Sistematika Dan Akuntansi Keuangan Murabahah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH SISTEMATIKA DAN AKUNTANSI KEUANGAN MURABAHAH DIAJUKAN UNTUK MEMENUHI SALAH SATU MATA KULIAH AKUNTANSI KEUNGAN SYARIAH



DOSEN PENGAMPU : NURUL INAYAH,M.E.I DISUSUN OLEH :



NAMA : YAYANG TIARA TASA NIM



: 1641000022



NAMA : UTIH KARMILA NIM



:1641000020



NAMA : AYUNDA TRI AYUNI NIM



:1641000021



PRODI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS POTENSI UTAMA T.A 2018



1



KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillahn kehadirat Allah SWT yang mana karena karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini untuk memenuhi tugas salah satu mata kuliah Akuntansi Keuangan Syariah dengan judul “Sistematika Dan Akuntansi Keuangan Murabahah.” Kami menyadari bahwa dalam penulisan ini masih banyak kekurangan, sehingga kami mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.



Medan, 16 Oktober 2018



Penulis



2



DAFTAR ISI KATA PENGANTAR…………………………………………………………..2 DAFTAR ISI…………………………………………………………………….3 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH………………………………..4 B. RUMUSAN MASALAH…………………………………………...4 C. TUJUAN…………………………………………………………….5 D. MANFAAT………………………………………………………….5 BAB II ISI A. SISTEMATIKA MURABAHAH…………………………….……5 B. CONTOH LAP KEUANGAN MURABAHAH…………………………………..………………...15 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN…………………………………………….….…...19 DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….20



3



BAB I PENDAHULUAN



A. LATAR BELAKANG Indonesia adalah salah satu negara di dunia yang mayoritas penduduknya beragama Islam.Dalam kegiatan perekonomian, lembaga keuangan di Indonesia terbagi menjadi dua yaitu lembaga keuangan bank dan non bank.Masing-masing lembaga keuangan tersebut mempunyai dua sistem pelaksanaan, yaitu konvensional dan syariah. Lembaga Keuangan Syariah (LKS) menurut Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga keuangan yang mengeluarkan produk keuangan syariah dan yang mendapat ijin operasional sebagai lembaga keuangan syariah (DSN-MUI,2003). Definisi ini menegaskan bahwa suatu LKS harus memenuhi dua unsur, yaitu unsur kesesuaian dengan syariah Islam dan unsur legalitas operasi sebagai lembaga keuangan. Pelaksanaan sistem ekonomi lembaga keuangan syariah di Indonesia kini sudah mulai berkembang.Terbukti dengan banyaknya unit usaha syariah yang lahir untuk turut serta meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia dengan menerapkan prinsip ekonomi Islam.Salah satu lembaga keuangan non bank yangsaat ini turut berpartisipasi dalam meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia yaitu lembaga keuangan koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah. B. RUMUSAN MASALAH Adapun beberapa rumusan masalah yang akan dibahas sebagai berikut : 1. Apa itu transaksi murabahah ? 2. Bagaimana konsep murabahah ? 3. Bagaimana sistematika murabahah ? 4. Bagaimana contoh laporan keuangan murabahah ?



4



C. TUJUAN Bebererapa tujuan yang ingin dicapai, yaitu : 1. Mampu memahami dan mengerti sistematika murabahah. 2. Mampu membuat laporan keuangan berdasarkan transaksi keungan murabahah. D. MANFAAT 1. Bagi pembaca, untuk menambah wawasan mengenai akuntansi keuangan murabahah. 2. Mampu memahami dan mempraktikan mengenari akuntansi keuangan murabahah.



BAB II



5



ISI



A. SISTEMATIKA DAN AKUNTANSI KEUANNGAN MURABAHAH 1. PENGERTIAN MURABAHAH Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari bahasa Arab ar-ribhu yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang di sapakati. Dalam pengertian lain, Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Sedangkan menurut Fatwa Dewan Syariah, murabahah yaitu menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba. Murabahah adalah akad jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberi tahu harga produk yang ia beli dan menentukan suatu tingkat keuntungan sebagai tambahan.Sedangkan wakalah berarti penyerahan, pendelegasian, atau pemberian mandat. Dalam konteks muamalah, wakalah



adalah



pelimpahan



kekuasaan oleh



seseorang (muwakkil)



kepada yang lain (wakil) dalam hal-hal yang diwakilkan1 2. KONSEP DASAR TRANSAKSI MURABAHAH Perbedaan yang nampak pada jual beli murabahah adalah penjual harus mengungkapkan harga perolehan barang dan kemudian terjadi negoisasi keuntungan yang akhrnya disepakati kedua belah pihak. Pada perjanjian murabahah, pihak penjual membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh pembeli. Sebagai contoh, transaksi murabahah yang dilakukan di Bank Syariah, Bank akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah dari pemasok (supplier) dan kemudian menjualnya kepada nasabah dengan harga yang ditambah keuntungan atau mark-up.2



1 Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek, (Jakarta:Gema Insani, 2001), hlm. 101 2 Sri Nurhayati,Akutansi Syariah Indonesia,Salemba,Jakarta : 2007,Hal 106



6



3. LANDASAN HUKUM Akad murabah ah seperti yang disebutkan diatas dibolehkan dalam Islam karena bertujuan untuk saling membantu antara pemilik modal,supplier dan debitur.Sehingga terjadi transaksi yang memberikan manfaat dan keuntungan untuk semua pihak yang terkait.Sebagaimana yang dikemukakan dalam ayat Alquran dan Hadist dibawah ini :



‫م‬ ‫ض مممنككمم‬ ‫ريِاَ أريَيِرهاَ اَللمذيِرن آرمكنوُاَ رل ترأكككلوُاَ أرممروُاَلرككمم برمينرككمم مباَملرباَمطمل إملل أرمن ترككوُرن تمرجاَررةة رعمن تررراَ ض‬ ‫ ْ رورل ترمقتككلوُاَ أرمنفكرسككمم ْ إملن ل‬ َ‫ار ركاَرن بمككمم ررمحيةما‬ “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”(An-Nisaa’ :29) “Pedagang yang jujur dan terpercaya, maka dia bersama nabi, orang-orang jujur dan para syuhada” (HR.Tarmidzi) 4. FATWA DSN TENTANG MURABAHAH a. Fatwa DSN No: 04/DSN-MUI/IV/2000 TENTANG MURABAHAH Beberapa ketentuan yang diatur dalamfatwa ini, antara lain sebagai berikut: Pertama : Ketentuan Umum Murabahah dalam Bank Syariah: 1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba. 2. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh Syariah Islam.



7



3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang disepakati kualifikasinya. 4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan pembelian ini harus sah dan bebas riba. 5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika pembelian dilakukan secara hutang. 6. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga jual senialai harga beli plus keuntungannya. Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan. 7. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati. 8. Pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad. 9. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang secara prinsip, menjadi milik bank. Kedua : Ketentuan Murabahah kepada Nasabah: 1. Nasabah mengajukan permohonan dan perjanjian pembelian suatu barang/ aset kepada bank. 2. Jika bank menerima permohonan tersebut, ia harus membeli terlebih dahulu aset yang dipesan secara sah dengan pedagang. 3. Bank kemudian menawarka aset tersebut kepada nasabah, dan nasabah harus menerima (membeli) sesuai dengan perjanjian yang telah disepakatinya. Kedua belah pihak harus membuat kontrak jual beli. 8



4. Bank dibolehkan meminta nasabah untuk membayar uang muka saat menandatangani kesepakatan awal pemesanan. 5. Jika kemudian nasabah menolak membeli barang tersebut, biaya riil bank harus dibayar dari uang muka tersebut. 6. Jika nilai uang muka kurang dari kerugian yang harus ditanggung oleh bank, bank dapat meminta kembali sisa kerugiannya kepada nasabah. 7. Jika uang muka memakai kontrak ‘urbun sebagai alternative dari uang muka, maka : a)



Jika nasabah membeli barang tersebut, ia tinggal membayar sisa harga



b)



Jika nasabah batal membeli, uang muka menjadi milik bank maksimal sebesar kerugian yang ditanggung bank akibat pembatalan



tersebut,



dan



jika



uang



muka



tidak



mencukupi,nasabah wajib melunasi kekurangannya. Ketiga : Jaminan dalam Murabahah: 1. Jaminan dalam murabahah dibolehkan, agar nasabah serius dgn pesanannya. 2. Bank dapat meminta nasabah menyediakan jaminan yang dapat dipegang. 3. Keempat : Hutang dalam Murabahah: a. Secara prinsip, penyelesaian hutang nasabah dalam transaksi murabahah tidak ada kaitannya dengan transaksi lain yang dilakukan nasabah dengan pihak ketiga atas barang tersebut.



9



4. Jika nasabah menjual kembali barang tersebut sebelum masa angsuran berakhir, ia tidak wajib segera melunasi seluruh angsurannya. 5. Jika penjualan barang tersebut menyebabkan kerugian, nasabah tetap harus menyelesaikan hutangnya sesuai kesepakatan awal. Kelima : Penundaan Pembayaran dalam Murabahah: 1. Nasabah yang memiliki kemampuan tidak dibenarkan menunda penyelesaian hutangnya. 2. Jika nasabah menunda-nunda pembayaran ddengan sengaja, atau salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya, maka penyelesaian dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan. Keenam : Bngkrut dalam Murabahah: 1. Jika nasabah telah dinyatakan pailit dan gagal menyelesaikan hutangnya, bank harus menunda tagihan hutang sampai ia menjadi sanggup kembali, atau berdasarkan kesepakatan.



b. Fatwa DSN No: 13/DSN-MUI/IX/2000 TENTANG UANG MUKA DALAM MURABAHAH Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain: Pertama : Ketentuan Umum Uang Muka: 1.



Dalam akad murabahah, Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dibolehkan untuk meminta uang muka bila kedua belah pihak sepakat.



2.



Besar jumlah uang muka ditentukan berdasarkan kesepakatan.



10



3.



Jika nasabah membatalkan akad murabahah, nasabah harus memberikan ganti rugi kepada LKS dari uang muka tersebut.



4.



Jika jumlah uang muka lebih kecil dari kerugian, LKS dapat meminta tambahan kepada nasabah.



5.



Jika juamlah uang muka lebih besar daripada kerugian, LKS harus mengembalikan kelebihan kepada nasabah.



Kedua : Jika kedua belah pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi



perselisihan



di



antara



kedua



belah



pihak,



maka



penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. c. Fatwa DSN No: 16/DSN-MUI/IX/2000 TENTANG DISKON DALAM MURABAHAH Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain: Pertama : Ketentuan Umum: 1.



Harga (tsaman) dalam jual beli adalah suatu jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak, baik sama dengan nilai (qimah) benda yang menjadi objek jual beli, lebih tinggi atau lebih rendah.



2.



Harga dalam jual beli murabahah adalah harga beli dan biaya yang



diperlukan



ditambah



keuntungan



sesuai



dengan



kesepakatan 3.



Jika dalam jual beli murabahah LKS mendapat diskon dari supplier, harga sebenarnya adalah harga setelah diskon, karena diskon adalah hak nasabah.



11



4.



Jika pemberian diskon terjadi setelah akad, pembagian diskon tersebut dilakukan berdasarkan perjanjian (persetujuan) yang dimuat dalam akad.



5.



Dalam akad, pembagian diskon setelah akad hendaklah diperjanjikan dan ditandatangani.



Kedua : Jika kedua belah pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi



perselisihan



di



antara



kedua



belah



pihak,



maka



penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. d. Fatwa DSN No: 17/DSN-MUI/IX/2000 TENTANG SANKSI ATAS NASABAH MAMPU YANG MENUNDA-NUNDA PEMBAYARAN Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain: Pertama : Ketentuan Umum: 1. Sanksi yang disebut dalam fatwa ini adalah sanksi yang dikenakan LKS kepada nasabah yang mampu membayar, tapi menunda-nunda pembayaran dengan sengaja. 2. Nasabah yang tidak/belum mampu membayar disebabkan force majeur tidak boleh dikenakan sanksi. 3. Nasabah mampu yang menunda-nunda pembayaran dan/atau tidak mempunyai kemampuan dan itikad baik untuk membayar hutangnya boleh dikenakan sanksi. 4. Sanksi didasarkan pada prinsip ta’zir, yaitu bertujuan agar nasabah lebih disiplin dalam melaksanakan kewajibannya.



12



5. Sanksi dapat berupa denda sejumlah uang yang besarnya ditentukan atas dasar kesepakatan dan dibuat saat akad ditandatangani. 6. Dana yang berasal dari denda diperuntukkan sebagai dana social. Kedua : Jika kedua belah pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi



perselisihan



di



antara



kedua



belah



pihak,



maka



penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah. e. Fatwa



DSN



No:



23/DSN-MUI/III/2002



TENTANG



POTONGAN PELUNASAN DALAM MURABAHAH Ketentuan umum yang diatur dalam fatwa ini adalah: 1.



Jika nasabah melakukan pelunasan pembayaran tepat waktu atau lebih cepat dari waktu yang telah disepakati, LKS boleh memberikan potongan dari kewajiban pembayaran tersebut, dengan syarat tidak diperjanjikan dalam akad



2.



Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan dan pertimbangan LKS.



f. Fatwa



DSN



No:



46/DSN-MUI/II/2005



TENTANG



POTONGAN TAGIHAN MURABAHAH Ketentuan umum yang diatur dalam fatwa ini adalah bahwa Pemberian Potongan Tagihan Murabahah dapat diberikan dengan ketentuan: 1.



LKS boleh memberikan potongan dari total kewajiban pembayaran kepada nasabah dalam transakasi (akad) 13



murabahah yang telah melakukan kewajiban pembayaran cicilan dengan tepat waktu dan nasabah yang mengalami penurunan kemampuan pembayaran. 2.



Besar potongan sebagaimana dimaksud di atas diserahkan pada kebijakan LKS.



3.



Pemberian potongan tidak boleh diperjanjikan dalam akad.



g. Fatwa



DSN



No:



PENYELESAIAN



4/DSN-MUI/II/2005



PIUTANG



TENTANG



MURABAHAH



BAGI



NASABAH YANG TIDAK MAMPU MEMBAYAR Ketentuan umum yang diatur dalam fatwa ini adalah bahwa LKS boleh melakukan penyelesaian murabahah bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi pembiayaanya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, dengan ketentuan : 1.



Objek murabahah atau jaminan lainnya dijual oleh nasabah kepada atau melalui LKS dengan harga pasar yang disepakati



2.



Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan.



3.



Apabila hasil penjualan melebihi sisa huatang maka LKS mengembalikan sisanya kepada nasabah



4.



Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah



5.



Apabila nasabah tidak mampu membayar sisa hutangnya, maka LKS dapat membebaskannya.



h. Fatwa



DSN



No:



48/DSN-MUI/II/2005



TENTANG



PENJADUALAN KEMBALI TAGIHAN MURABAHAH



14



Ketentuan penyelesaian yang diatur dalam fatwa ini adalah bahwa LKS boleh melakukan penjadwalan kembali (rescheduling) tagihan



murabahah



bagi



nasabah



yang



tidak



bisa



menyelesaikan/melunasi pembiayaannya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati dengan ketentuan: 1.



Tidak menambah jumlah tagihan yang tersisa



2.



Pembebanan biaya dalam proses penjualan kembali adalah biaya riil



3.



Perpanjangan



masa



pembayaran



harus



bersdasarkan



kesepakatan kedua belah pihak. i. Fatwa DSN No: 49/DSN-MUI/II/2005 TENTANG KONVERSI AKAD MURABAHAH Ketentuan konversi akad LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/melunasi pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah disepakati, tetapi ia masih prospektif dengan ketentuan: 1) Akad murabahah dihentikan dengan cara : a) Objek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS dengan harga pasar b) Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari hasil penjualan c) Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad ijarah



atau



bagian



musyarakah.



15



modal



dari



mudharabah



dan



d) Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah yang cara pelunasannya disepakati antara LKS dan nasabah. 2) LKS dan nasabah eks-murabahah tersebut dapat membuat akad baru dengan akad: a) Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut diatas dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSNMUI/III/2002 Tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi AlTamlik b) Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 07/DSN-MUI/IV/2000



tentang



Pembiayaan



Mudharabah (Qiradh), atau c) Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 08/DSN-MUI/IV/2000



tentang



Pembiayaan



Musyarakah.



5. JENIS-JENIS PEMBIAYAAN MURABAHAH Murabahah sesuai jenisnya dapat dikategorikan :3 a. Murabahah tanpa pesanan artinya ada yang beli atau tidak bank syariah menyediakan barang. b. Murabahah berdasarkan pesanan artinya bank syariah baru akan melakukan transaksi jual beli apabila ada yang pesan. Murabahah berdasarkan pesanan dapat diaktegorikan : 1) Sifatnya mengikat artinya murabahah berdasarkan pesanan tersebut mengikat untuk dibeli oleh nasabah sebagai pemesan. 2) Sifatnya tidak mengikat artinya walaupun nasabah telah melakukan pemesanan barang, namun nasabah tidak terikat untuk membeli barang tersebut.



3 Ibid.,h.93



16



B. CONTOH LAPORAN KEUANGAN MURABAHAH Sehubungan transaksi murabahah ini, dalam PSAK 14 tentang persediaan dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan persediaan adalah aktiva tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal. Persediaan harus diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasibersih, mana yang lebih rendah (the lower of cost and netrealizable value). Sedangkan Biaya Persediaan harus meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya-biaya lain yang timbul sampai persediaan berada dalam kondisi dan tempat yang siap untuk dijual atau dipakai (present location and condition). Adapun yang termasuk biaya pembelian meliputi harga pembelian, bea masuk dan pajak lainnya (kecuali yang kemudian dapat ditagih kembali oleh perusahaan kepada kantor pajak), dan biaya pengangkutan, penanganan dan biaya lainnya yang secara langsung dapat distribusikan pada perolehan barang jadi, bahan dan jasa. 4 Aplikasi pencatatan akuntansi murabahah :5 Contoh : Pembelian Barang Tanggal 1 April 2008 atas pesanan pembelian barang dari Tuan Abdullah, Bank Syariah “Amanah Ummat” membeli sebuah mobil Antik dari PT OtoMobil,seharga Rp. 110.000.000,- (seratus tujuh belas juta rupiah). Atas pembelian mobil antik tersebut jurnal yang dilakukan oleh Bank Syariah Amanah Ummat adalah sebagai berikut: Dr.



Aset/ Persediaan Murabahah Rp. 110.000.000,-



Cr. Kas / Rekening PT Oto-Mobil



Rp. 110.000.000,-



Atas pembelian mobil antik tersebut saldo perkiraan persediaan adalah sebagai berikut: BUKU BESAR 4 Ofyan Syafri Harahap, Akutansi Islam. Jakarta : PT.Bumi Aksara:2004,Hal 122 5 Sofyan S Harahap,Wiroso,Muhammad,Yusuf,Akuntansi Perbankan Syariah,LPEE,Jakarta:2010,Hal. 150



17



Aset / Persediaan Murabahah



Debit Tgl



Kredit Keterangan Jumlah



Tgl



Keteranga



Jumlah



n 1/04



Harga



110.000.000



Saldo



barang 110.000.000 110.000.000



110.000.000



Neraca Per 1 April 2008



Aktiva



Pasiva



Uraian



Jumlah



Persd/asset



110.000.000



Uraian



murabahah



18



Jumlah



Dapat diperlakukan sebagai harga pokok barang, antara lain beban tambahan



yang



dikeluarkan



untuk dipergunakan atau dijual.



19



sampai



aset



tersebut



siap



BAB III PENUTUP



A. KESIMPULAN Sejumlah alasan diajukan untuk menjelaskan popularitas murabahah dalam operasi investasi perbankan syariah: (i)murabahah adalah suatu mekanisme investasi jangka pendek dan dibandingkan dengan sistembagi hasil (musyarakah dan mudharabah), cukup memudahkan;(ii)mark ‐ up dalam murabahah dapat ditetapkan sedemikian rupa sehingga memastikan bahwa bank dapat memperoleh



keuntungan yang sebanding dengan keuntungan bank ‐bank yang berbasis bunga yang



menjadi



saingan



bank







bank



syariah;



(iii)murabahamenjauhkan



ketidakpastian yang ada pada pendapatan dari bisnis ‐ bisnis dengan system bagi



hasil dan (iv) murabahah tidak memungkinkan bank ‐ bank syariah untuk mencampuri manajemen bisnis, karena bank bukanlah mitra sinasabah, sebab hubungan mereka dalam murabahah adalah hubungan antara kreditur dan debitur.



20



DAFTAR PUSTAKA Syafi’I.Muhammad Antonio.Bank Syariah Dari Teori Ke Praktek. (Jakarta:Gema Insani, 2001).hlm. 101 Sofyan S Harahap.Wiroso,Muhammad,Yusuf,Akuntansi Perbankan Syariah.LPEE.Jakarta.2010



21