Standar Pelayanan Publik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

MAKALAH STANDAR PELAYANAN PUBLIK OLEH AEGISIA SUKMAWATI (C1C011010)



JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI



UNIVERSITAS JAMBI



KATA PENGANTAR



Segala puji bagi Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta hidayah, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “STANDAR PELAYANAN PUBLIK” tepat pada waktunya. Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Misni Erwati, S.E.,M.,Si. sebagai dosen mata kuliah Akuntansi Sektor Publik atas arahan dan bimbingannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang turut membantu baik secara moril maupun materiil dalam proses penyelesaian makalah ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat kekurangan. Sehubungan dengan hal tersebut, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna mewujudkan makalah yang lebih baik di masa mendatang. Penulis berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada para pembaca.



Jambi, 15 Januari 2013



Penulis



i



DAFTAR ISI



I.



KATA PENGANTAR..................................................................................................



i



DAFTAR ISI................................................................................................................



ii



PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang........................................................................................................



1



1.2



Tujuan Penulisan .............................................................................................



2



1.3



Metode Penulisan .............................................................................................



3



II.



PERUMUSAN MASALAH ........................................................................................



4



III.



PEMBAHASAN 3.1



Pengertian Pelayanan Publik............................................................................



5



3.2



Klasifikasi Pelayanan Publik............................................................................



7



3.3



Asas Pelayanan Publik......................................................................................



11



3.4



Prinsip Pelayanan Publik..................................................................................



14



3.5



Standar Pelayanan Publik ................................................................................



16



3.6



Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik



3.7



Biaya Pelayanan Publik



25



27



3.8



Pelayanan Khusus............................................................................................



30



3.9



Biro Jasa Pelayanan..........................................................................................



30



3.10



Standar Pelayanan Minimal.............................................................................



31



3.11



Permasalahan Pelayanan Publik di Indonesia..................................................



32 ii



IV. PENUTUP 4.1 Kesimpulan ...........................................................................................................



35



4.2



Rekomendasi ....................................................................................................



35



V.



DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................



38



VI.



LAMPIRAN ................................................................................................................



39



ii



I. PENDAHULUAN



1.1 Latar Belakang Pelayanan publik pada dasarnya menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Dalam kehidupan bernegara, aparatur pemerintah memiliki fungsi memberikan berbagai pelayanan umum yang dibutuhkan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan atau pun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, dan lainnya. Dengan demikian, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk memberikan layanan yang maksimal dan profesional. Pelayanan publik (public services) oleh aparatur pemerintah merupakan salah satu wujud dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat di samping sebagai abdi negara, yang semata-mata bertujuan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk menyelenggarakan pelayanan publik dibutuhkan suatu standar. Standar ini ialah standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik adalah unsur yang esensial dalam hal pelayanan yang akan diberikan kepada masyarakat, khusunya dalam desain sistem manajemen kinerja organisasi. Dengan adanya standar pelayanan publik maka suatu instansi sektor publik memiliki pedoman bagaimana mereka harus melakukan sesuatu dengan benar. Berkaitan dengan hal tersebut, untuk menetapkan standar ini haruslah mempertimbangkan berbagai hal agar dalam proses implementasinya dapat dilakukan secara optimal. Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, setiap unit pelayanan mempunyai kewajiban untuk menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang harus diimplementasikan dalam instansinya. Standar Pelayanan Minimal



inilah yang akan dijadikan pedoman pengukuran



bagaimana kinerja instansi tersebut dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan sebagai acuan penilaian kualitas pelayanan atas komitmen atau janjinya kepada masyarakat. Dengan adanya standar tersebut, diharapkan akan memberikan jaminan kepada masyarakat atas pelayanan yang berkualitas dan dapat dipertanggungjawabkan. Dengan standar ini pula, pemerintah dapat memonitoring dan mengadakan evaluasi, sehingga dapat dilakukan pengukuran kepuasan masyarakat atas pelayanan yang telah diberikan. Namun, standar ini belum sepenuhnya dipatuhi 1



dan dilaksanakan oleh instansi terkait, sehingga pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat kurang maksimal. Standar pelayanan masih berupa aturan di atas kertas saja, tanpa adanya realisasi yang nyata di lapangan.



1.2 Tujuan Penulisan Penulisan makalah ini memiliki beberapa tujuan yang berkaitan dengan standar pelayanan publik, yakni: 1. Memahami definisi pelayanan publik 2. Mengetahui klasifikasi pelayanan publik 3. Mengidentifikasi asas-asas yang diterapkan dalam pemberian pelayanan publik 4. Memahani prinsip-prinsip dasar yang dipergunakan dalam pelayanan publik 5. Memahami arti dari standar pelayanan publik 6. Mengetahui pola yang dipergunakan dalam penyelenggaraaan pelayanan publik 7. Mengetahui biaya pelayanan publik 8. Mengetahui maksud dari pelayanan khusus 9. Memahami pengertian dari biro jasa pelayanan 10. Mengidentifikasi standar pelayanan minimal 11. Mengidentifikasi permasalahan pelayanan publik di Indonesia



2



1.3 Metode Penulisan Metode penulisan yang diimplementasikan dalam makalah ini ialah metode pustaka, yakni dengan menggali berbagai data yang dibutuhkan dari buku. Selanjutnya, dengan metode diskusi. Diskusi dilakukan antar pihak yang memiliki informasi yang berelasi dengan judul yang diusung pada makalah ini. Kemudian, dalam proses penyelesaian makalah juga menggunakan data yang diperoleh via internet.



3



II.



RUMUSAN MASALAH



1.



Apakah yang dimaksud dengan pelayanan publik?



2.



Bagaimanakah klasifikasi pelayanan publik?



3.



Apakah asas-asas yang diterapkan dalam pelayanan publik?



4.



Apakah prinsip yang mendasari pelayanan publik?



5.



Apakah yang dimaksud dengan standar pelayanan publik?



6.



Bagaimana pola penyelenggaraan pelayanan publik?



7.



Apakah yang dimaksud dengan biaya pelayanan publik?



8.



Apakah yang dimaksud dengan pelayanan khusus?



9.



Apakah yang dimaksud dengan biro jasa pelayanan?



10. Bagaimanakah penerapan standar pelayanan minimal? 11. Apakah masalah yang terdapat pada standar pelayanan publik di Indonesia?



4



III. PEMBAHASAN



III.1 Pengertian Pelayanan Publik Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik, ditegaskan dalam Pasal 1 butir 1 : “ Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap warga negara dan penduduk atas barang, jasa dan/atau pelayanan administratif yang diselenggarakan oleh penyelenggara pelayanan publik”. Sedangkan dalam keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 mendefenisikan pelayanan publik sebagai: ” Segala bentuk pelayanan yang dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, di daerah, dan di lingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah dalam bentuk barang dan atau jasa, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Di samping itu, pelayanan publik menurut Mahmudi (2010: 223) dapat pula diartikan sebagai: “Segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan publik dan pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Dalam hal ini, yang dimaksud penyelenggara pelayanan publik adalah instansi pemerintah yang meliputi: • Satuan kerja/satuan organisasi Kementrian; • Departemen; • Lembaga Pemerintah Non Pemerintah; • Kesektariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, misalnya: sekretariat dewan (Setwan), sekretariat negara (Setneg), dan sebagainya; • Badan Usaha Milik Negara (BUMN); • Badan Hukum Milik Negara (BHMN); 5



• Bada Hukum Milik Daerah (BUMD); • Instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun daerah termasuk dinas-dinas dan badan-badan Dari beberapa definisi di atas, pelayanan publik (public service) dapat diartikan sebagai segala bentuk kegiatan pelayanan umum yang dilaksanakan oleh instansi yang telah diberi tanggung jawab untuk memberikan pelayanan publik, baik dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan perundang -undangan. Di samping itu, tergambar beberapa poin mengenai hakekat pelayanan publik antara lain: a. Meningkatkan mutu dan produktivitas pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintah di bidang pelayanan publik. b. Mendorong upaya mengefektifkan sistem dan tata pelaksanaan pelayanan, sehingga pelayanan publik dapat diselenggarakan lebih berdaya guna dan berhasil guna. c. Mendorong tumbuhnya kreativitas, prakasa, dan peran serta masyarakat dalam derap langkah pembangunan serta dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas. Seperti yang kita ketahui, pemerintah memiliki kewajiban dalam hal pemberian pelayanan publik yang layak dan memadai kepada masyarakat dengan mempertimbangkan kualitas , kuantitas, dan kontinuitas pelayanan, agar tercipta penyelenggaraan pelayanan publik yang optimal. Ini disebabkan masyarakat telah memberikan dananya dalam wujud pembayaran pajak, retribusi, dan berbagai pungutan lainnya. Meskipun demikian, kewajiban pelayanan publik dapat pula didelegasikan kepada pihak swasta dan pihak ketiga, yaitu organisasi nonprofit, relawan (volunteer), dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Jika penyelenggaraan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada swasta atau pihak ketiga, maka poin-poin penting yang harus dilakukan aparatur pemerintah ialah memberikan regulasi yang jelas, jaminan keamanan yang memadai, supremasi hukum, dan lingkungan yang kondusif.



6



III.2 Klasifikasi Pelayanan Publik Dalam UU No 25 tahun 2009 dinyatakan bahwa penyelenggaraan pelayanan publik sekurang-kurangnya meliputi pelaksanaan pelayanan, pengelolaan pengaduan masyarakat, pengelolaan informasi, pengawasan internal, penyuluhan kepada masyarakat, dan pelayanan konsultasi. Berkaitan dengan pelayanan publik yang diberikan aparatur pemerintah yang bertindak sebagai subjek pelayanan publik, pelayanan publik dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelompok. 1. Pelayanan Kebutuhan Dasar Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah ialah: a. Kesehatan Kesehatan merupakan aset yang sangat berharga bagi setiap manusia. Kesehatan dapat dikategorikan dalam kebutuhan dasar (basic needs) manusia dan merupakan hak bagi setiap warga negara yang dilindungi oleh Undang-undang Dasar untuk memperolehnya. Oleh sebab itu, sangat perlu diadakan perbaikan dan peningkatan kualitas kesehatan masyarakat guna terwujudnya kehidupan masyarakat yang sejahtera (welfare society). Tingkat



kesehatan



masyarakat



akan sangat



berpengaruh



terhadap



tingkat



kesejahteraan masyarakat, karena tingkat kesejahteraan masyarakat akan berelasi dengan tingkat kemiskinan. Sementara itu, tingkat kemiskinan akan terkait dengan tingkat kesejahteraan. Keterkaitan ini dapat kita lihat pada siklus lingkaran setan kemiskinan yang memiliki tiga poros, yaitu: (1) rendahnya tingkat kesehatan, (2) rendahnya pendapatan, dan (3) rendahnya tingkat pendidikan. Pada tingkat kesehatan yang rendah akan menstimulasi rendahnya level produktivitas, yang membuat rendahnya pendapatan. Dengan rendahnya pendapatan (revenue) akan menyebabkan terjadinya kemiskinan yang selanjutnya akan membuat seseorang tidak mampu menjangkau dunia pendidikan yang berkualitas dan pemeliharaan serta perawatan kesehatan yang baik. Oleh sebab itu. pemerintah harus menjamin hak setiap warga negara untuk sehat dengan memberikan pelayanan yang adil, merata, memadai, terjangkau, dan tetap menjaga kualitas. 7



Bila kita melihat beberapa negara yang sudah maju, mereka mengalokasikan dana yang relatif tinggi ke dalam sektor kesehatan, hampir mencapai 20-22% dari akumulasi anggaran. Masyarakat di negara maju dapat menikmati pelayanan kesehatan yang murah namun tidak murahan, dengan kualitas yang baik, adil dan merata. Hal ini dapat terjadi karena adanya sumbangan yang cukup besar yang berasal dari masyarakat, dunia bisnis, dan donasi. b. Pendidikan dasar Selain kesehatan, bentuk pelayanan dasar lainnya adalah pendidikan dasar. Sama halnya dengan kesehatan, pendidikan merupakan suatu bentuk investasi sumber daya manusia. Masa depan suatu bangsa akan sangat ditentukan oleh seberapa besar perhatian pemerintah terhadap pendidikan masyarakatnya. Tingkat pendidikan juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan karena pendidikan merupakan salah satu komponen utama dalam lingkaran setan kemiskinan sebagaimana digambarkan di atas. Oleh karena itu, untuk memotong lingkaran setan salah satu caranya adalah melalui perbaikan kualitas pendidikan. Pelayanan pendidikan masyarakat yang paling elementer adalah pendidikan dasar. Oleh karena itu, tidak berlebihan apabila dikatakan, “Jika kita ingin mengetahui bangsa ini tiga puluh atau lima puluh tahun yang akan datang, maka lihatlah anak-anak sekolah dasar kita sekarang.” Pada pemerintah kita, pendidikan dasar diterjemahkan dalam program Wajib Belajar Sembilan Tahun. Pendidikan dasar tersebut pada dasarnya merupakan kewajiban pemerintah untuk menyelenggarakannya. Idealnya pemerintah mensubsidi penuh pendidikan dasar sehingga tidak ada lagi alasan bagi orang tua untuk tidak mampu menyekolahkan anaknya. Pemerintah hendaknya menjamin bahwa semua anak dapat bersekolah. Untuk melakukan hal ini, diperlukan anggaran pendidikan yang besar. Dalam pemenuhan anggaran tersebut, amanat amandemen UUD 1945 telah mensyaratkan alokasi anggaran pendidikan minimal sebesar 20% dari total anggaran. Alokasi anggaran untuk pendidikan sebenarnya bukan biaya akan tetapi investasi jangka panjang yang manfaatnya bersifat jangka panjang.



8



c. Bahan kebutuhan pokok masyarakat Selain kesehatan dan pendidikan, pemerintah juga berkewajiban memberikan pelayanan kebutuhan pokok dasar. Bahan kebutuhan pokok masyarakat misalnya: • Beras • Minyak goreng • Minyak tanah • Gula pasir • Daging • Telur ayam • Dan sebagainya Dalam hal penyediaan bahan kebutuhan pokok, pemerintah perlu menjamin stabilitas harga kebutuhan pokok masyarkat dan menjaga ketersediannya di pasar maupun di gudang dalam bentuk cadangan persediaan. Lonjakan harga kebutuhan pokok masyarakat yang terlalu tinggi akan memberikan dampak negatif bagi perekonomian makro, misalnya menstimulasi terjadinya inflasi yang tinggi (hyperinflasi). Selain itu, ketidakstabilan harga bahan kebutuhna pokok yang tidak terkendali juga dapat menimbulkan ketidakstabilan politik. Selain menjaga stabilitas harga-harga umum, pemerintah juga perlu menjamin bahwa cadangan persediaan di gudang cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat sampai jangka waktu tertentu. Hal ini menghindari terjadinya kepanikan masyarakat terhadap kelangkaan bahan kebutuhan pokok, sehingga tidak terjadi antrian panjang untuk memperoleh bahan kebutuhan tertentu.



9



2. Pelayanan Umum Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia pelayanan publik juga harus memberikan pelayanan umum kepada masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi atas tiga kelompok, yaitu: 1) pelayanan administrasi, 2) pelayanan barang, dan 3) pelayanan jasa. a. Pelayanan Administratif Pelayanan sublicstrative adalah pelayanan berupa penyediaan berbagai bentuk dokumen yang dibutuhkan oleh publik, misalnya: • Pembuatan Kartu Tanda Pengenal (KTP) • Sertifikat Tanah • Akta Kelahiran • Akta kematian • Dan sebagainya b. Pelayanan Barang Pelayanan barang adalah pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk /jenis jasa barang yang menjadi kebutuhan publik, misalnya: • Jaringan telepon • Penyediaan tenaga listrik • Penyediaan air bersih c. Pelayanan Jasa Pelayanan jasa adalah pelayanan yang menghasilkan berbgai bentuk jasa yang dibutuhkan masyarakat, misalnya: • Pendidikan tinggi dan menengah 10



• Pemeliharaan kesehatan • Penyelenggaraan transportasi • Drainase • Dan sebagainya



III.3 Asas Pelayanan Publik Dalam memberikan pelayanan yang bersentuhan langsung dengan masyarakat di bidang jasa, barang, administratif, atau ketiganya, instansi penyedia pelayanan publik harus memperhaikan asas-asas pelayanan publik, yaitu: 1. Transparansi Transparansi merupakan salah satu hal yang penting dalam pelayanan publik yang diberikan



pemerintah.



Hal



tersebut



menjadi



ukuran



keterbukaan



terhadap



penyelenggaraan pemerintahan yang berkaitan dengan proses pelayanan. Ada tiga indikator yang dapat digunakan untuk mengukur transparansi pelayanan. Pertama, adalah mengukur tingkat keterbukaan proses penyelenggaraan pelayanan publik. Penilaian terhadap tingkat keterbukaan disini meliputi seluruh proses pelayanan publik, termasuk didalamnya adalah persyaratan, biaya, dan waktu yang dibutuhkan serta cara pelayanan. Persyaratan yang harus dipenuhi harus terbuka dan mudah diakses oleh para pengguna. Penyelenggara pelayanan harus berusaha menjelaskan kepada para pengguna persyaratan yang harus dipenuhi beserta alasan diperlukannya persyaratan itu dalam proses pelayanan. Indikator kedua dari transparansi menunjuk pada seberapa mudah peraturan dan prosedur pelayanan dapat dipahami oleh pengguna dan stakeholder yang lain. Maksud dari ‘dipahami’ disini tidak hanya pada yang tersurat tetapi juga yang tersirat dibalik semua prosedur dan peraturan itu. Penjelasan mengenai persyaratan, prosedur dan biaya serta waktu yang diperlukan merupakan hal yang sangat penting bagi pengguna. Jika rasionalitas prosedur dan aturan itu dapat diketahui dan diterima oleh para pengguna maka kepatuhan terhadap prosedur dan aturan akan mudah 11



diwujudkan. Ketiga, adalah kemudahan untuk memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Semakin mudah pengguna memperoleh informasi mengenai berbagai aspek penyelenggaraan pelayanan publik maka semakin tinggi transparansi. Pada saat pengguna dengan mudah memperoleh informasi mengenai biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pelayanan maka pelayanan publik itu dapat dinilai memiliki transparansi yang tinggi. Begitu pula dengan informasi mengenai prosedur, persyaratan dan cara memperoleh informasi 2. Akuntabilitas Akuntabilitas (accountability) memiliki makna bahwa suatu pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat haruslah dapat dipertanggungjawabkan. Asas ini merupakan tolak ukur suatu organisasi publik untuk menilai seberapa tinggi level pertanggungjawabannya atas keseluruhan kegiatan, keputusan, dan kebijakan yang diimplementasikan oleh organisasi tersebut. Suatu organisasi publik akan memperoleh nilai yang baik apabila sebagian atau keseluruhan kegiatan pelayanannya kepada masyarakat mampu memenuhi kebutuhan yang memang dibutuhkan masyarakat tanpa menyimpang dari perundang-undangan. 3. Kondisional Pada prinsip ini, pemberian pelayanan publik tetap harus memperhatikan kemampuan (ability) dari pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap mempertahankan efisiensi dan efektivitas. 4. Partisipatif Sikap partisipatif sangat diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Para pemberi layanan publik haruslah memiliki sikap ini dengan tetap memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat. Dengan demikian, masyarakat yang merupakan objek pelayanan publik diharapakan terpacu untuk ikut berpartisipasi aktif. 5. Tidak diskriminatif Dalam kegiatan pemberian pelayanan, petugas pemberi pelayanan haruslah bersikap adil dengan tidak membedakan masyarakat bedasarkan suku, ras, agama, golongan, 12



gender, status sosial, dan ekonomi. Ini dikarenakan setiap individu masyarakat memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang sama dari pemerintah. 6. Keseimbangan hak dan kewajiban Masing-masing pihak, baik pemerintah yang bertindak sebagai objek pelayanan, maupun masyarakat yang memiliki posisi sebagai subjek pelayanan harus menyadari dan memenuhi hak dan kewajiban yang dimilikinya. 7. Integritas Integritas mengandung makna “berurusan secara langsung” (straight forward dealings) dan ketuntasan (completeness) dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pelayanan publik. Asas moral yang mendasari asas integritas ini terutama adalah kejujuran, objektivitas dan standar kesantunan yang tinggi, serta tanggung jawab atas penggunaan dana-dana dan sumber daya publik. 8. Legalitas Berdasarkan asas lawfulness ini, setiap tindakan, pengambilan keputusan, serta pelaksanaan fungsi suatu institusi pelayanan publik harus sejalan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan dijalankan sesuai dengan aturan dan prosedur yang ditetapkan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Legalitas di sini dapat diartikan secara luas dan tidak hanya mencakup legalitas formal saja, tetapi juga legalitas dalam arti material atau substansial. 9. Konsistensi Berdasarkan asas ini, warga masyarakat dan/atau stakeholders layanan publik pada umumnya memperoleh jaminan bahwa institusi-institusi pelayanan publik akan bekerja secara konsisten sesuai pola kerjanya yang normal dalam perilaku administratifnya. Artinya juga, penyimpangan terhadap asas ini (dispensasi, perlakuan khusus) harus memperoleh pembenarannya secara sah (duly justified).



10. Proporsionalitas



Asas ini meletakkan kewajiban pada setiap penyelenggaraan pelayanan publik untuk 13



menjamin bahwa beban yang harus ditanggung oleh masyarakat pengguna jasa layanan publik akibat tindakan-tindakan yang diambil oleh institusi pelayanan publik harus berbanding secara proporsional dengan tujuan atau manfaat yang hendak diperoleh oleh warga masyarakat. Asas ini berkaitan erat dengan beban-beban publik strative, biaya dan waktu pelayanan yang harus ditanggung oleh masyarakat apabila mereka hendak memperoleh pelayanan publik.



III.4 Prinsip Pelayanan Publik Selain beberapa asas pelayanan publik yang harus dipenuhi, instansi penyedia pelayanan publik dalam memberikan pelayanan harus memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan publik. Prinsip pelayanan publik itu, antara lain: a.



Kesederhanaan Dalam prinsip ini, institusi yang memberi pelayanan kepada masyarakat tidak boleh mempersulit masyarakat untuk memperoleh dan menikmati pelayanan yang seharusnya mereka dapatkan. Prinsip “Apabila dapat dipersulit mengapa dipermudah” harus dihilangkan dan diganti dengan “Hendaknya dipermudah jangan dipersulit; bahagiakan masyarakat, jangan ditakut-takuti.” Untuk mewujudkan prinsip ini, tata pelaksanaan pelayanan publik seharusnya: •



Prosedur mudah







Pelayanan lancar







Pelayanan cepat







Pelayanan tidak berbelit – belit



b. Kejelasan Kejelasan dalam hal persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik, unit kerja/pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan, persoalan, sengketa, atau tuntutan dalam pelaksanaan 14



pelayanan publik; serta rincian biaya pelayanan publik dan tata cara pembayarannya. Kejelasan ini penting bagi masyarakat untuk menghindari terjadinya berbagai penyimpangan yang merugikan masyarakat, misalnya praktik pencaloan dan pungutan liar di luar ketentuan yang ditetapkan. c.



Kepastian waktu Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan. Dalam hal ini harus ada kejelasan berapa lama proses pelayanan diselesaikan. Selain itu, kepastian jadwal pelayanan juga merupakan hal yang penting.



d.



Akurasi produk pelayanan publik Produk pelayanan publik yang diberikan kepada masyarakat harus akurat, tepat, dan sah.



e.



Kelengkapan sarana dan prasarana Ketersediaan sarana dan prasarana seperti infrastruktur jalan, komunikasi dan informasi, dan peralatan kerja dapat memperlancar pendistribusian pelayanan kepada masyarakat.



f.



Keamanan Dalam proses pemberian pelayanan masyarakat, institusi pelayanan haruslah memberikan rasa aman dan nyaman. Tidak boleh ada tekanan dan intimidasi kepada masyarakat. Dengan demikian, diharapkan pemberian pelayanan masyarakat dapat optimal.



g.



Tanggung jawab Tanggung jawab (responsibility) berkaitan dengan tanggung jawab yang harus ditanggung oleh pemimpim atau seseorang yang telah diberi amanah untuk menyelenggarakan pelayanan publik kepada masyarakat. Ia harus bertanggung jawab atas segala keputusan, kebijakan, dan kegiatan yang berlangsung dalam pemberian pelayanan publik.



h.



Kemudahan akses 15



Pelayanan publik harus mempertimbangkan lokasi. Lokasi sebaiknya berada di kawasan yang strategis, sehingga kalangan masyarakat mudah menjangkaunya. Selain itu, ketersediaan sarana dan prasarana untuk menuju lokasi juga harus tersedia untuk mempermudah akses ke lokasi. i.



Kedisiplinan, kesopanan, dan keramahan Petugas pelayanan haruslah memiliki sifat disiplin, sopan santun, ramah, dan memiliki integritas yang tinggi dalam memberi pelayanan kepada masyarakat. Hal ini berkaitan dengan kewajiban institusi untuk memberikan pelayanan yang maksimal dan profesional.



j.



Kenyamanan Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi dengan fasilitas pendukung pelayanan, seperti parkir, toilet, tempat ibadah, dan sebagainya.



Dari prinsip-prinsip di atas terlihat bahwa pelayanan publik harus memenuhi harapanharapan masyarakat dan memuaskan kebutuhan mereka. Meskipun definisi ini berorientasi pada konsumen, tidak berarti bahwa dalam memberikan pelayanan publik, instansi harus menuruti semua keinginan masyarakat. Dengan kata lain, dalam memberikan pelayanan, instansi juga harus mempertimbangkan selain untuk memenuhi harapan-harapan masyarakat, juga tersedia sumber daya dalam instansi tersebut.



III.5 Standar Pelayanan Publik III.5.1 Definisi Standar Pelayanan Publik Pelayanan publik harus diberikan bedasarkan standar tertentu. Standar adalah spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan kegiatan. Dengan demikian, standar pelayanan publik adalah spesifikasi teknis pelayanan yang dibakukan sebagai patokan dalam melakukan pelayanan publik. Standar pelayanan tersebut merupakan ukuran atau persyaratan baku yang harus dipenuhi dalam penyelenggaraan pelayanan publik dan wajib ditaati



16



oleh pemberi pelayanan (pemerintah) dan atau pengguna pelayanan serta dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan. III.5.2 Pentingnya Standar Pelayanan Publik Standar pelayanan publik wajib dimiliki oleh setiap institusi penyelenggara layanan publik untuk menjamin diberikannya pelayanan yang berkualitas oleh penyedia layanan publik sehingga masyarakat penerima layanan merasakan adanya nilai yang tinggi atas pelayanan tersebut. Dalam proses penyusunan dan penetapan standar haruslah cermat dan tepat. Proses penetapan standar ini merupakan suatu fenomena baik di negara maju maupun berkembang. Di Amerika Serikat, misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order 12863 pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen (setting customer service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai berikut: Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey the customers to determine the kind and quality of service they want and their level of satisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means to address customer complaints. Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi pelanggan yang harus dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik, penyediakan berbagai pilihan sumber-sumber pelayanan kepada pelanggan dan sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan. Tanpa ada standar pelayanan publik maka akan sangat mungkin terjadi pelayanan yang diberikan jauh dari yang diharapkan publik. Dalam keadaan seperti ini, akan timbul kesenjangan harapan (expectation gap) yang tinggi. Sedangkan di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik guna mengoptimalkan pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan berikut: 1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha 17



2. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum 3. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat 4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang Langkah-langkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No. 20/1996 5. Surat



Edaran



Menkowasbangpan



No.



56/MK.



Wasbangpan/6/98;



Surat



Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan 6. Kep. Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum 7. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002 8. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Meskipun demikian, penerapan standar pelayanan di Indonesia masih kurang optimal, hanya sekedar konseptual tanpa adanya aksi nyata. Standar pelayanan publik berfungsi memberikan arah untuk bertindak bagi institusi penyedia layanan publik. Standar ini akan mempermudah instansi penyedia layanan publik untuk menentukan strategi dan prioritas. Bagi pemerintah sebagai otoritas yang bertanggung jawab atas pelaksanaan pelayanan publik, penetapan standar pelayanan berguna untuk menjamin dilakukannya akuntabilitas pelayanan publik sangat penting. Standar ini dapat pula digunakan sebagai alat motivasi peningkatan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak 18



dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Kemudian, dapat digunakan sebagai perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, karena dalam kehidupan bernegara, pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayananpelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utlilitas, sosial dan lainnya. Selain itu juga dapat digunakan menjadi salah satu dasar menghitung besarnya subsidi yang harus diberikan oleh pemerintah untuk pelayanan publik tertentu. III.5.3



Cakupan Standar Pelayanan Publik



Cakupan standar pelayanan publik harus ditetapkan sekurang-kurangnya meliputi: 1.



Prosedur pelayanan Prosedur diterjemahkan sebagai tata cara yang berlaku dalam organisasi. Kedudukan prosedur demikian penting karena sah atau tidaknya perbuatan orang dalam kaitan organisasi ditentukan oleh tingkah lakunya berdasarkan prosedur itu. Sekali prosedur ditetapkan siapapun yang tidak mengikutinya, tidak menghasilkan apa yang dituju disamping apa yang mungkin diperoleh menjadi tidak sah. Prosedur dibuat atas dasar penelitian di lapangan lebih dahulu, agar dapat memenuhi keperluan memperlancar mekanisme kerja. Prosedur bersifat mengatur perbuatan baik ke dalam (intern) maupun keluar (ekstern), maka harus diketahui dan dipahami oleh. Dalam hal ini harus ditetapkan standar prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk prosedur pengaduan.



2.



Waktu penyelesaian Harus ditetapkan standar waktu penyelesaian pelayanan yang ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan. 19



3.



Biaya pelayanan Harus ditetapkan standar biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan. Hendaknya setiap kenaikan tarif/biaya pelayanan diikuti dengan peningkatan kualitas pelayanan.



4.



Produk pelayanan Harus ditetapkan standar produk (hasil) pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dengan harga pelayanan yang telah dibayarkan oleh masyarakat, mereka akan mendapatkan pelayanan berupa apa saja. Produk pelayanan ini harus distandarkan.



5.



Sarana dan prasarana Harus ditetapkan standar sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan publik.



6.



Kompetensi petugas pemberi layanan Perlu ditetapkan standar kompetensi petugas pemberi pelayanan bedasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.



20



III.5.4Penyusunan Standar Pelayanan Publik



Identifikasi



-Jenis Pelayanan - Pelanggan -Harapan Pelanggan



1.



Perumusan



Visi Misi



Analisis



-Proses & Prosedur -Sarana & Prasarana -Biaya -Waktu



Mekanism e pengaduan /keluhan



Identifikasi Jenis Pelayanan Kegiatan identifikasi ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: • Pelayanan-pelayanan apa yang diselenggarakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, baik yang langsung diberikan kepada masyarakat, kepada instansi lainnya, maupun kepada unit lain secara internal dalam instansi? • Pelayanan apa yang sifatnya core (menjadi utama) dan sifatnya supporting (pendukung)? • Apa dasar hukum yang menjadi acuan?



2.



Identifikasi Pelanggan Kegiatan identifikasi dilakukan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: • Siapa pelanggan atau pengguna pelayanan atau target pelayanan yang langsung merasakan hasil pelayanan? • Siapa pelanggan yang secara tidak langsung merasakan hasil pelayanan? • Dalam kaitan dengan pelayanan internal, siapa pelanggan internal yang dilayani? 21



• Dalam kaitan dengan instansi lain, instansi mana yang menjadi pelanggan? Untuk memudahkan proses identifikasi tentang jenis pelayanan dan pelanggan dapat digunakan lembar kerja (worksheet) 3.



Identifikasi Harapan Pelanggan Kegiatannya adalah mengidentifikasi harapan pelanggan (masyarakat) akan pelayanan yang diberikan. Harapan pelanggan ini meliputi harapan terhadap kualitas, biaya dan waktu pelayanan. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan survei



kepada



pelanggan ataupun dengan identifikasi internal yang dilakukan melalui penggalian informasi kepada pegawai yang terlibat langsung dalam kegiatan pelayanan. 4.



Perumusan Visi dan Misi Pelayanan a. Kegiatan merumuskan visi dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai



berikut: •



Membentuk beberapa kelompok sebagai perwakilan seluruh staf yang ada dalam unit penyedia pelayanan;







Pimpinan menjelaskan harapan-harapan yang ingin dicapai oleh organisasi melalui pelayanan yang diberikan;







Kelompok



bekerja secara mandiri



merumuskan



visi pelayanan.



Kegiatan



merumuskan harus melihat dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan internal dan eksternal, yang meliputi kekuatan dan kelemahan internal unit penyedia pelayanan, peluang dan tantangan, serta harapan-harapan masyarakat pelanggan; •



Rumusan visi pelayanan dari beberapa kelompok dipresentasikan bersama dan dipilih atau dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi visi pelayanan yang disepakati semua kelompok.



b. Kegiatan merumuskan misi juga dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:



22



• Menggunakan kelompok yang sama ketika menyusun visi untuk menyusun misi pelayanan; • Memberi kepada kelompok tersebut untuk bekerja secara mandiri merumuskan misi pelayanan. Kegiatan merumuskan harus mencakup pelayanan yang akan diberikan dan ditawarkan kepada pelanggan internal dan eksternal; • Rumusan misi pelayanan dari beberapa kelompok dipresentasikan bersama dan dipilih atau dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi misi pelayanan yang disepakati semua kelompok. 5.



Analisis Proses dan Prosedur, Prasyarat, Sarana dan Prasarana, Waktu, dan Biaya Pelayanan a. Analisis Proses dan Prosedur Kegiatannya adalah mengidentifikasi keseluruhan aktivitas dalam pemberian pelayanan mulai saat pelanggan datang sampai pada pelanggan selesai menerima pelayanan. Untuk menyusun proses dan prosedur pelayanan dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: • Identifikasi langkah-langkah aktivitas dalam memberikan satu jenis pelayanan, mulai dari awal sampai dengan selesai pelayanan dilaksanakan. • Identifikasi dimulai dari aktivitas yang dilakukan oleh pelanggan ketika akan mengajukan suatu jenis pelayanan tertentu kepada unit penyedia pelayanan. • Identifikasi aktivitas proses pengolahan pelayanan dimulai dari ketika petugas menerima pelanggan yang akan mengajukan pelayanan, sampai dengan aktivitas penyampaian produk pelayanan setelah selesai diproses oleh pihak unit penyedia pelayanan. • Jika terdapat lebih dari satu jenis pelayanan yang dilaksanakan, maka lakukan identifikasi langkah-langkah aktivitas untuk semua jenis pelayanan tersebut. Makin sedikit aktivitasaktivitas yang dilakukan dalam rangka pelayanan, makin pendek prosedur yang dilalui, makin cepat pelayanan akan diberikan; • Membuat alur proses setiap aktivitas tersebut secara sekuens. Alur proses ini antinya akan merupakan alur yang harus dilalui oleh seorang pelanggan dan alur untuk proses pengolahan pelayanan.



23



b. Analisis Persyaratan Pelayanan Kegiatannya mengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan pada setiap tahapan aktivitas dalam pemberian pelayanan. Langkah mengidentifikasi persyaratan pelayanan sangat tergantung pada rumusan yang dihasilkan pada identifikasi proses dan prosedur. Hasil identifikasi diatas digunakan untuk menentukan persyaratan pada tiap-tiap aktivitas. Perlu dicermati bahwa persyaratan pelayanan tidak hanya berupa dokumen (surat-surat) tetapi termasuk pula persyaratan dalam bentuk barang maupun biaya. c. Analisis Sarana dan Prasarana Pelayanan Kegiatannya adalah mengidentifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam memberikan pelayanan. Langkah mengidentifikasi sarana dan parasana dilakukan dengan melihat hasil analisis proses dan prosedur pelayanan diatas. Gunakan hasil identifikasi proses dan prosedur untuk dilanjutkan identifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan pada tiap-tiap aktivitas pemberian pelayanan. Tidak setiap aktivitas memerlukan sarana yang sama tergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan. d. Analisis Waktu dan Biaya Pelayanan Kegiatannya adalah menentukan waktu dan biaya pelayanan. Langkah menentukan waktu dan biaya pelayanan sangat tergantung pada hasil analisis proses dan prosedur yang harus dilakukan, hasil analisis sarana dan prasarana yang dimiliki oleh organisasi pelayanan serta hasil analisis harapan pelanggan. Hasil analisis digunakan sebelumnya untuk menentukan total waktu dan biaya pelayanan. 6.



Mekanisme pengaduan/keluhan Langkah dalam melakukan penyusunan mekanisme pengelolaan keluhan/pengaduan ini dapat ditempuh dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: • Sarana apa yang disediakan untuk menampung keluhan pelanggan (kotak surat, telepon bebas pulsa, unit khusus pengaduan dan sebagainya)? • Prosedur apa yang harus dilalui oleh pengaduan untuk mendapatkan respon terhadap pengaduannya? Berapa lama respon akan diterima pelanggan? • Siapa yang berwenang mengambil keputusan dalam menangani pengaduan?



24



III.6 Pola Penyelenggaraan Pelayanan Publik Penyelenggaraan pelayanan umum menurut Lembaga Administrasi Negara (1998), dapat dilakukan dengan berbagai pola antara lain : 1. Pola Pelayanan Fungsional Ini merupakan pola pelayanan umum yang diberikan oleh suatu instansi pemerintah sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. Pola ini mengakomodir kondisi daerah dengan beban tugas, volume dan intensitas kegiatan pelayanan publik sehingga sangat realistis apabila dibawahi oleh organisasi yang membidanginya. Sebagai contoh, untuk pelayanan pajak akan ditangani oleh unit organisasi yang berfungsi melakukan pungutan pajak, misalnya KPPD (Kantor Pelayanan Pajak Daerah). 2. Pola Terpusat Ini adalah pola pelayanan publik yang diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan terkait yang bersangkutan. Pola pelayanan terpusat atau lembaga independen (unit pelayanan) yang dibentuk oleh pemerintah daerah untuk menyelenggarakan pelayanan tertentu. Organsisasi birokrasi atau lembaga independen diberi tugas, fungsi, wewenang, tanggung jawab dan kewajiban untuk meyelenggarakan pelayanan publik secara terpusat. Pelayanan publik yang memiliki proses keterkaitan, proses pengajuan permohonan dan proses penyelesaiannya dilakukan dalam waktu yang bersamaan atau pararel di suatu tempat yang terpusat pada organisasi birokrasi peyelenggara pelayanan. Tujuan dari pola pelayanan terpusat adalah memberikan kemudahan kepada masyarakat pengguna dan penerima jasa layanan yang secara efisien dan efektif dilihat dari sisi waktu dan masyarakat pengguna pelayanan cukup datang kesatu tempat dan berhadapan dengan satu penyelenggara dan tidak perlu mendatangi organisasi publik yang terikat namun berada pada lokasi yang berbeda juga.



25



3.



Pola Terpadu a. Pola Pelayanan Satu Pintu Ini adalah pola yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani satu pintu. Pola ini hakekatnya hampir sama dengan pola pelayanan terpusat yaitu penyelenggaraannya dilakukan pada satu lokasi tertentu dan dilayani melalui satu pintu. Asumsinya peyelenggaraan pelayanan dilakukan secara tunggal oleh organisasi birokrasi publik tertentu. b. Pola Pelayanan Satu Atap Pola ini dijalankan penyelenggaraan pelayanan publik yang diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui berbagai pintu. Jenis pelayanan yang sudah dekat dengan masyarakat tidak perlu disatu atapkan. Pola pelayanan Terpadu Satu Atap ditujukan untuk memberikan kemudahan layanan kepada masyarakat dan masyarakat tersebut cukup datang kesatu tempat untuk mendapatkan layanan dan tidak perlu mendatangi organisasi publik yang lainnya. Pola pelayanan satu atap memiliki persamaan dengan pola pelayanan fungsional, yaitu prinsipnya kewenangan proses dan penyelesaian layanan tetap dilakukan oleh organisasi birokrasi publik sedangkan perbedaannya adalah pelayanan terpadu satu atap membentuk loket-loket atau counter masing-masing jenis pelayanan publik yang akan diberikan dan menempatkan staf dan kepala yang membawahi bidang tugasnya.



4.



Pola Gugus Tugas Pola pelayanan gugus tugas adalah pola pelayanan publik yang dalam hal ini petugas pelayanan publik secara perorangan atau dalam bentuk gugus tugas ditempatkan pada instansi pemberi pelayanan dan lokasi pemberian pelayanan tertentu. Selain pola pelayanan sebagaimana tersebut di atas, instansi yang melakukan pelayanan



publik dapat mengembangkan pola penyelenggaraan pelayanannya dalam rangka menemukan dan menciptakan inovasi guna peningkatan pelayanan publik. 26



III.7 Biaya Pelayanan Publik Permasalahan yang penting dalam penyediaan pelayanan publik adalah penentuan tarif/biaya pelayanan yang sering disebut charging for services. Biaya pelayanan publik adalah segala biaya (dengan nama atau sebutan apapun) sebagai imbalan jasa atas pemberian pelayanan publik yang besaran dan tata cara pembayaran ditetapkan oleh pejabat yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dapat dibiayai melalui dua sumber, yaitu pajak (tax) dan pembebanan langsung kepada masyarakat. Walaupun masyarakat telah dibebani dengan pajak yang dapat dipaksakan kepada pemerintah, dan pemerintah memberikan prestasi kepada masyarkat, tidak semua prestasi yang diberikan oleh organisasi sektor publik kepada masyarakat yang telah dilayani dapat di buat secara gratis. Berikut merupakan pelayanan kepada masyarakat yang dapat dikenakan tarif/biaya pelayanan: a). penyediaan air bersih; b). transportasi umum; c). jasa pos dan komunikasi; d). energi dan listrik; e). perumahan masyarakat; f). fasilitas rekresi; g). pendidikan; h). jasa tol; i). irigasi; j). jasa pemadam kebakaran; 27



k). pelayanan kesehatan; dan l). pengolahan limbah. Pembebanan tarif pelayanan publik kepada masyarakat dapat dibenarkan karena beberapa alasan, yaitu: 1.



Adanya barang privat dan barang publik Berikut merupakan klasifikasi barang di masyarakat a. Barang Privat Ini adalah barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya hanya dinikmati secara individual, contohnya makanan, telepon, dan listrik b. Barang Publik Merupakan barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya dinikmati seluruh masyarakat, contohnya hankam nasional, jasa polisi, dan pengendalian penyakit



c.



Merit Good (campuran antara barang privat dan publik) Barang ini dikonsumsi secara individual, tetapi seringkali masyarakat luas juga membutuhkan barang/jasa tersebut, contohnya pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi publik, dan air bersih.



2. Efisiensi Produk Ketika setiap individu bebas menentukan berapa banyak jasa atau barang yang ingin mereka konsumsi, mekanisme harga memiliki peran dalam pendistribusian hal meliputi: a. Pendistribusian permintaan: siapa yang membayar paling banyak, ialah yang mendapat manfaat yang banyak pula. b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan c. Pemberian insentif kepada supplier untuk meningkatkan skala produksi d. Penyediaan sumber daya untuk supplier untuk menjamin keberlangsungan jasa



28



Ketika suatu barang atau jasa mengandung unsur public goods maka sebaiknya pemerintah menetapkan harga di bawah harga normal atau bahkan tanpa dipungut biaya. Mekanisme pembebanan tarif merupakan salah satu cara untuk menciptakan keadilan dalam distribusi pelayanan publik. Mereka yang menikmati lebih banyak pelayanan publik akan membayar lebih banyak pula. Pembebanan ini akan menstimulasi efisiensi karena setiap orang memiliki pilihan karena adanya keterbatasan sumber daya. Bila dikenakan tarif, maka setiap orang akan berfikir dan betindak ekonomis serta tidak boros. 3. Prinsip Keuntungan Pelayanan tidak dinikmati setiap orang, pembebasan langsung kepada mereka yang menerima jasa dianggap wajar. Jika didasarkan prinsip “setiap orang yang menikmati jasa atau barang haruslah membayar”. Jadi, pembebanan hanya dikenakan kepada mereka yang menikmati layanan tersebut. Keuntungan akibat pembebanan tarif dapat dipergunakan pemerintah sebagai sumber pendapatan. Pada dasarnya, terdapat beberapa metode untuk menghitung tarif pelayanan publik, seperti metode biaya marginal (marginal cost pricing), metode pemulihan biaya penuh (full cost recovery), metode biaya ditargetkan (target costing), dan sebagainya. Dari beberapa metode yang ada, para pakar merekomendasikan untuk menggunkaan metode marginal cost pricing, yaitu tarif yang dipungut sama dengan biaya untuk melayani konsumen. Marginal cost pricing mengacu pada harga pasar yang seimbang (ceteris paribus) sehingga lebieh efisien dan meningkatkan output sampai titik dimana marginal cost sama dengan harga jual. Dalam



praktiknya,



penerapan



pembebanan



dengan marginal



cost



pricing harus



memperhatikan hal-hal seperti: • Biaya operasi variable (variable operating cost) • Biaya modal atas aktiva yang digunakan untuk memberi pelayanan (semi variable overhead cost) • Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalam penyediaan pelayanan 29



• Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk penyediaan pelayanan



Dalam penentuan biaya pelayanan tersebut diperlukan perhitungan akuntansi biaya pelayanan yang cukup kompleks. Pada prinsip penetapannya, besar biaya pelayanan publik perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: • Tingkat kemampuan dan daya beli masyarakat; • Nilai/harga yang berlaku atas barang/jasa; • Rincian biaya harus jelas untuk jenis pelayanan publik yang memerlukan tindakan seperti penelitian, pemeriksaan, pengukuran, dan pengajuan.



III.8 Pelayanan Khusus Dari beberapa pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat, beberapa diantaranya ada yang dapat dibuat bersifat khusus. Ini dapat dilakukan asalkan biaya yang dikeluarkan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Beberapa contoh pelayanan publik yang dapat bersifat



khusus misalnya pada bidang transportasi



tersedianya kelas VIP di pesawat, gerbong eksekutif di kereta api, dan sebagainya.



III.9 Biro Jasa Pelayanan Biro jasa adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum atau bukan badan hukum yang mengurus urusan tertentu dari penduduk yang bermaksud mengurus kebutuhan pelayanan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan atas barang, jasa, dan/atau pelayanan administratif yang disediakan oleh penyelenggara pelayanan publik akan tetapi berhalangan untuk mengurusnya sendiri. Urusan mengenai pelayanan publik pada dasarnya dilakukan sendiri oleh masyarakat. Namun dengan pertimbangan tertentu dan sebagai wujud partisipasi masyarakat 30



dalam penyelenggaraan pelayanan publik tertentu dimungkinkan adanya biro jasa untuk membantu melayani penyelenggaraan pelayanan publik. Status biro harus jelas, memiliki ijin usaha dari instansi yang berwenang dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan dan harus berkoordinasi dengan penyelenggara pelayanan yang bersangkutan, terutama dalam hal yang menyangkut persyaratan, tarif jasa, dan waktu pelayanan. Di samping itu tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai contoh, biro jasa perjalanan angkutan udara, laut dan darat



III.10 Standar Pelayanan Minimal (SPM) Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah suatu standar dengan batas minimal tertentu untuk mengukur kinerja pelaksanaan kewenangan kewajiban yang harus dilaksanakan oleh pemerintah pusat dan daerah, berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Standar Pelayanan Minimal ini dibuat untuk mewujudkan pelayanan publik yang mendekati ideal. Standar ini mencakup kewenangan wajib instansi penyedia pelayanan publik, jenis pelayanan, indikator, dan nilai (benckmark).



Kewenangan wajib adalah bentuk kewenangan instansi



penyedia pelayanan publik yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah untuk menjamin terlaksanannya pelayanan dasar kepada masyarakat. Jenis pelayanan berisi tentang bentuk-bentuk pelayanan yang dapat diberikan oleh instansi sebagai bentuk pelaksanaan kewenangan wajib. Masing-masing instansi memiliki jenis pelayanan yang berbeda-beda. Jenis pelayanan selanjutnya ditentukan indikatornya. Indikator Standar Pelayanan Minimal adalah tolok ukur prestasi secara kuantitatif dan kualitatif yang digunakan untuk menggambarkan besaran sasaran yang hendak dipenuhi dalam pencapaian suatu Standar Pelayanan Minimal tertentu, berupa input, proses, output, dan manfaat pelayanan (PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standard Pelayanan Minimal). Berdasarkan indikator tersebut maka ditetapkanlah nilai. Nilai inilah yang menjadi Standar Pelayanan Minimal yang harus dipenuhi. Ketentuan tentang Standar Pelayanan Minimal (SPM) diatur dalam surat edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA/2002, kemudian diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah No. 65/2005. Pemahaman yang komprehensif mengenai standar pelayanan minimal merupakan hal yang signifikan berkaitan dengan hak-hak konstitusional perorangan maupun kelompok masyarakat yang harus mereka peroleh dan wajib dipenuhi oleh pemerintah, berupa



31



tersedianya pelayanan publik (pelayanan dasar) yang harus dilaksanakan oleh pemerintah kepada masyarakat. Penetapan Standar Pelayanan Minimum (SPM) membawa sejumlah implikasi, diantaranya 1) memberikan kejelasan pada otoritas pelayanan; 2) memberikan informasi untuk perencanaan pelayanan di tingkat daerah, dan suatu perangkat benchmark untuk monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan; dan 3) memberi kewenangan kepada pemerintah pusat untuk mendefinisikan harapan dalam skala prioritas nasional. Di negara yang telah maju, Standar Pelayanan Minimal tercermin dalam kontrak pelayanan antara pemerintah dengan masyarakatnya. Apabila Standar Pelayanan Minimal sebagai bentuk kontrak pelayanan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik oleh institusi penyedian pelayanan publik, maka salah satu tujuan reformasi sektor publik, yaitu manajemen sektor publik yang berorientasi pada publik akan terwujud.



III.11 Permasalahan Pelayanan Publik di Indonesia Pelayanan publik merupakan salah satu hak setiap warga negara Indonesia untuk mendapatkannya melalui pemerintah sebagai abdi negara ataupun dari instansi terkait, yang diberikan tanggung jawab untuk hal tersebut. Pemerintah maupun instansi yang berperan melayani masyarakat seharusnya memberikan pelayanan dengan mengutamakan kepuasan masyarakat dan kualitas pelayanan tersebut. Dengan demikian, diharapkan penyelenggaraan pelayanan publik dapat maksimal. Namun, hal tersebut jauh dari harapan. Faktanya, pelayanan publik di Indonesia masih rendah. Ini diperkuat dengan beberapa penelitian, misalnya laporan dari World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002. Dari penelitian mereka didapatkan hasil bahwa ada masalah-masalah yang menyebabkan terhambatnya penyelenggaraan pelayanan publik yang baik Indonesia. Selain itu, beberapa penyimpangan juga kerap terjadi di lapangan. Pada tahun 2002, GDS



menemukan tiga masalah penting yang banyak terjadi di



lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah 32



diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ini disebabkan karena adanya birokrasi yang panjang (red-tape bureaucracy) dan adanya tumpang tindih tugas dan



kewenangan, yang menyebabkan penyelenggaraan pelayanan publik menjadi panjang dan melalui proses yang berbelit-belit. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Hal ini disebabkan rendahnya kualitas pelayanan publik yang dilaksanakan oleh sebagian aparatur pemerintahan atau administrasi negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Di dalam kerangka hukum administrasi positif Indonesia saat ini telah diatur tentang standar minimum kualitas pelayanan, Namun, kepatuhan terhadap standar minimum pelayanan publik tersebut masih belum terlihat manifestasinya dalam pelaksanaan tugas aparatur pemerintahan. Tentunya hal yang perlu dikaji lebih lanjut adalah upaya untuk membuat agar standar minimum pelayanan publik tersebut dapat menjadi pedoman yang efektif, sehingga dapat tercipta kepastian dan perlindungan hukum, baik bagi para penyelenggara pelayanan publik sendiri maupun bagi masyarakat. Ini merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian. Selain ketiga hal tersebut ada permasalahan lain yang dihadapi dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, yaitu kendala infrastruktur yang belum mendukung. Hal ini terbukti dengan belum terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Standard Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah kepada masyarakat. Kemudian, rendahnya pengawasan external dari masyarakat (social control) terhadap penyelenggaraan pelayanan publik, sebagai akibat dari ketidakjelasan standar dan prosedur pelayanan, serta prosedur peyampaian keluhan pengguna jasa pelayanan publik. Karena itu tidak cukup dirasakan adanya tekanan sosial (social pressure) yang memaksa penyelenggara 33



pelayanan publik harus memperbaiki kinerja mereka. Salah satu wujud dari peningkatan kontrol sosial ini, misalnya, melalui pembenahan sistem dan prosedur pelayanan keluhan publik (publik complaints/grievance system and procedure) yang baik. Lebih jauh lagi, peraturan perundangundangan yang tampaknya dipersiapkan sebagai ‘umbrella regulation’ di bidang pelayanan publik yang berlaku secara nasional, juga sangat sedikit menghadirkan ketentuan-ketentuan yang secara tegas menetapkan sistem dan standar pelayanan atas keluhan publik (publik complaints, publik grievance standards and procedure). Dilihat dari pola penyelenggaraannya, pelayanan publik di Indonesia juga masih memiliki kelemahan, seperti kurang terkoordinasinya beberapa unit pelayanan publik sehingga sering terjadi tumpang tindih ataupun pertentangan kebijakan antara satu instansi dengan instansi pelayanan publik lainnya; dan



instansi pelayanan



kurang mau mendengar keluhan dari



masyarakat atas pelayanan yang diberikan, sehingga membuat pelayanan yang diberikan kepada masyarakat tidak optimal.



34



IV. PENUTUP IV.1 Simpulan Pelayanan publik (public service) merupakan keseluruhan kegiatan pemberian pelayanan umum (public) kepada masyarakat oleh instansi sektor publik. Untuk menyelenggarakannya dibutuhkan suatu standar pelayanan publik. Standar pelayanan publik merupakan pedoman yang harus dimiliki oleh setiap instansi pelayanan publik yang mengelola dana masyarakat. Ini sangat diperlukan untuk mendukung penyelenggaraan pelayanan publik yang optimal. Dengan standar ini, instansi terkait dapat menentukan pelayanan yang harus mereka berikan guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Standar yang tidak baik, akan menstimulasi ketidakpuasan masyarakat dalam mengakses dan menikmati pelayanan publik yang seharusnya mereka terima dan memacu beberapa tindak kecurangan. Dalam penyelenggaraan standar ini, instansi pelayanan publik juga harus memperhatikan asas-asas serta prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.



IV.2 Rekomendasi Untuk menciptakan pelayanan publik yang baik, sesuai dengan standar yang telah ditetapkan maka diperlukan tindakan sebagai berikut: 1. Pemerintahan sebaiknya mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).



35



2. Pemerintahan milik rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi. 3. Pemerintahan yang kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan resources pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif. 4. Pemerintahan berorientasi pelanggan: memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Artinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. 5. Masyarakat ikut berparsitipasi aktif. Selama ini, masyarakat dapat diibaratkan sebagai penonton. Dengan kata lain, partisipasi masyarakat pasif. Mereka hanya menerima “apa adanya” pelayanan yang diberikan instansi pelayanan kepada mereka tanpa mengetahui “bagaimana seharusnya” pelayanan tersebut diberikan. Padahal, ini seharusnya tidak terjadi. Masyarakat sebaiknya juga dapat mengambil peran aktifnya dalam penyelenggaraan 36



pelayanan publik. Dengan demikian, mereka dapat menjadi pengontrol sosial bagi pemerintah dalam menjalankan kewajibannya menyelenggarakan pelayanan publik yang baik dan secara tidak langsung menekan pemerintah untuk memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. 6. Penetapan Standar Pelayanan. Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting. Ini dapat dilakukan dengan identifikasi jenis layanan, identifikasi penerima layanan, identifikasi harapan penerima layanan, perumusan visi dan misi pelayanan, analisis prosedur dan proses, sarana prasarana, dan waktu serta biaya. Proses ini tidak hanya memberi informasi tentang standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya pelayanan publik sesuai standar yang telah ditetapkan. 7. Pengembangan Standard Operating System (SOP). Ini dipergunakan untuk memastikan standar proses pelayanan berjalan dengan konsisten. SOP ini juga berguna untuk memberikan informasi yang akurat ketikan dilakukan penelusuran kesalahan prosedural jikan terjadi penyimpangan dalam pelayanan serta memberi informasi yang jelas dalam rangka pengendalian pelayanan. 8. Pengembangan Survey Kepuasan Pelanggan. Untuk mengembangkan kepuasan pelanggan, maka perlu dikembangkan penilaian terhadap pelayanan yang pemerintah berikan kepada masyarakat. Oleh karena itu, perlu diadakannya survei. Ini merupakan hal yang penting untuk meningkatkan mutu pelayanan dan sebagai sarana evaluasi terhadap standar pelayanan yang telah ditetapkan.



37



V.



DAFTAR PUSTAKA



1. Dra. Mita Widyastuti, M.Si. 2009. TRANSPARANSI DALAM PENYELENGGARAAN PELAYANAN



PUBLIK.



dalam



http://www.ejournal-



unisma.net/ojs/index.php/paradigma/article/view/197/184 diunduh Kamis, 29 November 2012 jam 13:17. 2. Hendrikus Triwibawanto Gedeona. 2011. STRATEGI PENYUSUNAN STANDAR



PELAYANAN PUBLIK DENGAN PENDEKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN



STAKEHOLDERS



dalam



http://www.stialanbandung.ac.id/index.php?



option=com_content&view=article&id=378:strategi-penyusunan-standar-pelayananpublik-dengan-pendekatan-partisipasi-masyarakat-dan-stakeholders&catid=51:volumeviii-no3-tahun-2011&Itemid=63 diunduh Minggu, 16 Desember 2012 jam 8:02. 3. Mahmudi. 2010. Manajemen Kinerja Sektor Publik. UPP STIM YKPN: Yogyakarta. 4. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. ANDI: Yogyakarta. 5. Mohammad Khozin. 2010. EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR



PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL. dalam http://jurnal.umy.ac.id/index.php/jsp/article/viewFile/1468/201 diunduh Kamis, 29 November 2012 jam 13:09 6. Woro Puspitosari. 2007. ANALISIS KEBIJAKAN PELAYANAN PEMBUATAN IJIN GANGGUAN PERHOTELAN PADA KANTOR DINAS TATA KOTA DAN PERMUKIMAN KOTA SEMARANG dalam http://ejournal.undip.ac.id/index.php/dialogue/article/view/398/278 diunduh Rabu, 5 Desember 2012 jam 19: 30. 7. Yogi dan M.Ikhsan. STANDAR PELAYANAN PUBLIK DI DAERAH dalam



http://www.pkai.lan.go.id/pdf/standar%20pelayanan%20publik.pdf diunduh Senin, 10 Desember 2012 jam 19:40. 38



VI. LAMPIRAN Opini: 1.



EVALUASI IMPLEMENTASI KEBIJAKAN STANDAR PELAYANAN MINIMAL BIDANG KESEHATAN DI KABUPATEN GUNUNGKIDUL Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang telah diimplementasikan di Kabupaten Gunung



Kidul dalam bidang pelayanan kesehatan dasar sudah cukup terealisasi dengan baik meskipun masih terdapat kendala dan kekurangan dalam penyelenggaraannya. Walaupun demikian, pihak kabupaten Gunung Kidul tetap harus terus memacu, memperbaiki dan meningkatkan penerapan SPM guna mewujudkan pelayanan kesehatan dasar yang ideal. Dalam kasus ini, berbagai pihak, seperti puskesmas-puskesmas di Kabupaten Gunung Kidul, camat, lurah, masyarakat, dan pihak stakeholder sebaiknya terus menjalin komunikasi dan komitmen yang kuat dan menjaga koordinasi satu sama lainnya guna mewujudkan integrasi yang baik. Selain itu, masing-masing pihak harus saling menyadari dan memenuhi hak dan kewajibannya sebagai subjek maupun objek pelayanan kesehatan dasar ini. Kemudian, desiminasi SPM secara intensif sebaiknya dilakukan oleh pihak Kabupaten Gunung Kidul kepada masyarakat dengan bekerja sama melalui pihak puskesmas dan aparatur desa. Dengan desiminasi ini, diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat mengenai SPM, menumbuhkan rasa memiliki masyarakat terhadap pelayanan publik di bidang kesehatan dasar sehingga masyarakat akan turut berpartisipasi aktif dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan dan menumbuhkan sikap kritis apabila masyarakat merasa pelayanan kesehatan yang diberikan tidak sesuai dengan SPM yang telah ditetapkan. Hal lain yang perlu diperhatikan pula yaitu mengenai target yang ditetapkan dalam SPM. Penentuan target merupakan suatu hal yang esensial. Dalam kasus ini, target yang ditetapkan tampaknya terlalu rendah. Oleh sebab itu, target SPM perlu naikkan secara “step by step”. Ini dimaksudnya untuk menstimulasi dan meng-upgrade kualitas kinerjanya para aparatur pelayanan kesehatan dasar dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat di Kabupaten Gunung Kidul.



39



2.



ANALISIS



KEBIJAKAN



PELAYANAN



PEMBUATAN



IJIN



GANGGUAN



PERHOTELAN PADA KANTOR DINAS TATA KOTA DAN PERMUKIMAN KOTA SEMARANG Standar pelayanan pembuatan ijin gangguan/HO di Kota Semarang masih dinilai belum optimal dengan indikator masih relatif banyaknya keluhan dari beberapa hotel di kota Semarang yang mengurus HO, yang mengindikasikan ketidakpuasaan pihak hotel terhadap pelayanan yang diberikan DTKP Kota Semarang. Untuk meminimalisir hal ini, DTKP Kota Semarang perlu memperbaiki beberapa hal. Pertama mengenai prosedural. DTKP Kota Semarang perlu menyederhanakan prosedur pembuatan HO agar tidak mempersulit pihak hotel. Kedua, mengadakan supervise terhadap pegawai DTKP. Ini dilakukan untuk menghindari oknum pegawai yang nakal, misalnya saja menjadi joki dan mengadakan pungli. Ketiga, melakukan audit kinerja. Audit ini perlu dilakukan untuk memperbaiki kualitas pegawai DTKP. Dengan demikian, diharapkan akan adanya peningkatan penyelenggraan pelayanan.



3. STRATEGI



PENYUSUNAN



STANDAR



PELAYANAN



PUBLIK



DENGAN



PENDEKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT DAN STAKEHOLDERS Keikutsertaan masyarakat dalam penyusunan standar pelayanan publik memang sangat diperlukan. Oleh sebab itu, Pemprov Jabar perlu mengambil langkah cepat dan tepat untuk menggalang animo masyarakat Jabar agar ikut berpartisipasi aktif secara keseluruhan dalam proses penetapan standar pelayanan publik. Bila tidak ada partisipasi aktif masyrakat, maka Pemprov Jabar akan kesulitan untuk mendata jenis dan kuantitas pelayanan yang dibutuhkan oleh masyarakat dan dikhawatirkan akan membuat pemberian pelayanan “hanya sekedarnya”, tanpa memperhatikan standar yang telah ditetapkan.



40



41