Sistem Hukum Indonesia [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Mengapa dalam perkara pidana, hakim dapat menjatuhkan putusan yang menyatakan “surat dakwaan batal demi hukum?”.  Kemukakan argumentasi nya disertai dengan dasar hukum yang ada!. Jawaban : Undang-Undang No. 8 tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tidak memberikan definisi atau pengertian tentang Surat Dakwaan. A. Karim Nasution, dalam bukunya Masalah Surat Dakwaan Dalam Proses Pidana (hal 75) telah memberikan definisi Surat Dakwaan yang sangat komprehensif yaitu, “suatu surat atau akte yang memuat suatu perumusan dari tindak pidana yang didakwakan, yang sementara dapat disimpulkan dari surat-surat pemeriksaan pendahuluan yang merupakan dasar bagi hakim untuk melakukan pemeriksaan, yang bila ternyata cukup bukti, terdakwa dapat dijatuhi hukuman.” Mencermati pertanyaan anda, sejauh ini kami berasumsi bahwa maksud pertanyaan anda adalah penolakan surat dakwaan dalam arti formil, yang berarti belum menyentuh pembuktian dan pemeriksaan pokok perkaranya. Sebagai informasi untuk anda, dasar hukum bagi hakim untuk “menolak” suatu dakwaan sebagaimana yang anda tanyakan, dimuat dalam Pasal 156 ayat (1) KUHAP, yang selengkapnya akan kami kutip sebagai berikut: “Dalam hal terdakwa atau penasihat hukum mengajukan keberatan bahwa pengadilan tidak berwenang mengadili perkaranya atau dakwaan tidak dapat diterima atau surat dakwaan harus dibatalkan, maka setelah diberi kesempatan kepada penuntut umum untuk menyatakan pendapatnya, hakim mempertimbangkan keberatan tersebut untuk selanjutnya mengambil keputusan.” Dalam Pendidikan Calon Hakim Peradilan Umum yang diselenggarakan Mahkamah Agung pada tanggal 25 Juli 2007, Ramelan, mantan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus memberikan penjelasan yang sangat baik atas ketiga kemungkinan putusan atas adanya keberatan dari terdakwa/penasihat hukumnya terhadap suatu dakwaan, yang kami kutip intisarinya sebagai berikut: 1.    Pengadilan Tidak Berwenang Mengadili Perkara: berhubungan dengan kompetensi absolut dan kompetensi relatif dari suatu pengadilan. 2.    Dakwaan tidak dapat diterima: perbuatan bukan tindak pidana (kejahatan atau pelanggaran), Ne bis in idem (Pasal 76 KUHP), Kadaluwarsa (Pasal 78 KUHP), Perbuatan yang didakwakan tidak sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, Delik Aduan yang dicabut atau orang yang berhak mengadu tidak menggunakan haknya.



3.    Surat Dakwaan Batal Demi Hukum: tidak menyebut tempus dan locus delicti, surat dakwaan tidak jelas/kabur (obscuur libel), uraian perbuatan dalam rumusan surat dakwaan saling bertentangan antara pasal satu dengan pasal yang lain (Biasanya dihubungkan dengan Pasal 143 ayat (2) dan (3) KUHAP). sesuai dengan ketentuan Pasal 156 ayat (3) KUHAP, maka upaya hukum yang dapat diajukan oleh penuntut umum apabila surat dakwaannya “ditolak” oleh hakim adalah perlawanan (verzet) ke Pengadilan Tinggi melalui Pengadilan Negeri dimana perkara tersebut diperiksa (bukan upaya hukum banding). Sebagai referensi untuk anda, kami akan mengutip pandangan dari mantan Hakim Agung Yahya Harahap dalam bukunya Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP (Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali) (hal. 456-457), yang pada intinya menyatakan bahwa meskipun sama-sama di periksa di Pengadilan Tinggi, antara perlawanan (verzet) dan banding memiliki beberapa perbedaan pokok, yaitu: 1.    Upaya perlawanan bersifat insidentil: perlawanan bukan upaya hukum biasa karena disediakan oleh Undang-Undang dalam hal-hal tertentu. 2.    Upaya perlawanan tidak ditujukan terhadap putusan akhir. 3.    Proses pemeriksaan perlawanan sangat sederhana jika dibandingkan dengan pemeriksaan perkara di tingkat banding. 4.    Perlawanan yang dapat diajukan terhadap putusan atau penetapan pengadilan negeri disebut satu-persatu dalam pasal yang bersangkutan: a.    Perlawanan tersangka terhadap perpanjangan penahanan (Pasal 29 ayat 2 KUHAP). b.    Perlawanan Penuntut Umum atas penetapan pengadilan negeri tentang tidak berwenang mengadili (Pasal 154 ayat 1 KUHAP) c.    Perlawanan terhadap putusan eksepsi sesuai dengan ketentuan Pasal 156 KUHAP.



Terimakasih !!!