Sistem Budidaya Kepiting Bakau [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Sistem Budidaya Kepiting Bakau (Scylla serrata)



MAKALAH Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dasar-Dasar Akuakultur Yang dibina oleh Bapak Budianto, S.Pi, M.P, M.Sc.



Disusun oleh Kelompok 1 Evi Zakiya



(165080100111002)



Dinna Luthfiya’Abidah



(165080100111004)



Dhimas Primayudha S



(165080100111006)



Fadhil Mushofi



(165080100111008)



Cahyo Kartiko



(165080100111010)



MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA 2017



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dasar-dasar akuakultur ini untuk memenuhi tugas mata kuliah dasar-dasar akuakultur Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.



Kami menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu Dosen Pembimbing mata kuliah dasar-dasar akuakultur yang telah membimbing kami dengan pemberian materi. Serta semua pihak yang telah membantu menyiapkan, memberikan masukan dalam menyusun laporan ini.



Dengan segala keterbatasan serta pengetahuan, kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat kekurangan dan kesalahan. Oleh karena itu, kami



mengharapkan



saran



dan



kritik



yang



dapat



dijadikan



masukan



dalam



menyempurnakan kekurangan kami dan semoga laporan kami bermanfaat bagi kami khususnya dan masyarakat pada umumnya.



Malang, 2 Mei 2017



i



DAFTAR ISI



KATA PENGANTAR ....................................................................................................................... i DAFTAR ISI ......................................................................................................................................ii 1. PENDAHULUAN ........................................................................................................................ 1 1.1.Latar belakang ....................................................................................................................... 1 1.2 Tujuan ..................................................................................................................................... 2 1.3 Manfaat................................................................................................................................... 2 2. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................................... 3 2.1. Klasifikasi ikan ...................................................................................................................... 3 2.2. Morfologi................................................................................................................................ 3 2.3. Biologi .................................................................................................................................... 4 3. TEKNIS BUDIDAYA IKAN ........................................................................................................ 6 3.1. Persyaratan lokasi budidaya .............................................................................................. 6 3.2. Persiapan sarana dan prasarana ...................................................................................... 8 3.3. Pembibitan ikan.................................................................................................................. 10 3.4. Pemeliharaan pembesaran .............................................................................................. 12 3.5. Managemen kualitas air .................................................................................................... 14 3.6. Hama dan penyakit............................................................................................................ 16 3.7. Pemanenan ........................................................................................................................ 17 3.8. Penanganan Pasca panen ............................................................................................... 19 4. PENUTUP .................................................................................................................................. 20 4.1. Kesimpulan ......................................................................................................................... 20 4.2. Saran ................................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................... 21



ii



1. PENDAHULUAN



1.1. Latar belakang Perairan Indonesia memiliki karakteristik fauna tropis yang banyak. Di perairan Indonesia terdapat sekitar 2500 spesies ikan, dan sebanyak 75% produksi ikan Indonesia yaitu berasal dari hasil penangkapan, serta sisanya merupakan hasil dari kegiatan budidaya. Lebih dari 90% penangkapan ikan di perairan darat (sungai,danau, dan lainlain) berada di daerah Kalimantan, Sumatera, dan Sulawesi. Jenis budidaya di tambak air payau dan air tawar banyak terdapat di Jawa. Kemajuan pertumbuhan ekonomi di negara- negara maju dan beberapa negara berkembang menimbulkan pola konsumsi baru disertai dengan perubahan struktur komposisi makanan. Perlu juga diketahui, perkembangan baru menunjukkan konsumsi ikan lebih cenderung dilakukan pada jenis ikan laut ekonomis tinggi, meskipun harus membayar dengan harga mahal sekalipun. Jenis-jenis ikan ekonomis tinggi termasuk di dalamnya kelompok krustasean yaitu kepiting. Kepiting merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis tinggi, terutama yang matang gonad atau sudah



bertelur,



dewasa,



dan gemuk.



Keberadaan



spesies ini



sudah



banyak



dibudidayakan di tambak, dan benih kepiting diambil dari alam, seperti yang sudah dilakukan pembudidaya di Karawang, Jawa Barat. Budidaya kepiting bakau yang telah dikenal oleh masyarakat adalah kegiatan pembesaran benih menjadi ukuran konsumsi, penggemukan, produksi kepiting cangkang lunak, dan produksi kepiting bertelur. Kepiting bakau ditangkap dari perairan estuaria dan saluran petak tambak. Kepiting bakau lebih suka hidup di perairan yang relatif dangkal dengan dasar berlumpur. Daerah yang cocok untuk lokasi budidaya kepiting ialah tambak yang dasarnya berlumpur. Bukan hanya dagingnya yang mempunyai nilai komersil, kulitnya pun dapat ditukar dengan dollar. Kulit kepiting diekspor dalam bentuk kering sebagai sumber chitin, chitosan, dan karotenoid yang dimanfaatkan oleh berbagai industri sebagai bahan baku obat, kosmetik, pangan, dan lain-lain. Bahan-bahan tersebut memegang peranan penting sebagai antivirus dan anti bakteri dan juga digunakan sebagai obat untuk meringankan dan mengobati luka bakar. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai bahan pemgawet makanan.



1



1.2 Tujuan Tujuan didirikannya usaha budidaya kepiting bakau ini antara lain: 1. Membuka lapangan usaha baru. 2. Mengembangkan potensi yang ada di daerah pesisir pantai Mengendalikan stok kepiting bakau disamping usaha penangkapan. 3. Menerapkan ilmu dasar – dasar akuakultur. 4. Mendapatkan keuntungan maksimal dengan meminimalisir biaya produksi. 1.3 Manfaat Manfaat yang diperoleh dari usaha budidaya kepiting bakau ini antara lain: 1. Dapat memperdayakan masyarakat sekitar dalam mengembangkan kemampuan budidaya. 2. Mengurangi angka pengangguran di Indonesia dengan dibukannya lapangan usaha baru. 3. Kestabilan populasi ikan kerapu terjaga. 4. Dapat mengaplikasikan ilmu yang dipelajari dalam perkuliahan. 5. Dapat memperoleh keuntungan dari usaha yang dibudidayakan.



2



2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Klasifikasi ikan Menurut Kana (2002), jumlah jenis kepiting yang tergolong dalam keluarga Portunidae di perairan Indonesia diperkirakan lebih dari 100 species. Keluarga Portunidae mencakup kepiting bakau (Scylla sp.) dan rajungan (Partunus, Charybdis, dan Talamita). Tetapi kepiting yang paling banyak ditemukan di perairan adalah keiting bakau. Kepiting bakau mempunyai beberapa spesies antara lain Scylla serrata, Scylla tranquebarica, dan Scylla oceanica dengan kelas sebagai berikut: Phyllum



: Arthopoda



Class



: Crustacea



Family



: Portunidae



Genus



: Scylla



Spesies



: Scylla sp



Sedangkan menurut Gunarto (2015), kepiting bakau hidup di kawasan mangrove, estuari dan laut. Kepiting bakau juga menyukai dasar perairan berlumpur dan secara umum tersebar di seluruh perairan Indonesia. Kepiting bakau tergolong hewan omnivora dan kanibal, serta bersifat nokturnal. Klasifikasi kepting bakau adalah sebagai berikut: Phyllum



: Arthopoda



Subfilum : Crustacea Kelas



: Malacostraca



Bangasa : Decaphoda Suku



: Portunidae



Genus



: Scylla



Species



:Scylla serrata, Scylla tranquebarica, Scylla paramammosain, Scylla olivacea



2.2. Morfologi Kepiting bakau (Scylla sp) memiliki ukuran lebar karapas lebih besar dari pada ukuran panjang tubuhnya dan permukannya agak licin. Pada dahi antara sepasang matanya terdapat enam buah duri dan di samping kanan dan kirinya masing-masing terdapat sembilan buah duri. Kepiting bakau jantan mempunyai sepasang capit yang dapat mencapai panjang hampir dua kali lebih pendek. Selain itu, kepiting bakau juga mempunyai 3 pasang kaki jalan dan sepasang kaki renang. Kepiting bakau berjenis kelamin jantan ditandai dengan abdomen bagian bawah berbentuk sgitiga meruncing, sedangkan pada kepiting bakau betina melebar. Menurut Moosa et al. (1985) dalam Kana (2002), Genus Scylla termasuk dalam sub-famili Portunidae dengan ciri-ciri sebagi 3



berikut:”Panjang pasangan kaki jalan lebih pendek dari pada capit, pasang kaki terahkir berbentuk dayung. Krapas berbentuk lebar, dilengkapi dengan 3-9 buah gigi anterolateral. Ruas dasar dari sungut (antena) biasanya lebar, sudut anteroexternal kerap kali berlobi, flagel



kadang-kadang



berada



diorbit



mata”.



Perbedaan



Scylla



serrata,



Scylla



tranquebarica, dan Scylla oceanica : 1. Scylla serrata Spesies Scylla serrata memiliki warna relatif sama dengan warna lumpur, yaitu coklat kehitam-hitaman pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang duri yang runcing dan 1 buah duri pada propodus bagian bawah. Selain itu, habitat kepiting bakau spesies ini sebagian besasr di hutan-hutan bakau di perairan Indonesia. 2. Scylla tranquebarica Spesies Scylla tranquebarica memiliki warna hijau tua dengan kombinasi kuning sampai orange pada karapasnya dan putih kekuning-kuningan pada bagian abdomennya. Pada propodus bagian atas terdapat sepasang duri, tetapi tidak terlalu runcing dan 1 buah duri yang tumpul pada abdomen bagian bawah. 3. Scylla oceanica Spesies Scylla oceanica lebih didominasi dengan warna coklat-tua dan ukuran badannya jauh lebih besar dari pada spesies yang lain.



2.3. Biologi Pertumbuhan dan perkembangan terbaik kepiting bakau dapat mencapai ukuran lebih dari 200 mm yang dipengaruhi oleh wilayah dan musim yang sedang berlangsung pada saat itu. Pada dasarnya kepiting bakau merupakan jenis hewan yang habitatnya berada di air sehingga alat pernapasannya berupa insang. Menurut Sudradjat (2015), kepiting bakau muda bermetamorfosa menjadi kepiting bakau dewasa dengan mengalami proses ganti kulit sebanyak 17-20 kali tergantung kondisi lingkungan dan pakanya. Pada saat pergantian kulit tersebut tubuh kepiting bakau akan mengalami pembesaran sebanyak 1/3 kali ukuran sebelumnya. Tiap fase hidup kepiting bakau memiliki rentang waktu yang berbeda dalam proses penggantian kulit. Fase zoo membutuhkan waktu 3-4 hari untuk proses penggantian kulit, sedangkan fase mezalaa membutuhkan waktu lebih lama yaitu 15 hari. Laju pertumbuhan terbaik kepiting bakau ada pada salinitas 10-15ppt. Kepiting mulai memijah pada umur 12 bulan. Pada saat akan melakukan pemijahan, kepiting bakau akan mengalami migrasi (beruaya) ke laut lepas, lalu bersama anakanaknya akan kembali ke perairan bakau untuk berlindung, membesarkan diri, dan mencari makan. Dalam sekali perkawinan kepiting bakau dapat tiga kali memijah. Pelepasan telyr terjadi selama ½ jam, proses penetasan berlangsung selama tiga hari. 4



Proses perkembangan telur berlangsung selama 30 hari. Jenis kelamin kepiting sangat mudah ditentukan, yaitu dengan mangamati alat kelaminnya yang ada dibawah perut (dadanya). Organ kelamin kepiting betina berbentuk segitiga yang relatif lebar dan di bagian depannya agak tumpul (lonjong). Sedangkan alat kelamin jantan terdiri dari sebuah testis berwarna putih dan terletak dibawah sinusparicardii.



5



3. TEKNIS BUDIDAYA IKAN 3.1. Persyaratan lokasi budidaya Menurut Rukmini (2009), pemilihan lokasi tambak yang tepat sangat menentukan keberhasilan dan kelanjutan usaha budidaya kepiting bakau. Oleh karena itu, penetapan lokasi untuk usaha pembesaran kepiting bakau harus dipertimbangkan secara matang. Setiap lokasi mempunyai kelebihan dan kekurangan tersendiri. Dengan kata lain, tidak ada lokasi yang sempurna. Apakah lokasi tersebut memadai bagi kegiatan pembesaran kepiting bakau dan dapat digolongkan ke dalam prasarana fisik dan penunjang. Faktor– faktor yang perlu dikaji dalam menentukan suatu lokasi yang akan dijadikan lokasi pembesaran kepiting bakau antara lain faktor ekologis, faktor tanah, dan faktor sosial ekonomi.  Faktor Ekologis Menurut Affan (2011), Kedalaman perairan sangat penting bagi kelayakan budidaya, kedalaman optimal saat surut antara dasar keramba dengan dasar perairan adalah 4-5 m, hasil penelitian menunjukkan nilai kedalaman perairan berkisar dari 7-18 m, nilai ini berdasarkan Kepmenneg-KLH masih layak untuk budidaya laut. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan lokasi, nilai kedalaman berada dalam kategori sangat layak hingga tidak layak untuk budidaya laut. Untuk budidaya ikan dalam KJA 28.687 ha (22,46 %) yang sangat layak, sedangkan sisanya tidak layak. Kecerahan menunjukkan kemampuan penetrasi cahaya kedalamperairan. Tingkat penetrasi cahaya sangat dipengaruhi oleh partikel yang tersuspensi dan terlarut dalam air sehingga mengurangi laju fotosintesis. Pengukuran kecerahan salah satunya dapat dilakukan dengan sechi disk dengan satuanmeter atau persentase. Kecerahan untuk kegiatan budidaya perikanan sebaiknya lebih dari 3 m. Kecerahan perairan dari hasil penelitian berkisar 4,61 5,55 m (40 - 65 %) masih baik untuk budidaya perikanan (kecerahan > 3 m), namun untuk budidaya rumput laut dan tiram mutiara masih baik hanya untuk lokasi tertentu yang kecerahan > 5 m. Berdasarkan hasil pemetaan kelayakan lokasi, nilai kecerahan berada dalam kategori sangat layak dan layak untuk komoditas budidaya laut dengan luasan 89.884 ha (70,36 %) yang sangat layak, sedangkan sisanya berada dalam kategori layak. Arus sangat berperan dalam sirkulasi air, selain pembawa bahan terlarut dan tersuspensi, arus juga mempengaruhi jumlah kelarutan oksigen dalam air. Di samping itu berhubungan dengan KJA, kekuatan arus dapat mengurangi organisme penempel (fouling) pada jaring sehingga desain dan konstruksi keramba harus disesuaikan dengan kecepatan arus serta kondisi dasar perairan (lumpur, pasir, karang). Organisme penempel akan lebih banyak menempel pada jaring bila kecepatan arus dibawah 25 cm/dt sehingga 6



akan mengurangi sirkulasi air dan oksigen. Kecepatan arus yang masih baik untuk budidaya dalam KJA berkisar 5 15 cm/dt. Berdasarkan hasil pemetaan kecepatan arus, didapatkan luasan wilayah secara umum sangat layak, layak dan layak bersyarat untuk pengembangan budidaya ikan dalam keramba dengan luasan yang sangat layak 49.678 ha (38,89%), 76.177 ha (59,63 %) layak dan sangat sedikit yang layak bersyarat 1.891 ha (1,48 %).  Faktor Tanah Menurut Afrianto dan Liviawaty (1992), pemilihan lokasi lahan untuk kolam pemeliharaan Kepiting diamati dulu topografinya. Sedapat mungkin dihindari daerah yang kondisi lahannya bergelombang, sebab akan memerlukan biaya relatif besar untuk menggali dan meratakannya. Selain bergelombang, kita hindari pula pemilihan lahan yang terlalu curam. Pembangunan kolam yang dilakukan pada lahan curam membutuhkan pembuatan pematang yang tinggi dan kuat. Lahan yang dianggap sesuai dijadikan areal kolam Kepiting sebaiknya relatif tidak bergelombang dan mempunyai kemiringan sekitar 5-20 persen. Lahan dengan kemiringan semacam ini dapat menghemat biaya dan tenaga, sebab tidak memerlukan penggalian terlalu banyak pada saat membuat kolam. Tekstur tanah juga mempunyai peranan sangat penting dalam penentuan kesesuaian lahan untuk kolam pemeliharaan Kepiting. Tekstur tanah erat kaitannya dengan kualitas lahan. Apabila tekstur tanahnya kompak, maka kualitas lahan tersebut cukup baik untuk dijadikan kolam. Tanah yang mengandung liat dan lumpur, selain sangat baik untuk pembuatan pematang kolam, kedap air, juga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan makanan alami karena banyak mengandung unsur hara.  Faktor Sosial Ekonomi a. Pemilikan Tanah Setelah mendapatkan lokasi yang cocok untuk pembuatan kolam, sebaiknya diselidiki pula peruntukan lahannya sehingga pada masa-masa mendatang tidak menimbulkan kesulitan. Peruntukan lahan harus jelas dan pasti agar tidak terjadi benturan kepentingan dengan instansi lain dalam penggunaan lahan. b. Transportasi Lokasi kolam budidaya sebaiknya dapat dijangkau dengan mudah dari berbagai arah agar pengadaan benih, peralatan, tenaga kerja dan pemasaran hasil produksi dapat berlangsung dengan lancar. Lokasi kolam yang terletak sangat strategis dan dapat dijangkau dengan mudah dari berbagai arah, merupakan daerah yang memiliki nilai ekonomis lebih tinggi. c. Tenaga Kerja Tenaga kerja dapat diperoleh dari daerah setempat atau mendatangkan dari daerah lain. Penggunaan tenaga lokal lebih menguntungkan, sebab: 7



1. Tenaga kerja lokal memiliki rumah sendiri sehingga tidak membutuhkan fasilitas perumahan untuk tempat tinggal. 2. Tenaga kerja lokal tidak membutuhkan biaya besar untuk dating dan pulang dari tempat kerja, karena tempat tinggalnya relatif lebih dekat. 3. Tidak membutuhkan fasilitas untuk makan karena tenaga kerja lokal umumnya membawa sendiri dari rumah.



3.2. Persiapan sarana dan prasarana A. Kolam / wadah Budidaya perikanan dalam kolam memiliki fungsi-fungsi tertentu. Fungsi utamnya lebih mengarah pada bagiman agar cara pembudidayaan lebih baik dengan adanya pengaturan. Menurut Susanto (2010), berdasarkan hal tersebut, fungsi dari tiap tiap kolam ikan adalah:  Kolam pemeliharaan Induk Kolam pemeliharaan induk berfungsi sebagai tempat penympanan induk ikan yang akan dikawinkan atau dipijahkan, dan tempat pemeliharaan induk yang telah selesai dipijahkan. Kolam pemeliharaan induk biasanya ada dua buah, yaitu satu untuk induk jantan dan yang lainnya untuk induk betina. Sistem pemasukan air yang ideal adalah secara pararel, Jika terpaksa, sistem pemasukan air bisa seri. Namun kolam induk betina harus berada diatas agar induk betina tidak terangsang sperma induk jantan yang keluar secara tidak sengaja.  Kolam Pemijahan Kolam pemijahan berfungsi untuk mempertemukan induk jantan dan induk betina yang telah matang gonadnya, dengan melakukan manipulasi lingkungan terdahulu agar pemijahan terjadi dengan baik. Untuk itu kolam pemijahan kepiting bakau harus terpisah, mengingat sifat dari kepitng bakau yang dapat bersifta kanibal.  Kolam pendederan Fungsi kolam pendederan adalah untuk mendederkan atau membesarkan larva menjadi bibit yang siap untuk dibesarkan. Kolam pendederan biasanya berukuran 250600 m2. Kolam pendederan biasanya terdiri dari lebih satu kolam. Ada kola pendederan I, kolam pendederan II, dan lain sebagainya.  Kolam pembesaran Kolam pembesaran berfungsi untuk tempat pembesaran ikan. Kolam pemebesaran biasanya sama atau lebih besar dibandingkan kolam pendederan. Untuk pemeliharaan secara intensif, debit air harus cukup yaitu sebesar 10-15 liter/detik. Dan makanan tambahannya harus bergizi tinggi, misalnya pelet yang memiliki kandungan protein tidak kurang dari 40%. 8



B. Peralatan Menurut Candra (2013) Untuk pembudidayaan kepiting bakau membutuhkan Bahan kerangka dari kayu yang tahan air. Kisi – kisi dari bamboo dengan Ukuran kerangka 2 m x 1,5 m x 1,2 m atau sesuai kondisi lapangan kemudian Belah bamboo menjadi bilah-bilah dengan ukuran lebar 2 – 3 cm dan potong sesuai ukuran keramba. Pasang bilah-bilah bamboo tersebut pada kerangka keramba berjajar dengan jarak yang aman agar benih kepiting tidak dapatb melewatinya, kemudian paku secara teratur. Buat sekat-sekat dalam keramba agar pemeliharaan kepiting dapat diatur dalam bilik menurut ukurannya. Wadah untuk produksi induk memijah digunakan bak fiberglass kerucut volume 500 L (diameter 75 cm dan tinggi 100 cm) atau bak fiberglass segi empat ukuran 100x100x60 cm yang diberi substrat pasir kuarsa pada dasar bak dan diisi air bersih bersalinitas 30-32 ppt. Setiap bak fiberglass dihubungkan dengan pipa paralon ukuran 1 inci yang bersambung di bagian samping bawah bak agar terjadi resirkulasi. C. Persiapan media pemeliharaan Sebelum kepiting dimasukkan ke dalam kolam, sebaiknya dilakukan persiapan terlebih dahulu agar kelak diperoleh hasil yang memuaskan. Persiapan kolam yang akan digunakan untuk memelihara kepiting antara lain meliputi pengeringan kolam, perbaikan kolam, pengapuran kolam, dan penyediaan pelindung. 1.



Pengeringan kolam Kolam yang akan digunakan untuk memelihara kepiting sebaiknya dikeringkan



dahulu, terutama kolam yang sudah digunakan beberapa kali. Lamanya proses pengeringan kolam berkisar antara 4-7 hari, tergantung pada kondisi cuaca setempat. Sebaiknya pengeringan dilaksanakan hingga tanah dasar kolam menjadi retak-retak, akan tetapi pada musim penghujan sangat sulit untuk mengeringkan kolam sampai tanah dasarnya menjadi retak-retak. Tujuan pengeringan kolam ialah untuk memutuskan siklus hidup organisme penyakit yang mungkin ada serta menguapkan atau menguraikan senyawa - senyawa beracun yang mungkin berbentuk selama kolam digunakan. 2.



Perbaikan kolam Selama proses pengeringan berlangsung, sebaiknya juga dilakukan perbaikan



sarana kolam seperti saluran air, pintu air, pematan dan lain-lain. Tujuan perbaikan kolam adalah untuk menjaga agara fungsi kolam sebagai media pemeliharaan kepiting tetap baik. Kolam yang rusak memungkinkan masuknya organisme predator atau keluarnya kepiting peliharaan. Pematang kolam yang bocor segera diperbaiki dengan cara menambalkan tanah ke bagian pematang yang bocor. Akan tetapi jika bocornya terlalu besar dan sulit ditambal, sebaikya bagian tersebut dibongkar saja dan dibuat pematang baru. Anyaman bambu 9



yang menempel pada dinding pematan diperiksa dengan teliti. Jika ada anyaman yang rusak harus segera diperbaiki agar kepiting tidak melarikan diri.



3.3. Pembibitan ikan A. Pemilihan Bibit dan Induk Pemilihan kepiting bakau, hal pertama yang dilakukan adalah melakukan penangkapan bibit kepiting terlebih dahulu.penangkapan bibit kepiting bisa dilakukan dengan cara menangkap kepiting dari alam dengan menggunakan pancing maupun perangkap. Penangkapan bibit kepiting dengan menggunakan perangkap bisa dilakukan dengan menaruh umpan pada pancing di dalam lubang yang digunakan sebagai sarang kepiting. Dengan cara seperti itu, sasaran penangkapan akan lebih spesifik. Lokasi penangkapan bibit kepiting ini yaitu di sekitar tumbuhan bakau yang merupakan habitat alami kepiting bakau ini. Pancing yang digunakan untuk menangkap bibit kepiting bakau ini berbeda dengan pancing yang digunakan untuk menangkap ikan. Pancing yang digunakan untuk menangkap kepiting bakau tidak menggunakan kail, cukup dengan menggunakan umpan yang diikat dengan tali atau senar pada tali. Umpan yang digunakan dalam penangkapan bibit kepiting ini menggunakan rucah, udang, atau siputsiputan. Sedangkan penangkapan dengan menggunakan perangkap yaitu dengan alat yang terdiri dari sebatang tongkat yang digantungi dengan tali atau senar sebagai pengikat umpan. Benih kepiting juga dapat diperoleh dari pemijahan yang dari akuarium. Benih yang didapat dari akuarium memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan benih yang dari alam atau haitat asli kepiting. Selain ukurannya yang sama, bibit yang diperoleh dari pemijahan akuarium merupakan bibit yang sangat murni, sebab benih pemijahan akuarium ini tidak tercampur dengan bibit lainnya. Kesehatan bibit merupakan faktor terpenting dalam pemilihan bibit kepiting dan merupakan faktor keberhasilan dalam pembesaran kepiting. Kesehatan benih dapat dilihat dari kelengkapan kakinya. Hilangnya capit dapat mempengaruhi kemampuan kepiting untuk memegang makanan dan kemampuan sensorisnya. Walaupun pada akhirnya setelah ganti kulit maka kaki yag baru akan tumbuh tetapi hal ini memerlukan waktu, belum lagi adanya sift kanibalisme antar kepiting sehingga kepiting yang tidak bisa jalan karena ganti kulit sering menjadi mangsa kepiting lainnya. Untuk itu, maka harus dipilih benih yang mempunyai kaki masih lengkap. Benih kepiting yang kurang sehat yaitu warna karapas yang berwarna kemerah-merahan dan pudar serta pergerakannya lamban. Kepiting yang akan dijadikan induk untuk pembenihan harus diseleksi yang telah dewasa yaitu yang ukuran karapasnya lebar tidak kurang dari 10 cm dan berat tak kurang dari 100 gram untuk yang betina, sedangkan yang jantan berat minimum 120 gram dan panjang karapas 12 cm atau lebih. Hal ini disebabkan karena kepiting jantan tumbuh lebih 10



cepat walaupun umurnya sama dengan yang betina. Kepiting betina, abdomennya berbentuk segitiga yang lebar melipat dibawah (ventral) dari dadanya. Yang jantan abdomen berbentuk segitiga yang sempit, juga melipat di bagian ventral dada. Betina yang tertangkap di laut kebanyakan yang sudah dewasa dan menjelang perkawinan. Kesehatan calon induk harus diperhatikan yaitu dipilih yang kulitnya bersih tidak ada organisme penempel (fouling),anggota tubuh (kaki jalan, kaki renang, dll) lengkap dan tidak cacat. Kelengkapan anggota tubuh ini penting dan berperan dalam keberhasilan pemijahan dan penetasan telurnya. Agar produksi benihnya bagus dan telurnya banyak, kepiting betina dipilih yang berat badannya 200 gram atau lebih , panjang karapas 8 cm dan lebar karapas 11-12 cm. CaLon induk jantan berat 300 gram , panjang dan lebar karapas 8 dan 11 cm. Perbedaan ukuran jantan dan betina ini disebabkan kepiting jantan lebih cepat tumbuh dibanding yang betina. B. Sistem Pembenihan/pemijahan Sebelum pemijahan berlangsung, induk Kepiting betina biasanya akan mengalami ganti kulit (molting). Bersamaan dengan itu tubuh induk betina akan mengeluarkan sejenis hormon (Pheromone). Pheromone merupakan perangsang yang kuat bagi jantan agar segera mendekati betina. Pada saat terangsang oleh pheromone induk jantan akan segera matang gonad.Tingkat kematangan gonad Kepiting jantan dianggap terbaik setelah 3 hari menerima rangsangan. Induk jantan yang menerima rangsangan akan menaiki (menggendong) tubuh induk betina kurang lebih 4 hari, hingga proses molting selesai. Sebelum turun dari tubuh induk betina, induk jantan akan mengeluarkan spermanya. Proses pengeluaran sperma (Kopulasi) dilakukan dengan jalan induk jantan membalikkan tubuh induk betina dan menyisipkan sperma ke dalam ovarium. Kegiatan ini berlangsung setelah molting dan terjadi 7 – 12 jam. Sekali melakukan proses pemijahan, sperma dapat digunakan



untuk membuahi telur sebanyak 2 periode.Bila proses



pemijahan selesai segera induk dipindahkan kedalam bak penetasan C. Pemeliharaan bibit/pendederan Bak yang digunakan untuk pemeliharaan bibit dapat digunakan dari berbagai ukuran dan berbagai desain, tergantung dari besarnya usaha yang dilaksanakan. Bak pemeliharaan dapat berukuran 3 -10 ton ditempatkan di luar maupun di dalam ruangan. Bak-bak berbentuk bulat lebih baik digunakan karena tidak adanya pojok-pojok dimana bibit, makanan, dan detritus berakumulasi.Bak pemeliharaan sebelum digunakan terlebih dahulu dilakukan pencucian bak dengan menggunakan chlorin, sesudah dibilas bak dikeringkan. Selanjutnya aerasi dipasang sebagai sumber oksigen terlarut. Kemudian dilakukan pengisian air. Air yang akan digunakan harus air laut bersih yang telah dilakukan filterisasi maupun penyinaran serta chlorinisasi, semuanya ini bertujuan untuk mencegah berkembangnya bibit penyakit. 11



Selama pemeliharaan, kepiting diberi pakan sebanyak 5-10 % berat tubuhnya. Pakan yang diberikan sebaiknya berupa daging segar, seperti ikan runcah, keong mas, atau bekicot. Pemberian pakan tersebut bisa dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pagi dan sore hari. Pemeliharaan bibit dilakukan hingga target bobot badannya terpenuhi umumnya sekitar 15 hari. Hal ini tentunya dipengaruhi oleh bobot awal bibit dan tata laksana penggemukan bibit. Kepiting yang bobotnya sudah layak untuk memasuki proses pemoltingan selanjutnya bisa langsung dipotong capit dan kaki dan dimasukkan dalam kolam kepiting. 3.4. Pemeliharaan pembesaran A. Pemupukan Pemupukan ditujukan untuk memperbanyak jenis pakan alami yang disukai oleh biota budidaya. Pakan alami tersebut adalah organisme hewani baik yang hidup di dasar perairan maupun melayang-layang di air. Pupuk yang baik untuk memperbanyak organisme hewani itu ialah pupuk organik. Jenis-jenis pupuk organik, diantaranya sebagai berikut: 1. Berbagai jenis dedaunan (pupuk hijau). Daun tanaman yang tidak terpakai, seperti tanaman pagar(daun kipat, daun kembang sepatu, dan daun keji beling), rumputrumputan, dan jerami 2. Sampah dapur dan sampah pasar yang berupa bahan-bahan yang mudah busuk dapat dipakai sebagai pupuk. Bahan tersebut harus dipisahkan dari bahan yang tidak dapat membusuk, seperti plastik serta bahan-bahan kaleng dan kaca/gelas 3. Pupuk kandang. Pupuk yang terdiri atas kotoran b erbagai jenis hewan ini baik sekali untuk pupuk kolam. 4. Kompos. Hasil pembususkan dan fermentasi bahan-bahan organik ini terkenal bagus untuk pupuk yang dapat memperbanyak organisme hewani di kolam. Selama proses pemupukan akan dihasilkan unsur-unsur hara di dalam air. Unsur hara ini terutama akan menyuburkan pertumbuhan plankton nabati. Plankton nabati merupakan pakan dari zooplankton, larva serangga, serta cacing. Zooplankton, larva serangga, serta cacing dapat juga secara langsung memakan bahan organik yang membusuk. Bau pupuk yang membusuk di kolam dapat menark serangga untuk bertelur. Menurut Suyanto (2007), pupuk organik untuk pemupukan kolam dapat dilakukan dalam dosis tinggi yaitu 10 ton/ha/tahun. Pemupukan dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, masing-masing sebanyak 5 ton/ha. Pemupukan sebaiknya dilakukan bertahap. Pemupukan pertama ialah waktu persiapan kolam atau sebelum penebaran. Dosis pemupukan pertama sebesar 3 ton/ha atau 30kg/are (1are= 100m2). Sisanya sebanyak 2 ton dipakai sebagai pupuk susulan. Pupuk susulan diberikan sebulan sekali masing12



masing 10% dari dosis yakni 0,5 ton/ha atau 5kg/are. Dengan demikian dengan jangka waktu pemeliharaan 5 bulan dilakukan 4 kali pemupukan susulan. Pengaturan pemberian pupuk didasarkan penghitungan bahwa pupuk kandang dalam satu bulan sudah mulai habis karena membusuk perlahan-lahan. Namun, jika ditambah dengan pemupukan susulan, kesuburan kolam akan tetap dipertahankan. B. Pemberian pakan Bagi setiap mahluk hidup, pakan mempunyai peranan penting sebagai sumber energi untuk pemeliharaan tubuh, pertumbuhan dan perkembangbiakan. Berdasarkan sumbernya, pakan dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu pakan alami dan pakan buatan. Pakan alami adalah pakan yang terbentuk secara alami, baik di alam maupun lingkungan tertentu. Sedangkan pakan buatan adalah pakan yang disediakan manusia dengan bahan dan komposisi tertentu. Berdasarkan fungsinya sebagai sumber energi, pakan ikan dapat dibagi menjadi 3 golongan besar:  Pakan utama yaitu pakan yang diberikan kepada kepiting untuk digunakan sebagai sumber energi utama bagi kebutuhan hidupnya  Pakan tambahan yaitu pakan yang diberikan kepada kepiting sebagai sumber energi tambahan  Pakan suplemen yaitu pakan yang diberikan kepada kepiting untuk melengkapi energi yang berasal dari pakan utama dan tambahan Pakan alami yang umum digunakan sebagai pakan kepiting adalah kutu air dan bekicot (Afrianto dan Liviawaty,1992). Ada juga beberapa petani yang memberikan artemia sebagai pakan alami kepiting. Dalam jumlah tertentu, kebutuhan pakan alami tersebut dapat dipenuhi dengan cara mengambil pakan alami di alam. Jika pemeliharaan kepiting sudah dilakukan secara intensif, penyediaan pakan tidak dapat hanya mengandalkan produksi pakan alami, tetapi harus dikultur sendiri. Kultur pakan alami dianggap lebih baik, sebab dapat menjamin kemurinan dan kontinuitasnya. Kepiting juga memerlukan pakan buatan dengan kandungan gizi sesuai dengan kebutuhan. Salah satu keuntungan yang diperoleh petani apabila menggunakan akan buatan adalah produksi kepiting dapat dilipat gandakan dengan meningkatkan pada penebaran dan dapat memperpendek waktu pemeiliharaan. Pakan buatan dapat dibuat dalam beberapa bentuk sesuai dengan jenis dan organisme yang dipelihara. Untuk larva kepiting diberi pakan alami berupa larutan, selanjutnyasesuai dengan perkembangan tubuhnya, bentuk pakan buatan dapat diubah dari bentuk larutan menjadi bentuk lembaran, tepung halus, tepung kasar, remah dan ahkirnya bentuk pellet. Sedangkan pakan suplemen digunakan pada saat usaha pembesaran kepiting dengan dosis sekitasr 5 %. Lain halnya dengan ketika kepiting muda, pemberian pakan harus diperhartikan dengan dosis antara 5-15% dari berat kepiting yang dipelihara. 13



Kemauan makan kepiting muda biasanya lebih besar, karena pada fase ini dibutuhkan sejumlah makanan yang cukup banyak untuk pertumbuhan dan proses pergantian kulit. C. Pemeliharaan kolam/tambak Kolam pemeliharaan kepiting dapat juga menggunakan kolam/ tambak udang windu atau bandeng yang sudah tidak digunakan lagi. Kolam semacam ini memerlukan sedikit perbaikan agar sesuai dengan sifat kepiting. Merawat kolam/tambak merupakan faktor



penting



yang



dapat



menjadi



indikasi



keberhasilan



budidaya.



Keadaan



kolam/tambak yang baik (sesuai dengan lingkungan hidup) mampu membantu mengoptimalkan pertumbuhan kepiting bakau. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemeliharan kolam salah satunya memperbaiki kondisi kolam. Tujuan perbaikan kolam adalah untuk menjaga agar fungsi kolam sebagai media pemeliharaan kepiting tetap baik. Kolam yang rusak memungkinkan masuknya organisme predator atau keluarnya kepiting pemeliharaan. Pematang kolam yang bocor segera diperbaiki ditambal atau dibuatkan yang baru. Anyaman bambu yang menempel pada dinding pematang diperiksa dengan teliti agar apabila rusak kepitig tidak melarikan diri. Pintu air sebaiknya juga dieriksa secara rutin agar aliran dari dan ke kolam pemeliharaan terjamin kelancarannya. Membersihkan saluran air dari endapan lumpur dan vegetasi-vegetasi yang menempel. Memasang penyaring pada pintu pemasukkan air untuk mencegah masuknya sampah dan organisme predator ke dalam kolam pemeliharaan kepiting. Memberikan pelindung (shelter) untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kanibalisme, yang dapat dibuat dari tumbuhan-tumbuhan atau bahan yang tahan air dan diletakkan di tempat tertentu. Shelter sangat berguna sebagai tempat berlindung, terutama bagi kepiting yang masih kecil atau kepiting yang sedang mengalami pergantian kulit.



3.5. Managemen kualitas air Kualitas air merupakan faktor penunjang pertambakan kepiting bakau selain pakan dan faktor lainnya, karena air dan tanah merupakan media hidup kepiting bakau itu sendiri. Perairan yang dikatakan sebagai lingkungan hidup yang baik adalah mampu mendukung pertambakan dan menekan sekecil-kecilnya mortalitas. Baik tidaknya perairan sebagai lingkungan hidup tergantung dari sifat fisika, kimia, dan biologi perairan. Parameter kualitas air media pemeliharaan masih berada pada batas-batas yang dapat ditolerir oleh kepiting bakau meliputi suhu, salinitas, kecerahan, pH, oksigen terlarut (DO), nitrat, fosfat, dan amonia. A. Suhu Suhu merupakan derajad panas dingin suatu perairan. Kisaran suhu air optimum untuk pertumbuhan kepiting bakau berkisar antara 23ºC – 32ºC, namun demikian pada suhu air 14oC – 40oC kepiting bakau masih dapat hidup. Faktor-faktor yang 14



mempengaruhi suhu di perairan adalah intensitas cahaya, topografi, pertukaran panas antara air dan udara, waktu pengukuran dan musim. B. Salinitas Salinitas merupakan salah satu faktor eksternal abiotik yang berpengaruh cukup penting bagi kehidupan biota perairan termasuk kepiting. Kadar salinitas untuk pertumbuhan optimal kepiting di tambak diperlukan salinitas sebesar 15 – 26 ppt, meskipun salinitas 3 – 45 kepiting masih mampu beradaptasi. Karena air tambak bersumber dari air laut dan air tawar, maka ketersediaan kedua sumber air tersebut akan menentukan kelayakan nilai salinitas untuk tambak. Salinitas media hidup dapat menentukan tingkat kerja osmotik organisme. Selain menentukan tingkat kerja osmotik, salinitas juga memengaruhi kelangsungan hidup dan pertumbuhan. Pada kondisi hipoosmotik atau hiperosmotik, kepiting melakukan kerja osmotik yang tinggi sebagai respons fisiologis untuk mempertahankan lingkungan internalnya. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, penurunan aktivitas makan dan rutinitas. C. Kecerahan Kecerahan merupakan ukuran transparansi perairan yang ditentukan secara visual dengan menggunakan secchi disk. Kecerahan perairan sangat dipengaruhi oleh keberadaan padatan tersuspensi, zat-zat terlarut, partikel-partikel dan warna air. Pengaruh kandungan lumpur yang dibawa oleh aliran sungai dapat mengakibatkan kecerahan air tambak menjadi rendah, sehingga dapat menurunkan niali produktivitas perairan. Kecerahan merupakan faktor penting bagi proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu perairan. Tingkat kecerahan yang diharapkan untuk budidaya kepiting bakau adalah 25-40 cm. Daya tembus sinar matahari yang tidak terlalu dalam tersebut disebabkan oleh banyaknya plankton yang menghuni perairan sehingga persediaan makanan alaminya cukup tersedia. Sementara jika kecerahan perairan tambak sampai ke dasar, berarti perairan tersebut tidak subur karena hanya mengandung sedikit plankton. D. pH Derajat keasaman atau pH air menunjukkan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogenPerairan umum dengan segala aktivitas fotosintesis dan respirasi organisme yang hidup di dalamnya membentuk reaksi berantai karbonat-karbonat salah satunya juga senyawa CO2. Semakin banyak CO2 yang dihasilkan dari hasil respirasi, secara bertahap air melepaskan ion H+ yang menyebabkan pH air turun (asam). Lalu, dengan aktivitas fotosintesis yang membutuhkan banyak ion CO2 menyebabkan pH air naik (basa). pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh ikan. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi) kandungan oksigen terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya konsumsi oksigen menurun, aktivitas 15



pernapasan naik, dan selera makan akan berkurang. Hal yang sebaliknya terjadi pada suasana basa. Atas dasar ini maka usaha budi daya kepiting bakau akan optimum dengan pH 6,5 - 9,0 sedangkan selera makan tertinggi didapat pada pH air 7,5 - 8,5. E. Oksigen Terlarut Oksigen dibutuhkan organisme untuk bernafas. Ketersediaan oksigen di dalam air sangat menentukan kelangsungan hidup dan pertumbuhan kepiting bakau. Kandungan oksigen terlarut yang baik untuk kepiting bakau adalah 4 sampai 8 ppm. Kandungan DO dipengaruhi oleh arus, gelombang, dan aktivitas fitoplankton. Rendahnya kandungan oksigen terlarut di dalam tambak sering terjadi pada musim kemarau yang tidak berangin. Selain itu, penurunan kandungan oksigen juga dipengaruhi oleh suhu rendah pada malam hari yang diikuti oleh peningkatan aktivitas fitoplankton. Kondisi ini ditandai dengan naiknya kepiting ke permukaan air bahkan ke pematang. Cara mengatasinya, bisa dengan penggunaan aerator dan juga dilakukan pergantian air pada dini hari. F. Nitrat dan Nitrit Konsentrasi nitrat yang tinggi di suatu perairan dapat menstimulasi pertumbuhan tumbuhan air apabila didukung oleh nutrient yang lain. Namun demikian, tingginya kadar nitrat umumnya tidak akan memberikan pengaruh terhadap kehidupan biota perairan. Adanya oksigen di dalam air tambak akan mengubah amoniak menjadi nitrat dan nitrit (nitrifikasi). Nitrat terbentuk dari reaksi antara amoniak dan oksigen yang terlarut dalam air. Besarnya kadar nitrat di dalam tambak yang masih bisa ditoleransi berada dibawah 0,1 ppm. Sementara itu, kadar nitrit yang diperbolehkan tidak lebih dari 0,5 ppm. Kadar nitrat dan nitrit di dalam air tambak yang melebihi ambang batas tersebut akan berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan dan kelangsungan hidup kepiting bakau. G. Amonia Amonia adalah hasil perombakan/penguraian sisa-sisa bahan organik di dalam perairan. Dengan faktor yang mempengaruhi yaitu run off, bahan organik, dan sisa makanan. Kandungan amonia dalam air akan bertambah sesuai dengan kenaikan aktivitas hewan budidaya dan suhu air. Kepiting bakau sangat peka terhadap amoniak dan senyawanya. Perairan sudah dikategorikan tercemar jika mengandung ammonia 1 ppm. Perairan yang baik untuk budi daya kepiting bakau adalah yang mengandung amonia kurang dari 0,1 ppm. Dalam perairan yang belum tercemar ternyata kandungan amonia masih jauh di bawah 0,02 ppm dan konsentrasi ini dianggap aman bagi kepiting bakau.



3.6. Hama dan penyakit A. Hama dan Pengendaliannya



16



Tindakan pengendalian dapat dilakukan dengan cara pergantian air yang cukup, pengapuran secara rutin dan penyaringan air pasok dan pemberian feed aditive (vit. C 2-4 gr/kg pakan, bawang putih 15 – 20 gr/kg pakan secara periodik. Penggunaan obat-obatan kimia (pabrik) merupakan alternatif paling akhir jika dengan cara pencegahan tidak berhasil. B. Penyakit dan Pengendaliannya Penyakit yang sering menyerang kepiting bakau selama ini diketahui bahwa dengan kematian yang tinggi terjadi pada stadium yang berbeda terutama pada tingkat – tingkat zona awal, akhir, dan menengah, salah satu faktor penyebabnya adalah jamur. Adapun timbulnya jamur tersebut akibat kondisi lingkungan media pemeliharaan yang tidak stabil, misalnya temperatur naik cukup tinggi pada siang hari dan turun drastis pada malam hari dan kadar oksigen terlarut yang rendah sehingga menyebabkan kepiting tersebut menjadi stres serta memudahkan patogen untuk menyerang. Gejala pada penyakit Jamur (Legenidium sp dan Fusarium sp) yaitu terdapat bintik putih pada bagian yang diserangnya. Jika sudah terkena penyakit ini, langkah pengendalian secara alami dapat dilakukan dengan ekstrak daun sambiloto dan daun miana dengan dosis 10-15 mg/lt air setiap hari, karena bersifat antibiotic dan antiseptic yang dapat menolak/mencegah timbulnya jamur. Namun, jika pengendalian secara alami tidak mampu, dapat pula dilakukan pengendalian secara kimia, yaitu dengan direndam dalam larutan Erithromycyn dengan dosis 1,3 ppm, Herbisida treplan 0,02 ppm dan Furazolidon 1 ppm dilakukan setiap 3 hari sekali berselang-seling.



3.7. Pemanenan A. Pemanenan benih Panen merupakan proses selektif yang dilakukan dengan memperhatikan secara cermat konidisi kepiting. Menurut Nurdin dan Amando (2014), dalam pemanenan saat pengangkutan benih sebaiknya dilakukan saat suhu udara rendah dan matahari tidak bersinar terik. Benih kepiting yang terpapar sinar matahari bisa menimbulkan dehidrasi yang pada ahkirnya cairan dalam tubuh kepiting akan keluar semuanya sehingga menyebabkan kematian. Metode pengangkutan dalam pemanenan benih dapat dilakukan dengan sistem kering. Caranya, kepiting dimasukkan dalam keranjang yang terbuat dari bambu. Namun, sebelumnya kepiting perlu diikat capitnya agar tidak saling menyerang. Bibit yang sudah diikat kemudian disusun dalam keranjang atau wadah pengangkutan. Kepiting diletakan dalam posisi bagian dorsal berada di atas. Jika diletakkan telentang, kepiting akan berusaha membalikan tubuhnya. Dalam keranjang pengangkutan, kepiting bisa diletakkan selapis demi selapis. Setiap satu lapisan dengan lapisan kepiting lainnya, bisa diisi dengan kain basah atau daun yang bis menjaga kelembapan. Kepiting disiram 17



air agar mampu bertahan lama. Frekuensi penyiraman dapat disesuaikan dengan kondisi, misalnya 2-3 kali (tergantung jarak pengangkutan). Penyiraman bisa dilakukan dengan memercikkan air ke dalam keranjang. Air yang digunakan untuk menjaga kelembapan tersebut hendaknya memiliki kadar garam antara 10-25 ppt. B. Cara perhitungan benih Perhitungan benih dilakukan dengan menggunakan mangkok plastik putih. Kemudian, benih kepiting yang telah dihitung segera dipindahkan ke dalam wadah yang telah disiapkan sebelumnya dengan dasar bak yang diberi pasir halus setebal 0,5 cm sebagai tempat untuk berlindung. Perhitungan benih harus dilakukan dengan cepat dan tepat agar benih tidak menjadi lemah, lalu mati. Dengan perhitungan yang benar, benih akan tetap segar. Menurut Arie dan Dejee (2013), ada tiga metode yang bisa diterapkan, yaitu manual, grafimetrik, dan volumemetrik. Metode perhitungan secara manual adalah menghitung benih satu persatu. Sebenarnya cara ini tidak efisien karena memerlukan waktu yang lama. Selain itu, metode ini tidak dapat diterapkan pada benih yang masih berukuran kecil atau larva karena kondisinya masih rawan. Kelebihan dari metode ini adalah



keakuratan



perhitungan.



Metode kedua



gravimetrik.



Gravimetrik



adalah



menghitung jumlah benih berdasarkan bobot. Walaupun kurang akurat, cara ini cukup efisien karena tidak memerlukan waktu yang lama. Metode ini dapat diterapkan pada berbagai ukuran benih. Metode ketiga adalah volumemetrik. Metode ini adalah menghtung jumlah benih berdasarkan volume. Cara ini juga sangat efisien karena tidak memerlukan waktu yang lama. C. Pembersihan kolam/tambak Pembersihan



(dekontaminasi)



kolam



dimaksudkan



untuk



memebersihkan



organisme parasit, virus, jamur, bakteri dan hama yang terdapat didalamnya. Dekontaminasi dapat dilakukan dengan cara pengeringan/penjemuran kolam atau dengan menggunakan bahan kimia telah umum digunakan. Bahan kimia yang sering digunakan adalah kalium permanganat (PK) dan metilin biru (Methylene blue) (Ghufron dan khordi, 2010). Selain itu pembersihan dapat dilakukan dengan cara menyikat dasar dan dinding kolam. Tujuannya adalah untuk membersihkan sisa-sisa lumut yang kemungkinan besar belum mati saat proses penjemuran.



D. Pemanenan hasil pembesaran Pemanenan kepiting bakau dapat dilakukan ketika umur pemeliharaan sudah mencapai 5-6 bulan (Sudradjat, 2015). Pemanenan dapat dilakukan dengan cara menggunakan tangan atau menggunakan prangkap dari jaring yang telah diberi umpan. Cara pemanenan ini hanya untuk menangkap kepiting yang telah mencapai ukuran pasar 18



dan sebaiknya dilakukan disekitar bak semen pembagi air. Jika hendak memanen semua kepiting yang ada dikolam, sebaiknya dilakukan pengeringan kolam, sehingga mudah ntuk menangkap semua kepiting hyang ada di kolam. Pemanenan kepiting juga dapat dilakukan menggunakan jaring, namun cara ini dikhawatirkan akan menyebabkan kepiting menjadi rusak atau cacat, sehingga kurang laku dipasaran. Kepiting yang telah ditangkap segera diikat dengan menggunakan tali rafia atau serat batang pisang. Pengikatan kepiting dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan pada tubuh kepiting karena saling menyerang. Jika dipasarkan, kepiting yang cacat harganya menjadi sangat murah 3.8. Penanganan Pasca panen Setelah dimasukkan ke dalam air tawar selama 25 - 30 menit, kepiting dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari bahan kayu atau styrofoam. Agar tidak mudah kering dan mengeras, lapisan bawah dan atas wadah pengangkutan sebaiknya diberi kain basah. Selain bisa menjaga kelembapan ruang, kain basah ini juga berfungsi agar badan kepitin yang lunak tidak rusak akibat bersinggungan dengan wadah kayu. Pengemasan seperti ini bisa dilakukan untuk pwngiriman jarak dekat. Sementara untuk pengiriman ekspor, kepiting dibekukan selama 1 - 2 hari. Selanjutnya, kepiting disusun dalam kotak styrofoam untuk dikirim. Pembekukan dilakukan dalam freezer sehingga kepiting soka bisa tahan hingga 1 tahun. Selain dalam bentuk kepiting cangkang lunak, budi daya kepiting bakau juga bisa mengharapkan pemasukan dari penjualan capit dan kaki jalan kepiting. Penjualan capit bisa dilakukan setelah mengambil isinya terlebih dahulu atau menjualnya beserta isinya. Harga jual untuk capit yang sudah diambil isinya berkisar Rp 40.000 - Rp 45.000/kg, capit yang belum dikeluarkan isinya Rp 13.000/kg, kaki jalan yang sudah diambil isinya Rp 20.000 - Rp 25.000/kg, dan kaki jalan yang masih utuh dijual Rp 1.500/kg. Agar mudah mengeluarkan isinya, capit dan kaki jalan direbus terlebih dahulu hingga berwarna merah.



19



4. PENUTUP



4.1. Kesimpulan Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa para petambak kepiting bakau dalam membudidayakan sebaiknya dengan system yang sudah ada. Budidaya kepiting bakau sangat mudah diterapakan oleh para petambak karena teknik budidayanya tidak begitu sulit mulai dari pemilihan lokasi, desain konstruksi tambak, pemilihan benih, penebaran benih, pemeliharan ikan maupun managemen kualitas airnya, penanganan hama dan penyakit, pemanenan, dan sampai pasca panen. Kepiting bakau pada saat ini memiliki nilai ekonomis yang tinggi tidak hanya didalam negeri bahkan bias diekspor ke luar negeri. Dalam hal ini kepiting bakau juga dapat meningkatkan hasil perikanan di Indonesia. 4.2. Saran Saran disusunnya makalah ini untuk petambak kepiting bakau adalah apabila menggunakanbibit kepiting alami sebaiknya jagalah kelestarian lingkungan di sekitar bakau agar keragaman kepiting tetap lestari sebab disana lah ia tinggal serta dengan budidaya ini dapat menjadi pemasok pendapatan Negara agar perikanan di Indonesia lebih maju.



20



DAFTAR PUSTAKA



Affan, J. M. 2011. Seleksi lokasi pengembangan budidaya dalam keramba jaring apung (KJA) berdasarkan faktor lingkungan dan kualitas air di Perairan Pantai Timur Kabupaten Bangka Tengah. Jurnal Sains MIPA. 17(3): 99-106. Afrianto, E dan E.Liviawaty.1992. Pemeliharaan Kepiting.Yogyakart: Kanisius. Arie, U dan D.Dejee. 2013. Panduan Lengkap Benih Ikan Konsumsi. Jakarta: Penebar Swadaya. Chandra, R. 2013. Cara Budidaya Kepiting Tanjungpinang. Ghufran, M dan Kordi K. 2010. Panduan Lengkap Ikan Air Tawar di Kolam Terpal. Yogyakarta: Lily Publisher. Gunarto, R.Pribadi, Sultang, Tolani, Muntohir, M.Budi, H.Gamis,Y.kapoh dan Junianto. 2015. Kepiting bakau (Scylla sp). WWF-Indonesia. Ed.1:1-36. Hastuti, Y.P., R. Affandi, M.D. Safrina, K. Faturrohman dan W. Nurussalam. 2015. Salinitas optimum untuk pertumbuhan benih Kepiting Bakau (Scylla serrata) dalam sistem resirkulasi. Jurnal Akuakultur Indonesia. 14 (1): 50–57. Kanna,I. 2002. Budi Daya Kepiting Bakau Pembenihan dan Pembesaran. Yogyakarta: Kanisus. Mardiana, W. Mingkid dan H. Sinjal. 2015. Kajian kelayakan dan pengembangan lahan budidaya Kepiting Bakau (Scylla spp) di Desa Kabupaten Minahasa Utara. Jurnal Budidaya Perairan. 3(1): 154-164. Nurdin, M. dan Amando R. 2014. Cara Cepat Panen Kepiting Soka dan Kepiting Telur. Jakarta: Penebar Swadaya. Pujiastuti P., Bagus.I. dan Pranoto. 2013. Kualitas dan Beban Pencemaran Waduk Gajah Mungkur. Junal EKOSAINS. 5(1): 59 -75 Purnamaningtyas, S.E. dan A.R. Syam. 2010. Kajian kualitas air dalam mendukung pemacuan stok kepiting bakau di Mayangan Subang, Jawa Barat. Limnotek. 17(1):85-93. R. A. Putri, I. Samidjan dan D.



Rachmawati. 2014. Performa pertumbuhan dan



kelulushidupan Kepiting Bakau (Scylla paramamosain) melalui pemberian pakan buatan dengan persentase jumlah yang berbeda. Journal of Aquaculture Management and Technology. 3(4): 84-89. Rukmini. 2009. Prospek dan teknologi pembesaran Kepiting Bakau (Scylla spp). Rukmini, S. Aisiah dan N.A. Fauzana. 2009. Rekayasa teknologi pembesaran Kepiting Bakau (Scylla spp) di tambak untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat. Laporan Penelitian. Universitas lambung mangkurat. Banjarmasin. 21



Sianturi, A., M. Basyuni dan Z. Apandy. 2016. Tingkat kematangan gonad Kepiting Bakau (Scylla serrata) di Kawasan Hutan Mangrove Sicanang Kecamatan Medan Belawan Sumatera Utara. Jurnal Aquacoastmarine. 12(2): 1-10. Sudradjat, A. 2015. Budidaya 26 Komoditas Laut Unggul. Jakarta: Penebar Swadaya. Susasnto,H. 2010. Kolam Ikan + Ragam Pilihan dan Cara Membuat. Jakarta: Penebar Swadaya.



22