Susu Formula Bayi PDF [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

SUSU FORMULA BAYI



Oleh Dr. Rahman Setiawan



Pembimbing Dr. Julius Anzar, Sp.A (K) Dr. Moretta Damayanti, Sp.A (K)



Penilai Dr. Julniar M Tasli, Sp.A (K) Dr. Ria Nova, Sp.A (K)



DEPARTEMEN KESEHATAN ANAK FAKULTAS KEDOKTERAN UNSRI RSMH PALEMBANG 2018



HALAMAN PENGESAHAN Sari pustaka ini diajukan oleh : Nama



: dr. Rahman Setiawan



NIM



: 0422781721005



Program studi



: Program studi pendidikan dokter spesialis anak



Judul sari pustaka



: Susu formula bayi



Palembang, November 2018 Pembimbing I



Dr. Julius Anzar, SpA (K)



Pembimbing II



Dr. Moretta Damayanti, SpA (K) M.Kes



ii



KATA PENGANTAR



Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas berkah dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan sari pustaka dengan judul Susu Formula Bayi. Sari pustaka ini disusun sebagai salah satu persyaratan bagi peserta didik dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya,RSMH Palembang. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dr. Julius Anzar, SpA (K) sebagai pembimbing atas bimbngan dan saran-sarannya dalam penyusunan sari pustaka ini. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada 1. Dr. Yusmala Helmy, SpA (K) sebagai kepala bagian anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, RSMH Palembang 2. Dr. Aditiawati, SpA (K) sebagai ketua program studi pendidikan dokter spesialis kesehatan anak Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, RSMH Palembang 3. Dr. Julniar M Tasli, SpA (K) dan dr. Ria Nova SpA (K) sebagai penilai sari pustaka ini 4. Seluruh staf pengajar PPDS kesehatan anak fakultas kedokteran Universitas Sriwijaya, RSMH Palembang yang telah memberikan ilmu pengetahuan dan wawasan kepada penulis 5. Semua pihak yang membantu dan mendukung penulisan sari pustaka ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa sari pustaka ini masih perlu disempurnakan. Oleh karena ini penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan sari pustaka ini. Penulis juga berharap sari pustaka ini dapat menambah wawasan bagi kita semua



Palembang, Novermber 2018 Penulis



iv



DAFTAR ISI



Halaman sampul...................................................................................................... i Halaman pengesahan ............................................................................................. ii Lembar bimbingan ................................................................................................ iii Kata pengantar ...................................................................................................... iv Daftar isi................................................................................................................. v Daftar singkatan .................................................................................................... vi Daftar tabel.......................................................................................................... viii BAB I Pendahuluan ............................................................................................... 1 BAB II Aspek medis dan non medis terkait susu formula bayi 2.1 Aspek medis ............................................................................................ 2 2.1.1 Definisi ................................................................................................. 2 2.1.2 Indikasi ................................................................................................. 2 2.1.3 Kontraindikasi ...................................................................................... 3 2.2 Aspek non medis ..................................................................................... 4 2.2.1 Sejarah............................................................................................. 4 2.2.2 Aturan tentang susu formula bayi ................................................... 5 2.2.2.1 Iklan dan promosi ............................................................... 5 2.2.2.2 Pelabelan ............................................................................. 6 BAB III Komposisi dan klasifikasi susu formula bayi 3.1 Komposisi ................................................................................................ 7 3.1.1. Protein ........................................................................................... 7 3.1.2. Lemak ............................................................................................ 8 3.1.3. Karbohidrat ................................................................................... 8 3.1.4 Vitamin........................................................................................... 9 3.1.5 Mineral ......................................................................................... 10 3.1.6 Komponen lain ............................................................................. 10 3.2. Klasifikasi ............................................................................................ 10 BAB IV Risiko kesehatan terkait susu formula bayi 4.1 Risiko kontaminasi patogen ................................................................... 16 4.2 Risiko kontaminasi bahan kimia ............................................................ 16 4.3 Pemilihan botol susu .............................................................................. 17 BAB V Ringkasan .................................................................................................. 22 Daftar Pustaka ........................................................................................................ 24



v



DAFTAR SINGKATAN



AAF



: Amino Acid Formulas



ABA



: Acuan Batas Atas



ARA



: Arakhidonat



ASI



: Air Susu Ibu



ASS



: Alergi Susu Sapi



BPA



: Bisphenol-A



BPOM



: Badan Pengawas Obat Dan Makanan



EHF



: Extensively Hydrolyzed Formula



EPA



: Eikosapentaenoat



EPSGAN



: European Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition



ESPACI



: European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunolog



FDA



: Food and Drug Adimistration



HDPE



: High density polyethylene



HIV



: Human Immune Virus



HMF



: Human Milk Fortifier



KEMENKES RI



: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia



KMB



: Kelainan Metabolik Bawaan



LDPE



: Low density polyethylene



PASI



: Pendamping ASI



PC



: Polycarbonate



PETE



: Polyethylene terephthalate



PP



: Polypropylene



PS



: Polystyrene



PVC



: Polyvinyl chloride



WHO



: World Health Organization



vi



DAFTAR TABEL



Tabel 1. Aturan kandungan vitamin susu formula ................................................. 9 Tabel 2. Aturan kandungan mineral dan trace elemen formula............................. 9 Tabel 3. Perbandingan formula WHO F-75 dan F-100 ....................................... 15



vii



BAB I PENDAHULUAN



Air susu ibu (ASI) merupakan nutrisi terbaik untuk bayi karena mengandung zat bioaktif yang baik untuk sistem pencernaan dan kekebalan tubuh.1 Pada tahun 2002, World Health Organization (WHO) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan.2 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) juga merekomendasikan pemberian ASI eksklusif di Indonesia selama 6 bulan dan dianjurkan dilanjutkan sampai anak berusia 2 tahun dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai. 3 Pada tahun 2010, persentase pemberian ASI eksklusif pada bayi sampai usia 6 bulan di Amerika Serikat adalah 43%.2 Di Indonesia, berdasarkan data Kemenkes RI tahun 2016, persentase bayi yang mendapatkan ASI eksklusif adalah 54%. Sedangkan di Sumatera Selatan persentase bayi yang mendapat ASI eksklusif adalah 55%.3 Pemerintah Indonesia membuktikan komitmennya dalam menurunkan angka kematian bayi dan mendukung pemberian ASI eksklusif dengan mengeluarkan Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009. Pada pasal 128 dinyatakan hak bayi untuk mendapat ASI eksklusif kecuali atas indikasi medis dan terdapat ancaman hukuman pidana bagi yang tidak mendukungnya termasuk bagi para petugas kesehatan.3 Beberapa kondisi medis tertentu menyebabkan ASI eksklusif tidak bisa diberikan pada bayi, sehingga pemberian susu formula dapat dipertimbangkan. Kondisi medis tersebut antara lain beberapa kelainan metabolik bawaan (KMB) yang menyebabkan tubuh tidak memiliki enzim tertentu untuk mencerna salah satu komponen nutrien dalam ASI ataupun susu hewan. Bayi tersebut memerlukan formula khusus yang disesuaikan dengan kebutuhannya. Kondisi lain misalnya penyakit ibu yang dapat ditularkan kepada bayinya melalui ASI. 4 Sari pustaka ini bertujuan untuk membahas hal-hal terkait susu formula pada bayi 0-12 bulan dari aspek medis maupun non medis, klasifikasi susu formula dan risiko kesehatan terkait susu formula.



1



BAB II ASPEK MEDIS DAN NON MEDIS TERKAIT SUSU FORMULA



2.1 Aspek Medis 2.1.1 Definisi Susu formula bayi merupakan jenis makanan khusus yang dapat digunakan oleh bayi untuk menggantikan ASI atau disebut Pengganti ASI (PASI). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian air ASI eksklusif, susu formula bayi adalah susu yang secara khusus diformulasikan sebagai pengganti ASI untuk bayi sampai berusia 12 bulan.5,6



2.1.2 Indikasi pemberian susu formula Menurut Pasal 7 PP No. 33 Tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif, susu formula dapat diberikan kepada bayi atas indikasi medis tertentu.6 Pemberian susu formula bayi berdasarkan indikasi medis dilakukan dalam hal-hal sebagai berikut : 2.1.2.1 Bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus Indikasi medis pada bayi yang hanya dapat menerima susu dengan formula khusus sebagaimana dimaksud di atas adalah pada bayi dengan kelainan metabolisme bawaan (inborn errors metabolism). Pada beberapa kelainan metabolisme bawaan, tubuh tidak mempunyai enzim tertentu untuk mencerna salah satu komponen dalam susu, baik susu manusia maupun hewan. 6,7 2.1.2.1.1 Galaktosemia Penyakit



ini



disebabkan



tidak



adanya



enzim



galactose-l-phosphate



uridyltransferase yang diperlukan untuk mencerna galaktosa yaitu hasil penguraian laktosa. ASI mengandung laktosa tinggi sehingga bayi harus mendapat PASI yang tidak mengandung galaktosa. Selanjutnya penderita harus mengonsumsi makanan yang bebas galaktosa seumur hidupnya. 2.1.2.1.2 Maple syrup urine disease (MSUD). Pada penyakit ini tubuh tidak dapat mencerna jenis protein leusin, isoleusin dan valine. Bayi tidak boleh mendapat ASI atau susu formula standar. Bayi memerlukan formula khusus yang bebas leusin, isoleusin dan valine.7 2



2.1.2.1.2 Fenilketonuria. Penyakit ini memerlukan formula tanpa fenilalanin. Bayi dengan fenilketouria masih dapat diberikan ASI karena kadar fenilalanin ASI rendah, dan agar manfaat lainnya tetap diperoleh asalkan disertai pemantauan kadar fenilalanin dalam darah.7 2.1.2.2 Kondisi medis ibu yang tidak dapat memberikan ASI eksklusif karena harus mendapatkan pengobatan sesuai dengan standar pelayanan medis seperti ibu dengan Human Immune Defisiecy Virus (HIV) positif. Virus HIV juga ditularkan melalui ASI. Pada prinsipnya, ibu dengan HIV dianjurkan tidak menyusui bayinya, untuk mencegah penularan HIV kepada bayinya melalui ASI. Oleh karena itu, bayi diberikan pengganti air susu ibu. Namun dalam keadaan tertentu dimana pemberian PASI tidak memungkinkan dan bayi akan jatuh dalam keadaan kurang gizi, ASI masih dapat diberikan dengan cara diperah dan dihangatkan terlebih dahulu pada suhu diatas 660C. Rekomendasi cara menyusui untuk ibu HIV positif adalah sebagai berikut 6,7 a. Menyusui bayinya secara ekslusif selama 4-6 bulan untuk semua ibu yang tidak terinfeksi atau ibu yang tidak diketahui status HIV-nya. b. Ibu dengan HIV positif dianjurkan untuk tidak memberikan ASI dan sebaiknya memberikan PASI dengan syarat affordable (diterima), feasible (terlaksanakan), affordable (terjangkau), sustainable (berksinambungan), safe (aman) (AFASS). c. Bila PASI tidak memungkinkan, disarankan pemberian ASI ekslusif selama 4-6 bulan kemudian dilanjutkan dengan ASI.



2.1.3 Kontraindikasi pemberian susu formula Kontraindikasi pemberian susu formula berhubungan dengan klasifikasi susu formula itu sendiri. Beberapa jenis susu formula tidak direkomendasikan untuk kasus-kasus tertentu terutama kasus alergi atau intoleransi bahan dasar susu formula.8 Alergi susu sapi dapat terjadi karena sensitivitas terhadap protein susu sapi yang intak sehingga pemberian susu formula khusus dengan protein susu sapi yang dimodifikasi menjadi terhidrolisa ekstensif dan isolat asam amino dapat diberikan.8,9 Susu formula berbasis soya harus dihindari pada bayi prematur atau bayi dengan kerusakan ginjal karena beban alumunium fosfat yang tinggi. Kedelai mengandung phytoestrogen yang merupakan kelompok besar flavonoid. Ada tiga kelas flavonoid yaitu coumestans, lignan dan



isoflavon. Isoflavon yang ditemukan dalam kedelai memiliki aktivitas estrogen paling kuat karena berinteraksi dengan reseptor estrogen dan memodulasi konsentrasi estrogen. Kadar phytoestrogen darah menjadi lebih tinggi pada bayi yang diberi susu formula kedelai sejak lahir hingga usia 4 bulan dibandingkan bayi yang tidak diberikan susu formula kedelai. The British Dietetic Association Pediatric Group menyatakan bayi yang diberi susu kedelai akan mengkonsumsi sekitar 4 mg isoflavon/kgbb/hari. Selama periode perkembangan ini, hal ini dapat menghasilkan perubahan hormon permanen.9,10



2.2 Aspek non medis 2.2.1 Sejarah susu formula Jean Charles Des-Essartz (1760) menulis tentang komposisi susu manusia, sapi, domba, keledai, kuda betina, dan kambing. Berdasarkan karakteristik kimianya, Des-Essartz menyatakan susu manusia sebagai sumber nutrisi bayi terbaik. Ahli kimia Justus von Liebig (1865) mengembangkan, mematenkan dan memasarkan makanan bayi pertama dalam bentuk cair kemudian dalam bentuk bubuk dengan proses pengawetan yang lebih baik.11 Nicholas Appert (1810) mengembangkan teknik untuk menyeterilkan makanan dalam wadah tertutup. Perkembangannya diikuti oleh penemuan susu terkondensasi yang dipatenkan pada tahun 1835 oleh William Newton. Pada tahun 1853, Texan Gale Borden menambahkan gula pada susu terkondensasi. Sedangkan John B. Myerling pada tahun 1885 mengembangkan susu kental tanpa gula dan melabelinya sebagai “evaporated milk”. Produk Myerling merupakan pilihan yang populer sebagai makanan bayi dan direkomendasikan oleh dokter anak dari tahun 1930-an hingga 1940-an.11,12 Banyak produk komersial dan formula lainnya diperkenalkan dengan cepat setelah pemasaran makanan bayi Liebig dan penemuan susu terkondensasi. Terdapat 27 merek makanan bayi yang dipatenkan pada tahun 1883. Produk komersial tersebut terdapat dalam bentuk bubuk dan terdiri dari karbohidrat seperti gula, pati, dan dekstrin yang ditambahkan kedalam susu.10 Para ilmuwan mulai mengembangkan formula berbasis non susu sapi untuk bayi yang alergi terhadap susu sapi pada tahun 1920. Formula non susu sapi pertama dibuat dari tepung kedelai dan dipasarkan untuk umum pada tahun 1929. Susu formula berbasis tepung kedelai tersebut kurang memiliki nutrisi penting, sehingga pada tahun 1960 dilakukan fortifikasi vitamin dan mineral pada susu formula.12,13,14



2.2.2 Aturan tentang susu formula bayi 2.2.2.1 Iklan dan promosi Berdasarkan peraturan pemerintah nomor 33 tahun 2012 tentang pemberian ASI eksklusif dan peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2013 tentang susu formula bayi dan produk bayi lainnya, iklan susu formula bayi hanya dapat dimuat dengan ketentuan sebagai berikut, antara lain15 



Dimuat pada media cetak khusus tentang kesehatan.







Materi iklan harus memuat keterangan bahwa susu formula bayi hanya dapat diberikan atas keadaan tertentu serta keterangan bahwa ASI adalah makanan terbaik untuk bayi.







Materi iklan wajib memperoleh izin menteri kesehatan melalui pemgajuan surat permohonan.



Perihal promosi susu formula, produsen atau distributor susu formula bayi dan atau produk bayi bainnya, dilarang melakukan promosi dengan cara sebagai berikut15 a. Pemberian contoh produk secara cuma-cuma. b. Pemberian suplai gratis, potongan harga, atau bentuk apapun atas pembelian susu formula sebagai daya tarik dari penjual. c. Pemberian hadiah bagi yang mampu menjual dan atau membeli susu formula d. Menjual atau menawarkan produk melalui telepon, email dan sarana elektronik lainnya. e. Penawaran atau penjualan langsung susu formula dengan menggunakan jasa sales marketing baik yang datang ke rumah atau tempat sarana umum. f. Penggunaan tenaga kesehatan untuk memberikan informasi tentang susu formula bayi kepada masyarakat. g. Menggunakan gambar bayi sehat yang seolah-olah menjadi sehat karena penggunaan produknya. h. Mengidealkan produknya seolah-olah yang terbaik.



2.2.2.3 Pelabelan Ketentuan pelabelan produk susu formula bayi adalah sebagai berikut15







Produsen dan atau distributor susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya wajib mencantumkan label pada setiap kemasan susu formula bayi dan/atau produk bayi lainnya, dengan mencantumkan nama produk “Formula bayi.”







Label sebagaimana dimaksud harus ditulis secara jelas dengan menggunakan Bahasa Indonesia yang baik dan benar, dan sekurang-kurangnya memuat nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih (dinyatakan dalam per 100 g atau per 100 ml dan per 100 kkal), informasi nilai gizi, tanggal kadaluwarsa dan petunjuk penyimpanan, keterangan tentang peruntukan (usia bayi), cara penggunaan, nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan ke dalam wilayah Indonesia dan keterangan lain yang perlu diketahui.



Keterangan tentang daftar bahan yang digunakan meliputi15 a. Semua bahan yang digunakan harus dicantumkan secara berurutan ke samping atau ke bawah mulai dari yang terbanyak jumlahnya. b. Uraian tentang vitamin dan mineral dibuat tersendiri dan tidak harus secara berurutan menurut jumlahnya. c. Untuk bahan-bahan yang berasal dari hewan atau tanaman serta bahan tambahan pangan harus ditulis secara spesifik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. d. Sumber protein yang digunakan pada produk harus dinyatakan dengan jelas pada label. e. Jika susu sapi merupakan satu-satunya sumber protein, produk dapat mencantumkan “Formula bayi berbahan dasar susu sapi”. Pada label juga harus disertakan kalimat “ASI adalah makanan terbaik untuk bayi” atau kalimat sejenis yang menyatakan keunggulan menyusui dengan ASI, serta tidak boleh memuat gambar bayi dan wanita atau sesuatu yang mengunggulkan penggunaan susu formula bayi baik dalam bentuk gambar ataupun kalimat. 15,16



BAB III KOMPOSISI SUSU FORMULA BAYI



3.1 Komposisi susu formula Di Indonesia, aturan mengenai komposisi susu formula diatur dalam peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor HK.00.05.1.52.3920 tentang pengawasan formula bayi dan formula bayi untuk keperluan medis khusus.16 Peraturan ini mengacu pada Codex alimentarius. Keamanan dan kecukupan kandungan zat gizi susu formula harus terbukti secara ilmiah dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan bayi. Mengacu pada rekomendasi internasional, formula bayi siap konsumsi di Indonesia harus mengandung energi 60-70 kkal per 100 ml produk. Sedangkan, kandungan zat gizi formula bayi siap konsumsi per 100 kkal harus memenuhi ketentuan nilai minimum, maksimum, atau acuan batas atas (ABA). ABA digunakan untuk zat gizi yang tidak mempunyai informasi cukup tentang kajian risiko berbasis ilmiah. Kandungan zat gizi formula bayi biasanya tidak boleh melebihi ABA kecuali jika tidak dapat dihindari sehubungan dengan keragaman kandungan formula atau karena alasan teknologi. Berikut komposisi formula standar pada bayi.15,16,17



3.1.1 Protein Kandungan protein dalam ASI dalam bentuk whey 70% dan kasein 30%, dengan variasi komposisi whey: kasein adalah 90:10 pada hari ke-4 sampai 10 setelah melahirkan, 60:40 pada ASI matur (hari ke-11 sampai 240) dan 50:50 setelah hari ke-240. Jumlah kandungan protein pada susu formula adalah 1.8-3 gr/100 kkal dengan perbandingan whey: kasein adalah 18:82.15 Protein whey tahan terhadap suasana asam dan lebih mudah diserap sehingga akan mempercepat pengosongan lambung. Selain itu protein whey mempunyai fraksi asam amino fenilalanin, tirosin, dan metionin dalam jumlah lebih rendah dibanding kasein, tetapi dengan kadar taurin lebih tinggi. Komponen utama protein whey ASI adalah alfa-laktalbumin, sedangkan protein whey pada susu sapi adalah beta-laktoglobulin. Laktoferin, lisozim, dan sIgA merupakan bagian dari protein whey yang berperan dalam pertahanan tubuh.15,16



7



3.1.2 Lemak Sumber kalori utama ASI adalah lemak. Kurang lebih 50% energi yang terkandung pada ASI berasal dari lemak, terdapat 40 gram lemak dalam 1 liter ASI (40 g/L). Asam lemak yang terkandung pada ASI kaya akan asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam alfa linolenat. Trigliserida adalah bentuk lemak utama pada ASI, dengan kandungan antara 97% - 98%. ASI sangat kaya asam lemak esensial yaitu asam lemak yang tidak bisa diproduksi tubuh tetapi sangat diperlukan untuk pertumbuhan otak. Asam lemak esensial tersebut adalah asam linoleat 8-17%, asam linolenat 0,5-1,0%, dan derivatnya yaitu asam arakidonat (AA) 0,5-0,7% dan asam dokosaheksanoat (DHA) 0,2-0,5%.15,17 Kandungan asal lemak trans, asam erusat dan fosfolipid tidak boleh lebih dari 3%, 1%, 300 mg/100 kkal dari total asam lemak, secara berurutan.16



3.1.3 Karbohidrat Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Di dalam usus halus laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim laktase. Produksi enzim laktase pada usus halus bayi kadang-kadang belum mencukupi, karenanya di dalam ASI terdapat enzim laktase untuk memecah laktosa tersebut, sedamgkan pada susu formula laktosa dan polimer glukosa merupakan karbohidrat utama yang digunakan pada formula berbahan protein susu sapi dan protein hidrolisat. Kandungan karbohidrat minimum pada susu formula adalah 9 gr/100 kkal dan maksimum adalah 14 gr/100 kkal. Penambahan karbohidrat tersebut maksimum 30% dari total karbohidrat dan maksimum 2 g/100 ml.16



3.1.4 Vitamin Kandungan vitamin di dalam susu formula yang harus ada adalah sebagai berikut Tabel 1. Aturan kandungan vitamin susu formula 15,16 Vitamin Vitamin A Vitamin D3 Vitamin E Vitamin K Tiamin Riboflavin Niasin Piridoksin



Satuan mcg re /100 kkal mcg/100 kkal mcg α-te /100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal



Minimum 60 1 0,5 4 60 80 300 35



Maksimum 180 2,5 -



ABA 5 27 300 500 1500 175



Vitamin B12 mcg/100 kkal Asam Pentoneat mcg/100 kkal Asam Folat mcg/100 kkal Vitamin C mcg/100 kkal Biotin mcg/100 kkal 15 Sumber : Kemenkes RI



0,1 400 10 10 1,5



-



1,5 2000 50 70 10



3.1.5 Mineral dan trace elements Kandungan mineral yang harus ada di dalam susu formula adalah sebagai berikut Tabel 2. Aturan kandungan mineral dan trace elemen formula 16 Vitamin Besi Kalsium Fosfor Magnesium Natrium Klorida Kalium Mangan Iodium Selenium Tembaga Seng Sumber : Kemenkes RI



Satuan mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal mcg/100 kkal



Minimum 0,45 50 25 5 20 50 60 1 10 1 35 0,5



Maksimum 60 160 180 -



ABA 2 140 100 15 100 60 9 120 1,5



3.1.6 Komponen lain Selain persyaratan komposisi seperti ditetapkan diatas bahan lain yang secara normal terdapat dalam ASI dapat ditambahkan pada formula bayi. Hal ini dilakukan untuk menjamin bahwa formulasi tersebut adalah merupakan sumber zat gizi satu-satunya bagi bayi atau untuk memberikan manfaat lain yang serupa dengan manfaat yang didapat oleh bayi yang mendapat ASI. Kelayakan dan keamanan zat-zat gizi tersebut bagi bayi harus dibuktikan secara ilmiah. Formula harus mengandung bahan dengan jumlah yang cukup untuk memberikan manfaat yang diharapkan, dengan mempertimbangkan jumlah kandungannya pada ASI. Beberapa bahan seperti taurin dapat ditambahkan pada susu formula dengan batas maksimum 12 mcg/100 kkal.16 Nukleotida terdiri dari 4 jenis yaitu adenosin (nukleotida purin), guanosin (nukleotida purin), cytidine (nukleotida pirimidin) dan uridin (nukleotida pirimidin).



Kandungan nukleotida purin maksimum 45% dari total nukleotida yang ditambahkan. Penambahan DHA pada formula bayi harus disertai penambahan asam arakhidonat (ARA) dengan rasio 1:1-2. Kandungan asam eikosapentaenoat (EPA), yang dapat terbentuk dari sumber asam lemak tidak jenuh ganda rantai panjang, tidak boleh lebih dari kandungan DHA. 16 Fluor tidak boleh ditambahkan pada formula bayi. Dalam keadaan apapun, kandungan fluor tidak boleh lebih dari 100 mcg/100 kkal dalam produk formula bayi siap konsumsi. Produk harus bebas gumpalan dan partikel besar serta dapat disajikan sesuai kebutuhan bayi. Semua produksi susu formula telah diatur mulai dari bahan pengemulsi dan pengental, tingkat hiegenitas, pengatur keasaman, antioksidan, kemasan, hingga pelabelan untuk menjaga kualitas susu formula demi pertumbuhan dan perkembangan bayi.15,16



3.2 Klasifikasi susu formula Penggolongan formula bayi menurut European Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition (ESPGAN) adalah17 1) Formula awal (starter formula), merupakan susu formula yang dipergunakan sejak lahir hingga usia 6 bulan. 2) Formula lanjutan (follow-on formula), merupakan susu formula yang dipergunakan pada usia 6-12 bulan. Berdasarkan sumber proteinnya, susu formula dibagi menjadi18 1) Formula berbahan dasar protein susu sapi Susu formula kebanyakan terbuat dari susu sapi dan telah diproses sedemikian rupa agar menyerupai ASI. Susu formula jenis ini merubah karbohidrat, protein dan lemak agar mudah dicerna oleh bayi.17



2) Formula berbahan dasar protein non susu sapi seperti formula berbasis soya Formula ini menggunakan kedelai sebagai sumber protein untuk mengganti komponen susu sapi. Susu formula soya juga bebas laktosa yang aman dipakai oleh bayi dan anak yang memerlukan diet bebas laktosa. Soya menggunakan isolat protein kedelai sebagai bahan dasar. Isolat protein kedelai tersebut memiliki kandungan protein tinggi yang setara



dengan susu sapi. Karbohidrat pada formula soya adalah maltodextrin, yaitu sejenis karbohidrat yang dapat ditoleransi oleh sistem pencernaan bayi yang terluka saat mengalami diare ataupun oleh sistem pencernaan bayi yang memang alergi terhadap susu sapi.14 Pada penelitian yang dilakukan terhadap 170 bayi alergi susu sapi didapatkan susu soya bisa diterima oleh sebagian besar bayi dengan alergi susu sapi baik IgE dan Non IgE. Perkembangan IgE berkaitan dengan susu soya termasuk jarang. Namun, meskipun tidak mengandung susu sapi, dapat terjadi reaksi silang antara protein susu sapi dengan protein kedelai, sehingga 30-40% bayi alergi susu sapi dapat mengalami reaksi alergi dengan penggunaan susu ini. 17,20,21



Susu formula bayi yang komposisinya tidak termasuk dalam formula standar disebut formula khusus, adapun yang termasuk di dalam formula khusus adalah12 1) Susu formula bayi prematur Air susu ibu merupakan nutrisi yang direkomendarikan pada bayi prematur karena efek imunoprotektif, stimulasi maturitas fungsi gastrointestinal, dan factor bioaktif yang berkontribusi untuk luaran neurodevelopmental (LoE 3). Namun ASI saja tidak selalu memenuhi kecukupan nutrisi bayi prematur. Komposisi ASI dari ibu yang melahirkan bayi prematur berbeda dari ibu yang melahirkan cukup bulan. Asi bayi prematur pada awalnya mengandung lebih banyak protein, lemak, asam amino bebas dan natrium, tetapi beberapa minggu kemudian kadar zat gizi tersebut menurun.18 Walaupun ASI prematur memiliki kandungan energi dan protein yang lebih tinggi, namun tetap tidak dapat memenuhi kecukupan BBLSR yang sedang kejar tumbuh, terutama untuk protein, fosfor dan kalsium. Oleh karena itu, pemberian human milk fortifier (HMF) perlu dilakukan pada BBLSR yang mendapat ASI (LoE 3). Tujuan utama fortifikasi adalah meningkatkan konsetrasi nutrien tertentu sehingga volume minum tidak terlalu besar. Zat gizi kunci dalam HMF adalah protein dan dapat dibuat dari susu sapi atau ASI, serta dapat berupa cair atau bubuk. Beberapa HMG menggunakan protein susu sapi terhidrolisis parsial sedangkan lainnya protein utuh. Pemberian HMF meningkatkan secara signifikan pertambahan berat badan, panjang badan dan lingkar kepala (Loe1).17,18



Terdapat beberapa jenis HMF dengan petunjuk penyiapan masing-masing. HMF yang beredar di Indonesia adalah bentuk bubuk yang berasal dari susu sapi. Dalam menggunakan HMF perlu diperhatikan petunjuk penyiapan dan perhitungan kalori. Satu saschet HMF yang dilarutkan dalam 25 ml ASI menambah kalori sebanyak 4 kkal/oz sehingga kalori ASI+HMF menjadi 24 kkal/oz, sedangkan bila satu sashet HMF dilarutkan di dalam 50 ml ASI akan menambah kalori sebanyak 2 kkal/oz sehingga kalori ASI+HMF menjadi 22 kkal/oz. HMF juga mengandung elektrolit, makromineral, mikromineral dan vitamin sehingga dapat mencukupi kebutuhan bayi prematur yang lebih tinggi dari bayi cukup bulan. HMF meningkatkan osmolalitas ASI sebanyak 36-95 Mosm/kgH2O.18



2) Formula Hipoalergenik Alergi protein susu sapi terjadi karena proses alergi terhadap protein susu sapi yang intak, proses ini dapat bermanifestasi dengan timbulnya gejala keluhan kulit, pernapasan, dan gastrointestinal. Alergi protein susu sapi biasanya muncul karena ada riwayat atopi di dalam keluarga. Non-IgE-mediated protein susu sapi dapat bermanifestasi sebagai enteropati dan enterocolitis. Formula hipoalergenik adalah pilihan pengganti formula susu sapi, dikatakan formula hipoalergenik apabila tidak menimbulkan reaksi alergi pada 90% anak yang terbukti alergi susu sapi. Beberapa jenis susu formula alternatif yang tersedia sebagai pengganti antara lain20,21



2.1 Susu formula terhidrolisat ekstensif (Extensively Hydrolyzed Formula/ EHF) European Society of Paediatric Allergy dan Clinical Immunology (ESPACI) mendefinisikan formula ekstensif hidrolisa adalah formula dengan bahan dasar protein hidrolisa dengan fragmen yang cukup kecil untuk mencegah terjadinya alergi pada anak.19,22 Susu formula ini mengandung protein susu sapi terdapat dalam bentuk yang telah dihidrolisa menjadi komponen yang lebih kecil dengan berat molekul