Teori Aliran Daya [PDF]

  • 0 0 0
  • Suka dengan makalah ini dan mengunduhnya? Anda bisa menerbitkan file PDF Anda sendiri secara online secara gratis dalam beberapa menit saja! Sign Up
File loading please wait...
Citation preview

2.3. TEORI ALIRAN DAYA Sistem tenaga listrik (Electric Power System) terdiri dari tiga komponen utama, yaitu : sistem pembangkitan tenaga listrik, sistem transmisi tenaga listrik, dan sistem distribusi tenaga listrik. Komponen dasar yang membentuk suatu sistem tenaga listrik adalah generator, transformator, saluran transmisi dan beban. Untuk keperluan analisis sistem tenaga, diperlukan suatu diagram yang dapat mewakili setiap komponen sistem tenaga listrik tersebut. Diagram yang sering digunakan adalah diagram satu garis dan diagram impedansi atau diagram reaktansi. Gambar 2.1 merupakan diagram satu garis sistem tenaga listrik yang sederhana.



Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik



2.3.1. Studi Aliran Daya Studi aliran daya di dalam sistem tenaga merupakan studi yang penting. Studi aliran daya mengungkapkan kinerja dan aliran daya (nyata dan reaktif) untuk keadaan tertentu tatkala sistem bekerja saat tunak (steady state). Studi aliran daya juga memberikan informasi mengenai beban saluran transmisi di sistem, tegangan di setiap lokasi untuk evaluasi regulasi kinerja sistem tenaga dan bertujuan untuk menentukan besarnya daya nyata (real power), daya reaktif (reactive power) di berbagai titik pada sistem daya yang dalam keadaan berlangsung atau diharapkan untuk operasi normal.



Studi aliran daya merupakan studi yang penting dalam perencanaan dan desain perluasan sistem tenaga listrik dan menentukan operasi terbaik pada jaringan yang sudah ada. Studi aliran daya sangat diperlukan dalam perencanaan serta pengembangan sistem di masa-masa yang akan datang. Karena seiring dengan bertambahnya konsumen akan kebutuhan tenaga listrik, maka akan selalu terjadi perubahan beban, perubahan unit-unit pembangkit, dan perubahan saluran transmisi.



2.3.2. Persamaan Aliran Daya Persamaan aliran daya secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 2.2 di bawah, untuk sistem yang memiliki 2 rel. Pada setiap rel memiliki sebuah generator dan beban, walaupun pada kenyatannya tidak semua rel memiliki generator. Penghantar menghubungkan antara rel 1 dengan rel 2. Pada setiap rel memiliki 6 besaran elektris yang terdiri dari : P D, PG, QD, QG, V, dan δ.



Gambar 2.2 Diagram Satu Garis sistem 2 rel



Pada Gambar 2.2 dapat dihasilkan persamaan aliran daya dengan menggunakan diagram impedansi. Pada Gambar 2.3 merupakan diagram impedansi dimana generator sinkron direpresentasikan sebagai sumber yang memiliki reaktansi dan transmisi model π (phi). Beban diasumsikan memiliki impedansi konstan dan daya konstan pada diagram impedansi.



Gambar 2.3 Diagram impedansi sistem 2 rel



Besar daya pada rel 1 dan rel 2 adalah : S1  S G1  S D1   PG1  PD1   j  QG1  QD1 



(2.1) S 2  S G 2  S D 2   PG 2  PD 2   j  QG 2  QD 2 



(2.2) Pada Gambar 2.4 merupakan penyederhanaan dari Gambar 2.3 menjadi daya rel (rel daya) untuk masing-masing rel.



Gambar 2.4 rel daya dengan transmisi model π untuk sistem 2 rel



Besarnya arus yang diinjeksikan pada rel 1 dan rel 2 adalah : I1  I G1  I D1



(2.3) I 2  IG2  I D2



(2.4) Semua besaran adalah diasumsikan dalam sistem per-unit, sehingga : S1  V1 I 1*  P1  jQ1   P1  Q1   V1 I 1*



(2.5) S 2  V2 I *2  P2  jQ2   P2  Q2   V2 I 2*



(2.6)



Gambar 2.5 Aliran arus pada rangkaian ekivalen



Aliran arus dapat dilihat pada Gambar 2.5, dimana arus pada rel 1 adalah : I1  I1'  I 1" I1  V1' y "p  V1  V2  y s



I1   y p  y s V1    y s V2 (2.7) I1  Y11V1  Y12V2



(2.8) Dimana :  y p  ys Y11 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel



1



(2.9)   ys



Y12 adalah jumlah admitansi terhubung pada Untuk aliran arus pada rel 2 adalah : I 2  I 2'  I 2"



rel 1 dengan rel 2



(2.10)



I 2  V2' y "p  V2  V1  y s



I 2    ys V1   y p  y s V2 (2.11) I 2  Y21V1  Y22V2



(2.12) Dimana :  y p  ys Y22 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 2



(2.13)   y s  Y12



Y21 adalah jumlah admitansi terhubung pada rel 2 dengan rel 1



(2.14)



Dari Persamaan (2.8) dan (2.12) dapat dihasilkan Persamaan dalam bentuk matrik, yaitu :  I1   Y11 Y12   V1   I  Y     2   21 Y22   V2 



(2.15) Notasi matrik dari Persamaan (2.15) adalah : I bus  YbusVbus



(2.16) Persamaan (2.5) hingga (2.16) yang diberikan untuk sistem 2 rel dapat dijadikan sebagai dasar untuk penyelesaian Persamaan aliran daya sistem n-rel. Gambar 2.6.a menunjukan sistem dengan jumlah n-rel dimana rel 1 terhubung dengan rel lainya. Gambar 2.6.b menunjukan model transmisi untuk sistem n-rel.



Gambar 2.6.a sistem n-rel



Gambar 2.6.b model transmisi π untuk sistem n-rel



Persamaan yang dihasilkan dari Gambar 2.6.b adalah : I1  V1 y p12  V1 y p13    V1 y p1n  V1  V2  y s12  V1  V3  ys13    V1  Vn  y s1n I1   y p12  y p13    y p1n  y s12  y s13   y s1n Vn  y s12V2  y s13V3    y s1nVn (2.17)



I1  y11V1  y12V2  y13V3    y1nVn



(2.18) Dimana : Y11  y p12  y p13    y p1n  y s12  y s13   ys1n (2.19) = jumlah semua admitansi yang dihubungkan ke rel 1. Y12   y21; Y13   y31; Y1n   y1n



(2.20) Persamaan (2.21) dapat disubstitusikan ke persamaan (2.5) menjadi persamaan (2.22), yaitu : n



I i   YijV j j 1



(2.21) n



P1  jQ1 V 1*I1  V1*  Yi1V j j 1



(2.22) n



Pi  jQi V i*I1  Vi *  YijV j j 1



i  1,2,  , n (2.23)



Persamaan (2.23) merupakan representasi persamaan aliran daya yang nonlinear. Untuk sistem n-rel, seperti Persamaan (2.15) dapat dihasilkan Persamaan (2.24), yaitu :



 I1   I   2



 Y11 Y12  Y1n  Y Y  Y2 n    21 22             I n   Yn1 Yn 2  Ynn 



 V1  V   2      Vn 



(2.24) Notasi matrik dari persamaan (2.24) adalah : I bus  YbusVbus



(2.25) Dimana :



Ybus



 Y11 Y12  Y1n  Y Y22  Y2 n  21           Yn1 Yn 2  Ynn 



= matrik rel admitansi



2.3.4. Klasifikasi Rel Jenis rel pada sistem tenaga, yaitu :



1. Rel Beban Setiap rel yang tidak memiliki generator disebut dengan Rel beban. Pada rel ini daya aktif (P) dan daya reaktif (Q) diketahui sehingga sering juga disebut rel PQ. Daya aktif dan reaktif yang dicatu ke dalam sistem tenaga adalah mempunyai nilai positif, sementara daya aktif dan reaktif yang di konsumsi bernilai negatif. Besaran yang dapat dihitung pada rel ini adalah V dan δ (sudut beban).



2. Rel Generator Rel Generator dapat disebut dengan voltage controlled bus karena tegangan pada rel ini dibuat selalu konstan atau rel dimana terdapat generator. Pembangkitan daya aktif dapat dikendalikan dengan mengatur penggerak mula (prime mover) dan nilai tegangan dikendalikan dengan mengatur eksitasi generator. Sehingga rel ini sering juga disebut dengan PV rel. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah Q dan δ (sudut beban). 3. Slack bus Slack Bus sering juga disebut dengan swing bus atau rel berayun. Adapun besaran yang diketahui dari rel ini adalah tegangan (V) dan sudut beban (δ). Suatu sistem tenaga biasanya didesign memiliki rel ini yang dijadikan sebagai referensi yaitu besaran δ = 00. Besaran yang dapat dihitung dari rel ini adalah daya aktif dan reaktif. Secara singkat klasifikasi rel pada sistem tenaga terdapat pada Tabel 2.1 yaitu besaran yang dapat diketahui dan tidak diketahui pada rel tersebut.



Tabel 2.1 Klasifikasi Rel Pada Sistem Tenaga Jenis Rel



Besaran yang



Besaran yang tidak



diketahui



diketahui



Rel beban (atau rel PQ) P, Q Rel generator atau rel dikontrol tegangan P, V



V,  Q, 



(atau rel PV) Rel pedoman atau rel slack atau rel swing



P, Q



V,  = 0



2.4. Metode Aliran Daya Newton Raphson Pada sistem multi-rel, penyelesaian aliran daya dengan metode Persamaan aliran daya. Metode yang digunakan pada umumnya dalam penyelesaian aliran daya, yaitu metode : Newton-



Raphson, Gauss-Seidel, dan Fast Decoupled. Tetapi metode yang dibahas pada tesis ini adalah metode Newton-Raphson. Dalam metode Newton-Raphson secara luas digunakan untuk permasalahan Persamaan non-linear. Penyelesaian Persamaan ini menggunakan permasalahan yang linear dengan solusi pendekatan. Metode ini dapat diaplikasikan untuk satu Persamaan atau beberapa Persamaan dengan beberapa variabel yang tidak diketahui. Untuk Persamaan non-linear yang diasumsikan memiliki sebuah variable seperti Persamaan (2.27). y  f  x



(2.27) Persamaan (2.27) dapat diselesaikan dengan membuat Persamaan menjadi Persamaan (2.28). f  x  0



(2.28) Menggunakan deret taylor Persamaan (2.28) dapat dijabarkan menjadi Persamaan (2.29). f  x   f  x0  



2 n 1 df  x0   x  x0   1 df  2x0   x  x0  2    1 df  nx0   x  x0  n  0 1! dx 2! dx n! dx



(2.29) Turunan pertama dari Persamaan (2.29) diabaikan, pendekatan linear menghasilkan Persamaan (2.30) f  x   f  x0  



df  x0   x  x0   0 dx



(2.30) Dari :



x1  x ( 0 ) 



   



f x (0) df x  0  / dx



(2.31) Bagaimana pun, untuk mengatasi kesalahan notasi, maka Persamaan (2.31) dapat diulang seperti Persamaan (2.32). x  1  x ( 0 ) 



   



f x (0) df x  0  / dx



(2.32) x  0   Pendekatan perkiraan



Dimana : x  1  Pendekatan pertama



Oleh karena itu, rumus dapat dikembangkan sampai iterasi terakhir (k+1), menjadi Persamaan (2.33). x k  1  x ( k ) 



   



f x(k ) df x  k  / dx



(2.33) x k  1  x ( k ) 



   



f x(k ) f ' x  k  / dx



(2.34) Jadi, x  



f  x(k )  f '  x k  



(2.35)



x  x  k 1  x  k  (2.36) Metode Newton-Raphson secara grafik dapat dilihat pada Gambar 2.8 ilustrasi metode Newton-Raphson.



Gambar 2.7 Ilustrasi metode Newton-Raphson



Pada Gambar 2.7 dapat dilihat kurva garis melengkung diasumsikan grafik Persamaan y  F  x



. Nilai x0 pada garis x merupakan nilai perkiraan awal kemudian dilakukan dengan



nilai perkiraan kedua hingga perkiraan ketiga.



2.4.1. Metode Newton Raphson dengan koordinat polar Besaran-besaran listrik yang digunakan untuk koordinat polar, pada umumnya seperti Persamaan (2.37).



Yij  Yij  ij



Vi  Vi  1 V j  V j  j



;



; dan



(2.37)



Persamaan arus (2.21) pada Persamaan sebelumnya dapat diubah kedalam Persamaan polar (2.38). n



I i   YijV j j 1



n



I i   Yij V j  ij   j j 1



(2.38) Persamaan (2.38) dapat disubtitusikan kedalam Persamaan daya (2.22) pada Persamaan sebelumnya menjadi Persamaan (2.39). P1  jQ1 V 1*I1 Vi  Vi  1



Vi*  conjugate dari Vi



n



P1  jQ1  V1  i  Yij V j  ij   j j 1



n



P1  jQ1   Vi Yij V j  ij   i   j j 1



(2.39) Dimana e







j ij  i  j







 cos ij   i   j   j sin  ij   i   j  (2.40)



Persamaan (2.39) dan (2.40) dapat diketahui Persamaan daya aktif (2.41) dan Persamaan daya reaktif (2.42). Pi  k    Vi  k  Yij V j k  cos ij   i   j  n



j 1



(2.41) Qi k    Vi  k  Yij V j k  sin  ij   i   j  n



j 1



(2.42) Persamaan (2.41) dan (2.42) merupakan langkah awal perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson. Penyelesaian aliran daya menggunakan proses iterasi (k+1). Untuk iterasi pertama (1) nilai k = 0, merupakan nilai perkiraan awal (initial estimate) yang ditetapkan sebelum dimulai perhitungan aliran daya. Hasil perhitungan aliran daya menggunakan Persamaan (2.41) dan (2.42) dengan nilai



Qi k 



Pi  k  dan



Pi  k  . Hasil nilai ini digunakan untuk menghitung nilai Pi  k 



Menghitung nilai



Qi k  dan



.



Qi k  dan



menggunakan Persamaan (2.43) dan (2.44).



k Pi  k   Pi ,spec  Pi ,calc



(2.43)  Qi k   Qi ,spec  Qi,kcalc



(2.44)



Pi  k  Hasil perhitungan



Qi k  dan



digunakan untuk matrik Jacobian pada Persamaan



(2.45).



 P2 k         Pn k   















k  Q2     k  Qn 



 P2 k    2     Pn k    2  k  Q2   2    k  Qn   2 



P2 k   n   Pn k    n Q2 k    n   Qn k    n 



P2 k   V2  Pn k   V2 Q2 k   V2  Qn k   V2



P2 k    Vn     Pn k    Vn    2k     Vn      Qn k     Vn  



  2 k          n k   















k   V2     k   Vn 



(2.45) Persamaan (2.45) dapat dilihat bahwa perubahan daya berhubungan dengan perubahan besar tegangan dan sudut phasa. Secara umum Persamaan (2.45) dapat disederhanakan menjadi Persamaan (2.46).  Pi  k    J 1  k     Qi   J 3



J2  J 4  



   k   



k   V 



(2.46) Besaran elemen matriks Jacobian Persamaan (2.46) adalah : 



J1 n P1 k    Vi  k  Yij V j k  sin  ij   i   j  1 j 1



(2.47) P1 k    Vi  k  Yij V j k  sin  ij   i   j  1



ji (2.48)







J2







n P1 k   2 Vi  k  Yij cos  ij   Vi  k  Yij cos  ij   i k    j k   1 j 1



 (2.49)



P1 k   Vi  k  Yij cos  ij   i k    j k  1











ji



(2.50) 



J3 n Q1 k    Vi  k  Yij V j k  cos ij   i   j  1 j 1



(2.51) P1 k    Vi  k  Yij V j k  cos ij   i   j  1



ji



(2.52) 



J4







n Q1 k   2 Vi  k  Yij sin  ij   Vi  k  Yij sin  ij   i k    j k   1 j 1



 (2.53)







P1 k    Vi  k  Yij sin  ij   i k    j k   1







ji



(2.54)



 i k  Setelah nilai matrik Jacobian dimasukan kedalam Persamaan (2.46) maka nilai



dan



 Vi  k 



dapat dicari dengan menginverskan matrik Jacobian seperti Persamaan (2.55).    k  



 J1 k      V   J 3 



J 2   P  k     J 4   Q  k  



`(2.55)  Vi  k 



 i k  Setelah nilai



dan



diketahui nilainya maka nilai



dan



dapat



 Vi  k 



 i k  dicari dengan menggunakan nilai



 Vi  k 1



 i k 1



dan



ke dalam Persamaan (2.56) dan (2.57).



 i k 1   i k     k  (2.56) Vi  k 1  Vi  k    Vi  k 



(2.57) Vi  k 1



 i k 1 Nilai



dan



hasil perhitungan dari Persamaan (2.56) dan (2.57) merupakan



perhitungan pada iterasi pertama. Nilai ini digunakan kembali untuk perhitungan iterasi ke-2 dengan cara memasukan nilai ini ke dalam Persamaan (2.41) dan (2.42) sebagai langkah awal perhitungan aliran daya.



Perhitungan aliran daya pada iterasi ke-2 mempunyai nilai k = 1. Iterasi perhitungan



Pi  k  aliran daya dapat dilakukan sampai iterasi ke-n. Perhitungan selesai apabila nilai



dan



Qi k  mencapai nilai 2,5.10-4.



Perhitungan aliran daya menggunakan metode Newton-Raphson 1. Membentuk matrik admitansi Yrel sistem.



  0



2. Menentukan nilai awal V(0) , , Pspec, Qspec. 3. Menghitung daya aktif dan daya reaktif berdasarkan Persamaan (2.41) dan (2.42) Pi  k  Qi k  4. Menghitung nilai dan beradasarkan Persamaan (2.43) dan (2.44). 5. Membuat matrik Jacobian berdasarkan Persamaan (2.46) sampai Persamaan (2.54).  k 1 V   k 1 6. Menghitung nilai dan berdasarkan Persamaan (2.56) dan (2.57)  k 1 V   k 1 7. Hasil nilai dan dimasukan kedalam Persamaan (2.41) dan (2.42) untuk



mencari nilai 8.



P



Q dan



. Perhitungan akan konvergensi jika nilai



P



Q dan



Jika sudah konvergensi maka perhitungan selesai, jika belum konvergensi maka perhitungan dilanjutkan untuk iterasi berikutnya.



≤ 10-4.



G



Loji Transformator PenaikPenghantar Transformator Penurun



Sistem Distribusi



Gambar 2.1 Diagram Satu Garis Sistem Tenaga Listrik



SG 2  PG 2  jQG 2



SG1  PG1  jQG1 G1



Rel 1



V11



G2



Penghantar



Rel 2



V2 2



Beban 1



Beban 2



S D1  PD1  jQD1



S D 2  PD 2  jQD 2



Gambar 2.2 Diagram Satu Garis sistem 2 rel