13 0 10 MB
MATERI KULIAH
TEKNIK PRODUKSI KAPAL (2SKS)
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN PENGESAHAN KATA PENGANTAR DAFTAR ISI SENARAI KATA PENTING BAB 1 PENDAHULUAN Profil Lulusan Program Studi Komptensi Lulusan Analisis Kebutuhan Pembelajaran Garis Besar Rancangan Pembelajaran (GBRP) BAB 2 PROSES PEMBANGUNAN KAPAL Pendahuluan Uraian Bahan Pembelajaran Proses Pembangunan Kapal Terminologi dan Defenisi Pembangunan Kapal Kapal Tipe Kapal Fasilitas Galangan Organisasi Tenaga Kerja Penutup Soal-soal Latihan Mandiri Tugas Mahasiswa Berkelompok Daftar Bacaan BAB 3 PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL Pendahuluan Uraian Bahan Pembelajaran Perkembangan Teknologi Produksi Kapal Pendekatan Konvensional/Tradisional Conventional Hull Construction dan Outfitting Hull Block Construction Method dan Pre-Outfitting Pendekatan Moderen Process Lane Construction dan Zone Outfitting Penutup Soal-soal Latihan Mandiri Tugas Mahasiswa Berkelompok Daftar Bacaan BAB 4 DESAIN PRODUKSI KAPAL Pendahuluan Uraian Bahan Pembelajaran Desain Kapal dan Desain Produksi Kapal
i ii iii 1 1 1 2 4 9 9 9 9 13 13 14 23 29 31 32 32 32 33 34 34 34 34 35 35 40 42 42 47 47 47 47 49 49 49 49
Group Technology (GT) Work Breakdown Structure (WBS) System-Work Breakdown Structure (SWBS) Product-Work Breakdown Structure (PWBS) Hull Block Construction Method (HBCM) Zone Outfitting Method (ZOFM) Zone Painting Method (ZPTM) Penutup Soal-soal Latihan Mandiri Tugas Mahasiswa Berkelompok Daftar Bacaan BAB 5 RANCANGAN BLOK KAPAL Pendahuluan Uraian Bahan Pembelajaran Proses Desain Berorientasi Produk Metode Pengembangan Blok Metode Seksi Assembly Metode Berlapis Tata Kode Spesifikasi Material Optimasi Rancangan Blok Kapal Titik Awal Erection Kapasitas Crane Kondisi Pembangunan dan Rotasi Pada Basis Assembly Kondisi-kondisi Fabrikasi Pada Building Berth Hubungan-Hubungan dengan Outfitting Dimensi dan Berat Blok Penutup Soal-soal Latihan Mandiri Tugas Mahasiswa Project Based Learning Daftar Bacaan BAB 6 SISTEM ACCURACY CONTROL Pendahuluan Uraian Bahan Pembelajaran Terminologi dan Defenisi Accuracy Conrtol (A/C) Quality Assurances (QA) Quality Control (QC) Tujuan dan Manfaat Sistem Accuracy Control Spesifikasi Toleransi Variabel Utama Sumber Daya Manusia Peralatan Material Metode Kerja Siklus Manajemen Perencanaan
53 55 55 57 59 73 79 84 84 84 85 86 86 87 87 90 91 92 93 110 114 115 116 117 119 121 125 126 126 126 127 128 128 128 128 128 130 130 131 131 132 132 133 134 135 135 135
Pelaksanaan Evaluasi
142 147
Penutup Soal-soal Latihan Mandiri Tugas Mahasiswa Berkelompok Daftar Bacaan DAFTAR PUSTAKA
149 149 150
PROFIL LULUSAN PROGRAM STUDI Lulusan Program Studi Perkapalan mampu mengamalkan nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan masyarakat dalam perancangan kapal (ship design), serta merencanakan produksi kapal (ship production), mereparasi kapal dan/atau perencanaan sistem transportasi laut. Lulusan program studi diharapkan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi sebagai berikut: a. Desainer Kapal dan Bangunan Apung. b. Surveyor/Inspektor Kemaritiman. c. Desainer Produksi dan Reparasi Kapal. d. Perencana Sistem Transportasi Laut. Oleh karena kurikulum yang disusun memuat ilmu dan pengetahuan yang transferable maka diharapkan juga lulusan dapat menggeluti profesi dan atau fungsi sebagai berikut: a. Bankir. b. Militer. c. Pegawai Negeri Sipil. d. Wirausaha.
KOMPETENSI LULUSAN a. Kompetensi Utama 1. Mampu merancang kapal yang optimal secara teknis dan ekonomis.
2. Mampu menyusun perencananan produksi kapal. 3. Mampu menyusun perencanaan perbaikan dan reparasi kapal. 4. Mampu
menginspeksi
konstruksi
lambung,
permesinan,
peralatan
dan
perlengkapan kapal. 5. Mampu menyusun perencanaan usaha industri galangan kapal. 6. Mampu merencanakan sistem transportasi laut. 7. Mampu merencanakan manajemen operasi sarana dan prasarana tranportasi laut. b. Kompetensi Pendukung 1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan sistem transportasi laut. 2. Mampu
menggunakan
program
aplikasi
komputer
untuk
pengolahan
data,
analisis numerik dan menggambar teknik. 3. Mampu menyusun perencanaan pengelasan di bawah permukaan air 4. Mampu menyusun laporan ilmiah. c. Kompetensi Lainnya 1. Mampu menjunjung tinggi nilai moral dan etika yang sesuai norma agama dan budaya masyarakat. 2. Mampu
mengapresiasikan
seni,
budaya
dan
olahraga
yang
bermoral
dan
beretika baik. 3. Mampu mengembangkan wirausaha dalam bidang industri maritim. 4. Mampu tanggap/peduli terhadap lingkungan. 5. Mampu bekerja mandiri, bermitra dan bersinergi dengan berbagai pihak 6. Mampu memahami dan mengetahui perkembangan terkini ilmu pengetahuan dan teknologi.
ANALISIS KEBUTUHAN PEMBELAJARAN Keberhasilan suatu proses belajar mengajar untuk semua level pendidikan tergantung pada beberapa aspek antara lain; a. Kapasitas dan kapabilitas sumber daya manusia. b. Lingkungan dan, c. Ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan.
Salah satu sarana dan prasarana pendidikan adalah Buku Ajar. Buku Ajar menjadi sarana paling efektif dalam mendukung pendidik dan peserta didik mencapai kompetensi dan sasaran pembelajaran sesuai GBRP. Penyusunan
buku
ajar
secara
sistemastis
berdasarkan
GBRP
dapat
memberikan arah yang jelas tentang materi-materi yang disajikan, memudahkan penerapan metode-metode pembelajaran yang dipilih serta mendukung pengerjaan tugas-tugas
mahasiswa.
Dengan
demikian
kebutuhan
akan
Buku
Ajar
menjadi
kebutuhan mendesak dalam proses belajar mengajar. Penerapan strategi pembelajaran yang tepat, penyediaan bahan ajar dan petunjuk
tugas
serta
perbaikan
manajemen
pengerjaan
tugas
tentunya
mengharapkan mahasiswa mampu menyerap materi pembelajaran secara baik yang indikatornya dapat dilihat dari nilai akhir yang diperoleh mahasiswa.
Gambar 1.1. Grafik sebaran nilai mata kuliah teknik produksi kapal semester akhir 2010/2011 (Sumber: Kartu hasil studi semester akhir 2010/2011 PS.T.Perkapalan)
Namun jika melihat grafik sebaran nilai semester akhir 2010/2011 pada gambar 1.1 terlihat bahwa daya serap mahasiswa tergolong rendah yaitu masih di bawah
60
%.
Ini
berarti
ada
kendala
peserta
didik
dalam
menyerap
materi
pembelajaran, salah satu penyebabnya diduga minat baca mahasiswa terhadap buku teks berbahasa asing sangat rendah sehingga sulit untuk memahami secara utuh materi pembelajaran.
Grafik pada gambar 1.1 juga mencerminkan perlu adanya pembenahan dan perbaikan dalam proses belajar mengajar mata kuliah teknik produksi kapal, baik dari aspek sumber daya pendidik dan peserta didik, manajemen mengajar serta sarana dan prasarana pendidikan termasuk ketersediaan Buku Ajar sesuai GBRP Kurikulum Berbasis Komptensi.. Ketersediaan Buku Ajar yang dikemas interaktif, sederhana dan menarik menjadi
bagian
penting
untuk
menumbuhkan
minat
dan
apresiasi
yang
tinggi
khususnya terhadap desain produksi kapal, dengan minat yang ditumbuhkan dari hasil pemahaman dan pengkristalan nilai-nilai tentang desain produksi diharapkan menimbulkan motivasi bagi peserta didik untuk belajar dengan baik dan giat. Tumbuhnya motivasi belajar dapat memacu dan memicu penyelesaian tugas secara
tepat
waktu,
pemahaman
secara
menyeluruh
tentang
teori-teori
desain
produksi kapal serta kesadaran terhadap sasaran pembelajaran mata kuliah teknik produksi kapal.
GARIS BESAR RANCANGAN PEMBELAJARAN (GBRP) GBRP mata kuliah Teknik Produksi Kapal disusun berdasarkan Kurikulum Berbasis Kompetensi dengan metode pembelajaran pendekatan SCL (study centre learning) yang mengacu pada profil program studi teknik perkapalan. Secara detail GBRP dapat dilihat sebagai berikut:
GARIS BESAR RENCANA PEMBELAJARAN (GBRP) Mata Kuliah Semester/SKS Kompetensi Sasaran
Sasaran Belajar
: Teknik Produksi Kapal : Semester VI / 2 kredit : Kompetensi Utama 1. Mampu menyusun perencanaan produksi kapal Kompetensi Pendukung 1. Mampu mengaplikasikan ilmu dasar keteknikan dalam perancangan kapal dan perencanaan sistem transportasi laut. 2. Mampu menggunakan program aplikasi komputer untuk pengolahan data, analisis numerik dan menggambar teknik. 3. Mampu menyusun laporan ilmiah. : Mahasiswa dapat mengoptimasi pembagian blok kapal dengan mempertimbangkan prinsip sistem accuracy control.
PENDAHULUAN Pemahaman secara mendalam mengenai teknologi produksi kapal diawali dengan memahami proses pembangunan kapal. Proses pembangunan kapal merupakan ratusan bahkan ribuan rangkaian kegiatan yang melibatkan seluruh sumber daya galangan. Sumber daya galangan meliputi tenaga kerja (man), bahan (material), peralatan dan mesin (machine), tata cara kerja (method), dana (money), area pembangunan (space) dan sistem (system). Sebagai
pendahuluan
dijelaskan
materi
pembelajaran
tentang
proses
pembangunan/perakitan kapal, kaitan antara desain kapal dan desain produksi serta penjelasan
sasaran
pembelajaran
yang
harus
dicapai
setelah
mempelajari
matakuliah ini yaitu mahasiswa mampu menjelaskan proses pembangunan kapal.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES PEMBANGUNAN KAPAL Suatu struktur
industri
bangunan
yang
lepas
menghasilkan
pantai
(offshore
produk-produk structures),
seperti
kapal
(ships),
bangunan
apung
(floating
plants) untuk pemesan/pemilik secara pribadi, perusahaan, pemerintah dan lain-lain disebut industri pembangunan kapal (shipbuilding). Dalam banyak kasus produk dibuat berdasarkan pesanan sesuai dengan persyaratan khusus pemesan. Hal inipun berlaku apabila kapal di buat secara seri/sejenis (series).
Menurut Storch (1995) dan Watson (2002), secara umum tahapan pembangunan kapal sangat bervariasi, bergantung keinginan pemesan, namun secara umum tahapan ini meliputi: • Pengembangan keinginan pemesan (development of owner,s requirements). • Desain konsep atau prarancangan (preliminary/concept design). • Desain kontrak (contract design). • Penawaran/penandatanganan kontrak (bidding/contracting). • Perencanaan dan desain detail (detail design and planning). • Fabrikasi dan Perakitan (construction). Tahapan
awal
dalam
memformulasikan/mendefensikan
proses
produk
pembangunan
sesuai
dengan
kapal
keinginan
adalah pemesan.
Sebagai contoh, sebuah perusahaan pelayaran meramalkan akan membutuhkan sebuah angkutan yang dapat mengangkut 250000 mobil built up pertahun dari Jepang ke Indonesia; atau Kementerian Perhubungan Republik Indonesia membutuhkan kapal ferry
untuk
menyeberangkan
penyeberangan
antara
pulau
150000
penumpang
dengan
rata-rata
per
30
hari
trip
per
lebih rute;
dari
10
atau
rute
sebuah
perusahaan minyak membutuhkan pengangkutan lebih dari 10 juta ton minyak mentah per tahun dari Indonesia ke Jepan; atau Tentara Nasional Indonesia angkatan
laut
membutuhkan
kapal
yang
cocok
untuk
mengirim
suplai
guna
mendukung peperangan dimana saja dalam waktu singkat/cepat. Berdasarkan uraian di atas memformulasi atau mendefensisikan fungsi dan misi dari sebuah bangunan kapal baru mungkin gampang atau malah sangat susah tetapi yang penting adalah hasil akhir sebuah produk harus merefleksikan keinginan pemesan dan fungsi produk. Setelah
mengidentifikasi
dan
mendefenisikan
keinginan
pemesan,
tahapan
selanjutnya yaitu prarancangan. Prarancangan mendefenisikan karakter dasar kapal. Tahapan ini, dapat dilakukan oleh internal staf pemilik, konsultan desain yang ditunjuk owner, atau satu atau beberapa staf galangan. Umumnya di Amerika Serikat (tetapi
tidak
semuanya) menggunakan jasa
konsultan desain untuk pengerjaan
prarancangan produk. Hasil akhir tahapan prarancangan adalah mendefenisikan gambaran umum kapal, mencakup dimensi, bentuk lambung, rencana umum, ketenagaan, tata letak kamar
mesin,
kapasitas
muat,
peralatan
angkat,
sistem
persenjataan,
atau
kelayakhunian (habitability), kapasitas bobot mati (bahan bakar minyak, air, kru, dan
bawaan),
struktur,
perpipaan,
kelistrikan, permesinan
dan
ventilasi.
Berdasarkan
deskripsi umum sebuah kapal siap dibangun. Hasil akhir dari tahapan prarancangan berisi detail informasi yang dibutuhkan dalam melakukan penawaran dan penandatangan kontrak. Informasi harus detail yang memperlihatkan estimasi biaya dan waktu pembangunan sebuah kapal dibuat oleh galangan.Tahapan ini disebut desain untuk kontrak. Sama seperti tahapan prarancangan pekerjaan ini dapat dilakukan oleh staf pemilik, konsultan desain atau staf galangan. Apabila informasi yang dibutuhkan dalam desain kontrak telah rampung, tahapan selajutnya dilakukan proses negosiasi sebagai dasar untuk melakukan kesepakatan. Tahapan penawaran dan negosiasi ini menyertakan rancangan kontrak dan spesisikasi teknis. Biasanya proses ini sangat lama dan rumit, karena secara umum membicarakan banyak faktor seperti biaya, tanggal penyerahan dan standar-standar yang akan digunakan serta persyaratanpersyaratan performa kapal. Setelah proses penawaran selesai dan kontrak telah ditandatangani, tahapan kelima dari proses pembangunan kapal adalah proses perencanaan, penjadwalan, dan penyusunan desain detail. Perakitan kapal pada dasarnya meliputi pengadaan jutaan ton bahan baku dan komponen, fabrikasi jutaan bagian dari bahan baku, dan perakitan jutaan bagian dan komponen. Perencanaan
pembangunan
kapal
sangat
rumit
dan
memerlukan
detail.
Perencanaan dan desain detail harus mampu menjawab pertayaan apa, bagaimana, kapan, dimana dan siapa?. Menentukan komponen, bagian, perakitan dan sistem apa
yang
dibutuhkan
dalam
pembangunan
adalah
pertayaan
pertama
dalam
menyusun desain detail. Dimana dan bagaimana fasilitas yang akan digunakan, termasuk
menentukan
lokasi
galangan
serta
teknik
dan
peralatan
yang
akan
digunakan?. Begitupula jawaban tentang subkontaktor dan analisa buat atau beli bahan yang akan digunakan. Bagaimana menentukan urutan operasi mencakup pembelian dan perakitan serta informasi waktu yang dibutuhkan dalam proses desain, perencanaan, kedatangan
dan lain-lain.
Akhirnya bagaimana
keterkaitan
antara utilisasi galangan dan tenaga kerja harus tergambarkan dalam penjadwalan. Jelasnya
diperlukan
kemampuan
untuk
menjawab
pertayaan
yang
saling
bergantung sama lain. Sukses atau keberhasilan sebuah galangan atau proyek pembangunan
kapal
sangat
berkaitan
langsung
dengan
kemampuan
menjawab
pertayaan tersebut atau kemampuan dalam melakukan penyusunan perencanaan dan desain detail secara seksama dan sistematis. Akhir dari tahapan proses pembangunan kapal adalah mengerjakan/merakit kapal secara ril. Perakitan kapal pada dasarnya terdiri dari empat level atau tingkatan manufaktur. Pertama adalah manufaktur komponen
atau
bagian.
Biasa
disebut
fabrikasi yaitu menghasilkan komponen-komponen dari bahan baku (seperti pelat baja,
pipa,
kabel,
profil
dan
lain-lain).
penggabungan/penyambungan bagian atau
Tahapan
berikutnya
adalah
komponen untuk membentuk
unit-unit
atau sub-assembly. Bagian- bagian kecil disatukan, kombinasi ini digunakan ke level berikutnya membentuk blok lambung. Blok lambung umumnya merupakan seksi yang sangat besar dari pembangunan sebuah kapal yang akan dibawah ke landasan pembangunan.
Erection
atau
penegakan
blok
merupakan
level
paling
akhir,
mencakup penyambungan dan peletakan blok di landasan pembangunan (seperti landasan peluncuran, dok kolam atau dok kering). Jadi mencakup
tahapan mulai
pengkonstruksian
dari
fabrikasi
dalam
(fabrication),
pembangunan perakitan
kapal
awal
utamanya
(sub-assemblies),
perakitan blok, erection (penegakan blok) sampai membentuk secara utuh kapal. Hal yang paling penting dalam tahapan ini adalah mengverifikasi kapal telah dibuat dengan kontrak
yang
telah
mengalami/menjalani
disepakati.
serangkaian
Konsekuensinya
pengujian
dan
percobaan
kapal
akan
pelayaran
sehingga
dapat diserahkan ke pemesan. Proses pembangunan kapal dapat dipandang sebagai sebuah proses yang dimulai ketika pemesan membutuhkan kapal sesuai fungsi-fungsi yang diingikan, proses
ini
melalui
beberapa
tahanan
kerja
(desain,
penandatangan
kontrak,
perecananan dan lain-lain). Titik akhir (kulminasi) dari proses ini perakitan dan manufaktur dari jutaan komponen, menjadi sub-assembly, blok dan utuh menjadi kapal.
Produktifitas
sebuah
pembangunan
kapal
sangat
bergantung
pada
kemampuan dalam penanganan serta pengawasan setiap tahapan secara baik. Dengan demikian proses desain pembangunan kapal terdiri dari rangkaian desain kapal (ships design) dan desain untuk produksi (design for production), batasan antara keduanya sangat tipis dan tidak dapat dipisahkan, kerena keduanya teritegrasi secara utuh. Industri pembangunan kapal merupakan industri yang sangat tua sejalan dengan
sejarah
peradaban
manusia.
Teknik-teknik
pembangunan
kapal
selalu
berubah sebagai jawaban/respon dari perubahan desain kapal, material, pasar dan metode
perakitan.
Organisasi
perusahaan
pembangunan
kapal
(galangan)
pun
berupa mengikuti perubahan teknik-teknik pembangunan kapal tersebut. Awalnya sebagaiman terungkap dalam sejarah industri pembangunan kapal sama dengan industri lainnya, yaitu berorientasi keahlian/perajin/tukang (the craft oriented). Yaitu secara eksklusif sangat tergantung pada keahlian tukang/pekerja dalam sebuah pekerjaan. Dalam memulai perakitan/pekerjaan hanya memerlukan sedikit perencanaan. Perubahan terjadi ketika besi atau baja digunakan dalam pembangunan kapal, pengunaan skala model dan gambar untuk panduan perakitan sudah digunakan walaupun masih terbatas/sedikit. Saat proses di industri semakin rumit dan efesien, pembangun kapalpun berupa seiring perubahan teknologi. Saat ini pembangunan kapal berorientasi produk yaitu membagi-bagi pekerjaan kapal dalam tiga pekerjaan yaitu konstruksi lambung, out fitting dan pengecatan. Teknik ini dikembangkan berdasarkan teknik produksi massal dan teknologi pengelasan. Mulai tahun tahun 60-an dan -70-an pembuat kapal secara terus menerus mencoba untuk mengembangkan pendekatan produksi massal
atau
assembly
line
(rangkaian
perakitan).
Pendekatan
ini
dilakukan
menggunakan aplikasi grup teknologi untuk pembangunan kapal.
TERMINOLOGI DAN DEFENISI PEMBANGUNAN KAPAL Pembangunan Kapal adalah pengkontsruksian/perakitan kapal, dan tempat dimana kapal dibangun disebut galangan (shipyard). Pembangunan Kapal adalah industri
kontruksi
dimanufaktur/diolah
yang dari
menggunakan
material.
Industri
berbagai ini,
jenis
memerlukan
komponen banyak
yang
pekerja
dari
berbagai keahlian, lokasi, peralatan serta struktur organisasi yang baik. Tujuan utama perusahaan
pembangunan
kapal
adalah
mendapatkan
keuntungan
dari
pembangunan kapal. KAPAL Menurut Tupper (2004), kapal masih tetap sebagai sarana penting dalam bidang ekonomi di beberapa negara dan menjadi alat angkut hampir 95 % total perdagangan dunia. Walaupun industri pesawat terbang telah melayani penyeberangan samudera
secara
rutin,
namun
kapal
masih
tetap
mengangkut
orang-
orang dalam jumlah besar untuk berekreasi/berlibur dengan menggunakan kapalkapal pesiar dan kapal-kapal ferry diseluruh penjuru dunia. Kapal dan bangunan kelautan lainnya juga dibutuhkan untuk mengeksplotasi kekayaan laut dalam yang berlimpah. Sebagai sarana transportasi paling tua, kapal secara konstan mengalami evolusi
baik
dari
sisi
perubahan
fungsi
maupun
perlengkapan/peralatan
yang
dipasang di atas kapal. Hal ini didorong oleh perubahan pola perdagangan dunia sebagai
akibat
dari
tekanan-tekanan
sosial,
perkembangan
teknologi
khususnya
material, teknik-teknik perakitan dan sistem pengendalian terakhir karena tekanan ekonomi. Terminologi kapal dapat diintrepertasikan secara luas atau dengan kata lain kapal adalah semua struktur terapung di atas air, biasanya mempuyai penggerak sendiri tetapi ada juga yang tidak seperti tongkang dan beberapa bangunan lepas pantai yang untuk menggerakkannya membutuhkan kapal tunda, selain itu ada pula yang digerakkan dengan angin. Terminologi
kapal
menurut
Undang-undang
N0
17
Tahun
2008
tentang
pelayaran pada Bab I pasal 1 butir 36 adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik atau ditunda, termasuk kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan di bawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah. Berdasarkan uraian di atas dapat dikatakan bahwa kapal adalah merupakan kombinasi yang rumit dari sesuatu, untuk menyederhanakan biasanya di klasifikasi berdasarkan dimensi utama, berat (displasmen) dan atau kapasistas angkut (bobot mati) dan bisa juga karena fungsinya. Pada gambar 2.1 memperlihatkan defenisi dasar dan dimensi kapal.
TIPE KAPAL Tipe kapal dapat dibagi ke dalam beberapa kelas berdasarkan fungsinya,yaitu kapal cargo, kapal tangki minyak, kapal curah,kapal penumpang, kapal ikan, kapal industri, kapal perang dan lain-lain, seperti tampak pada gambar 2.2. Tipikal atau profil beberapa kapal berdasarkan pengkelasan dapat dilihat pada gambar 2.3. s/d 2.14.
FASILITAS GALANGAN Secara mengfasilitasi
umum aliran
galangan material
berisi dan
beberapa
perakitan.
fasilitas
Kebayakan
yang
digunakan
galangan
untuk
memerlukan
ketersediaan daratan (land) dan perairan (waterfront) sebagai kebutuhan produksi. Menurut storch,dkk (1995), fitur-fitur penting yang harus dimiliki galangan antara lain: 1. Lokasi Daratan dan Perairan. Lokasi daratan digunakan untuk penegakan blok kapal dan untuk persiapan peluncuran kapal ke air. Lokasi perairan sebagai tempat penambatan kapal baik dalam pengerjaan maupun yang siap untuk diserahkan ke pemilik. Proses pemindahan kapal dari daratan ke air atau peluncuran kapal dapat dilakukan dengan menggunakan dok kolam (graving dock), landasan peluncuran (slip-ways), bantalan udara (air bags) dan atau dok apung (floating dock). Masingmasing peluncuran tersebut dapat dilihat pada gambar 2.15 s/d gambar 2.19.
2. Dermaga Dermaga untuk penambatan kapal dan pekerjaan instalasi setelah kapal diluncurkan. 3. Bengkel/ Stasiun Kerja
sebagai tempat
untuk melanjutkan
Bengkel atau stasiun kerja adalah tempat untuk mengerjakan berbagai macam pekerjaan seperti: Bengkel penandaan (marking), pemotongan (cutting) dan pembentukan (forming) pelat. Bengkel perakitan pelat. − Bengkel perbaikan permukaan dan pelapisan. − Bengkel pipa. − Bengkel mesin. − Bengkel listrik. − Bengkel kayu/perabot. Fasilitas produksi
yang
gambar 2.20 s/d 2.22.
umunya
terdapat
dibengkel-bengkel dapat
terlihat
pada
4. Peralatan Penanganan Bahan (Material Handling Equipment) Umumnya peralatan penanganan bahan di kategorikan dalam empat grup, yaitu ban berjalan (conveyors), alat angkat (crane and hoists), kendaraan industri dan kontainer, seperti diperlihatkan pada gambar 2.23 dan 2.24.
5. Gudang, pemanduan dan area kerja luar gedung (blue sky). 6. Kantor, kantin dan klinik. Setiap fasilitas secara umum digunakan sesuai dengan pekerjaan-pekerjaan dilokasi galangan, dengan mempertimbangkan volume pekerjaan dan aliran material. Fasilitas dan area kerja perlu di tata letak sedemikian rupa untuk memastikan dan menjaga agar aliran produksi dapat berjalan sesuai dengan yang direncanakan Pada gambar 2.25 diperlihatkan perencanaan tata letak galangan secara 3.D.
ORGANISASI Pekerja
galangan
bertanggungjawab
pada
di
organisasi
beberapa
kedalam
aspek
departemen
pengoperasian
atau
seksi
perusahaan.
yang Setiap
perusahaan mempuyai variasi sendiri organisasinya, biasanya terdiri dari tujuh divisi, yaitu: administrasi, produksi, perencanaan, pengadaan, jaminan mutu dan pengelola proyek.
Administrasi mencakup kepala dan staf kantor eksekutif, bendahara, akuntan, pesonil, buruh, tenaga K3, dan tenaga estimasi kerja. Produksi
merupakan
departemen
yang
bertanggung
jawab
terhadap
perakitan/pengkostruksian di lapangan. Konsekuensinya, departemen ini mempuyai banyak pekerja dengan berbagai macam keahlian. Secara umum, 75 s/d 85 % tenaga
kerja
galangan
ada
di
departemen
ini.
Tugas/fungsi
perencanaan,
penjadwalan dan pengendalian produksi merupakan pekerjaan departemen ini. Perencanaan
merupakan
departemen
yang
bertanggungjawab
untuk
menyiapkan informasi mengenai proyek konstruksi yang akan digunakan dalam memproduksi kapal. Tugas/fungsi departemen ini adalah mencakup prarancangan, desain detail dan perencanaan produksi kadang-kadang juga melakukan penawaran pekerjaan baru. Banyak galangan menggunakan jasa subkontraktor untuk pekerjaan desain.
Perencanaan
produksi
sangat
berperan
penting
dalam
peningkatan
pembangunan kapal, dalam banyak kasus departemen produksi juga berperan dalam perencanaan.
Distribusi
dan
tanggungjawab
antara
perencanaan
dan
desain
produksi secara luas dapat diberikan ke departemen ini tergantung organisasi galangan. Departemen
pengadaan/logistik
bertanggung
jawab
terhadap
ketersediaan
material/bahan yang akan dipakai untuk membangun kapal. Mencakup kebutuhan bahan baku, pekerjaan yang dikerjakan subkontraktor, komponen, dan juga peralatan, transportasi bahan, pembuatan barang jadi atau setengah jadi dan ketersediaan peralatan keselamatan. Departemen jaminan kualitas mempuyai fungsi yang berbeda dibanding dengan departemen lain digalangan. Departemen ini, umumnya bertanggung jawab terhadap dokumentasi pekerjaan, agen regulasi atau klasifikasi yang bertugas untuk menerapkan aturan, regulasi, dan kontrak. Tugas lain dari pengelola proyek atau departemen pengelola kontrak adalah menentukan dan meanalisa setiap perubahan pekerjaan atau kemajuan proyek pembangunan kapal. Bertugas untuk memonitor anggaran, jadwal, penggunaan material dan secara umum kemajuan pekerjaan pembangunan kapal. Dalam departemen ini, dilengkapi
dengan
surveyor
yang
bertanggung
jawab
penuh
pada
proyek
pengkonstruksian. Tim ini juga mempuyai tim gugus mutu yang secara umum mengimplementasikan konsep pengendalian statistik (accuracy control) dalam setiap kegiatan di galangan.
TENAGA KERJA Pada departemen produksi yang mengerjakan/mengkontruksi kapal di lapangan, memerlukan berbagai mcam keahlian tenaga kerja, yaitu: • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • • •
Air-conditioning eguipment mechanic (Mekanik peralatan pendingin udara (AC). Blaster (tukang pembersih pelat); Boilemaker (Tukang Bejana Tekan); Carpenter (Tukang kayu); Chipper/grinder (tukang gerinda); Electrican (Tukang listrik) Electronics mechanic (Mekanik Elektronik) Insulator (Tukang Isolasi) Joiner (Tukang Sambung) Laborer (Buruh) Loftsman (Tukang Gambar Skala Penuh) Machinist (Mekanik Mesin) Ordonance equipment mechanic (Mekanik mesin perlengkapan kapal) Painter (Tukang Cat) Patternmaker (Tukang Pola/template) Pipefitter (Tukang Penyetelan Pipa) Pipewelder (Tukang Las Pipa) Crane operator (operator crane) Sheet metal mechanic (mekanik lembaran pelat) Shipfitter (Tukang Penyetelan/fit up) Shipwright (tukang konstruksi dan reparasi kapal kayu) Welder (Tukang las)
Jenis pekerjaan, tanggung jawab pekerjaan dan pembagian kerja berbeda untuk setiap galangan. Namun semua jenis pekerjaan digalangan dominan seperti keahlian di atas.
BIRO KLASIFIKASI DAN AGEN REGULASI Pemerintah peningkatan
negara-negara
keselamatan
kapal
maritim ke
umumnya
biro/masyarakat
memberikan
klasifikasi.
pekerjaan
Tujuan utamanya
adalah memastikan risiko yang dapat terjadi pada kapal, disamping itu sebagai
regulator keselamatan lambung kapal dan juga melakukan koordinasi secara ketat dengan Klasifikasi
agen secara
regulasi rutin
pemerintah
dan
berkala
(kementerian mengeluarkan
perhubungan/syahbandar).
peraturan
mengenai
desain,
pengkonstruksian dan perawatan kapal. Di Indonesia masyarakat ini disebut Biro Klasifikasi Indonesia (BKI), biro klasifikasi lain di beberapa negara yang terkenal antara lain: • American Bureau of Shipping (ABS) – Amerika Serikat. • Lyoyd’s Register of Shipping (LR) – England. • Bureau Veritas (BV) – Francis. • Nippon Kaigi Ngokai (NKK) – Japan. • Det Norske Veritas (DnV) – Norwegia. Sebuah kapal dapat diklaskan setelah memenuhi kriteria keselamatan. Kapal diklaskan selain berdasarkan fungsinya/misi seperti Kapal Tangki, kapal Pengangkut Gas Alam Cair, Kapal Pengakut Batubara, Kapal Ikan Pukat Harimau, Kapal Tunda, dll.
Juga
berdasarkan
kondisi
lingkungan
pengoperasian.
Klas
khusus
dapat
diberikan untuk kapal-kapal yang di operasikan didaerah/rute tertentu atau tujuan khusus seperti kapal ferry yang dioperasikan hanya di daerah tertentu seperti pelabuhan dan sungai.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Apa yang dimaksud dengan proses pembangunan kapal ? 2. Sebutkan dan jelaskan tahapan pembangunan kapal ? 3. Mengapa industri pembangunan kapal dikatakan sama tuanya dengan sejarah manusia? 4. Apa yang dimaksud dengan kapal?. 5. Apa fungsi Biro Klasifikasi?. TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1.
Tujuan Tugas I
2.
Uraian Tugas a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan
Mengkaji proses pembangunan kapal kaitannya dengan desain kapal dan desain produksi kapal. Literatur/ Kajian Pustaka Membuat makalah dengan isi:
batasan-batasan
c. Metode/cara pengerjaan atau acuan yang digunakan
3.
Kriteria penilaian
1. Menjelaskan proses pembangunan kapal 2. Menjelaskan batasan antara desain kapal dan desain produksi kapal dalam suatu proses pembangunan kapal 3. Membuat simpulan • Teori dasar desain kapal • Teori-teori desain produksi kapal • Mengidentifikasi factor-faktor yang terkait kelebihan, kekurangan dan sejarah desain produksi • Ketepatan waktu penyelesaian • Sistematika sajian • Kemutakhiran literature • Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan
DAFTAR BACAAN Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, Jakarta. Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam, Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge University Press, Cambridge, UK. Lamb Thomas,1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Matulja Tin, Fafandjel Nikša, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011. Paik Jeom K. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, Cambridge University Press, New York Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford. Okayama,Y, L.D.Chirillo,1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd.London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember 2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 Juni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses Juli 2011.
PENDAHULUAN Salah satu tahapan pembangunan kapal adalah pengkonstruksian material menjadi ril sebuah kapal. Seiring penemuan teknologi las (welding technology) menggantikan
teknologi
keling
(riveting
technology),
maka
teknologi
perakitan
kapalpun mengalami evolusi teknologi. Teknologi untuk merakit kapal mengalami perkembangan mulai dari sistem komponen atau metode tradisional/konvensional sampai dengan sistem blok atau metode moderen. Mempelajari
sejarah
perkembangan
teknologi
produksi
kapal
memberikan
suatu pemahaman secara menyeluruh kelebihan dan kekurangan suatu metode, serta pengaplikasiannya di galangan-galangan.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PERKEMBANGAN TEKNOLOGI PRODUKSI KAPAL Sebelum teknologi las ditemukan, tiap kapal dibangun dengan cara/urutan yang sama yaitu setelah lunas diletakkan gading-gading diletakkan baru kemudian memasang pelat setahap demi setahap, layaknya pembangunan kapal kayu. Proses ini diistilahkan berorientasi sistem (system oriented) artinya lunas dirakit sebagai sebuah sistem, kemudian sistem ganding-gading di rakit, tahap berikutnya sistem kulit dan seterusnya sampai utuh menjadi kapal.
Sekarang ini, setelah teknologi las menggantikan sistem keling (riveting) pengembangan
metode/teknologi
pembangunan
kapal
memungkinkan
dapat
dilakukan. Menurut Eyres (2007), berkat teknologi las bagian-bagian seperti gadinggading dapat langsung disatukan dengan pelat kulit, lunas dapat dilas dengan bagian geladak dan sekat sekaligus membentuk panel, sub-blok atau bahkan blok. Teknologi las juga membuat banyak pekerjaan perakitan dapat dilakukan dengan baik dengan tingkat akurasi, efesiensi dan keamanan yang tinggi dilandasan peluncuran maupun di bengkel-bengkel kerja. Blok telah dikerjakan dengan menggunakan teknologi las dapat ditegakkan (erected) antara blok dengan blok lain membentuk sebuah kapal. Proses ini diistilahkan berorientasi zone (zone oriented).
Menurut
Chirillo
(1983),
perkembangan
teknologi
produksi
kapal
menjadi
empat tahapan, berdasarkan teknologi yang digunakan dalam proses pengerjaan lambung
dan
outfitting.
Evolusi
perkembangan
teknologi
produksi
kapal,
sebagaimana terlihat pada gambar 3.1. PENDEKATAN KONVENSIONAL/TRADISIONAL Conventional Hull Construction dan Outfitting (Pendekatan Sistem) Tahapan pertama ini, diberi nama tahapan sistem/tradisional karena pekerjaan dipusatkan
pada
masing-masing
sitem
fungsional
direncanakan dan dibangun sebagai suatu system.
yang
ada
dikapal.
Kapal
Pertama lunas diletakkan, kemudian gading-gadingnya dipasang dikulitnnya. Bila badan kapal hampir selesai dirakit pekerjaan outfitting dimulai. Pekerjaan outfitting direncanakan dan dikerjakan sistem demi sistem, seperti pemasangan ventilasi, sistem pipa, listrik dan mesin. Metode
ini
merupakan
metode
yang
paling
konvesional
dengan
tingkat
produktifitas masih sangat rendah, karena semua lingkup pekerjaan dilakukan secara berurutan dan saling ketergantungan satu sama lain sehingga membutuhkan waktu yang sangat lama. Mutu hasil pekerjaan sangat rendah karena hampir seluruh pekerjaan dilakukan secara manual di building berth, kondisi tempat kerja kurang mendukung dari segi keamanan, kenyamanan, dan kemudahan/posisi kerja. Pengorganisasian halangan
untuk
pekerjaan
mencapai
sistem
produktifitas
demi
yang
sistem
tinggi.
seperti
Mengatur
ini
merupakan
dan
mengawasi
pekerjaan pembuatan kapal menggunakan ratusan pekerja adalah sukar. Kegagalan seorang pekerja menyelesaikan suatu pekerjaan yang diperlukan oleh
pekerja
idleness
bagi
lain
sering
pekerja
mengakibatkan”overtime”
yang
lain.
Selain
itu,
untuk
hampir
pekerja
semua
tersebut,
aktivitas
dan
produksi
dikerjakan di-building berth pada posisi yang relative sulit. Semua keadaan di atas pada prisipnya sangat menghalangi usaha-usaha untuk menaikkan produktifitas. Pada
gambar
3.2
s/d
gambar
pendekatan konvensiona/tradisional.
3.8
memperlihatkan
kapal
dibangun
dengan
Hull Block Construction Method dan Pre Outfitting (Sistem Seksi atau Blok Konvesional) Tahapan ini, dimulai dengan digunakannya teknologi pengelasan pada pembuatan kapal. Proses pembuatan badan kapal kemudian menjadi proses pembuatan blok-blok atau seksi-seksi di las, seperti seksi geladak dan kulit dan lainlain, yang kemudian dirakit menjadi badan kapal. Perubahan ini diikuti dengan perubahan pekerjaaan outfitting, dimana pekerjaan ini dapat dikerjakan pada blok dan pada badan kapal yang sudah jadi. Perubahan ini dikenal dengan pre-outfitiing. Tahapan kedua ini masih dipertimbangkan tradisional, karena design, material defenition dan procurement masih dikerjakan sistem demi sistem. Sedang proses produksinya diorganisasi berdasarkan zone atau block, sehingga tahapan ini juga dikenal sebagai ”sistem/stage”. Karena adanya dua aspek yang bertentangan antara perencanaan dan pengerjaannya, banyak kesempatan untuk perbaikan produktifitas masih tidak dapat dilakukan.
Pada gambar 3.9 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi keling dan pada gambar 3.10 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan teknologi las serta gambar 3.11 memperlihatkan pembuatan kapal menggunakan pendekatan sistem seksi.
PENDEKATAN MODEREN Proses Lane Construction dan Zone Outfitting atau Full Outfitting Block System (FOBS) Tahapan berikutnya diberi nama zone/area/stage. Kebanyakan galangan di Jepang dan Eropa menggunakan sistem ini. Evolusi dari teknologi pembangunan kapal moderen dari metode tradisional dimulai pada tahapan ini. Tahapan ini ditandai dengan process lane construction dan zone outfitting, yang merupakan aplikasi group teknologi (GT) pada hull construction dan outfitting work. GT adalah suatu metode analitis untuk secara sistematik menghasilkan produk dalam kelompok-kelompok yang mempuyai kesamaan dalam perencanaan maupun proses produksinya. Pada gambar 3.12 s/d gambar 3.17 memperlihatkan aplikasi GT pada pekerjaan fabrikasi komponen terbuat dari pelat, profil dan pipa.
Process lane dari segi praktis adalah suatu seri work station (bengkel) yang dilengkapi dengan fasilitas produksi (mesin, peralatan dan tenaga kerja dengan keahlian tertentu) untuk membuat satu kelompok produk yang mempuyai kesamaan dalam proses produksinya. Suatu contoh pengelompokkan adalah sebagai berikut: pertama adalah process lane untuk subassembly bentuk datar, kurva dan bentuk kompleks. Dengan pengelompokan seperti ini, berarti galangan mengelompokkan proses produksi berdasarkan kesamaan proses produksi, yang memungkinkan
pekerja berpengelaman mengerjakan-pekerjaan di bengkel kerja. Ini adalah suatu faktor yang penting untuk mencapai produkstifitas tinggi.
Zone outfitting adalah teknologi kedua yang membedakan tahapan ini dengan metode tradisional. Istilah zone outfitting berarti membagi pekerjaan ini menjadi region/zone, tidak berdasarkan sistem fungsionalnya. Karakteristik berikutnya dari metode
ini adalah dibaginya pekerjaan outfitting menjadi tiga stage atau tahap, ialah on-unit, on-block, dan on-board (Lamb.T,1985) dan (Storch,dkk,1995). Galangan moderen secara sistematik berusaha meminimalkan pekerjaan outfitting on-board.
Integrated Hull Construction, Outfitting and Painting (IHOP) Tahapan
keempat
ditandai
dengan
suatu
kondisi
dimana
pekerjaan
pembuatan badan kapal, outfitting dan pengecatan sudah diintegrasikan. Keadaan ini digunakan untuk menggambarkan teknologi yang paling maju di industri perkapalan, yang telah dicapai IHI Jepang. Pada tahapan ini proses pengecatan dilakukan sebagai bagian dari proses pembuatan kapal yang terjadi dalam setiap stage. Selain itu
karakteristik
utama
dari
tahapan
ini
adalah
digunakannya
teknik-teknik
manajemen yang bersifat analitis, khususnya analisa statistik untuk mengontrol proses produksi atau yang dikenal sebagai accuracy control system. Pada gambar 3.18 diperlihatkan sebuah sub-blok pekerjaan teritegrasi dengan outfitting dengan pengecatan (IHOP). Serta gambar 3.19 memperlihatkan on-unit outfitting (salah satu modul dikamar mesin).
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal tradisional atau berorientasi sistem?.
2. Jelaskan apa yang dimaksud dengan teknologi produksi kapal moderen atau berorientasi produk?. 3. Jelaskan dan berikan contoh perbedaan antara teknologi produksi tradisional dengan moderen. 4. Apa pengertian process lane? 5. Mengapa teknologi produksi kapal secara tradisional sulit mencapai tingkat produktifitas tinggi?
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1.
TUJUAN TUGAS II
2.
URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
3.
Kriteria Penilaian
Menjelaskan karakteristik teknik-teknik produksi kapal. Literatur / Kajian Pustaka Membuat makalah dengan isi: 1. Menjelaskan sejarah teknik produksi kapal. 2. Membedakan karakter tiap teknik produksi kapal 3. Menarik simpul • Studi literatur • Teori-teori desain produksi kapal • Mengidentifikasi ciri-ciri tiap teknologi produksi kapal mencakup sejarah, klasifikasi dan teknologi yang digunakan • Ketepatan wakti penyelesaian • Sistematika sajian • Kemutakhiran • Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan
DAFTAR BACAAN Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book Company Inc, New York, diakses Juli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Commerce Maritime Administration, Washington,D.C.
Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding Research Program (NSRP),
PENDAHULUAN Proses pembangunan kapal pada dasarnya terdiri dari tiga kegiatan utama yaitu desain/rancangan kapal, desain produksi kapal dan pengkonstruksian. Desain produksi kapal merupakan istilah yang diberikan kepada desainer kapal saat ini, yang bertugas
khusus
membuat
detail
rancangan
untuk
fabrikasi.
Juga
menentukan
metode dan teknik produksi yang dapat mengurangi jenis pekerjaan produksi, menyederhanakan kerumitan kerja, dan menentukan kebutuhan riil peralatan dan fasilitas kerja, berdasarkan kualitas hasil pekerjaan yang disyaratkan. Saat ini fakta memperlihatkan bahwa keseluruhan rekayasa desain dibuat sedemikian rupa untuk memastikan bahwa proses produksi dapat terlaksana secara baik. Dengan demikian desain produksi kapal berupaya untuk memadupadankan keinginan pemesan, dengan kualitas, pelayanan dan kemampurawatan produk yang dihasilkan serta menghemat/menekan anggaran pembangunan. Memahami
desain
produksi
kapal
dapat
membantu
mahasiswa
dalam
pemahaman proses pembangunan kapal, khususnya penerapan konsep teknologi produksi berorientasi produk mencakup rancangan blok, mendefenisikan material, perencanaan, penjadwalan dan pengendalian produksi yang bermuara pada upaya untuk meningkatkan produktifitas. Dengan memahami konsep perincian struktur kerja (WBS) dan grup teknologi akan menjadi modal dasar mahasiswa dalam mengaplikasikan konsep teknologi produksi berorientasi produk (PWBS).
MATERI PEMBELAJARAN DESAIN KAPAL DAN DESAIN PRODUKSI KAPAL Desain produksi kapal (design for ship production) merupakan defenisi yang biasa
digunakan
oleh
insinyur
produksi
sejak
akhir
tahun
1950,
yang
bertugas/berfungsi untuk mengurai keterkaitan antara proses desain (process design) dengan
desain
produksi
(production
design).
Desain
produksi
meliputi
mempersiapkan informasi rancangan dalam mendefenisikan produksi. Sedangkan proses
desain mencakup pengembangan rencana produksi.
Walaupun
demikian
desain produksi tidak terbatas hanya untuk desain untuk produksi tetapi juga desain atau pemilihan peralatan, metode, dan urutan produksi yang hemat biaya. Seorang desainer tidak akan pernah membuat rancangan secara baik apabila tidak tahu bagaimana desain dihasilkan. Secara jelas, dalam masa spesialisasi, desainer tidak dapat menyentuh/ mengetahui keduanya (desain kapal dan desain produksi), artinya secara fungsi keduanya masing-masing terpisah ke dalam insinyur desain
dan
insinyur
industri.
Dalam
pekerjaan
keseluruhan
diharuskan
ada
komunikasi secara baik antara keduanya, walaupun dalam suatu organisasi ini menjadi kendala dan sulit dilakukan dan umumnya di dalam suatu industri hanya berhasil secara parsial/terpisah. Guna menjawab permasalahan ini, seorang desainer kapal harus mampu mempersiapkan diri untuk bertanggungjawab secara penuh terhadap produktifitas suatu desain. Untuk itu, desainer kapal harus dapat mempelajari secara baik tentang proses produksi dan pembiayaan produksi. Desain produksi harus mampu mendefenisikan dan secara hati-hati dalam mendesain
sebuah
produk
sehingga
cocok
dengan
persyaratan
operasional,
spesifikasi teknis, biaya produksi (mengurangi jumlah pekerjaan), mudah dibuat dan berkualitas. Fakta saat ini, bahwa seorang desainer kapal harus mempuyai komitmen kuat menghasilkan desain yang hemat biaya (cost effectiveness). Untuk itu desainer kapal
mempuyai
tanggungjawab
tambahan
untuk
memahami
efesiensi,
proses
produksi dan metode-metode perakitan. Bagaimanapun desainer kapal harus dapat menerima ini, sebab jika tidak dapat berpengaruh pada biaya produksi sehingga dampaknya fatal bagi galangan. Saat ini peluang dan kewajiban seorang desainer kapal adalah mampu mendesain kapal dengan total biaya seminimal mungkin. Peluang ini hanya dapat didapat apabila desainer kapal tidak mengisolasi diri, hal ini hanya dapat dilakukan
apabila dalam membuat desain mengetahui fasilitas, teknik dan metode-metode produksi di galangan. Ini mengharuskan hubungan baik kedua belah pihak dan kerjasama antara departemen perencanaan dan produksi. Desainer mengetahui
kapal
tidak
bagaimana
dapat
sebuah
secara
kapal
di
efektif
mendesain
rakit.Artinya
produksi
tanpa
utama
untuk
kendala
mendesain produksi kapal adalah pengembangan pengetahuan tentang rancang bangun kapal. Hal ini dapat dicapai apabila setiap galangan mengembangkan spesifikasi produksi galangan dan rencana pembangunan (building plan) setiap kapal yang dirakit yang dimulai terlebih dahulu dengan membuat detail perencanaan. Desainer kapal harus secara konstan merujuk pada spesifikasi yang ada dalam
kontrak
standar
pembangunan untuk mencapai persyaratan kinerja kapal sesuai
kualitas.
Jalan
keluarnya
adalah
setiap
galangan
harus
mempunyai
spesifikasi produksi dan produktibilitas. Spesifikasi produksi yang dimaksud adalah mencakup standar,
daftar desain
penginstalasian.
fasilitas, detail,
kapasistas serta
Selanjutnya
peralatan, jalur
pendekatan departemen
dan
kritis/batas
kritis,
teknik-teknik
perencanaan
standar-
perakitan
harus
dan
berdasarkan
spesifikasi produksi dalam mengembangkan desain dan detail perencanaan kapal. Umumnya salah satu dokumen untuk melengkapi informasi produksi dari departemen
perencanaan
yaitu
rencana
pembangunan
(building
plan).
Jelasnya
rencana pembangunan berdasarkan spesifikasi produksi, yang diaplikasikan secara detail untuk setiap kapal. Dalam hal ini defenisi batasan modul, urutan perakitan sub-blok dan modul, urutan penegakan modul (erection sequence), perluasan advanced outfitting, jadwal induk perakitan. Berdasarkan hal ini departemen perencanaan mengembangkan
daftar
gambar
dan
persiapan
jadwal.
Rencana
pembangunan
harus dikembangkan berdasarkan masukan dari personil departemen produksi dan perencanaan meliputi detail, pengetahuan desain kapal, detail perencanaan, proses produksi, perakitan dan penegakan modul (erection). Kualitas desain produksi menjadi hal yang sangat penting, jika kualitas desain baik, mudah di fabrikasi, utilisasi fasilitas tinggi hal ini dapat mencapai kualitas produk tinggi. Sebelum konsep dan aplikasi desain produksi kapal di uji, sangat berguna melakukan review dengan persyaratan umum berupa faktor-faktor utama dalam pengoperasian galangan dan pengaruh biaya dalam perakitan kapal.
Review Pertama berupa pemahaman proses pembangunan kapal yang konsepnya terlihat pada gambar 4.1. • Pendefinisian produksi (Production Definition) Mencakup perencanaan, pengadaan material, data manufaktur. • Proses fabrikasi (component process) Proses bahan baku menjadi komponen-komponen struktur lambung dan outfitting. • Proses perakitan (assembly process) Proses perakitan komponen struktur lambung dan unit outfitting. • Proses penegakan kapal (ship joining process) • Proses
pengabungan
sistem lain.
struktur
modul
dengan
permesinan,
perlengkapan
dan
Kesemua tahapan diatas dikendalikan dengan dua sistem yaitu kendali mutu (quality control) serta pengendalian produksi dan material (production and material control). Kedua, peninjauan terhadap biaya perakitan kapal dapat dihasilkan dengan melihat “Lembar Ringkasan Estimasi Biaya Kapal”. Ringkasan estimasi ini dapat dilihat pada tabel 1.
GROUP TECHNOLOGY (GT) Model ekonomi pembangunan kapal dikembangkan berdasarkan kebutuhan dan pengukuran biaya yang digunakan dalam pembangunan kapal. Mengetahui sumber
utama
pembiayaan
caranya
untuk
mengetahui
dan
bagaimana
bagaimana
pengukurannya,
pembiayaan
biasanya
dikontrol/dikendalikan.
berbeda Dasar
untuk melakukan pengendalian pembiayaan biasanya melalui perbaikan organisasi manajemen
dan
produksi.
mengaplikasikan Teknologi Grup.
Pengorganisasian
kerja
dapat
dilakukan
dengan
Teknologi Grup (GT), biasa juga disebut manufaktur famili (family manufakturFM),
digunakan
untuk
manajemen
proses
industri
yang
dimaksudkan
untuk
pengembangan sistem yang sangat efesien yang dimulai dengan pengklasifisian dan tata kode. Dalam dunia sains, sistem klasifikasi sangat esensial dalam organisasi data
gunanya
untuk
menganalisa
dan
mengsintesa
fasilitas,
memformulasikan
hipotesa, percobaan, membuat deduksi, dan pada akhirnya dapat mengeneraliasi aplikasi-aplikasi praktis.Artinya sistem klasifikasi hanya digunakan sebagai alat dan teknik-teknik oleh ilmuwan. Namun, GT di inovasi lebih luas dalam manajemen proses manufaktur, bukan hanya teknik untuk pengendalian material, komponen, perakitan dan lain-lain. GT juga bisa disebut sel manufaktur (cellular manufacturer). Kata “sel” merupakan hal
esensial
atau
infomasi
penting
untuk
memahami
apa
dan
bagaimana
GT dapat diaplikasikan di pembangunan kapal. Dalam mekanisasi industri, dimana GT sudah sangat ekstensif diaplikasikan, sel dimaksudkan sebagai sejumlah grup mesin-mesin dan orang-orang yang mengoperasikannya. Secara umum operator mesin telah ditraining untuk dapat mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sel. Untuk komponen-komponen yang mempuyai jadwal masing-masing, sel dijadwal dan dibebankan
dengan
komponen-komponen
yang
diklasifikasi
berdasarkan
bentuk,
material, ukuran dll, kedalam sebuah famili. Pada gambar 4.2 diperlihatkan tata letak mesin sesuai dengan prinsip GT.
Penggunaan famili dimaksudkan untuk mengurangi jumlah penomoran dari komponen-komponen
yang
berbeda,
begitu
juga
jumlah
operasi,
ukuran
beban/volume kerja. Dengan demikian tujuan utama GT untuk mengurangi proses pekerjaan
penyimpangan/
pergudangan
sejauh
yang
diiginkan.
Keuntungan
tambahan yaitu bahwa operator yang telah ditraining untuk mengoperasikan seluruh mesin yang ada dalam sel dapat juga menjadi inspector mesin. Bila sel telah dibebankan pekerjaan, pekerja dapat menyelesaikan pekerjaan dalam waktu singkat. GT telah diaplikasikan pada industri pembangunan kapal di Jepang, Britania, dan Rusia. Laporan telah mengidentifikasi bahwa aplikasi ini sukses diterapkan dalam ranah pembangunan kapal seperti: • Rasionalisasi desain. • Pengembangan secara efektif sistem perencanaan produksi dengan menganalisa ukuran-ukuran, bentuk-bentuk, variasi, dan proses produk. • Mengurangi variasi struktur ukuran material. • Memperbaiki
penyampaian
informasi
perencanaan
pada
bengkel-bengkel
kerja
melalui pengklasan dan pengkodean produk. • Memperbaiki
organisasi
dan
tata
letak
bengkel-bengkel
kerja
menggunakan
analisa statistik pada aliran dan proses produk.
WORK BREAKDOWN STRUCTURE (WBS) Setiap pengelolaan sesuatu pekerjaan selalu didekati dengan pertanyaan apa, dimana, kapan dan sumber daya apa yang dibutuhkan?. Spesifikasi ini secara umum membentuk sebuah proses total ke dalam bagian-bagian yang lebih kecil. Sistem yang digunakan untuk mengendalikan pekerjaan yang dibuat dalam bagian-bagian yang lebih kecil disebut dengan perincian struktur kerja atau Work Breakdown Structure (WBS). WBS ini diklasifikasikan sebagai sebuah sistem. WBS umumnya digunakan dalam pembangunan kapal baik yang berorientasi sistem (tradisional) maupun produk (moderen). SYSTEM-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (SWBS) Perincian struktur kerja berorientasi sistem (SWBS) digunakan secara penuh untuk estimasi awal dan memulai tahapan sebuah desain. Angkatan
Laut
Amerika
mendeskripsikan
struktur
dengan nama Navy Ship Work Breakdown Structure.
kerja
berorientasi
sistem,
SWBS ini digunakan melalui: “ …..sebuah siklus hidup kapal dimulai dari desain awal dan studi biaya melalui mencakup
penetapan biaya,
bagian-bagian berat,
spesifikasi,
dan efektifitas
perencanaan dan
fungsi
produksi sistem,
desain, produksi, dan perawatan”. Dalam SWBS semua klasifikasi grup didefenisikan dalam tiga digit angka numerik berdasarkan sistem fungsionalnya. Ada 10 grup utama, hanya dua diantaranya yang tidak digunakan sebagai bagian utama dalam etimasi biaya dan laporan kemajuan pekerjaan. Kesepuluh grup utama tersebut adalah: 000
Panduan Umum dan Administrasi.
100
Lambung Kapal.
200
Instalasi Propulsi.
300
Instalasi Listrik.
400
Komando dan Pemantauan
500
Sistem Mesin Bantu
600
Perlengkapan dan perabot.
700
Persenjataan.
800
Integrasi/perencanaan.
900
Perakitan Kapal dan Layanan Pendukung.
Setiap grup utama dibuat dalam hirarki pembagian dengan merinci menjadi subgroup dan elemen-elemen. Subgrup dibuat dengan tiga digit angka numerik yang mana setiap angka terakhir adalah nol (0). Tiga digit angka numerik lain disebut kode elemen. Sebagai contoh lihat ilustrasi pada gambar 4.3.
PRODUCT-WORK BREAKDOWN STRUCTURE (PWBS) Skema klasifikasi perincian pekerjaan berdasarkan produk antara dapat di lihat dari perspektif pembagian/perincian struktur pekerjaan berorientasi produk (PWBSproduct
oriented
work
breakdown
structure).
Komponen-komponen
dan
sub-
assembly digrupkan secara permanen berdasarkan karakteristik dan klasifikasinya dengan
memperhatikan
atribut-atribut
desain
dan
manufaktur.
Tipikal
parameter
khusus sistem klasifikasinya seperti bentuk, dimensi, toleransi, bahan serta jenis dan kerumitan pengoperasian mesin produksi. Skema klasifikasi sedapat mungkin dapat diaplikasikan
untuk
manufaktur
sehingga
dibutuhkan
tata
kode
dalam
proses
pencatatan data. Konsep PWBS dideskripsikan menggunakan GT (group technology) dan FM (family manufacture). Logikanya PWBS membagi proses produksi kapal menjadi tiga jenis pekerjaan yaitu: Klasifikasi pertama adalah : Hull Construction, Outfitting dan Painting. Dari ketiga jenis pekerjaan tersebut masing-masing mempunyai masalah dan sifat yang berbeda dari yang lain. Selanjutnya, masing-masing pekerjaan tersebut dibagi lagi ke dalam pekerjaan fabrikasi dan assembly. Subdivisi assembly inilah yang terkait dengan zona
dan
yang
merupakan
dominasi
dasar
bagi
zona
di
siklus
manajemen
pembangunan kapal. Zona yang berorientasi produk, yaitu Hull Blok Construction Method (HBCM) dan sudah diterapkan untuk konstruksi lambung oleh sebagian besar galangan kapal.
Klasifikasi kedua adalah mengklasifikasi produk berdasarkan produk antara (interim product) sesuai dengan sumber daya yang dibutuhkan, misalnya produk antara di bengkel fabrication, assembly dan bengkel erection. Sumber daya tersebut meliputi : • Bahan
(Material),
maupun
yang
digunakan
untuk
proses
produksi,
baik
langsung
tidak langsung, misalnya pelat baja, mesin, kabel, minyak, dan lain – lain.
• Tenaga Kerja (Manpower), yang dikenakan untuk biaya produksi, baik langsung atau tidak langsung, misalnya tenaga pengelasan, outfitting dan lain – lain. • Fasilitas (Facilities), yang digunakan untuk proses produksi, baik langsung maupun tidak langsung, misalnya, gedung, dermaga, mesin, perlengkapan, peralatan dan lain – lain. • Biaya
(Exspenses),
maupun
yang
dikenakan
untuk
biaya
produksi,
baik
langsung
tidak langsung, misalnya, desain, transportasi, percobaan laut (sea trial),
seremoni, dan lain-lain. Klasifikasi ketiga adalah klasifikasi berdasarkan empat aspek produksi, hal ini dimaksudkan untuk mempermudah pengendalian proses produksi. Aspek pertama dan kedua adalah system dan zone, merupakan sarana untuk membagi desain kapal ke masing – masing bidang perencanaan untuk di produksi. Dua aspek produksi lainnya yaitu area dan stage merupakan sarana untuk membagi proses kerja mulai dari
pengadaan
material
untuk
pembangunan
kapal
sampai
pada
saat
kapal
diserahkan kepada owner. Definisi dari keempat aspek produksi tersebut adalah sebagai berikut: • System
adalah
misalnya
sekat
sebuah
fungsi
longitudinal,
struktural
sekat
atau
transversal,
fungsi sistem
operasional tambat,
produksi,
bahan
bakar
minyak, sistem pelayanan, sistem pencahayaan, dan lain – lain. • Zona adalah suatu tujuan proses produksi dalam pembagian lokasi suatu produk, misalnya, ruang muat, superstructure, kamar mesin, dan lain – lain. • Area adalah pembagian proses produksi menurut kesamaan proses produksi ataupun masalah pekerjaan yang berdasarkan pada: ⎯ Bentuk
(misalnya
melengkung
dengan
blok
datar,
baja
dengan
struktur
aluminium, diameter kecil dengan diameter besar pipa, dan lain - lain) ⎯ Kuantitas (misalnya pekerjaan dengan jalur aliran, volume outfitting on-block untuk ruang mesin dengan volume outfitting on-block selain untuk ruang mesin, dan lain - lain).
⎯ Kualitas (misalnya kelas pekerja yang dibutuhkan, dengan kelas fasilitas yang dibutuhkan, dan lain - lain). ⎯ Jenis
pekerjaan
pembengkokan
(misalnya, (bending),
penandaan pengelasan
(marking), (welding),
pemotongan pengecetan
(cutting), (painting),
pengujian (testing), dan lain – lain. Dan ⎯ Hal lain yang berkaitan dalam pekerjaan. • Stage
adalah
misalnya
pembagian
proses
sub-pembuatan
produksi
(sub-steps
of
sesuai
dengan
fabrication),
urutan
pekerjaan,
sub-perakitan
(sub-
assembly), perakitan (assembly), pemasangan (erection), perlengkapan on-unit (outfitting on-unit), perlengkapan on-block (outfitting on-block), dan perlengkapan on-board (outfitting on-board). Secara
natural
elemen-elemen
PWBS
dideskripsikan
sebagaimana
terlihat
pada
gambar 4.4.
Hull Blok Construction Method (HBCM) Tingkat manufaktur atau tahapan didefinisikan
sebagai
kombinasi
dari
untuk
operasi
Hull
Blok
Construction
Method
kerja
yang
mengubah
berbagai
masukan ke dalam produk antara (interim products) yang berbeda, seperti bahan
baku (material) menjadi part fabrication, part fabrication menjadi sub block assembly dan lain – lain. Secara praktis untuk perencanaan perakitan badan kapal terdiri dari tujuh level/tingkat manufaktur, seperti terlihat pada gambar 4.5. Perencanan aliran pekerjaan dimulai dari level blok-blok, kemudian dibagi-bagi turun sampai ke level fabrikasi komponen. Pengelompokan umum aspek-apek produk yang disajikan dalam gambar 4.6 adalah kombinasi horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan dilakukan untuk setiap tingkat, sedangkan kombinasi vertikal dari berbagai
jenis
paket pekerjaan
menunjukkan
jalur
proses
(proses
lane)
untuk
pekerjaan konstruksi lambung yang berkaitan dengan urutan dari bawah ke atas menunjukkan tingkat pekerjaan, sedangkan dalam proses perencanaan dilakukan dengan urutan dari atas ke bawah berdasarkan aspek-aspek produksi.
Gambar 4.6. Klasifikasi dari aspek produksi Hull Block Construction Method (HBCM). (Sumber: Okayama, 1982, halaman 15) Wahyuddin 61
Alokasi produk untuk setiap paket pekerjaan dioptimasi berdasarkan ukurannya, dapat dijadikan dasar untuk menentukan produktifitas pekerjaan. Beberapa pengulangan-pengulangan dapat dilakukan, tetapi tingkat produktifitas yang dapat dicapai tergantung pengelompokan problem area untuk setiap level-level manufaktur. Produktifitas maksimun dapat tercapai apabila pekerjaan teralokasi secara penuh dalam kelompok-kelompok paket pekerjaan sesuai dengan aspek-aspek produk di atas dan kemampuan untuk memberikan respon cepat terhadap ketidakseimbangan pekerjaan, seperti pemindahan/pergeseran pekerja-pekerja diantara level manufaktur dan atau aliran pekerjaan tanpa kehilangan/membuang waktu, atau membuat perubahan jadwal pekerjaan dalam jangka pendek. Fabrikasi Komponen-komponen (Part Fabrication) Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, Part Fabrication adalah tingkat pertama manufaktur. Tahap ini memproduksi komponen-komponen atau zona-zona untuk perakitan badan kapal menjadi bagian-bagian yang tidak bisa dibagi lagi. Paket-paket pekerjaan dikelompokkan dalam zone, problem area, dan stage. Perbedaan dasar problem area bergantung bahan baku, bahan jadi, proses fabrikasi dan fasilitas yang digunakan seperti: • Parallel parts from plate (pelat datar beraturan) • Non parallel part from plate (pelat datar tidak beraturan) • Internal part from plate (komponen internal dari pelat) • Part from rolled shape (komponen dari bentukan roll) • Other parts (komponen-komponen yang lain misalnya pipa, dan lain – lain). Stage ditentukan berdasarkan kesamaan jenis dan ukuran-ukuran, sebagai berikut: • Penyambungan pelat atau nil. • Penandaan dan pemotongan. • Pembengkokan atau nil. Nil
diindikasikan
tidak
ada
dalam
aspek-aspek
produk,
atau
pengkodean
dan
kategorinya tidak ada (left blank) atau dilangkahi/diabaikan dari aliran proses. Komponen-komponen yang akan dibengkokan dalam jumlah banyak, problem area-nya dapat dibagi-bagi berdasarkan ketersediaan sumber daya, seperti: • Tekan biasa (bentuk kurva yang tidak dalam dengan satu aksis).
• Tekan kuat (flens bracket) • Line heating dengan mesin (bentuk kurva yang tidak dalam dengan dua aksis) • Line heating dengan tangan (bentuk kurva yang dalam dengan dua aksis dan untuk memperbaiki semua jenis komponen) Tipikal komponen
pengelompokkan diilustrasikan
paket-peket
seperti
terlihat
pekerjaan pada
untuk
gambar
fabrikasi
4.7.
Setiap
komponenkomponen
memperlikatkan zona perakitan badan kapal yang tidak bisa dibagi lagi.
Gambar 4.7. Part fabrication yang tidak dapat dibagi lagi (Sumber: Storch,dkk, 1995,halaman 72)
Perakitan komponen (Part Assembly) Part Assembly adalah tingkat manufaktur kedua yang khusus atau di luar aliran kerja utama (main work flow). Tipikal paket-paket pekerjaan ini digroupkan atau dikelompokkan ke dalam probleam area sebagai berikut : •
Built-up parts (komponen asli, seperti profile T, profile L, atau bentuk-bentuk tidak di rol)
yang
• Sub-blok parts (seperti komponen yang harus disatukan dengan las, secara konsisten misalnya pemasangan bracket dengan face plate atau pelat datar, terlihat pada gambar 4.8) Stage dibagi menjadi : • Perakitan-perakitan. • Pembengkokan atau nil.
Gambar 4.8. Part Assembly yang berada di luar aliran kerja utama (Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 72)
Perakitan Sub-blok (Sub-block Assembly) Sub-block
Assembly
adalah
tingkat
manufaktur
ketiga,
sebagaimana
di
tunjukkan pada gambar 4.5 dan 4.6. Zona secara umum adalah menyatukan komponen dengan las, meliputi memfabrikasi sejumlah komponen-komponen dan atau merakit komponen-komponen, ini dilakukan ke dalam panel saat perakitan blok. Tipikal paket-paket pekerjaan dikelompokkan ke dalam probleam area untuk : • Kesamaan ukuran dalam jumlah yang sangat besar, seperti gading-gading besar, penumpu tengah, wrang-wrang dan lain-lain. • Kesamaan ukuran dalam jumlah kecil. Stage diklasifikasikan sebagai berikut : • Perakitan • Back assembly atau nil.
Setelah selesai back assembly komponen-komponen dan rakitan komponen dapat dipasang dari kedua sisi. Back assembly juga ditambahkan setelah pemutaran rakitan. Sebagai contoh diperlihatkan pada gambar 4.9.
Gambar 4.9. Sub‐block Assembly berdasarkan tingkat kesulitan (Sumber: Storch,dkk, 1995, halaman 73)
Semi-block and Block Assembly dan Grand-Block Joining Blok
adalah
merupakan
kunci
zona
untuk
perakitan
badan
kapal
yang
terindikasi seperti terlihat pada gambar 4.5 dan 4.6. Blok direncanakan dalam tiga level perakitan, yaitu : • Semi-block assembly (perakitan semi blok) • Block assembly (perakitan blok) • Grand-block joining (penggabungan blok). Hanya
perakitan
dianjurkan
blok
yang
menjadi
aliran
utama
pekerjaan,
level-level
lain
digunakan sebagai alternatif perencanaan. Semua perencanaan
didasarkan atas konsep pengelompokan paket-paket pekerjaan dalam probleam area dan stage. Semi block dirakit sebagai zona terpisah dari zona kunci (blok), semiblock kemudian dirakit ke dalam blok menjadi blok induk sehingga proses ini kembali masuk ke dalam aliran utama pekerjaan. Penggabungan blok-blok (kombinasi beberapa blok-blok menjadi blok besar disisi dekat landasan pembangunan) mengurangi waktu kerja yang dibutuhkan untuk penegakan blok (erection) di landasan pembangunan. Dalam penggabungan blokblok sedapat mungkin harus stabil, membutuh area dan volume yang besar, sehingga harus difasilitasi untuk pekerjaan out-fitting on block dan pengecatan. Zona semi-block, perakitan blok dan penggabungan blok besar (grand block) menjadi rentang perubahan dari blok menjadi kapal diperlihatkan pada gambar 4.6. Problem area pada level semi-block pembagiannya sama dengan level subblok. Kebanyakan semi-semi blok ukurannya kecil dan berbentuk dua dimensi, dapat
dihasilkan menggunakan fasilitas perakitan sub-blok. Dalam perencanaan kerja, yang menjadi inilah yang menjadi poin pembeda dalam memisahkan perakitan semi-block dari perakitan blok. Pengelompokan stage semi-block sama saja dengan sub-sub blok seperti diperlihatkan pada gambar 4.6. Level perakitan blok terbagi dalam problem area menggunakan fitur pembeda dari panel yang dibutuhkan sebagai dasar untuk penambahan komponen, rakitan komponen, dan / atau sub-blok, serta untuk keseragaman terhadap waktu kerja yang diperlukan. Karakteristik ini menentukan apakah platens atau jig pin yang diperlukan, atau blok yang mana harus dimulai dirakit dan selesai pekerjaannya berbarengan. Karena keunikannya, blok bangunan atas ditangani secara terpisah.Untuk membagi problem area, definisi yang diperlukan adalah: • Flat (datar) • Special flat (datar khusus) • Curve (kurva atau lengkung) • Curve (kurva khusu) • Superstructure (bangunan atas) Karena variasi waktu kerja dan atau jig yang diperlukan, khusus blok datar dan kurva khusus tidak dirakit di fasilitasyang dirancang dalam alur kerja yang awal dan penyelesaian pekerjaannya serempak. Dengan demikian membutuhkan pendekatan pekerjaan yang diistilahkan job-shop (pekerjaan temporer). Jika jumlah blok-blok yang dihasikan sedikit, diklasifikasikan paling kurang ada lima problem area yang harus dipertimbangkan. Sebagaimana diperlihatkan pada gambar 4.6, fase problem area level perakitan block terbagi atas: • Penggabungan pelat. • Pemasangan gading-gading. • Perakitan. • Back assembly atau nil. Stage
level
perakitan
blok
adalah
mengkombinasikan
panel
dengan
komponen, rakitan komponen, dan atau sub-blok, dan kadang-kadang dengan semi blok. Dengan
pertimbangan
normal
pada
level
penggabungan
block), klasifikasi problem area hanya dibagi tiga, yaitu:
blok-blok
(grand
• Panel datar. • Panel kurva. • Bangunan atas. Stage pada level ini dibagi menjadi: • Penggabungan atau nil. • Penegakan blok awal atau nil. • Back pre-erection atau nil. Untuk
kapal-kapal
penggabungan
kecil,
grand-blokcs,
tahapan yang
penegakan berguna
blok
untuk
awal
dianjurkan
mengkreasi
pada
grand-grand
blocks. Gambar 4.10 sampai dengan gambar 4.20 memperlihatkan hubungan antara semi-blok, blok dan grand-block pada pengerjaan aktual pembangunan kapal general kargo 22000 DWT. Penegakan Blok-Blok Badan Kapal (Hull Erection) Penegakan blok-blok (erection) adalah level terakhir dari pembangunan kapal yang menggunakan pendekatan zona. Problem area pada level ini adalah: • Haluan atau bagian depan badan kapal (fore hull). • Ruang muatan (cargo hold). • Ruangan mesin (engine room). • Buritan atau bagian belakang badan kapal (aft hull). • Bangunan atas. Stage secara sederhana terbagi atas: • Erection. • Pengujian dan percobaan kapal (test). Pengujian pada tingkat ini seperti tes tangki, sangat penting ketika sebuah produk antara (interim Product) selesai. Ini diperlukan untuk pemeriksaan dan pengujian yang dilakukan sesuai dengan spesifikasi paket. Hasilnya dicatat dan analisis untuk dilakukan perbaikan lebih lanjut. Ilustrasi erection dapat dilihat pada gambar 4.21 dan 4.22.
ZONE OUTFITTING METHOD (ZOFM) Perencanaan
Outfitting
adalah
terminologi
yang
digunakan
untuk
mengambarkan/mendeskripsikan alokasi sumber daya untuk pekerjaan penginstalan komponen-komponen
kapal
selain
struktur
lambung
kapal.
Saat
ini
banyak
diaplikasikan perencanaan outfitting dengan nama Metode Zone Outfitting (ZOFM) yang sebelumnya adalah metode Conventional Outfitting. Metode
ZOFM
dianjurkan
untuk
diaplikasikan
pada
galangan-galangan
dengan keuntungan-keuntungan adalah : 1. Meningkatkan keselamatan kerja. 2. Mengurangi biaya-biaya produksi. 3. Kualitas baik. 4. Produktifitas tinggi. Tujuan dan keuntungan yang diperoleh dengan penerapan ZOFM, seperti terlihat pada gambar 4.23. ZOFM
merupakan
konsekuensi
alami
dari
HBCM,
keduanya
dikerjakan
dengan logika yang sama. Galangan mengerjakan perakitan secara ZOFM dapat dilakukan
secara
independen
pekerjaan blok-blok lambung kapal.
(berdiri
sendiri)
ataupun
dapat
digabung
saat
Apabila dikerjakan bersamaan dengan pekerjaan blok lambung seperti yang tertera dalam kontrak design tentunya akan terjadi perubahan secara signifikan jumlah
paket-paket
pekerjaan
mencakup
pekerjaan
desain,
identifikasi
material,
pengadaan, fabrikasi komponen/bagian, dan perakitan. Hal ini penting diketahui untuk melihat sejauh mana kemajuan pekerjaan instalasi (outfitting). Perencana HBCM mendefenisikan produk-produk antara mulai dari lambung sebagai zone, kemudian membagi menjadi zona-zona blok dan zona blok dibagi menjadi zona sub-blok dan seterusnya. Proses ini dinyatakan selesai jika bagianbagian
tidak
bisa
dibagi
lagi.Pembagian-pembagian
zona
ini
secara
alami
mempertimbangkan secara khusus tingkatan atau level manufaktur. Perencana ZOFM harus berdasar pada rancangan zone perakitan lambung. Namun demikian tidak menutup kemungkinan zone outfitting dapat dibuat secara independen.
On-Unit, On-Block, Dan On-Board Outfitting On-unit
yang
merujuk
peletakan/pemasangan tersendiri dari
pada
zone
dapat
didefeniskan
perlengkapan/peralatan/suku
struktur
lambung.
perakitan
cadang
sebagai
yang
seperti ini disebut
penataan/
dirakit
secara
on-unit outfitting.
Perakitan seperti ini dapat meningkatkan keamanan serta mengurangi jam-orang dan durasi/waktu yang dialokasikan untuk on-block dan on-board outfitting. On-block untuk keperluan outfitting/instalasi mengacu pada hubungan yang lebih fleksibel antara blok dan zona. Perakitan fitting (perlengkapan) pada setiap struktural sub-rakitan (misalnya, semi-blok, blok, dan blok besar), disebut sebagai onblock
outfitting.
Zona
berlaku
untuk
daerah
yang
diinstalasi,
pemasangan
peralatan/perlengkapan di langit-langit dari sebuah blok yang dilakukan terbalik adalah
sebuah
zona
sedangkan
pemasangan
peralatan/perlengkapan
di
atas
geladak setelah blok dibalik merupakan zona lain. On-board
adalah
sebuah
divisi
atau
zona
untuk
paket-paket
pekerjaan
perakitan perlatan/perlengkapan selama penegakan (ereksi) lambung dan setelah peluncuran. Sebuah zona ideal perlengkapan on-board menghindari kebutuhan
bubar
dan / atau terus-menerus relokasi sumber daya, terutama pekerja. Sebuah
zona
ideal
on-board
oufitting
adalah
menghindari
/mengurangi
kebutuhan dispersi dan/ atau relokasi terus-menerus sumber daya, terutama pekerja. secara umum, kompartemen didefinisikan sebagai kulit, sekat, dek atau partisi lainnya yang cocok. bahkan seluruh ruang muatan, tanki-tangki, kamar mesin, geladak bangunan atas, atau geladak cuaca dapat menjadi zona berguna untuk tahap akhir on-board outifitting. Perencana ZOFM,merinci pekerjaan outfit ke dalam paket-paket pekerjaan, dan pertimbangkan komponen-komponen oufit untuk semua sistem dalam zona on-board dan mencoba untuk memaksimalkan jumlah dipasang/diinstalasi pada zona onblock. Tujuannya adalah untuk meminimalkan pekerjaan outfit selama dan setelah ereksi lambung. Optimalisasi ukuran paket pekerjaan dapat dicapai ketika isi pekerjaan hampir seragam.
Keseimbangan
paket-paket
pekerjaan
didasarkan
pertimbangan
mengkelompokkan komponen ke dalam aspek produk zona, problem area dan stage. Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan kerja, seperti alokasi tenaga kerja dan penjadwalan. tujuan lain dari perencana ZOFM meliputi:
1.
Pemindahan posisi pekerjaan fitting (instalasi), terutama las, dari posisi sulit ke posisi lebih mudah yaitu down hand , sehingga dapat mengurangi baik jamorang dan jangka waktu yang diperlukan.
2.
Memilih dan merancang komponen yang dapat diatur kedalam grup fitting untuk pemasangan/perakitan on-unit, sehingga simpliying perencanaan dan penjadwalan
dengan
menjaga
berbagai
jenis
pekerjaan
yang
terpisah
pada
tingkat
manufaktur paling awal. 3.
Memindahkan pekerjaan dari ruang tertutup, sempit, tinggi, atau tidak aman ke tempat-tempat terbuka, luas, dan rendah, sehingga memaksimalkan keamanan dan akses untuk penanganan material.
4.
Perencanaan secara simultan/kompak,paket- paket pekerjaan, sehingga mengurangi waktu instalasi secara keseluruhan.
Berdasarkan perencanaan
pertimbangan-pertimbangan
outfitting
dibagi
dalam
enam
tersebut, tingkat
secara
manufaktur
seperti
praktis yang
ditunjukkan pada gambar 4.24. Tingkatan komponen, unit, dan grand-unit dieksekusi independen dari zona struktural lambung tempat komponen dan unit akan dipasang.
Tingkatan on-block dan on-board, tentu saja, sepenuhnya tergantung pada entitas struktural. Pengelompokan khas aspek produk ditampilkan dalam gambar 4.25 berupa kombinasi secara Horisontal yang mencirikan berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan pekerjaan yang harus dilakukan untuk setiap tingkat manufaktur. Kombinasi secara vertikal dari berbagai jenis paket pekerjaan menunjukkan jalur proses alur kerja yang sesuai dengan ZOFM. Perencana ZOFM, perlu menyeimbangkan antara perencanaan dan penjadwalan dan koordinasi antara pekerjaan konstruksi lambung, outfitting, dan pengecatan.
Pada gambar 4.26 s/d 4.28, masing-masing diperlihatkan on-unit, on-block dan onboard outfitting.
ZONE PAINTING METHOD (ZPTM) ZPTM adalah penambahan alamia dari logika yang digunakan pada HBCM dan ZOFM. Dalam hal ini pekerjaan pengecatan mengalami proses transfer dari metode
yang
secara
tradisional
dilakukan
di
landasan
pembangunan
atau
di
dermaga outfittting, ke metode yang mengitegrasikan pekerjaan pengecatan dengan pekerjaan perakitan lambung dan proses instalasi secara menyeluruh pada levellevel manufaktur baik pada perakitan awal, perakitan sub-blok sampai perakitan dan penegakan blok. Tipikal pekerjaan pengecatan pada dasarnya sama dengan proses perakitan dimana
pekerjaan
tersusun
dalam
sebuah
hirarki
menjadi
sebuah
level-level
manufaktur sebagaimana terlihat pada gambar 4.29. Aplikasi
pekerjaan
ini
sukses
apabila
memperhatikan
persyaratan-persyaratan
sebagai berikut: 1.
Interval pengecatan antara lapisan pertama dengan lapisan berikutnya harus lebih pendek dari periode paparan yang diijinkan.
2.
Setiap perakitan blok lambung diselesaikan dengan meminimalkan pekerjaan persiapan
permukaan
dan
pemasangan dan pengelasan.
pengecatan
ulang
akibat
pekerjaan
pemotongan,
Pengerjaan dasar (shop primers) untuk pelat dan bentuk-bentuk lain seharusnya tidak menghalangi efesiensi pekerjaan pemotongan dan pengelasan.
Tujuan utama perencanaan untuk memindahkan/mengeser pekerjaan pengecatan ke level-level manufaktur sebelum pengecatan on-board adalah untuk: • Pergeseran
posisi
dari
posisi
di
atas
kepala
ke
posisi
dibawah
tangan,
dari tempat tinggi ke tempat rendah, dan dari tempat terbatas ke tempat yang mudah diakses. • Memfasilitasi
penggunaan
bangunan
yang
dapat
mengendalikan
suhu
dan
kelembaban, terutama untuk pekerjaan pelapisan yang rumit, • Menyediakan
lingkungan
yang
lebih
aman
tanpa
luar
perangkat
biasa
(extraordinary devices) yang akan membebani para pekerja,
• Mencegah terjadinya in‐process rust dan pengerjaan ulang, • Minimalkan
penggunaan
panggung
kerja/peranca
terutama
hanya
untuk
persiapan permukaan dan pengecatan, dan • Tingkat beban bekerja di seluruh proses pembuatan kapal dihindari dengan volume
pekerjaan
yang
besar
terutama
dalam
tahap
akhir
menunda/memperlambat (jeapordize) penyerahan kapal sesuai yang dijadwalkan.
yang
bisa
Pengelompokan
khas
pekerjaan
pengecatan
yang
terkait
dengan
paket
pekerjaan ditinjau dari kandungan aspek produk seperti terlihat pada gambar 4.30. Karakteristik kombinasi secara horizontal adalah berupa berbagai jenis paket pekerjaan yang diperlukan dan cukup untuk pekerjaan yang harus dilakukan pada setiap level pekerjaan. Kombinasi vertikal menunjukkan jalur proses untuk alur kerja pengecatan. Jelasnya,perencana mengkoordinasikan
harus
perencanaan
mampu dan
untuk
penjadwalan
menyeimbangkan
antara
pekerjaan
dan
konstruksi
lambung, outfitting dan pengecatan. Contoh dari sistem pengecatan yang diterapkan sesuai dengan ZPTM seperti terlihat dalam gambar 4.31.
Pengerjaan Dasar Pengecatan (Shop Primer Painting) Pada
level
manufaktur
ini,
mengaplikasikan
pekerjaan
persiapan
permukaan
dan mengaplikasikan pengerjaan dasar pada bahan baku sebelum dikerjakan untuk menjadi struktur atau komponen outfitting.
Pembagian/perincian problem area pada tahapan ini berupa adalah: • Pelat. • Bentuk‐ Bentuk (kurva, double kurva) dan lainnya. Kategori stage pada tahapan ini adalah: • Shot Blasting (pembersihan menggunakan pasir silika yang ditembakkan). • Pengecatan.
Gambar 4.31. Sistem Pengecatan berdasarkan Zone Painting Method (ZPTM) (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 92)
Pengecatan Dasar (Primer Painting) Pada level ini diaplikasikan anti-korosi, mencakup epoxy dan anorgank sengsilikat, yang merupakan lapisan pertama diterapkan pada komponen atau divisi onboard
(sebagaimana
didefinisikan
dalam
ZOFM),
atau
blok
(sebagaimana
didefinisikan dalam HBCM) . Problem area dikelompokkan menjadi: • Jenis‐jenis cat , yaitu, konvensional, epoxy, anorganik seng‐silikat, dan lain‐lain. • jumlah lapisan. • Jenis zona. Pengklasifikasian pekerjaan untuk setiap komponen, blok atau on‐board ke dalam problem area, dimaksudkan untuk mengantisipasi: • Terbakarnya atau rusaknya permukaan yang telah dicat saat pekerjaan pada level‐level manufaktur baik HBCM maupun ZOFM sukses diselesaikan. • Sulitnya merubah/mengeser kondisi‐kondisi pengecatan (misalnya dari posisi dibawah tangan menjadi posisi di ats kepala, dari tempat rendah ke tempat tinggi, dari yang renggang ke berdekatan,dll). • Kebutuhan untuk merawat hasil pekerjaan.
Pertimbangan-pertimbangan
ini
lagi
menunjukkan
bahwa
ZPTM,
ZOFM,
perencanaan HBCM harus dikoordinasikan. Perencana pekerjaan pengecatan harus
dan
mempertimbangkan tersebut di atas untuk setiap zona di semua tingkat manufaktur ZOFM dan HBCM. Tahapan (stage) pada tingkat ini dipisahkan ke dalam fase‐fase
berikut: • Persiapan permukaan. • Membersihkan. • Touch‐up. • Pengecatan. • Persiapan permukaan setelah pembalikan blok atau nil. • Membersihkan setelah pembalikan blok atau nil. • Touch‐up setelah blok turnover (pembalikan) atau nil. • Pengecatan setelah pembalikan blok atau nil. Pekerjaan‐pekerjaan
pengecatan
dasar
yang
dipadukan
dengan
ZOFM
pada
tingkat manufaktur ini dilaksanakan tepat sebelum tahapan pemasangan langit‐langit dan pembalikan blok dikerjakan, sebelum tahapan pemasangan onfloor. Nil berlaku jika blok yang tidak diputar. Pengecatan Akhir Lapisan Bawah Tahapan manufaktur ini dikenal sebagai tingkat semifinal dalam aplikasi pekerjaan pengecatan. Penggunaan klasifikasi zona pada tahapan ini, yaitu: 1. Komponen‐komponen (dalam ukuran besar atau yang menjadi relatif tidak dapat diakses
setelah
pemasangan/penginstalan
on‐board,
seperti
tiang‐tiang,
lengan
derek muatan (boom), sisi bawah tutup palka, dll). 2. Unit‐unit yang harus dipasang on‐board. 3. Terinstalasi pada blok‐blok. 4. Pembagian on‐board. 5. Nil (berlaku jika khusus pada epoksi). Pembagian Problem Area‐nya adalah: 1. Jenis cat. 2. Jumlah mantel. 3. Jenis zona. 4. Perancah (panggung kerja) hanya diperlukan untuk pekerjaan pengecatan. Klasifikasi paket pekerjaan secara stage sama seperti untuk tingkat pengecatan dasar.
Pengecatan Akhir Pengecatan akhir adalah level manufaktur final di ZPTM. Klasifikasi Zona, Problem area dan stage sama seperti di level pekerjaan pengecatan lapisan akhir, kecuali bahwa tahap akhir terkait dengan pemutaran blok tidak berlaku.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan defenisi desain produksi atau desain untuk produksi? 2. Mengapa desain untuk produksi penting dalam proses pembangunan kapal? 3. Pembangunan kapal berorientasi produk atau PWBS mempuyai tiga elemen, jelaskan masing-masing ketiga elemen tersebut? 4. Jelaskan perbedaan antara pekerjaan outfitting on-unit, on-block dan on-board. 5. Jelaskan tipikal level pekerjaan ZPTM. TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1 2
TUJUAN TUGAS III URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan
Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi sistem dan produk.
Literatur/ Kajian Pustaka Membuat paper (makalah) dengan isi: 1. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi sistem. 2. Menjelaskan ciri desain produksi berorientasi produk. 3. Menjelaskan keterkaitan antara desain dan perencanaan produksi kapal. 4. Menarik simpulan
3
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
• • • •
Studi literatur Teori-teori dasar desain kapal. Teori-teori desain produksi kapal. Mengidentifikasi perbedaan desain prosuksi pendekatan system dengan produk.
Kriteria Penilaian
• • • • •
Ketepatan waktu penyelesain Sistematika sajian Kemutahiran literatur. Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan
DAFTAR BACAAN Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230),
Bethesda,
MD:
U.
S.
Department
Of
Transportation
Maritime
Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses
11
Nopember
2011
dari
http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD
=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses
11
Nopember2011
dari
http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD
=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD:
SNAME,
Diakses
11 Nopember
2011
dari
http://stinet.dtic.mil/cgibin
/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Storch,R.L.,
Hammon,C.P.,
and
Bunch,H-M.,
1995,
Ship
Production
Second
Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. http://www.nsrp.org, The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diaks Juli 2011.
PENDAHULUAN Pembangunan
kapal
berorientasi
produk
pada
dasarnya
terdiri
dari
dua
kegiatan utama yaitu proses desain dan pengkonstruksian. Proses desain mencakup desain awal (basic design), Desain fungsional (functional design), Desain Transisi (transition design) dan Desain Detail atau Desain Gambar Kerja (Detail Design). Pengkonstruksian atau perakitan kapal secara riil mencakup empat level manufaktur yaitu level fabrikasi, perakitan awal, perakitan blok dan penegakan blok (erection) sampai penyerahan (delivery). Salah satu item dalam proses desain adalah membuat rancangan blok kapal yang akan dijadikan patokan dasar dalam membuat desain produksi kapal. Rancangan blok kapal terdiri dari dua tahapan yaitu prarancangan blok dan optimasi rancangan blok kapal. Prarancangan blok atau rancangan blok awal berupa pendefenisian batasan blok dan jumlah blok sedangkan optimasi rancangan blok dilakukan
dengan
dengan
mengoptimasi
secara
teknis
rancangan
blok
dengan
ketersediaan sumber daya galangan terutama peralatan material handling dan luas area pembangunan. Pendekatan metode pembelajaran yang dilakukan agar mahasiswa mampu membuat rancangan blok kapal adalah dengan menggunakan project based learning, yaitu membuat tugas rancangan blok lambung secara mandiri. Tugas dibuat runtut dan
sistematis
sehingga
mahasiswa
mampu
memahami
serta
mengaplikasikan
konsep PWBS dalam pembangunan kapal, terutama aspek pekerjaan HBCM, ZOFM dan ZPTM.
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN PROSES DESAIN BERORIENTASI PRODUK Proses desain dalam pembangunan kapal berorientasi produk atau menggunakan pendekatan PWBS dapat dilihat pada gambar 76.
Gambar 5.1. Proses desain pembangunan kapal berorientasi produk (Sumber: Stroch, dkk, 1995, halaman 64)
Pada gambar 5.1 terlihat transformasi desain kapal menjadi desain untuk produksi mulai dari basic design yaitu rencana umum, konstruksi tengah kapal, prarancangan blok dan lain-lain yang diterjemahkan ke dalam functional design berupa gambar-gambar untuk lambung berupa bukaan kulit, seksi-seksi, konstruksi profil, rencana pola pemotongan, rencana fabrikasi dan assembly. Diagram-diagram
untuk geladak, akomodasi, permesinan dan kelistrikan berupa diagram perpipaan, rancangan sistem-sistem, dan diagram instalasi kabel. Transformasi berikut adalah membuat transition design berupa perencanaan dan gambar untuk lambung mencakup daftar komponen-komponen blok lambung, rancangan blok. Perencanaan dan gambar komposit mencakup tata letak perpipaan dan komponen, tata letak instalasi kabel. Transformasi paling akhir adalah detail design yaitu perancangan gambargambar kerja, untuk lambung mencakup rencana dimensi blok, rencana penegakan blok, rencana
perakitan
pemotongan. pemasangan
panel
Untuk pipa
datar,
rencana
perakitan
dan
kelistrikan
permesinan
dan
komponen,
pemasangan
panel
kurva,
mencakup
perabot,
serta
dan
rencana
gambar gambar
kerja kerja
pemasangan kabel dan rencana pemotongan kabel. Keluaran desain berorientasi produk dapat dilihat pada gambar 5.2 s/d 5.5.
Gambar 5.2. Keluaran/hasil tahapan basic design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2‐2/103)
90 Gambar 5.5. Keluaran/hasil tahapan detail design (Sumber: Naval Surface Warfare Center, 1985, halaman 2-2/503)
METODE PENGEMBANGAN BLOK Pada
pembangunan
kapal
berorientasi
produk
atau
sistem
blok.
Badan
(lambung) kapal dibagi menjadi blok–blok, dimana setiap blok merupakan seksi-seksi bidang yang dihubungkan satu dengan yang lainnya, sehingga menjadi blok dengan segala perlengkapan dan instalasinya yang ada di dalam blok yang sudah dipasang sebelum blok blok tersebut diangkat dengan alat angkat (crane) ke Building Berth untuk diadakan penyambungan (erection), sehingga dapat mengurangi pekerjaan pada building berth. Sistem blok adalah suatu sistem yang membagi seluruh badan kapal menjadi beberapa bagian atau blok dan tiap-tiap blok dibuat pada suatu tempat yang terpisah dan bila tiap-tiap blok tersebut selesai maka blok-blok ini disambung. Pengembangan
pembangunan
• Metode seksi assembly. • Metode berlapis.
kapal sistem blok terdiri dari dua metode yaitu:
Metode Seksi Assembly Metode ini difokuskan pada pengembangan erection pada arah vertikal dan penurunan ditetapkan untuk satu blok dari dasar ke upper deck. Gambar 5.6 memperlihatkan situasi penurunan blok pada hari kalender ke n setelah keel laying.
Gambar 5.6. Metode Perakitan Seksi Asembly (Sumber: PAL Indonesia, 2000, halaman 68)
keterangan : 1. n1 hari kalender keel laying: kamar mesin dan bagian bagian tangki parsial telah lengkap. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: bagian belakang kapal/stern dan bagianbagian tangki telah menyambung. 3. n3
hari
kalender
setelah
keel
laying:
bagian
belakang/stern
dan
bagian
depan/bow telah selesai atau lengkap. Kelebihan dari metode ini adalah : 1. Oleh karena pembangunannya ditetapkan bahwa satu tangki pada satu waktu, maka
pemeriksaan
tangki
menjadi
cepat
dan
penggunaan
perlatan
dan
permesinaan untuk ditangki menjadi mudah. 2. Pelaksanaan grand assembly dari blok-blok didarat menjadi lebih mudah dan dapat diharapkan terjadinya peningkatan effesiensi yang tinggi, sebab adanya derajat keselamatan kerja yang tinggi. Kelemahan dari metode ini, yakni : 1. Karena pengembangan awal dari dasar kapal tidak memungkinkan waktu kosong antara pembangunan dari kapal-kapal berbeda tidak dapat diserap, sehingga menyulitkan untuk menyamaratakan beban pekerja.
1. pekerjaan
yang
campur
aduk
akan
sering
terjadi
sehingga
akan
memperbesar
pengaruh buruk pada lingkungan kerja. 2. Karena pekerjaan pada dasar kapal, sekat melintang, pelat kulit, upper deck dan bagian yang lain dicampur atau dengan kata lain dikerjakan bersamaan maka ketebalan
pelat dan ukurannya
berbeda,sehingga
hal
ini
akan
menimbulkan
kondisi naik dan turun dalam pembuatan distibusi pekerjaan untuk para pekerja akan menjadi sulit. Oleh karena itu keadaan nait dan turunnya dalam batas area dan pembagian pekeja lebih seperti yang sering terjadi selama tahap assembly.
Metode Berlapis ( Layered Method) Metode
ini
difokuskan
pada
perakitan
pada
arah
memanjang
dari
blok
permulaan, sehingga perakitannya dimulai dari blok dasr (bottom). Kemudian sekat melintang, sekat memanjang dan pelat kulit dapat dikembangkan. Gambar 5.7 memperlihatkan situasi penurunan blok hari ke n setelah keel laying.
Gambar 5.7. Metode perakitan berlapis (Sumber: PAL Indonesia,2000, halaman 67) keterangan : 1. n1 hari kalender keel laying: perakitan dari bagian dasar. 2. n2 hari kalender setelah keel laying: perakitan bagian bawah dari sekat-sekat dan pelat kulit. 3. n3 hari kalender setelah keel laying: pengembangan bagian atas sekat-sekat dan pelat kulit dan perakitan upper deck. Kelebihan dari metode ini adalah :
1. Oleh karena suatu pertimbangan bahwa sejumlah pekerja akan terlibat pada saat pelaksanaan
erection,
peluncuran kapal
maka
dapat
waktu
diatasi
luang
dengan
yang
cepat.
terjadi
metode
sebelum ini
dan
sangat
setelah
efektif
untuk
perakitan awal pada bagian dasar yang relatif melibatkan jumlah pekerja lebih besar. 2. Sebab
pekerja-pekerja
yang
sama
dapat
terlibat
dalam
pekerjaan
yang
sama
dalam suatu waktu/masa yang sudah pasti, penyempurnaan dalam efesiensi tidak diharapkan melalui spesialisasi. 3. Tidak
ada
pekerjaan
kearah
vertikal
dan
pekerjaan
yang
campur
aduk
dapat
dihindari,sehingga lingkungan kerja dapat menjadi baik, kerja menjadi aman dan hal ini akan meningkatkan efesiensi besar. 4. Jika hanya metode pelapisan yang digunakan, maka secara sekwen lokasi-lokasi pekerja akan bergerak/berpindah dari dasar kapal ke sekat melintang dan sekat memanjang, pelat kulit dan akhirya ke upper deck, sehingga pekerjaan tersebut dapat
diselesaikan
dengan
hanya
beberapa
pekerja
saja
dan
hal
ini
mempermudah untuk membagi rata pekerjaan. Oleh karena blok-blok yang sama dikerjakan
dalam
waktu
yang
sama,
maka
langkah
untuk
outomatisasi
dan
penggunaan permesinan pada tahap di assembly menjadi lebih mudah. Kelemahan dari metode ini , yakni : 1. Dibandingkan pekerjaan
dengan
kearah
perakitan
vertikal
akan
kearah menjadi
memanjang, lambat,
maka
penyelesaian
sehingga
penyelesaian
kompartemen kapal secara individual akan menjadi lambat dan inspeksi tangkitangki dan pekerjaan outfitting akan menjadi menurun. Secara umum keinginan untuk memperpendek waktu pembangunan dan peningkatan produksi tidap dapat diharapkan.
2. Derajad deformasi dari bentuk kapal menjadi besar, khususnya permintaan pada bagian depan (bow) dan belakang (stern) kapal akan bertambah besar sehingga ketepatan akhir dari kapal akan menjadi jelek.
TATA KODE (CODING SYSTEM) Ratusan atau puluhan jumlah blok kapal yang sudah dibagi-bagi agar dapat diurus dan diatur selama pembangunan (seperti pemesanaan material, perencanaan jadwal kerja, jadwal kerja perakitan, perencanaan tenaga, pengendalian material,
suku cadang dan lain-lain), maka semua blok perlu diberi suatu nama dengan membuat tata kode. Kode/Nama menjadi key primer dalam membedakan entitasentitas blok, sub-blok, panel, dan komponen-komponen dalam suatu kapal. Penamaan
atau
pengkodean
blok
dibuat
berdasarkan
pada
singkatan-
singkatan, yang sesuai dengan nama konstruksinya dan nomor urut sesuai dengan konstruksinya. Sebagai contoh penamaan/pengkodean blok yang digunakan oleh galangan PT. PAL Indonesia (persero) Surabaya:
Pada tabel 5.1 diperlihatkan nama blok dan nama singkatan. Tabel 5.1 Nama blok dan Nama Singkatan NO NAMA BANGUNAN 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
2 Cargo hold bottom shell Cargo hold bilge strake Cargo hold side shell Cargo hold bilge shell Cargo hold topside tank side shell Cargo hold bottom structure (single bottom) Cargo hold bottom structure (double bottom) Cargo hold bilge structure Cargo hold bilge hopper Cargo hold side shell structure Cargo hold upper deck Cargo hold topside tank bottom Cargo hold transverse bulkhead Cargo hold transverse bulkhead hopper Cargo hold longitudinal bulkhead Cargo hold 2nd deck Cargo hold 3rd deck Cargo hold 4th deck Cargo hold partial deck Cargo hold cell guide structure Cargo hold CR box gir Cargo hold hold hatch coaming Cargo hold bulwark Engine room bottom shell
NAMA SINGKATAN 3 BS GS SS GS GB BC DB GC GC SS UD UH TB HP LB 2D 3D 4D PD CE CB HT BU ABS
Lamb Thomas (1985), mengembangkan struktur pengklasifikasian dan sistem pengkodean untuk pembangunan kapal dengan nama Shipbuilding Classification and Coding System (SCSS). SCSS menggunakan 17 digit nomor, nomor-nomor ini bervariasi
tergantung
dari
produk,
sebagai
contoh
untuk
produk
struktur
pelat
menggunakan 17 digit, tetapi pada produk perakitan awal hanya menggunakan 11 digit. Digit
pertama
sampai
sepuluh
digunakan
untuk
mengklasifikasi
desain,
sedangkan digit sebelas sampai tujuh belas digunakan untuk mengklasifikasi proses. Struktur SCSS adalah sebagai berikut: FIRST DIGIT (digit pertama)
SHIP GROUP Pembagian kapal kedalam sistem-sistem utama, sebagai rujukan dapat menggunakan pendekatan SWBS dari Angkatan Laut Amerika
Serikat. SECOND DIGIT
BASE PRODUCT Pembagian produk dasar yang biasa digunakan galangan, sebagai contoh plate dan seksi-seksi, dll.
THIRD DIGIT
TYPE Pembagian produk dasar berdasakan variasi tipenya, sebagai contoh seksi berbentuk datar, sudut, channel, tee dll.
FOURTH DIGIT
MATERIAL Pendefenisian material berdasarkan persyaratan spesifikasi dan kualitas.
FIFTH DIGIT
SIZE CLASSIFICATION – LENGTH
Digit keenam sampai kesepuluh digunakan berbeda bergantung keadaan sebagai mana berikut: SIXTH DIGIT
mengklasifikasikan
secara
FOR PLATE – WIDTH FOR SECTIONS - WEB DEPTH
SEVENTH DIGIT
FOR PLATE – THICKNESS FOR SECTIONS - FLANGE WIDTH
EIGHTH DIGIT
FOR PLATE – SHAPE FOR SECTIONS - WEB THICKNESS
NINTH DIGIT
FOR PATE - HOLES AND SLOTS FOR SECTIONS - FLANGE THICKNESS
TENTH DIGIT
FOR PLATE - EDGE PREPARATION FOR SECTIONS - END CUT
Digit
kesebelas
sampai
dengan
ketujuhbelas
digunakan
mengklasifikasi
proses fabrikasi dan pengisntalan/pemasangan produk-produk untuk membangun , adalah sebagai berikut:
ELEVENTH DIGIT
PRE-PROCESSING TREATMENT dentifikasi berbagai macam pekerjaan/kegiatan perbaikan persiapan proses untuk semua produk.
kapal
TWELFTH DIGIT
CUTTING Identifikasi proses pemotongan
THIRTEENTH DIGIT
FORMING Identifikasi proses pembentukan
FOURTEENTH DIGIT
CONNECTION TYPE Identifikasi jenis/tipe sambungan digunakan untuk mengklasifikasikan produk.
FIFTTEENTH DIGIT
WORK POSITION Identifikasi posisi-posisi pekerjaan untuk menyambung/menyatukan produk.
SIXTEENTH DIGIT
WORK STATION Identifikasi stasiun-stasiun kerja atau bengkelbengkel dimana produk diinstalasi atau dibuat.
SEVENTEENTH DIGIT
EQUIPMENT USED Identifikasi jenis peralatan/perlengkapan yang digunakan di statiun kerja untuk membuata atau menginstal produk.
Gambar 5.8. memperlihatkan detail sistem kode dan contoh penggunaan SCSS sebagai mana terlihat pada gambar 5.9.
SPESIFIKASI MATERIAL Material-material
yang
digunakan
dalam
pembangunan
kapal
umumya
didiskusikan pemakaiannya terutama pada perakitan badan kapal, outfitting dan pengecatan. sehingga
Oleh
karena
material
yang
kompleksnya
digunakan
pun
persyaratan bervariasi.
sebuah
Saat
ini
bangunan
kapal
kebanyakan
kapal
dibuat dari logam. Logam yang paling dominan digunakan adalah baja (steel) dengan
berbagai
tingkatan
(grade),
untuk
pertimbangan
berat
atau
stabilitas
kapal kadang-kadang digunakan aluminium di bangunan atas. Secara umum baja dibagi menjadi tiga tipe/jenis, yaitu pearlitic, martensitic dan
austenitic.
Baja
pearlitic
atau
mild
steel
atau
baja
lunak
memiliki
sifat yang umumnya mudah untuk di olah, ditangani dan di las. Baja martensitic atau higher-strength steels atau baja keras mempunyai sifat mekanik yang lebih baik dari baja lunak. Baja jenis ketiga adalah austenitic steels, pembuatannya kebanyakan dipadukan dengan elemen-elemen seperti nikel dan mangan. Bajabaja ini, termasuk baja tahan karat atau stainless steels, yang sifatnya tahan terhadap
proses
pengkaratan
tetapi
sama
dengan
baja
keras
membutuhkan
penanganan/perlakuan khusus untuk pengelasan. Isi/sifat baja, sebagai struktur logam, harus mensyaratkan empat kategori yaitu: • Kuat dan daya tahan tinggi. • Tidak mudah retak. • Kekuatan patah baik. • Tahan terhadap korosi. Jenis baja
baja
karbon
yang
rendah,
digunakan baja
pada
karbon
pembangunan
sedang
atau
kapal-kapal
niaga
yaitu
ordinary-strength
steel.
Baja
karbon tinggi dan paduan baja juga digunakan. Baja-baja ini dapat digunakan tetapi sifatnya harus sama atau paling tidak sama dengan baja sedang,yaitu kekuatan patah.
besar/baik,
Sifat-sifat
ketahanan
baja
terhadap
dinyatakan
pengkaratan
dengan
variasi
baik,
tingkatan
dan
tidak
atau
grade
mudah yang
komposisinya tergantung proses pembuatannya . Struktur-struktur
baja
yang
digunakan
untuk
perakitan
konstruksi
kapal
yang bersifat komersial di Amerika Serikat disertifikasi oleh American Bereau of Shipping (ABS), di Indonesia dengan Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan lain-
lain.
Pada
gambar
5.10
diperlihatkan
variasi
tingkatan
baja
sedang
menurut
ABS rules.
Berdasarkan
ukuran
dan
bentuknya
material
yang
digunakan
pada
pembangunan kapal yaitu pelat, pipa, profil dan lain-lain. Material ini umunya dibuat berdasarkan spesifikasi standar ABS, ASTM, BSI, JIS, LRS dan BKI. Pada baja
gambar
(steels
plate).
material pelat baja.
5.11
diperlihatkan
Gambar
5.12
spesifikasi
standar
memperlihatkan
untuk
spesifikasi
material
pelat
ukuran
untuk
OPTIMASI RANCANGAN BLOK KAPAL Tujuan utama dari metode pembangunan blok kapal adalah suatu upaya bagaimana agar beban pembangunan kapal pada building berth (dock) dapat lebih
ringan
lambung
kapal
(tergantung blok
dan
berdasarkan division) diloading/
ini
pembangunannya
dibagi
menjadi
ukuran
blok)
mengacu
dari
dari
tersebut
waktu
dari
unit-unit
akan
diturunkan.
pembangunannya
beberapa
dan
dirakit
Oleh
dilaksanakan
pada
karena secara
atau bengkel
yang
dengan
banyaknya
lebih
puluh
perhitungan
assembly,
menentukan
dapat
kata jumlah itu,
singkat.
ratus
assembly.
Pembagian
telah
dijelaskan
lain
pembagian
unit-unit
dalam
suatu
beberapa
mengapa
kombinasi
Dari
blok
sebelumnya blok
(block
yang
akan
beberapa
bentuk
blok
suatu
blok Grand
Assembly, yaitu proses assembly di darat dan erection di building berth/graving dock, sehingga dalam hal ini unit-unit assembly akan berbeda dengan unit-unit erection.
Meskipun ada banyak tipe blok-blok yang sangat dipengaruhi dari ukuran dan
bentuknya,
namun
tipe/bentuk
blok-blok
tersebut
dikelompokkan/ dikategorikan seperti terlihat pada gambar 5.13.
secara
umum
dapat
Pembagian shipbuilding
blok
line
pembangunan, rancang
tersebut
chart
(SBLC)
metode
bangun/basic
didasarkan atau
jadwal
pembangunan, design
pada
pembangunan
induk,
spesifikasi
(gambar
rencana
yaitu
kapal, umum,
sesuai
lama
waktu
gambar-gambar gambar
potongan
melintang di tengah-tengah kapal, gambar sekat melintang kapal dan beberapa gambargambar
lain
yang
sesuai
dengan
kontrak
dan
kapasitas
peralatan
dari
ukuran
yang
galangan kapal tersebut. Blok-blok
tersebut
biasanya
dibagi
dan
dihitung
dengan
sesuai untuk mendapatkan keadaan-keadaan sebagai berikut: 1. Titik awal dimulainya erection. 2. Kapasitas crane di bengkel assembly dan di bengkel erection. 3. Keadaan-keadaan pada tahap assembly. 4. Keadaan-keadaan permukaan pelat pada waktu pemutaran blok di bengkel. assembly. 5. Keadaan-keadaan selama pembangunan di dok/ building berth. 6. Keadaan-keadaan yang berhubungan dengan pekerjaan outfitting. 7. Dan lain-lain. Beberapa bertentangan, selalu
keadaan sehingga
ditemukan.
kebutuhan
untuk
ini
kadang-kadang
tidak
semua
Kesulitan-kesulitan memilih
antara
satu
keadaan di
yang
dalam
memenuhi
dengan
optimum
pembagian
atau
yang
blok
mengabaikan
lainnya
saling
tersebut
dapat
terletak
pada
kondisi-kondisi
tersebut di atas, disesuaikan dengan kepentingan galangan atau bangunannya.
Titik Awal Erection Langkah pertama dalam pembagian/ division adalah menetapkan blok mana yang akan diturunkan lebih dahulu untuk setiap kontruksi. Oleh karena setiap galangan menggunakan metode-metode pembangunan yang berbeda, maka ada beberapa kegiatan yang demikian tadi dan masing-masing dinamakan sebagai: 1. Erection dengan satu titik (one point erection). 2. Erection dengan lebih dari satu titik (multiple point erection). 3. Pembangunan secara berlapis. 4. Assembly seksi. 5. Dan lain-lain.
Titik
dimulainya
galangan.
erection
Biasanya
dalam
ditentukan kaitannya
oleh
gambaran
dengan
utilitas
keinginan
dari
untuk
setiap
mengawali
pekerjaan outfitting di bagian buritan kapal (stern part) dan kamar mesin, maka ditentukan satu titik awal erection-nya di bagian blok kamar mesin atau bagian dari blok kamar mesin tersebut di bagian sisi depan. 1. Keputusan
ini
akan
memberi
kelonggaran
waktu
pelaksanaan
pekerjaan
outfitting lebih awal di bagian belakang kapal (stern section) dan di kamar mesin. 2. Keputusan
ini
memberikan
kesetaraan
distribusi
jam
orang
untuk
divisi
produksi, dan penggunaan arah dari kegiatan-kegiatan kritis (critical path) selama waktu pembangunan berjalan. 3. Penempatan
blok
secara
sederhana
dan
stabil
(bisa
memindahkan
bulkhead). KAPASITAS CRANE Kapasitas Crane Pada Area Assembly Dalam alat-alat
galangan
kapal
transportasi
yang
besar
crane-crane,
digunakan
di
area
ban
berjalan
assembly
(conveyor)
mempunyai
dan
kapasitas
yang lebih dari pada berat blok-blok yang direncanakan, sehingga pembatasan pembagian blok relatif kecil. Galangan-galangan kapal yang ada saat ini saling mengembangkan ukuran kapal-kapal yang akan dibangun dan telah mengijinkan peningkatan faktor
berat
utama.
pengangkatan
blok,
Dalam dengan
sehingga hal
ini,
kapasitas perlu
bermacam-macam
crane
di
area
mempertimbangkan crane,
ketinggian
assembly
menjadi
kondisi-kondisi
cara
peng-angkatan,
dan
faktor-faktor lain dalam menentukan berat blok-blok dan dimensinya yang maksimum. Kapasitas Crane Di Tempat Pembangunan Kapal Di galangan-galangan besar dan modern , dok-doknya dilengkapi dengan goliath
crane
atau
gantry
crane
yang
bisa
memindahkan
blok-blok
melebihi
kapasitas dari crane dok yang biasanya ada, sehingga berat maksimum blok yang akan diangkat dapat disesuaikan dengan berat pembagian blok. Dalam hal ini jarang kapasitas crane menjadi faktor pembatas pembuatan blok di area
perakitan.
Faktor
utama
biasanya
berat
maksimum
dari
blok-blok
raksasa
di
area grand assembly. Pada
galangan-galangan
yang
mempunyai
banyak
jib
crane
disekitar
tempat pembangunan kapal, perlu sebuah diagram tata letak (layout) crane yang akurat
dan
mempertimbangkan
khusus
masalah
keamanan
kapasitas
ketika
angkatnya.
menggunakan
Harus
dua
crane
ada atau
perhatian
lebih
untuk
mengangkat sebuah blok dengan memperhitungkan titik gravitasinya. Hal-hal
yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
menggunakan
crane
kaitannya
dengan rancangan blok badan kapal, yaitu: 1. Dicoba membuat blok-blok sebesar kapasitas crane yang diijinkan. 2. Yakinkan bahwa berat bermacam-macam blok kurang lebih sama. 3. Hati-hati
mempertimbangkan
kapasitas
alat-alat
transportasi
(crane,
forklift,
dsb) dari area assembly (perakitan). 4. Yakinkan
bahwa
pelaksanaan
merubah
posisi/
membalik,
memindahkan
dan
mengangkat blok-blok tersebut adalah mudah. KONDISI PEMBANGUNAN DAN ROTASI PADA BASIS ASSEMBLY Pertama,
untuk
menjaga
akurasi
blok
dalam
fabrikasi,
perlu
membuat
bentuk blok sehingga blok-blok itu tidak deformasi selama assembly. Kedua, ketika
suatu
metode
pemindahan
merubah
ukuran
dan
pembagian
pembalikkan
blok-blok
yang
perlu
blok-blok
sebaliknya
membuat
tidak
pengikatan
diijinkan. sebuah
penguat Ini
utama
tidak
struktur
perlu
terpisah
mungkin memperkuat sebuah blok, sehingga penguat tidak diperlukan. Ini suatu yang harus dipertimbangkan secara hati-hati pada gambar. Contoh,
apabila
deck
beam
dibagi
oleh
sebuah
bulkhead,
deck
beam
mungkin memerlukan penguat ketika pemindahan atau pembalikan tanpa diikat bulkhead. Dalam hal seperti ini, perencanaan harus dibuat mengikat bulkhead ke deck sehingga tidak perlu membuat penguat. Sebagai suatu kondisi untuk rotasi pada pelat permukaan, bentuk dari blok-blok dalam seksi pararel harus dibuat
semirip
mungkin,
sehingga
sejumlah
dari
keperluan
kerja
untuk
setiap
blok kurang lebih adalah rata. Sama adalah benar untuk struktur-struktur seksi haluan dan seksi buritan, yaitu blok-blok yang bentuknya semirip mungkin harus dirakit
pada
basis
yang
sama.
Ini
membuat
keperluaan pekerjaan untuk setiap blok menjadi mudah.
pemerataan
dari
sejumlah
Dalam basis
beberapa
assembly,
sebelumnya
hal,
supaya
memperbaiki
dimensi-dimensi
maksimum
sehingga
blok-blok
akan
tetap
penggunaan dari
dalam
rasio
dari
blok-blok
mengatur
basis-
ditetapkan
dimensi
dasar.
Sebagai suatu hasil, ini perlu membagi blok-blok sehingga bertemu kondisi-kondisi ini. Lebih
jauh,
dari
konsep
perpindahan
sebanyak
mungkin
pekerjaan
erection ke pekerjaan lapangan (yard), ini lebih menguntungkan untuk membuat blok-blok sebesar mungkin, tetapi jika blok-blok dibuat terlalu besar kemudian rasio pelaksanaan di lapangan akan jatuh/ rendah. Untuk telah
selesai
assembly berth.
mengatasi di
yang
Dimana
problem-problem
tempat dekat
assembly
dengan
blok-blok
seperti tersebut
tempat
tersebut
di
atas,
dipindahkan
pembangunan
selanjutnya
maka
dirakit
ke
kapal
blok-blok
yang
tempat
grand
atau
menjadi
dok/building
bentuk
blok-blok
yang lebih besar lagi. 1.
Ini harus mempermudah menjaga bentuk dan akurasi blok-blok.
2.
Akurasi dapat diperbaiki dengan melaksanakan single-line butts (pada pelat kulit dan stiffenery in line).
3.
Blok-blok
harus
dibuat
sampai
mendekati
bentuk
persegi,
sehingga
usaha
untuk menjaga akurasi bentuk-bentuk blok lebih sederhana dan selain itu kemungkinan masih ada dead space kecil dalam tahap proses assembly ini. 4.
Blok-blok
harus
dibagi
sesuai
dengan
fasilitas
welding
automatis
dan
automatisasi keselamatan kerja di assembly. 5.
Bentuk-bentuk blok dan ukurannya sedapat mungkin harus dibuat agar dapat tertutup secara bersama-sama, sehingga jumlah dari pekerjaan dapat diatur secara merata (panjang dari blok harus terdiri dari beberapa panjang tangki atau beberapa jarak gading).
6.
Hindari bentuk pembagian blok yang memerlukan penguat pada saat diankat dengan crane.
7.
Bentuk dan ukuran dalam pembagian blok harus tetap benar (pas) terhadap equipment
dan
kapasitas
(ukuran)
mesin-mesin
dari
berbagai
macam
bengkel yang memprosesnya. 8.
Harus
diperhatikan
dengan
mempertimbangkan
ketinggian
kemampuan
daya
angkat crane, pembalikan blok-blok dan cara keluar dari bengkel pada saat menentukan ukuran-ukuaran blok tersebut.
9. Agar dipersiapkan sarana untuk tempat penyimpanan blok sementara (block stock) dan 10. Bila
bila mungkin agar blok-blok tersebut ditumpuk.
blok-blok
tersebut
pabrik dari
disubkontrakkan,
agar
diyakinkan
bahwa
kapasitas
subkontraktor dan rute penyerahan blok-blok tersebut dapat
dilaksanakan dengan kondisi yang singkat. KONDISI-KONDISI FABRIKASI PADA BUILDING BERTH 1.
Penghematan waktu untuk menurunkan blok. Bentuk blok harus disesuaikan dengan perlengkapan yang dapat menghemat waktu
penggunaan
crane
pada
saat
menurunkan
blok-blok
tersebut.
Oleh
karena itu, blok-blok harus dibagi sedemikian rupa sehingga tetap stabil pada saat diturungkan 2.
Sederhanakan cara penempatanya. Diusahakan penempatanya blok dapat dipercepat dan bentuk lambung dijaga agar
tetap
tepat/akurat.
mengakibatkan kapal
pengaruh
(misalnya
Sebab
pada
panjang,
hasil
pembagian
blok
pengukuran
lebar
dan
pada
tinggi
tersebut
hasil
kapal),
dapat
ukuran
utama
sehingga
harus
dipertimbangkan benar secara hati-hati pada saat perencanaan. 3.
Penghematan kerja da dalam blok/building berth. Dalam
kaitanya untuk
pekerjaan dapat
yang
menghemat
diperlukan
dikurangi
dan
kerja
untuk
jumlah
di
dalm
dok/building
penyambungan-penyambungan
dari
potongan-potongan
yang
berth,
maka
blok
harus
menyertainya
harus dikurangi. Metode yang lainnya adalah dengan membangun blok-blok yang lebih besar yang masih memungkinkan. 4.
Ciptakan lingkungan kerja yang baik. Diusahakan sulit
untuk
dilaksanakan
menghilangkan pada
penyambungan-penyambungan
dok/building
berth,
misalnya
pekerjaan
blok
yang
yang
harus
dilaksanakan dengan posisi overhead, bekerja ditempat yang sangat tinggi, di
tempat
yang
sempit,
dan
penyambungan-penyambungan
sebagainya.
berada
di
lokasi
Untuk
lebih
sumur
jelasnya,
bilga
ruang
bila muat
kapal (hold bilge well) dari kapal cargo atau di dalam tangki kecil (small tank) di dalam dasar ganda dari kamar mesin, maka sangat sulit bagi pekerja di
dalam
ruang
tersebut
atau
bola
memungkinkan
agar
yang mencukupi. Oleh karena itu, dengan penyesuaian posisi-posisi
di
untuk beri
ventilasi
penyambungan,
maka
akan
memungkinkan
untuk
diutilisasikan
bagian-
bagian dari bangunan lambung kapal untuk suatu pekerjaan di lantai/ floor, sehingga
peralatan
demikian
tadi
scaffolding
akan
menjadi
dipertimbangkan
tidak
diperlukan
lagi.
dengan
sangat
hati-hati
dan
perakitan
Hal-hal
yang
pada
saat
melakukan pembagian blok-blok tersebut. Secara
umum
dalam
optimasi
rancangan
blok
badan
kapal,
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut: 1.
Berat dari pada blok-blok tersebut harus dibuat merata dan pertimbangan yang
dibuat
adalah
bahwa
bentuk
dari
pada
blok-blok
yang
mirip
dibuat
berulang-ulang. 2.
Yakinkan bahwa proses penurunan blok tersebut sederhana.
3.
Gunakan sistem sambungan dengan sistem satu garis lurus/ single line butt.
4.
Yakinkan
bahwa
derajat
kebebasan
yang
diijinkan
sangat
tinggi
dalam
sekuens penurunan blok-blok tersebut. 5.
Yakinkan
bahwa
penenpatan
blok-blok
tersebut
dapat
dilakukan
secara
independen/ mandiri disesuaikan dengan keadaan di sekitar blok-blok tersebut. 6.
Pastikan untuk menggunakan mesin las automatis.
7.
Pastikan bahwa semua panjang pengelasan di dok/ building berth adalah pendek.
8.
Hindarkan
pekerjaan
pengelasan
lurus/butt
welding
untuk
penyambungan-
penyambungan blok di konstruksi bagian dalam dan gunakan fillet welding bila memungkinkan sebagai metode campuran (sandwiching method). 9.
Pastikan bahwa proses pengaturan dan bongkar pasang dari scaffolding mudah.
10. Pastikan bahwa dalam pembuatan pembagian blok tersebut sudah dengan mempertimbangkan
memberi
ruang,
sehingga
bagian
dari
bangunan
blok
tersebut dapat digunakan untuk penempatan scaffolding (atau dicoba untuk membuat part-patr yang demikian tadi secara tetap). 11. Hindarkan
dalam
rencana
pembagian
blok
ini
dari
cara
menempatkan
scaffolding di sisi belakang deck. 12. Jangan
menempatkan
yang berdekatan.
posisi
penyambungan-penyambungan
dalam
lokasi
13. Blok-blok yang berbentuk kubus seperti F.P Tank, A.P Tank dan stern frame yang cenderung mempunyai ruang kerja sempit perlu dicoba dulu untuk dibuat agar memungkinkan orang bisa bekerja dengan leluasa. 14. Pilihlah posisi-posisi dimana tangki-tangki dan ruang-ruang muat bisa sejak awal sudah tetap/ pasti. 15. Cobalah untuk membuat semua pekerjaan dalam posisi datar/flat. 16. Jangan menempatkan lapisan-lapisan blok dari bottom shells pada launching way. 17. Hindarkan gangguan antara lapisan-lapisan blok dari kulit dasar/bottom shells dan keel blocks. HUBUNGAN-HUBUNGAN DENGAN OUTFITTING Secara dikerjakan dan
konvensional,
di
pekerjaan
dok/building
dalam
kaitannya
berth
untuk
outfitting
menjadi
telah
dikerjakan
mendapatkan
berubah
di
efisiensi
dalam
kerja,
dari
semula
bengkel-bengkel,
telah
dilaksanakan
pekerjaan outfitting sejak awal di blok-blok. Oleh karena itu, dalam tahun-tahun yang baru saja lewat, oleh karena kebutuhan dan untuk perbaikan sistem di masa datang pada pekerjaan untuk
melaksanakan
outfitting, pmbangunan yang merata dan upaya
pekerjaan
outfitting
sejak
dini,
maka
telah
dilaksanakan
metode unit outfitting sebagai upaya untuk meningkatkan effesiensi dari sistem block outfitting yang konvensional. Pada antara
saat
pembagian
dipertimbangkan cukup
menentukan
tiinggi
pembagian
blok
dengan
dengan
hati-hati,
tidak
hanya
pada
block
blok,
maka
outfitting
dan
sehingga
dapat
konstruksi
lambung
hubungan-hubungan unit
diperoleh saja
outffiting
harus
effesiensi
yang
tetapi
juga
pada
pekerjaan outfitting dapat dilakukan dengan secara rasional. Dengan kata lain, hal ini diperlukan untuk mempertimbangkan pembagian blok dari sudut pandang pembangunan bagian
dari
secara kulit,
keseluruhan.
pilar-pilar
dan
Pada
bagian-bagian
lambung
dimasukkan
dalam
outfitting.
Lebih
pondasi-pondasi
mesin outfitting
akan
jauh,
dijadikan
akan
unit-unit
satu
diturunkan
beberapa
unit yang
datar
dan
menjadi
outfitting, mesin
yang
terpisah
sebagai
blok-blok
sebagai
blok-blok,sehingga
outfitting menjadi bertambah besar.
outfitting
yang
yang
dari di
terpisah,
besar,
konstruksi
bagian dalam dan
dari kamar
unit-unit
mengakibatkan
unit
1. Bagian dari stren dan kamar mesin merupakan bagian yang paling berat dari outfitting. 2. Dicoba untuk memasukkan block outfitting sebanyak mungkin. 3. Dicoba untuk menyiapkan unit outfitting, dan dibuat pertimbangan agar unit-unit outfitting tersebut tidak rusak selama blok-blok tersebut diturunkan. 4. Yakinkan bahwa outfitting di kapal disiapkan. Pada kapal.
gambar
5.14
sampai
dengan
5.16
memperlihatkan
rancangan
blok
DIMENSI DAN BERAT BLOK Setelah rancangan blok mendefenisikan menentukan
dimensi
dimensi
telah
dan
blok
selesai
menentukan
sama
saja
direncanakan, berat
dengan
blok.
selanjutnya
adalah
Pendekatan
dalam
teknik-teknik
yang
digunakan
berat
komponen
dalam sistem accuracy control. Berat pembentuk
blok
ditentukan
struktur
kapal.
dengan Berat
mengakumulasi
komponen
seluruh
pembentuk
struktur
kapal
dapat
ditentukan dengan persamaan 1 berikut: Berat (kg) = Volume Komponen (m3) x Massa jenis Baja (kg/m3)........(1)
Pada
gambar
5.17
diperlihatkan
formula
untuk
menentukan
berat
komponen
kapal, misalnya pelat datar dan profil L. Pelat datar: Volume pelat datar = Panjang (L) x Lebar (W) x tinggi (Th) Berat pelat datar = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG) Profil L: Volume pelat datar = L x (W1 + W2) x Th Berat pelat datar = Volume pelat datar x Massa jenis baja (SG)
Massa jenis baja adalah sebesar 7850 kg/m3 atau 7,85 ton/m3 tetapi untuk keperluan praktis biasanya sebesar 8 ton/m3.
PENUTUP SOAL LATIHAN MANDIRI 1. Jelaskan hasil/keluaran dari tahapan desain awal (basic design) 2. Apa
perbedaan
antara
metode
jelaskan
jenis
pengembangan
blok
seksi
assembly
dengan
digunakan
dalam
metode berlapis. 3. Sebutkan
dan
material
baja
yang
biasa
luas
area
pembangunan
pembangunan kapal? 4. Mengapa
kapasitas
alat
angkat
dan
untuk mengoptimasi secara teknis rancangan blok kapal?. 5. Berapa besarnya massa jenis baja? TUGAS MAHASISWA PROJECT BASED LEARNING 1 1 2
3
TUJUAN TUGAS URAIAN TUGAS a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan
Merancang Pembagian Blok Kapal Rancangan Pembagian Blok Kapal Membuat laporan 1. Merancang sistem tata kode blok kapal. 2. Menelusuri data spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. 3. Merencanakan panjang sambungan blok 4. Menggambar pembagian blok awal kapal. 5. Mengoptimasi rancangan blok berdasarkan sumber daya 6. Menentukan dimensi dan berat blok awal kapal 7. Menyusun skenario perakitan. 8. Menarik simpulan
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
• Studi pustaka • Diberikan tugas untuk direncanakan blok kapal berdasarkan pendekatan produk. • Teori desain produksi orientasi system dan produk. • Katalog spesifikasi material pelat dan profil yang dijual dipasaran. • Teori mekanika teknik, ilmu bahan, teknologi pengelasan dan gambar teknik.
Kriteria Penilaian
• Ketepatan waktu penyelesain • Ketepatan analisa • Kemampuan mengaplikasikan program
digunakan
komputer dalam menggambar • Kemampuan mengkomunikasikan hasil rancangan. • Sistematika sajian dan Kemutahiran literatur • Kejelasan argumentasi pengambilan keputusan
DAFTAR BACAAN Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), ButterworthHeinemann, Oxford. Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the People’s Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011. Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME Journal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202–213. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/ cgibin/GetTRDoc?AD=ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc =GetTRDoc.pdf. PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapalaru; Perencanaan Produksintuk Manajer, bbnbnb PT.PAL Indonesia, Surabaya. Storch,R.L., Hammon,C.P., and Bunch,H-M., 1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville.
PENDAHULUAN Produksi kapal dengan metode produksi yang dikenal dengan product work breakdown structure (PWBS). Pelaksanaan metode ini secara maksimal harus ditunjang dengan suatu sistem accuracy control (A/C). Sistem ini perlu dikembangkan menjadi standard galangan dalam memproduksi kapal, yang dimaksudkan untuk mempersingkat waktu, menekan biaya, dan meningkatkan mutu produksi. Siklus sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan siklus dasar manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, dengan mempelajari fungsi-fungsi tersebut mahasiswa dapat memahami sistem operasi accuracy control dan memahami pentingya peran accuracy control dalam pembangunan kapal khususnya yang berorientasi produk (PWBS).
URAIAN BAHAN PEMBELAJARAN TERMINOLOGI DAN DEFENISI ACCURACY CONTROL (A/C) Pengertian A/C masih sering simpang siur dan dicampuradukkan dengan QA dan QC, seperti dikatakan beberapa ahli teknologi produksi kapal. Namun para ahli tersebut memeliki kesamaan persepsi mengenai ketiga hal tersebut diatas.
Salah satu metode pelaksanaan konsep tersebut adalah statistical quality control (SQC), atau dalam indusri kapal dikenal dengan accuracy control (A/C) sistem ini dapat dikatakan sebagai bagian dari Quality Control, yang lingkup pekerjaanya dititikberatkan
pada
proses
pekerjaan
desain
dan
produksi,
khususnya
untuk
mencapai tingkat ketepatan ukuran yang tinggi terhadap pembuatan komponenomponen
produksi
disetiap
proses
pekerjaan.
Hal
ini
dapat
dicapai
dengan
penggunaan metode-metode statistik dalam rangka peningkatan detail-detail disain dan metode-metode pelaksanaan produksi secara terus menerus melalui mekanisme perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Mekanisme ini dikembangkan dari teori W. Deming (ahli statistik Amerika). Accuracy control adalah penggunaan metode statistik dan analisa oleh pelaksanaan produksi untuk memonitor dan mengontrol ketepatan dari proses-proses pekerjaan produksi yang bertujuan untuk memperkecil kesalahan dan pekerjaan ulang yang pada
akhirnya
didefinisikan
dapat
sebagai
mempertinggi
suatu
penggunaan
produktivitas. teknik-teknik
A/C
statistik
juga
untuk
dapat
memonitor,
mengontrol, dan menyempurnakan detail-detail desain dan metode-metode kerja secara terus menerus dalam rangka terus meningkatkan produktivitas. Untuk menyamakan persepsi mengenai sistem accuracy control (A/C), maka prinsip dasar mengenai sistem ini perlu diketahui secara jelas. Sistem A/C bukan memperbaiki kerusakan atau penyimpangan yang terjadi, melainkan mempelajari penyebab-penyebab penyimpangan tersebut untuk menghindari atau memperkecil terjadinya penyimpangan dimensi pada proses yang sama. Usaha-usaha preventif tersebut dilakukan dengan mempelajari variabel-variabel utama yang terkait yaitu: 4M meliputi: man, machine, material, method. Dari hasil evaluasi dan analisa data atau variasi-variasi
penyimpangan
diberikan
rekomendasi
terjadinya
hal
yang
yang
terjadi
penyempurnaan sama
pada
pada yang
proses-proses
setiap
proses
diperlukan produksi
produksi,
untuk
akan
menghindari
berikutnya,
misalnya
penyempurnaan gambar-gambar kerja dan standar-standar kerjanya, kalibrasi mesinmesin produksi dan alat-alat ukur, training/retraining tenaga kerja, atau rekomendasi mengenai penanganan material.
Hal ini sama dengan JSQS (Japanese Ship Building Quality Standard) yang j juga
sudah
dipakai
di
beberapa
galangan
besar
di
Indonesia,
dimana
berisi
ketentuan-ketentuan batas toleransi yang diperkenankan, agar mutu end-product yang disyaratkan dapat tercapai. Sistem A/C di sini berfungsi secara preventif, yaitu
usaha-usaha
yang
diperlukan
untuk
menghindari
sekecil
mungkin
terjadinya
kesalahan atau produk-produk diluar batas toleransi yang ditentukan. QUALITY ASSURANCES (QA) QA adalah tidak sama dengan A/C, dimana A/C merupakan proses yang berlangsung
terus menerus (on-going process)
yang berkaitan dengan
ukuran-
ukuran konstruksi di galangan, sedangkan QA berfungsi setelah pekerjaan selesai dikerjakan (after the fact verification). QA pada dasarnya menunjukkan bahwa produk yang selesai dikerjakan adalah memuaskan dan sesuai dengan semua ketentuan yang telah disepakati. QA disini menegaskan bahwa kapal yang selesai dibangun sesuai dengan disainnya, baik secara keseluruhan maupun setiap bagian/ sistem yang ada secar tersendiri, dengan demikian inspeksi QA juga terus berjalan selama proses pembangunannnya hingga kapal tersebut diserahkan ke pihak pemesan, tetapi kegiatannya dititikberatkan pada pelaksanaan pengawasan terhadap semua ketentuan yang telah disepakati dan menyangkut semua sistem yang ada dikapal. Perincian mengenai ketentuan-ketentuan QA, diklasifikasikan oleh Storch, et al (1995) sebagai berikut: 1. Steel Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan kualitas pengelasan dan pengecoran, pemeriksaan x-ray, radio isotop, ultrasonic dan magnetic particle procedure, kekedapan kompartemen, kelurusan dari pada komponen-komponen konstruksi dan kerataan dari pelat dasar, dek, sekat dan kulit.. 2. Outfit Process Quality Assurance, meliputi: pengetesan sistem demi sistem dari setiap komponen, yang terdiri dari permesinan, kelistrikan, perpipaan, ventilasi, sistem pendingin dan sistem dek. QUALITY CONTROL (QC) Menurut konsep IHI, juga dibedakan antara A/C dan Q/C, dimana A/C merupakan suatu proses kontrol yang nyata dan terbatas pada proses perencanaan dan kontrol produksi, sementara QC merupakan suatu aktivitas management yang mengontrol sistem-sistem yang ada di galangan secara keseluruhan.
Beberapa
definisi QC adalah sebagi berikut: 1.
Suatu penggunaan hasil-hasil kontrol dalam bentuk chart yang diperoleh dari sampel-sampel yang rutin diambil selama proses produksi. Untuk mengamankan proses-proses dalam rangka mempertahankan kualitas yang diharapkan.
1.
Suatu
sistem
manajeman
untuk
memprogramkan
dan
mengkoordinasikan
kegiatan pemeliharaan kualitas dan usasha-usaha meningkatkan kualitas dari pada kelompok-kelompok yang ada dalam organisasi produksi dalam rangka menghasilkan suatu produk yang ekonomis dan memuaskan pihak pemakai. 2.
Suatu
sistem
pengujian
kesalahan-kesalahan
secara
sistematik
untuk
mendapatkan cara-cara pemecahan yang perlu dilakukan, misalnya mengadakan training untuk mengurangi kesalahan dan membuat alternatif-alternatif prosedur untuk menghindari terjadinya kesalahan.
TUJUAN DAN MANFAAT SISTEM ACCURACY CONTROL Tujuan pokok penerapan sistem A/C adalah sebagai berikut: 1.
Jangka
pendek:
produksi
untuk
Memonitor
memperkecil
pekerjaan-pekerjaan kesalahan
dan
konstruksi
pekerjaan
pada
proses
pada
proses
ulang
erection di building berth. 2.
Jangka penjang: Menetapkan suatu sistem manajemen yang dapat memberikan perkembangan informasi secara kualitatif yang dapat digunakan untuk terus meningkatkan produktivitas. Implementasi
sistem
A/C
secara
langsung
memberikan
beberapa
keuntungan/manfaat sebagai berikut : •
Mempersingkat waktu produksi
•
Meningkatkan kualitas hasil produksi
•
Memperkecil penggunaan jam-orang
•
Meningkatkan utilitas peralatan-peralatan
•
Memperkecil material yang terbuang
•
Mempermudah manajemen dalam mengontrol dan memonitor pekerjaan.
SPESIFIKASI TOLERANSI A/C merupakan suatu pekerjaan yang menganalisa variasi-variasi dimensi yang muncul pada kondisi opersi normal di setiap pekerjaan, sehingga toleransioleransi pada setiap proses pekerjaan harus ditentukan untuk mengontrol proses akumulasi dari variasi pada akhir proses. Toleransi terbagi dalam dua kelompok, antara lain :
1.
End - product tolerances : Toleransi yang ditetapkan oleh biro klasifikasi dan atau pihak pemesan.
2.
Interim – product tolerances : Toleransi yang ditetapkan oleh pihak galangan kapal untuk menjamin tercapainya syarat-syarat end–product toleransi. Pergeseran yang terjadi pada sambungan (joint gaps) yang tidak berada pada
batas-batas toleransi yang diisyaratkan harus dilakukan pekerjaan ulang. Batas-batas toleransi tersebut berada pada standard range, seperti pada gambar 6.1.
Gambar 6.1. Standard range dan batas toleransi dalam Sistem A/C (Sumber: : Chirillo, et al ,1982 pg 6)
Pekerjaan ulang antara lain dilakukan dengan gas cutting apabila kelebihan ukuran atau menggunakan back strip welding apabila kekurangan. Namun proses kerja
ulang
sesungguhnya
yang
sering
terjadi
pada
tahap
ercection,
meliputi:
pembongkaran, pembersihan, pemotongan, penyetelan dan pengelasan. Hal ini membutuhkan jam orang tambahan yang cukup besar, mutu kurang baik, dan kebutuhan material menjadi bertambah.
VARIABEL UTAMA SUMBER DAYA MANUSIA (SDM) Usaha peningkatan efisiensi kedalam atau pendayagunaan potensi sumber daya galangan secara maksimal banyak bertumpu kepada potensi sumber daya manusia, khususnya disiplin,
rasa
mengenai
memiliki,
tingkat
kreativitas,
keterampilan, motivasi,
dan kemampuan
manajerial.
tanggung
jawab,
Faktor-faktor
membutuhkan proses dan sulit dibeli seperti halnya fasilitas/ peralatan-peralatan dari
ini
segi SDM, hal yang lebih mudah diperoleh/dibeli adalah menambah jumlah tenaga kerja dan mengadakan pelatihan keterampilan. Pelaksanaan sistem A/C secara jangka panjang akan sangat menunjang faktor-faktor tersebut di atas, terutama melalui self-checking oleh pekerja terhadap hasil pekerjaannya. Hal ini akan membangkitkan rasa tanggung jawab, ras memiliki, kepuasan,
dan
kreativitas
mereka.
Konsep
sistem
A/C
juga
mensyaratkan
pelaksanaan self checking, sehingga konsep sistem A/C dan teknis pelaksanaannya perlu
disebarluaskan
ke
seluruh
tenaga
kerja
terkait,
melalui
program-program
pelatihan formal dan non formal. Untuk pelaksanaan sistem A/C, tenaga kerja dikelompokkan
dan
dialokasikan
menurut
kualifikasi/
tingkat
keterampilan,
pengalaman kerja, sikap/ karakter dan kebutuhan akan tingkat ketepatan dimensi yang diterapkan. Selain tenaga kerja produksi langsung, tenaga kerja tak langsung yang terkait dengan A/C perlu memiliki kualifikasi tinggi, terutama perencanaan A/C pada tahap disain, dan personil yang ditunjuk untuk mengevaluasi dan menganalisis data hasil pengukuran untuk menyempurnakan detail desain dan petunjuk kerjanya. Bidangbidang disiplin ilmu yang diperlukan di sini meliputi teknik perkapalan, teknik mesin, teknik industri, dan teknik statistik. Kesempurnaan gambar-gambar kerja dan petunjuk-petunjuk pelaksanaannya sangat diperlukan, agar pelaksana produksi dapat bekerja seoptimal mungkin dan sesuai dengan gambar dan standar-standar kerjanya. PERALATAN Pada kelompok ini terutama meliputi mesin-mesin produksi yang melakukan proses secara langsung terhadap material atau produk antara (interim product), antara lain: mesin potong, mesin las, dan mesin bending. Mesin-mesin ini perlu dikelompokkan /diidentifikasi menurut tipe/jenis dan karakteristik operasi dan data operasi mesinnya. Pengaruh operasi setiap mesin terhadap bentuk dan dimensi produk yang dihasilkan perlu dipelajari. Peralatan lain yang perlu diperhatikan adalah alat-alat ukur yang digunakan antara lain: rollmeter dan theodolit kedua alat ukur ini harus mempunyai ketepatan yang tinggi dan konsistensi kerja mesin-mesin dan alatalat ukur tersebut harus tetap terjaga, dan dilakukan kalibrasi seara teratur. Pada
galangan-galangan
yang
telah
menggunakan
mesin-mesin
otomatis atau NC cutting, konsistensi kerja dan sifat-sifat operasinya perlu
potong
diidentifikasi secara jelas, agar memungkinkan dilakukannya sekali setting mesin untuk sejumlah produk sejenis untuk menjaga ketetapan dimensi produk sesuai prediksi disain atau penyimpangan-penyimpangan yang terjadi tetap dalam toleransi yang diperkenankan, mesin potong harus dioperasikan sesuai ketentuan yang ada, seperti: posisi nozzle terhadap marking, torch dan lain-lain. Proses kerja mesin yang kurang konsisten, akan dilakukan langkah-langkah, seperti menambah jumlah sampel atau memperbaiki elemen-elemen tertentu pada mesin tersebut. Mesin-mesin yang sulit terkontrol atau memperlihatkan hasil kerja yang terlalu jauh menyimpang (sesuai upper/lower control limit pada control chart) perlu diadakan langkah-langkah, misalnya menghentikan proses kerja mesin untuk diadakan perbaikan atau kalibrasi yang telah ditentukan. Demikian halnya dengan jenis-jenis mesin lainnya yang turut mempengaruhi ketetapan dimensi produk.
MATERIAL Perubahan-perubahan dimensi material sebagai akibat pengaruh sifat mekanis material
terhadap
perlakuan
selama
proses
produksi
(fabrikasi,
sub-assembly,
assembly, dan ereksi) perlu diidentifikasi. Akumulasi perubahan atau penyimpangan tersebut akan dijadikan pertimbangan dalam pembuatan penyempurnaan gambargambar
kerja
dan
petunjuk-petunjuk
produksinya.
Dimensi
sebenarnya
yang
dikehendaki untuk suatu komponen pada tahap akhir dari proses produksi(erection) dapat
diperoleh
berdasarkan
hasil
dengan
memberi
perhitungan
yang
penambahan
dimensi
menggunakan
pada
persamaan
tahap
disain
penggambungan
variasi (variation merging equation). Variasi dimensi suatu kelompok material dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: jenis proses (cutting, welding, bending), jenis dan kondisi operasi mesin, tenaga kerja, dan metode kerja. Konsistensi sifat mekanis material terhadap suatu proses
produksi
akan
memudahkan
membuat
prediksi
yang
tepat,
sehingga
ketepatan dimensi produk-produk antara semakin terjamin, sifat mekanis dengan spesifikasi teknik dan perlakuan proses yang sama, dapat memberi sifat mekanis atau penyimpangan yang berbeda. Hal ini dimungkinkan karena perbedaan treatment dari masing-masing pabrik material tersebut. Selain itu juga dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat penyimpanan atau tempat dan waktu proses produksi dilakukan, khususnya cuaca dan temperatur.
Sifat mekanis meterial yang digunakan akan menjadi pertimbangan dalam pemberian margin dari desain mould loft. Pada setiap tahap produksinya, data material yang perlu dikontrol dan diukur antara lain : dimensi panjang, lebar dan diagonal, sesuai kondisi proses dan reference line yang telah ditentukan. Marking untuk
out
fitting
seperti
posisi
penembusan
pipa
dan
lain-lain,
juga
harus
diperhatikan. Penyimpangan dimensi diluar toleransi pada suatu proses produksi akan menyebabkan penyimpangan dalam bentuk dua dimensi atau tiga dimensi pada saat penyambungan blok. METODE KERJA Seperti
telah
dijelaskan
sebelumnya,
metode
kerja
juga
akan
sangat
mempengaruhi produ-produk yang dihasilkan dan teknik pelaksanaan A/C yang tepat. Misalnya proses produksi atau metode kerja yang dilakukan secara manual akan berbeda dengan yang dilakukan dengan mesin-mesin otomatis, produk yang dibuat secara parsial akan berbeda yang dilakukan secara massal, downhand welding akan berbeda dengan vertical, horizontal atau overhead welding dan lain-lain. Metode dan prosedur kerja suatu produk sedapat mungkin dilaksanakan secara konsisten dan ditentukan pada tahap desain. Oleh karena itu, pelaksana rekayasa
desain
harus
memperhatikan
umpan
balik
dari
produksi
dan
lebih
menguasai potensi sumber daya produksi yang ada, agar gambar-gambar kerja yang diberikan dapat dilaksanakan dengan baik dan sempurna oleh pelaksana produksi, seperti welding sequences, erection network dan petunjuk-petunjuk praktis lainnya.
SIKLUS MANAJEMEN Siklus manajemen sistem accuracy control yang dianalogikan sama dengan siklus dasar manajemen untuk setiap proses industri. Siklus ini mencakup fungsi perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi, seperti terlihat pada gambar 6.2. PERENCANAAN Perencanaan accuracy control sangat esensial untuk memastikan sistem A/C berfungsi sebagaimana mestinya. Pekerjaan ini dapat dilakukan bersamaan dengan pekerjaan desain, rekayasa dan perencanaan.
Gambar
6.3
memperlihatkan
garis
besar
proses
perencanaan
accuracy
control dan hubungan antara desain, rekayasa dan perencanaan. Apabila variasi-variasi yang terjadi pada setiap tahapan produksi sebagaimana terlihat
pada
gambar
6.4,
salah
satu
aspek
perencanaan
A/C
mengindikasi
bagaimana menetukan aksi/respon untuk mengurangi pekerjaan ulang saat erection.
Gambar 6.2. Siklus manajemen sistem accuracy control (Sumber: : Chirillo,dkk ,1982 halaman 8)
Gambar
6.5
memperlihatkan
aktifitas-aktifitas
A/C
yang
harus
dilakukan/
diaplikasikan. Prinsip dasar, peran perencanaan A/C adalah sebagai berikut: 1.
Menentukan letak titik dan dimensi vital yang kritis dalam hal ketepatan ukuran blok.
2.
Menentukan titik kritis yang perlu diperiksa dan menentukan garis referensi pada blok, sub-blok, seksi dan komponen-komponen blok yang telah dirakit.
3.
Menentukan lokasi-lokasi dan besar toleransi-toleransi yang diperkenankan.
4.
Menentukan dimana dan berapa besar margin yang diberikan serta langkahlangkah atau petunjuk-petunjuk praktis tertentu terhadap bagian-bagian yang hendak dipotong.
5.
Menentukan proses kerja yang mana perlu diadakan pemeriksaan ukuran-ukuran.
6.
Menentukan
jumlah
sampel
komponen-komponen
yang
harus
diukur
sesuai
dengan metode sampling di setiap proses peroduksi. Menentukan
batas
toleransi,
standar-standar
kelebihan (margin) pada instruksi-instruksi kerja.
penyusutan
(allowances)
dan
Gambar 6.2 memperlihatkan bahwa perencanaan A/C dapat dibagi menjadi tiga aspek yaitu; perencanaan awal, perencanaan detail (persiapan instruksi kerja) dan standarisasi. Perencanaan Awal Perencana harus mempertimbangkan/memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
• Bagaimana mengkreasi blok-blok berdasarkan fasilitas yang tersedia digalangan. • Bagaimana merencanakan kulit lambung agar mencapai bentuk yang lebih baik dengan fasilitas dan teknik pembengkokan yang tersedia. • Bagaimana merakit blok yang tepat dengan bagian-bagian yang terbuka untuk kepentingan zone outfitting. Untuk melaksanakan studi tersebut secara sistematis, perencana harus memiliki akses ke gambar-gambar,seperti rencana umum, konstruksi tengah kapal, rencana garis dan skema yang diusulkan untuk pembagian blok dan bukaan kulit. Perencana, yang ditugaskan di tingkat departemen konstruksi lambung dan bagian bengkel fabrikasi,
sub-assembly,
perakitan
blok,
dan
bagian
ereksi,
dilengkapi
gambar-
gambar oleh departemen desain. Sebagai sebuah rutinitas, informasi yang sama tersedia untuk perencana yang telah ditugaskan bertanggungjawab terhadap A/C. Studi-studi
ini
juga
menggunakan
penggabungan-variasi,
berdasarkan
penilaian statistik yang diperoleh dari kinerja normal pada stasiun kerja, dan mengusulkan detail desain, assemby, dan urutan ereksi, toleransi yang optimal dan sesuai. Skema
akhir
berupa
umpan
balik
ke
desainer,
yang
mengembangkan
tonggak-tongak/kunci rencana, seperti bukaan kulit, rencana blok, dan akhirnya instruksi kerja, yang semuanya mengandung persyaratan melaksanakan AC. Perencanaan Detail Pertimbangan
akurasi
kontrol
dalam
perencanaan
detail
benar-benar
merupakan analisis proses, dari sudut pandang A/C. Melalui analisis tersebut, masalah dapat dipecahkan dengan mengatur dimensi tertentu . Dengan kata lain, untuk mendapatkan akurasi yang diperlukan untuk proses akhir, maka perlu proses sebelumnya diindentifikasi khusus yang secara signifikan berkontribusi pada akhir atau penggabungan variasi. Jadi, A/C dianalisis dengan mengidentifikasi secara kuantitatif baik proses kerja dan rincian desain yang perlu diperbaiki.
Tentu saja, penentuan tersebut tidak dibuat semata-mata dari sudut pandang A/C saja. teknik akurasi kontrol adalah alat analisis manajemen yang berkontribusi terhadap analisis proses. Alat ini merupakan sarana yang digunakan oleh galangan kapal sebagai entitas untuk menghimpun dan memperoleh manfaat kuantitatif dari pengalaman penerapan akurasi. Metode kontrol akurasi dalam perencanaan detail adalah
penting
karena
secara
signifikan
berpengaruh
pada
lambung keseluruhan untuk tujuan mengurangi pekerjaan ereksi.
Gambar 6.6. Vital point pada komponen (fabrikasi) (Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV-14)
Gambar 6.7. Vital point pada blok lengkung (perakitan blok) (Sumber: Abidin Zainal, 1996, halaman IV‐16)
proses
konstruksi
Proses perencanaan menghasilkan keputusan awal berupa karakter-karakter akurasi dari awal sampai akhir produk yang secara khusus berdasarkan aturan klasifikasi dan pemilik. Dalam bingkai adanya arus balik, seorang perencana A/C, harus
mampu
mengidentifikasi
titik
dan
dimensi
penting
(vital
point dan
vital
dimension) yang dapat diperbaiki saat berlangsungnya proses ereksi, perakitan blok atau yang lainnya. Vital
point
merupakan
titik
acuan
untuk
melakukan
pengukuran
untuk
menjamin ketepatan dimensi dari komponen pada tahap fabrikasi sampai dengan ketepatan blok pada saat erection. Pada gambar 6.6 diperlihatkan vital point pada komponen, gambar 6.7 memperlihatkan vital point pada blok lengkung dan gambar 6.8 memperlihatkan vital point zona bidang lengkung. Berdasarkan aspek-aspek penting tersebut, seorang perencana A/C harus memastikan hal-hal tersebut melalui instruksi kerja atau dengan cara lain, tukang gambar skala satu-satu dan oleh orang-orang yang diberi tanggungjawab dalam menyampaikan informasi tersebut, misalnya titik-titik pemeriksaan dan garis-garis referensi harus sudah termasuk dalam data NC, template-template dan lembaran periksa (check sheet). Standarisasi Penetapan standar-standar pada tahap perencanaan A/C adalah hal yang sangat penting sebab jika variasi-variasi pada setiap proses produksi akan di analisa secara statistik. Standar-standar tersebut adalah:
1. Standar kelebihan (excess). 2. Standar penyusutan (allowance shrinkage). 3. Standar garis dasar dan titik pertemuan. 4. Standar prosedur pengukuran. 5. Standar fabrikasi dan skema perakitan. 6. Standar informasi A/C pada instruksi kerja. Pada gambar 6.9 diperlihatkan simbol-simbol yang di gunakan dalam instruksi kerja accuracy control.
PELAKSANAAN Self Checking Prosedur pekerjaan pada setiap tahap produksi dilengkapi dengan sistem self checking,
dimana
pekerjaan
belum
dianggap
selesai
apabila
pekerja
belum
melaksanakan pengecekan sendiri terhadap pekerjaannya berdasar petunjuk kerja yang ditentukan. Self checking dilaksanakan dengan cara membandingkan ukuran-ukuran pada hasil pekerjaan dengan gambar kerja dan standar yang digunakan. Hasil pengukuran
pada produk dicatat pada lembar periksa (check sheet) yang formatnya disesuaikan dengan dengan produk yang diukur. Lembar periksa ini menjadi alat bantu dalam memeriksa hasil pekerjaan dan sarana untuk memberi komentar dan saran-saran apabila diperlukan untuk memastikan kebenaran hasil pengukuran. Self checking selain dilakukan oleh pekerja pelaksana juga dilakukan oleh koordinator pekerja (mandor) dan supervisi yang lebih tinggi. Berdasarkan data check sheet mandor membuat peta kendali, yang berguna untuk memonitor apakah proses yang dilaksanakan dalam keadaan terkendali. Menurut storch, (1985) manfaat pelaksanaan A/C dengan menggunakan Self checking bagi tenaga kerja adalah: • Meningkatkan kreativitas, motivasi, rasa memiliki dan kepuasan bagi pekerja. • Mendukung proses profesionalisme pekerja. • Memudahkan
manajemen
dalam
mengorganisasi,
mengontrol,
dan
mengendalikan pekerjaan-pekerjaan produksi. • Memudahkan
dan
menganalisa
penyebab-penyebab
kesalahan
pelaksanaan
pekerjaan dan mengadakan perbaikan-perbaikan secara tepat.
Gugus Tugas A/C (group A/C) Pelaksanaan sistem A/C akan sangat tepat jika dibetuk suatu gugus tugas (tim). Oleh Chrillo.L.D (1982) dikatakan bahwa kunci keberhasilan pelaksanaan A/C adalah penempatan orang—orang yang potensial pada posisi-posisi kritis pada beberapa tahun pertama sebagai A/C engineers. Setiap orang yang terpilih sebaiknya memiliki pengalaman kerja sekitar 8 tahun dalam bidang bangunan kapal dan manajer-manajer memiliki pengalaman dalam bidang A/C, sebab akan selalu bergelut dengan metode-metode analitis dan bertanggung jawab dalam mencapai suatu kemajuan yang nyata. Pada
gambar
6.10
diperlihatkan
lembar
periksa
(check
sheet)
accuracy
control. Contoh pemeriksaan dan pengukuran pada komponen, rakitan sub-blok dan blok dapat dilihat pada gambar 6.11 s/d 6.13.
Dewasa ini telah dikembangkan sistem pengukuran dan pemeriksaan yang terintegrasi dengan aplikasi komputer seperti sistem ACMAN, MONMOS, dan VSTARS. Menurut Yuuzaki.M (1992),melaporkan bahwa tahun 1990 sistem MONMOS digunakan beberapa galangan di Jepang setelah mengalami pengujian selama lima tahun. Analisis konfigurasi sistem 3-D ini dapat dilihat pada gambar 6.14.
Gambar 6.14. Analsis konfigurasi sistem 3-D MONMOS (Sumber: Yuuzaki.M, 1992, halaman 7A1-3)
Menurut Shimizu Hideki (2002), melaporkan proses patok duga perbandingan antara sistem MONMOS dan V-STARS, yang hasilnya menyimpulkan bahwa sistem V-STARS lebih superior dibanding MONMOS yaitu untuk 30 titik pengukuran pada blok yang ketinggianya kurang dari 3 meter, jumlah total waktu yang dibutuhkan untuk menuntaskan pengukuran berkisar 1/6 s/d 1/4 kali lebih rendah dari waktu yang dibutuhkan MONMOS. Sistem
V-STARS
menggunakan
sebagaimana terlihat pada gambar 6.15.
digital
camera
dengan
6,300,000
pixels,
EVALUASI Evaluasi
mencakup
analisis
dan
rekomendasi
yang
diberikan
baik
yang
berdasar regular dan urgent, sebagaimana terlihat pada gambar 6.16. Analisa Reguler (Regular Analysis) Analisa reguler adalah analisa yang dilaksanakan setiap evaluasi (rutin). Langkah-langkah operasional analisa ini adalah: • Menyelidiki secara detail data yang telah ada. •
Menyelidiki alat-alat ukur yang digunakan dalam pengukuran.
•
Meninjau ulang metode-metode kerja.
•
Mempelajari kelebihan-kelebihan ukuran.
Poin-poin yang perlu diperhatikan dalam analisa reguler adalah: Analisis nilai rata-rata Analisis nilai rata-rata dilakukan untuk mengantisipasi penyimpangan yang terjadi pada proses produksi, meliputi: •
Nilai rata-rata untuk gap.
•
Nilai rata-rata untuk penyusutan.
•
Nilai rata-rata untuk deformasi.
•
Nilai rata-rata akibat penyimpangan metode kerja.
Analisis standar deviasi Analisis standar deviasi adalah hal penting dalam sistem accuracy control terutama dalam menentukan variasi. Variasi didefenisikan sebagai akar pangkat dua dari standar deviasi, dengan variasi penyimpangan-penyimpangan yang terjadi pada awal dan akhir proses dapat diketahui. Sebagai contoh standar deviasi untuk panjang pembujur yang difabrikasi secara manual, tiba-tiba bertambah panjang dan pendek secara bergantian. Analisisnya;
selidiki
bagaimana
dan
siapa
yang
mengerjakan
fabrikasi,
metode-metodenya, urutan pengerjaanya harus dianalisa secara teliti. Tindakan: ada beberapa alternatif pemecahan yang perlu dilakukan, antara lain sekurang-kurangnya ada satu pekerja yang memotong pembujur sebelum di bengkokkan. Ketepatan harus diperbaiki (tentunya dengan mempelajari besar yang
harus dikurangi berdasarkan standar deviasi) dan ketepatan terhadap panjang yang dibuang. Sebuah laporan tentang erection sebuah kapal curah sebesar 167000 DWT, mencatat
bahwa
pekerjaan
ulang
hanya
sebesar
32
%
dari
total
panjang
gap,
sebagaiman terlihat pada gambar 6.17.
Analisa Mendesak (Urgent Analysis) Analisis ini dilaksanakan pada
saat
sampel-sampel
menunjukkan
bahwa
produk telah melewati batas-batas toleransi yang telah ditetapkan, sehingga perlu dilakukan penghentian proses produksi.
PENUTUP SOAL-SOAL LATIHAN MANDIRI 1.
Apa pengertian sistem accuracy control?.
2.
Jelaskan perbedaan antara accuracy control (A/C), jaminan kualitas (QA) dan kendali mutu (QC).
3.
Mengapa dalam sistem accuracy control perlu ditetapkan sebuah standar, misalya standar kelebihan?.
4.
Jelaskan siklus manajemen sistem accuracy control.
TUGAS MAHASISWA BERKELOMPOK 1. TUGAS VII 2. TUGAS
Menjelaskan sistem accuracy control a. Objek Garapan
Membuat laporan
a. Objek Garapan b. Yang Harus dikerjakan dan batasan-batasan
c. Metode/Cara pengerjaan dan Acuan yang digunakan
3.
Membuat laporan (makalah) dengan isi: 1. Menjelaskan pengertian, tujuan dan manfaat sistem accuracy control 2. Menjelaskan tahap perencanaan sistem accuracy control. 3. Menjelaskan tahap pelaksanaan sistem accuracy control. 4. Menjelaskan tahap evaluasi sistem accuracy control. • • • • •
Literatur/ Kajian Pustaka Teori system accuracy control. Teori konstruksi kapal Teori ilmu ukur , statistik dan gambar teknik. Mengidentifikasi komponen yang berpengaruh dalam system AC.
Kriteria Penilaian • Ketepatan waktu penyelesain • Menemukan contoh penerapan sistem AC • Menganalisis hasil identifikasi sistem AC.
DAFTAR BACAAN Abidin Zainal, Ma’ruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan Accuracy Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1880653-58-3, Kitakyushu, Japan.
DAFTAR PUSTAKA Anonim,2008,Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran, Kementerian Sekertaris Negara, Jakarta. Abidin Zainal, Ma’ruf Buana, dan Sunarto 1996, Studi Teknis Pelaksanaan Accuracy Control Pada PT.Dok dan Perkapalan Surabaya, Skripsi Jurusan Teknik Perkapalan Universitas Hasanuddin, Makassar. Arwin,ML, dkk, 2005,Laporan Kerja Praktek; Galangan Kapal PT.Batamec, Batam, Jurusan Teknik Perkapalan, Universitas Hasanuddin, Makassar. Butler Don, 2000, Guide to Ships Repair Estimates (in man-hours), ButterworthHeinemann, Oxford. Bruce George J, 1987, Ship Design for Production—Some UK Experience, NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Bunch M. Howard., 1987, A Study of the Construction Planning and Manpower Sche-dules for Building the Multi Purpose Mobilization Ship, PD 214, In a Shipyard of the People’s Republic Of China,NSRP ship production Symposium, New Orleans, Louisiana. Carmichael A.W, 1919, Practical Ship Production First Edition, McGraw-Hill Book Company Inc, New York, diakses Juli 2011, http://www.archive.org/details /practicalshippro00carmich. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,S.Nanishi.,1982, Process Analysis Via Accuracy Control, NSRP, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Chirillo,L.D.,R.D.Chirillo.,Y.Okayama.,1983, Integrated Hull Outfitting and Painting, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Continental Hardware, 2000, Products Handbook Structural Steel, Continental Steel LTD, PTE, diakses pada www.conseteel.com.sg, Agustus 2011. Eyres D. J.,2007, Ship Construction Sixth edition, Butterworth-Heinemann is an imprint of Elsevier,Linacre House, Jordan Hill, Oxford. Faltinsen O.M,2005, Hydrodynamics of High-Speed Marine Vehicles, Cambridge University Press, Cambridge, UK. Gray William O, 2008, Performance of Major US Shipyards in 20th/21st Century, SNAME Journal of Ship Production, Vol. 24, No. 4, November 2008, pg 202–213. Jonson.C.S., L.D.Chirillo, 1979, Outfit Planning, NSRP with U. S. Department Of Transportation Maritime Administration. Lamb Thomas, 1986, Engineering for Ship Production (SP-9), SNAME, U.S. Department Of Transportation Maritime Administration, Washington,D.C. Molland A.F,2008, The Maritime Engineering Reference Book; A Guide to Ship Design, Construction, and Operation, Elsevier, Oxford, UK. Matulja Tin, Fafandjel Nikša, Zamarin Albert, 2009, Methodology for Shipyard Production Areas Optimal Layout Design, http//www.google.co.id, diakses September 2011. Wahyuddin
Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(a), 3D Positioning of a Ship Block at Hull Erection; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Manninen Markku, Kaisto Ilkka, 1996(b), 3D Measurement and Analysis of a Ship Block; Practice Report, A.M.S. Ltd with Leica AG, Heerbrugg, Switzerland. Naval Surface Warfare Center, 1984, Process Lanes Feasibility Study (CD Code 2230), Bethesda, MD: U. S. Department Of Transportation Maritime Administration, Avondale Shipyards, INC, New Orleans, Louisiana. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 1. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA454574 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 2. Design/Production Integration (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin/GetTRDoc?AD =ADA445624 &Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Naval Surface Warfare Center, 1985, Design for Production Manual. Volume 3. The Application of Production Engineering (CD Code 2230). Bethesda, MD: SNAME, Diakses 11 Nopember 2011 dari http://stinet.dtic.mil/cgibin /GetTRDoc?AD=ADA454575&Location=U2&doc=GetTRDoc.pdf. Okayama,Y, L.D.Chirillo, 1982, Product Work Breakdown Structure, NSRP, Maritime Administration in cooperation with Todd Facific Shipyard Corp, USA. Paik Jeom K. and Anil K.T.,2007, Ship-Shaped Offshore Installations; Design, Building, And Operation, Cambridge University Press, New York PAL Indonesia, 2000, Training Penyegaran: Sistem Managemen Pembangunan Kapal Baru; Perencanaan Produksi Untuk Manajer, PT.PAL Indonesia, Surabaya. Shimizu Hideki, 2002, Evaluation of Three Dimensional Coordinate Measuring Methods for Production of Ship Hull Blocks, Proceedings of The Twelfth (2002) International Offshore and Polar Engineering Conference, ISBN 1880653-58-3, Kitakyushu, Japan. Storch,R.L,1985, Facilitating Accuracy Control in Shipbuilding, Elsevier science publishers B.V, Holland. Storch,R.L,Gribskov.J.R,1985, Accuracy Control for U.S.Shipyards, Journal Ship Production, Vol.1, No.1, pg. 64-77. Storch,R.L,Giesy.P.J,1986, The Use Computer Simulation of Merged Variation to Predict Rework Levels on Ships’s Hull Blocks, Journal Ship Production, Vol.4, No.3, pg. 155-168. Storch,R.L.,Hammon,C.P.,and Bunch,H-M.,1995, Ship Production Second Revision, Cornell Maritime Press, Centreville. Tupper.E.C.,2004,Introduction to Naval Architecture, Third Edition. Butterworth & Heinemann, Oxford. Yuuzaki Masaaki, 1992, An Approach to a New Ship Production System Based on Advanced Accuracy Control, The National Shipbuilding Research Program, Ship Production Symposium Proceedings: Paper No. 7A-1,New Orleans, Lousuana. Verma.A K, Saghal.J.L, 2010, Quality Assurance as a Strategic Tool for Efficient Operations and Sustained Maintenance for Ship Building Industry, IE(I) Journal– MR, vol 90, India. Van Dokkum Klaas,2003, Ship Knowledge A Modern Encyclopedia, Dokmar, Enkhuizen, Netherlands.
Watson D.G.M,2002,Practical Ship Design. Elseiveir Science Ltd, London. http://www.google.co.id.,lecture1 introduction; ship production, diakses desember 2010. ........................................,lecture13a launching; ship production, diakses desember 2010. http://www.pal.co.id., PT.PAL Indonesia, diakses 10 Juni 2011. http://www.nsrp.org., The National Shipbuilding Research Program (NSRP), diakses Juli 2011.