Skripsi Ana Acc 100 % [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Cert. No. EGS-09050010



EFEKTIFITAS TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN DAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI APENDIKTOMY DI RSUD UNGARAN



SKRIPSI Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang



Oleh : AMANAH SAEBATUL.A. 1503007



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2018



HALAMAN PERSETUJUAN



Skripsi ini disetuju untuk dipertahankan Di hadapan tim penguji Skripsi Program Studi S1 KeperawatanSekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang



Pembimbing I



Ns. Amrih Widiati, M.Kep



ii



HALAMAN PENGESAHAN



Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji Skripsi Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang



Pada Tanggal



Tim Penguji :



1. Ns. Yunani, M.Kep, Sp. MB



: .....................................



2. Ns. Hermeksi Rahayu, Skp, M.Kes



:



iii



KATA PENGANTAR



Segala puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “EFEKTIFITAS TERAPI MUROTTAL AL-QUR’AN DAN TERAPI MUSIK KLASIK TERHADAP KECEMASAN PADA PASIEN PRE OPERASI APENDIKTOMY DI RSUD UNGARAN”sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Program Studi S1 Keperawatan STIKes Karya Husada Semarang. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak – pihak yang telah membantu dan membimbing penulis dalam menyelesaikan Karya Tulis ini yaitu kepada : 1. Dr. Ns. Fery Agusman M.M, M.Kep., Sp.Kom. selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang. 2. Ns. Dwi Indah Iswanti, S.Kep, M.Kep. selaku Ka.Prodi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang. 3. Ali Imron,S.Kep, MM. Direktur RSUD Ungaran yang telah memberikan izin dan bantuan kepada penulis untuk dijadikan tempat penelitian. 4. Ns. Yunani, M.Kep, Sp. MB. Selaku penguji utama Skripsi ini. 5. Ns. Hermeksi Rahayu, Skp, M.Kes. Selaku penguji etik Skripsi ini. 6. Ns. Amrih Widiati, M.Kep. pembimbing yang selalu memberikan bimbingan dan pengarahan kepada peneliti



iv



7. Ns. Indah Wulaningsih, S.Kep, M.Kep. selaku dosen wali yang senantiasa memberikan dukungan dalam menyelesaikan proposal Skripsi. 8. Segenap Dosen dan Staf Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Karya Husada Semarang yang telah membimbing dan membekali ilmu dengan penuh kesabaran dan ketulusan. 9. Kedua orang tua saya Bapak Suwandidan Ibu Mikha auliayang senantiasa memberikan motivasi, semangat, dukungan, dan doa untuk penulis. 10. Adik saya Khumaidi dan Asyifatuz Zahara beserta keluarga yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam menyusun Skripsi ini. 11. Febri Ardiansyah beserta Keluarga yang telah memberikan motivasi dan dukungan dalam menyusun Skripsi 12. Sahabat saya Fitria Agustina, Candra Prihantoro yang selalu menyempatkan waktunya memberikan bantuan dan semangat dalam menyusun Skripsi. 13. Pasien Pre Operasi Apendiktomy yang telah bersedia menjadi responden penelitian. 14. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas semua bantuan yang diberikan. Selanjutnya penulis menyadari bahwa masih ada kekurangan maupun kesalahan dalam penyusun Skripsi. Penulis bersedia memberikan kritik dan saran yang memabangun demi kebaikan diwaktu yang akan datang. Penulis juga meminta maaf atas segala kekurangan dan penulis Skripsi ini.



v



Harapan penulis semoga Skripsi ini bisa bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Seamarang, Februari 2019



Amanah Saebatul.A.



vi



DAFTAR ISI



HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................... iii KATA PENGANTAR ................................................................................... iv DAFTAR ISI .................................................................................................. vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix DAFTAR BAGAN ........................................................................................ x DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xi BAB I



PENDAHULUAN ........................................................................... 1 A. Latar Belakang ......................................................................... 1 B. Perumusan Masalah .................................................................. 5 C. Tujuan Penelitian ..................................................................... 5 D. Manfaat Penelitian .................................................................... 6 E. Originalitas Penelitian ............................................................. 7



BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 9 A. Kecemasan ................................................................................ 9 B. Murottal Al-Qur’an ................................................................. 22 C. Terapi Musik Klasik ................................................................ 28 D. Apendisitis ............................................................................... 31 E. Kerangka Teori ......................................................................... 37 F. Kerangka Konsep .................................................................... 38



vii



G. Hipotesis Penelitian ................................................................. 39 BAB III METODE PENELITIAN ................................................................ 40 A. Jenis dan Desain penelitian ...................................................... 40 B. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................. 41 C. Definisi Operasional ................................................................. 42 D. Populasi dan Sampel ................................................................ 43 E. Teknik Sampling ..................................................................... 45 F. Instrumen Penelitian ................................................................ 45 G. Teknik Pengumpulan Data ...................................................... 46 H. Cara Pengolahan Data .............................................................. 49 I. Analisa Data ............................................................................ 51 J. Etika Penelitian ........................................................................ 53 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



viii



DAFTAR TABEL



Tabel 1.1 Originalitas Penelitian .................................................................... 7 Tabel 3.1 Desain Quasy Experimental ............................................................ 41 Tabel 3.2 Definisi Operasional ...................................................................... 42



ix



DAFTAR GAMBAR



Gambar 2.1 Kerangka Teori ........................................................................... 37 Gambar 2.2 Kerangka Konsep ....................................................................... 38



x



DAFTAR LAMPIRAN



Lampiran 1



Surat Pengantar Permohanan Survey dan Mencari Data dari STIKes Karya Husada semarang



Lampiran 2



Surat Balasan Survey dari Kesatuan Bangsa dan Politik



Lampiran 3



Surat Balasan Survey dari RSUD Ungaran.



Lampiran 4



Surat Permohan Menjadi Responden



Lampiran 5



Surat Persetujuan Menjadi Responden



Lampiran 6



Kuesioner Penelitian



Lampiran 7



Lembar Oponen



Lampiran 8



Lembar Bimbingan Skripsi



xi



BAB I PENDAHULUAN



A. Latar Belakang Pembedahan atau operasi adalah semua tindakan pengobatan yang menggunakan cara invasif dengan membuka atau menampilkan bagian tubuh, dan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan, pada bagian tubuh yang akan ditangani, lalu dilakukan tindakan perbaikan dan diakhiri dengan penutupan dan penjahitan luka. Pembedahan dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati suatu penyakit, cedera atau cacat, serta mengobati kondisi yang sulit atau tidak mungkin disembuhkan hanya dengan obat-obatan sederhana.[1] Apendisitis merupakan peradangan pada Apendiks yang berbahaya jika tidak ditangani dengan segera dimana terjadi infeksi berat yang bisa menyebabkan pecahnya lumen usus. Setiap tahun, apendisitis menyerang 10 juta penduduk Indonesia dan saat ini morbiditas angka apendisitis di Indonesia mencapai 95 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan tertinggi di antara negara-negara di Association of South East Asia Nation (ASEAN). Tindakan operasi pada pasien apendisitis banyak menimbulkan dampak biopsikososial spiritual.[2] Apendisitis dapat ditemukan pada laki-laki maupun perempuan dengan risiko menderita apendisitis selama hidupnya mencapai 7-8%. Insiden tertinggi



dilaporkan pada rentang usia 20-30 tahun. Kasus 1



2



perforasi



apendiks pada apendisitis akut berkisar antara 20-30%



dan



meningkat 32-72% pada usia lebih dari 60 tahun, sedangkan pada anak kurang dari satu tahun kasus apendisitis jarang ditemukan.[3] Tindakan



pada



kasus



Apendisitis



tanpa



komplikasi



adalah



pembedahan Apendiktomy. Apendiktomy adalah bedah pemotongan apendik yang mengalami radang atau infeksi. Apendiktomy konvensional telah menjadi prosedur operasi standar untuk pengobatan apendisitis selama lebih dari satu abad, sejak dijelaskan oleh McBruney pada tahun 1984 dan masih tetap prosedur pilihan utama, selanjutnya karena perkembangan operasi endoskopi, semm memperkenalkan usus buntu Laparaskopi.[4] Cemas menyebabkan respon kognitif, psikomotor, dan fisiologis yang tidak nyaman misalnya kesulitan berfikir logis, peningkatan aktifitas motorik, agitasi



dan



peningkatan



tanda-tanda



Vital.



Hal-hal



tersebut



dapat



menyebabkan ketidaknyamanan pada seseorang, individu biasanya berupaya untuk mengurangi respon atau bentuk ketidaknyamanan dengan melakukan koping. Koping yang dilakukan secara umum dibagi menjadi dua, yaitu strategi pemecahan masalah yang dikenal dengan istilah (Source, Trial and Error, Others, serta Pray and Patient) dan mekanisme pertahanan diri yang biasanya bersifat sementara, diluar kesadaran dan seringkali tidak berorientasi pada kenyataan.[5] Terapi religius termasuk di dalamnya adalah terapi murottal. Terapi murrotal adalah terapi dengan menggunakan bacaan Al-Quran yang merupakan terapi religi dimana seseorang diperdengarkan bacaan ayat-



3



ayat Al-Quran selama beberapa menit atau beberapa jam sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh seseorang. Pengaruh yang terjadi dari mendengarkan murottal Al-Qur’an yaitu berupa adanya perubahan arus



listrik



otot,



perubahan



daya tangkap kulit. Perubahan tersebut



menunjukkan adanya relaksasi atau penurunan ketegangan



urat



saraf



reflektif yang mengakibatkan terjadinya pelonggaran pembuluh nadi dan penambahan kadar darah dalam kulit, diiringi dengan peningkatan suhu kulit dan penurunan frekuensi detak jantung.[6] Terapi Murrottal



Al-Qur’an atau bacaan Al-Qur’an dengan



keteraturan irama dan bacaan yang benar mampu mendatangkan ketenangan dan meminimalkan kecemasan 97% bagi mereka yang mendengarnya, 65% mendapatkan ketenangan dari bacaan AlQur’an dan 35% mendapatkan ketenangan dari bacaan bahasa Arab.[7] Musik klasik merupakan komposisi musik yang lahir dari budaya Eropa sekitar tahun 1750 – 1825. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang untuk menjadi



rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera,



melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress. Hal tersebut terjadi karena adanya penurunan Adrenal Corticotropin Hormon (ACTH) yang merupakan hormon stress. Terapi musik dapat menurunkan tingkat kecemasan pada pasien yang ada diruang perawatan intensif unit. Pasien yang diruang perawatan intensif unit salah satunya mengalami stress dan kecemasan, karena pelaksanaan proses keperawatan yang dilakukan dan



4



pola yang memiliki instrumen yang lebih canggih dalam memantau pasien secara memadai.[8] Berdasarkan dari data awal yang didapatkan di RSUD Ungaran Kota Semarang, data sementara didapatkan dari Rekam medik pada tahun 2016 didapatkan pasien pre operasi Apendiktomy sebanyak 30, tahun 2017 didapatkan sebanyak 23, tahun 2018 didapatkan 30 orang, dengan rata-rata lebih dari 20 orang



yang akan di operasi tiap bulannya dengan operasi



Apendiktomy.[9] Berdasarkan wawancara dan observasi dengan kepala Ruang Cempaka dalam tiap bulannya kurang lebih terdapat 23 pasien dengan Pre operasi Apendiktomy, dan berdasarkan hasil wawancara dengan 2 orang pasien pre operasi Apendiktomy pada saat akan dilakukan operasi mengatakan bahwa sulit tidur dimalam hari, cemas, gelisah, susah makan, merasa takut, nafas pendek, RR : 24x/menit, HR : 120x/menit, Pasien mengatakan merasa cemas ditandai dengan respon verbal yaitu



merasa



cemas yang dirasakan oleh pasien dan respon nonverbal yaitu pasien tampak meringis, merasa takut. Pasien mengatakan belum ada intervensi nonfarmakologi yang dilakukan dari perawat untuk mengurangi rasa cemas pada saat akan dilakukan operasi. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan tanggal 21 Januari 2019 terdapat 30pasien pre operasi Apendiktomy yang menjalani perawatan di Ruang Cempaka RSUD Ungaran, kemudian dilakukan observasi dan wawancara terdapat 4 pasien pre operasi Apendiktomy mengatakan bahwa



5



pasien sering menangis minta pulang, sulit tidur dimalam hari,dan terkadang susah makan, sering buang air kecil, berdebar – debar, Salah satu cara untuk mengurangi perubahan kecemasan akibat pre operasi Apendiktomy dengan cara melakukan pemberian Terapi Murottal Al-Qur’an dan Terapi Musik Klasik. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik Klasik Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktomy Di Ruang Rawat Inap RSUD Ungaran.



B. Rumusan Masalah “Bagaimana Efektifitas Terapi Murottal Al-qur’an Dan Terapi Musik Klasik Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi ApendiktomyDi Ruang Rawat InapRSUD Ungaran?”



C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Mengetahui Efektifitas Terapi Murottal Alqur’an Dan Terapi Musik KlasikTerhadap Kecemasaan Pada Pasien Pre Operasi ApendiktomyDi Ruang Rawat InapRSUD Ungaran. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui kecemasan skor pre-post test sebelum Apendiktomy pada kelompok terapi murrotal Al-Qur.an.



6



b. Mengetahui kecemasan skor pre-post testsebelum Apendiktomy pada Kelompok Terapi Musik Klasik. c. Mengetahui perbedaan skor pre-post test sebelum Apendiktomy pada kelompok Terapi murottal Al-Qur’an. d. Mengetahui perbedaan skor pre-post test sebelum Apendiktomy pada kelompok Terapi musik Klasik. e. Mengetahui Efektifitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik KlasikTerhadap Kecemasaan Pada Pasien Pre Operasi ApendiktomyDi Ruang Rawat InapRSUD Ungaran.



D. Manfaat 1. Bagi Pelayanan Kesehatan Penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan atau pertimbangan untuk dapat memberi tambahan referensi dalam mengatasi gangguan kecemasan pada pasien pre operasiApendiktomy. 2. Bagi Institusi Pendidikan Sebagai referensi ilmiah tentang kecemasan pada pasien pre operasi Apendiktomy. 3. Bagi Masyarakat Diharapkan



dapat



memberikan



informasi



dan



menambah



pengetahuan masyarakat mengenai Efektifitas Terapi Murrotal AlQur’anDan Terapi Musik Klasik Terhadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktomy.



7



4. Bagi Peneliti Selanjutnya Penelitian ini dapat menjadi bahan acuan dan referensi bagi penelitian selanjutnya tentang kecemasanpada pasien pre operasi Apendiktomy.



E. Originalitas Penelitian Tabel 1.1 Originilitas Penelitian



1



Penelitian /Tahun Imelda Rahmayunia Kartika



2



Jahriah



No



Judul



Design



Hasil



Pengaruh Mendengar Murottal Al-Qur’an Terhadap Penurunan Intensitas Nyeri Pasien Pasca Operasi Apendisitis



Quasy Experiment dengan menggunakan Kuantitatifpre test dan post test



Hubungan Antara Dukungan Keluarga Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktom y Di Ruang Flamboyan RSUD Tarakan Pemerintah



Desain Penelitian yang digunakan adalah desain studi koresional.



Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata intensitas nyeri pasien pasca operasi apendisitis sebelum diberikan intervensi sebesar 5,43 sedangkan setelah diberikan intervensi sebesar 2,20 yang berarti terjadi penurunan intensitas nyeri, yakni sebesar 3,23 dengan p value0,000 (< 0,05). Hasil Penelitian di peroleh bahwa dukungan keluarga yang terbesar adalah kategori baik 48% dan paling sedikit adalah kategori kurang 17%. Untuk tingkat kecemasan kategori tertinggi adalah 46% dan yang paling sedikit adalah kategori berat 20%. Hasil analisis menggunakan korelasi spearmen



8



No 3



Penelitian /Tahun Kurniawan



Provinsi Kalimantan Timur. Judul Faktorfaktor yang berhubunga n dengan tingkat kecemasan orang tua terkait hospitalisasi anak usia toddler di BRSD RAA Soewono pati.



Design Desain penelitian yang digun akan adalah korelasi, dengan rancangan penelitian cross sectional



diperoleh nilai r sebesar -0,461 dengan P < 0,01. Hasil Dari hasil penelitian terhadap faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kecemasan orang tua terkait hospitalisasi anak usia toddler di BRSD RAA Soewono pati, didapatkan bahwa nilai p dari masing-masing variabel penelitian lebih kecil dari pada nilai alpha sebesar 0,05 yang secara statistic dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status ekonomi, tingkat pengetahuan.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA



A. Kecemasan 1.



Pengertian Kecemasan Kecemasan adalah suatu keadaan patologi yang ditandai oleh perasaan dan ketakutan yang disertai tanda somatik pertanda sitem saraf otonom yang hiperaktif. Kecemasan dan ketakutan memiliki komponen fisiologis yang sama tetapi kecemasan tidak sama dengan ketakutan. penyebab kecemasan berasal dalam diri dan ketakutan merupakan respon emosional terhadap ancaman atau bahaya yang sumbernya biasanya datang dari luar yang dihadapi secara sadar. Kecemasan adalah suatu keadaan yang ditandai dengan perasaan ketakutan disertai dengan tanda somatik yang menyatakan terjadinya hiperaktifitas sitem sarap otonom. Gejala yang yang tidak spesifik yang sering ditemukandan sering kali merupakan suatu emosional yang normal. Kecemasan adalah respon terhadap sesuatu ancaman yang sembernya tidak diketahui.



2.



Klasifikasi Kecemasan Klasifikasi kecemasan menjadi 4 tahap, yaitu : a. Kecemasan ringan dikaitkan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada tahap ini individu menjadi siaga dan lapang persepsi meningkat. Individu menjadi lebih peka dalam melihat, mendengar



9



10



situasi. Kecemasan pada tahap ringan dapat memotivasi belajar dan pertumbuhan kreativitas. b. Kecemasan



sedang



ditandai



individuhanya sejenak



dengan



kemampuan



dan lapang persepsi



mulai



konsentrasi menyepit.



Kemampuan individu untuk melihat dan mendengar menjadi berkurang. Individu masih bisa menyelesaikan tugas dengan arahan langsung. c. Kecemasan berat membuat individu berkurang lapang persepsinya. Individu hanya berfokus pada hal yang spesifik dan tidak memikirkan hal-hal lain. Semua perilaku ditunjukan untuk mengurangi kecemasan dan arahan dibutuhkan untuk memfokuskan pada area lainnya. d. Panik dikaitkan dengan ketakutan, teror, dan perasaan tidak mampu melakukan sesuatu dengan arahan. Panik melibatkan disorganisasi kepribadian dan mengancam kehidupan. Penurunan kemampuan berhubungan dengan orang lain, persepsi terganggu dan kehilangan logika.[10] 3.



Faktor Penyebab Kecemasan Sumber kecemasan yang bersifat internal berasal dari dalam diri individu, tidak memiliki keyakinan akan kemampuan diri dapat menimbulkan kecemasan. Sedangkan sumber kecemasan yang bersifat eksternal berasal dari lingkungan. Perubahan yang terjadi pada lingkungan



terjadi



secara



cepat



dapat



menimbulkan



rasa



ketidaknyamanan dalam diri individu, hal inilah yang dapat memicu



11



timbulnya kecemasan.Faktor penyebab timbulnya kecemasan karena adanya: a. Threat (Ancaman) baik ancaman terhadap tubuh, jiwa atau psikisnya (seperti kehilangan kemerdekaan, kehilangan arti kehidupan) maupun ancaman terhadap eksistensinya (seperti kehilangan hak). b. Conflik (Pertentangan) yaitu karena adanya dua keinginan yang keadaannya bertolak belakang, hampir setiap dua konflik, dua alternatif atau lebih yang masing-masing yang mempunyai ifat approach dan avoidance. c. Fear (Ketakutan) kecemasan sering timbul karena ketakutan akan sesuatu, ketakutan akan kegagalan menimbulkan kecemasan, misalnya ketakutan akan kegagalan dalam mengahadapi ujian atau ketakutan akan penolakan menimbulkan kecemasn setiap kali harus berhadapan dengan orang baru. d. Unfulled Need (Kebutuhan yang tidak terpenuhi) kebutuhan manusia begitu kompleks dan bila ia gagal untuk memenuhinya maka timbulah kecemasan.[11] 4. Faktor yang Mempengaruhi Kecemasan Reaksi terhadap kecemasan bervariasi antara orang satu dengan yang lain, dan dari waktu ke waktu pada orang yang sama. Hal ini disebabkan adanya faktor-faktor yang mempegaruhi kecemasan, yaitu:



12



a. Usia Usia mempengaruhi psikologis seseorang, semakin tinggi usia semakain baik tingkat kematangan emosi sesorang serta kemampuan dalam menghadapi berbagai persoalan. b. Nilai budaya dan spiritual Budaya dan spiritual mempengaruhi cara pemikiran seseorang. Religius yang tinggi menjadikan seseorang berpandangan positif atas masalah yang dihadapi. c. Pendidikan Tingkat pendidikan rendah pada individu akan menyebabkan orang tersebut mudah mengalami kecemasan. Tingkat pendidikan individu akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Semakain tinggi tingkat pendidikan akan semakin mudah berfikir rasional dan menangkap informasi baru termasuk dalam menyelesaikan masalah yang baru. d. Keadaan fisik Individu yang mengalami gangguan fisik seperti cidera, penyakit badan, operasi, cacat badan lebih mudah mengalami setress, selain itu orang yang mengalami kelelahan fisik juga akan lebih mudah mengalami stress.



13



e. Respon koping Mekanisme koping digunakan seseorang saat mengalami kecemasan. Ketidakmampuan seseorang mengatasi kecemasan secara konstruktif sebagai penyebab terjadinya perilaku patologis. f. Dukungan sosial Dukungan sosial dan lingkungan sebagai sumber koping, dimana kehadiran orang lain dapat membantu seseorang mengurangi kecemasan dan lingkungan mempengaruhi area berfikir seseorang. g. Tahap perkembangan Pada tahap perkembangan tertentu terdapat jumlah dan intensitas stressor yang berbeda sehingga resiko terjadinya stress pada tiap perkembangan berbeda atau pada tingkat perkembangan individu membentuk kemampuan adaptasi yang semakin baik terhadap stressor. h. Pengalaman masa lalu Pengalaman masa lalu dapat mempengaruhi kemampuan seseorang. Dalam menghadapi stressor yang sama. i. Pengetahuan Ketidaktahuan



dapat



menyebabkan



kecemasan



pengetahuan dapat digunakan untuk mengatasi masalah.[12]



dan



14



5.



Mekanisme Koping Terhadap Kecemasan a. Pengertian Mekanisme koping adalah upaya untuk mengatasi stresorstresor yang mengakibatkan rasa takut dan cemas. Mekanisme koping dapat menjadi efektif bila didukung oleh kekuatan lain dan adanya keyakinan pada individu yang bersangkutan bahwa mekanisme koping yang digunakan dapat mengatasi kecemasannya. Sumber koping merupakan modal kemampuan yang dimiliki individu untuk mengatasi anxietas. b. Klasifikasi Secara



umum



mekanisme



koping



terhadap



ansietas



diklasifikasikan ke dalam dua kategori yaitu strategi pemecahan masalah (problem sloving strategic) dan mekanisme pertahanan diri (defence mecanism). 1) Strategi pemecahan masalah (problem sloving strategic) Strategi pemecahan bertujuan mengatasi atau menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan kemampuan pengamatan secara realitis. Beberapa contoh pemecahan masalah yang dapat digunakan antara lain : a) Meminta bantuan kepada orang lain b) Secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan sesuai situasi yang ada.



15



c) Mencari lebih banyak informasi yang terkait dengan masalah yang dihadapi sehingga masalah tersebut dapat diatasi secara realitis. d) Menyusun bebrapa rencana untuk memecahkan masalah. 2) Mekanisme pertahanan diri (defence mecanism) Mekanisme pertahanan diri digunakan untuk mencegah diri dari cemas yang berat dengan menggunakan pemikiran yang rasional serta dapat memikirkan sesuatu dengan tenang. 3) Pengukuran Mekanisme Koping Mekanisme koping dapat diukur mengunakan sebuah kuisoner atau butir-butir pertanyaan yang berisi tentang mekanisme seseorang dalam menghadapi sebuah masalah atau kecemasan yang dialami. Penilaian mekanisme koping dapat dibedakan menjadi Nilai 0-6 = Kurang, Nilai 7-13 = Sedang, Nilai 14-20 = Baik.[13] 6.



Mekanisme Kecemasan Persiapan pembedahan dibagi menjadi dua bagian, yang meliputi : persiapan psikologi baik pasien maupun keluarga dan persiapan fisiologi (khusus pasien). a. Persiapan psikologi Terkadang pasien dan keluarga yang akan menjalani operasi emosinya tidak stabil. Hal ini dapat disebabkan karena : 1) Takut akan perasaan sakit, proses operasi atau hasilnya.



16



2) Keadaan sosial ekonomi dan keluarga. Penyuluhan merupakan fungsi penting dari perawat pada fase pra bedah dan dapat mengurangi cemas pasien. Hal-hal dibawah ini merupakan tindakan dan penyuluhan yang dapat diberikan kepada paien pra bedah : 1) Membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tidakan yang dialami pasien sebelum operasi, memberikan informasi pada pasien tentang waktu operasi, hal- hal yang akan dialami oleh pasien selama proses operasi, menunjukkan tempat kamar operasi, dan lain-lain. Dengan mengetahui berbagai informasi selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi operasi, meskipun demikian ada keluarga yang tidak menghendaki pasien mengetahui tentang berbagai hal yang terkait dengan operasi yang akan dialami pasien. 2) Memberikan penjelasan terlebih dahulu sebelum setiap tindakan persiapan



operasi



sesuai



dengan



tingkat



perkembangan.



Menggunakan bahasa yang sederhana dan jelas. Misalnya : jika pasien harus puasa, perawat akan menjelaskan kapan mulai puasa dan sampai kapan, manfaatnya untuk apa, dan jika diambil darahnya, pasien perlu diberikan penjelasan tujuan dari pemeriksaan



darah



yang



dilakukan.



Diharapkan



dengan



pemberian informasi yang lengkap kecemasan yang dialami oleh



17



pasien akan dapat diturunkan dan mempesiapkan mental pasien dengan baik. 3) Berlatih nafas dalam. 4) Latihan kaki dan mobilitas. 5) Membantu kenyamanan. 6) Mendekatkan diri kepada tuhan (berdoa). 7) Memberi kesempatan pada pasien dan keluarganya untuk menanyakan tentang segala prosedur yang ada. 8) Mengoreksi pengertian yang sah tentang tindakan pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan menimbulkan kecemasan pada pasien. 9) Kolaborasi dengan dokter terkait dengan pemberian obat pre medikasi, seperti valium dan diazepam tablet (bila diperlukan) sebelum pasien tidur untuk menurunkan kecemasan dan pasien dapat tidur sehingga kebutuhan istirahatnya terpenuhi. 10) Pada saat pasien telah berada di ruang serah terima pasien di kamar operasi, petugas kesehatan akan memperkenalkan diri sehingga



membuat



pasien



merasa



lebih



tenang.



Untuk



memberikan ketenangan pada pasien, keluarga juga diberikan kesempatan untuk mengantar pasien sampai ke batas kamar operasi dan diperkenankan untuk menunggu di ruang tunggu yang terletak di depan kamar operasi.[14]



18



7.



Penatalaksanaan Kecemasan Aspek klink menyatakan bahwa kecemasan dapat di jumpai pada orang yang menderita setres normal, pada orang yangmenderita sakit fisik berat lama dan kronik, dan pada orang dengan gangguan psikiatri berat.



Kecemasan



yang berkepanjangan



menjadi



patologis



dan



menghasilkan berbagai gejala hiperaktivitas otonom pada sistem muskuloskeletal, kardiovaskuler, gastrointestinal, bahkan genitourinarius. Respon



kecemasan



yang



berkepanjangan



dinamakan



gangguan



kecemasan. Penyembuhan gangguan kecemasan dapat dilakukan dengan cara farmakologis maupun non farmakologis yaitu sebagai berikut :[15] a. Farmakologis Terapi



farmakologis



yang



diberikan



untuk



menurunkan



kecemasan terdiri dari obat anxiolytic dan psikoterapi.Anxiolytic mempunyai keunggulan efek terapeutik dalam menurunkan tanda dan gejala kecemasan tetapi mempunyai kerugian resiko adiksi. b. Non Farmakologis Terapi



non



farmakoligis



untuk



menurunkan



kecemasan



dilakukan dengan psikoterapi yaitu: 1) Distraksi Distraksi adalah mengalihkan fokus ke stimulus yang lain. Terapi yang digunakan disini dengan mengunakan teknik distraksi antara lain:



19



a) Distraksi visual b) Distraksi pendengaran c) Distraksi pernafasan d) Distraksi intelektual e) Teknik pernafasan f) Imajinasi terbimbing 2) Perangsangan auditori Perangsangan auditori adalah suatu persepsi terjadi setelah melalui proses sensasi atau penginderaan yang berarti proses penerapan rangsangan oleh pancaindra. 3) Al-Qur’an Ayat Suci Al-Quran melalui pemutaran kaset Murottal didalam al-Quran surat Ar-Rad(13):28 ۟ ُ‫ٱلَّذِينَ َءا َمن‬ ُُ‫وا َوت َْط َم ِئنُّقُلُوبُ ُهمبِ ِذ ْك ِرٱللَّ ِهأ َ ََلبِ ِذ ْك ِرٱللَّ ِهت َْط َمئِنُّ ْٱلقُلُوب‬ Terjemahnya: ”Orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tentram dengan mengingat Allah, hati menjadi tentram”.[16] 8.



Alat Ukur Kecemasan Kecemasan dapat diukur dengan pengukuran tingkat kecemasan menurutalat ukur kecemasan yang disebut HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale). Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang didasarkan pada munculnya symptom pada individu yang mengalami kecemasan. Menurut skala HARS terdapat 14 syptoms yang nampak



20



pada individu yang mengalami kecemasan. Setiap item yang diobservasi diberi 5 tingkatan skor antara 0 (Nol Present) sampai dengan 4 (severe). Skala HARS pertama kali digunakan pada tahun 1959, yang diperkenalkan oleh Max Hamilton dan sekarang telah menjadi standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian trial clinic. Skala HARS telah dibuktikan memiliki validitas dan reliabilitas cukup tinggi untuk melakukan pengukuran kecemasan pada penelitian trial clinic yaitu 0,93 dan 0,97. Kondisi ini menunjukkan bahwa pengukuran



kecemasan



dengan menggunakan skala HARS akan



diperoleh hasil yang valid dan reliable. Skala HARS (Hamilton Anxiety Rating Scale) yang dikutip penilaian kecemasan terdiri dan 14 item, meliputi: a. Perasaan Cemas firasat buruk, takut akan pikiran sendiri, mudah tersinggung. b. Ketegangan merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah terganggu dan lesu. c. Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila tinggal sendiri dan takut pada binatang besar. d. Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada malam hari, tidur tidak pulas dan mimpi buruk. e. Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa dan sulit konsentrasi.



21



f. Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan sepanjang hari. g. Gejala somatik: nyeri pada otot-otot dan kaku, gertakan gigi, suara tidak stabil dan kedutan otot. h. Gejala sensorik: perasaan ditusuk-tusuk, penglihatan kabur, muka merah dan pucat serta merasa lemah. i. Gejala kardiovaskuler: takikardi, nyeri di dada, denyut nadi mengeras dan detak jantung hilang sekejap. j. Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan tercekik, sering menarik napas panjang dan merasa napas pendek. k. Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan sesudah makan, perasaan panas di perut. l. Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan kencing, aminorea, ereksi lemah atau impotensi. m. Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka merah, bulu roma berdiri, pusing atau sakit kepala. n. Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari-jari gemetar, mengkerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot meningkat dan napas pendek dan cepat. Cara penilaian kecemasan adalah dengan memberikan nilai dengan kategori: a. 0 = tidak ada gejala sama sekali



22



b. 1 = Satu dari gejala yang ada c. 2 = Sedang/ separuh dari gejala yang ada d. 3 = berat/lebih dari ½ gejala yang ada e. 4 = sangat berat semua gejala ada Penentuan derajat kecemasan dengan cara menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil: a. Skor kurang dari 6 = tidak ada kecemasan. b. Skor 7 – 14 = kecemasan ringan. c. Skur 15 – 27 = kecemasan sedang. d. Skor lebih dari 27 = kecemasan berat.[17[



B. Murottal Al-Qur’an 1.



Pengertian Definisi Al-Murottal berasal dari kata Ratlu As-syaghiri (tumbuhan yang bagus dengan masaknya dan merekah). Sedangkan menurut istilah adalah bacaan yang tenang, keluarnya huruf dari makhroj sesuai dengan semestinya yang disertai dengan renungan makna. Jadi AlMurottal yaitu Pelestarian Al-Qur‟an dengan cara merekam dalam pita suara dengan memperhatikan hukum-hukum baca‟an, menjaga keluarnya huruf-huruf serta memperhatikan waqof-waqof (tanda berhenti). Al-Murottal yang dimaksud adalah pengumpulan bacaan ayatayat Al-Qur’an lewat rekaman bacaan Al-Qur’an yang bertujuan untuk melestarikan Al-Qur’an dengan cara merekam bacaan Al-Qur’an. Sudah



23



diketahui bahwa terdapat hukum-hukum bacaan (tajwid) yang harus diperhatikan dalam pembacaan Al-Qur’an. Oleh karena itu untuk menguatkan (tahqiq) kelestarian Al-Qur’an maka digunakanlah media rekaman. Oleh karena itu untuk menguatkan (tahqiq) kelestarian Al-Qur’an maka digunakanlah media rekaman. Pada masa sekarang, media dan alat perekam



suara telah



ditemukan sehingga



media tersebut



bisa



dimanfaatkan untuk merekam bacaan Al-Qur’an dan rekaman bacaan tersebut bisa diulang kembali. Hal ini juga sangat berguna dalam rangka menyebarkan Al-Qur’an dan mengembangkannya di dunia islam terutama di negeri-negri yang kekurangan pakar. Murottal Al-Qur’an dapat menjadi obat bagi seseorang yang mendengarkannya dengan sungguh-sungguh seperti halnya yang tertera dalam AlQur’an. Dalam Firman Allah SWT Q.S Al-Ar’aaf :204 : ْ ‫ئ‬ ﴾٢٠٤﴿ُ َ‫نصتُواُْلَ َعلَّ ُك ْمُت ُ ْر َح ُمون‬ َ ‫َو ِإذَاُقُ ِر‬ ِ َ ‫ُالُقُ ْرآنُُفَا ْست َِمعُواُْلَه َُُوأ‬ “Dan apabila dibacakan Alquran, simaklah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat” Ayat tersebut memaparkan manfaat dari mendengarkan ayat AlQur’an yaitu sekiranya seseorang diam dan mendengarkan dengan baik saat lantunan ayat suci Al-Qur’an diperdengarkan karena terdapat rahmat dari mendengarkannya salah satunya yaitu memperoleh ketenangan. ُ‫وَلَ َيز ْيدُالظا ِل ِم ْينَإَلَّخَسارا‬، َ َُ‫ونن َِزلُ ِمنَالقرآ ِن َماه َُوشفَا ٌء َو َرحْ َمةٌ ِل ْـل ُمؤْ ِم ِنيْن‬ Allah SWT berfirman:



24



Terjemahannya: “Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan AlQur'an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zalim selain kerugian”. (Q.SAl-Israa’:82). 2.



Manfaat Terapi Dengan Murottal A-Qur’an Lantunan al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki system kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktifitas gelombang otak. Murottal Al-Qur’an yang dibacakan dengan tartil mempunyai beberapa manfaat antara lain : a. Memberikan rasa rileks. b. Meningkatkan rasa rileks. c. Menyebabkan



otak



memancarkan



gelombang



menimbulakan rasa tenang. d. Memberikan perubahan fisiologis. e. Obat nomor satu dalam menyembuhkan kecemasan.[18]



3.



Efek Samping



theta



yang



25



Murottal merupakan salah satu musik yang memiliki pengaruh positif bagi pendengarnya. Mendengarkan ayat-ayat al-Qur’an yang dibacakan dengan tartil dan benar akan mendatangkan ketenangan jiwa. Lantunan Al-Qur’an secara fisik mengandung unsur suara manusia, sedangkan suara manusia merupakan instrumen penyembuhan yang menakjubkan dan alat yang paling mudah dijangkau. Suara dapat menurunkan hormon-hormon stress, mengaktifkan hormon endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemas dan tegang, memperbaiki system kimia tubuh sehingga menurunkan tekanan darah serta memperlambat pernafasan, detak jantung, denyut nadi, dan aktifitas gelombang otak. Ini menunjukkan bahwa bacaan al-Qur’an dapat digunakan sebagai perawatan koplementer karena dapat meningkatkan perasaan rileks. Stimulant Murottal Al-Qur’an dapat dijadikan alternatif terapi baru sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik dibandingkan dengan terapi audio lainnya karena stimulant Al-Qur’an dapat memunculkan gelombang delta sebesar 63,11%. Terapi audio ini juga merupakan terapi yang murah dan tidak menimbulkan efek samping.[19] 4.



Mekanisme Terapi Murottal Al-Qur’an Mendengarkan bacaan Al-Qur’an impuls atau rangsangan suara akan diterima oleh daun telinga pendengarnya, kemudian telinga memulai proses mendengarkan. Secara fisiologi pendengaran merupakan proses dimana telinga menerima gelombang suara, membedakan



26



frekuensi, dan mengirim informasi kesusunan saraf otak. Setiap bunyi yang dihasilkan oleh sumber bunyi atau getaran udara akan diterima oleh telinga. Getaran tersebut diubah menjadi impuls mekanik di telinga tengah dan diubah menjadi impuls elektrik ditelinga dalam dan diteruskan melalui saraf pendengara menuju ke korteks pendengaran diotak. Getaran suara bacaan Al-Qur’an akan ditangkap oleh daun telinga yang akan dialihkan ke lubang telinga dan mengenai membran timpani (membrane yang ada di dalam telinga) sehingga membuat bergetar. Getaran ini akan diteruskan ke tulang-tulang pendengaran yang bertautan antara satu dengan yang lainnya. Getaran suara tersebut akan disalurkan ke saraf N VII (Vestibule Cokglearis) menuju ke otak tepatnya dibagian pendengaran. Daerah pendengaran sekunder sinyal bacaan Al-Qur’an akan diteruskan ke bagian posterotemporalis lobus temporalis otak yang dikenal dengan area wemicke. Sebab Al-Qur’an dapat memberikan kesan positif pada hipokampus dan amigdala, sehingga akan menimbulkan suasana hati yang lebih positif. Selain membaca Al-Qur’an dapat juga memperoleh manfaat meskipun hanya mendengarkannya, namun efek yang ditimbulkan tidak sehebat jika membacanya secara lisan.[20]



5.



Frekuensi Dan Durasi



27



Terapi murottal Al-Qur’an membuat kualitas kesadaran individu terhadap Tuhan akan meningkat, baik individu tersebut tahu arti AlQuran atau tidak. Kesadaran ini akan menyebabkan kepasrahan sepenuhnya kepada Allah SWT, dalam keadaan ini otak berada pada gelombang alpha. Keadaan ini merupakan keadaan energi otak pada frekuensi 7-14 Hz. Keadaan ini merupakan keadaan optimal sistem tubuh dan dapat menurunkan stres dan menciptakan ketenangan. Bunyi Murottal diperdengarkan selama 15 menit dapat memberikan efek terhadap ketenangan.[21] 6.



Pemberian Terapi Murottal Intensitas suara yang rendah merupakan intensitas suara kurang dari 60 desibel sehingga menimbulkan kenyamanan dan tidak nyeri. Murottal merupakan salah satu musik dengan intensitas 50 desibel yang membawa pengaruh positif bagi pendengarnya. Bacaan Qur’an yang di perdengarkan melalui headphone dengan kisaran volume 50-60 desibel.[22]



7.



Sejarah Mushaf Murottal Al-Qur’an Pertemuan tentang pelestarian Al-Qur’an dengan menggunakan Murottal Al-Qur’an dilakukan pertama kali pada tanggal 14 Ramadhon 1378 H di Kairo, di bawah kepemimpinan Ustad Labib As-Sa’i. Pertemuan pertama dalam organisasi Pelestarian Al-Qur’an itu diadakan untuk mengkaji sebuah tema tentang pelestarian Al-Qur’an dengan metode Murottal Al-Qur’an. Maka produksi pertama kali dimulai pada



28



tahun 1379 H, pada bulan Dzul Qaidah dan selesai cetakan pertama pada bulan Muharram 1381 H, dengan bacaan Syekh Mahmud Kholil Al Husheri, riwayat Hafshah dan Imam „Ashim. Kemudian pada tahun 1382 H diiringi rekaman bacaan Abu Amr dengan riwayat Ad-Dauri. Sekarang ini rekaman murottal Al-Qur‟an sudah semakin banyak dan sering dijumpai. Diantara rekaman murtotal yang terkenal adalah rekaman Murottal dari Syekh Al-ghomidi, Syekh Misyari Rasyid El Efassy, Arrifa’i, abu usamah, syekh ziyad fathel dan lain-lain.[23]



C. Terapi Musik Klasik 1. Pengertian Musik adalah suatu



komponen



yang dinamis



yang bisa



mempengaruhi baik psikologis maupun fisiologis bagi pendengarnya. Musik adalah paduan rangsang suara yang membentuk getaran yang dapat memberikan rangsang pada pengindraan, organ tubuh dan juga emosi. Individu yang mendengarkan musik akan memberi respon, baik secara fisik maupun psikis, yang akan menggugah sistem tubuh, termasuk aktivitas kelenjar-kelenjar di dalamnya. Musik memiliki tiga komponen penting yaitu beat, ritme, dan harmoni. Beat atau ketukan mempengaruhi tubuh, ritme mempengaruhi jiwa, sedangkan harmoni mempengaruhi roh. Terapi musik adalah suatu terapi kesehatan menggunakan musik dimana tujuannya adalah untuk meningkatkan atau memperbaiki kondisi fisik, emosi, kognitif, dan sosial bagi individu dari berbagai kalangan usia.



29



Terapi musik adalah materi yang mampu mempengaruhi kondisi seseorang baik fisik maupun mental. Musik memberikan rangsangan pertumbuhan fungsi-fungsi otak seperti fungsi ingatan, belajar, mendengar, berbicara, serta analisi intelek dan fungsi kesadaran . Penggunaan bunyi dan musik dalam memunculkan hubungan antara individu dan terapis untuk mendukung dan menguatkan secara fisik, mental, sosial, dan emosi. 2. Manfaat Terapi Musik Manfaat terapi musik antara lain : a. Mampu menutupi bunyi dan perasaan yang tidak menyenangkan. b. Mempengaruhi pernafasan. c. Mempengaruhi denyut jantung, nadi dan tekanan darah manusia. d. Bisa mempengaruhi suhu tubuh manusia. e. Bisa menimbulkan rasa aman dan sejahtera. f. Bisa mengurangi rasa sakit. 3. Pemberian Terapi Musik Klasik Terapi musik dapat menyembuhkan warga Frankfurt yang menderita penyakit keturunan yang menyakitkan dan sampai saat ini belum ada obatnya. Jaringan ikatnya melemah hingga mengganggu organ dalam lainnya, termasuk jantung. Sudah tiga kali mengalami serangan jantung ringan, pada mulanya musik dari headphone selama 15 menit untuk membebaskan dari keadaan stress, berdasarkan pantauan terhadap aktivitas ototnya. Setelah tiga minggu dirawat dengan terapi musik, cuma 5 menit mendengarkan musik sudah bisa tenang.



30



4. Jenis Terapi Musik Jenis musik yang digunakan untuk terapi antara lain musik instrumental dan musik klasik. Musik instrumental bermanfaat menjadikan badan, pikiran, dan mental menjadi lebih sehat. Musik klasik bermanfaat untuk membuat seseorang menjadi rileks, menimbulkan rasa aman dan sejahtera, melepaskan rasa gembira dan sedih, menurunkan tingkat kecemasan pasien pra operasi dan melepaskan rasa sakit dan menurunkan tingkat stress. Musik klasik adalah sebuah musik yang dibuat dan ditampilkan oleh orang yang terlatih secara professional melalui pendidikan musik. Musik klasik juga merupakan suatu tradisi dalam menulis musik, yaitu ditulis dalam bentuk notasi musik dan dimainkan sesuai dengan notasi yang ditulis. Musik klasik adalah musik yang komposisinya lahir dari budaya Eropa dan digolongkan melalui periodisasi tertentu.[24] 5. Mekanisme Terapi Musik Dalam mengurangi rasa sakit, muncul beberapa teori yang menyatakan bahwa musik mempengaruhi sistem autonomik, merangsang kelenjar hipofisis yang menyebabkan keluarnya endorfin (opiat alami), sehingga



terjadi



penurunan



rasa



sakit



dan



akan



menyebabkan



berkurangnya penggunaan analgetik. Dalam hal penurunan tekanan darah dan stres diduga bahwa konsentrasi katekolamin plasma mempengaruhi aktivasi simpatoadrenergik dan juga menyebabkan terjadinya pelepasan stres released hormones. Pemberian musik dengan irama lambat akan



31



mengurangi pelepasan katekolamin ke dalam pembuluh darah, sehingga konsentrasi katekolamin dalam plasma menjadi rendah. Hal ini mengakibatkan tubuh mengalami relaksasi, denyut jantung berkurang dan tekanan darah menjadi turun.[25]



D. Apendisitis 1. Pengertian Apendisitis akut adalah peradangan apendiks oleh bakteri akibat tersumbatnya lumen karena fekalit, hiperplasia jaringan limfoid dan cacing usus. Obstruksi lumen merupakan penyebab utama apendisitis. Penyakit ini selalu memerlukan pembedahan dan merupakan salah satu indikasi gawat darurat bedah pada anak. Pada apendisitis, nyeri perut yang klasik adalah nyeri yang dimulai dari ulu hati, kemudian setelah 4-6 jam akan dirasakan berpindah ke daerah perut kanan bawah (sesuai lokasi apendiks). Saat inflamasi berlanjut dalam 6-36 jam maka akan terjadi perangsangan peritoneum terutama pada daerah letak apendiks sejajar dengan titik McBurney yang menimbulkan nyeri somatik.[26] 2. Etiologi Begitu banyak hasil penelitian para ahli yang menyatakan kesalahan dalam makanan dapat mengganggu beberapa kerja tubuh, hingga akhirnya baik langsung ataupun tidak langsung dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan berbagai penyakit, seperti : penyakit kronis pada jantung, paru-paru, darah tinggi (hypertenssion), diabetes,



32



penyakit lambung dan usus (peptic ulcer disease), kegemukan (obesity), depresi, tumor, kanker dsb. Itu bias jadi disebabkan karena manusia terlalu banyak makan, terlalu banyak garam, terlalu banyak gula, terlalu banyak lemak dan kholesterol, terlalu banyak bahan makanan tambahan (food additive), alkohol, merokok dan sebagainya. 3. Patofisiologi Apendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lemen apendiks. Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang di produksi mukosa apendiks mengalami bendungan. Semakin lama mukus tersebut semakin banyak, namun elastis dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema dan ulaserasi mukosa. Pada saat itu terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai dengan nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah dan bakteri akan menembus dinding sehingga peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum yang dapat menimbulkan nyeri pada abdomen kanan bawah yang disebut apendisitis suppuratif akut. Apabila aliran arteri terganggu maka akan terjadi infark dinding apendiks yamg diikuti ganggren. Stadium ini disebut apendisitis ganggrenosa. Bila dinding apendiks rapuh maka akan terjadi prefesional disebut appendiksitis perforasi.



33



Bila proses berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan akan bergerak ke arah apendiks hingga muncul infiltrat appendikularis. Pada anank-anak karena omentum lebih pendek dan appendiks lebih panjang, dinding lebih tipis. Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang memudahkan untuk terjadi perforasi, sedangkan pada orang tua mudah terjadi karena ada gangguan pembuluh darah.[27] 4. Klasifikasi Apendisitis Adapun klasifikasi apendisitis berdasarkan klinik patologis adalah sebagai berikut: a. Apendisitis Akut 1) Apendisitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis) Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan obstruksi. Sekresi mukosa menumpuk dalam lumen appendiks dan terjadi peningkatan tekanan dalam lumen yang mengganggu aliran limfe, mukosa appendiks jadi menebal, edema, dan kemerahan. Gejala diawali dengan rasa nyeri di daerah umbilikus, mual, muntah, anoreksia, malaise, dan demam ringan. Pada apendisitis kataral terjadi leukositosis dan appendiks terlihat normal, hiperemia, edema, dan tidak ada eksudat serosa.



2) Apendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)



34



Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan menimbulkan trombosis. Keadaan ini memperberat iskemia dan edema pada apendiks. Mikroorganisme yang ada di usus besar berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa sehingga serosa menjadi suram karena dilapisi eksudat dan fibrin. Pada appendiks dan mesoappendiks terjadi edema, hiperemia, dan di dalam lumen terdapat eksudat fibrinopurulen. Ditandai dengan rangsangan peritoneum lokal seperti nyeri tekan, nyeri lepas di titik Mc Burney, defans muskuler, dan nyeri pada gerak aktif dan pasif. Nyeri dan defans muskuler dapat terjadi pada seluruh perut disertai dengan tanda-tanda peritonitis umum. 3) Apendisitis Akut Gangrenosa Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian tertentu. Dinding appendiks berwarna ungu, hijau keabuan atau merah kehitaman. Pada apendisitis akut gangrenosa terdapat mikroperforasi dan kenaikan cairan peritoneal yang purulen. b. Apendisitis Infiltrat Apendisitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon



35



16 dan peritoneum sehingga membentuk gumpalan massa flegmon yang melekat erat satu dengan yang lainnya. c. Apendisitis Abses Apendisitis abses terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus), biasanya di fossa iliaka kanan, lateral dari sekum, retrocaecal, subcaecal, dan pelvic. d. Apendisitis Perforasi Apendisitis perforasi adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum. Pada dinding appendiks tampak daerah perforasi dikelilingi oleh jaringan nekrotik. e. Apendisitis Kronis Apendisitis kronik adalah nyeri perut kanan bawah lebih dari 2 minggu atau terjadi secara menahun . Apendisitis kronik sangat jarang terjadi. Prevalensi hanya 1-5 %. Diagnosis apendisitis kronik sulit ditegakkan. Terdapat riwayat nyeri perut kanan bawah yang biasa terjadi secara berulang. Apendisitis kronis merupakan lanjutan apendisitis akut supuratif sebagai proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen. Diagnosa apendisitis kronis baru dapat ditegakkan jika ada riwayat serangan nyeri berulang di perut kanan bawah lebih dari dua minggu, radang kronik appendiks secara makroskopik dan mikroskopik. Secara



36



histologis, dinding appendiks menebal, sub 17 mukosa dan muskularis propia mengalami fibrosis. Terdapat infiltrasi sel radang limfosit dan eosinofil pada sub mukosa, muskularis propia, dan serosa. Pembuluh darah serosa tampak dilatasi.[28] 5. Penatalaksanaan Penatalaksanaan pasien degan apendisitis akut meliputi terapi medis dan terapi bedah. Terapi medis terutama diberikan pada pasien yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah, dimana pada pasien diberikan antibiotik. Namun sebuah penelitian prospektif menemukan bahwa dapat terjadi apendisitis rekuren dalam beberapa bulan kemudian pada pasein yang diberi terapi medis saja. Selain itu terapi medis juga berguna pada pasien apendisitis yang mempunyai risiko operasi yang tinggi. Namun pada kasus apendisitis perforasi, terapi medis diberikan sebagai terapi awal berupa antibiotik dan drainase melalui CT-scan absesnya. The Surgical Infection Society menganjurkan pemberian antibiotik profilaks sebelum pembedahan dengan menggunakan antibiotik spektrum luas kuran dari 24 jam untuk apendisitis non perforasi dan kurang dari 5 jam untuk apendisitis perforasi. Pergantian cairan dan elektrolit, mengontrol sepsis, antibiotik, sistemik adalah pengobatan pertama yang utama pada peritonitis termasuk akibat apendisitis dengan perforasi.[29]



37



E. Kerangka Teori Apendisitis Kecemasan Pre-operasi



Apendiktomy



Intervensi



Non Farmakologi :  Terapi Murrotal Al-Qur’an  Terapi Musik Klasik 



Disktraksi







Perangsangan Aditori



Farmakologi :  Obat Axiolytic



Gambar 2.1 Kerangka Teori Keterangan : : Area yang diteliti : Area tidak diteliti



38



F. Kerangka Konsep Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka teori yang dijelaskan maka kerangka konsep penelitian dirumuskan sebagai berikut : Variabel Independent  Terapi Murattal  Al-Qur’an  Terapi Musik Klasik



Variabel Dependent Kecemasan Pre operasi Apendiktomy



Variabel perancu Faktor yang mempengaruhi kecemasan pada pre operasi Apendiktomy : 1. Usia 2. psikososial



Gambar 2.2 Kerangka Konsep Keterangan



: : Variabel yang teliti : Variabel yang tidak teliti



39



G. Hipotesis Penelitian Rumusan masalah dari pertanyaan penelitian maka dapat dibuat hipotesis sebagai berikut : Ho



: Tidak ada pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap kecemasan pada pasien pre operasi Apendiktomy.



H1



: Ada pengaruh terapi murrotal Al-Qur’an terhadap kecemasan pre operasi Apendiktomy.



BAB III METODE PENELITIAN



A. Jenis dan Desain Penelitian 1. Jenis penelitian Penelitian inimenggunakan pendekatan kuantitatif, metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Quasy Experiment (eksperimen semu). Penelitian ini bertujuan untuk mngetahui efektifitas terapi murrotal alqur’an dan terapi musik Klasik terhadap kecemasaan pada pasien pre operasi Apendiktomy, yang terdiri dari 2 kelompok eksperimen yang masing-masing kelompok diberikan intervensi yang berbeda. Kelompok pertama (pemberian terapi murottal al-qur’an) dan kelompok kedua (pemberian terapi musik klasik) dengan cara dilakukan pengukuran sebelum dan sesudah intervensi. 2. Desain penelitian Jenis desain dalam penelitian ini berbentuk two group pre-test and posttest.Desain ini termasuk ke dalam metode eksperimen yang digunakan untuk mengkaji hubungan dua variabel atau lebih yaitu terapi murottal AlQur’an dan terapi musik Klasik terhadap Kecemasan.Desain penelitian ini menggunakan dua kelompok subjek.Adapun desain penelitian yang dimaksud dapat dilihat pada tabel sebagai berikut.



40



41



Tabel 3.1 Desain Quasy Eksperimental (Two Group Pre-test and Post-test) Subjek



Pre-test



Perlakuan



Post-test



Membandingkan



Kelompok eksperimen 1



01



X



02



Kelompok eksperimen 1



Kelompok eksperimen 2



03



X



04



Kelompok eksperimen 2



Keterangan : 01 : Pengukuran kecemasan sebelum Terapi Murottal Al-Qur’an (pre-test) X : Perlakuan dengan Terapi Murottal Al-Qur’an 02: Pengukuran kecemasan setelah Terapi Murottal Al-Qur’an (post-test) 03 : Pengukuran kecemasan sebelum Terapi Musik Klasik (pre-test) X : Perlakuan dengan Terapi Musik Klasik 04 : Pengukuran kecemasan setelah Terapi Musik Klasik (post-test)



B. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu penelitian Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan pada bulan Mei 2019 sampai September 2019 2. Tempat penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di RSUD Ungaran Kota Semarang.



42



C. Definisi Operasional



Tabel 3.2 Definisi Operasional



No 1



2



3



Variabel



Definisi Operasional



Alat Ukur Variabel Suatu kegiatan Protokol independen : memberikan bacaan Terapi murottal Al-Qur’an Al-Qur’an menggunakan media elektronik yaitu memakai earphone selama kurang lebih 15 menit dengan volume 50 desibel diberikan 1x setiap hari selama 14 hari berturut-turut. Terapi Musik Suatu Kegiatan Protokol Klasik memberikan musik klasik menggunakan media elektronik yaitu memakai earphone selama kurang lebih 15 menit dengan volume 50 desibel diberikan 1x setiap hari selama 14 hari berturut-turut. Kecemasan Mengukur kecemasan HARS sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Murottal Al- Qur’an dan Terapi Musik Klasik



Hasil Ukur -



Skala



-



-



0-56



Rasio



-



43



D. Populasi dan Sampel 1. Populasi Populasi



adalah keseluruhan dari subyek



penelitian



yang



mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang diterapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Pada penelitian ini populasi yang akan dianalisis adalah semua Pasien Pre Operasi Apendiktomy yangmengalami kecemasan di ruang rawat inap Rumah Sakit Daerah Umum Ungaran. 2. Sampel Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi. Dalam mengambil sampel penelitian ini digunakan cara atau teknik-teknik tertentu, sehingga sampel tersebut dapat mungkin mewakili populasinya. Sampel diambil dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Penelitian ini adalah pasien pre operasi Apendiktomy diruang inapRSUD Ungaran yang memiliki kecemasan dengan populasi berjumlah 30 responden.Untuk menentukan besarnya sampel, jika besar populasi kurang dari 100 maka menggunakan rumus sebagai berikut : Peneliti dalam menentukan jumlah sampel menggunakan rumus slovin, yaitu : 𝑛=



𝑁 1 + 𝑁. 𝑒²



𝑛=



30 1 + 30 (0.05)²



𝑛=



30 1 + (0.0025)



44



n=



30



1 + 0.075 𝑛=



30 1.075



n = 27,96 = 28



Keterangan : n



: jumlah sampel



N



: jumlah populasi



e



: batas toleransi kesalahan = 0,5 (error tolerance)



Diketahui : N



: Populasi semua pasien pre operasi Apendiktomy yang mengalami kecemasan Berdasarkan hasil perhitungan diatas maka pada penelitian ini



mengambil 30 sampel. Sampel yang diambil adalah yang sesuai dengan kriteria sampel, meliputi kriteria inklusi dan ekslusi pada penelitian ini. 1) Kriteria inklusi Kriteria inklusi adalah karakteristik sampel yang dapat dimasukkan atau layak untuk diteliti, yaitu : a. Bersedia menjadi responden secara tertulis b. Pasien yang beragama islam c. Pasien pre operasi dengan kesadaran komposmentis d. Pasien tidak mengalami gangguan pendengaran e. Pasien yang kooperatif



45



2) Kriteria eksklusi : a. Pasien yang menjalani operasi laparatomi yang lebih dari satu operasi sekaligus. b. Pasien pre operasi Apendiktomy yang meninggal dunia atau keluar dari rumah sakit sebelum dilakukan penelitian. c. Menggunakan terapi farmakologi selama dilakukan penelitian.



E. Teknik Sampling Teknik pengambilan sampel atau teknik sampling didefinisikan sebagai suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi, hal ini bisa benar-benar mewakili dan menggambarkan keadaan populasi yang sebenarnya. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive sampling.Purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan memilih sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditentukan peneliti.[30]



F. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik sehingga mudah diolah.Instrumen yang digunakan dalam variabel dari pasien pre operasi Apendiktomy yang melakukan terapi murottal Al-Qur’an dan terapi musik klasik adalah kuisoner sedangkan untuk mengidentifikasi tingkat kecemasan klien dengan menggunakan skala pengkuran HARS



46



(Hamilton Anxiety Ranting Scale). Alat ukur kecemasan ini sudah dilakukan uji validitas dan reabilitas dan terbukti menjadi skala ukur kecemasan yang valid dan dapat diterima secara universal.Setiap item pertanyaan



dari



instrumen kuisioner yang diberikan terdiri dari 4 pilihan jawaban dengan pembobotan sebagai berikut : a) 0: tidak ada (tidak ada gejala sama sekali) b) 1 : Ringan (Satu gejala dari pilihan yang ada) c) 2 : Sedang (Separuh dari gejala yang ada) d) 3 : Berat (Lebih dari separuh dari gejala yang ada) e) 4 : Sangat berat (Semua gejala ada) Setelah semua nilai terkumpul menggunakan skor standar, didapatkan: a) Bila skor 0,05 maka H0 diterima yang berarti tidak ada Efektifitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik Klasik Terahadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktomy. b. Nilai p-value ≤ 0,05 maka H0 ditolak berarti ada Efektifitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik Klasik Terahadap Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Apendiktomy. Analisa data bivariat dilakukan dengan uji t-test dependentmelalui program SPSS for window. Analisis bivariat ini dapat berfungsi dalam mencari pengaruh antara variabel yaitu menganalisa efektifitas terapi murottal Al-Qur’an dan terapi musik Klasik terhadap kecemasan pada



53



pasien pre operasi Apendiktomy. Analisis bivariat dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai ada tidaknya pengaruh antara variabel bebas (Terapi murottal Al-Qur’an dan terapi musik Klasik) dengan variabel terikat (perubahan kecemasan).



J.



Etika Penelitian Menurut masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut : 1. Informed Consent Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan responden penelitian dengan memberikan lember persetujuan. Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden. Tujuan informed consent adalah agar subyek mengerti maksud dan dan tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak pasien. Dalam penelitian ini sebelum dilakukan intervensi, peneliti akan menjelaskan maksud dan tujuan peneliti dalam melakukan penelitian. Setelah menjelaskan tujuan penelitian, responden diminta untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan (informed consent). Responden berhak menentukan untuk menjadi responden atau tidak dengan mengisi dan menandatangani lembar persetujuan yang diberikan oleh peneliti. Jika



54



pasien menolak untuk menjadi responden, peneliti tidak akan memberikan sanksi dalam bentuk apapun. 2. Anonimity (Tanpa nama) Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan. Dalam penelitian ini, peneliti tidak mencantumkan nama klien saat dilakukan peneltian. Tetapi peneliti hanya menuliskan inisial nama klien dalam lembar observasi. 3. Confidentiality(kerahasiaan) Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah masalah lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh peneliti, hanya keompok data tertentu yang akan dilaporkan pada hasil riset. Pada saat penelitian dimulai sampai dengan penelitian selesai, peneliti tidak akan menyebarluaskan informasi yang diperoleh dari responden. Peneliti hanya memberikan hasil riset pada pihak terkait seperti institusi tempat peneliti menjalani proses pendidikan. 4. Right to justice (prinsip keadilan) Prinsip keterbukaan dan adil perlu dijaga oleh peneliti dengan kejujuran, keterbukaan, dan kehati-hatian. Prinsip keadilan ini menjamin



55



bahwa semua subjek penelitian memperoleh perlakuan dan keuntungan yang sama, tanpa membedakan gender, agama, etnis, dan sebagainya.[10]



DAFTAR PUSTAKA



Apriansyah, A. Siti, R. & Desi, A. (2015). Hubungan Antara Tingkat Kecemasan Pre-Operasi Dengan Derajat Nyeri Pada Pasien Post Sectio Caesarea Di Rumah Sakit Muhammadiyah Palembang Tahun 2014. STIKES Muhammadiyah. Palembang. U,V,Indri. Darwin,K. & Veny,E. (2014). Hubungan Antara Nyeri, Kecemasan Dan Lingkungan Dengan Kualitas Tidur Pada Pasien Postoperasi Apendisitis. Universitas Riau. Windy & M,Sabir. (2016). Perbandingan Antara Suhu Tubuh, Kadar Leukosit, Dan Platelet Distribution Width (Pdw) Pada Apendisitis Akut Dan Apendisitis Perforasi Di Rumah Sakit Umum Anutapura Palu Tahun 2014. Universitas Tadulako. RM, Rendy, H. (2014). Efektifitas Antibiotik yang Digunakan pada Pasca Operasi Apendisitis Di RUMKITAL Dr. Mintohardjo Jakarta Pusat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Program Studi Farmasi. Jakarta. N, E, Silviani. (2015). Pengaruh Terapi Mendengarkan Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Anak Presimkumsisi Di Rumah Sunatan Bintaro. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. F,



R,



Nurul. (2014). Pengaruh Terapi Murattal Al-Qur’an Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Labuang Baji Provinsi Sulsel. UIN Alauddin. Makassar.



Nooryanto. Sri Andarini & Wahida. (2015). Terapi Murotal Al-Qur'an Surat Arrahman Meningkatkan Kadar β-Endorphin dan Menurunkan Intensitas Nyeri pada Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif. Universitas Brawijaya. Malang. R, P, Desi.(2014). Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Penurunan Kecemasan Pada Asuhan Keperawatan Ny. S Dengan Fraktur Femur Sinistra 1/3 Distal Dan Fraktur Radius Ulna Dekstra 1/3 Tengah Di Ruang Mawar RSUD Dr. Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri. STIKES Kusuma Husada. Surakarta. Data Hasil Rekam Medik RSUD Ungaran. 2018 Fulgensius, R. Hesti, A. Ririn, M. (2017). Pengaruh Permainan Puzzle Terhadap Perubahan Kecemasan Karena Hospitalisasi Pada Anak Usia 3-5



Tahun Di Ruangrawat Inap Rsud UngaranProgram Studi S1Ilmu KeperawatanStikes St. Elisabeth. Semarang. Eka, Andi. Faktor Penyebab Timbulnya Kecemasan. scribd.com. 6 Desember 2017. https://www.scribd.com/document/366459403. (19 Januari 2019). Hayati, Farhatun. (2017). Pengaruh Pemberian Terapi Musik Klasik Terhadap Tingkat Kecemasan Pada Wanita Monopause Di Wilayah Pisangan Ciputat Timur Tangerang Selatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta. Widiyati, S. (2016). Hubungan Mekanisme Koping Dengan Tingkat Kecemasan Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik yang menjalin Hemodealisa Di Bangsal Teratai RSUD dr. Soedirman Mangun Sumarso Wonogiri. STIKES Kusuma Husada. Surakarta. Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Sleman : Gosyen Publishing. Kasana, Nur. (2014). Hubungan Antara Terapi Komunikasi Terapeutik Dengan Tingkat Kecemasan Pada Psien Pre Operasi Sectio Caesarea Di Ruang Ponek RSUD Karanganyar. STIKES Kusuma Husada. Surakarta. Ihsan, Azmil. (2017). Pengaruh Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan Semester 7 UIN Alauddin Makassar. Skripsi.UIN Alauddin.Makassar. Mirzan Tawi. Pengukuran Tingkat Kecemasan. syehaceh.wordpress.com. 3 Agustus 2012. https://syehaceh.wordpress.com/tag/skala-kecemasan/ .(19 Januari 2019). Muliawati, Dwi. (2015). Perbedaan Efektifitas Terapi Murottal Dan Aromaterapi Lavender Terhadap Penurunn Gejala kecemasan Pada Pasien Pre Operasi Di RSUD DR. R. Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. Widyaningrum, Retno. (2015). Pengaruh Terapi Murotal Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Keperawatan Program Sarjana Semester II Di Fakultas Ilmu Kesehatan. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. Puji, Nanik. (2018). Pengaruh Murottal Al-Qur’an Terhadap Nyeri Post Operasi. Skripsi. STIKES Insan Cendekia Medika. Jombang. Handayani, Rohmi, dkk . (2014). Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Untuk Penurunan Nyeri Persalinan Dan Kecemasan Pada Ibu Bersalin. Akademi Kebidanan YLPP. Purwokerto.



Widyaningrum, Retno. (2015). Pengaruh Terapi Murottal Terhadap Tingkat Stres Pada Mahasiswa Keperawatan Program Sarjana Semester II Di Fakultas Ilmu Kesehatan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto. Uprianingsih, Ayudiah. (2013). Pengaruh Terapi Murottal terhadap Tingkat Depresi Pada Lansia di Kelurahan Batua Kecamatan Manggala Kota Makassar. UIN Alauddin. Makassar. HR, Risnawati. (2017). Efektivitas Terapi Murottal Al-Qur’an Dan Terapi Musik Terhadap Tingkat Kecemasan Mahasiswa Keperawatan Semester VIII UIN Alauddin Makassar. UIN Alauddin. Makassar. Eka, Feby. (2017). Pengaruh Pemberian Murottal Al-Qur’an Dan Musik Klasik Terhadap Tekanan Darah Pada Pasien Pra Operasi. Skripsi. UIN Alauddin. Makassar. H, R, Putra. (2015). Hubungan Mulai Nyeri Perut Dengan Tingkat Keparahan Apendisitis Akut Anak Berdasarkan Klasifikasi Cloud Di Rsud Arifin Achmad Provinsi Riau. Universitas Riau. Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Sleman : Gosyen Publishing.hal.55-56. A, E, Yulfanita. (2013). Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Lama Hari Rawat Pasien Post Appendectomy Di Rumah Sakit Umum Daerah H.A Sulthan Dg. Radja Bulukumba. UIN Alauddin. Makassar. Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Sleman : Gosyen Publishing.hal.132-133. Samsili, Afifah. (2015). Perbedaan Efektifitas Terapi Musik Klasik Dan Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Autis Di Slb B Palembang. Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.



LAMPIRAN