(Skill Lab 8-12) Panduan Skill Lab Bedah Mulut Dan Maksilofasial 2020-2021 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PANDUAN SKILL LAB BEDAH MULUT DAN MAKSILOFASIAL



Oleh: TIM BEDAH MULUT & MAKSILOFASIAL



FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI INSTITUT ILMU KESEHATAN BHAKTI WIYATA KEDIRI 2020



SKILL LAB 8 ANESTESI LOKAL PADA PENCABUTAN GIGI Oleh: Dion Sandro S., drg.



5.1



Deskripsi Singkat Kemampuan Anestesi Lokal merupakan hal yang penting dalam pelaksanaannya bagi



seorang dokter gigi di berbagai bidang ilmu, khususnya dalam Klinik Bedah Mulut dan Maksilofasial, yang mana tindakan dapat menimbulkan rasa nyeri bagi penderita. Guna mendapatkan kemampuan tersebut diperlukan beberapa pelatihan keterampilan meliputi: persiapan alat dan bahan anestesi lokal, pemahaman teknik-teknik anestesi lokal pada rahang atas dan rahang bawah.



5.2



Tujuan Instruksional Umum Setelah memahami teori-teori yang ada, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran



Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu melakukan anestesi lokal sesuai dengan kompetensi yang berhubungan dalam persiapan kerja di klinik bedah mulut dan maksilofasial.



5.3



Tujuan Instruksional Khusus Setelah menyelesaikan skill lab tentang anestesi lokal pada pencabutan gigi,



mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu: 1. Melakukan persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk anestesi lokal 2. Memahami prosedur umum anestesi lokal 3. Melakukan berbagai macam teknik anestesi lokal pada rahang atas 4. Melakukan berbagai macam teknik anestesi lokal pada rahang bawah



5.4



Manfaat Keterampilan Memberikan keterampilan kepada mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi



IIK Bhakti Wiyata Kediri tentang teknik-teknik anestesi lokal dengan baik sehingga mahasiswa dapat melakukan tindakan pencabutan dan prosedur lainnya dengan tepat.



5.5



Mapping Materi Persiapan alat & bahan



Prinsip Umum Cara Anestesi Lokal



Teknik Anestesi Lokal



Rahang Atas



Rahang Bawah



Evaluasi Hasil



5.6



Strategi Pembelajaran 1. Mengikuti demonstrasi penggunaan alat, cara mempersiapkan alat dan melakukan anestesi lokal pada media oleh masing-masing instruktur (1 x tatap muka) 2. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok besar (A, B, & C) yang terbagi dalam 3 (tiga) sesi, dan setiap sesi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan dibimbing oleh satu instruktur untuk berlatih melakukan berbagai macam teknik anestesi lokal di rahang atas dan rahang bawah pada media yang telah disediakan. Mahasiswa melakukan latihan anestesi secara mandiri dengan bimbingan instruktur yang bertugas. 3. Evaluasi hasil latihan anestesi yang dilakukan dan pembekalan oleh instruktur jaga. 4. Ujian praktik teknik anestesi lokal oleh instruktur jaga.



5.7



Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa wajib membaca buku Panduan Skill Lab Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah dibagikan guna memperlancar dan memahami yang dilakukan dalam praktikum.



2. Mahasiswa wajib mengikuti pengantar dan demonstrasi yang dilakukan oleh instruktur jaga. 3. Mahasiswa wajib melakukan masing-masing teknik anestesi lokal yang telah diajarkan secara mandiri dibawah bimbingan instruktur jaga.



5.8



Referensi 



Fragiskos, F. D., 2007. Oral Surgery. Greek: Springer-Verlag Berlin Heidelberg







Mitchell, David A., Kanatas, Anastasios N. 2015. An Introduction to Oral and Maxillofacial Surgery, Second Edition. Boca Raton: CRC Press







Balaji, S. M. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Third Edition. India: Elsevier.







Moore, U. J. 2011. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 6th ed. UK : Blackwell Publishing Ltd.







Malamed, Stanley F. 2020. Handbook of Local Anesthesia, 7th edition. China: Elsevier.



5.9



Evaluasi Hasil pencapaian dalam Skill Lab ini akan di evaluasi dengan penilaian dalam segi



Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik.



5.10



Alat & Bahan



1. Hand scoon 2. Masker 3. Kaca mulut 4. Pinset dental 5. Sonde halfmoon 6. Cotton pellet 7. Disposable syringe 3cc 8. Povidone iodine 9. Ampul anestesi



5.11



Materi Praktikum



A. Prinsip Umum Cara Melakukan Anestesi Lokal 1. Siapkan sebuah syringe steril 2. Siapkan ampul anestesi lokal. Pastikan seluruh cairan anestesi lokal berada dibawah leher ampul, apabila terdapat cairan anestesi yang tejebak diatas ampul, ketuk-ketuk ampul atau putar ampul hingga cairan anestesi turun kebawah leher ampul. 3. Patahkan leher ampul dengan hati-hati, kemudian masukkan jarum syringe ke dalam ampul untuk memasukkan cairan anestesi ke dalam syringe. 4. Tutuplah jarum syringe dengan penutup yang ada dengan hati-hati, jangan sampai ujung jarum menyentuh tutup jarum. 5. Periksa apakah ada gelembung yang terjebak di dalam barrel syringe, jika ada ketuk-ketuk barel dan keluarkan gelembung udara dari barrel syringe. 6. Setelah syringe siap, lakukan asespsis daerah tempat insersi jarum dengan povidone iodine. 7. Insersikan jarum sesuai dengan kerperluan dan regio gigi yang akan dianestesi. Sebelum melakukan injeksi obat anestesi/deponir, lakukan aspirasi (penarikan handle syringe untuk mengetahui apakah ujung jarum mengenai pembuluh darah), apabila ada darah yang masuk ke dalam syringe, tariklah jarum dan pindahkan ke daerah lain. Apabila pada aspirasi tidak terdapat darah, lakukan deponir dengan perlahan untuk mengurangi rasa nyeri dan toksisitas dari obat anestesi. 8. Setelah injeksi obat selesai, lakukan penarikan jarum dengan perlahan.



B. Teknik Anestesi Lokal Rahang Atas 1. Submucosal Injection Indikasi: Untuk menganestesi daerah mukosa yang akan dilakukan tindakan. Saraf yang teranestesi Ujung saraf terminal sekitar daerah insersi jarum. Daerah yang teranestesi Pada mukosa sekitar daerah insersi jarum. Tempat insersi jarum Daerah mukobukal atau mukolabial fold dari daerah kerja.



Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada mukobukal/mukolabial fold sedalam jaringan submukosa kemudian lakukan aspirasi dan injeksikan cairan anestesi secara perlahan. Tanda anestesi bekerja Terasa kebas atau tebal pada daerah yang dianestesi.



Gambar 1. Teknik submucosal injection.



2. Field Block (Paraperiosteal Injection) Indikasi Untuk menganestesi jaringan pulpa dan mukosa sekitar daerah insersi jarum pada rahang atas maupun bawah yang memiliki cortical layer dan porusitas tulang yang besar (seluruh rahang atas dan regio anterior rahang bawah). Saraf yang teranestesi Cabang saraf terminal dari saraf trigeminus. Daerah yang teranestesi Pulpa gigi pada daerah insersi jarum, ligamen periodontal, tulang alveolar, periosteum, dan mukosa sekitar daerah insersi jarum. Tempat insersi jarum Pada mukobukal atau mukolabial fold sedalam perkiraan ujung akar gigi yang akan di anestesi.



Gambar 2. Teknik field block dengan paraperiosteal injection.



Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada mukobukal atau mukolabial fold sejajar axis gigi yang akan dianestesi dengan bevel jarum menghadap ke tulang sedalam perkiraan ujung akar gigi kemudian lakukan aspirasi, jika aspirasi negatif lakukan injeksi obat anestesi +/- 0.5-1cc dengan perlahan. Pada gigi molar pertama rahang atas, insersi jarum dilakukan dua kali yaitu pada daerah akar mesiobukal dan distobukal. Pada gigi molar ketiga rahang atas, pasien diminta sedikit menutup mulut dan pipi ditarik ke lateral. Hal ini dilakukan guna memudahkan proses anestesi mengingat posisi gig molar ketiga rahang atas terletak di paling posterior di rahang atas. Tanda anestesi bekerja Terasa kebas atau tebal pada daerah yang dianestesi.



Gambar 3. Teknik field block pada molar 1 rahang atas.



3. Nasopalatine Nerve Block Indikasi Untuk menganestesi 1/3 anterior dari mukosa palatum durum (gigi C-C) pada pencabutan gigi-gigi anterior rahang atas. Saraf yang teranestesi Nervus Nasopalatinus yang keluar dari foramen incicivus.



Gambar 4. Teknik Nasopalatine Nerve Block. Daerah yang teranestesi Mukoperiosteum 1/3 anterior dari palatum durum. (daerah mukosa palatal dari gigi-gigi anterior rahang atas. Tempat insersi jarum Di bagian lateral dari papilla incicivus. Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada batas lateral dari papilla incicivus +/- sedalam 5 mm, kemudian lakukan aspirasi, bila negatif lakukan injeksi cairan anestesi secara perlahan sebanyak 0.25-0.3 cc. Tanda anestesi bekerja Daerah 1/3 anterior mukosa palatum durum terasa tebal dan kebas.



4. Anterior Palatine Nerve Block Indikasi Untuk menganestesi 2/3 posterior dari mukosa palatum durum pada sisi kerja. Saraf yang teranestesi Nervus Palatinus Anterior yang keluar dari foramen Palatinus Majus.



Gambar 5. Teknik Anterior Palatine Nerve Block. Daerah yang teranestesi Mukoperiosteum 2/3 posterior dari palatum durum pada sisi kerja. (daerah mukosa palatal dari gigi-gigi posterior rahang atas). Tempat insersi jarum Daerah diantara gigi molar 1 dan 2 dan +/- 1 cm dari margin gingiva gigi molar kedua rahang atas pada sisi kerja. Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada mukosa diantara gigi molar 1 dan 2 dan +/- 1 cm dari margin gingiva gigi molar kedua rahang atas pada sisi kerja dengan sudut +/- 45° hingga ujung jarum sampai diatas foramen palatinus majus (sedalam +/- 5-8 mm), lakukan aspirasi, bila negatif lakukan injeksi cairan anestesi sebanyak 0.25-0.5 cc dengan perlahan. Tanda anestesi bekerja Daerah 2/3 posterior mukosa palatum durum terasa tebal dan kebas.



C. Teknik Anestesi Lokal Rahang Bawah 1. Submucosal Injection Indikasi: Untuk menganestesi daerah mukosa yang akan dilakukan tindakan. Saraf yang teranestesi Ujung saraf terminal sekitar daerah insersi jarum. Daerah yang teranestesi Pada mukosa sekitar daerah insersi jarum.



Gambar 6. Teknik Submucosal injection pada rahang bawah.



Tempat insersi jarum Daerah mukobukal atau mukolabial fold dari daerah kerja. Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada mukobukal/mukolabial fold sedalam jaringan submukosa kemudian lakukan aspirasi dan injeksikan cairan anestesi secara perlahan. Tanda anestesi bekerja Terasa kebas atau tebal pada daerah yang dianestesi.



2. Field Block (Paraperiosteal Injection) Indikasi Untuk menganestesi jaringan pulpa dan mukosa sekitar daerah insersi jarum pada rahang atas maupun bawah yang memiliki cortical layer dan porusitas tulang yang besar. (seluruh rahang atas dan regio anterior rahang bawah). Saraf yang teranestesi Cabang saraf terminal dari saraf trigeminus.



Gambar 7. Teknik Field Block dengan Paraperiosteal Injection.



Daerah yang teranestesi Pulpa gigi pada daerah insersi jarum, ligamen periodontal, tulang alveolar, periosteum, dan mukosa sekitar daerah insersi jarum. Tempat insersi jarum Pada mukobukal atau mukolabial fold sedalam perkiraan ujung akar gigi yang akan di anestesi. Teknik anestesi Jarum diinsersikan pada mukobukal atau mukolabial fold sejajar axis gigi yang akan dianestesi dengan bevel jarum menghadap ke tulang sedalam perkiraan ujung akar gigi kemudian lakukan aspirasi, jika aspirasi negatif lakukan injeksi obat anestesi +/- 0.5-1cc dengan perlahan. Tanda anestesi bekerja Terasa kebas atau tebal pada daerah yang dianestesi.



3. Mandibular Block Anesthesia (Inverior Alveolar Nerve Block + Lingualis Nerve Block). Indikasi Untuk melakukan pencabutan gigi-gigi posterior rahang bawah (perlu ditambah teknik sub mucosal injection untuk menganestesi mukosa sisi bukal gigi yang akan dicabut). Pada kasus lain yang tidak melibatkan mukosa bukal dan lingual gigi dapat dilakukan Inverior Alveolar Nerve Block saja. Saraf yang teranestesi 



Nervus Alveolaris Inverior berserta cabangnya (Rami dentalis, Nervus Mentalis, Nervus Incicivus).







Nervus Lingualis



Daerah yang teranestesi 



Corpus Mandibula dan Inverior Ramus Ascendens pada sisi yang dianestesi, seluruh gigi rahang bawah, jaringan periodontal dan tulang alveolar pada sisi yang dilakukan anestesi, mkoperiosteum dan gingiva sisi bukal dari foramen mentalis sampai dengan linea mediana,mukosa bibir bawah dan kulit dagu pada sisi yang dianestesi.







2/3 anterior lidah, mukosa dasar mulut, dan mukosa gingiva serta alveolaris sisi lingual mulai dari regio retromolar sampai dengan linea mediana.



Tempat insersi jarum Sisi posterior dari Coronoid Notch (cekungan terdalam dari batas anterior ramus mandibula). Teknik anestesi Raba daerah mukobuccal fold gigi posterior hingga teraba linea oblique externa dan batas anterior dari ramus ascendens, kemudian jari digeser +/- 1 cm ke posterior hingga terasa cekungan (coronoid notch). Kemudian insersikan jarum dari arah berlawanan dari daerah yang akan dianestesi di antara gigi P1 dan P2 rahang bawah kontralateral, bevel mengahadap ke tulang. Jarum diinsersikan di tengah ujung jari hingga sedikit menyentuh tulang, kemudian jarum sedikit ditarik lalu ubah arah syringe sejajar dengan gigi-gigi posterior pada sisi yang akan dianestesi (ipsilateral).



Gambar 8. Urutan teknik Alveolaris Inverior Nerve Block pada mandibula.



Masukkan jarum sedalam +/- 1 cm menyusuri linea obliqua interna, kemudian syiringe diubah lagi posisinya berlawanan arah dari sisi kerja (kontralateral), masukkan lagi jarum hingga ujung jarum terasa sedikit menyentuh tulang.



Jarum ditarik sedikit lalu lakukan aspirasi, jika hasilnya negatif lakukan injeksi larutan anestesi sebanyak 1 cc secara perlahan. prosedur anestesi blok nervus alveolaris inverior selesai. Untuk melanjutkan lingual nerve block, tarik jarum +/- 1 cm kemudian injeksikan cairan anestesi sebanyak 0.5 cc secara perlahan, lalu tarik jarum keluar dari mukosa. Tanda anestesi bekerja Kesemutan dan terasa kebas pada lidah, setengah bibir bawah pada sisi yang dianestesi, dan seluruh mukosa lingual pada sisi yang dianestesi.



Gambar 9. Urutan teknik Alveolaris Inverior Nerve Block pada rongga mulut.



SKILL LAB 9 DASAR-DASAR EKSTRAKSI GIGI Oleh: Dzanuar Rahmawan, drg. M.Si.



4.1



Deskripsi Singkat Kemampuan ekstraksi gigi merupakal hal yang sangat penting dalam bidang



kedokteran gigi, terutama dalam praktikum klinik di bidang bedah mulutdan maksilofasial, dasar pemahaman penggunaan armamentarium dan teknik ekstraksi gigi merupakan faktor penting yang harus dikuasai mahasiswa, guna mendapatkan kemampuan tersebut diperlukan beberapa tahapan yang perlu dilalui, yaitu: a. Pemahaman tentang penggunaan armamentarium ekstraksi gigi sesuai indikasinya. b. Pemahaman tentang teknik ekstraksi gigi rahang atas dan rahang bawah. c. Latihan melakukan ekstraksi gigi pada phantom yang telah disediakan.



4.2



Tujuan Instruksional Umum Setelah memahami teori dasar-dasar ekstraksi gigi mahasiswa mampu memahami



penggunaan armamentarium ekstrasi gigi dan melakukan ekstrasi gigi pada phantom yang telah disediakan, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu melakukan ekstraksi gigi



sesuai dengan kompetensi yang



berhubungan dalam persiapan kerja di klinik bedah mulut dan maksilofasial.



4.3



Tujuan Instruksional Khusus Setelah menyelesaikan skill lab tentang dasar-dasar ekstraksi gigi, mahasiswa



semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu: 1. Mempersiapkan armamentarium yang digunakan untuk melakukan ekstraksi gigi 2. Melakukan penggunaan armamentarium ekstraksi gigi dengan cara yang benar 3. Melakukan ekstraksi gigi pada rahang atas dan rahang bawah sesuai dengan teknik dasar ekstraksi gigi yang benar



4.4



Manfaat Keterampilan Memberikan keterampilan kepada mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi



IIK Bhakti Wiyata Kediri tentang penggunaan armamentarium ekstraksi gigi dan melakukan tindakan ekstraksi gigi dengan benar sehingga mahasiswa dapat melakukan tindakan yang tepat bagi calon pasien.



4.5



Mapping Materi PERSIAPAN ALAT



PENGENALAN ARMAMENTARIUM



PROSEDUR UMUM EKSTRKSI GIGI



EKSTRAKSI GIGI RAHANG ATAS



EKSTRAKSI GIGI RAHANG BAWAH



EVALUASI HASIL KETERAMPILAN EKSTRAKSI GIGI



4.6



Strategi Pembelajaran 1. Mengikuti demonstrasi armamentarium eksodonsia dan teknik dasar ekstraksi gigi pada media oleh masing-masing instruktur (1 x tatap muka) 2. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok besar (A, B, & C) yang terbagi dalam 3 (tiga) sesi, dan setiap sesi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan dibimbing oleh satu instruktur untuk berlatih mengenal berbagai macam armamentarium eksodonsia serta pelatihan keterampilan dasar ekstraksi gigi pada phantom yang telah disediakan. Mahasiswa melakukan simulasi pencabutan gigi pada phantom secara mandiri dengan bimbingan instruktur yang bertugas. 3. Evaluasi hasil latihan teknik dasar ekstraksi gigi yang telah dilakukan dan pembekalan oleh instruktur jaga. 4. Ujian praktik pemilihan armamentarium yang sesuai dan teknik pencabutan oleh instruktur jaga.



4.7



Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa wajib membaca buku Panduan Skill Lab Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah dibagikan guna memperlancar dan memahami yang dilakukan dalam praktikum.



2. Mahasiswa wajib mengikuti pengantar dan demonstrasi yang dilakukan oleh instruktur jaga. 3. Mahasiswa wajib melakukan masing-masing teknik dasar ekstraksi gigi yang telah diajarkan secaara mandiri dibawah bimbingan instruktur jaga.



4.8



Referensi 



Balakhrisna, R., Kenkere, D., Silas, A. J. et al. 2009. A Concise Textbook of Oral & Maxillofacial Surgery. New Delhi: Jaypee







Fragiskos, F. D., 2007. Oral Surgery. Greek: Springer-Verlag Berlin Heidelberg







Pedersen, G. W. 1996. Buku Ajar Praktis Bedah Mulut. Jakarta: EGC



4.9



Evaluasi Hasil pencapaian dalam Skills Lab ini akan di evaluasi dengan penilaian dalam segi



Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik



4.10



Alat dan Bahan



1. Masker 2. Handscoon 3. Kaca Mulut 4. Pinset Dental 5. Sonde 6. Armamentarium Ekstraksi Gigi



4.11



Materi Praktikum



ARMAMENTARIUM`EKSTRAKSI GIGI a. Forcep (tang pencabutan) 1. Tang Rahang Atas 2. Tang Rahang Bawah



b. Elevator (pengungkit) 1. Straight (lurus) 2. Cross Bar 3. Angular (bersudut)



A. Forcep Forcep merupakan alat yang dipergunakan untuk melepaskan gigi dari jaringan tulang dan jaringan lunak disekitar gigi, untuk itu diperlukan tang ideal untuk masing-masing gigi, agar dapat meneruskan kekuatan tekanan operator ke gigi dengan baik.



Forcep terdiri dari beberpa bagian yaitu: a. Beak, merupakan ujung yang mencengkram gigi geligi b. Joint, merupakan bagian pertemuan dari beak dan handle c. Handle, merupakan bagian untuk pegangan operator



Gambar 1. Bagian-bagian dari tang.



Secara umum tang dibedakan untuk pencabutan rahang atas dan rahang bawah: 1) Tang Rahang Atas a. Tang mahkota gigi anterior rahang atas Tang bentuk lurus dengan ujung beak terbuka, untuk pencabutan gigi anterior atas bermahkota



Gambar 2. Tang mahkota gigi anterior rahang atas.



b. Tang sisa akar gigi anterior rahang atas Tang bentuk lurus dengan ujung beak tertutup, untuk pencabutan gigi anterior sisa akar.



Gambar 3. Tang sisa akar gigi anterior rahang atas.



c. Tang mahkota gigi premolar rahang atas Tang berbentuk S dengan ujung beak terbuka untuk pencabutan premolar atas bermahkota



Gambar 4. Tang mahkota gigi premolar rahang atas.



d. Tang sisa akar gigi premolar dan molar rahang atas Tang berbentuk S dengan ujung beak tertutup, untuk pencabutan gigi premolar dan molar sisa akar.



Gambar 5. Tang sisa akar gigi premolar dan molar rahang atas.



e. Tang mahkota gigi molar rahang atas Tang berbentuk S dengan ujung beak terbuka, bagian beak yang tajam untuk mencengkram pada sisi bukal gigi (furkasi) dan yang tumpul untuk bagian



mencengkram mahkota bagian palatal. Tang ini digunakan untuk mencabut gigi molar 1 dan molar 2 rahang atas.



Gambar 6. Tang mahkota gigi molar 1 dan 2 rahang atas (kanan dan kiri).



f. Tang mahkota gigi molar 3 rahang atas Tang bentuk bayonet dengan ujung beak terbuka dan tumpul, untuk mencabut gigi molar tiga rahang atas bermahkota.



Gambar 7. Tang mahkota gigi molar 3 rahang atas.



g. Tang sisa akar gigi molar 3 rahang atas Tang bentuk bayonet dengan ujung beak tertututp, untuk mencabut sisa akar gigi molar rahang atas



Gambar 8. Tang sisa akar gigi molar 3 rahang atas.



2) Tang Rahang Bawah a. Tang mahkota gigi insisif, caninus, dan premolar rahang bawah bermahkota. Tang memiliki sudut 90o dengan ujung beak terbuka, untuk pencabutan gigi insisif dan premolar rahang bawah bermahkota.



Gambar 9. Tang mahkota gigi insisif, caninus, dan premolar rahang bawah.



b. Tang sisa akar gigi insisif, caninus, premolar ,dan molar rahang bawah. Tang memiliki sudut 90o dengan ujung beak tertutup, untuk pencabutan gigi insisif, premolar dan molar rahang bawah sisa akar.



Gambar 10. Tang sisa akar gigi insisif, caninus, premolar, dan molar rahang bawah. c. Tang mahkota gigi molar rahang bawah Tang memiliki sudut 90o dengan ujung beak terbuka dan memiliki beak yang tajam, untuk pecabutan gigi molar bermahkota.



Gambar 11. Tang mahkota gigi molar rahang bawah.



d. Tang mahkota gigi molar 3 rahang bawah (tang trismus). Tang menyerupai huruf L, pegangan membentuk sudut 90o terhadapa sumbu paruh tang. Kedua ujung beak bisa tumpul/tajam dan terbuka. Untuk pencabutan gigi molar tiga bawah.



Gambar 12. Tang mahkota gigi molar 3 rahang bawah (tang trismus).



B. Elevator Alat ini digunakan untuk mengungkit gigi dari soket alveolus. Untuk pengungkitan gigi/akar dengan bantuan titik fulcrum, dimana letak fulcrum tergantung dari lokasi obyek yang diungkit. Pergerakkan dapat berupa mendorong atau menarik untuk mendorong obyek ke arah atas. Bagian – bagian dari elevator: a. Blade, merupakan ujung yang tajam untuk mengungkit gigi. b. Shank, merupakan bagian yang menghubungkan blade dan handle. c. Handle (pegangan), merupakan bagian yang digunakan untuk pegangan.



Gambar 13. Salah satu jenis elevator dan bagian – bagiannya



Menurut bentuknya, elevator dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu: 1. Straight (lurus) Alat ini mempunyai bentuk dimana handle, shank, dan blade membentuk suatu garis lurus seperti: Elevator Heinbrink, Flohr, White, Coupland, Bein, Gabka, dan London Hospital Colomen.



A



B



Gambar 14. Elevator Bein (A) dan elevator Heidbrink (B) yang berbentuk lurus.



2. Cross Bar Alat ini mempunyai bentuk antara handle dan shank, membentuk sudut ≥ 90°. Alat ini berpasangan mesial/distal atau kiri/kanan. Contoh: Elevator Winter, Barry dan Lecluse.



Gambar 15. Elevator Winter dengan bentuk cross bar 90°, dipergunakan untuk mengungkit akar gigi rahang bawah dengan merusak septum interdental.



Gambar 16. Elevator Lecluse dengan bentuk blade yang datar/rata. Alat ini dopergunakan untuk sisa akar rahang bawah.



Gambar 17. Elevator Barry dengan bentuk handle dan shank >90° dipergunakan untuk sisa akar rahang bawah.



3. Angular (bersudut) Alat ini mempunyai bentuk dimana blade membentuk sudut terhadap shank dan handle. Contoh: Elevator Cryer, Cryer-White, Barten, London Hospital Colemen dan Heidbrink. Alat ini berpasangan mesial/distal.



Gambar 18. Elevator Cryer, dengan bentuk kombinasi dimana blade membentuk sudut terhadap handle dan shank, dipergunakan untuk sisa akar rahang bawah. Alat ini ada yang mempunyai bentuk blade sempit dan/atau lebar.



Gambar 19. Elevator Heidbrink dengan bentuk blade yang sempit dan runcing, dipergunakan untuk sisa akar rahang bawah posterior.



DASAR-DASAR TEKNIK EKSTRAKSI GIGI A.



Prinsip Umum Penggunaan Armamentarium Ekstraksi Gigi 1. Prinsip Penggunaan Forcep (tang) 



Poros beak segaris dengan poros gigi







Beak tang mencengkram daerah akar gigi (jangan mencengkram mahkota gigi)







Beak ditekan semaksimal mungkin







Saat menggerakkan gigi lakukan dengan kekuatan dan arah yang terkontrol.



Cara Memegang Tang: 



Tang dipegang pada daerah handle, jangan memegang terlalu dekat beak.







Jangan memasukkan jari ke sela-sela handle tang.



Gambar 20. Cara memegang tang rahang atas.



Gambar 21. Cara memegang tang rahang bawah.



2. Prinsip Penggunaan Elevator (Bein & Cryer) 



Jangan menggunakan gigi tetangga sebagai fulcrum, kecuali apabila gigi tetangga tersebut juga akan diekstraksi







Jangan menggunakan bukal plate dari tepi gingival, sebagai fulcrum kecuali pada saat odontektomi molar tiga







Jangan menggunakan lingual plate sebagai fulcrum







Gunakan finger rest (tumpuan jari) pada waktu mengungkit untuk mencegah melesetnya alat.







Tidak menggunakan kekuatan penuh serta ujung elevator diletakkan pada tempat dan arah yang benar serta terkontrol







Apabila ingin mengungkit tulang interseptal jangan sampai menembus alveolus gigi tetangga, sebab apabila kurang hati-hati akar gigi tetangga dapat terungkit.



Cara Memegang Elevator: 



Cengkram elevator dengan erat







Fiksasi pada shank elevator menggunakan digiti II



Gambar 22. Cara memegang elevator.



B.



Teknik Ekstrasi Gigi 1. Teknik Ekstraksi Gigi Rahang Atas a. Posisi Pasien pada Ekstraksi Gigi Rahang Atas Untuk ekstraksi rahang atas, oklusal plane rahang atas membentuk sudt 30-60 derajat terhadap lantai, dan mulut pasien sejajar siku operator. Pencabutan rahang atas posisi asien relative lebih tinggi (diatas dataran siku) dan duduk pada kursi setengah menyandar.



b. Posisi Operator Untuk tindakan ekstraksi gigi rahang atas, posisi operator berada pada arah jam 78.



Gambar 23. Posisi operator terhadap pasien.



c. Fiksasi Jari untuk Gigi Rahang Atas



Gambar 24. Ekstraksi gigi insisive RA dan Caninus RA : Ibu jari pada bagian palatal, jari telunjuk pada bagian labial.



Gambar 25. Ekstraksi gigi premolar RA kiri dan Molar RA kiri : Ibu jari pada bagian palatal, jari telunjuk pada bagian bukal.



Gambar 26. Ekstraksi gigi premolar RA kanan dan Molar RA kanan : Ibu jari pada bagian bukal, jari telunjuk pada bagian palatal.



d. Cara Melakukan Ekstraksi Pada Gigi Rahang Atas Insisive RA



: Luksasi bukal-palatal + rotasi arah oklusal



Caninus RA



: Luksasi bukal-palatal + rotasi arah oklusal



Premolar RA



: Luksasi bukal-palatal + tarik ke arah oklusal



Molar 1 & 2 RA : Luksasi bukal-palatal + tarik kea rah oklusal Molar 3 RA



: Luksasi ke distal + luksasi ke bukal + ekstraksi



2. Teknik Ekstraksi Gigi Rahang Bawah a. Posisi Pasien pada Ekstraksi Gigi Rahang Bawah Untuk ekstraksi rahang bawah, oklusal plane rahang bawah sejajar/parallel dengan lantai, dan mulut pasien sejajar siku operator atau relatif lebih rendah.



b. Posisi Operator (Gambar 23.) 



Pencabutan gigi posterior bawah kanan, posisi operator berada pada jam 9-12.







Pencabutan gigi anterior rahang bawah, posisi operator berada pada jam 7-9.







Pencabutan gigi posterior bawah kiri, posisi operator berada pada jam 7-8.



c. Fiksasi Jari untuk Gigi Rahang Bawah



Gambar 27. Insisive RB dan Caninus RB kiri : Jari telunjuk pada bagian labial, jari tengah pada lingual, ibu jari memfiksasi mandibula.



Gambar 28. Premolar RB kiri dan Molar RB kiri: Jari telunjuk pada bagian bukal, jari tengah pada bagian lingual, ibu jari memfiksasi mandibular.



Gambar 29. Caninus, premolar, dan molar RB kanan: Ibu jari pada bagian lingual, jari telunjuk pada bagian labial, jari-jari yang lain memfiksasi mandibular.



d. Cara Melakukan Ekstraksi Pada Gigi Rahang Bawah Insisive RB



: Luksasi labial-lingual + tarik ke arah labial.



Caninus RB



: Luksasi ke arah labial + rotasi arah mesial



Premolar RB



: Luksasi kea rah bukal + rotasi mesial distal



Molar 1 & 2 RB : Luksasi bukal-lingual + tarik ke bukal Molar 3 RB



: Luksasi ke arah bukal + tarik arah bukal & lingual



SKILL LAB 10 DESAIN DAN PEMBUATAN FLAP BEDAH Oleh: Dion Sandro S., drg.



5.1



Deskripsi Singkat Pemilihan desain dan pembuatan flap bedah merupakan hal yang penting dalam



pelaksanaannya bagi seorang dokter gigi di berbagai bidang ilmu, khususnya dalam Klinik Bedah Mulut dan Maksilofasial, guna mendapatkan kemampuan tersebut diperlukan beberapa tahapan yang perlu dilalui, yaitu: a. Pemahaman teori tentang desain dan kegunaan pembuatan flap yang sesuai indikasinya b. Pengetahuan tentang alat-alat untuk membuat flap bedah serta penggunaanya c. Pemahaman tentang prosedur pembuatan flap bedah d. Latihan melakukan pembuatan berbagai macam flap bedah (Envelope, Triangular, Trapezoid, dan Semilunar) pada media yang telah disediakan



5.2



Tujuan Instruksional Umum Setelah memahami teori-teori yang ada, mahasiswa mampu mendesain dan



melakukan pembuatan flap, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu melakukan pembuatan flap sesuai dengan kompetensi yang berhubungan dalam persiapan kerja di klinik bedah mulut dan maksilofasial.



5.3



Tujuan Instruksional Khusus Setelah menyelesaikan skill lab tentang desain dan pembuatan flap bedah, mahasiswa



semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu: 1. Melakukan persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk pembuatan flap bedah. 2. Melakukan penggunaan alat-alat untuk pembuatan flap dengan benar. 3. Melakukan pembuatan flap bedah (Envelope, Triangular, Trapezoid, dan Semilunar).



5.4



Manfaat Keterampilan Memberikan keterampilan kepada mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi



IIK Bhakti Wiyata Kediri tentang desain dan pembuatan flap bedah dengan tepat sehingga mahasiswa dapat melakukan tindakan yang tepat bagi calon pasien.



5.5



Mapping Materi



5.6



Strategi Pembelajaran 1. Mengikuti demonstrasi penggunaan alat dan cara melakukan pembuatan flap bedah serta berbagai macam teknik flap (Envelope, Triangular, Trapezoid, dan Semilunar) pada media oleh masing-masing instruktur (1 x tatap muka) 2. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok besar (A, B, & C) yang terbagi dalam 3 (tiga) sesi, dan setiap sesi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan dibimbing oleh satu instruktur untuk berlatih membuat desain dan melakukan pembuatan flap bedah dengan teknik (Envelope, Triangular, Trapezoid, dan Semilunar) pada media yang telah disediakan. Mahasiswa melakukan pembuatan flap bedah secara mandiri dengan bimbingan instruktur yang bertugas 3. Evaluasi hasil latihan teknik flap yang telah dibuat dan pembekalan oleh instruktur jaga 4. Ujian praktik pembuatan desain dan flap bedah oleh instruktur jaga



5.7



Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa wajib membaca buku Panduan Skill Lab Bedah Mulut dan Maksilofasial yang telah dibagikan guna memperlancar dan memahami yang dilakukan dalam praktikum.



2. Mahasiswa wajib mengikuti pengantar dan demonstrasi yang dilakukan oleh instruktur jaga. 3. Mahasiswa wajib melakukan masing-masing teknik flap bedah yang telah diajarkan secaara mandiri dibawah bimbingan instruktur jaga.



5.8



Referensi 



Fragiskos, F. D., 2007. Oral Surgery. Greek: Springer-Verlag Berlin Heidelberg







Balaji, S. M. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Third Edition. India: Elsevier.







Moore, U. J. 2011. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 6th ed. UK : Blackwell Publishing Ltd.



5.9



Evaluasi Hasil pencapaian dalam Skill Lab ini akan di evaluasi dengan penilaian dalam segi



Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik



5.10



Alat & Bahan (Gambar 1.)



1. Handle Scalpel No. 3 2. Blade Scalpel No. 11, 12, 15 3. Rasparatorium sedang 4. Pinset Bedah (Cirurgis) 5. Pinset Anatomi



1.



2.



3.



4.



5.



Gambar 1. Alat yang digunakan untuk pembuatan flap bedah



5.11



Materi Praktikum



Prosedur pembuatan flap bedah secara umum: a. Sayatan yang dilakukan harus tegas dan kontiniu (tidak terputus atau berulang) b. Sayatan harus selalu menempel pada tulang c. Pengulangan sayatan harus dihindari karena akan menghambat proses penyembuhan



Gambar 2. Cara memasang dan melepas blade pada handle scalpel.



Gambar 3. Cara memegang handle scalpel dan posisi insisi yang benar.



Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan desain flap: a. Insisi dimulai dari bukal mukosa dan berakhir pada daerah interdental area. b. Daerah dasar flap harus lebih luas daripada ujung flap untuk menjaga suplai darah yang adekuat pada flap sehingga penyembuhan flap terjamin.



Gambar 4. Desain dasar flap lebih lebar daripada ujung flap.



c. Flap yang dibuat harus lebih luas dari area tulang yang rusak, sehingga ketika dilakukan suturing flap dapat melekat erat dan menutupi daerah tulang yang tidak sehat, sehingga mencegah terjadinya dehiscence flap. d. Pada saat melakukan tissue detachment, periosteum harus terpisah secara sempurna dari tulang dan melekat pada jaringan mukosa (full thickness flap). e. Hindari menarik flap secara berlebihan, hal tersebut dapat menyebabkan kerusakan pembuluh darah dan menghambat proses penyembuhan jaringan.



Macam-macam flap: 1. Envelope Flap Flap ini dibentuk dari insisi horizontal pada daerah cervical line dari gigi. insisi dimulai dari sulkus gingiva dan meluas ke beberapa gigi (4-5 gigi). flap jenis ini dapat dipakai pada pembedahan di daerah insisif, premolar, maupun daerah molar di daerah bukal, palatal, amupun lingual. Indikasi flap ini adalah untuk tindakan pembedahan yang melibatkan daerah servikal gigi. Keuntungan Envelope flap: 



Tidak perlu melakukan insisi vertikal dan mudah untuk mengembalikan flap ke posisi semula.



Kerugian Envelope flap: 



Sulit untuk melakukan tissue detatchment (terutama pada daerah palatal).







Tegangan flap yang tinggi beresiko robeknya flap.







Akses padang yang terbatas.







Kemungkinan terjadi injuri pada pembuluh darah dan saraf pada daerah palatal.







Defek pada daerah attach gingiva.



Gambar 5. Envelope flap



2. Triangular Flap Triangular flap dibentuk dari insisi yang berbentuk L. insisi vertikal/obliq dimulai dari vestibular fold dan berakhir pada daerah interdental papilla dari gingiva. Daerah insisi horizontal dibuat sepanjang sulkus gingiva yang diperlukan. Triangular flap dapat dipakai di daerah labial atau di daerah bukal pada rahang atas maupun rahang bawah. Flap ini diindikasikan untuk pengambilan sisa akar dengan metode bedah, kista yang kecil, dan apikoektomi. Keuntungan Triangular flap 



Suplai darah yang adekuat







Lapang pandang yang luas







Stabil dan mudah pengembalian flapnya







Luas area dapat dimodifikasi dengan mudah, dengan melebarkan insisi horizontal maupun vertikal



Kerugian Triangular flap 



Akses yang terbatas untuk akar yang panjang







Tegangan flap yang dihasilkan ketika meretraksi flap cukup besar sehingga dapat menyebabkan kerusakan dari attached gingiva.



Gambar 6. Triangular Flap



3. Trapezoid Flap Trapezoid flap dibuat dari insisi yang berbentuk П, yang mana dibentuk oleh insisi horizontal sepanjang daerah cervical line dari beberapa gigi, dan dua insisi obliq pada batas insisi horizontal dimulai dari vestibular fold dan berakhir pada daerah interdental papilla dari gingiva. Pembuatan insisi tidak boleh tepat pada permukaan gigi tetapi diantara dua gigi. Keuntungan Trapezoid flap 



Dapat memberikan lapang pandang yang luas.







Memungkinkan untuk operasi yang melibatkan lebih dari satu gigi.







Tegangan flap yang dihasilkan kecil







Mudah untuk dilakukan pengembalian flap ke posisi aslinya.



Kerugian Trapezoid flap 



Dapat menyebabkan defek pada daerah attached gingiva (resesi gingiva)



Gambar 7. Trapezoid flap.



4. Semilunar Flap Semilunar flap dibentuk dari insisi berbentuk setengah lingkaran yang dimulai dari mukosa dibawah daerah vestibular fold dan diteruskan ke daerah attached gingiva berbentuk setengah lingkaran. Batas terendah dari daerah insisi paling tidak 5 mm dari margin gingiva sehingga suplay pembuluh darah tetap terjamin. Lebar flap yang dibuat melebihi lebar satu area gigi. flap ini banyak digunakan pada kasus apikoektomi dan pengambilan kista atau sisa akar yang berukuran kecil. Keuntungan Semilunar flap 



Insisi kecil







Mudah untuk dibuka (tissue detatchment)







Tidak ada resesi gingiva







Tidak ada intervensi ke jaringan periodontal







Mudah untuk dibersihkan



Kerugian Semilunar flap 



Terdapat kemungkinan kesalahan letak insisi pada daerah tulang yang tidak sehat karena perhitungan yang salah.







Insisi dapat meninggalkan bekas karena pengembalian flap ke posisi semula sulit.







Lapang pandang yang terbatas dan berpotensi untuk terjadi sobeknya flap.



Gambar 8. Semilunar flap.



SKILL LAB 11 SUTURING (Interrupted Suture) Oleh: Dion Sandro S., drg.



6.1



Deskripsi Singkat Kegunaan dari suturing adalah untuk menahan dan memfiksasi jaringan dalam posisi



tertentu guna menunjang proses penyembuhan jaringan baik dalam kasus luka laserasi maupun dalam kaitannya dengan tindakan bedah. Dalam praktikum ini akan diajarkan teknik dasar suturing yang sering digunakan dalam praktik sebagai dokter gigi, yaitu Interrupted suture. Hal ini berguna dalam berbagai kasus, khususnya dalam Klinik Bedah Mulut dan Maksilofasial, guna mendapatkan kemampuan suturing yang baik diperlukan beberapa tahapan yang perlu dilalui, yaitu: a. Pemahaman tujuan suturing dan kegunaanya dalam berbagai tindakan bedah. b. Pengetahuan tentang alat-alat untuk melakukan suturing. c. Pemahaman tentang prosedur suturing dengan teknik Interrupted Suture. d. Latihan melakukan suturing dengan teknik Interrupted Suture pada media yang telah disediakan.



6.2



Tujuan Instruksional Umum Setelah memahami teori-teori yang ada, mahasiswa mampu melakukan suturing



dengan teknik Interrupted Suture, mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu melakukan suturing sesuai dengan kompetensi yang berhubungan dalam persiapan kerja di klinik bedah mulut dan maksilofasial.



6.3



Tujuan Instruksional Khusus Setelah menyelesaikan skill lab tentang suturing, mahasiswa semester VII Fakultas



Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri diharapkan mampu: 1. Melakukan persiapan alat dan bahan yang diperlukan untuk melakukan suturing. 2. Melakukan penggunaan alat-alat dengan benar untuk melakukan suturing. 3. Melakukan pembuatan suturing dengan teknik Interrupted Suture dengan baik.



6.4



Manfaat Keterampilan Memberikan keterampilan kepada mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi



IIK Bhakti Wiyata Kediri tentang teknik suturing dengan tepat sehingga mahasiswa dapat melakukan tindakan yang tepat bagi calon pasien.



6.5



Mapping Materi



6.6



Strategi Pembelajaran 1. Mengikuti demonstrasi penggunaan alat dan cara melakukan pembuatan suturing serta teknik Interupted Suture pada media oleh masing-masing instruktur (1 x tatap muka) 2. Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok besar (A, B, & C) yang terbagi dalam 3 sesi, dan setiap sesi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan dibimbing oleh satu instruktur untuk berlatih membuat suturing dengan teknik Interupted Suture pada media yang telah disediakan. Mahasiswa melakukan pembuatan suturing secara mandiri dengan bimbingan instruktur yang bertugas. 3. Evaluasi hasil latihan pembuatan suturing yang telah dibuat dan pembekalan oleh instruktur jaga. 4. Ujian praktik pembuatan suturing oleh instruktur jaga.



6.7



Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa wajib membaca buku Panduan Skill Lab Bedah Mulut yang telah dibagikan guna memperlancar dan memahami yang dilakukan dalam paraktikum. 2. Mahasiswa wajib mengikuti pengantar dan demonstrasi yang dilakukan oleh instruktur jaga. 3. Mahasiswa wajib melakukan teknik suturing yang telah diajarkan secaara mandiri dibawah bimbingan instruktur jaga.



6.8



Referensi 



Andersson, Lars., Kahnberg, Karl-Erik., Pogrel, M. Anthony. 2010. Oral and Maxillofacial Surgery. Singapore: Blackwell Publishing Ltd.







Fragiskos, F. D., 2007. Oral Surgery. Greek: Springer-Verlag Berlin Heidelberg







Balaji, S. M. 2018. Textbook of Oral and Maxillofacial Surgery, Third Edition. India: Elsevier.







Moore, U. J. 2011. Principles of Oral and Maxillofacial Surgery. 6th ed. UK : Blackwell Publishing Ltd.



6.9



Evaluasi Hasil pencapaian dalam Skill Lab ini akan di evaluasi dengan penilaian dalam segi



Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik.



6.10



Alat & Bahan (Gambar 1.)



1) Nierbeken 2) Needle Holder 3) Pinset Anatomis 4) Pinset Cirurgis 5) Gunting bengkok 6) Needle ½ Circle 7) Benang Jahit Hitam



Gambar 1. Alat suturing



6.11



Materi Praktikum



Prosedur melakukan suturing secara umum  Penggunaan alat suturing a. Needle holder dipegang dengan tangan kanan menggunakan digiti I dan IV, digiti II digunakan untuk memfiksasi shank dari needle holder.



Gambar 2. Cara memegang needle holder.



b. 1/3 pangkal dari suture needle ditempatkan pada ujung dari beak/jaws dari needle holder.



Gambar 3. Penempatan jarum pada needle holder.



c. Pemasangan benang pada jarum dilakukan dengan cara: menarik benang dari arah shank dari needle holder hingga melewati bawah needle kemudian benang dibelokkan ke arah pangkal jarum lalu benang dimasukkan ke swage eye dari needle.



A



B



C



D



E Gambar 4. Cara memasang benang pada jarum suture.



d. Pinset di pegang dengan tangan kiri menggunakan teknik pen grasp.



Gambar 5. Cara memegang pinset bedah.



 Cara menusukkan jarum ke dalam mukosa a. Posisi ujung jarum tegak lurus terhadap jaringan atau mukosa yang akan dilakukan suturing. b. Jarum ditusukkan mengikuti lengkung dari jarum. c. Penting!!! i.



Memaksakan tusukan yang tidak sesuai dengan lengkung jarum dapat merusak/merubah



bentuk



jarum



dan



dapat



menyebabkan



mukosa/jaringan menjadi sobek. ii.



Hindari melakukan tusukan yang berulang. Penusukan yang berulang pada daerah yang sama akan menyebabkan mukosa/jaringan mudah robek.



d. Jarum ditusukkan ke bagian lain yang akan disatukan/direkatkan ke daerah awal tusukan jarum sesuai dengan lengkung jarum.  Cara membuat simpul bedah a. Setelah jarum berhasil ditusukkan dari kedua sisi jaringan/mukosa, benang ditarik hingga tersisa +/- 5 cm. b. Memutarkan benang ke needle holder sebanyak 2 kali searah jarum jam.



Gambar 6. Cara membuat simpul yang pertama. (Memutarkan benang ke needle holder sebanyak 2 kali searah jarum jam).



c. Ujung benang yang tersisa dijepit dengan ujung needle holder kemudian benang ditarik ke arah berlawanan untuk membentuk simpul bedah (surgical knot).



Gambar 7. Cara mengencangkan simpul.



d. Mengulang memutarkan benang ke needle holder sebanyak 1 kali berlawanan arah jarum jam untuk mengunci simpul (simpul mati).



Gambar 8. Cara membuat simpul yang kedua/simpul mati. (memutarkan benang ke needle holder sebanyak 1 x berlawanan arah jarum jam) serta cara mengencangkan simpul.



e. Apabila dirasa perlu, dapat ditambahkan satu simpul lagi dengan arah putar searah jarum jam. f. Benang dipotong dengan menyisakan benang sepanjang +/- 5 mm dari simpul.



Teknik Interrupted Suture Interrupted Suturing merupakan teknik suturing yang paling sederhana dan paling sering digunakan dalam prosedur pembedahan.  Tahapan melakukan teknik Interrupted Suture 1. Mukosa/jaringan yang bergerak (flap) di fiksasi menggunakan pinset, kemudian jarum ditusukkan ke mukosa/jaringan dengan jarak 2-3 mm dari tepi flap, begitu pula dengan mukosa/jaringan yang akan direkatkan ke daerah tersebut dengan jarak yang sama. (Gambar 9A). 2. Jarum ditarik menggunakan needle holder mengikuti lengkung jarum. (Gambar 9B). 3. Jarum ditusukkan ke mukosa/jaringan yang tidak bergerak dari bagian dalam jaringan ke arah luar dengan posisi tegak lurus dengan mukosa/jaringan. (Gambar 9D). 4. Jarum dan benang ditarik menggunakan needle holder hingga menyisakan benang sepanjang +/- 5 cm. (Gambar 9E & F).



5. Untuk membuat simpul yang pertama, benang diputarkan ke needle holder sebanyak 2 kali searah jarum jam. (Gambar 9G). 6. Ujung benang yang tersisa dijepit dengan ujung needle holder kemudian benang ditarik ke arah berlawanan untuk membentuk simpul bedah (surgical knot).(Gambar 9H & I) 7. Untuk membuat simpul yang kedua, benang diputarkan ke needle holder sebanyak 1 kali berlawanan arah jarum jam. (Gambar 9J). 8. Ujung benang yang tersisa dijepit dengan ujung needle holder kemudian benang ditarik ke arah berlawanan untuk membentuk simpul mati. (Gambar 9K) 9. Setelah simpul kedua terbentuk, benang dipotong +/- 5 mm di atas simpul. (Gambar 9L) 10. Jahitan telah selesai dibuat. (Gambar 9M). 11. Apabila akan melakukan jahitan berikutnya, jahitan dibuat dengan jarak +/- 6 mm dari jahitan yang pertama. (Gambar 9N).



Gambar 9. Tahapan suturing dengan teknik Interrupted suture



A



B



C



D



E



F



G



H



I



J



K



L



M



N



SKILL LAB 12 FIKSASI PADA FRAKTUR DENTOALVEOLAR Oleh: Rudi Irawan, drg.



7.1



Deskripsi Singkat Pemasangan fiksasi pada kasus fraktur dentoalveolar merupakan hal yang sangat



penting dilakukan untuk mengembalikan fungsi serta oklusi pada fase penyembuhan tulang alveolar. Skill Lab ini memberikan pelatihan dasar pemasangan fiksasi pada kasus fraktur dentoalveolar menggunakan teknik Essig, Ivy Loop, dan Continuous Ivy Loop (Multiple Loop) pada phantom.



7.2



Tujuan Instruksional Umum Setelah melakukan keterampilan melakukan fiksasi dengan cara ligase wire,



mahasiswa semester VII Fakultas Kedokteran Gigi IIK Bhakti Wiyata Kediri mampu melakukan fiksasi dentoalveolar dengan teknik essig, ivy loop & continuous ivy loop sebagai bekal untuk melakukan praktik di klinik bedah mulut dan maksilofasial.



7.3



Tujuan Instruksional Khusus 1) Mahasiswa mampu melakukan fiksasi wire dengan teknik essig 2) Mahasiswa mampu melakukan fiksasi wire dengan teknik ivy loop 3) Mahasiswa mampu melakukan fiksasi wire dengan teknik continuous ivy loop



7.4



Manfaat Keterampilan Memberikan keterampilan kepada mahasiswa tentang cara melakukan fiksasi



dentoalveolar dengan ligasi wire sehingga diharapkan mahasiwa mampu melakukan tindakan pada calon pasien.



Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar



7.5



Mapping Materi



TRAUMA DENTOALVEOLAR



REDUCTION



FIKSASI



TEKNIK ESSIG



7.6



TEKNIK IVY LOOP & CONTINUOUS IVY LOOP/STOUT TEKNIK



FIKSASI KOMPOSIT



FIKSASI ARCH BAR



Strategi Pembelajaran 1) Mengikuti demonstrasi penggunaan alat dan cara melakukan pembuatan fiksasi (Teknik Essig, Ivy Loop, Continuous Ivy Loop/Stout/Multiple Loop) pada phantom oleh masing-masing instruktur (1 x tatap muka) 2) Mahasiswa dibagi dalam tiga kelompok besar (A, B, & C) yang terbagi dalam 3 (tiga) sesi, dan setiap sesi dibagi dalam kelompok-kelompok kecil dan dibimbing oleh satu instruktur untuk berlatih membuat fiksasi (Teknik Essig, Ivy Loop, Continuous Ivy Loop/Stout/Multiple Loop) pada phantom. Mahasiswa melakukan pembuatan fiksasi secara mandiri dengan bimbingan instruktur yang bertugas. 3) Evaluasi hasil latihan teknik fiksasi yang telah dibuat dan pembekalan oleh instruktur jaga.



7.7



Tugas Mahasiswa 1. Mahasiswa wajib membaca buku Panduan Skills Labs Bedah Mulut yang telah dibagikan guna memperlancar dan memahami yang dilakukan dalam paraktikum. 2. Mengikuti pengarahan dan demo 3. Mempersiapkan alat



Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar



4. Melakukan fiksasi pada model/phantom 5. Mengikuti evaluasi



7.8



Referensi 



Archer, W. H. 1975. Oral and Maxillofacial Surgery. Vol II .5th ed. Philadelphia & London : W.B Saunders Co.







David, D. J. et Simpson, D. A. 1995. Craniomaxillofacial Trauma.



London:



Churchill-Livingstone. 



Rowe, N. L., Williams, J. L. 2009. Maxillofacial Injuries. Churchill Livingstone: Elsevier Publisher.







Banks, P. 1993. Killey’s Fractures of the Mandible. Bombay: Varghese Publishing House.



7.9



Evaluasi Hasil pencapaian dalam Skill Lab ini akan dievaluasi dengan penilaian dalam segi



Afektif, Kognitif, dan Psikomotorik.



7.10



Materi



A.



TEKNIK ESSIG 1. Kawat panjang dililitkan mengelilingi gigi-gigi yang akan di fiksasi misalnya gigi 13 sampai gigi 23. 2. Dimulai dari distal gigi 13 bagian bukal,sampai dengan distal gigi 23, kemudian dimasukkan ke dalam interdental distal gigi 23 sampai menembus bagian lingual.



Gambar 1. Wire dililitkan mengelilingi bagian labial dan lingual gigi 13-23. Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar



3. selanjutnya kawat ditarik kembali sepanjang lingual sampai ke bagian distal gigi 13, kemudian dimasukkan ke dalam interdental 13 menembus ke bagian bukal dan bertemu dengan ujung kawat asalnya dan dieratkan pada distobukal gigi 13. 4. Ambil sepotong kawat pendek tembuskan melalui interdental gigi dari bukal ke lingual tepat di atas kawat panjang bukal & lingual, kemudian belokkan ke bawah dan kembali menembus interdental tepat di bawah kawat panjang bagian lingual & bukal sampai bertemu dengan ujung kawat di bukal dan dieratkan.



Gambar 2. Hasil fiksasi teknikessig setelah dikencangkan 5. Selanjutnya untuk lebih mempererat fiksasi, maka di setiap interdental gigi-gigi antara 13 & 23 masing-masing dieratkan dengan sepotong kawat pendek. B.



TEKNIK IVY LOOP/ EYELET 1. Kawat dililitkan pada dua gigi saja, yakni, misalnya; gigi 11 & 21 yg dimulai pada sepanjang bagian bukal gigi-gigi tersebut, kemudian mengelilingi gigi 21 dari bagian distal, lingual dan masuk ke interdental di bagian mesial gigi 21, tembus ke bagian bukal tepat di bawah kawat bagian bukal.



Gambar 3. Langkah awal memasukkan wire pada teknik Ivy Loop. Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar



2. Selanjutnya kawat dibelokkan lagi ke interdental mengelilingi kawat bukal dan melewati bagian atasnya hingga menembus kembali interdental, mengelilingi bagian distal, lingual dan menembus interdental bagian mesial gigi 11 hingga bertemu dengan ujung kawat di bagian bukal.



Gambar 4. Hasil fiksasi dengan teknik Ivy Loop setelah loop dikencangkan. 3. Akhirnya kedua ujung kawat tadi dieratkan dan untuk lebih memperketat fiksasi, maka belokan kawat di interdental gigi 11 & 21 dipuntir,dieratkan sesuai kebutuhan. C.



TEKNIK CONTINUES/MULTIPLE IVY LOOP / STOUT TEKNIK 1. Teknik ini sering digunakan untuk fiksasi interdental. 2. Teknik wiringnya hampir sama dengan teknik ivy loop/eyelet bersambung dari



yaitu fiksasi



Eyelet atau Ivy Loop yang melibatkan lebih dari dua gigi



sehingga diperoleh puntiran interdental lebih dari satu.



Gambar 5. Langkah awal cara memasukkan wire pada teknik Multiple Loop. 3. Jadi teknik ini bisa dikatakan sebagai pengulangan teknik ivy loop/ eyelet.



Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar



Gambar 6. Posisi Loop sebelum wire dikencangkan.



Gambr 7. Hasil akhir fiksasi dengan teknik Multiple Loop



Fiksasi pada Fraktur Dentoalveolar