Standar Pkpo 4.1 Regulasi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NOMOR : //Dir-SK/XII/2019 TENTANG KEBIJAKAN PANDUAN PENULISAN RESEP RUMAH SAKIT DIREKTUR RUMAH SAKIT MENIMBANG



: 1. Bahwa Resep adalah permintaan tertulis dari Dokter, Dokter gigi atau Dokter hewan kepada Apoteker untuk membuat dan memberikan obat kepada pasien. 2. Bahwa Rumah Sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan, pemesanan dan pencatatan resep, karena peresepan obat yang tidak terbaca atau pemesanan yang mengacaukan



keselamatan



pasien



bisa menunda



pengobatan. 3. Bahwa Rumah Sakit perlu mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya resep. 4. Bahwa untuk mekanisme tersebut diatas maka rumah sakit perlu menerbitkan Panduan tentang Penulisan Resep.



MENGINGAT



: 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi. 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 4.Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.



MEMUTUSKAN MENETAPKAN : KESATU



: Panduan Penulisan Resep sebagaimana terlampir dala keputusan ini.



KEDUA



: Kebijakan ini berlaku selama 3 tahun dan akan



dilakukan



evaluasi minimal 1 tahun sekali. KETIGA



: Apabila hasil evaluasi mensyaratkan adanya perubahan, maka akan dilakukakan perubahan dan perbaikan sebagaimana mestinya.



Ditetapkan di : Tanggal



Makassar



:



RSIA PERMATA HATI



Direktur



TEMBUSAN Yth : 1. Wadir Pelayanan Medis 2. Komite Medis 3. Seluruh Dokter di Rumah Sakit 4. Kepala Bagian Keperawatan 5. Seluruh Kepala Ruang Keperawatan 6. Instalasi Farmasi 7. Arsip



SURAT PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT NOMOR TANGGAL



:



/RSQ/Dir-SK/XII/2016



:



BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Resep merupakan permintaan tertulis dokter, dokter gigi, dokter hewan kepada apoteker, untuk menyediakan obat dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku. Obat merupakan salah satu komponen yang tak tergantikan dalam pelayanan kesehatan. Obat merupakan sediaan atau paduan bahan-bahan yang siap digunakan untuk mempengaruhi atau menyelidiki sistim fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan, kesehatan dan kontrasepsi (Anonim, 2006). Obat merupakan salah satu bagian dalam peningkatan kualitas hidup pasien sehingga diperlukan adanya manajemen yang harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien (Anonim, 2011).



Rumah sakit perlu memperhatikan tentang tata cara peresepan, pemesanan dan pencatatan yang aman diarahkan oleh kebijakan dan prosedur. Para staf medis,



keperawatan,



farmasi



dan



administrative



berkolaborasi



untuk



mengembangkan dan memonitor kebijakan dan prosedur. Staf yang terkait dilatih untuk praktek penulisan resep, pemesanan dan pencatatan yang benar. Karena peresepan obat yang tidak terbaca atau pemesanan yang mengacaukan keselamatan pasien bisa menunda pengobatan, maka kebijakan rumah sakit mengatur tindakan untuk mengurangi tidak terbacanya resep. Rumah sakit secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat cara penulisan resep yang tepat untuk mengurangi kesalahan pemberian obat (medication errors) berdasarkan system yang ada dirumah sakit. B. DEFINISI Penulisan resep yang tepat adalah Tata cara penulisan resep yang tepat sesuai dengan peraturan yang berlaku di Rumah Sakit . C. TUJUAN 1. Tujuan Umum : Meningkatkan keselamatan pasien dalam kebenaran pemberian obat 2. Tujuan Khusus:



a. Meningkatkan kesadaran sejawat penulisan resep akan pentingnya penulisan resep yang dapat dibaca. b. Mengurangi tidak terbacanya resep yang dapat memperpanjang waktu tunggu obat. c. Mencegah terjadinya kesalahan pemberian obat d. Meningkatkan mutu pelayanan farmasi dalam rangka penulisan resep yang tepat.



BAB II RUANG LINGKUP KEGIATAN Secara umum seluruh ruangan bagian klinis yaitu bagian keperawatan, penunjang medis dan unit khusus. Ruang lingkup penulisan resep yaitu : 1. Poliklinik rawat jalan Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi. 2. Ruang perawatan Dokter yang mempunyai Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari dokter umum, dokter spesialis dan dokter gigi. 3. Bidan dan perawat hanya boleh menulis resep berupa alat kesehatan, cairan infuse. 4. Bidan dan perawat yang di ijinkan menulis resep adalah bidan dan perawat yang memiliki STR (Surat Tanda Registrasi).



BAB III KEBIJAKAN 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. 2. Undang-Undang RI Nomor 7 tahun 1963 tentang Farmasi. 3. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. 4. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197 tahun 2004, tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.



BAB IV TATA LAKSANA A. TATA LAKSANA PENULISAN RESEP 1. Tenaga Kesehatan yang berkompeten menulis resep / pesanan adalah Dokter yang memiliki Surat Izin Praktek (SIP) yang terdiri dari Dokter umum, Dokter spesialis dan Dokter gigi. 2. Perawat dan bidan diberikan ijin menuliskan resep untuk resep yang berupa : a. Alat kesehatan b. Cairan infuse 3. Obat untuk pasien rawat inap ditulis di lembar KIO (Kartu Instruksi Obat), sedangkan untuk alat kesehatan untuk pasien rawat inap ditulis di KIA (kartu Instruksi Alkes). 4. Elemen pemesanan / penulisan resep yang lengkap : a. Data identifikasi pasien yang akurat b. Elemen dari pemesanan/penulisan resep. c. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan d. Bilamana indikasi untuk penggunaan diperlukan pada suatu “prn”/bila perlu atau pesanan obat lain. e. Prosedur khusus pemesanan obat LASA



f. Tindakan yang harus diambil bila pemesanan obat tidak lengkap, tidak terbaca, atau tidak jelas. g. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan seperti pada pesanan dan setiap elemen yang dibutuhkan dalam pemesanan yang emergensi, dalam daftar tunggu (standing) automatic stop h. Pemesanan obat secara verbal atau melalui telepon : write back, read back, reconfirmation. i. Jenis pesanan yang berdasarkan BB (pasien anak) Penjelasan 1. Identifikasi data pasien : a. Rawat inap : nama lengkap, TTL, Nomor rekam medis, diberi gelang



identitas pasien. b. Rawat jalan : Nama lengkap, Nomor rekam medis.



2. Elemen penulisan resep a. Identifikasi dokter : Nama, SIP, alamat rumah dan praktik, NO. Telepon, Hari & jam praktek. b. Inscriptio : Nama kota tempat praktek, tanggal penulisan resep. c. Invocatio : Tanda R/ sebagai tanda pembuka penulisan resep. d. Praescriptio / Ordinatio : Nama obat, jumlah & kekuatan obat, cara pembuatan, bentuk sediaan obat yang dipilih dan jumlahnya.



e. Signatura : aturan penggunaan obat (frekuensi, jumlah perkali pakai, waktu obat diminum, dan informasi lain yang diperlukan) f. Identifikasi pasien : Nama pasien pada bagian “pro”, bila pendirita anak anak atau lansia perlu dituliskan umurnya, sebaiknya cantumkan pula berat badan pasien dan alamat pasien. g. Penutup : tanda penutup dan tanda tangan dokter penulis resep. 5. Penulisan resep harus ditulis lengkap, yang terdiri dari : a. Tanggal peresepan b. Nama lengkap penulis resep c. Nama lengkap pasien d. Nomor rekam medis pasien e. Tanggal lahir dan atau umur pasien f. Berat badan (untuk pasien neonates dan pediatric) g. Luas permukaan tubuh (untuk pasien kemoterapi) h. Kliren kreatinin (untuk pasien gangguan ginjal) i. Nama obat j. Kekuatan obat k. Bentuk sediaan obat l. Jumlah obat m. Dosis obat



n. Frekuensi / interval pemakaian 6. Bilamana nama generik atau nama dagang diperlukan Nama generik dan nama dagang diperlukan bila terjadi pergantian obat atau subsitusi obat dikarenakan obat yang ditulis di resep oleh dokter tidak tersedia di Instalasi Farmasi. 7. Penulisan resep/pemesanan resep di rumah sakit ada beberapa jenis meliputi : a. Standing Orde 1) Tenaga Kesehatan yang diperbolehkan oleh Rumah Sakit untuk melaksanakan Standing order adalah perawat. 2) Perawat harus mengikuti instruksi pemberian yang tercantum dalam Standing order. 3) Standing order yang berlaku di Rumah Sakit adalah : o Standing order pemberian Magnesium sulfat untuk pre eklampsia dan eklampsia o Standing order pemberian Kalium Klorida 7,46%. 4) Perawat



yang



telah



melakukan



standing



order



harus



mendokumentasikan pemberian obat tersebut ke dalam “lembar Intruksi” dan dimasukkan dalam rekam medis pasien.



5) Lembar instruksi harus mencantumkan nama lengkap dan tanda tangan perawat. 6) Lembar instruksi harus ditandatangani oleh dokter yang merawat / DPJP (Dokter Penanggung Jawab Pasien). b. Automatic stop order/penghentian terapi oleh dokter Dokter pemberi order harus menulis tanggal pada kolom stop dengan jelas pada lembar KIO / kartu Instruksi Obat (member paraf dan tanggal untuk menetapkan penghentian terapi). c. Penulis resep obat prn atau bila perlu atau “pro re nata” Peresepan obat prn atau bila perlu atau “pro re nata” harus menuliskan indikasi pemakaian, kekuatan oabt, dan pemakaian maksimal dalam sehari pada resep. Contoh penulisan resep yang benar : Parasetamol 1 tablet prn untuk demam. d. Penulisan resep obat LASA (Look alike Sound Alike) LASA (Look alike Sound Alike), obat yang memiliki kemasan mirip atau obat yang memiliki nama terdengar mirip. Contoh : Ceftazidime vs Cefepim, Calme Eye Drops vs Calme Ear Drop (kemasan mirip), Proneuron vs Forneuron, Klorpromazin vs Klorpropamid.



PENANGANAN : a. Permintaan tertulis : 1. Tambahan merk dagang dan nama generiknya pada resep, terutama untuk obat-obat yang “langganan” bermasalah. 2. Tulis secara jelas menggunakan huruf tegak kapital. 3. Hindari singkatan-singkatan yang membuat bingung. 4. Tambahkan bentuk sediaan juga di resep, misalnya metronidazol 500 mg; sediaan tablet dan infusnya sama-sama 500 mg. 5. Sertakan kekuatan obat. 6. Sertakan petunjuk penggunaan. 7. Tambahkan juga tujuan/indikasi pengobatan, supaya semakin jelas. 8. Pihak dokter yang meresepkan obat diharapkan menulis nama obat yang dapat dibaca dengan jelas oleh pembaca resep, atau menggunakan fasilitas resep yang dicetak elektronik tanpa tulis tangan jika memang sudah tersedia. 9. Menggunakan tall-man lettering, penebalan, atau warna huruf berbeda pada pelabelan nama obat, misalnya : ChlorproMAZINE vs ChlorproPAMIDE HydrALAzine vs HydrOXYzine



MeFINTER vs MeTIFER, dsb a. Permintaan Lisan. 1. Batasi permintan verbal, hanya untuk obat-obatan tertentu, misalnya hanya dalam keadaan emergency. 2. Sebisa mungkin menghindari order obat secara lisan terutama



melalui



telepon,



kemungkinan



kesalahan



mendengar sangat tinggi. 3. Diperlukan teknik mengulang permintaan, dibacakan lagi permintaannya, jadi ada kroscek. b. Bagi tenaga kesehatan 1. Apoteker mengidentifikasi obat yang diresepkan dengan teliti, disesuaikan dengan nama dagang, nama generik, indikasi, serta kekuatan sediannya. 2. Apoteker mengetahui dengan pasti persediaan obatobatan yang termasuk kategori SALAD. 3. LASA disimpan dengan jarak yang berjauhan satu sama lain. 4. Tidak menyimpan obat-obat LASA secara alfabet, tetapi di tempat terpisah, misalnya obat fast moving.



5. Cocokkan indikasi resep dengan kondisi pasien sebelum dispensing atau administrating. 6. Membuat strategi pada obat yang penyebab errornya diketahui, misalnya pada obat yang kekuatannya berbeda atau pada obat yang kemasannya mirip. 7. Laporan error yang aktual dan potensial (berpeluang terjadi error) 8. Diskusikan penyebab terjadinya error dan strategi ke depannya. 9. Sewaktu penyerahan, tunjukkan obat sambil memberikan informasi, supaya pasien mengetahui wujud obatnya dan untuk mereview indikasinya. 10. Di rumah sakit, panitia farmasi dan terapi (PFT) bisa membuat kebijakan untuk obat-obat ini. Misal, aturan penulisan obat atau logo obat-obat LASA. e. Penulisan resep / pemesanan resep obat secara verbal atau melalui telepon 1) Pesanan obat secara verbal atau melalui telepon hanya dibolehkan pada situasi mendadak.



2) Pesanan obat secara verbal/telepon tidak diperbolehkan bila penulis resep ada dan tersedia rekam medis pasien, kecuali penulis resep sedang melakukan pelayanan emergency/sedang melakukan tindakan pelayanan. 3) Pesanan obat secara verbal/telepon tidak berlaku untuk : 



Obat kemoterapi







Obat narkotika



4) Tenaga kesehatan yang diperbolehkan oleh RS untuk menerima pesanan obat yang dikomunikasikan secara verbal atau melalui telepon adalah : 



Perawat dan bidan yang memiliki STR







Farmasi (Tenaga Teknis Kefarmasian dan Apoteker)



5) Tenaga Kesehatan (yang disebutkan dalam poin diatas) harus mencatat pesanan obat yang diterima secara verbal/melalui telepon ke dalam rekam medis pasien dan setelah itu mengulagi secara lisan kepada pemberi resep / instruksi pengobatan sesuai kebijakan SBAR. 6) Pemberi pesanan obat harus melakukan verifikasi sesuai dengan kebijakan SBAR.



8. bila resep tidak terbaca atau tidak jelas a. Resep yang diterima oleh petugas apotek dilakukan identifikasi kelengkapan resep, yaitu : o Tanggal resep, nama dokter, nomor resep, nama pasien, tanggal lahir pasien. o Aturan pakai (frekuensi, dosis, rute pemberian) ditulis dengan jelas. o Resep obat dari golongan Narkotika dan Psikotropika harus dibubuhi dengan tandatangan yang lengkap, alamat & nomor telepon yang dapat dihubungi dari dokter yang menuliskan resep. o Tidak menggunakan istilah dan singkatan sehingga mudah dibaca dan tidak disalahgunakan. b. Resep yang kurang jelas penulisannya didiskusikan terlebih dahulu bersama staf apotek dan membaca riwayat pengobatan pasien. c. Jika resep belumjelas maka apoteker mengkonfirmasikan ke perawat dan meminta perawat yang menangani pasien tersebut agar melihat status pemberian obat. d. Jika resep belum jelas maka menghubungi dokter untuk memperoleh kejelasan resep.



e. Apabila dokter tidak dapat dihubungi maka dapat menghubungi ke bagian pelayanan medik untuk selanjutnya meneruskan informasi ke dokter/SMF/ dokter jaga apakah resep tersebut obatnya harus diganti. f. Apabila sudah mendapatkan kejelasan dari dokter, maka perawat secepatnya mengkonfirmasikan resep ke instalasi farmasi untuk segera dilayani dan disiapkan obatnya. 9. Perubahan pemberian terapi obat (jenis dan dosis), maka obat sebelumnya harus dihentikan dan ditulis sesuai aturan penghentian terapi. Penulisan resep yang salah tidak boleh dihapus akan tetapi dengan cara mencoret dengan satu garis lurus kemudian resep yang benar di tulis di atas resep yang dicoret tersebut. a. Penulisan pesanan obat /resep harus jelas, lengkap dan dapat terbaca oleh tenaga teknis kefarmasian dan apoteker. b. Petugas farmasi (Tenaga teknis kefarmasian dan Apoteker) harus melakukan klarifikasi kepada penulis resep bila pesanan obat/resep tidak jelas, tidak terbaca, atau tidak lengkap. c. Penulis resep harus menulis resep atau instruksi pengobatan yang baru jika ingin meneruskan terapi obat yang sempat terhenti karena adanya automatic stop order, tindakan operasi maupun karena alasan lain.



d. Penulis resep harus membandingkan order pertama obat dengan daftar obat pasien sebelum masuk rawat inap yang diperoleh dari anamnesa oleh dokter atau perawat. e. Penulis resep harus menggunakan singkatan, symbol dan penunjukan dosis yang diperbolehkan oleh rumah sakit. f. Tenaga



Kesehatan



yang



menerima



order/perintah/resep



yang



menggunakan singkatan, symbol, dan penunjuk dosis yang dilarang harus melakukan



klarifikasi



dan



konfirmasi



kepada



penulis



order/perintah/resep jika order/perintah/resep tersebut tidak jelas/tidak terbaca. g. Setiap dokter, perawat dan bidan harus mengikuti cara penulisan resep yang benar sesuai dengan kebijakan peresepan. 10. Jenis pemesanan tambahan yang diijinkan. a. RS mengidentifikasi petugas yang kompeten yang diijinkan untuk menuliskan resep atau memesan obat-obatan. b. Dalam situasi emergensi, RS mengidentifikasi petugas tambahan yang diijinkan untuk menuliskan resep/pesanan obat. c. Obat yang diijinkan bila elemen resepnya lengkap : -



Obat emergensi . Epinefrin, Lidocain, Sulfas Atropin, Ephedrin. Resep emergensi (darurat) diberi tanda CITO ! atau cito (digarisbawahi atau



diberi tanda seru) pada bagian atas resep diparaf. Selain CITO, bisa juga menggunakan URGENT (penting), STATIM (penting), atau PIM (Periculum In Mora = berbahaya bila ditunda) -



Obat automatic stop order (Narkotik, sedatif, hipnotik, antikoagulan). Obat-obat ini harus jelas aturan pakainya, bila saat penggunaan tidak sesuai dengan aturan pakai, apoteker dapat menghentikan obat.



11. Jenis pesanan yang berdasarkan berat badan a. Dosis yang ideal adalah dosis yang diberikan per individual. Hal ini mengingat bahwa respon penderita terhadap obat sangat individualistis. Penentuan dosis perlu mempertimbangkan: 1. Kondisi pasien (seperti: umur, berat badan, fisiologi dan fungsi organ tubuh) 2. Kondisi penyakit ( akut, kronis, berat/ringan) 3. Indeks terapi obat (lebar/sempit) 4. Variasi kinetik obat 5. Cara/rumus perhitungan dosis anak ( pilih yang paling teliti) b. Perhitungan dosis pada anak secara ideal menggunakan dasar ukuran fisik



(berat



badan



atau



luas



permukaan



tubuh). Apabila dosis anak dihitung dengan perbandingan dengan dosis dewasa, yaitu dengan memakai rumus perhitungan dosis anak (antara



lain Young, Clark), maka perlu diperhatikan tentang ketelitian dari rumus yang dipakai. B. CARA PELAKSANAAN PENULISAN RESEP 1. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis tanggal penulisan resep. 2. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep member tanda centang pada kolom alergi atau tidak dibagian kanan atas pada lembar resep, jika pasien mempunyai riwayat alergi dokter menuliskan nama obat yang alergi bagi pasien. 3. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep memberi tanda centang pada kolom akut atau kronis di bagian kiri atas untuk resep obat yang akan ditulis. 4. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis atau memberi cap nama dokter beserta no SIP pada bagian kop resep. 5. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis tanda R/ pada awal penulisan sediaan obat. 6. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis nama obat (sesuai dengan formularium) dilengkapi bentuk sediaan dan kekuatan obat yang dikehendaki disesuaikan dengan pasien.



7. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis jumlah obat menggunakan angka romawi sesuai yang diperlukan untuk pasien. 8. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis aturan pakai yang disesuaikan dengan pasien meliputi dosis, rute, dan ferekuensi obat. 9. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep dan memberi paraf pada setiap sediaan obat yang ditulis pada lembar resep. 10. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis kelengkapan data pasien (meliputi : nama lengkap, nomor rekam medic dan tanggal lahir). 11. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep mencantumkan berat badan pasien untuk resep anak-anak. 12. Dokter atau pertugas yang berwenang menulis resep hanya boleh menulis maksimal 5 (lima) item obat dalam satu resep obat racikan 13. Dokter mencantumkan alamat pasien pada lembar resep yang terdapat obat narkotika. 14. Dokter atau petugas yang berwenang menulis resep menulis keterangan pemakaian maksimal per hari dan indikasi pemakaian untuk obat dengan signa pro re nata (jika perlu).



BAB V DOKUMENTASI



Penulisan resep yang tepat di Rumah Sakit merupakan komitmen Rumah Sakit yang di dukung dengan adanya : A. Kebijakan 1. Kebijakan Penulisan Resep yang Tepat. 2. Kebijakan Penanggulangan Resep yang Tidak Terbaca. 3. Kebijakan Telaah Resep B. SPO 1. SPO Penulisan Resep yang Tepat. 2. SPO Penanggulagan Resep yang Tidak Terbaca. 3. SPO Telaah Resep.



BAB VI PENUTUP



Demikianlah panduan ini disusun sebagai pedoman dalam penulisan resep. Panduan ini masih jauh dari sempurna, oleh sebab itu panduan akan dievaluasi kembali setiap 2 sampai 3 tahun sesuai dengan tuntutan layanan dan standar akreditasi baik akreditasi Nasional maupun standar International.



DAFTAR PUSTAKA



Anonim,



2011,



Peraturan



Menteri



Kesehatan



Republik



Indonesi



Nomor



1691/MENKES/PER/VII/2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit, Kementria Kesehatan Indonesia.



Anonim, 2009, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tentang Kesehatan.