Superkonduktor Keramik [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SIFAT KEMAGNETAN KERAMIK DAN SUPERKONDUKTOR KERAMIK Magnet Keramik Keramik adalah bahan-bahan yang tersusun dari senyawa anorganik bukan logam yang pengolahannya melalui perlakuan dengan temperatur tinggi. Kegunaannya adalah untuk dibuat berbagai keperluan desain teknis khususnya di bidang kelistrikan, elektronika, mekanik dengan memanfaatkan magnet keramik sebagai magnet permanen, dimana material ini dapat menghasilkan medan magnet tanpa harus diberi arus listrik yang mengalir dalam sebuah kumparan atau solenoida untuk mempertahankan medan magnet yang dimilikinya. Di samping itu, magnet permanen juga dapat memberikan medan yang konstan tanpa mengeluarkan daya yang kontinyu. Bahan keramik yang bersifat magnetik umumnya merupakan golongan ferit, yang merupakan oksida yang disusun oleh hematit (α-Fe2O3) sebagai komponen utama. Bahan ini menunjukkan induksi magnetik spontan meskipun medan magnet dihilangkan. Material ferit juga dikenal sebagai magnet keramik, bahan itu tidak lain adalah oksida besi yang disebut ferit besi (ferrous ferrite) dengan rumus kimia MO. (Fe2O3)6, di mana M adalah Ba, Sr atau Pb. 6Fe2O3 + SrCO3



SrO. 6Fe2O3 + CO2



Pada umumnya ferit dibagi menjadi tiga kelas : 1. Ferit Lunak, ferit ini mempunyai formula MFe2O4, dimana M = Cu, Zn, Ni, Co, Fe, Mn, Mg dengan struktur kristal seperti mineral spinel. Sifat bahan ini mempunyai permeabilitas dan hambatan jenis yang tinggi, koersivitas yang rendah. 2. Ferit Keras, ferit jenis ini adalah turunan dari struktur magneto plumbit yang dapat ditulis sebagai MFe12O19, dimana



M = Ba, Sr, Pb. Bahan ini mempunyai gaya koersivitas dan



remanen yang tinggi dan mempunyai struktur kristal heksagonal dengan momen-momen magnetik yang sejajar dengan sumbu c. 3. Ferit Berstruktur Garnet, magnet ini mempunyai magnetisasi spontan yang bergantung pada suhu secara khas. Strukturnya sangat rumit, berbentuk kubik dengan sel satuan disusun tidak kurang dari 160 atom Magnet keramik yang merupakan magnet permanen mempunyai struktur Hexagonal close-pakced. Dalam hal ini bahan yang sering digunakan adalah Barrium Ferrite (BaO.6Fe2O3).



Dapat juga barium digantikan bahan yang menyerupai (segolongan) dengannya, yaitu seperti Strontium. Material magnetik ferit yang memiliki sifat-sifat campuran beberapa oksida logam valensi II, dimana oksida besi valensi III (Fe2O3) merupakan komponen yang utama. Ferit lunak mempunyai struktur kristal kubik dengan rumus umum MO.Fe2O3 dimana M adalah Fe, Mn, Ni, dan Zn atau gabungannya seperti Mn-Zn dan Ni-Zn. Bahan ini banyak digunakan untuk inti transformator, memori komputer, induktor, recording heads, microwave dan lain-lain. Ferit keras banyak digunakan dalam komponen elektronik, diantaranya motor-motor DC kecil, pengeras suara (loud speaker), meteran air, KWH-meter, telephone receiver, circulator, dan rice cooker. Sifat-Sifat Magnet Keramik Koersivitas digunakan untuk membedakan hard magnet atau soft magnet. Semakin besar gaya koersivitasnya maka semakin keras sifat magnetnya. Bahan dengan koersivitas tinggi berarti tidak mudah hilang kemagnetannya. Untuk menghilangkan kemagnetannya diperlukan intensitas magnet H yang besar. Tidak seperti bahan soft magnet yang mempunyai medan magnet B sebesar μ0M, dalam magnet permanen, magnetisasi bukan merupakan fungsi linier yang sederhana dari rapat fluks karena nilai dari medan magnet H yang digunakan dalam magnet permanen secara umum jauh lebih besar dari pada dalam bahan soft magnet (Jiles, 1996). Remanen atau ketertambatan adalah sisa medan magnet B dalam proses magnetisasi pada saat medan magnet H dihilangkan, atau remanensi terjadi pada saat intensitas medan magnetik H berharga nol dan medan magnet B menunjukkan harga tertentu. Bagaimanapun juga koersivitas pada magnet permanen akan menjadi kecil jika remanensi dalam magnetisasi juga kecil. Oleh karena itu, besar nilai remanensi yang dikombinasikan dengan besar koersivitas menjadi sangat penting (Jiles, 1996). Saturasi magnetisasi adalah keadaan dimana terjadi kejenuhan, nilai medan magnet B akan selalu konstan walaupun medan eksternal H dinaikkan terus. Remanensi bergantung pada saturasi magnetisasi. Untuk magnet permanen saturasi magnetisasi seharusnya lebih besar dari pada soft magnet. Kerapatan dari bahan ferit lebih rendah dibandingkan logam-logam lain dengan ukuran yang sama. Oleh karenanya nilai saturasi dari bahan ferit relatif rendah, hal ini menguntungkan



untuk dapat dihilangkan. Nilai kerapatan ferit dapat dilihat dalam daftar tabel 1, dan nilai perbandingan dengan material megnetik yang lain.



Superkonduktor Keramik Bahan superkonduktor suhu tinggi yang memiliki bahan dasar keramik secara teoritis belum dapat dijelaskan tuntas. Bahan superkonduktor ini tidak bisa digolongkan ke dalam tipe I maupun II karena ada beberapa sifatnya yang unik. Bentuk kristalnya termasuk golongan perovskite, suatu bentuk kristal kubus yang cukup populer. Rumus umum molekul perovskite adalah ABX3 , dimana A dan B adalah kaiton logam dan X adalah anion non logam. Banyak bahan elektronis yang memiliki bentuk perovskite ini, misalnya PbTiO3 dan PbZrO3 yang bersifat piezoelektrik kuat sehingga baik digunakan untuk pressure-gauge. Superkonduktor suhu tinggi ini ternyata berupa perovskite yang cacat. Misalnya YBCO yang ditemukan oleh Chu Chingwu cs. dari Universitas Houston berbentuk 3 kubus perovskite dengan rumus molekul YBa2Cu3O6,5 , yang menunjukkan defisiensi atom oksigen sebagai anionnya (mestinya ada 9 atom). Nama lain untuk YBCO ini adalah 1-2-3, menunjukkan perbandingan cacah atom Y, Ba dan Cu di dalam kristalnya. Atom-atom tembaganya terletak pada suatu lapisan inilah arus listrik lewat dalam bahan YBCO. Struktur yang demikian memiliki andil yang besar bagi sifat superkonduktivitas suhu tinggi, terbukti senyawa barium-kalium-bismuth-oksida buatan AT & T Bell Laboratoies (1988)



cuma memiliki Tc = 30 K, senyawa ini tentu saja tidak memiliki atom tembaga sebagai lapisan penghantar elektron. Elektron-elektron juga dalam keadaan berpasangan, hal ini telah dibuktikan dengan dijumpainya flukson yang merembes di dalamnya. Flukson adalah kuantum fluks magnetik dalam superkonduktor, besarnya kira-kira 2 x 10-15 weber, dalam perhitungan besarnya ini bersesuaian dengan kehadiran partikel bermuatan listrik dua kali muatan elektron. Watakwataknya yang masih perlu penjelasan teoritis adalah tarikan antar electron dalam pasangan Cooper yang ternyata masih cukup kuat walaupun suhu transisinya tinggi. Padahal suhu yang tinggi menyebabkan bertambahnya cacah phonon, sehingga ikatan elektron itu seharusnya akan hancur karenanya. dalam kaitan ini peranan kerangka kristal harus kembali dipertanyakan. Mungkin saja kotoran di dalamnya yang justru mampu meredam interaksi phonon atau gangguan-gangguan lain termasuk medan magnet yang besar agar ia tetap stabil sebagai superkonduktor. Sifat lain yang tidak menguntungkan dari YBCO adalah mudahnya ia melepaskan oksigen ke lingkungannya, padahal dengan berkurangnya atom oksigen sifat superkonduktornya akan hilang. Lagi pula ia terlalu rapuh untuk dibentuk menjadi kawat. Lebih jauh lagi Philip W. Anderson (pemenang hadiah Nobel 1977 bidang Fisika) mengemukakan peranan besaran spin dalam fenomena superkonduktor suhu tinggi ini, pernyataan ini telah didukung oleh data percobaan MIT oleh RJ Birgeneau. Sungguh merupakan sebuah tantangan besar bagi para ahli dari berbagai bidang untuk memahami lebih jauh fenomena superkonduktor jenis baru ini. Tampaknya bahan ini akan semakin merajai teknologi pada masa yang akan datang, yaitu abad XXI. Mulanya superkonduktor tidak dapat diaplikasikan dengan alasan Tc nya sulit untuk dicapai. Namun sejak tahun 1986, terjadi sebuah terobosan baru di bidang superkonduktivitas. ketika Alex Miller dan George Bednorz, peneliti di Laboratorium Riset IBM di Zurich, Switzerland, berhasil membuat keramik yang terdiri dari unsur Lanthanum, Barium, Tembaga, dan Oksigen, yang bersifat superkonduktor pada suhu tertinggi pada waktu itu, 35 K. Padahal selama ini keramik dikenal sebagai isolator. Keramik tidak mengantarkan listrik sama sekali pada suhu ruang. Hal ini menyebabkan para peneliti pada waktu itu tidak memperhitungkan bahwa keramik dapat menjadi superkonduktor. Penemuan ini dipublikasikan di Jerman dalam jurnal Zeitschrift for Physik, September 1986.



Pada tahun 1987, Paul C. W. Chu dari Universitas Houston berhasil membuat bahan superkonduktor dengan Tc 93K. Bahan tersebut disusun oleh yttrium, barium, tembaga dan oksigen dengan rumus molekul YBa2Cu3O7-x. Setahun kemudian Paul Chu membuat superkonduktor dengan Tc yang lebih besar, 120K. Tersusun dari unsur bismuth, stronsium, kalsium, tembaga dan oksigen. Para ahli terus berusaha meneliti berbagai material agar diperoleh superkonduktor temperatur kamar. Bangsa kita pun bisa membuat superkonduktor, salah satunya di Laboratorium Fisika Material, Superkonduktor dan Organik Terkonjugasi (FISMOTS) di jurusan fisika ITB. Bahan yang digunakan berbentuk keramik. Pembuatanya dengan metoda padatan, dipanaskan dalam tungku lalu digerus. Proses tersebut dapat dilanjutkan dengan proses pelelehan dan pendinginan bertahap. Setelah tahap ini selesai maka masuk ke dalam tahap terakhir yaitu proses annealing dalam atmosfer tertentu untuk mencapai tingkat kadar oksigen tertentu sesuai yang diinginkan. Biasanya kadar oksigen dalam kristal mempengaruhi Tc yang tinggi. Umumnya karakterisasi dasar bahan superkonduktor yang dilakukan meliputi karakteriasasi efek Meissner, pengukuran tahanan terhadap suhu, pengukuran difraksi sinar X (XRD) dan pengukuran Scanning Electron Microprobe (SEM). a.



Sampel YBa2Cu3O7



Gambar 1.2 Proses Pembuatan Sampel Bahan-bahan yang diperlukan untuk membuat sampel YBa2Cu3O7 adalah Y2O3, BaCO3, CuO. Langkah-langkah sintesis sampel YBa2Cu3O7 diantaranya : 1.



Persiapan bahan dengan komposisi awal dengan menggunakan perbandingan molar off stokiometri.



2.



Pencampuran dan penggerusan pertama di dalam mortar agate. Kalsinasi pada suhu 940° C selama 24 jam.



3.



Pendinginan pada suhu kamar.



4.



Sintering pada suhu 940° C.



5.



Pendinginan dalam tungku.