 diabetes and, 750–751 excess, 753 excitation-secretion coupling, 747–748 factors controlling secretion, 749 fat, actions on, 747 glucagon relationship to, 754, 755 glucose uptake, 78 growth, role in, 711



protein, actions on, 747 pumps, 751 summary of actions, 747 Insulin shock, 753 Insulin-like growth factor-1 (IGF-1) gene doping and, 298 growth hormone stimulation of, 702, 707 Insulin-like growth factor-2 (IGF-2), 707 Integral proteins, 61 Integrating center, 187 Integrator, 17 Integrins, 65, 441 Integumentary system. See also Skin homeostasis, 13, 436, 475–476 skin anatomy, 472–474 Intensity (loudness) of sound, 228, 229 Intention tremor, 177 Interatrial pathway, 331 Intercalated cells, 547, 598, 599 Intercalated discs, 325–326 Intercellular communication chemically gated receptor-channels, 125 extracellular chemical messengers, 122–124 receptor-enzyme activation, 125–126 second-messenger pathways, 126–127 signal transduction, 124 types of, 123 tyrosine kinase pathway, 125–126 Intercostal muscles external, 488 internal, 488, 490 Intercostal nerves, 488 Intercourse. See Sexual intercourse Interferon anticancer effect, 445 antiviral effect, 445, 446 Interleukins in inflammation, 443–444 interleukin 1 (IL-1), 443 interleukin 4 (IL-4), 459 interleukin 6 (IL-6), 443, 671 interleukin 8 (IL-8), 825 interleukin 10 (IL-10), 464 interleukin 12 (IL-12), 459 interleukin 17 (IL-17), 459 interleukin 1b (IL-1b), 825 in parturition, 825 Intermediary metabolism. See also Fuel metabolism defi ed, 740 enzymatic regulation of, 48 organic acid production by, 594 Intermediate filaments keratin, 50, 55, 66 neurofilaments, 55 structure, 50, 54–55 Intermembrane space, 40 Internal anal sphincter, 660 Internal environment, 8, 9 Internal intercostal muscles, 488, 490 Internal urethral sphincter, 571 Internal work, 668 International Space Station, 265 Interneurons action potential initiation site, 198 described, 143–144, 145 features, 262 Internodal pathway, 331



Interstitial cells of Cajal, 625 testicular, 782 Interstitial fluid blood vessel wall as barrier from plasma, 581 described, 8, 9 edema, 388 as extracellular fluid compartment, 580 hydrostatic pressure, 384 as passive intermediary, 382–383 return to blood, 386–388 Interstitial fluid-colloid osmotic pressure, 384 Intestinal housekeeper activity, 646 Intestinal phase gastric secretion, 633–634 Intra-alveolar pressure, 485, 491, 492 Intracellular fluid (ICF) body water distribution, 580 carrier-mediated transport and, 75–78, 80–81, 83 cell plasma membrane as barrier from ECF, 581 defi ed, 8, 580 extracellular fluid (ECF) osmolarity and, 586 homeostasis and, 8 membrane potential and, 83 osmolarity, 586 osmosis and, 72 plasma membrane and, 24, 61, 62 volume, 586 Intrafusal fibers, 303 Intrapleural fluid cohesiveness, 486 function, 485 Intrapleural pressure, 485–486, 487, 492 Intrapulmonary pressure, 485 Intrarenal baroreceptors, 547 Intrathoracic pressure, 485–486 Intrauterine device (IUD), 819 Intrinsic control described, 16 of stroke volume, 345, 346–347 Intrinsic efferent neurons, 618 Intrinsic factor, 416, 632 Intrinsic nerve plexuses, 618 Intrinsic pathway, 427–428 Intrinsic primary afferent neurons, 618 Inulin, 558 Involuntary muscle, 273 Involution, uterine, 826 Iodine pump, 722–723 Ion concentration gradient, 78 Ionic bonds, A–3 Ions defi ed, A–3 ECF and ICF osmolarity and, 584 electrical gradient, 71 electrochemical gradient, 71 ion concentration gradient, 78 in ionic bonds, A–3 movement during action potentials, 100–103 IP3 (inositol triphosphate), 131–132 IPSP. See Inhibitory postsynaptic potential Iris, 209 Iron absorption in small intestine, 655–656 heme, 655 inorganic, 655 Irreversible reactions, A–6 IRV (inspiratory reserve volume), 498



I-20   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Islets of Langerhans, 637, 744 Isokinetic contraction, 285 Isometric contraction, 285 Isotonic contraction, 285 Isotonic fluid, 74, 75, 560, 586–587 Isovolumetric ventricular contraction, 340 Isovolumetric ventricular relaxation, 340 IUD (intrauterine device), 819 JAK/STAT pathway, 702, 828 Janus kinase, 702 Jaundice defi ed, 644 hemolytic, 644 hepatic, 644 obstructive, 644 posthepatic, 644 prehepatic, 644 Jejunum, 645 Jet lag, 714 Joints, lever systems and, 286–287 Judgment, 151 Juxtaglomerular apparatus anatomy, 542 described, 534 renin secretion, 534 tubuloglomerular feedback, 541 Juxtamedullary nephrons, 534, 535 K+. See Potassium (K+) Kallikrien, 444 Keratin, 50, 55, 66 Keratinized layer, 472 Keratinocytes, 474 Ketoacidotic coma, 753 Ketogenesis, 753 Ketone bodies, 744, A–11 Ketosis, 749 Kidney ammonia secretion during acidosis, 601–602 anatomy, 532–534 artific al, 570 basic renal processes, 534–536 bicarbonate conservation or excretion, 598–600 bicarbonate ion handling during acidosis and alkalosis, 600–601 cardiac output, share of, 544 diabetes mellitus complications, 752 dialysis, 570 fates of substances filtered by, 545 functions, 531 glomerular filtration, 535, 537–544 homeostasis and, 531, 572–573 hydrogen ion handling during acidosis and alkalosis, 600 hydrogen ion secretion, 598 nephron as functional unit of, 532–534 parathyroid hormone effects, 762 pH regulation by, 598–602 plasma clearance, 557–560 renal failure, 567–568 as third line defense against pH changes, 602 tubular reabsorption, 535, 544–554 tubular secretion, 535–536, 554–557 water reabsorption, 560–567, 568 Kilocalorie, 669 Kinesin, 50, 51 Kinins, 444, 447 Kinocilium, 237



Kiss1 neurons, 787–788 Kisspeptin, 788 Knee-jerk reflex, 303, 305 Korotkoff sounds, 368 Krebs cycle. See Citric acid cycle Kupffer cells, 640 Labeled lines, 200 Labia majora, 777, 778 Labia minora, 777, 778 Labioscrotal swellings, 778 Labor premature, 825 stages of, 825–826 Lacrimal gland, 207 Lactase, 647 Lactate oxygen-hemoglobin dissociation (saturation) curve, 511–512 production muscle fiber, 294–295 pyruvate conversion to, 40 Lactation breastfeeding advantages, 829–830 cessation of milk production, 830 hormonal inputs, 827–829 milk ejection, 827, 828 prevention during gestation, 827 stimulation via suckling, 827–829 Lacteal, 650 Lactobacillus bifidus, 829 Lactoferrin, 443, 620, 829 Lactose intolerance, 647 structure, 613, 615 Lactotropes, 700 Lamina propria, 616 Laminar fl w, 341 Langerhans cells, 474 Language Broca’s area, 159–160 cerebral cortex control, 159–160 cortical pathways, 160 disorders, 160 expression and comprehension, 159 Wernicke’s area, 160 Large intestine, 658–661 anatomy, 658 bacteria in, 660 constipation, 660 feces elimination, 660 functions, 658 gas, 661 haustral contractions, 658–659 propulsion of feces, 659–660 salt and water absorption, 661 secretion, 660 volumes absorbed per day, 657 Large ribosomal subunit, 44, 46 Laron dwarfism, 134, 711 Larynx, 482 Latch phenomenon, 314 Latent period, 283–284 Lateral geniculate nucleus, 223 Lateral horn, 184 Lateral hypothalamic area, 671 Lateral inhibition, 201, 203 Lateral sacs, 280 Lateral spaces, 545 LATS (long-acting thyroid stimulator), 726



Law of conservation of mass, A–5 Law of LaPlace, 495–496 Law of mass action, 509, 593 Lazy eye, 143 LDL (low-density lipoproteins), 352–354 Leads, electrocardiogram (ECG), 335 Leak channels, 63, 89, 96–97 Leaky valve, 342 Learning, 167 Left atrial volume receptors, 588–589 Left cerebral hemisphere, 161 Length-tension relationship cardiac advantages, 346 mechanism of, 346–347 skeletal muscle, 291–292 smooth muscle, 313 Lens accommodation, 210–211, 213, 214–215 anatomy, 208 astigmatism and, 210 cataract, 211 elasticity of, 211 refraction by convex and concave lenses, 210, 212 Leptin, 671, 674, 789 Leukemia, 424 Leukocytes amoeboid movement, 54 destruction of bacteria in inflammation, 443 diapedesis, 441 as effector cells of immune system, 437 emigration in inflammation, 440–442 functions, 419, 422–423, 437 life spans, 419, 422–423 lymphoid tissue, 437–438 margination, 441 production abnormalities, 423–424 production of, 423 proliferation in inflammation, 442 types, 419, 422–423 Leukotrienes, 471, 791 Leuteinizing hormone (LH) functions, 700 LH surge, 806–807 secretion, 700, 806 tonic secretion, 806 Levers, 286–287 Levodopa (L-dopa), 164 Leydig cells, 780, 782 LH. See Leuteinizing hormone LH surge, 806–807 Libido, testosterone and, 784 Light as electromagnetic radiation, 210 eye’s sensitivity to, 222 photons, 210 photoreceptor activity in the dark, 216 photoreceptor activity in the light, 216, 219 phototransduction, 216, 218 visible, 210 Light adaptation, 222 Light chains, 309 Light ray, 210, 211 Limbic association cortex, 161 Limbic system basic behavioral patterns and, 165–166 components of, 165 emotion and, 165



index   I-21 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Linear acceleration, detection of, 239 Lipase gastric, 638 lingual, 638 pancreatic, 638 Lipid bilayer functions, 62–63 membrane structure, 61–62 phospholipid self-assembly into, 61 Lipid emulsion, 641, 644 Lipid rafts, 62 Lipids. See also Fat; Fatty acids; Steroids; Triglycerides classifi ation, A–10 complex, A–11 defi ed, A–10 metabolism, smooth endoplasmic reticulum and, 28 phospholipids, 61, 62, A–11 properties of, A–10 simple, A–10–A–11 storage of, 48, 742 Lipolysis, 730 Lipophilic hormones action mechanism, 130, 134–135 characterization of, 127 described, 691–692 effective plasma concentration, 694 processing of, 129 receptor location, 130 transport by plasma proteins, 129 Lips, 619–620 Liver anabolic androgenic steroid use, adverse effects of, 298 anatomy, 642 bile secretion, 640–641 bilirubin excretion, 643–644 blood fl w, 640 cirrhosis, 644 detergent action of bile salts, 641–642 functions, 640 glycogen storage in, 48 hepatitis, 644 metabolic states, role in, 744 organization of, 640 processing of absorbed nutrients, 656–657 recycling of bile salts, 641 smooth endoplasmic reticulum of, 28–29 Load, muscle tension and, 284, 285 Load arm, 286 Load-velocity relationship, 286 Lobules, liver, 640 Local controls, 16 Lockjaw, 121 Long reflex, 619 Long-acting thyroid stimulator (LATS), 726 Long-term depression, 170 Long-term memory length of, 167 molecular mechanism, 169 new synaptic connection formation, 172–173 short-term compared, 168 storage capacity of, 168 Long-term potentiation (LTP), 170–172 Loop of Henle ascending limb, 534, 561 descending limb, 534, 561



described, 534 medullary vertical osmotic gradient and, 561–563 Lou Gehrig’s disease, 55, 260 Loudness discrimination, 235 Loudness (intensity) of sound, 228, 229 Low-density lipoproteins (LDL), 352–354 Lowry, Thomas, A–9 LTP (long-term potentiation), 170–172 L-type Ca2+ channels, 328, 332, 345 L-type photopigment, 221 Lumen, defi ed, 5 Lungs airfl w into and out of, 487–490 alveolar macrophages, 475 alveoli anatomy, 458460 anatomy, 484–485 carbon dioxide, loss of sensitivity to in lung disease, 521 compliance, 495 elastic behavior, 495 gas exchange, 503–508 hemoglobin role in oxygen transfer at alveolar level, 510 obstructive disease, 499 opposing forces acting on, 497 pulmonary surfactant, 483, 495–497 restrictive disease, 499 transmural pressure gradient, 486, 487 volume, 497–501 Luteal phase of ovarian cycle, 799, 803 Luteinizing hormone (LH) ovarian cycle and, 803–808 testicular function control, 787–788 Lymph, 386, 580 Lymph nodes described, 387 functions, 438 Lymphatic system described, 386 functions of, 387–388 initial lymphatics, 386 pickup and fl w of, 386–387 relationship to circulatory system, 387 Lymphatic vessels blocked, 388 initial lymphatics, 386 Lymphocytes. See also B lymphocytes; T lymphocytes in breast milk, 829 clonal anergy, 464 clonal deletion, 464 functions, 437 naive, 452 receptor editing, 464 regulatory, 458–459, 464 Lymphoid tissue characterization, 437 defi ed, 423 functions, 438 gut-associated (GALT), 437, 616 location, 437–438 skin-associated (SALT), 474 Lysosomal storage diseases, 34 Lysosomes autophagy, 34 diagram of, 32 digestion of extracellular material, 31



hydrolytic enzymes in, 31 structure, 31, 32 Lysozyme, 620, 650 M line, 275 Macromolecules, 740, A–8 Macrophage-migration inhibition factor, 459 Macrophages alveolar, 475 angry, 459 cytokine secretion by, 443–444 functions, 422, 437 inflammation and, 440 LDL and, 354 Macula densa, 541, 547 Macula lutea, 215–216 Macular degeneration, 216 Major histocompatibility complex (MHC) molecules class I MHC glycoproteins, 461–462 class II MHC glycoproteins, 461–462 described, 455, 461 tissue rejection and, 461, 464 Malabsorption, 648, 650 Malaria, 416 Male accessory sex glands described, 774 functions, 789–790 Male menopause, 783 Male reproductive system, 781–791 accessory sex glands, 774, 789–790 anatomy, 774–775, 789 component location and function, 790 ejaculate volume and sperm content, 794–795 ejaculation, 794 erectile dysfunction, 793–794 erection, 792–794 functions, 774 puberty, 788–789 semen, 789 sexual response cycle, 792, 794 sperm storage, 789 spermatogenesis, 782, 785–788 testes descent into scrotum, 781–782 testosterone effects, 782–785 vasectomy, 789 Males estrogen disruptor effects, 796–797 genetic, 777–778 puberty in, 788–789 sex act, 792–795 Malignant tumor, 465–466 Malleus, 229 Malocclusion, 620 Malpighi, Marcello, 365 Maltase, 647 Maltose hydrolysis of, 613 from starch digestion, 620 Mammary glands anatomy, 827 breastfeeding advantages, 829–830 cessation of milk production, 830 lactation stimulation via suckling, 827–829 preparation for lactation, 827 Margination, 441 Mass, law of conservation of, A–5 Mass action, law of, 509, 593



I-22   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Mass movements, 659 Mast cells appearance of, 469 function, 422 histamine release, 440 IgE and, 469, 470 Mastication, 620 Matrix, mitochondrial, 35 Mature ovum, 798 Maximum O2 consumption (max O2), 524 Meals, pregame, 628 Mean arterial pressure described, 369–370 determinants of, 394–395 regulation, 393 total peripheral resistance influence of, 376 Mechanical nociceptors, 203 Mechanical work, ATP required for, 42 Mechanically gated channels, 97 Mechanoreceptors adequate stimulus, 196 digestive tract, 619 Medial geniculate nucleus, 235 Medulla autonomic output, 259 cardiovascular control center, 345, 377, 396 swallowing center, 622 vomiting center, 629 Medullary countercurrent system, 561–563, 566 Medullary respiratory center, 517–518 Megakaryocyte, 424 Meiosis described, 777 oogenesis, 798–799, 800 spermatogenesis, 786 Meiotic arrest, 798 Meissner’s corpuscle, 198, 200 Melanin, 474 Melanocortins, 670–671 Melanocytes, 474 Melanopsin, 225, 714 Melatonin biological clock and, 713, 714 as hydrophilic hormone, 127 puberty and, 788–789 Membrane. See also Plasma membrane lipid bilayer functions, 62–63 membrane carbohydrates as self-identity markers, 65 membrane protein functions, 63, 65 meningeal, 148 mitochondrial, 35 structure, 61–62, 63 Membrane attack complex, 446, 447 Membrane carbohydrate description, 62 self-identity markers, 65 Membrane permeability changes during action potentials, 100–103 Membrane potential action potentials, 99–111 balance of passive leaks and active pumping at resting membrane potential, 89 chloride movement at resting membrane potential, 89–90 concurrent K+ and Na+ effects on membrane potential, 88–89 defi ed, 60



depolarization, 96 description of, 83 equilibrium potential for K+ (EK+), 86–87 equilibrium potential for Na+ (ENa+), 87–88 of excitable tissues, 83, 85 Goldman-Hodgkin-Katz equation (GHK equation), 88 graded potentials, 97–99 homeostasis and, 90 hyperpolarization, 96 ions responsible for, 86 Na+-K+ ATPase pump, 85, 86 Nernst equation, 87 passive leaks, 89 plateau phase, 332 polarization, 96 repolarization, 96 resting, 85, 96 restoration by Na+-K+ pump, 103 reversal, 99–100 specialized use in nerve and muscle cells, 90 steady state, 89 threshold potential, 100 triggering event, 96–97 types of changes, 96 Membrane proteins cell adhesion molecules (CAMs), 65 channels, 63 docking-marker acceptors, 63, 65 fluid mosaic model and, 61–62, 63 functions, 63, 65 integral proteins, 61 in lipid rafts, 62 membrane-bound enzymes, 65 peripheral proteins, 61 receptors, 62, 65 transmembrane proteins, 61, 63 transport/carrier, 63 Membrane threshold, in autorhythmic cells, 328 Membrane transport active, 68 active transport, 78–81, 84 antiport, 80, 81 assisted, 75–83 ATP required for, 42 carrier-mediated transport, 75–81 characteristics of methods, 84 electrical gradient, 71 electrochemical gradient, 71 facilitated diffusion, 76, 77–78 fi k’s law of diffusion, 70–71 homeostasis and, 90 of lipid soluble substances, 68 Na+-K+ ATPase pump, 78–81, 85–86 net diffusion, 69–70 osmosis, 71–74, 84 overview, 68 passive, 68 simple diffusion, 69, 84 sodium and glucose cotransporter (SGLT), 80–81, 82 symport, 80, 81, 82 tonicity and, 74, 75 transport maximum (Tm), 76–77 unassisted, 69–75 vesicular transport, 81–83 Membranous organelles, 26–27



Memory active practice, 168 Alzheimer’s disease, 173, 174–175 amnesia, 168–169 brain regions involved, 173 consolidation, 167 declarative memories, 173 episodic memories, 173 forgetting, 168 long-term, 167, 168, 169, 172–173 long-term potentiation (LTP), 170–172 procedural memories, 173 reconsolidation, 167–168 rehearsal, 168 semantic memories, 173 short-term, 167, 168, 169 working, 167–168, 173 Memory cells, 453, 454 Memory trace brain regions involved, 173 defi ed, 167 Ménière’s disease, 239–240 Meninges, 148 Meningiomas, 148 Menopause, 811 Menstrual cycle average length of, 808 dysmenorrhea, 809 estrogen and progesterone influences on, 808 irregularities in, 810 menopause, 811 menstrual phase, 809 proliferative phase, 809 secretory phase, 809 Menstrual fl w, 809 Menstrual phase, of uterine cycle, 809 Merkel’s disc, 198, 200 Mesangial cells, 543 Mesenteric plexus, 616–617, 618 Mesentery, 617 Messenger RNA (mRNA) function, 26 translation, 43–45, 46 vaults and, 46 Metabolic acidosis bicarbonate/carbon dioxide ratio, 602, 604 causes, 605 compensations, 597, 605 overview, 603, 605 Metabolic alkalosis bicarbonate/carbon dioxide ratio, 602, 604 causes, 605–606 compensations, 606 overview, 605 respiratory compensation, 597 Metabolic rate, 668–670, 724 Metabolic syndrome, 750 Metabolic water, 587 Metabolism calcium, 757–767 cortisol effects, 755 enzymatic regulation of intermediary metabolism, 48 epinephrine effects, 736–737, 755 glucocorticoid effects on, 730 growth hormone effects, 755 hydrogen ion creation by, 593–594



index   I-23 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Metabolism (continued) interconversions among organic molecules, 742 intermediary, 48, 740 phosphate, 765, 767 pregnancy, response to, 822 skeletal muscle, 292–295 Metarteriole, 382 Metastasis, 465 Metformin, 751 Methionine, 353 Metoprolol, 259 MHC. See Major histocompatibility complex (MHC) molecules Micelle formation, 642–643 structure, 644 Microcirculation, 364 Microfilaments amoeboid movement, 53–54 in cell contractile systems, 52–54 in cytokinesis, 53, 54 as mechanical stiffeners, 54 in microvilli, 54 structure, 50, 52 Microglia, 146, 147 Microscope, invention of, 24 Microtubule organizing center, 47 Microtubules anticancer drugs targeting, 52 in centrioles, 47 cilia and flagella, 50–52, 53 functions, 47 in mitotic spindle, 52 molecular motors, 50, 52 structure, 50 vesicle transport, 50, 51 Microvilli as adaptation for increased surface area, 648 brush-border membrane enzymes, 647 Micturition defi ed, 571 incontinence, 572 reflex, 571 voluntary control of, 571–572 Micturition reflex, 571 Mid ventricular diastole, 338, 340 Middle ear, 229–231 Midpiece, spermatozoon, 786 Mifepristone, 819 Migrating motility complex (MMC), 646 Milk ejection, 827, 828 Milk letdown, 827, 828 Milk production. See Lactation Milk secretion, 828 Millivolt (mV), 83 Mineralocorticoids function, 728 sodium and potassium balance and, 729 MIT (monoiodotyrosine), 723 Mitochondria apoptosis, role in, 43 ATP generation, 36–40 ATP recharging-expenditure cycle, 42–43 beta oxidation of fatty acids, 42 citric acid cycle, 36–37, 38 function, 34–35 oxidative phosphorylation and, 37, 39, 40 structure, 35



Mitochondrial diseases, 35 Mitochondrial reticulum, 35–36 Mitosis, 52, 777 Mitotic proliferation in spermatogenesis, 785–786 Mitotic spindle formation of, 52 function, 52 Mitral cells, 244 Mitral valve, 324 Mixing movements, 612 Mixture, A–7 MLC kinase (myosin light chain kinase), 309 MMC (migrating motility complex), 646 Modalities, 196 Molarity, A–7 Mole, A–6–A–7 Molecular mass, A–6 Molecular motors, 50 Molecular weight, A–6–A–7 Molecules biological, A–8 defi ed, 2, A–1 nonpolar, A–5 polar, A–5 Moments, 287 Monocytes atherosclerosis and, 353 functions, 422, 437 macrophages and, 422 Monoglyceride, 615 Monoiodotyrosine (MIT), 723 Monomers, A–8 Mononuclear agranulocytes, 419 Monosaccharides, 612, 613, A–10 Monosynaptic reflex, 188 Morning sickness, 821 Morning-after pills, 819 Morphine, 206 Motilin, 646 Motility digestive system, 612, 614 gastric, 627, 628–629 small intestine, 645–646 Motion sickness, 239 Motivation, 166 Motor control abnormalities in, 301–303 basal nuclei, inhibitory role of, 164 motor unit output, influences on, 299–303 premotor cortex, 158 primary motor cortex, 157–158 supplementary motor area, 158 Motor cortex, primary, 157–158 Motor end plate, 263 Motor homunculus, 157, 158 Motor neurons, 260–261, 263, 303–304 Motor program, 158 Motor unit described, 288–289 output influenced by neural input, 299–303 Motor unit recruitment, 288–289 Mouth, 619–622 anatomy, 619–620 digestion in, 622 saliva, 620–622 teeth, 620 MRNA. See Messenger RNA MS (multiple sclerosis), 111, 465



M-type photopigment, 221 Mucosa digestive tract layer, 616 stomach, 629, 630 Mucous cells, 629, 632 Mucous membrane, 616 Mucus, 620, 726 Mucus escalator, 475 Müllerian ducts, 780 Müllerian-inhibiting factor, 780 Multineuronal motor system, 300 Multiple sclerosis (MS), 111, 465 Multisensory neurons, 225–226 m (mu) opiate receptor, 206 Murmurs described, 341 diastolic, 342, 343 insuffici t valves, 342, 343 stenotic, 342, 343 systolic, 342, 343 timing of, 342, 343 Muscarinic receptor, 258 Muscle(s) atrophy, 299 comparison of types, 306–307 excess postexercise oxygen consumption (EPOC), 295 fatigue, 289, 295 hypertrophy, 297 insertion, 284 involuntary, 273 length-tension relationship, 291–292, 313 lever systems and, 286–287 mechanics of, 284–292 metabolic states, role in, 744 metabolism, 292–295 molecular basis of contraction, 277–284 origin, 284 parallel-elastic component of, 275 repair, 299 series-elastic component, 284–285, 291 sphincters, 286 striated, 273 tendons, 284 unstriated, 273 voluntary, 273 Muscle cells pH abnormalities, effects of, 592 sarcoplasmic reticulum, 29 Muscle contraction action potential spread down transverse tubule (T tubule), 279–280 ATP-powered cross-bridge cycling, 280–281, 283 banding pattern changes during shortening, 278 calcium (Ca2+) release from sarcoplasmic reticulum, 280 cardiac, 314 concentric, 286 duration of contractile activity, 283–284 eccentric, 286 excitation-contraction coupling, 279–283 heat generation, 286 isokinetic, 285 isometric, 285 isotonic, 285 length-tension relationship, 291–292 lever systems and, 286–287



I-24   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



load-velocity relationship, 286 microfilaments, 52–53 molecular basis of, 277–284 motor unit recruitment, 288–289 power stroke, 277, 279 relaxation, 281–283, 311 skeletal muscle, 277–284 sliding filament mechanism, 277 smooth muscle, 309–314 strength, 288 tetanus, 289, 290, 291 twitch, 288 twitch summation, 289, 290–291 work from, 286 Muscle fibers adaptation in response to demands, 297, 299 ATP-formation pathways, 292–295 characteristics of, 296 creatine phosphate metabolism, 292 described, 263 extrafusal fibers, 303 fast versus slow, 296 genetic endowment of fiber type, 296–297 glycolysis in, 294 grouping of, 284 hypertrophy, 297 interconversion between, 297, 299 intrafusal fibers, 303 lactate production, 294–295 length-tension relationship, 291–292 motor unit recruitment, 288–289 organization, 273–275 oxidative capacity improvement, 297 oxidative phosphorylation in, 294 oxidative versus glycolytic, 296 red, 296 testosterone influence, 297 twitch, 288 types, 296–297 white, 296 whole-muscle tension, 289, 299 Muscle mass building with anabolic androgenic steroid use, 298 loss of, 265 Muscle receptors coactivation of gamma and alpha motor neurons, 303–304 described, 303 Golgi tendon organs, 304, 306 muscle spindles, 303, 304, 305 stretch reflex, 303, 305 Muscle spindle described, 201 function, 305 stretch reflex and, 303, 305 structure, 303 Muscle tension described, 284–285 length-tension relationship, 291–292 Muscle tissue categorization, 273 described, 5 as excitable tissue, 96 Muscular dystrophy anti-myostatin therapy, 301 cause, 300 Duchenne, 300 gene therapy for, 300–301



RNA bandage approach to, 301 satellite transplantation for, 299, 301 symptoms, 300 utrophin upregulation for, 301 Muscular system comparison of muscle types, 306–307 control of motor movement, 299–306 homeostasis and, 13, 272, 314–315 membrane potential use in muscle cells, 90 receptors, 303–306 Muscularis externa, 616–617 Muscularis mucosa, 616 Myasthenia gravis, 267 Myelin, 109, 111 Myelinated fibers, 109–110 Myoblasts, 273 Myocardial infarction, 337, 355–356 Myocardial ischemia, 337 Myocardial toxic factor, 403 Myocardium, 324, 325 Myoepithelial cells, 828 Myofibrils, 273 Myogenic GFR regulation, 540–541 smooth muscle contraction, 311–312 Myogenic activity, 311, 371, 375 Myoglobin, 294 Myometrium, 808, 812 Myopathy, cardiac, 337 Myopia (nearsightedness), 211, 214 Myosin microfilaments, 52 in muscle contraction, 53 power stroke and, 277, 279 smooth muscle, 308 thick filaments, 273, 275–276, 308 Myosin light chain kinase (MLC kinase), 309 Myostatin, 298 Myxedema, 726 Na+. See Sodium (Na+) NAD+/NADH. See Nicotinamide adenine dinucleotide Nails, 473 Naive lymphocytes, 452 Narcolepsy, 182 Nasal passages, 481 Natural contraception, 818 Natural killer (NK) cells, 445, 452 Natural killer T (NKT) cells, 457–458 Navel, 826 Nearsightedness (myopia), 211, 214 NEAT (nonexercise activity thermogenesis), 674 Necrosis apoptosis compared, 44–45 myocardial, 337 Negative balance, 579 Negative feedback blood glucose control, 754 body temperature, 17, 18 calcitonin, 765 characterization of, 16–17 control of hormone secretion, 693–694 defi ed, 16 FSH and LH secretion, 806 hypothalamus-pituitary-thyroid axis, 725 parathyroid hormone (PTH), 765 room temperature, 16–17, 18 testosterone, 784



Neostigmine, 267 Nephritis, 538 Nephrons cortical, 534, 535 as functional unit of kidney, 532–534 glomerular filtration, 535 juxtamedullary, 534, 535 number of, 532 tubular component, 534 tubular reabsorption, 535 tubular secretion, 535–536 vascular component, 533–534 Nernst equation, 87 Nerve, 184 Nerve fiber, 104. See also Axon Nerve growth factor, 147, 698 Nerve growth inhibitor, 113 Nervous system. See also Brain; Central nervous system (CNS); Peripheral nervous system (PNS) blood-brain barrier, 150 cells of, 143–148 cerebrospinal fluid (CSF), 148–150 control of respiration, 515–521 diabetes mellitus complications, 752–753 endocrine system compared, 135–137 endocrine system interaction with, 136–137 excitable tissue, 96 exercise effect on ventilation and, 522–523 homeostasis, 13, 16, 142, 190–191 membrane potential use in nerve cells, 90 nervous tissue, 5 neurodegenerative diseases, 147 organization of, 143, 144 regulatory loop link to immune system, 467–468 sleep, 179–182 specific ty from anatomic proximity, 136 thyroid hormone effects, 725 as wired system, 135–136 Net diffusion, 69–70 Net filtration pressure, 539 NETs (neutrophil extracellular traps), 419, 422 Neural communication described, 33 electrical signal production, 96–97 excitable tissues, 96 graded potentials, 97–99 membrane potential changes, 96 overview, 96–97 Neural network/assembly, 162 Neural presbycusis, 236 Neuritic plaque, 174 Neurodegenerative diseases, 147 Neuroendocrine refle es, 694 Neuroendocrinology, 137 Neurofibrillary tangles, 174 Neurofilaments, 55 Neurogenic, smooth muscle contraction, 311 Neurogenic shock, 401 Neuroglia, 144. See also Glial cells Neuroglobin, 150 Neurohormones, 124 Neurohypophysis, 698 Neurological disorders, 167 Neuromodulator, 119 Neuromuscular excitability, role of free ECF Ca2+ in, 757



index   I-25 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Neuromuscular junction acetylcholinesterase (AChE), 265–266 action potential, 264–265 described, 261, 263 end-plate potential, 263–264 events at, 264 motor end plate, 263 neurotransmitter, 263–265 synapse compared, 266 vulnerability, 266–267 Neurons afferent, 143, 145 anatomy, 103, 104 axonal transport, 50, 51 cancellation of concurrent EPSPs and IPSPs, 118 convergence and divergence, 121, 122 efferent, 143, 145 expiratory, 518 fi ing in rhythmic synchrony, 162 functional classes of, 143–144, 145 inspiratory, 518 interneurons, 143–144, 145 intrinsic efferent, 618 intrinsic primary afferent, 618 Kiss1, 787–788 motor, 260–261, 263, 303–304 multisensory, 225–226 neural network/assembly, 162 neuromodulator secretion, 118–119 neurosecretory, 124 pH abnormalities, effects of, 592 postsynaptic, 112 postsynaptic potentials, 115–120 presynaptic, 112 sleep-on, 180, 181 sympathetic postganglionic, 735 types, comparison of, 262 visual cortical, 225 Neuropathic pain, 206 Neuropeptide Y (NPY), 670–671 Neuropeptides, 118–119 Neuroregulin, 173 Neurosecretory neuron, 124 Neurotransmitters agonist, 259 antagonist, 259 autonomic nervous system, 254, 257–259 common, 116 in emotion/behavior pathways, 166–167 as extracellular chemical messengers, 124 neuromuscular junction, 263–265 neuropeptides compared, 119 pain, 204 photoreceptor, 219–220 presynaptic inhibition/facilitation, 120 receptor combination, 115 release at chemical synapse, 112, 113 removal from synaptic cleft, 116 substance P, 204, 205 Neutralization, antibody-mediated, 451 Neutralization reaction, A–9 Neutrons, A–1 Neutrophil extracellular traps (NETs), 419, 422 Neutrophilia, 422 Neutrophils, 419, 422, 437 Newborn respiratory syndrome, 496–497 NF-kB (nuclear factor kB), 825



Nicotinamide adenine dinucleotide (NAD+/ NADH) in citric acid cycle, 36, 37 in glycolysis, 36 in oxidative phosphorylation, 37, 40 Nicotinic receptor, 257–258 Night blindness, 222 Nitric oxide arteriole release in response to shear stress, 375–376 blood pressure and, 399 endothelium derived vasoactive paracrines, 374 erection, role in, 793 functions of, 374 hemoglobin binding, 412 hemostasis and, 425 hot flashes and, 813 LDL inhibition of release, 354 macrophage secretion of, 443 as retrograde paracrine, 172 secretion by macula densa, 541 Nitrogen narcosis, 517 Nitroglycerin, 354, 622 NK (natural killer) cells, 445, 452 NKT (natural killer T) cells, 457–458 NLRs (nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptors), 439 NMDA receptors, 172, 204 Nociceptors adequate stimulus, 196 categories of, 203–204 mechanical, 203 polymodal, 203 prostaglandin sensitization of, 204 thermal, 203 Nonelectrolytes, A–7 Nonexercise activity thermogenesis (NEAT), 674 Nongenomic steroid receptors, 135 Nonmembranous organelles, 27 Nonpenetrating solute, 72–74 Nonpolar molecule, A–5 Nonrespiratory acidosis. See Metabolic acidosis Nonrespiratory alkalosis. See Metabolic alkalosis Nonshivering thermogenesis, 681 Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs) as alternative to glucocorticoids, 731 elimination by organic ion secretory systems, 556 inflammation suppression by, 444 Noradrenaline. See Norepinephrine Norepinephrine from adrenal medulla, 257 adrenergic fibers, 254 adrenergic receptors, 258–259 arteriolar smooth muscle, influence on, 376–377 autonomic nervous system and, 254 blood pressure regulation, 377 emotion/behavior pathways, 166–167 receptors, 736 synthesis, 735 Normality, A–7–A–8 Nose, 481 NPY (neuropeptide Y), 670–671 Nuclear envelope, 25 Nuclear factor kB (NF-kB), 825



Nuclear pores, 25, 46 Nucleic acids, A–15 Nucleotide-binding oligomerization domain (NOD)-like receptors (NLRs), 439 Nucleotides, A–15 Nucleus atom, A–1 basal, 163, 164 defi ed, 23 functions, 25–26 lack in erythrocytes, 412 vestibular, 239, 240 Nucleus tractus solitarius, 673 Nutrients. See also Fuel metabolism conversion of nutrient energy to heat, 668–669 heart, supply to, 351 homeostasis and, 12 inorganic acids produced during breakdown of, 594 interconversions among organic molecules, 742 liver processing of absorbed, 656–657 macromolecules, 740 pathways involving, 741 storage, 742–743 Nutritional anemia, 415–416 Obesity android, 676 causes, 674–675 defi ed, 674 globesity, 674 gynoid, 676 incidence, 674 Obstructive lung disease, 499 Occipital lobes, 155 Occlusion, 620 Ocular dominance columns, 225 Odor discrimination, 244–245 Odorants, 243 Off response, 198 Off-ce ter cells, 219 Oils, A–11 Olfaction, 240. See also Smell, sense of Olfactory bulb, 244, 245 Olfactory mucosa, 243 Olfactory nerve, 243 Olfactory receptors, 243–244 Oligodendrocytes, 109, 145, 146, 147 Oligomenorrhea, 810 On-center cells, 219 Oncotic pressure, 384 Oocyte maturation-inhibiting substance, 806 Oocytes primary, 798 secondary, 798, 801 Oogenesis spermatogenesis compared, 798–799, 800 stages of, 798, 799 Oogonia, 798 Ootid, 798 OPG (osteoprotegerin), 759 Opiates, endogenous, 206 Opsin, 216, 219 Opsonins, 442–443, 446 Optic chiasm, 222, 223 Optic disc, 215, 216 Optic nerve, 215



I-26   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Optic radiations, 223 Optic tracts, 222, 223 Optogenetics, 154 Oral cavity. See Mouth Oral contraceptives, 818–819 Oral metering, 589 Oral rehydration therapy, 658, 659 Orexin, 181 Orexins, 671–672 Organ of Corti, 231–233 Organ printing, 11 Organ systems, epinephrine effects on, 736 Organelles. See also specific organelles defi ed, 23, 26 lack in erythrocytes, 412 membranous, 26–27 nonmembranous, 27 Organic chemicals, A–8 Organic ion secretory systems, 556 Organic molecules functional groups of, A–9 interconversions among, 742 Organism defi ed, 4 organizational level, 7 Organization of the body body system level, 7 cellular level, 2–5 chemical level, 2 organ level, 6 organism level, 7 tissue level, 5–6 Organs autonomic nervous system effects on, 256 in body systems, 7 defi ed, 6 effector, 143 reconditioning, 362 Orgasm, 794, 795 Orgasmic phase, of sexual response, 792, 794, 795 Orientation columns, 225 Origin, muscle, 284 Oropharyngeal stage of swallowing, 622–624 Orthostatic (postural) hypotension, 401 Osmolarity, 72, 584, A–8 Osmoreceptors adequate stimulus, 196 digestive tract, 619 hypothalamic, 588 water balance and, 588 Osmosis characteristics of, 84 defi ed, 72 description of process, 71–74 tonicity and, 74, 75 Osmotic diuresis, 566 Osmotic pressure described, 72 interstitial fluid-colloid, 384 plasma-colloid, 384 Ossifi ation, 709 Osteoblasts, 707–709, 758–759 Osteoclasts, 709, 759, 762 Osteocytes, 709 Osteoid, 707–708 Osteons, 763 Osteoporosis, 760–761, 811 Osteoprotegerin (OPG), 759



Otolith organs, 237, 239 Otoliths, 237, 239 Outer hair cells, 231, 233 Output, 579 Output zone, neuron, 104 Oval window, 229, 231 Ovarian cycle average length, 800 follicular phase, 799, 800–803 hormonal regulation, 803–808 luteal phase, 799, 803 overview of, 802 ovulation, 801, 803 Ovary estrogen secretion, 801, 805 follicular cells, 801 function, 774 hormonal regulation, 803–808 menopause and, 811 oogenesis, 798–799, 800 ovulation, 806–807 Overhydration, 586 Overtones, 228, 229 Oviduct ciliated cells, 51 contractions, 812 described, 775, 777 fertilization in, 813 fi briae, 811 morula descent to uterus, 814 ovum transport to, 811–812 sperm transport to, 812–813, 818 tubal ligation, 818 tubal pregnancy, 814 Ovulation described, 801 failure in athletic menstrual cycle irregularity (AMI), 810 hormonal control of, 806–807 of multiple follicles, 801, 803 prevention of, 818–819 Ovum age and Down syndrome, 799 bourgeonal release, 812 corona radiata, 801, 813 fertilization, 813, 814 formation of mature, 798 transport to oviduct, 811–812 zona pellucida, 801, 813 Oxaloacetate, 37 Oxidation beta oxidation of fatty acids, 42 of food molecules, 40–42 of glucose, 40, 41 uncontrolled versus controlled, 41 Oxidative capacity, 297 Oxidative phosphorylation characterization of, 37, 39, 40 in muscle fibers, 294 Oxygen blood-gas abnormalities, 514–515 brain supply, 150–151 diffusion of, 70–71 dissolved in blood, 508–509 effect on pulmonary arteriolar smooth muscle, 502–503 energy equivalent of O2, 669 excess postexercise oxygen consumption (EPOC), 295



during exercise, 522 gas exchange, 503–508 gas transport, 508–512 heart muscle needs, 350–351 hemoglobin binding, 412, 509–512 homeostasis and, 12 hyperoxia, 514–515 hypoxia, 514 maximum O2 consumption (max O2), 524 myoglobin transport of, 294 in oxidative phosphorylation, 37, 40 oxidative phosphorylation and, 294 partial pressure, 504–508 peripheral chemoreceptors, effect on, 519–520 respiratory control and, 518–520 Oxygen therapeutic, 420 Oxygen toxicity, 515 Oxygen-hemoglobin dissociation (saturation) curve, 509–510, 511, 512 acid effect on, 511–512 altitude effect on, 516 bisphosphoglycerate effect on effect on, 512 Bohr effect and, 512 carbon dioxide effect on, 511 described, 509 plateau portion, 509–510 steep portion, 510 temperature effect on, 512 Oxyhemoglobin, 509 Oxyntic cells, 629 Oxyntic mucosa, 629 Oxytocin effects of, 700 milk ejection, 827, 828 parturition, role in, 823 uterine involution and, 830 P site, ribosome, 44, 45, 46 P wave, 334 Pacemaker abnormal activity, 329 artific al, 329 ectopic focus, 329, 330 normal activity, 329 sinoatrial node, 328–329 Pacemaker potentials, 311, 312, 327–328 Pacinian corpuscle, 198, 199 Packaging, in spermatogenesis, 786 Packed cell volume, 410 PAF (platelet-activating factor), 351 PAH (para-aminohippuric acid), 558 Pain analgesic system, 206 characteristics of, 204 chronic, 206 fast and slow afferent fibers, 204 fast pathway, 204 higher-level processing, 204, 206 neuropathic, 206 neurotransmitters, 204 phantom, 200 referred, 186 slow pathway, 204 survival value of, 203 Pain receptors adequate stimulus, 196 categories of, 203–204 prostaglandin sensitization of, 204



index   I-27 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Palate, 620 PAMPs (pathogen-associated molecular patterns), 439 Pancreas, 637–639 alkaline secretion, 638–639 anatomy, 637, 638, 744, 745 cell types, 744, 745 colipase, 642 endocrine, 744–756 exocrine, 637–639 glucagon and, 753–755 insuffici cy, 638 insulin secretion, 745–748 pancreatic amylase, 637 pancreatic lipase, 638 proteolytic enzymes, 637 regulation of secretion, 639 transplants, 751 Pancreatic alkaline secretion, 638–639 Pancreatic amylase, 637 Pancreatic insuffici cy, 638 Pancreatic lipase, 638 Paneth cells, 650 Papillary muscles, 324 Para-aminohippuric acid (PAH), 558 Paracellular transport, 67, 650 Paracrines described, 123 endothelium derived vasoactive, 374 retrograde, 172 Paradoxical sleep, 179–180 Paradoxical sleep center, 180 Parallel-elastic component, 275, 284 Paralysis flaccid, 302 spastic, 302 Paraplegia, 302 Parasitic worms and immediate hypersensitivity, 471 Parasympathetic dominance, 254, 257 Parasympathetic nervous system blood pressure and, 396 dual innervation, 254–257 effects on organs, 256 erection and, 792–793 heart stimulation, 343, 344, 345 PNS organization and, 143 “rest-and-digest” functions, 257 structures innervated by, 255 sympathetic distinguished from, 260 Parasympathetic tone, 254 Parathyroid glands, 758 Parathyroid hormone (PTH) bone effects, 761–762 chronic effect, 762 hypersecretion, 766 hyposecretion, 766–767 immediate effect, 761–762 intestine effects, 762 kidney effects, 762 negative feedback control, 765 overview, 758 regulation of secretion, 762 Parathyroid hormone-related peptide (PTHrp), 823 Paraventricular nucleus, 671, 699 Parietal cells, 629, 631 Parietal lobes location, 155 somatosensory processing, 155–157



Parietal-temporal-occipital association cortex, 161 Parkinson’s disease, 164 Partial pressure carbon dioxide, 504–508 concept, 504 oxygen, 504–508 Partial pressure gradients alveolar, 504–505 defi ed, 504 gas exchange in lungs, 504–506 gas movement down, 504 pulmonary capillaries, 505–506 systemic capillaries, 507–508 Parturition breech birth, 823 corticotropin-releasing hormone role in, 823, 825 estrogen role in, 823 false labor, 823 inflammation role in, 825 initiation of, 823–825 oxytocin role in, 823 placental clock, 825 preparation for, 823 stages of labor, 825–826 triggering factors, 823, 825 Passive current fl w, 97–98 Passive forces, 68 Passive immunity, 454–455 Passive reabsorption chloride, 552 described, 545–546 urea, 552–553 water, 552, 553 Patellar tendon reflex, 303, 305 Pathogen-associated molecular patterns (PAMPs), 439 Pathogens, 437 Pathophysiology, 18 Pattern recognition receptors, 439 PDE5 (phosphodiesterase 5), 793 Pelvic diaphragm, 571 Penetrating solute, 72 Penicillin, 556 Penis described, 774 erectile dysfunction, 793–794 erectile tissue, 792, 793 erection, 792–794 sexual differentiation, 778 Pepsin, 632 Pepsinogen, 632 Peptic ulcer, 634, 636 Peptide bonds, A–12–A–13 Peptide hormones described, 691 properties of, 128 Peptides, 127 Percent hemoglobin (% Hb) saturation, 509 Perception, 202, 203 Perfluorocarbons (PFCs), 421 Perforin, 456 Periaqueductal gray matter, 206 Pericardial fluid, 327 Pericardial sac, 327 Pericarditis, 327 Perilymph, 231 Perimenopuse, 811 Perineal region, 777



Periosteum, 709 Peripheral axon, 143 Peripheral chemoreceptors, 519–520 Peripheral nerve grafts, 113 Peripheral nervous system (PNS) afferent division, 143, 195–246 autonomic nervous system, 143 efferent division, 143, 251–268 enteric nervous system, 143 homeostasis, 195, 246, 251, 268 nervous system organization, 143 pain, 203–206 parasympathetic nervous system, 143 receptor physiology, 196–203 somatic nervous system, 143 sympathetic nervous system, 143 Peripheral proteins, 61 Peristalsis in esophagus, 624 primary peristaltic wave, 624 secondary peristaltic wave, 624 in stomach, 625, 626 Peritubular capillaries, 534 Permeable, 68 Permissiveness, 695 Pernicious anemia, 416, 632 Peroxisome proliferator-activated receptor delta (PPAR-d), 298 Peroxisomes diagram of, 32 function, 34 oxidative enzymes in, 34 Pertussis toxin, 134 PET (positron emission tomography) scans, 154, 155 Peyer’s patches, 437 PF3 (platelet factor 3), 427 PFCs (perfluorocarbons), 421 PH. See also Acid-base balance acid-base imbalances, 602–606 acidic and basic solutions in chemistry, 591–592 acidosis and alkalosis in the body, 592 buffers, 594–597 formula for, 591 Henderson-Hasselbalch equation, 594 homeostasis, 12 renal regulation of, 598–602 respiratory regulation of, 597–598 values of common substances, 593 Phagocytes alveolar macrophages, 475 cytokine secretion by, 443–444 Phagocytosis characteristics of, 84 description, 33 diagram of, 32 enhancement by antibody, 452 Phantom pain, 200 Pharyngoesophageal sphincter, 624 Pharynx middle ear connection to, 229 pharyngoesophageal sphincter, 624 as respiratory airway, 481 swallowing, 622–623 Phasic receptors, 198, 199 Phasic smooth muscle, 309 Phenotypic sex, 778 Pheochromocytoma, 399 Pheromones, 245



I-28   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Phosphate adsorption by intestine, 763 buffer system, 596 elimination by kidneys, 762 hyperphosphatemia, 766 hypophosphatemia, 766 metabolism control, 765, 767 tubular reabsorption, 552 as urinary buffer, 602 Phosphatidylinositol bisphosphate, 131 Phosphodiesterase, 131, 219, 793 Phospholipase C, 131 Phospholipids, 61, 62, A–11 Phosphorylation of membrane carrier, 79 Photons, 210 Photopigments, 216, 219, 221, 222 Photoreceptors activity in the dark, 216 activity in the light, 216, 219 acuity, 220 adequate stimulus, 196, 219 color vision, 220–222 neurotransmitter release, 219–220 parts of, 216, 217 phototransduction, 216, 218 properties of, 220 retinal layers containing, 215 sensitivity, 220 transducin, 219 Phototransduction, 216, 218 Phrenic nerve, 488 Physiology anatomy related to, 2 defi ed, 2 exercise, 13 focus of, 2 muscle, 272–315 pathophysiology, 18 receptor, 196–203 Pia mater, 148 PIH (prolactin-inhibiting hormone), 703, 828 Pineal gland, 713–716 Pinna, 228 Pinocytosis, 32, 33, 84 Pitch discrimination, 233, 235 Pitch (tone) of sound, 228, 229 Pituicytes, 699 Pituitary gland anatomy, 698–699 anterior, 698, 700–705 hypothalamic releasing and inhibiting hormones, 702–704 hypothalamic-hypophyseal portal system, 703–704 hypothalamus-pituitary-adrenal cortex axis, 731–732 hypothalamus-pituitary-thyroid axis, 725 negative feedback control, 705 posterior, 698–700 Placebo effect, 207 Placenta delivery of, 826 estrogen secretion, 821–822 formation of, 816–817, 820 functions of, 820 hormone secretion, 820–822 human chorionic gonadotropin (hCG), 820–821 progesterone secretion, 821–822 Placental clock, 825



Placental villi, 816–817, 820 Plaque in desmosomes, 66 neuritic, 174 Plasma blood vessel wall as barrier from interstitial fluid, 581 calcium transfer to, 761–762 extracellular fluid (ECF), 8 as extracellular fluid compartment, 580 hematocrit, 410 inadequate volume, 585 proteins, 410–411 as transport medium, 410 Plasma cells, 449, 450, 453 Plasma clearance calculating, 558 of creatinine, 558 described, 557–558 GFR and, 558 of inulin, 558 of para-aminohippuric acid (PAH), 558 Plasma membrane as barrier between ECF and ICF, 581 cell-to-cell adhesions, 65–68 cholesterol in, 61 defi ed/described, 4, 23, 60, 61 electrical signal production, 96–97 fluid mosaic model, 61–62, 63 functions, 24, 62–65 homeostasis and, 60, 90 ion movement across, 96–97 lipid bilayer functions, 62–63 lipid rafts, 62 membrane carbohydrates as self-identity markers, 65 membrane potential, 83–90 membrane protein functions, 63, 65 membrane transport, 68–83 selectively permeable nature of, 68 structure, 61–62, 63 Plasma proteins edema from reduced, 388 functions, 410–411 lipophilic hormone transport by, 129 Plasma-colloid osmotic pressure, 384, 539 Plasmin, 429 Plastic, estrogen disruptors in, 796 Plasticity, 159 Plateau phase, 332 Plateau phase, of sexual response, 792, 795 Platelet factor 3, 427 Platelet plug, 425, 426 Platelet-activating factor (PAF), 351 Platelets aggregation, 425 deficie cy, 430 formation of, 424 function, 409 hemostasis, 425 thrombus, 354 Pleural cavity described, 485 pneumothorax, 487 Pleural sac, 485 Pleurisy, 485 Plexus mesenteric, 616–617, 618 submucosal, 616, 618 Pluripotent stem cells, 414



Pneumonia, 71, 507 Pneumotaxic center, 517, 518 Pneumothorax described, 487 spontaneous, 488 traumatic, 488 PNS. See Peripheral nervous system Podocytes, 538, 543, 544 Poiseuille’s law, 364 Polar body fi st, 798 second, 798 Polar molecule, A–5 Polarization, 96 Poliovirus, 260 Pollution, estrogen disruptors and, 796–797 Polycythemia, 416–417 Polydipsia, 749 Polymers, A–8 Polymodal nociceptors, 203 Polymorphonuclear granulocytes, 419 Polynucleotide strand, A–15 Polypeptides, small, 613, 615 Polyphagia, 749 Polysaccharides defi ed, A–10 examples, 612, 615 structure, 613 Polyspermy, block to, 813 Polysynaptic reflex, 188 POMC (pro-opiomelanocortin), 700, 702 Pores capillaries, 381–382 of Kohn, 484 Portal system defi ed, 703 hepatic, 640 hypothalamic-hypophyseal, 703–704 Positive balance, 579 Positive feedback described, 17 LH surge, 806 parturition, 825 sodium channels, 101 Positron emission tomography (PET) scans, 154, 155 Postabsorptive state, 743–744, 748 Posterior parietal cortex, 158 Posterior pituitary anatomy, 698–699 hypothalamus relationship to, 699–700 Postganglionic fiber, 252, 254 Postsynaptic neuron, 112 Postsynaptic neuronal integration, 118 Postsynaptic potentials, 115–120 Potassium (K+) channels, 100–103, 328, 331–332, 344, 747 concurrent K+ and Na+ effects on membrane potential, 88–89 equilibrium potential for K+ (EK+), 86–87 hydrogen ion concentration effect on body levels of, 592–593 importance of regulating concentration of, 555–556 Potassium ion secretion aldosterone and, 554–556 control of, 555 hydrogen ion secretion effect on, 555 mechanism, 554–555 Power arm, 286 index   I-29



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Power stroke, 277, 279 PPAR-d (peroxisome proliferator-activated receptor delta), 298 PR segment, 334 Preantral follicle, 801 Pre-Bözinger complex, 518 Precapillary sphincters, 382, 383 Precocious pseudopuberty, 734 Prefrontal association cortex, 161 Prefrontal cortex executive functions, 173 working memory, 173 Pregame meals, 628 Preganglionic fiber, 252, 254 Pregnancy blastocyst implantation, 815, 816 contraception, 816, 818–819 corpus luteum of, 803, 820–821 demands of gestation, 822–823 ectopic, 812, 814 estrogen role during, 822 fertile period, 811–812 fertilization, 811–813, 814 lactation prevention during, 827 maternal body systems response to, 822–823 morning sickness, 821 morula formation and descent, 814 parturition, 823–826 progesterone role during, 822 rejection prevention, 815–816 stages of labor, 825–826 terminating unwanted, 819 tubal, 814 Prehypertension, 400 Preload, 346 Premature ventricular contraction (PVC), 329, 335–336, 337 Premotor cortex, 158 Preovulatory follicle, 801 Preprohormones, 129 Presbyopia, 211 Pressure atmospheric (barometric), 485 Bowman’s capsule hydrostatic pressure, 539 Boyle’s law, 487, 489 homeostasis and, 12 important in ventilation, 485–486 intra-alveolar (intrapulmonary), 485 intrapleural, 485–486, 487 net filtration, 539 plasma-colloid osmotic pressure, 539 transmural pressure gradient, 486, 487 Pressure gradient, 363, 485 Pressure reservoir, 366, 368 Pressure-volume loop, 341 Presynaptic inhibition/facilitation, 120 Presynaptic neuron, 112 PRH (prolactin-releasing hormone), 828 Primary active transport, 78–80, 84 Primary auditory cortex, 235–236 Primary (annulospiral) endings, 303 Primary follicle, 798 Primary hypertension, 399 Primary motor cortex, 157–158, 300 Primary oocytes, 798 Primary peristaltic wave, 624 Primary polycythemia, 417



I-30  



Primary reproductive organs, 774 Primary response, antibody-mediated immunity, 453, 454 Primary structure, protein, A–13, A–14 Primary visual cortex, 225 Principal cells, 547 Procainamide, 556 Procarboxypeptidase, 637 Procedural memories, 173 Products, A–5 Progestational phase, of uterine cycle, 809 Progesterone actions, summary table of, 828 CatSper channels and, 813 cervical mucus and, 809 corpus luteum secretion of, 803, 807, 809 mammary gland development, 827 placental secretion, 821–822 role during pregnancy, 822 RU 486 as antagonist to, 819 as sperm chemoattractant, 812 uterus, influence on, 808, 809 Programmed cell death. See Apoptosis Projection, 156, 200 Prolactin function, 700 mammary gland preparation for lactation, 827 secretion, 700 Prolactin-inhibiting hormone (PIH), 703, 828 Prolactin-releasing hormone (PRH), 828 Proliferative phase, of uterine cycle, 809 Pro-opiomelanocortin (POMC), 700, 702 Proprioception, 156, 201 Propulsive movements, 612 Prostacyclin, 425, 791 Prostaglandins actions of, 791 endogenous pyrogen caused release of, 443 as locally acting chemical messengers, 791 nociceptor sensitization by, 204 nomenclature, 791 seminal vesicle secretion of, 789 structure, 791 temperature regulation, 684 Prostasomes, 790 Prostate gland benign prostatic hyperplasia (BPH), 789 cancer, 796 enlargement, 532 secretions of, 790 Prostate-specific antigen (PSA), 790 Protein absorption in small intestine, 651, 653 absorptive and postabsorptive states, 743 chemical composition of, A–12 denaturation, A–13 derivation of term, A–11 diabetes mellitus and, 749 digestion, 615, 625, 634, 647, 648 effector, 126 function in body, A–12 glucagon actions on, 753–754 hydrolysis, 613, A–13 insulin actions on, 747 lipophilic hormone stimulation of, 134–135 membrane, 61–62, 63, 65



peptide bonds, A–12–A–13 primary structure, A–13, A–14 return of filtered by lymphatic system, 387–388 secondary structure, A–13, A–14 secretion process, 29 sorting signal, 31, 32 storage of, 742 structure, 743, A–13, A–14 tertiary structure, A–13, A–14, A–15 transport to Golgi complex, 30 in urine, 538 Protein buffer system, 596 Protein kinase A, 130 Protein kinase C, 131 Protein kinases, 125–126 Protein phosphatases, 126 Protein synthesis in cytosol, 48 ribosomes, 43–45, 46 rough endoplasmic reticulum and, 27 Proteolytic enzymes, pancreatic, 637 Prothrombin, 426 Proton acceptor, A–9 Proton donor, A–9 Proton pump inhibitors, 636 Protons, A–1 Proximal tubule described, 534 mechanism of hydrogen ion secretion, 598 PSA (prostate-specific antigen), 790 Pseudohermaphroditism, 734 Pseudomonas aeruginosa, 64 Pseudopods, 34, 53, 54 Psoriasis, 465 Psychiatric disorders, 167 Psychoactive drugs, 166–167 Psychosocial stressors, 740 PTH. See Parathyroid hormone PTHrp (parathyroid hormone-related peptide), 823 Puberty in females, 810–811 GnRH increase at, 788–789, 810–811 in males, 788–789 Pulmonary artery, 322 Pulmonary capillaries, gas exchange across, 505–506 Pulmonary circulation, 321, 364 Pulmonary edema, gas exchange in, 507 Pulmonary fibrosis, 495, 507 Pulmonary stretch receptors, 518 Pulmonary surfactant, 483, 495–497, 825 Pulmonary valve, 324 Pulmonary veins, 322 Pulse defic t, 337 Pulse pressure, 368 Pumps active-transport mechanisms, 78 Ca2+ pump, 80, 281 hydrogen (H+) ATPase, 598, 631 insulin, 751 iodine, 722–723 Na+-K+ pump, 78–81, 85–86 respiratory, 393 skeletal muscle, 390, 391, 392 Punishment center, 166 Pupil, 209



index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Purkinje fibers, 328 Pus, 443 PVC (premature ventricular contraction), 329, 335–336, 337 Pyloric gland area, 629 Pyloric sphincter, 625 Pyramidal cells, 155, 300 Pyramidal motor system, 300 Pyruvate conversion to lactate, 40 from glycolysis, 36 transport into mitochondria, 36–37 PYY3-36, 673 Qi, 207 QRS complex, 334 Quadriplegia, 302 Quality (timbre) of sound, 228, 229 RAAS. See Renin-angiotensin-aldosterone system Radial (dilator muscle), 209 Radiation, heat transfer by, 678–679 Raloxifene, 761, 797 RANK ligand (RANKL), 759 Rapture of the deep, 517 Reabsorption. See also Tubular reabsorption active, 546 capillaries and, 384, 385, 386 passive, 545–546 Reactants, A–5 Reaction time, 115 Reactive hyperemia, 374–375 Reactive hypoglycemia, 753 Readiness potential, 158 Receptive fi ld, 200–201, 202 Receptive relaxation, 625 Receptor editing, 464 Receptor physiology, 196–203 Receptor potential action potential initiation in afferent neuron, 197–198 conversion to action potential, 197 graded, 196–197 Receptor-channels, 113, 125 Receptor-enzyme, 126 Receptor-mediated endocytosis characteristics of, 84 description, 32–34 virus entry by, 34 Receptors acuity, 200–201 adaptation, 198–199 adequate stimulus, 196 described, 65 discriminative ability, 200–201, 202 graded receptor potential, 196–197 lateral inhibition, 201, 203 permeability alteration by stimulus, 196–197 phasic, 198, 199 proprioception, 201 receptive fi ld, 200–201, 202 tactile, 198, 200 tonic, 198, 199 uses for information detected by, 196 Reciprocal innervation, 188 Recognition markers, 31, 32 Reconditioning organs, 362



Reconsolidation of memory, 167–168 Red blood cell count, 412 Red blood cells. See Erythrocytes Red bone marrow, 414 Red fibers, 296 Referred pain, 186 Reflex. See also specific reflexes acquired, conditioned, 187 autonomic, 259 crossed extensor, 189, 190 defi ed, 187 exercise effect on ventilation and, 522–523 head-righting, 188 long, 619 monosynaptic, 188 patellar tendon, 303, 305 polysynaptic, 188 short, 619 simple, basic, 187 spinal, 187–190, 301 stretch, 187–188, 303, 305 withdrawal, 188–189 Reflex arc, 187 Refraction by convex and concave lenses, 210, 212 defi ed, 210 eye’s refractive structures, 210 process of, 210, 212 Refractory period absolute, 106–107, 108 cardiac muscle, 333–334 described, 105–108 relative, 107–108 Regeneration of axons, 112–113 Regeneration tube, 112 Regulatory proteins, 276 Regurgitation, heart valve and, 342 Relative humidity, 679 Relative polycythemia, 417 Relative refractory period, 107–108 Relaxation, muscle, 281–283, 311 Relaxation time, 283–284 Relaxin, 823 Releasing hormones, 703 REM sleep, 180 REM sleep-on neurons, 180, 181 Renal anemia, 416 Renal artery, 531 Renal cortex, 532 Renal failure acute, 567 causes, 567 chronic, 567–568, 570 end-stage, 568, 570 hypotonicity in, 586 metabolic acidosis from, 605 potential ramifi ations of, 569 Renal medulla, 532 Renal pelvis, 531–532 Renal pyramids, 532 Renal threshold for glucose, 551 Renal vein, 531 Renin function of, 547 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), 547–549 secretion by juxtaglomerular apparatus, 534



Renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS) activation of, 547 functions of, 547–549 role in diseases, 549 salt balance and, 583 Repolarization described, 96 ventricular, 340 Reproduction, 774 Reproductive cells. See Gametes Reproductive system anabolic androgenic steroid use, adverse effects of, 298 chromosomes, 777–778 components, 774–777 environmental estrogens and, 796–797 female reproductive physiology, 795–830 gametogenesis, 777 homeostasis, 16, 773, 774, 830 male reproductive physiology, 781–791 secondary sexual characteristics, 774 sex determination, 777–778 sexual differentiation, 778–781 sexual intercourse, 792–795 uniqueness of, 774–781 Reproductive tract described, 774 estrogen disruptor effects, 796 female, 775–777 male, 774, 775, 789 sexual differentiation, 778, 780–781 RER. See Rough endoplasmic reticulum Residual volume, 498–499 Resistance to blood fl w, 363–364, 372 to current fl w, 97 Resistin, 671, 750 Resolution phase, of sexual response, 792, 794, 795 Respiration cellular, 481, 482 chemical factors influencing, 518–519 control of, 515–525 external, 481, 482 magnitude of ventilation adjustment, 518–519 water loss in, 587 Respiratory acidosis bicarbonate/carbon dioxide ratio, 602, 604 causes, 603 compensations, 603 defi ed, 514 Respiratory airways, 481–482 Respiratory alkalosis bicarbonate/carbon dioxide ratio, 602, 604 causes, 603 compensations, 603 defi ed, 514 Respiratory arrest, 523 Respiratory muscles activity during inspiration and expiration, 490–491 expiratory muscles, 490 inspiratory muscles, 488 intercostal muscles, 488 Respiratory pump, 393 Respiratory quotient, 481



index   I-31 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Respiratory rate, 499 Respiratory rhythm, generation of, 518 Respiratory system airfl w matched to blood fl w, 501–503 airway resistance, 490, 492–494 airways, 481–482 anatomy, 481–484 blood-gas abnormalities, 514–515 carbon dioxide effect on bronchiolar smooth muscle, 502 central chemoreceptors, 520 chronic obstructive pulmonary disease (COPD), 492–494 cigarette smoking effect on, 475 compensations to nonrespiratory acidosis or alkalosis, 597 control of respiration, 515–525 defenses of, 475 dysfunction, 499 gas exchange, 503–508 gas transport, 508–515 heights and depths, effect of, 516–517 homeostasis, 13, 480, 525 local controls, 501–503 mechanics, 484–503 mucus escalator, 475 nonrespiratory functions, 481 oxygen effect on pulmonary arteriolar smooth muscle, 502–503 peripheral chemoreceptors, 519–520 pH regulation by, 597–598 pregnancy, response to, 822 as second line defense against pH change, 597–598 Respiratory tract, ciliated cells of, 51, 52 Resting membrane potential balance of passive leaks and active pumping at, 89 chloride movement at resting membrane potential, 89–90 defi ed, 85, 96 Resting tremors, 164 Restrictive lung disease, 499 Reticular activating system, 179 Reticular formation, 177, 179 Reticulocytes, 415 Retina focus of image on, 210, 211 layers, 215–216 on-center and off-ce ter cells, 219 processing of light input, 219–220 structure, 208 Retinal, 216, 217, 219 Retino-hypothalamic tract, 714 Retinoic acid acid inducible gene I (RIG-I)-like receptors (RLRs), 439 Retrograde amnesia, 168–169 Retropulsion, 626 Reverse axonal transport, 50 Reversible reactions, A–6 Reward center, 166 Rh blood-group system, 418–419 Rheumatic fever, 342, 465 Rheumatoid arthritis, 452, 465, 731 Rhodopsin, 216, 207222 Rhythm, abnormalities of heart, 335–337 Rhythm method, 818



Ribonucleic acid (RNA) functions, 26 structure, A–15 types, 26 Ribosomal RNA (rRNA) function, 26 in ribosome structure, 44 Ribosomes in cytosol, 48 function, 26 protein synthesis and, 43–45, 46 rough endoplasmic reticulum and, 27 structure, 44, 46 vaults and, 46 Ribs, 484 Rickets, 767 Right cerebral hemisphere, 161 RLRs (retinoic acid acid inducible gene I (RIG-I)-like receptors), 439 RNA. See Ribonucleic acid RNA bandage approach to muscular dystrophy, 301 Rods. See also Photoreceptors acuity, 215, 220 parts of, 216, 217 photopigment of, 216 properties of, 220 retinal layer containing, 215 sensitivity, 220 transducin, 219 vision in shades of gray, 220–221 Rotational acceleration, detection of, 237 Rough endoplasmic reticulum (RER) diagram of, 28 function, 27 ribosomes and, 27 Round window, 231 RRNA. See Ribosomal RNA RU 486, 819 Ruffin endings, 198, 200 Runner’s high, 206 Ryanodine receptors, 280, 281 S cells, 627 SA node. See Sinoatrial (SA) node Saccule, 237, 239 Salbutamol, 259 Saliva components, 620–621 functions, 620–621 Salivary amylase, 620 Salivary center, 621 Salivary glands innervation, 257 secretion by, 621–622 Salivary secretion, 621–622 Salt absorption in large intestine, 661 blood pressure and, 399 SALT (skin-associated lymphoid tissue), 474 Salt balance extracellular fluid (ECF) and, 582–583 intake, 582–583 output in urine, 583 Salt concentration, homeostasis and, 12 Saltatory conduction, 109–110 Salts, inorganic, A–9



Salty taste, 242 Sarcomere banding pattern changes during shortening, 278 as functional unit, 275 sliding filament mechanism, 277 Sarcopenia, 299 Sarcoplasmic reticulum calcium (Ca2+) release from, 280 as smooth endoplasmic reticulum, 29 structure, 280 Satellite cells, 299 Satiety, 670 Satiety center, 673 Satiety signals, 670, 673 Saturated fatty acids, A–11 Saturation of carriers, 76–77 Scaffolds, 11 Scala media, 231 Scala tympani, 231 Scala vestibuli, 231 Schwann cells, 109 Sclera, 208 Scrotum, 778, 782 Scurvy, 66 Sebaceous glands, 473 Sebum, 473 Second polar body, 798 Secondary active transport carbohydrate/protein absorption in small intestine, 651 described, 78, 80–81, 84 glucose and amino acid reabsorption by, 549–550 Na+-dependent, 550 symport carriers, 549 Secondary (fl wer-spray) endings, 303 Secondary follicle, 798, 801, 803 Secondary hypertension, 399 Secondary oocytes, 798 Secondary peristaltic wave, 624 Secondary polycythemia, 417 Secondary response, antibody-mediated immunity, 453, 454 Secondary sexual characteristics described, 774 testosterone effects, 784 Secondary spermatocytes, 785 Secondary structure, protein, A–13, A–14 Second-messenger pathways amplifi ation of, 133 Ca2+, 131–133, 172 catecholamines, 736 cyclic adenosine monophosphate (cAMP), 130–131, 169, 172 cyclic guanosine monophosphate (cGMP), 133, 216 extracellular chemical messengers, 126–127 G-protein-coupled receptors, 126–127, 130–132 hydrophilic hormones, 130–134 regulation of receptors, 133–134 Second-order sensory neuron, 200 Secretin, 627, 639, 643, 661–662 Secretion digestive system, 612, 615 esophageal, 624



I-32   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



exocytosis, 30–31, 32 gastric, 629–635 large intestine, 660 pancreatic, 637–639 process for protein, 29 salivary, 621–622 Secretory glands, as epithelial tissue, 5, 6 Secretory IgA, 829 Secretory phase, of uterine cycle, 809 Secretory vesicle, 30–31, 32, 48 Segmentation described, 645 functions of, 646 initiation and control of, 645–646 Selectins, 441 Selective estrogen receptor modulators (SERMs), 797 Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), 116 Selectively permeable, 68 Self-antigens, 455, 461–462, 464 Self-excitable muscle, 311 Semantic memories, 173 Semen, 789 Semicircular canals damage to, 240 role in equilibrium, 237 Semilunar valves, 324, 325 Seminal vesicles, 790 Seminiferous tubule fluid, 787 Seminiferous tubules, 782 Senses equilibrium, 237–240 hearing, 227–236 sight (see Vision) smell, 243–245 taste, 240, 242–243 Sensible water loss, 587 Sensitivity, photoreceptor, 220 Sensitization, 169–170 Sensitization period, 469 Sensor, 17 Sensorineural deafness, 236 Sensory afferent, 200 Sensory homunculus, 156, 157 Sensory information categories of, 200 coding of, 202 described, 199–200 Sensory neuron, 200 Sensory receptor, 143, 187, 196 Septic shock, 430 Septum, heart, 323 SER. See Smooth endoplasmic reticulum Series-elastic component, 284–285, 291 SERMs (selective estrogen receptor modulators), 797 Serosa, 617 Serotonin emotion/behavior pathways, 166–167 selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), 116 Serous fluid, 617 Sertoli cells, 780, 785, 786–787 Serum, 429 Serum sickness, 455 Set point, 17



Severe combined immunodeficie cy, 468 Sex genetic, 778 gonadal, 778 phenotypic, 778 Sex act females, 795 males, 792–795 Sex determination, 777–778, 779 Sex determining region of the Y chromosome (SRY), 778 Sex drive, testosterone and, 784 Sex hormones. See also specific hormones dehydroepiandrosterone (DHEA), 732–733 function, 728 secretion of, 732 Sexual differentiation defi ed, 778 errors in, 781 of external genitalia, 778, 780 female, 779 genetic and gonadal sex, 778 male, 779 phenotypic sex, 778 of reproductive tract, 778, 780–781 Sexual intercourse ejaculate volume and sperm content, 794–795 emission phase of ejaculation, 794 erectile dysfunction, 793–794 erection, 792–794 excitement phase, 792, 795 expulsion phase of ejaculation, 794 females, 795 males, 792–795 orgasmic phase, 792, 794, 795 plateau phase, 792, 795 resolution phase, 792, 794, 795 Sexual reproduction chromosome distribution in, 778 intercourse, 792–795 Sexual response cycle excitement phase, 792, 795 in females, 795 in males, 792, 794 orgasmic phase, 792, 794, 795 plateau phase, 792, 795 resolution phase, 792, 794, 795 SGLT (sodium and glucose cotransporter), 80–81, 82, 549–550 Shear stress, 376 Shivering, 680–681 Shock anaphylactic, 471 cardiogenic, 401 consequences and compensations of circulatory, 401–403 hypovolemic, 401, 402, 403 insulin, 753 irreversible, 403 neurogenic, 401 reversible, 403 septic, 430 vasogenic, 401 Short reflex, 619 Short-term memory habituation, 169, 170 length of, 167



long-term compared, 168 long-term potentiation (LTP), 170–172 molecular mechanism, 169 sensitization, 169–170 Sickle cell disease, 416, 417 SIDS (sudden infant death syndrome), 524 Sight. See Vision Signal transducers and activators of transcription (STAT), 702 Signal transduction, 124 Signal transduction pathways, 702 Sildenafil, 793–794 Simple cells, visual cortical neuron, 225 Simple diffusion, 69 Simple salivary reflex, 621 Single-unit smooth muscle contraction, 311–313 functional syncytium, 311 pacemaker potentials, 311, 312 slow-wave potentials, 311–312 Sinoatrial (SA) node autonomic influences on, 343–345 as pacemaker, 328–329, 331 Sinusoids, 381, 640 Skeletal muscle atrophy, 299 cardiac and smooth muscle compared, 306–307 control by primary motor cortex, 157–158 control of motor movement, 299–306 fatigue, 289, 295 fiber types, 296–299 functional atrophy, 265 functions, 272 homeostasis and, 272, 314–315 length-tension relationship, 291–292 mechanics of, 284–292 metabolism, 292–295 microscopic view of components, 275 molecular basis of contraction, 277–284 motor neuron innervation, 263 motor unit recruitment, 288–289 number in humans, 284 organization, 273–275 repair, 299 structure, 273–277 thick filaments, 275–276 thin filaments, 276–277 venous return and, 390 Skeletal muscle pump, 390, 391, 392 Skeletal system, homeostasis and, 13 Skin anatomy, 472–474 dermis, 473 epidermis, 472–473 exocrine glands, 473 hair follicles, 473 hypodermis, 474 immune cells of, 474 keratinized layer, 472 keratinocytes, 474 melanocytes, 474 tactile receptors, 198, 200 temperature regulation, 681 vitamin D synthesis by, 474 Skin-associated lymphoid tissue (SALT), 474



index   I-33 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Sleep as active process, 179 behavioral patterns during, 180 EEG patterns during, 179–180, 181 function of, 181–182 global workspace theory, 179 lack and obesity, 675 narcolepsy, 182 neural systems controlling, 180–181 overview of process, 179 paradoxical, 179–180 REM, 180 slow-wave, 179, 180 synaptic homeostasis hypothesis, 182 typical pattern for young adult, 181 Sleep architecture, 180 Sleep-on neurons, 180, 181 Sleep-wake cycle, 179, 180–181 Sliding filament mechanism, 277 Slow pain pathway, 204 Slow synapse, 127 Slow-oxidative (type I) fibers, 296 Slow-reactive substance of anaphylaxis (SRS-A), 469, 471 Slow-wave potentials, 311–312, 617–618 Slow-wave sleep, 179, 180 Slow-wave sleep center, 180 Small intestine, 645–658 adaptations for absorption, 647–650 calcium absorption, 656 carbohydrate absorption, 651, 652 diarrhea, 657–658 digestion in, 647, 652–654 fat absorption, 651, 654, 655 iron absorption, 655–656 liver processing of absorbed nutrients, 656–657 migrating motility complex (MMC), 646 mucosal lining turnover, 650 parathyroid hormone effects, 763 protein absorption, 651 secretions, 646 segmentation, 645–646 segments, 645 sodium absorption, 650–651 vitamin absorption, 655 volumes absorbed per day, 657 water absorption, 650–651 Small ribosomal subunit, 44, 46 Smell, sense of adaptation, 245 odor discrimination, 244–245 odorant clearing, 245 olfactory receptors, 243–244 scent processing, 245 “smell files,” 243–244 vomeronasal organ, 245 Smooth endoplasmic reticulum (SER) diagram of, 28 function, 27–29 sarcoplamic reticulum as, 29 Smooth muscle autonomic nervous system influence, 312, 313 bronchiolar, effect of carbon dioxide on, 502 contraction, 309–314 digestive tract, 612, 616, 617–618 length-tension relationship, 313 location, 272



lymphatic vessel, 387 multiunit, 311 norepinephrine influence on arteriolar, 376–377 oviduct, 812 phasic, 309 pulmonary arteriolar, effect of oxygen on, 502–503 self-excitable, 311 single-unit, 311–313 skeletal and cardiac muscle compared, 306–307 slow-wave potentials, 617–618 small intestine, 645–646 stress relaxation response, 313 structure, 308 tension, 313 tone, 309 tonic, 309–310 urinary bladder, 568, 569 visceral, 311 Smooth muscle contraction calcium (Ca2+) role in, 309, 310 latch phenomenon, 314 of multiunit smooth muscle, 311 myogenic, 311–312 neurogenic, 311 pacemaker potentials, 311, 312 of phasic smooth muscle, 309 relaxation, 311 of single-unit smooth muscle, 311–313 slow-wave potentials, 311–312 speed of, 314 of tonic smooth muscle, 309–310 Sodium (Na+) absorption in small intestine, 650–651 channels, 100–103, 332 concurrent K+ and Na+ effects on membrane potential, 88–89 countercurrent multiplication and, 561, 562–563 equilibrium potential for Na+ (ENa+), 87–88 salt balance, 582–583 tubular reabsorption, 546–550, 568 Sodium and glucose cotransporter (SGLT), 80–81, 82, 549–550, 651 Sodium bicarbonate in large intestine secretion, 660 pancreatic alkaline secretion, 638–639 Sodium chloride countercurrent multiplication and, 561, 562–563 crystal lattice, A–3 formula weight, A–6 ionic bond, A–3 Sodium (Na+)-dependent secondary active transport, 550 Sodium (Na+) load, 547, 582 Sodium reabsorption aldosterone stimulation of, 547–549 drugs affecting, 549 inhibition by atrial natriuretic peptide (ANP), 549, 550 inhibition by brain natriuretic peptide (BNP), 549, 550 Na+-K+ ATPase pump and, 546 renin-angiotensin-aldosterone system (RAAS), 547–549 role in passive reabsorption of water, urea, and chloride, 552–553



Sodium-hydrogen (Na+-H+) antiporters, 598 Sodium-potassium (Na+-K+) pump described, 78–81 iodine pump and, 723 membrane potential, 85–86 Na+-dependent secondary active transport, 550 restoration of concentration gradients, 103 sodium reabsorption and, 546 Solute defi ed, 69, A–7 exchange across capillary walls, 383, 384 nonpenetrating, 72–74 penetrating, 72 Solution concentration, 69 defi ed, 69, A–7 hypertonic, 74, 75 hypotonic, 74, 75 isotonic, 74, 75 osmolarity of, 72 Solvent, 69, A–7 Somatic nervous system autonomic nervous system compared, 261 efferent neuron features, 262 fi al common pathway, 260 motor neurons, 260–261 PNS organization and, 143 Somatic sensation, 200 Somatomedins, 707, 709 Somatosensory pathways described, 200 labeled lines, 200 phantom pain, 200 Somatostatin, 633, 703, 709, 744–745 Somatotopic maps, 157, 159 Somatotropes, 700 Somatotropin, 709 Somesthetic sensations, 155 Sorting signal, 31, 32 Sound intensity (loudness), 228, 229 localization, 228–229 overtones, 228, 229 pitch (tone), 228, 229 pitch discrimination, 233, 235 relative magnitude of common sounds, 229 timbre (quality), 228, 229 transduction pathway, 235 Sound transduction, pathway of, 235 Sound waves amplitude of, 228, 229, 235 described, 227 formation of, 228 frequency of, 228, 229 transmission of, 232 tympanic membrane vibrations, 229 Sour taste, 242 Space fli ht, muscle mass loss during, 265 Spasmodic torticollis, 267 Spastic paralysis, 302 Spatial summation, 117–118 Special senses, defi ed, 200 Speech impediments, 160 Sperm acrosomal enzymes, 813 anatomy, 786 block to polyspermy, 813 content of ejaculate, 794–795



I-34   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



estrogen disruptor effects, 796 fertilization, 813, 814 hyperactivated motility, 813 olfactory receptor, 812 Sertoli cell association, 786–787 spermatogenesis, 782, 785–788 storage and concentration of, 789 survival in female reproductive tract, 811–812 transport to oviduct, 812–813, 818 zona pellucida penetration, 813 Spermatids, 786 Spermatocytes described, 785 secondary, 785 Spermatogenesis anatomy for, 782, 783 hormonal control of, 787–788 meiosis, 786 mitotic proliferation, 785–786 oogenesis compared, 798–799, 800 overview, 785 packaging, 786 scrotal temperature for, 782 Sertoli cell functions, 787 stages of, 784 testosterone, 782 Spermatogonia, 785 Spermatozoon anatomy, 786 Spermicides, 818 Spermiogenesis, 786 Sphincter anal, 660 described, 286 gastroesophageal, 624 ileocecal, 646, 647 pharyngoesophageal, 624 precapillary, 382, 383 pyloric, 625 urethral, 571 Sphincter of Oddi, 640 Sphingolipids, 62 Sphygmomanometer, 368–369 Spike, 100 Spinal cord anatomy, 182–183 cross-section, 185 erection-generating center, 792 gray matter, 183–184 refle es, 187–190 tracts, 183, 185, 186 white matter, 183, 185, 186 Spinal nerves anatomy, 183, 184 dermatomes and, 185–186 formation from ventral and dorsal roots, 184 function, 184–185 referred pain and, 186 Spinal refle es, 187–190, 301 Spinal tap, 183 Spinocerebellum, 176–177 Spirogram, 498 Spirometer, 497 Spleen, 413, 437, 438 Sports anabolic androgenic steroid use, 298 skills, 188 SRS-A (slow-reactive substance of anaphylaxis), 469, 471



SRY (sex determining region of the Y chromosome), 778 SSRIs (selective serotonin reuptake inhibitors), 116 ST segment, 334–335 Stable balance, 579 Stapes, 229 Starch in diet, 612, 615 digestion by amylase, 620, 637 structure, A–10 STAT (signal transducers and activators of transcription), 702 Statin drugs, 353, 761 Steatorrhea, 638 Stellate cells, 155 Stem cells cardiac, 355–356 in crypts of Lieberkühn, 650 defi ed, 10 embryonic, 10 ethical/political issues, 10 in gastric pits, 629 induced pluripotent, 11 pluripotent, 10, 414 search for noncontroversial, 10–11 tissue engineering, 11 tissue-specific, 10 Stenotic valve, 342, 343 Stereocilia hearing and, 231, 233, 234 structure of, 231 vestibular hair cell, 237 Sterilization, 818 Sternum, 322, 484 Steroid hormones described, 691 steroidogenic pathways, 730 Steroids. See also specific steroids anabolic androgenic, 298 as lipophilic hormones, 127 nongenomic steroid receptors, 135 properties of, 128 structure, A–11, A–12 Stimulus adequate, 196 defi ed, 196 modalities, 196 receptor permeability alteration by, 196–197 strength, 198, 199 Stimulus-secretion coupling, 757 Stomach, 624–637 absorption in, 635, 637 anatomy, 624–625 digestion in, 625 food storage, 625 functions, 625 gastric emptying, 626–628 gastric filling, 625 gastric mixing, 625–626 gastric motility, 627, 628–629 gastric secretion, 629–635 gastroesophageal sphincter, 624 pyloric sphincter, 625 receptive relaxation, 625 tissues, 6 Stress cortisol role in adaptation to, 731 defi ed, 737



influence on cortisol secretion, 732 integrated response to, 737–740 mechanical and bone deposition, 759 obesity and, 675 Stress relaxation response, 313 Stress response activation by chronic psychosocial stressors, 740 CRH-ACTH-cortisol system, 738 epinephrine, 737–738 as generalized pattern of reactions, 737–738 hormonal responses, 738 hypothalamus coordination of, 739 integrated, 737–740 sympathetic nervous system, 737–738 Stress test, 338 Stressors, 737 Stretch receptors, pulmonary, 518 Stretch reflex, 187–188, 303, 305 Striated muscle, 273 Stroke, 151 Stroke volume cardiac output and, 343 defi ed, 340 extrinsic control, 345–346, 347–348 intrinsic control, 345, 346–347 summary of factors affecting, 347–348 sympathetic nervous system, 345–346 Structure-function relationships, 2 Strychnine, 121 S-type photopigment, 221 Subarachnoid space, 148 Subconscious input, 199 Subcortical brain regions, 162 Subcutaneous fat, 671 Subcutaneous tissue, 474 Submucosa, 616 Submucosal plexus, 616, 618 Substance P, 204, 205 Subsynaptic membrane, 113 Subthreshold, 108 Succus entericus, 646 Suckling, lactation stimulation via, 827–829 Sucrase-isomaltase, 647 Sucrose, 613, 615 Sudden infant death syndrome (SIDS), 524 Sulfonylureas, 751 Summation spatial, 117–118 temporal, 117 twitch, 289, 290–291 Supplementary motor area, 158 Suprachiasmatic nucleus, 713–714 Supraoptic nucleus, 699 Suprathreshold, 108 Surface epithelial cells, 631 Surface tension, alveolar, 495 Surfactant, 483, 495–497, 825 Survival signals, 45 Suspensions, A–8 Suspensory ligaments, 210, 213 SV. See Stroke volume Swallowing esophageal stage, 623, 624 oropharyngeal stage, 622–624 reflex, 622 Swallowing center, 622



index   I-35 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Sweat evaporative heat-loss, 679–680 rate, 585 water loss by, 587 Sweat glands apocrine, 679 eccrine, 679 function of, 473 innervation, 257 Sweet taste, 242 Sympathetic dominance, 254, 256–257 Sympathetic ganglion chain, 252 Sympathetic nervous system adrenal medulla, 257 arteriole radius control, 376–377 blood pressure and, 396 dual innervation, 254–257 effects on organs, 256 epinephrine reinforcement of, 736–737 erection and, 792–793 fi ht-or-fli ht response, 256–257 glomerular filtration rate (GFR), control of, 542 heart contractility and, 347, 348 heart rate and, 343, 344–345 parasympathetic distinguished from, 260 PNS organization and, 143 stress response, 737–738 stroke volume and, 345–346 structures innervated by, 255 venous return, 390 Sympathetic postganglionic neurons, 735 Sympathetic tone, 254 Sympathetic trunk, 252 Sympathomimetic effects, of thyroid hormone, 724–725 Symport, 80, 81, 82 Symport carriers, 549 Synaesthesia, 226 Synapse chemical, 112–113, 263 defi ed, 112, 263 electrical, 112, 263 excitatory, 115 fast, 127 inhibitory, 115 neuromuscular junction compared, 266 neurotransmitter release, 113 neurotransmitter removal from synaptic cleft, 116 neurotransmitter-receptor combination, 115 new connections and long-term memory, 172 presynaptic inhibition/facilitation, 120 slow, 127 structure and function, 114 synaptic delay, 113, 115 transmission modifi ation by drugs/diseases, 120–121 Synaptic cleft, 113, 116 Synaptic delay, 113, 115 Synaptic homeostasis hypothesis, 182 Synaptic knob, 112 Synaptic terminal, photoreceptor, 216 Synaptic vesicle, 112 Syncytium, functional, 311, 326, 617 Syndrome of inappropriate vasopressin secretion, 586 Synergism of hormones, 695



Synthesis, ATP required for, 42 Systemic circulation, 321, 364 Systemic controls, 16 Systemic lupus erythematosus, 465 Systole, 338, 340, 341 Systolic heart failure, 350 Systolic murmurs, 342, 343 Systolic pressure, 367–369 T lymphocytes (T cells) activated T cells, 455 antigen presentation to, 460–461 apoptosis and, 456 B lymphocytes compared, 467 binding to targets, 455–456 CD4+ T cells, 456, 459 CD8+ T cells, 456 CD4+CD25+ T cells, 456 clonal anergy, 464 cytotoxic T cells, 456–458 functions, 422, 437 helper, 449, 458–459 hybrid natural killer T cells, 457–458 origin of, 448 regulatory (Tregs), 460, 464, 816 response to bacterial invasion, 463 thymosin, role of, 448 T wave, 334 Tachycardia, 335, 337 Tactile receptors adaptation, 198 skin, 198, 200 Taeniae coli, 658 Tail, spermatozoon, 786 Target cells, 691, 695 Tastant, 242 Taste by “gut,” 242 primary, 242 receptors, 240, 242 Taste bud, 242, 620 Taste pore, 242 Taste receptor cells, 242 Tau, 175 Tay-Sachs disease, 34 TCA cycle. See Citric acid cycle T-cell growth factor, 459 T-cell receptors (TCRs), 455 T-dependent antigens, 449 TDF (testis-determining factor), 778 Tears, 207 Tectorial membrane, 231 Teeth, 620 Temperature exercise effect on ventilation and, 522–523 extremes, 683 rhythm method, 818 Temperature regulation blood fl w through skin, 681 cold-related disorders, 683 coordinated responses to cold exposure, 682 coordinated responses to heat exposure, 682 core temperature, 677 fever, 683–684 heat input and heat output, 677–678 heat transfer mechanisms, 678–679 heat-related disorders, 683 homeostasis, 9, 12, 667, 685



hyperthermia, 684–685 hypothalamus and, 680, 681–684 monitoring body temperature, 677 nonshivering thermogenesis, 681 overview, 677 pathways, 680 shivering, 680–681 sweating, 679–680 thermoneutral zone, 682–683 variations in core temperature, 677 Temperature-humidity index, 680 Temporal lobes location, 155 primary auditory cortex, 235–236 tonotopical organization, 235 Temporal summation, 117 Temporomandibular joint (TMJ), 620 Tendon, 284 Tension muscle, 284–285 whole-muscle, 289, 299 Teriparatide, 761 Terminal button, 263 Terminal cisternae, 280 Terminal ganglia, 254 Tertiary active transport, 651 Tertiary follicle, 801 Tertiary structure, protein, A–13, A–14, A–15 Testes blood-testes barrier, 787 cancer, 796 castration, 783 cryptorchidism, 782 descent into scrotum, 781–782 errors in sexual differentiation, 781 function, 774 hormonal control of, 787–788 Testicular feminization syndrome, 695, 781 Testis-determining factor (TDF), 778 Testosterone adrenal cortex secretion of, 732 behavior effects, 785 control of secretion, 787–788 conversion to estrogen, 732, 785 decrease with age, 782–783 effects, summary of, 785 growth, role in, 711 muscle fibers, influence on, 297 negative feedback control, 784 nonreproductive actions, 784 pubertal growth spurt and, 706 reproductive system effects before birth, 782 secondary sexual characteristics, effects on, 784 secretion, 782 sex drive (libido) and, 784 sex-specific tissue effects, 782–783 sexual differentiation of reproductive tract, 780 spermatogenesis and, 782, 787, 788 structure, 128 testes descent and, 782 Tetanus, 289, 290, 291, 333 Tetanus toxin, 121 Tetraiodothyronine (T4), 722–724, 726, 727– 728. See also Thyroid hormone TFH cells, 459



I-36   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Thalamus function, 164–165 hearing and, 223 visual message and, 223 Thalidomide, 820 Thecal cells, 801, 805 T-helper 1 (TH1) cells, 459 T-helper 2 (TH2) cells, 459 T-helper 17 (TH17) cells, 459 Thermal conductivity, 679 Thermal energy, 668 Thermal gradient, 678 Thermal nociceptors, 203 Thermally gated channels, 97 Thermodynamics, fi st law of, 668 Thermogenesis diet-induced, 669 nonexercise activity, 674 nonshivering, 681 Thermogenin, 681 Thermoneutral zone, 682–683 Thermoreceptors adequate stimulus, 196 central, 680 peripheral, 680 Thermoregulatory pathways, 680 Th azolidinediones, 751 Thi k filaments cross bridges, 275 myosin, 273, 275–276 organization of, 276 power stroke and, 277, 279 sliding filament mechanism, 277 smooth muscle, 308–309 Thin filaments actin, 273, 276–277 cross bridges, 275 power stroke and, 277, 279 sliding filament mechanism, 277 smooth muscle, 308–309 Thi d-order sensory neuron, 200 Thi st, 588–589 Thi st center, 588 Thoracic cavity heart position in, 322 lungs, 484–485 Thoracic vertebrae, 484 Thorax, 484 Th eshold potential, 100 Th ombin, 426, 427 Th ombocytes. See Platelets Th ombocytopenia purpura, 430 Th omboembolism, 354–356, 429–430 Th ombopoietin, 424 Th ombospondin, 145 Th omboxane A2, 425 Th omboxanes, 791 Th ombus, 354, 429 Thymosin, 448 Thymus functions, 437–438 location, 448 T lymphocytes and, 448 Thyroglobulin, 464, 722 Thyroid gland anatomy, 722 calcitonin, 763–764 goiter, 727–728



hormone synthesis and storage, 722–723, 724 hyperthyroidism, 726–727 hypothalamus-pituitary-thyroid axis, 725 hypothyroidism, 726 regulation of, 725 T4 conversion to T3, 723 Thyroid hormone described, 691 effects cardiovascular, 725 growth, 711, 725 metabolic rate, 724 nervous system, 725 sympathomimetic, 724–725 follicular cell phagocytosis of colloid, 723 functions, 723–725 as hydrophilic hormone, 127 properties of, 128 regulation of, 725 synthesis and storage, 722–723, 724 T4 conversion to T3, 723 tetraiodothyronine (T4), 722–724, 726, 727–728 tri-iodothyronine (T3), 722–724, 726, 727–728 Thyroid-stimulating hormone (TSH) function, 700 hypothalamus-pituitary-thyroid axis, 725 receptors, 65 secretion, 700 Thyroid-stimulating immunoglobulin (TSI), 726 Thyroperoxidase, 723 Thyrotropes, 700 Thyrotropin-releasing hormone (TRH), 703, 725 Thyroxine, 722–724, 726, 727–728. See also Thyroid hormone Tidal volume, 498 Tight junctions, 66–67, 757 Timbre discrimination, 235 Timbre (quality) of sound, 228, 229 T-independent antigens, 449 Tip links, 231, 234 Tissue engineering, 11 Tissue plasminogen activator (tPA), 429 Tissue rejection, 461, 464 Tissue repair, inflammation and, 444 Tissue thromboplastin, 428 Tissues. See also specific tissues apoptosis role in turnover, 44 connective, 6 defi ed, 5 epithelial, 5–6 immune privilege, 464 muscle, 5 nervous, 5 primary types, 5 stomach, 6 Titin, 275 TLRs (toll-like receptors), 439 TMJ (temporomandibular joint), 620 TNF. See Tumor necrosis factor TNTs (tunneling nanotubes), 122, 124 Tolerance, immune system, 464 Toll-like receptors (TLRs), 439 Tone digestive tract, 612 parasympathetic, 254



smooth muscle, 612 sympathetic, 254 Tone (pitch) of sound, 228, 229 Tongue, anatomy and function, 620 Tongue display unit, 226 Tonic receptors, 198, 199 Tonic smooth muscle, 309–310 Tonicity and, 74, 75 Tonsils, 437, 475, 622 Total cross-sectional area, blood fl w rate and velocity in relation to, 380 Total lung capacity, 499 Total peripheral resistance factors affecting, 378 mean arterial pressure influence on, 376 Total reaction time, 115 Touch receptors, 198 Toxic Substances Control Act (TSCA), 797 TP segment, 335 TPA (tissue plasminogen activator), 429 Trachea, 481 Tracts, spinal cord, 183, 185, 186 Transcellular fluid, 580–581 Transcellular transport, 67 Transcytosis, 82 Transducer, 124 Transducin, 219 Transepithelial transport, 545 Transfer RNA (tRNA) function, 26 in protein synthesis, 44–45, 46 Transferrin, 656 Transfusion reaction, 418 Translation, 43–45, 46 Transmembrane proteins, 61, 63 Transmural pressure gradient, 486, 487 Transport maximum (Tm), 76–77 Transport proteins, 63 Transport vesicles, 28 Transporter recruitment, 746 Transverse tubule (T tubule), 279–280, 332 TRH. See Thyrotropin-releasing hormone Tricarboxylic acid cycle. See Citric acid cycle Tricuspid valve, 324 Triggering event, 96–97 Triggering zone, neuron, 104 Triglycerides glucose transformed into, 742 hydrolysis, 613 structure, 615, A–11 Tri-iodothyronine (T3), 722–724, 726, 727–728. See also Thyroid hormone TRNA. See Transfer RNA Trophoblast, 815 Tropomyosin, in thick filaments, 276, 277 Troponin, in thick filaments, 276, 277 Trypsin, 493, 637 Trypsin inhibitor, 637 Trypsinogen, 637 Tryptophan, 816 TSCA (Toxic Substances Control Act), 797 TSH. See Thyroid-stimulating hormone TSI (thyroid-stimulating immunoglobulin), 726 T-SNARE, 31, 32 T-type Ca2+ channels, 328, 344 Tubal ligation, 818 Tubal pregnancy, 814



index   I-37 Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Tubular maximum described, 550 for glucose, 551 Tubular reabsorption active, 546 characteristics of, 544–545 chloride, 552 described, 535 fates of substances filtered by kidney, 545 of glucose, 549–550, 551–552 lack of reabsorption of waste products, 554 passive, 545–546 of phosphate, 552 sodium, 546–550 summary of, 557 transepithelial transport, 545 tubular maximum, 550, 551 urea, 552–553 water, 552, 553 Tubular secretion described, 535–536 hydrogen ion, 554 organic ion secretory systems, 556 potassium ion, 554–556 summary of, 557 Tubulin, 50 Tubuloglomerular feedback, 541 Tumor benign, 465 brain, 148 malignant, 465–466 Tumor necrosis factor (TNF), 443, 671 Tunneling nanotubes (TNTs), 122, 124 Twins fraternal, 803 identical, 803 Twitch, 288 Twitch summation, 289, 290 Tympanic membrane location of, 228 vibration of, 229 Type I alveolar cells, 483 Type II alveolar cells, 483 Tyrosinase, 474 Tyrosine kinases, 126 Ubiquinone, 37 Ulcer, peptic, 634, 636 Ultrafiltration, 384, 385, 386 Umami taste, 243 Umbilical arteries, 820 Umbilical cord, 820 Umbilical vein, 820 Umbilicus, 826 Unassisted membrane transport, 69–75 Uncoupling proteins, 674, 681 Universal donors, 418 Universal recipients, 418 Unsaturated fatty acids, A–11 Unstriated muscle, 273 Urea blood urea nitrogen (BUN), 553 tubular reabsorption, 552–553 Uremic acidosis, 605 Ureter, 532 Urethra described, 532 during ejaculation, 794 female and male compared, 533 Urethral folds, 778



Urethral sphincter, 571 Urinary bladder described, 532, 568–569 micturition, 571–572 role of, 569 urethral sphincters, 571 Urinary incontinence, 572 Urinary system anatomy, 531–534 basic renal processes, 534–536 glomerular filtration, 535 homeostasis, 13, 530, 572–573 kidney functions, 531 plasma clearance, 557–560 renal failure, 567–568 tubular reabsorption, 535 tubular secretion, 535–536 urinary bladder, 568–569, 571–572 urine excretion, 536, 560–572 water reabsorption, 560–567, 568 Urine excretion, 536, 560–572 glucose, 551, 749 protein in, 538 salt output in, 583 Urine excretion concentration of urine, 560 described, 536 water loss by, 587, 588 Urogenital system, defenses of, 475 Use-dependent competition, 159 Uterine cycle estrogen and progesterone influences on, 808, 809 menstrual phase, 809 proliferative phase, 809 secretory phase, 809 Uterine involution, 826, 830 Uterine tube. See Oviduct Uterus anatomy, 808 blastocyst implantation, 815, 816 cyclic changes in, 808–809 described, 777 expansion during pregnancy, 822 involution, 826, 830 morula descent to, 814 Utricle, 237, 239 Utrophin, 301 Uvula, 620 V2 receptors, 564 Vaccination, 453, 454 Vagina, 777 Vaginal pouch, 818 Vagus nerve bile secretion, role in, 643 function, 177 heart innervation, 343 Valence, A–2 Valves heart, 322, 324, 325, 342, 343 veins, 392 Variable, controlled, 16–17, 18 Varicose veins, 392 Varicosities, 254 Vas deferens, 789 Vasa recta, 566 Vascular endothelial growth factor (VEGF), 374 Vascular resistance, 363–364



Vascular spasm, 351, 425 Vascular tone, 370–371 Vascular tree, 364 Vasectomy, 789, 818 Vasocongestion in female sexual response, 795 penile, 792 Vasoconstriction, arteriole, 370, 371 Vasodilation arterioles, 370, 371 localized in inflammation, 440 Vasogenic shock, 401 Vasopressin blood pressure regulation, 377, 399 in diabetes insipidus, 586 exercising in heat, importance in, 700 inhibition of secretion by alcohol, 567 mechanism of action, 564 overview, 699 production and storage of, 564 syndrome of inappropriate vasopressin secretion, 586 thirst linked to, 588–589 V2 receptors, 564 water balance and, 587–590 water reabsorption, vasopressin-controlled, 563–566, 588, 590 Vaults as cellular transport vehicles, 46 role in cancer cell resistance to chemotherapy, 46 structure, 46, 47 Vegetative functions, 152 VEGF (vascular endothelial growth factor), 374 Veins as blood reservoir, 389 defi ed, 323, 364 features, 366 valves, 392 varicose, 392 Velocity, of muscle contraction, 285 Venae cavae, 322 Venous capacity, 389 Venous return cardiac suction, 393 countering effects of gravity, 390–392 described, 389–390 factors facilitating, 390 respiratory pump, 393 skeletal muscle activity and, 390 sympathetic activity and, 390 valves and, 392 Venous sinuses, 148 Venous system, function of, 388 Ventilation acid-base balance, 521–522 airfl w into and out of lungs, 487–490 alveolar, 499–501 apnea, 523–524 carbon dioxide effect on, 518, 520–521 central chemoreceptors, 520 collateral, 484 control of respiration, 515–525 described, 481 dyspnea, 524–525 exercise effect on, 522–523 expiration, 487, 488–490 factors influencing, 523 hyperventilation, 515, 523, 603 hypoventilation, 515, 588, 603



I-38   index Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



inspiration, 487–488 lung volumes, 497–499 magnitude adjustment, 518–519 medullary respiratory center, 517–518 oxygen effect on, 518–520 peripheral chemoreceptors, 519–520 pressures important in, 485–486 pulmonary (minute), 499 Ventral corticospinal tract, 183, 186 Ventral horn, 183 Ventral respiratory group, 517, 518 Ventral root, 184 Ventral spinocerebellar tract, 183, 186 Ventricles brain, 147 heart, 322, 323 Ventricular diastole, 340 Ventricular ejection, 340 Ventricular excitation, 331, 340 Ventricular fibrillation, 330–331, 337 Ventricular filling, 340–341 Ventricular repolarization, 340 Ventricular systole, 340 Venules chemical communication with arterioles, 389 defi ed, 364 Vertebrae, thoracic, 322, 484 Vertical osmotic gradient, 560, 561 Very-low-density lipoproteins (VLDL), 352 Vesicle axonal transport, 50, 51 defi ed, 28 dense-core, 119 endocytic, 32 secretory, 30–31, 32, 48 synaptic, 112 transport, 28 Vesicular transport, 81–83, 84 Vestibular apparatus equilibrium problems, 239–240 function, 237 otolith organs, 237, 239 semicircular canals, 237, 240 structure and activation of, 238 Vestibular hair cell, 237 Vestibular membrane, 231 Vestibular nerve, 237 Vestibular nuclei, 239, 240 Vestibulocerebellum, 176 Vestibulocochlear nerve, 237 Vibrio cholera, 658, 659 Villi as adaptation for increased surface area, 648 placental, 816–817, 820 structure, 649, 650 Virulence, 437 Viruses. See also specific viruses antiviral effect of interferon, 445 defenses against, 457 entry by receptor-mediated endocytosis, 34 as immune system targets, 437 movement by reverse axonal transport, 50 nervous system defense from, 458 Visceral afferent, 199 Visceral fat, 671 Visceral smooth muscle, 311 Viscosity, 363 Visfatin, 671 Visible light, 210 Vision. See also Eye; Photoreceptors



accommodation, 210–211, 213, 214–215 blindness, 216 color, 220–222 defects, 223 depth perception, 223, 225 diplopia, 225 farsightedness (hyperopia), 211, 214–215 focal point, 210, 212 focus of image, 210, 211 macular degeneration, 216 nearsightedness (myopia), 211, 214 photoreceptor activity in the light, 216, 219 presbyopia, 211 refraction of light, 210 retinal processing of light input, 219–220 sensitivity to light, 222 visual cortex, 222–223, 225 visual pathway, 222–223 Visual cortex, 222–223, 225 Visual fi ld, 222 Visual pathway, 222–223 Vital capacity, 499 Vitamin absorption in small intestine, 655 Vitamin B12 synthesis by skin, 474 Vitamin C deficie cy, 66 LDL oxidation prevention by, 353 Vitamin D activation of, 764–765, 766 deficie cy, 767 function of, 765 overview, 764 receptor, 765 Vitamin D-response element, 765 Vitamin E, LDL oxidation prevention by, 353 Vitamin K deficie cy, 430 Vitreous humor, 208 VLDL (very-low-density lipoproteins), 352 Vocal folds, 482, 483 Voice box, 482 Voltage-gated channels Ca2+ channels, 113 described, 97 Na+ and K+ channels, 100–103 Volume, homeostasis and, 12 Voluntary movement, cerebellum and, 176–177 Voluntary muscle, 273 Vomeronasal organ, 245 Vomiting causes of, 629 effects of, 629 mechanism of, 629 metabolic alkalosis from, 605 morning sickness, 821 psychogenic, 629 Vomiting center, 629 Von willebrand factor (vWF), 425 V-SNARE, 31, 32 Vulva, 777



defic t, regulation of reabsorption in response to, 564–565 excess, regulation of reabsorption in response to, 565–566 fluid balance, 580–590 metabolic, 587 molecular weight of, A–6 oral metering, 589 reabsorption, 552, 553, 560–567, 568, 588 sources of inputs, 587 sources of outputs, 587 tubular reabsorption, 552, 553 vasopressin-controlled reabsorption, 563– 566, 588, 590 Water balance angiotensin II, role of, 589 control by vasopressin, 587–590 daily, 587 dehydration, 585–586 factor regulated to maintain, 588 hypothalamic osmoreceptors, role of, 588 left atrial volume receptors, role of, 588–589 oral metering, 589 overhydration, 586 sources of inputs, 587 sources of outputs, 587 thirst, 588–589 water movement during hypertonicity, 586 water movement during hypotonicity, 586 Water concentration, homeostasis and, 12 Water diuresis, 566–567 Water loss insensible, 587 sensible, 587 Weaning, 830 Wernicke’s area, 160 White blood cell count, 423 White blood cells. See Leukocytes White fibers, 296 White matter brain, 153, 154 spinal cord, 183, 185, 186 Whooping cough toxin, 134 Wigger’s diagram, 338, 339 Wind chill factor, 679 Windpipe, 481 Withdrawal reflex, 188–189 Withdrawal symptoms, 121 Wolffian ducts, 780, 781 Work defi ed, 286 external, 668 internal, 668 Work of breathing, 497 Working memory, 167–168, 173 World Anti-Doping Agency, 298



Warfarin, 430 Waste products, homeostasis and, 12 Water absorption in large intestine, 661 absorption in small intestine, 650–651 aquaporins, 564 channels, 552 countercurrent multiplication and, 561, 562–563 covalent bonding, A–4–A–5



Y chromosome, 777–779 Yellow bone marrow, 414



X chromosome, 777–779 Xerostomia, 621



Z line, 275 Zona fasciculata, 728 Zona glomerulosa, 728 Zona pellucida, 801, 813 Zona reticularis, 728 Zygote, 813 Zymogen granules, 632 index   I-39



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



ANATOMICAL TERMS USED TO INDICATE DIRECTION AND ORIENTATION Anterior Posterior Ventral Dorsal Medial Lateral Superior Inferior Proximal Distal Sagittal section Longitudinal section Cross section Frontal or coronal section



situated in front of or in the front part of situated behind or toward the rear toward the belly or front surface of the body; synonymous with anterior toward the back surface of the body; synonymous with posterior denoting a position nearer the midline of the body or a body structure denoting a position toward the side or farther from the midline of the body or a body structure toward the head away from the head closer to a reference point farther from a reference point a vertical plane that divides the body or a body structure into right and left sides a plane that lies parallel to the length of the body or a body structure a plane that runs perpendicular to the length of the body or a body structure a plane parallel to and facing the front part of the body



WORD DERIVATIVES COMMONLY USED IN PHYSIOLOGY a; an- ad-; af- adeno- angi- anti- archi- -ase auto- bi- -blast brady- cardi- cephal- cerebr- chondr- -cide contra- cost- crani- -crine crypt- cutan- -cyte de- di- dys- ecto-; exo-; extra- ef- -elle -emia encephalo- endo-



absence or lack toward glandular vessel against old splitter self two; double former slow heart head brain cartilage kill; destroy against rib skull secretion hidden skin cell lack of two; double difficult; faulty outside; away from away from tiny; miniature blood brain within; inside



epi- erythro- gastr- -gen; -genic gluc-; glyc- hemi- hemo- hepat- homeo- hyper- hypo- inter- intra- kal- leuko- lip- macro- mamm- mening- micro- mono- multi- myo- natr- neo- nephr- neuro- oculo- -oid ophthalmo- oral-



above; over red stomach produce sweet half blood liver sameness above; excess below; deficie t between within potassium white fat large breast membrane small single many muscle sodium new kidney nerve eye resembling eye mouth



osteo- oto- para- pariet- peri- phago- -pod -poiesis poly- post- pre- pro- pseudo- pulmon- rect- ren- reticul- retro- sacchar- sarc- semi- -some sub- supra- tachy- therm- -tion trans- tri- vaso- -uria



bone ear near wall around eat footlike formation many behind; after ahead of; before before false lung straight kidney network backward sugar muscle half body under upon; above rapid temperature act or process of across three vessel urine



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.



Metric Measures and English Equivalents



Length 1 kilometer 1 meter 1 centimeter 1 millimeter 1 micrometer (or micron) 1 nanometer



Measure



Symbol



English Equivalent



5 1000 meters



103 m 100 m 10–2 m 10–3 m 10–6 m



0.62 mile 39.37 inches, 1.09 yards 0.39 inch



5 1/100 meter 5 1/1000 meter 5 1/1,000,000 meter 5 1/1,000,000,000 meter



km m cm mm mm (or m) 10–9 m nm



Volume and Capacity 1 liter 1 milliliter 5 1/1000 liter 5 volume of 1 g of water at stp* 5 1 cubic centimeter (cc) Mass/Weight 1 kilogram 5 1000 grams 1 gram 1 milligram



5 1/1000 gram



To convert Fahrenheit (°F) to Celsius (°C): °C 5 (°F 2 32)/1.8 To convert Celsius (°C) to Fahrenheit (°F): °F 5 (°C 3 1.8) 1 32



10 m Human height



L mL



1.06 quarts 0.034 fluid ounce 5 1/5 teaspoon



1m



0.1 m



kg g mg



2.20 pounds 0.035 ounce 515.43 grains 0.01 grain (about)



Length of some nerve and muscle cells



Unaided eye



Metric Unit



Temperature Conversions



Chicken egg



1 cm Frog egg



*stp 5 standard temperature and pressure



Length English



100 μm



Metric 10 μm



1 inch 1 foot 1 yard 1 mile (5280 feet)



5 5 5 5



2.54 centimeters 0.30 meter 0.91 meter 1.61 kilometers



5 5 5 5 5



Mass/Weight English



0.03 liter, 29.57 milliliters 0.47 liter 0.95 liter, 946 milliliters 3.79 liters 0.24 liter



1 μm



100 nm



10 nm



64.80 milligrams 28.35 grams 453.60 grams, 0.45 kilogram



Mycoplasmas (smallest bacteria) Viruses



Proteins Lipids



Metric 5 5 5



Mitochondrion



Ribosomes



1 nm



1 grain 1 ounce 1 pound



Nucleus Most bacteria



Volume and Capacity Metric English 1 fluid ounce 1 pint 1 quart 1 gallon 1 measuring cup



Plant and animal cells



Electron microscope



English­—Metric Equivalents



Light microscope



1 mm



Small molecules



0.1 nm Comparison of human height in meters with the sizes of some biological and molecular structures.



Copyright 2012 Cengage Learning. All Rights Reserved. May not be copied, scanned, or duplicated, in whole or in part. Due to electronic rights, some third party content may be suppressed from the eBook and/or eChapter(s). Editorial review has deemed that any suppressed content does not materially affect the overall learning experience. Cengage Learning reserves the right to remove additional content at any time if subsequent rights restrictions require it.