Sop Bells' Palsy [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BELLS’ PALSY No. Dokumen SOP No. Revisi



: 440/SOP..../PkmCibeuteung/2022 :



Tanggal Terbit : Halaman



2022



:



UPT PUSKESMAS



HIDAYAH ILMIATI .K



CIBEUTEUNG UDIK 1. Pengertian



Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Sebagian besar tergolong dalam kelompok yang mempunyai perasaan kurang percaya diri, selalu ragu akan kemampuan diri sendiri dan mudah menjadi gentar dan tegang. Pada akhirnya, terjadi peningkatan tekanan jiwa dan penurunan tenaga. Pada saat itulah terjadi gangguan dan ketidakpuasan yang membangkitkan reaksi pada otot-otot kepala, leher, bahu, serta vaskularisasi kepala sehingga timbul nyeri kepala.



2. Tujuan



Sebagai acuan penerapan langkah-langkah untuk memberikan kemudahan dan sebagai acuan bagi praktisi kesehatan (Puskesmas) dalam penanganan/ penatalaksanaan pertamaTension Headache.



3. Kebijakan



Keputusan Kepala Puskesmas Nomor. 440/SK-/ PKM.CU/II/2020 tentang Pelayanan Klinis



4. Referensi



KEPMENKES RI NOMOR HK.02.02/MENKES/514/2015 tentang Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.



5. Alat dan Bahan



a. Gown / baju APD b. Handscoon c. Masker d. Safety glasses / kacamata pelindung e. Stetoskop f. Palu reflex g. Tes pengecapan h. Senter i. Tes lakrimasi (tes Schirmer) j. Kapas k. Obat steroid l. Obat antiviral m. Blangko Resep n. Blangko Lab o. Blanko Rujukan pasien 1/1



p. RM q. Buku Register BP dan Anak 6. Langkahlangkah



1. Petugas memakai APD Level 2 sebelum melakukan pelayanan 2. Pasien dipersilakan masuk ruangan pemeriksaan 3. Petugas melakukan anamnesis, yang tersusun : a.



Hasil Anamnesis (Subjective) Keluhan: Pasien datang dengan keluhan: 1.



Paralisis otot fasialis atas dan bawah unilateral, dengan onset akut (periode 48 jam).



2.



Nyeri auricular posterior atau otalgia, ipsilateral.



3.



Peningkatan produksi air mata (epifora), yang diikuti penurunan produksi air mata yang dapat mengakibatkan mata kering (dry eye), ipsilateral.



4.



Hiperakusis ipsilateral.



5.



Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral.



Gejala awal: 1.



Kelumpuhan otot otot fasialis unilateral, yang mengakibatkan hilangnya kerutan dahi ipsilateral, tidak mampu menutup mata ipsilateral, wajah merot/tertarik ke sisi kontralateral, bocor saat berkumur, tidak bisa bersiul.



2.



Nyeri tajam pada telinga dan mastoid (60%).



3.



Penurunan rasa pengecapan pada lidah, ipsilateral (30-50%).



4.



Hiperakusis ipsilateral (15-30%).



5.



Gangguan lakrimasi ipsilateral (60%).



6.



Gangguan sensorik wajah jarang ditemukan, kecuali jika inflamasi menyebar ke saraf trigeminal.



b.



Hasil Pemeriksaan Fisik dan penunjang sederhana (Objective) Pemeriksaan Fisik: Pemeriksaan yang teliti pada kepala, telinga, mata, hidung dan mulut harus dilakukan pada semua pasien dengan paralisis fasial. 1.



Kelemahan atau paralisis yang melibatkan saraf fasial (N VII) mengakibatkan kelemahan wajah (atas dan bawah)satu sisi (unilateral). Pada lesi UMN (lesi supra nuclear/di atas nukleus fasialis di pons), wajah bagian atas tidak mengalami kelumpuhan. Hal ini disebabkan muskuli orbikularis, frontalis dan korrugator, diinervasi bilateral oleh saraf kortikobulbaris. Inspeksi awal pasien memperlihatkan hilangnya lipatan (kerutan) dahi dan lipatan nasolabial unilateral.



2.



Saat pasien diminta untuk tersenyum, akan tampak kelumpuhan otot orbikularis oris unilateral, dan bibir akan tertarik ke sisi wajah 2/1



yang normal (kontralateral). 3.



Pada saat pasien diminta untuk mengangkat alis, sisi dahi yang lumpuh terlihat datar.



4.



Pada fase awal, pasien juga dapat melaporkan adanya peningkatan salivasi.



Komplikasi okular unilateral pada fase awal berupa: 1.



Lagoftalmus (ketidakmampuan untuk menutup mata secara total).



2.



Penurunan sekresi air mata.



3.



Kedua hal diatas dapat mengakibatkan paparan kornea (corneal exposure), erosi kornea, infeksi dan ulserasi kornea.



4.



Retraksi kelopak mata atas.



Manifestasi okular lanjut: 1.



Ringan: kontraktur pada otot fasial, melebarnyacelah palpebral.



2.



Regenerasi aberan saraf fasialis dengan sinkinesis motorik.



3.



Sinkinesis otonom (air mata buaya, berupa menetesnya air mata saat mengunyah).



4.



Dua pertiga pasien mengeluh masalah air mata. Hal ini terjadi karena penurunan fungsi orbicularis okuli dalam membantu ekskresi air mata.



c.



Penatalaksanaan Komprehensif (Plan) Penatalaksanaan: Prognosis pasien Bells’ palsy umumnya baik. Karena penyebabnya idiopatik, pengobatan Bell’s palsy masih kontroversi. Tujuan pengobatan adalah memperbaiki fungsi saraf VII (saraf fasialis) dan mencegah kerusakan saraf lebih lanjut. Pengobatan dipertimbangkan untuk mulai diberikan pada pasien dalam fase awal 1-4 hari onset. Hal penting yang perlu diperhatikan: 1.



Pengobatan inisial. a) Kortikosteroid (Prednison), dosis: 1 mg/kg atau 60 mg/day selama 6 hari, diikutipenurunan bertahap total selama 10 hari. b) Steroid dan asiklovir (dengan prednison) mungkin efektif untuk pengobatan Bells’ palsy (American Academy Neurology/AAN, 2011). c) Steroid kemungkinan kuat efektif dan meningkatkan perbaikan fungsi saraf kranial, jika diberikan pada onset awal (ANN, 2012). d) Apabila



tidak



ada



gangguan



gungsi



ginjal,



antiviral



(Asiklovir)dapat diberikan dengan dosis 400 mg oral 5 kali/hari.



3/1



2. Lindungi mata. 3. Perawatan mata: lubrikasi okular topikal dengan air mata artificial (tetes air mata buatan) dapat mencegah corneal exposure. (lihat bagian pembahasan dry eye). 4. Fisioterapi atau akupunktur dapat dilakukan setelah melewati fase akut (+/- 2 minggu). Rencana Tindak Lanjut Pemeriksaan kembali fungsi nervus facialis untuk memantau perbaikan setelah pengobatan. Kriteria Rujukan : 1. Bila dicurigai kelainan lain (lihat diagnosis banding). 2. Tidak menunjukkan perbaikan. 3. Terjadi kekambuhan atau komplikasi 1. Diagram Pasien Masuk : Melakukan Anamnesa



Alir (jika dibutuhkan) Pemeriksaan penunjang (Bila Perlu)



Pemeriksaan Fisik



Menegakkan diagnosa klinis



Melakukan Therapy



Memberikan Edukasi



RUJUK (Bila Perlu)



Mengarahkan pasien untuk mengambil obat ke ruang obat



Selesai



Pendaftaran Rekam medis 2. Unit Terkait Pelayanan Umum Rawat jalan Ruang Tindakan 3. Dokumen terkait 4. Rekaman Histori



No



Yang Diubah



Isi Perubahan



Tanggal Mulai Diberlakukan 4/1



Perubahan



5/1



DAFTAR TILIK BELLS’ PALSY



UPT PUSKESMAS



HIDAYAH ILMIATI .K



CIBEUTEUNG UDIK Unit



:….......…………………………………………………………………



Nama Petugas



:…......………………………………………………………………….



Tanggal Pelaksanaan



:…………………………………………………………………..........



No 1



Langkah Kegiatan



Ya



Tidak



Apakah Petugas memakai APD Level 2 sebelum melakukan pelayanan?



2



Apakah petugas menerima rekam medis dari petugas pendaftaran?



3



Apakah Petugas memanggil pasien sesuai nomor urut?



4



Apakah Petugas mencocokkan identitas pasien dengan Rekam Medis?



5



Jika ada ketidak sesuaian data apakah petugas mengkonfirmasikan dengan sub unit pendaftaran?



6



Apakah Petugas melakukan anamnesa keluhan pasien?



7



Apakah Petugas melakukan pemeriksaan penunjang (bila perlu)?



8



Apakah Petugas menegakan diagnosis klinis ?



9



Apakah Petugas melakukan therapy ?



10



Apakah Petugas memberikan edukasi ?



11



Apakah Petugas merujuk (bila perlu) ?



12



Apakah Petugas mengarahkan pasien untuk mengambil obat ke ruang obat? Jumlah



Compliance rate (CR) : ……………..% ………………………………..,………….. Pelaksana / auditor



………………………………………. NIP: ………………..........................



1/1