6 0 969 KB
RESPONS KALUS EMBRIOGENIK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) var. kidang kencana TERHADAP BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR DALAM PROSES INDUKSI AKAR
(Skripsi)
Oleh
SRI HABSARI PUJI ASTUTI NPM 15722066
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2019
ABSTRAK
RESPONS KALUS EMBRIOGENIK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) Var. Kidang Kencana TERHADAP BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR DALAM PROSES INDUKSI AKAR
Oleh Sri Habsari Puji Astuti
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan komposisi media kultur yang tepat dan optimal untuk pertumbuhan akar dari kalus embriogenik tebu. Penelitian ini bertempat di Laboraturium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Lampung. Proses induksi akar ini dilakukan melalui modifikasi media MS dengan campuran IAA, Kinetin, CM, 2,4-D, dan sukrosa yang dilakukan dengan Rancangan Acak Kelompok . Variabel yang diamati adalah respons kalus, waktu tumbuh akar, panjang akar dan jumlah akar. Hasil penelitian dan pengujian menunjukkan bahwa komposisi media berpengaruh terhadap perkembangan akar. Media dengan kombinasi IAA menghasilkan respons berupa akar, namun media dengan kombinasi 2,4-D memberikan respons berupa pelebaran kalus. Hasil pengamatan menunjukkan perlakuan terbaik untuk pengakaran adalah kombinasi media IAA 1 mg.l-1 baik berupa rata-rata panjang 1,56 dan jumlah akar 2,08.
Kata Kunci: Kultur Jaringan, induksi akar, Tanaman Tebu (Saccharum officinarum)
RESPONS KALUS EMBRIOGENIK TANAMAN TEBU (Saccharum officinarum) var. kidang kencana TERHADAP BERBAGAI MODIFIKASI MEDIA KULTUR DALAM PROSES PENGAKARAN
Oleh
Sri Habsari Puji Astuti NPM 15722065
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Sarjana Terapan Pertanian (S.Tr.P.)
pada Program Studi Produksi dan Manajemen Industri Perkebunan Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan
POLITEKNIK NEGERI LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2020
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis disitasi dalam naskah ini dan disebutkan dalam Daftar Pustaka.
Bandar Lampung, 2 Februari 2020
Sri Habsari Puji Astuti
PERSEMBAHAN
Teriring sujud syukurku kepada Allah SWT, Kupersembahkan karyaku untuk :
Orang Tuaku (Mama dan Papa), Kakak-kakakku atas segala do’a, bimbingan, pengorbanan serta kasih sayang tiada tara. Sahabat-sahabatku angkatan 2015. Circleku (Tetangga, keluarga, teman) yang memiliki sifat
overcaring selalu menanyakan “Kapan kamu wisuda si x udah wisuda loh masa kamu belum?” Serta Almamater kebanggaanku
MOTTO “DUNIA ITU SELUAS LANGKAH KAKI. JELAJAHILAH DAN JANGAN PERNAH TAKUT MELANGKAH. HANYA DENGAN ITU KITA BISA MENGERTI KEHIDUPAN DAN MENYATU DENGANNYA” -SOE HOK GIE-
“Terbentur, terbentur, terbentur, terbentuk” -Tan Malaka“Jika prosesmu lebih lebih berat dari orang lain perbanyaklah bersyukur, jika proses mu lebih mudah dari orang lain maka hati-hatilah itu merupakan suatu ujian yang tidak disadari.” -Yolania Eka Hardini“Kalau tidak bisa berlari maka berjalanlah, kalau tidak bisa berjalan maka merangkaklah, kalau tidak bisa merangkak ya ngesot juga boleh, yang terpenting jangan pernah berhenti ataupun meninggalkan apa yang telah kamu mulai.” -Habsari-
RIWAYAT HIDUP
Skripsi ini ditulis oleh seorang Putri Jawa dari Desa Tanjung sari, Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan. Anak kelima dari lima bersaudara pasangan Bapak Triyono dan Ibu Sri Astuti. Penulis lahir pada tanggal 25 Mei 1997. Mengawali pendidikan Sekolah Dasar Negeri 1 Tanjung Sari, dan lulus tahun 2009. Kemudian melanjutkan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Natar, dan lulus tahun 2012. Selanjutnya menempuh pendidikan di Sekolah Menengah Atas Swadhipa Natar, lulus tahun 2015. Pada tahun yang sama penulis diterima di Program Studi Produksi dan Manajemen Industri Perkebunan, Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan Politeknik Negeri Lampung jalur Penelusuran Minat Kemampuan Akademik dan Bakat (PMKAB). Selama di perguruan tinggi, penulis pernah tergabung di beberapa organisasi. Mulai tahun 2016
sebagai staff bendahara umum Majelis
Permusyawaratan Mahasiswa Keluarga Besar Mahasiswa Politeknik Negeri Lampung (MPM KBM Polinela). Tahun 2017 penulis aktif sebagai ketua umum MPM KBM Polinela, sekaligus merangkap Steering coomite Forum Lembaga Legislatif Mahasiswa Indonesia (FL2MI) Daerah Lampung. Tahun selanjutnya 2018 -2019 sebagai anggota Women March Lampung. Pada Tahun 2019 penulis juga aktif di lembaga kerelawanan Dompet Duafa Lampung sebagai Volunteer.
Selama di perguruan tinggi, penulis pernah mendapatkan Peringkat I Mahasiswa Berprestasi D IV tingkat Politeknik Negeri Lampung pada Tahun 2018. Ditahun yang sama penulis menjadi perwakilan Lampung dalam Latihan Kepemimpinan
Manajemen
Mahasiswa
Tingkat
Lanjut
(LKMM-TL)
Kementerian Ristet Teknologi dan Pendidikan Tinggi di Bekasi Penulis melaksanakan kegiatan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Kebangsaan di Desa Maringgai, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten Lampung Timur Tahun 2018. Serta melaksanakan Kegiatan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di PT. Pemukasakti Manis Indah, Pakuan Ratu Way Kanan.
KATA PENGANTAR
Penulis memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat meyelesaikan skripsi dengan judul
“Respons Kalus Embriogenik Tanaman Tebu
(Saccharum officinarum) var. kidang kencana terhadap Berbagai Modifikasi Media Kultur dalam Proses Induksi Akar”. Dalam menyelesaikan skripsi ini ini, penulis tidak lepas dari hambatan dan kesulitan, namun atas bantuan dari berbagai pihak akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan harapan penulis. Penulis ingin menyampaikan terimakasih kepada Mama dan Papa tercinta yang
telah
membesarkanku
dengan
penuh
kasih
sayang,
mendidikku,
membimbingku, dan selalu mendo’akan keberhasilanku dengan ikhlas. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada: 1.
Ir. Wiwik Indrawati, M.P. dan Ir. Dedi Supriyatdi, M.P. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan bimbingan, dorongan, pengarahan, serta nasehat dengan penuh keikhlasan dan kesabaran dalam menyusun skripsi ini.
2.
Ir. M. Tahir, M.P. selaku Ketua Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan dan Ir. Any Kusumastuti, M.P. selaku Ketua Program Studi Produksi dan Manajemen Industri Perkebunan.
3.
Seluruh dosen dan teknisi Jurusan Budidaya Tanaman Perkebunan dan bapak Fifit Y, selaku teknisi Laboratorium Kultur Jaringan yang telah sabar mendidik, membagi ilmu dan pengetahuannya serta selalu sabar membimbing dalam setiap kegiatan.
4.
Kakak ku Setiaji Probonegoro, Sitaresmi Kusumaningrum, Sudarmaji Padmonegoro dan Candrarini Puspita Ningtyas .
5.
Sahabat-sahabatku Wulandari, Yolania Eka Hardini, Dewi Sartika, Sucen Rosadi, Maria Ulfa, Alm. Marisa Yuningsih, Neti Yuliani, Riki Rudianto dan Suma Adi Prabowo yang selalu mendengarkan keluh kesah hati dan batinku.
6.
Seluruh keluarga besar Presidium Inti Majelis Permusyawaratan Mahasiswa 2015 (Joni, Daud, Aziz, Yoga, Utomo, Sandi, Wicak, Luthfi, Diana, Dini, Nadia, Dewi)
yang selalu memberikan semangat, semoga
makin kompak. 7.
Almamater ku tercinta yang membuat aku menjadi sarjana terapan yang memiliki skill yang lebih
Penulis berharap semoga Allah SWT membalas kebaikan mereka semua dan penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan sehingga penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifanya membangun.
Bandar Lampung, 4 Februari 2020
Penulis
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .........................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
I.
PENDAHULUAN ...............................................................................
1
1.1. Latar Belakang ............................................................................
1
1.2. Tujuan...........................................................................................
2
1.3. Kerangka Pemikiran ....................................................................
2
1.4. Hipotesis ......................................................................................
4
1.5. Kontribusi ....................................................................................
4
Tinjauan Pustaka ..................................................................................
5
2.1. Tanaman Tebu .............................................................................
5
2.2. Kultur Jaringan .............................................................................
6
METODOLOGI ...................................................................................
8
3.1. Tempat dan Waktu ......................................................................
8
3.2. Bahan dan Alat ............................................................................
8
3.3. Rancangan Penelitian dan Analisis Data .....................................
8
3.4. Pelaksanaan Penelitian ................................................................
10
3.5. Pengamatan .................................................................................
12
Hasil dan Pembahasan .........................................................................
13
4.1. Respons Kalus terhadap Media Perlakuan .................................
13
4.2. Pengaruh Media pada Hari Tumbuh ..........................................
16
4.3. Pengaruh Media pada Panjang Akar ..........................................
18
4.4. Pengaruh Media pada Jumlah Akar ...........................................
20
V.
KESIMPULAN ...................................................................................
21
VI.
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................
22
VII. LAMPIRAN ........................................................................................
25
II.
III.
IV.
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Tata Letak Percobaan .................................................................................
9
2. Respons Kalus Embriogenik terhadap Media Perlakuan ...........................
14
3. Respons Kalus Embriogenik terhadap Media Perlakuan 2,4 D 1 mg+Sukrosa 3% ............................................................................
15
4. Respons Kalus Embriogenik terhadap Media Perlakuan 2,4 D 1,5 mg+Sukrosa 5% .........................................................................
15
5. Nilai Rata-rata Perbandingan Waktu Kemunculan Akar dari Kalus Embriogenik Tebu Varietas Kidang Kencana Umur 5 MST terhadap Berbagai Media Perlakuan ..........................................................
16
6. Nilai Rata-rata Perbandingan Panjang Akar yang Terbentuk dari Kalus Embriogenik Tebu Varietas Kidang Kencana Umur 5 MST terhadap Berbagai Media Perlakuan ..........................................................
18
7. Nilai Rata-rata Perbandingan Jumlah Akar yang Terbentuk dari Kalus Embriogenik Tebu Varietas Kidang Kencana Umur 5 MST terhadap Berbagai Media Perlakuan ..........................................................
21
DAFTAR TABEL Tabel
Halaman
1. Komposisi Media Kultur .........................................................................
9
2. Formulasi Murashige & Skoog ...............................................................
11
3. Transformasi Kecepatan Tumbuh Akar .................................................
25
4. Transformasi Panjang Akar ....................................................................
25
5. Transformasi Jumlah Akar .....................................................................
26
6. Standar Error Kecepatan Tumbuh Akar .................................................
26
7. Standar Error Panjang Akar ...................................................................
27
8. Standar Error Jumlah Akar .....................................................................
27
I.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Tebu (Saccharum officinarum) merupakan salah satu bahan penghasil gula utama di Indonesia dan memiliki peran penting dalam perekonomian Indonesia dan menjadi sumber devisa negara. Kemenperin (2018) mencatat, produksi gula nasional mencapai 2,17 juta ton. Sementara, kebutuhan gula nasional mencapai angka 66 juta ton. Ini menandakan Indonesia baru mampu memenuhi 3,29% dari kebutuhan nasional. Perlu perluasan areal dan penyediaan bibit bermutu 1.5 sampai 2 milliar bibit pertahun untuk mendukung peningkatan produksi gula yang selama 3 dasawarsa ini terus mengalami kemerosotan. Umumnya perbanyakan bibit tebu masih menggunakan metode konvensional melalui stek (vegetatif). Metode konvensional ini memiliki beberapa kekurangan antara lain harus memiliki lahan yang luas, tanaman induk serta tenaga kerja yang cukup banyak, masih tergantung kepada musim tanam, serta tingkat kontaminasi patogen yang tinggi sehingga sulit dihidari (Minarsih, 2013). Kekurangan bibit dalam jumlah banyak ini dapat diatasi dengan menggunakan metode kultur jaringan. Kultur Jaringan sudah diaplikasikan untuk mendapatkan produksi bibit secara massal, efisien secara biaya, cepat, dan tentunya bebas patogen di berbagai tanaman pangan, hortikultura, dan industri (Bahera dan Sahoo, 2009).
2
Untuk menangani masalah tersebut, metode kultur jaringan merupakan solusi terbaik untuk melakukan perbanyakan bibit massal yang unggul, bebas patogen dalam waktu yang relatif singkat.
1.2.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan komposisi media kultur yang tepat dan optimal untuk pertumbuhan akar dari kalus embriogenik tebu. 1.3. Kerangka Pemikiran Kultur jaringan adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel, protoplast, jaringan, dan organ.
Untuk menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang
mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik, sehingga bagianbagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali. Kultur organ merupakan pembiakan yang bahan tanamnya menggunakan organ, seperti ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga, buah muda, akar dan organ lainnya. Totipotensi adalah kemampuan satu sel tunggal untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi individu baru yang utuh bila berada dilingkungan yang sesuai. Teori ini didasarkan pada teori sel yang dikemukakan pertama kali oleh Jakob Schleiden dan Theodor Schwann (1838-1839). Berdasarkan teori tersebut, “jika sebuah sel berada dalam kondisi yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan, sel tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi individu baru”. Seperti ujung akar, pucuk aksilar, tangkai daun, helaian daun, bunga dan lain-lain. Keberhasilan perbanyakan tanaman secara in vitro baik melalui organogenesis maupun embriogenesis somatik sangat
3
dipengaruhi oleh genotip dan eksplan, jenis media dasar, serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan (Yusnita, 2003). Skoog dan Miller (1957) dalam Yusnita (2003),
mengemukakan bahwa
regenerasi tunas dan akar in vitro dikontrol secara hormonal oleh ZPT sitokinin dan auksin. Namun demikian, karena interaksi yang nyata antara ZPT dengan faktor genetik tanaman yang dikulturkan, maka kebutuhan akan jenis dan konsentrasi auksin dengan atau tanpa sitokinin sebagai stimuli dalam regenerasi organ (tunas/akar) pun bersifat species-spesific. Kekhususan akan kebutuhan jenis dan konsentrasi ZPT yang diperlukan untuk regenerasi kalus, tunas, atau akar in vitro ini teramati pada beragam tanaman yang berbeda (Yusnita, 2015). 2,4-D, Piclogram, dan Thiadiazuron (TDZ) berpengaruh untuk induksi kalus tebu (Abu, Mekbib, dan Teklewold, 2014; Ali, Khan, dan Iqbal, 2012). Untuk regenerasi perakaran tebu dan tunas menggunakan IBA, NAA, IAA, Kinetin dan BAP dalam berbagai macam konsentrasi. (Ali, Khan, dan Iqbal, 2012; Abu, Mekbib, dan Teklewold, 2014; Baheraa dan Sahoo, 2016). Lestari dan Husni (1997) melaporkan penggunaan IAA 1 mg/l terbukti menghasilkan akar terbanyak dibandingkan dengan perlakuan lainnya pada tanaman inggu. Pada tanaman Mukikachu (Colocasia esculenta) IAA terbaik untuk pertumbuhan akar justru pada konsentrasi 0,5 mg/l. (Bhuiyan, et al. 2011) Umumnya penggunaan sukrosa dalam kultur jaringan berkisar 1-5% (Yusnita,2003). Wijayanti, Isda, dan Lestari (2015) melaporkan perlakuan sukrosa 3% pada induksi tanaman jeruk siam (Citrus nabilis Lour.) memberikan pengaruh signifikan pada panjang akar dan jumlah akar dibandingkan dengan taraf sukrosa
4
yang lain. Pada pengakaran tebu sukrosa yang tepat dalam merangsang jumlah akar terbaik adalah dosis 5%. (Samudera, Rianto, Historiawati, 2019). Trigiano dan Dennis (2000) Umumnya penggunaan air kelapa pada kultur jaringan berkisar antara 1-15%.
1.4. Hipotesis Terdapat kombinasi media kultur dengan berbagai jenis modifikasi yang terbaik dan optimal untuk induksi akar.
1.5. Kontribusi Kontribusi yang diharapkan
adalah sebagai sumber rujukan
dalam
penentuan komposisi media yang optimal untuk pertumbuhan akar dari eksplan kalus tanaman tebu dan sebagai sumber bibit yang bebas patogen dan seragam.
II.nTINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tanaman Tebu Tanaman tebu dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledonae
Ordo
: Poales
Familia
: Poaceae
Genus
: Saccharum
Spesies
: Saccharum officinarum Linn
James (2004) menjelaskan tebu memiliki batang yang tidak bercabang dengan panjang 2-4 m atau lebih dengan diameter yang dapat mencapai 5 cm. Umumnya batang tebu tumbuh lurus, tetapi terkadang beberapa batang tebu tumbuh berlikuliku. Bentuk ruas tebu adalah silindris, kanus, bikankaf dan sebagainya. Bentuk ini tergantung dari varietasnya. Daunnya terbagi menjadi helai daun dan pelepah daun. Bentuk helai daun berbentuk seperti pita dengan ukuran panjang 1,2 m dan tergantung pada lingkungan dan varietasnya. Tebu tidak memiliki tangkai daun, pelepah daun menempel pada batang tebu dan dibatasi oleh lidah daun. Ujung daun berbentuk runcing dan bergerigi. Bunga tebu tersusun dari malai yang telah mengalami pertumbuhan vegetatif. Bentuk pembungaan malai memanjang. Bunga muncul dari pangkal pertumbuhan vegetatif tebu. Umur bunga bervariasi mulai 8-18 bulan tergantung pada varietas, iklim dan waktu tanam. Bunga tebu merupakan bunga sempurna, keberadaannya
6
juga dapat menurunkan kadar sukrosa batang tebu. Hal ini disebabkan oleh energi yang akan digunakan untuk membentuk sukrosa akan berkurang karena dialokasikan untuk pembentukan bunga. 2.2 Kultur Jaringan Kultur jaringan memiliki keunggulan menghasilkan tanaman seragam dan cepat (Zulkarnain, 2009), bibit yang bebas patogen dan penyakit dan dapat dimanfaatkan sebagai penyimpanan plasma nutfah (Pence, 2010). Salah satu faktor penentu keberhasilan perbanyakan tanaman secara kultur jaringan adalah media. Media telah diformulasikan untuk optimalisasi tanaman yang dikulturkan, baik media cair maupun padat (Yusnita, 2003). Media Kultur yang baik harus mengandung unsur hara makro dan mikro dengan perbandingan yang tepat serta karbohidrat sebagai sumber energi, formulasi media yang sering digunakan dalam kultur jaringan diantaranya adalah media MS (Murashige and Skoog, 1962). Karbohidrat dalam kultur jaringan berfungsi sebagai sumber energi dan menjaga keseimbangan tekanan osmotik dalam medium. Sukrosa digunakan sebagai sumber karbohidrat dengan kadar 2-5% (Pierik, 1987). Selain kandungan media, pH merupakan faktor penting didalam aplikasi metode kultur jaringan, pH berpengaruh pada pelarutan garam-garam penyusun media, pengambilan ZPT, dan pemadatan agar-agar. Kisaran pH yang optimal dalam kultur jaringan adalah 5,0-6,5. Faktor lain yang mempengaruhi keberhasilan inisiasi adalah eksplan. Baik sumber eksplan, ukuran eksplan dan umur eksplan yang akan dipilih untuk perbanayakan kultur jaringan (George, Hall, dan De-Klerk, 2008)
7
Hormon yang terdapat pada tanaman dikenal dengan sebutan fitohormon. Fitohormon adalah senyawa-senyawa yang dihasilkan oleh tanaman itu sendiri secara endogen. Senyawa tersebut berperan dalam merangsang dan meningkatkan pertumbuhan serta perkembangan sel, jaringan dan organ tanaman menuju arah diferensiasi tertentu. Senyawa-senyawa lain yang memiliki fungsi seperti hormon dan diproduksi secara eksogen adalah Zat Pengatur Tumbuh atau hormon sintetik (Pierik, 1987). Hormon sintetik yang ditambahkan merupakan Zat Pengatur Tumbuh (Hendrayono dan Wijayani, 1994). Zat Pengatur Tumbuh merupakan senyawa organik bukan hara yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit yang dapat mendukung, menghambat dan merubah fungsi fisiologi tumbuhan (Abidin, 1985). Jenis Zat Pengatur Tumbuh yang sering digunakan dalam kultur jaringan antara lain auksin, sitokinin dan giberelin (Gunawan, 1995).
Selain hormon
sintetik, bahan alami seperti air kelapa(CM), pisang dan juice tomat ditambahkan dalam media.
Penggunaan dari hormon sintetik dan bahan alami dapat
ditambahkan dalam media secara terpisah, namun tidak jarang perpaduan dari keduanya.
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Kegiatan ini akan dilaksanakan pada bulan Desember 2019 hingga Januari 2020 bertempat di Laboratorium Kultur Jaringan Politeknik Negeri Lampung. 3.2.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah gelas piala, gelas ukur, pipet, timbangan digital, spatula, pH meter, panci, kompor, autoklaf, botol kultur, gunting, laminar air flow, pinset, petridish, bunsen, rak kultur, termometer suhu ruangan, pengaduk kaca. Bahan yang digunakan adalah media dasar MS, gula, agar-agr 7 g.l-1, aquades, IAA, Kinetin, 2.4-D, Air Kelapa, dan kalus embriogenik tebu varietas Kidang Kencana yang diperoleh dari Balai Besar Bioteknologi Sumber Daya dan Genetik Pertanian (BB Biogen) Bogor. 3.3. Rancangan Penelitian dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 4 perlakuan komposisi media tanam dengan zpt yang berbeda (Tabel 1) dan diulang sebanyak 6 kali sehingga diperoleh 24 satuan percoban, setiap satuan percobaan terdapat 4 botol. Data respons kalus diamati secara visual sedangkan variabel lain dianalisis dengan menggunakan Standar Error of Mean.
9
Tabel 1. Komposisi Media Kultur No 1
Bahan Media -1 -1 -1 MS+IAA(0,5 mg.l )+kin (0,2 mg.l )+CM (70ml.l ) + Media 1 sucrosa 3% (M1) 2. MS+IAA (1 mg.l-1)+kin (0,2 mg.l-1)+CM (70ml.l-1) + Media 2 sucrosa 5% (M2) 4 MS+2,4-D (1 mg.l-1)+kin (0,2mg.l-1)+CM (70ml.l-1) + Media 3 sucrosa 3% (M3) 3. MS+2,4-D(1,5mg.l-1)+kin (0,2mg.l-1)+CM (70ml.l-1)+ Media 4 sucrosa 5% (M4) Keterangan: MS = Murashige dan skoog IAA = Indil Acetic Acid (Auksin) Kin = Kinetin (Sitokinin) CM = Coconut Milk (Air Kelapa) Sucrosa= Gula 2,4 D = 2,4 Diclorophenoxy Acetic Acid (Auksin)
= ±
∑ – (∑ ) /n n(n − 1)
Keterangan : SE : Standar Error of the Mean Xi : Nilai pegamatan ke i N : Banyaknya pengamatan
M1
M2
M3
M3
M4
M4
M3
M3
M1
M4
M3
M3
M2
M1
M4
M1
M1
M2
M4
M4
M2
M2
M2
M1
U1
U2
U3
U4
U5
U6
Gambar 1. Tata letak percobaan
10
3.4. Pelaksanaan Penelitian 3.4.1. Pembuatan media kultur Alat-alat yang akan digunakan seperti botol dicuci bersih mengunakan sabun, kemudian dikeringkan dan dtutup dengan plastik bagian atasnya serta ikat dengan karet dan disterilkan menggunakan autoklaf pada suhu 121 ºC selama 60 Menit. Media dasar yang digunakan untuk perlakuan adalah media MS
seperti
tertera pada Tabel 2. Larutan MS dibuat terlebih dahulu sebelum membuat media. Untuk melarutkan 2,4 D dan IAA dan bahan-bahan lain dalam larutan, larutan diaduk dengan magnetic stirrer. Setelah larutan sudah siap, dikombinasikan sesuai dengan tabel formulasi MS dan tabel perlakuan. Media memerlukan penyesuaian pH yaitu berkisar antara 5,7-5,9. Untuk menyesuaikan pH digunakan larutan KOH 1N bila pH berada dibawah kisaran yang dikehendaki dan larutan HCl 1N bila pH diatas kisaran tersebut. Media dipadatkan dengan cara menambahkan agar 7 g.l-1 sedikit demi sedikit sambil diaduk sampai homogen dan mendidih. Media yang telah dimasak dimasukan kedalam botol kultur. Satu Liter media kultur dibagi ke dalam 25 botol kultur dengan menggunakan sendok sayur, sehingga volume media dalam satu botol adalah 40 ml, lalu tutup menggunakan plastik bening tahan panas dan diikat dengan karet hingga rapat. Botol kultur yang telah diisi media disterilkan menggunakan autoklaf selama 20 menit pada suhu 121ºC.
11
Tabel 2. Formulasi Media Murashige dan Skoog Senyawa Hara Makro A NH4NO3 KNO3 MgSO4.7H2O KH2PO4 Hara Makro B CaCl2.2H2O Hara Mikro A MnSO4H2O ZnSO4.7H2O H3BO3 Hara Mikro B KI Na2MoO4.7H2O CuSO4.5H2O CoCl2 .6H2O Hara Mikro C FeSO4.7H2O Na2EDTA Vitamin Tiamin-HCI Pirodoksin-HCI Asam nikotianat Glisin Mio-inositol
Konsentrasi dalam media (mg.l-1) 1650 1900 370 170 440 8,6 6,2 8,6 0,830 0,250 0,025 0,025 27,8 37,3 0,1 0,5 0,5 2,0 100
3.4.2. Penanaman Penanaman kalus pada media kultur dilakukan di Laminar Air Flow Cabinet dengan kondisi aseptik dengan ukuran kalus 0,5 cm. Eksplan yang telah ditanam diinkubasi 21-35 hari sampai muncul akar didalam ruangan terang bersuhu 20-22 ºC.
12
3.5. Pengamatan Pengamatan dilakukan setelah kultur berumur 3 minggu setelah eksplan ditanam. Variabel yang diamati adalah : 1. Respons Kalus Respons kalus diamati secara visual, diamati pada 2 MST dan selanjutnya diteruskan pada 3 MST, 4 MST, dan 5 MST. 2. Kecepatan Pembentukan Akar Kecepatan pembentukan diamati secara visual, diamati pada 2 MST dan selanjutnya diteruskan pada 3 MST, 4 MST, dan 5 MST. 3. Jumlah Akar Jumlah akar diamati pada 5 MST, dengan cara dikeluarkan dari botol kultur. 4. Panjang Akar Panjang diamati pada 5 MST, dengan cara dikeluarkan dari botol kultur, kemudian kalus dipindahkan ke dalam cawan petri yang dibawahnya sudah ditempatkan kertas milimeter blok.
13
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Respons Kalus Embriogenik terhadap Media Perlakuan Respons kalus embriogenik berbeda pada 4 kombinasi media perlakuan. Pada Gambar 2 dapat dilihat bahwa perlakuan IAA 0,5 mg+sukrosa 3% dan IAA 1 mg+ssukrosa 5%
menunjukkan respons akar dari kalus embriogenik yang
ditanam, sedangkan pada perlakuan 2,4-D 1 mg+sukrosa 3% dan 2,4-D 1,5 mg+sukrosa 5% kalus memberikan respons berupa pelebaran kalus. Menurut Decruse, et al (2003) pembentukan tipe morfogenesis yang ingin dibentuk sangat bergantung pada kombinasi perbandingan perlakuan sitokinin dan auksin. Jafari dan Khalid (2011) menyatakan jika konsentrasi auksin lebih tinggi maka akan memacu pertumbuhan tinggi dan panjang akar sedangkan jika sitokinin lebih tinggi akan memacu pertunasan. IAA, NAA, dan IBA merupakan ZPT dari golongan auksin berpengaruh terhadap perkembangan sel, dan berfungsi merangsang pertumbuhan akar eksplan tanaman (Amin et al, 2009). Sedangkan menurut Lan, et al (2009) 2,4 D berperan dalam pembentukan embriogenesis secara langsung. Kalus embriogenik yang ditanam dalam media MS+2,4-D baik pada konsentrasi 1 mg ataupun 1,5 mg tidak mampu menginduksi perakaran, namun hanya memicu pertumbuhan kalus fenomena ini dijelaskan dengan pendapat Abidin (1990), kalus akan terbentuk pada media yang mengandung konsentrasi auksin dan sitokinin yang tidak seimbang dan diperjelas lagi oleh Thomas dan Chaturvendi (2008) yang mengatakan bahwa 2,4-D merupakan auksin yang
14
memiliki daya aktivitas kuat, akan tetapi jika dikombinasikan dengan sitokinin rendah justru akan memicu pembentukan kalus.
Hal ini didukung pula oleh
pernyataan Gati dan Mayriska (1992), 2,4-D efektif untuk memicu pertumbuhan kalus karena aktivitasnya yang kuat untuk merangsang, proses diferensiasi sel, menekan organogenesis serta menjaga pertumbuhan kalus. Auksin yang umum digunakan pada tahap inisisasi dan multiplikasi sel adalah 2,4-D kisaran 0,5-1 mg.l-1, untuk ploriferasi kalus (Abas, 2010)
a
c
b
d
Gambar 2. Respons kalus embriogenik yang ditanam di media pengakaran (a) MS+IAA 0,5 mg+sukrosa 3%, (b) MS+IAA 1 mg+sukrosa 5%, (c) MS+2,4D 1 mg+sukrosa 3%, (d) MS+2,4 D 1,5 mg+sukrosa 5% Pada 5 MST
15
a
b
c
c
Gambar 3. Respons kalus embriogenik yang ditanam di Media Perlakuan MS+2,4D 1 mg+sukrosa 3% (a) 2 MST, (b) 3 MST, (c) 4 MST, (d) 5 MST
a
b
c
d
Gambar 4. Respons kalus embriogenik yang ditanam di Media Perlakuan MS+2,4D 1,5 mg+sukrosa 5% (a) 2 MST, (b) 3 MST, (c) 4 MST, (d) 5 MST
16
4.2. Kecepatan Waktu Tumbuh Akar Pada Gambar 3 terlihat bahwa waktu tumbuh akar rata-rata tercepat dicapai perlakuan IAA 1 mg+sukrosa 5% sebesar 3,98 diikuti oleh perlakuan IAA 0,5 mg+sukrosa 3% sebesar 4,12. Sedangkan perlakuan 2,4 D (1 dan 1,5 mg) tidak memberikan respons. 5,00 4,50
4,12
3,98
4,00 Hari Tumbuh
3,50 3,00 2,50 2,00 1,50 1,00
0,71
0,71
M3
M4
0,50 0,00 M1
M2
Media Perlakuan
Gambar 5. Nilai rata-rata waktu tumbuh akar yang terbentuk dari kalus embriogenik tebu varietas kidang kencana umur 5 MST di berbagai media perlakuan. Meskipun hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan IAA dan sukrosa tidak berpengaruh terhadap waktu kemunculan hari, namun kombinasi perlakuan yang menumbuhkan akar lebih cepat adalah IAA 1 mg+sukrosa 5%. Menurut Hartman, et al (2002) bahwa inisiasi dan pembentukan akar melalui proses auksin aktif yaitu penambahan auksin eksogen harus ditambahkan. Diduga kandungan auksin endogen dalam kalus rendah sehingga media IAA 0,5+sukrosa 3% dan IAA 1+sukrosa 5% belum mampu memberikan pengaruh terhadap kecepatan waktu tumbuh akar.
17
Menurut Pierik (1987) Pemberian auksin pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan permeabilitas masuknya air ke dalam sel sehingga mempercepat pembentukan akar dan jaringan tanaman. Fenomena ini berbeda dengan yang dikemukakan Gaba (2005) bahwa konsentrasi auksin yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan akar. Fenomena ini pun terjadi pada induksi akar mukikachu, pada rentang konsentrasi IAA 0-2,0 mg, pertumbuhan tercepat justru pada dosis 0,5 mg (Bhuiyan, 2011). Hal ini diduga auksin endogen dalam eksplan kalus rendah, sehingga pemberian taraf IAA 1 mg dapat memacu pertumbuhan lebih cepat dibandingkan dengan IAA 0,5 mg. Sumber karbon, sumber energi, pengatur osmotik, pengatur stabilisasi membran, pelindung dari stress merupakan peran sukrosa (Ni’mah, Ratnasari, dan Budipramana, 2012). Menurut (Srilestari, 2005) media yang mengandung sukrosa lebih tinggi larutannya akan semakin pekat dari pada yang memiliki konsentrasi sukrosa lebih tinggi, sehingga arah gerakan difusinya bergerak ke konsentrasinya lebih rendah. Keadaan ini mengakibatkan sel-sel yang akan ditumbuhkan pada media yang memiliki sukrosa dengan konsentrasi lebih tinggi lebih cepat menerima
unsur-unsur
hara
yang
diperlukan
bagi
perkembangan
dan
pertumbuhannya. Kecepatan penerimaan unsur hara inilah yang memicu pertumbuhan akar lebih cepat pada media yang mengandung sukrosa dengan konsentrasi lebih tinggi dibandingkan dengan media dengan sukrosa rendah.
18
4.3. Pengaruh Media Perlakuan pada Panjang Akar Pengamatan panjang akar dilaksanakan setelah 5 MST setelah kalus embriogenik di tanam di media perlakuan. Pada Gambar 4 terlihat bahwa jumlah akar rata-rata terbanyak dicapai perlakuan IAA 1 mg+sukrosa 5% sebesar 1,56 diikuti oleh perlakuan IAA 0,5 mg+sukrosa 3% sebesar 1,40 dan yang terendah dicapai perlakuan 2,4-D 1 mg+sukrosa 3% dan 2,4-D 1,5 mg+sukrosa 3% dengan rata-rata 0,71 (Media tidak mampu menginduksi akar). 1,80 Panjang Akar (mm)
1,60
1,56 1,40
1,40 1,20 1,00 0,71
0,80
0,71
0,60 0,40 0,20 0,00 IAA 0,5+SUK 3%
IAA 1+SUK 5%
2,4D 1+SUK 3% 2,4D 1,5+SUK 5%
Media Perlakuan
Gambar 6. Nilai rata-rata perbandingan panjang akar yang terbentuk dari kalus embriogenik tebu varietas kidang kencana umur 5 MST di berbagai media perlakuan.
Perlakuan IAA 1 mg+sukrosa 5% berbeda nyata dengan perlakuan lain dan memiliki nilai rata-rata tertinggi. Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (1999) dosis IAA 1 mg menghasilkan akar terbanyak dan terpanjang pada tanaman inggu dibandingkan d osis lain. Menurut (Davies, 1995) Golongan ZPT auksin dapat menginisiasi akar dan memacu pertumbuhan cabang pada kultur jaringan. Fenomena tersebut diduga didukung kontribusi kombinasi yang terdapat didalam media yaitu sukrosa dan air kelapa. Ni’mah, Ratnasari dan Budipramana
19
(2012) melaporkan bahwa penambahan sukrosa pada konsentrasi tertentu mampu mempercepat jaringan eksplan yang ditumbuhkan pada media menerima unsurunsur yang dibutuhkan bagi pertumbuhan dan perkembangan. Samudera, Rianto dan Historiawati (2017) Tahap pengakaraan eksplan tebu sangat membutuhkan pasokan energi dan sumber karbon dengan jumlah cukup besar untuk pertumbuhan akar-akar baru. Dalam penelitiannya Tesfa, Admassu dan Bantte (2016) mengatakan bahwa sukrosa merupakan sumber karbohidrat atau media dalam pengakaran sehingga berpengaruh secara signifikan terhadap induksi akar. Mandang (1993) melaporkan bahwa air kelapa dapat meningkatkan IAA dalam jaringan dan memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan morfogenesis kultur sehingga dapat mendukung induksi akar. Hal ini berbeda dengan pendapat Delvin (1975) yang mengatakan bahwa pemberian IAA pada konsentrasi yang lebih tinggi pada akar dapat menyebabkan terhambatnya pemanjangan akar. Diduga hal ini karena kandungan auksin endogen dalam eksplan rendah sehingga taraf IAA 1 mg.l-1 justru memberikan pemanjangan akar yang lebih baik dibandingkan IAA 0,5 mg.l-1. Winata (1987) menyatakan bahwa penambahan ZPT auksin maupun sitokinin ke dalam media kultur dapat meningkatkan konsentrasi zat pengatur endogen didalam eksplan, sehingga menjadi faktor pemicu dalam proses tumbuh dan perkembangan jaringan.
20
4.4. Pengaruh Media Perlakuan pada Jumlah Akar Pengamatan panjang akar dilaksanakan setelah 5 MST setelah kalus embriogenik di tanam di media perlakuan. Pada Gambar 5 terlihat bahwa jumlah akar rata-rata terbanyak dicapai perlakuan IAA 1 mg+sukrosa 5% sebesar 2,08 diikuti oleh perlakuan IAA 0,5 mg+sukrosa 3% sebesar 1,49 dan yang terendah dicapai perlakuan 2,4-D 1 mg+sukrosa 3% dan 2,4D 1,5 mg.l-1+sukrosa 3% dengan rata-rata 0,71 (Kalus tidak tumbuh menjadi akar). Hal ini sejalan dengan penelitian Lestari (2011) yang menyebutkan penggunaan IAA 1 mg sangat berpengaruh terhadap panjang akar dan jumlah akar. Hartman, et al (2002) menyebutkan jumlah akar juga berlaku untuk perpanjangan akar. Menurut pendapat Putri, et al (2018) hormon IAA merupakan hormon yang berperan dalam diferensiasi sel dan menginisiasi pembentukan akar tanaman. Widiastoety (2014) menyebutkan bahwa pembentukan akar berhubungan dengan kandungan auksin dan sitokinin endogen dalam jaringan tanaman, selanjutnya diikuti oleh proses pemanjangan dan pembesaran sel.
21
2,50 2,08
Jumlah akar
2,00 1,49 1,50 1,00 0,71
0,71
2,4D 1+SUK 3%
2,4D 1,5+SUK 5%
0,50 0,00 IAA 0,5+SUK 3%
IAA 1+SUK 5%
Media Perlakuan
Gambar 7. Nilai rata-rata perbandingan jumlah akar yang terbentuk dari kalus embriogenik tebu varietas kidang kencana umur 5 MST di berbagai media perlakuan.
V. KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dan merujuk pada hasil yang ada, maka dapat ditarik kesimpulan komposisi media terbaik dalam menginduksi akar dari kalus embriogenik tanaman tebu adalah IAA 1 mg.l-1 dengan kombinasi sukrosa 5%. Peningkatan konsentrasi IAA dan sukrosa hanya berpengaruh pada panjang dan jumlah akar.
22
DAFTAR PUSTAKA
Abbas, B. 2011. Prinsip Dasar Kultur Jaringan. Alfabeta. Bandung. Abidin, Z. 1985. Dasar-dasar Pengetahuan Tentang Zat Pengatur Tumbuh. Bandung: Penerbit Angkasa. Abidin, Z. 1990. Dasar-dasar pengetahuan tentang zat pengatur tumbuh. Rajawali. Jakarta. Hal 85. Amin, M.D., M.R. Karim., M.R. Amin., S. Rahman., and A.N.M. Mamun. 2009. Invitro micropropagation of Bananan. Agri res. 645-659 Abu, G., F. Mekbib., dan A. Teklewold. 2014. Effects of genotype on invitro propagation of elite sugarcane (Saccharum Oficinarum). International Journal Technology Enhancement. 123-128 Ali, S., M.S. Khan., and J. Iqbal. 2012. In Vitro Direct Plant Regeneration from Cultured Young Leaf of Segment of Sugarcane. The Journal of animal and Plant Science. 1107-1120. Bhuiyan, M.K.R., M.J. Hossain. M.S. Rahman., S.M.L. Rahman., and A. Sattar. 2011. Root initiation in mukikachu (Colocasia esculenta) as influenced by IAA and NAA. Bangldesh Journal Agril. 478-494. Decruse, S.W., A. Gangaprasa., S. Seeni., and M. Sarajini. 2003. Micropropagation and ecorestoration of vanda spathulata, an exquisite orchid. Plant cell tissur and organ culture . Vol 2. 199-202. Davies, P.J. 2004. Plant Hormones: Biosyntesis, signal transduction, action. Kluwer academic Publisher. London Delvin, R.M. 1975. Plant Phisiology. Third Edition. Nostard Company. New York. Gaba, V.P. 2005. Plant Growth Regulator . London. 87-100 George, E.F., M.A. Hall, G.J.De-Klerk. 2008. Plant Propagation by Tissue Culture. Third Edition. Vol 1 Gita, E., dan I, Mayriska. 1992. Auksin dan Sitokinin terhadap Kalus Mentha Piperta Linn. Buletin Littri1-4 Gunawan, L.W., 1995, Teknik Kultur In Vitro dalam Holtikultura, 68-70 Edisi I, Penerbit Swadaya, Jakarta. Hameed N, Shabbir A, Ali A, Bajwa R. 2006. In vitro micropropagation of disease free rose (Rosa indica L.). Mycopath 4:35-38. (Diakses tanggal 30 Maret 2017).
23
Hartmann, H.T., D.E. Ketser., F.T. Davier Jr., and R.L. Geneve. 2002. Plant propagation principles and practise. 7th edition. Prentice hall. New jersey. Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 2004. “Teknik Kultur Jaringan Pengenalan dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman secara Vegetatif Modern”. Kanisius. Yogyakarta. Jafari, N.R.Y.O., and N. Khalid. 2011. Effect of Benzylaminopurine (BAP) pulsing on in vitro shoot multiplication of Musa acuminata (Banana). Journal Biotechol. 2446-2450. Kemenperin. (18 Maret 2019). Industri gula digenjot. Diakses 24 September 2019 dari Kementrian Perindustrian Republik Indonesia : Https://Kemenperin.go.id/artikel/20447/industri-gula-digenjot Lan, T.H., P.L. Huang., C.C. Chang., C.C. Lin. 2009. High frequency direct somatic embryogenesis from leaf tissue of Drimiopsis kirkii baker (giant squill) . Biol Plant. Vol 45. 44-47 Lestari. E.G. dan Husni 1997. Regenerasi Tunas Adventif dari jaringan batang dan kalus tanaman inggu. Prosiding Simposium Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri. Bogor 21-23 November 1997. 58-61. Mandang, J.P. 1999. Peranan air kelapa dalam kultur jaringan tanaman krisan (Chrysanthemum morifolium). Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Minarsih, H., 2013. Mikropropagasi plantlet tebu menggunakan sistem perendaman sesaat. Jurnal Menara Perkebunan. 81. Murashige, T., and F. Skoog. 1962. A Revised Medium for Rapid Growth and Bioassayswith Tobbaco Tissue Culture. Plant. Physiol. 473-479. Nadar, H.M., dan D.J. Heinz. 1977. Root and Shoot Development from Sugarcane Calluss Tissue. Crop Science. 814-816. Ni’mah, F., Ratnasari,. dan Budipramana. 2012. Pengaruh berbagai pemberian sukrosa dan kinetin terhadap induksi umbi mikro kentang (Solanum tuberosum L.) kultivar garnola kembang secara in vitro. Lentera Bio. 4148. Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. 4th edition. USA:Kluwer Academic Publishers. 16-27 Pence, VC. The Possibilities and Challenge of In Vitro Methods for plant conservation. Kew Bull 593-598.
24
Putri, R.R.D., Suwirnem., and N. Nasril. 2018. Pengaruh Naphthalene Asam Asetat (NAA) pada pertumbuhan pisang raja kinalun secara in vitro. Jurnal Biologi. Univ Andalas. 1-5. Rout, GR., S. Samantaray., and P. Dias., 1995. Somatic Embryogenesis and Plant Regeneration from Callus Culture of Accacica Catechu-a Multipurpose Leguminous Tree. Plant Cell. 283-285 Sahoo, S., and Bahera, K.K., 2009. Rapid In vitro micropropagation of sugarcane (Saccharum Oficinarum) through callus culture. Nature and Science Journal. Samudera, A.A., H. Rianto., Historiawati. 2019. Pengakaran in vitro Eksplan Tebu (Saccharum officinarum, L.) varitas bululawang pada berbagai konsentrasi NAA dan sukrosa terhadap pertumbuhan plantlet tebu. Srilestari. 2005. Induksi embrio somatik kacang tanah pada berbagai macam vitamin dan sukrosa. Diakses melalui http://agrisci.ugm.ac.id/vol12_1.kacang/5.kacang_srilestari.pdf, tanggal 1 Februari 2019. Tesfa, M., B. Admassu., and K. Bantte. 2016. In vitro rooting and acclimatization of micropropagated elite sugarcane (Saccharum officinarum) Genotypes N52 and N53. Journal Tissue science & Engginering. 1-6. Thomas, T.D. and R. Chaturvendi. 2008 . Endosperm culture : a novel method for triploid plant production. Plant tissue culture and organ culture. Vol 93. 114. Trigano, R.N., and J.G. Denis. 2000. Plant tissue culture concept and laboratory excercises sec edition. CRC Press. Washington Wijayanti, I., M.N. Isda., dan W. Lestari. 2015. Induksi akar Jeruk Siam asal Kampar (Citrus nobilis Lour.). Jurnal FMIPA. 114-152 Winarto, B., N.A. Mattjik., A. Purwito., B. Marwoto. 2010. Aplikasi 2,4D dan TDZ dalam pembentukan dan regenerasi kalus pada kultur anther anthurium. Jurnal Hortikultura. 1-9. Winata, L. 1987. Teknik Kultur Jaringan. PAU Bogor. Hal 252 Yusnita. 2003. Kultur Jaringan : Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.Agromedia Pustaka. Jakarta.105 . Yusnita. 2015. Kultur Jaringan Tanaman : Sebagai Teknik Penting Bioteknologi Untuk Menunjang Pembangunan Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 69 . Zulkarnain. 2009. Kultur Jaringan Tanaman. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
LAMPIRAN