Skripsi Terakhir Amin [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

EKOFEMINISME DALAM SEMBILAN CERPEN PADA BUKU CERITA DARI SELAT GONSALU; ANTOLOGI CERPEN SASTRAWAN NTT Skripsi



Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan



OLEH FRANSISKUS XAVERIUS LOGHO MBETE NIM. 2015220556 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS FLORES ENDE 2022



i



EKOFEMINISME DALAM SEMBILAN CERPEN PADA BUKU CERITA DARI SELAT GONSALU; ANTOLOGI CERPEN SASTRAWAN NTT Skripsi



Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan



OLEH FRANSISKUS XAVERIUS LOGHO MBETE NIM. 2015220556 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS FLORES ENDE 2022



ii



LEMBAR PERSETUJUAN



EKOFEMINISME DALAM SEMBILAN CERPEN PADA BUKU CERITA DARI SELAT GONSALU; ANTOLOGI CERPEN SASTRAWAN NTT FRANSISKUS XAVERIUS LOGHO MBETE NIM. 2015220556 Skripsi ditulis untuk Memenuhi Sebagian Pesyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan



Menyetujui, Pemibmbing I



Pembimbing II



Dra. Maria Marietta Bali Larasati, M. Hum NIPY. 198093089



Josephina Nirma Rupa, S.Pd.,M.Pd NIPY . 19802011515



Mengetahui Ketua program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia



Dr.Drs. Yosef Demon, M.Hum NIPY. 19802002145



ii



MOTTO Hidup untuk Berjuang dan Berjuang untuk Hidup



(Xaver)



iii



PERSEMBAHAN Dengan memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karya tulis ini kupersembahkan bagi yang berjasa: 1. Tuhan Yang Mahakuasa. 2. Orang tuaku tercinta, Bapak Konstantinus Mbete dan Mama Margaretha Mete, yang telah melahirkan, mengasuh, dan mendidikku dengan penuh kasih sayang dan kebaikan, serta membiayaiku sampai ke jenjang perguruan tinggi. 3. Saudariku, Susana Daba Mbete, yang telah banyak menyuport dan membantu dalam berbagai keadaan. 4. Istriku tercinta Hellyn, dan anakku tersayang Nagista, yang selalu memberikan semangat dan dukungan hingga pada penulisan skripsi ini. 5. Keluarga besarku tercinta, yang selalu melimpahkan cinta dan kasih sayang, mendampingiku hingga pada penulisan skripsi ini. 6. Teman kuliah, juga sahabat tercinta yang tidak dapat kusebutkan satu persatu namanya. Terimakasih. 7. Almamater tercinta, Universitas Flores. 8. Agama, Bangsa, dan Negara.



iv



KATA PENGANTAR Puji dan syukur ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul Ekofeminisme Dalam Sembilan Cerpen pada Buku Cerita Dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan Ntt, tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat selesai tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada: 1. 2. 3. 4.



5.



6.



7.



Ketua Yayasan Perguruan Tinggi Flores yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu pengetahuan di lembaga ini. Rektor dan wakil Rektor Universitas Flores yang telah memberikan kesempatan pada penulis untuk menimba ilmu pengetahuan di lembaga ini. Dekan dan wakil Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Flores. Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta semua staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Dra. Maria Marietta Bali Larasati, M.Hum. sebagai pembimbing I dan Josephina Nirma Rupa, S.Pd., M.Pd. sebagai pembimbing II yang telah meluangkan waktu untuk memberikan petunjuk yang bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Ketua dan Sekretaris Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia beserta semua staf pengajar yang telah membekali ilmu pengetahuan kepada penulis selama mengikuti perkuliahan. Semua pihak yang tidak sempat penulis sebutkan namanya yang telah membantu memberikan motivasi dan saran serta bahan yang sangat berguna demi suksesnya tulisan ini. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masing sangat jauh dari sempurna, maka dari itu penulis dengan rendah hati mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan tulisan ini. Ende, Juni 2022 Penulis



v



ABSTRAK FRANSISKUS XAVERIUS LOGHO MBETE. Nim: 2015220556. Ekofeminisme dalam Sembilan Cerpen pada Buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Skripsi. Ende: Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Flores, 2022. Email: [email protected]. Hp: 082359565493. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui bentuk ekofeminisme pada sembilan cerpen dalam buku antologi cerpen. Masalah dalam penelitian ini adalah bentuk ekofeminisme yang nampak pada sembilan cerpen dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antplogi Sastrawan NTT. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekofeminisme. Pendekatan yang dilakukan yaitu kualitatif. Data berupa kata, frasa, dan kalimat. Sumber data diperoleh dari 9 cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Metode yang digunakan yakni kepustakaan. Teknik pengumpulan data dengan cara membaca, mencatat, dan memberikan kode pada kata/kalimat yang dimaksud. Teknik analisis data dengan cara reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik penyajian data dengan cara penyajian data verbal dengan menggunakan uraian kata. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah terdapat sembilan cerpen dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antplogi Sastrawan NTT yang menunjukan bentuk ekofeminisme, yaitu ekofeminisme alam, ekofeminisme spiritualis, dan ekofeminisme sosialis. Bentuk ekofeminisme alam ditunjukan oleh cerpen: Flamboyan Untuk Ri, Kopi, Berita, dan Tombo Gerak Tanah. Bentuk ekofeminisme spiritualis ditunjukan oleh cerpen: Nenek, Percakapan di Bukit Cinta, dan Molas Cendana. Bentuk ekofeminisme sosialis ditunjukan oleh cerpen: Menara Kartu, Dongeng dari Pulau Bunga, dan Molas Cendana.



Kata Kunci: Ekofeminisme, Cerpen



vi



ABSRACT FRANSISKUS XAVERIUS LOGHO MBETE. Nim: 2015220556. Ecofeminism in Nine Short Stories from Storybook from the Gonsalu Strait; Anthology of NTT Literary Short Stories. Thesis. Ende: Indonesian Language and Literature Study Program, Faculty of Teacher Training and Education, University of Flores, 2022. Email: [email protected]. Phone: 082359565493. The purpose of this study was to determine the form of ecofeminism in nine short stories in an anthology of short stories. The problem in this research is that there is a form of ecofeminism that appears in nine short stories in the book Stories from the Gonsalu Strait; Anthology of NTT Writers. The theory used in this study is the theory of ecofeminism. The approach taken is qualitative. Data in the form of words, phrases, and sentences. Sources of data were obtained from 9 short stories in the book Stories from the Gonsalu Strait; Anthology of NTT Literary Short Stories. The method used is literature. Data collection techniques by reading, taking notes, and coded the words/sentences in question. Techniques of data analysis by means of data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The technique of presenting data is by presenting verbal data using word descriptions. The results obtained in this study are that there are nine short stories in the book Stories from the Gonsalu Strait; An anthology of writers from NTT that shows forms of ecofeminism, namely natural ecofeminism, spiritualist ecofeminism, and socialist ecofeminism. The form of ecofeminism in nature is shown by the short stories: Flamboyan Untuk Ri, Kopi, Berita, and Tombo Gerak Tanah. The forms of spiritualist ecofeminism are shown in the short stories: Nenek, Percakapan di Bukit Cinta, and Molas Cendana. The last one, the form of socialist ecofeminism is shown in the short stories: Menara Kartu, Dongeng dari Pulau Bunga, and Molas Cendana.



Keywords: Ecofeminism, Short Story



vii



DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................



i



LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................



ii



MOTTO ........................................................................................................... iii PERSEMBAHAN ............................................................................................



iv



KATA PENGANTAR.......................................................................................



v



ABSTRAK .......................................................................................................



vi



ABSTRACT ...................................................................................................... vii DAFTAR ISI...................................................................................................... viii BAB I



PENDAHULUAN..........................................................................



1



1.1 Latar Belakang......................................................................................



1



1.2 Rumusan Masalah.................................................................................



8



1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................



8



1.3.1



Tujuan Umum............................................................................



9



1.3.2



Tujuan Khusus...........................................................................



9



1.4 Manfaat Penelitian................................................................................



9



1.4.1



Manfaat Praktis.........................................................................



1.4.2



Manfaat Teoritis....................................................................... 10



BAB II



9



KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI........................... 11



2.1 Kajian Pustaka...................................................................................... 11 2.2 Konsep.................................................................................................. 14 2.2.1



Ekofeminisme.......................................................................... 14



2.2.2



Ekofeminisme dalam Sastra Indonesia.................................... 19



2.2.3



Cerpen Sebagai Salah Satu Macam Karya Sastra.................... 21



2.3 Teori ..................................................................................................... 22 2.3.1



Teori Ekofeminisme................................................................. 22



2.3.2



Peran Perempuan Terhadap Lingkungan................................. 26



BAB III



METODE PENELITIAN.............................................................. 29



3.1 Pendekatan Penelitian........................................................................... 29



viii



3.2 Data dan Sumber Data.......................................................................... 29 3.2.1



Data.......................................................................................... 29



3.2.2



Sumber Data............................................................................. 29



3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data................................................ 30 3.3.1



Metode Pengumpulan Data...................................................... 30



3.3.2



Teknik Pengumpulan Data....................................................... 30



3.4 Teknik Analisis Data............................................................................. 31 3.5 Teknik Penyajian Data.......................................................................... 32 BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN..................................................... 33 4.1 Temuan................................................................................................ 33 4.1.1 Bentuk Ekofeminisme Alam........................................................ 33 4.1.2 Bentuk Ekofeminisme Spiritualis................................................ 35 4.1.3 Bentuk Ekofeminisme Sosialis.................................................... 37 4.2 Pembahasan.......................................................................................... 40 4.2.1 Bentuk Ekofeminisme Alam....................................................... 40 4.2.2 Bentuk Ekofeminisme Spiritualis................................................ 44 4.2.3 Bentuk Ekofeminisme Sosialis.................................................... 47 BAB V PENUTUP............................................................................................ 54 5.1 Simpulan.............................................................................................. 54 5.1.1 Bentuk Ekofeminisme Alam........................................................ 54 5.1.2 Bentuk Ekofeminisme Spiritualis................................................ 54 5.1.3 Bentuk Ekofeminisme Sosialis.................................................... 55 5.2 Saran.................................................................................................... 55 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN



ix



BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Perempuan dalam kehidupan sehari-hari menempati kedudukan yang tidak dapat disetarakan dengan laki-laki. Kaum laki-laki dianggap memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini juga terlihat dalam hal berbahasa. Perempuan dituntut untuk berbicara sangat lemah lembut dan sopan. Bahasa perempuan menunjukan ketidak berdayaan mereka. Apabila mereka tidak melakukan hal tersebut mereka akan dikritik sebagai “tidak feminin”. Namun apabila mereka berbicara dengan lembut dan sopan mereka akan juga dinilai sebagai kaum yang lemah yang tidak mampu berpikir jernih dan tidak dapat membicarakan masalah serius. Anak-anak perempuan pun sudah sejak dini diajarkan untuk berbicara lemah lembut dan sopan serta tidak marah-marah. Perlakuan ini sangat berbeda dengan yang dilakukan kepada anak laki-laki. Anak laki-laki diajarkan untuk tetap bisa marah-marah dan melakukan tidakan agresif (Kuntjara, 2003:4). Karya sastra merupakan bahan ajar bagi masyarakat. Dalam budaya dan tradisi lisan, misalnya, dongeng memiliki kedudukan penting sebagai pengajar atau penuntun mengajarkan



etika dan



estetika dan fungsi karya sastra tersebut adalah



manusia (pembaca



dan peminat). Karya sastra tersebut untuk



menghayati nilai-nilai yang terdapat dalam karya tersebut kemudian diamalkan dalam kehidupan sehari hari dan mengembangkan daya pikiran manusia dalam melakukan sesuatu (Uer, 2013: 40-41). 1



Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sastra merupakan hasil atau karya yang dihasilkan oleh seseorang pengarang dalam menciptakan sesuatu yang baru yang berkaitan dengan karya atau seni tersendiri. Banyak karya sasta yang dihasilkan oleh setiap pengarang seperti menulis prosa, cerpen, drama dan lain sebagainya yang berkaitan dengan karya seseorang atau seni seseorang dan dapat membuka wawasan manusia lagi dalam melakukan sesuatu. Antologi cerpen merupakan kumpulan beberapa karya sastra berupa cerpen yang dibukukan dari seorang penulis atau beberapa penulis sekaligus. Jadi, dalam satu antologi cerpen, akan diisi oleh berbagai macam karya (cerpen) yang diciptakan oleh satu orang, ataupun lebih dari satu pengarang atau penulis (Pitaloka & Sundari, 2020:101). Antologi diartikan sebagai kumpulan karya sastra atau karya tulis seseorang atau beberapa orang seniman. Dalam menjalani kehidupan di dunia, manusia tidak dapat terlepas dari alam dan lingkungan sekitarnya. Dari alamlah manusia mendapatkan sumber makanan, bahan sandang dan bangunan yang dapat digunakan membangun tempat tinggal. Kualitas dan kesejahteraan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi alam dan lingkungan tempatnya hidup (Keraf, dalam Wiyatmi, 2017:6). Berkaitan dengan hal kerusakan lingkungan, kampanye dan penanaman nilai-nilai cinta lingkungan alam harus senantiasa dilaksanakan dan diperjuangkan. Dengan adanya gerakan cinta lingkungan alam, diharapkan akan lahir generasi yang memiliki ekoliterasi, yaitu generasi yang menyadari betapa pentingnya lingkungan



2



hidup, pentingnya menjaga dan merawat bumi, ekosistem, alam sebagai tempat tinggal dan berkembangnya kehidupan (Keraf, dalam Wiyatmi, 2017:8). Kampanye tersebut tidak hanya dapat dilakukan secara langsung dalam tindakan nyata di lapangan seperti yang dilakukan para aktivis lingkungan hidup, tetapi juga dapat dilakukan melalui karya sastra dan seni yang mengusung kesadaran cinta lingkungan hidup tanpa melupakan posisi kaum perempuan. Dalam paradigma ilmu humaniora, kajian yang memfokuskan keterkaitan antara alam, lingkungan hidup, dengan posisi dan keberadaan kaum perempuan dikenal dengan istilah ekofeminisme (Wiyatmi, 2017:8). Ekofeminisme merupakan bagian dari sastra, dimana ekofeminisme merupakan suatu paham tentang keterkaitan antara perempuan dan alam semesta terutama dalam ketidak berdayaan dan ketidakadilan perlakuan keduanya. (1) Istilah ekofeminisme pertama kali diperkenalkan pada tahun 1974 oleh Francoise d’Eaubonne. (2) Dalam penerapannya, ekofeminisme menerapkan etika kepedulian untuk mewujudkan keadilan sosial secara ekologis, mengutamakan nilai feminitas dan menentang budaya patriarki. Ekofeminisme menurut Diamond dan Orenstein (1990) adalah gerakan sosial dan politik yang menyatukan paham lingkungan, feminis, dan gerakan spiritualis perempuan karena keprihatinan bersama tentang kemaslahatan bumi dan segala bentuk kehidupan di bumi (dalam Abdulkadir dan Ekawati). Aliran ekofeminisme ini mencoba untuk menguraikan bagaimana perkawinan pemikiran



3



ekologi maupun feminisme yang melahirkan pemikiran alternatif tentang feminisme. Vandana Shiva (1998) menegaskan secara gambling dan panjang lebar bahwa reduksionisme, sama sekali bukanlah kecelakaan epistemologis, merupakan tanggapan terhadap kebutuhan-kebutuhan bentuk tertentu organisasi politik dan ekonomi. Pandangan dunia yang bersifat redusionis, revolusi industri ekonomi



dan



kapitalis merupakan komponen-komponen filosofis teknologis dan



ekonomi dari proses yang sama. Vandana juga menegaskan perlunya pemulihan nilai feminin yang didasarkan pada prinsip keseluruhan yakni memandang alam sebagai organisme hidup, terhadap perempuan memandang sebagai makluk yang produktif dan aktif terhada filosifis dan ekonomi dari proses yang sama. Nilai serta bentuk ekofeminisme juga terdapat pada beberapa cerpen dalam Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Hal ini terlihat dari adanya gambaran alam dan lingkungan serta peristiwa yang memiliki keterkaitan antara alam dengan perempuan. Dalam feminisme, ada satu gerakan yang bernama ekofeminisme. Ini adalah gerakan yang melihat hubungan antara eksploitasi serta degradasi lingkungan hidup dan subordinasi dan opresi terhadap perempuan. Ekofeminisme dan feminisme merupakan dua hal berbeda dimana feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria, sedangkan ekofeminisme berasal dari kata ekologi yang memiliki arti ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya).



4



Buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Sastrawan NTT adalah sebuah buku kumpulan cerpen karya para sastrawan NTT. Buku yang diterbitkan oleh kantor Bahasa Provinsi NTT ini memuat cerpen-cerpen yang mengisahkan kehidupan serta keseharian masyarakat NTT. Tema umum yang diangkat dalam buku ini adalah lokalitas Provinsi NTT dalam sastra. Daerah-daerah yang ditampilkan pada cerpen-cerpen dalam buku ini dimulai dari masyarakat Timor, masyarakat Flores, hingga masyarakat Sumba dan lain sebaginya. Berbagai tema kehidupan diangkat dalam kisah-kisahnya seperti tema adat yang membelenggu, tema kekuatan gaib yang membelenggu, tema tolak tambang, serta tema-tema lain yang khas NTT. Buku ini menarik untuk dibaca sebab mengisahkan kehidupan masyarakat NTT, juga permasalahan-permasalahan di dalamnya yang mungkin belum diketahui oleh banyak orang. Kerusakan alam dan lingkungan hidup serta kesengsaraan masyarakat akibat kerusakan alam dan lingkungan hidup karena ulah perusahaan tambang mendapat perhatian serius dari sejumlah penulis. Kerusakan kerena ulah perusahaan tambang ini terjadi merata di wilayah Provinsi NTT, baik di Sumba, Timor, dan Alor, maupun di Flores dan Lembata, dan derah lainnya. (Sehandi, vxiii:2015). Salah satu tema yang mendeskripsikan keterkaitan antara lingkungan alam dengan perempuan dalam buku ini adalah pada sebuah cerpen berjudul Molas Cendana karya Willy Hangguman. Cerpen ini mewakili tema menolak tambang. Cerpen Molas Cendana mengisahkan tentang perjuangan seorang perempuan Manggarai, yakni Maria (tokoh utama cerpen) yang sangat getol memimpin kaum wanita di kampungnya untuk menolak dan melawan perusahaan tambang. 5



Awalnya perjuangan mereka tidak didukung oleh kaum laki-laki, apalagi aparat pemerintah setempat. Perjalanan perjuangan para wanita ini cukup rumit pada awalnya. Ditolak dan tidak didukung berkali-kali tidak mematahkan semangat mereka untuk terus berjuang menolak pembangunan tambang yang pasti akan berdampak pada kehidupan mereka. Dampak yang akan terjadi adalah hilangnya sekian hutan alam yang menjadi sumber mereka menghasilkan hasil alam (pewarna alami kain tenun, dan lain sebagainya). Cerpen lainnya yang juga mengangkat tema menolak tambang adalah cerpen dengan judul Pada Sebuah Harap karya Diana D. Timoria. Cerpen ini mendeskripsikan kehidupan masyarkat di sebuah desa di Sumba yang mengeluhkan hutan milik mereka yang telah gundul. Kegundulan hutan tersebut membuat mata air menjadi kering, sehingga manusia tidak dapat minum dan tidak dapat memberi minum bagi hewan ternak. Semua masalah ini dapat terjadi karena orang-orang di desa tersebut bersedia untuk menggadai tanah dan lahan milik mereka kepada perusahaan tambang. Hal yang mendorong mereka melakukan aksi tersebut adalah permasalahan ekonomi seperti biaya sekolah (perguruan tinggi) anak, dan lainnya. Kedua cerpen yang telah disebutkan di atas mewakili cerpen lain dalam buku ini yang berkisah tentang perjuangan masyarakat melawan tindakan yang merusak alam dan lingkungan hidupnya. Hal yang menjadi motivasi mereka adalah kesadaran bahwa alam merupakan tempat hidup mahluk hidup (manusia, hewan, tumbuhan, dan lain seebagainya) yang harus dijaga serta dirawat. Alam tidak boleh dirusak karena semua makhluk hidup saling berkaitan, misalnya 6



manusia dan hewan membutuhkan makanan dari hasil alam. Tak hanya makanan, hasil alam juga dapat berguna bagi kestabilan perekonomian. Selain pada kedua cerpen di atas, peran perempuan dalam menyelamatkan lingkungan alam juga terdapat pada beberapa cerpen lain dengan total sekitar sembilan cerpen dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Peran perempuan dalam menyelamatkan lingkungan alam ini merupakan bentuk dari ekofeminisme, dimana perempuan menyadari bahwa kehidupannya memiliki keterkaitan dengan lingkungan alam. Namun tak sama dengan kedua cerpen bertema tolak tambang sebelumnya, pada cerpen lain hanya tampak beberapa kalimat atau frasa saja yang menggambarkan bentuk ekofeminisme . Dalam penelitian ini penulis ingin meneliti bentuk ekofeminisme dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT karena sembilan cerpen dalam buku ini mengangkat keadaan alam dan lingkungan daerah-daerah di NTT. Hal yang juga menarik penulis adalah perjuangan yang dilakukan oleh tokoh-tokoh perempuan dalam beberapa cerpen di buku ini untuk menyelamatkan alam serta lingkunganya. Perjuangan serta keterlibatan perempuan dengan lingkungan alam inilah yang disebut dengan ekofeminisme. Adapun contoh kutipan yang berkaitan dengan ekofeminisme dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT adalah pada cerpen Molas Cendana: “Maria akhirnya tampil ke depan untuk menggerakan warga desa menolak hutan mereka dipotong untuk tambang. Ia mengumpulkan para perempuan muda dan para ibu untuk menjelaskan arti penting gunung itu bagi kehidupan desa mereka” (MC dalam CDSG H. 304, P. 21, B. 1-4).



7



Ekofeminisme dalam kalimat tersebut ditunjukan oleh hampir sebagian besar dari isi paragraf tersebut. Namun secara lebih khusus, bentuk ekofeminisme ditunjukan oleh kalimat “menolak hutan mereka dipotong oleh tambang dan menjelaskan arti penting gunung itu bagi kehidupan desa mereka.” Aktivitas yang dilakukan oleh Maria merupakan aktivitas perempuan yang berkaitan dengan lingkungan alam, yakni mengajak kaum perempuan untuk bersama-sama menolak perusahaan tambang menghabisi hutan di desa mereka. Hal dukarenakan hutan memiliki banyak manfaat dalam kehidupan masyarakat desa terutama dalam kaitannya dengan kehidupan perekonomian masyarakat desa. Berdasarkan contoh yang telah dijabarkan, peneliti tertarik menganalisis proposal penelitian dengan judul Ekofeminisme dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 1.2



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan di atas, rumusan masalah



dalam penelitian ini adalah bagaimanakah bentuk ekofeminisme dalam sembilan cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT?



1.3



Tujuan Penelitian Dalam melakukan penelitian, tujuan memiliki peranan penting karena tujuan



sebagai pendukung untuk bekerja secara efektif serta efisien, sistematis, sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian tujuan yang hendak dicapai dalam pelaksanaan penelitian ini terdiri dari tujuan umum dan tujuan khusus.



8



1.3.1 Tujuan Umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menggali kembali eksitensi budaya



lokal



berupa cerita-cerita legenda, sehingga kebudayaan kita



tetap



terjaga



dan hidup di masyarakat itu sendiri. Selain itu juga mencari bentuk



ekofeminisme dalam cerpen-cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 1.3.2 Tujuan Khusus Berpijak pada tujuan umum di atas, maka penelitian ini secara khusus bertujuan untuk menemukan dan medeskripsikan bentuk ekofeminsme dalam sembilan cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 1.4



Manfaat Penelitian Adapun manfaat dalam penelitian ini terdiri dari dua bagian yakni manfaat



teoritis dan manfaat praktis. 1.4.1 Manfaat Teoretis 1. Dapat memberikan pengetahuan bagi peneliti dalam menemukan bentuk ekofeminsme dalam sebuah buku kumpulan cerpen. 2. Mengetahui lebih dalam lagi bentuk ekofeminsme yang dilakukan oleh tokoh perempuan dalam buku tersebut. 3. Dapat menambah pengetahuan sastra khususnya bentuk ekofeminisme dan meningkatkan apresiasi sastra di lembaga pendidikan.



9



1.4.2 Manfaat Praktis 1. Bagi pembaca, sebagai penuntun dalam memperdalam pemahaman mereka tentang karya sastra terutama pengkajian bentuk ekofeminisme dalam karya sastra. 2. Bagi guru Bahasa Indonesia, sebagai sumbangan dalam menerapkan strategi pembelajaran apresiasi sastra di sekolah. 3. Bagi peneliti lain, sebagai referensi tambahan bagi mereka yang ingin meneliti tentang kajian ekofeminisme.



10



BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, DAN TEORI 2.1



Kajian Pustaka Kajian pustaka merupakan bagian yang juga penting dalam melakukan



sebuah penelitian. Tujuan dari adanya kajian pustaka ialah sebagai bahan referensi bagi penelitian yang akan dilakukan. Adapun kajian pustaka dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Hidayat, (2019) dengan judul Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Pariwisata di Sabang. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis pada kota Sabang yang merupakan salah satu lokasi pariwisata mancanegara serta para perempuan pelaku wisata dan lingkungan di daerah tersebut yang juga masih dalam proses membangun. Metode yang digunakan adalah metode kualitatif dengan menggunakan unit analisis para perempuan yang berperan dalam pariwisata di kota Sabang. Hasil dari penelitian ini ialah mayoritas para perempuan yang berperan sebagai pelaku wisata dan lingkungan adalah ekofeminisme alami, dimana mereka melakukan peranan tersebut dengan keinginan individu dan naluri sebagai seorang perempuan. Peranan yang mereka lakukan cukup memberikan dampak positif terhadap lingkungan dan pariwisata, namun tidak sedikit dari mereka yang mendapatkan perlawanan dari masyarakat sekitar. Masyarakat di Kota Sabang butuh penyadaran lebih tentang pentingnya perempuan turut berpartisipasi dan berperan dalam lingkungan dan pariwisata. Selain dukungan dan apresiasi, pendidikan juga menjadi hal yang penting.



11



Pemerintah dituntut untuk menyediakan ruang-ruang belajar informal dan juga pelatihan guna untuk menunjang peranan para perempuan pada titik yang lebih baik lagi. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis yakni mengangkat dan mengkaji tema ekofeminisme. Persamaan lainnya juga tampak pada teori yang digunakan yakni menggunakan teori ekifeminisme. Perbedaannya ialah penelitian Arika Naufal Hidayat menjadikan para perempuan pelaku wisata di kota Sabang sebagai objek penelitian, sedangkan pada penelitian saat ini, yang menjadi objek penelitiannya adalah tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra (buku). Khoiriyah, (2020) dengan judul Perjuangan Lingkungan Tokoh Perempuan dalam Novel Lemah Tanjung karya Ratna Indaraswari Ibrahim Kajian Ekofeminisme. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh kerusakan lingkungan yang dikisahkan dalam novel Lemah Tanjung. Kerusakan tersebut dikaitkan dengan perbuatan perempuan, dimana perempuan dianggap merusak lingkungan karena yang paling sering berada di sector domestic adalah perempuan. Pendekatan atau Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan ekofeminisme terlebih



khusus



tentang



perjuangan



perempuan



dalam



mempertahankan



lingkungan alam. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan ekofeminisme. Hasil dari penelitian adalah ditemukan bentuk-bentuk perjuangan yang dilakukan oleh tokoh perempuan dan teman-temannya. Bentuk-bentuk tersebut antara lain melakukan sosialisasi, membentuk LSM, dan lain sebagainya. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis yakni sama-sama



12



mengakat dan mengkaji tema ekofeminisme, terutama pada tokoh perempuan dalam sebuah karya sastra. Selain kesaamaan, penelitian Siti Sa’adatin Khoiriyah memiliki perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan yaitu objek penelitian pada penelitian terdahulu ini adalah sebuah novel, sedangkan pada penelitian mendatang yang menjadi objeknya adalah sebuah buku antologi cerpen. Sari, (2021) dengan judul Perspektif Ekofeminisme tentang Perlawanan Perempuan Suku Dani terhadap Eksploitasi alam Lembah Baliem di Provinsi Papua dalam Novel Tanah Tabu. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya isu subordinasi terhadap perempuan dan alam yang mengakibatkan pemiskinan keduanya menjadi faktor utama kelompok perempuan melakukan perlawanan untuk memperjuangkan hak-hak atas perempuan dan alam yang dipresentasikan dalam sebuah karya sastra. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dalam bingkai perspektif pasca strukturalis dan paradigma konstruktivisme, serta menggunakan pendekatan penelitian hermeneutik. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa perspektif ekofeminisme dapat ditelusuri melalui karya sastra seperti novel Tanah Tabu karya Anindita S. Thayf. Hasil penelitian tersebut juga membuktikan bahwa perlawanan perempuan Suku Dani terhadap ekploitasi alam Lembah Baliem di Provinsi Papua dalam Novel Tanah



Tabu



memiliki



keterkaitan



dan



mempresentasikan



perspektif



ekofeminisme. Melalui teks-teks dalam novel ini dapat terlihat banyaknya diskriminasi, ekploitasi, dan marginalisasi terhadap perempuan Suku Dani dan alam Lembah Baliem di Provinsi Papua. Penelitian ini memiliki kesamaan dengan penelitian yang akan diteliti yaitu sama-sama mengangkat dan mengkaji tema



13



ekofeminisme pada sebuah karya sastra. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan teori dan beberapa metode yang sama, serta sama-sama merupakan jenis penelitian studi kepustakaan. Perbedaan penelitian Nur Andriana Sari dengan penelitian yang akan diteliti adalah penelitian ini menjadikan novel sebagai objeknya sedangkan penelitian yang akan dilakukan menggunakan buku antologi cerpen sebagai objeknya. 2.2



Konsep



2.2.1 Ekofeminisme Ekofeminisme merupakan bagaimana keterkaitan hubungan perempuan dengan alam dalam kehidupan sehari-harinya. Bahwa tugas seorang perempuan bukan saja melayani suami,menyusui anak dan mengurus rumah tangga namun dia juga terlibat langsung dalam dunia alam. Perempuan adalah makluk ciptaan Tuhan yang sangat berarti, tangguh dan kuat dalam melakukan dan menjalankan setiap langkah kehidupannya yang lebih baik dan sempurna. Ekofeminisme pun semakin penting di tengah posisi perempuan yang semakin rentan dalam lingkungan dan kehidupan sosial sehari-harinya. Keraf (dalam Hudha, 2018:72) menyebutkan bahwa ekofeminisme adalah sebuah teori dan gerakan etika yang sebagaimana halnya biosentris dan ekosentrisme ingin mendobrak etika antroposentrisme yang lebih mengutamakan manusia daripada alam. Bagi ekofeminisme, krisis ekologi tidak sekedar disebabkan oleh cara pandang dan perilaku yang antroposentris. Krisis ekologi sesungguhnya disebabkan oleh cara pandang dan perilaku yang androsentris (berpusat pada laki-laki), cara pandang dan perilaku yang mengutamakan dominasi, dan manipulasi eksploitasi terhadap alam. Ekofeminisme dikategorikan 14



sebagai ekologi sosial, keduanya memilki persamaan utama yaitu beranggapan bahwa kehancuran dan krisis ekologi pada dasarnya disebabkan oleh logika dominasi. Logika dominasi menjadi ciri utama dari cara pandang masyarakat modern yang didukung penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Manusia dalam hubungannya dengan mahluk hidup lain (hewan dan tumbuhan), seringkali menghancurkan sumber daya alam dengan mesin, mencemari lingkungan dengan gas beracun. Akibatnya, menurut ekofeminisme alam juga melakukan perlawanan, sehingga setiap hari manusia termiskinkan sejalan dengan penebangan pohon di hutan dan kepunahan binatang spesies demi spesies. Untuk menghindari terjadinya itu semua maka menurut ekofeminisme manusia harus memperkuat hubungan antara satu dengan yang lainnya dan hubungna dengan dunia bukan manusia (Tong, dalam Wiyatmi, 2017:12). Aksi perempuan “memeluk pohon” kejhri juga menginspirasi  Vandana Shiva, seorang aktivis perempuan dan lingkungan, untuk selalu melakukan pembelaan terhadap perempuan dan lingkungan. Kegigihannya membuat Shiva menerima berbagai penghargaan, seperti : Penghargaan Penghidupan, Penghargaan alternative Nobel, Penghargaan Hari Bumi Internasional dan Penghargaan Globe 500. Shiva sendiri, dikenal sebagai pelopor gerakan perempuan untuk penyelamatan lingkungan atau “ekofeminisme”. Ekofeminisme sebagai varian pandangan etika ekologi pertama kali dilontarkan oleh Francois d’Eaubonne dalam “Le Feminisme Ou La Mort” di Paris Perancis (1974) yang memaparkan secara gamblang bahwa ada keterkaitan yang erat antara opresi terhadap perempuan dan opresi terhadap alam. Keterkaitan



15



tersebut menyentuh ranah kultural, ekonomi, sosial, bahkan politik. Francoise mengemukakan ekofeminisme memiliki nilai lebih karena tidak hanya fokus pada subordinasi perempuan, tetapi subordinasi alam-lingkungan di bawah kepentingan manusia. Jadi ekofeminisme sekaligus mengkritik pilar-pilar modernisme. Sementara itu,  tokoh lain Karen J. Warren meluaskan pembahasan ekofeminisme dalam beberapa hal. Pertama, terjadi keterkaitan penting antara opresi terhadap alam dan opresi terhadap lingkungan. Kedua, pemahaman tentang alam sangat penting untuk mendapatkan pemahaman opresi terhadap perempuan dan terhadap alam. Ketiga, teori dan praktik feminisme harus memasukkan perspektif ekologi. Dan keempat, pemecahan masalah ekologi harus menyertakan perspektif feminis. Keempat poin tadi memiliki pengaruh kuat terhadap keselamatan alam. Sama halnya dengan feminisme yang berkembang menjadi beberapa tipe aliran pemikiran, ekofeminisme juga bukan suatu aliran pemikiran dan gerakan yang tunggal. Ada beberapa tipe aliran ekofeminisme. Paling tidak, menurut Rosemarie Putnam tong (2006) tipe-tipe aliran ekofeminsme antara lain ekofeminisme alam, ekofeminisme spiritualitas, dan ekofeminisme sosialis. Tiap aliran ekofeminisme tersebut memiliki kekhasan masing-masing dalam memahami hubungan antar manusia, terutama perempuan dengan alam. Pertama, ekofeminsme alam. Aliran ekofeminisme ini dikembangkan oleh Mary Daly melalui bukunya Gyn/Ecology dan Susan Griffit (Woman and Nature). Ekofeminisme alam menolak inferioritas yang diasumsikan atas perempuan dan alam,



serta



superioritas



yang



diasumsikan 16



laki-laki



dan



kebudayaan.



Ekofeminisme alam memandang bahwa alam/perempuan setara terhadap dan barangkali lebih baik daripada kebudayaan/laki-laki. Selain itu, nilai-nilai tradisional perempuan, bukan nilai-nilai tradisional laki-laki dapat mendorong hubungan sosial yang lebih baik dan cara hidup yang tidak terlalu agresif dan berkelanjutan (Tong, dalam Wiyatmi, 2017:12). Kedua, ekofeminisme spiritualis. Aliran ekofeminisme ini dikembangkan oleh Starhawk dan Charles Spretnak. Dengan mendasarkan pada pandangan antroposentris yang mencoba membenarkan bahaya yang disebabkan oleh manusia terhadap alam, sebagaimana pandangan yang membenarkan bahaya yang disebabkan laik-laki terhadap perempuan, maka ekofeminisme spiritualis berargumen bahwa ada hubungan yang dekat antara degradasi lingkungan dengan keyakinan Yahudi-Kristen bahwa Tuhan memberikan manusia “kekuasaan” atas bumi. Dari pendapat tersebut tampak bahwa ekofeminisme spiritual memahami kerusakan dengan spiritualitas yang besifat patriairkis. Memahami kekerasan agama terhadap perempuan dan alam (Arivia, dalam Wiyatmi 2017:13). Oleh karena itu, selanjutnya ekofeminisme spiritual menarik kekuatan dari beragam spiritualitas berbasis bumi dan cenderung memfokuskan pada penyembahan dewidewi kuna. Selain itu, ekofeminisme spiritual menarik analogi antara peran perempuan dalam produksi biologis dengan peran arketipal “Ibu Pertiwi” atau “Ibu Kelahiran” sebagai pemberi kehidupan dan pencipta segla seuatu yang ada (Tong, dalam Wiyatmi, 2017:13). Mitos yang berkembang di Jawa yang menempatkan Dewi Sri sebagai dewi yang menjaga tanaman padi merupakan salah satu contoh perwujudan ekofeminisme spiritual.



17



Ketiga,



ekofeminsme



sosialis.



Aliran



ekofeminisme



ini



berusaha



menghilangkan penekanan terhadap hubungan antara perempuan-alam. Salah seorang tokoh ekofeminisme sosialis yakni Dorothy Dinnersaein mengatakan, untuk mengakhiri opresi terhadap setiap orang dan segala sesuatu yang selama ini tidak dihargai harus dihancurkan pemikiran dikotomi Barat, tentang perempuanlaki-laki. Menurutnya usaha untuk meminggirkan perempuan dan alam dari lakilaki dan kebudayaan telah menyebabkan kita bukan saja mencederai dan mengeksploitasi perempuan, serta membatasi dan mendeformasi laki-laki, tetapi juga mendorong untuk terus berjalan “menuju pembunuhan terhadap ibu yang paripurna, pembunuhan yang penuh amarah, dan ketamakan terhadap bumi yang melahirkan kita.” Untuk mengakhiri hal tersebut, menurutnya perempuan harus membawa alam ke dalam kebudayaan, dengan memasuki dunia public, dan lakilaki harus membawa kebudayaan ke dalam alam, dengan memasuki dunia pribadi. Perempuan (kebudayaan dan alam) adalah satu (Tong, dalam Wiyatmi, 2017:14). Dari semua uraian yang telah diuraikanm di atas, tampak bahwa ekofeminisme berada dalam dua disiplin yang saling berkaitan, yaitu ekologi, yang memfokuskan perhatian pada isu-isu alam, dan feminisme yang memberikan fokus perhatian pada isu-isu gender. Sebagai aliran pemikiran dan gerakan sosial, ekofeminisme mengidealkan adanya sikap dan tindakan manusia yang memberikan perhatian terhadap alam dan perempuan. Alam, seperti halnya dengan perempuan, bukanlah benda mati, bukanlah objek yang layak didominasi dan dieksploitasi. Oleh karena itu, dalam berinteraksi dengan alam dan



18



perempuan, kita harus menjaga harmonisasi dan tidak dibenarkan menganggapnya inferior dan subordinatif (Wiyatmi, 2017:15). 2.2.2 Ekofeminisme dalam Sastra Indonesia Dari uraian sebelumnya, telah dijelaskan bahwa ekofeminisme baru diperkenalkan sebagai istilah pada tahun 1974, oleh Francoise d’Eubonne. Di Indonesia, ekofeminisme masuk dalam kancah akademik bersama-sama dengan masuknya feminism karena ekofeminisme merupakan salah satu ragam peniliran dan gerakan feminism. Sejumlah pustaka asing tentang ekofeminisme masuk ke Indonesia sejak awal 1990-an disusul dengan sejumlah buku dan kajian ekofeminisme yang ditulis oleh akademisi Indonesia. Berdirinya Yayasan Jurnal Perempuan pada tahun 1995, yang juga menerbitkan Jurnal Perempuan menjadi tonggak penting penyebaran ide-ide dan kajian feminisme di Indonesia. Yayasan Jurnal Perempuan tidak hanya menerbitkan jurnal, tetapi juga buku-buku berperspektif gender. Dalam perkembangannya, ekofeminisme dan sastra di Indonesia terus mengalami kemajuan. Hal ini terlihat dari semakin bertambahnya tulisan berupa jurnal ataupun buku yang mengkaji nilai ekofeminisme. Bermula dari kajian feminis yang dilakukan oleh sejumlah peneliti dan akademisi di Indonesia, pertengahan tahun 2000-an sejumlah peneliti dan akademisi mulai memberikan perhatian khusus pada kajian ekofeminisme. Sejumlah tulisan yang diterbitkan antara lain Ekofeminisme, Narasi Iman, Mitos, Air, dan Tanah (Dewi Candraningrum, 2013) dan Ekofeminisme dalam Tafsir Agama, Pendidikan,



19



Ekonomi, dan Agama (Dewi Candraningrum, 2013) serta masih banyak tulisantulisan dengan judul lainnya (Wiyatmi, 2017:18). Di Indonesia, perhatian terhadap alam dan lingkungan telah merambah berbagai bidang ilmu, termasuk ilmu sastra. Salah satu gerakan yang terbentuk dilatarbelakangi oleh alam dan lingkungan adalah gerakan Sastra Hijau. Gerakan ini digagas oleh Komunitas Raya Kultura yang dipelopori oleh penulis Naning Pranoto yang menunjukan adanya perhatian yang serius sejumlah sastrawan dan pecinta sastra terhadap alam dan lingkungan. Dalam programnya, gerakan ini melakukan banyak aktivitas berkaitan dengan kesusastraan yaitu membuat tulisan dengan mengemukakan beberapa kriteria, diantaranya bahasa yang digunakan banyak mengandung diksi ekologis serta isi karya yang dilandasi rasa cinta pada bumi. Dari hasil penelitian berjudul Dekonstruksi terhadap Kuasa Patriarki atas Alam, Lingkungan Hidup, dan Perempuan dalam novel-novel Indonesia (Wiyatmi, dkk. Hibah Kompetensi, 2016) paling tidak berhasil mengkaji 12 judul novel yang mengangkat isu-isu ekofeminisme. Sesuai dengan kriteria Sastra Hijau yang telah dikemukakan, maka keduabelas karya tersebut dapat dikategorikan sebagai sastra hijau. Beberapa novel tersebut diantaranya: (1) Bunga karya Korrie Layun Rampan, (2) Api, Awan, Asap karya Korrie Layun Rampan, (3) Bilangan Fu karya Ayu Utami, dan judul-judul lainnya. Dari novel-novel tersebut diperoleh hasil penelitian yang menjukan bahwa novel-novel tersebut mendekonstruksi eksplorasi dan ekploitasi alam, pemanfaatan alam dan lingkungan hidup secara berlebihan, mendekonstruksi dominasi patriarki terhadap perempuan di dearah 20



pedalaman, dan lain sebagainya. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa melalui novel-novelnya para sastrawan Indonesia melakukan dekonstruksi terhadap kuasa patriarki, yang telah melakukan tindakan kekerasan terhadap alam, lingkungan, dan perempuan. Melalui sejumlah novel tersebut, para sastrawan menunjukan bagaimana melakukan perlawanan (dekonstruksi) terhadap kuasa patriarki yang telah merugikan alam, lingkungan, dan perempuan (Wiyatmi, 2017:22). 2.2.3 Cerpen Sebagai Salah Satu Macam Karya Sastra Cerpen merupakan salah satu macam karya sastra. Karya sastra terdiri dari sastra klasik dan sastra modern. Cerpen termasuk ke dalam jenis karya sastra modern.Sastra modern/baru adalah karya-karya sastra yang hidup dan berkembang di kehidupan masyarakat modern. Sastra modern lahir setelah munculnya pergerakan nasional atau tidak berada pada zaman dahulu atau zaman kerajaan. Jenis atau macam-macam sastra modern antara lain: prosa, cerpen, novel, roman, puisi, dan drama. Cerpen adalah karangan pendek berupa prosa. Dalam cerpen dikisahkan sepenggal



kehidupan



tokoh



baik



yang



mengharukan,



menyedihkan,



menggembiraka, atau berupa pertikaian dan mengandung kesan yang tidak mudah dilupakan. Ciri-ciri cerpen antara lain (1) Cerita bersifat fiktif dan aspek cerita menimbulkan efek dan kesan tunggal. (2) Mengungkapkan masalah yang terbatas pada hal-hal penting saja. (3) Menjanjikan peristiwa yang cermat dan jelas (Fitriani, dkk. 2016:98).



21



Antologi merupakan kumpulan karya tulis pilihan dari seseorang atau beberapa orang penulis. Dalam perkembangannya, antologi cukup banyak ditemukan dalam bidang sastra. Buku-buku antologi yang cukup banyak ditemui adalah antogi puisi serta antologi cerpen. Antologi puisi merupakan kumpulan beberapa karya sastra berupa puisi yang dibukukan dari seseorang atau beberapa orang penulis. Di sisi lain, antologi cerpen merupakan kumpulan beberapa karya sastra berupa cerpen yang dibukukan dari seseorang atau beberapa orang penulis. Jadi, dalam satu antologi cerpen, akan diisi oleh berbagai macam karya sastra yang diciptakan oleh satu orang, ataupun lebih dari satu pengarang atau penulis (Pitaloka & Amelia, 2020:101). Sebagai salah satu karya kultural, karya-karya sastra Indonesia tidak terlepas dari fenomena yang terjadi dalam masyarakat. Sejumlah karya sastra ditulis sastrawan untuk merespon dan menggambarkan kembali berbagai fenomena yang terjadi dalam masyarakat, termasuk fenomena krisis alam, lingkungan hidup secara langsung maupun tidak langsung, yang berdampak pada posisi dan eksistensi kaum perempuan (Wiyatmi, 2017:23). 2.3



Teori



2.3.1 Teori Ekofeminisme Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori ekofeminsime. Ekofeminisme



lahir didasari kondisi ketika bumi yang



digambarkan sebagai ibu telah diekploitasi, dijarah, dan dirusak sistem kapitalisme yang berkuasa. Ekofeminisme lahir untuk menjawab kebutuhan penyelamatan bumi dengan berbasiskan pada kekhasan perempuan yang selama



22



ini memiliki pengetahuan dalam mengelolah lingkungan hidup dan sumbersumber kehidupan. Konsep ekofeminisme berusaha menjelaskan hubungan antara feminisme dan ekologi. Paham yang berkembang awal tahun 1970-an ini menggabungkan elemen feminisme dan gerakan hijau (Hudha, 2018:74). Para penganut ekofeminisme juga menawarkan program aksi yang lebih rekonstruktif sifatnya, seperti forum bagi masyarakat untuk membahas dan memecahkan persoalan lingkungan hidup yang dihadapi. Ekofeminisme juga dimaksudkan dan dikembangkan sebagai sebuah gerakan aksi nyata di lapangan untuk mendobrak yang menindas pihak lain, khususnya penindasan gender (perempuan) dan spesies (alam dan spesies bukan manusia). Ekofeminisme menolak setiap cara berpikir dan bertindak terhadap alam yang mencerminkan logika, nilai, dan sikap dominasi. Ekofeminisme menolak kecenderungan yang mengunggulkan manusia dari alam, spesies manusia dari manusia lain. Setiap cara berpikir mengunggulkan yang satu dan merendahkan yang lain semata-mata kerena hakikatnya sebagai manusia, alam, laki-laki, perempuan, ras, dan seterusnya. Maka, untuk keluar dari krisis lingkungan hidup saat ini, harus ditinggalkan cara pikir yang naturis yang spesiesis. Ekofeminisme melihat semua manusia dan segala aktivitasnya merupakan bagian yang tidak terpisahkan di alam ekosistem lokal dan global, sedangkan gerakan hijau didasari pada prinsip dasar ekologi yang melihat semua organisme dalam kaitannya dengan lingkungan alam. Pemikiran ekofeminisme memiliki kelebihan, yaitu dapat membantu menyadarkan masyarakat bahwa akar penindasan terhadap alam dan perempuan bersumber pada budaya patriarki.



23



Struktur patriarki menghancurkan lingkungan karena tidak memberikan peran secara manusiawi terhadap perempuan dan tidak memikirkan kelestarian lingkungan (Darmawati, 2002). Ekofeminisme berhasil mendekonstruksikan pola pikir patriarki yang menindas perempuan dan alam. Selain itu kajian etika ekofeminsme lebih kontekstual dan membumi sehingga hasilnya dapat dengan mudah dipahami. Kelemahan pandangan ekofeminisme terlalu memberikan nilai tinggi pada kualitas perempuan dan bersikap apriori negatif terhadap kualitas maskulin dapat memunculkan hierarki baru. Selain itu, ekofeminisme melakukan generalisasi dan universalisasi terhadap nilai-nilai feminitas secara seragam melekat pada semua perempuan. Pada kenyataannya pertumbuhan nilai lebih banyak dipengaruhi oleh pendidikan dan pengalaman hidupnya. Perjuagan moral ekofeminisme pada hakikatnya merupakan perjuangan melawan budaya patriarki yang sudah merampas hak perempuan dan merusak lingkungan. Nilai-nilai feminitas apabila terus menerus diasah dan diasuh melalui dunia pendidikan serta diakomodasikan dalam hukum dan kebijakan politik yang berlaku dapat mempercepat terwujudnya kesetaraan gender dan kelestarian lingkungan (Hudha, 2018:75). Teori ekofeminisme merupakan bagian yang tak lepas dari perkembangan ideologi feminisme. Teori ini muncul pertama kali pada tahun 1974 dalam buku karya Prancoise d’eaubonne seorang penulis Prancis. Ia mengajak kaum perempuan untuk memimpin revolusi ekologi menyelamatkan bumi. Penganut ekofeminisme percaya bahwa ekosentrisme untuk meyelamatkan bumi. Adanya



24



kerusakan, eksploitasi dan penjarahan lingkungan kemudian melahirkan teori ekofeminisme yaitu penyelamatan bumi oleh kaum perempuan. Konsep ekofeminisme berusaha menjelaskan hubungan antara feminisme dan ekologi. Pandangan ini menjelaskan tentang adanya hubungan langsung antara ekploitasi alam dengan penindasan terhadap kaum perempuan. Dengan demikian, penganut teori ini berpandangan bahwa krisis lingkungan global akhir-akhir ini adalah hasil dari kebudayaan laki-laki (Rumanta, dalam Priastomo, 2021:133). Kualitas dan kesejahteraan hidup manusia tidak dapat dipisahkan dari kondisi alam dan lingkungan tempatnya hidup. Ekofeminisme adalah salah satu pemikiran dan gerakan sosial yang menghubungkan masalah ekologi dan sosial. Dalam hal ini ekofeminisime memandang bahwa perempuan secara kultural dikaitkan dengan alam. Ada hubungan konseptual, simbolik dan linguistik, antara feminisme dengan isu ekologis (Tong, dalam Wiyatmi, 2017:11). Sebagai salah satu tipe aliran pemikiran dan gerakan feminis, ekofeminisme memiliki karakteristik yang sama yaitu menentang adanya bentuk-bentuk penindasan terhadap perempuan yang disebabkan oleh sistem Patriarki (Wiyatmi, 2017:11). Dari uraian di atas tampak bahwa ekofeminisme berada dalam dua disiplin yang saling berkaitan yaitu ekologi yang memfokuskan perhatian pada isu-isu alam dan lingkungan dan feminisme, yang memberikan perhatian khusus pada isu-isu gender. Sebagai aliran pemikiran dan gerakan sosial, ekofeminisme mengidealkan adanya sikap dan tindakan manusia yang memberikan perhatian terhadap alam dan perempuan. Alam, seperti halnya dengan perempuan, bukanlah benda mati, bukanlah objek yang boleh dan layak di domonasi dan dieksploitasi.



25



Oleh karena itu, dalam berinteraksi kita harus menjaga harmonisasi dan tidak dibenarkan menganggapnya inferior dan subordinatif (Wiyatmi, 2017:15). Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori menurut pendapat Wiyatmi, 2017. 2.3.2 Peran Perempuan Terhadap Lingkungan Peran memiliki arti yang sangat luas. Namun pengertian peran yang akan dibahas dalam penelitian ini ialah perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan dalam masyarakat. Peran perempuan dalam lingkungan masyarakat ialah turut menyebarkan kebaikan, menjadi penolong bagi orang lain, dan memberi arahan untuk dapat membedakan mana pekerjaan yang baik dan mana pekerjaan yang buruk. Sudah saatnya perempuan menunjukan eksistensinya dalam masyarakat. Hal ini bertujuan untuk mengubah citra yang melekat sejak dahulu kala bahwa manusia adalah mahluk subordinasi. Saat ini perempuan dituntut untuk bergerak, ikut serta dalam setiap pembangunan dalam rangka menunjukan kualitas diri dan negaranya (Utami, 2021:114). Lingkungan pada dewasa ini semakin hari semakin rusak secara tidak terkendali. Padahal pemanfaatan dan pemeliharaan lingkungan adalah hak dan tanggung jawab semua insan. Manusia sebagai kalifah Tuhan di muka bumi ini, diperbolehkan memanfaatkan apa yang ada di langit dan di bumi, namun tidak boleh menjadi orang yang serakah, dan mereka harus memeliharanya, melestarikannya sehingga tidak terjadi kerusakan lingkungan. Oleh karena itu secara logika, lingkungan akan dapat terpelihara dengan baik. Munculnya krisis ekonomi juga akan memperparah masalah lingkungan hidup, kerena situasi ini



26



akan membuat orang cenderung mengekploitasi sumber daya alam secara berlebihan. Harga sembako yang semakin mahal, begitu pula harga obat-obatan, biaya pendidikan, serta kebutuhan lain yang masih di atas jangkauan masyarakat pada umumnya. Kurang kesadaran, kurangnya pengetahuan, kurangnya pemahaman, ketidakpedulian, membuat seseorang tidak berbuat atau kurang berbuat, pura-pura tidak tahu, kurang suka membaca, bahkan penyebab lain yang paling berbahaya adalah sifat keserakahan yang hanya ingin mencari keuntungan sendiri. Semua hal ini dapat menjadi penyebab kerusakan lingkungan. Masalah lingkungan digolongkan menjadi dua yakni: a) Masalah lingkungan lokal, merupakan masalah lingkungan dalam negeri, yang dibedakan menjadi masalah lingkungan hayati, masalah lingkungan fisik,



dan



masalah



lingkungan



kimia.



Efek



dari



permasalahan-



permasalahan tersebut antara lain: perubahan iklim, masalah air, masalah limbah, dan masih banyak lagi. b) Masalah lingkungan global, yang merupakan efek dari rumah kaca yang menyebabkan kenaikan suhu bumi. Efek rumah kaca dapat terjadi karena semakin banyak gas-gas rumah kaca yang muncul secara alamiah juga karena berbagai aktivitas manusia “modern”. Perempuan menyangkut sumber daya manusia dan dapat terlibat dalam pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan, masalah pengarusutamaan gender sudah masuk ke dalam laporan internasional dalam WSSD (World Summit Sustainable Development). Peran perempuan yang paling sederhana yang dapat



27



dilakukan ialah mencari sumber air bersih (Irwan, 2009:18). Perempuan bila melihat sumber air pastilah muncul kreatifitasnya untuk melakukan sesuatu seperti mencuci



pakaian,



memasak,



mencuci



alat-alat



rumah



tangga,



ataupun



memandikan anak, bahkan mandi untuk diri sendiri. Selain itu, aktivitas atau peran perempuan terhadapa lingkungan yang juga cukup sering dilakukan adalah pengurangan pemakaian kosmetik yang tidak ramah lingkungan, melakukan pengolahan sampah rumah tangga secara konsisten, serta bercocok tanam di halaman sendiri seperti menanam beberapa jenis bunga dan pepohonan ataupun tanaman lain yang memberikan manfaat. Selain hal yang dijelaskan sebelumnya, masih ada banyak peran perempuan terhadap alam atau lingkungan sekitar.



28



BAB III METODE PENELITIAN 3.1



Pendekatan Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif.



Pendekatan kualitatif adalah pendekatan yang tidak melakukan perhitungan (Moleong, 2011:2). Hakekat penelitian kualitatif adalah mengamati orang dalam lingkungan hidupnya dan berinteraksi dengan mereka (Sudarwo: 2004:45). 3.2



Data dan Sumber Data Data dan sumber data dalam penelitian ini sebagai berikut:



3.2.1 Data Data dalam penelitian ini adalah data tulis berupa kata, frasa, dan kalimat yang menunjukan bentuk ekofeminisme dalam cerpen-cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 3.2.2 Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini adalah buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Buku ini berisi kumpulan cerpen berjumlah total 27 cerpen, dengan tebal 328 halaman, diterbitkan oleh Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur, tahun 2015, cetakan pertama, no ISBN 978-60273153-6-5. Dari 27 cerpen, penulis mengambil 9 cerpen untuk dianalisis, yaitu: 1. Flamboyan Untuk Ri 2. Kopi 3. Berita 29



4. Tombo Gerak Tanah 5. Nenek 6. Percakapan di Bukit Cinta 7. Molas Cendana 8.



Menara Kartu



9. Dongen dari Pulau Bunga 3.3



Metode dan Teknik Pengumpulan Data



3.3.1 Metode Pengumpulan Data Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode kepustakaan yaitu mempelajari secara intensif objek yang diteliti dan mendeskripsikannya. 3.3.2



Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam



penelitian, karena tujuan utama dari penelitian ini adalah memperoleh data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapat data yang memenuhi standar data yang ditetapkan (Sugiyono, 2010:62). Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan langkah-langkah sebagai berikut: 1.



Membaca dan memahami Sembilan cerpen dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT.



2.



Mencatat dan menandai kata, frasa, dan kalimat yang berkaitan dengan nilai serta bentuk ekofeminisme. Setelah data terkumpul, peneliti akan langsung mengklarifikasi dan mencatat dalam tabel instrumen penjaring data.



30



3.



Memberikan kode atau menandai bentuk ekofeminisme yang terdapat dalam sembilan cerpen pada buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT.



3.4 Teknik Analisis Data Analisis data merupakan langkah yang dilakukan untuk menganalisis data yang telah terkumpul atau diperoleh oleh penulis dalam melakukan penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian terhadap karya sastra yang berbentuk cerpen. Berikut merupakan langkah-langkah yang penulis lakukan sebelum melakukan penelitian: 1. Menganalisis bentuk ekofeminisme dalam kumpulan cerpen Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 2. Menyimpulkan hasil analisis yang menunjukan bentuk ekifeminisme dalam kumpulan cerpen Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Data yang telah terkumpul dalam penelitian ini selanjutnya akan dianalisis. Analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai pengumpulan data periode tertentu. Analisis data kualitatif menurut Miles dan Huberman (dalam Sugiyono, 2010:337-345) terdapat 3 tahap yaitu: 1.



Reduksi Data Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian data yang direduksi akan memberikan gambaran yang lebih luas, dan mempermudah peneliti dalam melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Adapun yang dilakukan peneliti



31



dalam meneliti sehubungan dengan hal-hal ini adalah megumpulkan data berupa



kalimat,



kata,



ataupun



kutipan



yang



mengandung



bentuk



ekofeminisme dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. 2.



Penyajian Data Penyajian adalah seperangkat informasi yang memungkinkan peneliti mengembangkan sebuah deskripsi informasi tersusun untuk menarik kesimpulan dan pengambilan tindakan. Pada tahap penyajian data dilakukan pemberian kode, nomor data, dan halaman.



3.



Penarikan Kesimpulan Dalam tahap ini, peneliti menyimpulkan hasil analisis data sesuai dengan masalah dalam penelitian. Penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil analisis bentuk ekofeminisme dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT.



3.5 Teknik Penyajian Data Data yang digunakan dalam penelitian ini disajikan dengan teknik informal, yakni penyajian data berupa data-data verbal dengan menggunakan uraian kata (Sudaryanto, 1993:145). Dalam penelitian ini data disajikan dengan menggunakan kalimat-kalimat. Setalah semua data dikumpulkan dan dianalisis maka data tersebut akan disajikan secara kualitatif (Moleong, 2011:9).



32



BAB IV TEMUAN DAN PEMBAHASAN Berdasarkan data yang dikumpulkan, penulis menemukan bentuk ekofeminisme dalam beberapa cerpen pada Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT. Bentuk ekofeminisme yang ditemukan adalah ekofeminisme alam, ekofeminisme spiritualis, serta ekofeminisme sosialis. Ketiganya merupakan bentuk ekofeminisme yang berkaitan dan ada dalam kehidupan manusia. 4.1



Temuan



4.1.1 Ekofeminisme Alam Bentuk ekofeminisme alam yang ditemukan dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT penerbit Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut: Data 1 “Apa hubungan rambut pendek dan parfum?” “Hahaha kau tidak tahu? Parfum semprot yang sering kau gunakan hampir setiap hari itu mengandung CFC atau Chloro Fluoro Carbon yang bisa membuat lapisan ozon makin tipis. Akibatnya? Cuaca makin panas. Bayangkan dalam sehari berapa sumbangan CFC yang berasal dari parfum yang ada di dunia ini untuk cuaca yang menggerahkan? Lalu kau menginginkan cewek berambut panjang? Lucu! Berhenti membuat cuaca gerah biar cewekpun tidak terganggu dengan rambut panjangnya. Selagi kau adalah pengguna parfum sebaiknya jangan berharap mendapatkan cewek berambut panjang.” Sumber: Falmboyan Untuk Ri, hal. 72.



33



Data 2 “Kakak, terima kasih ya.” Kata Rambu membuyarkan lamunan saya pada Rani. “Untuk?” Tanya saya kebingungan dengan maksud Rambu. “Sudah mau membantu kami untuk mengerti tentang hidup sehat, pentingngnya menjaga kebersihan lingkungan dan mau menyediakan bantuan untuk mengadakan sumur. Di desa kami, memang itulah yang kami butuhkan, tapi seperti kakak tahu, dibandingkan menghabiskan uang untuk membersihkan lingkungan dan menggali sumur, kami lebih memilih menghabiskan uang untuk membeli hewan dan acara adat.” Rambu tersenyum malu menjelaskan keadaan desanya yang memang secara umum seperti itulah keadaan desa-desa lain di Sumba. (K, hal.93. Paragraf 27. Baris 1)



Data 3 “Selamat pagi ibu Veronika, selamat hari Minggu. Saya ingin tanya mengenai proposal dana bencana alam yang kami ajukan ke pusat. Bagaimana perkembangannya?”, suara dari seberang memulai percakapan. “Saya sudah hubungi pihak-pihak yang terkait, Pak. Saya usahakan semaksimal mungkin untuk itu. Puji Tuhan dana bantuan untuk bencana ala mini akan cair dalam tiga atau empat hari ke depan.” (B, hal. 110. Paragraf 5. Baris 1)



Data 4 Ditengah asyiknya bercerita sambil membersihkan rumput, Mekas Radus muncul dengan napas tesengal mendekati mereka. “Sssttt... di ujung jalan setapak haaa,mmm…,” kata-kata Mekas Radus dengan napas terengah-engah karena ketakutan. “Apa?” tanya Lopo Gina dan teman-temannya mendekat penuh curiga. “Hee…, itu di ujung jalan setapak ada seorang laki-laki asing. Tapi, dia… dia sudah mati. Iiiaa…ya…, dia terbaring di semak-semak, dan anehnya badannya penuh luka bekas tebasan parang dan terlihat jelas di sekujur tubuhnya dengan darah yang sudah mongering. (TGT, hal. 274. Paragraf 15. Baris 1)



34



4.1.2 Ekofeminisme Spiritualis Bentuk ekofeminisme spiritualis yang ditemukan dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT penerbit Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut: Data 5



Tiba-tiba perempuan yang sedari tadi tampak diam, bangkit berdiri. Semua mata tertuju padanya. Orang-orang tahu, sebulan yang lalu Nogo Ema telah berjanji. Perjanjian yang akan membawa perubahan dalam hidup suku Demong Pagong. “Izinkanlah saya berbicara sebentar,” sapa Nogo Ema, perempuan itu, sambil membungkukkan badannya di hadapan para penatuan suku. Ia terdian sejenak lalu melanjutkan, “Masalah hidup ada, bukan untuk dihindari tetapi sebaliknya patut kita hadapi. Itulah tujuan utama kehadiran saya di tengahtengah kalian. Mulai besok pagi, akan saya ajarkan kalian teknik berladang yang selama ini telah kami budidayakan di Timu Matang.” (N, hal. 138. Paragraf 10. Baris 2)



Data 6 “Adakah dari kalian yang menyimpan kelewang?” seru sang perempuan menatap mereka bergantian. Seseorang dari penatua adat mengulurkan tangannya sambil menunjukan benda yang dimaksud. “Peganglah leherku!” ujar perempuan itu sekali lagi. Hanya saja, nada bicaranya agak memelas. Seperti memohonkan sesuatu yang muskil dijangkau akal. Mendadak mereka mundur selangkah. “Seandainya kamu tidak melakukannya, kamu akan tetap kelaparan.” Perempuan itu mendesak, “Keturunanmu akan punah di tempat ini karena ketiadaan makanan di hari-hari mendatang. Namun, bila kamu melakukan apa saja yang saya amanatkan kamu tidak akan kelaparan lagi.” “Aku akan tetap menuntun perjalanan kalian ke manapun.” Sementara itu, tampak kilau kelewang Mie Pati berdesing ketikan menggesek ujung tempat pembaringan. Pria itu gemetar tubuhnya. Perasaan tak tega mencuat dari dadanya tatkala menyaksikan ujung bibir perempuan itu



35



mengerut ke belakang. Sambil tersenyum perempuan itu lalu memejamkan matanya. Beberapa bulan kemudian, bagaikan rahim, lading menumpahkan benih-benih. Suku Demong Pagong begitu tercengang. Tanaman padi, jagung, kapas, labu, dan beberapa jenis sayuran memadati ladang. (N. hal. 139. Paragraf 16. Baris 1)



Data 7 “Disini aku selalu rindu memotret Tuhan” ungkapnya datar. “Setiap waktu Tuhan membiarkan diri-Nya di potret, mungkin saja matamu tak mampu melihat posisinya, atau kamera canon itu yang menyembunyikan Tuhan”, balasku sambil terus memandang ke depan. “Aku tak pernah menyembunyikan Tuhan dengan kamera ini. Esok aku akan kembali, kembali untuk memotret Tuhan,” ujanrnya seolah terusik oleh ucapanku tadi. (PdBC, hal. 165. Paragraf 13. Baris 1)



Data 8 “Saya ingin menjadi pohon cendana, molas cendana,” kata Maria menguatkan hatinya saat menghadapi situasi yang sangat kritis. (MC. hal. 302. Paragraf 1. Baris 1)



Data 9 KEDAMAIAN desa di kaki gunung yang hutannya lebih lebat dari rambut keriting penduduk desa itu tercabik ketika mendapat kabar investor sudah datang untuk menanam tambang. Warga desa menyadari penambangan itu akan membunuh hutan. Bagi penduduk, gunung tersebut tak sekedar gunung. Maria dan penduduk desa lain percaya, di sanalah asal-usul nenek Moyang mereka. Masih ada bekas mesbah leluhur mereka di gunung itu. (MC, hal. 303. Paragraf 16. Baris 5)



36



4.1.3 Ekofeminisme Sosialis Bentuk ekofeminisme sosialis yang ditemukan dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT penerbit Kantor Bahasa Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah sebagai berikut:



Data 10 Tidak disangka, bukannya memotong kayu, Bolo malah tampak hendak menebang pohon kopi yang tumbuh di belakang dapur. Tampak parang telah tertancap keras pada batang pohon kopi, dan Bolo tengah berusaha melepaskannya. Kaki kirinya ia jadikan tumpuan pada batang pohon kopi, sedang seluruh berat badannya dikerahkan untuk melepaskan parang yang tertancap keras pada pohon kopi. Dengan sekali ayun, batang gamal mentah yang diayunkan ende’ Mia mendarat di pantat Bolo. Tanpa sempat menoleh Bolo menjerit memegang pantatnya sambil berlari berhamburan menjauhi pohon kopi. Ketika berbalik dan melihat ibunya, wajah Bolo yang sebelumnya cemas berubah tersenyum dan tertawa nakal. Tingkah Bolo itu membuat ende’ Mia ingin tertawa, namun ia berpura-pura menunjukan wajah marah. (MK. hal. 239. Paragraf 9. Baris 1)



Data 11 “Timung Te’e adalah cerita tentang seorang wanita Manggarai di Pulau Bunga yang cantik parasnya, cantik pula hatinya. Kata ‘timung’ artinya timun, sedangkan te’e artinya matang. Perempuan cantik pada masa lampau selalu diibaratkan sebagai timun yang matang. Kenapa membandingkan kecantikan perempuan dengan timun, Oma pikir, masyarakat Manggarai ‘kan petani. Kebun adalah tempat mereka bekerja, sama seperti kantor bagi orang di kota. Kebun bagi mereka juga sama seperti mal sekarang, bagi kamu orang kota. Dunia mereka adalah dunia kebun dan dunia pertanian. Laki-laki yang beruntung memperistri Timung Te’e adalah Lanur.” (DdPB, hal. 291. Paragraf 13. Baris 1)



37



Data 12 Gunung itu pulalah menyediakan sumber pewarna alami untuk tenuntenun. Perempuan-perempuan desa itu bakal tidak bisa lagi menghasilkan kain tenun yang berwarna cerah yang alamiah kalau gunung itu dipotonng untuk tambang. Itu artinya, tenun desa itu, tenun di daerah itu bisa-bisa punah. Nenek moyang sudah berpesan agar menggunakan pewarna yang disediakan oleh alam, yang disediakan dengan berlimpah oleh gunung itu. Hilangnya gunung itu karena dipotong untuk tambang akan memusnahkan sumber hayati yang beragam yang dimilikinya. (MC, hal. 304. Paragraf 17. Baris 2)



Data 13 Angin resah menampar Maria. Dia sangat cemas, usaha tenunnya akan mati. Ia selalu mengandalkan pewarn alami, karena warna alami selalu lebih cerah dari pewarna kimia. Dan, neneknya yang menurunkan bakat menenun kepadanya selalu menasehati agar menggunakan pewarna alami. Jangan pernah meninggalkan alam dan kembali ke alam itu pulalah yang ia pernah pelajari saat masih duduk di bangku sekolah kejuruan. Nilai itu pulalah yang selalu ditekankannya di sanggar tenunnya. (MC, hal. 304. Paragraf 18. Baris 5)



Data 14 Maria akhirnya tampil ke depan untuk menggerakan warga desa menolak hutan mereka di potong untuk tambang. Ia mengumpulkan para perempuan muda dan para ibu untuk menjelaskan arti penting gunung itu bagi kehidupan desa mereka. (MC, hal. 304. Paragraf 19. Baris 1)



Data 15 “Kalau kita takut, kita akan hancur bersama gunung itu. Kita tidak bisa minum air lagi karena sumbernya di gunung kita itu sudah ditutup. Kita tidak bisa menenun lagi. Pilih mana?” tantang Maria. Perempuan-perempuan yang hadir di situ bukannya tidak menyadari itu. Dan beberapa orang laki-laki yang tertarik mulai ikut bergabung.



38



(MC, hal. 304. Paragraf 21. Baris 1)



Data 16 “Kita langsung ke tempat tambang mengadang alat-alat berat. Itu kita punya tanah,” kata Maria. (MC, hal. 305. Paragraf 23. Baris 1)



Data 17 Besoknya mereka naik truk ke empat tambang. Alat-alat berat sudah datang ke gunung itu dan mulai mencabik sedikit demi sedikit kulit gunung. Para perempuan itu langsung mengadang alat-alat berat yang sedang bekerja. Maria berdiri paling depan. (MC, hal. 305. Paragraf 27. Baris 1)



Data 18 Sejak itu, Maria jadi musuh investor dan pemimpin daerah. Maria sadar, nyawanya bisa terancam. Namun dari hari ke hari ia bersama sejumlah kecil perempuan tidak pernah berhenti menyadarkan masyarakat di kaki gunung itu betapa pentingnya gunung itu bagi kehidupan mereka. Perjuangan paling berat adalah mengalahkan rsa takut itu sendiri. (MC, hal. 305. Paragraf 28. Baris 2)



Data 19 Maria menyadari dirinya tengah menghadap situasi yang sangat kritis. Dia mengandung tanpa jelas siapa ayah dari bayi dalam rahimnya. Dia juga harus tetap berjuang agar gunung di desa mereka tetap lebat hutannya, tidak luka oleh pertambangan. Dia yakin situasi keritis itu akan membuatnya makin kuat. Saya ingin menjadi pohon cendana, molas cendana, batinnya. Pohon cendana selalu tumbuh di tanah kritis agar bisa menhasilkan minyak cendana. Makin kritis tanah, makin berlimpah cendana menghasilkan minyak. (MC, hal. 307. Paragraf 46. Baris 3)



Data 20



39



Dalam keadaan berbadan dua, Maria dan sejumlah kecil perempuan kembali berjuang untuk menghentikan pertambangan. Dari pintu ke pintu, dari desa ke desa, mereka mencoba menawarkan pesan bahwa mereka tidak akan dapat hidup tanpa semua unsur dari alam, bahwa hutan menganugerahi pewarna alami untuk kain dan selendang tenun mereka yang pesta warna. Perempuan penenun adalah pujangga yang menulis kebudayaan dengan benang. (MC, hal. 307. Paragraf 47. Baris 2)



4.2



Pembahasan



4.2.1 Bentuk Ekofeminisme Alam Manusia dan segala aktivitasnya merupakan bagian dari alam. Alam terdiri dari mahluk hidup dan mahluk tidak hidup (benda mati). Perempuan menaruh peranan penting terhadap upaya kelestarian lingkungan alam. Inilah yang disebut dengan ekofeminisme. Ekofeminisme alam mengaitkan perempuan dengan alam serta laki-laki dengan kebudayaan. Keduanya setara untuk mencapai cara hidup yang tidak terlalu agresif dan berkelanjutan (Tong, 2006:273 dalam Wiyatmi, 2017:12). Data 1 “Apa hubungan rambut pendek dan parfum?” “Hahaha kau tidak tahu? Parfum semprot yang sering kau gunakan hampir setiap hari itu mengandung CFC atau Chloro Fluoro Carbon yang bisa membuat lapisan ozon makin tipis. Akibatnya? Cuaca makin panas. Bayangkan dalam sehari berapa sumbangan CFC yang berasal dari parfum yang ada di dunia ini untuk cuaca yang menggerahkan? Lalu kau menginginkan cewek berambut panjang? Lucu! Berhenti membuat cuaca gerah biar cewekpun tidak terganggu dengan rambut panjangnya. Selagi kau adalah pengguna parfum sebaiknya jangan berharap mendapatkan cewek berambut panjang.”



40



Pada data 1 bentuk ekofeminisme alam tampak dalam hampir seluruh kutipan kalimat pada paragraf. “Apa hubungan rambut pendek dan parfum?” “Hahaha kau tidak tahu? Parfum semprot yang sering kau gunakan hampir setiap hari itu mengandung CFC atau Chloro Fluoro Carbon yang bisa membuat lapisan ozon makin tipis. Akibatnya? Cuaca makin panas. Bayangkan dalam sehari berapa sumbangan CFC yang berasal dari parfum yang ada di dunia ini untuk cuaca yang menggerahkan? Lalu kau menginginkan cewek berambut panjang? Lucu! Berhenti membuat cuaca gerah biar cewekpun tidak terganggu dengan rambut panjangnya. Selagi kau adalah pengguna parfum sebaiknya jangan berharap mendapatkan cewek berambut panjang.” Kalimat-kalimat pada paragraf di atas mengandung bentuk ekofeminisme alam. Hal ini tampak karena tokoh perempuan pada paragraf peduli terhadap lingkungan. Dia merasa aneh karena teman laki-lakinya memintanya untuk memanjangkan rambut, tetapi mereka (para lelaki) terus menggunakan parfum dalam kehidupannya sehari-hari. Penggunaan parfum dari waktu ke waktu dapat menyebabkan polusi udara serta menyebabkan menipisnya lapisan ozon. Penepisan lapisan ozon itu kemudian menyebabkan terjadinya panas yang berkepanjangan. Aktivitas ini tentunya akan merusak lingkungan alam. Oleh karena itu, pada paragraph di atas, tokoh perempuannya seolah bermaksud mengajak kaum laki-laki untuk tidak menggunakan parfum berlebihan jika menginginkan perempuan memiliki rambut yang panjang. Dengan tidak menggunakan parfum, kecenderungan penipisan lapisan ozon yang menyebabkan cuaca panas akan semakin lebih kecil dan alam menjadi lebih terlindungi.



41



Data 2 “Sudah mau membantu kami untuk mengerti tentang hidup sehat, pentingngnya menjaga kebersihan lingkungan dan mau menyediakan bantuan untuk mengadakan sumur. Di desa kami, memang itulah yang kami butuhkan, tapi seperti kakak tahu, dibandingkan menghabiskan uang untuk membersihkan lingkungan dan menggali sumur, kami lebih memilih menghabiskan uang untuk membeli hewan dan acara adat.” Pada data 2 bentuk ekofeminisme alam tampak pada beberapa kalimat dalam kutipan paragraf di atas. “Sudah mau membantu kami untuk mengerti tentang hidup sehat, pentingngnya menjaga kebersihan lingkungan dan mau menyediakan bantuan untuk mengadakan sumur. Di desa kami, memang itulah yang kami butuhkan, tapi seperti kakak tahu, dibandingkan menghabiskan uang untuk membersihkan lingkungan dan menggali sumur, kami lebih memilih menghabiskan uang untuk membeli hewan dan acara adat.” Bentuk ekofeminisme alam ditunjukan oleh kalimat bercetak tebal di atas. Rambu si tokoh perempuan, berterima kasih kepada tokoh laki-laki yang datang ke desa mereka karena mau membantu menyediakan fasilitas yang mendukung kebersihan lingkungan seperti bantuan untuk mengadakan sumur. Rambu (perempuan) menyadari betapa fasilitas sumur tersebut akan sangat bermanfaat bagi kelestarian lingkungan alam di daerah mereka. Dengan adanya sumur tersebut kebutuhan air untuk kehidupan sehari-hari seperti minum, mencuci, pengairan sawah dan kebun, serta aktivitas lainnya akan menjadi lebih mudah dan membantu masyarakat.



42



Data 3 “Saya sudah hubungi pihak-pihak yang terkait, Pak. Saya usahakan semaksimal mungkin untuk itu. Puji Tuhan dana bantuan untuk bencana ala mini akan cair dalam tiga atau empat hari ke depan.” Pada data 3 bentuk ekofeminisme alam tampak pada kalimat dalam kutipan di atas. “Saya sudah hubungi pihak-pihak yang terkait, Pak. Saya usahakan semaksimal mungkin untuk itu. Puji Tuhan dana bantuan untuk bencana ala mini akan cair dalam tiga atau empat hari ke depan.” Ekofeminisme alam pada kalimat tersebut tampak pada tokoh perempuan (Veronika) yang bekerja sebagai anggota legislative pusat, dengan senang hati mau membantu pengadaan bantuan dari pusat untuk daerah yang terkena dampak dari bencana alam di daerahnya. Veronika menunjukan sikap yang baik dan peduli terhadap keadaan alam di daerahnya. Dia menyadari bahwa bantuan dana dari pusat ke daerah tersebut akan membantu masyarakat serta pemulihan lingkungan alam yang rusak akibat dari bencana alam. Data 4 Ditengah asyiknya bercerita sambil membersihkan rumput, Mekas Radus muncul dengan napas tesengal mendekati mereka. “Sssttt... di ujung jalan setapak haaa,mmm…,” kata-kata Mekas Radus dengan napas terengah-engah karena ketakutan. Pada data 4 bentuk ekofeminisme alam tampak pada kalimat dalam kutipan paragraf di atas. Ditengah asyiknya bercerita sambil membersihkan rumput. Ekofeminisme alam pada kalimat tersebut tampak dari seorang perempuan (Lopo Gina) bersama beberapa perempuan lainnya yang sedang asyik bercerita sambil membersihkan rumput di sawah. Aktivitas membersihkan rumput tersebut



43



merupakan bentuk ekofeminisme alam karena membersihkan rumput merupakan upaya untuk membuat lingkungan sawah menjadi lebih bersih sehingga padi dapat tumbuh dengan baik dan hasil panenpun menjadi baik. Jika hasil panen melimpah ruah, kehidupan dan perekonimian masyarakatpun menjadi lebih baik. 4.2.2 Bentuk Ekofeminisme Spiritualis Ekofeminisme spiritualis secara singkat memiliki pengertian sebagai hubungan dekat antara degradasi lingkungan dengan keyakinan atau kepercayaan. Ekofeminisme spiritualis ini berfokus pada penyembahan dewi-dewi kuno. Di Indonesia, ekofeminisme spiritualis ini tampak pada kisah Ibu Pertiwi. Dimana Ibu Pertiwi diumpamakan sebagai bumi Indonesia yang menjadi tempat bagi manusia untuk berpijak. Data 5



Orang-orang tahu, sebulan yang lalu Nogo Ema telah berjanji. Perjanjian yang akan membawa perubahan dalam hidup suku Demong Pagong. “Masalah hidup ada, bukan untuk dihindari tetapi sebaliknya patut kita hadapi. Itulah tujuan utama kehadiran saya di tengah-tengah kalian. Mulai besok pagi, akan saya ajarkan kalian teknik berladang yang selama ini telah kami budidayakan di Timu Matang.” Pada data 5 bentuk ekofeminisme spiritual terdapat pada kalimat serta kutipan percakapan pada pargraf di atas. Nogo Ema adalah seorang tokoh perempuan yang telah berjanji akan membawa perubahan dalam kehidupan suku Demong Pagong. Ia mengajak masyarakat desa itu untuk tidak menghadapi masalah melainkan harus menghadapinya. Ekofeminisme spiritualis tampak pada tokoh perempuan (Nogo Ema) yang berkenan dan bersedia mengajarkan teknik



44



berladang kepdada masyarakat desa Demong Pagong. Dia menyadari bahwa dan mempercayai bahwa jika diajarkan teknik berladang yang baik, masyarakat desa tersebut akan dapat berladang dengan baik. Jika teknik berladang dilakukan dengan benar, hasil panen dari ladang tersebut akan baik dan dapat membantu menstabilkan kehidupan serta perekonomian masyarakat desa. Data 6 “Seandainya kamu tidak melakukannya, kamu akan tetap kelaparan.” Perempuan itu mendesak, “Keturunanmu akan punah di tempat ini karena ketiadaan makanan di hari-hari mendatang. Namun, bila kamu melakukan apa saja yang saya amanatkan kamu tidak akan kelaparan lagi.” “Aku akan tetap menuntun perjalanan kalian ke manapun.” Beberapa bulan kemudian, bagaikan rahim, lading menumpahkan benih-benih. Suku Demong Pagong begitu tercengang. Tanaman padi, jagung, kapas, labu, dan beberapa jenis sayuran memadati ladang. Pada data 6 bentuk ekofeminisme spiritual terdapat pada kalimat serta kutipan percakapan pada paragraf di atas. Ekofeminisme spiritual tampak Nogo Ema mendesak mereka untuk melakukan hal yang tidak mudah untuk dilakukan. Dia rela mati agar desa itu serta keturunannya tidak akan kelaparan lagi. Sebaliknya, ia berpesan bahwa ia akan tetap menuntun perjalanan warga desa dan keturunannya kemanapun perjalanan mereka. Masyarakat desa sungguh-sungguh percaya dan meyakini apa yang dikatakan oleh Nogo Ema. Oleh karena keyakinan serta kepercayaan tersebut, tampak perubahan yang sangat pesat pada desa mereka beberapa bulan setelahnya yaitu ladang mereka menumpahkan benih-benih. Kehidupan mereka menjadi lebih baik karena hasl ladang seperti padi, jagung, kapas, labu, dan beberapa jenis sayuran yang melimpah ruah.



45



Data 7 “Disini aku selalu rindu memotret Tuhan” ungkapnya datar. “Aku tak pernah menyembunyikan Tuhan dengan kamera ini. Esok aku akan kembali, kembali untuk memotret Tuhan,” ujarannya seolah terusik oleh ucapanku tadi. Pada data 7 bentuk ekofeminisme spiritualis tampak pada kutipan-kutipan percakapan di atas. Ekofeminisme spiritualis yang tampak yakni seorang perempuan setiap sore hari selalu memoter matahari terbenam dari sebuah bukit. Matahari juga merupakan bagian dari alam. Perempuan tersebut meyakini dan mempercayai bahwa melalui matahari itulah ia menemukan Tuhan. Aktivitas potretnya tersebut dilakukannya setiap sore menjelang petang. Ia berharap melalui hasil potretnya di kameranya ia dapat melihat bagiamana rupa Tuhan yang sangat dikaguminya tersebut. Data 8 “Saya ingin menjadi pohon cendana, molas cendana,” kata Maria menguatkan hatinya saat menghadapi situasi yang sangat kritis. Pada data 8 bentuk ekofeminisme spiritualis terdapat pada kalimat pada kutipan di atas. Ekofeminisme spiritualis tampak dalam kutipan di atas yaitu keinginan seorang perempuan untuk menjadi serupa dengan pohon cendana. Ia ingin menyamakan dirinya dengan pohon cendana yang tumbuh di tanah yang kritis namun bisa menghasilkan minyak cendana yang baik. Ia meyakini bahwa hidup menjadi pohon cendana jauh lebih baik jika dibandingkan dengan menjadi dirinya yang menjalani kehidupan saat ini. Ia ingin meskipun kisah hidupnya tak sebaik perempuan lain, namun hidup serta tindakannya dapat bermanfaat serta membawa dampak yang positif bagi banyak orang yang hidup disekitarnya.



46



Data 9 Maria dan penduduk desa lain percaya, di sanalah asal-usul nenek moyang mereka. Masih ada bekas mesbah leluhur mereka di gunung itu. Pada data 9 bentuk ekofeminisme spiritualis terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraf di atas. Ekofeminisme spiritualis dalam kalimat tersebut yakni Maria yang merupakan seorang perempuan dan penduduk desa lainnya meyakini dan mempercayai bahwa gunung yang akan dijadikan daerah tambang tersebut bukan sekedar gunung biasa. Mereka meyakini nenek moyang mereka berasal serta masih terus hidup di gunung tersebut. Hasil alam yang diperoleh dari gunung itu juga dipercayai bukan hanya dari Tuhan saja, tetapi juga atas restu para leluhur atau nenek moyang. Oleh karena itu, Maria dan perempuan lain tetap berjuang untuk menyelamatkan gunung tersebut dari pertambangan. 4.2.3 Bentuk Ekofeminisme Sosialis Ekofeminisme sosialis dalam pandangannya selalu mendorong perempuan untuk memotivasi dirinya sendiri dalam menjalankan aktivitasnya sebagi perempuan. Selain itu, ekofeminisme sosialis juga mendorong kaum perempuan untuk bekerja sama melawan adanya budaya patriarki yang berkembang. Data 10 Dengan sekali ayun, batang gamal mentah yang diayunkan ende’ Mia mendarat di pantat Bolo. Tanpa sempat menoleh Bolo menjerit memegang pantatnya sambil berlari berhamburan menjauhi pohon kopi. Ketika berbalik dan melihat ibunya, wajah Bolo yang sebelumnya cemas berubah tersenyum dan tertawa nakal. Tingkah Bolo itu membuat ende’ Mia ingin tertawa, namun ia berpura-pura menunjukan wajah marah.



47



Pada data 10 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraph di atas. Ekofeminisme sosialis tampak pada kalimat tersebut yaitu seorang perempuan (ibu) yang sangat marah kepada anak laki-lakinya yang masih kecil. Kemarahan itu disebabkan oleh kenakalan anaknya yang hendak menebang pohon kopi di halaman rumah mereka dengan cara menancapkan parang ke pohon kopi tersebut. Perempuan tersebut menjadi marah karena ia merasa pohon kopi tersebut sangat bermanfaat bagi kehidupannya. Terutama bagi kehidupannya sehari-hari karena mayoritas orang di daerah ini meminum kopi pahit setiap hari. Hal inilah yang membuatnya merah dan melarang anaknya agar tidaj boleh menebang pohon kopi tersebut. Data 11 “Timung Te’e adalah cerita tentang seorang wanita Manggarai di Pulau Bunga yang cantik parasnya, cantik pula hatinya. Kata ‘timung’ artinya timun, sedangkan te’e artinya matang. Perempuan cantik pada masa lampau selalu diibaratkan sebagai timun yang matang.” Pada data 11 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kutipan percakapan dalam paragraph di atas. Buah mentimun merupakan hasil alam yang digunakan serta dimanfaatkan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari untuk dimakan. Salah satu khasiat yang diperoleh dari mengkonsumsi mentimun adalah dapat menurunkan darah pada orang yang menderita penyakit hipertensi. Ekofeminisme sosialis yang tampak pada kutipan di atas yaitu seorang perempuan yang diumpakan bagai sebuah timun yang matang. Mentimun matang ini dapat bermanfaat bagi kehidupan dan keberlangsungan hidup manusia.



48



Data 12 Perempuan-perempuan desa itu bakal tidak bisa lagi menghasilkan kain tenun yang berwarna cerah yang alamiah kalau gunung itu dipotonng untuk tambang. Itu artinya, tenun desa itu, tenun di daerah itu bisa-bisa punah. Nenek moyang sudah berpesan agar menggunakan pewarna yang disediakan oleh alam, yang disediakan dengan berlimpah oleh gunung itu. Pada data 12 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kalimat-kalimat pada paragraf di atas. Ekofeminisme sosialis tampak pada kalimat di atas yaitu para perempuan di desa itu menyadari bahwa kehidupan dan perekonomian mereka terutama dalam menenun mereka membutuhkan pewarna alami yang berasal dari tanaman dari pegunungungan itu. Mereka sadar bahwa jika hutan itu ditebang mereka tidak dapat melanjutkan pekerjaan mereka yakni menenun. Ini merupakan sebuah ancaman bukan hanya saja bagi para perempuan di desa itu, tetapi bagi seluruh masyarakat desa. Oleh karena itu, penyelamatan hutan dan gunung harus dilakukan. Data 13 Jangan pernah meninggalkan alam dan kembali ke alam itu pulalah yang ia pernah pelajari saat masih duduk di bangku sekolah kejuruan. Nilai itu pulalah yang selalu ditekankannya di sanggar tenunnya. Pada data 13 bentuk ekofeminisme sosialis tampak pada kalimat-kalimat dalam paragraph di atas. Ekofeminisme sosialis tampak pada kalimat tersebut yakni Maria sebagai seorang penenun memaknai setiap perkataan neneknya yang juga merupakan seorang penenun, untuk tidak boleh meninggalkan alam dan harus kembali kepada alam. Dari alamlah mereka memperoleh kehidupan. Data 14 Maria akhirnya tampil ke depan untuk menggerakan warga desa menolak hutan mereka di potong untuk tambang. Ia mengumpulkan para 49



perempuan muda dan para ibu untuk menjelaskan arti penting gunung itu bagi kehidupan desa mereka. Pada data 14 bentuk ekofeminisme terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraf di atas. Kalimat-kalimat tersebut merupakan ekofeminisme sosialis karena memiliki makna Maria seorang perempuan yang berani tampil di deoan umum untuk mendorong para perempuan lainnya untuk bersama menolak tambang. Meskipun ia adalah ia adalah seorang perempuan, ia tak merasa takut terhadap laki-laki serta tidak merasa takut pula terhadap para investor. Para perempuan lain yang berjuang bersama Maria pun menyadari bahwa hutan di gunung yang akan dijadikan tambang tersebut memiliki arti penting bagi kehidupan mereka. Oleh karena itu mereka bersama dengan Maria menolak tambang tersebut meskipun pada awalnya dengan penuh keragu-raguan. Data 15 “Kalau kita takut, kita akan hancur bersama gunung itu. Kita tidak bisa minum air lagi karena sumbernya di gunung kita itu sudah ditutup. Kita tidak bisa menenun lagi. Pilih mana?” tantang Maria. Perempuan-perempuan yang hadir di situ bukannya tidak menyadari itu. Pada data 15 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kutipan kalimat langsung dalam paragraph di atas. Kutipan kalimat langsung tersebut merupakan ekofeminisme sosialis karena memiliki makna peran seorang perempuan yang terus mendorong perempuan-perempuan lainnya dengan kalimat ajakan serta pilihan. Pilihan-pilihan tersebut digunakan perempuan tersebut untuk terus menyadari perempuan-perempuan lain di desa tersebut bahwa hutan di gunung tersebut harus diselamatkan.



50



Data 16 “Kita langsung ke tempat tambang mengadang alat-alat berat. Itu kita punya tanah,” kata Maria. Pada data 16 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kutipan kalimat langsung di atas. Kalimat tersebut merupakan ekofeminisme sosial karena memiliki makna ajakan seorang perempuan yang mengajajak teman-teman perempuan lainnya untuk langsung mengabil tindakan penolakan tanpa harus banyak bicara dan banyak pertimbangan. Data 17 Besoknya mereka naik truk ke empat tambang. Alat-alat berat sudah datang ke gunung itu dan mulai mencabik sedikit demi sedikit kulit gunung. Para perempuan itu langsung mengadang alat-alat berat yang sedang bekerja. Maria berdiri paling depan. Pada data 17 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraph di atas. Kalimat-kalimat tersebut merupakan ekofeminisme sosial karena memiliki makna seorang perempuan yang berani berdiri dan maju paling depan dan langsung mendatangi lokasi yang direncanakan akan menjadi pertambangan tersebut. Maria dengan berani menghentikan aktivitas yang dilakukan oleh alat-alat di lokasi tambang. Ketika melihat alat-alat tersebut beroperasi, Maria dan perempuan lain makin menggebu-gebu untuk mengusir dan memberhentikan aktivitasnya tersebut. Data 18 Namun dari hari ke hari ia bersama sejumlah kecil perempuan tidak pernah berhenti menyadarkan masyarakat di kaki gunung itu betapa pentingnya gunung itu bagi kehidupan mereka. Perjuangan paling berat adalah mengalahkan rsa takut itu sendiri.



51



Pada data 18 bentuk ekofeminisme sosial terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut. Kalimat tersebut menunjukan bentuk ekofeminisme karena mengandung makna seorang perempuan yang terus mlakukan ajakan kepada perempuan dan masyarakat desa itu dari hari ke hari serta dari waktu ke waktu untuk menyadari bahwa hutan sangatlah penting dan mengajak mereka untuk menolak dengan keras tambang tersebut. Data 19 Dia juga harus tetap berjuang agar gunung di desa mereka tetap lebat hutannya, tidak luka oleh pertambangan. Dia yakin situasi krritis itu akan membuatnya makin kuat. Saya ingin menjadi pohon cendana, molas cendana, batinnya. Pohon cendana selalu tumbuh di tanah kritis agar bisa menhasilkan minyak cendana. Makin kritis tanah, makin berlimpah cendana menghasilkan minyak. Pada data 19 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kalimat-kalimat dalam



paragraf



tersebut.



Kalimat-kalimat



tersebut



menunjukan



bentuk



ekofeminisme sosialis karena memiliki makna seorang perempuan yang meskipun dalam keadaan sangat rendah dalam hidupnya, ia tetap berjaung untuk menolak tambang yang akan dibangun karena menyadari bahwa hutan memiliki peranan penting dalam keberlangsungan hidup manusia. Ia ingin menjadi seperti pohon cendana, yang meskipun tumbuh dan hidup di tanah yang kritis namun tetap menghasilkan miinyak yang melimpah. Begitu pula Maria, yang walaupun dalam keadaan terputruk ia tetap berharap dapat bermanfaat bagi kehidupan. Data 20 Dari pintu ke pintu, dari desa ke desa, mereka mencoba menawarkan pesan bahwa mereka tidak akan dapat hidup tanpa semua unsur dari alam, bahwa hutan menganugerahi pewarna alami untuk kain dan selendang



52



tenun mereka yang pesta warna. Perempuan penenun adalah pujangga yang menulis kebudayaan dengan benang. Pada data 20 bentuk ekofeminisme sosialis terdapat pada kalimat-kalimat dalam paragraf tersebut. Kalimat-kalimat pada pragraf tersebut menunjukan ekofeminisme sosialis karena memiliki makna perempuan yang tak pernah lelah dan tak pernah berhenti mengajak setap orang dan seluruh masyarakat untuk terus menyadari bahwa hutan merupakan lingkungan alam yang harus dipertahankan. Kehilangan hutan berarti kehilangan separuh nyawa manusia. Sehingga manusia harus menjaga kelestarian alam termasuk keberadaan hutan.



53



BAB V PENUTUP Berdasarkan temuan dan pembahasan pada bab IV, penulis dapat mengemukakan simpulan dan saran sebagai berikut. 5.1



Simpulan Berdasarkan hasil analisis data dari tentang bentuk ekofeminisme yang



terdapat dalam buku Cerita dari Selat Gonsalu; Antologi Cerpen Sastrawan NTT, maka hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah terdapat sembilan cerpen dalam kumpulan cerpen pada antologi cerpen ini menunjukan bentuk-bentuk ekofeminisme. Bentuk-bentuk ekofeminisme yang ditemukan dalam antologi cerpen tersebut antara lain: 5.1.1 Bentuk Ekofeminisme Alam Adapun cerpen-cerpen yang mengandung bentuk ekofeminisme alam antara lain: Flamboyan Untuk Ri, Kopi, Berita, dan Tombo Gerak Tanah. Keempat cerpen ini mengisahkan peranan-peranan perempuan terhadap upaya kelestarian alam. 5.1.2 Bentuk Ekofeminisme Spiritual Adapun cerpen-cerpen yang mengandung bentuk ekofeminisme spiritualis antara lain: Nenek, Percakapan di Bukit Cinta, dan Molas Cendana. Ketiga cerpen ini mendeskripsikan peranan perempuan terhadap alam yang memiliki



54



kaitan dengan degradasi lingkungan dengan keyakinan atau kepercayaan, dan berfokus pada dua hal tersebut. 5.1.3 Bentuk Ekofeminsme Sosialis Adapun cerpen-cerpen yang mengandung bentuk ekofeminisme sosialis antara lain: Menara Kartu, Dongeng dari Pulau Bunga, dan Molas Cendana. Ketiga cerpen ini mendeskripsikan peranan perempuan terhadap alam dalam pandangan bahwa perempuan harus selalu memotivasi dirinya dan perempuan lainnya dalam beraktivitas serta bekerja sama melawan adanya budaya patriarki yang berkembang. 5.2



Saran Berdasarkan simpulan yang telah dikemukakan di sebelumnya, maka penulis



mengemukakan beberapa saran yang ditujukan kepada: 1. Pembaca Peneliti menyarankan agar pembaca lebih tertarik untuk membaca banyak buku-buku yang bernilau sastra, sehingga pembaca dapat mengetahui



serta



menambah



wawasan



pembaca



tentang



dunia



kesastraan. 2. Guru Bahasa dan Sastra Indonesia Peneliti berharap hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan dasar pelajaran dalam mengapresiasi karya sastra.



55



3. Siswa/Pelajar Peneliti menyarankan para siswa/pelajar dapat banyak belajar dan mecari tahu jenis-jenis tentang karya sastra serta cara-cara dalam mengapresiasi sastra, sehingga siswa dapat memiliki pemahaman dan wawasan.



56



DAFTAR PUSTAKA Fitriani, dkk.2016.Ensiklopedi;Macam-Macam Karya Sastra Modern.Bandung: Talent Buana. Hidayat, Arika Naufal.2019.Ekofeminisme dan Peran Perempuan dalam Pariwisata di Sabang. Diakses pada 17 Maret 2022. Pukul 08.30 WITAhttps://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/14858. Hudha, Atock Miftachul, dkk.2019.Etika Lingkungan (Teori dan Praktik Pembelajarannya). Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Irwan, Zoer’aini Djamal.2009.Besarnya Eksploitasi Perempuan dan Lingkungan di Indonesia. Jakarta: Elex Media Komputindo. Kamus Besar Bahasa Indonesia Online.2022.Pengertian Sastra, Cerpen, Ekologi, Feminisme, Juang, dan Peran. Diakses pada 23 Maret 2022, Pukul 21.30 WITA. https://kbbi.web.id/sastra, https://kbbi.web.id/ekologi https://kbbi.web.id/feminisme, https://kbbi.web.id/juang, https://kbbi.web.id/peran. Khoiriyah, Siti Sa’adati.2020.Perjuangan Lingkungan Tokoh Perempuan Dalam Novel “Lemah Tanjung” Karya Ratna Indaraswari Ibrahim Kajian Ekofeminisme. Diakses pada 17 Maret 2022. Pukul 09.00 WITAhttps://eprints.umm.ac.id/65585/. Kuntjara, Esther. 2003.Gender, Bahasa, dan Kekuasaan.Jakarta: Gunung Mulia. Moleong, L.J.2011.Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi.Bandung: PT. Remaja Rodakarya. Pitaloka, Agnes & Amelia Sundari.2020.Seni Mengenal Puisi.Bogor: Guepedia. Priastomo, Yoga dkk.2021. Ekologi Lingkungan.Medan: Yayasan Kita Menulis. Sari,



Nur Andriana.2021.Perspektif Ekofeminisme tentang Perlawanan Perempuan Suku Dani terhadap Eksploitasi Alam Lembah Baliem di Provinsi Papua dalam Novel Tanah Tabu. Diakses pada 17 Maret 1930 WITA- http://repository.unsoed.ac.id/12201/.



57



Shiva, Vandana.1998.Bebas Dari Pembangunan: Perempuan, Ekologi, dan Perjuangan Hidup di India.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. Sudaryanto.1993.Metode dan Aneka Teknik Analisis Bahasa (Pengantar Penelitian Wahana Kebudayaan secara Linguistis).Yogyakarta: Duta Wacana University Press. Sugiyono.2010.Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta. Uer, Theodorus U. Koban.2013.Sosiologi Sastra.Ende: Nusa Indah. Utami, Andini Rizki.2021.Mengapa Perempuan Harus Berpendidikan.Bogor: Guepedia. Wiyatmi, dkk.2017.Ekofeminisme. Kritik Sastra Berwawasan Ekologis dan Feminis. Yogyakarta: Cantrik Pustaka.



58



LAMPIRAN-LAMPIRAN



59



Cover Buku



60



Biografi Pengarang



1. Diana D. Timoria (Flamboyan Untuk Rid an Kopi) Lahir di Waingapu, 4 November 1991. Berbagai cepen dan puisinya pernah di publikasikan beberapa media seperti Riau Pos, Surat Kabar Sinar Harapan, dan media cetak lainnya. Selain dimuat di media cetak dan media online, beberapa karyanya yakni cerpen dan puisi juga dimuat dalam beberapa buku antologi cerpen dan antologi puisi karya sastrawan NTT, dan salah satunya di Cerita dari Selat Gonsalu ini. 2. Hans Hayon (Nenek) Lahir 26 Juni 1990. Biasa menulis puisi, esai, dan cerpen yang sudah banyak kali dimuat di berbagai media cetak dan online seperti di Jurnal Fiksi Basabasi, Pos Kupang, Suara NTB, Flores Pos, dan berbagai media lainnya. Pernah juga beberapa kali menuliskan naskah teater dan salah satunya adalah Teater Aletheia Ledalero, Maumere. Terakhir diketahui bekerja sebagai wartawan pada SKHU Flores Pos Ende. 3.



Ian CK (Percakapan di Bukit Cinta) Bernama lengkap Christian Kali. Lahir di Atambua, 6 Agustus 1993. Ia merupakan seorang penggiat sastra Filokalia Seminari Tinggi St. Mikhael Penfui, Kupang. Selain itu, ia juga sering menulis cerpen dan puisi pada majalah-majalah komunitas dan kampus seperti Veritas, Maranata, serta Logos dan Carmelo. Terakhir diketahui, sedang menjalani studi di Fakultas Filsafat Universitas Widya Mandira Kupang. 61



4. Oan Wutun (Menara Kartu) Bernama lengkap Yohanes Baptista Juang Wutun. Merupakan lulusan Mahasiswa S1 Sekolah Tinggi Filsafat Katolik Ledalero, Maumere. Lahir di Kefamenanu, 8 September 1986. Selain menulis cerpen dan puisi, beliau juga aktif menuliskan opini. Opini-opininya pernah dimuat di media cetak seperti SKH Pos Kupang dan Victory News. Sekarang tinggal di Kefamenanu dan berprofesi sebagai pengajar di Universitas Timor. Selain sebagai pengajar, beliau juga aktif di Forum Diskusi Lopo Binmaffo. 5. Sr. Wilda, CIJ (Tombo Gerak Tanah) Bernama lengkap Imelda Oliva Wisang. Lahir pada 3 September 1967, di Manggarai, Flores, NTT. Pernah bekerja di kelompok penerbitan koran Flores Media Group: majalah Mingguan DIAN, majalah Bulanan untuk Anak KUNANG-KUNANG, dan Harian Flores Pos. Beliau suka menuliskan karya sastra, pendidikan, esai humaniora, puisi, serta cerpen di berbagai media. Beliau juga pernah mengikuti lomba menulis dan membaca puisi dalam rangka 100 tahun SVD sejagad yang dilaksanakan di Ended dan memperoleh juara 1 (2000). 6. Willy Hangguman ( Dongeng dari Pulau Bunga dan Molas Cendana) Bernama lengkap Willybrodus A.P Hangguman. Lahir di Ruteng, Manggarai, Nusa Tenggara Timur, pada 7 November 1959. Mengenyam pendidikan SMP di Seminari Pius XII Kisol, Manggarai Timur, lalu melanjutkan sekolahnya di SMA Katholik Syuradikara Ende. Tamat SMA,



62



beliau melanjutkan studi pendidikan tinggi di Universitas Diponegoro, Semarang, jurusan Sastra dan Linguistik. Setelah menamatkan studi pada perguruan tinggi, beliau berprofesi sebagai wartawan pada beberapa media diantaranya wartawan harian pagi Suara Karya, harian sore Suara Pembaruan, dan sempat pimpinan redaksi selama beberapa tahun. Pernah menjadi pimpinan majalah Delta Film, redaktur majalah GALERI, dan wakil pemimpin Redaksi web Jitunews.com. Sejumlah ceritanya pernah dimuat di beberapa media massa. Ia juga pernah menulis buku puisi dan beberapa buku produk karya sastra lainnya.



63



Biografi Penulis



Nama lengkap Fransiskus Xaverius Logho Mbete, namun dalam keseharian disapa dengan Xaver. Lahir di Kisol, Manggarai Timur, NTT, pada 13 Maret 1996. Penulis lahir dan dibesarkan di Kisol hingga akhir masa Sekolah Dasar dan awal Sekolah Menengah Pertama, yakni di bangku kelas VII SMP Seminari Pius XII Kisol. Setelahnya, penulis melanjutkan pendidikan SMP di SMPK Frateran Ndao Ende kelas VIII pada tahun 2009 hingga lulus pada tahun 2011. Sekolah Menengah Atas pun dienyam di SMAK Frateran Ndao Ende dan lulus SMA pada tahun 2014. Setelah menamatkan pendidikan SMA, penulis melanjutkan pendidikan S1 di Fakultas Ilmu Keguruan dan Pendidikan, program studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Flores-Ende pada tahun 2015 hingga saat ini. Penulis memilih pogram studi ini karena dilatarbelakangi oleh jurusan yang ditempuh pada jenjang SMA yakni jurusan Bahasa.



64