Tata Kelola Perusahaan: Komite Audit Dan Komite Lainnya: Peran, Tanggung Jawab, Komposisi, Keefektifan [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

Tata Kelola Perusahaan Komite Audit dan Komite Lainnya: Peran, Tanggung Jawab, Komposisi, Keefektifan



KELOMPOK Rully Rahman Raharja – 1106138030 Soni Puja Saputra – 1106138213 Diqi Faruk Ashshidiq – 1306484311 Try Setiawan Putra – 1306485453



PROGRAM EKSTENSI FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA 2014



Statement of Authorship “Kami yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa tugas terlampir adalah murni hasil pekerjaan kami sendiri. Tidak ada pekerjaan orang lain yang kami gunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini tidak/belum pernah disajikan/digunakan sebagai bahan untuk tugas pada mata ajaran lain kecuali kami menyatakan dengan jelas bahwa kami menggunakannya. Kami memahami bahwa tugas yang kami kumpulkan ini dapat diperbanyak dan/atau dikomunikasikan untuk tujuan deteksi adanya plagiarisme.” Mata Ajaran



: Tata Kelola Perusahaan



Judul Tugas



: KOMITE AUDIT DAN KOMITE LAINNYA : PERAN, TANGGUNG JAWAB, KOMPOSISI, KEEFEKTIFAN



Tanggal



: 15 Oktober 2014



Dosen



: Siti Nurwahyuningsih H.



No.



Nama Mahasiswa



NPM



1



Rully Rahman Raharja



1106138030



2



Soni Puja Saputra



1106138213



3



Diqi Faruk Ashshidiq



1306484311



4



Try Setiawan Putra



1306485453



Tanda tangan



Komite Audit dan Komite Lainnya: Peran, Tanggung Jawab, Komposisi, Keefektifan Menurut Pasal 121 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (UUPT), dalam menjalankan tugas pengawasan, Dewan Komisaris dapat membentuk komite, yang anggotanya seorang atau lebih adalah anggota Dewan Komisaris. Komite ini bertanggung jawab kepada Dewan Direksi. Yang dimaksud dengan “komite” menurut penjelasan Pasal 121 UUPT, antara lain Komite Audit, Komite Remunerasi, dan Komite Nominasi. Menurut Pasal 70 ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN), Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas BUMN wajib membentuk Komite Audit yang bekerja secara kolektif dan berfungsi membantu Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas dalam melaksanakan tugasnya. Pasal 70 ayat (3) UU BUMN menentukan bahwa selain Komite Audit, Dewan Komisaris atau Dewan Pengawas BUMN dapat membentuk komite lain yang ditetapkan oleh Menteri. Dalam Bab IV Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia, perusahaan yang sahamnya tercatat di bursa efek, perusahaan negara, perusahaan daerah, perusahaan yang menghimpun dan mengelola dana masyarakat, perusahaan yang jasanya digunakan oleh masyarakat luas, serta perusahaan yang mempunyai dampak luas terhadap kelestarian lingkungan, sekurang-kurangnya harus membentuk Komite Audit, sedangkan komite lain dibentuk sesuai dengan kebutuhan. Contoh komite lain yang disebutkan dalam Pedoman GCG Indonesia adalah Komite Nominasi dan Renumerasi, Komite Kebijakan Risiko, dan Komite Kebijakan Corporate Governance.



1.



KOMITE AUDIT



1.1 Definisi Menurut Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (2006), Komite Audit adalah suatu komite yang beranggotakan satu atau lebih anggota Dewan Komisaris dan dapat meminta kalangan luar dengan berbagai keahlian, pengalaman dan kualitas lain yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan Komite Audit. Menurut Peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit, Komite Audit adalah komite yang dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris dalam membantu melaksanakan tugas dan fungsi Dewan Komisaris.



1.2 Dasar Hukum Pembentukan Komite Audit di Indonesia Dasar hukum pembentukan Komite Audit di Indonesia adalah sebagai berikut: 1.



Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.



2.



Undang-undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.



3.



Peraturan Menteri BUMN Nomor 01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) pada Badan Usaha Milik Negara.



4.



Peraturan Menteri BUMN Nomor 12/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/ Dewan Pengawas BUMN.



5.



Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum sebagaimana diubah terakhir dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006.



6.



Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/33/PBI/2009 tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum Syariah Dan Unit Usaha Syariah.



7.



Peraturan Bapepam-LK No. IX.1.5 Lampiran Keputusan Kepala Bapepam-LK Nomor 643/BL/2012 tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit.



8.



Peraturan Nomor I-A Lampiran I Keputusan Direksi PT Bursa Efek Indonesia Nomor KEP-305/BEJ/07-2004 tentang tentang Pencatatan Saham Dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham Yang Diterbitkan Oleh Perusahaan Tercatat.



1.3 Peran dan Tujuan Komite Audit Komite Audit dibentuk untuk membantu pelaksanaan tugas pengawasan Dewan Komisaris. Adapun tugas Dewan Komisaris menurut Pasal 108 UU PT adalah melakukan pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi. Menurut



Komite



Nasional



Kebijakan



Corporate



Governance



(2002),



tujuan



pembentukan Komite Audit adalah: a.



Pelaporan Keuangan Meksipun Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab terutama atas laporan keuangan dan auditor eksternal bertanggung jawab hanya atas laporan keuangan audit ekstern, Komite Audit melaksanakan pengawasan independen atas proses laporan keuangan dan audit ekstern.



b.



Manajemen risiko dan kontrol



Meksipun Direksi dan Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab atas manajemen risiko dan kontrol, Komite Audit memberikan pengawasan independen atas proses risiko dan kontrol. c.



Corporate Governance Meksipun Direksi dan Dewan Komisaris terutama bertanggungjawab atas pelaksanaan Corporate Governance, Komite Audit melaksanakan pengawasan independen atas proses tata kelola perusahaan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa Komite Audit dibentuk untuk membantu Dewan Komisaris untuk memenuhi tanggung jawabnya dalam melakukan pengawasan menyeluruh atas perusahaan yakni memastikan efektivitas sistem pengendalian intern dan efektivitas pelaksanaan tugas external auditor dan internal auditor, serta pemantauan atas tindak lanjut hasil audit guna menilai kecukupan pengendalian intern termasuk kecukupan proses pelaporan keuangan.



1.4 Fungsi, Wewenang, Tugas, dan Tanggung Jawab Komite Audit Komite Audit yang efektif bekerja sebagai suatu alat untuk meningkatkan efektifitas, tanggung jawab, keterbukaan, dan objektifitas Dewan Komisaris dan memiliki fungsi untuk: a.



memperbaiki mutu laporan keuangan dengan mengawasi laporan keuangan atas nama Dewan Komisaris,



b.



menciptakan iklim disiplin dan kontrol yang akan mengurangi kemungkinan penyelewengan-penyelewengan,



c.



memungkinkan anggota yang non-eksekutif menyumbangkan suatu penilaian independen dan memainkan suatu peranan yang positif,



d.



Membantu Direktur Keuangan, dengan memberikan suatu kesempatan di mana pokok-pokok persoalan yang penting yang sulit dilaksanakan dapat dikemukakan,



e.



Memperkuat posisi auditor eksternal dengan memberikan suatu saluran komunikasi terhadap pokok-pokok persoalan yang memprihatinkan dengan efektif,



f.



Memperkuat posisi auditor internal dengan memperkuat independensinya dari manajemen,



g.



Meningkatkan kepercayaan publik terhadap kelayakan dan objektifitas laporan keuangan serta meningkatkan kepercayaan terhadap kontrol internal yang lebih baik.



Menurut Peraturan Bapepam-LK No. IX.1.5, Komite Audit mempunyai kewewenangan sebagai berikut:







Mengakses dokumen, data dan informasi perusahaan tentang karyawan, dana, asset serta sumber daya perusahaan yang diperlukan dan relevan dengan pelaksanaan tugasnya.







Berkomunikasi langsung dengan Direksi dan karyawan termasuk yang menjalankan fungsi audit internal, manajemen risiko; serta Akuntan Publik.







Melibatkan pihak independen di luar Anggota Komite Audit yang diperlukan untuk membantu pelaksanaan tugasnya.







Melakukan kewenangan lain yang diberikan oleh Dewan Komisaris.



Kewenangan Komite Audit dibatasi oleh fungsinya sebagai organ pembantu Dewan Komisaris sehingga tidak memiliki otoritas eksekusi apapun kecuali untuk hal spesifik yang telah memperoleh hak kuasa eksplisit dari Dewan Komisaris misalnya mengevaluasi dan menentukan komposisi auditor eksternal dan memimpin satu investigasi khusus. Dalam Peraturan Bapepam-LK No. IX.1.5, Komite Audit memiliki tugas dan tanggung jawab antara lain sebagai berikut: a.



melakukan penelaahan atas informasi keuangan yang akan dikeluarkan Emiten atau Perusahaan Publik kepada publik dan/atau pihak otoritas antara lain laporan keuangan, proyeksi, dan laporan lainnya terkait dengan informasi keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;



b.



melakukan penelaahan atas ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik;



c.



memberikan pendapat independen dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara manajemen dan Akuntan atas jasa yang diberikannya;



d.



memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai penunjukan Akuntan yang didasarkan pada independensi, ruang lingkup penugasan, dan fee;



e.



melakukan penelaahan atas pelaksanaan pemeriksaan oleh auditor internal dan mengawasi pelaksanaan tindak lanjut oleh Direksi atas temuan auditor internal;



f.



melakukan penelaahan terhadap aktivitas pelaksanaan manajemen risiko yang dilakukan oleh Direksi, jika Emiten atau Perusahaan Publik tidak memiliki fungsi pemantau risiko di bawah Dewan Komisaris;



g.



menelaah pengaduan yang berkaitan dengan proses akuntansi dan pelaporan keuangan Emiten atau Perusahaan Publik;



h.



menelaah dan memberikan saran kepada Dewan Komisaris terkait dengan adanya potensi benturan kepentingan Emiten atau Perusahaan Publik; dan



i.



menjaga kerahasiaan dokumen, data dan informasi Emiten atau Perusahaan Publik.



Dalam Pasal 13 ayat (1) Peraturan Menteri BUMN Nomor 12/MBU/2012, Komite Audit dalam membantu Dewan Komisaris/Dewan Pengawas bertugas antara lain sebagai berikut: a.



Menilai pelaksanaan kegiatan serta hasil audit yang dilakukan oleh Satuan Pengawasan Internal maupun Auditor Eksternal sehingga dapat dicegah pelaksanaan dan pelaporan yang tidak memenuhi standar.



b.



Memberikan



rekomendasi



mengenai



penyempurnaan



sistem



pengendalian



manajemen perusahaan serta pelaksanaannya. c.



Memastikan bahwa telah terdapat prosedur review yang memuaskan terhadap informasi yang dikeluarkan BUMN, termasuk brosur, laporan keuangan berkala, proyeksi/forecast dan lain-lain informasi keuangan yang disampaikan kepada pemegang saham.



d.



Mengidentifikasi hal-hal yang memerlukan perhatian Komisaris/Dewan Pengawas.



e.



Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Komisaris/Dewan Pengawas sepanjang masih dalam lingkup tugas dan kewajiban Komisaris/Dewan Pengawas.



1.5 Keanggotaan Komite Audit Komite Audit paling sedikit terdiri dari tiga anggota yang terdiri dari Anggota Komisaris Independen dan pihak dari luar perusahaan. Komite Audit diketuai oleh Komisaris Independen. Dalam Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.I.5 terdapat satu poin yang mencakup tentang struktur dan kenaggotaan dari Komite Audit, peraturan tersebut adalah: a.



Komite Audit paling kurang terdiri dari 3 (tiga) anggota. Sebagian besar anggota Komite Audit adalah Komisaris Independen dan anggota lainnya merupakan pihak luar Emiten dan Perusahaan Publik.



b.



Salah satu Komisaris Independen yang menjadi anggota Komite Audit, bertindak sebagai Ketua Komite Audit.



Sedangkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006, Bab IV, Bagian pertama tentang Struktur dan Keanggotaan Komite Pasal 38, dapat ditemukan poin-poin yang mengatur tentang struktur Komite Audit. Peraturan Bank Indonesia tersebut adalah: (1) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf a paling kurang terdiri dari: a.



seorang Komisaris Independen;



b.



seorang dari Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan atau akuntansi; dan



c.



seorang dari Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.



(2) Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen. (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota Komite Audit. (5) Anggota Komite Audit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki integritas, akhlak, dan moral yang baik. Dalam hal keanggotaan, terdapat Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-12/MBU/2012 tentang Organ Pendukung Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Badan Usaha Milik Negara Paragraf 1 menjelaskan tentang Pengangkatan dan Pemberhentian Komite Audit, yaitu : (1) Dewan Komisaris/Dewan Pengawas wajib membentuk Komite Audit yang terdiri dari Ketua dan Anggota. (2) Ketua dan Anggota Komite Audit diangkat dan diberhentikan oleh Dewan Komisaris/Dewan Pengawas. (3) Ketua Komite Audit adalah anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang merupakan Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas Independen atau Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang dapat bertindak independen. (4) Anggota Komite Audit dapat berasal dari anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas atau dari luar perusahaan. (5) Pengangkatan dan Pemberhentian Anggota Komite Audit dilaporkan kepada Rapat Umum Pemegang Saham. (6) Anggota Komite Audit yang merupakan Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, berhenti dengan sendirinya apabila masa jabatannya sebagai anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas berakhir. (7) Dalam hal terdapat anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas yang menjabat sebagai Ketua Komite Audit berhenti sebagai Anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas, maka Ketua Komite Audit wajib diganti oleh anggota Dewan Komisaris/Dewan Pengawas lainnya dalam waktu paling lambat 30 (tiga puluh) hari.



Sedangkan dalam peraturan Bapepam Nomor IX.I.5 yang menjelaskan tentang persyaratan Keanggotaan Komite Audit dapat kita lihat secara lebih rinci bahwa syarat untuk menjadi anggota Komite Audit, yaitu : a.



Anggota Komite Audit wajib : 1) Memiliki integritas yang tinggi, kemampuan, pengetahuan, dan pengalaman yang memadai, serta mampu berkomunikasi dengan baik; 2) Memahami laporan keuangan, bisnis perusahaan, proses audit, manajemen risiko,dan memiliki pengetahuan yang memadai tentang peraturan perundangundangan di bidang Pasar Modal serta peraturan perundang-undangan terkait lainnya.



b.



Paling kurang satu diantara anggota Komite Audit memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian di bidang akuntansi atau keuangan;



c.



Bukan merupakan orang dalam Kantor Akuntan, Kantor Konsultan Hukum, atau pihak lain yang memberi jasa atestasi, jasa non-atestasi dan /atau jasa konsultasi lain kepada Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir;



d.



Bukan merupakan orang yang bekerja pada Emiten dan Perusahaan Publik dan mempunyai wewenang dan tanggung jawab untuk merencanakan, memimpin, atau mengendalikan serta mengawasi kegiatan Emiten atau Perusahaan Publik dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir, kecuali Komisaris Independen;



e.



Tidak mempunyai saham langsung maupun tidak langsung pada Emiten atau Perusahaan Publik. Dalam hal anggota Komite Audit memperoleh saham Emiten atau Perusahaan Publik baik langsung maupun tidak langsung akibat suatu peristiwa hukum maka dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan setelah diperolehnya saham tersebut wajib mengalihkan sahamnya kepada pihak lain;



f.



Tidak mempunyai hubungan Afiliasi dengan Emiten atau Perusahaan Publik Komisaris, Direksi, atau Pemegang Saham Utama atau Perusahaan Publik;



g.



Tidak mempunyai hubungan usaha baik langsung maupun tidak langsung yang berkaitan dengan kegiatan usaha Emiten atau Perusahaan Publik; dan



h.



Tidak mempunyai hubungan lain yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen.



1.6 Piagam Komite Audit Setiap Perusahaan yang memiliki Komite Audit wajib memiliki Piagam Komite Audit (audit committee charter). Bagi Emiten atau Perusahaan Publik, Piagam Komite Audit wajib dimuat dalam laman (website) Emiten atau Perusahaan Publik tersebut. Piagam Komite Audit disiapkan oleh Komite Audit dan disetujui oleh Dewan Komisaris. Piagam Komite Audit harus dikaji ulang dan dimutakhirkan secara periodik setiap tahun oleh Komite Audit dan Dewan Komisaris. Piagam Komite Audit paling kurang memuat: a.



tugas dan tanggung jawab serta wewenang;



b.



komposisi, struktur, dan persyaratan keanggotaan;



c.



tata cara dan prosedur kerja;



d.



kebijakan penyelenggaraan rapat;



e.



sistem pelaporan kegiatan;



f.



ketentuan mengenai penanganan pengaduan atau pelaporan sehubungan dugaan pelanggaran terkait pelaporan keuangan; dan



g.



masa tugas Komite Audit.



1.7 Hubungan kerja Hubungan kerja Komite Audit termasuk antara lain dengan: a.



Auditor eksternal. Auditor eksternal biasanya akan melapor kepada direktur yang bertanggungjawab atas aktivitas keuangan perusahaan. Namun sehubungan dengan perannya untuk mengadakan pengawasan eksternal audit, maka Komite Audit harus: 1.



Memberikan rekomendasi tentang pengangkatan dan/atau penggantian auditor eksternal,



2.



Meninjau surat pengangkatan auditor eksternal,



3.



Meninjau biaya untuk eksternal audit,



4.



Meninjau lingkup dan perencanaan audit eksternal,



5.



Meninjau laporan auditeksternal,



6.



Meninjau management letters audit eksternal,



7.



Memonitor kinerja auditor eksternal,



8.



Memastikan, bahwa auditor eksternal bekerja sesuai dengan standar profesional yang bersangkutan, khususnya dalam hubungan dengan independensi.



b.



Auditor internal.



Institute Internal Auditors (IIA) menganggap bahwa Komite Audit dan auditor internal mempunyai tujuan yang sama. Suatu hubungan kerja yang baik dengan auditor



internal



dapat



membantu



Komite



Audit



dalam



pelaksanaan



tanggungjawabnya kepada Dewan Komisaris, para pemegang saham dan pihak luar lainnya. 1.



Walau Kepala Auditor internal adalah bagian dari manajemen dan harus melapor kepada Direktur Utama, namun Kepala Auditor internal harus juga dapat melapor (“garis putus-putus”) kepada Komite Audit.



2.



Oleh karena itu, sehubungan dengan perannya untuk mengawasi fungsi auditor internal, Komite Audit dapat: I.



Memberikan rekomendasi terhadap pengangkatan dan/atau penggantian kepala auditor internal yang ditunjuk oleh Direktur Utama;



II.



Meninjau internal auditcharter;



III.



Meninjau struktur fungsi audit internal,



IV.



Meninjau rencana tahunan audit intern,



V.



Memastikan bahwa fungsi audit intern mempunyai metodologi, alat dan sumber yang memadai untuk memenuhi charter audit internal audit charter dan mengerjakan rencana tahunan audit intern,



VI.



Meninjau semua laporan audit internal,



VII. Memonitor kinerja fungsi audit internal, dan VIII. Memastikan bahwa fungsi audit internal memenuhi standar profesional yang bersangkutan. c.



Manajemen. Disamping bidang khusus keuangan, risiko dan kontrol, dan Corporate Governance, KomiteAudit dapat mempertimbangkan suatu rangkaian pokok persoalan yang lebih luas, dan ini dapat diserahkan secara khusus oleh Dewan Komisaris, yaitu : 1.



Manajemen harus mempergunakan Komite Audit untuk membantu mereka dalam pelaksanaan perandan tanggung jawab sebagaimana ketentuan yang berlaku.



2.



Karenanya, sehubungan dengan perannya untuk mengawasi Corporate Governance, Komite Audit harus mengadakan pertemuan dengan manajemen secara berkala untuk membicarakan „secara terbuka‟ semua pokok-pokok persoalan, yang dapat mempengaruhi kinerja finansial atau non-finansial organisasi.



1.8 Pelaporan Garis-garis pelaporan antara Komite dan Dewan Komisaris harus dirumuskan, biasanya dalam Terms of Reference. Ketua Komite harus memberikan suatu laporan kepada Dewan yang menyangkut pekerjaan dan temuan Komite Audit selama jangka waktunya. Frekuensi laporan ini akan berbeda antara satu perusahaan dan yang lainnya, tetapi paling sedikit satu tahun sekali. Dalam laporan kepada Dewan Komisaris harus termasuk: a.



Kesimpulan dari diskusi dengan auditor eksternal tentang pekerjaan dan temuan mereka yang menyangkut peninjuan pertengahan tahunan dan laporan keuangan tahunan dan surat manajemen.



b.



Rekomendasi atas pengangkatan auditor eksternal yang harus mengenai suatu penilaian tentang mutu pelayanan dan kewajaran dari fee yang ditagih dan setiap masalah tentang pengunduran diri, penggantian dan pemecatan.



c.



Kesimpulan tentang nilai fungsi audit internal dan tanggapan atas penemuan audit internal.



d.



Kesimpulan atas kinerja sistem kontrol internal.



Dalam pengumuman dalam Laporan Tahunan kepada para pemegang saham harus termasuk: a.



Susunan dan nama para anggota Komite Audit,



b.



Pekerjaan Komite Audit mengenai peninjauan operasinya dalam tahun yang bersangkutan,



c.



Jumlah pertemuan yang diadakan Komite Audit selama tahun tersebut.



1.9 Penilaian Mandiri (Self Assessment) Komite Audit harus melaksanakan penilaian efektifitasnya secara berkala. Penilaian mandiri harus berfokus bukan saja pada apa saja yang diperbuat komite, tetapi juga sebagaimana efektifnya komite telah melaksanakan aktifitasnya. Untuk memungkinkan menilai kinerja Komiter Audit seperti diukur terhadap praktek yang terbaik, suatu pedoman mandiri dapat dijadikan tolok ukur dalam hal-hal: a.



Susunan Komite Audit



b.



Pelatihan dan Pemahaman



c.



Rapat dan Pertemuan



d.



Kegiatan



e.



Hubungan dengan Auditor Internal, Akuntan Publik dan Manajemen



f.



Peranan Komite Audit dimasa depan



Apabila praktek ini tidak diikuti atau nilai efektifitasnya dibawah dari apa yang dianggap dapat diterima, hal ini memberi petunjuk langkah-langkah apa yang diperlukan bagi Komite Audit untuk mencapai tingkat praktek yang diharapkan.



2.



KOMITE NOMINASI DAN REMUNERASI Pada dasarnya, Komite Nominasi dan Remunerasi dibentuk oleh Dewan Komisaris,



bertugas membantu Dewan Komisaris dalam menetapkan kriteria pemilihan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi serta sistem remunerasinya (Pedoman Umum GCG (KNKG) tahun 2006), membantu Dewan Komisaris mempersiapkan calon anggota Dewan Komisaris dan Direksi dan mengusulkan besaran remunerasinya. Komite Nominasi dan Remunerasi diketuai oleh Komisaris Independen dan anggotanya dapat terdiri dari anggota komisaris dan atau pelaku profesi dari luar perusahaan. Dewan Komisaris juga dapat mengajukan calon tersebut dan remunerasinya untuk memperoleh keputusan RUPS dengan cara sesuai ketentuan anggaran dasar. Struktur dan Keanggotaan Komite Remunerasi dan Nominasi terdapat dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 dalam Pasal 40, yang disajikan sebagai berikut: (1) Anggota Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c paling kurang terdiri dari: a.



seorang Komisaris Independen;



b.



seorang Komisaris; dan



c.



seorang Pejabat Eksekutif.



(2) Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen. (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Remunerasi dan Nominasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Dalam hal anggota Komite Remunerasi dan Nominasi ditetapkan lebih dari 3 (tiga) orang maka anggota Komisaris Independen paling kurang berjumlah 2 (dua) orang. Jika Perusahaan memutuskan untuk membentuk Komite Remunerasi dan Nominasi secara terpisah, maka masing-masing komite harus memiliki keanggotaan seperti yang telah diatur dalam pasal 40, yaitu seorang Komisaris Independen, Komisaris, dan Pejabat Eksekutif. Masing-masing dari Komite Remunerasi dan Nominasi memiliki tugas dan tanggung jawab yang berbeda, tugas tersebut seperti yang dijabarkan pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 dalam Pasal 45 adalah:



a.



terkait dengan kebijakan remunerasi: 1) melakukan evaluasi terhadap kebijakan remunerasi ; dan 2) memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris mengenai: a) kebijakan remunerasi bagi Dewan Komisaris dan Direksi untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham; b) kebijakan remunerasi bagi Pejabat Eksekutif dan pegawai secara keseluruhan untuk disampaikan kepada Direksi;



b.



terkait dengan kebijakan nominasi: 1) menyusun dan memberikan rekomendasi mengenai sistem serta prosedur pemilihan dan/atau penggantian anggota Dewan Komisaris dan Direksi kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham; 2) memberikan rekomendasi mengenai calon anggota Dewan Komisaris dan/atau Direksi kepada Dewan Komisaris untuk disampaikan kepada Rapat Umum Pemegang Saham; 3) memberikan rekomendasi mengenai Pihak Independen yang akan menjadi anggota Komite sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf b dan huruf c, Pasal 39 ayat (1) huruf b dan huruf c kepada Dewan Komisaris.



3.



KOMITE PEMANTAU MANAJEMEN RISIKO



3.1 Ketentuan Umum Komite Pemantau Risiko Komite Pemantau Risiko adalah Komite yang juga dibentuk oleh dan bertanggung jawab kepada Dewan Komisaris, dibentuknya Komite ini sebagai usaha untuk mendukung pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris terkait penerapan dan pengawasan manajemen risiko pada perusahaan. Komite Pemantau Risiko di Indonesia hanya wajib didirikan oleh Industri Perbankan, hal ini karena Industri Perbankan memegang risiko yang sangat tinggi pada aktivitas bisnisnya. Bank yang mengalami risiko kerugian akan mengakibatkan dampak serius bagi perekonomian Negara. Salah satu contoh risikonya yaitu ketika bank tidak mampu memenuhi kewajibannya karena tidak memiliki dana kas yang cukup untuk membayar. 3.2 Struktur dan Keanggotaan Komite Pemantau Risiko Struktur dan Keanggotaan Komite Pemantau Risiko pada umumnya sama dengan Komite Audit, perbedaannya hanya seorang Pihak Independen harus memiliki keahlian di bidang manajemen risiko. Struktur dan Keanggotaan tersebut dapat kita lihat pada Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 dalam Pasal 39:



(1) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 ayat (1) huruf b paling kurang terdiri dari: a.



seorang Komisaris Independen;



b.



seorang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang keuangan; dan



c.



seorang Pihak Independen yang memiliki keahlian di bidang manajemen risiko.



(2) Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh Komisaris Independen. (3) Anggota Direksi dilarang menjadi anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (4) Komisaris Independen dan Pihak Independen yang menjadi anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang 51% (lima puluh satu perseratus) dari jumlah anggota Komite Pemantau Risiko. (5) Anggota Komite Pemantau Risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki integritas, akhlak, dan moral yang baik. 3.3 Tugas dan Tanggung Jawab Komite Pemantau Risiko Tugas Komite Pemantau Risiko dijabarkan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 dalam Pasal 44. Dalam peraturan disebutkan bahwa Tugas dari Komite Pemantau Risiko adalah melakukan evaluasi tentang kesesuaian antara kebijakan manajemen risiko dengan pelaksanaan kebijakan tersebut, melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan tugas Komite Manajemen Risiko dan Satuan Kerja Manajemen Risiko, guna memberikan rekomendasi kepada Dewan Komisaris.



4.



KOMITE GOVERNANCE/STRATEGIK Komite governance/stratejik bertugas menyusun agenda bagi Dewan Komisaris untuk



menentukan isu-isu apa dan sejauh mana harus didiskusikan dengan manajemen. Dewan Komisaris tidak memiliki informasi yang memadai, untuk itu komite stratejik ini bekerja sama dengan direktur utama perusahaan menyusun agenda rapat yang disetujui kedua belah pihak. Bekerja sama dengan manajemen, komite stratejik setiap tahun harus mengidentifikasi prioritas-prioritas perusahaan termasuk arah strategi perusahaan, aktivitas pendanaan, peluang investasi, rencana sukses dan pertumbuhan berkelanjutan. Prioritas-prioritas ini kemudian disusun dalam agenda rapat Dewan Komisaris. Pada intinya, komite stratejik harus: 1.



Mengendalikan agenda dan pelaksanaan rapat



2.



Mengevaluasi agenda yang lalu dan lamanya rapat untuk memastikan bahwa setiap isu didiskusikan dalam waktu yang memadai



3.



Merevisi agenda apabila diperlukan dan mengatur prioritas dalam rapat



Indonesia juga memiliki komite khusus terkait dengan governance, yaitu Komite Kebijakan Corporate Governance. Namun, berbeda dengan komite governance/stratejik yang dibahas sebelumnya, komite ini bertanggung jawab untuk membantu Dewan Komisaris mengkaji pelaksanaan GCG secara menyeluruh yang disusun oleh direksi serta menilai konsistensi penerapannya, termasuk yang terkait dengan etika perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).



MEMBENTUK KOMITE AUDIT YANG EFEKTIF Pasar modal global sangat bergantung pada kualitas laporan keuangan. Untuk itu perlu ditingkatkan fokus pada peran Komite Audit dan informasi yang diungkapkan perusahaan. Peran Komite Audit dalam menjamin keterbukaan yang akurat dan transparan, saat ini lebih penting daripada yang pernah ada. Pekerjaan ini juga lebih sulit dan menantang dari sebelumnya – ekspektasi yang semakin meningkat yang diberikan para pemegang saham, regulator, dan pemangku kepentingan lainnya, kecurigaan berlebihan bila ada yang salah, tanggung jawab lebih untuk manajemen risiko, dan lebih fokus pada kebutuhan untuk pencegahan penipuan. Intinya adalah bahwa saat ini orang mengharapkan lebih dari Komite Audit, dan publikasi ini memberikan wawasan ke dalam praktek terkemuka Komite Audit yang dapat membantu komite memenuhi harapan mereka. Dalam buku Audit Committee Efectiveness: What Works Best, 4th Edition (PWC, 2010) dibahas mengenai hal-hal yang harus diperhatikan dan diawasi oleh Komite Audit supaya tercipta Komite Audit yang Efektif, yaitu: 1.



Financial Reporting and Disclosures Meskipun Komite Audit mempunyai banyak tanggung jawab, tanggung jawab utamanya adalah mengawasi integritas laporan keuangan sebuah perusahaan dan pengungkapan yang berhubungan. Laporan keuangan adalah cara utama perusahaan mengkomunikasikan hasilnya kepada pemegang saham. Berikut adalah elemenelemen yang mendukung efektifitas Komite Audit dalam mengawasi proses pelaporan keuangan perusahaan: •



Memahami bisnis sebuah perusahaan Komite Audit membutuhkan pengetahuan dari perusahaan, usaha, dan industri untuk menilai laporan keuangan secara efektif.







Tetap fokus pada area yang kompleks, sulit, dan paling berisiko Sebuah perusahaan umumnya memiliki unit atau bagian yang lebih kompleks dan menantang untuk dipahami. Dengan berfokus pada bidang-bidang seperti itu, Komite Audit dapat meninjau laporan keuangan dan informasi yang terkait secara efisien dan efektif.







Materialitas Komite Audit harus memahami bagaimana manajemen dan auditor eksternal mengevaluasi materialitas yang merupakan pusat dari sebuah laporan keuangan, dan memiliki pandangan sendiri terhadap tingkat materialitas. Tingkat materialitas sangat penting, Manajemen menggunakan materialitas tersebut ketika akan mengevaluasi apakah suatu item akan diungkapkan, menilai apakah harus membuat proposed adjustment, dan mendorong keputusan apakah butuh untuk disajikan kembali.







Kebijakan akuntansi Sangat penting bagi Komite Audit untuk memahami kebijakan akuntansi yang paling signifikan yang digunakan perusahaan dan apakah kebijakan tersebut wajar dan sesuai. Karena kompleksitas dari sebuah standar akuntansi, Komite Audit meluangkan waktu di sebuah rapat untuk memastikan mereka memahami kebijakan akuntansi yang ada. Kebijakan akuntansi yang paling signifikan biasanya termasuk di dalam footnote pertama atau kedua pada laporan keuangan. Jika manajemen mengusulkan perubahan kebijaksanaan kebijakan akuntansi, Komite Audit tidak akan langsung menerima, dan akan mempertimbangkan pertanyaan-pertanyaan seperti: Mengapa perubahan tersebut diusulkan? Apa yang “lebih baik” dari perubahan tersebut? Jika perubahan tersebut untuk mengadopsi metode yang “lebih baik”, mengapa itu tidak digunakan pada tahun-tahun sebelumnya? Efek apa yang akan berpengaruh pada pendapatan periode sekarang dan masa depan? Apa konsekuensi dari tidak menerapkan perubahan?







Estimasi akuntansi Estimasi akuntansi merepresentasikan risiko pelaporan keuangan yang lebih tinggi dan memerlukan pertimbangan yang signifikan oleh manajemen. Dengan demikian Komite Audit harus memahami daerah mana yang yang melibatkan estimasi, mengingat efeknya pada hasil yang harus dilaporkan. Manajemen



biasanya membuat estimasi untuk Piutang tak tertagih, Slow-moving inventory (persediaan usang), Penurunan asset, Pensiun dan kewajiban imbalan pasca kerja lainnya, dan lain lain. •



Perubahan signifikan selama periode pelaporan Komite Audit harus meninjau perubahan signifikan dari periode ke periode di dalam laporan keuangan. Manajemen perlu memberikan penjelasan substantif untuk perubahan dan variasi besar antara hasil aktual dan anggaran atau prakiraan. Jika manajemen mencatat transaksi yang tidak biasa atau yang tidak mungkin terjadi lagi, komite harus memahami sifat dari transaksi tersebut, substansi ekonomisnya, efeknya terhadap laporan keuangan dan juga harus mempertimbangkan apakah akuntansi dan pengungkapannya telah sesuai.







Transaksi pihak terkait Area sensitif dari sebuah laporan keuangan meliputi transaksi dengan pihak berelasi. Menapa? Karena transaksi tersebut tidak dapat dianggap telah dilakukan atas dasar arm’s length basis. Itulah alasan perusahaan penasehat dan pemegang saham meneliti transaksi pihak terkait, terutama yang melibatkan direksi dan eksekutif. Tantangan bagi Komite Audit adalah bahwa mereka mungkin tidak menyadari perusahaan telah melakukan transaksi yang melibatkan pihak terkait, sehingga tidak memiliki dasar yang baik untuk menentukan apakah pengungkapan telah memadai. Pihak terkait tersebut meliputi: -



Afiliasi dari perusahaan, yang akan mencakup Dewan Direksi



-



Asosiasi perusahaan dimana perusahaan memiliki pengaruh signifikan terhadap operasi



-



Pemilik utama perusahaan dan manajemen dan anggota keluarga langsung



-



Pihak lain yang bekerja sama dengan perusahaan, jika salah satu dapat mempengaruhi operasi lainnya secara signifikan.







Item khusus, termasuk pengungkapan non-GAAP Perusahaan terkadang memisahkan transaksi atau peristiwa tertentu ketika melaporkan kepada pemegang saham. Manajemen mungkin melihat item ini sebagai kejadian yang tidak akan terulang, jarang, dan tidak biasa dan meyakini bahwa menyorot item ini dibenarkan, mengingat efek anomali pada laba rugi tahun berjalan.



Penting bagi Komite Audit untuk memahami pengungkapan yang diusulkan perusahaan mengenai item ini dan pengaruh dari pengungkapan tersebut. Putusan diperlukan untuk menentukan apa yang dianggap sebagai item “khusus” yang harus dikomunikasikan secara terpisah kepada pengguna laporan keuangan. GAAP tidak membahas konsep ini, sehingga pengungkapan tersebut sering diluar batas-batas standar akuntansi yang ditetapkan. Komite Audit yang efektif mendiskusikan item yang tidak biasa dengan manajemen dan auditor eksternal. •



Laporan Keuangan Interim Laporan interim yang lengkap dan konsisten sama pentingnya dengan laporan keuangan tahunan kepada pemberi pinjaman, investor, analis. Komite Audit harus mengambil peran aktif mengawasi laporan keuangan interim dan pengungkapan terkait. Selama peninjauan atas hasil sementara, Komite Audit harus meminta manajamen tentang penilaian yang signifikan dan isu-isu yang dihadapi dalam penutupan akhir periode dan apakah laporan interim disusun secara konsisten dengan laporan keuangan tahunan. Komite Audit juga harus mendiskusikan hasil review auditor eksternal tentang laporan interim.







Pengungkapan komite manajemen Manajemen perlu memastikan informasi keuangan yang dilaporkan kepada pemegang saham mencakup semua transaksi dan pengungkapan yang seharusnya dicatat, diproses, dan diringkas secara akurat.







Pelaporan narasi dan transparansi Ketika meninjau pelaporan narasi dan pengungkapan lain, Komite Audit harus mempertimbangkan apakah pelaporan: -



Menyediakan analisis real, memungkinkan investor untuk melihat perusahaan melalui mata manajemen dan memahami kunci indicator keuangan dan non keuangan yang digunakan manajemen



-



Meningkatkan



pengungkapan



keuangan



secara



keseluruhan



dan



memberikan konteks untuk menganalisis kondisi keuangan perusahaan -



Jelas, jujur, dan ditulis dalam bahasa yang sederhana untuk dimengerti



-



Memberikan keunggulan terbesar bagi informasi yang paling penting



-



Menjelaskan kemampuan perusahaan untuk memenuhi kebutuhan kas jangka pendek dan jangka panjang



-



Memberikan wawasan tambahan, bukan hanya mengulang informasi dari catatan kaki laporan keuangan



-



Menyediakan perspektif ke depan tentang tren yang diharapkan dari bisnis, pasar, industri, faktor kompetitif, dll.







Bimbingan laba Selain menerbitkan laporan keuangan, perusahaan sering memberikan bimbingan laba dan forward-looking information. Investor, analis, pemberi pinjaman, dan regulator sekuritas memonitor informasi ini. Dalam meninjau forward-looking guidance, Komite Audit harus: -



Memahami bimbingan apa yang disediakan perusahaan



-



Memahami bagaimana manajemen mengakumulasi informasi dasar



-



Memahami asumsi utama bisnis dan dependensi yang digunakan untuk mengembangkan pedoman



-



Mendiskusikan kemungkinan asumsi bisnis yang terjadi



-



Mempertimbangkan apakah perusahaan berada dalam posisi yang kredibel untuk memberikan bimbingan ke depan







Mempertimbangkan ekspektasi analis untuk kinerja perusahaan



Korespondensi dengan sekuritas regulator Hal yang umum bagi regulator sekuritas untuk meninjau pengajuan keuangan perusahaan dan mempertanyakan akuntansi atau pengungkapan tertentu. Regulator kemudian memberikan dokumen yang sering disebut sebagai “surat komentar” dan perusahaan biasanya harus merespon dalam jangka waktu yang relatif singkat. Jika regulator tidak menganggap respon dari perusahaan memuaskan, perusahaan mungkin harus menjawab pertanyaan tambahan. Penting bagi Komite Audit untuk memahami sifat dari pertanyaan tersebut dan familiar dengan tanggapan perusahaan. Di Amerika Serikat, SEC mengungkapkan secara terbuka surat komentar ini serta respon perusahaan. Komite Audit meninjau surat komentar serta draft tanggapan yang diusulkan manajemen, yang umumnya telah dibahas dengan auditor eksternal.







Masalah waktu Perusahaan mengadakan press release yang memuat hasil awal untuk memasukkan informasi pendapatan ke dalam pasar. Harga saham perusahaan biasanya bereaksi terhadap pengungkapan awal, yang mungkin akan dirilis jauh



sebelum laporan keuangan yang diajukan. Selama periode ini, manajemen akan menyelesaikan laporan keuangan dan pengungkapan catatan kaki dan auditor akan menyelesaikan pekerjaannya. 2.



Risk Management and The System of Internal Control Perusahaan menghadapi berbagai risiko, termasuk risiko strategi, operasional, dan lingkungan. Meskipun Komite Audit jarang memiliki tanggung jawab untuk mengawasi semua risiko dalam suatu perusahaan, umumnya mereka mengawasi yang berkaitan dengan pelaporan keuangan, penipuan, kepatuhan terhadap hukum dan peraturan, teknologi informasi, dan privasi. Hal ini penting bagi Komite Audit untuk memahami sejauh mana tanggung jawab pengawasan risiko mereka dibandingkan dengan mereka yang ditugaskan untuk seluruh dewan atau komite lainnya. •



Proses-proses risiko manajemen Sistem



pengendalian



internal



dirancang



untuk



membantu



perusahaan



mengurangi risiko yang diketahui, sehingga pengawasan Komite Audit terhadap pengendalian internal dan manajemen risiko saling terkait. Komite Audit, yang memiliki tanggung jawab untuk mengawasi proses manajemen risiko, harus memahami bagaimana manajemen mengidentifikasi peristiwa yang dapat menempatkan perusahaan dalam risiko, dampak risiko yang teridentifikasi, dan lainnya. Meskipun Komite Audit jarang mengawasi semua risiko utama yang telah teridentifikasi dari proses penilaian risiko, mereka mempunyai tanggung jawab utama untuk mengawasi bagaimana manajemen memonitor dan mengendalikan risiko utama keuangan perusahaan, termasuk risiko penipuan. •



Pengendalian Internal Sistem pengendalian internal sangat penting untuk kesuksesan program manajemen risiko. Pengendalian internal dapat membantu mengurangi risiko ke tingkat yang dapat diterima. Berbagai negara telah mengembangkan control frameworks untuk membantu perusahaan dalam merancang dan menilai pengendalian.







Risiko penipuan insentif Komite Audit lebih fokus pada sejauh mana insentif dapat mendorong terjadinya kecurangan pelaporan keuangan. Komite Audit mempertanyakan sejauh mana insentif bisa menciptakan risiko pelaporan keuangan, dan mereka



memahami kebutuhan untuk mempertimbangkan risiko yang terkait dengan kompensasi. •



Risiko penipuan laporan keuangan The Association of Certified Fraud Examiners‟ 2010 Report to the Nations on Occupational Fraud and Abuse melakukan survey ke lebih dari 100 negara. Dapat disimpulkan bahwa penyelewengan asset (dimana karyawan mencuri atau penyalahgunaan sumber daya organisasi) adalah bentuk paling umum dari penipuan diikuti oleh korupsi. Kelemahan dalam pengendalian internal dapat membuat perusahaan



lebih



rentan terhadap penipuan. Komite Audit biasanya diharapkan untuk memainkan peran kunci dalam mengurangi risiko penipuan sebagai bagian dari pengawasan laporan keuangan. •



Risiko penyuapan dan korupsi Setelah memahami tingkat risiko secara keseluruhan, Komite Audit harus fokus pada bagaimana manajemen meminimalkan risiko penyuapan dan korupsi untuk melindungi reputasi perusahaan dan mengurangi dampak sanksi keuangan.



3.



Culture and Compliance – the Soul of Corporate Accountability Banyak Komite Audit yang mengawasi tone at the top (pemberian teladan oleh pimpinan), memahami bahwa memiliki internal kontrol yang efektif sangat tergantung pada budaya perusahaan. Budaya perusahaan merupakan kunci untuk efektivitas program kepatuhan dan etika. Program-program tersebut harus dirancang untuk membentuk lingkungan yang mendorong karyawan untuk mematuhi hukum dan peraturan yang berlaku. Berikut adalah keterlibatan Komite Audit dalam budaya kepatuhan perusahaan dan pelaporan keuangan yang efektif: •



Tone at the top Menciptakan budaya dimana setiap orang merasa bertanggung jawab untuk melakukan hal yang benar. Eksekutif atas perusahaan perlu memperkuat pesan ini secara konsisten. Jika karyawan melihat seorang eksekutif bertindak dengan cara yang tidak pantas atau tidak etis, mereka mungkin akan merasa dibenarkan jika melakukan hal yang sama. Namun, lebih baik lagi jika middle management yang memperkuat “the right tone”, karena survei menunjukkan bahwa “pesan dari tengah” memiliki pengaruh lebih besar pada bagaimana karyawan berperilaku.







Program kepatuhan dan etika Komite Audit diberi tanggung jawab untuk mengawasi program kepatuhan dan etika. Dewan Direktur harus memahami bagaimana isu-isu seperti tanggung jawab perusahaan dan keberlanjutan mempengaruhi reputasi etis perusahaan. Jika perusahaan ingin dianggap memiliki program kepatuhan dan etika yang efektif, maka perusahaan tersebut harus melaksanakan uji tuntas (due diligence) untuk mencegah dan mendeteksi tindak pidana.



4.



Oversight of Management and Internal Audit Komite Audit harus efektif mengawasi dan mendukung audit internal. Peran audit internal berubah dari waktu ke waktu, pergeseran fokus antara antara pengendalian kepatuhan dan konsultasi value-added. Komite Audit harus puas dengan apapun peran yang diambil oleh audit internal, mengingat berharganya audit internal dapat memberikan jaminan obyektif dan wawasan untuk komite. Hubungan yang kuat dengan manajemen dan audit internal memberikan landasan penting bagi komite untuk melaksanakan tanggung jawabnya secara efektif.



5.



Relationship with External Auditors Komite Audit memainkan peran utama dalam mengawasi auditor eksternal sebagai bagian dari proses pelaporan keuangan. Di sejumlah negara, Komite Audit bertanggung jawab langsung terhadap hubungan dengan auditor eksternal. Komite Audit juga membutuhkan hubungan yang terbuka, saling percaya, dan professional dengan auditor eksternal.



6.



What to Do When Things Go Wrong – Financial Statement Errors and Fraud Investigation Komite Audit terkadang harus menangani situasi sulit yang berkaitan dengan pelaporan atau kepatuhan masalah keuangan. Laporan keuangan yang sebelumnya telah diterbitkan mungkin terdapat salah saji material. Mungkin telah terjadi kecurangan atau perusahaan mungkin telah melanggar undang-undang dan peraturan. Setiap situasi itu membutuhkan pengambilan keputusan yang baik yang melibatkan keputusan tingkat tinggi. Satu hal yang jelas, when things go wrong, it’s not business as usual for the audit committee. Hal-hal yang harus dipertimbangkan oleh Komite Audit sebelum hal-hal lain menjadi kacau adalah Kesalahan dalam laporan keuangan yang diterbitkan, Investasi yang melibatkan kemungkinan terjadinya penipuan atau tindakan illegal, dan Perencanaan manajemen krisis yang efektif.



7.



Committee Composition Efektivitas Komite Audit sangat tergantung pada komposisi dan interaksi keanggotannya. Memilih anggota yang sesuai adalah hal yang penting. Menggabungkan anggota baru yang dapat memberi wawasan berharga tentang proses komite dengan anggota yang berpengalaman yang membawa pengetahuan institusional dapat menghasilkan sebuah tim yang sangat efektif.



8.



Meetings Pertemuan yang paling produktif adalah ketika komite terlibat dalam diskusi yang relevan, jujur,



dan interaktif dengan manajemen dan auditor. Komite Audit



memiliki banyak tanggung jawab yang kompleks. Tidak heran mereka biasanya lebih sering bertemu dan dalam waktu yang lebih lama dibandingkan dengan dua dewan



komite



lainnya



yaitu



komite



kompensasi



dan



Komite



Nominasi/pemerintahan. Dengan demikian, hal ini harus direncanakan dengan baik, terkoordinasi, dan dilakukan untuk memaksimalkan keefektifan komite. Atribut utama untuk kesuksesan pertemuan Komite Audit diantaranya adalah menentukan Jadwal, Frekuensi dan durasi, Agenda, Materi Pengarahan, Partisipan, Sesi privat, Peran ketua, Meeting dynamics, Menit, dan Pelaporan ke dewan. 9.



Supporting Committee Effectiveness - Charter, Evaluations, Resources, and Training Piagam Komite Audit tertulis membantu memastikan bahwa anggota-anggota komite serta direksi lain memahami peran yang ditugaskan kepada Komite Audit. Proses evaluasi sangat penting untuk memantau kinerja komite dan mengidentifikasi peluang untuk peningkatan. Beberapa dari peluang-peluang ini mungkin melibatkan sesi edukasi yang membantu komite memahami pengembangan baru dan bagaimana peluang tersebut



mempengaruhi



perusahaan.



Komite



juga



harus



mampu



memanfaatkan sumber daya untuk mendukung melaksanakan tanggung jawab. Proses-proses yang mendukung keefektifan komite adalah Piagam Komite Audit, Evaluasi komite, Sumber daya, dan Pelatihan dan edukasi.



Kasus PT. Telkomsel Gambaran Umum PT. Telkom PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (Persero) biasa disebut Telkom Indonesia atau Telkom adalah perusahaan informasi dan komunikasi serta penyedia jasa dan jaringan telekomunikasi secara lengkap di Indonesia. Telkom mengklaim sebagai perusahaan telekomunikasi terbesar di Indonesia, dengan jumlah pelanggan telepon tetap sebanyak 15 juta dan pelanggan telepon seluler sebanyak 104 juta. Telkom merupakan salah satu BUMN yang sahamnya saat ini dimiliki oleh Pemerintah Indonesia (52,47%), dan 47,53% dimiliki oleh Publik, Bank of New York, dan Investor dalam Negeri. Telkom juga menjadi pemegang saham mayoritas di 13 anak perusahaan, termasuk PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel). Sebagai Perusahaan yang mencatatkan sahamnya pada Bursa Efek di AS (NYSE), PT Telkom Tbk wajib tunduk pada peraturan otoritas pasar modal AS di mana salah satunya adalah Securities Exchange Act tahun 1934 (“Peraturan Pasar Modal“) yang mewajibkan PT Telkom Tbk membuat Laporan Tahunan Form 20-F yang ditujukan kepada United States Securities And Exchange Commission (US-SEC). Masalah yang selanjutnya menjadi topik yang akan dibahas di sini adalah kasus yang dialami oleh PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dalam rangka mengaudit dan menyampaikan hasil laporan keuangannya tersebut pada tahun 2002.



Pembahasan Pemerintah Amerika Serikat mengeluarkan aturan untuk menyajikan laporan keuangan berdasarkan keterbukaan. Setiap perusahaan yang terdaftar di US-SEC wajib menyampaikan laporan keuangan tahunannya dalam bentuk Form 20-F setiap tahunnya. Karena Telkom termasuk perusahaan yang terdaftar, maka Telkom wajib menyampaikan sesuai peraturan yang berlaku. Namun, laporan yang disampaikan oleh Telkom tahun itu menimbulkan beberapa masalah, yang pertama adalah ditolaknya Laporan Keuangan Telkom oleh US-SEC, dan yang kedua adalah timbulnya “perang” antara dua KAP di Indonesia, yaitu KAP Eddy Pianto yang mengaudit Laporan Keuangan Telkom, dan KAP Haryanto Sahari yang mengaudit Laporan Keuangan Telkomsel sebagai anak perusahaan Telkom. Kasus dimulai dari awal ketika dilakukan penunjukan auditor untuk mengaudit Laporan Keuangan Telkom tahun 2002. Menurut anggaran dasar perusahaan, kewenangan untuk menunjuk auditor Telkom ada pada Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Untuk



tahun 2002, RUPS mendelegasikan kewenangan tersebut kepada Dewan Komisaris Telkom untuk menunjuk auditor yang termasuk di dalam katagori lima besar auditor internasional. Di Dewan Komisaris, kewenangan penunjukan ini diberikan kepada Komite Audit. Komite Audit berupaya untuk melaksanakan amanat RUPS, dan menunjuk salah satu dari KAP Big Four yaitu E&Y, dengan pertimbangan bahwa ketiga KAP lainnya sedang bermasalah dan tidak bersedia untuk mengaudit Telkom. Setelah audit berjalan selama beberapa waktu, E&Y mengundurkan diri dengan alasan terdapat conflict of interest, karena E&Y juga pernah bertindak sebagai advisor Telkom dalam transaksi buy-out unit usaha Telkom. Dengan E&Y yang mengundurkan diri, maka komite audit Telkom harus kembali mencari calon auditor Telkom dengan segera karena sisa waktu untuk melakukan audit sudah sangat singkat. Dalam seleksi ulang memilih KAP, PT. Telkom menemukan 3 KAP yang berafiliasi dengan KAP second layer yang dapat dipertimbangkan sebagai calon auditor PT. Telkom. Tiga KAP yang dimaksud KAP Drs. RB. Tanubrata yang berafiliasi dengan BDO Seidman LLP, dan KAP Eddy Pianto serta KAP Hendrawinata yang berafiliasi dengan Grant Thornton LLP. Dari ketiga KAP tersebut, KAP Drs. RB. Tanubrata mengalami conflict of interest, karena sedang terlibat dalam pemberian jasa fairness of opinion di lingkungan PT. Telkom, dan KAP Hendrawinata menyatakan tidak bersedia karena sedang mendapatkan sanksi dari Menteri Keuangan dilarang menjalankan praktek selama 6 bulan, sehingga yang bisa dan bersedia untuk diminta menjadi auditor PT. Telkom adalah KAP Eddy Pianto. KAP Eddy Pianto (KAP EP) adalah kantor akuntan publik yang telah mendapatkan izin usaha berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : KEP718/KM.17/1998. KAP EP berdasarkan appointment letter tertanggal 6 Juni 2001, ditunjuk oleh PT Grant Thornton Indonesia sebagai anggota, dan berdasarkan Adendum Grant Thornton International Member Firm Agreement, KAP EP berkedudukan sebagai regional firm dari Grant Thornton International, maka memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Grant Thornton Indonesia sebagai member Thornton Internasional. Saat itu, menurut Withdrawal Agreement tanggal 13 Februari 2003, Member Firm Agreement antara Grant Thornton International dengan Grant Thornton Indonesia/KAP EP memang akan segera berakhir, yaitu pada tanggal 31 Maret 2003. Namun KAP EP tetap berhak melakukan pekerjaan audit atas nama Grant Thornton berdasarkan engagement letter yang telah ditandatangani sebelum tanggal withdrawal agreement tersebut. KAP EP dapat melakukan pekerjaan audit atas Laporan Keuangan PT. Telkom tahun Buku 2002 dalam rangka filing Form 20-F ke SEC, tanpa ada kewajiban bagi Grant Thornton International



untuk terasosiasi dengan pekerjaan audit tersebut. Dengan demikian independensi KAP EP tidak diganggu kepentingan dari afiliasinya secara langsung dan sepenuhnya menjadi tanggung jawabnya.



Proses Audit KAP Eddy Pianto KAP EP memilih untuk mengacu kepada hasil audit dari auditor anak perusahaan PT. Telkom yang telah ditunjuk oleh masing-masing anak perusahaan dalam melaksanakan audit Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom. Pada tanggal 31 Desember 2002, Audit Instruction diserahkan kepada empat auditor anak perusahaan PT. Telkom, salah satu diantaranya adalah KAP Haryanto Sahari (KAP HS) afiliasi dari PWC, sebagai auditor PT. Telkomsel. Pada tanggal 20 Januari 2003, KAP HS mengeluarkan Acknowledgment Leter kepada KAP EP yang menyatakan bahwa KAP HS : -



Sanggup melaksanakan pekerjaan sesuai Audit Instruction



-



Menyadari bahwa Laporan Keuangan Telkomsel 2002 akan dikonsolidasikan oleh KAP EP dalam rangka menerapkan metode ekuitas investasi Pada tanggal 17 Februari 2003 Grant Thornton International menyatakan hubungan



afiliasi/membership antara Grant Thornton International dengan PT. Grant Thornton Indonesia dan KAP EP berakhir pada tanggal 31 Maret 2003. Dengan adanya pemberitaan tersebut, PT Telkom meminta jaminan kepada KAP EP mengenai kejelasan status Mark Iwan bukan partner dari Thornton International, dan kelancaran filing Form 20-F antara tanggal 17 Februari sampai dengan 31 Maret 2003 tersebut. KAP EP memberikan klarifikasi bahwa mereka akan tetap menjadi Member Firm Thornton sampai akhir Maret 2003, dengan demikian audit Telkom 2002 akan tetap menggunakan nama, metodologi, ketentuan, dan prosedur Thornton International. Atas klarifikasi tersebut, maka KAP EP melanjutkan pekerjaan auditnya.



Masalah KAP HS dan US-SEC Dalam rangka memenuhi filing Form 20-F ke SEC, KAP EP meminta hasil audit dan laporan keuangan PT Telkomsel tahun 2002 yang dikerjakan oleh KAP HS, akan tetapi KAP HS tidak memberi izin kepada KAP EP untuk mengacu pada hasil audit yang mereka kerjakan, dan malah meminta izin kepada Telkom untuk melihat 20-F seluruhnya terlebih dahulu. Permintaan tersebut ditolak oleh PT Telkom karena waktunya yang sudah sangat terbatas, dan karena tidak ada hubungannya antara PT Telkom dengan KAP HS. PT Telkom



juga merasa bahwa permintaan untuk melihat keseluruhan Form 20-F tersebut tidak wajar karena seharusnya permintaan KAP HS hanya untuk bagian yang terkait dengan laporan yang diauditnya, yaitu PT Telkomsel. Oleh karena itu, KAP HS-pun menyatakan bahwa tidak dapat memberikan ijin hasil auditnya atas Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 diacu dalam rangka filing Form 20-F, dengan alasan ragu akan kualifikasi KAP EP, dan tidak diberikannya kesempatan untuk membaca Form 20-F secara keseluruhan. PT Telkom sempat membuat surat dan meminta KAP HS untuk mencabut penolakan izin tersebut, tetapi lagi-lagi



tetap



ditolak



oleh



KAP



HS,



dan



akan



tetap



ditolak



sampai



ada



penyelesaian/pemenuhan tentang kemampuan KAP EP untuk melakukan praktek di hadapan SEC, dan diberinya akses untuk membaca Form 20-F secara keseluruhan. Setelah itu, KAP EP mengingatkan kepada PT Telkom untuk memperoleh izin tertulis dari KAP HS dalam rangka filing Form 20-F. Tetapi PT Telkom berpendapat dengan berdasarkan AU 543, bahwa tidak memerlukan izin dari KAP HS untuk melampirkan opininya. Akhirnya pada tanggal 31 Maret 2003, PT Telkom meyampaikan Laporan Keuangan Konsolidasi Tahun Buku 2002 Kepada BAPEPAM. Dan menyampaikan Form 20-F kepada US-SEC pada tanggal 17 April 2003. Namun sebelumnya, pada tanggal 25 Maret 2003, Wayne Carnall dari PwC Amerika Serikat meminta kepada Carol Riehl dari Grant Thornton Amerika Serikat untuk menginformasikan kepada SEC bahwa Grant Thornton Amerika Serikat tidak berasosiasi dengan pekerjaan audit Grant Thornton Indonesia/KAP EP. Karena hal tersebut, maka Karin French, Partner in Charge dari SEC Regulation Grant Thornton Amerika Serikat, mengirimkan surat kepada Jackson Day, Acting Chief Accountant SEC, tanggal 31 Maret 2003 mengenai posisi GT US yang tidak terasosiasi dengan pekerjaan audit GT Indonesia/KAP EP. Berdasarkan surat SEC kepada PT. Telkom tertanggal 29 April 2003, SEC pun menyatakan tidak dapat menerima Form 20-F yang disampaikan oleh PT. Telkom. SEC menyebutkan alasan tidak dapat diterimanya adalah karena : -



Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 belum mendapatkan quality control dari Grant Thornton LL,P.,selaku US Affiliate KAP Eddy Pianto



-



KAP HS tidak memberikan ijin untuk dimasukkannya Laporan Audit atas Laporan Keuangan PT. Telkomsel Tahun Buku 2002 dalam Form 20-F PT. Telkom



-



Laporan Keuangan Konsolidasi PT. Telkom Tahun Buku 2002 yang dimasukkan dalam Form 20-F tidak disertai dengan Laporan Audit atas Laporan Keuangan anak perusahaan PT. Telkom lainnya yang juga diacu oleh KAP Eddy Pianto



Setelah diterbitkannya surat penolakan oleh SEC tersebut, PT. Telkom melakukan upaya agar SEC dapat merubah keputusannya, yaitu dengan melakukan klarifikasi terhadap SEC melalui surat, dan SEC tetap merespon sama seperti sebelumnya.



Setelah Penolakan Oleh US-SEC Setelah terbit surat penolakan, dan pengklarifikasian PT. Telkom kepada SEC yang tetap berakhir penolakan. US-SEC memerintahkan PT. Telkom untuk melakukan hal-hal sebagai berikut : 



Mencabut kembali Laporan Tahunan Form 20-F tahun 2002.







Menyatakan bahwa Laporan Keuangan tahun 2002 adalah unaudited.







Melakukan audit atas laporan keuangan 2002 menurut US-GAAP dan US-GAAS. Setelah mengetahui hal tersebut, PT. Telkom melalui konsultan hukumnya masih



berupaya untuk melakukan negosiasi dengan US-SEC agar tidak perlu dilakukannya re-audit terhadap Laporan Keuangan PT. Telkom, namun lagi-lagi US-SEC menolak dan tetap memerintahkan Telkom untuk melakukan hal-hal yang disebutkan di atas. Maka, Telkom kemudian menyatakan bahwa Laporan Keuangan Tahun Buku 2002 adalah unaudited dan akan melakukan reaudit. Untuk melakukan audit ulang tersebut, PT. Telkom akhirnya menunjuk auditor lain, yaitu auditor yang mengaudit anak perusahaannya (Telkomsel), yang tidak lain adalah PwC (KAP HS). Penolakan oleh US-SEC tidak hanya berpengaruh terhadap Laporan Keuangan yang harus di re-audit, tetapi juga berefek lebih, karena perdagangan saham PT. Telkom yang tercatat di New York Stock Exchange dalam bentuk IDR dihentikan sementara dan menyebabkan harga saham PT. Telkom di Bursa Efek Jakarta turun secara signifikan dari harga penutupan sehari sebelumnya, dan memberikan pengaruh yang cukup signifikan terhadap penurunan Indeks Harga Saham Gabungan.



KAP EP Setelah Penolakan US-SEC KAP EP bukan tidak mendapat dampak dari ditolaknya Laporan Keuangan PT. Telkom yang diauditnya oleh US-SEC, nama KAP EP ikut tercemar dan menjadi buruk, banyak pihak yang beranggapan bahwa KAP EP tidak bisa menyelesaikan auditnya atas Laporan Keuangan PT. Telkom, dan bahwa KAP EP tidak eligible untuk dipakai jasanya. Dan yang lebih buruk lagi, KAP EP dikenakan sanksi oleh Bapepam berdasarkan surat Bapepam Nomor S-1381/PM/2003 tanggal 16 Juni 2003 perihal Kewajiban untuk Tidak



Melakukan Kegiatan Usaha di Bidang Pasar Modal, Bapepam mewajibkan KAP EP untuk tidak melakukan kegiatan usaha di pasar modal terhitung sejak tanggal surat ini sampai diputuskan lebih lanjut oleh Bapepam, karena dianggap berpengaruh besar terhadap menurunnya Indeks Harga Saham Gabungan. KAP EP menyampaikan tanggapan kepada IAI bahwa KAP HS melakukan misinterpretation atas AU 543 dengan tidak memberi izin kepada KAP EP. Untuk itu KAP EP mencoba memperbaiki keadaan dengan mengirim surat ke SEC untuk menjelaskan interpretasi yang benar atas AU 543. Pada 25 Juni 2003, KAP EP melanjutkan teleconference dengan SEC. Dalam teleconference itu, tidak ada sanggahan dari SEC mengenai interpretasi KAP EP atas AU 543. Tetapi SEC tetap menolak laporan Form 20-F Telkom, dan manajemen Telkom juga sudah terlanjur menyatakan pada 11 Juni 2003 bahwa Laporan Keuangan Telkom 2002 adalah unaudited, dan menunjuk PwC (KAP HS) sebagai auditor untuk mengaudit ulang Laporan Keuangan Telkom 2002. Sebagai jalan terakhir, KAP EP mengajukan ke IAI tentang hal ini dengan harapan kejadian yang telah merusak nama baik KAP EP, dan dapat mengganggu kelangsungan usaha KAP EP ini agar dapat terselesaikan, dan KAP HS dihukum jika memang terbukti bersalah.



Komite Audit PT. Telkom Kasus yang dialami PT. Telkom adalah tentang proses audit dan pelaporan Laporan Keuangan Konsolidasian PT. Telkom tahun 2002, kasus ini erat kaitannya dengan Komite Audit yang ada di PT. Telkom. Berdasarkan kasus ini Komite Audit dirasakan kurang dalam menjalankan tugasnya menangani kasus Laporan Keuangan Telkom 2002. Dari awal keputusan RUPS adalah menunjuk Komite Audit untuk memilih KAP mana yang akan menjadi auditor Telkom yang lebih prefer untuk KAP first layer, dalam hal ini adalah The Big Four. Karena KAP big four berhalangan, maka Komite Audit memilih KAP lain untuk menjadi auditornya, dan memilih KAP EP. Setelah itu, beredar bahwa afiliasi Grant Thornton International dengan Grant Thornton Indonesia (KAP EP) akan segera berakhir, seharusnya ketika Komite Audit mengetahui hal ini, Komite Audit berpikir ke depan bahwa akan terjadi masalah dengan Form 20-Fnya, dan memutuskan untuk mengganti dengan KAP lain. Dalam mengawasi proses pelaporan keuangan dan menelaah laporan konsolidasian, Komite Audit seharusnya bisa menyelesaikan masalah dengan KAP HS sebelum filing Form 20-F disampaikan. Dengan menyadari KAP HS tidak memberi izin, Komite Audit bisa memberikan peraturan-peraturan yang berlaku dan berdiskusi dengan KAP HS untuk



menyelesaikan masalahnya. Maka bisa diambil kesimpulan untuk Tahun 2002, Komite Audit PT. Telkom tidak terlalu menjalankan tugasnya dengan efektif dan efisien.