Stoikiometri Yusca [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Stoikiometri



1.1 Latar Belakang Istilah stoikiometri berasal dari kata-kata Yunani yaitu stoicheion (partikel) dan metron (pengukuran). Stoikiometri akhirnya mengacu kepada cara perhitungan dan pengukuran zat serta campuran kimia Di awal kimia, aspek kuantitatif perubahan kimia, yakni stoikiometri reaksi kimia, tidak mendapat banyak perhatian. Bahkan saat perhatian telah diberikan, teknik dan alat percobaan tidak menghasilkan hasil yang benar. Salah satu contoh melibatkan



teori flogiston. Flogistonis mencoba menjelaskan



fenomena pembakaran dengan istilah “zat dapat terbakar”. Menurut para flogitonis, pembakaran adalah pelepasan zat dapat etrbakar (dari zat yang terbakar). Zat ini yang kemudian disebut ”flogiston”. Berdasarkan teori ini, mereka mendefinisikan pembakaran sebagai pelepasan flogiston dari zat terbakar. Perubahan massa kayu bila terbakar cocok dengan baik dengan teori ini. Namun, perubahan massa logam ketika dikalsinasi tidak cocok dengan teori ini. Walaupun demikian flogistonis menerima bahwa kedua proses tersebut pada dasarnya identik. Peningkatan massa logam terkalsinasi adalah merupakan fakta. Flogistonis berusaha menjelaskan anomali ini dengan menyatakan bahwa flogiston bermassa negatif. Filsuf dari Flanders Jan Baptista van Helmont (1579-1644) melakukan percobaan “willow” yang terkenal. Ia menumbuhkan bibit willow setelah mengukur massa pot bunga dan tanahnya. Karena tidak ada perubahan massa pot bunga dan tanah saat benihnya tumbuh, ia menganggap bahwa massa yang didapatkan hanya karena air yang masuk ke bijih. Ia menyimpulkan bahwa “akar semua materi adalah air”. Berdasarkan pandangan saat ini, hipotesis dan percobaannya jauh dari sempurna, tetapi teorinya adalah contoh yang baik dari sikap aspek kimia kuantitatif yang sedang tumbuh. Helmont mengenali pentingnya stoikiometri, dan jelas mendahului zamannya. Di akhir abad 18, kimiawan Jerman Jeremias Benjamin Richter (1762-1807) menemukan konsep ekuivalen (dalam istilah kimia modern ekuivalen kimia) dengan pengamatan teliti reaksi asam/basa, yakni hubungan kuantitatif antara asam dan basa dalam reaksi netralisasi. Ekuivalen Richter, atau yang sekarang disebut ekuivalen kimia,



mengindikasikan sejumlah tertentu materi dalam reaksi. Satu ekuivalen dalam netralisasi berkaitan dengan hubungan antara sejumlah asam dan sejumlah basa untuk mentralkannya. Pengetahuan yang tepat tentang ekuivalen sangat penting untuk menghasilkan sabun dan serbuk mesiu yang baik. Jadi, pengetahuan seperti ini sangat penting secara praktis. Pada saat yang sama Lavoisier menetapkan



hukum kekekalan massa, dan



memberikan dasar konsep ekuivalen dengan percobaannya yang akurat dan kreatif. Jadi, stoikiometri yang menangani aspek kuantitatif reaksi kimia menjadi metodologi dasar kimia. Semua hukum fundamental kimia, dari hukum kekekalan massa, hukum perbandingan tetap sampai hukum reaksi gas semua didasarkan stoikiometri. Hukum- hukum fundamental ini merupakan dasar teori atom, dan secara konsisten dijelaskan dengan teori atom. Namun, menarik untuk dicatat bahwa, konsep ekuivalen digunakan sebelum teori atom dikenalkan. 1.2 Bilangan Avogadro Pengukuran stokiometri merupakan pengukuran kuantitatif sehingga perlu ditetapkan suatu hubungan yang dapat mencakup jumlah relatif atom-atom, ion- ion atau molekulmolekul suatu zat. Penghitungan massa atom dapat dilakukan dengan cara membandingkan massa sejumlah besar atom dari suatu unsur dengan sejumlah atom yang sama dari massa atom baku yaitu karbon (



C). Pada massa sejumlah 12.000 gram dari dari



C murni terdapat sebanyak



6,0225.1023 atom. Jumlah atom ini disebut „Bilangan Avogadro‟ dengan symbol yang lazim NA. Massa 1 mol atom 12 C = NA x massa 1 atom 12 C 12 gram/mol = NA x 12 U



dengan :



u = satuan massa atom 1 u = 1,66070.10-27 kg = 1/12 massa satu atom 12 C sehingga massa satu atom



C = 12 u



1.3 Massa Atom Relative Dan Massa Atom Dalton mengenali bahwa penting untuk menentukan mas sa setiap atom karena massanya bervariasi untuk setiap jenis atom. Atom sangat kecil sehingga tidak mungkin menentukan massa satu atom. Maka ia memfokuskan pada nilai relatif massa dan me mbuat tabel massa atom (gambar 1.1) untuk pertamakalinya dalam sejarah manusia. Dalam tabelnya, massa unsur teringan, 3elative ditetapkannya satu sebagai standar (H = 1). Massa atom adalah nilai 3elative, artinya suatu rasio tanpa dimensi. Walaupun beberapa massa atomnya berbeda dengan nilai modern, sebagian besar nilai- nilai yang diusulkannya dalam rentang kecocokan dengan nilai saat ini. Hal ini menunjukkan bahwa ide dan percobaannya benar.



Gambar 1.1 Tabel Dalton yang mendaftarkan simbol dan massa atom unsur. Tabel ini dibuat tahun 1807, dan kini menjadi salah satu koleksi The Science Museum di London.



Kemudian kimiawan Swedia Jons Jakob Baron Berzelius (1779-1848) menentukan massa atom dengan oksigen sebagai standar (O = 100). Karena Berzelius mendapatkan nilai ini berdasarkan analisis oksida, ia mempunyai alasan yang jelas untuk memilih oksigen sebagai standar. Namun, standar hidrogen jelas lebih unggul dalam hal kesederhanaannya. Kini, setelah banyak diskusi dan modifikasi, standar karbon digunakan. Dalam metoda ini, massa karbon 12 C dengan 6 proton dan 6 neutron didefinisikan sebagai 12,0000. Massa atom



dari suatu atom adalah massa relatif pada standar ini. Walaupun karbon telah dinyatakan sebagai standar, sebenarnya cara ini dapat dianggap sebagai standar hidrogen yang dimodifikasi. Nilai massa atom relative diperoleh dengan membandingkan massa suatu atom dengan massa atom yang lain. Sebagai pembanding (patokan) ditetapkan sebesar 1/12 dari masa satu atom C-12. Jadi massa atom relative (symbol : Ar) dari suatu unsur



Contoh Soal 1.1 Berapakah partikel atom yang terdapat dalam 2,5 mol atom Jawab : -2,5 mol



Na?



Na x Bilangan Avogadro



-2,5 x 6,0225.1023 = 15,05625. 1023 partikel atom



Na



1.4 Massa Molekul Dan Massa Rumus Setiap senyawa didefinisikan oelh rumus kimia yang mengindikasikan jenis dan jumlah atom yang menyususn senyawa tersebut. Massa rumus (atau massa rumus kimia) didefinisikan sebagai jumlah massa atom berdasarkan jenis dan jumlah atom yang terdefinisi dala m rumus kimianya. Rumus kimia molekul disebut rumus molekul, dan massa rumus kimianya disebut dengan massa molekul.5 Misalkan, rumus molekul karbon dioksida adalah CO 2 , dan massa molekularnya adalah 12 + (2 x 6) = 44. Seperti pada massa atom, baik massa rumus dan massa molekul tidak harus bilangan bulat. Misalnya, massa molekul hidrogen khlorida HCl adalah 36,5.



Bahkan bila jenis dan jumlah atom yang menyusun molekul identik, dua



molekul mungkin memiliki massa molekular yang berbeda bila ada isostop berbeda yang terlibat. Nilai massa molekul (symbol : Mr) merupakan perbandingan massa molekul zat dengan 1/12 massa 1 atom C-12.



massa molekul relative suatu zat sama dengan jumlah massa atom relative atom-atom penyusun molekul zat tersebut Contoh Soal 1.2 Berapakah massa molekul relative CuSO 4 ?



Jawab : Massa molekul relatifmerupakan jumlah massa atom relative atom-atom penyusun senyawa jadi : Mr = (N.ArCu) + (n.ArS) + (n.ArO) = (1.63,546) + (1.32,06) + (4.15,9994)



1.5 Konsep Mol Untuk menyatakan jumlah penyusun suatu zat, dipergunakan suatu satuan jumlah zat yaitu mol. Satu mol zat ialah sejumlah zat yang mengandung 6,0225.10 23 butir partikel (sejumlah bilangan Avogadro). Jadi bilangan Avogadro merupakan „faktor penghubung A‟ antara jumlah mol zat dengan jumlah partikel yang dikandung zat.



Massa 1 mol suatu zat = massa molekul dalam suatu gram = Mr x 1 gram Massa dari 1mol atom disebut massa molar, misalnya 1 mol ato m klor mempunyai massa molar : 35,435 g Cl/mol Cl. Contoh Soal 1.3 Berapa molkah sebongkah besi murni yang ketika diuji massanya mempunyai massa 215 gram? Jawab : Bila diketahui massa molar besi (Fe) : 56 gram Fe/mol Fe Artinya setiap 56 gram Fe merupakan 1 mol Fe



1.6 Reaksi Kimia Dalam Larutan Beberapa pereaksi dan hasil reaksi dapat beada dalm bentuk larutan. Larutan (solurion) sesungguhnya ditentukan oleh komponen-komponennya. Yaitu : Pelarut (solvent) : merupakan substansi yang melarutkan zat. Komponen ini menentukan wujud larutan sebagai gas, padatan atau sebagai zat cair. hbg



Zat terlarut (solute) : merupakan substansi yang terlarut dalam solvent. Misalnya bila tertulis : NaCl (aqueous) maka artinya NaCl sebagai solute dan aqua atau H 2 O sebagai solvent. 1.6.1



Konsentrasi Larutan Dalam Satuan Fisika



a. Jumlah solute per satuan volume larutan Menyatakan jumlah/banyaknya zat terlarut tiap satu satuan volume larutan. Misalnya pernyataan konsentrasi : 20 gram KCl/l solution, artinya terdapat 20 gram KCl untuk setiap 1 liter larutan Contoh Soal 1.4 Bagaimana kita dapat membuat larutan AgNO 3 (aqueous) sebanyak 60 cm3 dengan larutan AgNO 3 tersebut harus mengandung 0,03 g AgNO 3 tiap cm3 ? Jawab: Karena untuk 1 cm3 harus mengandung 0,03 g AgNO 3 , untuk 60 cm3 diperlukan 60 x 0,03 g AgNO 3 = 18 g AgNO 3 . Jadi larutkan 1,8 g AgNO 3 dalam wadah labu ukur, aduk hingga semua zat AgNO 3 terlarut dalam 50 cm3 aquadest. Setelah homogen tambahkan aquadest lagi hingga mencapai volume 60 cm3 . b. Presentasi komposisi Menyatakan banyaknya solute dalam setiap 100 satuan larutan. Bila misalnya tertulis : 10% (v/v) NaCl artinya dalam setiap 100 ml larutan NaCl terdapat 10ml NaCl. Bila tertulis 10% (g/g) NaCl artinya dalam setiap 100 gram larutan terdapat 10 gram NaCl. Contoh Soal 1.5 Berapa larutan NaCl 5% (g/g) yang harus diambil untuk memperoleh 3,2 gram NaCl? Jawab : 5% (g/g) NaCl artinya dalam 100 gram larutan terdapat 5 gram NaCl. Jadi 3,2 gram terkandung dalam 3,2 x (100/5 gram larutan) = 64 gram larutan jadi dapat diambil larutan NaCl 5 % (g/g) sebanyak 64 gram c. Massa solute per massa solvent Menyatakan banyaknya solute dalam setiap satuan massa zat pelarut (solvent). Bila misalnya diketahui 5,2 g NaCl dalam 100g air, artinya terdapat 5,2 g NaCl yang terlarut dalam setiap 100 g air sebagai zat pelarut. Contoh Soal 1.6 Hitunglah massa HCl anhidrat dalam 5,00 cm3 HCl pekat (kerapatan : 1,19 g/cm3 ) yang mengandung 37,23 % (g/g) HCl. Jawab : massa 5 cm3 larutan = volume x kerapatan = 5 cm3 x 1,19 g/cm3



= 5,95 gram Larutan HCl bermassa 5,95 gram mengandung 37,23 % (g/g) HCl anhidrat, jadi : massa HCl anhidrat dalam 5,95 gram larutan = 0,3723 x 5,95 gram = 2,22 gram HCl anhidrat 1.6.2



Konsentrasi Larutan Dalam Satuan Kimia



a. Molaritas (M) Menyatakan banyaknya mol solute yang terdapat dalam 1 liter larutan



Bila H2 SO4 2M berarti : asal solfat dengan konsentrasi 2 mol H2 SO4 dalam setiap 1 liter H2 SO4 . Contoh Soal 1.7 Berapakah NaOH yang harus ditimbang untuk membuat larutan NaOH dengan konsentrasi 2M? Jawab : NaOH 2M berarti dalam setiap 1 liter larutan NaOH terdapat 2 mol NaOH terlarut. Jadi: massa zat terlarut



= jumlah mol x massa molar NaOH = 2 x (Ar Na + Ar O + Ar H)



dengan diketahui Ar Na



= 23; Ar O = 16; Ar H = 1, maka:



massa zat terlarut



= 2mol x 40 gram/mol = 80 gram



b. Normalitas (N) Menyatakan banyaknya gram ekivalen solute yang terdapat dalam 1 liter larutan. Gram ekivalen ditentukan oleh massa ekivalen solute, yang berhubungan dengan reaksi kimia sebagai berikut : Pada reaksi netralisasi asam dan bas H+ + OH- ---> H2 O 1. Massa ekivalen dari asam adalah setara dengan fraksi massa molekul yang dapat memberikan satu buah H+ untuk melakukan reaksi netralisasi (dengan kata lain, massa ekivalen setara dengan massa molekul dibagi jumlah H+ yang dapat dihasilkan). Gram ekivalen merupakan jumlah massa zat yang dibutuhkan untuk mereaksikan 1 mol H+.



2. Massa ekivalen suatu basa adalah setara dengan fraksi massa molekul yang dapat memberikan 1 OH- atau dapat beraksi dengan 1 H+ Contoh Soal 1.8 Berapakah KOH yang harus ditimbang untuk membuat KOH 1N? Jawab : KOH 1N mempunyai reaksi netralisasi : KOH ---> K + + OH- berarti 1 mol KOH dapat menghasilkan 1 mol OH-, berarti perbandingan gram ekivalen dengan massa molekul = 1 : 1. massa molekul KOH = Ar K + Ar O + Ar H = 39 + 16 + 1 = 56 Gram ekivalen setara dengan 1/1 x 56 = 56 gram c. Molalitas (m) Menyatakan banyaknya solute per kilogram solvent dalam suatu larutan. Molalitas tak dapat dihitung dari nilai molaritas (M) jikalu kerapata n jenis tidak diketahui. Bila diketahui HCl bermolalitas 1m, artinya terdapat 1 mol HCl anhidrat dalam 1000 gram pelarut Contoh Soal 1.9 Molalitas suatu larutan etil alcohol (C 2 H5 OH) dalam air = 1,54 mol/kg Berapa gram alcohol yang terlarut dalam 2,5 kg air? Jawab : massa molekul C 2 H5 OH = 46, karena m = 1,54 berarti : 1 kg air melarutkan 1,54 mol alcohol. Jadi dalam 2,5 kg air terdapat : 2,5/1 x 1,54 mol = 3,85 mol etil akohol. Sehingga massa alcohol dalam 2,5 kg air = 3,85 mol x 46 g/mol = 177 gra m alkohol d. Fraksi Mol Merupakan pernyataan jumlah mol (n) suatu komponen dibagi dengan jumlah mol semua komponen dalam larutan tersebut. Bila fraksi mol dinyatakan dalam X =



Nilai x biasanya dinyatakan dalam persen Contoh Soal 1.10



Tentukan fraksi mol kedua substansi dalam larutan yang mengandung 36,0 gram air dan 46 gram gliserin (C 3 H5 (OH)3 ) Jawab : Massa molekul air : 18,0 gram/mol massa molekul gliserin = 92,0 gram/mol jumlah mol gliserin = n gliserin = 46 gr/92 gr = 0,5 mol jumlah mol air = n air = 36 gr/ 18 gr = 2 mol X (gliserin) = n gliserin/(n gliserin + n air) = 0,5 / (0,5 + 2) = 0,2 X (gliserin) = 0,2 x 100% = 20 % X (air ) = n air / ( n air + n gliserin) = 2 / (2 + 0,5) = 0,8 X (air) = 0,8 x 100% = 80 %



1.6.3



Pengenceran (Dilution) Apabila konsentrasi larutan dinyatakan dalam skala volumetric, jumlah solute yang terdapat dalam larutan pada volume tertentu akan setara dengan hasil kali volume dan konsentrasi. Jumlah solute = volume x konsentrasi Jika suatu larutan diencerkan, volume akan meningkat dan konsentrasi akan berkurang nilainya, tetapi jumlah keseluruhan solute akan konstan. Jadi, dua buah larutan yang mempunyai konsentrasi berbeda tetapi mengandung jumlah solute yang sama dapat dihubungkan dengan : Volume (1) x Konsentrasi (1) = Volume (2) x Konsentrasi (2) Dengan V1 dan K 1 adalah volume dan konsentrasi awal, sedangkan V2 dan K 2 merupakan konsentrasi setelah pengenceran. Contoh Soal 1.11 Untuk Memperoleh larutan AgNo 3 berkonsentrasi 16 mg/cm3 , dari larutan AgNo3 berkonsentrasi 40 mg/cm3 . berapa pengenceran yang harus dilakukan? jawab : Misalkan V2 adalah volume larutan setelah pengenceran, dengan V1 bernilai 1 cm3 dan K 1 = 40 mg/cm3 V1 x K 1 = V2 x K 2 1 cm3 x 40 mg/cm3 = V2 x 16 mg/cm3 V = 2,5 cm3 Jadi harus dilakukan pengenceran dari 1 cm3 larutan AgNo3 40 mg/cm3 menjadi larutan bervolume 2,5 cm3



Besar pengenceran = V akhir / V awal = 2,5 cm3 / 1 cm3 = 2,5 kali Banyaknya aquadest yang harus ditambahkan untuk setiap 1 cm3 = 2,5 cm3 – 1 cm3 = 1,5 cm3



1.7 Rumus Molekul Dan Rumus Empiris 1.7.1



Rumus Molekul Suatu rumus yang menyatakan tidak hanya jumlah relative atom-atom dari setiap elemen tetapi juga menunjukkan jumlah actual atom setiap unsur penyusun dalam suatu molekul senyawa. Misalnya kita kenal benzana mempunyai rumus C 6 H6 artinya benzana tersusun dari enam buah atom C dan enam buah atom H. Contoh Soal 1.12 Hitung presentase CaO dalam CaCO 3 Jawab : Dengan adanya kesetaraan jumlah atom Ca dalam CaO dan CaCo 3 , dapat diturunkan suatu persamaan factor kuantitatifnya. Fraksi CaO dalam CaCo3 = rumus molekul CaO / rumus molekul CaCo 3 x 100% = 56/100 x 100% = 56 %



1.7.2



Rumus Empiris Rumus empiris atau rumus sederhana menyatakan perbandingan mol unsur- unsur dalam suatu senyawa. Untuk menentukan rumus empiris, diperlukan perbandingan mol antara unsur-unsur penyusun. Rumus empiris diperoleh dari pengukuran hasil percobaan persen susunan senyawa. Misalnya pada senyawa benzene, dengan rumus molekul C6 H6 mempunyai rumus empiris (CH)n karena perbandingan mol antara C dan H adalah 6 : 6, atau bila disederhanakan = 1 : 1. Artinya dari rumus empiris tersebut dapat diperoleh senyawa lain dengan mengubah factor n, misalnya = (CH)2 = C2 H2 . Contoh Soal 1.13 Bagaimana rumus empiris suatu hidokarbon yang ketika dianalisis menhasilkan presentase C = 85,63% dan H = 14,37 % Jawab: Andaikan senyawa tersebut bermassa 100 gram, maka: Jumlah massa C = 85,63% x 100 gram = 85,63 gram Jumlah massa H = 14,37% x 100 gram = 14,37 gram perbandingan mol C dan H = 85,63/12 : 14,37/1 = 7,129 : 14,37 =1:2



Jadi rumus empiris (CH2 )n 1.8 Hal-Hal Kompleks Dalam Stoikiometri 1.8.1



Penentuan Pembatas Reaksi Suatu reaksi kimia seringkali berlangsung dalam keadaan zat- zat pereaksinya mempunyai jumlah yang berlebih. Sebgaian dari pereaksi yang berlebih tetap berada dalam campuran sampai reaksi berakhir. Pereaksi yang habis bereaksi disebut pereaksi pembatas, pereaksi ini kesluruhannya habis bereaksi.



1.8.2



Hasil Teoritis, Hasil Nyata dan Persen Hasil Jumlah hasil reaksi uang dihitung dari sejumlah pereaksi yang ada dari awal reaksi dilakukan disebut hasil teoritis suatu reaksi. Jumlah hasil yang secara nyata dihasilkan dalam sebuah reaksi kimia disebut hasil nyata dengan hasil teoritis. Ada reaksi yang hasilnya hamper sama dengan hasil teoritis dan reaksi tersebut dikatakan bereaksi secara kuantitatif. Pada reaksi-reaksi senyawa organic, kebanyakan hasil reaksi (hasil nyata) lebih kecil dibandingkan hasil teoritis. Hal ini karena reaksi tidak berjalan sempurna, ada reaksi-reaksi saingan yang dapat mengurangi hasil reaksi atau dapat juga terjadi kehilangan zat selama penanganan



1.8.3



Reaksi Serentak Dan Berurutan Beberapa perhitungan dalam stoikiometri memerlukan dua atau lebih persamaan reaksi, setiap persamaan mempunyai sebuah factor konversi. Reaksi-reaksi kimia juga dapat terjadi pada saat yang bersamaan (serentak) dan ada pula reaksi yang terjadi secara berurutan.