STRATEGI PENCARIAN SENYAWA OBAT BARU_PO_2022 [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

STRATEGI PENCARIAN DAN PENEMUAN SENYAWA OBAT BARU (LEAD COMPOUND) A. B. C. D.



Modifikasi Struktur Senyawa Obat yang Sudah Ada (Analog sintetik) Screening /Penapisan Sistematis Pemanfaatan Informasi Biologis Strategi Rasional (Desain Obat Rasional)



A. Modifikasi Struktur Senyawa Obat yang Sudah Ada (Analog sintetik) ➢ Mensintesis analog dari senyawa yang sudah ada. ➢ Tujuannya adalah mengawali menggunakan senyawa yang sudah diketahui, dengan melakukan berbagai modifikasi struktur untuk menghasilkan senyawa baru yang lebih poten, memiliki profil spesifitas lebih baik, keamanan lebih baik, atau secara formulasi menjadi lebih baik. ➢ Lebih kompetisi dan ekonomis ➢ Aktivitas biologi tertentu dapat dihasilkan tidak hanya oleh satu senyawa ➢ Sangat sedikit obat yang ideal. Banyak yang memiliki efek samping yang serius dan ada keuntungan besar dalam menemukan analog. ➢ Secara umum, ahli kimia obat sedang mengembangkan obat dengan tiga tujuan: ◼ Untuk meningkatkan aktivitas ◼ Untuk mengurangi efek samping ◼ Untuk memberikan administrasi yang mudah dan efisien kepada pasien ➢ Modifikasi struktur dapat mengoptimalkan aktivitas, selektivitas, dan sifat farmakokinetik ➢ Kelemahan : originalitas kurang, sering tertahan oleh paten ➢ Senyawa analog : analog molekul obat yang menunjukkan kesamaan kimiawi dan kesamaan efek farmakologi dengan senyawa yang sudah ada. 1. Analog dengan kesamaan kimiawi dan farmakologi (full/true analog) Biasanya true analog menunjukkan peningkatan efek farmakologi, farmakodinamik atau biofarmasetik dari senyawa yang sudah ada.



1



2. Analog dengan kesamaan kimiawi saja (structural analog) Structural analog adalah senyawa-senyawa pada mulanya ditujukan untuk menjadi true analog, tetapi pada pengujian aktivitas biologi ternyata menunjukkan aktivitas lain yang tak terduga.



3. Analog dengan kesamaan farmakologi, tapi praktis berbeda secara kimiawi (functional analog). Contoh : Diazepam & zopiclone (transkuiliser) → keduanya mempunyai afinitas yang serupa pada reseptor benzodiazepin.



➢ Modifikasi struktur yang dilakukan untuk menghasilkan senyawa baru diantaranya : ❖ Variation of Substituents • Setelah gugus penting untuk aktivitas biologis telah diidentifikasi, substituen divariasikan karena hal ini biasanya cukup mudah dilakukan secara sintetik. • Tujuannya di sini adalah untuk menyempurnakan molekul dan mengoptimalkan aktivitasnya. • Aktivitas biologis mungkin bergantung tidak hanya pada seberapa baik senyawa berinteraksi dengan reseptornya, tetapi juga pada keseluruhan fitur fisik seperti kebasaan, lipofilisitas, distribusi elektronik, dan ukuran. 2



• Jenis substituent :  Substituen Alkil o Gugus alkil yang berbeda pada atom nitrogen dapat mengubah kebasaan dan/atau lipofilisitas obat dan dengan demikian mempengaruhi seberapa kuat obat berikatan dengan tempat pengikatannya atau seberapa mudah senyawa tersebut melintasi penghalang membran.



Sesuai gambar di atas, gugus alkil akan berinteraksi dengan saku hidrofobik dengan bentuk yang spesifik akan dengan pas masuk bagaikan kunci dan anak kunci. Dimana panjang dan bentuk alkil secara spesifik akan dipilih oleh reseptor yang sesuai.  Aromatic Substitutions o Pendekatan favorit untuk senyawa aromatik adalah memvariasikan pola substitusi. Posisi substituent pada cincin aromatic dapat beragam untuk menemukan interaksi pengikatan yang lebih baik sehingga menghasilkan aktivitas yang lebih baik. o Hal ini dapat meningkatkan aktivitas jika gugus pengikat yang relevan berada pada posisi ideal untuk pengikatan



 Perpanjangan Struktur o Strategi melibatkan penambahan gugus fungsional lain. o Adanya kemungkinana suatu senyawa tidak berinteraksi pada sisi ikatan lain pada suatu reseptor dikarenakan tidak cukup gugus fungsi untuk mengikat ke reseptor terebut, maka agar binding afinitynya lebih baik perlu ditambahkan gugus fungsi sebagai perpanjangan lead compound untuk dapat mencapai kantung reseptor. 3



o Menunjukkan bahwa situs pengikatan ekstra pada reseptor bersifat hidrofobik, berinteraksi dengan cincin aromatik melalui interaksi van der Waals. o Strategi ini telah berhasil digunakan pada produk alami seperti morfin. o Taktik ini telah berhasil digunakan untuk menghasilkan senyawa seperti analog fenetil dari morfin yang memiliki aktivitas 14 kali lebih besar.



 Ekstensi/kontraksi rantai o Beberapa obat memiliki dua gugus pengikatan penting yang dihubungkan bersama oleh sebuah rantai. Banyak neurotransmitter alami seperti ini. Panjang rantai mungkin tidak ideal untuk interaksi terbaik. o Oleh karena itu, memperpendek atau memperpanjang panjang rantai merupakan taktik yang berguna untuk mencoba ekstensi/kontraksi rantai.



Panjang rantai yang menghubungkan gugus B tidak ideal dengan reseptornya.  Ring expansions/contractions o Jika suatu obat memiliki cincin, umumnya bernilai mensintesis analog di mana salah satu cincin ini diperluas atau dikontrak oleh satu unit. o Prinsip di balik pendekatan ini hampir sama dengan memvariasikan pola substitusi cincin aromatik. o Memperluas atau mengecilkan cincin menempatkan gugus pengikatan pada posisi yang berbeda relatif satu sama lain dan, jika beruntung, dapat menyebabkan interaksi yang lebih baik dengan dudukan pengikat.



4



 Variasi Cincin o Pendekatan populer lebih lanjut untuk senyawa yang mengandung cincin aromatik adalah mencoba mengganti cincin aromatik dengan serangkaian cincin heteroaromatik dengan ukuran cincin dan posisi heteroatom yang berbeda. o Memang, banyak dari perubahan ini hanyalah cara untuk menghindari pembatasan paten dan tidak menghasilkan perbaikan yang signifikan, namun terkadang ada keuntungan yang signifikan dalam mengubah sistem ring.



 (Bio)Isosteres o Isosteres adalah atom atau gugusan atom yang memiliki valensi (atau jumlah elektron kulit terluar) yang sama. o Sebagai contoh, SH, NH2, dan CH3 adalah isostere dari OH, sedangkan S, NH, dan CH2 adalah isostere dari O. Isosteres sering digunakan untuk merancang inhibitor atau untuk meningkatkan stabilitas metabolisme.



Oxazolidindione dan Hydantoine adalah antiepilepsi  Penyederhanaan Struktur o Jika gugus penting dari obat telah diidentifikasi, maka implikasinya, mungkin untuk membuang bagian non-esensial dari struktur tanpa kehilangan aktivitas.



5



 Rigidifikasi Struktur o Sifat kekakuan telah menjadi taktik populer yang digunakan untuk meningkatkan aktivitas obat atau untuk mengurangi efek sampingnya. o Strategi kekakuan adalah 'mengunci' molekul obat menjadi konformasi yang lebih kaku sehingga tidak dapat mengambil bentuk atau konformasi lain ini. o Akibatnya, interaksi reseptor lain dan efek samping dihilangkan. o Strategi yang sama ini juga harus meningkatkan aktivitas karena, dengan mengunci obat ke dalam konformasi aktif, obat lebih siap menyesuaikan dengan situs reseptor targetnya dan tidak perlu 'menemukan' konformasi benar.



6



B. Penapisan Sistematis ➢ Skrining sistematik meliputi skrining molekul baru, baik sintetik maupun bahan alam, dengan hewan coba atau uji biologis. ➢ Lebih banyak dilakukan secara in vitro dari pada in vivo : binding assays, pengukuran inhibisi enzim, aktivitas pada organ terisolasi atau kultur sel, dsb. ➢ Skrining sistematik diantaranya : a) Extensive screening b) Random screening c) High-throughput screening d) Screening of synthesis intermediates e) SOSA Approach : new lead from old drug ➢ Extensive screening Senyawa baru, biasanya dari satu golongan (hasil sintesis atau isolasi) diuji dengan menggunakan sistem pengujian yang berbeda. Sejumlah kecil molekul diuji berbagai efek farmakologi (sistem syaraf, kardiovaskuler, pulmoner, saluran cerna, antibakteri, antivirus, dsb.) untuk mendeteksi potensi farmakologinya. Contoh : penemuan zopiclone (transkuilizer) dan taxol (antikanker poten). ➢ Random screening : Ratusan sampai ribuan senyawa disaring dengan metode pengujian untuk aktivitas biologis tertentu (Misalnya chemical libraries dari suatu perusahaan farmasi) Sejumlah besar (ratusan hingga ribuan) molekul diuji aktivitas farmakologi yg terbatas. ➢ High-throughput screening Sejak tahun 1980-an, dengan dimanfaatkannya sistem robotik dan miniaturisasi uji in vitro, menjadi sangat mungkin untuk mengkompilasi extensive dan random screening. Ribuan senyawa dapat diuji secara paralel dalam 30 – 50 metode pengujian. ➢ Screening of synthesis intermediates (Pemanfaatan produk antara suatu sintesis) : Intermediat sintesis secara kimia berhubungan dengan produk akhir, sehingga bisa memiliki aktivitas farmakologi yang sama. Menguji senyawa tersebut bisa bermanfaat. (Cth.: Isoniazid; produk antara untuk sintesis Thiosemicarbazone) Contoh : penemuan anti TBC semicarbazon. Awalnya digunakan untuk sintesis sulfathiazol. Pengujian terhadap isonicotinic acid hydrazide, yg ditujukan untuk sintesis thiosemicarbazon, menunjukkan aktivitas anti TBC poten → isoniazide. ➢ SOSA : Selective Optimization of Side Effect Rasionalitas SOSA didasari fakta bahwa hampir semua obat menunjukkan satu atau lebih efek samping. Artinya obat mampu berinteraksi kuat dengan suatu target, tetapi juga berinteraksi (lebih lemah) dengan target lain. Terdiri 2 langkah : 1. Skrining target farmakologi baru dari satu seri (± 1000) molekul obat yang sudah diketahui data bioavailabilitas dan toksisitasnya, dan terbukti berguna secara klinis. 2. Optimasi senyawa-senyawa tersebut (dengan modifikasi kimiawi secara tradisional, paralel atau kombinatorial), dengan tujuan meningkatkan afinitas terhadap target farmakologi baru & menurunkan afinitas terhadap target yang lain. Jadi mengubah 7



efek samping teramati menjadi efek utama, dan menurunkan atau menghilangkan efek farmakologi utama sebelumnya. C. Pemanfaatan Informasi Biologis ➢ Kontribusi itama penemuan senyawa aktif baru berasal dari eksploitasi informasi biologis. ➢ Yaitu informasi tentang efek biologis dari senyawa dalam tubuh manusia, hewan, tumbuhan atau bakteri. ➢ Berdasarkan pengamatan terhadap adanya efek farmakologi in vivo yang dipicu oleh suatu senyawa. Target dan mekanisme kerja awalnya tidak diketahui ➢ Efek obat alami (tradisional): kandungan zat aktif maupun target biologisnya harus diketahui (Cth.: berbagai Alkaloid) • Efek samping obat yang digunakan secara klinis: bermanfaat bila efek tersebut penting untuk penanganan penyakit lain. Pengubahan struktur memungkinkan efek samping menjadi efek utama, contoh: Sulfonamide berefek samping Hypoglikemi. Dikembangkan obat antidiabetika oral (Sulfonil urea). • Penemuan secara kebetulan dari bahan kimia industri, contoh: Nitroglycerin : Vasodilatator pada angina pectoris 2-Amino-4-thiazol (bahan baku sintesis Sulfathiazol) berefek antithyroidal: Derivatnya digunakan pada penanganan over fungsi kelenjar tiroid • Efek tambahan pada percobaan hewan, pengamatan farmakognosi dan mikrobiologi Contoh: secara tradional preparat Vinca rosea digunakan sebagai antidiabetes (pada pengujian tidak terbukti), namun terbukti adanya hambatan pembentukan Leukozyt. Konsekuensi : Vinblastin dan Vincristin dikembangkan sebagai obat Leukämie Penemuan Penicilline merupakan contoh lain D. Strategi Rasional (Desain Obat Rasional) ➢ Originalitas kurang ➢ Computer-Aided Drug Design (CADD) : Desain Obat Berbantuan Komputer (CADD) ➢ Structure-Based Drug Design : Desain Obat Berbasis Struktur ➢ Intelligent Drug Design : Desain obat yang cerdas ➢ Kemajuan dalam farmakologi/biokimia/biologi molekuler dan biologi sel dan metode komputasi memungkinkan desain obat yang rasional. ➢ Persyaratan: Patofisiologi dan target harus diketahui ➢ Beberapa Metode :  Quantitative Structure Activity Relationship (QSAR) (awal 60-an)  Molecular Modeling/ Computer Aided/Assisted Drug Design (CADD) (awal 80-an)  Structure-Aided Design/De novo-Design (awal 80-an)  Combinatorial Chemistry and HTPS (awal 90-an)  Genom- and Proteom Research (akhir 90-an) 8



DESAIN OBAT RASIONAL Metode klasik yang biasa diterapkan adalah pengubahan molekul yaitu perancangan analog senyawa bioassay-guide activity atau senyawa pemandu/petunjuk/penuntun (lead compound) yang betul-betul aktif. Prinsip bioassay-guide activity merupakan contoh panduan bahwa perubahan kecil pada struktur molekul menyebabkan sedikit perubahan kuantitatif pada efek hayati (Bond and Waldmann, 2010 ; Muchtaridi, 2013). Perancangan obat adalah proses yang didorong oleh inovasi dan terobosan teknologi yang melibatkan kombinasi metode eksperimental dan komputasi yang canggih. Berbagai macam pendekatan kimia dapat digunakan untuk identifikasi hits, menghasilkan lead, serta untuk mempercepat optimalisasi mengarah ke calon obat (Andrade et al., 2010). Perancangan obat baru sebaiknya mengikuti prinsip utama bioassay-guide activity. Perancangan obat merupakan proses inventif menemukan obat baru berdasarkan pengetahuan tentang target biologis. Perancangan obat rasional dibagi menjadi 2 kategori: 1. Pengembangan molekul kecil dengan sifat yang diinginkan untuk target biomolekul yang fungsi seluler dan informasi struktur 3D-nya diketahui. Pendekatan perancangan obat ini telah umum digunakan dan ditetapkan secara luas oleh industri farmasi. 2. Pengembangan molekul kecil dengan sifat yang telah ditetapkan untuk targetnya yang fungsi seluler dan informasi struktur 3D-nya dapat diketahui atau tidak diketahui. Langkah-langkah yang terkait dengan kedua pendekatan tersebut dan evaluasi sifat-sifat lainnya dalam desain obat rasional sesuai gambar di bawah ini : Gambar A : Tahap-tahap perancangan obat jika target diketahui pada kategori.



Gambar A merupakan alur dalam mendesain molekul obat menggunakan target yang sudah diketahui informasi struktur 3D hingga didapatkan informasi struktur 3D target menggunakan X-ray kristalografi atau NMR.



9



Gambar B : tahab-tahab perancangan obat jika target tidak diketahui



Gambar B di atas merupakan alur proses mengubah menjadi senyawa pemandu menggunakan target yang sudah diketahui dan tidak diketahui informasi 3D-nya. Gambar C : Tahap Peningkatan Ketersediaan Hayati Senyawa Pemandu menjadi Kandidat obat



10



Berdasarkan Gambar C, langkah-langkah selanjutnya dalam merancang obat adalah: 1. Mencari senyawa penuntun / pemandu / induk (lead compounds). Lead adalah senyawa (atau seri senyawa) yang memenuhi kriteria minimum yang telah ditentukan untuk pengoptimalan struktur dan aktivitas lebih lanjut. Catatan: Biasanya, lead akan menunjukkan aktivitas yang sesuai, selektivitas, SAR yang dapat ditelusur, dan potensi untuk dipatenkan. Senyawa pemandu digunakan sebagai awal merancang obat baru. Senyawa induk ini biasanya memiliki kelemahan seperti: aktivitas lemah, atau toksisitas besar, kurang stabil, masa kerja singkat, dan mempunyai bau dan rasa yang kurang enak. 2. Modifikasi molekul, yaitu mensintesis turunannya dengan menggantikan gugus lain yang lebih diinginkan dari senyawa penuntun, kemudian dielusidasi strukturnya. 3. Merumuskan hubungan kuantitatif antara struktur dan aktivitas biologisnya (HKSA). Dengan menggunakan model yang sudah ada dan deskriptor-deskriptor yang bisa digunakan untuk memprediski hubungannya. 4. Merancang senyawa yang menurut HKSA dari persamaan statistik memberikan nilai lebih baik ativitas dan kestabilannya. 5. Mensintesis senyawa rancangan dan mengukur aktivitasnya dalam laboratorium. 6. Merancang dosisnya, lalu obat tesebut diuji klinis hingga merancang formulanya.



11



DESAIN OBAT BERBANTUAN KOMPUTER (COMPUTER AIDED DRUG DESIGN / CADD) DALAM PENEMUAN OBAT



Proses penemuan dan pengembangan obat baru dari ide awal hingga menjadi produk siap pakai di tangan konsumen merupakan proses yang panjang dan kompleks yang dapat memakan waktu bertahun-tahun. Diperkirakan dibutuhkan waktu 12-15 tahun dan biaya tinggi lebih dari 1 miliar USD.



12



Siklus tahapan dari penemuan dan pengembangan obat



tahapan penemuan obat Tantangan bagi peneliti dalam penemuan obat yaitu dalam strategi dan upaya ekonomis. Ini adalah mengapa pemanfaatan metode kimia komputasi dikembangkan. Sebuah teknologi yang muncul yaitu Computer Aided Drug Design (CADD) yang mempercepat pengembangan obat dengan memanfaatkan informasi dari obat dan penyakit yang ada, dikombinasikan dengan input antar-disiplin dari bidang lain. Teknologi ini secara luas menggunakan model matematika dan alat simulasi berdasarkan evaluasi risiko potensial dari keamanan obat dan desain ekperimen dari uji-uji yang baru. IUPAC memberikan pengertian kimia komputasi sebagai disiplin ilmu yang menggunakan metode matematika untuk menghitung sifat molekuler atau untuk menstimulasi kelakuan sistem molekuler. Dalam CADD, perangkat komputasi dan perangkat lunak digunakan untuk mensimulasikan interaksi reseptor obat. Ekspansi cepat di bidang ini dimungkinkan oleh kemajuan daya komputasi dan kecanggihan perangkat lunak dan perangkat keras, identifikasi target molekuler, dan peningkatan database struktur protein target yang tersedia untuk umum. Perancangan CADD atau in silico digunakan untuk mempercepat dan memudahkan identifikasi hit (kandidat obat aktif), seleksi hit-to-lead (kemungkinan kandidat untuk evaluasi lebih lanjut), mengoptimalkan leads yaitu mengubah senyawa yang aktif secara biologis menjadi obat yang sesuai dengan meningkatkan sifat fisikokimia, farmasetik, ADMET (absorpsi, distribusi, metabolisme, ekskresi, profil toksisitas)/PK (farmakokinetik), dan menghidari masalah keamanan efek samping obat. Tujuan CADD adalah untuk mengidentifikasi dan merancang molekul kecil yang memiliki efek terapi klinik yang effisien dan efektif. Dasar teoritis CADD melibatkan mekanika kuantum dan studi pemodelan molekul seperti desain obat berbasis struktur; desain obat berbasis ligan; pencarian basis data dan prediksi afinitas yang mengikat. Ketika target dipilih untuk desain lead compounds baru, tiga situasi berbeda yang dapat dihadapi mengenai sejumlah informasi sistem/keadaan yang tersedia: 1) struktur reseptor target sudah diketahui dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui. 2) hanya konformasi bioaktif dari ligan yang diketahui. 3) struktur target dan konformasi bioaktif dari ligan tidak diketahui. 13



Sebagian besar obat memberikan efeknya melalui interaksi dengan makromolekul spesifik dalam tubuh. Banyak dari target obat makromolekul ini adalah protein. Protein adalah rantai polimer panjang dari residu asam amino yang dapat diulang dan dilipat untuk menghasilkan alur, rongga, dan celah yang merupakan tempat yang ideal untuk interaksi dengan molekul besar atau kecil. Obat lain memberikan efeknya dengan berinteraksi dengan kelas makromolekul berbeda yang disebut asam nukleat, yang terdiri dari rantai panjang residu nukleotida. Contohnya: model obat molekul kecil (daunomycin) yang berinteraksi dengan target asam nukleat. Beberapa obat berinteraksi dengan target dapat berupa interaksi kovalen dan interaksi nonkovalen yang bertanggung jawab untuk afinitas antara obat dan target. Klasifikasi utama dari gaya tarik nonkovalen adalah interaksi ionik, interaksi ion-dipol, interaksi dipol-dipol, ikatan hidrogen, kompleks transfer muatan, interaksi hidrofobik, interaksi kation-p, ikatan halogen, dan gaya van der Waals. Misalnya, muatan yang bermuatan negatif pada obat akan tertarik ke residu bermuatan positif pada target, atau cincin fenil pada obat akan tertarik ke rantai samping hidrofobik dari asam amino seperti fenilalanin, leusin, valin, dan lain-lain. Contoh gambar yang menunjukkan secara skematis beberapa interaksi nonkovalen dari zanamivir (Relenza) dengan targetnya, neuraminidase, enzim yang sangat penting dalam siklus reproduksi virus influenza.



Gambar di atas mengilustrasikan bagaimana beberapa interaksi nonkovalen dapat bergabung untuk menghasilkan afinitas obat yang tinggi untuk target. Interaksi non-kovalen yang penting untuk interaksi target obat dibahas lebih lanjut. Protein tertentu sebagai target obat karena peran yang dimainkannya dalam tubuh:



14



Reseptor adalah protein yang fungsinya untuk berinteraksi dengan ("menerima") molekul lain (ligan reseptor), sehingga mendorong reseptor untuk melakukan beberapa tindakan lebih lanjut. Banyak reseptor berperan menerjemahkan sinyal dari luar sel untuk dihantarkan beraksi di dalam sel. Menggambarkan protein reseptor pada membran sel. Ligan reseptor berikatan dengan daerah protein yang berada di luar sel, menyebabkan perubahan pada daerah protein yang ada di dalam sel, sehingga memicu peristiwa intraseluler lebih lanjut (peristiwa di dalam sel). Bergantung pada penyakitnya, mungkin diinginkan untuk merancang obat yang mempromosikan pemicu ini (agonis reseptor) atau memblokirnya (antagonis reseptor). Dasar kimia organik untuk desain dan aksi obat-obatan yang mempromosikan atau menghambat aksi reseptor dibahas lebih rinci. Protein lain bertindak sebagai transporter. Protein ini juga menjangkau selaput sel, di mana perannya adalah untuk membawa atau mengangkut molekul atau ion dari satu sisi sel ke sisi lainnya. Contoh obat yang memodulasi tindakan transporter dibahas lebih lanjut. Enzim adalah kelas protein lain yang berfungsi sebagai target obat yang sangat penting. Nama resmi suatu enzim biasanya berakhir dengan akhiran “-ase”. Enzim adalah katalis biologis yang memfasilitasi konversi satu atau lebih reaktan (substrat) menjadi satu produk baru atau lebih. Sebagai contoh, enzim asetilkolinesterase mengkatalisasi pemecahan asetilkolin neurotransmitter rangsang, yang penting untuk pembelajaran dan memori (salah satunya).



Reaksi pemecahan asetilkolin yang dikatalisis oleh enzyme acetylcholinesterase Pemecahan asetilkolin oleh asetilkolinesterase ini adalah mekanisme dimana efek asetilkolin dimatikan oleh tubuh. Obat yang menghambat enzim ini akan memperpanjang kerja asetilkolin. Jadi, misalnya, inhibitor asetilkolinesterase seperti rivastigmine (Exelon) yang telah digunakan untuk pengobatan gejala penyakit Alzheimer. Contoh target obat lainnya adalah HMGCoA reductase, suatu enzim dalam jalur biosintesis kolesterol.



15



Peran enzyme HMG-CoA reductase dalam biosintesis kolesterol Inhibitor enzim ini berfungsi untuk mengurangi produksi kolesterol dan, oleh karena itu, obat diperlukan bagi pasien dengan kolesterol berlebih dalam aliran darahnya. Contoh-contoh tersebut meliputi penghambatan enzim merupakan strategi untuk mempromosikan aksi dari asetilkolin (dengan mencegah pemecahannya) atau penghambatan enzim merupakan strategi untuk aksi kolesterol dengan menghambat biosintesisnya. Contoh lebih lanjut dari kimia organik dari desain dan aksi penghambat enzim dibahas lebih lanjut. Asam nukleat, misalnya, DNA, memiliki peran penting dalam replikasi sel, dan obatobatan yang berikatan dengan DNA dapat mengganggu fungsi ini. Mekanisme ini bertanggung jawab atas aksi beberapa obat antikanker dan anti-infeksi yang masing-masing mengganggu replikasi sel kanker dan organisme menular. Dasar kimia organik untuk desain dan aksi obat yang mengganggu fungsi asam nukleat dibahas lebih lanjut. Metode yang sering digunakan untuk menentukan senyawa pemandu dalam CADD, yaitu : penapisan acak, ligand based drug design (LBDD), structure based drug design, de novo design (SBDD) dan blind design. Jika struktur protein tidak diketahui namun ligan diketahui, maka metode yang digunakan adalah LBDD, seperti Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas (HKSA) dan pemodelan farmakofor (Kapetanovic, 2008 ‘ Zhang, 2011). Metode de novo digunakan secara praktis ketika ligan tidak diketahui namun target diketahui strukturnya. Pendekatan SBDD diaplikasikan jika struktur target diketahui dan ligan diketahui. SBDD diaplikasikan dalam metode penambatan molekuler (docking) dan simulasi molekuler dinamik yang menggunakan struktur 3D untuk merancang senyawa aktif baru yang memiliki aktivitas biologi yang baik.



16



17



Dasar Strategi Modeling dalam Desain Obat



18



LIGAND BASED DRUG DESIGN – LBDD LBDD yaitu rancangan obat berdasarkan ligan yang sudah diketahui. Ligan dalam hal ini adalah obat, dan biasanya ligan obat yang sudah diketahui strukturnya. LBBD bisa diterapkan ketika struktur protein target tidak diketahui. Pendekatan penemuan obat berbantuan komputer (LBDD) berbasis ligan, yang melibatkan analisis ligan yang diketahui berinteraksi dengan target yang diinginkan. Metode-metode ini menggunakan suatu seri dari senyawa yang diketahui berinteraksi dengan target yang diinginkan dan menganalisis struktur 2D atau 3D seri senyawa tersebut. Tujuan keseluruhan adalah untuk mempertahankan sifat fisikokimia (dari seri senyawa) yang paling penting untuk interaksi yang diinginkan dan membuang yang tidak relevan dengan interaksi. Ini dianggap sebagai pendekatan tidak langsung terhadap penemuan obat karena tidak memerlukan pengetahuan tentang struktur target yang diinginkan. Dua pendekatan mendasar dari LBDD adalah : (1) pemilihan senyawa berdasarkan kesamaan kimia dengan aktivitas yang diketahui menggunakan beberapa ukuran kesamaan. (2) konstruksi model hubungan kuantitatif struktur aktivitas (QSAR) yang memprediksi aktivitas biologis dari struktur kimia (berupa persamaan HKSA). Metode ini diterapkan untuk skrining in silico untuk senyawa baru yang memiliki aktivitas biologis yang menarik, hit-to-lead dan lead-to drug optimization, dan juga untuk optimasi sifat ADMET. LBDD didasarkan bahwa molekul yang secara struktural mirip cenderung memiliki sifat yang serupa. Pendekatan LBDD berbeda dengan pendekatan SBDD yaitu bahwa LBDD juga dapat diterapkan ketika struktur target biologis tidak diketahui. Jadi LBDD memanfaatkan informasi sifat fisiko-kimia senyawa aktif sebagai landasan mendesain senyawa baru. Metode LBDD yang lazim digunakan adalah pharmacophore discovery, hubungan kuantitatif struktur-aktivitas (HKSA/QSAR) dan database mining. Pada farmakofor, harus dicari bagian mana dari senyawa tersebut yang berperan. Molekul-molekul lain ini dapat digunakan untuk memperoleh model farmakofor yang mendefinisikan karakteristik struktural minimum yang diperlukan yang harus dimiliki suatu molekul untuk mengikat pada target. Dengan kata lain, model target biologis dapat dibangun berdasarkan pengetahuan tentang apa yang mengikatnya, dan model ini selanjutnya dapat digunakan untuk merancang entitas molekul baru yang berinteraksi dengan target. IUPAC mendifinisikan bahwa farmakofor adalah gabungan kerangka fitur sterik dan elektronik yang diperlukan untuk memastikan interaksi supramolekul optimal dengan struktur target biologis yang spesifik dan memicu respon biologis. Fitur farmakofor adalah topografi dari gugus-gugus fungsi atau atom-atom yang memberikan respon kepada aktivitas biologi. Fitur farmakofor menggambarkan tata ulang dari atom-atom atau gugus-gugus fungsi yang penting untuk menghasilkan aktivitas biologi. Farmakofor ditampilkan dalam bentuk 3-D dari fitur-fitur kimia yang bertanggung jawab dalam aktivitas biologis. Fitur-fitur kimia dalam farmakofor dapat diuraikan oleh beberapa deskriptor seperti juga dalam HKSA, seperti efek sterik, elektronik, dan hidrofobik dari pengaruh substituen dalam senyawa yang bertanggung jawab pada aktivitas biologi. Pola farmakofor dalam sesuatu molekul dipengaruhi oleh stereokimia, sterik (atom-atom yang diakses ke protein), dan elektrostatik. 19



Pada HKSA (Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas) atau QSAR (Quantitative Structure Activity Relationship), adalah suatu hubungan antara struktur dan aktivitas biologi yang dinyatakan secara matematis. Hal ini berarti adanya hubungan kuantitatif yang dapat dihasilkan dari hubungan antara sifat-sifat molekul yang dihitung dan aktivitas biologisnya yang ditentukan secara eksperimental. Hubungan QSAR ini pada gilirannya dapat digunakan untuk memprediksi aktivitas analog baru. Maksud dan tujuan HKSA adalah: 1. Mengetahui deskriptor yang berpengaruh terhadap aktivitas dari suatu senyawa. 2. Membuat persamaan garis linier yang dapat menjelaskan tentang deskriptor yang berpengaruh terhadap aktivitas suatu senyawa. 3. Mengusulkan senyawa baru yang lebih baik dibandingkan senyawa yang sudah ada. Persyaratan dalam studi HKSA antara lain: 1. Semua senyawa analog merupakan seri senyawa homolog. 2. Semua senyawa analog mempunyai mekanisme aksi yang sama. 3. Semua senyawa analog terikat pada reseptor yang sama. 4. Efek penggantian isosterik dapat diprediksikan. 5. Binding affinity berkaitan dengan energi interaksi. 6. Aktivitas biologis berkaitan dengan binding affinity. STRUCTURE BASED DRUG DESIGN – SBDD SBDD yaitu rancangan obat berdasarkan struktur target yang didasarkan pada struktur target yang bertanggung jawab atas toksisitas dan aktivitas satu senyawa di dalam tubuh. Dengan demikan untuk mendesain obat perlu diketahui makromolekul tempat kerja obat tersebut (target obat) sebagai templatenya. Pendekatan ini memerlukan pemahaman interaksi makromolekul-ligan. SBDD memanfaatkan informasi dari struktur protein target untuk mencari sisi aktif protein yang berikatan dengan senyawa obat. Berdasarkan prediksi sisi aktif dapat dirancang senyawa yang diharapkan berikatan dengan protein target tersebut dan memiliki aktivitas biologis. Struktur protein target dapat dimodelkan dari data struktur kristalografi sinar-X (pemodelan homologi) (www.rsch.org) ataupun hasil analisis NMR (nuclear magnetic resonance) maupun data genomik (bioinformatics). Dalam proses desain obat berbasis struktur, setelah identifikasi lead compound, pengamatan struktur 3D lead compound yang terikat ke target. Struktur kompleks target-ligan diamati dan interaksi yang dibuat molekul kecil (ligan) dengan target diidentifikasi. Lebih lanjut, ketersediaan struktur target protein biasanya membantu dalam mengidentifikasi potensi interaksi ligan. Pendekatan tersebut biasanya melibatkan docking molekul ligan ke situs pengikatan makromolekul sehingga menghasilkan prediksi mode pengikatan untuk setiap senyawa kandidat, berupa prediksi konformasi ligan dan orientasi (atau posing) dalam suatu ikatan dan upaya untuk menempatkan ligan pada binding site (konfigurasi dan konformasi yang tepat) untuk berinteraksi dengan protein. Interaksi penting ini diperoleh setelah memasukkan ligan yang diketahui ke dalam situs pengikatan makromolekul yang berguna dalam merancang senyawa yang sama sekali baru dan juga untuk lead optimization. Pada metode docking molekuler didasarkan pada pemanfaatan informasi struktur target maupun sifat fisikokimia ligan untuk melakukan uji interaksi senyawa obat pada prediksi sisi 20



aktif protein. Berdasarkan informasi yang diperoleh dirancang senyawa baru yang diharapkan lebih aktif dari senyawa-senyawa yang telah tersedia. Fleksibilitas protein dan interaksinya dengan suatu senyawa dianalisis dengan mengaplikasikan simulasi Molecular Dynamics (MD), yaitu simulasi yang menganalisis perubahan struktur suatu senyawa sebagai fungsi waktu berdasarkan parameter-parameter tertentu (Trieb dkk., 2004). Senyawa baru mempunyai aktivitas tertentu, untuk memperkuat keyakinan bahwa senyawa tersebut mempunyai suatu aktivitas bisa dilakukan dengan docking. Tiap protein mempunyai ligan spesifik, dengan demikian obat dikembangkan berdasarkan ligan tersebut. Parameter interaksi obat dengan protein adalah energi, jika energi yang dibutuhkan untuk berinteraksi lebih kecil, artinya ikatan ini lebih stabil, demikian sebaliknya. Proses docking terdiri atas beberapa tahab yang kompleks. Proses ini diawali dengan penerapan docking algarithm yang memposisikan ligan pada sisi aktif dengan konformasi tertentu dan urutan pencarian konformasi tertentu, kemudian scoring function yang melengkapi docking algarithm akan mengevaluasi konformasi dengan melakukan perhitungan berdasarkan sifat fisikokimia untuk memperoleh struktur molekul yang optimal. Berdasarkan proses tersebut maka suatu program penambatan molekul merupakan kombinasi dari fungsi scoring dan algoritme. Pada metode desain de novo, struktur protein target harus sudah dapat dilihat secara jelas dengan kristalografi dan spektrofotometer NMR kemudian dimodelkan di komputer terutama pada tempat ikatannya. Protein diisolasi sehingga bisa diketahui struktur penyusunnya. Meskipun protein ukurannya besar namun hanya bagian tertentu yang berikatan dengan obat saja yang dianalisis. Jika struktur protein sudah diketahui, maka obatnya baru dirancang untuk memperoleh obat yang sesuai dengan protein yang sudah diisolasi tersebut. Sedangkan dalam hal ini struktur atau ligannya belum diketahui. Untuk kepentingan tersebut, struktur senyawa kimia dibentuk menggunakan fragmen-fragmen atau potongan gugus-gugus fungsi yang sesuai sisi pengikatan (binding site) protein target. Target pendekatan ini melengkapi sifat tempat pengikatan 3-dimensi dari protein target. Sifat ini dapat termasuk elektrostatik, ukuran, bentuk, lipofilisitas, aromatisitas dan sebagainya. Tahapan dalam rancangan de novo pertama-tama harus mencari tahu residu-residu asam amino apa saja yang ikut berperan dalam binding site suatu protein target. Kemudian mencari fragmen-fragmen yang diperlukan dalam menyusun obat, maka berbagai macam senyawa dengan gugus tertentu dimasukkan untuk dilihat interaksinya dengan residu-residu asam amino dalam binding site. Jika energinya rendah (ikatan bagus/stabil), maka fragmen tersebut adalah kandidat untuk bagian obat yang akan dirancang nanti. Saat ini perancangan obat rasional melibatkan kedua pendekatan dari CADD dengan mengkombinasikan informasi dari kedua pendekatan tersebut.



21



TINJAUAN ALUR KERJA DESAIN OBAT YANG DIBANTU KOMPUTER



BEBERAPA STRUKTUR OBAT YANG DITEMUKAN MENGGUNAKAN PENDEKATAN CADD



22



LITERATUR : Hari purnomo, 2019, Hubungan Kuantitatif Struktur dan Aktivitas, Percetakan Andi Offset, ISBN : 978-602-53471-6-0 Muchtaridi, Arry Yanuar, Sandra Megantara, Hari Purnomo, 2018, Kimia Medisinal – DasarDasar dalam Perancangan Obat, Prenadamedia Group, ISBN : 978-602-422-131-7 Richard B. Silverman and Mark W. Holladay (Auth.), 2015, The Organic Chemistry of Drug Design and Drug Action-Academic Press.



23



TUGAS Membuat review jurnal dan jurnal harus dilampirkan. 1. Berikan contoh penerapan CADD berdasarkan pendekatan (pilih salah satu): A. LBDD (analisis HKSA) B. SBDD (docking molekuler) 2. Berikan contoh obat yang diperoleh melalui pendekatan desain obat berbasis struktur dan desain obat berbasis ligan !



24