Teori Agensi Dan Teori Stewardship [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

TEORI AGENSI DAN TEORI STEWARDSHIP



Ida Febriana (NIM. 20808141013)



Universitas Negeri Yogyakarta [email protected]



1. Pendahuluan Dalam sebuah perusahaan atau organisasi terdapat dua pihak yaitu sebagai pemilik dan sebagai pengelola perusahaan. Tak jarang muncul permasalahan-permaslaahan yang terjadi akibat perbedaan pandangan dan perbedaan pendapat antara pengelola dan pemilik perusahaan. Terdapat dua teori yang dapat dijadikan pedoman dalam melakukan pengelolaan sebuah organisasi dalam perusahaan yaitu teori agensi dan teori stewardship. Teori agensi atau biasa disebut dengan teori keagenan adalah teori yang digunakan apabila kegiatan bisnis tidak dikelola langsung oleh pemilik entitas akan tetapi dilakukan oleh agen. Teori keagenan diperluas oleh tanggungjawab korporasi kepada pemangku kepentingan di luar pemegang saham. Teori agensi terfokus pada dua individu yaitu prinsipal dan agen. Prinsipal mendelegasikan responsibility desicion making kepada agen. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai seseorang yang rasional dan termotivasi oleh kepentingan pribadi, tapi mereka kesulitan membedakan penghargaan atas preferensi, kepercayaan dan informasi. Hak dan kewajiban dari prinsipal dan agen dijelaskan dalam sebuah perjanjian kerja yang saling



menguntungkan.



Dalam



penelitian



akuntansi



manajemen,



teori



agensi digunakan untuk mengidentifikasi kombinasi kontrak kerja dan sistem informasi yang akan memaksimalkan fungsi manfaat prinsipal, dan kendalakendala perilaku yang muncul dari kepentingan agen. Dalam teori agensi, prinsipal atau pemilih perusahaan memiliki kepentingan yang berbeda dengan manajer atau agen. Namun, disisi lain teori agensi memiliki keterbatasan



psikologis dan sosiologis, sehingga ketergantungan pada teori agensi tidak diinginkan karena kompleksitas kehidupan organisasi pada teori ini diabaikan. Maka dari itu, dibutuhkan teori tambahan guna menerangkan hubungan yang berdasarkan pada yang lain atau asumsi non ekonomis. Sehingga muncul teori stewardship, yaitu teori yang berdasarkan pada tingkah laku dan premis. Teori Stewardship didefinisikan sebagai situasi dimana manajer tidak mempunyai kepentingan pribadi tapi lebih mementingkan keinginan prinsipal. Namun, tak sedikit individu yang masih bingung bagaimana penggunaan teori tersebut. Sehingga, makalah ini dibuat dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana konsep dari teori keagenan atau teori agensi dan konsep teori stewardship. Selain itu, makalah ini juga dilengkapi dengan analisis perbedaan dari kedua teori tersebut.



2. Pembahasan 2.1 Teori Keagenan Teori keagenan (agency theory) merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahan yang dipakai selama ini. Prinsip dari teori keagenan adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama yang disebut “nexus of xontract”. Sedangkan, hubungan keagenan adalah suatu kontrak dinama seseorang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan beberapa layanan atas nama mereka yang melibatkan pendelegasian sebagai kewenangan pengambilan keputusan kepada agen. Berikut merupakan gambaran dari hubungan keagenan:



Dalam upaya mengatasi masalah keagenan maka akan menimbulkan biaya keagenan yang akan ditanggung oleh prinsipal dan agen. Biaya keagenan dapat dibagi menjadi: (1) monitoring cost, ditanggung oleh prinsipal untuk memonitoring perilaku agen yang terdiri dari mengukur, mengamati, dan mengontrol perilaku agen; (2) bonding cost, merupakan biaya yang ditanggung oleh agen untuk menetapkan dan mematuhi mekanisme yang menjamin bahwa agen akan bertindak untuk kepentingan prinsipal; (3) residual loss, merupakan pengorbanan berupa berkurangnya kemakmuran prinsipal sebagai akibat dari perbedaan keputusan agen dan keputusan prinsipal (Kamala, 2018). Permasalahan keagenan muncul apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya sendiri. Sehingga, teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan. Pertama keinginan atau tujuan dari prinsipal dan agen yang berlawanan, serta pada saat prinsipal kesulitan untuk melakukan verifikasi tentang apakah agen telah melakukan sesuatu secara tepat. Kedua, adalah masalah pembagian risiko yang timbul pada saat prinsipal dan agen memiliki sikap yang berbeda terhadap risiko. Berikut merupakan gambaran yang menunjukkan tipe konflik prinsipal dengan agen dan tipe konflik antar pemegang saham:



Konfil keagenan tipe 1 adalah masalah keagenan antara manager dan pemegang saham. Manajer yang bertugas sebagai pengendali perusahaan, sehingga hubungan keagenan ini dapat mengakibatkan dua permasalahan yaitu, yang pertama terjadinya informasi aimetris (information asymmetry), dimana manajemen secara umum memiliki lebih banyak informasi mengenai posisi keuangan yang sebenarnya dan posisi operasi entitas dari pemilik. Kedua, terjadinya konflik kepentingan (conflict of interest) akibat ketidaksamaan tujuan, dimana manajemen tidak selalu bertindak sesuai dengan kepentingan pemilik. Masalah keagenan tipe ini manajer cenderung melakukan ekspropiasi dalam bentuk ase misallocation. Selanjutnya adalah konflik keagenan tipe 2, merupakan masalah keagenan yang terjadi anatara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham non pengendali. Pemegang saham pengendali memiliki insentif yang kuat untuk mengawasi manajer agar menjalankan perusahaan sesuai dengan kepentingan terbaik pemegang saham non pengendali karena pemegang saham pengendali berperan langsung dan mengelola langsung perusahaan, sehingga pemegang saham pengendai memiliki alasan yang kuat untuk bertindak untuk kepentingan pemegang saham nono pegendali misalnya melakukan ekspropriasi dalam bentuk asse redistribution, dimana aset perusahaan hanya didistribusikan kepada pemegang



saham pengendali dan tidak didistribusikan kepada pemegang saham non pengendali (Hendrawaty, 2017).



2.2 Teori Stewardship Teori Stewardship merupakan teori keagenan yang menawarkan prediksi yang berlawanan pengenai penataan papan efektif. Stewardship didefinisikan oleh Hernandez (2008) sebagai sikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan jangka panjang kelompok di atas tujuan pribadi yang melayani kepentingan pribadi seseorang. Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuantujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Teori ini didesain bagi para peneliti untuk menguji situasi dimana para eksekutif dalam perusahaan sebagai pelayan dapat termotivasi untuk bertindak dengan cara terbaik pada principalnya (Donaldson dan Davis, 1989, 1991). Pada Stewardship Theory, model of man ini didasarkan pada pelayan yang memiliki perilaku dimana dia dapat dibentuk agar selalu dapat diajak bekerjasama dalam organisasi, memiliki perilaku kolektif atau berkelompok dengan utilitas tinggi daripada individunya dan selalu bersedia untuk melayani. Sehingga, meskipun kepentingan antara steward dan prinsipal tidak sama, steward tetap akan menjunjung tinggi nilai kebersamaan, hal tersebut karena stewar berpedoman bahwa terdapat utilitas yang lebih besar pada perilaku kooperatif dan perilaku tersebut dianggap rasional (Anton, 2010). Teori stewardship mengasumsikan hubungan yang kiat antara kesuksesan organisasi dengan kepuasan pemilik. Steward akan melindungi dan memaksimalkan kekayaan



organisasi dengan kinerja perusahaan, sehingga dengan demikian fungsi utilitas akan maksimal. asumsi penting dari stewarshsip adalah manajer meluruskan tujuan sesuai dengan tujuan



pemilik



(Raharjo,



2007).



Sehingga



dapat



disimpulkan



bahwa



Teori stewardship merupakan salah satu pandangan baru tentang cara mengelola organisasi dan



pihak



yang



terkait



didalamnya.



Konsep



kebersamaan (collectivity), kemitraan,



pemberdayaan (empowerment), dan saling percaya dan pelayanan adalah konsep-konsep yang dikembangkan dalam pendekatan ini. Membentuk sikap yang mengarahkan pada teori stewardship sebagai salah satu pendekatan dalam pengelolaan organisasi diharapkan dapat mengatasi isu-isu yang berhubungan dengan corporate governance dan good corporate governance.



2.3 Perbedaan Teori Keagenan dan Teori Stewardship Hal pokok dari teori keagenan adalah kewenangan yang diberikan kepada agen untuk melakukan tindakan dalam hal kepentingan pemilik. Teori agensi menghasilkan cara yang penting untuk menjelaskan kepentingan yang berlawanan antara manajer dengan pemilik dimana hal tersebut menjadi sebuah kendala tersendiri bagi perusahaan. Sedangkan dalam teori stewardship, manajer cenderung berusaha memberikan manfaat maksimal pada organisasi dibanding mementingkan tujuannya sendiri. Terdapat riset empiris yang melakukan penelitian manakah yang lebih baik digunakan dalam organisasi perusahaan. Hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa butuh keduanya untuk menjelaskan manajemen organisasi perusahaan (Raharjo, 2007). Berikut merupakan daktor-faktor yang membedakan teori agensi dengan teori stewardship:



2.3.1 Faktor Psikologis a. Motivasi Perbedaan utama dari teori Agensi dengan teori stewardship adalah fokus untuk motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam teori agensi fokus ekstrinsik adalah nyata sebagai komoditas yang dapat dipertukarkan, terukur dengan harga pasar. Faktor intrinsiknya merupakan bentuk dasar dari sistem imbalan yang digambarkan sebagai mekanisme kontrol teori agensi, sedangkan pada teori stewardship faktor intrinsik tidak mudah dinilai/diukur. Bawahan dalam hubungan stewardship memperkuat faktor instrinsik, reward yang tidak nyata dan motivasi untuk bekerja keras dalam organisasi. Perbedaan ini dapat ditemukan dalam penyusunan teori motivasi. Hubungan model motivasi pekerja dan karakteristik kerja diusulkan oleh Hackman dan Oldham (1975, 1976, 1980). Mereka menyatakan ada 3 aspek psikologi yang menengahi hubungan antara karakteristik tugas dan motivasi kerja internal. Guna memfasilitator hasil yang dicapai dari aspek



psikologi tersebut, mereka



menganjurkan mendesain ulang pekerjaan untuk meningkatkan keahlian, mengindentifikasi tugas, memilih tugas yang penting, otonomi dan balikan. Semua faktor ini dihubungkan untuk meningkatkan pertumbuhan dan tanggung jawab pekerja. Model ni ternyata konsisten dengan teori stewardship bahwa peningkatan motivasi kerja akan membawa ke tingkat kinerja yang lebih tinggi sejalan atau sebanding degan kepuasan kerja. Berdasarkan



teori



stewardship



prinsipal



mengharapkan



tanggung



jawab bersama sesuai dengan kontribusi steward. Walaupun kontribusi prinsipal dan steward berbeda secara kualitatif dan tidak dengan mudah dapat dikuantitatifkan, perbandingan



dan pertanggungjawaban yang



ditanggung



bersama dapat diharapkan. Proposisi: orang yang termotivasi oleh perintah yang lebih



tinggi dan faktor instrinsik lebih cocok menjadi stewards dalam



hubungan



principalsteward



dibandingkan



orang yang



tidak



termotivasi



oleh perintah dan faktor ekstrinsik. b. Identifikasi Identifikasi terjadi ketika manajer menetapkan dirinya sebagai anggota organisasi



tertentu



dengan



menerima



misi,



visi



dan



tujuan



yang



menghasilkan sebuah hubungan yang memuaskan. Pandangan identifikasi secara organisasi



ini



konsisten



dengan



teori



stewardship.



Manajer



yang mengidentifikasikan diri dengan organisasi akan akan sedemikian rupa bekerja mencapai tujuan organisasi, memecahkan masalah, dan mengatasi hambatan yang mencegah pemenuhan kesuksesan tugas dan tanggung jawab. Konsep terakhir dari menilai komitmen lebih dekat hubungannya dengan dugaan identifikasi,



danmerupakan



komponen



yang



penting



dalamprofilsecara



psikologis mengenaisteward. Dalamteori agency, menilai komitmen tidak akanmempunyai kegunaan ekonomi dan tidak akan menjadi bagian yang relevan dalam persetujuan pertukaran. Proposisi: orang yang mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi cukup tinggi dan menilai tinggi komitmen lebih cocok menjadi steward dalam hubungan principalsteward daripada yang



tidak



demikian. c. Penggunaan kekuasaan Manajer yang memiliki kebutuhan kekuasaan yang tinggi bemiaksud untuk mempengaruhi dan mengarahkan orang lain, mengekspresikan pendapat dengan memaksa, menikmati perannya sebagai pemimpin dan menganggapnya secara spontan. Dalam teori agency, kekuasaan institusi merupakan dasar untuk



mempengaruhi dalam konteks hubungan principal



agen. Dalam teori ini,



kekuasaan dalam memberi imbalan dan legitimasi kekuasaan digunakan. Sistem imbalan



yang



tepat dan



pengakuan



wewenang



yang



dimiliki



prinsipal dikombinasikan guna menciptakan standar yang disyaratkan dalam pengawasan dalam hubungan tersebut. Kekuasaan perseorangan, suatu bagian yang



melekat dari



dipengaruhi



individu dalamkonteks hubungan



oleh



posisi.



antar



Keahlian



pribadi,



dan



tidak



kekuasaan



referen dikarakteristikkan sebagai kekuasaan perseorangan; kekuasaan referen melalui identifikasi satu orang dengan yang lain. Kekuasaan perseorangan ini merupakan dasar mempengaruhi dalam hubungan principal steward. Proposisi: orang yang lebih suka menggunakan kekuasaan perseorangan sebagai dasar untuk mempengaruhi yang lain lebih cocok menjadi steward daripada orang yang yang menggunakan kekuasaan institusi. 2.3.2 Faktor Situasi Faktor yang pertama adalah faktor filsafat manajemen, dalam model ekonomi secara implisit terdapat asumsi teori agensi sebagai dasar utama dari hubungan dalam organisasi. Pendekatan ke manajemen ini dikarakteristikkan sebagai partisipasi yang tinggi yang didalamnya terdiri dari komunikasi terbuka, pemberian kekuasaan ke pekerja, dan penegakkan kepercayaan. Faktor yang kedua adalah faktor budaya yang dibedakan lagi menjadi dua. Poin satu adalah paham individual bersama, Terdapat aspek budaya yang mempengaruhi pilihan antara hubungan agensi dengan stewardship. Individualisme dikarakteristikkan sebagai penekanan tujuan perseorangan atas tujuan kelompok. Kaum yang menganut paham kebersamaan Kaum



mengsubordinatkan



penganut



paham



tujuan



kebersamaan



pribadinya ini



ke



mempunyai



dalam



tujuan



tindakan



yang



bersama. positif



terhadap keharmonisan kelompok, menghindari konflik dan konfrontasi. Kaum individual melihat konfrontasisebagaisuatu kesempatan untuk melakukan sesuatu dan berkomunikasi secara lebih dekat. Kaum individual lebih berorientasi jangka pendek, memimpin bisnis tanpa tergantung pada hubungan perseorangan, menggunakan analisa biaya dan manfaat (model ekonomi) untuk mengevaluasi bisnis, dan mengurangi resiko



dalam menjalankan



bisnis dengan menandatangani kontrak. Budaya kaum kolektif lebih kondusif untuk memunculkan



hubungan



stewardship dan



lebih



cocok



untuk



mencetuskan



hubungan principalsteward. Budaya individual akan muncul guna memfasilitator hubungan agency. Poin kedua adalah rentang kekuasaan, Dimensi kedua yang dikembangkan Hofsede (1980,1991) mencirikan perbedaan lintas budaya yang relevan dengan perbedaan agencystewardship sebagai konsep rentang/jarak



kekuasaan. Rentang kekuasaan umumnya



didefinisikan sebagai keleluasaan terhadap anggota institusi dan organisasi yang kurang berkuasa



dalam



suatu negara



yang



mengharapkan



dan



menerima



kekuasaan yang didistribusikan secara tidak sejajar. Pada rentang kekuasaan yang tinggi, organisasi



berbentuk sentralisasi



dan



termasuk



perbedaan besar dalam wewenang,



penggajian, dan pemberian hakhak istimewa antara atasan dan bawahan. Sedangkan pada rentang kekuasaan yang rendah, organisasi berbentuk desentralisasi, terdapat banyak konsultasi dalam pembuatan keputusan, dan perbedaan dalam penggajian dan bonus berusaha diminimalkan.



Budaya rentang kekuasaan



yang tinggi



kondusif untuk



perkembangan hubungan agency, karena mendukung danmelegitimasi ketidaksejajaran yang kuat antara principal dan agent. Pemikiran ini benar khususnya dalam konteks kerja, karena perkembangan hirarki, tingkatan supervise, dan ketidaksamaan dalam penggajian dan status. Sedangkan budaya rentang kekuasaan yang rendah lebih kondusif untuk berkembangnya hubungan stewardship, karena anggota menempatkan nilai yang lebih besar pada adanya



kesejajaran principal dan manajer. Orientasi ini mendorong perkembangan hubungan antara prinsipal dan manajer yang merupakan bagian yang ada dalam teori stewardship.



3. Penutup Prinsip dari teori keagenan adalah adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang (prinsipal) yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer dalam bentuk kontrak kerja sama. Permasalahan keagenan muncul apabila agen tidak menjalankan perintah prinsipal untuk kepentingannya sendiri. Sehingga, teori keagenan ditekankan untuk mengatasi dua permasalahan yang dapat terjadi dalam hubungan keagenan yaitu perbedaan pendapat yang terjadi antara prinsipal dan agen serta risiko yang ditanggung saat prinsipal dan agen memiliki sikap atau pandangan yang berbeda. Sedangkan Teori stewardship adalah teori yang menggambarkan situasi dimana para manajer tidaklah termotivasi oleh tujuan individu tetapi lebih ditujukan pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi, sehingga teori ini mempunyai dasar psikologi dan sosiologi yang telah dirancang dimana para eksekutif sebagai steward termotivasi untuk bertindak sesuai keinginan prinsipal, selain itu perilaku steward tidak akan meninggalkan organisasinya sebab steward berusaha mencapai sasaran organisasinya. Perbedaan kedua teori ini terletak pada faktor penilaian yang digunakan. perbedaan keduanya dapat dilihat berdasarkan faktor psikologis dan situasi. Perbedaan utama dari teori Agensi dengan teori stewardship adalah fokus untuk motivasi ekstrinsik dan motivasi intrinsik. Dalam teori agensi fokus ekstrinsik adalah nyata sebagai komoditas yang dapat



dipertukarkan, terukur dengan harga pasar. Faktor intrinsiknya merupakan



bentuk dasar dari sistem imbalan yang digambarkan sebagai mekanisme kontrol teori agensi, sedangkan pada teori stewardship faktor intrinsik tidak mudah dinilai/diukur.



Daftar Pustaka Achmad, T. (2012, Januari). Dewan Komisaris dan Transparansi: Teori Keagenan atau Teori Stewardship. Jurnal Keuangan dan Perbankan, 16(1), 1-12. Anthony, D. B. (1990). Management Control System. Jakarta: Erlangga. Anton. (2010, Mei). Menuju Teori Stewardship Manajemen. Majalah Ilmiah Informatika, 1(2), 66-68. Hendrawaty, E. (2017). Excess Cash dalam Perspektif Teori Keagenan. Bandar Lampung: AURA & CV. Anugrah Utama Raharja. James, H. D., Scoorman, F. D., & Donalsom, L. (1997). Toward a Stewardship of Management (Vol. 22). Jefri, R. (2018). Teori Stewardship dan Good Governance. Jurnal Riset Edisi XXVI, 7-8. Kamala, N. F. (2018). Teori Keagenan. Sistem Pengendalian Manajemen, 4. Pasoloran, O. (2001, Agustus). Teori Stewardship: Tinjauan Konsep dan Implikasinya pada Akuntabilitas Organisasi Sektor Publik. Bisnis dan Akuntansi, 3(2), 429. Raharjo, E. (2007). Teori Agendi dan Teori Stewardship. Fokus Ekonomi, 2(1), 37-46.