Standar Pemeriksaan Keuangan Negara [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Perbandingan antara Standar Umum pada SPKN, ISSAI, dan GAGAS Kelompok 2 Aditia (134060018248/03) Fatimah Ermawati (134060018041/09) Nararia Sanggrama Wijaya (134060018069/15) Rikki Okto Saputra (134060018085/22)



Kelas 9D Reguler – Program Diploma IV Stan 2014



CONTENTS A.



Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ..................................................................................... 2 1.



TUJUAN DAN FUNGSI STANDAR AUDIT ............................................................................................ 2



2.



RUANG LINGKUP .............................................................................................................................. 2



3.



LANDASAN DAN REFERENSI ............................................................................................................. 3



4.



PENERAPAN DAN PEMANTAUAN PENERAPAN................................................................................. 3



5.



SISTEMATIKA .................................................................................................................................... 4



B.



Organisasi Pembuat Standar Pemeriksaan Lainnya .......................................................................... 5 1.



INTOSAI ............................................................................................................................................ 5



2.



United States General Accounting Office (US-GAO) ......................................................................... 7



C.



Perbandingan Standar Umum pada SPKN, ISSAI, dan GAGAS .......................................................... 9 1.



Persyaratan Kemampuan/Keahlian .................................................................................................. 9 Persyaratan Pendidikan Berkelanjutan........................................................................................... 10 Persyaratan Kemampuan/Keahlian Pemeriksa............................................................................... 13



2.



Independensi .................................................................................................................................. 17



3.



Penggunaan Kemahiran Profesional Secara Cermat Dan Seksama ................................................ 33



4.



Pengendalian Mutu ........................................................................................................................ 39



Daftar Pustaka ............................................................................................................................................. 45



1



A. STANDAR PEMERIKSAAN KEUANGAN NEGARA Standar



Pemeriksaan



Keuangan



Negara memuat persyaratan profesional pemeriksa, mutu



pelaksanaan pemeriksaan, dan persyaratan laporan pemeriksaan yang profesional. Pelaksanaan pemeriksaan yang didasarkan pada Standar Pemeriksaan akan meningkatkan kredibilitas informasi yang dilaporkan atau diperoleh dari entitas yang diperiksa melalui pengumpulan dan pengujian bukti secara obyektif. Apabila pemeriksa melaksanakan pemeriksaan dengan cara ini dan melaporkan hasilnya sesuai dengan Standar Pemeriksaan maka hasil pemeriksaan tersebut akan dapat mendukung peningkatan mutu pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara serta pengambilan keputusan Penyelenggara Negara. Pemeriksaan pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara juga merupakan salah satu unsur penting dalam rangka terciptanya akuntabilitas publik.



1. TUJUAN DAN FUNGSI STANDAR AUDIT Standar Pemeriksaan Keuangan Negara disusun untuk memenuhi Pasal 5 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang berbunyi ayat (1) “Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan”; dan ayat (2) “Standar pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun oleh BPK, setelah berkonsultasi dengan Pemerintah”, dan Pasal 9 ayat (1) huruf e Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. Tujuan Standar Pemeriksaan ini adalah untuk menjadi ukuran mutu bagi para pemeriksa dan organisasi pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara.



2. RUANG LINGKUP Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini berlaku untuk semua pemeriksaan yang dilaksanakan terhadap entitas, program, kegiatan serta fungsi yang berkaitan dengan pelaksanaan pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini berlaku bagi: a. Badan Pemeriksa Keuangan. b. Akuntan Publik atau pihak lainnya yang melakukan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab Keuangan Negara, untuk dan atas nama Badan Pemeriksa Keuangan.



2



Standar Pemeriksaan ini dapat digunakan oleh aparat pengawas intern pemerintah termasuk satuan pengawasan intern maupun pihak lainnya sebagai acuan dalam menyusun standar pengawasan sesuai dengan kedudukan, tugas, dan fungsinya



3. LANDASAN DAN REFERENSI Landasan dan referensi yang digunakan dalam penyusunan Standar Pemeriksaan ini adalah : A. Landasan Peraturan Perundang-undangan: a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. b. Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. c. Undang-undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. d. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara. e. Undang-undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang Badan Pemeriksa Keuangan. B. Referensi a. Standar Audit Pemerintahan – Badan Pemeriksa Keuangan RI Tahun 1995. b. Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS) 2003 Revision, United States General Accounting Office (US-GAO). c. Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP), 2001, Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). d. Auditing Standards, International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI), Latest Ammendment 1995. e. Generally Accepted Auditing Standards (GAAS), AICPA, 2002. f.



Internal Control Standards, INTOSAI, 2001



g. Standards for the Professional Practice of Internal Auditing, SPPIA-IIA, Latest Revision December 2003.



4. PENERAPAN DAN PEMANTAUAN PENERAPAN Setiap pemeriksaan dimulai dengan penetapan tujuan dan penentuan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan serta standar yang harus diikuti oleh pemeriksa. Jenis pemeriksaan sebagaimana diuraikan dalam Standar Pemeriksaan ini, adalah: pemeriksaan keuangan, pemeriksaan kinerja, dan pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Dalam beberapa pemeriksaan, standar yang digunakan untuk mencapai tujuan pemeriksaan sudah sangat jelas. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah



3



untuk memberikan opini terhadap suatu laporan keuangan, maka standar yang berlaku adalah Standar pemeriksaan keuangan. Namun demikian, untuk beberapa pemeriksaan lainnya, mungkin terjadi tumpang-tindih tujuan pemeriksaan. Misalnya, jika tujuan pemeriksaan adalah untuk menentukan keandalan ukuran-ukuran kinerja, maka pemeriksaan tersebut bisa dilakukan melalui pemeriksaan kinerja maupun pemeriksaan dengan tujuan tertentu. Apabila terdapat pilihan diantara standar-standar yang berlaku, pemeriksa harus mempertimbangkan kebutuhan pengguna dan pengetahuan pemeriksa, keahlian, dan pengalaman dalam menentukan standar yang akan diikuti. Pemeriksa harus mengikuti standar yang berlaku bagi suatu jenis pemeriksaan (Standar Pemeriksaan Keuangan, Standar Pemeriksaan Kinerja, atau Standar Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu). Demi



penyempurnaan



dan



penyesuaian



dengan



perkembangan



kebutuhan



maupun



perkembangan ilmu pemeriksaan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) akan memantau penerapan dan perkembangan standar pemeriksaan.



5. SISTEMATIKA Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini disusun menjadi tujuh buah standar yang terdiri menurut sistematika sebagai berikut: PSP 01 : STANDAR UMUM PSP 02 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KEUANGAN PSP 03 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KEUANGAN PSP 04 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN KINERJA PSP 05 : STANDAR PELAPORAN PEMERIKSAAN KINERJA PSP 06 : STANDAR PELAKSANAAN PEMERIKSAAN DENGAN TUJUAN TERTENTU PSP 07 : STANDAR



PELAPORAN



PEMERIKSAAN



4



DENGAN TUJUAN TERTENTU



B. ORGANISASI PEMBUAT STANDAR PEMERIKSAAN LAINNYA Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ini disusun menggunakan referensi dari berbagai sumber, diantaranya adalah Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS), United States General Accounting Office (US-GAO) dan juga Auditing Standards, yang diterbitkan oleh International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI). Dalam paper kali ini, kelompok kami hanya akan membahas mengenai kedua standar di atas yang digunakan sebagai referensi dalam penyusunan Standar Pemeriksaan Keuangan Negara, untuk kemudian kami bandingkan antara ketiga standar tersebut. Berikut ini adalah gambaran singkat mengenai kedua organisasi pembuat standar tersebut:



1. INTOSAI The International Organization of Supreme Audit Inistitutions (INTOSAI) adalah organisasi BPK sedunia yang bertindak sebagai payung organisasi pemeriksa eksternal pemerintah. INTOSAI menyediakan kerangka kerja bagi lembaga pemeriksa, untuk mendukung pembangunan serta memberi pengetahuan dan meningkatkan kapasitas profesional, selama lebih dari 50 tahun. INTOSAI memiliki empat tujuan, yaitu 1. Professional Standards, membangun kerangka kerja yang efektif dalam mengadaptasi standar profesional yang sesuai dengan harapan dan kebutuhan para anggota institusi, 2. Capacity Building, terfokus pada kegiatan-kegiatan peningkatan kapasitas organisasi yang relevan untuk mayoritas anggota INTOSAI, 3. Knowledge Sharing, membangun fitur-fitur yang penting seperti keterbukaan, berbagi, dan kerja sama, 4. Model International Organization, berhubungan dengan organisasi dan tata kerja INTOSAI.



5



International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) menyatakan prasyarat mendasar untuk fungsi ketertiban dan perilaku profesional dari SAI dan prinsip-prinsip dasar dalam audit entitas publik. Standar ini dikeluarkan oleh International Organisation of Supreme Audit Institutions . The INTOSAI Pedoman Good Governance ( INTOSAI - GOV ) memberikan panduan kepada otoritas publik pada administrasi yang tepat dari dana publik. Standar ini menawarkan bimbingan untuk semua SAI yang sepenuhnya independen dalam memutuskan apakah dan sejauh mana bergantung pada tools yang terdiri dalam ISSAI framework . Standar dan pedoman yang dihasilkan berasal dari berbagai sumber termasuk materi-materi INTOSAI yang tersedia dan hasil kerja dari badan pengaturan standar seperti International Federation of Accountants (IFAC) dan Auditing Internasional dan Jaminan Standar Board (IAASB) . Standard dan pedoman ini dikoordinasikan oleh INTOSAI Professional Standards Committee (PSC). Kerangka ISSAI ini disusun dalam empat tingkatan, yang terdiri dari: Level 1: Founding Principles ●



ISSAI 1 - The Lima Declaration



Level 2 : Prerequisites for the Functioning of Supreme Audit Institutions



6







ISSAI 10 – The Mexico Declaration on SAI Independence







ISSAI 11 – Guidelines and Good Practices Related to SAI Independence







ISSAI 12 – The Value and Benefits of Supreme Audit Institutions – making a difference to the lives of citizens







ISSAI 20 – Principles of transparency and accountability







ISSAI 21 – Principles of Transparency and Accountability - Principles and Good Practices







ISSAI 30 – Code of Ethics







ISSAI 40 – Quality Control for SAIs



Level 3 : Fundamental Auditing Principles ●



ISSAI 100 – Fundamental Principles of Public Sector Auditing







ISSAI 200 – Fundamental Principles of Financial Auditing







ISSAI 300 – Fundamental Principles of Performance Auditing







ISSAI 400 – Fundamental Principles of Compliance Auditing



Level 4 : Auditing Guidelines ●



ISSAI 1000-2999 General Auditing Guidelines on Financial Audit







ISSAI 3000-3999 General Auditing Guidelines on Performance Audit







ISSAI 4000-4999 General Auditing Guidelines on Compliance Audit







ISSAI 5000-5099 Guidelines on International Institutions







ISSAI 5100-5199 Guidelines on Environmental Audit







ISSAI 5200-5299 Guidelines on Privatisation







ISSAI 5300-5399 Guidelines on IT-audit







ISSAI 5400-5499 Guidelines on Audit of Public Debt







ISSAI 5500-5599 Guidelines on Audit of Disaster-related Aid







ISSAI 5600-5699 Guidelines on Peer Reviews



2. UNITED STATES GENERAL ACCOUNTING OFFICE (US-GAO) Misi US-GAO



adalah untuk mendukung Kongres dalam memenuhi tanggung jawab



konstitusionalnya dan untuk membantu meningkatkan kinerja dan menjamin akuntabilitas pemerintah federal untuk kepentingan rakyat Amerika . Membantu Kongres dengan menyediakan informasi yang tepat waktu yang obyektif , berdasarkan fakta , nonpartisan , nonideological , adil , dan seimbang . 7



Nilai Inti dari US-GAO terkait akuntabilitas , integritas , dan kehandalan tercermin dalam semua pekerjaan yang dilakukan. US-GAO beroperasi di bawah standar profesional ketat mengenai review dan referensi; semua fakta dan analisis dalam pekerjaan US-GAO benar-benar diperiksa akurasinya. Selain itu, kebijakan audit konsisten dengan Fundamental Auditing Principles (Level 3) of the International Standards of Supreme Audit Institutions. . Pekerjaan US-GAO dilakukan atas permintaan komite kongres atau subkomite atau diamanatkan oleh undang-undang umum atau laporan komite. US-GAO juga melakukan penelitian di bawah wewenang Pengawas Keuangan Umum. US-GAO mendukung pengawasan kongres dengan: ●



operasi lembaga audit untuk menentukan apakah dana federal dibelanjakan secara efisien dan efektif;







menyelidiki tuduhan kegiatan yang ilegal dan tidak benar;







melaporkan tentang bagaimana program dan kebijakan pemerintah akan mencapai tujuannya;







melakukan analisis kebijakan dan pilihan untuk pertimbangan kongres; dan







mengeluarkan keputusan dan pendapat, seperti tawaran putusan protes dan laporan tentang peraturan badan hukum .



Adapun standar pemeriksaan yang dikeluarakan oleh US-GAO ialah Generally Accepted Government Auditing Standards (GAGAS), atau biasa juga disebut “The Yellow Book”. Standar tersebut terdiri atas 7 bagian, yakni: ●



Chapter 1 - Government Auditing: Foundation and Ethical Principles







Chapter 2 - Standards for Use and Application of GAGAS







Chapter 3 - General Standards







Chapter 4 - Standards for Financial Audits







Chapter 5 - Standards for Attestation Engagements







Chapter 6 - Field Work Standards for Performance Audits







Chapter 7 - Reporting Standards for Performance Audits



8



C. PERBANDINGAN STANDAR UMUM PADA SPKN, ISSAI, DAN GAGAS Berdasarkan sistematika dari Standar Pemeriksaan Keuangan Negara di atas, pada paper ini kelompok kami akan memfokuskan pembahasan pada standar umum dari Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dan membandingkan antara standar umum yang ada di dalam SPKN dengan standar-standar lain yang berlaku, yaitu dengan ISSAI yang dikeluarkan oleh INTOSAI dan GAGAS yang dikeluarkan oleh GAO.



1. PERSYARATAN KEMAMPUAN/KEAHLIAN Standar umum pertama dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara ialah mengenai kompetensi pemeriksa. Standar yang tertuang pada paragraf 3 Pernyataan Standar Pemeriksaan 1 tersebut menyatakan bahwa: “Pemeriksa secara kolektif memiliki kecakapan profesional yang memadai untuk melaksanakan tugas pemeriksaan”. Maksud dari paragraf standar tersebut ialah semua organisasi pemeriksa bertanggung jawab untuk memastikan bahwa setiap pemeriksaaan dilaksanakan oleh para pemeriksa yang secara kolektif memiliki pengetahuan, keahlian, dan pengalaman yang dibutuhkan untuk melaksanakan tugas tersebut. Oleh karena itu, organisasi pemeriksa harus memiliki prosedur rekrutmen, pengangkatan, pengembangan berkelanjutan, dan evaluasi atas pemeriksa untuk membantu organisasi pemeriksa dalam mempertahankan pemeriksa yang memiliki kompetensi yang memadai. Sifat, luas, dan formalitas dari proses tersebut akan tergantung pada berbagai faktor seperti jenis pemeriksaan, struktur dan besarnya organisasi pemeriksa. Persyaratan kemampuan tersebut berlaku bagi organisasi pemeriksa secara keseluruhan, dan tidak dengan sendirinya harus berlaku secara individu. Suatu organisasi pemeriksa dapat menggunakan pemeriksanya sendiri atau pihak luar yang memiliki pengetahuan, keahlian, atau pengalaman di bidang tertentu, seperti akuntansi, statistik, hukum, teknik, disain, dan metodologi pemeriksaan, teknologi informasi, administrasi negara, ilmu ekonomi, ilmu sosial, atau ilmu aktuaria. Persyaratan mengenai kompetensi secara kolektif tersebut juga dinyatakan dalam standar pemeriksaan lainnya, yakni di International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) dan Generally Accepted Government Accounting Standards (GAGAS). International Organization of Supreme Audit Institutions (INTOSAI) menyatakan dalam salah satu General Principles yang tertuang dalam ISSAI 100 – Fundamental Principles of Public-sector Auditing mengenai audit team management and skills. Standar umum tersebut menyatakan bahwa : “Auditors should possess or have access to the necessary skills”. Lebih lanjut dijelaskan bahwa 9



individu-individu dalam tim audit harus secara kolektif memiliki pengetahuan dan keahlian yang dibutuhkan agar dapat menyelesaikan proses audit dengan baik. Di antaranya ialah pemahaman dan pengalaman atas jenis pemeriksaan yang dilaksanakan, pengetahuan mengenai standar dan peraturan terkait dengan pemeriksaan, pemahaman atas bidang di mana entitas terperiksa beroperasi, dan kemampuan serta pengalaman untuk menetapkan sebuah professional judgement. Senada dengan SPKN, ISSAI juga menekankan pentingnya peran organisasi untuk melakukan rekruitmen dan pengembangan serta pelatihan personil sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Secara detil, ISSAI juga menambahkan agar organisasi menyediakan manual dan petunjuk tertulis terkait dengan pelaksanaan audit serta memberikan resources yang cukup. Mengenai kompetensi pemeriksa, Government Accountability Office (GAO) mengaturnya dalam GAGAS, tepatnya pada paragraf 3.69 dalam General Standards yang mengatur tentang Competence. Paragraf tersebut menyatakan bahwa : “The staff assigned to perform the audit must collectively possess adequate professional competence needed to address the audit objectives and perform the work in accordance with GAGAS”. Hampir identik dengan SPKN, GAGAS kemudian menambahkan dalam paragraf 3.70, agar standar tersebut terpenuhi, organisasi audit juga harus memastikan para pemeriksa memiliki kompetensi yang dibutuhkan untuk melaksanakan pemeriksaan. Serta memiliki proses rekrutmen, pengembangan berkelanjutan, penugasan dan evaluasi untuk mempertahankan kompetensi pemeriksa. Salah satu poin yang membedakan ialah dalam paragraf 3.71, GAGAS menjelaskan bahwa kompetensi merupakan hasil perpaduan antara pendidikan dan pengalaman. Maka, kompetensi tidak secara mutlak dapat direfleksikan dari berapa tahun pengalaman seseorang melakukan pemeriksaan. Pemeriksa juga harus memiliki komitmen untuk terus belajar dan mengembangkan diri untuk mempertahankan kompetensi yang ia miliki. Pada gilirannya, kompetensi memungkinkan pemeriksa untuk membuat professional judgement.



PERSYARATAN PENDIDIKAN BERKELANJUTAN Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kemudian mengatur lebih lanjut mengenai persyaratan pendidikan berkelanjutan guna memelihara kompetensi pemeriksa. Dalam paragraf 6 Pernyataan Standar Pemeriksaan 1, diatur secara detil bahwa setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan, setiap 2 tahun harus menyelesaikan paling tidak 80 10



jam pendidikan yang secara langsung meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa untuk melaksanakan pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang berhubungan langsung dengan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara di lingkungan pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun. Contoh topik pendidikan yang disarankan tertuang dalam paragraf 8 Pernyataan Standar Pemeriksaan 1, yakni: perkembangan mutakhir dalam metodologi dan standar pemeriksaan, prinsip akuntansi, penilaian atas pengendalian intern, prinsip manajemen atau supervisi, pemeriksaaan atas sistem informasi, sampling pemeriksaan, analisis laporan keuangan, manajemen keuangan, statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Pendidikan yang dimaksud dapat juga mencakup topik tentang pekerjaan pemeriksaan di lapangan, seperti administrasi negara, struktur dan kebijakan pemerintah, teknik industri, keuangan, ilmu ekonomi, ilmu sosial, dan teknologi informasi. Guna memastikan bahwa pemeriksa memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan yang diatur dalam paragraf 6, paragraf 7 dalam Pernyataan Standar Pemeriksaan 1 menyatakan bahwa organisasi pemeriksa harus menyelenggarakan dokumentasi tentang pendidikan yang sudah diselesaikan. Apabila terdapat tenaga ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan tugas pemeriksaan, maka ia harus memiliki kualifikasi atau sertifikasi yang diperlukan dan berkewajiban memelihara kompetensi profesional dalam bidang keahlian mereka, tetapi tidak diharuskan unutk memenuhi persyaratan pendidikan berkelanjutan di atas. Akan tetapi, pemeriksa yang menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli intern dan ekstern harus yakin bahwa tenaga ahli tersebut memenuhi kualifikasi dalam bidang keahlian mereka dan harus mendokumentasikan keyakinan tersebut. Terkait dengan pendidikan berkelanjutan, INTOSAI tidak mengaturnya dengan spesifik dengan menetapkan jumlah jam pendidikan yang harus ditempuh dalam periode tertentu, namun hanya menyatakan bahwa : “auditors should maintain their professional competence through ongoing professional development” pada paragraf 39 ISSAI 100 - Fundamental Principles of Public-sector Auditing. Selain tidak menetapkan jumlah jam pendidikan yang harus dipenuhi dalam periode tertentu, INTOSAI juga tidak memberi saran spesifik mengenai topik pendidikan yang sebaiknya ditempuh oleh pemeriksa dan tidak menyatakan tanggung jawab organisasi pemeriksa untuk mendokumentasikan pengembangan berkelanjutan yang ditempuh oleh pemeriksa. 11



GAO sendiri mengatur secara khusus mengenai pendidikan berkelanjutan, yakni pada paragraf 3.76 hingga 3.78 dalam General Standards untuk pemeriksa dan paragraf 3.79 hingga 3.81 untuk tenaga ahli intern dan ekstern. Serupa dengan SPKN, GAO secara spesifik mengatur bahwa pemeriksa yang melakukan pemeriksaan berdasarkan GAGAS harus menyelesaikan setiap 2 tahun, minimal 24 jam pendidikan yang secara langsung terkait dengan pemeriksaan entitas pemerintah atau lingkungan yang khusus dan unik di mana entitas yang diperiksa beroperasi. Pemeriksa juga perlu menyelesaikan setiap 2 tahun, 56 jam pendidikan tambahan yang secara langsung dapat meningkatkan kecakapan profesional pemeriksa. Mengenai topik pendidikan yang sebaiknya ditempuh oleh pemeriksa, diatur dalam paragraf 3.77 dalam General Standards dari GAGAS. Dalam paragraf tersebut dinyatakan bahwa, penentuan topik pendidikan, baik untuk memenuhi kuota 80 jam dan 24 jam, diserahkan kepada professional judgement individu pemeriksa setelah berkonsultasi dengan pejabat berwenang dalam organisasi pemeriksa tersebut. Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan dalam judgement pemeriksa ialah pengalaman pemeriksa, tanggung jawab yang diemban dalam melaksanakan pemeriksaan, dan lingkungan di mana tempat entitas diperiksa beroperasi. Kewajiban organisasi pemeriksa untuk memastikan pemeriksa memenuhi ketentuan pendidikan berkelanjutan yang disyaratkan diatur secara lebih mendetil di dalam Government Auditing Standards: Guidance on GAGAS Requirements for Continuing Professional Education. GAO juga mengatur ketentuan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga ahli intern dan ekstern yang membantu pelaksanaan pemeriksaan pada paragraf 3.79 hingga paragraf 3.81 dalam General Standards. Sedikit berbeda dengan SPKN yang membebaskan tenaga ahli intern dan ekstern dari ketentuan spesifik mengenai jam pendidikan yang harus dipenuhi, GAGAS memiliki ketentuan yang lebih mendetil. Bagi tenaga ahli ekstern yang membantu pemeriksaaan dan tenaga ahli intern yang hanya menjadi konsultan dalam pemeriksaan, tim pemeriksa harus memastikan bahwa mereka telah berkualifikasi dan kompeten di bidangnya, namun tidak harus memenuhi ketentuan pemenuhan jam pendidikan sebagaimana yang disyaratkan. Tetapi bagi tenaga ahli intern yang menjadi bagian dari tim pemeriksa harus memenuhi syarat pendidikan berkelanjutan sebagaimana telah dijelaskan pada paragraf 3.76.



12



PERSYARATAN KEMAMPUAN/KEAHLIAN PEMERIKSA Selanjutnya SPKN menjabarkan secara rinci kemampuan/keahlian secara kolektif yang harus dimiliki oleh pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan menurut Standar Pemeriksaan pada paragraf 10 Pernyatan Standar Pemeriksaan 1, yakni: a. Pengetahuan tentang Standar Pemeriksaan yang dapat diterapkan terhadap jenis pemeriksaan yang ditugaskan serta memiliki latar belakang pendidikan, keahlian dan pengalaman untuk menerapkan pengetahuan tersebut dalam pemeriksaan yang dilaksanakan. b. Pengetahuan umum tentang lingkungan entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan). c. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan. d. Keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan, misalnya: 1)



Apabila pemeriksaan dimaksud memerlukan penggunaan sampling statistik, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunyai keterampilan di bidang sampling statistik.



2) Apabila pemeriksaan memerlukan reviu yang luas terhadap suatu sistem informasi, maka dalam tim pemeriksa harus ada pemeriksa yang mempunya keahlian di bidang pemeriksaan atas teknologi informasi. 3) Apabila pemeriksaan meliputi reviu atas data teknik yang rumit, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut. 4)



Apabila pemeriksaan menggunakan metode pemeriksaan yang sangat khusus seperti penggunaan instrumen pengukuran yang sangat rumit, estimasi aktuaria atau pengujian analisis statistik, maka tim pemeriksa perlu melibatkan tenaga ahli di bidang tersebut.



Pada paragraf berikutnya juga diatur lebih lanjut bahwa: a. Pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan keuangan harus memiliki keahlian di bidang akuntansi dan auditing, serta memahami prinsip akuntansi yang berlaku umum yang berkaitan dengan entitas yang diperiksa.



13



b. Pemeriksa yang ditugaskan untuk melaksanakan pemeriksaan keuangan secara kolektif harus memiliki keahlian yang dibutuhkan serta memiliki sertifikasi keahlian yang berterima umum. c. Pemeriksa yang berperan sebagai penanggung jawab pemeriksa keuangan harus memiliki sertifikasi keahlian yang diakui secara profesional. Mengenai kemampuan kolektif yang harus dimiliki oleh pemeriksa, INTOSAI sendiri menjelaskan dalam paragraf 39 ISSAI 100 – Fundamental Principles of Public-Sector Auditing bahwa pemeriksa perlu pemahaman dan pengalaman atas jenis pemeriksaan yang dilaksanakan, pengetahuan mengenai standar dan peraturan terkait dengan pemeriksaan, pemahaman atas bidang di mana entitas terperiksa beroperasi, dan kemampuan serta pengalaman untuk menetapkan sebuah professional judgement. Khusus mengenai kemampuan berkomunikasi, INTOSAI meletakkannya dalam satu standar umum tersendiri pada paragraf 43 ISSAI 100 – Fundamental Principles of PublicSector Auditing, yang berbunyi : “Auditors should establish effective communication throughout the audit process”. Pada paragraf 39 ISSAI 100 – Fundamental Principles of Public-Sector Auditing juga memungkinkan tim pemeriksa untuk melibatkan bantuan tenaga ahli untuk pelaksanaan pemeriksaan yang membutuhkan teknik dan pengetahuan khusus. Pada GAGAS, kemampuan kolektif yang harus dimiliki oleh tim pemeriksa diatur dalam paragraf 3.72 dalam General Standards. Kemampuan/keahlian kolektif yang disyaratkan pun hampir sama persis dengan yang disyaratkan dalam SPKN, yakni: a. pengetahuan mengenai standar dan penerapannya serta pendidikan, kemampuan, dan pengalaman untuk menerapkannya dalam kegiatan pemeriksaan b. pengetahuan umum mengenai lingkungan di mana entitas terperiksa beroperasi c. keterampilan untuk berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan d. keterampilan yang memadai untuk pemeriksaan yang dilaksanakan; misalnya keterampilan dalam : 1) sampling statistik maupun non-statistik jika diperlukan dalam pemeriksaan; 2) teknologi informasi jika pemeriksaan melibatkan reviu atas sistem informasi; 3) keahlian teknis jika poemeriksaan melibatkan review atas data teknik yang rumit;



14



4) metode audit atau teknik analisis yang khusus, seperti penggunaan metode survey yang rumit, estimasi aktuaria, atau tes analisis statistik; atau 5)



pengetahuan khusus mengenai topik tertentu, seperti sains, kedokteran, lingkungan, pendidikan, jika dibutuhkan.



Berikut tabel yang berisi ringkasan mengenai perbedaan standar umum mengenai kompetensi pemeriksa pada ketiga standar tersebut. Uraian Sumber



SPKN



ISSAI



GAGAS



Pernyataan Standar Umum ISSAI-100 paragraph 39 Chapter pertama Paragraf 3



3



Competence, paragraph 3.69



Pernyataan Standar



Pemeriksa secara kolektif Auditors should possess The staff assigned to harus memiliki kecakapan or have access to the perform the audit must profesional yang memadai necessary skills



collectively



possess



untuk melaksanakan tugas



adequate professional



pemeriksaan



competence needed to address the audit objectives and perform the work



in



accordance



with GAGAS. Persyaratan



Setiap



2



tahun



harus Tidak



Pendidikan



menyelesaikan paling tidak secara spesifik



pendidikan yang harus



Berkelanjutan



80 jam pendidikan yang



ditempuh



secara



dengan



langsung



ditetapkan Persyaratan jumlah jam



meningkatkan



kecakapan



ditetapkan



profesional



pemeriksa



SPKN.



untuk



melaksanakan



pemeriksaan. Sedikitnya 24 jam dari 80 jam pendidikan tersebut harus dalam hal yang



berhubungan



15



serupa yang dalam



langsung



dengan



pemeriksaan



keuangan



negara. Sedikitnya 20 jam dari 80 jam tersebut harus diselesaikan dalam 1 tahun dari periode 2 tahun. Tanggung



jawab Organisasi



organisasi



dalam menyelenggarakan



memastikan



dokumentasi



persyaratan



pendidikan



pendidikan



diselesaikan



harus Tidak ditetapkan



Organisasi



harus



menyelenggarakan tentang



yang



dokumentasi



sudah



tentang



pendidikan yang sudah diselesaikan



berkelanjutan Topik



pendidikan Perkembangan



profesional berkelanjutan



dalam



metodologi



yang standar



disarankan



mutakhir Tidak ditetapkan



Diserahkan



dan



kepada



professional judgement



pemeriksaan,



individu



pemeriksa



prinsip akuntansi, penilaian



setelah



berkonsultasi



atas pengendalian intern,



dengan



pejabat



prinsip manajemen atau



berwenang



supervisi,



organisasi



atas



pemeriksaaan



sistem



sampling



informasi,



dalam pemeriksa



tersebut



pemeriksaan,



analisis laporan keuangan, manajemen



keuangan,



statistik, disain evaluasi, dan analisis data. Persyaratan



a. Pengetahuan tentang Pemahaman



Kemampuan/Keahlian



Standar



Pemeriksa



yang dapat diterapkan pemeriksaan



dan Sangat mirip dengan



Pemeriksaan pengalaman atas jenis yang



yang dalam SPKN



terhadap



jenis dilaksanakan,



pemeriksaan



yang pengetahuan



ditugaskan



serta mengenai standar dan



memiliki latar belakang peraturan 16



ditetapkan



terkait



di



pendidikan,



keahlian dengan pemeriksaan,



dan pengalaman untuk pemahaman menerapkan



atas



bidang di mana entitas



pengetahuan tersebut terperiksa beroperasi, dalam



pemeriksaan dan kemampuan serta



yang dilaksanakan. b. Pengetahuan tentang



umum



lingkungan



pengalaman



untuk



menetapkan



sebuah



professional judgement



entitas, program, dan kegiatan yang diperiksa (obyek pemeriksaan). c. Keterampilan berkomunikasi secara jelas dan efektif, baik secara lisan maupun tulisan. d. Keterampilan



yang



memadai



untuk



pemeriksaan



yang



dilaksanakan



2. INDEPENDENSI Berdasarkan SPKN Dalam pemerikasaan, pemeriksa harus obyektif dan bebas dari benturan kepentingan (conflict of interest) dalam menjalankan tanggung jawab profesionalnya. Selain itu, pemeriksa juga bertanggung jawab untuk mempertahankan independensi dalam sikap mental (independent in fact) dan independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance) pada saat melaksanakan pemeriksaan. Bersikap obyektif merupakan cara berpikir yang tidak memihak, jujur 17



secara intelektual, dan bebas dari benturan kepentingan. Bersikap independen berarti menghindarkan hubungan yang dapat mengganggu sikap mental dan penampilan obyektif pemeriksa dalam melaksanakan pemeriksaan. Untuk mempertahankan obyektivitas dan independensi maka diperlukan penilaian secara terus-menerus terhadap hubungan pemeriksa dengan entitas yang diperiksa. Pernyataan standar umum kedua adalah : “Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. Dengan pernyataan standar umum kedua ini, organisasi pemeriksa dan para pemeriksanya bertanggung jawab untuk dapat mempertahankan independensinya sedemikian rupa, sehingga pendapat, simpulan, pertimbangan atau rekomendasi dari hasil pemeriksaan yang dilaksanakan tidak memihak dan dipandang tidak memihak oleh pihak manapun. Pemeriksa harus menghindar dari situasi yang menyebabkan pihak ketiga yang mengetahui fakta dan keadaan yang relevan menyimpulkan bahwa pemeriksa tidak dapat mempertahankan independensinya sehingga tidak mampu memberikan penilaian yang obyektif dan tidak memihak terhadap semua hal yang terkait dalam pelaksanaan dan pelaporan hasil pemeriksaan. Dalam menggunakan tenaga ahli, pemeriksa harus memperlakukan tenaga ahli tersebut seperti anggota tim pemeriksaan sehingga perlu menilai kemampuan tenaga ahli tersebut untuk melaksanakan sebagian pekerjaan pemeriksaan dan melaporkan hasilnya secara tidak memihak. Dalam melakukan penilaian ini, pemeriksa harus memberlakukan ketentuan independensi menurut Standar Pemeriksaan kepada tenaga ahli dan memperoleh representasi dari tenaga ahli tersebut mengenai independensi tenaga ahli. Apabila tenaga ahli memiliki gangguan terhadap independensi, pemeriksa tidak boleh menggunakan hasil pekerjaan tenaga ahli tersebut. Pemeriksa perlu mempertimbangkan tiga macam gangguan terhadap independensi, yaitu gangguan pribadi, ekstern, dan atau organisasi. Apabila satu atau lebih dari gangguan independensi tersebut mempengaruhi kemampuan pemeriksa secara individu dalam melaksanakan tugas pemeriksaannya, maka pemeriksa tersebut harus menolak penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan pemeriksa yang karena suatu hal tidak dapat menolak penugasan pemeriksaan, gangguan dimaksud harus dimuat dalam bagian lingkup pada laporan hasil pemeriksaan. a. Gangguan Pribadi Organisasi pemeriksa harus memiliki sistem pengendalian mutu intern untuk membantu menentukan apakah pemeriksa memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Organisasi 18



pemeriksa perlu memperhatikan gangguan pribadi terhadap independensi petugas pemeriksanya. Gangguan pribadi yang disebabkan oleh suatu hubungan dan pandangan pribadi mungkin mengakibatkan pemeriksa membatasi lingkup pertanyaan dan pengungkapan atau melemahkan temuan dalam segala bentuknya. Pemeriksa bertanggung jawab untuk memberitahukan kepada pejabat yang berwenang dalam organisasi pemeriksanya apabila memiliki gangguan pribadi terhadap independensi. Gangguan pribadi dari pemeriksa secara individu meliputi antara lain: 1)



Memiliki hubungan pertalian darah ke atas, ke bawah, atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan jajaran manajemen entitas atau program yang diperiksa atau sebagai pegawai dari entitas yang diperiksa, dalam posisi yang dapat memberikan pengaruh langsung dan signifikan terhadap entitas atau program yang diperiksa.



2) Memiliki kepentingan keuangan baik secara langsung maupun tidak langsung pada entitas atau program yang diperiksa. 3)



Pernah bekerja atau memberikan jasa kepada entitas atau program yang diperiksa dalam kurun waktu dua tahun terakhir.



4)



Mempunyai hubungan kerjasama dengan entitas atau program yang diperiksa.



5) Terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan obyek pemeriksaan, seperti memberikan asistensi, jasa konsultasi, pengembangan sistem, menyusun dan/atau mereviu laporan keuangan entitas atau program yang diperiksa. 6) Adanya prasangka terhadap perorangan, kelompok, organisasi atau tujuan suatu program, yang dapat membuat pelaksanaan pemeriksaan menjadi berat sebelah. 7) Pada masa sebelumnya mempunyai tanggung jawab dalam pengambilan keputusan atau pengelolaan suatu entitas, yang berdampak pada pelaksanaan kegiatan atau program entitas yang sedang berjalan atau sedang diperiksa. 8) Memiliki tanggung jawab untuk mengatur suatu entitas atau kapasitas yang dapat mempengaruhi keputusan entitas atau program yang diperiksa, misalnya sebagai seorang direktur, pejabat atau posisi senior lainnya dari entitas, aktivitas atau program yang diperiksa atau sebagai anggota manajemen dalam setiap pengambilan keputusan, pengawasan atau fungsi monitoring terhadap entitas, aktivitas atau program yang diperiksa. 9)



Adanya kecenderungan untuk memihak, karena keyakinan politik atau sosial, sebagai akibat hubungan antar pegawai, kesetiaan kelompok, organisasi atau tingkat pemerintahan tertentu. 19



10) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah sebagai pejabat yang menyetujui faktur, daftar gaji, klaim, dan pembayaran yang diusulkan oleh suatu entitas atau program yang diperiksa. 11) Pelaksanaan pemeriksaan oleh seorang pemeriksa, yang sebelumnya pernah menyelenggarakan catatan akuntansi resmi atas entitas/unit kerja atau program yang diperiksa. 12) Mencari pekerjaan pada entitas yang diperiksa selama pelaksanaan pemeriksaan.



Organisasi pemeriksa dan pemeriksanya mungkin menghadapi berbagai keadaan yang dapat menimbulkan gangguan pribadi. Oleh karena itu organisasi pemeriksa harus mempunyai sistem pengendalian mutu intern yang dapat mengidentifikasi gangguan pribadi dan memastikan kepatuhannya terhadap ketentuan independensi yang diatur dalam Standar Pemeriksaan. Untuk itu, organisasi pemeriksa antara lain harus: 1)



Menetapkan kebijakan dan prosedur untuk dapat mengidentifikasi gangguan pribadi terhadap independensi, termasuk mempertimbangkan pengaruh kegiatan non pemeriksaan terhadap hal pokok pemeriksaan dan menetapkan pengamanan untuk dapat mengurangi risiko tersebut terhadap hasil pemeriksaan.



2)



Mengkomunikasikan kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa kepada semua pemeriksanya dan menjamin agar ketentuan tersebut dipahami melalui pelatihan atau cara lainnya.



3) Menetapkan kebijakan dan prosedur intern untuk memonitor kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. 4) Menetapkan suatu mekanisme disiplin untuk meningkatkan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur organisasi pemeriksa. 5) Menekankan pentingnya independensi.



b. Gangguan Ekstern Gangguan ekstern bagi organisasi pemeriksa dapat membatasi pelaksanaan pemeriksaan atau mempengaruhi kemampuan pemeriksa dalam menyatakan pendapat atau simpulan hasil pemeriksaannya secara independen dan obyektif. Independensi dan obyektifitas pelaksanaan suatu pemeriksaan dapat dipengaruhi apabila terdapat:



20



1) Campur tangan atau pengaruh pihak ekstern yang membatasi atau mengubah lingkup pemeriksaan secara tidak semestinya. 2)



Campur tangan pihak ekstern terhadap pemilihan dan penerapan prosedur pemeriksaan atau pemilihan sampel pemeriksaan.



3)



Pembatasan waktu yang tidak wajar untuk penyelesaian suatu pemeriksaan.



4) Campur tangan pihak ekstern mengenai penugasan, penunjukan, dan promosi pemeriksa. 5) Pembatasan terhadap sumber daya yang disediakan bagi organisasi pemeriksa, yang dapat berdampak negatif terhadap kemampuan organisasi pemeriksa tersebut dalam melaksanakan pemeriksaan. 6)



Wewenang untuk menolak atau mempengaruhi pertimbangan pemeriksa terhadap isi suatu laporan hasil pemeriksaan.



7) Ancaman penggantian petugas pemeriksa atas ketidaksetujuan dengan isi laporan hasil pemeriksaan, simpulan pemeriksa, atau penerapan suatu prinsip akuntansi atau kriteria lainnya. 8)



Pengaruh yang membahayakan kelangsungan pemeriksa sebagai pegawai, selain sebabsebab yang berkaitan dengan kecakapan pemeriksa atau kebutuhan pemeriksaan.



c. Gangguan Organisasi Independensi organisasi pemeriksa dapat dipengaruhi oleh kedudukan, fungsi, dan struktur organisasinya. Dalam hal melakukan pemeriksaan, organisasi pemeriksa harus bebas dari hambatan independensi. Pemeriksa yang ditugasi oleh organisasi pemeriksa dapat dipandang bebas dari gangguan terhadap independensi secara organisasi, apabila melakukan pemeriksaan di luar entitas tempat ia bekerja.



Berdasarkan INTOSAI Independensi diatur secara khusus oleh INTOSAI terutama dalam Lima Declaration of Guidelines on Auditing Precepts yang menjadi cikal bakal standar yang dikeluarkan oleh INTOSAI. Adapun independensi yang diatur dalam Lima Declaration terbagi menjadi 3 bagian yaitu: Section 5: Independensi Supreme Audit Institutions (SAI) 1.



SAI dapat menyelesaikan tugas-tugas mereka secara obyektif dan efektif hanya jika mereka



independen dari entitas yang diaudit dan dilindungi terhadap pengaruh luar.



21



2.



Meskipun lembaga negara tidak dapat benar-benar independen karena mereka adalah



bagian dari negara secara keseluruhan, SAI harus memiliki independensi fungsional dan organisasi yang dibutuhkan untuk menyelesaikan tugas-tugas mereka. 3.



Pembentukan SAI dan independensi mereka akan diatur dalam Konstitusi ; Rincian dapat



diatur dalam undang-undang. Secara khusus, gangguan independensi dan mandat Audit SAI harus dijamin.



Section 6: Independensi anggota dan pejabat SAI 1.



Independensi SAI terkait dengan independensi anggotanya. Anggota didefinisikan sebagai



orang-orang yang harus membuat keputusan untuk SAI dan menyampaikan keputusan tersebut kepada pihak ketiga. 2.



Independensi anggota, harus dijamin oleh konstitusi. Secara khusus, prosedur untuk



pemberhentian dari kantor juga harus diwujudkan dalam Konstitusi dan tidak mengganggu independensi anggota. Metode pengangkatan dan pemberhentian anggota tergantung pada struktur konstitusi masing-masing negara. 3.



Dalam karir profesional mereka, staf audit dari SAI tidak boleh dipengaruhi oleh organisasi



yang telah diaudit dan tidak harus bergantung pada organisasi tersebut.



Section 7: Independensi Keuangan SAI 1.



SAI harus dilengkapi dengan sarana keuangan untuk memungkinkan mereka untuk



menyelesaikan tugas-tugas mereka. 2.



Jika diperlukan, SAI berhak untuk mengajukan permohonan langsung untuk sarana



keuangan yang diperlukan untuk badan publik memutuskan pada anggaran nasional. 3.



SAI berhak untuk menggunakan dana yang diberikan kepada mereka di bawah judul



anggaran yang terpisah seperti yang mereka mau.



Dengan berdasarkan independensi dalam Lima Declaration, SAI umumnya mengakui delapan prinsip inti yang dituangkan dalam ISSAI 10 “Mexico Declaration on SAI Independence”, sebagai persyaratan utama dari audit sektor publik yang tepat . 1.



The existence of an appropriate and effective constitutional/statutory/legal framework and



of de facto application provisions of this framework Legislasi yang merinci tingkat independensi SAI yang diperlukan. 22



2.



The independence of SAI heads and members (of collegial institutions), including security of



tenure and legal immunity in the normal discharge of their duties Undang-undang yang berlaku menetapkan kondisi kepala SAI dan anggota lembaga kolegial, yang -



diangkat, diangkat kembali, atau dihapus oleh proses yang menjamin independensi



mereka dari eksekutif ( lihat Pedoman Issai - 11 dan Praktik yang Baik Terkait SAI Independence ); -



diberikan janji dengan persyaratan yang cukup panjang dan tetap, untuk memungkinkan



mereka untuk melaksanakan mandat mereka tanpa takut akan pembalasan ; dan -



kebal terhadap penuntutan untuk setiap tindakan , masa lalu atau sekarang , bahwa hasil



dari debit normal tugasnya sebagai kasus. 3.



A sufficiently broad mandate and full discretion, in the discharge of SAI functions



SAI harus diberdayakan untuk mengaudit -



penggunaan uang publik, sumber daya, atau aset, oleh penerima atau penerima manfaat



terlepas dari sifat hukumnya ; -



pengumpulan pendapatan utang kepada pemerintah atau badan publik ;



-



legalitas dan keteraturan rekening pemerintah atau badan publik ;



-



kualitas pengelolaan keuangan dan pelaporan ; dan



-



ekonomi, efisiensi, dan efektivitas pemerintah atau badan publik operasi .



Dengan tetap menghormati hukum yang berlaku oleh Legislatif yang berlaku, SAI bebas dalam: ü pemilihan masalah audit; ü perencanaan , pemrograman , pelaksanaan , pelaporan , dan tindak lanjut audit mereka ; ü organisasi dan manajemen kantor mereka ; dan ü penegakan keputusan mereka di mana penerapan sanksi merupakan bagian dari mandat mereka . SAI tidak boleh terlibat atau terlihat untuk terlibat, dengan cara apapun, apapun, dalam pengelolaan organisasi yang mereka mengaudit. SAI harus memastikan bahwa personil mereka tidak berkembang terlalu dekat hubungan dengan entitas yang mereka audit, sehingga mereka tetap objektif dan muncul obyektif. SAI harus memiliki kebijaksanaan penuh dalam melaksanakan tanggung jawab mereka, mereka harus bekerja sama dengan pemerintah atau badan publik yang berupaya untuk meningkatkan penggunaan dan pengelolaan dana publik .



23



SAI harus menggunakan pekerjaan yang tepat dan standar audit, dan kode etik , berdasarkan dokumen resmi dari INTOSAI , International Federation of Accountants , atau badan-badan penetapan standar lain yang diakui . SAI harus menyerahkan laporan kegiatan tahunan kepada Legislatif dan lain negara - badan seperti yang dipersyaratkan oleh konstitusi , undang-undang , atau peraturan - yang seharusnya mereka membuat tersedia untuk umum . 4.



Unrestricted access to information



SAI harus memiliki kekuatan yang memadai untuk mendapatkan akses ke semua dokumen dan informasi yang diperlukan tepat waktu, bebas, langsung, dan gratis. 5.



The right and obligation to report on their work



SAI seharusnya tidak dibatasi dari pelaporan hasil pekerjaan audit mereka. SAI diwajibkan oleh hukum untuk melaporkan setidaknya setahun sekali pada hasil kerja audit mereka. 6.



The freedom to decide the content and timing of audit reports and to publish and disseminate



them SAI bebas untuk -



menentukan isi laporan audit mereka.



-



melakukan pengamatan dan rekomendasi dalam laporan audit mereka,



- menentukan waktu laporan audit mereka kecuali persyaratan pelaporan spesifik ditentukan oleh hukum. -



menerbitkan dan menyebarkan laporan mereka , setelah mereka telah secara resmi



diajukan atau disampaikan kepada otoritas yang tepat - seperti yang dipersyaratkan oleh hukum SAI dapat mengakomodasi permintaan khusus untuk investigasi atau audit oleh Legislatif, secara keseluruhan, atau salah satu komisi, atau pemerintah. 7.



The existence of effective follow-up mechanisms on SAI recommendations



SAI menyerahkan laporan mereka kepada Legislatif, salah satu komisi, atau dewan pelaksana suatu auditee untuk meninjau dan menindaklanjuti rekomendasi yang spesifik untuk tindakan korektif . SAI memiliki sistem tindak lanjut mereka sendiri internal untuk memastikan bahwa entitas yang diaudit benar alamat dan rekomendasi. SAI menyerahkan laporan tindak lanjut kepada Legislatif , salah satu komisi , atau dewan yang mengatur auditee , yang sesuai , untuk pertimbangan dan tindakan , bahkan ketika SAI memiliki kekuatan hukum mereka sendiri untuk tindak lanjut dan sanksi . 24



8.



Financial and managerial/administrative autonomy and the availability of appropriate



human, material, and monetary resources SAI harus mempunyai yang diperlukan dan wajar manusia, material , dan sumber daya - moneter Eksekutif tidak harus mengontrol atau mengarahkan akses ke sumber daya tersebut . SAI mengelola anggaran mereka sendiri dan mengalokasikan dengan tepat . Legislatif atau salah satu komisi yang bertanggung jawab untuk memastikan bahwa SAI memiliki sumber daya yang tepat untuk memenuhi mandat mereka. SAI memiliki hak untuk mengajukan banding langsung ke Legislatif jika sumber daya yang disediakan tidak cukup untuk memungkinkan mereka untuk memenuhi mandat mereka .



Sedangkan pernyataan standar dalam ISSAI 100 “Fundamental Principles Public Sector Auditing” menggambarkan isi dari Lima Declaration adalah sebagai berikut: Auditors should comply with the relevant ethical requirements and be independent. Prinsip-prinsip etika harus diwujudkan dalam perilaku profesional auditor. Organisasi harus memiliki kebijakan menangani persyaratan etika dan menekankan perlunya kepatuhan setiap auditor. Auditor harus tetap independen sehingga laporan mereka akan digunakan oleh pengguna.



Berdasarkan GAGAS GAGAS (generally accepted government auditing standards) mempunyai standar umum guna memberikan panduan untuk melakukan audit keuangan, keterlibatan atestasi, dan audit kinerja. Standar-standar umum, bersama dengan prinsip-prinsip etika yang menyeluruh membangun dasar bagi kredibilitas kerja auditor. Standar-standar umum menekankan pentingnya independensi organisasi audit dan auditor individu; pelaksanaan pertimbangan profesional dalam kinerja kerja dan penyusunan laporan terkait; kompetensi staf; dan kontrol dan jaminan kualitas. Dalam seluruh aspek yang terkait dengan audit, baik organisasi audit maupun individu auditor harus independen. Independensi terdiri dari: a.



Independence of mind Kondisi pemikiran yang memungkinkan kinerja audit tidak dipengaruhi oleh hal yang dapat mempengaruhi professional judgement. Sehingga setiap individu dapat bertindak dengan integritas, objective dan skeptisme professional.



b.



Independence in appereance



25



Tidak adanya keadaan yang akan menyebabkan pihak ketiga memiliki pengetahuan tentang informasi yang relevan, untuk cukup menyimpulkan bahwa integritas, objektivitas, atau skeptisisme profesional organisasi Audit atau anggota tim audit telah dikompromikan.



Auditor dan organisasinya harus menjaga independensi sehingga opini, temuan, kesimpulan, judgement, dan rekomendasi menjadi tidak memihak atau dipandang memihak oleh pihak ketiga. Auditor harus menghindari situasi yang dapat menyebabkan pihak ketiga untuk menyimpulkan bahwa auditor tidak independen dan dengan demikian tidak mampu melakukan penilaian yang obyektif dan tidak memihak pada semua isu yang terkait dengan melakukan audit dan pelaporan pekerjaan. Auditor harus independen dari entitas yang diaudit selama: 1.



setiap periode waktu dalam periode yang dicakup oleh laporan keuangan atau subyek



audit, dan 2.



periode keterlibatan profesional, yang dimulai ketika auditor baik menandatangani surat



keterlibatan awal maupun perjanjian lainnya untuk melakukan audit atau mulai melakukan audit, mana yang lebih awal. Periode berlangsung untuk seluruh durasi dari hubungan profesional (audit yang berulang bisa mencakup banyak periode) dan diakhiri dengan pemberitahuan formal maupun informal, baik oleh auditor atau entitas yang diaudit, dari pengakhiran hubungan profesional atau oleh penerbitan laporan, mana yang terakhir. Dengan demikian, periode keterlibatan profesional tidak selalu berakhir dengan penerbitan laporan dan mulai lagi dengan awal audit tahun berikutnya atau audit berikutnya dengan tujuan yang sama.



Pertimbangan praktis independensi terdiri dari empat bagian yang saling terkait: a.



kerangka konseptual untuk membuat penentuan independensi berdasarkan fakta dan



keadaan yang sering unik untuk lingkungan tertentu; b.



persyaratan dan panduan tentang independensi bagi organisasi audit yang secara



struktural berada di dalam entitas auditee; c.



persyaratan dan panduan tentang independensi bagi auditor melakukan layanan nonaudit,



termasuk indikasi layanan nonaudit tertentu yang selalu mengganggu dan tidak mengganggu independensi; dan 26



d.



persyaratan dan pedoman dokumentasi yang diperlukan untuk mendukung pertimbangan



yang memadai independensi auditor.



Banyak situasi yang berbeda dalam mengevaluasi ancaman terhadap independensi. Oleh karena itu, Gagas menetapkan kerangka kerja konseptual yang digunakan auditor untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, dan menerapkan pengamanan untuk mengatasi ancaman terhadap independence. Kerangka konseptual membantu auditor dalam menjaga independensi pikiran dan independensi dalam penampilan. Hal ini dapat diterapkan untuk banyak variasi dalam keadaan yang menciptakan ancaman terhadap independensi dan memungkinkan auditor untuk mengatasi ancaman terhadap independensi yang dihasilkan dari kegiatan yang tidak secara khusus dilarang oleh GAGAS. Jika tidak ada perlindungan yang tersedia untuk menghilangkan ancaman yang tidak dapat diterima atau menguranginya ke tingkat yang dapat diterima, independensi akan dianggap terganggu. Ancaman independensi adalah kondisi yang dapat mengganggu independensi. Adapun jenis ancaman akan mempunyai dampak yang berbeda seperti dampak yang signifikan adalah adanya kompromi terhadap professional judgement auditor. Kategori ancaman adalah sebagai berikut: a) Self-interest threat - ancaman yang kepentingan finansial atau lainnya yang akan mempengaruhi penilaian auditor atau perilaku; b) Self-review threat - ancaman yang auditor atau organisasi audit yang telah memberikan layanan nonaudit tidak akan tepat dalam mengevaluasi hasil penilaian sebelumnya yang dibuat oleh jasa yang dilakukan sebagai bagian dari layanan nonaudit ketika membentuk keputusan yang signifikan untuk audit; c) Bias threat - ancaman bahwa auditor akan mengambil posisi yang tidak objektif, sebagai akibat dari keyakinan politik , ideologi , sosial , atau lainnya,; d) Familiarity threat - ancaman bahwa aspek-aspek hubungan dengan manajemen atau karyawan dari auditee , seperti hubungan dekat atau lama , atau dari anggota keluarga langsung atau dekat, akan menyebabkan auditor untuk mengambil posisi yang tidak objektif;; e) Undue influence threat - ancaman bahwa pengaruh atau tekanan eksternal akan mempengaruhi kemampuan auditor untuk membuat penilaian independen dan obyektif;



27



f) Management participation threat - ancaman yang dihasilkan dari pengambilan auditor tentang peran manajemen atau melakukan fungsi-fungsi manajemen atas nama entitas pelaksana audit; and g) Structural threat - ancaman penempatan organisasi audit dalam badan pemerintah , dalam kombinasi dengan struktur badan pemerintah yang diaudit , akan mempengaruhi kemampuan organisasi audit untuk melakukan pekerjaan dan melaporkan hasil obyektif.



Safeguards (pengamanan) adalah kontrol yang dirancang untuk menghilangkan atau mengurangi ancaman ke tingkat yang dapat diterima untuk independensi. Berdasarkan kerangka konseptual, auditor menerapkan pengamanan yang membahas fakta-fakta spesifik dan keadaan di mana ancaman terhadap independensi. Dalam beberapa kasus, beberapa pengamanan mungkin diperlukan untuk mengatasi ancaman. Sebagai contoh: -



Konsultansi ke pihak ketiga yang independen



-



Melibatkan organisasi audit yang lain untuk melaksanakan kembali bagian audit



-



Mempunyai staff professional selain anggota tim audit



-



Mengganti anggota audit yang menyebabkan adanya ancaman independensi



-



persyaratan entitas selain manajemen meratifikasi atau menyetujui penunjukan organisasi



audit untuk melakukan audit; -



prosedur internal di entitas yang memastikan pilihan obyektif layanan nonaudit; dan



-



struktur pemerintahan di entitas yang memberikan pengawasan dan komunikasi yang tepat



mengenai layanan organisasi audit.



Auditor harus mengevaluasi ancaman terhadap independensi dan membedakan antara ancaman yang dapat diterima maupun yang harus dieliminasi ataupun dikurangi sampai dengan level dapat diterima.



Jasa nonaudit



28



Sebelum auditor setuju untuk menyediakan layanan nonaudit untuk suatu entitas yang diaudit, auditor harus menentukan apakah menyediakan layanan tersebut akan menciptakan ancaman bagi independensi, baik dengan sendirinya atau bersama dengan layanan nonaudit lain yang disediakan. Auditor harus mendokumentasikan pertimbangan kemampuan manajemen untuk secara efektif mengawasi layanan nonaudit yang akan dilakukan. Contoh kegiatan yang dianggap tanggung jawab manajemen dan karena itu akan merusak independensi jika dilakukan untuk entitas yang diaudit meliputi: a.



menetapkan kebijakan dan arahan strategis untuk entitas yang diaudit ;



b.



memimpin dan menerima tanggung jawab atas tindakan karyawan entitas yang diaudit dalam kinerja rutin mereka , kegiatan berulang ;



c.



memiliki hak asuh aset suatu entitas yang diaudit itu ;



d.



melaporkan kepada pihak yang bertanggung jawab atas tata kelola atas nama manajemen



; e. f. g.



memutuskan rekomendasi auditor atau pihak ketiga di luar untuk melaksanakan ; menerima tanggung jawab untuk pengelolaan proyek entitas yang diaudit itu ; menerima tanggung jawab untuk merancang, melaksanakan, atau mempertahankan kontrol internal;



h.



menyediakan layanan yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai dasar utama manajemen untuk membuat keputusan yang signifikan terhadap subyek audit ;



i.



mengembangkan sistem pengukuran kinerja suatu entitas yang diaudit ketika sistem yang



bersifat material atau signifikan terhadap subyek audit ; dan j.



menjabat sebagai anggota pemungutan suara komite manajemen suatu entitas yang diaudit



atau dewan direksi .



Dalam melaksanakan jasa nonaudit, auditor harus memperoleh jaminan bahwa manajemen melakukan fungsi sebagai berikut: 1.



mengasumsikan semua tanggung jawab manajemen;



29



2.



mengawasi pelayanan, dengan menunjuk seorang individu, sebaiknya dalam manajemen senior, yang memiliki keterampilan yang sesuai, pengetahuan, atau pengalaman;



3.



mengevaluasi kecukupan dan hasil dari jasa yang dilakukan; dan



4.



menerima tanggung jawab atas hasil dari layanan.



Secara alami, layanan nonaudit tertentu secara langsung mendukung operasi entitas dan mengganggu kemampuan auditor untuk menjaga independensi dalam pikiran dan penampilan. Kegiatan rutin yang dilakukan oleh auditor yang berhubungan langsung dengan kinerja audit, seperti memberikan saran dan menanggapi pertanyaan sebagai bagian dari audit, tidak dianggap layanan nonaudit menurut GAGAS. Seorang auditor yang sebelumnya melakukan layanan nonaudit untuk suatu entitas yang merupakan subjek calon audit harus mengevaluasi dampak dari layanan nonaudit terhadap independensi sebelum menerima audit. Jika layanan nonaudit dilakukan pada periode yang akan dicakup oleh audit, auditor harus (1) menentukan apakah layanan nonaudit secara tegas dilarang oleh Gagas dan, jika tidak, (2) menentukan apakah ancaman terhadap independensi ada dan mengatasi setiap ancaman dicatat sesuai dengan kerangka kerja konseptual.



Auditor mungkin dapat menyediakan layanan nonaudit tanpa mengganggu independensi jika a)



layanan nonaudit tidak secara tegas dilarang ,



b)



auditor telah menetapkan bahwa persyaratan untuk melakukan layanan nonaudit telah



dipenuhi , dan c)



ancaman yang signifikan terhadap independensi telah dihilangkan atau dikurangi ke tingkat



yang dapat diterima melalui penerapan safeguard



Untuk audit laporan keuangan dan pemeriksaan atau meninjau keterlibatan, layanan nonaudit dilakukan selama periode yang dicakup oleh laporan keuangan mungkin tidak mengganggu independensi auditor sehubungan dengan laporan keuangan pada kondisi berikut: a)



layanan nonaudit diberikan sebelum periode keterlibatan profesional; 30



b)



layanan nonaudit terkait hanya untuk periode sebelum periode yang dicakup oleh laporan



keuangan; dan c)



laporan keuangan untuk periode yang layanan nonaudit tidak berhubungan diaudit oleh



auditor lain (atau dalam kasus pemeriksaan atau meninjau keterlibatan, diperiksa, terakhir, atau diaudit oleh auditor lain yang sesuai).



Dokumentasi pertimbangan kemerdekaan memberikan bukti penilaian auditor dalam membentuk kesimpulan tentang kepatuhan dengan persyaratan independensi. GAGAS berisi persyaratan khusus untuk dokumentasi yang berkaitan dengan kemerdekaan yang mungkin di samping dokumentasi bahwa auditor telah dipelihara sebelumnya. Persyaratan dokumentasi GAGAS adalah sebagai berikut : 1.



ancaman dokumen independensi yang membutuhkan aplikasi perlindungan keamanan,



bersama dengan perlindungan diterapkan, sesuai dengan kerangka kerja konseptual untuk independensi seperti yang dipersyaratkan; 2.



mendokumentasikan perlindungan yang disyaratkan jika sebuah organisasi audit struktural



terletak di dalam badan pemerintah dan dianggap independen berdasarkan pada pengamanan ; 3.



Dokumen pertimbangan kemampuan manajemen entitas yang diaudit untuk secara efektif



mengawasi layanan nonaudit yang akan diberikan oleh auditor; dan 4.



mendokumentasikan pemahaman auditor dengan entitas yang diaudit auditor yang akan



melakukan layanan nonaudit. Berikut tabel yang berisi ringkasan perbedaan antara standar umum mengenai profesionalisme pada ketiga standar tersebut. Perbandingan Jenis standar sumber



SPKN_BPK ISSAI_INTOSAI Standar umum kedua Standar umum PSP 01 Standar Umum - ISSAI 1 “Lima SPKN Declaration of Per BPK RI Nomor 01 Guidelines on Auditing Tahun 2007 Precepts” - ISSAI 10 “Mexico Declaration on SAI Independence”



31



GAGAS_GAO US General standard Government Auditing Standard 2011 Revision Chapter 3 General standards



Pernyataan standar



Jenis independensi



“Dalam semua hal yang berkaitan dengan pekerjaan pemeriksaan, organisasi pemeriksa dan pemeriksa, harus bebas dalam sikap mental dan penampilan dari gangguan pribadi, ekstern, dan organisasi yang dapat mempengaruhi independensinya”. 1. independensi dalam sikap mental (independent in fact) 2. independensi dalam penampilan perilaku (independent in appearance)



Jenis gangguan 1. independensi 2. 3.



GAngguan pribadi Gangguan Ekstern Gangguan organisasi



- ISSAI 100 “Fundamental Principles Public Sector Auditing” Auditors should comply with the relevant ethical requirements and be independent



1. Independence of Supreme Audit Institutions 2. Independence of the members and officials of Supreme Audit Institutions 3. Financial independence of Supreme Audit Institutions



Tidak dicantumkan secara terpisah



32



In all matters relating to the audit work, the audit organization and the individual auditor, whether government or public, must be independent.



1. Independence of mind 2. Independence in appereance



1. 2. 3. 4. 5.



Self-interest threat Self-review threat Bias threat Familiarity threat Undue influence threat 6. Management participation threat 7. Structural threat



3. PENGGUNAAN KEMAHIRAN PROFESIONAL SECARA CERMAT DAN SEKSAMA Pernyataan standar umum ketiga dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara adalah: “Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”. Pernyataan standar ini mewajibkan pemeriksa untuk menggunakan kemahirannya secara profesional, cermat dan seksama, memperhatikan prinsip-prinsip pelayanan atas kepentingan publik serta memelihara integritas, obyektivitas, dan independensi dalam menerapkan kemahiran profesional terhadap setiap aspek pemeriksaannya. Pernyataan standar ini juga mengharuskan tanggung jawab bagi setiap pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan untuk mematuhi Standar Pemeriksaan. Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama dalam menentukan jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan dan standar yang akan diterapkan terhadap pemeriksaan; menentukan lingkup pemeriksaan, memilih metodologi, menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan, atau dalam memilih pengujian dan prosedur untuk melaksanakan pemeriksaan. Kemahiran profesional harus diterapkan juga dalam melakukan pengujian dan prosedur, serta dalam melakukan penilaian dan pelaporan hasil pemeriksaan. Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme profesional, yaitu sikap yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Pemeriksa menggunakan pengetahuan, keahlian dan pengalaman yang dituntut oleh profesinya untuk melaksanakan pengumpulan bukti dan evaluasi obyektif mengenai kecukupan, kompetensi dan relevansi bukti. Karena bukti dikumpulkan dan dievaluasi selama pemeriksaan, skeptisme profesional harus digunakan selama pemeriksaan. Pemeriksa tidak boleh menganggap bahwa manajemen entitas yang diperiksa tidak jujur, tetapi juga tidak boleh menganggap bahwa kejujuran manajemen tersebut tidak diragukan lagi. Dalam menggunakan skeptisme profesional, pemeriksa tidak boleh puas dengan bukti yang kurang meyakinkan walaupun menurut anggapannya manajemen entitas yang diperiksa adalah jujur.



Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama dalam menerapkan Standar Pemeriksaan yang digunakan. Keputusan pemeriksa tidak menerapkan standar tertentu dalam pelaksanaan pemeriksaan harus dicatat dalam kertas kerja pemeriksaan.



33



Dalam keadaan tertentu dapat terjadi bahwa pemeriksa tidak dapat mematuhi Standar Pemeriksaan yang berlaku dan juga tidak dapat mengundurkan diri dari penugasan pemeriksaan. Dalam keadaan demikian, pemeriksa harus mengungkapkan masalah tersebut dalam lingkup pemeriksaan di dalam laporan hasil pemeriksaannya, yaitu tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan yang berlaku, alasan yang mendasarinya, dan dampaknya terhadap hasil pemeriksaan akibat tidak dipatuhinya Standar Pemeriksaan tersebut. Menerapkan kemahiran profesional secara cermat dan seksama memungkinkan pemeriksa untuk mendapatkan keyakinan yang memadai bahwa salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan dalam data akan terdeteksi. Keyakinan mutlak tidak dapat dicapai karena sifat bukti dan karakteristik penyimpangan. Pemeriksaan yang dilaksanakan menurut Standar Pemeriksaan mungkin tidak akan mendeteksi salah saji material atau ketidakakuratan yang signifikan, baik karena kesalahan, kecurangan, tindakan melanggar hukum, atau pelanggaran aturan. Walaupun Standar Pemeriksaan ini meletakkan tanggung jawab kepada setiap pemeriksa untuk menerapkan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama, tidak berarti bahwa tanggung jawabnya tidak terbatas, dan tidak berarti juga bahwa pemeriksa tidak melakukan kekeliruan. Keterkaitan antara Standar Umum SPKN dengan International Standards of Supreme Audit Institutions (ISSAI) dan Generally Accepted Government Accounting Standards (GAGAS). Di dalam chapter 3 terkait standar umum dalam GAGAS yang di rancang oleh US-GAO, disebutkan bahwa pernyataan standar umum menurut GAGAS terkait dengan pernyataan standar umum ketiga yang ada di dalam Standar Umum SPKN adalah “Professional Judgment”. Standar Umum terkait professional judgement ini hampir sama dengan pernyataan standar umum ketiga yang ada di dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara BPK, yaitu Penggunaan Kemahiran Profesional Secara Cermat dan Seksama. Dalam standar umum terkait professional judgement yang diterbitkan oleh GAGAS tersebut dinyatakan dalam paragraph 3.60 bahwa “Auditors must use professional judgment in planning and performing audits and in reporting the results”. Hal ini senada dengan bunyi dari pernyataan standar umum SPKN yang menyatakan bahwa “Dalam pelaksanaan pemeriksaan serta penyusunan laporan hasil pemeriksaan, pemeriksa wajib menggunakan kemahiran profesionalnya secara cermat dan seksama”. Sementara itu, di dalam standar umum yang diterbitkan oleh INTOSAI melalui ISSAI-100 tentang Fundamental Principles of Public Sector Auditing terkait mengenai profesionalisme auditor, dinyatakan bahwa “Auditors should maintain appropriate professional behaviour by applying professional scepticism, professional judgment and due care throughout the audit”. Seperti yang telah disebutkan di atas, pernyataan standar yang 34



disebutkan oleh GAGAS dan ISSAI-100 sama-sama menyatakan bahwa sikap professional dari auditor harus dipertahankan selama menjalankan tugasnya, yaitu selama proses audit, yang dijabarkan oleh SPKN dan GAGAS melalui tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Selanjutnya, terkait dengan professional judgement, GAGAS menyatakan dalam paragraph 3.61 bahwa “Professional judgment includes exercising reasonable care and professional skepticism”. Hal ini senada dengan pernyataan dalam SPKN bahwa Pemeriksa harus menggunakan kemahiran profesional secara cermat dan seksama, serta Kemahiran profesional menuntut pemeriksa untuk melaksanakan skeptisme professional. Lebih lanjut mengenai hal tersebut, GAGAS menyatakan bahwa “Reasonable care includes acting diligently in accordance with applicable professional standards and ethical principles. Professional skepticism is an attitude that includes a questioning mind and a critical assessment of evidence. Professional skepticism includes a mindset in which auditors assume neither that management is dishonest nor of unquestioned honesty”. Senada dengan yang telah disebutkan dalam SPKN, reasonable cares disini dimaksudkan bahwa pemeriksa harus selalu menggunakan profesionalismenya secara cermat dan seksama, sesuai dengan standar professional dan kode etik, yang dijelaskan di dalam SPKN sebagai standar pemeriksaan dan integritas, obyektivitas, dan independensi sebagai bagian dari kode etik. Sementara itu, terkait dengan hal di atas, ISSAI-100 dalam paragraph 37 menyatakan bahwa “The auditor’s attitude should be characterised by professional scepticism and professional judgement, which are to be applied when forming decisions about the appropriate course of action. Auditors should exercise due care to ensure that their professional behaviour is appropriate”. Sama dengan pernyataan dalam SPKN dan GAGAS, bahwa sikap profesionalisme dari auditor tercermin melalui professional skeptism, professional judgement, dan due care. Lebih lanjut mengenai due care, ISSAI-100 mengartikan due care sebagai “Due care means that the auditor should plan and conduct audits in a diligent manner. Auditors should avoid any conduct that might discredit their work”. ISSAI-100 tidak menyebutkan secara terinci mengenai maksud dari “diligent manner” dan “might discredit their work” seperti yang lebih jelas disebutkan GAGAS dan SPKN sebagai standar professional dan kode etik. Namun “diligent manner” dan “might discredit their work” yang disebutkan di dalam ISSAI-100 dapat diasosiasikan pada standar-standar dan kode etik yang berlaku karena untuk menghindari sikap-sikap yang dapat mendiskreditkan perkerjaan auditor, maka auditor haruslah melaksanakan pekerjaannya sesuai dengan aturan yang ada untuk menjamin pekerjaan yang dilaksanakannya tersebut.



Sementara itu terkait dengan professional skepticism, ISSAI-100



menyebutkan bahwa “Professional scepticism means maintaining professional distance and an 35



alert and questioning attitude when assessing the sufficiency and appropriateness of evidence obtained throughout the audit. It also entails remaining open-minded and receptive to all views and arguments”. Ketiga standar tersebut, baik SPKN, GAGAS dan ISSAI-100 sama-sama menyatakan bahwa skeptism professional adalah yang mencakup pikiran yang selalu mempertanyakan dan melakukan evaluasi secara kritis terhadap bukti pemeriksaan. Lebih lanjut dijelaskan di dalam SPKN dan GAGAS, skeptism professional termasuk cara berpikir dimana auditor berasumsi bahwa manajemen tidak jujur maupun menganggap kejujuran manajemen tidak diragukan lagi. Hal ini menandakan bahwa seorang auditor tidak boleh langsung memepercayai semua bukti dan asersiasersi yang didapatkan dari manajemen yang diperiksa. Auditor dengan sikap skeptism professional harus mengevaluasi dari setiap bukti dan asersi-asersi dari manajemen sebelum menyatakan keyakinan atas bukti dan asersi dari manajemen tersebut. Pernyataan standar yang disebutkan dalam ISSAI-100 hanya mencakup hal-hal seperti yang telah dijelaskan di atas. Sementara itu, lebih lanjut di dalam pernyataan standar umum yang diterbitkan oleh GAGAS, dijelaskan hal-hal berikut terkait dengan professional judgement: −



Menggunakan pengetahuan professional, keterampilan, dan pengalaman auditor untuk melaksanakan tugas dengan itikad baik dan dengan integritas, pengumpulan informasi dan evaluasi obyektif dari kecukupan dan kesesuaian bukti adalah komponen penting dari audit. Professional judgment dan kompetensi saling terkait karena penilaian yang dibuat tergantung pada kompetensi auditor.







Professional judgment menandakan aplikasi dari pengetahuan kolektif, keterampilan, dan pengalaman dari semua personel yang terlibat dengan audit, seperti professional judgment dari auditor individual. Selain personil yang terlibat langsung dalam audit, professional judgment mungkin melibatkan kolaborasi dengan pemangku kepentingan lainnya, spesialis eksternal, dan manajemen dalam organisasi audit.







Menggunakan professional judgment penting untuk auditor dalam melaksanakan semua aspek tanggung jawab profesional mereka, termasuk mengikuti standar independensi dan kerangka konseptual terkait; menjaga objektivitas dan kredibilitas; menugaskan staf kompeten untuk audit; mendefinisikan lingkup pekerjaan; mengevaluasi, mendokumentasikan, dan melaporkan hasil pekerjaan; dan mempertahankan kontrol kualitas yang sesuai selama proses audit.







Menggunakan professional judgment penting untuk auditor dalam menerapkan kerangka konseptual untuk menentukan independensi dalam suatu situasi tertentu. Hal Ini termasuk pertimbangan dari setiap ancaman terhadap independensi auditor dan perlindungan terkait 36



yang dapat mengurangi ancaman yang telah diidentifikasi. Auditor menggunakan professional judgment dalam mengidentifikasi dan mengevaluasi setiap ancaman terhadap independensi, termasuk ancaman terhadap pandangan atas independensi. −



Menggunakan professional judgment penting untuk auditor dalam menentukan tingkat pemahaman yang diperlukan atas subjek audit dan kondisi terkait. Ini mencakup pertimbangan tentang apakah pengalaman kolektif tim audit, pelatihan, pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan pemahaman secara keseluruhan cukup untuk menilai risiko bahwa subyek audit mungkin berisi ketidakakuratan yang signifikan atau bisa disalahtafsirkan.







Pertimbangan auditor terhadap tingkat risiko masing-masing audit, termasuk risiko yang dapat terjadi pada kesimpulan yang tidak tepat, juga penting. Dalam konteks risiko audit, melaksanakan professional judgement dalam menentukan kecukupan dan kesesuaian bukti yang digunakan untuk mendukung temuan dan kesimpulan berdasarkan tujuan audit dan rekomendasi yang dilaporkan merupakan bagian integral dari proses audit.







Sementara standar ini menempatkan tanggung jawab pada setiap auditor dan organisasi audit untuk melakukan professional judgement dalam perencanaan dan pelaksanaan audit, itu tidak berarti tanggung jawab tak terbatas, juga tidak menyiratkan infalibilitas pada baik itu individu auditor atau organisasi audit. Jaminan mutlak tidak dapat dicapai karena faktor-faktor seperti sifat bukti dan karakteristik kecurangan. Professional judgement tidak berarti menghilangkan segala keterbatasan yang mungkin atau kelemahan yang terkait dengan audit tertentu, melainkan mengidentifikasi, menilai, mitigasi, dan menjelaskan hal tersebut.



Berikut tabel yang berisi ringkasan perbedaan antara standar umum mengenai profesionalisme pada ketiga standar tersebut.



Uraian



SPKN



ISSAI



GAGAS



Profesional Judgment Sumber



Pernyataan Standar Umum ISSAI-100 paragraph 37



chapter 3 Professional



ketiga Paragraf 27



Judgment,



paragraph



3.60 Pernyataan Standar



Dalam pemeriksaan



pelaksanaan Auditors serta maintain



should Auditors



must



appropriate professional judgment



penyusunan laporan hasil professional behaviour in planning and by applying professional 37



use



pemeriksaan,



pemeriksa scepticism, professional performing audits and



wajib menggunakan



judgment and due care in reporting the results



kemahiran profesionalnya throughout the audit secara cermat dan seksama Skeptisme



sikap yang



Profesional



mencakup selalu dan



maintaining pikiran



yang professional



an



evaluasi questioning



secara kritis terhadap bukti



when



pemeriksaan



sufficiency



mind and a critical



attitude assessment



assessing



of



the evidence. and



appropriateness evidence



that



distance includes a questioning



mempertanyakan and an alert and melakukan



attitude



of



obtained



throughout the audit Due Care



Tidak disebutkan di dalam means that the auditor acting



diligently



SPKN terkait pengertian due should plan and conduct accordance care



secara



manner.



Auditors standards and ethical



profesional should avoid



secara cermat dan seksama any conduct that might digunakan dalam: 



discredit their work



menentukan



jenis



pemeriksaan



dan



standar



yang



diterapkan



akan



terhadap



pemeriksaan; 



menentukan



lingkup



pemeriksaan, 



with



tersendiri, audits in a diligent applicable professional



tetapi disebutkan bahwa kemahiran



in



memilih metodologi



38



principles.







menentukan jenis dan jumlah bukti yang akan dikumpulkan







memilih pengujian dan prosedur pelaksanaan pemeriksaan



Penerapan Standar Dalam keadaan pemeriksa Tidak diatur lebih lanjut Pemeriksaan



tidak



dapat



Tidak diatur lebih lanjut



mematuhi



Standar Pemeriksaan yang berlaku



maka



diungkapkan



di



harus dalam



laporan hasil pemeriksaan Tanggung Pemeriksa



Jawab Penerapan



kemahiran Tidak diatur lebih lanjut



profesionalnya



secara



professional judgement tidak berarti



cermat dan seksama, tidak



tanggung



jawab



berarti bahwa tanggung



terbatas,



juga



jawab pemeriksa



menyiratkan



tidak



tak tidak



terbatas, dan tidak berarti



infalibilitas pada baik



juga bahwa pemeriksa tidak



itu



melakukan kekeliruan.



atau organisasi audit.



individu auditor



4. PENGENDALIAN MUTU Standar umum yang keempat dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara yaitu tentang pengendalian mutu. Dalam standar tersebut dinyatakan bahwa “Setiap organisasi pemeriksa yang melaksanakan pemeriksaan berdasarkan Standar Pemeriksaan harus memiliki sistem pengendalian mutu yang memadai, dan sistem pengendalian mutu tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian mutu ekstern)”.



39



Sistem pengendalian mutu yang disusun oleh organisasi pemeriksa harus dapat memberikan keyakinan yang memadai bahwa organisasi pemeriksa tersebut: 1.



Telah menerapkan dan mematuhi standar pemeriksaan yang berlaku



2.



Telah menetapkan dan mematuhi kebijakan dan prosedur pemeriksaan yang memadai



Bila kita bandingkan Standar ini dengan standar yang terdapat pada Generally Accepted Government Accounting Standards (GAGAS) dan pada International standards of supreme audit institutions (ISSAI), kedua standar tersebut juga mencantumkan pengendalian mutu. Dimana dalam GAGAS disebutkan bahwa “Each audit organization performing audits in accordance with GAGAS must: a.



Establish and maintain a system of quality control that is designed to provide the audit



organization with reasonable assurance that the organizatioan and its personnel comply with professional standards and applicable legal and regulatory requirements, and b.



Have an external peer review performed by reviewers independent of the audit organization



being review at least once every 3 years.” Sedangkan dalam ISSAI, Pengendalian mutu ini tertuang dalam ISSAI 40 tentang Quality Control yang menyatakan “the objective of the firm is to establish and maintain a system of quality control to provide it with reasonable assurance that: a)



The firm and its personnel comply with professional standards and applicable legal and



regulatory requirement; and b)



Reports issued by the firm or engagement partners, are apprpriate in the circumstances.



Disini kita bisa lihat bahwa baik SPKN, GAGAS, maupun ISSAI sama-sama menekankan organisasi untuk membuat dan memiliki suatu sistem kendali mutu yang memadai. Namun disini kita juga dapat menemukan perbedaan antara standar-standar tersebut mengenai jangka waktu dilakukan review, dimana dalam GAGAS disebutkan untuk dilakukan review oleh pihak ketiga paling tidak sekali dalam 3 tahun sedangkan dalam SPKN review oleh pihak ketiga tersebut dilakukan paling tidak sekali dalam 5 tahun. Sedangkan dalam ISSAI tidak diatur mengenai review oleh pihak ketiga mengenai sistem pengendalian mutu. Sifat dan lingkup sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa bergantung pada beberapa faktor, seperti ukuran, tingkat otonomi kegiatan yang diberikan kepada pemeriksa dan organisasi pemeriksa, sifat pekerjaan, struktur organisasi, pertimbangan mengenai segi biaya dan



40



manfaatnya. Sehingga, sistem pengendalian mutu yang disusun oleh organisasi pemeriksa secara individu akan bervariasi. Dan hal ini tercantum dalam ketiga standar tersebut. Dalam Standar Pemeriksaan Keuangan Negara dicantumkan syarat bagi Pemeriksa atau organisasi pemeriksa yang mereview pengendalian mutu pemeriksaan yang meliputi hal berikut: a.



Pemeriksa tersebut harus memiliki keahlian dan pengetahuan yang mutakhir mengenai



jenis pemeriksaan yang direview, serta standar pemeriksaan yang berlaku b.



Pemeriksa dan/atau organisasi pemeriksa tersebut harus independen dari organisasi



pemeriksa yang direview, pegawainya, dan entitas yang diperksa (yang pelaksanaan pemeriksaannya dipilih untuk direview). Suatu organisasi pemeriksa dilarang mereview organisasi pemeriksa lainnya yang baru saja melaksanakan review mengenai pengendalian mutu pemeriksaan terhadap organisasi pemeriksa tersebut. c.



Pemeriksa tersebut harus memiliki pengetahuan mengenai bagaimana melaksanakan



review atas pengendalian mutu pemeriksaan. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh dari on-thejob training, pendidikan dan pelatihan maupun kombinasi keduanya. Sementara untuk review atas pengendalian mutu harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a.



Pemeriksa dan organisasi pemeriksa tersebut harus menggunakan pertimbangan sehat



dan profesional dalam menilai dan melaporkan harils reviewnya b.



Pemeriksa tersebut harus memilih salah satu pendekatan dibawah ini untuk menentukan



hasil pemeriksaan yang dinilai, yaitu: 1)



Memilih pemeriksaan yang secara memadai dapat mewakili penugasan pemeriksaan



berdasarkan standar pemeriksaan ini; atau 2)



Memilih pemeriksaan yang secara memadai dapat mewakili penugasan pemeriksaan oleh



pemeriksa, termasuk satu atau lebih penugasan pemeriksaan yang dilaksanakan berdasarkan standar pemeriksaan ini. c.



Review atas mutu pemeriksaan meliputi penilaian kebijakan dan prosedur pengendalian



mutu organisasi pemeriksa, termasuk pula prosedur pengawasan terkait pelaporan pemeriksaan, dokumentasi pemeriksaan yang diperlukan, serta wawancara dengan staf profesional organisasi pemeriksa yang direview untuk menentukan pemahaman dan kepatuhan terhadap kebijakan dan prosedur pengendalian mutu pemeriksaan. d.



Review harus cukup komprehensif untuk memberikan dasar yang memadai untuk



menyimpulkan bahwa sistem pengendalian mutu organisasi pemeriksa yang direview telah dilaksanakan sesuai dengan standar profesional. Pemeriksa harus mempertimbangkan mengenai 41



kecukupan dan hasil pengwasan organisasi pemeriksa yang direview dalam perencanaan prosedur review secara efisien. e.



Pemeriksa harus menyiapkan laporan tertulis untuk mengkomunikasikan hasil reviewnya.



Laporan tersebut harus meliputi lingkup review, termasuk setiap keterbatasan yang ada, dan harus mengungkapkan suatu opini mengenai apakah sistem pengendalian mutu pemeriksaan yang dilakukan organisasi pemeriksa yang direview telah memadai dan sesuai dengan standar profesional.



Syarat-syarat yang tercantum pada SPKN diatas, ternyata tidak dicantumkan baik di dalam GAGAS maupun pada ISSAI. Namun pada GAGAS maupun iSSAI sudah tercantum mengenai elemenelemen pada quality assurance yang terdiri dari: a.



Pemimpin bertanggung jawab pada kualitas audit organisasi



b.



Indepence, legal, and etihical requirements



c.



Initation, acceptance, and continuance of audits,



d.



Human resources,



e.



Audit performance, documentation, and reporting, dan



f.



Monitoring of quality



walaupun secara sekilas terdapat perbedaan antara syarat pada SPKN dengan elemen-elemen pada GAGAS dan ISSAI namun bila ditelusuri lebih rinci syarat pada SPKN dengan elemen pada GAGAS dan ISSAI itu saling berhubungan. contohnya pada syarat di SPKN dicantumkan bahwa pemeriksa dharus menyiapkan laporan tertulis untuk mengkomunikasikan hasil reviewnya, sedangkan pada elemen di GAGAS dan ISSAI terdapat pembahasan mengenai documentation and reporting. sehingga bisa ditarik kesimpulan walau namanya dan pembagiannya berbeda namun intinya kedua hal tersebut saling berkaitan.



Berikut tabel yang berisi ringkasan mengenai perbedaan standar umum mengenai pengendalian mutu pada ketiga standar tersebut.



42



Uraian Sumber



SPKN



ISSAI



GAGAS



Pernyataan Standar Umum ISSAI-100 paragraph 38



Chapter



3



Quality



pertama Paragraf 34



Control & Assurance, paragraph 3.82



Pernyataan Standar



Setiap organisasi pemeriksa Auditors yang



should Each audit organization



melaksanakan perform the audit in performing audits in



pemeriksaan berdasarkan accordance



with accordance



with



Standar Pemeriksaan harus professional standards GAGAS must: memiliki



sistem on quality control



pengendalian mutu yang memadai,



dan



pengendalian



sistem mutu



tersebut harus direviu oleh pihak lain yang kompeten (pengendalian



mutu



ekstern)



a. establish



and



maintain a system of quality control that is designed to provide the audit organization



with



reasonable assurance that the organization and its personnel with



comply



professional



standards



and



applicable



legal



and



regulatory



requirements,and b. have an external peer performed



review by



reviewers independent of the audit organization being reviewed at



43



least once every 3 years. Reviu



terhadap 5 tahun sekali



Tidak ditetapkan



3 tahun sekali



Tidak ditetapkan



Ada



Tidak ditetapkan



Ada



Tidak ditetapkan



Ada



Sistem Pengendalian Mutu Syarat reviu



pelaksanaan Ada atas



Sistem



Pengendalian Mutu Syarat



pemeriksa Ada



yang melakukan reviu atas



Sistem



Pengendalian Mutu Elemen



Sistem Ada



Pengendalian Mutu



44



DAFTAR PUSTAKA Badan Pemeriksa Keuangan. Peraturan Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan Negara. Government Accountability Office. 2011. Government Auditing Standards. U.S. Government Accountability Office Report GAO-12-331G. International Organization of Supreme Audit Institutions. ISSAI 100 - Fundamental Principles of PublicSector Auditing. International Organization of Supreme Audit Institutions.



45