Skripsi Hand Hygiene 1 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SKRIPSI



PENERAPAN CUCI TANGAN FIVE MOMENT DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018



Penelitian Menejemen Keperawatan



Oleh GUSTINAWATI 14103084105012



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKes PERINTIS PADANG TAHUN 2018



SKRIPSI



PENERAPAN CUCI TANGAN FIVE MOMENT DENGAN ANGKA KEJADIAN INFEKSI NOSOKOMIAL DI RSUD DR. ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI TAHUN 2018



Penelitian Menejemen Keperawatan Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang



Oleh GUSTINAWATI 14103084105012



PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN STIKes PERINTIS PADANG TAHUN 2018



Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang Skripsi, Juli 2018 GUSTINAWATI 14103084105012 Penerapan Cuci Tangan Five Momen Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Diruang Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Tahun 2018 x + VI BAB + 70 Halaman + 3 Gambar + 6 Tabel + 9 lampiran ABSTRAK Pada survey awal yang dilakukan, dari 10 orang perawat di ruang rawat inap bedah dan interne di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi menunjukkan hasil observasi 7 orang perawat di ruangan rawat inap bedah dan interne tidak melakukan cuci tangan terlebih dahulu. Berdasarkan studi dikumentasi, data yang didapatkan pada angka kejadian infeksi nosokomial yang tertinggi adalah plebitis (9%). Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan penerapan cuci tangan five momen dan cuci tangan 6 langkah dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruangan rawat inap RSAM Achmad Mochtar tahun 2018. Penelitian ini dilakukan pada tanggal 5-26 Februari 2018 dengan desain penelitian menggunakan deskriptif dengan menggunakan pendekatan cross sectional.jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 44 responden dengan teknik pengambilan sampel total sampling. Instrumen penelitian ini menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan cuci tangan five momen sebanyak 70,5%, yang melaksanakan cuci tagan 6 langkah sebanyak 70,5%, dan yang tidak terjadi infeksi nosokomial sebanyak 75,0%. Hasil penelitian ini didapatkan ada hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial (ρ=0,001 dan OR= 14.933). dan ada hubungan antara cuci tangan 6 langkah dengan angka kejadian infeksi nosokomial (ρ=0,001 dan OR= 14.933). Dapat disimpulkan bahwa ada hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap RSUD Dr. Achmad Mochtar tahun 2018 dan disarankan kepada seluruh perawat hendaknya bertanggung jawab untuk melaksanakan penerapan cuci tangan five momen dalam memberikan pelayanan keperawatan dan juga bagi peneliti selanjutnya dapat menggunakan variabel yang lainnya seperti faktor lingkungan dan lainnya. Kata kunci



: Five Momen, infeksi nosokomial



Daftar Pustaka



: 21 (2005-2017)



Nursing Bachelor Program Stikes Perintis Padang Scientific Paper, July 2018 GUSTINAWATI 14103084105012 IMPLEMENTATION OF FIVE MOMENT HAND WASH WITH NOSOCOMIAL INFECTIONS INCIDENCE RATE INPATIENT HOSPITAL DR. ACHMAD MOCHTAR YEAR 2018 x + VI Chapter + 70 Pages + 3 Images + 6 Tables + 9 attachments



ABSTRACT In a preliminary survey conducted, of 10 nurses in the surgery and interne inpatient at RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi showed the observation of 7 nurses in the surgery and interne did not wash hands first. Based on the documented study, data obtained on the highest incidence of nosocomial infection was plebitis (9%). The purpose of this study to determine the relationship of handwashing five moments with the incidence of nosocomial infection in RSAM Achmad Mochtar hospital room in 2018. This research was conducted on February 5-26, 2018 with a descriptive research design using cross sectional approach. The number of samples in this study were 44 respondents with sampling total sampling technique. This research instrument uses observation sheet. The results of this study indicate that the application of handwashing five moments as much as 70.5%, which perform wash 6-step tag as much as 70.5%, and that does not occur nosocomial infection as much as 75.0%. The results of this study found there is a relationship of handwashing five moments with the incidence of nosocomial infections (ρ = 0.001 and OR = 14.933). and there is a relationship between 6-step handwashing and the incidence of nosocomial infection (ρ = 0.001 and OR = 14,933). It can be concluded that there is a relationship of handwashing five moments with the incidence of nosocomial infection in the inpatient room of RSUD Dr. Achmad Mochtar 2018 and suggested to all nurses should be responsible for implementing handwashing five moments in providing nursing services and also for further researchers can use other variables such as environmental factors and others.



Keywords: Five Moment, nosocomial infection References: 21 (2005-2017)



DAFTAR RIWAYAT HIDUP Identitas Mahasiswa: Nama



: GUSTINAWATI



Umur



: 21 tahun



Tempat /tanggal lahir : Pontian Mekar, 12 Agustus 1996 Agama



: Islam



Negeri Asal



: Jatirejo



Alamat



: Jatirejo, Kec. Pasir Penyu, Kab. INHU, Riau



Kewarganegaraan



: Indonesia



Jumlah Saudara



: 2 orang



Anak Ke



:2



Identitas Orang Tua : Nama Ayah



: Ahmad Soleh



Pekerjaan Ayah



: Petani



Nama Ibu



: Nursiam



Pekerjaan Ibu



: IRT



Alamat



: Jatirejo, Kec. Pasir Penyu, Kab. INHU, Riau



Riwayat Pendidikan Tahun



Pendidikan



2002 – 2008



SDN 24 Pasir Penyu



2008 – 2011



SMP N 1 Pasir Penyu



2011 – 2014



SMA PGRI Rengat



2014 – 2018



PSIK STIKes Perintis Padang



KATA PENGANTAR



Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh Puji syukur peneliti ucapkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan Karunia-Nya kepada peneliti, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini dengan judul “Penerapan Cuci Tangan Five Moment Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018”. Sebagai salah satu syarat untuk melakukan penelitian dan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan.Dalam penulisanProposalini, peneliti banyak mendapat bantuan, pengarahan, bimbingan dari berbagai pihak, pada kesempatan ini peneliti ingin menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan dan bantuan sehingga penulisan Proposal Penelitian ini dapat di selesaikan : 1. Terima kasih kepada bapak (almarhum) Dr. H .Rafki Ismail M.Ph selaku pendiri kampus. 2. Bapak Yohandes Rafki, S.H, selaku ketua Yayasan Perintis Padang, yang telah memberikan fasilitas dan sarana kepada penulis selama perkuliahan. 3. Bapak Yendrizal Jafri S.Kp M.Biomed selaku Ketua STIKes Perintis Padang. 4. Ibu Ns. Ida Suryati, M.Kep, selaku Ka Prodi Ilmu Keperawatan Perintis Padang. 5. Ibu Ns. Mera Delima, M.Kep, selaku pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, bimbingan maupun saran serta dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitian ini. 6. Ibu Yessi Andriani, M.Kep.Ns.Sp.Kep.Mat selaku pembimbing II yang juga telah meluangkan wak87tu untuk memberi pengarahan, bimbingan, motivasi maupun saran serta dorongan sehingga peneliti dapat menyelesaikan Proposal Penelitianini. 7. Kepada Tim Penguji skripsi. Penelian yang telah meluangkan waktu untuk memberikan pengarahan, kritik maupun saran demi kesempurnaan skripsi Penelitian ini.



8. Bapak / ibu kepala RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melaksanakan penelitian. 9. Dosen dan Staff Prodi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang yang telah memberikan bekal ilmu dan bimbingan selama peneliti dalam pendidikan. 10. Teristimewa kepada kedua orang tua dan kelurga tercinta yang selalu memberikan dukungan baik secara moral maupun secara materil serta doa dan kasih sayang yang tak terhingga sehingga peneliti lebih bersemangat dalam menyelesaikan studi sarjana dan pembuatan skripsi. 11. Kepada teman - teman PSIK angkatan 2014 teristimewa kepada (Rany, Ayu, Tia, Swit, Siska) yang telah banyak memberikan masukan, saran, dan motivasi serta bantuan berharga dalam penyesaian skripsi ini. 12. Semua pihak yang dalam kesempatan ini tidak dapat seluruhnya disebutkan namanya satu persatu yang telah banyak membantu baik dalam penyelesaian Proposal Penelitianini maupun dalam menyelesaikan perkuliahan di Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis Padang. Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa Proposal Penelitian ini masih banyak terdapat kekurangan-kekurangan. Hal ini bukanlah suatu kesengajaan melainkan karena keterbatasan ilmu dan kemampuan Peneliti. Untuk itu Peneliti mengharapkan tanggapan, kritikan dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan Proposal Penelitian ini. Akhir kata kepada-Nya jualah kita berserah diri, semoga Proposal Penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua, khususnya di bidang ilmu keperawatan. Wassalammualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Bukittinggi, Juli 2018 Penulis



GUSTINAWATI



DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL HALAMAN PERSETUJUAN ABSTRAK KATA PENGANTAR.............................................................................................i DAFTAR ISI .............................................................................................................ii DAFTAR TABEL ....................................................................................................iii DAFTAR GAMBAR ................................................................................................vii DAFTAR SKEMA ...................................................................................................viii DAFTAR LAMPIRANi ........................................................................................ x



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................................1 1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................6 1.3 Tujuan Penelitian ..............................................................................................7 1.3.1



Tujuan Umum .......................................................................................7



1.3.2



Tujuan Khusus ......................................................................................7



1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................7 1.4.1



Bagi peneliti ..........................................................................................7



1.4.2



Bagi rumah sakit ...................................................................................8



1.4.3



Bagi institusi sekolah tinggi ilmu kesehatan.........................................8



1.5 Ruang Lingkup .................................................................................................8



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Cuci Tangan 5 (five) momen ...........................................................9 2.1.1 Pengertian .............................................................................................9



2.1.2 Tujuan mencuci tangan ........................................................................10 2.1.3 Indikasi mencuci tangan ......................................................................10 2.1.4 Manfaat mencuci tangan ....................................................................12 2.1.5 Langkah – langkah mencuci tangan ...................................................13 2.2 Konsep infeksi nosokomial .........................................................................17 2.2.1 Pengertian ...........................................................................................17 2.2.2 Faktor penyebab infeksi nosokomial ..................................................18 2.2.3 Penyakit akibat infeksi nosokomial ....................................................22 2.2.4 Jenis dan faktor risiko infeksi .............................................................25 2.2.5 Pencegahan infeksi nosokomial ..........................................................36 2.2.6 Penilaian yang digunakan untuk infeksi nosokomial ..........................38 2.4 Kerangka Teori ............................................................................................39



BAB III KERANGKA KONSEP 3.1 Kerangka Konsep ..........................................................................................40 3.2 Defenisi Operasional .....................................................................................41 3.3 Hipotesis .......................................................................................................42



BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Desain Penelitian .........................................................................................43 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian .......................................................................43 4.3 Populasi, Sampel Penelitian dan Sampling ...................................................44 4.3.1 Populasi ...............................................................................................44 4.3.2 Sampel .................................................................................................44 4.3.3 Sampling..............................................................................................45



4.4 Instrumen Penelitian .....................................................................................46 4.5 Pengumpulan Data ........................................................................................46 4.6 Pengolahan Data dan analisa data ................................................................47 4.6.1 Teknik Pengolahan Data .....................................................................47 4.6.2 Analisa Data ........................................................................................49 4.7 Etika Penelitian .............................................................................................50



BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Hasil Penelitian ....................................................................................................53 5.1.1 Analisa Univariat ..........................................................................................53 5.1.2 Analisa Bivariat ............................................................................................55 5.2 Pembahasan ..........................................................................................................58 5.2.1 Analisa Univariat ..........................................................................................58 5.2.2 Analisa Bivariat ............................................................................................62 5.3 Keterbatasan Peneliti ............................................................................................66 5.3.1 Keterbatasan Kemampuan Peneliti ..............................................................66 5.3.2 Instrumen Penelitian .....................................................................................67



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ..........................................................................................................68 6.2 Saran .....................................................................................................................68 6.2.1 Manfaat Peneliti ...........................................................................................68 6.2.2 Bagi Rumah Sakit .........................................................................................69 6.2.3 Bagi Institusi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan .............................................69 6.2.4 Bagi Pengembangan Ilmu ............................................................................69



DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



DAFTAR TABEL



Nama Tabel



Halaman



Tabel 3.1 Defenisi Operasional .................................................................................. 41 Tabel 5.1 distribusi frekuensi five momen ................................................................. 54 Tabel 5.2 distribusi frekuensi cuci tangan 6 langkah ................................................. 54 Tabel 5.3 distribusi frekuensi angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) ............. 55 Tabel 5.4 distribusi cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) ............. .................................................................................... 56 Tabel 5.5 distribusi cuci tangan 6 langkah dengan kejadian infeksi nosokomial (flebitis) ................................. .................................................................................... 57



DAFTAR GAMBAR



Nama Gambar



Halaman



2.1 Five moments hand hygiene.......................................................................12 2.2 Cara cuci tangan dengan antiseptik berbasis alkohol.................................14 2.3 Cara cuci tangan dengan sabun dan air.......................................................16



DAFTAR SKEMA



Nama Skema



Halaman



Skema 2.1 Sekema rantai penularan penyakit infeksi...............................22 Skema 2.2 Kerangka Teori........................................................................39 Skema 3.1 Kerangka Konsep.....................................................................40



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelayanan keperawatan merupakan pelayanan 24 jam dan terus menerus dengan jumlah tenaga keperawatan yang begitu banyak dan berada di berbagai unit kerja rumah sakit. Dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada pasien, perawat melakukan prosedur atau tindakan keperawatan yang dapat menimbulkan resiko salah begitu besar (Maria dkk, 2013). Pada undang undang Nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, menyatakan bahwa “setiap pasien mempunyai hak memperoleh keamanan dan keselamatan dirinya selama dalam perawatan di rumah sakit”. Salah satu poinnya yaitu menghindari adanya resiko infeksi nosokomial di rumah sakit, dan mencegah terjadinya kerugian pada pasien yang mengabibatkan kesalahan dari petugas medis, pramedis atau non-medis (Depkes RI, 2013).



Infeksi yang didapatkan dirumah sakit, dikenal pertama kali pada tahun 1847 oleh Samwelweis dan hingga saat ini merupakan salah satu penyebab meningkatnya angka kesakitan (morbidity) dan angka kematian (mortality) di rumah sakit, sehingga dapat menjadi masalah kesehatan baru, baik di Negara berkembang maupun di Negara maju (WHO, 2009). Infeksi nosokomial merupakan infeksi yang terjadi dirumah sakit diakibatkan karena ada transmisi organisme patogen yang didapat pasien dalam waktu 3 x 24 jam pertama masa hospitalisasi. Dengan menjalankan universal precaution yang salah satunya adalah dengan mencuci



tangan pada setiap penanganan pasien dirumah sakit merupakan cara paling ampuh untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial (Perry & Potter, 2005). Cuci tangan merupaka tindakan yang sangat penting di semua tatanan termasuk rumah sakit. Mencuci tangan merupaka suatu tindakan pengendalian infeksi yang paling efektif (Kozier, 2010).



Mencuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencici tangan dapat menghilangakan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (Potter & Perry, 2005). Kegagalan melakukan kebersihan tangan dan kesehatan tangan yang tepat dianggap sebagai sebab utama terjadi infeksi nosokomial dan penyebaran multiresistensi di fasilitas pelayanan kesehatan dan telah diakui sebagai kontributor yang paling penting terhadap timbulnya wabah (Maryunani, 2011).



Setiap tahun ratusan juta pasien di seluruh dunia terjangkit infeksi terkait perawatan kesehatan. Hal ini signifikan mengarah pada fisik dan psikologis dan kadang-kadang mengakibatkan kematian pada pasien dan kerugian keuangan bagi sistem kesehatan. Lebih dari setengah infeksi ini dapat dicegah dengan perawat benar-benar membersihkan tangan mereka pada saat-saat penting dalam perawatan pasien. Infeksi terkait perawatan kesehatan biasanya terjadi ketika kuman yang di transfer oleh tangan penyedia layanan kesehatan menyentuh pasien (WHO, 2013).



Presentase infeksi rumah sakit di rumah sakit dunia mencapai 9% (variasi 3–21%) atau lebih 1,4 juta pasien rawat inap di rumah sakit seluruh dunia mendapatkan



infeksi nosokomial. Suatu penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan bahwa sekitar 8,7% dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berasal dari Eropa, Timur Tengah, Asia Tenggara dan pasifik menunjukkan adanya infeksi rumah sakit dan untuk Asia Tenggara sebanyak 10,0% (WHO, 2002).



Di Indonesia, angka kejadian infeksi nosokomial pasien rawat inap di bangsal bedah adalah pada rentang 5,8%-6% dan angka infeksi nosokomial pada luka bedah adalah 2,3%-18,3% (Hermawan, 2007). Persentase angka kejadian infeksi nosokomial di RSUD dr. Pirngadi Medan pada tahun 2006 sebesar 32,16% yang mencakup infeksi yang disebabkan oleh penggunaan jarum infus 10%, akibat transfusi darah 10,16%, dan luka operasi 12% (Nasution, 2008). Selain itu juga diketahui adanya infeksi nosokomial di di RSUP Dr.Sardjito pada tahun 2007 kejadian infeksi nosokomial mencapai 5,9% berasal dari kamar operasi sedangkan di RSUP Adam Malik pada tahun 2010 angka prevalensi infeksi nosokomial luka operasi bersih pasca bedah adalah 5,6%



(Jeyamohan, 2010). Di 10 RSU



pendidikan, infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 6-16% dengan rata-rata 9,8% pada tahun 2010. Infeksi nosokomial paling umum terjadi adalah infeksi luka operasi (ILO). Hasil penelitian terdahulu menunjukkan bahwa angka kejadian ILO pada rumah sakit di Indonesia bervariasi antara 2-18% dari keseluruhan prosedur pembedahan.



Teknik yang mendasar dalam mencegah, mengendalikan, dan mengurangi tingkat infeksi yang terjadi adalah dengan cara mencuci tangan. Namun, pelaksanaan cuci tangan belum mendapat respon yang maksimal. Di negara yang berkembang,



kegagalan dalam melakukan cuci tangan sering di picu oleh keterbatasan dana untuk mengadakan fasilitas cuci tangan. Namun ketika sudah ada dana, kendala tersebut yang sebenarnya paling memprihatinkan adalah kurangnya kepatuhan untuk menaati prosedur (perdalin, 2010). Biasanya kepatuhan mencuci tangan bersifat sementara, artinya tindakan cuci tangan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawas tidak ada atau hilang, kepatuhan itupun ditinggalkan (Niven, 2002).



Dalam penelitian penerapan cuci tangan yang dilakukan oleh Elis, Asih, dan Satra pada tahun 2014 yang berjudul “penerapan hand hygiene perawat di ruang rawat inap rumah sakit di malang” mengatakan bahwa pada 54 perawat di dapatkan 153 kesempatan, yaitu angka kepatuhan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien (4%), sebelum tindakan aseptik atau invasif (27%), setelah kontak dengan cairan tubuh pasien (26%), sesudah kontak dengan pasien (27%), setelah kontak dengan benda lingkungan sekitar pasien (56%). Dari hasil studi tersebut paling rendah yaitu dimana angka kepatuhan cuci tangan sebelum kontak pasien masih dilaporkan hasilnya kurang memuaskan. Pelaksanaan cuci tangan tinggi saat perawat atau tenaga kesehatan khawatir tertular penyakit karena kontak dengan mikro organisme, misalnya darah dan urin.



Berdasarkan survey awal yang telah dilakukan jumlah perawat yang didapatkan pada 3 ruang rawat inap berjumlah 46 orang dan pasien rata – rata berjumlah 64 – 88 orang yang terpasang infus setiap bulannya di masing – masing ruangan. Wawancara awal yang dilakukan pada 10 orang perawat di ruang rawat inap



bedah dan interne di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 2 November 2017 pada pukul 11.00-13.00 WIB menunjukkan hasil observasi 7 orang perawat dari 10 perawat di ruangan rawat inap bedah dan interne tidak melakukan cuci tangan terlebih dahulu sebelum tindakan keperawatan pada pasien. Di dapatkan di ruang interne, tiga dari lima perawat tidak melakukan cuci tangan terlebih dahulu sebelum tindakan perawatan luka pasca operasi. Di ruangan bedah, satu dari lima perawat yang melakukan tindakan keperawatan seperti tindakan injeksi obat melalui IV dan pemasangan infus. Dari hasil wawancara dengan perawat bahwa perawat langsung menggunakan sarung tangan tanpa mencuci tangan terlebih dahulu dengan alasan mau cepat dan pasien banyak. Dalam segi pengetahuan perawat sebenarnya sudah tahu tentang pelaksanaan cuci tangan, namun perawat dalam pelaksanaan cuci tangan belum melakukan cuci tangan 5 (five) momen. Di RSAM Bukittinggi angka kejadian infeksi nosokomial cukup tinggi, dari data yang didapatkan angka infeksi nosokomial diruangan interne dalam rekapan 6 bulan terakhir adalah 9% untuk plebitis, ISK 0%, dekubitus 0%, pneumoni 0%, dan infeksi luka operasi 0%. Tabel : Angka Kejadian Hai’s Rawat Inap Ambun Suri 6 Bulan Terakhir Jumlah Angka kejadian Hai’s (kasus) No Bulan pasien Plebitis ISK ILO Dekubitus pneumonia 1.



Juli



181



2%



0%



0%



0%



0%



2.



Agustus



177



2%



0%



0%



0%



0%



3.



September



153



3%



0%



0%



0%



0%



4.



Oktober



171



2%



0%



0%



0%



0%



5.



November



186



0%



0%



0%



0%



0%



6.



Desember



180



0%



0%



0%



0%



0%



Jumlah



9%



0%



0%



0%



0%



Sumber : data angka kejadian di ruangan Dari tabel di atas maka dapat simpulkan bahwa setiap bulannya terdapat angka kejadian infeksi nosokomial khususnya plebitis. Berdasarkan standar indikator pelayanan rumah sakit untuk kejadian infeksi nosokomial adalah ≤ 1,5% (Depkes, 2008). Menurut Kozier (2010), mencuci tangan merupaka tindakan yang sangat penting di semua tatanan termasuk rumah sakit. Mencuci tangan merupaka suatu tindakan pengendalian infeksi yang paling efektif. Pendapat lain dari Hidayat (2009), menjelaskan bahwa mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam memberikan kesehatan.



Berdasrkan uraian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Penerapan Cuci Tangan Five Moment Terhdap Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap Interne Dan Bedah RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2017.



1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang di atas dapat di rumuskan masalah peneliti yaitu “apakah ada hubungan penerapan cuci tangan five momen terhadap angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi ?”



1.3 Tujuan Peneliti 1.3.1



Tujuan umum



Untuk menganalisis Penerapan Cuci Tangan Five Momen Terhdap Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018.



1.3.2



Tujuan khusus



1. Mengidentifikasi



distribusi



frekuensi



penerapan



perawat



dalam



melaksanakan cuci tangan 5 (five) momen di ruang rawat inap interne, bedah dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018. 2. Mengidentifikasi



distribusi



frekuensi



penerapan



perawat



dalam



melaksanakan cuci tangan 6 langkah di ruang rawat inap interne, bedah dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018. 3. Mengidentifikasi angka kejadian infeksi nosokomial plebitis di ruang rawat inap interne, bedah dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018. 4. Menganalisis penerapan Cuci Tangan 5 (five) momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap beda, interne, dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018. 5. Menganalisis penerapan Cuci Tangan 6 langkah dengan angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap bedah, interne, dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018.



1.4 Manfaat Peneliti 1.4.1



Manfaat peneliti



Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti, dan dapat meningkatkan pengetahuan serta memahami tentang riset, khususnya tentang penerapan cuci tangan 5 momen terhadap angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap interne dan bedah tahun 2018.



1.4.2



Bagi rumah sakit



Diharapkan



dapat



memberi



informasi



dan



masukan



bagi



pengelola



penanggulangan infeksi nosokomial.



1.4.3



Bagi institusi sekolah tinggi ilmu kesehatan



Sebagai tambahan kepustakaan dalam mengembangkan ilmu kesehatan pada umumnya khususnya ilmu keperawatan.



1.4.4



Bagi pengembangan ilmu



Sebagai informasi tentang penerapan cuci tangan 5 (five) momen terhadap angka kejadian infeksi nosokomial yang dapat digunakan untuk bahan pustaka, dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.



1.5 Ruang Lingkup Penelitian ini membahas tentang penerapan cuci tangan 5 (five) momen terhadap angka kejadian nosokomial di ruangan rawat inap interne, bedah, dan paru RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Dilaksanakan pada 5 – 26 Februari 2018. Penelitian ini dilakukan karena tidak adanya kesadaran perawat dalam



melaksanakan cuci tangan 5 (five) momen dan cuci tangan 6 langkah sebelum melakukan tindakan keperawatan. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan menggunaka pendekatan cross sectional. Metode pengambilan sampling ini mengguna teknik total sampling. Pengambilan data penelitian ini dengan menggunakan cara observasi secara langsung untuk variabel independen dan lembar observasi untuk variabel dependen sebagai alat ukur.



BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Cuci Tangan 5 (Five) Momen 2.1.1 Pengertian Menciuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan



mengendalikan



infeksi,



dengan



mencici



tangan



dapat



menghilangakan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (potter & perry, 2005). Menurut kozier (2010), mencuci tangan merupaka tindakan yang sangat penting di semua tatanan termasuk rumah sakit. Mencuci tangan merupaka suatu tindakan pengendalian infeksi yang paling efektif.



Menurut Darmadi (2008), Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi infeksi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran managemen rumah sakit meliputi para dokter, bidan, perawat dan lainlain. Pendapat lain dari Hidayat (2009), menjelaskan bahwa mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam memberikan kesehatan.



Dari penjelasan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa mencuci tangan merupakan suatu tindakan bersih atau steril yang dilakukan seorang



petugas



untuk



mengurangi



terjadinya



resiko



infeksi



dari



mikroorganisme.



2.1.2 Tujuan mencuci tangan Tujuan hygiene dilakuan secara rutin dalam perawatan pasien adalah untuk menghilangkan kotoran dan bahan organik serta kontaminasi mikroba dari kontak dengan pasien atau lingkungan (WHO, 2009). Menurut susanti (2008), tujuan dilakukannya cuci tangan yaitu : a. Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan b. Mencegah infeksi silang (cross infection) c. Menjaga kondisi steril d. Melindungi diri petugas dan pasiendari infeksi e. Memberikan perasaan segar dan bersih



2.1.3



Indikasi mencuci tangan Mencuci tangan digunakan dan harus dilakukan untuk antisipasi terjadinya perpindahan kuman kuman melalui tangan (Depkes, 2008) yaitu : a. Sebelum melakukan tindakan, misalnya pada saat akan memeriksa (kontak langsung dengan klien), saat akan memakai sarung tangan bersih, maupun steril, saat akan melakukan injeksi dan pemasangan infus.



b. Setelaj melakukan tindakan, misalnya setelah memeriksa pasien, memegang alat bekas pakai dan bahan yang terkontaminasi, setelah menyentuh selaput mukosa. WHO telah mengembangkan momen untuk kebersihan tangan yaitu cuci tangan 5 momen (five moments for hand hygiene) yang telah diidentifikasi dengan waktu kritis ketika kebersihan tangan harus dilakukan yaitu : 1. Sebelum menyentuh pasien. 2. Sebelum prosedur aseptik atau invasif. 3. Setelah terkena cairan tubuh. 4. Setelah menyentuh pasien. 5. Setelah menyentu benda-benda yang melingkupi pasien. Dua dari lima momen untuk kebersihan tangan terjadi sebelum kontak. Indikasi “sebelum” momen dutujukan untuk mencegah risiko menularkan mikroba untuk pasien. Tiga lainnya terjadi setelah kontak, hal ini di ajukan untuk mencehag resiko transmisi mikroba kepetugas kesehatan perawatan dan lingkungan pasien. Mencuci tangan atau hygiene tangan sangat sederhana, tidak memakan waktu yang banyak namun bisa membantu mencegah infeksi yang berbahaya jika dilakukan dengan tepat. Jangan sampai kita menambah atau memberikan penyakit lebih banyak banyak lagi, atau membawa hingga membawa pulang kerumah dan menukar pada keluarga dirumah (Depkes, 2014) Hygiene tangan baik dilakukan 5 momen pada saat : 1. Sebelum kontak dengan pasien 2. Sebelum tindaka aseptik 3. Setelah terkena cairan tubuh pasien



4. Setelah kontak dengan pasien 5. Setelah kontak dengan lingkungan disekitar pasien



Berikut gambar 5 momen mencuci tangan :



Gambar 2.1 five moments hand hygiene (WHO, 2009) 2.1.4



Manfaat mencuci tangan Menurut Puruhito (1995) dalam Damanik, dkk (2010), cucitangan akan memberikan keuntungan sebagai berikut : 1. Dapat mengurangi infeksi nosokomial



2. Jumlah kuman yang terbasmi lebih banyak, sehingga tangan lebih bersih dibandingkan dengan tidak mencuci tangan 3. Dari segi praktis, ternyata lebih murah dari pada tidak mencuci tangan, sehingga tidak dapat menyebebkan infeksi nosokomial



2.1.5



Langkah – langkah mencuci tangan Menurut WHO (2009), menjelaskan langkah – langkah dalam melaksanakan cuci tangan : a. Menggunakan handrup 1. Tuang cairan handrub pada telapak tangan kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar. 2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian. 3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih. 4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci 5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian. 6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan.



Gambar 2.2 : Cara Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol Diadaptasi dari WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009.



b. Menggunakan sabun ( 40 – 60 detik ) Sabun merupakan suatu roduk pembersih yang mengandung penghancur asam lemak dan sosium / potassium hidroksida yang tersedia pada berbagai macam produk seperti sabun batang, bahan cair dan sebagainya. Kemampuan membersihkan mereka dapat



ditunjukan



pada



bahan



pembersih



seperti



hasil



dalam



menghilangkan kotoran, tanah dan organisme lain dari tangan. Berikut ini adalah cara mencuci tangan dengan menggunakan sabun : 1. Basahi tangan dengan air mengalir. Kemudian tuangkan sabun secukupnya ke telapak tangan, kemudian usap dan gosok kedua telapak tangan secara lembut dengan arah memutar. 2. Usap dan gosok juga kedua punggung tangan secara bergantian. 3. Gosok sela-sela jari tangan hingga bersih. 4. Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci. 5. Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian. 6. Letakkan ujung jari ke telapak tangan kemudian gosok perlahan. 7. Basuh tangan sampai bersih dengan menggunakan air mengalir lalu keringkan dengan handuk.



Gambar 2.3 : Cara Kebersihan tangan dengan Sabun dan Air Diadaptasi dari: WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety Challenge, World HealthOrganization, 2009.



2.2 Konsep Infeksi Nosokimial 2.2.1



Pengertian Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemis. infeksi nosokomial adalah infeksi yang dapat atau timbul pada waktu pasien dirawat dirumah sakit (Badi, 2007). Rumah sakit merupakan satu tempat orang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di



tempat ini pasien



rumah sakit dapat juga merupakan tempat bagi



berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang bersetatus pengunjung (carier). Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda- benda medis maupun non medis. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Depkes RI No.27, 2017). Menurut Depkes (2008) menyebutkan bahwa standar indikator minimal pelayanan rumah sakit di ruang rawat inap khususnya pada angka kejadian infeksi nosokomial yaitu ≤ 1,5%.



2.2.2



faktor penyebab infeksi nosokomial



Menurut Nursalam (2010), Pasien akan terpapar berbagai macam mikro organisme selama ia di rawat di rumah saki. Kontak antara pasien dan berbagai macam mikroorganisme ini tidak selalu menimbulkan gejala



klinis karna banyaknya faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial. kemungkinan terjadi infeksi tergantung pada krakterristik mikro organisme, resistansi terhadap zat zat anti biotik, tingkat firulensi dan banyaknya materi infeksius. a. agen Semua mikroorganisme bakteri, virus, jamur dan parasit dapat menyebabkan infeksi nosokomial. Infeksi ini dapat disebabkan oleh mikro organisme yang didapat dari orang lain atau di sebabkan oleh dari pasien itu sendiri. Penyakit yang di dapat di rumah sakit saat ini disebabkan oleh mikroorganisme yang umumnya selalu ada pada manusia sebelumnya tidak atau jarang menyebabkan penyakit pada orang normal (Nursalam, 2010). 1.



Bakteri



Keberadaan bakteri disini sangat penting melindungi tubuh dari datangnya bakteri patogen. Tetapi pada beberapa kasus dapat menyebakan infeksi jika manusia tersebut mempunyai toleransi yang rendah terhadap mikroorganisme. 2.



Virus



Banyak kemungkinan infeksi nosokomial deisebabkan oleh berbagai macam virus termasuk virus hepatitis B dan C dengan media penularan dari transfusi, bialisis, suntikan dan endoskopi. Respiratory syncytial vieus (RSV), rotavirus dan enteroviruses yang di tularkan dari kontak



tangan ke mulut atau melalui rute faecal-oral. Hepatitis dan HIV di tularkan



melalui



jarum



suntik



dan



transfusi



darah.



Inveksi



grastrointetinal, infeksi traktus respiratorius, penyakit dan dari darah. Virus lain yang sering menyebabkan infeksi nosokomoial adalah cytomegalovirus, ebola, influenza virus, herpes simplex virus, dan varicella – zoster virus. 3.



Parasit dan jamur



Bebrapa parasit seperti giardia lamblia dapat menyalurkan dengan mudah ke orang dewasa maupun anak-anak. Banyak jamur dan parasit dapat timbul



selama



pemberian



obat



anti



biotik



bakteri



dan



obat



immunosupresan, contohnya infeksi dari candidia albicans, aspergillus spp, cryptococcus neoformans, cryptosporidium. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi, yaitu: a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi



terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan. b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh, berkembang-biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia. Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga merupakan reservoir. c) Portal of exit (pintu keluar) adalah lokasi tempat agen infeksi (mikroorganisme) meninggalkan reservoir melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih serta transplasenta. d)



Metode



Transmisi/Cara



Penularan



adalah



metode



transport



mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan. Ada beberapa metode penularan yaitu: (1) kontak: langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan (5) melalui vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat). e) Portal of entry (pintu masuk) adalah lokasi agen infeksi memasuki pejamu yang rentan dapat melalui saluran napas, saluran cerna, saluran kemih dan kelamin atau melalui kulit yang tidak utuh.



f) Susceptible host (Pejamu rentan) adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan pengobatan dengan imunosupresan. Faktor lain yang berpengaruh adalah jenis kelamin, ras atau etnis tertentu, status ekonomi, pola hidup, pekerjaan dan herediter.



Agen



Reservoir



Host / pejamu tentan



Tempat masuk



Tempat keluar



Metode prnularan



Skema 2.1 : Skema rantai penularan penyakit infeksi (Depkes RI No.27, 2017).



2.2.3



Penyakit akibat infeksi nosokomial a. infeksi saluran kemih infeksi ini merupakan kejadian tersering yaitu sekitar 40% dari infeksi nosokomial, 80% infeksinya infeksinya berhubungan dengan kateter urin. Walaupun tidak terlalu berbahaya, tetapi dapat menyebabkan terjadinya bakteremia



dan



menyebabkan



kematian.



Organisme



yang



bisa



menginfeksi biasanhya E,coli, klebsiella,proteus,pseudomonas, atau enterococcus. Infeksi yang terjadi lebih awal biasanya disebabkan oleh mikroorganisme eondogan, sedangkan infeksi yang terjadi setelah beberapa waktu yang lama biasanya karena mikroorganisme eksogen, sangat sulit untuk mencegah penyebaran mikroorganisme sepanjang uretra yang melekat dengan permukaan darai kateter, kebanyakan pasien akan terinfeksi setelah 1-2 minggu pemasangan kateter. Penyebab paling utama adalah kontaminasi tangan dari sarung tangan ketika pemasangan kateter atau air yang di gunakan untuk membesarkan balon kateter. Infeksi dapat juga terjadi karena sterilisasi dan teknik asepsi yang gagal (Nursalam, 2010) b. Pneumonia nosokomial Pneumonia nosokomial dapat muncul pada pasien yang mengunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi , pemasangan NGT, dan terapi inhalasi. Kuman penyebab infeksi ini paling sering berasal dari gram negatif seperti klebsiella dan pseudomonas. Organisme ini sering berada



di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Keberadaan organisme ini dapat menyebabkan infeki karena adanya aspirasi oleh organisme ke kraktus respiratorius bagian bawah. Sedangkan dari kelompok virus, penyebab infeksi pneumonia adalah cytomegalovirus, influenzavirus, adenivirus, prainfluenzavirus, enterovirus dan coronavirus (Nursalam, 2010) c. Bakteriemi nosokomial Menurut Nursalam (2010) infeksi ini hanya mewakili sekitar 5% dari total infeksi nosokomial, tetapai memiliki risiko kematian yang sangat tinggi terutama apabila di sebabkan oleh bakteri yang resisten antibiotik seperti staphylococcus dan candida. Infeksi dapat muncul di tempat masuknya alat-alat seperti jarum suntik, kateter urin dan infus, faktor utama penyebab infeksi ini adalah panjangnya kateter, suhu tubuh saat melakukan prosedur invasif, dan perawatan dari pemasangan kateter atau infus. d. Infeksi pembuluh darah Infeksi ini sangat berkaitan erat dengan pengunaan infus, kateter jantung dan suntikan. Virus yang dapat menular dari cairan ini adalah virus epatitis B, virus epatitis C dan penyakit HIV. 1. Infeksi pembuluh darah primer, muncul tanpa adanya tanda infeksi sebelumnya,dan berbeda dengan organisme yang di temukan di bagiab tubuhnya yang lain



2. Infeksi sekunder, muncul sebagai akibat dari infeksi dari organisme yang sama dari sisi tubuh yang lain, e. Infeksi jaringan kulit/luka operasi Infeksi kulit dan jaringan lunak. Luka terbuka seperti ulkus, bekas terbakar, dan luka bekas operasi memperbesar kemungkinan terinfeksi bakteri dan berakibat terjadinya sinfeksi sitemis. Dari golongan virus yaitu herpes simplex, varicella zooster, dan rubella. Organisme yang menginfeksi akan berbeda pada stiap populasi karena perbedaan pelayanan kesehatan yang di berikan, perbedaan fasilitas yang dimiliki, dan perbedaan negara yang didiami. 2.2.4



Jenis – jenis dan faktor risiko infeksi nosokomial



2.2.4.1 jenis – jenis infeksi nosokomial Pada PMK RI No.27 (2017) Jenis dan faktor risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan atau “Healthcare-Associated Infections” (HAIs) meliputi Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan kesehatan, terutama rumah sakit mencakup: Ventilator associated pneumonia (VAP), Infeksi Aliran Darah (IAD) , Infeksi Saluran Kemih (ISK) , Infeksi Daerah Operasi (IDO). Maka jenis – jenis infeksi noso kimial adalah : a. Plebitis 1. Definisi Phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi karena komplikasi pemberian terapi intra vena ( IV) yang di tandai



dengan bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan penurunan kecepetan tetesan infus (Brooker et all, 2006). Phlebitis adalah komplikasi lokal dari terapi intra vena antara lain infiltrasi, phlebitis, trombophlebitis, hematoma, dan ekstravasasi (Potter and Perry, 2005). Tiga definisi diatas kesimpulanya phlebitis adalah peradangan pada tunika intima vena yang terjadi akibat komplikasi lokal dari terapi intra vena, yang di tandai dengan bengkak, kemerahan sepanjang vena, nyeri, peningkatan suhu pada daerah insersi kanula dan kecepatan tetesan infus, ini terjadi akibat mekanisme iritasi yang terjadi pada endotelium tunika intima vena, dan perlekatan trombosit pada area tersebut. Komplikasi akibat phlebitis antara lain: infiltrasi, trombophlebitis, hematoma dan ekstravasasi. 2. Pembagian derajat phlebitis Menurut Hanskins dkk, (2004), membagi phlebitis berdasarkan skalanya : Skala 0, bila ada gejala Skala 1, bila eritema dengan atau tanpa adanya nyeri Skala 3, bila ada nyeri, eritema, dan edema Skala 4, bila nyeri, eritema, streak formasi dan terba garis vena kutrang lebih 1 inci Skala 5, bila nyeri, streak formasi terba garis vena > 1 inci dan adanya cairan purulen.



3. Jenis Phlebitis a) Plebitis Mekanik. Plebitis ini berkenaan dengan pemilihan vena dan penempatan kanula, ukuran kanula yang terlalu besar di bandingkan ukuran vena, fiksasi kanula yang tidak adekuat, ambulasi berlebihan terhadap sistem dan pergerakan ekstremitas yang tidak terkontrol. Pada plebitis mekanik terjadi cedera pada tunika intima vena. Tindakan keperawatan untuk mencegah phlebitis mekanik adalah: Lakukan tehnik insersi kanula secara benar. Lakukan pemilihan lokasi secara benar,Hindari vena pada area fleksi atau lipatan atau ekstremitas dengan pergerakan maksimal serta persendian. pilih vena yang lurus, panjang besar dan tidak rapuh. Lakukan pemilihan kanula secara tepat, gunakan kanula dengan ukuran paling pendek dan diameter jarum paling kecil. Perhatikan stabilitas kanula, dapat dilakukan dengan cara fiksasi untuk mendapatkan kanula yang adekuat. b) Plebitis Kimiawi Plebitis ini berkenaan dengan respon tunika intima terhadap osmolaritas cairan infus. Respon radang dapat terjadi karena pH dan osmolaritas atau obat juga karena sifat bahan kimia kanula yang di gunakan. Tindakan yang dilakukan untuk mencegah phlebitis kimiawi adalah:



Pastikan pH dan osmolaritas cairan, pH normal darah adalah: 7,357,45 sehingga pH dan osmolaritas obat yang lebih tinggi atau lebih rendah menjadi faktor predisposisi iritasi vena. Gunakan produk kanula yang non flebitogenik.meskipun belum dapat di pastikan jenis apa yang betul-betul mencegah plebitis. Pilihlah kanula yang elastis dan permukaanya lembut.



c) Plebitis Bakterial Plebitis merupakan radang pada vena yang di kaitkan dengan infeksi bakteri. Tindakan keperawatan yang bisa dilakukan sebagai upaya pencegahanya adalah: Cuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan Gunakan kasa dan sarung tangan bersih Lakukan persiapan area dengan tehnik aseptik dan antiseptik Observasi secara teratur tanda-tanda phlebitis minimal tiap 24 jam. Bersihkan dan ganti balutan infus tiap 24 jam atau kurang bila balutan rusak. Ganti sistem infus setiap 48-72 jam dan tandai tanggal pemasanagan serta penggantian balutan. 4. Faktor - faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya phlebitis (Pujasari dalam Sugiarto,2006), yaitu:



Hindari pemilihan vena pada area fleksi atau lipatan atau pada ekstremitas dengan pergerakan maksimal Faktor - faktor pada pasien seperti adanya vena yang berkelok-kelok dan spasme vena dapat mempengaruhi kecepatan aliran (infus lambat atau berhenti). Ukuran kateter intra vena yang terlalu besar di bandingkan dengan ukuran vena memungkinkan terjadinya cedera pada tunika intima vena. Fiksasi yang kurang adekuat menyebabkan pergerakan kanula di dalam vena sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Pengenceran obat injeksi yang tidak maksimal terutama jenis antibiotik Keseterilan alat-alat intra vena. Faktor kebersihan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus) 5. Diagnosa dan Pengenalan tanda Phlebitis Phlebitis dapat didiagnosa atau dinilai melalui pengamatan visual yang dilakukan oleh perawat. b. Infeksi saluran kemih (ISK) Infeksi saluran kemih (ISK) nosokomial adalah infeksi yang terjadi setelah pemasangan kateter urin selama 72 jam dan ditemukan koloni bakteri pada urin sebanyak 105/ml. Bakteri yang sering ditemukan adalah Eschericia coli dan bakteri Gram positif seperti Enterococcus faecalis. Idealnya



penggunaan kateter. Urin dibatasi hanya sampai 3 hari untuk mengurangi risiko infeksi (Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010). c. Pneumonia 1. Definisi Pneumonia nosokomial (HAP) adalah pneumonia yang terjadi setelah pasien 48 jam dirawat di rumah sakit dan disingkirkan semua infeksi yang terjadi sebelum masuk rumah sakit. Ventilator associated pneumonia (VAP) adalah pneumonia yang terjadi lebih dari 48 jam setelah pemasangan intubasi endotrakeal.



2. Etiologi Patogen penyebab pneumonia nosokomial berbeda dengan pneumonia komuniti. Pneumonia nosokomial dapat disebabkan oleh kuman bukan multi drug resistance (MDR) misalnya S.pneumoniae, H. Influenzae, Methicillin Sensitive Staphylococcus aureus (MSSA) dan kuman MDR misalnya Pseudomonas aeruginosa, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae, Acinetobacter spp dan Gram positif seperti Methicillin Resistance Staphylococcus aureus (MRSA). Pneumonia nosokomial yang disebabkan jamur, kuman anaerob dan virus jarang terjadi. Angka kejadian sebenarnya dari pneumonia nosokomial di Indonesia tidak diketahui disebabkan antara lain data nasional tidak ada dan data yang ada hanya berasal dari beberapa rumah sakit swasta dan pemerintah serta



angkanya



sangat



bervariasi.



Data dari RS



Persahabatan dan RS Dr. Soetomo (lihat Lampiran I) hanya



menunjukkan pola kuman yang ditemukan di ruang rawat intensif. Data ini belum dapat dikatakan sebagai infeksi nosokomial karena waktu diagnosis dibuat tidak dilakukan foto toraks pada saat pasien masuk ruang rawat intensif. Bahan pemeriksaan untuk menentukan bakteri penyebab dapat diambil dari dahak, darah, cara invasif misalnya bilasan bronkus, sikatan bronkus, biopsi aspirasi transtorakal dan biopsi aspirasi transtrakea.



3. Faktor predisposisi atau faktor risiko pneumonia nosokomial Faktor risiko pada pneumonia sangat banyak dibagi menjadi 2 bagian: a. Faktor yang berhubungan dengan daya tahan tubuh Penyakit kronik (misalnya penyakit jantung, PPOK, diabetes, alkoholisme, azotemia), perawatan di rumah sakit yang lama, koma, pemakaian obat tidur, perokok, intubasi endotrakeal, malnutrisi, umur lanjut, pengobatan steroid, pengobatan antibiotik, waktu operasi yang lama, sepsis, syok hemoragik, infeksi berat di luar paru dan cidera paru akut (acute lung injury) serta bronkiektasis Faktor risiko kuman MDR penyebab HAP dan VAP (ATS/IDSA 2004) • Pemakaian antibiotik pada 90 hari terakhir • Dirawat di rumah sakit ≥ 5 hari • Tingginya frekuensi resisten antibiotik di masyarakat atau di rumah sakit tersebut • Penyakit immunosupresi dan atau pemberian imunoterapi



d. Dekubitus e. Infeksi luka operasi Infeksi luka operasi (ILO) merupakan infeksi nosokomial yang terjadi pada pasien pascabedah. Infeksi ini dapat disebabkan kurangnya tingkat sterilitas



tenaga



kesehatan,



ruang



bedah,



dan



peralatan



medis



(Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010). Keadaan pasien juga dapat mempengaruhi terjadinya ILO, seperti daya tahan tubuh pasien. Salah satu tindakan pencegahan yang direkomendasikan adalah penggunaan antibiotik profilaksis sebelum pembedahan (Wardoyo, Tjoa, Ocvyanty, & Moehario, 2014). 1. Klasifikasi Luka Operasi Luka operasi terbagi berdasarkan kontaminasi bakterinya, yang terdiri dari: a. Operasi Bersih Luka operasi bersih adalah luka operasi yang tidak terinfeksi dimana tidak terdapat inflamasi dan saluran pernapasan, pencernaan, dan kemih atau genitalia tidak dibuka selama operasi. Biasanya luka operasi bersih tertutup dan didrainase dengan drainase tertutup. b. Luka Operasi Bersih Terkontaminasi Luka operasi bersih terkontaminasi adalah luka operasi dimana saluran pernapasan, pencernaan dan kemih atau genitalia dibuka selama operasi dan tanpa kontaminasi. Operasi usus buntu, saluran empedu,



vagina, dan orofaring tanpa ada tanda infeksi termasuk dalam kategori ini. c. Luka Operasi Terkontaminasi Luka operasi terkontaminasi adalah luka operasi yang tidak terdapat tanda infeksi tetapi terdapat kontaminasi karena saluran pernapasan, pencernaan dan kemih atau genitalia dibuka. Luka operasi terbuka dan disengaja seperti operasi usus besar, operasi kulit, operasi pijat jantung, dan sebagainya termasuk dalam kategori ini.



d. Luka Operasi Kotor atau Terinfeksi Luka operasi kotor atau terinfeksi adalah luka operasi dimana luka terinfeksi akibat luka traumatis lama yang terjadi di daerah operasi atau akibat keadaan klinis seperti perforasi atau abses. Infeksi yang terjadi pada kategori ini disebabkan oleh mikroorganisme yang terdapat dalam tubuh pasien sebelum tindakan operasi (CDC, 2016; Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010). 2. Faktor Risiko Infeksi Luka Operasi Infeksi luka operasi (ILO) dipengaruhi oleh dua faktor risiko, yaitu faktor pasien dan faktor operasi. Faktor pasien yang meningkatkan risiko ILO adalah status nutrisi, diabetes tidak terkontrol, merokok, obesitas, infeksi yang terjadi pada area selain area operasi sebelum operasi, imunodefisiensi, kolonisasi bakteri, dan riwayat rawat inap lama sebelum operasi (Wardoyo et al., 2014). Imunodefisiensi



disebabkan oleh faktor primer, yaitu kerusakan herediter yang berhubungan dengan perkembangan imun atau faktor sekunder seperti infeksi, penuaan, imunosupresi, autoimunitas, kanker, atau kemoterapi (Kumar, Cotran, & Robbins, 2007). Sedangkan faktor operasi yang mempengaruhi terjadinya ILO adalah persiapan sebelum operasi seperti cukur rambut atau persiapan kulit, lama operasi, antibiotik profilaksis, sterilitas peralatan medis dan ruang operasi, drainase pembedahan, dan teknik operasi (Wardoyo et al., 2014). 3. Kriteria Diagnosis Infeksi Luka Operasi (ILO) CDC Healthcare-Associated Infections (HAIs) membagi ILO menjadi tiga, yaitu ILO superfisial, ILO insisi dalam, dan ILO organ atau rongga tubuh. Setiap kategori dibedakan berdasarkan letak luka operasi (CDC, 2016). Seseorang dikatakan mengalami ILO jika meemiliki tiga kriteria dibawah ini: a. Infeksi yang terjadi dalam waktu 30 hari setelah tindakan operasi (hari ke-1 adalah hari tindakan operasi dilakukan). b. Luka terjadi pada: Kulit atau jaringan subkutan dibawahnya (ILO superfisial), Insisi jaringan lunak dalam, yaitu fascia atau lapisan otot (ILO insisi dalam), Jaringan tubuh yang lebih dalam dari lapisan otot atau fascia, yang dibuka atau dimanipulasi selama tindakan operasi (ILO organ atau rongga tubuh), Pasien setidaknya memiliki ILO satu kondisi dibawah ini:Sekret purulen yang berasal dari insisi superfisial (ILO superfisial).



4.



Tata Laksana Infeksi Luka Operasi Penatalaksanaan ILO tergantung jenis luka yang dialami pasien. Penatalaksanaan ILO superfisial adalah dengan membuka jahitan pada luka, mendrainase pus, membuang jaringan yang sudah mati dan dibalut dengan kassa steril. Pemeriksaan kultur perlu dilakukan sebelum memberikan terapi antibiotik. Antibiotik diberikan jika pasien mengalami imunosupresif dan atau selulitis melebihi 2 cm dari tepi luka. Penatalaksanaan ILO luka dalam dapat dilakukan dengan drainase perkutan jika tidak ditemukan sumber infeksi yang berkelanjutan seperti perforasi saluran pencernaan. Sumber infeksi seperti



perforasi



memerlukan



tindakan



operasi



eksplorasi



(Sjamsuhidajat, Karnadihardja, Prasetyono, & Rudiman, 2010). 5. Pencegahan Infeksi Luka Operasi Infeksi luka operasi (ILO) dapat dicegah dengan meminimalisir mikroorganisme yang dapat bertransmisi melalui kulit dan pakaian pasien dan tenaga kesehatan, kamar operasi, dan peralatan medis. 2.2.4.2 Faktor Risiko HAIs meliputi: a. Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan. b. Status imun yang rendah/terganggu (immuno-compromised) : Penderita dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat imunosupresan.



c. Gangguan/Interupsi barier anatomis: Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK). Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO) atau “surgical site infection” (SSI). pemakaian ventilator: meningkatkan kejadian “Ventilator Associated Pneumonia” (VAP). Kanula vena dan arteri: Plebitis, IAD. Luka bakar dan trauma. d. Implantasi benda asing : Pemakaian mesh pada operasi hernia. Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung. e. Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.



2.2.5 Pencegahan infaksi nosokomial Pencegahan dari infeksi nosokomial ini memerlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program-program yang bertujuan membatasi penyebaran organisme, mengontrol dan membatasi risiko infeksi, serta melindungi pasien. Penyebaran organisme dibatasi dari antar pasien dengan cara mencuci tangan dan pengunaan sarung tangan, tindakan septik dan asepsis, sterilisasi dan disinfektan. Risiko infeksi endogen



dibatasi dengan cara minimalkan prosedur invasif. Perlindungan pasein diberikan dengan pemgunaan antibiotik yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi. Selain itu, program tersebut bertujuan sebagai pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebaran infeksi (Nursalam, 2010). a. Dekontaminasi Transmisi penyakit malalui tangan yang dapat diminimanilisasi dengan menjaga kebersiha tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar karena banyaknya alasan seperti kuragnya peralatan, alergi produk pencuci tangan, kurangnya pengetahuan mengenai pentingnya hal ini, dan waktu mencuci tangan yang lama. Selain itu, pengunaan sarungan tangan sangat di anjurkan bila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasein dengan penyakitpenyakit infeksi, hal yang perlu diinginkan adalah memakai sarung tangan ketika akan mengambil atau menyentuh darah, cairan tubuh, atau keringat,tinja,urin,membran mukosa dan bahan yang kita angap telah terkontaminasi, dan segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan. b. Instrumen yang sering digunakan rumah sakit Simonsen, (1999) dalam Nursalam (2010), menyimpulkan bahwa lebih dari 50% suntikan yang dilakukan di negara berkembang tidaklah aman ( contohnya jarum, tabung atau keduanya yang dipakai berulang-ulang ) dan banyaknya suntikan yang tidak penting (misalnya penyuntikan



antibiotik) orang yang berinteraksi dengan penderita infeksi saluran napas harus mengunakan masker saat keluar dari kamar penderita. Masker digunakan sebagai pelindung terhadap penyakit yang di tulakarkan melalui udara. Sarung tangan sebaiknya terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, fases maupun urin. Sarung tangan selalu di ganti utuk setiap pasienya dan setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor. Baju khusus juga harus di pakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakuakn suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.



2.2.5. Penilaian yang digunakan untuk Infeksi Nosokomial Infeksi nosokomial disebut juga dengan “Hospital Acquired Infection” apabila memenuhi batasan atau kriteria sebagai berikut (Depkes RI, 2003) : 1. Pada waktu penderita mulai dirawat di rumah sakit tidak didapatkan tandatanda klinik dari infeksi tersebut. 2. Pada waktu penderita mulai dirawat tidak dalam masa inkubasi dari infeksi tersebut. 3. Tanda-tanda infeksi tersebut baru timbul sekurang-kurangnya 3 × 24 jam sejak mulai dirawat. 4. Infeksi tersebut bukan merupakan sisa (residual) dari infeksi sebelumnya



2.3 Kerangka Teori Memberikan asuhan keperawatan pada klien



Perawat



Upaya pencegahan nosokomial :



Faktor yang mempengaruhi cuci tangan : -



infeksi



praktik mencuci tangan 5 momen ( sebelum kontak degan pasien, sebelum melakukan tindaan aseptic, setelah terkena cairan tubuh pasien, setelah bersentuhan dengan pasien dan setelah kontak di lingkungan pasien )



Usia Jenis kelamin Ketersediaan Fasilitas cuci tangan ( WHO, 2009)



(WHO, 2009) Tujuan cuci tangan : 1) 2) 3) 4) 5)



Mengangkat mikroorganisme yang ada di tangan Mencegah infeksi silang (croos infeksion) Menjaga kondisi steril Melindungi diri dan pasien dari infeksi Memberikan perasaan segar dan bersih



Risiko peningkatan nosokomial



(Nursalam, 2010)



Jenis – jenis infeksi nosokomial : 1. 2. 3. 4. 5.



Plebitis Infeksi saluran kemih Dekubitus Pneumoni Infeksi luka operasi



(Depkes RI, 2017)



(Susanti, 2008) Faktor yang mempengaruhi terjadinya plebitis : 1.



6)



2. 3. 4. 5. 6. 7.



infeksi



Hindari pemilihan vena pada area fleksi Adanya vena yang berkelok Ukuran kateter intra vena yang terlalu besar Fiksasi yang kurang adekuat Pengenceran obat injeksi yang tidak maksimal Keseterilan alat Faktor kebersihan perawat (cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus) (Pujasari dalam Sugiarto, 2006)



Skema 2.2 : Penerapan Cuci Tangan Five Moment Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018



BAB III KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS 3.1 Kerangka Konsep Menurut Notoadmojo (2010), kerangka konsep merupaka formalitas dari teoriteori yang mendukung penelitian, yang terangkum dalam variabel independen adalah variabel bebas, sedangkan variabel dependen adalah variabel terkait yang dapat dipengaruhi oleh variabel independen. Pada variabel ini yang menjadi variabel independen yaitu cuci tangan five moment. Dan yang menjadi variabel dependen adalah angka kejadian infeksi nosokomial. Adapun kerangka konsep pada penelitian ini tergambar pada bagan berikut : Variabel Independen -



Variabel Dependen



Penerapan cuci tangan 5 (five) moment Prosedur cuci tangan 6 langkah



Angka kejadian infeksi nosokomial : 1. plebitis



2. Infeksi saluran kemih 3. Infeksi luka operasi 4. Pneumoni 5. Dekubitus



Skema 3.1 kerangka konsep



Keterangan : Di teliti Tidak diteliti 3.2 Defenisi Operasional Defenisi operasional adalah defenisi berdasarkan karakteristik yang diambil dari suatu yang di definisikan (Nursalam, 2011). Tabel 3.1 Defenisi Operasional No 1.



2.



Variabel



Defenisi operasional Independen Suatu tindakan Penerapan atau teknik Cuci tangan 5 yang dilakukan (five) momen untuk menghilangkan mikroorganism e di tangan untuk mencegah infeksi



Dependen Infeksi nosokomial



Suatu penyakit infeksi yang di dapatkan dari rumah sakit, infeksi terjadi selama 3 x 24 jam.



Alat ukur



Cara ukur



Observasi



Lembar observasi lembar observasi 5 pertanyaan , dengan jawaban Ya : 1 Tidak : 2



Observasi



Lembar observasi



Skala ukur Nominal



Hasil ukur Diterapkan Apabila perawat melaksanakan cuci tangan five momen sesuai SOP (Depkes,2017)



Tidak diterapkan Apabila perawat tidak melaksanakan cuci tangan five momen sesuai SOP (Depkes,2017) Nominal



Terjadi apabila nilai Flebitis 5 ( Nursalam. 2011)



Tidak terjadi Apabila nilai flebitis 0,05 artinya secara statistik tidak bermakna. Selanjutnya, variabel-variabel tersebut akan dianalisa secara multivariant melalui tahap-tahap pemodelan analisis multivariat.



4.7 Etika Penelitian Masalah etika dalam penelitian merupakan masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan akan berhubungan langsung dengan manusia maka segi etika penelitian harus diperhatikan karena manusia mempunyai hak asasi dalam kegiatan penelitian (Aziz,2003).



Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti melakukan pengurusan proses penelitian ke pendidikan, mulai dari perizinan dari prodi, kemudian peneliti menghubungi bagian diklat RSAM Bukittinggi untuk mendapatkan izin penelitian. Setelah mendapatkan izin penelitian, peneliti melanjutkan untuk pengambilan data dan penelitian diruangan yang telah ditentukan. 4.7.1 Inform Consent (Lembar Persetujuan) Sebelum melakukan pengambilan data dari responden, peneliti mengajukan lembar permohonan kepada calon responden yang memenuhi kriteria inklusi untuk menjadi responden dengan memberikan penjelasan tentang tujuan dan manfaat penelitian. Tujuan dari Inform Consent adalah supaya subjek penelitian ini mengerti maksud, tujuan, dan dampak dari penelitian sehingga calon responden mau menjadi responden. Setelah responden bersedia menjadi responden maka responden menandatangani surat persetujuan menjadi responden. Namun ada beberapa responden tidak bersedia menjadi responden penelitian, sehingga peneliti harus menghargai dan menghormati hak mereka. 4.7.2 Anonymity (Tanpa Identitas) Peneliti tidak mencamtumkan nama responden pada lembar pengumpulan data yang diisi responden, peneliti hanya mencamtumkan atau menuliskan dengan memberikan kode kode tertentu demi menjaga kerahasiaan identitas responden. 4.7.3 Confidentiality (Kerahasiaan)



Informasi yang diberikan oleh responden serta semua data yang telah terkumpul peneliti menjaga kerahasiaanya. Informasi tersebut tidak akan dipublikasikan atau diberikan ke orang lain tanpa seizin dari responden itu sendiri. 4.7.4 Nonmaleficiency Selama proses penelitian yang diakukan, tidak ada menimbulkan dampak yang serius pada responden. 4.7.5 Beneficience (Berbuat Baik) Peneliti menerapkan prinsip berbuat baik dengan meminimalkan resiko penelitian agar sebanding dengan manfaat yang diterima dan peneliti merancang desain penelitian dengan memenuhi persyaratan ilmiah dan berdasarkan pada referensi terkait. Selama proses penelitian berlangsung, responden merasa nyaman. Namun ada beberapa responden yang tidak merasa nyaman sehingga peneliti mengentikan wawancara dan membebaskan responden untuk mengambil keputusan untuk melanjutkan atau tidak. 4.7.6 Justice (Keadilan) Saat penelitian, peneliti memperakukan responden secara adil dalam setiap tahapan penelitian baik sebelum, selama dan sesudah penelitian tanpa adanya diskriminasi. Peneliti tidak mebeda bedakan responden baik secara suku, agam, bangsa , golongan, ras dan sebagainya.



4.7.7 Autonomy (otonomi) Saat penelitian, peneliti memberikan hak kepada responden untuk menentukan bersedia untuk berpartisipasi dan menjadi responden atau tidak dalam penelitian ini.



BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 HASIL PENELITIAN Penelitian yang berjudul “Penerapan Cuci Tangan Five Momen Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018” ini dilaksanakan dari 5-26 Februari 2018. Adapun responden yang diteliti sebanyak 46 perawat dan 46 pasien yang terpasang infus berdasarkan kriteria yang telah ditemukan dengan cara total sampling. Namun pada saat pengumpulan data peneliti mendapatkan sampel sebanyak 44 responden perawat dan 44 pasien. Karena pada saat meneliti perawat yang sedang cuti, dan banyak pasien yang tidak menandatangani pernyataan menjadi responden, dan banyak pasien yang baru masuk ataupun pasien yang terpasang infus kurang dari 3 hari. Metode pengumpulan data yang digunakan menggunakan lembar observasi. Hasil penelitian ini dianalisa dengan analisa univariat dan analisa bivariat. Analisa unuvariat digunakan untuk gambaran penerapan cuci tangan five moment dengan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis). Sedangkan analisa bivariat untuk melihat hubungan penerapan cuci tangan five moment dengan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis). Setelah data dikumpulkan kemudian diolah secara komputerisasi menggunakan SPSS versi 16. 5.1.1 Analisis univariat Analisis univariat dilakukan menggambarkan karakteristik masing-masing variabel penelitian. Pada penelitian ini analisis univariat dilakukan untuk menggambarkan variabel penerapan cuci tangan five momen dan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) diruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi yang akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi.



5.1.1.1 Penerapan cuci tangan five momen Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasrkan Penerapan Cuci Tangan Five Momen Di Ruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018 Cuci tangan Frekuensi % five momen Dilakukan 31 70,5 Tidak 13 29,5 Dilakukan Total 44 100 Berdasarkan tabel 5.1 diatas dapat dijelaskan bahwa sebagian besar responden yaitu dari 44 responden sebanyak 31 perawat (70,5%) sudah melakukan cuci tangan five momen. 5.1.1.2 Prosedur cuci tangan 6 langkah Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasrkan Prosedur Cuci Tangan 6 Langkah Di Ruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018 Cuci tangan 6 Frekuensi % Langkah Dilakukan 31 70,5 Tidak Dilakukan 13 29,5 Total 44 100



Berdasarkan tabel 5.2 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu dari 44 responden sebanyak 31 perawat (70,5%) sudah melakukan cuci tangan 6 langkah sesuai prosedur.



5.1.1.3 Angka kejadian infeksi nosokomial (plebitis) Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasrkan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018 Tanda Dan Gejala Frekuensi % Tidak terjadi 33 75,5 Terjadi 11 25,5 Total 44 100 Berdasarkan tabel 5.3 diatas dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden yaitu dari 44 responden, 33 pasien (75,0%) tidak ada mengalami tanda dan gejala flebitis.



5.1.2. Analisa bivariat Analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan antara dua variabel yaitu variabel penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial. Selain itu dilaksanakan uji hipotesis untuk mengambil keputusan tentang apakah hipotesis yang diajukan cukup menyekinkan untuk ditolak atau di terima dengan menggunakan uji statistik chi square.



Uji chi square digunakan untuk menyimpulkan ada atau tidaknya hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial dan mendapatkan signifikan hubungan dengan derajat kemaknaan α=5% (ρ < 0,05), sehingga jika ρ value ≤ 0,05 maka hasil hitung secara statistik “bermakna”, dan apabila ρ value > 0,05 maka hasil hitung secara statistik “ tidak bermakna”. Dalam penelitian ini analisa dilakukan untuk mengetahui adanya hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2018. Adapun hasil analisa bivariat yang didapatkan yaitu :



Tabel 5.4 Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan Cuci Tangan Five Momen Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Diruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018 Angka Kejadian Cuci Infeksi Nosokomial Total Tangan Ρ No Tidak OR Five Terjadi Value Terjadi Momen F % F % F % Dilakukan 1 2 Total



Tidak Dilakukan



3



27,3 28



84,8 31



70,5



8



72,7 5



15,2 13



29,5



11



100



100



100



14.933 0,001



(2.918 – 76. 434)



44



44



Berdasarkan tabel 5.4 diketahui bahwa sebagian besar dari 44 responden yang melaksanakan cuci tangan five momen, yang tidak terjadi infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 28 pasien (84,8%). Dari hasil uji statistik chi square dalam penelitian ini didapatkan ρ value = 0,001, jika dibandingkan dengan α= 0,05 maka ρ value < α 0,05, maka dari itu hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil pengolahan uji statistik juga didapatkan nilai OR = 14.933, artinya bahwa responden yang sesuai melakukan cuci tangan five momen memiliki peluang 14.933 kali lebih besar untuk tidak terjadinya infeksi nosokomial dibandingkan dengan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan five momen.



Tabel 5.5 Distribusi Responden Berdasarkan Prosedur Cuci Tangan 6 langkah Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Diruang Rawat Inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi Tahun 2018 Angka Kejadian Prosedur Infeksi Nosokomial Total Cuci Ρ No Tidak OR Tangan 6 Terjadi Value Terjadi Langkah F % F % F % 1 2



Dilakukan 3 Tidak Dilakukan



Total



27,3 28



84,8 31



70,5



8



72,7 5



15,2 13



29,5 0,001



11



100



100



100



14.933 (2.91876.434)



44



44



Berdasarkan tabel 5.5 diketahui bahwa sebagian besar dari 44 responden yang melaksanakan cuci tangan 6 langkah, yang tidak terjadi peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) sebanyak 28 pasien (84,8%). Dari hasil uji statistik chi square dalam penelitian ini didapatkan ρ value = 0,001, jika dibandingkan dengan α= 0,05 maka ρ value < α 0,05, maka dari itu hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara variabel cuci tangan 6 langkah dengan angka kejasian infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil pengolahan uji statistik juga didapatkan nilai OR = 14.933, artinya bahwa semakin dilakukan cuci tangan 6 langkah memiliki peluang 14.933 kali lebih besar untuk tidak terjadinya infeksi nosokomial dibandingkan dengan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan 6 langkah.



5.2. PEMBAHASAN



Pada pembahasan ini penelitian membahas tentang hasil penelitian dan mengaitkannya dengan konsep teoritis serta asumsi penelitian tentang masalah yang didapatkan pada hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penelitian yang



dimulai pada tanggal 5-26 Februari 2018. Maka peneliti dapat menjelaskan tentang hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar bukittinggi tahun 2018.



5.2.1. Analisa univariat



a. Penerapan cuci tangan five momen. Dari hasil penelitian dan pengolahan data didapatkan bahwa sebagian besar



responden



perawat



lebih



dari



separoh



perawat



(70,5%)



melaksanakan cuci tangan five momen dan prosedur cuci tangan 6 langkah.



Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Duwi dan Martika (2016) dengan judul Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen Perawat Dengan Kejadian Phlebitis Di RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto, menunjukkan bahwa sebagian besar perawat patuh dalam melakukan cuci tangan enam langkah lima momen yaitu sebanyak 12 orang (60%) dan perawat terkecil sebanyak 8 orang (40%). tidak patuh melakukan cuci tangan enam langkah lima momen.



Smet dalam Damanik (2011) mengemukakan bahwa kepatuhan perawat dalam melakukan cuci tangan enam langkah lima momen dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: faktor internal, faktor eksternal, dan faktor lain. Faktor internal yang mempengaruhi kepatuhan cuci tangan antara lain: demografi (jenis kelamin, suku, usia, ras, pendidikan), motivasi, kemampuan, dan persepsi perawat. Wanita, ras kulit putih, orang tua dan anak memiliki



tingkat



kepatuhan



yang tinggi.



Pendidikan juga



mempengaruhi perilaku perawat dalam melaksanakan etos kerja. Semakin tinggi pendidikan perawat, kepatuhan dalam pelaksanaan aturan kerja akan semakin baik. Faktor eksternal yang mempengaruhi kepatuhan perawat



antara lain: pola komunikasi, nilai-nilai yang diterima perawat, dukungan sosial. Faktor lain yang mempengaruhi kepatuhan perawat melakukan cuci tangan adalah fasilitas cuci tangan, waktu yang digunakan untuk cuci tangan, efek bahan cuci tangan terhadap kulit, dan kurang pengetahuan terhadap standar (Smet dalam Damanik, 2011).



Penelitian lain yang dilakukan oleh fauzia (2016) yang berjudul hubungan supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan cuci tangan five momen di ruangan rawat inap bedah dan interne RSUD padang pariaman di dapatkan bahwa supervisi yg dilakukan kepala ruangan 52,5% adalah baik. Yang patuh dalam melaksanakn cuci tangan 5 momen adalah 22,5%. Setelah dihubungkan di dapatkan nilai p value = 0,021, artinya ada hubungannya supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat dalam melaksanakan cuci tangan five momen diruangan rawat inap bedah dan interne RSUD padang pariaman.



Menciuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencici tangan dapat menghilangakan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (potter & perry, 2005). Menurut kozier (2010), mencuci tangan merupaka tindakan yang sangat penting di semua tatanan termasuk rumah sakit. Mencuci tangan merupaka suatu tindakan pengendalian infeksi yang paling efektif.



Menurut Darmadi (2008), Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi infeksi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran managemen rumah sakit meliputi para dokter, bidan, perawat dan lainlain. Pendapat lain dari Hidayat (2009), menjelaskan bahwa mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam memberikan kesehatan.



Menurut asumsi peneliti bahwa penerapan cuci tangan five momen dan cuci tangan 6 langkah yang dilakukan secara benar dan sesuai dengan prosedur oleh perawat akan sangat berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi nosokomial. Seluruh perawat atau semua yang bersangkutan dengan pasien harus melakukan cuci tangan five monen dan cuci tangan 6 langkah..



b. Prosedur cuci tangan 6 langkah Dari hasil penelitian dan pengolahan data didapatkan bahwa sebagian besar responden yaitu sebanyak 31 perawat (70,5%) sudah melakukan cuci tangan 6 langkah sesuai prosedur.



Hasil penelitian lain, yang telah dilakukan oleh Nuryati (2013) Hubungan Kepatuhan Perawat Melakukan Cuci Tangan Dan Kejadian Infeksi Nosokomial di Ruang ICU Dan NICU RS Awal Bros Tangerang, menunjukan bahwa variabel kepatuhan cuci tangan pada kategori tidak patuh 40 %, dan variabel kejadian infeksi sebesar 20 % (p = 0.068, alpha < 0.1) membuktikan ada trend hubungan kepatuhan perawat melakukan cuci tangan dan kejadian infeksi nosokomial



ketidakpatuhan perawat



melakukan cuci tangan di ruang ICU dan NICU RS Awal Bros Tangerang berdampak menimbulkan kejadian infeksi nosokomial. Saran bagi petugas kesehatan, pengunjung dan keluarga pasien menggalakan budaya cuci tangan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial.



Hasil ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Duwi dan Martika (2016) dengan judul Hubungan Kepatuhan Cuci Tangan Enam Langkah Lima Momen Perawat Dengan Kejadian Phlebitis Di RSUD Dr. Wahidin Sudiro Husodo Mojokerto, menunjukkan bahwa sebagian besar perawat patuh dalam melakukan cuci tangan enam langkah lima momen



yaitu sebanyak 12 orang (60%) dan perawat terkecil sebanyak 8 orang (40%). tidak patuh melakukan cuci tangan enam langkah lima momen. Menciuci tangan adalah teknik yang sangat mendasar dalam mencegah dan mengendalikan infeksi, dengan mencici tangan dapat menghilangakan sebagian besar mikroorganisme yang ada di kulit (potter & perry, 2005). Menurut kozier (2010), mencuci tangan merupaka tindakan yang sangat penting di semua tatanan termasuk rumah sakit. Mencuci tangan merupaka suatu tindakan pengendalian infeksi yang paling efektif.



Menurut Darmadi (2008), Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi infeksi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran managemen rumah sakit meliputi para dokter, bidan, perawat dan lainlain. Pendapat lain dari Hidayat (2009), menjelaskan bahwa mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam memberikan kesehatan.



Menurut asumsi peneliti bahwa melakukan cuci tangan 6 langkah yang dilakukan secara benar dan sesuai dengan prosedur oleh perawat akan sangat berpengaruh terhadap angka kejadian infeksi nosokomial. Seluruh perawat atau semua yang bersangkutan dengan pasien harus melakukan cuci tangan five monen dan cuci tangan 6 langkah..



c. Angka kejadian infeksi nosokomial Dari hasil penelitian dan pengolahan data didapatkan bahwa sebagian besar responden, lebih dari separuh pasien tidak mengalami tanda dan gejala plebitis yaitu sebanyak 33 pasien (75,0%).



Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Ratna, Suhartono, Sri (2011) yang berjudul Infeksi Nosokomial di RSUD



Setjonegoro Kabupaten Wonosobo didapatkan hasil. Hasil penelitian menunjukka nprevalensi angka kejadian infeksi nosokomial pada semester II tahun 2009 (2,67), semester I dan II tahun 2010 (3,12 dan 4,36), serta semester I dan II tahun 2011 (9,68 dan 19,71) per 1000 pasien rawat inap. Proporsi kejadian infeksi nosokomial terbanyak menurut ruang adalah di Edelweis (47,36%) tahun 2009, di ruang bougenville (bedah) (65,3%) tahun 2010 dan di ruang Anggrek (19,47%) tahtn 2011. Distribusi menurut waktu rawat inap (bulan) proporsi tertinggi pada bulan Juli 2009 (36,84%), bulan maret dan agustus 2010 (16,32%), bulan navember 20ll (19,47%). Distribusi menurut jenis kelamin proporsi tertinggi ditemukan pada perempuan untuk tahun 2009 dan 2010 (78,94% dan 63,26%), dan lakilaki (51,05%) pada tahun 2011.



Hasil peneliti lain, menurut Ika (2015), yang berjudul Prevalensi Phlebitis Pada Pasien Rawat Inap Dengan Infus Di RSUD Tugurejo Semarang menunjukkan bahwa Hasil pengukuran lama hari, minimal 3 hari dan maksimal 17 hari. Hasil pengukuran usia, minimal 25 tahun dan maksimal 75 tahun. Hasil pada kelas ruang rawat inap, mayoritas penderita di ruang rawat inap kelas 3 sebesar 86,7% namun hasil proporsi kelas ruang rawat inap, tertinggi pada ruang rawat inap kelas 2 dengan persentase 4,5%. Hasil pada jenis kelamin, mayoritas penderita berjenis kelamin perempuan sebesar 84,4% dan proporsi tertinggi perempuan sebesar 3,0%, tetapi tidak berbeda jauh dengan proporsi laki – laki sebesar 2,8%. Hasil prevalensi sebesar 3,0%.



Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemis. infeksi nosokomial adalah infeksi yang dapat atau timbul pada waktu pasien dirawat dirumah sakit (Badi, 2007).



Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan (Depkes RI No.27, 2017).



Menurut asumsi penelitian diruang rawat inap RSAM Bukittinggi, sebagian besar angka kejadian infeksi nosokomial masih terjadi angka infeksi nosokomial, khususnya infeksi plebitis. Dimana berdasarkan observasi yang dilakukan masih didapatkan tanda dan gelala infeksi nosokomial khusunya plebitis. Hal ini membuktikan bahwa masih kurangnya kesadaran perawat dalam perawatan dan peningkatan pelayanan kesehatan.



5.2.2. Analisa Bivariat a. Hubungan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dari 44 orang responden yang melaksanakan cuci tangan five momen, yang tidak terjadi peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) ditemukan 28 perawat (84,8%). Sedangkan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan five momen, yang tidak terjadi peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial ditemukan sebanyak 5 orang (15,2%). Penelitian yang udah dilakukan oleh Wayunah (2011) tentang “ Hubungan Pengetahuan Perawat Tentang Terapi Infus Dengan Kejadian Plebitis Dan



Kenyamanan Pasien di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Daerah Kabupaten Indramayu”. Hasil analisis lanjut menunjukan ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan perawat tentang terapi infus dengan kejadian plebitis (p=0,000), dan ada hubungan yang signifikan antara penetahuan perawat tentang terapi infus dengan kenyamanan (p=0,000). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Pristianti (2011) tentang “Faktor – Faktor Penyebab Ketidakpatuhan Perawat untuk Melakukan Tindakan Cuci Tangan Sebelum Melkakukan tindakan di Bangsal Ahmad Dahlan dan Salamah RS PKU Muhammadiyah Sruweng”. Hasil penelitian ini menunjukan faktor-faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan perawat untuk melakukan tindakan cuci tangan sebelum tindakan adalah faktor pengetahuan dengan p value 0,003. Partisipasi dengan p value 0,000, faktor sarana 0,002, faktor aktivitas p value 0,008. Persamaan : objek penelitian yaitu perawat dan tentang perilaku cuci tangan. Perbedaan : tempat, waktu dan variabel penelitian serta metode penelitian yang di pakai.



Penelitian yang dilakukan sebelumnya oleh wahyu (2015) tentang hubungan penerapan kewaspadaan standar dengan kejadian infeksi karena jarum infus (plebitis) di Irna Non Bedah RSUP Dr. M Djamil dengan menghubungkan masing – masing variabel di antaranya hubungan perawat cuci tangan sebelum dan sesudah pemasangan infus dengan kejadian plebitis didapatkan hasil bahwa proporsi perawat cuci tangan tidak sesuai prosedur banyak terjadi kejadian plebitis yaitu (71,4%) dibandingkan dengan cuci tangan yang sesuai prosedur 5 yaitu (22,2%). Variabel selanjutnya hubungan perawat memakai sarung tangan sebelum pemasangan infus dengan kejadian plebitis didapatkan hasil bahwa proporsi perawat memakai sarung tangan tidak sesuai prosedur banyak terjadi kejadian plebitis yaitu (81,8%), disbanding dengan yang memakai sarung tangan sesuai prosedur (23,3%). Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RSUD Dr. Soedirman Kebumen pada tanggal 24 Februari tahun 2015 di IGD pada pukul 09.00 WIB dapatkan data untuk tingkat



pengetahuan dan demostrasi perawat tentang prosedur cuci tangan rata – rata 81 % dari jumlah perawat di IGD sebanyak 25 orang, fasilitas handrub baru 4 titik di karenakan bagian IGD baru melakukan relokasi ke rumah sakit baru. Rata – rata kepatuhan karena kesadaran prosedur cuci tangan perawat masih rendah pada tahap prainteraksi menimbulkan beberapa munculnya infeksi nosokomial salah satunya adalah phlebitis.



Hasil survey tim Pengendalian dan Pencegahan Infeksi Rumah Sakit Umum Pusat (RSUP) Sanglah Denpasar didapatkan data 144 kejadian infeksi nosokomial selama tahun 2011. Di Instalasi Rawat Inap D terjadi 33 kejadian infeksi nosokomial, dimana 30 kejadian phlebitis dan 3 kejadian dekubitus. Penyebab dari terjadinya infeksi phlebitis bisa disebabkan oleh hygiene petugas dan penunggu pasien yang kurang melakukan cuci tangan dengan benar (Lindayati, 2012).



Menurut asumsi penelitian ada hubungan antara penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial (plebitis), dimana perawat sangat dibutuhkan untuk mengontrol, mengawasi dan mendorong perawat untuk melaksanakan seluruh prosedur keperawatan sesuai standar operasional prosedur (SOP) karena tanpa pelaksanaan yang sesuai dengan prosedur, cenderung menurun dan sering melalaikan beberapa indikator yang dianggap tidak terlalu kritikal sehingga banyak pelaksanaan tindakan keperawatan yang tidak dilakukan sesuai setandar operasional prosedur kerja. Begitu juga dengan penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap di RSAM bukittinggi, dimana penerapan cuci tangan five momen



dan cuci tangan merupakan faktor yang cenderung



dominan dan berpengaruh dalam ksterilan tindakan. Karena cuci tangan yang baik, juga akan membawa dampak positif terhadap diri kita dan pasien. Sebaliknya jika kita tida melakukan cuci tangan yang baik, kita selalu memberikan hal yang negatif, maka kita juga bisa berpengaruh terhadap diri kita dan pasien, seperti terkena salah satu infeksi nosokomial.



b. Hubungan penerapan cuci tangan 6 langkah dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap. Berdasarkan hasil yang didapatkan bahwa dari 44 orang responden yang melaksanakan cuci tangan 6 langkah, yang tidak terjadi peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial (flebitis) ditemukan 28 perawat (84,8%). Sedangkan perawat yang tidak melaksanakan cuci tangan five momen, yang tidak terjadi peningkatan angka kejadian infeksi nosokomial ditemukan sebanyak 5 orang (15,2%). Penelitian ini sejalan dengan penelitian oleh Elis, Asih, dan Satra (2014) yang berjudul “penerapan hand hygiene perawat di ruang rawat inap rumah sakit di malang” mengatakan bahwa pada 54 perawat di dapatkan 153 kesempatan, yaitu angka kepatuhan cuci tangan sebelum kontak dengan pasien (4%), sebelum tindakan aseptik atau invasif (27%), setelah kontak dengan cairan tubuh pasien (26%), sesudah kontak dengan pasien (27%), setelah kontak dengan benda lingkungan sekitar pasien (56%). Dari hasil studi tersebut paling rendah yaitu dimana angka kepatuhan cuci tangan sebelum kontak pasien masih dilaporkan hasilnya kurang memuaskan. Pelaksanaan cuci tangan tinggi saat perawat atau tenaga kesehatan khawatir tertular penyakit karena kontak dengan mikro organisme, misalnya darah dan urin.



Menurut Darmadi (2008), Cuci tangan menjadi salah satu langkah yang efektif untuk memutuskan rantai transmisi infeksi, sehingga insidensi infeksi nosokomial dapat berkurang. Pencegahan melalui pengendalian infeksi nosokomial di rumah sakit ini mutlak harus dilaksanakan oleh seluruh jajaran managemen rumah sakit meliputi para dokter, bidan, perawat dan lainlain. Pendapat lain dari Hidayat (2009), menjelaskan bahwa mencuci tangan merupakan prosedur awal yang dilakukan petugas kesehatan dalam memberikan kesehatan. Menurut asumsi penelitian cuci tangan 6 langkah merupakan faktor yang cenderung dominan dan berpengaruh dalam ksterilan tindakan. Karena cuci



tangan yang baik, juga akan membawa dampak positif terhadap diri kita dan pasien. Sebaliknya jika kita tida melakukan cuci tangan yang baik, kita selalu memberikan hal yang negatif, maka kita juga bisa berpengaruh terhadap diri kita dan pasien, seperti terkena salah satu infeksi nosokomial. Dimana dari hasih penelitian yang didapatkan semakin seringkita melakukan cuci tangan 6 langkah yang benar semakin sedikit peluang terjadinya infeksi nosokomial, begitu juga sebaliknya semakin kita tidak melakukan cuci tangan yang baik maka semakin besar peluang terjadinya infeksi nosokomial.



5.3 KETERBATASAN PENELITIAN Menurut Nursalam (2008) keterbatasan merupakan sesuatu yang mungkin dapat mengurangi kesimpulan secara umum dalam suatu penelitian. Dalam penelitian ini masih terdapat adanya keterbatasan baik dari peneliti sendiri maupun dikarenakan oleh masalah teknis yang dapat mempengaruhi hasil penelitia. Keterbatasan tersebut diantaranya : a. Keterbatasan Kemampuan Peneliti Dalam peneliti ini merupakan pengalaman pertama bagi peneliti dalam melakukan penelitian. Oleh karena itu masih banyak kekurangan dan ketidak sempurnaan oleh peneliti.



b. Instrumen Peneliti Dalam melakukan pengumpulan data masih banyak kekurangan dalam penelitian ini seperti keterbatasan dalam segi lembar observasi yang perlu pengembangan lebih dalam khususnya untuk melakukan cuci tangan five momen



BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. KESIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan maka dapat diambil beberapa kesimpulan diantaranya : a. Sebagian besar perawat melaksanakan cuci tangan five momen. b. Sebagian besar perawat melaksanakan cuci tangan 6 langkah sesuai dengan prosedur. c. Sebagian besar pasien tidak mengalami tanda dan gejala plebitis. d. Ada hubungan yang bermakna antara penerapan cuci tangan five momen dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2018. e. Ada hubungan yang bermakna antara penerapan cuci tangan 6 langkah dengan angka kejadian infeksi nosokomial diruang rawat inap RSUD Achmad Mochtar Bukittinggi tahun 2018.



6.2. SARAN 6.2.1. Manfaat peneliti Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman bagi peneliti, dan dapat meningkatkan pengetahuan serta memahami tentang riset, khususnya tentang penerapan cuci tangan 5 momen terhadap angka kejadian infeksi nosokomial di ruang rawat inap interne dan bedah tahun 2018.



6.2.2. Bagi rumah sakit Diharapkan semoga dengan adanya penelitian ini dapat memberi informasi dan masukan bagi pengelola penanggulangan infek



6.2.3. Bagi institusi sekolah tinggi ilmu kesehatan Diharapkan semoga dengan adanya penelitian ini sebagai tambahan kepustakaan dalam mengembangkan ilmu kesehatan pada umumnya khususnya ilmu keperawatan.



6.2.4. Bagi pengembangan ilmu Diharapkan semoga dengan adanya penelitian ini sebagai informasi tentang penerapan cuci tangan 5 (five) momen terhadap angka kejadian infeksi nosokomial yang dapat digunakan untuk bahan pustaka, dan dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi peneliti selanjutnya.



DAFTAR PUSTAKA



Azwar, S, (2009). Sikap Manusia, Teori dan Pengukurannya, Jakarta : Pustaka Pelajar. Alimul Hidayat, Aziz. (2009). Metode Penelitian Keperawatan Dan Teknik Analisa Data. Jakarta: Salemba Medika Darmawan, I. Plebitis, apa penyebabnya dan bagaimana cara mengatasinya?;2008.http://www.otsuka.co.id/?content=article_detail&id 68&lang=idiunduh tanggal 1 februari 2015. Darmadi, S, (2008). Infeksi Nosokomial Problematika & Pengendaliannya. Jakarta: Salemba Medika Departemen Kesehatan RI. (2017). Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Jakarta Ernawati, E, dkk, (2014). Penerapan Hand Hygiene Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. Jurnal Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014: Elies Ernawati. Rumah Sakit Islam Hasanah Muhammadiyah Mojokerto, Jl. HOS Cokroaminoto 26-28 Jagalan Magersari Emilyasna, dkk, (2012). Hubungan Penerapan Standar Dengan Kejadian Infeksi Karen Jarum Infus (Phlebitis) di IRNA Non Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang. Jurnal, Marwoto, Agus. (2007) Analisis Kinerja Perawat dalam Pengendalian Infeksi Nosokomial di ruang IRNA 1 RSUP dr. Sadjito, Yogyakarta. Irc-kmpk.ugm.ac.id. Jurnal. Fauzia, N. (2014). Kepatuhan Standar Prosedur Operasional Hand Hygiene pada Perawat di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit. jurnal Indonesia, Republik. (2009). Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit. Jakarta Irawati, Nurma, (2014), Gambaran Pelaksanaan Pemasangan Infus Yang Tidak Sesuai SOP Terhadap Kejadian Plebitis di RSUD dr. Soediran Mangun Sumarso Kabupaten Wonogiri. STIKES Kusuma Husada. Skripsi Kozier, Barbara, dkk. (2010). Buku ajar fundamental keperawatan : konsep, proses, dan praktik, edisi. Volume 1. Jakarta: EGC Kurniadi, Anwar. (2010). Manajemen Keperawatan dan Prosfektifnya. FKUI: Jakarta



Lampiran 1 PERMOHONAN PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Kepada Yth, Bpk/Ibu Calon Responden Penelitian Di Tempat Dengan hormat, Saya yang bertanda tangan dibawah ini adalah mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKes) Perintis Padang : Nama



: GUSTINAWATI



NIM



: 14103084105012



Bermaksud akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Cuci Tangan 5 (Five) Moment Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap RSUD Dr. Achmad Mochtar Tahun 2018”. Demi terlaksananya penelitian ini, khususnya dalam pengambilan data, saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi responden. Penelitian ini tidak berakibat buruk pada responden yang bersangkutan dan informasi yang diberikan responden akan dirahasiakan serta hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Apabila Bapak/Ibu setuju, maka saya mohon Bapak/Ibu menandatangani lembar persetujuan yang saya sertakan dalam surat ini. Atas ke sediaan dan kerjasama Bapak/Ibu sebagai responden saya mengucapkan terima kasih. Bukittinggi, Februari 2018 Peneliti Gustinawati



Lampiran 2 PERSETUJUAN MENJADI RESPONDEN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama



:



Umur



:



Ruangan



:



Dengan ini menyatakan bahwa saya bersedia untuk berpartisipasi menjadi responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswi Program Studi Ilmu Keperawatan STIKes Perintis Padang dengan judul “Penerapan Cuci Tangan 5 (Five) Moment Terhadap Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di Ruang Rawat Inap Bedah Dan Interne RSUD Dr. Achmad Mochtar Tahun 2017”. Tanda tangan saya menunjukkan saya sudah diberi informasi dan memutuskan untuk berpartisipasi dalam penelitian.



Bukittinggi, Februari 2018 Yang menyatakan,



(



)



Lampiran 3 LEMBAR OBSERVASI



Penerapan Cuci Tangan 5 (Five) Moment Dengan Angka Kejadian Infeksi Nosokomial Di RSUD Dr. Achmad Mochtar Tahun 2018



No Responden :



( Diisi oleh peneliti )



A. IDENTITAS RESPONDEN 1. Nama Inisial



:



2. Umur



:



3. Jenis Kelamin



: ( ) Laki-Laki.



4. Pendidikan



:



5. Masa Kerja



:



6. Tanggal Pengisian



:



Tahun ( ) Perempuan



B. PERNYATAN LEMBAR OBSERVASI NO



Pertanyaan



1.



Sebelum kontak dengan pasien



2.



Sebelum tindakan aseptik



3.



Setelah terkena cairan tubuh pasien



4.



Setelah kontak dengan pasien



5.



Setelah kontak dengan lingkungan pasien



Total nilai :



YA



TIDAK



B. PROSEDUR CUCI TANGAN No



Aspek Yang Dinilai



Pilihan Jawaban Dilakukan



1 2



3 4



5 6



Gosok telapak tangan secara lembut dengan arah memutar Telapak tangan atas punggung tangan kiri dengan jari saling menjain sebaliknya Gosok sela-sela jari Bersihkan ujung jari secara bergantian dengan posisi saling mengunci Gosok dan putar kedua ibu jari secara bergantian Letakkan ujung jari ketelapak tangan kemudian gosok perlahan



Total nilai :



Tidak Dilakukan



C. Kejadian Flebitis Menggunakan VIP Score (Visual Infusion Phlebitis Score)



No



Parameter



1.



Nyeri sepanjang kanul



2.



Kemerahan



3.



Pembengkakan



4.



Vena teraba keras



5.



Pireksia



Pilihan Jawaban Tidak Terjadi Terjadi



Total :



o



Lampiran 8



Jadwal Kegiatan Penelitian Bulan/ Tahun



Uraian Kegiatan



2017/2018 Sep Pemilihan Peminatan dan Pengajuan Tema Penelitian Registrasi Judul Penulisan Proposal Ujian Seminar Proposal Perbaikan proposal Penelitian Pengumpulan Proposal Penelitian Penelitian Penulisan Hasil Penelitian Pengumpulan skripsi



0. Ujian Skripsi



1. Perbaikan Pengumpulan Skripsi



Okto



Nov



Des



Jan



Feb



Mar



April



Mei



Juni