Simbolisasi Makna Dibalik Cerita Waiting For Godot Karya Samuel Becket [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Santi Ramdhani 1209503155



Simbolisasi sebagai Pengungkapan Makna dibalik Cerita Waiting for Godot



Waiting for Godot adalah sebuah drama yang dibuat oleh Samuel Becket dan diterbitkan pada tahun 1949. Sebuah drama yang berisikan tentang dua orang gelandangan yang bernama Vladimir dan Estragon yang bertemu di sebuah pohon dan mengaku sedang menunggu seseorang yang bernama Godot. Namun ketidaktahuan mereka tentang siapa dan seperti apa sosok yang bernama Godot tidak membuat mereka mengurungkan niat mereka untuk tetap menunggu sosok yang diceritakan bernama Godot itu. Kemudian inilah yang membuat cerita ini menarik perhatian akan sesosok Godot yang sedang ditunggu-tunggu. I don't know who Godot is. I don't even know (above all don't know) if he exists. And I don't know if they believe in him or not – those two who are waiting for him. The other two who pass by towards the end of each of the two acts, that must be to break up the monotony. All I knew I showed. It's not much, but it's enough for me, by a wide margin. I'll even say that I would have been satisfied with less. As for wanting to find in all that a broader, loftier meaning to carry away from the performance, along with the program and the Eskimo pie, I cannot see the point of it. But it must be possible ... Estragon, Vladimir, Pozzo, Lucky, their time and their space, I was able to know them a little, but far from the need to understand. Maybe they owe you explanations. Let them supply it. Without me. They and I are through with each other. (Becket, 1949)



Kedua orang ini, Vladimir dan Estragon tampak sebagai orang yang dungu dan tidak punya patokan hidup yang jelas. Karena pada cerita digambarkan mereka



1



mengisi hari-hari menunggu Godot dengan makan, tidur, bercengkrama, berdebat, bernyanyi, memainkan beberapa permainan, tukar-menukar topi, sampai pada percobaan bunuh diri. Bila dicermati hampir tidak ada kegiatan berguna yang mereka lakukan seperti bekerja ataupun beribadah. Kehidupan mereka dihabiskan percuma hanya untuk menunggu seseorang bernama Godot. Kegiatan ini terus berlanjut sampai mereka bertemu dengan dua orang bernama Pozzo dan budaknya, Lucky. Kegiatan mereka diselangi dengan kehadian seorang anak lelaki yang selalu memberitahukan akan kedatangan Godot. Menurut anak lelaki itu, Godot tidak akan datang malam ini namun keesokan harinya. Dan memang begitulah seterusnya hingga akhirnya Godot memang benar-benar tidak pernah akan datang. Kebodohan yang tergambar dari sikap kedua gelandangan ini yang rela menghabiskan waktu mereka hanya untuk menunggu sesuatu yang tidak pasti dan tidak pasti pula apa tujuannya. Cerita ini serasa memiliki sebuah makna-makna tersendiri disetiap sisi bagian ceritanya. Keseluruhan cerita seakan menyampaikan suatu sindiran terhadap orang-orang yang menghabiskan waktu dengan melakukan hal-hal bodoh menunggu sesuatu yang tidak pasti. Kemudian dengan begini muncul asumsi bahwa cerita ini bisa saja hanya sebuah analogi dari sesuatu yang ingin disampaikan penulis sebenarnya lewat cerita ini. Untuk mengetahui makna sesungguhnya dari cerita ini tentu kita harus menelusuri dan menelisik adanya kemungkinan penggunaan symbol-simbol atau makna kata-kata tertentu dalam cerita ini yang sesungguhnya mempunyai makna yang dalam.



2



Setidaknya ada beberapa bagian dari cerita ini yang menyimbolkan atau menyiratkan sesuatu. Dari mulai tokoh Godot sendiri yang ditunggu-tunggu oleh kedua gelandangan itu. Dan mengapa harus dua orang, Vladimir dan Estragon, yang menunggu sosok Godot, bersama kegiatan mereka yang tak berguna untuk ukuran seorang manusia yang harus hidup mencari sebuah kelayakan. Lalu percobaan bunuh diri yang mereka lakukan namun selalu gagal. Hingga tokoh Puzzo dan budaknya, Lucky yang tergambar dengan ketiba-tibaan Puzzo yang menjadi buta dan Lucky yang bisu pada keesokan harinya setelah bertemu Vladimir dan Estragon. Setidaknya semua hal itu dapat ditelaah melalui konteks sejarah atau kepengarangan untuk mengetahui setidaknya apa dan mengapa tergambar seperti itu. Untuk mengetahui symbol dan penyimbolan terhadap karya sastra yang ada pada sebuah karya sastra, kita harus paham terlebih dahulu akan apa itu symbol dan simbolisasi dalam sebuah karya. Simbol dan simbolisasi dalam sebuah karya sastra biasanya membuahkan sebuah nilai-nilai dan pemahaman baru akan sesuatu lewat cerita yang dimainkan. Para pembaca dan penonton (jika dimainkan) diharapkan bisa mengerti dan menyerap maksud dan nilai-nilai yang sebenarnya ingin disampaikan. Abrams mengemukakan pendapatnya mengenai symbol dalam bukunya A Glossary of Literary Terms sebagai sesuatu yang dapat menentukan sesuatu yang lain. “In the broadest sense a symbol is anything which signifies something; in this sense all words are symbols. In discussing literature, however, the term "symbol" is applied only to a word or phrase that signifies an object or event which in its turn signifies something, or has a range of reference, beyond itself (Abrams, 1999: 311)”.



3



Menurut kutipan diatas dapat kita tahu bahwa sesuatu (kata) dalam sastra dapat dikatakan sebagai symbol jika sesuatu yang dimaksudkan itu membawa makna lain diluar makna yang ada pada dirinya. Dengan bertitik tolak pada pertanyaan, sebenarnya apa maksud dari Becket membuat dua orang gelandangan ini menunggu? Kalau kita lihat dari unsure kepengarangan dapat kita lihat bahwa Becket pernah mengalami masa-masa perang. Waiting for Godot sendiri merupakan bagian cerita pengalamannya pada masa peperangan (Perang Dunia II) dimana dia ikut berperang dan menghabiskan banyak waktunya untuk menunggu sebuah pesan datang yang biasanya akan dikirim untuknya. Becket menyebut bahwa Godot adalah berasal dari bahasa Perancis ‘godillot’ yang artinya sepatu militer. Maka itu terkadang penafsiran tentang Godot membawa kita pada asumsi bahwa itu adalah Tuhan, namun itu hampir dipastikan salah karena menurut Becket, jika ia memaksudkan itu adalah tuhan maka ia akan menulis dengan nama ‘God’ bukan ‘Godot’ (Lopez, 2001). Disela-sela kegiatan menunggu ini pun mereka berdua pernah melakukan percobaan bunuh diri sebagai sebuah bentuk frustasi akan penantian seorang Godot yang tak kunjung datang. Namun percobaan bunuh diri itupun tak pernah berhasil. Dalam ceritanya juga tergambar kenyataan tentang kehidupan dan kematian yang dimana mereka katakana dengan ‘One day we were born, one day we shall die, the same day, the same second, is that not enough for you? (Calmer.) They give birth astride of a grave. (Becket, 1949) Kemudian konsep waktu mengapa mereka menunggu begitu lama merupakan sebuah ironi dimana manusia sebetulnya menunggu waktu kematian.



4



Konsep waktu yang begitu lama ini disimbolkan dengan ada sebuah pohon kering yang kemudian ditumbuhi kembali oleh dedaunan menunjukkan waktu yang berputar dari musim ke musim. Puzzo dan Lucky yang berubah menjadi buta dan bisu juga merepresentasikan waktu yang telah berlalu begitu lama hingga Puzzo berkata bahwa ia tak pernah ingat bertemu dengan kedua gelandangan itu. Vladimir



: We met yesterday. (Silence) Do you not remember?



Pozzo



: I don't remember having met anyone yesterday. But to-morrow I won't remember having met anyone to-day. So don't count on me to enlighten you.



Kemudian yang menjadi menarik adalah simbolisasi untuk sebuah permasalahan politik yang tertera dari bagian drama diatas oleh Pozzo dan Lucky. Kedua karakter ini merepresentasikan sebuah keadaan politik masyarakat pada saat itu sebagai unsur dari kapitalis dan anak buahnya. Pozzo merepresentasikan kaum kapitalis yang kejam terhadap bawahannya dan Lucky digambarkan sebagai seorang budak yang selalu dianiaya dan menuruti semua perintah majikannya. Selain itu unsur ini semakin diperkuat dengan Pozzo yang berubah menjadi buta yang merupakan sindiran terhadap kaum kapitalis yang buta akan semua hal yang terjadi disekitar dia (kaum kapitalis). Sedangkan Lucky digambarkan menjadi bisu yang juga merupakan sindiran atas kelemahan karena tidak dapat menyuarakan aspirasinya dengan memprotes tindakan yang dilakukan Pozzo terhadapnya (Lopez, 2001). Hubungan yang dibangun antara Pozzo dengan Lucky memang tak lain menyiratkan seperti hubungan kaum kapitalis dengan bawahannya atau buruhnya. Setidaknya itulah gambaran yang terjadi pada masa dimana drama ini dibuat. Dan



5



mungkin hingga kini, hal seperti itu masih tetap terjadi. Karl Marx mengungkapkan pendapatnya tentang kapitalisme sebagai suatu paham yang dipegang kaum borjuis, proletar, dan kaum pekerja dimana mereka memanfaatkan para buruh untuk meningkatkan kekuatan mereka. As with all socialists, Marx’s main objection to capitalism was that one particular class owned the means of economic production: “The bourgeoisie . . . has centralized means of production, and has concentrated property in a few hands.” The correlative of this is the oppression and exploitation of the working classes: “In proportion as the bourgeoisie, i.e., capital, is developed, in the same proportion is the proletariat, the modern working class, developed; a class of laborers, who live only so long as they find work, and who find work only so long as their labor increases capital. (Habib, 2005: 528)



Lebih daripada itu, simbolisasi untuk sebuah eksistensialisme yang tergambar dari cerita ini. Ada beberapa unsur yang merepresentasikan hal itu. Eksistensialisme sendiri merupakan sebuah paham filsafat yang menemukan jati diri dan makna hidup melalui kebebasan keinginan, pilihan, dan tanggung jawab personal. existentialism A philosophical position associated with two main theses: first, that humans have a special sort of existence that always points beyond itself and which cannot be assimilated to the mode of existence of nonhuman things; second, that it is possible to overcome the error of conceiving of ourselves as fundamentally alienated or estranged from the world by revealing the dependence of a significant world upon human meaning-bestowing practices. (Payne, 2010: 256) Existentialist: Broadly speaking existentialists hold there are certain questions that everyone must deal with (if they are to take human life seriously), questions such as death, the meaning of human existence and the place of God in human existence. By and large they believe that life is very difficult and that it doesn't have an "objective" or universally known value, but that the individual must create value by affirming it and living it, not by talking about it. The play touches upon all of these issues.



6



Dari pengertian diatas kita tahu bahwa ada beberapa ‘term’ yang diambil oleh eksistensialisme yang merupakan sebuah gambaran nilai dari cerita Waiting for Godot ini. Kutipan terakhir menyebutkan bahwa eksistensialis selalu mempertanyakan sesuatu seperti tentang kematian dan makna tentang eksistensi manusia dan tempat Tuhan dalam eksistensi manusia. Mereka percaya bahwa hidup itu sangat sulit dan tidak mempunyai sesuatu yang objektif atau nilai-nilai universal namun setiap orang dipercaya harus membuatnya dengan menyatakan dan menjalaninya, bukan dengan hanya sekedar membicarakan tentang hal-hal tentang hidup dan mati. Dan cerita ini cukup menggambarkan tentang permasalahan ini. Terbukti dari kegiatan yang dilakukan oleh Vladimir dan Estragon tentang pembicaraan dan perdebatan mereka selama menunggu Godot datang. Namun begitu mereka hanya menghabiskan waktu mereka untuk membicarakan tentang hidup dan mati dan tematema lain yang agaknya menyiratkan suatu sindiran dari nilai-nilai eksistensialisme diatas. Seperti yang dijelaskan bahwa hidup harus dijalani bukan hanya sekedar dibicarakan. Agaknya kegiatan mereka pun merupakan sindiran dari semua itu. Mereka menghabiskan waktu dengan percuma hanya dengan kegiatan-kegiatan yang tak berguna. We always find



something, eh, Didi, to give us the impression that we exist? (Becket, 1949). Ini merupakan perkataan yang dinyatakan oleh Estragon kepada Vladimir yang merepresentasikan sebuah eksistensialisme yang ada dalam cerita. Mereka menyadari bahwa dengan menemukan sesuatu merupakan tanda bahwa keberadaan mereka eksis didunia ini. Namun tidak hanya sekedar itu masalahnya, kebebasan mereka untuk meneruskan penantian terhadap Godot juga merupakan bagian dari nilai eksistensialisme yakni nilai kebebasan.



7



Nilai kebebasan yang ada didalamnya merupakan gambaran Vladimir dan Estragon yang dengan tanpa paksaan menunggu kehadiran Godot yang sebenarnya tidak akan pernah datang menemui mereka. Mereka menganggap kegiatan yang mereka lakukan sebagai sebuah eksistensi mereka sendiri. Padahal konsep Godot yang dimunculkan seperti konsep nihilism. Godot memang sebuah tokoh yang diceritakan namun tidak mempunyai wujud yang pasti keberadaannya. Itu merupakan sebuah nihilism yakni konsep nihil yang dimunculkan oleh seorang Becket. Dan jika memang itu yang dimaksudkan, kita berfikir kembali tentang simbolisasi Godot yang sebenarnya menyimbolkan apa. Jika Godot kita anggap sebuah nihilism, maka apakah maksud dan tujuan mereka menunggu Godot sebenarnya. Jika pada awal cerita kita tahu bahwa Becket menciptakan sosok Godot bukan menyimbolkan Tuhan, namun hanya sebuah alusi dari cerita peperangan yang dia alami selama dia menjadi orang yang selalu menunggu pesan saat perang berlangsung. Namun jika kita cermati, proses masa menunggu ini hanya sebuah sindiran dari sesuatu yang tidak berguna seperti eksistensialisme yang harus diwujudkan bukan hanya dengan diam namun harus dengan dijalani untuk mencari makna hidup ini. Sekiranya mungkin inilah nilai-nilai yang ingin disampaikan melalui proses adegan-adegan yang menyimbolkan makna tersendiri. Selanjutnya adalah makna symbol dari Vladimir dan Estragon sendiri yang digambarkan sebagai dua gelandangan yang menghabiskan waktu mereka untuk menunggu Godot. Makna dari dua sendiri sepertinya bukan hanya sekedar makna matematis semata, namun jauh daripada itu. Simbolisasi dua orang manusia yang selalu berdebat mengingatkan saya kepada cerita Cain dan Abel. Cerita dari dua putra



8



nabi Adam yang selalu berdebat memperebutkan sesuatu. Perdebatan mereka sebenarnya merupakan pencarian makna tentang filosofi sejarah manusia yang tak kunjung berakhir. Bila kita hubung-hubungkan memang mirip, tapi tentu terdapat perbedaan.



The story of Cain and Abel is therefore the source for our philosophy of history, just as that of Adam is the source for our philosophy of man. The war between Cain and Abel is the war between two opposing fronts that have existed throughout history, in the form of a historical dialectic. History, therefore, like man himself, consists of a dialectical process.(Shariati, 1997: 98)



Jika berbicara lebih jauh, kita mencoba memberikan interpretasi sendiri tentang penyimbolan sosok Vladimir dan Estragon sebagai sebuah cara mencapai filsafat. Yakni dengan berdebat, mencari-cari jawaban, menyendiri, dan fokus terhadap tujuan yang akan dicapai. Meskipun diawal pembahasan saya bilang bahwa kegiatan yang mereka lakukan merupakan sebuah kebodohan semata, namun jauh daripada itu jika kita telaah symbol dan simbolisasi satu persatu daripada bagianbagian yang ada, kita dapat mengambil kesimpulan secara keseluruhan. Bahwa sesungguhnya cerita ini membawa inisiatif penyampaian nilai-nilai kehidupan yang secara tidak langsung disampaikan melalui tindak bodoh mereka. Dan apabila kita runutkan dari awal mungkin dapat menjadi pengertian seperti ini; Nilai-nilai eksistensialism yang ada mesti dibarengi dengan usaha melakukan pencarian nilai kehidupan dengan tidak hanya berdebat namun bertindak. Namun sejatinya kegiatan perdebatan mereka juga tidak bisa dipandang sebelah mata karena memberikan nilai kepada kita bahwa cara-cara memperoleh filsafat adalah salah satunya dilakukan



9



dengan jalan-jalan perdebatan mencari jawaban yang tepat. Selanjutnya adalah konsep kapitalisme yang coba dimunculkan pun merupakan sebuah sindiran untuk kehidupan masyarakat secara luas dimana memang tindakan-tindakan kapitalisme terus merajalela hingga kini. Dan itulah sepertinya makna yang coba diungkapkan dari cerita Waiting for Godot diatas. Dimana Godot hanya dijadikan alat untuk menyampaikan nilai-nilai ini. Nilai-nilai yang diusung lewat kejadian yang sebenarnya mungkin dapat kita katakana sebagai sebuah nonsense atau omong kosong. Namun lebih daripada itu sebenarnya jika kita mau mencari makna-makna yang tersembunyi dibalik symbol dan simbolisasi yang digunakan pengarang dengan didukung teori yang ada, maka kita setidaknya dapat memberikan hipotesis dari analisis kita tentang cerita ini. Referensi: Abrams, M. H. 1999. A Glossary of Literary Terms. USA: Pearl McPeak Becket, Samuel. 1949. Waiting for Godot. pdf Habib, M. A. R. 2005. A History of Literary Criticism. United Kingdom: Blackwell Publisher



López, Fores Vicente. 2001. http://mural.uv.es/veora/angodot.html



Payne, Michael and Jessica Rae Barbera. 2010. A Dictionary of Cultural and Critical Theory/Second Edition. United Kingdom: Wiley-Blackwell. Shariati. 1997. On the Sociology of Islam. pdf



10