SKRIPSI (Muhammad Dzaky Reza) [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN DALAM SURAT AL-HUJURAT AYAT 11 MENURUT IMAM AL QURTUBI (KAJIAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN)



OLEH : MUHAMMAD DZAKY REZA 1225.15.0475



SKRIPSI



Diajukan Kepada Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)



PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR JURUSAN USHULUDDIN, ADAB DAN DAKWAH SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU 2019



PERSETUJUAN PEMBIMBING



i



KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU Kampus : Jl. Lintas Barat KM. 19 CerukIjukKelurahanToapayaAsri - Bintan Telp : 0771-4442607 Fax : 0771-4442610 Website : www.stainkepri.ac.id Email : [email protected]



PERNYATAAN KEASLIAN



Yang bertanda tangan di bawah ini:



Nama



: Muhammad Dzaky Reza



NIM



: 15.0475



Program Studi



: Ilmu Al-Quran dan Tafsir



Jurusan



: Ushuluddin Adab dan Dakwah



Menyatakan bahwa naskah skripsi yang berjudul “Analisis Dampak Ujaran Kebencian dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11 Menurut Imam Al-Qurtubi (Kajian Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān) ” ini secara keseluruhan adalah hasil penelitian/karya saya sendiri,



kecuali pada bagian-bagian yang dirujuk sumbernya. Jika di kemudian hari terbukti bahwa skripsi ini ada kesamaan, baik isi, logika, maupun datanya, secara keseluruhan atau sebagian, maka skripsi ini dan gelar sarjana yang diperoleh karenanya secara otomatis batal demi hukum.



Bintan, 10 September 2019



ii



KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI SULTAN ABDURRAHMAN KEPULAUAN RIAU Kampus : Jl. Lintas Barat KM. 19 CerukIjukKelurahanToapayaAsri - Bintan Telp : 0771-4442607 Fax : 0771-4442610 Website : www.stainkepri.ac.id Email : [email protected]



Saya yang menyatakan



Muhammaad Dzaky Reza NIM : 15.0475



iii



PENGESAHAN



iv



NOTA DINAS PEMBIMBING 1



v



NOTA DINAS PEMBIMBING 2



vi



ABSTRAK Muhammad Dzaky Reza, NIM 15.0475, 2015, “ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN DALAM SURAT AL-HUJURAT AYAT 11 MENURUT IMAM AL-QURTUBI (KAJIAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN)”. Skripsi, Progam Studi Ilmu AL-Quran dan Tafsir, Jurusan Ushuluddin, adab dan dakwah, STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau. Kata Kunci : dampak, ujaran kebencian, menghina, mengolok, mencela, AlQurtubi Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya. Sesamaa hubungan manusia Al-Quran menjelaskan bahwa sesama manusia haruslah bertutur kata yang baik dan menghindari dari dari perkataan yang buruk dan menghindari diri dari menghina, mengejek, mengolok-ngolok, memanggil orang dengan panggilan yang buruk, larangan menghina tersebut salah satunya terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11, penafsiran dari beliau menjelaskan tentang dampak yang ditimbulkan jika seseorang melakukan perbuatan tersebut, dimana dizaman sekarang termasuk melakukan ujaran kebencian. Adapun dalam penelitian ini penulis memakai metode penelitian secara kualitatif dengan melakukan pendekatan secara tahlili, serta dalam teknik pengumpulan data penulis memakai pengumpulan secara dokumentasi yang diambil dari sumber- sumber yang relavan dengan yang penulis teliti, dan dalam analisisnya penulis memakai metode content analysis. Hasil dari penelitian ini, menunjukkan bahwa penafsiran yang dikemukakan oleh Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang berjudul Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān memberikan beberapa perkataan tentang perkataan (‫سخ ِريَّة‬ ُ ) yang memiliki arti yang sama dengan (‫تِهزَ ا ُء‬LL‫ )ا ِالس‬yaitu ejekan, mengolok-ngolok, menghina dan mencemooh, serta ada juga yang mengatakan bahwa (‫سخ ِريَّة‬ ُ ) merupakan bahasa yang paling buruk. Adapun dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian di antaranya menjadikan orang sombong, hinaan tersebut akan balik ke dirinya sendiri, akan menimbulkan rasa sakit hati hingga akan membalasnya dengan ejekan kembali, akan mencelakai dirinya sendiri, sama saja menyebarkan aib, dan termasuk orang yang berbuat zalim.



vii



PEDOMAN TRANSLITERISASI Transliterasi berfungsi untuk memudahkan penulis dalam memindahkan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia. Pedoman transliterasi harus konsisten dari awal penulisan sebuah karya ilmiah sampai akhir. Penulisan transliterasi Arab-Latin dalam tesis ini disesuaikan dengan penulisan transliterasi Arab-Latin mengacu kepada keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 1987 Nomor: 158 tahun 1987 dan Nomor: 0543b/u1987, sebagai berikut: 1.



Konsonan Tunggal : ARAB



LATIN



Kons.



Nama



Kons.



Nama



‫ا‬



Alif



‫ب‬



Ba



B



Be



‫ت‬



Ta



T



Te



‫ث‬



Tsa



ś



Es (dengan titik di atas)



‫ج‬



Jim



j



Je



‫ح‬



Cha







Ha (dengan titik di bawah)



‫خ‬



Kha



kh



Ka dan ha



‫د‬



Dal



d



De



‫ذ‬



Dzal



dh



De dan ha



‫ر‬



Ra



r



Tidak dilambangkan



viii



Er



‫ز‬



Za



z



Zet



‫س‬



Sin



s



Es



‫ش‬



Syin



sy



Es dan ye



‫ص‬



Shad







Es (dengan titik di bawah)



‫ض‬



Dlat







De (dengan titik di bawah)



‫ط‬



Tha







Te (dengan titik di bawah)



‫ظ‬



Dha







Zet (dengan titik di bawah)



‫ع‬



‘Ain







Koma terbalik di atas



‫غ‬



Ghain



gh



Ge dan ha



‫ف‬



Fa



F



Ef



‫ق‬



Qaf



Q



Qi



‫ك‬



Kaf



K



Ka



‫ل‬



Lam



L



El



‫م‬



Mim



M



Em



‫ن‬



Nun



N



En



‫و‬



Wawu



W



We



‫هـ‬



Ha



H



Ha



‫ء‬



Hamzah







Apostrof



‫ي‬



Ya



Y



Ye



ix



2.



Vokal rangkap atau diftong bahasa Arab yang lambangnya berupa gabungan antara harakat dengan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan gabungan huruf sebagai berikut: a. Vokal rangkap ( ‫ ) أَ ْو‬dilambangkan dengan gabungan huruf aw, misalnya : al-Yawm. b.



Vokal rangkap ( ‫ي‬ ْ َ‫ ) أ‬dilambangkan dengan gabungan huruf ay, misalnya : al-Bayt.



3. Vokal panjang atau maddah bahasa Arab yang lambangnya berupa harakat dan huruf, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf dan tanda macron (coretan horisontal) di atasnya, misalnya ( ‫ح ْة‬ َ ِ‫ = ْالفَات‬alFātihah ), ( ‫ = ْال ُعلُوْ م‬al-‘ulūm ) dan ( ٌ‫ = قِ ْي َمة‬qīmah ). 4. Syaddah atau tasydid yang dilambangkan dengan tanda syaddah atau tasydid, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf yang sama dengan huruf yang bertanda syaddah itu, misalnya ( ‫ح ٌّد‬ َ = ḣaddun ), ( ‫= َس ٌّد‬ saddun), ( ‫ = طَيِّب‬ṭayyib ). 5. Kata sandang dalam bahasa Arab yang dilambangkan dengan huruf alif-lam, transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “al”, terpisah dari kata yang mengikuti dan diberi tanda hubung, misalnya ( ‫ = ْالبَيْت‬al-Bayt ), (‫ = السَّمآء‬as-samā’ ). 6. Tā’



marbuṭah



mati



atau



yang



dibaca



seperti



ber-ḣarakat



sukūn,



transliterasinya dalam tulisan Latin dilambangkan dengan huruf “h”,



x



sedangkan tā’ marbuṭah yang hidup dilambangkan dengan huruf “t”, misalnya ( ‫ = ر ُْؤيَةُ ْال ِهالل‬ru’yah al-Hilāl atau ru’yatul hilāl). 7. Tanda apostrof (’) sebagai transliterasi huruf hamzah hanya berlaku untuk yang terletak di tengah atau di akhir kata, misalnya ( ُ‫ = ر ُْؤيَة‬ru’yah ), ( ‫= فُقَهَاء‬ fuqahā’)



xi



KATA PENGANTAR Puji syukur atas kehadirat Allah SWT, atas nikmat dan karunianya kami sebagai manusia yang taat kepada Allah SWT dan menjauhi segala larangannya, serta menjadi orang yang memegang teguh ajaran Islam yang rahmatan lil alamin, tak lupa juga shalawat serta salam dihadiahkan kepada junjungan nabi besar kita, yaitu nabi yang telah mengubah zaman, dari zaman kegelapan ke zaman yang terang menenarang, serta menjadi tokoh nomor 1 yang paling berpengaruh di seluruh dunia yaitu nabi Muhammad SAW, semoga kita mendapatkan syafaatnya di akhirat kelak, Amin. Serta penulis mengucapkan rasa syukur dan atas rahmat Alla SWT, penulis bisa menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Analisis Dampak Ujaran Kebencian Dalam Surat Al-Hujurat Ayat 11 Menurut Imam Al-Qurtubi (Kajian Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān)”. Penulis menyadari bahwa penulis skripsi ini tak lepas dari bantuan, bimbingan, dorongan, dan motivasi dari berbagai pihak baik itu secara langsung ataupun tidak langsung. Oleh karena itulah dengan segala hormat dan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada ; 1. Bapak Dr. Muhammad Faisal, M.Ag selaku ketua STAIN Sultan Abdurrahman Kepulauan Riau sekaligus merupakan pembimbing 1 dalam skripsi yang telah memberikan segala masukan, bimbingan, kritik, saran dan motivasi , serta solusi terhadap masalah dalam penulisan dalam menulis skripsi ini.



xii



2. Bapak Fauzi S.Sos, MA selaku ketua jurusan Ushuluddin Adab dan Dakwah sekaligus merupakan pembimbing 2 yang telah memberikan masukan, bimbingan dan saran dalam metode penulisan skripsi ini. 3. Ibu Sri Zulfida, MA selaku ketua Progam Studi Ilmu Al-Quran dan Tafsir yang membantu dalam memberikan semangat dan masukan kepada penulis agar penulisan skripsi ini menjadi lebih baik.. 4. Kepada dosen yang tidak bisa disebukan namanya yang telah memberikan pencerahan, materi diskusi dan sebuah pembelajaran penting yang bermanfaat dalam penulisan skripsi ini 5. Kepada ayahanda Dr. H. Erizal Abdullah, MH dan Umi Hj. Riesa Helmawati, hormat dan bakti penulis kepada beliau berdua yang tidak dapat penulis ungkapkan, khususnya kepada ayahanda yang telah menyempatkan waktu untuk membantu penulis dalam melihat metode dan kerapian penulisan serta ibunda yang selalu memberikan motivasi kepada penulis agar penulis menjadi lebih baik lagi serta lebih semangat dalam menyelesaikan skripsi ini. 6. Ustad Anton Makmur, Lc yang telah meluangkan waktunya dalam membantu penulis menerjemahkan tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat Al-Hujurat ayat 11 dan memberikan penjelasan tentang isi kandungan dari tafsir tersebut serta memberikan motivasi kepada penulis. 7. Kepada kawan-kawan di organisasi Himpunan Mahasiswa Islam(HMI) yang telah memberikan motivasi dan masukan serta menyempatkan



xiii



waktunya untuk berdiskusi sejenak di waktu senggang serta memberikan motivasi dan semangat kepada penulis untuk mengerjakan skripsi ini Tidak ada yang dapat penulis lakukan dalam membalas kebaikan yang telah diberikan, selain doa penulis agar kiranya dibalas dengan balasan yang lebih baik lagi serta mendapatkan amal jariyah yang tak pernah putus hingga hari akhir tiba. Dalam penulisan ini, penulis menyadari bahwa skripsi yang dikerjakan ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu segala kritik dan saran akan penulis terima untuk bekal penulis di kemudian hari serta dapat menulis dengan lebih baik lagi, dan penulis berharap semoga tulisan ini bermanfaat bagi semuanya khsusunya untuk diri sendiri, keluarga dan masyarakat sekitar.



Bintan 23 Juli 2019 Penulis



MUHAMMAD DZAKY REZA 15.0475



xiv



MOTTO



ِ ‫ك غَافاًل‬ ُ َ‫كسل َو الَ ت‬ َ ‫ا‬ َ َ‫جهد َواَل ت‬ ِ )‫اس ُل (امحفوظا‬ َ ‫َفنَ َد َامةُ العُقبَى ل َمن يَت َك‬ Artinya : bersungguh-sungguhlah dan janganlah bermalas-malasan Karena penyesalan itu bagi orang yang bermalas-malasan



“Jangan menyerah dalam meraih mimpi, yakinlah bahwa kita bisa meraihnya, dan teruslah berusaha semaksimal mungkin serta berdoa kepada Allah SWT, jika sudah berhasil atau sampai janganlah pernah lupakan yang telah membantumu, karena kita hidup bersama-sama bukanlah sendiri”



xv



DAFTAR ISI



PERSETUJUAN PEMBIMBING.......................................................................................i PERNYATAAN KEASLIAN............................................................................................ii PENGESAHAN....................................................................................................................iii NOTA DINAS PEMBIMBING 1.....................................................................................iv NOTA DINAS PEMBIMBING 2......................................................................................v ABSTRAK........................................................................................................................vi PEDOMAN TRANSLITERISASI...................................................................................vii KATA PENGANTAR.......................................................................................................xi MOTTO...........................................................................................................................xiv DAFTAR ISI....................................................................................................................xv BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................1 A. Latar Belakang...............................................................................................1 B.



Alasan Pemilihan Judul.................................................................................8



C.



Penegasan Istilah...........................................................................................8



D. Permasalahan...............................................................................................11 1. Identifikasi Masalah................................................................................11 2. Batasan Masalah.....................................................................................11 3. Rumusan masalah...................................................................................11 E.



Tujuan dan Manfaat penelitian....................................................................12 1. Tujuan Penelitian....................................................................................12 2. Manfaat Penelitian..................................................................................12



F.



Pelitian yang relavan....................................................................................12



G. Metode Penelitian........................................................................................14 H. Kerangka Pembahasan Skripsi.....................................................................18 BAB II UJARAN KEBENCIAN DAN DALIL-DALIL YANG MELARANGNYA....20 A. Pengertian Ujaran Kebencian dan Bentuk-Bentuknya.................................20 B.



Pengertian Ujaran Kebencian Menurut Ulama tafsir....................................21



C.



Batasan Ujaran Kebencian...........................................................................22



D. Dalil Larangan melakukan Ujaran kebencian..............................................23 1. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Al-Quran.................24



xvi



2. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Hadits Nabi SAW. . .28 E.



Teori Perubahan Sosial dalam Kaitannya Antara Teori Konflik dan Ujaran kebencian.....................................................................................................30



BAB III IMAM AL-QURTUBI DAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN........33 A. Imam Al-Qurtubi.........................................................................................33 1. Profil Intelektual.....................................................................................33 2. Kondisi sosial, politik, dan budaya zaman Al-Qurtubi............................35 3. Karya Imam Al-Qurtubi.......................................................................................36 B.



Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān................................................................37 1. Latar Belakang Penulisan Tafsir.............................................................37 2. Corak Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān................................................40 3. Metode Penafsiran..................................................................................41



BAB IV ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN..............................................45 A. Penafsiran Al-Qurtubi dalam Surat Al-Hujurat ayat 11...............................45 B.



Analisis dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian menurut tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat Al-Hujurat ayat 11...................................55



BAB V PENUTUP..........................................................................................................67 A. Kesimpulan..................................................................................................67 B.



Saran............................................................................................................68



DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................69 BIOGRAFI PENULIS.....................................................................................................72 LAMPIRAN.....................................................................................................................73



xvii



BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Al-Quran merupakan sumber utama ajaran Islam, dan juga merupakan pedoman hidup bagi setiap manusia. Al-Quran bukan sekedar memuat petunjuk tentang hubungan manusia dengan Tuhannya, tetapi juga mengatur hubungan manusia dengan sesamanya, bahkan hubungan manusia dengan alam sekitarnya1. Al-Quran juga menjadi sumber dari hukum yang ada, karena terdapat larangan dan perintah, dan itu diperuntukkan untuk seluruh manusia, karena sesungguhnya Allah SWT menciptakan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, hal ini terdapat dalam firmannya surat Adz-dzariyat ayat 56 yang berbunyi :



ِ ‫ْج َّن واإْلِ نس إِاَّل لِي ْعب ُد‬ ِ ُ ‫﴾وما َخلَ ْق‬ ٥٦﴿ ‫ون‬ ُ َ َ َ ‫ت ال‬ ََ



Artinya : “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”2



Dari ayat itu dapat diketahui bahwa sesungguhnya tujuan Allah SWT menciptakan manusia ialah untuk beribadah kepadanya, salah satu bentuk beribadah kepadanya ialah dengan mentaati perintah Allah SWT dan menjauhi larangannya. Hal ini terdapat dalam tafsir yaitu Tafsir Al-Azhar yang menyatakan bahwa jin dan manusia diciptakan ialah mengabdikan dirinya kepada Allah SWT dalam



Wahyudin dan M.Saifulloh, Ulum Quran, Sejarah,dan perkembangannya, Surabaya : Jurnal Sosial Humaniora), 2013, Vol.6 hlm.20 2 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 756 1



1



2



bentuk beribadah kepadanya, karena menurut beliu jika tidak beribadah kepada Allah SWT, apa artinya hidup ini3 Perintah Allah SWT kepada manusia sungguh sangat banyak, salah satunya ialah harus bertutur kata yang baik dan benar, hal ini terdapat dalam firman Allah SWT dalam Surat Al-Ahzab ayat 70-71 yang berbunyi :



ِ ِ َّ ‫صلِ ْح لَ ُك ْم أَ ْع َمالَ ُك ْم َو َي ْغ ِف ْر لَ ُك ْم‬ ْ ُ‫﴾ ي‬٧٠﴿ ‫آمنُوا َّات ُقوا اللَّهَ َوقُولُوا َق ْوالً َسدي ًدا‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬ ٧١﴿ ً‫﴾ذُنُوبَ ُك ْم َو َمن يُ ِط ِع اللَّهَ َو َر ُسولَهُ َف َق ْد فَ َاز َف ْوزاً َع ِظيما‬



Artinya : “(70)Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataan yang benar.(71)niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barangsiapa menta`ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar.”4



Sesungguhnya dibalik semua perintah Allah SWT terkandung banyak hikmah yang ada di dalamnya, sama halnya dengan larangan Allah SWT kepada umat manusia, terdapat sebuah pelajaran dan hikmah yang dapat diambil sebagai media pembelajaran agar menjadi insan yang lebih baik lagi serta memilki akhlak yang mulia. Salah satu bentuk mentaati perintah Allah SWT adalah dengan menjaga lisan dari perkataan yang buruk dan berkata yang benar serta tidak menyakitkan lawan bicara, hal ini juga dikatakan dalam hadits nabi SAW yang berbunyi :



ٍ ‫ال أَ ْخَبرنِي يُونُس َع ْن ابْ ِن ِش َه‬ ٍ ‫َح َّدثَنِي َح ْر َملَةُ بْ ُن يَ ْحيَى أَْنبَأَنَا ابْ ُن َو ْه‬ ‫اب َع ْن أَبِي َسلَ َمةَ بْ ِن‬ َ َ َ‫ب ق‬ ُ ِ ِ ِ ‫الرحم ِن َعن أَبِي ُهريرةَ َعن رس‬ ‫ال َم ْن َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫ول اللَّه‬ ْ َ ْ َّ ‫َع ْبد‬ ُ َ ْ َْ َ ِ ِ ِ ‫ت َو َم ْن َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوِم اآْل ِخ ِر َفلْيُ ْك ِر ْم َج َارهُ َو َم ْن‬ ْ ‫ص ُم‬ ْ َ‫َوالَْي ْوم اآْل خ ِر َفلَْي ُق ْ(ل َخ ْي ًرا أ َْو لي‬ ِ َ ‫َكا َن ُي ْؤ ِم ُن بِاللَّ ِه َوالَْي ْوم اآْل ِخ ِر َفلْيُ ْك ِر ْم‬ ُ‫ض ْي َفه‬ 3



Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd),cet. 5 jilid 9 tahun 2003,



hal. 6928 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal. 604 4



3



Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Harmalah bin Yahya telah memberitakan kepada kami Ibnu Wahab dia berkata, telah mengabarkan kepadaku Yunus dari Ibnu Syihab dari Abu Salamah bin Abdurrahman dari Abu Hurairah dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya."5 Namun dalam realitanya,masih banyak orang-orang khususnya orang yang beriman yang perkataanya membuat orang yang mendengarnya menjadi sakit hati, karena perkataannya itu berupa ejekan, hinaan yang hal itu termasuk ujaran kebencian di Indonesia ini.6 Padahal dalam Al-Quran Allah SWT telah melarang manusia khususnya orang orang yang beriman untuk melakukan ujaran kebencian, ujaran kebencian yang dimaksud dalam surat Al-Hujurat ayat 11 adalah menghina, mengejek, memanggil orang dengan panggilan yaang buruk, hal ini sesuai dengan firman Allah SWT yang berbunyi:



ِ َّ ‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬ ِ ‫اب بِْئس‬ ِ ‫َعسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬ ‫اال ْس ُم‬ َ َ َ ِ ِ‫﴾الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْل‬ ١١﴿ ‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ َ ُ ْ ُ‫يمان َو َمن لَّ ْم َيت‬ َ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal 45 ( didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/ ) 6 surat Edaran Polri nomor : SE/06/x/2015 ( di download dari : http://docplayer.info/29980488-Surat-edaran-nomor-se-06-x-2015-tentang-penanganan-ujarankebencian-hate-speech.html ) 5



4



panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barang siapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.”7 Dalam surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut mengandung banyak sekali hikmah dan juga peringatan secara jelas bahwa janganlah orang orang beriman khususnya untuk melakukan perbuatan menghina, mengolok-ngolok, suatu kaum8. Di dalam ayat tersebut juga menjelaskan dampak yang akan ditimbulkan jika seseorang melakukan perbuatan tersebut salah satunya adalah menjadi orang yang dzalim9. Hal ini juga dikatakan oleh Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di menurut beliau dalam tafsirnya jika seseorang itu menghina, mengejek atau mengolok-ngolok akan menyebabkan orang tersebut sakit hati dan membuat orang tersebut akan kembali menghina balik dan begitu seterusnya, jika orang tersebut tak bertaubat maka orang yang menghina tersebut termasuk orang yang dzalim10 Ujaran kebencian ini sendiri bukanlah hal yang baru, karena sudah ada sejak zaman dahulu kala, salah satunya ialah pada tahun 469 H, dimana terjadi suatu konflik perbedaan madzhab, kisah tersebut bermula saat Syeikh Ibn Qusyairi yang bermadzhab Syafi’i mencela/menghina madzhab Hanbali secara terus menerus dan menuduhnya “mujassimah” ( menyerupakan sifat Allah SWT dan Makhluknya), sehingga akhirnya membuat para murid Syeikh Ibn Quraisyi Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 744 8 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir, cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i hlm.485 9 Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal.395 10 Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di, Taisir Al-Karim Ar-rahman fi Tafsir kalam Al-Mannan, terj. Muhammad Iqbal dan tim (Jakarta : Darul Haq), cetakan ke 6 jilid 6 tahun 2006, hal 609 7



5



bergegas menuju ke majelis ilmu madzhab Hanbali lalu mengejek dan menghina mereka, hingga akhirnya terjadilah saling balas ejak dan parahnya terjadi pertumpahan darah akibat tragedi itu11 Sementara itu di zaman sekarang ini, ujaran kebencian bukan hanya terjadi di lingkungan sekitar saja, namun juga melalui berbagai media seperti di whatsapp, surat kabar, facebook, instagram, radio dan juga lain sebagainya. Salah satu contohnya dapat dilihat dari kasus Penghinaan terhadap NU (Nahdlatul Ulama) yang dilakukan oleh Sugi Nur Raharja atau Gus Nur, penghinaan tersebut beliau lakukan dengan membuat sebuah video dengan judul ‘generasi muda NU penjilat’, akibat dari penghinaan yang dilakukan oleh Gus Nur, para kalangan NU menjadi marah dan geram sehingga melaporkan kasus ini ke Polda SulTeng(Sulawesi Tengah), dan tentu saja pelaku dari kasus ujaran kebencian itu langsung dibawa ke kepolisian12. Dari dua contoh kasus di atas dapat diketahui bahwasanya kasus ujaran kebencian merupakan sebuah larangan, dan larangan itu salah satunya terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11, dalam penulisan tafsir surat Al-Hujurat ayat 11 dalam refrensi, penulis mengambil beberapa contoh tafsir sebagai rujukan yaitu Tafsir Fi Zilalil Quran karya Sayid Qutb, Tafsir Ibnu Katsir karya Ibnu Katsir, Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya imam Al Qurtubi. Sebagai pembanding ketiga penafsiran tersebut, penulis akan memberikan sedikit penafsiran pada surat Al-Hujurat ayat 11 sesuai dengan isi dalam buku tersebut. 11



https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/17/08/11/ougxe1396seteru-dua-mazhab diakses pada tanggal 18 juli 2019 jam 10:09 12 https://news.detik.com/berita/d-4543246/kasus-video-hina-nu-juga-ditangani-poldasulteng-gus-nur-diserahkan-ke-jaksa diakses pada tanggal 25 juli 2019 jam 09;34



6



Dalam Tafsir Fi Zilalil Quran Karya Sayid Qutub, dikatakan bahwa Allah SWT melarang orang-orang mukmin untuk saling mengolok/menghina satu sama lainnya, karena boleh jadi orang yang dihina tersebut dalam pandangan Allah SWT lebih baik daripada yang mengolok itu. Tidak cukup menjelaskan sampai disana saja, orang-orang mukmin itu bagaikan satu tubuh, jika seorang mukmin itu menghina mukin yang lain maka sama saja dia menghina seluruh orang mukmin, cakupan itu bukan bersifat maknawiyah namun cakupannya bersifat lahiriah,13 dari penjelasan Sayid Qutb, dapat diketahui bahwa beliau menjelaskan tentang nilai etika lahiriah dan nasehat bahwa seorang mukmin itu bagaikan satu tubuh yang artinya jika ada seseorang yang menghina orang lain maka sama saja orang tersebut menghina dirinya sendiri. Dalam tafsir Ibnu Katsir yang ditulis oleh Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh atau lebih dikenal dengan Ibnu Katsir dijelaskan bahwa Allah SWT melarang orang mukmin mengolok orang lain apalagi merendahkannya, karena itu sudah jelas haram, karena orang yang dihina itu terkadang/bisa jadi lebih terhormat disisi Allah SWT dan bahkan lebih dicintainya daripada orang yang menghina itu, selain itu juga seorang muslim tidak boleh mencela orang lain karena orang itu sangat tercela dan terlaknat, sesuai dengan yang difirmankan Allah SWT dalam surat Al-Humazah ayat 1, 14 dari penafsiran yang ditulis oleh Ibnu Katsir di atas dapat diketahui bahwa beliau menjelaskan tentang larangan melakukan ujaran kebencian, hal itu juga beliau Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan tim, Jakarta : Gema Insani ), hal 418 14 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir, cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i hlm.485-487 13



7



kaitkan atau hubungan dengan ayat lain sesuai dengan materi yang dibahas di tafsir tersebut.. Dalam tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi menjelaskan tentang ujaran kebencian sedikit berbeda, hal ini dapat dilihat dari ayat tersebut menjelaskan tentang beberapa permasalahan atau point point penting yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11, dimulai dari menjelaskan tentang kosa katanya, perbedaan sebab turunnya yang salah satunya bercerita tentang kisah Ikrimah bin Abi Jahl ketika dia datang ke Madinah dalam keadaan Islam dan ketika dilihat oleh kaum muslimin Madinah mereka mengatakan Ikrimah adalah anak Fir’aun umat ini. Kemudian Ikrimah mengadukan hal itu kepada Rasulullah sehingga turunlah surat Al-Hujurat ayat 11 ini, selain tentang kisah tersebut ada banyak lagi kisah dan pendapat ulama tentang sebab turunnya dan serta di dalam kitab tafsirnya terdapat sedikit yang membedakannya dari tafsir lain di antaranya adalah al-Qurtubi dalam tafsirny menjelaskan tentang batasan dari ujaran kebencian tersebut.15. Dari beberapa hal di atas dapat diketahui bahwasanya tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi menjelaskan tentang ujaran kebencian secara terperinci, hal ini dapat dilihat dalam penulisannya memakai banyak refrensi salah satunya dari hadits nabi Muhammad SAW, beberapa peribahasa dan ayat-ayat lain yang dihubungkan oleh beliau, sehingga penulis akhirnya memakai tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi sebagai bahan penelitian skripsi ini, karena dalam pembahasan Al-Qurtubi lebih lengkap dan penjelasan Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal.385-395 15



8



tentang dampak dari ujaran kebencian sangat banyak disertai dengan refrensi yang banyak menambah kelengkapan dari tafsir Imam Al-Qurtubi tersebut. B. Alasan Pemilihan Judul 1. Sebagai bahan pengetahuan penulis agar mengetahui lebih jauh tentang penafsiran dari Imam Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang berjudul Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān 2. Sebagai bahan pembelajaran dan dakwah penulis, agar kelak bisa menyampaikan ke masyarakat tentang bahaya dari ujaran kebencian tersebut C. Penegasan Istilah 1. Pengertian Analisis dan Dampak Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dsb) untuk mengetahui keadaan yg sebenarnya (sebab- musabab, duduk perkaranya, dan sebagainya).16 Sementara itu dalam Kamus Besar Bahasa Indoensia (KBBI) dampak adalah pengaruh kuat yang mendatangkan akibat baik positif ataupun negatif.17 Jadi dalam hal ini, maksud penulis memakai analisis dalam penelitian adalah untuk menyelidiki suatu peristiwa yang mana dalam hal ini maksudnya adalah yang terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11, serta penulis analisis dampak yang terdapat dalam kandungan surat Al-hujurat ayat 11 tersebut



Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal.59 17 Ibid, hal.313 16



9



sehingga dapat dipahami lebih tentang analisis dampak dari surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut. 2. Ujaran kebencian Menurut wikipedia ujaran kebencian adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, etnis, gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama, dan lain-lain18 Dalam arti hukum, hate speech adalah perkataan, perilaku, tulisan ataupun petunjuk yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindak kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.19 3. Imam Al Qurtubi dan Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Nama lengkap Al-Qurtubi adalah Al-Imam Abu Abdullah Muhammad Ibn Ahmad Ibn Abi Bakr bin Farh Al-Ansari Al-Khazraji Al-Andalusi, atau bisa disebut Abu Abdullah Ibn Ahmad Ibn Abu Bakr Ibn farh Al-Ansari AlKhazraji Syams Al-Din Al-Qurtubi, Ia adalah adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertakwa kepada Allah SWT, dan senantiasa menyibukkan diri dalam menulis dan beribadah. Dalam Ensiklopedi Agama dan Filsafat dicantumkan bahwa Al-Qurtubi dilahirkan di Cordoba (spanyol) tahun 486 H/1093 M dan wafat pada bulan syawal tahun 567 H/1172.25 Sedangkan



https://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian diakses pada tanggal 10 Februari 2019 jam 12:00 WIB 19 Erizal Abdullah, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita Bohong(Hoax) Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas, 27 maret 2019 18



10



Adz-Dzahabi dalam Tafsir wa Mufassirun menyebut tahun wafatnya yakni pada bulan syawal tahun 671 H.20 Salah satu karya dari Imam Al-Qurtubi dalah tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān yang memiliki nama asli Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān AlMubayyin Lima Tadammanah min Al-Sunnah wa Ayil Furqan, kemudian banyak orang yang menyingkatnya dengan Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān atau Tafsir Al-Qurtubi. Dalam tafsir ini, beliau menulis penafsiran-penafsiran dari banyak ulama, masalah kebahasaan, i’rab, segala macam bacaan, penolakan terhadap ahli sesat(ahli ilmu kalam), mencantumkan banyak hadits yang berhubungan dengan ayat yang dibahas serta asbabun nuzulnya, setelah itu beliau merangkum seluruh maknanya serta menjelaskan sesuatu yang sulit dipahami dengan pendapat ulama salaf dan khalaf, lalu dilanjutkan dengan beliau memberikan syarat dalam tafsirnya dengan melekatkan sebuah pendapat yang mengatakannya dan hadits berasal dari sumbernya. Seandainya ayat yang dibahas tidak sesuai dengan hukum, maka beliau menjelaskan tentang berbagai penafsiran dan takwil. Demikianlah Im am Al-Qurtubi menulis tafsirnya dari awal hingga akhir.21 D. Permasalahan 1. Identifikasi Masalah a. Bagaimana penafsiran Imam Al-Qurtubi terhadap surat Al-Hujurat ayat 11 ?



Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya AlQurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 495-496 21 Sugeng Wanto dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam), tahun 2018 Hal.6 20



11



b. Apa pandangan ulama lain tentang ujaran kebencian yang terdapat dalam kitab tafsirnya ? c. Apa yang menyebabkan surat Al-Hujurat ayat 11 ini turun ? d. Bagaimana pandangan Al-Qurtubi dalam menjelaskan tentang dampak dari ujaran kebencian yang terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11 ? e. Apa saja dampak yang ditimbulkan dari dari ujaran kebencian yang terdapat dalam kitab tafsir karya Imam Al-Qurtubi ? 2. Batasan Masalah Adapun batasan masalah dari skrispsi ini adalah : a. Dalam penulisan ini, penulis memakai kitab Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Quran karya Imam Al-Qurtubi sebagai sumber utama dalam menganalisa dampak ujaran kebencian yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11. b. Dalam penulisan ini, maksud dari ujaran kebencian yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11 adalah tentang menghina yang ditunjukkan untuk orang-orang yang beriman atau orang orang muslim. 3. Rumusan masalah Adapun rumusan masalah dari penulisan skripsi ini adalah a. Bagaimana pendapat Imam Al-Qurtubi tentang ujaran kebencian yang dalam hal ini terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11?



12



b. Apa analisis dampak ujaran kebencian yang terkandung dalam surat Al-Hujurat ayat 11 kajian tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi ? E. Tujuan dan Manfaat penelitian 1. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah : a. Untuk mengetahui pendapat dari imam Al-Qurtubi dalam memandang ujaran kebencian dalam kitab tafsirnya. b. Untuk mengetahui dampak dari ujaran kebencian yang terdapat dalam kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi. 2. Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah : a. Penelitian ini bermanfaat bagi penulis, karena dengan adanya penelitian ini penulis dapat mengetahui dampak dari ujaran kebencian yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11 yang kedepannya bisa memberitahu ke masyarakat tentang bahaya dan dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian tersebut b.



Penelitian ini bisa menjadi refrensi atau acuan bagi pihak akademik yang kelak bisa disosialisasikan ke masyarakat, agar masyarakat mengetahui tentang bahaya dari ujaran kebencian.



F. Pelitian yang relavan Dari pengamatan penulis berdasarkan refrensi di berbagai perpustakaan , sampai saat ini belum ada yang melakukan penelitian mengenai “Analisa Dampak



13



Ujaran Kebencian Menurut Surat Al-Hujurat Ayat 11 Kajian Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Karya Imam Al-Qurtubi”. Tetapi, ada beberapa jurnal atau skripsi terdahulu yang berkaitan dengan materi yang penulis kemukakan seperti: 1. Muhammad Saiful Mujab Mahasiswa fakultas Ushuluddin dan Humaniora Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafisr Universitas Islam Negeri Wali Songo dengan judul "Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M. Quraish Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir Al-Misbah)" tahun 2018 22, dalam analisisnya dikatakan bahwa ujaran kebencian haruslah dihindari dan juga harus bijak dalam berbicara dan bermasyarakat serta bertutur kata agar tidak salah berbicara sehingga menyakiti orang lain karena itu merupakan kedzaliman. 2. Pahriadi Mahasiswa jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir Fakultas Ushuluddin, Filsafat dan Politik Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar dengan judul “Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55)“ tahun 2018 23, dalam analisisnya pahriadi bahwa hakikat ujaran kebencian menurut surat AdzZariyat ayat 52-55 ialah penghinaan dan pencemaran nama baik yang dialami oleh nabi Muhammad SAW dan nabi nabi sebelumnya pada saat menyampaikan dakwah ditengah umatnya dan disana pahriadi juga menjelaskan dampak yang ditimbulkan menurut surat Adz-Zariyat ayat 5255 adalah dipredikat sebagai orang yang melampaui batas. Muhammad Saiful Mujab, Skripsi : Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M. Quraish Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir Al-Misbah),(Semarang : UIN Wali Songo , 2018) 23 Pahriadi, Skripsi :Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55), (UIN Alauddin Makassar, 2018) 22



14



3. Dzatin Nithaqaini mahasiswa jurusan Akhwal Al-Syakhshiyyah fakultas ilmu agama Islam Universitas Islam Indonesia(UII) Yogyakarta dengan judul : “Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik” tahun 201824, dalam analisiya dikatakan bahwa dalam pandangan Islam menyatakan bahwa ujaran kebencian melalui media sosial merupakan perbuatan yang tercela karena menghilangkat kemashalatan dan juga dikenakan sanksi berupa ta’zir yang sesuai dengan undang undang. Dari ketiga penelitian yang relavan tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa tidak ada yang membahas secara mendalam tentang analisa dampak ujaran kebencian yang terjadi, dan juga dalam menganalisisnya hanya dibahas sebagia kecil saja dari dampak ujaran kebencian yang terjadi, sementara dalam penulisan ini penulis akan mengkaji analisa dampak ujaran kebencian menurut surat AlHujurat lebih dalam dan juga detail menurut kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān dimana dalam tafsir ini Al-Qurtubi membahas dampak dari ujaran kebencian lebih dalam. G. Metode Penelitian Metode penelitian dalam pembahasan Skripsi ini meliputi berbagai hal berikut : 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian yang penulis pakai ialah kualitatif yaitu penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek



24



Dzatin Nithaqaini, Skripsi Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, (UII Yogyakarta, 2018)



15



penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi , tindakan, dll. secara holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.25 2. Pendekatan Penelitian Pendekatan penelitian ini penulis memakai metode tahlili yang berarti ialah menafsirkan ayat Al-Quran yang akan di tafsirkan dengan memaparkan segala aspek yang tergandung di dalam ayat ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna makna yang tercangkup di dalamnya sesuai dengan keahlian dan kecendrungan mufassir yang menafsirkan ayat ayat tersebut.26 Jadi dalam tulisan ini, penulis akan menjelaskan analisa dampak yang terdapat dalam tafsir imam Al-Qurtubi lebih tepatnya yang ada dalam surat Al-Hujurat ayat 11 dimana di dalam tafsirnya tersebut terdapat banyak penjelasan dan pendapat para ulama ulama yang berhubungan dengan ayat tersebut serta pendapat dari Imam Al-Qurtubi itu sendiri. 3. Sumber data Sumber data merupakan sumber dari refrensi penulis, dimana sumber data itu terbagi 2 yaitu sumber primer dan sumber sekunder, adapaun sumber primer dan ssumber sekunder penulis adalah : a. Sumber primer



25



Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: Universitas Nusantara PGRI), tahun 2009



hal.14-15 Muhammad Sofyan, Tafsir Wa Mufassiru, (Medan : Perdana Publishing ), cet.1 tahun 2015 hal 83-84 26



16



Adapun sumber primer yang penulis gunakan ialah Al-Quran dan Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Karya Imam Al-Qurtubi, karena keterbatasan sumber maka penulis mengambil Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān



dalam



bentuk



PDF



yang



penulis



download



dari



http://www.galerikitabkuning.com b. Sumber Sekunder Adapun sumber sekunder/penunjang yang penulis gunakan adalah buku-buku yang mendukung dalam penulisan skripsi ini seperti : Kamus Arab-Indonesia, Artikel/Majalah, serta buku buku yang memiliki kaitannya dengan penulisan skripsi ini, Salah satu buku yang menjadi sumber penulisan skripsi ini adalah Tafsir wa Mufassirun karya Muhammad Adz-Zahabi dimana sumber tersebut berformat PDF yang penulis download http://ngajiquranyuk.blogspot.com 4. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengumpulan data ini, penulis memakai teknik pengumpulan secara dokumentasi, dokumentasi sendiri dalam kamus besar bahasa indonesia adalah pengumpulan, pemilihan, pengolahan, dan penyimpanan informasi dl bidang pengetahuan dan juga pengertian lainnya adalah pemberian atau pengumpulan bukti-bukti dan keterangan-keterangan.27 Sementara dalam penelitian, teknik pengumpulan data secara dokumentasi adalah yaitu pengumpulan data yang berbetuk sebuah tulisan, gambar, atau



Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 361 27



17



karya karya monumental dari seseorang28. Dalam penelitian ini penulis mengumpulkan data berupa sebuah tafsir yang bernama Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān disertai buku buku yang berhubungan dengan yang penulis teliti yang sesuai dengan tema yang penulis ambil serta beberapa buku pedoman dan pendukung dari dokumen utama tersebut seperti kamus bahasa, hadits, dan buku pendukung/ dokumen lainnya. 5. Teknik Analisis Data Setelah data terkumpul maka langkah selanjutnya adalah mengadakan pembahasan dan menganalisanya, dalam menganalisa pembahasan ini penulis memakai teknik content Analysis,



dimana content analysis



merupakan



sebuah analisis ilmiah yang mengharuskan identifikasi penuh terhadap contohcontoh yang berhubungan dengan materi atau tema yang diangkat oleh seorang penulis29 Menurut Soerjono Sukanto, Content Analysis adalah sebuah teknik penelitian untuk membahas infrensi-nfrensi dengan mengidentifikasi secara sistematik dan objektif karakteristik khusus dalam sebuah teknik.30 Jadi, dalam penelitian ini penulis akan menampilkan ayat yang melarang ujaran kebencian tersebut yaitu surat Al-Hujurat ayat 11 lalu setelah itu penulis akan mengidenfikasi analisa dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian menurut pendapat Al-Qurtubi serta menurut Tafsir yang ditulis oleh Imam AlQurtubi tersebut dalam kitabnya yang berjudul Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān. H. Kerangka Pembahasan Skripsi 28



Prof.Dr.Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung : Penerbit Alfabetta), cet 22



hal. 329 Michel Quinn Patton, How to Use Qualitative Methods In Evaluation, diterjemahkan oleh Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009), hal. 259 30 Soejorno Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (jakarta : UI press), cet 3, hal 22 29



18



Agar tulisan ini lebih mudah dipahamidan dipelajari dibutuhkan susunan penulisan



yang



sistematis



dan



rapi.



Oeh



karenanya,



berikut



merupakansistematika atau kerangka penulisan skripsi yang penulis gunakan. Bab I : dalam bab ini berisi latar belakang, alasan pemilihan judul, penegasan istilah, permasalahan, tujuan dan manfaat penelitian, penelitian yang relavan, metode penelitian dan kerangka pembahasan. Bab II : dalam bab II skripsi in berisi pengertian ujaran kebencian, pengertian ujaran kebencian menurut ulama tafsir, batasan ujaran kebencian, dan dalil larangan melakukan ujaran kebencian, dan teori perubahan sosial serta kaitannya dengan teori konflik dan ujaran kebencian Bab III : dalam bab ini berisi tetang Imam Al-Qurtubi baik dari profil beliau, kondisi sosial, serta karyanya lalu ada juga pembahasan tentang tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān yang di dalamnya berisi latar belakang penulisan, corak tafsir, dan metode penafsiran Bab IV : dalam bab ini berisi tentang penafsiran Al-Qurtubi dalam menafsirkan surat Al-Hujurat ayat 11 lalu dilanjutkan dengan analisa dampak ujaran kebencian yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut Bab V : dalam bab ini berisi tentang kesimpulan dari analisa dampak ujaran kebencian dan juga saran dalam penulisan skripsi



BAB II UJARAN KEBENCIAN DAN DALIL-DALIL YANG MELARANGNYA A. Pengertian Ujaran Kebencian dan Bentuk-Bentuknya Sebelum Membahas ayat ayat yang melarang melakukan ujaran kebencian, penulis akan menguraikan pengertian dan bentuk bentuk dari ujaran kebencian itu dulu, dalam hal ujaran kebencian itu sendiri terdapat berbagai pengertian dan juga berbagai bentuk. Hate speech atau ujaran kebencian merupakan definisi untuk tindak kejahatan yang berkaitan dengan perkataan bermuatan umpatan, penghinaan terhadap individu atau kelompok atas dasar ras, sex, orientasi seksual, etnis dan agama. Dimana perbuatan tersebut merupakan bentuk penghinaan yang menimbulkan suasana permusuhan, intimidasi serta merupakan bagian dari tindakan pencemaran. Dalam Oxford Dictionary hate speech diartikan sebagai perkataan yang mengekspresikan kebencian dan intoleransi terhadap kelompok sosial, biasanya berbasis ras dan seksualitas.31 Willian B. Fisch memberikan definisi, sebagaimana dikutip oleh Yayan M. Riyani mengatakan bahwa ujaran kebencian didefinisikan sebagai hasutan kebencian terhadap kelompok atau individu atas dasar ras, sex dan orientasi seksual, etnis, agama. Menurutnya sangat erat dengan pemaknaan dalam International Covenant on Civil and Political Rigth pada tahun 1966 artikel



Yayan Muhammad Royani, Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran Kebencian/Hate Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang : UIN WALI SONGO), hlm. 3 31



19



20



Nomor 20 ayat 2 tentang larangan negara untuk melakukan advokasi atas kebencian atas ras dan



21



agama yang merupakan hasutan untuk diskriminasi, dan menimbulkan permusuhan serta kekerasan.32 Ada juga yang mengartikan hate speech sebagai perkataan, perilaku, tulisan ataupun petunjuk yang dilarang karena dapat memicu terjadinya tindak kekerasan dan sikap prasangka entah dari pihak pelaku pernyataan tersebut ataupun korban dari tindakan tersebut.33 Ujaran kebencian itu sendiri terdapat berbagai bentuk, hal ini terdapat di dalam surat edaran polri nomor : SE/06/x/2015, bentuk dari ujaran kebencian menurut surat edaran tersebut adalah : 1. Penghinaan 2. Pencemaran nama baik 3. Penistaan 4. Perbuatan tidak menyenangkan 5. Memprovokasi 6. Menghasut 7. Penyebaran berita bohong34 B. Pengertian Ujaran Kebencian Menurut Ulama tafsir Dalam menerangkan ujaran kebencian para ulama tafsir memiliki perbedaana khususnya yang terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 11, namun



Ibid, hlm. 4 Erizal Abdullah, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita Bohong(Hoax) Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas, 27 maret 2019 34 surat Edaran Polri nomor : SE/06/x/2015 ( di download dari : http://docplayer.info/29980488-Surat-edaran-nomor-se-06-x-2015-tentang-penanganan-ujarankebencian-hate-speech.html ) 32 33



22



maksud inti dari ujaran kebencian yang ada dalam surat Al-Hujurat ayat 11 ialah ejekan, menghina, mengejek, mengolok. Dalam memandang ujaran kebencian ulama tafsir seperti Imam ibnu Katsir memandang ujaran kebencian dalam kata (‫س َخ ْر‬ ْ ‫ ) اَل َي‬yang memiliki arti janganlah menghina, kata tersebut memiliki persamaan dengan perkataan yang lain yang berhubungan dalam tafsirnya tersebut yaitu ( ‫مص‬ ُ ‫ ) َغ‬yang memiliki arti merendahkan dan selain kata itu juga ada perkataan yang sedikit mirip yaitu ( ُ‫) َغمط‬ yang artinya meremehkan35, dalam kamus Al-Munawwir dijelaskan bahwa arti dari kata ( ‫مص‬ ُ ‫ ) َغ‬adalah meremehkan, memandang remeh/kecil.36 Beda halnya dengan Sayid Qutb yang dalam tafsirnya lebih mengkaji ke arah perkataan (‫س َخ ْر‬ ْ َ‫ ) اَل ي‬yanga artinya jangan mengejek, menghina, mengolok. Namun sedikit persamaannya dengan Al-Qurtubi ialah dalam tafsrinya itu salah satu penyebab seseorang menghina itu ialah karena adanya kelebihan sehingga orang yang merasa lebih itu menghina yang merasa kurang atau rendah darinya seperti orang yang memiliki anak menghina orang yang mandul atau orang yang kaya menghina orang yang miskin37. C. Batasan Ujaran Kebencian Ujaran kebencian merupakan merupakan perbuatan yang dilarang oleh AlQuran dan juga oleh undang-undang yang ada di indonesia, ujaran kebencian itu sendiri memiliki beberapa batasan yang mana jika melebihi kriteria tersebut, maka Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-Sheikh, Tafsir Ibnu Katsir, cet.1, diterjemahkan oleh : M.AbdulGhoffar E.M dan Abu Ihsan Al-Atsari, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i hlm.485 36 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, ( Surabaya : Pustaka Progressid), hal 1018 37 Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan tim, Jakarta : Gema Insani ), hal 418 35



23



orang tersebut bisa dikatakan telah melakukan ujaran kebencian , batasan ujaran kebencian tersebut antara lain : 1. Ucapan tersebut harus mengandung kebencian,menyerang dan berkobarkobar yang dimaksudkan untuk menimbulkan dampak tertentu, baik secara langsung (aktual) maupun tidak langsung (berhenti pada niat) yaitu menginspirasi orang lain untuk melakukan kekerasan atau menyakiti orang atau kelompok lain.38



2. Harus ada maksud jahat secara umum (public intent) dari hasutan yang menimbulkan kekerasan, permusuhan, diskriminasi.39 Jika seseorang sudah memenuhi kriteria di atas, maka orang tersebut sudah termasuk melakukan perbuatan ujaran kebencian, jika tidak memenuhi maka orang tersebut tidak termasuk melakukan perbuatan kebencian, contohnya jika kita mengingatkan seseorang yang mana orang tersebut secara jujur dimana tidak ada maksud untuk memunculkan permusuhan dan tidak bermaksud jahat, maka hal itu tidak termasuk ujaran kebencian dan hal itu termasuk dalam berpendapat. D. Dalil Larangan melakukan Ujaran kebencian Seperti yang diketahui dari point A terdapat berbagai bentuk ujaran kebencian, di dalam Al-Quran itu sendiri Allah SWT telah berfirman kepada orang-orang yang beriman untuk menjauhi perbuatan tersebut karena perbuatan



38



Lidya Suryani Widayati, Info Singkat : kajian singkat terhadap isu aktual dan strategis : ujaran kebencian : batasan pengertian dan larangan, hal 3 39 Yayan Muhammad Royani, Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran Kebencian/Hate Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang : UIN WALI SONGO), hlm. 10



24



tersebut dilarang oleh Allah SWT dan bisa berdampak buruk dikemudian harinya, dalam hal ini penulis membagi dalil yang melarang untuk melakukan ujaran kebencian di antaranya adalah : 1. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Al-Quran Seperti yang dijelaskan sebelumnya sesuai dengan surat edaran polri tentang jenis ujaran kebencian, Dalam Al-Quran ada banyak ayat yang melarang orang-orang yang beriman untuk melakukan ujaran kebencian , dan juga perbuatan itu sangat dilarang oleh Allah SWT, salah satunya adlah surat yang penulis teliti yaitu surat Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi



ِ َّ ‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬ ِ ‫اب بِْئ‬ ِ ‫َعسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬ ‫سو ُق‬ ُ ‫س اال ْس ُم الْ ُف‬ َ َ َ ِ ِ ِ ١١﴿ ‫ك ُه ُم الظَّال ُمو َن‬ َ ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫يمان َو َمن لَّ ْم َيت‬ َ ِ‫﴾ َب ْع َد اإْل‬ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolokolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanitawanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orangorang yang zalim.”40.



Selain ayat di atas ada lagi ayat-ayat dalam Al-Quran yang melarang seoseorag/ orang mukmin untuk mealkuakn perbuatan ujarna kebencian, di antaranya adalah . a. Dalil Al-Quran tentang Larangan Allah SWT kepada orang-orang untuk mencemarkan nama baik seseorang dan menyebarkan berita bohong Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 744 40



25



Pencemaran nama baik itu sendiri sangat banyak, bisa saja menghina, mengolok-ngolok atau bisa saja menyebarkan berita bohong, dalam Al-Quran Allah SWT melarang orang-orang melakukan perbuatan tersebut dalam firmannya yang berbunyi :



ِ ْ‫إِ َّن الَّ ِذين جا ُؤوا بِاإْلِ ف‬ ‫صبَةٌ ِّمن ُك ْم اَل تَ ْح َسبُوهُ َش ّراً لَّ ُكم بَ ْل ُه َو َخ ْي ٌر لَّ ُك ْم لِ ُك ِّل ْام ِر ٍئ‬ ْ ُ‫ك ع‬ َ َ ِ ِ ِ ‫﴾ ِّم ْنهم َّما ا ْكتس‬ ِ ِ ١١﴿ ‫يم‬ ٌ ‫ب م َن اإْلِ ثْ ِم َوالَّذي َت َولَّى ك ْب َرهُ م ْن ُه ْم لَهُ َع َذ‬ ُ ٌ ‫اب َعظ‬ َ ََ Artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu. Tiap-tiap seseorang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bahagian yang terbesar dalam penyiaran berita bohong itu baginya azab yang besar”(QS : An-Nur ayat 11).41



Ayat ini turun sehubungan dengan Aiyah R.A yang dituduh berzina oleh kaum munafik yang suka berdusta da berbohong, ayat ini sendiri banyak mengisahkan tentang dampak yang ditumbulkan dari berita bohong yang disebarkan oleh kaum munafik tersebut akibat dari berita tersbeut Aisyah R.A di gunjing dan berdampak besar dari berita bohong. Singkat cerita, ayat ini turun karena adanya berita bohong/ hoax di zaman Rasulullah SAW yang menyebabkan efek yang mengerikan dan juga sang pembawa berita bohong akan diazab oleh Allah SWT42, oleh karena itu, janganlah seseorang menyebarkan berita bohong karena akan berdampak dan berefek besar kekorbannya nanti. b. Dalil Al-Quran tentang larangan Allah SWT kepada manusia untuk melakukan penistaan Ibid , hal 489 Ibnu Katsir, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,(diterjemahkan oleh Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta), jilid 3 hal 469-470 41 42



26



Penistaan disini merupakan perbuatan yang dilarang oleh Allah SWT, Penistaan itu sendiri menurut kamus besa bahasa indonesia adalah menghina, mencela, mencemarkan nama baik, mengumpat.43 Dalam Al-Quran Allah SWT berfirman dalam firmannya :



ِ ِ َّ ُّ ‫ين ُي ْؤذُو َن اللَّهَ َو َر ُسولَهُ ل ََعَن ُه ُ(م اللَّهُ فِي‬ ً‫َع َّد ل َُه ْم َع َذاباً ُّم ِهينا‬ َ ‫الد ْنيَا َواآْل خ َر ِة َوأ‬ َ ‫إِ َّن الذ‬ ِ ِ َ‫﴾ والَّ ِذين ي ْؤذُو َن الْم ْؤ ِمنِين والْم ْؤ ِمن‬٥٧ ﴿ً‫احتَ َملُوا ُب ْهتَاناً َوإِثْما‬ ْ ‫ات بِغَْي ِر َما ا ْكتَ َسبُوا َف َقد‬ َُ َ ُ ََ ُ ٥٨﴿ ً‫﴾ ُّمبِينا‬ Artinya : “(57)Sesungguhnya orang-orang yang menyakiti Allah dan Rasul-Nya. Allah akan mela`natinya di dunia dan di akhirat, dan menyediakan baginya siksa yang menghinakan.(58)Dan orangorang yang menyakiti orang-orang mu'min dan mu'minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesungguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata.”(QS : surat AlAhzab ayat 57-58)”44 Namun perlu diketahui bahwa seorang yang beriman tidaklah boleh menistakan agama diluar Islam, karena hal tersebut bisa menyebkan orang dari agama lain tersebut akan membalas menghina agama Islam juga, hal ini terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :



ِ ِ َّ ِ ِ ‫ك َز َّينَّا لِ ُك ِّل‬ َ ِ‫سبُّواْ اللّهَ َع ْدواً بِغَْي ِر ِعل ٍْم َك َذل‬ َ ‫سبُّواْ الذ‬ ُ َ‫ين يَ ْدعُو َن من ُدون اللّه َفي‬ ُ َ‫َوالَ ت‬ ١٠٨﴿ ‫ٍ﴾أ َُّمة َع َملَ ُه ْم ثُ َّم إِلَى َربِّ ِهم َّم ْر ِجعُ ُه ْ(م َفُينَبُِّئ ُهم بِ َما َكانُواْ َي ْع َملُو َن‬ Artinya :



“Dan janganlah kamu memaki sembahan-sembahan yang mereka sembah selain Allah, karena mereka nanti akan memaki Allah dengan melampaui batas tanpa pengetahuan. Demikianlah Kami jadikan setiap umat menganggap baik pekerjaan mereka. Kemudian kepada Tuhan merekalah kembali



Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 1005 44 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia , hal 602-603 43



27



mereka, lalu Dia memberitakan kepada mereka apa yang dahulu mereka kerjakan.”(QS : surat Al-An’am ayat 108)45 Allah SWT melarang Rasulullah dan ahabatnya untuk memakimaki sesembahan(tuhan) kaum musyrikin, walau makian itu mengandung kemashalatan, karena itu akan berimplikasi besar kepada kerusakan daripada kepada kemashalatan berupa kaum musyrik akan menghina atau membalas mencaci tuhan kaum muslim yaitu Allah SWT46. c. Dalil Al-Quran tentang larangan Allah kepada orang-orang untuk melakukan perbuatan tidak menyenangkan (dzalim) Perbuatan dzalim diartikan dengan aniaya adalah suatu perbuatan yang tercela, dimana perbuatan tersebut dapat merugikan orang lain dan juga dirinya sendiri47. Dalam Al-Quran Allah SWT sangat melarang manusia untuk melakkan perbuatan yang dzalim, dan orang yang zalim akan mendapatkan azab, sungguh Allah berfirman :



ِ ‫ك لَهم َع َذ‬ ِ ِ َّ ِ َّ ‫إِنَّما‬ ِ ‫َّاس َو َي ْبغُو َن فِي اأْل َْر‬ ‫يم‬ ٌ ُ َ ِ‫ْح ِّق أ ُْولَئ‬ َ ‫ض بِغَْي ِر ال‬ ٌ ‫اب أَل‬ َ َ ‫يل َعلَى الذ‬ َ ‫ين يَظْل ُمو َن الن‬ ُ ‫السب‬ ٤٢ ﴿) Artinya :”Sesungguhnya dosa itu atas orang-orang yang berbuat zalim kepada manusia dan melampaui batas di muka bumi tanpa hak. Mereka itu mendapat azab yang pedih.” 48 ( Surat Asy-Syura ayat 42 ) 2. Dalil larangan melakukan ujaran kebencian dalam Hadits Nabi SAW



Ibid, hal 190 Ibnu Katsir, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir,(diterjemahkan oleh Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta), jilid 3 hal 264 47 Irfan, Skripsi :Konsep Al-Zulm Dalam Al-Quran, (Makassar : UIN Alauddin , 2011), hal 16 48 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia , hal. 699 45 46



28



Selain dalam Al-Quran dijelaskan, dalam haditspun juga dijelaskan tentang larangan untuk seseorang melakukan ujaran kebencian di antaranya adalah : a. larangan untuk melakukan provokasi dan menghasut Sungguh Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW telah melarang orang orang untuk melakukan perbuatan provokasi karena itu merupakan perbuatan tercela dan sama seperti menghasut. Menghasut seendiri dalam kamu besar bahasa indonesia adalah membangkitkan hati orang-orang supaya marah (melawan,memberontak dan sebagainya). 49 Larangan menghasut atau memprovokasi itu sendiri sudah diingatkan nabi SAW dan orang yang menprovokasi dan mengadu domba tidak akan masuk ke surganya Allah SWT hal ini terdapat dalam hadits yang berbunyi dalam hadits yang berbunyi :



(‫ش‬ (ِ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( أَ(بُ(و( بَ( ْك( ِر( بْ( ُن( أَ(بِ(ي( َش( ْي( بَ( ةَ( َح( دَّ( َث( نَ( ا( أَ(بُ(و( ُم( َع( ا( ِو( يَ(ةَ( َ(و( َ(و( كِ( ي( ٌع( َع( ْن( ا(أْل َ( ْع( َم‬ ِ (ٍ‫ظ( لَ(هُ( أَ( ْخ( َ(ب َر( نَ(ا( ا(بْ( ُن( ُم( ْس( ِه( ر‬ (ِ (‫ب( بْ( ُن( ا(لْ( َح( ا( ِر‬ ُ (‫ث( ا(ل(ت(َّ ِم( ي( ِم( ُّي( َ(و( ا(ل(ل(َّ ْف‬ ُ (‫ح( و( َح( دَّ( َث( نَ( ا( م( ْن( َج( ا‬ (َ‫ث( قَ(ا( َ(ل( ُك( ن(َّا( ُج( لُ(و( ًس( ا( َم( ع‬ (ِ (‫ش( َع( ْن( إِ( ْ(ب( َر( ا( ِه( ي( َم( َع( ْن( َه( مَّ( ا(ِ(م( بْ( ِن( ا(لْ( َح( ا( ِر‬ (ِ (‫َع( ْن( ا(أْل َ( ْع( َم‬ ِِ ِ َّ(‫س( إِ( لَ( ْ((ي نَ( ا( فَ( ِق( ي( َل( لِ( ُح( َذ( ْي( َف( ةَ( إِ( ن‬ َ (َ‫ُح( َذ( ْي( َف( ةَ( ف( ي( ا(لْ( َم( ْس( (ج( د( فَ( َج( ا( َء( َر( ُج( ٌل( َح( ت(َّى( َج( ل‬ (ُ‫س( ْل( طَ(ا( ِن( أَ( ْش( يَ( ا( َء( َف( َق( ا( َ(ل( ُح( َذ( ْي( َف( ةُ( إِ( َر( ا( َد( َة( أَ( ْن( يُ( ْس( ِم( َع( ه‬ ُّ (‫َه( َذ( ا( َي( ْ(ر( فَ( ُع( إِ( لَ(ى( ا(ل‬ ِ (‫ت‬ (ُ (‫َس( ِم( ْع‬ ٌ (‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّ َم( َي( ُق( و( ُ(ل( اَل يَ( ْد( ُخ( ُل( ا(لْ( َج( ن(َّةَ( َق( ت(َّا‬ َ (‫ت( َر( ُس( و( َ(ل( ا(ل(ل(َّه‬ Artinya : “Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abu Syaibah telah menceritakan kepada kami Abu Mu'awiyah, dan Waki' dari al-A'masy. (dalam riwayat lain disebutkan) Dan telah menceritakan kepada kami Minjab bin al-Harits at-Tamimi dan lafazh tersebut miliknya, telah mengabarkan kepada kami Ibnu Mushir dari al-A'masy dari Ibrahim dari Hammam bin al-Harits Dendy Sugono dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa Dapartermen Pendidikan Nasional), tahun 2008 hal. 514 49



29



dia berkata, "Kami pernah duduk-duduk bersama Hudzaifah di masjid, maka seorang laki-laki datang hingga duduk menghadap kami. Lalu dikatakan kepada Hudzaifah, 'Sesungguhnya orang ini mengangkat suatu berita kepada penguasa.' Maka Hudzaifah berkata dengan maksud agar dia mendengarnya, "Aku mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tidak masuk surga orang yang suka mengadu domba.” 50 [ hadits riwayat muslim ke 153] b. larangan nabi SAW untuk menghina dan berbuat zalim



ٍ ‫س َعن أَبِي س ِع‬ ِ ٍ َ‫َح َّد َثنَا َع ْب ُد اللَّ ِه بْ ُن َم ْسلَ َمةَ بْ ِن َق ْعن‬ ‫يد‬ ْ ٍ ‫ب َح َّد َثنَا َد ُاو ُد َي ْعني ابْ َن َق ْي‬ َ ِ ُ ‫ال رس‬ َ َ‫َم ْولَى َع ِام ِر بْ ِن ُك َريْ ٍز َع ْن أَبِي ُه َر ْي َرةَ ق‬ ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم اَل‬ َ ‫ول اللَّه‬ ُ َ َ َ‫ال ق‬ ٍ ‫ض ُك ْم َعلَى َب ْي ِع َب ْع‬ ‫ض‬ ُ ‫اج‬ ُ ‫ضوا َواَل تَ َد َاب ُروا َواَل يَبِ ْع َب ْع‬ ُ َ‫شوا َواَل َتبَاغ‬ َ َ‫اس ُدوا َواَل َتن‬ َ ‫تَ َح‬ ُ ‫اد اللَّ ِه إِ ْخ َوانًا ال ُْم ْسلِ ُم أ‬ َ َ‫َو ُكونُوا ِعب‬ ُ‫َخو ال ُْم ْسلِ ِم اَل يَظْلِ ُمهُ َواَل يَ ْخ ُذلُهُ َواَل يَ ْح ِق ُره‬ ِ ِ ُ ‫الت ْقوى َه‬ ٍ ‫ث م َّر‬ ِ ‫ات بِ َح ْس‬ َّ ‫ب ْام ِر ٍئ ِم ْن‬ ‫الش ِّر أَ ْن يَ ْح ِق َر‬ َ ‫اهنَا َويُش ُير إِلَى‬ َ َ ‫ص ْد ِره ثَاَل‬ َ َّ ‫ضهُ َح َّدثَنِي أَبُو‬ ُ ‫أَ َخاهُ ال ُْم ْسلِ َم ُك ُّل ال ُْم ْسلِ ِم َعلَى ال ُْم ْسلِ ِم َح َر ٌام َد ُمهُ َو َمالُهُ َو ِع ْر‬ ِ ٍ ‫َح َم ُد بْ ُن َع ْم ِرو بْ ِن َس ْر ٍح َح َّد َثنَا ابْ ُن َو ْه‬ ُ‫ُس َامةَ َو ُه َو ابْ ُن َزيْ ٍد أَنَّه‬ ْ ‫الطَّاه ِر أ‬ َ ‫ب َع ْن أ‬ ٍ ‫س ِمع أَبا س ِع‬ ‫ال‬ َ َ‫ت أَبَا ُه َر ْي َرةَ َي ُقواُل ق‬ ُ ‫يد َم ْولَى َع ْب ِد اللَّ ِه بْ ِن َع ِام ِر بْ ِن ُك َريْ ٍز َي ُق‬ ُ ‫ول َس ِم ْع‬ َ َ َ َ ِ ‫ول اللَّ ِه صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه وسلَّم فَ َذ َكر نَ ْحو ح ِد‬ ‫اد فِ ِيه‬ ُ ‫َر ُس‬ َ ‫ص َو ِم َّما َز‬ َ ‫يث َد ُاو َد َو َز‬ َ َ َ َ َ ََ َ ‫اد َو َن َق‬ ِ ‫اد ُكم واَل إِلَى صو ِر ُكم ول‬ ِ ‫إِ َّن اللَّهَ اَل ي ْنظُر إِلَى أ‬ ‫َك ْن َي ْنظُُر إِلَى ُقلُوبِ ُك ْم َوأَ َش َار‬ ْ َ ْ َُ َ ْ ‫َج َس‬ ُ َ ِ ِ ‫بِأ‬ ‫ص ْد ِر ِه‬ َ ‫َصابِعه إِلَى‬ َ Artinya :“Telah menceritakan kepada kami 'Abdullah bin Maslamah bin Qa'nab; Telah menceritakan kepada kami Dawud yaitu Ibnu Qais dari Abu Sa'id budak 'Amir bin Kuraiz dari Abu Hurairah dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: 'Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci, dan saling memusuhi. Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang masih dalam penawaran muslim lainnya dan jadilah kalian hamba-hamba Allah yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah bersaudara tidak boleh menyakiti, merendahkan, ataupun menghina. Takwa itu ada di sini (Rasulullah menunjuk dadanya), Beliau Abul Husain Muslim bin al-Hajjaj al-Naisaburi, Shahih Muslim, hal 86 ( didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/ ) 50



30



mengucapkannya sebanyak tiga kali. Seseorang telah dianggap berbuat jahat apabila ia menghina saudaranya sesama muslim. Muslim yang satu dengan yang Iainnya haram darahnya. hartanya, dan kehormatannya." Telah menceritakan kepadaku Abu At Thahir Ahmad bin Amru bin Sarh Telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahab dari Usamah yaitu Ibnu Zaid Bahwa dia mendengar Abu Sa'id -budak- dari Abdullah bin Amir bin Kuraiz berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: -kemudian perawi menyebutkan Hadits yang serupa dengan Hadits Daud, dengan sedikit penambahan dan pengurangan. Di antara tambahannya adalah; "Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi Allah melihat kepada hati kalian. (seraya mengisyaratkan telunjuknya ke dada beliau)”.51 [ hadits riwayat muslim ke 4650] E. Teori Perubahan Sosial dalam Kaitannya Antara Teori Konflik dan Ujaran kebencian Dalam penulisan skripsi ini, penulis menghubungkan penulisan penulis dengan sebuah teori yang dinamakan teori perubahan sosial, karena dalam kasus ujaran kebencian ini, menurut penulis memiliki hubungan dengan perubahan tingkah laku masyarakat dalam bersosial dan juga dalam berinteraksi dengan masyarakat yang ada di sekitarnya. Secara etimologi, perubahan sosial berarti perubahan pada berbagai lembaga kemasyarakatan, yang mempengaruhi sistem sosial masyarakat, termasuk di dalamnya nilai-nilai, sikap, pola, perilaku di antara kelompok dalam masyarakat52, dalam sumber lain dikatakan bahwa perubahan sosial adalah perubahan yang terjadi karena adanya ketidaksesuaian di antara unsur-unsur sosial



Ibid, hal 2488 Sri Suntari, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA, ( Jakarta : direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan), tahun 2017 hal. 4 51 52



31



yang berbeda di dalam kehidupan masyarakat, sehingga menghasilkan pola kehidupan yang baru ( berbeda dengan pola kehidupan sebelumnya)53. Sementara itu menurut



Mac Iver perubahan sosial adalah perubahan-



perubahan yang terjadi dalam hubungan (social relation) atau perubahan terhadap keseimbangan (equilibrium) hubungan sosial54. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengertian perubahan sosial adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada masyarakat yang mencakup peubahan dalam aspek-aspek struktur dari suatu masyarakat, ataupun karena terjadinya perubahan dari faktor lingkungan, karena berubahnya komposisi penduduk, keadaan geografis, serta berubahnya sistem hubungan sosial, maupun perubahan pada lembaga kemasyarakatan55, Perubahan sosial yang terjadi di lingkungan masyarakat itu sendiri terdiri dari berbagai teori antara lain: 1. Teori perubahan sosial evolusi : Teori Evolusi menjelaskan bahwa perubahan sosial memiliki arah tetap dan dialami setiap masyarakat. Arah tetap yang dimaksud adalah perubahan sosial akan terjadi bertahap, mulai dari awal sampai perubahan terakhir56 2. Teori perubahan sosial konflik : Teori ini menjelaskan bahwa Perubahan Sosial dapat terbentuk dari konflik. Konflik ini berasal dari pertentangan Nur Djazihah,Modul Pembelajaran Sosialogi : teori Perubahan Sosial di Masyarakat,( Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat Universitats negeri Yogyakarta), tahun 2012 hal 4 54 Vina Dwi Laning,Sosiologi Kelas XII Untuk SMA/MA,( Jakarta : departemen pendidikan nasional) tahun 2009, hal.4 55 Sri Rahayu Rahmah Nasir, Skripsi : Perubahan Sosial Masyarakat Lokal Akibat Perkembangan Wisata Dusun Wakka kab.Pinrang, ( Makassar : Universitas Hasanuddin, 2017 ), hal 13 56 Sri Suntari, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA, ( Jakarta : direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan), tahun 2017 hal.81 53



32



kelas antara kelompok penguasa dengan kelompok masyarakat yang tertindas sehingga melahirkan sebuah perubahan sosial yang dapat mengubah sistem sosial tersebut57. 3. Teori perubahan sosial fungsionalis : Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa, Perubahan Sosial merupakan suatu yang konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Oleh karena itu perubahan sosial bisa saja mengacaukan suatu keseimbangan dalam masyarakat.58 4. Teori perubahan sosial siklus : Teori siklus menjelaskan bahwa, Perubahan sosial terjadi secara bertahap (sama seperti teori evolusi), namun perubahan tidak akan berhenti pada tahapan “terakhir” yang sempurna, namun akan berputar kembali ke awal untuk peralihan ke tahapan selanjutnya.59 Seperti yang di lihat pada point atas, menurut penulis pada teori perubahan sosial konflik memiliki hubungannya dengan ujaran kebencian karena salah satu yang menyebabkan konflik itu terjadi karena adanya pertentangan atau perbedaan pendapat antara suku, ras, dan bangsa sehingga terbentuklah perubahan sosial karena konflik tersebut.



Ibid, hal 82 Ibid, hal 90 59 Ibid, hal 90 57 58



BAB III IMAM AL-QURTUBI DAN TAFSIR JĀMI‘UN LI AHKĀMIL QURĀN A. Imam Al-Qurtubi 1. Profil Intelektual Nama lengkap Al-Qurtubi adalah Al-Imam Abi Abdillah Muhammad bin Ahmad bin Abi Bakr bin Farh Al-Ansari Al-Khazraji Al-Andalusi AlQurtubi, atau bisa disebut Al-Qurtubi. Ia adalah adalah seorang yang zuhud, wara’ dan bertakwa kepada Allah SWT, dan senantiasa menyibukkan diri dalam menulis dan beribadah. Dalam Ensiklopedi



Agama



dan



Filsafat



dicantumkan bahwa Al-Qurtubi dilahirkan di Cordoba (Spanyol) tahun 486 H/1093 M dan wafat pada bulan Syawal tahun 567 H/1172.25 Sedangkan AdzDzahabi dalam Tafsir wa al-Mufassirūn menyebut tahun wafatnya yakni pada bulan Syawal tahun 671 H.60 Al-Qurtubi hidup pada masa Al-Muwahidin (514-668 H), dinasti yang berpusat di Afrika Utara. Cordova pada masa itu mengalami masa kemajuan ilmu pengatahuan. Selain memiliki banyak buku-buku dan karyakarya tulis, pendiri dan penguasa daulah Al-Muwahidin memberikan dorongan kepada rakyatnya untuk memperoleh ilmu pengetahuan seluas-seluasnya. Muwahidin memberikan semangat dan dorongan kepada para ulama untuk terus berkarya dan meramaikan bursa ilmu pengetahuan.



Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya AlQurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 495 60



33



34



Semua itu berpengaruh besar tehadap pembentukan karakter keilmuan dalam Imam Al-Qurtubi . Karena kecintaannya



pada



ilmu,



pada



fase



selanjutnya Al-Qurtubi pindah ke bagian selatan Mesir pada masa pemerintahan Al-Ayyubiyyin. Di Mesir ini, Al-Qurtubi meninggal dunia pada malam Senin, tepatnya pada tanggal 9 Syawal tahun 671 H. Makamnya terletak di Maniyah, timur sungai Nil, dan sering diziarahi oleh banyak orang sebagai wujud penghormatan.61 Dalam perjalanan menuntut ilmu Imam Al-Qurtubi merupakan orang yang haus akan ilmu, beliau memiliki beberapa guru yang mumpuni di dalam bidangnya, di kota Qurthubah berliau berguru kepada Abu Ja’far Ahmad bin Rabi’ Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Rabi’. Abu Ja’far merupakan seorang ulama ahli bahasa Arab dan Ulumul Quran. Beliau dikenal dengan guru yang produktif sehingga memiliki banyak karangan, salah satunya kitab Mukhtasar ala shahihain. Sedangkan guru kedua beliau dikenal sebagai seorang hakim dan shalih dan adil. Beliau seorang ulama ahli dibidang ilmu hadits. Ketika kota Qurthubah jatuh ke pemerintahan Kristen, beliau pindah ke Iskandariah (Mesir), kemudian beliau berguru kepada Abu Muhammad Abdul Wahab bin Rawaj. Beliau seorang ulama di bidang hadits dan meninggal dunia pada 18 Dzulqa’dah 648 H.62 Selain 3 guru di atas beliau juga memiliki guru guru lainnya tempat antara lain : Andalusia : b. Abu Ja’far Ahmad bin Rabi’ Bin Abdurrahman Bin Ahmad Bin Rabi’



Ibid, Hal 496 Sugeng Wanto dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam UIN Sumatera Utara), hal.5 61 62



35



c. Abu Sulaiman Rabi’ bin Abdul Rahman bin Ahmad Al-Asy’ari AlQurtubi. d. Abu Amir Yahya bin Abdul Rahman bin Ahmad al-Asy’ari AlQurtubi e. Abu Hasan Ali bin Abdullah ibn Muhammad bin Yusuf Al-Ansari AlQurtubi Al-Maliki, atau yang dikenal dengan Ibn Qutral. f. Abu Muhammad Abdullah bin Sulaiman bin Daud Al-Ansari AlAndalusi Mesir : a. Abu Abbas Diya’ Al-Din Ahmad bin Umar Ibrahim bin Umar AlAnsari Al-Qurtubi Al-Maliki Al-Faqih b. Abu Muhammad Rasyid Al-Dīn Abdul Wahab bin Dafīr Al-Maliki c. Abu Muhammad Abdul Muati bin Mahmud bin Abdul Muati bin Abdul Khaliq al-Khami Al-Iskandari Al-Maliki Al-Faqih Al-Zahid d. Abu Ali Hasan bin Muhammad bin Muhammad Al-Bakri Al-Quraisy Al-Naisaburi Al-Dimasqi e. Abu Hasan bin ‘Ali bin Hibahllah bin Salamah Al-Misri Al-Syāfi’i63 2. Kondisi sosial, politik, dan budaya zaman Al-Qurtubi Al-Qurthubi hidup ketika waktu itu wilayah Spanyol berada di bawah pengaruh kekuasaan dinasti Muwahhidun yang berpusat di Afrika Barat dan Bani Ahmar di Granada (1232-1492 M) yaitu sekitar abad ke-7 Hijriyah atau 13 Masehi. Beliau hidup di Cordoba pada abad-abad akhir kemajuan gemilang umat Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya AlQurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 497 63



36



Islam di Eropa disaat Barat masih tenggelam dalam kegelapan. Cordoba yang sekarang yaitu kota Kurdu yang terletak di lembah sungai besar dan lambat laun kota itu menjadi kota kecil. Sedikit demi sedikit pecahan kota yang didiami muslim sekitar 86 kota semakin berkurang, berapa jumlah harta simpanan desa yang tidak terlindungi, alias hilang. Sedikitnya di Cordoba terdapat 200 ribu rumah, 600 Masjid, 50 rumah sakit, 80 sekolah umum yang besar, 900 pemandian. Jumlah buku sekitar 600 ribu kitab lebih, yang kemudian dikuasai oleh Nasrani pada tahun 1236 M. Bangsa Arab menguasai Cordoba pada tahun 711 M, hingga mencapai masa puncaknya pada periode Bani Umayyah tahun 856 H/1031 yang mengangkat dan memajukan negara-negara Eropa. Cordoba jatuh setelah daulah umuwiyah kalah dan tunduk pada tahun 1087 M yang kemudian dikuasai oleh kerajaan Qosytalah Fardinand yang ketiga tahun 1236 M.64. 3. Karya Imam Al-Qurtubi Selain kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, beliau juga memiliki karya lain yang cukup banyak, antara lain : a. Al-Asna fi Syarh Asma’ Allah al-Husna wa Sifatihi b. Al-Tadzkirah fi Ahwali al-Mauta wa Umur al-Akhirah c. Al-Tidzkar fi Afdhali al-Adzkar d. Al-Asma fi Syarhi Asmai al-Husna e. Al-I’lam bima fi Din al-Nashara min al-Auham. f. Qam’u al-Harshi bi al-Zuhdi wa al-Qona’ah. g. Risalat fi al-Qabi al-Hadith Alim Rois, Skripsi : Ahsanul Qososi Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Penafsiran AlQurtubi Terhadap Surah Yusuf Ayat 3 Dalam Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān), (STAIN KUDUS Jawa Tengah) ,hal. 46-47 64



37



h. Kitab al-Aqdhiyyah i. Al-Misbah Baina al-Af’al wa al-Shohah j. Syarh al-Taqsiy k. Walahu Arjuzatun Jumi’a fiha Asma’ al-Nabi s.a.w65. B. Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān 1. Latar Belakang Penulisan Tafsir Salah satu karya besar Al-Qurtubi dalam bidang tafsir adalah kitab tafsir yang ia namai dalam Muqaddimahnya yaitu Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān wa Mubayyin lima Tadammanah min al-Sunnah wa Ay al-Furqan Kitab ini masyhur sering disebut dengan tafsir al-Qurtubi, hal ini dapat dimaklumi karena tafsir ini adalah karya seorang yang mempunyai nisbah nama al-Qurtubi dan pada halaman sampul kitabnya sendiri tertulis judul tafsir al-Qurtubi Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān. Kitab Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān itu sendiri terdiri dari 24 jilid yang rata rata memiliki jumlah halaman kurang lebih 346-550 halaman setiap jilidnya, kitab tersebut diterbitkan di Libanon dengan penerbit Al-Risalah, kitab ini sendiri dicetak pada tahun 2006. Latar belakang mengapa Al-Qurtubi menyusun kitab tafsir ini, telah dijelaskan pada bagian pendahuluan kitab tafsirnya, ia berkata:



ِ ُ‫َفلَ َّما َكان كِتاب اهلل هو ال َك ِفيل بِج ِمي ِع عل‬ ِ ‫السن َِّة َو‬ ِ ‫وم ال َش‬ ُّ ِ‫ست َق َّل ب‬ ُ َ ‫ اَلَّ ِذي ا‬، ‫رع‬ َ َ َُ ُ َ َ ِ ِ ِ ِِ ِ ‫ين األ‬ ِ ‫ال َف‬ ، ‫َيت أَن أَشتَ ِغ َل بِ ِه َم َدى عُ ُم ِري‬ ُ ‫ َرأ‬، ‫َرض‬ ُ ‫الس َماء إِلَى أَم‬ ُ ‫ َو َن َز َل به أَم‬، ‫رض‬ َ ‫ين‬ 65



Mohd Farhan Bin Md Ariffin, Kajian Bibliografi Tafsir, (Kuala Lumpur : Universitas Malaya), hal.4



38



ِ ِ ِ ‫ بِأَن أَكت‬، ‫غ فِ ِيه منَّتِي‬ ِ ِ َ‫ض َّمن نُ َكتًا ِمن الت‬ ِ َ‫فسي ِر و اللُغ‬ ِ ، ‫ات‬ ُ َ ‫َوأَستَفر‬ َ َ َ َ َ‫ َيت‬، ‫ب فيه تَعلي ًقا َو ج ًيزا‬ َُ ِ ‫يث َكثِيرةً َش‬ ِ ِ ‫وا ِإلعر‬ ِ ‫ وأ‬، ‫ت‬ ِ ‫ضاَل اَل‬ ِ ‫القر‬ ِ ‫الر َّد َعلَى أ‬ ‫اه َدةً لِ َما‬ َّ ‫َهل‬ َ ‫الزي ِغ َوال‬ َ َ َ َ ‫اب َو‬ َ ً ‫َحاد‬ َ ‫ َو‬، ‫اءات‬ َ َ ِ ِ ِ ٍ ٍ ِ ‫ بِأَقَا ِو‬، ‫ َو ُمبَينًا أَش َك َل ِم َنها‬، ‫ين َم َعانِ َيها‬ ‫يل‬ َ َ‫ َجام ًعا ب‬، ‫نَذك ُرهُ م َن األَح َك ِام َو ُن ُزول آلياَت‬ ِ َ‫ و َمن تَبِ َع ُهم ِمن ال َخل‬، ‫لف‬ ِ ‫الس‬ ‫ف‬ َ َ



“Kitab Allah merupakan kitab yang mengandung seluruh ulum alSyara’ yang berbicara tentang masalah hukum dan kewajiban, Allah menurunkannya kepada aamiin al-ardh (Muhammad), aku pikir harus menggunakan hidupku dan mencurahkan karunia ini untuk menyibukan diri dengan al-Quran dengan cara menulis penjelasan yang ringkas yang memuat intisari-intisari tafsir, bahasa, ‘irab, qira’at, menolak penyimpangan dan kesesatan, menyebutkan hadis-hadis nabi dan sebab turun ayat sebagai keterangan dalam menjelaskan hukum-hukum al-Quran, mengumpulkan penjelasan makna-maknanya, sebagai penjelasan ayat-ayat yang samar dengan menyertakan qaul-qaul ulama salaf dan khalaf......”66



Kitab ini diawali dengan mukaddimah yang cukup panjang yang berisi tentang berbagai hal penting berkaitan dengan tafsir dan Ulumul Qur’an seperti pembahasan tentang keutamaan menafsirkan al-Qur’an, cara memahami kitabullah, i’rab Al-Qur’an, kodifikasi dan kritik terhadap mushaf uthmani dan diakhiri dengan pembahasan tentang isti’adhah dan basmalah. Al-Qurtubi biasanya mengkaji sebuah ayat dan menyuguhkan beberapa persoalan yang berkembang dalam ayat tersebut yang disebutnya sebagai mas’alah dalam berbagai aspek. Al-Qurtubi concern terhadap berbagai persoalan linguistik kajian atas isytiqaq (asal usul kata), nahw, i’rab, i’lal, semantik (makna) dan penggunaan puisi Jahiliyyah sebagai basis pemaknaan kata (syawahid asy-syi’riyyah), di samping menyebut informasi tentang qira’at serta berbagai riwayat baik dari nabi, sahabat, tabi’in melalui kajian komparatif



66



Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah) Jilid 1, hlm. 7.



39



serta melakukan seleksi sebagai dalil yang digunakan sebagai basis argumentasi. Banyak menggunakan hadis sebagai landasan dalam perbincangan persoalan fiqh dan informasi tentang turunnya ayat. Seluruh kutipan AlQurtubi baik berkaitan dengan hadis maupun pandangan perorangan ditampilkan dengan menyebut data sumber pengambilan. Penyebutan sumber referensi secara lengkap yang ditunjukkan oleh Al-Qurtubi ini dilatarbelakangi banyaknya hadis-hadis fiqh dalam berbagai tafsir yang muncul tanpa identitas periwayat. Padahal bagi Al-Qurtubi, kelengkapan informasi tentang hadishadis hukum ini merupakan keniscayaan yang dituntut dalam deduksi hukum serta memberikan informasi yang sangat diperlukan bagi pengkaji hadis untuk mengidentifikasi keterandalan riwayat terlebih bagi kalangan awam agar tidak menimbulkan kebingungan dan kesalah pahaman. Ketika membahas sebuah ayat hukum, Al-Qurtubi menginventaris seluruh permasalahan hukum yang mungkin muncul dan membaginya dalam beberapa permasalahan secara lengkap dan melakukan kajian dari berbagai sudut baik latar belakang (sabab nuzul), tafsir, qira’at, garib serta hukum. Perhatiannya yang begitu besar terhadap penafsiran ayat-ayat hukum dalam tradisi pemikiran fiqh maliki termasuk upaya melancarkan kritik terhadap pemikiran fiqh mazhab lain. Meski begitu Al-Qurthubi tampak masih terlihat netral dalam mengkaji pandangan fiqh Maliki, karena ditemukan beberapa pemikiran fiqh-nya yang relatif mandiri, misalnya ketika membahas permasalahan yang muncul dalam penafsiran QS. al-Baqarah: 187, ia



40



menyalahi pandangan mazhab Maliki dalam persoalan tentang batalnya puasa serta kewajiban qadha’ bagi orang yang berpuasa dan berbuka karena lupa dan memilih menggunakan pandangan mazhab lain berdasarkan kajian atas hadis yang ada. Sengaja menjauhi informasi israiliyyat dalam tafsir terbukti dengan imunitas tafsir ini dari riwayat israiliyyat dalam beberapa kisah dalam alQur’an seperti kisah Nabi Harut dan Marut, Dawud dan Sulaiman serta kisah Gharaniq. Tafsir ini selain cukup populer sebagai ensiklopedi dan model bagi kitab tafsir yang bercorak fiqhi, juga cukup berpengaruh pada beberapa kitab non fiqhi yang banyak menyitir pandangan Al-Qurtubi67 2. Corak Tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān Para Pengkaji tafsir memasukkan tafsir karya Al-Qurtubī ke dalam tafsir yang mempunyai corak fiqhi, sehingga sering disebut sebagai tafsir ahkām,



karena



dalam



menafsirkan



ayat-ayat



al-Qur’an,



ia



banyak



mengaitkannya dengan persoalan hukum.Dalam penafsirannya, Al-Qurtubi sangat detil dalam urusan hukum. Ia tidak meninggalkan untuk membahas ayat lain selain ayat-ayat hukum. Al-Qurtubi juga sering memunculkan diskusidiskusi klasik mengenai persoalan fiqih. Hal ini yang membedakan corak tafsir Al-Qurtubi dengan tafsir-tafsir lain68. Al-Qurthubi memang terkenal beraliran fikih Al-Maliki, namun kalau melihat tafsirnya, sifat fanatisme terhadap fikih Maliki sama sekali tidak 67



Ainaul Mardhiyah, Melacak Penafsiran Kontemporer Di Belahan Barat Dunia Islam, (Jawa Tengah : SMK As-Salamah), Hal.246-248 68 Ahmad Zainal Abid,Epistimologi Tafsir Jam Li Ahkami Quran Karya Al-Qurtubi,(jawa Timur : IAIN Tulung Agung), hal.512



41



ditemui, bahkan sebenarnya ketika memaparkan atau menjelaskan hukum itu banyak menyertakan dalil-dalil, analisis bahasa pun sering menjadi point penting pembahasan ayat tersebut. Sehingga apa yang ditemukan berdasar dari dalil-dalil itulah yang menurutnya benar. Sebagai contoh ketika menafsirkan ayat 187 surat al-Baqarah. Di dalam tafsirnya disebutkan 12 masalah yang dikandung ayat ini, di antaranya adalah mengenai perselisihan ulama tentang hukum orang yang makan pada siang hari di bulan ramadhan karena lupa, ia menyebutkan bahwa menurut Malik orang tersebut telah iftar maka ada kewajiban qada meski hukum qada itu tidak diridoi. Ulama selain Malik berpendapat bahwa orang yang lupa tidak berarti sudah iftar maka ia tetap harus melanjutkan puasanya, inilah yang benar kata Al-Qurtubi seperti yang telah dikatakan oleh jumhur bahwa jika seseorang makan atau minum karena lupa maka tidak ada qada bahkan puasanya sempurna.69 3. Metode Penafsiran Secara keseluruhan Al-Qurtubi memakai metode Tahlili, hal ini dapat diketahui dari tafsir beliau dalam hal ini penafsiran dalam kitab Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān sangatlah detail serta beliau menjelaskan masing masing ayat secara jelas, panjang lebar dan mendalam, dan dalam hal ini langkah-langkah beliau menafsirkan ayat ayat Al-Quran dalam kitabnya sebagai berikut : a. Memberikan kupasan dari segi bahasa b. Menyebutkan ayat-ayat lain yang berkaitan dan hadits-hadits dengan menyebutnya sebagai dalil 69



M Adz-zahabi, Tafsir Wa Mufassirun, (Kairo : maktabah wahbah), jilid 2, hal. 339-340



42



c. Menolak pendapat yang tidak sesuai dengan pemahamannya d. Mengutip pendapat ulama sebagai alat untuk menjelaskan permasalahan yang berkaitan dengan pokok bahasan e. Mendiskusikan pendapat ulama dengan argumentasi masing- masing, setelah itu melakukan perbandingan dan mengunggulkan serta mengambil pendapat yang diangap paling benar70 Dalam tulisan ini penulis akan menjelaskan dan memberikan sedikit contoh dari penafsiran Imam Al-Qurtubi, dimana penulis sengaja menjelaskan secara singkat karena di BAB IV nanti ada penafsiran dari Al-Qurtubi juga, dalam contoh penafsiran ini penulis memakai surat AnNisa ayat 29 yang berbunyi :



ِ ‫يا أ َُّيها الَّ ِذين آمنُواْ الَ تَأْ ُكلُواْ أَموالَ ُكم بينَ ُكم بِالْب‬ ٍ ‫اط ِل إِالَّ أَن تَ ُكو َن تِ َج َارةً َعن َت َر‬ ‫اض‬ َ َ َ ْ َْ ْ َ ْ َ َ ٢٩﴿ ً‫﴾ ِّمن ُك ْم َوالَ َت ْقُتلُواْ أَن ُف َس ُك ْم إِ َّن اللّهَ َكا َن بِ ُك ْم َر ِحيما‬



Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka samasuka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”71



Tepat di bawah ayat ini, Al-Qurthubi memulai tafsirnya dengan menulis: “Di dalam ayat ini terdapat sembilan masalah.” Kemudian ia memulai membahas masalah-masalah tersebut satu persatu. Masalah pertama adalah tentang makna kata “bi al-bathil”. Ia menerangkan makna “bi al-bathil” adalah “bi ghoir al-haq” (dengan jalan yang tidak haq). Kemudian ia memberikan contoh, memakan harta dengan Ahmad Zainal Abidin. Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya AlQurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) . hal. 498-499 71 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia , hal 107 70



43



jalan batil adalah di antaranya dengan akad al-‘urban. Kemudian ia menerangkan apa yang dimaksud dengan akad al-‘urban dan kontradiksi pendapat ulama’ tentangnya. Secara ringkas, pembahasan tentang akad alurban di dalam tafsir Al-Qurthubi adalah sebagai berikut: Akad al-urban adalah transaksi jual-beli atau sewa-menyewa dengan memakai uang muka, dengan ketentuan apabila calon pembeli atau penyewa jadi melakukan transaksi maka uang muka tersebut adalah termasuk harga barang yang telah dibayarkan di muka. Dan apabila calon pembeli atau penyewa membatalkan transaksi maka uang tersebut hangus dan tidak bisa diambil kembali. Akad al-urban seperti ini tidak boleh menurut sebagian besar fuqoha’ kota Hijaz dan Iraq; karena mirip dengan perjudian, penipuan dan bersifat tidak pasti. Hal itu termasuk memakan harta dengan jalan yang batil karena tidak adanya imbalan dari pihak penjual kepada pihak pembeli dan tidak ada akad hibah dari pembeli ke penjual. Akad al-urban hukumnya mafsukh (batal), dan barang yang telah dibeli atau disewa harus segera dikembalikan bila keadaanya masih utuh, jika telah rusak maka harus diganti rugi dengan harga sewaktu serahterima barang72. Demikianlah sedikit pembahasan dari metode penafsiran dari Imam Al-Qurtubi dan juga profil dari Imam Al-Qurtubi, untuk penulisan tafsirnya penulis akan tulis penafsirannya di bab selanjutnya, dimana



http://jeelsalamah.org/contoh-penafsiran-al-qurthubi/ diakses pada tanggal 18 juli 2019 pukul 19: 51 72



44



isinya adalah pembahasan dari judul yang penulis pakai dalam penulisan skripsi ini.



BAB IV ANALISIS DAMPAK UJARAN KEBENCIAN A. Penafsiran Al-Qurtubi dalam Surat Al-Hujurat ayat 11 Al-Hujurat merupakan surat yang diturunkan di di madinah, dalam kitab tafsir Imam Al-Qurtubi Surat Al-Hujurat itu sendiri terletak di jilid 19 yang dimulai dari halaman 352 sampai halaman 423. Sementara pembahasan surat AlHujurat ayat 11 itu tersebut dimulai dari halaman 385 sampai dengan halaman 395. Dalam pembahasan ini, penulis akan membahas penafsiran Imam AlQurtubi tentang surat Al-hujurat ayat 11 yang awal isinya dimulai dengan menyebutkan suratnya secara jelas baru Imam Al-Qurtubi menjelaskan perkata dari surat tersebut dan penafsirat Al-Qurubi dalam surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut berisi :



ِ َّ ‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم َواَل نِ َساء‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬ ‫ِّمن نِّ َساء َع َسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن‬



“Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”



Dalam pembahasan ayat tersebut Imam Al-Qurtubi membaginya menjadi 4 masalah yaitu : 1. Yang pertama dalam firman Allah SWT yang berbunyi :



ِ َّ ‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُهم‬ ٌ َ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر ق‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬



45



46



Artinya : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolokolok)” َ Dalam ayat tersebut dikatakan bahwa perkataan (‫راً ِّم ْن ُه ْم‬LL‫)خ ْي‬ memiliki arti lebih baik dari mereka dalam hal selamatnya I’tiqad dan dalam hal hatinya. Kata (ُ‫سخ ِريَّة‬ ُ ‫ )ال‬itu sendiri diambil dari kata ( ُ‫س ِخرت‬ َ ‫س َخ ًرا‬ ْ َ‫) ِمنهُ أ‬, dan bercerita bahwa kata (‫س ِخرتُ به‬ َ ‫س َخ ُر‬ َ )merupakan bahasa yang paling buruk, dan akhfas berkata bahwa kalimat tersebut diucapkan (untuk menghina)73. 2.



Yang kedua para ulama berselisih paham tentang turunnya ayat tersebut Ibnu Abbas berkata bahwa ayat tersebut turn berkaitan dengan



kisahnya tsabit bin Qais bin Syammas yang merupakan seorang sahabat nabi yang terganggung dalam pendengarannya, dimana saat dalam majelis Nabi SAW beliu diberikan tempat duduk di smaping nabi oleh sahabat agar bisa mendengarkan perkataan nabi SAW dengan jelas, suatu ketika beliau terlambat dalam melaksanakan shalat subuh, hingga selesai shalat para sahabat sudah mulai mengambil tempat duduk di majelis tersebut dan para sahabat sudah membooking tempat



duduknya



sehingga



hampir



tidak



ada



yang



mau



memberikannya tempat duduk tersebut, tatkala tsabit selesai shalat beliau mulai melangkahi pundak para sahabat yang duduk di majelis Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, 385-386 73



47



Nabi SAW tersebut dan berkatalah tsabit “geser geser’. Melihat hal itu salah satu sahabat ada yang marah dan berkata “ duduk dimana engkau terakhir duduk” akhirnya hal itu membuat tsabit sedikit terbawa emosi dan berkata “siapa fulan ini?” lalu dijawab ‘fulan” dan berkata lagi si tsabit : “ibnu fulanah (putra dari fulanah) “ dan ternyata ibu yang menegur beliau itu memiliki sifat yang merupakan sifat jahiliah dan ia tidak menyukainya, akhirnya lelaki tersebut malu ketika tsabit berkata demikian, maka turunlah surat Al-Hujurat ayat 11 tersebut74. Ada juga yang menyatakan bahwa ayat tesebut turun berkenaan dengan utusan bani Tamim yang disebutkan telah menghina para sahabat abi yang faqir hal itulah yang menyebabkan ayat tersebut tuurun Dan berkata Abdullah bin mas’ud :



ِ ‫و َعن َع‬ ٍ ‫اهلل بِن مسع‬ ِ ‫بد‬ ِ ‫ البَاَل ء َمو َّكل بِال َق‬: ‫ود‬ ٍ ‫رت ِمن َك‬ ‫لب‬ ُ ‫ لَو َس ِخ‬، ‫ول‬ ُ َ َ ُ َ ُ ‫َح َّو َل َكلبًا‬ ُ ‫ لَ َخ ِش‬. َ ‫يت أَن أ‬ Artinya : “Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun disebabkan karena ucapan , kalau saya mencela anjing maka aku khawatir dirubah jadi anjing”75 3. Yang ketiga dalam firman Allah SWT yang berbunyi :



‫َواَل نِ َساء ِّمن نِّ َساء َع َسى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن‬



Artinya : “dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanitawanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok)”



74 75



Ibid, hal. 386 Ibid, hal. 386-397



48



Kata (‫ )النساء‬disebut secara terpisah karena dalam hal ini mereka lebih banyak mencelanya. Dan berkata mufassir bahwa ayat ini tuurn berkenaan tentang 2 istri Nabi SAW yaitu Aisyah R.A dan Hafsah pernah menggunjing Ummu salamah karena pakaiannya Ummu Salamah , dimana ia mengikat pakian tersebut di bagian belakang dan sebagaian talinya tersebut mengekor di belakang lalu Aisyah berkata kepada Hafsah “ lihatlah dia keluar menarik itu seperti lidah seekor anjing” karena gunjingan tersebut turunnlah ayat tersebut.76 Anas dan ibnu Zaid juga berkata bahwa ayat ini turun berkenaan dengan para istri Nabi SAW yang mana mereka menggunjing Ummu Salamah karena postur tubuh beliau yang pendek dan menurut satu riwayat ini dikatakan tentang Aisyah yang beliau menunjuk Ummu Salamah denngan tangannya sambil berkata ke Nabi SAW : wahai nabi Allah sesungguhnya Ummu salamah adalah wanita yang pendek, lalu turunnlah ayat ini77. 4. Di dalam Shahih Tirmidzi dari aisyah berkata Saya menceritakan kepada nabi tentang laki laki, kemudian nabi berkata : tidaklah itu membuat aku senang ketika diceritakan kepadaku seorang laki laki sementara aku sudah memiliki ini dan itu kemudian Aisyah berkata : wahai rasulullah bahwasanya shafiyyah adalah dia dan Aisyah mengisyaratkan dengan 76 77



Ibid, hal. 388 Ibid, hal. 388



49



tanyannya dimana maksudya mengatakan bahwa Shafiyyah adalah wanita yang pendek



lalu Nabi SAW berkata : seandainya



perkataanmu itu dicampur degan air laut maka air laut itu akan menjadi tercemar.78 Dalam hadits shahih riwayat Bukhari dari Abdullah bin Zam’ah



berkata



: Nabi SAW melarang



seseorang yang



menertawakan sesuatu yang keluar dari badan (kentut) dan beliau berkata : kenapa seorang suami memukul istrinya dengan pukulan kuda jantan kemudia setelah itu dia peluk istrinya.79 Dalam Shahih Muslim diriwayatkan dari Abu Hurairah berkata : Nabi SAW bersabda : sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik kalian akan tetapi Allah melihat hati kalian dan perbuatan kalian.80 Dalam firman Allah SWT yang berbunyi :



ِ ‫اال ْسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ يم‬ ِ ‫اب بِْئس‬ ِ ‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُفس ُك ْم َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬ ‫ان‬ َ ُ ُ َ َ َ



Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman” Di dalamnya terdapat 3 masalah yaitu : 1. Masalah pertama terdapat dalam firman Allah yang berbunyi :



Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri”



78



Ibid, hal. 389 Ibid, hal. 389 80 Ibid, hal. 389 79



‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُف َس ُك ْم‬



50



Perkataan/lafadz (‫ ُز‬L ‫ )اللّم‬memiliki arti aib, dan itu penjelasaanya sudah ada dala surat At-Taubah, Imam At-Thabari berkata : ( ‫ ُز‬LL‫)اللّم‬ maknanya adalah mencela dengan menggunakan tangan, mata, lisan dan isyarat, perkataan (‫ )الهم ُز‬itu artinya mencela dengan lisan.81 Arti/ makna ini semisal dengan (‫كم‬LL‫وا أنفس‬LL‫ )وال تقتل‬yang artinya janganlah sebagian membunuh sebagian yang lain, karena orang beriman itu seperti satu tubuh, maka seolah-olah membunuh saudaranya sama dengan membunuh dirinya sendiri. Dan Allah SWT berfirman (‫فسلموا على‬ ‫ )أنفسكم‬artinya terselamatkan sebagian kalian terhadap sebagianlain artinya tidak menyampaikan aib orang lain.82 Dan berkata Ibnu Abbas, Qatadah, Said bin Jubair maknanya adlah janganlah sebagian melukai sebagian yang lain. Dan Dahhak berkata : maknanya tidak melaknat sebagian terhadap sebagain yang lain.83 Dan dalam perkataan (‫ )أنفسكم‬tersebut mengingatkan orang yang berakal untuk tidak menghina dirinya, maka janganlah dia menghina oranglain karena itu sama halnya orang tersebut menghina dirinya sendiri, sungguh Rasulullah berkata :



ِ ‫اح ٍد إِن اِشت َكى ع‬ ِ ‫ؤمنو َن َكجس ٍد و‬ ِ ِ ِ َ ‫اعى لَهُ َسائِر‬ ‫السه ِر‬ َ ‫ضو منهُ تَ َد‬ ُ ‫الم‬ ٌ ُ َ َ ََ ُ َ ‫الج َسد ب‬ ُ



‫الح َّمى‬ ُ ‫َو‬



81



Ibid, hal. 390 Ibid, hal. 390 83 Ibid, hal. 390 82



51



Artinya : “orang beriman itu seperti satu tubuh, jika satu bagian sakit maka seluruh badan akan merasakannya sampai harus bergadang dan demam”84 Dan berkata Bakr bin Abdullah Al-Muzani : apabila seseorang ingin melihat aib orang lain, maka hendaknya dia memperhatikan aibnya karena berapa banyak orang yang mencela apa yang mereka lihat dari aib aib, dan Nabi SAW berkata : seorang melihat keburukan pada diri saudaranya dan melupakan aib pada dirinya. dan diriwayatkan : di antara bentu kebahagiaan seseorang, dia menyibukkan dirinya melihat aibnya sendiri daripada melihat aib orang lain. Dan seorang penyair berkata :



ِ ‫رعهُ َكما‬ ِِ ِ ‫الم ِر‬ ‫يض يَشغَلَهُ َعن َوج ِع‬ ً ‫المرءُ إِن َكا َن َعاقِاًل َو‬ َ ‫يم‬ َ ُ ‫السق‬ َ َ َ ‫رعا أَشغَلَهُ َعن عُيُوبه َو‬ ِ ‫الن‬ (ُ‫َّاس ُكلُّ ُهم َوجعُه‬ Artinya ; “seseorang apabila dia berakal dan wara’, maka sifat wara’nya akan menyibukannya dari melihat aibnya, sebagimana orang sakit dia akan sibuk dengan penyakitnya, ketimbang melihat penyakit orang lain”85



2. Masalah kedua terdapat dalam firman Allah SWT yang berbunyi :



ِ ‫َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق‬ ‫اب‬ Artinya : dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk” Perkataan (‫بز‬LL‫ )الن‬memiliki arti menggelari, bentuk jamaknya adalah (‫ )األنباز‬dan kata (‫ )النبز‬adalah bentuk mashdar dari (-ُ‫ يَنبِ ُزه‬-‫نَبَ َزه‬ ‫بزًا‬LLَ‫ )ن‬artinya menggelarinya seperti ucapan fulan dogelari anak anak. Dan kata (‫ب‬ ِ ‫ )تَنَابَزُوا بِاأْل َ ْلقَا‬artinya sebagian menggelari sebagian yang lain.



84 85



Ibid, hal. 390 Ibid, hal. 390-391



52



Dan menurut satu pendapat, kata ( ‫ )النبز‬maknanya menggelari dengan gelar buruk.86 Ada perbedaan pendapat tentang salah ayat ini dimana yang menebbakan ayat tersebut turun yang mana ayat tersebut berbunyi (‫ان‬LL ُ ‫و‬LL‫س‬ ْ ‫ْس ا ِال‬ ُ ُ‫ ُم ا ْلف‬LL‫س‬ َ ‫ب بِئ‬ َ ُ‫ زُوا أَنف‬LL‫)واَل تَ ْل ِم‬ ِ ‫ا‬LLَ‫ابَزُوا بِاأْل َ ْلق‬LLَ‫ ُك ْم َواَل تَن‬LL‫س‬ َ salah satu ِ ‫ َد اإْل ِ ي َم‬LL‫ق َب ْع‬ pendapatnya adalah tentang berkatanya hasan dan mujahid : ada seorang laki laki yang dihina karena kekufurnya dimasa lalu padahal orang tersebut sudah masuk Islam dan orag tersbeut dihina dengan panggilan wahai yahudi, wahai nasrani maka turunlah ayat itu87 Selain itu ada dalams sebuah riwayat yang desbutkan bawa suatu ketika abu zar berada di dekat Nabi SAW tiba tiba ada seorang laki-laki yang mengajaknya berdebat, kemudia Abu Zar berkata kepadanya : “wahai anak yahudi”, kemudian nabi berkata kepada abu zar : “wahai abu zar apakah kamu tidak melihat disini ada yang merah dan ada yang hitam, tidaklah kamu lebih baik darinya (dari sisi ketakwaan), maka kemudia turunnlah ayat yang berbunyi (‫ب‬ ِ ‫) َواَل تَنَابَزُوا بِاأْل َ ْلقَا‬.88 Ibnu abbas juga berkata bahwa makna dari ( ‫ب‬ ِ ‫ )تَنَابَزُوا ِباأْل َ ْلقَا‬adalah dia yang melakukan keburukan setelah dia bertaubat, maka Allah melarang untuk meggelarinya dengan apa yang sudah dia lakukan dari keburukan tersebut. Dan hal ini diperkuat oleh hadits nabi :



ِ ِ ‫نب تَاب ِمنهُ َكا َن ح ًّقا َعلَى‬ ‫ض َحهُ فِ ِيه‬ َ ‫اهلل أَن يَبتَلِيَهُ بِ ِه َويَف‬ َ ٍ ‫َمن َعَّي َر ُمؤمنًا بِ َذ‬ َ 86



Ibid, hal. 391 Ibid, hal. 392 88 Ibid, hal. 392-393 87



53



ِ ‫فِي الدُّنيا و‬ ‫اآلخ َر ِة‬ َ َ



Artinya : “barang siapa yang mencela seorang yang beriman disebabkan karena dosa yang pernah dia lakukan sementara dia sudah bertaubat darinya, maka Allah berhak untuk mengujinya dengan dosa itu dan mempermalukannya di dunia dan akhirat”89 3. Masalah ketiga adalah pengecualian dari semua hal itu



Seperti kata pincang atau bungkuk dan didalanya tidak ada makusd dirinya untuk mencela orang itu, maka para ulama memperbolehkannya bahkan sepakat akan kebolehan itu. Dan berkata Ibnu Arabi : t’terdapat dalam kitab para ulama yang penyebutan gelar yang shaleh dengan sebutan jazarah, kata ini ditahrif(dirubah) dari kata khazarah dan penyebutan Muhammad bin Sulaiman Al-Hadrami dengan penyebutan Muthayyan karena dia pernah jatuh ke tanah dan yang lainnya dari penyebutan yang dikenal dalam kitab ulama Mutaakhirin dan saya memandang itu tidak ada masalah dalam agama. Musa bin Ali Bin Rabah Al-Mishiri berkata : aku tidak halalkan seseorang menghina nama bapakku. Maka oleh karena itu yang menjadi barometer dalam hal ini adalah segala sesuatu yang tidak disukai orang lain untuk dipanggil maka tidak boleh dilakukan karena itu masuk kategori menyakiti.90 Berkata Abu Abdullah bin Khuwaiz Mandad : ayat ini mengandung larangan memanggil orang dengan gelar yang tidak ia sukai dan boleh memanggil orang dengan sebutan yang dia sukai



89 90



Ibid, hal. 393 Ibid, hal. 393-394



54



seperti nabi SAW menggelari para sahabatnya dengan gelaran AlFaruq untuk Umar bin Khattab, As-Siddiq untuk abu bakar, Zun Nurrain untuk Usman bin Affan, Dzi Syahadain untuk Khuzaiman, Abu Hurairah dengan gelar Dzi Syimalain dan semisalnya.91 Dan Zamakhsyari berkata dalam kitab tafsirnya, diriwayatkan dari Nabi SAW : di antara kewajiban seorang mukmin terhadap mukmin lain adalah memanggilnya dengan nama yang paling dia sukai92 Imam Al-Mawardi berkata :adapun gelar yang baik dan gelar yang bagus maka tidaklah dibenci, sebagaimana Nabi SAW mensifati sebagian besar sahabat dengan sifat sifat yang kemudia sifat itu menjadi gelar bagi mereka.93 Dan Allah SWT berfirman :



‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫َو َمن لَّ ْم َيت‬



Artinya : “dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim”



Dan barang siapa yang tidak bertaubat dari menyebut panggilan yang membuat orang menjadi sakit jika mendengarkannya, maka orang itu termasuk orang-orang yang dzalim terhadap diri mereka karena melakukan larangan tersebut Demikian penafsiran dari kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi, selanjutnya penulis akan menyampakan tentang analisis



91



Ibid, hal. 394 Ibid, hal. 394-395 93 Ibid, hal. 395 92



55



dampak ujaran kebencian dalam surat Al-Hujurat ayat 11 sesuai dengan penafsiran yang ada dalam kitab tafsir karya Imam Al-Qurtubi. B. Analisis dampak yang ditimbulkan dari ujaran kebencian menurut tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān surat Al-Hujurat ayat 11 Pada dasarnya, maksud ujaran kebencian yang diterangkan dalam surat AlHujurat ayat 11 ini adalah menghina, mengejek, mengolok, memanggil orang dengan panggilan yang buruk, hal ini terdapat dalam surat Al-hujurat ayat 11 tersbut yaitu perkataan (‫س َخ ْر‬ ْ َ‫) ي‬, kata (‫س َخ ْر‬ ْ َ‫ ) ي‬itu sendiri memiliki arti mengolokngolok/ menghina yang merupakan larangan bagi orang-orang yang beriman untuk mengolok-ngolok atau menghina suatu kaum menghina kaum yang lain, karena siapa kaum yang dihina hina itu lebih baik dari yang menghina, namun perkataan menghina/mengolok itu sendiri juga memiliki dampak dalam kehidupan sehari hari, sesuai dengan yang di tulis oleh Al-Qurtubi dalam tafsirnya yang beliau katakan salah satu efeknya itu berbunyi :



ِ ‫و َعن َع‬ ٍ ‫اهلل بِن مسع‬ ِ ‫بد‬ ِ ‫ البَاَل ء َمو َّكل بِال َق‬: ‫ود‬ ٍ ‫رت ِمن َك‬ ‫لب‬ ُ ‫ لَو َس ِخ‬، ‫ول‬ ُ َ َ ُ َ ُ ‫َح َّو َل َكلبًا‬ ُ ‫ لَ َخ ِش‬. َ ‫يت أَن أ‬ Artinya : “Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun disebabkan karena ucapan , kalau saya mencela anjing maka aku khawatir dirubah jadi anjing”94 Ada beberapa point tambahan dan harus dipikirkan matang-matang bahwa perbuatan menghina itu sebaiknya dijauhi karena akan menimbulkan efek-efek buruk lain di antaranya adalah: 94



Ibid, hal 387



56



1. Seseorang akan menjadi sombong karena menghina Dalam tafsir Al-Qurtubi itu sendiri ada sebuah tulisan yang menuliskan bahwa tidak boleh menghina karena dia memiliki kekurangan yang berbunyi :



ِ ِ ‫و ِبا‬, ِ ِ ‫ئ أَح ٌد َعلَى‬ َّ ‫هز ِاء بِ َمن يَقتَ ِح ُمهُ بِ َعينِ ِه إِذَا َرآهُ َر‬ ‫ال‬ ُ ‫الح‬ َ ‫االست‬ َ ‫ث‬ َ َ ‫لجملَة َفيَنبَغي أَاَّل يَجتَ ِر‬ ُ َ ٍ ِ‫اهة فِي بَ َدنِِه أَو غَ َير لَب‬ ‫ادثَتِ ِه‬ َ ‫يق فِي ُم َح‬ َ ‫أَو ذَا َع‬ Artinya : “Oleh karena itu janganlah seseorang berani menghina orang yang dia lihat kondisinya miskin, atau memiliki cacat pada badannya atau tidak lancar dalam bicara”95



Dalam point tersebut dapat dketahui bahwa janganlah seseorang menghina karena orang tersebut memiliki kekurangan dan itu membuat munculnya sifat sombong dalam diri orang yang menghina tersebut, secara pengertian orang yang menolak kebenaran dan meremehkan orang lain, hal itu, seperti yang dijelaskan dalam sebuah hadits yang dikeluarkan oleh Imam Muslim dari Abdullah bin Mas'ud radhiyallahu 'anhu, bahwa Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda :



ٍ ِ ِ ‫ْجنَّةَ َم ْن‬ َ َ‫صلَّى اللَّهُ َعلَْي ِه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َع ْن َع ْبد اللَّه بْ ِن َم ْسعُود َع ِن النَّبِ ِّى‬ َ ‫ال الَ يَ ْد ُخ ُل ال‬ َ َ‫ ق‬.‫ال ذَ َّر ٍة ِم ْن كِ ْب ٍر‬ ُ ‫َكا َن فِى َق ْلبِ ِه ِم ْث َق‬ ُّ ‫الر ُج َل يُ ِح‬ َّ ‫ال َر ُج ٌل إِ َّن‬ ُ‫ب أَ ْن يَ ُكو َن َث ْوبُهُ َح َسنًا َو َن ْعلُه‬ ِ َ ‫ب الْجم‬ ِ ‫ إِ َّن اللَّهَ ج ِم‬: ‫ال‬ ِ ‫ط الن‬ ‫َّاس‬ َ َ‫ ق‬.ً‫َح َسنَة‬ ُ ‫ْح ِّق َوغَ ْم‬ َ ‫ال الْك ْب ُر بَطَُر ال‬ َ َ ُّ ‫يل يُح‬ ٌ َ Artinya :"Tidak akan masuk surga orang yang masih memiliki sikap sombong di dalam hatinya walau seberat biji sawi". Maka ada seorang sahabat yang bertanya pada beliau: 'Sesungguhnya ada orang yang menyukai kalau pakaianya itu bagus dan sendalnya baru". Maka Nabi menjawab: "Sesungguhnya Allah itu indah dan mencintai keindahan. (yang dinamakan) sombong ialah menolak kebenaran dan meremehkan orang lain". [HR Muslim no: 91]96.



Ibid, hal 387 Syaikh Amin bin Abdullah asy-Syaqawi, Penyakit Sombong, (diterjemahkan oleh : Abu Umamah Arif Hidayatullah diterbitkan oleh IslamHouse.com), hal 4-5 95 96



57



2.



Akan menimbulkan rasa sakit hati dan akan membalasnya dengan ejekan Sudah bukan hal lumrah, beberapa orang yang jika diejek akan



membalasnya dengan ejekan kembali, hal itu sering dilihat dalam kehidupan sehari-hari baik itu oleh anak-anak, remaja bahkan hingga dewasa, padahal dengan saling balas ejek bukan menyelesaikan masalah namun akan menambah masalah tersebut dan tentu saja akan membuat hubungan sesama manusia akan menjadi buruk. Padahal sesama muslim itu haruslah berhubungan dengan baik dan saling membantu serta bertutur kata yang baik, hal ini terdapat dalam firman Allah SWT surat Al-Baqarah ayat 83 :



ِ َ ‫وإِ ْذ أ‬ ِ ِ ِ ‫يل الَ َت ْعبُ ُدو َن إِاَّل اللّهَ َوبِال َْوالِ َديْ ِن إِ ْح َسانًا َو ِذي الْ ُق ْربَى َوالْيَتَ َامى‬ َ َ ‫َخ ْذنَا ميثَا َق بَني إ ْس َرائ‬ ِ ِ ِ ِ َّ ْ‫الصالَ َة َوآتُوا‬ ِ ‫َوال َْم َساكي ِن َوقُولُواْ للن‬ ‫الز َكا َة ثُ َّم َت َولَّْيتُ ْم إِاَّل قَلياًل ِّمن ُك ْم َوأَنتُم‬ َّ ْ‫يموا‬ ُ ‫َّاس ُح ْسنًا َوأَق‬ ٨٣﴿ ‫ضو َن‬ ُ ‫﴾ ِّم ْع ِر‬ Artinya : “(ingatlah), ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): Janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak, kaum kerabat, anak-anak yatim, dan orang-orang miskin, serta ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia, dirikanlah shalat dan tunaikanlah zakat. Kemudian kamu tidak memenuhi janji itu, kecuali sebahagian kecil daripada kamu, dan kamu selalu berpaling”97



3. Jika



seseorang



menghina/mengolok,



itu



sama



saja



menghina/mencelakai dirinya sendiri Seperti yang diketahui dalam surat Al-Hujurat ayat 11 itu sendiri bahwa jika seeorang itu menghina/ menjelekkan orang lain itu sama halnya Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 15 97



58



menghina diri sendiri, hal ini terdapat dalam penggalan surat Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi :



‫َواَل َتل ِْم ُزوا أَن ُف َس ُك ْم‬



Artinya : “dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri”98 Mencela itu sendiri dijelaskan dalam



tafsir Al-Qutubi dalam



beberapa jenis yaitu :



‫اللمز باليد والعين واللسان واإلشارة‬ Artinya :“mencela itu dengan tangan, mata, lisan, dan isyarat”.99 Dari kalimat di atas ada beberapa hal yang dapat diketahui bahwa mencela itu bisa dengan tangan, bisa dengan mata, bisa dengan lisan(lidah), bisa dengan isyarat, jika dihubungkan dengan fenomenal zaman sekarang itu dengan membuat status ejekan di media sosial seperti : Whatsapp, Facebook, Twitter, dan lain sebagainya, sementara mencela melalui media sosial, dengan tangan itu bisa dihubungan dengan ketikan atau tulisan di media cetak seperti koran yang membuat berita bohong atau yang menyindir salah satu kaum, suku, bangsa atau agama. Selain dengan menyebarkan ujaran kebencian di media sosial, ada banyak cara yang dibuat oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk menyebarkan ujaran kebencian (dalam hal ini berupa ejekan/mengejek) padahal hal itu banyak menimbulkan dampak negatif, salah satunya ialah saat diakhirat kelak, tangan ini akan menjadi saksi terhadap apa yang perbuat di dunia ini, hal ini terdapat dalam surat Yasin ayat 65 Allah SWT berfirman : Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 744 99 Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal. 390 98



59



٦٥﴿ ‫﴾الَْي ْو َم نَ ْختِ ُم َعلَى أَ ْف َو ِاه ِه ْم َوتُ َكلِّ ُمنَا أَيْ ِدي ِه ْم َوتَ ْش َه ُد أ َْر ُجلُ ُه ْم بِ َما َكانُوا يَ ْك ِسبُو َن‬ Artinya : “Pada hari ini Kami tutup mulut mereka; dan berkatalah kepada Kami tangan mereka dan memberi kesaksianlah kaki mereka terhadap apa yang dahulu mereka usahakan”100. Selain dengan tangan, dalam penjelasan tafsirnya Al-Qurtubi mengatakan bahwa mencela itu bisa dengan isyarat, isyarat disini ialah berupa sindiran atau saja bisa dengan sebuah gambar yang menyindir seseorang, sebenarnya antara point mencela dengan tangan dan dengan isyarat ini semaunya saling berhubungan satu sama lainnya sehingga diharuskan kepada umat sesama orang Islam haruslah bisa menjaga semua hal yang mampu membuat perasaan seseorang itu menjadi sakit dan tersindir, karena jika seorang muslim itu mencela seorang muslim lainnya maka itu seperti orang fasik, hal ini terdapat dalam hadits Rasulullah SAW yang berbunyi :



(‫ت( أَ(بَ(ا‬ (ُ (‫ص( و( ٍر( قَ(ا( َ(ل( َس( ِم( ْع‬ (ٍ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( ُس( لَ( ْي( َم( ا( ُن( بْ( ُن( َح( ْ(ر‬ ُ (‫ب( َح( دَّ( َث( نَ( ا( ُش( ْع( بَ(ةُ( َع( ْن( َم( ْن‬ ِ ِ ِ (َ‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّم‬ (ُ (‫َ(و( ا(ئِ( ٍ(ل( يُ( َح( ِّد‬ َ (‫ث( َع( ْن( َع( ْب( د( ا(ل(ل(َّه( قَ(ا( َ(ل( قَ(ا( َ(ل( َر( ُس( و( ُ(ل( ا(ل(ل(َّه‬ ِ (َ‫س( و( ٌق( َو( قِ( تَ( ا(لُ(هُ( ُك( ْف( ٌر( تَ(ا َ(ب( َع( هُ( غُ( ْن( َد( ٌر( َع( ْن( ُش( ْع( بَ( ة‬ (ُ (‫ِ(س( بَ( ا‬ ُ (ُ‫ب( ا(لْ( ُم( ْس( ل( ِ(م( ف‬ Artinya : “Telah menceritakan kepada kami [Sulaiman bin Harb] telah menceritakan kepada kami [Syu'bah] dari [Manshur] dia berkata; saya mendengar [Abu Wa`il] bercerita dari [Abdullah] dia berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Mencela orang muslim adalah kefasikan dan membunuhnya adalah kekufuran." Hal ini diperkuat juga oleh riwayat [Ghundar] dari [Syu'bah]."101 [hadits bukhari ke 5584]



4. Sama dengan menyebarkan aib saudaranya sendiri Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 631 101 Muhammad bin Ismail Al bukhari, Shahih Bukhari, hal 2663 (didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/ 11/shahih-bukhari-pdf/) 100



60



Berkata seorang penyair di dalam kitab tafsir Imam Al-Qurtubi :



ِ ‫رعهُ َكما‬ ِِ ِ ‫الم ِر‬ ‫يض يَشغَلَهُ َعن َوج ِع‬ ً ‫المرءُ إِن َكا َن َعاقِاًل َو‬ َ ‫يم‬ َ ُ ‫السق‬ َ َ َ ‫رعا أَشغَلَهُ َعن عُيُوبه َو‬ ِ ‫الن‬ (ُ‫َّاس ُكلُّ ُهم َوجعُه‬ Artinya ; “seseorang apabila dia berakal dan wara’, maka sifat wara’nya akan menyibukannya dari melihat aibnya, sebagimana orang sakit dia akan sibuk dengan penyakitnya, ketimbang melihat penyakit orang lain”102



Dalam pepatah di atas dikatakan bahwa seorang yang wara’ maka seeorang itu tidak akan meliha aib seseorang. Kata wara’ itu sendiri berasal dar kata ( ‫ َو َو ُر َع‬- ‫ َورعًا َو ُو ُروعًا‬-َ‫ ) َو َرع‬yang artinya dalam kamus AL-Munawwir dikatakan artinya sebagai menjauhkan diri dari dosa, maksiat dan perkara syubhat.103 Pada kasus saling mengejek, menghina dan mengolok, jika dikaji lebih jauh itu akan berefek buruk dan timbulnya rasa sakit hati orang yang merasa dirinya dihina, apalagi jika mengumbar aibnya



lalu dijadikan



bahan ejekan serta menggunjingnya, sungguh itu perbuatan yang sangat buruk sekali dan sama saja orang tersebut memakan bangkai saudaranya sendiri, hal ini terdapat dalam surat Al-Hujurat ayat 12 yang berbunyi :



ِ َّ ‫سوا َواَل َي ْغتَب‬ َّ ‫ض الظَّ ِّن إِثْ ٌم َواَل تَ َج‬ َ ‫اجتَنِبُوا َكثِيراً ِّم َن الظَّ ِّن إِ َّن َب ْع‬ ْ ‫آمنُوا‬ َ ‫ين‬ َ ‫يَا أ َُّي َها الذ‬ ُ‫س‬ ِ ِ ‫اب‬ ُّ ‫ض ُكم َب ْعضاً أَيُ ِح‬ ُ ‫َّب ْع‬ ٌ ‫َح َم أَخيه َم ْيتاً فَ َك ِر ْهتُ ُموهُ َو َّات ُقوا اللَّهَ إِ َّن اللَّهَ َت َّو‬ ْ ‫َح ُد ُك ْم أَن يَأْ ُك َل ل‬ َ‫بأ‬ ِ ١٢﴿ ‫يم‬ ٌ ‫﴾ َّرح‬ Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal 391 103 Ahmad Warson Munawwir, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, ( Surabaya : Pustaka Progressid), hal.1552 102



61



sebahagian kamu menggunjing sebahagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.”104 Selain itu juga, sesama muslim haruslah menutup aib atau kejelekan saudara sesama muslim dan cukup menjadi rahasia janganlah diumbar



atau



dibuka



bahkan



menjadikannya



bahan



ejekan,



menggunjingnya atau bahkan menyakiti perasaan hatinya, karena itu merupakan perbuatan yang dzalim. Serta jika seseorang di antara sesama muslim menutup aib muslim yang lain, maka aibnya juga akan ditutup oleh Allah SWT di dunia dan diakhirat kelak, hal ini terdapat dalam hadits nabi SAW yang berbunyi :



(‫ب( أَ(ن(َّ َس( ا(لِ( ًم( ا‬ (ٍ (‫ث( َع( ْن( عُ( َق( ْي( ٍ(ل( َع( ْن( ا(بْ( ِن( ِ(ش( َه( ا‬ (ُ (‫َح( دَّ( َث( نَ( ا( يَ( ْح( يَ( ى( بْ( ُن( بُ( َك( ْي( ٍر( َح( دَّ( َث( نَ( ا( ا(ل(ل(َّ ْي‬ ِ (‫أَ( ْخ( (ب ر( هُ( أَ(ن(َّ َع( ْب( َد( ا(ل(ل(َّ ِه( بْ(ن( عُ( م( ر( ر‬ (ِ‫ض( َي( ا(ل(ل(َّهُ( َع( ْ(ن ُه( َم( ا( أَ( ْخ( َ(ب َر( هُ( أَ(ن(َّ َر( ُس( و( َ(ل( ا(ل(ل(َّه‬ َ ََ َ ََ (ُ‫ص( ل(َّى( ا(ل(ل(َّهُ( َع( لَ( ْي( ِه( َ(و( َس( ل(َّ َم( قَ(ا( َ(ل( ا(لْ( ُم( ْس( لِ( ُم( أَ( ُخ( و( ا(لْ( ُم( ْس( لِ( ِ(م( اَل يَ(ظْ( لِ( ُم( هُ( َ(و( اَل يُ( ْس( لِ( ُم( ه‬ َ ً(‫َ(و( َم( ْن( َك( ا( َن( فِ( ي( َح( ا( َج( ِة( أَ( ِ(خ( ي( ِه( َك( ا( َن( ا(ل(ل(َّهُ( فِ( ي( َح( ا( َج( تِ( ِه( َ(و( َم( ْن( َف( رَّ( َج( َع( ْن( ُم( ْس( لِ( ٍ(م( ُك( ْ(ر( بَ(ة‬ (ُ‫ت( َي( ْ(و( ِ(م( ا(لْ( ِق( يَ( ا( َم( ِة( َ(و( َم( ْن( َس( َ(ت َر( ُم( ْس( لِ( ًم( ا( َس( َ(ت َر( هُ( ا(ل(ل(َّه‬ (ِ (‫َف( رَّ( َج( ا(ل(ل(َّهُ( َع( ْن( هُ( ُك( ْ(ر( بَ(ة(ً ِم( ْن( ُك( ُر( بَ(ا‬ (ِ‫َي( ْ(و( َم( ا(لْ( ِق( يَ( ا( َم( ة‬ Artinya : “Telah menceritakan kepada kami [Yahya bin Bukair] telah menceritakan kepada kami [Al Laits] dari ['Uqail] dari [Ibnu Syihab] bahwa [Salim] mengabarkannya bahwa ['Abdullah bin 'Umar radliallahu 'anhuma] mengabarkannya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya, dia tidak menzhaliminya dan tidak membiarkannya untuk disakiti. Siapa yang membantu kebutuhan saudaranya maka Allah akan membantu kebutuhannya. Siapa yang menghilangkan satu kesusahan seorang muslim, maka Allah menghilangkan satu kesusahan baginya dari kesusahankesusahan hari qiyamat. Dan siapa yang menutupi (aib) seorang



Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 744 104



62



muslim maka Allah akan menutup aibnya pada hari qiyamat"105. [ hadits bukhari ke 2262] Sungguh, setelah mengetahui bahwa sesama muslim itu haruslah menutup aib saudaranya sendiri maka tutuplah aibnya, karena jika membuka aib saudaranya sendiri khususnya orang tersebut sudah bertaubat lalu ada yang menghinanya, maka akan mendapatkan ganjaran dari Allah SWT, hal ini terdapat dalam kitab tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān yang dikutib dari hadits nabi SAW yang berbunyi :



ِ ِ ‫نب تَاب ِمنهُ َكا َن ح ًّقا َعلَى‬ ‫ض َحهُ فِ ِيه‬ َ ‫اهلل أَن يَبتَلِيَهُ بِ ِه َويَف‬ َ ٍ ‫َمن َعَّي َر ُمؤمنًا بِ َذ‬ َ ِ ‫فِي الدُّنيا و‬ ‫اآلخ َر ِة‬ َ َ



Artinya : “barang siapa yang mencela seorang yang beriman disebabkan karena dosa yang pernah dia lakukan sementara dia sudah bertaubat darinya, maka Allah berhak untuk mengujinya dengan dosa itu dan mempermalukannya di dunia dan akhirat”.106



Dari beberapa dalil di atas dapat diketahui efek buruk yang ditimbulkan jika seorarang melakukan perbuatan menghina, mengejek dan mengolok orang, yang terkadang secara tak langsung itu menyebarkan aib dari orang yang mereka dihina tersebut, antara point satu dan seterusnya dalam analisa dampak ini salimg terhubung satu sama lainnya, dan tidak dapat terpisahkan, karena memiliki keterkaitan satu sama lainnya dan itu berhubungan dalam menjaga perasaan sesama muslim agar hatinya merasa tidak tersakiti. Muhammad bin Ismail Al bukhari, Shahih Bukhari, hal 1010 (didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/11/shahih-bukhari-pdf/) 106 Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19, hal 393 105



63



Salah satunya ialah jika kita menghina orang maka aibnya secara tidak langsung akan terbuka sesuai dengan point yang ada di nomor ini, dapat diketahui orang menghina, mengejek, mengolok dan menggunjing itu dengan berbagai cara, seperti yang dijelaskan di no 3 yaitu dengan lisan, dengan tangan, dengan mata, dengan isyarat. Dapat dibayangkan jika kita menghina orang itu, padahal orang tersebut telah lama bertaubat dan telah menyesali perbuatan yang dia lakukan sebelumnya, namun orang tersebut nampak masih terus menghina dia, maka dalam hadits nabi dikatakan bahwa orang tersebut akan dipermalukan oleh Allah SWT di dunia dan diakhirat. Janganlah sampai seseorang tersebut melakukan hal yang sangat mengerikan karena akan berakibat fatal dan tentu saja orang tersebut sama saja berbuat zalim sesama muslim, untuk point tentang zalim akan dibahas di point selanjutnya. 5. Termasuk orang yang berbuat zalim ke sesama muslim Point ini ialah point yang memiliki hubungan masing-masing dari point sebelumnya dan menjadi dampak yang ditimbulkan jika seseorang itu melakukan ujaran kebencian, dalam hal ini melakukan perbuatan menghina, mengejek, mengolok-ngolok dan memanggil orang dengan panggilan yang buruk. Dampak ini menyebabkan dampak yang besar sekali khususnya dalam menjalin kehidupan sosial kemasyarakatan dan hubungan sesama manusia khususnya sesama muslim, sebagai seorang muslim diharuskan



64



memanggilnya dengan panggilan yang orang tersebut sukai, hal ini dikatakan dalam tafsir Al-qurtubi sebagaimana Al-zamakhsyari katakan dalam kitabnya :



ِ ‫ؤم ِن علَى‬ ِ ‫من ح َّق الم‬ ِ ‫ب أَسمائِِه إِل‬ ِ ‫َيه‬ َ ‫المؤم ِن أَن يُس ِّميَهُ بِأ‬ َ ِّ ‫َح‬ ُ َ ُ َ َ



Artinya : “Di antara kewajiban seorang mukmin terhadap mukmin lain adalah memanggilnya dengan namanya yang paling dia sukai”.107



Tugas seorang mukmin dengan mukmin lain adalah memanggilnya dengan panggilan yang baik dan juga di sukai oleh orang tersebut, namun sangat disayangkan masih ada orang yang memanggil nya dengan panggilan yang buruk yang cenderung menyakiti hati orang tersebut bahkan sampai menghina dan mengejeknya karena dia memiliki kekurangan, sungguh itu perbuatan yang zalim. Orang yang zalim itu adalah orang yang mengganggu hak orang lain dan menyakiti mereka dengan perbuatan ghibah, celaan, makian, namimah, atau mengambil hak mereka dengan cara yang tidak dibenarkan agama, semua perbuatan itu akan menyebabkan kebaikan-kebaikan seseorang pada hari kiamat akan hilang. Kebaikan-kebaikan itu akan diberikan kepada orang-orang yang dia ganggu atau dia langgar hak-hak mereka. Sehingga dia akan datang pada hari kiamat dalam keadaan bangkrut dari kebaikan-kebaikan, padahal sebelumnva dia sudah memiliki pahala yang begitu banyak. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjelaskan keadaan orang yang bangkrut pada hari kiamat di dalam haditsnya berikut ini:



Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin A bu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah), jilid 19 hal 394-395 107



65



ِ ِ َّ ‫َعن أَبِي ُه َر َيرةَ أ‬ ‫س؟ قَال ُْو‬ َ َ‫صلَّى اهللُ َعلَ ِيه َو َسلَّ َم ق‬ َ ‫َن َر ُسواَل الَله‬ ُ ‫ أَتَ ْد ُر ْو َن َما ال ُْم ْفل‬: ‫ال‬ ِ َّ ِ َ ‫اع َف َق‬ ِ ‫س ِم ْن أ َُّمتِي يَأْتِي َي ْو َم ال ِْقيَ َام ِة‬ َ َ‫س فِ ْينَا َم ْن الَ ِد ْر َه َم لَهُ َوالَ َمت‬ َ ‫ال إن ال ُْم ْفل‬ ُ ‫ا ال ُْم ْفل‬ ِ ‫بِصالَ ٍة و‬ ‫ك َد َم َه َذا‬ َ ‫ف َه َذا َوأَ َك َل َم‬ َ ‫صيَ ٍام َو َزكاَ ٍة َويَأْتِي قَ ْد َشتَ َم َه َذا َوقَ َذ‬ َ ‫ال َه َذا َو َس َف‬ َ َ ‫ت َح َسنَاتُهُ َق ْب َل أَ ْن‬ ْ َ‫ب َه َذا َفُي ْعطَى َه َذا ِم ْن َح َسنَاتِِه َو َه َذا ِم ْن َح َسنَاتِِه فَِإ ْن فَنِي‬ َ ‫َو‬ َ ‫ض َر‬ ِ ِ ِ ِ ْ ‫اهم فَطُ ِرح‬ ‫ِح فِي النَّا ِر‬ َ ‫ُي ْق‬ َ َ ‫ت َعلَْيه ثُ َّم طُر‬ ْ ُ َ‫ضى َما َعلَْيه أُخ َذ م ْن َخطَاي‬ Artinya : “ Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Tahukah kamu siapakah orang bangkrut itu?" Para Sahabat menjawab, "Orang bangkrut menurut kami adalah orang yang tidak punya uang dan barang." Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Sesungguhnya orang bangkrut di kalangan umatku yaitu orang datang pada hari kiamat dengan membawa pahala shalat, puasa, dan zakat. Tetapi dia mencaci orang ini, menuduh orang ini, makan harta orang ini, menumpahkan darah orang ini, dan memukul orang ini. Maka orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya, dan orang ini diberi sebagian kebaikan-kebaikannya. Jika kebaikan- kebaikannya telah habis sebelum diselesaikan kewajibannya, kesalahankesalahan mereka diambil lalu ditimpakan padanya, kemudian dia dilemparkan di dalam neraka.108" (HR. Muslim, no. 2581) Oleh karena itu, jika seorang muslim itu pernah menghina atau mengejek orang lalu dia merasa terzalimi dan tersakiti hatinya, segeralah meminta maaf karena jika tidak maka kelak diakhirat nanti termasuk orang yang zalim hal ini terdapat dalam akhir surat Al-Hujurat ayat 11 yang berbunyi:



‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫ب فَأ ُْولَئ‬ ْ ُ‫َو َمن لَّ ْم َيت‬



Artinya : “barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orangorang yang zalim.”109



Abu Ismail Muslim Al-Atsari, Jauhi 4 perkera agar tidak binasa, tahun 2015 hal. 7-8 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia), hal 744 108 109



66



.



BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Dalam bab terakhir ini, akan disampaikan kesimpulan dari permasalahan yang telah dirumuskan, semoga menjadi sebuah ilmu yang menambah wawasan dan dapat lebih mengetahui tentang dampak ujaran kebencian yang terdapat dalam Tafisr Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān karya Imam Al-Qurtubi. Dalam tafsir Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān dapat diketahui bahwa maksud ujaran kebencian yang terkandung dalam surat Al-Hujurat adalah menghina, mengejek, mengolok dan memanggi orang dengan panggilan yang buruk. Di dalamnya terdapat perbedaan pandangan ulama dalam penyebab turunnya ayat tersebut serta terdapat sebuah pengecualian dimana jika seseorang di dalam hatinya tidak ada niat untuk mencela orang lain, maka hal tersebut diperbolehkan oleh kalangan ulama. Selain itu juga Al-Qurtubi sendiri juga menjelaskan dampak yang terjadi jika orang tersebut melakukan perbutan tersebut dan tidak bertaubat dijalannya. Adapun dampak yang ujaran kebencian dalam hal ini mengejek, menghina, mengolok dan memanggil orang dengan panggilan yang buruk menurut imam Al-Qurtubi yang terdapat dalam tafsir surat Al-Hujurat ayat 11 adalah seeorang akan menjadi sombong karena menghina, akan menimbulkan rasa sakit hati dan akan membalasnya dengan ejekan, sama saja menghina/ mencelakai dirinya sendiri, sama saja menyebarkan aib saudaranya sendiri, dan termasuk orang yang berbuat zalim ke sesama muslim.



67



68



B. Saran Harapan penulis dari penelitian ini adalah adanya upanya seseorang menjauhi ujaran kebencian, karena melihat kengerian yang terjadi jika kasus ujaran kebencian ini terus berlanjut, semuanya itu harus dimulai dari diri masing-masing yaitu dengan menghindari kalimat yang menyakiti seseorang serta berkata lembut dan baik ke sesama manusia, karena jika sudah dimulai dari diri sendiri maka orang tersebut bisa menasehati yang lainnya atau bahkan suatu kelompok agar menjauhi diri dari perbuatan yang tercela dan menimbulkan banyak dampak negatif tersebut. Namun dibalik itu semua tulisan ini tentunya masih memiliki sebuah kekurangan dan masih sangat jauh dari kata sempurna, penulis berharap sebuah kritikan dan saran agar bisa menjadi arahan dan motivasi untuk membenah diri serta menjauhi diri dari perbuatan yang tercela serta tulisan ini menjadi lebih baik yang kelak dengan adanya tulisan ini seseorang ataupun masyarakat bisa menjauhi diri dari berbuat ujaran kebencian sehingga bisa menjadi insan yang berhati baik, bertutur kata yang lembut serta jauh dari perbuatan yang dibenci.



69



DAFTAR PUSTAKA Abdullah Erizal, Fenomena Ujaran Kebencian(Hate Speech) dan Berita Bohong(Hoax) Menurut Hukum Islam, Kementrian Agama Kabupaten Kepulauan Anambas Abidin Zainal Ahmad, Epistemologi Tafsir Al-Jāmi’ Li Ahkām Al-Qur’ān Karya Al-Qurtubi, (jawa timur : IAIN Tulung Agung) Abu Abdillah bin Muhammad bin Ahmad Bin Abu bakar Al-Qurtubi, Jāmi‘un Li Ahkāmil Qurān, (Beirut : Al-Risalah) Adz-zahabi, Tafsir Wa Mufassirun, (Kairo : maktabah wahbah) Al bukhari Ismail bin Muhammad, Shahih Bukhari, (didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2017/10/11/shahih-bukhari-pdf/) Al-Sheikh Ishaq bin Abdurrahman bin Muhammad bin Abdullah, , Tafsir Ibnu Katsir, diterjemahkan oleh : M.Abdul Ghoffar E.M dan Abu Ihsan AlAtsari, Jakarta : Pustaka Imam Syafi’i Al-Atsari Muslim Ismail Abu, Jauhi 4 perkera agar tidak binasa, tahun 2015 al-Naisaburi al-Hajjaj bin Muslim Husain Abul,Shahih Muslim ( didownload dari https://ibnumajjah.wordpress.com/2014/01/01/shahih-muslim-pdf/) Ariffin Md Bin Farhan Mohd, Kajian Bibliografi Tafsir, (Kuala Lumpur : Universitas Malaya) As-Sa’di bin Nashir Abdurrahman Syaikh, Taisir Al-Karim Ar-rahman fi Tafsir kalam Al-Mannan, terj. Muhammad Iqbal dan tim (Jakarta : Darul Haq) Asy-Syaqawi Abdullah bin Amin Syaikh, Penyakit Sombong, (diterjemahkan oleh : Abu Umamah Arif Hidayatullah diterbitkan oleh IslamHouse.com) Baidan Nashuruddin,Metodologi Khusus Penelitian Tafsir, (Yogyakarta : Pustaka Pelajar) Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Quran dan Terjemahnya, (Jakarta : PT. Sinergi Pustaka indonesia) Hamka, Tafsir Al-Azhar,(Singapura : Pustaka Nasional Pte Ltd),cet. 5 jilid 9 tahun 2003 Irfan, Skripsi :Konsep Al-Zulm Dalam Al-Quran, (Makassar : UIN Alauddin , 2011)



70



Katsir Ibnu, Taisiru Al-Aliyyu Qadir Li Ikhtisari Tafsir Ibnu Katsir, ( diterjemahkan oleh Muhammad Nasib Ar-Rifai’ dengan judul terjemahan Ringkasan Tafsir Ibnu Katsir, jakarta) Kuntjojo, Metodologi Penelitian, (Kediri: Universitas Nusantara PGRI), tahun 2009



Laning Dwi Vina,Sosiologi Kelas XII Untuk SMA/MA,( Jakarta : departemen pendidikan nasional) tahun 2009 Mardhiyah Ainaul, Melacak Penafsiran Kontemporer Di Belahan Barat Dunia Islam, (Jawa Tengah : SMK As-Salamah) Mujab Saiful Muhammad, Skripsi : Ujaran Kebencian Dalam Perspektif M. Quraish Shihab (Analisis Qs. Al-Hujurat Ayat 11 Dalam Tafsir AlMisbah), (Semarang : UIN Wali Songo , 2018) Munawwir Ahmad Warson, Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Lengkap, ( Surabaya : Pustaka Progressif) Nasir Rahmah Rahayu Sri, Skripsi : Perubahan Sosial Masyarakat Lokal Akibat Perkembangan Wisata Dusun Wakka kab.Pinrang, ( Makassar : Universitas Hasanuddin, 2017 ) Nithaqaini Dzatin, Skripsi Hate Speech (Ujaran Kebencian) Melalui Media Sosial Menurut Hukum Islam Dan Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik, (UII Yogyakarta, 2018) Nur Djazihah,Modul Pembelajaran Sosialogi : teori Perubahan Sosial di Masyarakat,( Yogyakarta : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada masyarakat Universitats negeri Yogyakarta) Pahriadi, Skripsi :Ujaran Kebencian Perspektif Al-Qur’an (Suatu Kajian Tahlili Terhadap Qs. Al-Zariyat/51 : 52-55), (UIN Alauddin Makassar, 2018) Patton Quinn Michel, How to Use Qualitative Methods In Evaluation, diterjemahkan oleh Budi Puspo Priyadi (Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2009) Qutb Sayyid, Tafsir Fi Zilalil Quran, (diterjemahkan oleh : Drs. As’ad Yasin dan tim, Jakarta : Gema Insani ) Rois Alim, Skripsi : Ahsanul Qososi Dalam Al-Qur’an (Studi Analisis Penafsiran Al-Qurtubi Terhadap Surah Yusuf Ayat 3 Dalam Tafsir Al-Jami’ Li Ahkam Al-Qur’an), (STAIN KUDUS Jawa Tengah) Royani Muhammad, Yayan Kajian Hukum Islam Terhadap Ujaran Kebencian/Hate Speech Dan Batasan Kebebasan Berekspresi, (Semarang : UIN WALI SONGO)



71



Sarwono Jonathan, Metode Penelitian Kuantitatif & Kualitatif (Yogyakarta : Graha Ilmu, 2006) Siyoto Sandu, Dasar Metodologi Penelitian (Yogyakarta : Literasi Media Publishing, 2015) Sugiyono,Metode Penelitian Pendidikan,(Bandung : Penerbit Alfabetta) Sugono Dendy dan tim, Kamus Bahasa Indonesia, ( Jakarta : Pusat Bahasa Dapartermen Pendidikan Nasional) Sofyan Muhammad,Tafsir Wa Mufassiru, (Medan : Perdana Publishing ), cet.1 tahun 2015 Suntari Sri, Modul Perkempangan Keprofesian Lanjutan : Sosiologi SMA, ( Jakarta : direktorat jendral guru dan tenaga kependidikan) Wahyudin dan M.Saifulloh, Ulum Quran, Sejarah,dan perkembangannya, Surabaya : Jurnal Sosial Humaniora), 2013, Vol.6 Wanto Sugeng dan tim, Jurnal Kewahyuan Islam, (Medan : Prodi Ilmu Al-Quran dan Tafsir fakultas Ushuluddin dan Studi Islam) Webstite: https://id.wikipedia.org/wiki/Ucapan_kebencian Website: www.republika.co.id/berita/jurnalismewarga/wacana/17/08/11/ougxe139 6-seteru-dua-mazhab Website : http://jeelsalamah.org/contoh-penafsiran-al-qurthubi/ Website : https://news.detik.com/berita/d-4543246/kasus-video-hina-nu-jugaditangani-polda-sulteng-gus-nur-diserahkan-ke-jaksa



72



BIOGRAFI PENULIS A.IDENTITAS DIRI NAMA



: Muhammad Dzaky Reza



TEMPAT TANGGAL LAHIR



: Dumai 1 oktober 1997



ALAMAT



: Cluster Puri Legenda blok A 12 no.15 Batam Centre



NAMA AYAH



: Dr.H.Erizal Abdullah



NAMA IBU



: Hj. Riesa helmawati



B.RIWAYAT PENDIDIKAN SD/MI



: SD Al-kaffah



SMP/MTS



: Pondok Pesantren Darunnajah jakarta



SMA/MA



: Pondok Pesantren Darunnajah jakarta



C.Pengalaman Organisasi 1.Bagian Kesehatan OSDN (organisasi santri darunnajah) 2.Ketua Komisariat STAI Himpunan Mahasiswa Islam cabang TanjungpinangBintan periode 2017-2019



73



LAMPIRAN



‫‪74‬‬



‫‪LAMPIRAN 1‬‬ ‫‪TAFSIR SURAT AL-HUJURAT AYAT 11 BESERTA TERJEMAHAN‬‬



‫َّ ِ‬ ‫وم ِّمن َق ْوٍم َع َسى أَن يَ ُكونُوا َخ ْيراً ِّم ْن ُه ْم(‬ ‫آمنُوا اَل يَ ْس َخ ْر قَ ٌ‬ ‫ين َ‬ ‫) يَا أ َُّي َها الذ َ‬



‫قيل‪ :‬عنداهلل ‪ ,‬وقيل ‪( :‬خَرْي اً ِّمْن ُه ْم) أي ‪ :‬معتقدا و اسلم باطنا ‪ .‬والشخرية ‪:‬االستهزاء ‪.‬سخرت منه‬



‫ومسخرا ‪ ،‬بالضم ‪ ،‬وحكى ابو زيد ‪ :‬سخرت به ‪ ،‬وهو‬ ‫سخرا ‪ ،‬بالتحريك ‪،‬‬ ‫ً‬ ‫اسخر ً‬



‫اردأ اللغتني ‪ .‬و قال األخفش ‪ :‬سخرت منه وسخرت به وصجكت منه وصحكت به‪،‬‬



‫والسخري ‪،‬‬ ‫وهزئت منه وهزئت به‪ ،‬كلٌّ ذلك يقال ‪ .‬واالسم السخرية‬ ‫ّ‬ ‫والسخري ّ‬ ‫ِ ِ‬ ‫عضا ُسخ ِرياً ) (الزخرف ‪ . )32 :‬وفالن‬ ‫عض ُهم‪ #‬بَ ً‬ ‫وقرئ هبما قوله تعال ‪ ( :‬ليَتَّخ َذ بَ ُ‬ ‫ايضا ‪ :‬يسخر منه ‪.‬‬ ‫خادم سخرةُ ‪ ،‬ورجل سخرة ً‬ ‫سخرة ‪ :‬يتسخر يف العمل‪ .‬يقال ‪ٌ :‬‬



‫وسخرة‪-‬بفتحح اخلاء‪ -‬قيل‪ :‬عنداهلل ‪ ,‬وقيل ‪( :‬خَرْي اً ِّمْن ُه ْم) أي ‪ :‬معتقدا و اسلم باطنا ‪.‬‬



‫ومسخرا ‪ ،‬بالضم ‪،‬‬ ‫سخرا ‪ ،‬بالتحريك ‪،‬‬ ‫ً‬ ‫والشخرية ‪:‬االستهزاء ‪.‬سخرت منه اسخر ً‬ ‫وحكى ابو زيد ‪ :‬سخرت به ‪ ،‬وهو اردأ اللغتني ‪ .‬و قال األخفش ‪ :‬سخرت منه‬



‫وسخرت به وصجكت منه وصحكت به‪ ،‬وهزئت منه وهزئت به‪ ،‬كلٌّ ذلك يقال ‪.‬‬ ‫ِ ِ‬ ‫عضا‬ ‫واالسم السخرية‬ ‫عض ُهم‪ #‬بَ ً‬ ‫والسخري ‪ ،‬وقرئ هبما قوله تعال ‪ ( :‬ليَتَّخ َذ بَ ُ‬ ‫ّ‬ ‫والسخري ّ‬ ‫خادم سخرةُ ‪،‬‬ ‫ُسخ ِرياً ) (الزخرف ‪ . )32 :‬وفالن سخرة ‪ :‬يتسخر يف العمل‪ .‬يقال ‪ٌ :‬‬ ‫ايضا ‪ :‬يسخر منه ‪ .‬وسخرة‪-‬بفتحح اخلاء‪ -‬يسخر من النس‬ ‫‪.‬ورجل سخرة ً‬



‫واختلف يف سبب نزوهلا‪ ،‬فقال ابن عباس‪ :‬نزلت يف ثابت بن قيس بن مشاس كان ىف أذنه وقر‪ ،‬فإذا‬



‫سبقوه إىل جملس النيب ‪ ،‬أوسعوا له إذا أتى حىت جيلس إىل جنبه ليسع ما يقول‪ ،‬فأقبل ذات يوم وقد‬ ‫فاتته من صالة الفجر ركعة مع النيب ‪ ،‬فلما انصرف النيب أخذ أصحابه جمالسهم منه؛ قربض كل ‪.‬‬ ‫جملسا فيظل‬ ‫رجل منهم مبجلسه ‪ّ ،‬‬ ‫وغضو فيه ‪ ،‬فال يكاد ّ‬ ‫يظل الرجل ال جيد ً‬ ‫يوسع أحد ألحد حىت ّ‬



‫تفسحو‪ ،‬ففسحوا له حىت‬ ‫قائما‪ّ .‬‬ ‫ً‬ ‫تفسحو ّ‬ ‫فلما انصرف ثابت من الصالة ‪ ،‬ختطّى رقاب النا س ويول‪ّ :‬‬ ‫تفسح‪ .‬فقال له الرجل‪ :‬قد وجدت جملساً فاجلس ‪ .‬فجلس‬ ‫رجل فقال له‪ّ :‬‬ ‫انتهى إين النيب وبينه وبينه ٌ‬ ‫ثابت من خلفه معضيا‪ ،‬مث قال‪ :‬من هذا ؟ قال‪ :‬فالن‪ ،‬فقالثابت‪ :‬ابن فالنة! يعرّي ه هبا‪ ،‬يعين ّأما له يف‬



‫اجلاهلية‪ ،‬فاستحيا الرجل‪ ،‬فنزلت‪٠‬‬



‫‪75‬‬



‫وقال الضخاك‪ :‬نزلت يف وفد بين متيم الذي تقدم ذكرهم يف أول السورة‪ #‬اسهزؤوا بفقراء الصحابة‪،‬‬ ‫ِ‬ ‫وغريهم ‪ ،‬لِ َما رأوا‬ ‫وصهيب وسلمان وسامل َم ْوىل أيب ُحذيفة‬ ‫عمار وخبّاب وابن فهرية وبالل ُ‬ ‫مثل ّ‬ ‫الغين من الفقري ‪ .‬وقال ابن‬ ‫من َرثاثة حاهلم؛ فنزلت يف الذين آمنوا منهم ‪ .‬وقال جماهد‪ :‬هو سخرية ّ‬



‫إظهار ذنوبه يف الدنيا خريٌ له يف اآلخرة‬ ‫فلعل َ‬ ‫زيد‪ :‬ال يسخر َمن سرت اهلل عليه ذنوبه ممن كشفه اهلل ‪ّ ,‬‬ ‫‪.‬‬



‫وقيل‪ :‬نزلت يف عكرمة بن أيب جهل حني ِ‬ ‫قدم املدينة مسلماً‪ ،‬وكان املسلمون‪ #‬إذا رأوه قالوا‪ :‬ابن‬



‫‪.‬فرعون هذه األمة‪ .‬فشكا ذلك إىل رسول اهلل ‪ ،‬فنزلت‬ ‫ث احلال‪ ،‬أو ذا عاهة يف‬ ‫وباجلملة؛ فينبغي أال جيرتئ أحد على االستهزاء مبن يقتحمه بعينه إذا رآه َر ّ‬



‫أخلص ضمرياً وأنق قلباً ممن هو على ٌّ‬ ‫فيظلم نفسه‬ ‫بدنه أو غري لبيق يف حمادثته فلعله‬ ‫ٌ‬ ‫ضد صفته ؛ َ‬



‫وتصوهنم من ذلك‬ ‫بتحقري من وقّره اهلل واالستهزاء مبن عظّمه اهلل‪ .‬ولقد‪ #‬بلغ َّ‬ ‫بالسلف‪ #‬إفراط توقيهم ّ‬



‫خلشيت أن أصنع مثل الذي‬ ‫فضحكت منه ‪،‬‬ ‫رأيت رجال يُرضع عنزاً‪.‬‬ ‫ُ‬ ‫ُ‬ ‫شر ُحبيل‪ :‬لو ُ‬ ‫أن قال عمرو بن َ‬



‫‪ .‬صنع‬



‫أحول كلبًا‬ ‫سخرت من كلب‬ ‫وعن عبد اهلل بن مسعود ‪ :‬البالء ُم َو ّكل بالقول؛ لو‬ ‫ٌ‬ ‫ُ‬ ‫خلشيت أن ّ‬



‫ِ‬ ‫سى أَن يَ ُك َّن َخ ْيراً ِّم ْن ُه َّن ((‬ ‫)) َواَل ن َساء ِّمن نِّ َساء َع َ‬



‫منهن اًكثر‪ .‬وقد قال اهلل تعاىل‪ ( :‬إِ َّن أَرسلنا نُوحا إِلَى قَ ِ‬ ‫وم ِه) (نوح‬ ‫أفرد نساء بالذكر؛ ألن السخرية ِّ‬ ‫ََ ً‬



‫‪ )1 : .‬فمثل اجلميع‬



‫قال املفسرون ‪ :‬نزلت يف امرأتني من أزواج النيب سخرتا من اًم سلمة‪ ،‬وذلك أهنا ربطت خضريها‬



‫جترها ‪ ،‬فقالت‬ ‫الس ٌّ‬ ‫ب — وسدلت طرفيها خلفها ‪ ،‬فكانت ُّ‬ ‫بسبِيبَة ‪ -‬وهو ثوب ٌ‬ ‫أبيض‪ ،‬ومثلها ّ‬ ‫َ‬ ‫جتر خلفها؛ كأنه لسان كلب‪ ،‬فهذه كان‬ ‫عائشة حلفصةَ رضي اهلل عنهما ‪ :‬انظري [إىل] ما ُّ‬ ‫‪.‬سخريتهما‬



‫وقال أنس وابن زيد‪ :,‬نزلت يف نساء النيب ‪ ،‬عرّي ن ّأم سلمة بالقصر‪ #.‬وقيل‪ :‬نزلت يف عائشه‪ ،‬أشارت‬



‫‪.‬بيدها إىل أم سلمة‪ ،‬يا نيب اهلل‪ ،‬إهنا لقصربة‪#‬‬



‫بنت ُحيَ ّي بن أخطب أتت رسول اهلل فقا لت ‪ :‬يا رسرل‬ ‫وقال عكرمة عن ابن عباس ‪ :‬إن صفية َ‬



‫اهلل‪ ،‬إن‪ .‬النساء يُ َعرَّي نين‪ ،‬ويقلن ‪ :‬يا يهوديةُ بنت يهوديَّني! فقال رسول اهلل ا ‪( :‬هاَّل قلت‪ :‬إن أيب‬



‫‪.‬هارون‪ ،‬وإن عمي موسى‪ ،‬وإن زوجي حممد)‪ .‬فأنزل اهلل هذه اآلية‬



‫‪76‬‬



‫للنيب رجالً‪ ،‬فقال‪( :‬ما يسنين أين حكيت رجلة وأة‬ ‫يف صحيح الرتمذي عن عائشةَ قالت ‪ :‬حكيت ّ‬ ‫يل كذا وكذا) قالت فقلت‪ :‬يا رسرل اهلل‪ ،‬إة صفية امرأة؛ وقالت بيدها هكذا ‪ ،‬يعين أهنا قصرية‪.‬‬



‫ٍ‬ ‫ِ‬ ‫بكلمة لو مزِج هبا البحر ملزِج )‬ ‫مزجت‬ ‫فقال ( لقد‬



‫النيب أن يضحك الرجل ممَّا خيرج من األنفس‪ .‬وقال ‪:‬‬ ‫ويف البخاري عن عبد اهلل بن زمعة قال ‪ :‬هنى ُّ‬



‫‪(.‬مل يضرب أحدكم امرأته ضرب الفحل‪ ،‬مث لعله‪ #‬يعانقها)‬



‫ويف صحيح مسلم‪ #‬عن أيب هريرة قال‪ :‬قال رسول اهلل (إن اهلل ال ينظر إىل صوركم وأموالكم ‪ ،‬ولكن‬ ‫عظيم يرتتب عليه أاَّل يقطع مبغيب أحد ملا يرى عليه‬ ‫ينظنر إىل قلوبكم وأعمالكم) ‪ ٠‬وهذا حديت ٌ‬ ‫فلعل تن حيافظ على األعمال الظاهرة يعلم اهلل من قلبه وص ًفا‬ ‫من صرر أعمال الطاعة أو املخالفة‪َّ ،‬‬



‫ولعل من رأينا عليه تغريطاً أو معصيةً يعلم اهلل من قلبه وص ًفا‬ ‫مذموما‪ #‬ال ُّ‬ ‫تصخ معه تلك األعمال‪َّ ،‬‬ ‫ً‬



‫َّب عليها عدم الغُلُو يِف تعظيم من‬ ‫فاألعمال‬ ‫حممودا يغفر له بسببه ‪.‬‬ ‫ُ‬ ‫ٌ‬ ‫ً‬ ‫أمارات ظنيةٌ‪ ،‬ال أدلةٌ قطعية‪ .‬ويرتت ُ‬ ‫رأينا عليه أفعاأل صاحلة‪ ،‬وعدم االحتقار ملسلم رأينا عليه أفعاال سيئة‪ .‬بل حتتقر وتذمل تلك احلالة‬ ‫‪.‬السيئة‪ ،‬ال تلك الذات املسيئة‪ .‬فتدبَّر هذا‪ ،‬فإنه نظر دقيق‪ ،‬وبا هلل التوفيق‬



‫ِ‬ ‫س ُك ْم ((‬ ‫)) َواَل َتلْم ُزوا أَن ُف َ‬ ‫ِ‬ ‫الص َدقَ ِ‬ ‫نهم َّمن ي ِ‬ ‫ت ) {اية ‪:‬‬ ‫لم ُز َك فِي َّ‬ ‫‪:‬العيب ‪ ،‬وقد مضى يف ((براءة)) عند قوله تعاىل ‪َ ( :‬وم ُ‬ ‫َ‬ ‫اللَّ ُ‬ ‫مز َ‬ ‫مز ال يكون إال بالِّسان‬ ‫مز باليد والعني واللِّسان واإلشارة‪ .‬واهلَ ُ‬ ‫‪ . }58 .‬وقال الطربي ‪ :‬اللَّ ُ‬



‫بعضا؛‬ ‫مثل قوله تعاىل ‪َ ( :‬واَل تَ ُ‬ ‫قتلُوا أَن ُف َس ُكم ) { النساء ‪ }29 :‬أي ‪ :‬ال يقتل بعضكم ً‬ ‫وهذه اآلية ُ‬ ‫قاتل نفسه‪ .‬وكقوله تعاىل ‪ ( :‬فَ َسلِّ ُمو َعلَى أَن ُف ِس ُكم )‬ ‫ألن املؤمنني كنفس واحدة‪ ،‬فكأنه بقتل أخيه ٌ‬ ‫بعضا‬ ‫‪{.‬النور ‪ }61 :‬يعين يسلِّم بعضكم على بعض ‪ .‬واملعىن‪ :‬ال يعب بعضكم‪ً #‬‬ ‫وقال ابن عباس وجماهد وقتادة وسيد بن ُجبري‪ :‬ال يطعُن بعضكم على بعض ‪ .‬وقال الضحاك‪. :‬ال‬



‫بعضا‪ .‬وقُِرئ‪(( :‬وال تلمزوا)) بالضم‪#‬‬ ‫‪.‬يلعن بعضكم ً‬



‫ويف قوله‪ (( :‬أَن ُف َس ُكم )) تنبيةٌ َعلَى أن العاقل ال يعيب نفسه ‪ ،‬فال ينبغي أن يعيب غريه ألنه كنفسه؛‬ ‫قال رسوهلل ‪(( :‬املؤمنون كجسد واحد ‪ ،‬إن اشتكى عضو منه‪ ،‬تداعى له سائر اجلسد بالسهر‬



‫واحلمى))‬ ‫‪َّ .‬‬ ‫املزين‪ :‬إذا أردت أن تنظر العيوب مجَّةً فتأمل عيَّايًا ‪ ،‬فإنه إمنا يعيب الناس بفضل‬ ‫وقال بكر بن عبد اهلل َ‬ ‫ما فيه من العيب ‪ .‬قال رسوالهلل‪( :‬يبصر أحدكم القذاة يف عني أخيه ويدع اجلذع يف عينه )‪ .‬وقيل ‪:‬‬



‫‪ .‬من سعادة املرء أن يشتغل بعيوب نفسه عن عيوب غريه‬



‫‪77‬‬



‫)) َواَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬ ‫اب((‬



‫َّبز ‪ -‬بالتسكني ‪ -‬املصدر‪ ،‬تقول‪َ :‬نَبَزه يبُِزهُ نَ ًبزا‪ ،‬أي‪:‬‬ ‫َّبز‪ -‬بالتحريك ‪ -‬اللَّقب‪ #،‬واجلمع األنباز‪ .‬والن ُ‬ ‫الن ُ‬



‫ب السوء‪ .‬وتنابزوا‬ ‫لقبَّه‪ ٠‬وفالن ينبَّز با لصبيان‪ ،‬أي‪ :‬يلقبهم‪ ،‬شدد للكثرة‪ .‬ويقال‪ :‬النََّبُز و لنََّزب لََق ُ‬ ‫بعضا‬ ‫‪ .‬باأللقاب‪ ،‬أي‪ :‬لَّقَّب بعضهم ً‬



‫ويف الرتمذي عن أيب جبرية بن الضحاك قال‪ :‬كان الرجل منا يكون له االمسني والثالثة‪ ،‬فيدعى‬ ‫ببعضها‪ ،‬فعسى أن يكره ‪ ،‬فنزلت هذه اآلية ‪َ (:‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬ ‫اب ) ‪ .‬قال‪ :‬هذا حديث حسن‪.‬‬ ‫صاحب‬ ‫وأبو جبرية هذا هو أخو ثابت بن الضحاك بن خليفة األنصاري‪ .‬وأبو زيد سعيد بن الربيع‬ ‫ُ‬ ‫‪.‬اهلَروي ثقة‬



‫ويف مصنّف أيب داود عنه قال‪ :‬فينا نزلت هذه اآلية ‪ ،‬يف بين سلمة ‪( :‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ( ِ‬ ‫س‬ ‫َ‬ ‫اب ب ْئ َ‬ ‫ِ‬ ‫االسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ ِ‬ ‫ِ‬ ‫رجل إال وله امسان أو ثالثة ‪ ،‬فجعل‬ ‫ُْ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫يمان ) قال‪ :‬قَد َم رسول اهلل و وليس منا ٌ‬ ‫رسول اهلل و يقول‪ :‬يا فالن‪ ،‬فيقولون‪َ :‬مه يا رسول اهلل‪ ،‬إنه يغضب من هذا االسم‪ ،‬فنزلت هذه اآلية‬



‫‪َ ( :.‬واَل َتنَ َاب ُزوا بِاأْل َلْ َق ِ‬ ‫اب) فهذا قول‬ ‫يهودي ‪ ،‬يا نصراينُّ ‪،‬‬ ‫وقول ثان ‪ :‬قال احلسن وجماهد ‪ :‬كان الرجل َي َعرّي بعد إسالمه بكفره‪ :‬يا‬ ‫ُّ‬ ‫وي عن قَتاد ًة وأيب العالية وعكرمة‬ ‫‪.‬فنزلت‪ُ .‬‬ ‫ور َ‬



‫فاسق يا منافق‪ .‬وقاله جماعدة واحلسن أيضاً‬ ‫‪.‬وقال ققادة‪ :‬هو قول الرجل للرجل‪ :‬يا ٌ‬



‫اال ْسم الْ ُفسو ُق ب ْع َد اإْلِ يم ِ‬ ‫)) بِْئس ِ‬ ‫ان ((‬ ‫ُ ُ َ‬ ‫َ‬ ‫َ‬



‫كافرا أو زانيًا بعد اسالمه و توبته ‪ .‬قال ابن ابن زيد ‪ .‬و قيل‪ :‬املعىن أن‬ ‫أي ‪ :‬بعس أن يُ َس َّمى‬ ‫الرجل ً‬ ‫ُ‬



‫من لقب‪ #‬أخاه أو سخر منه ‪ ،‬فهو فاسق‪ .‬ويف الصحيح‪ (( :‬من قال ألخيه‪ :‬يا كافر‪ ،‬فقد باء هبا‬



‫السخرية َواهْلّْم ْر والنَّبز‪،‬‬ ‫أحدمها إن كان كما قال‪ ،‬وإال رجعت عليه))‪ .‬فمن فعل ما هنى اهلل عنه من ّ‬



‫‪ .‬فذالك فسوق وذالك ال جيوز‬



‫وقد ُروي أن أبا ذر‪ ،‬كان عند النيب ‪ ،‬فنازعه رجل ‪ ،‬فقال له أبو َذر ‪ :‬يا ابن اليهودية! فقال النيب ‪:‬‬ ‫أمحر وأسود‪ ،‬ما أنت بأفضل منه))‪ .‬يعين بالتقوى‪ ،‬ونزلت ‪َ ( :‬واَل َتنَ َاب ُزوا‬ ‫ما ترى ها هنا من َ‬ ‫بِاأْل َلْ َق ِ‬ ‫اب )‬



‫وقال ابن عباس‪ :‬التنابز باأللقاب‪ :‬أن يكون الرجل قد عمل السيئات مث تاب‪ ،‬فنهى اهلل أن يُ َعرّي مبا‬ ‫ُّ‬ ‫وي أن النيب قال‪َ (( :‬من َعرَّي مؤمنًا بذنب تاب منه‪ ،‬كان حقًّا على اهلل أن‬ ‫سلف‪ .‬يدل عليه ما ُر َ‬ ‫ِ‬ ‫فض َحه فيه يف الدنيا واآلخرة ))‬ ‫‪.‬يْبتليَهُ به ويَ َ‬ ‫َ‬



‫‪78‬‬



‫وقع من ذلك مستثىًن من غلب عليه االستعمالء كاألعرج واألحدب‪ ،‬ومل يكن له فيه كسب‪ ،‬جَيِ د‬ ‫فجوزته األمة‪ ،‬واتفق على قوله أهل امللّة‪ .‬قال ابن العريب‪ :‬وقد ورد‪ -‬لَ َع ْم ُر اهلل‪-‬‬ ‫يف نفسه منه عليه‪َّ ،‬‬ ‫صحف (خرزة) َفلُ ّقب هبا‪.‬‬ ‫من ذلك يف كتبهم ما ال أرضاه [كقوهلم] يف صاحل‪َ :‬جَزرة ؛ ألنه َّ‬



‫وكذلك قوهُلُم يف حممد بن سليمان احلضرمي‪َ :‬مطَنَّي ؛ ألنه وقع يف طني‪ ،‬وحنو ذلك مما غلب على‬ ‫املتأخرين‪ .‬وال أراه سائغًا يف ال ّدين‪ .‬وقد كان موسى بن علي بن َرباح املصري يقول ‪ :‬ال أجعل‬ ‫الغالب على امسه التصغري بضم العني‪. .‬والذي يضبط هذا‬ ‫أحدا صغّر اسم أيب [يف جل]‪ .‬وكان‬ ‫ً‬ ‫ٌ‬ ‫‪ .‬كله ‪ :‬أن كل ما يكرهه اإلنسان إذا ودي به‪ ،‬فال جيوز الجوز ِ‬ ‫االذيّة‪ .‬واهلل أعلم‬ ‫البخاري رمحه اهلل يف كتاب األدب من اجلامع الصحيح يف (باب ما‬ ‫قلت‪ :‬وعلى هذا املعىن ترجم‬ ‫ُّ‬



‫النيب ‪( :‬ما يقول‬ ‫جيوز من ذكر الناس حنو قوهلم‪ :‬الطويل والقصري ال يراد به َشنْي الرجل) قال‪ :‬وقال ُّ‬



‫‪ .‬ذو اليدين )‬



‫وجيوز تلقيبه مبا‬ ‫قال أبو عبد اهلل بن ُخ َويْ ِر َمْن َداد‪ :‬تضمنت اآلية املنع من تلقيب اإلنسان مبا يكره‪ُ ،‬‬



‫وحزمية‬ ‫عمر بالفاروق‪ ،‬وأبا بكر بالص ّديق‪ ،‬وعثما َن بذي النُورين‪ُ ،‬‬ ‫حيب‪ ،‬أال ترى أن النيب لقَّب َ‬



‫الشمالني ويذين‪ ،‬يف أشباه ذلك‬ ‫‪.‬بذي الشهادتني‪ ،‬وأبا هريرة بذي ّ‬



‫الزخمشري ‪ :‬روي عن نيب ‪ ( :‬من حق املؤمن على املؤمن أن يسميه بأحب أمسائه إليه )‪ .‬وهلذا‬ ‫كانت التكنية من السنة و االدب احلسن ‪ ،‬قال عمر ‪ :‬أشيعوا ال ُكىن فإهنا منبّهة ‪ .‬ولقد لَّقب‪ #‬أبو بكر‬



‫قل من املشاهري يف‬ ‫بالعتيق والص ّديق‪ٌ ،‬‬ ‫وعمر بالفاروق‪ ،‬ومحزةُ بأسد اهلل ‪ ،‬وخال ٌد بسيف اهلل‪َ .‬و ّ‬



‫اجلاهلية و اإلسالم َمن ليس له لَقب‪ .‬ومل تزل هذه األلقاب احلسنة يف األمم كلّها ‪ -‬من العرب‬



‫‪.‬والعجم ‪ -‬جتري يف خماطباهتم ومكاتباهتم من غري نكري‬



‫عددا من‬ ‫ب األلقاب‬ ‫فأما‬ ‫وقال‬ ‫مستح ُّ‬ ‫ُّ‬ ‫ومستحسنها فال يُكره‪ .‬وقد َوصف رسول اهلل ِي ً‬ ‫َ‬ ‫املاوردي‪ً :‬‬ ‫ّ‬ ‫‪ .‬أصحابه بأوصاف صارت هلم من أجل األلقاب‬



‫العيب؛ فذلك كثري‪ .‬وقد سئل عبد اهلل‬ ‫قلت‪ًّ :‬‬ ‫ظاهرها الكراهة‪ ،‬اذا أريد هبا الصفة ال ُ‬ ‫فأما ما يكون ُ‬



‫بن املبارك عن الرجل يقول‪ :‬مُح ي ٌد الطويل‪ ،‬وسليمان األعمش‪ ،‬ومُح ي ٌد األعرج‪ ،‬ومروان األصفر‪،‬‬ ‫فقال‪ :‬إذا أردت صفته ومل ترد عيبه‪ ،‬فال بأس به‪ .‬وفىي صحيح مسلم‪ #‬عن عبد اهلل بن َس ْر ِجس قال‪:‬‬ ‫‪.‬رأيت األصلع يعين عمر بقبَّل احلجر‪ .‬يف برواية ‪ :‬األصيليع‬



‫ب ))‬ ‫(( َو َمن لَّ ْم َيتُ ْ‬



‫‪.‬أي عن هذه األلقاب الذي يتأذى هبا السامعون‪#‬‬



79



((‫ك ُه ُم الظَّالِ ُمو َن‬ َ ِ‫)) فَأ ُْولَئ‬



‫ باركاب هذه املناهي‬#‫ألنفسهم‬.



Terjemahan : “Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolokolok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok)” Allah SWT berfirman : Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki menghina(merendahkan)kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik, di dalam firmannya terdapat 4 masalah Pertama : Allah SWT berfirman : “Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki menghina(merendahkan )kumpulan yang lain, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik dari mereka” Dikatakan maknanya



(lebih baik) disisi Allah SWT dan perkataan



khairan minhum artinya lebih baik dari mereka dalam hal selamatnya I’tiqad dan hatinya. Kata sukhriyyah itu artinya menghina.Diambil dari ُ ‫)سـ ِخ‬, ُ ْ‫ َسـ ِخر‬,dan kata (‫رت ِمنـهُ أَ ْسـخَ ُر َسـخَ رًا‬ Abu Zaid menceritakan kata ‫ت بِه‬ َ ungkapan itu merupakan bahasa yang paling buruk. ُ ْ‫ َس ِخر‬,dan ungkapan itu merupakan Abu Zaid menceritakan kata ‫ت بِه‬ bahasa yang paling buruk .Dan Akhfasy berkata : adalah kalimat yang diucapkan (untuk menghina) dan isimnya adalah as sukhriyatu dan dalam



80



ilmu qiraat dibaca juga dengan as sukhriyyu dan as skhriyyu sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Surat Az-Zukhruf ayat 32: ‫س ْخ ِريَّا‬ ُ ‫ضا‬ ُ ‫لِيَت َِّخ َذ بَ ْع‬ ً ‫ض ُه ْم بَ ْع‬ Dan ini sudah dikemukakan sebelumnya.dan dalam bahasa disebutkan ungkapan : (‫ يُتَ َس َّخ ُر فِ ْي ال َع َم ِل‬، ٌ‫)فُالَ ٌن س ُْخ َرة‬. Dan juga tersebut dalam bahasa (‫خَ ا ِد ٌم َو َر ُج ٌل س ُْخ َرةٌ أيضا‬ ُ‫)يَ ْس َخ ُر ِم ْنه‬, dengan memfathahkan kha’nya yang artinya menghina manusia. Kedua: Sebab turunnya ayat ini diperselisihkan dikalangan ulama Ibnu Abbas berkata : Ayat ini turun berkaitan dengan kisah tsabit bin Qais Bin Syammas seorang sahabat Nabi yang terganggu pendengarannya .Dimana suatu ketika dia terlambat datang ke majlis Rasulullah, para sahabat yang lain memberikan untuknya tempat duduk di samping Nabi untuk bisa mendengar apa yang dikatakan oleh Rasulullah. Pada suatu hari Tsabit pernah terlambat 1 rakaat shalat subuh ketika shalat berjamaah bersama Nabi, tatkala Nabi selesai shalat mulailah para sahabat mengambil tempat untuk duduk di majlis Rasulullah, dan masing masing sahabat memboking tempat duduknya sehingga hampir tidak ada yang mau memberikan tempat duduk kepada yang tidak mendapatkan tempat duduk sehingga sampai sampai ada yang berdiri. Tatkala Tsabit selesai dari shalat, beliau berjalan melangkahi pundak para sahabat yang duduk di majlis Rasulullah dan kemudian berkata : geser geser. Melihat hal tersebut salah seorang sahabat



marah sambil berkata:”Duduk dimana engkau



terakhir duduk atau dimana terakhir engkau mendapatkan majelis“.



81



akhirnya dia juga sedikit terbawa emosi dan dia bertanya:”Siapa fulan ini dan siapa gerangan dia yang berani menegur saya”, dikatakan kepadanya:”Ini namanya fulan”, Tsabit mengatakan:”Ibnu fulanah (putra dari fulanah)”, dan ternyata ibu orang yang menegur beliau memiliki sifat yang merupakan sifat jahiliyah yang ia bawa sejak jahiliyah dan ia tidak menyukainya, akhirnya lelaki ini diam dan merasa malu ketika tsabit berkata demikian, maka turunlah firman Allah surat Al-Hujurat ayat :11. Dhahhak berkata : Ayat ini turun berkenaan dengan utusan Bani Tamim yang telah disebutkan kisahnya diawal surat ini, dimana mereka menghina para sahabat yang faqir seperti ‘Ammar , Khabbab, Ibnu Fuhairah , Bilal, Shuhaib, Salman dan Salim budaknya Abu Huzaifah dan selain mereka disebabkan apa yang yang mereka lihat dari para sahabat dari kefaqiran mereka.sehingga ayat ini turun tentang orang orang yang beriman di antara mereka. Dan Mujahid berkata : itu adalah penghinaan orang kaya terhadap orang faqir Dan Ibnu Zaid berkata : janganlah orang yang ditutupkan dosanya (aibnya ) oleh Allah SWT menghina orang yang diperlihatkan aibnya oleh Allah. Barangkali Allah SWT menampakan dosanya (aibnya ) di dunia lebih baik baginya dari pada di akhirat. Dan satu pendapat mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan kisah Ikrimah bin Abi Jahl ketika dia datang ke Madinah dalam keadaan Islam dan ketika dilihat oleh kaum muslimin Madinah mereka mengatakan Ikrimah adalah anak Fir’aun umat



82



ini.Kemudian Ikrimah mengadukan hal itu kepada Rasulullah sehingga turunlah ayat ini. Oleh karena itu janganlah seseorang berani menghina orang yang dia lihat kondisinya miskin, atau memiliki cacat pada badannya atau tidak lancar dalam bicara , bisa jadi orang yang dihina memiliki hati yang bersih dari pada orang yang berbeda kondisinya(kondisi orang yang menghina) dengan mereka, sehingga dia berbuat zhalim kepada orang yang dimuliakan Allah SWT dan menghina orang yang diagungkan Allah SWT. Dan telah sampai petunjuk dari Salaf bagaimana mereka sangat hati hati dan menjaga diri dari menghina orang lain.Sebagimana yang dikatakan Amru bin Syurahbil seandainya saya melihat seorang laki laki menyusui Anaz kemudian aku menertawakannya , sungguh aku khawatir akan melakukan hal yang sama. Dari Abdullah bin Masud : Musibah itu akan turun disebabkan karena ucapan , kalau saya mencela anjing maka aku khawatir dirobah jadi anjing . dan kata kaum khusus digunakan untuk laki laki. Dan laki laki dinamakan kaum karena mereka melaksanakan itu karena adanya suatu faktor yang mendesak mereka dilakuakan dalam keadaan sulit(berat). Dan dikatakan kata qaum itu jamak dari kata qaim ( ‫)قائم‬. Kemudian maknanya meluas untuk semua kelompok. Dan terkadang kata qaum digunakan untuk perempuan secara majaz dan sudah berlalu penjelasannya dalam surat Al-Baqarah.



83



ketiga : perkataan Allah SWT : dan janganlah sekelompok wanita menghina kelompok wanita yang lain bisa jadi yang dihina lebih baik daripada yang menghina. Kata Nisa’ disebut secara terpisah karena mereka lebih banyak mencelanya dan Allah SWT berfirman : Sesungguhnya kami mengutus Nuh kepada kaumnya, dan kata kaum mencakup seluruhnya. Para ahli tafsir berkata : ayat ini turun tentang 2 orang istri Rasulullah menghina ummu salamah disebutkan bahwasanya ‘Aisyah Radhiyallahu anha bersama dengan Hafsah pernah menggunjing Ummu Salamah dan yang menujadi topik dari pembicaraan keduanya adalah pakaiannya Ummu Salamah yang mana ia mengikat dibagian pinggangnya kemudian sebagian tali pinggangnya mengekor kebelakang, ‘Aisyah kemudian berkata kepada Hafsah:”Lihatlah dia keluar dia menarik tali itu seperti lidah se’ekor anjing“, maka turunlah firman Allah SWT di atas. Anas dan Ibnu Zaid berkata :Ayat ini turun berkenaan dengan para istri Rasulullah dimana mereka menggunjingkan Ummu Salamah karena pendeknya (postur tubuh beliau) dan menurut satu riwayat ayat ini turun tentang Aisyah dimana beliau menunjuk Ummu Salamah dengan tangannya sambil berkata kepada Rasulullah :wahai Nabi Allah sesungguhnya Ummu Salamah adalah wanita yang pendek. Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwasanya Shafiyah binti huyay bin Akhthab (salah seorang wanita dari kalangan yahudi yang diperistri oleh Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam) beliau diejek oleh istri Nabi yang lain dikatakan bahwasanya:”Dia adalah yahudiyah anak dari 2



84



yahudi“, yang dimaksudkan adalah Nabi Musa dan Harun, Shafiyah tidak terima dengan ejekan mereka akhirnya Shafiyah mengadukan kepada suaminya Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam, disini bisa mendapatkan faedah bagaimana Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam menyelesaikan masalah ketika shafiyah berkata:”Saya diejek oleh istri – istri anda yang lain Ya Rasulullah mereka mengatakan:”Saya ini yahudiyah dari 2 orang yahudi”, Rasulullah mengatakan:” Cukup engkau mengatakan kepada mereka: ” Bapakku adalah seorang yahudi (Nabi Harun) kemudian pamanku adalah Nabi Musa, engkau dan saya adalah istri seorang Nabi. Masalah yang ke empat : di dalam shahih Tirmidzi dari Aisyah berkata: Saya menceritakan kepada Nabi tentang seorang laki laki , kemudia Nabi berkata : tidak lah itu membuat aku senang ketika diceritakan kepadaku tentang seorang laki laki sementara aku sudah memiliki ini dan itu



kemudian Aisyah berkata : wahai Rasulullah



bahwasanya Shafiyyah adalah seorang wanita dan Dia mengisyaratkan dengan tangannya (sambil memperagakan tangannya) yang dia maksudkan Shafiyyah adalah wanita yang pendek kemudian Rasulullah berkata : seandainya perkataanmu itu dicampur dengan air laut maka perkataanmu itu bisa membuat air laut jadi tercemar. Dan dalam hadits riwayat Bukhari dari Abdullah bin Zam’ah berkata : Nabi melarang seseorang menertawakan sesuatu yang keluar dari badan (kentut) dan Beliau berkata: kenapa seorang suami memukul istrinya dengan pukulan kuda jantan kemudian setelah itu dia peluk istrinya.



85



Dan dalam hadits shahih yang diiriwayatkan oleh Imam Muslim dari Abu Hurairah berkata : Nabi Shallahu alaihi wasallam bersabda : sesungguhnya Allah tidak melihat kepada bentuk fisik kalian dan tidak pula kepada harta kalian akan tetapi Allah melihat hati kalian dan perbuatan kalian. ini adalah hadits yang agung terkandung di dalamnya janganlah seseorang menyebutkan aib orang lain sementara orang yang dia sebutkan memiliki amalan amalan ketaatan atau amalan yang menyelisihi ketaatan , bisa jadi menjaga amalan zhahir , Allah Maha Tau terhadap apa yang ada di dalam hatinya sifat sifat tercela yang membuat amalan itu tidak diterima dan bisa jadi orang yang kita lihat dari padanya dari perbuatan melampaui batas , Allah SWT tau apa yang ada di hatinya dari sifat sifat terpuji maka Allah SWT mengampuni



dosanya dengan sebab yang ada di



hatinya.Karena amalan itu fungsinya sebagai tanda zhanni (dugaan) bukan sebagai tanda qathi” (pasti). Dan terkandung juga di dalam hadits ini tidak boleh berlebih lebihan dalam mengagungkan orang yang kita lihat dia melakukan amalan shaleh dan tidak menghina orang yang melakukan perbuatan buruk akan tetapi yang dicela adalah kondisi yang buruk bukan orangnya yang berbuat buruk.Maka tadaburi (hayatilah) ini karena yang demikian itu ada pandangan yang terperinci dan Mudah mudahan Allah SWT memberikan taufik. Allah SWT Berfirman : (‫)وال تلمــزوا أنفســكم‬, di dalamnya ada 3 masalah



86



Masalah Pertama : perkataan Allah SWT (‫ )وال تلمزوا أنفســكم‬Imam Thabari berkata : Al Lamzu maknanya mencela dengan mengunakan tangan , mata , lisan dan isyarat . Al hamzu itu mencela dengan lisan. Ayat ini dan yang semisalnya (‫)وال تقتلـوا أنفســكم‬Artinya janganlah sebagian membunuh sebagian yang lain karena orang beriman itu seperti satu tubuh maka seolah olah dengan membunh saudaranya sama dengan membunuh dirinyabdan seperti perkataan Allah SWT (‫)فســلموا على أنفســكم‬. Artinya selamatkan sebagian kalian terhadap sebagian yang lain artinya tidak menyampaikan aib orang lain. Dan berkata Ibnu Abbas , qatadah dan Said bin jubair maknanya adalah janganlah sebagai melukai sebagian yang lain. Dan Dhahhak berkata : maknanya tidak melaknat sebagian terhadap sebagian yang lain. Dan dalam satu riwayat dibaca dengan (‫ )وال تل ُمزوا‬dengan didhammahkan (mimnya ). Dan pada perkataan Allah SWT (‫ )أنفسكم‬mengingatkan orang yang berakal untuk tidak menghina dirinya maka janganlah dia menghina orang lain karena itu sama dengan menghina dirinya sendiri,Rasulullah bersabda :



ِ ‫اح ٍد إِن اِشت َكى ع‬ ِ ‫ؤمنو َن َكجس ٍد و‬ ِ ِ ِ َ ‫اعى لَهُ َسائِر‬ ‫السه ِر‬ َ ‫ضو منهُ تَ َد‬ ُ ‫الم‬ ٌ ُ َ َ ََ ُ َ ‫الج َسد ب‬ ُ



‫الح َّمى‬ ُ ‫َو‬



Artinya : “orang beriman itu seperti satu tubuh, jika satu bagian sakit maka seluruh badan akan merasakannya sampai harus bergadang dan demam”



87



Berkata Bakr bin abdullah al muzani : apabila seseorang ingin melihat aib orang lain maka hendaknya dia memperhatikan aibnya karena berapa banyak orang mencela apa yang mereka lihat dari aib aib.Dan Rasulullah bersabda : seseorang melihat keburukan pada diri saudaranya dan melupakan aib yang ada pada dirinya. Dan diriwayatkan :di antara bentuk kebahagian seseorang , dia menyibukan dirinya melihat aibnya sendirinya daripada melihat aib orang lain. Seorang penyair berkata : seseorang apabila dia berakal dan wara’ maka sifat wara’nya akan menyibukannya dari melihat aibnya sebagimana orang sakit dia akan sibuk dengan penyakitnya ketimbang melihat penyakit orang lain. Kedua : Firman Allah SWT (‫ )وال تنــابزوا باأللقــاب‬Kata An Nabaz artinya mengelari, bentuk jamaknya al Anbaz , dan kata An Nabzu (dengan mensukunkan ba’) adalah bentuk mashdar dari kata (‫)نبزه ينبزه نبزا‬ artinya mengelarinya seperti ucapan Fulan digelari anak anak (disebutkan anak anak padahal dia tunggal ). Dan dalam hadits riwayat Tirmidzi dari abi jabirah bin Dhahhak berkata : ada seorang laki laki , dia memiliki 2 nama atau 3 nama kemudian dia dipanggil dengan sebagian nama itu agar dia marah maka turunlah ayat ini (‫ )وال تنابزوا باأللقاب‬dan Imam tiridzi mengatakan ini adalah hadits hasan . Dan Abu jabirah adalah saudaranya Tsabit bin Dhahhak bin



88



Khalifah Al anshari dan Abu Zaid said bin Rabi’ adalah pengarang kita Al Harawi dia adalah orang yang tsiqah (dipercaya). Dan dalam Mushannaf karya Abu Daud disebutkan



bahwa ayat



ini turun berkenaan dengan kisah Bani Salamah , telah datang kepada Rasulullah dan ada seorang laki laki dia memiliki 2 nama atau 3 nama kemudian Rasulullah memanggilnya wahai fulan kemudian mereka mengatakan kepada Rasul diam lah wahai Rasulullah , artinya laki laki itu marah karena dipanggil dengan nama itu maka turunlah ayat ini menurut satu pendapat. Dan menurut pendapat yang kedua : Berkata Hasan dan Mujahid: ada seorang laki laki dihina dengan kekufurannya( dimasa lalu )padahal dia sudah masuk Islam dengan panggilan wahai yahudi , wahai nashrani sehingga turunlah ayat ini . Dan diriwayatkan dari Qatadah , Abi Aliyah dan Ikrimah dimana Qatadah berkata :ayat ini turun disebakan karena seseorang memanggil orang lain dengan sebutan wahai fasiq , wahai munafiq.Dan pendapat ini juga merupakan pendapat Imam Mujahid dan Hasan . Di dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa suatu ketika Abu Zar berada di dekat Rasulullah kemudian tiba tiba ada seorang laki mengajaknya untuk berdebat ,kemudian Abu zar berkata kepadanya : wahai Anak wanita yahudi, kemudian Nabi berkata kepada Abu Zar , wahai abu zar apakah kamu tidak melihat disini ada yang merah dan yang



89



ada yang hitam , tidaklah kamu lebih baik dari padanya (dari sisi ketaqwaan) kemudian turun ayat (‫)التنابز باأللقاب‬ Dan Ibnu Abbas berkata : makna (‫ )التنابز باأللقاب‬adalah seseorang yang dia melakukan keburukan setelah itu dia bertaubat , maka Allah SWT melarang untuk menggelarinya dengan apa yang sudah dia lakukan dari keburukan.dan ini dikuatkan oleh hadits Rasulullah : ‫دنيا‬LL‫ه في ال‬LL‫حه في‬LL‫ه ويفض‬LL‫ه ب‬LL‫ا على هللا أن يبتلي‬LL‫ان حق‬LL‫من عير مؤمنا بذنب تاب منه ك‬ ‫واآلخرة‬ Artinya : barang siapa yang mencela seorang yang beriman disebabkan karena dosa yang pernah dia lakukan sementara dia sudah bertaubat darinya, maka Allah SWT berhak untuk mengujinya dengan dosa itu dan mempermalukannya di dunia dan akhirat. ketiga : Pengecualian dari semua itu adalah penggunaan kata ‘A’raj (pincang), Ahdab (bungkuk ) Dan tidak ada keinginan di dalam dirinya untuk mencela kepada orang itu maka Ulama membolehkannya bahkan mereka sepakat dalam hal ini akan kebolehannya. Ibnu Arabi berkata : terdapat dalam kitab para ulama penyebutan gelar Shaleh dengan sebutan Jazarah .kata ini ditahrif (dirobah ) dari kata Kharazah dan penyebutan Muhammad bin Sulaiman Al hadhrami dengan sebutan Muthayyan karena dia pernah jatuh di Tanah dan yang lain lainnya dari



penyebutan



yang



dikenal



dalam



kitab



kitab



Ulama



90



Mutaakhirin(Ulama Kontemporer).dan saya tidak memandang itu tidak ada masalah dalam agama. Musa bin Ali bin Rabah Al Mishri pernah berkata : Aku tidak halalkan seseorang menghina nama bapakku . Maka oleh karena itu yang menjadi barometer dalam hal ini adalah segala sesuatu yang tidak disukai oleh orang lain untuk dipanggil maka tidak boleh dilakukan karena itu masuk dalam kategori menyakiti. Wallahu ‘A’lam. Saya katakan (masudnya Imam Qurtubi berkata ) : berdasarkan makna ini Imam Bukhari menyebutkan bab adab dalam kitab Shahihnya. Bab Apa yang boleh dari panggilan kepada orang lain seperti kata panjang/ tinggi dan pendek dimana tidak ada maksud untuk menghina orang.sebagaimana ucapan nabi wahai Zul Yadain (yang punya 2 tangan ) Berkata Abdullah bin khuwaiz Mindad : ayat ini mengandung larangan memanggil orang dengan panggilan yang dia tidak sukai dan boleh memanggil dengan sebutan yang dia sukai.lihatlah bagaimana Rasullah menggelari Umar Bin Khattab dengan Al Farruq , Abu bakar dengan gelar As shiddiq , Utsman Bin Affan dengan gelar Zun nurrain , Khuzaimah dengan gelar Dzi Syahadatain dan Abu Hurairah dengan gelar Dzi Syimalain dan Dzil Yadain.dan yang semisalnya. Zamakhsyari (menyebutkan dalam kitabnya) Diriwayatkan dari Nabi shallahu alaihi wasallam bahwa beliau bersabda : di antara kewajiban



91



seorang mukmin terhadap mukmin lain adalah memanggilnya dengan namanya yang paling dia sukai . Maka oleh



karena itu menyebut kunyah seseorang termasuk



bagian dari sunnah dan adab yang baik. Berkata Umar radhiyallahu anhu : Tebarkanlah kunyah(gelar) karena sesungguhnya kunyah itu sunnah. Dan sungguh Abu Bakr digelari dengan Al Atiq dan Ash shiddiq dan Umar digelari dengan Al farruq , Hamzah degelari Aasadullah , Khalid bin walid digelari dengan Saifullah .dan sedikit sekali orang yang masyhur dikalangan jahiliah dan Islam yang tidak punya gelar. Dan gelar gelar yang baik ini masih berlaku sampai sekarang baik dikalangan arab atau Ajam (non arab) dan itu nampak dalam pembicaraan mereka dan penulisan tanpa sedikit pun pengingkaran. Imam Mawardi berkata : Adapun gelar gelar yang baik dan gelar yang bagus maka tidaklah dibenci. Sebagaimana Rasulullah mensifati sebagian besar sahabat dengan sifat sifat yang kemudian sifat sifat itu menjadi gelar bagi mereka. Aku berkata (imam Qurtubi) : maka adapun yang secara zhahirnya itu tidak disukai tetapi karena dimaksudkan untuk mensifatinya bukan untuk menyebutkan aibnya ,ini banyak contohnya sebagaimana Abdullah ibnu mabarak pernah ditanya tentang seorang laki laki , kemudianlaki laki itu berkata: Hamid digelari Atthawil ( yang panjang), Sulaiman digelari Al A’masy, hamid digelari Al’a’raj (yang pincang), dan Marwan digelari Al



92



ashgar (yang paling kecil),bagaimana itu Imam?Kemudian Abdullah bin Mubarak berkata: Kalau kamu ingin mensifatinya , bukan karena ingin menyebutkan aibnya maka tidak apa apa. Dan di dalam shahih Musli dari Abdullah bin Sirjis ,dia berkata : saya melihat Al Ashla’ (kepalanya gundul) yang dia maksudkan adalah umar bin khattab sedang mencium hajar aswad dan dalam sebuah riwayat disebutkan Ushaili’ (Gundul sedikit). Dan Allah SWT berfirman : (‫ )ومن لم يتب‬Dan siapa yang tidak bertaubat dari menyebut panggilan dimana tersakiti orang yang mendengarnya maka mereka itu adalah orang yang zhalim terhadap diri mereka karena mereka melakukan larangan larangan ini.