Strategi Dakwah Tabi'In [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Strategi Dakwah Tabi’in Strategi Dakwah Tabi’in tidak berbeda jauh dengan strategi dakwah yang dilakukan sebelumnya oleh Nabi Muhammad SAW maupun para sahabat. Selain karena tidak terlampau oleh jauhnya masa, juga kondisi masyarakat yang tidak mengalami perubahan yang signifikan. Tabi’in adalah mereka yang hidup sesudah generasi sahabat. Seperti halnya sahabat, Tabi’in adalah orang-orang yang mampu bersikap bijak dalam menjalankan dakwahnya.1 Tentu memang inilah salah satu strategi yang sangat berpengaruh dalam proses dakwah. Dengan kebijaksanaan, orang mudah sadar dengan sendirinya, kagum terhadap yang dilakukan para pejuang-pejuang dakwah Islam di kala itu. Dalam pembahasan kali ini penulis tidak dapat meyampaikan seluruh kisah dakwah para Tabi’in, melainkan penulis harap dengan pembahasan kali ini dapat memberikan pemahaman yang cukup terhadap pembaca mengenai salah satu strategi dakwah Tabi’in yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan dakwah Islam. Berikut penjelasan lebih lanjut beberapa kisah kebijaksanaan para Tabi’in dalam Dakwah Islam sebagai salah satu strategi menuju kesuksesan Dakwah Islam. 1. Said bin Al Musayyab Salah satu sikap bijak Sa’id adalah memberi nasihat secara lembut. Seperti dalam peristiwa ketika Hajjaj penguasa tirani melaksanakan sholat disamping Sa’id dan menarik-narik sorbannya. Seusai sholat, Sa’id menghampiri Hajjaj dan menasihatinya dengan kata-kata yang lembut. Sehingga tidak sampai menggores perasaan Hajjaj dan dengan nasihat tersebut, Hajjaj menyadari kesalahannya dan menerima nasihat tersebut dengan baik. Sehubungan dengan peristiwa ini, Sa’id pernah ditanya oleh sahabatnya, “mengapa kamu tidak mengambil tindakan apa-apa kepada Hijjaj?” ia menjawab “tidak perlu”. Dr. Masykur Hakim, M.A. Da’wah Islam Da’wah Bijak. Gema Insani Press: Jakarta. 1994. Hlm:193. 1



Sa’id lebih memilih memberi nasihat daripada memberi hukuman kepada orang yang di anggap salah, karena dengan sikap tersebut lebih membuahkan hasil. Terbukti, setelah peristiwa itu Hajjaj banyak merubah perilakunya. Sebagaimana Hajjaj mengatakan “sejak dinasihati Sa’id, aku berusaha selalu melaksanakan shalat dengan baik”.2 2. Hasan bin Yasar Al Bashri Ia dikenal konsisten, lugas dan berani. Khalid bin Maslamah berkata tentangnya : “Ia adalah orang yang perbuatannya selalu sama dengan niatnya, jika ia menyatakan sesuatu yang ma’ruf maka ialah yang pertama melakukannya dan jika ia menyerukan yang munkar maka ialah yang pertama meninggalkannya.” Ketika al-Hajjaj, penguasa yang kejam di Bashrah ketika itu



berbuat



sewenang-wenang,



maka



hanya



Hasan



yang



berani



mengingatkannya dengan terang-terangan. Saat itu Hajjaj membangun rumah yang indah antara Kufah dan Bashrah, lalu ia mengundang rakyatnya untuk mendoakannya, Hasan datang dan ketika diminta bicara ia berkata : “Kita telah menyaksikan disini sebuah rumah yang didirikan oleh orang yang terburuk di zaman kita ini, sungguh Fir’aun dulupun telah membangun bangunan yang lebih besar dari ini tapi kemudian ia dibinasakan oleh Allah SWT. Semoga Hajjaj mengetahui bahwa ahlus-sama’ (penduduk langit) telah mengutuknya atas perbuatannya ini dan ahlul-ardh (penduduk bumi) telah menipunya dengan meridhai perbuatannya ini. ”Sampai orang-orang berkata : “Hasbuk, hasbuka ya aba Sa’id” (Cukup, cukup wahai abu Sa’id) Maka Hasan melanjutkan pembicaraannya, “Demi Allah, Allah SWT telah mengambil janji dari kami ahli ilmu untuk menyampaikan kebenaran dan tidak menyembunyikannya” Maka berteriaklah Hajjaj dengan gusarnya: “Demi Allah! Akan aku minumkan darahnya pada kalian wahai penduduk Bashrah!” Maka dipanggillah 100 orang algojo dengan pedang menghunus dan Hasan diminta maju melewati mereka semua, tapi Hasan berjalan



2



Ibid. Hml: 194.



melewati semua pedang itu tanpa ragu sama sekali, dengan ‘izzah seorang mu’min dan tsabat (ketegaran) seorang ulama yang shadiq (benar). Tiba-tiba Hajjaj merasa gentar, sehingga didudukkannya Hasan di singgasananya, lalu ia berkata : “Innaka Anta Sayyidil ‘Ulama ya Aba Sa’id” (Sungguh engkau ini adalah pemimpinnya para ulama wahai abu Sa’id) Sehingga Hajjaj menangis terisak-isak sampai basah janggutnya. 3. Umar bin Abdul Aziz Suatu hari, Kholifah Sulaiman mengajak Umar ke markas pasukan Bani Umayyah. Sulaiman bertanya kepada Umar "Apakah yang kau lihat wahai Umar bin Abdul-Aziz?" dengan niat agar dapat membakar semangat Umar ketika melihat kekuatan pasukan yang telah dilatih. Namun jawab Umar, "Aku sedang lihat dunia itu sedang makan antara satu dengan yang lain, dan engkau adalah orang yang paling bertanggung jawab dan akan ditanyakan oleh Allah mengenainya". Khalifah Sulaiman berkata lagi "Engkau tidak kagumkah dengan kehebatan pemerintahan kita ini?" Balas Umar lagi, "Bahkan yang paling hebat dan mengagumkan adalah orang yang mengenali Allah kemudian mendurhakai-Nya, mengenali setan kemudian mengikutinya, mengenali dunia kemudian condong kepada dunia". Jika Khalifah Sulaiman adalah pemimpin biasa, sudah barang tentu akan marah dengan kata-kata Umar bin Abdul-Aziz, namun beliau menerima dengan hati terbuka bahkan kagum dengan kata-kata itu. Selain itu, ketika Kholifah Sulaiman perjalanan haji bertanya kepada Umar mengenai orang yang begitu banyak yang melaksanakan ibadah Haji. Umar menjawab “mereka hari ini adalah rakyatmu yang besok di akhirat akan menjadi penuntunmu”. Spontan Sulaiman pun menangis.3 Selain hal tersebut, setelah masa berikutnya Umar menjadi Kholifah tidak berhenti untuk menjadi lebih baik. Beliau memulai dengan:



3



Ibid. Hlm: 197.



 memperbaiki diri serta keluarganya menjadi zuhud dan mementingkan umat.  memperbaiki kebiasaan buruk umat yang menyalahgunakan harta baitul mal untuk kepentingan pribadi.  berdakwah dengan surat. Ia menulis surat kepada tokoh-tokoh Islam untuk taat kepada Allah, amar ma’ruf nahi munkar, zuhud, memberikan contoh yang baik kepada umat.  Menanamkan rasa takut kepada Allah SWT dengan pendekatan psikologis menggunakan kata-kata yang menyentuh jiwa.



4. Imam Abu Hanifah Imam Abu Hanifah An Nu’man bin Tsabit juga memiliki beberapa sikap bijak. Di antaranya ketika beliau menghadapi orang-orang Atheis dan mengajak mereka beriman kepada Allah SWT. Mereka berdialog mengenai eksistensi Pencipta (Tuhan). Dengan berbekal logika yang baik Imam Abu Hanifah membuat mereka terdiam. Ketika itu kaum Atheis menanyakan “apakah bukti adanya pencipta?”, lalu Imam Abu Hanifah menjawab “aku telah mendengar di daerah Dajlah terdapat sebuah kapal besar penuh dengan penumpang serta barang-barang tetapi anehnya kapal itu berlayar dengan sendirinya tanpa nahkoda”. Kaum Atheis tersebut pun serasa tidak percaya dan bertanya kembali dengan disertai menghina Imam Abu Hanifah “apakah engkau gila, adakah kapal macam apa yang engkau ceritakan? Sungguh tidak masuk akal”. Dengan santai Imam Abu Hanifah menjawab disertai pertanyaan balasan “jika kalian mengatakan yang demikian itu mustahil, maka bagaimana dengan kalian bisa meyakini bahwa alam semesta beserta segala isinya bergerak tanpa ada yang menggerakkan? Mengapa kalian tidak percaya adanya penggerak semua itu?” Mendengar jawaban sekaligus pertanyaan balik dari Abu Hanifah, lantas mereka terdiam. Itulah keistimewaan beliau dalam berdakwah, untuk



menghadapi orang-orang Atheis beliau menggunakan logika yang dapat menggugurkan keyakinan mereka.4



4



Ibid. Hlm:199.