TB Dengan Kurang Gizi [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

LAPORAN KASUS TB PARU DENGAN GIZI KURANG PADA ANAK Laporan kasus ini diajukan dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus persyaratan menyelesaikan program internsip di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua



Oleh: dr. Natalia J. Tetelepta Pendamping: dr. Novita E Nikijuluw Wahana: Rumah Sakit Umum Daerah Saparua



PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA RSUD SAPARUA SAPARUA 2020



KATA PENGANTAR



Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas Berkat dan Penyertaan-Nya, maka saat ini penulis dapat menyelesaikan pembuatan laporan kasus dengan judul “TB Paru dengan Gizi Kurang pada Anak” ini dengan baik. Laporan kasus ini dibuat dalam rangka praktek dokter internsip sekaligus persyaratan menyelesaikan program internsip di Rumah Sakit Umum Daerah Saparua. Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih banyak kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan dan semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat untuk kita semua. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih atas segala pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian pembuatan laporan kasus ini.



Saparua,



Oktober 2020



Penulis



ii



BAB I PENDAHULUAN



1.1



Latar Belakang Sampai saat ini tuberkulosis (TB) masih merupakan masalah kesehatan yang terpenting



di dunia. Dalam beberapa tahun terakhir Indoneisa termasuk dalam 5 negara dengan jumlah kasus TB terbanyak di dunia. Tuberkulosis pada anak merupakan komponen penitng dalam pengendalian TB oleh karena jumlah anak berusia kurang dari 15 tahun adalah 40-50% dari jumlah seluruh populasi dan terdapat sekitar 500.000 anak di dunia menderita TB setiap tahun. Di Indonesia proporsi kasus TB anak di antara semua kasus TB yang ternotifikasi dalam program TB hanya 9% dari yang diperkirakan 10-15% dan pada tingkat kabupaten/kota menunjukan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu antara 1,2-17,3% di tahun 2015. Strategi Nasional 2015-2019 terdapat 6 indikator utama dan 10 indikator operasional. Program pengendalian TB, 2 diantaranya adalah cakupan penemuan kasus TB anak sebesar 80% dan cakupan anak 6  diagnosis TB dan obati dengan OAT).



E.



PEMERIKSAAN LABORATORIUM



Tanggal 29/08/2020 Hematologi WBC



Hasil



Nilai rujuk



182 103µL



4.0-10.0



Kimi Hasil a klinik GDS 83mg/dl



Nilai rujuk 5 tahun, HIV (+), dan gambaran kelainan paru luas. Namun, karena kesulitan Namum demikian, karena kesulitan pengambilan sputum pada anak dan sifat pausibasiler pada TB anak, pemeriksaan bakteriologis selama ini tidak dilakukan secara rutin pada anak yang dicurigai sakit TB. Dengan semakin meningkatnya kasus TB resisten obat dan TB HIV, saat ini pemeriksaan yang seharusnya dilakukan, terutama di fasilitas pelayanan kesehatan yang mempunyai fasilitas pengambilan sputum dan pemeriksaan bakteriologis. Cara mendapatkan sputum pada anak: pengeluaran dahak jika pasien dapat keluarkan sputum/dahak secara langsung, bilas lambung dengan NGT dapat dilakukan pada anak tidak dapat keluarkan dahak dan dianjurkan spesimen dikumpulkan minimal 2 hari berturut-turut pada pagi hari, induksi sputum biasanya relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua umur, hasil lebih baik dari aspirasi lambung, terutama bila menggunakan lebih dari 1 sampel. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk membantu diagnosis TB pada anak: (a) uji tuberkulin: Uji tuberkulin bermanfaat untuk membantu menegakan diagnosis TB pada anak, khususnya jika riwayat kontak dengan pasien TB tidak jelas. Uji tuberkulin tidak bisa membedakan antara infeksi dan pasien TB. Hasil positif uji tuberkulin menunjukan adanya infeksi dan tidak menunjukan ada tidaknya sakit TB. Sebaliknya, hasil negatif uji tuberkulin belum tentu menyingirkan diagnosis TB, (b) foto toraks: Foto toraks juga merupakan pemeriksaan penunjang untuk menegakan diagnosis TB pada anak. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas kecuali gambaran TB milier, (c) pemeriksaan histopatologi: Menunjukan gambaran granuloma dengan nekrosis perkijauan di tenganya dan dapat pula ditemukan gambaran sel daria langhans dan atau kuman TB3.



10



D.



Alur diagnosis TB anak2



Secara umum penegakan diagnosis TB pada anak didasarkan pada 4 hal, yaitu: 1. Konfirmasi bakteriologis TB 2. Gejala klinis yang TB 3. Adanya bukti infeksi TB (hasil uji tuberkulin positif atau kontak erat dengan pasien TB) 4. Gambaran foto toraks sugestif TB Langkah awal pada alur diagnosis TB adalah pengambilan dan pemeriksaan sputum: 1. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCB, sesuai dengan fasilitas yang tersedia) positif, anak didiagnosis TB dan diberikan OAT. 2. Jika hasil pemeriksaan mikrobiologi (BTA/TCM) negatif atau spesimen tidak dapat diambil, lakukan pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks: a. Jika tidak ada fasilitas atau tidak ada akses untuk uji tuberkulin dan foto toraks: -



Jika anak ada riwayat kontak erat dengan pasien TB menular, anak dapat didiagnosis TB dan diberikan OAT.



-



Jika tidak ada riwayat kontak, lakukan observasi klinis 2-4 minggu. Bila pada follow up geala menetap, rujuk anak untuk pemeriksaan uji tuberkulin dan foto toraks.



b. Jika tersedia fasilitas untuk uji tuberkulin dan foto toraks, hitung skor total menggunakan sistem skoring: 1.



Skor total > 6  diagnosis TB dan obati dengan OAT



2.



Skor total 28 dosis). F.



Tatalaksana Tuberkulosis pada anak Pasien anak berusia 9 tahun dengan BB 9 kg mendapat pengobatan tuberkulosis fixed



drug therapy lanjutan karena pasien merupakan passien TB on theray yang sudah berjalan 5 bulan. Tatalaksana TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).3 Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama pemberian obat anti TB sebagai berikut: (1) menyembuhkan pasien TB, (2) mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnnya, (3) mencegah TB relaps, (4) mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6) mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber sumber infeksi di masa yang akan datang.3 16



Beberapa hal penting dalam tata laksana TB anak adalah; (1) menyembuhkan pasien TB, (2) mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnya, (3) mencegah TB relaps, (4) mencegah terjadinya dan transmisi resisten obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6) mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber infeksi di masa yang akan datang.3



1.



Obat yang digunakan pada TB anak -



Obat Anti tuberkulosis (OAT) Anak umumnya memiliki jumlah kuman yang lebih sedikit (pausibasiler) sehingga



rekomendasi pemberian 4 macam OAT pada fase intensif hanya diberikan kepada anak dengan BTA positif, TB berat dan TB tipe dewasa. Terapi TB pada anak dengan BTA negatif menggunakan panduan INH, rifampisin, dan Pirazinamid pada fase inisial (2 bulan pertama) diikuti Rifampisin dan INH pada 4 bulan fase lanjutan.3 Nama Obat Isoniazid (H)



Dosis harian (mg/kgBB/hr) 10 (7-15)



Dosis maksimal (mg/hari) 300



Rifampisin (R)



15 (10-20)



600



Pirazinamid (Z) Etambutol (E)



35 (30-40) 20 (15-25)



-



Efek samping Hepatitis, neuritis perifer, hipersesitivitas GI, Reaksi kulit, hepatitis, trombositopenia, ↑ enzim hati, cairan tubuh warna orange kemerahan Toksisitas hepar, artralgia, GI Neuriris optik, ketajaman mata kurang, buta warna merah hijau, hipersensitivitas, GI



Tabel 2. Dosis OAT untuk Anak [Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]



Kategori Diagnostik TB klinis TB Kelenjar Efusi Pleura TB TB Terkonfirmasi Bakteriologis



Fase Intensif



Fase lanjutan



2HRZ



4HR



17



TB paru dengan kerusakan luas TB ekstraparu (selain meningitis TB dan TB tulang/sendi) TB Tulang/Sendi TB Milier TB Meningitis



2HRZE



4HR



2HRZE



10HR



Tabel 3. Panduan OAT dan lama pengobatan TB pada anak [Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]



-



Kombinasi dosis tetap (KDT) atau Fixed drose combination (FDC) Untuk mempermudah pemberian Oat dan meningkatan keteraturan minum obat, panduan OAT disediakan dalam bentuk paket KDT/FDC. Paket KDT anak berisi obat fase intensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 50 mg dalam satu paket. Dosis yang dianjurkan:3



Berat badan (kg)



Fase Intensif (2 bulan)



Fase lanjutan (4 bulan)



RHZ (75/50/150)



RH (75/50)



5-7



1 tablet



1 tablet



8-11



2 tablet



2 tablet



12-16



3 tablet



3 tablet



17-22



4 tablet



4 tablet



23-30



5 tablet



5 tablet



>30



OAT dewasa



Tabel 4. Dosis OAT KDT pada TB anak [Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]



Keterangan: - Bayi < 5 kg pemberian OAT secara terpisah, tidak daam bentuk KDT 18



-



Apabila ada kenaikan BB maka dosis atau jumlah tablet yang diberikan disesuaikan dengan berat badan saat itu



-



Untuk anak dengan obesitas, dosis KDT berdasarkan BBI (berdasarkan umur)



-



OAT KDT harus diberikan secara utuh (tidak boleh dibelah, dan digerus)



-



Obat dapat diberikan dengan cara ditelan utuh, dikunyah/dikulum (chewable) atau dimasukan air dalam sendok (dispersable)



-



Obat diberikan pada saat perut kosong atau paling cepat 1 jam setelah makan



-



Bila INH dikombinasi rifampisin, dosis INH tidak boleh melebihi 10 mg/kgBB/hari



-



Apabila OAT lepas diberikan dalam bentuk puyer, maka semua obat tidak boleh digerus bersama dan dicampur dalam satu puyer. 1. Kortikosteroid Kortikosteroid diberikan dalam kondisi: a. TB meningitis b. Sumbatan jalan napas akibat TB kelenjar (endotrakhial TB) c. Perikarditis TB d. TB milier dengan gangguan napas berat e. Efusi pleura TB f. TB abdomen dengan asites. Obat yang sering digunakan adalah prednison dengan dosis 2 mg/kgBB/hr, sampai 4 mg/kgBB/hari pada kasus sakit berat, dengan dosis maksimal 60 mg/hr selama minggu. Tappering off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pemberian kecuali pada TB meningitis selama 4 minggu sebelum tappering off. 2.



Pirirdoksin



19



Isoniazid dapat menyebakan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama pada anak dengn malnutrisi berat dan anak dengan HIV yang mendapatkan ART. Suplementasi piridoksin (5-10 mg/kgBB/hari).3 -



Nutrisi Pada anak status gizi sangatlah penting, anak yang memiliki gizi baik tidak mudah terkena infeksi karena tubuh memiliki kemampuan yang cukup untuk mempertahankan diri (daya tahan tubuh meningkat) sedangkan bagi anak yang memiliki gizi buruk akan sangat mudah terkena infeksi karena reaksi kekebalan tubuh menurun yang berarti kemampuan tubuh untuk mempertahankan diri terhadap serangan infeksi menurun. Status gizi pada anak dengan TB akan mepengaruhi keberhasilan terapi TB. Malnutrisi berat meningkatkan risiko kematian pada anak dengan TB. Penilaian status gizi harus dilakukan secara rutin selama anak dalam pengobatan. Penilaian dilakukan dengan mengukur berat, tinggi, LLA atau pengamatan gejala dan tanda malnutrsi seperti edema atau muscle wasting. Pemberian makanan tambahan sebaiknya diberikan selama pengobatan. Jika tidak memungkinkan, dapat diberikan suplementasi nutrisi sampai anak stabil dan TB dapat diatasi.3,4



G.



Pemantauan hasil evaluasi TB anak -



Pemantauan pengobatan pasien TB anak Pasien TB anak harus dipastikan minum obat setipa hari secara teratur oleh PMO. Dan sebaiknya dipantau sealama 2 minggu fase intensif, dan sekali sebulan pada fase lanjutan. Pada setiap kunjungan dievaluasi respon pengobatan, kepatuhan, toleransi dan kemungkinan efek samping obat.3



20



Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis membaik (demam menghilang dan batuk berkurang), nafsu makan meningkat dan BB meingkat. Pada pasien anak dengan hasil BTA positif pada awal pengobatan, pemantauan pengobatan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan dahak ulang pada akhir bulan ke-2, ke-5, ke-6.3 Perbaikan radiologis akan terlihat dalam jangka waktu yang lama sehingga tidak perlu dilakukan foto toraks untuk pemantauan pengobatan, kecuali pada TB milier setelah pengobatan 1 bulan dan efusi pleura setelah pengobatan 2-4 minggu. Demikian pemeriksaan uji tuberkulin karena yang positif akan tetap positif.3 Dosis OAT disesuaikan dengan BB. Pemberian OAT dihentikan stelah pengobatan lengkap, dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto toraks (pada TB milier, TB dengan kavitas, efusi pleura).3



H.



Hasil akhir pengobatan pasien TB anak Hasil pengobatan Sembuh



Pengobatan lengkap



Gagal



Definisi Pasien TB paru dengan hasil pemeriksaan bakteriologis positif pada awal pengobataan yang hasil pemeriksaan bakteeiologis pada akhir pengobatan dan pada salah satu pemeriksaan sebelumnya menjadi negatif. Pasien TB yang telah menyelesaikan pengobatan secara lengkap dimana pada salah satu pemeriksaan sebelum akhir pengobatan hasilnya negatif namun tanpa ada bukti hasil pemeriksaan bakteriologis pada akhir pengobatan. Pasien yang hasil pemeriksaan dahaknya tetap positif atau kembali menjadi positif pada bulan kelima atau lebih selama pengobatan atau kapan saja apabila selama demam



21



Meninggal Putus berobat Tidak dievaluasi



pengobatan diperoleh hasil laboratorium yang menunjukan adanya resistensi OAT. Pasien TB yang meninggal oleh sebab apapun sebelum memulai atau sedang dalam pengobatan. Pasien TB yang tidak memulai pengobatannya atau yang pengobatan terputus selama 2 bulan terus menerus atau lebih. Pasien TB yang tidak diketahui hasil akhir pengobatannya. Termasuk dalam kiteria ini adalah “pasien pindah” ke kabupaten/kota lain dimana hasil akhir pengobatannyatidak diketahui oleh kabupaten/kota yang ditinggalkan.



Tabel 5. Hasil akhir pengobatan [Sumber: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit. Petunjuk Teknis Manajemen dan Tatalaksana TB anak. Kemenkes RI, Jakarta: 2016.]



I.



Tatalaksana Efek samping obat Efek samping obat TB lebih jarang terjadi pada anak dibandingkan dewasa. Pemberian



etambutol untuk anak yang mengalami TB berat tidak banyak menimbulkan gejala efek samping selama pemberiannya sesuai dengan rentang dosis yang direkomendasi.3 Efek sampimg paling sering adalah hepatotoksisitas, yang dapat disebabkan oleh isoniazid, rifampisin, atau pirazinamid. Pemeriksaan kadar enzim hati tidak perlu dilakukan secara rutin pada anak yang akan memulai pengobatan TB. Pada keadaan peningkatan enzim hati ringan tanpa gejala klinis (kurang dari 5 kali nilai normal) bukan merupakan indikasi penghentian terapi obat anti TB.3,5 Jika timbul gejala hepatomegali atau ikterus harus segera dilakukan pengukuran kadar enzim hati dan jika perlu penghentian obat TB. Penapisan ke arah penyebab hepatitis lain harus dilakukan.2,5



J.



Pencegahan Prioritas dalam melakukan kontrol dalam program tuberkulosis sendiri merujuk pada



temukan dan obati, dimana hal ini dapat menurunkan angka transmisi yang biasanya ditularkan melalui droplet dan juga biasanya sangat berisiko terhadap orang-orang dekat pasien terkontaminasi TB. Semua anak dan dewasa dengan gejala yang merujuk pada tuberkulosis dan juga ada riwayat kontak dengan pasien TB harus dilakukan tes untuk 22



mencari infeksi tuberkulosis. Rata-rata 30-50% kontak serumah dengan pasien positif TB juga turut tertular dan 1% memang sudah dengan penyakit TB. Program ini diharapkan dapat berjalan dengan baik jika ada respon yang efektif dan adekuat dari masyarakat dan petugas kesehatan layanan primer untuk pemberian edukasi. Anak, khusunya < 2 tahun harus lebih diprioritaskan untuk dilakukan pengamatan lebih lanjut dikarenakan risiko infeksi lebih tinggi dan lebih cepat berkembang menjadi bentuk tuberkulosis yang lebih parah.1 Pemberian vaksin BCG (Bacille Calmette-Guérin) merupakan satu-satunya vaksin yang dapat melawan TB. Vaksin BCG merupakan vaksin dari strain M.Bovis pemberian biasanya intradermal diberikan mulai usia 0-2 bulan berdasarkan rekomendasi IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) tahun 2017.1,2 Pencegahan tuberkulosis perinatal juga dapat dilakukan dengan pemberian profilaksis Izoniasid 10 mg/kgBB selama 6 bulan.1



BAB IV ANALISA KASUS Pasien anak umur 9 tahun datang dibawa oleh ibunya ke UGD RS USaparua dengan keluhan sesak napas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit yang, pasien merupakan pasein rujukan dari PKM Kazirah Tenggara dan dalam pengobatan TB paru 5 bulan. Riwayat demam ada, batuk berlendir kurang lebih 1 bulan. Riwayat kontak dengan orang sekitar yang memiliki gejala yang sama tidak diketahui karena selama ini pasien tinggal bersama ibunya dipulau seram dan baru diambil oleh ibunya sekitar 1 minggu lalu. Anak yang terpapar orang dewasa yang punya risiko tinggi, orang dari negara dengan prevalensi TB yang tinggi, gelandangan, tenaga kesehatan yang mengurus pasien-pasien dengan risiko tinggi, bayi dan anak < 10 tahun, remaja dan dewasa muda dan riwayat kontak 23



dengan pasien dengan pengobatan tuberkulosis, kontak dengan pasien riwayat resistensi obat tuberkulosis. Pasien berusia 9 tahun di curigai menderita TB dalam pengobatan dengan gizi buruk dilihat dari gejala klinis. Berdasarkan anamnesis gejala umum dari penyakit TB anak khas: napsu makan kurang, berat badan (BB) sulit naik, menetap atau malah menurun (kemungkinan masalah gizi sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tatalaksana adekuat selama minimal 1 bulan), demam subfebris berkepanjangan dengan etiologi demam kronik yang lain perlu disingkirkan dahulu seperti infeksi saluran kemih (ISK), tifus atau malaria, pembesaran kelenjar superfisial di daerah leher, aksila, inguinal atau tempat lain, keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 3 minggu atau nyeri dada, gejala gastrointestinal seperti diare persisten yang tidak sembuh dengan pengobatan baku atau perut membesar karena cairan atau teraba massa dalam perut.Pemerikasaan fisik pada pasien ini : didapatkan rhonki dan whezzing pada kedua lapang paru, dan tidak ditemukannya pembesaran kelenjar getah bening pada leher, axila, maupun inguinal. antropometri berdasarkan WHO, pasien diklasifikasikan sebagai kriteria: gizi buruk, stunting. BB/U: 28 dosis). Pasien dengan BB 9 kg mendapat pengobatan tuberkulosis fixed drug therapy lanjutan karena pasien merupakan pasien TB on theray yang sudah berjalan 5 bulan. Untuk fase intensif 2 bulan RHZ 2 tablet dan fase lanjutan 4 bulan RH 2 tablet juga.



25



Tatalaksana TB anak terdiri atas terapi (pengobatan) dan profilaksis (pengobatan pencegahan). Pengobatan TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan pengobatan pencegahan TB diberikan pada anak sehat yang berkontak dengan pasien TB (profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).3 Prinsip pengobatan TB pada anak sama dengan TB dewasa, dengan tujuan utama pemberian obat anti TB sebagai berikut: (1) menyembuhkan pasien TB, (2) mencegah kematian akibat TB atau efek jangka panjangnnya, (3) mencegah TB relaps, (4) mencegah terjadinya dan transmisi resistensi obat, (5) menurunkan transmisi TB, (6) mencapai seluruh tujuan pengobatan dengan toksisitas seminimal mungkin, (7) mencegah reservasi sumber sumber infeksi di masa yang akan datang.3 Pada pasien ditemukan status gizinya buruk sesuai pemeriksaan antropometri berdasarkan WHO, pasien diklasifikasikan sebagai kriteria: gizi buruk, stunting. BB/U: