Sosialisasi Dan Penyesuaian Diri Di Sekolah [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

BAB I PENDAHULUAN A.



Latar Belakang Pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial, disampinag makhluk individu. Sebagai makhluk sosial,manusia tidak dapat hidup sendiri di dunia ini, termasuk dalam lingkungan pembelajaran/sekolah. Pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang berlaku dalam masyarakat sekitar. Nilai-nilai moral sekolah kebanyakan berpedoman pada norma-norma yang berlaku bagi golongan menengah, isalnya menghargai nilai-nilai seperti kejujuran, kebersihan, kerajinan, rasa tanggung jawab, ketekunan, ketrtiban, dan sebagainya. Di dalam sosialisasi di sekolah juga terdapat iklim-iklim yang sangat berperngaruh terhadap anak didik. Iklim ini terbagi menjadi dua: iklim demokratis dan iklim otokratis. Selain dari iklim-iklim ini, persaingan juga kerjasama juga tidak terlepas dari lingkungan sosialisasi di sekolah. Pada saat inilah model dan peran masyarat juga guru sangat berpengaruh dalam terlaksananya segala bentuk sosialisasi yang baik dalam lingkungan sekolah.



B.



Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, kami dapat merumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Apa-apa saja nilai yang dianut di sekolah? 2. Apakah pengaruh iklim sosial terhadap sosialisasi anak? 3. Apa pengertian dari persaingan dan kerjasama? 4. Bagaimana model dan peranan masyarakat juga guru?



C.



Tujuan Berdasarkan rumusan masalah diatas dapat muat beberapa tujuan dari pembahasa ini yaitu sebagai berikut: 1. Mengetahui nilai-nilai apa saja yang dianut di sekolah 2. Mengetahui pengaruh iklim sosial terhadap sosialisasi anak 3. Mengetahui pengertian persaingan dan kerjasama 4. Mengetahui model dan peranan masyarakat juga guru 1



BAB II PEMBAHASAN A.



Nilai-nilai yang dianut di sekolah Pada umumnya nilai-nilai yang dianut di sekolah sejalan dengan yang berlaku dalam masyarakat sekitar. Pancasila sebagai falsafah dan pandangan hidup Bangsa dan Negara, dalam hali ini terdapat kesamaan bagi seluruh bangsa dan bagi seluruh masyarakat sekolah. Nilai-nilai di sekolah juga ditentukan oleh guru-guru. Norma-norma kelakuan yang diajarkan oleh guru tak dapat tiada menurut apa yang dianggapnya baik. Norma-norma itu mungkin banyak diperolehnya selama pendidikannya sebagai guru. Oleh sebab lembaga pwndidikan guru mempunyai kurikulum nasional, besar kemungkinan guru-guru menganut norma-norma yang banyak persamaannya. Maka karena itu dapat diharapkan banyak kesamaan pada norma kelakuan yang diajarkan kepada anak-anak diseluruh negara. Ada pula nilai-nilai dan norma kelakuan yang berlaku dikalangan murid-murid sendiri. Murid-murid biasanya merasa dirinya “kompak”, yakni bersatu padu terhadap murid-murid sekolah atau kelas lain, bahkan juga kompak terhadap guru. Perkelahian dengan sekolah lain sering terjadi karena rasa kekompakan atau solidaritas ini. Apabila salah seorang murid “dihina” atau “ditantang” menurut tafsiran mereka, maka seluruh kelas atau sekolah berdiri dibelakangnya. Dalam hal in mereka lebih dikuasai oleh emosi subyektif daripada pikiran rasional yang obyektif. Teman sendiri selalu pada pihak yang benar dan sekolah lain sudah pasti pihak yang bersalah. -



Nilai kemandirian



Setiap siswa diajarkan kemandirian di lingkup sekolah, seperti saat mengerjakan tugas mandiri dan ulangan. Siswa dituntut untuk mengerjakannya secara individu tanpa merepotkan orang lain. Begitu juga saat kegiatan berkemah. Siswa akan dituntut untuk belajar hidup mandiri jauh dari orang tua. -



Nilai tanggung jawab



Siswa diajarkan untuk bertanggung jawab. Misalnya seorang ketua kelas. Ia akan dituntut untuk memiliki wibawa dan tanggung jawab terhadap kelas yang ia pimpin.



2



-



Nilai prestasi



Semua siswa disekolahkan orang tua mereka agar menjadi anak yang berilmu pengetahuan dan penuh akan prestasi. Karena itulah, sekolah mengajarkan kepada kita banyak hal, agar kita menjadi seseorang yang prestisius. -



Nilai kejujuran



Siswa dididik menjadi pribadi yang jujur. Misalnya dalam mengerjakan ulangan harian ataupun tes, siswa diharapkan untuk mengutamakan kejujuran, yaitu dengan mengerjakan tes sesuai aturan, tanpa mencontek ataupun meminta pertolongan kepada teman yang lain. B.



Pengaruh iklim sosial terhadap sosialisasi anak Pada umumnya dapat kita bedakan dua macam iklim sosial yang ekstrim, yakni iklim yang demokratis dan otokraktis seperti telah diuraikan sebelumnya menurut kepribadian guru. Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih banyak kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-masing sedangkan dalam iklim otokratis kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru. Namun individu yang hanya dapat berbuat menurut perintah orang lain tanpa diberi kesempatan untuk memberi pertimbangannya sendiri, sukar akan berkembang menjadi manusia yang sanggup berpikir dan berdiri sendiri, bahkan sulit menjalankan peranannya dengan baik dalam iklim demokrasi. Apakah pengaruh iklim otokratis atau demokratis terhadap anak ? Penelitan mengenai masalah ini pernah dilakuakan oleh kurt Lewin dan Ronald Lippitt itu pada tahun 1939. Mereka memilih dua kelompok, yang satu ditempatkan di bawah pimpinan yang otokratis dan yang satu lagi di bawah pemimpin demokratis. Berdasarkan percobaan pada kedua kelompok itu mereka mengambil beberapa kesimpulan antara lain : 1. Dalam iklim otokratis lebih banyak dikeluarkan kecaman tajam yang bersifat pribadi, sedangkan dalam iklim demokratis terdapat suasana kerja sama, pujian terhadap sesame teman, saran-saran konstruktif dan kesedihan menerima buah pikiran orang lain. 2. Dalam iklim otokratis lebih ditonjolkan diri sendiri soal “aku”, sedangkan dalam suasana demokratis terasa ke-“kita”an.



3



3. Dalam suasana otokratis, adanyapimpinan yang kuat menghalangi orang lain untuk memegang pemimpin, sedangkan dalam iklim demokratis beda status sosial pemimpin dan yang dipimpin kecil sekali, sehinggapada suatu saat setiap orang mudah memegang kepemimpinan dalam hal ia memiliki kelebihan. 4. Individualitas murid dapat berkembang dalam iklim demokratis, sedangkan perkembangannya tertekan dalam suasana otokratis karena setiap murid mempunyai status yang rendah tanpa dapat mengembangkan individualitasnya. 5. Dalam iklim otokratis tindakan kelompok bukan tertuju kepada pemimpin melainkan terhadap salah seorang murid sebab murid mudah dijadikan kambing hitam: secara potensial setiap murid dapat menjadi saingan atau lawan murid lainnya. Bagi kesejahteraan rohani iklim demokratis lebih menguntungkan daripada iklim otokratis. Suasana otokratis timbul bila guru terlampau mendominasi kelas dan iklim yang demikian merusak penyesuaian diri yang sehat. Dalam iklim demokrati anak-anak kerjasama, bergotong royong dan bukan bersaing dan salih bermusuhan. Kelakuan anak dibentuk menurut corak kelakuan kelompok atau iklim kelompok tempat ia berada. Iklim kelompok banyak ditentukan oleh guru atau pemimpin. Oleh sebab pemimpin atau guru ada bersifat demokratis dan ada pula yang otokratis, maka murid tiap kali akan beralih dari iklim demokratis ke iklim otokratis setiap kali gurunya berganti. Iklim otokratis dianggap lebih serasi untuk mencapai prestasi akademis yang diutamakan oleh sekolah “tradisional”, sedangkan sekolah yang “progresif” lebih mengutamakan perkembangan kepribadian anak yang dianggap lebih mungkin tercapai dalam suasana demokratis. Dapat pula dipersoalkan apakah prestasi akademis memang hanya diperoleh dalam iklim otokratis atau dapat juga dicapai dalam iklim demokratis. C.



Persaingan dan kerjasama Sekolah adalah salah satu arena persaingan. Mulai dari awal masa pendidikan formal, seorang anak belajar dalam suasana kompetisi dan harus berjuang keras memenangkan kompetisi untuk bisa naik kelas atau lulus.



4



Prestasi yang baik akan mendapatkan nilai yang tinggi, begitu pula dengan mereka yang prestasinya rendah pasti akan mendapatkan angka rendah pula. Hal ini akan menimbulkan persaingan - apalagi ketika mereka yang mempunyai prestasi yang baik dan mendapatkan nilai yang tinggi – diberikan sebuah hadiah, persaingan antar siswa pun akan segera muncul untuk mendorong mereka memperoleh angka yang setinggi-tingginya untuk tiap pelajaran, segala cara pun akan mereka lakukan untuk mendapatkannya. Persaingan akan dinilai baik tergantung apa yang mereka saingkan, ketika mereka bersaingan dalam hal kebaikan seperti apa yang telah dicontohkan di atas, persainganpun akan di anggap positif, sebaliknya jika persaingan tersebut mendatangkan musuh bagi lawan sehingga memenculkan persaingan yang dianggap negative dan merugikan masyarakat lingkungan, khususnya mencemarkan nama baik sekolah. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa kerjasama tidak aka nada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah. Kebanyakan pengajar enggan menerapkan system kerjasama di dalam kelas karena beberapa alasan. Alasan yang utama adalah kekhawatiran bahwa akan terjadi kekacauan di kelas dan siswa tidak belajar jika mereka di tempatkan dalam grup. Selain itu, banyak orang mempunyai kesan negatif mengenai kegiatan kerjasama atau belajar dalam kelompok. Banyak siswa juga tidak senang di suruh bekerja sama dengan yang lain. Siswa yang tekun merasa harus bekerja melebihi siswa yang lain dalam grup mereka, sedangkan siswa yang kurang mampu merasa minder di tempatkan dalam satu grup dengan siswa yang lebih pandai. Siswa yang tekun juga merasa temannya yang kurang mampu hanya menumpang saja pada hasil jerih payah mereka D.



Model dan Peranan Masyarakat Dalam masyarakat tradisional seperti terdapat di pedesaan yang terpencil, yang disebut Gemeinscahft, peranan setiap orang bapak, ibu, pemuda, pemudi, pria, wanita jelas dan dipahami oleh semua. Sebagai guru diharapkan menjadi teladan bagi murid-muridnya. Kesalahan guru, menurut pepatah, akan diperhatikan murid dalam bentuk yang lebih mendalam. Dalam dunia yang kian kompleks ini harus sanggup memainkan aneka ragam peranan dalam bermacammacam segmen kehidupan. Untuk itu ia memerlukan berbagai model kelakuan di luar orang tua dan guru, untuk situasi sosial yang baru akan diperlakukan model baru pula.



5



Para pendidik di masa sekarang harus mempersiapkan anak didik untuk kehidupan masa depan yang akan berbeda sekali dengan keadaan sekarang, serta anak-anak harus bergerak dari segmen yang satu ke segmen yang lain dan harus dapat berkelakuan menurut yang diharapkan oleh setiap kelompok, untuk itu anak harus disiapkan. E.



Guru Sebagai Model Ada kecenderungan kedudukan, guru makin banyak ditempati oleh kaum hawa, khususnya di Sekolah Dasar ataupun tingkat menengah. Dapat diakatakan bahwa, guru-guru menunjukkan heterogenitas, dan mereka semua diharapkan menjadi guru-guru yang baik di mana pun mereka mengajar dan dapat menjadi model atau teladan bagi anak didiknya. Guru-guru pada umumnya mengharapkan agar murid-murid mempelajarinya apa yang telah diajarkan guru-guru kepadanya. Setiap murid harus menguasai ketrampilan apa yang telah di sampaikan oleh guru. Mereka harus rajin belajar agar memperoleh prestasi yang tinggi. Tinggal kelas adalah kegagalan yang mempengaruhi pribadi anak, yakni menurunkan statusnya dalam pandangannya sendiri dan orang lain di sekitarnya. Bagi guru pelanggaran disiplin kelas dan sekolah dianggap serius, misalnya membuat gaduh dalam kelas, menentang guru, berkelahi, dan segala sesuatu yang dapat merugikan lingkungan sekolah mapun individu. Guru yang juga memperhatikan aspek kepribadian anak, seharusnya menerima pendirian para ahli mental hygiene dan menjadikannya sebagai pedoman untuk mencapai tujuan akademis. Dengan demikian tidak hanya mengajar tetapi juga mendidik. Sebagai orang tua mengaharapkan pula agar anaknya menjadi anak yang pandai dan bertanggung jawab serta dapat melanjutkan pendidikannya ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah dipandang sebagai persiapan untuk kehidupan yang baik dikemudian hari dank arena itu banyak orang tua yang tidak ragu-ragu memberikan pengorbanan yang besar-besaran bahkan sering apa yang dilakukannya di atas kemampuannya untuk memungkinkkan anaknya belajar di perguruan tinggi. Harapan seorang murid ketika mereka masih dalam tingkat dasar/ SD, apa yang dikatakan oleh guru, itulah yang benar yang tidak dapat dibantah oleh orang tua, keadaan akan berbeda ketika murid beranjak ke jenjang di atasnya, mereka akan lebih cenderung mengikuti harapan dari teman-temannya dari orang tuanya. Apa yang diharapkan oleh teman-temannya berbeda dengan apa yang telah diharapkan orang tua. 6



BAB III PENUTUP A. Kesimpulan



1. Nilai-nilai yang dianut di sekolah : -



Nilai kemandirian



-



Nilai tanggung jawab



-



Nilai prestasi



-



Nilai kejujuran



2. Pengaruh iklim sosial terhadap sosialisasi anak : Pada umumnya dapat kita bedakan dua macam iklim sosial yang ekstrim, yakni iklim yang demokratis dan otokraktis seperti telah diuraikan sebelumnya menurut kepribadian guru. Dalam iklim demokratis anak-anak mendapat lebih banyak kebebasan untuk berkelakuan menurut kepribadian masing-masing sedangkan dalam iklim otokratis kelakuan anak dikontrol ketat oleh guru. 3. Persaingan dan Kerjasama -



Persaingan : Persaingan merupakan kondisi real yang dihadapi setiap orang di masa sekarang. Kompetisi dan persaingan tersebut bisa dihadapi secara positif atau negatif, bergantung kepada sikap dan mental persepsi kita dalam memaknai persaingan tersebut.



-



Kerjasama : Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting artinya bagi kelangsungan hidup, tanpa kerjasama tidak aka nada individu, keluarga, organisasi, atau sekolah.



B. Saran Dengan pembuatan makalah ini, diharapkan terjadi penambahan pemahaman tentang proses sosialisasi, khususnya sosialisasi yang terjadi di sekolah. Guru diharapkan mampu memahami tentang sosialisasi dan proses sosialisasi karena siswa sekolah dasar masih dalam tahap belajar menyesuaikan diri dengan nilai dan norma yang ada di keluarga, sekolah, dan masyarakat. Selain itu, guru juga harus menjadi figure yang baik agar dapat menjadi model yang pantas ditiru oleh siswa.



7



DAFTAR PUSTAKA Joni



Kusuma.



Intrnet,



2012. Penyesuaian



diri



di



sekolah. http://www.sosialilmu.blogspot.com/.



21.00 WIB 08/5/2015.



Nasution, Sosiologi Pendidikan,1999, Jakarta: Bumi aksara. Gunawan, Ary H, Sosiolosi Pendidikan, 2000 Jakarta: Rineka Cipta. Soekanto, S. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.



8