Sprayer Kelompok B07 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

KALIBRASI ALAT SEMPROT PESTISIDA (SPRAYER)



LAPORAN PRAKTIKUM M.K. ALAT DAN MESIN PERTANIAN (TPT1212)



Oleh: Kelompok B07 Khoirul Imam NIM 191710201061 Putri Wahyulian A. NIM 191710201068 Rizki Putra Ramadhan NIM 191710201088



JURUSAN TEKNIK PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS JEMBER 2019



BAB 1. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Di Indonesia untuk keperluan perlindungan tanaman, khususnya untuk kehutanan dan pertanian pada tahun 1986 tercatat 371 formulasi yang telah terdaftar dan diizinkan penggunaannya, dan 38 formulasi yang baru mengalami proses pendaftaran ulang. Sedangkan ada 215 bahan aktif yang telah terdaftar dan beredar di pasaran (Sudarmo,1997). Semua alat yang digunakan untuk mengaplikasikan pestisida dengan cara penyemproan disebut alat semprot atau sprayer. Apapun bentuk dan mekanisme kerjanya, sprayer berfungsi untuk mengubah atau memecah larutan semprot yang dilakukan oleh nozzle, menjadi bagian-bagian atau butiran-butiran yang sangat halus (droplet). Pada alat pengkabut (miss blower) dimasukkan kedalam pengertian sprayer. Fogging machine dan cold aerosol generator sebenarnya juga dapat dianggap sebagai sprayer (Kusnawiria, M.P, 1998). Untuk menggunakan pestisida maupun herbisida pada suatu lahan, diperlukan ketepatan teknik. Hal ini untuk menghindari terbuangnya herbisida yang berlebihan atau tanaman menerima herbisida dalam jumlah berlebih. Oleh karena itu, sprayer perlu untuk dikalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi ini ditentukan oleh luas lahan, jenis tanaman, dan jenis herbisida apa yang akan diaplikasikan. Kalibrasi adalah menghitung atau mengukur kebutuhan air suatu alat semprot untuk luasan areal tertentu. Kalibrasi harus dilakukan pada setiap kali akan melakukan penyemprotan. Hal ini dilakukan untuk menghindari pemborosan herbisida, memperkecil terjadinya keracunan pada tanaman akibat penumpukan herbisida dan memperkecil pencemaran lingkungan (Noor, 1997). Kalibrasi merupakan kunci untuk menyeragamkan setiap perlakuan herbisida. Jika dosis rekomendasi tidak diaplikasikan secara merata, karena cara aplikasi yang tidak benar, maka akan terjadi dua hal yang tidak diinginkan, yaitu: gulma



tidak akan mampu dikendalikan di areal yang teralikasi herbisida dengan dosis yang lebih sedikit dari dosis rekomendasi dan gulma dan tanaman budidaya akan mati di areal yang teraplikasi herbisida dengan dosis lebih tinggi dari dosis rekomendasi. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penulisan laporan praktikum ini adalah: a.



Bagaimana prinsip penyemprotan pestisida menggunakan sprayer?



b.



Bagaimana debit penyemprotan sprayer?



c.



Bagaimana lebar penyemprotan sprayer?



d.



Bagaimana kecepatan kerja penyemprotan sprayer?



e.



Bagaimana volume aplikasi sprayer?



1.3 Tujuan Tujuan kegiatan praktikum dan penulisan laporan praktikum ini adalah a.



Mengetahui prinsip penyemprotan pestisida menggunakan sprayer.



b.



Mengetahui debit penyemprotan sprayer.



c.



Mengetahui lebar penyemprotan sprayer.



d.



Mengetahui kecepatan kerja penyemprotan sprayer.



e.



Mengetahui volume aplikasi sprayer



1.4 Manfaat Manfaat dari kegiatan praktikum dan penulisan laporan ini adalah a.



Dapat mengetahui prinsip penyemprotan pestisida menggunakan sprayer



b.



Dapat mengetahui pengaruh debit penyemprotan terhadap efektifitas sprayer



c.



Dapat mengetahui pengaruh lebar penyemprotan terhadap efektifitas sprayer



d.



Dapat mengetahui pengaruh kecepatan kerja penyemprotan pada efektifitas sprayer



e.



Dapat mengetahui volume aplikasi penyemprotan dan pengaruh terhadap efektifitas penyemprotan.



BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengendalian OPT (Organisme Pengganggu Tanaman) Prinsip pengendalian OPT yang dikembangkan bertujuan untuk menekan jumlah populasi OPT yang menyerang tanamna sampai pada tingkat populasi yang tidak merugikan. Prinsip Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman Terpadu atau Pengendalian Hama Terpadu (PHT) dapat dilakukan dengan cara, sebagai berikut: 1. Mekanik, pengendalian yang dilakukan secara manual 2. Fisik, membunuh organisme pengganggu dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang mempengaruhi perkembangan hama. 3. Hayati, memanfaatkan peranan agens hayati seperti predator dan patogen 4. Kimiawi, merupakan alternatif terakhir, dengan mempertimbangkan ambang ekonomi 5. Kultur teknis, dengan penanaman varietas toleran, pengaturan jarak tanam, pengaturan drainase, pemupukan berimbang dan penjarangan buah. Menurut Chairudin (2011), Adapun beberapa taktik dasar PHT antara lain : 1. Memanfaatkan pengendalian hayati yang asli ditempat tersebut (indigenous) 2. Mengoptimalkan pengelolaan lingkungan melalui penerapan kultur teknik yang baik 3. Penggunaan pestisida yang selektif sebagai alternatif pengendalian terakhir. Menurut Smith dan Apple (1978), dalam Lissa (2012) langkah-langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam pengembangan PHT adalah: 1. Mengenal status hama yang dikelola yang meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya. 2. Mempelajari komponen saling ketergantungan dalam ekosistem. Salah satu komponen ekosistem yang perlu ditelaah dan dipelajari adalah yang mempengaruhi dinamika perkembangan populasi hama-hama utama. 3. Penetapan dan pengembangan ambang ekonomi yang merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan penggunaan pestisida sebagai alternatif terakhir pengendalian. 4. Pengembangan sistem pengamatan dan monitoring hama kepadatan populasi hama pada suatu waktu dan tempat.



untuk mengetahui



5. Pengembangan model diskriptif dan peramalan hama sehingga dapat diperkirakan sekaligus dapat memberikan pertimbangan bagaimana penanganan pengendalian agar tidak sampai terjadi ledakan populasi yang merugikan secara ekonomi. 6. Pengembangan strategi pengelolaan hama menggunakan taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang terkoordinasi. 7. Penyuluhan kepada petani agar menerima dan menerapkan PHT. 8. Pengembangan organisasi PHT yang mengharuskan adanya suatu organisasi yang efisien dan efektif, yang dapat bekerja secara cepat dan tepat dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. 2.2 Pestisida Sejalan dengan meningkatnya kebutuhan sandang, pangan, dan papan, petani semakin dituntut memaksimalkan potensi lahannya dengan meningkatkan penggunaan input usaha tani. Salah satu input penting adalah pestisida kimia sintetis untuk menekan serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Penggunaan pestisida sintetis di Indonesia berkembang sangat pesat. Pada tahun 2002 tercatat ada 813 nama dagang pestisida yang terdaftar untuk dipasarkan, namun pada tahun 2013 meningkat tajam menjadi 2.810 nama dagang (Direktorat Pupuk dan Pestisida 2002; 2013). Intensifikasi penggunaan pestisida kimia sintetis pada kenyataannya mengakibatkan berbagai dampak yang tidak diinginkan, antara lain terjadinya kerusakan ekosistem lahan pertanian akibat terganggunya populasi flora dan fauna (Regnault-Roger 2005). Penggunaan pestisida sintetis dilaporkan meninggalkan residu dalam tanah hingga bertahun-tahun setelah pemakaian, sehingga mengurangi daya dukung lahan akibat menurunnya populasi mikroorganisme pengurai bahan organik yang hidup di dalam tanah. Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya resistensi hama tanaman akibat penggunaan insektisida yang berlebihan. 2.3 Alat Semprot Pestisida (Sprayer) Alat penyemprot (Sprayer) adalah alat/mesin yang berfungsi untuk memecah suatu cairan, larutan atau suspensi menjadi butiran cairan (droplets) atau spray. Sprayer merupakan alat aplikator pestisida yang sangat diperlukan dalam rangka pemberantasan dan pengendalian hama & penyakit tumbuhan. Kinerja sprayer sangat ditentukan kesesuaian ukuran droplet aplikasi yang dapat dikeluarkan dalam satuan waktu tertentu



sehingga sesuai dengan ketentuan penggunaan dosis pestisida yang akan disemprotkan. Alat penyemprot (Sprayer) digunakan untuk mengaplikasikan sejumlah tertentu bahan kimia aktif pemberantas hama penyakit yang terlarut dalam air ke objek semprot (daun, tangkai, buah) dan sasaran semprot (hama-penyakit). Efesiensi dan efektivitas alat semprot ini ditentukan oleh kualitas dan kuantitas bahan aktif tersebut yang terkandung di dalam setiap butiran larutan tersemprot (droplet) yang melekat pada objek dan sasaran semprot. Berikut jenis – jenis sprayer yang sering digunakan oleh petani : 1. Knapsack Sprayer atau dikenal dengan alat semprot punggung merupakan sprayer yang paling umum digunakan oleh petani 2. Motor Sprayer merupakan jenis sprayer yang menggunakan mesin sebagai tenaga penggerak pompa dimana berfungsi untuk mengeluarkan larutan dalam tangki. 3. CDA Sprayer merupakan jenis sprayer yang memanfaatkan gaya grafitasi dan putaran piringan dalam mekanisme kerjanya. 2.4 Kalibrasi Sprayer Kalibrasi merupakan hal yang harus dilakukan ketika seorang akan melakukan pengendalian terhadap OPT menggunakan alat semprot. Karena pada setiap alat semprot memililki perbedaan volume yang keluar. Selain itu factor manusia juga dapat menyebaakan perubahan tersebut. Alat semprot yang menyebabkan perubahan adalah dari nozel, yang kemudian akan menyebabkan volume curah yang keluar, dan nozel menyebabkan perbedaan lebar gawang. Faktor dari manusia (penyemprot) yang menyebabkan perubahan adalah kecepatan jalan, karena setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, kemudian lebar gawang dan tekanan. Oleh karena itu kalibrasi diperlukan karena pertimbangan hal tersebut, dengan kalibrasi maka akan didapatkan volume air per hektar. Perhitungan kalibrasi merupakan perhitungan jumlah cairan yang dibutuhkan per luasan lahan yang akan diaplikasikan. Perhitungan kalibrasi dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:



BAB 3. METODE PRAKTIKUM



3.1 Waktu dan Tempat Kegiatan praktikum penyemprotan pestisida menggunakan sprayer dilakukan di lahan percobaan Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jember pada tanggal 18 November 2019. Sedangkan pengolahan data dilakukan di Laboratorium Rekayasa Alat dan Mesin Pertanian FTP Universitas Jember pada tanggal 21 November 2019. 3.2 Alat dan Bahan Peralatan yang digunakan pada praktikum ini terdiri atas 1 unit sprayer gendong semi otomatis (knapsack sprayer), gelas ukur 10 mL, 50 mL, 100 mL dan 1000 mL, 1 unit stopwatch, 1 buah rollmeter, 12 buah patok, tali rafia sepanjang 100 m, manual praktikum dan alat tulis, dan 1 unit kamera dokumentasi. Sedangkan bahan yang digunakan pada praktikum ini antara lain lahan tanaman percobaan penyemprotan seluas 10 × 6 m2 dan air. 3.3 Tahap Pelaksanaan Tahapan pelaksanaan praktikum disajikan pada Gambar 3.1. 3.3.1 Studi literatur Tahap ini memiliki tujuan dalam meninjau korelasi teori yang memiliki relevansi terhadap penjabaran ide yang diangkat pada kegiatan praktikum. Pustaka yang dirujuk berasal dari buku, jurnal ilmiah, internet, manual standar, dan media lain yang memiliki relevansi. 3.3.2 Persiapan peralatan dan bahan Persiapan peralatan dan bahan penunjang dilakukan dengan membuat daftar kebutuhan bahan habis pakai, peralatan dan fasilitas pendukung yang digunakan selama kegaitan praktikum kemudian mengupayakan pengadaan/pembelian dan peminjamannya.



Kecepatan penyemprotan



penyemprotan



Gambar 3.1 Tahap pelaksanaan praktikum 3.3.3 Persiapan lokasi Persiapan lokasi dilakukan dengan mengukur area tanaman yang akan dilakukan penyemprotan herbisida yaitu 10 x 6 m. Kemudian diberi patok dan tali raffia sebagai pembatas area penyemprotan. Lahan dibagi menjadi 3 petakan 10 x 1 m (atau diasumsikan seperti guludan) dengan jarak antar guludan 1 meter. Lahan percobaan memiliki vegetasi rumput liar. 3.3.4 Pengambilan data dan pengolahan data Alur penyemprotan pestisida menggunakan sprayer dilakukan mengacu pada gambar 3.2. Pengambilan data penyemprotan sprayer terdiri atas:



B P3



P2



T1



T2



T5



T3



P1



P4 A



Gambar 3.2 Alur penyemprotan sprayer a.



Debit penyemprotan Debit penyemprotan diperoleh dengan mengukur volume semprotan yang



keluar dari nozzle per satuan waktu. Interval waktu penyemprotan sprayer adalah 10 detik. Volume yang keluar dari nozzle ditampung dan diukur menggunakan gelas ukur. Pengukuran debit semprotan dilakukan sebanyak 3 kali. Persamaan yang digunakan untuk menghitung debit semprotan sprayer adalah sebagai berikut. Q



V t



……………………………...……………………………………………. (3.1)



Dimana Q



b.



= Debit semprotan sprayer (L/det)



V



= Volume semprotan (L)



t



= Lama waktu penyemprotan (detik)



Lebar penyemprotan Lebar penyemprotan diperoleh dengan mengukur lebar hasil semprotan pada



patternator. Ketinggian penyemprotan nozzle adalah 40, 50, dan 60 cm dari



patternator. Pengukuran dilakukan sebanyak 3 (tiga) kali pengulangan. Ilustrasi pengukuran lebar gawang disajikan pada Gambar 3.3.



0.6 m



Nozzle



Lebar gawang penyemprotan (L, m)



Gambar 3.3 Pengukuran lebar gawang penyemprotan c.



Kecepatan kerja penyemprotan Perhitungan kecepatan kerja dilakukan dengan mencatat jarak/panjang dan



waktu yang dibutuhkan untuk menempuh lintasan kerja sejauh dari Tepi A ke Tepi B (Gambar 3.4). Panjang lintasan dan waktu tempuh diukur di tiap track. Kecepata kerja dihitung menggunakan persamaan 3.2. Kecepatan kerja penyemprotan diperoleh dengan menghitung rata-rata kecepatan kerja pada semua track. s v …………………………………………………………………………… (3.2) t Keterangan:



v = Kecepatan kerja (m/det) s = Jarak lintasan kerja antar tepi A dan tepi B (meter) t = Waktu tempuh (detik)



s (m) t (detik)



Gambar 3.4 Lintasan kecepatan kerja penyemprotan d.



Volume aplikasi sprayer Volume aplikasi alat semprot diperoleh dengan menghitung menggunakan



persamaan 3.3. V  L



Q v



…………....……………………..…………………………………… (3.3)



Keterangan:



V = Volume aplikasi alat semprota (L/Ha) Q = Debit penyemprotan (L/det) L = Lebar gawang penyemprotan (m) v = Kecepatan kerja penyemprotan (m/det)



3.3.5 Analisis Data Dari hasil pengolahan data dan perhitungan menggunakan persamaan empiris, data kemudian disajikan dalam tabulasi. Lalu dianalisis secara deskriptif dengan melihat kecenderungan data dan didukung dengan teori dan keadaan lapangan.



BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN



4.1 Prinsip Penyemprotan Pestisida menggunakan Sprayer SWAN Alat Semprot Hama SA-14 BIG merupakan alat yang digunakan untuk menyemprot hama pada tanaman. Pada zaman yang modern saat ini, alat semprot hama dianggap sebagai alat yang sangat efektif dalam membantu proses budidaya tanaman. Penggunaan alat semprot hama ini sangat efektif dalam menghemat waktu, karena tangki dapat menampung hingga 14 liter cairan. Alat semprot ini relatif mudah digunakan karena tangki penampungan air yang terbuat dari aluminium sehingga tidak berat ketika digunakan. Dengan bahan aluminium maka tangki juga tidak mudah pecah dan berkarat, sehingga memiliki nilai ekonomis yang tinggi. SWAN Alat Semprot Hama SA-14 BIG adalah alat aplikator yang digunakan untuk memecah suatu cairan menjadi butiran cairan halus. Cairan yang disemprotkan melaui alat semprot hama ini dapat Anda atur dengan mengganti jenis nozzle pada alat ini, air yang disemprot dapat menjadi butiran air yang halus/mist maupun butiran air yang besar. Alat semprot hama ini menjadi alat favorit bagi para petani, karena dengan menggunakannya tentu akan mempermudah dalam membasmi hama tanaman. Nozzle merupakan salah satu bagian dari sprayer yang penting. Nozzle menentukan karakteristik semprotan seperti pengeluaran, sudut penyemprotan, lebar penutupan, pola semprotan, dan pola penyebaran yang dihasilkan. Ada beberapa jenis nozzle, contohnya sebagai berikut. 1. Cone nozzle menghasilkan semprotan halus. Pola semprotan berbentuk bulat (kerucut). Terdiri dari 2 tipe, yaitu Solid cone nozzle dan Hollow cone nozzle. 2. Nozzle kipas standar/flat fan nozzle menghasilkan pola semprotan berbentuk oval (V) atau bentuk kipas dengan sudut tetap (65o-95o). 3. Nozzle kipas rata/even flat fan nozzle memiliki pola semprot berbentuk garis. Butiran semprot tersebar merata. Pada tekanan rendah digunakan untuk aplikasi herbisida pada barisan tanam atau antar barisan tanam. 4. Nozzle polijet, pola semprotan yang dihasilkan pada dasarnya berbentuk garis atau cerutu. Butiran semprot agak kasar hingga kasar.



5. Nozzle lubang empat ini menghasilkan pola semprotan berbentuk kerucut. Butiran semprot halus sampai agak halus (tergantung tekanan). Berikut ini merupakan deskripsi dari SWAN Alat Semprot Hama SA-14 BIG serta spesifikasi alat ini. 



Mudah digunakan karena digendong seperti tas ransel dan juga tidak berat.







Kapasitas tangki penampung bisa mencapai 14 liter.







Memiliki nilai ekonomis karena tangki terbuat dari alumunium sehingga tidak mudah pecah dan tidak mudah berkarat.







Penyemprotan yang merata.







Tidak mudah mengalami kebocoran karena tidak memiliki sambungan.







Umur penggunaan tangki bisa mencapai 5 tahun.







Menghemat waktu dan biaya Anda.







Dapat digunakan pada hampir semua komoditi tanaman.



SPESIFIKASI Berat



7 kg



Dimensi



35 × 20 × 50 cm



Merek



SWAN



Tipe



SA-14 BIG



Material Bahan



Stainless Steel



Kapasitas Tangki



14 Liter



Jenis Pompa



Manual



4.2 Debit Penyemprotan Debit air adalah ukuran banyaknya volume air yang dapat lewat atau masuk dalam suatu tempat atau banyaknya volume air yang dapat ditampung dalam suatu tempat tiap satuan waktu. Berikut merupakan data pengukuran dan perhitungan debit penyemprotan dari percobaan yang telah dilaksanakan.



Tabel 4.1 Data pengukuran dan perhitungan debit penyemprotan



No 1



Waktu (Detik) 10,00



Volume (Ml) 2 400,00



1 370,00



Rata Rata Volume (L) 3,83



3 380,00



Debit (L/detik) 0,38



Dari data penghitungan di atas, didapatkan hasil perhitungan debit 0,38 L/detik. Hasil perhitungan ini didapat dengan cara membagi rata rata volume dengan waktu. Digunakan 2 Nozzle pada saat praktikum 4.3 Lebar Penyemprotan



H = 40 60.00



Volume (mL)



50.00 40.00 30.00 20.00 10.00



CO21



CO20



CO19



CO18



CO17



CO16



CO15



CO14



CO13



CO12



CO11



CO9



CO10



CO8



CO7



CO6



CO5



CO4



CO3



CO1 CO2



0.00



Nomer Channel



H = 50 80.00 70.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00



Nomer Channel



CO21



CO20



CO19



CO18



CO17



CO16



CO15



CO14



CO13



CO12



CO11



CO10



CO9



CO8



CO7



CO6



CO5



CO4



CO3



CO2



0.00



CO1



Axis Title



60.00



H = 60 80.00



Volume (mL)



70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00



CO21



CO20



CO19



CO18



CO17



CO16



CO15



CO14



CO13



CO12



CO11



CO9



CO10



CO8



CO7



CO6



CO5



CO4



CO3



CO2



CO1



0.00



CO21



CO20



CO19



CO18



CO17



CO16



CO15



CO14



CO13



CO12



CO11



CO10



CO9



CO8



CO7



CO6



CO5



CO4



CO3



CO2



80.00 70.00 60.00 50.00 40.00 30.00 20.00 10.00 0.00



CO1



Volume (mL)



Nomer Channel



Nomer Channel H = 40 cm



H = 50 cm



H = 60 cm



Gambar 4.1 Interpretasi lebar penyemprotan menggunakan patternator Berdasarkan data yang telah diperoleh diatas, terdapat 21 channel patternator , dengan jarak 8 cm setiap channel dengan channel yang lain. Sprayer disemprotkan dengan tiga ketinggian yang berbeda, yaitu 40 cm, 50 cm, dan 60 cm. Air yang mengalir dari penyemprotan akan ditampung diwadah dan dihitung setiap channelnya. Pada ketinggian 40 cm didapatkan hasil penjumlahan seluruh channel sejumlah 720 mL dengan rata rata 34,29 mL. Pada ketinggian 50 cm didapatkan hasil penjumlahan seluruh channel sejumlah 699,50 mL dengan rata rata 33.31 mL. Lalu pada ketinggian 60 cm didapatkan hasil sejumlah 678 mL dengan rata rata 32,29 Ml.



4.4 Kecepatan Kerja Penyemprotan 0.80 0.70



0.69



Kecepatan (m/s)



0.60 0.50



0.50



0.40



0.37



0.30 0.20 0.10 0.00 40.00



50.00



60.00



Tinggi Penyemprotan (cm)



Gambar 4.3 Kecepatan kerja pemyemprotan



Dari data grafik diatas, didapatkan kecepatan kerja penyemprotan. Hasil diatas didapat dari perhitungan jarak tempuh dibagi dengan waktu yang dibutuhkan. Penyemprotan ini dilakukan dengan tiga ketinggian yang berbeda, yaitu 40 cm, 50 cm, dan 60 cm. Pada ketinggian 40 cm didapat kecepatan 0,37 m/s. Pada ketinggian 50 cm didapatkan kecepatan 0,50 m/s. Lalu pada ketinggian 60 cm, didapatkan kecepatan 0,69 m/s. Terjadi kenaikan kecepatan setiap ketinggian dinaikkan. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi posisi nozzle penyemprotan maka semakin cepat penyemprotan. 4.5 Volume Aplikasi Alat Semprot Tabel 4.2 Perhitungan volume aplikasi penyemprotan



Ketinggian semprot H (cm) 40,00 50,00 60,00



Debit semprotan Q (L/det) 0,38 0,38 0,38



Lebar semprotan L (m) 1,00 1,00 1,00



Kecepatan kerja v (m/s) 0,37 0,50 0,69



Volume aplikasi V (L/Ha) 1,03 0,76 0,55



1.20 1.03



Volume aplikasi (L/Ha)



1.00 0.76



0.80



0.55



0.60 0.40 0.20



0.00 40.00



50.00



60.00



Tinggi Penyemprotan (cm)



Gambar 4.2 Volume aplikasi penyemprotan sprayer Berdasarkan data table dan grafik diatas, didapatkan hasil volume aplikasi penyemprotan. Hasil ini diperoleh dari tiga ketinggian yang berbeda, yaitu 40 cm, 50 cm, dan 60 cm. Pada ketinggian 40 cm didapatkan hasil volume aplikasi penyemprotan sebesar 1,03 L/Ha. Pada ketinggian 50 cm didapatkan hasil volume aplikasi penyemprotan sebesar 0,76 L/Ha. Lalu pada ketinggian 60 cm didapatkan hasil volume aplikasi penyemprotan sebesar 0,55 L/Ha.



BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN



5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. a. Berdasarkan menggunakan



pembahasan sprayer



diatas



sangat



prinsip



efektif



dan



[enyemprotan lebih



pestisida



cepat



dengan



menggunakan berbagai jenis nozzle. b. Berdasarkan pembahasan diatas, didapatkan debit penyemprotan sebesar 0,38 L/detik. c. Berdasarkan pembahasan diatas, didapatkan lebar penyemprotan sebesar 720 mL dengan rata rata 34,29 pada ketinggian 40 cm. Pada ketinggian pada 50 cm didapat hasil 699,5 mL dengan rata rata 33,31 mL. Pada ketinggian 60 cm didapat hasil 678 mL dengan rata rata 32,29 mL. d. Berdasarkan pembahasan diatas didapat kecepatan 0,37 m/s, 0,50 m/s, dan 0,69 m/s secara berurutan pada ketinggian 40,50, dana 60 cm. e. Berdasarkan pembahasan diatas, didapat volume aplikasi sebesar 1,03



L/Ha, 0,76 L/Ha, dan 0,55 L/Ha secara berurutan untuk ketinggian 40, 50, dan 60 cm. 5.2 Saran Berikut saran-saran yang diberikan agar praktikum selanjutnya berjalan lebih baik. 1. Kurangi laporan perbanyak tidur dan istirahat. 2. Setiap kali praktikum disediakan mamiri dan mamirat. 3. Seharusnya asisten dosen juga membuat laporan tentang meningkatkan belajar mahasiswa yang diajar.



DAFTAR PUSTAKA



Chairudin. 2011. Langkah Operasional Pengendalian Penyakit tanaman. Online. http://abimuja.blogspot.com/2011/10/normal-0-false-false-false.html Smith, R.F and J.L. Apple. 1978. Principles of Integrated Pest Control. IRRI Mimeograph. Lissa. 2012. Pengendalian HAMA dan PENYAKIT secara TERPADU (PHT).http://lissablogku.blogspot.com/2012/02/pengendalian-hama-terpadupht.htm Raini, Mariana. 2007. Toksikologi Pestisida dan Penanganan Akibat Keracunan Pestisida. Media Litbang Kesehatan, 17(3): 10-18. Sudarmo, S. 1991. Pestisida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Guntoro, Dwi, dkk. 2011. Panduan Praktikum Mata Kuliah Pengendalian Gulma (AGH321). Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB. Noor, E. Sutisna. 1997. Pengendalian Gulma di Lahan Pasang Surut [terhubung berkala].



http://pustaka.litbang.deptan.go.id/agritek/isdp0102.pdf.



(26



Oktober 2011) Sudarmo, RM. 1997. Pengendalian Serangga Hama Sayuran dan Palawija. Jakarta:Kanisius