Sirosis Hepatis (Dr. Chacha, SP - PD) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SIROSIS HEPATIS Diajukanuntuk Melengkapi TugasdanMemenuhi SyaratdalamMenjalaniKepaniteraan Klinik Senior pada Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UniversitasSyiah Kuala Rumah Sakit Umum Daerah dr Zainoel Abidin Banda Aceh Oleh : Annastasi Riski Putri



: 1407101030055



Annisa Bakri



: 1407101030094



Cut Mulyani



: 1307101030251



Devi Inkha Saputri



: 1407101030154



Hendra Dwitanto



: 1407101030092



Nurul Akmalia



: 1407101030157



Ramadhani



: 1407101030157



Pembimbing dr. Price Maya, Sp.PD



PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA BAGIAN/SMF ILMU PENYAKIT DALAM RSUDZA BANDA ACEH 2017



1



BAB I PENDAHULUAN



Sirosis merupakan suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatik yang berlangsung prgresif yang ditandai dengan distrorsi dari arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regeneratif. Gambaran ini terjadi akibat nekrosis hepatoselular. Jaringan penunjang retikulin kolaps disertai deposit jaringan ikat, distrorsi jaringan vaskular, dan regenerasi nodularis parenkim hati.1 Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), pada tahun 2000 sekitar170 juta umat manusia terinfeksi sirosis hepatis. Angka ini meliputi sekitar 3% dari seluruh populasi manusia di dunia dan setiap tahunnya infeksi barusirosis hepatis bertambah 3-4 juta orang.Angka prevalensi penyakit sirosis hepatis di Indonesia, secara pasti belum diketahui. Prevalensi penyakit sirosis hepatis pada tahun 2003 di Indonesia berkisar antara 1-2,4%. Dari rata-rata prevalensi (1,7%), diperkirakan lebih dari 7 juta penduduk Indonesia mengidap sirosis hepatis.2 Lebih dari 40% pasien sirosis hepatis pasien sirosis hepatis adalah asimtomatis, pada keadaan ini sirosis ditemukam pada pemeriksaan rutin atau pada autopsi. Di negara maju, sirosis hepatis merupakan salah satu penyebab kematian terbesar pada usia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker).2 Diseluruh dunia sirosis menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Sirosis hepatis juga merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang perawatan bagian penyakit dalam. Perawatan di rumah sakit sebagian besar kasus terutama ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan oleh karena varises esophagus yang pecah, ensefalopati hepatik, ascites, dan komplikasi lainnya.3



2



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



2.1



Anatomi dan Fungsi Hati



2.1.1 Anatomi Hati Hati merupakan organ terbesar pada abdomen dengan berat 1.500 gr atau 2,5% dari berat badan orang dewasa yang terletak di sebelah kanan atas cavum abdomen di bawah diafragma. Pada kondisi hidup berwarna merah tua karena kaya akan persediaan darah.4Hati terbagi menjadi lobus kiri dan lobus kanan yang dipisahkan oleh ligamentum falciforme, di inferior dinamakan dengan ligamentum teres dan di posterior dinamakan dengan ligamentum venosum. Lobus kanan hati enam kali lebih besar dari lobus kirinya dan mempunyai 3 bagian utama yaitu 5



lobus kanan atas, lobus caudatus dan lobus quadrates. Hati dikelilingi oleh kapsula fibrosa yang dinamakan kapsul glisson dan dibungkus peritorium pada sebagian besar keseluruhan permukaannnya. Hati disuplai oleh dua pembuluh darah yaitu vena porta hepatica yang berasal dari lambung dan usus yang kaya akan nutrien seperti asam amino, monosakarida, vitamin yang larut dalam air dan mineral dan Arteri hepatica, cabang dari arteri kuliaka yang kaya akan oksigen.5



Gambar 2.1 Anatomi Hati6



3



2.1.2 Fungsi Hati Fungsi hati dapat dilihat sebagai suatu kesatuan organ maupun fungsi dari sel-sel penyusunnya, yaitu antara lain:7 a. Fungsi hati sebagai organ 1) Ikut mengatur keseimbangan cairan dan elekterolit karena semua cairan dan garam akan melewati hati sebelum ke jaringan ekstraseluler lainnya, 2) Hati bersifat sebagai spons akan ikut mengatur volume darah, misalnya pada dekompensasio kordis kanan maka hati akan membesar, 3) Sebagai alat saringan (filter) nutrien dan berbagai macam substansia yang telah diserap oleh intestine akan dialirkan ke organ melalui sistema portal. b. Fungsi dari sel-serl hati dapat dibagi 1) Fungsi Sel Epitel di antaranya ialah: a) Sebagai pusat metabolisme di antaranya metabolisme hidrat, karbon, protein, lemak dan empedu, b) Sebagai alat penyimpan vitamin dan bahan makanan hasil metabolisme. c) Sebagai alat sekresi glukosa, protein, faktor koagulasi, enzim dan empedu, d) Proses detoksifikasi, dimana berbagai macam toksik baik eksogen maupun endogen yang masuk ke badan akan mengalami detoksifikasi dengan cara oksidasi, reduksi, hidrolisa atau konjugasi. 2) Fungsi sel kupfer sebagai sel endotel mempunyai fungsi sebagai sistem retikulo endothelial, yaitu menguraikan Hb menjadi bilirubin, membentuk a-globulin dan immune bodies dansebagai alat fagositosis terhadap bakteri dan elemen puskuler atau makromolekuler. 2.2



Sirosis Hepatis



2.2.1 Definisi Sirosis hati merupakan penyakit hati kronis yang ditandai dengan hilangnya arsitektur lobulus hati normal oleh fibrosis, dengan destruksi sel parenkim disertai dengan regenerasi yang membentuk nodulus. Penyakit ini memiliki periode laten yang panjang biasanya diikuti dengan pembengkakan abdomen dengan atau tanpa nyeri, hematemesis, edema, dan ikterus. Pada stadium lanjut, gejala utamanya 4



berupa asites, jaundice, hipertensi portal, dan gangguan sistem saraf pusat yang dapat berakhir menjadi koma hepatikum.1 Secara anatomi, sirosis didefinisikan sebagai proses difus dengan pembentukan jaringan ikat dan nodul. Hal ini merupakan hasil akhir dari proses pembentukan jaringan ikat yang terjadi pada penyakit hati kronis. Fibrosis tidak sama dengan sirosis. Fibrosis dapat terjadi pada zona asinar 3 pada gagal jantung, atau di zona 1 pada obstruksi saluran empedu dan fibrosis hati kongenital atau di interlobular pada penyakit hati granulomatosa, namun hal itu bukanlah suatu sirosis.2



2.2.1 Etiologi Penyebab sirosis hati bermacam-macam, terkadang pada satu penderita dapat ditemukan lebih dari satu penyebab. Di negara barat, penyebab yang paling sering dijumpai adalah konsumsi alkohol yang lama dan hepatitis C. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya sirosis hati:3 1. Alkoholik 2. Obat-obatan atau toksin 3. Kelainan Metabolik: hemokromatosis, penyakit Wilson, defisiensi α1antitripsin, diabetes mellitus, glikogenesis tipe IV, galaktosemia, tirosinemiam fruktosa intoleran. 4. Kolestasis intra dan ekstra hepatik 5. Gagal jantung dan obstruksi aliran vena hepatiks 6. Gangguan imunitas 7. Sirosis biliaris primer dan sekunder 8. Idiopatik dan kriptogenik



Pada beberapa bentuk penyakit hati terdapat adanya penyebab tunggal, seperti contoh pada hepatitis B dan C, sirosis biliaris primer, dan kolangitis sklerosis primer. Akan tetapi, pada beberapa kasus faktor predisposisi juga berperan penting,sepertifaktor predisposisi yang sudah dikemukakan, seperti umur, jenis kelamin, asupan zat besi, dan faktor genetik lainnya yang masih belum diketahui. Seperti contohnya, banyak yang minum alkohol secara berlebihan



5



namun hanya sebagian kecil yang bisa mengembangkan sirosis.Sirosis NASH (Non-Alkoholic Steatohepatitis) hanya berkembang pada sebagian kecil penderita diabetes dengan obesitas.2 Risiko perkembangan sirosis juga dapat bergantung pada umur dan jenis kelamin dari pasien, lamanya penyakit, dan status imunologi pasien. Pada pasien yang terinfeksi hepatitis C, perkembangan fibrosis lebih cepat pada pasien yang terinfeksi di usia tua dan meningkat seiring dengan lamanya infeksi. Pasien dengan diabetes mellitus, atau pasien dengan imunosupresi mempunyai risiko tinggi untuk berkembangnya sirosis dari beberapa etiologi.2



2.2.1 Epidemiologi Insidensi sirosis hepatis di Amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi serosis hepatis belum ada, hanya ada dari beberapa pusat pendidikan. Di RS dr Sardjito tahun 2004 jumlah pasien sirosis hati berkisar 4,1% dalam kurun waktu 1 tahun pasien yang dirawat di RS tersebut.3 Di Indonesia, kasus ini lebih banyak ditemukan pada kaum laki-laki dibandingkan kaum wanita. Dari yang berasal dari beberapa rumah sakit di kitakota besar di Indonesia memperlihatkan bahwa penderita pria lebih banyak dari wanita dengan perbandingan antara 1,5 sampai 2 : 1.Hasil penelitian Suyono dkk



6



tahun 2006 di RSUD Dr. Moewardi Surakarta menunjukkan pasien sirosis hati laki-laki (71%) lebih banyak dari wanita (29%) dengan kelompok umur 51-60 tahun merupakan kelompok umur yang terbanyak.



18



Ndraha melaporkan selama



Januari –Maret 2009 di Rumah Sakit Koja Jakarta dari 38 penderita sirosis hati, 63,7% laki-laki dan 36,7 % wanita, terbanyak (55,3%) adalah kelompok umur 4060 tahun.2



2.2.3 Patogenesis/Patofisiologi Sirosis hepatis terjadi akibat cedera kroniki-reversibel pada parenkim hati disertai timbulnya jaringan ikat difus (akibat cedera fibrosis), pembentukan nodul degenerative ukuran mikronodular hingga mikronodular. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat terjadinya nekrosis hepatosit, kolapsnya jaringan penunjang retikulin, disertai dengan deposit jaringan ikat, destorsi jaringan vascular berakibat pembentukan vascular intra hepatic antara pembuluh darah aferen (vena porta dan arteri hepatica) dan aferen vena hepatica, dan regenerasi nodular parenkim hati sisanya.6,7 Terjadi fibrosis hati disebabkan adanya aktivasi dari sel stellate hati . aktivitas ini dipicu oleh factor pelepasan yang dihasilkan oleh sel hepatosit dan sel kupffer. Sel stellate merupakan sel penghasil utma matrix ekstraseluler (ECM) setelah terjadi cedera pada hepar, pembentukan ECM terjadi karena adanya pembentukan jaringan mirip fibroblast yang dihasilkan sel stellet dan dipengaruhi oleh beberapa sel sitokin seperti transformating growth factor β (TGF-β) dan tumornecrosis factor (TNF-α).6,7 Deposite ECM dispace of disse akan menyebabkan perubahan bentuk dan memacu kapilarisasi pembuluh darah. Kapilarisasi sinusoid kemudian mengubah pertukaran normal aliran vena porta dengan hepatosit, sehingga material yang seharusnya dimetabolisasi oleh hepatosit akan masuk ke aliran darah sistemik dan menghambat material yang diproduksi hati masuk ke darah. Proses ini akan



7



menimbulkan



hipertensi



portal



dan



penurunan



fungsi



hepatoseluler.6,7



8



9



2.2.4 Klasifikasi sirosis.8.9 Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis,yaitu : 1.



Mikronodular Ditandai dengan terbentuknya septa tebal teratur. Di dalam septa parenkim hati terdapat nodul halus dan kecil merata di seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran mikro dan makronodular.



2.



Makronodularsirosis makronodular ditandai dengan terbentuknya septa dengan ketebalan bervariasi. Besar nodul juga bervariasi, ada nodul besar yang didalamnya adalah daerah luas dengan parenkim yang masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.



3.



Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular)



Secara Fungsional Sirosis terbagi atas : 1.



Sirosis hati kompensata atau sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada stadium kompensata ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat pemeriksaan screening.



2.



Sirosis hati Dekompensata Dikenal dengan ActIIIe Sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.



2.2.5 Manifestasi klinis Perjalanan penyakit sirosis hepatis cenderung lambat, asimtomatis dan seringkali tidak dicurigai sampai adanya komplikasi penyakit hati. Banyak penderita penyakit sirosis hepatis terlambat untuk terdiagnosis sebagai penyakit sirosis hati. Sebagian besar penderita yang datang keklinik atau rumah sakit sudah dalam stadium dekompensata, disertai adanya komplikasi



10



seperti perdarahan varises , peritonitis bacterial spontan, atau ensefalopati hepatis. Gambaran klinis pada pasien sirosis hepatis adalah mudah lelah, anoreksia, berat badan menurun, atropi otot, ikterus, spider angioma, splenomegali, asites, caput medusa, palmar erithem, white nails, ginekomasti, hilangnya rambut pubis dan ketiak pada wanita, asterixis (flapping tremor), feotor hepaticus, sirosis akibat alcohol.6,7



2.2.6 Penegakan Diagnosa A. Anamnesa dan Manisfestasi Klinis a. Gejala Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena penyakit lain.



11



Gejala awal sirosis (kompensata) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada membesar, hilangnya dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut (dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur dan demam yang tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti teh pekat, muntah darah dan/atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai koma.10 b. Temuan Klinis Temuan klinis sirosis meliputi spider angio maspiderangiomata (spider telangiektasi) suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapavena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di bahu, muka dan lenganatas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui, ada anggapan dikaitkandengan peningkatan rasio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga bisaditemukan selama hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula padaorang sehat meskipun ukuran lesi kecil.10,11 Eritema palmaris, warna merah pada thenar dan hipothenar telapak tangan yang juga dikaitkan dengan perubahan metabolism hormon esterogen. Tanda ini juga tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid, hipertiroidisme dan keganasan hematologi. Perubahan kuku-kuku yaitu muchrche berupa pita putih horizontal dipisahkan dengan warna normal kuku yang mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia akibat sindrom nefrotik. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati gipertrofi suatu periostitis proliferatif kronik yang menimbulkan nyeri. Kontraktur Dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan padapasien diabetes melitus, distrofi refleks simpatetik dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.10,11 Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula mammae laki-laki, kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu, ditemukan juga hilangnya rambut dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-



12



laki mengalami perubahan ke arah feniminisme. Kebalikannya pada perempuan menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis. Hepatomegali-ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi porta.10,11 Asites yaitu penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta. Fetor hepatikum yaitu bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat. Ikterus-pada kulit dan membran mukosa akibat bilirubinemia. Bila konsentrasi bilirubin kurang dari 2-3mg/dl tidak terlihat. Diabetes melitus dialami 15 sampai 30% pasien sirosis. Hal ini akibat resistensi insulin dan tidak adekuatnya sekresi insulin oleh beta pancreas.10,11 Menurut Price, tanda-tanda klinik yang dapat terjadi yaitu:11 1. Adanya ikterus pada penderita sirosis. Timbulnya ikterus pada seseorang merupakan tanda bahwa ia sedang menderita penyakit hati. Penguningan pada kulit dan mata terjadi ketika liver sakit dan tidak bisa menyerap bilirubin. Ikterus dapat menjadi penunjuk beratnya kerusakan sel hati. Ikterus terjadi sedikitnya pada 60% penderita selama perjalanan penyakit. 2. Timbulnya asites dan edema pada penderita sirosis. Ketika liver kehilangan kemampuannya membuat protein albumin, air menumpuk pada kaki (edema) dan abdomen (asites). Faktor utama asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus. Edema umumnya timbul setelah timbulnya asites sebagai akibat dari hipoalbuminemia dan resistensi garam dan air. 3. Hati yang membesar. Pembesaran hati dapat ke atas mendesak diafragma dan ke bawah. Hati membesar sekitar 2-3 cm, dengan konsistensi lembek dan menimbulkan rasa nyeri bila ditekan.



13



4. Hipertensi portal. Hipertensi portal adalah peningkatan tekanan darah vena portal yang menetap di atas nilai normal. Penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui hati.



Gambar 2.4 Manifestasi Klinis Sirosis Hepatis dan Kausanya4



14



B. Pemeriksaan Penunjang a. Laboratorium 1) Urin Pada urin terdapat urobilnogen dan bilirubin bila penderita ada ikterus. Pada penderita dengan asites, maka ekskresi natrium dalam urin berkurang sehingga eksresi urin menurun yang menunjukkan kemungkinan telah terjadi syndrome hepatorenal.9 2) Tinja Terdapat kenaikan kadar sterkobilinogen pada tinja. Pada penderita dengan ikterus ekskresi pigmen empedu rendah. Sterkobilinogen yang tidak terserap oleh darah, di dalam usus akan diubah menjadi sterkobilin yaitu suatu pigmen yang menyebabkan tinja berwarna cokelat atau kehitaman.9 3) Darah Biasanya dijumpai anemia normostik normokronik ringan, kadang–kadang dalam bentuk makrositer yang disebabkan kekurangan asam folik dan vitamin B12 atau karena splenomegali. Bilamana penderita pernah mengalami perdarahan gastrointestinal maka baru akan terjadi hipokromik anemi, juga dijumpai leukopeni bersamaan dengan adanya trombositopeni.9 4) Tes Faal Hati Penderita sirosis banyak mengalami gangguan tes faal hati terutama pada penderita dengan tanda-tanda hipertensi portal. Pada sirosis globulin menaik, sedangkan albumin menurun. Pada orang normal setiap hari akan diproduksi 1016 gr albumin, sedangkan pada orang dengan sirosis hanya dapat disintesa antara 3,5-5,9 gr per hari. Kadar normal albumin dalam darah 3,5-5,0 g/dL. Jumlah albumin dan globulin yang masing-masing diukur melalui proses yang disebut elektroforesis protein serum. Perbandingan normal albumin : globulin adalah 2:1 atau lebih. Selain itu, kadar asam empedu juga termasuk salah satu tes faal hati yang peka untuk mendeteksi kelainan hati secara dini. Untuk pengelolaan lebih lanjut , maka penderita sirosis hepatis dengan tanda-tanda hipertensi portal dapat dibagi atas tiga kelompok berdasarkan kriteria/klasifikasi dari Child, yaitu Child A yang mempunyai prognosis baik, Child B mempunyai prognosis sedang dan Child C yang mempunyai prognosis buruk.9



15



Tabel 2.1 Skor Child-Pugh9 Aspek yang dinilai



A



B



C



Serum Bilirubin (mg/dl)



3



Serum Albumin (mg/dl)



>3,5



2,8-3,5



dari 10 mg/dl, trombosit < 40.000/mm3, creatinin > 3 mg/dl dan natrium urin < 10 mmol/24 jam. 9



Spontaneus Bacterial Peritonitis (SBP)



Infeksi cairan dapat terjadi secara spontan, atau setelah tindakan parasintese. Tipe yang spontan terjadi 80% pada penderita sirosis hati



20



dengan asites, sekitar 20% kasus. Keadaan ini lebih sering terjadi pada sirosis hati stadium kompesata yang berat. Pada kebanyakan kasus penyakit ini timbul selama masa rawatan. Infeksi umumnya terjadi secara Blood Borne dan 90% Monomicroba. Pada sirosis hati terjadi permiabilitas usus menurun dan mikroba ini beraasal dari usus. Adanya kecurigaan akan SBP bila dijumpai keadaan sebagai berikut : - Spontaneous bacterial peritonitis - Sucpect grade B dan C cirrhosis with ascites - Clinical feature my be absent and WBC normal - Ascites protein usually 250 mm polymorphs - 50% die - 69 % recurrent in 1 year Pengobatan SBP dengan memberikan Cephalosporins Generasi III (Cefotaxime), secara parental selama lima hari, atau Qinolon secara oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk Profilaxis dapat diberikan Norfloxacin (400mg/hari) selama 2-3 minggu. 9



Hepatorenal Sindrome Adapun criteria diagnostik dapat kita lihat sebagai berikut : A. Major - Chronic liver disease with ascietes - Low glomerular fitration rate - Serum creatin > 1,5 mg/dl



21



- Creatine clearance (24 hour) < 4,0 ml/minute - Absence of shock, severe infection,fluid losses and Nephrotoxic drugs - Proteinuria < 500 mg/day - No improvement following plasma volume expansion B. Minor - Urine volume < 1 liter / day - Urine Sodium < 10 mmol/litre - Urine osmolarity > plasma osmolarity - Serum Sodium concentration < 13 mmol / liter Sindroma ini dicegah dengan menghindari pemberian Diuretik yang berlebihan, pengenalan secara dini setiap penyakit seperti gangguan elekterolit, perdarahan dan infeksi. Penanganan secara konservatif dapat dilakukan berupa : Ritriksi cairan,garam, potassium dan protein. Serta menghentikan obat-obatan yang Nefrotoxic. Manitol tidak bermanfaat bahkan dapat menyebabkan Asifosis intra seluler. Diuretik dengan dosis yang tinggi juga tidak bermanfaat, dapat mencetuskan perdarahan dan shock. TIPS hasil jelek pada Child’s C, dan dapat dipertimbangkan pada pasien yang akan dilakukan transplantasi. Pilihan terbaik adalah transplantasi hati yang diikuti dengan perbaikan dan fungsi ginjal. 9 Ensefalopati Hepatik Suatu syndrome Neuropsikiatri yang didapatkan pada penderita penyakit hati menahun, mulai dari gangguan ritme tidur, perubahan kepribadian, gelisah sampai ke pre koma dan koma. Pada umumnya enselopati Hepatik pada sirosis hati disebabkan adanya factor pencetus, antara lain : infeksi, perdarahan gastro intestinal, obat-obat yang Hepatotoxic. Prinsip penggunaan ada 3 sasaran :



22



1. mengenali dan mengobati factor pencetus 2. intervensi untuk menurunkan produksi dan absorpsi amoniak serta toxin-toxin yang berasal dari usus dengan jalan : - Diet rendah protein - Pemberian antibiotik (neomisin) - Pemberian lactulose/ lactikol 3. Obat-obat yang memodifikasi Balance Neutronsmiter - Secara langsung (Bromocriptin,Flumazemil) - Tak langsung (Pemberian AARS).9 Laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia , diet protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg berat badan perhari, terutama diberikan yang kaya asam amino rantai cabang. 9 Varises Esofagus Kasus ini merupakan kasus emergensi sehingga penentuan etiologi sering dinomor duakan, namun yang paling penting adalah penanganannya lebih dulu. Prrinsip penanganan yang utama adalah tindakan Resusitasi sampai keadaan pasien stabil, dalam keadaan ini maka dilakukan : - Pasien diistirahatkan dan dipuasakan - Pemasangan IVFD berupa garam fisiologis dan kalau perlu transfusi - Pemasangan Naso Gastric Tube, hal ini mempunyai banyak sekali kegunaannya yaitu : untuk mengetahui perdarahan, cooling dengan es, pemberian obatobatan, evaluasi darah - Pemberian obat-obatan berupa antasida,ARH2,Antifibrinolitik,Vitamin K, Vasopressin, Octriotide dan Somatostatin



23



- Disamping itu diperlukan tindakan-tindakan lain dalam rangka menghentikan perdarahan misalnya Pemasangan Ballon Tamponade dan Tindakan Skleroterapi / Ligasi aatau Oesophageal Transection. 9 Sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat penyekat beta (propranolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan prparat somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi endoskopi. 9 Peritonitis bacterial spontan, diberikan antibiotika seperti seftaksim intravena, amoksilin, atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal, mengatasi perubahan sikulasi darah di hati, mengatur kesimbangan garam dan air. Transplatasi hati, terapi definitive pada pasien irosis deompensata. Namun sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa criteria yang harus dipenuhi resipien dahulu. 9 2.2.7 Komplikasi 1)



Perdarahan gastrointestinal: Hipertensi portal menimbulkan varises oesopagus, dimana suatu saat akan pecah sehingga timbul perdarahan.



2)



Spontaneus bacterial peritonitis yaitu, infeksi cairan asites oleh suatu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra abdominal, biasanya pasien ini tanpa gejala namun dapat timbul demam dan nyeri abdomen.



3)



Sindrom hepatorenal dimana terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligur, peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi glomerulus.



4)



Karsinoma hepatosellular. Kemungkinan timbul karena adanya hiperflasia noduler yang akan berubah menjadi adenomata multiple dan akhirnya menjadi karsinoma yang multiple.



5)



Infeksi. Misalnya peritonitis, pnemonia, bronchopneumonia, tbc paru, glomerulonephritis



kronis,



pielonephritis,



sistitis,



peritonitis,



endokarditis, srisipelas, septikema 6)



Hepatic encephalopathy.



24



Merupakan gangguan neuropsikiatrik akibat disfungsi hati, mula-mula ada gangguan tidur berupa insomnia dan hipersomnia selanjutnya dapat timbul gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma. 7)



Hepatopulmonary Syndrom. Terdapat hidrothoraks dan hipertensi portopulmonal.



8)



Hypersplenisme.



9)



Edema dan ascites.



2.2.8 Prognosis Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi Child-Pugh biasanya digunakan untuk prognosis pasien sirosis. Variabelnya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites dan ensefalopati. Klasifikasi ini berkaitan dengan angka harapan hidup. Angka harapan hidup selama 1 tahun berturut-turut untuk pasien dengan klasifiksi A,B,C adalah 100, 80, dan 45%.



25



Klasifikasi Child-Pugh Nilai 1



2



3



-



Minimal



Berat/koma



Asites



Nihil



Minimal



Masif



Bilirubin



3



>3,5



2,8-3,5



BJ II, reguler, tidak ada bising atau gallop S3



29



Abdomen



: soepel, collateral vein (-), darm steifung (-),



Inspeksi



darm contour (-), caput medusa (-) Nyeri (+), soepel(+), Hepar teraba 2cm BAC,



Palpasi



3cm BPX kosnsistensi keras, berdungkuldungkul, sudut tumpul, splenomegaly (-)



Perkusi



Shifting dullness (+)



Auskultasi



Peristaltik usus (+) menurun 2-3 kali/menit



Ekstremitas



:



1. Ekstremitas Atas Warna



: sawo matang



Jari tabuh



: (-)



Edema



: (-/-)



Tremor



: (-)



Sendi



: nyeri (-/-)



Deformitas



: (-/-)



Suhu raba



:N/N



Kekuatan



: 5/5



Pucat



: (+/+)



atrofi hipotenar : -



Eritema palmar : -



Atrofi tenar



:-



2. Ekstremitas bawah Warna



: sawo matang



Jari tabuh



: (-)



Edema



: (-/-)



Tremor



: (-)



Sendi



: nyeri (-/-)



Deformitas



: (-/-)



Suhu raba



:N/N



Kekuatan



: 5/5



Pucat



: (+/+)



30



1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Laboraturium (10 Maret 2017)



Pemeriksaan Laboratorium Darah Rutin Hb Ht Leukosit Eritrosit Trombosit MCV MCH MCHC RDW PDW MPV Hitung Jenis Eosinofil Basofil Netrofil Batang Netrofil segmen Limfosit Monosit Faal Hemostatis Waktu Perdarahan Waktu Pembekuan Imunoserologi Hepatitis HBsAg Kimia Klinik Hati & Empedu Biliribun Total Biliribun Direct Bilirubin Indirect AST/SGOT ALT/SGPT Protein Total Albumin Globulin Elektrolit Natrium (Na) Kalium (K) Klorida (Cl) Diabetes



Hasil



Nilai Normal



13,9 gr/dl 41 % 16,9 /mm3 5,7 x 106 /µL 274.000 / mm3 72 fL 24 pg 34 % 18,1 % 14,1 fL 10,6 fL



14-17 gr/dl 45-55 % 4.500-10.500/mm3 4,7-6,1 jt/ µL 150.000-450.000/mm3 80-100 fL 27-31 pg 32-36 % 11,5-14,5 %



1% 1% 0% 82 % 6% 10 %



0-6 % 0-2 % 2-6% 50-70 % 20-40 % 2-8 %



7,2-11,1 fL



2 menit 7 menit



1-7 menit 5-15 menit



Positif



Negatif



31,65 mg/dL 26,90 mg/dL 4,75 mg/dL 318 U/L 113 U/L 6,51 g/dL 2,67 g/dL 3,79 g/dL



0,3-1,2 mg/dL