Syarat SNI Manisan Buah Kering [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TINJAUAN PUSTAKA



Fruit Leather Fruit leather adalah jenis makanan yang berasal dari daging buah yang telah dihancurkan dan dikeringkan. Produk ini berbentuk lembaran tipis seperti kulit buah dengan tekstur yang plastis dan kenyal, rasanya manis tetapi masih memiliki ciri rasa khas buah yang digunakan. Diberi nama “kulit” dari kenyataannya bahwa pada saat bubur buah dikeringkan, ternyata mengkilap dan memiliki tekstur kulit. Fruit leather mempunyai keuntungan tertentu yaitu masa simpan yang cukup lama, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak banyak berubah (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Fruit leather kulit buah tanpa tambahan gula adalah pilihan yang sehat untuk makanan ringan atau makanan penutup untuk orang dewasa yang terserang diabetes atau anak-anak. Makanan yang tidak mengandung zat pewarna ini cocok untuk dijadikan cemilan dan mempunyai aneka ragam bentuk. Fruit leather merupakan salah satu produk manisan kering dari buah-buahan yang diawetkan dengan gula dan penambahan penstabil pada konsentrasi tertentu. Selain itu, biaya penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan relatif rendah karena lebih ringan (Asben, 2007). Fruit leather mempunyai keuntungan tertentu yaitu memiliki daya simpan yang cukup tinggi, mudah diproduksi, dan nutrisi yang terkandung di dalamnya tidak banyak berubah. Jenis buah-buahan yang biasa digunakan untuk jenis produk ini adalah stroberi, jambu biji, mangga, campuran labu kuning dan nenas. Fruit leather belum memiliki aturan Standar Nasional Indonesia. Standar mutu fruit leather dapat mengacu pada standar mutu manisan kering buah-buahan seperti yang ditunjukkan pada Tabel 1.



Universitas Sumatera Utara



Tabel 1. Syarat mutu manisan No. Uraian 1. Keadaan (Kenampakan, bau, rasa dan jamur) 2. 3. 4. 5.



Kadar air Jumlah gula (dihitung sebagai sukrosa) Pemanis buatan Zat warna



6. 7. 8.



Benda asing (daun, tangkai, pasir dan lain-lain) Bahan pengawet (dihitung sebagai SO2) Cemaran logam : - Tembaga (Cu) - Timbal (Pb) - Seng (Zn) - Timah (Sn) Arsen Pemeriksaan mikrobiologi - Golongan bentuk coli - Bakteri Eschericchiacoli



9. 10.



Persyaratan Normal, tidak berjamur Maks.25% (b/b) Min. 40% Tidak ada Yang diizinkan untuk makanan Tidak ada Maks. 50 mg/kg Maks. 50 mg/kg Maks. 2,5 mg/kg Maks. 40 mg/kg Maks. 150 mg/kg (*) Maks 1,0 mg/kg Tidak ada Tidak ada



Keterangan: (*) Produk yang dikalengkan. Sumber: DSN - SNI No.1718, 1996.



Tinjauan Umum Nenas Nenas merupakan tanaman yang tersebar luas di Indonesia. Tanaman ini tumbuh di berbagai jenis tanah dan iklim. Setiap panen tiba, buah nenas yang dipanen banyak yang rusak dan sampai ke tangan konsumen dengan mutu yang rendah. Hal ini jelas mengurangi pendapatan petani, dan juga penjualan kepada konsumen (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Buah nenas merupakan salah satu buah-buahan komersial yang dibudidayakan di Indonesia. Buah nenas setelah panen cepat sekali rusak, karena tingginya kandungan air yang ada di dalam buah nenas. Untuk mengatasi masalah panen raya agar harga buah tidak turun, maka pemanfaatan nenas lebih ditingkatkan. Dengan demikian, hasil yang diperoleh lebih bermanfaat, sehingga dapat meningkatkan nilai ekonominya. Buah nenas bukan hanya dikonsumsi sebagai pencuci mulut saja, tetapi juga dapat diolah menjadi cemilan seperti rujak dan juga dijadikan sebagai bahan tambahan untuk membuat produk olahan (Puspitasari, dkk., 2008).



Universitas Sumatera Utara



Komoditas hortikultura terutama dari sektor buah-buahan unggulan merupakan salah satu penghasil devisa negara Indonesia pada tahun 2005 karena mampu menembus pasar internasional (Diperta, 2011). Tanaman buah-buahan dan sayuran di Indonesia merupakan tanaman yang produksinya tinggi. Seperti buah nenas yang banyak terdapat di Indonesia dan khususnya di Sumatera Utara. Nenas termasuk urutan empat besar potensi produksinya di Sumatera Utara. Produksi buah nenas tahun 2008-2010 di Sumatera Utara dapat



dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Produksi buah nenas tahun 2008-2010 di Sumatera Utara Tahun 2008 2009 2010



Produksi (ton/tahun) 144.266 134.077 102.437



Sumber : BPS (2010)



Nenas merupakan salah satu tanaman buah yang banyak dibudidayakan di daerah tropis dan subtropis. Penyebaran tanaman nenas menjangkau setiap provinsi di Indonesia. Tanaman ini mempunyai banyak manfaat terutama buahnya. Buah nenas merupakan sumber zat pengatur yaitu vitamin dan mineral yang sangat diperlukan oleh tubuh manusia, sehingga pencernaan manusia lancar dan tidak mudah terasa lapar. Mineral dan vitamin berguna untuk kelancaran metabolisme dalam pencernaan makanan yang sangat vital untuk menjaga kesehatan (Asben, 2007). Tanaman nenas atau disebut juga dengan Bromelia comosa L., Ananas sativus (Lindley) Schulters f. Dalam taksonomi kedudukan tanaman nenas diklasifikasikan masuk di dalam Kingdom Plantae (tumbuhan-tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (berpembuluh), Superdivisio Spermatophyta, Divisio Magnoliophyta (berbunga), Kelas Liliopsida (monokotil), Sub-kelas Commelinida, Ordo Bromeliale, Familia Bromeliaceae, Genus Ananas, Spesies Ananas comosus L. Merr (Barus, 2008). Buah nenas ini dapat dikonsumsi secara teratur setiap harinya dalam porsi yang sesuai dan untuk mendapatkan khasiatnya. Adapun kandungan gizi buah nenas segar (per 100 g bahan) dapat dilihat pada Tabel 3.



Universitas Sumatera Utara



Tabel 3. Kandungan gizi buah nenas segar (per 100 g bahan) Kandungan gizi Jumlah Vitamin C (mg) 24 Vitamin A (IU) 130 Vitamin B1(mg) 0,08 Fosfor (mg) 11 Kalsium (mg) 16 Energi (kalori) 52 Serat (g) 1,4 Protein (g) 0,4 Air (g) 83,5 Lemak (g) 0,2 Karbohidrat (g) 13,7 Sumber : Barus (2008)



Tinjauan Umum Pepaya Buah pepaya adalah salah satu jenis tanaman buah yang daerah penyebarannya sangat luas di daerah tropis. Buah pepaya tergolong buah yang sangat populer dan umumnya digemari oleh sebagian penduduk dunia. Hal ini disebabkan daging buah pepaya yang lunak dengan warna merah atau kuning dan rasanya yang manis serta menyegarkan dan mengandung banyak air (Poerwanto, 2003). Pepaya merupakan komoditi dengan nilai ekonomis yang tinggi. Pepaya memiliki peran penting bagi negara-negara ASEAN, di Indonesia pepaya memiliki peranan yang besar dalam pemasaran lokal. Permintaan untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat terhadap pepaya cenderung meningkat. Akan tetapi, tingginya tingkat permintaan tidak diimbangi dengan jumlah produksi yang meningkat. Berdasarkan data Asben (2007), untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat, Indonesia melakukan impor buah pepaya sebesar 73.043 ton pada tahun 2006.



Tanaman pepaya memiliki potensi produksi yang cukup besar dan termasuk urutan lima besar buah-buahan di Indonesia yang potensi produksinya lebih dari 300.000 ton per tahun. Produksi buah pepaya tahun 2008-2010 di Sumatera Utara meningkat setiap tahunnya seperti terlihat pada Tabel 4.



Universitas Sumatera Utara



Tabel 4. Produksi buah pepaya tahun 2008-2010 di Sumatera Utara Tahun 2008 2009 2010



Produksi (ton/tahun) 23.287 27.659 29.040



Sumber : BPS (2010)



Pepaya merupakan buah yang sangat populer, karena kaya akan vitamin A dan vitamin C. Pepaya juga dapat diolah menjadi produk baru seperti sari pepaya dan dodol pepaya. Selain itu, di dalam industri makanan, pepaya sering dijadikan sebagai bahan campuran dalam pembuatan saos tomat, yakni untuk menambah cita rasa, warna, dan kadar vitamin. Manfaat pepaya adalah sebagai sumber vitamin, protein, dan serat bagi tubuh, sebagai detoxificator (mengeluarkan racun dalam tubuh) dan sebagai obat cacing serta malaria (Nixon, 2009). Komposisi kimia pepaya per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Kandungan gizi buah pepaya segar (per 100 g bahan) Komposisi Jumlah Kalori (kal) 46,00 Protein (g) 0,50 Lemak (g) Karbohidrat (g) 12,20 Kalsium (mg) 23,00 Fosfor (mg) 12,00 2,00 Besi (mg) 1,8 Serat (g) Vitamin A (SI) 365,00 Vitamin B1 (mg) 0,04 Vitamin C (mg) 78,00 Air (g) 86,70 B.d.d (%) 75,00 Sumber: Departemen Kesehatan RI., (2004)



Bahan-bahan Tambahan pada Pembuatan Fruit Leather Setiap pengolahan produk makanan membutuhkan bahan-bahan tambahan selain bahan baku utama seperti gula, asam sitrat, dan gum arab. Masing-masing bahan tersebut mempunyai tujuan tertentu dalam pembuatan fruit leather.



Universitas Sumatera Utara



Gula Gula (sukrosa) adalah salah satu bahan pemanis yang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, dan hampir setiap produk pangan menggunakan gula sebagai bahan tambahan. Fungsi gula adalah sebagai penambah rasa, sebagai bahan perubah warna, dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Sukrosa adalah zat disakarida yang pada hidrolisa menghasilkan glukosa dan fruktosa. Gula berperan dalam pengawetan dan pembuatan aneka ragam produk makanan. Hal ini disebabkan gula mempunyai daya larut yang tinggi, kemampuan mengurangi kelembaban dan mengikat air yang ada sehingga tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorganisme (Buckle, dkk., 2009). Fungsi gula sebagai bahan penambah rasa, sebagai bahan pengubah warna, dan sebagai bahan untuk memperbaiki susunan dalam jaringan. Penambahan gula pada produk bukan saja untuk menghasilkan rasa manis meskipun sifat ini sangatlah penting. Jadi, gula bersifat untuk menyempurnakan rasa asam, cita rasa, juga memberikan kekentalan (Subagjo, 2007). Sukrosa atau sakarosa dinamakan juga gula tebu atau gula bit. Secara komersial gula pasir yang 99% terdiri atas sukrosa dibuat dari kedua macam bahan makanan tersebut melalui proses penyulingan dan kristalisasi. Bila dicernakan atau dihidrolisis, sukrosa akan pecah menjadi satu unit glukosa dan satu unit fruktosa (Almatsier, 2004).



Asam sitrat Asam sitrat merupakan asam organik lemah yang ditemukan pada daun dan buah tumbuhan genus Citrus (jeruk-jerukan). Asam sitrat terdapat pada berbagai jenis buah dan sayuran, namun ditemukan pada konsentrasi tinggi, yang dapat mencapai 8% bobot kering, pada jeruk lemon dan limau. Penggunaan utama asam sitrat saat ini adalah sebagai zat pemberi cita rasa dan pengawet makanan dan minuman, terutama minuman ringan (Safitri, 2012).



Universitas Sumatera Utara



Menurut Kwartiningsih dan Mulyati (2005), penambahan asam sitrat pada produk fruit leather jumlahnya dapat beragam tergantung bahan baku buah yang digunakan yang berkisar 0,2-0,3% (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005). Winarno (2007) menyatakan bahwa asam sitrat termasuk kedalam kelompok asidulan yang dapat digunakan sebagai penguat rasa, warna dan dapat menyelubungi after taste yang tidak disukai. Asam sitrat berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan mencegah kristalisasi gula. Selain itu, asam sitrat juga berfungsi sebagai katalisator hidrolisa sukrosa ke bentuk gula invert selama penyimpanan serta sebagai penjernih gel yang dihasilkan. Pembentukan tekstur fruit leather tergantung dari derajat keasaman campuran bahan yaitu pada nilai pH tertentu yang diperlukan. Nilai pH dapat diturunkan dengan penambahan sejumlah kecil asam sitrat (Kwartiningsih dan Mulyati, 2005).



Gum arab Gum arab mempunyai gugus arabino galactan protein (AGP) dan gliko protein (GP) yang berperan sebagai pengemulsi dan pengental (Gaonkar (1995) dalam Safitri, 2012). Adapun kandungan zat gizi gum arab tiap 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6. Kandungan zat gizi gum arab (per 100 g bahan) No Kandungan gizi Jumlah 1. Kadar air (g) 2. Kadar abu (g) 3,4 3. Kadar protein (g) 1,7 4. Sodium (mg) 5. Potassium (mg) 6. Total karbohidrat (mg) 86,6 7. Serat makanan larut (mg) 86,6 8. Kalsium (mg) 9. Magnesium (mg) 10. Besi (mg)



10,8



14 310



1117 292 2



Sumber : Rabah dan Abdalla (2012)



Gum arab (GA) terdiri dari terutama tiga fraksi. Fraksi utama adalah polisakarida bercabang yang terdiri dari ikatan utama molekul polimer -1,3-galaktosa dengan cabang



Universitas Sumatera Utara



terkait dari arabinosa dan rhamnosa, yang berhenti dalam asam glukuronat (ditemukan di alam sebagai garam magnesium, kalium, dan kalsium). Fraksi kedua adalah kompleks arabinogalaktan-protein dengan berat molekul yang lebih besar (GA-glikoprotein), di mana rantai arabinogalaktan secara kovalen terikat dengan rantai protein melalui kelompok serin dan hidroksiprolin dan fraksi terkecil memiliki kandungan protein tertinggi yaitu glikoprotein yang berbeda komposisi asam aminonya dari kompleks GA-glikoprotein (Yael, dkk., 2006). Adapun struktur kimia dari gum arab (Dauqan dan Abdullah, 2013) dapat dilihat pada Gambar 1.



Gambar 1. Struktur kimia gum arab



Gum arab merupakan bahan pangan yang dapat digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan minuman fungsional berbahan dasar teh dan kayu manis. Konsentrasi gum arab yang digunakan adalah 0,2%. Fungsi gum arab dalam produk pangan adalah sebagai perekat, alat pengikat dan pelapis. Namun fungsi umum dari gum arab adalah pengental dan penstabil (Abbas dan Al, 2006). Gum arab dapat meningkatkan stabilitas dengan peningkatan viskositas. Jenis pengental ini tahan panas pada proses yang menggunakan panas. Suhu dan waktu pemanasan



Universitas Sumatera Utara



perlu dikontrol, karena gum arab dapat terdegradasi secara perlahan-lahan sehingga kekurangan efisiensi emulsifikasi dan viskositas (Imeson (1999) dalam Safitri, 2012).



Gum arab dapat digunakan untuk pengikatan flavor, bahan pengental, pembentuk lapisan tipis dan pemantap emulsi. Gum arab membentuk lapisan yang dapat melapisi partikel flavor, sehingga melindungi dari oksidasi, evaporasi dan absorbsi air dari udara (Alinkolis (1989) dalam Safitri, 2012). Gum arab akan membentuk larutan yang tidak begitu kental dan tidak membentuk gel pada kepekatan yang biasa digunakan (paling tinggi 50%). Begitu juga dengan viskositasnya akan meningkat sebanding dengan peningkatan konsentrasi. Masalah utama dari penggunaan gum arab ini adalah terbentuknya larutan yang kental pada konsentrasi di atas 10% meskipun kekentalan maksimum gum arab baru tercapai pada konsentrasi 40-50% dan sering sulit disebarkan secara merata dalam air. Jika tidak dijaga, gum ini akan membentuk gumpalan dalam air, sehingga hanya bagian luar saja yang basah, sedangkan bagian dalam tidak basah dan sulit untuk dilarutkan (Stephen (1995) dalam Safitri, 2012).



Proses Pengolahan Fruit Leather Setiap pembuatan produk olahan dilakukan proses yang berbeda-beda. Adapun proses pengolahan dalam pembuatan fruit leather ini adalah pengupasandan pencucian, penghancuran, pencampuran, pemasakan, pengeringan, pemotongan, dan pengemasan. Buah-buahan sebelum diolah perlu dicuci terlebih dahulu. Pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran (tanah) yang menempel, residu fungisida atau insektisida dan memperoleh penampakan yang baik. Pencucian dapat dilakukan dengan menggunakan air atau dengan sikat. Pencucian ini dilakukan agar buah-buahan tersebut dapat dikonsumsi dengan baik (Baliwati,dkk., 2004). Setelah daging buah dipisahkan dari kulitnya, maka proses selanjutnya adalah proses penghancuran. Daging buah dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air sesuai



Universitas Sumatera Utara



dengan perbandingan yang ditentukan. Penambahan air ini bertujuan untuk memudahkan proses penghancuran. Proses penghancuran ini dilakukan sampai daging buah halus, yang bertujuan untuk mengurangi endapan pada bubur buah yang dihasilkan (Srikumalaningsih dan Suprayogi, 2006). Campuran daging buah kemudian dicampur dengan bahan aditif yang telah homogen, semua hasil pencampuran tersebut dipanaskan sampai suhu 70oC selama 2 menit. Tujuan pemasakan ini adalah untuk menonaktifkan mikroorganisme yang mampu mengakibatkan kerusakan pada kondisi penyimpanan yang normal (Buckle, dkk., 2009). Daging buah yang telah dimasak dimasukkan ke dalam loyang dan dikeringkan di dalam oven dengan suhu 50oC selama 48 jam. Pada umumnya bahan pangan yang dikeringkan berubah warna menjadi cokelat. Ini disebabkan oleh reaksi browning non enzimatis antara asam amino dengan gula pereduksi. Reaksi asam amino dengan gula pereduksi dapat menurunkan nilai gizi yang terkandung di dalamnya (Almatsier, 2004). Pembentukan adonan fruit leather yang telah kering dipotong dengan ukuran 5x3 cm dan ketebalan 2 mm, kemudian dikemas. Pembentukan ini dilakukan agar produk yang dihasilkan bentuknya sama rata dan seragam, dan juga dapat mempengaruhi analisa yang dilakukan. Pengemasan membatasi antara bahan pangan dan keadaan normal di sekelilingnya, yang dapat menyebabkan kerusakan. Pengaturan standar mutu dari pengemasan sangat penting seperti halnya pengaturan standar mutu bahan pangan itu sendiri. Pengemasan yang baik dapat mencegah penularan bahan pangan oleh mikroorganisme yang berbahaya bagi kesehatan (Buckle, dkk., 2009).



Universitas Sumatera Utara