Sistem Budidaya Udang Vaname Pada Tambak HDPE [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Jurnal Perekayasaan Budidaya Air Payau dan Laut Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo. © 2019.



No. 14 Tahun 2019



SISTEM BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA TAMBAK HDPE DENGAN SUMBER AIR BAWAH TANAH SALINITAS TINGGI DI KABUPATEN PASURUAN Agus Suriawan1, Sarman Efendi2, Sugeng Asmoro3, Jaka Wiyana4 Abstrak Intensifikasi budidaya udang vaname di Kabupaten Pasuruan terkendala pencemaran limbah industri pada sumber air untuk budidaya udang. Sumber air tanah dapat menjadi solusi walaupun terkendala salinitas dan kandungan logam (Fe) yang tinggi. Tujuan dari kerekayasaan ini adalah untuk mendapatkan informasi teknologi sistem budidaya udang vanname skala intensif dengan tambak Plastik HDPE di Kabupaten Pasuruan dengan menggunakan sumber air tanah bersalinitas tinggi. Dua petak budidaya udang persegi panjang dengan luas masing-masing 2500 m2 disiapkan sebagai petak budidaya dan tandon. Alur kegiatan budidaya meliputi: Persiapan tambak, Persiapan air, Penebaran benur, Pemberian pakan, Manajemen kualitas air. Parameter pengamatan: Average Daily Growth (ADG), Survival Rate (SR), Feed Conversion Ratio (FCR) dan Kualitas air (salinitas, suhu, pH, Fe). Hasil pada periode pertama dengan padat tebar 125 ekor/m 2 mendapatkan hasil 4.200 kg dengan berat rata-rata 13,3 – 20 gram (panen parsial); SR 82,66 % ; FCR 1,37 ; ADG 0,24 ; masa pemeliharaan 120 hari. Hasil pada periode kedua dengan padat tebar 100 ekor/m 2 mendapatkan hasil 4.800 kg dengan berat rata-rata 15,3 – 22,2 gram (panen parsial); SR 90,4 %; FCR 1,26; ADG 0,33 ; masa pemeliharaan 110 hari. Profil kualitas air: salinitas 38 – 40 ppt; suhu 25 – 30 oC; pH 7,7 – 8,1; Fe air budidaya 0,10 - 0,15. Penggunaan air tanah salinitas tinggi dengan kandungan logam (Fe) tinggi, tidak menjadi kendala teknis dalam budidaya udang vaname intensif di Kabupaten Pasuruan. Kata Kunci: Udang Vaname, Air Bor, Salinitas Tinggi Abstract : White Shrimp (Litopenaeus vannamei) Culture System on The Pond Of HDPE with Underground Water and High Salinity in Pasuruan Regency Intensification of white shrimp Culture in Pasuruan Regency is constrained by pollution of industrial waste in water sources. The source of saline underground water can be a solution even though it is constrained by high salinity and metal (Fe) content in groundwater. The aim of this research is to obtain information on the technology of intensive scale white shrimp culture systems with HDPE plastic pond in Pasuruan Regency by using high salinity underground water sources. Two rectangular ponds with an area of 2500 m2 each were prepared as Culture pond and reservoir. The flow of aquaculture activities includes Pond preparation, water preparation, stocking fry, feeding, water quality management. The parameters are Average Daily Growth (ADG), Survival Rate (SR), Feed Conversion Ratio (FCR) and water quality (salinity, temperature, pH, Fe). The Result in the first period with a stocking density of 125 PL / m2 was 4,200 kg with an average weight of 13.3 - 20 grams (partial harvest); SR 82.66 %; FCR 1.37; ADG 0.24; maintenance period of 120 days. In the 2nd period with stocking density of 100 PL / m2 resulted in 4,800 kg with an average weight of 15.3 - 22.2 grams (partial harvest); SR 90.4%; FCR 1.26; ADG 0.33; maintenance period 110 days. The



1 2 3 4



Perekayasa pada BPBAP Situbondo Pengawas Perikanan pada BPBAP Situbondo Pengawas Perikanan pada BPBAP Situbondo Pengawas Perikanan pada BPBAP Situbondo



6



7



SURIAWAN, ET AL.



Jurnal Perekayasaan Budidaya Air Payau dan Laut Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo. © 2019.



important water quality profiles are salinity 38 - 40 ppt; temperature 25-30 oC; pH 7.7 - 8.1; Fe 0.01 - 0.15 mg/L. The use of high salinity underground water with high (Fe) metal content does not become a technical obstacle in intensive white shrimp production in Pasuruan Regency. Keywords: White Shrimp, High Saline Groundwater



I. PENDAHULUAN 1.1.



Latar Belakang



Budidaya udang vaname (Litopenaeus vannamei) di Indonesia sudah berkembang dengan pesat dan menjadi andalan utama ekspor hasil budidaya perikanan untuk mendatangkan devisa negara. Udang vannamei memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan spesies lainnya, beberapa keunggulan tersebut adalah: ▪ Laju pertumbuhan bisa mencapai 1-1,5 gr/minggu ▪ Bisa dibudidayakan dengan padat penebaran tinggi (125 – 250 ekor/m2) ▪ Toleransi salinitas relatif luas (0,5 – 45 %0) ▪ Kebutuhan protein pakan lebih rendah (20 – 30%) dibandingkan spesies lain, FCR lebih rendah (1 : 1,1 – 1,2) ▪ Ukuran panen relatif seragam, jumlah yang under size relatif rendah ▪ Udang vaname relatif mudah dibudidayakan dan bisa dilakukan diseluruh dunia. Wyban dan Sweeney (1991). Total nilai ekspor komoditas perikanan tahun 2012 mencapai USD 3,59 miliar dan tahun 2016 meningkat menjadi 3,86 miliar dollar AS. Jika dilihat dari jenis komoditasnya, terlihat bahwa besarnya nilai ekspor komoditas perikanan didominasi oleh komoditas udang vaname beku. Berdasarkan data International Trade Center (2017), terlihat bahwa kontribusi nilai ekspor udang vaname beku (Whiteleg shrimps) terhadap total nilai ekspor perikanan tahun 2016 mencapai lebih dari 27 persen. Berdasarkan hal tersebut, tampak bahwa udang memiliki peranan yang besar terhadap kinerja ekonomi perikanan Indonesia.Namun demikian, sampai saat ini nilai ekspor udang Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara produsen udang dunia lainnya, seperti India, Vietnam, Ekuador, China, dan Thailand.Dari data International Trade Center (2017), pada tahun 2016 India tercatat sebagai negara yang memiliki nilai ekspor udang tertinggi di dunia, yaitu mencapai 3,70 miliar dollar AS. Berikutnya Vietnam, Ekuador, China, Thailand, dan Indonesia yang masing-masing memiliki nilai ekspor dalam dollar AS sebanyak 2,71



miliar; 2,60 miliar; 2,16 miliar; 1,98 miliar; dan 1,67 miliar (Suhana, 2017). Tercatat produksi udang tahun 2016 sebesar 698.138 ton dan 70 % dari total produksi dang berasal dari udang vaname. Akan tetapi, pada tahun 2017, volume produksi udang mengalami penurunan yang signifikan sampai 20 % menjadi 555.138 ton. Salah satu penyebabnya adalah penyakit White Feces Syndrome (WFS), White Spot Syndrome (WSS) dan Infectious Mionecrosis Virus (IMNV) (https://news. trubus.id,2017). Budidaya pola intensif dan super intensif udang vaname di Indonesia hingga kini telah berkembang dan menggunakan berbagai jenis tambak yaitu tambak tanah, tambak semen dan tambak HDPE. Masing-masing jenis tambak tersebut mempunyai keunggulan dan kelemahan secara teknis dan ekonomis. Untuk lokasi budidaya udang dengan tingkat porositas yang tinggi dan tingkat resiko serangan penyakit yang tinggi karena faktor lingkungan yang kurang ideal, tambak plastik menggunakan HDPE merupakan pilihan yang tepat. Kabupaten Pasuruan meliputi wilayah perairan laut yang terbentang sepanjang ± 48 km mulai dari Kecamatan Nguling sampai Bangil, yang terdiri atas kawasan danau, perikanan air tawar dan perikanan air payau yang sangat potensial untuk dikembangkan. Kegiatan utama usaha perikanan adalah penangkapan ikan di laut dan budidaya ditambak. Kedua usaha tersebut memberikan kontribusi yang besar dalam peningkatan produksi perikanan. Produksi perikanan budidaya di Kabupaten Pasuruan pada tahun 2016 mengalami peningkatan dari 15.261,24 ton tahun 2015 menjadi 16.390,60 ton pada tahun 2016 atau terjadi peningkatan 7,40 %. Produksi perikanan budidaya memberikan kontribusi sebesar 64,03% dari total produksi hasil kelautan dan perikanan tahun 2016 (http://pasuruankab.go.id, 2017). Hampir seluruh kawasan budidaya perikanan di Kabupaten Pasuruan merupakan kawasan budidaya yang mengadopsi pola tradisional (ekstensif) dengan luas lahan budidaya minimal 1 - 2 ha dan padat penebaran yang rendah. Untuk meningkatkan produksi perikanan budidaya di Kabupaten Pasuruan



No. 14 Tahun 2019



SISTEM BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA TAMBAK HDPE DENGAN SUMBER AIR BAWAH TANAH SALINITAS TINGGI DI KABUPATEN PASURUAN



khususnya budidaya udang vaname diperlukan intensifikasi budidaya udang vaname. Permasalahan yang timbul adalah ketersediaan sumber air baku untuk budidaya udang sering terkendala dikarenakan pencemaran limbah industri yang banyak terdapat di Kabupaten Pasuruan. Hal ini menyebabkan potensi terserang penyakit menjadi sangat besar. Beberapa uji coba telah dilakukan menggunakan tambak tanah dengan pola semi intensif selalu mengalami kegagalan. Umur budidaya maksimal yang dicapai 30 hari. Untuk itu upaya memanfaatkan sumber air tanah (bor) sebagai sumber bahan baku air budidaya udang intensif merupakan usaha alternatif yang perlu dilakukan untuk kelangsungan budidaya udang. Pada beberapa kawasan di Kabupaten Pasuruan sumber air tanah memiliki karakteristik dengan salinitas yang tinggi (35-38 ppt) dan terbatas akan ketersediaan air tawar. Sebagian petani masih ragu untuk melakukan kegiatan budidaya udang vaname secara intensif pada kondisi sumber air dengan salainitas yang tinggi (35-40 ppt). Karena petani lebih biasanya melakukan budidaya udang pada salinitas yang lebih rendah (10-20 ppt). Hasil penelitian yang dilakukan Robertson, L., et al, 1993. Menyatakan adanya keterkaitan antara level protein pakan dengan level salinitas pada budidaya udang vaname. Budidaya udang dengan salinitas tinggi memiliki level pertumnuhan yang lebih rendah pada kondisi hypersalinitas (46 ppt). Hasil yang sama juga diperoleh oleh Perez-Velazquez et al. (2007) dan Sui, Ma and Deng (2015). Akan tetapi beberapa studi lainnya menyatakan bahwa salinitas tinggi tidak mempunyai efek pada pertumbuhan udang (Perez-Velazquez, et al., 2007; Villarreal & Hewitt, 2003). Disamping permasalahan salinitas yang tinggi pada air tanah, juga mengandung besi (Fe) yang cukup tinggi sehigga cukup mengganggu dalam proses persiapan air budidaya maupun penggantian air. Selama 2 tahun terakhir budidaya udang sistem busmetik (budidaya udang skala mini empang plastik) mulai berkembang dengan luas lahan 400-1000 m2 dengan hasil yang cukup baik. Akhir tahun 2017 budidaya udang intensif di Kabupaten Pasuruan mengalami kegagalan yang disebabkan karena serangan penyakit terutama WFS, WS dan IMNV. Selain itu pola budidaya masyarakat dengan padat tebar yang tinggi 150 – 250 ekor PL/m2 menjadi salah satu penyebab dimana daya dukung lahan dan kualitas air yang kurang mendukung memberikan kontribusi pada kegagalan budidaya. Untuk itu diperlukan suatu kajian kerekayasaan untuk mendapatkan solusi dari



permasalahan yang ada. Tujuan dari kerekayasaan ini adalah untuk mendapatkan informasi teknologi sistem budidaya udang vanname skala intensif dengan tambak Plastik HDPE dengan menggunakan sumber air tanah (bor) bersalinitas tinggi di Kabupaten Pasuruan. II. METODOLOGI 2.1.



Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan dalam perekayasaan ini adalah dua buah tambak budidaya udang dengan lapisan plastik HDPE 0,75 mm dengan luas 2.500 m2 disiapkan sebagai petak budidaya dan tendon. Peralatan pompa, kincir 1 HP (8 buah) dan peralatan lapang lainya seperti ancho, siphon, saringan, timbangan disiapkan dengan terklebih dahulu dilakukan sterilisasi pada peralatan yang langsung bersentuhan dengan air budidaya. Peralatan lapangan kualitas air juga disiapkan dan telah dikalibrasi untuk memastikan keakuratannya. Adapun bahan yang dibutuhkan adalah udang vaname PL 12, Pakan udang protein minimal 32 %, Kaporit70 % sebagai bahan sterilisasi, Probiotik dengan kandungan utama Lactobacillus sp. 109, Desinfektan, Kapur, Molase sebagai sumber carbon, dan bahan pengkaya pakan (Vitamin C, selenium organik danBinder). 2.2.



Metode Kerja Perekayasaan budidaya udang vaname sistem intensif di Tambak Plastik HDPE di Pasuruan dilakukan pada dua periode budidaya dengan padat tebar 125 ekor/m2 dan 100 ekor/m2. Adapun urutan kegiatan budidaya sebagai berikut: a. Persiapan petak budidaya • Petak tendon dan budidaya dibersihkan dari sisa-sisa pakan lumpur dan endapan sedimen lainnya. • Selanjutnya disterilisasi dengan menggunakan kaporit 20 ppm • Bagian luar petak budidaya dan tandon dipasang jarring hitam (waring) dan plastik LLDPE sebagai pagar biosecurity. b. Persiapan air budidaya di petak tandon • Media air pemeliharaan udang dipersiapkan di petak tendon. • Petak tandon yang telah diisi air yang berasal dari sumur bor (30-34 ppt)



8



9



SURIAWAN, ET AL.



disterilisasi dengan menggunakan kaporit (70 %) 20 ppm. • Kincir air dihidupkan untuk pemerataan penyebaran kaporit kemudian kincir air dimatikan untuk mengendapkan partikel bahan organik maupun endapan logam yang terkandung dalam air bor selama 4 – 5 hari. • Setelah 7 hari air tandon yang sudah netral dicek kandungan chlornya dengan menggunakan chlorin test. c. Persiapan air pada petak budidaya • Air steril dari petak tendon dipompa ke petak budidaya hingga ketinggian minimal 100 cm. • Kincir dihidupkan untuk menambah kandungan oksigen terlarut. • Probiotik (Lactobacillus sp.) ditebarkan sebanyak 20 ppm selama 7 hari berturutturut. • Jika plankton belum tumbuh maka dilakukan pemberian pupuk campuran ZA dan Urea 5 ppm. d. Penebaran benur • Penebaran benur vaname harus segera dilakukan setelah petakan tambak siap untuk pemeliharaan. Waktu penebaran dilakukan pada sore hari pukul16.00. • Benur yang baru datang dimasukkan dalam petakan tambak untuk diaklimatisasi. • Sampling jumlah benur dilakukan untuk mengetahui jumpah pasti benur yang akan ditebar. e. Manajemen Pakan • Pada umur DOC 0 – DOC 30, metode pemberian pakan menggunakan metode blind feeding. • Setelah DOC 30 jumlah pemberian pakan diberikan berdasarkan sampling dan target ADG. • Pemberian pakan dilakukan sebanyak 6 kali yaitu pukul 06.00, 08.30, 11.00, 14.30, 17.00 dan 19.30 f.



Manajemen Kualitas Air • Pergantian air dilakukan secara bertahap sesuai dengan umur udang yang berkisar antara 5 – 20 % • Sifon dilakukan secara periodik setelah udang berumur diatas DOC 25 • Probiotik diberikan sebanyak 20 ppm setiap 3 hari dan dilakukan penambahan molase setiap 3 hari (bergantian).



Jurnal Perkeyasaan Budidaya Air Payau dan Laut Balai Perikanan Budidaya Air Payau Situbondo. © 2019.



g. Parameter pengamatan • Average Daily Growth (ADG) atau ratarata pertumbuhan harian yang diukur setiap 7– 10 hari sekali. Pengukuran ADG ADG diukur dengan menimbang berat calon induk udang vanname (g) dan dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: ADG (g/hari)= (Wt – Wo) /t, Dimana, ADG adalah Average Daily Growth dalam berat gram/hari. Wt dan Wo adalah berat udang pada waktu pengukuran (t) dan pada saat berat awal udang vanname (o). T adalah lama waktu pemeliharaan (sampling). • Kualitas air yang meliputi suhu, salinitas, oksigen terlarut (DO), Amonia, Nitrit, pH, kadar logam berat, bahan organik dan total bakteri vibrio yang diukur 3 - 7 hari. • Survival Rate (SR), dan • Feed Convertion Ratio (FCR)



III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Profil Sumber Air Budidaya di Lokasi Instalasi Pasuruan Kawasan budidaya perikanan di Kabupaten Pasuruan dilewati beberapa aliran sungai yang bermuara di pantai utara Kabupaten Pasuruan. Banyak industri yang terdapat dikawasan sekitar area budidaya yang tentu saja membawa konsekuensi menurunnya kualitas lingkungan budidaya. Hasil pengujian sampel air sungai Welang yang melalui area instalasi BPBAP Situbondo di Pasuruan dan kawasan budidaya tambak tradisional, yang dilakukan saat musim kemarau menunjukkan kadar logam berat yang cukup tinggi diatas standar minimum bagi budidaya perikanan (Tabel 1). Sedangkan pada saat musim hujan tidak terdeteksi Kondisi ini menunjukkan kondisi perairan sungai tidak dapat lagi digunakan sebagai sumber air budiidaya. Standar maksimum untuk budidaya laut yang diperkenankan adalah 0,4 µg/L untuk Pb, 0,3 µg/L untuk Cd, dan 0,1 µg/L untuk Hg, (Huguenin and Colt 2002). Hasil penelitian Ernawati, et al, 2018, menunjukkan bahwa secara umum kandungan Pb, Cu, Cd, Hg dan Fe di perairan Bangil Pasuruan (daerah dekat lokasi BPBAP Situbondo Instalasi Pasuruan) sudah melebihi ambang batas yang



No. 14 Tahun 2019



SISTEM BUDIDAYA UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) PADA TAMBAK HDPE DENGAN SUMBER AIR BAWAH TANAH SALINITAS TINGGI DI KABUPATEN PASURUAN



Tabel 1. Hasil Pengukuran Kadar Logam Berat Di Area Tambak Instalasi Pasuruan Hasil Pengukuran No Parameter Satuan Petak Budidaya Air Bor *) 1 2



Timbal (Pb) Kadmium (Cd)



mg/L mg/L



0,025 0,002



0,029 0,015



3 Merkuri (Hg) µg/L